USULAN PENELITIAN UNTUK SKRIPSI

16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Indometasin 2.1.1. Uraian bahan (DITJEN POM, 1995) Rumus bangun : Rumus molekul : C 19 H 16 ClNO 4 Berat molekul : 357.79 Nama kimia : Asam 1-(p-klorobenzoil)-5-metoksi-2-metilindola- 3-asetat [53-86-1] Pemerian : serbuk hablur, polimorf kuning pucat hingga kuning kecoklatan; tidak berbau atau hamper tidak berbau. Peka terhadap cahaya; meleleh pada suhu lebih kurang 162 o Kelarutan : praktis tidak larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol, dalam kloroform dan dalam eter. pKa : 4.5 2.1.2. Farmakologi Inflamasi merupakan mekanisme pertahanan tubuh disebabkan adanya respon jaringan terhadap pengaruh-pengaruh merusak atau noksi yang bersifat lokal maupun yang masuk ke dalam tubuh. Noksi dapat berupa noksi kimia, fisika, bakteri, parasit dan sebagainya. Gejala-gejala klinis yang dapat diamati dari reaksi inflamasi antara lain peningkatan panas (kalor), warna kemerahan (rubor) Universitas Sumatera Utara

Transcript of USULAN PENELITIAN UNTUK SKRIPSI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Indometasin

2.1.1. Uraian bahan (DITJEN POM, 1995)

Rumus bangun :

Rumus molekul : C19H16ClNO4

Berat molekul : 357.79

Nama kimia : Asam 1-(p-klorobenzoil)-5-metoksi-2-metilindola-

3-asetat [53-86-1]

Pemerian : serbuk hablur, polimorf kuning pucat hingga

kuning kecoklatan; tidak berbau atau hamper tidak

berbau. Peka terhadap cahaya; meleleh pada suhu

lebih kurang 162o

Kelarutan : praktis tidak larut dalam air; agak sukar larut

dalam etanol, dalam kloroform dan dalam eter.

pKa : 4.5

2.1.2. Farmakologi

Inflamasi merupakan mekanisme pertahanan tubuh disebabkan adanya

respon jaringan terhadap pengaruh-pengaruh merusak atau noksi yang bersifat

lokal maupun yang masuk ke dalam tubuh. Noksi dapat berupa noksi kimia,

fisika, bakteri, parasit dan sebagainya. Gejala-gejala klinis yang dapat diamati dari

reaksi inflamasi antara lain peningkatan panas (kalor), warna kemerahan (rubor)

Universitas Sumatera Utara

dan pembengkakan (tumor), selain itu dapat menyebabkan terjadinya kehilangan

fungsi jaringan (Mansjoer, 1999).

Prostaglandin merupakan salah satu mediator kimiawi yang dilepaskan

selama terjadi inflamasi. Dengan dihambatnya enzim siklooksigenase, maka

perubahan asam arakidonat menjadi prostaglandin terganggu. Senyawa ini dapat

dibentuk di seluruh tubuh seperti dinding lambung, pembuluh darah, ginjal dan

paru-paru. Efek fisiologisnya terutama pada otot polos. Prostaglandin disintesa

bila membran sel mengalami kerusakan atau rangsangan baik kimiawi ataupun

fisik (Tjay dan Rahardja, 2002).

2.1.3 Pendarahan gastritis sebagai efek samping Indometasin

Ada dua penyebab utama Pendarahan Akut Gastritis; Pertama diperkirakan

karena minum alkohol atau obat lain yang menimbulkan iritasi pada mukosa

gastrik secara berlebihan (aspirin atau NSAID lainnya). Meskipun pendarahan

mungkin cukup berat, tapi pendarahan pada kebanyakan pasien akan berhenti

sendiri secara spontan dan mortalitas cukup rendah. Kedua adalah stres gastritis

yang dialami pasien di Rumah Sakit, stres gastritis dialami pasien yang

mengalami trauma berat berkepanjangan, sepsis terus menerus atau penyakit berat

lainnya (Skach, et al., 1996).

Gastritis akut merupakan suatu peradangan pada permukaan mukosa

lambung yang akut dimana kerusakan yang terjadi tidak melewati mukosa

muskularis (Hirlan dan Soeharjono, 1990). Sedangkan gastritis kronik adalah

suatu peradangan bagian permukaan mukosa yang menahun dan ulkus peptikum

(tukak peptik) adalah suatu kerusakan atau hilangnya jaringan mukosa, sub

mukosa sampai lapisan muskularis propria (Simadibrata, 1990).

Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Mekanisme terjadi pendarahan pada lambung

Obat-obat anti inflamasi non steroid menyebabkan pendarahan karena

kristal-kristal obat berkontak langsung dengan mukosa lambung, menyebabkan

perubahan kualitatif mukus lambung yang dapat mempermudah degradasi mukus

oleh pepsin. Prostaglandin terdapat dalam jumlah yang berlebihan dalam mukus

gastrik dan tampaknya memainkan peranan penting dalam pertahanan mukus

lambung. Obat-obat golongan ini mengubah permeabilitas sawar epitel,

memungkinkan difusi balik asam klorida dengan akibat kerusakan jaringan

khususnya pembuluh darah. Histamin dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan

pepsin. mukosa menjadi edema, dan sejumlah protein plasma dapat hilang

sehingga mukosa kapiler dapat rusak dan dapat mengakibatkan pendarahan (Price

dan Wilson, 1994).

2.2 Alginat

Alginat merupakan karbohidrat, seperti gula dan selulosa dan merupakan

polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman

(Dornish and Dessen, 2004). Alginat yang biasa digunakan adalah dalam bentuk

natrium alginat yang larut dalam air dan jika dilarutkan dalam larutan kalsium

klorida segera terbentuk gel kalsium alginat yang tidak larut dalam air. Ikatan

antara kalsium dengan alginat adalah ikatan khelat antara kalsium dengan rantai

L-guluronat dari alginat (Morris, et al., 1978).

2.3 Proses pertukaran ion dari alginat

Tahap pertama pembuatan alginat adalah mengubah kalsium dan

magnesium alginat yang tidak larut menjadi natrium alginat yang larut dalam air

dengan pertukaran ion dibawah kondisi alkalin (Zhanjiang, 1990).

Universitas Sumatera Utara

OH-

M(Alg)2 + 2 Na+ 2NaAlg + M2+

M adalah kation polivalen seperti Ca2+, Mg2+, dan lain-lain

Alg adalah radikal alginat.

Proses pertukaran ion dari alginat dilakukan dengan mineral asam sebelum

diekstraksi dengan alkali.

Ca(Alg)2 + 2 H+ 2HAlg + Ca2+

OH-

HAlg + Na+ NaAlg + H+

Larutan natrium alginat kasar yang diperoleh, difiltrasi dan diendapkan

dengan Ca2+ untuk membentuk garam kalsium yang tidak larut. Selanjutnya

pemisahan dilakukan dengan proses acidifikasi untuk memisahkan asam alginat

dan ion-ion kalsium.

2NaAlg + Ca2+ Ca(Alg)2 + 2 Na+

Ca(Alg)2 + 2 H+ 2HAlg + Ca2+

Kemudian gel asam alginat, setelah didehidrasi dicampur dengan alkali (Na2CO3)

untuk membuat kembali garam natrium yang larut.

OH-

HAlg + Na+ NaAlg.

Akhirnya diperoleh pasta natrium alginat lalu dikeringkan dan digiling untuk

memperoleh bubuk natrium alginat (Zhanjiang, 1990).

2.2.1. Struktur alginat

Alginat merupakan kopolimer linear yang mengandung lebih dari 700

residu asam uronat yaitu β-D-asam manuronat dan α-L-asam guluronat dengan

ikatan 1,4. Rantai alginat yang hanya mengandung residu asam manuronat disebut

Universitas Sumatera Utara

blok M, rantai alginat yang hanya mengandung residu asam guluronat disebut

blok G dan rantai alginat yang mengandung residu asam manuronat serta asam

guluronat disebut blok G-M (Inukai dan Masakatsu, 1999), seperti gambar

dibawah ini:

Gambar 2.2. Struktur Alginat

Asam alginat yang diperoleh dari Rhodophyceae-alga cokelat dalam setiap

produksinya menghasilkan jenis-jenis alginat yang berbeda-beda dimana

jumlahnya tergantung pada masa panennya dan bagian anatomi dari tumbuhan itu

sendiri, dan dapat dilihat dari tabel dibawah ini:

Tabel 1. Perbandingan asam uronat dalam berbagai spesies alga

Nama Spesies Perbandingan asam uronat (%)

Asam Guluronat (G) Asam Mannuronat (M) Ascophyllum nodosum 35 65 Macrocytis Pyrifera 40 60 Laminaria hyperborea 70 30

Universitas Sumatera Utara

Perbandingan yang bervariasi dari ketiga segmen menyebabkan perbedaan

sifat produk yang dihasilkan. Alginat yang mengandung asam guluronat yang

tinggi akan cenderung mempunyai struktur yang kaku (rigid) serta mempunyai

porositas yang besar, sedangkan yang mengandung asam mannuronat yang tinggi

mempunyai struktur yang tidak kaku (Prakash,S.,dkk, 2004).

Gambar 2.1. α-L-Guluronat dan β-D-Mannuronat

2.2.2. Sifat dan kegunaan

Asam alginat tidak dapat larut dalam air dan secara umum pada industri

untuk melarutkannya dilakukan dengan penambahan natrium ataupun kalsium.

Salah satu sifat dari larutan natrium alginat adalah jika dicampurkan dengan

larutan kalsium klorida akan membentuk gel kalsium alginat, yang tidak larut

dalam air. Ikatan antara kalsium dengan alginat adalah ikatan khelat yaitu antara

kalsium dengan rantai L-Guluronat dari alginat (Morris et al,1978).

Ikatan ionik dapat dibentuk diantara gugus karboksilat dan Ca2+ dengan

ikatan hidrogen diantara gugus hidroksi. Ketika blok G tersusun paralel berbentuk

pola rantai seperti dengan lubang-lubang yang sangat ideal sebagai tempat

Universitas Sumatera Utara

pengikatan kalsium ini menyerupai telur dalam kotaknya (egg in an egg box) dan

dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 4. Kalsium berada pada blok G (egg in an egg box)

Gel terbentuk melalui reaksi kimia dimana kalsium menggantikan natrium

dengan alginat mengikat molekul molekul alginat yang panjang sehingga

membentuk gel. Tergantung dari jumlah kalsium yang memberikan assosiasi

sementara dan meningkatkan viskositas larutan, sementara kandungan kalsium

yang tinggi menghasilkan assosiasi permanen yang menyebabkan pengendapan

atau gelatin. Gel yang lebih homogen dan stabil dapat diperoleh melalui

pendinginan yang lambat larutan alginat dengan adanya ion kalsium. Gel yang

dibentuk selama pendinginan secara kimia lebih mudah dikontrol dan tidak mudah

meleleh bila dipanaskan walaupun terdegradasi pada pH yang ekstrim

(Robinson,1987).

Kegunaan dari alginat didasarkan pada 3 sifat utamanya adalah :

a. Kemampuan untuk larut dalam air serta meningkatkan viskositas larutan.

b. Kemampuannya untuk membentuk gel.

c.Kemampuannya untuk membuat film (natrium alginat) dan serat (kalsium

alginat).

Universitas Sumatera Utara

2.3. Kitosan

2.3.1. Struktur.

Kitosan adalah suatu rantai linear dari D-Glukosamin dan N-Asetil D-

Glukosamin yang terangkai pada posisi β(1-4).Kitosan dihasilkan dari deasetilasi

kitin. Karena dalam bentuk kationik, bentuk kitosan yang tidak larut dalam air

akan membentuk polielektronik dengan anion polielektrolit. Kitosan telah

digunakan dalam bidang biomedikal dan farmasi karena kitosan bersifat

biokompatibel,biodegradasi dan tidak beracun (Adriana et al,2003).

Kitosan juga terdapat secara alami dalam beberapa jamur namun tidak

sebanyak kitin. Struktur idealnya dapat dilihat dari gambar 2:

Gambar 2. Struktur Kitosan

Karena adanya gugus amino,kitosan merupakan polielektrolit kationik

(pKa ≈ 6,5) hal yang sangat jarang terjadi secara alami. Sifat yang basa ini

menjadikan kitosan :

a.. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental sehingga

dapat digunakan dalam pembuatan gel. Dalam beberapa variasi konfigurasi

seperti butiran, membran, pelapis kapsul, serat dan spons.

b. Membentuk kompleks yang tidak larut dengan air dengan polianion yang dapat

juga digunakan untuk pembuatan butiran gel,kapsul dan membran.

c.Dapat digunakan sebagai pengkhelat ion logam berat dimana gelnya

menyediakan sistem produksi terhadap efek dekstruksi dari ion (Meryati,2005).

Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Sifat- Sifat Fisika dan Kimia

2.3.2.1. Sifat Fisika

Kitosan adalah padatan amorf putih yang tidak larut dalam alkali dan asam

mineral kecuali pada keadaan tertentu. Kitosan merupakan molekul polimer yang

mempunyai berat molekul tinggi. Kitosan dengan berat molekul yang tinggi

didapati dengan mempunyai vikositas yang baik dalam suasana asam. Kitosan

hasil destilasi kitin, larut dalam asam encer seperti asam asetat, asam formiat, dll.

Kitosan dapat membentuk gel dalam n-metilmorpin n-oksida yang dapat

digunakan dalam formulasi pelepasan obat terkendali. Kandungan nitrogen dalam

kitin berkisar 5-8% tergantung pada tingkat deasetilasi sedangkan nitrogen pada

kitosan kebanyakan dalam bentuk gugus amino. Maka kitosan bereaksi melalui

gugus amino dalam pembentukan N-asilasi dan reaksi Schiff yang merupakan

reaksi yang penting (Kumar, 2000).

2.3.2.2 Sifat Kimia

Adanya gugus amino dan hidroksil dari kitosan juga menyebabkan kitosan

mudah dimodifikasi secara kimia antara lain dalam reaksi pembentukan:

a. N-Asil

Metode yang paling sederhana adalah dengan mereaksikan asam

karboksilat dengan kitosan. Pemanasan larutan kitosan dalam asam formiat 100%

pada suhu 90oC dengan penambahan piridin sedikit demi sedikit untuk

menghasilkan N-formilatosan serta N-Asetil dalam asetat 20%. Pereaksi yang

paling banyak digunakan untuk N-Asilasi kitosan adalah asil anhidrida,baik dalam

kondisi homogen dan heterogen.

Universitas Sumatera Utara

b. O-Asilasi

Gugus Amino kitosan lebih reaktif daripada gugus hidroksilnya. Gugus

amino perlu diproteksi selama proses asilasi untuk menghasilkan O-Asil Kitosan.

Metode proteksi yang dilakukan antara lain melalui pembuatan basa Schiff disusul

O-Asetilasi menggunakan larutan untuk mencegah hidrolisis asam dan basa

Schiff.

Pembuatan O-Asetil kitosan dapat juga dilakukan dengan melarutkan

kitosan terasetilasi dalam asam formiat 90% yang mengandung asetat anhidrida

dengan HClO4 dengan asumsi protonasi akan mencegah terjadinya N-Asetilasi.

N-dan O-Asetilasi kitosan juga dapat diperoleh bersamaan dengan

menggunakan asil klorida. Caranya dengan merefluks kitosan dalam dodekanoil

klorida berlebih-piridin-kloroform dan ditambah asam klorida sesudah direfluks 5

jam. Produk yang diperoleh sesudah 9 jam larut dalam kloroform, benzene, dietil

eter dan piridin.

c. Eter Kitosan

Pembuatan derivate O-alkil kitosan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu

O-Alkilasi kitin disusul pengurangan N-Asetilasi dan O-Alkilasi derivat kitosan

dimana gugus amino diproteksi selama reaksi selama reaksi alkilasi.

Karboksilmetil kitosan yang diperoleh melalui prosedur pertama

menghasilkan garam natrium dengan gugus amin bebas dalam bentuk busa

ataupun garam hidroklorida dari asam amino dengan gugus karboksimetil dalam

bentuk asam. Sensitifitas terhadap penambahan elektrolit meningkat dengan

bertambahnya karboksimetilasi. Perlakuan alkali kitin dengan epiloklorohidrin

Universitas Sumatera Utara

pada 0-15oC disusul deasetilasi menghasilkan O-hidroksialkil kitosan (Kaban,

2007).

Karena kitin dan kitosan merupakan bahan alam maka keduanya lebih

bersifat biokompatibel dan biodegradabel dibanding dengan polimer sintetik.

Kitin dan kitosan serta senyawa turunannya telah banyak diaplikasikan dalam

berbagai industri. Nilai total perdagangan bahan-bahan tersebut pada tahun 2002

mencapai 112 trilyun rupiah (Toharisman, 2007).

2.4. Kalsium Alginat Kitosan

Alginat yang merupakan polianionik dan kitosan polikationik bila

dilarutkan pada kondisi yang tepat dapat berinteraksi satu sama lain melalui gugus

karboksil dari alginat dan gugus amino dari kitosan (Cruz, M.C.P., dkk., 2004).

Kompleks polielektrolit yang terbentuk diharapkan dapat memberikan aplikasi

yang lebih baik dikarenakan keunikan struktur dan sifatnya. Sejauh ini kompleks

polielektrolit alginate kitosan banyak dimanfaatkan sebagai serat, kapsul, dan

butiran (Knill, C.J., 2003).

2.5. Swelling (Pengembangan)

Swelling (pengembangan) adalah peningkatan volume suatu material pada

saat kontak dengan cairan, gas, atau uap. Pengujian ini dilakukan antara lain untuk

memprediksi zat yang bisa terdifusi melalui material-material tertentu. Ketika

suatu biopolymer kontak dengan cairan, misalnya air, terjadinya pengembangan

disebabkan adanya termodinamika yang bersesuaian antara rantai polimer dan air

serta adanya gaya tarik yang disebabkan efek ikatan silang yang terjadi pada

rantai polimer. Kesetimbangan swelling dicapai, ketika kedua kekuatan ini sama

besar. Berhubung sifat termodinamika polimer dalam larutan berbeda-beda, maka

Universitas Sumatera Utara

tidak ada teori yang bisa memprediksikan dengan pasti tentang sifat

pengembangan. Ketika matriks mengembang, mobilitas rantai polimer bertambah,

sehingga memudahkan penetrasi pelarut . selain itu, ion-ion kecil yang

terperangkap dalam matriks, berdifusi meninggalkan matriks, sehingga

memberikan peluang yang lebih besar bagi pelarut untuk mengisi ruang-ruang

kosong yang ditinggalkan. Pegembangan matriks alginat-kitosan, kemungkinan

disebabkan masih adanya ion COO- yang bersifat hidrofilik dalam matriks.

2.6. Disolusi

Disolusi adalah suatu proses dimana suatu zat padat menjadi terlarut

dalam suatu pelarut. Dalam sistem biologik disolusi obat dalam media ”aqueous”

merupakan suatu bagian penting sebelum kondisi absorbsi sistemik. Laju disolusi

obat-obat dengan kelarutan dalam air sangat kecil dari bentuk sediaan padat yang

utuh atau terdesintegrasi dalam saluran cerna sering mengendalikan laju absorbsi

sistemik obat (Shargel, 1988).

Pada tahun 1897 Noyes dan Whitney mengembangkan suatu persamaan

untuk menerangkan hal-hal yang berkaitan dengan disolusi yaitu:

= K (Cs – Ct)

Dimana dc/dt adalah laju disolusi obat, K adalah tetapan disolusi, Cs konsentrasi

saturasi (kelarutan maksimum), Ct adalah konsentrasi pada waktu t.

Dalam percobaan mereka, Noyes dan Whitney menjaga luas permukaan

konstan. Namun oleh karena kondisi seperti ini tidak selamanya dapat

dipraktekkan maka Brunner dan Tollozko memodifikasi persamaan diatas dengan

memasukkan luas permukaan S sehingga persamaannya menjadi sebagai berikut:

= KS (Cs – Ct)

Universitas Sumatera Utara

Dalam penentuan laju disolusi obat dari sediaan padat maka harus

dipertimbangkan beberapa proses fisikokimia. Proses ini termasuk proses

pembasahan sediaan padat, penetrasi medium disolusi kedalam sediaan, proses

pengembangan, desintegrasi dan deagregasi (Abdou, 1989).

Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi dibagi atas 3 kategori, yaitu:

1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sifat fisikokimia obat, meliputi:

a. Efek kelarutan obat

Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama dalam menentukan laju

disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan laju disolusi yang cepat.

b. Efek ukuran partikel

Ukuran partikel berkurang dapat memperbesar luas permukaan obat yang

berhubungan dengan medium, sehingga laju disolusi meningkat.

2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sediaan obat, meliputi:

a. Faktor formulasi: bahan pengisi, penghancur, pengikat dan bahan pelican.

b. Faktor pembuatan: metode granulasi, daya kompresi.

3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan laju disolusi, meliputi:

a. Tegangan permukaan medium disolusi

Tegangan permukaan mempunyai pengaruh nyata terhadap laju disolusi

bahan obat. Surfaktan dapat menurunkan sudut kontak, karena itu

menaikkan proses penetrasi matriks oleh medium disolusi.

b. Viskositas medium

Semakin tinggi viskositas medium, semakin kecil laju disolusi bahan obat.

Universitas Sumatera Utara

c. pH medium disolusi

Obat-obat asam lemah disolusinya kecil dalam medium asam, karena

bersifat nonionic, tetapi disolusinya besar pada medium basa karena

terionisasi dan pembentukan garam yang larut (Martin, 1993).

Beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam melakukan uji disolusi yaitu:

a. Ukuran dan bentuk wadah. Bentuk dapat berupa alat bulat atau datar.

b. Jumlah pengadukan

c. Suhu media disolusi. Variasi suhu harus dihindarkan , sebagian besar uji

disolusi dilakukan pada suhu 370C.

d. Sifat media disolusi. Media disolusi tidak boleh jenuh dengan obat. Media yang

digunakan cairan HCl 0,1 N; cairan lambung buatan dan cairan usus buatan.

Alat disolusi berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV ada dua jenis

yaitu:

a. Metode Keranjang

Alat terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan

transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh

motor dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu

tangas air yang sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan

suhu dalam wadah pada 37º ± 0,5ºC selama pengujian berlangsung dan menjaga

agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap.

b. Metode Dayung

Alat ini menggunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai

pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih

dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus

Universitas Sumatera Utara

tanpa goyangan yang berarti. Jarak 25 mm ± 2 mm antara daun dan bagian dalam

dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung. Sediaan dibiarkan

tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai berputar. Sepotong kecil bahan

yang tidak bereaksi seperti kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk

mencegah mengapungnya sediaan.

2.7. Sistem Penyampaian Obat Pelepasan Terkontrol

Sistem penyampaian obat dengan pelepasan yang dimodifikasi (modified

release) dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu:

1. Pelepasan tertunda (delayed release)

2. Pelepasan terus-menerus/berkesinambungan (sustained release)

3. Pelepasan dengan target tempat tertentu (site-spesific targeting)

4. Pelepasan dengan target reseptor (receptor targeting)

Keuntungan potensial dari terapi obat terkontrol, yaitu:

1. Menghindari masalah kepatuhan pasien

2. Menggunakan lebih sedikit obat

a. Mengurangi atau meniadakan efek samping local

b. Mengurangi atau meniadakan efek samping sistemik

c. Mendapatkan potensial lebih sedikit atau mengurangi aktivitas obat

dengan pemakaian kronis (lama)

d. Mengurangi akumulasi obat dengan pemakaian kronis

3. Peningkatan efisiensi dalam pengobatan:

a. Mengobati atau mengontrol kondisi lebih tepat

b. Meningkatkan kontrol dari kondisi, seperti mengurangi fluktuasi dalam

level obat

Universitas Sumatera Utara

c. Meningkatkan bioavailabilitas beberapa obat

d. Membuat pemakaian efek khusus, misalnya aspirin sustained release

untuk pengobatan pagi dari encok dengan pemberian sebelum tidur.

4. Penghematan

Universitas Sumatera Utara