ulkus di - Repository Poltekkes Semarang
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of ulkus di - Repository Poltekkes Semarang
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Asuhan keperawatan pada DM tipe II dengan fokus studi kerusakan
integritas kulit: ulkus diabetik di RSUD Tugurejo Semarang telah
dilaksanakan selama 6 hari dari tanggal 14-19 Januari 2019 di ruang
Amarilis I dan Dahlia II pada Ny. Sa dan Ny. Su. Asuhan keperawatan ini
mencakup lima tahap asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi asuhan keperawatan.
1. Pengkajian
a. Pasien 1
Berdasarkan pengkajian didapatkan data pasien bernama Ny.
Sa berusia 40 tahun pendidikan terakhirnya SMA pekerjaannya
sebagai pegawai swasta nomer rekam medis 547935 dengan
diagnosa medis DM tipe II dengan ulkus pedis. Pasien bertempat
tinggal di Ngaliyan Semarang.
Keluhan utama pasien saat pengkajian didapatkan data yaitu
mengatakan adanya luka di punggung kaki kiri yang tidak sembuh-
sembuh. Riwayat kesehatan sekarang berdasarkan waktu terjadinya
sakit didapatkan data yaitu mengatakan mempunyai luka di kaki
karena kecelakaan dengan motor pada waktu sepulang bekerja, lama
28
luka sudah lima hari yaitu dari tanggal 9 Januari 2019 sampai
sekarang. Pasien mengatakan saat sepulang bekerja pukul 16.30
WIB pasien mengalami kecelakaan motor sehingga terdapat luka
pada punggung kaki kiri pasien, pasien mengatakan setelah
kecelakaan itu pasien kemudian dibawa ke IGD RSUD Tugurejo
Semarang dalam kondisi lemah. Setelah luka pasien dibersihkan
kemudian pasien dibolehkan rawat jalan. Setelah tiga hari dirawat
jalan dan obat yang diberikan sudah habis pasien mengatakan
lukanya tidak sembuh-sembuh semakin bengkak dan sangat nyeri
untuk digerakkan, karena itu pada tanggal 12 Januari 2019 pasien
kembali ke IGD RSUD Tugurejo Semarang dan kemudian di rawat
inap di ruang Amarilis I.
Riwayat keperawatan dahulu mengatakan tidak pernah luka
seperti saat ini. Pasien mengatakan baru pertama kali dirawat di RS.
Riwayat keluarga didapatkan data di dalam keluarga Ny.Sa terdapat
riwayat sakit DM dari ibu pasien. Riwayat alergi, tidak mempunyai
alergi terhadap makanan maupun obat-obatan.
Pengkajian pola fungsional menurut Gordon, Ny. Sa
mengatakan sering merasa lapar dan haus. Sejak mengetahui
memiliki diabetes Ny. Sa mengatakan sudah mengerti mengenai diit
untuk DM tetapi pasien belum bisa mematuhi diit tersebut. Selama
di rawat di RS pasien mengatakan tidak memiliki keluhan apapun
dan pasien mengahabiskan ½ porsi dari makanan rumah sakit. Ny.
29
Sa mengatakan sebelum di rawat di RS sering merasa tiba-tiba lemas
saat bekerja. Selama di rawat di rumah sakit dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari dibantu oleh adiknya dan perawat. Pasien
mengatakan cemas terhadap penyakitnya dan lukanya yang tidak
sembuh-sembuh. Pasien mengatakan luka dikakinya
mengingatkannya akan ibu pasien yang meninggal akibat DM dan
juga luka dikaki yang tidak sembuh-sembuh.
Pengkajian fisik pada Ny. Sa didapatkan data keadaan
umum pasien lemah dengan kesadaran composmentis, TD 141/82
mmHg, nadi 76 x/menit, RR 20 x/menit dan suhu 36.8 C. Pengkajian
ekstremitas di peroleh data : ekstremitas atas fungsi gerak tangan
kanan tidak optimal karena tangan kanan Ny. Sa terpasang infus RL
20 tetes/menit, tidak ada lesi, tidak oedema, fungsi gerak tangan
kanan normal. Ekstremitas bawah terdapat luka dipunggung kaki
kiri, berwarna kemerahan, adanya pus, bau tidak sedap, luka tampak
kotor, lebar luka 2 cm, panjang luka 11 cm, kaki disekitar luka
tampak bengkak, panas dan mengeluh nyeri. Termasuk dalam grade
2.
Pengkajian luka menggunakan Bates-Jensen Wound
Assesment Tool (BJWAT) diperoleh data yaitu luasluka 22 cm maka
termasuk dalam skor ukuran 3, kemudian kedalaman berupa
hilangnya sebagian kulit termasuk epidermis dan atau dermis masuk
dalam skor 2, tepi luka dengan skor 2, tunneling dengan skor 1, tipe
30
jaringan nekrotik dengan skor 1, jumlah jaringan nekrotik dengan
skor 1, tipe exudate dengan skor 4, jumlah exudate dengan skor 3,
warna kulit sekitar luka dengan skor 1, edema perifer dengan skor 2,
indurasi jaringan primer dengan skor 1, jaringan granulasi dengan
skor 3 dan epitalisasi dengan skor 4. Total skor BJWATpada pasien
1 adalah 28 dari 65 sedangkan pengkajian luka dengan The New
Diabetic foot ulcer Scale diperoleh skor total 26 dari 98.
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 12 Januari 2019 jam
09.00 diperoleh leukosit: 11.5, eritrosit: 4.91, Hb: 13.6, hematokrit:
40.40, trombosit: 345.000. Gula darah sewaktu di dapatkan 351
mg/dl. Terapi pada tanggal 14 Januari 2019 infus RL 20 tetes/menit,
injeksi ceftriaxone 1 gram 2x1, injeksi ranitidine 1 ampul 2x1,
injeksi novorapid 12 unit serta obat paracetamol 500 mg peroral dan
topikal cutimed gel 15 gram.
b. Pasien 2
Berdasarkan pengkajian didapatkan data pasien bernama Ny.
Su berusia 50 tahun pendidikan terakhirnya SMA pekerjaannya
sebagai ibu rumah tangga, nomer rekam medis 573059 dengan
diagnosa medis DM tipe II dengan abses ulkus pedis dextra. Pasien
bertempat tinggal di Banjarnegara.
Keluhan utama Ny.Su yaitu pasien mengatakan adanya luka
yang tidak sembuh-sembuh. Riwayat keperawatan sekarang
berdasarkan waktu terjadinya sakit yaitu pasien mengatakan
31
merasa sangat gatal pada daerah pergelanagn kaki sehingga
digaruk terus menerus dengan sisir rambut yang kemudian menjadi
lecet dan terus membesar dan tidak sembuh-sembuh, lama luka
sudah tujuh hari yang lalu. Riwayat kesehatan sekarang
berdasarkan proses terjadinya sakit didapatkan data yaitu pasien
mengatakan sempat hilang kesadaran, setelah sadar pasien
diberikan teh manis hangat kemudian diantar adiknya ke IGD
RSUD Tugurejo Semarang dan didapatkan hasil pemeriksaan GDS
pasien yaitu 60 mg/dl setelah itu pasien dirawat di Ruang Dahlia
II.
Riwayat keperawatan dahulu pasien mengatakan belum
pernah dirawat di rumah sakit. Pasien mengatakan memiliki
riwayat hipertensi. Pasien mengatakan tidak memiliki alergi obat
apapun.
Riwayat kesehatan keluarga didapatkan data pasien
emngatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit
seperti pasien, tidak ada riwayat hipertensi, penyakit menular
maupun penyakit jantung.
Pengkajian pola fungsional menurut Gordon, Ny. Su
mengatakan sering merasa lapar dan haus. Sejak mengetahui
memiliki diabetes Ny. Su mengatakan sudah mengerti mengenai
diit untuk DM tetapi pasien belum bisa mematuhi diit tersebut.
Selama di rawat di RS pasien mengatakan sering merasa mual
32
sehingga hanya habis 2 sendok makanan dari RS dan setengah
gelas susu untuk pasien DM. Selama di rawat di rumah sakit dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-hari dibantu oleh asisten rumah
tangga dan perawat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil keadaan umum
pasien lemah, kesadaran composmentis, TD 151/80 mmHg, Nadi
72 x/menit, RR 20 x/menit, suhu 36.5 C. Pemeriksaan ekstremitas
di peroleh data : ekstremitas atas fungsi gerak tangan kanan tidak
optimal karena tangan kanan Ny. Su terpasang infus NaCl 16
tetes/menit, tidak ada lesi, tidak oedema, fungsi gerak tangan kanan
normal. Ekstremitas bawah terdapat ulkus di pergelangan kaki
kanan dengan karakteristik ulkus basah, kemerahan, terdapat pus,
kedalaman lukanya sekitar 1 cm, panjang 2 cm, lebar 2,5 cm,
eritema, dan mengeluh nyeri. Termasuk dalam grade 3.
Pengkajian luka menggunakan Bates-Jensen Wound
Assesment Tool (BJWAT) diperoleh data yaitu luas luka 5 cm maka
termasuk dalam skor ukuran 2, kemudian kedalaman masuk dalam
skor 3, tepi luka dengan skor 3, tunneling dengan skor 1, tipe
jaringan nekrotik dengan skor 1, jumlah jaringan nekrotik dengan
skor 1, tipe exudate dengan skor 5, jumlah exudate dengan skor 4,
warna kulit sekitar luka dengan skor 1, edema perifer dengan skor
1, indurasi jaringan primer dengan skor 1, jaringan granulasi
dengan skor 4 dan epitalisasi dengan skor 5. Total skor BJWAT
33
pada pasien 2 adalah 32 dari 65 sedangkan pengkajian luka dengan
The New Diabetic foot ulcer Scale diperoleh skor total 21 dari 98
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 12 Januari 2019 jam
12.00 diperoleh leukosit: 17.40, eritrosit: 4.71, Hb: 13.7,
hematokrit: 40.70, trombosit: 459. Gula darah sewaktu di dapatkan
351mg/dl. Terapi pada tanggal 14 Januari 2019 infus NaCl 16
tetes/menit, infus metronidazole 2x1, injeksi ceftriaxone 1 gram
2x1, injeksi ranitidine 1 ampul 2x1, injeksi ketorolac 30 mg 1x1,
injeksi furosemid 20 mg 3x1, obat per oral; candesartan 16 mg 1x1,
clonidin 0.15 mg 3x1, moximed tablet 400 mg 1x1, meloxicam 15
mg 2x1, isosirbid dintrat tab 3x1, amlodipin 10 mg tab 1x1,
glimepiride 1 mg 1x1.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan, diperoleh data subjektif dan
objektif pada kedua pasien yang kemudian dirumuskan dalam diagnosa
keperawatan berupa kerusakan intergitas kulit berhubungan dengan
faktor mekanik (adanya gesek dan tekanan), dengan analisa data sebagai
berikut:
a. Pasien 1
Data subjektif pasien mengatakan luka terjadi karena pasien
mengalami kecelakaan motor lalu tergesek aspal, data objektif
terdapat luka dipunggung kaki kiri pasien, bentuk luka tidak
34
beraturan, adanya eksudat serosa, sedikit berbau, luka tampak kotor,
lebar luka 2 cm, panjang luka 11 cm, kaki disekitar luka tampak
bengkak, panas dan mengeluh nyeri
b. Pasien 2
Data subjektif pasien mengatakan adanya luka karena pasien merasa
gatal kemudian digaruk terus menerus menggunakan sisir rambut
yang kemudian menjadi luka yang tidak sembuh-sembuh. Data
objektif terdapat luka dipergelangan kaki kanan dengan karakteristik
ulkus basah, terdapat eksudat purulent, kedalaman lukanya sekitar 1
cm, panjang 2 cm, lebar 2,5 cm, dan mengeluh nyeri
3. Perencanaan Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka selanjutnya
adalah membuat perencanaan tindakan keperawatan meliputi tujuan dan
kriteria hasil serta rencana tindakan keperawatan. Tujuan yang akan
dicapai selama 6x24 jam, diharapkan integritas kulit dan jaringan
membaik ditandai dengan tidak ada tanda-tanda infeksi, berkurangnya
edema sekitar luka, pus dari jaringan berkurang, adanya jaringan
granulasi, bau busuk luka berkurang. Berdasarkan diagnosa keperawatan
maka rencana tindakan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Observasi karakteristik luka. Tujuan dari intervensi ini yaitu untuk
mengetahui luas luka, drainase, pus dan juga adanya infeksi pada
luka serta mengkaji perkembangan luka.
35
2) Lakukan perawatan luka sesuai dengan karakteristik luka meliputi
angkat balutan luka, angkat sisa balutan yang menempel pada luka,
nekrotomi jaringan yang mati, bersihkan luka dengan cairan NaCl,
berikan dressing sesuai dengan jenis luka. Tujuan dari intervensi ini
yaitu untuk menghindari resiko infeksi pada luka serta meningkatkan
efektifitas penyembuhan luka.
3) Posisikan pasien untuk menghindari penempatan ketegangan pada
luka. Tujuan dari intervensi ini yaitu ketegangan pada area luka
menyebabkan luka sulit sembuh karena sirkulasi darah dan oksigen
yang kurang lancar.
4) Kolaborasi pemberian makanan sesuai diit. Tujuan dari intervensi ini
yaitu pemberian diit yang sesuai akan menunjang keefektifan dalam
penyembuhan luka.
5) Lakukan pemeriksaan gula darah sewaktu. Tujuan dari intervensi ini
yaitu adanya gula darah yang tinggi dapat menyebabkan kuman
semakin berkembang sehingga dapat menyebabkan infeksi pada
luka.
6) kolaborasi dengan medis dalam pemberian terapi penunjang. Tujuan
dari intervensi ini yaitu terapi penunjang diharapkan semakin
mempercepat proses penyembuhan luka dan menghindari adanya
infeksi pada luka.
36
4. Implementasi Keperawatan
a. Pasien 1
Tindakan yang telah dilakukan pada hari senin 14 Januari
2019 yaitu pemeriksaan gula darah dengan diperoleh hasil cek GDS
dengan hasil : 261 mg/dl. Respon pasien mengatakan pasien merasa
lemas dan nyeri. Implementasi berikutnya yaitu mengobservasi
karakteristik luka dan didapatkan hasil mengatakan terdapat luka
dipunggung kaki kiri, bentuk luka tidak beraturan, adanya eksudat
serosa, sedikit berbau, luka tampak kotor, lebar luka 2 cm, panjang
luka 11 cm, kaki disekitar luka tampak bengkak, panas dan
mengeluh nyeri, kaki disekitar luka tampak bengkak namun tidak
ada pitting edema, panas dan mengeluh nyeri. Implementasi
berikutnya yaitu perawatan luka sesuai dengan kondisi luka.
Langkah yang pertama yaitu angkat balutan, buang sisa balutan yang
menempel, bersihkan luka dari pus yang ada menggunakan NaCl
kemudian keringkan dengan kassa steril dan oleskan obat topikal
hydrogel gel dan tutup kembali luka dengan kassa steril. Respon
pasien mengatakan pasien merasa nyaman setelah dilakukan
perawatan luka. Implementasi selanjutnya yatiu kolaborasi
pemberian diit DM. Respon pasien mengatakn hanya
mengkonsumsi makanan dari rumah sakit. Pasien hanya habis ½
porsi. Kemudian didukung pemberian terapi berdasar advis dokter
pada tanggal 14 Januari 2019 pasien mendapat injeksi ceftriaxone 1
37
gram 2x1, injeksi ranitidine 1 ampul 2x1 dan Infus metronidazole.
Selama pemberian obat pasien tidak menunjukkan adanya respon
alergi.
Tindakan yang telah dilakukan pada hari selasa 15 Januari
2019 sampai dengan hari sabtu 19 Januari 2019 sama dengan
tindakan yang dilakukan pada hari pertama yaitu cek GDS per hari
dengan hasil berturut-tururt : 273mg/dl, 289 mg/dl, 346 mg/dl, 291
mg/dl dan 275 mg/dl dan telah masuk novorapid sebanyak 12 unit
kecuali pada hari ke empat yang masuk 16 unit akibat peningkatan
hasil gula darah sewaktu. Kemudian mengobservasi luka selama
asuhan keperawatan hari ke dua sampai hari ke enam ditemukan
karakteristik luka berubah menjadi tidak adanya eksudat, tidak
berbau, tidak terdapat bengkak namun tidak menunjukkan adanya
perbaikan luka dengan panjang 11 cm dan lebar 2. Tindakan
berikutnya yaitu merawat luka dengan teknik aseptik, selama
perawatan luka respon pasien kooperatif dan pasien mengatakan
merasa lebih nyaman setelah balutan diganti. Kemudian kolaborasi
pemberian diit, pasien mengatakan hari kamis itu pasien minum es
teh manis sehingga gula darahnya naik, selain hari itu pasien selalu
menghabiskan makanan diit dari rumah sakit sebanyak ½-1 porsi.
Selama tindakan kolaborasi pemberian terapi penunjang respon
pasien tidak menunjukkan adanya alergi obat.
38
b. Pasien 2
Tindakan yang telah dilakukan pada hari senin 14 Januari
2019 yaitu pemeriksaan gula darah dengan diperoleh hasil cek GDS
dengan hasil : 291 mg/dl. Respon pasien mengatakan pasien merasa
lemas. Implementasi berikutnya yaitu mengobservasi karakteristik
luka dan dipatkan hasil mengatakan terdapat luka dipergelangan
kaki kanan dengan karakteristik ulkus basah, terdapat eksudat
purulent, kedalaman lukanya sekitar 1 cm, panjang 2 cm, lebar 2,5
cm, dan mengeluh nyeri. Implentasi berikutnya yaitu perawatan
luka dengan teknik aspetik. Langkah yang pertama yaitu angkat
balutan, buang sisa balutan yang menempel, bersihkan luka dari
eksudat yang ada menggunakan NaCl kemudian keringkan dengan
kassa steril, kemudian berikan tampon lembab pada luka dan tutup
kembali luka dengan kassa steril. Implementasi selanjutnya yatiu
kolaborasi pemberian diit DM. Respon pasien mengatakan merasa
mual. Pasien hanya habis empat sendok makan. Kemudian didukung
pemberian terapi berdasar advis dokter pada tanggal 14 Januari 2019
pasien mendapat infus metronidazole 2x1, injeksi ceftriaxone 1
gram 2x1, injeksi ranitidine 1 ampul 2x1, injeksi ketorolac 30 mg
1x1, injeksi furosemid 20 mg 3x1. Selama pemberian obat pasien
tidak menunjukkan adanya respon alergi.
39
Tindakan yang telah dilakukan pada hari selasa 15 Januari
2019 sampai dengan hari sabtu 19 Januari 2019 sama yaitu cek GDS
per hari dengan hasil berturut-tururt : 254 mg/dl, 286 mg/dl, 257
mg/dl, 264 mg/dl dan 252 mg/dl. Kemudian mengobservasi luka
selama asuhan keperawatan hari ke dua sampai hari ke enam
ditemukan karakteristik luka berubah menjadi pus berkurang, bau
berkurang, tidak terdapat bengkak, kedalaman luka tetap, tidak
menunjukkan adanya perbaikan luka dengan panjang 2 cm, lebar
2,5 cm, bau luka berkurang. Tindakan berikutnya yaitu merawat
luka dengan teknik aseptik, selama perawatan luka respon pasien
kooperatif dan pasien mengatakan merasa lebih nyaman setelah
balutan diganti. Kemudian kolaborasi pemberian diit, pasien
menghabiskan makanan diit dari rumah sakit sebanyak ¼ porsi.
Selama tindakan kolaborasi pemberian terapi penunjang respon
pasien tidak menunjukkan adanya alergi obat.
5. Evaluasi
a. Pasien 1
Evalusi dilakukan setelah melakukan asuhan keperawatan selama
6x24 jam dengan format SOAP. Pada pasien 1 yaitu Ny. Sa dengan
hasil S: Pasien mengatakan luka mulai membaik dan tidak merasa
nyeri. O: kondisi luka bersih, daerah luka sedikit lembab, tidak
berbau, luas luka tetap 22 cm dengan panjang luka 11 cm dan lebar 2
40
cm, tidak tampak kemerahan maupun edema.skor total pengkajian
BJWAT menurun dari 28 menjadi 23 dan skor DFUS menurun dari
26 menjadi 25. A: Masalah belum teratasi. P: Lanjutkan Intervensi
yaitu dengan pemeriksaan gula darah, observassi karakteristik luka,
perawatan luka sesuai karakteristik luka, hindari penekanan pada
luka, monitor status nutrisi, dan kolaborasi dalam terapi penunjang.
b. Pasien 2
Pada pasien 2 yaitu Ny. Su dengan hasil S: Pasien mengatakan
kakinya masih luka dan nyeri mulai berkurang O: kondisi luka bersih,
daerah luka lembab, bau berkurang, luas luka tetap 5 cm dengan
kedalaman 1 cm,masih terdapat eksudat dengan karakteristik cair dan
berwarna kuning jernih. .Skor total pengkajian BJWAT menurun dari
32 menjadi 30 dan skor DFUS menurun dari 21 menjadi 20. A:
Masalah belum teratasi. P: Lanjutkan Intervensi yaitu dengan
pemeriksaan gula darah, observasi karakteristik luka, hindarkan
penekanan pada luka, perawatan luka sesuai karakteristik luka,
monitor status nutrisi, dan kolaborasi dalam terapi penunjang.
Berikut merupakan hasil monitoring skala ulkus dengan
menggunakan Bates-Jensen Wound Assesment Tool dan Diabetic
Foot Ulcer Assesment Scale.
41
Tabel 4.1 Monitoring skala ulkus diabetik pre dan post pada pasien
1 dan pasien 2 selama enam hari dengan menggunakan Bates-
Jensen Wound Assesment Tool
Item
Pasien 1 Pasien 2
Skor
Pre
Skor
Post
Skor
Pre
Skor
Post
1. Ukuran 3 3 2 2
2. Kedalaman 2 2 3 3
3. Tepi luka 2 2 3 3
4. Tunneling 1 1 1 1
5. Tipe jaringan nekrotik 1 1 1 1
6. Jumlah jaringan nekrotik 1 1 1 1
7. Tipe eksudat 4 1 5 5
8. Jumlah eksudat 3 2 4 4
9. Warna kulit sekitar luka 1 1 1 1
10. Edema perifer 2 1 1 1
11. Indurasi jaringan perifer 1 1 1 1
12. Jaringan granulasi 3 3 4 4
13. Epitelisasi 4 4 5 5
Total skor 28 23 32 30
Hasil monitoring skala ulkus kaki diabetik menggunakan BJWAT
pada pasien 1 terlihat adanya penurunan skor pada item 7, 8 dan 10
yang menunjukkan adanya penurunan/hilangnya eksudat dan tidak
adanya edema/pembengkakan. Pada pasien 2 terlihat adanya
penurunan skor pada item 7 dan 8 yang menunjukkan bentuk
eksudat yang berubah dari purulen menjadi serosadan jumlah
eksudat yang berkurang. Penilaian item secara rinci dapat dilihat di
lampiran.
42
Tabel 4.2 Monitoring skala ulkus diabetik pre dan post pada pasien
1 dan pasien 2 selama enam hari dengan menggunakan diabetic foot
ulcer assessment scale
Item
Pasien 1 Pasien 2
Skor
Post
Skor
Pre
Skor
Pre
Skor
Post
1. Kedalaman 1 1 3 3
2. Ukuran 5 5 3 3
3. Skor Ukuran 10 10 2 2
4. Inflamasi 1 1 2 2
5. Proposi jaringan granulasi 4 4 5 5
6. Jaringan nekrotik 0 0 0 0
7. Proposi jaringan nekrotik 0 0 0 0
8. Proposi slough 3 3 4 3
9. Maserasi 0 0 0 0
10. Tipe tepi luka 2 2 2 2
11. Tunneling 0 0 0 0
Total skor 26 25 21 20
Hasil monitoring skala ulkus kaki diabetik menggunakan DFUS
pada pasien 1 menunjukkan adanya penurunan skor pada item 4
yang menunjukkan tanda-tanda inflamasi telah hilang kemudian
pada pasien 2 terlihat penurunan skor pada item 8 yang
menunjukkan berkurangnya proposi slough pada ulkus. Penilaian
item secara rinci dapat dilihat di lampiran.
43
B. Pembahasan
Bab ini akan membahas kesenjangan yang terjadi antara teori dengan
kondisi riil kasus di Rumah Sakit tempat penulis melakukan asuhan
keperawatan.
1. Pengkajian
Hasil pengkajian pada kedua pasien menunjukkan adanya luka yang
tidak sembuh-sembuh. Luka yang tidak sembuh-sembuh pada kedua pasien
DM tersebut menurut Clyton, (2009) dan Sumpio (2010) dalam Tarwoto
(2012) dikarenakan adanya hiperglikemia atau kadar glukosa darah tinggi
dan tidak terkontrol yang menyebabkan gangguan saraf dan gangguan aliran
darah. Peningkatan kadar gula darah mengakibatkan darah menjadi pekat
dan mengakibatkan kerusakan vaskuler yang menyebabkan gangguan aliran
darah sehingga kebutuhan nutrisi dan metabolisme di area tersebut tidak
tercukupi menyebabkan luka yang tidak sembuh-sembuh. Menurut Kartika
(2015) untuk mengatasi adanya luka yang tidak sembuh-sembuh akibat
glukosa darah yang tinggi yaitu dengan manajemen penatalksanaan ulkus.
Manajemen ulkus meliputi mempersiapkan dasar ulkus dengan
menghilangkan faktor penghambat ulkus itu sendiri, kemudian prinsip 3M
( mencuci ulkus, membuang jaringan mati, dan memilih topikal therapy ),
dan perencanaan perawatan ulkus dengan TIME management. Pemilihan
dressing atau topikal therapy yang tepat pada perawatan ulkus juga perlu
digunakan untuk menunjang kesembuhan pada proses penyembuhan. Solusi
44
untuk hal ini yaitu dengan menggunakan manajemen penatalaksanaan ulkus
berupa perawatan luka yang ssuai dengan kondisinya.
Sedangkan faktor terjadinya luka pada kedua pasien sama yaitu
adanya faktor mekanik berupa gesekan akibat kecelakaan dan digaruk terus
menerus menggunakan sisir. Yunita (2015) menyatakan bahwa faktor
resiko terjadinya ulserasi (proses luka terbuka yang sulit sembuh)
diakibatkan oleh agen farmaseutik, cedera kimiawi, faktor mekanik,
hipertermia, hipotermia, kelembapan dan terapi radiasi. Dengan demikian
penyebab luka pada kedua pasien sesuai dengan teori yaitu akibat faktor
mekanik berupa gesekan saat kecelakaan dan digaruk menggunakan sisir.
Menurut Kartika (2015) offloading atau menghindari penenkanan pada
daerah luka merupakan salah satu cara untuk dapat membantu proses
penyembuhan luka. Solusi untuk hal ini yaitu hindari penekanan pada
daerah luka.
Faktor lain yang menyebabkan luka adalah kedua pasien mengalami
tipe DM yang sama yaitu DM tipe II. Menurut Wijaya dan Putri (2013)
Diabetes melitus tipe 2 menyebabkan komplikasi metabolik kronis yang
dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah besar (makrovaskuler)
dan kerusakan pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) yang akan
mengakibatkan terjadinya ulkus diabetik. Menurut Perkeni (2011) terdapat
empat pilar penatalaksanaan DM, yaitu edukasi yang komprehensif, terapi
nutrisi, latihan jasmani dan terapi farmakologi. Jadi solusi untuk hal ini yaitu
45
manajemen nutrisi, latihan jasmani, terapi farmakologi dan edukasi yang
komprehensif
Kondisi luka pada kedua pasien terdapat perbedaan. Pada pasien 1
terdapat luka dalam tanpa melibatkan abses yang termasuk dalam grade 2
sedangkan pada pasien 2 terdapat luka dalam dengan melibatkan abses yang
masuk dalam grade 3. Sesuai dengan teori klasifikasi ulkus kaki diabetik
menurut Wagner dalam Sigh, Pai, & Yuhhui (2013) bahwa luka dalam tanpa
abses termasuk dalam grade 2 dan luka dalam dengan abses termasuk dalam
grade 3. Lebih lanjut bahwa Sigh, Pai, & Yuhhui (2013) mengatakan
perbedaan grade yang dialami oleh pasien dapat disebabkan oleh kontrol
glukosa darah yang buruk, frekuensi terjadinya luka, manajemen nutrisi
yang tidak adekuat dan juga manajemen luka yang buruk. Solusi untuk hal
ini yaitu melakukan pengkajian luka secara komprehensif, melakuakn
perawatan luka sesuai kondisi luka serta kontrol glukosa darah dan
manajemen nutrisi.
Luka pada kedua pasien juga terdapat eksudat, tetapi pada pasien 1
termasuk eksudat serosa sedangkan pada pasien 2 termasuk eksudat
purulen. Menurut Yunita (2015) perbedaan eksudat pada kedua pasien
menunjukkan adanya tanda-tanda terjadinya infeksi. Di dalam eksudat
serosa mengandung serum dan sedikit sel leukosit, sedangkan eksudat
purulent mengandung leukosit, jaringan mati dan bakteri yang hidup
maupun mati serta berwarna lebih keruh. Menurut Kartika (2015) salah satu
penatalaksaan ulkus yaitu dengan debridement atau membuang jaringan
46
yang mati. Dalam eksudat sendiri terdapat kandungan jaringan mati dari
bakteri sehingga harus dilakukan debridement. Solusi untuk hal ini yaitu
dengan dilakukan debridement.
Bau pada luka pasien 2 lebih menyengat daripada pasien 1. Hal ini
menurut Yunita (2015) bau pada luka menunjukkan adanya jumlah bakteri
yang tinggi dan adanya tanda infeksi pada luka. Menurut Waspadji (2011)
kontrol infeksi merupakan jenis pengetahuan jenis mikroorganisme pada
ulkus sehingga dapat dilakukan penyesuaian antibiotik yang digunakan
dengan tetap melihat hasil biakan kuman dan resistensinya. Solusi untuk hal
ini adalah dengan kontrol infeksi pemberian antibiotik.
Respon kedua pasien dalan pengkajian nutrisi juga berbeda. Data
pada pasien 2 yang tidak ada pada pasien 1 yaitu adanya mual, muntah yang
diiringi dengan turunnya kadar gula darah pada pasien 2 secara drastis dan
penghentian insulin. Hal ini sesuai dengan teori American Diabetes
Association (2012) gastroparesis lebih sering terjadi pada mereka yang
telah didiagnosis kadar gula darah tinggi selama bertahun-tahun
dibandingkan yang baru saja terdiagnosa. Kadar gluko darah yang tinggi
dapat menyebabkan saraf vagus berhenti bekerja atau rusak sehingga otot-
otot lambung dan usus tidak bekerja secara normal dan pergerakan makanan
terhambat dan berhenti yang dapat menyebabkan gejala seperti mual dan
mintah. Menurut American Diabetes Association (2012) penatalaksanaan
yang penting untyuk gastroparesis terkait dengan diabetes melitus yaitu
mengatur glukosa darah sebaik mungkin termasuk dengan pemberian
47
insulin maupun obat-obatan oral serta manajemen nutrisi. Solusi untuk
menangani hal ini sesuai dengan teori yaitu kontrol glukosa darah,
pemberian terpai serta manajemen nutrisi.
2. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan analisa data dan pengkajian fisik pada kedua
pasien dirumuskan fokus diagnosa keperawatan yaitu kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan faktor mekanik (gesekan). Masalah yang telah
dirumuskan tersebut sesuai dengan pernyataan kedua pasien , bahwa luka
terjadi akibat kecelakaan dan digaruk terus menerus. Pada Ny. Sa luka
memanjang tak beraturan dengan luas luka 22 cm, luka tampak kotor,
sedikit berbau, terdapat eksudat serosa dan bengkak disekitar luka.
Sedangkan pada Ny. Su didapatkan adanya luka dengan luas 5 cm,
kedalaman 1 cm, eksudat purulen, luka berbau dan tidak ada pembengkakan
disekitar luka.
Rumusan diagnosa tersebut sesuai dengan teori NANDA (2015)
dalam Domai 11 Keamanan/Perlindungan, Kelas 2. Cedera Fisik.
Kerusakan integritas kulit didefinisikan sebagai kerusakan pada epidermis
dan/atau dermis, dengan batasan karakteristik kerusakan integritas kulit dan
benda asing menusuk permukaan kulit. Sedangkan untuk faktor yang
berhubungan dengan kerusakan integritas kulit yaitu berhubungan dengan
faktor eksternal (faktor mekanik; gesekan dan tekanan) atau faktor internal
( gangguan sensasi; diabetes mellitus).
48
3. Perencanaan Keperawatan
Rencana keperawatan yang telah dirumuskan pada ke dua pasien
untuk mengatasi masalah keperawatan pasien yaitu berfokus pada
kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan faktor mekanik berupa
gesekan.
Intervensi yang pertama yaitu pengkajian kondisi luka. Sesuai
dengan pendapat Wijaya dan Putri (2013) pengkajian luka perlu dilakukan
sebagai dasar dalam menentukan intervensi lain sesuai dengan kondisi luka.
Luka penderita DM cenderung mengalami perubedaan dibandingkan luka
pada umumnya yang meliputi gambaran luka yang jelas, bau yang khas, dan
lamanya proses penyembuhan.
Rencana tindakan selanjutnya yaitu memonitor gula darah sewaktu
pasien setiap hari. Pemantauan kadar gula darah sewaktu terus dilakukan
agar pasien terhindar dari keadaan hiperglikemi. Menurut teori Hastuti
(2008) kadar gula darah yang tinggi menyebabkan kuman dapat tumbuh
subur dan menghambat proses penyembuhan luka.
Rencana tindakan selanjutnya yaitu perawatan luka sesuai dengan
kondisi luka pasien. Menurut Handayani (2016) diperlukan pemilihan
metode balutan luka yang tepat untuk mengoptimal-kan proses
penyembuhan luka.
Rencana tindakan berikutnya yaitu monitor nutrisi pasien.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Arisanty (2014) bahwa kepatuhan diit
49
DM mempunyai fungsi mempertahankan berat badan normal. Lebih lanjut
Ekaputra (2013) mengatakan bahwa malnutrisi dapat menyebabkan
terhambatnya proses penyembuhan luka dan meningkatkan terjadinya
infeksi.
Rencana tindakan berikutnya yaitu hindarkan penekanan pada
bagian yang luka (off-loading). Menurut Kartika (2015) penatalaksanaan
ulkus berupa offloading dapat mengurangi resiko infeksi dan amputasi.
Rencana tindakan terakhir yaitu kolaborasi dalam pemberian terapi
penunjang. Menurut Waspadji (2011) antibiotik yang diberikan pada pasien
harus sesuai dengan hasil biakan kuman dan resistensinya.
Penulis menetapkan waktu untuk mengimplementasikan intervensi
selama 6x24 jam. Hal ini berdasarkan pendapat Baranoski dan Ayello
(2008) dalam Tarwoto (2012) yang menyatakan evaluasi pnilaian luka dapat
dilakuakn setiap minggu untuk dapat mengetahui perkembangan luka.
4. Tindakan Keperawatan
Tindakan sesuai dengan rencana tindakan yang telah disusun,
pelaksanaan tindakan keperawatan dilaksanakan selama enam hari. Dalam
pelaksanaannya, seluruh rencana keperawatan kerusakan integritas kulit
telah dilakukan sesuai dengan rencana yang telah dibuat yang pertama yaitu
observasi karakteristik luka. Menurut teori Wiajaya dan Putri (2013)
pengkajian luka perlu dilakukan karena sebagai dasar dalam menentukan
intervensi lain yang sesuai dengan kondisi luka. Luka penderita DM
50
cenderung mengalami perubedaan dibandingkan luka pada umumnya yang
meliputi gambaran luka yang jelas, bau yang khas, dan lamanya proses
penyembuhan. Pada kedua pasien didapatkan hasil yang berbeda namun
telah sesuai dengan klasifikasi penilaian luka ulkus kaki diabetik
berdasarkan Wagner.
Tindakan berikutnya yaitu perawatan luka sesuai dengan kondisi
luka. Pada kedua pasien telah dilakukan perawatan luka dengan teknik
modern dressing pada pasien 1 dan teknik konvensional pada pasien 2.
Langkah-langkah yang dilakukan yaitu membersihkan luka dengan cairan
fisiologis normal salin (NaCl 0,9%) yang efektif karena perawatan luka
sesuai dengan kandungan garam dalam tubuh, tidak toksik terhadap jaringan
dan tidak menghambat proses pernyembuhan luka Thomas (2007) dalam
Suwarto (2013). Setelah dibersihkan lukanya juga mengangkat sisa balutan
balutan yang menempel pada luka yang bertujuan untuk mempercepat
proses penyembuhan luka dan mengganti dengan balutan baru. Debridemen
yang dilakukan yaitu debridement mechanical yaitu perawatan luka
menggunakan kassa dan cairan NaCl 0,9% kemudian menggunting cairan
nekrotomi, pada kedua pasien ditemukan adanya eksudat jadi debridement
yang dilakukan yaitu untuk mengangkat eksudat. Hal ini sesuai menurut
teori Kartika (2015) yaitu salah satu penatalaksaan ulkus yaitu dengan
debridement atau membuang jaringan yang mati. Setelah dilakukan
debridement pada pasien kemudian diberikan hidrogel pada pasien 1 dan
tampon pada pasien 2. Menurut Kartika (2015) pemberian hidrogel pada
51
pasien 1 ini sudah tepat karena hidrogel mampu menciptakan dan
mempertahankan lingkungan yang moist dan digunakan pada luka dengan
drainase yang sedikit. Akan tetapi pemberian tampon pada pasien 2 kurang
tepat dan seharusnya diganti dengan dressing berbahan alginates karena
sangat tepat digunakan untuk luka dengan drainase sedang hingga banyak.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Kartika (2015) bahwa kelembapan yang
seimbang mendukung dalam penyembuhan luka. Tindakan selanjutnya
yaitu menutup luka dengan menggunakan balutan steril dan menggantinya
setiap hari. Tindakan menutup luka dengan menggunakan balutan steril
dapat dilakukan untuk mengurangi paparan mikroorganisme (Potter &
Perry, 2005).
Tindakan selanjutnya yaitu memonitor gula darah sewaktu pasien
setiap hari. Pemantauan kadar gula darah sewaktu terus dilakukan agar
pasien terhindar dari keadaan hiperglikemi. Menurut teori Hastuti (2008)
kadar gula darah yang tinggi menyebabkan kuman dapat tumbuh subur dan
menghambat proses penyembuhan luka. Teori ini sesuai dengan hasil
pemantauan kedua pasien yaitu hasil gula darah ke dua pasien selama 6 hari
terpantau tinggi sehingga mempengaruhi proses penyembuhan luka.
Tindakan selanjutnya yaitu memantau pemberian nutrisi. Pasien Ny.
Sa mengatakan hanya habis ½ porsi dan terkadang masih suka minum teh
manis sedangkan pasien Ny.Su terlihat menghabiskan ¼ porsi dari diit
rumah sakit. Memantau nutrisi pasien dapat dilakukan untuk mengethaui
sejauh mana kepatuhan pasien dalam mematuhi diitnya, sebagaimana yang
52
dikatakan oleh Perkeni (2011) bahwa kepatuhan diit DM mempunyai fungsi
mempertahankan berat badan normal. Lebih lanjut Ekaputra (2013)
mengatakan bahwa malnutrisi dapat menyebabkan terhambatnya proses
penyembuhan luka dan meningkatkan terjadinya infeksi.
Tindakan berikutnya yaitu pemberian terapi berdasarkan advis dari
dokter. Antibiotik yang diberikan pada pasien harus sesuai dengan hasil
biakan kuman dan resistensinya (Waspadji, 2014). Dalam implementasi ini
terapi yang diberikan pada kedua pasien sudah sesuai dengan kondisi
mikroorganisme dan resistensinya.
5. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka dapat disimpulkan
masalah kedua pasien belum teratasi karena belum menunjukkan
penyembuhan luka sepenuhnya. Pada kedua pasien didapatkan perbedaan
kondisi luka setelah dilakukan selama 6x24 jam. Pada pasien 1
menunjukkan adanya penurunan skor pada skala bates-jensen yaitu
penurunan skor pada item 7 yang semula 4 menjadi 1 kemudian pada skor
item 8 yang semula 3 menjadi 2 dan pada skor item ke 10 yang semula 2
menjadi 1. Penurunan skor pada bates-jensen tersebut mengintrepetasikan
bahwa pada pasien 1 menunjukkan adanya perubahan pada eksudat yang
hilang dan juga tidak adanya pembengkakan. Sementara itu penilaian luka
menurut diabetic foot ulcer scale pada pasien 1 menunjukkan penurunan
skor pada item 4 semula 1 menjadi 0 yang menunjukkan tidak adanya tanda-
53
tanda infeksi pada pasien 1. Pada pasien 2 menunjukkan adanya penurunan
skor pada skala bates-jensen yaitu penurunan skor pada item 7 yang semula
5 menjadi 4 kemudian pada skor item 8 yang semula 4 menjadi 3. Penurunan
skor pada bates-jensen tersebut mengintrepetasikan bahwa pada pasien 2
menunjukkan adanya perubahan pada jumlah eksudat yang berkurang dan
tipe eksudat yang berubah. Sementara itu penilaian luka menurut diabetic
foot ulcer scale pada pasien 2 menunjukkan penurunan skor pada item 8
semula 4 menjadi 3 yang menunjukkan berkurangnya proposi eksudat.
Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat dilihat bahwa pasien
1 mengalami perubahan yang lebih baik daripada pasien 2. Menurut Kartika
(2015) bahwa penyembuhan luka juga dipengaruhi oleh faktor perawatan
luka sesuai dengan balutan luka yang sesuai dengan kondisi luka. Selain
faktor tersebut selama asuhan keperawatan terpantau bahwa kadar gula
darah kedua pasien tidak terkontrol serta nutrisi yang tidak seimbang.
Menurut Rogers (2010) dalam Tarwoto (2012), Faktor yang menyebabkan
penyembuhan yang lambat pada pasien dengan ulkus diabetik diakibatkan
oleh gula darah yang tidak terkontrol. Lebih lanjut menurut DiPietrio dan
Guo (2010), Pemulihan luka juga akan dipengaruhi oleh faktor yang dapat
mengurangi efisiensi penyembuhan, seperti : area sekitar luka yang kurang
hygiene, efek samping dari medikasi, gangguan vaskularisasi pada luka
berupa kondisi yang hypoxia, dan kurangnya suplai nutrisi.