Herpes Zoster

27
Laporan Kasus HERPES ZOSTER Disusun oleh : Nama : Yusuf Rumbiak (07120090096) Pembimbing : dr.Hannah KM Damar Sp.KK Kepaniteraan Klinik Kulit dan Kelamin Siloam Hospital Lippo Village

description

Lapkas

Transcript of Herpes Zoster

Page 1: Herpes Zoster

Laporan Kasus

HERPES ZOSTER

Disusun oleh :

Nama : Yusuf Rumbiak (07120090096)

Pembimbing : dr.Hannah KM Damar Sp.KK

Kepaniteraan Klinik Kulit dan Kelamin

Siloam Hospital Lippo Village

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Page 2: Herpes Zoster

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.D

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 43 tahun

Tanggal lahir : 21 Desember 1970

Alamat : Tangerang

Pekerjaan : Pegawai Swasta

No. rekam medis : SHLV 283262

2. Anamnesis

Didapatkan keterangan secara Autoanamnesis pada hari Rabu, 3

Februari 2014 di OPD Rumah Sakit Siloam Village Karawaci pukul

10:00 WIB

A. Keluhan Utama

Lenting disertai nyeri di Dada kiri atas sejak 2 hari yang lalu

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Awal kejadian 3 hari yang lalu Pada saat pasien bangun tidur

pasien mengalami nyeri di bawah kulit secara mendadak. Nyeri tidak

menjalar hanya di bagian dada saja. Nyeri dirasakan sepanjang waktu.

Nyeri yang dirasakan seperti berdenyut-denyut (ditusuk-tusuk) dan

mengganggu aktifitas pasien.

Keesokan harinya secara mendadak timbul pula lenting-lenting

beberapa buah dan kulit yang kemerahan di dada kiri pada hari

sebelumnya munculnya lenting-lenting tersebut. Pasien mengaku

lenting-lenting ini yang membuat pasien merasa nyeri dan disertai rasa

gatal. Pasien tidak menggaruk lenting-lenting tersebut karena di

takutkan pecah. Belum ada lenting-lenting yang pecah.

Untuk Riwayat demam ada tetapi sebelumnya tetapi pasien

tidak mengukur suhu demam tersebut.

Pasien telah berobat di IGD SHLV dan diberikan obat

Biogesik,Valtrex dan Zotres. Tetapi menurut pasien belum ada

perbaikan.

Page 3: Herpes Zoster

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien menderita cacar air pada saat usia 10 tahun. Riwayat dirawat

dirumah sakit disangakal. Riwayat penyakit kulit sebelumnya

disangkal

D. Riwayat Penyakit keluarga

Didalam keluarga pasien pasien tidak ada yang mengalami keluhan

yang sama seperti pasien. Ayah dan Ibu pasien keduanya memiliki

riwayat tekanan darah tinggi yang terkontrol.

E. Riwayat Kebiasaan

Pasien mengaku untuk sekarang banyak pekerjaan yang harus segera

diselesaikan sehinggga membuat pasien cukup stress dengan

keadaannya sekarang. Pasien merokok , mengkonsumsi kopi. Tetapi

tidak mengkonsumsi alkohol

F. Riwayat Atopi

Riwayat alergi disangkal.

3. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Senin, 3 Februari 2014 di OPD

SHLV pukul 10.00 WIB

A. Keadaan umum : baik

B. Kesadaran : compos mentis

C. Tanda Vital

Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Denyut Nadi : 78 x/min

Laju Pernafasan : 18 x/min

Temperatur : 36.2 C

D. Status Generallis

Kepala : Normocephal, masa (-), rambut terlihat beruban .

Mata : Sclera ikterik -/- , konjungtiva anemis -/-, pupil bulat,

isokor, refleks cahaya +/+

THT : Bentuk telinga normal, nyeri tekan -/-, bentuk hidung

simetris, septum ditengah, sekret -/-, tonsil T1-T1, faring

hiperemis (-)

Leher: bentuk normal, pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

Page 4: Herpes Zoster

Toraks:

- cor : iktus cordis (-), S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

-pulmo : bentuk normal, gerak nafas simetris, suara napas

vesikuler, rhonki -/- , wheezing -/-

Abdomen : supel, timpani, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan

(-), balotement (-), nyeri ketok CVA (-), bising usus (+) normal.

Ekstremitas: akral hangat, capillary refill time <2s, pembesaran

KGB (-)

E. Status Dermatologis

Pada Regio Thorax sinista terdapat Vesikel multiple bergrombol yang

tersebar secara dermatomal. Dengan ukuran lentikular terletak diatas

kulit yang eritematosa. Pada palpasi teraba kulit yang hangat, vesikel

teraba lunak dengn permukaan yang licin.

Page 5: Herpes Zoster

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak Dilakukan

5. RINGKASAN

Pada Laki-laki usia 43 tahun datang dengan keluhan Nyeri pada Dada

kiri Disertai timbulnya lenting-lenting secara mendadak sejak 3 hari

yang lalu. Nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan dirasakan

sepanjang hari. Timbul pula vesikel multiple yang nyeri dan gatal,

belum ada vesikel yang pecah. Untuk status dermatolosinya ditemukan

vesikel multiple bergrombol tersebar secara dermatomal diregio thorax

sinistra dengan ukuran lentikular yang terletak diatas kulit yang

eritematosa.

6. DIAGNOSA KERJA

Herpes Zoster

7. DIAGNOSA BANDING

Herpes Simpleks

Page 6: Herpes Zoster

8. TATALAKSANA

Non Medikamentosa

Edukasi pasien dengan :

Mengurangi sementara aktifitas fisik

Apabila gatal jangan digaruk

Hindari lenting-lenting yang pecah

Jangan berdekatan dengan anak-anak atau orang lain yang

belum pernah mengalami cacar air.

Konsumsi obat secara teratur.

Kontrol kembali ke dokter dalam 7 hari melihat perbaikan

Medikamentosa

Asiklovir 5 x 800 mg p.o selama 7 hari

Asam Mefenamat 3 x 500 p.o jika nyeri

Bedak Kalamin

9. PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad funcionam : bonam

Ad sanationam: bonam

Page 7: Herpes Zoster

PEMBAHASAN

Seorang laki-laki berusia 43 tahun datang dengan keluhan nyeri yang

tibul secara mendadak pada dada kiri sejak tiga hari yang lalu. Terdapat lenting-

lenting pada kulit yang berkelompok dan terseber pada dada kiri. Pada lokasi

tubuh lain tidak ditemukan kelainan kulit yang serupa. Dengan ditemukan lesi

tersebut tampak pada pada regio Thorax kiri terdapat vesikel multiple bergrombol

yang tersebar secara dermatomal dengan ukuran lentikular dengan dasar eritematosa.

Dipalpasi teraba kulit hangat, vesikel teraba lunak dengan permukaan yang licin.

Pada kasus ini melihat lesinya sangat khas pada herpes zoster yang mana

timbul gejala kulit yang unilateral, bersifat dermatomal sesuai dengan persarafan.

Keseluruhan gejala subjektif dan penampakan kulit cukup mendukung dalam

mendiagnosis Herpes Zoster, mengingat pada penyakit ini perjalanan berupa masa

tunas 7-12 hari, dengan timbulnya lesi dalam 1 minggu berikutnya, kemudian masa

penyembuhan sendiri selama 1-2 minggu berikutnya. Pada pasien ini keterlibatan

dermatomal yang terlibat adalah T5 dan T6.

Pada saat reaktivasi Herpes zoster, perlu ditanya gejala-gejala prodromal. Pada

pasien ini terdapat gejala demam. Tetapi gelaja seperti Mialgia, pusing dan malaise

disangkal. Reaktivasi terjadi pada Herpes zoster dikarenakan terjadi penurunan fungsi

system imun.

Penelitian oleh Schmader menngungkapkan bahwa herpes zoster sering terjadi

pada orang yang baru-baru mengalami keadaan stress. Nah untuk pasien ini dalam

anamnesis mengatakan belakangan ini pasien mengalami stress yang dikarenakan

banyak pekerjaan yang belum terselesaikan dan harus diselesaikan dalam waktu yang

singkat. Salah satu faktor ini diduga menjadi pemicu reaktivasi herpes Zoster.

Pada pasien ini ditemukan riwayat cacar air pada saat berusia 10 tahun.

Dengan demikian jelas sekali infeksi primer pada pasien ini telah terjadi. Yang mana

herpes zoster merupakan suatu reaktivasi akibat infeksi awal yang bermanifestasi

sebagai Varicella Zoster (cacar air).

Pada pasien ini diberikan pengobatan secara non-medikamentosa dan

medikamentosa. Dimana pasien di edukasi untuk tidak mengaruk lenting sebab dapat

menimbulkan infeksi sekunder, menganjurkan mengurangi sementara aktifitas fisik

sebab pasien mengalami nyeri dan akibat aktifitas yang tinggi menimbulkan gesekan

maupun trauma yang dapat menyebabkan pencahnya lenting. Pasien juga di sarankan

Page 8: Herpes Zoster

untuk mengurangi stress yang dialami dengan sedikit refresing sebelum mengerjakan

tugas-tugas pasien. Kemudia pasien di beritahukan untuk tidak mendekati orang

rumah (keluarga) yang belum pernah mengalami cacar air, karena dapat terjadi

penyebaran virus VZV ke pejamulain, yang menimbulkan varicella pada orang lain.

Pada Terpai medikametosa diberikan berupa Asiklovir 5 x 800 mg selama 7

hari.. terapi ini diberika secara efektif maksimal 72 jam setelah lesi terakhir muncul,

yang pada pasien ini memenuhi onset hari ke 3. Diatas 72 ajam, pemberian asiklovir

dikatakan tidak efektif lagi. Kemudian konsumsi obat harus teratur. Untuk nyeri pada

pasien ini diberikan asam mefenamat sebagai analgesik.

Pasien kemudian dianjurkan untuk kontrol selama 7 hari kemudian kepada

dokter untuk dapat melihat perbaikan pada pasien.

Page 9: Herpes Zoster

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Herpes zoster merupakan sebuah manifestasi oleh reaktivasi virus Varisela-

zoster laten dari saraf pusat dorsal atau kranial. Virus varicella zoster bertanggung

jawab untuk dua infeksi klinis utama pada manusia yaitu varisela atau chickenpox

(cacar air) dan Herpes zoster. Varisela merupakan infeksi primer yang terjadi pertama

kali pada individu yang berkontak dengan virus varicella zoster. Virus varisela zoster

dapat mengalami reaktivasi, menyebabkan infeksi rekuren yang dikenal dengan nama

Herpes zoster atau Shingles. Pada usia di bawah 45 tahun, insidens herpes zoster

adalah 1 dari 1000, semakin meningkat pada usia lebih tua.3

PATOGENESIS

Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang laten di

dalam ganglion posterior atau ganglion intrakranial. Virus dibawa ke tepi ganglion

spinal atau ganglion trigeminal, kemudian menjadi laten. Varicella zoster merupakan

virus rantai ganda DNA, anggota famili virus herpes yang tergolong virus neuropatik

atau neurodermatotropik. Reaktivasi virus varicella zoster dapat dipicu oleh berbagai

faktor seperti pembedahan, penyinaran, lanjut usia, dan keadaan tubuh yang lemah

meliputi malnutrisi, seseorang yang sedang dalam pengobatan imunosupresan jangka

panjang, atau menderita penyakit sistemik. Jika virus ini menyerang ganglion anterior,

maka menimbulkan gejala gangguan motorik.3,4

Gambar 2 – Patogenesis infeksi herpes zoster (Sumber: medscape.com)

Page 10: Herpes Zoster

GAMBARAN KLINIS

Lesi herpes zoster dapat mengenai seluruh kulit tubuh maupun membran

mukosa. Herpes zoster biasanya diawali dengan gejala-gejala prodromal selama 2-4

hari, yaitu sistemik (demam, pusing, malaise), dan lokal (nyeri otot-tulang, gatal,

pegal). Setelah itu akan timbul eritema yang berubah menjadi vesikel berkelompok

dengan dasar kulit yang edema dan eritematosa. Vesikel tersebut berisi cairan jernih,

kemudian menjadi keruh, dapat menjadi pustul dan krusta. Jika mengandung darah

disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Jika disertai dengan ulkus dengan sikatriks,

menandakan infeksi sekunder.4

Masa tunas dari virus ini sekitar 7-12 hari, masa aktif berupa lesi baru yang

tetap timbul, berlangsung seminggu, dan masa resolusi berlangsung 1-2 minggu.

Selain gejala kulit, kelenjar getah bening regional juga dapat membesar. Penyakit ini

lokalisasinya unilateral dan dermatomal sesuai persarafan. Saraf yang paling sering

terkena adalah nervus trigeminal, fasialis, otikus, C3, T3, T5, L1, dan L2. Jika terkena

saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, sedangkan pada saraf pusat sering dapat

timbul gangguan motorik akibat struktur anatomisnya. Gejala khas lainnya adalah

hipestesi pada daerah yang terkena.4,5

Gambar 3 – Gambaran klinis herpes zoster (Sumber: Fitzpatrick)

DERMATOM

Dermatom adalah area kulit yang dipersarafi terutama oleh satu saraf spinalis.

Masing masing saraf menyampaikan rangsangan dari kulit yang dipersarafinya ke

otak. Dermatom pada dada dan perut seperti tumpukan cakram yang dipersarafi oleh

Page 11: Herpes Zoster

saraf spinal yang berbeda, sedangkan sepanjang lengan dan kaki, dermatom berjalan

secara longitudinal sepanjang anggota badan.

Dermatom sangat bermanfaat dalam bidang neurologi untuk menemukan

tempat kerusakan saraf saraf spinalis. Virus yang menginfeksi saraf tulang belakang

seperti infeksi herpes zoster (shingles), dapat mengungkapkan sumbernya dengan

muncul sebagai lesi pada dermatom tertentu.6

Gambar 4 – Gambaran dermatom sensorik tubuh manusia (Sumber: Duus6)

Page 12: Herpes Zoster

KOMPLIKASI

Postherpetic neuralgia

Postherpetic neuralgia merupakan komplikasi herpes zoster yang paling

sering terjadi. Postherpetic neuralgia terjadi sekitar 10-15 % pasien herpes zoster dan

merusak saraf trigeminal. Resiko komplikasi meningkat sejalan dengan usia.

Postherpetic neuralgiadidefenisikan sebagai gejala sensoris, biasanya sakit dan mati

rasa. Rasa nyeri akan menetap setelah penyakit tersebut sembuh dan dapat terjadi

sebagai akibat penyembuhan yang tidak baik pada penderita usia lanjut. Nyeri ini

merupakan nyeri neuropatik yang dapat berlangsung lama bahkan menetap setelah

erupsi akut herpes zoster menghilang.4,7

Gambar 5 – Jaras sensorik nyeri (Sumber: Fitzpatrick)

Postherpetic neuralgia merupakan suatu bentuk nyeri neuropatik yang muncul

oleh karena penyakit atau luka pada sistem saraf pusat atau tepi, nyeri menetap

dialami lebih dari 3 bulan setelah penyembuhan herpes zoster. Penyebab paling umum

timbulnya peningkatan virus ialah penurunan sel imunitas yang terkait dengan

Page 13: Herpes Zoster

pertambahan umur. Berkurangnya imunitas di kaitkan dengan beberapa penyakit

berbahaya seperti limfoma, kemoterapi atau radioterapi, infeksi HIV, dan penggunaan

obat immunesuppressan setelah operasi transplantasi organ atau untuk manajemen

penyakit (seperti kortikoteroid) juga menjadi faktor risiko.8,9

Postherpetic neuralgia dapat diklasifikasikan menjadi neuralgia herpetik akut

(30 hari setelah timbulnya ruam pada kulit), neuralgia herpetik subakut (30-120 hari

setelah timbulnya ruam pada kulit), dan postherpetic neuralgia (di defenisikan

sebagai rasa sakit yang terjadi setidaknya 120 hari setelah timbulnya ruam pada

kulit).9

Postherpetic neuralgia memiliki patofisiologi yang berbeda dengan nyeri herpes

zoster akut, dapat berhubungan dengan erupsi akut herpes zoster yang disebabkan

oleh replikasi jumlah virus varicella zoster yang besar dalam ganglia yang ditemukan

selama masa laten. Oleh karena itu, mengakibatkan inflamasi atau kerusakan pada

serabut syaraf sensoris yang berkelanjutan, hilang dan rusaknya serabut-serabut syaraf

atau impuls abnormal, serabutsaraf berdiameter besar yang berfungsi sebagai inhibitor

hilang atau rusak dan mengalami kerusakan terparah. Akibatnya, impuls nyeri ke

medulla spinalis meningkat sehingga pasien merasa nyeri yang hebat.5,8

Herpes Zoster Oftalmikus

Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus

trigeminus sehingga manifestasinya pada mata, selain itu juga memengaruhi cabang

kedua dan ketiga. Jika cabang nasosiliar bagian luar terlibat, dengan vesikel pada

ujung dan tepi hidung (Hutchinson’s sign), maka keterlibatan mata dapat jelas terlihat.

Vesikel pada margo palpebra juga harus diperhatikan. Kelainan pada mata yang

sering terjadi adalah uveitis dan keratitis, akan tetapi dapat pula terjadi glaukoma,

neuritis optik, ensefalitis, hemiplegia, dan nekrosis retina akut.4,5

Page 14: Herpes Zoster

Gambar 6 – Gambaran klinis herpes zoster oftalmikus (Sumber: Fitzpatrick)

DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis herpes zoster umumnya didasari gambaran klinis.5

Komponen utama dalam penegakan diagnosis adalah terdapatnya

Gejala prodromal berupa nyeri,

Distribusi yang khas dermatomal,

Vesikel berkelompok, atau dalam beberapa kasus ditemukan papul,

Beberapa kelompok lesi mengisi dermatom, terutama dimana terdapat nervus

sensorik,

Tidak ada riwayat ruam serupa pada distribusi yang sama (menyingkirkan

herpes simpleks zosteriformis),

Nyeri dan allodinia (nyeri yang timbul dengan stimulus yang secara normal

tidak menimbulkan nyeri) pada daerah ruam.10

Pemeriksaan laboratorium direkomendasikan bila lesi atipikal seperti lesi

rekuren, dermatom yang terlibat multipel, lesi tampak krusta kronis atau nodul

verukosa dan bila lesi pada area sakral sehingga diragukan patogennya virus varisela

zoster atau herpes simpleks. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah

PCR yang berguna pada lesi krusta, imunoflouresensi direk dari spesimen lesi

vesikular, dan kultur virus yang tidak efektif karena membutuhkan waktu 1-2

minggu.1,10

Page 15: Herpes Zoster

Gambar 7 – Pemeriksaan Tzanck, dengan pewarnaan wright terlihat sel giant

multinuklear; sedangkan pada imunofluoresensi direk pendaran warna hijau

mengindikasikan terdapatnya antigen virus varisela zoster1

Diagnosis Banding

1. Herpes simpleks (bersinonim dengan cold sore, herpes febrilis, herpes

labialis, herpes gladiatorium, scrum pox, herpes genitalis)11

Penyebabnya satu golongan (famili Herpesviridae). Umumnya infeksi

awal HHV asimptomatik kecuali pada virus golongan VZV yang

simptomatik berupa varicella. HHV akan laten di neuron atau sel limfoid,

mengalami reaktivasi jika sisstem imun tidak adekuat. Infeksi herpes

simpleks umumnya melalui kontak langsung kulit dan mukosa, jarang

yang menyebar melalui aerosol. Untuk herpes simpleks sendiri (HSV),

bentuknya pada umumnya atipik berbentuk plakat eritematosa, maupun

Page 16: Herpes Zoster

erosi kecil.

Herpes primer umumnya asimptomatik atau gejala yang tidak khas,

berupa vesikel serta limfadenopati regional. Gejala prodromal berupa

demam, sakit kepala, malaise, dan mialgia yang terjadi 3-4 hari setelah

lesi timbul, membaik dalam 3-4 hari kemudian.

Virus HSV diklasifikasikan secara biologis menjadi HSV-1 yang sering

ditemukan di wajah dan bibir serta jarang di mukosa; serta HSV-2 yang

sering bermanifestasi sebagai gingivostomatitis, vulvovaginitis, uretritis

dan cenderung ditransmisikan secara seksual. Erupsi yang berbentuk

zosteriform dapat terjadi pada HSV zosteriform yang pada umumnya

jarang terjadi.

2. Angina pektoris atau penyakit reumatik, bila nyeri sebagai gejala

prodrormal terdapat di daerah setinggi jantung

.

TATALAKSANA

Tujuan penatalaksanaan herpes zoster adalah mempercepat proses

penyembuhan, mengurangi keparahan dan durasi nyeri akut dan kronik, serta

mengurangi risiko komplikasi.1,5 Untuk terapi simtomatik terhadap keluhan nyeri

dapat diberikan analgetik golongan NSAID seperti asam mefenamat 3 x 500mg per

hari, indometasin 3 x 25 mg per hari, atau ibuprofen 3 x 400 mg per hari. 12 Kemudian

untuk infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik.4 Sedangkan pemberian antiviral

sistemik direkomendasikan untuk pasien berikut13:

1. Infeksi menyerang bagian kepala dan leher, terutama mata (herpes zoster

oftalmikus). Bila tidak diterapi dengan baik, pasien dapat mengalami keratitis

yang akan menyebabkan penurunan tajam penglihatan dan komplikasi ocular

lainnya

2. Pasien berusia lebih dari 50 tahun

3. Herpes zoster diseminata (dermatom yang terlibat multipel) direkomendasikan

pemberian antiviral intravena

4. Pasien yag imunokompromais seperti koinfeksi HIV, pasien kemoterapi, dan

pasca transplantasi organ atau bone marrow. Pada pasien HIV, terapi

dilanjutkan hingga seluruh krusta hilang untuk mengurangi risiko relaps; dan

5. Pasien dengan dermatitis atopik berat

Obat antiviral yang dapat diberikan adalah asiklovir atau modifikasinya, seperti

Page 17: Herpes Zoster

valasiklovir, famsiklovir, pensiklovir. Obat antiviral terbukti efektif bila

diberikan pada tiga hari pertama sejak munculnya lesi, efektivitas pemberian di

atas 3 hari sejauh ini belum diketahui.13 Dosis asiklovir adalah 5 x 800mg per

hari dan umumnya diberikan selama 7-10 hari. Sediaan asiklovir pada umumnya

adalah tablet 200 mg dan tablet 400 mg. Pilihan antiviral lainnya adalah

valasiklovir 3 x 1000mg per hari, famsiklovir atau pensiklovir 3 x 250 mg per

hari, ketiganya memiliki waktu paruh lebih panjang dari asiklovir.4,10 Obat

diberikan terus bila lesi masih tetap timbul dan dihentikan 2 hari setelah lesi

baru tidak timbul lagi.4

Untuk pengobatan topikal, pada lesi vesikular dapat diberikan bedak kalamin atau

phenol-zinc untuk pencegahan pecahnya vesikel. Bila vesikel sudah pecah dapat

diberikan antibiotik topical untuk mencegah infeksi sekunder. Bila lesi bersifat erosif

dan basah dapat dilakukan kompres terbuka.4,12

Sebagai edukasi pasien diingatkan untuk menjaga kebersihan lesi agar tidak terjadi

infeksi sekunder. Edukasi larangan menggaruk karena garukan dapat menyebabkan

lesi lebih sulit untuk sembuh atau terbentuk skar jaringan parut, serta berisiko terjadi

infeksi sekunder. Selanjutnya pasien tetap dianjurkan mandi, mandi dapat meredakan

gatal. Untuk mengurangi gatal dapat pula menggunakan losio kalamin. Untuk

menjaga lesi dari kontak dengan pakaian dapat digunakan dressing yang steril, non-

oklusif, dan non-adherent.14

Pasien dengan komplikasi neuralgia postherpetic dapat diberikan terapi kombinasi

atau tunggal dengan pilihan sebagai berikut14:

1. Antidepresan trisiklik seperti amitriptilin dengan dosis 10-25 mg per hari pada

malam hari;

2. Gabapentin bila pemberian antidepresan tidak berhasil. Dosis gabapentin 100-

300mg per hari;

3. Penambahan opiat kerja pendek, bila nyeri tidak tertangani dengan gabapentin

atau antidepresan trisiklik saja;

4. Kapsaicin topical pada kulit yang intak (lesi telah sembuh), pemberiannya dapat

menimbulkan sensasi terbakar; dan

5. Lidocaine patch 5% jangka pendek.

Pada herpes zoster otikus (sindroma Ramsay Hunt) diindikasikan pemberian

kortikosteroid. Kortikosteroid oral diberikan sedini mungkin untuk mencegah

paralisis dari nervus kranialis VII. Dosis prednisone 3 x 20 mg per hari, kemudian

Page 18: Herpes Zoster

perlu dilakukan tapering off setelah satu minggu. Pemberiannya dikombinasikan

dengan obat antiviral untuk mencegah fibrosis ganglion karena kortikosteroid

menekan imunitas. Namun perlu diingat kontraindikasi relatif atau absolut

kortikosteroid seperti diabetes mellitus.14 Pada komplikasi seperti ini, rujukan kepada

spesialis terkait sangat dianjurkan.

Page 19: Herpes Zoster

DAFTAR PUSTAKA

1. Gnann JW, Whitley RJ. Herpes Zoster. N. Engl. J. Med. 2002;347(5):340–6.

2. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI)

2012. Jakarta; 2012.

3. James WD, Berger T, Elston D. Andrew’s diseases of the skin. Philadelphia:

Elsevier Saunders; 2011.

4. Handoko R. Penyakit virus. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia;

5. Straus SE, Oxman MN, Schmader KE. Varicella and herpes zoster. In: Wolff K,

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors.

Fitzpatricks Dermatol. Gen. Med. 7th ed.

6. Baehr M, Frotscher M. Duus’ topical diagnosis in neurology. 4th ed. New York:

Thieme; 2005.

7. Tunsuriyawong S, Puavilai S. Herpes zoster, clinical course and associated

diseases: A 5- year retrospective study at Tamathibodi Hospital. J. Med. Assoc.

Thail. Chotmaihet Thangphaet. 2005 May;88(5):678–81.

8. Herr H. Prognostic factors of postherpetic neuralgia. J. Korean Med. Sci. 2002

Oct;17(5):655–9.

9. Oakes SA. Postherpetic Neuralgia Bacgground Monograph. Med Cases Inc;

2004.

10. Dworkin RH, Johnson RW, Breuer J, Gnann JW, Levin MJ, Backonja M, et al.

Recommendations for the management of herpes zoster. Clin. Infect. Dis. Off.

Publ. Infect. Dis. Soc. Am. 2007 Jan 1;44 Suppl 1:S1–26.

11. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s color atlas & synposis of clinical

dermatology. 6th ed. New York: McGraw Hill Medical;

12. Daili ESS, Menaldi SL, Wisnu IM, editors. Penyakit kulit yang umum di

Indonesia: sebuah panduan bergambar. Jakarta: Medical Multimedia Indonesia;

13. Gross G, Schöfer H, Wassilew S, Friese K, Timm A, Guthoff R, et al. Herpes

zoster guideline of the German Dermatology Society (DDG). J. Clin. Virol. Off.

Publ. Pan Am. Soc. Clin. Virol. 2003 Apr;26(3):277–289; discussion 291–293.

14. Federal Bureau of Prisons. Management of varicella zoster virus infections].

Available from: http://www.bop.gov/news/PDFs/varicella.pdf

Page 20: Herpes Zoster

15. Schmader K, Studenski S, MacMillan J, Grufferman S, Cohen HJ. Are stressful

life events risk factors for herpes zoster? J. Am. Geriatr. Soc. 1990

Nov;38(11):1188–94.