Post on 20-Jan-2016
description
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Premature Rupture of Membran
1. Definisi
Premature rupture of membrane (PRM) adalah pecahnya selaput
korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan.
Ketuban pecah premature atau Premature Rupture of Membran (PRM) / Prelabour
Rupture of Membran (PROM) yaitu pecahnya membrane chorio-amnionitik sebelum
persalinan, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari
5 cm. Ketuban pecah prematur pada preterm yaitu pecahnya membran Chorio-
amniotik sebelum onset persalinan pada usia kehamilan < 37 minggu atau disebut
juga Preterm Premature Rupture Of Membrane / Preterm Prelabour Rupture Of
Membrane (PPROM). Ketuban pecah > 24 jam sebelum persalinan disebut
ketuban pecah memanjang (Rustam Mochtar, 1998).
Normalnya ketuban pecah saat pembukaan persalinan lengkap atau hampir lengkap (9 -
10 cm) atau normal selaput ketuban pecah pada akhir kala I atau awal kala II persalinan. Pada
kasus PRM ketuban pecah, tetapi proses persalinan tidak timbul.
Pengertian KPD menurut WHO yaitu “Rupture of the membranes before the
onset of labour”. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis
sebelum permulaan persalinan pada setiap tahap kehamilan.
2. Etiologi
Etiologi terjadinya ketuban pecah dini masih belum pasti, tetapi berbagai
jenis faktor yang menimbulkan terjadinya PRM yaitu infeksi vagina dan serviks,
fisiologi selaput ketuban yang abnormal, inkompetensi serviks, dan defisiensi gizi
dari tembaga atau asam askorbat (vitamin C). Mekanisme kerja dari faktor-faktor
ini hingga saat ini belum dapat dijelaskan (Hacker, 2001). Menurut Manuaba
(1993) penyebab terjadinya adalah multiparitas, hidramnion, kelainan letak
(sungsang atau lintang), sefalopelvik disproporsi, kehamilan ganda, pendular
1
abdomen (perut gantung). Manuaba (1998) mengatakan penyebab ketuban pecah
mempunyai dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Serviks inkompeten
Pada ibu hamil pada trimester kedua atau awal trimester ketiga kehamilan,
servik yang inkompeten dapat menipis dan berdilatasi akibat dari kelemahan
instrinsik uterus sehingga menyebabkan ketuban pecah. Keadaan seperti ini
ditandai oleh dilatasi servik tanpa rasa nyeri dan disertai prolapsus membran
amnion lewat servik dan penonjolan membran tersebut kedalam vagina,
peristiwa ini diikuti oleh pecahnya ketuban dan selanjutnya ekspulsi janin
imatur sehingga kemungkinan janin akan meninggal. Tanpa tindakan yang
efektif rangkaian peristiwa yang sama cenderung berulang dengan sendirinya
dalam setiap kehamilan (Manuaba et al, 2007).
b. Ketegangan rahim berlebihan
1) Kehamilan ganda
Kehamilan ganda merupakan suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih.
Kehamilan kembar dapat memberikan resiko yang lebih tinggi baik bagi
ibu maupun janin. Oleh karena itu, dalam menghadapi kehamilan kembar
harus dilakukan pengawasan yang intensif. Faktor yang dapat
meningkatkan kemungkinan hamil kembar adalah faktor ras, keturunan,
umur, dan paritas. Faktor resiko ketuban pecah pada kembar dua 50% dan
kembar tiga 90% (Manuaba et al, 2007).
2) Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah keadaan dimana banyaknya air
ketuban melebihi 2000cc. Penambahan air ketuban ini bisa meningkat
dalam beberapa hari disebut hidramnion akut, atau secara perlahan-lahan
disebut hidramnion kronis. Insidennya berkisar antara 1:62 dan 1:754
persalinan, tetapi bentuk yang menyebabkan gangguan lebih jarang
(1:1000 persalinan). Hidramnion yang disertai dengan kelainan kongenital,
terutama dari susunan saraf sentral dan traktus gastrointestinal, cukup
tinggi. Di samping itu, sering ditemukan pada kehamilan ganda dan
2
beberapa penyakit ibu seperti diabetes mellitus, preeklampsia
(Rachimhadi, 2005).
c. Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang
d. Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum
masuk PAP, sefalopelvik disproforsi
e. Kelainan bawaan dari selaput ketuban
f. Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban
dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
3. Patofisiologi
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dengan
menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban. Banyak
mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid A2 dan fosfolipid C
yang dapat meningkatkan konsentrasi secara local asam arakidonat, dan lebih
lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya
menyebabkan kontraksi miometrium. Pada infeksi juga dihasilkan produk sekresi
akibat aktivasi monosit/ makrofag, yaitu sitokin, interleukin 1, factor nekrosis
tumor dan interleukin 6. Platelet activating factor yang diproduksi oleh paru-paru
janin dan ginjal janin yang ditemukan dalam cairan amnion, secara sinergis juga
mengaktifasi pembentukan sitokin. Endotoksin yang masuk ke dalam cairan
amnion juga akan merangsang sesl-sel desidua untuk memproduksi sitokin dan
kemudian prostaglandin yang menyebabkan dimulainya persalinan.
Adanya kelemahan local atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme
lain terjadinya ketuban pecah akibat infeksi dan inflamasi. Enzim bacterial dan
atau produk host yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat
menyebabkan kelemahan dan ruptur kulit ketuban. Banyak flora servikovaginal
komensal dan patogenik mempunyai kemampuan memproduksi protease dan
kolagenase yang menurunkan kekuatan tegangan kulit ketuban. Elastase leukosit
polimorfonuklear secara spesifik dapat memecah kolagen tipe III pada manusia,
membuktikan bahwa infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena
3
kolonisasi bakteri atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III
dan menyebabkan ketuban pecah.
Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin N, dan kolagenase yang
dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan kulit ketuban. Sel
inflamasi manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah
plasminogen menjadi plasmin, potensial menjadi penyebab ketuban pecah.
4. Manifestasi Klinis
a. Keluarnya cairan ketuban merembes lewat vagina
b. Demam (Bila terjadi infeksi)
c. Bercak vagina yang banyak
d. Nyeri perut
e. Denyut jantung janin bertambah cepat
f. UK > 20 minggu
5. Diagnosis
a. Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak
secara tiba-tiba dari jalan lahir, terus menerus atau tidak. Cairan berbau
khas, dan perlu juga diperhatikan warna keluanya cairan tersebut, his belum
teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah. Dari
anamnesis 90% sudah dapat mendiagnosa secara benar.
b. Pemeriksaan fisik
Periksa tanda-tanda vital pasien yaitu kesadaran, tekanan darah, nadi,
pernafasan dan suhu badan. Apakah ada tanda infeksi, seperti suhu badan
meningkat dan nadi cepat.
c. Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina,
bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan
ini akan lebih jelas.
4
d. Pemeriksaan dengan spekulum.
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan
pertama. Pemeriksaan dengan spekulum akan tampak keluar cairan dari
orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum tampak keluar, fundus uteri
ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau lakukan manuver valsava,
atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium
uteri dan terkumpul pada forniks anterior/posterior.
e. Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi.
Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan,
pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu
diadakan pemeriksaan dalam karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari
pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina
yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen.
Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau sudah dalam persalinan
atau yang dilakukan induksi persalinan, dan bila akan dilakukan penanganan
aktif (terminasi kehamilan), dan dibatasi sedikit mungkin.
f. Pemeriksaan Penunjang
i. Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau
dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban
mungkin juga urine atau sekret vagina.
a) Tes Lakmus (tes Nitrazin).
yaitu dengan memeriksa kadar keasaman cairan vagina. Kertas
mustard emas yang sensitive, pH ini akan berubah menjadi biru tua
pada keberadaan bahan basa. pH normal vagina selama kehamilan
adalah 4,5-5,5, pH cairan amniotik adalah 7-7,5. Tempatkan
sepotong kertas nitrazin pada mata pisau spekulum setelah menarik
spekulum dari vagina, jika kertas lakmus merah berubah menjadi
biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). Darah dan infeksi
vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.
5
b) Mikroskopik (tes pakis)
Dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan
kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun
pakis.
ii. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan PRM menurut Prawirohardjo (2007) dibagi menjadi
konservatif dan aktif.
a. Konservatif
Bila umur kehamilan yang kurang bulan dan tidak dijumpai tanda-tanda
infeksi pengelolaanya bersifat konservatif disertai pemberian antibiotik yang
adekuat sebagai profilaksis. Penderita perlu dirawat di rumah sakit, tidak
perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan
kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan tocolitic agent
diberikan juga tujuan menunda proses persalinan. Tujuan dari pengelolaan
konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada penderita PRM
kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru.
b. Aktif
Pengelolaan aktif dilakukan bila umur kehamilan aterm. Pada hakekatnya
ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya.
Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24
jam setelah ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah ketuban pecah belum
ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila
gagal dilakukan bedah caesar.
Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi dapat
dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil
akhiri persalinan dengan seksio sesaria.
6
7. Komplikasi
Pengaruh pecahnya ketuban terhadap ibu dan bayi adalah meningkatnya
mortalitas dan morbiditas perinatal.
a. Terhadap janinWalaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterine lebih dahulu terjadi (amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan meninggikan mortalitas dan morbiditas perinatal. Janin yang mengalami takhikardi mungkin mengalami infeksi intrauterin.
b. Terhadap ibuKarena jalan terlalu terbuka, maka dapat terjadi infeksi, apalagi bila terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis (nifas), peritonitis dan septikemia. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama, nadi cepat dan nampaklah gejala-gejala infeksi. Hal tersebut akan meninggikan angka kematian dan angka morbiditas pada ibu.
7
BAB II
STATUS PASIEN
A. DATA DASAR
1. Karakteristik Penderita
Data Pasien
Nama : Ny. P
Umur : 26 tahun
Alamat : Ngloning
Ponorogo
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
Data Suami Pasien
Nama : Tn. T
Umur : 33 tahun
Alamat : Ngloning
Ponorogo
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Status Perkawinan : Kawin
Jumlah Perkawinan : 1 kali
Umur Pertama Kawin : 23 tahun
No. RM : xxxxxx
Tanggal Masuk RS : 22 Maret 2014
Jam : 02.35 WIB
Bangsal : VK
Tanggal Pemeriksaan : 26 Maret 2014
2. Keluhan Utama
Wanita hamil 8 bulan mengeluarkan cairan dari jalan lahir
3. Riwayat
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang (pukul 02.35 WIB tanggal 22 Maret 2014) dengan
rujukan dari bidan desa. Pasien mengeluh keluar cairan berwarna
bening dan agak lengket dari jalan lahir sejak pukul 01.00 WIB. Cairan 8
tidak disertai lendir maupun darah. Cairan keluar secara tiba-tiba
sebanyak gelas belimbing setelah pasien BAK. Kemudian terasa
merembes sampai sekarang (4 HSMRS).
Pasien tidak merasa kenceng-kenceng pada perut dan pinggang,
tidak nyeri perut, dan tidak mengeluarkan lendir darah dalam 24 jam
setelah cairan keluar. Namun, ketika dilakukan anamnesis pada tanggal
26 Maret 2014 pasien merasa perutnya kenceng-kenceng namun masih
jarang. Sebelumnya pasien tidak mengalami demam, batuk pilek (-),
diare (-), anyang-anyangen (-), maupun nyeri ketika BAK (-). Mual (-),
muntah (-), lemas (-), demam (-), BAB dan BAK dalam batas normal.
Pasien merupakan G1P0A0 hamil preterm (35-36 minggu),
gerakan janin dirasakan sejak usia kehamilan 24 minggu. Selama
kehamilan pasien tidak mengalami trauma, tidak merokok, tidak
mengkonsumsi alkohol, tidak mengkonsumsi obat – obatan jangka
panjang.
HPMT : 19 Juli 2013
HPL : 26 April 2014
UK : 35 minggu
b. Riwayat Obstetri
GI P0 A0
Hamil ini
Riwayat KB : pasien tidak KB
c. Riwayat Menstruasi
Menarche : lupa.
Siklus 28 hari.
Setiap bulan menstruasi sekitar 7 hari.
9
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat alergi obat (-)
Riwayat perdarahan sebelumnya (-)
Riwayat trauma (-)
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi (+) : Ibu pasien
Riwayat DM (+) : Ayah pasien
Riwayat asma (-)
Riwayat alergi obat (-).
f. Status Perkawinan
Menikah 1 kali.
Selama 3 tahun.
Usia pertama kali menikah 23 tahun.
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis (06 Februari 2013)
Keadaan Umum: baik
Kesadaran : compos mentis
Vital Sign :
TD : 130/80 mmHg
N : 112 x/menit
RR : 28 x/menit
S : 37,3 °C
Kepala : Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-/-)
10
Thorax :
Pulmo : Inspeksi : simetris, permukaan rata
Palpasi : retraksi (-/-), ketinggalan gerak (-/-),
fremitus (N/N)
Perkusi : redup (-/-)
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-)
ronkhi (-/-)
Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung normal, tidak membesar
Auskultasi : bunyi jantung 1-2 reguler, bising (-)
Abdomen : status obstetri
Ekstremitas : edema - - , akral hangat + +- - + +
2. Pemeriksaan Obstetri
a. Pemeriksaan Luar (22 Maret 2014)
Inspeksi : dinding perut lebih tinggi dari dinding dada, striae
(+), hipervenektasi (-), sikatriks (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal,
intrauterine, TFU: 27 cm ≈ TBJ: 2325 gram, 4 jari
di bawah proc. xiphoideus, letak kepala, belum
masuk PAP, punggung kanan, HIS (-)
Auskultasi : DJJ (+)
b. Pemeriksaan Dalam: V/V : cairan ketuban (+); Portio: pembukaan (-)
c. Pemeriksaan Luar (26 Maret 2014)
Inspeksi : dinding perut lebih tinggi dari dinding dada, striae
(+), hipervenektasi (-), sikatriks (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal, intrauterine,TFU: 27 cm ≈ TBJ: 2325 gram, 4 jari di bawah proc. xiphoideus, letak kepala, belum
11
masuk PAP, punggung kanan, HIS: (+) jarang,
10 detik.
Auskultasi : DJJ 136 x/menit (11’, 12”, 11”’) reguler
d. Pemeriksaan Dalam : V/V : cairan ketuban, Portio ; lunak, pembukaan
1 jari, teraba kepala, blood slyme (+)
3. Pemeriksaan Penunjang
USG : Pasien mengatakan pernah melakukan pemeriksaan USG di RSUD
Hardjono Ponorogo pada tanggal 24 Maret 2014 dan menyatakan bahwa
pasien gravid 34 minggu, intra uterin, tunggal, hidup (DJJ +, pergerakan
+), letak kepala, pu ka, placenta grade I di lateral kiri, lilitan tali pusat (-),
air ketuban normal, TBJ 2,5 kg.
C. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Anamnesis
- Pasien merasa hamil 8 bulan dan mengeluarkan cairan bening agak
lengket dari jalan lahir
- Cairan keluar sejak tanggal 22 Maret 2014 pukul 01.00 WIB
- Cairan berwarna bening, encer, awalnya banyak kemudian merembes
- Tidak disertai rasa nyeri, perdarahan, dan kenceng-kenceng
- Riwayat keluhan yang sama sebelumnya (-)
2. Pemeriksaan Fisik
- Pada inspeksi abdomen didapatkan dinding perut lebih tinggi dari
dinding dada
- Pada palpasi abdomen didapatkan janin tunggal, intrauterine,TFU: 27
cm ≈ TBJ: 2325 gram, 4 jari dibawah processus xyphoideus, letak
kepala, belum masuk PAP, punggung kanan HIS: (-).
- Pada auskultasi didapatkan DJJ 136 x/menit (11’, 12”, 11”’) reguler.
12
- Pemeriksaan Dalam : Portio lunak ; pembukaan 1 teraba kepala, V/V :
ketuban, lendir darah.
- USG : Pasien mengatakan pernah melakukan pemeriksaan USG di
RSUD Hardjono Ponorogo pada tanggal 24 Maret 2014 dan
menyatakan bahwa pasien gravid 34 minggu, intra uterin, tunggal,
hidup (DJJ +, pergerakan +), letak kepala, pu ka, placenta grade I di
lateral kiri, lilitan tali pusat (-), air ketuban normal, TBJ 2,5 kg.
D. DIAGNOSIS
Wanita Usia 26 Tahun G1P0A0 hamil preterm (35-36 minggu) dengan Premature Rupture of Membrane (PRM) dan Partus Prematurus Iminen dalam persalinan kala I fase laten.
E. RENCANA
1. Rencana diagnostik
a. Observasi tanda vital, HIS, dan DJJ
b. Pemeriksaan tes lakmus (nitrazin), mikroskopis (tes pakis), dan USG
Transvaginal dan transabdominal.
c. Pemeriksaan DL.
2. Rencana Terapi
- Rehidrasi infus RL 20 tpm, D5% 20 tpm
- Inj. Cefotaxime 3x1 gr iv
- Inj. Kalmetasone / dexamethasone 2x3 amp iv selang 24 jam
13
FOLLOW UP
Tanggal Keadaan Pasien Planning
27-03-
2014
Keluhan : nyeri luka bekas op (+)
KU : Baik
Kes : CM
VS : TD: 130/80, N: 64, R: 24, S: 36,3
K/L : CA (-/-), SI (-/-), JVP (-/-),
PKGB (-/-), pembesaran tiroid (-/-)
Tho : pulmo/cor dbn, ASI (-/-)
Abd : peristaltik (+)
Tympani, Supel,
Nyeri Tekan regio umbilicus (+),
Luka basah, darah (-), pus (-), TFU
2 jari dibawah pst
Gen : lochia rubra (+)
Dx : G0P1A01001 post SCTP a/i PRM
hari ke 1
- Infus RL 20 tpm
- Injeksi Cefotaxim 2x1 gr IV
28-03-
2014
Keluhan : nyeri luka bekas op (+)
KU : Baik
Kes : CM
VS : TD: 130/80, N: 88, R: 20, S: 36,5
K/L : CA (-/-), SI (-/-), JVP (-/-),
PKGB (-/-), pembesaran tiroid (-/-)
Tho : pulmo/cor dbn, ASI (+/+)
Abd : peristaltik (+)
Tympani, Supel,
Nyeri Tekan regio umbilicus (+),
Luka basah, darah (-), pus (-), TFU
- Infus RL 12 tpm
- Injeksi Cefotaxim 2x1 gr IV
14
2 jari dibawah pst
Dx : G0P1A01001 post SCTP a/i PRM
hari ke 2
29-03-
2014
Keluhan : nyeri luka bekas op (+)
KU : Baik
Kes : CM
VS : TD: 120/80, N: 64, R: 20, S: 36,5
K/L : CA (-/-), SI (-/-), JVP (-/-),
PKGB (-/-), pembesaran tiroid (-/-)
Tho : pulmo/cor dbn, ASI (+/+)
Abd : peristaltik (+)
Tympani, Supel,
Nyeri Tekan regio umbilicus (+),
Luka basah, darah (-), pus (-), TFU
2 jari dibawah pst
Dx : G0P1A01001 post SCTP a/i PRM
hari ke 3
- Infus RL 12 tpm
- Injeksi Cefotaxim 2x1 gr IV
- Pasien pulang
15
BAB III
PEMBAHASAN
Seorang wanita berusia 26 tahun dengan primigravida hamil preterm usia
kehamilan 35-36 minggu mengeluh mengeluarkan cairan dari jalan lahir sejak
1,5 jam sebelum masuk rumah sakit. Cairan keluar secara tiba-tiba setelah pasien
BAK, berwarna bening sampai tembus celana dalam pasien. Kemudian cairan
dirasakan merembes dan agak lengket. Pengeluaran cairan tidak disertai dengan
lendir darah dan nyeri di perut. Pasien belum pernah mengalami keluhan tersebut
sebelumnya.
Pasien merasa hamil 8 bulan. Pasien belum merasakan kenceng-kenceng
pada perutnya dan tidak mengeluarkan lendir darah sejak 1 jam setelah
mengeluarkan cairan dari jalan lahir. Namun, ketika diperiksa pada tanggal 26
Maret 2014 pasien mengeluarkan lendir darah, cairan terasa merembes dari jalan
lahir, dan merasa kenceng-kenceng mulai dari pinggang yang menjalar sampai ke
perut.
Pasien mengatakan pernah melakukan pemeriksaan USG di RSUD
Hardjono Ponorogo pada tanggal 24 Maret 2014 dan menyatakan bahwa pasien
gravid 34 minggu, intra uterin, tunggal, hidup (DJJ +, pergerakan +), letak
kepala, pu ka, placenta grade I di lateral kiri, lilitan tali pusat (-), air ketuban
normal, TBJ 2,5 kg.
Riwayat menikah sejak usia 23 tahun, menarche sekitar usia 12 tahun,
menstruasi teratur setiap bulan selama 7 hari, tidak disertai keputihan. Riwayat
obstetri hamil ini. ANC teratur di bidan, riwayat menggunakan KB pil selama 1
bulan, tidak memiliki riwayat sakit jantung, hipertensi, diabetes melitus, asma dan
alergi. Vital sign dan status internus dalam batas normal. Dari pemeriksaan
Leopold teraba janin tunggal, intrauterine,TFU: 27 cm ≈ TBJ: 2325 gram, 4 jari
dibawah processus xyphoideus, letak kepala, belum masuk PAP, punggung kanan
HIS: (-).16
Diagnosis kerja kasus ini adalah pasien Pasien G1P0A0 hamil preterm
(35-36 minggu) dengan Premature Rupture of Membrane (PRM) dan Partus
Prematurus Iminen dalam persalinan kala I fase laten. PRM adalah pecahnya
selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan. Sedangkan partus
prematurus adalah persalinan dari hasil konsepsi pada kehamilan 28-36 minggu,
janin dapat hidup tetapi premature, berat janin antara 1000-2500 gr.
Diagnosis PRM dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan dalam dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis, pasien
mengeluh telah mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan
lahir, kemudian merembes. Cairan berwarna bening dan berbau khas.
Pasien belum merasa kenceng-kenceng dan belum mengeluarkan lendir
darah. Pada palpasi abdomen bagian terbawah janin yaitu kepala belum masuk
PAP, Pemeriksaan Dalam : Portio lunak ; pembukaan 1 teraba kepala, V/V :
cairan ketuban, lendir darah (+).
Faktor risiko untuk terjadinya PRM, antara lain: inkompetensi servik,
ketegangan rahim yang berlebihan pada keadaan kehamilan ganda dan
hidramnion, kelainan letak seperti letak sungsang dan letak lintang, kemungkinan
kesempitan panggul, kelainan bawaan dari selaput ketuban, dan infeksi. Penyebab
PRM pada kasus ini kemungkinan dapat disebabkan oleh karena infeksi saluran
kemih yang bersifat asimtomatis. Infeksi menyebabkan ketuban pecah dini (PRM)
dengan cara menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit
ketuban. Mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid A2 dan
fosfolipid C yang dapat meningkatkan konsentrasi secara local asam arakidonat,
dan lebih lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya
menyebabkan kontraksi miometrium. Pada infeksi juga dihasilkan produk sekresi
akibat aktivasi monosit/ makrofag, yaitu sitokin, interleukin 1, factor nekrosis
tumor dan interleukin 6. Endotoksin yang masuk ke dalam cairan amnion juga
akan merangsang sesl-sel desidua untuk memproduksi sitokin dan kemudian
prostaglandin yang menyebabkan dimulainya persalinan. Selain itu, infeksi juga
menyebabkan kelemahan pada selaput ketuban. Enzim bacterial dan atau produk
host yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat menyebabkan
17
kelemahan dan ruptur kulit ketuban. Banyak flora servikovaginal komensal dan
patogenik mempunyai kemampuan memproduksi protease dan kolagenase yang
menurunkan kekuatan tegangan kulit ketuban. Elastase leukosit polimorfonuklear
secara spesifik dapat memecah kolagen tipe III pada manusia, membuktikan
bahwa infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena kolonisasi bakteri
atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan menyebabkan
ketuban pecah.
Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin N, dan kolagenase yang
dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan kulit ketuban. Sel
inflamasi manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah
plasminogen menjadi plasmin, potensial menjadi penyebab ketuban pecah.
Untuk memastikan diagnosis dilakukan melalui pemeriksaan tes lakmus
(tes nitrazin), tes mikroskopis (tes pakis), dan USG. Pada pasien ini hanya
dilakukan pemeriksaan USG yang menyatakan bahwa jumlah cairan ketuban
masih cukup. Hal ini kemungkinan karena cairan ketuban yang keluar jumlahnya
sedikit (merembes).
Pentalaksanaan pada pasien dengan PRM yaitu dengan terapi konservatif
maupun terapi aktif. Pada pasien ini dilakukan terapi konservatif yaitu dengan
memberikan obat tocolitic seperti magnesium sulfate dengan dosis 4 atau 6 gr
bolus pada 12-24 jam pertama setelah ketuban pecah kemudian dilanjutkan
dengan dosis maintenance 1-2 gr untuk mencegah terjadinya kontraksi uterus
(his), namun pada kasus ini tidak diberikan. Selain itu diberikan antibiotic
ampisilin 2 gr tiap 6 jam dan eritromisin 250 mg tiap 6 jam selama 48 jam
kemudian dilanjutkan dengan amoxicillin oral 250 mg tiap 8 jam dan eritromisin-
base 333 mg tiap 8 jam selama 7 hari. Namun pada pasien ini dipilih antibiotik
golongan sefalosporin yaitu cefotaxime 3x1 gr untuk mengatasi infeksi dan
mencegah terjadinya infeksi sistemik. Selain itu juga diberikan kortikosteroid
seperti dexamethasone 6 mg tiap 12 jam diberikan selama 4 kali dosis atau
betamethasone 12 mg im diberikan 2 kali selang 24 jam untuk mempercepat
pematangan paru dan mencegah terjadinya perdarahan itraventricular pada janin
sehingga dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian neonatus.
18
DAFTAR PUSTAKA
Achadiat, CM. 2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC.
Arias F. 1993. Premature rupture of the membranes. Dalam: Fernando A,
penyunting. Practical guide to high risk pregnancy and delivery. Edisi ke 3.
New York: Mosby. pp: 100-13.
Barus RP. 1992. Infeksi dalam kehamilan dan persalinan. Cermin Dunia
Kedokteran. pp: 80: 57-9.
Cunningham, F.G. Et all. 2005. William Obstetrics, 22nd edition. Chapter 21
Disorders of Aminic Fluid Volume. USA: McGRAW-HILL.
Hakimi, M. 2003. Fisiologi dan Patologi Persalinan ( terjemahan ). Jakarta :
Yayasan Essensia Medica.
Hecker, M. 2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi Ed. 2. Jakarta : Penerbit
Hipokrates.
Manuaba et al. 2008. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Manuaba, Ida, Bagus. Et all. 2002. Buku Ajar Patologi Obstetri Untuk Mahasiswa
Kebidanan. Jakarta :EGC.
Prawirahardjo, S. 2007. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:
Penerbit PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Prawirahardjo, S. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Penerbit PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
19
20