Post on 29-Dec-2015
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Latar belakang
Sampai saat ini, di setiap tahun terdapat 540.000 kematian akibat kanker di
Amerika Serikat. Dimana, jumlah pasien yang meninggal akibat tumor primer di
otak berjumlah lebih kecil (kira-kira 18.000, setengah di antaranya merupakan
akibat glioma maligna), di sisi lain 130.000 pasien lagi meninggal akibat
metastasis. 25 % dari seluruh pasien dengan kanker tersebut, otak, dan jaringan
yang dilindunginya terlibat oleh neoplasma pada beberapa waktu perjalanan
penyakit. Sebagai perbandingan, terdapat kira-kira 200.000 kasus baru dari kanker
payudara setiap tahunnya. Di antara penyebab kematian dari penyakit intrakranial,
dalam hal frekuensi stroke lebih banyak daripada tumor. Di sisi lain, pada anak-
anak, tumor primer di otak berhubungan dengan tumor padat dan terdapat pada
22% dari semua neoplasma anak-anak, nomor dua setelah leukemia. Dilihat dari
perspektif lain, di Amerika Serikat insidens tahunan tumor yang melibatkan otak
adalah 46 dari 100.000, dan tumor otak primer 15 dari 100.000.1
Tumor susunan saraf pusat ditemukan sebanyak ± 10% dari neoplasma
seluruh tubuh, dengan frekwensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% di dalam
kanalis spinalis. Di Amerika di dapat 35.000 kasus baru dari tumor otak setiap
tahun, sedang menurut Bertelone, tumor primer susunan saraf pusat dijumpai 10%
dari seluruh penyakit neurologi yang ditemukan di Rumah Sakit Umum. Di
Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan.1 Insiden
tumor otak pada anak-anak terbanyak dekade I, sedangkan pada dewasa pada usia
30-70 dengan puncak usia 40-65 tahun.(2)
Diagnosis tumor otak ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi.
Dengan pemeriksaan klinis kadang sulit menegakkan diagnosis tumor otak
apalagi membedakan yang benigna dan yang maligna, karena gejala klinis yang
ditemukan tergantung dari lokasi tumor, kecepatan pertumbuhan masa tumor, dan
cepatnya timbul gejala tekanan tinggi intrakranial serta efek dari masa tumor ke
1
jaringan otak yang dapat menyebabkan kompresi, invasi, dan destruksi dari
jaringan otak. Walaupun demikian ada bebrapa jenis tumor yang mempunyai
predileksi lokasi sehingga memberikan gejala yang spesifik dari tumor otak.
Dengan pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi hampir pasti dapat dibedakan
tumor benigna dan maligna.(2)
Penderita tumor otak lebih banyak pada laki-laki (60,74%) dibanding
perempuan (39,26%) dengan kelompok usia terbanyak 51 sampai ≥60 tahun
(31,85%); selebihnya terdiri dari berbagai kelompok usia yang bervariasi dari 3
bulan sampai usia 50 tahun. Dari 135 penderita tumor otak, hanya 100 penderita
(74,1%) yang dioperasi dan lainnya (26,9%) tidak dilakukan operasi karena
berbagai alasan, seperti; inoperable atau tumor metastase (sekunder). Lokasi
tumor terbanyak berada di lobus parietalis (18,2%), sedangkan tumor-tumor
lainnya tersebar di beberapa lobus otak, suprasellar, medulla spinalis, cerebellum,
brainstem, cerebellopontine angle, dan multiple. Dari hasil pemeriksaan Patologi
Anatomi (PA), jenis tumor terbanyak yang dijumpai adalah; Meningioma
(39,26%), sisanya terdiri dari berbagai jenis tumor dan lain-lain yang tak dapat
ditentukan. (3)
1.2. Definisi
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun
ganas (maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial)
atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak
dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel
tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri, disebut tumor otak primer dan bila
berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti ; kanker paru, payudara, prostate,
ginjal dan lain-lain, disebut tumor otak sekunder. (4)
2
1.3. Etiologi
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti,
walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang
perlu ditinjau, yaitu :
Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
meningioma, astrositoma, dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota
sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap
sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas.
Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat untuk
memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan
yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada
kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas
dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi
pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya
suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya
suatu radiasi.
Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses
terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara
infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas
dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang
dilakukan pada hewan (4,5)
3
1.4. Klasifikasi (6)
Secara luas, hampir semua tumor otak primer merupakan tumor yang berasal
dari sel glia –glioma- suatu kategori yang meliputi astrositoma (yang terjadi
dalam beberapa stadium keganasan), oligodendroglioma, ependimoma (yang
memiliki karakteristik glia dan epitel) dan sejumlah tipe yang lebih jarang terjadi.
Tumor lain tumbuh dari struktur ektodermal yang berhubungan dengan otak
(meningioma), suatu grup yang penting yang berasal dari limfosit atau histiosit
progenitornya (limfoma sistem saraf pusat), derivat dari elemen prekusor saraf
(neuroblastoma, medulloblastoma), germ cells (germinoma, craniopharyngioma,
teratoma, dll), atau elemen endokrin (adenoma hipofisis).
Tabel 1. Tipe-tipe Tumor Intracranial Gabungan dari Zulch, Cushing, and
Olivecrona, digambarkan dengan persentase dari total (lebih kurang 15.000 kasus)
1.5. Patogenesis
Sejumlah lesi dapat menyerupai tumor otak dari segi manifestasi klinik dan
gambaran histologi tetapi hanya berupa hamartoma, dan bukan tumor yang
sebenarnya. Hamartoma adalah suatu bentuk yang menyerupai tumor, yang gagal
4
berkembang (Russell) dan mengalami perubahan kecil selama hidup inangnya.
Kesulitan yang didapatkan dalam membedakannya dengan neoplasma yang
sebenarnya, dimana sel-sel yang berhubungan berlipat ganda tanpa pengendalian,
telah digambarkan dengan tuberositas sklerosis dan von Ricklinghausen
neurofibromatosis, dimana hamartoma dan neoplasma keduanya ditemukan. Pada
sejumlah lesi masa- seperti astrositoma serebelar, astrositoma bipolar dari pons
dan nervus optikus, kista von Hippel-Lindau serebellar, dan teratoma pineal- suatu
perbedaan yang jelas antara neoplasma dan hamartoma sering tidak mungkin.1
Banyak penelitian mengenai patogenesis tumor otak telah berangsur-angsur
memberikan pencerahan pada asal mulanya. Johannes Muller (1838), dalam
atlasnya Struktur dan Fungsi Neoplasma, pertama kali menyatakan ide menarik
bahwa tumor bisa berasal dari sisa sel embrionik di otak selama masa
perkembangan. Ide ini telah dijabarkan oleh Cohnheim (1878), yang telah
mempostulatkan bahwa asal dari tumor merupakan suatu keganjilan dari anlage
embrionik. Ribbert, pada tahun 1918, mengembangkan hipotesis ini dengan
mempostulatkan bahwa potential diferensiasi stem sel ini menyerupai
pertumbuhan blastomatous. Teori Cohnheim-Ribbert ini tampaknya lebih dapat
diterapkan untuk tumor-tumor yang berasal dari jaringan vestigial, seperti
craniopharyngioma, teratoma, lipoma, chordoma, yang sebagian di antaranya
lebih mirip hamartoma daripada neoplasma.1
Sudah beberapa tahun, berbicara tentang patogenesis dari tumor primer
sistem saraf pusat didominasi oleh teori histogenetik dari Bailey dan Cushing
(1926), dimana didasarkan pada asumsi embriologi saraf dan sel glia. Walaupun
hal ini tidak popular saat ini, Bailey dan Cushing menambahkan suffiks blastoma
untuk menandakan semua tumor yang terdiri dari sel primitive-looking seperti
glioblastoma dan meduloblastoma. Satu teori yang menonjol adalah bahwa
hampir semua tumor berasal dari transformasi neoplastik dari sel dewasa matang
(dediferensiasi). Astrosit normal, oligodendrosit, mikrogliosit, atau ependimosit
bertransformasi menjadi sel neoplastik dan seiring ia membelah, sel anak menjadi
anaplastik yang beragam, semakin banyak seiring meningkatnya derajat
keganasan. (anaplasi berarti keadaan primitive undifferentiated dari unsur sel-sel).
Bagaimanapun, saat ini diyakini bahwa banyak tumor berasal dari elemen primitif
5
yang lebih banyak, khususnya stem sel, dan ia dapat saja berupa dediferensiasi
nyata yang merupakan sisa dari gambaran histologi tumor.1
Faktor umur juga berperan penting pada biologi tumor otak.
Meduloblastoma, polar spongioblastoma, glioma nervus optikus, dan pinealomas
terjadi pada umumnya sebelum usia 20 tahun, dan meningioma dan glioblastoma
lebih banyak terjadi pada dekade ke-enam. Faktor herediter penting pada
pembentukan tumor tertentu, khususnya retinoblastoma, neurofibroma, dan
hemangioblastoma. Kelaian familial yang jarang dari neoplasia endokrin multipel
dan multipel hamartoma berhubungan dengan peningkatan insidens dari tumor
hipofisis anterior dan meningioma. Glioblastoma dan astrositoma serebral juga
telah dilaporkan sesekali terjadi pada lebih dari satu anggota keluarga. 1
Meskipun tidak ada bukti langsung hubungan antara virus dan tumor primer
sistem saraf, data epidemiologi dan eksperimental—digambarkan dari penelitian
human papillomavirus dan virus- virus hepatitis B, Epstein-Barr, dan human T-
lymphotropic—mengindikasikan bahwa virus-virus tersebut mungkin merupakan
suatu faktor risiko yang diyakini sebagai penyebab kanker pada manusia. Pada
tikus transgenik, virus-virus ini mampu memicu neuroblastoma olfaktorius dan
neurofibroma. Masing-masing virus ini mempunyai sejumlah kecil gen yang
termasuk ke dalam suatu komponen seluler sistem saraf (biasanya sel yang sedang
membelah seperti astrosit, oligodendrosit, ependimosit, sel endothelial, atau
limfosit). Virus ini diyakini tumbuh subur pada kadar nukleotida dan prekusor
asam amino yang tinggi dan pada saat yang sama bertindak memaksa sel dari
siklus reproduksi normal menjadi siklus replikatif tidak terkendali (Levine).
Karena adanya kemampuan mengubah bentuk genom, produk virus ini disebut
onkogen, karena onkogen bersifat kekal sehingga dapat dikatakan, sel yang
terstimulasi membentuk suatu tumor.1
1.6. Patofisiologi
Otak terletak dalam cavum cranii (rongga kepala) yang bersambung dengan
medulla spinalis melalui foramen magnum dan dikelilingi oleh lapisan meningen
yang terdiri dari duramater, arachnoid, dan piamater. (Richard S.Snell, 1996)
Didalam tengkorak kepala didapati 3 komponen yaitu ;
6
1) Parenkim otak (berat1200-1400 gram), terdiri dari 2 kompartemen;
a) kompartemen intraseluler (ruang yang berada didalam neuron dan sel
glia);
b) kompartemen interseluler disebut juga interstitial / ekstraseluler (ruang
yang terdapat antara neuron, sel-sel glia dan pembuluh darah). Pembatas
antara parenkim otak dengan kompartemen likuor adalah Sawar Otak-
Likuor (Brain-CSF Barrier). Sedangkan pembatas antara parenkim otak
dengan isi pembuluh darah yang berfungsi untuk mencegah masuknya
metabolit/ bahan toksik kedalam parenkim otak dan melindungi otak dari
perubahan kimia darah agar neuron terlindung dari perubahan-perubahan
ion adalah Sawar Darah-Otak (Blood-Brain Barrier). (Padmosantjojo,
Daryo,2000)
2) Likuor cerebro spinalis (LCS) adalah cairan yang dihasilkan oleh pleksus
khoroideus di ventrikel lateral III bervolume 40-140 ml, (70-80 persen)
yang merupakan transudat plasma darah dan sisanya merupakan filtrasi
langsung dari jaringan otak transependim dan transpial. LSS berfungsi
untuk menopang dan bantalan bagi otak, batang otak serta medulla
spinalis, juga bantalan terhadap trauma yang menimbulkan gaya
akselerasi/deselerasi. Disamping itu LSS juga berfungsi untuk mengangkut
bahan-bahan sisa metabolisme sel saraf, bahan-bahan toksik yang masuk
ke otak lalu diekskresikan ke pembuluh darah. Komponen LCS pada
pleksus khoroideus dengan komponen darah dibatasi Sawar Darah-
Likwor (Blood-CSFBarrier) (Padmosantjojo, Daryo, 2000)
3) Komponen vaskuler yang terdiri dari pembuluh darah besar seperti arteri
karotis interna dan Sirkulus willisi, pembuluh darah sedang dan arteriole
yang merupakan pembuluh darah otak yang sangat berperan dalam
autoregulasi dan berinteraksi dengan tekanan intra kranial serta dapat
mengembang sampai 200-300 persen dari ukuran semula (50um) sehingga
mampu menambah volume darah dari sekitar 150 ml hingga 400-900
persen.
7
Kemampuan autoregulasi ini sifatnya regional yang artinya; setiap pembuluh
darah otak mampu mengadakan reaksi yang berbeda antara satu kompartemen
dengan lainnya. Mekanisme ini dapat berjalan normal sejauh tekanan arteri rata-
rata berkisar antara 50-150 mm Hg dan tidak ada kondisi lain yang mempengaruhi
mekanisme autoregulasi ini, seperti; trauma, iskhemi otak, atau pengaruh obat
vasodilatansia. Dengan adanya sifat rigid dari tulang kranio-spinal yang menjadi
pelindung susunan saraf pusat tersebut, membuat volume ruang kranio-spinal
relatif tidak berubah. Akibat pembatasan volume ruang kranio-spinal tersebut,
maka volume satu komponen SSP dengan lainnya perlu selalu menyeimbangkan
diri agar volume total dari seluruh SSP tidak melebihi kapasitas volume ruangan.
Konsep keseimbangan ini dikenal sebagai :
‘Doktrin Monro-Kellie ‘ yaitu; Vk = V darah + V lss + V parenkim. (Vk
adalah volume total kranio-spinal). (Thapar.K,Rutka.JT,Law fr.ER, 1995)
Apabila terjadi peningkatan volume dari salah satu dari ke tiga komponen
tersebut (darah, LSS dan parenkim), maka tekanan intra kranial akan meninggi
(tekanan normal 10-15 mmHg). Hal ini diakibatkan oleh adanya ;
ketidakseimbangan antara volume intra kranial dengan isi kranium.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi volume total dari keseluruhan komponen
intra kranial adalah;
a) Kecepatan terjadinya edema, Translokasi likuor serebro spinalis (LSS)
dan posisi kepala.
b) Tekanan darah arteri rata-rata (mean arterial blood pressure), Pa CO2,
posisi kepala serta obat-obat yang mempengaruhi aliran darah otak.
c) Kecepatan ekspansi dari Lesi Desak Ruang (LDR) atau Space Occupying
Lesion (SOL).
Sejauh mana kelainan ini akan mengakibatkan ketidakseimbangan antara
volume intra kranial dengan isi kranium, perlu mempertimbangkan faktor-faktor
lain seperti;
Letak dan besarnya LDR; jika ditengah dekat system ventrikel dengan ukuran
besar, akan lebih mudah mengakibatkan herniasi.
8
Permasalahan Serta Penanggulangan Tumor Otak dan Sumsum Tulang
Belakang
Kemampuan kompensasi; jika anak-anak komplians kraniumnya lebih tinggi
dari orang dewasa, sedangkan pada orang tua dimana otak telah atrofi, ruang
subarakhnoid lebih lebar sehingga ‘buffer ruang’ lebih besar.
Untuk dapat berlangsungnya fungsi otak, dibutuhkan Cerebral Perfusion
Pressure/ CPP 80 mmHg, penurunan CPP < 50 mm Hg, membahayakan fungsi
otak sehingga terjadi peninggian TIK. Reaksi tubuh dalam mempertahankan CPP
adalah mekanisme kompensasi dengan meninggikan MAP (Mean Arterial
Pressure), secara klinis, tampak hipertensi dan tachikardi. Bila mekanisme
kompensasi gagal, maka timbul ‘Cushing Reflex’ yaitu suatu keadaan yang
ditandai dengan keadaan hipertensi dan brakhikardi (puls nadi lambat). Jika terus
berlanjut, akan terjadi gangguan respirasi sampai kegagalan seluruh fungsi tubuh.
Secara umum penyebab peninggian TIK dapat digolongkan sebagai berikut:
1) Fisiologis; Hipoksia, Hiperkapnia, Nyeri, Rendahnya tekanan perfusi
serebral.
2) Non LDR; Volume darah bertambah; batuk,obstruksi jalan nafas, letak kepala
rendah.
3) Obstruksi sinus venosus besar; Impresif fraktur menekan sinus,
Tromboembolik sering karena pemakaian oral kontrasepsi dan Obstruksi vena
leher.
4) Edema serebri; Ensefalitis, Meningitis, Trauma otak diffuse; Keracunan
logam berat, intoksikasi air.
5) Penambahan aliran darah otak, Obat-obat anastesi.
6) Bendungan likwor serebrospinalis; Hidrosefalus komunikan, Hidrosefalus
obstruktif.
7) Lesi Desak Ruang (LDR); Hematoma(epidural, subdural, intraserebral),
Neoplasma;(Glioma,Mmeningioma,Metastase) Abses, edema fokal (tumor,
infark, trauma).
8) Idiopatik ; - Pseudo tumor serebri. (Padmosantjojo, Daryo; 2000)
9
1.7. Gambaran klinis
Tumor otak merupakan penyakit yang sukar terdiagnosis secara dini, karena
pada awalnya menunjukkan berbagai gejala yang menyesatkan dan meragukan
tetapi umumnya berjalan progresif.
Manifestasi klinis tumor otak dapat berupa:
Gejala serebral umum
Dapat berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia), yang
dapat dirasakan oleh keluarga dekat penderita berupa: mudah tersinggung, emosi
labil, pelupa, perlambatan aktivitas mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan
spontanitas, mungkin ditemukan ansietas dan depresi. Gejala ini berjalan progresif
dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus.
1) Nyeri Kepala
Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30% gejala
awal tumor otak adalah nyeri kepala. Sedangkan gejala lanjut ditemukan 70%
kasus. Sifat nyeri kepala bervariasi dari ringan dan episodik sampai berat dan
berdenyut, umumnya bertambah berat pada malam hari dan pada saat bangun
tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi peninggian tekanan tinggi
intrakranial. Adanya nyeri kepala dengan psikomotor asthenia perlu dicurigai
tumor otak.
2) Muntah
Terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih sering
dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat proyektil dan
tidak disertai dengan mual.
3) Kejang
Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25%
kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab
bangkitan kejang adalah tumor otak. Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang
adalah tumor otak bila:
o Bangkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun
o Mengalami post iktal paralisis
o Mengalami status epilepsi
o Resisten terhadap obat-obat epilepsi
10
o Bangkitan disertai dengan gejala peningkatan TIK lain
o Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks,
50% pasien dengan astrositoma, 40% pada pasen meningioma,
dan 25% pada glioblastoma.
Gejala Peninggian Tekanan Intra Kanial
Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul pada
pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan penurunan kesadaran. Pada
pemeriksaan ditemukan papil udem. Keadaan ini perlu tindakan segera karena
setiap saat dapat timbul ancaman herniasi. Selain itu dapat dijumpai parese N.VI
akibat teregangnya N.VI oleh TIK. Tumor-tumor yang sering memberikan gejala
TIK tanpa gejala-gejala fokal maupun lateralisasi adalah meduloblastoma,
ependimoma dari ventrikel III, haemangioblastoma serebelum dan
craniopharingioma.
Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi:
a. Lobus frontal
o Menimbulkan gejala perubahan kepribadian
o Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra
lateral, kejang fokal
o Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia
o Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom Foster
Kennedy
o Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia
b. Lobus parietal
o Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi
homonim
o Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada
girus angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s
c. Lobus temporal
o Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang
didahului dengan aura atau halusinasi
o Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese
11
o Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala
choreoathetosis, parkinsonism.
d. Lobus oksipital
o Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan
penglihatan
o Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia
berkembang menjadi hemianopsia, objeckagnosia
e. Tumor di ventrikel ke III
o Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala
menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian
tekanan intrakranial mendadak, pasien tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan
kabur, dan penurunan kesadaran
f. Tumor di cerebello pontin angle
o Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma
o Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa
gangguan fungsi pendengaran
o Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah
pontin angel
g. Tumor Hipotalamus
o Menyebabkan gejala peninggian TIK akibat oklusi dari foramen Monroe
o Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan
perkembangan seksual pada anak-anak, amenorrhoe, dwarfism,
gangguan cairan dan elektrolit, bangkitan
h. Tumor di cerebelum
o Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala peninggian TIK akan
cepat erjadi disertai dengan papil udem
o Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan
spasme dari otot-otot servikal.
i. Tumor fosa posterior
o Ditemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai
dengan nistagmus, biasanya merupakan gejala awal dari
medulloblastoma.(6,7,8)
12
1.8. Diagnosis
Bagi seorang ahli bedah saraf dalam menegakkan diagnosis tumor otak
adalah dengan mengetahui informasi jenis tumor, karakteristiknya, lokasinya,
batasnya, hubungannya dengan sistem ventrikel, dan hubungannya dengan
struktur vital otak misalnya sirkulus willisi dan hipotalamus. Selain itu juga
diperlukan periksaan radiologis canggih yang invasif maupun non-invasif.
Pemeriksaan non-invasif mencakup CT-Scan dan MRI bila perlu diberikan
kontras agar dapat mengetahui batas-batas tumor. Pemeriksaan invasif seperti
angiografi serebral yang dapat memberikan gambaran system pendarahan tumor,
dan hungannya dengan sistem pembuluh darah sirkulus Willisi selain itu dapat
mengetahui hubungan massa tumor dengan vena otak dan sinus duramatrisnya
yang vital itu.
Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita tumor
otak yaitu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologik yang teliti. Dari
anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan oleh penderita yang
mungkin sesuai dengan gejala-gejala yang telah diuraikan di atas. Misalnya ada
tidaknya nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik
neurologik mungkin ditemukan adanya gejala seperti edema papil dan defisit
lapangan pandang. (1,10)
1.9. Pemeriksaan penunjang
Setelah diagnosis klinik ditentukan, harus dilakukan pemeriksaan yang
spesifik untuk memperkuat diagnosis dan mengetahui letak tumor.
Elektroensefalografi (EEG)
Pentingnya pemeriksaan EEG pada tumor otak ditegaskan oleh
Walter, yang menyebutkan irama lambat berfrekuensi kurang dari 4 spd
(irama delta). Irama delta ini umumnya terlihat fokal, karenanya dapat
dipakai untuk menentukan lokalisasi tumor. Jaringan otak sendiri tidak
memberikan lepas muatan listrik, gelombang-gelombang lambat yang
dicatat oleh EEG berasal dari neuron-neuron di sekitar tumor atau
ditempat lain yang fungsinya terganggu secara langsung atau tidak
langsung. Tumor otak tidak memberikan gambaran yang spesifik, kiranya
13
rekaman serial adalah lebih bernilai dari pada rekaman tunggal.
Tumor infra tentorial memberikan gambaran EEG yang berbeda dengan
tumor supra tentorial. Gambaran karakteristik tumor infra tentorial adalah
berupa perlambatan sinusoidal yang ritmik berfrekuensi 2-3 spd atau
4-7 spd, dapat bersifat terus menerus ataupun paroksismal.
Berbeda dengan tumor infra tentorial, tumor supra tentorial pada
umumnya memberikan gambaran yang bersifat fokal teta maupun delta,
sehingga penentuan lokalisasi lebih dimungkinkan. Kadang-kadang dapat
pula ditemui gambar spike atau gelombang tajam yang fokal.
Suatu ketentuan yang banyak dianut tentang tumor otak mengatakan
bahwa suatu EEG yang normal menyingkirkan sebesar 97% tumor kortikal
dan sebesar 90% tumor otak pada umumnya.
Foto polos kepala
Lebih banyak sebagai’screening test’, jika ada tanda-tanda peninggian
tekanan intra kranial, akan memperkuat indikasi perlunya dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut.
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan :
a. Kalsifikasi intrakranial :
a. Pada tumor otak kira-kira 10% mengalami kalsifikasi.
b. Insidensi kalsifikasi tertinggi terjadi pada Kraniofaringioma
dan Oligodendroglioma.
b. Displacement calcified pineal gland :
a. Glandula pineale sering mengalami kalsifikasi pada orang
dewasa berupa suatu struktur di garis tengah yang tidak
akan berpindah ke lateral lebih dari 3 mm pada gambaran
foto tengkorak AP. Pergeseran lebih dari 3 mm sebagai
indikasi adanya tumor otak.
c. Tanda-tanda tekanan intra kranial yang meningkat :
a. Tanda paling dini dari kenaikan tekanan intrakranial adalah
dekalsifikasi prosessus klinoideus posterior, dilanjutkan
dengan perubahan yang serupa di lantai dorsum sella
tursika. Pada jangka waktu yang lama, keadaan ini dapat
14
mengakibatkan lantai dorsum sella mengembung, hilang
atau rusak. Juga dapat disebabkan karena ekspansi adenoma
hipofise atau tumor-tumor disekitar sella tursika.
b. Impresio digiti.
c. Pelebaran sutura pada anak-anak.
d. Pembentukan tulang baru (Hyperostosis) :
a. Pada meningioma kira-kira 40% memperlihatkan
gambaran hiperostosis, terutama di daerah pterion,
tuberkulum sella, serebelepontin dan fosa kranii media.
Sedangkan tumor jenis lain sering pada daerah dasar
tengkorak.
e. Destruksi tulang :
a. Kira-kira 10% meningioma menunjukkan penipisan tulang.
Dapat disebabkan karena infiltrasi tumor pada tulang atau
karena erosi tulang disebabkan tekanan dari tumor yang
tumbuh perlahan-lahan.
b. Kista epidermoid kadang-kadang dapat ditunjukkan dengan
adanya area yang mengalami destruksi.
Arteriografi
Dewasa ini pemeriksaan CT scan telah mendesak arteriografi. Arteriografi
dapat memberikan tambahan dimensi tumor otak dan serial arteriografi
dapat membantu menggambarkan mengenai blood supply dari tumor.
Tumor dari kelompok meningioma biasanya sangat vaskuler (banyak
pembuluh darah) dan sering menimbulkan pembesaran pada pembuluh
darah arteri yang diinervasi. Gambaran yang khas pada meningioma
adalah adanya pembuluh darah yang menginervasi tumor oleh cabang-
cabang dari sistim karotis eksterna.
Arteriografi juga membantu adanya dugaan proses tumor di fosa posterior,
tumor kecil di batang otak atau neurilemmoma akustikus yang tidak
tampak pada CT scan.
15
Computerized Tomografi (CT-Scan)
CT-Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi pasien
yang diduga menderita tumor otak. Sensitivitas CT-Scan untuk mendeteksi
tumor yang berpenampang kurang dari 1 cm dan terletak pada basis kranil.
Gambaran CT Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi
abnormal berupa massa yang mendorong struktur otak di sekitarnya.
Biasanya tumor otak dikelilingi jaringan udem yang terlihat jelas karena
densitasnya lebih rendah. Adanya kalsifikasi, perdarahan atau invasi
mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena sifatnya yang
hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata bila pada waktu
pemeriksaan CT-Scan disertai dengan pemberian zat kontras.
Penilaian CT Scan pada tumor otak: (11)
Tanda proses desak ruang:
o Pendorongan struktur garis tengah
o Penekanan dan perubahan bentuk ventrikel
Kelainan densitas pada lesi:
o hipodens
o hiperdens atau kombinasi
o kalsifikasi, perdarahan
Udem perifokal
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI lebih sensitif dalam mendeteksi massa yang berukuran kecil,
memberikan visualisasi yang lebih detail terutama untuk daerah basis
cranium, batang otak, dan fossa posterior. MRI juga lebih baik dalam
memberikan gambaran lesi perdarahan, kistik, atau massa padat jaringan
neoplasma intracranial. Penggunaan kontras gadolinium akan memperjelas
gambaran lesi massa. Selain itu MRI juga berfungsi untuk memantau
pengobatan dan hasil operasi.
16
1.10. Diagnosa banding
Gejala yang paling sering dari tumor otak adalah peningkatan tekanan
intrakranial, kejang dan tanda defisit neurologik fokal yang progresif. Setiap
proses desak ruang di otak dapat menimbulkan gejala di atas sehingga agak sukar
membedakan tumor otak dengan beberapa hal berikut :
o Abses intraserebral
Pada permulaan terdapat gejala-gejala yang tidak khas seperti infeksi
umum, kemudian timbul tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
berupa nyeri kepala yang makin lama makin berat, muntah-muntah,
demam, penglihatan kabur, kejang umum atau fokal, tidak ada nafsu
makan, dan akhirnya kesadaran menurun. Pada funduskopi tampak adanya
edem papil. Gejala deficit neurologi bergantung pada lokasi dan luas
abses. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosistosis, laju endap
darah meningkat, C-reactive protein meningkat.
o Epidural hematom
Diagnosis ini sangat penting dan biasanya tergantung pada CT scan.
o Hipertensi intrakranial benigna
o Meningitis kronik. (10)
1.11. Terapi
Pemilihan jenis terapi pada tumor otak tergantung pada beberapa faktor,
antara lain:
o kondisi umum penderita
o tersedianya alat yang lengkap
o pengertian penderita dan keluarganya
o luasnya metastasis. (5)
Adapun terapi yang dilakukan, meliputi Terapi Steroid, pembedahan,
radioterapi dan kemoterapi.
1. Terapi Steroid
Steroid secara dramatis mengurangi edema sekeliling tumor intrakranial,
namun tidak berefek langsung terhadap tumor.
17
2. Pembedahan
Pembedahan dilaksanakan untuk menegakkan diagnosis histologik dan
untuk mengurangi efek akibat massa tumor. Kecuali pada tipe-tipe tumor
tertentu yang tidak dapat direseksi. (12)
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu pembedahan tumor
otak yakni: diagnosis yang tepat, rinci dan seksama, perencanaan dan
persiapan pra bedah yang lengkap, teknik neuroanastesi yang baik, kecermatan
dan keterampilan dalam pengangkatan tumor, serta perawatan pasca bedah
yang baik, Berbagai cara dan teknik operasi dengan menggunakan kemajuan
teknologi seperti mikroskop, sinar laser, ultrasound aspirator, bipolar
coagulator, realtime ultrasound yang membantu ahli bedah saraf
mengeluarkan massa tumor otak dengan aman.
3. Radioterapi
Tumor diterapi melalui radioterapi konvensional dengan radiasi total
sebesar 5000-6000 cGy tiap fraksi dalam beberapa arah. Kegunaan dari
radioterapi hiperfraksi ini didasarkan pada alasan bahwa sel-sel normal lebih
mampu memperbaiki kerusakan subletal dibandingkan sel-sel tumor dengan
dosis tersebut. Radioterapi akan lebih efisien jika dikombinasikan dengan
kemoterapi intensif. (12)
4. Kemoterapi
Jika tumor tersebut tidak dapat disembuhkan dengan pembedahan,
kemoterapi tetap diperlukan sebagai terapi tambahan dengan metode yang
beragam. Pada tumor-tumor tertentu seperti meduloblastoma dan astrositoma
stadium tinggi yang meluas ke batang otak, terapi tambahan berupa
kemoterapi dan regimen radioterapi dapat membantu sebagai terapi paliatif. (12)
5. Terapi rehabilitasi (12,13)
1.12. Prognosis
18
Prognosisnya tergantung jenis tumor spesifik. Berdasarkan data di negara-
negara maju, dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang tepat melalui
pembedahan dilanjutkan dengan radioterapi, angka ketahanan hidup 5 tahun (5
years survival) berkisar 50-60% dan angka ketahanan hidup 10 tahaun (10 years
survival) berkisar 30-40%. Terapi tumor otak di Indonesia secara umum
prognosisnya masih buruk, berdasarkan tindakan operatif yang dilakukan pada
beberapa rumah sakit di Jakarta.(12,14)
BAB II
19
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien perempuan berumur 39 tahun dirawat di bangsal Neurologi
Rumah Sakit Achmad Mukhtar Bukittinggi pada tanggal 28 Maret 2014 dengan:
Keluhan Utama : Nyeri Kepala yang semakin memberat sejak 5 hari sebelum
masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang:
Nyeri Kepala yang semakin memberat sejak 5 hari sebelum masuk rumah
sakit dan sudah lama dirasakan sejak 5 tahun yang lalu.
Nyeri kepala dirasakan terus menerus dan tidak berkurang dengan
pemberian obat penghilang nyeri.
Nafsu makan menurun sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit
Penuruan kesadaran ada sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit
Pasien diketahui oleh keluarga tidak bisa melihat dan berbicara sejak 1
tahun yang lalu yang diikuti dengan perubahan tingkah laku.
Mulut mencong ada sejak 1 tahun yang lalu
Muntah tidak ada
Kejang tidak ada
Kelemahan sebelah anggota gerak ada
Riwayat Penyakit Dahulu :
.Riwayat trauma kepala sejak 10 tahun yang lalu
Riwayat stroke/ TIA tidak diketahui
Riwayat penyakit hipertensi, DM, dan asam urat tidak ada
Pasien telah berobat di RSUD Pariman dan dianjurkan untuk operasi.
Riwayat penyakit keluarga :
20
Tidak ada anggota keluarga yang memliki penyakit seperti ini
Riwayat pribadi dan sosial :
Pasien seorang ibu rumah tangga
PEMERIKSAAN FISIK
I. Umum
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : CM
GCS : E4M5V2
Keadaan gizi : baik
Rambut : warna hitam, tidak mudah dicabut
Turgor kulit : baik
Kulit dan kuku : pucat (-), sianosis (-)
Kelenjar getah bening
Leher : tidak teraba pembesaran KGB
Aksila : tidak teraba pembesaran KGB
Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB
Torak
Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama murni, teratur,bising (-)
Abdomen
21
Inspeksi : tidak membuncit
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Korpus vertebrae
Inspeksi : deformitas (-)
Palpasi : gibus (-)
II. Status Neurologikus
1. Tanda rangsangan selaput otak
Kaku kuduk : (-) Brudzinsky II : (-)
Brudzinsky I : (-) Tanda Kernig : (-)
2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial
Pupil bulat isokor diameter 3mm/3mm, reflek cahaya +/+
Muntah proyektil (-)
Nyeri kepala progresif (+)
3. Pemeriksaan nervus kranialis
N. I : Sukar diperiksa
N. II : Baik
N. III, IV, VI : gerakan bola mata bebas ke segala arah, pupil bentuk
bulat
refleks pupil +/+
N. V : motorik baik, refleks kornea (+/+)
N. VII : raut wajah tidak simetri, mulut mencong ke arah kiri
N. VIII : fungsi pendengaran baik
N. IX : refleks muntah (+)
N. X : sukar di periksa
N. XI : dapat menoleh ke kanan dan kiri
N. XII : tidak normal
4. Pemeriksaan koordinasi : dalam batas normal
22
5. Pemeriksaan fungsi motorik : ekstrimitas atas 111/555, ekstrimitas bawah
111/555
6. Pemeriksaan sensibilitas
- Eksteroseptif : sensasi nyeri, suhu, raba baik
- Propioseptif : rasa getar, sensasi posisi sendi baik
7. Sistem refleks
a. Refleks fisiologis
- Biceps ++/++
- Triceps ++/++
- KPR ++/++
- APR ++/++
b. Refleks patologis
- Hoffman-Tromner -/-
- Babinsky -/-
- Chaddoks -/-
- Oppenheim -/-
- Gordon -/-
- Schaeffer -/-
8. Fungsi otonom
- Miksi : baik
- Defekasi : baik
- Sekresi keringat: baik
9. Fungsi luhur
- Kesadaran : baik
- Tanda dementia : sukar dinilai
III. Pemeriksaan laboratorium
23
Darah :
Rutin : Hb : 11 gr/dl
Leukosit : 14000/mm3
Trombosit : 298.000/mm3
Hematokrit : 36%
Kimia darah : Kalium : 3,92 mmol/L
Natrium : 139,4 mmol/L
Klorida : 104,1 mmol/L
Ureum : 58,5 mg/dl
Kreatinin : 0,9 mg/dl
Gula Darah : 145 mg/dl
IV. Rencana pemeriksaan tambahan
CT Scan Kranial dengan kontras ( CT scan April 2014: Kesan:
tumor supratentorial)
24
Diagnosis :
Diagnosis Klinis : Nyeri kepala dan penurunan kesadaran
Diagnosis Topik :
Diagnosis Etiologi : tumor intrakranial
Diagnosis Sekunder : -
25
Working Diagnosis : SOL supratentorial ec. tumor intrakranial susp menigioma
Differential Diagnosis: Glioblastoma multiorm
Terapi :
- Umum : Ekstensi kepala 30 derajat
Awasi keadaan umum (ABCD) dan suhu tubuh
IVFD Asering 20 tetes / menit
Diet 1800 kkal/hari/NGT
Konsul bedah saraf
- Khusus : Inj dexametason 4x2 amp
Inj Ranitidin 2x1 amp
Pasang NGT
Bila demam PCT 3x500 mg
Prognosis :
Quo ad vitam : dubia ed malam
Quo ad sanam : dubia ed malam
Quo ad fungsionam : dubia ed malam
FOLLOW UP
1 April 201 4 :
S/ Muntah (-), kejang (-)
BAK (+), BAB (+)
O/
KU Kesadaran TD Nd Nf T
Sedang CM 120/80 80 x/ menit 24 x/menit 370C
Status Internus : dalam batas normal
Status Neurologikus : TRM (-), peningkatan TIK (+)
Motorik : 111/555
26
Sensorik : normal
Otonom : baik
N. cranial : pupil isokor d = 3mm/3mm
Ekstermitas : Refleks fisiologis ++ / ++
Reflek patologis - / -
A/
- P/ IVFD Asering 20 tetes/menit
- Diet 1800 kkal/hari/NGT
- Metilprednisolon 2x1
2 April 2014 :
S/ Nyeri kepala (-), kesadaran masih sama
Muntah (-)
BAB (+), BAK (+)
Kejang (-)
O/
KU Kesadaran TD Nd Nf T
Sedang CM 110/70 80 x/ menit 24 x/menit 370C
Status Internus : dalam batas normal
Status Neurologikus : TRM (-), peningkatan TIK (+)
Motorik : 111/555
Sensorik : normal
Otonom : baik
N. cranial : pupil isokor d = 3mm/3mm
Ekstermitas : Refleks fisiologis ++ / ++
Reflek patologis - / -
A/ Penurunan kesadara ec. SOL susp menigioma
- P/ IVFD Asering 20 tetes/menit
- Diet 1800 kkal/hari/NGT
- Metilprednisolon stop sementara
- Inj Ranitidin 2x1 amp
27
- Inj ceftriakson diganti dengan ceftriakson 2x100 mg
- PCT 3x500 mg
- Somatostatin 2x10 mg
3 April 2014 :
S/ Kesadaran masih sama
Muntah (-)
BAK (+)
O/
KU Kesadaran TD Nd Nf T
Sedang CM 150/70 100 x/
menit
28 x/menit 370C
Status Internus : dalam batas normal
Status Neurologikus : GCS 11 E4M5V2
TRM (-), peningkatan TIK (+)
Motorik : 111/555
Sensorik : Normal
Otonom : baik
N. cranial : pupil isokor d = 3mm/3mm
Ekstermitas : Refleks fisiologis ++ / ++
Reflek patologis - / -
A/ Penurunan kesadar ec. SOL susp meningioma
- P/ IVFD Asering 20 tetes/menit
- Diet 1800 kkal/hari/NGT
- Metilprednisolon stop sementara
- Inj Ranitidin 2x1 amp
- Inj ceftriakson diganti dengan ceftriakson 2x100 mg
- PCT 3x500 mg
- Somatostatin 2x10 mg
Pasien kemudian dirujuk ke RSUP M. Djamil Padang
28
BAB III
DISKUSI
Telah dirawat Seorang pasien perempuan berumur 39 tahun di bangsal
Neurologi Rumah Sakit Achmad Mochtar bukit tinggi dengan diagnosa tumor
otak Suspek Menigioma.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
gambaran CT scan. Dari anamnesis pasien mengalami nyeri kepala sejak 5 hari
SMRS yang semakin memberat dan tidak hilang dengan pemberian obat anti
nyeri. Pasien juga sudah lama mengeluhkan nyeri kepala sejak 5 tahun yang lalu
namun masih bisa menjalankan aktivitas seperti biasa. Pasien mengalami
kesulitan dalam mengungkapkan kata-kata dan tiba-tiba terdiam, keluarga pasien
juga mengatakan telah terjadi perubahan tingkah laku pada pasien.
Pada pasien ini juga ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan
intracranial seperti sakit kepala yang sifatnya progresif. Lalu, pasien mengeluhkan
mengalami kesulitan mengungkapkan kata-kata, kemungkinan letak tumor berada
pada hemisfer cerebri yang dominan.
Manifestasi Tumor intracranial dapat berupa gangguan cerebral umum
seperti perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia), yang dapat dirasakan
oleh keluarga dekat penderita berupa: mudah tersinggung, emosi labil, pelupa,
perlambatan aktivitas mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan spontanitas,
mungkin ditemukan ansietas dan depresi. Gejala ini berjalan progresif dan dapat
dijumpai pada 2/3 kasus.
Dari pemeriksaan fisik neurologis hanya ditemukan pasien mengalami
kesulitan mengungkapkan kata-kata, sedangkan kondisi neurologis yang lain
dalam batas normal. ini menandakan tidak adanya invasi tumor ke bagian otak
yang lain, kemungkinan tumor pada pasien ini adalah tumor otak benigna.
Dari pemeriksaan Brain CT-Scan ditemuukan lesi hipoden berbatas tegas
terletak pada bagian frontal.
Dari semua pemeriksaan maka dapat disimpulkan diagnosis pada pasien
ini adalah nyeri kepala dan penurunan kesadaran ec SOL susp meningioma. Pada
pasien ini diberikan kortikosteroid dexametason yang bertujuan untuk mengurangi
29
masa tumor dan pembengkakan sekitar masa sehingga dapat menurunkan tekanan
intracranial.
Untuk terapi definitif adalah terapi bedah, pembedahan merupakan
penatalaksanaan yang utama untuk tumor intrakranial. Tujuan dari operasi adalah
untuk mengurangi massa tumor dan menurunkan tekanan intracranial juga
pengambilan jaringan untuk pemeriksaan histopatologi.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Allan HR, Robert HB. Adams and Victor’s Principle of Neurology 8th
edition. The McGraw-Hill Companies. United States of America: 2005.
2. Berttolone SJ. Tumor of the central nervous system concepts
in cancer medicine, 1982:649-659
3. Hakim A.A. Tindakan Bedah pada Tumor Cerebellopontine
Angle, Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 38 No 3, 2005.
4. Mayer.SA. Management of Increased intracranial Pressure In Wijdicks
EFM.Diringer MN, et.al. Continuum Critical Care Neurology.2002.
5. Mahar, M., Proses Neoplasmatik di Susunan Saraf dalam Neurologi
Klinis Dasar edisi 5, Dian Rakyat, Jakarta, 2000 : 390 – 402
6. Black PB. Brain tumor, review article. The NEJM 1991 (324):1471-1472
7. Ausman. Intra cranial neoplasma in AB Berker (ed.)
Clinical neurology. Philadelphia:Harper & Row, 1987:57-
66
8. Youmans JR. Neurological surgery. Philadelphia:WB Sounders, 1990,
2967-2981
9. Guthrie BL. Neoplasm of the meningens, in Youmans JR (ed)
Neurological Surgery. Philadelphia:WB Sounders, 1990: 3250-3303
10. Tumor Otak dalam Buku Ajar Neurologi Klinis edisi I, Gajah Mada
University Press, Yogyakarta, 1999 : 201 – 207
11. Facts About Brain Tumors at http://www.braintumor.org / ,
dikutip tanggal 3 April 2014
12. Syaiful Saanin, dr, Tumor Intrakranial dalam
http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Pendahuluan.html,
dikutip tanggal 3 April 2014
13. John R.M., Howard K.W, A ,B, Cs of Brain Tumors – From Their
Biology to Their Treatments at http://www.brain-surgery.com/ ,
dikutip tanggal 3 April 2014
14. What you need to Know about Brain Tumor at http://www.cancer.gov /
31