BAB II - Repository Poltekkes Semarang
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
4 -
download
0
Transcript of BAB II - Repository Poltekkes Semarang
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Kehamilan
a. Pengertian
Kehamilan terjadi jika ada pertemuan dan persenyawaan antara
sel telur (ovum) dan sel mani (spermatozoa) (Saminem, 2009).
Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari
spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nifasi atau implantasi.
Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal
akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan atau 9 bulan
(Saifuddin, 2009 dalam Walyani, 2014).
b. Tanda-tanda Kehamilan
Megasari dkk (2015) beberapa gejala dan tanda-tanda awala
kehamilan yaitu :
1) Tanda tidak pasti hamil (presumtive sign)
Tanda tidak pasti hamil yaitu perubahan-perubahan fisiologis
maternal yang dapat dikenali dari pengakuan atau yang dirasakan
oleh wanita hamil. Tanda ini meliputi amenorea, mual muntah,
mengidam, syncope (pingsan), tidak ada selera makan, lelah,
payudara tegang, sering miksi, konstipasi atau obstipasi, pigmentasi
pada kulit, epulis, varices.
8
2) Tanda mungkin hamil (probavility sign)
Tanda mungkin hamil yaitu perubahan-perubahan psikologis
dan anatomis di luar semua tanda presumtive yang dapat diketahui
oleh pemeriksa dengan melakukan pemeriksaan fisik kepada wanita
hamil. Tanda mungkin hamil yaitu pembesaran perut, pembesaran,
perubahan bentuk dan konsistensi rahim, tanda piskacek, tanda
hegar, tanda chadwick, tanda goodell’s, braxton hick, teraba
ballotement, reaksi kehamilan positif.
3) Tanda pasti kehamilan (positive sign)
Tanda pasti hamil yaitu gerakan janin, dapat diraba dan
dikenal bagian-bagian janin, dapat didengar denyut jantung janin
dan terlihat rangka janin.
c. Perubahan pada Kehamilan
Saminem (2009) menyatakan bahwa perubahan pada kehamilan
dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Perubahan fisiologis
a) Perubahan pada kulit
Terjadi hiperpigmentasi yaitu kelebihan pigmen di tempat
tertentu. Pada wajah, pipi dan hidung mengalami
hiperpigmentasi sehingga menyerupai topeng. Pada areola
mamae dan puting susu, daerah yang berwarna hitam di sekitar
puting susu akan menghitam. Pada area supra pubis terdapat
garis hitam yang memanjang dari atas simfisis sampai pusat.
9
b) Perubahan kelenjar
Kelenjar gondok membesar sehingga leher ibu berbentuk
seperti leher pria. Perubahan ini tidak selalu terjadi pada wanita
hamil.
c) Perubahan payudara
Perubahan ini pasti terjadi pada wanita hamil karena semakin
dekatnya persalinan, payudara menyiapkan diri untuk
memproduksi makanan pokok untuk bayi setelah lahir.
Perubahan payudara yaitu membesar, tegang, sakit, vena di
bawah payudara membesar dan terlihat, hiperpigmentasi pada
areola mamae dan puting susu, payudara ibu mengeluarkan
cairan apabila dipijat.
d) Perubahan perut
Semakin mendekati persalinan, perut semakin membesar. Saat
kehamilan tua, perut menjadi tegang dan pusat menonjol ke
luar. Timbul stria gravidarum dan hiperpigmentasi pada linea
alba serta linea nigra.
e) Perubahan alat kelamin luar
Alat kelamin luar tampak hitam kebiruan karena adanya
kongesti pada peredaran darah.
f) Perubahan tungkai
Timbul varises pada sebelah atau kedua belah tungkai. Pada
hamil tua terjadi edema pada salah satu tungkai. Edema terjadi
10
karena tekanan uterus yang semakin membesar pada vena
femoralis sebelah kanan atau kiri.
g) Perubahan pada sikap tubuh
Sikap tubuh ibu menjadi lordorsis karena perut membesar.
h) Perubahan yang tidak dapat dilihat
Perubahan ini meliputi perubahan pada alat pencernaan,
peredaran darah dan pembuluh darah, paru, perkemihan, tulang,
jaringan pembentuk organ, alat kelamin dalam.
2) Perubahan psikologis
Perubahan psikologis terjadi pada trimester I meliputi
ambivalen, takut, frustasi dan khawatir. Trimester II perubahan
meliputi perasaan tidak nyaman serta kebutuhan mempelajarani
perkembangan dan pertumbuhan janin meningkat. Kadang tampak
egosentris dan berpusat pada diri sendiri. Pada trimester III yaitu
perubahan yang terjadi meliputi memiliki perasaan aneh,
sembrono, lebih introvert, dan merefleksikan pengalaman masa
lalu.
d. Deteksi Faktor Resiko pada Kehamilan
Pengkajian pada ibu hamil perlu dilakukan untuk mengetahui
adanya faktor resiko dan memberikan perencanaan persalinan yang
aman, untuk melakukan deteksi dini faktor resiko dapat menggunakan
Kartu Skor Poedji Rochjati.
11
Faktor resiko dalam Kartu Skor Poedji Rochjati dibagi menjadi 3
kelompok yaitu kelompok I adalah kelompok faktor resiko yang
tergolong Ada Potensi Gawat Obstetrik (APGO) dengan 10 faktor
resiko yaitu 7 terlalu dan 3 pernah, kelompok II adalah kelompok faktor
resiko yang tergolong kelompok Ada Gawat Obstetrik (AGO) dengan
8 faktor resiko, dan kelompok III adalah kelompok faktor resiko yang
tergolong Ada Gawat Darurat Obstetrik (AGDO) dengan 2 faktor
resiko.
Faktor resiko dalam Kartu Skor Poedji Rochjati memiliki skor
masing-masing. Jumlah skor menandakan tingkat resiko yang dihadapi
oleh ibu hamil. Berdasarkan jumlah skor kehamilan yang didapat dibagi
menjadi 3 kelompok yaitu kelompok Kehamilan Resiko Rendah (KRR)
dengan jumlah skor 2, Kehamilan Resiko Tinggi (KRT) dengan jumlah
skor 6-10, Kehamilan Resiko Sangat Tinggi (KRST) dengan jumlah
skor ≥12 yaitu ibu yang memiliki kegawatdaruratan.
e. Pembagian Trimester Kehamilan
Suririnah (2010) membagi kehamilan menjadi tiga trimester
yaitu:
1) Trimester 1 : kehamilan 0-12 minggu
2) Trimester 2 : kehamilan 13-28 minggu
3) Trimester 3 : kehamilan 29-40 minggu
12
2. Blighted ovum
a. Pengertian
Blighted ovum disebut juga kehamilan anembrionik merupakan
suatu keadaan kehamilan patologi dimana janin tidak terbentuk. Dalam
kasus ini kantong kehamilan tetap terbentuk. Selain janin tidak
terbentuk kantong kuning telur juga tidak terbentuk. Kehamilan ini akan
terus dapat berkembang meskipun tanpa ada janin di dalamnya. Blighted
ovum ini biasanya pada usia kehamilan Blighted ovum 14-16 minggu
akan terjadi abortus spontan (Sarwono, 2009). merupakan kehamilan
dimana kantung gestasi memiliki diameter katung lebih dari 20 mm
akan tetapi tanpa embrio. Tidak dijumpai pula adanya denyut jantung
janin. Blighted ovum cenderung mengarah pada keguguran yang tidak
terdeteksi (Manuaba, 2010).
b. Etiologi
Dwi W (2013) menyatakan bahwa blighted ovum terjadi saat
awal kehamilan. Penyebab dari blighted ovum saat ini belum diketahui
secara pasti, namun diduga karena beberapa faktor. Faktor-faktor
blighted ovum sebagai berikut:
1) Adanya kelainan kromosom dalam pertumbuhan sel sperma dan sel
telur.
2) Meskipun prosentasenya tidak terlalu besar, infeksi rubella, infeksi
TORCH, kelainan imunologi, dan diabetes melitus yang tidak
terkontrol.
13
3) Faktor usia dan paritas. Semakin tua usia istri atau suami dan
semakin banyak jumlah anak yang dimiliki juga dapat memperbesar
peluang terjadinya kehamilan kosong.
4) Kelainan genetik
Faktor lain yang dapat menyebabkan Blighted ovum tersebut adalah
kelainan genetika. Faktor genetik dapat mewariskan kelainan
tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan kondisi terkait lainnya.
Resiko penyakit Blighted ovum bisa meningkat bahkan lebih bila
faktor keturunan dikombinasikan dengan pilihan gaya hidup yang
tidak sehat, seperti merokok dan makan makanan yang tidak sehat.
5) Kebiasaan merokok dan alkohol
Merokok dan alkohol dapat merusak jantung dan pembuluh darah,
yang meningkatkan resiko kondisi jantung seperti aterosklerosis dan
serangan jantung. Selain itu, nikotin meningkatkan tekanan darah,
dan karbon monoksida mengurangi jumlah oksigen yang dibawa
oleh darah. Kondisi tersebut bukan hanya berlaku bagi perokok
aktif, namun juga berlaku untuk perokok pasif karena menghirup
asap rokok berlebihan.
c. Patogenesis
Pada saat pembuahan, sel telur yang matang dan siap dibuahi
bertemu sperma. Namun dengan berbagai penyebab (diantaranya
kualitas telur/sperma yang buruk atau terdapat infeksi TORCH, maka
unsur janin tidak berekembang sama sekali. Hasil konsepsi ini akan
14
tetap tertanam didalam rahim lalu rahim yang berisi hasil konsepsi
tersebut akan mengirimkan sinyal pada indung telur dan otak sebagai
pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil konsepsi di dalam rahim.
Hormon yang dikirimkan oleh hasil konsepsi tersebut akan
menimbulkan gejala - gejala kehamilan seperti mual, muntah, dan
lainnya seperti hal umumnya yang dialami ibu hamil ( Sukarni dan
Margareth, 2013).
Untuk blighted ovum pada kehamilan awal kehamilan berjalan
baik dan normal tanpa ada tanda - tanda kelaina. Kantung kehamilan
terlihat jelas, tes kehamilan urine positif. blighted ovum terdeteksi saat
ibu melakukan USG pada usia kehamilan memasuki 7-8 minggu
(Sukarni, 2014).
d. Diagnosa Blighted ovum
Ada kemungkinan bagi seseorang yang mengalami blighted ovum
pada tahap awal kehamilan merasa bahwa dirinya sedang mengalami
kehamilan secara normal. Hal ini dikarenakan blighted ovum memiliki
gejala yang sama dengan kehamilan, seperti haid yang terlambat
disertai hasil tes kehamilan yang positif. Pasien dapat terus merasa
dalam keadaan hamil hingga terjadi pendarahan dari vagina.
Waspadai gejala selain pendarahan yang dapat menjadi tanda-
tanda keguguran, yaitu volume menstruasi yang lebih banyak dari
biasanya, kram pada daerah perut serta munculnya flek. Dokter
biasanya akan mencari tahu level hormon hCG (human chorionic
15
gonadotropin) utnuk memastikan adanya kehamilan. Hormon ini
dihasilkan oleh plasenta dan levelnya dapat terus bertambah hingga
beberapa waktu. Dokter juga akan melakukan tes USG untuk
memastikan kantong kehamilan yang telah terbentuk, berisi embrio
atau tidak. Biasanya dokter akan melakukan USG kembali sepuluh hari
setelah tes USG pertama untuk memantau perkembangan embrio dan
kondisi kehamilan.
Untuk memastikan diagnosis blighted ovum , kantong kehamilan
dan embrio harus memenuhi beberapa kriteria ukuran, yaitu diameter
25 mm atau lebih untuk kantong kehamilan dan tidak memiliki kantung
yolk sac (ovum) atau embrio. Gambaran lainnya adalah ketika embrio
memiliki panjang lebih dari 15 mm namun tidak memiliki aktivitas
jantung yang sehat.
Ditegakkan saat usia kehamilan 7 - 8 minggu bila pada
pemeriksaan USG didapatkan kantong gestasi tidak berkembang atau
pada diameter 2,5 cm yang tidak disertai gambaran mudigah maka
evaluasi 2 minggu kemudian tapi bila tidak dijumpai struktur mudigah
atau kantong kuning telur dan diameter gestasi sudah mencapai 25 mm,
maka dinyatakan sebagai kehamilan anembrionik atau blighted ovum.
e. Gambaran Klinis
Menurut Sanders (2010), beberapa tanda dan gejala blighted
ovum meliputi:
1) Pada awalnya pemeriksaan awal tes kehamilan menunjukkan hasil
16
positif. Wanita merasakan gejala-gejala hamil, dalam seperti mudah
lelah, merasa ada yang lain pada payudara atau mual-mual.
2) Hasil pemeriksaan USG saat usia kehamilan lebih dari 8 minggu
rahim masih kosong.
3) Meskipun tidak ada perkembangan embrio, tetapi kadar HCG akan
terus diproduksi oleh trofoblas di kantong.
4) Keluar bercak perdarahan dari vagina
f. Tindakan penanganan
Terminasi kehamilan dengan dilatasi serviks dan dilanjutkan
dengan kuretase (Sarwono, 2009). Aborsi bedah sebelum usia
kehamilan 14 minggu dilakukan dengan cara mula-mula membuka
serviks, kemudian mengeluarkan kehamilan secara mekanis yaitu
dengan mengerok isi uterus (kuretase tajam) , dengan aspirasi vakum
(kuretase isap) atau keduanya. Sedangkan jika usia kehamilan lebih
dari 16 minggu dilakukan dilatasi dan evakuasi (D&E). Tindakan ini
berupa pembukaan serviks secara lebar diikuti oleh destruksi mekanis
dan evakuasi bagian janin, setelah janin dikeluarkan secara lengkap
maka digunakan kuret vakum berlubang besar untuk mengeluarkan
plasenta dan sisa jaringan. Dilatasi dan Ekstrasi (D&X), hampir sama
dengan (D&E) yang membedakan pada (D&X) sebagian dari janin di
ekstrasi melalui serviks yang telah membuka (Leveno, 2009).
g. Komplikasi Post Kuretase
Menurut Sinclair dkk (2009) komplikasi post kuretase sebagai
17
berikut:
1) Robekan serviks yang disebabkan oleh tenakulum. Penanganan: Jika
terjadi perdarahan, serviks yang robek dijahit kembali untuk
menghentikan perdarahan
2) Perforasi yang disebabkan oleh sonde uterus, abortus tank, dan alat
kuretnya. Penanganan: Hentikan tindakan dan konsultasi dengan
bagian bedah bila ada indikasi untuk dilakukan laparatomi.
3) Perdarahan post kuretase yang disebabkan oleh atonia uteri, trauma
dan sisa hasil konsepsi perdarahan memanjang. Penanganan
Profilaksis dengan pemberian uterotonika, konsultasi dengan bagian
bedah dan kuretase ulang. Profilaksis menggunakan metergin
dengan dosis Oral 0,2-0,4 mg , 2-4 kali sehari selama 2 hari dan IV
/ IM 0,2 mg , IM boleh diulang 2–4 jam bila perdarahan hebat. Jika
terjadi atonia uteri dilakukan penanganan atonia uteri yaitu
memposisikan pasien trendelenburg, memberikan oksigen dan
merangsang kontraksi uterus dengan cara masase fundus uteri dan
merangsang puting susu, memberikan oksitosin, kompresi bimanual
ekternal, kompresi bimanual internal dan kompresi aorta
abdominalis. Jika semua tindakan gagal lakukan tindakan operatif
laparatomi dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan
uterus) atau dengan histerektomi (Sarwono, 2009)
4) Infeksi post tindakan ditandai dengan demam dan tanda infeksi
lainnya Penanganan Berikan profilaksis dengan pemberian
18
uterotonika. Profilaksis menggunakan metergin dengan dosis Oral
0,2-0,4 mg , 2-4 kali sehari selama 2 hari dan IV / IM 0,2 mg , IM
boleh diulang 2–4 jam bila perdarahan hebat. (Manuaba, 2010).
h. Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Abortus
Penelitian ini membatasi pada faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian abortus antara lain:
1) Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi seperti pneumonia, thypus, abdoinalis,
pielonefritis dan malaria. Toksin, bakteri, virus atau palsmodium
juga menyebabkan kematian janin melalui plasenta yang masuk ke
janin. Penyakit lainnya seperti anemia berat, keracunan, laparotomi
peritonitis umum dan penyakit menahun seperti brueslosis dan
tokxoplasma (Kasdu, 2007).
Herpes simpleks dilaporkan menyebabkan peningkatan
insiden aborsi setelah infeksi genital pada awal kehamilan. Aborsi
spontan juga secara independen berkaitan dengan antibodi virus
imunodefisiensi manusia tipe-1 (HIV-1) pada ibu, seroreaktivitas
sifilis pada ibu, dan kolonisasi vagina oleh streptokokus group B.
selain itu, terdapat bukti yang mendukung peran Mycoplasma
hominis dan Ureaplasma urealyticum dalam abortus. Infeksi kronis
oleh organisme seperti Brucella abortus, Campylobacter fetus,
Taxoplasma gondii, Listeria monocytogenes, atau Chlamydia
19
trachomatis belum terbukti berkaitan dengan abortus spontan
(Leveno dkk, 2009).
Hasil penelitian Jaleel & Khan (2013) menyebutkan bahwa
infeksi saluran kelamin sebagai faktor yang signifikan terhadap
kejadian abortus. Infeksi saluran kelamin ditularkan oleh pihak
suami/ ayah.
2) Gaya hidup
Gaya hidup atau pekerjaan yang menimbulkan stres, sesuatu
yang umum dialami wanita hamil sehingga meningkatkan risiko
terjadi komplikasi kehamilan seperti tekanan darah tinggi,
persalinan kurang bulan dan abortus (Simkin dkk, 2008).
Wanita yang merokok dapat menimbulkan komplikasi pada
kehamilan seperti kesuburan menurun seiring peningkatan asupan
alkohol, defisiensi tiamin dan vitamin lain terjadi akibat
penyalahgunaan alkohol. Komplikasi kehamilan yang terjadi yaitu
perdarahan pada trimester pertama dan kedua yang terjadi 3x1 atau
sering, infeksi dan abrupsio plasenta yang terjadi dengan
peningkatan frekuensi. Risiko abortus spontan pada trimester
pertama dan kedua meningkat dan aborsi habitual yang terjadi 2x
atau sering (Sinclair, 2010).
Hasil penelitian Kouk (2013) menyatakan bahwa skor stres
yang tinggi (yaitu ≥ 17) pada Skala Stres Perceived (HR = 0.49)
dikaitkan dengan kemungkinan penurunan keguguran.
20
3) Waktu terjadinya abortus
Faktor janin merupakan kelainan yang sering dijumpai pada
abortus adalah gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin dan
plasenta. Kelainan tersebut biasanya menyebabkan abortus pada
trimester I antara lain kelainan telur, kerusakan embrio, kelainan
kromosom, embrio dengan kelainan lokal dan abnormalitas
pembentukan plasenta. Infeksi maternal dapat membawa risiko bagi
janin yang sedang berkembang terutama pada akhir trimester I
(Sastrawinata, 2010).
Kelainan traktus genatalis seperti retroversio uteri, mioma
uteri atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus.
Penyebab abortus pada trimester II lainnya adalah serviks
inkompeten yang dapat disebabkan oleh kelemahan bawaan pada
serviks, dilatasi serviks berlebihan, konisasi amputasi atau robekan
serviks luas yang tidak dijahit (Yulaikhah, 2009).
3. Umur
a. Pengertian
Umur merupakan rentang kehidupan yang diukur dengan tahun
(Hurlock, 2008). Umur adalah lama waktu hidup atau sejak dilahirkan
(KKBI, 2008 dalam Walyani, 2014) Istilah usia diartikan dengan
lamanya keberadaan seseorang diukur dalam satuan waktu dipandang
21
dari segi kronologik, individu normal yang memperlihatkan derajat
perkembangan anatomis dan fisiologik sama (Dorland, 2010).
Penyebab kematian maternal dari faktor reproduksi diantaranya
adalah maternal age atau usia ibu. Dalam kurun reproduksi sehat dikenal
bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20 tahun sampai
dengan 30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan
pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2 sampai 5 kali lebih tinggi dari
pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun.
Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30 sampai 35 tahun
(Prawirohardjo, 2012).
Umur sangat menentukan status kesehatan ibu. Ibu dikatakan
berisiko tinggi apabila ibu hamil berusia di bawah 20 tahun dan di atas
35 tahun. Umur berguna untuk mengantisipasi diagnosa masalah
kesehatan dan tindakan yang dilakukan (Walyani, 2014)
Menurut Gunawan (2010) pembagian umur berdasarkan
reproduksi sebagai berikut :
b. Pembagian umur
1) Reproduksi sehat (20-35 tahun) adalah usia yang mempunyai
kematangan alat reproduksi. Pada usia tersebut alat reproduksi wanita
telah berkembang dan berfungsi secara maksimal dan juga faktor
kejiwaannya sehingga mengurangi berbagai risiko kehamilan.
2) Reproduksi tidak sehat (< 20 tahun atau > 35 tahun) adalah usia yang
kurang baik untuk kehamilan. Kehamilan pada usia ini mempunyai
22
risiko tinggi. Wanita usia < 20 tahun secara fisik dan mental belum
siap untuk hamil. Emosi dan kejiwaannya masih labil, demikian juga
kondisi fisiknya masih lemah untuk kehamilan, walaupun organ
reproduksinya berkembang dengan baik. Wanita usia lebih dari 35
tahun mengalami penurunan kesuburan. Wanita usia > 35 tahun
mempunyai tingkat risiko komplikasi melahirkan lebih tinggi.
c. Hubungan Umur dengan Kejadian Blighted ovum
Ibu dengan usia di atas 35 tahun mengalami penurunan kualitas sel
telur sehingga menyebabkan meningkatnya cacat janin seperti down
syndrom, keguguran dan blighted ovum 10-15 orang yang mengalami
blighted ovum . Umumnya kejadian ini dialami oleh wanita usia di atas
40 tahun, semakin tua usia ibu hamil maka semakin berisiko mengalami
kejadian blighted ovum (Anuroga, 2018).
4. Paritas
a. Pengertian
Paritas menunjukkan jumlah anak yang dimiliki seorang wanita
(Oxorn & Forte, 2010). Paritas adalah keadaan wanita berkaitan dengan
jumlah anak yang dilahirkan (Ramli, 2005, dalam Walyani, 2014)
b. Jenis Paritas
Menurut Oxorn & Forte (2010) jenis paritas terdiri dari :
1) Primipara adalah seorang wanita yang mempunyai anak 1 (satu)
orang.
23
2) Multipara adalah seorang wanita yang mempunyai anak 2 -4 orang.
3) Grandemultpara adalah seorang wanita yang mempunyai lebih dari 4
anak
c. Hubungan Paritas dengan Kejadian Blighted ovum
Semakin banyak anak maka ibu semakin berisiko mengalami
kejadian blighted ovum . Rendahnya kualitas sel telur dan sperma dapat
menyebabkan blighted ovum (Anurogo, 2018). Kualitas sel telur
semakin menurun dengan bertambahnya usia. Wanita dengan usia tua
kemungkinan mendapat keturunan semakin berkurang karena tingkat
gagal hamil makin tinggi (Billing, 2016)
5. Penyakit Penyerta
Ibu hamil yang menderita penyakit seperti TBC memiliki status gizi
kurang baik sehingga mempengaruhi janin dalam kandungan (Indriasari,
2009). Purwoastuti & Walyani (2015) menyatakan bahwa kehamilan
dengan penyakit penyerta sepert berikut:
a. Diabetes Mellitus
Diabetes pada kehamilan menibumbulkan banyak kesulitan. Penyakit
ini akan menyebabkan perubahan-perubahan metabolic dan hormonal
pada penderita yang juga mempengaruhi kehamilan.
b. Jantung
Kehamilan dapat memperbesar penyakit jantung bahkan menyebabkan
payah jantung (dekompensasi kordis), sebab dalam kehamilan terjadi
24
peningkatan denyut jantung dan nadi, pukulan jantung, volume darah,
juga menurunnya sedikit tekanan darah.
c. Sistem pernafasan
Penyakit paru seperti tuberculosis, asma bronikial, pneumonia,
bronchitis, influenza.
d. Sistem pencernaan
Sistem pencernaan meliputi mulut, esophagus dan lambung, penyakit
usus halus dan usus besar.
e. Sistem hematologi
Sistem hematologi seperti anemia dan iso imunisasi.
f. Sistem pererkemihan
Sistem perkemihan seperti bakteriuria, sistitis, pielonefritis akut,
pielonefritis kronis, glomerulonefitis akut, glumeruluonefritis kronis,
sindroma nefrotik, nefrolitiasis.
25
B. Kerangka Teori
Sumber: Manuaba (2010), Sastrawinata (2010)
Gambar 2.1
Kerangka Teori
Keterangan
= Tidak diteliti
= Diteliti
Etiologi (faktor resiko)
1. Kelainan kromosom dalam
pertumbuhan sel sperma dan sel
telur.
2. Infeksi rubella, infeksi TORCH,
kelainan imunologi, dan
diabetes melitus yang tidak
terkontrol.
3. Faktor usia dan paritas.
4. Kelainan genetik
5. Kebiasaan merokok dan alkohol
Tanda dan gejala
1. Pada awalnya pemeriksaan awal tes
kehamilan menunjukkan hasil posif.
2. Selanjutnya pertumbuhan plasenta
akan berhenti, kadar hormon HCG
menurun dan akhirnya gejala
kehamilan menghilang.
3. Hasil pemeriksaan USG saat usia
kehamilan lebih dari 8 minggu rahim
masih kosong.
4. Biasanya terjadi setelah usia
kehamilan 3 bulan.
5. Rasa tidak nyaman di perut
6. Keluar bercak perdarahan dari vagina.
Px. Penunjang USG
Penatalaksanaan diterminasi dengan
dilatasi dilanjutkan dengan kuretase