Post on 28-Dec-2015
description
Laporan Kasus
HERPES ZOSTER
Disusun oleh :
Nama : Yusuf Rumbiak (07120090096)
Pembimbing : dr.Hannah KM Damar Sp.KK
Kepaniteraan Klinik Kulit dan Kelamin
Siloam Hospital Lippo Village
Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.D
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 43 tahun
Tanggal lahir : 21 Desember 1970
Alamat : Tangerang
Pekerjaan : Pegawai Swasta
No. rekam medis : SHLV 283262
2. Anamnesis
Didapatkan keterangan secara Autoanamnesis pada hari Rabu, 3
Februari 2014 di OPD Rumah Sakit Siloam Village Karawaci pukul
10:00 WIB
A. Keluhan Utama
Lenting disertai nyeri di Dada kiri atas sejak 2 hari yang lalu
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Awal kejadian 3 hari yang lalu Pada saat pasien bangun tidur
pasien mengalami nyeri di bawah kulit secara mendadak. Nyeri tidak
menjalar hanya di bagian dada saja. Nyeri dirasakan sepanjang waktu.
Nyeri yang dirasakan seperti berdenyut-denyut (ditusuk-tusuk) dan
mengganggu aktifitas pasien.
Keesokan harinya secara mendadak timbul pula lenting-lenting
beberapa buah dan kulit yang kemerahan di dada kiri pada hari
sebelumnya munculnya lenting-lenting tersebut. Pasien mengaku
lenting-lenting ini yang membuat pasien merasa nyeri dan disertai rasa
gatal. Pasien tidak menggaruk lenting-lenting tersebut karena di
takutkan pecah. Belum ada lenting-lenting yang pecah.
Untuk Riwayat demam ada tetapi sebelumnya tetapi pasien
tidak mengukur suhu demam tersebut.
Pasien telah berobat di IGD SHLV dan diberikan obat
Biogesik,Valtrex dan Zotres. Tetapi menurut pasien belum ada
perbaikan.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menderita cacar air pada saat usia 10 tahun. Riwayat dirawat
dirumah sakit disangakal. Riwayat penyakit kulit sebelumnya
disangkal
D. Riwayat Penyakit keluarga
Didalam keluarga pasien pasien tidak ada yang mengalami keluhan
yang sama seperti pasien. Ayah dan Ibu pasien keduanya memiliki
riwayat tekanan darah tinggi yang terkontrol.
E. Riwayat Kebiasaan
Pasien mengaku untuk sekarang banyak pekerjaan yang harus segera
diselesaikan sehinggga membuat pasien cukup stress dengan
keadaannya sekarang. Pasien merokok , mengkonsumsi kopi. Tetapi
tidak mengkonsumsi alkohol
F. Riwayat Atopi
Riwayat alergi disangkal.
3. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Senin, 3 Februari 2014 di OPD
SHLV pukul 10.00 WIB
A. Keadaan umum : baik
B. Kesadaran : compos mentis
C. Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Denyut Nadi : 78 x/min
Laju Pernafasan : 18 x/min
Temperatur : 36.2 C
D. Status Generallis
Kepala : Normocephal, masa (-), rambut terlihat beruban .
Mata : Sclera ikterik -/- , konjungtiva anemis -/-, pupil bulat,
isokor, refleks cahaya +/+
THT : Bentuk telinga normal, nyeri tekan -/-, bentuk hidung
simetris, septum ditengah, sekret -/-, tonsil T1-T1, faring
hiperemis (-)
Leher: bentuk normal, pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Toraks:
- cor : iktus cordis (-), S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
-pulmo : bentuk normal, gerak nafas simetris, suara napas
vesikuler, rhonki -/- , wheezing -/-
Abdomen : supel, timpani, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
(-), balotement (-), nyeri ketok CVA (-), bising usus (+) normal.
Ekstremitas: akral hangat, capillary refill time <2s, pembesaran
KGB (-)
E. Status Dermatologis
Pada Regio Thorax sinista terdapat Vesikel multiple bergrombol yang
tersebar secara dermatomal. Dengan ukuran lentikular terletak diatas
kulit yang eritematosa. Pada palpasi teraba kulit yang hangat, vesikel
teraba lunak dengn permukaan yang licin.
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak Dilakukan
5. RINGKASAN
Pada Laki-laki usia 43 tahun datang dengan keluhan Nyeri pada Dada
kiri Disertai timbulnya lenting-lenting secara mendadak sejak 3 hari
yang lalu. Nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan dirasakan
sepanjang hari. Timbul pula vesikel multiple yang nyeri dan gatal,
belum ada vesikel yang pecah. Untuk status dermatolosinya ditemukan
vesikel multiple bergrombol tersebar secara dermatomal diregio thorax
sinistra dengan ukuran lentikular yang terletak diatas kulit yang
eritematosa.
6. DIAGNOSA KERJA
Herpes Zoster
7. DIAGNOSA BANDING
Herpes Simpleks
8. TATALAKSANA
Non Medikamentosa
Edukasi pasien dengan :
Mengurangi sementara aktifitas fisik
Apabila gatal jangan digaruk
Hindari lenting-lenting yang pecah
Jangan berdekatan dengan anak-anak atau orang lain yang
belum pernah mengalami cacar air.
Konsumsi obat secara teratur.
Kontrol kembali ke dokter dalam 7 hari melihat perbaikan
Medikamentosa
Asiklovir 5 x 800 mg p.o selama 7 hari
Asam Mefenamat 3 x 500 p.o jika nyeri
Bedak Kalamin
9. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad funcionam : bonam
Ad sanationam: bonam
PEMBAHASAN
Seorang laki-laki berusia 43 tahun datang dengan keluhan nyeri yang
tibul secara mendadak pada dada kiri sejak tiga hari yang lalu. Terdapat lenting-
lenting pada kulit yang berkelompok dan terseber pada dada kiri. Pada lokasi
tubuh lain tidak ditemukan kelainan kulit yang serupa. Dengan ditemukan lesi
tersebut tampak pada pada regio Thorax kiri terdapat vesikel multiple bergrombol
yang tersebar secara dermatomal dengan ukuran lentikular dengan dasar eritematosa.
Dipalpasi teraba kulit hangat, vesikel teraba lunak dengan permukaan yang licin.
Pada kasus ini melihat lesinya sangat khas pada herpes zoster yang mana
timbul gejala kulit yang unilateral, bersifat dermatomal sesuai dengan persarafan.
Keseluruhan gejala subjektif dan penampakan kulit cukup mendukung dalam
mendiagnosis Herpes Zoster, mengingat pada penyakit ini perjalanan berupa masa
tunas 7-12 hari, dengan timbulnya lesi dalam 1 minggu berikutnya, kemudian masa
penyembuhan sendiri selama 1-2 minggu berikutnya. Pada pasien ini keterlibatan
dermatomal yang terlibat adalah T5 dan T6.
Pada saat reaktivasi Herpes zoster, perlu ditanya gejala-gejala prodromal. Pada
pasien ini terdapat gejala demam. Tetapi gelaja seperti Mialgia, pusing dan malaise
disangkal. Reaktivasi terjadi pada Herpes zoster dikarenakan terjadi penurunan fungsi
system imun.
Penelitian oleh Schmader menngungkapkan bahwa herpes zoster sering terjadi
pada orang yang baru-baru mengalami keadaan stress. Nah untuk pasien ini dalam
anamnesis mengatakan belakangan ini pasien mengalami stress yang dikarenakan
banyak pekerjaan yang belum terselesaikan dan harus diselesaikan dalam waktu yang
singkat. Salah satu faktor ini diduga menjadi pemicu reaktivasi herpes Zoster.
Pada pasien ini ditemukan riwayat cacar air pada saat berusia 10 tahun.
Dengan demikian jelas sekali infeksi primer pada pasien ini telah terjadi. Yang mana
herpes zoster merupakan suatu reaktivasi akibat infeksi awal yang bermanifestasi
sebagai Varicella Zoster (cacar air).
Pada pasien ini diberikan pengobatan secara non-medikamentosa dan
medikamentosa. Dimana pasien di edukasi untuk tidak mengaruk lenting sebab dapat
menimbulkan infeksi sekunder, menganjurkan mengurangi sementara aktifitas fisik
sebab pasien mengalami nyeri dan akibat aktifitas yang tinggi menimbulkan gesekan
maupun trauma yang dapat menyebabkan pencahnya lenting. Pasien juga di sarankan
untuk mengurangi stress yang dialami dengan sedikit refresing sebelum mengerjakan
tugas-tugas pasien. Kemudia pasien di beritahukan untuk tidak mendekati orang
rumah (keluarga) yang belum pernah mengalami cacar air, karena dapat terjadi
penyebaran virus VZV ke pejamulain, yang menimbulkan varicella pada orang lain.
Pada Terpai medikametosa diberikan berupa Asiklovir 5 x 800 mg selama 7
hari.. terapi ini diberika secara efektif maksimal 72 jam setelah lesi terakhir muncul,
yang pada pasien ini memenuhi onset hari ke 3. Diatas 72 ajam, pemberian asiklovir
dikatakan tidak efektif lagi. Kemudian konsumsi obat harus teratur. Untuk nyeri pada
pasien ini diberikan asam mefenamat sebagai analgesik.
Pasien kemudian dianjurkan untuk kontrol selama 7 hari kemudian kepada
dokter untuk dapat melihat perbaikan pada pasien.
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Herpes zoster merupakan sebuah manifestasi oleh reaktivasi virus Varisela-
zoster laten dari saraf pusat dorsal atau kranial. Virus varicella zoster bertanggung
jawab untuk dua infeksi klinis utama pada manusia yaitu varisela atau chickenpox
(cacar air) dan Herpes zoster. Varisela merupakan infeksi primer yang terjadi pertama
kali pada individu yang berkontak dengan virus varicella zoster. Virus varisela zoster
dapat mengalami reaktivasi, menyebabkan infeksi rekuren yang dikenal dengan nama
Herpes zoster atau Shingles. Pada usia di bawah 45 tahun, insidens herpes zoster
adalah 1 dari 1000, semakin meningkat pada usia lebih tua.3
PATOGENESIS
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang laten di
dalam ganglion posterior atau ganglion intrakranial. Virus dibawa ke tepi ganglion
spinal atau ganglion trigeminal, kemudian menjadi laten. Varicella zoster merupakan
virus rantai ganda DNA, anggota famili virus herpes yang tergolong virus neuropatik
atau neurodermatotropik. Reaktivasi virus varicella zoster dapat dipicu oleh berbagai
faktor seperti pembedahan, penyinaran, lanjut usia, dan keadaan tubuh yang lemah
meliputi malnutrisi, seseorang yang sedang dalam pengobatan imunosupresan jangka
panjang, atau menderita penyakit sistemik. Jika virus ini menyerang ganglion anterior,
maka menimbulkan gejala gangguan motorik.3,4
Gambar 2 – Patogenesis infeksi herpes zoster (Sumber: medscape.com)
GAMBARAN KLINIS
Lesi herpes zoster dapat mengenai seluruh kulit tubuh maupun membran
mukosa. Herpes zoster biasanya diawali dengan gejala-gejala prodromal selama 2-4
hari, yaitu sistemik (demam, pusing, malaise), dan lokal (nyeri otot-tulang, gatal,
pegal). Setelah itu akan timbul eritema yang berubah menjadi vesikel berkelompok
dengan dasar kulit yang edema dan eritematosa. Vesikel tersebut berisi cairan jernih,
kemudian menjadi keruh, dapat menjadi pustul dan krusta. Jika mengandung darah
disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Jika disertai dengan ulkus dengan sikatriks,
menandakan infeksi sekunder.4
Masa tunas dari virus ini sekitar 7-12 hari, masa aktif berupa lesi baru yang
tetap timbul, berlangsung seminggu, dan masa resolusi berlangsung 1-2 minggu.
Selain gejala kulit, kelenjar getah bening regional juga dapat membesar. Penyakit ini
lokalisasinya unilateral dan dermatomal sesuai persarafan. Saraf yang paling sering
terkena adalah nervus trigeminal, fasialis, otikus, C3, T3, T5, L1, dan L2. Jika terkena
saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, sedangkan pada saraf pusat sering dapat
timbul gangguan motorik akibat struktur anatomisnya. Gejala khas lainnya adalah
hipestesi pada daerah yang terkena.4,5
Gambar 3 – Gambaran klinis herpes zoster (Sumber: Fitzpatrick)
DERMATOM
Dermatom adalah area kulit yang dipersarafi terutama oleh satu saraf spinalis.
Masing masing saraf menyampaikan rangsangan dari kulit yang dipersarafinya ke
otak. Dermatom pada dada dan perut seperti tumpukan cakram yang dipersarafi oleh
saraf spinal yang berbeda, sedangkan sepanjang lengan dan kaki, dermatom berjalan
secara longitudinal sepanjang anggota badan.
Dermatom sangat bermanfaat dalam bidang neurologi untuk menemukan
tempat kerusakan saraf saraf spinalis. Virus yang menginfeksi saraf tulang belakang
seperti infeksi herpes zoster (shingles), dapat mengungkapkan sumbernya dengan
muncul sebagai lesi pada dermatom tertentu.6
Gambar 4 – Gambaran dermatom sensorik tubuh manusia (Sumber: Duus6)
KOMPLIKASI
Postherpetic neuralgia
Postherpetic neuralgia merupakan komplikasi herpes zoster yang paling
sering terjadi. Postherpetic neuralgia terjadi sekitar 10-15 % pasien herpes zoster dan
merusak saraf trigeminal. Resiko komplikasi meningkat sejalan dengan usia.
Postherpetic neuralgiadidefenisikan sebagai gejala sensoris, biasanya sakit dan mati
rasa. Rasa nyeri akan menetap setelah penyakit tersebut sembuh dan dapat terjadi
sebagai akibat penyembuhan yang tidak baik pada penderita usia lanjut. Nyeri ini
merupakan nyeri neuropatik yang dapat berlangsung lama bahkan menetap setelah
erupsi akut herpes zoster menghilang.4,7
Gambar 5 – Jaras sensorik nyeri (Sumber: Fitzpatrick)
Postherpetic neuralgia merupakan suatu bentuk nyeri neuropatik yang muncul
oleh karena penyakit atau luka pada sistem saraf pusat atau tepi, nyeri menetap
dialami lebih dari 3 bulan setelah penyembuhan herpes zoster. Penyebab paling umum
timbulnya peningkatan virus ialah penurunan sel imunitas yang terkait dengan
pertambahan umur. Berkurangnya imunitas di kaitkan dengan beberapa penyakit
berbahaya seperti limfoma, kemoterapi atau radioterapi, infeksi HIV, dan penggunaan
obat immunesuppressan setelah operasi transplantasi organ atau untuk manajemen
penyakit (seperti kortikoteroid) juga menjadi faktor risiko.8,9
Postherpetic neuralgia dapat diklasifikasikan menjadi neuralgia herpetik akut
(30 hari setelah timbulnya ruam pada kulit), neuralgia herpetik subakut (30-120 hari
setelah timbulnya ruam pada kulit), dan postherpetic neuralgia (di defenisikan
sebagai rasa sakit yang terjadi setidaknya 120 hari setelah timbulnya ruam pada
kulit).9
Postherpetic neuralgia memiliki patofisiologi yang berbeda dengan nyeri herpes
zoster akut, dapat berhubungan dengan erupsi akut herpes zoster yang disebabkan
oleh replikasi jumlah virus varicella zoster yang besar dalam ganglia yang ditemukan
selama masa laten. Oleh karena itu, mengakibatkan inflamasi atau kerusakan pada
serabut syaraf sensoris yang berkelanjutan, hilang dan rusaknya serabut-serabut syaraf
atau impuls abnormal, serabutsaraf berdiameter besar yang berfungsi sebagai inhibitor
hilang atau rusak dan mengalami kerusakan terparah. Akibatnya, impuls nyeri ke
medulla spinalis meningkat sehingga pasien merasa nyeri yang hebat.5,8
Herpes Zoster Oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus
trigeminus sehingga manifestasinya pada mata, selain itu juga memengaruhi cabang
kedua dan ketiga. Jika cabang nasosiliar bagian luar terlibat, dengan vesikel pada
ujung dan tepi hidung (Hutchinson’s sign), maka keterlibatan mata dapat jelas terlihat.
Vesikel pada margo palpebra juga harus diperhatikan. Kelainan pada mata yang
sering terjadi adalah uveitis dan keratitis, akan tetapi dapat pula terjadi glaukoma,
neuritis optik, ensefalitis, hemiplegia, dan nekrosis retina akut.4,5
Gambar 6 – Gambaran klinis herpes zoster oftalmikus (Sumber: Fitzpatrick)
DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis herpes zoster umumnya didasari gambaran klinis.5
Komponen utama dalam penegakan diagnosis adalah terdapatnya
Gejala prodromal berupa nyeri,
Distribusi yang khas dermatomal,
Vesikel berkelompok, atau dalam beberapa kasus ditemukan papul,
Beberapa kelompok lesi mengisi dermatom, terutama dimana terdapat nervus
sensorik,
Tidak ada riwayat ruam serupa pada distribusi yang sama (menyingkirkan
herpes simpleks zosteriformis),
Nyeri dan allodinia (nyeri yang timbul dengan stimulus yang secara normal
tidak menimbulkan nyeri) pada daerah ruam.10
Pemeriksaan laboratorium direkomendasikan bila lesi atipikal seperti lesi
rekuren, dermatom yang terlibat multipel, lesi tampak krusta kronis atau nodul
verukosa dan bila lesi pada area sakral sehingga diragukan patogennya virus varisela
zoster atau herpes simpleks. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah
PCR yang berguna pada lesi krusta, imunoflouresensi direk dari spesimen lesi
vesikular, dan kultur virus yang tidak efektif karena membutuhkan waktu 1-2
minggu.1,10
Gambar 7 – Pemeriksaan Tzanck, dengan pewarnaan wright terlihat sel giant
multinuklear; sedangkan pada imunofluoresensi direk pendaran warna hijau
mengindikasikan terdapatnya antigen virus varisela zoster1
Diagnosis Banding
1. Herpes simpleks (bersinonim dengan cold sore, herpes febrilis, herpes
labialis, herpes gladiatorium, scrum pox, herpes genitalis)11
Penyebabnya satu golongan (famili Herpesviridae). Umumnya infeksi
awal HHV asimptomatik kecuali pada virus golongan VZV yang
simptomatik berupa varicella. HHV akan laten di neuron atau sel limfoid,
mengalami reaktivasi jika sisstem imun tidak adekuat. Infeksi herpes
simpleks umumnya melalui kontak langsung kulit dan mukosa, jarang
yang menyebar melalui aerosol. Untuk herpes simpleks sendiri (HSV),
bentuknya pada umumnya atipik berbentuk plakat eritematosa, maupun
erosi kecil.
Herpes primer umumnya asimptomatik atau gejala yang tidak khas,
berupa vesikel serta limfadenopati regional. Gejala prodromal berupa
demam, sakit kepala, malaise, dan mialgia yang terjadi 3-4 hari setelah
lesi timbul, membaik dalam 3-4 hari kemudian.
Virus HSV diklasifikasikan secara biologis menjadi HSV-1 yang sering
ditemukan di wajah dan bibir serta jarang di mukosa; serta HSV-2 yang
sering bermanifestasi sebagai gingivostomatitis, vulvovaginitis, uretritis
dan cenderung ditransmisikan secara seksual. Erupsi yang berbentuk
zosteriform dapat terjadi pada HSV zosteriform yang pada umumnya
jarang terjadi.
2. Angina pektoris atau penyakit reumatik, bila nyeri sebagai gejala
prodrormal terdapat di daerah setinggi jantung
.
TATALAKSANA
Tujuan penatalaksanaan herpes zoster adalah mempercepat proses
penyembuhan, mengurangi keparahan dan durasi nyeri akut dan kronik, serta
mengurangi risiko komplikasi.1,5 Untuk terapi simtomatik terhadap keluhan nyeri
dapat diberikan analgetik golongan NSAID seperti asam mefenamat 3 x 500mg per
hari, indometasin 3 x 25 mg per hari, atau ibuprofen 3 x 400 mg per hari. 12 Kemudian
untuk infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik.4 Sedangkan pemberian antiviral
sistemik direkomendasikan untuk pasien berikut13:
1. Infeksi menyerang bagian kepala dan leher, terutama mata (herpes zoster
oftalmikus). Bila tidak diterapi dengan baik, pasien dapat mengalami keratitis
yang akan menyebabkan penurunan tajam penglihatan dan komplikasi ocular
lainnya
2. Pasien berusia lebih dari 50 tahun
3. Herpes zoster diseminata (dermatom yang terlibat multipel) direkomendasikan
pemberian antiviral intravena
4. Pasien yag imunokompromais seperti koinfeksi HIV, pasien kemoterapi, dan
pasca transplantasi organ atau bone marrow. Pada pasien HIV, terapi
dilanjutkan hingga seluruh krusta hilang untuk mengurangi risiko relaps; dan
5. Pasien dengan dermatitis atopik berat
Obat antiviral yang dapat diberikan adalah asiklovir atau modifikasinya, seperti
valasiklovir, famsiklovir, pensiklovir. Obat antiviral terbukti efektif bila
diberikan pada tiga hari pertama sejak munculnya lesi, efektivitas pemberian di
atas 3 hari sejauh ini belum diketahui.13 Dosis asiklovir adalah 5 x 800mg per
hari dan umumnya diberikan selama 7-10 hari. Sediaan asiklovir pada umumnya
adalah tablet 200 mg dan tablet 400 mg. Pilihan antiviral lainnya adalah
valasiklovir 3 x 1000mg per hari, famsiklovir atau pensiklovir 3 x 250 mg per
hari, ketiganya memiliki waktu paruh lebih panjang dari asiklovir.4,10 Obat
diberikan terus bila lesi masih tetap timbul dan dihentikan 2 hari setelah lesi
baru tidak timbul lagi.4
Untuk pengobatan topikal, pada lesi vesikular dapat diberikan bedak kalamin atau
phenol-zinc untuk pencegahan pecahnya vesikel. Bila vesikel sudah pecah dapat
diberikan antibiotik topical untuk mencegah infeksi sekunder. Bila lesi bersifat erosif
dan basah dapat dilakukan kompres terbuka.4,12
Sebagai edukasi pasien diingatkan untuk menjaga kebersihan lesi agar tidak terjadi
infeksi sekunder. Edukasi larangan menggaruk karena garukan dapat menyebabkan
lesi lebih sulit untuk sembuh atau terbentuk skar jaringan parut, serta berisiko terjadi
infeksi sekunder. Selanjutnya pasien tetap dianjurkan mandi, mandi dapat meredakan
gatal. Untuk mengurangi gatal dapat pula menggunakan losio kalamin. Untuk
menjaga lesi dari kontak dengan pakaian dapat digunakan dressing yang steril, non-
oklusif, dan non-adherent.14
Pasien dengan komplikasi neuralgia postherpetic dapat diberikan terapi kombinasi
atau tunggal dengan pilihan sebagai berikut14:
1. Antidepresan trisiklik seperti amitriptilin dengan dosis 10-25 mg per hari pada
malam hari;
2. Gabapentin bila pemberian antidepresan tidak berhasil. Dosis gabapentin 100-
300mg per hari;
3. Penambahan opiat kerja pendek, bila nyeri tidak tertangani dengan gabapentin
atau antidepresan trisiklik saja;
4. Kapsaicin topical pada kulit yang intak (lesi telah sembuh), pemberiannya dapat
menimbulkan sensasi terbakar; dan
5. Lidocaine patch 5% jangka pendek.
Pada herpes zoster otikus (sindroma Ramsay Hunt) diindikasikan pemberian
kortikosteroid. Kortikosteroid oral diberikan sedini mungkin untuk mencegah
paralisis dari nervus kranialis VII. Dosis prednisone 3 x 20 mg per hari, kemudian
perlu dilakukan tapering off setelah satu minggu. Pemberiannya dikombinasikan
dengan obat antiviral untuk mencegah fibrosis ganglion karena kortikosteroid
menekan imunitas. Namun perlu diingat kontraindikasi relatif atau absolut
kortikosteroid seperti diabetes mellitus.14 Pada komplikasi seperti ini, rujukan kepada
spesialis terkait sangat dianjurkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gnann JW, Whitley RJ. Herpes Zoster. N. Engl. J. Med. 2002;347(5):340–6.
2. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI)
2012. Jakarta; 2012.
3. James WD, Berger T, Elston D. Andrew’s diseases of the skin. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2011.
4. Handoko R. Penyakit virus. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia;
5. Straus SE, Oxman MN, Schmader KE. Varicella and herpes zoster. In: Wolff K,
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors.
Fitzpatricks Dermatol. Gen. Med. 7th ed.
6. Baehr M, Frotscher M. Duus’ topical diagnosis in neurology. 4th ed. New York:
Thieme; 2005.
7. Tunsuriyawong S, Puavilai S. Herpes zoster, clinical course and associated
diseases: A 5- year retrospective study at Tamathibodi Hospital. J. Med. Assoc.
Thail. Chotmaihet Thangphaet. 2005 May;88(5):678–81.
8. Herr H. Prognostic factors of postherpetic neuralgia. J. Korean Med. Sci. 2002
Oct;17(5):655–9.
9. Oakes SA. Postherpetic Neuralgia Bacgground Monograph. Med Cases Inc;
2004.
10. Dworkin RH, Johnson RW, Breuer J, Gnann JW, Levin MJ, Backonja M, et al.
Recommendations for the management of herpes zoster. Clin. Infect. Dis. Off.
Publ. Infect. Dis. Soc. Am. 2007 Jan 1;44 Suppl 1:S1–26.
11. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s color atlas & synposis of clinical
dermatology. 6th ed. New York: McGraw Hill Medical;
12. Daili ESS, Menaldi SL, Wisnu IM, editors. Penyakit kulit yang umum di
Indonesia: sebuah panduan bergambar. Jakarta: Medical Multimedia Indonesia;
13. Gross G, Schöfer H, Wassilew S, Friese K, Timm A, Guthoff R, et al. Herpes
zoster guideline of the German Dermatology Society (DDG). J. Clin. Virol. Off.
Publ. Pan Am. Soc. Clin. Virol. 2003 Apr;26(3):277–289; discussion 291–293.
14. Federal Bureau of Prisons. Management of varicella zoster virus infections].
Available from: http://www.bop.gov/news/PDFs/varicella.pdf
15. Schmader K, Studenski S, MacMillan J, Grufferman S, Cohen HJ. Are stressful
life events risk factors for herpes zoster? J. Am. Geriatr. Soc. 1990
Nov;38(11):1188–94.