ulkus di - Repository Poltekkes Semarang

27
27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Asuhan keperawatan pada DM tipe II dengan fokus studi kerusakan integritas kulit: ulkus diabetik di RSUD Tugurejo Semarang telah dilaksanakan selama 6 hari dari tanggal 14-19 Januari 2019 di ruang Amarilis I dan Dahlia II pada Ny. Sa dan Ny. Su. Asuhan keperawatan ini mencakup lima tahap asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi asuhan keperawatan. 1. Pengkajian a. Pasien 1 Berdasarkan pengkajian didapatkan data pasien bernama Ny. Sa berusia 40 tahun pendidikan terakhirnya SMA pekerjaannya sebagai pegawai swasta nomer rekam medis 547935 dengan diagnosa medis DM tipe II dengan ulkus pedis. Pasien bertempat tinggal di Ngaliyan Semarang. Keluhan utama pasien saat pengkajian didapatkan data yaitu mengatakan adanya luka di punggung kaki kiri yang tidak sembuh- sembuh. Riwayat kesehatan sekarang berdasarkan waktu terjadinya sakit didapatkan data yaitu mengatakan mempunyai luka di kaki karena kecelakaan dengan motor pada waktu sepulang bekerja, lama

Transcript of ulkus di - Repository Poltekkes Semarang

27

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Asuhan keperawatan pada DM tipe II dengan fokus studi kerusakan

integritas kulit: ulkus diabetik di RSUD Tugurejo Semarang telah

dilaksanakan selama 6 hari dari tanggal 14-19 Januari 2019 di ruang

Amarilis I dan Dahlia II pada Ny. Sa dan Ny. Su. Asuhan keperawatan ini

mencakup lima tahap asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa

keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi asuhan keperawatan.

1. Pengkajian

a. Pasien 1

Berdasarkan pengkajian didapatkan data pasien bernama Ny.

Sa berusia 40 tahun pendidikan terakhirnya SMA pekerjaannya

sebagai pegawai swasta nomer rekam medis 547935 dengan

diagnosa medis DM tipe II dengan ulkus pedis. Pasien bertempat

tinggal di Ngaliyan Semarang.

Keluhan utama pasien saat pengkajian didapatkan data yaitu

mengatakan adanya luka di punggung kaki kiri yang tidak sembuh-

sembuh. Riwayat kesehatan sekarang berdasarkan waktu terjadinya

sakit didapatkan data yaitu mengatakan mempunyai luka di kaki

karena kecelakaan dengan motor pada waktu sepulang bekerja, lama

28

luka sudah lima hari yaitu dari tanggal 9 Januari 2019 sampai

sekarang. Pasien mengatakan saat sepulang bekerja pukul 16.30

WIB pasien mengalami kecelakaan motor sehingga terdapat luka

pada punggung kaki kiri pasien, pasien mengatakan setelah

kecelakaan itu pasien kemudian dibawa ke IGD RSUD Tugurejo

Semarang dalam kondisi lemah. Setelah luka pasien dibersihkan

kemudian pasien dibolehkan rawat jalan. Setelah tiga hari dirawat

jalan dan obat yang diberikan sudah habis pasien mengatakan

lukanya tidak sembuh-sembuh semakin bengkak dan sangat nyeri

untuk digerakkan, karena itu pada tanggal 12 Januari 2019 pasien

kembali ke IGD RSUD Tugurejo Semarang dan kemudian di rawat

inap di ruang Amarilis I.

Riwayat keperawatan dahulu mengatakan tidak pernah luka

seperti saat ini. Pasien mengatakan baru pertama kali dirawat di RS.

Riwayat keluarga didapatkan data di dalam keluarga Ny.Sa terdapat

riwayat sakit DM dari ibu pasien. Riwayat alergi, tidak mempunyai

alergi terhadap makanan maupun obat-obatan.

Pengkajian pola fungsional menurut Gordon, Ny. Sa

mengatakan sering merasa lapar dan haus. Sejak mengetahui

memiliki diabetes Ny. Sa mengatakan sudah mengerti mengenai diit

untuk DM tetapi pasien belum bisa mematuhi diit tersebut. Selama

di rawat di RS pasien mengatakan tidak memiliki keluhan apapun

dan pasien mengahabiskan ½ porsi dari makanan rumah sakit. Ny.

29

Sa mengatakan sebelum di rawat di RS sering merasa tiba-tiba lemas

saat bekerja. Selama di rawat di rumah sakit dalam pemenuhan

kebutuhan sehari-hari dibantu oleh adiknya dan perawat. Pasien

mengatakan cemas terhadap penyakitnya dan lukanya yang tidak

sembuh-sembuh. Pasien mengatakan luka dikakinya

mengingatkannya akan ibu pasien yang meninggal akibat DM dan

juga luka dikaki yang tidak sembuh-sembuh.

Pengkajian fisik pada Ny. Sa didapatkan data keadaan

umum pasien lemah dengan kesadaran composmentis, TD 141/82

mmHg, nadi 76 x/menit, RR 20 x/menit dan suhu 36.8 C. Pengkajian

ekstremitas di peroleh data : ekstremitas atas fungsi gerak tangan

kanan tidak optimal karena tangan kanan Ny. Sa terpasang infus RL

20 tetes/menit, tidak ada lesi, tidak oedema, fungsi gerak tangan

kanan normal. Ekstremitas bawah terdapat luka dipunggung kaki

kiri, berwarna kemerahan, adanya pus, bau tidak sedap, luka tampak

kotor, lebar luka 2 cm, panjang luka 11 cm, kaki disekitar luka

tampak bengkak, panas dan mengeluh nyeri. Termasuk dalam grade

2.

Pengkajian luka menggunakan Bates-Jensen Wound

Assesment Tool (BJWAT) diperoleh data yaitu luasluka 22 cm maka

termasuk dalam skor ukuran 3, kemudian kedalaman berupa

hilangnya sebagian kulit termasuk epidermis dan atau dermis masuk

dalam skor 2, tepi luka dengan skor 2, tunneling dengan skor 1, tipe

30

jaringan nekrotik dengan skor 1, jumlah jaringan nekrotik dengan

skor 1, tipe exudate dengan skor 4, jumlah exudate dengan skor 3,

warna kulit sekitar luka dengan skor 1, edema perifer dengan skor 2,

indurasi jaringan primer dengan skor 1, jaringan granulasi dengan

skor 3 dan epitalisasi dengan skor 4. Total skor BJWATpada pasien

1 adalah 28 dari 65 sedangkan pengkajian luka dengan The New

Diabetic foot ulcer Scale diperoleh skor total 26 dari 98.

Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 12 Januari 2019 jam

09.00 diperoleh leukosit: 11.5, eritrosit: 4.91, Hb: 13.6, hematokrit:

40.40, trombosit: 345.000. Gula darah sewaktu di dapatkan 351

mg/dl. Terapi pada tanggal 14 Januari 2019 infus RL 20 tetes/menit,

injeksi ceftriaxone 1 gram 2x1, injeksi ranitidine 1 ampul 2x1,

injeksi novorapid 12 unit serta obat paracetamol 500 mg peroral dan

topikal cutimed gel 15 gram.

b. Pasien 2

Berdasarkan pengkajian didapatkan data pasien bernama Ny.

Su berusia 50 tahun pendidikan terakhirnya SMA pekerjaannya

sebagai ibu rumah tangga, nomer rekam medis 573059 dengan

diagnosa medis DM tipe II dengan abses ulkus pedis dextra. Pasien

bertempat tinggal di Banjarnegara.

Keluhan utama Ny.Su yaitu pasien mengatakan adanya luka

yang tidak sembuh-sembuh. Riwayat keperawatan sekarang

berdasarkan waktu terjadinya sakit yaitu pasien mengatakan

31

merasa sangat gatal pada daerah pergelanagn kaki sehingga

digaruk terus menerus dengan sisir rambut yang kemudian menjadi

lecet dan terus membesar dan tidak sembuh-sembuh, lama luka

sudah tujuh hari yang lalu. Riwayat kesehatan sekarang

berdasarkan proses terjadinya sakit didapatkan data yaitu pasien

mengatakan sempat hilang kesadaran, setelah sadar pasien

diberikan teh manis hangat kemudian diantar adiknya ke IGD

RSUD Tugurejo Semarang dan didapatkan hasil pemeriksaan GDS

pasien yaitu 60 mg/dl setelah itu pasien dirawat di Ruang Dahlia

II.

Riwayat keperawatan dahulu pasien mengatakan belum

pernah dirawat di rumah sakit. Pasien mengatakan memiliki

riwayat hipertensi. Pasien mengatakan tidak memiliki alergi obat

apapun.

Riwayat kesehatan keluarga didapatkan data pasien

emngatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit

seperti pasien, tidak ada riwayat hipertensi, penyakit menular

maupun penyakit jantung.

Pengkajian pola fungsional menurut Gordon, Ny. Su

mengatakan sering merasa lapar dan haus. Sejak mengetahui

memiliki diabetes Ny. Su mengatakan sudah mengerti mengenai

diit untuk DM tetapi pasien belum bisa mematuhi diit tersebut.

Selama di rawat di RS pasien mengatakan sering merasa mual

32

sehingga hanya habis 2 sendok makanan dari RS dan setengah

gelas susu untuk pasien DM. Selama di rawat di rumah sakit dalam

pemenuhan kebutuhan sehari-hari dibantu oleh asisten rumah

tangga dan perawat.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil keadaan umum

pasien lemah, kesadaran composmentis, TD 151/80 mmHg, Nadi

72 x/menit, RR 20 x/menit, suhu 36.5 C. Pemeriksaan ekstremitas

di peroleh data : ekstremitas atas fungsi gerak tangan kanan tidak

optimal karena tangan kanan Ny. Su terpasang infus NaCl 16

tetes/menit, tidak ada lesi, tidak oedema, fungsi gerak tangan kanan

normal. Ekstremitas bawah terdapat ulkus di pergelangan kaki

kanan dengan karakteristik ulkus basah, kemerahan, terdapat pus,

kedalaman lukanya sekitar 1 cm, panjang 2 cm, lebar 2,5 cm,

eritema, dan mengeluh nyeri. Termasuk dalam grade 3.

Pengkajian luka menggunakan Bates-Jensen Wound

Assesment Tool (BJWAT) diperoleh data yaitu luas luka 5 cm maka

termasuk dalam skor ukuran 2, kemudian kedalaman masuk dalam

skor 3, tepi luka dengan skor 3, tunneling dengan skor 1, tipe

jaringan nekrotik dengan skor 1, jumlah jaringan nekrotik dengan

skor 1, tipe exudate dengan skor 5, jumlah exudate dengan skor 4,

warna kulit sekitar luka dengan skor 1, edema perifer dengan skor

1, indurasi jaringan primer dengan skor 1, jaringan granulasi

dengan skor 4 dan epitalisasi dengan skor 5. Total skor BJWAT

33

pada pasien 2 adalah 32 dari 65 sedangkan pengkajian luka dengan

The New Diabetic foot ulcer Scale diperoleh skor total 21 dari 98

Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 12 Januari 2019 jam

12.00 diperoleh leukosit: 17.40, eritrosit: 4.71, Hb: 13.7,

hematokrit: 40.70, trombosit: 459. Gula darah sewaktu di dapatkan

351mg/dl. Terapi pada tanggal 14 Januari 2019 infus NaCl 16

tetes/menit, infus metronidazole 2x1, injeksi ceftriaxone 1 gram

2x1, injeksi ranitidine 1 ampul 2x1, injeksi ketorolac 30 mg 1x1,

injeksi furosemid 20 mg 3x1, obat per oral; candesartan 16 mg 1x1,

clonidin 0.15 mg 3x1, moximed tablet 400 mg 1x1, meloxicam 15

mg 2x1, isosirbid dintrat tab 3x1, amlodipin 10 mg tab 1x1,

glimepiride 1 mg 1x1.

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan pengkajian yang dilakukan, diperoleh data subjektif dan

objektif pada kedua pasien yang kemudian dirumuskan dalam diagnosa

keperawatan berupa kerusakan intergitas kulit berhubungan dengan

faktor mekanik (adanya gesek dan tekanan), dengan analisa data sebagai

berikut:

a. Pasien 1

Data subjektif pasien mengatakan luka terjadi karena pasien

mengalami kecelakaan motor lalu tergesek aspal, data objektif

terdapat luka dipunggung kaki kiri pasien, bentuk luka tidak

34

beraturan, adanya eksudat serosa, sedikit berbau, luka tampak kotor,

lebar luka 2 cm, panjang luka 11 cm, kaki disekitar luka tampak

bengkak, panas dan mengeluh nyeri

b. Pasien 2

Data subjektif pasien mengatakan adanya luka karena pasien merasa

gatal kemudian digaruk terus menerus menggunakan sisir rambut

yang kemudian menjadi luka yang tidak sembuh-sembuh. Data

objektif terdapat luka dipergelangan kaki kanan dengan karakteristik

ulkus basah, terdapat eksudat purulent, kedalaman lukanya sekitar 1

cm, panjang 2 cm, lebar 2,5 cm, dan mengeluh nyeri

3. Perencanaan Keperawatan

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka selanjutnya

adalah membuat perencanaan tindakan keperawatan meliputi tujuan dan

kriteria hasil serta rencana tindakan keperawatan. Tujuan yang akan

dicapai selama 6x24 jam, diharapkan integritas kulit dan jaringan

membaik ditandai dengan tidak ada tanda-tanda infeksi, berkurangnya

edema sekitar luka, pus dari jaringan berkurang, adanya jaringan

granulasi, bau busuk luka berkurang. Berdasarkan diagnosa keperawatan

maka rencana tindakan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Observasi karakteristik luka. Tujuan dari intervensi ini yaitu untuk

mengetahui luas luka, drainase, pus dan juga adanya infeksi pada

luka serta mengkaji perkembangan luka.

35

2) Lakukan perawatan luka sesuai dengan karakteristik luka meliputi

angkat balutan luka, angkat sisa balutan yang menempel pada luka,

nekrotomi jaringan yang mati, bersihkan luka dengan cairan NaCl,

berikan dressing sesuai dengan jenis luka. Tujuan dari intervensi ini

yaitu untuk menghindari resiko infeksi pada luka serta meningkatkan

efektifitas penyembuhan luka.

3) Posisikan pasien untuk menghindari penempatan ketegangan pada

luka. Tujuan dari intervensi ini yaitu ketegangan pada area luka

menyebabkan luka sulit sembuh karena sirkulasi darah dan oksigen

yang kurang lancar.

4) Kolaborasi pemberian makanan sesuai diit. Tujuan dari intervensi ini

yaitu pemberian diit yang sesuai akan menunjang keefektifan dalam

penyembuhan luka.

5) Lakukan pemeriksaan gula darah sewaktu. Tujuan dari intervensi ini

yaitu adanya gula darah yang tinggi dapat menyebabkan kuman

semakin berkembang sehingga dapat menyebabkan infeksi pada

luka.

6) kolaborasi dengan medis dalam pemberian terapi penunjang. Tujuan

dari intervensi ini yaitu terapi penunjang diharapkan semakin

mempercepat proses penyembuhan luka dan menghindari adanya

infeksi pada luka.

36

4. Implementasi Keperawatan

a. Pasien 1

Tindakan yang telah dilakukan pada hari senin 14 Januari

2019 yaitu pemeriksaan gula darah dengan diperoleh hasil cek GDS

dengan hasil : 261 mg/dl. Respon pasien mengatakan pasien merasa

lemas dan nyeri. Implementasi berikutnya yaitu mengobservasi

karakteristik luka dan didapatkan hasil mengatakan terdapat luka

dipunggung kaki kiri, bentuk luka tidak beraturan, adanya eksudat

serosa, sedikit berbau, luka tampak kotor, lebar luka 2 cm, panjang

luka 11 cm, kaki disekitar luka tampak bengkak, panas dan

mengeluh nyeri, kaki disekitar luka tampak bengkak namun tidak

ada pitting edema, panas dan mengeluh nyeri. Implementasi

berikutnya yaitu perawatan luka sesuai dengan kondisi luka.

Langkah yang pertama yaitu angkat balutan, buang sisa balutan yang

menempel, bersihkan luka dari pus yang ada menggunakan NaCl

kemudian keringkan dengan kassa steril dan oleskan obat topikal

hydrogel gel dan tutup kembali luka dengan kassa steril. Respon

pasien mengatakan pasien merasa nyaman setelah dilakukan

perawatan luka. Implementasi selanjutnya yatiu kolaborasi

pemberian diit DM. Respon pasien mengatakn hanya

mengkonsumsi makanan dari rumah sakit. Pasien hanya habis ½

porsi. Kemudian didukung pemberian terapi berdasar advis dokter

pada tanggal 14 Januari 2019 pasien mendapat injeksi ceftriaxone 1

37

gram 2x1, injeksi ranitidine 1 ampul 2x1 dan Infus metronidazole.

Selama pemberian obat pasien tidak menunjukkan adanya respon

alergi.

Tindakan yang telah dilakukan pada hari selasa 15 Januari

2019 sampai dengan hari sabtu 19 Januari 2019 sama dengan

tindakan yang dilakukan pada hari pertama yaitu cek GDS per hari

dengan hasil berturut-tururt : 273mg/dl, 289 mg/dl, 346 mg/dl, 291

mg/dl dan 275 mg/dl dan telah masuk novorapid sebanyak 12 unit

kecuali pada hari ke empat yang masuk 16 unit akibat peningkatan

hasil gula darah sewaktu. Kemudian mengobservasi luka selama

asuhan keperawatan hari ke dua sampai hari ke enam ditemukan

karakteristik luka berubah menjadi tidak adanya eksudat, tidak

berbau, tidak terdapat bengkak namun tidak menunjukkan adanya

perbaikan luka dengan panjang 11 cm dan lebar 2. Tindakan

berikutnya yaitu merawat luka dengan teknik aseptik, selama

perawatan luka respon pasien kooperatif dan pasien mengatakan

merasa lebih nyaman setelah balutan diganti. Kemudian kolaborasi

pemberian diit, pasien mengatakan hari kamis itu pasien minum es

teh manis sehingga gula darahnya naik, selain hari itu pasien selalu

menghabiskan makanan diit dari rumah sakit sebanyak ½-1 porsi.

Selama tindakan kolaborasi pemberian terapi penunjang respon

pasien tidak menunjukkan adanya alergi obat.

38

b. Pasien 2

Tindakan yang telah dilakukan pada hari senin 14 Januari

2019 yaitu pemeriksaan gula darah dengan diperoleh hasil cek GDS

dengan hasil : 291 mg/dl. Respon pasien mengatakan pasien merasa

lemas. Implementasi berikutnya yaitu mengobservasi karakteristik

luka dan dipatkan hasil mengatakan terdapat luka dipergelangan

kaki kanan dengan karakteristik ulkus basah, terdapat eksudat

purulent, kedalaman lukanya sekitar 1 cm, panjang 2 cm, lebar 2,5

cm, dan mengeluh nyeri. Implentasi berikutnya yaitu perawatan

luka dengan teknik aspetik. Langkah yang pertama yaitu angkat

balutan, buang sisa balutan yang menempel, bersihkan luka dari

eksudat yang ada menggunakan NaCl kemudian keringkan dengan

kassa steril, kemudian berikan tampon lembab pada luka dan tutup

kembali luka dengan kassa steril. Implementasi selanjutnya yatiu

kolaborasi pemberian diit DM. Respon pasien mengatakan merasa

mual. Pasien hanya habis empat sendok makan. Kemudian didukung

pemberian terapi berdasar advis dokter pada tanggal 14 Januari 2019

pasien mendapat infus metronidazole 2x1, injeksi ceftriaxone 1

gram 2x1, injeksi ranitidine 1 ampul 2x1, injeksi ketorolac 30 mg

1x1, injeksi furosemid 20 mg 3x1. Selama pemberian obat pasien

tidak menunjukkan adanya respon alergi.

39

Tindakan yang telah dilakukan pada hari selasa 15 Januari

2019 sampai dengan hari sabtu 19 Januari 2019 sama yaitu cek GDS

per hari dengan hasil berturut-tururt : 254 mg/dl, 286 mg/dl, 257

mg/dl, 264 mg/dl dan 252 mg/dl. Kemudian mengobservasi luka

selama asuhan keperawatan hari ke dua sampai hari ke enam

ditemukan karakteristik luka berubah menjadi pus berkurang, bau

berkurang, tidak terdapat bengkak, kedalaman luka tetap, tidak

menunjukkan adanya perbaikan luka dengan panjang 2 cm, lebar

2,5 cm, bau luka berkurang. Tindakan berikutnya yaitu merawat

luka dengan teknik aseptik, selama perawatan luka respon pasien

kooperatif dan pasien mengatakan merasa lebih nyaman setelah

balutan diganti. Kemudian kolaborasi pemberian diit, pasien

menghabiskan makanan diit dari rumah sakit sebanyak ¼ porsi.

Selama tindakan kolaborasi pemberian terapi penunjang respon

pasien tidak menunjukkan adanya alergi obat.

5. Evaluasi

a. Pasien 1

Evalusi dilakukan setelah melakukan asuhan keperawatan selama

6x24 jam dengan format SOAP. Pada pasien 1 yaitu Ny. Sa dengan

hasil S: Pasien mengatakan luka mulai membaik dan tidak merasa

nyeri. O: kondisi luka bersih, daerah luka sedikit lembab, tidak

berbau, luas luka tetap 22 cm dengan panjang luka 11 cm dan lebar 2

40

cm, tidak tampak kemerahan maupun edema.skor total pengkajian

BJWAT menurun dari 28 menjadi 23 dan skor DFUS menurun dari

26 menjadi 25. A: Masalah belum teratasi. P: Lanjutkan Intervensi

yaitu dengan pemeriksaan gula darah, observassi karakteristik luka,

perawatan luka sesuai karakteristik luka, hindari penekanan pada

luka, monitor status nutrisi, dan kolaborasi dalam terapi penunjang.

b. Pasien 2

Pada pasien 2 yaitu Ny. Su dengan hasil S: Pasien mengatakan

kakinya masih luka dan nyeri mulai berkurang O: kondisi luka bersih,

daerah luka lembab, bau berkurang, luas luka tetap 5 cm dengan

kedalaman 1 cm,masih terdapat eksudat dengan karakteristik cair dan

berwarna kuning jernih. .Skor total pengkajian BJWAT menurun dari

32 menjadi 30 dan skor DFUS menurun dari 21 menjadi 20. A:

Masalah belum teratasi. P: Lanjutkan Intervensi yaitu dengan

pemeriksaan gula darah, observasi karakteristik luka, hindarkan

penekanan pada luka, perawatan luka sesuai karakteristik luka,

monitor status nutrisi, dan kolaborasi dalam terapi penunjang.

Berikut merupakan hasil monitoring skala ulkus dengan

menggunakan Bates-Jensen Wound Assesment Tool dan Diabetic

Foot Ulcer Assesment Scale.

41

Tabel 4.1 Monitoring skala ulkus diabetik pre dan post pada pasien

1 dan pasien 2 selama enam hari dengan menggunakan Bates-

Jensen Wound Assesment Tool

Item

Pasien 1 Pasien 2

Skor

Pre

Skor

Post

Skor

Pre

Skor

Post

1. Ukuran 3 3 2 2

2. Kedalaman 2 2 3 3

3. Tepi luka 2 2 3 3

4. Tunneling 1 1 1 1

5. Tipe jaringan nekrotik 1 1 1 1

6. Jumlah jaringan nekrotik 1 1 1 1

7. Tipe eksudat 4 1 5 5

8. Jumlah eksudat 3 2 4 4

9. Warna kulit sekitar luka 1 1 1 1

10. Edema perifer 2 1 1 1

11. Indurasi jaringan perifer 1 1 1 1

12. Jaringan granulasi 3 3 4 4

13. Epitelisasi 4 4 5 5

Total skor 28 23 32 30

Hasil monitoring skala ulkus kaki diabetik menggunakan BJWAT

pada pasien 1 terlihat adanya penurunan skor pada item 7, 8 dan 10

yang menunjukkan adanya penurunan/hilangnya eksudat dan tidak

adanya edema/pembengkakan. Pada pasien 2 terlihat adanya

penurunan skor pada item 7 dan 8 yang menunjukkan bentuk

eksudat yang berubah dari purulen menjadi serosadan jumlah

eksudat yang berkurang. Penilaian item secara rinci dapat dilihat di

lampiran.

42

Tabel 4.2 Monitoring skala ulkus diabetik pre dan post pada pasien

1 dan pasien 2 selama enam hari dengan menggunakan diabetic foot

ulcer assessment scale

Item

Pasien 1 Pasien 2

Skor

Post

Skor

Pre

Skor

Pre

Skor

Post

1. Kedalaman 1 1 3 3

2. Ukuran 5 5 3 3

3. Skor Ukuran 10 10 2 2

4. Inflamasi 1 1 2 2

5. Proposi jaringan granulasi 4 4 5 5

6. Jaringan nekrotik 0 0 0 0

7. Proposi jaringan nekrotik 0 0 0 0

8. Proposi slough 3 3 4 3

9. Maserasi 0 0 0 0

10. Tipe tepi luka 2 2 2 2

11. Tunneling 0 0 0 0

Total skor 26 25 21 20

Hasil monitoring skala ulkus kaki diabetik menggunakan DFUS

pada pasien 1 menunjukkan adanya penurunan skor pada item 4

yang menunjukkan tanda-tanda inflamasi telah hilang kemudian

pada pasien 2 terlihat penurunan skor pada item 8 yang

menunjukkan berkurangnya proposi slough pada ulkus. Penilaian

item secara rinci dapat dilihat di lampiran.

43

B. Pembahasan

Bab ini akan membahas kesenjangan yang terjadi antara teori dengan

kondisi riil kasus di Rumah Sakit tempat penulis melakukan asuhan

keperawatan.

1. Pengkajian

Hasil pengkajian pada kedua pasien menunjukkan adanya luka yang

tidak sembuh-sembuh. Luka yang tidak sembuh-sembuh pada kedua pasien

DM tersebut menurut Clyton, (2009) dan Sumpio (2010) dalam Tarwoto

(2012) dikarenakan adanya hiperglikemia atau kadar glukosa darah tinggi

dan tidak terkontrol yang menyebabkan gangguan saraf dan gangguan aliran

darah. Peningkatan kadar gula darah mengakibatkan darah menjadi pekat

dan mengakibatkan kerusakan vaskuler yang menyebabkan gangguan aliran

darah sehingga kebutuhan nutrisi dan metabolisme di area tersebut tidak

tercukupi menyebabkan luka yang tidak sembuh-sembuh. Menurut Kartika

(2015) untuk mengatasi adanya luka yang tidak sembuh-sembuh akibat

glukosa darah yang tinggi yaitu dengan manajemen penatalksanaan ulkus.

Manajemen ulkus meliputi mempersiapkan dasar ulkus dengan

menghilangkan faktor penghambat ulkus itu sendiri, kemudian prinsip 3M

( mencuci ulkus, membuang jaringan mati, dan memilih topikal therapy ),

dan perencanaan perawatan ulkus dengan TIME management. Pemilihan

dressing atau topikal therapy yang tepat pada perawatan ulkus juga perlu

digunakan untuk menunjang kesembuhan pada proses penyembuhan. Solusi

44

untuk hal ini yaitu dengan menggunakan manajemen penatalaksanaan ulkus

berupa perawatan luka yang ssuai dengan kondisinya.

Sedangkan faktor terjadinya luka pada kedua pasien sama yaitu

adanya faktor mekanik berupa gesekan akibat kecelakaan dan digaruk terus

menerus menggunakan sisir. Yunita (2015) menyatakan bahwa faktor

resiko terjadinya ulserasi (proses luka terbuka yang sulit sembuh)

diakibatkan oleh agen farmaseutik, cedera kimiawi, faktor mekanik,

hipertermia, hipotermia, kelembapan dan terapi radiasi. Dengan demikian

penyebab luka pada kedua pasien sesuai dengan teori yaitu akibat faktor

mekanik berupa gesekan saat kecelakaan dan digaruk menggunakan sisir.

Menurut Kartika (2015) offloading atau menghindari penenkanan pada

daerah luka merupakan salah satu cara untuk dapat membantu proses

penyembuhan luka. Solusi untuk hal ini yaitu hindari penekanan pada

daerah luka.

Faktor lain yang menyebabkan luka adalah kedua pasien mengalami

tipe DM yang sama yaitu DM tipe II. Menurut Wijaya dan Putri (2013)

Diabetes melitus tipe 2 menyebabkan komplikasi metabolik kronis yang

dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah besar (makrovaskuler)

dan kerusakan pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) yang akan

mengakibatkan terjadinya ulkus diabetik. Menurut Perkeni (2011) terdapat

empat pilar penatalaksanaan DM, yaitu edukasi yang komprehensif, terapi

nutrisi, latihan jasmani dan terapi farmakologi. Jadi solusi untuk hal ini yaitu

45

manajemen nutrisi, latihan jasmani, terapi farmakologi dan edukasi yang

komprehensif

Kondisi luka pada kedua pasien terdapat perbedaan. Pada pasien 1

terdapat luka dalam tanpa melibatkan abses yang termasuk dalam grade 2

sedangkan pada pasien 2 terdapat luka dalam dengan melibatkan abses yang

masuk dalam grade 3. Sesuai dengan teori klasifikasi ulkus kaki diabetik

menurut Wagner dalam Sigh, Pai, & Yuhhui (2013) bahwa luka dalam tanpa

abses termasuk dalam grade 2 dan luka dalam dengan abses termasuk dalam

grade 3. Lebih lanjut bahwa Sigh, Pai, & Yuhhui (2013) mengatakan

perbedaan grade yang dialami oleh pasien dapat disebabkan oleh kontrol

glukosa darah yang buruk, frekuensi terjadinya luka, manajemen nutrisi

yang tidak adekuat dan juga manajemen luka yang buruk. Solusi untuk hal

ini yaitu melakukan pengkajian luka secara komprehensif, melakuakn

perawatan luka sesuai kondisi luka serta kontrol glukosa darah dan

manajemen nutrisi.

Luka pada kedua pasien juga terdapat eksudat, tetapi pada pasien 1

termasuk eksudat serosa sedangkan pada pasien 2 termasuk eksudat

purulen. Menurut Yunita (2015) perbedaan eksudat pada kedua pasien

menunjukkan adanya tanda-tanda terjadinya infeksi. Di dalam eksudat

serosa mengandung serum dan sedikit sel leukosit, sedangkan eksudat

purulent mengandung leukosit, jaringan mati dan bakteri yang hidup

maupun mati serta berwarna lebih keruh. Menurut Kartika (2015) salah satu

penatalaksaan ulkus yaitu dengan debridement atau membuang jaringan

46

yang mati. Dalam eksudat sendiri terdapat kandungan jaringan mati dari

bakteri sehingga harus dilakukan debridement. Solusi untuk hal ini yaitu

dengan dilakukan debridement.

Bau pada luka pasien 2 lebih menyengat daripada pasien 1. Hal ini

menurut Yunita (2015) bau pada luka menunjukkan adanya jumlah bakteri

yang tinggi dan adanya tanda infeksi pada luka. Menurut Waspadji (2011)

kontrol infeksi merupakan jenis pengetahuan jenis mikroorganisme pada

ulkus sehingga dapat dilakukan penyesuaian antibiotik yang digunakan

dengan tetap melihat hasil biakan kuman dan resistensinya. Solusi untuk hal

ini adalah dengan kontrol infeksi pemberian antibiotik.

Respon kedua pasien dalan pengkajian nutrisi juga berbeda. Data

pada pasien 2 yang tidak ada pada pasien 1 yaitu adanya mual, muntah yang

diiringi dengan turunnya kadar gula darah pada pasien 2 secara drastis dan

penghentian insulin. Hal ini sesuai dengan teori American Diabetes

Association (2012) gastroparesis lebih sering terjadi pada mereka yang

telah didiagnosis kadar gula darah tinggi selama bertahun-tahun

dibandingkan yang baru saja terdiagnosa. Kadar gluko darah yang tinggi

dapat menyebabkan saraf vagus berhenti bekerja atau rusak sehingga otot-

otot lambung dan usus tidak bekerja secara normal dan pergerakan makanan

terhambat dan berhenti yang dapat menyebabkan gejala seperti mual dan

mintah. Menurut American Diabetes Association (2012) penatalaksanaan

yang penting untyuk gastroparesis terkait dengan diabetes melitus yaitu

mengatur glukosa darah sebaik mungkin termasuk dengan pemberian

47

insulin maupun obat-obatan oral serta manajemen nutrisi. Solusi untuk

menangani hal ini sesuai dengan teori yaitu kontrol glukosa darah,

pemberian terpai serta manajemen nutrisi.

2. Diagnosa Keperawatan

Setelah dilakukan analisa data dan pengkajian fisik pada kedua

pasien dirumuskan fokus diagnosa keperawatan yaitu kerusakan integritas

kulit berhubungan dengan faktor mekanik (gesekan). Masalah yang telah

dirumuskan tersebut sesuai dengan pernyataan kedua pasien , bahwa luka

terjadi akibat kecelakaan dan digaruk terus menerus. Pada Ny. Sa luka

memanjang tak beraturan dengan luas luka 22 cm, luka tampak kotor,

sedikit berbau, terdapat eksudat serosa dan bengkak disekitar luka.

Sedangkan pada Ny. Su didapatkan adanya luka dengan luas 5 cm,

kedalaman 1 cm, eksudat purulen, luka berbau dan tidak ada pembengkakan

disekitar luka.

Rumusan diagnosa tersebut sesuai dengan teori NANDA (2015)

dalam Domai 11 Keamanan/Perlindungan, Kelas 2. Cedera Fisik.

Kerusakan integritas kulit didefinisikan sebagai kerusakan pada epidermis

dan/atau dermis, dengan batasan karakteristik kerusakan integritas kulit dan

benda asing menusuk permukaan kulit. Sedangkan untuk faktor yang

berhubungan dengan kerusakan integritas kulit yaitu berhubungan dengan

faktor eksternal (faktor mekanik; gesekan dan tekanan) atau faktor internal

( gangguan sensasi; diabetes mellitus).

48

3. Perencanaan Keperawatan

Rencana keperawatan yang telah dirumuskan pada ke dua pasien

untuk mengatasi masalah keperawatan pasien yaitu berfokus pada

kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan faktor mekanik berupa

gesekan.

Intervensi yang pertama yaitu pengkajian kondisi luka. Sesuai

dengan pendapat Wijaya dan Putri (2013) pengkajian luka perlu dilakukan

sebagai dasar dalam menentukan intervensi lain sesuai dengan kondisi luka.

Luka penderita DM cenderung mengalami perubedaan dibandingkan luka

pada umumnya yang meliputi gambaran luka yang jelas, bau yang khas, dan

lamanya proses penyembuhan.

Rencana tindakan selanjutnya yaitu memonitor gula darah sewaktu

pasien setiap hari. Pemantauan kadar gula darah sewaktu terus dilakukan

agar pasien terhindar dari keadaan hiperglikemi. Menurut teori Hastuti

(2008) kadar gula darah yang tinggi menyebabkan kuman dapat tumbuh

subur dan menghambat proses penyembuhan luka.

Rencana tindakan selanjutnya yaitu perawatan luka sesuai dengan

kondisi luka pasien. Menurut Handayani (2016) diperlukan pemilihan

metode balutan luka yang tepat untuk mengoptimal-kan proses

penyembuhan luka.

Rencana tindakan berikutnya yaitu monitor nutrisi pasien.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Arisanty (2014) bahwa kepatuhan diit

49

DM mempunyai fungsi mempertahankan berat badan normal. Lebih lanjut

Ekaputra (2013) mengatakan bahwa malnutrisi dapat menyebabkan

terhambatnya proses penyembuhan luka dan meningkatkan terjadinya

infeksi.

Rencana tindakan berikutnya yaitu hindarkan penekanan pada

bagian yang luka (off-loading). Menurut Kartika (2015) penatalaksanaan

ulkus berupa offloading dapat mengurangi resiko infeksi dan amputasi.

Rencana tindakan terakhir yaitu kolaborasi dalam pemberian terapi

penunjang. Menurut Waspadji (2011) antibiotik yang diberikan pada pasien

harus sesuai dengan hasil biakan kuman dan resistensinya.

Penulis menetapkan waktu untuk mengimplementasikan intervensi

selama 6x24 jam. Hal ini berdasarkan pendapat Baranoski dan Ayello

(2008) dalam Tarwoto (2012) yang menyatakan evaluasi pnilaian luka dapat

dilakuakn setiap minggu untuk dapat mengetahui perkembangan luka.

4. Tindakan Keperawatan

Tindakan sesuai dengan rencana tindakan yang telah disusun,

pelaksanaan tindakan keperawatan dilaksanakan selama enam hari. Dalam

pelaksanaannya, seluruh rencana keperawatan kerusakan integritas kulit

telah dilakukan sesuai dengan rencana yang telah dibuat yang pertama yaitu

observasi karakteristik luka. Menurut teori Wiajaya dan Putri (2013)

pengkajian luka perlu dilakukan karena sebagai dasar dalam menentukan

intervensi lain yang sesuai dengan kondisi luka. Luka penderita DM

50

cenderung mengalami perubedaan dibandingkan luka pada umumnya yang

meliputi gambaran luka yang jelas, bau yang khas, dan lamanya proses

penyembuhan. Pada kedua pasien didapatkan hasil yang berbeda namun

telah sesuai dengan klasifikasi penilaian luka ulkus kaki diabetik

berdasarkan Wagner.

Tindakan berikutnya yaitu perawatan luka sesuai dengan kondisi

luka. Pada kedua pasien telah dilakukan perawatan luka dengan teknik

modern dressing pada pasien 1 dan teknik konvensional pada pasien 2.

Langkah-langkah yang dilakukan yaitu membersihkan luka dengan cairan

fisiologis normal salin (NaCl 0,9%) yang efektif karena perawatan luka

sesuai dengan kandungan garam dalam tubuh, tidak toksik terhadap jaringan

dan tidak menghambat proses pernyembuhan luka Thomas (2007) dalam

Suwarto (2013). Setelah dibersihkan lukanya juga mengangkat sisa balutan

balutan yang menempel pada luka yang bertujuan untuk mempercepat

proses penyembuhan luka dan mengganti dengan balutan baru. Debridemen

yang dilakukan yaitu debridement mechanical yaitu perawatan luka

menggunakan kassa dan cairan NaCl 0,9% kemudian menggunting cairan

nekrotomi, pada kedua pasien ditemukan adanya eksudat jadi debridement

yang dilakukan yaitu untuk mengangkat eksudat. Hal ini sesuai menurut

teori Kartika (2015) yaitu salah satu penatalaksaan ulkus yaitu dengan

debridement atau membuang jaringan yang mati. Setelah dilakukan

debridement pada pasien kemudian diberikan hidrogel pada pasien 1 dan

tampon pada pasien 2. Menurut Kartika (2015) pemberian hidrogel pada

51

pasien 1 ini sudah tepat karena hidrogel mampu menciptakan dan

mempertahankan lingkungan yang moist dan digunakan pada luka dengan

drainase yang sedikit. Akan tetapi pemberian tampon pada pasien 2 kurang

tepat dan seharusnya diganti dengan dressing berbahan alginates karena

sangat tepat digunakan untuk luka dengan drainase sedang hingga banyak.

Lebih lanjut dijelaskan oleh Kartika (2015) bahwa kelembapan yang

seimbang mendukung dalam penyembuhan luka. Tindakan selanjutnya

yaitu menutup luka dengan menggunakan balutan steril dan menggantinya

setiap hari. Tindakan menutup luka dengan menggunakan balutan steril

dapat dilakukan untuk mengurangi paparan mikroorganisme (Potter &

Perry, 2005).

Tindakan selanjutnya yaitu memonitor gula darah sewaktu pasien

setiap hari. Pemantauan kadar gula darah sewaktu terus dilakukan agar

pasien terhindar dari keadaan hiperglikemi. Menurut teori Hastuti (2008)

kadar gula darah yang tinggi menyebabkan kuman dapat tumbuh subur dan

menghambat proses penyembuhan luka. Teori ini sesuai dengan hasil

pemantauan kedua pasien yaitu hasil gula darah ke dua pasien selama 6 hari

terpantau tinggi sehingga mempengaruhi proses penyembuhan luka.

Tindakan selanjutnya yaitu memantau pemberian nutrisi. Pasien Ny.

Sa mengatakan hanya habis ½ porsi dan terkadang masih suka minum teh

manis sedangkan pasien Ny.Su terlihat menghabiskan ¼ porsi dari diit

rumah sakit. Memantau nutrisi pasien dapat dilakukan untuk mengethaui

sejauh mana kepatuhan pasien dalam mematuhi diitnya, sebagaimana yang

52

dikatakan oleh Perkeni (2011) bahwa kepatuhan diit DM mempunyai fungsi

mempertahankan berat badan normal. Lebih lanjut Ekaputra (2013)

mengatakan bahwa malnutrisi dapat menyebabkan terhambatnya proses

penyembuhan luka dan meningkatkan terjadinya infeksi.

Tindakan berikutnya yaitu pemberian terapi berdasarkan advis dari

dokter. Antibiotik yang diberikan pada pasien harus sesuai dengan hasil

biakan kuman dan resistensinya (Waspadji, 2014). Dalam implementasi ini

terapi yang diberikan pada kedua pasien sudah sesuai dengan kondisi

mikroorganisme dan resistensinya.

5. Evaluasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka dapat disimpulkan

masalah kedua pasien belum teratasi karena belum menunjukkan

penyembuhan luka sepenuhnya. Pada kedua pasien didapatkan perbedaan

kondisi luka setelah dilakukan selama 6x24 jam. Pada pasien 1

menunjukkan adanya penurunan skor pada skala bates-jensen yaitu

penurunan skor pada item 7 yang semula 4 menjadi 1 kemudian pada skor

item 8 yang semula 3 menjadi 2 dan pada skor item ke 10 yang semula 2

menjadi 1. Penurunan skor pada bates-jensen tersebut mengintrepetasikan

bahwa pada pasien 1 menunjukkan adanya perubahan pada eksudat yang

hilang dan juga tidak adanya pembengkakan. Sementara itu penilaian luka

menurut diabetic foot ulcer scale pada pasien 1 menunjukkan penurunan

skor pada item 4 semula 1 menjadi 0 yang menunjukkan tidak adanya tanda-

53

tanda infeksi pada pasien 1. Pada pasien 2 menunjukkan adanya penurunan

skor pada skala bates-jensen yaitu penurunan skor pada item 7 yang semula

5 menjadi 4 kemudian pada skor item 8 yang semula 4 menjadi 3. Penurunan

skor pada bates-jensen tersebut mengintrepetasikan bahwa pada pasien 2

menunjukkan adanya perubahan pada jumlah eksudat yang berkurang dan

tipe eksudat yang berubah. Sementara itu penilaian luka menurut diabetic

foot ulcer scale pada pasien 2 menunjukkan penurunan skor pada item 8

semula 4 menjadi 3 yang menunjukkan berkurangnya proposi eksudat.

Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat dilihat bahwa pasien

1 mengalami perubahan yang lebih baik daripada pasien 2. Menurut Kartika

(2015) bahwa penyembuhan luka juga dipengaruhi oleh faktor perawatan

luka sesuai dengan balutan luka yang sesuai dengan kondisi luka. Selain

faktor tersebut selama asuhan keperawatan terpantau bahwa kadar gula

darah kedua pasien tidak terkontrol serta nutrisi yang tidak seimbang.

Menurut Rogers (2010) dalam Tarwoto (2012), Faktor yang menyebabkan

penyembuhan yang lambat pada pasien dengan ulkus diabetik diakibatkan

oleh gula darah yang tidak terkontrol. Lebih lanjut menurut DiPietrio dan

Guo (2010), Pemulihan luka juga akan dipengaruhi oleh faktor yang dapat

mengurangi efisiensi penyembuhan, seperti : area sekitar luka yang kurang

hygiene, efek samping dari medikasi, gangguan vaskularisasi pada luka

berupa kondisi yang hypoxia, dan kurangnya suplai nutrisi.