Post on 26-Mar-2021
6
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Luka Tekan
1. Definisi
Sabandar (2008), menyatakan dekubitus atau luka tekan berasal dari
bahasa latin, yaitu decumbre yang artinya merebahkan diri, yang diartikan
sebagai luka yang timbul karena posisi atau kedudukan pasien yang
menetap dalam waktu yang lama (lebih dari 6 jam). Potter & Perry (2006),
menyatakan luka tekan terjadi pada pasien immobilisasi atau bedrest
dalam waktu yang lama. Tempat yang paling sering terjadi luka tekan
adalah sakrum, tumit, siku, maleous lateral, tronkater besar dan tuberositis
iskial. Harnawatiaj (2008), menyatakan luka tekan juga disebut sebagai
ulkus dermal/ ulkus dekubitus yang terjadi akibat tekanan yang sama pada
suatu bagian yang mengganggu sirkulasi. Luka tekan (Luka akibat
penekanan, Ulkus kulit, Bedsores) adalah kerusakan kulit yang terjadi
akibat kekurangan aliran darah dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang
yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat
tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka
panjang (Anonim, 2009).
Definisi terbaik luka tekan adalah kerusakan struktur anatomis dan
fungsi kulit normal akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan
7
dengan penonjolan tulang dan tidak sembuh dengan urutan dan waktu
biasa. Selanjutnya, gangguan ini terjadi pada individu yang berada di atas
kursi atau di atas tempat tidur, sering kali pada inkontinensia dan
malnutrisi ataupun individu yang mengalami kesulitan makan sendiri,
serta mengalami gangguan tingkat kesadaran. Luka tekan juga diartikan
sebagai kerusakan lokal dari kulit dan jaringan dibawah kulit yang
disebabkan penekanan yang terlalu lama pada area tersebut (Ratna
Kalijana, 2008). Jadi pengertian luka tekan adalah kerusakan kulit karena
penurunan aliran darah yang terjadi akibat posisi atau kedudukan yang
menetap dan tekanan dalam waktu lama.
2. Klasifikasi
National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP), telah menyatakan
sistem klasifikasi empat tahap. Tahap pada luka tekan mendeskripsikan
dalamnya luka tekan pada saat pengkajian. Oleh karena itu, saat
mengklasifikasikan tahapan luka tekan, tahap ini akan bertahan meskipun
luka tekan mengalami penyembuhan. Luka tekan tidak boleh diubah dari
tahap 3 ke tahap 1, tetapi luka tahap 3 yang menunjukkan penyembuhan
dinyatakan sebagai luka tekan tahap 3 yang mengalami penyembuhan
(Nix, 2007).
a. Tahap 1 : Muncul kemerahan pada kulit, yang memucat ketika kulit
diregangkan. Kulit dengan pigmentasi yang gelap mungkin tidak
8
memiliki pucat yang dapat dilihat, warnanya dapat berbeda dari area
disekitarnya.
b. Tahap 2 : Kehilangan kulit sebagian, meliputi epidermis, dermis atau
keduanya. Luka ini superfisial dan tampak secara klinis sebagai
abrasi, melepuh atau membentuk kawah yang dalam.
c. Tahap 3 : Kehilangan jaringan kulit seluruhnya. Lemak subkutan
tampak, tetapi tulang, tendon dan otot tidak tampak. Cekungan (sloug)
dapat tampak, tetapi tidak jelas dalamnya jarigan yang hilang. Dapat
meliputi lubang dan lorong.
d. Tahap 4 : Kehilangan seluruh jaringan dengan tulang, tendon dan otot
tampak. Cekungan atau bekas luka tampak pada beberapa bagian luka.
Dapat meliputi lubang dan lorong.
Untuk luka pada kulit yang tidak diperbaiki, perlu mengkaji jenis
jaringan yang berada pada dasar luka, karena informasi ini digunakan
untuk merencanakan intervensi yang tepat. Pengkajian jenis jaringan
meliputi jumlah (presentase) dan penampilan (warna) jaringan yang dapat
sembuh atau tidak. Jaringan granulasi adalah jaringan yang merah lembab
yang terdiri atas pembuluh darah merah, yang jika terdapat pada kulit
menunjukkan adanya perkembangan dalam penyembuhan. Jaringan yang
kuning atau putih lembut adalah ciri-ciri dari cekungan (slough), yaitu
substansi yang berserabut yang melekat pada dasar luka, dan perlu
dibersihkan sebelum luka dapat sembuh. Jaringan nekrotik yang hitam atau
9
coklat adalah jaringan parut, yang perlu dibersihkan sebelum
penyembuhan terjadi.
Mengukur ukuran luka, membersihkan perubahan ukuran luka secara
keseluruhan, yang merupakan indikator kemajuan penyembuhan luka
(Nix, 2007). Eksudat luka mendeskripsikan jumlah, warna, konsistensi dan
bau drainase luka, serta bagian dari pengkajian luka. Eksudat yang
berlebihan mengindikasikan adanya infeksi dan yang terakhir, evaluasi
keadaan kulit seperti kemerahan, kehangatan, maserasi dan edema
(bengkak) disekitar luka. Jika keadaan ini ditemukan di kulit sekitar luka,
berarti mengindikasikan keadaan luka yang memburuk.
Tabel 2.1 Klasifikasi Luka
Deskripsi
( Awitan dan durasi )
Penyebab Implikasi
penyembuhan
Akut
Luka yang muncul melalui proses
perbaikan yang berurutan dan tepat
waktu yang menghasilkan
integritas anatomis dan fungsional
Trauma, insisi
pembedahan
Luka biasanya
mudah dibersihkan
dan diperbaiki.
Ujung luka bersih
dan utuh.
Kronis
Luka yang gagal melakukan proses
perbaikan yang berurutan dan tepat
waktu untuk menghasilkan
integritas anatomis dan fungsional
Gangguan vaskular,
inflamasi kronis dan
cedera berulang pada
jaringan ( Doughty dan
Sparks- Defriese, 2007 )
Paparan kontinu
yang memperlambat
proses peyembuhan
luka.
Proses penyembuhan luka
Penyembuhan primer
Luka yang tertutup
Insisi pembedahan, luka
yang dijahit atau distaples
Proses
penyembuhan
terjadi dengan
proses epitelisasi,
sembuh dengan
cepat dan bekas luka
minimal.
Penyembuhan sekunder
Ujung luka tidak menyatu
Ulkus tekan, luka
pembedahan yang
jaringannya hilang
Proses
penyembuhan
terjadi dengan
pembentukkan
granulasi jaringan,
kontraksi luka dan
10
epitelisasi.
Penyembuhan tersier
Luka dibiarkan terbuka selama
beberapa hari, kemudian ujung
luka menyatu
Luka yang terkontaminasi
dan membutuhkan
observasi tanda-tanda
inflamasi
Penutupan luka
tertunda hingga
risiko infeksi diatasi
( Doughty dan
Sparks- Defriese,
2007 )
Sumber (Perry & Potter, 2005)
Dalam proses penyembuhan luka, ada 3 fase yang terlibat, yaitu :
inflamasi, proliferasi dan remodeling
a) Fase inflamasi : tahap inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap luka
sendiri dan terjadi dalam beberapa menit setelah cedera dan
berakhir kira-kira 3 hari. Selama homeostatis, sel pembuluh darah
yang cedera berkontriksi dan platelet berkumpul untuk
menghentikan perdarahan. Pembekuan ini membentuk matriks
fibrin yang kemudian menjadi kerangka perbaikan sel. Respons
inflamasi ini sangat penting dan jangan memberikan kompres
dingin di area luka untuk mengurangi pembengkakan, jika
pembengkakan terjadi dalam kompartemen yang tertutup (misalnya
pergelangan kaki atau leher).
b) Fase proliferatif : fase ini dimulai dan berakhir dalam waktu 3-24
jam. Aktivitas utama fase ini adalah mengisi luka dan membentuk
kembali permukaan luka melalui proses epitelialisasi. Fibroblas
tampak pada fase matriks untuk granulasi. Kolagen memberikan
kekuatan dan integritas struktural pada luka. Selama periode ini,
luka berkontraksi untuk mengurangi area yang mengalami
penyembuhan.
11
c) Remodeling : maturasi, tahap akhir proses penyembuhan luka,
kadang terjadi lebih dari satu tahun, bergantung pada kedalaman
dan besarnya luka. Jaringan parut kolagen terus diatur dan
meningkatkan kekuatanya selama beberapa bulan. Namun luka
yang telah sembuh biasanya tidak memiliki daya regang terhadap
jaringan yang digantikan. Serat kolagen mengalami remodeling
atau pengaturan kembali sebelum menunjukkan penampilan yang
normal. Biasanya jaringan parit, terdiri atas sedikit sel yang
berpigmen (melanosit) dan memiliki warna yang lebih terang dari
kulit normal.
3. Etiologi
Gangguan integritas kulit yang terjadi pada luka tekan merupakan
akibat dari tekanan. Namun, ada faktor-faktor tambahan yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya luka tekan. Berbagai faktor dapat
mempengaruhi pembentukan luka tekan, diantaranya gaya gesek, friksi,
kelembaban, nutrisi buruk, anemia, infeksi, demam, gangguansirkulasi
perifer, obesitas dan usia (Potter & Perry, 2005). Dekubitus atau luka
tekan merupakan kerusakan jaringan yang terlokalisir, disebabkan karna
adanya kompresi jaringan lunak diatas tulang yang menonjol dan adanya
tekanan dari luar, dalam jangka waktu yang lama. Kompresi jaringan dapat
membuat gangguan pada suplai darah didaerah yang tertekan. Apabila
terus berlangsung akan menyebabkan insufiens aliran darah, anoreksia
12
atau iskemia jaringan dan akhirnya dapat menimbulkan kematian sel. Luka
tekan, nyeri tekan, ulkus dekubitus, dan luka baring adalah istilah yang
digunakan untuk menjelaskan gangguan integritas kulit yang berhubungan
dengan tekanan lama dan tidak teratasi. Terminologi yang paling sering
digunakan adalah luka tekan, yang sesuai dengan rekomendasi petunjuk
luka tekan yang ditulis Wound, Ostomy, And Continence Nurse Society
(WOCN, 2003), luka tekan adalah cedera pada kulit dan jaringan lainnya
yang berada dibawahnya, biasanya diatas penonjolan tulang, akibat
tekanan atau akibat gaya gesek.
Banyak faktor yang menyebabkan pembentukan luka tekan pada pasien.
Faktor ini sering dihubungkan dengan penyakit, misalnya menurunnya
tingkat kesadaran yang berhubungan dengan efek setelah trauma terjadi,
tekanan pada gips, atau akibat penyakit seperti menurunya sensasi yang
berhubungan dengan cedera serebrovaskuler. Braden dan Bergstrom
(2000), mengembangkan sebuah skema untuk menggambarkan faktor-
faktor resiko untuk terjadinya luka tekan.
13
Gambar 2.1 Skema konseptual tentang etiologi luka tekan
(Braden & Bengstrom, 2000)
a. Gangguan persepsi sensorik
Pasien dengan gangguan persepsi sensorik terhadap nyeri dan
tekanan lebih berisiko mengalami gangguan integritas kulit
daripada klien dengan sensasi normal. Pasien dengan gangguan
persepsi sensorik terhadap nyeri dan tekanan adalah pasien yang
Aktivitas
Mobilitas
Persepsi
Sensori
Faktor
Ekstrisik
Kelembapan
Gesekan
Tenaga yang merobek
Faktor Intrinsik
Nutrsisi
Umur
Tekanan arteriolar
Faktor hipotesis yang lain :
Stres emosional, merokok,
temperatur kulit.
Tekanan
Toleransi
Jaringan
Perkembangan
luka tekan
14
tidak mampu merasakan kapan sensasi pada bagian tubuh mereka
meningkat, adanya tekanan yang lama, atau nyeri. Oleh karena itu,
pasien tanpa kemampuan untuk merasakan bahwa terdapat nyeri
atau tekanan akan menyebabkan resiko berkembangnya ulkus
tekan.
b. Gangguan mobilisasi
Pasien yang tidak mampu mengubah posisi secara mandiri
memiliki risiko mengalami ulkus tekan. Misalnya pasien dengan
cedera tulang belakang mengalami penurunsn atau tidak memiliki
sensasi motorik dan sensorik, serta tidak mampu mereposisi posisi
pada penonjolan tulang.
c. Gaya Gesek
Tekanan pada dua permukaan bergerak melintasi satu dan yang
lainnya seperti tekanan mekanik yang digunakan saat kulit ditarik
melintasi permukaan kasar seperti linen tempat tidur, disebut
dengan friksi. Cedera akibat gaya gesek terjadi pada pasien yang
gelisah, yang memiliki pergerakan yang tidak terkontrol, seperti
keadaan spasme dan pada mereka yang kulitnya ditarik, bukan
diangkat dari permukaan tempat tidur selama perubagan posisi.
Gaya gesek merupakan tekanan yang diberikan pada kulit dengan
arah pararel terhadap permukaan tubuh (AHPCR, 1994 dalam
Potter & Perry 2005).
d. Kelembapan
15
Adanya kelembapan dan durasi kelembapan pada kulit
meningkatkan pembentukan ulkus. Kelembapan mengurangi
tahanan kulit pada faktor fisik seperti tekanan dan atau gaya geser.
Kondisi lembap yang terjadi dalam waktu lama akan melembutkan
kulit, membuat kulit lebih rentan terhadap bahaya. Pasien dengan
immobilisasi serta yang tidak mampu melakukan kebutuhan
higiene sendiri, bergabtung sepenuhnya pada perawat untuk tetap
menjaga kulit tetap kering dan utuh. Kelembapan kulit berasal dari
drainase luka, perspirasi yang berlebihan serta inkontinensia fekal
dan urine.
e. Gangguan Nutrisi
Status nutrisi merupakan faktor risiko kritis terhadap
berkembangnya ulkus tekan. Keutuhan kulit dan penyembuhan
luka akan lebih baik jika pasien berada pada kondisi keseimbangan
nitrogen yang positif dan kadar serum protein yang adekuat.
Keseimbangan nitrogen adalah keseimbangan antara nitrogen yang
masuk dan nitrogen yang dikeluarkan tubuh, baik untuk proses
pembentukan sel-sel tubuh atau serat otot maupun yang digunakan
untuk energi. Pasien yang dirawat di rumah sakit diperkirakan
mengalami malnutrisi. Penurunan intake nutrisi disebabkan oleh
ketidak mampuanuntuk makan sendiri, kehilangan berat badan,
hipoalbuminemia, dan malnutrisi pada umumnya diidentifikasi
sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan.
16
Hipoalbuminemia mengakibatkan jaringanlunak mudah sekali
rusak. Kekurangan protein juga dapat mengakibatkan edema.
Penelitian tentang Guenter hipoalbuminemia, kelhilangan berat
badan, dan malnutisi umumya diidentifikasi sebagai faktor
predisposisi untuk terjadinya luka tekan, terlebih lagi pada luka
tekan stadium tiga dan empat.
f. Gangguan Aktivitas
Mengetahui tentang kemampuan dasar pasien untuk ambulasi yang
dapat dikaji atau ditanyakan melalui pengasuh pribadi. Kegiatan ini
dinilai dari perspektif perkembangan anak, misalnya, banyak balita
mengambil langkah-langkah pertama mereka antara usia 9 sampai
12 bulan usia, dengan bergerak pada dua kaki sambil memegang ke
objek, kemudian berjalan secara mandiri oleh setelah memasuki
usia 15 bulan.
g. Perfusi jaringan dan oksigenasi
Menilai pulse oximetry pasien (SpO2), membaca studi darah,
pengisian ulang kapiler, dan fisiologis pasien.
4. Patofisiologi
National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP), 1989 dalam Potter
& perry (2005), menyatakan bahwa luka tekan adalah nekrosis jaringan
lokal yang terjadi saat jaringan lunak tertekan diantara tonjolan tulang
dengan permukaan eksternal dalam waktu yang lama. Pasien yang
17
mobilisasinya berkurang, persepsi sensoriknya berkurang, inkontinensia
feses atau urine, dan atau nutrisi yang buruk memiliki risiko mengalami
ulkus tekan. Tekanan yang terus menerus dan lama akan mempengaruhi
metabolisme sel dengan menurunkan atau menghambat aliran darah,
sehingga iskemia jaringan dan selanjutnya kematian jaringan.
Tiga elemen yang menjadi dasar terjadinya luka tekan yaitu:
a. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler
b. Durasi dan besarnya tekanan
c. Toleransi jaringan
Semakin besar tekanan dan durasinya, maka semakin besar pula
insidensinya terbentuknya luka (Potter & Perry, 2005). Kulit dan jaringan
subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada tekanan
eksternal terbesar dari pada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau
menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini
menjadi hipoksia sehingga terjadi cedera iskemi. Jika tekanan ini lebih
besar dari 32 mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang mengalami
hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan trombosis (Maklebust, 1987
dalam Potter & Perry, 2005). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis
maka sirkulasi pada jaringan akan pulih kembali melalui mekanisme
fisiologis hiperemia reaktif, karena kulit mempunyai kemampuan yang
lebih besar untuk mentoleransi iskemi dari otot, maka dekubitus dimulai di
tulang dengan iskemi otot yang berhubungan dengan tekanan yang
18
akhirnya melebar ke epidermis (Maklebust, 1995 dalam Potter & Perry,
2005).
Efek tekanan juga dapat di tingkatkan oleh distribusi berat badan yang
tidak merata. Seseorang mendapatkan tekanan konstan pada tubuh dari
permukaan tempatnya berada karena adanya gravitasi (Berecek, 1975
dalam Potter & Perry, 2005). Jika tekanan tidak terdistribusi secara merata
pada tubuh maka gradien tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan
akan meningkat dan metabolisme sel kulit di titik tekanan mengalami
gangguan. Pembentukan luka dekubitus juga berhubungan dengan adanya
gaya gesek yang terjadi saat menaikkan posisi klien di atas tempat tidur.
Area sakral dan tumit merupakan area yang paling rentan (Maklebust,
1987 dalam Potter & Perry, 2005).
5. Manifestasi Klinis
Menurut National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) , luka
tekan dibagi menjadi empat stadium ,yaitu :
a. Stadium 1: Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan
eritema pada kulit. Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh
nyeri, stadium ini biasanya reversible dan dapat sembuh dalam 5-10
hari.
Tanda dan gejala: Adanya perubahan dari kulit yang dapat
diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal, maka
akan tampak salah satu tanda sebagai berikut: perubahan temperatur
19
kulit (lebih dingin atau lebih hangat), Perubahan konsistensi jaringan
(lebih keras atau lunak), Perubahan sensasi (gatal atau nyeri).
b. Stadium 2: Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke
jaringan adiposa terlihat eritema dan indurasi serta kerusakan kulit
partial (epidermis dan sebagian dermis) ditandai dengan adanya lecet
dan lepuh . Stadium ini dapat sembuh dalam 10-15 hari.
Tanda dan gejala: Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis
atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi,
melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.
c. Stadium 3: Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot
sudah mulai terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi
akan hilang struktur fibril.
Tanda dan gejala: Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi
kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi
tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam.
d. Stadium 4: Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta
sendi. Dapat sembuh dalam 3-6 bulan.
Tanda dan gejala : Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan
kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang
atau tendon.
20
6. Pathways Keperawatan
Imobilitas
( National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP), 1989
dalam Potter & Perry, 2005)
Tekanan pada kulit yang
terus menerus dan dalam
waktu yang lama
Penurunan metabolisme sel untuk
mengedarkan O2 dan nutrisi serta
mengeliminasi sampah
metabolisme melalui darah
Penurunan aliran darah
yang membawa O2 dan
nutrisi ke jaringan
Jaringan kekurangan O2
(hipoksia)
Iskemia jaringan
Nyeri akut Risiko kerusakan
integritas kulit
Risiko infeksi
Gangguan sirkulasi
darah dan kelainan
pembuluh darah Menurunnya kemampuan
sel keratin yang berada di
permukaan kulit untuk
melindungi kulit dari
mikroba, panas,
abrasi(gesekan) dan zat
kimia.
Perubahan struktur
dermis dan epidermis
21
7. Komplikasi
Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV,
walaupun dapat terjadi pada luka yang superfisial. Menurut
Sabandar (2008), komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
a. Infeksi
Umumnya bersifat multibakterial baik aerobik maupun
anaerobik.
b. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis,
osteotitis, osteomielitis, dan arthritis septik.
c. Septikimia
Septikemia adalah adanya bakteri dalam darah. Hal ini
umumnya dikenal sebagai keracunan darah atau bakteremia.
Istilah lain untuk septikemia adalah Blood poisoning.
Septikemia ini adalah merupakan infeksi akut yang disebabkan
oleh adanya mikroorganisme tertentu dan produk beracun
dalam aliran darah. Septikemia merupakan suatu kondisi infeksi
serius yang mengancam jiwa, dan cepat memburuk.
d. Anemia
Pasien anemia beresiko terjadi dekubitus. Penurunan level
hemoglobin mengurangi kapasitas darah membawa nutrisi dan
oksigen serta mengurangi jumlah oksigen yang tersedia untuk
jaringan. Anemia juga mengganggu metabolisme sel dan
mengganggu penyembuhan luka (Potter & Perry, 2005).
22
e. Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia adalah albumin yang rendah, keadaan
dimana kadar albumin serum < 3,5 g/dL. Hipoalbuminemia
mencerminkan pasokan asam amino yang tidak memadai dari
protein, sehingga mengganggu sintesis albumin serta protein
lain oleh hati.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa
>120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ),
dan merah bata ( ++++ )
c. Kultur pus
d. Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.
23
9. Penatalaksanaan
Langkah utama untuk mencegah terjadinya luka tekan adalah dengan
keakuratan pengkajian risiko terjadinya luka tekan, sehingga dapat
menetapkan dan melaksanakan intervensi untuk pencegahan. Identifikasi
pasien yang berisiko tinggi mengalami luka tekan sangat penting untuk
efektifitas dalam penatalaksanaan luka tekan (Bengstrom, Demuth &
Braden, dalam Kottner 2009). Untuk mendukung pengkajian risiko luka
tekan diharapkan menggunakan panduan pengkajian dengan skala yang
direkomendasikan untuk dapat diaplikasikan pada praktikal klinik
(Stechniller et al, 2008). Metode pengkajian risiko luka tekan yang paling
sering digunakan salah satunya metode braden. Metode Braden pertama
kali dikenalkan di Amerika Serikat tahun 1987, terdiri dari 6 item, yaitu :
persepsi-sensori, kelembapan, aktivitas, mobilitas, nutrisi dan gesekan
(Ayello & Braden, 2002).
Skala Braden Q dikembangkan untuk memprediksi risiko luka tekan
pada anak, dari usia 21 hari sampai 8 tahun. skala Braden Q mengandung
6 subskala asli dari skala Braden, dan skala ke 7 untuk perfusi jaringan dan
oksigenasi. Setelah mengalami pengujian, validitas prediktif antara 322
pasien yang dirawat di ruang PICU, menggunakan skala Braden Q
ditemukan 88 % sensitif dan 58 % spesifik pada skor dibawah 16. Total
skor Braden Q membantu perawat untuk menentukan intensitas, intervensi
pencegahan untuk pasien dan probabilitas bahwa luka tekan akan terjadi.
Agar terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi harus
24
adekuat yang terdiri dari kalori, protein, vitamin, mineral dan air.
Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan pendekatan holistic yang
menggunakan keahlian pelaksana yang berasal dari beberapa disiplin ilmu
kesehatan (AHCPR, 1994; Olshansky, 1994)
Berikut adalah skala Braden Q yang digunakan untuk memprediksi
risiko luka tekan pada anak :
Tabel 2.2 skala Braden Q
Skala Braden Q (digunakan untuk anak)
Mobilitas
Kemampuan untuk
Mengubah dan
mengontrol posisi tubuh
1. Benar-benar tidak bergerak:
Tidak membuat sedikit perubahan dalam posisi tubuh atau
ekstremitas tanpa bantuan.
2. Sangat Terbatas:
Membuat sedikit perubahan sesekali pada posisi
tubuh atau ekstremitas, dapat mengubah posisi diri secara
mandiri.
3. Sedikit Terbatas:
Menbuat perubahan pada posisi tubuh atau ekstremitas,
meskipun sedikit.
4. Tidak ada Keterbatasan:
Sering membuat perubahan posisi tanpa
bantuan.
Aktivitas
Derajat
aktivitas fisik
1. Bedfast :
Terbatas pada tempat tidur
2. Chairfast :
Kemampuan untuk berjalan sangat terbatas atau
tidak ada. Tidak tahan menopang
berat badan sendiri dan / atau harus dibantu dengan kursi
atau kursi roda.
3. Berjalan sesekali:
Berjalan sesekali siang hari,tapi untuk jarak yang sangat
pendek, dengan atau tanpa bantuan.
Menghabiskan sebagian besar setiap pergeseran
tidur atau kursi.
4. Semua pasien terlalu muda untuk
ambulasi atau sering berjalan
Berjalan di luar
ruang setidaknya dua kali sehari
dan di dalam ruangan setidaknya sekali
25
setiap 2 jam saat bangun tidur.
Persepsi-sensori
Kemampuan untuk
merespons terkait
tekanan kegelisahan
1. Sepenuhnya Terbatas:
Tidak berespon (tidak mengerang, bergeming, atau
memahami) pada rangsangan yang menyakitkan, karena
tingkat kesadaran atau sedasi berkurang dan kemampuan
terbatas untuk merasakan nyeri di sebagian besar
permukaan tubuh.
2. Sangat Terbatas:
Hanya menanggapi rangsangan yang menyakitkan. Tidak
dapat berkomunikasi tentang ketidaknyamanan kecuali
dengan mengerang atau gelisah ( memiliki gangguan
sensorik yang membatasi kemampuan untuk merasakan
sakit atau ketidaknyamanan ).
3. Sedikit Terbatas:
Merespon perintah verbal, tapi tidak selau bisa
Berkomunikasi tentang ketidaknyamanan ( memiliki
beberapa gangguan sensorik yang membatasi kemampuan
untuk merasakan sakit atau ketidaknyamanan dalam 1 atau
2 ekstremitas ).
4. Tidak ada Penurunan:
Merespon perintah verbal. Tidak memiliki penurunan pada
indera, yang membatasi kemampuan merasakan atau
berkomunikasi ketika merasakan sakit atau
ketidaknyamanan.
Kelembapan
Toleransi dari Kulit dan
Pendukung Struktur
Sejauh mana
kelembapan kulit.
1. Terus-menerus lembab:
Kulit tetap lembab hampir terus menerus oleh keringat,
urine, drainase, dll. Kelembaban terdeteksi setiap pasien
dipindahkan atau
berbalik.
2. Sangat lembab:
Kulit lembab, namun tidak selalu lembab. Linen harus
diubah setidaknya setiap 8 jam.
3. Sesekali lembab:
Kulit kadang-kadang lembab, membutuhkan perubahan
linen setiap 12 jam.
4. Jarang lembab:
Kulit biasanya kering, pergantian popok rutin, linen hanya
membutuhkan perubahan setiap 24 jam.
Gesekan
Terjadi ketika kulit
bergerak terhadap
dukungan permukaan
Geseran
Terjadi ketika kulit dan
tulang yang berdekatan
1. Masalah Signifikan:
Spastisitas, kontraktur, agitasi gatal atau menyebabkan
meronta-ronta hampir konstan dan gesekan.
2. Masalah:
Membutuhkan sedang sampai maksimum bantuan dalam
bergerak. Sering meluncur ke bawah di tempat tidur atau
kursi, membutuhkan sering reposisi dengan bantuan
26
bergeser ke permukaan
maksimal.
3. Potensi Masalah:
Bergerak lemah atau membutuhkan bantuan minimum.
Selamakulit bergerak mungkin slide ke beberapa batas
terhadap lembar, kursi,
pembatasan, atau perangkat lainnya. Mempertahankan
sebagian besar posisinya di kursi atau tempat tidur relatif
baik, tapi kadang-kadang meluncur ke bawah.
4. Masalah Tidak Jelas
Pasien mampu sepenuhnya mengangkat tubuh dan
merubah. Bergerak di tempat tidur dan
di kursi independen dan memiliki kekuatan otot yang cukup
untuk mengangkat sepenuhnya selama bergerak. Menjaga
posisi yang baik di tempat tidur atau kursi.
Nutrisi
Makanan yang biasa
pola asupan
1. Sangat Buruk:
NPO dan / atau dipertahankan pada cairan bening, atau
infus selama lebih dari 5 hari ( Albumin <2,5 mg / dl ).
Tidak pernah makan makanan lengkap. Jarang makan lebih
dari setengah makanan yang ditawarkan. Protein asupan
hanya mencakup 2
porsi daging atau susu produk per hari. Membawa
cairan buruk. Tidak mengambil suplemen makanan cair.
2. Tidak memadai:
Apakah diet cair atau tabung
disusui / TPN yang menyediakan
kalori yang tidak memadai dan mineral
sesuai usia ( Albumin <3 mg / dl ). Jarang makan makanan
lengkap dan umumnya makan hanya sekitar setengah dari
setiap makanan yang ditawarkan. Asupan protein hanya
mencakup 3 porsi daging atau produk susu per hari.
Kadang-kadang akan mengambil makanan suplemen.
3. memadai:
Apakah pada menyusui tabung atau TPN, yang
menyediakan kalori yang memadai dan
mineral sesuai usia. Makan lebih dari setengah
dari sebagian besar makanan. Santapan total 4
porsi protein (daging, susu produk) setiap hari. Kadang-
kadang akan menolak makan, tapi biasanya akan
mengambil suplemen jika ditawarkan.
4. Excellent:
Apakah pada diet normal memberikan kalori yang memadai
sesuai usia. Tidak pernah menolak makan. Biasanya makan
total 4 atau porsi lebih daging dan produk buku harian.
Kadang-kadang makan antara waktu makan. Tidak
membutuhkan suplementasi.
27
Perfusi Jaringan
Dan Oksigenasi
1. Sangat dikompromikan:
Hipotensi (MAP <50mmHg; <40 dalam bayi baru lahir)
atau pasien tidak fisiologis mentolerir perubahan posisi.
2. Berkompromi:
Normotensif; Saturasi oksigen mungkin <95% atau
hemoglobin mungkin <10 mg / dl atau kapiler refill
mungkin > 2 detik; PH serum adalah <7,40.
3. memadai:
Normotensif; Saturasi oksigen mungkin <95% Atau
hemoglobin mungkin <10 mg / dl atau kapiler refill
mungkin > 2 detik; PH serum normal.
4. Excellent:
Normotensif,
Saturasi oksigen> 95%; Hemoglobin normal; & Kapiler
refill <2 detik
Sumber (Quigley and Curley, 1996).
Skala Braden Q terdiri dari 7 sub skala. Semua skala terdiri dari 1
(keuntungan paling rendah) sampai 4 (keuntungan paling tinggi), pasien
hanya mendapatkan 1 nilai tiap subskala. Total dari skor Braden Q antara
7 (risiko tinggi) sampai 28 (resiko rendah), dengan nilai 16 atau kurang
dari mengindikasikan pasien anak mengalami risiko luka tekan (Curley et
al, 2003). Pada skala Braden dan Braden Q, nilai yang tinggi
mengindikasikan kondisi pasien yang baik. Hitung total skor seluruhnya,
yang akan berada di antara skor 6 dan 23 . Semakin rendah skor , semakin
besar risiko luka tekan. Pasien yang menperoleh skor 18 atau kurang
dianggap beresiko .
a. Berisiko : 15-18
b. Risiko sedang : 13 - 14
c. Berisiko tinggi : 10-12
d. Resiko yang sangat tinggi : 9 atau kurang
28
Berdasarkan skor penilaian risiko Braden atau Braden Q keseluruhan,
penilaian risiko sub - nilai individu dan dalam hubungannya dengan klien /
keluarga, mengembangkan rencana perawatan yang menggabungkan
masalah klien, pengobatan faktor risiko kerusakan kulit, hasil yang
diharapkan dan tidak diinginkan, pendidikan klien.
1. Persepsi-sensori (kemampuan untuk merespons terkait tekanan
kegelisahan).
a. Untuk klien yang mencetak kurang dari atau sama dengan 3 dari 4:
1) Mengangkat tumit: tinggikan tumit dari permukaan tempat tidur
sepanjang waktu bahkan ketika menggunakan permukaan
dukungan terapi : gunakan bantal, perangkat offloading tekanan
terapi atau perangkat yang dirancang khusus untuk klien .
2) Mendukung lutut untuk menghindari peregangan ketika tumit
diangkat tinggi. Elevasi tumit di tempat tidur sangat penting bagi
klien dengan diabetes mellitus, pembuluh darah perifer penyakit,
neuropati dan selama dan setelah operasi. Jangan gunakan selimut
digulung, handuk, atau bantal kasus, bantalan inkontinensia.
3) Pelindung tumit memberikan perlindungan dari gesekan dan geser
tetapi bukan dari tekanan karena mereka tidak mengangkat tumit
dari tempat tidur.
b. Untuk klien yang mencetak kurang dari atau sama dengan 2 dari 4
pada kedua sensorik persepsi dan mobilitas sub-skala :
29
1) Pertimbangkan permukaan dukungan aktif bertenaga:
menggunakan Terapi Dukungan Permukaan Keputusan
Algoritma, jika tersedia atau berkonsultasi dengan seorang ahli
terapi okupasional , fisioterapis atau dokter luka jika bantuan yang
dibutuhkan untuk memilih atau mengakses permukaan dukungan.
2) Pertimbangkan perangkat tumit off -loading yang tepat,
berkonsultasi dengan seorang terapis okupasi, fisioterapis atau
luka dokter yang diperlukan.
3) Untuk klien menjalani prosedur pembedahan besar dari 90 menit
panjang, mempertimbangkan dukungan terapi permukaan di meja
operasi jika tidak sudah di tempat. Tumit harus ditinggikan dari
meja operasi setiap saat kecuali ini mengganggu prosedur bedah.
2. Kelembapan (toleransi dari kulit dan pendukung struktur sejauh mana
kelembapan kulit).
a. Untuk klien yang mencetak 3 dari 4 :
1) Program untuk klien yang mengompol dan dukungan klien untuk
toilet diperlukan untuk mempertahankan kontinensia.
2) Jika menggunakan celana atau bantalan periksa setiap reposisi
atau setiap 4 jam jika posisi klien secara independen dan
perubahan, agar tidak lembab atau basah.
3) Bersihkan lipatan kulit dan area perineum setelah setiap episode
mengompol dengan no-bilas pH kulit seimbang pembersih dan
keringkan ketika selesai, jangan menggosok kulit.
30
4) Hindari penggunaan bubuk dan bedak untuk mengurangi
kelembaban.
b. Untuk klien yang mencetak kurang dari atau sama dengan 2:
1) Ikuti semua intervensi kelembaban terkait yang disebutkan di
atas.
2) Melindungi luka sacral atau perineum dari kotoran dan urine yang
terinfeksi: menggunakan tas kolektor tinja, kateter kondom atau
kateter jika sesuai untuk klien sampai masalah inkontinensia telah
ditangani.
3) Konsultasikan dengan dokter luka atau dokter / dermatitis NP
untuk intertrigo belum terselesaikan, inkontinensia terkait atau
jika infeksi kulit ragi atau bakteri dicurigai.
3. Mobilitas (kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh) dan
Aktivitas (derajat aktivitas fisik).
a. Untuk klien yang mencetak 3 dari 4 atau yang memiliki daerah
memerah:
1) Klien direposisi setiap 2 jam 4 baik menggunakan putaran penuh
atau pergeseran posisi kecil.
2) Hindari posisi klien pada ulkus tekanan atau daerah memerah:
jika hal ini tidak memungkinkan maka membatasi waktu untuk
kurang dari 1 jam dan menilai kerusakan lebih lanjut.
3) Periksa kulit untuk kerusakan baru atau tambahan setiap kali klien
reposisi, toileted atau dibantu dengan ADL.
31
4) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi atau terapis okupasi, jika
diperlukan.
b. Untuk klien yang mencetak kurang dari atau sama dengan 2 dari 4:
1) Menetapkan tertentu jadwal reposisi 24 jam klien tertulis, setiap
1-2 jam bergantian tergantung pada status resiko klien dan
terlepas dari terapi permukaan dukungan klien.
2) Jika mobilitas dan persepsi sensorik sub-skala baik skor 2 keluar
4, mempertimbangkan dukungan aktif bertenaga permukaan
(kasur atau tempat tidur): menggunakan Terapi Dukungan
Permukaan Keputusan Algoritma atau berkonsultasi dengan
terapis okupasi, fisioterapis atau dokter luka jika bantuan yang
diperlukan untuk memilih atau akses yang permukaan dukungan.
3) Gunakan pergeseran sering reposisi kecil antara posisi putaran
penuh untuk mendistribusikan tekanan.
4) Jika klien duduk untuk waktu yang lama, gunakan permukaan
dukungan terapi di kursi dan mempertimbangkan untuk
membatasi duduk di kursi pada interval 1-2 jam. Reposisi kursi
terikat klien yang tidak bisa bergerak sendiri setiap jam.
4. Nutrisi (makanan yang biasa, pola asupan).
a. Untuk klien yang mencetak 3 dari 4 :
1) Memaksimalkan status gizi klien melalui protein dan asupan kalori
yang memadai.
32
2) Mendorong 1500 - 2000 ml cairan harian atau lebih besar dari atau
sama dengan 30 ml cairan / kg berat badan: menawarkan cairan
setiap 2 jam untuk klien dewasa dengan dehidrasi, demam, muntah,
berkeringat banyak, diare atau berat pengeringan luka kecuali
kontra indikasi, misalnya gagal jantung, gagal ginjal, disfungsi hati
atau berat badan rendah.
b. Untuk klien yang mencetak 2 atau kurang dari 4:
1) Konsultasikan dengan ahli gizi.
5. Gesekan (terjadi ketika kulit bergerak terhadap dukungan permukaan dan
Geseran (terjadi ketika kulit dan tulang yang berdekatan).
a. Untuk klien mencetak kurang dari atau sama dengan 2 pada Braden
Scale atau kurang dari atau sama dengan 3 pada Braden Q:
1) Ketika duduk, pastikan kaki klien yang didukung langsung di
lantai, di bangku kaki atau foot rest sehingga pinggul dan lutut
berada pada 900 untuk mencegah meluncur ke bawah di kursi.
2) Pertimbangkan penggunaan peralatan penanganan pasien, seperti,
sling posisi dengan lift langit-langit, untuk menghindari geser dan
gesekan saat reposisi.
3) Gunakan produk seperti siku dan tumit pelindung untuk
meminimalkan kontak antara kulit dan sprei: kulit domba sintetis
tidak mengurangi gesekan / geser.
33
4) Untuk transfer lateral (tempat tidur untuk usung atau usung ke meja
operasi) menggunakan papan, papan gulungan atau mentransfer
geser lembar untuk meminimalkan geser.
(British Columbia Provincial Nursing Skin and Wound
Committee, 2014)
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Fokus
a. Identitas
Umur/usia perlu ditanyakan karena adanya hubungan dengan
proses penyembuhan luka atau regenerasi sel.Sedangkan ras dan
suku bangsa perlu dikaji karena kulit yang tampak normal pada ras
dan kebangsaan tertentu kadang tampak abnormal pada klien
dengan ras dan kebangsaan lain (Smeltzer & Brenda, 2001).
b. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga
ia mencari pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada
umumnya yaitu adanya rasa nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat
pada daerah- daerah yang menonjol, misalnya pada daerah
belakang kepala, daerah bokong, tumit, bahu, dan daerah pangkal
paha yang mengalami ischemia sehingga terjadi ulkus decubitus.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
34
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan
dirasakan, lokasi keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor
yang memperberat atau memperingan serangan, serta keluhan-
keluhan lain yang menyertai dan upaya- upaya yang telah
dilakukan perawat disini harus menghubungkan masalah kulit
dengan gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa, immobilisasi,
nyeri, demam, edema, dan neuropati.
d. Riwayat Penyakit Keturunan
Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan
luka dapat dipengaruhi oleh penyakit – penyakit yang diturunkan
seperti : DM, alergi, Hipertensi. Riwayat penyakit kulit dan prosedur
medis yang pernah dialami klien. Hal ini untuk memberikan informasi
apakah perubahan pada kulit merupakan manifestasi dari penyakit
sistemik seperti : infeksi kronis, kanker, DM
e. Riwayat Pengobatan
Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji
perawat yaitu: kapan pengobatan dimulai, Dosis dan frekuensi,Waktu
berakhirnya minum obat.
f. Riwayat Diet
Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan
dan makanan yang dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang
adekuat menyebabkan kulit mudah terkena lesi dan proses
penyembuhan luka yang lama.
35
g. Status Sosial Ekonomi
Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat
perekonomian yang dapat mempengaruhi pola hidup sehari- hari,
karena hal ini memungkinkan dapat menyebabkan penyakit kulit.
h. Riwayat Kesehatan, seperti:
1) Bed-rest yang lama
2) Immobilisasi
3) Inkontinensia
4) Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat
i. Pengkajian Psikososial
Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada
pasien yaitu: perasaan depresi, frustasi, ansietas/kecemasan,
keputusasaan
j. Aktivitas Sehari- Hari
Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan
terjadi ulkus pada daerah yang menonjol karena berat badan bertumpu
pada daerah kecilyang tidak banyak jaringan dibawah kulit untuk
menahan kerusakan kulit. Sehingga diperlukan peningkatan latihan
rentang gerak dan mengangkat berat badan. Tetapi jika terjadi
paraplegi maka akan terjadi kekuatan otot tidak ada (pada ekstremitas
bawah), penurunan peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu makan
menurun dan defisit sensori pada daerah yang paraplegi.
k. Perubahan Pola Fungsi
36
1) Aktivitas/ istirahat
Tanda: penurunan kekuatan, ketahanan, keterbatasan rentang
gerak.pada area yang sakit gangguannya misalnya otot perubahan
tunas.
2) Sirkulasi
Tanda: hipoksia, penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas
yang cidera, vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi,
kulit putih dan dingin, pembentukan edema jaringan.
3) Eleminasi
Tanda: keluaran urin menurun adalah tidak adanya pada fase
darurat, warna mungkin hitam kemerahan , bila terjadi,
mengidentifiasi kerusakan otot.
4) Makanan atau cairan
Tanda: edema jaringan umum, anoreksia, mual dan muntah.
5) Neurosensori
Gejala: area kebas/kesemutan
6) Pernapasan
Gejala: menurunnya fungsi medulla spinalis, edema medulla,
kerusakan neurology, paralysis abdominal dan otot pernapasan.
7) Integritas ego
Gejala: masalah keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, mmenarik diri, marah.
37
8) Keamanan
Tanda: adanya fraktur akibat dilokasi (jatuh, kecelakaan, kontraksi
otot tetanik, sampai dengan syok listrik).
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau
cemas akibat adanya kerusakan integritas kulit yang dialami.
b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate
meningkat.
c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
1) Kepala Dan Rambut
Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan
warna rambut serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada
daerah tersebut, menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan
kerusakan kulit.
2) Mata
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya
dan gangguan penglihatan.
3) Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul
pernafasan cuping hidung, tidak ada sekret.
38
4) Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.
5) Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing,
perdarahan dan serumen. Pada penderita yang bet rest dengan
posisi miring maka, kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah
daun telinga.
6) Leher
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya
pembesaran vena jugularis dan kelenjar linfe.
d. Pemeriksaan Dada Dan Thorax
Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama
pernafasan, vokal premitus, adanya suara tambahan, bunyi jantung,
dan bunyi jantung tambahan, perkusi thorax untuk mencari ketidak
normalan pada daerah thorax.
e. Abdomen
Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan
karena inmobilisasi, ada masa karena konstipasi, dan perkusi
abdomen hypersonor jika dispensi abdomen atau tegang.
f. Urogenital
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan
ulkus dan paraplegi terpasang kateter untuk buang air kecil.
g. Muskuloskeletal
39
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam
waktu lama, sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
h. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun
bila terjadi nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam
tinggi, mual muntah, dan kaku kuduk.
i. Pengkajian Fisik Kulit
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membrane
mukosa, kulit kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu
dikaji yaitu warna, suhu, kelembaban,kekeringan, tekstur kulit (kasar
atau halus), lesi, vaskularitas. Yang harus diperhatikan oleh perawat
yaitu:
1) Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan
produksi pigmen.
2) Lesi, dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a) Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah
satu komponen kulit
b) Lesi sekunder, adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi
primer. Gambaran lesi yang harus diperhatikan oleh perawat
yaitu warna, bentuk, lokasi dan kofigurasinya.
3) Edema
Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan
warna dari daerah edema.
40
4) Kelembaban
Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas
atau suhu lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, seperti lingkungan kering atau lembab yang
tidak cocok, intake cairan yang inadekuat, proses menua.
5) Integritas
Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi,
apakah ada drainase atau infeksi.
6) Kebersihan kulit
7) Vaskularisasi
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan
echimosis.
8) Palpasi kulit
Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu,
tekstur atau elastisitas, turgor kulit.
41
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut (00132) berhubungan dengan kerusakan kulit atau
jaringan, aparan saraf.
Definisi : Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenagnkan
akibat adanya kerusakan jaringan yanh aktual atau potensial, atau
digambarkan dengan istilah seperti ( International Association for the
Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas
ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat
diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Batasa Karakteristik :
1) Subjektif
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan
isyarat.
2) Objektif
Posisi untuk menghindari nyeri, perubahan tonus otot (dengan
rentang dari lemas tidak bertenaga sampai kakau), respon
autonomik (misalnya diaforesis; perubahan tekanan darah,
pernapasan, nadi; dilatasi pupil), perubahan selera makan,
perilaku distraksi( misal mondar-mandir, mencari aktivitas lain/
mencari otang, aktivitas berulang), perilaku ekspresif (misalnya
gelisah, merintih, menangis, kewaspadaan berlebihan, peka
terhadap rangsang dan menghela napas panjang), wajah topeng
(nyeri), perilaku menjaga atau sikap melindungi, gangguan tidur
42
(mata namapak kuyu, gerakan tidak teratur atau tidak menentu
dan menyeringai).
Faktor yang berhubungan : Agens cedera (misalnya biologis, zat
kimia, fisik, psikologis).
b. Resiko infeksi (00004) berhubungan dengan imobilitas fisik, faktor
mekanik (kekuatan geser, tekanan, tahanan, perubahan sirkulasi, iritasi
kulit).
Definisi : Mengalami peningkatan risiko terserang organisme patogen.
Faktor Risiko :
Penyakit kronis, penekanan sistem imun, ketidakadekuatan imunitas
dapatan, pertahanan primer tidak adekuat (misalnya kulit luka, trauma
jaringan, penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh, perubahan pH
sekresi), pertahanan lapis kedua yang tidak memadai (misalnya Hb
turun, leuko penia dan supresi respon inflamasi), peningkatan
pemajanan lingkunagn terhadap patogen, pengetahuan yang kurang
untuk menghindari pajanan patogen, prosedur infasif, malnutrisi,
agens farmasi (misalnya obat imunosupresi), kerusakan jaringan dan
trauma.
c. Risiko kerusakan integritas kulit ( 00047): Tahap I atau II luka tekan
berhubungan dengan imobilitas fisik, faktor mekanik, perubahan
sirkulasi, iritasi kulit.
43
Definisi : Kulit berisiko terhadap kerusahkan. Catatan : risiko harus
ditentukan oleh perawat menggunakan instrumen pengkajian risiko
(misalnya Skala Braden).
Faktor Risiko :
1) Lingkungan (eksternal): zat kimia, eksresi dan sekresi, usia
ekstrem muda atau ekstrem tua, kelembapan, hipertermia,
hipotermia, faktor mekanis (misalnya friksi, penekanan, restrain),
kelembapan kulit, imobilisasi fisik, radiasi.
2) Somatik (internal) : perubahan pigmentasi, perubahan turgor kulit
(yaitu perubahan elastisitas), faktor perkembangan,
ketidakseimbangan nutrisi, faktor imunologis, gangguan sirkulasi,
gangguan status metabolik, gangguan sensasi, penonjolan tulang.
d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengabsorpsi makanan.
Definisi : Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
metabolik.
Batasan Karakteristik : Kehilangan berat badan dengan asupan
makanan yang adekuat, asupan makanan kurang dari kebutuhan
metabolik, baik kalori total maupun zat gizi tertentu.
1) Subjektif
Menolak makan, nyeri abdomen, kram abdomen, melaporkan
perubahan sensasi rasa, merasa cepat kenyang.
44
2) Objektif
Kesulitan mengunyah atau menelan, intoleransi makanan,
kebutuhan metabolik tinggi, hilang nafsu makan, akses tehadap
makanan terbatas dan ketidakmampuan mengabsorpsi makanan.
e. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
volume cairan yang aktif.
Definisi : Kondisi individu yang berisiko mengalami dehidrasi
vaskular, selular, atau intraselular.
Faktor Risiko :
1) Objektif
Kehilangan yang berlebihan melelui rute normal (misalnya diare),
faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan (misalnya status
hipermetabolik), obat, penyimpangan yang mempengaruhi akses
untuk pemasukan absorbsi cairan (misalnya imobilitas fisik)
(Ackley & Ludwig, 2009 dan NANDA, 2012)
45
4. Intervensi
a. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan,
paparan saraf.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan nyeri pasien berkurang dengan kriteria hasil : klien
melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol, menunjukkan ekspresi
wajah atau postur tubuh rileks
Intervensi Anak
1) Seperti dengan orang dewasa , gunakan intervensi nonfarmakologi
untuk melengkapi , bukan untuk menggantikan, intervensi
farmakologi .
Rasional : Intervensi non farmakologi mengurangi stress terkait
prosedur.
2) Gunakan lingkungan, kebiasaan, dan intervensi non farmakologi
untuk melakukan prosedur dalam penanganan nyeri.
Rasional : Penggunaan intervensi farmakologis untuk manajemen
nyeri dapat dikombinasikan dengan lingkungan, kebiasaan dan
intervensi non farmakologi metode ini memiliki efek sinergis
dalam mengurangi nyeri prosedural pada neonatus.
3) Untuk neonatus gunakan sokrosa oral dan Non Nutritional Sucking
(NNS) atau ASI untuk nyeri dengan durasi pendek, seperti saat
pengambilan darah pada neonatus.
46
Rasional : Neonatus, khususnya neonatus prematur, akan lebih
sensitif untuk nyeri daripada anak-anak. Sukrosa oral secara
singkat menghasilkan analgesia pada neonatus sampai usia 6 bulan.
Sukrosa oral dan NNS lebih efektif daripada EMLA untuk
pengambilan darah pada neonatus.
4) Mengenali menyusui yang telah terbukti mengurangi indikator
perilaku nyeri .
Rasional : Menyusui, tidak begitu efektif dalam mengurangi rasa
nyeri seperti sukrosa oral.
5) Gunakan anastesi lokal topikal seperti krim EMLA atau LMX- 4
sebelum melakukan prosedur pengambilan darah pada bayi atau
anak.
Rasional : Pengambilan darah adalah suatu keadaan yang
menyakitkan dan membuat stres untuk anak. Anastesi topikal lebih
efektif dalam menangani nyeri ketika pengambila. Tingkatkan
periode tidur tanpa gangguan.
6) Nilai tingkat nyeri menggunakan skala nyeri yang sah dan dapat
dipertanggung jawabkan sesuai dengan usia, kemampuan kognitif
dan kemampuan anak untuk memberikan laporan diri.
Rasional : Penggunaan alat observasi lingkungan dapat membantu
mengukur skala nyeri pada neonatus, bayi dan anak kurang dari 4
tahun.
47
b. Resiko infeksi berhubungan dengan imobilitas fisik, faktor mekanik
(kekuatan geser, tekanan, tahanan, perubahan sirkulasi, iritasi kulit).
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan resiko infeksi klien teratasi dengan kriteria hasil :
Mencapai penyembuhan luka tepat pada waktunya dan bebas dari
jaringan eksudat, demam atau mengigil.
Intervensi
1) Selau cermat dalam kebersihan tangan ketika bekerja dengan bayi
prematur.
Rasional : Transmisi silang yang biasa dibawa oleh tangan dari
petugas kesehatan (Borghesi & Stronati, 2008).
2) Prosedur keperawatan cluster untuk mengurangi jumlah kontak
dengan bayi, memungkinkan waktu umtuk kebersihan tangan yang
tepat.
Rasional : Peningkatan dari penanganan minimal dan cluster dari
prosedur keperawatan mengurangi episode kontak, membantu
untuk membatasi kendala.
3) Hindari penggunanan krim topikal profilaksis pada bayi prematur.
Rasional : Meningkatka risiko infeksi stafilokokus dan setiap
petugas kesehatan diperoleh infeksi. Sebuah kecenderungan pada
infeksi bayi tercatat paling banyak terjadi infeksi profilaksis.
4) Dorong untuk memberikan makanan utama berupa ASI.
48
Rasional : Meningkatkan pertahanan kekebalan tubuh bayi.Ganti
laken yang sudah kotor dengan yang bersih (Borghesi & Stronati,
2008).
5) Monitor penggunaan ulang antibiotik pada bayi.
Rasional : Beritahu orang tua tentang kunjungan medis, pengaruh
menyusui dan perawatan dirumah untuk menghindari peningkatan
kebutuhan penggunaan antibiotik. Jaga kebersihan diri pasien.
c. Risiko kerusakan integritas kulit ( 00047): Tahap I atau II luka tekan
berhubungan dengan imobilitas fisik, faktor mekanik, perubahan
sirkulasi, iritasi kulit.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan pasien menunjukkan integritas jaringan , kulit dan
membran mukosa dengan kriteria hasil : pasien memiliki warna kulit
normal, memiliki suhu tubuh normal, tidak mengalami nyeri di
ekstremitas, mengkonsumsi makanan secara adekuat untuk
meningkatkan integritas kulit.
Intervensi
1) Monitor perubahan kondisi fisik, kaji adanya faktor risiko yang
dapat menyebabkan kerusakan kulit (misalnya harus terbaring
ditempat tidur atau kursi, ketidakmampuan untuk bergerak)
49
Rasional : mengetahui perubahn yang terjadi pada keadaan fisik
pasien, sehingga dapat terus dipantau dan diberikan intervensi
sesuai kondisi.
2) Gunakan instrumen pengkajian baku untuk memantau faktor risiko
luka tekan pasien.
Rasional : Dapat menggunakan Skala Braden Q yang digunakan
khusus pada pasien anak.
3) Ubah posisi pasien setiap 1 sampai 2 jam secara teratur dan atur
posisi dengan bantal untuk menaikkan titik penekanan dari tempat
tidur.
Rasional : Menghindari risiko terjadinya luka tekan pada pasien,
karena pasien mengalami intoleran aktivitas.
4) Bersihkan kulit saat terkena kotoran dan jadwalkan mandi untuk
pasien dengan menghindari penggunaan air panas, gunakan agens
pembersih yang ringan.
Rasional : Menjaga kebersihan kulit pasien agar terhindar dari
bakteri patogen yang dapat meningkatkan risiko luka tekan.
5) Pertahankan tempat tidur bersih, kering dan bebas kerutan.
Rasional : Tempat tidur yang kering dapat mengurangi kelembapan
pada area kulit.
d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengabsorpsi makanan.
50
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien
dapat meningkatkan status gizinya dnegna kriteria hasil :
mempertahankan masa tubuh dan berat badan dalam batas normal,
memiliki nila laboratorium dalam batas normal, menoleransi diit yang
dianjurkan.
Intervensi :
a. Pemantauan status nutrisi pasien
Rasional : Mengumpulkan dan menganaalisis data pasien untuk
mencegah dan meminimalkan kurang gizi.
b. Membantu pasien untuk makan/minum
Rasional : Agar dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
c. Memberikan informasi pada keluarga mengenai nutrisi yang
diperlukan pada masing-masing tahap perkembangan.
Rasional : Membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi, sehingga pertumbuhan anak dapat optimal.
d. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi.
Rasional : Dengan kolaborasi bersama ahli gizi, diharapkan
nutrisi pada pasien mencukupi, tidak kurang dan tidak lebih.
e. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan yang aktif.
51
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
keseimbangan cairan dalam ruang intrasel dan ekstrasel tubuh, dengan
kriteria hasil : keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa, hidrasi.
Intervensi :
a. Hitung kebutuhan rumatan cairan harian anak.
Rasional : Kehilangan cairan harus segera diganti diatas jumlah
yang hilang.
b. Berikan cairan sesuai kebutuhan tubuh pasien
Rasional :
c. Berikan terapi IV sesuai program
Rasional : Membantu pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit
melalui program terapi.
d. Membantu atau menyediakan asupan makanan dan cairan dalam
diit pasien.
Rasional : Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit pasien
(Ackley & Ludwig, 2009 dan NANDA, 2012)