TEO UDUL REFLEKSI TEOLOGIS PEMBERDAYAAN CREDIT ...

445
i TEO UDUL REFLEKSI TEOLOGIS PEMBERDAYAAN CREDIT UNION PELITA SEJAHTERA (CUPS) SEBAGAI PRAKSIS SOLIDARITAS UNTUK MEWUJUDKAN ECONOMY OF COMMUNION DARI PERSPEKTIF CARITAS IN VERITATE Tesis Oleh: Martinus Juprianto Bulu Toding NIM: 176312013 PROGRAM STUDI MAGISTER FILSAFAT KEILAHIAN FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2021 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Transcript of TEO UDUL REFLEKSI TEOLOGIS PEMBERDAYAAN CREDIT ...

i

TEO

UDUL

REFLEKSI TEOLOGIS PEMBERDAYAAN CREDIT UNION

PELITA SEJAHTERA (CUPS) SEBAGAI PRAKSIS

SOLIDARITAS UNTUK MEWUJUDKAN ECONOMY OF

COMMUNION DARI PERSPEKTIF CARITAS IN VERITATE

Tesis

Oleh: Martinus Juprianto Bulu Toding

NIM: 176312013

PROGRAM STUDI MAGISTER FILSAFAT KEILAHIAN

FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2021

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

i

TEO

HALAMAN JUDUL

REFLEKSI TEOLOGIS PEMBERDAYAAN CREDIT UNION

PELITA SEJAHTERA (CUPS) SEBAGAI PRAKSIS

SOLIDARITAS UNTUK MEWUJUDKAN ECONOMY OF

COMMUNION DARI PERSPEKTIF CARITAS IN VERITATE

Tesis

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan

memperoleh gelar Magister Filsafat Keilahian

Oleh: Martinus Juprianto Bulu Toding

NIM: 176312013

PROGRAM STUDI MAGISTER FILSAFAT KEILAHIAN

FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2021 AMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING DAENGESAHAN

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ii

TESIS

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING DAN

PENGESAHAN

REFLEKSI TEOLOGIS PEMBERDAYAAN CREDIT UNION

PELITA SEJAHTERA (CUPS) SEBAGAI PRAKSIS

SOLIDARITAS UNTUK MEWUJUDKAN ECONOMY OF

COMMUNION DARI PERSPEKTIF CARITAS IN VERITATE

yang dipersiapkan dan disusun oleh

MARTINUS JUPRIANTO BULU TODING

NIM: 176312013

Telah dipertahankan di depan dewan penguji

pada tanggal 5 Mei 2021

dan dinyatakan memenuhi syarat

DEWAN PENGUJI:

Pembimbing Utama

P. Bambang Irawan, S.J., S.S., M.Hum.,S.T.D. ……………………………….

Pembimbing Pendamping

Dr. YB. Prasetyantha, MSF ……………………………….

Anggota Dewan Penguji

Dr. CB. Mulyatno, Pr ……………………………….

Yogyakarta, ………………………………….

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

Fakultas Teologi

Dekan

Albertus Bagus Laksana, SJ, S.S, Ph.D.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Dengan ini, saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul

REFLEKSI TEOLOGIS PEMBERDAYAAN CREDIT UNION

PELITA SEJAHTERA (CUPS) SEBAGAI PRAKSIS

SOLIDARITAS UNTUK MEWUJUDKAN ECONOMY OF

COMMUNION DARI PERSPEKTIF CARITAS IN VERITATE

Tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebut dalam kutipan dan

daftar Pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah

Yogyakarta, 2 Juni 2021

Penulis

Martinus Juprianto Bulu Toding

NIM: 176312013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iv

ABSTRAK

Pemberdayaan adalah proses dinamis yang terjadi di masyarakat sebagai

sebuah reaksi atas peristiwa politik, keagamaan, ekonomi, dan sosio-kultural di

setiap periodesasi masyarakat, secara khusus mulai dari peristiwa Enlightenment di

wilayah Eropa dan terus meluas hingga abad ke-21 ke berbagai negara di dunia.

Pemberdayaan pada dirinya sendiri selalu terarah pada proses transformasi

masyarakat baik sebagai individu (individual self-empowerment) maupun perilaku

kolektif (collective self-empowerment) sebagai bagian dari komunitas masyarakat,

yang menentukan aktualisasi dan eksistensi manusia di dalam realitas kehidupan di

dunia. Transformasi itu dimaknai dalam dua arti, yaitu: yaitu: (a) to give power or

authority to dan (b) to give ability to or enable.

Akan tetapi, perkembangan ilmu dan teknologi, proses industrialisasi, dan

pertumbuhan ekonomi ternyata tidak serta merta membebaskan manusia dari

penderitaan akan kemiskinan, eksploitasi dan privatisasi sumberdaya, diskriminasi

sosial dan budaya, dst. Inilah yang menjadi latar belakang didirikannya CUMI PS

(2008) yang kemudian berkembang menjadi CUPS (2017). Gerakan CUPS menjadi

salah satu bentuk alternatif pemberdayaan kredit ekonomi mikro yang ditujukan

untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat miskin di wilayah Jakarta

Selatan, khususnya mereka yang memiliki usaha mikro dan berjuang untuk

mengatasi persoalan ekonomi secara mandiri.

Dari penelitian ini, penulis menemukan ada beberapa hal penting yang

menjadi penanda bahwa CUPS sungguh melakukan pemberdayaan kredit ekonomi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

v

mikro dan membantu peningkatan kesejahteraan anggotanya. Elemen pertama

adalah, akses pada informasi menjadi modalitas utama. CUPS mengkombinasi

model komunikasi top-down dan bottom-up, serta masih memberi penekanan pada

dialog dan perjumpaan sebagai fokus dalam proses interaksi antara CUPS dengan

para anggota. Elemen kedua adalah pemberdayaan selalu bercorak inklusif dan

menekankan aspek partisipasi aktif masyarakat, di mana CUPS dijalan dengan

menggunakan prinsip Ajaran Sosial Gereja dan diperuntukkan masyarakat umum.

Elemen ketiga adalah pemberdayaan itu menuntut adanya akuntabilitas lembaga.

CUPS sebagai lembaga keuangan mikro sudah memiliki mekanisme pengawasan

administratif, tata Kelola SMD, dan tata kelola keuangan yang memadai, stabil,

mandiri, dan sudah transparan. Elemen keempat adalah pemberdayaan selalu

terarah untuk mengembangkan kapasitas organisasional yang sifatnya lokal. Maka

fokus CUPS bukan semata-mata hanya pada peningkatan kesejahteraan anggota

dalam perspektif ekonomis, melainkan mereka secara mandiri mampu mengatasi

permasalahan yang dihadapi dengan pola pikir dan paradigma yang dikembangkan

CUPS, serta mampu berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengusahakan

kesejahteraan bersama.

CUPS mendasarkan usaha pemberdayaan pada prinsip ASG, yang

menekankan aspek: communion, prinsip solidaritas dan subsidiaritas, serta

tanggung jawab sosial atas pelestarian alam ciptaan sebagai bentuk keterlibatan

dalam gerakan Economy of Communio demi terwujudnya keadilan dan

kesejahteraan bersama (common good). Communio direfleksikan sebagai bentuk

keterlibatan kita dalam karya keselamatan Allah dan menempatkan usaha manusia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vi

sebagai pertobatan untuk memperbaiki relasi kita dengan Allah, memperbaharui

hidup, dan terlibat dalam usaha memperbaiki struktur-struktur sosial yang tidak adil

dalam komunitas umat manusia. Prinsip solidaritas menjadi perwujudan sikap

kesetia-kawanan dan tanggung jawab sosial untuk mengorganisasi diri dan

komunitas masyarakat sehingga membawa transformasi di dalam situasi sosial,

budaya, ekonomi, dan politik. Prinsip subsidiaritas tertujuan untuk melindungi

kegiatan ekonomi mikro dari cengkraman sistem yang tidak adil, dan memberi

ruang bagi mereka untuk mampu mengatasi persoalannya secara mandiri dan tidak

mengalami ketergantungan. Kemudian tanggung jawab pada pelestarian alam

ciptaan menjadi sarana untuk menjaga keseimbangan tatanan alam ciptaan dari

eksploitasi manusia yang berlebihan, serta menjaga warisan alam ciptaan bagi

generasi di masa depan. Dengan demikian, pemberdayaan kredit ekonomi mikro

yang diperjuangkan CUPS direfleksikan secara teologis sebagai dorongan dan

perwujudan iman akan Allah, sekaligus terarah dalam usaha solidaritas

mewujudkan Economy of Communion (EoC), melalui keterlibatan

memperjuangkan keadilan dan kesejahteran bersama (common good).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vii

ABSTRACT

This thesis is a research on empowerment in the perspective of Catholic

Social Teaching (CST), by taking the case of empowerment activities in a micro

economic credit. Empowerment is a dynamic process that emerged in the society

as reaction of the socio-political situation every community. The process was

starting from the Enlightenment in the Europe and expanding to various countries

in the world. Empowerment always directed to the transformation process of the

community by the individual self-empowerment or collective self-empowerment,

which determines about the actualization of the existence of human beings in the

world. The transformation was interpreted in two meanings: (1) to give power or

authority to; and (2) to give ability to or enable.

Similar to the development of science and technology, the process of

industrialization and economic growth can not automatically liberate people from

poverty. On the contrary, they escalate exploitation, privatization of the resources,

or social and cultural discrimination. Those become the reason for establishment of

Credit Union Pelita Sejahtera (CUPS) in 2017. CUPS becomes an alternative form

of empowerment of the micro economic credit who aimed the poor to improving

their lives in south Jakarta, especially for those who have micro business activities

and to solve their economic problems independently.

In this research, the author found that there were four important elements

signify that the CUPS really works in empowering activities and helping it members

to improve their welfare. The first element is access to information. CUPS

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

viii

combined both of methods of the communication, namely top-down method and

bottom-up method. CUPS used them to develop the dialogue between CUPS and

its members. The second element is character of inclusive and active participation

of the members to the community, in which the principles of Catholic Social

Teaching was used by CUPS as the major principle for their activities. The third

element is the accountability of the institution. As a micro finance institution, CUPS

has good monitoring mechanism for transparency and more stable for many

activities in human resource of management and financial governance mechanisms.

The fourth element is developing the capacity of local organizations. CUPS is not

only improving the welfare of their members, but they are able to solve their

problems independently with the pattern of CUPS’s activities and by collaborating

with many people.

CUPS conducts empowerment efforts based on the principles of Catholic

Social Teaching, namely communion, solidarity, subsidiarity, and social

responsibility for the preservation of creation as part of the promotion for justice

and common good. Communion is reflected as our involvement in God’s salvation

and reconciliation with God. It is to renew our life and to repair the social structures.

The principle of solidarity embodies our fidelity and responsibility to manage

ourselves and our community, so it can bring about transformation in social,

cultural, economic, and political situations. The principle of subsidiarity serves to

protect microeconomic activities from unfair economic systems and to provide a

space for them, so they can be able to solve their own problems independently. The

responsibility for the preservation of creation becomes a sign for our efforts to keep

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ix

the balance of nature from excessive human exploitation, and to preserve our nature

for future generation. Finally, the empowerment of CUPS was reflected as part of

manifestation of our faith to God, which by our involvement for justice and

common good leads the people to the realization of the Economy of Communion

(EoC).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

x

KATA PENGANTAR

Penulis dalam penjelasan di abstrak telah menyebut bahwa pemberdayaan

pada dirinya sendiri selalu terarah pada proses transformasi masyarakat baik

sebagai individu (individual self-empowerment) maupun perilaku kolektif

(collective self-empowerment) sebagai bagian dari komunitas masyarakat, yang

menentukan aktualisasi dan eksistensi manusia di dalam realitas kehidupan di

dunia. Secara khusus dalam konteks ekonomi mikro, pemberdayaan bertujuan

untuk membantu masyarakat mengatasi persoalan ekonomi secara mandiri,

sehingga dengan itu dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan tidak

mengalami ketergantungan, secara khusus masyarakat miskin di wilayah Jakarta

Selatan.

Pertanyaan yang muncul kemudian sebagai mahasiswa program Magister

Filsafat Keilahian ialah bagaimana pemberdayaan itu dapat direfleksikan dari

pendekatan ilmu Filsafat Keilahian (Teologi), mengingat penulis juga adalah Jesuit

di Serikat Jesus Provinsi Indonesia yang sedang dalam formasi Imamat. Inilah yang

kemudian menjadi latar belakang mengapa penulis mengangkat permasalahan

tentang pemberdayaan yang khas dilakukan oleh Credit Union Pelita Sejahtera di

reksa pastoral Paroki St. Perawan Maria Ratu, Blok Q, Jakarta Selatan.

Pemberdayaan tersebut kemudian dianalisis dan direfleksikan dari kata mata

pendekatan ilmu Filsafat Keilahian (Teologi).

Akhirnya dari keseluruhan proses, penulis sampai pada kesimpulan bahwa

pemberdayaan kredit ekonomi mikro yang diperjuangkan CUPS direfleksikan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xi

secara teologis sebagai dorongan dan perwujudan iman akan Allah, sekaligus

terarah dalam usaha solidaritas mewujudkan Economy of Communion (EoC),

melalui keterlibatan memperjuangkan keadilan dan kesejahteran bersama (common

good).

Penulis sendiri menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kata sempurna,

dan masih terdapat banyak kekurangan dari berbagai aspek. Untuk itu, baik jika

kemudian penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut, agar sungguh hasil yang

diperoleh semakin mendalam dan kontekstual untuk menanggapi persoalan sosial-

ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat. Salah satunya ialah perlu adanya

perbandingan antara pemberdayaan yang dilakukan oleh CUPS dibandingkan

dengan gerakan-gerakan Credit Union yang serupa. Akhir kata, terima kasih dan

semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan pemikiran teologis yang kontekstual

dengan permasalahan sosial ekonomi masyarakat. Ad Maiorem Dei Gloriam.

Yogyakarta, 2 Juni 2021

Martinus Juprianto Bulu Toding

Penulis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. I

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING DAN PENGESAHAN .......... II

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ................................................................ III

ABSTRAK ........................................................................................................... IV

KATA PENGANTAR ........................................................................................... X

DAFTAR ISI ...................................................................................................... XII

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1 LATAR BELAKANG .............................................................................. 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ........................................................................ 11

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ........................................... 12

1.4 HIPOTESA ............................................................................................. 13

1.5 METODE PENELITIAN ........................................................................ 13

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN ............................................................... 15

BAB 2 LANDASAN TEORI EMPOWERMENT (PEMBERDAYAAN) ..... 17

2.1 PENGANTAR ........................................................................................ 17

2.2 KONTEKS DAN PERKEMBANGAN EMPOWERMENT

ATAU PEMBERDAYAAN ................................................................... 18

2.3 UPAYA PEMBERDAYAAN DI INDONESIA ..................................... 33

2.4 LANDASAN FILOSOFIS PEMBERDAYAAN DALAM TEORI

CAPABILITIES APPROACHES DARI MARTHA CRAVEN

NUSSBAUM .......................................................................................... 43

2.4.1 Pengaruh dari Aristoteles .......................................................... 44

2.4.2 Pengaruh dari Adam Smith ....................................................... 47

2.4.3 Pengaruh dari Amartya Sen ...................................................... 49

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xiii

2.4.4 Kritik Capabilities Approaches terhadap

Pendekatan Utilitarian .............................................................. 50

2.4.5 Pendekatan Capabilities Approaches sebagai

bentuk Pemberdayaan ............................................................... 53

2.5 EMPAT ELEMEN DASAR DALAM PEMBERDAYAAN .................. 58

2.5.1 Akses Kepada Informasi ........................................................... 59

2.5.2 Berciri Inklusif Dan Partisipasif ............................................... 63

2.5.3 Akuntabilitas ............................................................................. 66

2.5.4 Kapasitas Organisasional Yang Bersifat Lokal ........................ 70

2.6 RANGKUMAN ........................................................................................ 74

BAB 3 CREDIT UNION PELITA SEJAHTERA ......................................... 76

3.1 PENGANTAR ........................................................................................ 76

3.2 KONTEKS DAN SEJARAH CREDIT UNION ..................................... 77

3.2.1 Awal Mula Gerakan Credit Union ............................................ 77

3.2.2 Perkembangan Credit Union di Indonesia ................................ 83

3.3 CREDIT UNION PELITA SEJAHTERA (CUPS) ................................. 95

3.3.1 Sejarah Credit Union Pelita Sejahtera ...................................... 95

3.3.2 Visi, Misi, Nilai-nilai, Semboyan, Slogan dalam Credit Union

Pelita Sejahtera ....................................................................... 104

3.3.3 Struktur Organisasi Credit Union Pelita Sejahtera. ................ 107

3.3.4 Program dan Layanan dari Credit Union Pelita Sejahtera ...... 109

3.3.4.1 Produk Layanan Simpanan Credit Union Pelita

Sejahtera ................................................................... 110

3.3.4.2 Produk Layanan Pinjaman Credit Union Pelita

Sejahtera ................................................................... 113

3.3.4.3 Produk Layanan Solidaritas Credit Union Pelita

Sejahtera ................................................................... 116

3.4 RANGKUMAN .................................................................................... 117

BAB 4 ANALISA EMPAT ELEMEN PEMBERDAYAAN

PADA CREDIT UNION PELITA SEJAHTERA ................................ 121

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xiv

4.1 PENGANTAR ...................................................................................... 121

4.2 SKEMA PENELITIAN ........................................................................ 122

4.3 KATEGORI RESPONDEN PENELITIAN .......................................... 122

4.4 KONTEKS RESPONDEN PENELITIAN ........................................... 124

4.5 ANALISIS HASIL PENELITIAN ........................................................ 127

4.5.1 Elemen 1: Pemberdayaan Menuntut Adanya Akses Kepada

Informasi ................................................................................. 131

4.5.1.1 Akses Pada Sumber Informasi dan Pengetahuan ..... 131

4.5.1.2 Menyediakan Ruang Komunikasi ............................ 134

4.5.1.3 Menyediakan Pelayanan-pelayanan Dasar ............... 139

4.5.1.4 Mendukung Terbentuknya Enterpreneurship

Antara Masyarakat Sebagai Pelaku

Dengan Pasar-pasar Yang Potensial ......................... 146

4.5.2 Elemen 2: Pemberdayaan Bercorak Inklusif dan

Menekankan Partisipasi Aktif ................................................. 151

4.5.2.1 Pemberdayaan Meningkatkan

Kemampuan Practical Reason ................................. 151

4.5.2.2 Pemberdayaan Mengembangkan Partisipasi

Pribadi Kemasyarakat Sebagai

Tindakan Pemberdayaan ........................................... 155

4.5.2.3 Pemberdayaan Mengembangkan Dan

Menekankan Tindakan Yang Lahir

Dari Kehendak Bebas ............................................... 161

4.5.2.4 Pemberdayaan Memberikan Ragam

Pilihan Produk Layanan Yang Ditawarkan .............. 164

4.5.2.5 Pemberdayaan Mengembangkan Partisipasi

Yang Menuntut Adanya Struktur-struktur Untuk

Membuka Peluang Pemberdayaan Sekaligus

Melindunginya .......................................................... 169

4.5.2.6 Pemberdayaan Memiliki Ciri-ciri Langsung ............ 172

4.5.3 Elemen 3: Pemberdayaan Menuntut Akuntabilitas ................ 178

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xv

4.5.3.1 Pemberdayaan Menutut Akuntabilitas

Penyelenggara, Pemanfaatan, Dan Tata Kelola

Sumber Daya Manusia (SDM) ................................. 179

4.5.3.2 Pemberdayaan Menutut Akuntabilitas

Atas Kinerja Dari Penyelenggara Dan

Mengembangkan Sikap Profesionalitas .................... 184

4.5.3.3 Pemberdayaan Menekankan

Aspek Transparansi Sistem Dan Tata Kelola

Sebagai Bentuk Pertanggungjawaban ...................... 189

4.5.4 Elemen 4: Pemberdayaan Mengembangkan Kapasitas

Organisasional Yang Sifatnya Lokal ...................................... 192

4.5.4.1 Pemberdayaan Mengembangkan Kemampuan

Bekerjasama, Mengorganisasi Dan Memobilisasi

Sumber Daya Dan Manusia ...................................... 192

4.5.4.2 Pemberdayaan Mengembangkan Aspek Personal:

Kebebasan Berpendapat ........................................... 197

4.5.4.3 Pemberdayaan Mengembangkan Aspek Komunal:

Kebebasan Berasosiasi Atau Bermitra ..................... 201

4.6 RANGKUMAN .................................................................................... 204

BAB 5 REFLEKSI TEOLOGIS PEMBERDAYAAN SEBAGAI

PRAKSIS SOLIDARITAS UNTUK MEWUJUDKAN

“ECONOMY OF COMMUNION” (EOC) DARI PERSPEKTIF

CARITAS IN VERITATE (CV) ............................................................... 214

5.1 PENGANTAR ...................................................................................... 214

5.2 ENSIKLIK CARITAS IN VERITATE .................................................... 215

5.2.1 Konteks Ensiklik Caritas in Veritate ...................................... 215

5.2.2 Sistematika Ensiklik Caritas in Veritate ................................ 221

5.3 GERAKAN ECONOMY OF COMMUNION (EOC) ............................ 229

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xvi

5.4 REFLEKSI TEOLOGIS PEMBERDAYAAN CUPS SEBAGAI

PRAKSIS SOLIDARITAS MEWUJUDKAN ECONOMY OF

COMMUNION (EOC) ........................................................................... 234

5.4.1 Common Good sebagai Tujuan Pengembangan Economy of

Communion (EoC) .................................................................. 235

5.4.2 Communio Sebagai Identitas Dan Pengikat Keterlibatan

Dalam Pengembangan Economy of Communion (EoC) ......... 245

5.4.3 Pembangunan Integral Manusia Sebagai Frame Work

Dalam Pengembangan Economy of Communion (EoC) ......... 255

5.4.3.1 Gift of the Self: Subsidiarity...................................... 264

5.4.3.2 Gift of Each Other: Solidarity .................................. 271

5.4.3.3 Gift of the Earth ........................................................ 285

5.4.4 Ketegangan Dinamis Dalam Implementasi Economy of

Communion (EoC) ................................................................. 289

5.4.4.1 Common Good dan Communion Menjembatani

Persoalan Pendekatan Ekonomi Klasik dengan

Ekonomi Bisnis Modern ........................................... 290

5.4.4.2 Economy of Communion (EoC) Mendamaikan

Rasionalitas Ekonomi Dengan “Gratuitas”

(“Gratuitousness”) .................................................... 296

5.4.4.3 Aspek Solidaritas Berhadapan Dengan Persoalan

Profit Dalam Economy of Communion (EoC) .......... 301

5.5 RANGKUMAN .................................................................................... 308

BAB 6 PENUTUP ........................................................................................... 313

6.1 PENGANTAR ...................................................................................... 313

6.2 RANGKUMAN TESIS ......................................................................... 314

6.3 CUPS SEBAGAI MODEL PEMBERDAYAAN SERIKAT JESUS

PROVINSI INDONESIA (PROVINDO) UNTUK BERJALAN

BERSAMA KRISTUS DALAM KEBERSAMAAN

DENGAN ORANG MISKIN DI INDONESIA .................................... 327

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xvii

6.4 PELUANG PENGEMBANGAN KERASULAN SOSIAL

SERIKAT JESUS PROVINSI INDONESIA (PROVINDO)

DALAM PERSPEKTIF ECONOMY OF COMMUNION (EOC) .......... 340

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 348

SUMBER UTAMA: ......................................................................................... 348

SUMBER SEKUNDER: ................................................................................... 349

ARTIKEL JURNAL DAN BUKU: .................................................................. 350

DOKUMEN GEREJA: ..................................................................................... 360

LAMPIRAN ........................................................................................................... 1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

DKI Jakarta adalah kota metropolitan yang sangat kompleks. Dari sisi

pertumbuhan ekonomi, Jakarta menempati posisi pertama kota dengan

pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia berdasarkan Produk Domestik Bruto

(PDRB) mencapai 6,02 persen.1 Selain itu, pembangunan infrastruktur masih

berlangsung hingga sekarang, khususnya untuk mengatasi permasalahan kemacetan

dengan Commuter Line atau KRL, program Masa Rapid Transit (MRT) dan Light

Rail Transit (LRT), dst. Akan tetapi, Jakarta masih bergulat dengan permasalahan

orang miskin. Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, data orang

miskin di Jakarta per bulan Maret 2017 sebesar 389,69 ribu orang, dan mengalami

peningkatan 5,39 ribu dari data per Maret 2016, yakni: sebesar 384,30 ribu orang.

Permasalahan meningkatnya jumlah orang miskin, salah satunya disebabkan biaya

hidup yang tinggi di Jakarta dan tidak sebanding dengan upah kerja dan biaya hidup.

1 https://jakarta.bps.go.id/pressrelease/2018/05/07/312/pertumbuhan-ekonomi-dki-jakarta-triw-i-

2018-sebesar-6-02-persen-y-on-y-amp-sebesar-0-51-q-to-q- (diakses 30 Juni 2018 pukul 23.00

WIB).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2

Salah satu lembaga surve digital berbasis internasional dalam

www.numbeo.com2 memberikan data tentang: perbandingan faktor-faktor yang

bisa mempengaruhi angka orang miskin di suatu kota dari sudut standar kualitas

hidup. Berikut ini, penulis mencoba membandingkan hasil survei kualitas hidup

dari tiga kota yang ada di sekitar DKI Jakarta, yaitu: Bekasi, Bogor, dan DKI

Jakarta. Adapun data yang diperoleh adalah sebagai berikut:

No. Item Bekasi3 Bogor4 DKI5

1 Purchasing

power index

45,96 Low 25,63 Very low 35,96 Very low

2 Safety index 76,71 High 61,61 High 46,59 Moderate

3 Health care

index

77,78 High 67,13 High 61,87 High

4 Climate

index

64,94 High - 63.30 High

5 Cost of living

index

38,57 Very low 39,17 Very

high

43,02 Very

high

6 Property

price to

income ratio

9,39 Moderate 9,75 Moderate 17,70 Very

high

7 Traffic

commute time

58,00 High 60,00 Very

high

58,63 High

8 Pollution

index

65,26 High 46,02 Moderate 81,89 High

9 Quality of life

index

123,74 High - 77,61 moderate

Tabel 1.1. Tabel disadur dari www.numbeo.com

2 Numbeo adalah situs yang berisi berbagai macam data statistik dari berbagai segi, misalnya biaya

hidup, tingkat harga property, tingkat kejahatan, tingkat kesehatan, tingkat polusi, tingkat

kemacetan, tingkat kualitas hidup, dan tingkat distribusi dan pergerakan masyarakatnya. Secara

keseluruhan, situs ini telah memiliki database sebesar 1.565.649 item dari 4.941 kota di seluruh

dunia, termasuk kota-kota di Indonesia. 3 https://www.numbeo.com/quality-of-life/in/Bekasi-Indonesia (diakses pada tanggal 19 April 2018

pukul 12.00 WIB) 4 https://www.numbeo.com/quality-of-life/in/Bogor-Indonesia (diakses pada tanggal 19 April 2018

pukul 12.10 WIB) 5 https://www.numbeo.com/quality-of-life/in/Jakarta (diakses pada tanggal 19 April 2018 pukul

11.45 WIB)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3

Dari indikator-indikator itu, menurut penulis ada lima hal yang menarik untuk dapat

dicermati, yaitu: (1) Purchasing power index; (2) Cost of living index; (3) Property

price to income ratio; (4) Traffic commute time; dan (5) Quality of life index.

Asumsi umum yang berlaku adalah mahalnya biaya hidup di Jakarta menuntut pula

pendapat yang tinggi. Hal ini berarti ada kesejajaran antara pendapatan (income)

dengan pengeluaran untuk konsumsi dan daya beli masyarakat terhadap suatu

produk. Menurut tabel di atas nampak bahwa purchasing power index di Jakarta

menunjuk pada angka 35,96 (very low), hal tersebut berbeda dengan di Bekasi yang

menunjuk pada angka 45,96 (low). Sekalipun di Bekasi, daya beli masyarakat itu

rendah, tetapi mereka masih memiliki kemampuan daya beli terhadap produk atau

komoditas jika dibandingkan dengan daya beli masyarakat di wilayah Jakarta. Jika

biaya hidup di suatu daerah itu tinggi, maka berdampak pula peningkatan harga

properti, seperti: harga perumahan, apartemen, dan juga hunian lainnya. Bahkan

untuk kota-kota besar seperti Jakarta, indikator kecepatan sarana transportasi umum

juga dapat mempengaruhi pergerakan masyarakat, perputaran uang, dan kegiatan

perekonomian.

Dari uraian di atas, kiranya kita dapat memahami bahwa tingginya hidup di

suatu kota, sudah dapat dipastikan membutuhkan pendapatan yang besar juga. Jika

kita mengacu pada indikator cost of living index di tiga kota tersebut, DKI Jakarta

menempati urutan pertama sebesar 43,02 (very high), disusul oleh Bekasi dan

Bogor. Akan tetapi, tingginya biaya hidup di Jakarta tidak sejajar dengan standar

upah minimum provinsi (UMP) yang ditetapkan oleh pemerintah DKI Jakarta.

Menurut data dari Kementrian Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi pusat, UMP

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4

di DKI Jakarta yang ditetapkan pemerintah provinsi per 2017 itu sebesar Rp.

3.648.035,00, sedangkan UMP di Bekasi itu sebesar Rp 3.900.000,00.

Berhadapan dengan permasalahan tersebut di atas, kita dapat mengajukan

pertanyaan, yakni: bagaimana cara pemerintah dan kita sebagai warga masyarakat

membantu orang miskin di DKI Jakarta? Salah satu usaha untuk membantu mereka

adalah pengembangan ekonomi mikro melalui Credit Union (CU).6 Kekhasan dari

gerakan CU dibandingkan dengan gerakan koperasi pada umumnya itu terletak

pada tujuh prinsip dasarnya, yaitu: (1) Keanggotaan yang terbuka dan bersifat

sukarela (terbuka untuk semua golongan); (2) pengawasan secara demokratis (satu

anggota, satu suara); (3) partisipasi ekonomi anggota; (4) otonomi dan independensi

(self-help); (5) pendidikan, pelatihan, dan informasi; (6) kerja sama antar koperasi

dalam berbagai level; dan (7) kepedulian kepada masyarakat.7 Ketujuh prinsip

tersebut menjadi ciri khas dari CU dan aplikasinya selalu disesuaikan dengan situasi

anggota dan daerah masing-masing. Dewasa ini perkembangan CU sangat pesat

dan telah menjadi lembaga yang bergerak di berbagai negara dan benua. Sampai

6 Secara etimologis Credit Union (CU) berasal dari bahas Latin, yaitu: “Credere” yang berarti

percaya dan “Unio” yang berarti sebuah perkumpulan. Oleh karena itu, Credit Union adalah

kumpulan orang-orang yang saling percaya. Konsep CU berawal dari gerakan koperasi

(cooperative) yang muncul sebagai koperasi kredit di Inggris pada tahun 1844. Namun kemudian,

pada tahun 1849, Friedrich Wilhelm Raiffeisen (1818-1888), seorang walikota di Jerman yang

mendirikan Perkumpulan Masyarakat Flamersfeld. Fungsi perkumpulan ini adalah sebagai badan

yang mengumpulkan uang yang digunakan untuk menolong orang miskin. Kemudian pada tahun

1864, Friedrich Wilhelm Raiffeisen mendirikan sebuah organisasi bernama “Heddesdorfer Credit

Union” yang diperuntukkan untuk para petani. Gerakan ini ternyata efektif dalam usaha

memberantas kemiskinan. Dengan cepat gerakan CU ini menyebar ke seluruh dunia. Persebaran dan

perkembangan CU di dunia melibatkan beberapa tokoh, yaitu: (1) Alphonse Desjardir (wartawan)

pada abad ke-20 membawa gerakan CU ke Kanada; (2) Edward Fillene membawa CU ke Amerika

Serikat; (3) Karl Albrecth Karim Arbie (Jerman) membawa dan mengembangkan CU di Indonesia.

(lih. A.M. Lilik Agung, Hidup Berkelimpahan Bersama Credit Union (Jakarta: Penerbit PT. Elex

Media Komputindo, 2013), hal. 16-17.)

7 https://www.rochdalepioneersmuseum.coop/about-us/the-rochdale-principles/ (diakses tgl. 10

Juli 2018, pukul 23.00 WIB)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5

dengan tahun 2016, anggota CU di seluruh dunia berjumlah 235.762.076 orang

yang tersebar di 68.882 CU dan di 109 negara.8 Dari sekian bentuk CU, di Jakarta

sendiri ada salah satu gerakan CU, yaitu: Credit Union Pelita Sejahtera (CUPS).9

Keberadaan CUPS menjadi sangat relevan sebagai usaha pemberdayaan

bagi kaum miskin (pelaku usaha mikro) untuk mampu mengatasi persoalan mereka

dan secara mandiri meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Salah satu inovasi yang

ditawarkan dalam pelayanan CUPS adalah anggota tidak hanya diwajibkan untuk

menyetor simpanan wajib, simpanan sukarela, dan pembayaran hutang, melainkan

juga setiap anggota diwajibkan untuk membuka simpanan pendidikan dan terlibat

di dalam usaha-usaha pemberdayaan. Simpanan pendidikan ini ditujukan untuk

memperhatikan perihal pentingnya pendidikan bagi putera-puteri mereka demi

masa depan. Selain itu, kesatuan jaringan CUPS dengan jaringan CU di Keuskupan

Agung Jakarta dan BKCU Kalimantan memungkinkannya untuk mendapat fasilitas

dan bantuan dalam hal: pendidikan, peningkatan manajemen, pelayanan audit, dan

perlindungan terhadap modal dan pergerakan keuangan. Oleh karena itu, gerakan

pemberdayaan CUPS tidak hanya membantu pengentasan permasalahan

kemiskinan, tetapi juga penting sebagai sarana empowerment atau pemberdayaan

masyakarat melalui pendidikan keterampilan dan pengelolaam keuangan.10

8 https://www.woccu.org/impact/global_reach (diakses tgl. 10 Juli 2018, pukul 23.00 WIB) 9 Credit Union Microfinance Innovation Pelita Sejahtera (CUMI PS) didirikan secara resmi pada

tanggal 13 November 2011 di aula Karim Arbie, di Gereja Santa Perawan Maria Ratu, Blok Q.

CUMI PS mengambil dasar dan sistem seperti gerakan Bank Kaum Miskin yang diprakarsai oleh

Muhammad Yunus. Ia adalah seorang dosen ekonomi yang berasal dari Bangladesh, Chittagong,

yang mengembangkan program kredit mikro melalui Grameen Bank (Bank Pedesaan). Salah satu

kekhasan dari Grameen Bank adalah memberikan kredit tanpa agunan berbunga rendah kepada

mereka yang miskin, dan penerapan sistem cicilan setiap hari yang tidak memberatkan pemimjam

bila jatuh tempo. 10 https://cumiblokq.wordpress.com/ (diakses tgl. 2 Mei 2018, pukul 14.30 wib)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6

Empowerment atau pemberdayaan yang dimaksud adalah suatu pendekatan

yang menekankan aspek refleksi kritis dan aksi untuk memperjuangkan

transformasi sosial di masyarakat secara berkelanjutan.11 Dalam konteks ini,

pemberdayaan memberi perhatian pada dua hal, yaitu: pembangunan persepsi dan

kesadaran seseorang, sekaligus untuk memaksimalkan kemampuan aktual

seseorang berhadapan dengan permasalahan sosial.12 Kedua hal tersebut itu penting

untuk diperhatikan, karena keduanya mempengaruhi kehidupan personal maupun

sosial seseorang individu di tengah kehidupan sosial kemasyarakatan. Oleh karena

itu, strategi yang diambil dalam konteks pemberdayaan ialah memfokuskan pada

kegiatan edukasi dan memberikan kesadaran baru kepada individu perihal dinamika

kekuasaan dan hubungan kekuasaan dengan sistem sosial, politik, dan ekonomi.13

Kekuasaan yang dimaksud dalam konteks pemberdayaan dimengerti sebagai suatu

kondisi sejauh mana kita mampu mempengaruhi lingkungan sekitar kita, dan

dengan tujuan untuk menyelesaikan suatu permasalahan, atau membuat sesuatu

terjadi, atau menjaga sesuatu hal atau dinamika tertentu tetap berjalan sebagaimana

mestinya.14 Dengan demikian, praksis pemberdayaan tidak semata-mata

mengadaptasi sesuatu hal baru masuk ke dalam dinamika sosial masyarakat,

melainkan sebagai suatu usaha untuk meningkatkan kapabilitas masing-masing

individu, kelompok, atau komunitas-komunitas masyarakat. Tujuan yang ingin

dicapai adalah untuk mengatasi permasalahan sosial yang sedang dihadapi, melalui

11 Estella Norwood Evans, “Liberation Theology, Empowerment Theory and Social Work Pratice

with the oppressed” dalam International Social Work Vol. 35 (London, newbury Park and New

Delhi, 1992), hal. 140. 12 Estella Norwood Evans, dalam International Social Work Vol. 35, hal. 141 13 Estella Norwood Evans, dalam International Social Work Vol. 35, hal. 141 14 Estella Norwood Evans, dalam International Social Work Vol. 35, ha. 141.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7

partisipasi aktif individu, kelompok dan institusi-institusi yang ada di dalam

struktur masyarakat.

Dalam konteks tersebut, pemberdayaan yang dipraktikkan CUPS melalui

berbagai produk layanan dan usaha pemberdayaan ditujukan untuk mengubah

mentalitas, cara pandang, dan pilihan-pilihan sikap dari anggotanya. Empat

program yang memberikan pemberdayaan kepada anggotanya adalah:15 (1) produk

“Pandai” (Simpanan Pendidikan) adalah produk simpanan yang dirancang untuk

membantu para anggota menyiapkan biaya pendidikan bagi putera-puteri mereka;

(2) produk “Ziarah” (Simpanan Hari Raya), diperuntukkan untuk membantu

anggota mempersiapkan kebutuhan-kebutuhan di hari raya besar keagamaan seperti

Idul Fitri, Idul Adha, Natal, dst.; (3) besar pinjaman yang diberikan CUPS kepada

anggota maksimal tiga kali dari simpanan, sehingga anggota tetap memiliki

kemampuan untuk melunasi hutangnya; (4) adanya fasilitas mentoring dalam

bentuk pertemuan kelompok kecil, yang berfungsi untuk mengasah kemampuan

dan ketrampilan diri, wadah berkomunikasi untuk memupuk persaudaraan,

tanggung jawab, dan semangat untuk saling tolong menolong.16

Keempat program di atas menunjukkan bahwa CUPS itu tidak semata-mata

memberikan pinjaman uang kepada anggotanya sebagaimana fungsi dari lembaga

pembiayaan mikro, tetapi juga untuk mendidik dan membiasakan tata pengelolaan

keuangan bagi para anggotanya. Hal ini sesuai dengan misi yang diperjuangkan

CUPS, yakni: “kami terpanggil untuk meningkatkan kualitas hidup anggota melalui

15 https://cumiblokq.wordpress.com/page/8/ (diakses tgl. 2 Mei 2018, pukul 14.45 wib) 16 https://cumiblokq.wordpress.com/category/program-cumi/ (diakses tgl. 2 Mei 2018, pukul 14.45

wib)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

8

pelayanan keuangan dan gerakan pemberdayaan secara berkelanjutan.17 Pada titik

inilah, gerakan pemberdayaan dalam CUPS menjadi relevan sebagai salah satu

bentuk alternatif usaha meningkatkan kesejahteraan, secara khusus pemberdayaan

yang diperuntukkan pada pemberdayaan masyarakat miskin dan menengah di

wilayah kota DKI Jakarta. Dengan demikian, penelitian ini memfokuskan pada

usaha empowerment atau pemberdayaan dari CUPS.

Dalam konteks ini, penulis ingin membuat kajian atas empowerment atau

pemberdayaan dengan obyek penelitian usaha pemberdayaan CUPS kepada pelaku

usaha mikro (pedagang kecil) di DKI Jakarta. Oleh karena itu, penulis tidak hanya

mendasarkan pada analisa sosial, ekonomi, politik, tetapi juga pendekatan teologi

sosial. Kajian tersebut ditempuh dengan mendasarkan diri pada pengalaman yang

dimaknai dalam terang iman, melalui proses refleksi yang kritis dan mendalam

dengan landasan Kitab Suci, Magisteriusm Gereja.

Dalam perspektif teologi sosial, empowerment atau pemberdayaan

dipahami sebagai praksis solidaritas dan perwujudan iman akan Allah yang

diwujudkan nyatakan dalam usaha peningkatan kesejahteraan bersama (bonum

commune) di dalam kesatuan gerakan Economy of Communion (EoC). Artinya,

CUPS tidak hanya membantu orang kalangan menengah dan miskin di sekitar kota

DKI Jakarta untuk meningkatkan kesejahteraan hidup, tetapi juga membangun

jaringan atau networking. Jejaring dalam CUPS dibangun di atas dua pondasi dasar,

yaitu: rasa percaya (Latin: credere berarti percaya) dan dalam semangat kesatuan

17 https://cumiblokq.wordpress.com/category/program-cumi/ (diakses tgl. 2 Mei 2018, pukul 14.45

wib)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

9

(Latin: unio berarti sebuah perkumpulan). Rasa percaya dalam semangat

persekutuan itulah yang menjadi pengikat dalam CUMI PS, sekaligus menjadi dasar

untuk perwujudan sikap adil dan bentuk dari solidaritas.

Dengan adanya jejaring atau networking sebagai efek dari usaha

pemberdayaan, maka solidaritas sosial atas fenomena struktur sosial yang tidak adil

akan semakin solid. Solidaritas dimaknai sebagai sikap keberpihakan pada mereka

yang belum memperoleh hak mereka.18 Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama,

solidaritas merujuk pada perjuangan Musa dan Harun untuk meminta pembebasan

bangsa Israel dari penindasan Raja Firaun (Kel 5:1-23). Lalu dalam Perjanjian Baru,

solidaritas dimaknai dengan cara pandang baru, yakni Allah Bapa yang mengutus

Putera ke dunia untuk membebaskan manusia dari penderitaan akibat dosa. Di sini

Yesus tidak hanya sekedar menjelma menjadi manusia dalam peristiwa inkarnasi,

tetapi juga memiliki solidaritas dalam arti “vita comunis”, yakni: Yesus Kristus

hadir untuk mewartakan Injil bagi kaum miskin (Luk 4:18-21; Mat 11:4-6). Wujud

solidaritas Kristus itu bahkan sampai menyerahkan diri-Nya untuk sengsara dan

wafat di Salib demi cinta-Nya kepada manusia. Harapan dari terbentuknya jejaring

atau networking atas dasar solidaritas solid adalah adanya gerak bersama yang dapat

membawa pada transformasi sosial, demi terwujudnya bonum commune.

Dalam kaitannya dengan perspektif teologis, penulis menggunakan dasar

dokumen Gereja dari refleksi sosial Paus Benediktus XVI di dalam ensiklik Caritas

in Veritate (2009) untuk merefleksikan pemberdayaan sebagai praksis solidaritas

dan perwujudan Economy of Communion (EoC). Ensiklik Caritas in Veritate

18 J.B. Banawiratma, Aspek-aspek Teologi Sosial (Yogyakarta: Kanisius, 1988), hal. 133-134.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

(Kasih dalam Kebenaran) dikeluarkan oleh Paus Benediktus XVI pada tanggal 29

Juni 2009, untuk memperingati 40 tahun Populorum Progressio. Paus Benediktus

XVI memandang bahwa keuntungan ekonomis19 dan keuntungan politis20 tidak

memadai untuk membangun relasi persaudaraan manusia jika melupakan dimensi

spiritual atau rohani manusia. Secara khusus, Paus menunjukkan salah satu praktek

ekonomi yang sehat itu terwujud dalam Credit Union sebagai praksis dari hubungan

cinta kasih yang bijaksana dan berkeadilan.21

Selain itu, penulis juga menggunakan dokumen Nota Pastoral Konferensi

Wali Gereja Indonesia tahun 2006 tentang “Membangun Habitus Baru” sebagai

acuan dalam menentukan relevansi pemberdayaan sebagai praksis soldiaritas dan

perwujudan gerakan Economy of Communion (EoC) di dalam konteks Indonesia.

Fokus utama yang digunakan penulis adalah konsep ekonomi berkeadilan. Artinya,

kita menyediakan peluang atau kesempatan berbisnis secara adil dan sama bagi

semua pelaku ekonomi besar, menengah, dan kecil. Permasalahannya adalah tak

jarang konflik kepentingan antara pemerintah, pasar, dan rakyat, sehingga tidak

tercipta bonum commune.22 Untuk itu perlu mengusahakan pemberdayaan ekonomi

kerakyatan dan berkeadilan sebagai sebuah habitus baru.23 Dengan demikian,

Gereja merasa bertanggung jawab untuk ikut serta mengentaskan permasalahan

kemiskinan dengan memberi prioritas pada pemberdayaan ekonomi kerakyatan.

19 Caritas in Veritate no. 35 20 CV no. 41. 21 CV no. 65. 22 Konferensi Waligereja Indonesia, Spektrum no. 4 tahun XXXV, 2007. Jakarta: Departemen

Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, 2007. 23 Konferensi Waligereja Indonesia, Spektrum no. 4 tahun XXXV, 2007, hal. 103.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

Salah satu usulannya adalah menggabungkan usaha CU dan kewirausahaan

(entrepreneurship).24

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka penulis merumuskan

tiga masalah dasar, yaitu: Permasalahan pertama adalah apa yang dimaksud dengan

pemberdayaan dan unsur-unsur apa saja yang dibutuhkan dalam pemberdayaan

untuk mengatasi permasalahan kemiskinan pada tingkat usaha mikro.

Permasalahan kedua adalah sejauh mana peran dan keberadaan CUPS itu

sungguh membangkitkan pemberdayaan bagi masyarakat miskin pada level

pengembangan usaha mikro dan membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Permasalahan ketiga adalah bagaimana pemberdayaan itu direfleksikan

secara teologis sebagai dorongan dan perwujudan iman akan Allah, sekaligus

terarah dalam usaha solidaritas mewujudkan Economy of Communion (EoC) dari

perspektif teologis Paus Benediktus XVI di dalam ensiklik Caritas in Veritate (CV).

24 Konferensi Waligereja Indonesia, Spektrum no. 4 tahun XXXV, 2007, hal. 114.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini memiliki satu tujuan yakni: ingin melihat apakah usaha

pemberdayaan yang dilakukan oleh CUPS sungguh sebagai perwujudan iman dan

penyerahan diri kepada Allah di dalam pergulatan realitas kemiskinan khususnya

orang miskin di DKI Jakarta dalam level usaha mikro. Karena dalam perekonomian,

justru usaha mikro sendiri berperan penting sebagai garda depan perekonomian

untuk menyokong perekonomian suatu negara. Dalam konteks teologi, upaya

pemberdayaan lewat CUMI merupakan bentuk konkret praksis solidaritas dan

partisipasi Gereja sebagai umat Allah dalam kehidupan bermasyarakat dalam usaha

mewujudkan Economy of Communion (EoC). Pada gilirannya, ini akan

memperlihatkan wajah Gereja yang peduli akan persoalan orang miskin sekaligus

tanggap akan pembebasan. Selain itu, penelitian ini juga diperuntukkan guna

memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister pada Program

Magister Filsafat Keilahian di Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma.

Lalu manfaat dari penelitian ini adalah untuk memperkaya khazanah

refleksi teologi perihal usaha mikro sebagai upaya pembebasan dari jerat rantai

kemiskinan di tengah globalisasi ekonomi. Dalam konteks penelitian ini,

pendekatan teologi sosial untuk membangun refleksi teologi atas makna

empowerment atau pemberdayaan dalam praksis CUPS semakin diperkaya oleh

adanya pendekatan dari ilmu-ilmu lain, misalnya pendekatan politik-sosial-

ekonomi dari Martha C. Nussbaum.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

1.4 HIPOTESA

Di bagian ini, penulis hendak mencoba untuk menjawab secara hipotetis

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan di bagian rumusan masalah di atas. Hipotesa

yang diajukan penulis adalah: pemberdayaan yang dipraktikkan dalam CUPS itu

tidak hanya memiliki muatan transformasi sosial ekonomi dalam hal peningkatan

kesejahteraan hidup, melainkan juga sungguh sebagai dorongan dan perwujudan

iman akan Allah, sekaligus terarah dalam usaha solidaritas mewujudkan Economy

of Communion (EoC).

1.5 METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan gabungan antara studi kepustakaan dan

penelitian lapangan kualitatif. Studi kepustakaan berfungsi sebagai kerangka

berpikir yang digunakan penulis dalam memahami duduk permasalahan

kemiskinan, sebelum penulis melakukan penelitian lapangan di CUMI PS. Dalam

studi kepustakaan ini, penulis menggunakan pemikiran dari Martha C. Nussbaum.

Salah satu buku yang akan dirujuk oleh penulis berjudul Creating Capabilities: The

Human Development Approach, yang diterbitkan pada tahun 2011 sebagai

rangkuman dari beberapa buku yang telah dihasilkannya. Buku ini berbicara

tentang usaha-usaha meningkatkan kapabilitas seseorang baik di tingkat mikro

maupun makro melalui: pengaturan struktur sosial (social arrangement). Dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

konteks ini, struktur dipahami Nussbaum sebagai jejaring atau network yang tidak

dapat berdiri sendiri. Artinya struktur sosial itu dipengaruhi oleh berbagai hal,

misalnya: pandangan akan martabat manusia, pemaknaan akan kebebasan, HAM,

keberagaman budaya, dst.

Dalam kerangka berpikir itulah, penulis kemudian melakukan penelitian

lapangan dengan metode wawancara terstruktur pada anggota CUPS. Fokus utama

dari penelitian ini adalah sejauh mana kehadiran CUPS itu sungguh sebagai usaha

pemberdayaan dalam usaha pengentasan permasalahan orang miskin, secara khusus

bagi para anggota CUPS yang mayoritas berprofesi pedagang kecil (pelaku usaha

mikro). Dalam konteks ini, pemikiran dari Martha C. Nussbaum relevan untuk

membantu dalam proses pembuatan kuesioner dan proses analisa penelitian.

Proses analisa (studi kepustakaan dan penelitian lapangan) ini menjadi

penting sebagai pintu masuk ke arah refleksi teologis. Dalam konteks ini, penulis

mendasarkan refleksi teologi dari Kitab Suci (Perjanjian Lama: Kel 5:1-23, Ul 26,

Ul 4:34; Perjanjian Baru: Luk 4:18-21 dan Mat 11:4-6), secara khusus sebagaimana

terumuskan ensiklik Caritas in Veritate oleh Paus Benediktus XVI. Untuk relevansi

pemberdayaan di dalam konteks Indonesia, penulis mendasarkan pada Nota

Pastoral Konferensi Wali Gereja Indonesia tahun 2006 tentang “Membangun

Habitus Baru”.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN

Secara garis besar, sebagaimana telah dijelaskan dalam metode penelitian,

maka penulisan tesis ini akan disusun mengikuti pembahsan tersebut. Bab 1

membahas perihal latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, manfaat penelitian, hipotesa awal, metodologi penelitian dan penjelasan

tentang sistematika penulisan.

Pada bab II akan diuraikan perihal makna empowerment atau pemberdayaan

dari sudut pandang analisis Martha Craven Nussbaum terhadap situasi masyarakat

zaman sekarang. Fokus utama dari analisis Martha C Nussbaum adalah memahami

makna pemberdayaan dari berbagai perspektif, yakni: pemberdayaan dipahami

dalam relasi basic capabilities, internal capabilities, dan combined capabilities;

pemberdayaan yang dimaknai dalam relasi dengan permasalahan HAM, martabat

manusia, persoalan keberagaman budaya, human dignity, dst. Analisis ini menjadi

kerangka berpikir untuk masuk ke dalam pokok permasalahan pada penelitian

pemberdayaan yang dilakukan oleh CUPS di dalam Bab III dan IV.

Bab III menguraikan konteks, sejarah, dan perkembangan gerakan Credit

Union hingga pada implementasi gerakan CU dalam CUPS. CUPS sendiri

merupakan bagian kesatuan gerakan Pemberdayaan Sosial Ekonomi (PSE) Paroki

Santa Perawan Maria Ratu di Blok Q yang dirintis oleh Romo Antonius Sumarwan,

SJ.

Pada bab IV, penulis melaporkan hasil penelitian kualitatif di CUPS, perihal

analisis elemen-elemen pemberdayaan yang diimplementasikan dalam usaha

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

pemberdayaan CUPS. Hasil penelitian ini akan dikerucutkan dari persoalan sosial-

ekonomi bergerak menjadi persoalan-persoalan teologis. Persoalan-persoalan yang

ditemukan tersebut akan menjadi jembatan untuk direfleksikan dengan pendekatan

teologis di bab V.

Pada bab V, penulis akan masuk pada refleksi teologis yang didasarkan pada

pemberdayaan sebagai sebuah praksis solidaritas dan usaha mewujudkan Economy

of Communion, melalua refleksi Paus Benediktus XVI dalam ensiklik Caritas in

Veritate (2009)

Pada bab VI, penulis membuat simpulan umum, refleksi teologis penulis,

dan usulan perencanaan pastoral yang relevan untuk peningkatan kesejahteraan

hidup di dalam konteks Indonesia, melalui sarana aplikasi gerakan pemberdayaan

yang dilakukan oleh CUPS dalam konteks kerasulan sosial Serikat Jesus Provinsi

Indonesia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

BAB 2

LANDASAN TEORI EMPOWERMENT (PEMBERDAYAAN)

2.1 PENGANTAR

Pada bab kedua ini, penulis membangun konstruksi teoritis tentang

empowerment (pemberdayaan) secara lebih luas. Empowerment merupakan istilah

dalam bahasa Inggris yang diterjemahkan dengan kata “pemberdayaan”. Maka

penulis dalam penulisan tesis ini akan menggunakan kata “pemberdayaan,” untuk

menunjukkan makna empowerment dalam pembahasan lebih lanjut. Secara khusus,

penulis menggunakan teori Capabilities Approaches dari Martha Craven Nussbaum

sebagai landasan filosofis pemberdayaan. Pembahasan ini menjadi landasan teori

untuk kemudian akan diaplikasikan dalam penelitian tentang usaha pemberdayaan

di Credit Union Pelita Sejahtera (CUPS) yang akan dibahas di bab ketiga dan

keempat.

Bab kedua ini dilatarbelakangi oleh pertanyaan: apa yang dimaksud dengan

empowerment atau pemberdayaan dan unsur-unsur apa saja yang dibutuhkan dalam

pemberdayaan untuk mengatasi permasalahan kemiskinan pada tingkat usaha

mikro. Oleh karena itu, bab kedua akan menguraikan lima hal tentang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

pemberdayaan, yakni: (1) konteks dan perkembangan empowerment atau

pemberdayaan, (2) upaya pemberdayaan di Indonesia, (3) landasan filosofis tentang

pemberdayaan mengacu pada teori Capabilities Approach dari Martha Craven

Nussbaum, (4) empat elemen pemberdayaan, dan (5) rangkuman.

2.2 KONTEKS DAN PERKEMBANGAN EMPOWERMENT ATAU

PEMBERDAYAAN

Empowerment dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan kata

“pemberdayaan”. Konsep ini muncul dan berkembang dari alam pemikiran

masyarakat dalam kebudayaan barat (Eropa). Salah satu fase pemikiran yang dapat

dirujuk ialah periodesasi Enlightenment.25 Pada masa sebelumnya, kehidupan

masyarakat dipengaruhi oleh kultur Abad Pertengahan, yaitu: stabilitas sosial

masyarakat dikontrol dan didominasi oleh relasi khas antara institusi Gereja dan

institusi pemerintahan. Dominasi tersebut semakin kuat dan didukung oleh klaim

kebenaran yang didasarkan dasar Kitab Suci, penghayatan iman, dan tradisi yang

berkembang di masyarakat.

Sebaliknya pada masa enlightenment, rasionalitas dan perkembangan ilmu

pengetahuan mendapat ruang cukup luas. Masa ini memiliki ciri khas, yaitu:

kepercayaan pada kekuatan akal budi manusia sehingga segala sesuatu itu dapat

25 Periodesasi abad ke-17 s.d 18 dikenal dengan nama Aufklarung (Jerman) atau Enlightenment

(Inggris) yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan ke dalam “pencerahan” atau “fajar budi”.

Franz Magnis-Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hal. 65.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

dan harus dimengerti secara rasional. Sebuah claim dapat dianggap benar dan sah,

apabila dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Maka, pada masa ini,

pengetahuan empiris mulai dipakai sebagai dasar claim akan kebenaran,

menggantikan wewenang atas otoritas tradisional dan dogma yang sangat kuat pada

Abad Pertengahan sebagai dasar pengetahuan. Metode yang mengacu pada otoritas-

otoritas tradisional diganti dengan metode baru yang mengandung unsur:

pengamatan dan eksperimen yang menghasilkan pengetahuan rasional dan obyektif

benar, serta dengan bantuan ilmu pengetahuan (ilmu positif).26 Salah satu

perdebatan dalam bidang astronomi yang muncul ialah ketika teori heliosentrisme

copernicus mengeser claim teori geosentrisme.27 Ternyata bukan matahari yang

berputar mengellingi bumi, tetapi bumilah yang berputar mengelilingi matahari,

sehingga matahari sebagai pusat tata surya menggantikan klaim bumi sebagai pusat

tata surya. Perubahan ini mempengaruhi alam pikir, tata kelola masyarakat, dan tata

budaya masyarakat pada masa itu.

Dalam alam pikir Yunani, konsep pengetahuan empiris sudah disadari

sebagai bagian dari techné. Artinya, melalui logika, gramatika, dan retorika,

manusia memahami pengalaman sebagai dasar dari pengetahuan yang terwujud

dalam bentuk latihan keterampilan.28 Mengambil contoh pada alegori gua dari

Plato dalam tulisan Politeia, pengetahuan tidak hanya didasarkan pada pengalaman

seorang tahanan berada di dalam goa sebagai realitas akan kebenaran (tradisi kuno),

26 Franz Magnis-Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, hal. 66-67. 27 Justinus Sudarminta, Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat Pengetahuan (Yogyakarta:

Kanisius, 2002), hal. 46-47. 28 Daoed Joesoef, “Era Kebudayaan: Pemberdayaan Manusia dalam Perkembangan Zaman”, dalam

Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka (editor), Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan, dan

Implementasi (Jakarta: Centre for Strategic and International Studies [CSIS], 1996), hal. 11-13

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

tetapi juga pengalamannya berhasil keluar dari goa, melihat matahari sebagai

simbol forma kebaikan atau Idea Kebaikan, dan kembali masuk ke goa untuk

membebaskan rekan-rekannya yang masih berada dalam tradisi kuno.29 Maka

menurut Plato dari penafsiran Haryanto Cahyadi, pengetahuan akan “Yang Baik”

itu aisthēsis-arētē (afektif-kebijaksanaan) dalam terang epistēmē-arētē

(pengetahuan-kebijaksanaan). Artinya bahwa pengetahuan itu bertolak dari

pendekatan pengalaman perseptual-indrawi dan kemudian memberi pendasaran

epistemik.30 Pada tahap aisthēsis-arētē, seseorang dilatih untuk memiliki hasrat

mencintai kebijaksanaan (philosophia). Salah satu indikatornya ialah kemampuan

memiliki daya ingat, mudah belajar, ketangkasan dan bersahabat dengan keadilan,

kebenaran, keberanian (andreia), dan memiliki keugaharian dalam hidup

(sōphrosunē).31 Untuk itu, mereka dilatih olah suara (mousikē) untuk membentuk

irama bunyi yang harmonis dan olah raga (gymnastikē) untuk membentuk irama

tubuh, sehingga mereka dapat mengendalikan hasrat-hasrat (eros) yang tidak

membawa pada “Yang Baik”. Kemudian pada tahap epistēmē-arētē, mereka akan

dilatih untuk mengenal pengetahuan, melalui: latihan ilmu hitung (arithmōn),

geometri bidang datar (geōmetrikon), geometri ruang (stereometrikon), astronomi-

matematik (astronomia), dan ilmu harmoni (harmonia).32 Dengan metode tersebut,

29 A. Setyo Wibowo, “Mungkinkah Mendidik Pemimpin? Kisah Platon dan Burung Camar Jonathan

Livingstone” dalam A. Setyo Wibowo dan Haryanto Cahyadi, Mendidik Pemimpin dan Negarawan:

Dialektika Filsafat Pendidikan Politik Platon dari Yunani Antik hingga Indonesia (Yogyakarta:

Penerbit Lamlera, 2014), hal. 23-31. 30 Haryanto Cahyadi, “Filsuf sebagai Negarawan Kalokagathos Paideia Platon (Platon) perihal

Idealisme Yunani Antik dalam Politeia V-VII” dalam A. Setyo Wibowo dan Haryanto Cahyadi,

Mendidik Pemimpin dan Negarawan, hal. 215-228. 31 Haryanto Cahyadi, “Filsuf sebagai Negarawan Kalokagathos Paideia Platon (Platon) perihal

Idealisme Yunani Antik dalam Politeia V-VII”, hal. 215-216. 32 Haryanto Cahyadi, “Filsuf sebagai Negarawan Kalokagathos Paideia Platon (Platon) perihal

Idealisme Yunani Antik dalam Politeia V-VII”, hal. 221.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

seseorang tidak hanya dapat menghasilkan opini (doxa) atas realitas, tetapi juga

mampu membangun pendasaran epistemik pengetahuan yang diperoleh dari

pengalaman mengalami, mengetahui, dan kemudian mencintai kebijaksanaan

sebagai nilai tertinggi.

Pada masa Abad Pertengahan (abad 7 s.d 14), pandangan kosmosentrisme

yang dikembangkan dalam alam pikir Yunani itu bergeser pada pandangan

theosentris: semua dilihat dari sudut pandang Allah, maka manusia memahami

dirinya sebagai salah satu unsur, meskipun yang tertinggi, dalam ordo atau tatanan

hierarkis alam semesta yang diciptakan Allah.33 Lalu manusia dimaknai sebagai

homo viator, manusia dalam perjalanan (seorang pellegrino), selalu berjalan di atas

bumi dan hidupnya ada dalam ruang dan waktu yang dimanfaatkan untuk mencapai

tujuan, seturut pilihannya, menuju hidup atau menuju kematian.34 Kesadaran ini

masih dipengaruhi oleh alam pikir Yunani terkait dengan pengalaman eksistensial

manusia, namun tetap dipengaruhi kuat oleh ajaran Gereja tentang kesatuan tubuh

dan jiwa. Setiap bagian dari tubuh manusia merupakan tanda simbolis yang selalu

berkorelasi dan merujuk pada jiwa, maka makna keselamatan atau

ketidakselamatan terwujud melalui tubuh dan jiwa, jiwa yang mencapai tujuannya

dengan perantaraan tubuh.35

Kebenaran dalam Wahyu sebagai kebenaran mutlak dalam realitas

metafisik yang didasarkan pada Kitab Suci, penghayatan iman dan tradisi yang

33 Franz Magnis-Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, hal. 61. 34 Eddy Kristiyanto, “Gagasan tentang Kepublikan dalam Gereja Abad Pertengahan” dalam F. Budi

Hardiman (edt.), Ruang Publik: Melacak Partisipasi Demokratis dari Polis sampai Cyberspace

(Yogyakarta: Kanisius, 2010), hal. 66-67 35 Eddy Kristiyanto, “Gagasan tentang Kepublikan dalam Gereja Abad Pertengahan”, hal. 67.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

berkembang di masyarakat, termasuk juga peranan Magisterium36. Pewahyuan

dalam diri Kristus diimani Gereja dan ditujukan kepada semua orang, maka isi

Wahyu itu harus terjamin supaya tetap sama. Oleh karena itu, Gereja sebagai umat

Allah bertugas untuk meneruskan apa yang diwahyukan itu secara murni kepada

umat Allah di dunia. Pendasaran tugas perutusan ini diambil penetapan Kristus

sebagai Kepala Gereja yang akan menyertai Gerejanya dalam tugas pewartaan

seperti dalam kitab suci: “Dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah

Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai

kepada akhir zaman" (Mat 28:20), dan “Ialah Kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah

yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih

utama dalam segala sesuatu” (Kol 1:18). Inilah yang menjadi dasar mengapa dalam

Abad Pertengahan wewenang otoritas, dogma, dan tradisi (Gereja) mempunyai

dampak pada segala bidang pengetahuan dan kemudian juga pada kehidupan

masyarakat. Sebuah dogma dapat ditetapkan sebagai ajaran resmi agama oleh

otoritas religius (Gereja) dan menjadi kebenaran.

Pada Abad Pertengahan, berkembang kesadaran di masyarakat untuk

membangun kesatuan tubuh, yang dipimpin oleh satu kepala yang tidak kelihatan,

Kristus (Kol 1:18), dan pemimpin yang kelihatan ialah Paus sebagai penerus para

Rasul. Maka dalam konteks di dunia, Gereja dan Negara adalah dua entitas yang

36 Tugas mengajar (Magisterium) adalah satu jabatan dalam Gereja untuk meneruskan, menafsirkan,

serta menjaga keaslian ajaran iaman dan kesusilaan, yang diterima Gereja dari Kristus (tentang

perkataan, perbuatan, wafat dan kebangkitan Kristus) yang diimani dan menuntut kepercayaan

(1Tim 2:4: 4:3; Tit 1:1). Penerusan ajaran Kristus itu dilanjutkan oleh para Rasul (Mrk 16:15; Kis

1:8; 10:41) dan dipercayakan kepada seluruh umat (bdk. Mat 18:15-20; Yoh 14:16; 15:26; 1Tim

3:15) melalui para pemimpin umat yang mereka angkat (2Tim 4:1-3; Tit 1:9; bdk 1Tes 5:12; 19-

21). Pewartaan mereka itu dijamin sendiri oleh Kristus sebagai Kepala Gereja (Mat 28:20; Lk 24:47;

Kis 1:8; Yoh 14:16) dan dalam penyertaan Roh Kudus (Yoh 14:16, 26; 15:26; 16:13). Adolf Heuken,

Ensiklopedi Gereja Jilid V Ko-M (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 2005), hal. 159.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

berbeda dari satu realitas yang sama, yakni: kota Allah, kekristenan, dan respublica

christiana. Cita-cita Abad Pertengahan ialah reductio ad unum atau penyusutan

(dua entitas) menjadi satu kesatuan utuh dengan agama Kristen dan kekaisaran

Roma.37 Relasi antara Gereja dan Negara oleh Eddy Kristiyanto ditafsirkan sebagai

dua entitas yang berasal dari Allah dan harus menuntun manusia kembali pada satu

tujuan yang sama, baik dalam bidang kodrati maupun adikodrati, duniawi maupun

surgawi.38 Oleh karena itu, Negara dalam hal ini kekaisaran berkewajiban untuk

melindungi dan membantu Gereja melaksanakan misi utamanya di dunia. Kaisar

digelari sebagai devotus sanctae Ecclesiae defensor atque adiutor in omnibus

(Pembela setia Gereja suci dan penolong segala sesuatu) atau rex et sacedos (Raja

dan Imam).39

Kembali pada masa enlightenment pasca masa Abad Pertengahan,

perkembangan ilmu pengetahuan secara khusus pengetahuan empiris mulai dipakai

kembali sebagai dasar klaim akan kebenaran, menggeser klaim dari Kitab Suci,

dogma, tradisi, dan otoritas yang berkembang dalam Abad Pertengahan. Maka

perhatian pada aspek rasionalitas, empiris, pengalaman, dan ketrampilan menjadi

cukup kuat, mendominasi, dan semakin berkembang pesat pasca revolusi industri.

Justru dalam situasi inilah muncul persoalan-persoalan seputar peranan

pengetahuan dan makna kebenaran, misalnya: konflik antara pendekatan teologi,

filsafat, dan ilmu-ilmu empiris terhadap peranan pengetahuan untuk sampai pada

klaim akan kebenaran, perpecahan Gereja Katolik dengan Gereja Reformasi,

37 Eddy Kristiyanto, Gagasan yang menjadi Peristiwa (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hal.124. 38 Eddy Kristiyanto, Gagasan yang menjadi Peristiwa, hal.124. 39 Eddy Kristiyanto, Gagasan yang menjadi Peristiwa, hal. 125.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

perpecahan terkait persoalan otoritas dan legalitas antara Kepausan dengan

Kekaisaran, dst. Situasi tersebut perlahan-lahan membawa perubahan pada aspek

politik, ekonomi, sosial, dan kultural masyarakat di wilayah Eropa. Perubahan

membawa pemahaman baru masyarakat tentang manusia modern.40 Oleh karena

itu, klaim dari institusi dan sistem keagamaan kini menjadi salah satu alternatif dan

bukan hal yang absolut, seperti pada masa Abad Pertengahan. Pada perkembangan

selanjutnya, nilai kebebasan, ratio, dan individu dalam masyarakat modern

berkembang menjadi paham-paham, misalnya liberalisme, individualisme, dan

rasionalisme.41 Pranarka dan Moeljarto mencatat bahwa:

Determinisme keagamaan yang menjadi absolut menyebabkan

manusia memandang agama sekedar sebagai organisasi kekuasaan

semata-mata. Maka sistem keagamaan dipandang sebagai sistem

kekuasaan yang secara mutlak menganihilisasikan segala kekuasaan

di luarnya. Menemukan sistem alternatif berarti menggantikan

40 Menurut Franz Magnis-Suseno ada lima ciri khas masyarakat modern, yaitu: (1) masyarakat

modern adalah masyarkat yang berdasarkan pada industrialisasi. Persoalan industrialisasi

menentukan bukan hanya bidang ekonomi, melainkan seluruh kehidupan masyarakat,

penghayatannya, dan menjadi way of life-nya. Implikasi dari industrialisasi adalah kebutuhan akan

tenaga kerja manusia yang berlipat ganda, dan pekerjaan tangan manusia diserahkan pada mesin,

robot, yang bekerja secara otomatis. (2) Industrialisasi mengubah secara menyeluruh gaya hidup

manusia, sehingga muncul penciptaan jalur-jalur komunikasi lokal, regional, global yang semakin

padat dan cepat, misalnya: perkembangan sarana transportasi, listrik mengubah cara kerja manusia,

munculnya mesin-mesin produksi yang mempermudah pekerjaan manusia, perkembangan dalam

bidang kedokteran, pertanian, dst. (3) Teknologi menjadi ilmu baru yang secara khusus meneliti

kekuatan-kekuatan alam untuk dapat dimanfaatkan bagi produksi industrial dan menciptakan

masyarakat informasi. (4) Masyarakat modern dapat mengklaim apa saja dapat diciptakan manusia

dan semua masalah dapat dipecahkan, sehingga kesadaran akan batas eksistensi manusia seakan-

akan hilang. Tetapi justru perubahan tersebut membahayakan dan berdampak buruk pada kehidupan

manusia berhadapan dengan ekosistem alam. (5) Masyarakat modern memiliki cara berpikir yang

berciri diferensiasi. Artinya, keberadaan manusia, alam dan realitas transenden dihayati oleh

manusia sebagai tiga bidang kehidupan yang tidak memiliki relasi yang saling berhubungan timbal

balik. Masing-masing bidang memiliki metode-metode dan ilmu-ilmu yang berbeda satu sama lain.

Manusia modern menjadi terarah pada hal-hal indrawi, langsung, duniawi daripada rohani, tak

langsung, dan adiduniawi. Akibatnya keyakinan pribadi, penghargaan akan adat-istiadat,

penghayatan keagamaan dan religiusitas, kesadaran moral, dan pemaknaan akan norma sosial juga

mengalami perubahan. Franz Magnis-Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, hal. 56-58. 41 A.M.W. Pranarka dan Vidhyandika Moeljarto, “Pemberdayaan (Empowerment)”, dalam Onny S.

Prijono dan A.M.W. Pranarka (editor), Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan, dan Implementasi

(Jakarta: Centre for Strategic and International Studies [CSIS], 1996), hal. 45-47.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

sistem kekuasaan keagamaan itu dengan sistem lain yang perlu

diberi kekuasaan. Maka proses modern Eropa pada hakikatnya dapat

dipandang sebagai ‘depowerment’ dari sistem keagamaan yang

mutlak absolut digantikan dengan sistem kekuasaan alternatif non-

keagamaan. Dengan kata lain, diperlukan proses ‘empowerment’

terhadap ‘nonreligious system’. Empowerment di Eropa merupakan

aksi emansipasi dan liberalisasi manusia dari totaliterisme

keagamaan. Emansipasi dan liberalisme serta penataan terhadap

segala kekuasaan dan penguasaan itulah yang kemudian menjadi

substansi dari konsep empowerment.42

Pergeseran alam pikir Abad Pertengahan ke masa enlightenment berdampak

di masyarakat pada ranah politik dan ekonomi. Sebagai contoh, pada masa Abad

Pertengahan, di wilayah Eropa, aktivitas politik berpusat pada kepemimpinan

dalam Institusi Gereja dan Kerajaan sebagai power centre, dan ekspansi wilayah

kekuasaan terjadi bersama dengan penyebaran agama. Ekspansi ini memunculkan

kota-kota perdagangan baru di sekitar laut tengah, dan aktivitas perekonomian di

kota-kota tersebut dapat mempengaruhi stabilitas suatu kerajaan tertentu. Maka

persoalan ekonomi merupakan basis kekuatan baru, berhadapan dengan kekuatan

dari penguasa (Gereja dan Kerajaan). Kekuatan perekonomian muncul sebagai

basis dari proses “empowerment.”43 Artinya, bahwa kehadiran kota-kota

perdagangan baru di sekitar laut tengah di lingkungan periferi menjadi

“empowered” untuk melawan Roma sebagai “power centre”, dan fenomena itu

melahirkan kekuatan kelas menengah nonaristokrat melawan monarkhi dan

aristokrasi dalam sistem kerajaan.44 Contohnya ialah perlawanan kerajaan Jerman

42 A.M.W. Pranarka dan Vidhyandika Moeljarto, “Pemberdayaan (Empowerment)”, hal. 47. 43 A.M.W. Pranarka dan Vidhyandika Moeljarto, “Pemberdayaan (Empowerment)”, hal. 47. 44 A.M.W. Pranarka dan Vidhyandika Moeljarto, “Pemberdayaan (Empowerment)”, hal. 47-48.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

yang mendukung gerakan reformasi Protestantisme, dilatarbelakangi oleh ekspansi

dan persoalan ekonomi yang melibatkan relasi Raja Jerman dengan Paus di Roma.45

Dengan demikian, kini para Raja sungguh menyadari betapa kekuasaan itu tidak

lagi bersifat mutlak dan ditentukan oleh otoritas Paus di Roma, tetapi kekuasaan itu

perlu ditopang oleh kekuatan ekonomi.

Dua peristiwa penting lainnya yang mewarnai perubahan politik dan

ekonomi dunia ialah peristiwa revolusi Industri pada abad ke-17 dan revolusi

Prancis abad ke-18. Kedua peristiwa tersebut mengubah bagaimana manusia

memaknai diri dan keterlibatannya di dunia. Peristiwa penting pertama ialah

revolusi industri yang menambahkan makna techné (ketrampilan) yang ditautkan

pada logos (pengetahuan) sebagai nilai yang dipelajari, diajarkan, dan dipraktekkan

dalam aktivitas kerja manusia.46 Maka, unsur empiristik dan ilmiah dari

pengetahuan menjadi penting. Pada akhir Abad Pertengahan, pusat perekonomian

Eropa kembali bergeser dari sekitar pantai Mediterania menuju wilayah Eropa

Utara, yang mengalami puncak pada revolusi industri di Inggris pada abad ke-18.

Inggris muncul sebagai negara yang memiliki kekuatan ekonomi kuat, dan

disokong oleh perkembangan teknologi dan industri yang berkembang pesat. Maka

proses-proses ekonomi (proses produksi, distribusi, dan konsumsi atas sumber daya

dan jasa) harus diperhatikan dan melekat kuat dalam berbagai bidang dan tatanan

hidup bermasyarakat sebagai bentuk pemberdayaan manusia.

45 A.M.W. Pranarka dan Vidhyandika Moeljarto, “Pemberdayaan (Empowerment)”, hal. 47. 46 Daoed Joesoef, “Era Kebudayaan: Pemberdayaan Manusia dalam Perkembangan Zaman”, hal.

12-14.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

Perkembangan ini memiliki ciri-ciri khas, yaitu: munculnya alat-alat

produksi material (tanah, perkakas, mesin-mesin, dst) yang membantu aktivitas

ekonomi masyarakat; munculnya kesadaran akan hak pribadi berhadapan dengan

peningkatan jumlah pekerja dalam industri; munculnya kesadaran akan pentingnya

kebebasan pasar dalam aktivitas ekonomi; dan kesadaran akan perlunya payung

hukum atas kegiatan ekonomi yang rasional dan terukur. Peter L. Berger menyebut

fenomena perubahan sosial ini sebagai perilaku “manusia ekonomi yang bertindak

berdasar pada proses-proses eknomi yang berfungsi secara otonom”, yang menjadi

awal munculnya periode kapitalis di wilayah Eropa.47 Menurut Berger, perubahan

ini tidak hanya berdampak pada usaha mengakumulasi sumber-sumber daya

produktif secara luas, tetapi juga diimbangi oleh lompatan kemampuan teknologi

dari proses revolusi industri.48 Dengan demikian, perekonomian didasarkan atas

proses produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam skala besar dan semakin

memberikan kesempatan pada pengembangan keahlian manusia (profesionalitas),

melalui perkembangan ilmu empiristik dan teknologi. Singkatnya, kata

“produktivitas dan efisiensi” menjadi penting dalam usaha pemberdayaan manusia.

Peristiwa penting kedua ialah Revolusi Perancis dengan tiga simbol liberte,

egalite dan fraternite telah mendongkrak sistem keagamaan-monarki sebagai

identitas politik, dan menggantikannya dengan konsep nation (bangsa) dan state

(negara) yang membawa pada implikasi baru, yaitu: konsep negara republik

menggantikan bentuk pemerintahan dengan sistem kerajaan, sistem demokrasi

47 Peter L. Berger, The Capitalist Revolution: Fifty Propositions about Prosperity, Equality, and

Liberty (New York: Basic Books, 1986) yang diterjemahkan oleh Mohamad Oemar, Revolusi

Kapitalis (Jakarta: Penerbit LP3ES, 1990), hal. 23. 48 Mohamad Oemar, Revolusi Kapitalis, hal. 24.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

menggantikan sistem teokrasi dan monarki, serta perhatian pada aspek hukum dan

hak-hak asasi manusia. Pada masa ini, perlindungan pada hak-hak asasi manusia

dimaknai sebagai usaha melindungi individu dan kelompok terhadap berbagai

tindakan otoriter atau sewena-wena dari para penguasa untuk kepentingan tertentu,

misalnya perlindungan terhadap teror, eksekusi yang sewenang-wenang,

penyiksaan, genosida, perampasan hak pribadi dan hak milik, dst.49 Tindakan-

tindakan tersebut tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomis, tetapi

bersinggungan dengan juga hak-hak kultural, sipil, dan pribadi yang kini diakui

oleh dunia Internasional. Nampaknya konsep negara dan bangsa mulai dipahami

sebagai sistem alternatif yang dapat menggantikan sistem keagamaan yang cukup

kuat pengaruhnya pada abad pertengahan. Maka dari perubahan ini dapat

disimpulkan bahwa situasi ini menjadi proses “depowerment” dari sistem lama, dan

digantikan oleh “empowerment” atau pemberdayaan melalui sistem-sistem

alternatif.50

Dalam masyarakat modern, hukum memiliki peran penting untuk mengatur

kehidupan manusia. Hukum dibagi ke dalam tiga kelompok mengacu pada

pandangan Thomas Aquinas, yaitu: (a) hukum abadi (Eternal Law sebagai hukum

yang berisi pengaturan rasional atas segala sesuatu di mana Allah yang menjadi

menguasa alam semesta)51, (b) hukum kodrat (Natural Law sebagai hukum yang

49 Mohamad Oemar, Revolusi Kapitalis, hal. 316-317. 50 A.M.W. Pranarka dan Vidhyandika Moeljarto, “Pemberdayaan (Empowerment)”, hal. 48-49. 51 ST. Ia Ilae, q. 93, a. 3 ad 3: “Unde hoc ipsum quod lex humana non se intromittat de his quae

dirigere non potest, ex ordine legis aeterne. Unde ex hoc non habetur quod lex humana non derivetur

a lege aeterna, seq quof non perfecta eam assequi possit (Berdasarkan faktanya, hukum positif (lex

humana) tidak mampu membaur ke dalam perkara-perkara yang tidak diaturnya, tetapi ada di bawah

pengaturan hukum abadi. Oleh karena itu, tidak berarti bahwa hukum positif tidak diturunkan dari

hukum abadi, melainkan tidak memiliki kesejajaran yang sempurna dengannya (hukum abadi).

Thomas Aquinas menyebut hukum abadi sebagai sumber dari segala hukum yang berlaku dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

mengatur partisipasi manusia sebagai makhluk dengan kodrat rasionalnya harus

berperilaku sesuai kodratnya untuk menjadi sempurna)52, dan (c) hukum yang

mengatur manusia atau dikenal sebagai hukum positif (Human Law merupakan

hukum yang dibuat oleh manusia dengan pendasaran pada hukum Abadi dan hukum

kodrat, sehingga hukum yang dibuat manusia itu tidak boleh bertentangan dengan

hukum kodrat terlebih hukum Abadi)53.

Pada konteks pemberdayaan, hukum kodrat dan hukum positif berperan

penting. Hukum kodrat menentukan dasar moralitas dari cara manusia bertindak

dengan rasionalitasnya berhadapan dengan alam, dan berlaku pada semua makluk.

Dalam konteks pemberdayaan, hukum kodrat menjadi implikasi etis: mengapa

orang harus peduli atau memberi tanggapan kepada dirinya sendiri ataupun mereka

yang membutuhkan bantuan. Maka hukum kodrat mengarahkan manusia untuk

menemukan hidup yang lebih bermartabat. Sedangkan hukum positif diturunkan

dari hukum kodrat yang berfungsi untuk menentukan atau membatasi manusia

untuk bertindak dan tak jarang memaksa manusia untuk melakukan atau menjahui

sesuatu demi suatu nilai akau kebaikan umum, misalnya: perundang-undangan, tata

bersumber langsung dari Allah. Hukum abadi inilah yang mendasari hukum kodrat dan hukum

positif yang berkaitan langsung dengan pengaturan kehidupan manusia. (Bdk. Patrick Honnon,

“Aquinas, Morality and Law” dalam Irish Theological Quarterly Vol 56 tahun 1990 (Maynooth: St.

Patrick’s College, 1990), hal. 278-279) E. Sumaryono, Etika Humum: Relevansi Teori Hukum

Kodrat Thomas Aquinas (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hal. 73-74. 52 E. Sumaryono menyebut bahwa partisipasi manusia atas hukum Abadi itu merupakan manisfestasi

yang khas untuk hukum kodrat. Maka hukum Abadi dan hukum kodrat pada dasarnya adalah satu,

meskipun bukan dalam arti kesatuan mutlak. Yang menjadi sumber langsung perihal pengenalan

dan pemahaman manusia atas hukum kodrat adalah “rasionalitas”. E. Sumaryono, Etika Humum:

Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas, hal. 74-75. 53 E. Sumaryono, Etika Humum: Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas, hal. 74.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

tertib, penentuan persyaratan kontrak atau perjanjian, laws of nations54 yang

mengatur perihal batas wilayah teritorial suatu negara, dst.

Pada konteks sosio-kultural pada abad XIX dan XX, perkembangan ilmu

dan teknologi, proses industrialisasi, dan pertumbuhan ekonomi ternyata tidak serta

merta membebaskan manusia dari perdebatan, misalnya: perdebatan panjang antara

kelompok ateis dan theis. Pertanyaan mendasar yang menjadi perdebatan ialah:

bagaimana kita menempatkan dan memahami eksistensi manusia di tengah

perubahan tersebut? Bagi kelompok theis, eksistensi manusia itu ditentukan oleh

relasi vertikal di samping dimensi horisontal. Sebaliknya bagi kelompok atheis,

konsep Tuhan dipahami sebagai sumber kekuasaan yang memperbudak manusia.

Pranarka dan Moeljarto kembali mencatat bahwa:

Empowerment atau pemberdayaan dari eksistensi manusia secara

fundamental bagi aliran ini (ateis) berarti depowerment dari iman

manusia kepada Tuhan. Perjalanan sejarah masyarakat modern di

Eropa ternyata masih belum mampu menemukan bentuk titik temu

mendasar sebagai sintesa yang dapat ditarik dari terjadinya konflik

antara determinisme keagamaan dengan determinisme

nonkeagamaan, walaupun ada upaya dari para pemikir untuk

menemukan titik temu tesebut, misalnya ditemukan pada kelompok

humanisme-kultural, dalam arti dinamika vertikal dan horizontal

merupakan bagian konstitutif dari eksistensi manusia.55

Dengan demikian, dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemaknaan

atas pemberdayaan manusia selalu disesuaikan dengan konteks, sehingga

pemberdayaan memiliki makna yang beragam, misalnya: makna pemberdayaan

54 Daniel G. Groody, CSC, “Crossing the Divide: Foundations of a Theology of Migration and

Refugees” dalam Theologial Studies 2009 vol. 70 (3), hal. 655. 55 A.M.W. Pranarka dan Vidhyandika Moeljarto, “Pemberdayaan (Empowerment)”, hal. 52.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

dalam konteks politik, ekonomi, dan sosial-kultural. Uraian di atas menunjukkan

bahwa makna pemberdayaan itu sangat luas. Menurut Merriam Webster dan Oxford

English Dictionery, kata “empower” memiliki dua makna, yakni: (1) makna

pertama ialah to give power or authority to; dan (2) makna kedua ialah to give

ability to or enable. Makna pertama, pemberdayaan sebagai usaha memberi

kekuasaan atau mendelegasikan kekuasaan atau otoritas ke pada orang atau pihak

lain. Makna pertama itu tidaklah cukup dan perlu didukung oleh makna kedua,

sehingga mengandung makna usaha atau upaya untuk memberikan kemampuan

atau memberdayakan sesuatu (orang atau hal tertentu).

Pemberdayaan selalu mengandung unsur sebuah proses transformasi di

masyarakat. Artinya bahwa pemberdayaan juga memiliki nilai intrinsik (nilai pada

dirinya sendiri) dan juga nilai instrumental yang sangat relevan untuk kehidupan

pribadi (individual self-empowerment), maupun kehidupan kolektif (collective self-

empowerment), serta menjadi bagian dari aktualisasi akan eksistensi manusia dan

kemanusiaannya di tengah realitas dunia.56 Maka pemberdayaan miliki unsur-

unsur, antara lain: kemandirian (self-reliance), kekuatan diri (self-strength),

pengakuan pilihan (own choice), kapasitas untuk memperjuangkan salah satu hak

tertentu, independen, kemampuan membuat keputusannya sendiri (own decision

making), makhluk bebas (being free), dan memiliki kesadaran (awakening).57

Unsur-unsur tersebut telah menyatu juga di dalam nilai dan sistem kepercayaan

lokal masyarakat

56 A.M.W. Pranarka dan Vidhyandika Moeljarto, “Pemberdayaan (Empowerment)”, hal. 56. 57 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction: A Sourcebook (Washington, DC:

The World Bank, 2002), hal. 13-14.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32

Pemberdayaan sebagai usaha transformasi sosial meletakkan masyarakat

miskin sebagai fokus dan bukan suatu permasalahan abadi. Maksudnya ialah usaha

pemberdayaan menitik beratkan pada kebebasan untuk membuat pilihan dan

tindakan yang membentuk suatu kehidupan bagi manusia.58 Dalam konteks

tersebut, kebebasan kaum miskin dibatasi oleh ketidakmampuan mereka untuk

bersuara (voicelessness) dan ketidakberdayaan mereka (powerlessness) di dalam

relasi yang tidak setara antara orang miskin, pasar, dan negara.59 World Bank

memberikan definisi tentang pemberdayaan sebagai: “perluasan aset-aset dan

kapabilitas kaum miskin untuk berpartisipasi di dalam, melakukan negoisasi

dengan, memberi pengaruh, mengontrol, dan mempertahankan akuntabilitas dari

institusi-institusi yang mempengaruhi kehidupan mereka.”60

Dengan demikian, makna pemberdayaan merupakan usaha penguatan

masyarakat secara untuk penguatan orang miskin, seperti: peningkatan

pengetahuan, skill atau ketrampilan, nilai dan keutamaan, inisiatif, motivasi untuk

mengatasi permasalahan yang dihadapi, peningkatan mengelola sumber daya, dan

pengentasan kemiskinan. Akhirnya Pranarka dan Moeljarto sampai pada

kesimpulan bahwa pemberdayaan adalah:

Upaya membangun eksistensi pribadi, keluarga, masyarakat,

bangsa, pemerintah, negara, dan tata dunia di dalam kerangka proses

aktualisasi kemanusiaan yang adil dan beradab, yang terwujud di

berbagai medan kehidupan, seperti politik, ekonomi, hukum,

pendidikan dan lain sebagainya. Maka konsep empowerment

(pemberdayaan) pada dasarnya adalah upaya menjadikan suasana

58 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. xviii. 59 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. xviii. 60 “...empowerment is the expansion of assets and capabilities of poor people to participate in,

negotiate with, influence, control, and hold accountable institutions that affect their lives...” dikutip

dari Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. xviii.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33

kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara

struktural, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara,

regional, internasional, maupun dalam bidang politik, ekonomi, dan

lain-lain.61

2.3 UPAYA PEMBERDAYAAN DI INDONESIA

Pemberdayaan menuntut adanya keterbukaan pada keberagaman konteks

masyarakat yang plural dan berciri adaptif. Misalnya di Amerika Latin,

pemberdayaan masyarakat berhadapan dengan kerentanan akan terjadinya konflik

sosial dan kelas. Kesempatan dan akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan

publik, informasi yang transparan, partisipasi masyarakat dalam aktivitas ekonomi,

sosial, dan politik masih terbatas. Akibatnya, masyarakat miskin menjadi korban

dan pihak yang seringkali didiskriminasi dan dikucilkan (excluded) oleh kultur

dominan, yang diklasifikasikan berdasarkan strata sosial, ras, etnisitas, gender,

agama, pendidikan, atau juga tingkat kesejahteraan ekonomi.62 Maka usaha

pemberdayaan dilakukan melalui perubahan regulasi, aturan, atau kebijakan.

Tujuannya ialah menghilangkan hal-hal yang berbau diskriminatif, penguatan

aspek kesadaran sosial, dorongan untuk berpartisiasi aktif di masyarakat, dan

peningkatan nilai (value). Oleh karena itu, usaha pemberdayaan menuntut adanya

studi kritis dan mendalam atas fenomena yang terjadi di masyarakat, agar

61 A.M.W. Pranarka dan Vidhyandika Moeljarto, “Pemberdayaan (Empowerment)”, hal. 56. 62 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 25.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

pemberdayaan sungguh membawa perubahan dan transformasi sosial bagi

masyarakat miskin semakin efektif.

Bagi negara-negara dunia ketiga, permasalahan desentrasilasi menjadi

tantangan dalam usaha pemberdayaan. Salah satu faktor penyebabnya adalah

ketidakseimbangan antara pembangunan nasional berhadapan dengan perenanaan

dan tata kelola perekonomian suatu negara serta persoalan kesejahteraan

masyarakat. Indikator yang dipakai adalah pendapatan per kapita dilihat dari Gros

Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto. Penghitungan GDP

dihitung dengan rumus GDP = Konsumsi (C) + Ivestasi (I) + Pembelian Pemerintah

(G) + (Ekspor [X] – Impor [M]). Penghitungan GDP seringkali dipakai pemerintah

untuk menghitung perihal kualitas hidup masyarakat di suatu negara.63 Tingginya

angka GDP suatu negara itu tidak berkolerasi sejajar dengan tingkat kesejahteraan

masyarakatnya. Fakta ini dipakai oleh Martha Craven Nussbaum sebagai salah satu

pengamat politik-ekonomi untuk mengkritisi pendekatan GDP sebagai standar

menentukan kualitas hidup masyarakat di suatu negara. Nussbaum merujuk pada

kasus yang terjadi di India dan China, yaitu: pertumbuhan ekonomi yang pesat di

negara India dan China, serta stabilitas politik di China tidak menjamin

masyarakatnya dapat hidup layak dan sejahtera.64

Menurut Nussbaum, penghitungan GDP sebagai indikator menentukan

kualitas hidup masyarakat di suatu negara memiliki tiga permasalahan pokok, yaitu:

Pertama, jika acuan dasar adalah peningkatan kualitas hidup, maka peningkatan

63 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities: The Human Development Approach (Cambridge,

Massachusetts: The Belknap Press of Harvard University Press, 2011), hal. 48. 64 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, 2011, hal. 47.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

GDP tidak memiliki korelasi dengan peningkatan pendapatan rata-rata secara

ekonomis dalam rumah tangga. Dalam konteks globalisasi ekonomi, keuntungan

investasi modal asing tidak langsung berkontribusi pada keberlangsungan hidup

masyarakat, justru pendapatan masyarakat menjadi standar konkret dari kehidupan

di dalam masing-masing rumah tangga.65

Kedua, pendekatan GDP tidak memperhatikan sisi distribusi atas

peningkatan pendapatan, sehingga GDP tidak memberikan situasi konkret perihal

kualitas hidup sebagai indikator kemakmuran suatu negara.66 Di satu sisi, GDP

dapat memberikan nilai tinggi dalam hal pertumbuhan ekonomi suatu negara,

namun di sisi lain, GDP tidak dapat menjamin bahwa persoalan ketidaksamarataan

distribusi atas pertumbuhan ekonomi dapat diatasi. Nussbaum menunjukkan bahwa

tingginya angka (rasio) pertumbuhan ekonomi di Afrika Selatan ditandai oleh

banyaknya modal asing yang masuk ke negara, tidak mampu melepaskan

penderitaan masyarakat di kawasan Afrika Selatan dari persoalan, seperti

permasalahan rasial, etnik, gender, dan kemiskinan67. Sekalipun pertumbuhan

ekonomi meningkat, tetapi jidak menjamin kemakmuran itu dirasakan oleh seluruh

populasi yang ada di negara tersebut.

Ketiga, pendekatan GDP mengeneralisasikan berbagai komponen yang

menentukan kualitas hidup menjadi satu pokok, sehingga tidak memberikan

informasi-informasi yang baik tentang suatu realitas masyarakat dan bagaimana

cara mencapai kualitas hidup.68 Menurut Nussbaum, GDP tidak memperhatikan

65 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, 2011, hal. 48. 66 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, 2011, hal. 49. 67 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, 2011, hal. 49. 68 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, 2011, hal. 49.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36

aspek non material dari kehidupan manusia, seperti persoalan kesehatan, umur

panjang, pendidikan, keamanan diri, persoalan politik dan akses menuju kekuasaan,

peluang lapangan pekerjaan, waktu di luar jam kerja, dst.69

Di Indonesia, persoalan pemberdayaan berkaitan dengan kebijakan

sentralisasi. Kebijakan sentralisasi ini dikembangkan oleh pemerintahan rezim

Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Suharto, melalui Pelita. Salah satu

evaluasi atas Pelita ialah bahwa proses pembangunan tidak didasarkan pada

kebutuhan atau situasi daerah dan tidak meratanya proses pembangunan, sehingga

mengakibatkan munculnya kesenjangan antara daerah-daerah yang kaya dengan

daerah-daerah miskin, misalnya: pembangunan infrastruktur dan ekonomi banyak

terfokus di wilayah Jawa, lebih daripada pembangunan di kawasan Indonesia

bagian tengah atau Indonesia bagian timur. Investasi terkonsentrasi di wilayah

tertentu, dan berakibat pada luasnya jurang kesenjangan antar daerah, serta

mengusik rasa keadilan wilayah-wilayah lain. Kesenjangan pembangunan daerah

itu dapat diukur dari berbagai indikator, seperti: pendapatan perkapita antar daerah,

konsumsi per kapita daerah, kemampuan daya beli masyarakat, dan tingkat

kesejahteraan masyarakat, serta jumlah masyarakat miskin yang ada di daerah

tertentu.70

Setelah rezim Suharto berakhir, maka pemerintah Indonesia mengubah arah

kebijakannya dari model sentralisasi menjadi desentralisasi. Salah satu alasan

mengapa pemerintah pusat perlu membagi kewenangan ke pemerintah daerah ialah

69 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, 2011, hal. 49. 70 Indra J. Piliang, Dendi Rahdani, dan Agung Pribadi (tim edt.), Otonomi Daerah: Evaluasi dan

Proyeksi (Jakarta: Divisi Kajian Demokrasi Lokal Yayasan Harkat Bangsa dan Partnership for

Governance Reform in Indonesia, 2003), hal. 83-84.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

untuk mengurangi pengeluaran terkait dengan pembiayaan program dan kebijakan

nasional.71 Luas wilayah Negara Indonesia memerlukan adanya distribusi

kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yang

diimplementasikan dalam kebijakan otonomi daerah. Pelaksanaan kebijakan

otonomi daerah di Indonesia didasarkan pada UU. No. 22 Tahun 1999, sebagai

bentuk pembaharuan atas UU No. 5 Tahun 1974 yang dievaluasi menyebabkan

adanya pengabaian aspirasi dan prakarsa dari masyarakat lokal. Akan tetapi,

otonomi daerah yang diimplementasikan dalam sistem pemerintahan di Indonesia

sekarang ini mengandung banyak unsur-unsur, di antaranya:

(1) penghormatan akan nilai-nilai demokrasi dan kemajemukan

masyarakat; (2) perhatian pada masalah desentralisasi kewenangan;

(3) perubahan dari hubungan hirarkis menjadi organisatoris; (4)

lembaga atau institusi daerah menjadi refresentatif pemerintah

pusat; (5) menerapkan prinsip good governance; dan (6)

menciptakan birokrasi yang ramping dan tetap efisien; dan tetap ada

(7) pengawasan dari pusat yang bersifat simultan dalam

pelaksanannya.72

Dengan demikian, dengan otonomi daerah, masing-masing daerah diberi

kewenangan oleh pemerintah pusat untuk menentukan kebijakan dan peraturan

daerah yang disesuaikan dengan konteks masyarakatnya yang semakin majemuk

dan plural.

Otonomi daerah sebagai bentuk pemberdayaan dapat berkembang secara

cepat di Indonesia. Karena Indonesia telah memiliki institusi dan sistem politik

71 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 201. 72 Indra J. Piliang, Dendi Rahdani, dan Agung Pribadi (tim edt.), Otonomi Daerah: Evaluasi dan

Proyeksi, hal. 9-10.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

perwakilan yang independen dan berfungsi sebagai penyalur aspirasi masyarakat,

misalnya pernan DPRD tingkat I dan II, serta perwakilan lembaga pemerintah

dalam bentuk dinas-dinas daerah. Fungsi dari keberadaan lembaga-lembaga

tersebut ialah dengan kewenangannya berperan untuk mengatur dan mengurus

perihal tata kelola dan rumah tangga daerah sesuai dengan kebutuhan, pandangan,

aspirasi, dan sikap masyarakat di daerah tersebut.73 Dengan kewenangan tersebut,

maka lembaga-lembaga pemerintah di daerah dapat menentukan: kebijakan dan

agenda yang sesuai degan kebutuhan daerah, prioritas-prioritas apa saja yang akan

didahulukan, bagaimana cara implementasinya, bagaimana cara membiayai

program dan aktivitas tersebut, dan pihak-pihak mana saja yang akan terlibat dan

terkena dampaknya dari kebijakan tersebut.74

Otonomi daerah juga untuk merangsang partisipasi masyarakat, melalui

kerjasama dengan pemerintah pusat dengan daerah. Dalam otonomi daerah, relasi

dan kerja sama tersebut menjadi penting, mengingat pemerintah daerah mengetahui

sungguh kebutuhan-kebutuhan dan prioritas masyarakat di wilayahnya yang tidak

dapat dijangkau oleh pemerintah pusat. Tujuan utama dari program otonomi daerah

ialah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi

kesenjangan sosial-ekonomi antar daerah, dan meningkatkan kualitas pelayanan

publik sehingga lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Maka

usaha pemberdayaan memerlukan kerja sama antara pemerintah pusat sebagai

73 Afan Gaffar, “Otonomi Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat” dalam Jurnal Prospektif, vol. 6,

no.2 (Yogyakarta: Pusat Pengkajian Stretegi dan Kebijakan (PPSK) Yogyakarta, 1994), hal. 76-77. 74 Afan Gaffar, “Otonomi Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat”, Jurnal Prospektif, 1994, hal.76.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

pengendali ekonomi makro dengan pemerintah daerah yang bertanggungjawab

langsung pada ekonomi mikro.

Otonomi daerah membuka peluang pada keberagaman kebijakan dan

peraturan daerah. Keberagaman kebijakan itu dimungkinkan karena adanya

perbedaan kebutuhan dan karateristik masing-masing daerah. Keberagaman

kebijakan tersebut dapat dengan mudah memicu konflik kepentingan antara

pemerintah, pelaku ekonomi dan pasar, serta masyarakat. Namun demikian,

kebijakan pemerintah memungkinkan partisipasi masyarakat dalam usaha

pemberdayaan, selain menjadi peluang bagi pemerintah daerah untuk mengelola

sumber daya alam dan manusia.

Akan tetapi di sisi lain, usaha membangun transparansi atau keterbukaan,

dialog, akses pada informasi dan kerja sama yang melibatkan pemerintah, pelaku

ekonomi, pasar dan masyarakat menjadi tidak mudah. Pemerintah mengutamakan

pembangunan masyakarat, pelaku ekonomi menuntut adanya profit, sedangkan

masyarakat membutuhkan kesejahteraan hidup. Pemerintah membutuhkan

dukungan dari pelaku ekonomi, maka pada titik inilah terjadi negoisasi antara

pemerintah sebagai pembuat kebijakan bertemu dengan tuntutan dari pelaku

ekonomi. Akibatnya, tak jarang kepentingan masyarakat terlebih masyarakat

miskin seringkali dikalahkan demi intensi pembangunan nasional atau daerah.

Konflik kepentingan antara pemerintah, pasar dan masyarakat tidak dapat

dihindari, tetapi permasalahan ini dapat diatasi melalui perubahan regulasi. Dari

pengalaman World Bank dalam usaha pendampingan dan pemberdayaan

masyarakat, konflik kepentingan tersebut dapat ditekan melalui penguatan pada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

sistem legislatif dengan memasukkan kelompok-kelompok yang mempunyai

perhatian dan memperjuangkan kepentingan masyarakat, terlebih masyarakat

miskin.75 Melalui kelompok tersebut, mereka dapat mendorong perubahan dalam

hal keanggotaan dalam lembaga legislatif, perubahan peraturan administratif, dan

regulasi-regulasi yang semakin memudahkan orang untuk mengakses sumber daya

termasuk informasi.

Selain itu, diperlukan juga kelompok atau institusi-institusi masyarakat sipil

yang melakukan penelitian khusus perihal urusan parlementer hingga persoalan

persekutuan para buruh. Kelompok ini memiliki peran penting, karena mereka

dapat memediasi sekaligus menjadi motor pengerak perubahan di ranah publik.

Nampaknya, peraturan-peraturan dan regulasi-regulasi seringkali membatasi

aktivitas mereka, akses mereka kepada kebutuhan finansial, berelasi dengan

kelompok lain, akses mereka kepada informasi, dan persoalan kebebasan.76

Idealnya perubahan pada peraturan dan regulasi-regulasi dapat memperkuat

masyarakat sipil dan menjadi lebih produktif, daripada intervensi dalam bentuk-

bentuk lainnya. Dengan demikian, penguatan pada aspek masyarakat sipil dan level

institusional sebagai usaha pemberdayaan menjadi peluang sekaligus tantangan

untuk membangun partisipasi masyarakat yang diimplementasikan dalam empat

elemen dasar pemberdayaan.

Dalam konteks politik, hal pokok yang perlu diperhatikan dalam usaha

pemberdayaan ialah kebebasan berpolitik yang dipahami sebagai bentuk

75 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 26. 76 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 26.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

pemberdayaan masyarakat madani (civil society) atau masyarakat kewargaan atau

masyarakat sipil.77 Maka ada dua unsur penting pemberdayaan dalam bidang

politik, yakni: perihal masyarakat madani (civil society) dan kebebasan berpolitik.

Masyarakat madani atau civil-society diturunkan dari kata Latin dalam tiga wakna,

yakni: civis (citizen atau warga negara), civitas (city-state, negara-kota, masyarakat,

warga atau penduduk), dan civilitas (citizenship atau kewarganegaraan). Dari akar

katanya, civil-society merujuk pada makna peradaban atau kehidupan negara dan

kewarganegaan yang relatif lebih berciri progresif. Ungkapan civil society

merupakan istilah yang sudah dipakai dalam dunia filsafat Yunani oleh Aristoteles

dalam politiké koinonia dan oleh Thomas Aquinas disebut societas civilis.78 Oleh

para pemikir abad 18, masyarakat madani atau civil society dimengerti sebagai

sebuah gerakan untuk melawan negara absolut. Dalam perkembangannya, konsep

masyarakat madani atau civil society memiliki beberapa ciri khas: (1) merupakan

kaitan non-estatis dan lahir dari prakarsa bawah, dari masyarakat dan bukan dari

pemerintah atau negara; (2) tujuannya gerakan tersebut ialah melakukan

pemberdayaan kepada masyarakat dengan penciptaan ruang gerak masyarakat yang

melibatkan seluruh unsur yang ada di dalam komunitas masyarakat tersebut; (3)

muncul dalam berbagai bentuk, misalnya gerakan sosial, emansipasi wanita,

gerakan perdamaian, gerakan ekologi, gerakan perlindungan HAM, dst.

Masyarakat madani atau civil society dimengerti sebagai

serangkaian institusi non-pemerintah yang cukup kuat untuk

mengimbangi negara, dan yang meskipun tidak menghalangi negara

77 M. Sastrapratedja, “Pembangunan Budaya Politik dan Pemberdayaan Masyarakat” dalam buku

berjudul Lima gagasan yang dapat mengubah Indonesia (Jakarta: Pusat Kajian Filsafat dan

Pancasila, 2013), hal. 248. 78 M. Sastrapratedja, “Pembangunan Budaya Politik dan Pemberdayaan Masyarakat”, 2013, hal.

248-249.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

dari pelaksanaan perannya untuk menjaga perdamaian dan menjadi

wasit di antara berbagai kepentingan, tetapi dapat mencegah negara

dari penguasaan dan penghancuran masyarakat.79

Dengan demikian, ruang gerak masyarakat madani terletak pada wilayah di mana

hak-hak individu dan kelompok itu diorganisasi dan berusaha dilindungi, melalui

tindakan partisipasi bersama seluruh masyarakat yang terlibat.

Pada level praksis, masyarakat madani selalu mensyarakatkan adanya

perangkat atau nilai yang mendasari dan mengarahkan gerakan masyakarat

tersebut. Salah satunya ialah nilai kebebasan. Dalam konteks kebebasan berpolitik

praksis nilai kebebasan diwujudkan dengan kebebasan mendapat informasi,

kebebasan pers, kebebasan menyampaikan aspirasi atau berbicara dan mengkritisi

persoalan termasuk melakukan debat publik, kebebasan berasosiasi dan berserikat,

serta kesetaraan hak untuk mendapatkan keadilan.80 Untuk itu diperlukan tiga

strategi untuk mewujudkan kebebasan berpolitik, yakni: (1) melakukan proyek

percontohan (pilot project) sebagai sarana untuk menguji dampak dari perubahan

kebijakan, peraturan, dan regulasi; (2) meningkatkan transparansi kebijakan publik

dengan membuka akses pada informasi-informasi yang dibutuhkan masyarakat,

dan menerapkan mekanisme akuntabilitas untuk semua pihak yang terlibat,

misalnya Bank melakukan kontrol dan inovasi terhadap proyek yang didanai; (3)

memberi ruang gerak dan kebebasan yang lebih luas melakukan aktivitas-aktivitas

79 M. Sastrapratedja, “Pembangunan Budaya Politik dan Pemberdayaan Masyarakat”, 2013, hal.

248-249. 80 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 26.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

ekonomi yang dilakukan oleh produsen, penjual, dan pembeli, sehingga peran

kebijakan pemerintah sebagai penjamin dan pelindung dari aktivitas tersebut.81

2.4 LANDASAN FILOSOFIS PEMBERDAYAAN DALAM TEORI

CAPABILITIES APPROACHES DARI MARTHA CRAVEN

NUSSBAUM

Upaya-upaya pemberdayaan masyarakat banyak berasal dari gerakan akar

rumput atau bottom-up sebagai reaksi untuk menanggapi permasalahan-

permasalahan sosial. Dalam tulisan ini, penulis menggunakan konsep

pemberdayaan yang ditawarkan oleh Martha Craven Nussbaum. Nussbaum dengan

istilah capabitilies approarch. Nussbaum mengembangkan metode capabilities

approaches yang didasarkan pada penelitiannya pada perjuangan kaum perempuan

kelas menengah ke bawah untuk bertahan hidup dan mengembangkan kemampuan

dirinya dalam konteks masyarakat India.82 Metode tersebut bertujuan untuk

81 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 26-27. 82 Dua studi kasus yang dipakai dalam penelitian Nussbaum ialah pengalaman Vasanti dan

Jayamma. Pertama, pengalaman seorang janda tanpa anak bernama Vasanti (30 tahun) dari kelas

menengah yang bercerai dengan suaminya di kota Ahmadabad, di wilayah Kota Gujarat, India.

Setelah bercerai dengan suaminya dan operasi vasektomi, Vasanti mengembangkan usahanya

sebagai penjahit pakaian dengan suntikan dana dari NGo bernama The Self-Employed Women’s

Association (SEWA). Usaha yang dirintisnya cukup berhasil dan terus dikembangkan dengan

bantuan pinjaman dari bank. Kini, Vasanti tidak hanya berhasil bertahan dan mencapai hidup yang

sejahtera, tetapi ia juga membangun program pendampingan kepada para perempuan di India

bersama Kokila, agar para perempuan yang mengalami permasalahan perihal kesejahteraan juga

bisa keluar dari permasalahannya.

Sosok kedua ialah pengalaman Jayamma, seorang janda miskin dari kelas bawah di daerah

Trivandrum, Kerala, di wilayah selatan India. Jayamma bersama anaknya berprofesi sebagai kuli

angkut 500 s.d 700 batu bata perhari dengan upah 5 rupe sehari. Kontras dengan pengalaman yang

dialami Vasanti, Jayamma tidak dapat memperbaiki perekonomian keluarga dan hanya mampu

berjuang untuk bertahan hidup. Berdasarkan kedua pengalaman tersebut, Nussbaum kemudian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

mengetahui sejauh mana manusia dapat mengalami hidup yang berkualitas.

Kualitas itu diukur dari bagaimana ia mampu mengembangkan kemampuan-

kemampuan pribadinya di dalam struktur sosial masyarakat, sehingga dapat

meningkatkan martabat dan kebebasannya sebagai manusia serta mengusakan

kesejahteraan ekonomi (welfare economic). Dalam konteks ini, Nussbaum

bukanlah satu-satunya tokoh yang memberi perhatian pada permasalahan sosial. Di

India sendiri sudah ada tokoh bernama Amartya Kumar Sen yang juga

mengembangkan pendekatan yang kurang lebih sama. Titik tolak kedua tokoh

tersebut, itu terletak pada keprihatinan atas persoalan kemiskinan dan kekerasan

yang mewarnai hidup masyarakat miskin dalam usaha mengusakan kesejahteraan

ekonomi (welfare economic) di konteks Asia Selatan.

2.4.1 Pengaruh dari Aristoteles

Model Capabilities Approaches dikembangkan dari pemikiran Aristoteles

tentang pentingnya perencanaan politik (the political planners) untuk memahami

hal apa yang dibutuhkan manusia guna pengembangan hidupnya.83 Pendekatan dari

Aristoteles ditempatkan dalam konteks perencanaan sebuah polis dan relasi antar

manusia di dalam sebuah polis, yakni: perkembangan hidup manusia menjadi

memberi perhatian bagaimana cara untuk mengatasi permasalahan tersebut tidak hanya pada level

pengalaman konkret, tetapi juga terkait dengan struktur masyarakat yang mempengaruhinya situasi

tersebut, termasuk juga peran atau fungsi Negara. Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal.

2-19. 83 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 125.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

panduan bagi negara di masa depan untuk melihat apa yang sungguh dibutuhkan

dan hendak dicapai.84 Untuk itu, Aristoteles menekankan aspek memilih pilihan

(choices) untuk mencapai kepuasan (satisfation achieved). Nussbaum mencatat

bahwa bagi Aristoteles, pencapaian kepuasan tanpa melalui pilihan-pilihan itu tidak

layak (unworthy) untuk martabat manusia.85

Menurut penafsiran Nussbaum atas Aritoteles, manusia dipahami sebagai

political animal, artinya manusia perlu menghargai tidak hanya perihal martabat

manusia (human dignity), tetapi juga martabat ciptaan (creature dignity) yang lebih

luas.86 Manusia memang ditandai oleh rationalitas yang membedakan dengan

makhluk lain, namun itu tidak menjadi satu-satunya penanda utama. Perkembangan

manusia dari bayi hingga usia dewasa menunjukkan bahwa kemampuan rasionalitas

berkembang seturut dengan perkembangan manusia dalam bersosialisasi

(sociability) dalam kehidupan bermasyarakat.87 Ada masa di mana manusia hidup

hanya menjalankan fungsinya semata (temporal animal beings), tanpa usaha untuk

mengembangkan rasionalitasnya, misalnya pengalaman seorang bayi.

Bersumber dari pemikiran Aristoteles tersebut, Nussbaum menitik beratkan

pada kemampuan manusia untuk membuat pilihan-pilihan. Pengalaman yang

dialami oleh Jayamma88 menunjukkan bahwa pendidikan yang rendah dan kondisi

pekerjaan mengakibatkan ia tidak dapat membuat pilihan-pilihan untuk

84 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, 2011, hal. 125. 85 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, 2011, hal. 125. 86 Martha C. Nussbaum, Fronties of Justice: Disability, Nationality, Spicies Membership

(Cambridge: The Belknap Press of Harvard University Press, 2006), hal. 159. 87 Martha C. Nussbaum, Fronties of Justice, 160. 88 Salah satu subyek penelitian Martha Craven Nussbaum dalam mengembangkan teori Capabilities

Capabilities Approaches.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

peningkatan kesejahteraan hidupnya, sekalipun ia memiliki kemampuan

rationalitas yang sama dengan manusia pada umumnya. Nussbaum menyebut

permasalahan ini sebagai hal yang menghambat dalam membuat pilihan yang

bermakna bagi hidupnya (meaningful choice) di tengah ketidakberdayaan (human

vulnerability) situasi sosial-ekonomi keluarga dan masyarakatnya.89 Oleh karena

itu nampak bahwa persoalan kerentanan tidak dapat dihilangkan dari kehidupan

bermasyarakat dalam suatu negara. Akan tetapi, dalam konteks etika Aristoteles,

negara dalam arti pemerintah dapat menjamin pihak yang lemah dan melalui

kebijakannya dapat memastikan masyarakat mengalami perkembangan hidup yang

sesuai dengan pilihan hidupnya. Misalnya, pemerintah memperhatikan perihal

ketersediaan air bersih, kualitas pendidikan, pemberian nutrisi, dst.

Menurut Nussbaum, konsep yang dikembangkan Aristoteles memiliki

keterbatasan. Keterbatasannya terletak pada aspek partisipasi masyakat dalam polis

dikuasai oleh kelompok tertentu khususnya kaum laki-laki dengan label non-

imigran, buruh, para petani, pelaut, dan para budak yang terlatih.90 Maka

keterlibatan tersebut tetap mengandaikan adanya syarat khusus, tidak lepas dari

diskrimiasi golongan, dan tidak terbuka untuk semua warga polis. Sekalipun

kondisi ideal yang dimaksud ialah warga polis (citizen) yang memiliki kesempatan

untuk berkuasa dan diperintah, namun masih terbatas hanya untuk kaum laki-laki

dan tidak untuk semua masyarakat.

89 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, 2011, hal. 126-127. 90 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 128.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

2.4.2 Pengaruh dari Adam Smith

Manusia memiliki sisi kerentangan. Artinya sekalipun manusia memiliki

kemampuan fisik, mental, dan rasionalitas yang sama, akan tetapi tetap ada pribadi-

pribadi tertentu yang tidak berdaya untuk membuat pilihan-pilihan pada situasi

tertentu, misalnya kasus yang dialami oleh Vasanti dan Jayamma dalam penelitian

Nussbaum. Untuk menguatkan pendapatnya, Nussbaum mengambil pendapat dari

Adam Smith, yang memberi ruang pada nilai (peran) keluarga, masyarakat sekitar,

dan bentuk-bentuk lainnya yang menunjang perkembangan manusia menjadi fully

human. Mengutip penafsiran Nussbaum atas Adam Smith dalam The Wealth of

Nation, Smith menyatakan bahwa pemerintah berkewajiban untuk menyediakan

pendidikan bebas biaya bagi publik.91 Karena kebiasaan masyarakat dan pendidikan

memainkan peran penting dalam proses memaksimalkan kemampuan sebagai

manusia dan proses tersebut tidak terjadi secara alamiah, misalnya perihal

perkembangan kesehatan fisik dan metal. Tanpa pendidikan, seseorang itu layaknya

orang yang dimutilasi dan diformat pemikirannya, sehingga ia seperti orang asing

di dalam tubuhnya sendiri, kehilangan hal-hal esensial dan tidak dapat

menggunakannya secara maksimal.92 Maka pendidikan bagi rakyat jelata tidak

diarahkan pada usaha pengayaan berbagai gagasan dari perbagai sudut pandang,

91 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 134. 92 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 137.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48

tetapi peran pendidikan yang layak membuat mereka tidak kehilangan kesempatan

untuk berkembang di masyarakat.

Persoalan kemiskinan di beberapa negara memaksa orang miskin untuk

melakukan aborsi, meninggalkan orang tua yang sudah lanjut usia yang sakit untuk

kemudian menjadi santapan binatang buas. Bagi Smith dalam penafsiran

Nussbaum, kemiskinan itu tidak menguntungkan dan tidak dapat dicegah, misalnya

berhadapan dengan permasalahan pemeliharaan anak-anak dalam keluarga.93

Mengambil contoh tanaman yang ditanam di tanah tidak dapat bertumbuh secara

alami dan maksimal, karena kondisi tanah yang begitu dingin, iklim yang tidak

menentu dan pada akhirnya ia akan layu dan mati.94 Maka berhadapan dengan

kemiskinan, proses distibusi barang-barang kebutuhan hidup itu tetap relevan untuk

meningkatkan martabat manusia, karena kelangsungan kehidupan mereka termasuk

anak-anak paling tidak ditentukan oleh ketersediaan barang-barang tersebut. Pokok

penting yang ingin disasar Smith menurut Nussbaum ialah ketersediaan barang,

proses distribusi itu berkaitan dengan kelangsungan kehidupan dan kelayakan untuk

martabat manusia.

Salah satu kritik Smith yang dipakai Nussbaum ialah Smith mendukung

adanya penghapusan masa tranning dan pentingnya introduksi peraturan-peraturan

(hukum-hukum) sebagai usaha melindungi kerentanan manusia. Tujuannya ialah

melawan usaha monopoli dan negosiasi pihak pemilik modal atau mereka yang

berkepentingan di dalamnya berhadapan dengan warga negara yang tidak memiliki

93 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 135. 94 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 135.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

kapital setara. Karena pemerintah dikawatirkan akan disandera oleh “pasukan elit”

yang berasal dari kaum aristokrat untuk kepentingan tertentu, sehingga memperluas

jurang ketimpangan atau ketidaksetaraan di antara warga negara.95 Jika yang terjadi

adalah demikian, maka hal tersebut bertentangan dengan hukum kodrat (natural

law) yang melekat pada diri seseorang dan sifatnya universal, misalnya aspek

rasionalitas dan kebebasan sebagai manusia yang bermartabat.

2.4.3 Pengaruh dari Amartya Sen

Tokoh lain yang mempengaruhi pengembangan capabilities approaches

ialah Amartya Sen. Pertama, pandangan Sen tentang pemberdayaan dipengaruhi

oleh Aristoteles yang memahami pemberdayaan dari sisi akses pada kebebasan

instrumental, yaitu: masyarakat dapat dikatakan sejahtera ketika mereka mampu

mengakses fasilitas ekonomi (sumber-sumber ekonomi yang digunakan dalam

kegiatan produksi, distribusi, dan konsumi), peluang sosial (pendidikan dan

kesehatan), jaminan transparansi dan jaminan perlindungan. Maka melalui

kebebasan instrumental, manusia mampu mencapai kualitas hidup.96

Kedua, dalam konteks pemberdayaan, Sen menggunakan kata

“functionings” untuk menunjukkan kualitas hidup seseorang. Functionings

dipahami sebagai suatu kondisi ketika seseorang mampu memaksimalkan seluruh

95 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 133-134. 96 Amartya Sen, “Capability and Well Being” dalam Marta Nussbaum dan Amartya Sen (edt.), The

Quality of Life, 1993, hal. 30.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50

kemampuan yang dimilikinya, sehingga dapat melakukan sesuatu, mencapai hal

yang berharga dan bernilai dalam hidupnya.97 Kualitas hidup itu ditentukan dari

kombinasi berbagai functionings yang dapat dicapai seseorang dalam konteks

tertentu. Kombinasi-kombinasi yang beragam tersebut membuat kebernilaiannya

menjadi sangat relatif dan dipengaruhi oleh bagaimana minat dan perhatian pribadi

tersebut.

Ketiga, Sen mendasarkan kualitas hidup pada konteks keadilan ekonomi di

masyarakat sebagai usaha manusia untuk mencapai makna kebebasan (freedom),

melalui kesejahteraan hidup (well-being) dan pencapaian manusia (achievement)

yang didasarkan pada nilai yang diarah (value-purposes).98 Dalam hal ini, Sen tidak

menyebut secara spesifik perihal unsur-unsur yang dapat untuk mengukur kualitas

hidup seperti yang dilakukan oleh Nussbaum dengan pengembangan sepuluh

kapabilitas manusia.

2.4.4 Kritik Capabilities Approaches terhadap Pendekatan Utilitarian

Capabilities Approaches yang digagas Nussbaum didasarkan pada kritik

terhadap pendekatan utilitarian yang sangat menekankan aspek satisfaction.99

Artinya bahwa pendekatan utilitarian mengukur kualitas hidup sesuai dengan rasa

97 Amartya Sen, “Capability and Well Being” dalam Marta Nussbaum dan Amartya Sen (edt.), The

Quality of Life, 1993, hal. 31. 98 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities: The Human Development Approach (Cambridge,

Massachusetts: The Belknap Press of Harvard University Press, 2011), hal. 48. 99 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 51.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51

perasaan dan kepuasaan mereka terhadap hidup. Sesuatu dapat bermakna sejauh itu

berguna untuk hidup manusia, misalnya: pendekatan utilitarian dari Jeremy

Bentham yang memberi perhatian pada usaha memaksimalkan kepuasan dan

meminimalisir realitas penderitaan.

Nussbaum menemukan ada empat permasalahan dalam pendekatan

utilitarian, yaitu:100 pertama, pendekatan utilitarian terlalu luas melihat keseluruhan

hidup manusia di dalam masyarakat, dan tidak memberi ruang pada partikularitas

dalam kehidupan bersama.101 Contoh yang refresentatif ialah Gross Domestic

Product (GDP) sebuah negara dapat mencapai nilai rata-rata cukup tinggi dan

menunjukkan tingkat kesejahteraan masyarakat, namun di negara tersebut masih

ada kelompok miskin yang tidak terjangkau. Negara China memiliki nilai GDP

tinggi, tetapi tidak menjamin masyarakatnya sejahtera. Implikasinya ialah

pendekatan ini seolah-olah membenarkan keberadaan orang miskin dan

mengesampingkan terjadinya perbudakan atau penyiksaan terhadap mereka,

dengan tetap mengacu pada tingkat kepuasan rata-rata masyarakat terhadap kualitas

hidupnya.

Kedua, pendekatan utilitarian menggabungkan seluruh aspek kehidupan

manusia untuk mencapai tingkat kepuasan sebagai tolak ukur.102 Nussbaum

mengkritik pendekatan utilitarian karena tolak ukurnya yang tidak universal dan

sifatnya yang terbatas. Nussbaum menggunakan dua contoh: (a) apakah kepuasan

yang diperoleh ketika kita makan (pengalaman indera) dapat disejajarkan dengan

100 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 51-56. 101 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 51. 102 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 51-52.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52

kepuasan melalui tindakan karitatif, misalnya ketika kita membantu seseorang yang

membutuhkan; (b) dapatkah kita mengukur tingkat kepuasan mendengarkan musik

karya Mahler Roth Simphoni yang dapat disejajarkan dengan kepuasaan kita saat

makan ice cream? Keterbatasan tersebut menyulitkan kita ketika harus mengukur

kualias hidup dan tingkat kepuasan kita di dalam kompleksitas hidup manusia?

Dengan demikian, bagi Nussbaum nampak jelas bahwa pendekatan utilitarian

sudah memberi perhatian pada universalitas, namun belum membawa pembebasan

pada hidup manusia.

Ketiga, pendekatan utilitarian menurut Nussbaum mengubah pemaknaan

dari keinginan menjadi kebutuhan. Namun, tak jarang apa yang hendak dicapai itu

berada di luar jangkauan mereka. Akibatnya mereka belajar bukan untuk

menginginkan atau mendapatkan sesuatu, tetapi justru faktor eksternal membuat

mereka tidak dapat mencapainya, misalnya faktor gender, ras, atau strata sosial di

masyarakat.103 Amartya Sen menyebut kondisi tersebut sebagai adaptive

preferences.104 Kasus pada Jamma menunjukkan bahwa ia mendambakan dapat

bekerja layak sebagai seorang perawat di rumah sakit melanjutkan pekerjaan orang

tuanya, sehingga ia dapat meningkatkan perekonomian keluarga. Namun regulasi

dan situasi keluarga membuatnya hanya puas dengan keadaannya sekarang sebagai

kuli angkut batu bata, meskipun peluang baginya masih ada namun tidak dapat

diakses. Kondisi inilah yang menyuburkan adanya marginalisasi dalam kehidupan

sosial bermasyarakat. Bagi Nussbaum, pendekatan utilitarian justru memperkuat

103 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 54. 104 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 54,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53

status quo yang cenderung tidak adil, di mana dasar kepuasan aktual menjadi tujuan

untuk mengukur kualitas hidup manusia.105

Keempat, pendekatan utilitarian menjadikan nilai kepuasan sebagai standar

atau tujuan utama yang hendak dicapai. Kepuasan (satisfaction) seringkali

dipahami sebagai suatu keadaan atau kondisi seseorang yang mendasarkan pada

aktivitasnya. Yang mana pada dirinya sendiri, hal tersebut bukanlah suatu bentuk

aktivitas yang diinginkan. Umumnya ialah seseorang dapat merasa terpuaskan

karena memiliki pekerjaan atau jabatan yang memiliki pengaruh besar. Sekalipun

ia tidak melakukan hal apapun, tetapi kondisi memperdaya dirinya sehingga ia

percaya akan hal tersebut. Idealnya ialah kebebasan manusia membuat orang

mampu memilih pilihan yang membawa pada perkembangan hidup dan bukan

cenderung pasif. Kisah Vasanti menunjukkan bagaimana ia mampu mengubah

hidupnya, dari situasi tergantung pada bantuan pihak lain menjadi sosok

independen. Situasi tersebut ternyata menginspirasi banyak perempuan lainnya

yang mengalami hal serupa. Hal tersebut tidak terjadi pada Jamma, ia cenderung

memilih pasif dan tidak mampu keluar dari permasalahan yang dihadapinya.

2.4.5 Pendekatan Capabilities Approaches sebagai bentuk Pemberdayaan

Uraian di atas menunjukkan adanya kesulitan untuk mengukut bagaimana

kualitas hidup manusia yang kompleks. Pertama, menurut Nussbaum, capabilities

105 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 54.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54

approach itu terdiri dari tiga pokok, yakni: (1) basic capabilities, (2) internal

capabilities, dan (3) combine capabilities. Basic capabilities adalah kemampuan

dasar yang dimiliki setiap orang sejak lahir ke dunia dalam bentuk kebebasan

substansial untuk dapat memilih dan bertindak. Internal capabilities ialah

kemampuan-kemampuan internal manusia yang berkembang seturut

perkembangan dan proses belajar manusia, misalnya kemampuan intelektualtias

dan emosi manusia. Combine capabilities merupakan hal yang menentukan

bagaimana seorang pribadi itu tidak dapat berkembang tanpa adanya dukungan dari

struktur sosial, misalnya pengaturan sosial (social arrangement).

Kedua, Nussbaum memberi fokus pada: bagaimana manusia mampu

mencapai kualitas hidup dan dengan demikian semakin menghayati sungguh-

sungguh martabatnya sebagai manusia (fully human way).106 Nussbaum

menggunakan istilah fuctioning yang merujuk pada apa yang dapat seseorang

lakukan dan dengannya dapat menjadi apa (he or she is to do and to be). Maka,

Nusbaaum membuat sepuluh hal sebagai indikator bagaimana mengukur kualitas

hidup manusia, yang disebutnya sebagai “central capabilities.”107 Kesepuluh

kemampuan manusia ini tidak hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri, tetapi juga

dihubungkan dalam kehidupan bersama di masyarakat. Kesepuluh kemampuan

manusia tersebut ditempatkan dalam konteks ketiga pokok dari capabilities

approaches, adalah sebagai berikut:108

106 Martha C. Nussbaum, Women and Human Development, hal. 71, 72, 107 Martha C. Nussbaum, Women and Human Development, hal. 75. 108 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 13-15, Martha C. Nussbaum, Women and

Human Development, hal. 78-80, dan Martha C. Nussbaum, Fronties of Justice, hal. 76-78.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55

a. Life, menurut Nussbaum adalah kemampuan manusia untuk hidup normal

hingga akhir, tidak mengalami kematian prematur, atau sebelum hidup

seseorang itu direduksi sehingga hidupnya menjadi tidak berharga lagi.109

b. Bodily Health dipahami sebagai kemampuan untuk memiliki kesehatan,

termasuk kesehatan reproduksi, dan dikembangkan secara tepat dan

mendapatkan perlindungan yang memadai.

c. Bodily Integrity adalah kemampuan dapat bergerak bebas dari satu tempat

ke tempat lain, terlindung serangan dan tindakan kekerasan, temasuk

kekerasan seksual dalam rumah tangga, memiliki kesempatan untuk

pemuasan seksual dan kebebasan memilih dalam hal reproduksi.

d. Senses, Imagination, and Thought, dipahami sebagai kemampuan manusia

melalui indera untuk berimajinasi, berpikir, dan bernalar, dengan cara

manusiawi, berpendidikan, termasuk kemampuan literasi, santifik dan

kemampuan matematika dasar. Kemampuan berimajinasi dan pemikiran

yang menghubungkan antara pengalaman dan pekerjaan, bahkan dalam

memilih pilihan, agama, musik, dst. Selain itu, mampu menggunakan

rasionalitas yang dijamin oleh kebebasan berekpresi secara bijak dalam

bilang politik dan artistik, kebebasan mempraktikkan ritual religius. Dengan

demikian ia semakin mampu memiliki pengalaman yang menyenangkan

dan dapat menghindar dari hal yang menyakitkan.

e. Emotions, dipahami sebagai ketertarikan atau kelekatan pada barang atau

orang tertentu di luar kita; juga berarti kemampuan untuk mencintai orang

109 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 33.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56

yang dicintai dan perduli kepada kita, juga berhadapan dengan pengalaman

duka atau ketidakhadiran mereka. Umumnya kemampuan emosi

memungkinkan kita untuk mencintai, bersedih, mengalami kerinduan,

bersyukur, dan marah. Untk itu diperlukan bentuk-bentuk relasi yang

membantu orang dalam mengembangkan dirinya (aspek sosial).

f. Practical Reason, adalah kemampuan untuk memiliki konsep tentang

kebaikan dan terlibat dalam refleksi kritis mengenai rencana hidupnya,

termasuk di dalamnya penghayatan kebebasan dalam suara hati dan praktik

ketaatan religius.

g. Affiliation, (a) sebagai kemampuan yang memungkinkan orang untuk hidup

bersama dan dengan orang lain, mengakui dan menunjukkan minat pada

manusia, terlibat dalam berbagai macam interaksi sosial di masyakat,

kemampuan untuk membangun imajinasi atau kepedulian terhadap keadaan

orang lain. (b) Affiliation juga berarti memiliki kemampuan dasar yang

berciri sosial, misalnya: self-respect kepada manusia dan situasi

ketidakadilan atau di luar situasi damai (nonhumiliation); dapat

memperlakukan yang lain sebagai mahkluk bermartabat, dan mencakup

larangan diskriminasi berbasis ras, gender, orientasi seksual, etnis, kasta,

agama, kebangsaan.

h. Other Species, kemampuan untuk dapat hidup bersama dan berelasi dengan

binatang, tumbuhan, dan dunia alam.

i. Play, kemampuan untuk dapat tertawa, bermain, dan menikmati kegiatan

rekreasional.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57

j. Control Over One’s Environment, dari sisi politik: dapat berpartisipasi

secara efektif dalam kegiatan politik yang mengatur hidupnya, memiliki hak

atas partisipasi politik, perlindungan atas kebebasan berpendapat dan

berasosiasi. Lalu dari sisi kehidupan kongkret: memiliki properti (tanah dan

harta bergerak), memiliki hak atas properti yang sama dengan masyarakat

lainnya; mempunyai hak yang sama (akses) untuk mencari pekerjaan; bebas

dari tindak perampasan dan penggeledahan yang tak beralasan; dapat

bekerja sebagai manusia (bukan sebagai robot dalam sistem struktur sosial),

dan masuk dalam relasi dengan sesama pekerja yang saling meneguhkan.

Dalam kehidupan bermasyarakat, hubungan antara pengembangan sepuluh

kapabilitas dengan usaha pemberdayaan ditempatkan dalam dua sudut pandang,

yaitu: Pertama, pemberdayaan itu bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan, yang

diperjuangkan dan diusahakan baik secara pribadi maupun kolektif. Kedua,

pemberdayaan selalu bersifat komunal dan membawa perubahan sosial di

masyarakat. Untuk itu dalam pemberdayaan diperlukan dua kemampuan yang

menjadi dasar, yakni: practical reason dan affiliation. Practical reason

menentukan seseorang dapat membangun konsep tentang kebaikan, kepedulian,

kesejahteraan, dan refleksi kritis atas hidupnya di dalam hubungan relasi sosialnya

di masyarakat. Affiliation dipahami sebagai kemampuan yang berciri sosial dan

memungkinkan seseorang untuk terlibat dalam berbagai interaksi sosial, bahkan

hidup bersama dengan orang lain. Tanpa kedua kemampuan tersebut, seseorang

akan sulit untuk mewujudkan kesejahteraan baik secara pribadi maupun kolektif,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58

dan membawa pada perubahan sosial di dalam hidup bermasyarakat. Maka kedua

kemampuan tersebut menjadi penghubung untuk usaha pemberdayaan sekaligus

pengembangan kemampuan manusia. Jika kemampuan manusiawi tersebut tidak

berkembang, dapat dipastikan kualitas hidup manusia dan pemberdayaan manusia

juga akan terhambat.

2.5 EMPAT ELEMEN DASAR DALAM PEMBERDAYAAN

Pemberdayaan sebagai sebuah usaha memiliki relasi yang kuat antara

pengembangan kapabilitas manusia yang disebutkan oleh Nussbaum

bersinggungan dengan persoalan multidimensional dari kemiskinan. Persoalan

kemiskinan itu dipengaruhi oleh ketidakmampuan dan kapabilitas mereka dalam

hal tata kelola. Selain itu, kemiskinan juga bersinggungan dengan aspek sosial,

kultural, politik, dan ekonomi, serta ditentukan dalam relasi segitiga antara

masyarakat, pasar, dan negara. Kompleksitas permasalahan kemiskinan menuntut

pemberdayaan tidak hanya mencakup aspek pengembangan individu di dalam

ruang privat, melainkan juga di ruang publik dalam sosial masyarakat, misalnya

terkait dengan institusi, hukum, pasar, dst.

Pada ranah formal institusional, pemberdayaan berkaitan dengan hukum,

perundang-undangan, kebijakan, dan regulasi yang mengatur bagaimana dan apa

saja yang harus dilakukan baik oleh negara, pasar, masyarakat, dan dunia

international agar memiliki keberpihakan pada kesejahteraan bersama dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

59

masyarakat miskin. Selain itu, pemberdayaan juga membutuhkan usaha-usaha non-

institusional yang secara langsung bersentuhan dengan persoalan masyarakat,

misalnya: pengembangan norma sosial dalam hal kemampuan solidaritas dan

berbagi di antara mereka. Usaha-usaha dari kedua level bertujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat miskin, baik

melalui gerakan individual (perseorangan) dan kolektif (institusi-institusi) yang ada

di masyarakat. Untuk itulah, maka pemberdayaan memiliki empat elemen penting,

yakni: (1) kesempatan untuk mengakses informasi; (2) bercorak inklusif dan

menekankan partisipasi aktif; (3) memiliki akuntabilitas; dan (4) memiliki kapasitas

organisasional yang bersifat lokal.

2.5.1 Akses Kepada Informasi

Elemen pertama dari pemberdayaan ialah adanya akses kepada sumber

informasi (access to information) atau pengetahuan sebagai sarana komunikasi.

Dari perspektif Nussbaum, akses pada informasi ini mengandaikan adanya dua

kemampuan, yakni: Pertama, kemampuan senses, imagination, thought untuk

mampu berimajinasi, berpikir, dan bernalar. Tanpa kemampuan ini, akses pada

informasi, bagaimana menafsirkan, dan usaha mengembangkan informasi yang

diperoleh akan terhambat. Kedua, kemampuan practical reason menjadi dasar

kemampuan yang diperlukan dalam proses analisa persoalan dan proses

merefleksikan secara kritis atas persoalan yang dihadapi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60

Dalam konteks suatu negara, ada dua model komunikasi yang umum

dilakukan, yaitu: model top-down (dari pemerintah kepada rakyat) dan model

bottom-up (dari rakyat kepada pemerintah).110 Bagi rakyat, komunikasi ini sebagai

bentuk tanggungjawab dan partisipasi aktif masyarakat, sedangkan bagi

pemerintah, komunikasi ini dimaknai sebagai bentuk kepedulian, tanggungjawab,

dan akuntabilitas program dan kinerja pemerintah. Melalui kemajuan teknologi

informasi dewasa ini, sarana komunikasi menjadi sangat penting karena

menghubungkan masyarakat terlebih kaum miskin dengan berbagai macam

informasi atau pengetahuan terkait dengan peraturan-peraturan pemerintah, hak-

hak sipil dan pribadi, pelayanan sipil, dll.111 Peran informasi bagi pemerintah

digunakan untuk membuat pertimbangan atas kebijakan yang diperoleh dari

jaringan informasi kolektif.

Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini menjadikan informasi dan

teknologi komunikasi atau Information and Communications Technologies (ICT)

sebagai sarana yang efektif bagi kaum miskin untuk mengakses informasti seputar

kebutuhan akan infrastruktur, menyampaikan suara dan aspirasi mereka kepada

institusi yang berwenang, dan sarana edukasi yang dapat diakses untuk semua.112

Berdasarkan penelitian dari World Bank, peran ICT bagi pertumbuhan ekonomi

dan proses empowering masyarakat ialah: (a) meningkatkan ketersediaan

pelayanan-pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan ; (b) memperbaiki dan

110 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 18. 111 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 19. 112 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 99.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

61

meningkatkan kinerja pemerintah lokal dan nasional melalui fasilitas e-

government.

Salah satu buktinya ialah kasus perusahaan Nike yang membuka perusahan

subkontraktor di negara Vietnam. Dari sisi legal, Nike dalam arti tertentu memiliki

kekebalan hukum bahkan tekanan dari pemerintah Vietnam. Akan tetapi informasi-

informasi yang berkembang di dunia internasional dalam bentuk kampanye-

kampanye kemanusiaan dapat menjadi instrumen, untuk meningkatkan kualitas

hidup dan kesejahteraan para pekerja, serta usaha tersebut dapat menekan dampak

kerusakan lingkungan dari aktivitas produksi tersebut. Oleh karena itu, akses pada

informasi dan publikasi yang dikelola oleh Negara maupun pihak swasta menjadi

langkah awal dan dapat mendorong terjadinya transformasi sosial di masyarakat.

Karena informasi dapat mempengaruhi opini publik yang dapat menggiring

perilaku manusia dan berdampak pada pasar baik di lingkup negara maupun dunia

international.,

Dalam level nasional, ICT membantu hubungan antara pemerintah, agensi-

agensi, pebisnis atau pengusaha, dan masyarakat dalam hal transparansi-

akuntabilitas kebijakan dan kegiatan publik.113 Sedangkan pada level lokal, ICT

berperan dalam hal menghubungkan masyarakat miskin dengan pemimpin-

pemimpin lokal, mengurangi pengeluaran biaya untuk transaksi dengan

akuntabilitas, dan memberikan pelayanan-pelayanan kepada masyarakat miskin114;

ITC juga mendukung terbentuknya entrepreneurship, karena ia menghubungkan

113 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 105-106 dan 108-109. 114 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 106-107

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

62

masyarakat dengan pasar-pasar yang potensial dan informasi-informasi seputar

kegiatan ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan115, misalnya dengan

penggunaan sistem e-commerce116. Selain itu, melalui ITC, masyarakat dapat

mengakses data korporasi yang terlibat, informasi seputar harga, perkiraan iklim

dan cuaca, dan layanan kredit atau keuangan lainnya yang berguna sebagai sarana

inovasi dan pengembangan usaha baik level mikro maupun level makro, serta

membantu akses kepada pelayanan finansial dan keuangan bagi masyarakat miskin

dan kaum sub-urban.

Salah satu bentuk implementasi unsur pertama pemberdayaan yang

dilakukan oleh World Bank adalah metode The Public Expenditure Tracking

Survey (PETS) pada level mikro dan model Quantitative Service Delivery Survey

(QSDS) pada level makro yang dipraktikkan di negara Uganda, Tanzania, Ghana

dan Honduras.117 Keduanya merupakan dua instrumen baru yang berusaha mencari

data-data seputar kegiatan pengeluaran dan informasi, yang diperoleh dari hasil

surve layanan unit usaha dan penyedia layanan sebagai fokus utama dalam proses

analisis. Untuk itulah analisis model PETS dan QSDS memberi perhatian pada

persoalan, seperti: fenomena atas perubahan perilaku masyarakat; isu-isu yang

mendorong dan menghambat peningkatan kualitas layanan seperti permasalahan

insentif; bentuk-bentuk penyimpangan yang terjadi seputar transparansi keuangan

dan pelaporannya; dan persoalan implementasi akuntabilitas yang lebih efektif

pada level pemerintah, penyedia layanan dan agensi.118 Informasi dan data tersebut

115 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 109. 116 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 111-112. 117 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 340-343. 118 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 338.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

63

tersebut dipakai sebagai bahan analisis untuk menentukan atau merubah kebijakan

dan strategi, sehingga dapat menemukan solusi atas persoalan yang dihadapi

PETS diperuntukkan untuk mencari data dan informasi pada level mikro,

dan didesain untuk menemukan missing information119 dari data yang diperoleh

pemerintah dengan data real yang ditemukan di lapangan. Misalnya, karateristik

jenis pelayanan yang dibutuhkan, rekam jejak finansial dari suatu lembaga atau

program tertentu, menilai kualitas output yang dihasilkan, mengkaji pengelolaan

akuntabilitas layanan kepada publik, dan juga menemukan celah atau peluang yang

dapat merugikan masyarakat seperti tindakan korupsi dan penyalahgunaan layanan.

Sedangkan model QSDS ditujukan untuk mengumpulkan data-data kuantitatif pada

level makro, melalui proses wawancara secara langsung dan pencatatan yang ada

pada penyedia layanan. Selain itu dalam QSDS, data dan informasi juga diperoleh

dari kompilasi “trianggulasi” antara pemerintah, NGOs yang menaungi unit usaha,

dan asosiasi penyedia layanan, sehingga proses pengumpulan datanya memakan

waktu cukup lama dan mahal dari segi pembiayaan.

2.5.2 Berciri Inklusif Dan Partisipasif

Elemen kedua pemberdayaan adalah berciri inklusif (inclusion) dan

menekankan partisipasi (participation) masyarakat. Partisipasi masyarakat yang

dimaksud ialah keterlibatan masyarakat sebagai warga negara dalam proses-proses

119 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 338.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64

politik, ekonomi, dan pengembangan sosial budaya, secara khusus dalam proses

pengambikan keputusan atau kebijakan. Menurut Myron Weiner seperti yang

dikutip oleh M. Sastrapratedja, diungkapkan ada tiga pokok yang harus ada agar

tindakan tersebut dapat disebut sebagai bentuk partisipasi masyarakat kepada

Negara, yakni:120 aspek pertama, partisipasi sebagai tindakan termasuk juga dalam

bentuk bahasa verbal, dan bukan hanya sikap atau perasaan subyektif. Aspek kedua

adalah kegiatan tersebut harus lahir atau keluar dari kehendak bebas pribadi sebagai

warga negara. Oleh karena itu, jika tindakan-tindakan tersebut mengandung unsur

paksaan atau kewajiban, maka tidak dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk

tindakan partisipasi. Aspek terakhir ialah partisipasi mengandaikan adanya pilihan

bebas dari berbagai bentuk pilihan yang ada atau ditawarkan. Maka, tindakan

mobilisasi yang mengandung unsur paksaan tidak dapat disebut tindakan

partisipasi. Ketiga ciri pokok tindakan partisipasi memiliki implikasi langsung,

yaitu: partisipasi menuntut adanya struktur-struktur yang dapat membuka peluang

bagi masyarakat. Dengan demikian akses terhadap informasi memiliki relasi

dengan tindakan partisipatif masyarakat, sebab masyarakat tidak dapat

berpartisipasi dalam berbagai kegiatan politik, ekonomi, sosial dan budaya, jika

mereka tidak memperoleh informasi yang cukup dan memadai.

Partisipasi sejati, yang meningkatkan kesadaran partisipan akan

nilai, malasah dan kemungkinan untuk mengadakan pilihan-pilihan,

yang mempengaruhi isi dari pembangunan, merupakan aspirasi yang

elusif. Tetapi perubahan aspirasi ini menjadi kenyataan pada

akhirnya akan terbukti sebagai prasyarat utama bagi suatu gaya

120 M. Sastrapratedja, “Pembangunan Budaya Politik dan Pemberdayaan Masyarakat”, 2013, hal.

246-247.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65

pembangunan yang memungkinkan masyarakat menciptakan

kesejahteraan dalam waktu jangka panjang.121

Dalam perpektif Nussbaum, ciri inklusif dan pratisipatif pembedayaan

menuntut adanya kemampuan, yaitu: Pertama adalah kemampuan bodily integrity,

yang memampukan seseorang untuk bergerak bebas, berpindah, dan memobilisasi

suatu program atau kegiatan dari satu tempat ke tempat lain, termasuk juga perihal

perlindungan dari tindakan kekerasan. Kedua ialah kemampuan practikal reason,

karena mengandaikan seseorang itu memiliki konsep-konsep tertentu yang

berusaha diimplementasikan atau diwujudkan dalam usaha pemberdayaan demi

tercapainya kesejahteraan hidup. Ketiga adalah kemampuan affiliation, yang

memungkinkan seseorang untuk memiliki perhatian pada persoalan sosial

masyarakat, dan mendorongnya untuk terlibat dalam berbagai interaksi sosial

bersama orang lain, kelompok, atau institusi-institusi lainya.

Pengembangan kemampuan-kemampuan tersebut di atas mendukung

pemberdayaan. Karena usaha pemberdayaan meletakkan kaum miskin sebagai co-

producers yang memiliki kekuasaan dan kontrol untuk membuat suatu keputusan

atas pengelolaan sumber daya pada level mikro.122 Untuk itu, penguatan partisipasi

kaum miskin dapat dilakukan melalui usaha pengembangan kemampuan-

kemampuan tersebut baik secara individu maupun kolektif. Penguatan ini harus

121 The Quest for a Unified Approach to Development, United Nations Research Institute for Social

Development, Geneva, 1980, hal. 17, seperti yang dikutip oleh Marshall Wolfe, “Participation in

Economic Development: A Conceptual Framework”, dalam Assignment Children, 59/60/3/1982,

seperti yang diterjemahkan oleh M. Sastrapratedja, “Pembangunan Budaya Politik dan

Pemberdayaan Masyarakat” dalam buku berjudul Lima gagasan yang dapat mengubah Indonesia

(Jakarta: Pusat Kajian Filsafat dan Pancasila, 2013), hal. 247. 122 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 19.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66

memperhitungkan banyak hal, misalnya: pengelolaan mekanisme institusional,

sumber daya, ketersediaan fasilitas pendukung, kesiapan jangka panjang, dan

kemampuan eksperimental.123 Pada titik ini, kerap kali pemberdayaan masyarakat

yang beragam bentuk itu tidak sejalan dengan usaha pemerintah yang menekankan

sentralitas kebijakan publik. Karena bagi pemerintah, makna “partisipasi” itu dapat

meningkatkan cost untuk pengeluaran negara. Namun demikian menurut World

Bank, ciri inklusi dan partisipasi dari pemberdayaan dalam perspektif ekonomi

memiliki kekhasan, yakni: (1) langsung, (2) representational (sistem ini

merepresentasikan adanya perwakilan dari masing-masing kelompok dan asosiasi

yang ada), (3) politik (yang diperoleh dari representasi keterpilihan dalam pemilu),

(4) informasi berbasis data, (5) didasarkan pada mekanisme pasar yang kompetitif.

2.5.3 Akuntabilitas

Elemen ketiga pemberdayaan adalah akuntabilitas (accountability), secara

khusus berkenaan dengan pengelolanan layanan publik yang dapat diakses oleh

masyarakat. Istilah akuntabilitas di Indonesia mulai populer pada masa reformasi

dengan sistem demokrasi. Sebelum era reformasi, istilah responsibility atau

pertanggungjawaban lebih dikenal masyarakat daripada istilah accountability atau

akuntabilitas. Jika dilihat dari makna, responsibility lebih bersifat internal, yaitu:

bentuk pertanggungjawaban bawahan terhadap atasannya yang telah memberikan

123 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 19.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67

tugas dan wewenang.124 Sedangkan accountability lebih bersifat eksternal, yaitu:

sebagai sebuah tuntutan pertanggungjawaban dari masyarakat terhadap apa saja

yang telah dilakukan oleh pemerintah (pejabat atau aparat pemerintahan), termasuk

di dalamnya kebijakan, regulasi, program, dan peraturan yang dihasilkan dari kerja

mereka.125

Dilihat dari ruang lingkupnya, akuntabilitas memiliki tiga ruang lingkup,

yakni:

(1) akuntabilitas berdasarkan pada kemauan dan kesiapan aparatur negara

untuk mempertanggungjawabkan kepada masyarakat atau publik

mengenai penggunaan atau pemanfaatan kekuasaan dan kekhususan dari

lembaga negara di mana seseorang itu bekerja; (2) akuntabilitas terkait

langsung dengan penggunaaan atau pemanfaatan sumber daya manusia

(SDM) dan bagaimana tata kelola SDM tersebut; (3) akuntabilitas itu

menuntut adanya kinerja personal dari pekerjaan-pekerjaan sebagai

aparatur negara sebagai bentuk profesionalitas dan tanggungjawab.126

Dari tiga ruang lingkup tersebut, nampaknya jelaslah bahwa akuntabilitas yang

dituntut masyarakat kepada pemerintah itu bukanlah saja kewajiban pemerintah,

melainkan hak yang harus diterima oleh masyarakat selaku obyek, pelaku,

sekaligus pihak yang terkena dampak dari kebijakan pemerintah tersebut. Hal ini

menjadi penting, karena masyarakat miskin adalah mereka yang paling sedikit

mendapat akses pada fasilitas dan mendapat dampak langsung dari fasilitas

124 Surifah, “Tuntutan Akuntabilitas Masyarakat terhadap Pemerintah atas Pajak dan Retribusi”,

dalam Jurnal UNISIA, vol. 30, Bulan Januari-Maret (Yogyakarta: Direktorat Penelitian dan

Pengabdian Masyarakat Universitas Islam Indonesia, 2007), hal. 74-75. 125 Surifah, “Tuntutan Akuntabilitas Masyarakat terhadap Pemerintah atas Pajak dan Retribusi”,

dalam Jurnal UNISIA, hal. 74-75. 126 Disadur dari Waskito Utomo, “Tuntutan Akuntabilitas Masyarakat dalam Pelaksanaan Otonomi

Daerah”, sebuah makalah yang disampaikan pada seminar perpajakan yang diselenggarakan oleh

yayasan Artha Bhakti bekerja sama dengan Indonesia Fiscal Study, di Hotel Sheraton Yogyakarta

pada bulan September 2000, yang dikutip oleh Surifah, “Tuntutan Akuntabilitas Masyarakat

terhadap Pemerintah atas Pajak dan Retribusi”, dalam Jurnal UNISIA, hal. 74-75.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

68

pelayanan publik tersebut. Untuk itu, tuntutan akuntabilitas mengandaikan adanya

kemampuan-kemampuan seperti: Pertama, kemampuan sense imagination and

thought memungkinkan seseorang menggunakan rasionalitas untuk memberikan

pertanggungjawaban atas tugas dan kewenangan yang dimilikinya kepada publik.

Kedua, kemampuan practical reason diperlukan karena dalam tindakan

pemberdayaan memerlukan adanya nilai atau keutamaan yang melandasi mengapa

diperlukan adanya akutanbilitas.

Dalam konteks pemberdayaan, akuntabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu:

akuntabilitas politik, administratif dan publik.127 Pertama, akuntabilitas politik

berkaitan dengan trasnparansi politik partai dan bagaimana representasi dalam

pemilu tersebut sesuai dengan prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan kepada

publik. Perhatian pada akuntabilitas kebijakan publik menambah elektabilitas partai

politik dalam proses pemilihan umum. Kedua, akuntabilitas administratif diukur:

apakah relasi pemerintah dan agensi atau perangkat di bawahnya dilaksanakan

secara transparan kepada masyarakat terhadap kebijakan atau program-program.

Terakhir, akuntabilitas publik berperan untuk menjaga agar badan pemerintah

melakukan tanggungjawab kepada masyarakat, misalnya dalam akuntabilitas

administratif. Oleh karena itu, akses kepada sumber informasi menjadi penting dn

dapat meningkatkan akuntabilitas akan kinerja pemerintah. Akuntabilitas itu dapat

dicapai melalui transparansi manajemen, model-model pelayanan, dan

pertanggungjawabab program atau kebijakan. Selain itu, akuntabilitas publik sangat

127 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 21.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

69

diperlukan dalam pelayanan hukum, agar menjamin dan melindungi hak-hak kaum

miskin dan tersingkir.

Pada akhir tahun 1980 dan awal tahun 1990, Peru menentukan regulasi

untuk formalisasi dan pendaftaran hak-hak properti, seperti tanah dan bangunan.

Regulasi ini diperuntukkan untuk melindungi hak-hak properti yang dimiliki oleh

masyarakat Peru yang mayoritas masyarakat miskin dari segala bentuk perebutan

hak-hak properti oleh para tuan tanah dan pemilik modal. Pemerintah Peru

membentuk dua komisi untuk merealisakan program tersebut, yaitu: the Commision

for Formalizing Informal Property (COFOPRI) dan the Urban Lands Regisrty

(RPU). Komisi COFOPRI dan RPU lebih aktif untuk melakukan pendekatan “door

to door” daripada menunggu masyarakat datang untuk mendaftarkan properti

mereka.128 Pada tahun 1998, World Bank mengucurkan pinjaman dana sebesar $38

juta untuk membantu realisasi program Urban Property Rights Project bagi

masyarakat miskin di negara Peru. COFOPRI dan RPU dibantu oleh institusi

penelitian bernama the Instituto Libertad y Democracia (ILD), yang bekerjasama

dengan World Bank untuk membangun konsep dan memonitor pelaksanaan

program tersebut. Akuntabilitas dituntut mulai dari proses perencanaan, pendanaan,

pelaksanaan, audit, hingga evaluasi program tersebut. Tindakan tersebut memberi

manfaat positif bagi negara dan juga masyarakat miskin di Peru. Salah satunya

manfaatnya ialah mereka dapat menekan biaya administrasi dari $2.000 menjadi

128 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 298.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70

$50, dan proses administrasi hanya membutuhkan waktu 6 minggu, daripada

sebelumnya membutuhkan waktu 15 tahun.129

2.5.4 Kapasitas Organisasional Yang Bersifat Lokal

Elemen pemberdayaan keempat adalah kemampuan organisasional yang

bersifat lokal. Elemen ini ditandai dengan adanya kemampuan untuk bekerja sama,

mengorganisasi mereka, dan memobilisasi sumber daya untuk memecahkan

permasalahan yang terkait dengan kepentingan umum. Dalam konteks Nussbaum,

elemen keempat ini menuntut adanya kemampuan Control Over One’s

Environment. Pengembangan kemampuan tersebut itu berkaitan dengan partisipasi

aktif dalam sosial-budaya, partisipasi dalam kegiatan politik, memperjuangkan

kebebasan berpendapat (aspek personal), dan kemampuan berasosiasi (aspek

komunal).

Dalam pemberdayaan, aktivitas-aktivitas tersebut diperuntukkan untuk

masyarakat miskin. Secara non institusional, masyarakat miskin sering kali saling

membantu untuk mengatasi permasalahan mereka. Akan tetapi, relasi tersebut tidak

memiliki keterhubungan dengan sumber daya yang dibutuhkan di suatu daerah atau

negara, sehingga relasi tersebut tidak mengatasi permasalahan yang mereka hadapi.

Maka akses masyarakat kepada sumber daya dan proses distribusinya menentukan

seberapa efektif pengelolaan sumber daya untuk kepentingan bersama. Pada level

129 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 297.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

71

praksis dalam kegiatan ekonomi, usaha pemberdayaan membuat mereka mampu

memiliki daya tawar ketika melakukan negoisasi atau penawaran dengan berbagai

suppliers, pembeli, karyawanan, dan lembaga finansial.

Pengelolaan sumber daya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan

pembangunan nasional tidak dapat dipisahkan dari keberadaan dan peranan

Organisasi Non-Pemerintah (Ornop) atau NGOs (Non-Governmental

Organizations).130 Dalam konteks Indonesia, NGOs terdiri dari beberapa kategori,

yakni: Organisasi Nirlaba (ONL) atau Non-Profit Organization (NPO), Lembaga

Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM) atau Grossroots Support

Organization (GRSO), dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Grassroots

Organization (GRO).131

Ciri khasnya NGOs itu terletak pada partisipasi mereka di dalam proses

pembangunan, pengembangan dan perubahan sosial, termasuk upaya

pemberdayaan masyarakat. Ada tiga pendekatan yang dilakukan NGOs di dalam

usaha pemberdayaan masyarakat, yaitu:132 Pendekatan pertama berciri

kemanusiaan dengan tujuan secara spontan dan sukarela membantu kelompok

masyarakat yang membutuhkan bantuan. Pendekatan kedua berciri pengembangan

masyarakat, artinya upaya yang dilakukan itu terarah untuk mengembangkan,

memandirikan, dan menswadayakan masyarakat. Pendekatan ketiga bertujuan

130 NGO yang dimaksud ialah NGOs yang meliputi organisasi atau kelompok yang kegiatannyan di

bidang pengembangan masyarakat, pelestarian lingkungan hidup, peningkatan mutu dan taraf hidup

masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat. 131 Onny S. Prijono, “Organisasi Non-Pemerintah (NGOs): Peran dan Pemberdayaannya” dalam

Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka (edt.), Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan, dan Implementasi

(Jakarta: Centre for Strategic and International Studies [CSIS], 1996), hal. 97-98. 132 Onny S. Prijono, “Organisasi Non-Pemerintah (NGOs): Peran dan Pemberdayaannya”, hal. 103-

103

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

72

untuk pemberdayaan masyarakat, dengan memperkuat posisi tawar-menawar

terhadap masyarakat di lapisan bawah berhadapan dengan negara dan pasar.

Melalui tiga pendekatan tersebut, NGOs berperan dalam pembangunan di

masyarakat. Karena keberadaannya diperlukan pemerintah dan ruang lingkup

NGOs sangat luas, di tingkat lokal, nasional, regional, maupun di kalangan dunia

internasional.

Ketiga pendekatan NGOs berimplikasi pada relasi dengan pemerintah, dan

tidak selamanya relasi tersebut berjalan baik. Di satu sisi, NGOs berhadapan secara

langsung dengan masyarakat sehingga membuat mereka paham sungguh akan

permasalahan yang terjadi di level akar rumput. Di sisi lain, pemerintah memiliki

otoritas untuk menentukan kebijakan publik dan dapat membatasi ruang gerak

NGOs. Maka tak jarang relasi NGOs dan pemerintah berada dalam ketegangan.

Dalam ketegangan itulah, kita melihat ada tiga model hubungan atau relasi antara

NGOs dan pemerintah, yaitu: pola asosiatif, pola paralel, dan pola konfliktif.133

Pola asosisatif menitik beratkan pada kerja sama yang sangat erat dengan

pemerintah. kedekatan tersebut membuat adanya jarak antara NGOs dengan

masyarakat dan kerap kali relasi tersebut menguntungkan pihak pemerintah. Pola

paralel menekankan NGOs dan pemerintah sebagai mitra yang sejajar, sehingga

NGOs tetap dapat independen dan memiliki posisi tawar-menawar di hadapan

pemerintah. Lalu pola konfliktif memposisikan NGOs cukup dekat dengan

masyarakat, tetapi NGOs mengambil jarak dengan pemerintah. Implikasinya,

133 Onny S. Prijono, “Organisasi Non-Pemerintah (NGOs): Peran dan Pemberdayaannya”, hal. 121-

122.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

73

NGOs berperan sebagai alat untuk mengontrol, mengkritik, dan mengevaluasi

kebijakan pemerintah. Berikut ini gambaran pola hubungan antara NGOs dengan

pemerintah, yakni:134

Orientasi Hubungan

Asosiatif

Hubungan

Paralel

Hubungan

Konfliktif

Lembaga

Pemerintah

Sangat dekat Mitra sejajar Mengambil jarak

Program

Pembangunan

Pemerintah

- Dependen

- Integratif

- Interdependen

- Komplementer

- Independen

- Independen

- Menentang

Kebijakan

Pemerintah

- Melaksanakan

- Mendukung

- Mendukung

- Mempengaruhi

- Mengubah atau

mengoreksi

- Mengubah

atau

mengoreksi

- menentang

Sumber Dana - Dependen - Dependen

- Independen

- Independen

Tabel 2.1. Hubungan antara NGOs dengan Pemerintah

Berdasarkan ketiga pola hubungan NGOs dan pemerintah, menurut Billah

seperti yang dikutip oleh Onny S. Prijono disebutkan bahwa ada empat peran utama

pemberdayaan dari NGOs di masyarakat, yaitu: (1) NGOs sebagai bagian integral

dari pemerintah, dan istilah yang digunakan ialah “mitra pemerintah”; (2) NGOs

sebagai mediator antara pemerintah dan masyarakat dan dikenal dengan istilah

kembatan antara pemerintah dengan masyarakat; (3) NGOs secara tegas

menyatakan sikap memihak rakyat ketika berhadapan dengan negara, atau dikenal

134 Onny S. Prijono, “Organisasi Non-Pemerintah (NGOs): Peran dan Pemberdayaannya”, hal. 121.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

74

dengan istilah “pendamping rakyat”; (4) NGOs melebur dan menyatu dengan

rakyat dalam bentuk organisasi atau kelompok basis.135

2.6 RANGKUMAN

Uraian di atas merupakan usaha untuk menjawab pertanyaan dasar yang

diajukan dalam bab kedua ini, yakni: apa yang dimaksud dengan pemberdayaan dan

unsur-unsur apa saja yang dibutuhkan dalam usaha pemberdayaan tersebut. Hal

pertama, pemberdayaan itu pertama-tama dimaknai sebagai sebuah tanggapan atas

berbagai peristiwa politik, ekonomi, keagamaan, dan sosil-kultural yang terjadi di

masyarakat. Secara khusus peristiwa awal mulanya terjadi di wilayah Eropa,

dimulai dari peristiwa Enlightenment hingga abad ke-21, yang ditandai oleh adanya

perkembangan ilmu dan teknologi, proses industrialisasi, ketegangan politik dan

pertumbuhan ekonomi yang tidak merata. Pemberdayaan selalu terarah pada proses

transformasi masyarakat yang tidak hanya mempengaruhi kehidupan pribadi, tetapi

juga kehidupan kolektif masyarakat, termasuk menjadi bagian dari aktualisasi akan

eksistensi manusia dalam realitas dunia. Pemberdayaan itu terarah pada usaha

memberdayakaan atau menguatkan orang-orang yang tak bersuara (voicelessness)

dan miskin melalui berbagai cara dan metode, seperti yang telah diuraikan di atas.

Hal kedua, unsur-unsur yang dibutuhkan agar usaha pemberdayaan itu dapat

diwujudnyatakan dalam praksis hidup sehari-hari dalam kehidupan bermasyarakat,

135 Onny S. Prijono, “Organisasi Non-Pemerintah (NGOs): Peran dan Pemberdayaannya”, hal. 123.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

75

adalah sebagai berikut: (a) kesempatan untuk mengakses informasi, (b) berciri

inklusif dan partisipatif, (c) menuntut akuntabilitas, dan (d) membutuhkan kapasitas

organisasional yang bersifat lokal. Tanpa adanya keempat unsur tersebut, maka

usaha pemberdayaan itu dapat dipastikan tidak berhasil dengan baik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

76

BAB 3

CREDIT UNION PELITA SEJAHTERA

3.1 PENGANTAR

Pada bab tiga ini, penulis memaparkan penelitian pustaka untuk menelusuri:

(1) sejarah awal mula gerakan Credit Union; (2) perkembangan Credit Union di

Indonesia; hingga pada (3) pembahasan tentang perkembangan karya Credit Union

Pelita Sejahtera (CUPS) dari berbagai sumber dan literasi yang ada. CUPS

merupakan salah satu karya sosial kemasyarakatan yang dikembangkan oleh

Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Gereja Paroki St. Perawan Maria Ratu, Blok

Q, Jakarta Selatan. Pembahasan tentang CUPS ini ditempatkan penulis untuk

menjawab rumusan permasalahan kedua yang diuraikan di bab 1, yaitu: sejauh

mana peran dan keberadaan CUPS itu sungguh membangkitkan pemberdayaan bagi

masyarakat miskin pada level pengembangan usaha mikro dan membantu

peningkatan kesejahteraan masyarakat. Maka uraian bab 3 ini ditempatkan penulis

dalam dua perspektif: perspektif pertama ialah uraian bab 3 berfungsi sebagai

konteks untuk menelusuri jejak-jejak pemberdayaan CU mulai dari sejarah berdiri

hingga pada perkembangan selanjutnya. Perspektif kedua ialah sejarah

perkembangan CUPS berperan sebagai perangkat untuk mengkritisi usaha

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

77

pemberdayaan yang dilakukan CUPS selama ini, dan menjadi titik tolak untuk

pembahasan hasil penelitian di bab 4.

3.2 KONTEKS DAN SEJARAH CREDIT UNION

3.2.1 Awal Mula Gerakan Credit Union

Credit Union adalah sebuah lembaga jasa keuangan yang pengelolaan,

kepemilikan dan mekanisme kontrolnya dilakukan oleh anggotanya. Penulis akan

menyingkat Credit Union menjadi CU pada pembahasan selanjutnya. Gerakan awal

CU itu berawal ketika Franz Herman Schulze-Delitzsch pada tahun 1852

mengabungkan sistem lembaga jasa keuangan di daerah Eilenburg dan Delitzsch di

wilayah Jerman.136 Ia mendirikan Schulze-Delitzsch Bank yang dikenal sebagai

“People’s Bank”137 atau Bank Rakyat. Lembaga tersebut melibatkan banyak

136 Menurut penafsiran Frank O’Hara, seorang dosen dan pengamat politik di Catholic University of

America: ia menyebutkan bahwa pioner yang mengembangkan sistem “credit union” adalah

François Buchez keturunan Perancis yang tinggal di Jerman dan Victor Aimé Huber. Keduanya

mengembangkan sistem yang dikenal dengan istilah “cooperative credit associations” di wilayah

Jerman. Tujuan mereka ialah membantu masyarakat untuk keluar dari jerat rentenir (loan sharks)

yang memberi pinjaman dengan bunga sangat besar, sehingga pinjaman tersebut memberatkan

masyarakat miskin yang menggunakan fasilitas tersebut. Credit Union (CU) menurut Frank O’Hara

dimulai oleh seorang tokoh Belgian bernama Francois Haeck pada tahun 1848. Lembaga yang

didirikannya bernama Union du Credit de Bruxelles. Frank O’Hara, Credit Unions (New York: The

Missionary Society of St. Paul The Apostle and The Paulist Press, 1937), hal. 7-8. 137 Otto Thiel, “Credit Unions” dalam Franciscan Studies, New Series, Vol. 1, No. 4, Economics:

Report of Thetwenty-Third Annual Meeting of The Franciscan Education Conference June 23-25

(Pennsylvania: Franciscan Institute Publications, 1941), hal. 112. Lihat:

http://www.jstor.org/stable/23802444 (Diakses dari Kolsani pada tanggal 1 Februari 2020, pukul

11.35 WIB)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

78

masyarakat pedesaan yang miskin, seperti para tukang sepatu, penjahit, dan

pedagang kecil. Ketika itu, anggota dapat menyimpan dan meminjam uang secara

periodik dengan nominal sebesar $75 s.d $250 dengan tenggat waktu pembayaran

pinjaman tidak lebih dari tiga bulan.138 Mereka dapat memperbaharui pinjaman

setelah pinjaman tersebut telah lunas. Publik ketika itu merespon secara positif

usaha tersebut, sehingga menjelang kematiannya pada tahun 1883, Franz Herman

Schulze-Delitzsch telah memiliki 1910 “People’s Bank” dengan 466.000 anggota

yang dilayani tersebar di berbagai daerah.139

Pada tahun 1864, model awal gerakan “People’s Bank” digunakan oleh

Friedrick Wilhelm Raiffleisen (1818-1888) selaku wali kota di Flammersfield

untuk membentuk model CU untuk pertama kalinya di Heddesdorf, Jerman. Ia

merintis berdirinya Raiffeisen Bank dengan sebutan “co-operative credit

society”140 yang melibatkan banyak petani miskin yang ada di wilayah

pemerintahannya. Hal yang membedakan kedua lembaga tersebut (“People’s Bank”

dan “co-operative credit society”) dengan lembaga keuangan kredit lainnya ketika

itu ialah: (1) mereka memberikan layanan simpan-pinjam bagi masyarakat miskin

di daerah-daerah pedesaan dan terpencil; (2) keduanya mampu menguatkan dan

menyelamatkan perekonomian masyarakat kecil; (3) dalam waktu cukup singkat,

kedua lembaga tersebut mampu memperluas pengaruh mereka ke negara-negara

lain di benua Eropa.

138 Otto Thiel, “Credit Unions” dalam Franciscan Studies, New Series, Vol. 1, No. 4, hal. 113. 139 Otto Thiel, “Credit Unions” dalam Franciscan Studies, New Series, Vol. 1, No. 4, hal. 113. 140 Frank O’Hara, Credit Unions, hal. 8

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

79

Pada musim dingin 1846-1847, Raiffeisen sebagai pejabat pemerintahan

menghadapi persoalan sosial masyarakat yang cukup pelik. Para petani di pedesaan

mengalami kelaparan, karena badai salju terjadi cukup panjang sehingga banyak

petani tidak dapat bekerja dan tanaman mereka tidak menghasilkan.141 Akibatnya

banyak petani meminjam uang ke pemilik modal atau rentenir untuk bertahan

hidup. Setelah beberapa waktu, mereka kemudian tidak mampu mengembalikan

pinjamannya dan mulai terjerat hutang pada pemilik modal atau rentenir. Usaha

pertanian mengalami gagal panen dan bunga pinjaman di rentenir terus meningkat.

Akibatnya, para rentenir kemudian menyita harta benda mereka. Situasi tersebut

menyebabkan banyak orang berpindah ke kota dan bekerja di sana untuk dapat

bertahan hidup.

Peningkatan urbanisasi masyarakat desa ke kota juga dipengaruhi oleh

Revolusi Industri. Revolusi ini menyebabkan pekerjaan yang sebelumnya

dilakukan oleh manusia, kemudian beralih dan dikerjakan oleh mesin-mesin.

Perubahan ini menggeser kehidupan sosial ekonomi masyarakat dari sistem agraria

tradisional ke perusahaan-perusahaan yang menggunakan mesin-mesin yang

canggih. Fenomena tersebut memunculkan sistem ekonomi pasar yang terus

bertumbuh kuat dengan diikuti pertumbuhan korporasi kapitalis. Masyarakat

pedesaan yang bergerak di sektor pertanian tradisional mengalami penurunan

pendapatan, karena mereka berhadapan dengan model pertanian yang

menggunakan teknologi modern. Teknologi tersebut itu lebih murah, efisien, dan

tidak banyak membutuhkan pekerja, karena menggunakan operator dan mekanik

141 Otto Thiel, “Credit Unions” dalam Franciscan Studies, New Series, Vol. 1, No. 4, hal. 112-113.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

80

dari operasional mesin-mesin. Akibatnya ialah terjadi migrasi besar-besaran

masyarakat desa ke kota sehingga jumlah buruh di perkotaan semakin meningkat

tajam. Peningkatan jumlah buruh di perkotaan itu tidak diimbangi dengan

peningkatan sistem pengupahan, sehingga kualitas hidup mereka di perkotaan dan

pekerja di industri-industri kapital pun semakin memburuk.

Untuk menghadapi permasalasahan tersebut, Raiffeisen memulai

pengentasan masalah kemiskinan melalui usaha karitatif, seperti: mendirikan

pabrik roti dan mendistribusikan roti ke masyarakat miskin. Usaha karitatif ini

diselenggarakan berkat kerja sama dengan pemerintah setempat. Sebagai modal

dasar gerakan tersebut, Raiffeisen mengumpulkan orang-orang kaya di kotanya

dan menghimpun harta mereka untuk membantu kaum miskin di kota tersebut.

Usaha tersebut berhasil dan memberi manfaat besar untuk kaum miskin yang

mengalami bencana kelaparan. Namun, permasalahan baru kemudian muncul,di

mana orang miskin yang dibantu ternyata mengalami ketergantungan pada bantuan,

sehingga mereka tetap menjadi miskin.

Pengalaman ini membawa kesadaran baru bagi Raiffeisen bahwa salah satu

akar kemiskinan adalah persoalan ketergantungan. Usaha karitatif yang digagas

Raiffeisen itu tidak cukup untuk menolong orang miskin, tetapi justru merendahkan

martabatnya sebagai manusia yang menerima bantuan tersebut.142 Untuk bisa

terlepas dari jerat kemiskinan, mereka terlebih dahulu harus terbebas dari

ketergantungan pada bantuan orang lain. Maka jalan keluar dari persoalan

142 Antonius Sumarwan, “Credit Union: Gerakan Perubahan Diri dan Transfrmasi Sosial” dalam

BASIS Nomor. 07-08, tahun Ke-64, Yogyakarta: Yayasan Basis, 2015, hal. 28.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

81

kemiskinan itu pertama-tama di atasi oleh usaha dan kreativitas dari si miskin itu

sendiri. Mereka tidak dipandang sebagai obyek yang menerima bantuan, tetapi

sebagai aktor utama yang berperan memberantas persoalan kemiskinan.143 Dari

pengalaman Raiffeisen tersebut, kiranya ada tiga hal yang menjadi jejak-jejak dari

sistem yang akan dikembangkan dalam CU, yakni: (1) kepedulian terhadap

persoalan kemiskinan; (2) cara melihat akar persoalan kemiskinan, dan (3) pilihan

strategi dalam usaha menjawab persoalan kemiskinan.144 Inilah yang menjadi latar

belakang lahirnya Credit Union.

Gerakan CU dimulai pada tahun 1849 di Jerman oleh Friedrich William

Raiffeisen.145 CU sebagai sarana persekutuan orang-orang yang mau bekerja sama

untuk memperbaiki kondisi hidup mereka yang miskin.146 Mereka yang ikut

bergabung dalam kelompok tersebut adalah kumpulan orang-orang yang berusaha

untuk menolong dirinya sendiri dalam semangat kebersamaan dan kepercayaan satu

sama lain. Raiffeisen menawarkan gerakan CU sebagai gerakan komunitas yang

didasarkan pada solidaritas dengan tiga ciri khas, yaitu: self-help, self-governance,

dan self-responsibility.147 Solidaritas itu diimplementasikan dalam tiga prinsip

utama dari gerakan CU, yaitu: (1) asas swadaya yang diwujudkan dalam bentuk

produk layanan tabungan atau sumber daya yang diperoleh dari anggota; (2) asas

setia kawan berarti produk layanan pinjaman hanya diperuntukkan kepada anggota

CU; dan (3) asas pendidikan dan penyadaran yang disadari sebagai usaha yang

143 Antonius Sumarwan, “Credit Union: Gerakan Perubahan Diri dan Transfrmasi Sosial”, hal. 28. 144 Antonius Sumarwan, “Credit Union: Gerakan Perubahan Diri dan Transfrmasi Sosial”, hal. 28. 145 Otto Thiel, “Credit Unions” dalam Franciscan Studies, New Series, Vol. 1, No. 4, hal. 113. 146 Fredy Rante Taruk, “Credit Union: Gerakan Tobat dan Solidaritas” dalam ROHANI Nomor 11,

Tahun Ke-64, November 2017, Yogyakarta: Yayasan Basis, hal. 32. 147 Antonius Sumarwan, “Credit Union: Gerakan Perubahan Diri dan Transfrmasi Sosial”, hal. 28.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

82

terarah pada pembangunan watak dan hanya anggota yang berwatak baik yang

dapat diberi produk layanan pinjaman.

Gerakan CU itu berkembang dan bertumbuh dengan pesat, serta menyebar

hampir ke seluruh dunia. Pada tahun 1866, di Italia seorang ahli ekonomi bernama

Luigi Luzzati memulai gerakan yang sama dengan mendirikan “People’s Bank of

Milan” dan berhasil diikuti oleh sekitar 3.000 bank serupa.148 Selanjutnya pada

tahun 1883, seorang bernama Leone Wollemborg memodifikasi sistem yang

dikembangkan oleh Raiffeisen dan diterapkan kepada masyarakat pedesaan di

wilayah Italia dan berhasil mendirikan 2.100 lembaga yang serupa.149 Kekhasan

gerakan CU yang berkembang di wilayah Italia itu terletak pada kerja sama dan

kolaborasi antara penggiat atau aktivis dengan para imam Gereja Katolik yang

berkarya di paroki. Gerakan ini dimulai dari Gereja Paroki dan diperuntukkan untuk

pemberdayaan umat.

Pada awal abad ke-20, di Kanada tepatnya di provinsi Quebec, model CU

ini dibawa dan dikembangkan oleh seorang wartawan bernama Alphonse

Desjardin. Gerakan tersebut melahirkan sebuah lembaga keuangan kredit yang

cukup dikenal luas di Quebec, yaitu: Caisse Populaire de Levis.150 Penyebaran CU

di wilayah Amerika Serikat dibawa oleh seorang saudagar kaya dan dermawan

bernama Edward Fillence dan dimulai pertama kali di Massachusetts pada tahun

1910. Perkembangan CU di Amerika Serikat itu sangat pesat, sehingga pada tahun

1921, CU sudah berkembang di empat negara bagian, yaitu: Massachusetts, New

148 Otto Thiel, “Credit Unions” dalam Franciscan Studies, New Series, Vol. 1, No. 4, hal. 113. 149 Otto Thiel, “Credit Unions” dalam Franciscan Studies, New Series, Vol. 1, No. 4, hal. 113. 150 Frank O’Hara, Credit Unions, hal. 9.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

83

York, Nort Carolina, dan Rhode Island.151 Di Korea, model CU dibawa dan

dikembangkan oleh Mary Gabriella Mulherim, sedangkan CU di Indonesia mulai

diperkenalkan oleh Rm. Karl Albrecht Arbi, SJ.

3.2.2 Perkembangan Credit Union di Indonesia

“Credit Union (CU) tidak boleh membatasi diri hanya sebagai pemberi

produk layanan pinjaman. Tujuan utama CU adalah mengontrol penggunaan uang,

memperbaiki nilai-nilai moral dan fisik dari setiap orang, dan memberdayakan

mereka untuk mampu mandiri” seperti yang diungkapkan oleh F.W. Raiffeisen.152

Di Indonesia, jejak-jejak CU itu ternyata sudah ada bahkan sebelum Indonesia

merdeka, namun jejak tersebut dalam bentuk gerakan lembaga kredit keuangan

berupa koperasi.

Menurut catatan Credit Union Counselling Office (CUCO), pada tahun

1896 patih Purwokerto bernama R. Azis Wiraatmadja mendirikan Koperasi Kredit

dengan sistem Raiffeisen dan mampu bertahan selama 2 tahun, setelah itu

pemerintah kolonial merintangi dan menutupnya.153 Lembaga kredit keuangan

tersebut bernama De Poerwokertosche Hulp En Spaarbank der Inlandsche bestuur

Ambtenaren dan didirikan untuk melayani pegawai pemerintah dan para petani

151 Frank O’Hara, Credit Unions, hal. 10. 152 Antonius Sumarwan, “Credit Union: Gerakan Perubahan Diri dan Transfrmasi Sosial”, hal. 27. 153 Biro Konsultan Usaha Simpan Pinjam C.U.C.O, Hari Credit Union Internasional 1974 (Jakarta

Pusat: Credit Union Counselling Office, 1974), hal. 1.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

84

(pengusaha mikro).154 Lembaga tersebut kini dikenal dengan sebagai Bank Rakyat

Indonesia.

Pada tahun 1908, Koperasi Rumah Tangga (Koperasi Konsumsi) mulai

dirintis kembali di nusantara bersama dengan berdirinya Budi Utomo.155 Akan

tetapi usaha tersebut dihentikan oleh pemerintah Kolonial. Usaha untuk

mengembangkan gerakan koperasi terus berlanjut. Pada 1920 Gerakan Nasional

dan penganjur-penganjur koperasi membentuk sebuah “Panitia Koperasi” yang

diketuai oleh Prof. Dr. J.H. Boeke.156 Setelah peristiwa itu, koperasi-koperasi

mengalami pasang dan surut pada masa penjajahan Jepang hingga pada masa

perang kemerdekaan dari tahun 1942 s.d 1949.

Pasca kemerdekaan, gerakan koperasi di Indonesia mulai bertumbuh di

lembaga-lembaga pemerintahan dalam bentuk perkumpulan simpan-pinjam,

seperti: koperasi di kantor-kantor pemerintahan, koperasi guru di sekolah atau

koperasi para perawat di rumah sakit pemerintah. Ketika Indonesia mengalami

inflasi pada 1960, gerakan koperasi kembali masuk pada masa suram tetapi tetap

mampu bertahan hingga saat ini. Gerakan koperasi di Indonesia memiliki beberapa

jenis, seperti: koperasi simpan pinjam, koperasi konsumen, koperasi produsen,

koperasi pemasaran, dan koperasi jasa. Tetapi pada praktiknya, terdapat pula

koperasi yang menyelenggarakan lebih dari satu fungsi yang dikenal dengan

koperasi seba usaha (Multi Purpose Co-operative), seperti Koperasi Pertanian.

154 Bambang Ismawan, “Belantara Keuangan Mikro Indonesia” dalam BASIS Nomor 03-04, Tahun

Ke-58, Maret-April 2009, Yogyakarta: Yayasan Basis, hal. 41. 155 C.U.C.O, Hari Credit Union Internasional 1974, hal. 1. 156 C.U.C.O, Hari Credit Union Internasional 1974, hal. 1.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

85

Gerakan CU lebih bercorak koperasi simpan pinjam sebagai usaha tunggal

(Single Purpose Co-operative).157 Oleh karena itu, gerakan CU oleh pemerintah

Indonesia dimasukkan di dalam kesatuan gerakan Koperasi Simpan Pinjam dan

dikenal dengan istilah Koperasi Kredit, sehingga CU tidak menjadi lembaga

mandiri terlepas dari gerakan Koperasi Indonesia. Secara umum CU itu tidak

berbeda jauh dengan Koperasi, namun secara prinsip ada perbedaan mendasar yang

khas antara keduanya, yaitu:

Gerakan Koperasi Gerakan CU

1. Menyelenggarakan pelayanan

keuangan kepada para anggotanya

1. Mendidik para anggota agar dapat

mengontrol penggunaan uang

2. Pelayanan keuangan Koperasi

didasarkan pada simpanan anggota

2. Memperbaiki nilai-nilai moral dan

fisik pada anggotanya

3. Koperasi berfokus pada proses dan

pengembangan bisnis keuangan

dan ekonomi para anggotanya

3. CU berfokus pada peningkatan

kemandirian anggotanya melalui

usaha pendidikan dan pengelolaan

keuangan

4. Koperasi berfokus pada

pengembangan modal dan

keuangan

4. CU berfokus pada pengembangan

dan pemberdayaan para

anggotanya

5. Koperasi berasaskan swadaya dan

setia kawan

5. CU berasaskan swadaya, setia

kawan, dan pendidikan

Tabel 3.1. Perbedaan Gerakan Koperasi dan Gerakan Credit Union

Pembedaan khas antara gerakan Koperasi dan gerakan CU itulah terletak pada

aspek pendidikan yang mendapat perhatian besar dalam gerakan CU. Ciri khas

inilah yang memotivasi dan menyulut semangat para aktivis untuk mempromosikan

gerakan CU sejak awal di Indonesia. Semangat itu dibuktikan dengan adanya 5

157 Lihat https://cucoindo.org/2020/04/20/bentuk-dan-jenis-koperasi/ (diakses dari Kolese St.

Ignatius, 24 Mei 2020, pukul 19.45 WIB).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

86

orang perwakilan dari Indonesia (Ikatan Petani Pancasila) mengikuti seminar Credit

Union tentang SELA (Socio Economic Life in Asia)158 di Bangkok pada tahun

1963.159

Setelah pertemuan pengenalan CU di Bangkok, partisipasi perwakilan

Indonesia kemudian mengikuti Workshop Aksi Sosial (PISA) di Hong Kong yang

dihadiri oleh 20 perwakilan Indonesia.160 Workshop tersebut membahas perihal

bagaimana cara-cara memulai dan menjalankan CU. Sebagai tindak lanjut dari

kedua pertemuan tersebut, pada tahun 1966, Rm. Karl Albrecht Arbi, SJ.,

mengumpulkan berbagai bahan seputar CU dan mulai mengadakan kontak dengan

para pemimpin yang berkecimpung di dalam usaha pembangunan masyarakat

dalam jaringan CU internasional. Usaha Rm. Albrecht tersebut membawa hasil

positif. Setelah Indonesia mengalami inflasi sejak tahun 1960 s.d 1967,

perekonomian dan nilai tukar mata uang Indonesia mulai stabil dan bangkit dari

inflasi, Dewan Dunia Credit Union (waktu itu bernama CUNA International) mulai

tertarik untuk membantu gerakan perkoperasian di Indonesia, secara khusus untuk

memulai gerakan CU di Indonesia. Untuk itulah pada tahun 1967 s.d 1969, wakil

World Extension Departement dari Dewan Dunia Credit Union diwakili oleh Mr.

A.A. Bailey mengadakan serangkaian pertemuan dengan Direktur Jenderal

Koperasi pada masa itu.161

158 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia? (Jakarta: Induk Koperasi Kredit

(INKOPDIT) dan C redit Union Central of Indonesia (CUCO Indonesia), 2010), hal. 18. 159 C.U.C.O, Hari Credit Union Internasional 1974, hal. 3. 160 C.U.C.O, Hari Credit Union Internasional 1974, hal. 3. 161 C.U.C.O, Hari Credit Union Internasional 1974, hal. 2.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

87

Pada bulan November 1968 di kota Bandung, perintis CU

menyelenggarakan Seminar Pengembangan Sosial-Ekonomi yang secara resmi

memperkenalkan model Credit Union. Presentasi tersebut disajikan oleh Mr. Rome

Du Muchell, penggerak dan tokoh CU di wilayah Afrika dan Amerika. Seminar

tersebut merupakan tanggapan dan tindak lanjut dari pertemuan Mr. A.A. Bailey

dengan Direktur Jenderal Koperasi Indonesia. Maka pada bulan September 1969,

dibentuklah kelompok studi khusus didampingi oleh Rm. Karl Albrecht Arbi, SJ.,

bersama 8 orang untuk mendalami perihal CU, membuat pedomannya, dan mulai

disebarluaskan ke masyarakat.162 Salah satu rekomendasi yang dihasilkan dari

kelompok diskusi tersebut ialah perlunya didirikan Credit Union Counselling

Office (CUCO) di Indonesia sebagai sebuah biro khusus untuk konsultasi seputar

usaha simpan-pinjam yang akan dikembangkan dalam gerakan CU.

Pemerintah Indonesia merespon cukup lambat terhadap gerakan CU. Baru

pada tahun 1969, Direktur Jenderal Koperasi ketika itu, Ir. Ibnu Soedjono

menyatakan bahwa gerakan CU bisa dikembangkan di Indonesia.163 Pernyataan

resmi ini membawa angin segar bagi perkembangan CU di Indonesia. Berkat kerja

sama antara Dewan Dunia Credit Union dengan Panitia Pengembangan Sosial

Ekonomi di Indonesia, maka dibentuklah Biro Konsultasi Usaha Simpan Pinjam

yang dikenal dengan sebutan Credit Union Counselling Office (CUCO) pada bulan

Januari 1969, yang dipimpin oleh Rm. Karl Albrecht Arbi, SJ., dan dibantu oleh

Robby Tulus, M. Woeryadi, dan 3 orang staf CUCO.164 Sebagai bentuk awal,

162 C.U.C.O, Hari Credit Union Internasional 1974, hal. 3-4. 163 C.U.C.O, Hari Credit Union Internasional 1974, hal. 2. 164 C.U.C.O, Hari Credit Union Internasional 1974, hal. 4.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

88

kinerja mereka belum dapat berfungsi secara maksimal, mengingat kantor CUCO

tempat mereka bekerja hanya buka dari pukul 16.00 s.d 20.00 WIB. Setelah resmi

didirikan, CUCO mengadakan pelatihan dan pendidikan bagi para pendidik dan

perintis CU di seluruh Indonesia. Ketika itu, ada 3 orang dari tim bidang pendidikan

CUCO yang banyak memberi pelatihan tentang CU, sekalipun mereka tetap dibantu

oleh M.F. Mulyono and F.X. Soekarno. Pada tahap pertama, CUCO mengirim. M.

Woerydiuntuk, Robby Tulus, A. G. Lunardi dan N. Pranadiningrat untuk

mendalami perihal “Planning Meeting Asian Confederation of Credit Union” di

Institute of Social Order di kota Manila, .165 Sepulang dari studi di Manila, mereka

membentuk tim kerja dan bekerja sebagai staf CUCO, sehingga CUCO dapat

membuka kantornya secara full time.

Pada bulan Maret 1970, untuk memperluas jaringan dan menjaga kerja sama

dengan pihak Pemerintah, maka dibentuklah Dewan Penyantun CU yang

membantu realisasi dan peningkatan kinerja CUCO. Relasi baik yang terjadi antara

CUCO, Dewan Penyantun, dan Pemerintah itu membawa keyakinan bahwa

Pemerintah tidak akan menghalang-halangi perkembangan gerakan CU di

Indonesia. Dewan Penyantun sendiri merupakan hasil kolaborasi dan kerja sama

berbagai elemen di masyarakat yang memiliki perhatian pada usaha peningkatan

kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat, maka Dewan Penyantun terdiri

atas:166

a. Ir. Ibnoe Soedjono, Direktur Jendral Koperasi, sebagai Ketua Dewan

Penyantun.

165 C.U.C.O, Hari Credit Union Internasional 1974, hal. 5. 166 C.U.C.O, Hari Credit Union Internasional 1974, hal. 4.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

89

b. Bapak Margono Djojohadikusumo167, Veteran Gerakan Koperasi Indonesia,

sebagai anggota.

c. Bapak Mochtar Lubis168, Wartakan dan rekasi Surat Kabar, sebagai

anggota.

d. Prof. Dr. Fuad Hassan169, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia,

sebagai anggota.

e. Dr. Kadarman170, Direktur Lembaga Pendidikan dan Pembinaan

Manajemen, sebagai anggota.

f. Bapak A.J. Sumandar171, Dosen Pendidikan Filsafat di Jakarta.

g. Rm. Karl Albrecht, SJ172 dan Rm. Joannes Dijkstra, SJ , Imam Serikat

Yesus, sebagai anggota.

167 Bapak Margono Djojohadikusumo bernama asli Raden Mas Margono Djojohadikusumo adalah

seorang aktivis partai politik sebelum Indonesia merdeka dan orang pertama yang menjadi Ketua

Dewan Pertimbangan Agung dan sangat aktif dalam Gerakan Koperasi Indonesia. Pada tahun 1946,

ia mendirikan Bank Negara Indoneis yang kini menjadi BNI. Ia sendiri adalah putra dari Prof Dr.

Sumitro Djojohadikusumo yang beberapa kali menjadi Menteri. Ia berusia 76 tahun ketika diminta

menjadi anggota Dewan Penyantun CUCO. Salah satu cucunya adalah Letjen Prabowo Subianto.

Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 21. 168 Moctar Lubis berprofesi sebagai wartakan kawakan, novelis terkenal, dan pemilik harian

“Indonesia Raya, yang sempat dibreidel pada masa pemerintahan Presiden Ir. Soekarno dan Presiden

Soeharto. Ia masuk menjadi anggota Dewan Penyantun CUCO saat berusia 48 tahun. Tonnio

Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 21. 169 Faud Hassan berprofesi sebagai doctor psikologi dan menjadi dosen di Universitas Indonesia. Ia

juga pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Tonnio Irnawan, Quo Vadis

Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 22. 170 Dr. Kadarman adalah seorang Jesuit kelahiran Belanda, 4 Desember 1918 dan bernama Aloysius

(Maria) Kuylaars Kadarman. Ia masuk Serikat Yesus pada tanggal 14 Agustus 1943, ditahbiskan

menjadi imam pada tanggal 22 Agustus 1953. Beliau banyak berkecimpung pada karya Pendidikan

Serikat Yesus, seperti: karya Pendidikan di Realino dan sanata Dharma (1957-1967), serta terlibat

dalam karya pendidikan di wilayah Jakarta (1968-1996). Satu hal yang patut dikenang dari beliau

ialah pada 1967, ia bersama Rm Joannes Dijkstra, SJ dan beberapa tokoh mendirikan Yayasan

Pendidikan dan Pengembangan Manajemen yang menjadi lembaga pendidikan manajemen pertama

di Indonesia. Kini Yayasan tersebut menjadi PPM Manajemen. Selain itu di Serikat Yesus, ia

mendapat tugas perutusan sebagai anggota Commissio de Rebus Pecuniaris dan Revisor Arcarum

Provinsi hingga tahun 1998. Pada 1999, ia memasuki masa pensiun dan kembali ke Belanda tepatnya

di kota Gravenhage. Provindo, Serikat Yesus di Indonesia Tahun 1860-1997 (Semarang: Serikat

Yesus Provinsi Indonesia-Perkumpulan Aloysius, 1997), hal. 164; Provindo, Catalogus Provinciae

Indonesiae Societatis Iesu 1998 (Semarang: Serikat Yesus Provinsi Indonesia-Perkumpulan

Aloysius, 1998), hal. 29; Provindo, Catalogus Provinciae Indonesiae Societatis Iesu 1999

(Semarang: Serikat Yesus Provinsi Indonesia-Perkumpulan Aloysius, 1999), hal. 91. 171 Bapak A.J. Sumandar adalah seorang Jesuit, lahir di Solo, 23 Oktober 1920. Ia masuk novisiat

Serikat Yesus pada tanggal 7 September 1945 dan ditahbiskan menjadi Imam Serikat Yesus pada

tanggal 22 Agustus 1955. Ia banyak mendapat tugas perutusan di bidang pendidikan dan formatio

skolastik di Jakarta mulai pada 1958-1975. Pada tahun 1957 s.d 1971, ia menjadi dosen filsafat di

Universitas Indonesia dan pernah menjabat Rektor Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkata pada tahun

1971. Ia meninggal pada tanggal 16 April 1975 dan dimakamkan di Girisonta. Provindo, Serikat

Yesus di Indonesia Tahun 1860-1997 (Semarang: Serikat Yesus Provinsi Indonesia-Perkumpulan

Aloysius, 1997), hal. 273 dan Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 21. 172 Romo Karl Albrech,Karim, SJ lahir di desa Altusried, Keuskupan Augsburg, Jerman Selatan,

sebagai anak ke-tiga dari dua bersaudara. Ia mengalami masa di mana Hilter berkuasa dan perang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

90

Kehadiran tokoh masyarakat seperti Ibnoe, Margono, Fuad, dan Lubis

menjadi Dewan Penyantun memperlihatkan bahwa prinsip CU itu terbuka lintas

agama dan suku, serta untuk semua orang yang peduli pada permasalahan

pemberdayaan masyarakat. Keempatnya adalah tokoh masyarakat pada zamannya

dan menjadi teladan bahwa orang muslim tetap dapat bekerja sama dengan Pastor

dari Gereja Katolik. Mereka bekerja sama untuk membantu meningkatkan

kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat Indonesia bersama dengan gerak

kerasulan Gereja saat itu.

Reaksi positif dari Pemerintah Indonesia itu mendukung proses awal

gerakan CU di Indonesia. Maka pada bulan September 1971, CUCO bekerja sama

dengan Yayasan Konrad Adenauer (Jerman Barat) untuk menyelenggarakan

program pendidikan CU di Indonesia sebagai pilot project. CUCO berhasil

menyelenggarakan empat kali kursus dasar CU sebagai langkah awal

pengembangan aspek pendidikan dan juga usaha memperkenalkan CU kepada

dunia ke-II yang melululantahkan Jerman. Ia masuk novisiat Serikat Yesus di Munich pada 1949,

lalu ditahbisan menjadi imam di Munich pada tanggal 27 Juli 1957. Ia kemudian menjadi misionaris

dan tiba di Indonesia pada bulan Desember 1958 dan ditempatkan di Girisonta untuk studi tersiat

dan belajar Bahasa Indonesia. Setelah itu ia ditugaskan di paroki Tanjung Priok sebagai vikaris

parokial. Pada 1960-1961, ia ditunjuk sebagai asisten untuk karya sosia dan vikaris parokial di

Katedral Semarang Randusari. Pada tahun 1961-1979, ia kembali ke Jakarta dan bertugas sebagai

moderator untuk Ikatan-Ikatan Buruh dan Nelayan Pancasila dan berkecimpung pada bidang karya

social dan pembangunan Gereja. Pada tahun 1962, Keuskupan Agung Jakarta mendirikan Lembaha

Daya Dharma untuk menangani karya sosial keuskupan, dan ia menjadi direktur sampai akhir tahun

1979. Pada 1967, Keuskupan mendirikan Panitia Sosial Keuskupan (PanSos), dan ia bertugas

sebagai sekretaris hingga tahun 1979. Lalu pada 1968 bersama teman-temannya meintis berdirinya

Biro Konsultasi Koperasi Kredit (BK3 atau dikenal dengan sebuta CUCO). Ia banyak berkecimpung

di bidang perburuhan, perkoperasian kredit, organisasi dan karya social serta pembangunan social

ekonomi hingga tahun 1990. Pada 1991-1997, ia bertugas di misi Timor-Timor sebagai asisten

komisi social di keuskupan Dili dan menjadi moderator serta penggiat Credit Union di Timor-timor,

hingga akhirnya mati sebagai martir pada akhir tahun 1999 pada masa konflik Indonesia-Timor-

timor. ____, Pastor Karl Albrecht SY Jubilaris (Jakarta: Paroki St. Fransiskus Xaverius, 1982), hal.

7-21; Provindo, Catalogus Provinciae Indonesiae Societatis Iesu 1999, hal. 75.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

91

masyarakat Indonesia sebagai sebuah alternatif pemberdayaan masyarakat dan

pengembangan ekonomi mikro selain koperasi. Menurut data dari CUCO hingga

tahun 1973, CUCO telah berhasil menyelenggarakan 37 kali Kursus Dasar CU, 7

kali Kursus Kepemimpinan dalam CU, dan 3 kali Seminar Evaluasi Sistem CU,

dengan peserta mencapai angka 1.377 orang.173 Usaha yang dilakukan CUCO ini

memberi stimulus positif dalam perkembangan CU di Indonesia. Salah satu

buktinya ialah hingga 31 Desember 1973, sudah terbentuk 72 CU yang mulai

beroperasi dan di bawah pendampingan CUCO.174

Untuk mendukung usaha CUCO dalam merintis berdirinya CU di berbagai

daerah di Indonesia, mereka mendapat bantuan dari berbagai lembaga internasional

dalam bentuk suplai dana, fasilitas pendidikan, dan pelatihan-pelatihan untuk

proses kaderisasi. Beberapa lembaga internasional yang terlibat membantu

perintisan CU di Indonesia ialah Konrad Adenauer Staiftung dari Jerman, Misereor

(Organisasi Sosial milik Gereja Katolik Jerman), Canadian Cooperative

Assosiation, Credit Union Foundation of Australia, Cebemo (Belanda), CUNA, dan

WOCCU.175 Berikut ini data seputar perkembangan Credit Union di Indonesia

menurut Induk Koperasi Kredit (INKOPDIT):176

Tahun Jumlah

CU

Jumlah

Anggota

Jumlah Harta

(Rupiah)

Keterangan

Periode 1 (1970-1975)177

1970 9 733 1.342.570 CUCO bersama Rm. Albrecht Karim, SJ

fokus memperkenalkan CU kepada

Gereja-gereja Paroki, dan paroki sebagai

173 C.U.C.O, Hari Credit Union Internasional 1974, hal. 7. 174 C.U.C.O, Hari Credit Union Internasional 1974, hal. 7. 175 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 19. 176 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 19-39. 177 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 19.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

92

akses untuk memperkenalkan CU ke

masyarakat umum (Masa inkubasi CU).

1971 18 1.614 4.337.089

1972 35 2.084 8.347.084

1973 72 5.131 14.113.675

1974 116 8.495 36.766.152

1975 197 14.834 106.272.939

Periode II (1976-1981)178

1976 239 16.969 161.810.455 Pada bulan Agustus 1976, di

Bandungan, Ambarawa, Jawa Tengah,

diselenggarakan Konferensi Nasional

Koperasi Kredit (KNKK) dan dihadiri

oleh Ir. Ibnoe Soedjono sebagai Direktur

Jenderal Koperasi Indonesia. Sejak

itulah secara resmi nama “Koperasi

Kredit” yang dikembangkan CUCO

diganti menjadi “Credit Union” dan

dipakai hingga sekarang.

1977 285 25.670 406.372.722

1978 347 30.038 572.795.512

1979 455 45.492 909.379.904

1980 535 56.805 1.456.763.401 Juli 1980 di wilayah Puncak, Bogor,

dibentuk Badan Koordinasi Nasional

Koperasi Kredit (BKNKK) sebagai cikal

bakal terbentuknya Induk Koperasi

Kredit (INKOPDIT)

Periode III (1981-1984)179

1981 783 81.206 2.523/481.840 Pada tanggal 18 Desember 198, CUCO

dan BKNKK melebur ke dalam satu

wadah yag baru, yakni: (a) Badan

Koordinasi Koperasi Kredit Indonesia

(BK3I) untuk pusat, dan (b) Badan

Koordinasi Koperasi Kredit Daerah

(BK3D).

1982 992 104.161 3.540.689.877

1983 1.095 124.954 5.193.868.049

178 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 25. 179 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 26.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

93

Periode IV (1984-1987)180

1984 1.234 137.518 5.933.896.347

1985 1.308 145.563 8.801.301.892

1986 1.313 152.842 11.361.049.226

Periode V (1987-1990)181

1987 1.322 155.580 13.283.040.306

1988 1.395 167.000 16.609.576.875

1989 1.489 190.422 22.749.081.819

Periode VI (1990-19920182

1990 1.493 195.487 26.527.527.671

1991 1.513 209.282 36.753.606.785

1992 1.352 196.885 45.206.561.589 Penurunan jumlah CU mengakibatkan

mengecilnya jumlah anggota

Periode VII (1993-1996)183

1993 1.403 203.327 54.602.633.302

1994 1.521 216.799 62.955.224.398

1995 1.601 248.811 91.286.091.902

Periode VIII (1996-2000)184

1996 1.497 255.673 107.739.646.762

1997 1.400 268.739 137.307.949.583

1998 1.265 272.923 161.165.863.939 Pada 23 Juli 1998, Gerakan Koperasi

Kredit Indonesia memperoleh status

badan hukum dari Pemerintah

No.018/BH.M.I/VII/1998. Oleh karena

itu BK3I diubah menjadi Induk

Koperasi Kredit (Inkopdit) dan BK3D

diubah menjadi Badan Koordinasi

Credit Union (BKCU) atau lebih dikenal

dengan istilah Pusat Koperasi Kredit

(Puskopdit).

1999 1.105 252.226 185.750.270.156

2000 1.090 256.327 242.257.907.250

Periode IX (2001-2003)185

2001 1.071 295.924 358.153.820.741

180 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 27 181 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 29. 182 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 30. 183 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 31. 184 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 32. 185 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 34.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

94

2002 1.095 335.838 518.072.360.146

2003 1.039 378.115 753.753.519.372

Periode X (2004-2007)186

2004 1.041 479.531 1.227.422.999.969 Asset menembus angka Rp 1 triliun,

yakni: Rp 1.227.422.999.969,00.

2005 980 603.728 1.874.915.758.233

2006 1.041 780.110 2.854.738.362.349

Periode XI (2007-2009)187

2007 972 966.704 4.123.512.757.951

2008 949 1.154.208 5.754.925.784.614

2009 888 1.330.138 7.396.318.277.380.

Tabel 3.2 Perkembangan Credit Union di Indonesia.188

CU mengalami peningkatan dari segi kuantitas, anggota, dan aset hingga

tahun 1997. Pasca reformasi, CU mengalami penurunan dari sisi kuantitas. Faktor-

faktor yang menyebabkan banyak CU yang gagal, di antaranya: (1) buruknya tata

kelola keuangan; (2) ketidaksiapan manajemen menghadapi kompleksitas

permasalahan anggota; (3) meningkatnya kredit macet karena orientasi CU pada

peningkatan aset dan anggota daripada proses pendidikan anggota; (4) strategi dan

perencanaan yang tidak matang. Akan tetapi, di sisi lain, setelah reformasi, CU

tetap diminati oleh masyarakat sehingga CU tetap mengalami peningkatan anggota

dan aset. Kepercayaan inilah yang terus dijaga para aktivis dan penggiat CU, dan

diimplementasikan dalam program dan layanan dari Inkopdit-CUCO dan Puskopdit

demi perkembangan CU di Indonesia.

186 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 35. 187 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 37. 188 Data dirangkum penulis dari Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 19-

39.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

95

Gerakan CU di Indonesia berada di bawah koordinasi Inkopdit-CUCO

Indonesia sebagai koperasi kredit sekunder atau CU tingkat nasional dan

berkedudukan di Jakarta. Inkopdit bertugas sebagai sentral pelayanan keuangan

nasional untuk Puskopdit (Pusat Koperasi Kredit-CU) di seluruh Indonesia). Pada

tahun 2020, Inkopdit di bawah koordinasi Komenterian Koperasi dan Usaha Kecil

dan Menengah mengelola 31 Puskopdit dan 6 Pra-Puskopdit yang tersebar di

seluruh wilayah Indonesia.189 Kini masyarakat Indonesia masih mempercayai

gerakan CU sebagai sarana pemberdayaan dan membantu peningkatan

kesejahteraan masyarakat.

3.3 CREDIT UNION PELITA SEJAHTERA (CUPS)

3.3.1 Sejarah Credit Union Pelita Sejahtera

Pada bulan September 2008, Rm. Antonius Sumarwan, SJ, selaku Vikaris

Parokial Santa Perawan Maria Ratu, Blok Q, Jakarta Selatan memulai gerakan ber-

CU bersama beberapa aktivis dengan modal tabungan awal sebesar Rp

3.253.650,00.190 Sasaran utama gerakan tersebut ialah warga miskin yang sudah

memiliki usaha kecil atau kelontong, ingin memiliki usaha kecil, dan bertekad

189 Lihat https://cucoindo.org/puskopdit/ dan https://cucoindo.org/pra-puskopdit/ (disadur dari

Kolese St. Ignatius, 24 Mei 2020, pukul 20.00 WIB). 190 Edi Petebang, Agung KN, dan Stepanus Wakidi (edt.), Credit Union Create Values for Peoples

and Communities (Pontianak: Puskopdit BKCU Kalimantan, 2018), hal. 327.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

96

untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Gerakan ini menyasar warga miskin

yang tidak tersentuh oleh pelayanan lembaga keuangan formal, para ibu yang biasa

berdagang di sekitar Gereja pada hari Minggu, dan masyarakat miskin berada di

sekitar wilayah pastoral Gereja Paroki Santa Perawan Maria Ratu (Gereja Santa),

Blok Q, Jakarta Selatan. Gerakan ini dinamai Credit Union Microfinance

Innovation (CUMI) Pelita Sejahtera, karena gerakan ini lahir dari gerakan CU dan

pelayanannya berbasiskan kelompok dengan sistem setoran mingguan.191 CUMI PS

melakukan pelayanan keuangan mikro (microfinance) berupa produk layanan

simpanan dan pinjaman dengan sistem kelompok tanggung-renteng dan angsuran

mingguan. Sistem ini bertujuannya untuk membantu masyarakat miskin supaya

dapat mengatasi persoalan keuangan dan perlahan-lahan meningkatkan

kesejahteraan mereka secara mandiri.

Ada empat model Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang dikembangkan

di Indonesia, yakni: (1) model saving led microfinance adalah suatu lembaga

keuangan mikro membership based, yang basis keuangannya diperoleh dari

anggota sebagai pelaku usaha mikro; (2) model credit led microfinance ialah LKM

yang memiliki sumber keuangan terutama bukan dari mobilisasi tabungan usaha

mikro, melainkan dari sumber lain, seperti pendanaan dari investor, pemerintah,

pengusaha, atau organisasi masyarakat (LSM); (3) model micro banking adalah

sektor perbankan yang didesain untuk melakukan pelayanan keuangan mikro,

seperti BPR, BRI, Danamon, Bank Bukopin, dst; dan (4) linkage model merupakan

191 Edi Petebang, Agung KN, dan Stepanus Wakidi (edt.), Credit Union Create Values for Peoples

and Communities, hal. 327.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

97

suatu model yang memanfaatkan kelembagaan tertentu dan dihubungkan dengan

ekosistem bank formal dan modern, misalnya Kelompok Swadaya Masyarakat

(KSM).192 Menurut UU No. 20 Tahun 2008 (4 Juli 2008) disebutkan definisi usaha

mikro sebagai “usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta,

tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan

tahunan paling banyak Rp 300 juta.”193 Maka Credit Union dalam gerakan CUMI

PS adalah bagian dari lembaga keuangan mikro dan termasuk dalam kategorisasi

pelayanan keuangan mikro dengan model saving led microfinance. Artinya, CUMI

PS menjadi lembaga keuangan mikro yang membership based, di mana basis

keuangannya diperoleh dari anggota (para pelaku usaha mikro) dan dikelola oleh

anggota juga.194

CUMI PS lahir dari keprihatinan atas kenyataan bahwa ada banyak warga

miskin yang berprofesi sebagai pedagang kaki lima terjerat hutang pada Bank

Keliling atau renteneir di sekitar Gereja Paroki St. Perawan Maria Ratu, Blok Q,

Jakarta Selatan. Para pedagang itu berjualan setiap hari Minggu pagi sampai siang

hari, dan pada jam-jam tertentu mereka didatangi oleh Bank Keliling atau rentenir

untuk menarik angsuran pinjaman. Mereka memberikan pinjaman dengan bunga

tinggi berkisar antara 20% s.d 30% per bulan.195 Bunga tinggi dan ketidakmampuan

192 Bambang Ismawan, “Belantara Keuangan Mikro Indonesia” dalam BASIS Nomor 03-04, Tahun

Ke-58, Maret-April 2009, Yogyakarta: Yayasan Basis, hal. 42-43. 193 Bambang Ismawan, “Belantara Keuangan Mikro Indonesia” dalam BASIS Nomor 03-04, Tahun

Ke-58, Maret-April 2009, Yogyakarta: Yayasan Basis, hal. 40. 194 Bambang Ismawan, “Belantara Keuangan Mikro Indonesia” dalam BASIS Nomor 03-04, Tahun

Ke-58, Maret-April 2009, Yogyakarta: Yayasan Basis, hal. 42. 195 Adalah seorang ibu rumah tangga bernama Ibu Sugiyanti yang bekerja memasarkan produk

Oriflame. Dia adalah single parent dan tulang pnggung keluarga, serta harus membiayai dua anaknya

yang masih SD berusia 9 tahun dan yang bungsu berusia 4,5 tahun. Sebelum bergabung dengan

CUMI Pelita Sejahtera ia terpaksa beberapa kali meminjam uang dari Bank Keliling atau rentenir.

Ia pernah meminjam uang kepada Bank Keliling sebesar Rp 1.000.000,00 untuk membeli produk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

98

mereka untuk membayar pinjaman itulah yang menjadi persoalan utama. Pinjaman

dari reintenir tidak membantu masyarakat miskin untuk keluar dari kesulitan

ekonomi, melainkan semakin membuat mereka terjerat dalam lingkaran hutang

kepada pemilik modal Bank Keliling atau rentenir.

Pada tanggal 15 November 2011 bertempat di aula Karim Arbie, sebagai

tindak lanjut atas keprihatian di atas, para penggagas CU melakukan rapat pendirian

secara resmi Credit Union Microfinance Innovation Pelita Sejahtera (CUMI PS) di

Gereja Paroki St. Perawan Maria Ratu Blok Q yang dihadiri oleh 27 orang penggas

CU di hadapan Notaris Nyonya Hari Suprapti Suwarno, SH.196 Tanggal tersebut

disepakati sebagai hari lahir CUMI PS. Nama “Pelita Sejahtera” diambil sebagai

motivasi bagi para aktivis, agar gerakan CU ini menjadi pelita di tengah kegelapan

akan permasalahan kemiskinan dan kebodohan, serta dapat membawa terang

kesejahteraan bagi para anggotanya.197 Gerakan ini berbentuk Credit Union,

dikarenakan sistem yang digunakan relatif sederhana, mudah diimplementasikan

dalam konteks masyarakat di Indonesia, dan sudah memiliki jaringan luas. Dalam

perkembangan selanjutnya, pada RAT BKCU Kalimantan tanggal 10 s.d 13 April

Oriflame dan membiayai sekolah anaknya. Ternyata ia harus membayar bunga sebesar 50% untuk

jangka waktu pinjaman selama satu bulan dan tidak boleh diangsur. Maka ia harus membayar Rp

1.500.000,00 untuk pinjaman sebesar Rp 1.000.000,00. Setelah ia bergabung dengan CUMI PS, ia

mendapat pelatihan, pendampingan, dan edukasi seputar tata kelola keuangan dan pemasaran

produknya. Kini ia tidak hanya mengembangkan perihal pinjaman ke CUMI PS dan terbebas dari

Bank Keliling, tetapi ia telah mampu membeli laptop untuk mengembangkan bisnis online Oriflame

dan menjadi manager pemasaran. Disadur dari Catatan Arsip Penelitian Internal CUMI Pelita

Sejahtera pada tahun 2013. 196 Badan hukum dari kegiatan Credit Union Microfinance Innovation (CUMI) Pelita Sejahtera

adalah Surat Nomor 307/BH/XII.4/1.829.31/II/2012 Provinsi Jakarta, KDI Jakarta. Edi Petebang,

Agung KN, dan Stepanus Wakidi (edt.), Credit Union Create Values for Peoples and Communities,

hal. 327. 197 Edi Petebang, Agung KN, dan Stepanus Wakidi (edt.), Credit Union Create Values for Peoples

and Communities, hal. 327.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

99

2013 di Batam, CUMI PS secara resmi diterima sebagai anggota jaringan koperasi

sekunder dalam kemitraan dengan BKCU Kalimantan.198 Ada empat manfaat yang

diperoleh CUMI PS dengan bergabung dalam jalinan BKCU Kalimantan, yaitu: (1)

pelatihan dan pendidikan yang diperlukan oleh Pengurus, Pengawas, Staf dan

Aktivis CU untuk pengembangan, pengawasan, peningkatan manajemen,

pelayanan audit, dst.; (2) memperluas jaringan kerja sama dengan CU diberbagai

wilayah dan provinsi yang berbeda yang tergabung dalam BKCU Kalimantan; (3)

mendapat perlindungan bagi simpanan dan pinjaman anggota (asuransi); dan (4)

memperluas wawasan dan mengikuti perkembangan CU melalui forum-forum yang

sifatnya nasional maupun internasional.199

198 BKCU Kalimantan berawal dari pengembangan Gerakan CU yang dirintis oleh Romo Karl

Albrectht karim Arbie, SJ. Awalnya ada banyak CU primer yang muncul dan berkembang, tetapi

kemudian CU tersebut mati karena tata kelola yang tidak professional. Maka pada tanggal 27

November 1988 di kota Pontianak, Kalimantan Barat dibentuklah Badan Koordinasi Koperasi

Daerah Kalimantan barat (BK3D Kalbar) sebagai wadah untuk koordinadi dan pelatihan CU Primer.

Pelayanan BK3D mencakup daerah Kalimantan Barat hingga tahun 2001. Pada 2002-2006, BK3D

meluaskan pelayanannya ke luar Kalimantan Barat ke daerah Jawa, Sulawesi hingga daerah Flores

Timur di Nusa Tenggara Timur. Untuk itulah BK3D kemudian berubah nama menjadi BK3D

Kalimantan-Indonesia melalui RAT tahun 2002, dan menjadi model bagi CU di luar kalimatan. Pada

pengembangan selanjutnya, perubahan terus dialami hingga sekarang menjadi Pusat Koperasi Kredit

(Puskopdit) BKCU Kalimantan yang membawahi: 43 Credit Union yang tersebar di 18 provinsi,

1.741 staf manajemen, 456.653 anggota, 750 kelompok binaan dengan 5.900 anggota, 1351

komunitas basis dengan 24.604 anggota, piutang beredar 4.518.203.246.666, asset anggota

6.494.515.844.071, dan simpanan anggota 5.104.176.846.598. Hingga tahun 2018, ada sepuluh CU

dari anggota Puskopdit BKCU Kalimantan yang direkomendasikan untuk mempersiapkan diri

mengikuti akreditasi ACCESS Branding oleh Association of Asian Confederation of Credit Unions

(ACCU). Dari sepuluh CU tersebut, CU Sauan Sibarrung berhasil mendapat plakat sertifikasi

akreditasi Access Branding dari ACCU pada acara forum CU se-Aria di Colombo, Sri Langka.

Access Branding adalah alat ukur kualitas dari sistem manajemen CU dengan acuan pada tujuan

strategis jangka panjang. Access merupakan akronim dari A-One Competitive Choice for

Competitiveness and Excellence in Service and Soundness, yang menggunakan arsitektur Balances

Scorecard atas 86 indikator dalam 4 perspektif kegiatan CU, yaitu: perspektif keuangan, pelanggan

(customer), bisnis internal, dan pembelajaran-pertumbuhan. Edi Petebang, Agung KN, dan Stepanus

Wakidi (edt.), Credit Union Create Values for Peoples and Communities, hal. 346-359; ACCU,

Access: Credit Union Solurion series no.3 Auditor’s Manual (Pontianak: Association of Asian

Confederation of Credit Unions, 2009), hal. 5-22. 199 CUMI Pelita Sejahtera, Laporan Pengurus CUMI Pelita Sejahtera Tahun 2013: Sebagai Bahan

Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota CUMI Pelita Sejahtera (Jakarta: Dewan Pengurus CUMI

Pelita Sejahtera, 2014), hal. 1.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

100

Frank O’Hara, seorang dosen dan pengamat politik-ekonomi di Catholic

University of America menyebut bahwa gerakan CU adalah sebuah “co-operative

society” yang memiliki dua tujuan penting, yaitu: (a) memotivasi para anggota

untuk menyelamatkan dirinya, dan (b) menyediakan bagi mereka sumber dana

untuk peningkatan produktivitas dan masa depan mereka.200 Kekhasan CU

menurutnya terletak pada ikatan yang didasarkan pada “rasa percaya” sebagai satu

komunitas dan penekanan pada aspek personal para anggotanya. CU sebagai bagian

dari lembaga keuangan mikro dimiliki dan dikelola sepenuhnya oleh anggota,

sehingga sangat mengandalkan kepercayaan. Oleh karena itu, agar CU tetap

mendapat kepercayaan anggotanya secara berkelanjutan, maka aspek pelayanan

harus menjadi perhatian utama yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

kejujuran, kecakapan, keramahan, kecepatan, kesopanan, dan kedisiplinan.201

Begitu pula dengan keberadaan CUMI PS, program dan layanan yang

dikembangkan CUMI PS mengadaptasi program yang dirancang oleh Asian

Confederation of Credit Union (ACCU). Program ini bertujuan membantu CU

untuk menjangkau masyarakat miskin yang belum tersentuh oleh pelayanan CU

konvensional. CUMI PS awalnya dirancang untuk menyiapkan masyarakat kecil

dan miskin di sekitar Gereja Paroki Blok Q, sehingga setelah mereka cukup mandiri

secara keuangan dan mampu bergabung dengan CU Bererod Gratia (CUBG).

Untuk menjadi anggota CUBG, anggota harus membayar simpanan pokok

dan wajib sebesar Rp 2.500.000,00. Maka CUMI PS berperan menyiapkan anggota

200 Frank O’Hara, Credit Unions (New York: The Missionary Society of St. Paul The Apostle and

The Paulist Press, 1937), hal. 5. 201 A.M. Lilik Agung (edt.) Hidup Berkelimpahan Bersama Credit Union (Jakarta: Penerbit PT. Elex

Media Komputindo, 2013), hal. 75.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

101

untuk bisa bergabung dengan CUBG dengan metode angsuran mingguan. CUBG

tersebut sudah ada terlebih dahulu dan membuka pelayanan di reksa pastoral Gereja

Paroki Blok Q sebelum CUMI PS berdiri. Motivasi awal tersebut dirasa baik oleh

CUMI PS, tetapi pada perkembangan selanjutnya, motivasi tersebut disadari akan

membahayakan keberlanjutan CUMI PS. Hal ini penting mengingat dalam gerakan

CU, anggota menjadi dasar dan kekuatan bagi keberadaan sebuah CU. Jika ada

anggota yang berpotensial baik di CUMI PS kemudian harus bergabung dengan

CUBG, maka CUMI PS kehilangan aset berharga dan akan mengurangi pendapatan

bagi CUMI PS sebagai lembaga keuangan mikro.

Untuk mengatasi hal tersebut, pada pertengahan tahun 2013, CUMI PS

memperluas wilayah pelayanan dengan pembukaan kantor di daerah Tigaraksa dan

Pasar Kemis, Tangerang. Awalnya, masyarakat di dua wilayah tersebut menyambut

kehadiran CUMI PS dengan antusias dan penuh semangat, sehingga pada akhir

2013 anggota CUMI PS mencapai angka 441 orang anggota (68% perempuan)

dengan asset mencapai Rp 1,361 milyar dan dengan pinjaman Rp 2,791 milyar.202

Pengembangan wilayah pelayanan sebagai inovasi CUMI PS itu bertahan

selama dua tahun. Setelah dua tahun, ketika program tersebut dievaluasi dan

hasilnya: (1) jarak tempat tinggal anggota jauh dari kantor pusat, sehingga

menghambat pelayanan; (2) biaya operasional pelayanan di luar wilayah Blok Q,

Jakarta Selatan itu sangat tinggi dan tidak sebanding dengan profit yang diperoleh;

202 CU Pelita Sejahtera, Laporan Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku 2018 (Jakarta:

Credit Union Pelita Sejahtera, 2019), hal. 8.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

102

(3) keterbatasan staf menjadi kendala pelayanan, sehingga setoran anggota sering

terlambat dan pelayanan tidak maksimal.

Ketiga hal tersebut berdampak secara langsung pada peningkatan biaya

operasional CUPS, rasio pinjaman beredar 35% dari total asset berjumlah 1,7

milyar dengan jumlah anggota 432 orang, dan rasio kredit lalai mencapai angka

36%, sehingga kondisi tersebut tidak efektif dan tidak sehat bagi tata kelola dan

keberadaan CUMI PS.203 Maka pada bulan September 2015,s dalam rapat, pengurus

dan pengawas CUPS mengambil keputusan untuk menutup kantor dan pelayanan

di daerah Tigaraksa dan mengeluarkan 104 anggota. Mereka difasilitasi untuk

bergabung dengan CUBG yang berkantor di Pasar Kemis. Selain itu, CUMI PS juga

mengeluarkan anggota yang mengalami kredit macet dan penutupan wilayah lain,

seperti daerah Kampung Sawah dan Bekasi.204 Penutupan dua daerah di Tangerang

dan beberapa daerah lain membawa perubahan besar pada CUMI PS, sehingga pada

2015, jumlah anggota CUMI PS turun secara signifikan dari 478 anggota (tahun

2014) menjadi 296 anggota (tahun 2015) dengan rasio pinjaman lalai 16%, rasio

pinjaman beredar 37,3% dari total asset mencapai Rp 1,3 milyar.205

203 Edi Petebang, Agung KN, dan Stepanus Wakidi (edt.), Credit Union Create Values for Peoples

and Communities, hal. 328. 204 CUMI Pelita Sejahtera, Laporan Pengurus-Pengawas CUMI Pelita Sejahtera Tahun 2015:

Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota CUMI Pelita Sejahtera (Jakarta: Dewan

Pengurus CUMI Pelita Sejahtera, 2016), hal. 13. 205 Edi Petebang, Agung KN, dan Stepanus Wakidi (edt.), Credit Union Create Values for Peoples

and Communities, hal. 328.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

103

Grafik 3.3 Perkembangan Jumlah Anggota 2009 s.d 2019206

Keberadaan CU dalam konteks masyarakat Indonesia berperan sebagai

salah satu cara alternatif untuk mengatasi persoalan kemiskinan dan sekaligus

memberdayakan mereka, agar secara mandiri mampu meningkatkan kesejahteraan

mereka. Maka pemberantasan kemiskinan yang ditempuh CU mengutamakan pada

aspek pendidikan, solidaritas, dan swadaya.207 Aspek pendidikan dalam CU

dipahami sebagai usaha untuk mengeluarkan mereka dari situasi kemiskinan dan

tak berdaya. Melalui pendidikan mereka itu didik, disadarkan, dan dibantu untuk

mengatasi persoalan mereka. Pendidikan dalam CU bertujuan untuk mengubah pola

dan perilaku mereka. Namun demikian, pendidikan saja itu tidak cukup, dan tetap

dibutuhkan perilaku yang dibangun dengan semangat solidaritas yang diwujudkan

dalam bentuk pengelolaan rasa setia kawan: “Anda sulit saya bantu, saya sulit Anda

bantu.” Inilah cara khas semangat swadaya yang dikembangkan CU dengan

menggunakan kekuatan sendiri secara bersama-sama. Dalam CU dikenal istilah:

“Dari anggota, oleh anggota, dan untuk anggota.” Secara singkat dapat dikatakan

206 Data dirangkum oleh penulis dari laporan RAT CUPS dari tahun 2009 s.d 2019. 207 A.M. Lilik Agung (edt.) Hidup Berkelimpahan Bersama Credit Union, hal. 193.

143234 226

292

441 478

296

426

618

880

1034

0

200

400

600

800

1000

1200

JUMLAH2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

104

bahwa: asas pendidikan bertujuan untuk membangun watak anggota; asas setia

kawan dimaknai bahwa pinjaman itu hanya diberikan kepada anggota CU; dan asas

swadaya berarti tabungan dan sumber pinjaman itu berasal dari anggota.

3.3.2 Visi, Misi, Nilai-nilai, Semboyan, Slogan dalam Credit Union Pelita

Sejahtera

Untuk memperkuat dan mengembangkan pelayanan CUMI PS, pada tahun

2017, CUMI PS melakukan Re-think, Re-design, dan Re-build dengan mengubah

nama CUMI Pelita Sejahtera (CUMI PS) menjadi Credit Union Pelita Sejahtera

(CUPS).208 Berikut ini perubahan dari road map CUMI PS tahun 2014-2016 dengan

kerangka Balanced Scorecard menjadi CUPS tahun 2017 dengan proses Re-think,

Re-design, dan Re-build:209

a. Visi

1. Visi CUMI PS (2014) : Menjadikan Credit Union yang inovatif,

professional, dan berkelanjutan menghantar masyarakat kecil

menuju kesejahteraan

2. Visi CUPS (2017) : Menjadikan Credit Union pemberdayaan

berbasis masyarakat yang mandiri, inovatif, dan terpercaya

b. Misi

1. Misi CUMI PS (2014) : Meningkatkan kualitas hidup anggota

melalui pendidikan dan pelatihan bermutu, pelayanan keuangan

mikro dan pendampingan yang berkelanjutan

208 CU Pelita Sejahtera, Laporan Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku 2018, hal. 8-

9. 209 CUMI Pelita Sejahtera, Laporan Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku 2016:

Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota CU Pelita Sejahtera (Jakarta: Dewan

Pengurus CUMI Pelita Sejahtera, 2017), hal. 16 dan CUMI Pelita Sejahtera, Laporan Pengurus

CUMI Pelita Sejahtera Tahun Buku 2013: Sebagai Bahan Pertangung-Jawaban Kepada Anggota

CUMI Pelita Sejahtera (Jakarta: Dewan Pengurus CUMI Pelita Sejahtera, 2014), hal. 17-18..

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

105

2. Misi CUPS (2017) : Meningkatkan kualitas hidup anggota

melalui pelayanan keuangan dan gerakan pemberdayaan secara

berkelanjutan

c. Nilai-nilai Inti

1. Nilai-nilai inti (2014) : (i) Terbuka untuk mampu menerima

perbedaan sikap dan cara pandang dengan tetap mencari yang

terbaik untuk semua; (ii) Peduli untuk mampu menangkap dan

memahami kebutuhan orang lain serta berusaha memberikan yang

terbaik bagi mereka; (iii) Jujur untuk selalu mengatakan yang benar

dan bertindak sesuai dengan hati Nurani; (iv) Setia untuk

memberikan komitmen yang penuh kepada Gerakan; (v) Saling

Percaya agar semakin yakin bahwa semua anggota tim bekerja

untuk kemajuan gerajakan dan berusaha agar diri sendiri dapat

dipercaya.

2. Nilai-nilai inti (2017) : Peduli terhadap kehidupan sosial ekonomi

masyarakat dengan sikap jujur, terbuka, setia, dan saling percaya

d. Semboyan

1. Semboyan (2014) : Memperhatikan yang terabaikan, merangkul

yang tersisihkan

2. Semboyan (2017) : Memperhatikan yang terabaikan, merangkul

yang tersisihkan

e. Slogan

1. Slogan (2014) : Cerdas, Gigih, Maju, dan Sejahtera

2. Slogan (2017) : Cerdas, Gigih, Maju, dan Sejahtera

Perubahan visi dan misi CUPS dari usaha masyarakat kecil menuju

kesejahteraan menjadi usaha pemberdayaan berbasis masyarakat yang mandiri,

inovatif, dan terpercaya membawa dampak langsung pada tata kelola dan kebijakan

CUPS, yaitu: (1) CUPS tidak hanya menjadi lembaga kredit mikro saja seperti

umumnya CU, tetapi CUPS menitik beratkan pada program-program

pendampingan untuk pemberdayaan anggota di luar program kredit mikro; (2)

CUPS mulai terbuka menerima anggota di luar anggota UKM, dan menyasar para

anggota dari karyawan perusahan yang kurang sejahtera’ (3) program rutin seperti

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

106

pendampingan, pelatihan, dan produk-produk layanan diarahkan untuk mendukung

pemberdayaan anggota sehingga mereka semakin mandiri dalam tata kelola

keuangan; (4) program pemberdayaan diarahkan agar tumbuh keterlibatan dari

anggota untuk semakin terlibat dalam pengembangan ekonomi mikro di masyarakat

dengan ragam kegiatan, seperti sosial enterpreneurship.

Dengan perubahan visi dan misi tersebut, CUPS ingin menyasar segmentasi

masyarakat menengah ke bawah yang mengalami permasalahan sosial ekonomi

secara inklusif dengan mengunci wilayah pelayanan di tiga kelurahan di wilayah

Jakarta Selatan, yakni: Kelurahan Mampang Prapatan, Kelurahan Petogogan, dan

Kelurahan Kuningan Barat. Di tahun 2018, restrukturisasi tersebut membuahkan

hasil yang positif dan sehat secara tata kelola keuangan bagi CUPS. Pada akhir

2018, data statistik menunjukkan bahwa anggota CUPS berjumlah 880 orang

dengan rasio pinjaman lalai 0.95%7%, pinjaman beredar Rp 2,36 milyar atau 52%

dari total asset Rp 4,5 milyar. Berikut ini tabel ringkasan perkembangan CUMI PS

tahun 2008 s.d CUPS tahun 2019:

Ket. Desember

2008

Desember

2011

Desember

2013

Desember

2015

Desember

2018

Desember

2019

Anggota 9 168 247 296 880 1034

Asset Rp

7.625.650

Rp

545.637.382

Rp

1.361.400.

242

Rp

1.380.813.

942

Rp

4.570.722.

158

Rp

6.227.766.

391

Pinjaman

Beredar

Rp

6.475.000

Rp

134.735.250

Rp

701.879.4

61

Rp

515.435.03

0

Rp

2.360.374.

238

Rp

2.896.007.

300

Rasio

Kredit

Beredar

85% 25% 49% 37,3% 52% 46.5%

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

107

Rasio

Kredit

Lalai

0% 7% 5% 16% 0,95%% 0,93%

Jumlah

Staff

- 3 3 3 4 4

Tabel 3.4 Perkembangan CUMI PS s.d CUPS dari Tahun 2008 s.d 2019.210

Inilah salah satu bukti kongkret dari usaha pemberdayaan yang dilakukan

oleh CUPS dengan segala bentuk pembaharuan dan inovasi yang terus ditingkatkan

demi tercapainya kualitas hidupan dan anggota sungguh dapat meraih kesejahteraan

hidup. Namun demikian, satu hal yang perlu dicermati dan menjadi pertanyaan

mendasar dari proses perubahan CUMI PS menjadi CUPS ialah: (1) apakah

perubahan arah CUMI PS menjadi CUPS, dan perluasan segmentasi pasar dari

pelayanan CUPS itu semakin membuat usaha perberdayaan CUPS efektif atau

sebaliknya?; (2) apakah keberhasilan program CUPS itu hanya dilihat dari sisi

peningkatan rasio kredit beredar dibandingkan dengan rasio kredit lalai? Kiranya

pertanyaan ini akan didalami penulis dalam penelitian di bab keempat.

3.3.3 Struktur Organisasi Credit Union Pelita Sejahtera.

Credit Union adalah sebuah lembaga keuangan mikro yang dimiliki,

dikelola, dan diawasi secara demokratis oleh para anggotanya sebagai pemilik

(member-owner).211 Maka keberadaan pengurus, pengawas, dan pengelola CU

haruslah terdaftar sebagai anggota sekaligus sebagai pemilik. Tugas pengurus atau

210 Data dirangkum oleh penulis dari laporan RAT CUPS dari tahun 2009 s.d 2019. 211 A.M. Lilik Agung (edt.) Hidup Berkelimpahan Bersama Credit Union, hal. 109.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

108

Dewan Pimpinan bertanggungjawab untuk menetapkan arah strategis CU dan

membuat berbagai kebijakan CU, misalnya dalam rencana strategis atau road map

CU.212 Berikut adalah struktur organisasi dan tata kelola yang digunakan oleh

CUPS sejak re-branding dan restrukturisasi CUMI PS menjadi CUPS:

Tabel 3.5 Struktur Organisasi CUPS.213

Level pertama adalah Rapat Anggota Tahunan (RAT). Keputusan tertinggi

ada pada Rapat Anggota Tahunan (RAT) yang diselenggarakan setiap tahun untuk:

mendengarkan, mengevaluasi, dan mengesahkan laporan pertanggungjawaban

pengurus dan pengawas CUPS, beserta businees plan untuk satu tahun ke depan.

RAT diatur dalam AD/ART CUPS. Level kedua ialah tugas dan kewenangan dari

pengurus untuk mengelola kebijakan dan sistem kelola CUPS, beserta pengawasan

dan kontrol dari Dewan Pengawas. Program dan aktivitas yang dilakukan oleh

212 A.M. Lilik Agung (edt.) Hidup Berkelimpahan Bersama Credit Union, hal. 111. 213 Disadur dari papan organigram yang ada Kantor CUPS

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

109

pengurus dan pengawas dijalankan sesuai dengan MO (Manual Operation). Level

ketiga, pengurus dibantu oleh manajemen dan komite untuk tata kelola operasional

termasuk pengaturan hal-hal teknis dan praktis dalam CUPS. Tata kelola

operasional yang dilakukan oleh manajemen dan komite itu diatur dalam SOP

(Standart Operation Procedure) dan IK (Instruksi Kerja).

3.3.4 Program dan Layanan dari Credit Union Pelita Sejahtera

Credit Union Pelita Sejahtera (CUPS) memiliki kekhasan dalam usaha

pemberdayaan masyarakat, persis terletak pada aspek pendampingan dan

pendidikan ber-CU. Artinya, bahwa CU tidak hanya memberikan pendidikan dasar

dan kecakapan keuangan (financial literacy), tetapi juga pendampingan dan

pendidikan berkelanjutan terkait dengan kegiatan wirausaha yang disesuaikan

dengan potensi dan kemampuan setiap anggota. Melalui proses pendampingan dan

pendidikan dalam CUPS, diharapkan setiap anggota mampu mengatasi

permasalahannya, melalui proses perubahan pola pikir sehingga memampukan

mereka menata ekonomi pribadi dan keluarga secara mandiri. Penataan ekonomi

ini diwujudkan dengan perilaku hemat dan tekun, sehingga memunculkan daya-

upaya kreatif dan inovatif dalam usaha menciptakan usaha-usaha produktif yang

dapat menambah penghasilan anggota.214 Untuk itu, CUPS sebagai lembaga

214 Fredy Rante Taruk, Pr, “Credit Union: Gerakan Tobat dan Solidaritas” dalam ROHANI Nomor

11, Tahun Ke-64, November 2017, hal. 32.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

110

keuangan mikro berbasis koperasi kredit memiliki tiga produk layanan yang

ditawarkan kepada masyarakat khususnya para anggotanya. Ketiga produk layanan

tersebut ialah: (1) produk layanan Simpanan; (2) produk layanan Pinjaman; (3)

produk layanan Solidaritas.

3.3.4.1 Produk Layanan Simpanan Credit Union Pelita Sejahtera

CUPS memiliki dan menawarkan sepuluh produk layanan simpanan yang

diperuntukkan untuk menjawab kebutuhan para anggotanya, yaitu:215

a. Simpanan Pokok adalah simpanan kepemilikan anggota dan dibayar satu

kali saat masuk menjadi anggota CUPS sebesar Rp 250.000,00. Untuk

memudahkan para anggota, simpanan pokok ini dapat diangsur dengan

pinjaman PMT (Pinjaman untuk Menambah Tabungan) dan dapat diangsur

selama 12 bulan. Balas jasa simpanan (BJS) dari simpanan pokok adalah

12% setahun dan dihitung pada akhir tahun pembukuan setelah RAT dan

masuk ke Simpanan Kebutuhan Harian (Sihari). Kekhasan dari Simpanan

Pokok ialah simpanan ini akan dikembalikan kepada anggota jika berhenti

atau meninggal dunia.

b. Simpanan Wajib adalah simpanan kepemilikan anggota yang dibayar setiap

bulan sebesar Rp 20.000,00. BJS dari Simpanan Wajib adalah 12% setahun

215 CU Pelita Sejahtera, Kebijakan Keanggotaan, Produk dan Pelayanan Credit Union Pelita

Sejahtera Tahun 2019 (Jakarta: Credit Union Pelita Sejahtera, 2019), hal. 8-16.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

111

dan dihitung pada akhir tahun pembukuan setelah RAT, dan dimasukkan ke

Simpanan Kebutuhan Harian (Sihari).

c. Simpanan Masa Depan (Simapan) adalah simpanan yang diperuntukkan

untuk mengembangkan kekayaan atau aset anggota dan menyiapkan

kebutuhan di masa tua. Simapan ini bersifat jangka Panjang. Setoran awal

Simapan adalah Rp 100.000,00 dan saldo maksimalnya Rp 50.000.000,00.

Bila Simapan sudah mencapai saldo maksimal, maka anggota diharuskan

memindahkan minimal Rp 5.000.000,00 ke produk simpanan lain.

d. Simpanan Modal Usaha (Simus) adalah simpanan sukarela yang dirancang

untuk memenuhi kebutuhan anggota akan modal usaha produktif untuk

peningkatan kesejahteraan mereka dengan BJS Simus sebesar 2% per tahun.

Simus berpadanan dengan Pinjaman Modal Usaha (Ikhtiar), artinya untuk

dapat mengaplikasikan produk layanan pinjaman Ikhtiar anggota harus

memiliki Simus terlebih dahulu. Setoran minimal untuk Simus adalah Rp

10.000,00 dan saldo maksimal Simus sebesar Rp 200.000.000,00.

e. Simpanan Kebutuhan Harian (Sihari) adalah simpanan yang dirancang

untuk membantu anggota memenuhi kebutuhan harian mereka yang

sifatnya mendesak. Sihari ini bersifat wajib bagi seluruh anggota CUPS dan

besar BJS Sihari sebesar 1% per tahun. Setoran awal Sihari adalah Rp

10.000,00.

f. Simpanan Fasilitas Kesejahteraan (Sifat) adalah simpanan yang ditujukan

untuk membantu anggota dalam hal pengadaan fasilitas kesejahteraan hidup

mereka, seperti: kebutuhan akan tanah, perumahan, kendaraan, laptop,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

112

handphone, dst. Produk layanan Sifat berpadanan dan sifatnya wajib, jika

anggota ingin menggunakan Pinjaman Pendidikan (Bestari), Pinjaman

Perumahan (Griya), Pinjaman Kebutuhan Konsumtif (Aguna), dan

Pinjaman Sepeda Motor (Wahana). Setoran awal Sifat berjumlah Rp

50.000,00 dengan saldo maksimal sebesar Rp 200.000.000,00. Bagi CUPS,

Sifat menjadi jaminan atas pinjaman fasilitas untuk kesejahteraan.

g. Simpanan Pendidikan (Pandai) adalah simpanan yang dirancang untuk

membantu anggota atas kebutuhan biaya pendidikan bagi anak-anak

mereka. Pinjaman ini bersifat sukarela bagi anggota, tetapi bersifat wajib

jika mereka hendak mengajukan Pinjaman Pendidikan (Bestari). Setoran

awal sejumlah Rp 500.000,00 dengan saldo maksimal sebesar RP

50.000.000,00. Setoran awal dapat dilakukan secara tunai atau melalui

Pinjaman untuk Menambah Tabungan (PMT).

h. Simpanan Pendidikan Anak dan Remaja (Pandai Junior) adalah simpanan

yang bertujuan untuk penanaman dan pembiasaan budaya menabung sejak

dini di kalangan anak dan remaja sampai dengan umur 17 tahun. Setoran

awal Pandai Junior berjumlah Rp 10.000,00 dengan saldo maksimal sebesar

RP 10.000.000,00 dan BJS Pandai Junior sebesar 2% per tahun.

i. Simpanan Hari Raya (Ziarah) adalah simpanan yang ditujukan untuk

menyiapkan kebutuhan hari raya dan kebutuhan akan ziarah secara lebih

terencana. Produk layanan Ziarah bersifat sukarela dengan setoran awal

minimal Rp 25.000,00 dengan BJS Ziarah sebesar 2% per tahun.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

113

j. Simpanan Darurat (Siaga) adalah simpanan yang diranang untuk membantu

anggota menyiapkan dana tak terduga dan kebutuhan mendesak lainnya,

misalnya rawat inap, musibah, bencana alam, PHK, dst. Setoran awal Siaga

berjumlah Rp 100.000,00 dengan saldo maksimal sebesar RP 60.000.000,00

dan BJS Siaga sebesar 3% per tahun.

Sistem dari kesepuluh produk simpanan ini diatur sedemikian rupa,

sehingga dapat membantu anggota untuk mandiri secara keuangan, dan perlahan-

lahan meningkatkan tingkat perekonomian keluarga. Salah satu implementasinya

ialah adanya sistem saldo maksimal, sehingga meminimalisir anggota untuk

menumpuk simpanan di salah satu produk simpanan. Selain itu, untuk beberapa

produk simpanan menuntut adanya padanan dengan produk pinjaman yang

ditujukan untuk pengembangan usaha, seperti: Simus dengan Ikhtiar, Pandai

dengan Bestari, Sifat dengan Bestari, Griya, Aguna, dan Wahana. Sistem ini tidak

hanya berperan untuk mendisiplikan anggota, tetapi juga mengembangkan daya

kreatif anggota untuk membuat strategi tata kelola keuangan yang relevan

untuknya.

3.3.4.2 Produk Layanan Pinjaman Credit Union Pelita Sejahtera

Selain produk layanan simpanan, CUPS juga menawarkan tujuh produk

layanan pinjaman untuk memenuhi kebutuhan para anggotanya. Hal yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

114

membedakan pinjaman di CUPS dengan pinjaman dari Bank atau Lembaga

keuangan kredit lainnya terletak pada aspek pendidkan dan perencanaan dengan

mengacu pada syarat-syarat tertentu, yaitu: (1) anggota harus memenuhi kewajiban

pada Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib; (2) anggota wajib mengikuti program

dan pendampingan dasar tentang manajemen dan tata kelola keuangan serta

perencanaannya dalam kesatuan dengan pendidikan CUPS yang disebut Percerahan

Dasar (Cerdas); (3) telah menjadi anggota CUPS selama minimal 3 bulan; (4)

masing-masing pinjaman memiliki padanan dengan produk simpanan dan nominal

angsuran beserta bunga dengan sistem menurun; (5) berhasil memenuhi kriteria

5C216 yang ditetapkan CUPS. Ketujuh produk layanan pinjaman adalah sebagai

berikut:217

Pinjaman Ketarangan Saldo

Maksimal

Balas

Jasa

Pinjaman

(BJP)

Jasa

Pelayanan

(JP)

Dana

Cadangan

Resiko

(DCR)

Padanan

Pinjaman

Pinjaman

Untuk

Menambah

Pinjaman yang

digunakan

untuk

menambah

10 juta 1,45%

(menurun)

1% - Simpanan

Pokok,

Wajib,

Simapan,

216 CUPS menerapkan kriteria 5C kepada anggota yang mengajukan pinjaman, yaitu: Capacity

(kapasitas), Character (karakter), Condition (kondisi), Collateral (barang jaminan), dan Capital

(modal). (1) Capacity merupakan ukuran sejauh mana anggota sudah mampu dan terbukti melunasi

pinjamannya sesuai jangka waktu yang telah ditentukan oleh CUPS, misalnya: besar dan frekuensi

angsuran serta penghasilan dikurangi pajak; (2) Character (karakter) mengacu pada integritas dan

kredibilitas dari anggota yang akan mengajukan pinjaman, misalnya: sejauh mana anggota memiliki

stabilitas akan nilai kejujuran, relasi dengan sesama dan lingkungannya, sehingga memberi rasa

aman dan rasa yakin atas aktivitas investasi yang akan dibangun; (3) Condition (kondisi) mengacu

pada faktor-faktor eksternal yang akan mempengaruhi situasi anggota dari sisi sosio-ekonomi,

misalnya: legalitas, nilai kelayakan, nilai bisis dengan kondisi iklim atau kultur setempat; (4)

Collateral (barang jaminan) adalah alat ukur pada aset pribadi atau barang bergerak lainnya,

sekaligus aset tidak bergerak yang dimiliki atas nama anggota, misalnya: sertifikat tanah, bukti

pembayaran pajak prakiraan harga, dst.; (5) Capital (modal) itu mengacu pada sejauh mana anggota

secara teratur dan konsisten berlibat aktif di CU sehingga mengembangkan dan meningkatkan

pendapatan anggota. Johanes Leonardi Taloko (penterj.) Panduan Mengelola Kredit Dalam Credit

Union Berdasarkan CULOCC (Pontianak: BKCU Kalimantan, 2016), hal.126-129. 217 CU Pelita Sejahtera, Kebijakan Keanggotaan, Produk dan Pelayanan Credit Union Pelita

Sejahtera Tahun 2019, hal. 16-22.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

115

Tabungan

(PMT)

simpanan

anggota

Simus,

Sifat,

Pandai,

Ziarah

Pinjaman

Modal

Usaha

(Ikhtiar)

Pinjaman untuk

memenuhi

kebutuhan

modal usaha

dan

pengembangan

usaha produktif

anggota

200 juta 1,50%

(menurun)

1% 1% Simus

Pinjaman

Pendidikan

(Bestari)

Pinjaman untuk

memenuhi

kebutuhan

biaya

pendidikan

keluarga

anggota

50 juta 1,40%

(menurun)

1% 1% Pandai

Pinjaman

Kebutuhan

Konsumtif

(Aguna)

Pinjaman untuk

memenuhi

kebutuhan

konsumtif

anggota,

misalnya

kebutuhan akan

TV, laptop,

HP, peralatan

rumah tangga

20 juta 1,55%

(menurun)

1% 1% Sifat

Pinjaman

Sepeda

Motor

Baru

(Wahana)

Pinjaman untuk

memenuhi

kebutuhan

membeli

sepeda motor

baru untuk

menambah

penghasilan

anggota

40 juta 1,50%

(menurun)

atau

0.90%

(tetap)

1% 1% Sifat

Pinjaman

Perumahan

(Griya)

Pinjaman untuk

memenuhi

kebutuhan akan

tanah,

perumahan

atau renovasi

rumah

150-200

juta

1,50%

(menurun)

atau

0.90%

(tetap)

1% 1% Sifat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

116

Pinjaman

Karyawan

(Pintar)

Pinjaman yang

diberikan untuk

para karyawan

perusahaan

yang bekerja

sama dengan

CUPS

- 1,45%

(menurun)

1% 1% -

Tabel 3.6 Produk Layanan Pinjaman CUPS

3.3.4.3 Produk Layanan Solidaritas Credit Union Pelita Sejahtera

CUPS juga memiliki tiga produk layanan Solidaritas, yaitu: Santunan

Kematian (Santika), Jaminan Perlindungan Kalimantan (Jalinan), dan Solidaritas

Pelajar Berprestasi.218

a. Santika adalah produk layanan solidaritas anggota CUPS yang

diperuntukkan untuk membantu keluarga anggota CUPS yang meninggal

dunia atau ahli warisnya. Dana Santika diperoleh dari iuran anggota setiap

tahun sebesar Rp 50.000,00 dan santunannya sebesar Rp 5.000.000,00.

Pencairan dana Santika dicarikan dalam waktu 24 jam setelah berita duka

diterima oleh manajemen.

b. Jalinan adalah produk layanan dari CUPS yang bekerjasama dalam jaringan

CU sekunder di Puskopdit BKCU Kalimantan. Tujuannya ialah untuk

mengelola resiko dan memberi perlindungan terhadap simpanan anggota

218 Credit Union Pelita Sejahtera, Kebijakan Keanggotaan, Produk dan Pelayanan Credit Union

Pelita Sejahtera Tahun 2019, hal. 22-27.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

117

atau Tunas (Perlindungan Simpanan)219 dan pinjaman anggota atau Lintang

(Perlindungan Piutang)220 bagi anggota CU yang meninggal dunia di dalam

kemitraan jaringan BKCU Kalimantan.

c. Solidaritas Pelajar Berprestasi adalah bentuk apresiasi atau penghargaan

kepada anggota CUPS yang memiliki simpanan Pandai untuk anggota

dewasa atau Pandai Junior untuk anggota dari anak-anak.

3.4 RANGKUMAN

Gerakan Credit Union (CU) berkembang dari keprihatinan beberapa tokoh

masyarakat di wilayah Jerman pada abad ke-18 atas permasalahan kemiskinan yang

dialami masyarakat di wilayah pedesaan. Tokoh-tokoh tersebut di antaranya adalah

Francois Buchez dan Victor Aime Huber, Francois Haeck (1848), Franz Herman

Schulze-Delitzsch (1852), dan Friedrick Wilhelm Raiffeisen (1864). Dari tokoh-

tokoh tersebut, yang selalu dirujuk dalam sejarah gerakan CU adalah Friedrick

Wilhelm Raiffeisen (1818-1888) selaku wali kota di Flammersfield yang

mengembangkan model “People’s Bank.”

Gerakan CU pertama kali diperkenalkan ke publik di kota Heddesdorf,

Jerman. Gerakan CU bagi Raiffleisen adalah sarana persekutuan orang-orang yang

219 Besar nominal produk layanan solidaritas Janinan Tunas yang akan diterima ahli waris sebesar

nilai simpanan anggota dan maksimal Rp 50.000.000,00. 220 Pinjaman anggota CU yang sudah meninggal akan dibayarkan oleh BKCU Kalimantan dengan

nominal maksimal sebesar Rp 150.000.000,00.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

118

bekerja sama untuk memperbaiki kondisi hidup mereka yang miskin, sehingga

melalui usaha tersebut, mereka dapat menyelesaikan permasalahan ekonomi

mereka secara mandiri. Yang mana persekutuan itu didasarkan pada semangat

kebersamaan dan kepercayaan satu dengan yang lain. Ada tiga prinsip utama dalam

gerakan CU, yaitu: asas swadaya, asas setia kawan, dan asas pendidikan.

Perkembangan gerakan CU di Indonesia mengalami masa pasang surut.

Sebelum kemerdekaan, gerakan CU lebih dikenal dengan model koperasi kredit

berkembang pada masa kolonial dan penjajahan Jepang, namun model seperti itu

tidak dapat bertahan lama. Setelah kemerdekaan, gerakan koperasi kembali bangkit

pada era tahun 60-an. Salah satu pionir yang menggagas gerakan CU di Indonesia

adalah Rm. Karl Albrecht Arbi, SJ. Ia berkolaborasi dengan berbagai pihak mulai

dari pejabat pemerintah, akademisi, praktisi ekonomi, bahkan ia juga membangun

jaringan dengan gerakan CU internasional. Kerja sama dan kolaborasi ini

membuahkan hasil dengan dibentuknya: biro konsultan gerakan CU dalam Credit

Union Counselling Office (CUCO), Dewan Penyantun CU bekerja sama dengan

Pemerintah Indonesia dan berakhir dengan dibentuknya Induk Koperasi Kredit

(Inkopdit). Inkopdit menjadi lembaga yang menaungi CU Sekunder dan CU Primer

yang ada di Indonesia dan dibawah koordinasi dengan Kementerian Koperasi dan

Usaha Kecil dan Menengah.

Pada 2008, gerakan CU mulai diperkenalkan oleh Rm. Antonius Sumarwan,

SJ kepada beberapa aktivitis dan umat di Paroki Gereja St. Perawan Maria Ratu,

Blok Q, Jakarta Selatan. Ketika itu, Rm. Antonius Sumarwan, SJ menjadi vikaris

parokial. Gerakan ini dinamai Credit Union Microfinance Innovation (CUMI)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

119

Pelita Sejahtera dan secara diresmikan pada tanggal 15 November 2011. Nama

“Pelita Sejahtera” dimaknai sebagai motivasi agar gerakan CUMI PA ini mampu

menjadi pelita di tengah kegelapan akan permasalahan kemiskinan, kebodohan, dan

membawa terang kesejahteraan bagi para anggotanya. CUMI PS menjadi bagian

dari pelayanan karya sosial Gereja dalam bidang Pengembangan Sosial Ekonomi

(PSE). CUMI PS itu lahir dari keprihatinan dan tanggapan atas kenyataan bahwa

ada banyak warga miskin yang berprofesi sebagai pedagang kaki lima terjerat

hutang pada Bank Keliling atau renteneir di sekitar Gereja Katolik Blok Q, Jakarta

Selatan. Kekhasan dari CUMI PS terletak produk layanan simpanan dan pinjaman

dikelola dengan sistem tanggung-renteng dalam kelompok Basis 5 dan angsuran

mingguan. Maka segmentasi pasar CUMI PS adalah warga miskin yang sudah

memiliki unit usaha mikro dan bertekat untuk meningkatkan kesejahteraan

hidupnya.

Pada perkembangan selanjutnya, tahun 2017, CUMI PS mengalami

restrukturisasi, dan bertrasformasi menjadi Credit Union Pelita Sejahtera (CUPS)

sebagai usaha untuk memperluas jangkauan layanan bagi masyarakat dalam bidang

pelayanan keuangan dan gerakan pemberdayaan yang berkelanjutan. Secara khusus

CUPS memfokuskan diri pada aspek pendidikan, solidaritas, dan swaday, sehingga

melalui pemberdayaan, anggota mampu mengatasi permasalahannya secara

mandiri melalui program dan layanan dari CUPS. Perbedaan mendasar dari gerakan

CU dalam CUMI PS dan CUPS terletak pada sifat keanggotaannya.

Dahulu CUMI PS diperuntukkan untuk masyarakat miskin yang memiliki

unit usaha, tetapi sekarang dengan CUPS, siapapun bisa menjadi anggota sejauh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

120

mampu memenuhi persyaratan yang dituntut dan memiliki komitmen untuk

berpartisipasi aktif di CUPS. Sebagai sebuah lembaga keuangan, CUPS memiliki

tiga produk unggulan, yaitu: produk layanan simpanan, pinjaman, dan solidaritas.

Selain itu, CUPS juga memiliki kegiatan, pelatihan, dan pendampingan dalam

kelompok Sahabat Sejahtera. Semua hal tersebut diperuntukkan untuk menguatkan

dan memberdayakan anggota, agar dapat secara mandiri mengatasi permasalahan

yang dihadapinya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

121

BAB 4

ANALISA EMPAT ELEMEN PEMBERDAYAAN PADA

CREDIT UNION PELITA SEJAHTERA

4.1 PENGANTAR

Pada bab empat ini, penulis akan melaporkan hasil penelitian dengan

metode kualitatif pada Credit Union Pelita Sejahtera (CUPS). Penulis mengambil

sampel data penelitian dari: (1) tujuh belas responden anggota CUPS sebagai

narasumber dalam penelitian; dan (2) analisis atas laporan pertanggungjawaban

pengurus CUPS tahun 2013 s.d 2019. Analisis kedua hal tersebut digunakan untuk

menjawab pokok permasalahan kedua dari rumusan masalah pada bab satu, yaitu:

Sejauh mana peran dan keberadaan CUPS itu sungguh membangkitkan

pemberdayaan bagi masyarakat miskin pada level pengembangan usaha mikro dan

membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

122

4.2 SKEMA PENELITIAN

Pada pokok ini, penulis memaparkan hasil pengolahan dan analisis terhadap

proses penelitian yang dilakukan penulis di CUPS tanggal 8 s.d 16 Januari 2020.

Data penelitian diperoleh penulis dari dua sumber, yaitu: (1) penelitian dengan

metode kualitatif melalui proses wawancara terstruktur dengan tujuh belas

responden anggota CUPS yang menjadi narasumber; (2) analisis data laporan

pertanggungjawaban pengurus CUPS dalam RAT dari tahun 2013 s.d 2019. Data

penelitian tersebut diolah dan dianalisis penulis berdasarkan pada teori kapabilitas

dari Nussbaum dan ditatapkan pada empat elemen pemberdayaan. Hasil

pengolahan data penelitian tersebut kemudian dipaparkan kembali di bab keempat

ini, dan mengacu pada instrumen penelitian, yaitu empat elemen pemberdayaan: (1)

pemberdayaan menuntut adanya akses pada informasi; (2) pemberdayaan bercorak

inklusif dan menekankan partisipasi aktif; (3) pemberdayaan menuntut

akuntabilitas; dan (4) pemberdayaan mengembangkan kapasitas organisasional

yang bersifat lokal.

4.3 KATEGORI RESPONDEN PENELITIAN

Pada penelitian yang dilakukan di CUPS, penulis menggunakan empat

kategori kelompok responden yang menjadi narasumber, yaitu:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

123

1. Kelompok pertama adalah anggota CUPS yang berhasil menurut kriteria

yang digunakan CUPS. Data penelitian diambil dari proses wawancara

terstruktur dengan lima anggota yang dipilih secara acak dan mendapat

predikat anggota berhasil dari CUPS. Kelompok pertama (perwakilan

anggota yang berhasil) dan kelompok kedua (perwakilan anggota yang tidak

berhasil) berperan untuk mengobyektivasi dan mengevaluasi program-

program pemberdayaan CUPS.

2. Kelompok kedua adalah anggota CUPS yang tidak berhasil menurut kriteria

yang digunakan CUPS. Data penelitian diambil dari proses wawancara

terstruktur dengan lima anggota yang dipilih secara acak dan mendapat

predikat anggota lalai dari CUPS. Kelompok kedua juga berfungsi untuk

menunjukkan prasyarat dan batas-batas usaha pemberdayaan, serta kondisi-

kondisi dan faktor-faktor yang dapat menghambat usaha pemberdayaan

yang dilakukan oleh CUPS.

3. Kelompok ketiga adalah anggota CUPS yang berprofesi sebagai karyawan

di berbagai perusahaan dan juga menjadi aktivis maupun pengurus di CUPS.

Data penelitian diambil dari proses wawancara terstruktur dengan lima

anggota yang tidak memiliki unit usaha mandiri dan bekerja di berbagai

perusahaan sebagai karyawan, serta keterlibatan aktif mereka dalam

kegiatan dan kepengurusan di CUPS. Kelompok ketiga membantu penulis

untuk menunjukkan dua hal, yaitu: (1) bagaimana kinerja pengurus

menjalankan fungsi membuat kebijakan dan program, mengelola sistem

CU, dan mengawasi program-program serta kebijakan CUPS sesuai dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

124

rencana strategis yang telah ditetapkan dalam RAT; (2) melihat relevansi

usaha pemberdayaan CUPS bagi segmentasi anggota menengah ke atas

yang berprofesi sebagai karyawan. Hal ini menjadi penting, mengingat 60%

anggota CUPS terdiri atas anggota yang berprofesi sebagai karyawan, dan

umumnya mereka memiliki tingkat kesejahteraan lebih baik daripada 40%

anggota CUPS menengah ke bawah yang memiliki usaha mikro.

4. Kelompok empat adalah outsider yang memiliki perhatian dalam proses

pendampingan dan edukasi di CUPS. Data penelitian diambil dari proses

wawancara terstruktur dengan dua orang yang tidak terlibat secara langsung

di CUPS. Satu responden diambil dari tim pengawas CUPS, dan satu

responden diambil dari salah satu perintis berdirinya CUMI PS yang

kemudian menjadi CUPS. Kelompok keempat berperan untuk memberikan

obyektivasi atas usaha pemberdayaan CUPS dari sisi outsider, mengingat

mereka tidak memiliki pengaruh dan intervensi secara langsung terhadap

kebijakan, program, dan tata kelola di dalam sistem dan manajemen pada

CUPS.

4.4 KONTEKS RESPONDEN PENELITIAN

Berikut ini adalah konteks dari tujuh belas responden yang menjadi

narasumber dalam proses penelitian di CUPS. Adapun datanya adalah sebagai

berikut:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

125

No. Nama

Responden

Usia Kategori Masuk

CU

Profesi/Unit Usaha

1 Ibu Lies Marlina 40th 1 2013 - Ibu rumah tangga

(Islam)

- Catering Rumahan

- Usaha kost-kostan

2 Ibu Jasa Riani

Panjaitan

50th 1 2008 - Ibu rumah tangga (Kat)

- Warung Kelontong

3. Ibu Narti 54th 1 2015 - Ibu rumah tangga

(Islam)

- Mengelola warung

Warteg dan memiliki 8

gerobak keliling

4. Ibu Suliyem 51th 1 2017 - Ibu rumah tangga

(Islam)

- Guru privat anak

berkebutuhan khusus

(usaha mandiri)

5. Ibu Sri Wahyuni 50th 1 2017 - Ibu rumah tangga

(Islam)

- Catering Perusahaan

dan Perkawinan

- Memiliki outlet

makanan di

Gandariacity

6. Ibu Kusmiyah 62th 2 2009 - Ibu rumah tangga

(Islam)

- Warung Sembako di

Pasar Tegal Parang

7. Ibu Septiana 30th 2 2010 - Ibu rumah tangga

(Islam)

- Warung Sembako dan

Sayuran di Parang Tegal

Parang

8. Ibu Kiyem

Handayani

(Wiwin)

65th 2 2013 - Ibu rumah tangga

(Islam)

- Berjualan Jamu

tradisional dengan

gerobak dan menerima

orderan kue lebaran.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

126

9. Ibu Sulastri

36th 2 2013

2015

- Ibu rumah tangga

(Islam)

- Usaha Warteg dan

Makanan Gerobak

10. Bpk. Barly 48th 2 2015 - Bapak Rumah Tangga

(Islam)

- Penjual roti dengan

gerobak

- Menerima pesanan

janur kuning untuk

pesta perkawinan

11. E. Dewi

Ambarwati

40th 3 2008 - Wanita karir (Kat)

- Karyawan perusahaan

di bidang marketing dan

pemasaran

- Kontributor foto-foto

untuk website

- Ketua pengurus CUPS

periode 2017-2019

12. Irene Wiedha

Ardhy Riswari

35th 3 2015 - Single (Kat)

- Konsultan IT

Perusahaan Independen

13. Bpk. Nikolaus

Hukulima

48th 3 2008 - Bapak keluarga (Kat)

- Karyawan perusahaan

- Salah satu penggas

CUMI PS 2008

- Komite Pendampingan

CUPS

14. Bpk. Rianto

Hidajat

46th 3 2014 - Bapak keluarga (Kat)

- Pemilik perusahaan

yang bergerak di bidang

distributor Kitchen-set

di Jakarta Selatan

- Komite Kredit CUPS

15. Ginta Heniarti 23th 3 2014 - Single (Islam)

- Manajer di CUPS

16. Bpk. Suryanto

Wijaya

63th 4 2015 - Bapak keluarga (Kat)

- Komisaris dan CEO di

beberapa perusahaan IT

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

127

di Mega Kuningan dan

SCBD

- Eks-banker

- Ketua Pengawas CUPS

17. Rm. Antonius

Sumarwan, SJ

43th 4 2008 - Imam Serikat Yesus

- Penggagas dan perintis

CUMI PS tahun 2008.

Tabel 4.1. Informasi Seputar Responden Penelitian

4.5 ANALISIS HASIL PENELITIAN

Pemberdayaan dalam konteks sosial-ekonomi ditempatkan sebagai usaha

transformasi sosial. Artinya, pemberdayaan itu mengandung nilai intrinsik (nilai

pada dirinya sendiri), nilai instrumental pada kehidupan pribadi manusia

(individual self-empowerment), dan mempengaruhi kehidupan kolektif (collective

self-empowerment) manusia di tengah realitas dunia. Dalam konteks manusia

sebagai subyek, pemberdayaan memiliki unsur-unsur penting yang membantu

pengembangan kapabilitasnya, yaitu: kemandirian (self-reliance), kekuatan diri

(self-strength), pengakuan pilihan (own choice), kapasitas untuk memperjuangkan

salah satu hak tertentu, independen, kemampuan membuat keputusannya sendiri

(own decision making), makhluk bebas (being free), dan memiliki kesadaran

(awakening).221 Unsur-unsur tersebut telah menyatu dan terintegrasi di dalam nilai

dan sistem kepercayaan lokal masyarakat. Karena unsur-unsur tersebut menyatu

221 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction: A Sourcebook (Washington, DC:

The World Bank, 2002), hal. 13-14.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

128

dalam nilai dan sistem, maka pemberdayaan juga secara langsung bersinggungan

dengan persoalan sosial, ekonomi, politik dan budaya yang dihadapi masyarakat.

Salah satu praksis pemberdayaan ialah fokus perhatian pada peningkatan

kemampuan solidaritas sosial masyarakat melalui cara institusional dan non-

institusional demi terwujudnya kesejahteraan bersama. Oleh karena itu,

pemberdayaan itu memiliki empat elemen, yaitu: (1) akses pada informasi; (2)

bercorak inklusif dan menekankan partisipasi aktif; (3) menuntut akuntabilitas; dan

(4) mengembangkan kapasitas organisasional yang bersifat lokal. Dengan

demikian, pemberdayaan mempengaruhi kapabilitas manusia sebagai pribadi dan

juga kehidupan kolektif umat manusia.

Elemen pertama adalah pemberdayaan menuntut adanya akses kepada

sumber informasi. Akses informasi menentukan bagaimana komunikasi dapat

dilakukan dalam relasi trianggulasi antara masyarakat, pelaku ekonomi dan pasar,

serta pemerintah. Semakin luas ruang informasi dapat diakses masyarakat, maka

akan memperluas peluang mereka untuk terlibat di masyarakat, misalnya: akses

pada peraturan dan kebijakan pemerintah, hak-hak sipil dan pribadi, pelayanan

dasar publik seperti pendidikan dan kesehatan, dst. Selain itu, akses informasi dapat

menghubungkan masyarakat dengan pasar-pasar potensial sehingga dapat

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka, dan pasar terbantu untuk

mengetahui kebutuhan masyarakat dan inovasi yang diperlukan. Akses informasi

bagi pemerintah berperan sebagai bahan analisis untuk menetukan atau merubah

kebijakan dan strategi, sehingga semakin mendukung terwujudnya kesejahteraan

bersama.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

129

Elemen kedua adalah pemberdayaan bercorak inklusif dan menekankan

partisipasi aktif. Elemen kedua ini berkelindan dengan elemen pertama. Karena

masyarakat tidak dapat berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan politik, ekonomi,

sosial, dan budaya, jika mereka tidak memiliki akses informasi yang memadai.

Dalam konteks pemberdayaan, masyarakat kecil diletakkan sebagai co-producers

yang memiliki kekuasaan dan kontrol untuk menentukan pengelolaan sumber daya

pada level mikro.222 Untuk itu, penguatan partisipasi masyarakat dapat dilakukan

melalui pengembangan kemampuan secara individu maupun kolektif. Pada titik

inilah usaha pemberdayaan CUPS menjadi revelan dan kontekstual untuk

meningkatkan kemampuan individu dan kolektif para anggotanya. Karena

pengembangan kemampuan dan keterlibatan masyarakat membantu mereka untuk

memiliki daya tawar dan daya saing, sehingga usaha tersebut dapat meningkatkan

kesejahteraan mereka.

Elemen ketiga adalah pemberdayaan menuntut akuntabilitas. Akuntabilitas

dapat dicapai melalui tranparansi manajemen, pengembangan produk-produk

layanan, dan pertanggungjawaban kebijakan dan program kepada publik. Dalam

konteks pemberdayaan, akuntabilitas diperlukan untuk menjamin dan melindungi

hak-hak masyarakat, khususnya mereka yang miskin dan tersingkir. Elemen

keempat adalah pemberdayaan yang mengembangkan kapasitas organisasional

yang sifatnya lokal. Beberapa ciri yang dapat menunjukkan hal tersebut ialah:

pemberdayaan itu menuntut adanya kemampuan bekerja sama dan berkolaborasi,

222 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 19.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

130

mengorganisasi dan memobilisasi sumber daya untuk kepentingan peningkatan

kesejahteraan bersama masyarakat.

Fokus penelitian ini menempatkan pemberdayaan sebagai usaha

transformasi sosial, di mana usaha-usaha pemberdayaan yang dilakukan oleh CUPS

terarah untuk peningkatan ekonomi mikro dan kesejahteraan masyarakat, secara

khusus para anggotanya. Hal ini sangat relevan bagi CUPS, mengingat pada tahun

2008, sejarah awal gerakan CU di wilayah Pastoral Gereja Paroki St. Perawan

Maria Ratu ialah keprihatinan akan warga miskin yang tidak tersentuh oleh

pelayanan lembaga keuangan formal, dan mereka yang terjerat hutang kepada Bank

Keliling dan rentenir. Persoalan kemiskinan yang mereka hadapi itu tidak hanya

dipengaruhi oleh ketidakmampuan dan kapabilitas mereka dalam hal tata kelola

keuangan dan usaha, tetapi juga dipengaruhi oleh persoalan-persoalan lain, seperti:

persoalan politik, ekonomi, pasar, sosial, dan kultur budaya masyarakat sekitar.

Kompleksitas permasalahan tersebut membuat usaha pemberdayaan

menjadi tidak mudah. Namun demikian, situasi tersebut tidak menyurutkan CUPS

untuk terus mengusahakan pemberdayaan bagi masyarakat di wilayah Jakarta

Selatan, terlebih para anggotanya. Oleh karena itu di tahun 2020, penulis

melakukan penelitian untuk melihat dan merefleksikan: Sejauh mana peran dan

keberadaan CUPS itu sungguh membangkitkan pemberdayaan bagi masyarakat

miskin pada level pengembangan usaha mikro dan membantu peningkatan

kesejahteraan masyarakat? Untuk itu, penulis menggunakan perangkat empat

elemen pemberdayaan untuk membantu penulis dalam penelitian ini, seperti yang

telah diuraikan pada bab kedua.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

131

4.5.1 Elemen 1: Pemberdayaan Menuntut Adanya Akses Kepada Informasi

4.5.1.1 Akses Pada Sumber Informasi dan Pengetahuan

Nilai khas gerakan CU adalah kepercayaan anggota yang dijaga melalui

pelayanan yang prima. Melalui pelayanan prima CU, anggota dapat terus

bertumbuh dalam kepercayaan dan semakin terlibat dalam aktivitas CU, sehingga

mereka dapat mencapai kesejahteraan hidup. Anggota perlu menyadari bahwa CU

tidak boleh semata-mata hanya mengandalkan diri pada produk layanan pinjaman.

Karena tujuan utama CU ialah untuk mengelola dan mengendalikan penggunaan

uang, meningkatkan nilai-nilai moral dan fisik manusia, serta mendorong mereka

agar mampu menolong dirinya sendiri secara mandiri.223

Dalam konteks CUPS, data penelitian menunjukkan bahwa akses pertama

masyarakat pada informasi dan pengetahuan seputar kegiatan CU itu berasal dari

perjumpaan dengan sesama anggota dan aktivis. Pada masa awal berdirinya CUMI

PS (2008 s.d 2013), gerakan CU dimulai dengan pendampingan kelompok basis

berjumlah 5 orang yang dilakukan oleh aktivis. Pendampingan model ini menjadi

sarana efektif dalam perekrutan anggota dan promosi gerakan CU kepada

masyarakat luas.

Fokus utama gerakan CU ialah pembangunan habitus menabung sebagai

bagian dari pendidikan dasar anggota CUMI PS, melalui sistem angsuran

223 A.M. Lilik Agung (edt.) Hidup Berkelimpahan Bersama Credit Union, hal. 201.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

132

mingguan. Seorang anggota bernama ibu Jasa Riani Panjaitan, dari kelompok

pertama, menyebut kunjungan Rm. Antonius Sumarwan, SJ bersama aktivis CU

menjadi awal ketertarikannya pada gerakan CUMI PS. Mereka mengajak beliau

untuk masuk dan bergabung dengan kelompok basis 5 di sekitar kontrakannya pada

tahun 2008.224 Dalam kelompok Basis 5, ibu Jasa Riani Panjaitan mendapatkan

pendampingan dan pelatihan Cerdas untuk tata kelola keuangan dasar. Selama masa

pendampingan tersebut, ia dididik oleh staf CU dengan mengangsur simpanan

pokok dan wajib secara mingguan. Setelah beberapa waktu, ia diperkenankan

mengajukan produk layanan pinjaman ke CUMI PS.

Pada masa CUPS (2017-sekarang), promosi gerakan CU dilakukan melalui:

(1) mengubah kelompok Basis 5 menjadi kelompok Sahabat Sejahtera dengan

cakupan wilayah lebih luas di Jakarta Selatan; (2) dan kesaksian anggota CUPS

dalam berbagai pertemuan dan kegiatan kemasyarakatan. Ibu Septiana, dari

kelompok kedua, mengatakan bahwa ketertarikannya pada CUPS tahun 2010

dikarenakan ajakan dari ibunya Kusmiyah sudah terlebih dahulu menjadi anggota

CUPS sejak 2009.225 Senada dengan itu, Irene Wiedha Ardhy Riswari juga

mengatakan bahwa perkenalannya dengan CUMI PS di tahun 2015 dimulai dari

kotbah Rm. Antonius Sumarwan, SJ di Paroki St. Perawan Maria Ratu Blok Q, pada

salah satu perayaan Ekaristi mingguan. Setelah itu, ia diajak oleh alm. Bpk. Puspo

(anggota dan pengawas CUMI PS) selaku ketua lingkungan untuk bergabung dan

aktif di CUMI PS.226

224 Wawancara penulis dengan Ibu Jasa Riani Panjaitan, hal. 5. 225 Wawancara penulis dengan Ibu Septiana, hal. 6. 226 Wawancara penulis dengan Irene Wiedha Ardhly Riswari, hal. 7.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

133

Setelah anggota melengkapi persyaratan administratif dan secara resmi

bergabung dengan CUPS, maka mereka diwajibkan untuk mengikuti pelatihan

dasar atau Cerdas (Pencerahan Dasar). Tujuan pendampingan awal ini adalah

membantu anggota untuk memahami tata kelola dan literasi keuangan. Kesadaran

anggota, cara anggota memandang, mengelola, dan membuat strategi keuangan

menjadi fokus dalam awal pendampingan CUPS. Usaha-usaha tersebut menjadi

pondasi awal membangun motivasi dasar anggota untuk semakin terlibat dalam

gerakan CU.

Motivasi dasar anggota terlibat dalam gerakan CU ialah agar mereka

memperoleh pengetahuan, kesadaran, dan mampu membuat strategi untuk

meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Oleh karena itu, motivasi dasar

bergabung dengan gerakan CU bukan pertama-tama perihal kebutuhan akan uang

dan pinjaman. Justru peningkatan kesejahteraan yang diperoleh melalui

keterlibatan anggota dalam CU itulah yang dipahami sebagai tujuan dasar dan

bukan “usaha menangkap uang”. Pada titik itulah, gerakan CU mendapatkan

kekhasannya pada aspek pendidikan dalam arti luas. Fokus utama pendidikan dalam

CU adalah financial literacy, artinya melalui “melek” tata kelola keuangan, pada

anggota diharapkan mencapai kemandirian dalam bidang keuangan.227 Maksudnya

ialah anggota tahu pokok permasalahan, tahu batas kemampuan ekonomis dirinya,

mampu membuat strategi, dan akhinya mampu mengatasi permasalahan ekonomi

yang dihadapinya secara mandiri. Dengan demikian, gerakan CU adalah sarana

untuk mengubah mentalitas anggota melalui penekanan pada aspek pendidikan

227 A.M. Lilik Agung (edt.) Hidup Berkelimpahan Bersama Credit Union, hal. 96.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

134

(financial literacy), sehingga mereka dapat mengalami peningkatan pendapatan dan

memperoleh kesejahteraan hidup.

4.5.1.2 Menyediakan Ruang Komunikasi

Dalam struktur organisasi CUPS, model komunikasi yang ideal adalah

kombinasi antara model top-down dan bottom-up. Model bottom-up

diimplementasikan dalam dua kegiatan, yaitu: (1) kegiatan pertama adalah Rapat

Anggota Tahunan (RAT). RAT merupakan level tertinggi untuk pengambilan

terkait dengan kebijakan dan program-program CUPS, di mana anggota memiliki

hak untuk mendengarkan, menimbang, mengevaluasi, bahkan mengesahkan

laporan pertanggungjawaban dan businees plan tahunan. (2) Kegiatan kedua ialah

“turun ke bawah” (turba). Sebelum RAT, para aktivis dan manajemen melakukan

dialog dan survei untuk mengevaluasi kebijakan, program, dan pelayanan CUPS

yang telah dilakukan selama satu tahun. Peranan turba bagi CUPS sangat penting,

mengingat dalam RAT tidak semua anggota itu memahami, mengkritisi, dan

mengevaluasi laporan pertanggungjawaban pengurus. Melalui turba, manajemen

dan aktivis dapat menggali informasi seputar kebutuhan anggota, keberhasilan dan

evaluasi program layanan dari CUPS.

Pada masa CUMI PS, para staf secara rutin setiap minggu mengunjungi

anggota untuk melakukan pendampingan kelompok Basis 5 di tiga wilayah

dampingan. Selain melakukan pendampingan, mereka juga mengambil angsuran

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

135

produk layanan simpanan dan pinjaman anggota. Kebijakan “jemput bola”

menguntungkan bagi anggota yang memiliki unit usaha mikro dan tidak punya

banyak waktu untuk berkunjung ke kantor CUMI PS. Keuntungan lain, para

anggota lebih mudah terbuka untuk mengkomunikasikan kesulitan yang tengah

mereka dihadapi kepada para staf ketika di rumah daripada ketika di kantor. Hal ini

sangat membantu para staf CUMI PS untuk memetakkan persoalan kemudian

merekomendasikan solusi produk layanan bagi mereka. Semua narasumber dari

kelompok pertama dan kedua mengatakan bahwa mereka terbantu dengan adanya

kebijakan “jemput bola” dari CUMI PS.

Sebaliknya bagi lembaga CUMI PS, kebijakan “jemput bola” membuat

anggota disiplin untuk mengangsur produk layanan simpanan dan pinjaman,

sehingga uang beredar menjadi stabil dan angka kredit lalai turun secara signifikan

menjadi kurang dari 5% menurut analisis rasio Pearls228. Dalam hasil audit internal

Dewan Pengawas pada bulan Desember 2013, rasio kredit beredar di CUMI PS

turun dari 12,64% pada akhir Desember 2012 menjadi ratio 4,61% pada akhir bulan

Desember 2013.229 Dengan demikian, nampak jelas bahwa pendampingan untuk

anggota yang memiliki usaha mikro diberi prioritas lebih oleh CUMI PS.

228 Analisis Rasio PEARLS adalah analisis keuangan yang dipakai untuk mengukur: (1) sikap

tanggap lembaga dalam bemberikan perlindungan terhadap resiko atas aktivitas ekonomi (pinjaman)

yang dihadapi; (2) efektivitas dalam mengelola asset yang menghasilkan; (3) kecukupan modal

lembaga dikaitkan dengan resiko penyaluran pinjaman; (4) kualitas asset yang produktif; dan (5)

efektivitas dalam pengelolaan pendapatan dan biaya. Analisa Rasio PEARLS kredit lalai termasuk

dalam kualitas aset (asset quality) yang diperoleh dengan mengukur presentasi total pinjaman lalai

di portofolio pinjaman, menggunakan kriteria total pinjaman lalai dibandingkan dengan akumulasi

pinjaman lalai yang sudah diangsur. Rumusnya A1=a/b x100%, idealnya rasio pinjaman lalai itu

kurang dari atau sama dengan 5%. Munaldus, Analisa Rasio PEARLS di Credit Union (Pontianak:

BK3D Kalimantan, 2006), hal. 40. 229 Dewan Pengawas CUMI PS, Laporan Pengawas CUMI Pelita Sejahtera Tahun Buku 2013:

Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota CUMI PS (Jakarta: Dewan Pengawas

CUMI PS, 2013), hal. 7.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

136

Akan tetapi dari pengalaman CUPS, model bottom-up tidak cukup untuk

mengembangkan usaha pemberdayaan CUPS, maka CUPS juga menerapkan model

komunikasi top-down. Informasi dari turba diolah oleh pengurus, pengawas, dan

komite sehingga dapat diimplementasikan dalam bentuk kebijakan, program-

program, rencana strategis dan operasional demi keberlanjutan usaha

pemberdayaan CUPS. Pengurus dan pengawas akan mengolah informasi sehingga

dapat diterapkan dalam kebijakan, pembuatan rencana strategis dan operasional.

Manajemen akan melaksanakan rencana operasional dalam bentuk program

layanan yang sungguh sesuai dengan kebutuhan anggota. Lalu komite berperan

untuk membantu integrasi dan blending program layanan CUPS dalam kehidupan

sosial-bermasyarakat.

Pada 2017 pasca re-branding dan restrukturisasi CUMI PS menjadi CUPS,

model top-down lebih banyak diaplikasikan. Stakeholder membuat kebijakan untuk

mengurangi intensitas kunjungan staf ke anggota, dan mendorong anggota CUPS

untuk lebih aktif datang dan berkunjung ke kantor CUPS. Kebijakan ini diambil

setelah melewati masa-masa krisis. Bpk. Suryanto Wijaya, selaku Pengawas CUPS

mengungkapkan bahwa setelah restrukturisasi, CUPS masuk ke segmen pasar

middle-high dengan menyasar para karyawan perusahaan.230 Kini di tahun 2019,

komposisi anggota CUPS terdiri atas 60% anggota dari karyawan perusahaan, dan

40% anggota yang memiliki unit usaha mikro.

Perubahan kebijakan dan orientasi tersebut itu tetap tidak menutup

kebiasaan staf CU untuk mengunjungi dan bersosialisasi dengan anggota CUPS.

230 Wawancara penulis dengan Bapak Suryanto Wijaya, hal. 9.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

137

Ibu Jasa Riani Panjaitan (50th) mengatakan bahwa sekarang staf CU masih

berkunjung bulanan untuk berdialog, melakukan pendampingan, dan mengambil

angsuran produk layanan simpanan dan pinjaman anggota CUPS.231 Untuk segmen

anggota unit usaha mikro (40%), CUPS tetap mempertahankan kunjungan rutin

mingguan ke anggota, khususnya untuk kategori anggota lalai di CUPS, misalnya:

pengalaman Ibu Kusmiyah232, Ibu Septiana233, Ibu Kiyem Handayani234, dan Bpk.

Barly235. Kunjungan mingguan diperuntukkan untuk berdialog, pelatihan keuangan,

monitoring, dan memotivasi mereka untuk menemukan permasalahan pokok,

sehingga mereka mampu mengatasi permasalahan tersebut secara mandiri.

Dalam konteks CUPS, kombinasi model komunikasi top-down dan bottom-

up diperlukan agar permberdayaan CUPS itu dapat berkelanjutan dan bersama-

sama mengusahakan kesejahteraan bersama. Menurut Emanuel Dewi Ambarwati,

selaku ketua pengurus, CUPS sudah melakukan sosialisasi dalam kelompok

dampingan (kelompok basis 5 pada CUMI PS dan sahabat sejahtera pada CUPS)

dan telah merambah ranah platform digital, seperti Website, Facebook, Instagram,

Whatapp Grup, bahkan akses pada aplikasi mobile-CUPS.236 Inilah salah satu

bentuk bagaimana CUPS berkomitmen untuk memerhatikan pembangunan

komunikasi antara CUPS dengan para anggotanya, melalui ruang sosialiasi.

Sosialisasi gerakan CU dirasa CUPS sangat penting, mengingat pengalaman

buruknya komunikasi di manajemen berdampak pada anggota CUMI PS pada

231 Wawancara penulis dengan Ibu Jasa Riani Panjaitan, hal. 10. 232 Wawancara penulis dengan Ibu Kusmiyah, hal. 10. 233 Wawancara penulis dengan Ibu Septiana, hal. 10. 234 Wawancara penulis dengan Ibu Kiyem Handayani, hal. 11. 235 Wawancara penulis dengan Bpk. Barly, hal. 7. 236 Wawancara penulis dengan E. Dewi Ambarwati, hal. 11.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

138

waktu itu. Ibu Kusmiyah dan Septiana sebagai anggota CUMI PS pernah

mengalami kerugian atas sistem tanggung-renteng,237 yang sempat digunakan

dalam kelompok Basis 5 saat CUMI PS sebagai produk dari CUBG. Salah satu

anggota kelompok Basis 5 pernah mengaplikasikan produk layanan pinjaman lalu

ditinggal kabur. Akibatnya keempat anggota dalam kelompok Basis 5 harus

menanggung kerugian materi dan mengangsur pinjaman tersebut setiap minggu

hingga lunas.

Data menarik lain dari penelitian, ada sebelas dari tujuh belas responden

penelitian mengatakan bahwa ruang komunikasi yang dikembangkan di CUPS

cenderung bercorak top-down. Artinya, menurut mereka, kebijakan dan program-

program diambil dari business plan tahunan (RAT) dan diimplementasikan oleh

stakeholder (Rapat Pengurus dan Pengawas), serta disosialisasikan kepada anggota

oleh tim manajemen dan para aktivis.238 Permasalahan pokoknya dalam konteks ini

ialah anggota hanya melihat bahwa kebijakan dan program itu hanya ditentukan

oleh para penentu kebijakan sebagai Stakeholder. Nampaknya mereka kurang

memahami sungguh bahwa kebijakan dan program itu dibuat oleh Stakeholder itu

didasarkan kebutuhan masyarakat terlebih anggota, melalui usaha turba dan

sosialiasi bulanan dan mingguan yang dilakukan oleh manajemen dan para akvitis

CUPS. Maka pada titik ini, CUPS harus berani mengevaluasi metode proses

sosialiasi yang dilakukan selama ini, dan melihat peluang untuk pengembangan

bentuk-bentuk komunikasi dan sosialisasi. Pemanfaatan teknologi dan informasi

237 Sistem tanggung-renteng adalah sarana untuk memudahkan anggota CUMI PS 238 Wawancara penulis dengan Irene Widha Ardhy Riswari dan Rianto Hidajat, hal. 11 dan 12.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

139

sangat dibutuhkan CUPS, namun demikian hal tersebut tidak menggantikan

prioritas usaha CUPS untuk berdialog, berjumpa, dan berdiskusi dengan para

anggota.

4.5.1.3 Menyediakan Pelayanan-pelayanan Dasar

Salah satu indikator pemberdayaan adalah adanya program atau kegiatan

yang membantu masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Berikut ini

ringkasan data sejauh mana anggota telah memanfaatkan produk layanan simpanan

dan pinjaman yang ditawarkan oleh CUPS:

No. Jenis

Simpanan

Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019

Orang Jumlah (Rp) Orang Jumlah

(Rp)

Orang Jumlah (Rp)

1. Pokok 610 152.500.000 880 218.000.000 1034 258.500.000

2. Wajib 612 128.248.557 874 177.750.909 1034 286.369.559

3. Sihari 587 582.923.558 822 954.327.584 953 1.440.654.486

4. Pandai

Junior

89 46.142.750 58 44.624.700 81 75.626.750

5. Ziarah 54 295.832.160 61 297.429.820 72 246.231.820

6. Pandai 69 140.371.450 111 271.104.650 132 284.951.450

7. Simapan 498 765.442.650 767 1.259.983.399 932 1.728.566.675

8. Simus 22 61.108.400 40 593.121.000 68 647.293.125

9. Siaga - 18 12.677.550 22 23.788.000

TOTAL 618 2.172.569.525 880 3.829.019,612 1034 4.489.844.356

Tabel 4.2 Produk Layanan Simpanan Anggota CUPS 2017 s.d 2019

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

140

Grafik 4.3. Presentasi Produk Layanan Simpanan Anggota CUPS 2017 s.d 2019

Data di atas menunjukkan bahwa produk layanan Sihari dan Simapan

menjadi produk terbanyak digunakan oleh anggota CUPS. Sihari mengalami

penurunan di tahun 2018 dari 26,83% turun menjadi 24,92%, tetapi meningkat

secara signifikan di tahun 2019 menjadi 32,08%. Hal ini menunjukkan bahwa

kebutuhan harian anggota semakin meningkat dan kebutuhannya beragam,

sehingga mereka sangat memperhitungan hal tersebut dan mengantisipasinya

dengan perencanaan yang lebih matang. Maka prioritas pelayanan CUPS adalah

berusaha memberikan alternatif-alternatif yang menjawab ragam kebutuhan

anggota CUPS.

Hal senada itu juga terjadi pada Simapan yang mengalami pertumbuhannya

signifikan. Pada tahun 2019, Simapan mencapai angka 38,49% dari angka 35,23%

di tahun 2017. Selain itu, Simus juga mengalami lonjakan drastis dari 2,81% (2017)

menjadi 15,49% (2018), dan sempat turun menjadi 14,1% (2019). Pertumbuhan

Pokok Wajib SihariPandaiJunior

Ziarah Pandai Simapan Simus Siaga

2017 7,01% 6% 26,83% 2,12% 13,61% 6,46% 35,23% 2,81% 0%

2018 5,60% 4,64% 24,92% 1,16% 7,70% 7,08% 32,90% 15,49% 0,33%

2019 5,75% 6,37% 32,08% 1,68% 5,48% 6,34% 38,49% 14,41% 0,52%

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

30,00%

35,00%

40,00%

45,00%

50,00%

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

141

Simapan dan Simus yang signifikan ini menunjukkan bahwa usaha pemberdayaan

CUPS itu berdampak positif dalam dua hal, yaitu: (1) pertama, kenaikan tersebut

menandakan bahwa ada pertumbuhan kesadaran di anggota CUPS akan pentingnya

strategi dan planing dalam mengatasi permasalahan. (2) Kedua, anggota CUPS

mulai sadar untuk terlibat dalam membangun modal usaha produktif, sekalipun

mereka masih berstatus karyawan perusahaan. Hal ini dirasa penting bagi CUPS,

mengingat 60% anggota CUPS adalah karyawan aktif di beragam perusahaan, dan

hanya 40% yang sungguh berkecimpung dalam unit usaha mikro. Kedua hal

tersebut merupakan manfaat dari pendidikan Cerdas di dalam gerakan CU, yakni:

membiasakan anggota melihat peluang usaha, menabung, dan mengelola uang

secara terencana. Dengan demikian inilah aspek pendidikan yang menjadi fokus

dari usaha pemberdayaan CUPS.

No. Jenis

Pinjaman

Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019

Orang Jumlah (Rp) Orang Jumlah

(Rp)

Orang Jumlah

(Rp)

1. Ikhtiar 75 692.710.538 76 1.311.672.738 80 997.098.650

2. Bestari 21 102.872.660 40 218.538.700 49 274.561.800

3. PMT 120 237.507.300 99 147.958.200 63 259.710.950

4. Griya 11 476.663.200 20 560.672.800 17 438.034.600

5. Aguna 75 339.452.280 108 517.673.400 137 766.876.300

6. Wahana 4 40.692.500 8 73.747.400 9 159.725.000

7. Total 306 1.889.898.478 351 2.830/263.238 355 2.896.007.300

Total

Anggota

610 880 1034

Tabel 4.4. Produk Layanan Pinjaman Anggota CUPS 2017 s.d 2019

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

142

Grafik 4.5. Produk Layanan Pinjaman Anggota CUPS 2017 s.d 2019

Pada akhir Desember 2018, jumlah pinjaman beredar adalah Rp 2,83 miliar,

naik hampir 50% dari jumlah pinjaman beredar pada akhir Desember 2017 sebesar

Rp 1,899 milar. Kenaikan ini dikarenakan: (1) bertambahnya jumlah peminjam dari

306 orang pada bulan Desember 2017 menjadi 351 pada bulan Desember 2018,

maka terjadi kenaikan sebesar 9,8%.; (2) rata-rata saldo pinjaman per anggota naik

sebar 22,5% berada pada kisaran Rp 7,1 juta menjadi Rp 8,7 juta; (3) penambahan

signifikan pada pinjaman Aguna, karena ada 33 orang anggota mengambil

pinjaman Ziarah ke Yerusalem, dan pinjaman itu dimasukkan ke tabungan di

CUPS. Menurut Nikolaus Hukulima, aset CUPS di tahun 2018 mencapai angka Rp

4,57 miliar, dan uang beredar baru mencapai angka Rp 2,36 miliar atau sebesar 52%

dari seluruh aset.239

239 Wawancara penulis dengan Bpk. Nikolaus Hukulima, hal. 16.

Ikhtiar Bestari PMT Griya Aguna Wahana

2017 36,65% 5% 12,57% 25,22% 17,96% 2,15%

2018 46,34% 7,22% 5,23% 19,81% 18,29% 2,61%

2019 34,43% 9,48% 8,97% 15,13% 26,48% 5,51%

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

30,00%

35,00%

40,00%

45,00%

50,00%

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

143

Pada akhir Desember 2019, jumlah pinjaman beredar adalah Rp 2,89 milar

(2019) naik dari Rp 2,83 miliar (2018), maka kenaikannya sangat kecil. Salah satu

faktornya ialah produk layanan Ziarah pada 2018 digunakan sekitar 30 anggota,

tetapi pada 2019 hanya digunakan oleh 10 anggota. Untuk itu, CUPS melakukan

beberapa inovasi untuk mengatasi masalah tersebut. Inovasi CUPS

diimplementasikan dengan menaikkan plafon beberapa produk layanan pinjaman,

seperti: plafon pinjaman motor baru (Wahana) dari Rp 20.000.000,00 menjadi Rp

40.000.000,00, pinjaman untuk city car dari Rp 100.000.000,00 menjadi Rp

250.000.000,00, dan pinjaman Griya dari Rp 100.000.000,00 menjadi Rp

250.000.000,00.

Catatan kritis atas data produk layanan simpanan ialah presentasi angka

simpanan Ziarah turun dari angka 13,61% (2017) menjadi 5,48% di tahun 2019.

Dari sisi data pinjaman, presentasi Ikhtiar mengalami penurunan dari 46,34%

(2018) menjadi 34,43% (2019). Kedua data ini menunjukkan bahwa 60% anggota

yang berstatus karyawan lebih menyukai untuk menyimpan uang daripada terlibat

menggunakan produk layanan pinjaman. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi

CUPS pasca re-branding CUMI PS menjadi CUPS, mengingat ada dua perubahan

mendasar dalam visi dan misi, yaitu: (1) dari visi menghantar masyarakat kecil

menuju kesejahteraan (2014) menjadi pemberdayaan berbasis masyarakat yang

mandiri (2017); (2) dari misi pelayanan keuangan mikro berkelanjutan (2014)

menjadi pelayanan keuangan dan gerakan pemberdayaan secara berkelanjutan

(2017).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

144

Perubahan tersebut mengubah pemaknaan dan fokus pemberdayaan yang

dilakukan oleh CUPS. Pada saat CUMI PS (2008-2016), relevansi pemberdayaan

diarahkan pada fokus peningkatan pendapatan anggota yang memiliki UKM, dalam

bentuk bantuan modal usaha dan pengelolaan keuangan. Melalui dua hal tersebut,

diharapkan dapat membantu peningkatan kesejahteraan anggota. Maka

pemberdayaan CUMI PS ketika itu bercorak gerakan mikrofinance welfarists,

artinya gerakan CU memberi fokus pada pemberdayaan kaum marginalis sebagai

usaha mengatasi persoalan kemiskinan secara mandiri.240 Model gerakan welfarists

tidak terlalu memerhatikan perihal praktik operasional, tata kelola manajemen dan

keuangan atau efisiensi dari pelayanan kelembagaan yang berkelanjutan, dan

biasanya mereka bergantung pada subsidi.241

Akan tetapi pada tahun 2015, CUMI PS mengalami krisis keuangan karena

tingginya angka kredit lalai mencapai angka 16%. Peristiwa ini membuat CUMI PS

memadukan model gerakan mikrofinance institusionalis, artinya gerakan CU

memberi fokus pada pemberdayaan anggota yang membutuhkan alternatif tata

kelola keuangan dan usaha peningkatan kesejahteraan. Model gerakan

institusionalis memberi perhatian pada kesehatan tata kelola keuangan, sehingga

usaha pemberdayaan mereka dapat berkelanjutan (sustainability).

Nampak jelas bahwa CUPS mengembangkan dua model tersebut welfarists

dan institusionalis. CUPS tetap memberi ruang perhatian pada 40% anggota unit

usaha mikro, sekaligus juga memberi alternatif peningkatan kesejahteraan bagi

240 https://www.gdrc.org/icm/where-to-mf.html (diakses dari Kolsani,Yogyakarta pada tanggal 8

Juni 2020 pukul 01.52 WIB). 241 https://www.gdrc.org/icm/where-to-mf.html (diakses dari Kolsani,Yogyakarta pada tanggal 8

Juni 2020 pukul 01.52 WIB).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

145

60% anggota yang berstatus karyawan perusahaan. Pemberdayaan bagi 40%

anggota unit usaha mikro CUPS diarahkan untuk menguatkan mereka, sehingga

tetap mampu bertahan di tengah ketatnya persaingan dagang secara mandiri. Usaha

yang dilakukan CUPS dalam bentuk pendampingan usaha, pelatihan-pelatihan, dan

penerapan pelayanan mingguan kepada mereka, sehingga meningkatkan

kesejahteraan mereka.

Pada tahun 2019, muncul trend baru pada anggota CUPS dengan

meningkatnya presentasi produk layanan Aguna (pinjaman untuk kebutuhan

konsumtif) dari 17,96% (2017) meningkat hingga 18,29% (2018) dan mencapai

angka 26,48% (2019). Kenaikan ini menyehatkan tata kelola keuangan di CUPS,

dan dipahami sebagai inovasi CUPS. Dalam konteks pemberdayaan, peningkatan

presentasi layanan pinjaman menunjukkan bahwa segmentasi kelompok ketiga

tidak sepenuhnya buruk. Justru mereka masih dapat diberdayakan untuk mengakses

produk layanan seperti Aguna dan Wahana. Maka pemberdayaan bagi 60% anggota

karyawan CUPS difokuskan pada usaha peningkatan kesejahteraan mereka. Hal ini

dapat ditandai dengan kemampuan mereka memenuhi kebutuhan-kebutuhannya,

misalnya kebutuhan akan barang-barang konsumtif seperti laptop, kendaraan,

ziarah, dan perumahan.

Dengan demikian, pemberdayaan CUPS itu mengalami perluasan makna

yang dikontekstualisasikan sesuai kebutuhan anggota. Pertama-tama,

pemberdayaan CUPS itu membantu peningkatan kesejahteraan anggota yang

ditandai dengan kemampuan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya secara mandiri

demi terwujudnya kesejahteraan bersama. Akan tetapi, pemberdayaan itu juga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

146

membutuhkan kerja sama anggota, secara khusus keterlibatan kelompok ketiga

membantu usaha pemberdayaan CUPS itu dapat berkelanjutan (sustainability).

Maka pemberdayaan sebagai pengembangan kapabilitas manusia dimaknai sebagai

sarana atau instrumen bagi anggota untuk mencapai tingkat kesejahteraan hidup.

Salah satu cirinya ialah mereka secara mandiri mampu mengatasi persoalan mereka

dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

4.5.1.4 Mendukung Terbentuknya Enterpreneurship Antara Masyarakat Sebagai

Pelaku Dengan Pasar-pasar Yang Potensial

Enterpreneurship berasal dari bahasa Perancis kata “entre” yang berarti

antara dan “prendre” berarti mengambil. Definisi enterpreneurship dipahami

sebagai kemampuan seseorang untuk membangun jiwa kewirausahaan dengan

mengorganisasikan faktor-faktor produksi (sumber daya alam, tenaga kerja dan

modal) dan menjalankan usaha yang akan mendatangkan keuntungan (profit).242

Aspek-aspek enterpreneurship mencakup proses membuat desain dan promosi

produk, tata kelola manajemen, hingga tata kelola manajemen resiko dalam

kegiatan ekonomi produksi yang dilakukan oleh UKM maupun perusahaan atau

korporasi. Enterpreneurship juga berperan untuk menjembatani antara

kemampuan manusia, pendekatan ilmu-ilmu ekonomi dan bisnis, serta kemampuan

242 Christopher Pass & Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi Edisi Kedua (Jakarta: Penerbit

Erlangga, 1997), hal. 194.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

147

pasar sehingga usaha tersebut memberikan keuntungan bagi pelaku usaha dan

masyarakat.

Proses pembentukan enterpreneurship dipahami berbeda oleh masing-

masing pribadi dalam kelompok di CUPS. Kelompok pertama dan kedua

memahami enterpreneurship lebih pada makna: apakah anggota tersebut sudah

mengikuti pelatihan wajib yang dikenal dengan istilah Cerdas (Pencerahan Dasar)

atau belum.243 Kelompok ketiga memahami enterpreneurship lebih luas dari

sekadar pelatihan Cerdas, yaitu: keterlibatan anggota pada pelatihan-pelatihan

kewirausahawan yang diselenggarakan CUPS.244 Kelompok keempat melihat

enterpreneurship itu dimulai sejak pribadi terlibat dalam sebuah kegiatan ekonomi

baik sebagai anggota, aktivis, pengurus, pengawas maupun pembina di dalam

CUPS.245 Nampak jelas bahwa semakin tinggi tingkat kesejahteraan seseorang,

maka pemahaman dan peluang enterpreneurship akan berkembang dan bermakna

luas.

Enterpreneurship dalam konteks pemberdayaan di CUPS merupakan salah

satu wujud misi dari CUPS, yaitu: meningkatkan kualitas hidup anggota melalui

pelayanan keuangan dan gerakan pemberdayaan secara berkelanjutan. Pendidikan

dan pelatihan sebagai sarana pemberdayaan yang diperuntukkan untuk anggota,

aktivis, pengurus, dan pengawas. Secara khusus, fokus enterpreneurship bagi

anggota adalah membentuk pola pikir produktif, membekali mereka dengan

243 Wawancara penulis dengan Ibu Lies Marlina, Jasa Riani Panjaitan, Narti, Suliyen, Sri Wahyuni,

Kusmiyah, Septiana, Kiyem Handayani, Sulastri, dan Bapak Barly hal. 18-20. 244 Wawancara penulis dengan E. Dewi Ambarwati, Irene Wiedha Ardhly Riswari, Nikolaus

Hukulima, Rianto Hidajat, dan Ginta Heniarti hal. 20-21. 245 Wawancara penulis dengan Suryanto Wijaya dan Rm. Antonius Sumarwan hal. 22.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

148

pengetahuan praktis seputar tata kelola manajemen keuangan, keterampilan

kewirausahaan, dan pengembangan usaha mereka sesuai dengan potensi yang

dimiliki oleh masing-masing unit usaha. Berikut ini tabel pendidikan dan pelatihan

yang diperuntukkan untuk anggota dan aktivis CUPS yang dapat dirangkum oleh

penulis dari kompilasi hasil RAT CUPS tahun 2017 s.d 2019:

No Keterangan 2017 2018 2019

Realisasi Peserta Realisasi Peserta Realisasi Peserta

1. Cerdas 8 118 9 97 10 146

2. Pelatihan

Kecakapan

Keuangan

Anggota

1 9 2 25 0 0

3. Pelatihan

Kecakapan

Keuangan

Anggota Luar

Biasa

1 40 0 0 0 0

4 Pelatihan

Kewirausahaan

9 76 8 101 2 318

Pelatihan Kopi &

Barista

3 28 0 0 0 0

Pelatihan

Merajut

3 24 1 4 4 8

Pelatihan Shibori 3 24 2 4 8 40

Kain Perca 1 4 0 0

Beauty Class 2 45 0 0

Fotografi 1 12 0 0

Media Sosial

(Sosial

Enterpreneurship

di Era Milenial

1 32 1 150

Seminar

Pemberdayaan

Perempuan

1 120

Tabel 4.6. Pelatihan Anggota CUPS 2017 s.d 2019 dari hasil RAT

Pada 2017, angggota dan aktivis yang terlibat dalam pendidikan dan

pelatihan kewirausahaan sebanyak 243 orang dari 618 anggota atau sekitar 39,32%.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

149

Pada 2018, keterlibatan anggota dan aktivis dalam kegiatan pemberdayaan sebesar

223 orang dari 880 anggota atau sekitar 25,34%. Pada 2019, anggota yang terlibat

sebanyak 365 anggota dari 1034 anggota atau sekitar 44,87%. Pelatihan Cerdas

tetap menjadi prioritas utama bagi pemberdayaan CUPS, mengingat dalam

pelatihan Cerdas, anggota dilatih dan dikembangkan dalam hal tata kelola dan

perencanaan keuangan. Peningkatan kesadaran anggota CUPS akan pengembangan

enterpreneurship meningkat pada pelatihan kewirausahaan (Shibori) dan Sosial

Enterpreneurship yang diminati oleh kelompok pertama, kedua, dan juga ketiga.

Berdasarkan hasil wawancara, kelompok pertama dan kedua mengatakan

bahwa mereka membutuhkan pelatihan yang sesuai dengan unit usaha mereka,

seperti: pelatihan tata boga dan memasak, pelatihan pengemasan produk makanan

rumah dan promosi melalui media sosial, dan gathering bersama anggota CUPS

yang memiliki usaha yang sama. Sedangkan kebutuhan bagi kelompok ke tiga ialah

enterpreneurship justu sebagai sarana menguatkan ikatan yang bisa menggerakkan

para karyawan untuk terlibat dalam kegiatan usaha mikro.246 Sejauh ini pelatihan

yang mereka minati ialah sosial enterpreneurship. Melalui pelatihan ini, mereka

mulai mengenal dan menggunakan sarana teknologi informasi untuk promosi dan

peningkatan pendapatan usaha mereka. Akan tetapi, pelatihan ini masih bersifat

pelatihan dasar dan belum sampai pada pelatihan hal-hal praktis menanggapi

kebutuhan mereka dalam hal peningkatan pendapatan dan pengembangan usaha,

serta persaingan bisnis dengan unit usaha lain.

246 Wawancara penulis dengan Irene Wiedha Ardhy Riswari hal. 21.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

150

Maka tantangan enterpreneurship CUPS untuk kelompok pertama dan

kedua ialah membangun kesadaran dan kemampuan anggota dalam hal proses

produksi, distribusi, pemasaran, kebutuhan akan inovasi, dan pengembangan usaha.

Hal-hal tersebut sangat mereka perlukan saat ini. Mereka masih mengalami

kesulitan untuk menemukan inovasi dalam pemasaran produk usahanya, misalnya

persoalan kecepatan dan kepraktisan produk, packaging product, inovasi dalam

bentuk promosi harga, dst. Ketika mereka memutuskan masuk dalam ranah pasar

online, persaingan di sana semakin ketat dan tidak diimbangi dengan kemampuan

yang adaptif sebagai pelaku usaha, maka produk mereka kerap kali kalah bersaing

dengan usaha franchise. Kegagapan mereka pada perkembangan teknologi

informasi menjadi persoalan utama. Akibatnya banyak dari mereka kembali

berbalik pada usaha konvensional, seperti menyewa lapak, menyiapkan produk, dan

menunggu pembeli datang. Maka makna enterpreneurship harus diperluas

maknanya lebih dari pelatihan Cerdas dan produk layanan pinjaman. Dengan

demikian keberanian untuk mengembangkan enterpreneurship menuntut modalitas

besar, seperti: pendanaan, kreativitas dan inovasi, jejaring, dan tidak gagap terhadap

pengembangan teknologi dan informasi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

151

4.5.2 Elemen 2: Pemberdayaan Bercorak Inklusif dan Menekankan

Partisipasi Aktif

4.5.2.1 Pemberdayaan Meningkatkan Kemampuan Practical Reason

Gerakan CU di Gereja Paroki St. Perawan Maria Ratu, Blok Q merupakan

salah satu bagian dari pelayanan Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE).

Gerakan CU merupakan bagian dari salah satu pilar kerasulan PSE di samping Aksi

Puasa Pembangunan (APP) dan Hari Pangan Sedunia (HPS). Tujuan kerasulan ini

ialah untuk mewujudkan gerakan tobat dan solidaritas umat untuk terlibat dalam

kehidupan masyarakat secara luas. Maka dalam konteks pemberdayaan, perubahan

pola pikir anggota CU itu memiliki dimensi ekonomis dan juga sosial. Artinya,

setiap anggota CU diajak untuk tidak hanya memerhatikan kesejahteraan

pribadinya saja, melainkan juga berpikir tentang orang lain, memerhatikan alam

atau lingkungan hidup sekitar mereka.

Fakta menarik diperoleh dari penelitian terkait hubungan antara agama yang

dipeluk oleh anggota dengan keterlibatan mereka di CUPS. Mayoritas anggota

CUPS beragama Islam, namun mereka memiliki keterbukaan akan ragam agama

anggota di dalam CUPS. Mereka sejak awal sudah sangat sadar dan mengetahui

sungguh bahwa CUPS itu digerakkan oleh nilai-nilai kekristenan dan bagian dari

karya kerasulan PSE Gereja Paroki St. Perawan Maria Ratu, Blok Q. Justru sejak

awal, anggota non Kristiani yang pertama-tama memanfaatkan layanan simpan-

pinjam yang ditawarkan CUMI PS ketika itu. Baru kemudian, anggota Kristiani

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

152

yang terlibat dan memanfaatkan layanan tersebut. Oleh karena itu, menurut penulis,

nampak jelas bahwa pemberdayaan di CUPS itu mendukung pembangunan

komunitas inklusif, berani berpikir kritis, dan terlibat dalam gerakan CU demi

pengembangan sosial ekonomi masyarakat, tanpa membedakan kepentingan

religius agama.

Semangat inklusif tidak hanya ditekankan pada anggota, tetapi juga pada

mereka yang terlibat dalam struktur organisasi di CUPS, mulai dari pembina,

pengawas, pengurus, staf manajemen, komite, hingga para aktivis. Sebesar 77%

mereka itu beragama Katolik dan tinggal di wilayah reksa pastoral Gereja Paroki

St. Perawan Maria Ratu, Blok Q, sedangkan 23% lainnya itu beragama Islam.

Berikut ini data perbedaan agama dalam struktur organisasi di CUPS:

Tabel 4.7. Perbandingan Agama dalam Struktur Organisasi CUPS

Komposisi manajemen tersebut mendukung proses implementasi nilai-nilai

Kristiani dan kepedulian pada yang miskin dan tersingkir sebagai praksis

Katolik Islam

Penasehat 1 0

Pengurus 7 0

Pengawas 3 0

Manajemen 3 2

Komite 23 1

Aktivis 3 9

1 0

7

0

3

0

3 2

23

13

9

0

5

10

15

20

25

Penasehat Pengurus Pengawas

Manajemen Komite Aktivis

Katolik77%

Islam23%

Grafik 4.7. Presentasi

Perbandingan Agama di

Struktur Organisasi CUPS

Katolik Islam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

153

pemberdayaan. Kekhasan tersebut menjadi identitas khas CUPS yang melekat dan

tak dapat dilepaskan dari karya Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Gereja

Paroki Blok Q. Selain itu, CUPS merupakan perwujudan kepedulian sosial Gereja

pada persoalan kemiskinan dan usaha peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat.

Maka gerak kerasulan CUPS selalu menyesuaikan diri dengan kerasulan Gereja

Paroki Blok Q.

Salah satu bentuknya ialah CUPS selalu memberikan pertanggungjawaban

perogram-program dan melaporkan aktivitas keuangannya secara rutin dalam rapat

dewan. Keterlibatan lainnya adalah CUPS selalu mengadakan rekoleksi secara rutin

dan berkala. Kegiatan ini melibatkan semua yang terlibat dalam struktur organisasi

CUPS mulai dari pembina sampai dengan aktivis, tak terkecuali yang beragama non

Kristiani. Rekoleksi penyegaran itu selalu didampingi oleh salah satu Imam dari

Gereja Paroki St. Perawan Maria Ratu Blok Q. Tujuan dari pertemuan tersebut ialah

agar mereka yang terlibat dalam gerakan CU tidak jatuh pada gerakan aktivisme

semata, tanpa spiritualitas dan kerohanian yang mendasari kerasulan sosial PSE.

Menurut pengakuan ibu Narti dan Bpk. Barly, mereka tersentuh dengan

kepedulian, perhatian, dan rasa kekeluargaan lintas suku, agama, dan status sosial

yang dihayati dan dipraktikan oleh tim manajemen CUPS dan para aktivis.

Keteladan ini menggerakkannya para anggota untuk juga peduli dengan orang-

orang yang berbeda suku dan keyakinan di sekitarnya mereka, dan sebagai bentuk

penghayatan iman dan keyakinannya atas agama mereka sendiri.247 Ibu Sri

Wahyuni menambahkan bahwa pengalamannya berelasi dengan staf dan aktivis

247 Wawancara penulis dengan Ibu Narti hal. 22 dan wawancara degan Bpk. Barly, hal. 24.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

154

CUPS yang berbeda keyakinan dengannya, justru memotivasi dan menggerakkan

dia untuk juga terbuka dan peduli kepada mereka yang berbeda keyakinan

dengannya. Salah satu contohnya adalah warung ibu Sri Wahyuni sekarang terbuka

dan mau menerima pembeli dan orderan non muslim di daerah Gandaria City.248

Ibu Suliyem juga mengatakan bahwa pengalaman relasi inklusif di dalam CUPS,

membantunya untuk berani menerima dan mau mengajar anak-anak berkebutuhan

khusus yang berbeda kekeyakinan dan agama dengannya.249

Hal tersebut menjadi penting, mengingat CUPS lahir dari keprihatinan umat

Katolik di Gereja Paroki Santa Perawan Maria, Blok Q, Jakarta. Keprihatinan yang

ditanggapi dengan didirikannya CUMI PS dan kemudian berubah menjadi CUPS

sebagai wujud dan wajah dari kepedulian Gereja kepada masyarakat di mana Gereja

itu hadir dan berkarya.250 Sembilan dari sepuluh narasumber di kelompok pertama

dan kedua adalah umat muslim, dan mereka merasa terbantu dengan kehadiran dan

pelayanan CUPS kepada mereka. Oleh karena itu, prioritas CUPS bukan didasarkan

pada agama anggotanya, tetapi lebih pada prestasi dan keaktifan mereka dalam

berbagai kegiatan, pelatihan-pelatihan, dan program-program yang ditawarkan oleh

CUPS. Hal itu nampak dalam Laporan RAT, CUPS secara konsisten tidak pernah

dicantumkan perihal presentasi anggota dari sisi agama, melainkan hanya

menggunakan presentasi dari sisi usia, gender, tata kelola keuangan, prestasi

anggota, dan juga tingkat kelalaian anggota. Dengan demikian CUPS mengajarkan

kepada anggotanya tentang pembangunan sikap inklusif dan terbuka pada

248 Wawancara penulis dengan Ibu Sri Wahyuni, hal. 23. 249 Wawancara penulis dengan Ibu Suliyem, hal. 23. 250 Wawancara penulis dengan Bpk. Nikolaus Hukulima, hal. 25.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

155

kebhinekaan demi terwujudnya kesejahteraan bersama, yaitu: bagaimana cara

membentuk, mendorong, dan mendampingi kelompok-kelompok inklusif yang

bergerak bersama CUPS mengusahakan peningkatan kesejahteraan hidup bersama

para anggotanya. Perbedaan agama tidak menjadi permasalahan untuk bisa terlibat

dalam pemberdayaan di CUPS.

Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa semangat inklusif yang

ditawarkan oleh CUPS dapat mengembangkan kemampuan practical reason

anggota untuk: berpikir kritis atas permasalahan sosial kemasyarakatan,

menemukan alternatif-alternatif atas permasalahan kemiskinan yang mereka alami,

mengembangkan kesadaran akan kebaikan, kebebasan diri dan suara hati.251

Bersama dengan CUPS, mereka diarahkan untuk terlibat untuk mengusahakan

peningkatan kesejahteraan mereka secara mandiri, sekaligus membangun

kepedulian dengan mereka yang berbeda suku, keyakinan dan agama.

4.5.2.2 Pemberdayaan Mengembangkan Partisipasi Pribadi Kemasyarakat

Sebagai Tindakan Pemberdayaan

Pemberdayaan CUPS tidak hanya mengembangan sikap inklusif, tetapi juga

menekankan partisipasi aktif anggota. Partisipasi aktif yang dimaksud ialah

251 Practical Reason, adalah kemampuan untuk memiliki konsep tentang kebaikan dan terlibat dalam

refleksi kritis mengenai rencana hidupnya, termasuk di dalamnya penghayatan kebebasan dalam

suara hati dan praktik ketaatan religius. Lebih lanjut bodily Integrity adalah kemampuan dapat

bergerak bebas dari satu tempat ke tempat lain, terlindung serangan dan tindakan kekerasan, temasuk

kekerasan seksual dalam rumah tangga. Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 33.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

156

keterlibatan anggota dalam businees plan (program tahunan) dan strategic planning

(program 5 tahunan) sebagai implementasi atas visi dan misi. Tujuan dari

partisipasi ini ialah mereka mampu mengatasi permasalahan ekonominya secara

mandiri dan bersama CUPS memberdayakan masyarakat miskin. Salah satu

indikatornya adalah keterlibatan mereka dalam produk layanan pinjaman

dibandingkan dengan simpanan mereka.

Tabel 4.8. Angka Kredit (Produk Layanan Pinjaman) Responden

Tabel 4.9. Persentasi Pinjaman Anggota CUPS dalam Ketiga Kategori Responden

4

9

46 5 5 6

3

8 7

11

5 6

9 9

02468

1012

Kelompok 1 (UKM Berhasil)

29%

Kelompok 2 (UKM Kurang Berhasil)

30%

Kelompok 3 (Karyawan/Pengurus)

41%

Kelompok 1 (UKM Berhasil) Kelompok 2 (UKM Kurang Berhasil) Kelompok 3 (Karyawan/Pengurus)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

157

Dari data penelitian diperoleh hasil bahwa ada 97 kali pinjaman yang pernah

diajukan oleh 15 anggota (sampel penelitian) kepada CUPS dari ketiga kelompok

kategori dalam penelitian ini. Presentasinya ialah sebagai berikut: (1) Total

pinjaman kelompok petama adalah 28 kali atau sebesar 29%; (2) Total pinjaman

kelompok kedua adalah 29 kali atau 30%; (3) Total kelompok ketiga adalah 40 kali

atau 41%. Maka kelompok ketiga lebih banyak mengakses produk layanan

pinjaman dibandingkan kelompok pertama dan kedua. Jika kelompok pertama dan

kedua mengaplikasikan produk layanan pinjaman CUPS untuk mengembangkan

unit usaha mikro yang mereka kelola. Justru kelompok ketiga menggunakan

layanan pinjaman untuk memenuhi kebutuhan mereka, seperti pemenuhan

kebutuhan konsumtif.

Dalam konteks pemberdayaan, fenomena tingginya intensitas pinjaman dari

kelompok ketiga masih relevan sebagai implementasi dari usaha pemberdayaan

CUPS. Telah diuraikan pada pokok bahasan sebelumnya bahwa pasca re-branding

tahun 2017, CUPS memperluas makna pemberdayaan dan berdampak pada

implementasi program layanan. Pemberdayaan itu mencakup usaha untuk

peningkatan kesejahteraan hidup, yang salah satunya ditandai oleh kemampuan

memenuhi kebutuhan-kebutuhannya secara mandiri. Bagi kelompok ketiga,

pinjaman Griya, Aguna, dan Wahana menjadi prioritas pemenuhan kebutuhan

mereka. Sebaliknya bagi kelompok pertama dan kedua, pinjaman Ikhtiar menjadi

prioritas untuk pengembangan unit usaha mereka.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

158

Tabel 4.10. Presentasi Keterlibatan Ketiga Kelompok Responden dalam Produk

Layanan Simpanan dan Pinjaman di CUPS

Data penelitian tersebut menunjukkan bahwa jumlah simpanan kelompok

ketiga jauh lebih besar daripada jumlah pinjaman kelompok ketiga. Sebaliknya,

intensitas pinjaman mereka lebih tinggi daripada kelompok pertama dan kedua. Hal

ini terjadi dikarenakan beberapa faktor, antara lain: (1) tata kelola keuangan

anggota karyawan itu lebih stabil, melalui gaji yang diterima setiap bulan jika

dibandingkan dengan anggota CUPS kategori pertama dari kelompok UKM; (2)

pada umumnya, presentasi bunga di CUPS lebih tinggi daripada bunga tabungan di

Bank, sehingga nilai lebih bagi responden kelompok ketiga; (3) CUPS

menggunakan sistem angsuran dan bunga menurun, sehingga memberi kelonggaran

angsuran bagi anggota; (4) sekalipun intensitas pinjaman mereka itu tinggi, namun

faktanya mereka masih lebih suka menabung baik di Bank lain maupun di CUPS.252

252 Wawancara penulis dengan Irene Wiedha Ardhy Riswari, hal. 28.

35.483.650,00 39.184.910,00

159.075.297,00 154.000.000,00

245.000.000,00

119.550.000,00

-

50.000.000,00

100.000.000,00

150.000.000,00

200.000.000,00

250.000.000,00

300.000.000,00

Kelompok 1(UKM Berhasil) Kelompok 2 (UKM KurangBerhasil)

Kelompok 3 (Karyawan)

Total Simpanan Total Pinjaman

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

159

Fenomena tersebut membawa dampak pada CUPS, akibatnya Loan to

Deposit Ratio (LDR)253 di CUPS masih bertahan di angka 50%, diukur dari total

pinjaman ditambah aset. Menurut Bapak Suryanto Wijaya, CUPS menargetkan

angka LDR mencapai angka 70%, agar CUPS lebih stabil dalam hal tata kelola

keuangan.254 Tujuannya ialah bukan untuk memprioritaskan profit, tetapi sebagai

sarana agar usaha pemberdayaan CUPS itu dapat berkelanjutan dan tidak

mengalami krisis keuangan. Meskipun CUPS mengejar LDR sampai pada angka

70% untuk dapat memberikan kestabilan dalam pelayanan keuangan, namun CUPS

tidak dapat dikategorikan sebagai lembaga profit (profit organization), dan CUPS

tidak dapat dikategorikan sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (non goverment

organization). Oleh karena itu juga, CUPS tidak dapat dikategorikan sebagai bagian

dari kegiatan perbankan, yayasan atau model-model lembaga keuangan lainnya

yang berorientasi pada profit.

Gerakan CU dalam CUPS digerakkan dan dimiliki sendiri oleh para

anggotanya dalam hal, aspek keuangan, kredit, pendidikan, pelatihan, dan

pemberdayaan, sehingga segala bentuk keuntungan dan manfaatnya pertama-tama

dirasakan oleh anggota. Maka partisipasi aktif anggota menjadi pusat dari gerakan

dan pemberdayaan CUPS. Kepemilihan ini akan semakin bernilai dan berdampak

apabila aktivitas anggota meningkat, di mana semua anggota terlibat secara aktif

menggunakan produk layanan yang ditawarkan di CUPS. Tujuan yang hendak

dicapai ialah anggota secara mandiri mampu menata penggunaan uang dan mampu

253 Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara besarnya seluruh jumlah kredit yang disalurkan

oleh lembaga keuangan dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber. Selain itu LDR juga

berkaitan dengan rasio keuangan dari suatu lembaga yang berhubungan dengan aspek likuiditas. 254 Wawancara penulis dengan Bpk. Suryanto Wijaya, hal. 29.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

160

mengelola potensi dirinya untuk dapat meningkatkan pendapatan, sehingga dapat

meningkatkan kesejahteraan.255

Menurut analisis rasio PEARLS, pinjaman beredar menentukan efektivitas

dari kinerja CUPS: (1) Jika pertumbuhan total pinjaman sebanding atau lebih tinggi

dari pertumbuhan total aset atau pinjaman, maka tingkat keuntungan yang diperoleh

akan menyehatkan keuangan CUPS; (2) sebaliknya jika tingkat pertumbuhan

pinjaman menurun, maka tingkat pendapatan juga menurun dan perputaran uang

menjadi kecil.256 Data keuangan terakhir CUPS di tahun 2019 menunjukkan total

simpanan mencapai angka Rp 4,48 milyar dan total pinjaman mencapai angka Rp

2,86 milyar. Data penelitian ini berarti analisis rasio PEARLS di kelompok ketiga

(karyawan/pengurus) itu tidak sehat untuk tata kelola dan sirkulasi keuangan di

CUPS. Permasalahan ini dapat dimaknai sebagai keterbatasan dari usaha

pemberdayaan gerakan CUPS yang menggunakan kombinasi model gerakan

welfarists dan institusionalis. Di satu sisi, pemberdayaan itu tidak dapat dilepaskan

dari upaya-upaya penguatan masyarakat sehingga dapat mencapai kesejahteraan

hidup. Tetapi di sisi lain, usaha pemberdayaan itu membutuhkan modalitas dan

kapital yang memadai juga.

255 Agung KN & Edi Petebang (edt.), Credit Union Inspirator Pemberdayaan (Pontianak: Puskopdit

BKCU Kalimantan, 2017), hal. 13-14. 256 Munaldus, Analisa Rasio PEARLS di Credit Union, hal. 26.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

161

4.5.2.3 Pemberdayaan Mengembangkan Dan Menekankan Tindakan Yang Lahir

Dari Kehendak Bebas

Pemberdayaan sebagai usaha transformasi sosial meletakkan masyarakat

miskin sebagai fokus dan bukan suatu permasalahan abadi. Usaha tersebut memberi

ruang tumbuh kembang bagi kebebasan manusia untuk membuat pilihan dan

tindakan secara mandiri.257 Dengan kehendak bebas, mausia dapat

mengembangkan cara ia berpikir, berimajinasi, dan bernalar. Secara khusus,

kemampuan tersebut berguna ketika manusia masuk dalam permasalahan

kesejahteraan hidup, dan harus menemukan alternatif atas permasalahan tersebut.

Dalam konteks pemberdayaan, pengembangan kemampuan-kemampuan itu

berdimensi sosial, artinya kemampuan tersebut diarahkan pada pembangunan sikap

kepedulian diri pada permasalahan-permasalahan sosial yang ada dalam relasi antar

manusia dan masyarakat sekitar.

Semua narasumber mengatakan bahwa mereka diberi kebebasan untuk

menentukan pilihan produk layanan pinjaman sesuai kebutuhan mereka dan

kemampuan simpanan mereka. Menurut pengakuan Irene Wiedha disebutkan

bahwa setiap anggota itu biasanya telah memiliki tujuan tertentu ketika ia

bergabung dengan CUPS.258 Hal itu dapat terjadi dikarenakan inisiatif gerakan CU

bermula dari anggota, dan peran CUPS lebih pada memberi motivasi,

pendampingan, dan edukasi, misalnya melalui pelatihan Cerdas (Pencerahan

257 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. xviii. 258 Wawancara penulis dengan Irene Wiedha Ardhy Riswari, hal. 32.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

162

Dasar).259 Langkah ini diambil CU dengan tujuan agar mereka mampu secara

mandiri menentukan pilihan produk layanan simpanan dan pinjaman yang sesuai

kebutuhan dan kemampuan mereka. Dengan demikian, mereka dapat meningkatkan

kesejahteraannya melalui pengembangan ekonomi mikro. Hal ini sesuai dengan visi

CUPS (2017) untuk meningkatkan kualitas hidup anggota, melalui pelayanan

keuangan dan gerakan pemberdayaan secara berkelanjutan.

Pada awal berdirinya (2008), CUMI PS membentuk kelompok Basis 5

sebagai kelompok dampingan dengan satu aktivis dan lima anggota.260 Dalam

kelompok tersebut, CUMI PS mengadakan sosialisasi program layanan, pelatihan

Cerdas, dan pelatihan tentang tata kelola keuangan lainnya bagi anggota. Selama

masa pendampingan tersebut, anggota mulai mengangsur simpanan sebesar Rp

2.500.000,00, agar mereka bisa menjadi anggota di CUBG dan mendapat akses

layanan di sana. Namun pada tahun 2013, setelah CUMI PS resmi menjadi CU

mandiri dan terlepas dari CUBG, pendampingan anggota lebih intensif dilakukan

dan persyaratan menjadi anggota menjadi lebih mudah. Anggota cukup

mengangsur Simpanan Pokok, Wajib dan Simapan sebesar Rp 500.000,00,

mengikuti pendampingan di kelompok Basis 5, dan mengikuti pelatihan Cerdas.

Setelah itu, anggota dapat mengajukan permohonan produk layanan pinjaman

pertamanya ke CUMI PS, dan sepenuhnya dapat mengakses layanan simpan-

pinjam.

259 Wawancara penulis dengan E. Dewi Ambarwati, hal. 32. 260 Wawancara penulis dengan Jasa Riani Panjaitan, hal. 30.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

163

Pengalaman kredit lalai tahun 2015 yang mencapai angka 16%, sehingga

CUPS mengalami krisis. Lalu pada tahun 2017, re-branding CUMI PS menuju

CUPS menjadi pembelajaran berharga CUPS, sehingga CUPS berhasil keluar dari

krisis. Kedua pengalaman tersebut membawa perubahan besar dalam kebijakan di

CUPS perihal persyaratan menjadi anggota. Pasca restrukturisasi CUPS pada 2017,

persyaratan menjadi anggota CUPS adalah: (1) melunasi kewajiban Simpanan

Pokok, Simpanan Wajib, dan Simapan; (2) mengikuti pelatihan wajib Pencerahan

Dasar (Cerdas) yang diselenggarakan Komite Bidang Diklat; (3) telah menjadi

anggota CUPS selama minimal 3 bulan dan mengikuti kegiatan pendampingan

kelompok.261 Metode ini cukup efektif memperkecil rasio pinjaman lalai jika

ditatapkan pada analisa ratio PEARLS. Pada Januari 2017, rasio pinjaman lalai

mencapai angka 12,40% dan pada Desember 2017 turun menjadi 1,10%.262 Per 31

Desember 2018, rasio pinjaman lalai turun menjadi 0,95%,263 dan per 31 Desember

2019 rasio pinjaman lalai menjadi 0,93%.264 Dengan demikian, fenomena ini

menunjukkan bahwa ketika kehendak bebas manusia dikelola secara baik dan

dalam sistem yang jelas, maka akan mendukung usaha permberdayaan yang

dilakukan CUPS.

261 CU Pelita Sejahtera, Kebijakan Keanggotaan, Produk dan Pelayanan Credit Union Pelita

Sejahtera Tahun 2019, hal. 16. 262 CU Pelita Sejahtera, Laporan Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku 2017:

Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota CU Pelita Sejahtera (Jakarta: Dewan

Pengurus CU Pelita Sejahtera, 2018), hal. 15. 263 CU Pelita Sejahtera, Laporan Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku 2018:

Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota CU Pelita Sejahtera (Jakarta: Dewan

Pengurus CU Pelita Sejahtera, 2019), hal. 20 264 CU Pelita Sejahtera, Laporan Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku 2019:

Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota CU Pelita Sejahtera (Jakarta: Dewan

Pengurus CU Pelita Sejahtera, 2020), hal. 18.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

164

4.5.2.4 Pemberdayaan Memberikan Ragam Pilihan Produk Layanan Yang

Ditawarkan

Beberapa lembaga kredit memiliki kemiripan dengan sistem CU yang

dijalankan dalam CUPS. Misalnya, kredit selalu dimulai dari skala kecil dan terus

meningkat presentasi dan besaran nominalnya seturut prestasi dari anggota. Dana

dengan nominal kecil biasanya diberikan di tahap pertama. Jika angsuran anggota

tersebut dibayarkan dengan tepat waktu, maka jumlah nominal kredit tahap kedua

dan selanjutnya akan meningkat secara progresif. Pengalaman ibu Jasa Riyani

Panjaitan dari kelompok pertama menunjukkan bahwa pinjaman pertama (2008)

sebesar Rp 500.000,00, dan kini setelah sembilan kali pengajuan pinjaman

nominalnya sebesar Rp 50.000.000,00 (2019).265 Pengalaman serupa dialami oleh

ibu Septiana, pinjaman pertama sebesar Rp 500.000,00 (2013) dan pinjaman

terakhir untuk keenam kalinya sebesar Rp 100.000.000,00 (2018).266

Hal yang khas dari gerakan CU umumnya, dan secara khusus di CUPS

dibandingkan lembaga kredit lainnya di luar gerakan CU ialah terletak pada: (1)

nominal angsuran berdasarkan tenor waktu lebih ringan daripada lembaga kredit

lain; dan (2) presentasi bunga (Balas Jasa Pinjaman, Jasa Pelayanan dan Dana

Cadangan Resiko) menggunakan sistem menurun antara mulai dari 1,55% s.d

0.70% per bulan.267 Semua responden penelitian ini mengatakan hal yang sama,

bahwa mereka terbantu dengan angsuran mingguan atau bulanan dan presentasi

265 Wawancara penulis dengan Ibu Jasa Riani Panjaitan, hal. 33. 266 Wawancara penulis dengan Ibu Septiana, hal. 34. 267 Credit Union Pelita Sejahtera, Kebijakan Keanggotaan, Produk dan Pelayanan Credit Union

Pelita Sejahtera Tahun 2019, hal. 18.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

165

bunga menurun. Salah satu contohnya ialah pengalaman ibu Narti.268 Hal ini

berbanding terbalik dengan sistem kredit yang dipakai oleh Bank Keliling yang

menjerat kreditor pada hutang dengan sistem presentasi bunga meningkat. Ibu

Sulastri adalah contoh anggota CUPS yang pernah mengalami jeratan hutang pada

Bank Keliling dengan bunga yang terus bertambah presentasinya. Ketika itu, ia

meminjam uang pinjaman sebesar Rp 1.000.000,00 kepada Bank Keliling, dan

setelah beberapa waktu, ia harus mengembalikan total pinjaman dan bunga

pinjaman sebesar Rp 5.000.000,00.269 Pengalaman serupa juga dialami oleh ibu

Kusmiyah. Sebaliknya pinjaman CUPS justru membantu ibu Kusmiyah untuk bisa

menyewa lapak di Pasar Tegal Parang, yang sebelumnya ia hanya mampu berjualan

di emperan pasar.270 Dengan demikian dalam konteks pemberdayaan, angsuran dan

presentasi bunga pinjaman yang menurun itu mendukung dan efektif dalam usaha

meningkatkan kesejahteraan anggota.

Data penelitian di kelompok kedua memberi hasil yang berbeda. Ada dua

faktor yang menjadi penyebabnya mereka kurang berhasil dalam gerakan CU,

yaitu: faktor internal dan eksternal dari anggota CUPS sendiri. Pertama, faktor

internal yang berkaitan dengan unit usaha (UKM) yang dikelola oleh anggota

CUPS. Omzet yang mereka peroleh dari kegiatan berdagang (UKM) menurun

drastis di tahun 2018/2019. Masalah ini disebabkan sekarang banyak pedagang dan

pengelola warung makanan beralih dari sistem konvensional berganti ke sistem

online, seperti: bergabung dengan Go-Food, menjadi reseller produk, atau

268 Wawancara penulis dengan Ibu Narti, hal. 33. 269 Wawancara penulis dengan Ibu Sulastri, hal. 34. 270 Wawancara penulis dengan Ibu Kusmiyah, hal. 34.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

166

membuat onlineshop. Menurut Bpk. Nikolaus Hukulima dari komite bidang diklat

dan pelatihan, mayoritas anggota CUPS yang memiliki unit usaha (UKM) tidak

semuanya melek dan mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi

digital.271 Mayoritas dari mereka masih menggunakan cara-cara dagang

konvensional, masih gagap dan kesulitan beradaptasi pada teknologi informasi

berbasis pasar online. Dampak langsung dari fenomena ini ialah mereka secara

perlahan mulai ditinggalkan oleh pelanggan, sehingga omzet yang diperoeh pun

turun secara drastis. Karena omzet menurun secara signifikan, maka keuntungan

yang diperoleh sangat kecil. Akibatnya banyak anggota CUPS dari kelompok kedua

tidak mampu membayar angsuran sesuai dengan komitmen awal dan tenggat waktu

pelunasan pinjaman molor, seperti yang dialami oleh ibu Sulastri.272

Untuk mengatasi persoalan internal yang dihadapi anggotanya, dalam

konteks pemberdayaan CUPS selaras dengan visi dan misi tahun 2017, di tahun

2018 s.d 2019, CUPS melakukan dua inovasi, yaitu: (1) kegiatan pertama ialah

CUPS bekerja sama dengan perwakilan Google Indonesia melakukan pelatihan

Sosial Enterpreneurship di Era Milenial bagi para anggota CUPS, dan

diperuntukkan bagi anggota yang memiliki unit usaha kecil dan menengah (UKM).

Di tahun 2018, pelatihan tersebut diikuti oleh 32 anggota CUPS, dan pada tahun

2019 pelatihan kedua diikuti oleh 150 anggota. Kenaikan angka partisipasi anggota

pada pelatihan tersebut memberikan data bahwa ada antusiasme dari para anggota

untuk bisa beradaptasi dan berinovasi di tengah gempuran pasar berbasis online. (2)

271 Wawancara penulis dengan Bpk. Nikolaus Hukulima, hal. 35-36. 272 Wawancara penulis dengan Ibu Sulastri, hal. 34

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

167

Kegiatan kedua, CUPS mengintegrasikan akses pelayanan berbasis aplikasi mobile

phone melalui Escete- CU Pelita Sejahtera di awal tahun 2019. Program ini

dipahami sebagai inovasi untuk menjawab kebutuhan 81% anggota CUPS berasa

di usia produktif (Generasi X dan generasi Y)273 dan adaptasi pelayanan CUPS

terhadap perkembangan teknologi informasi.

Di satu sisi, inovasi tersebut membawa berdampak positif bagi anggota

CUPS yang memiliki UKM dan beberapa dari mereka berhasil mengembangkan

unit usahanya dengan bergabung di Gofood. Perkembangan positif tersebut

memunculkan fenomena baru bahwa anggota kelompok ketiga pun mulai membuka

onlineshop dan menjadi reseller produk. Namun di sisi lain, lebih dari 50% peserta

pelatihan mengalami kesulitan untuk pengembangan unit usaha di ranah pasar

online, dan mereka kerap kali kalah bersaing dengan usaha franchise. Kesulitan

utama mereka ialah untuk menemukan inovasi dalam pemasaran produk usaha

mereka khususnya produk makanan, seperti persoalan kecepatan dan kepraktisan

produk yang dihasilkan, packaging product, inovasi dan strategi menentukan harga

dan kebijakan promosi, dst. Akibatnya mereka berputar haluan dan kembali pada

usaha konvensional.

Oleh karena itu, permasalahan internal ini menjadi tantangan tersendiri bagi

usaha pemberdayaan CUPS. Menurut penulis, kegiatan pelatihan sosial

273 Data statistik CUPS 2019 menunjukkan bahwa persebaran anggota CUPS adalah: (1) Anggota

di atas usia 59 tahun disebut Baby Boomers-Generasi “Me” berjumlah 114 orang atau sekitar 11%;

(2) Anggota CUPS yang berusia antara 40-59 tahun disebut Post Boomers-Generasi X berjumlah

518 orang atau sekitar 50%; (3) Anggota CUPS yang berusia antara 21-40 tahun disebut Milenials-

Generasi Y berjumlah 325 orang atau sekitar 31%; (4) Anggota di bawah usia 20 tahun disebut

Centenials. Founder-Generasi Z berjumlah 77 orang atau sekitar 8%. CU Pelita Sejahtera, Laporan

Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku 2019: Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban

Kepada Anggota CU Pelita Sejahtera, hal. 5.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

168

enterpreneurship tetap perlu diadakan secara rutin agar semakin banyak anggota

CUPS yang terlibat. Pelatihan tersebut perlu dibuat secara berkelanjutan sehingga

dapat mengatasi kesulitan anggota CUPS yang sudah masuk ke ranah pasar online.

Trobosan lain yang dapat dilakukan agar usaha ini berdampak bagi anggota ialah

perlunya integrasi program pelatihan dengan program pendampingan kelompok

Sejahtera yang dilakukan oleh para aktivis gerakan CUPS di masing-masing basis

daerah.

Sedangkan faktor eksternal yang tidak berkaitan langsung dengan unit usaha

(UKM) yang dikelola oleh anggota CUPS, namun mempengaruhi tata kelola

keuangan anggota, ialah persoalan seputar relasi dan tanggung jawab moral di

dalam keluarga. Misalnya, ada anggota keluarga yang sakit keras seperti perjuangan

bpk. Barly harus membiayai ibunya untuk cuci darah setiap minggu.274 Biaya cuci

darah sudah ditanggung oleh BPJS Pemerintah, akan tetapi ia harus menebus obat-

obatan dan harganya tidak murah. Maka ada tuntutan moral yang harus dipenuhi

bpk. Barli di tengah tuntutan angsuran pinjaman di CUPS, yakni: ikut

memerhatikan biaya pengobatan ibu kandungnya. Dalam hal ini, kelalaian dan

ketidak mampuannya membayar angsuran pinjaman CUPS dengan tepat waktu

bukan dikarenakan faktor kemalasan beliau. Justru ia harus bekerja lebih giat untuk

mencari penghasilan tambahan, melalui usaha menerima pesanan janur kuning

pesta pernikahan dan pesanan parcel. Permasalahan ini belum mendapat solusi dan

perhatian dalam usaha pemberdayaan CUPS. Inilah salah satu keterbatasan dari

usaha pemberdayaan CUPS.

274 Wawancara penulis dengan Bpk. Barly, hal. 35.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

169

4.5.2.5 Pemberdayaan Mengembangkan Partisipasi Yang Menuntut Adanya

Struktur-struktur Untuk Membuka Peluang Pemberdayaan Sekaligus

Melindunginya

Salah satu aspek dari misi CUPS (2017) adalah melakukan gerakan

pemberdayaan secara berkelanjutan dan dicapai melalui pembangunan struktur dan

sistem. Kedua hal tersebut berperan untuk menjamin program-program CUPS dapat

berjalan optimal dan efektif. Untuk itu, CUPS menciptakan inovasi-inovasi dan

strategi baru yang dirangkum dalam businees plan sebagai bentuk usaha

peningkatan tingkat kesejahteraan anggota. Berikut ini data kompilasi yang diolah

penulis dari berbagai laporan RAT tahun 2016 s.d 2019 terkait dengan

perkembangan program kerja dan inovasi-inovasi yang dilakukan CUPS dari 2017

s.d 2019:275

TARGET

KEUANGAN 2017 2018 2019

Meningkatkan

aset

Rp 1,8 miliyar

(2016)

Rp 2,9 miliar

(2017) menjadi

Rp 4,5 miliar,

diproyeksikan

naik 60%

Rp 4,8 miliar

(2018) menjadi Rp

6,2 miliar (2019),

diproyeksikan Rp

8,1 miliar (2020)

Meningkatkan

rasio pinjaman

beredar

44,82% (2016)

menjadi

55% dari total

aset.

64,91% (2017)

menjadi 70% dari

total aset

58,9% (2018)

menjadi 46,5%

(2019) dan

diproyeksikan

70% dari total aset

(2020)

Meningkatkan

rasio simpanan

anggota

- 70% dari total

aset

70% dari total aset

275 Data dan informasi di atas diperoleh secara langsung dari Laporan Pertanggungjawaban Pengurus

Credit Union Pelita Sejahtera sejak tahun 2016 s.d 2019 (dalam RAT). Data tersebut dikompilasi

dan diolah lebih lanjut oleh penulis sehingga menghasilkan tabel di atas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

170

Menjaga rasio

kredit lalai

10,80% (2016)

menjadi 8% dari

pinjaman beredar

12.40% (2017)

menjadi 2% dari

pinjaman beredar

0,95% (2018)

menjadi ≤ 2% dari

pinjaman beredar,

diproyeksikan 2%

(2020)

Peningkatan

SHU

Rp -36,5 juta

(2016)

Rp 65,6 juta

(2017) dan

diproyeksikan

naik 15%

Rp 75,3 juta (2018)

atau 14,74% dan

Rp 77 juta (2019),

diproyeksikan Rp

106,7 juta (2020)

TARGET NON

KEUANGAN 2017 2018 2019

Rekrutmen

anggota

426 anggota

(2016) dan

ditargetkan

menjadi 645

anggota

618 anggota

(2017) dan

ditargetkan

menjadi 903

anggota

880 anggota (2018)

dan 1034 anggota

(2019) ditargetkan

menjadi 1303

anggota (2020)

Sosialisasi

produk

Peluncuran dan

sosialisasi produk

layanan Siaga

Peluncuran dan

sosialisasi produk

layanan simpanan

Ziarah

Sosialisasi produk

layanan simpanan

Ziarah, Escete-

Mobile CUPS, dan

pinjaman untuk

kebutuhan

konsuntif, seperti:

Aguna, Wahana.

Inovasi 1. Pelatihan

kredit secara

berkala

2. Survey tempat

tinggal

anggota

sebelum

pencairan

pinjaman

3. Menaikkan

plafon

pinjaman

Ikhtiar untuk

modal usaha

4. Berhenti

menggunakan

aplikasi

MIFOS dan

beralih ke

Credit Union

Smile System

1. Pembentukan

dan

pendampingan

kelompok

Sahabat

Sejahtera

menggantikan

kelompok

Basis 5

2. Peningkatan

pelatihan

kewirausahaan

sebagai bentuk

pemberdayaan

non keuangan

3. Memperbaiki

MO (Manual

Operation)

untuk pengurus

dan SOP

(Standart

1. Pendampingan

lanjut kelompok

Sahabat

Sejahtera

2. Pendampingan

khusus untuk

anggota lalai dan

mengalami

kredit macet.

3. Menaikkan

plafon produk

layanan

pinjaman Aguna,

Wahana, dan

Griya

4. Peluncuran dan

sosialisasi

Escete-CU Pelita

Sejahtera

bekerjasama

dengan PT.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

171

(CUSS) untuk

pencatatan

transaksi

keuangan

Operational

Procedure)

untuk

manajemen

sebagai syarat

untuk Acess

Branding

4. Peningkatan

kerjasama

dengan PT.

ARO untuk

pengelolaan

transaksi CUPS

dalam jaringan

BKCU

Kalimantan

ARO dan BKCU

Kalimantan.276

5. Memaksimalkan

WA Grup

sebagai sarana

komunikasi

antara

manajemen

dengan anggota

CUPS

Tabel 4.11. Program Kerja dan Inovasi CUPS Tahun 2017 s.d 2019.

Dari data hasil penelitian, kelompok pertama dan kedua merasakan sungguh

bahwa CUPS telah berusaha keras untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan

anggotanya, melalui produk layanan simpanan dan pinjaman, serta proses

pendampingan kelompok. Menurut Ibu Lies Marlina dari kelompok pertama, sistem

padanan antara produk layanan simpanan dan pinjaman menolong anggota CUPS

untuk tetap menabung sekaligus masih harus mengangsur pinjaman.277 Hal yang

sama dialami oleh Bpk. Barly dari kelompok kedua mengatakan bahwa ia tetap

mendapatkan manfaat dari sistem angsuran dan presentasi bunga menurun.

Sekalipun omzet unit usaha (UKM) anggota menurun, mereka tetap bisa

mengangsur pinjaman di bawah komitmen awal dan dengan tetap menabung setiap

kali angsuran. Di CUPS, anggota yang masih memiliki pinjaman dapat mengajukan

276 Sebuah aplikasi berbasis sistem Androit yang dipakai oleh CUPS untuk keperluan transparansi

aktivitas keuangan dan sebagai sarana beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi dan

media digital khususnya anggota penguna platform Androit. 277 Wawancara penulis dengan Ibu Lies Marlina, hal. 38.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

172

permohonan pinjaman baru, jika pinjaman yang lama sudah dilunasi minimal 75%,

dan sisa pinjaman ditutup dengan pinjaman baru.278 Sistem ini sungguh membantu

dan melindungi anggota CUPS yang sedang mengalami kesulitan ekonomi,

sehingga mereka tetap dapat berdayaguna dan tetap mandiri.

4.5.2.6 Pemberdayaan Memiliki Ciri-ciri Langsung

Keberhasilan program pemberdayaan CUPS ditentukan dari sejauh mana

CUPS mampu mengidentifikasi secara spesifik kebutuhan para anggotanya,

sehingga produk layanan CUPS efektif membantu peningkatan kesejahteraan

anggota. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persoalan kesejahteraan itu

dimaknai secara berbeda oleh ketiga kelompok yang diteliti oleh penulis.

Persoalan kesejahteraan bagi kelompok ketiga dipahami sebagai usaha

bagaimana mengelola keuangan mereka yang secara finansial dapat dikatakan

cukup. Pada 2017, CUPS mengadakan kerjasama dengan dua perusahaan sebagai

pilot project pembangunan komunitas, yaitu: PT. Dinamika Logistik Indonesia dan

PT. TKB.279 Hasil yang diperoleh dari kerjasama tersebut dirasa cukup baik oleh

CUPS, sehingga pada 2018, CUPS kembali membuka kerjasama dengan PT. Dian

278 Credit Union Pelita Sejahtera, Kebijakan Keanggotaan, Produk dan Pelayanan Credit Union

Pelita Sejahtera Tahun 2019, hal. 17. 279 CU Pelita Sejahtera, Laporan Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku 2017:

Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota CU Pelita Sejahtera (Jakarta: Dewan

Pengurus CU Pelita Sejahtera, 2018), hal. 9.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

173

Unggul Perkasa dan PT. Gracia Sehatindo Wisata.280 Bentuk kerjasama CUPS

dengan keempat perusahaan tersebut dalam hal: (a) karyawan perusahaan menjadi

anggota CUPS; (b) memfasilitasi para karyawan untuk aktif dalam pemberdayaan

di CUPS dengan mengakses produk layanan simpanan dan pinjaman, turut dalam

proses pendidikan dan pelatihan-pelatihan, dan menjadikan perusahaan sebagai

penjamin mereka; (3) CUPS secara giat menyosialisasikan produk layanan

simpanan ziarah dan pinjaman barang-barang konsumtif. Permasalahan pokok yang

dihadapi CUPS berhadapan dengan anggota berstatus karyawan ialah mereka lebih

menyukai untuk menabung daripada meminjam. Jumlah simpanan mereka lebih

besar daripada pinjaman mereka. Permasalahan ini menjadi tantangan tersendiri

bagi CUPS dalam usaha pemberdayaan bagi mereka dalam hal: menentukan

kebijakan, program, dan inovasi yang menjawab kebutuhan mereka, serta membuat

perencanaan atas tata kelola keuangan mereka.

Persoalan kesejahteran juga dimaknai secara berbeda oleh kelompok

pertama dan kedua. Persoalan kesejahteraan bagi kelompok pertama dimaknai

sebagai tantangan untuk mengembangkan unit usaha mereka. Mereka berharap

keterlibatan dalam CUPS membantu mereka untuk mendapatkan modal lebih guna

pengembangan UKM mereka dan dicapai bersama dengan CUPS. Sedangkan bagi

kelompok kedua, persoalan kesejahteran itu terkait dengan bagaimana mereka

berusaha keras untuk meningkatkan pendapatan atau omzet usahanya. Hal ini dirasa

mendesak, dikarenakan keuntungan dari aktivitas unit usaha mereka itu terus

280 CU Pelita Sejahtera, Laporan Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku 2018:

Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota CU Pelita Sejahtera (Jakarta: Dewan

Pengurus CU Pelita Sejahtera, 2019), hal. 14.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

174

mengalami penurunan signifikan, sedangkan kebutuhan hidup terus meningkat dan

saingan antar pelaku usaha dan bisnis semakin ketat. Berhadapan dengan itu, maka

diperlukan strategi dan inovasi yang sedikit berbeda dari kebutuhan kelompok

pertama.

Untuk menjawab permasalahan di atas perihal usaha peningkatan

kesejahteraan, CUPS menawarkan beberapa produk layanan yang relevan dan

sesuai dengan kebutuhan para anggotanya. Ada tiga produk layanan simpanan yang

diminati dan digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan anggota

CUPS, baik dari kelompok pertama, kedua, maupun kelompok ketiga, yaitu: Simus

(Simpanan Modal Usaha), Simapan (Simpanan Masa Depan), dan Sihari (Simpanan

Kebutuhan Harian). Ketiga produk layanan simpanan itu berpadanan dengan

produk layanan pinjaman, yaitu: Ikhtiar (Pinjaman Modal Usaha), Bestari

(Pinjaman Pendidikan), dan Aguna (Pinjaman Kebutuhan Konsumtif). Data ini

dapat menunjukkan secara umum bahwa program pemberdayaan CUPS menjawab

kebutuhan anggota untuk meningkatkan tingkat kesejahteraannya. Akan tetapi

pemberdayaan itu juga menuntut adanya keterlibatan anggota, sehingga program,

pendidikan, dan inovasi yang ditawarkan CUPS diarahkan agar menolong mereka

untuk mengatasi permasalahan ekonominya secara mandiri. Lalu mengapa ada

anggota CUPS yang berhasil (kelompok pertama) dan tidak berhasil (kelompok

kedua)? Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada faktor internal dan eksternal dari

anggota tersebut yang juga memperngaruhi keberhasilan anggota CUPS. Hal ini

telah diuraikan oleh penulis di atas pada pembahasan Elemen 3 sub judul d.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

175

Hal lain yang ditemukan dari proses wawancara dengan para responden

ialah sebagian besar anggota CUPS kelompok pertama dan kedua memiliki

kebutuhan besar akan rumah atau tempat tinggal. Sebanyak tujuh dari sepuluh

narasumber di kelompok satu dan kelompok dua belum memiliki rumah tempat

tinggal. Mereka masih mengontrak sehingga setiap tahun harus menyisihkan laba

usaha untuk membayar kontrakan rumah tempat tinggal mereka. Tiga dari sepuluh

narasumber dari kelompok pertama dan kedua berhasil mendapatkan rumah setelah

dibantu produk layanan Griya yang ditawarkan CUPS. Plafon pinjaman Griya di

CUPS mengalami kenaikan dari Rp 150.000.000,00 (2018) menjadi Rp

200.000.000,00 s.d 250.000.000,00 (2019). Sedangkan pada praktiknya, pinjaman

terbesar untuk produk layanan Griya di CUPS baru sampai pada angka Rp

150.000.000,00. Ibu Septiana dan Bpk. Barly adalah contoh narasumber dari

kelompok kedua yang pernah menggunakan produk layanan pinjaman Griya.

Konteksnya ketika itu, usaha Ibu Septiana dan Bpk. Barly dalam kondisi baik dan

rekam jejak keduanya cukup baik di CUPS. Pertimbangan ini menjadi nilai positif

bagi Ibu Septiana dan Bpk. Barly bagi CUPS. Oleh karena itu, setelah pihak CUPS

melakukan seleksi dan tahapan proses peminjaman yang dituntut CUPS, maka

CUPS mengabulkan permohonan pinjaman Griya yang mereka ajukan, dan kini

mereka tidak harus mengontrak lagi.

Permasalahan lain muncul dari produk layanan pinjaman Griya ialah

bagaimana anggota dapat solusi untuk mengangsur pinjaman tersebut, karena

pinjaman tersebut membuat “uang mati” dan tidak bergerak. Permasalahan ini

dialami oleh Ibu Septiana dan Bpk. Barly. Mereka langsung menggunakan produk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

176

layanan pinjaman Griya untuk membayar angsuran pembelian perumahan. Pada

akhir tahun 2019, omzet dari usaha dagang mereka mengalami penurunan,

sedangkan kebutuhan usaha dan hidup terus meningkat. Akibatnya mereka

mendapatkan permasalahan baru, yakni: mereka kesulitan membayar angsuran

pinjaman Griya di CUPS dan simpanan mereka menjadi berkurang untuk menutupi

kekurangan angsuran anggota.

Hal ini terjadi karena keuntungan dari aktivitas dagang mereka kerap kali

harus dipakai untuk pemenuhan kebutuhan harian dan keluarga terlebih dahulu.

Untuk itu, mereka membutuhkan bantuan untuk pengembangan modal usaha,

namun keinginan itu terbentur oleh peraturan perihal produk layanan pinjaman di

CUPS, yakni: anggota yang masih mempunyai pinjaman dapat mengajukan

permohonan pinjaman baru, jika pinjaman yang lama dilunasi minimal 75%.281

Permasalahan seperti ini menimbulkan ketakutan di antara para anggota CUPS,

sehingga mereka lebih memprioritaskan pengembangan unit usaha (UKM)

daripada kebutuhan akan perumahan. Ibu Sri Wahyuni mengungkapkan lebih

memilih produk layanan Ikhtiar untuk pengembangan catering perusahaan dengan

tetap membayar kontrakan setiap tahun, daripada mengambil produk layanan

pinjaman Griya untuk memenuhi kebutuhan perumahan.282

Berhadapan dengan permasalahan tersebut, CUPS melakukan

pendampingan khusus kepada mereka secara personal kasus perkasus. Tujuannya

agar mereka mampu mengatasi persoalan yang dihadapi secara mandiri dan tidak

281 CU Pelita Sejahtera, Kebijakan Keanggotaan, Produk dan Pelayanan Credit Union Pelita

Sejahtera Tahun 2019, hal. 17. 282 Wawancara penulis dengan Ibu Sri Wahyuni, hal. 42.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

177

tergantung pada CUPS. Inilah nilai yang terus dijaga dan dihayati dalam gerakan

CU. Untuk kasus Ibu Septiana dan Bpk. Barly, CUPS melakukan tiga perlakuan

khusus kepada mereka, yaitu: (1) mereka tetap diminta membayar angsuran dengan

sistem mingguan di bawah standar yang ditentukan, dan CUPS melakukan “jemput

bola” untuk kasus kredit lalai sebagai bentuk pengawasan dan menjaga nilai

kepercayaan anggota; (2) CUPS menjadikan mereka sebagai prioritas utama untuk

terlibat di dalam berbagai kegiatan bazar baik yang diadakan oleh Paroki Blok Q

maupun bazar di tempat lain; (3) CUPS menghubungkan mereka dengan para

konsumen, mendorong, dan mendampingi mereka agar aktif di media sosial untuk

promosi usaha mereka, sehingga usaha mereka dapat berkembang dan dikenal oleh

masyarakat luas.

Kasus Ibu Septiana dan Bpk. Barly memberi peneguhan bahwa usaha

pemberdayaan itu menuntut adanya program pendampingan yang kontinu. CUPS

tidak hanya menuntut anggota untuk disiplin dalam hal mengakses produk layanan

simpanan maupun pinjaman, akan tetapi memberikan alternatif-alternatif solusi non

ekonomi untuk peningkatan pendapat mereka sebagai pelaku UKM. Oleh karena

itu, dibutuhkan cara atau alternatif atau pengecualian khusus untuk para anggota

CUPS khususnya para pedagang atau UKM lalai. Tujuannya ialah mereka dapat

mengakses produk layanan pinjaman Griya dan layanan tersebut tidak menjadi

beban mereka. Pada titik ini, pemberdayaan CUPS tetap memiliki keterbatasan dan

ditantang untuk terus menemukan cara-cara inovatif untuk mengatasi permasalahan

tersebut. Pemberdayaan tidak cukup hanya memperhatikan perihal modal dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

178

kapital, tetapi juga harus terbuka pada inovasi-inovasi pendampingan kasus per

kasus.

4.5.3 Elemen 3: Pemberdayaan Menuntut Akuntabilitas

Ada enam komponen yang dapat dipakai untuk mengukur sejauh mana

sistem tata kelola CU itu dikembangkan dengan baik oleh CUPS, yaitu: visi, nilai-

nilai, strategi, program layanan, sistem kontrol dan pengawasan, serta struktur yang

jelas dan sesuai dengan arah CU.283 Dalam konteks CUPS, sistem kontrol dan

pengawasan memegang peran penting, karena CUPS mengelola keuangan yang

dipercayakan anggota kepadanya. Hal ini menjadi sebuah keharusan untuk

memerhatikan aspek akuntabilitas sebagai lembaga keuangan kredit dan bentuk

transparansi atas segala aktivitasnya kepada publik. Untuk itu, CUPS memiliki

mekanisme pengawasan administratif, tata kelola SDM, dan tata kelola keuangan.

283 A.M. Lilik Agung (edt.) Hidup Berkelimpahan Bersama Credit Union (Jakarta: Penerbit PT. Elex

Media Komputindo, 2013), hal. 45.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

179

4.5.3.1 Pemberdayaan Menutut Akuntabilitas Penyelenggara, Pemanfaatan, Dan

Tata Kelola Sumber Daya Manusia (SDM)

Sejak awal berdiri sampai sekarang, CUPS memerhatikan perihal tata kelola

administratif dan SDM. Untuk pengelolaan dan peningkatan kemampuan

manajemen dan staf, CUPS melakukan kerja sama dengan mitra usaha lain, antara

lain: Pertama, CUPS bekerja sama dengan PT. Duta Pelita Insani (DPI) sejak tahun

2013 untuk pengelolaan sumber daya manusia, seperti: rekrutmen staf, pelatihan-

pelatihan dan assesment staf CUPS, serta pelatihan pengelolaan komunitas untuk

para aktivis.284

Menurut pengamatan Bpk. Suryanto Wijaya sebagai pengawas, tidak semua

pengurus, staf manajemen dan aktivis memiliki pengetahuan dan kemampuan yang

memadai tentang pengelolaan CU, sistem audit, dan tuntutan transparansi sebagai

lembaga keuangan kredit.285 Contohnya, keempat staf yang melayani sebagai staf

teller, kredit, admin, dan manajer itu lulusan SMK, sehingga butuh banyak

pelatihan dan pendampingan. Ia memiliki kemampuan berelasi dengan anggota

yang beraneka ragam, tetapi pengetahuan dan kemampuan mereka dalam

mengelola CU sangat perlu ditingkatkan, melalui berbagai kegiatan studi banding,

pelatihan, dan lolakarya bersama pada staf manajemen CU di berbagai tempat.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sejak tanggal 27 Maret 2013,

CUMI PS sebagai CU primer secara resmi bergabung dalam jaringan sekunder

284 CUMI Pelita Sejahtera, Laporan Pengurus CUMI Pelita Sejahtera Tahun Buku 2013: Sebagai

Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota CUMI Pelita Sejahtera (Jakarta: Dewan Pengurus

CUMI Pelita Sejahtera, 2014), hal. 1-2. 285 Wawancara penulis dengan Bpk. Suryanto Wijaya, hal. 44.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

180

Puskopdit BKCU Kalimantan. Inilah kerja sama kedua yang dilakukan oleh CUPS.

Tujuan kerja sama ini ialah untuk menambah jaringan dan kerja sama antar CU

primer dalam jaringan BKCU. Selain itu, Kerja sama itu berguna untuk

meningkatkan kemampuan tata kelola dan strategi dalam membangun CU yang

inovatif, profesional, dan berkelanjutan seperti terangkum dalam misi CUPS. Untuk

itulah, kerja sama CUPS dalam jaringan BKCU Kalimantan dirasa sangat efektif

untuk mengatasi permasalahan internal dalam manajemen CUPS. Salah satu

contohnya ialah Ginta Heriarti. Walaupun dia itu lulusan SMK, tetapi berkat

pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh BKCU dan pendampingan internal

pengurus CUPS, kini ia sudah mampu menjalankan tugas sebagai manager CUPS.

Menurut pengakuan Ginta Heniarti sebagai manager CUPS, pada 2019,

manajemen berhasil mengeluarkan laporan keuangan yang diterbitkan rutin setiap

bulan dan sesuai dengan kaidah, standar, dan aturan yang ditentukan oleh CUPS

dan BKCU Kalimantan.286 Manfaat lainnya dari kemitraan CUPS dalam jaringan

BKCU Kalimantan ialah CUPS dapat mengikuti berbagai pelatihan, lokakarya,

bantuan monitoring dan audit tahunan, kerja sama dan fasilitas transfer keuangan

antar CU dalam jaringan BKCU Kalimantan dengan 43 CU primer yang tersebar di

18 provinsi di seluruh Indonesia.

Hal ketiga, pada 2015, CUMI PS mengalami krisis finansial dan penurunan

anggota secara signifikan akibat penutupan kantor pelayanan di Tigaraksa dan

Pasar Kemis Tangerang. Untuk menanggapi hal tersebut, CUMI PS

menyelenggarakan pertemuan mingguan untuk motivasi kembali dan memberi

286 Wawancara penulis dengan Ginta Heniarti, hal. 47

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

181

penyegaran pendidikan tentang Credit Union dengan fasilitator Rm. Antonius

Sumarwan, SJ dan Rm. Fredy Rante Taruk setiap hari Senin sore.287 Tujuan

kegiatan tersebut ialah untuk memotivasi kembali manajemen dan para aktivis.

Kegiatan tersebut dirasa cukup efektif oleh mereka yang terlibat. Keterlibatan 20

orang aktivis (3 pengawas, 7 pengurus, 10 aktivis di luar manajemen) mampu

mendongkrak jumlah anggota CUMI PS dari 296 anggota (2015) menjadi 426

anggota (2016).

Pada 2017, kegiatan pendampingan tersebut tetap dilanjutkan namun

diselenggarakan secara berkala. Setelah re-branding pada 2018, CUPS mengubah

sistem pendampingan para aktivis. Kini para aktivis tidak dibebani oleh tugas

manajemen baik sebagai pengawas, pengurus atau komite seperti pada pengalaman

sebelumnya. Kini di tahun 2019, CUPS memiliki 12 aktivis yang terlibat aktif

dalam pendampingan 9 kelompok Sahabat Sejahtera yang tersebar di 3 wilayah,

yakni: di wilayah Petogogan (Wijaya, Nipah, Pulo Raya-Yuni), wilayah Mampang

(Bangka I, Bangka VII, Pondok Raya, Buncit, Tegal Parang, dan Kalibata), dan

wilayah Kuningan Barat (Kebalen, Rengas, Poncol, Kantin Sosro, dan Medistra).

Dengan demikian kini, tantangan tata kelola SDM di CUPS kini bergeser dari tata

kelola manajemen menuju tata kelola anggota yang terarah pada kegiatan

pemberdayaan. Perubahan arah ini dirasa penting oleh CUPS, mengingat di tahun

2018-2019, peningkatan anggota yang berprofesi sebagai karyawan itu mencapai

angka 60% dari total keseluruhan anggota CUPS. Kecenderungan anggota

287 CUMI Pelita Sejahtera, Laporan Pengurus CUMI Pelita Sejahtera Tahun Buku 2015: Sebagai

Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota CUMI Pelita Sejahtera (Jakarta: Dewan Pengurus

CUMI Pelita Sejahtera, 2016), hal. 4-5.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

182

karyawan itu ialah lebih suka menabung dan kurang aktif dalam pengajuan kredit.

Maka diperlukan pengembangan inovasi produk layanan dan sosialisasi produk

layanan pinjaman yang menjawab kebutuhan mereka menjadi tantangan bagi

CUPS.

Tantangan lainnya terkait tata kelola ialah mayoritas anggota CUPS masih

memahami tuntutan akuntabilitas itu sebatas keterlibatan mereka dalam Rapat

Akhir Tahunan (RAT). Asumsi mereka ialah RAT adalah bentuk

pertanggungjawaban manajemen kepada anggota CUPS. Sepuluh narasumber dari

kelompok pertama dan kedua menyebut RAT sebagai langkah konkret dan bukti

bahwa CUPS itu akutable. Baru di kelompok ketiga, mereka sebagai anggota

merasa bahwa RAT perlu ditunjang dengan instrumen lainnya agar CUPS semakin

terjamin akuntabilitasnya dan terpercaya. Ada dua dari sepuluh narasumber dalam

kelompok pertama dan kedua telah menggunakan Escete-CUP Pelita Sejahtera.288

Sedangkan anggota lain hanya sebatas menerima informasi saja melalui WA grup

dan kurang merespon baik komunikasi yang terjadi di WA grup. Mereka

menggunakan fasilitas Whatapp grup untuk berkomunikasi dengan manajemen

sejauh hal tersebut terkait dengan permohonan atau angsuran kredit mereka.

Dalam konteks pemberdayaan, inovasi fasilitas online Escete-CU Pelita

Sejahtera,289 merupakan sarana untuk membiasakan anggota CUPS masuk ke ranah

transaksi online yang umum dipakai dewasa ini. Inovasi ini juga untuk menjawab

kebutuhan bahwa banyak anggota CUPS yang menjalankan UKM masih “gagap

288 Wawancara penulis dengan Ibu Sri Wahyuni, hal. 46 dan wawancara penulis dengan Ibu

Sulastri, hal. 46. 289 Wawancara penulis dengan Irene Wiedha Ardhy Riswari, hal. 46.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

183

teknologi”. Di dalam aplikasi tersebut, semua aktivitas anggota dan pelayanan

CUPS dapat diakses dan terekam baik, sehingga membantu anggota untuk

menentukan strategi dan solusi atas permasalahan mereka secara mandiri. Selain

itu, aplikasi ini dimaksudkan sebagai bentuk pertanggungjawaban dan akuntabilitas

tata kelola keuangan yang dijalankan oleh CUPS kepada para anggotanya. Ada tiga

tahap pengembangan dan sosialisasi yang dilakukan oleh CUPS untuk aplikasi

Escete-CU Pelita Sejahtera. Tahap pertama pada awal tahun 2009 adalah fase

sosialisasi penggunaan aplikasi dengan fasilitas pengecekan saldo secara online dari

gawai anggota. Tahap kedua pada bulan September 2019 adalah fase pembuatan

database dan penambahan fasilitas transfer online antara CU dalam jaringan BKCU

Kalimantan, forum CU Keuskupan Agung Jakarta, Bank Mandiri, dan BCA dalam

jaringan kemitraan.290 Tahap ketiga pada tahun 2020 adalah fase finalisasi aplikasi

dengan rencana penambahan fasiltias pinjaman online.

Implementasi akuntabilitas dalam kebijakan dan program CUPS masih

dapat dikritisi lebih lanjut: apakah integrasi pelayanan pemberdayaan CUPS dalam

ranah transaksi online itu sungguh membantu anggota mengatasi permasalahannya

secara mandiri, secara khusus 40% anggota UKM yang masih “gagap” teknologi

informasi berbasis transaksi online? Di satu sisi, transaksi online dengan sistem

yang jelas dan tetap telah meringankan anggota dalam hal, misalnya: mereka tidak

harus datang ke kantor dan mengurus perihal cetak bukti transaksi, mengetahui

saldo dan angsuran pinjaman, konsultasi, dst. Semua kebutuhan anggota dapat

diakses melalu aplikasi smartphone. Akan tetapi, di sisi lain, dari sejarah

290 Wawancara penulis dengan Bpk. Rianto Hidajat, hal. 47.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

184

pemberdayaan CUPS, aspek perjumpaan, dialog, negoisasi, pelatihan itu menuntut

adanya perjumpaan dan praktik langsung. Selain itu, keterlibatan mereka dalam

komunikasi virtual dirasa masih kurang dan perlu ditingkatkan oleh CUPS, melalui:

menggiatkan kembali sarana komunikasi dalam kunjungan ke anggota dan

komunikasi dalam WA grup, memaksimalkan pendampingan kelompok sejahtera,

melakukan promosi yang lebih gencar untuk menyapa secara personal ke anggota.

Menurut Rm. Sumarwan, SJ., perjumpaan dengan anggota dan masyarakat dalam

kegiatan kunjungan ataupun pelatihan itu menjadi bahan bagi pengurus untuk

membuat rancangan program CUPS, sekaligus cara efektif untuk melakukan

sosialisasi program tersebut kepada anggota.291 Dengan demikian, usaha

pemberdayaan CUPS tidak meninggalkan aspek perjumpaan dan dialog antara

manajemen dengan anggota, para aktivis dengan anggota, begitupun sebaliknya.

4.5.3.2 Pemberdayaan Menutut Akuntabilitas Atas Kinerja Dari Penyelenggara

Dan Mengembangkan Sikap Profesionalitas

Pengalaman krisis tahun 2015 mengajarkan CUPS tentang pentingnya

akuntabilitas dan sikap profesional dari semua pihak yang terlibat dalam usaha

pemberdayaan. Menurut Bpk. Rianto Hidajat sebagai koordinator komite kredit,

ada dua hal yang menyebabkan krisis di tubuh CUMI PS, yaitu: (1) ekspansi CUMI

PS ke Tigaraksa dan Pasar Kemis di Tangerang tidak disertai dengan analisa yang

291 Wawancara penulis dengan Rm. Sumarwan, SJ, hal. 11 dan 47.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

185

cukup matang dan menyeluruh, sehingga strategi yang dipilih CUMI PS tidak

berhasil dengan baik; (2) tata kelola manajemen yang buruk, sehingga menghambat

komunikasi (staf, aktivis, dan anggota), edukasi dan penampingan yang tidak fokus,

serta tingginya presentasi pinjaman lalai atau kredit macet hingga pada angka

16%.292 Dalam tata kelola CU, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kredit

macet atau lalai antara lain:

(1) investigasi kredit yang tidak lengkap dan akurat, sehingga

merugikan anggota dan juga CU; (2) Analisis dan pengambilan

keputusan kredit di tingkat managemen itu buruk, misalnya

keputusan kredit hanya didasarkan pada kelipanan simpanan para

anggota; (3) pemberian kredit kurang mendasarkan pada analisa 5C,

yakni character, capacity to pay, collateral, capital, dan

condition;293 (4) pihak CU kurangnya melakukan usaha monitoring

pasca pencairan pinjaman; (5) Ketidaktegasan dari pihak CU dalam

menerapkan kebijakan pnjaman dan kemampuan staf yang tidak

memadai.294

Belajar dari pengalaman 2015 dan pasca re-branding, CUPS melakukan

banyak perbaikan dan perubahan, antara lain: meresktrurisasi organisasi, mengubah

kelompok Basis 5 menjadi Sahabat Sejahtera, memperbaiki MO (Manual

Operation)295 untuk pengurus dan pengawas, memperbaiki SOP (Standart

292 Wawancara penulis dengan Bpk. Rianto Hidajat, hal. 54.. 293 Kekhasan analisis 5C dalam gerakan CU terletak pada perubahan konsep pinjaman berbasis rasio

atas modal (share capital leveraging) menjadi pinjaman berbasis kapasitas (capacity based lending).

Prinsip yang dipakai ialah CU harus memastikan bahwa produk layanan pinjaman itu seharusnya

menghasilkan tambahan pendapatan atau kekayaan bagi anggota sebagai calon pemimjam. Maka

presentasi penilaian dari metode 5C adalah: (1) Character (karakter) sebesar 15%; (2) Capacity to

pay (kapasitas untuk membayar) sebesar 70%; (3) Collateral (barang jaminan) sebesar 5%; (4)

Capital (modal) sebesar 5%; dan (5) Credit Condition (kondisi pinjaman) sebesar 5%. BKCU

Kalimantan, Panduan Mengelola Kredit dalam Credit Union (Pontianak: BKCU Kalimantan,

2016), hal. 117. 294 A.M. Lilik Agung (edt.) Hidup Berkelimpahan Bersama Credit Union, hal. 160-161. 295 Laporan hasil audit eksternal dari BKCU Kalimantan pada bulan Juni 2019 dilaporkan bahwa

CUPS memiliki 4 MO (Manual Operation), yaitu: MO Keanggotaan, Produk dan Layanan, MO

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

186

Operation Procedure)296 dan IK (Instruksi Kerja)297 untuk manajemen dan staf,

merumuskan ulang Strategic Planning (5 tahun sekali), dan membuat Business Plan

(Rencana kerja 1 tahun). Dengan perbaikan tersebut, CUPS mencoba untuk

semakin akuntabel dan profesional, sehingga terus dapat dipercaya oleh anggota

sebagai lembaga keuangan kredit.

Program pemberdayaan CUPS untuk tata kelola manajemen dibagi kedalam

dua diklat, yakni: diklat internal dan diklat eksternal. Diklat atau pelatihan internal

diadakan dengan koordinasi dan kerja sama dengan komite Diklat. Lalu diklat

eksternal dilakukan dalam kerja sama jaringan BKCU Kalimantan dan Form CU

Keuskupan Agung Jakarta. Berikut ini program-program pemberdayaan yang telah

dilakukan oleh CUPS untuk para pengurus, pengawas, komite, manajamen, dan

aktivis guna menunjang perbaikan tata kelola CUPS agar semakin akuntabel dan

profesional:298

No. Pelatihan 2017

(Peserta)

2018

(Peserta)

2019

(Peserta)

1. MYFO 20 - -

2. Evaluasi MYFO & Eco

Camp - 20 30

3. Strategic Planning - 2 -

Kredit, MO Kepegawaian, dan MO Keuangan. Bidang Tata Kelola Puskopdit BKCU Kalimantan,

Laporan Pemeriksaan Koperasi Simpan Pinjam CU Pelita Sejahtera 17-20 Juni 2019 (Pontianak:

Puskopdit BKCU Kalimantan, 2019), hal. 5. 296 Laporan hasil audit eksternal dari BKCU Kalimantan pada bulan Juni 2019 dilaporkan bahwa

CUPS memiliki 8 SOP (Standart Operational Procedure), yaitu: SOP Rekreutmen Anggota Baru,

Pelatihan Anggota, Penerimaan Uang Tunai, Penarikan Uang Tunai, Pengajuan Kredit, Rapat,

Charge Off, dan Penagihan. Bidang Tata Kelola Puskopdit BKCU Kalimantan, Laporan

Pemeriksaan Koperasi Simpan Pinjam CU Pelita Sejahtera 17-20 Juni 2019, hal. 5. 297 Laporan hasil audit eksternal dari BKCU Kalimantan pada bulan Juni 2019 dilaporkan bahwa

CUPS memiliki 2 IK (Instruksi Kerja), yaitu: IK Rekrutmen Anggota Baru dan IK Pengajuan Kredit.

Bidang Tata Kelola Puskopdit BKCU Kalimantan, Laporan Pemeriksaan Koperasi Simpan Pinjam

CU Pelita Sejahtera 17-20 Juni 2019, hal. 6. 298 Data dan informasi di atas disadur secara langsung, dikompilasi, dan diolah penulis dari Laporan

Pertanggungjawaban Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera dalam RAT dari Tahun 2016 s.d 2019.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

187

4. Business Plan - 2 20

5.

TOT (Training of

Trainer) Financial

Literacy299

- 11 19

6. TOT (Training of

Trainer) Cerdas300 - - 10

7. Organization

Development - 4 -

8. Global Women

Leadership Network 15 - -

9. Bimbingan dan Evaluasi

dari BKCU 6 - -

10. Tata Kelola - 4 -

11. Forum CU KAJ (Analisa

PEARLS & Pajak) 3 - 4

12. Eco Culture Cilember - - 18

Tabel 4.12. Pelatihan untuk Pengawas, Pengurus, Komite, Manajemen, dan

Aktivis CUPS dari Laporan Pengurus dalam RAT Tahun 2017 s.d 2019.

Program diklat internal dan eksternal dirasa oleh CUPS membawa dampak

positif dan perubahan signifikan bagi CUPS. Ada tiga kegiatan yang dapat dirujuk

sebagai indikatornya ialah: Pertama, pengawas bidang kredit kini bekerja secara

rutin melakukan monitoring atas laporan produk layanan pinjaman dan

mengadakan evaluasi dengan staf bidang kredit dua kali setiap bulan.301 Nilai

kejujuran dan transparansi menjadi hal yang penting dipraktikkan dan dihayati

dalam kegiatan tersebut. Pada masa CUMI PS, kinerja pengawas bidang kredit itu

kurang optimal, sehingga merugikan keuangan anggota. Menurut pengakuan Ibu

299 Pelatihan TOT adalah salah satu pelatihan untuk mencetak trainer baru untuk pelatihan Financial

Literacy (regenrasi komite diklat dan pelatihan). 300 Pelatihan TOT adalah salah satu pelatihan untuk mencetak trainer baru untuk pelatihan Cerdas

(regenrasi komite diklat dan pelatihan). 301 Wawancara penulis dengan Bpk. Nikolaus Hukulima, hal. 54.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

188

Septiana dari kelompok kedua mengatakan bahwa, staf itu tidak jujur dalam

membuat laporan keuangan atas setoran mingguan para anggota di komunitas

Basis, sehingga membebani dan merugikan anggota.302

Kedua, pada tahun 2018 dan 2019, manajemen berhasil dan setia membuat

laporan keuangan CUPS sesuai standart ketentuan yang ditetapkan oleh BKCU

Kalimantan dan Puskopdit setiap bulannya. Laporan keuangan tersebut menjadi

bahan pembahasan kebijakan dan program dalam rapat pengurus di setiap bulan.

Ketiga, pasca re-branding, CUPS telah secara rutin melakukan Monev

(Monitoring Evaluasi)303 setiap triwulan dalam rapat pengurus, dan hasil pertemuan

itu dilaporkan kepada Dewan Pastoral Harian Gereja Paroki St. Perawan Maria

Ratu.304 Dalam susunan organisasi di Gereja, CUPS merupakan salah satu bagian

dari karya PSE Gereja Blok Q, maka pertanggungjawaban kepada Dewan Pastoral

Harian menjadi sebuah keharusan. Ketiga kegiatan tersebut menjadi sarana

monitoring internal dalam tubuh CUPS. Selain itu, mekanisme tersebut juga

disadari sebagai usaha membangun akuntabilitas atas kinerja dari penyelenggara

dan pengembangan sikap profesionalitas kerja lembaga.305

302 Wawancara penulis dengan Ibu Septiana, hal. 18, 48, 54. 303 Wawancara penulis dengan Ginta Heniarti, hal. 50, 55. 304 Wawancara penulis dengan Bpk. Bpk. Nikolaus Hukulima, hal. 54. 305 Wawancara penulis dengan Ginta Heniarti, hal. 55.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

189

4.5.3.3 Pemberdayaan Menekankan Aspek Transparansi Sistem Dan Tata Kelola

Sebagai Bentuk Pertanggungjawaban

Dalam MO (Manual Operation) dan SOP (Standart Operational

Procedure) ditekankan bahwa setiap CU harus melaporkan pertanggungjawaban

segala bentuk aktivitasnya kepada anggota setahun sekali. Pertanggungawaban ini

dikenal dengan istilah Rapat Anggota Tahunan (RAT). Pertanggungjawaban

tersebut merupakan salah satu bagian dari pendekatan PDCA (Plan, Do, Check,

Action) yang umum dipakai gerakan CU agar tata kelolanya berkembang baik.

Pendekatan PDCA yang dimaksud ialah:

(1) Plan diambil dari rencana strategis tahunan, bulanan, termasuk

juga target-target pencapaian mingguan dan harian; (2) Do ialah

tindakan dari proses realisasi program-program dari rencanan strategis

tersebut, yang dikerjakan sesuai dengan skala prioritas yang dimiliki

CU tersebut; (3) Check dapat dilakukan melalui proses audit tahunan,

rapat rutin, briefing rutin harian, minguan, atau bulanan, sehingga

rencana strategis dapat dipantau perkembangannya; (4) Action

dipahami sebagai proses evaluasi atau perbaikan dari proses yang

telah direalisasikan berdasarkan pada perencanaan yang telah

disepakati bersama dalam rapat anggota.306

Dalam konteks jaringan mitra dengan BKCU Kalimantan, CUPS terbantu

dengan adanya fasilitas audit eksternal dari mereka. Setiap tahun, tim audit dari

BKCU Kalimantan akan melakukan audit dengan standar PEARLS. Audit terakhir

dari BKCU Kalimantan diselenggarakan pada tanggal 17-20 Juni 2019.

Rekomendasi atas audit eksternal itu menjadi perhatian khusus bagi CUPS untuk

306 A.M. Lilik Agung (edt.) Hidup Berkelimpahan Bersama Credit Union, hal. 71.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

190

meningkatkan pelayanannya kepada anggota. Selain itu, CUPS juga setiap

tahunnya wajib mengikuti RAT dalam jaringan BKCU Kalimantan, karena CUPS

menawarkan produk layanan solidaringan Jaringan. Manfaat dari fasilitas jaringan

ialah untuk manajemen resiko dan memberikan perlindungan pada anggota

terhadap simpanan dan piutang bagi anggota CU yang meninggal dunia.307

Dalam tradisi CUPS, RAT diselenggarakan satu kali tahun pada bulan

Maret setiap tahun. Ada dua hal yang dibahas dalam RAT, yaitu: (1) CUPS

menyampaian, membahas, dan mengesahan laporan pertanggungjawaban pengurus

dan hasil pemeriksaan pengawas CUPS sesuai dengan tahun pembukuan laporan;

(2) CUPS menyampaikan dan mengesahkan progam kerja (Business Plan) untuk

periode tahun buku selanjutnya. Dari data narasumber, semua setuju dan sepakat

bahwa RAT adalah salah satu bentuk pertanggungjawaban CUPS kepada anggota.

Dari pengalaman RAT selama ini, hanya beberapa anggota dari kelompok

ketiga yang berani bertanya dan mengkritisi program, padahal mereka jarang

mengakses produk layanan pinjaman dan lebih suka menabung. Sedangkan anggota

dari kelompok pertama dan kedua hanya hadir untuk mendengarkan laporan

pengurus dan menanti waktu pembagian door prize. Mereka kurang berani

mengevaluasi program atau bertanya perihal perubahan kebijakan, program dan

presentasi bunga.308 Kelompok kedua akan memilih diam dan tidak berani

berkomentar atau mengkritisi laporan pertanggungjawaban dalam RAT. Idealnya,

kelompok pertama dan kedua harus lebih kritis terhadap kebijakan dan program

307 CU Pelita Sejahtera, Kebijakan Keanggotaan, Produk dan Pelayanan Credit Union Pelita

Sejahtera Tahun 2019, hal. 22-27. 308 Wawancara penulis dengan Bpk. Rianto Hidajat, hal. 49-50, 54, 56.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

191

CUPS, mengingat mereka lebih sering terkena dampak dan kesulitan dari produk

layanan simpanan dan pinjaman jika unit usaha mereka tidak menghasilkan.

Untuk mengatasi hal ini, sebelum RAT, tim manajeman dan para aktivis

akan melakukan dialog dengan para anggota dan melakukan survei untuk

mengevaluasi kebijakan, program, dan pelayanan CUPS selama satu tahun, serta

meminta pendapat atau masukan dari para anggota. Kegiatan rutin itu disebut

kegiatan turba atau “turun ke bawah” melalui pertemuan di kelompok Sejahtera

ataupun kunjungan staf manajemen atau aktivis ke rumah-rumah anggota,

khususnya anggota kelompok pertama dan kedua. Oleh karena itu, perjumpaan

personal antara manajemen atau para aktivis dengan anggota dalam kegiatan turba

bagi CUPS menjadi penting. Justru perjumpaan personal dan dialog yang terjadi

itulah menjadi sarana anggota untuk mampu menyampaikan aspirasi mereka atas

kebijakan atau program layanan CUPS. Hasil yang diperoleh dari kegiatan turba,

kemudian diolah oleh pengurus untuk dijadikan bahan pertimbangan menentukan

program kerja tahunan (Business Plan). Uraian tersebut menunjukkan bahwa usaha

pemberdayaan itu juga berkaitan erat dengan pengembangan kesadaran anggota

untuk berani mengungkapkan pendapat secara proporsonal dan tepat,

pengembangan sikap kritis, dan keterlibatan secara aktif dalam dinamika berbagai

kegiatan dan program yang ditawarkan oleh CUPS kepada para anggotanya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

192

4.5.4 Elemen 4: Pemberdayaan Mengembangkan Kapasitas Organisasional

Yang Sifatnya Lokal

Pemberdayaan pada dasarnya mengembangkan kapasitas organisasional

yang sifatnya lokal. Hal ini dikarenakan pemberdayaan menuntut adanya kerja

sama atau kolaborasi, kemampuan mengorganisasi pribadi atau kelompok, dan

memobilisasi sumber daya dan manusia. Usaha-usaha tersebut diarahkan untuk

mengatasi permasalahan bersama masyarakat terkait dengan peningkatan

kesejahteraan hidup.

4.5.4.1 Pemberdayaan Mengembangkan Kemampuan Bekerjasama,

Mengorganisasi Dan Memobilisasi Sumber Daya Dan Manusia

Gerakan pemberdayaan itu tidak dapat dilepaskan dari keterikatan pada

institusi, sehingga perlu untuk kolaborasi dengan berbagai pihak terkait. Penguatan

anggota secara finansial, peningkatan kesejahteraan, upaya mencerdaskan anggota,

dan pengembangan mentalitasnya untuk mampu mandiri mengatasi permasalahan

mereka adalah tujuan dari gerakan pemberdayaan di CUPS. Untuk mencapai hal

tersebut, CUPS memerlukan para aktivis yang punya loyalitas, komitmen, dan

kemauan berkembang bersama-sama. Untuk itu, diperlukan adanya strategi khusus

dalam perekrutan para aktivis. Aktivis harus diberi pelatihan untuk meningkatkan

kemampuan mereka sesuai konteks anggota. Proses pelatihan dan pendampingan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

193

diarahkan agar mereka mampu menjaga komitmen bersama dalam kesatuan gerak

pemberdayaan CUPS dan PSE Gereja Paroki St. Perawan Maria Ratu, Blok Q,

Jakarta. Sebaliknya dari sudut pandang aktivis maupun anggota, pemberdayaan

harus menumbuhkan kesadaran bahwa CUPS itu berasal dari anggota, oleh

anggota, dan untuk anggota.

Di balik gambaran ideal tersebut, CUPS menyadari bahwa keterlibatan

anggota dalam berbagai program pemberdayaan belum optimal, misalnya data

keterlibatan anggota dalam pelatihan kewirausahaan. Berikuti ini data keterlibatan

anggota dalam program pemberdayaan dalam bentuk pendidikan, pelatihan,

lokakarya dan seminar:

201

3 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Jumlah

Anggota 441 478 296 426 618 880 1034

Keterlibata

n Anggota 18%

21,61

%

34,79

% 56,1%

38,51

%

27,38

%

54,64

%

Rasio

Kredit

Beredar

49% 45,1% 37,3% 44,82

%

64,91

% 52% 46,5%

Rasio

Kredit Lalai 5% 9,7% 16% 10,8% 1,10% 0,95% 0,93%

Tabel 4.13. Perkembangan Keterlibatan Anggota CUPS dari Tahun 2013 s.d 2019

yang diolah dari RAT 2013 s.d 2019

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

194

Grafik 4.14. Perkembangan Keterlibatan Anggota CUPS dari Tahun 2013 s.d

2019 yang diolah dari RAT 2013 s.d 2019

Data di atas menunjukkan bahwa: pertama, pertumbuhan jumlah anggota

tidak secara otomatis mendorong partisipasi aktif anggota dalam program

pemberdayaan CUPS. Contoh pada 2019, anggota yang bergabung dengan CUPS

adalah 198 orang, sedangkan anggota yang keluar selama 2019 sebanyak 44

orang.309 Faktor yang menyebabkan mereka keluar ialah mereka kurang mampu

beradaptasi dan tidak taat dengan dengan sistem dan mekanisme yang ditentukan

oleh CUPS. Contohnya adalah salah satu syarat agar anggota untuk dapat

mengajukan pinjaman atau kredit di CUPS, mereka telah menjadi anggota CUPS

selama minimal 3 bulan dan telah mengikuti Cerdas (Pencerahan Dasar). Mereka

sangat bersemangat untuk menjadi anggota CUPS, tetapi dengan orientasi segera

309 Perincian dari 44 orang anggota CUPS yang keluar adalah sebagai berikut: 30 orang atau 68,18%

keluar atas permintaan mereka sendiri; 3 orang keluar karena meninggal dunia atau 6,82%,

sedangkan yang dikeluarkan oleh CUPS sebanyak 11 orang atau 25%.

2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Keterlibatan Anggota 18% 21,61% 34,79% 56,10% 38,51% 27,38% 55%

Rasio Kredit Beredar 49% 45,10% 37,30% 44,82% 64,91% 52% 47%

Rasio Kredit Lalai 5% 9,70% 16% 10,80% 1,10% 0,95% 1%

18%21,61%

34,79%

56,10%

38,51%

27,38%

55%49%

45,10%

37,30%

44,82%

64,91%

52%47%

5%9,70%

16%10,80%

1,10% 0,95% 1%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Keterlibatan Anggota Rasio Kredit Beredar Rasio Kredit Lalai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

195

memperoleh pinjaman dan tak jarang tidak mau mengikuti prosedur yang ada. Akan

tetapi sebagai anggota CUPS, mereka harus menaati dan mengikuti prosedur yang

sudah ditetapkan. Inilah faktor yang mengakibatkan angka keluar dari anggota

CUPS tetap besar.

Pada tahun 2015, pengalaman krisis CUPS (CUMI PS) mengajarkan: jika

CU berorientasi hanya pada pertumbuhan jumlah anggota tanpa diimbangi

keterlibatan anggota dalam CU dan kesiapan manajemen, maka hal tersebut akan

membawa kerugian besar pada efektivitas dan keberlanjutan gerakan CU itu

sendiri. Maka anggota harus menyadari sungguh latar belakang yang mendasari

aktivitas dalam CUPS, yaitu: proses edukasi dan pendampingan anggota secara

berkelanjutan, sehingga ia mampu secara mandiri mengatasi permasalahan yang

sedang dihadapi. Idealnya pendidikan dan pendampingan di CUPS itu berperan

untuk menjaga kualitas anggota, sehingga pinjaman yang beredar meningkat dan

rasio pinjaman lalai turun. Sedangkan produk layanan dari CUPS hanyalah

perangkat untuk membantu anggota memetakkan permasalahan, menemukan

strategi, dan akhirnya ia mampu mengatasi permasalahannya secara mandiri. Pada

titik itulah, keberadaan CUPS itu memberi pemberdayaan bagi anggotanya.

Kedua, keterlibatan anggota dalam program dan kegiatan pemberdayaan di

CUPS menentukan dan dapat menekan rasio kredit lalai. Parameternya ialah jumlah

simpanan dan pinjaman itu berbanding sejajar dengan kemampuan mereka untuk

menabung dan disiplin dalam hal membayar pinjaman. Ketepatan dan disiplin

mereka juga dipengaruhi oleh sejauh mana mereka mengerti sungguh dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

196

menerapkan pelatihan-pelatihan CUPS yang bersifat wajib dan sukarela dalam

kehidupan dan pergulatan anggota.

Salah satu inovasi yang dilakukan CUPS pada 2019 untuk meningkatkan

keterlibatan anggota dalam usaha pemberdayaan ialah CUPS mengadakan

kaderisasi untuk mencetak para trainer baru untuk TOT Cerdas yang diikuti 19

orang aktivis dan TOT Financial Literacy dengan peserta 10 orang aktivis. Sebelum

tahun 2019, pelatihan Cerdas itu diampu oleh tim dari komite diklat. Namun

keterbatasan jumlah komite diklat mengakibatkan peluang mereka untuk

melakukan pelatihan cerdas semakin terbatas, sedangkan kebutuhan akan pelatihan

tersebut semakin bertambah seturut peningkatan jumlah anggota baru. Untuk itulah,

CUPS mulai mengader para aktivis untuk terlibat dalam memberi pelatihan Cerdas

di dalam masing-masing komunitas Sahabat Sejahtera.

Pelatihan Cerdas dan proses pendampingan yang dilakukan para aktivis di

dalam komunitas Sahabt Sejahtera ternyata lebih efektif untuk meningkatkan

keterlibatan anggota dalam program-program CUPS, daripada pelatihan Cerdas

yang diselenggarakan secara komunal di kantor CUPS dalam bentuk seminar.

Semakin kecil jumlah anggota kelompok yang terlibat dalam pelatihan Cerdas,

maka proses diskusi akan semakin hidup dan anggota akan mudah terbuka

mengungkapkan permasalahan yang sedang mereka hadapi. Semakin anggota

dapat membuka diri, maka akan memudahkan CUPS untuk memberikan alternatif-

alternatif solusi atas permasalahan mereka. Dalam kesadaran itulah, usaha

pemberdayaan akan semakin relevan dan kontekstual dengan apa yang dialami dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

197

dihadapi oleh anggota, sehingga mereka mampu mengatasi permasalahan mereka

secara mandiri.

Akhirnya pemberdayaan CUPS diarahkan sebagai sarana penguatan

anggota dari berbagai sisi dan peningkatan kemampuannya secara mandiri. Contoh

pada 2016, keterlibatan anggota mengalami peningkatan pada titik 56,1% (2016)

dari sebelumnya 34,79% (2015). Pertumbuhan tersebut berdampak positif untuk

menurunkan rasio kredit lalai dari 16% (2015) menjadi 10,8% (2016), dan

menaikkan ratio kredit beredar dari 37,3% (2015) menjadi 44,82% (2016). Hal

tersebut juga terjadi pada 2018, keterlibatan anggota CUPS mengalami peningkatan

dari 27,38% (2018) menjadi 54,64% (2019), dan berdampak menekan rasio kredit

lalai dari 0,93% (2018) turun menjadi 0.93% (2019). Dengan demikian, semakin

banyak aktivis yang mampu memberikan pelatihan Cerdas dan Financial Literacy

kepada anggota, maka semakin besar CUPS menjangkau kebutuhan anggota dan

pengembangan aspek pendidikan atau edukasi dalam CUPS. Di sinilah makna

kolaborasi dalam usaha pemberdayaan menjadi penting dan menentukan

keberhasilan pemberdayaan CUPS.

4.5.4.2 Pemberdayaan Mengembangkan Aspek Personal: Kebebasan

Berpendapat

Dalam uraian sebelumnya penulis menyebut bahwa pemberdayaan CUPS

bersifat institusional dan memerlukan berkolaborasi dengan berbagai pihak terkait.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

198

Keberhasilan kedua hal tersebut ditentukan sejauh mana aspek personal dalam

setiap perjumpaan dan dialog itu diberi ruang tumbuh. Salah satunya bentuk

implementasinya ialah CUPS memberi ruang kebebasan berpendapat bagi anggota

dalam berbagai kesempatan yang ada.

Menurut teori kapabilitas dari Nussbaum, manusia pada dirinya sendiri

memiliki kemampuan imajinatif. Kemampuan ini mampu menggerakkan seorang

pribadi manusia untuk memandang orang lain sebagai tujuan pada dirinya sendiri.

Yang mana kemampuan imajinatif itu pada umumnya juga berkelindan dengan

kemampuan practical reason dan membawa pada kesadaran akan suatu nilai atau

kebaikan tertentu. Daya-daya imajinatif dan practical reason yang ada pada diri

manusia itu pun tidak berdiri sendiri, melainkan juga didukung oleh kemampuan

emosi yang tertuang dalam bentuk sikap simpati maupun empati. Relasi ketiga

kemampuan tersebut itulah yang memungkinkan seseorang mau peduli dan terlibat

membantu sesamanya. Maka pengembangan ketiga kemampuan manusia tersebut

menjadi penghubung antara pemberdayaan yang dilakukan oleh CUPS dengan

tuntutan kolaborasi.

Data penelitian menunjukkan bahwa mayoritas anggota CUPS memahami

bahwa kebebasan berpendapat itu sebatas menyampaikan usulan, kritik, atau

komentar pada kegiatan Rapat Anggota Tahunan (RAT). Kesadaran ini tidak buruk,

sebab pada prinsipnya gerakan CU lahir dari anggota, oleh anggota, dan untuk

anggota, maka kebebasan berpendapat sangat diperlukan demi kemajuan CUPS

seperti yang diungkapkan manajer CUPS Ginta Heniarti.310 Mayoritas kelompok

310 Wawancara penulis dengan Ginta Heniarti, hal. 64.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

199

pertama dan kedua kurang menyadari bahwa ada kegiatan-kegiatan yang dapat

menjadi sarana praktik kebebasan berpendapat, misalnya: sesi diskusi dalam

pelatihan-pelatihan, kunjungan staf manajemen, pertemuan komunitas Sahabat

Sejahtera bersama para aktivis, dan turba sebelum RAT, dst.

Namun menurut pengamatan Ketua Pengawas CUPS di tahun 2019,

anggota CUPS pada anggota kelompok pertama dan kedua kurang mampu

membaca secara kritis laporan pertanggungjawaban pengurus, sehingga mereka

kesulitan untuk memberikan evaluasi atas kebijakan dan program.311 Indikator

dapat dilihat dari jumlah mereka yang bertanya atau berkomentar pada saat

pembahasan laporan RAT tahunan sangat sedikit. Menurut pengakuan ibu Septiana

dan ibu Sulastri dari kelompok kedua, mereka cenderung diam dan tidak banyak

bertanya di RAT. Karena mereka merasa tidak percaya diri dengan statusnya

sebagai anggota lalai dan masih memiliki hutang di CUPS dalam jumlah besar.312

Mereka lebih memperhatikan: (1) apakah plafon produk layanan pinjaman

mengalami kenaikan atau tidak?; (2) apakah presentasi bunga simpanan mengalami

kenaikan dan presentasi bunga pinjaman mengalami penurunan? Justru keaktifan

bertanya pada kesempatan RAT diperoleh dari kelompok ketiga, yang sedikit

banyak memiliki kemampuan membaca laporan pertanggungjawaban keuangan.

Berhadapan dengan permasalahan tersebut, CUPS melakukan tiga inovasi:

Pertama, CUPS berusaha untuk memaksimalkan penggunaan WA grup baik untuk

jalinan komunikasi dan dialog dengan anggota dari sembilan kelompok dampingan

311 Wawancara penulis dengan Bpk. Suryanto Wijaya, hal. 64. 312 Wawancara penulis dengan ibu Septiana dan Sulastri hal. 64.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

200

Sahabat Sejahtera, melalui nomor official CUPS. Segala bentuk informasi terbaru

selalu disampaikan oleh manajemen ke masing-masing WA grup, dan mereka

merespon melalui jalur pribadi WA dengan pihak manajemen. Fasilitas ini

dirasakan oleh anggota sangat membantu mereka untuk berkomunikasi dengan

CUPS. Kedua, CUPS selalu membuka ruang dialog dan konsultasi bagi anggota

untuk memberikan evaluasi, kritik atau usulan atas kebijakan atau program CUPS.

Sarana yang dipakai oleh CUPS ialah: (1) kunjungan mingguan dan bulanan staf ke

rumah tempat tinggal ataupun unit usaha para anggota; (2) kegiatan Berbuka Puasa

bersama anggota;313 (3) dan saat pendidikan Cerdas dan pelatihan

kewirausahaan.314 Ketiga, CUPS mengintegrasikan perkembangan teknologi

informasi berbasis digital kedalam transaksi yang dilakukan oleh CUPS melalui

penggunaan aplikasi Escete-CU Pelita Sejahtera. Aplikasi Escete-CU Pelita

Sejahtera adalah sebuah trobosan dari CUPS yang diluncurkan awal tahun 2019

untuk menanggapi kebutuhan anggota yang semakin kompleks, 81% anggota

CUPS berada di usia produksif (perpaduan antara Generasi X atau Post Boomers

dan Generasi Y atau Milenials)315, dan sebagai bentuk penyesuian diri CUPS

dengan perkembangan teknologi informasi.316

313 Wawancara penulis dengan E. Dewi Ambarwati, hal. 64. 314 Wawancara penulis dengan Ginta Heniarti, hal. 64. 315 Data statistik CUPS 2019 menunjukkan bahwa persebaran anggota CUPS adalah: (1) Anggota

di atas usia 59 tahun disebut Baby Boomers-Generasi “Me” berjumlah 114 orang atau sekitar 11%;

(2) Anggota CUPS yang berusia antara 40-59 tahun disebut Post Boomers-Generasi X berjumlah

518 orang atau sekitar 50%; (3) Anggota CUPS yang berusia antara 21-40 tahun disebut Milenials-

Generasi Y berjumlah 325 orang atau sekitar 31%; (4) Anggota di bawah usia 20 tahun disebut

Centenials. Founder-Generasi Z berjumlah 77 orang atau sekitar 8%. CU Pelita Sejahtera, Laporan

Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku 2019: Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban

Kepada Anggota CU Pelita Sejahtera, hal. 5. 316 Wawancara penulis dengan E. Dewi Ambarwati, hal. 40, 64

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

201

Maka tantangan bagi CUPS ialah menumbuhkan kesadaran bahwa di CUPS

anggota diberi ruang kebebasan untuk aktif dalam bentuk: mengutarakan pendapat,

berkonsultasi, mengevaluasi kebijakan dan program baik demi kebaikan bersama

seluruh anggota CUPS. Secara khusus, CUPS perlu memasukkan kurikulum

tentang cara membaca dan memahami laporan pertanggungjawabab keuangan di

dalam pendampingan kelompok Sahabat Sejahtera dan dalam pelatihan Cerdas.

Kurikulum ini dirasa perlu untuk membantu pemahaman dan peningkatan

keterlibatan kelompok pertama dan kedua. Karena keaktifan anggota CUPS untuk

berpendapat sebagai usaha pemberdayaan dipengaruhi oleh kapital yang dimiliki

masing-masing anggota, misalnya: tingkat pendidikan, pengalaman kerja atau

usaha, status sosial dan ekonomi di masyarakat.

4.5.4.3 Pemberdayaan Mengembangkan Aspek Komunal: Kebebasan

Berasosiasi Atau Bermitra

Dalam sejarah perkembangan gerakan Credit Union, kemitraan dan asosiasi

itu memegang peran penting, karena CU selalu membutuhkan dan bekerja sama

dengan berbagai pihak terkait. Hal senada juga dialami oleh CUMI PS pada masa

awal dirintis. Rm. Antonius Sumarwan mengundang umat katolik di Gereja Paroki

St. Perawan Maria Ratu Blok Q, dan hasilnya aktivis CUMI PS adalah juga umat

katolik yang aktif berkegiatan di Gereja Paroki Blok Q. Oleh karena itu, kemitraan

dan kerja sama adalah hal yang penting dan menentukan efektivitas pemberdayaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

202

CU. Maka pemberdayaan di CU itu mampu mengembangkan aspek komunitas,

dalam bentuk kebebasan berasosiasi atau bermitra.

Dalam konteks pemberdayaan di CUPS, kemitraan dan asosiasi yang sudah

ada dan sejauh ini berjalan adalah sebagai berikut: (1) kemitraan dalam jaringan

gerakan CU di Indonesia di bawah Inkopdit terkait dengan peraturan, kebijakan,

sistem yang mengatur operasional sebuah koperasi kredit di Indonesia di bawah

naungan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM); (2)

kemitraan dalam jaringan CU Sekunder, CUPS bergabung dalam jaringan BKCU

Kalimantan dan berpartisipasi dalam jaringan produk layanan solidaritas, pelatihan

dan pendampingan, termasuk juga fasilitas audit dari tim BKCU Kalimantan; (3)

kemitraan dengan beberapa perusahaan di wilayah Jakarta Selatan dengan

menyediakan fasilitas CU untuk para karyawannya, kerja sama dalam bidang

assesement dan pelatihan staf manajemen, kerja sama di bidang penyedia aplikasi

berbasis mobile-online, serta pelatihan kewirausahan untuk anggota CUPS. Ketiga

bentuk kemitraan di atas dirasa sudah baik dan tetap perlu dijaga keberlanjutannya,

misalnya: kemitraan yang membantu proses pendampingan dan pelatihan

kewirausahaan bagi anggota maupun manajemen. Sedangkan tantangan ke depan

bagi CUPS ialah memperkuas makna asosiasi atau kemitraan.

Menurut penulis, ada dua alternatif model kemitraan yang dapat

diimplementasikan dalam CUPS, yaitu: Pertama, konsep kemitraan yang menjadi

penghubung anggota CUPS yang memiliki unit usaha (UKM) berjumpa dengan

konsumen dari produk yang mereka tawarkan, misalnya: anggota CUPS yang

memiliki usaha makanan atau catering difasilitasi untuk mampu mengikuti bazaar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

203

di tingkat provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan pemerintah daerah atau

bahkan sampai ke tingkat nasional. Hal ini dirasa penting, mengingat selama ini

peluang kegiatan bazaar masih terbatas pada lingkungan Gereja Paroki St. Perawan

Maria Ratu Blok Q pada hari HUT Gereja. Semakin luas jaringan kemitraan yang

dapat diakses oleh anggota yang terlibat dalam UKM, maka semakin terbuka

peluang untuk memperluas pasar mereka.

Kedua, anggota CUPS memerlukan komunitas yang memiliki minat,

keprihatian, jenis usaha yang sama untuk saling berbagi ide, kreativitas,

pengetahuan, pengalaman, kemampuan, konsumen sebagai bentuk jalinan kerja

sama antar mereka dengan tujuan membantu peningkatan pemasaran dan

kesejahteraan mereka. Salah satu contohnya ialah membentuk dan mendampingi

komunitas anggota CUPS yang memiliki unit usaha warteg atau catering.317

Mengingat jumlah staf pendamping dan aktivis terbatas, maka CUPS sangat perlu

membangun kerja sama dengan berbagai pihak di luar CUPS sebagai motivator atau

pendamping komunitas-komunitas tersebut dengan cara dan mekanisme yang

sesuai dengan CUPS.

317 Wawancara penulis dengan Ibu Sri Wahyuni, Ibu Narti, hal. 63 dan Irene Wiedha Ardhy Riswari

hal. 28, 64.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

204

4.6 RANGKUMAN

CUPS memiliki kegiatan, pelatihan, pendampingan dalam kelompok

Sahabat Sejahtera, ragam program dan produk layanan. Semua hal tersebut

diperuntukkan untuk menguatkan dan memberdayakan anggota, agar anggota

CUPS dapat secara mandiri mengatasi permasalahan yang dihadapinya dan dengan

itu meningkatkan kesejahteraannya. Untuk itu pertanyaan yang dapat diajukan

kepada CUPS adalah: sejauh mana keberadaan CUPS itu mampu memberdayakan

masyarakat, khususnya masyarakat miskin melalui pengembangan kredit mikro

sehingga meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Maka dari perspektif empat

elemen pemberdayaan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain:

Elemen pertama ialah pemberdayaan menuntut adanya akses pada

informasi. Akses pertama masyarakat pada CUPS bermula dari perjumpaan dengan

para aktivis CU sebagai motor penggerak yang mempromosikan gerakan CU.

Perjumpaan tersebut diformalkan dalam sebuah komunitas Basis 5 (CUMI PS),

yang kemudian bertransformasi menjadi kelompok Sahabat Sejahtera (CUPS). Di

sanalah proses edukasi, pendampingan, dan pelatihan sebagai bentuk usaha

pemberdayaan itu dimulai dari kelompok kecil kemudian menyebar ke masyarakat

luas. Oleh karena itu, komunikasi yang dikembangkan di CUPS

mengkombinasikan model top-down dan bottom-up. Komunikasi tersebut

kemudian dikembangkan dalam strategic planning (program 5 tahun), yang

kemudian diturunkan dalam businees plan (program 1 tahun) bersama pengurus,

manajemen, dan dari para aktivis kepada anggota di dalam kelompok.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

205

Pada masa CUMI PS, lembaga memprioritaskan kebijakan “jemput bola

dan turba” dengan menerjukan para aktivis dan berdinamika dengan anggota.

Sedangkan pada masa CUPS, anggota dimotivasi untuk lebih rajin berkunjung ke

kantor dan berdialog dengan manajemen. Akan tetapi, di masa sekarang, CUPS

tetap memberi prioritas untuk anggota yang memiliki unit usaha mikro dengan tetap

mengadakan kunjungan mingguan ataupun bulanan. Kebijakan ini cukup efektif

dan berhasil menekan presentasi pinjaman lalai hingga angka 0,93% di tahun 2019.

Dari sisi anggota, kemudahan akses pada informasi membawa

perkembangan positif pada pertambahan anggota yang mengalami kenaikan secara

signifikan, yakni: anggota awal berjumlah 9 orang (2008) dan di tahun 2019

anggota CUPS berjumlah 1034 orang anggota dari latar belakang yang beragam.

Sebanyak 60% anggota berprofesi sebagai karyawan di perusahaan dan sebanyak

40% anggota berkecimpung dalam pengembangan unit usaha mikro. Konteks

populasi anggota ini mempengaruhi bagaimana program dan produk layanan CUPS

sungguh membantu peningkatan kesejahteraan hidup anggota secara mandiri.

Produk layanan Sihari dan Simapan menjadi unggulan produk simpanan dan sangat

diminati oleh para anggota, sedangkan produk layanan pinjaman yang diminati

adalah Ikhtiar dan Aguna. Produk layanan Ikhtiar diminati oleh anggota yang

memiliki unit usaha untuk pengembangan usaha, sedangkan produk layanan Aguna

banyak diakses oleh anggota yang berstatus sebagai karyawan untuk memenuhi

kebutuhan konsumtif mereka. Agar pemberdayaan efektif, maka produk-produk

tersebut harus didukung dengan adanya pelatihan dan pendampingan

kewirausahaan. Tujuannya ialah agar anggota memiliki pola pikir produktif,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

206

mampu mengelola keuangan, membuat strategi dan perencanaan, serta mampu

mengembangkan usaha mereka sesuai kemampuannya secara mandiri. Dari data

statistik, jenis pelatihan kewirausahaan memang tidak terlalu banyak, tetapi ada

peningkatan partisipasi anggota dalam kegiatan tersebut. Namun demikian,

presentasi keterlibatan mereka baru sekitar 44,87% di tahun 2019.

Tiga permasalahan yang ditemukan penulis pada elemen pertama terkait

dengan persoalan perjumpaan dan dialog, perluasan makna pemberdayaan, dan

modalitas:

1. Hal pertama ialah dalam usaha pemberdayaan, akses pada informasi tetap

menuntut adanya perjumpaan fisik dan dialog antara CUPS dan anggota.

Perjumpaan dan dialog itu tidak dapat digantikan oleh perangkat teknologi

lain, maka perkembangan teknologi informasi hanyalah sebagai sarana yang

menghantar anggota sampai pada perjumpaan fisik dan dialog. Dalam

perjumpaan dan dialog itulah rasa percaya sebagai dasar gerakan CU

dibangun dan ditumbuh kembangkan dalam berbagai kebijakan dan

program-program di CUPS.

2. Hal kedua ialah ada perluasaan makna pemberdayaan dari aktivitas di

CUPS, yaitu: dari pemberdayaan sebagai pengembangan kapabilitas

manusia menjadi pemberdayaan sebagai sarana atau instrumen bagi anggota

untuk mencapai tingkat kesejahteraan hidup. Salah satu cirinya ialah mereka

secara mandiri mampu mengatasi persoalan mereka, dan mampu memenuhi

kebutuhan-kebutuhannya, baik primer, sekunder, maupun tersier dari

masing-masing kelompok. Maka aspek kotinuitas usaha pemberdayaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

207

menjadi perhatian penting dalam pelayanan keuangan usaha mikro di CUPS

guna mencapai kesejahteraan hidup.

3. Hal ketiga ialah pemberdayaan menuntut modalitas. Dalam konteks

pemberdayaan, keberanian dan inovasi untuk mengembangkan

enterpreneurship itu menuntut modalitas, seperti pendanaan, kreativitas dan

inovasi, keluasan jejaring, dan tidak gagap pada perkembangan teknologi

dan informasi. Hal-hal itu menentukan sejauh mana para pelaku UKM dapat

meningkatan pendapatannya sehingga dapat mengalami peningkatan

kesejahteraan.

Elemen kedua adalah pemberdayaan selalu bercorak inklusif dan

menekankan partisipasi aktif masyarakat. Artinya, setiap anggota CUPS dibawa

pada kesadaran untuk tidak hanya memerhatikan kesejahteraannya pribadi,

melainkan juga turut mengusahakan kesejahteraan bersama sebagai warga

masyarakat. Dalam tataran struktur organisasi, total pengurus, pengawas, staf

manajemen, dan aktivis 77% yang terlibat beragama Katolik dan 23% beragama

Islam. Hal ini memudahkan pengelolaan CUPS dengan dasar nilai-nilai, semangat,

spiritulitas, dan penghayatan iman yang dihayati oleh Gereja dalam ASG itu

mampu diimplementasikan dalam praksis kegiatan di CUPS. Yang mana

impelemtasi ASG justru menyentuh dan diterima oleh anggota CUPS non Katolik.

Mereka juga akhirnya termotivasi untuk menghidupi sikap kepedulian dan berani

terbuka menerima sesamanya yang berbeda agama dan keyakinan. Di sinilah aspek

inklusif dari pemberdayaan CUPS sungguh dirasakan oleh anggotanya dan mereka

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

208

diundang juga untuk terlibat di dalamnya. Maka diperlukan adanya struktur yang

melindungi sekaligus memberdayakan anggota.

Keterlibatan anggota dalam pemberdayaan di CUPS dapat dilihat dari

mengakses produk layanan simpanan dan pinjaman yang ditawarkan oleh CUPS.

Tren yang berkembang di CUPS ialah kelompok ketiga (anggota CUPS berstatus

karyawan) cenderung lebih stabil dalam hal perekonomian. Dampaknya, mereka

lebih suka menabung daripada meminjam. Sedangkan bagi anggota yang memiliki

unit usaha, presentasi jumlah pinjaman lebih tinggi daripada simpanan. Fenomena

ini tidak menyehatkan CUPS dari sisi tata kelola keuangan, mengingat LDR (Loan

to Deposit Ratio) masih rendah 46,5% dari target 70%. Namun demikian, rasio

kredit lalai di CUPS sangat rendah pada ratio 0.93% dari analisa PEARLS

maksimal 2%. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran anggota untuk terlibat dalam

pemberdayaan di CUPS mengalami perkembangan positif. Mereka bebas

menentukan strategi atas permasalahan mereka, dan memilih secara mandiri pilihan

produk layanan yang tepat untuk peningkatan kesejahteraan mereka.

Dari hasil penelitian, diperoleh data bahwa tidak semua produk layanan itu

sungguh membuat anggota itu mampu secara mandiri mengatasi permasalahannya

tanpa adanya ketergantungan. Salah satu contohnya ialah produk layanan pinjaman

Griya itu menarik bagi anggota CUPS yang berprofesi sebagai karyawan, tetapi

pinjaman Griya tidak relevan untuk anggota CUPS yang memiliki UMKM karena

akan membebani mereka. Di satu sisi, pinjaman Griya membantu anggota untuk

mendapatkan perumahan yang layak dihuni. Namun di sisi lain, pinjman Griya

membebani sebab pinjaman tersebut tidak dapat dikelola lebih lanjut atau sering

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

209

disebut uang mati. Sedangkan anggota masih harus membayar angsurannya di

CUPS. Oleh karena itu, ternyata pemberdayaan itu juga memiliki keterbatasan dari

pemberdayaan untuk kasus-kasus tertentu. Masalah yang perlu diperhatikan oleh

CUPS ialah fenomena keberadaan anggota yang dikategorikan anggota lalai. Dari

penelitian ditemukan bahwa mereka lalai tidak semua karena kesalahan mereka,

tetapi ada faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya. Faktor internal itu

terkait dengan dinamisnya aktivitas unit usaha dan faktor eksternal itu terkadang

tidak berhubungan secara langsung dengan anggota tetapi harus ditanggung

anggota.

Dua persoalan yang ditemukan di CUPS mengacu pada elemen kedua

pemberdayaan ialah:

1. Implementasi pemberdayaan harus memiliki keluwesan dalam level praksis

di lapangan. Di satu sisi, pemberdayaan harus memperhatikan perihal modal

dan kapital seperti tingkat pendidikan, pengalaman kerja, status sosial dan

ekonomi. Namun di sisi lian, pemberdayaan juga harus memperhatikan

persoalan moral sosial dan harus memiliki keterbukaan pada inovasi dan

memberi toleransi pada kasus per kasus. Fokus utama CUPS adalah usaha

pemberdayaan itu membawa transformasi sosial di masyarakat. Untuk

itulah CUPS menggunakan kombinasi model welfarist dan institusionalis,

sehingga membawa CUPS dalam dua tegangan: tegangan pertama terletak

antara perhatian pada pengembangan usaha mikro dengan keberlanjutan

program layanan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

210

2. Pemberdayaan berada dalam antara penguatan ekonomi sekaligus

keberlanjutan program. Di satu sisi, pemberdayaan itu tidak dapat

dilepaskan dari usaha-usaha penguatan ekonomi masyarakat kecil sebagai

ciri khas, sehingga mereka dapat mencapai kesejahteraan hidup secara

mandiri. Akan tetapi di satu lain, pemberdayaan itu membutuhkan modalitas

dan kapital yang memadai agar usaha pemberdayaan dapat berkelanjutan,

misalnya dalam hal pendanaan. Tegangan kedua itu terjadi antara kepatuhan

pada sistem operasional yang telah ditetapkan dengan tetap memperhatikan

faktor tanggungjawab moral yang dihadapi dan dialami oleh para anggota

CUPS. Oleh karena itu, sistem dibangun untuk melindungi anggota yang

sedang mengalami kesulitan ekonomi, sehingga mereka tetap berdayaguna

dan mandiri.

Elemen ketiga adalah pemberdayaan menuntut adanya akuntabilitas. Untuk

itu, CUPS sebagai lembaga keuangan mikro memiliki mekanisme pengawasan

administratif, tata kelola SMD dan monitoring tata kelola keuangan. Dalam bidang

administratif dan SDM, CUPS membangun jaringan kerja sama dengan berbagai

pihak, misalnya: kemitraan dengan PT. Duta Pelita Insani (SDM), PT. ARO (aplikai

Escete-CU Pelita Sejahtera) Puskopdit BKCU Kalimantan (Pelatihan dan Audit).

Tantangan pada aspek ini ialah bagaimana CUPS mampu memperluas kesadaran

anggota untuk semakin terlibat aktif di CUPS, misalnya mampu membaca dan

memahami laporan pertanggungjawaban pengurus dalam RAT, sehingga mampu

mengevaluasi kebijakan dan program yang ditawarkan. Tantangan lainnya ialah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

211

memaksimalkan pendampingan kelompok Sahabat Sejahtera dan fasilitas Whatapp

grup sebagai sarana berkomunikasi sehingga lebih efektif dan menjawab kebutuhan

anggota.

Perhatian pada akuntabilitas di CUPS ternyata juga mengembangkan sikap

profesionalitas. Pengalaman krisis tahun 2015 (CUMI PS), membantu

restrukturisasi CUPS melalui berbagai program-program dan inovasi

pengembangan sesuai dengan standar yang ditentukan oleh CUPS dan dalam

kemitraan dengan BKCU Kalimantan. Program-progam lebih tertata rapi dan

terbangun mekanisma pelaporan keuangan yang baik kepada anggota saat RAT,

pelaporan ke pengurus, Dewan Pastoral Harian Gereja Paroki St. Perawan Maria

Ratu, laporan ke BKCU Kalimantan, dst. Hal-hal tersebut menandakan bahwa sikap

profesional di CUPS mulai tumbuh dan berkembang.

Permasalahan pokok yang dihadapi oleh CUPS pada elemen ketiga ini ialah

aspek perjumpaan dan dialog. Bagaimanapun juga usaha pemberdayaan itu tidak

dapat meninggalkan kebutuhan akan perjumpaan dan dialog antara manajemen

dengan anggota, para aktivis dengan anggota, begitu pula sebaliknya. Inovasi-

inovasi dan pengembangan cara berkomunikasi, serta penggunaan sarana virtual

merupakan sarana untuk sampai pada perjumpaan dan dialog, dan hal-hal tersebut

tidak dapat menggantikannya.

Elemen keempat adalah pemberdayaan terarah pada pengembangan

kapasitas organisasional yang sifatnya lokal. Pada level praksis di CUPS, gerakan

pemberdayaan itu tidak hanya bersifat institutional tetapi juga membutuhkan kerja

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

212

sama dan kolaborasi dengan berbagai pihak. Salah satu ukuran yang dapat dirujuk

ialah efektivitas pemberdayaan CUPS yang diukur dari keterlibatan dan kesetiaan

mereka pada tugas, kewajiban, komitmen untuk berkembang bersama CUPS. Fokus

pemberdayaan CUPS bukan semata-mata pada peningkatan kesejahteraan anggota

dari sudut pandang ekonomis. Akan tetapi, sejauh mana mereka secara mandiri

mampu mengatasi permasalahan mereka dengan pola pikir dan paradigma yang

dikembangkan oleh CU.

Data penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan keterlibatan anggota

secara aktif di CUPS. Pada 2018 keterlibatan anggota 27,38%, tetapi di tahun 2019

meningkat hingga 54,64%. Hasil ini menunjukkan bahwa proses edukasi dan

pendampingan di CUPS itu berhasil baik. Tantangan ke depan dari perspektif

keterlibatan anggota yang dapat dikembangkan ialah: (a) keterlibatan anggota juga

perlu diperluas dalam bentuk berani mengutarakan pendapat dan mengevaluasi

kebijakan dan program CUPS demi kesejahteraan bersama; (b) kemitraan perlu

diperluas tidak hanya dalam hal kerja sama untuk peningkatan program CUPS,

tetapi juga membentuk komunitas-komunitas yang memiliki minat dan usaha yang

kurang lebih sama. Tujuannya ialah memperluas ruang dialog dan kerja sama antar

anggota, dan membantu anggota untuk menemukan peluang usaha untuk

peningkatan kesejahteraannya secara mandiri.

Pokok permalahan yang masih perlu diatasi di CUPS pada elemen empat

adalah persoalan keterbukaan dan kolaborasi. Usaha pemberdayaan harus

meningkatkan kesadaran anggota untuk berani mengungkapkan pendapat secara

proporsonal dan tepat, pengembangan sikap kritis, dan keterlibatan dalam program

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

213

dan produk layanan di CUPS. Semakin anggota dapat terbuka kepada CUPS, maka

hal itu akan memudahkan CUPS untuk memberikan alternatif-alternatif solusi atas

permasalahan mereka. Pada titik tersebut, pemberdayaan itu menuntut adanya

kolaborasi berbagai pihak, secara khusus yang memberi ruang tumbuh bagi para

anggota.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

214

BAB 5

REFLEKSI TEOLOGIS PEMBERDAYAAN SEBAGAI

PRAKSIS SOLIDARITAS UNTUK MEWUJUDKAN

“ECONOMY OF COMMUNION” (EoC) DARI PERSPEKTIF

CARITAS IN VERITATE (CV)

5.1 PENGANTAR

Pada bab ke lima ini, penulis merefleksikan pemberdayaan dalam perspektif

teologis. Pertanyaan dasar yang dijawab oleh penulis adalah: Bagaimana

pemberdayaan dalam CUPS mendapat pendasaran teologis yang valid, melalui

tradisi Ajaran Sosial Gereja (ASG) di dalam ensiklik Paus Benediktus XVI Caritas

in Veritate (CV) untuk mewujudkan Economy of Communion (EoC). Untuk

menjawab persoalan tersebut di atas, penulis akan menguraikan refleksi teologis

tersebut dengan alur sebagai berikut: (1) penulis mendalami ensilik Caritas in

Veritate (CV) dalam perspektif EoC; (2) penulis menguraikan unsur-unsur dan

tegangan dinamis menjadi ciri khas dalam pengembangan EoC terhadap usaha

pemberdayaan di CUPS; (3) penulis memberikan catatan penulis terhadap proses

pengembangan EoC dari perspektif ensiklik Caritas in Veritate (CV); (4) penulis

akan memberikan rangkuman dari keseluruhan pembahasan bab kelima.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

215

5.2 ENSIKLIK CARITAS IN VERITATE

5.2.1 Konteks Ensiklik Caritas in Veritate

Ensiklik Caritas in Veritate merupakan refleksi teologis Paus Benediktus

XVI atas berbagai permasalahan sosial, ekonomi, dan politik yang dihubungkan

dengan tanggung jawab moral dan perjuangan mewujudkan kesejahteraan bersama

(common good), melalui: refleksi personal sebagai pribadi manusia, kerja sama

dunia internasional, dan sampai pada refleksi misteri keselamatan yang

termanifestasi dalam Kristus sebagai perwujudan kasih dalam kebenaran yang

sejati.318 Oleh karena itu, kasih sebagai kekuatan dari Allah seharusnya mendorong

orang untuk terlibat dan turut memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan

bersama.

CV adalah ensiklik sosial pertama yang dikeluarkan oleh Paus Benediktus

XVI, tepat sehari sebelum pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi G8 Summit

(koalisi delapan negara termaju di dunia)319 yang diselenggarakan di Italia resmi

dibuka.320 Pertemuan tersebut membahas perihal ketahanan pangan dan perubahan

318 Paul Surlis, “Pope Benedict XVI’s New Encyclical Caritas in Veritate: Love in Truth” dalam

Chicago Studies vol. 49, no. 1 (2010): hal. 99. 319 G8 atau Group of Eight adalah sebuah forum internasional yang terdiri atas delapan negara maju

di dunia yang membahas perihal kebijakan perekonomian dan politik global yang mempengaruhi

kerja sama antar negara dan konstalasi ekonomi-politik di dunia. Koalisi G8 berawal dari pertemuan

enam Kepala Pemerintahan negara-negara maju pada tahun 1975 di Perancis. Mereka adalah

Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Jerman, Italia, dan Jepang dan dikenal dunia dengan istilah G6

(Group of Six). Pada 1976, Kanada bergabung ke dalam forum internasional tersebut dan G6 berubah

menjadi G7 (Group of Seven) dan bertahan hingga tahun 1998. Rusia kemudian bergabung ke G7

dan forum tersebut berubah menjadi G8 (Group of Eight). 320 Paul Surlis, “Pope Benedict XVI’s New Encyclical Caritas in Veritate: Love in Truth”, hal. 98.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

216

iklim yang telah menjadi persoalan dunia dewasa ini. Akan tetapi, tulisan ini tidak

dapat mengatakan bahwa dokumen CV ini disebabkan oleh pertemuan tersebut.

Justru ensiklik CV diresmikan oleh Paus Benediktus XVI sebagai peringatan empat

puluh tahun diterbitkan ensiklik Populorum Progressio oleh Paus Paulus VI pada

tahun 1967.321

Pasca Konsili Ekumenis Vatikan II, ensiklik Populorum Progresio (PP)

diterbitkan untuk menanggapi permasalahan yang dihadapi oleh Gereja dalam

dokumen Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes. Paus Benediktus XVI melanjutkan

refleksi teologis Paus Paulus VI atas PP tentang dua kebenaran besar akan kasih,

yaitu: (1) Pertama, seluruh Gereja, dalam keberadaan dan tindakannya terlibat

dalam memajukan perkembangan manusia seutuhnya.322 Gereja menyadari

sungguh akan peran dan tanggung jawab publik yang diembannya di dunia, dan

keterlibatan Gereja itu harus lebih dari sekadar tindakan atau kegiatan karitatif dan

pendidikan yang telah dilakukannya. (2) Kedua, perkembangan manusiawi yang

autentik itu menyangkut keseluruhan pribadi dalam setiap dimensinya.323 Karena

perkembangan manusia pertama-tama adalah panggilan, dan karena itu Gereja

melibatkan diri pada pengambilan tanggung jawab dan dukungan dalam bentuk

solidaritas dari semua pihak yang terlibat di dunia. Dengan demikian nampak jelas

bahwa ada kesinambungan antara PP dengan CV.

321 CV no. 8. Benediktus XVI, Caritas in veritate: Kasih dalam kebenaran (29 Juni 2009), art. 8

(terj. B.R. Agung Prihartana MSF, Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi

Waligereja Indonesia, 2014), hal.11. 322 CV no. 11. 323 CV no. 11.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

217

Sebelum menjadi Paus, Kardinal Joseph Ratzinger kerap kali dikenal

memiliki pandangan teologis yang bercorak konservatif. Sekalipun anggapan ini

tidak sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Tulisan-tulisan

Kardinal Ratzinger banyak menguraikan dan menyoroti perihal masalah-masalah

aktual dunia, khususnya persoalan Gereja sebagai persekutuan umat Allah di

wilayah Eropa. Ia tidak hanya mendekati dengan perspektif politik dan ekonomi,

tetapi juga dari perspektif antropologi, kultural, dan berakar dari iman dalam

persahabatan dengan Kristus sebagai tolak ukur Kristianitas. Konsistensi dan

ketegasannya cukup dirasakan oleh Gereja universal, ketika Kardinat Ratzinger

diangkat oleh Paus Yohanes Paulus II menjadi Prefek Konggregasi Ajaran Iman

pada 25 November 1981.324 Salah satu tugasnya ialah sebagai penjaga kemurnian

ajaran dan doktrin iman Katolik.

Menurut penafsiran Lisa Sowle Cahill, Kardinal Ratzinger memandang

modernitas sebagai hal yang dapat merusak iman umat di dalam Gereja dan sikap

skeptisnya terhadap manfaat dari inovasi-inovasi teknologi di dunia modern bagi

kehidupan iman umat.325 Hal tersebut dapat ditelusuri dari tulisan-tulisan teologis

Ratzinger. Ia banyak diinspirasi oleh pandangan teologis dari Bonaventura dan

Agustinus326, daripada aliran Thomistik (Thomas Aquinas) dan teologi inkarnasi

yang dikembangkan para Bapa Konsili Vatikan II di dalam Gaudium et Spes (GS).

324 Libertus Jehani, Paus Benediktus XVI: Palang Pintu Iman Katolik (Jakarta: Sinodang Media,

2005), hal. 16. 325 Lisa Sowle Cahill, “Caritas in Veritate: Benedict’s Global Reorientation” dalam Jurnal

Theological Studies no. 71, (2010): hal. 293. 326 Paus Benediktus XVI beberapa kali menggunakan istilah dari Agustinus, misalnya: (1)

Benediktus menggunakan perbandingan antara kota abadi (the eternal city) dan kota bumi (earthly

city) untuk menjelaskan pengaruh dosa di dunia, dengan menggunakan konsep teologis City of God

dari Agustinus; (2) Pada 2007, Benediktus menggambarkan Agustinus sebagai manusia yang

sungguh memiliki komitmen dan perhatian pada kesejahteraan masyarakat (welfare) dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

218

Keragu-raguan Paus Benediktus XVI tersebut itu nampak dalam pemaknaan

akan kasih di dalam CV. Secara khusus dalam CV, Paus Benediktus XVI

menekankan aspek dasar dari ASG tentang pengembangan manusiawi yang

integral, yang disebutnya sebagai usaha perwujudan kasih dalam kebenaran. 327 Hal

ini penting, dikarenakan tujuan akhir dari kasih dalam kebenaran adalah

kesejahteraan bersama (common good), yang tidak dapat dimajukan dan disatukan

bahkan oleh otoritas dunia sekalipun. Kasih tanpa kebenaran bisa diintervensi oleh

perkembangan teknologi dan membawa perubahan kesadaran dan cara bertindak

manusia yang terjadi di dalam masyarakat modern, yaitu:328

Saya menyadari adanya dan terus berlangsungnya upaya-upaya

penyalahartian serta pengosongan makna kasih, dengan akibat

disalahtafsirkan, dipisahkan dari penghayatan etika dan juga kurang

dihargai. Dalam bidang sosial, hukum, budaya, politik, dan

ekonomi- dengan kata lain, dalam konteks yang paling terkena

bahaya ini-disingkirkan dengan mudah sebagai sesuatu yang tidak

relevan untuk menerjemahkan dan memberi arah pada tanggung

jawab moral.329

Paus Benediktus XVI menyadari bahwa usaha manusia mengatasi

persoalan-persoalan sosial di dunia ini belum sepenuhnya terintegrasi dengan

perkembangan dunia zaman ini, seperti: kegiatan produksi, konsumsi, finansial,

regulasi yang kini melebihi batas-batas national dan struktur-struktur

meneladan kesuksesan kekaisaran Roma dalam mengelola militer, politik, sosial ekonomi dan

budaya (Spe Salvi no. 29). Pendasaran teologis dari Agustinus digunakan Benediktus untuk

menunjukkan perihal daya rusak dari dosa bagi perkembangan manusiawi. Namun demikian,

Benediktus tetap memiliki kepedulian pada usaha untuk menghidupkan komitmen umat Kristen

terhadap Gereja, di mana ia melihat bahwa Allah adalah satu-satunya fondasi dasar dari perubahan

sosial yang lebih positif bagi masyarakat dunia. Disadur dari Lisa Sowle Cahill, “Caritas In Veritate:

Benedict’s Global Reorientation”, hal. 313-314. 327 CV no. 13. 328 Lisa Sowle Cahill, “Caritas In Veritate: Benedict’s Global Reorientation”, hal. 305. 329 CV no. 2.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

219

pemerintahan.330 Akibatnya ialah negara-negara tersebut harus berhadapan dengan

keterbatasannya terhadap konteks baru, yaitu: perihal perdagangan dan keuangan

internasional yang telah mengubah konstelasi kekuatan politik negara-negara

berkembang dan negara miskin.331

Paus Benediktus XVI menyadari bahwa pasar merupakan sebuah konstruksi

sosial manusia di dalam komunitas masyarakat, maka konsekuensi negatif dari

pasar disebabkan oleh partisipasi manusia dan bagaimana tanggungjawab individu

dipraktikkan dalam komunitas masyarakat.332 Hal ini berbeda dengan

pendahulunya yang memandang pasar sebagai hal negatif dan menjadi bagian

integral dari pengaruh ideologi liberal, seperti: individualisme, materialisme,

egoisme diri, dan retorika alamiah atas berbagai kepentingan tertentu.

Ekonomi dan keuangan, sebagai alat, dapat digunakan secara buruk

ketika mereka yang berkuasa hanya dimotivasi oleh tujuan egois

semata. Dengan demikian, alat yang dari dirinya sendiri baik dapat

diubah menjadi alat yang merugikan. Tetapi gelapnya akal budi

manusialah yang menghasilkan konsekuensi-konsekuensi ini, bukan

alatnya per se. Maka, bukan alat yang harus bertanggung jawab,

melainkan manusia, kesadaran moral mereka serta tanggung jawab

pribadi dan sosial mereka.333

Pada titik inilah, Paus Benediktus XVI secara tidak langsung hendak mengatakan

tentang adanya bahaya dari budaya konsumeris yang dialami dan digulati oleh

setiap pribadi di dalam komunitas masyarakat modern dan di tengah permasalahan

globalisasi ekonomi.

330 Lisa Sowle Cahill, “Caritas In Veritate: Benedict’s Global Reorientation”, hal. 310 331 CV no. 24. 332 Bernard Laurent, “Caritas in Veritate as A Social Encyclical: A Modest Challenge to Economic,

Social, and Political Institutions”, dalam Theological Studies, vol. 71, no. 3 (2010): hal. 533. 333 CV no. 36.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

220

Nampaknya, Paus Benediktus XVI tidak bermaksud secara eksplisit

mengkritisi pengaruh liberal dalam perkembangan manusia dan pertumbuhan

ekonomi, tetapi secara implisit justru Paus mencurigai adanya pengaruh negatif dari

kultur dunia modern yang menyuburkan relativisme.334

Kapal kecil pikiran banyak orang Kristiani seringkali diombang-

ambingkan gelombang-gelombang: dari Marxisme ke liberalisme, bahkan

ke libertinisme; dari kolektivisme ke individualisme radikal; dari ateisme

ke misticisme religius kabur; dari agnostisisme ke sinkretisme dan

seterusnya...Memiliki iman yang jelas sesuai pernyataan iman Gereja

dewasa ini sering dijuluki fundamentalisme. Sementara relativisme, yakni

membiarkan diri diombang-ambingkan oleh angin ajaran manapun,

nampak sebagai satu-satunya sikap yang tepat di masa kini. Suatu

kediktatoran relativisme dibangun, yang mengatakan tidak ada yang pasti

dan membiarkan diri pada egoisme dan kemauan sendiri tiap orang

sebagai tolak ukur akhir.335

Dalam konteks sosial-budaya, relativisme membahayakan iman umat berhadapan

dengan logos cinta kasih dalam kebenaran yang dasar akan iman. Relavisme akan

memandang perbedaan manusia, budaya, etika, moral, agama, bukanlah perbedaan

dalam hakikat, melainkan akrena perbedaan dalam hal faktor-faktor di luarnya.

Maka segala hal akan dinilai relatif, dalam porsi yang sama, atau dinilai setara.

Dampaknya dari relativisme adalah kebenaran dan nilai-nilai Kristiani sekarang

menjadi relatif, sehingga menghambat perkembangan manusiawi dan pemaknaan

akan dimensi transendensi manusia sebagai citra Allah (human person before

God).336

334 Bernard Laurent, “Caritas in Veritate as A Social Encyclical: A Modest Challenge to Economic,

Social, and Political Institutions”, hal. 543. 335 Homili Kardinal J. Ratzinger dalam Ekaristi Pembukaan Konklaf “Pro eligendo Romano

Pontifie” pada tanggal 18 April 2005. Disadur dari Sepektrum, no. 4 tahun XXXIII (Jakarta:

Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, 2005), hal. 54-55. 336 William F. Murphy, “Labor Day Statement 2009: Rebuilding the Economy, Reforming Health

Care” dalam Origins CNS Documentari Service, vol. 39, no. 15 (2009): hal. 242.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

221

Berhadapan dengan berbagai persoalan tersebut di atas, tanggapan Paus

Benediktus XVI dalam CV memberikan kesadaran baru untuk konsep sosial-

ekonomi (istilah yang dipakai dalam ensiklik pra-Konsili Vatikan II) dan manusia

ekonomi (fokus pembahasan ensiklik pasca Konsili Vatikan II), dengan

menekankan relasi sosial manusiawi dalam konteks tanggungjawab moral-etis337,

serta perwujudannya dalam persahabatan dan solidaritas kegiatan ekonomi.338

Secara khusus, Paus Benediktus mengatakan bahwa keadilan ekonomi itu dijamin

oleh hukum-hukum dan moral yang harus dihormati sejak awal, ketika proses

ekonomi itu dilaksanakan dan bukan hanya pada akhir dari proses ekonomi.339

5.2.2 Sistematika Ensiklik Caritas in Veritate

Refleksi teologis Paus Benediktus XVI dalam CV atas realitas sosial itu

disusun secara rapi dan terstruktur dalam enam bab pembahasan, yaitu: Pada bab

1 (CV no. 10-20), Paus Benediktus XVI menggunakan ensiklik Populorum

Progressio (PP) sebagai dasar dan konteks untuk merefleksikan proses

perkembangan manusiawi manusia. Aspek kebaruan menurut penulis dari

penafsiran Paus atas PP terletak pada pengembangan ekonomi dan politik untuk

pengembangan persaudaraan manusia itu dijakanlan dalam hubungan cinta kasih

337 CV no. 45: Memenuhi kebutuhan moral terdalam pribadi juga mempunyai akibat penting dan

menguntungkan pada tingkat ekonomi. Ekonomi memerlukan etika supaya dapat berfungsi secara

benar-bukan sembarangan etika, tetapi sebuah etika yang berpusat pada manusia. 338 Bernard Laurent, “Caritas in Veritate as A Social Encyclical: A Modest Challenge to Economic,

Social, and Political Institutions”, hal. 539. 339 CV no. 37.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

222

ang bijaksana dan berkeadilan. Yang mana, Paus masih menyebut beberapa

masalah pokok yang dihadapi PP dan dirasa masih relevan di zaman ini, yaitu:

aspek transendensi manusia, ambivalensi teknologi, perkembangan ideologi-

ideologi yang menyangkal dan anti-manusiawi, “humanisme transenden”340 dan

urgensi perjuangan solidaritas di antara umat manusia.341 Permasalahan-

permasalahan tersebut berdampak buruk bagi kehidupan manusia, dikarenakan

persoalan-persoalan tersebut dapat mengabaikan kewajiban bersolidaritas dan tidak

selalu memberikan arah atau pertimbangan yang tepat pada kehendak.342

Permasalahan tersebut merupakan bagian dari persoalan besar ketidakadilan dalam

perkembangan bangsa-bangsa, dan menjadi sebuah kemendesakan untuk diatasi

bersama dalam persaudaraan umat manusia.

Pada Bab II (CV no. 21-33), Paus Benediktus membahas perihal

perkembangan manusia dengan tetap mengakar pada persoalan yang telah dibahas

oleh PP. Pertama-tama, Paus Benediktus XVI menyadari sungguh bahwa Allah

adalah Penjamin perkembangan sejati manusia,343 yang diwujudnyatakan oleh

manusia dalam lingkungan sosialnya yang terarah pada “peradaban kasih.”344

Perwujudan peradaban kasih itu menuntut adanya keterbukaan terhadap kehidupan.

Keterbukaan yang dimaksud itu terwujud kongkret dalam “relasi resiprok antara

340 CV no. 18: Perkembangan manusia seutuhnya pada tingkat kodrati sebagai tanggapan terhadap

panggilan dari Allah Pencipta, membutuhkan pemenuhan diri dalam “humanisme transenden” yang

memberikan (kepada manusia) kemungkinan kesempurnaannya yang terbesar sebagai tujuan

tertinggi perkembangan manusia. 341 CV no. 14. 342 CV no. 19. 343 CV no. 29. 344 CV no. 33.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

223

pengetahuan dan tindakan kasih”345, di mana manusia sebagai sumber, pusat, dan

tujuan seluruh kehidupan ekonomi dan sosialnya.346 Namun dalam realitas sosial-

ekonomi, tak jarang manusia direduksi menjadi obyek dan data-data statistik

semata, sehingga melemahan aspek transendensi manusia sebagai makhluk ciptaan

Allah.

Untuk mengatasi hal tersebut, Paus Benediktus dalam bab III (CV no. 34-

44) membahas perihal pengembangan dan tanggung jawab sosial dari kegiatan

ekonomi. Paus melalui CV hendak menunjukkan bahwa ASG perlu menyoroti

urgensi dari persoalan keadilan distributif dan keadilan sosial untuk ruang ekonomi

pasar dalam konteks sosial-politik, sehingga orang miskin tidak boleh dianggap

sebagai beban melainkan sebagai sumber daya yang perlu diberdayakan.347 Patokan

dasar yang dipakai CV adalah kegiatan ekonomi perlu diarahkan untuk mencapai

kesejahteraan umum dan tidak boleh menjadi sesuatu yang antisosial.348 Maka

perekonomian harus disadari sebagai sebuah fenomena multidimensi dan memiliki

hubungan resiprok dengan persaudaraan umat manusia.349

Salah satu contohnya, Paus Benediktus XVI menyebut bahwa kegiatan

ekonomi itu tidak dapat dipisahkan dari kemurahan hati, yang mengembangkan dan

menyebarkan solidaritas, serta tanggungjawab sosial untuk perwujudan keadilan

345 CV no. 30: Perbuatan tanpa pengetahuan adalah buta, dan pengetahuan tanpa kasih adalah

mandul...kasih bukanlah suatu esktra yang ditambahkan, seperti suatu tambahan pada pekerjaan

yang telah disimpulkan di setiap perbagai ilmu pengetahuan, justru kasih mengikutsertakannya

dalam dialog sejak awal...akal budi dan kasih itu tidak terpisahkan: kasih disuburkan oleh akal budi

dan akal budi dipenuhi oleh kasih. 346 CV no. 25. 347 CV no. 35. 348 CV no. 36. 349 CV no. 38.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

224

dan kesejahteraan umum di antara para pelaku ekonomi yang beragam.350 Oleh

karena itu, kegiatan ekonomi itu terkait tidak hanya dengan makna ekonomis (SRS

no. 24) semata351, tetapi juga berhubungan dengan nilai-nilai yang lain, seperti: nilai

solidaritas (SRS no. 38),352 tanggung jawab sosial (moral-etis),353 persahabatan dan

persaudaraan umat manusia,354 bahkan juga nilai kasih.

Pada bab IV (CV no. 43-52), Paus Benediktus XVI membahas perihal

perkembangan manusia itu tidak dapat dilepaskan dari relasi dan tanggung jawab

sosial atas alam ciptaan. CV menjelaskan alam sebagai anugerah Allah bagi

manusia yang menuntut tanggungjawab sosial atasnya.

Lingkungan alam ini adalah anugerah Allah untuk setiap orang, dan

dalam penggunaannya kita bertanggung jawab terhadap orang-

orang miskin, generasi masa depan dan seluruh umat manusia...

Dalam alam, umat beriman mengenali buah yang mengaggumkan

dari intervensi kreatif Allah, yang boleh kita gunakan secara

bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita yan

wajar, material maupun imaterial, dengan menghormati

keseimbangan intrinsik ciptaan.355

Alam sebagai anugerah mengungkapkan kasih dan kebenaran Allah

Pencipta (bdk. Rom. 1:20). Paus Benediktus XVI dalam CV menyebut bahwa alam

yang kita miliki bukan seperti “timbunan sampah yang berserakan”, melainkan

anugerah Sang Pencipta yang telah menetapkan tatanan intrinsiknya, sehingga

manusia bertanggung jawab untuk “mengolah dan memeliharanya” (Kej 2:15).356

350 CV no. 38. 351 CV no. 40. 352 CV no. 38. 353 CV no. 40. 354 CV no. 36. 355 CV no. 48. 356 CV no. 48.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

225

Sikap keterbukaan manusia terhadap kehidupan ciptaan lain merupakan bagian dari

tanggung jawab yang secara moral dan berdampak juga pada sosial-ekonomi

(tanggung jawab ekologis Gereja terhadap dunia).357 Hal ini menjadi penting,

karena salah satu tantangan terbesar yang dihadapi manusia modern dalam

pengelolaan alam dari perspektif ekonomi ialah usaha pemanfaatan sumber-sumber

daya yang paling efisien (tidak menyalahgunakannya) itu tidak bebas dari nilai-

nilai.358

Dalam kultur masyarakat modern, gaya hidup manusia justru rentan jatuh

pada pengaruh hedonisme, konsumerisme, dan sikap masa bodoh pada dampak

kerugian yang dialami oleh alam. Di beberapa negara, kelompok atau perusahaan

yang kuat justru menimbun dan mengekspoitasi sumberdaya tak terbarukan untuk

kepentingan ekonomis semata, sehingga dapat memicu konflik, kerusakan

lingkungan, kemiskinan, bahkan kematian yang dialami oleh masyarakat sekitar.

Berhadapan dengan permasalahan tersebut, CV merekomendasikan perlunya

perubahan mentalitas yang mengarahkan pada gaya hidup baru, “di mana pencarian

kebenaran, keindahan, kebaikan, dan persekutuan hidup dengan sesama demi

kemajuan bersama merupakan faktor yang menentukan pilih-piihan konsumsi,

tabungan, dan investasi manusia” (bdk. ensiklik Cantesimus Annus no. 36).359

Lebih lanjut, penghormatan terhadap alam ciptaan membutuhkan adanya

usaha kongkret untuk memperbaharui makna solidaritas terkait dengan kerja sama

dengan negara-negara berkembang dan negara-negara industri maju.360

357 CV no. 44. 358 CV no. 50. 359 CV no. 51. 360 CV no. 49

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

226

Pengembangan kegiatan ekonomi tetap harus menekankan prinsip sentralitas

pribadi manusia (pengembangan manusiawi) sebagai subyek. Subyek yang

bertanggung jawab atas tugas pengembangan yang harus dipeliharanya, sehingga

kegiatan ekomoni diselenggarakan secara wajar dan penuh tanggungjawab atas

alam ciptaan. Salah satu contoh kongkretnya ialah memperbaharui makna investasi

yang etis secara moral ekonomis dan sosial masyarakat, misalnya pembaharuan

sistem dalam kredit mikro:

Bank-bank menganjurkan rekening dan dana investasi yang “etis”.

“Pembiayaan yang etis” dikembangkan, teristimewa melalui kredit

mikro dan secara lebih umum, keuangan mikro. Proses-proses ini

patut dipuji dan pantas didukung. Akibat-akibat positifnya juga

dirasakan di wilayah-wilayah yang belum berkembang.361

Pada bab V (CV no. 53-67), Paus Benediktus XVI membahas perihal praksis

cinta dalam kebenaran dalam tindakan solidaritas dan subsidiaritas yang terjadi

dalam kerja sama antar keluarga manusia di dalam ASG. Melalui CV, Paus

Benediktus XVI membaharui dan mengingatkan kita tentang pemaknaan akan kerja

dan upaya memperjuangkan martabat pekerjaan manusia. Tujuannya ialah supaya

mereka terlepas dari persoalan kemiskinan dan dengan itu meningkatkan

martabatnya sebagai ciptaan dan citra Allah. Di sini, Paus Benediktus XVI

mendasarkan pada ensilik Laborem Exercens dari Paus Yohanes Paulus II yang

menyatakan bahwa orang menjadi miskin, karena akibat dari pelanggaran martabat

pekerjaan manusia.362 Untuk itu, kita perlu memperhatikan perihal kesatuan dan

tanggungjawab sosial terhadap para pekerja tersebut, misalnya: perihal

361 CV no. 45. 362 LE no. 8.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

227

perlindungan kerja, pengupahan, hak berserikat, dst.363 Pendasaran teologis yang

digunakan oleh Paus Benediktus XVI ialah bahwa manusia itu “co-creator of

God”.364 Artinya, kita dan mereka diundang bersama dengan Allah untuk

berpartisipasi dengan bebas dalam pengembangan manusiawi, dan sekaligus

terlibat bersama membangun kolaborasi antar manusia. Partisipasi dan keterlibatan

ini dimaknai sebagai bentuk kongkret solidaritas antar manusia.

CV cukup kuat menekankan dan mengangkat kembali pentingnya nilai

subsidiaritas di dalam praksis kegiatan ekonomi. Subsidiaritas adalah ungkapan

kebebasan manusia untuk membantu sesamanya, ketika individu-individu dan

subyek sosial tidak mampu melakukan sesuatu sendiri, dan bantuan tersebut

dirancang untuk mencapai emansipasi mereka tanpa ketergantungan.365 Prinsip

subsidiaritas sangat menekankan aspek kebebasan dan kemerdekaan manusia

sebagai pelaku dan penentu perubahan itu sendiri secara mandiri. Oleh karena itu,

subsidiaritas tidak hanya menghormati martabat pribadi manusia, tetapi juga

mengakui manusia sebagai subyek yang selalu mampu memberikan sesuatu kepada

yang lain secara mandiri.366 Menurut CV, subsidiaritas itu berkaitan erat dan tak

dapat dipisahkan dengan prinsip solidaritas. Subsidiaritas tanpa solidaritas memberi

jalan kepada privatisme sosial, sementara solidaritas tanpa subsidiaritas memberi

363 William F. Murphy, “Labor Day Statement 2009: Rebuilding the Economy, Reforming Health

Care”, hal. 242. 364 William F. Murphy, “Labor Day Statement 2009: Rebuilding the Economy, Reforming Health

Care”, hal. 242. 365 CV no. 57. 366 CV no. 57.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

228

jalan kepada bantuan yang menimbulkan ketergantungan, yang merendahkan

mereka yang berkekurangan.367

Di akhir, Paus Benediktus dalam bab VI (CV no. 68-77 dan 78-79)

membahas perihal relasi perkembangan manusiawi dihubungkan dengan

perkembangan teknologi. Teknologi merupakan aspek obyektif tindakan manusia

yang diturunkan dari aspek subyektif manusia yang bekerja. Artinya teknologi

membantu manusia untuk menguasai materi, mengurangi resiko, menghemat

tenaga, dan sarana untuk memperbaiki kesejahteraan bersama sebagai individu

maupun komunitas masyarakat.368 Teknologi disadari layaknya dua bilah mata

pedang atau dua wajah yang ambigu. Di satu sisi teknologi mampu melepaskan

manusia dari keterbatasan fisiknya, melalui inovasi dan ragam pilihan-pilihan yang

ditawarkan. Hal tersebut membawa manusia pada ragam pilihan, pertimbangan,

dan solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Akan tetapi di sisi lain, teknologi

dapat menjadi bentuk kekuasaan ideologis baru yang mengancam kebebasan dan

keberadaan manusia, misalnya: jika penekanan teknologi lebih berfokus pada aspek

efisiensi, otomatisasi, dan struktur pada suatu sistem sebagai tolak ukur

perkembangan menjadi dasar kebenaran, maka hal tersebut akan menghambat

perkembangan manusiawi. Akibatnya pertimbangan aspek moral-etis dan tanggung

jawab sosial manusia terhadap sesamanya akan diabaikan, dan realitas tersebut

justru menghambat perkembangan kebebasan manusia.

367 CV no. 58. 368 CV no. 85.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

229

5.3 GERAKAN ECONOMY OF COMMUNION (EoC)

Awalnya, pada tahun 1943, komunitas Focolare itu berkembang di tengah

situasi Perang Dunia II dan dipelopori oleh Chiara Lubich (1920-2008) bersama

rekan-rekannya di Trente, Italia dengan sebutan “Movimento dei Focolari”.369

Kegiatan utama komunitas Focolare ialah (1) membangun dan hidup dalam

komunitas-komunitas kecil; (2) di dalam komunitas mereka mendalami dan

merefleksikan kitab suci; (3) serta mempraktikkan budaya berbagi (culture of

giving) sebagai perwujudan cinta kepada Allah dan sesama.370 Konsistensi gerakan

komunitas Focolare itu dirasakan Gereja memberi dampak positif bagi

pengembangan komunitas dalam menghadapi permasalahan sosial-ekonomi. Maka

pada tahun 1962, gerakan Focolare diterima oleh Gereja Katolik sebagai bagian

dari Catholic Movement, dan kini gerakan tersebut tersebar pada 182 negara dan

memiliki sekitar 2 juta anggota komunitas.371

Lalu pada tahun 1991, komunitas Focolare mempelopori sebuah gerakan

ekumenis yang disebut sebagai gerakan Economy of Communion (EoC). Gerakan

EoC awalnya dilatarbelakangi oleh keprihatinan personal dari Chiara Lubich

(komunitas Focolare) atas permasalahan sosial, khususnya persoalan kemiskinan

yang dialami oleh masyarakat (Katolik) dalam kunjungan kerjanya di San Paolo

369 Luigino Bruni dan Amelia J. Uelmen (†), “Religious Values and Corporate Decision Making:

The Economy of Communion Project ” dalam Fordham Journal of Corporate and Financial Law,

Vol. 11, No. 3 (2006): hal. 647-648. (Diunduh dari http://ir.lawnet.fordham.edu/jcfl pada tanggal 30

Juni 2020, Pukul 01.00 WIB). 370 Amelia J. Uelmen, “Caritas in Veritate and Chiara Lubich: Human Development From The

Vantage Point of Unity” dalam Jurnal Theological Studies, No. 71 (2010): hal. 33 371 Diunduh dari https://www.focolare.org/en/chi-siamo/ pada tanggal 1 Juli 2020, pukul 12.30 WIB.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

230

Brazil pada tahun 1991. Keprihatinan itu kemudian diintegrasikan dengan

kerasulan dari komunitas Focolare. Melalui gerakan EoC yang dipromosikan oleh

komunitas Focolare, diharapkan masyarakat mampu mengatasi permasalahan

sosial-ekonomi yang dihadapinya dengan praktik culture of giving di dalam

semangat communio komunitas Focolare, sebagai salah satu alternatif solusi.

Komunitas Focolare mempopulerkan “budaya berbagi atau culture of

giving” sebagai kritik dan perlawanan atas kultur ekonomis “budaya kepemilikan

atau culture of having” yang sangat ditekankan dalam sistem ekonomi kapitalis.372

Culture of giving didasarkan pada teladan praktik berbagi di dalam jemaat Gereja

Perdana dalam kitab Kisah Para Rasul:

Semua yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala

kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari

mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikan kepada

semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing (Kis 2:44-

45).

Tradisi tersebut dilestarikan dan diterjemahkan secara kongkret dalam bentuk

partisipasi masing-masing anggota Focolare di dalam komunitas. Ada dua jenis dari

model partisipasi yang dipraktikkan di dalam komunitas Focolare sebagai bagian

dari culture of giving, yaitu: (1) model pertama ialah partisipasi material, artinya

mereka berbagi barang-barang kebutuhan yang dimiliki untuk dibagikan pada

komunitas dari hasil kerja keras mereka, yang oleh komunitas kemudian

didistribusikan ke pihak-pihak yang membutuhkan; (2) model kedua ialah

372 John B. Gallagher, “Communion and Profits: Thinking with the economy of Communion about

the Purpose of Business” dalam Revista Portuguesa de Filosofia, vol. 70, Fasc. 1 (2014): hal. 12.

(Diunduh dari http://www.jstor.com/stabe/2378507 pada tanggal 30 Juni 2020, Pukul 00.47 WIB).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

231

partisipasi non-material, artinya mereka berbagi hal-hal yang lebih bersifat

spiritual, seperti saling membantu, memberi nasehat atau pertimbangan,

membangun dinamika komunitas hingga menjadi tempat tinggal yang nyaman, dan

mendukung satu sama lain dalam doa-doa.373

Pilihan dan tindakan berbagi dalam culture of giving dimaknai oleh

komunitas Focolare lebih dari sekedar sikap dermawan. Praktik culture of giving

digunakan komunitas Focolare untuk melawan pengaruh budaya individualistik,

materialistik, dan konsumeris yang menghambat pengembangan manusiawi.

Praktik ini tidak dimaksudkan agar anggota komunitas hidup dalam kemiskinan

dengan mengorbankan apa yang dimiliki, tetapi justru memberi ruang tumbuh

untuk semakin terlibat aktif ke dalam karya pemeliharaan Allah kepada masing-

masing individu manusia dalam kehidupan sehari-hari.374 Melalui tindakan berbagi

di dalam komunitas Focolare, mereka berusaha mewujudkan perintah Kristus

tentang kasih kepada Tuhan dan sesama seperti dalam Injil Yohanes, “Inilah

perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.

Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya

untuk sabat-sahabatnya” (Yoh 15: 12-13).375

Oleh karena itu, di dalam komunitas Focolare, praktik berbagi (culture of

giving) itu dimaknai dalam arti: (1) usaha kongkret mencintai Allah dan sesama;

dan (2) usaha menghadirkan Kristus secara konkret dalam dinamika hidup

373 Amelia J. Uelmen, “Caritas in Veritate and Chiara Lubich: Human Development From The

Vantage Point of Unity”, hal. 42-43. 374 Amelia J. Uelmen, “Caritas in Veritate and Chiara Lubich: Human Development From The

Vantage Point of Unity”, hal. 43. 375 Amelia J. Uelmen, “Caritas in Veritate and Chiara Lubich: Human Development From The

Vantage Point of Unity”, hal. 43.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

232

berkomunitas dan bermasyarakat.376 Hal ini penting dikarenakan tidak semua

tindakan memberi atau berbagi itu dapat menciptakan culture of giving.377 Ada

beberapa faktor yang dapat menghambat terciptanya culture of giving, yaitu:

motivasi dan intensi awal, keinginan untuk memiliki kekuasaan, keinginan untuk

mendominasi dan mencapai kepuasan diri tertentu, atau terlalu menekankan aspek

peningkatan keuntungan (profit), bahkan keinginan dan tindakan menindas

sesamanya yang lebih lemah untuk kepentingan tertentu.

Praktik culture of giving dalam komunitas Focolare juga dimaknai sebagai

wujud dari implementasi nilai persekutuan (communio), yang dihayati dan meresap

di dalam hidup berkomunitas mereka. Communio dipahami dalam konteks hidup di

dalam kebersamaan dan persekutuan seluruh umat Allah dalam Kristus sebagai

identitas untuk terlibat dalam karya keselamatan-Nya ke dalam dan di tengah hiruk

pikuk dunia (Yoh 17:21).378 Landasan biblisnya adalah doa Yesus kepada

Bapa“Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau ya Bapa, di dalam Aku

dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa

Engkaulah yang telah mengutus Aku” (Yoh 17:21).379

Perikop tersebut menjadi landasan bagi komunitas Focolare untuk semakin

terlibat dalam usaha mengatasi permasalahan-permasalahan sosial-ekonomi

masyarakat, serta menjadi dasar membangun komunitas Focolare sesuai dengan

376 Amelia J. Uelmen, “Caritas in Veritate and Chiara Lubich: Human Development From The

Vantage Point of Unity”, hal. 33. 377 Diunduh dari https://www.edc-online.org/en/chi-siamo-it/cultura-del-dare.html pada tanggal 30

Juni 2020, Pukul 01.10 WIB). 378 Amelia J. Uelmen, “Caritas in Veritate and Chiara Lubich: Human Development From The

Vantage Point of Unity”, hal. 34. 379 Amelia J. Uelmen, “Caritas in Veritate and Chiara Lubich: Human Development From The

Vantage Point of Unity”, hal. 34.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

233

penghayatan hidup berkomunitas mereka.380 Maka, anggota komunitas Focolare

tetap bekerja keras di luar komunitas untuk pengembangan diri dan terlibat di dalam

kegiatan sosial-ekonomi masyarakat. Keterlibatan mereka itu cukup luas baik

sebagai karyawan di suatu perusahaan atau lembaga-lembaga tertentu, maupun

sebagai pengelola unit-unit usaha milik komunitas Focolare. Segala bentuk manfaat

yang diperoleh dari usaha tersebut dikelola oleh komunitas, dan kemudian

didistribusikan untuk pengembangan sosial-ekonomi masyarakat dan terarah untuk

mewujudkan kesejahteraan bersama (common good).

Dalam arti tertentu, gerakan EoC yang dikembangkan komunitas Focolare

tidak hanya mempromosikan perihal communio dalam arti kebersamaan di dalam

suatu komunitas tertentu, tetapi juga makna communio sebagai keterlibatan praksis

pada kegiatan sosial-ekonomi yang menghubungkan pelaku bisnis secara langsung

dengan mereka yang membutuhkan, misalnya masyarakat pra-sejahtera.

Keterlibatan untuk mengusahakan kesejahteraan bersama (common good) sebagai

tujuan itu dimaknai sebagai perwujudan kongkret mengasihi Allah dan sesama.

Dasar biblisnya diambil dari ajaran Kristus dalam Injil Yohanes, “Aku memberikan

perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kami saling mengasihi; sama seperti Aku

telah mengasihi kami demikian pula kamu harus saling mengasihi” (Yoh. 13:34).381

380 John B. Gallagher, “Communion and Profits: Thinking with the economy of Communion about

the Purpose of Business” hal. 11. 381 Luigino Bruni dan Amelia J. Uelmen (†), “Religious Values and Corporate Decision Making”,

hal. 648.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

234

5.4 REFLEKSI TEOLOGIS PEMBERDAYAAN CUPS SEBAGAI

PRAKSIS SOLIDARITAS MEWUJUDKAN ECONOMY OF

COMMUNION (EoC)

Pada bab kedua telah diuraikan bahwa usaha pemberdayaan itu ditentukan

oleh empat elemen yang menjadi indikator penentu, yaitu: (a) pemberdayaan

menuntut adanya akses pada informasi; (b) pemberdayaan bercorak inklusif dan

menekankan partisipasi aktif; (c) pemberdayaan menuntut akuntabilitas; dan (d)

pemberdayaan itu mengembangkan kapasitas organisasional yang bersifat lokal.

Pada level praksis, implementasi pemberdayaan ditatapkan pada penelitian usaha

pemberdayaan yang dilakukan oleh CUPS, dan telah dibahas pada bab ketiga dan

keempat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada akhirnya usaha pemberdayaan

itu selalu terarah pada proses transformasi masyarakat yang mempengaruhi

kehidupan pribadi, maupun kehidupan kolektif masyarakat.

Dalam konteks sosial-ekonomi, proses transformasi masyarakat yang

dimaksud ialah terjadinya suatu pergerakan atau perubahan dari situasi

berkekurangan atau situasi kemiskinan menuju situasi sejahtera, sebagai bagian dari

aktualisasi pengembangan manusia dan keterlibatannya di dalam mengatasi

permasalahan sosial-ekonomi di masyarakat. Oleh karena itu, pemberdayaan itu

tidak dapat dilepaskan dari unsur-unsur materialis (empat elemen pemberdayaan),

sekaligus juga terkait dengan persoalan perkembangan integral manusiawi (relasi

mikro) dan keterlibatannya di dalam komunitas masyarakat (relasi makro). Maka

pemberdayaan itu menuntut adanya keterbukaan dan solidaritas umat manusia

dalam relasi mikro dan relasi makro untuk bersama-sama mengusahakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

235

terwujudnya kesejahteraan bersama (common good). Nampak jelas bahwa

pemberdayaan pada dasarnya terarah pada usaha perwujudan kesejahteraan

bersama (common good) umat manusia sebagai tujuan utama pada level praksis.

Dengan demikian, kesejahteraan bersama (common good) menjadi pintu masuk

bagi refleksi teologis akan usaha pemberdayaan yang bergerak dari analisis sosial

ekonomi berdasarkan pada tradisi ASG menuju refleksi teologis, secara khusus

pemberdayaan sebagai praksis solidaritas dalam pengembangan Economy of

Communion dari perspektif CV.

5.4.1 Common Good sebagai Tujuan Pengembangan Economy of

Communion (EoC)

Para ahli banyak merujuk konsep kesejahteraan bersama (common good)

pada pandangan Aristoteles. Menurut penafsiran Nussbaum, Aritoteles dalam

Nicomachean Ethics menggunakan kata Yunani eudaimonia (eudaimonikos) yang

berarti “suatu kondisi bahagia” untuk menerangkan tentang kebahagiaan hidup

manusia.382 Kebahagiaan merupakan tujuan terakhir manusia, dan hal ini menjadi

jawaban dari pertanyaan eksistensial bagaimana manusia itu harus hidup dan

bagaimana ia harus menata hidupnya sedemikian rupa agar ia menjadi semakin

bahagia.383 Dalam pandangan Aristoteles, kehidupan manusia dinilai dapat

382 Martha Craven Nussbaum, The Fragility of Goodness: Luck and Ethics in Greek Tragedy and

Philosophy Revised Edition (Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2001), hal. 329 383 Franz Magnis-Suseno, Menjadi Manusia Belajar dari Aristoteles (Yogyakarta: Kanisius, 2009),

hal. 4.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

236

mencapai kebahagiaan (sejahtera), jika ia semakin terlibat dalam aktivitas di polis

demi kepentingan umum. David Hollenbach menyebutkan bahwa keterlibatan

manusia di dalam aktivitas polis dimaknai dalam usaha pencarian yang dilakukan

secara konsisten dan berorientasi pada pengembangan kemampuan untuk berbagi

dengan orang lain.384 Di satu sisi, manusia secara alamiah digerakkan untuk

mencapai kesejahteraan hidup sebagai individu. Di sisi lain, Aristoteles juga

memahami bahwa manusia sebagai makhluk politik (zoon politikon) terlibat dalam

tata kelola negara-kota (polis).385 Maka hidup bahagia dalam arti sejahtera bagi

Aristoteles ditentukan oleh sejauh mana individu tersebut terlibat dan berkontribusi

dalam polis.386 Keterlibatan individu dalam negara-kota terhubung dengan usaha

kolektif komunitas manusia untuk mencapai kesejahteraan bersama. Kedua hal

tersebut itu berkaitan dan tak terpisahkan dalam usaha mewujudkan sejahteraan

bersama (common good). Maka kesejahteraan bersama (common good) harus

menjadi tujuan hidup seluruh masyarakat negara-kota dan menjadi prioritas utama

yang menentukan arah gerak dari usaha masing-masing individu.

Jika nilai kebaikan itu sama bagi individu dan kota, maka nilai kebaikan

bagi kota itu merupakan hal yang lebih besar dan lebih sempurna untuk

dicapai dan dijaga. Pencapaian akan nilai kebaikan individu sudah

merupakan suatu kepuasan atau prestasi; namun demikian usaha untuk

menjamin kebaikan bagi seluruh negara dan warga kota merupakan

tindakan yang lebih luhur dan lebih mulia. 387

384 David Hollenbach, The Common Good and Christian Ethics (United Kingdom: Cambridge

University Press, 2002), hal. 3. 385 David Hollenbach, The Common Good and Christian Ethics, hal. 11. 386 David Hollenbach, The Common Good and Christian Ethics, hal. 11. 387 Aristotle, Nicomachean Ethics, 1094b yang diterjemahkan oleh Martin Ostwald (Indianapolis:

Bobbs-Merrill, 1962), dan disadur dari David Hollenbach, The Common Good and Christian Ethics,

2002, hal. 3.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

237

Dengan demikian, kesejahteraan bersama yang dibayangkan Aristoteles itu

terwujud dalam relasi sosial kesalingan antar manusia, dan memiliki tata hirarki

nilai lebih tinggi daripada kebaikan yang dapat dicapai oleh masing-masing

individu manusia.

Berangkat dari pandangan Aristoteles tersebut, Thomas Aquinas juga

mengembangkan konsep kesejahteraan bersama (common good) dengan keyakinan

dasar bahwa manusia dapat mengembangkan kebaikan di dunia indera (the world

of sense). Dunia indera menjadi tempat untuk mengembangkan kebaikan yang

dimiliki oleh manusia.388 Dasar keyakinan itu diletakkan atas dasar: Pertama,

melalui kemampuan rasionalitas, manusia mampu mengembangkan kapabilitasnya

dan memahami kebenaran tertinggi di tengah realitas dosa di dunia, sehingga dunia

menjadi locus revelationis dari kebenaran.389 Aquinas meletakkan Allah sebagai

kebaikan tertinggi (the ultimate good) pada tataran metafisis.390 Kedua, Aquinas

388 Paulus Bambang Irawan, “A Capability to Promote The Common Good” dalam Jurnal Teologi,

Vol. 5, No. 1, Mei (2016): hal. 2. 389 Paulus Bambang Irawan, “A Capability to Promote The Common Good”, hal. 2. 390 In a Thomistic perspective, the ultimate theological good and the good that can be echieved in

the secular domain have an analogical relation to each other. They are both similiar and different,

mutually illuminating rather than opposed or contradictory to each other. When divine and human

goodness are both called “good”, this is because they have more in common than the fact that we

use the same word to name them. They are good by analogy-both different in their goodness but also

similar to the degree they are truly good...Aristotle hinted an such an understanding when he noted

that the term “good” has many meanings when applied to different realities (Nicomachean Ethics

1096 a, b.). For example, God is good, human intelligence is good, the moral virtues are good, having

a place to live is good. God’s goodness is of course different from any humanly achievable good.

But there is something similiar about devine and human goodness that invites the use of the same

word “good” to refer both kind of goodness... Jacques Maritian’s social political development of

Aquinas’s understanding of the metaphysics od such analogy sheds light on the relation between the

Christian understanding of God as the highest good and the common good of human society. Disadur

dari David Hollenbach, The Common Good and Christian Ethics, hal. 129.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

238

menyatakan bahwa manusia itu tidak hanya animal rasionale, melainkan juga

animal sociale.391

Kedua hal tersebut menjadi dasar bagi Aquinas untuk menerangkan perihal

keterlibatan manusia dalam kehidupan bermasyarakat untuk mewujudkan

kesejahteraan bersama (common good) dan dengan itu mencapai kebaikan tertinggi

(the ultimate good). Implikasinya ialah manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa

keterhubungan dengan sesamanya di dalam kehidupan bersama di masyarakat.

Sebaliknya komunitas masyarakatlah yang memungkinkan manusia sebagai pribadi

memenuhi kebutuhan dasarnya dan pengembangan diri di dalam kondisi-kondisi

sosial masyarakat. Kondisi sosial manusia itu bukan hasil dari daya kekuatan alam

semata, namun sungguh dapat diciptakan oleh manusia secara bebas dan bersifat

otonom.392 Oleh karena itu, ensiklik Mater et Magistra (1961) mengungkapkan

bahwa kesejahteraan bersama (commom good) adalah suatu pedoman menyeluruh

yang memperhitungkan semua kondisi-kondisi sosial yang mendukung

perkembangan pribadi manusia seutuhnya.393

Dalam usaha mewujudkan kesejahteraan bersama itulah, keterlibatan dan

usaha manusia itu digambarkan Aquinas dalam dua bentuk, yaitu: partem capere

391 Menurut penafsiran Maritain, seperti yang tafsirkan oleh Paulus Bambang Irawan dalam “A

Capability to Promote The Common Good” bahwa ada tiga alasan mengapa Aquinas menyebut

manusia disebut animal sociale, yiatu: (1) Manusia memiliki kemampuan untuk mencintai (to love)

dan berkomunikasi dengan sesamanya. Kemampuan dasar ini mendorong manusia untuk

menemukan dan membangun relasi dengan sesamanya; (2) Manusia memiliki keterbatasan,

sehingga mereka harus berinteraksi satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan dan mengatasi

keterbatasannya; (3) Manusia harus belajar dari masyarakat secara khusus melalui proses edukasi,

sehingga mereka dapat mengembangkan kapabilitasnya sebagai ciptaan dan keterarahan nya pada

panggilan kesempurnaan menuju Allah sebagai kebaikan tertinggi. Disadur dari Paulus Bambang

Irawan, “A Capability to Promote The Common Good”, hal. 3 392 MM no. 63. 393 MM no. 65.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

239

(taking part of something) dan partem habere (having a part of something).394

Misalnya teh panas, terdiri atas dua entitas berbeda antara teh dan air panas. Di satu

sisi, masing-masing entitas memberikan diri untuk terlibat sehingga pihak lain

mengalami kepenuhannya. Di sisi lain, masing-masing entitas juga harus terbuka

untuk menerima keberadaan dan partisipasi dari pihak yang lain, sehingga hal

tersebut menjadi bagian dirinya untuk mengalami kepenuhan. Di sanalah muncul

relasi mutualisme (relasi kesalingan) yang terarah untuk mengusahakan

kesejahteraan bersama dalam kehidupan bermasyarakat dan terarah pada kebaikan

tertinggi, yaitu Allah sendiri. Dalam konstitusi pastoral Gaudium et Spes no. 26,

para Bapa Konsili menegaskan bahwa kesaling-tergantungan antar manusia itu

dapat mendukung terwujudnya kesejahteraan bersama dan bersifat universal,

karena menyangkut seluruh hak-hak dan kewajiban-kewajiban seluruh umat

manusia.

Yang dimaksudkan dengan kesejahteraan umum ialah keseluruhan

kondisi hidup kemasyarakatan, yang memungkinkan baik

kelompok-kelompok maupun anggota-anggota perseorangan, untuk

secara lebih penuh dan lebih lancar mencapai kesempurnaan mereka

sendiri. Setiap kelompok harus memperhitungkan kebutuhan-

kebutuhan serta aspirasi-aspirasi kelompok-kelompok lain yang

wajar, bahkan kesejahteraan umum segenap keluarga manusia.395

Dalam konteks masyakarat modern, kesejahteraan bersama selalu berciri

universal untuk menghindari persoalan privatisasi, monopoli, dan konflik antar

individu dalam masyarakat saat mengaksesnya kebutuhan tersebut. Maka di dalam

394 Paulus Bambang Irawan, “A Capability to Promote The Common Good”,, hal. 2. 395 GS no. 26.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

240

masyarakat terdapat fasilitas-fasilitas publik yang diperuntukkan untuk semua dan

tidak hanya untuk kelompok atau kepentingan tertentu, misalnya kebutuhan akan

udara segar. Persoalan kemudian muncul ketika manusia memiliki keterbatasan

untuk mengakses fasilitas publik tersebut, misalnya pasien di rumah sakit harus

mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar biaya pemakaian tabung oksigen.

Pada tahun 2010, Paus Benediktus dalam perayaan Hari Perdamaian Dunia

menegaskan perlunya penataan pengelolaan sumber daya dan memberi perhatian

khusus pada negara-negara miskin.

Gereja berkewajiban untuk melindungi bumi, air, dan udara, dan

perutusan tersebut dilaksanakan dalam ranah kehidupan publik, dan

mendorong agar pemerintah di tingkat negara dan dunia

internasional segera menetapkan aturan pengelolaan sumber daya

alam dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan

khusus dari negara-negara miskin.396

Lebih lanjut pada tahun 2015, melalui ensiklik Laudato Si, Paus Fransiskus

menegaskan kembali perihal preferensi pada persoalan kemiskinan sebagai salah

satu prioritas kerasulan Gereja universal dalam mewujudkan kesejahteraan bersama

(common good).

Dalam kondisi masyarakat global saat ini, dengan begitu banyak

ketimpangan dan makin banyak orang yang terpinggirkan,

dirampas hak-hak asasinya, prinsip langsung, sebagai konsekuensi

logis dan tak terelakkan, menjadi seruan solidaritas dan pilihan

utama terhadap kaum miskin. Pilihan ini berarti menarik segala

konsekuensi dari tujuan umum barang-barang duniawi, tetapi,

seperti telah saya coba ungkapkan dalam Seruan Apostolik

Evangelii Gaudium, hal ini pertama-tama meminta untuk

396 Benediktus XVI, “If You Want to Cultivate Peace, Protect Creation” no. 4 dalam pesan Hari

Perdamaian Dunia tahun 2010, yang disadur dari Lisa Sowle Cahill, “Caritas In Veritate: Benedict’s

Global Reorientation”, hal. 304.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

241

memperhatikan martabat sengat besar orang miskin dalam terang

keyakinan iman yang terdalam. Kita hanya perlu melihat realitas di

sekitar kita untuk memahami bahwa pilihan ini sekarang menjadi

tuntutan etis mendasar untuk mewujudkan kesejahteraan umums

ecara efektif.397

Dengan demikian keterlibatan kerasulan sosial Gereja universal mengacu pada

dalam mewujudkan kesejahteraan bersama berarti bahwa Gereja universal

memperhatikan nasib orang-orang miskin, yang senyatanya tidak mampu

menikmati kesejahteraan sama sekali. Paus Fransiskus mengatakan dalam ensikluk

Laudato Si’ bahwa orang kaya dan orang miskin memiliki martabat yang sama,

karena Allah sendirilah yang telah membuatnya demikian.398

Untuk itu dalam perspektif EoC, maka kesejahteraan bersama berfokus pada

pembangunan kondisi internal dalam suatu masyarakat tertentu yang

memungkinkan masing-masing individu untuk berpartisipasi dan berkontribusi

sebagai bagian dari tanggung jawab sosialnya. Yang mana ikatan kesalingan relasi

antar manusia di dalam komunitas mendorong masing-masing individu terbuka satu

sama lain. Dengan demikian prinsip kesejahteraan bersama (common good) dalam

arti tertentu dapat digunakan untuk mengatasi persoalan privatisasi dan monopoli

terhadap kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya publik dan menjamin agar masing-

masing individu dapat mendapatkan haknya sebagai individu maupun warga

negara.

Dalam konteks EoC, implementasi kesejahteraan bersama dalam kegiatan

ekonomi menurut Paus Benediktus XVI menuntut adanya prinsip keadilan yang

397 LS no. 158, Fransiskus, Ensiklik Laudato Si’ (Jakarta: Penerbit Obor, 2015), hal. 119. 398 LS no. 94.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

242

tidak saja keadilan komutatif, tetapi juga keadilan distributif dan keadilan sosial.

Keadilan komutatif (communtative justice) adalah prinsip keadilan yang

menyatakan bahwa negara atau setiap warga negara itu memberikan kepada warga

negara lain apa yang menjadi haknya, misalnya praktik perjanjian, kontrak, atau

keadilan dalam aktivitas tukar-menukar. Keadilan ini masih mengandung unsur

personal dan terkait dengan hal moral etis, sehingga belum cukup untuk menjadi

pendasaran dalam konteks perwujudan kesejahteraan bersama (common good).

Untuk itu diperlukan juga prinsip keadilan distributif (distributive justice),

artinya prinsip keadilan yang terkait dengan bagaimana pembagian atau distribusi

hak masing-masing individu itu adil dalam kaitannya dengan relasi negara dan

warga masyarakat dan berlaku universal untuk semua orang. Dalam konteks negara,

setiap orang memiliki hak yang sama sebagai warga negara dan negara

berkewajiban menjamin terwujudnya hal tersebut, misalnya perihal kebutuhan akan

fasilitas publik yang diperuntukkan untuk semua warga negara.

Bagi Paus Benediktus XVI, prinsip keadilan distributif tidak dapat berdiri

sendiri dan selalu terkait dengan keadilan sosial. Menurut penafsiran penulis,

keadilan sosial (social justice) yang dimaksud Paus ialah suatu keadaan masyarakat,

di mana setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk

bertumbuh, mengembangkan diri sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya.

Keadilan sosial itu menempatkan martabat dan pengembangan manusia integral

menjadi fokus perhatian. Implementasi ketiga jenis keadilan itu diyakini Paus

Benediktus XVI itu penting dalam mewujudkan kesejahteraan bersama (common

good) sebagai tujuan utama dalam kegiatan ekonomi. Hal ini penting, mengingat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

243

dunia ekonomi bukanlah sesuatu hal yang sifatnya selalu netral melainkan harus

dipahami sebagai fenomena multidimensi, maka harus didasarkan pada prinsip

moral dan etika yang benar.399

Maka dalam konteks relasi empat elemen pemberdayaan, perwujudan

kesejahteraan bersama (common good) itu ditentukan oleh sejauh mana prinsip

akuntabilitas itu dijalankan dalam relasi triangulasi kesalingan antara pemerintah

atau negara, pasar atau pemilik modal, dan rakyat. Bagi pemerintah atau negara,

akuntabilitas berperan untuk menjamin agar keputusan, kebijakan, dan regulasi

yang dikeluarkan pemerintah itu semakin membantu rakyat memenuhi

kebutuhannya dan mencapai kesejahteraan bersama (common good). Akuntabilitas

juga berperan sebagai alat kendali bagi rakyat untuk mengawasi dan mengontrol

bagaimana pemerintah mengelola negara dan kekuasaan. Bagi pasar atau pemilik

modal, akuntabilitas menjadi instrumen untuk mempertanggungjawabkan

pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya sebagai bentuk profesionalitas. Hal

tersebut penting untuk menghindari kecenderungan, seperti: privatisasi dan

monopoli pengelolaan sumber daya untuk kepentingan profit-oriented, sehingga

dapat mengabaikan aspek keadilan dan kesejahteraan bersama (common good).

Bagi rakyat, akuntabilitas berperan untuk: (1) menjamin hak-hak mereka terpenuhi;

(2) menjaga trust rakyat kepada pemerintah dan pasar untuk pengelolaan sumber

daya untuk kepentingan bersama; (3) dan sustainability. Inilah relevansi dari

elemen ketiga pemberdayaan dengan pengembangan EoC dalam usaha

mewujudkan kesejahteraan bersama. Dalam SRS no. 26 disebutkan bahwa relasi

399 CV no. 38.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

244

kesalingan yang timbal-balik dalam masyarakat justru mengikat masing-masing

individu untuk mengusahakan kesejahteraan bersama dan menjadi tujuan panggilan

setiap manusia.

Orang menyadari bahwa mereka saling terikat oleh tujuan hidup

mereka bersama, dan itu harus mereka bangun bersama pula untuk

menghindari malapetaka bagi semua orang. Dari jurang

kegelisahan, rasa takut, dan gejala-gejala pelarian seperti obat bius,

menjadi corak khas dunia sekarang, lambat-laun memunculkan

pandangan, bahwa kesejahteraan merupakan tujuan panggilan kita

semua, begitu pula kebahagiaan yang kita dambakan, tidak mungkin

diperoleh tanpa daya-upaya dan kesanggupan hati pada semua orang

tanpa kecuali, karena itu juga mustahil tanpa menyangkal egoisme

perorangan.400

Pada level praksis dalam pengembangan ekonomi mikro menurut perspektif

ASG, kesejahteraan bersama (common good) tetap menjadi prinsip utama yang tak

dapat diubah. Paus Benediktus menyatakan bahwa sarana finansial (sistem-sitem

keuangan) diarahkan untuk memperbaiki kesejahteraan demi perkembangan

manusia integral.401 Salah satu alternatifnya ialah melalui gerakan Credit Union,

yang memberi bantuan praktis dengan menciptakan usaha-usaha pemberdayaan dan

menciptakan lapangan kerja baru untuk melindungi, menyokong masyarakat yang

secara ekonomi lemah dan miskin. Dalam gerak itulah, CUPS melibatkan diri

dalam kesatuan gerakan CU untuk mewujudkan kesejahteraan bersama sebagai

tujuan utama dari kegiatan pelayanan ekonomi mikro dan usaha-usaha

pemberdayaan.

400 SRS no. 26. 401 CV no. 65.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

245

Fokus pada peningkatan kesejahteraan bersama diterjemahkan dalam kata

“mandiri” di dalam visi CUPS 2017, yaitu: “Menjadikan Credit Union

pemberdayaan berbasis masyarakat yang mandiri, inovatif, dan terpercaya”. Makna

‘mandiri’ ditatapkan pada tugas utama CUPS ialah membantu dan mendidik

anggotanya untuk mampu mengontrol tata kelola keuangan, sehingga

memampukan mereka untuk mengatasi persoalan yang dihadapi dengan, dan

dengan itu memberdayakan mereka untuk mandiri lepas dari ketergantungan pada

bantuan dari luar dirinya. Oleh karena itu, usaha yang dilakukan CUPS itu tidak

hanya menawarkan produk layanan simpanan, pinjaman, dan solidaritas seperti

halnya lembaga kredit mikro lainnya. Akan tetapi, CUPS terus mendorong para

anggotanya untuk semakin terlibat dalam usaha pemberdayaan dalam berbagai

program pelatihan-pelatihan dan kursus-kursus kewirausahaan yang ditawarkan

CUPS. Melalui ragam keterlibatan anggota CUPS dalam berbagai kegiatan dan

program-program tersebut, mereka dapat terlibat dalam mewujudkan kesejahteraan

bersama (common good) seluruh masyarakat.

5.4.2 Communio Sebagai Identitas Dan Pengikat Keterlibatan Dalam

Pengembangan Economy of Communion (EoC)

Sejarah peradaban manusia -baik komunitas religius maupun nonreligius,

gerakan materialis ataupun spiritualis- telah menunjukkan bahwa pengembangan

eksistensi manusia dalam perspektif ekonomi itu dipengaruhi dan tidak dapat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

246

dilepaskan dari berbagai kondisi-kondisi dan aspek-aspek material.402 Salah satu

jejaknya ialah pada abad pertengahan melalui konsep monastik, praksis kegiatan

ekonomi dipengaruhi oleh gerak spiritualitas ora et labora.403 Jejak tersebut itu

masih nampak pada abad kelima belas, melalui gerakan para Fransiskan yang

memulai model “bank” yang disebut Montes Pietatis.404 Kemunculan gerakan ini

bukan untuk mengejar keuntungan (profit), tetapi untuk memerangi riba (usury) dan

memberi kesempatan kepada orang miskin untuk memulai usaha yang baru setelah

mengalami kebangkrutan. Jejak lain pun dapat ditelusuri dari pembangunan dan

pemberayaan komunitas masyarakat Indian di wilayah Paraguay oleh para Jesuit

dalam gerakan reduksi (reductiones). Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa

ekonomi itu memiliki keterbatasan terkait dengan faktor kelangkaan, tetapi tetap

berciri sosial dalam relasi resiprok (relasi kesalingan) antar umat manusia di dalam

komunitas masyarakat.

Perubahan mulai terasa ketika gerakan Protestan berkembang di wilayah

Eropa sebagai Gerakan perlawanan yang menekankan apek kemerdekaan diri dan

penghargaan pada independensi individu berhadapan dengan dominasi otoritas

dalam hirarki Gereja Katolik Roma.405 Gerakan ini memberi pengaruh besar di

kawasan benua Eropa hingga Amerika, yang kemudian “menjadi mesin revolusi

402 Luigino Bruni dan Amelia J. Uelmen (†), “Religious Values and Corporate Decision Making:

The Economy of Communion Project ”, hal. 657-659. 403 Luigino Bruni dan Amelia J. Uelmen (†), “Religious Values and Corporate Decision Making:

The Economy of Communion Project ”, hal. 657. 404 Luigino Bruni dan Amelia J. Uelmen (†), “Religious Values and Corporate Decision Making:

The Economy of Communion Project ”, hal. 657. 405 Luigino Bruni, “The Value of Sociality: Economics and Relationality in the Light of the Economy

of Communion”, dalam Revista Portuguesa de Filosofia, T. 10, Fasc, 1 (2014): hal. 64.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

247

kapitalisme”.406 Perubahan tersebut terus berkembang hingga pada abad ke-21 ini,

yang mana pemaknaan akan ekonomi bergeser dari paradigma sosial-ekonomi

menjadi paradigma individualistik yang didasarkan pada permasalahan kelangkaan

sumber daya. Maka ekonomi dimengerti sebagai ilmu ekonomi (science of

economics) yang menghubungkan dan berusaha mengatasi permasalahan

kelangkaan sumber daya berhadapan dengan penggunaan usaha-usaha alternatif.407

Oleh karena itu, ekonomi dalam tata dunia modern memiliki kecenderungan

bersifat personal dan individualitik, sehingga mengabaikan relasi kesalingan antar

manusia yang mendasari kegiatan ekonomi.

Pergeseran makna itu dapat dilihat dari perspektif dua makna dari ekonomi,

yaitu: makna substantif dan makna formal. Makna substantif ekonomi berakar dari

fakta adanya ketergantungan antara manusia pada sesamanya dan alam, sehingga

setiap manusia mesti memenuhi kebutuhan hidupnya bersama sesamanya.408

Makna formal ekonomi berangkat dari logika terkait dengan relasi antara sarana

dan tujuan dari aktivitas ekonomi berhadapan dengan ketersediaan sumber daya

yang terbatas. Relasi kedua makna membawa pada tegangan, di satu sisi kegiatan

ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang terus

meningkat, sedangkan di sisi lain, pemenuhan kebutuhan itu sendiri harus

berhadapan dengan faktor kelangkaan. Akibatnya, ekonomi akan cenderung

menjadi rasionalisme ekonomis (economic rationalism) yang sifatnya personal dan

406 Luigino Bruni, “The Value of Sociality: Economics and Relationality in the Light of the Economy

of Communion”, hal. 64. 407 Luigino Bruni dan Amelia J. Uelmen (†), “Religious Values and Corporate Decision Making:

The Economy of Communion Project ”, hal. 658. 408 Justinus Prastowo, Ekonomi Insani: Kritik Karl Polanyi terhadap Sistem Pasar Bebas

(Tangerang Selatan: Marjin Kiri, 2014), hal. viii, 39, dan 52.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

248

meletakkan kegiatan ekonomi sebagai usaha memenuhi kebutuhan manusia dengan

pencapaian keuntungan sebesar-besarnya yang disejajarkan dengan pencapaian

kebahagiaan (happiness). Oleh karena itu, kegiatan ekonomi tidak lagi bertujuan

pada usaha mencapai kesejahteraan bersama sebagai komunitas masyarakat (aspek

sosial-ekonomi), melainkan kegiatan ekonomi menjadi mekanika dalam kalkulasi

ekonomis berkaitan dengan untung-rugi (aspek ekonomis).

Uraian di atas menunjukkan bahwa ekonomi itu dibangun dari tindakan

individu sekaligus tindakan komunitas masyarakat yang dilakukan dalam suatu

sistem sosial. Ada masa di mana kegiatan ekonomi tidak melulu dikarenakan motif

ekonomi (untung-rugi), tetapi motif non-ekonomi dalam bentuk relasi reciprocity

(hubungan kesalingan antar umat manusia). Untuk itu, pergeseran itu diatasi dan

ditanggapi dalam gerakan EoC dengan memasukkan konsep communio bahkan di

dalam aktivitas ekonomi. Communio sebagai sarana implementasi dari relasi

resiprok atau kesalingan antar sesama manusia dalam komunitas masyarakat, dan

untuk melawan pengaruh individualistik dalam reasionalitas ekonomi dan

mencapai kebahagiaan.409

Konsep ini sudah dijalankan dan dipraktikkan dalam gerakan Focolare yang

dipelopori oleh Chiara Lubich. Awalnya kebersamaan dalam komunitas Focolare

itu terinspirasi dari Injil Matius, “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu

sendiri” (Mat 19:19). Dalam komunitas, mereka mendalami kitab suci dan

kemudian memulai praktik sosial karitatif, seperti menghibur anak-anak, membagi-

409 Luigino Bruni dan Amelia J. Uelmen (†), “Religious Values and Corporate Decision Making:

The Economy of Communion Project ”, hal. 658.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

249

bagi makanan kepada kaum miskin, merawat yang sakit dan terluka, serta

memperlakukan mereka sebagaimana keluarganya sendiri.410 Ketika itu, ada

banyak keluarga yang kehilangan rumah mereka, anak-anak terlantar, banyak orang

sakit dan terluka akibat perang dunia II, serta tak sedikit yang mengungsi ke

gunung-gunung. Allah telah memberikan kepada mereka rahmat dan kelimpahan

material, sehingga mereka tergugah untuk berbagi dengan sesamanya sebagai

keluarga (family). Oleh karena itu, mereka kemudian membentuk komunitas-

komunitas kecil yang disebut Focolare dalam bahasa Italia berarti “perapian”,

karena mereka hidup satu komunitas bersama dari berbagai latar belakang yang

berbeda, dan mereka menghayati relasi komunitas sebagai saudara dalam

keluarga.411

Cara hidup berkomunitas model Focolare membawa implikasi: Pertama,

anggota komunitas adalah sumber terang dan energi untuk memahami bagaimana

cinta kasih Kristus itu diwujudkan secara kongkret dalam relasi dengan sesama di

dalam komunitas, misalnya dengan culture of giving; Kedua, keberadaan anggota

komunitas dan keterlibatannya itu menghadirkan secara nyata Kristus dalam

dinamika hidup berkomunitas.412 Inilah salah satu praktik kongkret dari spiritualitas

mencintai sesama di dalam kesatuan komunitas Focolare seperti dalam Yohanes

15:12 “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah

mengasihi kami”. Semangat itu terus dihayati dan kini berkembang luas, sehingga

410 Amelia J. Uelmen, “Caritas in Veritate and Chiara Lubich: Human Development From The

Vantage Point of Unity”, hal. 33. 411 Amelia J. Uelmen, “Caritas in Veritate and Chiara Lubich: Human Development From The

Vantage Point of Unity”, hal. 33. 412 Amelia J. Uelmen, “Caritas in Veritate and Chiara Lubich: Human Development From The

Vantage Point of Unity”, hal. 33.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

250

Focolare menjadi sebuah gerakan internasional yang mempromosikan EoC yang

melibatkan berbagai pihak dari segala umur dan lintas bidang pekerjaan. Dengan

demikian communio yang dipraktikkan dalam komunitas Focolare didasarkan pada

kesatuan relasi kasih dengan Kristus yang mewujud di dalam relasi dengan sesama.

Paus Benediktus XVI menyebut kata communio sebanyak tiga belas kali di

dalam ensiklik CV. Hal ini menandakan bahwa nilai communio bagi Paus itu

penting untuk diperhatikan dalam kegiatan ekonomi, secara khusus ketika kegiatan

ekonomi direfleksikan dalam perspektif teologis. Communio dipahami dalam

konteks kebersamaan dan persekutuan seluruh umat Allah dalam Kristus sebagai

identitas untuk terlibat dalam karya keselamatan-Nya ke dalam dan di tengah hiruk

pikuk dunia (Yoh 17;21).413 Makna communio ini pertama-tama berasal dari

inisiatif dan kehendak Allah, yang terwujud melalui peristiwa inkarnasi dan karya

penebusan Yesus Kristus, Di dalam communio, peristiwa inkarnasi Sabda Ilahi

(Kristus) dimaknai dan menunjukkan adanya relasi kasih antara Allah dan manusia

ciptaan-Nya. Relasi itu terungkap dalam seluruh hidup Yesus Kristus, secara

khusus sengsara, wafat, dan kebangkitan-Nya menjadi tanda kasih sejati.414 Yesus

Kristus mempersatukan kita dalam kasih dan kebenaran dalam diri-Nya, dan

dengan demikian menyatakan secara sempurna kasih Bapa dan kebenaran

mengenai Allah dan manusia.

Kasih adalah bersukacita dalam kebenaran (1Kor 13:6). Semua

orang merasakan dorongan dari dalam untuk mengasihi secara

sungguh-sungguh: kasih dan kebenaran tidak pernah meninggalkan

413 Amelia J. Uelmen, “Caritas in Veritate and Chiara Lubich: Human Development From The

Vantage Point of Unity”, hal. 34. 414 Pasquale T. Giardano, “Catechism of Caritas in Veritate (Charity in Truth) by Pope Benedict

XVI” dalam East Asian Pastoral Review, vol. 48, no. 4 (2011): hal. 389.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

251

mereka secara penuh, karena kasih dan kebenaran itu adalah

panggilan yang ditanam Allah di dalam hati dan budi setiap

manusia. Yesus Kristus memurnikan dan membebaskan dari

kerapuhan manusiawi kita pada pencaran kasih dan kebenaran, dan

Ia telah menyatakan kepada kita sepenuhnya inisiatif kasih dan

rencana atas hidup sejati yang telah disiapkan Allah bagi kita. Dalam

Kristus kasih dalam kebenaran menjadi wajah Pribadi-Nya, sebuah

panggilan bagi kita untuk mengasihi saudari-saudara kita dalam

kebenaran rencana-Nya. Sesungguhnya, Ia adalah Sang Kebenaran

itu sendiri (bdk. Yoh 14:6).415

Oleh karena itu, dalam communio, misteri keselamatan Kristus menuntun

kita untuk menjadi manusia baru. “Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu

masing-masing adalah anggotanya” (1Kor 12:27). Hal ini sejalan dengan ajaran

iman dalam Konsili Vatikan II dalam Lumen Gentium no. 1: “Gereja itu dalam

Kristus bagaikan sakramen, yakni: tanda dan sarana persekutuan mesra dengan

Allah dan kesatuan seluruh umat manusia.”416 Dalam konteks global, Paus

Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si’ no. 89 mengatakan bahwa makhluk-makhluk

dunia ini tidak dapat dianggap sebagai barang tanpa pemilik, karena semua itu

adalah milik Allah, Sang Pencipta sekaligus menyatukan kita sebagai ciptaan.

Makhluk-makhluk dunia ini tidak dapat dianggap sebagai barang

tanpa pemilik: “mereka adalah milik-Mu, ya Tuhan, yang

mencintai kehidupan” (Kebijaksanaan 11:26). Ini adalah dasar

keyakinan bahwa, karena diciptakan oleh Bapa yang sama, kita dan

semua makhluk alam semesta disatukan oleh ikatan yang tak

kelihatan, dan membentuk semacam keluarga universal, suatu

persekutuan luhur yang memenuhi kita dengan rasa hormat yang

suci, lembut, dan rendah hati. Saya ingin mengingatkan bahwa

“Allah menyatukan kita begitu erat dengan dunia di sekitar kita”.417

415 CV no. 1. 416 LG no. 1. 417 LS no. 89.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

252

Akhirnya, communio umat Allah itu hanya nyata dan sungguh-sungguh ada di

dalam kesatuan tubuh Kristus; demikian pula hanya dalam dan melalui tubuh

Kristus, Gereja menjadi umat Allah.418 Melalui inkarnasi-Nya, misteri Kristus itu

bekerja secara tersembunyi di dalam seluruh dinamika dan realitas alam tanpa

meniadakan otonominya, dan Kritus hadir di dalam seluruh ciptaan dengan

ketuhanan-Nya yang universal.419

Oleh karena itu, Gereja menjadi tubuh Kristus, karena Gereja ambil bagian

dalam karya keselamatan Kristus yang bersumber dan berpusat pada Ekaristi.

Tuhan adalah roti bagi kita, santapan bagi kehidupan kita manusia. Dengan

menyantap tubuh-Nya, Kristus membiarkan diri-Nya kita miliki sehingga Dia

semakin memiliki kita. “Siapa yang mengikatkan dirinya kepada Tuhan, menjadi

satu roh dengan Dia” (1Kor 6:17). Inilah landasan utama pembangunan

communion dalam perspektif CV dan menjadi dasar kekuatan untuk terlibat secara

aktif di dalam realitas sosial memperjuangkan kesejahteraan bersama umat

manusia. Dalam CV no 2, Paus Benediktus menyebut relasi kasih (Caritas) sebagai

jantung hati ASG, yang memberikan kekuatan besar dalam semangat evangelisasi

dan dorongan bagi manusia untuk terlibat dalam permasalahan sosial-ekonomi di

dunia. Dengan demikian, communio Gereja itu tidak hanya bersifat Ilahi dan

spiritual, tetapi juga mengandung unsur relasi vertikal sekaligus horizontal yang

berciri sosial dalam relasi antara manusia. Communio itu diperlukan dalam usaha

pengembangan manusiawi dan perjuangan keadilan mencapai kesejahteraan hidup

418 Krispurwana Cahyadi, Benediktus XVI (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2010), hal. 78. 419 LS no. 99 dan 100.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

253

atas seluruh dimensi humanitas kehidupan manusia.420 Oleh karena itu, perhatian

pada prinsip communio tidak pernah dimaksudkan sebagai instrumen semata dalam

bagian karya perutusan Gereja, melainkan communio diarahkan untuk menarik dan

menyatukan orang-orang Kristen bertumbuh dalam iman mereka.421

Dalam konteks global, dalam CV no. 53 Paus Benedicktus XVI menegaskan

perlunya true communion dan kerja sama antar manusia sebagai satu keluarga

(relasi resiproksitas manusia) lebih dari sekadar hidup saling berdampingan.422

Communio dimengerti bukan sebagai obyek statis yang ingin dicapai di masa

depan, melainkan sarana manusia untuk membangun relasi kesalingan dan

mengalami perjumpaan antar pribadi manusia. Relasi kesalingan yang dimaksud

terjadi di antara para pekerja atau karyawan, para pelanggan atau konsumen

(customers), para kompetitor usaha, suppliers, para distributor, dst.423 Relasi

kesalingan yang terjadi dalam ruang dan waktu ditujukan untuk mewujudkan

kesejahteraan bersama (common good). Misalnya, para karyawan tetap memiliki

hubungan dengan para pelanggan atau customers sekalipun mereka mungkin tidak

pernah bertemu secara fisik, namun mereka tetap memiliki hubungan relasi

kesalingan yang dinamis. Kerja keras para karyawan untuk menghasilkan suatu

produk atau layanan jasa itu digunakan untuk melayani kebutuhan konsumen di

suatu tempat di belahan dunia tertentu. Aktivitas ekonomi menjadi sarana yang

420 Pasquale T. Giardano, “Catechism of Caritas in Veritate (Charity in Truth) by Pope Benedict

XVI”, hal. 389. 421 Benediktus XVI, “Communio: A Program” dalam Joseph Ratzinger in Communio Vol 1: The

Unity of The Church (Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Company, 2010), hal. 123. 422 CV no. 53. 423 John B. Gallagher, “Communion and Profits: Thinking with the Economy of Communion about

the Purpose of Business”, hal. 23.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

254

mempertemukan dan memperdalam relasi-relasi tersebut, misalnya dalam aktivitas

bisnis dan pasar.424

Aspek communio pada level praksis di pemberdayaan CUPS

diimplementasikan melalui: usaha pembangunan dan peningkatan trust para

anggota CUPS kepada lembaga, sehingga kepercayaan mereka pada Lembaga

sungguh mampu menggerakkan dan meningkatakan keterlibatan anggota dalam

berbagai kegiatan, pelatihan, dan program-program CUPS. Kekhasan gerakan

CUPS terletak pada ikatan rasa percaya sebagai satu komunitas, yang membawa

pada kesadaran bahwa CUPS itu dimiliki dan dikelola sepenuhnya oleh para

anggota dari berbagai suku, agama, dan lintas pekerjaan. Implementasi dan

pengembangan communio dapat ditelusuri dari nilai-nilai inti yang diperjuangkan

dalam CUPS dan masuk ke dalam Visi-Misi 2017, yaitu: peduli terhadap kehidupan

sosial ekonomi masyarakat dengan sikap jujur, terbuka, setia, dan saling percaya.

Melalui keempat nilai itu, diharapkan anggota dapat bertumbuh dalam kepercayaan

dan semakin terlibat aktif dalam aktivitas CUPS, sehingga mereka secara mandiri

dapat mencapai kesejahteraan hidup.

Kempat nilai itu diimplementasikan dalam berbagai program di CUPS,

yaitu: (1) anggota baru harus mengikuti pelatihan dasar yang disebut Cerdas

(Pencerahan dasar), dengan tujuan memberi pondasi awal anggota tentang aktivitas

CU, financial literacy, dan memberi kesadaran bahwa keterlibatan di CUPS bukan

sekedar memenuhi kebutuhan keuangan tetapi terlibat mengusahakan kesejaheraan

424 John B. Gallagher, “Communion and Profits: Thinking with the Economy of Communion about

the Purpose of Business”, hal. 23.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

255

secara mandiri; (2) anggota harus masuk dan terlibat dalam aktivitas pendampingan

dan pelatihan di dalam kelompok-kelompok kecil yang disebut kelompok Basis 5

(CUMI PS) dan sekarang menjadi Sahabat Sejahtera (CUPS); (3) CUPS tidak hanya

mengadakan program pemberdayaan di seputar keuangan, tetapi juga pelatihan-

pelatihan kewirausahaan yang diharapkan dapat menjadi alternatif solusi mencapai

kesejahteraan anggota CUPS; (4) khusus anggota yang memiliki usaha mikro,

CUPS secara rutin melakukan kunjungan rutin ada yang mingguan dan ada yang

bulanan sebagai sarana komunikasi untuk pengembangan unit usaha, dan juga

memotivasi anggota yang tergolong dalam kategori “anggota kurang berhasil”

untuk terus berusaha. Keempat usaha tersebut berdampak positif bagi

perkembangan CUPS dari dua indikator, yaitu: (1) dari sisi keuangan, total aset,

rasio pinjaman beredar, rasio simpanan anggota mengalami peningkatan, dan rasio

kredit lali di bawah 2% dari tahun 2017 s.d 2019; (2) dari sisi non-keuangan,

rekrutmen anggota dan keterliabtan anggota dalam pelatihan dan kewirausahaan

mengalami kenaikan hingga angka 44,87% (tahun 2019) dari total keseluruhan

anggota CUPS.

5.4.3 Pembangunan Integral Manusia Sebagai Frame Work Dalam

Pengembangan Economy of Communion (EoC)

Paus Benediktus XVI dalam CV menegaskan kembali perihal martabat dan

pengembangan manusia yang autentik menjadi fokus utama dari segala bentuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

256

kegiatan dan pengembangan ekonomi. Paus mendasarkan pandangan tersebut pada

ensiklik Populorum Progressio yang menyebut perihal “panggilan” (CV no. 11)

untuk terlibat dalam pembangunan integral manusia yang dipromosikan oleh Paus

Paulus VI.425 Oleh karena itu, pembangunan integral manusia itu tidak hanya

mencakup kemajuan atau bertambahnya materi, kekayaan ataupun kesejahteraan

dalam konstelasi politik global, tetapi juga sejalan dengan pertumbuhan pribadi

manusia (tubuh, pikiran, dan jiwa).426 Maka diperlukan adanya keseimbangan

antara dimensi jasmani dan spiritual dalam terang karunia kehidupan (body, mind,

dan spirit) yang diterima pribadi manusia sebagai pribadi maupun bagian dari

komunitas umat manusia.427 Tujuan utamanya ialah untuk memberi penghargaan

atas martabat kehidupan yang dikaitkan dalam konteks luas di dalam persoalan

pembangunan bangsa-bangsa.428

Perkembangan [manusia] yang dibicarakan di sini tidak dapat

dibatasi pada pertumbuhan ekonomi melulu. Agar perkembangan

itu otentik, maka harus menyeluruh; artinya harus memupuk

perkembangan tiap manusia (person) dan manusia seutuhnya.

Seorang pakar ulung di bidang ini dengan tepat mengatakan:

“Janganlah kita biarkan ekonomi diceraikan dari kenyataan-

kenyataan manusiawi, atau perkembangan dari peradaban yang

mejadi gelanggangnya. Yang penting bagi kita ialah manusia -tiap

manusia perorangan, tiap kelompok manusiawi, dan umat manusia

secara keseluruhan.” (PP no. 14).429

425 CV no. 11, 16-19. 426 CV no. 76 yang disadur dari Georg Kirchberger, “Pembangunan Integral-Caritas in Veritate”,

Jurnal Ledalero, vol. 11, no. 1 (2012): hal. 161. 427 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?” dalam

The True Wealth of Nations, ed. Daniel K. Finn (New York: Oxford University Press. Inc., 2010),

hal. 20. 428 CV no. 28. 429 PP no. 14.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

257

Kesadaran ini bukanlah hal yang baru bagi Paus Benediktus XVI. Ia

meneruskan refleksi teologis pendahulu sebelumnya, yaitu: Paus Yohanes Paulus

II. Dalam konteks ASG, Paus Yohanes Paulus II dalam Sollicitudo Rei Socialis

menyebut bahwa “perkembangan manusia sejati”430 dapat diukur dari sudut

pandang: bagaimana manusia kembali memperhatikan hubungan yang benar

dengan Allah (personal) dan relasi sosial dengan makhluk ciptaan lain (SRS no.

27).431 Perkembangan itu dimulai dari pribadi dan bersama gerak segala bangsa,

yang mempunyai hak atas perkembangan seutuhnya atas diri mereka sendiri, dan

dalam kerangka kesetiakawanan, solidaritas, dan pengembangan kebebasan

manusia (SRS no. 30-31).432 Implikasinya ialah perkembangan itu tidak cukup

hanya diukur dari sudut pandangan asas ekonomi, hukum sosial, dan aturan politik,

tetapi juga dalam perspektif pendekatan teologi.

Paus Yohanes Paulus II menempatkan gerak perkembangan manusia dalam

rangka usaha mencapai tujuan hidup manusia menuju Allah, melalui jalan karya

keselamatan Kristus.

Bahaya penyalahgunaan harta benda itu dan munculnya kebutuhan-

kebutuhan yang diciptakan oleh manusia sendiri sama sekali tidak

boleh menghalang-halangi kita untuk menghargai harta milik dan

sumber-sumber baru yang disediakan bagi kita, atau untuk

memanfaatkannya. Sebaliknya semuanya itu harus kita pandang

sebagai karunia Allah, dan sebagai tanggapan terhadap panggilan

manusia, yang terwujud seutuhnya dalam diri Kristus.433

430 Terjemahan yang dipakai oleh Konferensi Waligereja Indonesia untuk frase “authentic human

development” adalah “perkembangan manusia sejati” 431 SRS no. 27. 432 SRS no. 30-31. 433 SRS no. 29.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

258

Perkembangan manusia sejati pertama-tama didasarkan pada kodrat khas

manusia sebagai ciptaan Allah menurut citra-keserupaan-Nya (bdk. Kej. 1:26).

Kodrat manusia bersifat jasmani dan rohani, dan dilambangkan dalam kisah

penciptaan yang kedua oleh kedua unsur: dari bumi Allah membentuk tubuh

manusia, dan nafas kehidupan dihembuskan-Nya ke dalam hidung manusia (bdk.

Kej. 2:7).434 Setelah penciptaan, Allah mempercayakan manusia tugas untuk

“berdaulat” atas ciptaan-ciptaan lainnya untuk “mengolah taman” (SRS no. 30).

Dalam rangka inilah, usaha manusia memelihara “taman” dan kepatuhan pada

perintah Allah merupakan sebagian dari tugas perkembangan manusia yang

berdimensi sosial.435 Tugas ini bersifat personal sebagai pribadi yang secitra dengan

Allah, sekaligus juga tugas tersebut bersifat komunal atau berdimensi sosial (tugas

sosial) sebagai umat manusia pasangan pria dan wanita. Keduanya hal tersebut

dicapai melalui pengalaman kerja bersama dan berkolaborasi dengan seluruh

manusia, serta menjadi kewajiban setiap individu manusia di hadapan semua umat

manusia (SRS no. 32).

Sebelum Paus Benediktus XVI, Paus Yohanes Paulus II menyebut bahwa

ego manusia kerap kali menjadi penghalang perkembangan manusia sejati:

Bila manusia tidak patuh kepada Allah dan menolak menaati

kedaulatan-Nya, alam memberontak melawannya, dan tidak

mengakuinya lagi sebagai “tuan’-nya; sebab ia mencermarkan citra

ilahi dalam dirinya. Tuntutan atas pemilikan dan penggunaan alam

tercipta memang tetap berlaku; akan tetapi sesuah doa

pelaksanaannya menajdi sulit dan penuh derita (bdk. Kej 3:17-

19)...Riwayat [perkembangan manusia] itu tiada hentinya terancam

434 SRS no. 29. 435 Bernhard Kieser, Solidaritas: 100 Tahun Ajaran Sosial Gereja (Yogyakarta: Kanisius, 1992),

hal. 177.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

259

bahaya akan ketidak-setiaan [manusia] terhadap kehendak Sang

Pencipta, dan khususnya karena godaan penyembahan

berhala...Barangsiapa hendak mengabaikan tugas yang sulit tetapi

luhur, dengan dalih bahwa perjuangannya sulit dan bahwa terus

menerus dituntut daya-upayanya, atau semata-mata akibat

pengalaman kegagalan dan karena perlunya memulai lagi, orang itu

mengkhianati kehendak Allah Pencipta.”436

Dalam konteks sosial ekonomi, ego manusia yang tidak dikelola baik dapat menjadi

dasar pemicu munculnya struktur-struktur tidak adil dan sebagai rentetan dari

struktur-struktur dosa. Karena manusia akan mementingkan kepentingannya

pribadi atau kelompok, dan mengorbankan kepentingan bersama seluruh anggota

komunitas masyarakat. Paus Yohanes Paulus II menyebut bahwa akar keterpecahan

dunia itu disebabkan adanya struktur-struktur dosa, yaitu: keseluruhan faktor-faktor

negatif, yang berdampak melawan kesadaran sejati manusia akan permasalahan

kesejahteraan umum yang secara keseluruhan merintangi tugas perwujudan

kesejahteraan umum tersebut.437 Secara khusus dalam SRS no 34 disebutkan bahwa

struktur doa itu berakar pada dosa pribadi yang mempengaruhi perilaku manusia

dan mengganggu proses perkembangannya.

Struktur dosa itu menjadi akar yang menghambat perkembangan utuh

manusia. SRS mengatakan bahwa “orang-orang tanpa iman yang jelas pun akan

yakin, bahwa hambatan-hambatan bagi pengembangan yang menyeluruh bukan

saja terdapat di bidang ekonomi, melainkan pada sikap-sikap yang mendalam, yang

oleh manusia dapat dijadikan nilai-nilai mutlak”.438 Nampaknya Paus Yohanes

436 SRS no. 30. 437 Bernhard Kieser, Solidaritas: 100 Tahun Ajaran Sosial Gereja, hal. 179. 438 SRS no. 38.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

260

Paulus II menyasar aspek personal manusia, yaitu: hati yang bebal yang sulit

mengakui bahwa persoalan kemiskinan itu disebabkan oleh struktur-struktur sosial-

ekonomi dan politis yang tidak adil. Struktur itu diciptakan dan dijalankan oleh

manusia, maka titik tolak perubahan juga terletak pada diri manusia. Paus

mengatakan dengan jelas bahwa manusia bertanggung jawab untuk

memperjuangkan “kehidupan lebih manusiawi” bagi sesamanya demi nilai-nilai

yang lebih luhur, seperti kesejahteraan umum.439 Kehidupan yang lebih manusiawi

itu menuntut adanya perubahan sikap, perilaku dan pola hidup manusia.

Bagi Paus Benediktus, permasalahan terhambatnya perkembangan manusia

juga dipengaruhi oleh persoalan hedonisme dan konsumerisme, serta sikap masa

bodoh terhadap sesama terlebih pada pengelolaan alam yang berlebihan. Ketiga hal

tersebut memunculkan ketidakadilan dalam kehidupan manusia dalam relasi antar

manusia dan antar negara. Orang akan terjebak ke dalam logika komersial sebagai

motif utama, tanpa ada tanggung jawab sosial-politis akan kepentingan umum. Di

beberapa negara, kelompok atau perusahaan yang kuat justru menimbun dan

mengekspoitasi sumberdaya tak terbarukan untuk kepentingan ekonomis dan

memicu konflik, kerusahan lingkungan, kemiskinan, bahkan kematian yang dialami

oleh masyarakat sekitar. Misalnya, Paus Benediktus XVI menggunakan

permasalahan kelaparan yang terjadi di beberapa wilayah di dunia sebagai contoh.

Kelaparan akibat kemiskinan terjadi tidak disebabkan pertama-tama oleh persoalan

kelangkaan sumber daya alam, tetapi lebih dikarenakan oleh persoalan tata kelola

439 SRS no. 38.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

261

dalam jaringan ekonomi yang didasarkan pada struktur yang tidak adil dan

lemahnya penghargaan akan martabat kehidupan manusia.440

Organisasi-organisasi internasional seharusnya mempertanyakan

efektivitas nyata alat birokrasi dan administrasi, yang seringkali

terlalu mahal. Kadang-kadang terjadi bahwa orang (negara) yang

menerima bantuan menjadi bawahan dari orang (negara) yang

memberi bantuan dan orang-orang miskin terus melanggengkan

birokrasi mahal itu yang menghabiskan sebagain besar presentase

keuangan yang diperuntukkan bagi pengembangan (manusia) [...]

Seharusnya perhatian utama [pengembangan manusia] adalah

meningkatkan kondisi kehidupan aktual masyarakat di suatu

wilayah tertentu, sehingga membuat mereka mampu melaksanakan

tanggung jawaban mereka, yang karena kemiskinan saat ini mereka

tidak mampu memenuhinya. Perhatian sosial tidak pernah boleh

menjadi suatu sikap abstrak. Program pengembangan disesuaikan

dengan situasi individu, harus fleksibel; dan orang-orang (negara)

yang memperoleh manfaat darinya seharunya ikut terlibat langsung

dalam perencanaan dan pelaksanannya.441

Lebih lanjut Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si mengungkapkan bahwa

usaha pemberantasan kemiskinan dan pemberdayaan sosial ekonomi harus tetap

menjadi prioritas, sehingga diperlukan adanya suatu tanggapan global dari dunia

internasional untuk menanggapi persoalan tersebut.

Bagi negara-negara miskin, pemberantasan kemiskinan dan

pengembangan sosial penduduknya harus menjadi prioritas.

Namun, mereka juga harus mengkaji skandal konsumsi tinggi di

sector elite bangsa mereka dan mengendalikan korupsi. Juga benar

bahwa mereka harus mengembangkan bentuk-bentuk produksi

energi yang kurang mencemari, tetapi untuk itu mereka harus dapat

memperhitungkan bantuan negara-negara yang telah mengalami

pertumbuhan tinggi, dengan menyebabkan pencemaran planet saat

ini (LS no. 172) […] Kita memerlukan suatu tanggapan global yang

lebih bertanggungjawab, yang mencakup serentak perjuangan

440 Krispurwana Cahyadi, Benediktus XVI (Yogyakarta: Kanisius, 2014), hal. 355. 441 CV no. 47.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

262

untuk mengurangi polusi dan pembangunan negara, serta wilayah

yang miskin (LS no. 175).442

Dalam perspektif ekonomi, triangulasi relasi pasar, negara, dan masyarakat

sipil harus menempatkan masyarakat sipil sebagai pondasi dasar dan motif dari

usaha mencapai kesejahteraan bersama (common good). Tak jarang pengaruh

hedonisme dan konsumerisme menjebak masyarakat sipil dan menguntungkan

secara ekonomis bagi pasar dan negara. Karena dunia ekonomi bukanlah suatu yang

netral, maka harus didasarkan sungguh pada prinsip moral dan etika yang benar.443

Oleh karena itu, perkembangan sejati yang dimaksud Paus Benediktus XVI ialah

kombinasi antara perkembangan integral umat manusia dan sekaligus

perkembangan pribadinya, misalnya: persoalan ekonomi dan moral etis, kewajiban

pribadi dan kepentingan bersama, relasi kesalingan antara manusia dan manusia

dengan Allah dan ciptaan lain.444

Landasannya ialah Allah telah mengaruniakan tiga karunia kemanusiaan

kepada manusia sebagai ciptaan seperti dalam Kitab Kejadian 1-2, yaitu: karunia

dari diri, karunia dari sesama, dan karunia dari alam ciptaan.445 Kita tidak dapat

mengklaim bahwa kita itu bekerja demi kesejahteraan bersama (common good), jika

kita tidak melaksanakan tanggung jawab kita di dalam terang ketiga karunia

tersebut. Pengembangan manusia itu berkaitan dengan bagaimana kita mampu

memenuhi dan mengembangkan potensi dari masing-masing karunia tersebut.

Perkembangan ketiga karunia tersebut juga berarti menunjukkan perkembangan

442 LS no. 172 dan 175 443 Krispurwana Cahyadi, Benediktus XVI, 2014, hal. 356. 444 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 20. 445 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 20.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

263

kehidupan manusia itu sendiri.446 Karena dalam rencana Allah, setiap orang

dipanggil Allah untuk mengembangkan diri, melalui anugerah akalbudi dan

kehendak bebas, sehingga mereka dapat bertanggungjawab atas pemenuhan dirinya

juga keselamatannya (PP no. 15).447 Keselamatan dalam konteks perkembangan

integral manusia dimaknai secara spiritual dan terwujud dalam praksis hidup yang

konkret, yaitu: pencapaian kesejahteraan hidup bersama (common good) sebagai

bangsa manusia dan relasi dengan ciptaan lainnya.448 Inilah yang menjadi frame

work bagi pengembangan EoC, yaitu:

446 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 20. 447 Bernhard Kieser, Solidaritas: 100 Tahun Ajaran Sosial Gereja, hal. 167. 448Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 20-

22.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

264

5.1 Frame Work Economy of Communio449

5.4.3.1 Gift of the Self: Subsidiarity

Prinsip subsidiaritas (subsidiarity) menyatakan bahwa setiap orang tidak

boleh mengalami ketergantungan pada sesamanya atau badan yang lebih tinggi,

untuk melakukan apa yang bisa mereka lakukan atau seharusnya dilakukan secara

mandiri untuk diri mereka sendiri, untuk sesama, dan untuk komunitasnya.450

449 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 23. 450 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 22.

Human Dignity

Integral Human Development

Gift of Each Other Gift of the earth Gift of the Self

Subsidiarity Solidarity Universal

destination

of the goods

of the earth Socialization

Mutual Advantage

(relative of labor)

Primacy of labor

Option for the poor

Participation

Restoration

Stewardship

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

265

Prinsip subsidiaritas yang ditawarkan oleh Paus Benediktus XVI dalam ensiklik CV

itu bukanlah konsep baru dalam perkembangan refleksi teologis sosial yang berakar

dari realitas sosial-ekonomi masyarakat.

Awalnya, Gereja melalui Paus Leo XIII pada tahun 1891 mengeluarkan

ensiklik Rerum Novarum (RN). Dalam ensiklik itu, Paus Leo XIII merefleksikan

bahwa kita perlunya mengambil sikap terhadap situasi sosial dan perubahan sistem

perekonomian sehingga dengan demikian dapat membantu kaum buruh. Empat

puluh tahun kemudian pada tahun 1931, Paus Pius XI melalui ensiklik

Quadragesimo Anno (QA) menambahkan aspek subsidiaritas secara eksplisit yang

disebut dengan istilah “The priciple of social philosophy”451 dan menekankan

keterhubungan antara prinsip ekonomi dan moral sosial untuk mencapai common

good.452 Yang ingin dicapai oleh prinsip subsidiaritas ialah “keseimbangan

sosial”453 antara kelompok-kelompok atau lembaga-lembaga yang ada di suatu

451 Jack Mahoney “Subsidiarity in the Church” dalam The Month, Vol. CCXLIX, No. 1451,

November 1988, hal. 968. 452 QA no. 42-43. 453 Jack Mahoney dalam jurnal The Month 1988 membedakan makna subsidiaritas, yaitu: (1)

Pertama subsidiaritas dalam konteks bahasa dan pemahaman Gereja itu berbeda. Dalam bahasa

Inggris dipakai kata “subsidiarity” yang memiliki makna “subsidiary” atau subordinat yang

berfungsi menyokong atau membantu pokok utama. Dalam konteks hidup bermasyarakat, fungsi

masyarakat ialah membantu person baik secara positif dengan menyediakan fasilitas yang

dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan individu dan kolektif; atau dalam arti negatif dengan

melakukan intervensi sosial sejauh itu diperlukan, dan membiarkan individu dan kelompok untuk

secara bebas bertindak. Sedangkan subsidiaritas yang dipahami Gereja itu lebih bermakna

menguatkan struktur-struktur yang ada baik secara individual maupun kolektif secara lebih luas,

sehingga memampukan individu dan kelompok secara bersama-sama mengusahakan common good.

Untuk itu, subsidiaritas dalam Gereja menurut Paus Pius XI mencakup intervensi di ruang lingkup

sosial, ekonomi, budaya, bahkan juga intervensi politik. (2) Kedua, subsidiaritas berbeda dengan

konsep delegasi. Delegasi itu menekankan pembagian kekuasaan dari pemegang otoritas dengan

pihak di bawahnya, sehingga menjamin sistem sosial dapat berlangsung. Sistem delegasi ini tidak

dapat menjamin bahwa pihak yang lemah akan dilindungi atau dikuatkan, justru dapat

melanggengkan penindasan dengan adanya otoritas dari atas. Sebaliknya subsidiaritas adalah suatu

usaha sosial dalam bentuk apapn dan sifatnya membantu setiap pribadi di dalam kesatuan tubuh

sosial, tetapi usaha tersebut tidak pernah akan menghancurkan dan mengaborsi pihak yang lemah

dalam struktur sosial di masyarakat. Jack Mahoney “Subsidiarity in the Church”, hal. 968-970.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

266

masyarakat dengan memberikan ruang dan kebebasan bagi pribadi untuk berusaha

dan menentukan diri. Keseimbangan sosial yang dimaksud ialah prinsip

subsidiaritas tidak hanya melindungi hak asasi manusia dan martabatnya sehingga

dapat menjamin kesejahteraan hidupnya. Namun, subsidiaritas diarahkan untuk

meningkatkan otoritas dan kekuasaan sosial, sehingga mereka memiliki daya tawar

sosial yang seimbang sebagai individu dengan individu lain di dalam komunitas

masyarakat.454

Prinsip subsidiaritas direfleksikan lebih lanjut oleh Paus Yohanes XXIII

melalui ensiklik Pacem in Terris (PT) pada tanggal 11 April 1963.

Prinsip subsidiaritas mengatur hubungan-hubungan antara

pemerintah dan warga masyarakat, keluarga-keluarga, serta serikat-

serikat di dalam suatu negara, yang harus diterapkan juga pada

hubungan-hubungan antara kewenangan semesta dalam relasi

masyarakat dunia internasional dan pemerintahan di negara masing-

masing. Fungsi khusus terkait dengan kewenangan tersebut

seharusnya untuk: mengevaluasi dan menyelesaikan masalah-

masalah ekonomi, sosial, politik dan budaya, yang berdampak atas

kesejahteraan bangsa. Karena luas, kompleks, dan mendesaknya

persoalan tersebut, maka selayaknya persoalan-persoalan itu

dipandang terlampau sulit bagi para pemimpin negara untuk

mengatasinya.455

Kekhasan dari PT terletak pada usaha menempatkan kesejahteraan umum

dalam konteks permasalahan sosial yang multi dimensi melampaui wilayah

teritorial suatu negara dan keterhubungan masing-masing negara secara politis.

Salah satunya praksisnya ialah perhatian pada hak-hak asasi manusia dan hak

perserikatan sebagai praksis kongkret dari subsidiatias dan menjadi bagian dari

454 Jack Mahoney “Subsidiarity in the Church”, hal. 969. 455 PT no. 140.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

267

masalah politis. Ensiklik PT menunjukkan keterbukaan Gereja untuk mulai

berdialog dengan permasalahan dunia yang lebih luas.

Prinsip subsidiaritas kembali digemakan oleh Yohanes Paulus II dalam

ensiklik Cantesimus Annus (CA) pada tahun 1991 bertepatan dengan ulang tahun

diterbitkannya ensiklik Rerum Novarum. Salah satu kekhasan dari CA terkait

dengan perkembangan manusia ialah memberi perhatian tidak hanya pada kaum

marginal dalam dunia industri yang terdampak dari perubahan sistem ekonomi dan

politik, tetapi juga negara-negara yang masih terbelakang dari kancah dunia

internasional. Perubahan tata ekonomi dan sosial serta sistem demokrasi ternyata

tidak menjamin manusia terlepas dari persoalan marginalisasi, eksploitasi, dan

ketergantungan.456 Mereka yang termarginalisasi baik secara ekonomi maupun

jaringan dunia internasional akan semakin terhambat untuk mengakses informasi

dan ilmu pengetahuan, sumber-sumber daya dalam proses produksi, akses pada

barang konsumsi, dan akan semakin tergantung pada bantuan dari pihak lain. Paus

menyadari bahwa di satu sisi negara berkewajiban untuk mengawasi dan mengatur

cara-cara merealisasikan hak-hak manusia di bidang perekonomian, seperti:

mendukung kegiatan ekonomi kerakyatan, mendorong sektor-sektor ekonomi

untuk bertumbuh, menjamin ketersediaan peluang-peluang kerja sehingga tercapai

kesejahteraan bersama.457 Namun di sisi lain, tanggung jawab utama tidak

sepenuhnya ada pada Negara, melainkan juga tanggungjawab warga perorangan

baik dalam berbagai kelompok dan serikat yang membentuk masyarakat.

456 CA no. 42 dan 46. 457 CA no. 48.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

268

Untuk mengatasi hal tersebut, Paus Yohanes Paulus II kembali menekankan

prinsip subsidiaritas dengan: penetapan batas-batas tertentu terkait dengan hak

otonomi dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam kebijakan ekonomi dan

politik, menentukan kondisi-kondisi kerja, sehingga mereka yang tak terberdaya

dilindungi dan mereka yang menganggur mendapat bantuan minimal yang sangat

diperlukannya.458 Bantuan tetap diperlukan untuk memberdayakan mereka, akan

tetapi titik tolak perubahan tetap ada pada diri pribadi tersebut sebagai pembuat

keputusan dan sikap yang akan diambil. Maka subsidiaritas memungkinkan

individu dan negara untuk saling bekerja sama memperbaiki dan menjalankan

sistem ekonomi.

Subsidiaritas berarti suatu usaha dari kelompok masyarakat yang

lebih tinggi untuk tidak mencampuri persoalan internal kehidupan

komunitas masyarakat, atau usaha untuk menghilangkan fungsi-

fungsinya; sebaliknya harus mendukung dan membantunya bila

terdesak oleh berbagai kebutuhan, dan menolongnya untuk

mengkoordinasikan kegiatan-kegiatannya dengan kelompok atau

komunitas masyarakat lainnya dengan tujuan demi terwujudnya

kesejahteraan umum.459

Dalam konteks makro, kerja sama antar negara pada umumnya sudah

berlangsung, akan tetapi didasarkan pada kepentingan politik dan ekonomi suatu

negara atau organisasi internasional. Di mana dominasi kekuatan politik tetap

mempengaruhi kerja sama tersebut. Kelompok atau organisasi internasional

ataupun suatu negara tertentu yang kuat secara ekonomi dan politik dapat

menentukan keberadaan dari kelompok-kelompok atau negara-negara yang lebih

458 CA no. 15. 459 CA no. 48.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

269

lemah.460 Relasi dan kerja sama tersebut tidak sepenuhnya dapat menjamin manusia

atau warga negara lepas dari persoalan eksploitasi, privatisasi sosial, kemiskinan,

bahkan ketergantungan pada lembaga internasional atau negara tertentu.

Bantuan dari lembaga internasional atau negara yang diberikan secara

berkelanjutan tanpa memberikan ruang kebebasan bagi negara miskin menentukan

sikap dan berusaha, maka akan berdampak pada ketergantungan pada pihak yang

diberi bantuan. Bantuan ekonomi itu dibutuhkan untuk mempercepat pertumbuhan

eonomi yang dapat membawa masyarakat pada kesejahteran bersama (common

good). Sebaliknya, bagaimana negara miskin akan keluar dari permasalahannya jika

dirinya sendiri tidak memiliki kapabilitas untuk itu? Maka yang akan terjadi ialah

privatisasi sosial. Artinya, negara kaya akan memiliki kesempatan mengembangkan

diri semakin besar, sebaliknya negara miskin akan tetap menjadi miskin, terpuruk

dalam kancah internasional, dan kesempatan untuk berkembang semakin terbatas.

Prinsip subsidiaritas berada di tengah-tengah dalam ketegangan tersebut.

Bantuan ekonomi sebagai bentuk solidaritas antar negara tetap diperlukan bagi

pengembangan ekonomi di negara miskin. Namun, perubahan itu sendiri ditentukan

sejauh mana pihak yang dibantu secara merdeka mau berusaha untuk melakukan

pembaharuan dan pengembangan diri. Pihak yang dibantu harus mampu berinovasi,

berkreasi, mengembangkan cara-cara berkomunikasi dan berdialog secara efektif,

serta membangun kerja sama dan kolaborasi untuk mengatasi permasalahan yang

dihadapinya secara mandiri.

460 CA no. 48.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

270

Dalam konteks mikro, mengambil contoh pemberdayaan di CUPS, bantuan

diberikan berkelanjutan dan terprogram dalam bentuk produk layanan simpanan,

pinjaman, dan solidaritas, serta pelatihan Cerdas, financial literacy, kursus

kewirausahaan, dan pembinaan dalam komunitas Basis 5 (2013) atau komunitas

Sejahtera (2017). Bantuan-bantuan itu diarahkan untuk merangsang anggota secara

merdeka dan bebas mampu berpikir kreatif dan inovatif untuk mengatasi

permasalahannya secara mandiri. CUPS lebih berperan untuk mendorong sekaligus

memonitor usaha anggota, agar mereka secara konsisten berani menjalankan

pilihan solusi di antara banyaknya altenatif-alternatif solusi permasalahannya.

Dampak dari konsistensi usaha ini dapat dilihat dari data hasil penelitian.

Data relasi keterlibatan anggota dengan rasio kredit lalai menunjukkan adanya

peningkatan secara signifikan, yaitu: keterlibatan anggota dalam CUPS sebesar

18% (2013) menjadi 54.56% (2019), dan rasio kredit lalai sebesar 5% (2013)

menjadi 0.93% (2019). Keterlibatan anggota menunjukkan seberapa aktif mereka

merespon berbagai kegiatan pemberdayaan CUPS. Keaktifan mereka membawa

dampak positif pada peningkatan pendapatan dari unit usaha dan dapat

meningkatkan tingkat kesejahteraan mereka. Kondisi tersebut memampukan

mereka untuk memenuhi kewajiban sebagai anggota CUPS dalam hal membayar

angsuran dan simpanan. Ketertiban anggota membayar angsuran dan simpanan itu

menyehatkan bagi CUPS sebagai lembaga mikro, karena akan mengurangi resiko

kredit lalai.

Oleh karena itu, inovasi, dialog, kerja sama, dan kolaborasi menjadi nilai

kunci untuk mampu mengorganisasi pribadi atau kelompok dan memobilisasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

271

sumber daya untuk terlibat dalam mewujudkan kesejahteraan bersama (common

good) di dalam masyarakat. Inilah ciri khas dari elemen keempat pemberdayaan,

yaitu: pemberdayaan dalam perspektif subsidiaritas mengembangkan kapasitas

organisasional yang bersifat lokal. Artinya, pada level kegiatan ekonomi praksis,

usaha pemberdayaan melalui prinsip subsidiaritas memampukan individu manusia

secara mandiri memiliki daya tawar yang sejajar untuk melakukan kegitan

permintaan, penawaran, dan negoisasi dengan berbagai supplier, pembeli, pasar,

dan lembaga-lembaga finansial lainnya. Maka bantuan sejatinya harus

memberdayakan pihak yang dibantu secara merdeka dan mandiri, dan tidak

menimbulkan ketergantungan pada bantuan tersebut, serta terarah pada usaha

mewujudkan kesejahteraan hidup bersama (common good) di dunia. Paus

Benediktus XVI mengatakan dalam CV bahwa “Subsidiaritas tanpa solidaritas

memberi jalan kepada privatisme sosial, sementara solidaritas tanpa subsidiaritas

memberi jalan kepada bantuan yang menimbulkan ketergantungan, yang

merendahkan mereka yang berkekurangan.461

5.4.3.2 Gift of Each Other: Solidarity

Solidaritas merupakan bentuk kepedulian aktif dan dasariah bagi usaha

mewujudkan kesejahteraan bersama, karena kita menempatkan mereka sebagai

461 CV no. 58.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

272

saudara dan saudari kita, serta anak-anak Allah layaknya kita sendiri.462

Landasannya ialah manusia citra Allah (Kej 1:28), sehingga memungkinkan

manusia memiliki relasi personal dengan Allah. Relasi personal dengan Allah

merupakan panggilan utama manusia.463 Maka segala aktivitas manusia dalam

mengelola dunia itu terarah pada partisipasi pada karya keselamatan Allah dan

sesuai dengan kehendak-Nya, baik secara personal maupun komunal.

Dalam terang sejarah keselamatan, setelah proses penciptaan alam semesta,

Allah tidak tinggal diam seperti tukang arlogi, melainkan Allah selalu terlibat dan

intervensi dalam kehidupan dan persoalan kemanusiaan, misalnya perihal makna

pembebasan. Dalam perspektif Perjanjian Lama, makna pembebasan itu identik

dengan simbol-simbol tertentu, misalnya kaitan intrinsik antara pembebasan

dengan pemberian tanah. Tanah tidak hanya bernilai ekonomis, tetapi juga simbol

dari identitas diri dan pembebasan dari penderitaan sebagai bentuk perwujudan janji

Allah pada bangsa Israel.464

“Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku

di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang

disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka, ya, Aku mengetahui

penderitaan mereka. Sebab itu, Aku telah turun untuk melepaskan

mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari

negeri itu ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang

berlimpah-limpah susu dan madunya, ke tempat orang Kanaan”

(Kel 3:7-8)

462 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 23. 463 CB. Mulyatno, “Solidaritas dan Perdamaian Dunia Dalam Sollicitudo Rei Socialis”, dalam Jurnal

Teologi, vol. 4, no. 2 (2015): hal. 123. 464 Peter C. Aman, “Moral Kristiani dan Keprihatinan Sosial”, dalam Jurnal Melintas, vol. 22, no. 1

(2016): hal. 489.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

273

Contoh lainnya ialah intervensi Allah dalam panggilan Abraham. (Kej 12:1-

2) berhadapan dengan ketaatan Abraham kepada Allah dan pemenuhan janji-Nya.

Allah memanggil Abraham untuk meninggalkan kota kelahirannya dan

menjanjikan perubahan kehidupan yang lebih baik di tanah terjanji di Kanaan.

“Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudarimu dan dari rumah

bapamu ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu...Aku akan

membuat engkau menjadi bangsa besar, dan memberkati engkau

serta membuat namamu masyhur, dan engkau akan menjadi

berkat.” (Kej 12: 1-2)

Dengan demikian, dalam konteks Perjanjian lama, relasi personal antara Allah dan

manusia itu menjadi dasar intervensi Allah dalam karya keselamatan terutama

dipicu oleh nasib malang yang dialami manusia, sehingga Allah datang untuk

membebaskannya.465

“Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesenggaraan umat-Ku

di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang

disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka, ya Aku mengetahui

penderitaan mereka. Sebab itu, Aku telah turun untuk melepaskan

mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka ke luar dari

negeri itu ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang

berlimpah susu dan madunya.” (Kel 3: 7-8)

Dalam Perjanjian baru, refleksi keberpihakan Allah pada manusia masih

berlanjut dan terwujud pada inkarnasi Putera menjadi manusia. Allah yang mau

bersolider dan terlibat dalam realitas hidup manusia. Menurut Agbonkhianmeghe

Orobator, inkarnasi atau misteri penjelmaan jadikan Gereja sebagai imago Dei,

sehingga Gereja menyesuaikan kerasulannya sebagai bagian dari tindakan Allah

465 Peter C. Aman, “Moral Kristiani dan Keprihatinan Sosial”, hal. 488-489.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

274

(solidaritas, perjuangan pembebasan, dan kepedulian).466 Maka keterlibatan Gereja

di dunia ditempatkan dalam kerangka penebusan Kristus yang hadir bersama

dengan umat Allah dalam penderitaannya.

Yesus mempengaruhi pengikut-Nya untuk memahami bahwa pembaharuan

relasi dengan Allah itu memperbaharui relasi antar manusia sebagai bentuk

solidaritas.467 Dalam tataran pengajaran, Yesus konsisten untuk mengajarkan

pembaharuan relasi tersebut: (a) “Kasihanilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap

hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah

hukum yang terutama dan yang pertama. Hukum kedua, yang sama dengan itu,

ialah: kasihanilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat. 22: 37-39); (b)

Yesus menjunjukkan dengan kritik-Nya atas perilaku kaum Farisi dan para Ahli

Kitab dengan perumpamaan orang Samaria yang murah hati (Luk. 10:25-37). Pada

tataran praksis, Yesus pun memberikan teladan dengan berani bersolider dengan

orang-orang yang dicap “berdosa” dan disingkirkan oleh masyarakat, seperti

pemungut cukai dan orang berdosa (Mrk. 2: 15), perempuan sundal (Mat. 21: 31,

Luk. 7:37-50). Yesus tidak hanya menghayati pembaharuan relasi tersebut secara

personal, tetapi juga membuat terobosan pada praktik-praktik solidaritas sosial.

Dengan demikian, Yesus bukanlah sosok ekonom atau social planner semata, tetapi

ajaran dan cara bertindak-Nya memiliki implikasi ekonomi dan sosial bagi

masyarakat.468

466 Lisa Sowle Cahill, “Caritas in Veritate: Benedict’s Global Reorientation”, hal. 315. 467 Lisa Sowle Cahill, “Caritas in Veritate: Benedict’s Global Reorientation”, hal. 300. 468 Lisa Sowle Cahill, “Caritas in Veritate: Benedict’s Global Reorientation”, hal. 300.J

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

275

Pengembangan konsep solidaritas dalam ASG itu berakar dari prinsip

mengusahakan kesejahteraan bersama (common good). Gagasan kesejahteraan

bersama itu mengimplikasi pada gagasan subsidiaritas (suatu badan yang lebih

tinggi seharusnya tidak mencampuri tugas-tugas yang dapat diselesaikan oleh

badan yang berada di bawahnya) dan solidaritas (berangkat dari kesadaran bahwa

kita semua bertanggung jawab terhadap yang lain). Dalam ensiklik Rerum Novarum

(1891), solidaritas secara implisit diungkapkan dalam bentuk tanggung jawab moral

terhadap kesejahteraan para buruh dalam proses kerja. Lalu dalam ensiklik

Sollicitudo Rei Socialis (1987), Paus Yohanes Paulus II menyebut solidaritas

sebagai tekad yang teguh dan tabah untuk membaktikan diri kepada kesejahteraan

bersama dan setiap orang sungguh bertanggung jawab atas semuanya.469 Solidaritas

ini sebagai tanggapan atas permasalahan dosa sosial manusia di dalam struktur-

struktur dosa.

Oleh karena itu, pentinglah dicatat, bahwa dunia yang terbelah

menjadi dua blok, masing-masing ditopang dengan ideologi yang

ketat, lagi pula di situ bukan ketergantungan timbal-balik dan

solidaritas, melainkan berbagai bentuk imperialismelah yang

merajalela, tak dapat lain kecuali dunia yang terbawah kepada

struktur-struktur dosa. Keseluruhan faktor-faktor negatif, yang

melawan kesadaran yang sejati akan kesejahteraan bersama bagi

semua orang dan menentang keharusan untuk meningkatkannya,

menimbulkan kesan menciptakan kepada orang-orang maupun

lembaga-lembaga hambatan yang cukup sulit diatasi.470

Konsili Vatikan II dalam Gaudium et Spes menyadari bahwa manusia hidup

di dalam struktur-struktur sosial yang memungkinkannya sebagai pribadi maupun

469 SRS no. 38. 470 SRS no. 36.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

276

secara kolektif menjadi bagian dari masyarakat berdosa. Salah satunya ialah

keegoisan dan kesombongan manusia mencemarkan struktur sosial dan melahirkan

yang disebut dosa struktural atau struktur-struktur dosa:

Kalau pribadi-pribadi manusia untuk memenuhi pangilannya, juga

perihal agama, menerima banyak dari hidup kemasyarakatan itu, di

lain pihak tidak dapat diingkari bahwa -karena kondisi-kondisi sosial

yang dialaminya dan karena sejak kecil ia tenggelam di dalamnya,-

sering pula orang-orang menjauh dari amal-perbuatan baik dan

terdorong ke arah yang tidak baik. Sudah jelaslah bahwa gangguan-

gangguan yang bergitu sering timbul di bidang kemasyarakatan,

sebagian bersumber pada ketegangan dalam struktur-struktur

ekonomi, politik, dan sosial sendiri. Namun, secara lebih mendalam

kekeruhan itu timbul dari cinta diri dan kesombongan orang-orang,

dan sekaligus merusak lingkungan sosial. Bila tata tertib

tercemarkan oleh akibat-akibat dosa manusia, yang dari semula

condong ke arah kejahatan, kemudian menghadapi rangsangan-

rangsangan baru untuk berdosa. Dorongan-dorongan itu tidak dapat

diatasi tanpa usaha-usaha yang tangkas berkat bantuan rahmat.471

Senada dengan itu, dalam SRS, Paus Yohanes Paulus II kembali menegaskan

bahwa dunia dibangun dalam struktur-strukur dan sistem-sistem yang mengatur

kehidupan sosial manusia, dan kenyataan bahwa dosa struktural itu

mempergunakan kelemahan manusia untuk semakin mendukung terjadinya

kejahatan dan ekspoitasi sosial.

Paus Yohanes Paulus II menyebut bahwa akar dari struktur-struktur dosa

ialah dosa pribadi yang lahir dari tindakan-tindakat kongkret pribadi manusia. Dosa

pribadi itu semakin subur karena ditunjang oleh sistem atau struktur-struktur sosial

yang juga tidak adil, sehingga melahirkan dosa sosial sebagai akumulasi dari

471 GS no. 25.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

277

timbunan dosa-dosa pribadi manusia dan sangat sukar untuk diatasi. Walaupun

sebenarnya manusia dengan kebebasannya mampu menghindari, meniadakan, atau

sekurang-kurangnya membatasi terjadinya kejahatan-kejahatan sosial.472 Akan

tetapi rasa malas, rasa takut, sikap tidak acuh, kelalaian, cinta diri dan kesombongan

mengakibatkan manusia lari dari persoalan tersebut dengan dalih bahwa dunia

sudah tidak mungkin diubah lagi. Akibatnya struktur-struktur dosa ini semakin kuat

pengaruhnya dan dapat menjadi sumber dosa-dosa lain, serta sangat berdampak

buruk bagi kehidupan umat manusia.

Secara khusus melalui SRS, Paus Yohanes Paulus II memperluas struktur-

struktur dosa hingga di dalam pergaulan manusia di dalam dunia modern, dengan

menunjuk pada fenomena “imperialisme modern” dan negara-negaya kaya yang

menghambat terhadap proses pembangunan di negara-negara Dunia Ketiga.473

Jelaslah bukan hanya orang perorangan yang terperosok ke dalam

dua sikap dosa itu. Bangsa-bangsa dan kedua blok itu pun dapat

terjerumus. Dan itu bahkan lebih mendukung lagi pertumbuhan

“struktur-struktur dosa” yang telah kami sebutkan. Seandainya

bentuk-bentuk tertentu dari “imperialisme” modern ditelaan dengan

terang norma-norma moral itu, akan kelihatan, bahwa di balik

keputusan-keputusan tertentu, yang nampaknya saja diilhami oleh

ekonomi atau politik semata-mata, sebenarnya tersembunyi bentuk-

bentuk nyata penyembahan berhala: uang, ideologi, kelas, dan

teknologi.474

Paus Yohanes Paulus II menyebut bahwa faktor-faktor penghambar

pengembangan manusia yang terungkap dalam struktur-struktur dosa di atas,

472 SRS no. 36. 473 SRS no. 35 dan 37. 474 SRS no. 37.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

278

muncul dari keserakahan manusia untuk mendapatkan keuntungan yang merajalela,

dan kehausan manusia untuk berkuasa dengan tujuan untuk memaksakan

kehendaknya sendiri di atas permasalahan yang dialami oleh orang lain atau

komunitas masyarakat.475 Yang mana kesenjangan sosial antara orang kaya dan

miskin salah satunya disebabkan karena lunturnya solidaritas manusia sebagai

makluk sosial. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Paus Yohanes Paulus II

mengembangkan sikap solidaritas yang dihubungkan dengan relasi ketergantungan

timbal balik manusia, nilai-nilai moral, dan dengan struktur-struktur sosial

masyarakat, yaitu sistem sosial, budaya, ekonomi, dan politik.

Pokok utama ialah ketergantungan timbal-balik, yang dialami

sebagai sistem yang menentukan hubungan-hubungan di dunia

sekarang di bidang ekonomi, budaya, politik dan keagmaan, dan

diterima sebagai kategori moril. Bila hubungan timbal-balik beroleh

pengakuan itu, maka tanggapan yang sepadan sebagai sikap moril

dan sosial, sebagai “keutamaan” ialah solidaritas. Solidaritas itu

bukan perasaan belaskasihan yang samar-samar atau rasa sedih yang

dangkal karena nasib buruk sekian banyak orang, dekat maupun jauh.

Sebaliknya, solidaritas ialah tekad yang teguh dan tabah untuk

membaktikan diri kepada kesejahteraan bersama, artinya: kepada

kesejahteraan semua orang dan setiap perorangan, karena kita ini

semua orang sungguh bertanggung jawab atas semua orang.476

Maka solidaritas dari perspektif SRS direfleksikan sebagai tekad dan keterlibatan

manusia sebagai pribadi dan bagian dari komunitas masyarakat, yang diwujudkan

dalam tanggungjawab dan tindakan sosial demi terciptanya kesejahteraan

bersama.477 Di satu sisi ada struktur-struktur dosa, namun di sisi lain tanda-tanda

475 SRS no. 37. 476 SRS no. 38. 477 SRS no. 38.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

279

positif (harapan) dalam bentuk solidaritas sosial yang mulai tumbuh di masyarakat

dan perlu terus dipelihara dan dikembangkan bersama Gereja dan masyarakat

dalam rangka kesejahteraan bersama (common good).

Tanda-tanda positif zaman sekarang, yakni meningkatnya

kesadaran akan solidaritas di antara kaum miskin sendiri, usaha-

usaha mereka untuk saling mendukung, dan unjuk-unjuk rasa

mereka secara terbuka di gelanggang sosial. Tanpa menggunakan

kekerasan tindakan-tindakan itu menyatakan kebutuhan-kebutuhan

serta hak-hak mereka sendiri menghadapi pemerintah yang tidak

efisien atau korup. Karena kewajibannya menurut Injil, Gereja

merasa terpanggil untuk memihak kaum miskin, untuk mengenali

adilnya permintaan-permintaan mereka dan membantu

memenuhinya, tanpa mengabaikan kepentingan kelompok-

kelompok dalam rangka kesejahteraan bersama.478

Dalam konteks EoC, Paus Benediktus XVI kembali melanjutkan

pemaknaan akan struktur-struktur dosa dengan tetap menekankan nilai solidaritas.

Yang mana keterlibatan Gereja sebagai bentuk dari solidaritas umat Allah di dalam

kerangka keselamatan: Allah selalu bersama dengan komunitas manusia dalam

sejarah dan perjalanan hidup manusia demi terwujudnya kesejahteraan bersama

(common good). Gerak solidaritas ini berawal dari inisiatif Allah Tritunggal, dan

dalam kebersamaan-Nya berbagi hidup secara nyata pada peristiwa inkarnasi Putera

bagi seluruh bangsa manusia. Allah menebus dan menyelamatkan manusia dari

dosa dan kematian, sehingga menumbuhkan harapan di masa sekarang yang

berdimensi sosial, sekaligus terarah pada harapan iman eskatologis. Yang mana

keselamatan Allah dalam penebusan Kristus menjadi pusat yang menyatukan

sekaligus mengikat komunitas manusia.

478 SRS no. 39.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

280

Keterbukan kepada Allah membuat kita terbuka kepada sesama, dan

kepada hidup yang dipahami sebagai tugas solidaritas yang

menggembirakan...Kesadaran akan Kasih Allah yang abadi

menopang kita dalam pekerjaan yang melelahkan sekaligus

menggairahkan untuk keadilan dan perkembangan bangsa-bangsa,

di anatara keberhasilan dan kegagalan, dan dalam usaha tanpa henti

untuk mengatur urusan manusiawi...Kasih Allah mengundang kita

untuk bergerak melampaui yang terbatas dan sementara, memberi

kita keberanian untuk terus bekerja menjadi kebaikan bagi semua,

meskipun ketika hal itu tidak segera tercapai, dan meskipun apa

yang dapat dicapai, baik oleh kita, pemangku politik maupun pelaku

ekonomi, selalu kurang dari apa yang kita harapkan (CV no. 78)479

Dalam ensiklik Spe Salvi, Paus Benediktus XVI memahami penebusan

dalam konteks sebuah proses pemulihan kesatuan, di mana kita saling berjumpa

lagi di dalam persatuan yang tercipta di antara segenap orang beriman di seluruh

dunia.480 Keprihatinan ini didasarkan pada kompleksitas permasalahan global yang

dihadapi oleh manusia dewasa ini dan keterhubungan mereka satu sama lain, di

antaranya: permasalahan organisasi serikat pekerja, struktur ekonomi dan keuangan

global, serta kesaling-terhubungan global yang memunculkan kekuatan politik.481

Pada zaman kita, negara berada dalam situasi yang mengharuskan

berhadapan dengan keterbatasan-keterbatasan pada kekuasaannya

yang diajukan oleh kondisi baru perdagangan dan keuangan

internasional, yang ditandai dengan meningatnya mobilitas modal

finansial dan sarana-sarana produksi, material, dan non material.

Keadaan baru ini telah mengubah kekuatan politik negara-negara.482

479 CV no. 78. 480 Spe Salvi no. 14, Benediktus XVI, Spe Salvi: Harapan Yang Menyelamatkan (Jakarta:

Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, 2014), hal. 20. 481 CV no. 64, 65, 66. 482 CV no. 24.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

281

Berhadapan dengan permasalahan tersebut, menurut Paus Benediktus XVI

dalam CV, kekhasan solidaritas sosial dan keterlibatan manusia dalam

permasalahan sosial itu mensyaratkan dua hal, yaitu: (1) keterlibatan umat manusia

dalam mewujudkan bonum commune mengandaikan adanya political power, dalam

arti adanya relasi kesaling-terhubungan global antar negara (CV no. 24), melalui:

kerja sama internasional dalam hal solidarias kehadiran, pendampingan, pembinaan

dan perhatian pada permasalahan global (CV no. 47); (2) solidaritas dan keterlibatan

itu dilaksanakan dalam kesatuan usaha manusia untuk mencapai kepenuhannya

(perkembangan manusiawi) dengan pelayanan kasih (CV no. 5 & 6). Melalui kasih,

manusia dapat mencintai, memberi, mendorong, bahkan mempersembahkan apa

yang “dimiliki” untuk sesamanya. Dengan demikian, kita menempatkan solidaritas

sosial sebagai bentuk pertobatan yang mendorong manusia untuk memperbaiki

relasi personal dengan Allah, memperbaharui hidup, dan justru semakin mendorong

kita untuk terlibat memperbaiki struktur-struktur sosial yang tidak adil di dalam

komunitas manusia.

Solidaritas ini dalam istilah praktis pasar ekonomi modern diterjemahkan

menjadi empati (empathy) dan supererogatif (supererogatory) untuk orang lain.483

Dalam konteks sosial-kemasyarakatan, solidaritas menjadi penggerak masyarakat

bersama orang-orang dan kelompok untuk berkontribusi dalam pembangunan

berkelanjutan komunitas masyarakat. Pada level praksis pengembangan EoC,

solidaritas ini memiliki beberapa nilai, yaitu:484

483 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 23. 484 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 24.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

282

(1) Socialization, merupakan kewajiban yang wajib diberikan kepada mereka

yang memiliki sumber daya, sehingga mereka menjadi proaktif untuk

mengintervensi dan memberi bantuan kepada mereka yang tidak mampu.485

(2) Participation, relative equality, and mutual advantage: Prinsip partisipasi

menyerukan bahwa keuntungan bersama itu diperuntukkan untuk

kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Maka setiap orang diberi

kesempatan yang sama untuk terlibat secara aktif dalam kehidupan

bermasyarakat.486

(3) Primacy of labor, merupakan prinsip kerja yang menempatkan dan

memperlakukan manusia (pekerja) dengan hormat sebagai manusia (human

beings) dan bukan sebagai barang-barang (things) atau lebih sebagai faktor

produksi semata.487

(4) The prefenrential option for the poor, merupakan sebuah preferensial yang

mengundang kita untuk melindungi dan memperhatikan mereka yang

rentan, mereka yang terdampak, dan kaum marginal berhadapan

kemendesakan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia.488

(5) Restoration, merupakan prinsip pemulihan yang dibebankan kepada

komunitas (pelaku ekonomi) berhadapan pada konsewensi-konsewensi

yang merugikan komunitas masyarakat dari sistem ekonomi-pasar.489

485 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 24. 486 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 24. 487 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 24. 488 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 24. 489 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 24-

25.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

283

Dalam konteks usaha pemberdayaan, semakin luas informasi yang dapat

diakses manusia, maka hal tersebut berdampak pada semakin terbukanya

kesempatan dan peluang bagi individu maupun secara komunal dalam kelompok

untuk mengembangkan diri dan terlibat di dalam komunitas atau masyakarat. Oleh

karena itu, manusia pada dasarnya dipanggil untuk terlibat dan bersolider untuk

mengusahakan kesejahteraan bersama sebagai bagian dari perwujudan iman yang

kongkret dalam praksis hidup sehari-hari. Pada titik ini, tanggapan manusia dalam

usaha pertobatan merupakan bagian dari tanggungjawab pribadi manusia yang

berdimensi sosial di hadapan Allah. Iman yang mewujud dalam praksis hidup dari

mereka dari meja altar menuju “altar kehidupan” manusia yang dinamis. Yang

mana kesejahteraan bersama (common good) menjadi tujuan yang dibangun melalui

kesepakatan dan keterlibatan secara aktif seluruh elemen-elemen di dalam

komunitas masyarakat.

Pada level praksis, elemen kedua pemberdayaan (berciri inklusif dan

partisipatif) memiliki peran penting agar pemberdayaan itu mentransformasi

kehidupan manusia. Elemen kedua pemberdayaan dapat mendorong kita untuk:

Pertama, pemberdayaan dalam konteks solidaritas berusaha semakin menghormati

martabat hidup sebagai subyek dan pribadi terlibat dalam karya keselamatan Allah,

sehingga hal tersebut tidak dapat direduksi menjadi obyek dan komoditas di dalam

proses pengembangan manusiawi dan pembangunan (development). Kedua,

pemberdayaan dalam konteks solidaritas menempatkan nilai-nilai keadilan dan

moral-etis sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan manusiawi dan

pembangunan yang berkelanjutan demi terwujudnya kesejahteraan bersama.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

284

Pemberdayaan sebagai bentuk solidaritas yang memperhatikan martabat

kehidupan dan mempertimbangkan nilai-nilai keadilan dan moral

diimplementasikan dalam beberapa praktik di CUPS, seperti: (1) Semua anggota

CUPS memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai anggota CU dalam hal

mengakses produk layanan simpanan, pinjaman, solidaritas, pelatihan, dan

pendampingan dalam kelompok Basis 5 atau kelompok Sahabat Sejahtera. Yang

membedakan ialah kewajiban untuk membayar angsuran pinjaman disesuaikan

dengan kemampuan dari masing-masing anggota. (2) Anggota yang potensial

menjadi role model dan aktif dalam berbagai kegiatan CUPS, didorong CUPS untuk

terlibat menjadi aktivis CUPS. Mereka bertugas menjadi pendamping, motivator,

dan animator bagi anggota CUPS di dalam dinamika komunitas Basis 5 atau

kelompok Sahabat Sejahtera. (3) Anggota CUPS terus dirangsang untuk terlibat

dalam kegiatan pemberdayaan di CUPS sebagai bentuk solidaritas dan

berkontribusi membantu sesama anggota mewujudkan kesejahteraan bersama.

Semakin besar keterlibatan anggota, maka akan berdampak bagi lembaga CUPS

dan anggota baik secara langsung maupun tak langsung. (4) Khusus anggota yang

mengalami kredit macet dan tidak mampu membayar angsuran sesuai komitmen

awal, CUPS tetap memberi peluang bagi mereka untuk bisa mengakses produk

layanan simpanan dan pinjaman.

Aturan pinjaman di CUPS adalah anggota dapat mengajukan pinjaman baru

jika angsuran pinjaman sebelumnya sudah mencapai presentasi 75% dari total

pinjaman. Akan tetapi untuk kasus-kasus khusus, CUPS tetap memberikan peluang

dan akses bagi anggota kredit macet untuk dapat mengajukan pinjaman baru,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

285

walaupun angsurannya pinjaman sebelumnya belum mencapai angka 75% dengan

syarat, pendamping, dan perlakukan khusus bagi mereka. Tujuan yang disasar dari

pengembangan sikap solidaritas ini adalah anggota CUPS semakin mampu secara

mandiri mengatasi permasalahan yang dihadapi. Dengan itu, mereka semakin dapat

mewujudkan kesejahteraan bersama (common good), serta aktivitas-aktivitas

tersebut membawa transformasi sosial di komunitas masyarakat.

5.4.3.3 Gift of the Earth

Prinsip universal atas kebutuhan-kebutuhan di bumi dipahami sebagai

karunia dari Allah yang diperuntukkan bagi kepentingan semura orang, terlepas dari

bagaimana hal milik itu diberikan.490 Untuk itu diperlukan penghargaan terhadap

hak milik pribadi, yang diimbangi dengan kebijakan kewajiban bagaimana

penggunaannya atau memberikan pembatasan atas hak milik pribadi tersebut. Pada

titik itulah, pengelolaan alam menuntut adanya intervensi dalam bentuk kebijakan

publik. Yang mana kekayaan atau pendapatan yang berlebihan harus digunakan

untuk kepentingan bersama, khususnya mereka tidak memiliki hak milik pribadi.

Paus Benediktus XVI, dalam CV no. 43-52, Paus menegaskan kembali

bahwa perkembangan manusia itu terkait dengan relasi kesalingan dan tanggung

jawab sosial atas manusia dan alam ciptaan. Lingkungan alam sebagai anugerah

Allah bagi seluruh umat manusia, yang harus kita jaga dan lestarikan baik saat ini

490 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 25.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

286

maupun generasi mendatang.491 Nampaknya Paus Benediktus XVI lebih

menonjolkan akan aspek penghargaan terhadap hidup manusia, hak atas kebebasan

beragama, dan keprihatinan menyangkut lingkungan hidup (CV no. 28: “hormat

pada kehidupan”) sebagai “hal baru” (res novae) bagi dunia dewasa ini.492 Relasi

manusia dan alam mengungkapkan secara kongkret perwujudan kasih Allah

sebagai Pencipta (Rom 1:20) kepada manusia dan alam ciptaan. Relasi itu menuntut

adanya keterbukaan sebagai bentuk tanggung-jawab sosial dari manusia, dan

menjadi kekayaan sosial dan ekonomi (CV no.44).493 Dengan demikian, Paus

Benediktus XVI melihat urgensi persoalan sosial sebagai bagian dari problem

antropologis, ketika manusia berhadapan dengan globalisasi, perkembangan ilmu

dan teknologi yang memungkinkan manusia untuk memanipulasi dan merancang

suatu kehidupan baru. Persoalan ini mengusik martabat hidup dan identitas

eksistensial manusia sebagai ciptaan.

Secara khusus, Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si menyebutkan

bahwa perlindungan atas lingkungan hidup tidak dapat dijaman semata-mata

berdasarkan perhitungan finansial menyangkut biaya dan lama, melainkan sebagai

investasi yang dapat menghasilkan manfaat ekonomis jangka menengah bahkan

jangka Panjang.494 Bagi Paus Fransiskus, pelestarian alam adalah bagian dari suatu

gaya hidup yang mencakup kemampuan manusia untuk hidup bersama dan ada di

dalam persekutuan umat manusia.495 Maka tanggapan Gereja universal terhadap

491 CV no. 48. 492 Georg Kirchberger, “Pembangunan Integral-Caritas in Veritate”, hal. 161. 493 CV no. 44. 494 LS no. 190 dan 191. 495 LS no. 228.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

287

permasalahan tersebut ialah mengusahakan yang disebut “pertobatan ekologis”496

yang mewujud dalam tindakan-tindakan sehari-hari yang dapat mematahkan logika

kekerasan, eksploitasi dan ego diri manusia.497 Yang mana tindakan itu merupakan

bagian dari perwujudan kasih akan masyarakat dan perjuangan untuk mewujudkan

kesejahteraan bersama.498 Artinya bahwa tindakan tersebut akhirnya tidak hanya

menyangkut perihal hubungan antar individu umat manusia, tetapi juga terkait

dengan persoalan sosial, budaya, ekonomi, bahkan politik.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dalam konteks empat elemen

pemberdayaan, perhatian atas karunia dari alam dapat dikembangkan pada elemen

kedua, yaitu: pemberdayaan menuntut akuntabilitas dari aktivitas pelaku

pemberdayaan, dan akuntabilitas atas proses pemberdayaan. Proses akuntabilitas

dapat dicapai melalui transparansi tata kelola menajemen, pengembangan dan

inovasi produk-produk layanan, dan adanya bentuk-bentuk pertanggungjawaban

atas program-program atau kebijakan kepada publik. Akuntabilitas memiliki peran

melindungi hak-hak masyarakat yang miskin dan tersingkir dalam hal mengakses

sumber daya dan merasakan manfaat dari pengelolaan sumber daya. Selain itu,

akuntabilitas itu dapat menjamin agar tata kelola sumber daya itu sungguh

diperuntukkan bagi kesejahteraan bersama (common good) umat manusia, dan

menghindari terjadinya monopoli, privatisasi, dan pengelolaan berlebihan sumber

daya untuk kepentingan tertentu.

496 Pertobatan ekologis menyiratkan berbagai sikap yang bersama-sama menumbuhkan semangat

perlindungan yang murah hati dan penuh kelembutan bagi manusia dan ciptaan-ciptaan lain yang

kondisinya rentan. LS no. 220. 497 LS no. 220 dan 230. 498 LS no. 231.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

288

Beberapa bentuk implementasi perhatian sikap kepedulian pada tata kelola

alam diwujudkan dalam bentuk: Pada tataran kelembagaan, CUPS sebagai CU

Primer membangun kerja sama dengan jaringan CU Secunder Puskopdit BKCU

Kalimantan dan Forum CU di Keuskupan Agung Jakarta. Kerja sama ini membantu

dalam hal peningkatan tata kelola keuangan, program, dan penentuan strategi dalam

membangun CU yang inovatif, profesional, dan berkelanjutan. Selain itu, CUPS

juga bekerja sama dengan PT. ARO untuk pengembangan aplikasi CU berbasis

platform digital dalam bentuk aplikasi Escete CU Pelita Sejahtera. Inovasi ini tidak

hanya untuk memudahkan transaksi, komunikasi, dan tuntutan akuntabilitas

program kerja antara CUPS dengan anggota, tetapi pengembangan ini juga sebagai

bentuk kepedulian kecil atas kerusakan alam melalui pengurangan produksi limbah

kertas dari aktivitas CUPS. CUPS bekerja sama dengan Google Indonesia dan

Gojek untuk memberi pelatihan Social enterpreneurship bagi anggota yang

memiliki unit usaha kecil, sehingga dapat memotivasi mereka untuk berekspansi

dengan membuka onlineshop sebagai bentuk pengembangan usaha mereka.

Sedangkan pada tataran anggota, CUPS menumbuhkan kesadaran ekologis

dan perhatian pada penanggulangan kerusakan alam dalam dinamika komunitas

kecil pada kelompok Basis 5 atau Sahabat Sejahtera. Untuk itu, CUPS melibatkan

para aktivis CU untuk menjadi animator dalam kelompok kecil tersebut, misalnya:

kampanye mengurangi penggunaan plastik dan menggantikannya dengan kertas

pada unit usaha mikro milik anggota. Itulah beberapa contoh aktivitas di CUPS

yang memiliki keterkaitan dengan perhatian pada tata kelola atas karunia sumber

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

289

daya sehingga sungguh mendukung perwujudan kesejahteraan bersama manusia

dan alam ciptaan.

5.4.4 Ketegangan Dinamis Dalam Implementasi Economy of Communion

(EoC)

Bagi Paus Benediktus XVI, kasih dalam kebenaran adalah prinsip yang kuat

menggerakkan Ajaran Sosial Gereja, dan sifatnya praktis dalam perjuangan

mewujudkan keadilan dan kesejahteraan umum.499 Namun demikian, pada level

praksis, menurut penulis umumnya dokumen pastoral itu memiliki keterbatasan

terkait dengan cara pandang, pertimbangan-pertimbangan, hingga pada

implementasinya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Salah satu faktornya

ialah dokumen pastoral itu berciri universal untuk kepentingan umat manusia dan

Gereja universal, sehingga tidak secara langsung menjawab kebutuhan masyarakat

lokal. Untuk itulah, pengembangan EoC berusaha menjembatani ketegangan-

ketegangan tersebut, di antaranya adalah: (1) konsep communion dan prinsip

common good menjembatani persoalan pendekatan ekonomi klasik dengan

ekonomi bisnis modern; (2) EoC mendamaikan rasionalitas ekonomi dengan

“Gratuitousness”; (3) Solidaritas sebagai value berhadapan dengan persoalan profit

dalam EoC.

499 CV no. 6.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

290

5.4.4.1 Common Good dan Communion Menjembatani Persoalan Pendekatan

Ekonomi Klasik dengan Ekonomi Bisnis Modern

Pengembangan EoC tidak dapat dilepaskan dari tegangan antara model

ekonomi klasik dengan ekonomi bisnis modern. Pendasaran model ekonomi klasik

didasarkan pada keutamaan-keutamaan tradisional, misalnya Aristoteles.500

Nussbaum memberi catatan bahwa Aristoteles tidak menyatakan kebahagiaan

hidup dapat dicapai melalui usaha persaingan antar sesama manusia untuk

mencapai kesuksesan, melainkan manusia sebagai pribadi harus dapat

menunjukkan keterlibatan aktifnya di dalam kegiatan polis.501 Aristoteles

memandang bahwa polis menjadi tempat persekutuan antar manusia, yang dapat

menjamin bagi I dan Thou berelasi secara setara.502 Manusia mencapai puncak

keutamaannya dalam persahabatan sejati dengan yang lain di dalam polis, maka

keterlibatan dan kebahagiaan yang lain (sesama) menjadi tolak ukurnya. “A friend

is another self” (NE, 1170b).503 Implikasi kedua ialah, manusia harus keluar dari

egosentrisme dirinya, agar ia dapat sungguh bahagia.504

500 Menurut penafsiran Nussbaum atas Aristoteles, kebahagiaan (eudaimonia) dipahami dalam tiga

perspektif, yaitu: (a) kebahagiaan bersifat “diberikan” dalam arti keberuntungan atau pemberian dari

atas; (b) kebahagiaan menjadi tujuan akhir dari usaha pencarian manusia; (c) jika kebahagiaan

sebagai tujuan akhir, maka tujuan lain hanyalah sarana bebas dari kekurangan. M Martha Craven

Nussbaum, The Fragility of Goodness: Luck and Ethics in Greek Tragedy and Philosophy Revised

Edition, hal. 323, 325, dan 330. 501 Martha Craven Nussbaum, The Fragility of Goodness: Luck and Ethics in Greek Tragedy and

Philosophy Revised Edition, hal. 325. 502 Luigino Bruni, “The Value of Sociality: Economics and Relationality in the Light of the Economy

of Communion”, hal. 68. 503 Luigino Bruni, “The Value of Sociality: Economics and Relationality in the Light of the Economy

of Communion”, hal. 67. 504 Martha Craven Nussbaum, The Fragility of Goodness: Luck and Ethics in Greek Tragedy and

Philosophy Revised Edition, hal. 330.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

291

Pendekatan ekonomi klasik memberikan pendasaran bagi EoC fokus pada

pengembangan communion manusiawi untuk mewujudkan keadilan dan

kesejahteraan bersama. Pendekatan ekonomi klasik mengacu pada Aristoteles,

menempatkan polis sebagai locus bagi tempat persekutuan (communion) 505, untuk

terlibat dan mengalami persahabatan sejati sebagai puncak dari usaha mencapai

kebahagiaan (eudaimonia). 506 Implikasinya ialah di dalam communion, manusia

mengembangkan aspek personal sekaligus sosial, melalui: relasi timbal-balik,

persahabatan, bahkan solidaritas antar individu. Oleh karena itu, dalam perspektif

EoC, ekonomi tidak melulu didasarkan karena motif ekonomi (untung-rugi dan

pemenuhan kebutuhan), namun ekonomi juga dibentuk dari keterlibatan masing-

masing individu di dalam komunitas umat manusia yang bergerak bersama

mencapai kesejahteraan (kebahagiaan): I can be rich by myself, but to be happy I

need others.507 ASG merefleksikan keterlibatan dalam communion salah satu

praksis dari praktik-praktik solidaritas di dalam kehidupan publik, termasuk juga di

sektor ekonomi. Maka communion diperlukan untuk pengembangan manusiawi dan

perjuangan keadilan mencapai kesejahteraan hidup atas seluruh dimensi humanitas

kehidupan manusia.508

Sebaliknya dalam sistem ekonomi modern, relasi I dan Thou itu tidak

dipahami dalam relasi positif mencapai kebahagiaan, seperti dalam pandangan

505 Luigino Bruni, “The Value of Sociality: Economics and Relationality in the Light of the Economy

of Communion”, hal. 68. 506 Luigino Bruni, “The Value of Sociality: Economics and Relationality in the Light of the Economy

of Communion”, hal. 67. 507 Luigino Bruni dan Amelia J. Uelmen (†), “Religious Values and Corporate Decision Making:

The Economy of Communion Project ”, hal. 658. 508 Pasquale T. Giardano, “Catechism of Caritas in Veritate (Charity in Truth) by Pope Benedict

XVI”, hal. 389.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

292

Aristoteles. Relasi resiproksitas antara I dan Thou dipahami sebagai keterbukaan

mencari jalan untuk menghindari kontak dengan yang lain.509 Eksistensi yang lain

justru mengancam keberadaan diriku di dalam realitas sosial, sehingga relasi yang

terjadi antara I dan Thou bukan relasi yang setara, misalya Thomas Hobbes dan

Adam Smith.

Konsep Leviathan yang dikembangkan Thomas Hobbes menberi gambaran

bagaimana manusia digerakkan oleh naluri untuk mempertahankan diri (self-

preservation), di mana kemampuan itu tidak serta merta lenyap bahkan ketika

pribadi manusia hidup di dalam komunitas (communion).510 Manusia secara

alamiah memiliki ketakutan akan kematian. Hasrat alamiah ini kemudian bergeser

dari rasa takut menjadi hasrat untuk mempertahankan diri (lex naturalis), dan

kemudian menjadi hasrat akan kelangsungan hidup yang nyaman dan tentram.511

Dalam perspektif ekonomi, naluriah untuk mempertahankan diri ini dapat bergeser

menjadi hasrat untuk menumpuk harta pribadi secara tak terbatas berhadapan

dengan sumber daya yang terbatas. Maka profit menjadi acuan dasar dari aktivitas

ekonomi dan sering kali mengabaikan aspek-aspek lain, misalnya: penghargaan

akan martabat hidup manusia, kemerdekaan pilihan manusia, tanggungjawab

moral-sosial, dst. Untuk itu, manusia perlu mencari cara-cara untuk menyalurkan

509 Luigino Bruni, “The Value of Sociality: Economics and Relationality in the Light of the Economy

of Communion”, hal. 69. 510 Bernardinus Herry Priyono, “Menggeledah Naluri: Perihal Ekonomi sebagai Kecelakaan Filsafat

Politik” dalam S. Setyo Wibowo, Manusia: Teka-teki Yang Mencari Solusi (Yogyakarta: Kanisius,

2013), hal. 241, 247. 511 Bernardinus Herry Priyono, “Menggeledah Naluri: Perihal Ekonomi sebagai Kecelakaan Filsafat

Politik”, hal. 248.-249.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

293

dorongan tersebut, agar dorongan alamiah tersebut sungguh menjadi kekuatan

transformatif di dalam kehidupan sosial-kemasyarakatan.

Senada dengan itu, Adam Smith mengembangkan filsafat moral dengan

meletakkan invisible hand sebagai hal yang berada di luar diri manusia dan

mempengaruhi tatanan kehidupan sosial-kemasyarakatan.512 Smith menyadari

bahwa ada perbedaan cara bersikap dari manusia antara memaknai keutamaan

(virtue) dengan sekedar-kepantasan (mere propriety).513 Idealnya manusia

mengusahakan keutamaan dalam hidup atau virtue, namun faktanya mayoritas umat

manusia lebih cenderung digerakkan untuk mengejar pengetahuan dan

keterampilan praktis yang menentukan kelangsungan hidup mereka. Implikasinya

dalam kegiatan ekonomi, manusia digerakkan oleh kepentingan diri, bertujuan

untuk mencapai kebahagiaannya, melalui: mekanisme pasar yang memberi

prioritas pada kebebasan individu lebih daripada komunitas dan manusia sebagai

makhluk sosial, serta keyakinan akan pengaruh “tangan tak terlihat” (invisible

hand).514

Maka nampak jelas bahwa Hobbes dan Smith sama-sama menyadari bahwa

ada “pihak ketiga” yang menjadi instrumen penghubung terwujudnya relasi

kesalingan antar umat manusia dalam ekonomi. Dalam pendekatan ekonomi klasik,

hal tersebut disebut “sacral communitas” yang menuntut keterbukaan universal

512 Bernardinus Herry Priyono, “Menggeledah Naluri: Perihal Ekonomi sebagai Kecelakaan Filsafat

Politik”, hal. 253-254. 513 Bernardinus Herry Priyono, “Menggeledah Naluri: Perihal Ekonomi sebagai Kecelakaan Filsafat

Politik”, hal. 253-254. 514 Justinus Pratowo, Ekonomi Insani: Kritik Karl Polanyi terhadap Sistem Pasar Bebas, hal. 4.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

294

pada relasi I dan Thou.515 Sedangkan dalam pendekatan ekonomi modern, pihak

ketiga justru menjadi penguat (immunizes) terwujudnya relasi kesalingan antar

umat manusia itu dapat berkelanjutan.516 Untuk itu dalam kegiatan ekonomi

diperlukan adanya kontrak, yang bertujuan untuk mengatur agar relasi kesalingan

antar individu yang terwujud dalam pertukaran antarbarang atau jasa itu dapat

bernilai setara.

Pendekatan ekonomi modern memberikan kesadaran bagi EoC bahwa

ekonomi tidak dapat dilepaskan dari keinginan manusia dan usaha untuk memenuhi

kebutuhannya yang tak terbatas. Dalam perspektif ekonomi, keinginan dan

kebutuhan manusia itu terbatas, sedangkan ketersediaan sumber daya itu terbatas

(asumsi faktor kelangkaan sumberdaya). Maka, manusia dengan kebebasan dapat

bertindak dan akan saling berlomba mengejar pemenuhan diri dan ketuntungan,

melalui aktivitas-aktivitas ekonomi. Oleh karena itu, aktivitas ekonomi dapat

membentuk realitas sosial masyarakat. Pada titik ini, muncul bahaya terjadinya

privatisasi, monopoli, atau ekspoitasi yang dilakukan manusia terhadap

sumberdaya sebagai komoditas terbatas, meliputi: komoditas tanah, uang, dan

tenaga kerja. Maka ekonomi bergeser dari tata kelola kebutuhan rumah tangga

(oikonomia) menjadi persoalan seputar aktivitas permintaan dan penawaran.

Semakin orang memiliki uang untuk membeli, maka semakin ia dapat menikmati

515 Luigino Bruni, “The Value of Sociality: Economics and Relationality in the Light of the Economy

of Communion”, hal. 70. 516 Luigino Bruni, “The Value of Sociality: Economics and Relationality in the Light of the Economy

of Communion”, hal. 70.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

295

sumberdaya; sebaliknya semakin orang tidak punya uang, maka ia semakin tidak

dapat menikmati sumberdaya.517

Berhadapan dengan permasalahan tersebut, prinsip kesejahteraan bersama

(common good) menjadi sarana alternatif untuk keluar dari jeratan persoalan

pendekatan ekonomi modern. Prinsip demi kesejahteraan bersama (common good)

sangat ditekankan dalam EoC sebagai perwujudan kontrak dan rasa tanggungjawab

setiap individu terhadap communion seluruh umat manusia.518 Maka peranan

prinsip kesejahteraan bersama (common good) adalah: (1) sebagai ikatan yang

menyatukan komunitas masyarakat; (2) menjamin dan mengatur agar relasi antar

individu dalam kegiatan ekonomi itu dapat bernilai setara; (3) melindungi

kepentingan dan kebutuhan masing-masing individu dalam aktivitas ekonomi,

sehingga mereka tidak saling menindas satu sama lain. Dengan demikian, segala

aktivitas dan keterlibatan manusia sebagai “manusia-ekonomi” (homo

oeconomicus) itu tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia,

melainkan juga menjaga struktur dan relasi sosial yang membentuk komunitas

masyarakat demi terwujudnya kesejahteraan bersama (common good).

517 Justinus Pratowo, Ekonomi Insani: Kritik Karl Polanyi terhadap Sistem Pasar Bebas, hal. x. 518 CV no. 38.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

296

5.4.4.2 Economy of Communion (EoC) Mendamaikan Rasionalitas Ekonomi

Dengan “Gratuitas” (“Gratuitousness”)

Dalam pendekatan ekonomi modern, rasionalitas ekonomi didasarkan pada

fakta bahwa sumberdaya (faktor-faktor produksi) itu mengalami kelangkaan

(scarcity), sebaliknya keinginan dan kebutuhan manusia itu sifatnya tak terbatas.

Hal tersebut memberi implikasi pada motif ekonomi manusia, yaitu: di satu sisi

manusia dengan kebebasannya sebagai homo economicus berusaha mengejar

keuntungan sebagai bentuk pemenuhan keinginan dan kebutuhannya (self-interest).

Sementara itu di sisi lain, manusia dihadapkan pada ketakuan akan bahaya

kelaparan karena keterbatasan sumber daya, sehingga pemaksimalan keuntungan

dan kegunaan sumber daya diterima secara rasional untuk mencapai tujuan yang

lebih tinggi. Maka, rasionalitas ekonomi itu mereduksi tindakan kolektif dan

individu ke dalam relasi sarana-tujuan, artinya ialah: ekonomi berangkat dari logika

terkait dengan relasi antara sarana dan tujuan dari aktivitas ekonomi berhadapan

dengan ketersediaan sumber daya yang terbatas. Oleh karena itu, makna formal

ekonomi mengacu pada penentuan pilihan di antara berbagai macam alternatif

pilihan untuk pemanfaatan sumber daya yang terbatas. Akibatnya usaha manusia

untuk meraih kesejahteraan itu selalu diukur dari kalkulasi ekonomis yang terwujud

dalam pencapaian materialistik, misalnya profit maximization dan kekajayaan diri

yang disejajarkan dengan pencapaian kebahagiaan (happiness).

Jika dalam pendekatan ekonomi modern menekankan aspek individualitas

manusia dalam homo economicus, sebaliknya dalam pendekatan ekonomi klasik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

297

justru memandang manusia sebagai makhluk sosial (social being/homo socius)

yang menyejarah dan selalu membutuhkan sesamanya dalam relasi timbal-balik

(reciprocity)519 untuk meraih kebahagiaan (happiness). Hal ini berarti bahwa

keterbatasan sumber daya itu tidak mengharuskan adanya pilihan-pilihan rasional

yang diambil sebagai bagian dari memaksimalkan kepentingan individu, misalnya

profit maximization.520 Inilah yang disebut sebagai makna substantif ekonomi,

yaitu: ekonomi berakar dari fakta adanya ketergantungan antara manusia pada

sesamanya dan alam, sehingga setiap manusia harus memenuhi kebutuhan

hidupnya bersama sesamanya.521 Genuine happinness is grounded in gratuitous

and disinterested atcs of openness towards others: we need reciprocity to be happy:

but at the same time, we cannot expect it.522 Kesadaran ini dasarkan pada kesadaran

akan ketidakmungkinan memisahkan individu dari masyarakat: di satu sisi manusia

itu memiliki kebebasan dan individualitas, tetapi juga sebagai individu, ia

membentuk realitas komunitas masyarakat di dalam relasi antarpribadi.

Dalam konteks EoC, keterlibatan dan partisipasi masing-masing individu

bersama masyarakat di dalam aktivitas ekonomi itu menjadi bagian dari yang

disebut “gratuitousness”. “Gratuitousness” tidak dapat disamakan dengan tindakan

karitatif atau CSR (Corporate Social Responsibility), atau sikap altruisme atau

519 Reciprocity: mutual activity, feeling, and awareness are such a deep part of what love and

friendship are that Aristotle is unwilling to say that there is anything worthy of the name of love or

friendship left, when the shared activities and the forms of communication that express it are taken

away. Disadur dari Martha Craven Nussbaum, The Fragility of Goodness: Luck and Ethics in Greek

Tragedy and Philosophy Revised Edition, hal. 344. 520 Justinus Prastowo, Ekonomi Insani: Kritik Karl Polanyi terhadap Sistem Pasar Bebas, hal. 44. 521 Justinus Prastowo, Ekonomi Insani: Kritik Karl Polanyi terhadap Sistem Pasar Bebas, hal. viii,

39, 52 522 Luigino Bruni dan Amelia J. Uelmen (†), “Religious Values and Corporate Decision Making:

The Economy of Communion Project, hal. 661.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

298

filantropi (philanthropy), atau sikap murah hati (generous), melainkan dipahami

sebagai kultur budaya dan sikap spiritual yang didasarkan pada pemahaman bahwa:

seseorang itu tidak dapat mencapai kebahagiaannya sendiri dan selalu

membutuhkan orang lain.523 Kesadaran akan “Gratuitousness” itu ada dikarena

manusia mendapatkan “grace” dan “gift”, yang kemudian dikembangkannya di

dalam relasi sosial masyarakat dan juga di dalam kegiatan ekonomi.524 Dalam

perspektif ekonomi, “gratuitousness” tidak dapat diekspresikkan secara penuh

dalam bentuk formal, misalnya daam bentuk kontrak atau konsensus.

Oleh karena itu, dalam EoC, prinisp “gratuitousness” diwujudkan dalam

beberapa bentuk, yaitu: Pertama, mereka menghargai relasi dengan mereka yang

memiliki kekurangan sumberdaya, tidak dianggap sebagai “beban” dalam aktivitas

ekonomi, dan justru memberi kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan

usahanya dalam relasi timbal balik antar individu di dalam komunitas dengan

semangat persaudaraan.525 Kedua, EoC bertujuan untuk mengembangkan kultur

bisnis dan tata kelola yang memberi ruang tumbuh bagi seseorang untuk “melayani

atau memberi sesuatu dari dalam diri tanpa mengharapkan imbalan apapun” (the

gratuitous gift of self).526

Dalam level mikro, dalam gerakan CU di CUPS, prioritas kredit mikro

pertama-tama diberikan kepada para anggota UKM. Produk layanan simpanan,

523 Luigino Bruni dan Amelia J. Uelmen (†), “Religious Values and Corporate Decision Making:

The Economy of Communion Project, hal. 665. 524 Denis McCann, “The Principle of Gratuitousness: Opportunities and Challenges for Business in

Charis in Veritate”, dalam Jurnal of Business Ethic, vol. 100, (2011): hal. 56. ((Diunduh dari

http://www.jstor.com/stabe/41475802 pada tanggal 29 November 2020, Pukul 22.30 WIB) 525 Luigino Bruni dan Amelia J. Uelmen (†), “Religious Values and Corporate Decision Making:

The Economy of Communion Project, hal. 663. 526 Luigino Bruni dan Amelia J. Uelmen (†), “Religious Values and Corporate Decision Making:

The Economy of Communion Project, hal. 663.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

299

pinjaman, dan solidaritas CUPS itu pertama-tama tidak hanya dikarenakan adanya

konsensus atau kontrak atau sudah memenuhi syarat-syarat keanggotaan, atau

karena CUPS ingin terus mendapat keuntungan dari kondisi dan kesulitan yang

dialami oleh para anggota UKM. Akan tetapi kepedulian dan keterlibatan usaha

kredit mikro CUPS itu didasarkan pada motivasi, yaitu: untuk mengusahakan

kesejahteraan bersama (common good) para anggota CUPS secara mandiri,

sehingga dengan itu, CUPS dapat mendapatkan keuntungan atau kesejahteraan

untuk keberlangsungan usaha kredit mikro. Pada saat yang sama, anggota CUPS

diberi kebebasan untuk menentukan pilihan dan mengusahakannya secara mandiri.

Semakin anggota CUPS menjadi aktif dalam berbagai program dan kegiatan yang

ditawarkan oleh CUPS, maka akan berdampak positf bagi lembaga dan juga

anggota itu sendiri.

Uraian di atas menunjukkan bahwa: di satu sisi, ekonomi memang tidak

dapat dilepaskan dari logika pasar yang berorientasi pada keuntungan, dan unsur

kontrak, yang berfungsi untuk mengatur agar hubungan pertukaran antarbarang dan

jasa itu bernilai setara. Akan tetapi, di sisi lain, ekonomi tidak dapat dilepaskan juga

dari relasi sosial manusia di dalam masyarakat yang terwujud dalam bentuk

persahabatan, solidaritas, dan relasi timbal-balik antar individu. Berhadapan

dengan tegangan tersebut, Paus Benediktus XVI mengatakan bahwa ekonomi yang

berkeadilan itu tidak dapat dilepaskan dari “gratuitousness” dalam arti kemurahan

hati untuk memberi dan terlibat tanpa syarat:

Di zaman global, kegiatan ekonomi tidak dapat dipisahkan dari

“gratuitousness”, yang mengembangkan dan menyebarkan

solidaritas dan tanggung jawab untuk keadilan dan kesejahteraan

umum di antara para pelaku ekonomi yang beragam. Hal ini jelas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

300

merupakan bentuk khusus dan mendalam dari demokrasi

ekonomi. Solidaritas adalah pertama-tama dan terutama rasa

tanggung jawab setiap orang terhadap semua orang, dan karena

itu tidak dapat hanya didelegasikan pada negara. Sementara itu di

masa lalu dimungkinkan memperdebatkan apakah keadilan harus

tercapai dahulu dan “gratuitousness” baru dapat terjadi

sesudahnya, sebagai pelengkap; sekarang jelas bahwa tanpa

“gratuitousness” sama sekali tidak akan ada keadilan.527

Paus Benediktus menyebut “gratuitousness” itu berakar pada kenyataan bahwa

Allah yang adalah Kasih menganugerahkan rahmat dan karunia kepada setiap

orang.528 Implementasi dari “gratuitousness” tidak hanya di dalam usaha

mewujudkan prinsip keadilan (komutatif, distributif, dan sosial)529 berhadapan

dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan politik, tetapi sunguh diungkapkan

dalam solidaritas dan persaudaraan umat manusia (fraternity).530

527 CV no. 38: In the global era, economic activity cannot prescind from gratuitousness, which

fosters and disseminates solidarity and responsibility for justice and the common good among the

different economic players. It is clearly a specific and profound form of economic democracy.

Solidarity is first and foremost a sense of responsibility on the part of everyone with regard to

everyone (SRS no. 38), and it cannot therefore be merely delegated to the State. While in the past it

was possible to argue that justice had to come first and gratuitousness could follow afterwards, as a

complement, today it is clear that without gratuitousness, there can be no justice in the first place. 528 CV no. 34, hal. 43. 529 CV no. 35 dalam Denis McCann, “The Principle of Gratuitousness: Opportunities and Challenges

for Business in Charis in Veritate”, hal. 56-57. 530 Cv no. 34: Because it is a gift received by everyone, charity in truth is a force that builds

community, it brings all people together without imposing barriers or limits. The human community

that we build by ourselves can never, purely by its own strength, be a fully fraternal community, nor

can it overcome every division and become a truly universal community. The unity of the human

race, a fraternal communion transcending every barrier, is called into being by the word of God-

who-is-Love. In addressing this key question, we must make it clear, on the one hand, that the logic

of gift does not exclude justice, nor does it merely sit alongside it as a second element added from

without; on the other hand, economic, social and political development, if it is to be authentically

human, needs to make room for the principle of gratuitousness as an expression of fraternity.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

301

5.4.4.3 Aspek Solidaritas Berhadapan Dengan Persoalan Profit Dalam Economy

of Communion (EoC)

Dalam manajemen bisnis, ada dua pihak yang menentukan keberlangsungan

unit usaha, yaitu: shareholder value dan stakeholder value. Shareholder ialah para

individu, kelompok, komunitas, dan institusi yang memberi kontribusi dana untuk

kepemilikan, pembiayaan, dan kontribusi kemampuan untuk mengelola sebuah unit

usaha atau perusahaan tertentu, misalnya pemilik saham, pemilik modal,

manajemen.531 Sedangkan stakeholder merujuk pada sekelompok orang yang

terdampak secara langsung maupun tidak langsung dari keberadaan dan aktivitas

institusi, lembaga, atau suatu perusahaan tertentu. Pihak yang terdampak langsung

dari aktivitas tersebut ialah manajemen, para karyawan, supplier, dan distributor.

Sementara pihak yang tidak terdampak secara langsung ialah masyarakat,

pemerintah, dan lembaga atau institusi lainnya.

Dari perspektif shareholder value, tujuan kegiatan ekonomi dan bisnis

adalah peningkatan pendapatan atau keuntungan dari unit usaha yang akan dibagi

kepada pemilik unit usaha dan mereka yang terlibat.532 Untuk itu, tak jarang

pengambilan kebijakan dan keputusan diarahkan dengan rasionalitas ekonomi dan

kepentingan tertentu untuk memaksimalkan keuntungan yang diperoleh oleh unit

usaha. Melalui profit tersebut, para pemodal mendapatkan pembayaran bunga

(interest) dan para pemilik saham akan memperoleh laba dalam bentuk pembayaran

531 Christopher Pass & Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi Edisi Kedua, 1997, hal. 601. 532 John B. Gallagher, “Communion and Profits: Thinking with the economy of Communion about

the Purpose of Business”, hal. 15-16.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

302

dividen. Dampak dari sistem tersebut ialah terjadi konflik kepentingan antara

pemilik modal dan pemilik saham dari usaha dengan tim manajerial yang mengatur

aktivitas-aktivitas ekonomi.533 Di satu sisi, mereka usaha menuntut peningkatan

keuntungan dan penambahan aset unit usaha kepada tim manajerial. Untuk itu, di

sisi manajerial, manajemen berusaha meningkatkan value dari keterlibatan

shareholder untuk memenuhi target peningkatan keuntungan dan penambahan aset

unit usaha, misalnya: pemberian kompensasi, bonus akhir tahun, monitoring

program dan laporan, dst. Dengan demikian, nampak jelas bahwa value dari

shareholder adalah profit maximization dan going-concern, artinya bagaimana

aktivitas ekonomi semakin dapat meningkatkan keuntungan atau profit sehingga

usaha tersebut tetap berlangsung.

Dari perspektif stakeholder value, tujuan keterlibatan mereka dalam

kegiatan ekonomi ialah pemenuhan kebutuhan manusia dan peningkatan

kesejahteraan hidup. Untuk mencapai tujuan tersebut dalam kegiatan ekonomi,

segala kebijakan, program, dan aktivitas yang diambil institusi atau perusahaan

harus didasarkan pada prinsip “Triple Bottom Line”, yaitu: relasi antara (1) profit

(finansial), (2) people (aspek sosial-masyakarat), dan (3) planet (tanggung jawab

atas lingkungan hidup).534 Perhatian pada ketiga aspek tersebut itu menentukan

sejauh mana aktivitas ekonomi dapat meningkatkan produktivitas dari masing-

masing faktor produksi (sumber daya, modal, tenaga kerja, entrepreneur). Semakin

faktor-faktor produksi menjadi produktif, maka akan berdampak dan

533 John B. Gallagher, “Communion and Profits: Thinking with the economy of Communion about

the Purpose of Business”, hal. 16. 534 John B. Gallagher, “Communion and Profits: Thinking with the economy of Communion about

the Purpose of Business”, hal. 19.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

303

mendatangkan laba atau keuntungan bagi institusi atau perusahaan secara

berkelanjutan. Aspek keberlanjutan (sustainability) itu menuntut pihak manajemen

untuk membuat program dan mekanisme sedemikian rupa, sehingga pembagian

keuntungan atau laba tetap dirasakan oleh intern institusi atau perusahaan, dan

mendukung proses peningkatan kesejahteraan masyarakat luas, serta untuk

menjamin ketersediaan sumber daya. Dengan demikian, nampak jelas bahwa value

dari stakeholder pertama-tama bukan persoalan pencapaian keuntungan atau profit,

melainkan untuk menjamin agar aktivitas ekonomi dapat berkelanjutan

(sustainability) sehingga membawa kesejahteraan bagi insitusi atau perusahaan,

masyarakat, dan menjamin ketersediaan sumber daya.

Uraian di atas menunjukkan bahwa value dari shareholder adalah profit

maximization dan going-concern, sedangkan value dari stakeholder ialah

sustainability dan kesejahteraan. Dalam konteks EoC, permasalahan pencapaian

keuntungan diatasi dengan menambahkan dimensi solidaritas sebagai bagian value

dari going-concern (shareholder values) dan sustainability (stakeholder value).

Solidaritas dimaknai sebagai bentuk kepedulian aktif dan dasariah bagi manusia

untuk mewujudkan kesejahteraan bersama (common good).535 Maka dimensi

solidaritas ini berciri sosial, artinya semakin mendorong kita untuk terlibat

memperbaiki struktur-struktur sosial yang tidak adil yang terjadi karena aktivitas-

aktivitas ekonomi di dalam komunitas manusia. Oleh karena itu, dalam EoC,

kegiatan ekonomi dan bisnis sebagai bagian dari pengembangan solidaritas dalam

535 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 23.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

304

communion yang dikenal dengan istilah “seeing things together”.536 Artinya, usaha-

usaha atau aktivitas-aktivitas ekonomi tidak hanya diarahkan untuk menumbuhkan

keinginan dan dorongan memahami situasi dan keadaan sosial-kemasyarakatan,

tetapi secara komunal terarah untuk menemukan solusi atas akar permasalahan

sosial yang dihadapi masyarakat. Dengan demikian dalam EoC, profit tetap

diperhitungkan dengan tetap mendasarkan diri pada dimensi solidaritas sebagai

value.

EoC menyadari bahwa profit tetap diperlukan dan tidak dapat diabaikan

terkait dengan keberlanjutan (sustainability), tetapi profit tetap tidak menjadi tujuan

utama dalam kegiatan ekonomi. Profit bukan tujuan tetapi sebagai sarana dalam

kegiatan ekonomi. Maka profit menjadi bagian dimensi material dari pembangunan

communion,537 sehingga profit dalam perspektif solidaritas diletakkan sebagai dasar

dari usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia untuk mewujudkan

kesejahteraan bersama (common good). Oleh karena itu, EoC menempatkan

manusia sebagai makhluk sosial lebih daripada sebagai an isolated agent (manusia

yang dipengaruhi oleh self-interested untuk memaksimalkan keuntungan dari unit

usahanya) dengan menekankan aspek keterlibatan antar manusia dalam proses

distribusi keuntungan (surplus).538 Proses distribusi keuntungan yang dimaksudkan

itu tidak didasarkan pada ketentuan margin matematis dari produktivitas masing-

536 John B. Gallagher, “Communion and Profits: Thinking with the economy of Communion about

the Purpose of Business”, hal. 24. 537 John B. Gallagher, “Communion and Profits: Thinking with the economy of Communion about

the Purpose of Business”, 2014, hal. 25. 538 Nuno Ornelas Martins, “Economy of Communion and Economy Theory: Classical Political

Economy and the Distribusin of the Surplus”, Revista Portuguesa de Filosofia, T. 70, Fasc. 1 (2014):

hal. 89-90.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

305

masing faktor-faktor produksi dan individu, melainkan terbuka pada pertanyaan:

apa yang dibutuhkan oleh manusia sebagai institusi dalam realitas sosial.539 Sen

menyebut sebagai “a sense of identity”, dan Adam Smith menyebut sebagai “rule-

based conduct”.540

Maka dalam EoC, profit dalam perspektif solidaritas itu dicapai dengan tiga

orientasi dasar sebagai cara bertindak, yaitu: (1) tujuan pertama profit adalah untuk

menopang (to assist) sesama dengan penciptaan lapangan kerja dan intervensi pada

pemenuhan kebutuhan-kebutuhan bersama; (2) tujuan kedua profit adalah untuk

merambatkan atau menyebarkan (to spread) “budaya berbagi (culture of giving)”;

(3) tujuan ketiga profit adalah untuk membuka kembali (to reinvest) kegiatan

ekonomi-bisnis berkelanjutan (sustainability) yang mengembangkan

communion.541 Dengan kata lain, profit dalam EoC diperuntukkan untuk tiga sektor

dengan kualitas yang sama, yaitu: membantu orang miskin (to assist),

pengembangan proyek pendidikan (to spread), dan pengembangan kegiatan bisnis

itu sendiri (to reinvest).542

Dalam aktivitas CUPS, salah satu implementasinya ialah penerapan

presentasi bunga dari pinjaman anggota CUPS dengan sistem “menurun”. Artinya,

presentasi bunga pinjaman di CUPS itu bersifat tetap, namun perhitungannya

didasarkan pada sisa saldo dari total pinjaman. Maka nominal bunga pinjaman yang

539 Nuno Ornelas Martins, “Economy of Communion and Economy Theory: Classical Political

Economy and the Distribusin of the Surplus”, hal. 90. 540 Nuno Ornelas Martins, “Economy of Communion and Economy Theory: Classical Political

Economy and the Distribusin of the Surplus”, hal. 90-91. 541 John B. Gallagher, “Communion and Profits: Thinking with the economy of Communion about

the Purpose of Business”, hal. 25. 542 Luigino Bruni dan Amelia J. Uelmen (†), “Religious Values and Corporate Decision Making:

The Economy of Communion Project ”, hal. 650.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

306

menjadi tanggungan dan harus dibayar oleh anggota CUPS setiap bulan terus

mengalami penurunan. Hal ini berkebalikan dari sistem pinjaman di lembaga kredit

Bank yang berorientasi pada profit. Presentasi bunga pinjaman Bank itu tetap dan

perhitungannya didasarkan pada total pinjaman yang dicairkan bagi nasabah. Maka

nominal perhitungan bunga pinjaman itu tetap di setiap bulannya dan tidak

mengubah nominal angusuran yang ditanggung nasabah di setiap bulannya. Selain

itu, profit usaha (Sisa Hasil Usaha) yang diperoleh CUPS itu diperuntukkan untuk:

(1) membiayai proses pendidikan anggota dalam ragam program, kegiatan dan

pelatihan-pelatihan kewirausahaan; (2) membiayai kegiatan operasional untuk

menjamin keberlangsungan CUPS; dan (3) SHU dibagikan kepada semua anggota

di akhir tahun pembukan sesuai dengan keterlibatan masing-masing anggota di

CUPS.

Inilah aspek yang membedakan tujuan profit dalam ekonomi-bisnis pada

umumnya dengan profit dalam perspektif EoC. Prioritas pertama dari profit

kegiatan ekonomi-bisnis umumnya adalah untuk kepentingan pemilik modal,

korporasi, dan menjamin kelanjutan dari usaha tersebut. Sedangkan dalam

perspektif EoC, profit diarahkan untuk menjamin kelangsungan praktik solidaritas

komunitas (communion) untuk mengatasi berbagai permasalahan sosial, seperti

pengentasan persoalan kemiskinan dan pengembangan pendidikan untuk

pemberdayaan komunitas masyarakat. Melalui kedua hal tersebut, diharapkan

profit menjadi sarana untuk mewujudkan kesejahteraan bersama sekaligus

pengembangan manusiawi dari masing-masing individu di dalam masyarakat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

307

Inilah yang kemudian menjadi pendasaran mengapa Economy of

Communion menjadi model alternatif pengembangan sosial ekonomi yang relevan

dan dapat dikembangkan di masyarakat saat ini, di tengah gempuran ekonomi

global yang berorientasi pada profit maximization. Yang mana gerakan EoC

memberi ruang pada penilaian moral-etis terhadap perilaku ekonomi manusia demi

terwujudnya common good. Paus Fransiskus mengingatkan dalam ensiklik Laudato

Si, bahwa prinsip memaksimalkan laba, yang cenderung dipisahkan dari

pertimbangan-pertimbangan lain, mencerminkan kesalahpahaman akan kosep

ekonomi.543 Oleh karena itu, di dalam EoC, kegiatan ekonomi khususnya para

pelaku bisnis tidak memprioritaskan pencapaian keuntungan dan membaginya

deviden kepada para pemegang saham, melainkan keuntungan atau profit menjadi

sarana perwujudan masyarakat yang beradab. Implikasinya, EoC diharapkan

mampu menumbuhkan habitus untuk berbagi (culture of giving), sehingga

memperkecil dan menjembatani jurang keterpisahan antara negara-negara kaya

dengan negara-negara miskin.

543 Prinsip maksimalisasi keuntungan, yang cenderung dipisahkan dari pertimbangan lain,

mencerminkan salah paham akan konsep ekonomi: selama ouput meningkat, orang tidak peduli

bahwa hal itu dilakukan dengan mengorbankan sumber daya masa depan atau Kesehatan

lingkungan; selama eksploitasi hutan meningkatkan produksi, tidak seorang pun mengukur dalam

perhitungan itu, kerugian yang menyiratkan tanah yang menjadi belantara, kerusakan terhap

keanekaragaman hayati, atau peningkatan polusi. Artinya, perusahaan mendapat keuntungan dengan

menghitung dan membayar akan Sebagian kecil dari biaya. Kita hanya dapat berbicara tentang

perilaku etis bila “biaya ekonomi dan sosial yang timbul dari penggunaan sumber daya alam milik

bersama, ditetapkan secara transparan dan sepenuhnya ditanggung oleh mereka yang menikmatinya

dan bukan oleh bangsa lain atau generasi mendantang. Cara piker utilitarian yang hanya membuat

pengkajian statis atas realitas berdasarkan kebutuhan saat ini, baik dipakai ketika sumber-sumber

daya dibagi-bagikan oleh pasar, maupun ketika hal itu dilakukan oleh perencanaan sentral negara.

LS no. 195.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

308

5.5 RANGKUMAN

Dalam konteks Ajaran Sosial Gereja (ASG), pemberdayaan menjadi bagian

dari praksis solidaritas umat manusia. Di satu sisi, kita mengalami sungguh

mengalami adanya keterbukaan pada kasih Allah yang dengan kebebasannya dan

rahmat menciptakan dunia, manusia, dan ciptaan lain (creative love).544 Rahmat

yang yang begitu besar diterima manusia dalam penciptaan menjadi ternoda karena

dosa manusia. Akan tetapi di sisi lain, kasih Allah lebih besar daripada dosa, maka

melalui Kristus dalam inkarnasi dan karya penebusan, kasih Allah itu membimbing

sekaligus membebaskan manusia dari jerat realitas dosa (redemptive love).545 Bagi

Paus Benediktus XVI dalam CV no. 1 ̧ Kristus adalah perwujudan kasih dalam

kebenaran yang menjadi Wajah Pribadi-Nya, yaitu: sebuah panggillan untuk

mengasihi saudara-saudari kita dalam kebenaran rencana-Nya. Kristus

mempersatukan kasih dan kebenaran dalam diri-Nya dan dengan demikian

menyatakan secara sempurna kasih Bapa dan kebenaran mengenai Allah dan

manusia. Inilah yang menjadi dasar keterlibatan manusia di dalam realitas hidup

umat manusia, sekaligus menjadi ciri pertama dari EoC, yaitu: relasi kasih Kristus

menjadi dasar pengembangan EoC.

Keterbukaan kita pada kasih Allah itu menggerakkan kita juga untuk

terbuka kepada sesama dan alam ciptaan lain. Panggilan atas tanggungjawab

544 David Hollenbach, “Caritas in Veritate: The Meaning of Love and Urgent Challenges of Justice”

dalam Jurnal of Catholic Social Thought, Vol. 8, no.1, 2011, hal. 172. 545 David Hollenbach, “Caritas in Veritate: The Meaning of Love and Urgent Challenges of Justice”,

hal. 172.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

309

pengelolaan dunia itu dilaksanakan dalam kesadaran manusia sebagai makhluk

sosial yang keberadaan dan perkembangannya itu bagian dari kesatuan dengan

sesama manusia. Maka Paus Benediktus XVI menempatkan martabat kehidupan

dan pengembangan integral manusia sebagai fokus dalam usaha perkembangan

manusiawi, bahkan di dalam praksis pengembangan EoC. Manusia memiliki

perutusan personal sebagai Citra Allah, sekaligus juga perutusan komunal sebagai

komunitas umat manusia. Maka pembangunan integral manusia tidak hanya

berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan rohani (aspek spiritual), tetapi juga

pemenuhan kebutuhan material, misalnya kesejahteraan. Nampaknya Paus

Benediktus XVI lebih menonjolkan aspek antropologis manusia dan tanggung

jawab sosial dalam proses mengembangan manusiawi, yang dilihat dari perspektif

relasi kesalingan dengan sesama dan alam ciptaan sebagai res novae. Setiap orang

dipanggil Allah untuk mengembangkan diri dan bertanggungjawab atas pemenuhan

dirinya juga termasuk keselamatannya (PP no.15). Inilah yang menjadi ciri kedua

dari EoC, pribadi manusia sebagai sumber, pusat, dan tujuan dari seluruh

pengembangan EoC.

Dalam GS no. 1 diungkapkan bahwa kegembiraan dan harapan, duka dan

kecemasan dunia adalah kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid

Kristus juga. Seperti karya keselamatan Krisus juga diperuntukkan untuk

keselamatan umat manusia yang percaya kepada-Nya. Maka, makna communio

pertama-tama berasal dari inisiatif dan kehendak Allah, yang terwujud dalam karya

penebusan Kristus. Bagi Gereja, communio dimaknai sebagai usaha Gereja

menghidupi Sang Sabda (Kristus) yang menjadi dasar pengembangan integral

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

310

manusia, perjuangan keadilan dan solidaritas, serta untuk mencapai kesejahteraan

hidup. Dalam EoC, segala bentuk aktivitas ekonomi diarahkan untuk membawa

pribadi manusia masuk dan terlibat ke dalam communio. Maka ciri ketiga EoC ialah

keterlibatan sebagai perwujudan solidaritas Gereja terhadap pengembangan EoC.

Keterlibatan ini disadari sebagai usaha pertobatan yang mendorong manusia

untuk memperbaiki relasi personal dengan Allah, membaharui hidup, dan juga

mendorong kita untuk terlibat memperbaiki struktur-struktur sosial yang tidak adil

di dalam komunitas manusia. Dalam konteks tersebut, usaha-usaha pemberdayaan

itu tidak hanya membangkitkan belarasa terhadap orang miskin dan persoalan

sosial-kemasyarakatan, tetapi juga pemberdayaan harus semakin meningkatkan

keterlibatan mereka bersama gerak komunitas (communio) untuk menciptakan

kondisi-kondisi yang membantu pengembangan manusiawi dan terarah untuk

mewujudkan kesejahteraan bersama (bonum commune). Untuk itu diperlukan tiga

prinsip dasar, yaitu: solidaritas dan subsidiaritas serta tanggung jawab sosial

terhadap kelestarian alam ciptaan.

Pertama, implementasi prinsip solidaritas bertujuan untuk melindungi pihak

yang lemah dari segala bentuk eksploitasi dan privatisasi sosial-ekonomi, serta

menuntut adanya tanggungjawab moral dari pihak yang kuat secara ekonomi untuk

membantu pihak yang lemah. Salah satu praktiknya di CUPS ialah penerapan

presentasi bunga pinjaman dengan sistem “menurun” dan perlakukan khusus untuk

para anggota yang memiliki UKM dan tidak mampu mengembalikan pinjaman

sesuai ketentuan yang berlaku di CUPS.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

311

Kedua, implementasi prinsip subsidiaritas berperan untuk melindungi hak

asasi manusia dan martabat hidup manusia, serta menghindari implikasi

ketergantungan pihak yang lemah karena adanya bantuan dari pihak yang kuat.

Selain itu, prinsip subsidiaritas juga memberi ruang tumbuh kembang bagi masing-

masing pribadi manusia, sehingga manusia dapat terlibat berkembang dan secara

mandiri terlibat dalam pembangunan communio. Dalam CUPS, keterlibatan

anggota menjadi kunci agar program dan layanan yang diberikan itu sungguh

berkelanjutan, tidak membuat anggota tergantung, dan juga memberikan berbagai

alternatif solusi dari permasalahan anggota.

Ketiga adalah tanggung jawab sosial manusia terhadap alam ciptaan muncul

dari implikasi relasi kesalingan antara Allah, manusia, dan alam ciptaan, sehingga

manusia bertanggungjawab atas pengelolaan alam tidak hanya untuk pemenuhan

kebutuhan manusia, melainkan juga kesimbangan tatanan instrinsik ciptaan dan

generasi masa depan. Pada praktiknya, CUPS berkolaborasi dengan beberapa pihak

untuk mengedukasi, melatih, mendampingi, dan semakin melibatkan anggota

CUPS di dalam social enterpreneurship.

Dalam pengembangan EoC, ketiga hal tersebut di atas diarahkan pada

pembangunan sikap solidaritas umat manusia untuk memperjuangkan keadilan dan

kesejahteraan bersama (common good). Pada tataran praksis, implementasi EoC

mengalami berbagai ketegangan dinamis, seperti: common good dan communion

menjembatani persoalan pendekatan ekonomi klasik dan ekonomi bisnis modern;

EoC mendamaikan reasionalitas ekonomi dengan “gratuitousness”; dan aspek

solidaritas berhadapan dengan persoalan profit dalam EoC.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

312

Dari uraian-uraian di atas, satu benang merah yang dapat menghubungkan

keseluruhan pembahasan di bab 5 ini adalah kesejahteran bersama (common good)

menjadi sarana yang mendorong manusia untuk terlibat dalam karya keselamatan

Allah dalam mengusahakan tatanan kehidupan yang proper bagi seluruh alam

ciptaan, khususnya mereka yang rentan, miskin, dan tersingkir dari komunitas.

Dalam ungkapan lain, keterlibatan manusia dalam karya keselamatan Allah sebagai

bentuk dari perwujudan iman akan Allah, iman sebagai tanggapan manusia atas

rahmat pewahyuan Allah sendiri di dunia. Dengan demikian dalam terang ASG,

inilah aspek teologis dari usaha pemberdayaan sosial-ekonomi sebagai praksis

solidaritas manusia untuk mewujudkan Economy of Communion (EoC).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

313

BAB 6

PENUTUP

6.1 PENGANTAR

Pada bab terakhir sebagai penutup dari rangkaian penulisan tesis ini, penulis

memaparkan tiga hal pokok, yaitu: (1) penulis merangkum keseluruhan tesis

dengan mengacu pada tiga rumusan masalah yang menjadi pokok dari penelitian

dan penulisan tesis ini; (2) dari keseluruhan proses, penulis berusaha

mengkonstekstualisasikan pemberdayaan ekonomi mikro yang dilakukan oleh

CUPS dalam kerangka preferensi kerasulan sosial Serikat Jesus universal, secara

khusus Serikat Jesus Provinsi Indonesia (Provindo); (3) penulis memberikan

rekomendasi pastoral sebagai peluang pengembangan kerasulan sosial Serikat Jesus

Provinsi Indonesia (Provindo) untuk pengembangan ekonomi mikro mengacu pada

model CUPS.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

314

6.2 RANGKUMAN TESIS

Tesis ini membahas tiga pertanyaan utama dari rumusan masalah, yaitu:

Pertanyaan pertama dari rumusan masalah dalam penulisan tesis ini adalah apa

yang dimaksud dengan ‘empowerment’ atau pemberdayaan dan unsur-unsur apa

saja yang dibutuhkan dalam pemberdayaan untuk mengatasi permasalahan

kemiskinan pada tingkat usaha mikro. Pertanyaan pertama ini dijawab penulis

dalam pembahasan di bab kedua. Pemberdayaan adalah proses dinamis yang terjadi

di masyarakat sebagai tanggapan atas berbagai peristiwa politik, keagamaan,

ekonomi, dan sosio-kultural di setiap periodesasi masyarakat, secara khusus mulai

dari peristiwa Enlightenment di wilayah Eropa dan terus meluas hingga abad ke-21

ke berbagai negara di dunia. Dua peristiwa yang menjadi penanda ialah revolusi

industri dan revolusi Perancis.

Revolusi industri memberikan pengaruh pada penekanan aspek ilmiah dan

empiristik dari pengetahuan, serta meletakkan persoalan dan pertumbuhan ekonomi

sebagai basis kekuasan baru, yang mempengaruhi bagaimana manusia memaknai

diri dan keterlibatannya di dunia. Kemunculan alat-alat produksi material dan

perkembangan teknologi membantu aktivitas ekonomi masyarakat, sehingga

berdampak pada usaha manusia untuk mengakumulasi sumber-sumber daya

produktif guna memenuhi kebutuhan dan pengembangan manusia. Akibatnya

produktivitas dan efisiensi menjadi kosa kata penting dalam usaha pemberdayaan

manusia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

315

Revolusi Perancis dengan tiga simbolnya liberte, egalite, dan fraternite

mendongkrak sistem keagamaan-monarki menggantikannya dengan konsep nation

dan state sebagai identitas politik, melalui sistem demokrasi. Sistem demokrasi

menggantikan sistem teokrasi atau monarki yang didengan memberi ruang pada

perlindungan akan hak asasi manusia dan kepatuhan pada hukum kodrat dan hukum

positif. Dalam arti tertentu, perubahan ini merupakan proses depowerment dari

sistem lama, menjadi empowerment atau pemberdayaan dengan sistem baru sebagai

salah satu alternatif menghadapi persoalan manusia pada jamannya.

Perkembangan ilmu dan teknologi, proses industrialisasi, dan pertumbuhan

ekonomi ternyata tidak serta merta membebaskan manusia dari penderitaan akan

kemiskinan, eksploitasi dan privatisasi sumberdaya, diskriminasi sosial dan

budaya, dst. Maka diperlukan penanda kedua dari pemberdayaan yang menjadi ciri

khas. Penanda kedua ialah pemberdayaan itu selalu terarah pada proses

transformasi masyarakat baik sebagai individu (individual self-empowerment)

maupun perilaku kolektif (collective self-empowerment) sebagai bagian dari

komunitas masyarakat, yang menentukan aktualisasi dan eksistensi manusia di

dalam realitas kehidupan di dunia. Transformasi itu dimaknai dalam dua arti, yaitu:

yaitu: (a) to give power or authority to dan (b) to give ability to or enable.

Pemberdayaan sebagai proses transformasi mengandaikan manusia dapat

mengelola dan mengembangkan kapabilitasnya. Berhadapan dengan hal tersebut,

Martha Craven Nussbaum menawarkan teori Capabilities Approaches. Menurut

Nussbaum, manusia itu memiliki tiga kemampuan dasar, yaitu: (a) kemampuan

dasar manusia yang ada sejak lahir (basic capabilities); (b) kemampuan internal

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

316

manusia yang berkembang seturut pekembangan dan proses belajar manusia

(internal capabilities); (c) dan kemampuan manusia yang berkembang karena

adanya dukungan dari struktur sosial di masyarakat (combine capabilities). Ketiga

kemampuan tersebut oleh Nussbaum dikembangan menjadi sepuluh kapabilitas

manusia yang dapat dipakai sebagai instrumen untuk mengukur kualitas hidup

manusia. Persoalan kemudian muncul terkait dengan bagaimana mengukur kualitas

hidup manusia yang kompleks. Untuk mengatasi masalah tersebut, Nussbaum

menekankan aspek functioning dari manusia untuk dapat semakin menghayati

martabatnya sebagai manusia. Implementasinya ialah Nussbaum membuat sepuluh

kapabilitas sebagai indikator untuk mengukut kualitas hidup manusia.

Dalam konteks pemberdayaan, ada dua kapabilitas yang mendukung usaha

pemberdayaan yang terarah pada transformasi sosial di masyarakat, yaitu practical

reason dan affiliation. Kemampuan practical reason menentukan seseorang untuk

membangun kesadaran akan sebuah nilai, kebaikan, kepedulian, dan refleksi kritis

atas hidupnya dan keterlibatannya di lingkungan sosial yang terarah pada

kesejahteraan. Lalu kemampuan affiliation merupakan kemampuan manusia yang

bersifat sosial, sehingga memungkinkannya untuk terlibat dan berapartisipasi aktif

dalam berbagai interaksi sosial dan bersama dengan orang lain di dalam komunitas

masyarakat.

Dalam konteks sosial, usaha manusia untuk mengembangkan diri dan

kapabilitas yang dimilikinya juga ditentukan oleh empat elemen penting dari

pemberdayaan, yaitu: (a) kesempatan untuk mengakses informasi sebagai

modalitas dasar; (b) pemberdayaan selalu berciri inklusif dan menekankan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

317

partisipasi aktif pribadi maupun keterlibatan komunal komuntias masyarakat; (c)

pemberdayaan selalu menuntut adanya akuntabilitas sebagai bentuk

pertanggungjawabab, transparansi, dan profesionalitas usaha pemberdayaan; (d)

pemberdayaan itu mengembangkan kemampuan akan kapasitas organisasional

yang bersifat lokal.

Pertanyaan kedua dari rumusan masalah dalam penulisan tesis ini adalah

sejauh mana peran dan keberadaan CUPS itu sungguh membangkitkan

pemberdayaan bagi masyarakat miskin pada level pengembangan usaha mikro dan

membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pertanyaan kedua ini dijawab

dalam pembahasan di bab ketiga dan keempat. Pertama-tama, gerakan CU berasal

dari model People’s Bank yang dikembangkan oleh Friedrick Wilhelm Raiffeisen

di kota Heddesdorf, Jerman pada abad 18. CU adalah sarana persekutuan orang-

orang yang didasarkan pada semangat kebersamaan dan kepercayaan untuk bekerja

sama memperbaiki kondisi hidup mereka yang miskin secara mandiri. Maka ada

tiga prinsip uatama dalam gerakan CU, yaitu: asas swadaya, asas setia kawan, dan

asas pendidikan. Gerakan CU di Indonesia dipelopori oleh salah satunya ialah Rm.

Karl Albrecht Arbi, SJ. Beliau bekerja sama dan berkolaborasi dengan berbagai

pihak hingga terbentuknya CUCO, yang sekarang menjadi Inkopdit dan menaungi

CU Sekunder serta CU Primer di bawah koordinasi dengan Kementrian Koperasi

dan Usaha Kecil dan Menengah.

Pada tahun 2008, Rm. Antonius Sumarwan, SJ selaku vikaris Parokial

Gereja St. Perawan Maria Ratu, Blok Q, Jakarta mengawali gerakan CU dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

318

nama Credit Union Microfinance Innovation Pelisa Sejahtera (CUMI PS) sebagai

bagian dari pelayanan sosial Gereja dalam PSE. Gerakan CUMI PS menyasar

segmen pasar warga miskin di wilayah sekitar Paroki Blok Q, Jakarta Selatan yang

berprofesi sebagai pedagang kaki lima, khususnya mereka yang terjerat hutang pada

Bank Keliling atau rentenier. Kekhasan layanan CUMI PS terletak pada

penggunaan sistem tanggung-renteng di dalam kelompok Basis 5 dan angsuran

mingguan, serta fokus pada financial literacy. Dengan itu anggota diharapkan

mencapai kemandirian dalam bidang keuangan, mampu mengatasi persoalan yang

mereka hadapi, dan memperoleh kesejahteraan hidup.

Pada tahun 2015, CUMI PS mengalami krisis dikarenakan beberapa hal,

yaitu: (1) fokus pada ekspansi wilayah pelayanan tidak diimbangi tata kelola

manajemen (administratif dan sumber daya) yang baik dan analisa matang yang

menyeluruh, sehingga strategi yang dipilih kurang berhasil, menghambat proses

administratif dan komunikasi, biaya operasional meningkat tajam, serta performa

layanan menurun; (2) terlalu berorientasi pada peningkatan jumlah anggota,

sehingga berdampak pada lemahnya sistem perekrutan dan kesulitan dalam sistem

pengawasan; (3) peningkatan jumlah anggota terlalu berfokus pada anggota UKM

dengan ciri lebih banyak mengakses pinjaman daripada menabung, sehingga tata

kelola manajemen keuangan menjadi tidak sehat dengan rasio kredit beredar 37,3%

(CU yang sehat secara keuangan memiliki rasio kredit beredar sebesar 70%) dan

rasio kredit lalai sebesar 16% (CU yang sehat secara keuangan memiliki rasio

kredit lalai sebesar < 1%).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

319

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, CUMI PS melakukan beberapa

perbaikan sistem dan tata kelola, antara lain: (1) penutupan layanan di Tigaraksa

dan Pasar Kemis (Tangerang), Kampung Sawah, dan Bekasi, sehingga hanya fokus

di sekitar wilayah Jakarta Selatan; (2) mengevaluasi sistem dan tata kelola

manajemen dalam hal proses rekrutmen staf dan anggota, serta menguatkan aspek

pengawasan dan peningkatan program-program pemberdayaan bagi anggota UKM;

(3) melakukan re-think, re-design, dan re-build dari CUMI PS menjadi CUPS

(Credit Union Pelita Sejahtera) di tahun 2017.

Usaha-usaha tersebut membantu CUPS keluar dari krisis. Beberapa

indikator yang menunjukkan perkembangan positif CUPS hingga akhir tahun 2018

ialah: (1) terjadi peningkatan jumlah anggota dari semula 296 anggota menjadi 880

anggota, yang terdiri atas anggota UMKM dan anggota yang berstatus karyawan

perusahaan; (2) rasio kredit beredar mencapai angka 52% (LDR maksimal 70%);

(3) rasio kredit lalai sebesar 0,95% (analisa PEARLS maksimal 2%); (4) usaha-

usaha pemberdayaan dalam hal financial literacy, edukasi, dan pelatihan-pelatihan

untuk UMKM menjadi lebih beragam, sehingga memotivasi anggota untuk

semakin terlibat dan mengembangkan diri dan usahanya.

Dalam perspektif elemen pertama pemberdayaan, akses pada informasi

menjadi modalitas utama. CUPS mengkombinasi model komunikasi top-down dan

bottom-up, serta masih memberi penekanan pada dialog dan perjumpaan sebagai

fokus dalam proses interaksi antara CUPS dengan para anggota. Untuk itu, CUPS

mempertahankan kunjungan mingguan dan bulanan untuk berdialog dengan 40%

anggota CUPS yang memiliki usaha mikro, sehingga dapat memahami sungguh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

320

persoalan mereka dan bersama-sama mengatasi persoalan yang dihadapi. Selain itu,

CUPS berusaha meningkatkan minat 60% anggota CUPS yang berstatus karyawan

untuk mengakses produk pinjaman dan terlibat dalam berbagai pelatihan-pelatihan

kewirausahaan dan pengelolaan keuangan. Keduanya dipakai CUPS untuk

membantu para anggota mencapai kesejahteraan, serta secara kreatif menemukan

inovasi dan solusi secara mandiri atas persoalan yang mereka hadapi.

Persoalan krusial dari elemen pertama ialah perihal pengaruh

perkembangan teknologi informasi pada pola perilaku para anggota CUPS.

Revolusi dan konvergensi informasi global tidak hanya mempermudah komunikasi

dan dialog antar manusia, tetapi juga telah mengaburkan batas-batas dalan relasi

dan mengubah kehidupan manusia dengan cara kerja yang kreatif, efektif, dan

efisien. Efisisensi menjadi standar produktivitas yang ternyata memberatkan bagi

para anggota CUPS yang kurang mampu beradaptasi dengan perkembangan

teknologi, misalnya: tegangan antara usaha mikro konvensional dengan usaha

mikro yang telah masuk ke ranah digitalisasi dengan sistem onlineshop.

Pada elemen kedua, pemberdayaan selalu bercorak inklusif dan

menekankan aspek partisipasi aktif masyarakat. Sekalipun CUPS dijalankan

dengan prinsip ASG, namun mayoritas anggota yang dilayani adalah mereka yang

non-kristen. Justru anggota CUPS non-kristen itulah yang banyak terlibat pelatihan

dan kegiatan-kegiatan pemberdayaan yang diselenggarakan oleh CUPS. Salah satu

indikator mengukur keterlibatan anggota CUPS dalam usaha-usaha pemberdayaan

yang berdampak pada CUPS ialah presentasi kredit lalai akhir tahun 2019 sebesar

0.93% dari standar analisa PEARLS maksimal 2%.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

321

Partisipasi anggota yang memiliki UKM (40%) dan anggota yang berstatus

karyawan (60%) tetap memberikan pengaruh dalam pemberdayaan CUPS. Dalam

gerakan CUPS, perhatian pada UKM berpotensi besar dalam hal penyerapan tenaga

kerja dan menciptakan kesempatan lapangan pekerjaan, jika dibandingkan dengan

investasi dalam unit usaha lainnya. Namun pemberdayaan pada UKM itu menuntut

tidak hanya modal yang kuat, tetapi juga keberlanjutan program layanan itu sendiri.

Untuk itu diperlukan adanya sistem yang dapat melindungi anggota yang sedang

mengalami kesulitan ekonomi, sehingga mereka tetap berdayaguna dan mandiri.

Hal ini penting, mengingat dalam penelitian ditemukan anggota yang lalai itu tidak

semua disebabkan oleh kesalahan tata kelola keuangan, tetapi adanya faktor

eksternal yang terkadang tidak berhubungan langsung dengan anggota, misalnya

tanggungjawab moral di dalam keluarga membiayai keluarga yang sakit keras.

Inilah yang menjadi titik krusial pada elemen kedua pemberdayaan.

Elemen ketiga pemberdayaan menuntut akuntabilitas sebagai lembaga

keuangan mikro. Akuntabilitas CUPS dicapai dengan adanya mekanisme

pengawasan administratif, tata kelola SDM dan tata kelola keuangan. Akuntabilitas

menyangkut persoalan intern dan ekstenal dari unit usaha CUPS, yaitu: perihal

kemampuan dan kapasitas lembaga (kondisi internal, kapasitas sosial

kemasyarakatan, dan infrastruktur pendukung), permodalan (simpanan dan

pinjaman), serta regulasi dan supervisi (internal CUPS, eksternal dalam kesatuan

jaringan CU di KAJ dan kemitraan dengan BKCU Kalimatan, Kementerian

Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah). Tantangan bagi CUPS dalam hal

peningkatan akuntabilitas ialah bagaimana inovasi dan pengembangan cara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

322

berkomunikasi dan pertanggungjawaban di tengah pesatnya perkembangan

teknologi informasi berbasis digital itu menjadi sarana untuk sampai pada

perjumpaan dan dialog yang membawa dampak transformasi dan membantu

anggota untuk mencapai kesehateraan hidup.

Elemen keempat ialah pemberdayaan terarah untuk mengembangkan

kapasitas organisasional yang sifatnya lokal. Kata kunci dari elemen keempat ini

adalah kerja sama, kolaborasi, dan kemitraan. Di satu sisi, fokus CUPS bukan

semata-mata hanya pada peningkatan kesejahteraan anggota dalam perspektif

ekonomis, melainkan mereka secara mandiri mampu mengatasi permasalahan yang

dihadapi dengan pola pikir dan paradigma yang dikembangkan CUPS, serta mampu

berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengusahakan kesejahteraan bersama.

Maka tantangan dari elemen keempat pemberdayaan ialah keterbukaan untuk

menerima, mengkritisi, dan akhirnya mampu membangun kolaborasi untuk

menemukan alternatif-alternatif solusi atas permasalahan kesejahteraan hidup

sebagai individu maupun anggota komunitas masyarakat.

Pertanyaan ketiga dari rumusan masalah dalam penulisan tesis ini ialah

bagaimana pemberdayaan dalan CUPS mendapat pendasaran teologis yang valid,

melalui tradisi Ajaran Sosial Gereja (ASG) di dalam ensiklik Paus Benediktus XVI

Caritas in Veritate (CV) untuk mewujudkan Economy of Communion (EoC).

Pertanyaan ketiga ini dijawab oleh penulis dalam pembahasan di bab kelima.

Pertama-tama, telah diuraikan sebelumnya bahwa usaha pemberdayaan itu

tidak dapat dilepaskan dari unsur-unsur materialis. Unsur-unsur tersebut itu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

323

membantu manusia dalam proses perkembangan integralnya (relasi mikro) dan

keterlibatannya di dalam komunitas masyarakat (relasi makro). Maka dalam

perspektif teologi, pemberdayaan itu bagian dari praksis keterbukaan dan

solidaritas umat manusia dalam relasi mikro dan relasi makro. Di satu sisi

keterbukaan manusia itu terarah pada kasih Allah yang memberi ruang kebebasan

di dalam peristiwa penciptaan (creative love), sekaligus juga kasih Allah yang

membawa pada penebusan atas realitas dosa (redemptive love).546 Kasih Allah itu

termanifestasikan dalam Kristus sebagai perwujudan kasih dalam kebenaran, yang

mengundang kita untuk terlibat mengasihi sesama di dalam karya keselamatan

Allah (CV no.1). Bagi Paus Benediktus XVI, salah satu indikatornya ialah

perwujudan keadilan dan kesejahteraan umum sebagai jalan utama kasih, dan

“ukuran minimum” (“the minimum measure”) dari implementasi kasih Kristus bagi

manusia dan dunia (CV no.6).547 Maka relasi kasih Kristus dengan Allah dan

manusia menjadi dasar dari pengembangan Economy of Communion (EoC).

Keterbukaan manusia dalam konteks relasi mikro dan makro ditempatkan

dalam tugas perutusan personal sebagai citra Allah untuk mengelola alam ciptaan

sebagai bagian dari perutusan komunal (Kej 1;26). Paus Benediktus memahami

pembangunan integral manusia dari sudut pandang antropologis dalam relasi

kesalingan, yaitu: hubungan antara usaha mewujudkan kesejahteraan hidup dalam

konstelasi politik global umat manusia dan pertumbuhan rohani pribadi manusia

546 David Hollenbach, “Caritas in Veritate: The Meaning of Love and Urgent Challenges of Justice”

dalam Jurnal of Catholic Social Thought, Vol 8, no. 1, 2011, hal. 172. 547 CV no. 6. Benediktus XVI, Caritas in veritate: Kasih dalam kebenaran, hal. 9.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

324

(CV no.76).548 Secara khusus, Paus menyadari bahwa perkembangan manusia

dewasa ini dihambat oleh persoalan hedonisme, konsumerisme, dan sikap masa

bodoh terhadap sesama dan alam ciptaan.

Persoalan tersebut mengakibatkan tujuan kegiatan ekonomi yang pada

hakikatnya untuk peningkatan kesejahteraan bersama, berubah menjadi usaha

komersialisasi yang diakibatkan oleh “mekanisme pasar” yang mengabaikan

tanggung jawab sosial-politis akan kepentingan umum. Istilah ekonomi berasal dari

bahsa Yunani oikos dan nomos yang berarti ‘tata pengelolaan rumah tangga”. Tata

kelola itu diperlukan agar masing-masing keluarga dapat mencapai kesejahteraan.

Maka tujuan dari aktivitas ekonomi adalah kesejahteraan bersama. Akan tetapi

semakin banyak seseorang memiliki kapital dalam hal uang dan kekuasaan, maka

semakin besar baginya untuk mengakses kebutuhan hidup baik yang dasar,

sekunder, maupun tersier. Maka manusia terjebak dalam usaha eksploitasi

sumberdaya yang berlebihan, dan berdampak negatif pada sosial ekonomi di

masyarakat dan kerusakan lingkungan. Untuk itu, dalam aktivitas ekonomi,

martabat manusia itu memiliki kedudukan lebih tinggi daripada persoalan-

persoalan lain. Oleh karena itu, pribadi manusia perlu ditempatkan sebagai sumber,

pusat dan tujuan dari seluruh pengembangan EoC untuk mencapai kesejahteraan

bersama dalam konteks communio.549

Communio dipahami Gereja itu tidak hanya bersifat Ilahi dan spiritual,

tetapi juga mengandung unsur relasi vertikal sekaligus horizontal yang berciri sosial

548 CV no. 76 yang disadur dari Georg Kirchberger, “Pembangunan Integral-Caritas in Veritate”,

Jurnal Ledalero, 2012, hal. 161. 549 John B. Gallagher, “Communion and Profits: Thinking with the economy of Communion about

the Purpose of Business”, Revista Portuguesa de Filosofia, 2014, hal. 24.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

325

dalam relasi kesalingan antar manusia. Di satu sisi gerakan itu berawal dari inisiatif

Allah Tritunggal dalam kebersamaan-Nya nyata dalam peristiwa inkarnasi Putera

yang membawa keselamatan bagi manusia melalui karya penebusan. Di sisi lain,

kita terlibat dalam karya keselamatan Allah dan menempatkan usaha manusia

sebagai pertobatan untuk memperbaiki relasi kita dengan Allah, memperbaharui

hidup, dan terlibat dalam usaha memperbaiki struktur-struktur sosial yang tidak adil

dalam komunitas umat manusia. Yang mana dunia saat ini diguncang oleh sistem-

sistem yang tidak adil, martabat manusia direndahkan oleh keserakahan dan

keinginan untuk menumpuk kekayaan, dan kondisi alam yang dirusak oleh perilaku

dan tindakakan manusia yang berorientasi pada pemaksimalam keuntungan tanpa

memperhatikan tanggung jawab sosial-ekologis. Maka tanggapan manusia atas

karya keselamatan Allah menjadi bagian dari tanggung jawab manusia yang

berdimensi sosial di hadapan Allah. Iman kepada Allah itu menggerakan kita untuk

saling percaya dan tergerak untuk kemudian berbagi solidaritas antar umat manusia,

sehingga iman itu terwujud dalam praksis hidup manusia. Dengan demikian

keterlibatan manusia dalam pembangunan integral sebagai perwujudan soldiaritas

Gereja dalam pengembangan EoC.

Dalam konteks EoC, keterlibatan itu terarah pada perjuangan mewujudkan

keadilan dan kesejahteran bersama (common good) umat manusia. Manusia

memang memiliki hak-hak dasar dan asasi, namun ia juga mempunyai kewajiban

dan tanggungjawab sosial untuk meningkatkan kesejahteraan bersama. Aristoteles

dalam Nicomachean Ethics mengatakan bahwa manusia terarah untuk

mengusahakan kebahagiaan hidup dan kesejahteraan bersama dengan terlibat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

326

dengan persahbatan dengan yang lain dan berkontribusi dalam polis.550 Senada

dengan itu, Thomas Aquinas memahami manusia tidak hanya sebagai animal

rasionale, tetapi juga animal sociale.551 Maka, keterlibatan pribadi manusia di

dalam realitas sosial masyarakat itu diarahkan untuk mencapai kebaikan tertinggi

pada tataran metafisi, yaitu Allah sebagai the ultimate good. Dengan demikian,

dalam pengembangan EoC, kesejahteraan bersama selalu berciri universal sehingga

terhindar dari privatisasi, monopoli, dan konflik kepentingan yang kerap terjadi di

dalam realitas sosial kehidupan umat manusia.

Dalam konteks EoC, Paus Benediktus XVI menekankan tiga prinsip dasar

dari ASG dalam implementasi keterlibatan Gereja dan di dunia untuk

mengusahakan kesejahteraan bersama, yaitu: prinsip solidaritas, subsidiaritas, dan

tanggung jawab sosial atas pelestarian alam ciptaan.

Prinsip subsidiaritas bertujuan untuk menjamin hak asasi manusia,

kemerdekaan manusia untuk memilih dan berbertindak, serta melindungi martabat

hidupnya dari cengkraman sistem-sistem yang tidak adil. Pada level praksis

ekonomi, kekuatan-kekuatan ekonomi makro tidak dapat mencaplok atau

menguasai usaha-usaha dari ekonomi mikro dan kecil, sehingga memberi ruang

bagi mereka untuk mengorganisir diri menjadi kekuatan ekonomi yang mandiri.

550 David Hollenbach, The Common Good and Christian Ethics, 2002, hal. 11. 551 Menurut penafsiran Maritain, seperti yang disadur oleh Paulus Bambang Irawan dalam “A

Capability to Promote The Common Good” bahwa ada tiga alasan mengapa Aquinas menyebut

manusia disebut animal sociale, yiatu: (1) Manusia memiliki kemampuan untuk mencintai (to love)

dan berkomunikasi dengan sesamanya. Kemampuan dasar ini mendorong manusia untuk

menemukan dan membangun relasi dengan sesamanya; (2) Manusia memiliki keterbatasan,

sehingga mereka harus berinteraksi satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan dan mengatasi

keterbatasannya; (3) Manusia harus belajar dari masyarakat secara khusus melalui proses edukasi,

sehingga mereka dapat mengembangkan kapabilitasnya sebagai ciptaan dan keterarahan nya pada

panggilan kesempurnaan menuju Allah sebagai kebaikan tertinggi. Paulus Bambang Irawan, “A

Capability to Promote The Common Good”, Jurnal Teologi, 2016, hal. 3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

327

Prinsip solidaritas merujuk pada sikap kesetia-kawanan dan tanggung jawab

sosial untuk mengorganisasi diri dan komunitas masyarakat sehingga membawa

transformasi di dalam situasi sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Subsidiaritas

tanpa solidaritas akan memberi ruang pada privatisme sosial, sementara solidaritas

tanpa subsidiaritas menimbulkan ketergantungan, sehingga akan merendahkan

mereka yang berkekurangan dan yang tidak memiliki kapital di masyarakat.

Selain itu, prinsip ketiga juga penting untuk diperhatikan. Tanggung jawab

sosial atas pelestarian alam ciptaan diarahkan tidak hanya bagi pemenuhan

kebutuhan seluruh umat manusia saat ini, tetapi juga untuk menjaga keseimbangan

dari tatanan instriksik alam ciptaan (regenerasi) agar terbebas dari eksploitasi

berlebihan dan untuk warisan bagi generasi di masa depan. Dengan demikian,

pemberdayaan itu direfleksikan secara teologis sebagai dorongan dan perwujudan

iman akan Allah, sekaligus terarah dalam usaha solidaritas mewujudkan Economy

of Communion (EoC), melalui keterlibatan memperjuangkan keadilan dan

kesejahteran bersama (common good).

6.3 CUPS SEBAGAI MODEL PEMBERDAYAAN SERIKAT JESUS

PROVINSI INDONESIA (PROVINDO) UNTUK BERJALAN

BERSAMA KRISTUS DALAM KEBERSAMAAN DENGAN ORANG

MISKIN DI INDONESIA

Pada pembahasan di bab-bab sebelumnya, penulis menemukan bahwa

pemberdayaan ekonomi mikro yang dilakukan oleh CUPS sungguh menjadi salah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

328

satu alternatif mengatasi permasalahan kemiskinan dan mengusahakan

terwujudnya kesejahteraan bersama (common good). Pemberdayaan ekonomi

mikro yang dilakukan oleh CUPS bertujuan untuk memberdayakaan atau

menguatkan orang-orang yang tak bersuara (voicelessness) dan miskin melalui

sarana pendidikan, tata kelola keuangan, dan manajemen kredit mikro, sehingga

mereka dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi secara mandiri dan mencapai

kesejahteraan hidup.

Dalam perspektif EoC, pemberdayaan ekonomi mikro yang dilakukan oleh

CUPS itu ambil bagian dari keterlibatan manusia dalam proses pembangun integral

sebagai perwujudan dari solidaritas, perjuangan keadilan, dan terarah pada

perjuangan mewujudkan kesejahteraan bersama (common good) seluruh umat

manusia sebagai bagian dari hak azasi, sekaligus bagian dari kewajiban dan

tanggung jawab sosial manusia di dalam kebersamaan umat manusia. Yang mana

kesejahteraan bersama (common good) dimengerti sebagai suatu kondisi sosial

yang memungkinkan manusia untuk mencapai realitasi dirinya secara utuh dan

mewujudkan martabatnya. Oleh karena itu dalam perspektif ekonomi, inilah yang

disebut sebagai solidaritas bersama umat manusia dalam gerakan CUPS dalam

mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bersama (common good). Yang mana

usaha tersebut mengandaikan adanya jejaring, partisipasi, dan kerja sama antar

komunitas yang dapat saling menguatkan dan memberdayakan ikatan solidaritas

yang hendak dibentuk.

Pada level makro, pemberdayaan ekonomi mikro CUPS merupakan bagian

dari gerak kerasulan sosial Serikat Jesus universal dan Serikat Jesus Provinsi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

329

Indonesia khususnya PSE Gereja Paroki St. Maria Ratu, Blok Q, Jakarta Selatan,

untuk berjalan bersama orang miskin memperjuangkan keadilan dan kesejahteran

bersama (common good). Konsistensi kerasulan sosial dan keberpihakan Serikat

Jesus universal pada orang miskin itu sudah terjadi sejak lama, bahkan sudah ada

jejaknya sebelum Serikat Jesus resmi didirikan (1540). Di mana pengalaman

personal Ignatius Loyola bersentuhan dengan persoalan kemiskiann menjadi dasar

dan acuan cara bertindak Serikat Jesus dalam kerasulan sosial di kemudian hari.

Salah satu inovasi pemberdayaan yang pernah dilakukan Ignatius Loyola

bagi kaum miskin ialah pada tahun 1543, Ignatius sebagai Jenderal Pertama Serikat

Jesus mendirikan Casa Santa Marta di Roma yang diperuntukkan bagi para

perempuan yang terjerat dalam lingkaran bisnis prostitusi.552 Di sana, para Jesuit

berusaha memberdayakan mereka dengan berbagai cara, seperti: (1) memberikan

pelatihan-pelatihan sehingga mereka dapat menghasilkan uang sehingga mereka

secara mandiri mampu menafkahi hidup mereka; (2) mencarikan pasangan atau

suami bagi mereka; (3) mengumpulkan uang untuk membayar mahar atau mas

kawin bagi mereka yang akan menikah; (4) melakukan pendampingan khusus bagi

mereka yang akan masuk menjadi anggota salah satu tarekat religius.553 Usaha

serupa juga dikembangkan oleh para Jesuit awal di berbagai tempat seperti di

Palermo, Messina, dan Catania dengan didirikannya institusi Compania de los

Huerfanos (Society of the Orphans) yang berfungsi sebagai tempat penampungan

552 Patxi Alvarez de Los Mozos, Servir a los pobres, promover la justicia: Panorámica histórica del

apostolando social de la Compañia de Jesús, Nils Sundermann. Penterj., Serving The Poor,

Promoting Justice (Roma: Social Justice and Ecology Secretariat-General Curia of the Society of

Jesus, 2019), hal. 37. 553 Patxi Alvarez de Los Mozos, Serving The Poor, Promoting Justice, hal. 37.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

330

dan rumah tinggal bagi anak-anak dari para korban prostitusi.554 Di sana, para Jesuit

memberikan banyak pelatihan dan pendampingan, sehingga mereka secara mandiri

dapat berdaya dan memungkinkan mereka untuk lepas dari jerat lingkaran setan

prostitusi yang menjerat kehidupan yang dialami oleh ibu mereka.

Dalam perjalanan Serikat Jesus universal, keberpihakan dan pelayanan

kepada orang miskin terus direfleksikan dan berkembang sesuai dengan

perkembangan jaman. Selain itu, refleksi Serikat atas realitas sosial masyarakat

selalu dikontekstualkan pada perkembangan dan refleksi ASG. Pada tahun 1891,

Gereja melalui ensiklik Rerum Novarum oleh Paus Leo XIII menentukan sikap

keberpihakan Gereja pada kaum miskin dan para buruh. Gereja mengungkapkan

keprihatinan mendalam terkait dengan permasalahan ketidakadilan sosial yang

dialami oleh kaum buruh sebagai “bentuk kemiskinan baru” (RN no. 15 & 17), dan

merekomendasikan adanya perubahan-perubahan di dalam kehidupan bersama

umat manusia.555 Serikat Jesus melibatkan diri bersama perjuangan Gereja melalui

beberapa penerbitan buku dan majalah, serta mendirikan institusi dan kelompok-

kelompok tertentu untuk mengimplementasikan dan mempromosikan ASG dari

perspektif RN terkait perihal penghormatan akan martabat hidup manusia dan

perlidungan akan martabat kerja.556

554 Patxi Alvarez de Los Mozos, Serving The Poor, Promoting Justice, hal. 38. 555 Patxi Alvarez de Los Mozos, Serving The Poor, Promoting Justice, hal. 61. 556 Beberapa implementasi yang dilakukan Serikat Jesus universal untuk menanggapi Gereja

universal melalui ensikluk Rerum Novarum adalah:(1) di Prancis, Fr. Desbuquois dan Fr. Leroy, SJ

berkolaborasi menerbitkan majalah Action Populaire (1903) dan Mouvement (1909) yang gencar

memberikan edukasi terkait ASG dan praksisnya dalam berbagai gerakan termasuk praksisnya di

dalam organisasi Serikat Pekerja; (2) di Italia, para Jesuit Italia termasuk Fr. Carlo Maria Curci, SJ,

Fr. Liberatore, SJ, dan Fr. Taparelli, SJ menerbitkan majalah La Civilta Cattolica yang sangat kuat

memberi penekanan pada martabat hidup manusia berhadapan dengan dan peran serta Gereja untuk

memperjuangkan keadilan dan hak-hak kaum buruh; (3) di Spanyol, para Jesuit terlibat dalam

penerbitas buku-buku seputar ASG dan Rerum Novarum, mendirikan kelompok-kelompok pekerja

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

331

Pada tahun 1931, Paus Pius XII mengeluarkan ensiklik Quadragesimo Anno

sebagai peringatan 41 tahun terbitnya RN (1891). Salah satu rekomendasi dari QA

terkait persoalan kesejahteraan hidup manusia ialah segala hal yang terkait dengan

kehidupan ekonomi mutlak perlu diatur dan dikendalikan dengan prinsip keadilan

sosial dan cinta kasih sosial.557 Serikat Jesus berusaha menanggapi undangan

Gereja universal untuk semakin melibatkan diri dalam kerasulan sosial

mewujudkan keadilan dan common good. Salah satu praksis kongkritnya ialah Pater

Jenderal Wlodimir Dionizy Ledóchowski, SJ mengundang Kongregasi Jenderal 28

(1938) untuk secara khusus membahas perihal kerasulan sosial Serikat. Hasilnya

ialah untuk pertama kalinya dalam sejarah Kongregasi Jenderal membahas secara

spesifik kerasulan sosial Serikat Jesus yang tertuang dalam dokumen KJ 28 dekret

29, misalnya: ASG khususnya prinsip keadilan sosial dan cinta kasih sosial

dimasukkan dalam kurikulum di institusi pendidikan Jesuit, mengintergrasikan

Latihan Rohani dengan ASG, menggalakkan promosi ASG di institusi dan

kelompok yang dilayani oleh para Jesuit, dst.558 Implementasi lainnya ialah

pembentukan institusi yang berperan sebagai pusat studi untuk kerasulan sosial di

berbagai provinsi, misalnya, pada tahun 1940 di New York didirikan Intitute of

Social Order.

Dalam terang ASG, konstitusi pastoral Gaudium et Spes (GS, 1965)

mengatakan bahwa perekonomian dunia tidak dapat dilepaskan dari ketergantungan

(Serikat Pekerja), mendirikan juga lembaga-lembaga keuangan yang diperuntukkan untuk

membantu peningkatan perekonomian dan kesejahteraan hidup para buruh. Patxi Alvarez de Los

Mozos, Serving The Poor, Promoting Justice, hal. 66-69, 70-72, dan 74-76. 557 QA no. 88. 558 Patxi Alvarez de Los Mozos, Serving The Poor, Promoting Justice, hal. 146.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

332

timbal-balik warga negara, kelompok, bangsa, dan kepentingan politik, sehingga

meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi negara-negara kaya dan menimbulkan

ketergantungan bagi negara-negara miskin.559 Ketergantungan negara miskin pada

negara-negara kaya mengakibatkan tidak dapat menentukan diri dan semakin

memperlebar jurang kemiskinan. Akibatnya aktivitas ekonomi cenderung

diperuntukkan untuk kepentingan peningkatan produktivitas dan pencapaian

keuntungan atau kekuasaan pihak yang menguasai perekonomian dunia. Untuk itu,

melalui GS, perekonomian hendaknya diarahkan untuk melayani kebutuhan dan

kesejahteraan manusia, serta untuk mendukung pengembangan martabat hidup

manusia, sehingga terpenuhilah rencaka keselamatan Allah atas hidup manusia.560

Hal ini semakin dikuatkan oleh ensiklik Populorum Progressio oleh Paus Paulus

VI (1965) yang menyebut bahwa persoalan sosial memiliki dimensi global dan

menuntut tanggungjawab moral dari semua pihak (pribadi, komunitas masyarakat,

dan negara) untuk menanggapi keterbelakangan (underdevelopment) umat manusia

sebagai bentuk dari solidaritas (duty of solidarity).561 Paus Yohanes Paulus II dalam

Laborem Exercens (1979) menambahkan perihal kemiskinan itu akibat pelanggaran

akan martabat pekerjaanmanusia, sehingga menuntut adanya tanggungjawab sosial

atasnya.562 Lebih lanjut, Paus Benediktus dalam ensiklik Caritas in Veritate (2009)

menambahkan persoalan globalisasi dalam permasalahan sosial-ekonomi,

khususnya globalisasi ekonomi yang telah mengubah tananan sosial masyarakat,

sehingga menuntut tidak hanya perihal adanya tanggung jawab sosial tetapi juga

559 GS no. 63. 560 GS no. 64. 561 PP no. 48. 562 LE no. 8.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

333

solidaritas manusiawi antar umat manusia untuk memperjuangkan keadilan sosial

dan common good.563

Serikat menanggapi persoalan sosial dan pentingnya membangun

solidaritas antar umat manusia yang diperjuangkan Gereja pasca Konsili Vatikan

II, melalui dokumen Kongregasi Jenderal 32 dekret 4 (1974). Gagasan dan

perjuangan “mewujudkan keadilan demi terwujudnya common good” menjadi

sangat kuat, melalui pernyataan bahwa penegakan keadilan adalah bagian dari

pelayanan iman dan sebagai keharusan mutlak, bukan pilihan atau tambahan yang

harus dipeluk oleh seluruh anggota Serikat Jesus.

Tugas perutusan Serikat Jesus di masa sekarang ini adalah

pelayanan iman, di mana tugas penegakan keadilan merupakan

salah satu keharusan mutlak. Sebab, pemulihan hubungan antara

manusia merupakan syarat untuk pemulihan hubungan baik dengan

Tuhan [...]Menegakkan keadilan bagi kita tidaklah merupakan salah

satu bidang kerasulan di antara sekian banyak lainnya, yaitu

“kerasulan sosial”. Menegakkan keadilan harus merupakan

keprihatinan seluruh hidup kita dan merupakan dimensi dari semua

jerih payah kerasulan kita.564

Di Indonesia sendiri, gema KJ 32, dekret 4 sungguh menggerakkan banyak

Jesuit Provindo untuk terlibat dalam kerasulan sosial, khusunya dalam

pemberdayaan ekonomi baik secara personal maupun kelembagaan atau institusi.

Adapun beberapa jejak dari karya tersebut yang dapat dirujuk ialah:

a. Jejak pertama ialah keterlibatan Rm. P. W. Pabst, SJ, Rm. Karl Albrecht

Arbi, SJ, dan J.H. Padmoharsono di dalam Socio Economic Life in Asia

563 CV no. 38, 49, 42. 564 KJ 32, d.4, no. 2 & 47.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

334

(SELA Internasional) yang kemudian menjadi stimulus untuk munculnya

gerakan Credit Union di Indonesia sejak tahun 1966.565 Gerakan CU sebagai

upaya untuk mengubah struktur sosial yang tidak adil khusunya bagi kaum

miskin, sehingga melalui gerakan CU, orang miskin dapat secara mandiri

mampu mengatasi persoalan mereka. Menurut catatan dari 21 karya Jesuit

di Paroki (Jawa dan Papua), ada 1 Koperasi dikembangkan Jesuit di Paroki

Kristus Sahabat Kita di Nabire dan 6 karya Credit Union dikembangkan di

Paroki St. Yohanes Penginjil Blok B, Paroki St. Perawan Maria Ratu Blok

Q, Paroki Robertus Bellarminus Cililitan, Paroki St. Anna Duren Sawit, dan

Paroki St. Yusuf Baturetno.566 Karya CU di paroki-paroki yang dikelola

Jesuit itu masuk di dalam bidang karya Pengembangan Sosial Ekonomi

(Komisi PSE Paroki).

b. Jejak kedua ialah keterlibatan para Jesuit di Lembaga Daya Dharma milik

Keuskupan Agung Jakarta yang diawali oleh Rm. Karl Albrecht Arbi, SJ

pada tahun 1962, lalu dilanjutkan oleh Rm. P. Oei Tik Djoen, SJ hingga kini

LDD dipimpin oleh Rm. Christoforus Kristiono Puspo, SJ.567 Jika gerakan

CU diperuntukkan untuk mengubah struktur sosial dan mentalitas manusia,

justru keperluan orang miskin yang mendesak diperhatikan oleh LDD.

c. Jejak ketiga adalah keterlibatan Rm A. Kuylaars, SJ yang menjadi salah satu

pendiri Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (LPPM) pada

565 Adolf Hueken, 150 Tahun Serikat Jesus Berkarya di Indonesia (Jakarta: Yayasan Cipta Loka

Caraka, 2009), hal. 155 dan 187. 566 Data disarikan dari laporan karya kerasulan Serikat Yesus di bidang Paroki. A. Hani Rudi

Hartoko (edt.), Profil Paroki SJ: Mengenang 150 Tahun Kelahiran Fransiskus van Lith, SJ dan 50

Tahun Wafatnya Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ (Yogyakarta: Kanisius, 2015), hal. 49-245. 567 Adolf Hueken, 150 Tahun Serikat Jesus Berkarya di Indonesia, hal. 155.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

335

tahun 1967 di Jl. Menteng Raya. LPPM awalnya didirikan untuk

memajukan pengusaha kecil dan yang masih lemah, namun sejak akhir

tahun 1970-an, LPPM agaknya berubah haluan dengan semakin melayani

permintaan bisnis dan insdustri besar sehingga akhirnya Jesuit

mengundurkan diri dari keterlibatan di LPPM.568

d. Jejak keempat adalah keterlibatan para Jesuit dalam karya sosial Yayasan

Realino Seksi Pengabdian Masyarakat (YR-SPM) yang didirikan pada

tanggal 15 Juli 1963. Nama Realino diambil dari Santo Bernardino Realino,

SJ (1530-1616) yang dikenal sebagai pengkotbah dan bapa rohani yang

sangat berjasa di Italia tengah pada masa itu.569 Di Provindo, nama Realino

juga dipakai sebagai nama bekas asrama mahasiswa di Yogyakarta yang

dikelola oleh para Jesuit sejak tahun 1952-1990.570 Di masa lalu, YR-SPM

membuka bengkel latihan kerja, poli klinik pelayanan kesehatan,

perternakan, ladang praktek pertanian, asrama untuk pelajar dan mahasiswa,

beasiswa pendidikan, dan pendampingan khusus untuk eks-tapol. Sekarang,

YR-SPM memfokuskan pada pelayanan dan pemberdayaan bagi keluarga-

keluarga miskin, melalui layanan beasiswa pendidikan, pelatihan di

bengkel, pelayanan kesehatan, dan pemberdayaan di komunitas-komunitas

dampingan (Perkampungan Sosial Pingit, Bongsuwong, Pelayanan Sosial

di Penjara dan Lembaga Pemasyarakatan, pemberdayaan perempuan di

daerah Prambanan, komunitas pedagang di Parangkusumo). Realino

568 Adolf Hueken, 150 Tahun Serikat Jesus Berkarya di Indonesia, hal. 159. 569 Adolf Hueken, Ensiklopedia Gereja Jilid 7 Pi-Sek (Jakarta: Cipta Loka Caraka, 2004), hal. 106. 570 Adolf Hueken, Ensiklopedia Gereja Jilid 7 Pi-Sek, hal. 106.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

336

kemudian berkembang menjadi Lembaga Studi Realino yang berperan

memajukan keadilan dan perdamaian, dengan meneliti dan mengalanisa

masalah-masalah lokal dan kini menjadi bagian dari karya pendidikan tinggi

di Universitas Sanata Dharma. Sedangkan Seksi Pengabdian Masyarakat

Realino tetap menjadi milik Provindo dan bertahan hingga sekarang. Di

masa lalu,

Dari keempat jejak tersebut, nampak jelas bahwa Provindo bergerak secara

konsisten bersama Serikat Jesus universal tetap memberi perhatian pada kerasulan

sosial, khususnya pemberdayaan ekonomi mikro untuk mengatasi permasalahan

kemiskinan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia.

Jenderal Serikat Jesuit, Pater Arturo Sosa, SJ mengatakan bahwa “Jalan

yang hendaknya kita (Serikat) tempuh bersama orang miskin adalah jalan yang

memajukan keadilan sosial sehingga struktur ekonomi, politik, dan sosial yang

menyebabkan adanya ketidakadilan itu dapat kita ubah.”571 Mereka yang

mengalami keterbatasan akses dan kesempatan tersebut akan semakin tersingkir

dari lingkungan masyarakat dan memperdalam jurang kesenjangan sosial terkait

dengan persoalan kemiskinan. Jelas hal ini tidak sesuai dengan rencana Allah untuk

lebih mengasihi sesama bukan untuk menambah pencapaian barang atau kuasa

tertentu. Untuk itu diperlukan perubahan mentalitas manusia sehingga yang terjadi

ialah “mengutamakan pribadi manusia bukan pencapaian barang atau kuasa

tertentu” sebagai tolak ukur perkembangan. Orang harus berani memihak pada

571 Disadur dari Surat Pater Jenderal Arturo Sosa, SJ kepada seluruh anggota Serikat Jesus pada

tanggal 19 Februari 2019 berjudul “Preferensi Kerasulan Universal Serikat Yesus 2019-2029”.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

337

orang miskin dan berjuang bersama mereka mengubah mentalitas yang ada di

dalam kehidupan bersama di masyarakat. Pada titik itulah solidaritas berjalan

bersama orang miskin menjadi salah satu alternatif praksis mengatasi permasalahan

tersebut di atas. Pater Jenderal Arturo Sosa, SJ menyebut berjalan bersama orang

miskin sebagai salah satu dari empat pilar Universal Apostolic Preferences (UAP)

Society of Jesus 2019-2029:

Oleh karena diutus sebagai sahabat dalam perutusan rekonsiliasi

dan keadilan, kita bertekad untuk berjalan bersama mereka yang

rentan, terkucil, terbuang, dan martabatnya direndahkan. Kita

berkomitmen untuk berjalan bersama para korban kesewenang-

wenangan kekuasaan, kebisuan nurani, dan kekerasan seksual;

bersama orang-orang yang terbuang; bersama semua orang yang

dalam tradisi alkitabiah dikenal sebagai kaum miskin di bumi, yang

jeritannya ditanggapi Allah dengan penjelmaan-Nya yang

membebaskan. Karena kedekatan kita dengan orang misin, maka

hal yang diperlukan untuk menjadi sahabat “dalam perjalanan”

bersama Yesus ialah “mewartakan kabar sukacita kepada banyak

orang miskin di dunia (KJ 35, d.2, no. 13)”. Mendekatkan diri

kepada orang miskin berarti pergi ke tapal batas manusia dan

masyarakat terpinggirkan dan mengikuti gaya hidup mereka. Kita

hendaknya bekerja sesuai dengan keadaan mereka sehingga karya

yang kita lakukan menjadi kredibel. Untuk mencapai tujuan ini, di

semua tingkat Serikat, kita bertekad untuk menjumpai orang yang

paling rentan dan tersisih dan menemukan cara terbaik untuk

berjalan bersama mereka.572

Bagi Serikat Jesus sendiri, keterlibatannya dalam kerasulan sosial menjadi

sarana “mewartakan kabar sukacita Kristus kepada dunia ini”.573 Kristus yang

memanggul salib bagi sekian banyak kaum miskin yang hidup di dunia ini.

572 Disadur dari Surat Pater Jenderal Arturo Sosa, SJ kepada seluruh anggota Serikat Jesus pada

tanggal 19 Februari 2019 berjudul “Preferensi Kerasulan Universal Serikat Yesus 2019-2029”. 573 KJ 35, d. 2, no. 13.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

338

Mengikuti Kristus yang memanggul salib-Nya berarti membuka

diri bersama-Nya bagi rasa haus dan lapar yang mendapat

kepenuhan pada Kristus sebagai santapan itu sendiri, jawaban akan

rasa lapar dan haus. Dialah roti hidup yang dengan memberi makan

bagi mereka yang lapar, menarik dan menyatukan mereka semua

(bdk. Mrk 5:31-44). Dialah air hidup, air kehidupan yang Ia

firmankan kepada wanita Samaria dalam perbincangan yang

mengejutkan pada murid-Nya, sebab perbincangan ini membawa-

Nya, bagai air yang mengalir tanpa henti, melampaui bantaran

sungai yang dekat secara kultural an religius; perbincangan ini juga

membawa-Nya masuk ke dalam percakapan dengan seseorang yang

dilarang oleh adat kebiasaan saat itu untuk berbincang-bincang.574

Inilah keteladan sikap Kristus yang berani melampaui tapal batas dan sekat-

sekat yang menghambat dalam pewartaan kabar sukacita Kristus di dunia.

Gambaran ini mendorong para Jesuit sebagai pelayan-pelayan Kristus juga untuk

semakin masuk dan terlibat dalam perutusan, dan menjangkau semakin banyak

orang sehingga memberi kehidupan bagi semua yang lapar dan haus. Manusia

membutuhkan makanan, tempat tinggal, kasih, relasi, kebenaran, makna, janji, dan

harapan. Manusia membutuhkan masa depan yang di dalamnya mereka meraih

martabat hidupnya secara penuh. Maka terlibat dalam karya perutusan Kristus

berarti juga memenuhi kebutuhan-kebutuhan material, sehingga orang sampai pada

pengharapan Kristus sendiri yang melampaui kebutuhan material. Konggregasi

Jenderal 35 meneguhkan bahwa dengan mengikuti Kristus, kita merasa terpanggil

tidak hanya untuk membantu secara langsung mereka yang menderita, tetapi juga

memulihkan seluruh umat manusia dalam kepenuhannya, mengintegrasikan

mereka kembali dalam masyarakat dan memperdamaikan kembali dengan Allah.575

574 KJ 35, d. 2, no. 12. 575 KJ 35, d. 2, no. 13.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

339

Dengan demikian, dalam Kristus, Sang Sabda telah menjadi daging dan Allah yang

telah menjadi manusia itu tinggal besama dengan sesama manusia, serta bergerak

bersama dan terlibat mengusahakan terwujudnya keselamatan-Nya di dunia,

berjalan bersama mereka yang miskin dan tersingkir.

Dari uraian di atas, dalam konteks pengembangan EoC dan melihat pada

konsistensi kerasulan sosial Serikat Jesus universal, serta gerak Provindo dalam

pemberdayaan ekonomi mikro, serta pembahasan pemberdayaan ekonomi mikro

dalam penulisan tesis ini, pada titik ini menurut penulis, perhatian dan

pendampingan pada karya Credit Union seperti dalam praktik di CUPS menjadi

salah satu peluang kerasulan sosial Provindo yang efektif membuat orang miskin

secara mandiri mengatasi persoalannya, dan sebagai praksis dari solidaritas berjalan

bersama orang miskin untuk memperjuangkan keadilan dan common good. Akan

tetapi, fakta menunjukkan bahwa pemberdayaan ekonomi mikro yang dilakukan

dalam gerakan CU Provindo masih terbatas dalam jumlah kecil dan terbatas. Ada

enam unit karya CU yang beroperasi di enam paroki yang dikelola para Jesuit

Provindo dari dua puluh satu karya paroki Jesuit Provindo. Hal ini menjadi

tantangan bagi Provindo dalam pengembangan kerasulan sosial di pemberdayaan

ekonomi mikro yang kontekstual pada masyarakat Indonesia dengan memperluas

implementasi model CUPS di karya-karya kerasulan Provindo.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

340

6.4 PELUANG PENGEMBANGAN KERASULAN SOSIAL SERIKAT

JESUS PROVINSI INDONESIA (PROVINDO) DALAM

PERSPEKTIF ECONOMY OF COMMUNION (EoC)

Relevansi pemberdayaan dalam kerasulan sosial Provindo dalam

pengembangan Economy of Communio (EoC) pada konteks Gereja Indonesia dapat

direfleksikan dengan mengacu pada Nota Pastoral KWI 2006 “Habitus baru:

ekonomi yang Berkeadilan, Keadilan bagi Semua: Pendekatan Sosial-Ekonomi”.

Kiranya ada tiga pokok penting yang direfleksikan Gereja Indonesia akan realitas

sosial dalam NP 2006, yaitu:576 Pertama, kegiatan ekonomi itu terlalu bergantung

pada inisiatif pemerintah dan para pelaku ekonomi berskala besar, sehingga relasi

itu tidak dapat menjamin terwujudnya kesejaheraan bersama dan usaha pengentasan

persoalan kemiskinan yang dialami oleh masyarakat. Kedua, muncul fenomena

gerakan Credit Union dan kewirausahaan (enterpreneurship) menjadi salah satu

alternatif usaha pemberdayaan yang efektif untuk mengatasi persoalan kemiskinan

dan pencapaian kesejahteraan hidup. Ketiga, kita perlu terlibat ambil bagian dalam

usaha tersebut sebagai perwujudan iman Kristiani dalam jerih-payah

mengusahakan kehidupan berbangsa dan bernegara demi peningkatan martabat

hidup dan kesejahteraan bersama.

Nota Pastoral 2006 menekankan pembangunan habitus baru dalam

pendekatan sosial-ekonomi. Kata ‘habitus baru’ pertama kali digunakan dalam

576 B. Herry Priyono, “Ekonomi dan Budaya yang Menjelma” dalam KWI, Spektrum No. 4, Tahun

XXXV (Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, 2007),

hal. 113-114.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

341

Nota Pastoral KWI 2004577 dengan menekankan aspek pendekatan sosial-budaya

Gereja sebagai bagian dari masyarakat warga untuk mengusahakan kesejaheraan

umum dalam triangulasi relasi tiga poros, yaitu poros negara, poros warga

masyarakat dan poros pasar.578 Habitus adalah sebuah kebiasan sosial yang sangat

personal, terjadi dalam keseharian, dan menyentuh dimensi kebersamaan atau

communio. Habitus itu terkait langsung dengan persoalan mikro dan sifatnya

personal, meskipun secara tidak langsung berada dalam cakralawa makro karena

terkait dengan kebiasaaan sosial yang membentuk dan memberi corak suatu

komunitas masyarakat tertentu.579 Pembentukan habitus itu merupakan upaya

berjangka panjang dan sifatnya evolutif, serta harus dimulai dari hal-hal kecil oleh

masing-masing pribadi dalam kesatuan gerak dengan komunitas masyarakat. Untuk

itu diperlukan adanya “rekayasa sosial”580 yang di satu sisi bersifat “memaksa”

anggota untuk terlibat, tetapi kemudian hal tersebut berubah menjadi bagian dari

577 Nota Pastoral 2004 berjudul “Keadaban Publik: Menuju Habitus Baru Bangsa. Keadilan Sosial

bagi Semua: Pendekatan Sosial-Budaya”. 578 Al. Andang L. Binawan, “Peranan Gereja Dalam Gerakan Sosial: Sebuah Catatan Seusai SAGKI

2005” dalam, KWI, Spektrum No. 4, Tahun XXXV (Jakarta: Departemen Dokumentasi dan

Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, 2007), hal. 65. 579 Al. Andang L. Binawan, Spiritualitas Keadilan Eko-Sosial (Yogyakarta: Kanisius, 2020), hal.

56. 580 Rekayasa Sosial adalah suatu struktur atau sistem eksternal yang menjadi sarana bantu bagi

manusia untuk membentuk atau mengarahkan kecenderungan naluriahnya. Manusia pada dasarnya

adalah makhluk personal sekaligus makhluk sosial. Namun dalam konteks kehidupan sosial,

manusia tidak memiliki kelengkapan struktur internal untuk dapat menopang hidupnya sendiri

seperti yang dimiliki oleh ciptaan lain, maka manusia membutuhkan struktur eksternal, seperti:

perumahan, sekolah, jalan, pasar, tempat rekreasi, hukum, tata krama, dan termasuk mitos-mitos

sosial yang ada di dalam komunitas masyarakat. Struktur ini memiliki sifat “memaksa” sekaligus

memberikan wajah yag menyenangkan karena bermanfaat bagi kehidupan manusia. Di sisi lain,

struktur ini dapat dibuat terlalu lemah sehingga pihak rentan kurang terlindungi. Sebaliknya struktur

ini juga dapat dibuat terlalu keras, sehingga tak jarang menimbulkan penderitaan dan mengurangi

kebebasan bagi manusia. Bagi Gereja, rekayasa sosial yang dimaksud ialah sebuah gerakan

terstruktur yang bergerak dari bawah (bottom up), yang datang dari umat, atau lahir dari

pertimbangan bersama komunitas masyarakat, dan bukan hanya berasal dari para “petinggi hirarki”

yang memiliki wewenang dalam pengambilan keputusan atau kebijakan. Al. Andang L. Binawan,

Spiritualitas Keadilan Eko-Sosial, 2020, hal, 66-68.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

342

hidupnya dan bergerak sebagai gerakan bersama komunitas masyarakat tertentu.581

Gereja diuntungkan dengan adanya struktur hirarki yang memungkinkan rekayasa

sosial akan habitus baru tersebut dijalankan di dalam sebuah sistem. Dengan

demikian, NP 2004 menjadi sarana bagi Gereja untuk terlibat dalam transformasi

budaya bersama gerakan-gerakan dan kelompok-kelompok dari warga negara,

sehingga tidak harus tergantung pada inisiatif pemerintah.582

Pada titik ini, Gereja termasuk di dalamnya Provindo adalah lembaga

rohani, bukan lembaga negara atau lembaga bisnis atau juga lembaga swadaya

masyarakat (LSM), maka peranan Gereja ialah terlibat membangun kesadaran

warga masyarakat melalui kesadaran umat. Pembangunan kesadaran itu dilakukan

dalam upaya-upaya kecil di dalam komunitas basis umat dengan melibatkan baik

setiap anggota Gereja maupun Gereja sebagai insitusi.583 Pada konteks ini, Gereja

memiliki modal trust dari umat, di mana Ajaran Sosial Gereja (ASG) itu sungguh

diyakini benar dan baik, sehingga bisa dipahami dan diwujudkan oleh umat dalam

praksis hidup.584 Dalam kehidupan sosial yang lebih luas, ASG itu tidak

mengandung kepentingan politis dan juga ekonomis secara langsung, maka menjadi

peluang untuk bekerja sama dengan berbagai pihak demi mewujudkan keadilan

sosial dan kesejahteraan bersama seluruh umat manusia. Maka pada titik ini, ASG

adalah penjabaran pandangan Gereja tentang kerasulan sosial yang direalisasikan

581 Al. Andang L. Binawan, Spiritualitas Keadilan Eko-Sosial, 2020, hal, 58. 582 B. Herry Priyono, “Ekonomi dan Budaya yang Menjelma” dalam KWI, Spektrum No. 4, Tahun

XXXV, 2007, hal. 119-120. 583 Al. Andang L. Binawan, Spiritualitas Keadilan Eko-Sosial, 2020, hal, 63. 584 Al. Andang L. Binawan, Spiritualitas Keadilan Eko-Sosial, 2020, hal, 59.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

343

dalam gerakan Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE)585, dan kerasulan PSE

merupakan karya kerasulan sosial-ekonomi yang berlandaskan pada Ajaran Sosial

Gereja. Maka pengembangan EoC relevan untuk memberi arah pada karya PSE

yang terarah pada usaha mewujudkan keadilan dan common good dengan

melibatkan persekutuan kristiani (communio) dalam semangat persaudaraan,

solidaritas, dan subsidiaritas. Komisi PSE bukan menjadi pihak yang memonopoli

karya PSE, melainkan menjadi animator utama kerasulan sosial dalam usaha

menggerakkan umat,586 dan untuk terlibat mewujudkan kesejahteraan bersama

dengan memperhatikan prinsip solidaritas kristiani dan subsidiaritas yang

berdimensi sosial ekonomi.

Pada level Parokial, PSE menjadi penggerak dan penggiat dalam

menghadirkan solidaritas kristiani dan mewujudkan kesejahteraan bersama di

wilayah reksa pastoral Paroki, yang dapat menjangkau hingga pelayanan terkecil di

585 Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi atau disingkat Komisi PSE adalah sebuah badan yang

dibentuk oleh para Uskup untuk tingkat nasional atau yang dibentuk oleh seorang Uskup Diosesan

untuk tingkat keuskupan, atau kevikepan dengan tugas pokok memperhatikan dan memajukan

gerakan kerasulan sosial ekonomi di dalam Gereja. PSE itu singkatan dari kata pengembangan,

sosial, dan ekonomi. Pengembangan dimengerti sebagai sebuah proses untuk terlibat memajukan

upaya pembangunan yang menekankan aspek martabat manusia yang berwatak, beriman, dan

bermutu. Kata Sosial merujuk pada eksistensi masnuia yang selalu berada bersama orang lain dan

dunia ini dikelola bersama dalam semangat setia-kawan, solidaritas dan persaudaraan kristiani. Kata

Ekonomi berarti sebuah kemampuan untuk menjiawai disiplin kristiani dalam tata kesejahteraan

osial ekonomi. Maka PSE mengandung makna usaha manusia dalam mengelola tata dunia, yang

memberikan kemungkinan bagi setiap orang yang berkehendak baik untuk mengalami suatu

kehidupan yang layak dalam semangat kebersamaan yang saling menguntungkan, saling

melengkapi, saling membantu, dan saling menghormati. Komisi tersebut membantu para Uskup atau

Uskup untuk menjalankan kewajiban (mereka) dalam menghadirkan martabat manusia yang layak

menurut dimensi sosial ekonomi dan juga menampilan wajah sosial kerasulan Gereja. Komisi PSE

bermula dari Panitia Sosial atau Pansos. Pada tataran hirarki, pada tingkat nasional (KWI) disebut

Komisi PSE KWI; pada tingkat Keuskupan dikenal dengan Komisi PSE Keuskupan; dan pada

tingkat Paroki ialah Seksi Sosial Paroki (Seksi PSE). Disadur dari Stephanus Bijanta & Mgr. Petrus

Turang (edt.) Katekismus Pengembangan Sosial Ekonomi Seri PSE No. 9 Edisi Revisi (Jakarta:

Komisis Pengembangan Sosial Ekonomi-KWI, 2008), hal. 12 & 32. 586 Stephanus Bijanta dan Mgr. Petrus Turang (edt.) Katekismus Pengembangan Sosial Ekonomi

Seri PSE No. 9 Edisi Revisi (Jakarta: Komisis Pengembangan Sosial Ekonomi-KWI, 2008), hal. 19-

20.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

344

dalam keluarga kristiani. Kerasulan sosial ini tidak hanya terbatas untuk umat

kristiani, tetapi juga harus membuka kemungkinan dan kesempatan bagi semua

orang yang bekehendak baik di wilayah reksa pastoral Paroki. Keterlibatan setiap

anggota umat beriman menjadi unsur keberhasilan usaha kerasulan sosial EoC

dalam kehidupan umat mewujudkan kesejahteran bersama. Salah satu contohnya

dari karya sosial Provindo ialah keberadaan CUPS itu terintegrasi dengan karya

PSE tingkat Paroki di Gereja Paroki Santa Maria Ratu, Blok Q. Gerakan CU

menjadi alternatif yang efektif bagi kerasulan sosial Gereja Blok Q untuk

berpartisipasi dalam mengembangkan ekonomi mikro, dan sebagai tanggapan

Gereja untuk terlibat dalam usaha pengentasan kemiskinan di wilayah reksa

pastoralnya, melalui: pemberdayaan anggota, pelatihan kewirausahaan dan

pengelolaan finansial untuk anggota di wilayah perkotaan. Inilah salah bentuk

pengembangan EoC pada level karya PSE tingkat Paroki yang dapat dikembangkan

dan menjadi tantangan bagi Provindo secara khusus, dan Gereja secara umum.

Pada level Keuskupan, upaya keterlibatan Provindo dalam pemberdayaan

dan solidaritas berjalan bersama orang miskin dapat diimplementasikan dalam tata

hirarki dalam Gereja. Pertama-tama, dalam konteks EoC, Provindo bersama dengan

gerak kerasulan Gereja terlibat memerankan aspek keterlibatan akan persoalan etis

umat manusia, yaitu: konkretisasi membangun solidaritas dan subsidiaritas antar

umat manusia. Maka peran Provindo dalam kerasulan sosial ialah untuk melindungi

martabat manusia yang kerap dikorbankan demi kepentingan tertentu dengan

kolaborasi. Salah satu contoh kolaborasi antara Provindo (karya PSE Paroki yang

dikelola Jesuit) dengan Gereja pada level Keuskupan ialah keterlibatan CU dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

345

reksa pastoral Parokial dari paroki-paroki yang dikelola Jesuit di dalam Forum

Credit Union KAJ. FCU KAJ merupakan salah satu usaha Gereja melibatkan

gerakan CU sebagai bagian dari pemberdayaan masyarakat dan pengembangan

ekonomi mikro. Forum CU KAJ menyediakan pelatihan dan workshop untuk

manajemen dan tata kelola CU yang standar. Semakin gerakan CU berkembang

baik, maka akan semakin besar memberi manfaat bagi pertumbuhan ekonomi,

khususnya pengembangan ekonomi mikro masyarakat. Langkah ini diambil Gereja

untuk melibatkan umat mengingat mayoritas umat KAJ bukanlah petani yang

memiliki lahan pertanian, tetapi tetap dapat berpartisipasi aktif mengusahakan

pangan yang cukup, sehat, dan berkelanjutan.

Dalam konteks EoC, Provindo dapat mendorong keterlibatan Gereja

(Keuskupan) dalam kerasulan sosial, melalui integrasi program APP ke dalam

gerak keseluruhan kerasulan sosial Keuskupan. Artinya, gerakan APP pada level

keuskupan harus secara khusus memperhatikan perihal proses pembangunan

habitus untuk mencapai kemandirian hidup, dan tetap memperhatikan preferential

option for the poor dalam upaya pemberdayaan sosial ekonomi yang bercorak

edukatif dan tetap produktif, sehingga APP tidak hanya berfokus pada kegiatan

karitatif saja. Justru gerakan APP hendaknya diarahkan pada proses pemberdayaan

sebagai bentuk solidaritas dan pemandirian kehidupan umat dalam mewujudkan

keadilan dan common good, misalnya pemberdayaan sosial-ekonomi.

Maka Provindo bersama gerak kerasulan sosial Gereja perlu berkolaborasi

dan kerja sama dengan berbagai pihak untuk menanggapi persoalan kultural bangsa

dan usaha mewujudkan kesejahteraan bersama seperti yang diamanatkan dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

346

pembukaan UUD 1945. Gema dan ajakan agar Gereja berkolaborasi dengan pihak-

pihak yang terkait dengan pengelolaan kegiatan ekonomi sangat dianjurkan oleh

Paus dan disebut beberapa kali di dalam ensiklik CV, dengan tujuan untuk

mengatasi krisis ekonomi dewasa ini.

Beberapa alternatif usaha yang dapat diperjuangkan pada level nasional dan

global dalam konteks pengembangan ekonomi menurut ensiklik CV ialah: (1)

Gereja bersama Negara perlu melihat kembali kebijakan sosial-ekonomi, sehingga

mampu membentuk suatu sistem solidaritas sosial yang lebih partisipatif dan

menerapkan prinsip subsidiaritas guna menciptakan kesejahteraan bersama;587 (2)

Gereja bersama negara perlu mengembangkan pendekatan subsidiaritas fiskal

dalam praktik kehidupan berbangsa yang mendorong terwujudnya solidaritas sosial

dan tanggungjawab moral;588 (3) Gereja bersama negara perlu menata kembali

seluruh kegiatan perekonomian dan pemanfaatan sarana finansial sehingga harus

bertujuan untuk mendukung perkembangan sejati manusia dengan cara bijaksana

dan adil, misalnya dengan mengoptimalkan gerakan Credit Union untuk mengatasi

permasalahan kemiskinan pada level keuangan mikro.589 Akhirnya semua usaha

untuk menghayati dan mengusahakan habitus baru seperti yang diamanatkan oleh

NP 2006 itu membutuhkan keterlibatan kita semua yang berkehendak baik, yang

bergerak dan berjalan bersama Allah mengusahakan keadilan dan kesejahteraan

bersama seluruh umat manusia.

Perkembangan membutuhkan orang-orang Kristiani yang

mengangkat tangannya kepada Allah dalam doa, orang-orang

587 CV no. 60. 588 CV no. 60. 589 CV no. 65.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

347

Kristiniani yang digerakkan oleh pengetahuan bahwa kasih

dipenuhi oleh kebenaran, Caritas in Veritate, yang melahirkan

perkembangan autentik, bukan merupakan hasil usaha kita,

melainkan anugerah yang diberikan kepada kita590[...] Kesadaran

akan Kasih Allah yang abadi menopang kita dalam pekerjaan yang

melelahkan sekaligus menggairahkan untuk keadilan dan

perkembangan bangsa-bangsa, di antara keberhasilan dan

kegagalan, dan dalam usaha tanpa henti untuk mengatur urusan

manusiawi yang adil.591[...] Kasih Allah mengundang kita untuk

bergerak melampaui yang terbatas dan sementara, memberi kita

keberanian untuk terus bekerja mencari kebaikan bagi semua.592

590 CV no. 79. 591 CV no. 78. 592 CV no. 78.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

348

DAFTAR PUSTAKA

SUMBER UTAMA:

Narayan, Deepa (edt.).

2002 Empowerment and Poverty Reduction: A Sourcebook, Washington,

DC: The World Bank.

Nussbaum, Martha C.

2011 Creating Capabilities: The Human Development Approach

(Cambridge, Massachusetts: The Belknap Press of Harvard

University Press.

Pengurus CUMI PS.

2013 Catatan Arsip Penelitian Internal CUMI Pelita Sejahtera,

Jakarta: CUMI PS.

____________.

2013 Laporan Pengawas CUMI Pelita Sejahtera Tahun Buku 2013:

Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota CUMI

PS, Jakarta: Dewan Pengawas CUMI PS.

2014 Laporan Pengurus CUMI Pelita Sejahtera Tahun 2013: Sebagai

Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota CUMI Pelita

Sejahtera, Jakarta: Dewan Pengurus CUMI Pelita Sejahtera.

2016 Laporan Pengurus-Pengawas CUMI Pelita Sejahtera Tahun

2015: Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota

CUMI Pelita Sejahtera, Jakarta: Dewan Pengurus CUMI Pelita

Sejahtera.

2017 Laporan Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku

2016: Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota

CU Pelita Sejahtera, Jakarta: Dewan Pengurus CUMI Pelita

Sejahtera.

2018 Laporan Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku

2017, Jakarta: Credit Union Pelita Sejahtera.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

349

2019 Laporan Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku

2018, Jakarta: Credit Union Pelita Sejahtera.

2019 Kebijakan Keanggotaan, Produk dan Pelayanan Credit Union

Pelita Sejahtera Tahun 2019, Jakarta: Credit Union Pelita

Sejahtera.

2020 Laporan Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku

2019: Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota

CU Pelita Sejahtera, Jakarta: Dewan Pengurus CU Pelita

Sejahtera.

SUMBER SEKUNDER:

Lilik Agung, A.M.

2013 Hidup Berkelimpahan Bersama Credit Union, Jakarta: Penerbit

PT. Elex Media Komputindo.

Nussbaum, Martha Craven.

1993 The Quality of Life, USA: Oxford University Press.

2001 The Fragility of Goodness: Luck and Ethics in Greek Tragedy and

Philosophy Revised Edition, Cambridge, UK: Cambridge

University Press.

2006 Fronties of Justice: Disability, Nationality, Spicies Membership,

Cambridge: The Belknap Press of Harvard University Press.

2006 Women and Human Development, Cambridge: The Belknap Press

of Harvard University Press.

Sen, Amartya.

1993 “Capability and Well Being” dalam Marta Nussbaum dan Amartya

Sen (edt.), The Quality of Life, 30-53.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

350

ARTIKEL JURNAL DAN BUKU:

____________.

1974 Hari Credit Union Internasional 1974, Jakarta Pusat: Biro

Konsultan Usaha Simpan Pinjam Credit Union Counselling Office.

____________.

1997 Serikat Yesus di Indonesia Tahun 1860-1997, Semarang: Serikat

Yesus Provinsi Indonesia-Perkumpulan Aloysius, 164, 273

1998 Catalogus Provinciae Indonesiae Societatis Iesu 1998, Semarang:

Serikat Yesus Provinsi Indonesia-Perkumpulan Aloysius, 29.

1999 Catalogus Provinciae Indonesiae Societatis Iesu 1999, Semarang:

Serikat Yesus Provinsi Indonesia-Perkumpulan Aloysius, 75-91.

____________.

1982 Pastor Karl Albrecht SY Jubilaris, Jakarta: Paroki St. Fransiskus

Xaverius.

____________.

2009 Access: Credit Union Solurion series no.3 Auditor’s Manual,

Pontianak: Association of Asian Confederation of Credit Unions

(ACCU), 5-22.

____________.

2016 Panduan Mengelola Kredit dalam Credit Union, Pontianak:

BKCU Kalimantan.

____________.

2019 Laporan Pemeriksaan Koperasi Simpan Pinjam CU Pelita

Sejahtera 17-20 Juni 2019, Pontianak: Puskopdit BKCU

Kalimantan.

Andang L. Binawan, Alexius.

2007 “Peranan Gereja Dalam Gerakan Sosial: Sebuah Catatan Seusai

SAGKI 2005” dalam, KWI, Spektrum No. 4, Tahun XXXV,

Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi

Waligereja Indonesia, 65-70.

2020 Spiritualitas Keadilan Eko-Sosial, Yogyakarta: Kanisius.

Alvarez de Los Mozos, Patxi.

2019 Servir a los pobres, promover la justicia: Panorámica histórica

del apostolando social de la Compañia de Jesús, dalam Nils

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

351

Sundermann (penerjemah), Serving The Poor, Promoting Justice,

Roma: Social Justice and Ecology Secretariat-General Curia of

the Society of Jesus.

Aman, Peter C.

2016 “Moral Kristiani dan Keprihatinan Sosial”, dalam Jurnal

Melintas, vol. 22, no. 1: 488-489.

Bambang Irawan, Paulus.

2016 “A Capability to Promote The Common Good” dalam Jurnal

Teologi, vol. 5, no. 1, Mei 2016: 1-14.

Banawiratma , J.B.

1988 Aspek-aspek Teologi Sosial, Yogyakarta: Kanisius.

Barrera, Albino.

2010 “What Does Catholic Social Thought Recommend for the

Economy?” dalam The True Wealth of Nations, ed. Daniel K.

Finn, New York: Oxford University Press: 13-36.

Berger, Peter L.

1986 The Capitalist Revolution: Fifty Propositions about Prosperity,

Equality, and Liberty, New York: Basic Books, oleh Mohamad

Oemar (penerjemah), Revolusi Kapitalis, Jakarta: Penerbit LP3ES,

1990.

Bijanta, Stephanus dan Mgr. Petrus Turang (eds.)

2008 Katekismus Pengembangan Sosial Ekonomi Seri PSE No. 9 Edisi

Revisi, Jakarta: Komisis Pengembangan Sosial Ekonomi-KWI.

Bruni, Luigino.

2014 “The Value of Sociality: Economics and Relationality in the Light

of the Economy of Communion”, dalam Revista Portuguesa de

Filosofia, T. 10, Fasc 1: 61-79.

Bruni, Luigino dan Amelia J. Uelmen (†),

2006 “Religious Values and Corporate Decision Making: The

Economy of Communion Project” dalam Fordham Journal of

Corporate and Financial Law, vol. 11, no. 3: 645-680.

Cahill, Lisa Sowle.

2010 “Caritas in Veritate: Benedict’s Global Reorientation” dalam

Jurnal Theological Studies no. 71: 291-319

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

352

Cahyadi, Haryanto.

2013 “Filsuf sebagai Negarawan Kalokagathos Paideia Platon (Platon)

perihal Idealisme Yunani Antik dalam Politeia V-VII”, dalam A.

Setyo Wibowo dan Haryanto Cahyadi, Mendidik Pemimpin dan

Negarawan, hal. 215-228.

Cahyadi, Krispurwana.

2010 Benediktus XVI, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

2014 Benediktus XVI, Yogyakarta: Penerbit Kanisius

F. Murphy, William

2009 “Labor Day Statement 2009: Rebuilding the Economy,

Reforming Health Care” dalam Origins CNS Documentari

Service, vol. 39, no. 15: 242-244.

Gaffar, Afan.

1994 “Otonomi Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat” dalam Jurnal

Prospektif, vol. 6, no.2: 69-79.

Gallagher, John B.

2014 “Communion and Profits: Thinking with the economy of

Communion about the Purpose of Business” dalam Revista

Portuguesa de Filosofia, vol. 70, Fasc. 1: 9-27.

Giardano, Pasquale T.

2011 “Catechism of Caritas in Veritate (Charity in Truth) by Pope

Benedict XVI” dalam East Asian Pastoral Review, vol. 48, no. 4:

380-395.

Groody, Daniel G.

2009 “Crossing the Divide: Foundations of a Theology of Migration and

Refugees” dalam Theologial Studies 2009, vol. 70 (3): 638-667.

Herry Priyono, Bernardinus.

2007 “Ekonomi dan Budaya yang Menjelma” dalam KWI, Spektrum No.

4, Tahun XXXV, Jakarta: Departemen Dokumentasi dan

Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, 108-124.

2013 “Menggeledah Naluri: Perihal Ekonomi sebagai Kecelakaan

Filsafat Politik” dalam S. Setyo Wibowo, Manusia: Teka-teki Yang

Mencari Solusi, Yogyakarta: Kanisius, 241-254.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

353

Heuken, Adolf.

2004 Ensiklopedia Gereja Jilid 7 Pi-Sek, Jakarta: Yayasan Cipta Loka

Caraka.

2005 Ensiklopedi Gereja Jilid V Ko-M, Jakarta: Yayasan Cipta Loka

Caraka.

2009 150 Tahun Serikat Jesus Berkarya di Indonesia, Jakarta: Yayasan

Cipta Loka Caraka.

Hollenbach, David.

2002 The Common Good and Christian Ethics, United Kingdom:

Cambridge University Press.

2011 “Caritas in Veritate: The Meaning of Love and Urgent Challenges

of Justice” dalam Jurnal of Catholic Social Thought, vol. 8, no.1:

171-182.

Honnon, Patrick.

1990 “Aquinas, Morality and Law” dalam Irish Theological Quarterly,

vol. 56: 278-286.

Irnawan, Tonnio.

2010 Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, Jakarta: Induk Koperasi

Kredit (INKOPDIT) dan Credit Union Central of Indonesia

(CUCO Indonesia).

Ismawan, Bambang.

2009 “Belantara Keuangan Mikro Indonesia” dalam BASIS Nomor 03-

04, Tahun Ke-58, Maret-April: 41-45.

J. Uelmen, Amelia

2010 “Caritas in Veritate and Chiara Lubich: Human Development

From The Vantage Point of Unity” dalam Jurnal Theological

Studies, no. 71: 29-45.

Jehani, Libertus.

2005 Paus Benediktus XVI: Palang Pintu Iman Katolik, Jakarta:

Sinodang Media.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

354

Joesoef, Daoed.

1996 “Era Kebudayaan: Pemberdayaan Manusia dalam Perkembangan

Zaman”, dalam Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka (eds.),

Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan, dan Implementasi, Jakarta:

Centre for Strategic and International Studies [CSIS], 9-43.

Kieser, Bernhard.

1992 Solidaritas: 100 Tahun Ajaran Sosial Gereja, Yogyakarta:

Kanisius.

Kirchberger, Georg.

2012 “Pembangunan Integral-Caritas in Veritate”, Jurnal Ledalero,

vol. 11, no. 1: 149-168.

KN, Agung dan Edi Petebang (edt.),

2017 Credit Union Inspirator Pemberdayaan, Pontianak: Puskopdit

BKCU Kalimantan.

Kristiyanto, Eddy.

2002 Gagasan yang menjadi Peristiwa, Yogyakarta: Kanisius.

2010 “Gagasan tentang Kepublikan dalam Gereja Abad Pertengahan”

dalam F. Budi Hardiman (edt.), Ruang Publik: Melacak Partisipasi

Demokratis dari Polis sampai Cyberspace, Yogyakarta: Kanisius,

63-78.

Laurent, Bernard.

2010 “Caritas in Veritate as A Social Encyclical: A Modest Challenge

to Economic, Social, and Political Institutions”, dalam

Theological Studies, vol. 71, no. 3: 515-544.

Leonardi Taloko, Johanes (penterj.)

2016 Panduan Mengelola Kredit Dalam Credit Union Berdasarkan

CULOCC, Pontianak: BKCU Kalimantan.

Magnis-Suseno, Franz.

1992 Filsafat sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta: Kanisius.

2009 Menjadi Manusia Belajar dari Aristoteles, Yogyakarta: Kanisius.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

355

Mahoney, Jack.

1988 “Subsidiarity in the Church” dalam The Month, vol. CCXLIX, no.

1451, November 1988, 965-970.

McCann, Denis.

2020 “The Principle of Gratuitousness: Opportunities and Challenges for

Business in Charis in Veritate”, dalam Jurnal of Business Ethic,

vol. 100: 55-66.

Mulyatno, CB.

2015 “Solidaritas dan Perdamaian Dunia Dalam Sollicitudo Rei

Socialis”, dalam Jurnal Teologi, vol. 4, no. 2: 121-132.

Munaldus.

2006 Analisa Rasio PEARLS di Credit Union, Pontianak: BK3D

Kalimantan.

Norwood Evans, Estella.

1992 “Liberation Theology, Empowerment Theory and Social Work

Pratice with the oppressed” dalam International Social Work, vol.

35: 135-147.

O’Hara, Frank.

1937 Credit Unions, New York: The Missionary Society of St. Paul

The Apostle and The Paulist Press.

Ornelas Martins, Nuno.

2014 “Economy of Communion and Economy Theory: Classical

Political Economy and the Distribusin of the Surplus”, dalam

jurnal Revista Portuguesa de Filosofia, T. 70, Fasc. 1: 80-93.

Pass, Christopher. dan Bryan Lowes

1997 Kamus Lengkap Ekonomi Edisi Kedua, Jakarta: Penerbit

Erlangga.

Petebang, Edi., Agung KN, dan Stepanus Wakidi (edt.).

2018 Credit Union Create Values for Peoples and Communities,

Pontianak: Puskopdit BKCU Kalimantan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

356

Piliang, Indra J., Dendi Rahdani, dan Agung Pribadi (tim edt.).

2003 Otonomi Daerah: Evaluasi dan Proyeksi, Jakarta: Divisi Kajian

Demokrasi Lokal Yayasan Harkat Bangsa dan Partnership for

Governance Reform in Indonesia.

Pranarka, A.M.W. dan Vidhyandika Moeljarto

1996 “Pemberdayaan (Empowerment)”, dalam Onny S. Prijono dan

A.M.W. Pranarka (editor), Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan,

dan Implementasi, Jakarta: Centre for Strategic and International

Studies [CSIS], 44-70.

Prastowo, Justinus.

2014 Ekonomi Insani: Kritik Karl Polanyi terhadap Sistem Pasar

Bebas, Tangerang Selatan: Marjin Kiri.

Prijono, Onny S.

1996 “Organisasi Non-Pemerintah (NGOs): Peran dan

Pemberdayaannya” Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka

(editor), Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan, dan Implementasi,

Jakarta: Centre for Strategic and International Studies [CSIS], 97-

130.

Rante Taruk, Fredy.

2017 “Credit Union: Gerakan Tobat dan Solidaritas” dalam ROHANI

Nomor 11, Tahun Ke-64, November: 31-33.

Ratzinger, Joseph

2005 “Pro eligendo Romano Pontifie” dalam Sepektrum, no. 4 tahun

XXXIII, 54-55.

2010 Joseph Ratzinger in Communio Vol 1: The Unity of The Church,

Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Company.

Rudi Hartoko, A. Hani (edt.),

2015 Profil Paroki SJ: Mengenang 150 Tahun Kelahiran Fransiskus van

Lith, SJ dan 50 Tahun Wafatnya Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ,

Yogyakarta: Kanisius.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

357

Sastrapratedja, M.

2013 “Pembangunan Budaya Politik dan Pemberdayaan Masyarakat”

dalam Lima gagasan yang dapat mengubah Indonesia, Jakarta:

Pusat Kajian Filsafat dan Pancasila, 235-255.

Sudarminta, Justinus.

2002 Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat Pengetahuan,

Yogyakarta: Kanisius.

Sumarwan, Antonius.

2015 “Credit Union: Gerakan Perubahan Diri dan Transfrmasi Sosial”

dalam BASIS, Nomor. 07-08, tahun Ke-64: 26-33.

Sumaryono, E.

2002 Etika Humum: Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas,

Yogyakarta: Kanisius.

Surifah.

2007 “Tuntutan Akuntabilitas Masyarakat terhadap Pemerintah atas

Pajak dan Retribusi”, dalam Jurnal UNISIA, vol. 30, Bulan Januari-

Maret: 74-80.

Surlis, Paul.

2010 “Pope Benedict XVI’s New Encyclical Caritas in Veritate: Love

in Truth” dalam Chicago Studies, vol. 49, no. 1, 98-99.

Thiel, Otto.

1941 “Credit Unions” dalam Franciscan Studies, New Series, vol. 1,

no. 4: 112-121

Internet:

____________.

----- “Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Triw I/2018 sebesar 6,02

persen (y-on-y) & sebesar 0,51 (q-to-q)” diakses dari

https://jakarta.bps.go.id/pressrelease/2018/05/07/312/pertumbuha

n-ekonomi-dki-jakarta-triw-i-2018-sebesar-6-02-persen-y-on-y-

amp-sebesar-0-51-q-to-q-, 30 Juni 2018 pukul 23.00 WIB.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

358

____________.

----- “Quality of Life in Bekasi, Indonesia”, diakses dari

https://www.numbeo.com/quality-of-life/in/Bekasi-Indonesia, 19

April 2018 pukul 12.00 WIB.

____________.

----- “Quality of Life in Bogor, Indonesia”, diakses dari

https://www.numbeo.com/quality-of-life/in/Bogor-Indonesia, 19

April 2018 pukul 12.10 WIB.

____________.

----- “Quality of Life in Jakarta, Indonesia”, diakses dari

https://www.numbeo.com/quality-of-life/in/Jakarta, 19 April 2018

pukul 11.45 WIB.

____________.

----- “The Rochdale Principles”, diakses dari

https://www.rochdalepioneersmuseum.coop/about-us/the-

rochdale-principles/, 10 Juli 2018, pukul 23.00.

____________.

----- “Impact Global Reach”, diakses dari

https://www.woccu.org/impact/global_reach, 10 Juli 2018, pukul

23.00 WIB.

____________.

----- “Mengenal CUMI Pelita Sejahtera Lebih Jauh”, diakses dari

https://cumiblokq.wordpress.com/ , 2 Mei 2018, pukul 14.30 WIB.

____________.

----- “Bagaimana Cara Mendukung CUMI Pelita Sejahtera”, diakses

dari https://cumiblokq.wordpress.com/page/8/, 2 Mei 2018, pukul

14.45 WIB.

____________.

----- “Program Credit Union Microfinance Innovation Pelita Sejahtera”,

diakses dari https://cumiblokq.wordpress.com/category/program-

cumi/, 2 Mei 2018, pukul 14.45 WIB.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

359

____________.

----- “Bentuk dan Jenis Koperesi”, diakses dari

https://cucoindo.org/2020/04/20/bentuk-dan-jenis-koperasi/, 24

Mei 2020, pukul 19.45 WIB.

____________.

----- “Daftar PUSKOPDIT”, diakses dari

https://cucoindo.org/puskopdit/ , 24 Mei 2020, pukul 20.00 WIB.

____________.

----- “Daftar Pra PUSKOPDIT”, diakses dari https://cucoindo.org/pra-

puskopdit/, 24 Mei 2020, pukul 20.00 WIB.

____________.

----- “Where to Microfinance?”, diakses dari

https://www.gdrc.org/icm/where-to-mf.html , 8 Juni 2020 pukul

01.52 WIB.

____________.

----- “Focolare Movement” diakses dari

https://www.focolare.org/en/chi-siamo/ , 1 Juli 2020, pukul 12.30

WIB.

____________.

----- “Culture of Giving in Economy of Communion”, diakses dari

https://www.edc-online.org/en/chi-siamo-it/cultura-del-dare.html,

30 Juni 2020, Pukul 01.10 WIB.

Bruni, Luigino dan Amelia J. Uelmen (†),

2006 “Religious Values and Corporate Decision Making: The

Economy of Communion Project” dalam Fordham Journal of

Corporate and Financial Law, vol. 11, no. 3, 647-648, diakses

dari http://ir.lawnet.fordham.edu/jcfl , 30 Juni 2020, Pukul 01.00

WIB.

Gallagher, John B.

2014 “Communion and Profits: Thinking with the economy of

Communion about the Purpose of Business” dalam Revista

Portuguesa de Filosofia, vol. 70, Fasc. 1, 12, diakses dari

http://www.jstor.com/stabe/2378507 , 30 Juni 2020, Pukul 00.47

WIB.

McCann, Denis.

2020 “The Principle of Gratuitousness: Opportunities and Challenges for

Business in Charis in Veritate”, dalam Jurnal of Business Ethic,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

360

vol. 100, 56., diakses dari http://www.jstor.com/stabe/41475802,

29 November 2020, Pukul 22.30 WIB.

Thiel, Otto.

1941 “Economics: Report of Thetwenty-Third Annual Meeting of The

Franciscan Education Conference June 23-25”, diakses dari

http://www.jstor.org/stable/23802444, 1 Februari 2020, pukul

11.35 WIB.

DOKUMEN GEREJA:

____________.

1999 Kumpulan Dokumen Ajaran Sosial Gereja Tahun 1891-1991 dari

Rerum Novarum sampai dengan Cantesimus Annus, Jakarta:

Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja

Indonesia.

Benediktus XVI

2014 Caritas in veritate: Kasih dalam kebenaran (29 Juni 2009),

Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi

Waligereja Indonesia.

2014 Spe Salvi: Harapan Yang Menyelamatkan, Jakarta: Departemen

Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia,

2014.

Konsili Vatikan II

2017 Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: Departemen Dokumentasi

dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia.

Konferensi Waligereja Indonesia,

2006 Nota Pastoral 2006 berjudul “Keadaban Publik: Menuju Habitus

Baru Bangsa. Keadilan Sosial bagi Semua: Pendekatan Sosial-

Budaya”.

Konferensi Waligereja Indonesia,

2007 Spektrum no. 4 tahun XXXV, Jakarta: Departemen Dokumentasi

dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, 103-114.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1

LAMPIRAN

EMPAT UNSUR PEMBERDAYAAN

1. Anggota berhasil (UKM)

2. Anggota tidak berhasil (UKM)

3. Anggota (Karyawan & Pengurus)

4. Pihak Luar (Pembina)

No Nama Responden Kategori Keterangan

1 Ibu Lies Marlina

(2013-sekarang)

1 Ibu Lies Marlina berprofesi sebagai ibu rumah tangga yang sehari-hari mengurus catering makan siang karyawan dan

catering pesta, serta suaminya mengelola beberapa kost-kostan yang letaknya di lantai dua rumah tinggalnya.

Awalnya, ibu Lies Marlina mengenal CUMI PS dari pendekatan anggota CUMI PS bernama ibu Roso yang juga

aktivis CU. Sebelum ber-CU, pendapatan ibu Lis adalah Rp 3juta, tetapi sekarang setelah aktif di CUPS pendapatan

perbulannya mencapai angka antara Rp 11 s.d 12 juta.

2 Ibu Jasa Riani

Panjaitan (50th)

(2008-sekarang)

1 Ibu Jasa Riani Panjaitan (50th) seorang ibu rumah tangga beragam katolik dan berprofesi sebagai penjual warung

kelontong di dalam pemukiman padat penduduk di belakang Menara Transtv, Mampang. Suaminya berprofesi sebagai

driver Go-jek. Ia memiliki dua orang anak yang sedang kuliah di Atmajaya Jakarta. Dulu pada tahun 2008, ekonomi

keluarganya itu sangat sulit, suami tidak ada pekerjaan, masih mengontrak rumah dan terjebak hutang pada Bank

Keliling. Tahun 2008, ia bergabung dengan kelompok basis dan mulai ikut program CUMI PS bersama Rm. Marwan,

SJ. Ia ikut program CUMI PS dan ikut program pinjaman sebesar Rp 500.000,00 diangsur mingguan untuk membayar

kontrakan rumahnya. Pendapatan awal sebelum ber-CU itu di bawah 3 juta, sekarang setelah ber-CU bersama suami

mampu hingga di bawah 5 juta.

3. Ibu Narti (54th) 1 Ibu Narti (54th) seorang janda berprofesi sebagai penjaga warung kelontong dan sembako. Dia mempunyai 3 orang

anak. Anak pertamanya itu sudah kerja, anak kedua kelas XII, dan anak bungsu kelas X. Jika pagi hari, ia berjualan

bubur sumsum, biji salak, es dan kopi di pinggir jalan. Jika siang sampai malam, ia berjualan makanan di depan rumah

kontrakan di perumahan padat penduduk di daerah Petogogan.

Motivasi awalnya ikut program CUMI PS tahun 2014 itu karena ajakan dari ibu Bos tempatnya bekerja. Ketika itu ia

diundang ikut bazaar di Gereja Blok Q, lalu diperkenalkan ke CUMI PS. Setelah itu ia bergabung dengan CU dan

menurutnya CUPS sangat membantu untuk modal usaha warung kelontongnya dan membiayai pendidikan anaknya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2

Pendapatannya sebelum ikut program CU itu rata-rata di bawah 3 juta perbulan, sekarang setelah ber-CU

pendapatannya meningkat sampai 8 juta perbulan.

4. Ibu Suliyem (51th) 1 Ibu Suliem (51th) berprofesi sebagai guru privat (home visit) anak-anak autis setiap hari Rabu, Kamis, Sabtu dan

Minggu di daerah Gunung Sahari, PIK dan Pluit. Suaminya berprofesi sebagai supir dan memiliki dua orang anak.

Anak sulungnya kuliah semester 4 dan si bungsu kelas IV SD.

Ia awal ikut CUMI PS itu karena diajak oleh Ibu Narti tetangga sebelah rumahnya tahun 2015. Motivasi awalnya

mengikuti program CU adalah ingin menabung untuk masa depan, sehingga jika ada kebutuhan mendesak tidak terlalu

merepotkan keluarga, khususnya untuk biaya pendidikan. Pendapatan awal sebelum ber-CU itu sekitar 2 juta,

sekarang setelah ikut CU pendapatannya mencapai 5 juta perbulan.

5. Ibu Sri Wahyuni

(50th)

1 Ibu Sri Wahyuni (50th) berprofesi sebagai ibu rumah tangga dengan 3 anak dan memulai usaha catering rumahan.

Dua anaknya sudah menikah dan si bungsu masih kelas 3 SD. Suaminya berprofesi sebagai supir di salah satu

perusahaan. Dia bergabung dengan CUMI PS di tahun 2016 berkat ajakan dari Ibu Narti dalam kelompok basis.

Motivasi awal ikut CU adalah ingin mengembangkan usaha catering rumahannya supaya lebih besar menjadi catering

perkawinan dan bisa membuka warung. Pendapatan awalnya sebelum ber-CU itu sekitar 5 juta, dan sekarang setelah

ber-CU pendapatannya mencapai 15-18 juta perbulan.

6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Ibu Kusmiyah (62th) berprofesi sebagai pedagang sembako dan sayuran di lapak pasar Tegal Parang. Ia seorang janda

beranak 7 dan semua sudah bekeluarga. Ia berkenalan awal dengan CUMI PS pada tahun 2009 melalui kelompok

sahabat sejahtera CUMI PS. Pendapatannya sebelum ber-CU sebagai pedagang yang jualan di pinggir jalan (emperan

pasar) bisa mencapai 6 juta perbulan. Akan tetapi pendapatan itu sering bocor, karena harus membayar banyak cicilan

hutang-hutang di beberapa tempat. Setelah ia bergabung dengan CU, pendapatannya tidak bertambah banyak hanya

sekitar 3-5 juta. Akan tetapi pendapatannya itu tidak bocor untuk membayar pos-pos hutang.

7. Ibu Septiana (30th) 2 Ibu Septiana (30th) adalah ibu rumah tangga dan memiliki dua anak. Anak sulung berusia 9 tahun, dan si bunggu

berusia 6 bulan. Ia berjualan sembako di salah satu lapak di pasar Tegal Parang. Awalnya ia berjualan di pinggir jalan

di luar lingkungan Pasar Tegal. Pada tahun 2010 ia bergabung ikut CUMI PS berkat dorongan dari ibunya yang

terlebih dahulu menjadi anggota CUMI PS. Pendapatannya sebelum ber-CU kurang dari 4 juta perbulan, sekarang

lebih stabil antara 3-5 juta perbulan. Motivasi awalnya bergabung di CUMI PS itu karena ia ingin menabung saja

untuk kepentingan biaya pendidikan anak di masa depan. Tetapi berkat CUPS, kini ia sudah memiliki rumah sendiri.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3

8. Ibu Kiyem Handayani

(Wiwin) (65th)

2 Ibu Kiyem Handayani (62th) dikenal dengan panggilan ibu Wiwin asal Wonogiri dan beragama Islam. Ia memiliki 3

orang anak dan ketiganya itu sudah berumah tangga semua. Ia tinggal di daerah Rengas bersama anak kedua dan

mengontrak sebuah rumah dengan biaya pengeluaran 3 juta perbulan. Suaminya tinggal di Wonogiri berprofesi

sebagai buruh petani padi dan palawija, serta dagang keliling kampung dengan gerobak. Ibu Wiwin sendiri berjualan

jamu tradisional menggunakan gerobak dan bersama anaknya menerima orderan kue-kue kering di daerah Pasar

Tengah, Jakarta Selatan. Motivasi awalnya bergabung CUMI PS pada tahun 2013 adalah untuk mendapat modal usaha

dan mengurangi beban hidup mengingat ia bersama anaknya membiayai keluarga besar. Sebelum ber-CU,

pendapatannya kurang dari 5 juta sebulan dan selalu habis untuk membayar kontrakan dan makan sehari-hari. Kini

setelah ber-CU, pendapatannya lumayan mencapai 8 juta dan sedikit-sedikit mulai bisa menabung.

9. Ibu Sulastri (36th)

(2013-2015)

(2017-sekarang)

2 Ibu Sulastri berprofesi sebagai ibu rumah tangga yang mempunyai usaha warteg. Dia sudah menikah sebanyak dua

kali, dengan suami pertama kawin-cerai. Dari pernikahan pertama, ia dikaruniai seorang anak putri berusia 15 tahun

dan tinggal bersama suami pertama di daerah Tegal. Kini ia tinggal bersama suami kedua di daerah Jakarta Selatan

mengelola 8 gerobak kecil dan satu warung warteg. Dari usahanya tersebut, ia bisa mendapat pendapatan bersih

sekitar Rp 500.000,- Suami keduanya juga berprofesi sebagai pedagang jalanan untuk anak-anak sekolah dan malam

harinya jualan keliling pakai gerobak. Awalnya ia 2013-an, ia ikut CUMI tapi tidak lama keluar. Salah satu

penyebabnya ialah ngambek karena pernah mau mengajukan pinjaman bangunan untuk mengangsur rumah sebesar Rp

100.000.000,- , namun pihak CUMI PS tidak mengijinkan pinjaman tersebut. Setelah keluar CUMI PS, ia kembali

mengalami kesulitan ekonomi untuk membayar kontrakan rumah dan kontrakan warung warteg miliknya. Ada suatu

masa di mana ia terjerat hutang dari Bank Keliling dengan rincian: hutang harian Rp 100.000,-, hutang mingguan

sebesar Rp 500.000,-, dan hutang bulanan untuk bunga sebesar Rp 1.000.000,- dari pinjaman sebesar Rp 5.000.000,-

Dari pengalaman itu, ia kemudian kembali bergabung dengan CUPS sejak tahun 2017 hingga sekarang.

10. Bpk. Barly (48th) 2 Bapak Barly (48th) bekerja sebagai penjual roti keliling Lauw yang sehari-hari mangkal di sekitar Gereja Santa

Perawan Maria Ratu, Blok Q. Ia memiliki satu isteri yang tinggal bersama empat puteri-putera di daerah Bogor. Ia

sendiri tinggal di mess perusahaan. Ia pulang ke Bogor setiap dua minggu sekali. Ia bergabung dengan CUMI PS

tahun 2015. Motivasinya bergabung ialah untuk membantu biaya pendidikan anaknya yang waktu itu mau masuk

SMP. Ketika itu sekolah negeri belum gratis seperti sekarang. Pendapatannya sebelum ber-CU sebesar 3,5 juta,

sekarang setelah aktif di CU pendapatannya mencapai 4,5 juta.

11. E. Dewi Ambarwati 3 Dewi Ambarwati adalah seorang wanita karir, single, dan bekerja pada perusahaan swasta yang bergerak di bidang

marketing dan pemasaran di wilayah Jakarta Selatan. Selain itu ia juga mengembangkan hobi fotografi dan menjadi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4

kontributor beberapa website yang menjual foto secara online dan menyediakan jasa foto produk makanan. Ia

bergabung dengan CUMI PS sejak dirintis bersama Rm. Marwan pada tahun 2008. Motivasi awalnya ketika itu ialah

ia ingin mengembangkan jiwa sosial dan baginya CU merupakan sarana untuk membantu orang miskin dan lemah

sehingga mereka berdaya guna dan sejahtera. Pendapatannya sebelum bergabung dengan CU itu sebesar 12juta.

Sekarang setelah aktif dan bergabung dengan CU, pendapatannya meningkat higga 20 juta perbulan.

12. Irene Wiedha Ardhy

Riswari (2015-

sekarang)

3 Seorang putri anak kedua dari empat bersaudaa yang bertempat tinggal di daerah Tegal Parang Utara, Mampang,

Jaksel. Ia belum menikah dan berprofesi sebagai wirausaha dengan pekerjaan menjadi konsultan IT bersama beberapa

temannya mendirikan perusahaan konsultan IT independen. Motivasi awalnya ikut CUMI PS adalah sebagai orang

muda ingin berbagi kemampuan dan berkegiatan yang bisa membantu orang dan ada di dalam lingkungan Gereja.

Pendapatannya sebelum ber-CU adalah 4 juta rupiah, sekarang mencapai angka 8 juta rupiah.

13. Nikolaus Hukulima 3 Bapak Nikolaus Hukulima (48th) merupakan seorang bapak keluarga dari Lembata (NTT) dengan dua anak. Ia bekerja

di sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Isterinya bekerja di RSK Carolus di bidang keuangan. Anak sulungnya

sekarang kelas XII dan anak bungsunya kelas VIII. Beliau merupakan salah satu penggagas dan penggiat CU yang

bekerjasama dengan Rm. Marwan untuk memulai CUMI PS di Paroki Blok Q.

14. Rianto Hidajat 3 Bapak Rianto Hidayat (46th) bekerja di perusahan milik pribadi yang bergerak di bidang Kitchen Set di daerah Jakarta

Selatan bersama isteri dan anaknya. Ia aktif di CUPS menjadi aktivis sekaligus menjadi pengawas di bidang kredit.

Pendapatan sebelum bergabung dengan CUPS itu sekitar 20-30 juta perbulan di tahun 2013, sekarang dengan usaha

pribadi lebih dari 30 juta perbulan.

15. Ginta Heniarti 3 Ginta Heniarti (23th) seorang wanita muslim yang bekerja di CUPS sebagai manager yang mengelola manajemen tata

kelola keuangan dan kebijakan di CUPS. Ia bergabung dengan CUMI PS pada tahun 2015 sejak lulus SMK dan

bekerja menjadi staf CUMI PS.

16. Suryanto Wijaya 4 Bapak Suryanto Wijaya (63th) bekerja dan menjabat sebagai komisaris utama di salah satu perusahaan Aset

Manajemen dan CEO di salah satu perusahaan IT dan bertempat tinggal di Mega Kuningan Barat 3 di sekitar Setia

Budi. Ia mempunyai seorang isteri dengan dua orang anak. Anak pertama itu lulusan universitas di Amerika dan di

Jakarta membuka kursus design kilat, dan anak kedua membantunya di perusahaan IT.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5

17. Rm. Antonius

Sumarwan, SJ

4 Rm. Antonius Sumarwan, SJ (43th) adalah seorang imam Serikat Yesus yang sedang belajar di Australia. Dia adalah

penggagas awal gerakan CU melalui CUMI PS di tahun 2008, ketika menjabat sebagai vikaris parokial Gereja St.

Perawan Maria Ratu, Blok Q. Dia katif di CUMI PS dan CUPS hingga tahun 2017, dan kini berperan sebagai anggota

CUPS.

A. Elemen 1: Pemberdayaan menuntut adanya akses pada informasi

Menyediakan akses

pada sumber

informasi

Sejauh mana Anda mendapat kemudahan akses pada informasi dan pengetahuan selama proses pendampingan dan

edukasi yang ditawarkan CUPS, sehingga Anda dapat mengatasi permasalahan Anda?

1 Ibu Lies Marlina

(2013-sekarang)

1 Saya mendapat informasi awal CUMI PS dari ibu Roso. Dia aktivis CUMI PS di daerah saya yang sering

mengumpulkan ibu-ibu untuk diberi pendampingan soal keuangan. Lalu saya ikutan dulu dengan sistem menabung

dulu. Setelah tabungan banyak lalu mulai boleh meminjam mulai dari Rp 500.000,- lalu mulai bertambah naik jumlah

pinjamannya.

2 Ibu Jasa Riani

Panjaitan (50th)

(2008-sekarang)

1 Saya dulu kenal CUMI PS dari Rm. Marwan. Beliau datang ke kontrakan saya tahun 2008 saat ekonomi keluarga saya

sangat sulit. Saya terus ikut kelompok basis 5 orang di sekitar kontrakan, terus mulai menabung mingguan, setelah

beberapa waktu baru bisa pinjam 500 ribu. Tahun 2008, saya masih di kontrakan lama pinggir jalan sana. Setiap bulan

saya harus membayar kontrakan 500 ribu. Jadi CUMI PS membantu saya membayar kontrakan dengan angsuran

mingguan. Sebelum pinjam, saya mengikuti program CERDAS beberapa kali di kelompok basis 5 orang bersama Rm.

Marwan. Pelatihan CERDAS seingat saya: kita dikumpulkan lalu diberi informasi soal kesulitan keuangan, terus cara

kita mengatasi, membuat rencana, dan mengatur uang supaya bisa bayar angsuran mingguan.

3. Ibu Narti (54th) 1 Saya kenal CUMI PS dari ibu bos tempat saya kerja (PRT) yang juga anggota CUMI PS, terus saya gabung kelompok

basis daftar pakai Kartu Keluarga. Di kelompok, saya nabung awal 500 ribu pake angsuran beberapa kalie. Setelah

tiga bulan menabung terus saya boleh pinjam uang di CUMI PS. Di kelompok basis, saya ikut beberapa kali

pertemuan dan pendampingan dari staf kantor. Sebelum boleh pinjam harus ikut CERDAS dulu. Sekarang saya ikut 5

program simpanan dan sudah 4 kali pinjam di CUPS.

4. Ibu Suliyem (51th) 1 Dulu kenalnya CUMI PS dari promosi Ibu Narti, tetangga rumah. Terus saya diajak kumpul di komunitas basis,

dikenalin apa itu CUMI PS, ujung-ujungnya diajak daftar. Waktu itu staf kantor masih Pak Niko sering datang ke

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6

rumah ambil angsuran mingguan. Dari pak Niko, saya diajari untuk mengatur uang untuk angsuran simpanan dan

angsuran pinjaman. Pak Niko juga yang rutin mengingatkan saya waktu itu untuk bayar angsuran.

Waktu itu saya pinjam pertama 5 juta terus disarankan pak Niko untuk dimasukkan tabungan, tapi tiap bulan

ngangsur. Jadinya tabungan saya bertambah dan bisa untuk bantu sekolah anak-anak saya.

5. Ibu Sri Wahyuni

(50th)

1 Saya gabung CUMI PS berkat ajakan ibu Narti, terus diajak gabung kelompok basis di deket rumah. Saya diminta

untuk menabung, terus ikut CERDAS baru bisa mulai mengajukan pinjaman. Pinjaman pertama saya 3 juta terus

diangsur 2x. Terus pernah juga saya pinjam 20 juta, 50% ditabung di simpanan, 50% dipakai untuk beli perlengkapan

catering. Itung-itung bisa nambah peralatan catering saya, dan gak perlu keluar uang untuk sewa alat kalau ada

orderan.

6. Ibu Kusmiyah (62th)

(2013-sekarang)

2 Dulu saya kenal pertama dengan CUMI PS dari promosi Ibu Awi (warga Gereja Blok Q). Saya terus ikut gabung

kelompok basis, isinya 5 orang. Masalahnya karena sistem tanggung-renteng, jadinya kalau ada yang habis pinjam

terus pergi, jadinya kami berempat harus menanggung akibatnya. Saya terus protes dan akhirnya kami perseorangan

bergabung ke CUBG. Kemudian, setelah beberapa waktu saya pindah ke CUMI PS dan sekarang CUPS. Yang penting

dulu harus jadi anggota dulu 500 ribu bisa pakai angsuran beberapa kali, setelah itu bisa mengajukan pinjaman ke

CUMI PS.

7. Ibu Septiana (30th) 2 Saya gabung CUMI PS setelah ibu Kusmiyah (orang tua dari Septiana) sudah menjadi anggota CUMI PS. Jadi

pengalaman dan informasi pertama itu dari ibu saya. Baru setelah saya daftar dan ikut CUMI PS, saya mendapatkan

informasi langsung dari kantor Mbak Anti (CUBG) dan Mas Aprianus Doni.

8. Ibu Kiyem Handayani

(65th)

2 Dulu saking kencangnya ibu Lusi (anggota CU) promosi ke rumah dan nawari nabung rutin, terus bisa pinjem untuk

modal usaha. Saya terus ke kantor ketemu Mbak Tri, Mbak Dewi, sama Rm. Marwan.

9. Ibu Sulastri (36th)

(2013-2015)

(2017-sekarang)

2 Saya tidak mendapatkan permasalahan saat mendaftarkan diri masuk CUPS di tahun 2017. Yang harus saya lawan itu

rasa malu, karena dulu sudah ikutan lalu keluar, sekarang masuk lagi. Saya mendapat informasi soal CUPS langsung

dari staf di kantor, karena saya datang ke kantor, dan kembali saya harus ikut pelatihan CERDAS supaya bisa

mengajukan pinjaman. Di CERDAS, saya diingatkan lagi pengalaman ikut CUMI PS sampe lepas dari jerat Bank

Keliling dan jadi semangat aktif lagi di CUPS.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7

10. Bpk Barly (48th)

(2009- sekarang)

2 Saya ikut CUMI PS karena diajak Ibu Ani (anggota CUMI PS). Rumah beliau di sekitar Gereja Blok Q, dari tempat

saya jualan ini sekitar 300 meter. Saya kenal sudah lama dengan Ibu Ani, soalnya setiap pagi beli roti saya untuk

sarapan keluarganya. Dia kasihan karena waktu itu saya sering bercerita soal kesulitan bayar sekolah anak. Waktu itu

biaya sekolah di negeri belum gratis seperti sekarang ini. Lalu dia nawari yuk ikutan CUMI PS, kantornya seberang

Gereja Santa. Beberapa kali dia datang, lama-lama saya tertarik terus daftar lewat Ibu Ani. Sampe sekarang, masih

sering ngobrol sama Ibu Ani dan setiap minggu ada staf kantor CUPS yang datang mengambil angsuran simpanan dan

pinjaman,

11. E. Dewi Ambarwati 3 CUPS sekarang sudah memiliki fasilitas online sebagai sarana promosi sebagai penunjang intoduksi dan

pendampingan bagi anggota sekaligus untuk untuk meningkatkan jumlah anggota. Fasilitas Online dari CUPS sudah

diaplikasikan mirip dengan sistem Bank. Tujuannya ialah untuk menjawab kebutuhan anggota khususnya anggota dari

generasi milenial. Akan tetapi pengalaman saya sebagai aktivis dan pengurus, nampaknya promosi CUPS dengan

fasilitas online masih belum maksimal, misalnya ada transaksi yang belum tercatat sehingga terjadi selisih dalam

pemdataan di CUPS dan di rekening Bank.

Sebagai anggota dan aktivis CU, saya mendapatkan pelatihan-pelatihan seperti: seperti pendidikan dasar, financial

literacy, pelatihan kredit, CUDCC dan CULOCC yang sifatnya internal maupun eksternal dengan kerjasama dengan

BKCU Kalimantan. Setelah mendapat pelatihan, saya wajib untuk membagikan ke para anggota lain dalam proses

pendampingan.

12. Irene Wiedha Ardhy

Riswari (2015-

sekarang)

3 CUPS itu letaknya dekat dengan tempat saya tinggal. Akses informasi lebih pada dialog dalam perjumpaan dengan

anggota CUMI PS di kantor saat jam kerja. Pertama-tama karena kotbah Rm Marwan di misa dan ketika pindah dari

Jakbar ke Jaksel dan ketemu ketua lingkungan alm. Bapak Puspo sebagai pengawas CUMI PS.

Dari sisi penduduk, website belum update, sekarang lebih pada promosi di IG dan WA broadcast. Prospek ke depan

lebih pada masuk ke ranah website dan google business. Untuk proyek ini belum ada tenaga dan masih sukarela dari

aktivis dan pengurus.

13. Nikolaus Hukulima 3 Dulu saya tertarik sama konsep CU dari kotbah Rm. Marwan di salah satu ekaristi hari Minggu. Waktu itu, Romo

Marwan mengajak umat untuk aktif di CUBG, lalu saya bergabung CUBG tahun 2007. Di tahun 2008 Romo Marwan

mengatakan kita harus punya CU sendiri yang lahir dari gerakan Paroki dan mampu menggerakkan ekonomi rakyat,

seperti yang dialami oleh karyawan KWI di CUBG. Lalu di Blok Q, CUBG diundang untuk membuka cabang kantor.

Awalnya sangat sudah untuk mempromosikan CU kepada umat di Gereja Blok Q. Karena dulu di Paroki Blok Q

sudah pernah ada koperasi bahagia, digerakkan oleh umat, tetapi kemudian tutup karena kesalahan manajemen dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

8

tata kelola keuangan yang tidak transparan. Lalu saya bergabung bersama Romo marwan mengumpulkan relawan,

kunjungan ke lingkungan, dan promosi CU. Satu hal yang selalu saya tekankan waktu promosi di lingkungan: Tidak

semua CU itu akan collapse, tetapi justru koperasi salah satu lembaga mikro yang bertahan di situasi krisis Indonesia.

Kita jalan awal CUMI PS sebagai salah satu produk dari CUBG. Tujuannya ialah untuk membuat supaya segmen

masyarakat kecil (middle-low) bisa masuk menjadi anggota di CUBG. Untuk menjadi anggota CUBG, anggota harus

membayar setoran awal 2,5 juta. Itu cukup memberatkan bagi segmen masyarakat kelas menengah bawah. Maka

dibuat produk CUMI PS yang menjadi sarana bagi anggota menganggur setoran awal masu CUBG tersebut dengan

sistem harian, mingguan, dan bulanan.

Setelah CUMI PS berjalan beberapa waktu, muncul persoalan bahwa CUMI PS itu tidak compatible untuk CUBG.

Produk CUMI PS itu tidak menguntungkan dan butuh resource besar, sedangkan perputaran uang di CUMI PS dalam

jumlah kecil. Lalu dalam diskusi lanjut, saya bersama Romo Marwan pergi belajar ke Bangladesh dan berusaha

mengaplikasikannya di CUMI PS. Kami percaya, ini bermanfaat bagi masyarakat kecil. Setelah beberapa waktu, pada

perkembangan selanjutnya, karena CUBG sudah berkembang dan besar , maka CUPS diminta pindah dari kompleks

Gereja. Untuk mengisi kekosongan itu, maka CUMI PS kemudian dikembangkan secara mandiri dan lepas dari

CUBG. Ketika itu hal yang ditawarkan ialah CUMI PS diperuntukkan untuk masyarakat kelas middle-low.

14. Rianto Hidajat 3 Secara teori mereka bisa langsung ke kantor. Tapi pada kenyataannya masuk ke CU dengan pola pikir yang aktif dan

partisipatif. Kebanyakan mereka masih pada tahap mulai memperbesar CU dan fokus pada pengembangan teritorial.

Tetapi dari sisi anggota, maturity masih pada tahap dasar. Misal di CU Sauan Sibarrung di Rantepao, Tana Toraja,

anggota sudah paham soal data-data statistik dan presentasi perihal besaran bunga di RAT. Di CUPS sendiri, sudah

mulai ada kemajuan, beberapa anggota mulai tertarik mendalami dan mau CU dengan masuk ke tahap menjadi aktivis.

Untuk itu dari sisi ketersediaan informasi, staf CUPS memang sudah siap sedia dan sudah diberi fasilitas, namun

minat anggota masih kurang dan perlu improvement.

15. Ginta Heniarti 3 Akses infromasi tentang CUPS mudah diperoleh, semua informasi tercantum dalam kebijakan-kebijakan, MO

(Manual Operasional), MP (Manual Procedure). Selain itu, pengurus, pengawas, manajemen dan para aktivis mudah

untuk dimintai informasi yang berkaitan dengan CUPS. Dalam pendidikan dan pelatihan juga diberikan informasi-

informasi yang diperlukan.

16. Suryanto Wijaya 4 Tahun 2015 sebagai saya bergabung dengan CUMI PS sebagai pengawas. Ketika itu saya masuk saar rekstrukturisasi

CUMI PS. Watu itu saya mengatakan ke Romo Marwan: Romo udah benar konsepnya CU dari sisi CUMI PS untuk

pemberdayaan masyarakat kelas bawah dan fokus pada pembinaan yang berkelanjutan baik untuk pengurus, aktivis,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

9

dan anggota. Karena di perkotaan frater, para aktivis di CUPS itu kebanyakan bukan fulltime dan mereka sendiri

masih bergulat dengan pekerjaan dan kemacetan Jakarta, maka CUPS melakukan ekspansi ke Jagaraksa dan Pasar

Kemis, Tangerang. Hasilnya ekspansi itu tidak baik karena tingkat kredit lalai besar, bahkan pelayanan di sana harus

ditutup.

Saya eks-banker Citybank, dalam bisnis keuangan ada kalanya situasi membutuhkan tindakan cut loss, ya kita cut

losss untuk menghindari kerugian terlalu besar. Ketika itu saya bersama Rm. Fredy bersama dengan pengurus

menyepakati untuk menutup pelayanan di Tangerang dan fokus di segmen Jaksel.

Setelah itu CUMI PS kembali fokus dan mulai dari O lagi, dengan ditandai dengan nama baru dari CUMI PS menjadi

CUPS.

Implikasinya sekarang CUPS lebih masuk ke target market segmentasi ke middle-hight dan ke para karyawan

perusahaan. Presentasinya sekarang 60% itu para karyawan dan 40% unit usaha mikro. Sekalipun presentasinya tidak

besar untuk usaha mikro, tetapi tetap CUPS memberi ruang penekanan pada bisnis mikro mereka sebagi core. Di

sanalah kami mulai membenahi MO, SOP, dan rekturisasi manajemen.

17. Rm. Antonius

Sumarwan, SJ

4 Sebagai Pengurus dan aktivis CUPS saya memperoleh semua akses informasi tentang CUPS, baik informasi mengenai

recana kerja (Strategic plan, business plan, and proyeksi keuangan) maupun kinerja (laporan keuangan bulanan).

Informasi perkembangan aktivitas juga saya peroleh lewat WA group aktivis.

Menyediakan ruang

komunikasi

Sejauh mana Anda mendapat kejelasan program layanan CUPS dan konsultasi di awal bergabung hingga saat ini?

Sejauh mana Anda terlibat dan turut berkintribusi dalam proses pendampingan dan edukasi dai dalam CUPS?

1 Ibu Lies Marlina

(2013-sekarang)

1 Awalnya, ibu Roso memberikan pengarahan soal keuangan dan akhirnya mengajak untuk bergabung ikutan CUMI PS.

Dulu lebih saya lebih sering hanya gabung kelompok ibu Roso dan tidak ke kantor CUMI PS. Baru setelah mulai

ikutan pinjaman, saya mulai ke kantor. Tapi sekarang udah ganti CUPS dan karena saya melayani catering kantor

setiap hari kerja, jadinya jarang ke kantor. Saya terbantu oleh staf kantor CUPS yang setiap minggu mengambil

angsuran untuk pinjaman dan simpanan.

Saya dulu aktif ikutan pelatihan di kelompok ibu Roso dan juga yang ada di kantor, sekarang lebih sibuk di rumah

karena pesanan dan orderan banyak. Jadi saya tidak punya waktu untuk ikut pelatihan, kecuali RAT.

2 Ibu Jasa Riani

Panjaitan (50th)

1 Dulu saya rajin ikutan kegiatan di CUMI PS, soalnya gara-gara CUMI PS saya bisa melunasi hutang di Bank Keliling,

terus bisa mengangsur mingguan lewat staf yang berkunjung. Sebelum jadi CUPS, staf CUMI PS rutin berkunjung

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

(2008-sekarang) dan bertanya-tanya soal perkembangan usaha saya dan apakah ada kesulitan untuk menganggsur. Jadi saya lebih

mudah cerita apa adanya soal kesulitan saya. Dulu saya, anak-anak dan bapak tidak bisa makan teratur dan selalu

menunggu sisa makanan dari Katering Mbak Tuti.

Sekarang setelah jadi CUPS, staf kantor sudah tidak rutin mingguan mengunjungi saja, tapi lebih bulanan aja pas

ambil angsuran. Jadi ngobrol-ngobrol sama Staf kantor jadi jarang. Tapi saya selalu mengingatkan Mas Rafael setiap

hari Selasa pagi untuk mengambil angsuran.

3. Ibu Narti (54th) 1 Saya mendapat kejelasan simpanan sama pinjaman dari staf kantor yang datang ke rumah setiap minggu waktu masih

CUMI PS. Sekarang setelah jadi CUPS, saya lebih sering ke kantor tanya-tanya. Di sana saya bisa tahu banyak soal,

sampe saya pernah mengambil tabungan untuk beli laptop.

4. Ibu Suliyem (51th) 1 Saya terbantu dengan adanya staf kantor yang rutin mingguan kunjungan anggota. Kalau omong-omong di rumah

lebih enak daripada di kantor. Di rumah lebih luwes mas, jadi bisa konsultasi banyak hal.

5. Ibu Sri Wahyuni

(50th)

1 Komunikasi saya dengan staf kantor lancar kok mas, apalagi kalau bahas soal pinjaman saya semangat sekali. Staf

kantor juga siap sedia membantu dan selalu memberi informasi terbaru soal plafon pinjaman, terus jumlah simpanan,

terus info pelatihan-pelatihan.

6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Dulu saya kenal CUMI PS dari Ibu Awi (aktivis Gereja Blok Q) kunjungan dan mengadakan kumpul kelompok basis

5 orang. Dulu pakai sistem tanggung-renteng satu kelompok basis dan disiapkan untuk bergabung menjadi anggota

CUBG. Kelompok itu disebut CUMI PS. Lalu pernah pinjam terus yang pinjam kabur. Jadinya hutangnya dibebankan

4 anggota kelompok lainnya. Setelah itu ganti perseorangan masuk ke CUMI PS. Saya dan teman-teman masih

didampingi ibu Awi dan dilayani Mas Sigit (Staf CUMI PS) setiap minggu hingga sekarang saya masih dikujungi

setiap minggu sama staf Kantor Mas Doni. Di kelompok itu kami diberi pelatihan dan tambahan wawasan soal

mengatur keuangan secara terencana.

7. Ibu Septiana (30th) 2 Dulu yang mendampingi saya itu Mbak Anti (Staf CUBG) terus lanjut sampai sekarang dengan Mas Doni. Di

kelompok basis dulu waktu CUMI PS dan sekarang kelompok sahabat sejahtera (CUPS), saya aktif ikut pelatihan dan

diskusi seputar masalah keuangan yang sedang saya hadapi.

8. Ibu Kiyem Handayani

(65th)

2 Mbak Tri matur di rumah, saya mau tanya bayar berapa angsuran simpanan supaya bisa pinjam untuk modal usaha.

Dia bilang simpanan cukup 500-an ribu, boleh nabung sekaligus pinjam. Saya senang sekali. Pinjaman pertama dapet

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

5 juta, 20 juta, terakhir 35 juta tahun 2018. Staf kantor koyo Mas Doni masih rutin tiap minggu datang menyapa dan

mengambil angsuran ke rumah.

9. Ibu Sulastri (36th)

(2013-2015)

(2017-sekarang)

2 Staf di kantor CUPS sangat terbuka menerima saya kembali, dan mereka menjelaskan soal simpanan dan pinjaman ke

saya.

Sekarang saya tidak terlibat banyak, Cuma saya masih sering promosi ke temen-temen sesama pedagang warteg untuk

ikutan gabung CUPS. Alhamdulilah ada beberapa dari mereka ikutan CUPS dan katanya mereka terbantu di modal

usaha warteg. Soalnya sekarang mas setelah lebaran terakhir, semua pedagang di warteg, omzet harian itu turun sampe

separuh dari sebelumnya, padahal harga bahan-bahan makanannya naik terus.

10. Bpk. Barly 2 Saya mendapat informasi soal CUMI PS dulu dari Ibu Ani. Beliau anggota CUMI PS, terus merekrut saya ikutan

CUMI PS yang sekarang ganti jadi CUPS. Waktu itu saya diminta menabung dulu, terus pinjaman pertama saya masih

ingat cuma bisa dapet 250 ribu. Dulu sebelum pinjam saya harus ikut CERDAS dan setelah dapat sertifikat

dilampirkan pas mengajukan pinjaman. Setelah itu saya diajak diskusi, ditanya kebutuhannya apa, kira-kira solusinya

bagaimana, CU bisa bantu di mana. Jadi saya konsultasi dulu ke staf kantor baru mengajukan pinjaman.

11. E. Dewi Ambarwati 3 Sebagai anggota CUPS, saya mendapat informasi pertama-tama dari para aktivis yang menjelaskan produk CUMI PS

(sebelum re-branding di tahun 2017) dan bagaimana mereka menjadi anggota. Setelah saya menjadi anggota diberi

pendidikan dasar dan sifatnya wajib diikuti. Dari proses pendidikan dasar itu, saya dibantu untuk membuat

perencanaan dan menentukan strategi untuk mengatasi permasalahan saya.

Sebagai pengurus CUPS: saya membantu usaha promosi lewat medsos, seperti FB, Instagram, Whatapp Grup dan

lewat kelompok dampingan. CUPS sebagai lembaga memiliki mekanisme pertanggungjawaban seluruh aktivitasnya

dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT). Di luar itu, CUPS memiliki kelompok dampingan yang sering dipakai untuk

sarana sosialisasi dan merekrut anggota. Yang belum dilakukan ialah memaksimalkan pendampingan pada para

padagang (UKM), khususnya tindak lanjut setelah pelatihan kewirausahaan.

Saya terlibat di CUPS dalam proses menentukan businees plan dan merekrut anggota baru sebagai tugas wajib sebagai

aktivis dan pengurus.

12. Irene Wiedha Ardhy

Riswari (2015-

sekarang) (2015-

sekarang)

3 Kalau sekarang masih top-down dari stakeholder berlanjut ke staf dan aktivis lalu anggota. Awal tahun 2019 sudah

di-survey secara terbuka dalam bentuk selebaran tetapi responnya lambat dan kecil.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

Rencana ke depan adalah pengelompokan anggota berdasarkan jenis usaha mikro, supaya CUPS bisa semakin

mengetahui kebutuhdan dari anggota. Masih sebatas wacana dan belum direalisasikan, misalnya dibentuk forum atau

pembentukan komunitas. Ide sudah dilontarkan oleh Rm. Fredy tetapi eksekusinya belum ada tindak lanjut.

Sebagai pengurus (sekretaris), lebih membantu dalam hal manajerial dan keperluan surat menyurat. Sebagai anggota

ikut sistem yang ada untuk angsuran pinjaman dan simpanan.

13. Nikolaus Hukulima 3 Saya aktif dalam kegiatan pelatihan CERDAS sejak CUMI PS hingga sekarang di CUPS. Pada saat CERDAS, respon

yang saya peroleh: Saya belum ada kebutuhan untuk ini dan itu. Saya menjawab bahwa menabung itu bukannya

kebutuhan tetapi soal kebiasaan dan bagian dari pendidikan. Maka CUPS membuat pinjaman PMT sebagai bentuk

kontribusi anggota bagi lembaga. Harapannya dengan ini, maka jumlah tabungan bertambah dan pinjaman beredar

meningkat. Di CU itu kalau punya pinjaman banyak asal dimanfaatkan secara baik akan membawa kesejahteraan bagi

anggota, dan menyehatkan CUPS sendiri. PMT itu membuat tabungan itu bertumbuh pesat dan menggerakkan dana yg

mengendap untuk 40% di CUPS.

14. Rianto Hidajat 3 Sekarang ini, kebijakan di CUPS lebih top-down diambil dari business plan (aktivis, pengurus, pengawas) lalu

disosialisasikan ke anggota. Sejauh ini komunikasi dalam hal penyebaran informasi cukup lancar. Misalnya dulu

proses menjadi anggota harus punya Kartu Keluarga, sekarang orang bisa lebih mudah menjadi anggota dengan NIK

KTP yang terkoneksi sistem nasional sehingga mudah divalidasi. Sekadang validasi KTP lebih mudah dengan sistem

online. Dulu ada anggota yang sudah bayar lunas, tetapi tidak bisa diproses karena syarat administrasi tidak lolos,

yani: tidak punya KK. Hal lain itu terkait dengan penentuan perihal suku bunga juga.

Saya lebih berkontribusi pada bidang kredit sebagai pengawas: kita memperbaiki proses analisa pengajuan pinjaman

didasarkan pada trend pasar dan kebutuhan anggota CUPS. Misalnya waktu pengurusan dari proses pengajuan sampai

dengan keputusan termasuk pencairan dana maksimal selama 1 minggu, dengan tetap ada penyesuaian dengan kasus

tertentu. Pinjaman yang di bawah simpanan anggota bisa langsung dicairkan. Hal-itu lebih dibuat efisien dengan

tujuan mempermudah anggota. Saya sendiri membantu analisa kredit, karena terkadang staf dan tim masih muda dan

terkadang belum bisa mempertimbangkan hal-hal seputar pengajuan kredit dengan masalah yang kompleks.

Dari sisi produk itu masih relatif jeneric dan sama dengan CU lain. Yang khas membedakan CUPS dengan CU

lainnya adalah:

(1) 3 tahun terakhir ini, CUPS memperbaiki kondisi internal seputar jumlah anggota, kredit beredar, dan kredit lalai

diturunkan hingga di bawah 5%. Target CUPS di tahun 2020 mencari anggota 1000 anggota, agar perputaran uangnya

bisa lebih stabil.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

(2) Sekarang CUPS itu lebih fokus berkontribusi ke anggota secara lebih dalam hal pemberdayaan kewirausahaan.

Misalnya di daerah Mampang ada anggota yang berhasil dari jualan di emperan pasar sekarang punya lapak di Pasar.

(3) Di tahun 2020, kita akan lebih fokus ke pendampingan anggota: mereka akan diseleksi untuk didampingi ke bisnis

online seperti yang dilakukan di CU Sauan Sibarrung. Sekalipun demografis dan kemajemukan sangat berbeda antara

masyarakat Toraja di CU Sauan Sibarrung dengan masyarakat kota Jakarta Selatan, tapi kami optimis pemberdayaan

perlu memberikan pelatihan yang sesuai lebih mudah. Pemasalahan klasik di CUPS itu beragamnya profesi anggota

dan banyak anggota yang karyawan yang tidak punya banyak waktu seperti anggota yang memiliki usaha mikro.

15. Ginta Heniarti 3 Sejauh ini program dan layanan yang diberikan sangat jelas dan transparan, jika ada permasalahan bisa

dikonsultasikan sesuai bidangnya, misalnya berkaitan dengan simpan pinjam bisa langsung konsultasi dengan bagian

kredit, yang berkaitan dengan keanggotaan dan diklat bisa konsultasi dengan staf rekrutmen dan diklat, dsb.

Sebagai bagian dari manajemen CUPS, saya dan teman-teman staf bisa mungkin berusaha melayani dan membantu

anggota dengan memberikan informasi maupun solusi yang dibutuhkan anggota. Dengan melihat dan mendengarkan

permasalahan yang disampaikan anggota, jika manajemen tidak dapat menemtukan solusinya maka akan kami

sampaikan ke pengurus atau pengawas untuk membantu mencarikan solusi untuk anggota tersebut.

16. Suryanto Wijaya 3 Saya tidak pernah berhadapan dan tidak sadar akan realitas masyarakat kelas bawah, justru lewat CUPS, kesadaran

saya ditingkatkan untuk mau terlibat dalam usaha pemberdayaan masyarakat kelas bawah. Saya sebagai pribadi

banyak belajar dari pembinaan Rm. Fredy ke pengurus, aktivis dan staf CUPS. Saya mengakui bahwa latar belakang

saya sebagai banker dan pengusaha terkadang tidak terlalu detail memahami persoalan pemberdayaan masyarakat

kecil sedetail yang dilakukan para aktivis dan relawan di CUPS. Justru saya banyak belajar dari mereka.

17. Rm. Antonius

Sumarwan, SJ

Saya bersama aktivis menyiapkan program layanan CUPS dan merancang penyampaian informasi tentangnya.

Informasi diberikan antara lain lewat tabloid Seksi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Paroki Blok Q, homili di

gereja, dan membuka stand di depan gereja pada momen perayaan Ekaristi. Informasi juga diberikan secara langsung

kepada calon anggota dengan mendatangi mereka atau komunitas mereka secara langsung, memberikan brosur dan

penjelasan lisan.

Perjumpaan dengan anggota dan masyarakat juga menjadi bahan bagi kami untuk merancang program yang lebih

relevan maupun cara lebih efektif terkait sosialisasi program itu kepada mereka.

Ikut merancang struktur dan sistem operasional organisasi, mencari aktivis, memberikan pendidikan dan pelatihan

kepada aktivis, meningkatkan kapasitas mereka. Saya juga terlibat dalam proses perencanaan program organisasi dan

memantau pelaksanaannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

Menyediakan

pelayanan-pelayanan

dasar

Sejauh mana program dan layanan CUPS itu sungguh bermanfaat bagi usaha pemberdayaan dan peningkatan

kesejahteraan Anda? Aspek mana yang kiranya tidak membawa manfaat bagi Anda?

1 Ibu Lies Marlina

(2013-sekarang)

1 Progam pinjaman di CUPS itu semakin lama semakin turun jumlah angsurannya, dan sekarang bisa sambil tetap

nabung di simpanan sekaligus membayar angsuran pinjaman. Lalu jumlah pinjaman bisa terus naik sejalan dengan

jumlah simpanan. Sistem ini sangat membantu saya untuk menutupi modal usaha makanan dan catering untuk

karyawan kantor. Soalnya mereka baru bayar di akhir bulan, padahal setiap hari saya harus membeli bahan makanan

untuk dimasak. Yang sangat membantu saya itu pinjaman modal usaha (Ikhtiar) dan simpanan modal usaha (Simus).

2 Ibu Jasa Riani

Panjaitan (50th)

(2008-sekarang)

1 Sekarang saya terbantu lewat pinjaman Ikhtiar untuk modal warung kelontong dan usaha suami (Go-jek). Saya juga

pakai pinjaman Bestari untuk membiayai dua anak saya kuliah di Atmajaya Jakarta. Tahun ini (2019) saya pinjam

Bestari untuk membiayai kuliah anak-anak saya untuk biaya registrasi dan biaya satu semester. Tahun 2019 sejak

lebaran, saya seret untuk bayar angsuran pinjaman Bestari si bungsu, soalnya anak bungsu saya kena denda

keterlambatan bayar uang SKS kuliah, jadinya gak bisa registrasi di semester genap tahun 2020. Saya kesulitan untuk

meminjam bersama-sama pinjaman di CUPS untuk biaya kuliah apalagi setelah kedua anak saya kuliah, makin banyak

kebutuhan bayar kuliah anak.

3. Ibu Narti (54th) 1 Di CUPS, pinjaman Aguna waktu beli Laptop untuk anak saya, terus pinjaman Ikhtiar paling membantu untuk modal

usaha jualan.

4. Ibu Suliyem (51th) 1 Saya sangat terbantu dengan adanya pinjaman Bestari, soalnya saya bisa menabung untuk persiapan biaya pendidikan

anak-anak.

5. Ibu Sri Wahyuni

(50th)

1 Usaha catering rumahan saya sekarang sudah berkembang dan bisa mengambil orderan catering pernikahan. Saya

sudah pinjam Ikhtiar 5x, mulai pertama pinjaman 3 juta, terus naik sampe pinjaman terakhir 20 juta. Alhamdulilah

selama ini angsuran saya lancar tidak macet, dan gara-gara angsuran lancar sekarang pinjaman saya jug alancar. Bagi

saya, CUPS itu berkat Allah, sekarang saya sudah tidak bingung bayar kontrakan rumah, terus saya juga sudah punya

1 kios untuk jualan makanan di daerah Gandaria City. Sewanya lumayan mahal 20 juta setahun, tetapi omzet kios

masih cukup dan untung masih bisa untuk modal usaha lagi. Jadi angsuran dan usaha lancar, perlengkapan catering

juga makin banyak dan tidak harus sewa lagi, dan masih bisa nabung sedikit-sedikit. Kalau nabung dan angsuran

lancar, itu bisa menambah penilaian saya supaya bisa mengambil pinjaman lagi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 CUMI PS dulu dan sekarang CUPS sangat membantu saya. Dulu saya hanya jualan di emperan teras di lingkungan

pasar Tegal Parang, di luar pasar. Berkat pendampingan di CU dan bisa membuat rencana keuangan, jadinya sekarang

bisa sewa kios di dalam pasar Tegal Parang.

7. Ibu Septiana (30th) 2 CUPS berjasa untuk saya mas. Soalnya berkat pinjaman dari CUPS saya akhirnya bisa membeli rumah sederhana di

daerah Mampang, dan sekarang saya bisa sewa kios di pasar Tegal Parang 23 juta setahun.

Hambatan yang saya alami setahun terakhir ini itu pembeli di pasar tradisional Tegal Parang terus menurun. Sekarang

banyak pembeli yang memilih berbelanja via online, dan mulai jarang ke pasar tradisional. Omzet harian sudah jelas

mas turun drastis. Pasar hanya ramai pas menjelang lebaran aja, sebelihnya untuk yang harian sepi sekali hanya ada

satu dua orang saja.Bagi saya CUMI PS dan CUPS sekarang sangat berati untuk modal usaha. Karena saya hidup

bersmaa orang tua (anggota CUPS), maka pinjamnnya bisa bergantian dan itu cukup membantu.

8. Ibu Kiyem Handayani

(65th)

2 Saya ikut simpanan lumbung (sihari) sama si Mapan, untuk lebih jelasnya mending Mas tanya ke kantor aja. Terus

saya pernah mengajukan 3 kali pinjaman: 5 juta, 20 juta, sama terakhir 35 juta. Rencananya lebaran kemaren modal

usaha 35 juta untuk beli kacang mete di wonogiri. Perkiloan itu 220 ribu harga di Wonogiri terus dikirim ke Jakarta

lewat jasa bus. Biasanyasaya beli 1 sampe 1,5 kuintal, diolah lagi terus dijual di Jakarta.

9. Ibu Sulastri (36th)

(2013-2015)

(2017-sekarang)

2 Terakhir saya pinjam Rp 40.000.000 untuk modal usaha dan bayar kontrakan warung untuk warteg: membayar sewa

warung satu tahun Rp 21.000.000,- sisanya untuk tambahan modal usaha warteg dan gerobak keliling. Hutang saya

masih sisa Rp 14.000.000,-. Pinjaman ini membantu usaha dagang saya mas, karena bunganya kecil dan makin lama

angsuran menurun. Saya jadi lebih tenang tidak seperti waktu masih hutang di Bank Keliling.

10. Bpk. Barly 2 Saya di CUPS ikut program simpanan Sihari dan Simapan, jumlahnya tidak banyak tapi bisa pinjam lumayan besar.

Saya sudah mengajukan pinjaman 7x, dulu 250 ribu, terakhir ini pinjaman saya lalai dan sudah lewat tenggat waktu

pengembalian utang pinjaman Griya 50 juta.

Saya sadar ini kali kedua pinjaman saya di CUPS dinilai lalai. Masalahnya makin banyak mas di keluarga saya, jadi

angsuran saya tidak penuh, terus tabungan saya sudah berkurang soalya dipakai beberapa kali bayar angsuran. Tahun

2012 saya beli rumah dan tanah di Bogor harganya 870 juta. Alhamdulilah berkat CU, saya bisa punya rumah tapi ya

masih ada hutang di CU 50 juta belum lunas. Masalahnya sekarang, sekarang saya harus membiayai Ibu saya yang

sakit gula dan 2x seminggu harus cuci darah. Saya pakai BPJS dari perusahaan Roti Lauw, tapi Cuma untuk biaya

perawatan sama resep dokter. Saya harus bayar alat transfusinya 900 ribu setiap kali cuci darah. Jadinya keuntungan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

dan gaji jualan roti Lauw habis untuk dipakai berobat Ibu, sisanya sedikit untuk makan keluarga. Di keluarga, hanya

saya yang bisa bantu Ibu cuci darah, adik-adik saya cuma bisa bantu seadanya. Isteri juga di bogor bantu kerja untuk

bisa bantu biaya sekolah anak. Jadinya angsuran saya ke CU tidak bisa full lagi, bocor untuk banyak kebutuhaan. Saya

dan isteri coba usaha parcel harganya 60 ribu dan menerima orderan ayaman janur kuning untuk pesta 250 ribu satu

set janur. Kendalanya usaha ini tidak tetap mas, dan kadang musiman, jadinya ada masa bayar angsuran bisa penuh,

tapi lebih banyak semampunya dan tidak full. Jadi sampe sekarang hutang saya harusnya sudah lunas, belum lunas-

lunas, tunggakannya juga masih banyak.

11. E. Dewi Ambarwati 3 Sebagai anggota, saya merasa produk CUPS sekarang sudah bervariatif dan spesifik untuk menjawab langsung

kebutuhan anggota, misalnya: (1) kebutuhan kredit pembelian motor dengan pinjaman Wahana, (2) kebutuhan untuk

renovasi perumahan dengan pinjaman Griya. Di sini jelas bahwa tujuan CU sebagai usaha mengubah pola pikir

anggota dan bertindak menjadi lebih terencana, teratur, dan disiplin. Sebagai pribadi, saya merasakan produk dan

layaan yang ditawarkan CUPS itu lebih membawa rasa jaminan rasa aman.

Usaha pengurus saya rasa belum maksimal, misalnya: aspek promosi di medsos. Yang lebih berdampak ialah

kepercayaan yang dibangun antar sesama anggota.

12. Irene Wiedha Ardhy

Riswari (2015-

sekarang) (2015-

sekarang)

3 Sebagai pribadi yang paling sering itu pinjaman Ikhtiar dan Aguna; simpanan saya ikut semua. Produk ziarah masih

belum optimal. Paling rendah saya pernah pinjaman pertama 2 juta, paling tinggi 15 juta untuk pinjaman Ikhtiar

(usaha). Saya merintis usaha konsultan IT bersama 4 temen yang fungsinya membuat aplikasi customize untuk

perusahaan, aplikasi persewaan (develop aplikasi). Ke depannya harus punya produk yang dijual. Bagi saya, CUPS

sangat membantu ritisan usaha dengan modal yang berkelanjutan.

13. Nikolaus Hukulima 3 Sejauh mana program dan layanan CUPS itu sungguh bermanfaat bagi usaha pemberdayaan dan peningkatan

kesejahteraan Anda? Aspek mana yang kiranya tidak membawa manfaat bagi Anda?

60% anggota CUPS sekaran ini berprofesi sebagai karyawan di berbagai perusahaan. Lalu pinjaman beredar baru

mencapai angka 50%, dan harapannya mencapai target 70%. Akibatnya uang mati tidak bergerak di CUPS itu cukup

besar dan tidak sehat untuk CU. Target yang ingin diubah oleh CUPS itu: Saya mau usaha lain selagi masih bekerja.

Kalau anggota sudah punya pemikiran ini, maka CUPS bisa mendorong mereka untuk mengambil pinjaman

konsumtif. Kebutuhan anggota terpenuhi dan pinjaman beredar naik dan mengurangi jumlah uang yang mati di CUPS.

Kami sudah menggandeng Google Indonesia untuk memberi pelatihan bersama Humanwill-Gapuradigital di tahun

2019 sebanyak 3 kali. Kendalanya di CUPS adalah masa hanya 40% (UKM) yang membiayai kegiatan CUPS, karena

mereka aktif untuk menggunakan produk pinjaman untuk pengembangan usaha mereka, sedangkan anggota karyawan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

hanya menabung terus-menerus. Sebenarnya CUPS sudah menciptakan produk pinjaman yang sesuai kebutuhan pasar,

misalnya Aguna, konsumtif, pinjaman untuk mobil bisa sampai angka 250 juta untuk kebutuhan city car. Beberapa

pinajman itu diciptakan untuk anggota yang berprofesi sebagai karyawan. Selain kebutuhan mereka dapat terpenuhi

dan keuangan kita berkembang. Hanya responnya mereka masih kecil.

14. Rianto Hidajat 3 Yang sedang dimulai sebagai bentuk pemberdayaan adalah memberi bantuan dan pendampingan khusus untuk kios

jamu di daerah Bangka. Targetnya dia masuk ke ranah online dan melibatkan kerjasama dengan anggota CU yang

punya profesi foto produk seperti Mbak Dewi, dibantu mendaftarkan diri ke Gofood, penamaan produk atau re-

branding, dan penatakaan packingnya.

15. Ginta Heniarti 3 Program dan layanan yang diberikan CUPS menurut saya semua sangat bermanfaat, bisa dilihat dengan banyaknya

produk-produk baik simpanan maupun pinjaman yang disediakan untuk menjawab kebutuhan anggota, seperti modal

usaha, pendidikan, pinjaman sepeda motor, perumahan, konsuntif, dan ziarah. Pendidikan dan pelatihan yang

diberikan juga bermanfaat dengan melihat kebutuhan anggotanya.

16. Suryanto Wijaya 4 Kecenderungan masyarakat kelas bawah di Jakarta umumnya adalah menggunakan fasilitas Bank Keliling dengan

presentasi bunga 10%, maka dalam setahun jadi 120%. Biasanya dikenal dengan istilah “Non Bank Came to Bank”.

Effective interest rate dari Bnak Keliling itu yang tidak dipahami oleh mereka. Yang dipikir mereka adalah mendapat

pinjaman spontan less. Inilah tantangan bagi CUPS. CUPS sendiri berusaha mempercepat pengajuan kredit, tetapi

tetap membutuhkan waktu, maksimal satu minggu. Kredit ci CUPS sebenarnya lebih baik daripada di Bank Keliling

atau di lembaga keuangan lain. Back to back bunga masih rendah di bawah 10% pertahun, shareholder interest di

CUPS masih sangat kecil.

17. Rm. Antonius

Sumarwan, SJ

4 Menjadi aktivis CUPS memberikan kesempatan bagi saya untuk belajar banyak hal, mulai dari akuntansi hingga

merancang suatu program dan organsiasi, mengeksekusinya hingga terus mencari cara bagaimana menjaga agar

organisasi berkelanjutan. Dari sisi finansial saya tidak memperoleh keutungan secara langsung. Namun, berkaat

keterlibatan saya di CUPS, saya memperoleh beasiswa S2 dan S3. Selengkapnnya lihat:

https://www.academia.edu/38172518/Kejutan_Yang_Membahagian_Keterlibatan_saya_dalam_gerakan_Credit_Union

Mendukung

terbentuknya

Menurut Anda: hal apa saja yang mendukung dan menghambat terbentuknya enterpreneurship dari aktivitas dan

keterlibatan Anda di CUPS? Implementasi enterpreneurship dalam CUPS dalam bentuk apa saja? Jelaskan!

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

entrepreneurship

antara masyarakat

sebagai pelaku

dengan pasar-pasar

yang potensial

1 Ibu Lies Marlina

(2013-sekarang)

1 Sekarang saya tidak hanya sebagai anggota CUPS, tetapi sudah menjadi voluntir dan berhasil menarik lima ibu-ibu

tetangga rumah untuk bergabung di CUPS. Sebagai voluntir, saya merasa diberi banyak pelatihan kewirausahaan,

motivasi sehingga bisa saya terapkan di usaha saya di rumah dan omset bertambah.

2 Ibu Jasa Riani

Panjaitan (50th)

(2008-sekarang)

1 Pelatihan yang masih saya ingat itu pelatihan CERDAS soal mengatur uang di keluarga sama soal memutar uang

untuk modal usaha supaya bisa bayar angsuran sekaligus menabung.

Yang saya syukuri dari CUPS, sekarang saya bisa lepas dari hutang Bank Keliling, terus saya bisa pindah kontrakan,

tetep bisa buka toko kelontong, sama membiayai kuliah anak-anak.

Karena pinjaman terakhir (Bestari) tahun ini seret untuk angsuran. Seret maksudnya gak bisa bayar full seperti

kesepakatan awal di kantor. Seretnya itu uang dipakai untuk bayar kuliah dua anak saya, jadinya uangnya gak muter

terus, padahal dagangan warung juga turun tapi saya tetap harus mengangsur.

3. Ibu Narti (54th) 1 Yang mendukung waktu masih CUMI PS itu syarat-syarat pengajuan pinjaman tidak ribet, asal jujur mau pinjam

untuk kebutuhan apa dan dipakainya sesuai itu mudah. Saya pernah mengajukan pinjaman Bestari pagi hari untuk

bayar uang anak saya pas mau masuk pesantren. Sore harinya jam 14.30, pinjaman sudah cair dan besoknya sudah

dianterin ke rumah.

Yang menghambat sekarang dengan sistem CUPS, syarat-syarat pinjaman lebih banyak, harus menyerahkan surat

tagihan sekolah, fotocopi surat-surat lain, harus ada jaminan. Intinya makin ribet mas, dan harus menunggu 3 hari atau

pernah juga satu minggu baru pinjaman itu cair, padahal kebutuhan kita itu mendesak dan harus cepat.

4. Ibu Suliyem (51th) 1 Yang mendukung itu di CUPS masih ada pendampingan kelompok basis, walaupun tidak sesering dulu waktu masih

CUMI PS.

Yang menghambat itu tidak adanya kelompok-kelompok yang satu profesi dan mendapat pendampingan khusus dari

CUPS. Khan enak kalau saya ini guru privat punya kelompok juga yang sama-sama guru privat. Jadi bisa berbagi

informasi dan rejeki.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

5. Ibu Sri Wahyuni

(50th)

1 Yang mendukung itu kalau angsuran lancar, pinjaman pun bisa lancar. Terus sekarang plafon pinjaman mulai naik dan

besar.

Yang menghambat itu cairnya pinjaman sekarang butuh waktu lama dan syaratnya macem-macem. Sekarang ada

syarat menyertakan fotocopy slip gaji dan bukti pembayaran.

6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Yang membantu itu pelatihan soal mengatur uang waktu di CERDAS dan pendampingan kelompok basis. Yang

menghambat dulu sempat ada staf kantor yang tidak jujur. Saya pernah kena tipu dan untungnya diputihkan sama

CUPS. Jadi waktu itu Mas Sigit menjadi staf kantor yang rutin mengambil angsuran simpanan dan pinjaman di

kelompk saya. Saya mengajukan pinjaman 5 juta, tetapi yang cair dan saya terima Cuma 3 juta, padahal data di kantor

saya pinjam 5 juta. Gara-gara pengalaman ini, saya sempat trauma dan tidak percaya lagi. Akibatnya kelompok basis

bubar dan sulit untuk memperbaikinya. Mas Sigis akhirnya dipecat waktu masih jaman masih Rm. Marwan. Sampai

sekarang proses rekrut anggota terus menurun dan sedikit sekali yang tertarik gabung di CUPS, soalnya ada

pengalaman buruk itu mas.

7. Ibu Septiana (30th) 2 Kalau di lingkungan pasar Tegal Parang, pengalaman Mas Sigit yang tidak jujur itu membuat banyak anggota CUPS

keluar mas dan tidak percaya lagi.

Kalau saya sendiri, yang menghambat itu sekarang saingan saya itu onlineshop mas. Jelas banget omzet saya turun

drastis. Sekarang sebulan saja untuk bisa dapet untung 3 juta perbulan itu udah kempot-kempot. Jualan banyak yang

tidak laku dan busuk karena kurangnya pembeli. Jadinya saya tahun ini termasuk anggota lalai mas, soalnya angsuran

pinjaman tidak bisa penuh seperti komitmen awal. Saya masih rutin mengangsur tapi angsurannya gak pernah bisa

full. Kalau soal bayar kontrakan lapak sudah aman karena ditalangi CUPS, Cuma bayar angsuran ke CUPS itu yang

ngandat dan target pengembalian tidak tercapai.

8. Ibu Kiyem Handayani

(65th)

2 Mas, biyen aku melu pelatihan karo pendidikan dasar CU. Iku wajib sampe saiki. Nasabahku ono akeh mas, ono pak

Rahmat, bi Ayi, Sopianti, Prita, Rumiati, Ontong. Biyen aku aktivis mas, Ngajak lewat cerito, nabung disik semene2,

terus iso minjam. Ono sing takon, nek minjem into piro mbak? Biyen Aku entuk akeh soale simpananku ono 6 juta,

dadi akeh. Pokoke nek melu CU enak, iso nyilih sewaktu, sing penting lancar setorane.

Tapi 2 tahun iki lagi seret Mas. Simpenanku sing akeh kepotong bayar angsuran utang nang CUPS. Soale warung

jamu lagi sepi, jur wingi kapusan 20 juta soko koncone Bapake nang Wonogiri. Utang 35 juta nang CUPS ra iso

diputer Mas soale gari 15 juta. Sisane ta tukono mete ora bali modal, malahan tombok Mas. Saiki aku bingung

kelimpungan golek angsuran Mas, dados tabungan dikurangi kangge bayar angsuran utang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

9. Ibu Sulastri (36th)

(2013-2015)

(2017-sekarang)

2 Saya belum sampe mikir ke sana mas, yang saya tahu: CUPS memberi modal usaha ke saya, terus saya puter uangnya.

Saya juga tidak punya banyak waktu untuk ikutan pelatihan-pelatihan yang ditawarkan di WA grup. Soalnya saya

sudah sibuk jaga warteg sendirian. Pengennya sich punya satu atau dua orang yang bisa bantu jalanin usaha warteg,

tapi sekarang belum bisa mas.

10. Bpk. Barly 2 Yang mendukung itu plafon pinjaman tiap tahun naik, jadinya saya lebih lega mas. Tapi masalahnya kalau seperti saya

yang sedang jadi anggota lalai, pinjaman itu jadi beban tapi saya butuh. Saya sudah bekerja keras dan tetap berusaha

bisa nyicil sedikit-sedikit. Tapi mau gimana mas, gara-gara saya ikut CU sekarang saya punya tanah dan rumah

sendiri, rumahnya sederhananya sekali. Untungnya sekarang saya tidak dikejar-kejar sewa kontrakan lagi, tapi dikejar-

kejar angsuran di CU. Mau lepas tangan untuk tidak mengurusi kesehatan Ibu saya juga tidak tega, seraba salah

pokoknya mas. Untungnya, CU masih peduli dan menerima setiap kali saya bayar angsuran walaupun tidak penuh.

Mas Doni masih setiap tiap minggu nyamperin saya dan ngobrol bareng. Ini untungnya ikut CU mas, kalau gak ada

CU saya tidak kebayang lagi Mas.

11. E. Dewi Ambarwati 3 Yang menghambat itu mentalitas anggota. Salah satunya ialah 60% anggota CUPS beragama katolik tidak lebih maju

daripada 40% anggota non katolik. Banyak anggota CUPS yang katolik masih terbawa mentalitas karitatif dan kurang

daya kreatif, misalnya: pelatihan kewirausahawan dengan frenchise tidak berdampak banyak bagi para anggota

khususnya anggota Katolik, padahal ada jaringan kerjasama dan sistem jelas dengan frenchise. Mereka cenderung

bersikap ‘menunggu bantuan’. Hal ini juga dipengaruhi oleh beberapa program PSE Gereja Paroki Santa Maria Ratu

yang bersifat karitatif, misalnya memberi bantuan uang dan sembako. Akibatnya muncul kesan bahwa Gereja

bertanggungjawab soal masalah kemiskinan, bukannya kerjasama antara Gereja dan umat untuk meningkatkan

kesejahteraan hidup. Dari proses pendampingan ke anggota, saya menemukan satu permasalahan dalam

pengembangan UKM, yakni: mereka kesulitan untuk promosi produk mereka dan jangkauannya masih terbatas.

Dari pengalaman saya pribadi selama aktif di CUPS, saya merasa dikembangkan dalam hal menentukan rencana atau

planning untuk meningkatkan pendapatan. Tiga tahun terakhir sejak 2017-2019, CUPS memberikan pelatihan

kewirausahaan dan motivasi kepada para anggota, misalnya: di tahun 2017-2019 ada pelatihan menjadi barista,

pelatihan merajut, dan pelatihan shibori; tahun 2018 ada tambahan pelatihan kain perca, beauty class, fotografi, dan

promosi medsos. Bagi saya yang pelatihan yang berdampak ialah pelatihan fotografi dan medsos, mengingat saya suka

fotografi dan sejalan dengan kebutuhan saya. Maka saya dibantu untuk meningkatkan keahlian fotografi, mendesign

produk dan kemudian menjualnya dengan sistem online di plaform online. Di sana saya mendapatkan ide, inovasi,

sekaigus keuntungan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

12. Irene Wiedha Ardhy

Riswari (2015-

sekarang)

3 Hal yang menurut saya mendukung: kalau pelatihan kewirausahaan itu merangsang orang untuk mendapat insight dan

gambaran untuk inovasi menambah pendapat dan promosi. Makin ikut Cu, pendapatan bertambah sebagai sarana

untuk mentriger untuk pengembangan usaha dan bisnis mikro.

Hal yang menghambat itu banyak kebutuhan anggota itu hanya seputar simpan dan pinjam saja. Yang menjadi

tantangan CUPS ke depan adalah membuat bounding yang bisa menggerakkan mereka untuk mau meningkatkan

usaha mikro mereka.

13. Nikolaus Hukulima 3 Menurut saya persoalan enterpreneurship itu terkait dengan pembiasaan. Faktanya banyak dari anggota merasa belum

butuh hal ini, tapi lama-lama kelamaan saya yakin angka partisipasinya bisa naik dan terbiasa. Kalau sudah banyak

anggota yang ikut, itu bisa jadi promosi antar mereka supaya ikutan juga. Ini keyakinan saya bahwa lewat pendidikan,

pelatihan, dan pertemuan intens, mereka dapat dibantu untuk berkembang. Awal bulan lalu saya sosialisasi di Sekolah

Mentari, seorang anggota kami penjual jamu mengundang CUPS untuk promosi aplikasi mobile CUPS. Sekarang ada

beberapa ibu-ibu yang menjaga anak mereka berbondong-bondong untuk ikut bergabung di CUPS. Keyakinan itu

yang membuat saya tetap yakin untuk lajut terus di divisi diklat dan pelatihan.

14. Rianto Hidajat 3 Hal yang menghambat menurut saya itu: respon dan dampak atas minat enterpreneurship belum besar. Ada anggota

CUPS yang sampe juara lomba rajut di tingkat provinsi, tetapu belum sampai pada pengembangan dan perluasan unit

usahanya.

Hal yang mendukung bagi saya itu: sekarang di CUPS ada pelatihan kewirausahaan tetapi feedback belum banyak.

15. Ginta Heniarti 3 Hingga saat ini lahirnya enterpreneurship dari anggota CUPS masih rendah dikarenakan masih kurangnya

pendampingan yang diberikan kepada anggotanya. Hal lain yang menjadi faktor belum terbentuknya enterpreneurship

karena sebagian besar dari anggota CUPS adalah karyawan yang sudah merasa cukup dengan keadaannya saat ini. Ini

yang menjadi tantangan dalam memberikan pendidikan dan pelatihan pada anggota tersebut, tidak jarang juga

pelatihan yang diberikan menjadi kurang tepat sasaran.

16. Suryanto Wijaya 4 Salah satu hambatan dalam pengembangan enterpreneurship itu dimulai dari sisi aktivis dan pengurus sebagai penentu

kebijakan. Kesusahan CUPS terletak pada status relawan atau aktivis itu tidak digaji. Banyak para aktivis yang

awalnya semangat mendampingi para anggota, lama kelamaan hilang. Dengan kata lain keberlanjutannya tidak dapat

dipastikan. Itu pada level rekrutment anggota yang bisa keep touch dengan anggota. Lalu pada level pengurus,

pergantian pengurus menjadi kendala klasik. Titik permasalahannya ialah managemen waktu antara tanggungjawab

pekerjaan dengan voluntary di CUPS. Dua-duanya tidak bisa disambi dan butuh perhatian serius. Sejauh ini yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

masih bertahan lama itu Mbak Dewi. Dia itu karyawan MAP dan saya salut dia bisa membagi waktu antara

pekerjaannya dengan partisipasinya di CUPS. Dia termasuk aktivis yang mau mengemban tugas sebagai ketua

pengurus dan belum ada yang bersedia menggantikan dia. Alasannya ialah belum siap untuk “disibukkan dengan

tuntutan CUPS”. Dia sendiri sudah beberapa kali minta mundur dalam rapat pengurus, tetapi kami masih

mempertahankan dia karena belum ada pengganti yang bersedia apalagi mampu. Bersedia saja sudah sulit, apalagi

kalau berbicara perihal kemampuan. 3 tahun terakhir sejak restrukturisasi tahun 2017, ada kerjasama dan kekompakan

antara pengurus dan pengawas. Tantangan ke depan bagi CUPS adalah membuat bounding para aktivis, membangun

komunitas sahabat dan memaksimalkan usaha pemberdayaan.

17. Rm. Antonius

Sumarwan, SJ

4 Yang mendukung entrepreneurship adalah keharusan untuk mengembangkan hal ini karena kalau ingin CU maju, jiwa

kewirausahaan harus ada baik dalam diri aktivis maupun anggota. Yang menghambat: banyak aktivis baru memahami

kewirausahaan dari sisi teoretis, tetapi belum mencoba menerapkan sendiri. Selain itu, para aktivis juga belum secara

total terjun lebih dalam ke pengalaman anggota yang sudah punya usaha. Jika mereka sungguh terlibat langsung

melihat peluang dan tangangan anggota dalam melakukan usaha, jiwa wirausaha mereka pasti lebih terasah. Pada sisi

lain, dari pihak anggota tidak semua juga berminat untuk mengembangkan usaha mereka lebih lanjut. Cukup banyak

yang sudah merasa puas dengan usaha skala kecil yang sudah mereka jalankan.

B. Elemen 2: Pemberdayaan bercorak inklusif dan menekankan partisipasi aktif

Meningkatkan

kemampuan

practical reason dan

affiliation

Sejauh mana iman Anda memberi motivasi atau menjadi pendorong dalam gerakan pemberdayaan di CUPS sebagai

perwujudan iman Anda, mengingat program dan layanan CUPS itu didasari dan disemangati oleh nilai-nilai kristiani

dan digerakkan oleh PSE Gereja Blok Q?

Sejauh mana keterlibatan Anda di CUPS itu turut berkontribusi dalam pemberdayaan masyarakat yang lebih luas?

1 Ibu Lies Marlina

(2013-sekarang)

1 Saya banyak dibantu dan diberi masukan oleh mereka yang non muslim, termasuk di CUMI PS dulu dan sekarang

CUPS. Saya mengapresiasi positif CUPS karena selalu peduli dan tetap menjaga toleransi dengan selalu mengadakan

buka bersama di kantor dan di wilayah-wilayah dampingan. Nilai terbuka dan saling percaya bisa saya alami sungguh

di CUMI PS dan sekarang di CUPS.

2 Ibu Jasa Riani

Panjaitan (50th)

(2008-sekarang)

1 Saya sich terbantu sejak dulu namanya CUMI PS terus sekarang udah ganti CUPS. Saya tahu ini gerakan Gereja Blok

Q, dan bantuan dari CUPS membuat saya lebih tenang, tapi ya mikir-mikir terus soal angsuran biaya kuliah di

pinjaman Bestari.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

Kalau saya sih, ada hubungan antara iman saya yang katolik sama CUPS. Saya ini miskin, kadang gak ada harapan

lagi, tetapi justru gara-gara CUMI PS saya bisa punya harapan lagi. Minimal saya bisa bertahan usaha kelontong,

sedikit bantu-bantu bapak yang kerjaannya ikut Go-jek. Kalau kita beriman, saya percaya selalu ada jalan keluar untuk

masalah yang saya hadapi.

3. Ibu Narti (54th) 1 Saya tahu CUPS ini dijalankan sama orang-orang dari Gereja Santa Blok Q. Saya juga sudah sering bekerjasama

dengan mereka di bazar ulang tahun Gereja. Saya tidak masalah dengan agama mereka. Yang saya tahu mereka tetap

menghargai saya sebagai orang muslim, terus mereka tetap mengundang saya pakai Jilbab jualan di bazaar di dalam

Gereja Blok Q. Dari mereka ini, saya jadi belajar untuk bisa peduli dengan umat agama lain, dan saya semakin rajin

beribadah supaya rejeki lancar dan dapet barokah Allah.

4. Ibu Suliyem (51th) 1 Saya itu muslim, tetapi gak masalah kalau orang-orang yang kerja di CUPS itu bukan muslim. Justru mereka

membantu banyak keluarga saya lewat CU. Saya berhutang budi sama mereka. Mereka menjadi motivasi saya untuk

berani juga berbagi keahlian sebagai guru privat anak-anak autis. Soalnya banyak anak-anak yang saja ajar justru

mereka dari umat China dan kristen.

5. Ibu Sri Wahyuni

(50th)

1 Saya kagum sama mereka yang mau peduli dengan masyarakat kecil, terus mau memberi modal untuk usaha dengan

bunga kecil dan angsuran menurun. Di tempat yang “alim ulama” saja mereka kadang memberi bunga besar untuk

pinjaman. Dari pengalaman di CUMI PS terus sekarang CUPS, saya jadi belajar terbuka ke mereka yang berbeda

keyakinan. Contohnya sekarang warung saya di Gandaria City juga banyak menerima pembeli non muslim.

6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Para aktivis CUPS banyak orang Kristen, tetapi justru mereka yang mau peduli sama saya yang butuh bantuan. Kalau

aktivis itu khan tidak dibayar, tetapi mereka tetap siap sedia melayani saya. Nilai kepedulian dan mau solider itu yang

mengesan ke saya. Saya menjadi malu, tapi juga disemangati supaya bisa seperti mereka. Yang sama saya saya tidak

sepeduli itu. Sekarang saya banyak merekrut anggota dari anak-anak saya dan kerabat keluarga untuk ikut CUPS.

Soalnya saya sendiri merasakan banyak manfaat. Sekalipun sekarang saya termasuk anggota lalai tahun 2019. Soalnya

angguran saya sudah setahun ini tidak bisa full. Omzet dagang turun drastis dan cuma naik pas mendekati lebaran aja.

Kondisi saya ini juga sama dengan beberapa anggota CUPS yang sama-sama mengadu nasib buka lapak di Pasar

Tegal Parang. Saya tidak bisa bayar full angsuran pinjaman, tapi tetap rutin bayar hanya tidak bisa full.

7. Ibu Septiana (30th) 2 Saya semakin semangat beribadah mas, mohon tetap diberi barokah supaya dagangan bisa terjual dan laris. Aktivis

CUPS khan banyak orang Kristen tapi mereka tidak mengajak saya pindah agama. Justru kepedulian mereka itu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

menggugah saya untuk semakin tekun berdoa dan percaya sama Allah. Sekalipun usaha lagi seret, tapi tetap rajin

ibadah dan tetap mohon doa semoga dagangan laris.

8. Ibu Kiyem Handayani

(65th)

2 Aku saben dino donga mas ben utangku iso lunas. Soale mergo stress mikir utang, guloku munggah dadi ra iso iso

dodolan, nanggur nang omah. Biyen aku ora tahu nunggak, tapi akhir 2018 ngantos saiki 2020 agak seret mas, soale

dagangan sepi karo loro gula.

9. Ibu Sulastri (36th)

(2013-2015)

(2017-sekarang)

2 Bagi saya CUPS itu anugerah Alla mas. Dulu saya terlalu meremehkan CUMI PS, akhirnya kejerat hutang Bank

Keliling, tetapi sekarang saya hanya punya hutang di CUPS, walaupun tahun ini saya dinilai lalai bayar angsuran.

Di CUPS, saya juga membantu promosi ke sesama pedagang warteg untuk ikutan CUPS. Sekarang ada beberapa

temen-temen saya ikutan CUPS.

10. Bpk. Barly 2 Staf CU pasti menyemangati saya mas, kalau saya sering mengeluh soalnya bayaran dari perusahaan tidak bisa untuk

bayar angsuran di CU, habis untuk bayar biaya berobat Ibu saya. Saya tahu staf CU itu orang Kristen tapi mereka

justru bisa memahami kondisi saya sekarang. Kalau di tempat lain, belum tentu ada orang seperti staf CU yang mau

sabar mendengarkan permasalahan saya. Ini pinjaman ke-2 saya di CU yang masuk ke kredit lalai.

Saya sendiri berusaha yakin mas, kalau saya kerja keras, Allah pasti membukakan jalan. Ini iman saya. Staf kantor itu

kristen semua, tapi malahan sering mengingatkan saya supaya tetap kerja keras dan tidak meninggalkan sholat.

Malahan kadang saya malu sendiri Mas, soalnya sering mengeluh ke Allah soal penyakitnya Ibu, tapi kurang

bersyukur kalau berkah untuk saya itu sudah banyak.

11. E. Dewi Ambarwati 3 Keterlibatan saya di CUPS dimulai sejak masa rintisan CUMI PS pada 2008 dan ketika itu saya bagian dari PSE

Gereja Blok Q. Ketika itu saya memaknai keterlibatan di CU dengan menghayati peran Martha yang sibuk bekerja

(pangggilan terlibat di CUMI PS) lebih daripada peran Maria yang duduk diam berdoa (gerakan kharismatik). Bagi

saya sendiri iman tanpa perbuatan mati, itulah sebabnya saya mau terlibat di CU. Panggilan hidup saya sebagai orang

kristiani adalah terlibat di masyarakat, konkretnya terlibat di CUPS dengan pengembangan ekonomi mikro. Saya

merasa bahagia ketika ada anggota yang sukses, dan anggota yang gagal jadi motivasi bagi saya untuk memperbaiki

program dan sistem di CUPS.

Saya itu type orang yang do something, maka mengunjungi, menyapa dan berdialog dengan anggota binaan cukup

saya minati. Tetapi sebagai pengurus, saya dituntut untuk mampu membuat konsep dan program. Di kedua hal itulah,

saya berkontribusi untuk keterlibatan langsung kepada usaha pengentasan persoalan miskin.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

12. Irene Wiedha Ardhy

Riswari (2015-

sekarang)

3 Sebagai orang katolik, awalnya aku merasa tidak ada hubungan antara penhayatan iman dengan kegiatan di CUPS.

Setelah berjalan beberapa waktu, penghayatan iman justru semakin dikembangkan dengan membangun kepedulian

sosial dengan tetap setia berkomitmen. Sebagai pribadi aku tidak punya kekayaan untuk bisa peduli dengan

permasalahan orang lain, tetapi ada diide, komitmen, perhatian yang bisa aku terapkan di CUPS sebagai bentuk

ungkapan iman. Sejauh keaktifanku di CU sebagai ungkapan imanku, jadi ada kesinambungan.

13. Nikolaus Hukulima 3 Bagi saya iman itu terintegrasi dengan pengalaman dan tindakan saya sehari-hari. Saya pernah mengalami kegalauan

sebagai warga Jakarta itu ketika bertemu pengemis. Ketika saya kecil di Lembata, di kampung saya membaca Kitab

Suci yang mengajarkan bahwa Kristsu menolong orang miskin dan peduli dengan mereka. Sekarang saya di Jakarta

mau menolong dan peduli dengan mereka, tetapi setelah saya tolong besok mereka miskin lagi. Inilah yang

meyakinkan saya untuk terlibat di CUPS. Karena CUPS membantu mereka lebih percaya diri dan mampu mandiri

secara ekonomi. Saya curahkan tenaga dan pikiran. Ini cara saya untuk bisa memnatu orang lain yang miskin bentuk

penghayatan akan iman yang saya yakini. Saya harus menolong orang lewat pemberdayaan itu.

14. Rianto Hidajat 3 Sebagai pribadi, saya bergabung di CUMI PS karena: saya merasa telah menerima karunia dan berkat dari TUhan.

Tapi saya ingin berkontribusi untuk peduli pada peningkatan kesejahteraan masyarakat kecil dengan microfinance dan

pengalaman saya mengembangkan e-banking justru mendorong untuk semakin terlibat di dalam karya CUPS. CUPS

bagi saya itu sebagai sarana sarana saya terlibat di masyarakat kecil. Saya mencoba menghayati iman akan Kristus

dalam bentuk tindakan dan sikap peduli pada kebutuhan masyarakat kecil di wilayah Jakarta Selatan. Semuanya itu

sebagai ungkapan atas iman saya.

15. Ginta Heniarti 3 Saya seorang muslim, bisa dibilang mejadi minoritas di lingkungan kerja saya saat ini. Namun selama bekerja di

CUPS, saya tidak mengalami kesulitan dalam menjalankannya, karena pada dasarnya semua agama mengajarkan

kebaikan, saling membantu, tolong menolong, dan yang terpenting adalah toleransi.

Saat ini CUPS belum ada program pemberdayaan yang berhasil dijalankan dengan baik, maka dari itu masih perlu

melakukan pemberdayaan kepada anggota-anggotanya dulu jika sudah bisa maksimal baru mulai memberdayakan

masyarakat luas, bisa juga dimulai dari lingkungan sekitar anggta yang berhasil diberdayakan oleh CUPS.

16. Suryanto Wijaya 4 Nilai yang sangat kuat saya rasakan di CUPS adalah komitmen dan kepedulian pada masyarakat kecil. Komitmen itu

saya rasakan begitu konkret terkait dengan posisi saya di aktivis dan pengurus. Keterlibatan dalam CUPS menuntut

adanya komitmen sebagai bentuk pertanggungjawaban atas tugas dan kewenangan yang saya miliki. Seperti yang

sudah saya sampaikan sebelumnya, saya miskin pengalaman berinteraksi dan terlibat dalam masyarakat miskin di kota

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

Jakarta. Justru lewat CUPS, saya bisa berinteraksi, berdialog bahkan membantu mereka mengatasi permasalahan

mereka. Semakin saya terlibat di CUPS, semakin kongkret penghayatan iman saya akan Kristus yang juga peduli dan

punya hati untuk mereka.

17. Rm. Antonius

Sumarwan, SJ

4 https://www.academia.edu/38172518/Kejutan_Yang_Membahagian_Keterlibatan_saya_dalam_gerakan_Credit_Union

Mengembangkan

partisipasi pribadi

ke masyarakat

sebagai tindakan

atau usaha

pemberdayaan,

yakni: keterlibatan

dalam proses politik,

ekonomi, dan

pengembangan

budaya untuk

pengambilan

keputusan atau

kebijakan

Sejauh mana roadmap dan rencana strategis CUPS itu menjawab kebutuhan dan persoalan ekonomi yang Anda

hadapi termasuk keterlibatan sosial di masyarakat, terlebih pengembangan microfinance dan pemberdayaan bagi

masyarakat miskin di Jakarta Selatan?

1 Ibu Lies Marlina

(2013-sekarang)

1 Saya tahu sedikit karena beberapa kali ikut pelatihan untuk mendampingi kelompok waktu masih CUMI PS. Tetapi

sekarang waktu udah ganti CUPS dan orderan saya makin banyak, saya cenderung jarang ikut pelatihan hanya sesekali

memotivasi anggota rekrutan saya untuk rutin dan disiplin bayar angsuran mingguan untuk simpanan dan pinjaman.

Bagi saya itu sudah cukup membantu, setidaknya mulai bisa hidup sejahtera. Tahu punya hutang, tetapi tidak kawatir

dan tetap bisa menabung.

2 Ibu Jasa Riani

Panjaitan (50th)

(2008-sekarang)

1 Dulu jaman masih CUMI PS, saya sungguh dibantu untuk bayar sewa kontrakan terus pinjaman lagi (Ikhtiar) untuk

modal usaha memberi barang-barang untuk warung saya sampe bisa bertahan sekarang.

Tapi sekarang syarat-syarat untuk bisa meminjam makin ribet dan butuh waktu lama kadang seminggu lebih. Saya ini

lagi mengajukan pinjaman Ikhtiar untuk memulai usaha kontrakan di parung. Kebetulan saya punya lahan di sana,

daripada kosong mau saya buat kontrakan lumayan bisa bantu-bantu nambah penghasilan soalnya warung juga sepi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

Tapi gara-gara angsuran pinjaman Bestari yang terakhir untuk bayar kuliah dua anak saya tidk bisa full, jadinya masih

lama dan sulit untuk mengajukan pinjaman modal usaha. Mohonlah saya dibantu, soalnya saya juga masih kesulitan

selama anak masih kuliah semua, masa sampe sekarang pengajuan pinjaman saya belum disetujui padahal saya ikut

CU sudah lama juga.

3. Ibu Narti (54th) 1 CUPS membantu saya yang janda anak 3 mengatasi kesulitan ekonomi untuk modal usaha kecil-kecilan jualan bubur

sumsum dan bisa lancar bayar kontrakan rumah 7 juta setahun.

4. Ibu Suliyem (51th) 1 Yang saya tahu pinjaman di CUPS itu bunga dan angsuran itu menurun. Sistem ini yang sangat membantu saya

apalagi untuk pinjaman Bestari itu khan uangnya tidak muter hanya pinjam terus habis dan harus mengangsur. Soal

mikrofinance saya belum tertarik karena masih sibuk jadi guru privat dan ngurus pendidikan anak-anak, jadi belum

pernah pinjam Ikhtiar.

5. Ibu Sri Wahyuni

(50th)

1 Yang sangat membantu saya di usaha catering itu plafon pinjaman yang lumayan bisa bantu beli perlengkapan

catering. Berkat CUPS, secara keuangan dan modal usaha, saya lebih PD untuk usaha catering dan mulai mikir untuk

berani daftar ke Go-food. Jadi saya merasa dibantu mengembangkan microfinance dari usaha rumahan sampai

sekarang punya catering, walaupun rumah masih ngontrak.

6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Yang sangat membantu saya itu sekalipun saya masuk jadi anggota yang lalai, tapi tetap diperhatikan, kadang ditanya

gimana perkembangan dagangan, bisa bayar angsuran tidak bulan ini. Mereka tetap peduli ke saya, dan tetap rutin

mengingatkan untuk angsuran. Jadinya saya tidak malu-malu bilang dan konsultasi soal kesulitan saya ke mas Rafael

atau kadang ke Mas Doni.

7. Ibu Septiana (30th) 2 Pinjaman di CUPS itu menyelematkan saya mas. Soalnya gara-gara ikut CUPS saya bisa punya rumah sendiri dan bisa

bayar kontrakan lapak pasar. Jelas ini bukti kalau CUPS terlibat di masyarakat kecil.

8. Ibu Kiyem Handayani

(65th)

2 Ora ngerti mas, saiki sing ta pikir piye carane bayar angsuran sitik-sitik.

9. Ibu Sulastri (36th)

(2013-2015)

(2017-sekarang)

2 Yang saya tahu pinjaman CUPS itu bunganya rendah, angsuran makin lama turun.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

10. Bpk. Barly 2 Tidak tahu soal itu mas, yang saya tahu sistem di CUPS itu angsuran dan bunga pinjaman menurun. Ini yang

membantu saya.

11. E. Dewi Ambarwati 3 CUPS awalnya belum memiliki program pemberdayaan dan hanya mengandalkan pendampingan dalam hal tata kelola

dan perencanaan keuangan. Program pemberdayaan dalam bentuk pelatihan kewirausahaan baru dimulai setelah

kegiatan studi banding ke CU Sauan Sibarrung di Toraja. Di sana CU membantu usaha pemberdayaan pertanian

bekerjasama dengan dinas pertanian dan pemberdayaan perternakan dengan dinas perternakan, misalnya perternakan

babi. Pertanyaan bagi CUPS adalah apa yang dibutuhkan oleh masyarakat Jakarta saat ini? Jawabannya itu

pengembangan dan inovasi usaha mikro, maka usaha pertama tahun 2017 diadakan pelatihan merajut, shibori, dan

barista kopi. Lalu usaha lanjutan di tahun 2018 diadakan pelatihan fotografi, media sosial, kain perca dan pelatihan

kecantikan dan ternyata diminati anggota khususnya pelatihan merias. Selain itu, CUPS juga mengajak anggota untuk

ikut pameran atau bazaar di berbagai kegiatan.

12. Irene Wiedha Ardhy

Riswari (2015-

sekarang)

3 Business plan tahun 2019 menurutku lebih nyata dalam hal pelatihan pemberdayaan, sebagai tindak lanjut dari

pembangunan komunitas. Program ini lebih spesifik ke kegiatan-kegiatan kewirausahaan. Tapi bounding antar

anggota dalam komunitas itu yang perlu dipikirkan lebih lajut.

Aku memikirakan kalau ada kelas reguler di luar CERDAS yang diadakan setiap bulan, hanya apa yang belum tahu

bentuknya seperti apa, misalnya: klinik usaha mikro untuk anggota supaya bisa konsultasi usaha mereka. Faktanya

broadcast WA grup masih mendapat respon lambat bahkan hampir tidak ada respon, Cuma sebatas di-read doang.

Kemaren kita mengundah Yoris Sebastian (Wirausahawan yang sering muncul di Metro TV) dan Mas Bowo

(komunitas hype). Kira-kira permasalahannya permasalahan utama mereka itu apa, supaya bisa jadi fokus

penanganannya. Tapi ternyata permasalahan mereka belum sampai pada tahap permasalahan yang sedang hype di

kalangan pasar anak muda atau ekonomi bisnis. Bisa jadi kecenderungan sebagai anggota karyawan sebagian besar

lebih suka menyimpan dana saja. Wirausaha yang jumlah 40% masih sibuk dengan usaha mereka memenuhi

kebutuhan mereka. Terkadang ada gap antara pemikiran di tataran stakeholder belum sejalan dengan kebutuhan

mereka.

Menurutku problemnya itu yang ikut pelatihan hanya itu-itu saja dan variasinya sangat rendah. Dulu CUPS pernah ada

acara menghadirkan konsultan makanan, tetapi kembali respon para anggota yang bergerak di usaha mikro renpon

lambat dan mereka lebih fokus ke orderan mereka.

13. Nikolaus Hukulima 3 Harus diakui bersama bahwa Businees plan masih ada banyak yang belum tercapai dan perlu usaha keras untuk

dicapai bersama-sama. Dalam Businees plan, CUMI tidak akan mandiri kalau mau masuk menjadi lembaga mandiri.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

Maka CUMI PS diubah menjadi CUPS (2017). Kalau dulu CUMI PS, kita turun dan ketemu anggota untuk

pendampingan, penagihan. Tetapi ketika dirubah menjadi CUPS anggota harus lebih aktif datang ke kantor. Perubahan

ini perlu pembiasaan, sekalipun untuk turun ke bawah masih dilakukan Cuma intensitasnya tidak sebanyak dulu.

Resources-nya lebih sedikit untuk kecil dan bisa menekan biaya operasional. Kesadaran yang dibangun CUPS:

anggota adalah lembaga dan pemilik dari CU itu sendiri. Sekarang CUPS memiliki 1000 anggota, dan orang mulai

terbuka dan mau datang.

14. Rianto Hidajat 3 Dari sisi anggota, meerka masih belum menyadari konteks peran CU secara menyeluruh, misalnya apakah ada dampak

dari perubahan kebijakan sistem pinjaman dalam hal plafon dan presentasi bunga. Idealnya business plan itu

menjawab kebutuhan mereka, karena data-data analisis yang dipakai itu ambil data yang diperoleh staf saat turun ke

bawah. Misalnya plafon pinjaman konsuntif untuk kebutuhan akan motor 25 juta, di tahun 2020 naik 35-40 juta

menyesuaikan data lapangan. Maka ini sebenarnya peluang bagi manajemen untuk terus membangun dialog dan relasi

dengan anggota.

Harus diakui bersama bahwa jumlah anggota semakin banyak mengakibatkan pendampingan menjadi terbatas,

mengingat staf tidak bertambah dari sisi jumlah. Dari CUPS mencoba tetap berhubungan dengan anggota ialah sistem

surve untuk pinjaman. Memang belum maksimal, sekarang di tahun 2019 hanya 30% anggota meminjam. Segmentasi

anggota yang berprofesi sebagai karyawan belum banyak terlibat dalam pengajuan pinjaman.

15. Ginta Heniarti 3 Setiap akhir tahun CUPS mengadakan Business Plan (rencana kerja 1 tahun ke depan) dan Strategic Planning (5 tahun

sekali), di mana dilakukan evaluasi atas pencapaian kerja selama tahun berjalan dan membuat roadmap program kerja

apa saja yang akan dilaksanakan untuk menjawab persoalan dan kebutuhan anggota di tahun mendatang, di antaranya

inovasi produk simpan pinjam, rekrutmen anggota, program pendidikan dan pelatihan untuk mengangkat ekonomi

anggota, pendampingan usaha anggota, dst.

16. Suryanto Wijaya 4 Kalau di perkotaan, masyarakat terbiasa dengan sistem online; BTPN sudah memiki target mikro (genesis BTPN) atau

Vintex (aset alokasi: investor, 50 juta bisa dipinjam ke berbagai pinjaman di atas 12% sehingga dana 50 juta bisa tidak

diragukan (analisis rasio pearls leanding). Sebaliknya di CUPS memberi fokus pada usaha pemberdayaan dan

benefitnya juga besar. Lembaga keuangan lain menggunakan profit oriented, sedangkan CUPS sekalipun profit

oriented tetapi masih lingkaran pemberdayaan.

Konkretnya target pinjaman beredar harus bisa mencapai 70% baru bisa Fee to Fee, sedangkan di CUPS baru sampai

50% saja. Pinjaman + total aset masih sekitar 50%. Harusnya lebih bisa menjadi ke 70% lound depositr resoult (LDR)

supaya lebih stabil secara keuangan dan bisnis.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

Di sisi lain, kecenderungan anggota CUPS adalah adanya banyak keraguannya, tapi sejauh ini hinggta tahun 2019,

KL, MPL di CUPS masih di bawah 5% dalam analisa rasio preals. Artinya bahwa secara keuangan, CUPS itu sehat.

17. Rm. Antonius

Sumarwan, SJ

4 Rencana Strategis CUPS saat ini terutama difokuskan pada peningkatan kapasitas organisasi sehingga menjadi CU

yang berkelanjutan (mandiri secara finansial). Dengan demikian, pelayanan CUPS, yang lebih diproritaskan bagi

mereka yang miskin, dapat terus belanjut dan menjangkau semakin banyak orang. Secara umum rencana-rencana yang

ditetapkan sudah berjalan baik. Namun, mengajak orang kecil untuk berproses dalam pemberdayaan memang tidak

mudah. Kebanyak orang jalan instan saja. Selain itu, belum semua aktivis juga siap untuk terlibat secara total.

Mengembangkan

dan menekankan

tindakan yang lahir

dari kehendak bebas

Sejauh mana Anda sebagai anggota CUPS sungguh diberi kebebasan memilih dalam proses pendampingan dan

edukasi untuk menentukan produk dan layanan yang Anda butuhkan dalam usaha peningkatan kesejahteraan?

1 Ibu Lies Marlina

(2013-sekarang)

1 Saya terbantu dengan sistem di CUPS, khususnya pinjaman dengan bunga menurun. Satu hal yang saya suka itu kita

harus ikut pelatihan dan pendampingan CERDAS dulu sebelum mengajukan pinjaman. Di sana saya dibantu untuk

tahu permasalahan saya dan menentukan strategi untuk mengatasinya.

CUPS penting bagi saya karena membantu untuk modal usaha dan dan pendidikan anak. Saya mengajukan pinjaman

pertama itu sebesar Rp 2.000.000,- ditambah saldo simpanan. Pinjaman itu saya pakai untuk model usaha membeli

bahan-bahan makanan dan snack untuk dijual kembali di depan rumah.

Menurut saya, ada perubahan sistem di CUPS. Dulu waktu masih CUMI PS, sebagai anggota saya harus menabung

dulu beberapa waktu dan baru bisa pinjam. Pinjaman maksimal sebesar Rp 500.000,-. Sekarang dengan CUPS, pilihan

simpanan dan pinjaman lebih bervariasi dan membantu saya mengatasi permasalahan modal usaha.

2 Ibu Jasa Riani

Panjaitan (50th)

(2008-sekarang)

1 Sejak CUMI PS sampe sekarang CUPS, saya bebas menentukan simpanan yang mau saya pakai. Staf kantor bantu

memberi pandangan soal macem-macem pinjaman yang bisa membantu saya. Sekarang di CUPS sudah jarang

kumpul-kumpul kelompok basis seperti waktu masih CUMI PS.

3. Ibu Narti (54th) 1 Dulu saya sempet takut untuk gabung CUMI PS, soalnya denger-denger gak beda jauh sama Bank Keliling, bedanya

cuma bunganya lebih kecil. Tapi setelah saya pinjam pertama dan merasakan manfaatnya. Jadi ketagihan dan sudah 4x

pinjam, dan tidak pusing untuk angsurannya. Yang pasti setiap kali saya pinjam itu pasti karena benar-benar butuh dan

tidak pernah menyalah gunakan untuk kepentingan lain. Setiap kali sebelum pinjam, saya konsultasi dulu sama staf

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

kantor dulu sama Mas Roni, sekarang Mas Rafael. Terus saya diberi kebebasan memilih pinjamannya apa, mau

diangsur berapa tahun terus angsurannya kuatnya berapa. Begitu mas.

Yang wajib diikuti sebagai anggota itu CERDAS. Kalau belum ikut CERDAS gak boleh mengajukan pinjaman. Kalau

ikut CERDAS itu ada sertifikatnya mas untuk bukti.

4. Ibu Suliyem (51th) 1 Saya bebas sich menentukan mau ikut simpanan apa aja. Yang paling besar saya ikut itu Simapan, dan karena

simpanan saya cukup lumayan, jadinya udah bisa pinjam di atas 10 juta. Sebelum pinjam selalu saya konsultasi sama

staf kantor, terus ditawari pilihan mau yang mana, berapa lama ngangsur terus mau berapa angsuran mingguannya.

Karena masih pakai angsuran mingguan, jadinya hutangnya tidak berasa terlalu berat.

5. Ibu Sri Wahyuni

(50th)

1 Tabungan saya tidak banyak, tapi pinjaman saya sudah banyak dan sampe 20 juta. Gara-gara itu usaha saya

berkembang mas, dan tidak takut untuk kredit macet. Kalau saya jujur dan iklas, pasti ada aja barokahnya ke usaha

saya jadi bisa bayar angsuran sekaligus sedikit-sedikit nabung.

Yang wajib itu ikut CERDAS, gak bisa ditawar-tawar.

6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 CUPS memberi kebebasan ke anggotanya dan tetap mendorong untuk berusaha. Saya bebas memilih mau ikut

simpanan dan pinjaman yang saya butuhkan. Saya juga tetap didampingi dan disemangati untuk terus jualan,

sekalipun lagi masa sulit.

7. Ibu Septiana (30th) 2 CUPS memberi kebebasan kok ke anggotanya, cuma yang diwajibkan itu ikut CERDAS baru bisa mengajukan

pinjaman sama tetap rutin angguran sekalipun belum bisa bayar full.

8. Ibu Kiyem Handayani

(65th)

2 Nang CUPS bebas kok mas arep milih simpenan opo we, karo dibantu milih pinjeman sing cocok.

9. Ibu Sulastri (36th)

(2013-2015)

(2017-sekarang)

2 Sekalipun saya sudah pernah ikut CUMI PS dulu, tetapi sistem yang sekarang di CUPS memang agak ribet untuk

mengajukan pinjaman.

10. Bpk. Barly 2 Jelas mas soal itu, saya didampingi untuk memilih simpanan dan pinjaman mana yang paling saya butuhkan. Pinjaman

terakhir untuk bayar cicilan terakhir rumah 50 juta. Saya pengen pinjaman yang besar sekalian untuk rencana isteri

buka usaha, tapi saya pilih untuk ambil pinjaman Griya dulu. Ini khan cicilan terakhir, jadi tanah dan rumah yang di

bogor sudah jadi milik saya. Saya lega rasanya, tapi ya masih belum selesai angsurannya di CU.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32

11. E. Dewi Ambarwati 3 Anggota diberi kebebasan penuh untuk menentukan produk dan layanan yang diperlukan. CUPS lebih mendorong

dengan sistem, edukasi, dan motivasi agar anggota lebih terlibat di kegiatan CUPS, misalnya: memotivasi anggota

supaya simpanan harus 50% di atas simpanan rata-rata anggota. Dalam konteks ini CUPS hanya bisa menghimbau dan

tidak bisa memaksa. CUPS harus menjaga keseimbangan antara pinjaman dan simpanan.

12. Irene Wiedha Ardhy

Riswari (2015-

sekarang)

3 Kalau di CUPS, tipe anggotanya sudah memiliki tujuan tertentu. Maka inisiatif pertama dari anggota, CUPS lebih

memberikan pilihan untuk alternatif produk simpanan yang akan diambil termasuk menentukan nominal masing-

masing simpanan termasuk juga soal pinjaman. Soal pinjaman, mereka lebih jago dan punya strategi untuk

mengatasinya dengan bantuan CUPS. CUPS lebih memberikan wawasan dari pengalaman anggota sebelumnya.

13. Nikolaus Hukulima 3 Dalam CUPS, setiap anggota diberi kebebasan penuh menentukan pilihan produk yang hendak dipilih dan disesuaikan

dengan kemampuan dari anggota itu sendiri. Staf biasanya akan memberi motivasi dan gambaran perihal produk dan

mafaatnya bagi anggota CUPS.

14. Rianto Hidajat 3 Dari sisi pinjaman: tujuan utama pinjaman CUPS itu untuk membantu anggota tanpa merugikan lembaga CUPS

sendiri. Misalnya pinjam motor 35 juta selama prestasinya baik, di kenal CUPS, kita bisa membantu. Guideline tetap

ada tetapi penerapannya juga tidak kaku.

Soal produk, kita memberikan kebebasan penuh kepada mereka. Dalam situasi tertentu, terkadang anggota

mengajukan pinjaman untuk orang tua yang sakit kadang ke hak guna atau pinjaman untuk barang-barang konsuntif.

Maka CUPS selalu menekankan ke staf kredit soal pentingnya memperhatikan background dan trackrecord mereka.

Selain itu kita juga tetap kritis memahami anggota dan menganalisa bahwa dana tersebut mau digunakan untuk apa,

misalnya: CUPS meminta bukti otentik berupa surat tagihan. Di CUPS, anggota bisa menggunakan dua produk

pinjaman sekaligus.

15. Ginta Heniarti 3 Saat anggota baru bergabung, anggota wajib mengikuti pendidikan dasar yang kami sebut CERDAS (pencerahan

Dasar). Ada beberapa modul yang diberikan ke anggota, salah satunya ada pola kebijakan produk pelayanan. Anggota

diberikan edukasi mengenai produk dan pelayanan apa saja diberikan CUPS untuk anggotanya, anggota bebas

menemukan pilihan sesuai kebutuhannya.

16. Suryanto Wijaya 4 Komunitas CUPS di tahun 2019 sudah bagus mendapatkan anggota melampaui 1000 anggota. Di satu sisi CUPS tetap

menjunjung tinggi kebebasan dan kejujuran anggota dalam hal apply produk CUPS, tetapi tetap hati-hati dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33

memberikan pinjaman. Karena CUPS punya pengalaman buruk saat membuka kantor pelayanan di Tigaraksa dan

Pasar Kemis Tangerang.

Sejauh ini nilai ketelitian menjadi value yang sangat ditekankan, misalnya kredit macet harus ditekan di bawah 5%

sebagai indikator keberhasilan dan kesehatan keuangan CUPS. Maka dalam sistem CUPS 3 bulan awal, anggota tidak

bisa pinjam melainkan harus berlatih mengangsur simpanan terlebih dahulu dan wajib ikut pelatihan CERDAS, agar

mereka menjiwai semangat CU.

17. Rm. Antonius

Sumarwan, SJ

4 Semua aktivis diberi kebebasan untuk berkontribusi sesuai dengan minat dan kemampuan mereka.

Memberikan ragam

pilihan produk dan

layanan yang

ditawarkan

Sejauh mana ragam pilihan produk dan layanan CUPS itu efektif meningkatkan kesejahteraan anggotanya dan

pemberdayaan masyarakat?

Hal-hal apa saja yang perlu dikembangkan lebih lanjut oleh CUPS agar mendukung pemberdayaan dan peningkatan

kesejahteraan masyarakat dan khususnya para anggotanya?

1 Ibu Lies Marlina

(2013-sekarang)

1 Saya ikut di simpanan pendidikan (Pandai), Sihari, Simapan, Simus, dan sudah tiga kali mengajukan pinjaman modal

usaha (Ikhtiar). Kalau bisa bunga simpanan diperbesar, bunga pinjaman direndahin.

2 Ibu Jasa Riani

Panjaitan (50th)

(2008-sekarang)

1 Saya terbantu untuk pinjaman Ikhtiar soalnya uangnya bisa diputer terus bisa dapat untung. Saya juga mengajukan

pinjaman 50 juta (Ikhtiar) untuk buka kontrakan di Parung, Bogor. Soalnya di sana prospek kontrakan masih banyak

dibutuhkan terus diminati. Kita baru buat pondasi sudah ada yang menawar untuk menempati kost yang ladi dibangun.

Sejak 2008, saya dibantu CUMI PS untuk terbiasa membuat perencanaan secara jelas dan realistis karena sesuai uang

yang ada, mulai dari pinjaman pertama 500 ribu (2008) sampai sekarang 50juta (2019). Walaupun masih seputar

bagaimana caranya muter uang, dapet untung dari usaha, terus bisa membayar angsuran di CUPS.

3. Ibu Narti (54th) 1 Yang pertama membantu itu pelatihan CERDAS, supaya kita tahu masalah kita dan bisa membuat rencana

mengatasinya. Terus yang membantu saya jelas pinjaman dengan bunga dan angsuran menurun dan dibayar

mingguan. Kalau di Bank Keliling itu ada bayaran harian, mingguan, bulanan plus bunga. Kalau di CUPS itu

mingguan, bunga rendah dan rutin jadi gak terlalu berat untuk saya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

4. Ibu Suliyem (51th) 1 Yang sangat membantu saya itu ada simpanan Simapan, karena saya tidak punya usaha jadi ini salah satu alternatif

yang paling mungkin dan aman diangsur bulanan. Selain Simapan, saya juga ikut Sihari sama Pandai.

5. Ibu Sri Wahyuni

(50th)

1 Yang membantu saya jelas pinjaman Ikhtiar dan sudah 5x sampe angka 20 juta. Untuk itu, saya menguatkan simpanan

Simus supaya dapet plafon besar di Ikhtiar. Saya lebih percaya dan PD pinjam di CUPS daripada di Bank, dan sudah

terbukti bisa menyejahterakan keluarga saya. Usaha lancar, uang kontrakan rumah dan kontrakan warung bisa teratasi

dan bisa nabung sedikit-sedikit. Harapannya bisa punya rumah sendiri dan memperbesar catering.

6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Pinjaman Ikhtiar terakhir saya pinjam 20 juta untuk bayar kontrakan dan modal usaha dagang. Berkat CUPS sekarang

saya sudah punya lapak sendiri di Pasar Tegal Parang. Sebelumnya saya jualan di emperan dan sampai jam 10 pagi

saja. Sekarang di lapak saya bisa jualan sampai malam hari. Hanya masalahnya masih sama, pembeli berkurang dan

kalah sama onlineshop. Masalah ini masih belum bisa diatasi mas, belum tahu mau diapakan dan gimana caranya.

7. Ibu Septiana (30th) 2 Yang sangat membantu saya itu pinjaman Aguna dari CUPS. Saya pinjam pertama 500 ribu (2013), sekarang sudah

100 juta (2018) untuk nambahi uang tabungan supaya bisa beli rumah. Saya banyak dibantu supaya pinjaman itu

segera bisa dicairkan. Sekarang saya sudah lega punya rumah. Sekarang saya tidak pusing-pusing bayar kontrakan

setiap tahun. Sekarang saya tinggal mikir bagaimana caranya muter uang dagangan supaya tetap bisa lancar bayar

angsuran pinjaman.

8. Ibu Kiyem Handayani

(65th)

2 Nang CUPS iki ono pinjaman modal usaha, terus disempen maneh nang tabungan. Dagangan saiki angel mas podo

amblek kabeh, akeh sing pindah nang kerawang. Dodolan makanan saiki yo kalah haro warung padang-an 12 rebu

wes warek.

9. Ibu Sulastri (36th)

(2013-2015)

(2017-sekarang)

2 Pinjaman Aguna itu yang sering saya pakai, ini sudah pinjaman ke-8 dan terakhir saya pinjam 40 juta untuk bayar

angsuran rumah dan tanah. Dari CUPS saya sudah pinjam total 200 juta masih pelunasan hutang terakhir 40 juta masih

utang 16 juta. Tahun 2019 ini saya menjadi anggota lalai mas, soalnya sudah beberapa bulan ini angsuran saya belum

bisa penuh. Harusnya tiap bulan sekitar 4 juta, tetapi mentok-mentok hanya 3 juta bahkan lebih sering kurang dari 3

juta. Masalahnya sejak habis lebaran 2019, omzet warteg turun hampir setengah mas. Jadinya muter uangnya jadi sulit

mas, apalagi grobak yang dijalankan juga hasilnya bak-buk (impas), kalau ada untungnya kecil sekali, uangnya tidak

bisa diputer.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

Usaha sampingan saya dan suami itu menyewakan 8 gerobak kaki lima untuk bantu menaikkan omzet warteg. Mbok

ya ada pendampingan dari CUPS. Sekalipun saya sekarang jadi anggota lalai, mbok ya dibantu promosi atau

mengelola supaya usaha sampingan ini maju.

10. Bpk. Barly 2 Di CU, simpanan bisa dipakai untuk bayar angsuran kalau kepepet sekali. Ada beberapa kali angsuran saya tidak bisa

bayar, jadinya simpanan saya diambil untuk bantu bayar angsuran. Yang penting tetap rutin bayar angsuran, tapi tidak

penuh Mas angsurannya.

Mungkin perlu ada alternatif solusi mas untuk saya yang dulu lancar sekarang jadi anggota lalai. Saya sudah bekerja

keras, tapi tetap tidak bisa bayar penuh. Saya harus membiayai pengobatan ibu saya yang setiap minggu harus cuci

darah di rumah sakit. Jadinya keuntungan berdagang roti saya gunakan untuk menebus resep obat ibu, kalau biaya cuci

darah sudah ditanggung BPJS.

11. E. Dewi Ambarwati 3 CUPS memiliki simpanan dan pinjaman yang berkaitan, misalnya pinjaman Bestari (pinjaman pendidikan) dan

simpanan Pandai (simpanan pendidikan) dengan suku bunga rendah. Dari sistem, hubungan kedua produk layanan itu

menguntungkan CUPS. Saya pernah mempunyai pengalaman saat adik menikah, pinjaman dari CUPS sangat

membantu dengan bunga pinjaman rendah dan bisa direncanakan jauh-jauh hari sebelumnya. Menurut saya yang

penting dalam ber-CU adalah menentukan strategi dalam mengatasi permasalahan yang mungkin akan dihadapi.

Menurut saya, di sanalah CUPS itu memiliki peran pemberdayaan bagi anggotanya.

Menurut saya yang perlu ditingkatkan adalah pendamping dandan pembentukan komunitas-komunitas yang sudah

dipetakan. Tujuannya agar dalam memberikan pelatihan itu sungguh menjawab kebutuhan anggota dan tepat sasaran.

12. Irene Wiedha Ardhy

Riswari (2015-

sekarang)

3 Mungkin perlu dipikirkan misalnya ada klinik usaha dalam bentuk pelatihan reguler yang diperlukan dan sering

dilakukan. Yang perlu dijangkau adalah anggota under 30 tahun atau generasi milenial yang potensial untuk

dikembangkan dan didampingi. CUPS bisa memfasilitasi dengan dana untuk mengembangkan keahlian, misalnya: edit

video atau jualan foto, promosi produk makanan via onlineshop. Hanya menurut aku, tantangannya adalah

karakteristik milenial yang tidak mau dikekang, tetapi di sisi lain anak milenial agak resisten dengan CU yang identik

dengan usaha ibu-ibu. Ini perlu disikapi secara bijak. Di satu sisi mereka harus berani berubah dan beradaptasi, di sisi

lain mereka masih harus berjuang bertahan hidup.

13. Nikolaus Hukulima 3 Lewat aplikasi CUPS online diharapkan menjadi sarana promosi bagi 60% anggota karyawan dan 40% anggota dari

unit usaha. Untuk 60% anggota karyawan, inovasi online menjadi hal yang biasa bagi mereka dan merupakan

kebutuhan. Tetapi bagi 40% anggota unit usaha yang sibuk dengan barang dagangan mereka, tidak semua melek

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36

teknologi, maka strateginya ialah: minta bantuan lewat anak-anak mereka yang milenial untuk membantu mengakses

mobile online. Harapannya dengan fasilitas online, layanan produk semakin dikenal dan semakin banyak diakses dan

digunakan oleh para anggota CUPS. Strategi lain yang sudah digunakan ialah

sosialisasi aplikasi CU Online lewat pendidikan CERDAS untuk menjelaskan dan sharing perihal manfaat mobile

CUPS dan promosi PMT.

14. Rianto Hidajat 3 Menurut saya pribadi yang sekiranya yang bisa dibantu adalah pengembangan usaha, misalnya: anggota yang menjual

jamu didampingi supaya berani masuk ke bisnis online. Yang saya pikirkan adalah fokus ke anggota yang sudah

punya usaha, di mana CUPS kita membantu untuk promosi, misalnya fotografi dan promosi. Kalau untuk anggota

karyawan, mereka punya usaha sampingan untuk income tambahan. Kalau orang bicara tentang kesejahteraan maka

sejahtera itu ditandai dengan kemampuan membeli barang dan meningkatkan income. Jadi peningkatan income

menjadi penting. Teknologi digital memungkinkan hal tersebut dapat direalisasikan. Dengan investasi kecil, dan bisa

berkembang besar, misalnya: pengembangan donat or puding rumahan bisa buka outlet sendiri dan bisa promosi di IG

atau media sosial lainnya.

15. Ginta Heniarti 3 Sampai saat ini belum 100% produk dan pelayanan CUPS mampu menjangkau atau menjadi solusi atas semua

permasalahan anggota. Namun cukup banyak yang terbantu dengan produk dan layanan yang diberikan. Sebagai

contoh, produk pinjaman modal usaha (Ikhtiar) sampai saat ini masih menjadi produk unggulan begitu juga dengan

pinjaman pendidikan (bestari) di mana setiap kali tahun ajaran baru banyak anggota yang mengajukan pinjaman ini.

Pinjaman Wahana untuk membeli sepeda moto juga sedang giat kami promosikan. Semua produk pinjaman CUPS

setiap tahunnya mengalami penurunan bunga pinjaman dan bisa semakin bersaing dengan lembaga keuangan lain.

Yang harus selalu dikembangkan adalah pendidikan dan pemberdayaan, bukan hanya anggtanya tetapi juga para

SDM-nya (Pengurus, Pengawas, Manajemen, Aktivis). Saat ini semua masih sama-sama belajar dalam mengelola CU

yang baik, agar dapat membantu para anggotanya. Jika SDM-nya tidak diberikan pendidikan atau pelatihan,

bagaimana bisa mengedukasi dan memberdayakan anggotanya.

16. Suryanto Wijaya 4 Dalam sejarah, CUMI PS memiliki relasi yang erat dengan CUBG. Sampai pada satu titik, CUBG sepakat mengambil

market golongan atas dan CUMI PS mengambil segmen golongan bawah. Tetapi supaya tidak terjadi overlaping,

CUBG keluar dari kerasulan PSE Gereja Blok Q. Hal ini menguntungkan CUPS karena anggota CUBG kemudian

masuk ke CUPS.

Implikasinya sekarang di CUPS 60% itu anggota yang berprofesi sebagai karyawan perusahaan (middle-hight) dan

40% itu anggota yang berprofesi pedagang dengan unit usaha mikro. Mengapa keryawan 60%, 40% unit usaha? Dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

tata kelola managemen keuangan, pilihan posisi 60% itu dapat menstabilkan CUPS. Kalau 40% unit usaha besar dan

managemen tidak siap, bisa berbahaya pada manajemen keuangan CUPS sendiri. Untuk meningkatkan perputaran dan

perolehan uang di tingkat 40% ini membutuhkan effort besar, maka solusinya ialah menggenjot presentasi 60%

anggota dengan sarana digitalisasi. Bagi anggota karyawan, persoalan digitalitasi dan sistem online itu hal yang biasa,

tetapi bagi sebagian besar anggota yang termasuk 40% UKM digitalisai dan sistem online perlu sosialisasi dan

pembiasaan.

Mengapa karyawan dipiliah sebagai segentasi dalam pelayanan CUPS? Jawabannya kita butuh mereka, dan kita bisa

membantu mereka untuk juga mau peduli pada masyarakat kelas bawah dengan sistem di CUPS. Caranya: kita bisa

membuka kerjasama dengan perusahaan. Kalau mereka lalai, kita bisa mendapat jaminan dari Perusahaan pada kasus

kredit lali (be to be). Di tahun 2019 sudah ada beberapa perusahaan yang bekerjasama dengan CUPS dan itu

membawa manfaat besar bagi karyawan mereka. Kebutuhan konsuntif mereka terpenuhi, dan perusahaan juga

diuntungkan karena adanya peningkatan kinerja mereka di perusahaan.

Konteks perkotaan, karyawan cenderung hidup dengan kacamatanya sendiri. Justru lewat CUPS, kita dapat memberi

perspektif baru bagaiamana mereka tetap memiliki kesadaran sosial dan terlibat pada pemberdayaan masyarakat

menengah kecil. Di sini CUPS tetap memperhitungkan keberadaan 60% para karyawan di CUPS. Berhadapan dengan

masalah pemberdayaan para karyawan, maka CUPS mencoba dengan sarana sosialisasi sistem ARO. Targetnya ialah

agar karyawan ini lebih banyak meminjam secara online dan menjawab kebutuhan spontaneously yang menjadi ciri

khas mereka. Jika mereka menggunakan lembaga keuangan lain, layanan kredit lebih dipromosikan perihal besaran

cicilan tetapi presentasi efektivitas pinjamannya tidak disebutkan. Sedangkan di CUPS, layanan produk pinjaman

tidak hanya besar angsuran atau cicilannya, tetapi juga presentasi dari bunga, balas jasa pinjaman, jasa pelayanan

(Jaspel) dan dana cadangan resiko (DCR). Jadi informasinya lengkap dan transparan.

Layanan kredit kencenderungannya lebih pada promosi cicilan, tetapi presentasi efektifnya tidak diberikan. Nak di

CUPS mau diberikan info soal noinal dan efektif nya.

17. Rm. Antonius

Sumarwan, SJ

4 Produk sudah dirancang untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Produk finansial (simpanan, pinjaman dan

perlindungan) sudah diberikan. Produk pendidikan juga ditawarkan, misalnya pendidikan dasar, kecerdasan finansial

dan beberapa ketrampilan. Pendampingan usaha diupayakan namun masih perlu ditingkatkan. Namun efektivitas

produk/pelayanan terhadap pemberdayaan juga tergantung pada respon anggota yang bersangkutan.

Para aktivis perlu lebih meningkatkan keteladanan dalam pemanfaatan produk, terus mau belajar ilmu-ilmu baru, terus

mendengarkan anggota dan belajar dari pengalaman mereka, serta meningkatkan jiwa wirausaha dengan melakukan

usaha produktif sendiri juga.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

Mengembangkan

partisipasi yang

menuntut adanya

struktur-struktur

yang berguna untuk

membuka peluang

pemberdayaan

sekaligus

melindunginya

Sejauh mana CUPS mampu menciptakan strategi-strategi baru atau inovasi dalam usaha peningkatan kesejahteraan

usaha mikro? Hal-hal apa saja yang menghambatnya?

1 Ibu Lies Marlina

(2013-sekarang)

1 Di CUPS ada syarat yang bagus: kalau mau mengajukan pinjaman modal usaha (Ikhtiar) harus punya simpanan

modal usaha (Simus). Jadi kita, pemimjam dibantu untuk mengusahakan angguran mingguan. Kalau pas tidak punya

uang untuk angsuran, simpanan bisa dipakai untuk angsuran. Pinjaman modal usaha bagi saya menjadi penyelamat

untuk melanjutkan usaha kecil saya: untuk modal membuat kue kering lebaran, beli bahan masakan untuk catering ke

kantor. Karena mereka pakai sistem pembayaran bulanan.

Yang menghambat itu kurangnya sarana promosi dan hanya lewat perseorangan di grup-grup whatapp. Selain itu,

sekarang syarat-syarat mengajukan pinjaman lebih ribet dan tidak bisa secepat dulu waktu masih CUMI PS.

Soal inovasi SCT Mobile CUPS itu baik dan perlu disosialisasikan lebih sering lagi terlebih di dalam WA grup.

Yang kurang itu, CUPS tidak membantu saya untuk promosi usaha ke masyarakat yang lebih luas dari rumah saya di

Petogogan. Pelatihan untuk membuka peluang-peluang usaha dan cara-cara promosi di CUPS masih kurang.

2 Ibu Jasa Riani

Panjaitan (50th)

(2008-sekarang)

1 Dari pengalaman saya, CUMI PS membantu saya bisa punya kontrakan yang lebih baik daripada sebelumnya dan

akhirnya lepas dari jerat hutang Bank Keliling.

Yang menghambat itu kesulitan untuk mengelola uang yang gak bisa diputer seperti pinjaman Bestari, tetapi harus

nombok tiap minggu.

Tapi juga saya bersyukur, berkat CUPS, saya bisa membayar biaya kuliah 2 anak saya di Atmajaya Jakarta, sekalipun

angsuran bulanan tidak bisa full lagi dan jadi kelompok anggota lalai di tahun 2019 ini.

3. Ibu Narti (54th) 1 Escete-CUPS itu sepertinya inovasi terbaru, bisa akses informasi dari HP. Tapi aplikasinya baru terbatas di HP

keluaran terbaru, jadi agak sulit kalau punyanya HP androit model lama.

Yang menghambat itu, kunjungan staf ke anggota itu tidak sesering dulu waktu masih CUMI PS.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

4. Ibu Suliyem (51th) 1 Plafon pinjaman sudah naik itu buat saya bagus, cuma syaratnya kadang lebih ribet dan perlu waktu lebih lama.

Mungkin ada pengalaman karena anggotanya sudah semakin banyak, terus ada pinjaman dipakai tidak sesuai

tujuannya, jadinya mereka lebih hati-hati, padahal kalau kita pinjam itu selalu jujur dan apa adanya.

5. Ibu Sri Wahyuni

(50th)

1 CUPS mobile itu sangat membantu saya, jadi saya bisa mencek di HP di rumah dan tidak harus ke kantor. Kalau ada

pertanyaan tinggal konsultasi di WA grup atau telpon langsung ke Mas Doni atau Mas Rafael. Inovasi lain sich plafon

pinjaman sudah pada dinaikkan, ini sangat membantu saya. Inovasi online membawa kemudahan di tengah kesibukan

saya mengurus catering.

Sekarang layanan CUPS sudah bagus karena sudah ada link sama BCA, jadinya bisa lebih mudah untuk bayar

angsuran pinjaman via transfer bank dan tidak harus tunai lagi.

6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Mbok saya dibantu gimana caranya mengatasi masalah onlineshop? Saya bingung gak tahu harus bagaimana lagi,

semakin hari pembeli semakin berkurang dan omzet turun terus Mas. Di CUPS memang ada banyak pelatihan, tetapi

untuk pedagang seperti saya ini kesulitan untuk tidak jualan. Sudah untung semakin kecil, dagangan banyak yang

buruk dan tidak laku, masa tidak jualan dan tutup kios.

7. Ibu Septiana (30th) 2 Saya sudah pernah ikutan CUPS mobile, tapi belum tahu harus dibuat apa sich. Cuma bagus sekarang bisa bayar

listrik, bayar pulsa, transfer bank, dan lihat rekening kita.

8. Ibu Kiyem Handayani

(65th)

2 Ora ngerti mas.

9. Ibu Sulastri (36th)

(2013-2015)

(2017-sekarang)

2 CUPS sudah banyak memberikan pelatihan kewirausahaan, tetapi yang sesuai dengan pekerjaan saya (dagang

makanan jadi) itu belum ada Mas. Kemarin sudah ada pelatihan promosi online, tetapi saya bingung terus habis

pelatihan mau digimanakan. Saya belum tahu caranya promosi warteg di online. Mungkin yang saya butuhkan itu

pelatihan masakan seperti kursus tataboga untuk menambah kemampuan saya masak makanan Mas.

Hal yang menghambat menurut saya itu permasalahan kita itu kompleks mas. Kaya saya ini punya tanggungan untuk

bayar angsuran rumah 800 juta sekarang masih kurang 200 juta. Saya juga punya usaha sampingan sewa gerobak

untuk muter uang, tetapi juga belum bisa untung. Ke depannya saya mau usaha kontrakan karena rumah dan tanah

saya lumayan besar dan kost-kostan di tempat saya juga masih banyak yang cari. Nah kalau diijinkan boleh pinjam

lagi untuk modal usaha bangun kontrakan, tapi ini juga butuh biaya juga. Jadinya saya bingung mas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

10. Bpk. Barly 2 Angsuran pinjaman dan bunga itu sistemnya menurun. Saya juga denger di WA grup kalau kita bisa ngecek simpanan

sama pinjaman di HP. Tapi masalahnya aplikasi itu bisanya di HP terbaru. HP saya masih tipe lama dan untuk WA

grup masih bisa. Untuk aplikasi CU tidak bisa diinstal di HP saya.

11. E. Dewi Ambarwati 3 Inovasi CUPS bisa dilihat dari businees plan; kita mengevaluasi sekaligus merancang program dengan mengikuti

trend dari CU lainnya, misalnya sistem online dalam tata kelola dan Access Branding di CU Toraja. CUPS di awal

2019, fase 1 adalah mengecek saldo secara online; fase 2 (septermber 2019) bisa transfer online dan pembuatan

database; fase 3(2020) pinjaman online.

12. Irene Wiedha Ardhy

Riswari (2015-

sekarang)

3 Inovasi terakhir itu CUPS bekerjasama dengan ARO membuat aplikasi Escete-CUPS Mobile. Ini langkah maju dan

berusaha beradaptasi dengan perubahan zaman. Yang menghambat itu masih seputar mentalitas anggota yang masih

belum berani masuk ke ranah online, terkoneksi, dan paperless.

13. Nikolaus Hukulima 3 Salah satu inovasi selain masuk ke ranah online, CUPS menyesuaikan kebutuhan anggota dengan menaikkan plafon

pinjaman, misalnya plafon untuk pinjaman beli motor baru itu 20 juta, sekarang naik hingga 40 juta. Karena banyak

masukan dari anggota dan data analisis pasar bahwa rentang harga motor baru itu kisaran 30-40 juta.

14. Rianto Hidajat 3 Aplikasi online sejak tahun 2019, tetapi sistem belum stabil maka responnya kecil. Tahun 2020 di dalam RAT, CUPS

mengambil tema digitalisasi untuk mem-push dan sebagai bentuk promosi. Produk yang ditawarkan CUPS juga lebih

kompetitif dan harapannya bisa menarik anggota. Selain itu, CUPS juga bekerjasama dengan pihak ketiga untuk

menjalankan sistem online ini baik dengan ARO maupaun dengan perusahaan lain. Gerakan ini sudah didukung

BKCU untuk longterm. Pilihan ini untuk mengantisipasi pengalaman dulu moving dari Mifos ke CU Mobile CUPS

butuh waktu lama. Sekarang ARO dan punya track record di filipina dan sekarang sudah disupprot BKCU

Kalimantan. Jadi lebih aman dan terpercaya.

15. Ginta Heniarti 3 Strategi yang dilakukan dengan cara lebih peka mendengarkan semua permasalahan dan saran atau masukan anggota,

melakukan evaluasi produk, mengembangkan IT. Hambatannya analisis kebutuhan anggota yang masih kurang.

Beberapa program pelatihan dalam dikemas dengan baik dan belum bisa menyasar anggota yang membutuhkan.

Kurangnya tidak lanjut pasca kegiatan pelatihan.

16. Suryanto Wijaya 4 Di tahun 2018 s.d 2019, CUPS sudah berusaha memperbaiki MO dan SOP. Harapannya CUPS segera bisa masuk ke

Access Branding mengingat dalam RAT BKCU Kalimantan 2019, CUPS direkomentasikan untuk segera access

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

branding. Untuk itu dua tahun terakhir ini (2018-2019), CUPS memperbaiki MO dan SOP sebagai tuntutan dasar bisa

Access Branding.

Selain itu untuk pemberdayaan kepada masyarakat golongan bawah: bagaimana kita bisa menyampaikan bahwa CUPS

bisa membantu mereka, misalnya: promosi brosur kebutuhan konsuntif untuk pembelian motor, TV, HP, rumah.

Tekniknya bisa dibuat dalam bentuk perbandingan pinjaman di Bank atau lembaga kredit lainnya vs CUPS, targetnya

adalah 70% tapi ini masih jadi PR besar.

17. Rm. Antonius

Sumarwan, SJ

4 Akhir-akhir ini CUPS mulai mencoba memanfaatkan teknologi baru (aplikasi mobile) untuk meningkatkan pelayanan

bagi anggota. Upaya untuk memasarkan produk anggota lewat sosial media juga diusahakan. Tantangannya: cara yang

efektif masih dicari dan juga sering kali para aktivis dan anggota kurang konsisten untuk melakukan hal baru ini.

Memiliki beberapa

ciri, seperti:

langsung,

representasional,

representasi

keterpilihan, dan

keberpihakan,

informasi berbasis

data, dan didasarkan

pada mekanisme

pasar yang

kompetitif.

- bagaimana CUPS mampu mengidentifikasi secara spesifik kebutuhan para anggotanya, sehingga prosuk dan

layanannya dapat mendukung peningatan kesejahteraan? (pertanyaan untuk Staf-Aktivis CUPS)

- Sejauh mana unsur inklusif dan partisipasi aktif anggota CU itu sungguh diberi ruang dan dikembangkan oleh

CUPS? Apa saja hambatannya dan bagaimana mengatasi masalah tersebut?

1 Ibu Lies Marlina

(2013-sekarang)

1 Di CUPS ada kerja sama yang baik antar anggota dengan aktivis, anggota dengan staf, dan staf dengan aktivis. Kerja

sama ini tidak memandang suku atau agama, tetapi untuk kesejahteraan bersama. Semua diberi kesempatan sama dan

pelayanannya juga sama. Kalau di CUPS itu gak memperhatikan soal agama, yang penting jujur dan mau kerja keras

supaya bisa angsuran simpanan dan pinjaman.Tapi memang ikatan kekeluargaannya lebih erat saat masih CUMI PS,

sekarang dengan rasa kekeluargaan di CUPS mulai terasa mulai berkurang. Mungkin karena saya jarang aktif lagi

sebagai aktivis.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

2 Ibu Jasa Riani

Panjaitan (50th)

(2008-sekarang)

1 CUPS sangat membantu saya mengatasi masalah keuangan keluaraga. Tapi ternyata itu tidak cukup. Jadinya saya ikut

jadi anggota CUBG dan pinjam 55 juta untuk bantu bayar registrasi kuliah anak ke2 di Atmajaya. Jadi gantian

pinjaman Bestari di CUBG lalu semester depannya di CUPS. Kalau gak begitu, 2 anak saya tidak bisa kuliah, soalnya

di CUPS plafonnya terbatas.

3. Ibu Narti (54th) 1 Saya itu pengen sekali bisa mendapat kredit untuk rumah, denger-denger katanya plafonnya udah 200-jutaan. Soalnya

kebutuhan itu ke depannya masih yang utama Mas. Saya ya pengen gak ngontrak terus. Selain itu kalau ada kegiatan

bazaar bulan November, saya pengen ikutan lagi untuk nambah kenalan pembeli masakan saya.

4. Ibu Suliyem (51th) 1 Kebutuhan utama saya itu beli tanah terus punya rumah sederhana tidak harus mewah atau megah. Kadang itu ada

orang yang tiba-tiba menawarkan tanah atau rumah mendadak karena butuh uang. Jadi kita harus cepet-cepetan Mas.

Cuma masalahnya di CUPS itu masih lama prosedurnya untuk pinjaman di atas 100-juta. Syaratnya ribet dan harus

ada jaminan, itu yang kadang susah untuk orang seperti saya.

5. Ibu Sri Wahyuni

(50th)

1 Kebutuhan utama saya itu pengen punya rumah sendiri dan gak harus ngontrak terus. Tapi sekarang bersyukur berkat

CUPS sekarang usaha catering saya sudah maju dan bisa mandiri sedikit-sedikit. Ke depannya mau coba sich ambil

pinjaman Griya tapi masih belum berani.

6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Saingan onlineshop sekarang paling meresahkan para pedagang di Pasar Tegal Parang mas. Bantuan pinjaman saya

untuk modal usaha gak cukup bisa mengatasi masalah ini.

7. Ibu Septiana (30th) 2 Kebutuhan saya akan rumah sudah terpenuhi. Yang menjadi kebutuhan saya sekarang itu cara mengatasi saingan dari

onlineshop ini mas. Sekarang ada penjual sayuran yang online dan punya dana besar jadinya sayurannya lebih tahan

lama. Kalau di tempat saya masih tradisional, jadi kalau gak laku ya rugi dan dibuang karena busuk. Kalau ada cara

atau pelatihan bisnis online untuk para pedagang di lapak pasar tradisional yang gak bisa pergi ke mana tapi ada

tambahan penghasilan untuk bisa untung terus bisa bayar angsuran di CUPS.

8. Ibu Kiyem Handayani

(65th)

2 Sak ngertiku CUPS itu usahane Gereja Blok Q, tapi anggotane akeh sing muslim mas. Malahan apik iso dadi conto

kerukunan umat beragama. Tahun lalu Mas ono 5x acara “Buka puasa bersama”. 4 acara ono nang wilayah, 1 nang

kantor pusat ngarep Grejo.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

9. Ibu Sulastri (36th)

(2013-2015)

(2017-sekarang)

2 Sejak CUMI PS sampe sekarang CUPS, saya sebagai muslim tetap merasa dihargai Mas dan tidak dibeda-bedakan

pelayanannya. Hanya karena saya jadi anggota lalai, jadi tidak mudah untuk mengajukan tambahan pinjaman. Jadi

CUPS membiarkan saya melunasi dulu pinjaman sampe 75% dulu baru bisa mengajukan pinjaman baru. Menurut

saya, CUPS masih memberi ruang dan tetap percaya saya bisa mengembalikan pinjaman. Ini yang saya rasakan bagus

dari CUPS. Dulu saya sempat mutung keluar dari CUMI PS gara-gara pinjaman saya ditolak padahal saat itu saya

butuhkan sekali. Tetapi di bandingkan tempat kredit lain, di CUPS itu tetap membuat saya tenang, angsuran sama

bunganya menurun.

Yang saya suka di CUPS itu anggota yang punya usaha warteg atau catering selalu diajak untuk ikutan bazaar di

Gereja atau acara lain. Anggota selalu diberi prioritas untuk mendaftar dan jualan. Itung-itung nambah penghasilan

dan kalau bisa nambah usaha promosi mas.

10. Bpk. Barly 2 Menurut saya di CU itu bagus Mas dan bisa jadi contoh kerjasama antar umat beragama. Pengurus dan staf kantor itu

Kristen semua orang Gereja Santa, tapi mereka bekerja untuk banyak orang Islam. Saya saja PD kalau keluar masuk

kantor CU sekalipun saya muslim. Teman-teman saya juga tidak malu-malu pakai jilbab keluar masuk kantor CU.

Masalahnya di depan kantor itu tidak ada keterangan atau papan nama gitu Mas. Jadi kadang untuk orang-orang baru

itu merasa ragu. Tapi kalau sudah merasakan manfaatnya di CU, mereka tidak ragu lagi. Kalau bisa ada papan nama

gitu di pinggir jalan supaya lebih banyak orang dibantu.

11. E. Dewi Ambarwati 3 Hambatannya adalah sebagai aktivis dituntut oleh komitmen. Hambatan bagi anggota non kristen adalah perihal

managemen waktu sebagai pengurus dan pekerjaan.

12. Irene Wiedha Ardhy

Riswari (2015-

sekarang)

3 Sejauh ini, menurutku sich kerjasama dan kebersamaan antara anggota katolik dan non katolik tidak menjadi isu

masalah, tetapi lebih pada obyeknya tidak menarik bagi para anggota. Misalnya pelatihan kewirausahaan belum

direspon dan menarik minat anggota.

13. Nikolaus Hukulima 3 Saya rasa perlu adanya kerjasama dengan Gereja, mengingat ada waktu di mana muncul “konflik” antara CUPS

dengan beberapa karya yang ada di bawah PSE, misalnya perihal penggunaan ruang di gedung PSE Blok Q.

CUPS adalah lembaga sosial yang menuntut profit. Menurut saya, CUPS adalah bagian Gereja dan itu

memberdayakan ke semua orang tidak hanya katolik dan non katolik. Secara moral, CUPS adalah anak kandung

Gereja, yang melahirkan CUPS. Maka tuntutannya adalah pertangungjawaban kedewan secara rutin. Mereka terlibat

di gereja tidak membuat mereka jadi kafir. Tegangan utnuk sosialisasi dengan pejabat gereja itu penting.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

Lembaga ini CUPS lahir dari kepriharinan umat, waktu itu bersama Romo marwan dan Maryono yang menjadikan

CUPS sebagai lembaga pemberdayaan Gereja. Wujud dan wajah kepedulian Gereja kepada masyarakat di mana

Gereja hadir dan berada. Tradisinya pengurus CUPS selalu melaporkan kegiatannya ke Dewan Pleno Paroki setiap

tahun. Hal ini juga penting mengingat Gereja Blok Q masih membantu biaya operasional yang rutin setiap tahun

dikucurkan untuk usaha ini. Tetapi karena adanya gap di dalam tubuh PSE sendiri, terkadang situasi tersebut membuat

pengurus tidak bersemangat dalam bekerja apalagi presentasi di depan Dewan Pleno. Yang saya takutkan itu kita

dianggap sebagai “kacang lupa kulitnya.” Yang sudah berkurang itu adalah setiap bulan ada laporan ke Dewan Paroki

perihal perkembangan CUPS. Yang masih rutin itu laporan tahunan.

Sekarang lagi diusahakan agar dalam setiap rapat Dewan Pastoral Harian, CUPS diberi ruang 10 menit untuk

melaporkan perkembangannya. Selain sebagai bentuk pertanggungjawaban dari tugas pengurus kepada Dewan Paroki.

14. Rianto Hidajat 3 Sudah terjawab di pertanyaan sebelumnya.

15. Ginta Heniarti 3 Saya dan teman-teman staf manajemen sebisa mungkin lebih peka terhadap semua permasalahan anggota, masukan

kritik, saran terkait produk dan pelayanan yang diberikan CUPS. Dalam beberapa permasalahan yang sekiranya tidak

bisa dipecahkan oleh manajemen, maka akan disampaikan setiap kali Rapat Pleno untuk dicarikan solusinya bersama.

Anggota diberi ruang untuk berpendapat saat ada sesi diskusi dalam pendidikan atau pelatihan, saat RAT, dan bisa

juga langsung menyampaikan kepada manajemen untuk selanjutnya ditidaklanjuti bersama dengan pengurus dan

pengawas. Anggota juga bisa menjadi Sahabat Sejahtera (aktivis) untuk dapat terlibat aktif di setiap kegiatan CUPS

(rekrutmen, pendidikan, pemberdayaan, sosialisasi, dsb).

16. Suryanto Wijaya 4 Belajar dari CUMI PS dan CUPS, ternyata di Jakarta dalam konteks bisnis dan ekonomi kerakyatan, orang tidak lagi

berbicara soal agama. Orang berbicara bagaimana cara mengusahakan kesejahteraan hidup, bukan lagi soal apa

agamamu dan apa kepercayaanmu. Ada yang bilang kalau uang itu punya logikanya sendiri.

Di CUPS, ketika anggota sudah mencapai lebih dari 1000 muncul tegangan dan masalah baru, yaitu: Tegangan antara

sistem (5C-TMC) vs kepedulian yang sering dihadapi oleh para aktivis CUPS (pengurus, pengawas, & anggota).

Kalau konteks di perkotaan, fraudnya lebih tinggi dan resikonya juga besar, dan operasionalnya juga tinggi.

Hal lainnya, di perkotaan, kebanyakan umat katolik di Blok Q itu ingin menyumbang karena secara ekonomi cukup

bahkan berlimpah. Jauh-jatuhnya hanya pada tindakan karitatif. Justru menurut saya, CUPS itu sarana yang efektif

untuk mereka sekaligus membantu mereka untuk peduli dengan sesamanya yang menderita, misalnya menjadi anggota

CU, menjadi aktivis yang ikut merekrut anggota, berjumpa dan berdialog dengan anggota, terlibat di pengurus, atau

hanya sekedar menjadi relawan CU saja.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

17. Rm. Antonius

Sumarwan, SJ

4 Lewat pembicaraan ketika anggota datang ke kantor, saat staf mengunjungi anggota, dan juga pendidikan

dilaksanakan.

Anggota diberi keleluasaan untuk terlibat; didorong untuk merekrut anggota lain; didorong untuk menjadi aktivis

bahkan pengurus dan pengawas. Tantangannya, tidak banyak anggota yang siap untuk terlibat pada level itu. Anggota

yang berasal dari ekonomi bawah dengan pendidikan agak rendah, biasanya masih sibuk dengan menjaga

keberlangsungan ekonomi mereka sehingga belum begitu banyak terlibat mengembangkan organisasi. Namun

beberapa anggota aktif ikut merekrut anggota baru.

C. Elemen 3: Pemberdayaan menuntut akuntabilitas

Menuntut

akuntabilitas yang

didasarkan pada

kemauan diri dan

kesiapan

penyelenggara

Sejauh mana CUPS memberikan keyakinan kepada Anda perihal program dan layanan yang ditawarkan itu

akuntable dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga Anda bersedia untuk terlibat di dalamnya? Unsur-unsur apa

saja yang mendukung dan tidak mendukung?

1 Ibu Lies Marlina

(2013-sekarang)

1 Saya selalu ikut RAT, dan di sana biasanya ada info-info baru seputar CUPS. Soal sistem online, saya mendukung

sekali kalau sampai bisa semua hal dionline-kan,jadinya lebih praktis tinggal cek di hp dan bisa transfer. Setiap tahun

ada RAT, itu yang membuat saya terus yakin kalau CUPS tetap ada. Yang paling membuat saya semangat ikut RAT

itu karena ada door prize, semoga tahun ini saya dapat door prize.

2 Ibu Jasa Riani

Panjaitan (50th)

(2008-sekarang)

1 Saya ikut RAT rutin, cuma absen 2019 kemaren. Waktu RAT 2019 lalu, saya bertemu dengan salah satu staf untuk ijin

karena ada acara keluarga di bandung.

Yang menurut saya baik itu pinjaman makin lama semakin menurun dan bunganya kecil. Itu membantu sekali.

Di RAT sebelumnya anggota dianjurkan untuk meminjam sebanyak-banyaknya. Tetapi sekarang pinjaman

membutuhkan banyak syarat dan mekanismenya lebih rumit. Saya jadi bingung.

3. Ibu Narti (54th) 1 Saya awalnya ragu, tetapi dengar cerita ibu bos jadinya yakin. Ibu boss yang jauh lebih kaya dari saya aja ikut CUMI

PS, berarti itu sudah terpercaya. Setelah saya sendiri mengalaminya dan terlibat di CUMI PS terus sekarang di CUPS,

saya semakin yakin dan percaya. Di RAT saya bisa tahu dan mengedarkan banyak hal soal CUPS.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

4. Ibu Suliyem (51th) 1 RAT bukti konkret kalau CUPS itu transparan laporan keuangannya.

5. Ibu Sri Wahyuni

(50th)

1 Lewat Escete CU Pelita Sejahtera, saya bisa mengecek semua simpanan dan pinjaman, terus bisa transaksi dan transfer

bank, isi pulsa, token listrik di CUPS Mobile Online di Hp. Ini bukti kalau CUPS bisa tetap saya percaya. Selain itu, di

RAT saya bisa tahu banyak hal, hanya sebatas menengarkan saja belum berani berkomentar atau mengkritik.

6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Sejak ikut CUMI PS dan CUPS, sekarang saya sudah punya rumah dan omzet masih bisa ada dan uang masih berputar

sekalipun kecil.

7. Ibu Septiana (30th) 2 Pernah saya mengalami pengalaman tidak percaya bukan ke CUPS dan hanya ke stafnya yang tidak jujur, dan

sekarang saya selalu jaga slip setoran untuk jaga-jaga saja. Tapi saya tetap percaya dan yakin sama CUPS.

8. Ibu Kiyem Handayani

(65th)

2 Aku yakin lan percoyo nek CU kui apik. Biyen aku sering melu kegiatan karo pelatihan nang komunitas basis, tetapi

saiki ra melu maneh Mas soale akeh kerjaan jur saiki loro dadi raiso dodolan. Nek soal laporan soko CU ono laporan

tahunan setahon pisan jenenge RAT.

9. Ibu Sulastri (36th)

(2013-2015)

(2017-sekarang)

2 Saya sudah terlanjur yakin dan percaya kok Mas, kalau CUPS itu bisa dipercaya dan sudah terbukti banyak membantu

saya punya rumah dan tanah. Saya sudah tahu di WA grup kalau CUPS sudah punya fasilitas online, tapi baru sekali

pakai untuk transfer angsuran dari bank aja.

10. Bpk. Barly 2 Saya sudah percaya dan yakin sama CU, buktinya sudah saya alami sendiri. Setiap tahun CU mengundang di RAT.

Saya jarang ikut RAT Mas, tapi tahu sedikit dari ngobrol-ngobol sama teman-teman anggota sama WA grup.

11. E. Dewi Ambarwati 3 Prinsip akuntabilitas diwujudkan di dalam RAT. Kalau dijaringan BKCU, kita diwajibkan untuk menampilkan data-

data perkembangan CUPS dalam bentuk bangko atau spanduk yang dapat diakses oleh anggota. Di CUPS ruangan

belum memadai untuk memajang data-data perkembangan kesehatan keuangan CU.

12. Irene Wiedha Ardhy

Riswari (2015-

sekarang)

3 Sekarang CUPS dengan fasilitas Escette-CU Pelita Sejahtera (Solusi Cerdas Terpercaya), anggota bisa lebih lengkap.

Ke depannya, sistem ini sudah disupport oleh BKCU dan untuk longterm. Faktanya anggota belum familiar dengan

fasilitas ini. Hambatannya adalah saat aktivasi sangat antusias, tetapi dalam kelanjutan responnya belum besar. Maka

menurutku mereka masih butuh waktu untuk pembiasaan dan membangun habit.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

13. Nikolaus Hukulima 3 Aplikasi online CUPS itu salah satu bukti bahwa CUPS sangat memperhatikan perihal akuntabilitas dan transparansi

aktivitas keuangannya kepada publik terlebih kepada para anggotanya. Di sana anggota bisa melihat rekaman

aktivitasnya, jumlah simpanan, jumlah pinjaman terekam dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

14. Rianto Hidajat 3 Akutanbilitas itu memang tidak mudah bagi CUPS. Faktanya kualitas pengawas dan staf menentukan dan beresiko

untuk stabilitas CUPS. Hanya beberapa anggota saja yang kritis bisa membaca RAT. Akuntabilitas tergantung pada

kualitas pengurus dan pengawas. KAJ punya forum CU di KAJ, awalnya kita mau gabung ke CU Blok B dan ada

pengalaman trauma dan mempengaruhi perkembangan CU. Dalam forum CU itu, kita mendapat banyak informasi dan

ide-ide segar untuk pengembangan CUPS.

15. Ginta Heniarti 3 Saya sangat yakin layanan CUPS sangat akuntable dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena laporan keuangan

diterbitkan setiap bulan meski terkadang terkendala dalam mengerjakannya karena masalah waktu dan sistemnya,

tetapi masih sesuai dengan kaidah atau aturan yang berlaku sesuai dengan kebijakan CUPS dan BKCU Kalimantan

mengenai standar pelaporan laporan keuangan. Laporan keuangannya juga dilaporkan dalam RAT, rutin melakukan

Monev (Monitoring Evaluasi) setiap 3 bulan.

16. Suryanto Wijaya 4 Akuntabilitas dan transpan: tidak semua relawan dan aktivis di CUPS itu punya knowledge tentang sistem audit dan

tuntutan transparan tata kelola lembaga keuangan. Menurut saya, CUPS masih dalam proses mengusahakan

transparan, misalnya: perbaikan MO dan SOP masih ada saja yang kurang. Untuk itu perlu ada orang dan waktu yang

memberikan diri untuk kepentingan tersebut.

17. Rm. Antonius

Sumarwan, SJ

4 Untuk para aktivis, kinerja organisasi selalu dilaporkan dalam pertemuan bulanan. Kepada anggota kinerja orgnisasi

dilaporkan dalam Rapat Anggota Tahunan dan kadang newsletter dan media sosial. CUPS juga memberikan laporan

pertanggunjawaban kepada Dewan Paroki Blok Q yang mendukung pelayanan dengan menyediakan gedung dan

pendanaan.

Menuntut

akuntabilitas terkait

penggunaan atau

pemanfaatan dan

Bagaimana CUPS mengelola program dan layanan terkait dengan tata kelola SDA dan SDM (anggota, aktivis,

pengurus, Gereja) yang ditawarkan kepada para anggota dan mitra usaha? (pertanyaan untuk staf-aktivis)

Menurut Anda, aspek apa yang bisa dikembangkan terkait dengan persoalan akuntabilitas tata kelola SDA dan SDM

sehingga dapat meningkatkan efektivitas pelayanan CUPS?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48

tata kelola SDA dan

SDM

1 Ibu Lies Marlina

(2013-sekarang)

1 CUPS punya staf yang selalu siap sedia menjawab berbagai pertanyaan yang saya ajukan dan responnya tidak

berlama-lama di dalam WA grup. Saya terbantu dengan fasilitas WA grup untuk info-info update dari CUPS.

2 Ibu Jasa Riani

Panjaitan (50th)

(2008-sekarang)

1 Sekarang saya terbantu dengan WA grup CUPS, jadi bisa mudah komunikasi dengan staf kantor soal angsuran yang

seret dan mereka masih bisa memahami.

Saya sudah mendengar ada aplikasi CUPS mobile di Hp, tapi saya belum daftar. Sebatas tahu saja.

3. Ibu Narti (54th) 1 Sudah baik.

4. Ibu Suliyem (51th) 1 Cukup.

5. Ibu Sri Wahyuni (50th) 1 Escete-CU Pelita Sejahtera itu sudah bagus semua aktivitas kita terekam baik untuk simpanan dan angsuran pinjaman.

Mungkin bisa dikembangkan lagi pengajuan pinjaman via online gitu, siapa tahu bisa seperti beberapa tempat lain

sudah ada yang via online.

6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Pelatihan untuk anggota yang sehari-hari buka lapak dan jualan di pasar tradisional.

7. Ibu Septiana (30th) 2 Komunikasi di WA grup perlu diberi digiatkan lagi, supaya anggota merasa disapa apalagi mereka-mereka yang Cuma

pasif dan me-read doang. Kasihan khan ada banyak info-info menarik jadi mubazir soale tidak direspon positif.

Beberapa usulan dari perbincangan di WA grup sudah didengarkan sich. Contohnya plafon pinjaman barang konsutif

sudah naik, pinjaman Aguna juga naik. Ini positif bagi saya.

8. Ibu Kiyem Handayani

(65th)

2 Nek iso aku dibantu mas, soale lagi mumet kepiye carane bayar utang sing durung lunas perkoro kapusan 20 juta,

durung maneh bayar kontrakan omah 3 juta sak ulan. Aku yp mumet ra iso mikir, anak putuku yo ngewangi tapi khan

dapur yo isih ngebul mas lan podo butuh duit. Menawi CUPS sanged ngewangi.

9. Ibu Sulastri (36th)

(2013-2015)

(2017-sekarang)

2 Kalau bisa ada kredit via online gitu Mas, khan lebih mudah soalnya di luar ada yang kasih kredit via online. Terus

alau bisa platform pinjaman Aguna ditambah gitu supaya bisa untuk bangun kost-kostan di tempat saya. Rencananya 2

tahun ke depan saya mau mengajukan kredit Aguna 200-an juta, tetapi pinjaman terakhir anggurannya masih nunggak

dan tidak sesuai target jadinya harus menunggu lama lagi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

10. Bpk. Barly 2 Udah baik kok Mas.

11. E. Dewi Ambarwati 3 CUPS memiliki manual operational (pengurus), SOP (mangemen) dan Job description yang harus ditaati dan menjadi

rambu-rambu dari cara CUPS bertindak

Akuntabilitas selama ini hanya sebatas di kantor, dan Monev (monitoring), dan RAT. Beberapa Cu membuat buletin

triwulan. Maka ke depan tantangan adalah membaut papan informasi di CUPS.

12. Irene Wiedha Ardhy

Riswari (2015-

sekarang)

3 Dari sisi SDM, ada perkembangan misalnya banyak aktivis yang stay dan setia mendampingi kelompok-kelompok,

sekarang managemen lebih bagus dengan adanya manager (Ginta: staf terlama yang bertahan). Persoalan utama

sekarang di CUPS itu 60% karyawanan tidak bergerak, dan banyak yang nabung, sehingga pinjaman beredar rendah.

Maka CUPS mencoba inovasi untuk membuat program ziarah untuk memutar uang kelas karyawan middle-atas.

Transparansi untuk CUPS secara umum menurutku belum berdampak besar, dan belum kritis. Contoh mereka yang

datang RAT itu mereka yang aktif menggunakan CU jadi sudah mengandaikan dan gak masalah dengan banyak

perubahan. Pertanyaan yang diajukan juga tidak terlalu kritis dan hanya beberapa orang saja yang terlibat aktif

berdialog saat RAT.

13. Nikolaus Hukulima 3 40% anggota CUPS masih middle-low, terkadang karenang kesibukan membuat mereka tidak terlalu aktif di ranah

online. Inilah tantangan bagi CUPS untuk mempromosikannya. Setiap tahun selalu ada agenda sosialisasi dan semua

staf diterjunkan ke anggota. Selain untuk merekrut anggota juga untuk mengetahui kebutuhan mereka. Usaha lainnya

adalah CUPS sudah masuk ke ranah digital dan memanfaatkan semua platform media sosial seperti, IG, facebook,

Website, dan WA grup.

14. Rianto Hidajat 3 CUPS tahun 2019 memulai kerja sama dengan beberapa perusahaan dengan sistem karyawan perusahan jadi karyawan

CU atau perusahaan menjamin karyawan yang ikut. (1) Perisahaan menjaminkan aset ke kita; (2) Perusahaan membuat

perjanjian corporate guarantee, artinya selama pengajuan tersebut masuk dalam platform dan sesuai dengan MOU

maka akan langsung disetujui oleh CUPS.

Tata kelola manejemen 3 tahun terakhir sudah menunjukan angka positif. Komunikasi dengan manajemen baik dan

belum ada masalah. Dulu di wilayah tangerang, ada aktivis yang hanya mengejar insentif jika mendapat anggota baru.

Motivasinya: dia merekrut anggota untuk menambah income bukan untuk pengembangan CU. Maka aspek edukasi

dan pendampingan tidak menjadi fokus, akibatnya pinjaman lalainya tinggi. Orang bergabung dengan CU hanya untuk

mendapat pinjaman, tetapi tidak memperhitungkan masalah utama, kemampuan dan kapasitas anggota tersebut, dst.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50

Sejauh ini, sistem di-build supaya ada ruang bagi pengawas untuk mengecek kinerja dan efektivitas staf. Sejauh ini

pengurus dan pengawas berjalan dan mampu berkoordinasi dan bekerjasama dengan staf.

15. Ginta Heniarti 3 Tata kelola aset dilakukan dengan membuat pola kebijakan yang sesuai dan membuat target yang mengacu pada

standar analisa PEARLS (standar ukuran kesehatan CU). Agar mencapai standar analisa PEARLS kuncinya adalah

dengan menambah jumlah anggota, melakukan pendidikan dan pelatihan untuk anggotanya. Para SDM juga perlu

diberdayakan melalui pendidikan dan pelatihan, rutin melakukan pertemuan sahabat sejahtera atau aktivis, tetap

berhubungan dan menjalin kerjasama yang baik dengan Gereja.

Yang sedang dikembangkan, yaitu: sistem komputerisasi, saat ini sedang dalam proses perbaikan untuk menunjang

kegiatan transaksi operasional, dan juga dengan diluncurkan aplikasi mobile diharapkan semakin efektif dan efisien.

Perlu dibuatkan SOP dan MO yang jelas atau merevisi yang sudah ada untuk digunakan sebagai acuan para SDM-nya

dalam kegiatan operasional CUPS.

16. Suryanto Wijaya 4 Kesulitannya yang sekarang dihadapi CUPS untuk anggota karyawan yang presentasinya cukup besar sekitar 60%

adalah mengumpulkan minat mereka, menentukan di mana kecenderungan mereka, bagaimana pola dan gaya hidup

mereka. Di sisi lain, sebagian besar dari mereka ingin mendapat pekerjaan yang nyaman dan cepat.

17. Rm. Antonius

Sumarwan, SJ

4 Setiap tiga tahun CUPS membuat rencana strategis, yang kemudian dijabarkan dalam rencana tahunan (business plan).

Pelaksanaan rencana tahunan ini kemudian dipantau dalam monitoring tiga bulanan dan rapat bulanan aktivis. Catatan,

saat ini monitoring tiga bulanan belum rutin dan efektif. Laporan keuangan bulanan selalu dibuat dan kinerja tahunan

dilaporkan dalam Rapat Anggota Tahunan.

Pemahaman dan kesadaran tiap-tiap aktivis atau peran dan tanggung jawab mereka perlu ditingkatkan.

Menuntut

akuntabiltias terkait

dengan kinerja

personal dari

penyelenggara

Sejauh mana nilai-nilai universal (kristiani) itu dihayati oleh para pengurus dan aktivis CUPS sehingga sungguh

menginspirasi dan memotivasi Anda untuk ikut terlibat dalam usaha pemberdayaan?

1 Ibu Lies Marlina

(2013-sekarang)

1 Saya terkesan dengan semangat keterbukaan dan kebersamaan dari para staf di kantor yang selalu setia melayani

anggota sekalipun itu muslim. Para staf CUPS itu ramah kepada saya dan selalu siap sedia menjawab pertanyaan-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51

pertanyaan saya dengan segera. Bagi saya itu menginpirasi untuk juga terbuka dengan orang lain, dan sejauh ini saya

tidak ada masalah soal penghayatan iman dan agama yang berbeda-beda di CUPS.

2 Ibu Jasa Riani

Panjaitan (50th)

(2008-sekarang)

1 Menurut saya di waktu CUMI PS lebih terasa kekeluargaannya dan komunikasi lebih sering lewat kunjungan.

Semangat kekeluargaan itu yang dulu menyemangati saya untuk aktif di CUMI PS.

Sekarang kunjungan sebatas untun angsuran mingguan, terus saya dianjurkan lebih aktif ke kantor. Ini yang masih jadi

masalah, soalnya anak-anak kuliah, bapak gojek, terus saya yang tinggal di rumah dan jaga toko. Jadi sulit kalau

diminta sering ke kantor CUPS.

3. Ibu Narti (54th) 1 Nilai CUMI PS yang masih saya ingat waktu CERDAS dan terus menyemangati saya itu nilai kejujuran untuk selalu

mengatakan yang benar dan bertindak sesuai hati nurani. Kalau di CUPS yang terus menginspirasi saya itu nilai

kegigihan. Saya berjuang bersama anggota CUPS untuk meningkatkan kesejahteraan.

4. Ibu Suliyem (51th) 1 Selama saya ikut CU, yang terus memotivasi saya itu nilai Cerdas dan Gigih. Cerdas untuk bisa membuat perencanaan

keuangan untuk masa depan saya, pendidikan anak, dan keluarga. Gigih untuk terus berusaha bekerja. Sekalipun

tempat mengajar saya jauh di Gunung Sahari, Pluit, PIK padahal saya tinggal di Petogogan, tapi saya tetap semangat

dan gigih gak boleh putus asa. Kalau kita sudah bekerja keras, saya yakin itu barokah untuk keluarga.

5. Ibu Sri Wahyuni

(50th)

1 Nilai yang diajarkan di CERDAS yang masih saya ingat itu cerdas untuk membuat perencanaan dan gigih terus

berusaha. Perencanaan kalau tidak diimbangi semangat ya gak bisa sejahtera Mas. Kalau di CUMI PS yang mengesan

itu semangat kekeluargaan. Saya bisa seperti sekarang karena ada temen-teman seperti Ibu Narti dan Ibu Suliyem yang

masih setia ikut CU. Kami sama-sama berjuang untuk kesejahteraan keluarga.

6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Nilai jujur dan saling percaya itu bagi saya penting. Saya sudah dipercaya CUPS, jadinya saya belajar setia dan

bekerja keras supaya usaha lancar selalu.

7. Ibu Septiana (30th) 2 Nilai kejujuran itu penting apalagi saya sebagai pedagang. Resikonya ya kadang karena jujur, untung kita sedikit.

8. Ibu Kiyem Handayani

(65th)

2 Sing ta rasakno kui nilai peduli karo kekeluargaan mas mbiyen pas isih CUMI PS terus saiki wes dadi CUPS.

9. Ibu Sulastri (36th)

(2013-2015)

2 Nilai kekeluargaan itu yang saya rasakan sebagai keluarga besar CUPS, jadinya saya mudah percaya dan yakin sama

staf kantor. Kadang kalau saya tidak ada waktu, staf kantor yang ke tempat saya. Saya gak takut kalau saya nyerahin

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52

(2017-sekarang) uang 3 juta untuk bayar angsuran pinjaman. Karena yakin mereka itu bisa jujur dan bisa dipercaya, jadinya lebih

tenang mas.

10. Bpk. Barly 2 Yang selalu menyentuh saya itu semangat kekeluargaan. Sejak CERDAS dulu, selalu dingatkan CU itu milik anggota

dan berkembang tidaknya CU itu tegantung anggotanya. Kalau anggotanya tidak aktif katanya itu buruk untuk CU.

Makanya mas, saya kadang malu kalau gak bisa angsuran penuh, gak bisa menabung. Tapi yo mau gimana lagi, yang

penting saya masih di CU dan tidak pindah atau keluar. Staf kantor juga masih setia mengunjungi dan mendampingi

saya di situasi yang sulit ini. Semangat kekeluargaan di CU itu yang membuat saya betah.

11. E. Dewi Ambarwati 3 Nilai kristiani dihayati sebagai panggilan, kalau CUPS pengurus dan aktivis masih dihayati sebagai bentuk pelayanan.

Mengingat di CU lain mereka sudah mendapat bagian dari SHU.

Nilai yang mengesan adalah nilai integritas, yang membuat kita menjadi pribadi yang berkualitas.

12. Irene Wiedha Ardhy

Riswari (2015-

sekarang)

3 Sebagai aktivis menurut saya itu terkait dengan pengahayatan imanku dengan perbuatan apa yang aku lakukan dan

bisa lakukan. Saya gak punya duit, tepi aku ikut mikirin permasalahan orang miskin itu sudah sebagai kontribusi

dalam pemberdayaan masyarakat. Konstribusi dalam tahap ide dan pemikiran.

13. Nikolaus Hukulima 3 Bagi saya nilai totalitas dan pemberian diri yang tulus itulah yang saya hayati selama saya aktif di CUMI PS hingga

saat ini di CUPS sebagai pengurus dan anggota. Saya merasa ini panggilan hidup untuk berbagai dengan sesama

dalam tindakan konkret.

14. Rianto Hidajat 3 Pada saat ini pengurus, pengawasan, dan staf serta pembina masih dominan katolik. Sejauh ini ada kegiatan outing

sambil MYFO sebagai pendidikan dan penyegaran untuk meningkatkan kinerja mereka. Sebagai penyegaran, di tahun

2019 CUPS mengadakan rekoleksi dan bersama Rm, Sudriyanta, SJ, satu tahun sekali. Tujuannya agar para staf tidak

hanya sibuk dengan hal praktis dan melupakan nilai-nilai yang diperjuangkan bersama di CUPS.

15. Ginta Heniarti 3 Teman-teman Pengurus, Pengawas, Manajemen, dan para Aktivis semuanya sengat memotivasi dan menginspirasi

bagi saya pribadi. Di CUPS semua mengajarkan kebaikan dan sangat menunjukkan sikap toleransi yang tinggi.

16. Suryanto Wijaya 4 Bagi saya nilai kepedulian dan komitmen itu menjadi penggerak utama keterlibatan dan keaktifan saya di CUPS

sebagai anggota, pengurus dan aktivis.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53

17. Rm. Antonius

Sumarwan, SJ

4 https://www.academia.edu/38172518/Kejutan_Yang_Membahagian_Keterlibatan_saya_dalam_gerakan_Credit_Union

Mengembangkan

sikap profesionalitas

Sejauh mana CUPS mampu menjaga aspek profesionalitas kerja dalam program, layanan, dan pendampingan yang

ditawarkan kepada para anggotanya?

1 Ibu Lies Marlina

(2013-sekarang)

1 Sampai sekarang staf masih rutin setiap minggu mengunjungi saya sekaligus mengingatkan sisa tagihan saya di

CUPS. Kadang juga saya dibantu ibu fatimah (aktivis CU) yang bersedia bantu bayar angsuran ke kantor. Saya sudah

tidak bisa ke kantor, karena kesibukan jualan dan nerima order snack di rumah.

2 Ibu Jasa Riani

Panjaitan (50th)

(2008-sekarang)

1 Sejauh pengalaman saya ikut CUMI PS dan CUPS, staf yang melayani itu jujur dan belum pernah bermasalah soal

angsuran yang saya bayarkan di rumah itu selalu sama dengan data di kantor.

Dulu zaman staf pinjaman Mas Roni, pinjaman lancar dan cepet sekali. Kita masukkan pagi hari di kantor, sore bisa

langsung cair. Sekarang Mas Rafael itu lama sekali kadang harus nunggu tiga hari sampe satu minggu baru pinjaman

keluar. Padahal kebutuhan itu mendesak dan kadang tidak bisa ditunda.

3. Ibu Narti (54th) 1 Selama ini saya tidak bermasalah dengan para staf Kantor. Dulu saya kenal baik sama Mas Roni dan dia selalu

membantu saya untuk bayar angsuran simpanan dan pinjaman. Sekarang sama Mas Rafael atau kadang sama Mas

Doni, mereka baik dan jujur. Mereka selalu memberi informasi jelas dan siap sedia kalau saya butuh bantuan.

4. Ibu Suliyem (51th) 1 Salut buat staf kantor yang masih mau rutin mengunjungi saya, kadang sekedar cuma untuk bertanya, kadang

mengingatkan soal angsuran simpanan dan pinjaman. Kalau saya mengajukan pinjaman, mereka juga sabar melayani

saya yang kadang cerewet gara-gara kreditnya lama baru cair.

5. Ibu Sri Wahyuni

(50th)

1 Staf kantor CUPS itu profesional semua. Kalau jam kerja, mereka selalu siap sedia membantu saya. Pokoknya

balesannya cepet. Kalau di luar jam kerja, mereka tetap bisa dimintai tolong, pendapat, terus tetap peduli sama

anggota yang dilayani. Mereka bekerja di CUPS tidak cuma gara-gara digaji, tapi mereka peduli sama orang kecil

seperti saya ini.

6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Pengalaman staf yang tidak jujur itu kadang membuat kita ragu. Tapi udah terlanjur percaya jadinya gak masalah dan

tetap yakin sama CUPS.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54

7. Ibu Septiana (30th) 2 Jelas staf yang tidak jujur itu merugikan anggota dan kami harus menanggung akibatnya. Tapi setelah itu, staf kantor

jujur kok dan belum ada kejadian seperti itu lagi. Harapannya tidak ada kejadian seperti itu lagi.

8. Ibu Kiyem Handayani

(65th)

2 Staf kantor kui canggih kok mas lan jujur. Nek teko nang omah ono tambahan biaya administrasi 2000 mas nek

dewean, nek keluarga bayar 5000 mas.

9. Ibu Sulastri (36th)

(2013-2015)

(2017-sekarang)

2 Staf kantor semua profesional mas setahu saya. Pengalaman saya sich belum pernah ketemu sama staf yang tidak jujur

dan tidak bisa dipercaya. Sejauh ini selalu baik. Mereka pun bisa paham sama kesulitan keuangan yang saya hadapi.

Beberapa bulan ini, angsuran saya kurang dari target seharusnya yang saya bayar, tetapi mereka tetap ramah dan

peduli ke saya. Mereka juga terus mengingatkan dan memotivasi saya sudah terus bersemangat kerja. Saya tidak

dibeda-bedakan pelayanannya, kecuali gak boleh nambah pinjaman kalau pinjaman belum 75% lunas. Selebihnya

bagus mas.

10. Bpk. Barly 2 Staf di kantor itu profesional semua, tidak membeda-bedakan anggota. Saya anggota lalai aja tetap diperhatikan dan

selalu diingatkan terus.

11. E. Dewi Ambarwati 3 Profesionaltas kerja dijaga melalui bisnis plan dan dibawa dalam rapat dan pertemuan baik yang sifatnya wajib dan

dijalankan. Dalam monef, kita bisa mengevaluasi program dan menindaklanjuti program yang lancar dan tidak lancar.

Untuk kedepannya, posisi aktivis dan pengurus harus dipertimbangkan perihal “uang”

12. Irene Wiedha Ardhy

Riswari (2015-

sekarang)

3 Sekarang ada monitoring dari BKCU dan juga intenal pengawas termasuk pendampingan Rm. Fredy sendiri sangat

membantu manajemen untuk tetap profesional dan transparan.

13. Nikolaus Hukulima 3 CUPS punya target dalam businees plan, dan pelan-pelan mulai terealisasi bukan sebatas wacana seperti dalam masa

transisi dari CUMI PS ke CUPS. Karena sekarang pure CU, maka ada tuntukan yang harus dipenuhi baik dalam

jaringan BKCU Kalimantan, Inkopdit, maupun hal-hal lain yang sudah ada di MOU, SOP, dst.

14. Rianto Hidajat 3 Sejauh ini tidak masalah soal profesionalitas kerja. Pada tahun kepengurusan 2017-2019, dinamika pengurus itu sangat

stabil tidak ada yang diganti atau berubah. Di CUPS sendiri, pengurus adalah orang yang aktif dan peduli dan tidak

ada kebutuhan monetory game. Untuk ke depannya, menurut Rm Fredy, CUPS perlu memperhatikan bentuk apresisasi

bagi para pengurus dan aktivis yang punya kredibilitas dan loyalitas kerja yang bagus untuk CUPS.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55

15. Ginta Heniarti 3 Sejauh ini semua menjaga profesionalitas dalam pekerjaan. Semuanya sudah tercantum dalam Mo dan SOP. Adanya

poljak menjadi acuan dalam menjalankan pelayanan kepada anggota dengan profesional.

16. Suryanto Wijaya 4 Audit internal dalam jaringan Inkopdit dan BKCU Kalimantan, audit internal CUPS, peranan pengawas, laporan ke

Dewan Paroki menjadi tanda bahwa CUPS itu profesional dan transparan.

17. Rm. Antonius

Sumarwan, SJ

4 Profesionalitas dijaga dengan merumuskan tugas dan tanggung jawab masing-masing aktivis, dan juga merumuskan

standar-standar pelayanan dalam rupa manual operasional dan SOP. Yang masih menjadi tanganan adalah pengecekan

pelaksanaannya dan kualitas pelaksanaannya.

Menekankan aspek

transparansi system

dan tata kelola

Sejauh mana tata kelola SDA-SDM dan sistem pengawasan atau monitoring yang dilakukan CUPS itu mewujudkan

aspek transparansi kepada para anggotanya?

1 Ibu Lies Marlina

(2013-sekarang)

1 Biasanya kita cuma tahu lewat RAT doang sich.

2 Ibu Jasa Riani

Panjaitan (50th)

(2008-sekarang)

1 Setahu saya setahun sekali di RAT saja, saya bisa tahu segala hal soal hal-hal baru, soal SHU, soal doorprize.

3. Ibu Narti (54th) 1 Setahu saya cuma RAT aja

4. Ibu Suliyem (51th) 1 Di RAT

5. Ibu Sri Wahyuni

(50th)

1 Setahun sekali di awal tahun pas RAT.

6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Cuma di RAT aja

7. Ibu Septiana (30th) 2 Di RAT setahun sekali.

8. Ibu Kiyem Handayani

(65th)

2 Nang RAT mas.

9. Ibu Sulastri (36th)

(2013-2015)

(2017-sekarang)

2 Cuma di RAT sepertinya.

10. Bpk. Barly 2 Di RAT mas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56

11. E. Dewi Ambarwati 3 Setiap tiga bulan ada kegiatan monitoring dan evaluasi; internal ada audit dari badan internal dan audit tahunan harus

ada.

12. Irene Wiedha Ardhy

Riswari (2015-

sekarang)

3 Pada tingkat manajemen sekarang CUPS memakai LKSB membantu untuk monitoring dan pengawasan sampai hal-

hal mendetail. Monitoring bulanan itu menjadi sarana untuk memonitr pekerjaan dan progress kita, termasuk audit dari

BKCU Kalimantan.

13. Nikolaus Hukulima 3 CUPS punya kerjasama dalam jaringan BKCU Kalimantan yang secara periodik melakukan audit dan penilaian

kinerja CU. Selain itu ada RAT juga setiap tahun sebagai bentuk pertanggungjawabab kepada anggota dan selalu

melaporkan aktivitas CUPS ke Dewan Paroki Blok Q. Dari pengawas juga rutin mengecek dan memonitoring kinerja

staf dan aliran keuangan di CUPS, misalnya Pak Rianto Hidajat itu rutin 2x setiap bulan mengecek staf kredit dan

melaporkan pinjaman beredar dalam setiap rapat bulanan pengurus. Dari keempat hal tersebut, kita hendak

menunjukkan bahwa ada komitmen dan profesioanlitas kerja yang dijunjung tinggi dan dihayati sungguh sebagai

anggota, pengurus, staf, dan aktivis.

14. Rianto Hidajat 3 Saya sebagai pengawas bidang Kredit selalu minta laporan ke staf kredit dua kali sebulan.

15. Ginta Heniarti 3 Dengan laporan keuangan bulanan, hasil Monev, audit berkala yang dicantumkan dalam Laporan Pertanggungjawaban

Pengurus dan Laporan Hasil Pemeriksaan Pengawas yang disampaikan saat RAT CUPS, RAT BKCU, dan laporan ke

Dewan Pastoral Harian menunjukkan bahwa CUPS sangat transparan kepada anggotanya.

16. Suryanto Wijaya 4 RAT dan Audit menjadi tools untuk memonitoring dan menjaga kredibilitas aktivitas keuangan dan kebiajakn di

CUPS.

17. Rm. Antonius

Sumarwan, SJ

4 CUPS memiliki pengawas yang mengawasi tata kelola sumber daya; ada rapat bulanan pengurus dan rapat monitoring

yang melibatkan lebih banyak aktivis tiga bulanan. Kemudian kinerja organisasi juga disampaikan secara transparan

kepada anggota dalam Rapat Anggota Tahunan.

Menuntut

pertanggungjawaban

Apakah CUPS secara priodik melaporkan aktivitas tata kelola keuangan dan kebijakannya kepada para anggotanya?

Bagaimana bentuk pertanggungjawaban itu diwujudkan dan disampaikan kepada para anggotanya?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57

1 Ibu Lies Marlina

(2013-sekarang)

1 Laporan keuangan dan kondisi CUPS hanya di RAT dan selalu ada undangan yang ditawarkan ke anggota.

2 Ibu Jasa Riani

Panjaitan (50th)

(2008-sekarang)

1 Setahun sekali lewat RAT, CUPS melaporkan semua kegiatannya selama setahun terus memberikan predikat kredit

lalai, kredit terbanyak, anggota paling aktif.

3. Ibu Narti (54th) 1 Di RAT

4. Ibu Suliyem (51th) 1 Pas RAT

5. Ibu Sri Wahyuni

(50th)

1 Setahun sekali di RAT saja. Kalau yang di CUPS Mobile cuma aktivitas saya saja yang terekam.

6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Di RAT

7. Ibu Septiana (30th) 2 Pas RAT.

8. Ibu Kiyem Handayani

(65th)

2 Nang RAT.

9. Ibu Sulastri (36th)

(2013-2015)

(2017-sekarang)

2 Setahun sekali di RAT mas.

10. Bpk. Barly 2 Di RAT.

11. E. Dewi Ambarwati 3 Baru satu tahun sekali di RAT.

12. Irene Wiedha Ardhy

Riswari (2015-

sekarang)

3 Dalam jaringan BKCU, CUPS terbantu dengan sistem pengawasan internal. Di beberapa CU lain dengan aset titik

tertentu, dari BKCU ada tuntutan untuk mendatangkan auditor eksternal yang sifatnya profesional. Dalam Acces

branding ada ketentuan audit eksternal yang ada dalam auditor’s manual. Hambatan untuk Acces branding di CUPS

adalah kelengkapan administrasi, kerapian tata kelola, tata kelola yang sinkron, soal ketaatan, audit, produk favorit

(50% terisi), managemen satu suara, dst.

13. Nikolaus Hukulima 3 Di RAT, jaringan Inkopdit, jaringan BKCU Kalimantan, laporan ke Dewan Pastoral Pleno, Rapat internal pengurus,

rapat manajemen.

14. Rianto Hidajat 3 Pertanggungjawaban umum di RAT, tetapi di ada juga audit internal dari BKCU Kalimantan.

15. Ginta Heniarti 3 Idem sama dengan point sebelumnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58

16. Suryanto Wijaya 4 RAT CUPS, RAT BKCU Kalimantan, Laporan ke Dewan Paroki Blok Q.

17. Rm. Antonius

Sumarwan, SJ

4 Laporan formal (kinerja keuagan dan aktivitas) diberikan dalam Rapat Anggota Tahunan. Pengurus dan Pengawas

memberikan laporan tertulis kepada anggota dalam rupa buku RAT dan menjelaskannya kepada anggota secara lisan.

Anggota diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan memberikan usulan. Laporan Pengurus dan Pengawas

dinyatakan sah baru setelah disetujui oleh anggota.

D. Elemen 4: Pemberdayaan mengembangkan kapasitas organisasional yang bersifat lokal

Mengembangkan

kemampuan bekerja

sama

1 Sejauh mana CUPS melibatkan unit usaha lain sebagai mitra dalam usaha pemberdayaan masyarakat lebih luas dari

reksa pastoral Gereja Paroki Blok Q dan melibatkan umat beragama lain? Bagaimana hal tersebut diwujudkan dan

diimplementasikan dalam bentuk sistem, program dan layanan?

1 Ibu Lies Marlina

(2013-sekarang)

1 Sewaktu masih CUMI PS, saya rutin ikutan pendampingan dan pelatihan dasar. Sekarang karena orderan makin

banyak dan masaknya makin sering jadi sulit untuk ikutan pelatihan kewirausahaan yang diadakan di kantor CUPS.

2 Ibu Jasa Riani

Panjaitan (50th)

(2008-sekarang)

1 Dulu saya beberapa kali ikut pelatihan kewirausahaan di kantor lantai 3. Hanya sebatas itu saja. Kerja sama dengan

mitra usaha lain kurang paham juga. Yang saya tahu, banyak anggota CU itu muslim.

3. Ibu Narti (54th) 1 CUPS sudah banyak melakukan pelatihan-pelatihan kewirausahaan. Tapi sampe sekarang belum ada pelatihan

kewirausahaan masak. Saya khan baru merintis usaha catering rumahan, jadi butuh link untuk belajar, kenal sama

catering lain, sama pelatihan masak supaya makanan saya bisa bervariasi.

4. Ibu Suliyem (51th) 1 Saya sich sudah tahu kalau CUPS mengadakan pelatihan kewirausahaan dan dipromosiin di WA grup. Cuma saya

belum bisa ikut soalnya jadwalnya masih bentrok sama jadwal saya mengajar.

5. Ibu Sri Wahyuni

(50th)

1 Saya ikut pelatihan kewirausahaan yang bahas soal bisnis online. Terus saya masih bingung mau diapakan dan harus

berbuat apa untuk usaha catering saya. Saya sudah ada niat sich untuk coba daftar Go-food. Yang saya butuhkan itu

pelatihan seputar masak-memasak supaya saya bisa punya ide-ide untuk tambahan menu makanan catering.

6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Di WA grup itu ada banyak informasi mas. Karena saya sudah tua, saya tidak terlalu berminat dan lebih sibuk sama

dagangan setiap harinya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

59

7. Ibu Septiana (30th) 2 Justru banyak anggota yang dilayani CUPS itu umat muslim lewat kelompok basis dan gerakan para aktivis CU. Saya

pernah ikutan gerakan sebagai aktivis yang aktif dalam kelompok sahabat sejahtera untuk prose perekrutan,

pendampinagn literasi keuangan. Tapi masalahnya pas punya anak bayi dan posisi ibu rumah tangga sekaligus

pedagang lapak di pasar, sekarang hanya aktif di WA Grup saja. Waktunya sudah habis untuk mengurus anak yang

masih bayi dan jaga dagangan pagi sampai sore.

8. Ibu Kiyem Handayani

(65th)

2 Nang WA grup kui akeh informasi soal pelatihan kewirausahaan jarene ngono, cuma ra pernah melu.

9. Ibu Sulastri (36th)

(2013-2015)

(2017-sekarang)

2 Pelatihan sudah banyak mas dari CUPS, cuma ya kok gak ada pelatihan masak seperti kursus tataboga gitu. Saya

butuh latihan untuk nambah menu dan bikin makanan lebih enak dari biasanya.

Keterlibatan dan kerjasama sudah sering mas sama RT/RW kalau pas bazaar makanan di sekitar rumah, bazaar di

Gereja kalau pas ulang tahun apa pas tujuh belasan, terus yang saya seneng itu ada buka puasa bersama di wilayah

anggota dan di kantor. Jadinya kami sesama anggota bisa saling kenal satu sama lain.

10. Bpk. Barly 2 Di WA grup sering ada informasi kerjasama CU sama perusahaan atau pelatihan di kantor. Saya sendiri tidak

mengikuti Cuma sebatas tahu saja. Saya tidak fasis mengakses fasilitas online, karena tidak paham.

11. E. Dewi Ambarwati 3 CUPS sudah bermitra dengan perusahaan, misalnya DLI untuk pelayanan simpan pinjam bagi karyawannya, Ansor

mereka menginginkan agar ada pelatihan keterampilan usaha untuk para pemuda ansor; asosiasi frenchise untuk

mengadakan pelatihan-pelatihan UKM. CUPS juga menggandeng beberapa perusahaan untuk melakukan kegiatan

bazaar yang menjadi sarana pemasaran produk para anggota CUPS yang memiliki usaha klotong, shibori, kopi, dst.

12. Irene Wiedha Ardhy

Riswari (2015-

sekarang)

3 CUPS belum sampai pada mengandeng mitra untuk menghadapi masalah tertentu. Tetapi lebih kerjasama MOU

dengan perusahaan dalam hal memberi fasilitas keuangan untuk karyawan. Untuk perusahaan yang sudah TBK,

biasanya sudah punya koperasi, tetapi yang belum TBK, mereka kesulitan untuk membuat koperasi. Maka kehadiran

CUPS sangat membantu mereka, dan respon mereka cukup positif.

13. Nikolaus Hukulima 3 Kita bersyukur banyak anggota yang bergabung ketika mereka sudah punya usaha. Angkanya mencapai 40% itu masih

kecil, tapi memiliki potensi untuk dikembangkan. Yang perlu digenjit itu fokus pendampingan yang belum maksimal.

Biasanya mereka bergerak di toko kelontong, warung makan, usaha catering, gerobak keliling, dst. Kesulitan mereka

ialah untuk menaikkan segmen pasar berhadapan dengan gempuran onlineshop. Kita tahu perusahaan besar seperti

matahari pun dibuat kalangkabut gara-gara menjamurnya onlineshop dan reseller-reseller baru. Untuk karyawan lebih

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60

diundang untuk memulai menjadi pelaku usaha, misalnya berani masuk ke bisnis online atau menjadi reseller. Untuk

segmen anak-anak sekolah diperkenalkan dari mobile CUPS.

Sejauh ini sudah ada kerjasama CU Sauan Sibarrung toraja, yang diharapkan menjadi link untuk kegiatan para anggota

lintas CU.

14. Rianto Hidajat 3 Beberapa mitra CUPS membantu dalam hal pengembangan pendidikan, misalnya bekerjasama dengan google pada

bulan novembe 2019 dan mengadakan seminar dan pelatihan teknologi digital. CUPS mengundang 1 wirausahawan

dan 1 tim dari google Indonesia. Selain itu, CUPS juga bekerjsasama Gereja saat Natal dan Paskah dengan

mengadakan bazaar bagi para anggota CUPS, khususnya mereka yang non kristen-katolik.

15. Ginta Heniarti 3 Dengan melakukan kegiatan yang melibatkan banyak orang, seperti Bazaar Kemerdekaan di halamn Gereja, Bazaar

Lebaran di lingkungan anggota, sosialisasi ke RT/RW, Pilot Project, Buka Puasa bersama dengan anggota di rumah

anggota dan di kantor, seminar atau pelatihan yang terbuka untuk umum untuk anggota dan non anggota, dapat

menunjukkan bahwa CUPS tidak mendiskriminasi agama apapun dan sangat menjunjung toleransi beragama.

16. Suryanto Wijaya 4 Ada perbedaan jelas antara masyarakat di perkotaan dan di pedesaan, kebutuhan dan karateristik mereka itu sangat

berbeda. Untuk itu CUPS membuka trobosan dengan membuka kerjasama: (1) kerjasama dengan Google Indonesia

untuk pelatihan kewirausahaan; (2) kerjasama pembinaan dan pendampingan UKM di kantin Sosro di Kuningan

Lippo.

17. Rm. Antonius

Sumarwan, SJ

4 CUPS bekerjasama dengan Seksi PSE Blok Q dalam penyelenggaraan bazaar di mana anggota diberi kesempatan

untuk menjual produk-produk mereka, maupun juga pelatihan-pelatihan peningkatan kapasitas anggota. Kerjasama

khusus dengan kelompok umat bergama lain, belum ada. Namun karena cukup banyak anggota CUPS beragama Islam

dan peristiwa keagamaan semacam puasa dan lebaran menjadi kesempatan untuk silaturahmi, misalnya dengan

menyelenggarakan buka puasa bersama dan perayaan Idul Fitri.

CUPS juga beberapa kali memfasilitasi beberapa mahasiwa yang melakukan penelitian. Namun hasil pelatihan

memang belum berdampak konkret bagi pengembangan pelayanan CUPS.

CUPS juga terlibat dalam forum CU KAJ untuk ikut berbagi pengalaman guna mendorong pengembangan CU di

KAJ. Bagaimana dampak aktual forum ini terhadap perkembangan CU-CU di KAJ? Belum begitu jelas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

61

Mengembangkan

kemampuan untuk

mengorganisasi dan

memobilisasi SDA

serta SDM dalam

menghadapi

permasalahan

Bagaimana CUPS itu membangun asosisasi antar mitra usaha untuk membangun jejaring dan kerja sama antar unit

usaha yang lebih luas untuk menanggapi persoalan pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan kesejahteraan

hidup?

1 Ibu Lies Marlina

(2013-sekarang)

1 Tidak ada

2 Ibu Jasa Riani

Panjaitan (50th)

(2008-sekarang)

1 Tidak tahu

3. Ibu Narti (54th) 1 Saya cuma tahu dari WA grup saja. Di sana ada beberapa informasi soal kerjasama CUPS sama beberapa perusahaan.

Selebihnya saya tidak tahu.

4. Ibu Suliyem (51th) 1 Saya tahu CUPS bekerjasama dengan perusahaan. Ada temen saya yang kerja di perusahaan ikut bergabung sama

CUPS dan menjadi anggota. Katanya perusahaannya punya kerjasama CUPS.

5. Ibu Sri Wahyuni

(50th)

1 Setahu saya sich CUPS bekerjasama dengan beberapa perusahaan. Kemaren CUPS pernah mengundang google untuk

mengisi pelatihan kewirausahaan. Kalau bisa sich ada komunitas yang satu minat gitu. Saya khan punya usaha

catering, mungkin ada anggota CUPS yang juga punya usaha catering jadi bisa berbagi ilmu atau pelatihan supaya bisa

menambah pelanggan.

6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Sepertinya belum

7. Ibu Septiana (30th) 2 DI Wa grup sudah diinfokan soal kemitraan dan kewirausahaan, hanya tidak ada respon dari saya.

8. Ibu Kiyem Handayani

(65th)

2 Ora ngerti Mas

9. Ibu Sulastri (36th)

(2013-2015)

(2017-sekarang)

2 Tidak paham mas, malahan saya usul ada pendampingan untuk UKM mas, khan saya punya usaha sampingan gerobak

yang muter-muter di perumahan. Mbok saya dibantu promosi atau modal usaha atau kenalan gitu supaya bisa punya

tempat dan bisa buka warung gitu. Usul sich mas.

10. Bpk. Barly 2 Cuma tahu info di WA grup.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

62

11. E. Dewi Ambarwati 3 CUPS membangun jejaring dengan BKCU Kalimantan guna mendapatkan pelatihan dan peningaktan kapasitas

pengurus dan managemen. Gerakan yang rutin adalah kegiatan buka puasa bersama dengan masyarakat muslim

dengan mengandeng para ketua RT, RW sekitar wilayah pelayanan CUPS.

12. Irene Wiedha Ardhy

Riswari (2015-

sekarang)

3 Setahu saya lebih pada kerjasama dalam jaringan BKCU untuk pengurus, staf, dan aktivis CU.

13. Nikolaus Hukulima 3 Kita sudah bekerjasama dengan Google Indonesia yang siap sedia membantu anggota CUPS masuk ke ranah bisnis

online.

14. Rianto Hidajat 3 Kerjasama dengan mitra usaha hanya sebatas dalam lingkatan CU dalam BKCU Kalimantan, misalnya: CUPS

mengirim staf ke CU Sauan Sibarrung di Toraja untuk pelatihan dan studi banding. Untuk kerjasama dengan mitra

usaha di luar itu sepertinya belum terealisasi.

15. Ginta Heniarti 3 Saat ini, CUPS belum ada asosiasi antar mitra usaha

16. Suryanto Wijaya 4 Sejauh ini CUPS semakin gencar untuk membangun kerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang potensial untuk

bisa peduli kepada permasalahan peningkatan kesejahteraan ekonomi kerakyatan.

Kedepannya perlu ada kerjasama dengan mitra usaha untuk mengarahkan pada entrepreneurship, misalnya: di DKI

ada program free of charge untuk pelatihan kewirausahaan. Gereja Stefanus Cilandak sudah pernah mengikuti

program itu. Mereka dilatih untuk menjadi tukang acc keliling dan diberi ruang promosi sehingga bisa menemukan

pelanggan dan mendapatkan pendapatan.

17. Rm. Antonius

Sumarwan, SJ

4 Sepertinya hal macam ini belum dilakukan oleh CUPS. Asosiasi masih terbatas pada jaringan CU saja di mana CUPS

terlibat dalam jaringan BKCU Kalimatan dan memperoleh banyak manfaat dari bergabungnya pada jaringan ini:

memperoleh pelatihan-pelatihan pengembangan kapasitas aktivis dan organisasi, memperoleh pelayanan audit dan

monitoring kinerja, memperoleh pelayanan perlindungan (terkait asuransi jiwa terkait dengan simpanan dan pinjaman

anggota).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

63

Mengembangkan

aspek personal:

kebebasan

berpendapat

Sejauh mana CUPS memberikan kebebasan kepada anggotanya untuk berpendapat, mengusulkan program, atau

mengevaluasi kebijakan atas program dan layanannya? Bagaimana hal tersebut difasilitasi dan diberi ruang oleh

CUPS?

Sejauh mana kebebasan berpendapat ini semakin mengungkapkan perwujudaan iman anda untuk terlibat dalam

usaha pemberdayaan?

1 Ibu Lies Marlina

(2013-sekarang)

1 Kegiatan buka puasa bersama anggota CUPS itu baik untuk diteruskan, karena di sana kita bisa kumpul dan ngobrol

dengan banyak orang dan bisa berbagi banyak hal soal usaha-usaha masing-masing anggota. Buka puasa bersama itu

menambah hubungan harmonis antar umat beragama, soalnya yang ikutan tidak hanya yang beragama Islam.

2 Ibu Jasa Riani

Panjaitan (50th)

(2008-sekarang)

1 Saya gak berani usul di RAT, karena merasa juara “peminjam berkali-kali” karena pinjaman dipakai membiayai dua

anak kuliahan. Anggota lain meminjam untuk modal usaha dan bisa dapet untung, sedangkan saya pinjam untuk

investasi di pendidikan anak. Semoga ke depannya anak berhasil dan bisa mengembangkan dan meningkatakan

kesejahteraan keluarga.

Kalau bisa plafon pinjaman untuk Griya, Ikhtiar sana Bestari ditambah dong, soalnya sekarang semuanya pada naik

harganya.

3. Ibu Narti (54th) 1 Kalau sekedar usul sich biasanya langsung saya sampaikan ke staf kantor dulu sering banget ke Mas Roni, sekarang

sesekali ke Mas Rafael atau Mas Doni. Kalau di RAT, gak berani bertanya, usul apa mengkritik CUPS. Saya mah

minder sama anggota laen, tapi saya sering datang pas RAT siapa tahu dapat doorprize, khan lumayan.

4. Ibu Suliyem (51th) 1 Biasanya kalau ada masalah atau kesulitan, saya langsung tanya di WA grup atau kadang langsung telpon aja. Kalau di

RAT, saya cuma mendengarkan saja gak berani lebih.

5. Ibu Sri Wahyuni

(50th)

1 Paling kelihatan sich di RAT, ada banyak yang usul. Biasanya minta plafon pinjaman dinaikin, dan bener usulan

anggota didenger. Sekarang pinjaman Wahana udah bisa untuk beli motor Yamaha Nmax. Yang belum dipenuhi itu

plafon pinjaman Griya sama modal usaha belum naik-naik.

6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Hanya sebatas hadir di RAT setahun sekali.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64

7. Ibu Septiana (30th) 2 Di RAT banyak kok yang komentar dan kadang bertanya ke pengurus yang presentasi. Kalau saya mah lebih diam aja

mendengarkan. Agak minder juga soalnya masuk kelompok anggota lalai dan hutang Aguna masih besar.

8. Ibu Kiyem Handayani

(65th)

2 Nek takon-takon sich saiki penak Mas lewat WA grup, telpon langsung nang kantor. Nek sing resmi setahon pisan

nang RAT, biasane ono pembagian hadiah kui sing rame, Mas.

9. Ibu Sulastri (36th)

(2013-2015)

(2017-sekarang)

2 Di WA grup saya sering tanya dan komunikasi sama staf kantor. Kalau bareng-bareng hanya di RAT, tetapi saya juga

gak banyak bertanya di RAT mas, soale status sebagai anggota lalai bikin tidak PD mau usul atau bertanya.

10. Bpk. Barly 2 Dulu waktu beberapa kali ikut RAT, saya tidak berani bertanya hanya mendengarkan saja. Ada beberapa orang yang

bertanya serius sekali soal presentasi. Buat saya yang penting bisa hadir.

11. E. Dewi Ambarwati 3 Evaluasi dari anggota lebih banyak disampaikan pada RAT. Kegiatan lian, misalnya; diskusi bersama saat buka puasa

dan kunjungan di anggota, menyapa anggota (prinsip CU milik anggota)

CUPS terbantu oleh adanya WA grup, di mana usulan dan kritik itu dibicarakan dalam monef. Nilai keterbukaan pada

sesama menjadi nilai yang diperjuangkan, yakni terlibat dalam peningkatan perekonomian.

12. Irene Wiedha Ardhy

Riswari (2015-

sekarang)

3 Sejauh ini di RAT ada forum untuk bertanya, dan masih ada blank kosong untuk survey. Mereka lebih suka fokus

menunggu pembagian hadiah, interest mereka masih kurang.

Solusinya adalah membentuk forum atau komunitas (homogen) yang sama-sama serasa sepenanggungan, jadi dialog

danpembahannya lebih berdampak.

13. Nikolaus Hukulima 3 Yang terlihat jelas itu ketika RAT dan saat staf turun bertemu dengan para anggota baik di kantor maupun di rumah

mereka.

14. Rianto Hidajat 3 Kebebasan berpendapat di CUPS lebih bersifat kondisional: kritik, komentar, atau feedback baru akan masuk saat

RAT, saat staf turun mengunjungi mereka, dan saat mereka datang ke kantor.

15. Ginta Heniarti 3 Saat RAT, anggota diberi ruang untuk berpendapat dan memberi masukan terhadap perogram CUPS. Di luar Rat, saat

pendidikan dan pelatihan juga dapat menyampaikan usul atau saran untuk perbaikan CUPS ke depannya. Bisa juga

menyampaikan langsung melalui Manajemen.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65

Pada prinsipnya gerakan CU lahir dari anggota, oleh anggota, dan untuk anggota, maka kebebasan berpendapat sangat

diperlukan demi memajukan CU-nya.

16. Suryanto Wijaya 4 Saat RAT sebenarnya waktu tepat untuk mengemukakan pendapat, tetapi di RAT CUPS masih belum banyak yang

kritis dan berani bertanya atau mengevaluasi kebijakan atau program.

17. Rm. Antonius

Sumarwan, SJ

4 Usulan anggota umumnya disampaikan saat perjumpaan dengan aktivis atau staff. Forum resmi untuk penyampaian

usulan adalah RAT. Di luar itu tampaknya belum ada mekanisme khusus untuk menjaring usulan dan pendapat

anggota.

Kesediaan dan kesadaran untuk membukan diri terhadap dan mendengarkan usulan anggota adalah perwujudan iman

juga karena ini adalah pelaksanaan konkret atas perintah untuk “menggembalakan/memberi makan domba-domba-

Ku”, mendengarkan kebutuhan orang-orang yang saya layani, yang juga merupakan bagian dari terbuka terhadap dan

mendengar kehendak Allah sendiri.

Mengembangkan

aspek komunal:

kebebasan

berasosiasi

Sejauh mana CUPS memberikan kebebasan kepada anggotanya untuk membangun jejaring, kerjasama dengan mitra

usaha lain, atau berasosiasi dengan kelompok atau unit usaha lain? Bagaimana hal tersebut direalisasikan?

Sejauh mana kebebasan berasosiasi ini semakin mengungkapkan perwujudaan iman anta untuk terlibat dalam usaha

pemberdayaan?

1 Ibu Lies Marlina

(2013-sekarang)

1 Ada banyak info di WA grup, tapi hanya di-read.

2 Ibu Jasa Riani

Panjaitan (50th)

(2008-sekarang)

1 Sejauh ini saya cuma mendengar kalau CUPS itu ada pelatihan kewirausahaan dari WA grup, tapi cuma di-read saja.

3. Ibu Narti (54th) 1 Jejaring antar anggota belum ada sich. Paling banter kerjasama antar anggota, seperti saya ini sering dimintai bantuan

Ibu Sri Wahyuni untuk masak dan bantu usaha cateringnya. Masalahnya kami hanya kenal sama anggota di sekitar

rumah saja dan yang satu kelompok basis.

4. Ibu Suliyem (51th) 1 Kerjasama antar anggota CUPS mungkin ada tapi gak banyak sich, paling sebatas komunitas basis saja.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66

5. Ibu Sri Wahyuni

(50th)

1 Kerjasama antar anggota udah pernah sich cuma gak sering. Dulu pernah ada bazaar, terus CUPS menawarkan ke

anggota siapa yang mau ikutan bazaar dan buka stand. Beberapa anggota lalu iuran terus jualan bersama. Saya sich

pengen ada komunitas anggota gitu yang satu minat atau satu usaha biar bisa berbagi pengalaman gitu.

6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Belum pernah ikutan.

7. Ibu Septiana (30th) 2 Tahu tapi belum punya waktu untuk merespon.

8. Ibu Kiyem Handayani

(65th)

2 Nek kui mboten ngertos.

9. Ibu Sulastri (36th)

(2013-2015)

(2017-sekarang)

2 Sepertinya belum ada.

10. Bpk. Barly 2 Saya belum pernah ikutan Mas, soalnya sibuk jualan setiap hari. Kalau saya tidak jualan, kasihan langganan saya tidak

bisa butuh roti tapi saya tidak ada. Sekarang cari pelanggan itu susah jadinya pelanggan dijaga sekali supaya tidak

pindah ke perusahaan roti lain.

11. E. Dewi Ambarwati 3 Ada aktivis yang punya inisiatif mendekati unit usaha dan memberikan pelatihan, CUPS memberi ruang dan

diagendakan dalam rapat.

Kebebasan untuk terlibat itu tetap diberi ruang, tetapi CUPS memiliki rambu-rambu dan kode etik yang menjadi titik

batas agar tidak bersinggungan dengan kebebasan orang lain.

Tahun 2015, CUPS mengalami krisis karena membuka pelayanan di Tigaraksa dan Pasar Kemis di Tangerang, karena

tidak memiliki pengalaman inovasi tersebut akhirnya dihentikan

2018, CUPS mengadakan pelatihan dibantu oleh MYFO dari Romo Fredy terkait dengan bagaimana melayani orang

miskin dengan sukacita dan memotivasi diri. Romo Fredy tetap mendampingi dalam rapat dan tidak hanya sebatas

konsultatif.

12. Irene Wiedha Ardhy

Riswari (2015-

sekarang)

3 Dalam kelompok pendampingan aktivis belum banyak berbicara soal membuat pemberedayaan dalam bentuk asosiasi.

Kiranya kalau boleh dinilai baru kesulitan membuat bounding kelompok. Tetapi dirasa perlu membuat komunitas

yang memiki passion yang sama dan ada bounding yang menguatkan mereka.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67

13. Nikolaus Hukulima 3 Ke depan CUPS ada rencana untuk itu, tetapi masih dalam tahap diskusi dan pematangan konsep bersama dalam rapat

pengurus.

14. Rianto Hidajat 3 Sejauh ini, di CUPS belum muncul minat dalam hal kebebasan berasosiasi dan belum jalan juga. Justru sekarang

tantangan ke depan adalah mencari aktivis yang banyak dan stabil. Jika aktivis sulit berkembang maka ke depan akan

sulit dalam hal pengembangan manajemen.

15. Ginta Heniarti 3 Saat ini CUPS belum membuat program tersebut, namun CUPS membebaskan dan tidak menghalangi anggotanya,

jika ingin bermitra atau kejasama dengan pihak lain.

16. Suryanto Wijaya 4 Asosiasi di CUPS hanya sebatas dalam jaringan Inkopdit, BKCU Kalimatan, dan forum CU di KAJ.

17. Rm. Antonius

Sumarwan, SJ

4 Kalau anggota melakukan ini, tentu akan didukung oleh CUPS. Belum ada usaha sistematis ke arah ini. Namun

beberapa waktu lalu ada sekelompok anggota yang berkumpul bersama untuk berlatih membuat kerajinan dan hal

muncul dari inisiatif aktivis yang didorong oleh organisasi juga.

Mungkin secara sadar mengaitkan upaya ini dengan perwujudan iman, masih jarang dilakukan. Namun, setidaknya

kegiatan ini menjadi perwujudan nyata persaudaraan, yang merupakan nilai yang dijunjung tinggi oleh komunitas

kaum beriman.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI