case Ketuban pecah dini

71
LAPORAN KASUS I. IDENTITAS Nama Pasien : Ny. A Umur : 23 tahun Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan : D3 Manajemen Informatika Agama : Islam Suku : Jawa Nama Suami : Tn. AI Umur : 28 tahun Pekerjaan : Karyawan swasta Pendididikan : S-1 Sarjana Informatika Agama : Islam Suku : Jawa Alamat : Graha melati B14 no 21, Tambun 1

Transcript of case Ketuban pecah dini

Page 1: case Ketuban pecah dini

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama Pasien : Ny. A

Umur : 23 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : D3 Manajemen Informatika

Agama : Islam

Suku : Jawa

Nama Suami : Tn. AI

Umur : 28 tahun

Pekerjaan : Karyawan swasta

Pendididikan : S-1 Sarjana Informatika

Agama : Islam

Suku : Jawa

Alamat : Graha melati B14 no 21, Tambun

1

Page 2: case Ketuban pecah dini

II. DATA DASAR

A. Anamnesis

a. Keluhan utama : Keluar air – air dari kemaluan sejak 10 jam

b. Keluhan tambahan : Keluar flek – flek sejak jam 12.30, mules – mules 5 jam

sebelum masuk rumah sakit

c. Perangai pasien : Koopertif

d. Riwayat penyakit sekarang :

G1P0A0H 6 bulan datang dengan keluhan keluar air-air sejak 10 jam

putih keruh tidak berbau, keluar flek – flek sejak 4 jam sebelum masuk

rumah sakit.

Periksa kehamilan di RS Mitra Keluarga pada 3 bulan pertama kehamilan

dan selanjutnya di RS Kartika Husada, belum pernah dilakukan

pemeriksaan USG. Tiap periksa hamil dinyatakan tidak ada kelainan

dalam kehamilan.

HPHT ; 1 Juni 2006, TP ; 8 Maret 2007.

Pasien menyangkal tidak pernah jatuh pada saat kehamilan ini, tidak

pernah terjadi pendarahan, pekerjaan dirumah dibantu pembantu, tidak

pernah mengangkat beban berat tiba-tiba, BAK normal, tidak ada nyeri

pada saat berkemih, kencing pada saat malam hari tidak pernah lebih dari

2 kali, BAB normal tidak ada masalah, tidak ada pusing, mual dan muntah

tidak ada dan tidak merokok.

Tidak pernah menderita daerah pipi merah berbentuk seperti kupu-kupu,

tidak pernah mengalami kebotakan rambut baik selama hamil maupun

sebelum hamil, tidak pernah berat badan turun mendadak, tidak pernah

mengalami gangguan yang berhubungan dengan darah.

2

Page 3: case Ketuban pecah dini

e. Riwayat penyakit yang dulu

Hipertensi : disangkal

DM : disangkal

Penyakit jantung : disangkal

Asthma : disangkal

TBC : disangkal

Ginjal : disangkal

Penyakit imunologik : disangkal

Riwayat keputihan : disangkal

Penyakit pendarahan : disangkal

Alergi obat : disangkal

f. Riwayat penyakit keluarga

Hipertensi : disangkal

DM : disangkal

Penyakit jantung : disangkal

Asthma : disangkal

TBC : disangkal

Alergi obat : disangkal

g. riwayat Haid

Menarche : 12 tahun

Siklus : teratur 30 hari

Lamanya : 7 hari

Jumlah : 2-3 kali ganti pembalut

3

Page 4: case Ketuban pecah dini

h. Riwayat pernikahan

Menikah 1 kali saat umur 22 tahun dan suami berumur 27 tahun

Belum mempunyai anak

i. Riwayat Obstetri : Tidak ada

j. Riwayat keluarga berencana : Tidak ada

k. Riwayat kebiasaan

Tidak merokok

Tidak minum kopi

Tidak minum alkohol

Tidak memakai obat-obatan diluar resep dokter

Koitus selama kehamilan nomal tidak memakai kondom

PEMERIKSAAN FISIK DAN LABORATORIUM PADA WAKTU MASUK

B. Pemeriksaan fisik

1. Status Generalis

Keadaan umum : baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tinggi badan : 167 cm

Berat badan : 62 kg

Tanda-tanda vital : TD : 110/80 mmHg

Nadi : 96 kali/ menit

RR : 22 kali/ menit

Suhu : 37° C

Mata : konjungtiva tidak anemis -/-, sklera tidak ikterik -/-

Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Pulmo : Suara napas dasar vesikuler, rhonki tidak ada,

wheezing tidak ada

Jantung : BJ I-II reguler, tidak ada murmur, tidak ada

gallop

4

Page 5: case Ketuban pecah dini

Abdomen : Perut tampak membesar seusia dengan masa ke-

hamilan, keras BU (+), normal, nyeri tekan epigas

trium tidak ada, hati dan limfa tidak teraba

Ekstremitas : - Tidak ada edema di keempat ekstermitas

- Akral hangat

STATUS OBSTETRI

Periksa luar

Tinggi fundus uteri 24 cm

Ballotement +

DJJ 150 x/ menit reguler

His –

Kontraksi –

Periksa dalam

I. : Vulva dan uretra tenang, pendarahan aktif tidak ada, tampak cairan keluar, per

vagina tidak berbau

Io : Porsio licin, ostium tertutup, tampak air ketuban putih keruh, keluar dari

ostium

uteri eksternum tidak berbau dan forniks posterio, fluksus tidak ada, fluor

tidak ada. Test lakmus positif

VT : Tidak dilakukan

5

Page 6: case Ketuban pecah dini

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

USG

USG pada tanggal 10 januari 2007

Hasil : - Janin tunggal hidup presentasi kepala G1P0A0 hamil 31 minggu + KPD

- Plasenta : Korpus depan

- Amnion : Diameter 4,6 cm

- Jantung : Four chamber view dalam batas normal THR 160x/ menit

reguler

- Anomali : Tidak tampak

- Biometri : DBP 80mm LK 287mm PF 59mm TBJ 1495gram

- Doppler : SDAU 2,00

Penilaian : - Hamil 31 minggu janin tunggal hidup presentasi kepala +

Oligohidromnion

- Janin dan plasenta dalam batas normal

- FDJP masih baik

6

12/01/07 14/01/07 18/01/07 24/01/07 26/01/07Hb 10,8 11,9 11 12,5 12,7

Ht 3.3 3.6 34 36 37

Eritrosit 4.1 juta/ul 4.5 juta/ul 4.52 juta/ul 4.6 juta/ul 4.7 juta/ul

Leukosit 14500/ul 14200/ul 12.000/ul 12900/ul 15.100/ul

Trombosit 307000/ul 398000/ul 398000/ul 367000/ul 36400/ul

MCV 80 fl 80 fl 80 fl 80 fl 77 fl

MCH 25 pg 26 pg 26 pg 27 pg 27 pg

MCHC 31g/dl 33g/dl 33g/dl 34g/dl 35g/dl

Page 7: case Ketuban pecah dini

USG pada tanggal 16 januari 2007

Hasil : - Janin tunggal hidup presentasi kepala G1P0A0 hamil 31 minggu + KPD

- Plasenta : Korpus depan

- Amnion : Diameter 4,6 cm

- Jantung : Four chamber view dalam batas normal FHR 160x/ menit

reguler

- Anomali : Tidak tampak

- Biometri : DBP 80mm LK 287mm PF 59mm TBJ 1495gram

- Doppler : SDAU 2,00

Penilaian : - Hamil 31 minggu janin tunggal hidup presentasi kepala +

Oligohidromnion

- Janin dan plasenta dalam batas normal

- FDJP masih baik

USG pada tanggal 25 januari 2007

Hasil : - Janin tunggal hidup presentasi kepala G1P0A0 hamil 31 minggu + KPD

- Plasenta : Korpus depan

- Amnion : Diameter 3,6 cm

- Jantung : Four chamber view dalam batas normal FHR 160x/ menit

rerguler

- Anomali : Tidak tampak

- Biometri : DBP 77mm LK 279mm PF 59mm TBJ 1950gram

USG pada tanggal 27 januari 2007

Hasil : - Janin tunggal hidup presentasi kepala G1P0A0 hamil 31 minggu + KPD

- Plasenta : Korpus depan

- Amnion : Diameter 3,6 cm

- Jantung : Four chamber view dalam batas normal FHR 160x/ menit

rerguler

- Anomali : Tidak tampak

- Biometri : DBP 82mm LK 279mm PF 64mm TBJ 2093gram LP

285mm ICA 4,1

7

Page 8: case Ketuban pecah dini

Diagnosis kerja

IBU :

G1P0A0 hamil 31 minggu, belum inpartu (pelvic score 4)

Ketuban pecah 10 jam

JANIN :

Presentasi kepala tunggal hidup

RENCANA PENATALAKSANAAN

1. USG

2. Cek DPL, UL,GDS, BT, CT

3. Observasi TNSP

4. Observasi kontraksi/tanda vital ibu (suhu, nadi, TD)/ djj tiap jam

Rencana terapi : a. Tokolisis : Nifedipin 10 gram tiap 6 jam sampai 4 kali

b. Injeksi : Amoxillin 3x 1 gram IV

c. Pematangan paru : Dexametason 2x6 gram IV 2 hari

Rencana pendidikan :

Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang rencana terapi dan masalah

tersebut diatas

8

Page 9: case Ketuban pecah dini

DAFTAR MASALAH KPD Resiko Infeksi Resiko persalinan premature Oligohidroamnion

III. PROGNOSIS

IBU : Dubia ad bonam

JANIN : Dubia ad bonam

IV. FOLLOW UP

Tanggal 9 Januari 2007

G1A31 minggu JPKTH KPD 10 jam Oligohidroamnion (berdasarkan

USG pada tanggal 10 januari 2007)

S : Mules ( –) keluar air ( –) gerak janin (+ ) demam ( –)

Status generalis

TD : 120/80 N : 89x/menit R : 18x/ menit S : 36,7

Status Obstetri : Kontraksi (-) djj 156 dpm I : v/u tenang

A : G1H31 minggu JPKTH KPD 10 jam, riwayat kontraksi

P : Observasi tanda vital, tanda IIU , cek DPL UL GDS

Konservatif : - Nifedipin 4x10 mg

- Amoxcillin 3x1 500mg IV

- Dexamethason 2x6 mg IV

- Bed rest

- Hidrasi cukup

Tanggal 10 Januari 2007

G1A31 minggu JPKTH KPD 10 jam Oligohidramnion

S : Mules (–) keluar air (–) gerak janin (+) demam (–)

Status generalis

TD : 120/80 N : 89x/menit R : 18x/ menit S : 36,7

Status Obstetri : Kontraksi (-) djj 150 dpm I : v/u tenang

9

Page 10: case Ketuban pecah dini

A : G1H31 minggu JPKTH KPD 1 hari Oligohidramnion, riwayat

kontarksi

P : Observasi tanda vital, tanda IIU, cek DPL UL GDS

Konservatif : - Nipedipin 4x10 mg

- Amoxcillin 3x1 500mg IV

- Dexamethason 2x6 mg IV

- Bed rest

- Hidrasi cukup

Tanggal 11 Januari 2007

S : Mules (–) keluar air (–) gerak janin (+) demam (+)

Status generalis

TD : 120/80 N : 84x/menit R : 20x/ menit S : 37,5

Status Obstetri : Kontraksi (-) djj 150 dpm I : v/u tenang

A : G1P0A0 H 31 minggu JPKTH KPD 3 hari Oligohidramnion berat,

riwayat kontraksi

P : Observasi tanda vital, tanda IIU, cek DPL UL GDS, kultur cairan

ketuban

Konservatif : - Nifedipin 4x10 mg

- Amoxcillin 3x1 500mg IV

- Dexamethason 2x6 mg IV

- Bed rest

- Hidrasi cukup

Tanggal 12 Januari 2007

S : Mules (–) keluar air (–) gerak janin (+) demam (+) keluar air jika

janin bergerak

Status generalis

TD : 110/60 N : 76x/menit R : 20x/ menit S : 37,5

Status Obstetri : Kontraksi (-) djj 153 dpm I : v/u tenang

A : G1P0A0 H 31 minggu JPKTH KPD 4 hari Oligohidramnion berat,

riwayat kontraksi

10

Page 11: case Ketuban pecah dini

P : Observasi tanda vital, tanda IIU, cek DPL UL GDS, kultur cairan

ketuban

Konservatif : - Nifedipin 4x10 mg

- Amoxcillin 3x1 500 mg IV

- Dexamethason 2x6 mg IV

- Bed rest

- Hidrasi cukup

Tanggal 15 Januari 2007

S : Mules (–) keluar air (–) gerak janin (+) demam (+) keluar air jika

janin bergerak

Status generalis

TD : 110/60 N : 76x/menit R : 20x/ menit S : 37,5

Status Obstetri : Kontraksi (-) djj 153 dpm I : v/u tenang

A : G1P0A0 H 31 minggu JPKTH KPD 4 hari Oligohidramnion berat,

bebas kontraksi

P : Observasi tanda vital, tanda IIU, cek DPL UL GDS, kultur cairan

ketuban

Konservatif : - Nipedipin 4x10 mg

- Amoxcillin 3x1 500 mg IV

- Dexamethason 2x6 mg IV

- Bed rest

- Hidrasi cukup

Tanggal 16 Januari 2007

S : Keluar air dari malam hari sampai dengan pagi hari (+), gerak janin

(+)

Status generalis

TD : 110/60 N : 76x/menit R : 20x/ menit S : 37,5

Status Obstetri : Kontraksi (-) djj 148 dpm, tampak air ketuban

merembes I : v/u tenang

A : G1P0A0 H 31 minggu JPKTH KPD 5 hari Oligohidramnion berat,

bebas kontraksi

11

Page 12: case Ketuban pecah dini

P : Observasi tanda vital, tanda IIU, cek DPL UL GDS, kultur cairan

ketuban

Konservatif : - Nifedipin 4x10 mg

- Amoxcillin 3x1 500 mg IV

- Dexamethason 2x6 mg IV

- Bed rest

- Hidrasi cukup

Tanggal 17 Januari 2007

S : Keluar air dari malam hari sampai dengan pagi hari (+), gerak janin

(+)

Status generalis

TD : 110/60 N : 76x/menit R : 20x/ menit S : 37,5

Status Obstetri : Kontraksi (-) djj 148 dpm, tampak air ketuban

merembes I : v/u tenang

A : G1P0A0 H 31 minggu JPKTH KPD 6 hari Oligohidramnion berat,

bebas kontraksi

P : Observasi tanda vital, tanda IIU , cek DPL UL GDS, kultur cairan

ketuban

Konservatif : - Nipedipin 4x10 mg

- Amoxcillin 3x1 500 mg IV

- Dexamethason 2x6 mg IV

- Bed rest

- Hidrasi cukup

- Jika tanda-tanda infeksi (+) terminasi

Tanggal 25 Januari 2007

S : Keluar air dari malam hari sampai dengan pagi hari (+), gerak janin

(+), kontraksi (+)

Status generalis

TD : 110/60 N : 76x/menit R : 20x/ menit S : 37,5

Status Obstetri : Kontraksi (-) djj 148 dpm, tampak air ketuban

merembes I : v/u tenang

12

Page 13: case Ketuban pecah dini

A : G1P0A0 H 31 minggu JPKTH KPD 14 hari Oligohidramnion

berat, babas kontraksi

P : Observasi tanda vital, tanda IIU, cek DPL UL GDS, kultur cairan

ketuban

Konservatif : - Nifedipin 4x10 mg

- Amoxcillin 3x1 500 mg IV

- Bed rest

- Hidrasi cukup

Hasil USG : - Janin dan aktifitasnya baik

- Plasenta fundus depan

- ICA 3,6

- DBR 77

- LK 27,9

- LP 27,9

- TBJ 1950

- PF 6,3

Penilaian : - Hamil sesuai dengan biometri 32 minggu

- Oligohidramnion sedang

Tanggal 26 Januari 2007

S : Mules (+) air ketuban hijau, gerak janin (+), kontraksi (+)

Status generalis

TD : 110/60 N : 100x/menit R : 20x/ menit S : 37,5

Status Obstetri : Kontraksi (+) djj 148 dpm, I : v/u tenang VT : portio

kenyal, belakang, ketuban (-), kepala diatas PAP

A : G1P0A0 H 32 minggu JPKTH KPD 18 hari Oligohidramnion

berat, bebas kontraksi

P : Observasi tanda vital, tanda IIU, cek DPL UL GDS, kultur cairan

ketuban

13

Page 14: case Ketuban pecah dini

Konservatif : - Nifedipin 4x10 mg

- Bactrim 2x375 mg IV

- Bed rest

- Hidrasi cukup

Hasil USG : - Janin dan aktifitasnya baik

- Plasenta fundus depan

- ICA 3,6

- DBR 77

- LK 27,9

- LP 27,9

- TBJ 1950

- PF 6,3

Penilaian : - Hamil sesuai dengan biometri 32 minggu

- Oligohidroamnion sedang

Tanggal 27 Januari 2007

S : Mules (-), gerak janin (+), kontraksi (+)

Status generalis

TD : 110/60 N : 84x/menit R : 20x/ menit S : 37,5

Status Obstetri : Kontraksi (+) djj 148 dpm, I : v/u tenang VT : portio

kenyal, belakang, ketuban (-), kepala diatas PAP

A : G1P0A0 H 32 minggu JPKTH KPD 19 hari Oligohidramnion

berat, bebas kontraksi

P : Observasi tanda vital, tanda IIU, cek DPL UL GDS, kultur cairan

ketuban

Konservatif : - Nifedipin 4x10 mg

- Bactrim 2x375 mg IV

- Bed rest

- Hidrasi cukup

14

Page 15: case Ketuban pecah dini

Hasil USG : - Janin dan aktifitasnya baik

- Plasenta fundus depan

- ICA 3,6

- DBR 77

- LK 27,9

- LP 27,9

- TBJ 1950

- PF 6,3

Penilaian : - Hamil sesuai dengan biometri 32 minggu

- Oligohidramnion sedang

V. LAPORAN PERSALINAN

Tanggal 26 Januari 2007 pukul 11.40 WIB ibu gelisah ingin meneran his

4x10 detik kuat, relaksasi baik, djj positif 148x/menit

Pada pembukaan lengkap, ketuban negatif, presentasi kepala, UUK H3

Ibu dipimpin meneran sesuai dengan datangnya his, kepala maju kemudian

dilakukan episiotomi medialis, kemudian pada saat his ibu dipimpin

meneran kepala maju sampai suboksiput berada dibawah simpisis sampai

hipimoklion. Tangan kanan menahan perinium agar tidak terjadi ruptur

perinei dan tangan kiri menahan belakang kepala bayi agar tidak terjadi

defleksi telalu cepat. Maka lahirlah berturut-turut UUB, dahi, hidung, mulut,

dagu, maka lahirlah seluruh kepala bayi.

Cek tali pusat apakah ada lilitan atau tidak, ternyata tidak ada lilitan.

Tunggu kepala mengadakan putar paksi luar sesuai dengan arah kebawah

untuk menarik bahu kedepan tarik keatas untuk melahirkan bahu belakang,

tangan kiri mengatasi punggung bayi sampai trochanter maka lahirlah bayi

seluruhnya.

Kemudian diletakkan diperut ibu, pukul 12.10 WIB bayi lahir jenis laki-laki

BB 2300gram, PB 40cm, anus (+), cacat (-)

15

Page 16: case Ketuban pecah dini

Kala 3

Plasenta lahir 12.20 spontan, lengkap

Robekan : Marginal : berat 300 gram : luas 18x13x 2 cm2, panjang tali

pusat 25cm.

Kala 4

TD 110/80 N : 84x/menit R : 18x/menit S : 36 kundus uteri : 2 jari

dibawah pusat, kontraksi : Baik, perdarahan 100cc

16

Page 17: case Ketuban pecah dini

TINJAUAN PUSTAKA

A. KETUBAN PECAH DINI (KPD)

I. Definisi ketuban pecah dini1Pada prinsipnya normal selaput ketuban pecah yaitu pada akhir kala I dan kala

awal II persalinan. Tetapi dapat juga pecah sampai saat mengedan, sehingga kadang

perlu dipecahkan atau dilakukan amniotomi.

Ketuban pecah dini (early rupture of the membrane) ada bermacam-macam

barasan teori/definisi. Ada teori beberapa jam sebelum inpartu. Ada juga yang

mengatakan dalam ukuran pembukaan serviks pada kala I, misalnya ketuban yang

pecah sebelum pembukaan serviks 3 cm pada primi atau 5 cm pada multipara.

Ketuban dinyatakan pecah dini apabila terjadi sebelum proses persalinan

berlangsung

Ketuban pecah dini dinyatakan pecahnya cairan amnion sebelum mulainya

persalinan.

II. Struktur dan fungsi selaput ketuban

Selaput ketuban ketebalannya 0,02 – 0,05 mm yang mengikuti pertumbuhan dan

perkembangan janin. 5 lapis selaput ketuban dari dalam keluar:

1. Lapisan epitel yang mengeluarkan kolagen dari glikoprotein non kolagen

membrane basalis.

2. Membrane basalis.

3. Stratum komprakta yang merupakan kolagen yang dikeluarkan oleh sel-sel

oleh lapisan fibroblast yang berfungsi mempertahankan integritas selaput

ketuban.

4. Lapisan fibroblast merupakan lapisan amnion paling tebal yang terdiri dari

sel-sel mesenkin dan makrofag didalam jaringan extraseluler kolagen.

5. Zona spongiosa langsung berhadapan dengan korion yang berfungsi untuk

mengurangi gesekan antara korion dengan amnion.

1

17

Page 18: case Ketuban pecah dini

III. Fungsi air ketuban

1. Melindungi janin terhadap trauma dari luar/ proteksi

2. Memungkinkan janin bergerak dengan bebas.

3. Melindungi suhu tubuh janin

4. Meratakan tekanan didalam uterus pada patus sehingga serviks membuka.

5. Membersihkan jalan lahir. Jika ketuban pecah dengan cairan steril dan

mempengaruhi keadaan dalam vagina sehingga bayi kurang mengalami

infeksi.

IV. Kalifikasi Indeks cairan amnion

1. Kurang dari 5 cm > Oligohidroamnion berat

2. 5-10 cm > Oligohidramnion ringan

3. 10-25 cm > Normal

4. Lebih dari 25 cm > Polidramnion

B. PATIFISIOLOGI KETUBAN PECAH DINI/ PREMATURE REPTURE OF

MEMBRANE (PROM)2Kejadian ketuban pecah dini sekitar 15% dari seluruh persalinan dengan

ketuban pecah sebelum persalinan dimulai (berupa tetesan atau semburan).

Sedangkan menurut Eastman dan Mochtar (1998) insiden ketuban pecah dini 12%

dari semua kehamilan.

Banyak teori penyebab KPD mulai dari efek kromosom, kelainan kolagen,

sampai infeksi (sampai 65%) high virulence : Bacteroides dan low virulence :

Lactobacillus.

Kolagen (makro molekul utama pada sebagian besar jaringan ikat dan

merupakan protein paling banyak di tubuh) terdapat pada lapisan kopakta amnion,

fibroblast jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi

jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibishi interleukin- I (IL-I)

dan prostagladin, menghasilkan kolagenese jaringan, sehingga terjadi

2

18

Page 19: case Ketuban pecah dini

depolimerisasi kolagen pada selaput amnion/ korion, menyebabkan selaput ketuban

tipis, lemah dan mudah pecah spontan.

Kolagen interstitial (kolagen I) terdapat di jaringan-jaringan yang memiliki daya

regang tinggi, misalnya tulang dan tendon. Di jaringan lain kolagen III dipercaya

memiliki kontribusi untuk terhadap integritas jaringan, berfungsi untuk

meningkatkan ekstenbilitas serta daya regang.

C. FAKTOR PREDISPOSISI / FAKTOR RESIKO KETUBAN PECAH DINI

Ketuban pecah dini berhubungan erat dengan persalinan preterm dan infeksi

ante partum. Beberapa faktor predisposisi tersebut diantaranya :

1. Multiparitas

2. Meningkatnya tekanan intra uterin/ ketegangan rahim berlebihan misalnya

pada kehamilan ganda (janin relatif lebih besar dan kantong relatif lebih

kecil sedangkan dibawah tidak ada yang menahan) dan hidramnion ( Cairan

amnion banyak fetus kecil)

3. Incompetensi serviks

4. Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang dan letak lintang

5. Kemungkinan panggul sempit : perut gantung, bagian terendah belum

masuk PAP (sehingga ketuban bagian bawah menggembung dan mudah

pecah), dan Cephalopelvik disproporsional (CPD)

6. Kelainan bawaan dari selaput ketuban (selaput ketuban terlalu tipis)

7. Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban

bagian dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah :

korioamnionotis

8. Trauma : Pekerjaan berat menyebabkan uterus berkontraksi, amniosentesis,

dan koitus

9. Kadar CRH (Corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya

pada stress psikilogis, dbs dapat menjadi stimulasi persalinan preterm.

10. Berkurangnya kekuatan membran.

11. Preterm (<37 minggu) janin relatif lebih kecil, mudah menekan kebawah .

19

Page 20: case Ketuban pecah dini

12. Pecah ketuban pretern ternyata berkaitan dengan komplikasiobstetric yang

mempengaruhi hasil perinatal antara lain kehamilan multijanin, presentasi

bokong, korioamnionitis dan gawat janin intrapartum

D. KOMPLIKASI KETUBAN PECAH DINI

Ketuban menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan ruangan dalam

rahim. Sehingga memudahkan terjadinya infeksi ascenden. Salah satu fungsi selaput

ketuban adalah melindungi atau menjadi pembatas dunia luar dan ruangan dalam rahim,

persalinan prematuritas dan selanjutnya meningkatkan kejadian morbiditas dan

mortalitas ibu dan bayi atua janin dalam rahim. (Manuaba, 1998).

Disamping itu, ketuban pecah dini yang disertai dengan kelainan letak akan

mempersulit pertolongan persalinan yang dilakukan di tempat dengan fasilitas yang

belum memadai. Komplikasi ketuban pecah dini diantaranya :

A. Terhadap Ibu

Karena jalan lahir telah terbuka maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalgi

terlalu sering diperiksa dalam (VT), selain itu dapat juga dijumpai infeksi puerpuralis,

peritonitis, dan septicemia.

Ibu akan merasa lelah karena berbaring di tempat tidur, partus akan terjadi lama

maka suhu badan akan naik, nadi cepat dan nampaklah gejala infeksi. Hal ini kan

meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas ibu.

B. Terhadap janin

1. Persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm

Ketuban yang pecah dapat merangsang janin untuk keluar dan ini dapat dicegah

dengan tokolitik.

2. Prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia

(sering terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang)

3. Distosia (partus kering / dry labor)

Menyebabkan gesekan anak dan jalan lahir serta kontraksi uterus tidak sesuai

dengan bentuk janin yang akibatnya banyak cairan yang keluar.

20

Page 21: case Ketuban pecah dini

4. Infeksi (terbanyak).

Walaupun ibu belum menujukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin

sudah terkena infeksi karena infeksi intrauterine lebih dulu terjadi seperti amnionitis,

vaskulitis yaitu gejala yang ibu belum rasakan. Infeksi ini melalui ascending

fetoplasental infection atau melalui darah, usus tuba. Infeksi dapat pula terjadi melalui

infeksi intra uterine : Staphylococcus, Streptoccocuc, E.Coli, Klebsiella, jamur, virus,

bakteri, dan anaerob.

PROM berpengaruh pada kehamilan dan persalinan jarak antara pecahnya

ketuban dan persalinan disebut periode laten/PL/lag period. Makin muda umur

kehamilan makin panjang LP-nya. Sedangkan lamanya persalinan lebih pendek dari

biasanya yaitu permi 10 jam atau multipara 6 jam. Bila jarak antara pecahnya ketuban

dan partus 24 jam kematian perinatal meningkat menjadi 3 kali. Ketuban pecah dini

berhubungan erat dengan persalinan preterm karena adanya esiko peningkatan

morbidatas perinatal akbat imaturitas janin.

Bila kelahiran tidak terjadi dalam 24 jam maka terjadi resiko peningkatan

infeksi intra uterin. Pada ketuban pecah 6 jam resiko infeksi meningkat menjadi 1 kali,

sedangkan ketuban yang pecah 24 jam resiko infeksi menjadi 2 kali.

Protocol : paling lama 1 x 24 jam setelah ketuban pecah sudah harus partus.

E. DIAGNOSA 3 Daya subyektif : Anamnesa

Keluar air-air ( bening keputihan mengandung verniks kaseosa ), tidak ada nyeri

maupun kontak uterus. Jika sudah terjadi infeksi intarpartum ( misalnya

amnionitis) didapat keluhan demam tinggi, nyeri abdomen dan keluar cairan

pervagianam berbau.

Riwayat haid

Ketuban pecah sebelum taksiran kelahiran. Umur kelahiran diperkirakan dari

haid terakhir

3

21

Page 22: case Ketuban pecah dini

Data obyektif :

Pemerikasaan fisik

Pemeriksaan umum : Tanda-tanda vital dapat seperti tensi, nadi, suhu dan

respirasi rate normal kecuali ada infeksi intra uterin

Pemeriksaan Abdomen

4 Pemeriksaan penunjang

- USG : Untuk menilai jumlah air ketuban, menentukan umur kehamilan, letak

plasenta, letak janin dan berat janin

- Amniosentesis : Cairan dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kamatangan

paru janin (rasio L/S : fosfatidilgliserol, fosfatidi (kolin jenuh).

Pewarnaan gram dan hitung koloni kuantitatif membuktikan

adanya infeksi intra uterin

- Protein C-reaktif : Serum menunjukkan peningkatan peringatan awal

korioamnionitis

Pada kasus ketuban pecah dini yang disertai infeksi intrauterine ditemukan :

Ibu febris > 38° C

Ibu Takikardia (> 160 denyut permenit)

Nyeri abdomen, nyeri tekan usus

Cairan amnion berwarna merah keruh atau hijau dan berbau

Leukositosis pada pemeriksaan darah tepi (>15000-20000/mm)

Pemeriksaan penunjang lain : leukosit esterse (+) hasil degradasi leukosit normal/

negatif ), pemeriksaan gram, kultur dareah, protein C- reaktif

Langkah pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis ketuban pecah dini (Cornelia dan

Tessy, 2006)

1. Kelurnya cairan njernih dari vagina secara tiba-tiba

2. Inspekulo : keluarnya cairan dari orificium uteri eksternal saat fundus uteri ditekan

atau digerakkan

3. Adanya perubahan kertas lakmus merah (nitrazine merah) menjadi biru

4

22

Page 23: case Ketuban pecah dini

4. Periksa dalam vagina : ketuban tidak ada

5. Tidak ada his dalam 1 jam

Bahaya ketuban pecah dini adalah kemungkinan infeksi dalam rahim dan persalinan

prematuritas yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi. Oleh

karena itu pemeriksaan dalam perlu dibatasi sehingga resiko infeksi dapat dikurangi

dengan berbagai upaya menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi (man

Penilaian klinik

- Tentukan pecahnya selaput ketuban

Ditentukan dengan adanya cairan ketuban vagina, jika ada dapat dicoba dengan

menggerakkan sedikit bagian terbawah janijn atau meminta pasien untuk batuk,

penetuan cairan ketuban dapat ditentukan dengna tes lakmus menjadu biru

- Tentukan usia kehamilan bila perlu dengn pemeriksaan USG

- Tentukan dengn tidak adanya infeksi

- Tentukan dengan tanda-tandanya inpartu

Tentukan adanya kontraksi yang teratur , periksa dalam dilakukan bila akan

dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan) antara lain untuk menilai skor

pelvic

5 Komplikasi Infeksi intrapartum

- Komplikasi pada ibu

Endometritis , penurunan aktifitas miometrium (diastonia, atonia), sepsis CEPET

(karena daerah uterus dan intraamnion memiliki vaskularisasi sangant banyak),

dapat terjadi shock septik sampai kematian ibu

- Kompllikasi pada janin

Asfiksia jainin, sepsis perinatal sampai kematian janin

5

23

Page 24: case Ketuban pecah dini

Diagnosis banding

Diagnosis banding : inkontisia urine

Cara membedakan inkontinesia urin dengan ketuban pecah dini yaitu dengnan

membandingkan PH urin dan PH vagina

PH urin biasanya asam, sedangkan pH vagina pada kasus ketuban pecah adalah basa,

yang disebabkan oleh cairan amnion pengubah PH asam normal vagian menjadi basa.

Penatalaksanaan

Bedrest

Sedative fenobarbital 3x30mg/ hari (emosi merangsang kontraksi uterus)

Minum 2 liter air /hari sehingga sekresi adh dan oksitosin menirun

Antibiotika (untuk menghindari jika adanya infeksi)

Dexametason 3x5mg/ hari selama 2 hari untuk menantang paru

Bila ada kontraksi uterus berikan tokolitik untuk mencegah partus prematurus

B-mimetik : terbutalin, insoksuprin

Antiprostagladin : aspirin

Progesteron E

Jika terjadi infeksi (leukosit > 15000, suhu > 38 derajat celcius, air ketuban

keruh) akhiri kehamilan

Bila kehamilan 33-35 minggu dengan BB>2500 gram :

Theraphy konservatif 24 jam

Induksi dengan okistosin (sintosinon) drips

Bila kehamilan > 36 minggu dengan BB >25000gram dilakukan Management Aktif

Bila His (+), maka pimpin persalinan

Bila His (-) :

- Untuk KPD <6 jam, pelvic score <5 maka dilakukan induksi dengan

sintosinon

- Untuk KPD > 6 jam, pelvic score< 5 dilakukan SC

- Untuk KPD >6 jam, pelvic sore>5, dilakukan induksi

24

Page 25: case Ketuban pecah dini

Persalinan diinduksi dengan oksitosin selama presentasi janin adalah presentasi

kepala, bila induksi gagal dilakukan Seksiosesarea

Bila ada infeksi intaruterin berikan antibiotok spectrum luas secara iv. Persalinan

juga diinduksi dengan oksitosin selama presentasinya kepala. Bila diinduksi gagal

dianjurkan Seksiocesarea. Berikan pendidikan kepada pasien berupa dukungan emosi

dan anjuran pasien untuk tidak melakkuakn pencucian vagian ataupun senggama

terutama bila janin pretern dan dipilih tanpa tindakan.

6Prinsip penatalaksanaan kasus ketuban pecah dini

1. Pada ketuban pecah terminasi batas waktu 1x24 jam

2. Jika ada tanda infeksi intrapartum terminasi kehamilan/ persalinan batas waktu 2

jam

3. Jangan terlalu sering periksa dalam

4. Bila perlu induksi persalinan

5. Observasi dan optimalisasi keadaan ibu (oksigen)

6. Antibiotik spektrum luas : Gentamicin iv 2x8o mg ampicillin iv 4x 1mgg,

amoxillin iv 3x1mg, penicillin 3x1,2 juta IU, metronidazol trip

7. Uterotonika : methergin 3x1 ampul drip

8. Pemberian kortikosteroid bersamaan dengan antibiotika spektrum luas untuk

menstimulasi pematangan paru janin (surfaktan)

KEHAMILAN PRETERM7Terdapat peningkatan insiden solusio pada ketuban pecah dini preterm. Gonen

dkk. (1998) melaporkan insiden 6,5 % pada 143 kehamilan berusia kurang dari 34

minggu yang ketubannya pecah lebih dari 24 jam.

Penatalaksanaan menunggu pada kehamilan prematur

6

7

25

Page 26: case Ketuban pecah dini

Menunda pelahiran mungkin bermanfaat apabila janin masih imatur. Shill

(1987) melaporkan pada 72 wanita dengan kehamilan antara 26 dan 37 minggu secara

klinis didiagnosa solusio plasenta. Sekitar separuh melahirkan dalam 3 hari setelah

dirawat karena semakin parahnya pendarahan, gawat janin, atau keduanya. Yang

menarik angka seksio seksarea adalah sekitar 50% bagi mereka yang melahirkan segera

setalah dirawat serta pada mereka yang pelahirannya ditunda selama paling sedikit 3

hari. Pada studi lain Bond dkk (1989) menerapkan panatalaksanaan menunggu terhadap

43 wanita dengan solusio palsenta sebelum 35 minggu; 31 dari mereka mendapat terapi

tokolisis. Rerata waktu sampai pelahiran pada -43 kasus tersebut adalah sekitar 12 hari

dan tidak ada kelahiran mati. Seksio seksarea dilakukan pada 75% kasus.

Wanita dengan tanda-tanda solusio dini sering manglami oligohidramnion,

dengan atau tanpa ketuban pecah dini. Elliot dkk (1998) melaporkan dengan 24 wanita

yang mengalami solusio dengan rerata usia gestasi 20 minggu dan juga mengalami

oligohidramnion. Mereka melahirkan pada usia gestasi rerat 28 minggu.

Tidak adanya deselarasi yang merugikan tidak menjamin lingkungan intrauterin

aman. Plasenta dapat mengalami pemisahan lebih lanjut setiap dan sangat

membahayakan yaitu mematikan janin kecuali apabila janin segera dilahirkan.

Beberapa kausa langsung rawat janin akibat solusio plasenta diperlihatkan digambar

25-6. harus segera dilakukan langkah-langkah untuk memperbaiki hipovolemia, anemia

dan hipoksia ibu, sehingga fungsi plasenta ynag masih berimplantasi dapat dipulihkan

dan dipertahankan demi kesejahteraan janinyang mengalami kegawatan. Tidak banyak

yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kausa lain penyebab gawat janin kecuali

dengan melahirkan janin.

TOKOLISIS

26

Page 27: case Ketuban pecah dini

Terapi tokolisis pada persalinan preterm

8Persalinan preterm didefinisikan secara klinis sebagai dilatasi serviks progresif

dan atau pendataran dengan kontraksi uterus reguler sebelum kehamilan 37 minggu

lengkap atau kurang dari 259 hari dari hari pertama haid terakhir. Kelahiran preterm

kurang dari 37 minggu lengkap terjadi pada 5-10% kehamilan, sehingga diperkirakan

terjadi 13 juta kelahiran preterm di seluruh dunia. Persalinan preterm merupakan

penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal di seluruh dunia. Kelahiran ini

mewakili 70% morbiditas dan mortalitas perinatal.9Diagnosis klinik persalinan preterm secara tradisional didasarkan oleh adanya

kontraksi uterus dan perubahan serviks. American College of Obstetricians and

Gynecologists (1997) telah mengusulkan kriteria untuk menentukan persalinan preterm

pada kehamilan antara 20-37 minggu :

1. Kontraksi dengan frekuensi 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam 60 menit

dengan perubahan progresif pada serviks.

2. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm.

3. Pendataran serviks 80% atau lebih.

Patogenesis10Membran dan desidua sebagai respon terhadap rangsangan radang-biasanya

infeksi atau iskemia, namun bisa juga traumatik- akan memproduksi sitokin (tumor

necrosis factor alfa, interleukin 1 (IL-1) dan interleukin 6 (IL-6)). Sitokin ini akan

merangsang elaborasi lipid uterotonik (prostaglandin E2, Prostaglandin F2,

thromboxane A2, leukotrienes B4 dan C4, dan yang lainnya) yang menstimulasi

kontraksi miometrium dan dapat menginisiasi pelepasan protease yang mampu merusak

membran dan desidua di bawahnya, yang pada akhirnya melalui stimulasi

prostaglandin mengakibatkan pematangan serviks, dilatasi dan atau ketuban pecah.

Apakah suatu rangsangan radang akan mengakibatkan kelahiran prematur

dipengaruhi oleh intensitas dan durasi rangsangan tersebut, usia kehamilan saat

terjadinya rangsangan tersebut dan respons host terhadap kerusakan yang ada. Usia

8

9

10

27

Page 28: case Ketuban pecah dini

kehamilan adalah penting, karena respon uterus terhadap stimulasi meningkat seiring

dengan meningkatnya usia kehamilan terutama setelah 30-32 minggu.

Mekanisme kontraktilitas miometrium11Pemahaman mekanisme kontraksi uterus sangat penting dalam pembahasan

agen tokolisis. Dua determinan utama kontraktilitas miometrium adalah konsentrasi

intraseluler kalsium dan aktivitas miosin light chain kinase, suatu enzim yang juga

bergantung pada kalsium. Gambar 1 menunjukkan mekanisme regulasi dua deterninan

tersebut.

Kalsium intraseluler yang meningkat mengikat diri dengan calmodulin.

Kompleks ini mengaktivasi enzim miosin light chain kinase, yang kemudian akan

memfosforilasi miosin. Miosin yang telah difosforilase akan berinteraksi dengan aktin

menghasilkan kontraksi uterus.

Terdapat 2 tempat utama dimana kalsium diregulasi, pertama pada membran

sel dan kedua pada penyimpanan intraseluler. Retikulum sarkoplasma adalah tempat

utama penyimpanan intraseluler.

12Gambar 1. Mekanisme Kontraktilitas Miometrium

11

12

28

Page 29: case Ketuban pecah dini

Terapi tokolisis13Terdapat berbagai pendekatan dalam pencegahan persalinan preterm, namun

selama ini terapi utama yang digunakan adalah menggunakan tokolisis. Sifat dari

tokolisis adalah mengurangi gejala, jadi bukan merupakan pengobatan maupun

pencegahan. Tokolisis menghentikan kontraksi, namun kontraksi bukan merupakan

penyebab persalinan preterm, mereka adalah langkah akhir kejadian kompleks dari

perubahan biokimia dan hormonal.

Terapi tokolisis dapat memberikan keuntungan jangka pendek dalam menangani

persalinan preterm, dimana persalinan yang dihambat dapat dimanfaatkan untuk

pemberian kortikosteroid untuk meningkatkan pematangan paru dan mengurangi

beratnya sindrom gawat nafas dan mengurangi resiko perdarahan intraventrikular.

Insidens morbiditas neonatus meningkat seiring dengan usia kehamilan yang lebih

kecil. Pada kehamilan yang sangat preterm, memperpanjang kehamilan bahkan hanya

beberapa hari dapat memperbaiki survival neonatus, dimana sebelum usia 26 minggu

meningkat 3% setiap harinya. 14Tokolisis paling berguna sebelum usia kehamilan 32 minggu dan bekerja

dengan baik bila tidak ada infeksi. Efektif atau tidaknya tokolisis tergantung dari

kematangan dan dilatasi serviks. Bila serviks belum matang, tokolisis lebih mungkin

untuk berhasil. Dilatasi serviks 4 cm atau lebih berhubungan dengan pengobatan yang

tidak efektif. Untuk memperkirakan keberhasilan dari tokolisis, dapat digunakan skor

tokolisis Baumgarten seperti pada tabel 1.

Tabel 1. Skor Tokolisis Baumgarten

Tanda Jumlah Angka

0 1 2 3 4

Kontraksi uterus

Tidak ada Ireguler Reguler

Selaput ketuban

Utuh Pecah di

atas

Pecah di

bawah

Perdarahan Tidak ada Bercak Perdarahan

13

14

29

Page 30: case Ketuban pecah dini

Dilatasi serviks

Tidak ada Satu angka untuk setiap 1 sentimeter

Skor tokolisis didapat dengan menjumlah semua tanda yang ada dengan,

Skor 1 : Keberhasilan 97%

Skor 2 : Keberhasilan 90%

Skor 3 : Keberhasilan 84%

Skor 4 : Keberhasilan 38%

Skor 5 : Keberhasilan 11%

Skor 6 : Keberhasilan 7%

Skor 7 atau lebih gagal

Pendekatan lainnya adalah kemungkinan adanya etiologi yang mendasari

terjadinya kontraksi yang membuat tokolisis menjadi tidak efektif bahkan berbahaya.

Terdapat resiko dalam penggunaan tokolisis, dimana termasuk disamarkannya dasar

dari persalinan preterm, seperti infeksi. Untuk mengurangi resiko penyamaran tersebut,

evaluasi mendalam terhadap ibu dan janin harus dilakukan sebelum menggunakan

tokolisis, juga status tersebut dievaluasi secara reguler.

Resiko juga terdapat pada diagnosis yang berlebihan tentang persalinan preterm,

sehingga sebenarnya tidak perlu menggunakan tokolisis. Banyak pasien yang

mengalami kontraksi namun sampai 2/3 tidak akan terjadi persalinan preterm. Namun

seorang klinisi tidak dapat yakin 100% pasien mana yang akan terjadi kelahiran

preterm. 15Berbagai macam obat telah digunakan untuk menekan kontraksi uterus, yaitu :

1. Antagonis calcium channel

Nifedipin

2. Magnesium sulfat

3. Beta Agonis

Isoxuprine, Ritodrine, Terbutalin

4. Inhibitor prostaglandin sintetase

Indometasin, ketorolac, Sulindac

5. Antagonis oksitosin

15

30

Page 31: case Ketuban pecah dini

Atosiban

Antagonis calcium channel16Nifedipin adalah calcium channel blocker yang paling umum digunakan dalam

tokolisis. Mekanisme kerjanya adalah blokade pada channel kalsium. Nifedipin juga

dapat menghambat pengeluaran kalsium dari retikulum sarkoplasma dan juga

meningkatkan efluks kalsium dari dalam sel. Hasilnya adalah menurunnya kalsium

bebas intraselluler yang mengakibatkan inhibisi fosforilase MLCK sehingga terjadi

relaksasi miometrium.

Farmakokinetik obat ini telah diketahui dengan baik. Konsentrasi serum

maksimum dapat dicapai lebih cepat bila obat dikunyah lebih dahulu sebelum ditelan.

Pemberian sublingual dengan absorpsi melalui mukosa bukkal adalah jelek dan

bervariasi. Metabolisme terjadi di hati, dan metabolit inaktif diekskresikan melalui urin.

Perubahan metabolisme wanita hamil meliputi meningkatnya laju metabolisme dan

ekskresi. Hal ini menyebabkan durasi kerjanya menjadi 4-6 jam. Hal ini mengakibatkan

dosis yang lebih tinggi dan lebih sering pada wanita hamil. 17Pengalaman menunjukkan bahwa nifedipin lebih aman dibandingkan

magnesium sulfat atau beta agonis, terutama karena tidak memerlukan pemberian

cairan intra vena. Obat ini menunjukkan efektifitas 85-95% dalam menghentikan

persalinan untuk 48-72 jam. Dosis yang diberikan adalah 5-10 mg sub lingual setiap

15-20 menit (sampai 4 kali pemberian) kemudian 10-20 mg oral setiap 4-6 jam.

Nifedipin adalah vasodilator perifer dan dapat mengakibatkan gejala mual,

flushing, sakit kepala, pusing dan palpitasi. Nifedipin juga dihubungkan dengan

penurunan tekanan arterial rata-rata karena relaksasi otot polos arteriolar dan refleks

peningkatan denyut jantung. Perubahan ini biasanya ringan.

Nifedipin dikategorikan C pada penggunaan dalam kehamilan. Hal ini berarti

potensi teratogenik masih belum jelas dan rekomendasi diberikan bahwa penggunaan

obat ini pada keuntungan maternal dilihat lebih banyak dibanding potensi efek terhadap

fetus. Tidak ada kelainan kongenital spesifik yang disebabkan penggunaan obat ini.

Namun, kelainan pada jari dapat dilihat pada pemberian dosis tinggi pada hewan

16

17

31

Page 32: case Ketuban pecah dini

percobaan. Magee dkk melakukan studi prospektif mengenai efek teratogenik terhadap

fetus setelah pajanan terhadap calcium channel blocker pada trimester pertama. Empat

puluh empat wanita diberikan nifedipin pada kehamilannya, dan 43 bayi merupakan

normal saat lahir. Satu wanita melahirkan bayi dengan kelainan kongenital multipel dan

perkembangan terlambat, namun pasien tersebut mempunyai epilepsi dan SLE sehingga

menggunakan carbamazepin, siklofosfamid, prednison, atenolol dan ibuprofen selama

kehamilannya.

Magnesium sulfat18Magnesium sulfat merupakan tokolisis parenteral yang paling sering

digunakan di Amerika Serikat. Mekanisme kerjanya dipikirkan sebagai antagonis

Kalsium di neuromuscular junction.

Efektifitasnya 60-80% dalam menghentikan kontraksi prematur selama 48-72

jam pada wanita dengan selaput ketuban utuh. Magnesium sulfat sama efektif dengan

beta mimetik dalam mencegah kontraksi.

Magnesium diekskresi oleh ginjal. Gejala yang berkaitan dengan pemberian

magnesium adalah flushing, terasa panas, mual, muntah, pusing, penglihatan kabur,

nistagmus dan letargi. Edema paru ditemukan pada 1% pasien yang mendapat

magnesium sebagai tokolisis. Efek samping dapat timbul pada kadar obat yang hanya

sedikti lebih tinggi dari level terapeutik. Refleks tendon menghilang setelah kadar 7-10

meq/l dan depresi pernapasan terjadi pada level 10-12 meq/l. Perhatian khusus perlu

diberikan bila diuresis kurang dari 40 cc/jam atau bila kreatinin lebih dari 0,7 mg/dl.

Oleh karena itu, pasien harus dimonitor secara ketat, meliputi tanda vital, diuresis,

refleks patella dan keadaan paru-paru.

Dosis yang diberikan adalah 4-6 gr loading dose intra vena, dilanjutkan 2-4

gr/jam. Restriksi cairan dan pemantauan status hidrasi sangat dianjurkan. Sediaan oral

18

32

Page 33: case Ketuban pecah dini

magnesium telah ada, namun dengan efektifitas yang masih belum jelas. Level serum

pada penggunaan oral cenderung di bawah level terapi dan terdapat efek samping diare.

Preparat oral sebaiknya tidak digunakan untuk tokolisis.

Beta agonis19Beta agonis yang sering digunakan sebagai tokolitik adalah terbutalin atau

ritodrin. Beta agonis mengikat diri pada reseptor di membran dan kompleks ini akan

mengaktivasi adenilat siklase. Hasilnya adalah meningkatnya cyclic AMP yang

menurunkan kalsium intraseluler dan menghambat MLCK secara langsung.

Isoxuprine adalah beta agonis yang pertama kali digunakan di Amerika Serikat.

Pemberiannya adalah 5 mg dalam 5-15 menit intra vena, dengan dosis pemeliharaan

0,25-0,5 mg/ menit selama 20-22 jam. Namun penggunaan isoxuprine akhirnya dibatasi

karena efek beta adrenergiknya yang tidak selektif. Insidens yang signifikan akan

hipotensi maternal, perubahan aliran uteroplasenter dan bradikardi fetus sangat

menghawatirkan.20Pada umumnya, beta agonis efektif menghentikan kontraksi untuk 48 jam pada

80-90% wanita dengan membran intak. Obat ini lebih efektif dibandingkan plasebo

dalam menghentikan persalinan dan memperpanjang kehamilan, namun tidak

mengurangi laju persalinan preterm secara umum. Beta agonis dimetabolisme di hati

dan diekskresikan melalui urin.

Dosis ritodrin adalah 0,05 – 0,35 mg/ menit iv. Protokol lain adalah

menggunakan dosis awal 50ug/menit, ditingkatkan 50ug/menit setiap 20 menit sampai

tokolisis dicapai atau dosis maksimum 350 ug/menit telah dicapai, kemudian

mempertahakan dosis tersebut selama 1 jam sebelum menurunkan dosis 50 ug/menit

setiap 30 menit sampai dicapai dosis minimal yang efektif. Pemberian ini kemudian

dipertahankan 12 jam.

Dosis terbutalin adalah 0.25-05 mg sub kutan setiap 3-4 jam. Terbutalin juga

dapat diberikan secara intravena dengan dosis awal 10ug/menit dan ditingkatkan setiap

15-20 menit sampai kontraksi hilang atau efek samping timbul atau dosis maksimum 25

ug/menit telah dicapai. Protokol lain adalah dosis awal 2,5-5 ug/menit dan ditingkatkan

19

20

33

Page 34: case Ketuban pecah dini

tiap 20 menit dengan peningkatan 5ug/menit sampai dosis maksimum 25 ug/menit.

Ketika kontraksi telah hilang, dosis ini dipertahankan hingga 1 jam dan kemudian

dikurangi 2,5 ug/menit tiap 30 menit sampai dosis efektif terkecil. Pemberian ini

dipertahankan selama 12 jam.

Berbagai efek samping dikarenakan stimulasi reseptor beta di hati dan jantung.

Juga pada reseptor adrenergik dikenal kemampuan untuk meregulasi setelah stimulasi

terus menerus, dikenal sebagai takifilaksis, sehingga memerlukan peningkatan dosis

untuk mencapai efek yang sama. Efek samping pada sistem kardiovaskuler ibu

termasuk hipotensi, takikardia dan aritmia jantung. Aktivasi reseptor beta-2

mengakibatkan hipotensi diastolik. Hal ini mengakibatkan refleks peningkatan denyut

jantung, stroke volume, curah jantung dan meningkatnya tekanan sistolik. Di masa

lalu, insidens edema paru dilaporkan mencapai 5% dengan terapi beta agonis

parenteral. Patofisiologi terjadinya edema paru masih belum jelas. Namun insidens

edema paru sangat rendah ketika asupan cairan, dosis obat dan durasi terapi beta agonis

dijaga pada level minimum. Terapi parenteral beta agonis meningkatkan secara akut

konsentrasi glukosa plasma. Mekanismenya mungkin dimediasi oleh stimulasi

langsung pankreas maternal untuk mensekresi glukagon, yang akan mengakibatkan

glukoneogenesis dan glikogenolisis.

Inhibitor prostaglandin sintetase21Prostaglandin berperan pada proses persalinan. Prostaglandin menstimulasi

terbentuknya gap junction dan meningkatkan kadar kalsium bebas intraseluler dengan

meningkatkan masuknya kalsium melalui membran sel dan menstimulasi pelepasan

kalsium dari retikulum sarkoplasma. Prostaglandin dibentuk dari konversi asam

arakidonat oleh enzim siklooksigenase.

Inhibitor sintesis prostaglandin, seperti indometasin, adalah inhibitor reversibel

siklooksigenase, sehingga menurunkan kadar prostaglandin dan menghilangnya

kontraktilitas miometrium.

21

34

Page 35: case Ketuban pecah dini

Obat ini sama efektif dengan magnesium atau ritodrin dalam menghentikan

persalinan selama 48-72 jam dan mempunyai angka keberhasilan 85-90% pada wanita

dengan membran intak.

Indometasin dapat diberikan per oral atau rektal dengan dosis awal 50-100 mg

diikuti 25 mg setiap 4-6 jam. Indometasin dimetabolisme di hati dan dieksresikan

melalui urin. Waktu paruhnya adalah 4,5 jam. Bila pemberian lebih dari 48 jam,

evaluasi indeks cairan amnion dan fungsi jantung janin perlu dilakukan.

Indometasin mempunyai efek pada sistem kardiovaskular fetus. Sekresi

prostaglandin adalah mekanisme yang mempertahankan terbukanya duktus arteriosus.

Antara 25-50% fetus akan mengalami konstriksi dan potensi untuk tertutupnya duktus

tersebut setelah pajanan terhadap indometasin. Efek ini lebih nyata setelah usia

kehamilan 32 minggu dan meningkat setelah pajanan 48 jam. Pada sebagian besar

kasus, konstriksi duktus tersebut reversibel.

Indometasin merupakan obat utama yang sering digunakan dari golongan

inhibitor prostaglandin sintetase, tapi obat lain seperti ketorolac dan sulindac masih

dalam penelitian.

Pada suatu uji acak yang membandingkan ketorolac intravena dengan MgSO4,

ditemukan bahwa terdapat perbedaan signifikan waktu yang diperlukan untuk

menghilangkan kontraksi uterus, dimana 2,71 + 2,16 jam pada kelompok ketorolac

dibanding 6,22 + 5,65 jam pada kelompok MgSO4. Namun waktu yang didapat

sebelum terjadinya persalinan tidak disebutkan. Ketorolac diberikan dengan dosis awal

60 mg inta muskuler, diikuti oleh dosis lanjutan 30 mg setiap 6 jam.

Carlan dkk membandingkan sulindac dan indometasin dalam pengobatan

persalinan preterm yang refrakter setelah 2 jam terapi dengan MgSO4. Respon terhadap

tokolisis dikatakan sama. Pemberian sulindac adalah 200 mg per oral setia 12 jam

selama 48 jam.

Asam mefenamat sendiri telah diteliti pada suatu uji acak dengan plasebo

sebagai kontrol. Pada uji dengan 160 pasien ini didapatkan bahwa pada kelompok asam

mefenamat angka persalinan yang ditunda sampai lebih dari 37 minggu adalah 85%

sedangkan pada kelompok plasebo 60%.

35

Page 36: case Ketuban pecah dini

Atosiban22Atosiban adalah antagonis resptor oksitosin-vasopresin yang dapat

menghambat kontraksi moimetrium. Mekanismenya tampaknya adalah inhibisi

kompetitif reseptor oksitosin. Oksitosin sendiri menstimulasi kontraksi melalui

stimulasi pelepasan kalsium intraseluler dari retikulum sarkoplasma. Jadi antagonis

oksitosin mengakibatkan menurunnya kalsium bebas intraseluler yang mengakibatkan

menurunnya kontraktilitas miometrium.23Keuntungan dari atosiban adalah sangat spesifik untuk miometrium sehingga

meminimalisir efek samping. Pada studi dengan kontrol plasebo, efek samping sama

baik di grup atosiban maupun plasebo.

Atosiban diberikan secara intravena pada tokolisis. Rejimen yang digunakan

adalah bolus 6,75 mg diikuti oleh 300 ug/menit untuk 3 jam dan kemudian 100ug/menit

untuk 45 jam.

Atosiban telah dibandigkan dengan beta agonis pada suatu studi multisenter,

dimana ditemukan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara atosiban dan beta

agonis dalam menunda persalinan selama 48 jam (88,1% vs 88,9%) atau untuk 7 hari

(79,7% vs 77,6%). Namun efek samping lebih sering ditemukan pada kelompok beta

agonis. Namun tidak ditemukan perbedaan bermakna pada luaran neonatal pada kedua

grup.

Tokolisis kombinasi

Dalam menghadapi dilatasi serviks yang lanjut, atau kontraksi yang tidak

responsif terhadap obat tunggal, beberapa klinisi menambahkan obat baru. Namun

terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan obat kombinasi.

Nifedipin sebaiknya tidak digunakan bersamaan dengan magnesium, karena

kedua obat ini mempunyai dasar kerja yang sama sebagai antagonis kalsium. Juga

sering digunakan terbutalin sub kutan bersamaan dengan magnesium sulfat intravena;

namun, terapi kombinasi jangka panjang mempunyai resiko tinggi terjadinya edema

paru. Indometasin dapat ditambahkan pada terapi magnesium bila kehamilan di bawah

22

23

36

Page 37: case Ketuban pecah dini

32 minggu. Seperti telah disebutkan NSAID jangan diberikan lebih dari 48 jam atau

pada kehamilan di atas 32 minggu. 24Nifedipin dapat digunakan bersamaan dengan indometasin. Penggunaan beta

agonis dan nifedipin mempunyai masalah lebih sedikit dibandingkan nifedipin dan

magnesium; namun, observasi ketat kelainan kardiovaaskuler harus dilakukan.

Nifedipin dan beta agonis dapat menyebabkan hipotensi diastolik maternal sehingga

volume intravaskuler yang cukup perlu dipertahankan. Namun pada saat yang

bersamaan pemberiaan volume intravaskuler yang berlebihan akan mengakibatkan

edema paru.

Tokolisis jangka panjang25Mungkin kontroversi paling besar pada terapi tokolisis adalah penggunaan

jangka panjang setelah dosis awal dihentikan. Pada beberapa kasus, tokolisis

dilanjutkan hingga kehamilan 36 minggu. Tokolisis jangka panjang termasuk adalah

oral terbutalin, ritodrin dan nifedipin. Pada saat ini tidak ada bukti bahwa penggunaan

tokolisis jangka panjang memperpanjang usia kehamilan, menurunkan kelahiran

preterm atau meningkatkan luaran neonatal. Banyak studi menunjukkan bahwa jumlah

pasien yang memerlukan tokolisis ulang sama baik pada pasien yang menerima

tokolisis jangka panjang dan yang tidak.

Tokolisis pada dilatasi serviks yang sudah lanjut26 Ketika seorang klinisi dihadapkan pada wanita dengan persalinan preterm

dengan dilatasi serviks lebih dari 3 cm, tokolisis masih berguna. Ketika menimbang

rasio untung/rugi, penggunaan tokolisis masih berguna pada situasi seperti ini.

Keuntungannya adalah penggunaan tokolisis akan memberikan waktu untuk pemberian

kortikosteroid. Meskipun peluang untuk menunda selama 48 jam lebih kecil (pada

beberapa studi 50%), efek kortikosteroid dimulai dalam beberapa jam.

Tokolisis pada ketuban pecah

24

25

26

37

Page 38: case Ketuban pecah dini

27Literatur menunjukkan bahwa tokolisis berguna pada wanita dengan ketuban

pecah. Meta analisis menunjukkan bahwa terdapat keuntungan signifikan dari

kortikosteroid antenatal dalam mengurangi sindrom gawat nafas pada wanita dengan

ketuban pecah. Terdapat kekhawatiran bahwa infeksi merupakan etiologi ketuban

pecah dan penggunaan steroid dapat meningkatkan morbiditas. Namun, pada review

studi terapi glukokortikoid pada pasien dengan ketuban pecah, tidak terdapat

peningkatan angka infeksi perinatal.

Perbandingan antara obat tokolitik

Sewaktu keputusan dibuat untuk menggunakan obat tokolitik, pilihan apakah

yang terbaik? Sebagai bahan pertimbangan adalah efektifitas dan efek samping yang

timbul pada penggunaan obat tersebut. 28Dari Cochrane Review yang meliputi 12 uji acak dengan kontrol melibatkan

1029 wanita, disebutkan bahwa dibandingkan dengan obat tokolitik lainnya (terutama

beta mimetik), antagonis channel calcium mengurangi jumlah wanita yang melahirkan

dalam 7 hari setelah pengobatan. (resiko relatif (RR) 0.76) dan sebelum usia kehamilan

34 minggu (RR 0.83). Antagonis channel calcium juga mengurangi jumlah wanita yang

perlu menghentikan pengobatan akibat efek samping obat (RR 0.14), frekuensi sindrom

gawat nafas neonatus (RR 0.63), necrotizing enterocolitis (RR 0.21), perdarahan

intraventrikular (RR 0.59) dan neonatal jaundice (RR 0.73).

OLIGOHIDROAMNION

Pada kasus-kasus yang jarang, volume air ketuban dapat turun dibawah batas

normal dan kadang-kadang menyusut hingga beberapa ml cairan kental. Penyebab

kenyataan ini belum sepenuhnya dipahami. Secara umum oligohidramnion yang timbul

pada awal kehamilan jarang dijumpai dan sering memiliki prognosis buruk. Marks dan

divon (1992) menemukan oligohidramnion yang didefinisikan sebagai indeks cairan

amnion sebesar 5 cm atau kurang pada 12% dari 511 kehamilan berusia 41 minggu atau

lebih. Pada 121 wanita yang diteliti secara longitudional terjadi penurunan rata-rata

indeks cairan amnion sebesar 25% per minggu setalah 41 minggu. Akibat berkurangnya

27

28

38

Page 39: case Ketuban pecah dini

cairan, resiko kompresi tali pusat, dan pada gilirannya gawat janin, meningkat pada

semua persalinan, tetapi terutama pada kehamilan posttrem (Grubb dan Paul, 1992;

Leveno dkk 1984)

Oligohidramnion awitan dini29Sejumlah kaedaan dilaporkan berkaitan dengan berkurangnya cairan amnion.

Oligohidramnion hampir selalu nyata apabila selalu terjadi obstruksi saluran kemih

janin atau agrenesis ginjal. Oleh karena itu anuria hampir pasti merupakan etiologo

pada kasus-kasus seperti itu. Kebocoran kronik suatu defek diselaput ketuban dapat

mengurangi volume cairan dalam jumlah bermakna tetapi sering kali kemudian segera

terjadi persalinan. Pajanan ke inhibutor enzim pengubah angitensin (ACEI) dilaporkan

berkaitan dengan ologohidramnion. Sebanyak 12-25 % kasus berkaitan dengan animali

janin. Pryde dkk (2000) mampu menvisualisasikan struktur-struktur janin pada hanya

separuh pada wanita yang dirujuk pada evaluasi ultrasonografi terhadap

oligohidramnion midtrimester. Mereka melakukan amnioinfusi dan kemudian mampu

melihat 77% dari struktur-struktur yang dicitrakan secara rutin. Identifikasi animali

terkait meningkat 12 menjadi 31%

30Prognosis

Hasil janin dari olohidramnion awitan dini buruk. Shenker dkk (1991)

melaporkan 80 kehamilan semacam itu dan hnaya separuh dari janin-janin ini yang

selamat. Mercer dan Brown (1986) melaporkan 34 kehamilan midtrimester yang

mengalami penulit oligihidramnion dan diagnosis secara ultrasonografis berdasarkan

tidak adanya kantung cairan amnio yang besarnya lebih dari 1 cm dari semua bidang

vertikal. 9 dari janin-janin yang menalami anomali, dan 10 dari 25 dari yang secara

fenotipe normal mengalami abortus spontan atau lahir mati karena hipertensi ibu yang

parah, hambatan pertumbuhan janin, atau solusio plasenta. Dari 14 bayi lahir hidup,

delapan lahir peterm dan tujuh meninggal. Enam bayi yang lahir aterm tumbuh

normal. Garmell dkk (1997) mengamati bahwa oligohidramnion sebelum minggu ke 37

pada janin yang tumbuh pada masa kehamilan memperlihatkan peningkatan angka

29

30

39

Page 40: case Ketuban pecah dini

kelahiran peterm sebesar tiga kali lipat, tetapi tidak untuk hambatan pertumbuhan atau

kematian janin.

Newbould dkk (1994) melaporkan temuan otopsi pada 89 bayi dengan sekusesi

ologohiramnion hanya 3% ynag memiliki saluran ginjal normal; 34% penderita agnesis

ginjal unilateran dan displasia kistik bilateral; dan 10% kelainan saluran kemih minor,

Bayi tadinya normal dapat mengalami akibat dari olihgohidramnion awitan dini

yang parah. Perlekatan antar amnion dan bagian-bagian janin yang yang dapat

menyebabkan kecacatan serius termasuk amputasi. Selain itu akibat tekanan dari semua

sisi, penampakan janin menjadi aneh, dan kelainan otot-rangka, misalnya kaki gada

(clugfoot) sering terjadi.

Hipoplasia paru31Insidensi hipoplasia paru saat lahir tidak banyak berubah berkisar dari 1,1

sampai 1,4 per 1000 bayi (Moessinger dkk 1989). Apabila cairan amnion sedikit, sering

terjadi hipopalsia paru, Winn dkk (2000) melakukan suatu studi kohort prospektif pada

163 kasus oligohidramnion yang terjadi pada selaput ketuban pecah dini pada gestasi

15 sampai 28 minggu. Hampir 13% janin mengalami hipoplasi paru. Penyulit ini lebih

sering terjadi seiring berkurangnya usia gestasi. Kilbride dkk (1996) mempelajari 115

wanita dengan ketuban pecah dini sebelum minggu ke 29. terjadi tujuh kelahiran mati

dan 40 kematian neonatus sehingga mortalitas perinatal menjadi 409/1000. Resiko

hipopalsia paru letal adalah 20%. Hasil yang merugikan lebih besar kemungkinannya

apabila pecah ketuban terjadi lebih dini serta durasi melebihi 14 hari.

Menurut fox dan Badalian (1994) serta Luria (1994) terdapat tiga kemungkinan

yang menjadi penyebab hipoplasi paru. Pertama tertekannya toraks mungkin

menghambat pergerakan diding dada dan ekspansi paru. Kedua, berkurangnya gerakan

napas janin aliran masuk keparu. Ketiga dan model yang paling luas diterima adalah

kegagalan mempertahankan cairan amnion atau meningkatnya aliran keluar pada paru

yang tumbuh kembangnya terhambat.

Cukup banyaknya cairan amnion yang dihirup oleh janin normal, seperti

dibuktikan oleh Duenhoelther dan Pritchard (1976) mengisyaratkan bahwa cairan yang

31

40

Page 41: case Ketuban pecah dini

terhirup tersebut berperan dalam ekspasi, dan pada gilirannya, pertumbuhan paru.

Manun Fisk dkk (1992) menyimopulkan bahwa gangguan pernapasan janin tidak

menyebabkan hipoplasi paru dan pada ologohidramnion. Dalam suatu eksperimen unik,

Menamara dkk (1995) melaporkan temuan-temuan dari dua set kembar monoamnionik

dengan anomali ginjal berlawanan. Mereka menjanjikan bukti bahwa volume cairan

amnion yang normal memungkinkan perkembangan paru normal walaupun terdapat

obstruksi ginjal janin.

Oligohidarmnion pada kehamilan tahap lanjut 32Casey dkk (2000) mendapatkan insiden ologohramnion pada 2,3% dari 6400

kehamilan lebih yang menjalani sonografi setelah minggu ke 34 di Parklane Hospital.

Mereka memastikan pengamatan-pengamatan sebelum bahwa hal ini berkaitan dengan

peningkatan resiko hasil perinatal yang merugikan. Pada kehamilan yang terpilih

karena ”resiko tinggi”, Magan dkk (1999) tidak mendapatkan bahwa oligohidramnion

(indeks cairan amnion kurang dari 5 cm) meningkatkan resiko penyulit intrapartum

seperti mekonium kental, deselarasi variabel frekuensi denyut jantung, sesio sesarea

atas indikasi gawat janin, atau asidemia neonatus.

Chauhan dkk (1999) melakukan meta analisis terhadap 18 penelitian yang

meliputi lebih dari 10.500 kehamilan yang indeks cairan amnion intrapatum yang

kurang dari 5cm. Dibandingkan dengna kontrol indeksnnya wanita dengan

oligohidramnion memperllihatkan peningkatan resiko bermakna untuk sesio sesarea

untuk indikasi gawat janin (rasio resiko (RR)2,2 dan skor Apgar 5 menit kurang dari 7

(RR 5,2)

Kompresi tali pusat selama persalinan sering terjadi pada oligohidramnion.

Sarno dkk (1989,1990) melaporkan bahwa indeks 5 cm atau kurang menyebabkan

peningkatan angka seksio sesarea sebesar lima kali lipat. Baron dkk (1995) melaporkan

peningkatan deselersai variabel selama persalinan sebesar 50% dan peningkatan 70 kali

lipat angka seksio sesarea pada para wanita ini. Sebaliknya, Case dkk (1999)

memperlihatkan peningkatan 25% dalam pola frekuesi denyut jantung janin ynag

mengkhawatirkan saat wanita dengan oligohidramnion dibandingkan dengna kontrol

normal; namun angka seksio untuk hal ini hanya meningkat dari 3 menjadi 5%

32

41

Page 42: case Ketuban pecah dini

Divon dkk (1995) meneliti 638 kehamilan posterm inpartum dan mengamati

bahwa hanya wanita yang indeks cairan yang amnion 5 cm atau kurang yang

mengalami deselerasi frekuensi denyut jantung, janin dan mekonium. Yang menarik,

Chauhan dkk (1995) memperlihatkan bahwa berkurangnya indeks cairan amnion

meningkatkan angka amnion, meningkatkan angka sesio sesarea hanya pada wanita

yang penolong persalinannya temuan-temuan ini.

Amnionifusi33Infus kristaloid untuk menggantikan cairan amnion yang berkurang secara

patologis paling sering digunakan secara persalinan untuk mencegah kompresi tali

pusat. Hasi-hasil amnioinfusi intrapartum untuk mencegah mordibitas janin akibat air

ketuban tercemar mekonium – sering berkaitan dengan oligohidramnion - masih

simpang siur. Pierce dkk (2000) melakukan meta-analisis terhadap 13 penelitian

dengna 1924 wanita yang dibagi secara acak untuk mendapat amnionfus atau tanpa

terapi. Mereka mendapatkan penurunan bermakna hasil yang merugikan; mekonium

dibawah tali pusat (odds ratio, OR 0,18), sindrom aspirasi mekonium (OR 0,30),

asedemia neonatus (OR 0,24), dan angka seksio sesarea (OR 0,74) . Westron dkk

(1995) mensurvei departement - departement obstetri di fakultas kedokteran dan

melaporkan bahwa amnionfusi digunakan secara luas dengan penyulit yang relatif

sedikit.

33

42

Page 43: case Ketuban pecah dini

ANALISIS KASUS

Berdasarkan tinjauan pustaka untuk mendapatkan diagnosa dari ketuban pecah

dini adalah berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang

seperti USG. Dari anamnesa didapatkan data seorang ibu hamil bernama Ny. A,

23 tahun datang ke ruang bersalin RSPAD-GS pada tgl 8 Januari 2007 dengan

keluhan keluar air-air dari kemaluan sejak 10 jam smrs taksiran partus 8 Maret

2007 pemeriksaan selama kehamilan di RS Mitra Keluarga pada trimester I

selanjutnya di RS Kartika Husada, belum pernah dilakukan USG tiap periksa

hamil dinyatakan tidak ada kelainan di dalam kehamilan, pada pemeriksaan

fisik didapat perut membesar sesuai dengan masa kehamilan periksa luar

didapat tinggi fundus uteri 39 cm, presentasi kepala, djj 150 dpm, his (-),

insperksi : cairan yang keluar per vaginam ridak berbau, inspekulo : porsio licin,

ostium tertutup, tampak air ketuban, diforniks fosterior, fluxus (-), fluor (-), tes

lakmus (+), pemeriksaan dalam ketuban (-), kepala di hodge I dan II.

Pada pemeriksaan lab leukosit terjadi peningkatan dari tgl 12 Januari 2007

sampai dengan 26 januari 2007 adalah 14.500/ul – 15.100/ul

Dasar indikasi dilakukan lahir pervaginam atas indikasi presentasi kepala his

4x10/ detik, kuat, relaksasi baik, djj (+) 148x/ menit, pembukaan lengkap. Maka

pada tgl 26 Januari 2007 jam 12.10 bayi lahir laki-laki BB 2300 gram, PB 41

cm, anus (+), cacat (-) selanjutnya pasien dipindahkan keruang perawatan

dengan diberikan terapi amoxcillin 3x500 mg, asammefenamat 3x500 mg.

Setelah perawatan 3 hari diruang perawatan pasien dipulangkan atas indikasi

pendarahan (-), kontraksi baik, kondisi ibu dan janin baik.

Terdapat beberapa hal dibahas disini

Penegakkan diagnosis keuban pecah dini :

- Keluarnya cairan puth keruh dari vagina secara tiba-tiba dan tidak ada

nyeri

43

Page 44: case Ketuban pecah dini

- Dari inspekulo terlihat tampak air ketuban putih keruh keluar dari

ostium uteri eksternum tidak berbau.

- Cairan tersebut dites dengan menggunakan kertas lakmus dengan hasil

(+)

Penyebab atau etiologi

1. Over distensi

- Tanda inpartu : tidak ada

- Polihidramion : tidak ada

- Gemelli : tidak ada

2. Infeksi

- Riwayat keputihan : tidak ada

- Pada pemeriksaan inspekulo fluor : tidak ada

- Tanda – tanda infeksi

Ibu febris > 38° C : tidak ada

Ibu takikardi : tidak ada

Ibu nyeri abdomen : tidak ada

3. Trauma

- Tidak pernah jatuh

- Tidak pernah mengangkat beban berat

- Pekerjaan ringan, sedang

4. Gangguan kolagenitas

- Riwayat autoimun : tidak ada

- Riwayat imunologi : tidak ada

- Riwayat kebiasaan : tidak merokok, tidak

minum

alkohol, riwayat koitus

riwayat koitus tidak me-

makai kondom

44

Page 45: case Ketuban pecah dini

5. Oligohidramnion

- Penyebab oligohidramnion belum diketahui secara pasti

Dari data diatas dapat dikatakan ditemukan leukositosis baru bisa dikatakan

mungkin terjadi infeksi, akan tetapi lebih tepat dikatakan penyebab ketuban pecah

adanya infeksi pada cairan amnion, riwayat koitus tidak memakai kondom

sebagaimana kita ketahui koitus pada kehamilan aterm merupakan induksi alami.

Dimana saat ejakulasi terdapat semen, terdiri dari Prostaglandin, Prostaglandin

menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada

selaput amnion/ korion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah, dan mudah pecah

spontan

45

Page 46: case Ketuban pecah dini

DAFTAR PUSTAKA

1. Manuaba, IBG. ” Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berecana.

Jakarta ; Penerbit buku Kedokteran EGC. 1998, hal 229-231.

2. Wiknjosatro Hanifa. Ilmu kebidanan. Yayasan bina pustaka Sarwono

Prawirohardjo, Jakarta ; 2002.

3. Gabbe Gsteven, Niebly R jennifer, Simpson Lieghjoe. Obstetri normal and problem

pregnancies 4th ed Philadelphia churcil living stone 2002. P 389

4. Cunningham, Jenevo, Gant, Gil Strab, Hauth, Wenstrom. William Obstetrik.

Pengkajian intrapartum edisi 21 volumme I. 2006. P 691-695

5. Panduan praktis pelayanan kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan bina pustaka

2002. hal M 112-115

6. The world wide Atosiban versus Beta Agonist Study group. Effectiveness and

safety of the oxytocin antagonist versus beta-adrenergic agonist in the treatment of

preterm labour. Br Journal of Obstetrics and Gynecology 2001; 108; 133-142.

7. Katz VL, Farmer RM. Controversies in tocolytic therapy. Clinical Obstetrics and

Gynecology. 1999; 42;802-819

8. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Clinical green top guidelines :

Tocolytic drug for women in preterm labour. http ://www.rcog.co.uk/guidelines

46

Page 47: case Ketuban pecah dini

PRESENTASI KASUS

KETUBAN PECAH DINI

( KPD )

Disusun oleh :

Abinowo Arisaputro, S Ked

FKUPN Veteran Jakarta

Pembimbing :

dr. Novi Resistantie, SpOG

Oponen :

Morissa Arizona, S Ked

Lian Syilvia, S Ked

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSPAD GATOT SOEBROTO

JAKARTA

2007

47

Page 48: case Ketuban pecah dini

48