Post on 28-Dec-2015
description
Hiperplasia Endometrium
A. Definisi
Merupakan proliferasi dari kelenjar endometrium dengan bentuk dan ukuran
yang ireguler dengan peningkatan pada rasio kelenjar/struma.
B. Patogenesis
Siklus menstruasi normal ditandai dengan meningkatnya ekspresi dari
onkogen bcl-2 sepanjang fase proliferasi. Bcl-2 merupakan onkogen yang terletak
pada kromosom 18 yang pertama kali dikenali pada limfoma folikuler, tetapi telah
dilaporkan juga terdapat padaa neoplasma lainnya.
Apoptosis seluler secara parsial dihambat oleh ekspresi gen bcl-2 yang
menyebabkan sel bertahan lebih lama. Ekspresi dari gen bcl-2 tampaknya
sebagian diregulasi oleh faktor hormonal dan ekspresinya menurun dengan
signifikan pada fase sekresi siklus menstruasi.
Kemunduran ekspresi dari gen bcl-2 berkorelasi dengan gambaran sel
apoptosis pada endometrium yang dilihat dengan mikroskop elektron selama fase
sekresi siklus menstruasi. Identifikasi dari gen bcl-2 pada proliferasi normal
endometrium sedang dalam penelitian tentang bagaimana perannya dalam
terjadinya hiperplasia endometrium. Ekpresi gen bcl-2 meningkat pada hiperplasia
endometrium tetapi terbatas hanya pada tipe simpleks. Secara mengejutkan,
ekspresi gen ini justru menurun pada hiperplasia atipikal dan karsinoma
1
endometrium.
Peran dari gen Fas/FasL juga telah diteliti akhit-akhir ini tentang kaitannya
denga pembentukan hiperplasia endometrium. Fas merupakan anggota dari
keluarga tumor necrosis factor (TNF)/Nerve Growth Factor (NGF) yang
berikatan dengan FasL (Fas Ligand) dan menginisisasi apoptosis. Ekpresi gen Fas
dan FasL meningkat pada sampel endometrium setelah terapi progesteron.
Interaksi antara ekspresi Fas dan bcl-2 dapat memberikan kontribusi pembentukan
hyperplasia endometrium.
C. Faktor Resiko
Faktor- factor yang dapat mempengaruhi angka kejadian hyperplasia
endometrium diantara lain adalah :
- sekitar usia menopause
- didahului dengan terlambat haid atau amenore
- obesitas
- penderita diabetes mellitus
- pengguna estrogen dalam jangka panjang tanpa disertai pemberian
progestin pada kasus menopause
- PCOS – polycystic ovarian syndrome
- Pendertia tumor ovariumdari jenis granulosa theca cell tumor
2
D. Klasifikasi
Berdasarkan morfologi pada pemeriksaan patologi anatomi hiperplasia
endomestrium terbagi menjadi tiga, yaitu :
1. sederhana/simple. Terdapat proliferasi jinak dari kelenjar endometrium
yang berbentuk ireguler tetapi tidak menggambarkan tumpukan sel yang
saling tumpang tindih/ sel atipik
2. kompleks/ complex. Terdapat proliferasi kelenjar endometrium tepi
ireguler, dan sel yang tumpang tindih tetapi tidak terdapat sel yang atipik
3. atipikal. Terdapat derajat yang berbeda- beda dari nucleus yang atipik.
E. Manifestasi Klinis
Pada wanita muda usia produktif, hiperplasia endometrium muncul akibat
polycystic ovarian syndrome (PCOS). PCOS menghasilan stimulasi estrogen yang
tidak terlawan ke siklus anovulatori. Pada pasien yang lebih muda dapat juga
terdapat peningkatan estrogen secara sekunder dari konversi perifer dari
androstenedione pada jaringan adiposa (pasien yang obesitas) atau tumor ovarium
yang mensekresikan estrogen (pada granulosa cell tumors dan ovarian thecomas).
Konversi perifer dari androgen menjadi estrogen pada tumor yang mensekresikan
androgen pada kortex adrenalis merupakan etiologi yang jarang dari hiperplasia
endometrium Pada pasien menopause, atrofi endometrium merupakan penyebab
tersering dari kejadian hiperplasia endometrium. Gejala yang hampir selalu timbul
adalah perdarahan pervaginam.
3
F. Diagnosis
Perdarahan uterus abnormal (PUA) merupakan gejala yang paling sering
dikeluhkan wanita dengan hiperplasia endometrium. Pada wanita dibawah usia 40
tahun yang memiliki factor predisposisi seperti obesitas dan PCOS pemeriksaan
untuk mengetahui hiperplasia endometrium harus dilakukan secara menyeluruh.
1. USG (ultrasonografi). Pada wanita post menopause sering didapatkan
ketebalan endometrium pada pemeriksaan USG transvaginal < 4mm.
2. Pipelle Endometrial Biopsy. Dapat dikerjakan secara poliklinis dengan
menggunakan mikrokuret. Metode ini dapat menegakkan diagnosa keganasan
uterus hingga 75 %.
3. Histeroskopi dan/atau dilatasi dan kuretase. Histeroskopi secara umum
telah disepakati sebagai gold standard untuk mengevaluasi kavitas uterus.
Diagnosis ditegakkan denga memasukkan peralatan teleskop kecil ke dalam
uterus untuk melihat dan mengambil sediaan biopsi untuk pemeriksaan
histopatologi.
4. Sonohisterografi.
Wanita dengan perdarahan post menopause harus menjalani pemeriksaan
fisik yang menyeluruh untuk menentukan sumber perdarahan. Jika pemeriksaan
fisik tidak dapat menjelaskan penyebab perdarahan, USG transvaginal dapat
digunakan sebagai panduan untuk pemeriksaan lebih lanjut. Wanita post
menopause dengan penebalan dinding uterus (>5mm) atau wanita dengan
perdarahan persisten yang tidak bisa dijelaskan membutuhkan biopsi
endometrium. Diagnosis hiperplasia atau karsinoma endometrium pada
4
pemeriksaan biopsi enometrium harus dievaluasi dengan DC untuk memperoleh
spesimen yang lebih luas.
Gambar. Algoritma pemeriksaan penunjang kelainan dinding uterus
G. Penatalaksanaan
Pada sebagian kasus, terapi hiperplasia endometrium atipik dilakukan dengan
memberikan hormon progesteron. Dengan pemberian progesteron, endometrium
dapat luruh dan mencegah pertumbuhan kembali. Kadang kadang disertai dengan
perdarahan per vaginam. Besarnya dosis dan lamanya pemberian progesteron
ditentukan secara individual. Setelah terapi , dilakukan biopsi ulang untuk melihat
efek terapi. Umumnya jenis progesteron yang diberikan adalah
5
Medroxyprogetseron acetate (MPA) 5 – 10 mg per hari selama 10 hari setiap
bulannya dan diberikana selama 3 bulan berturut turut.
Pada pasien hiperplasia komplek harus dilakukan evaluasi dengan D & C
fraksional dan terapi diberikan dengan progestin setiap hari selama 3 – 6 bulan.
Pada pasien hiperplasia komplek dan atipik sebaiknya dilakukan histerektomi
kecuali bila pasien masih menghendaki anak. Pada pasien dengan tumor penghasil
estrogen, harus dilakukan ekstirpasi.
H. Progesifitas
Seperti diketahui bahwa hiperplasia endometrium berpotensi berubah menjadi
progresif ke arah karsinoma endometrium. Namun selain menjadi progresif,
hiperplasia endometrium juga dapat mengalami regresi dan juga dapat persisten.
6