PENGARUH PUASA RAMADHAN TERHADAP MIKROSTRUKTURAL OTAK.docx

16
JOURNAL READING Microstuctural Effect of Ramadhan Fasting On The Brain: A Diffusion Tensor Imaging Study Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi Persyaratan Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Saraf Pembimbing :dr. Susatyo Pramono Hadi, Sp.S Oleh : Satriya Tjahja Hudaya 01.209.6021 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN

description

pengaruh [puasa pada saraf

Transcript of PENGARUH PUASA RAMADHAN TERHADAP MIKROSTRUKTURAL OTAK.docx

Page 1: PENGARUH PUASA RAMADHAN TERHADAP MIKROSTRUKTURAL OTAK.docx

JOURNAL READING

Microstuctural Effect of Ramadhan Fasting On The Brain: A Diffusion

Tensor Imaging Study

Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi

Persyaratan Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian Ilmu Penyakit Saraf

Pembimbing :dr. Susatyo Pramono Hadi, Sp.S

Oleh :

Satriya Tjahja Hudaya

01.209.6021

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2015

Page 2: PENGARUH PUASA RAMADHAN TERHADAP MIKROSTRUKTURAL OTAK.docx

PENGARUH PUASA RAMADHAN TERHADAP MIKROSTRUKTURAL OTAK : UJI DIFFUSION TENSOR IMAGING

Ayse Ahsen Bakan, Seima Yildiz, Alpay Alkan, Huseyin Yetis, Serpil Kurtcan, Mahmut Muzaffer Ilhan

Tujuan : penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah otak menampilkan perubahan mikrostruktural setelah tiga minggu periode puasa Ramadhan menggunakan Diffusion Tensor Imaging

Metode : dalam penelitian ini terdapat kelompok perlakuan dan kelompok kontrol masing masing 25 orang. Pada kelompok perlakuan, kami menguji dan membandingkan nilai Apparent Diffusion Coefficient (ADC)dan Fractional Anisotrophy (FA) dari sampel selama (fase 1) dan setelah (fase 2) periode puasa. Kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak melakukan puasa. Nilai ADC dan FA yang diperoleh pada fase 1 dan fase 2 dibandingkan antara kelompok pelakuan dan kontrol

Hasil : Pada kelompok perlakuan, nilai ADC hipotalamus dan setingkat dibawahnya, insula lebih rendah pada fase 1 dibandingkan dengan fase 2 dan kelompok kontrol. NIlai FA dari amygdala, cortex temporal medial, thalamus dan satu tingkat di bawah cortex prefrontal medial lebih rendah pada fase 1 dibandingkan dengan fase 2 dan kelompok kontrol. Nilai ADC dan FA fase 2 dari kelompok perlakuan tidak jauh berbeda secara bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol pada ban=gian otak manapun.

Kesimpulan : Tiga minggu periode puasa Ramadhan dapat menyebabkan perubahan mikrostruktural pada otak dan Diffusion Tensor Imaging mampu menampilkan perubahan-perubahan tersebut. Identifikasi bagian otak yang mengalami perubahan nilai ADC dan FA selama puasa dapat membantu dalam pencitraan diagnostik dan memahami patofisiologi gangguan makan.

Dari Departemen Radiologi (A.A.B. : [email protected], S.Y., A.A., H.Y., S.K.), Departemen Endokrinologi dan Metabolisme (M.M.I.), Bezminlem Vakif University School of Medicine, Istanbul, Turki

Diserahkan 15 Agustus 2014, revisi 17 September 2014, penerimaan akhir revisi 1 Desember 2014, disahkan 2 Desember 2014

Dipublikasikan online pada 1 April 2015 DOI 10.5152/dir.2014.14361

Artikel ini merupakan artikel pra-cetak. Versi akhir akan diterbitkan pada Diagnostic and Interventional Radiology Mei- Juni 2015

Page 3: PENGARUH PUASA RAMADHAN TERHADAP MIKROSTRUKTURAL OTAK.docx

Perubahan asupan makanan seperti lapar dan haus memiliki pengaruh metabolik, fisiologik, dan neurologik. Penelitian sebelumnya tentang dampak lapar dan haus terhadap fungsi otak selalu dilakukan pada individu yang berpuasa; dan penelitian ini menyelidiki efek puasa terhadap aktivitas psikomotor, pola tidur, dan aktivitas korteks motorik (1-3). Cara yang dapat membantu memhami efek lapar dan haus pada otak adalah dengan menguji neuroanatomii yang berhubungan dengan lapar dan kenyang padaindividu yang berpuasa.

Dalam Islam, puasa selama bulan Ramadhan; bulan kesembilan dalam penanggalan lunar, adalah ibadah wajib. Puasa bagi seorang Muslim diharuskan menahan diri dari makanan dan minuman mulai terbit fajar hingga senja. Bergantung pada musim yang bertepatan dengan Ramadhan dan lokasinya, lama puasa dapat bervariasi antara kira-kira 10 hingga 20 jam.

Menurut literatur, bagian tak yang berbeda dihubungkan dengan lapar dan kenyang telah diketahui sebelumnya. Apda penelitian yang menggunakan positron emission tomography rasa lapar dihubungkan dengan peningkatan aktivitas neuronal di hippothalamus, thalamus, ganglia basalis, korteks temporal, cerebellum, insula, cinguli anterior, dan korteks orbitofrontal; dan rasa kenyang dihubungkan dengan peningkatan aktivitas neuronal di korteks prefrontal (4-5).

Diffusion Weighted Imaging (DWI) dan Diffusion Tensor Imaging (DTI) adalah teknik MRI yang digunakan untuk mengukur pergerakan molekul cairan dan dan mengukur arah serta besarnya difusi (6-7). DWI menghasilkan Apparent Diffusion Coefficient (ADC) sebagai ukuran difusi dan DTI menghasilkan Fractional Anisotrophy (FA) yang mengindikasikan arah diusi cairan. Nilai ADC dan FA dapat digunakan untuk menjelaskan perubahan mikrostruktural (8). Peningkatan nilai ADC mancerminkan kerusakan mikrostruktural dan peningkatan nilai FA menjelaskan perbaikan integritas struktural (8-9).

Hnaya saat ini, belum ada satupun peneltian yang menguji perbaikan struktural pada otak selama puasa menggunakan DTI. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji apakah ada perubahan mikrostruktural yang terjadi pada neuroanatomi yang berhubungan dengan pusat lapar dan kenyang setelang 3 minggu periode puasa Ramadhan.

METODE

Subyek

Kelompok perlakuan dan kontrol masing-masing terdiri atas 25 orang sukarelawan dewasa (15 perempuan dan 10 laki-laki). Sukarelawan adalah pegawai universitas tempat penelitian diadakan. Usia rata-rata kelompok

Page 4: PENGARUH PUASA RAMADHAN TERHADAP MIKROSTRUKTURAL OTAK.docx

perlakuan dan kontrol secara berurutan adalah 30.2 ± 8.5 tahun (entang 19-51 tahun) dan 32.2± 7.4 tahun (rentang 20-48 tahun). Usia rata-rata antara kelompok perlakuan dan kontol tidak jauh berbeda secara bermakna (p=0.371). Bagian Komite Etik telah menyetujui penelitian ini dan subyek penelitian diberikan informed consent tertulis. Semua subyek penelitian memeiliki lingkungan kerja yang sama dan situasi pekerjaan yang sama. Indeks massa tubuh (BMI) diukur menggunaan sistem klasifikasi WHO tahun 2006. Tidaka ada perbedaan yang bermaknan pada BMI elompok puasa dan kontrol. Kebanyakan dari kelompok perlakuan (n=20) dan kelompok kontrol (n=22) berada dalam rentang berat badan normal (BMI; 18.5 – 24.9 kg/m2 ) dan sisanya termasuk kelebihan berat badan (BMI; 25.0 – 29.9 kg/m2 )

Desain Penelitian

Pada kelompok perlakuan, kami menguji nilai ADC dan FA dari subyek selama dan setelah periode puasa Ramadhan. Dalam penelitian ini, untuk memperoleh konsistensi pada sebagian besar kelompok perlakuan mereka diminta untuk memulai puasa pada pukul 00.30 dan beerbuka puasa sekitar pukul 20.30 setiap hari selama Ramadhan. Selain ibadah puasa, kelompok perlakuan tidak sedang membatasi asupan makan. Berat badan subyek penelitian diukur dua kali: pada wala Ramadhan dan akhir minggu ketiga bulan Ramadhan. Perbedaan antara kedua pengukuran rata-rata kurang dari 1 kg, yang mengindikasikan berat badan yang stabil selama periode 3 minggu.

Pengukuran pada kelompok perlakuan dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama (Fase 1) dilaksanakan selama minggu terakhir puasa bulan Ramadhan. Pada fase 1, semua tes dilakukan pada subyek setelah 15 jam memulai puasa rutin. Kadar glukosa, hemoglobin A1c, insulin dan homeostasis model of assessment-insulin resistance (HOMA-IR) diukur pada fase 1 untuk menentukan dan mengeksklusi sampel dengan resistensi insulin. Untuk mengenali sampel dengan abnormalitas otak, T1, T2, and fluid attenuated inversion recovery (FLAIR) axial image perlu dilakukan. Tidak satupun sampel menderita resistensi insulin dan abnormalitas otak, termasuk white matter T2 intense foci, kemudianseuruh sampel diikutsertakan dalam penelitiandan dievaluasi lebih jauh menggunakan DTI. Tahap kedua (fase 2) dilakukan dua bulan setelah periode puasa selesai. Dalam tahap kedua, obyek penelitian dievaluasi dengan DTI selama satu jam setelah makan dan kira-kira pada siang hari yang sama seperti tahap pertama.

Kelompok kontrol adalah sukarelawan yang tidak berpuasa selama Ramadhan. Alasan mengapa disertakan kelompok kontrol dalam penelitian ini adalah untuk membandingkan nilai ADC dan FA kelompok perlakuan pada fase

Page 5: PENGARUH PUASA RAMADHAN TERHADAP MIKROSTRUKTURAL OTAK.docx

2(dua bulan setelah bulan Ramadhan berakhir) dengan nilai ADC dan FA dari kelompok kontrol. Kelompok kontrol juga menjalani ter sebagaimana kelompok perlakuan untuk mengenali sampel dengan resistensi insulin dan kelainan pada otak dan semuanya dimasukkan dalam penelitian. Kemudian kelompok kontrol dievaluasi dengan DTI selama satu jam setelah makan dan kira-kira pada siang hari yang sama seperti kelompok perlakuan.

Magnetis Resonance Imaging (MRI)

MRI dilakukan menggunakan 1.5 T system (Avanto, Siemens HealthCare). T1-weighted three dimensional magnetization prepared rapid acquisition gradient echo (3D-MPRAGE) (TR/TE/TI/2.5/5/450 ms; matrix 128x128; field of view, 200x230 mm), T2-weighted spin echo (SE) (TR/TE, 4530/100 ms; matrix, 128x128; field of view, 230x230 mm) dan FLAIR images (TR/TE/TI, 8000/90/2500 ms, matirx 128x128; field of view 230x230 mm) yang didapatkan melalui axial plane. Perlakuan menggunakan DTI single-shot SE echo-planar sequence dengan teknik fat supression (TR/TE, 2700/89 ms; matrix, 128x128; field of view, 230x230 mm; slice thickness 3 mm). Thirty diffusion encoding directions yang dipakai sebesar b=0 s/mm2 dan b=1000 s/mm2.

Interpretasi Pencitraan dan Analisis

Set data DWI pasca olah diperoleh dari perangkat (Leonardo, software ver. 2.0, Siemens HealthCare) dan pemetaan ADC dan FA dirancang kembali. ROI ( Region of Interest) dilokasikan pada pusat lapar dan kenyang dan ukuran ROI ditentukan berdasarkan besar area otak yag diukur (4, 5, 10). Untuk membakukan pengukuran semua hasil ROI diambil dari hemisfer cerebri sinistra. Bagian dari ROI tersebut adalah 10 mm2 hipothalamus sinistra, hippocampus, insula, korteks orbitofrontal, thalamus, mesensefalon, amygdala, korteks occipital, dan cerebellum; 8 mm2 pada korteks temporal medial sinistra, gyrus cinguli, korteks refrontal medial, dan korteks prefrontal lateral; dan 30 mm2 pada korpus striatum sinistra (Gambar). Dua orang ahli radiologi berpengalaman (A.B., S.Y.) yang tidak mengetahui keadaan kenyang masing-masing subyek, digambarkan secara manual ROI yang sama pada color-encoded ADC and FA maps dari seluruh subyek. Distorsi pencitraan dikoreksi secara otomatis dan data yang didaftarkan merujuk pada pencitraan T1-weighted 3D-MPRAGE. Nilai ADC dan FA didapatkan otomatis dengan merujuk sesuai ADC and FA map.

Page 6: PENGARUH PUASA RAMADHAN TERHADAP MIKROSTRUKTURAL OTAK.docx

Analisis Statistik

Semua analisis statistik dilakukan menggunakan SPSS 17.0, paket software yang tersedia luas di pasaran (SPSS,Inc.). Statistik deskriptif nilai ADC dan FA dilaporkan sebagai mean ± SD. Perbandingan ADC dan FA dengan t test dan Cohen’s d effect size. Nilai p < 0.05 berarti bermakna secara statistik pada semua analisis.

HASIL

Nilai ADC dan FA 14 bagian berbeda dari otak pada fase 1 dan 2 kelompok perlakuan disajikan pada tabel 1. Rata-rata nilai ADC dan FA kelompok kontrol disajikan pada tabel 2. Hasil t test berpasangan menunjukkan bahwa nilai rata-rata ADC pada hipotalamus lebih rendah secara signifikan pada fase 1 dibanding fase 2 dengan Cohen’s d effect size 0.67 (p=0.025). Nilai rata-rata ADC insula pada fase 1 juga relatif lebih rendah dibanding fase 2 dengan Cohen’s d effect size 0.57, meskipun perbedaannya tidak bermakna (p=0.052).

Page 7: PENGARUH PUASA RAMADHAN TERHADAP MIKROSTRUKTURAL OTAK.docx

Kami juga membandingkan nilai ADC kelompok perlakuan pada fase 1 dengan nlai ADC kelompok kontrol. Rata-rata nilai ADC hipothalamus (p=0.022; Cohen’s d, 0.67) dan insula (p=0.051; Cohen’s d, 0.57) untuk kelompok perlakuan pada fase 1 lebih rendah secara statistik dan praktik dibanding rata-rata nilai ADC kelompok kontrol pada tempat yang sama.

Rata-rata nilai FA amygdala (p<0.001) dan korteks temporomedial (p<0.001), lebih rendah secara signifikan pada fase 1dibandingkan dengan fase 2 dengan Cohen’s d effect size secara berurutan sebesar 1.46 dan 1.13. Rata-rata nilai FA thalamus (p= 0.011) juga lebih rendah secara signifikan pada fase 1 dibandingkan fase 2 dengan Cohen’s d effect size 0.81. Rata-rata nilai FA korteks prefrontal medial relatif lebih rendah pada fase 1 dibanding dengan fase 2 dengan Cohen’s d effect size 0.61, meskipun perbedaanya tidak bermakna secara statistik (p=0.052).

Rata-rata nilai FA amygdala(p<0.001; Cohen’s d, 1.50), korteks temporal medial (p<0.001; Cohen’s d, 1.15), thalamus (p= 0.007; Cohen’s d, 0.79), dan korteks prefrontal medial (p=0.042; Cohen’s d, 0.59) pada kelompok perlakuan di fase 1 lebih rendah daripada rata-rata nilai FA pada kelompok kontroldengan lokasi yang sama.

Page 8: PENGARUH PUASA RAMADHAN TERHADAP MIKROSTRUKTURAL OTAK.docx

Perbandingan t test independen antara nilai ADC dan FA kelompok perlakuan di fase dengan kelompok koktrol tampak tidak ada perbedaan yang bermakna di berbagai bagian otak. Begitu juga nilai Cohen’s d yang terbesar yang diperoleh dari perbandingan keduanya sebesar 0.04, yang mengindikasikan nilai ADC dan FA fase 2 keompok perlakuan dan kelompok kontrol hampir sama.

PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, kami menampilkan adanya perubangan mikrostruktural pada bagian otak yang berbeda selama periode puasa.

Diet merupakan hal peting untuk mengelola dan khususnya penting untuk otak, yang selalu membutuhkan ketersediaan energi. (11-12). Beberapa penelitian tetntang rendahnya suplai energi ke otak sebagai akibat dari berpuasa meperlihatkan turunnya daya perhatian dan fungsi kognitif serta meningkatnya rasa lelah, sakit kepala dan iritabilitas (13-15).

DWI adalah teknik MRI yang spesifik yang menilai perk=gerakan molekul cairan pada tingkat seluler (16). ADC adalah ukuran DWI yang diterima luas dan memberikan informasi tentang kerusakan sel yang lokal (17). Sebagaimana

Page 9: PENGARUH PUASA RAMADHAN TERHADAP MIKROSTRUKTURAL OTAK.docx

metode MRI sebelumnya, DTI memeberikan ukuran arah dan besarnya difusi air. Nilai FA yang rendah memberian kesan hilangnya integritas substansia alba, turunnya densitas axonal, dan struktur axonal yang tidak tersusun dengan baik (18-19).

Meskipun mekanisme neurologis dari rasa lapar dan kenyang diuji dalam penelitian ini menggunakan neuroimaging selain DWI, sepengetahuan kami, belum ada penelitian yang dilakukan pada orang berpuasa untuk menyelidiki bagian otak yang berhubungan dengan rasa lapar dan kenyang menggunakan DWI dan DTI. Sebuah penelitian yang menguji perubahan difusi pada pusat lapar dan kenyang menggunakan DWI dilakukan pada individu yang obesitas (10). Dalam penelitian tersebut, ditemukan peningkatan nilai ADC orang dengan obesitas pada hipothalamus, amygdala, gyrus hippocampalis, mesensefalon, insula dan cerebellum. Penulis memperkirakan bahwa edema vasogenik merupakan penyebab dari peningkatan nilai ADC (10).

Kami menguji pusat lapar dan haus menggunakan DTI dan menentukan bahwa nilai FA dari amygdala, korteks temporomedial, thalamus dan korteks prefrontal medial selama periode puasa lebih rendah dibandingkan dengan nilai FA saat kenyang. Temuan ini berarti terdapat perubahan mikrostruktural, kebanyakan disebabkan oleh hilangnya integritas fungsional dan stuktural dari lokasi tersebut. Sementara itu, nilai ADC hipotalamus dan insula selama puasa lebih rendah dibandingkan nilai ADC saat kenyang pada lokasi yang sama. Rendahnya nilai ADC hipotalamus dan insula disebabkan karena disfungsi yang sama pada inflamasi hipotalamus dan insula yanng sekunder. Pada penelitian sebelumnya dilakukan pada tikus dan manusia yang berpuasa mengginakan advance diffusion juga memberikan kesan perubahan parameter difusi yang berhubungan dengan inflamasi hipotalamus.

Hipotalamus dan insula merupakan bagian kinerja saraf terpisah yang berhubungan dengan ambilan energi dan regulasi nafsu makan. Jika hipotalamus memainkan peran utama kendali homeostasis , maka insula merupakan kunci pembantu regulasi nafsu makan yang menyenangkan (21). Lama puasa yang panjang pada penelitian kami mungkin merupakan diet yang tidak berdasar yang memulai periode lapar yang lama untiuk membatasi ambilan energi. Kemudian temuan kami bermaksa bahwa menjalani diet yang ketat seperti itu dapat mempengaruhi hipotalamus dan insula, dimana dapat berakibat gagalnya menyadari sinyal lapar. Ketidaktepatan persepsi pada sinyal lapar dapat mengarah ke penolakan makan atau makan yang berlebihan, dimana merupakan patofisiologi yang mungkin pada gangguan makan seperli anoreksia dan bulimia nervosa (22). Penelitin neuroimaging hipotalamus, amygdala, insula, korteks

Page 10: PENGARUH PUASA RAMADHAN TERHADAP MIKROSTRUKTURAL OTAK.docx

temporomedial, thalamus, korteks prefrontal medial, yang merupakan pusat lapar dan kenyang pada penelitian saat ini, adalah lokasi penting pada otak yang menjadi sorotan sebagai neurobiologi gangguan makan dan khususnyapada rendahnya regulasi emosi (23-30). Hipotalamus, talamus, dan amygdala yang merupakan sistem limbik memiliki peran utama dalam memproses emosi dan ingatan (25). Amygdala juga berperan sebagai poros regulasi kecemasan dan mengkopi kebiasaan melukai diri sendiri (23) Korteks prefrontal dorsomedial berperan utama dalam regulasi emosi dan patofisiologi utama depresi (26). Korteks prefrontal medial dan temporal juga berhubungan dengan respon sosioemosional (24). Pada peneliian sebelumnya dengan anoreksia nervosa, Frieling et.al., mengamat penurunan nilai FA pada bagian thalamus. Regio ini berimplikasi pada etiopatogenesis anoreksia nervosa dan turut andil dalam kelemahan pusat kognitif khususnya set-shifting ability. Pada penelitian yang lain, Kadzoulski et.al, menemukan penurunan nilai FA pada substansia alba yg berhubungan dengan amygdalapada pasiena norexia, dimana memainkan peran penting dalam kebiasaan melukai diri sendiri.

Meski semua bagian otak mempengaruhi patofisiologi gangguan makan, kebanyakan data abnormalitas otak basih belum cukup untuk menjawab beberapa pertanyaan tentang gangguan makan. Satu penelitian mengikutsertakan pasien yang sakit dan yang beratbadannya telah kembali masih belum juga dapat menjawab pertanyaan tersebut karena abnormalitas otak menetap meski berat badan telak kembali. Untuk menyelesaikan masalah ini maka subyek penelitian yang dipakai adalah yang sehat sehingga bisa tahan terhadap periode lapar yang lama atau pasien dengan berat badan dibawah normal atau yang sedang sakit namun tidak terdapat gangguan makan. Penelitian yang mempelajari gangguan makan sebagai hasil dari puasa tiga minggu dan tidak terdapat hubungan dengan malnutrisi ataupun berat badan di bawah normal.

Kelemahan penelitian ini terdapat pada sampel yang kecil, sehingga belum bisa diterapkan langsung ke pasien secara luas. Keterbatasan lain juga terdapat paa parameter difusi yang dipengaruhi dari besarnya area ROI. Terlebih lagi, penelitian sebelumnya juga telah menyatakan keterbatasan ini. Terakhir, puasa Ramadhan yang benar-benar tidak hanya menghindari makan namun juga tidak minum, dapat mempengaruhi osmolaritas serum, yang menurunkan cairan intraseluler dan mempengaruhi difusi serta nilai dari DWI dan DTI. Pada penelitian ini, kami tidak meneliti tentang efek dehidrasi menggunakan pengukuran cairan tubuh langsung seperti osmolaritas serum. Namun, penelitian yang mengkaji perubahan osmolaritas serum pada orang yang selalu berpuasa Ramadhan, ditemukan bahwa puasa Ramadhan tidak mempengaruhi osmolaritas serum. (34-35).

Page 11: PENGARUH PUASA RAMADHAN TERHADAP MIKROSTRUKTURAL OTAK.docx

Kesimpulannya, kami mengamati perubahan mikrostruktural otak pada orang sehat selama puasa Ramadhan 3 minggu dan DTI mampu memvisualisasikan perubahan mikrostruktural tersebut. Pengenalan bagian otak yang mengalami perubahan sementara pada nilai ADC dan FA selama puasa dapat membantu pencitraan diagnostik dan memahami patofisiologi gangguan makan.