Hiperplasia Prostat Word

35
REFERAT HIPERPLASIA 1 BAB I PENDAHULUAN Dahulu disebut sebagai Hipertrofi Prostat Jinak (Benigna Prostate Hypertrophy = BPH) yaitu pembesaran prostat. Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi adalah hiperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke tepi. Kelenjar prostat membesar memanjang ke arah depan kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine. Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering ditemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Ada 4 macam teori terjadinya Benign Prostat Hiperplasia, antara lain Teori dehidrotestosteron (DHT), teori hormon, teori stem cell hypotesis, dan teori interaksi stroma- epitelium. Hiperplasia prostat benigna ini dapat dialami oleh sekitar 50% pria di atas usia 50 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 60% pada pria berusia di atas 60 tahun. Begitu pula meningkat hingga 70 % pada pria diatas usia 70 tahun. 1,2,3,4 Keluhan pada pasien BPH seringkali berupa LUTS (lower urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urine. 1,3 Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah FK UPH – RSMC Periode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011

description

sae

Transcript of Hiperplasia Prostat Word

Page 1: Hiperplasia Prostat Word

REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT

1

BAB I

PENDAHULUAN

Dahulu disebut sebagai Hipertrofi Prostat Jinak (Benigna Prostate Hypertrophy =

BPH) yaitu pembesaran prostat. Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi

adalah hiperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke tepi.

Kelenjar prostat membesar memanjang ke arah depan kedalam kandung kemih dan

menyumbat aliran keluar urine. Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH

sering ditemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Ada 4 macam teori terjadinya Benign

Prostat Hiperplasia, antara lain Teori dehidrotestosteron (DHT), teori hormon, teori stem cell

hypotesis, dan teori interaksi stroma-epitelium. Hiperplasia prostat benigna ini dapat dialami

oleh sekitar 50% pria di atas usia 50 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 60% pada pria

berusia di atas 60 tahun. Begitu pula meningkat hingga 70 % pada pria diatas usia 70

tahun.1,2,3,4

Keluhan pada pasien BPH seringkali berupa LUTS (lower urinary tract

symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage

symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi

lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan

tahap selanjutnya terjadi retensi urine.1,3

Terapi yang akan diberikan pada pasien tergantung pada tingkat keluhan pasien,

komplikasi yang terjadi, sarana yang tersedia, dan pilihan pasien. Pada dasarnya terapi dari

Benigna Prostate Hyperplasia ada 3, yaitu observasi, medikamentosa, dan pembedahan.1

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011

Page 2: Hiperplasia Prostat Word

REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT

2

BAB II

HIPERPLASIA PROSTAT

2.1 DEFINISI

Hiperplasia Prostat adalah suatu pembesaran kelenjar prostat sehingga sel normal prostat

terdesak ke tepi. 2,3,6

2.2 ANATOMI

Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul

fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian

proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum.

Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20

gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan

tebal 2,5 cm. Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus yaitu lobus medius, lobus lateralis

(2 lobus), lobus anterior, lobus posterior. Selama perkembangannya lobus medius, lobus

anterior, lobus posterior akan menjadi satu dan disebut lobus medius saja. Pada

penampang, lobus medius kadang-kadang tak tampak karena terlalu kecil dan lobus lain

tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista

ini disebut kelenjar prostat.4,7,9

Anatomi Prostat 10

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011

Page 3: Hiperplasia Prostat Word

REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT

3

Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain

adalah: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan

zona periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang

letaknya proksimal dari sfingter eksternus di kedua sisi dari verumontanum dan di zona

periuretral. Kedua zona tersebut hanya merupakan 2% dari seluruh volume prostat.

Sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Prostat mempunyai

kurang lebih 20 duktus yang bermuara di kanan dari verumontanum dibagian posterior

dari uretra pars prostatika. Di sebelah depan didapatkan ligamentum pubo prostatika, di

sebelah bawah ligamentum triangulare inferior dan di sebelah belakang didapatkan fascia

denonvilliers. Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat

dengan prostat dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara longgar

dengan fascia pelvis dan memisahkan prostat dengan rektum. Antara fascia endopelvic

dan kapsul sebenarnya dari prostat didapatkan jaringan peri prostat yang berisi pleksus

prostatovesikal.4,7,9

BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung

banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior

daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya

perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami

hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan kelenjar. Secara histologis, prostat terdiri

atas kelenjar-kelenjar yang dilapisi epitel thoraks selapis dan di bagian basal terdapat

juga sel-sel kuboid, sehingga keseluruhan epitel tampak menyerupai epitel berlapis.4,7,9

Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis inferior

(cabang dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium

inferior), dan a. pudenda interna (cabang dari a. iliaca interna). Cabang-cabang dari arteri

tersebut masuk lewat basis prostat di Vesico Prostatic Junction. Aliran limfe dari

kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang kemudian bersatu untuk

membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju ke kelenjar limfe iliaca interna ,

iliaca eksterna, obturatoria dan sakral. Persarafan prostat berasal dari plexus simpatikus

dari Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.4,6,7

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011

Page 4: Hiperplasia Prostat Word

REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT

4

2.3 EPIDEMIOLOGIDengan meningkatnya usia harapan hidup, meningkat pula prevalensi BPH. Office of

Health Economic Inggris telah mengeluarkan proyeksi prevalensi BPH bergejala di

Inggris dan Wales beberapa tahun ke depan. Pasien BPH bergejala yang berjumlah sekitar

80.000 pada tahun 1991, diperkirakan akan meningkat menjadi satu setengah kalinya

pada tahun 2031. Hiperplasia prostat benigna ini dapat dialami oleh sekitar 50% pria di

atas usia 50 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 60% pada pria berusia di atas 60

tahun. Begitu pula meningkat hingga 70 % pada pria diatas usia 70 tahun. Angka kejadian

BPH di Indonesia yang pasti belum pernah diteliti, tetapi sebagai gambaran hospital

prevalence di dua rumah sakit besar di Jakarta yaitu RSCM dan Sumberwaras selama 3

tahun (1994-1997) terdapat 1040 kasus.1

2.4 ETIOLOGI Penyebab dari BPH sendiri masih belum jelas, namun terdapat faktor resiko umur dan

hormon androgen. Beberapa teori yang dikemukakan tentang penyebab dari BPH, antara

lain: 2,3,4,7,9

1. Teori Hormonal

Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu

antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron menurun

dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer

dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang

terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron

diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang

berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi

relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor

pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.

Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi

hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin

bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis)

yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini

mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon

estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011

Page 5: Hiperplasia Prostat Word

REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT

5

bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer

yang tidak bereaksi terhadap estrogen.

2. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)

Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.

Terdapat empat peptic growth factor yaitu: basic transforming growth factor,

transforming growth factor 1, transforming growth factor 2, dan epidermal growth

factor.

3. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)

Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa

berada dalam keadaan keseimbangan “steady state”, antara pertumbuhan sel dan sel

yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam

jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi.

Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi

lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi

atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi

berlebihan.

4. Teori Dehidrotestosteron (DHT)

Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari

kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh

globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam

keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam “target

cell” yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di

dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5

dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi

“hormone receptor complex”. Kemudian “hormone receptor complex” ini mengalami

transformasi reseptor, menjadi “nuclear receptor” yang masuk kedalam inti yang

kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini

akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar

prostat.

2.5 PATOFISIOLOGI Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami

hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas (ke arah buli -

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011

Page 6: Hiperplasia Prostat Word

REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT

6

buli), di dalam mempersempit saluran uretra prostatica dan

menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan

intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika,

maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat

memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan

perubahan anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi otot detrusor,

trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli.

Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan pasien sebagai keluhan

pada saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom

/ LUTS.3-9

Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi

oleh muskulus destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan

kualitas dari miksi tidak banyak berubah. Pada fase ini disebut Sebagai

Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan kemampuan

kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah,

kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi

tidak adekuat sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses

miksi berakhir. seringkali Prostat Hyperplasia menambah kompensasi

ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan)

sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan haemorhoid

puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya

melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini

disebut sebagai Prostat Hyperplasia Dekompensata. Fase

Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam

beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara

berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan

buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli tidak sanggup

menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi

adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi

retensi urine.Retensi urine yang kronis dapat mengakibatkan

kemunduran fungsi ginjal.3-9

Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala klinis:

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011

Page 7: Hiperplasia Prostat Word

REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT

7

Penurunan kekuatan dan kaliber aliran yang disebabkan resistensi urethra yang

merupakan gambaran awal dan menetap dari BPH.

Hesitancy atau keraguan dalam mengeluarkan urine, disebabkan karena detrusor

memerlukan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi urethra.

Intermittency, terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi urethra sampai

akhir miksi, terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena

jumlah residu urine yang banyak dalam buli-buli.

Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap

miksi sehingga interval antar miksi menjadi pendek., juga dapat disebabkan dari

hambatan normal korteks berkurang dan tonus sphincter dan urethra berkurang selama

tidur.

Urgensi dan disuria jarang terjadi namun bila ada disebabkan oleh ketidakstabilan

detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.

Inkontinensia, bukan gejala yang khas, urine keluar sedikit-sedikit secara berkala

karena setelah buli-buli mencapai compliance maksimum, tekanan dalam buli-buli

akan cepat naik melebihi tekanan sphincter.

2.6 KLASIFIKASIKlasifikasi yang digunakan untuk menunjukkan derajat BPH adalah klasifikasi derajat

berat prostat berdasarkan gambaran klinis. Klasifikasi ini berguna untuk menentukan

jenis terapi yang dilakukan pada pasien. Klasifikasi tersebut dapat dilihat dalam tabel

berikut. 6

Stadium Sisa Volume

Urine

Colok Dubur

I < 50 ml Penonjolan prostate, batas atas mudah diraba

II 50 – 100 ml Penonjolan prostate jelas, batas atas dapat dicapai

III > 100 ml Batas atas prostate tidak dapat diraba

IV Retensi Urin Batas atas prostate tidak dapat diraba

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011

Page 8: Hiperplasia Prostat Word

REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT

8

Tabel Derajat berat hipertrofi prostate berdasarkan gambaran klinis

2.7 MANIFESTASI KLINISGejala yang umumnya ditemukan berupa gejala dan tanda obstruksi dan iritasi yang

sering pula disebut ‘prostatismus’ atau LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms), antara

lain sebagai berikut:3,4,6-9

Gejala dan tanda obstruksi saluran kemih berarti penderita harus menunggu pada

permulaan miksi, miksi terputus, menetes pada akhir, pancaran menjadi lemah, dan

rasa belum puas sehabis miksi.

Gejala iritasi disebabkan karena hipersnsitivias otot detrusor yang menyebabkan

bertambahnya frekwensi miksi, nokturia/miksi pada malam hari, miksi sulit ditahan,

dan disuria; hal ini terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi

atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih sehingga

vesika sering berkontraksi meski belum penuh.

Gejala dan tanda ini diberi skor untuk menetukan berat keluhan klinis.

Adapun scoring Madsen Iversen dan International Prostate Symptoms Score (IPSS) dari

WHO yang merupakan klasifikasi atau penilaian yang sering digunakan dalam

menegakkan diagnosis BPH dan untuk menentukan tingkat beratnya penyakit maupun

penatalaksanaan.1,3,4,6-9

Pertanyaan 0 1 2 3 4Pancaran Normal Berubah-ubah   Lemah MenetesMengedan pd saat Tidak   Ya    berkemih          Harus menunggu saat

Tidak     Ya  

akan kencing          Buang air kecil Tidak     Ya  terputus-putus          Kencing tidak lampias

Tidak tahu Berubah-ubah Tidak lampias 1 kali retensi

> 1 kali retensi

Inkontinensia     Ya    Kencing sulit ditunda

Tidak ada Ringan Sedang Berat  

Kencing malam hari

0-1 2 3 - 4 >4  

Kencing siang hari

>3jam sekali tiap 2-3 jam sekali

tiap 1-2 jam sekali

<1 jam sekali

 

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011

Page 9: Hiperplasia Prostat Word

REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT

9

Score Madsen Iversen

Keluhan selama 1 bulan terakhir

Tidak pernah

<1 x dalam

5x

Kurang dari

setengah

Kadang-kadang (50%)

Lebih dari 50%

Hampir selalu

Seberapa sering anda merasa tidak lampias saat selesai berkemih?

0 1 2 3 4 5

Seberapa sering anda harus kencing dalam waktu kurang dari 2 jam stlh berkemih?

0 1 2 3 4 5

Seberapa sering anda mendapatkan bahwa anda sulit menahan kencing?

0 1 2 3 4 5

Seberapa sering anda mendapatkan bahwa kencing anda terputus-putus?

0 1 2 3 4 5

Seberapa sering pancaran kencing anda lemah?

0 1 2 3 4 5

Seberapa sering anda harus mengedan untuk mulai berkemih?

0 1 2 3 4 5

Seberapa sering anda harus terbangun untuk berkemih sejak mulai tidur pada malam hari hinggu bangun pagi?

0 1 2 3 4 5

Seandainya anda harus menghabiskan sisa hidup dengan fungsi berkemih saat ini, bagaimana perasaan anda?

0senang sekali

1senang

2umumnya

puas

3antara

puas dan tidak

4umumny

a tak puas

6buruk sekali

International Porstate Symptom Score (IPSS)

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011

Page 10: Hiperplasia Prostat Word

REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT

10

Keterangan : total IPSS score ringan : 0-7

Sedang : 8-19

Berat : 20-35

Pada pasien yang telah lanjut penyakitnya, misal pada gagal ginjal dapat ditemukan

uremia, peningkatan tekanan darah, denyut nadi, respirasi, foetor uremik, perikarditis,

anemia, maupun tanda penurunan status mental dan neuropati perifer. Bila telah terjadi

hidronefrosis, ginjal teraba dan nyeri pada costo Vertebrae Angularis, buli-buli yang distensi

dapat dideteksi dengan palpasi dan perkusi.

Pada pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter anus,

mukosa rektum, kemudian harus diperhatikan konsistensi prostat ( pada pembesaran prostat

yang jinak konsistensinya kenyal). Pada karsinoma prostat, prostat teraba keras atau teraba

benjolan yang konsistensinya keras daripada sekitarnya atau ada prostat asimetri dengan

bagian yang lebih keras. Apabila teraba krepitasi maka kemungkinan itu adalah batu prostat.

2.8 DIAGNOSIS

Diagnosis dari BPH ini dapat ditegakkan melalui beberapa hal, antara lain: melalui

anamnesis yang lengkap, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang lainnya;

yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:1,3,4,6,8,9

Anamnesis : Gejala obstruksi dan gejala iritatif maupun gejala-gejala yang

lain berdasar pada IPSS WHO score.

Pemeriksaan Fisik

o Abdomen: Pada inspeksi, perut dapat terlihat distensi atau membesar dengan

buli - buli yang penuh, pada palpasi dapat teraba massa atau pembesaran

karena buli - buli, perkusi yang redup karena buli – buli yang penuh,

auskultasi tidak diperlukan.

o Rectal: Dengan colok dubur / Rectal toucher harus diperhatikan konsistensi

prostat (pada BPH umumnya kenyal), asimetris, adakah nodul pada prostat,

batas teraba atau tidak, bila batas masih teraba secara empiris besar jaringan

prostat kurang dari 60 gr. Pada karsinoma prostat, prostat teraba keras atau

teraba benjolan yang konsistensinya lebih keras dari sekitarnya atau ada

prostat asimetri dengan bagian yang lebih keras. Teraba krepitasi bila terdapat

batu prostat.4, 6

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011

Page 11: Hiperplasia Prostat Word

REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT

11

Pemeriksaan penunjang

a. Laboratorium

Memeriksa darah lengkap.

Pemeriksaan urine dapat menunjukkan adanya sel leukosit, bakteri dan

infeksi

Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah informasi dasar dari fungsi

ginjal dan status metabolik.

Prostate Spesific Antigen (PSA) dapat digunakan sebagai deteksi dini dari

keganasan.

b. Radiologi

Foto polos abdomen

Dapat terlihat batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal dan buli-

buli, lesi osteoblastik, serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal.

Pielogram intravena dan CT-Scan abdomen

Berguna untuk memeriksa penderita dengan gejala hematuria. Akan

tetapi kedua pemeriksaan ini bukan merupakan evaluasi rutin dari

obstruksi prostat atau hiperplasia.

Ultrasonografi (USG)

Digunakan untuk memeriksa ginjal, kandung kemih, dan prostat

meskipun tidak rutin dilakukan. Pemeriksaan ini dapat berguna untuk

mendeteksi hidronefrosis karena azotemia atau untuk mendeteksi

penyakit lain yang tidak berhubungan dengan prostate. USG dapat

dilakukan secara transabdominal atau transrektal ( TRUS = Transrectal

Ultrasonographic ). Selain untuk mengetahui pembesaran prostat,

pemeriksaan ultrasonografi dapat pula menentukan volume buli-buli,

mengukur sisa urin, dan keadaan patologi lain seperti divertikulum,

tumor, dan batu. Dengan ultrasonografi transrektal, dapat diukur besar

prostate untuk menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar

prostate dapat pula dilakukan dengan ultrasonografi suprapubik.

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011

Page 12: Hiperplasia Prostat Word

REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT

12

c. Sistoskopi

Pemeriksaan ini merupakan pilihan dimana tidak rutin dilakukan. Akan tetapi

pemeriksaan ini dapat berguna untuk menentukan ukuran dan bentuk prostat,

selain itu untuk memeriksa perluasan prostat, tumor kandung kemih, dan

kelainan patologis lain.

d. Patologi anatomi

Pada BPH pemeriksaan patologi anatomi mutlak dilakukan untuk

menyingkirkan adanya keganasan.

e. Pengukuran Derajat Berat Obstruksi :

Uroflowmetri : Mengukur pancaran urine pada waktu miksi. Dapat

diukur dengan menentukan pancaran miksi spontan (normal: 10-12

ml/detik, max: 20 ml/detik), kecepatan urine pria rata-rata 16 ml/s,

namun pada pasien BPH <10ml/s.

Pemeriksaan Residual Urine : Residual Urine atau Post Voiding

Residual Urine adalah sisa urine yang tertinggal dalam buli-buli

setelah miksi, rata-rata nilainya 0.53 ml, semua pria normal residual

urine tidak melebihi 12 ml. Pemeriksaan dilakukan dengan cara USG

pre dan post miksi, menggunakan bladder scan, dengan kateterisasi

post miksi.

2.9 PENATALAKSANAANTujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien. Terapi yang

ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien, maupun kondisi

obyektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya. Pilihannya adalah mulai

dari: (1) tanpa terapi (watchful waiting), (2) medikamentosa, dan (3) terapi intervensi. Di

Indonesia, tindakan Transurethral Resection of the prostate (TURP) masih merupakan

pengobatan terpilih untuk pasien BPH.1.6

Organisasi kesehatan dunia ( WHO ) menganjurkan klasifikasi untuk

menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS ( WHO prostate symptom

score ). Terapi nonbedah dianjurkan bila WHO PSS tetap di bawah 15. Untuk dianjurkan

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011

Page 13: Hiperplasia Prostat Word

REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT

13

melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO

PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi.6

Dari gradasi tersebut di atas disusun terapi yang disesuaikan dengan berat

ringannya derajat penyakit, antara lain sebagai berikut:6

Derajat Penatalaksanaan

I Pengobatan konservatif, dengan pemberian adenoreseptor alpha blocker

(prazosin, alfazosin, tetrazosin); obat hanya bersifat simptomatis namun

tidak mempengaruhi proses hiperplasia dari prostat, dan obat ini harus

dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama.

II Indikasi untuk melakukan pembedahan dengan TUR, mortalitas 1% dan

morbiditas sekitar 8%

III Indikasi operasi, dengan TURP, atau dengan pembedahan terbuka

melalui transvesikal, retropubik, atau perianal

IV Tindakan pertama bebaskan pasien dari retensi urine total dengan

katheter atau dengan sistotomi, kemudian terapi definitive dengan TUR

atau dengan pembedahan terbuka

Tabel terapi sesuai dengan derajat penyakit

1. Observasi (Watchful waiting)

Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7,

yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Beberapa guidelines

masih menawarkan watchful waiting pada pasien BPH bergejala dengan skor sedang

(IPSS 8-19). Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan

mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1)

jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam,

(2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada buli-

buli (kopi atau cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung

fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin, dan (5) jangan menahan

kencing terlalu lama. Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk datang kontrol dengan

ditanya dan diperiksa tentang perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan

laju pancaran urine, maupun volume residual urine.1,3,4,6,8

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011

Page 14: Hiperplasia Prostat Word

REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT

14

2. Medikamentosa

Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: mengurangi resistensi otot polos

prostat atau mengurangi volume prostat. 1,3,4,6,8

a. Obat Penghambat reseptor alpha ( Alpha blocker )

Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di dalam

prostat dan leher buli - buli berkurang dengan menghambat rangsangan alpha

adrenergik. Seperti diketahui di dalam otot polos prostat dan leher buli - buli

banyak terdapat reseptor alpha adrenergik. Obat-obatan yang sering digunakan

prazosin, terazosin, doksazosin, dan alfuzosin. Obat penghambat alpha

adrenergik yang lebih selektif terhadap otot polos prostat yaitu α1a

(tamsulosin), sehingga efek sistemik yang tak diinginkan dari pemakai obat ini

dapat dikurangi. Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis tamzulosin 0,2-0,4

mg/hari. Penggunaan antagonis alpha 1 adrenergik untuk mengurangi

obstruksi pada buli - buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat-obatan

golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran urine, menurunkan sisa

urine dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini juga memberi penyulit hipotensi,

pusing, mual, lemas, dan meskipun sangat jarang bisa terjadi ejakulasi

retrograd, biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam

waktu 1-2 minggu setelah pemakaian obat.

b. 5-alpha-reductase inhibitors

Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5 mg/hari. Obat

golongan ini dapat menghambat pembentukan dehidrotestosteron sehingga

prostat yang membesar dapat mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat

daripada golongan alpha blocker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat

yang sangat besar. Salah satu efek samping obat ini adalah melemahkan

libido, ginekomastia dan dapat menurunkan nilai PSA.

c. Fitoterapi

Merupakan terapi alternatif yang berasal dari tumbuhan. Fitoterapi yang

digunakan untuk pengobatan BPH adalah Serenoa repens atau Saw Palmetto

dan Pumpkin Seeds. Pengobatan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain

eviorostat. Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai: anti-estrogen,

antiandrogen, menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG),

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011

Page 15: Hiperplasia Prostat Word

REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT

15

inhibisi basic fibroblast growth factor (bFGF) dan epidermal growth factor

(EGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin, efek anti-inflam-masi,

menurunkan outflow resistance, dan memperkecil volume prostat.

3. Pembedahan 1,3,4,6,8

Indikasi absolute untuk terapi bedah yaitu :

a. Retensio urine berulang

b. Hematuria

c. Tanda penurunan fungsi ginjal

d. Infeksi saluran kemih berulang

e. Tanda tanda obstruksi berat yaitu di vertikel, hidrovolunter dan

hidronefrosis

f. Ada batu di saluran kemih

Prostatektomi terbuka : Prostatektomi terbuka merupakan cara yang paling tua,

paling invasif, dan paling efisien di antara tindakan pada BPH yang lain dan

memberikan perbaikan gejala BPH 98%. Pembedahan terbuka ini dikerjakan

melalui pendekatan transvesikal yang mula-mula diperkenalkan oleh Hryntschack

dan pen-dekatan retropubik yang dipopulerkan oleh Millin. Pendekatan

transvesika hingga saat ini sering dipakai pada BPH yang cukup besar disertai

dengan batu buli-buli multipel, divertikula yang besar, dan hernia inguinalis.

Pembedahan terbuka dianjurkan pada prostat volumenya diperkirakan lebih dari

80-100 cm3. Dilaporkan bahwa prostatektomi terbuka menimbulkan komplikasi

striktura uretra dan inkontinensia urine yang lebih sering dibandingkan dengan

TURP ataupun TUIP.

TURP (Transurethral Resection Prostat ) : Prosedur TURP merupakan 90% dari

semua tindakan pembedahan prostat pada pasien BPH. TURP lebih bermanfaat

daripada watchful waiting. TURP lebih sedikit menimbulkan trauma dibandingkan

prosedur bedah terbuka dan memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat.

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011

Page 16: Hiperplasia Prostat Word

REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT

16

Secara umum TURP dapat memperbaiki gejala BPH hingga 90%, meningkatkan

laju pancaran urine hingga 100%. Komplikasi dini yang terjadi pada saat operasi

sebanyak 18-23%, dan yang paling sering adalah perdarahan sehingga mem-

butuhkan transfusi. Timbulnya penyulit biasa-nya pada reseksi prostat yang

beratnya lebih dari 45 gram, usia lebih dari 80 tahun, ASA II-IV, dan lama reseksi

lebih dari 90 menit. Sindroma TUR terjadi kurang dari 1%. Penyulit yang timbul

di kemudian hari adalah: inkontinensia stress <1% maupun inkontinensia urin

1,5%, striktura uretra 0,5- 6,3%, kontraktur leher buli-buli yang lebih sering

terjadi pada prostat yang berukuran kecil 0,9- 3,2%, dan disfungsi ereksi. Angka

kematian akibat TURP pada 30 hari pertama adalah 0,4% pada pasien kelompok

usia 65-69 tahun dan 1,9% pada kelompok usia 80-84 tahun. Dengan teknik

operasi yang baik dan manajemen perioperatif (termasuk anestesi) yang lebih baik

pada dekade terakhir, angka morbiditas, mortalitas, dan jumlah pemberian

transfusi berangsur-angsur menurun.

TUIP (Transurethral incision of the prostate) atau insisi leher buli-buli (bladder

neck insicion) direkomendasikan pada prostat yang ukurannya kecil (kurang dari

30 cm3), tidak dijumpai pembesaran lobus medius, dan tidak diketemukan adanya

kecurigaan karsinoma prostat. Waktu yang dibutuhkan lebih cepat, dan lebih

sedikit menimbulkan komplikasi dibandingkan dengan TURP. TUIP mampu

memperbaiki keluhan akibat BPH dan meningkatkan Qmax meskipun tidak sebaik

TURP. Cara elektrovaporisasi prostat hampir mirip dengan TURP, hanya saja

teknik ini memakai roller ball yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang

cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporisisai kelenjar prostat. Teknik ini

cukup aman, tidak banyak menimbulkan perdarahan pada saat operasi.

Laser Prostatektomi : Jika dibandingkan dengan pembedahan, pemakaian Laser

ternyata lebih sedikit menimbulkan komplikasi dan penyembuhan lebih cepat,

tetapi kemampuan dalam meningkatkan perbaikan gejala miksi maupun Qmax

tidak sebaik TURP. Disamping itu terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap

tahun. Kekurangannya adalah tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan

patologi, sering banyak menimbulkan disuria pasca bedah yang dapat berlangsung

sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi, dan peak flow

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011

Page 17: Hiperplasia Prostat Word

REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT

17

rate lebih rendah dari pada pasca TURP. Penggunaan pembedahan dengan energi

laser telah berkembang dengan pesat akhir-akhir ini. Penelitian klinis

menunjukkan hasil yang hampir sama dengan cara desobstruksi TURP, terutama

dalam perbaikan skor miksi dan pancaran urine. Meskipun demikian efek lebih

lanjut dari Laser masih belum banyak diketahui. Teknik ini dianjurkan pada

pasien yang memakai terapi antikoagulan dalam jangka waktu lama atau tidak

mungkin dilakukan tindakan TURP karena kesehatannya.

Tindakan invasif minimal dengan Termoterapi dan stent.

o Termoterapi kelenjar prostat adalah pemanasan > 45°C sehingga

menimbulkan nekrosis koagulasi jaringan prostat. Gelombang panas

dihasilkan dari berbagai cara, antara lain adalah:

1. TUMT (transurethral microwave thermotherapy),

Energi yang dihasilkan oleh TUMT berasal dari gelombang mikro

yang disalurkan melalui kateter ke dalam kelenjar prostat sehingga

dapat merusak kelenjar prostat yang diinginkan. Jaringan lain

dilindungi oleh sistem pendingin guna menghindari dari kerusakan

selama proses pemanasan berlangsung. Morbiditasnya rendah dan

dapat dikerjakan tanpa pembiusan. TUMT terdiri atas energi rendah

dan energi tinggi.

2. TUNA (transurethral needle ablation),

Teknik TUNA memakai energi dari frekuensi radio yang menimbulkan

panas sampai mencapai 1000 C, sehingga menyebab-kan nekrosis

jaringan prostat. Sistem ini terdiri atas kateter TUNA yang

dihubungkan dengan generator yang dapat membangkitkan energi pada

frekuensi radio 490 kHz. Kateter dimasukkan ke dalam uretra melalui

sistoskopi dengan pemberian anestesi topikal xylocaine sehingga jarum

yang terletak pada ujung kateter terletak pada kelenjar prostat13.

TUNA dapat memperbaiki gejala hingga 50-60% dan meningkatkan

Qmax hingga 40-50% Pasien sering kali masih mengeluh hematuria,

disuria, kadang-kadang retensi urine, dan epididimo-orkitis.

3. HIFU (high intensity focused ultrasound),

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011

Page 18: Hiperplasia Prostat Word

REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT

18

Energi panas yang ditujukan untuk menimbulkan nekrosis prostat pada

HIFU. Energi dipancarkan melalui alat yang diletakkan transrektal dan

difokuskan ke kelenjar prostat. Teknik ini memerlukan anestesi umum.

Data klinis menunjukkan terjadi perbaikan gejala klinis 50–60% dan

Qmax rata-rata meningkat 40– 50%. Efek lebih lanjut dari HIFU

belum diketahui, dan sementara tercatat bahwa kegagalan terapi terjadi

sebanyak 10% setiap tahun.

4. Laser

Makin tinggi suhu di dalam jaringan prostat makin baik hasil klinik

yang didapatkan, tetapi makin banyak menimbulkan efek samping.

Teknik termoterapi ini seringkali tidak memerlukan perawatan di

rumah sakit, namun masih harus memakai kateter dalam jangka waktu

lama. Sering kali diperlukan waktu 3-6 minggu untuk menilai kepuasan

pasien terhadap terapi ini. Pada umumnya terapi ini lebih efektif

daripada terapi medikamentosa tetapi kurang efektif dibandingkan

dengan TURP. Tidak banyak menimbulkan perdarahan sehingga cocok

diindikasikan pada pasien yang memakai terapi antikoagulansia.

o Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi

karena pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher

buli-buli dan di sebelah proksimal verumontanum sehingga urine dapat

leluasa melewati lumen uretra prostatika. Stent dapat dipasang secara

temporer atau permanen. Yang temporer dipasang selama 6-36 bulan dan

terbuat dari bahan yang tidak diserap dan tidak mengadakan reaksi dengan

jaringan. Alat ini dipasang dan dilepas kembali secara endoskopi. Stent

yang telah terpasang bisa mengalami enkrustasi, obstruksi, menyebabkan

nyeri perineal, dan disuria.

2.10 KOMPLIKASI

Apabila buli-buli mengalami dekompresi dapat terjadi retensio urine, produksi urine

yang terus-menerus, sedang buli-buli sudah tidak mampu lagi menampung urine,

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011

Page 19: Hiperplasia Prostat Word

REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT

19

tekanan intravaskular yang meningkat sehingga dapat timbul hidroureter, hidronefrosis,

dan gagal ginjal. Proses dari kerusakan ginjal dapat dipercepat dengan adanya infeksi.

Sisa urine dapat membentuk batu endapan dalam vesika, batu dapat menimbulkan

keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu buli-buli juga dapat menimbulkan

sistitis dan bila terjadi reflux bisa terjadi pielonefritis. Pada waktu miksi, pasien harus

mengeran, sehingga lama-kelamaan dapat menyebabkan hernia ataupun hemorrhoid.

2.11 PROGNOSIS

Gejala dan keluhan berkurang pada lebih dari 90 % pasien setelah terapi. Kira-kira 10-

20 % pasien dapat mengalami obstruksi berulang dalam waktu 5 tahun.

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011

Page 20: Hiperplasia Prostat Word

REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT

20

Skema pengelolaan BPH di Indonesia untuk dokter umum dan spesialis non urologi1

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011

Page 21: Hiperplasia Prostat Word

REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT

21

BAB III

KESIMPULAN

Hiperplasia Prostat adalah suatu pembesaran kelenjar prostat sehingga sel

normal prostat terdesak ke tepi. Sering ditemukan pada pria berusia lanjut. Ada 4 macam

teori terjadinya Benign Prostat Hiperplasia. Klasifikasi derajat berat prostat berdasarkan

gambaran klinis. Gambaran klinis berupa LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms).

Gambaran klinis BPH diberi skor untuk menetukan berat keluhan klinis, skoringnya

adalah scoring Madsen Iversen dan International Prostate Symptoms Score (IPSS) dari

WHO yang merupakan klasifikasi atau penilaian yang sering digunakan dalam

menegakkan diagnosis BPH dan untuk menentukan tingkat beratnya penyakit maupun

penatalaksanaan.

Diagnosis BPH ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun

pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan abdomen

dan colok dubur. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan

laboratorium, radiologi dan sistoskopi. Selain itu pemeriksaan untuk menilai derajat berat

obstruksi dengan uroflometri dan pemeriksaan residual urin.

Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien.

Terapi pada pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien, maupun kondisi

obyektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya. Pilihannya terapi untuk

pasien adalah (1) tanpa terapi (watchful waiting), (2) medikamentosa, dan (3) terapi

intervensi. Di Indonesia, tindakan Transurethral Resection of the prostate (TURP) masih

merupakan pengobatan terpilih untuk pasien BPH.

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011

Page 22: Hiperplasia Prostat Word

REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT

22

BAB IV

PENUTUP

Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai hiperplasia prostat, khususnya

tentang diagnosis dan penanganan hiperplasia prostat. Tentunya masih banyak kekurangan

dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi

yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.

Penulis banyak berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang

membangun kepada penulis demi sempurnanya referat ini dan penulisan makalah di

kesempatan – kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada

khususnya juga para pembaca.

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011

Page 23: Hiperplasia Prostat Word

REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT

23

BAB V

REFERENSI

1. Anonim. Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia. Diunduh dari :

http://www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdf Diakses pada tanggal 1 April 2011.

2. Anonim. Benigna Prostat Hiperplasia (BPH). Diunduh dari :

http://ppni-klaten.com/index.php?view=article&catid=39%3Appni-ak-

sub&id=64%3Abph&format=pdf&option=com_content&Itemid=66 Diakses tanggal

1 April 2011.

3. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta : Media

Aesculapius. 2000 ; h. 329-334.

4. Purnomo BB. Dasar – dasar Urologi Edisi kedua. Jakarta : Sagung Seto ; 2003. h. 67-

85.

5. Schwartz SI, Shires GTS, Spencer FC, Husser WC. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu

Bedah edisi 6. Jakarta: EGC; 2000. h. 592-593.

6. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2. Jakarta: EGC; 2005. h.

782-786.

7. Rahardjo D. PROSTAT. Jakarta : Asian Medical; 1999. H.15-56.

8. Hikmah A, Marlinda D, Metalapa R. Majalah Kesehatan Keluarga Dokter Kita.

Jakarta : Temprint ; 2011. h. 12-17.

9. Akbar M. Benigna Prostate Hyperplasia. 13 Desember 2008. Diunduh dari :

http://ababar.blogspot.com/2008/12/benigna-prostate-hyperplasia.html Diakses pada

tanggal 1 April 2011.

10. Anonim. Prostat. 4 April 2011. Diunduh dari :

http://marikitasehat.wordpress.com/category/prostat/ Diakses pada tanggal 3 Mei

2011.

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011