Post on 29-Jul-2015
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. S DENGAN TYPHOID DI RUANG PARKIT RS PUSAT ANGKATAN UDARA
Dr. ESNAWAN ANTARIKSA JAKARTA
Disusn Oleh: EDI SUWANDI
08005
AKADEMI KEPERAWATAN ANDALUSIA JAKARTA TAHUN
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini berkembang sangat
pesat. Perubahan yang sangat pesat tersebut berdampak sangat besar terhadap
perubahan gaya hidup masyarakat seperti pola makan yang tidak teratur,
kebiasaan yang kurang baik seperti tidak mencuci tangan sebelum makan, jajan
sembarangan, serta mengkonsumsi makanan dan minuman yang tercemar. Hal
tersebut diatas dapat mengakibatkan timbulnya berbagai macam penyakit di
masyarakat, salah satunya typhoid yang setiap tahun penderitanya begitu banyak
ditemukan dirumah sakit (Rohim, 2002).
Typhoid merupakan penyakit infeksi yang di jumpai secara luas di daerah tropis
terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan
standar hygiene dan sanitasi yang rendah, angka kejadian pada penderita yang
mengalami penyakit typhoid cukup tinggi. Hal ini ditunjang oleh kelembaban
daerah tropis yang cukup tinggi serta masyarakat yang heterogen dalam hal
tingkat sosial ekonomi maupun pengetahuan tentang kesehatan diri dan
lingkungan yang masih relatif rendah. Penyakit tropis umumnya merupakan
penyakit infeksi yang mudah menular melalui feses dan urin (Rohim, 2002).
Jumlah penduduk dunia yang menderita demam typhoid setiap tahunya bisa
mencapai sekitar 15-30 juta dan 600.000 diantaranya meninggal. Hasil riset
kesehatan dasar tahun 2008 di Indonesia, penyakit typhoid 500 orang per 100.000
penduduk dengan laju kematian antara 0,6 - 5% (Wahanudin, 2009).
Hasil data Medical Record di Ruang Parkit Rumah Sakit Pusat Angkatan Udara
dr. Esnawan Antariksa Jakarta bulan Januari sampai Desember 2010 sebanyak
74 penderita Typhoid dari 805 anak rawat inap RSPAU Jakarta sekitar 9,19%,
pada bulan Januari sampai Mei tahun 2011 sebanyak 38 penderita Typhoid dari
335 anak rawat inap RSPAU Jakarta sekitar 11,34%.
Dari jumlah penderita thypoid tersebut ada beberapa penderita yang tidak
tertolong, hal tersebut disebabkan karana terjadinya komplikasi pada penderita
typhoid seperti perdarahan usus, perforasi usus, dan peritonitis. Melihat
kompleknya masalah dan komplikasi pada klien dengan penyakit typhoid maka
diperlukan asuhan keperawatan secara menyeluruh baik yang melalui aspek
promotif yaitu dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan
keluarga (Rohim, 2002).
Oleh karena itu peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan melalui
berbagai upaya preventif berupa memelihara lingkungan tetap bersih, mencuci
tangan sebelum memegang makanan, melindungi makanan dan minuman dari
serangga (lalat), meminum air yang sudah masak, hindari jajan sembarangan, dan
hindari kekurangan Vitamin C dan B kompleksdan jika demam tidak turun segera
bawa kedokter/ketempat pelayanan kesehatan. Adapun pada aspek kuratif yaitu
memberikan keperawatan terhadap anak yang terkena Typhoid dan pemberian
obat yang diberikan secara optimal sehingga apabila penyakit Typhoid ini tidak
segera ditangani akan terjadi komplikasi yang lebih lanjut seperti pendarahan
usus, perforasi usus dan peritonitis. Sedangkan pada aspek rehabilitatif berupa
istirahat ditempat tidur tanpa aktifitas yang berat, mengkonsumsi makanan yang
tinggi protein dan kalori, tidak boleh makan makanan yang mengandung banyak
serat dan gas serta tidak boleh makan makanan yang merangsang lambung,
seperti makanan pedas dan asam (Rampengan, 2007).
Berdasarkan data angka kesehatan typhoid yang cukup tinggi dan akibat yang
ditimbulkan apabila tidak segera ditangani serta banyak peran perawat yang
dilakukan, maka penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana asuhan
keperawatan pada anak dengan Typhoid di Ruang Parkit Rumah Sakit Pusat
Angkatan Udara dr. Esnawan Antariksa Jakarta.
B. Tujian
1. Tujuan Umum
Diperolehnya pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada
anak dengan Typhoid
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada anak dengan Typhoid
b. Mampu menentukan masalah keperawatan anak dengan Typhoid
c. Mampu merencanakan asuhan keperawatan anak dengan Typhoid
d. Mampu melaksanakan rencana asuhan kepaerawatan anak dengan
Typhoid
e. Mampu melaksanakan evaluasi anak dengan Typhoid
f. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori & praktek
g. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, menghambat, serta
mencari solusi/alternatif pemecahan masalah
h. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan anak dengan Typhoid
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup masalah pada “Asuhan Keperawatan pada Klien An. S dengan
Typhoid di Ruang Parkit Rumah Sakit Pusat Angkatan Udara dr. Esnawan
Antariksa Jakarta selama 3 x 24 jam dari tanggal 18 – 20 Juli 2011”
D. Metode Penulisan
Metode dalam penulisan makalah alamiah ini menggunakan metode deskriptif
yaitu metode ilmiah yng bersifat mengumpulkan data, menarik kesimpulan dan
kemudian disajikan dalam bentuk naratif. Adapun data untuk penulisan makalah
diperoleh dari studi kepustakaan untuk memperoleh bahan – bahan yang sifatnya
ilmiah dan berhubungan dengan judul studi kasus sebagai acuan dalam membahas
dan menganalisa data, observasi klien mengenai perkembangan penyakitnya, serta
perawatan yang diberikan, wawancara langsung dengan keluarga klien serta
informasi dari perawat ruangan.
E. Sistem Penulisan
Dalam penulis karya tulis ini, penulis menggunakan sistematika sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan, Ruang lingkup dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan teoritis
berisi tentang pengertian, etiologi, patofisiologi (proses perjalanan penyakit,
manifestasi klinik, komplikasi), komplikasi, penatalaksanaan (terapi, tindakan
medis yang bertujuan untuk pengobatan), konsep tumbuh kembang anak, konsep
hospitalisasi, pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan
keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan. Bab III
Tinjauan kasus berisi tentang penkajian kasus, diagnosa, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi keperawatan yang dilakukan. Bab IV Pembahasan berisi
tentang pembahasan Bab II dan Bab III mulai dari pengkajian, diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Bab V Penutup berisi tentang
kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Typhoid merupakan penyakit infeksi pada usus halus dengan gejala demam satu
minngu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa
gangguan kesadaran. Penyakit ini disebabkan oleh salmonella typhosa dan hanya
didapatkan pada manusia. Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi (Rampengan, 2007).
Typhoid (enteric fiver) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
sistem pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan dan gangguan kesadaran (Nursalam, dkk, 2008).
Typhoid (Tifus abdominalis) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat
pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat
gangguan kesadaran (Suriadi & Yulianni, 2006).
Typhoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan
bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,
pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum
(Soegijanto, 2002).
Typhoid merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada
saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran
(Ngastiyah, 2005).
Typhoid adalah penyakit menulat yang bersifat akut, yang di tandai dengan
bakterimia, perubahan pada system retikuloendoteal yang bersifat difusi,
pembentukan mikroabses, dan ulserasi nodus peyer didistal ileum (Rohim, 2002).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan typhoid merupakan penyakit
yang disebabkan oleh bakteri salmonella typhosa. Secara umum penyakit ini dapat
ditularkan lewat makan dan air yang terkontaminasi dengan kotoran orang yang
terinfeksi. Bakteri kemudian memperbanyak diri didalam aliran darah orang
terinfeksi dan diserap kedalam saluran pencernaan kemudian ikut tereliminasi
bersama kotoran.
B. Etiologi
Penyebab Typhoid menurut Rampengan (2007) disebabkan oleh infeksi kuman
Salmonella typhosa/Eberthella typosa yang merupakan kuman gram negatif, motil
dan tidak menghasilkan sepora. Kuman ini dapat hidup baik sekali pada suhu
tubuh manusia maupun suhu yang sedikit lebih rendah, serta mati pada suhu 700 C
ataupun oleh antiseptic. Sampai saat ini, di ketahui bahwa kuman inihanya
menyerang manusia.
Salmonella typhosa mempunyai antigen tiga macam antigen yaitu:
1. Antigen O = Ohne Hucneh = antigen somatik (tidak menyebar)
2. Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flagela dan bersifat tromolabil
3. Antigen V1 = Kapsul = merupakan kapsul meliputi tubuh kuman dan
melindungi antigen O terhadap fagositosis
Ketiga antigen tersebut didalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan
tiga macam antibodi yang lazim disebut aglutininin. Salmonella typhosa juga
dapat memperoleh plasmid faktor – R yang berkaitan dengan resistensi terhadap
multipel antibiotik.
Ada tiga jenis utama, yaitu: Salmonella typhosa (satu serotipe), Salmonella
cholerasius (satu serotipe), Salmonella enteretidis (lebih dari 1500 serotipe)
C. Patofisiologi
1. Proses Perjalanan Penyakit
Proses Histologi Typhoid menurut Suriadi & Yulianni (2006) dijelaskan pada
sekema 2.1, pada awalnya kuman Salmonella masuk ketubuh manusia melalui
mulut dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Sebagian kuman
akan dimusnahkan didalam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus,
kejaringan Limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian
Perubahan nutrisi
Sallmonella typhosa
Saluran Pencernaan
Diserap oleh usus halus
Bakteri memasuki aliran darah sistemik
EndotoksinLimpaHatiKelenjar Limfoid Usus halus
Resiko kurang volume cairan
Pendarahan dan perforasi
Nyeri perabaanMual/tidak nafsu makan
demamHepatomegali splenomegalitukak
kuman masuk keperedaran darah (bakterimia primer), dan mencapai sel-sel
retikulo endoteleal, hati, limpa dan organ organ yang lainya.
Proses ini terjadi dalam masa tunas dan berakhir saat sel-sel retikulo
melepaskan kuman kedalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia
untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk kebeberapa organ tubuh,
terutama limpa, usus dan kandung empedu.
Pada minggu pertama kali, terjadi hiperplasia player. Ini terjadi pada kelenjar
typhoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga
terjadi ulserasi plaks peyer. Pada minggu ke empat terjadi penyembuhan ulkus
yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan,
bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar kelenjar mesentrial dan
limpa membesar. Gejala demam di sebabkan oleh endotosil, sedangkan gejala
pada saluran pencernaan di sebabkan oleh kelainan pada usus halus.
Skema 2.1 Proses Penyakit Typhoid menurut Suriadi & Yulianni (2006).
2. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala Typhoid menurut Rampengan (2007) adalah sebagai berikut:
a. Nyeri kepala, lemah, lesu.
b. Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu,
minggu pertama peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu
tubuh meningkat pada malam hari dan turun pada pagi hari. Pada minggu
kedua suhu tubuh terus meningkat, dan pada minggu ketiga suhu tubuh
berangsur-angsur turun dan kembali normal.
c. Gangguan pada saluran cerna; halitosis, bibir kering dan pecah-pecah,
lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), meteorismus, mual,
tidak nafsu makan, hepatomegali, splenomegali, yang disertai nyeri pada
perabaan.
d. Gangguan kesadaran; penurunan kesadaran (apatis, somnolent).
e. Bintik – bintik kemerahan pada kulit (rosaela) akibat emboli basil dalam
kapiler kulit.
f. Epistaksis.
3. Komplikasi
Komplikasi demam typhoid menurut Rampengan 2007 dapat dibagi atas dua
bagian:
a. Komplikasi pada usus halus (perdarahan, perforasi, peritonitis).
b. Komplikasi diluar usus halus (bronkhitis, bronkopneumonia, ensefalopati,
kolesititis, meningitis, miokarditis, karier kronik).
D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anak dengan typhoid menurut Rampengan (2007) adalah
sebagai berikut:
1. Perawatan
Klien diistirahatkan 7 hari sampai bebas demam atau kurang lebih 14 hari
untuk mencegah komplikasi perdarahan usus. Mobilisasi bertahap bila tidak
ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
2. Diet
Kualitas makanan disesuaikan dengan kebutuhan baik kalori, protein,
elektrolit, mineral, serta disesuaikan makanan yang rendah/bebas selulosa, dan
menghindarai makanan yang sifatnya iritatif. Pada penderita dengan gangguan
kesadaran pemasukan makanan harus lebih diperhatikan.
3. Obat – obatan
Demam typoid merupakan penyakit infeksi dengan angka kematian tertinggi
sebelum ada obat-obatan anti mikroba (10-15%) sejak adanya obat anti
mikroba terutama klorafhenycol angka kematian menurun drastis sampai
(1-%). Obat-obatan antimikroba yang sering digunakan antaralain;
klorafhenycol, tiamphenycol, kotrimosasol, amphisilin, amoxilin, ceftriakson,
sefotaksim, siprofloksasin (usia > 10 tahun).
E. Konsep Tumbuh Kembang
Menurut Whaley dan Wong dalam Supartini (2004) mengemukakan pertumbuhdn
sebagai suatu peningkatan jumlah dan ukuran, sedangkan perkembangan
menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat yang paling
rendah ke tingkat yang paling tinggi dan kompleks melalui proses maturasi dan
pembelajaran. Jadi, pertumbuhan berhubungan dengan perubahan pada kuantitas
yang maknanya terjadi perubahan pada jumlah dan ukuran sel tubuh yang ditunjukkan
dengan adanya peningkatan ukuran dan berat seluruh bagian tubuh. Perkembangan
berhubungan dengan perubahan secara kualitas, di antaranya terjadi peningkatan
kapasitas individu untuk berfungsi yang dicapai melalui proses pertumbuhan,
pematangan, dan pembelajaran. Proses pematangan berhubungan dengan peningkatan
kematangan dan adaptasi. Proses tersebut terjadi secara terus-menerus dan saling
berhubungan serta ada keterkaitan antara satu komponen dan komponen lain. Jadi, jika
tubuh anak semakin besar dan tinggi, kepribadiannya secara simultan juga semakin
matang.
Perkiraan berat badan anak dalam kilohgram menurut Adriana (2011) pada anak
usia 6-12 tahun yaitu sebagai berikut:
6 – 12 tahun umur (tahun) x 7 – 52
Oleh karena itu untuk anak umur 12 tahun dapat menggunakan rumus tersebut diatas.
Konsep tumbuh kembang anak menurut Supartini (2004) dan Wong
(2008) yaitu:
1. Perkembangan Psikoseksual (Freud)
Anak 12 tahun masuk pada fase laten dan fase genital, Selama periode laten,
anak menggunakan energi fisik dan psikologis yang merupakan media untuk
mengeksplorasi pengetahuan dan pengalamannya melalui aktivitas fisik
maupun sosialnya. Pada awal fase laten, anak perempuan lebih menyukai
teman dengan jenis kelamin perempuan, dan anak laki-laki dengan anak laki-
laki. Pertanyaan anak tentang seks semakin banyak, mengarah pada sistem
reprodulcsi. Dalam hal ini, orang tua harus bijaksana dalam merespons, yaitu
menjawabnya dengan jujur dan hangat. Luas jawaban disesuaikan dengan
maturitas anak. Sering kali karena begitu penasaran dengan seks, anak
mungkin dapat bertindak coba-coba dengan teman sepermainan. Oleh karena
itu, apabila anak tidak pernah bertanya tentang seks, sebaiknya orang tua
waspada. Peran ibu dan ayah sangat penting dalam melakukan pendekatan
dengan anak, pelajari apa yang sebenarnya sedang dipikirkan anak berkaitan
dengan seks.
Pada fase genital merupakan tahapan akhir masa perkembangan menurut Freud
adalah tahapan genital ketika anak mulai masuk fase pubertas, yaitu dengan
adanya proses kematangan organ reproduksi dan produksi hormon seks.
2. Perkembangan psikososial (Erikson)
Anak umur 12 tahun masuk pada fase industry versus inferiority dan identitas
dan kerancuan peran.
Fase industry versus inferiority. Anak akan belajar untuk bekerja sama dan
bersaing dengan anak lainnya mclalui kegiatan yang dilakukan baik dalam
kegiatan akademik maupun dalam pergaulan melalui pcrmainan yang
dilakukannya bersama. Otonomi mulai betkembang pada anak di fase ini,
terutama awal usia 6 tahun, dengan dukungan keluarga terdekat. Terjadinya
perubahan fisik, emosi, dan sosial pada anak berpengaruh terhadap gambaran
terhadap tubuhnya (body image). Interaksi sosial lebih luas dengan teman,
umpan balik berupa kritik dan evaluasi dari teman atau lingkungannya,
mencerminkan penerimaan dari kelompok akan membantu anak semakin
mempunyai konsep diri yang positif. Perasaan sukses dicapai anak dengan
dilandasi adanya motivasi internal untuk beraktivitas yang mempunyai tujuan.
Kemampuan anak untuk berinteraksi sosial lebih luas dengan teman di
lingkungannya dapat memfasilitasi perkembangan perasaan sukses (sense of
industry) tersebut.
Identitas dan kerancuan peran. Anak remaja akan berusaha untuk menyesuaikan
perannya sebagai anak yang sedang berada pada fase transisi dari kanak-kanak
menuju dewasa. Mereka menunjukkan perannya dengan bergaya sebagai
remaja yang sangat dekat dengan kelompoknya, bergaul dengan mengadopsi
nilai kelompok dan lingkiingannya, untuk dapat mengambil keputusannya
sendiri. Kejelasan identitas diperolch apabila ada kcpuasan yang diperolch dari
orang tua atau lingkungan tempat ia berada, yang membantunya melalui proses
pcncarian identitas diri sebagai anak remaja, sedangkan ketidakmampuan dalam
mengatasi konflik akan menimbulkan kerancuan peran yang narus djalankannya.
3. Perkembangan kognitif (piaget)
Anak usia 12 tahun masuk pada fase formal operation. Cara berpikir
operational formal dicirikan dengan adaptabiliias dan fleksibiliias. Remaja
dapat berpikir menggunakan istilah-istilah absttak, menggunakan simbol
absttak. Dan menarik kesimpulan logis dari serangkaian observasi. Jika A lebih
besar dari B, dan B lebih besar dari C. Simbol mana yang paling besar?
(Jawabannya adalah A.) Mereka dapai membuat hipotesis dan mengujinya;
mereka dapat mempertimbangkan hal-hal yang bersifal abstrak, teori, dan
filosofi. Meskipun mereka mungkin bingung antara sesuaiu yang ideal dengan
yang praktis, sebagian besar kontradiksi di dunia dapai diatasi dan diselesaikan.
4. Perkembangan moral (Kahlberg)
Anak usia 12 tahun pada Tingkat konvensional dan Tingkat
pascakonvensional. Tingkat konvensional, pada tahap ini anak-anak terfokus
pada kepatuhan dan loyalitas. Mereka menghargai pemeliharaan harapan
keluarga. kelompok, atau negara tanpa memedulikan konsekuensinya. Perilaku
yang disetujui dan disukai atau membanlu orang lain dianggap sebagai porilaku
yang baik. Seseorang mendapat persetujuan dengan bersikap "baik". Mematuhi
aturan. melakukan tugas seseorang, menunjukan rasa hormat terhadap
wewenang. dan menjaga aturan sosial merupakan peprilaku yang tepat. Tngkat
ini berkaitan dengan tahap operational konkrel dalam perkembangan kognitif.
Tingkat pascakonvensional, pada tahap ini individu telah mencapai tahap
kognitif operasional formal. Perilaku yang tepat cenderung didefinisikan dari
segi hak-hak dan standar umum individu yang telah diuji dan disetujui
masyarakat. Meskipun aturan prosedural untuk mencapai konsensus menjadi
Renting dengan penekanan pada sudut pandang hukum, terdapat juga
kemungkinan untuk mengubah hukum berdasarkan kebutuhan masyarakat dan
pertimbangan raslonal
F. Konsep Hospitalisasi Pada anak
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana
atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi
dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Berbagai perasaan yang
sering muncul pada anak yaitu marah, cemas, sedih, takut dan bersalah
(Wong, 2008).
Menurut Supartini (2004), perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk
berpisah dari lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok
sosialnya dan nienimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol juga terjadi akibat
dirawat di rumah sakit karena adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan kontrol
tersebut berdampak pada perubahan peran dan keluarga, anak kehilangan
kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan bermain atau pergaulan
sosial, perasaan takut mati, dan adanya kelemahan fisik. Reaksi terhadap
perlukaan atau nyeri akan ditunjukan dengan ekspresi, baik secara verbal maupun
nonverbal karena anak sudah mampu inengkomunikasikannya. Anak usia sekolah
sudah mampu mengontrol perilakunya jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit
bibir dan/atau menggigit dan memegang sesuatu dengan erat.
G. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian anak dengan Typhoid menurut Nursalam (2008) adalah sebagai
berikut:
1. Identitas.
Dalam identitas meliputi nama, umur jenis kelamin, alamat, pendidikan.
2. Keluhan utama
Berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan kurang
bersemangat, serta nafsu makan yang kurang (terutama pada masa inkubasi).
3. Suhu tubuh.
Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu, minggu
pertama peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu tubuh meningkat
pada malam hari dan turun pada pagi hari. Pada minggu kedua suhu tubuh
terus meningkat, dan pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun
dan kembali normal (Rampengan, 2007)
4. Kesadaran.
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu
apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma, atau gelisah (kecuali bila
penyakitnya berat dan terlambat mendapat pengobatan). Disamping gejala-
gejala tersebut mungkin terdapat gejala lain. Pada punggung dan anggota
gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik- bintik kemerahan karena emboli
basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama saat
demam. Kadang – kadang ditemukan pula bradikardia dan epistaksis.
5. Pemeriksaan fisik.
a. Mulut terdapat nafas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan
pecah–pecah (raggaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated
tongue), sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan, dan jarang
disertai tremor.
b. Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung (metarismus). Bisa
terjadi konstipasi atau mungkin diare atau normal.
c. Hati dan limpa membesar dan disertai nyeri pada perabaan
6. Pemeriksaan laboratorium.
a. Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis
relatif, dan aneosinofilia pada permukaan sakit.
b. Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal.
c. Biakan empedu basil salmonella typosa dapat ditemukan dalam darah
pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan
dalam urine dan feses.
d. Pemeriksaan widal.
Unutk membuat dignosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah titer zat anti
terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan
kenaikan yang progresif.
H. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan Typhoid
menurut Suriadi & Yulianni (2006) adalah:
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada
nafsu makan, mual dan kembung.
2. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan
dan peningkatan suhu tubuh.
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran.
4. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan istirahat total.
5. Hipertemi berhubungan dengan proses infeksi
I. Perencanaan Keperawatan
Intervensi keperawatan pada pasien dengan Typhoid menurut Suriadi & Yulianni
(2006) adalah:
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada
nafsu makan, mual dan kembung.
Tujuan : Meningkatkan kebutuhan nutrisi dan cairan.
Intervensi:
a. Nilai status nutrisi anak
b. Izinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak,
rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak
meningkat
c. Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk
meningkatkan kualitas intake nutrisi
d. Anjurkan kepada keluarga untuk memberikan makanan dengan teknik porsi
kecil tetapi sering
e. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama dan dengan skala
yang sama
f. Pertahankan kebersihan mulut anak
g. Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan
penyakit.
h. Kolaborasi untuk pemberian makanan melalui parenteral. Jika pemberian
makan melalui oral tidak memenuhi kebutuhan gizi anak
2. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan
dan peningkatan suhu tubuh.
Tujuan : Mencegah kurangnya volume cairan.
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda vital (suhu tubuh ) paling sedikit setiap empat jam
b. Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan : turgor tidak elastis,
ubun-ubun cekung, produksi urine menurun, membran mukosa kering, bibir
pecah-pecah
c. Observasi dan catat intake dan output dan mempertahankan intake dan
output yang adekuat
d. Monitor dan catat berat badan pada waktu yang sama dan dengan skala yang
sama
e. Monitor pemberian cairan intravena melalui intravena setiap jam
f. Kurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (insensible water loss/IWL)
dengan memberikan kompres dingin atau dengan tepid sponge
g. Berikan antibiotik sesuai program
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran
Tujuan : Mempertahankan fungsi persepsi sensori
Intervensi :
a. Kaji status neurologis
b. Istirahkan anak hingga suhu dan tanda-tanda vital stabil
c. Hindari aktivitas yang berlebihan.
d. Pantau tanda-tanda vital
4. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan istirahat total
Tujuan : Kebutuhan perawatan diri terpenuhi
Intervensi :
a. Kaji aktivitas yang dapat dilakukan anak sesuai dengan tugas perkembangan
anak
b. Jelaskan kepada klien dan keluarga aktivitas yang dapat dan tidak dapat
dilakukan hingga demam berangsur-angsur turun
c. Bantu memenuhi kebutuhan dasar anak
d. Libatkan peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar anak
5. Hipertemi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Mempertahankan suhu dalam batas normal
Intervensi :
a. Kaji pengetahuan anak dan keluarga tentang hipertermia
b. Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan
c. Beri minum yang cukup
d. Lakukan tepid sponge (seka)
e. Pakaikan baju yang tipis dan menyerap keringat
f. Pemberian obat antipireksia
g. Pemberian cairan parenteral (IV yang adekuat)
J. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pemberian asuhan keperawatan yang dilakukan
secara langsung kepada klien. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada
tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan
untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling membantu, kemampuan
tekhnik psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistematis, kemampuan
memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi dan evaluasi. Tahap
pelaksanaan keperawatan meliputi: fase persiapan (preparation), tindakan dan
dokumentasi.
1. Fase Persiapan
a. Melihat kembali intruksi perawat yang sudah mengidentifikasi difase
perencanaan.
b. Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
c. Menyadari adanya potensial komplikasi yang dihubungkan dengan aktivitas
perawatan.
d. Penentuan dan penyediaan sumber penting (waktu, personil, dan peralatan)
e. Mempersiapkan lingkungan yang kondusif untuk setiap tipe aktifitas yang
dibutuhkan (kenyamanan dan keamanan)
f. Mengidentifikasi aspek legal dan etik.
2. Fase Tindakan
Pendekatan yang digunakan adalah meliputi: tindakan independen, dependen
dan interdependen, yang merupakan untuk mencapai: kriteria hasil dari suatu
masalah keperawatan, sehingga dengan tercapainya kriteria hasil tersebut maka
masalah teratasi atau tujuan tercapai.
a. Independent yaitu suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa
petunjuk dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Lingkup tindakan
keperawatan independent, antara lain:
1) Mengkaji klien atau keluarga melalui riwayat keperawatan dan
pemeriksaan fisik untuk mengetahui status kesehatan klien.
2) Merumuskan diagnosis keperawatan sesuai respon klien yang
memerlukan intervensi keperawatan.
3) Mengidentifikasi tindakan keperawatan untuk mempertahankan atau
memulihkan kesehatan klien.
4) Mengevaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan dn medis.
b. Interdependen yaitu suatu kegiatan yang memerlukan kerjasama dari tenaga
kesehatan lain, misalnya: ahli gizi, fisioterapi, dan dokter.
c. Dependen yaitu berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan
medis/intruksi dari tenaga medis.
3. Fase Dokumentasi
Pendokumentasian harus jelas, berisi tanggal, jam, diagnosa keperawatan,
implementasi dan hasil serta tanda tangan dan nama jelas.
K. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan
atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu:
1. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencanan keperawatan guna menilai keefektifan
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif
ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni
Subjektif (data berupa keluhan klien), Objektif (data hasil pemeriksaan),
Analisa data (perbandingan data dengan teori), dan Planning (perencanaan).
2. Evaluasi Sumatif
Evaluasi Sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktifitas proses
keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan
memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode yang
dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada
akhir layanan, menanyakan respon klien dan keluarga terkait layanan
keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir pelayanan.
Sedangkan evaluasi pada teori Suriadi & Yulianni (2006) yaitu:
a. Anak menunjukkan tanda-tanda kebutuhan nutrisi terpenuhi.
b. Anak menunjukkan tanda-tanda terpenuhinya kebutuhan cairan.
c. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan kesadaran yang lebih
lanjut.
d. Anak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kondisi fisik dan tingkat
perkembangan klien.
e. Anak akan menunjukkan tanda – tanda vital dalam batas normal.