BAB II - Repository Poltekkes Semarang

19
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Kehamilan a. Pengertian Kehamilan terjadi jika ada pertemuan dan persenyawaan antara sel telur (ovum) dan sel mani (spermatozoa) (Saminem, 2009). Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nifasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan atau 9 bulan (Saifuddin, 2009 dalam Walyani, 2014). b. Tanda-tanda Kehamilan Megasari dkk (2015) beberapa gejala dan tanda-tanda awala kehamilan yaitu : 1) Tanda tidak pasti hamil (presumtive sign) Tanda tidak pasti hamil yaitu perubahan-perubahan fisiologis maternal yang dapat dikenali dari pengakuan atau yang dirasakan oleh wanita hamil. Tanda ini meliputi amenorea, mual muntah, mengidam, syncope (pingsan), tidak ada selera makan, lelah, payudara tegang, sering miksi, konstipasi atau obstipasi, pigmentasi pada kulit, epulis, varices.

Transcript of BAB II - Repository Poltekkes Semarang

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Kehamilan

a. Pengertian

Kehamilan terjadi jika ada pertemuan dan persenyawaan antara

sel telur (ovum) dan sel mani (spermatozoa) (Saminem, 2009).

Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari

spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nifasi atau implantasi.

Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal

akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan atau 9 bulan

(Saifuddin, 2009 dalam Walyani, 2014).

b. Tanda-tanda Kehamilan

Megasari dkk (2015) beberapa gejala dan tanda-tanda awala

kehamilan yaitu :

1) Tanda tidak pasti hamil (presumtive sign)

Tanda tidak pasti hamil yaitu perubahan-perubahan fisiologis

maternal yang dapat dikenali dari pengakuan atau yang dirasakan

oleh wanita hamil. Tanda ini meliputi amenorea, mual muntah,

mengidam, syncope (pingsan), tidak ada selera makan, lelah,

payudara tegang, sering miksi, konstipasi atau obstipasi, pigmentasi

pada kulit, epulis, varices.

8

2) Tanda mungkin hamil (probavility sign)

Tanda mungkin hamil yaitu perubahan-perubahan psikologis

dan anatomis di luar semua tanda presumtive yang dapat diketahui

oleh pemeriksa dengan melakukan pemeriksaan fisik kepada wanita

hamil. Tanda mungkin hamil yaitu pembesaran perut, pembesaran,

perubahan bentuk dan konsistensi rahim, tanda piskacek, tanda

hegar, tanda chadwick, tanda goodell’s, braxton hick, teraba

ballotement, reaksi kehamilan positif.

3) Tanda pasti kehamilan (positive sign)

Tanda pasti hamil yaitu gerakan janin, dapat diraba dan

dikenal bagian-bagian janin, dapat didengar denyut jantung janin

dan terlihat rangka janin.

c. Perubahan pada Kehamilan

Saminem (2009) menyatakan bahwa perubahan pada kehamilan

dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Perubahan fisiologis

a) Perubahan pada kulit

Terjadi hiperpigmentasi yaitu kelebihan pigmen di tempat

tertentu. Pada wajah, pipi dan hidung mengalami

hiperpigmentasi sehingga menyerupai topeng. Pada areola

mamae dan puting susu, daerah yang berwarna hitam di sekitar

puting susu akan menghitam. Pada area supra pubis terdapat

garis hitam yang memanjang dari atas simfisis sampai pusat.

9

b) Perubahan kelenjar

Kelenjar gondok membesar sehingga leher ibu berbentuk

seperti leher pria. Perubahan ini tidak selalu terjadi pada wanita

hamil.

c) Perubahan payudara

Perubahan ini pasti terjadi pada wanita hamil karena semakin

dekatnya persalinan, payudara menyiapkan diri untuk

memproduksi makanan pokok untuk bayi setelah lahir.

Perubahan payudara yaitu membesar, tegang, sakit, vena di

bawah payudara membesar dan terlihat, hiperpigmentasi pada

areola mamae dan puting susu, payudara ibu mengeluarkan

cairan apabila dipijat.

d) Perubahan perut

Semakin mendekati persalinan, perut semakin membesar. Saat

kehamilan tua, perut menjadi tegang dan pusat menonjol ke

luar. Timbul stria gravidarum dan hiperpigmentasi pada linea

alba serta linea nigra.

e) Perubahan alat kelamin luar

Alat kelamin luar tampak hitam kebiruan karena adanya

kongesti pada peredaran darah.

f) Perubahan tungkai

Timbul varises pada sebelah atau kedua belah tungkai. Pada

hamil tua terjadi edema pada salah satu tungkai. Edema terjadi

10

karena tekanan uterus yang semakin membesar pada vena

femoralis sebelah kanan atau kiri.

g) Perubahan pada sikap tubuh

Sikap tubuh ibu menjadi lordorsis karena perut membesar.

h) Perubahan yang tidak dapat dilihat

Perubahan ini meliputi perubahan pada alat pencernaan,

peredaran darah dan pembuluh darah, paru, perkemihan, tulang,

jaringan pembentuk organ, alat kelamin dalam.

2) Perubahan psikologis

Perubahan psikologis terjadi pada trimester I meliputi

ambivalen, takut, frustasi dan khawatir. Trimester II perubahan

meliputi perasaan tidak nyaman serta kebutuhan mempelajarani

perkembangan dan pertumbuhan janin meningkat. Kadang tampak

egosentris dan berpusat pada diri sendiri. Pada trimester III yaitu

perubahan yang terjadi meliputi memiliki perasaan aneh,

sembrono, lebih introvert, dan merefleksikan pengalaman masa

lalu.

d. Deteksi Faktor Resiko pada Kehamilan

Pengkajian pada ibu hamil perlu dilakukan untuk mengetahui

adanya faktor resiko dan memberikan perencanaan persalinan yang

aman, untuk melakukan deteksi dini faktor resiko dapat menggunakan

Kartu Skor Poedji Rochjati.

11

Faktor resiko dalam Kartu Skor Poedji Rochjati dibagi menjadi 3

kelompok yaitu kelompok I adalah kelompok faktor resiko yang

tergolong Ada Potensi Gawat Obstetrik (APGO) dengan 10 faktor

resiko yaitu 7 terlalu dan 3 pernah, kelompok II adalah kelompok faktor

resiko yang tergolong kelompok Ada Gawat Obstetrik (AGO) dengan

8 faktor resiko, dan kelompok III adalah kelompok faktor resiko yang

tergolong Ada Gawat Darurat Obstetrik (AGDO) dengan 2 faktor

resiko.

Faktor resiko dalam Kartu Skor Poedji Rochjati memiliki skor

masing-masing. Jumlah skor menandakan tingkat resiko yang dihadapi

oleh ibu hamil. Berdasarkan jumlah skor kehamilan yang didapat dibagi

menjadi 3 kelompok yaitu kelompok Kehamilan Resiko Rendah (KRR)

dengan jumlah skor 2, Kehamilan Resiko Tinggi (KRT) dengan jumlah

skor 6-10, Kehamilan Resiko Sangat Tinggi (KRST) dengan jumlah

skor ≥12 yaitu ibu yang memiliki kegawatdaruratan.

e. Pembagian Trimester Kehamilan

Suririnah (2010) membagi kehamilan menjadi tiga trimester

yaitu:

1) Trimester 1 : kehamilan 0-12 minggu

2) Trimester 2 : kehamilan 13-28 minggu

3) Trimester 3 : kehamilan 29-40 minggu

12

2. Blighted ovum

a. Pengertian

Blighted ovum disebut juga kehamilan anembrionik merupakan

suatu keadaan kehamilan patologi dimana janin tidak terbentuk. Dalam

kasus ini kantong kehamilan tetap terbentuk. Selain janin tidak

terbentuk kantong kuning telur juga tidak terbentuk. Kehamilan ini akan

terus dapat berkembang meskipun tanpa ada janin di dalamnya. Blighted

ovum ini biasanya pada usia kehamilan Blighted ovum 14-16 minggu

akan terjadi abortus spontan (Sarwono, 2009). merupakan kehamilan

dimana kantung gestasi memiliki diameter katung lebih dari 20 mm

akan tetapi tanpa embrio. Tidak dijumpai pula adanya denyut jantung

janin. Blighted ovum cenderung mengarah pada keguguran yang tidak

terdeteksi (Manuaba, 2010).

b. Etiologi

Dwi W (2013) menyatakan bahwa blighted ovum terjadi saat

awal kehamilan. Penyebab dari blighted ovum saat ini belum diketahui

secara pasti, namun diduga karena beberapa faktor. Faktor-faktor

blighted ovum sebagai berikut:

1) Adanya kelainan kromosom dalam pertumbuhan sel sperma dan sel

telur.

2) Meskipun prosentasenya tidak terlalu besar, infeksi rubella, infeksi

TORCH, kelainan imunologi, dan diabetes melitus yang tidak

terkontrol.

13

3) Faktor usia dan paritas. Semakin tua usia istri atau suami dan

semakin banyak jumlah anak yang dimiliki juga dapat memperbesar

peluang terjadinya kehamilan kosong.

4) Kelainan genetik

Faktor lain yang dapat menyebabkan Blighted ovum tersebut adalah

kelainan genetika. Faktor genetik dapat mewariskan kelainan

tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan kondisi terkait lainnya.

Resiko penyakit Blighted ovum bisa meningkat bahkan lebih bila

faktor keturunan dikombinasikan dengan pilihan gaya hidup yang

tidak sehat, seperti merokok dan makan makanan yang tidak sehat.

5) Kebiasaan merokok dan alkohol

Merokok dan alkohol dapat merusak jantung dan pembuluh darah,

yang meningkatkan resiko kondisi jantung seperti aterosklerosis dan

serangan jantung. Selain itu, nikotin meningkatkan tekanan darah,

dan karbon monoksida mengurangi jumlah oksigen yang dibawa

oleh darah. Kondisi tersebut bukan hanya berlaku bagi perokok

aktif, namun juga berlaku untuk perokok pasif karena menghirup

asap rokok berlebihan.

c. Patogenesis

Pada saat pembuahan, sel telur yang matang dan siap dibuahi

bertemu sperma. Namun dengan berbagai penyebab (diantaranya

kualitas telur/sperma yang buruk atau terdapat infeksi TORCH, maka

unsur janin tidak berekembang sama sekali. Hasil konsepsi ini akan

14

tetap tertanam didalam rahim lalu rahim yang berisi hasil konsepsi

tersebut akan mengirimkan sinyal pada indung telur dan otak sebagai

pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil konsepsi di dalam rahim.

Hormon yang dikirimkan oleh hasil konsepsi tersebut akan

menimbulkan gejala - gejala kehamilan seperti mual, muntah, dan

lainnya seperti hal umumnya yang dialami ibu hamil ( Sukarni dan

Margareth, 2013).

Untuk blighted ovum pada kehamilan awal kehamilan berjalan

baik dan normal tanpa ada tanda - tanda kelaina. Kantung kehamilan

terlihat jelas, tes kehamilan urine positif. blighted ovum terdeteksi saat

ibu melakukan USG pada usia kehamilan memasuki 7-8 minggu

(Sukarni, 2014).

d. Diagnosa Blighted ovum

Ada kemungkinan bagi seseorang yang mengalami blighted ovum

pada tahap awal kehamilan merasa bahwa dirinya sedang mengalami

kehamilan secara normal. Hal ini dikarenakan blighted ovum memiliki

gejala yang sama dengan kehamilan, seperti haid yang terlambat

disertai hasil tes kehamilan yang positif. Pasien dapat terus merasa

dalam keadaan hamil hingga terjadi pendarahan dari vagina.

Waspadai gejala selain pendarahan yang dapat menjadi tanda-

tanda keguguran, yaitu volume menstruasi yang lebih banyak dari

biasanya, kram pada daerah perut serta munculnya flek. Dokter

biasanya akan mencari tahu level hormon hCG (human chorionic

15

gonadotropin) utnuk memastikan adanya kehamilan. Hormon ini

dihasilkan oleh plasenta dan levelnya dapat terus bertambah hingga

beberapa waktu. Dokter juga akan melakukan tes USG untuk

memastikan kantong kehamilan yang telah terbentuk, berisi embrio

atau tidak. Biasanya dokter akan melakukan USG kembali sepuluh hari

setelah tes USG pertama untuk memantau perkembangan embrio dan

kondisi kehamilan.

Untuk memastikan diagnosis blighted ovum , kantong kehamilan

dan embrio harus memenuhi beberapa kriteria ukuran, yaitu diameter

25 mm atau lebih untuk kantong kehamilan dan tidak memiliki kantung

yolk sac (ovum) atau embrio. Gambaran lainnya adalah ketika embrio

memiliki panjang lebih dari 15 mm namun tidak memiliki aktivitas

jantung yang sehat.

Ditegakkan saat usia kehamilan 7 - 8 minggu bila pada

pemeriksaan USG didapatkan kantong gestasi tidak berkembang atau

pada diameter 2,5 cm yang tidak disertai gambaran mudigah maka

evaluasi 2 minggu kemudian tapi bila tidak dijumpai struktur mudigah

atau kantong kuning telur dan diameter gestasi sudah mencapai 25 mm,

maka dinyatakan sebagai kehamilan anembrionik atau blighted ovum.

e. Gambaran Klinis

Menurut Sanders (2010), beberapa tanda dan gejala blighted

ovum meliputi:

1) Pada awalnya pemeriksaan awal tes kehamilan menunjukkan hasil

16

positif. Wanita merasakan gejala-gejala hamil, dalam seperti mudah

lelah, merasa ada yang lain pada payudara atau mual-mual.

2) Hasil pemeriksaan USG saat usia kehamilan lebih dari 8 minggu

rahim masih kosong.

3) Meskipun tidak ada perkembangan embrio, tetapi kadar HCG akan

terus diproduksi oleh trofoblas di kantong.

4) Keluar bercak perdarahan dari vagina

f. Tindakan penanganan

Terminasi kehamilan dengan dilatasi serviks dan dilanjutkan

dengan kuretase (Sarwono, 2009). Aborsi bedah sebelum usia

kehamilan 14 minggu dilakukan dengan cara mula-mula membuka

serviks, kemudian mengeluarkan kehamilan secara mekanis yaitu

dengan mengerok isi uterus (kuretase tajam) , dengan aspirasi vakum

(kuretase isap) atau keduanya. Sedangkan jika usia kehamilan lebih

dari 16 minggu dilakukan dilatasi dan evakuasi (D&E). Tindakan ini

berupa pembukaan serviks secara lebar diikuti oleh destruksi mekanis

dan evakuasi bagian janin, setelah janin dikeluarkan secara lengkap

maka digunakan kuret vakum berlubang besar untuk mengeluarkan

plasenta dan sisa jaringan. Dilatasi dan Ekstrasi (D&X), hampir sama

dengan (D&E) yang membedakan pada (D&X) sebagian dari janin di

ekstrasi melalui serviks yang telah membuka (Leveno, 2009).

g. Komplikasi Post Kuretase

Menurut Sinclair dkk (2009) komplikasi post kuretase sebagai

17

berikut:

1) Robekan serviks yang disebabkan oleh tenakulum. Penanganan: Jika

terjadi perdarahan, serviks yang robek dijahit kembali untuk

menghentikan perdarahan

2) Perforasi yang disebabkan oleh sonde uterus, abortus tank, dan alat

kuretnya. Penanganan: Hentikan tindakan dan konsultasi dengan

bagian bedah bila ada indikasi untuk dilakukan laparatomi.

3) Perdarahan post kuretase yang disebabkan oleh atonia uteri, trauma

dan sisa hasil konsepsi perdarahan memanjang. Penanganan

Profilaksis dengan pemberian uterotonika, konsultasi dengan bagian

bedah dan kuretase ulang. Profilaksis menggunakan metergin

dengan dosis Oral 0,2-0,4 mg , 2-4 kali sehari selama 2 hari dan IV

/ IM 0,2 mg , IM boleh diulang 2–4 jam bila perdarahan hebat. Jika

terjadi atonia uteri dilakukan penanganan atonia uteri yaitu

memposisikan pasien trendelenburg, memberikan oksigen dan

merangsang kontraksi uterus dengan cara masase fundus uteri dan

merangsang puting susu, memberikan oksitosin, kompresi bimanual

ekternal, kompresi bimanual internal dan kompresi aorta

abdominalis. Jika semua tindakan gagal lakukan tindakan operatif

laparatomi dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan

uterus) atau dengan histerektomi (Sarwono, 2009)

4) Infeksi post tindakan ditandai dengan demam dan tanda infeksi

lainnya Penanganan Berikan profilaksis dengan pemberian

18

uterotonika. Profilaksis menggunakan metergin dengan dosis Oral

0,2-0,4 mg , 2-4 kali sehari selama 2 hari dan IV / IM 0,2 mg , IM

boleh diulang 2–4 jam bila perdarahan hebat. (Manuaba, 2010).

h. Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Abortus

Penelitian ini membatasi pada faktor-faktor yang mempengaruhi

kejadian abortus antara lain:

1) Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi seperti pneumonia, thypus, abdoinalis,

pielonefritis dan malaria. Toksin, bakteri, virus atau palsmodium

juga menyebabkan kematian janin melalui plasenta yang masuk ke

janin. Penyakit lainnya seperti anemia berat, keracunan, laparotomi

peritonitis umum dan penyakit menahun seperti brueslosis dan

tokxoplasma (Kasdu, 2007).

Herpes simpleks dilaporkan menyebabkan peningkatan

insiden aborsi setelah infeksi genital pada awal kehamilan. Aborsi

spontan juga secara independen berkaitan dengan antibodi virus

imunodefisiensi manusia tipe-1 (HIV-1) pada ibu, seroreaktivitas

sifilis pada ibu, dan kolonisasi vagina oleh streptokokus group B.

selain itu, terdapat bukti yang mendukung peran Mycoplasma

hominis dan Ureaplasma urealyticum dalam abortus. Infeksi kronis

oleh organisme seperti Brucella abortus, Campylobacter fetus,

Taxoplasma gondii, Listeria monocytogenes, atau Chlamydia

19

trachomatis belum terbukti berkaitan dengan abortus spontan

(Leveno dkk, 2009).

Hasil penelitian Jaleel & Khan (2013) menyebutkan bahwa

infeksi saluran kelamin sebagai faktor yang signifikan terhadap

kejadian abortus. Infeksi saluran kelamin ditularkan oleh pihak

suami/ ayah.

2) Gaya hidup

Gaya hidup atau pekerjaan yang menimbulkan stres, sesuatu

yang umum dialami wanita hamil sehingga meningkatkan risiko

terjadi komplikasi kehamilan seperti tekanan darah tinggi,

persalinan kurang bulan dan abortus (Simkin dkk, 2008).

Wanita yang merokok dapat menimbulkan komplikasi pada

kehamilan seperti kesuburan menurun seiring peningkatan asupan

alkohol, defisiensi tiamin dan vitamin lain terjadi akibat

penyalahgunaan alkohol. Komplikasi kehamilan yang terjadi yaitu

perdarahan pada trimester pertama dan kedua yang terjadi 3x1 atau

sering, infeksi dan abrupsio plasenta yang terjadi dengan

peningkatan frekuensi. Risiko abortus spontan pada trimester

pertama dan kedua meningkat dan aborsi habitual yang terjadi 2x

atau sering (Sinclair, 2010).

Hasil penelitian Kouk (2013) menyatakan bahwa skor stres

yang tinggi (yaitu ≥ 17) pada Skala Stres Perceived (HR = 0.49)

dikaitkan dengan kemungkinan penurunan keguguran.

20

3) Waktu terjadinya abortus

Faktor janin merupakan kelainan yang sering dijumpai pada

abortus adalah gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin dan

plasenta. Kelainan tersebut biasanya menyebabkan abortus pada

trimester I antara lain kelainan telur, kerusakan embrio, kelainan

kromosom, embrio dengan kelainan lokal dan abnormalitas

pembentukan plasenta. Infeksi maternal dapat membawa risiko bagi

janin yang sedang berkembang terutama pada akhir trimester I

(Sastrawinata, 2010).

Kelainan traktus genatalis seperti retroversio uteri, mioma

uteri atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus.

Penyebab abortus pada trimester II lainnya adalah serviks

inkompeten yang dapat disebabkan oleh kelemahan bawaan pada

serviks, dilatasi serviks berlebihan, konisasi amputasi atau robekan

serviks luas yang tidak dijahit (Yulaikhah, 2009).

3. Umur

a. Pengertian

Umur merupakan rentang kehidupan yang diukur dengan tahun

(Hurlock, 2008). Umur adalah lama waktu hidup atau sejak dilahirkan

(KKBI, 2008 dalam Walyani, 2014) Istilah usia diartikan dengan

lamanya keberadaan seseorang diukur dalam satuan waktu dipandang

21

dari segi kronologik, individu normal yang memperlihatkan derajat

perkembangan anatomis dan fisiologik sama (Dorland, 2010).

Penyebab kematian maternal dari faktor reproduksi diantaranya

adalah maternal age atau usia ibu. Dalam kurun reproduksi sehat dikenal

bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20 tahun sampai

dengan 30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan

pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2 sampai 5 kali lebih tinggi dari

pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun.

Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30 sampai 35 tahun

(Prawirohardjo, 2012).

Umur sangat menentukan status kesehatan ibu. Ibu dikatakan

berisiko tinggi apabila ibu hamil berusia di bawah 20 tahun dan di atas

35 tahun. Umur berguna untuk mengantisipasi diagnosa masalah

kesehatan dan tindakan yang dilakukan (Walyani, 2014)

Menurut Gunawan (2010) pembagian umur berdasarkan

reproduksi sebagai berikut :

b. Pembagian umur

1) Reproduksi sehat (20-35 tahun) adalah usia yang mempunyai

kematangan alat reproduksi. Pada usia tersebut alat reproduksi wanita

telah berkembang dan berfungsi secara maksimal dan juga faktor

kejiwaannya sehingga mengurangi berbagai risiko kehamilan.

2) Reproduksi tidak sehat (< 20 tahun atau > 35 tahun) adalah usia yang

kurang baik untuk kehamilan. Kehamilan pada usia ini mempunyai

22

risiko tinggi. Wanita usia < 20 tahun secara fisik dan mental belum

siap untuk hamil. Emosi dan kejiwaannya masih labil, demikian juga

kondisi fisiknya masih lemah untuk kehamilan, walaupun organ

reproduksinya berkembang dengan baik. Wanita usia lebih dari 35

tahun mengalami penurunan kesuburan. Wanita usia > 35 tahun

mempunyai tingkat risiko komplikasi melahirkan lebih tinggi.

c. Hubungan Umur dengan Kejadian Blighted ovum

Ibu dengan usia di atas 35 tahun mengalami penurunan kualitas sel

telur sehingga menyebabkan meningkatnya cacat janin seperti down

syndrom, keguguran dan blighted ovum 10-15 orang yang mengalami

blighted ovum . Umumnya kejadian ini dialami oleh wanita usia di atas

40 tahun, semakin tua usia ibu hamil maka semakin berisiko mengalami

kejadian blighted ovum (Anuroga, 2018).

4. Paritas

a. Pengertian

Paritas menunjukkan jumlah anak yang dimiliki seorang wanita

(Oxorn & Forte, 2010). Paritas adalah keadaan wanita berkaitan dengan

jumlah anak yang dilahirkan (Ramli, 2005, dalam Walyani, 2014)

b. Jenis Paritas

Menurut Oxorn & Forte (2010) jenis paritas terdiri dari :

1) Primipara adalah seorang wanita yang mempunyai anak 1 (satu)

orang.

23

2) Multipara adalah seorang wanita yang mempunyai anak 2 -4 orang.

3) Grandemultpara adalah seorang wanita yang mempunyai lebih dari 4

anak

c. Hubungan Paritas dengan Kejadian Blighted ovum

Semakin banyak anak maka ibu semakin berisiko mengalami

kejadian blighted ovum . Rendahnya kualitas sel telur dan sperma dapat

menyebabkan blighted ovum (Anurogo, 2018). Kualitas sel telur

semakin menurun dengan bertambahnya usia. Wanita dengan usia tua

kemungkinan mendapat keturunan semakin berkurang karena tingkat

gagal hamil makin tinggi (Billing, 2016)

5. Penyakit Penyerta

Ibu hamil yang menderita penyakit seperti TBC memiliki status gizi

kurang baik sehingga mempengaruhi janin dalam kandungan (Indriasari,

2009). Purwoastuti & Walyani (2015) menyatakan bahwa kehamilan

dengan penyakit penyerta sepert berikut:

a. Diabetes Mellitus

Diabetes pada kehamilan menibumbulkan banyak kesulitan. Penyakit

ini akan menyebabkan perubahan-perubahan metabolic dan hormonal

pada penderita yang juga mempengaruhi kehamilan.

b. Jantung

Kehamilan dapat memperbesar penyakit jantung bahkan menyebabkan

payah jantung (dekompensasi kordis), sebab dalam kehamilan terjadi

24

peningkatan denyut jantung dan nadi, pukulan jantung, volume darah,

juga menurunnya sedikit tekanan darah.

c. Sistem pernafasan

Penyakit paru seperti tuberculosis, asma bronikial, pneumonia,

bronchitis, influenza.

d. Sistem pencernaan

Sistem pencernaan meliputi mulut, esophagus dan lambung, penyakit

usus halus dan usus besar.

e. Sistem hematologi

Sistem hematologi seperti anemia dan iso imunisasi.

f. Sistem pererkemihan

Sistem perkemihan seperti bakteriuria, sistitis, pielonefritis akut,

pielonefritis kronis, glomerulonefitis akut, glumeruluonefritis kronis,

sindroma nefrotik, nefrolitiasis.

25

B. Kerangka Teori

Sumber: Manuaba (2010), Sastrawinata (2010)

Gambar 2.1

Kerangka Teori

Keterangan

= Tidak diteliti

= Diteliti

Etiologi (faktor resiko)

1. Kelainan kromosom dalam

pertumbuhan sel sperma dan sel

telur.

2. Infeksi rubella, infeksi TORCH,

kelainan imunologi, dan

diabetes melitus yang tidak

terkontrol.

3. Faktor usia dan paritas.

4. Kelainan genetik

5. Kebiasaan merokok dan alkohol

Tanda dan gejala

1. Pada awalnya pemeriksaan awal tes

kehamilan menunjukkan hasil posif.

2. Selanjutnya pertumbuhan plasenta

akan berhenti, kadar hormon HCG

menurun dan akhirnya gejala

kehamilan menghilang.

3. Hasil pemeriksaan USG saat usia

kehamilan lebih dari 8 minggu rahim

masih kosong.

4. Biasanya terjadi setelah usia

kehamilan 3 bulan.

5. Rasa tidak nyaman di perut

6. Keluar bercak perdarahan dari vagina.

Px. Penunjang USG

Penatalaksanaan diterminasi dengan

dilatasi dilanjutkan dengan kuretase