TEO UDUL REFLEKSI TEOLOGIS PEMBERDAYAAN CREDIT ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
9 -
download
0
Transcript of TEO UDUL REFLEKSI TEOLOGIS PEMBERDAYAAN CREDIT ...
i
TEO
UDUL
REFLEKSI TEOLOGIS PEMBERDAYAAN CREDIT UNION
PELITA SEJAHTERA (CUPS) SEBAGAI PRAKSIS
SOLIDARITAS UNTUK MEWUJUDKAN ECONOMY OF
COMMUNION DARI PERSPEKTIF CARITAS IN VERITATE
Tesis
Oleh: Martinus Juprianto Bulu Toding
NIM: 176312013
PROGRAM STUDI MAGISTER FILSAFAT KEILAHIAN
FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2021
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
TEO
HALAMAN JUDUL
REFLEKSI TEOLOGIS PEMBERDAYAAN CREDIT UNION
PELITA SEJAHTERA (CUPS) SEBAGAI PRAKSIS
SOLIDARITAS UNTUK MEWUJUDKAN ECONOMY OF
COMMUNION DARI PERSPEKTIF CARITAS IN VERITATE
Tesis
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Magister Filsafat Keilahian
Oleh: Martinus Juprianto Bulu Toding
NIM: 176312013
PROGRAM STUDI MAGISTER FILSAFAT KEILAHIAN
FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2021 AMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING DAENGESAHAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
TESIS
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING DAN
PENGESAHAN
REFLEKSI TEOLOGIS PEMBERDAYAAN CREDIT UNION
PELITA SEJAHTERA (CUPS) SEBAGAI PRAKSIS
SOLIDARITAS UNTUK MEWUJUDKAN ECONOMY OF
COMMUNION DARI PERSPEKTIF CARITAS IN VERITATE
yang dipersiapkan dan disusun oleh
MARTINUS JUPRIANTO BULU TODING
NIM: 176312013
Telah dipertahankan di depan dewan penguji
pada tanggal 5 Mei 2021
dan dinyatakan memenuhi syarat
DEWAN PENGUJI:
Pembimbing Utama
P. Bambang Irawan, S.J., S.S., M.Hum.,S.T.D. ……………………………….
Pembimbing Pendamping
Dr. YB. Prasetyantha, MSF ……………………………….
Anggota Dewan Penguji
Dr. CB. Mulyatno, Pr ……………………………….
Yogyakarta, ………………………………….
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
Fakultas Teologi
Dekan
Albertus Bagus Laksana, SJ, S.S, Ph.D.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Dengan ini, saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul
REFLEKSI TEOLOGIS PEMBERDAYAAN CREDIT UNION
PELITA SEJAHTERA (CUPS) SEBAGAI PRAKSIS
SOLIDARITAS UNTUK MEWUJUDKAN ECONOMY OF
COMMUNION DARI PERSPEKTIF CARITAS IN VERITATE
Tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebut dalam kutipan dan
daftar Pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah
Yogyakarta, 2 Juni 2021
Penulis
Martinus Juprianto Bulu Toding
NIM: 176312013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
ABSTRAK
Pemberdayaan adalah proses dinamis yang terjadi di masyarakat sebagai
sebuah reaksi atas peristiwa politik, keagamaan, ekonomi, dan sosio-kultural di
setiap periodesasi masyarakat, secara khusus mulai dari peristiwa Enlightenment di
wilayah Eropa dan terus meluas hingga abad ke-21 ke berbagai negara di dunia.
Pemberdayaan pada dirinya sendiri selalu terarah pada proses transformasi
masyarakat baik sebagai individu (individual self-empowerment) maupun perilaku
kolektif (collective self-empowerment) sebagai bagian dari komunitas masyarakat,
yang menentukan aktualisasi dan eksistensi manusia di dalam realitas kehidupan di
dunia. Transformasi itu dimaknai dalam dua arti, yaitu: yaitu: (a) to give power or
authority to dan (b) to give ability to or enable.
Akan tetapi, perkembangan ilmu dan teknologi, proses industrialisasi, dan
pertumbuhan ekonomi ternyata tidak serta merta membebaskan manusia dari
penderitaan akan kemiskinan, eksploitasi dan privatisasi sumberdaya, diskriminasi
sosial dan budaya, dst. Inilah yang menjadi latar belakang didirikannya CUMI PS
(2008) yang kemudian berkembang menjadi CUPS (2017). Gerakan CUPS menjadi
salah satu bentuk alternatif pemberdayaan kredit ekonomi mikro yang ditujukan
untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat miskin di wilayah Jakarta
Selatan, khususnya mereka yang memiliki usaha mikro dan berjuang untuk
mengatasi persoalan ekonomi secara mandiri.
Dari penelitian ini, penulis menemukan ada beberapa hal penting yang
menjadi penanda bahwa CUPS sungguh melakukan pemberdayaan kredit ekonomi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
mikro dan membantu peningkatan kesejahteraan anggotanya. Elemen pertama
adalah, akses pada informasi menjadi modalitas utama. CUPS mengkombinasi
model komunikasi top-down dan bottom-up, serta masih memberi penekanan pada
dialog dan perjumpaan sebagai fokus dalam proses interaksi antara CUPS dengan
para anggota. Elemen kedua adalah pemberdayaan selalu bercorak inklusif dan
menekankan aspek partisipasi aktif masyarakat, di mana CUPS dijalan dengan
menggunakan prinsip Ajaran Sosial Gereja dan diperuntukkan masyarakat umum.
Elemen ketiga adalah pemberdayaan itu menuntut adanya akuntabilitas lembaga.
CUPS sebagai lembaga keuangan mikro sudah memiliki mekanisme pengawasan
administratif, tata Kelola SMD, dan tata kelola keuangan yang memadai, stabil,
mandiri, dan sudah transparan. Elemen keempat adalah pemberdayaan selalu
terarah untuk mengembangkan kapasitas organisasional yang sifatnya lokal. Maka
fokus CUPS bukan semata-mata hanya pada peningkatan kesejahteraan anggota
dalam perspektif ekonomis, melainkan mereka secara mandiri mampu mengatasi
permasalahan yang dihadapi dengan pola pikir dan paradigma yang dikembangkan
CUPS, serta mampu berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengusahakan
kesejahteraan bersama.
CUPS mendasarkan usaha pemberdayaan pada prinsip ASG, yang
menekankan aspek: communion, prinsip solidaritas dan subsidiaritas, serta
tanggung jawab sosial atas pelestarian alam ciptaan sebagai bentuk keterlibatan
dalam gerakan Economy of Communio demi terwujudnya keadilan dan
kesejahteraan bersama (common good). Communio direfleksikan sebagai bentuk
keterlibatan kita dalam karya keselamatan Allah dan menempatkan usaha manusia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
sebagai pertobatan untuk memperbaiki relasi kita dengan Allah, memperbaharui
hidup, dan terlibat dalam usaha memperbaiki struktur-struktur sosial yang tidak adil
dalam komunitas umat manusia. Prinsip solidaritas menjadi perwujudan sikap
kesetia-kawanan dan tanggung jawab sosial untuk mengorganisasi diri dan
komunitas masyarakat sehingga membawa transformasi di dalam situasi sosial,
budaya, ekonomi, dan politik. Prinsip subsidiaritas tertujuan untuk melindungi
kegiatan ekonomi mikro dari cengkraman sistem yang tidak adil, dan memberi
ruang bagi mereka untuk mampu mengatasi persoalannya secara mandiri dan tidak
mengalami ketergantungan. Kemudian tanggung jawab pada pelestarian alam
ciptaan menjadi sarana untuk menjaga keseimbangan tatanan alam ciptaan dari
eksploitasi manusia yang berlebihan, serta menjaga warisan alam ciptaan bagi
generasi di masa depan. Dengan demikian, pemberdayaan kredit ekonomi mikro
yang diperjuangkan CUPS direfleksikan secara teologis sebagai dorongan dan
perwujudan iman akan Allah, sekaligus terarah dalam usaha solidaritas
mewujudkan Economy of Communion (EoC), melalui keterlibatan
memperjuangkan keadilan dan kesejahteran bersama (common good).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
ABSTRACT
This thesis is a research on empowerment in the perspective of Catholic
Social Teaching (CST), by taking the case of empowerment activities in a micro
economic credit. Empowerment is a dynamic process that emerged in the society
as reaction of the socio-political situation every community. The process was
starting from the Enlightenment in the Europe and expanding to various countries
in the world. Empowerment always directed to the transformation process of the
community by the individual self-empowerment or collective self-empowerment,
which determines about the actualization of the existence of human beings in the
world. The transformation was interpreted in two meanings: (1) to give power or
authority to; and (2) to give ability to or enable.
Similar to the development of science and technology, the process of
industrialization and economic growth can not automatically liberate people from
poverty. On the contrary, they escalate exploitation, privatization of the resources,
or social and cultural discrimination. Those become the reason for establishment of
Credit Union Pelita Sejahtera (CUPS) in 2017. CUPS becomes an alternative form
of empowerment of the micro economic credit who aimed the poor to improving
their lives in south Jakarta, especially for those who have micro business activities
and to solve their economic problems independently.
In this research, the author found that there were four important elements
signify that the CUPS really works in empowering activities and helping it members
to improve their welfare. The first element is access to information. CUPS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
combined both of methods of the communication, namely top-down method and
bottom-up method. CUPS used them to develop the dialogue between CUPS and
its members. The second element is character of inclusive and active participation
of the members to the community, in which the principles of Catholic Social
Teaching was used by CUPS as the major principle for their activities. The third
element is the accountability of the institution. As a micro finance institution, CUPS
has good monitoring mechanism for transparency and more stable for many
activities in human resource of management and financial governance mechanisms.
The fourth element is developing the capacity of local organizations. CUPS is not
only improving the welfare of their members, but they are able to solve their
problems independently with the pattern of CUPS’s activities and by collaborating
with many people.
CUPS conducts empowerment efforts based on the principles of Catholic
Social Teaching, namely communion, solidarity, subsidiarity, and social
responsibility for the preservation of creation as part of the promotion for justice
and common good. Communion is reflected as our involvement in God’s salvation
and reconciliation with God. It is to renew our life and to repair the social structures.
The principle of solidarity embodies our fidelity and responsibility to manage
ourselves and our community, so it can bring about transformation in social,
cultural, economic, and political situations. The principle of subsidiarity serves to
protect microeconomic activities from unfair economic systems and to provide a
space for them, so they can be able to solve their own problems independently. The
responsibility for the preservation of creation becomes a sign for our efforts to keep
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
the balance of nature from excessive human exploitation, and to preserve our nature
for future generation. Finally, the empowerment of CUPS was reflected as part of
manifestation of our faith to God, which by our involvement for justice and
common good leads the people to the realization of the Economy of Communion
(EoC).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Penulis dalam penjelasan di abstrak telah menyebut bahwa pemberdayaan
pada dirinya sendiri selalu terarah pada proses transformasi masyarakat baik
sebagai individu (individual self-empowerment) maupun perilaku kolektif
(collective self-empowerment) sebagai bagian dari komunitas masyarakat, yang
menentukan aktualisasi dan eksistensi manusia di dalam realitas kehidupan di
dunia. Secara khusus dalam konteks ekonomi mikro, pemberdayaan bertujuan
untuk membantu masyarakat mengatasi persoalan ekonomi secara mandiri,
sehingga dengan itu dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan tidak
mengalami ketergantungan, secara khusus masyarakat miskin di wilayah Jakarta
Selatan.
Pertanyaan yang muncul kemudian sebagai mahasiswa program Magister
Filsafat Keilahian ialah bagaimana pemberdayaan itu dapat direfleksikan dari
pendekatan ilmu Filsafat Keilahian (Teologi), mengingat penulis juga adalah Jesuit
di Serikat Jesus Provinsi Indonesia yang sedang dalam formasi Imamat. Inilah yang
kemudian menjadi latar belakang mengapa penulis mengangkat permasalahan
tentang pemberdayaan yang khas dilakukan oleh Credit Union Pelita Sejahtera di
reksa pastoral Paroki St. Perawan Maria Ratu, Blok Q, Jakarta Selatan.
Pemberdayaan tersebut kemudian dianalisis dan direfleksikan dari kata mata
pendekatan ilmu Filsafat Keilahian (Teologi).
Akhirnya dari keseluruhan proses, penulis sampai pada kesimpulan bahwa
pemberdayaan kredit ekonomi mikro yang diperjuangkan CUPS direfleksikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
secara teologis sebagai dorongan dan perwujudan iman akan Allah, sekaligus
terarah dalam usaha solidaritas mewujudkan Economy of Communion (EoC),
melalui keterlibatan memperjuangkan keadilan dan kesejahteran bersama (common
good).
Penulis sendiri menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kata sempurna,
dan masih terdapat banyak kekurangan dari berbagai aspek. Untuk itu, baik jika
kemudian penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut, agar sungguh hasil yang
diperoleh semakin mendalam dan kontekstual untuk menanggapi persoalan sosial-
ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat. Salah satunya ialah perlu adanya
perbandingan antara pemberdayaan yang dilakukan oleh CUPS dibandingkan
dengan gerakan-gerakan Credit Union yang serupa. Akhir kata, terima kasih dan
semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan pemikiran teologis yang kontekstual
dengan permasalahan sosial ekonomi masyarakat. Ad Maiorem Dei Gloriam.
Yogyakarta, 2 Juni 2021
Martinus Juprianto Bulu Toding
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. I
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING DAN PENGESAHAN .......... II
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ................................................................ III
ABSTRAK ........................................................................................................... IV
KATA PENGANTAR ........................................................................................... X
DAFTAR ISI ...................................................................................................... XII
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG .............................................................................. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ........................................................................ 11
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ........................................... 12
1.4 HIPOTESA ............................................................................................. 13
1.5 METODE PENELITIAN ........................................................................ 13
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN ............................................................... 15
BAB 2 LANDASAN TEORI EMPOWERMENT (PEMBERDAYAAN) ..... 17
2.1 PENGANTAR ........................................................................................ 17
2.2 KONTEKS DAN PERKEMBANGAN EMPOWERMENT
ATAU PEMBERDAYAAN ................................................................... 18
2.3 UPAYA PEMBERDAYAAN DI INDONESIA ..................................... 33
2.4 LANDASAN FILOSOFIS PEMBERDAYAAN DALAM TEORI
CAPABILITIES APPROACHES DARI MARTHA CRAVEN
NUSSBAUM .......................................................................................... 43
2.4.1 Pengaruh dari Aristoteles .......................................................... 44
2.4.2 Pengaruh dari Adam Smith ....................................................... 47
2.4.3 Pengaruh dari Amartya Sen ...................................................... 49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
2.4.4 Kritik Capabilities Approaches terhadap
Pendekatan Utilitarian .............................................................. 50
2.4.5 Pendekatan Capabilities Approaches sebagai
bentuk Pemberdayaan ............................................................... 53
2.5 EMPAT ELEMEN DASAR DALAM PEMBERDAYAAN .................. 58
2.5.1 Akses Kepada Informasi ........................................................... 59
2.5.2 Berciri Inklusif Dan Partisipasif ............................................... 63
2.5.3 Akuntabilitas ............................................................................. 66
2.5.4 Kapasitas Organisasional Yang Bersifat Lokal ........................ 70
2.6 RANGKUMAN ........................................................................................ 74
BAB 3 CREDIT UNION PELITA SEJAHTERA ......................................... 76
3.1 PENGANTAR ........................................................................................ 76
3.2 KONTEKS DAN SEJARAH CREDIT UNION ..................................... 77
3.2.1 Awal Mula Gerakan Credit Union ............................................ 77
3.2.2 Perkembangan Credit Union di Indonesia ................................ 83
3.3 CREDIT UNION PELITA SEJAHTERA (CUPS) ................................. 95
3.3.1 Sejarah Credit Union Pelita Sejahtera ...................................... 95
3.3.2 Visi, Misi, Nilai-nilai, Semboyan, Slogan dalam Credit Union
Pelita Sejahtera ....................................................................... 104
3.3.3 Struktur Organisasi Credit Union Pelita Sejahtera. ................ 107
3.3.4 Program dan Layanan dari Credit Union Pelita Sejahtera ...... 109
3.3.4.1 Produk Layanan Simpanan Credit Union Pelita
Sejahtera ................................................................... 110
3.3.4.2 Produk Layanan Pinjaman Credit Union Pelita
Sejahtera ................................................................... 113
3.3.4.3 Produk Layanan Solidaritas Credit Union Pelita
Sejahtera ................................................................... 116
3.4 RANGKUMAN .................................................................................... 117
BAB 4 ANALISA EMPAT ELEMEN PEMBERDAYAAN
PADA CREDIT UNION PELITA SEJAHTERA ................................ 121
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
4.1 PENGANTAR ...................................................................................... 121
4.2 SKEMA PENELITIAN ........................................................................ 122
4.3 KATEGORI RESPONDEN PENELITIAN .......................................... 122
4.4 KONTEKS RESPONDEN PENELITIAN ........................................... 124
4.5 ANALISIS HASIL PENELITIAN ........................................................ 127
4.5.1 Elemen 1: Pemberdayaan Menuntut Adanya Akses Kepada
Informasi ................................................................................. 131
4.5.1.1 Akses Pada Sumber Informasi dan Pengetahuan ..... 131
4.5.1.2 Menyediakan Ruang Komunikasi ............................ 134
4.5.1.3 Menyediakan Pelayanan-pelayanan Dasar ............... 139
4.5.1.4 Mendukung Terbentuknya Enterpreneurship
Antara Masyarakat Sebagai Pelaku
Dengan Pasar-pasar Yang Potensial ......................... 146
4.5.2 Elemen 2: Pemberdayaan Bercorak Inklusif dan
Menekankan Partisipasi Aktif ................................................. 151
4.5.2.1 Pemberdayaan Meningkatkan
Kemampuan Practical Reason ................................. 151
4.5.2.2 Pemberdayaan Mengembangkan Partisipasi
Pribadi Kemasyarakat Sebagai
Tindakan Pemberdayaan ........................................... 155
4.5.2.3 Pemberdayaan Mengembangkan Dan
Menekankan Tindakan Yang Lahir
Dari Kehendak Bebas ............................................... 161
4.5.2.4 Pemberdayaan Memberikan Ragam
Pilihan Produk Layanan Yang Ditawarkan .............. 164
4.5.2.5 Pemberdayaan Mengembangkan Partisipasi
Yang Menuntut Adanya Struktur-struktur Untuk
Membuka Peluang Pemberdayaan Sekaligus
Melindunginya .......................................................... 169
4.5.2.6 Pemberdayaan Memiliki Ciri-ciri Langsung ............ 172
4.5.3 Elemen 3: Pemberdayaan Menuntut Akuntabilitas ................ 178
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
4.5.3.1 Pemberdayaan Menutut Akuntabilitas
Penyelenggara, Pemanfaatan, Dan Tata Kelola
Sumber Daya Manusia (SDM) ................................. 179
4.5.3.2 Pemberdayaan Menutut Akuntabilitas
Atas Kinerja Dari Penyelenggara Dan
Mengembangkan Sikap Profesionalitas .................... 184
4.5.3.3 Pemberdayaan Menekankan
Aspek Transparansi Sistem Dan Tata Kelola
Sebagai Bentuk Pertanggungjawaban ...................... 189
4.5.4 Elemen 4: Pemberdayaan Mengembangkan Kapasitas
Organisasional Yang Sifatnya Lokal ...................................... 192
4.5.4.1 Pemberdayaan Mengembangkan Kemampuan
Bekerjasama, Mengorganisasi Dan Memobilisasi
Sumber Daya Dan Manusia ...................................... 192
4.5.4.2 Pemberdayaan Mengembangkan Aspek Personal:
Kebebasan Berpendapat ........................................... 197
4.5.4.3 Pemberdayaan Mengembangkan Aspek Komunal:
Kebebasan Berasosiasi Atau Bermitra ..................... 201
4.6 RANGKUMAN .................................................................................... 204
BAB 5 REFLEKSI TEOLOGIS PEMBERDAYAAN SEBAGAI
PRAKSIS SOLIDARITAS UNTUK MEWUJUDKAN
“ECONOMY OF COMMUNION” (EOC) DARI PERSPEKTIF
CARITAS IN VERITATE (CV) ............................................................... 214
5.1 PENGANTAR ...................................................................................... 214
5.2 ENSIKLIK CARITAS IN VERITATE .................................................... 215
5.2.1 Konteks Ensiklik Caritas in Veritate ...................................... 215
5.2.2 Sistematika Ensiklik Caritas in Veritate ................................ 221
5.3 GERAKAN ECONOMY OF COMMUNION (EOC) ............................ 229
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
5.4 REFLEKSI TEOLOGIS PEMBERDAYAAN CUPS SEBAGAI
PRAKSIS SOLIDARITAS MEWUJUDKAN ECONOMY OF
COMMUNION (EOC) ........................................................................... 234
5.4.1 Common Good sebagai Tujuan Pengembangan Economy of
Communion (EoC) .................................................................. 235
5.4.2 Communio Sebagai Identitas Dan Pengikat Keterlibatan
Dalam Pengembangan Economy of Communion (EoC) ......... 245
5.4.3 Pembangunan Integral Manusia Sebagai Frame Work
Dalam Pengembangan Economy of Communion (EoC) ......... 255
5.4.3.1 Gift of the Self: Subsidiarity...................................... 264
5.4.3.2 Gift of Each Other: Solidarity .................................. 271
5.4.3.3 Gift of the Earth ........................................................ 285
5.4.4 Ketegangan Dinamis Dalam Implementasi Economy of
Communion (EoC) ................................................................. 289
5.4.4.1 Common Good dan Communion Menjembatani
Persoalan Pendekatan Ekonomi Klasik dengan
Ekonomi Bisnis Modern ........................................... 290
5.4.4.2 Economy of Communion (EoC) Mendamaikan
Rasionalitas Ekonomi Dengan “Gratuitas”
(“Gratuitousness”) .................................................... 296
5.4.4.3 Aspek Solidaritas Berhadapan Dengan Persoalan
Profit Dalam Economy of Communion (EoC) .......... 301
5.5 RANGKUMAN .................................................................................... 308
BAB 6 PENUTUP ........................................................................................... 313
6.1 PENGANTAR ...................................................................................... 313
6.2 RANGKUMAN TESIS ......................................................................... 314
6.3 CUPS SEBAGAI MODEL PEMBERDAYAAN SERIKAT JESUS
PROVINSI INDONESIA (PROVINDO) UNTUK BERJALAN
BERSAMA KRISTUS DALAM KEBERSAMAAN
DENGAN ORANG MISKIN DI INDONESIA .................................... 327
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
6.4 PELUANG PENGEMBANGAN KERASULAN SOSIAL
SERIKAT JESUS PROVINSI INDONESIA (PROVINDO)
DALAM PERSPEKTIF ECONOMY OF COMMUNION (EOC) .......... 340
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 348
SUMBER UTAMA: ......................................................................................... 348
SUMBER SEKUNDER: ................................................................................... 349
ARTIKEL JURNAL DAN BUKU: .................................................................. 350
DOKUMEN GEREJA: ..................................................................................... 360
LAMPIRAN ........................................................................................................... 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
DKI Jakarta adalah kota metropolitan yang sangat kompleks. Dari sisi
pertumbuhan ekonomi, Jakarta menempati posisi pertama kota dengan
pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia berdasarkan Produk Domestik Bruto
(PDRB) mencapai 6,02 persen.1 Selain itu, pembangunan infrastruktur masih
berlangsung hingga sekarang, khususnya untuk mengatasi permasalahan kemacetan
dengan Commuter Line atau KRL, program Masa Rapid Transit (MRT) dan Light
Rail Transit (LRT), dst. Akan tetapi, Jakarta masih bergulat dengan permasalahan
orang miskin. Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, data orang
miskin di Jakarta per bulan Maret 2017 sebesar 389,69 ribu orang, dan mengalami
peningkatan 5,39 ribu dari data per Maret 2016, yakni: sebesar 384,30 ribu orang.
Permasalahan meningkatnya jumlah orang miskin, salah satunya disebabkan biaya
hidup yang tinggi di Jakarta dan tidak sebanding dengan upah kerja dan biaya hidup.
1 https://jakarta.bps.go.id/pressrelease/2018/05/07/312/pertumbuhan-ekonomi-dki-jakarta-triw-i-
2018-sebesar-6-02-persen-y-on-y-amp-sebesar-0-51-q-to-q- (diakses 30 Juni 2018 pukul 23.00
WIB).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Salah satu lembaga surve digital berbasis internasional dalam
www.numbeo.com2 memberikan data tentang: perbandingan faktor-faktor yang
bisa mempengaruhi angka orang miskin di suatu kota dari sudut standar kualitas
hidup. Berikut ini, penulis mencoba membandingkan hasil survei kualitas hidup
dari tiga kota yang ada di sekitar DKI Jakarta, yaitu: Bekasi, Bogor, dan DKI
Jakarta. Adapun data yang diperoleh adalah sebagai berikut:
No. Item Bekasi3 Bogor4 DKI5
1 Purchasing
power index
45,96 Low 25,63 Very low 35,96 Very low
2 Safety index 76,71 High 61,61 High 46,59 Moderate
3 Health care
index
77,78 High 67,13 High 61,87 High
4 Climate
index
64,94 High - 63.30 High
5 Cost of living
index
38,57 Very low 39,17 Very
high
43,02 Very
high
6 Property
price to
income ratio
9,39 Moderate 9,75 Moderate 17,70 Very
high
7 Traffic
commute time
58,00 High 60,00 Very
high
58,63 High
8 Pollution
index
65,26 High 46,02 Moderate 81,89 High
9 Quality of life
index
123,74 High - 77,61 moderate
Tabel 1.1. Tabel disadur dari www.numbeo.com
2 Numbeo adalah situs yang berisi berbagai macam data statistik dari berbagai segi, misalnya biaya
hidup, tingkat harga property, tingkat kejahatan, tingkat kesehatan, tingkat polusi, tingkat
kemacetan, tingkat kualitas hidup, dan tingkat distribusi dan pergerakan masyarakatnya. Secara
keseluruhan, situs ini telah memiliki database sebesar 1.565.649 item dari 4.941 kota di seluruh
dunia, termasuk kota-kota di Indonesia. 3 https://www.numbeo.com/quality-of-life/in/Bekasi-Indonesia (diakses pada tanggal 19 April 2018
pukul 12.00 WIB) 4 https://www.numbeo.com/quality-of-life/in/Bogor-Indonesia (diakses pada tanggal 19 April 2018
pukul 12.10 WIB) 5 https://www.numbeo.com/quality-of-life/in/Jakarta (diakses pada tanggal 19 April 2018 pukul
11.45 WIB)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Dari indikator-indikator itu, menurut penulis ada lima hal yang menarik untuk dapat
dicermati, yaitu: (1) Purchasing power index; (2) Cost of living index; (3) Property
price to income ratio; (4) Traffic commute time; dan (5) Quality of life index.
Asumsi umum yang berlaku adalah mahalnya biaya hidup di Jakarta menuntut pula
pendapat yang tinggi. Hal ini berarti ada kesejajaran antara pendapatan (income)
dengan pengeluaran untuk konsumsi dan daya beli masyarakat terhadap suatu
produk. Menurut tabel di atas nampak bahwa purchasing power index di Jakarta
menunjuk pada angka 35,96 (very low), hal tersebut berbeda dengan di Bekasi yang
menunjuk pada angka 45,96 (low). Sekalipun di Bekasi, daya beli masyarakat itu
rendah, tetapi mereka masih memiliki kemampuan daya beli terhadap produk atau
komoditas jika dibandingkan dengan daya beli masyarakat di wilayah Jakarta. Jika
biaya hidup di suatu daerah itu tinggi, maka berdampak pula peningkatan harga
properti, seperti: harga perumahan, apartemen, dan juga hunian lainnya. Bahkan
untuk kota-kota besar seperti Jakarta, indikator kecepatan sarana transportasi umum
juga dapat mempengaruhi pergerakan masyarakat, perputaran uang, dan kegiatan
perekonomian.
Dari uraian di atas, kiranya kita dapat memahami bahwa tingginya hidup di
suatu kota, sudah dapat dipastikan membutuhkan pendapatan yang besar juga. Jika
kita mengacu pada indikator cost of living index di tiga kota tersebut, DKI Jakarta
menempati urutan pertama sebesar 43,02 (very high), disusul oleh Bekasi dan
Bogor. Akan tetapi, tingginya biaya hidup di Jakarta tidak sejajar dengan standar
upah minimum provinsi (UMP) yang ditetapkan oleh pemerintah DKI Jakarta.
Menurut data dari Kementrian Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi pusat, UMP
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
di DKI Jakarta yang ditetapkan pemerintah provinsi per 2017 itu sebesar Rp.
3.648.035,00, sedangkan UMP di Bekasi itu sebesar Rp 3.900.000,00.
Berhadapan dengan permasalahan tersebut di atas, kita dapat mengajukan
pertanyaan, yakni: bagaimana cara pemerintah dan kita sebagai warga masyarakat
membantu orang miskin di DKI Jakarta? Salah satu usaha untuk membantu mereka
adalah pengembangan ekonomi mikro melalui Credit Union (CU).6 Kekhasan dari
gerakan CU dibandingkan dengan gerakan koperasi pada umumnya itu terletak
pada tujuh prinsip dasarnya, yaitu: (1) Keanggotaan yang terbuka dan bersifat
sukarela (terbuka untuk semua golongan); (2) pengawasan secara demokratis (satu
anggota, satu suara); (3) partisipasi ekonomi anggota; (4) otonomi dan independensi
(self-help); (5) pendidikan, pelatihan, dan informasi; (6) kerja sama antar koperasi
dalam berbagai level; dan (7) kepedulian kepada masyarakat.7 Ketujuh prinsip
tersebut menjadi ciri khas dari CU dan aplikasinya selalu disesuaikan dengan situasi
anggota dan daerah masing-masing. Dewasa ini perkembangan CU sangat pesat
dan telah menjadi lembaga yang bergerak di berbagai negara dan benua. Sampai
6 Secara etimologis Credit Union (CU) berasal dari bahas Latin, yaitu: “Credere” yang berarti
percaya dan “Unio” yang berarti sebuah perkumpulan. Oleh karena itu, Credit Union adalah
kumpulan orang-orang yang saling percaya. Konsep CU berawal dari gerakan koperasi
(cooperative) yang muncul sebagai koperasi kredit di Inggris pada tahun 1844. Namun kemudian,
pada tahun 1849, Friedrich Wilhelm Raiffeisen (1818-1888), seorang walikota di Jerman yang
mendirikan Perkumpulan Masyarakat Flamersfeld. Fungsi perkumpulan ini adalah sebagai badan
yang mengumpulkan uang yang digunakan untuk menolong orang miskin. Kemudian pada tahun
1864, Friedrich Wilhelm Raiffeisen mendirikan sebuah organisasi bernama “Heddesdorfer Credit
Union” yang diperuntukkan untuk para petani. Gerakan ini ternyata efektif dalam usaha
memberantas kemiskinan. Dengan cepat gerakan CU ini menyebar ke seluruh dunia. Persebaran dan
perkembangan CU di dunia melibatkan beberapa tokoh, yaitu: (1) Alphonse Desjardir (wartawan)
pada abad ke-20 membawa gerakan CU ke Kanada; (2) Edward Fillene membawa CU ke Amerika
Serikat; (3) Karl Albrecth Karim Arbie (Jerman) membawa dan mengembangkan CU di Indonesia.
(lih. A.M. Lilik Agung, Hidup Berkelimpahan Bersama Credit Union (Jakarta: Penerbit PT. Elex
Media Komputindo, 2013), hal. 16-17.)
7 https://www.rochdalepioneersmuseum.coop/about-us/the-rochdale-principles/ (diakses tgl. 10
Juli 2018, pukul 23.00 WIB)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
dengan tahun 2016, anggota CU di seluruh dunia berjumlah 235.762.076 orang
yang tersebar di 68.882 CU dan di 109 negara.8 Dari sekian bentuk CU, di Jakarta
sendiri ada salah satu gerakan CU, yaitu: Credit Union Pelita Sejahtera (CUPS).9
Keberadaan CUPS menjadi sangat relevan sebagai usaha pemberdayaan
bagi kaum miskin (pelaku usaha mikro) untuk mampu mengatasi persoalan mereka
dan secara mandiri meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Salah satu inovasi yang
ditawarkan dalam pelayanan CUPS adalah anggota tidak hanya diwajibkan untuk
menyetor simpanan wajib, simpanan sukarela, dan pembayaran hutang, melainkan
juga setiap anggota diwajibkan untuk membuka simpanan pendidikan dan terlibat
di dalam usaha-usaha pemberdayaan. Simpanan pendidikan ini ditujukan untuk
memperhatikan perihal pentingnya pendidikan bagi putera-puteri mereka demi
masa depan. Selain itu, kesatuan jaringan CUPS dengan jaringan CU di Keuskupan
Agung Jakarta dan BKCU Kalimantan memungkinkannya untuk mendapat fasilitas
dan bantuan dalam hal: pendidikan, peningkatan manajemen, pelayanan audit, dan
perlindungan terhadap modal dan pergerakan keuangan. Oleh karena itu, gerakan
pemberdayaan CUPS tidak hanya membantu pengentasan permasalahan
kemiskinan, tetapi juga penting sebagai sarana empowerment atau pemberdayaan
masyakarat melalui pendidikan keterampilan dan pengelolaam keuangan.10
8 https://www.woccu.org/impact/global_reach (diakses tgl. 10 Juli 2018, pukul 23.00 WIB) 9 Credit Union Microfinance Innovation Pelita Sejahtera (CUMI PS) didirikan secara resmi pada
tanggal 13 November 2011 di aula Karim Arbie, di Gereja Santa Perawan Maria Ratu, Blok Q.
CUMI PS mengambil dasar dan sistem seperti gerakan Bank Kaum Miskin yang diprakarsai oleh
Muhammad Yunus. Ia adalah seorang dosen ekonomi yang berasal dari Bangladesh, Chittagong,
yang mengembangkan program kredit mikro melalui Grameen Bank (Bank Pedesaan). Salah satu
kekhasan dari Grameen Bank adalah memberikan kredit tanpa agunan berbunga rendah kepada
mereka yang miskin, dan penerapan sistem cicilan setiap hari yang tidak memberatkan pemimjam
bila jatuh tempo. 10 https://cumiblokq.wordpress.com/ (diakses tgl. 2 Mei 2018, pukul 14.30 wib)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
Empowerment atau pemberdayaan yang dimaksud adalah suatu pendekatan
yang menekankan aspek refleksi kritis dan aksi untuk memperjuangkan
transformasi sosial di masyarakat secara berkelanjutan.11 Dalam konteks ini,
pemberdayaan memberi perhatian pada dua hal, yaitu: pembangunan persepsi dan
kesadaran seseorang, sekaligus untuk memaksimalkan kemampuan aktual
seseorang berhadapan dengan permasalahan sosial.12 Kedua hal tersebut itu penting
untuk diperhatikan, karena keduanya mempengaruhi kehidupan personal maupun
sosial seseorang individu di tengah kehidupan sosial kemasyarakatan. Oleh karena
itu, strategi yang diambil dalam konteks pemberdayaan ialah memfokuskan pada
kegiatan edukasi dan memberikan kesadaran baru kepada individu perihal dinamika
kekuasaan dan hubungan kekuasaan dengan sistem sosial, politik, dan ekonomi.13
Kekuasaan yang dimaksud dalam konteks pemberdayaan dimengerti sebagai suatu
kondisi sejauh mana kita mampu mempengaruhi lingkungan sekitar kita, dan
dengan tujuan untuk menyelesaikan suatu permasalahan, atau membuat sesuatu
terjadi, atau menjaga sesuatu hal atau dinamika tertentu tetap berjalan sebagaimana
mestinya.14 Dengan demikian, praksis pemberdayaan tidak semata-mata
mengadaptasi sesuatu hal baru masuk ke dalam dinamika sosial masyarakat,
melainkan sebagai suatu usaha untuk meningkatkan kapabilitas masing-masing
individu, kelompok, atau komunitas-komunitas masyarakat. Tujuan yang ingin
dicapai adalah untuk mengatasi permasalahan sosial yang sedang dihadapi, melalui
11 Estella Norwood Evans, “Liberation Theology, Empowerment Theory and Social Work Pratice
with the oppressed” dalam International Social Work Vol. 35 (London, newbury Park and New
Delhi, 1992), hal. 140. 12 Estella Norwood Evans, dalam International Social Work Vol. 35, hal. 141 13 Estella Norwood Evans, dalam International Social Work Vol. 35, hal. 141 14 Estella Norwood Evans, dalam International Social Work Vol. 35, ha. 141.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
partisipasi aktif individu, kelompok dan institusi-institusi yang ada di dalam
struktur masyarakat.
Dalam konteks tersebut, pemberdayaan yang dipraktikkan CUPS melalui
berbagai produk layanan dan usaha pemberdayaan ditujukan untuk mengubah
mentalitas, cara pandang, dan pilihan-pilihan sikap dari anggotanya. Empat
program yang memberikan pemberdayaan kepada anggotanya adalah:15 (1) produk
“Pandai” (Simpanan Pendidikan) adalah produk simpanan yang dirancang untuk
membantu para anggota menyiapkan biaya pendidikan bagi putera-puteri mereka;
(2) produk “Ziarah” (Simpanan Hari Raya), diperuntukkan untuk membantu
anggota mempersiapkan kebutuhan-kebutuhan di hari raya besar keagamaan seperti
Idul Fitri, Idul Adha, Natal, dst.; (3) besar pinjaman yang diberikan CUPS kepada
anggota maksimal tiga kali dari simpanan, sehingga anggota tetap memiliki
kemampuan untuk melunasi hutangnya; (4) adanya fasilitas mentoring dalam
bentuk pertemuan kelompok kecil, yang berfungsi untuk mengasah kemampuan
dan ketrampilan diri, wadah berkomunikasi untuk memupuk persaudaraan,
tanggung jawab, dan semangat untuk saling tolong menolong.16
Keempat program di atas menunjukkan bahwa CUPS itu tidak semata-mata
memberikan pinjaman uang kepada anggotanya sebagaimana fungsi dari lembaga
pembiayaan mikro, tetapi juga untuk mendidik dan membiasakan tata pengelolaan
keuangan bagi para anggotanya. Hal ini sesuai dengan misi yang diperjuangkan
CUPS, yakni: “kami terpanggil untuk meningkatkan kualitas hidup anggota melalui
15 https://cumiblokq.wordpress.com/page/8/ (diakses tgl. 2 Mei 2018, pukul 14.45 wib) 16 https://cumiblokq.wordpress.com/category/program-cumi/ (diakses tgl. 2 Mei 2018, pukul 14.45
wib)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
pelayanan keuangan dan gerakan pemberdayaan secara berkelanjutan.17 Pada titik
inilah, gerakan pemberdayaan dalam CUPS menjadi relevan sebagai salah satu
bentuk alternatif usaha meningkatkan kesejahteraan, secara khusus pemberdayaan
yang diperuntukkan pada pemberdayaan masyarakat miskin dan menengah di
wilayah kota DKI Jakarta. Dengan demikian, penelitian ini memfokuskan pada
usaha empowerment atau pemberdayaan dari CUPS.
Dalam konteks ini, penulis ingin membuat kajian atas empowerment atau
pemberdayaan dengan obyek penelitian usaha pemberdayaan CUPS kepada pelaku
usaha mikro (pedagang kecil) di DKI Jakarta. Oleh karena itu, penulis tidak hanya
mendasarkan pada analisa sosial, ekonomi, politik, tetapi juga pendekatan teologi
sosial. Kajian tersebut ditempuh dengan mendasarkan diri pada pengalaman yang
dimaknai dalam terang iman, melalui proses refleksi yang kritis dan mendalam
dengan landasan Kitab Suci, Magisteriusm Gereja.
Dalam perspektif teologi sosial, empowerment atau pemberdayaan
dipahami sebagai praksis solidaritas dan perwujudan iman akan Allah yang
diwujudkan nyatakan dalam usaha peningkatan kesejahteraan bersama (bonum
commune) di dalam kesatuan gerakan Economy of Communion (EoC). Artinya,
CUPS tidak hanya membantu orang kalangan menengah dan miskin di sekitar kota
DKI Jakarta untuk meningkatkan kesejahteraan hidup, tetapi juga membangun
jaringan atau networking. Jejaring dalam CUPS dibangun di atas dua pondasi dasar,
yaitu: rasa percaya (Latin: credere berarti percaya) dan dalam semangat kesatuan
17 https://cumiblokq.wordpress.com/category/program-cumi/ (diakses tgl. 2 Mei 2018, pukul 14.45
wib)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
(Latin: unio berarti sebuah perkumpulan). Rasa percaya dalam semangat
persekutuan itulah yang menjadi pengikat dalam CUMI PS, sekaligus menjadi dasar
untuk perwujudan sikap adil dan bentuk dari solidaritas.
Dengan adanya jejaring atau networking sebagai efek dari usaha
pemberdayaan, maka solidaritas sosial atas fenomena struktur sosial yang tidak adil
akan semakin solid. Solidaritas dimaknai sebagai sikap keberpihakan pada mereka
yang belum memperoleh hak mereka.18 Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama,
solidaritas merujuk pada perjuangan Musa dan Harun untuk meminta pembebasan
bangsa Israel dari penindasan Raja Firaun (Kel 5:1-23). Lalu dalam Perjanjian Baru,
solidaritas dimaknai dengan cara pandang baru, yakni Allah Bapa yang mengutus
Putera ke dunia untuk membebaskan manusia dari penderitaan akibat dosa. Di sini
Yesus tidak hanya sekedar menjelma menjadi manusia dalam peristiwa inkarnasi,
tetapi juga memiliki solidaritas dalam arti “vita comunis”, yakni: Yesus Kristus
hadir untuk mewartakan Injil bagi kaum miskin (Luk 4:18-21; Mat 11:4-6). Wujud
solidaritas Kristus itu bahkan sampai menyerahkan diri-Nya untuk sengsara dan
wafat di Salib demi cinta-Nya kepada manusia. Harapan dari terbentuknya jejaring
atau networking atas dasar solidaritas solid adalah adanya gerak bersama yang dapat
membawa pada transformasi sosial, demi terwujudnya bonum commune.
Dalam kaitannya dengan perspektif teologis, penulis menggunakan dasar
dokumen Gereja dari refleksi sosial Paus Benediktus XVI di dalam ensiklik Caritas
in Veritate (2009) untuk merefleksikan pemberdayaan sebagai praksis solidaritas
dan perwujudan Economy of Communion (EoC). Ensiklik Caritas in Veritate
18 J.B. Banawiratma, Aspek-aspek Teologi Sosial (Yogyakarta: Kanisius, 1988), hal. 133-134.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
(Kasih dalam Kebenaran) dikeluarkan oleh Paus Benediktus XVI pada tanggal 29
Juni 2009, untuk memperingati 40 tahun Populorum Progressio. Paus Benediktus
XVI memandang bahwa keuntungan ekonomis19 dan keuntungan politis20 tidak
memadai untuk membangun relasi persaudaraan manusia jika melupakan dimensi
spiritual atau rohani manusia. Secara khusus, Paus menunjukkan salah satu praktek
ekonomi yang sehat itu terwujud dalam Credit Union sebagai praksis dari hubungan
cinta kasih yang bijaksana dan berkeadilan.21
Selain itu, penulis juga menggunakan dokumen Nota Pastoral Konferensi
Wali Gereja Indonesia tahun 2006 tentang “Membangun Habitus Baru” sebagai
acuan dalam menentukan relevansi pemberdayaan sebagai praksis soldiaritas dan
perwujudan gerakan Economy of Communion (EoC) di dalam konteks Indonesia.
Fokus utama yang digunakan penulis adalah konsep ekonomi berkeadilan. Artinya,
kita menyediakan peluang atau kesempatan berbisnis secara adil dan sama bagi
semua pelaku ekonomi besar, menengah, dan kecil. Permasalahannya adalah tak
jarang konflik kepentingan antara pemerintah, pasar, dan rakyat, sehingga tidak
tercipta bonum commune.22 Untuk itu perlu mengusahakan pemberdayaan ekonomi
kerakyatan dan berkeadilan sebagai sebuah habitus baru.23 Dengan demikian,
Gereja merasa bertanggung jawab untuk ikut serta mengentaskan permasalahan
kemiskinan dengan memberi prioritas pada pemberdayaan ekonomi kerakyatan.
19 Caritas in Veritate no. 35 20 CV no. 41. 21 CV no. 65. 22 Konferensi Waligereja Indonesia, Spektrum no. 4 tahun XXXV, 2007. Jakarta: Departemen
Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, 2007. 23 Konferensi Waligereja Indonesia, Spektrum no. 4 tahun XXXV, 2007, hal. 103.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Salah satu usulannya adalah menggabungkan usaha CU dan kewirausahaan
(entrepreneurship).24
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka penulis merumuskan
tiga masalah dasar, yaitu: Permasalahan pertama adalah apa yang dimaksud dengan
pemberdayaan dan unsur-unsur apa saja yang dibutuhkan dalam pemberdayaan
untuk mengatasi permasalahan kemiskinan pada tingkat usaha mikro.
Permasalahan kedua adalah sejauh mana peran dan keberadaan CUPS itu
sungguh membangkitkan pemberdayaan bagi masyarakat miskin pada level
pengembangan usaha mikro dan membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Permasalahan ketiga adalah bagaimana pemberdayaan itu direfleksikan
secara teologis sebagai dorongan dan perwujudan iman akan Allah, sekaligus
terarah dalam usaha solidaritas mewujudkan Economy of Communion (EoC) dari
perspektif teologis Paus Benediktus XVI di dalam ensiklik Caritas in Veritate (CV).
24 Konferensi Waligereja Indonesia, Spektrum no. 4 tahun XXXV, 2007, hal. 114.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini memiliki satu tujuan yakni: ingin melihat apakah usaha
pemberdayaan yang dilakukan oleh CUPS sungguh sebagai perwujudan iman dan
penyerahan diri kepada Allah di dalam pergulatan realitas kemiskinan khususnya
orang miskin di DKI Jakarta dalam level usaha mikro. Karena dalam perekonomian,
justru usaha mikro sendiri berperan penting sebagai garda depan perekonomian
untuk menyokong perekonomian suatu negara. Dalam konteks teologi, upaya
pemberdayaan lewat CUMI merupakan bentuk konkret praksis solidaritas dan
partisipasi Gereja sebagai umat Allah dalam kehidupan bermasyarakat dalam usaha
mewujudkan Economy of Communion (EoC). Pada gilirannya, ini akan
memperlihatkan wajah Gereja yang peduli akan persoalan orang miskin sekaligus
tanggap akan pembebasan. Selain itu, penelitian ini juga diperuntukkan guna
memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister pada Program
Magister Filsafat Keilahian di Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma.
Lalu manfaat dari penelitian ini adalah untuk memperkaya khazanah
refleksi teologi perihal usaha mikro sebagai upaya pembebasan dari jerat rantai
kemiskinan di tengah globalisasi ekonomi. Dalam konteks penelitian ini,
pendekatan teologi sosial untuk membangun refleksi teologi atas makna
empowerment atau pemberdayaan dalam praksis CUPS semakin diperkaya oleh
adanya pendekatan dari ilmu-ilmu lain, misalnya pendekatan politik-sosial-
ekonomi dari Martha C. Nussbaum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
1.4 HIPOTESA
Di bagian ini, penulis hendak mencoba untuk menjawab secara hipotetis
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan di bagian rumusan masalah di atas. Hipotesa
yang diajukan penulis adalah: pemberdayaan yang dipraktikkan dalam CUPS itu
tidak hanya memiliki muatan transformasi sosial ekonomi dalam hal peningkatan
kesejahteraan hidup, melainkan juga sungguh sebagai dorongan dan perwujudan
iman akan Allah, sekaligus terarah dalam usaha solidaritas mewujudkan Economy
of Communion (EoC).
1.5 METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan gabungan antara studi kepustakaan dan
penelitian lapangan kualitatif. Studi kepustakaan berfungsi sebagai kerangka
berpikir yang digunakan penulis dalam memahami duduk permasalahan
kemiskinan, sebelum penulis melakukan penelitian lapangan di CUMI PS. Dalam
studi kepustakaan ini, penulis menggunakan pemikiran dari Martha C. Nussbaum.
Salah satu buku yang akan dirujuk oleh penulis berjudul Creating Capabilities: The
Human Development Approach, yang diterbitkan pada tahun 2011 sebagai
rangkuman dari beberapa buku yang telah dihasilkannya. Buku ini berbicara
tentang usaha-usaha meningkatkan kapabilitas seseorang baik di tingkat mikro
maupun makro melalui: pengaturan struktur sosial (social arrangement). Dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
konteks ini, struktur dipahami Nussbaum sebagai jejaring atau network yang tidak
dapat berdiri sendiri. Artinya struktur sosial itu dipengaruhi oleh berbagai hal,
misalnya: pandangan akan martabat manusia, pemaknaan akan kebebasan, HAM,
keberagaman budaya, dst.
Dalam kerangka berpikir itulah, penulis kemudian melakukan penelitian
lapangan dengan metode wawancara terstruktur pada anggota CUPS. Fokus utama
dari penelitian ini adalah sejauh mana kehadiran CUPS itu sungguh sebagai usaha
pemberdayaan dalam usaha pengentasan permasalahan orang miskin, secara khusus
bagi para anggota CUPS yang mayoritas berprofesi pedagang kecil (pelaku usaha
mikro). Dalam konteks ini, pemikiran dari Martha C. Nussbaum relevan untuk
membantu dalam proses pembuatan kuesioner dan proses analisa penelitian.
Proses analisa (studi kepustakaan dan penelitian lapangan) ini menjadi
penting sebagai pintu masuk ke arah refleksi teologis. Dalam konteks ini, penulis
mendasarkan refleksi teologi dari Kitab Suci (Perjanjian Lama: Kel 5:1-23, Ul 26,
Ul 4:34; Perjanjian Baru: Luk 4:18-21 dan Mat 11:4-6), secara khusus sebagaimana
terumuskan ensiklik Caritas in Veritate oleh Paus Benediktus XVI. Untuk relevansi
pemberdayaan di dalam konteks Indonesia, penulis mendasarkan pada Nota
Pastoral Konferensi Wali Gereja Indonesia tahun 2006 tentang “Membangun
Habitus Baru”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN
Secara garis besar, sebagaimana telah dijelaskan dalam metode penelitian,
maka penulisan tesis ini akan disusun mengikuti pembahsan tersebut. Bab 1
membahas perihal latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, manfaat penelitian, hipotesa awal, metodologi penelitian dan penjelasan
tentang sistematika penulisan.
Pada bab II akan diuraikan perihal makna empowerment atau pemberdayaan
dari sudut pandang analisis Martha Craven Nussbaum terhadap situasi masyarakat
zaman sekarang. Fokus utama dari analisis Martha C Nussbaum adalah memahami
makna pemberdayaan dari berbagai perspektif, yakni: pemberdayaan dipahami
dalam relasi basic capabilities, internal capabilities, dan combined capabilities;
pemberdayaan yang dimaknai dalam relasi dengan permasalahan HAM, martabat
manusia, persoalan keberagaman budaya, human dignity, dst. Analisis ini menjadi
kerangka berpikir untuk masuk ke dalam pokok permasalahan pada penelitian
pemberdayaan yang dilakukan oleh CUPS di dalam Bab III dan IV.
Bab III menguraikan konteks, sejarah, dan perkembangan gerakan Credit
Union hingga pada implementasi gerakan CU dalam CUPS. CUPS sendiri
merupakan bagian kesatuan gerakan Pemberdayaan Sosial Ekonomi (PSE) Paroki
Santa Perawan Maria Ratu di Blok Q yang dirintis oleh Romo Antonius Sumarwan,
SJ.
Pada bab IV, penulis melaporkan hasil penelitian kualitatif di CUPS, perihal
analisis elemen-elemen pemberdayaan yang diimplementasikan dalam usaha
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
pemberdayaan CUPS. Hasil penelitian ini akan dikerucutkan dari persoalan sosial-
ekonomi bergerak menjadi persoalan-persoalan teologis. Persoalan-persoalan yang
ditemukan tersebut akan menjadi jembatan untuk direfleksikan dengan pendekatan
teologis di bab V.
Pada bab V, penulis akan masuk pada refleksi teologis yang didasarkan pada
pemberdayaan sebagai sebuah praksis solidaritas dan usaha mewujudkan Economy
of Communion, melalua refleksi Paus Benediktus XVI dalam ensiklik Caritas in
Veritate (2009)
Pada bab VI, penulis membuat simpulan umum, refleksi teologis penulis,
dan usulan perencanaan pastoral yang relevan untuk peningkatan kesejahteraan
hidup di dalam konteks Indonesia, melalui sarana aplikasi gerakan pemberdayaan
yang dilakukan oleh CUPS dalam konteks kerasulan sosial Serikat Jesus Provinsi
Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
BAB 2
LANDASAN TEORI EMPOWERMENT (PEMBERDAYAAN)
2.1 PENGANTAR
Pada bab kedua ini, penulis membangun konstruksi teoritis tentang
empowerment (pemberdayaan) secara lebih luas. Empowerment merupakan istilah
dalam bahasa Inggris yang diterjemahkan dengan kata “pemberdayaan”. Maka
penulis dalam penulisan tesis ini akan menggunakan kata “pemberdayaan,” untuk
menunjukkan makna empowerment dalam pembahasan lebih lanjut. Secara khusus,
penulis menggunakan teori Capabilities Approaches dari Martha Craven Nussbaum
sebagai landasan filosofis pemberdayaan. Pembahasan ini menjadi landasan teori
untuk kemudian akan diaplikasikan dalam penelitian tentang usaha pemberdayaan
di Credit Union Pelita Sejahtera (CUPS) yang akan dibahas di bab ketiga dan
keempat.
Bab kedua ini dilatarbelakangi oleh pertanyaan: apa yang dimaksud dengan
empowerment atau pemberdayaan dan unsur-unsur apa saja yang dibutuhkan dalam
pemberdayaan untuk mengatasi permasalahan kemiskinan pada tingkat usaha
mikro. Oleh karena itu, bab kedua akan menguraikan lima hal tentang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
pemberdayaan, yakni: (1) konteks dan perkembangan empowerment atau
pemberdayaan, (2) upaya pemberdayaan di Indonesia, (3) landasan filosofis tentang
pemberdayaan mengacu pada teori Capabilities Approach dari Martha Craven
Nussbaum, (4) empat elemen pemberdayaan, dan (5) rangkuman.
2.2 KONTEKS DAN PERKEMBANGAN EMPOWERMENT ATAU
PEMBERDAYAAN
Empowerment dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan kata
“pemberdayaan”. Konsep ini muncul dan berkembang dari alam pemikiran
masyarakat dalam kebudayaan barat (Eropa). Salah satu fase pemikiran yang dapat
dirujuk ialah periodesasi Enlightenment.25 Pada masa sebelumnya, kehidupan
masyarakat dipengaruhi oleh kultur Abad Pertengahan, yaitu: stabilitas sosial
masyarakat dikontrol dan didominasi oleh relasi khas antara institusi Gereja dan
institusi pemerintahan. Dominasi tersebut semakin kuat dan didukung oleh klaim
kebenaran yang didasarkan dasar Kitab Suci, penghayatan iman, dan tradisi yang
berkembang di masyarakat.
Sebaliknya pada masa enlightenment, rasionalitas dan perkembangan ilmu
pengetahuan mendapat ruang cukup luas. Masa ini memiliki ciri khas, yaitu:
kepercayaan pada kekuatan akal budi manusia sehingga segala sesuatu itu dapat
25 Periodesasi abad ke-17 s.d 18 dikenal dengan nama Aufklarung (Jerman) atau Enlightenment
(Inggris) yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan ke dalam “pencerahan” atau “fajar budi”.
Franz Magnis-Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hal. 65.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
dan harus dimengerti secara rasional. Sebuah claim dapat dianggap benar dan sah,
apabila dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Maka, pada masa ini,
pengetahuan empiris mulai dipakai sebagai dasar claim akan kebenaran,
menggantikan wewenang atas otoritas tradisional dan dogma yang sangat kuat pada
Abad Pertengahan sebagai dasar pengetahuan. Metode yang mengacu pada otoritas-
otoritas tradisional diganti dengan metode baru yang mengandung unsur:
pengamatan dan eksperimen yang menghasilkan pengetahuan rasional dan obyektif
benar, serta dengan bantuan ilmu pengetahuan (ilmu positif).26 Salah satu
perdebatan dalam bidang astronomi yang muncul ialah ketika teori heliosentrisme
copernicus mengeser claim teori geosentrisme.27 Ternyata bukan matahari yang
berputar mengellingi bumi, tetapi bumilah yang berputar mengelilingi matahari,
sehingga matahari sebagai pusat tata surya menggantikan klaim bumi sebagai pusat
tata surya. Perubahan ini mempengaruhi alam pikir, tata kelola masyarakat, dan tata
budaya masyarakat pada masa itu.
Dalam alam pikir Yunani, konsep pengetahuan empiris sudah disadari
sebagai bagian dari techné. Artinya, melalui logika, gramatika, dan retorika,
manusia memahami pengalaman sebagai dasar dari pengetahuan yang terwujud
dalam bentuk latihan keterampilan.28 Mengambil contoh pada alegori gua dari
Plato dalam tulisan Politeia, pengetahuan tidak hanya didasarkan pada pengalaman
seorang tahanan berada di dalam goa sebagai realitas akan kebenaran (tradisi kuno),
26 Franz Magnis-Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, hal. 66-67. 27 Justinus Sudarminta, Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat Pengetahuan (Yogyakarta:
Kanisius, 2002), hal. 46-47. 28 Daoed Joesoef, “Era Kebudayaan: Pemberdayaan Manusia dalam Perkembangan Zaman”, dalam
Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka (editor), Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan, dan
Implementasi (Jakarta: Centre for Strategic and International Studies [CSIS], 1996), hal. 11-13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
tetapi juga pengalamannya berhasil keluar dari goa, melihat matahari sebagai
simbol forma kebaikan atau Idea Kebaikan, dan kembali masuk ke goa untuk
membebaskan rekan-rekannya yang masih berada dalam tradisi kuno.29 Maka
menurut Plato dari penafsiran Haryanto Cahyadi, pengetahuan akan “Yang Baik”
itu aisthēsis-arētē (afektif-kebijaksanaan) dalam terang epistēmē-arētē
(pengetahuan-kebijaksanaan). Artinya bahwa pengetahuan itu bertolak dari
pendekatan pengalaman perseptual-indrawi dan kemudian memberi pendasaran
epistemik.30 Pada tahap aisthēsis-arētē, seseorang dilatih untuk memiliki hasrat
mencintai kebijaksanaan (philosophia). Salah satu indikatornya ialah kemampuan
memiliki daya ingat, mudah belajar, ketangkasan dan bersahabat dengan keadilan,
kebenaran, keberanian (andreia), dan memiliki keugaharian dalam hidup
(sōphrosunē).31 Untuk itu, mereka dilatih olah suara (mousikē) untuk membentuk
irama bunyi yang harmonis dan olah raga (gymnastikē) untuk membentuk irama
tubuh, sehingga mereka dapat mengendalikan hasrat-hasrat (eros) yang tidak
membawa pada “Yang Baik”. Kemudian pada tahap epistēmē-arētē, mereka akan
dilatih untuk mengenal pengetahuan, melalui: latihan ilmu hitung (arithmōn),
geometri bidang datar (geōmetrikon), geometri ruang (stereometrikon), astronomi-
matematik (astronomia), dan ilmu harmoni (harmonia).32 Dengan metode tersebut,
29 A. Setyo Wibowo, “Mungkinkah Mendidik Pemimpin? Kisah Platon dan Burung Camar Jonathan
Livingstone” dalam A. Setyo Wibowo dan Haryanto Cahyadi, Mendidik Pemimpin dan Negarawan:
Dialektika Filsafat Pendidikan Politik Platon dari Yunani Antik hingga Indonesia (Yogyakarta:
Penerbit Lamlera, 2014), hal. 23-31. 30 Haryanto Cahyadi, “Filsuf sebagai Negarawan Kalokagathos Paideia Platon (Platon) perihal
Idealisme Yunani Antik dalam Politeia V-VII” dalam A. Setyo Wibowo dan Haryanto Cahyadi,
Mendidik Pemimpin dan Negarawan, hal. 215-228. 31 Haryanto Cahyadi, “Filsuf sebagai Negarawan Kalokagathos Paideia Platon (Platon) perihal
Idealisme Yunani Antik dalam Politeia V-VII”, hal. 215-216. 32 Haryanto Cahyadi, “Filsuf sebagai Negarawan Kalokagathos Paideia Platon (Platon) perihal
Idealisme Yunani Antik dalam Politeia V-VII”, hal. 221.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
seseorang tidak hanya dapat menghasilkan opini (doxa) atas realitas, tetapi juga
mampu membangun pendasaran epistemik pengetahuan yang diperoleh dari
pengalaman mengalami, mengetahui, dan kemudian mencintai kebijaksanaan
sebagai nilai tertinggi.
Pada masa Abad Pertengahan (abad 7 s.d 14), pandangan kosmosentrisme
yang dikembangkan dalam alam pikir Yunani itu bergeser pada pandangan
theosentris: semua dilihat dari sudut pandang Allah, maka manusia memahami
dirinya sebagai salah satu unsur, meskipun yang tertinggi, dalam ordo atau tatanan
hierarkis alam semesta yang diciptakan Allah.33 Lalu manusia dimaknai sebagai
homo viator, manusia dalam perjalanan (seorang pellegrino), selalu berjalan di atas
bumi dan hidupnya ada dalam ruang dan waktu yang dimanfaatkan untuk mencapai
tujuan, seturut pilihannya, menuju hidup atau menuju kematian.34 Kesadaran ini
masih dipengaruhi oleh alam pikir Yunani terkait dengan pengalaman eksistensial
manusia, namun tetap dipengaruhi kuat oleh ajaran Gereja tentang kesatuan tubuh
dan jiwa. Setiap bagian dari tubuh manusia merupakan tanda simbolis yang selalu
berkorelasi dan merujuk pada jiwa, maka makna keselamatan atau
ketidakselamatan terwujud melalui tubuh dan jiwa, jiwa yang mencapai tujuannya
dengan perantaraan tubuh.35
Kebenaran dalam Wahyu sebagai kebenaran mutlak dalam realitas
metafisik yang didasarkan pada Kitab Suci, penghayatan iman dan tradisi yang
33 Franz Magnis-Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, hal. 61. 34 Eddy Kristiyanto, “Gagasan tentang Kepublikan dalam Gereja Abad Pertengahan” dalam F. Budi
Hardiman (edt.), Ruang Publik: Melacak Partisipasi Demokratis dari Polis sampai Cyberspace
(Yogyakarta: Kanisius, 2010), hal. 66-67 35 Eddy Kristiyanto, “Gagasan tentang Kepublikan dalam Gereja Abad Pertengahan”, hal. 67.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
berkembang di masyarakat, termasuk juga peranan Magisterium36. Pewahyuan
dalam diri Kristus diimani Gereja dan ditujukan kepada semua orang, maka isi
Wahyu itu harus terjamin supaya tetap sama. Oleh karena itu, Gereja sebagai umat
Allah bertugas untuk meneruskan apa yang diwahyukan itu secara murni kepada
umat Allah di dunia. Pendasaran tugas perutusan ini diambil penetapan Kristus
sebagai Kepala Gereja yang akan menyertai Gerejanya dalam tugas pewartaan
seperti dalam kitab suci: “Dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah
Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai
kepada akhir zaman" (Mat 28:20), dan “Ialah Kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah
yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih
utama dalam segala sesuatu” (Kol 1:18). Inilah yang menjadi dasar mengapa dalam
Abad Pertengahan wewenang otoritas, dogma, dan tradisi (Gereja) mempunyai
dampak pada segala bidang pengetahuan dan kemudian juga pada kehidupan
masyarakat. Sebuah dogma dapat ditetapkan sebagai ajaran resmi agama oleh
otoritas religius (Gereja) dan menjadi kebenaran.
Pada Abad Pertengahan, berkembang kesadaran di masyarakat untuk
membangun kesatuan tubuh, yang dipimpin oleh satu kepala yang tidak kelihatan,
Kristus (Kol 1:18), dan pemimpin yang kelihatan ialah Paus sebagai penerus para
Rasul. Maka dalam konteks di dunia, Gereja dan Negara adalah dua entitas yang
36 Tugas mengajar (Magisterium) adalah satu jabatan dalam Gereja untuk meneruskan, menafsirkan,
serta menjaga keaslian ajaran iaman dan kesusilaan, yang diterima Gereja dari Kristus (tentang
perkataan, perbuatan, wafat dan kebangkitan Kristus) yang diimani dan menuntut kepercayaan
(1Tim 2:4: 4:3; Tit 1:1). Penerusan ajaran Kristus itu dilanjutkan oleh para Rasul (Mrk 16:15; Kis
1:8; 10:41) dan dipercayakan kepada seluruh umat (bdk. Mat 18:15-20; Yoh 14:16; 15:26; 1Tim
3:15) melalui para pemimpin umat yang mereka angkat (2Tim 4:1-3; Tit 1:9; bdk 1Tes 5:12; 19-
21). Pewartaan mereka itu dijamin sendiri oleh Kristus sebagai Kepala Gereja (Mat 28:20; Lk 24:47;
Kis 1:8; Yoh 14:16) dan dalam penyertaan Roh Kudus (Yoh 14:16, 26; 15:26; 16:13). Adolf Heuken,
Ensiklopedi Gereja Jilid V Ko-M (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 2005), hal. 159.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
berbeda dari satu realitas yang sama, yakni: kota Allah, kekristenan, dan respublica
christiana. Cita-cita Abad Pertengahan ialah reductio ad unum atau penyusutan
(dua entitas) menjadi satu kesatuan utuh dengan agama Kristen dan kekaisaran
Roma.37 Relasi antara Gereja dan Negara oleh Eddy Kristiyanto ditafsirkan sebagai
dua entitas yang berasal dari Allah dan harus menuntun manusia kembali pada satu
tujuan yang sama, baik dalam bidang kodrati maupun adikodrati, duniawi maupun
surgawi.38 Oleh karena itu, Negara dalam hal ini kekaisaran berkewajiban untuk
melindungi dan membantu Gereja melaksanakan misi utamanya di dunia. Kaisar
digelari sebagai devotus sanctae Ecclesiae defensor atque adiutor in omnibus
(Pembela setia Gereja suci dan penolong segala sesuatu) atau rex et sacedos (Raja
dan Imam).39
Kembali pada masa enlightenment pasca masa Abad Pertengahan,
perkembangan ilmu pengetahuan secara khusus pengetahuan empiris mulai dipakai
kembali sebagai dasar klaim akan kebenaran, menggeser klaim dari Kitab Suci,
dogma, tradisi, dan otoritas yang berkembang dalam Abad Pertengahan. Maka
perhatian pada aspek rasionalitas, empiris, pengalaman, dan ketrampilan menjadi
cukup kuat, mendominasi, dan semakin berkembang pesat pasca revolusi industri.
Justru dalam situasi inilah muncul persoalan-persoalan seputar peranan
pengetahuan dan makna kebenaran, misalnya: konflik antara pendekatan teologi,
filsafat, dan ilmu-ilmu empiris terhadap peranan pengetahuan untuk sampai pada
klaim akan kebenaran, perpecahan Gereja Katolik dengan Gereja Reformasi,
37 Eddy Kristiyanto, Gagasan yang menjadi Peristiwa (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hal.124. 38 Eddy Kristiyanto, Gagasan yang menjadi Peristiwa, hal.124. 39 Eddy Kristiyanto, Gagasan yang menjadi Peristiwa, hal. 125.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
perpecahan terkait persoalan otoritas dan legalitas antara Kepausan dengan
Kekaisaran, dst. Situasi tersebut perlahan-lahan membawa perubahan pada aspek
politik, ekonomi, sosial, dan kultural masyarakat di wilayah Eropa. Perubahan
membawa pemahaman baru masyarakat tentang manusia modern.40 Oleh karena
itu, klaim dari institusi dan sistem keagamaan kini menjadi salah satu alternatif dan
bukan hal yang absolut, seperti pada masa Abad Pertengahan. Pada perkembangan
selanjutnya, nilai kebebasan, ratio, dan individu dalam masyarakat modern
berkembang menjadi paham-paham, misalnya liberalisme, individualisme, dan
rasionalisme.41 Pranarka dan Moeljarto mencatat bahwa:
Determinisme keagamaan yang menjadi absolut menyebabkan
manusia memandang agama sekedar sebagai organisasi kekuasaan
semata-mata. Maka sistem keagamaan dipandang sebagai sistem
kekuasaan yang secara mutlak menganihilisasikan segala kekuasaan
di luarnya. Menemukan sistem alternatif berarti menggantikan
40 Menurut Franz Magnis-Suseno ada lima ciri khas masyarakat modern, yaitu: (1) masyarakat
modern adalah masyarkat yang berdasarkan pada industrialisasi. Persoalan industrialisasi
menentukan bukan hanya bidang ekonomi, melainkan seluruh kehidupan masyarakat,
penghayatannya, dan menjadi way of life-nya. Implikasi dari industrialisasi adalah kebutuhan akan
tenaga kerja manusia yang berlipat ganda, dan pekerjaan tangan manusia diserahkan pada mesin,
robot, yang bekerja secara otomatis. (2) Industrialisasi mengubah secara menyeluruh gaya hidup
manusia, sehingga muncul penciptaan jalur-jalur komunikasi lokal, regional, global yang semakin
padat dan cepat, misalnya: perkembangan sarana transportasi, listrik mengubah cara kerja manusia,
munculnya mesin-mesin produksi yang mempermudah pekerjaan manusia, perkembangan dalam
bidang kedokteran, pertanian, dst. (3) Teknologi menjadi ilmu baru yang secara khusus meneliti
kekuatan-kekuatan alam untuk dapat dimanfaatkan bagi produksi industrial dan menciptakan
masyarakat informasi. (4) Masyarakat modern dapat mengklaim apa saja dapat diciptakan manusia
dan semua masalah dapat dipecahkan, sehingga kesadaran akan batas eksistensi manusia seakan-
akan hilang. Tetapi justru perubahan tersebut membahayakan dan berdampak buruk pada kehidupan
manusia berhadapan dengan ekosistem alam. (5) Masyarakat modern memiliki cara berpikir yang
berciri diferensiasi. Artinya, keberadaan manusia, alam dan realitas transenden dihayati oleh
manusia sebagai tiga bidang kehidupan yang tidak memiliki relasi yang saling berhubungan timbal
balik. Masing-masing bidang memiliki metode-metode dan ilmu-ilmu yang berbeda satu sama lain.
Manusia modern menjadi terarah pada hal-hal indrawi, langsung, duniawi daripada rohani, tak
langsung, dan adiduniawi. Akibatnya keyakinan pribadi, penghargaan akan adat-istiadat,
penghayatan keagamaan dan religiusitas, kesadaran moral, dan pemaknaan akan norma sosial juga
mengalami perubahan. Franz Magnis-Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, hal. 56-58. 41 A.M.W. Pranarka dan Vidhyandika Moeljarto, “Pemberdayaan (Empowerment)”, dalam Onny S.
Prijono dan A.M.W. Pranarka (editor), Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan, dan Implementasi
(Jakarta: Centre for Strategic and International Studies [CSIS], 1996), hal. 45-47.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
sistem kekuasaan keagamaan itu dengan sistem lain yang perlu
diberi kekuasaan. Maka proses modern Eropa pada hakikatnya dapat
dipandang sebagai ‘depowerment’ dari sistem keagamaan yang
mutlak absolut digantikan dengan sistem kekuasaan alternatif non-
keagamaan. Dengan kata lain, diperlukan proses ‘empowerment’
terhadap ‘nonreligious system’. Empowerment di Eropa merupakan
aksi emansipasi dan liberalisasi manusia dari totaliterisme
keagamaan. Emansipasi dan liberalisme serta penataan terhadap
segala kekuasaan dan penguasaan itulah yang kemudian menjadi
substansi dari konsep empowerment.42
Pergeseran alam pikir Abad Pertengahan ke masa enlightenment berdampak
di masyarakat pada ranah politik dan ekonomi. Sebagai contoh, pada masa Abad
Pertengahan, di wilayah Eropa, aktivitas politik berpusat pada kepemimpinan
dalam Institusi Gereja dan Kerajaan sebagai power centre, dan ekspansi wilayah
kekuasaan terjadi bersama dengan penyebaran agama. Ekspansi ini memunculkan
kota-kota perdagangan baru di sekitar laut tengah, dan aktivitas perekonomian di
kota-kota tersebut dapat mempengaruhi stabilitas suatu kerajaan tertentu. Maka
persoalan ekonomi merupakan basis kekuatan baru, berhadapan dengan kekuatan
dari penguasa (Gereja dan Kerajaan). Kekuatan perekonomian muncul sebagai
basis dari proses “empowerment.”43 Artinya, bahwa kehadiran kota-kota
perdagangan baru di sekitar laut tengah di lingkungan periferi menjadi
“empowered” untuk melawan Roma sebagai “power centre”, dan fenomena itu
melahirkan kekuatan kelas menengah nonaristokrat melawan monarkhi dan
aristokrasi dalam sistem kerajaan.44 Contohnya ialah perlawanan kerajaan Jerman
42 A.M.W. Pranarka dan Vidhyandika Moeljarto, “Pemberdayaan (Empowerment)”, hal. 47. 43 A.M.W. Pranarka dan Vidhyandika Moeljarto, “Pemberdayaan (Empowerment)”, hal. 47. 44 A.M.W. Pranarka dan Vidhyandika Moeljarto, “Pemberdayaan (Empowerment)”, hal. 47-48.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
yang mendukung gerakan reformasi Protestantisme, dilatarbelakangi oleh ekspansi
dan persoalan ekonomi yang melibatkan relasi Raja Jerman dengan Paus di Roma.45
Dengan demikian, kini para Raja sungguh menyadari betapa kekuasaan itu tidak
lagi bersifat mutlak dan ditentukan oleh otoritas Paus di Roma, tetapi kekuasaan itu
perlu ditopang oleh kekuatan ekonomi.
Dua peristiwa penting lainnya yang mewarnai perubahan politik dan
ekonomi dunia ialah peristiwa revolusi Industri pada abad ke-17 dan revolusi
Prancis abad ke-18. Kedua peristiwa tersebut mengubah bagaimana manusia
memaknai diri dan keterlibatannya di dunia. Peristiwa penting pertama ialah
revolusi industri yang menambahkan makna techné (ketrampilan) yang ditautkan
pada logos (pengetahuan) sebagai nilai yang dipelajari, diajarkan, dan dipraktekkan
dalam aktivitas kerja manusia.46 Maka, unsur empiristik dan ilmiah dari
pengetahuan menjadi penting. Pada akhir Abad Pertengahan, pusat perekonomian
Eropa kembali bergeser dari sekitar pantai Mediterania menuju wilayah Eropa
Utara, yang mengalami puncak pada revolusi industri di Inggris pada abad ke-18.
Inggris muncul sebagai negara yang memiliki kekuatan ekonomi kuat, dan
disokong oleh perkembangan teknologi dan industri yang berkembang pesat. Maka
proses-proses ekonomi (proses produksi, distribusi, dan konsumsi atas sumber daya
dan jasa) harus diperhatikan dan melekat kuat dalam berbagai bidang dan tatanan
hidup bermasyarakat sebagai bentuk pemberdayaan manusia.
45 A.M.W. Pranarka dan Vidhyandika Moeljarto, “Pemberdayaan (Empowerment)”, hal. 47. 46 Daoed Joesoef, “Era Kebudayaan: Pemberdayaan Manusia dalam Perkembangan Zaman”, hal.
12-14.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Perkembangan ini memiliki ciri-ciri khas, yaitu: munculnya alat-alat
produksi material (tanah, perkakas, mesin-mesin, dst) yang membantu aktivitas
ekonomi masyarakat; munculnya kesadaran akan hak pribadi berhadapan dengan
peningkatan jumlah pekerja dalam industri; munculnya kesadaran akan pentingnya
kebebasan pasar dalam aktivitas ekonomi; dan kesadaran akan perlunya payung
hukum atas kegiatan ekonomi yang rasional dan terukur. Peter L. Berger menyebut
fenomena perubahan sosial ini sebagai perilaku “manusia ekonomi yang bertindak
berdasar pada proses-proses eknomi yang berfungsi secara otonom”, yang menjadi
awal munculnya periode kapitalis di wilayah Eropa.47 Menurut Berger, perubahan
ini tidak hanya berdampak pada usaha mengakumulasi sumber-sumber daya
produktif secara luas, tetapi juga diimbangi oleh lompatan kemampuan teknologi
dari proses revolusi industri.48 Dengan demikian, perekonomian didasarkan atas
proses produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam skala besar dan semakin
memberikan kesempatan pada pengembangan keahlian manusia (profesionalitas),
melalui perkembangan ilmu empiristik dan teknologi. Singkatnya, kata
“produktivitas dan efisiensi” menjadi penting dalam usaha pemberdayaan manusia.
Peristiwa penting kedua ialah Revolusi Perancis dengan tiga simbol liberte,
egalite dan fraternite telah mendongkrak sistem keagamaan-monarki sebagai
identitas politik, dan menggantikannya dengan konsep nation (bangsa) dan state
(negara) yang membawa pada implikasi baru, yaitu: konsep negara republik
menggantikan bentuk pemerintahan dengan sistem kerajaan, sistem demokrasi
47 Peter L. Berger, The Capitalist Revolution: Fifty Propositions about Prosperity, Equality, and
Liberty (New York: Basic Books, 1986) yang diterjemahkan oleh Mohamad Oemar, Revolusi
Kapitalis (Jakarta: Penerbit LP3ES, 1990), hal. 23. 48 Mohamad Oemar, Revolusi Kapitalis, hal. 24.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
menggantikan sistem teokrasi dan monarki, serta perhatian pada aspek hukum dan
hak-hak asasi manusia. Pada masa ini, perlindungan pada hak-hak asasi manusia
dimaknai sebagai usaha melindungi individu dan kelompok terhadap berbagai
tindakan otoriter atau sewena-wena dari para penguasa untuk kepentingan tertentu,
misalnya perlindungan terhadap teror, eksekusi yang sewenang-wenang,
penyiksaan, genosida, perampasan hak pribadi dan hak milik, dst.49 Tindakan-
tindakan tersebut tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomis, tetapi
bersinggungan dengan juga hak-hak kultural, sipil, dan pribadi yang kini diakui
oleh dunia Internasional. Nampaknya konsep negara dan bangsa mulai dipahami
sebagai sistem alternatif yang dapat menggantikan sistem keagamaan yang cukup
kuat pengaruhnya pada abad pertengahan. Maka dari perubahan ini dapat
disimpulkan bahwa situasi ini menjadi proses “depowerment” dari sistem lama, dan
digantikan oleh “empowerment” atau pemberdayaan melalui sistem-sistem
alternatif.50
Dalam masyarakat modern, hukum memiliki peran penting untuk mengatur
kehidupan manusia. Hukum dibagi ke dalam tiga kelompok mengacu pada
pandangan Thomas Aquinas, yaitu: (a) hukum abadi (Eternal Law sebagai hukum
yang berisi pengaturan rasional atas segala sesuatu di mana Allah yang menjadi
menguasa alam semesta)51, (b) hukum kodrat (Natural Law sebagai hukum yang
49 Mohamad Oemar, Revolusi Kapitalis, hal. 316-317. 50 A.M.W. Pranarka dan Vidhyandika Moeljarto, “Pemberdayaan (Empowerment)”, hal. 48-49. 51 ST. Ia Ilae, q. 93, a. 3 ad 3: “Unde hoc ipsum quod lex humana non se intromittat de his quae
dirigere non potest, ex ordine legis aeterne. Unde ex hoc non habetur quod lex humana non derivetur
a lege aeterna, seq quof non perfecta eam assequi possit (Berdasarkan faktanya, hukum positif (lex
humana) tidak mampu membaur ke dalam perkara-perkara yang tidak diaturnya, tetapi ada di bawah
pengaturan hukum abadi. Oleh karena itu, tidak berarti bahwa hukum positif tidak diturunkan dari
hukum abadi, melainkan tidak memiliki kesejajaran yang sempurna dengannya (hukum abadi).
Thomas Aquinas menyebut hukum abadi sebagai sumber dari segala hukum yang berlaku dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
mengatur partisipasi manusia sebagai makhluk dengan kodrat rasionalnya harus
berperilaku sesuai kodratnya untuk menjadi sempurna)52, dan (c) hukum yang
mengatur manusia atau dikenal sebagai hukum positif (Human Law merupakan
hukum yang dibuat oleh manusia dengan pendasaran pada hukum Abadi dan hukum
kodrat, sehingga hukum yang dibuat manusia itu tidak boleh bertentangan dengan
hukum kodrat terlebih hukum Abadi)53.
Pada konteks pemberdayaan, hukum kodrat dan hukum positif berperan
penting. Hukum kodrat menentukan dasar moralitas dari cara manusia bertindak
dengan rasionalitasnya berhadapan dengan alam, dan berlaku pada semua makluk.
Dalam konteks pemberdayaan, hukum kodrat menjadi implikasi etis: mengapa
orang harus peduli atau memberi tanggapan kepada dirinya sendiri ataupun mereka
yang membutuhkan bantuan. Maka hukum kodrat mengarahkan manusia untuk
menemukan hidup yang lebih bermartabat. Sedangkan hukum positif diturunkan
dari hukum kodrat yang berfungsi untuk menentukan atau membatasi manusia
untuk bertindak dan tak jarang memaksa manusia untuk melakukan atau menjahui
sesuatu demi suatu nilai akau kebaikan umum, misalnya: perundang-undangan, tata
bersumber langsung dari Allah. Hukum abadi inilah yang mendasari hukum kodrat dan hukum
positif yang berkaitan langsung dengan pengaturan kehidupan manusia. (Bdk. Patrick Honnon,
“Aquinas, Morality and Law” dalam Irish Theological Quarterly Vol 56 tahun 1990 (Maynooth: St.
Patrick’s College, 1990), hal. 278-279) E. Sumaryono, Etika Humum: Relevansi Teori Hukum
Kodrat Thomas Aquinas (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hal. 73-74. 52 E. Sumaryono menyebut bahwa partisipasi manusia atas hukum Abadi itu merupakan manisfestasi
yang khas untuk hukum kodrat. Maka hukum Abadi dan hukum kodrat pada dasarnya adalah satu,
meskipun bukan dalam arti kesatuan mutlak. Yang menjadi sumber langsung perihal pengenalan
dan pemahaman manusia atas hukum kodrat adalah “rasionalitas”. E. Sumaryono, Etika Humum:
Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas, hal. 74-75. 53 E. Sumaryono, Etika Humum: Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas, hal. 74.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
tertib, penentuan persyaratan kontrak atau perjanjian, laws of nations54 yang
mengatur perihal batas wilayah teritorial suatu negara, dst.
Pada konteks sosio-kultural pada abad XIX dan XX, perkembangan ilmu
dan teknologi, proses industrialisasi, dan pertumbuhan ekonomi ternyata tidak serta
merta membebaskan manusia dari perdebatan, misalnya: perdebatan panjang antara
kelompok ateis dan theis. Pertanyaan mendasar yang menjadi perdebatan ialah:
bagaimana kita menempatkan dan memahami eksistensi manusia di tengah
perubahan tersebut? Bagi kelompok theis, eksistensi manusia itu ditentukan oleh
relasi vertikal di samping dimensi horisontal. Sebaliknya bagi kelompok atheis,
konsep Tuhan dipahami sebagai sumber kekuasaan yang memperbudak manusia.
Pranarka dan Moeljarto kembali mencatat bahwa:
Empowerment atau pemberdayaan dari eksistensi manusia secara
fundamental bagi aliran ini (ateis) berarti depowerment dari iman
manusia kepada Tuhan. Perjalanan sejarah masyarakat modern di
Eropa ternyata masih belum mampu menemukan bentuk titik temu
mendasar sebagai sintesa yang dapat ditarik dari terjadinya konflik
antara determinisme keagamaan dengan determinisme
nonkeagamaan, walaupun ada upaya dari para pemikir untuk
menemukan titik temu tesebut, misalnya ditemukan pada kelompok
humanisme-kultural, dalam arti dinamika vertikal dan horizontal
merupakan bagian konstitutif dari eksistensi manusia.55
Dengan demikian, dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemaknaan
atas pemberdayaan manusia selalu disesuaikan dengan konteks, sehingga
pemberdayaan memiliki makna yang beragam, misalnya: makna pemberdayaan
54 Daniel G. Groody, CSC, “Crossing the Divide: Foundations of a Theology of Migration and
Refugees” dalam Theologial Studies 2009 vol. 70 (3), hal. 655. 55 A.M.W. Pranarka dan Vidhyandika Moeljarto, “Pemberdayaan (Empowerment)”, hal. 52.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
dalam konteks politik, ekonomi, dan sosial-kultural. Uraian di atas menunjukkan
bahwa makna pemberdayaan itu sangat luas. Menurut Merriam Webster dan Oxford
English Dictionery, kata “empower” memiliki dua makna, yakni: (1) makna
pertama ialah to give power or authority to; dan (2) makna kedua ialah to give
ability to or enable. Makna pertama, pemberdayaan sebagai usaha memberi
kekuasaan atau mendelegasikan kekuasaan atau otoritas ke pada orang atau pihak
lain. Makna pertama itu tidaklah cukup dan perlu didukung oleh makna kedua,
sehingga mengandung makna usaha atau upaya untuk memberikan kemampuan
atau memberdayakan sesuatu (orang atau hal tertentu).
Pemberdayaan selalu mengandung unsur sebuah proses transformasi di
masyarakat. Artinya bahwa pemberdayaan juga memiliki nilai intrinsik (nilai pada
dirinya sendiri) dan juga nilai instrumental yang sangat relevan untuk kehidupan
pribadi (individual self-empowerment), maupun kehidupan kolektif (collective self-
empowerment), serta menjadi bagian dari aktualisasi akan eksistensi manusia dan
kemanusiaannya di tengah realitas dunia.56 Maka pemberdayaan miliki unsur-
unsur, antara lain: kemandirian (self-reliance), kekuatan diri (self-strength),
pengakuan pilihan (own choice), kapasitas untuk memperjuangkan salah satu hak
tertentu, independen, kemampuan membuat keputusannya sendiri (own decision
making), makhluk bebas (being free), dan memiliki kesadaran (awakening).57
Unsur-unsur tersebut telah menyatu juga di dalam nilai dan sistem kepercayaan
lokal masyarakat
56 A.M.W. Pranarka dan Vidhyandika Moeljarto, “Pemberdayaan (Empowerment)”, hal. 56. 57 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction: A Sourcebook (Washington, DC:
The World Bank, 2002), hal. 13-14.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Pemberdayaan sebagai usaha transformasi sosial meletakkan masyarakat
miskin sebagai fokus dan bukan suatu permasalahan abadi. Maksudnya ialah usaha
pemberdayaan menitik beratkan pada kebebasan untuk membuat pilihan dan
tindakan yang membentuk suatu kehidupan bagi manusia.58 Dalam konteks
tersebut, kebebasan kaum miskin dibatasi oleh ketidakmampuan mereka untuk
bersuara (voicelessness) dan ketidakberdayaan mereka (powerlessness) di dalam
relasi yang tidak setara antara orang miskin, pasar, dan negara.59 World Bank
memberikan definisi tentang pemberdayaan sebagai: “perluasan aset-aset dan
kapabilitas kaum miskin untuk berpartisipasi di dalam, melakukan negoisasi
dengan, memberi pengaruh, mengontrol, dan mempertahankan akuntabilitas dari
institusi-institusi yang mempengaruhi kehidupan mereka.”60
Dengan demikian, makna pemberdayaan merupakan usaha penguatan
masyarakat secara untuk penguatan orang miskin, seperti: peningkatan
pengetahuan, skill atau ketrampilan, nilai dan keutamaan, inisiatif, motivasi untuk
mengatasi permasalahan yang dihadapi, peningkatan mengelola sumber daya, dan
pengentasan kemiskinan. Akhirnya Pranarka dan Moeljarto sampai pada
kesimpulan bahwa pemberdayaan adalah:
Upaya membangun eksistensi pribadi, keluarga, masyarakat,
bangsa, pemerintah, negara, dan tata dunia di dalam kerangka proses
aktualisasi kemanusiaan yang adil dan beradab, yang terwujud di
berbagai medan kehidupan, seperti politik, ekonomi, hukum,
pendidikan dan lain sebagainya. Maka konsep empowerment
(pemberdayaan) pada dasarnya adalah upaya menjadikan suasana
58 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. xviii. 59 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. xviii. 60 “...empowerment is the expansion of assets and capabilities of poor people to participate in,
negotiate with, influence, control, and hold accountable institutions that affect their lives...” dikutip
dari Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. xviii.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara
struktural, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara,
regional, internasional, maupun dalam bidang politik, ekonomi, dan
lain-lain.61
2.3 UPAYA PEMBERDAYAAN DI INDONESIA
Pemberdayaan menuntut adanya keterbukaan pada keberagaman konteks
masyarakat yang plural dan berciri adaptif. Misalnya di Amerika Latin,
pemberdayaan masyarakat berhadapan dengan kerentanan akan terjadinya konflik
sosial dan kelas. Kesempatan dan akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
publik, informasi yang transparan, partisipasi masyarakat dalam aktivitas ekonomi,
sosial, dan politik masih terbatas. Akibatnya, masyarakat miskin menjadi korban
dan pihak yang seringkali didiskriminasi dan dikucilkan (excluded) oleh kultur
dominan, yang diklasifikasikan berdasarkan strata sosial, ras, etnisitas, gender,
agama, pendidikan, atau juga tingkat kesejahteraan ekonomi.62 Maka usaha
pemberdayaan dilakukan melalui perubahan regulasi, aturan, atau kebijakan.
Tujuannya ialah menghilangkan hal-hal yang berbau diskriminatif, penguatan
aspek kesadaran sosial, dorongan untuk berpartisiasi aktif di masyarakat, dan
peningkatan nilai (value). Oleh karena itu, usaha pemberdayaan menuntut adanya
studi kritis dan mendalam atas fenomena yang terjadi di masyarakat, agar
61 A.M.W. Pranarka dan Vidhyandika Moeljarto, “Pemberdayaan (Empowerment)”, hal. 56. 62 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 25.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
pemberdayaan sungguh membawa perubahan dan transformasi sosial bagi
masyarakat miskin semakin efektif.
Bagi negara-negara dunia ketiga, permasalahan desentrasilasi menjadi
tantangan dalam usaha pemberdayaan. Salah satu faktor penyebabnya adalah
ketidakseimbangan antara pembangunan nasional berhadapan dengan perenanaan
dan tata kelola perekonomian suatu negara serta persoalan kesejahteraan
masyarakat. Indikator yang dipakai adalah pendapatan per kapita dilihat dari Gros
Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto. Penghitungan GDP
dihitung dengan rumus GDP = Konsumsi (C) + Ivestasi (I) + Pembelian Pemerintah
(G) + (Ekspor [X] – Impor [M]). Penghitungan GDP seringkali dipakai pemerintah
untuk menghitung perihal kualitas hidup masyarakat di suatu negara.63 Tingginya
angka GDP suatu negara itu tidak berkolerasi sejajar dengan tingkat kesejahteraan
masyarakatnya. Fakta ini dipakai oleh Martha Craven Nussbaum sebagai salah satu
pengamat politik-ekonomi untuk mengkritisi pendekatan GDP sebagai standar
menentukan kualitas hidup masyarakat di suatu negara. Nussbaum merujuk pada
kasus yang terjadi di India dan China, yaitu: pertumbuhan ekonomi yang pesat di
negara India dan China, serta stabilitas politik di China tidak menjamin
masyarakatnya dapat hidup layak dan sejahtera.64
Menurut Nussbaum, penghitungan GDP sebagai indikator menentukan
kualitas hidup masyarakat di suatu negara memiliki tiga permasalahan pokok, yaitu:
Pertama, jika acuan dasar adalah peningkatan kualitas hidup, maka peningkatan
63 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities: The Human Development Approach (Cambridge,
Massachusetts: The Belknap Press of Harvard University Press, 2011), hal. 48. 64 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, 2011, hal. 47.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
GDP tidak memiliki korelasi dengan peningkatan pendapatan rata-rata secara
ekonomis dalam rumah tangga. Dalam konteks globalisasi ekonomi, keuntungan
investasi modal asing tidak langsung berkontribusi pada keberlangsungan hidup
masyarakat, justru pendapatan masyarakat menjadi standar konkret dari kehidupan
di dalam masing-masing rumah tangga.65
Kedua, pendekatan GDP tidak memperhatikan sisi distribusi atas
peningkatan pendapatan, sehingga GDP tidak memberikan situasi konkret perihal
kualitas hidup sebagai indikator kemakmuran suatu negara.66 Di satu sisi, GDP
dapat memberikan nilai tinggi dalam hal pertumbuhan ekonomi suatu negara,
namun di sisi lain, GDP tidak dapat menjamin bahwa persoalan ketidaksamarataan
distribusi atas pertumbuhan ekonomi dapat diatasi. Nussbaum menunjukkan bahwa
tingginya angka (rasio) pertumbuhan ekonomi di Afrika Selatan ditandai oleh
banyaknya modal asing yang masuk ke negara, tidak mampu melepaskan
penderitaan masyarakat di kawasan Afrika Selatan dari persoalan, seperti
permasalahan rasial, etnik, gender, dan kemiskinan67. Sekalipun pertumbuhan
ekonomi meningkat, tetapi jidak menjamin kemakmuran itu dirasakan oleh seluruh
populasi yang ada di negara tersebut.
Ketiga, pendekatan GDP mengeneralisasikan berbagai komponen yang
menentukan kualitas hidup menjadi satu pokok, sehingga tidak memberikan
informasi-informasi yang baik tentang suatu realitas masyarakat dan bagaimana
cara mencapai kualitas hidup.68 Menurut Nussbaum, GDP tidak memperhatikan
65 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, 2011, hal. 48. 66 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, 2011, hal. 49. 67 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, 2011, hal. 49. 68 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, 2011, hal. 49.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
aspek non material dari kehidupan manusia, seperti persoalan kesehatan, umur
panjang, pendidikan, keamanan diri, persoalan politik dan akses menuju kekuasaan,
peluang lapangan pekerjaan, waktu di luar jam kerja, dst.69
Di Indonesia, persoalan pemberdayaan berkaitan dengan kebijakan
sentralisasi. Kebijakan sentralisasi ini dikembangkan oleh pemerintahan rezim
Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Suharto, melalui Pelita. Salah satu
evaluasi atas Pelita ialah bahwa proses pembangunan tidak didasarkan pada
kebutuhan atau situasi daerah dan tidak meratanya proses pembangunan, sehingga
mengakibatkan munculnya kesenjangan antara daerah-daerah yang kaya dengan
daerah-daerah miskin, misalnya: pembangunan infrastruktur dan ekonomi banyak
terfokus di wilayah Jawa, lebih daripada pembangunan di kawasan Indonesia
bagian tengah atau Indonesia bagian timur. Investasi terkonsentrasi di wilayah
tertentu, dan berakibat pada luasnya jurang kesenjangan antar daerah, serta
mengusik rasa keadilan wilayah-wilayah lain. Kesenjangan pembangunan daerah
itu dapat diukur dari berbagai indikator, seperti: pendapatan perkapita antar daerah,
konsumsi per kapita daerah, kemampuan daya beli masyarakat, dan tingkat
kesejahteraan masyarakat, serta jumlah masyarakat miskin yang ada di daerah
tertentu.70
Setelah rezim Suharto berakhir, maka pemerintah Indonesia mengubah arah
kebijakannya dari model sentralisasi menjadi desentralisasi. Salah satu alasan
mengapa pemerintah pusat perlu membagi kewenangan ke pemerintah daerah ialah
69 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, 2011, hal. 49. 70 Indra J. Piliang, Dendi Rahdani, dan Agung Pribadi (tim edt.), Otonomi Daerah: Evaluasi dan
Proyeksi (Jakarta: Divisi Kajian Demokrasi Lokal Yayasan Harkat Bangsa dan Partnership for
Governance Reform in Indonesia, 2003), hal. 83-84.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
untuk mengurangi pengeluaran terkait dengan pembiayaan program dan kebijakan
nasional.71 Luas wilayah Negara Indonesia memerlukan adanya distribusi
kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yang
diimplementasikan dalam kebijakan otonomi daerah. Pelaksanaan kebijakan
otonomi daerah di Indonesia didasarkan pada UU. No. 22 Tahun 1999, sebagai
bentuk pembaharuan atas UU No. 5 Tahun 1974 yang dievaluasi menyebabkan
adanya pengabaian aspirasi dan prakarsa dari masyarakat lokal. Akan tetapi,
otonomi daerah yang diimplementasikan dalam sistem pemerintahan di Indonesia
sekarang ini mengandung banyak unsur-unsur, di antaranya:
(1) penghormatan akan nilai-nilai demokrasi dan kemajemukan
masyarakat; (2) perhatian pada masalah desentralisasi kewenangan;
(3) perubahan dari hubungan hirarkis menjadi organisatoris; (4)
lembaga atau institusi daerah menjadi refresentatif pemerintah
pusat; (5) menerapkan prinsip good governance; dan (6)
menciptakan birokrasi yang ramping dan tetap efisien; dan tetap ada
(7) pengawasan dari pusat yang bersifat simultan dalam
pelaksanannya.72
Dengan demikian, dengan otonomi daerah, masing-masing daerah diberi
kewenangan oleh pemerintah pusat untuk menentukan kebijakan dan peraturan
daerah yang disesuaikan dengan konteks masyarakatnya yang semakin majemuk
dan plural.
Otonomi daerah sebagai bentuk pemberdayaan dapat berkembang secara
cepat di Indonesia. Karena Indonesia telah memiliki institusi dan sistem politik
71 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 201. 72 Indra J. Piliang, Dendi Rahdani, dan Agung Pribadi (tim edt.), Otonomi Daerah: Evaluasi dan
Proyeksi, hal. 9-10.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
perwakilan yang independen dan berfungsi sebagai penyalur aspirasi masyarakat,
misalnya pernan DPRD tingkat I dan II, serta perwakilan lembaga pemerintah
dalam bentuk dinas-dinas daerah. Fungsi dari keberadaan lembaga-lembaga
tersebut ialah dengan kewenangannya berperan untuk mengatur dan mengurus
perihal tata kelola dan rumah tangga daerah sesuai dengan kebutuhan, pandangan,
aspirasi, dan sikap masyarakat di daerah tersebut.73 Dengan kewenangan tersebut,
maka lembaga-lembaga pemerintah di daerah dapat menentukan: kebijakan dan
agenda yang sesuai degan kebutuhan daerah, prioritas-prioritas apa saja yang akan
didahulukan, bagaimana cara implementasinya, bagaimana cara membiayai
program dan aktivitas tersebut, dan pihak-pihak mana saja yang akan terlibat dan
terkena dampaknya dari kebijakan tersebut.74
Otonomi daerah juga untuk merangsang partisipasi masyarakat, melalui
kerjasama dengan pemerintah pusat dengan daerah. Dalam otonomi daerah, relasi
dan kerja sama tersebut menjadi penting, mengingat pemerintah daerah mengetahui
sungguh kebutuhan-kebutuhan dan prioritas masyarakat di wilayahnya yang tidak
dapat dijangkau oleh pemerintah pusat. Tujuan utama dari program otonomi daerah
ialah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi
kesenjangan sosial-ekonomi antar daerah, dan meningkatkan kualitas pelayanan
publik sehingga lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Maka
usaha pemberdayaan memerlukan kerja sama antara pemerintah pusat sebagai
73 Afan Gaffar, “Otonomi Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat” dalam Jurnal Prospektif, vol. 6,
no.2 (Yogyakarta: Pusat Pengkajian Stretegi dan Kebijakan (PPSK) Yogyakarta, 1994), hal. 76-77. 74 Afan Gaffar, “Otonomi Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat”, Jurnal Prospektif, 1994, hal.76.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
pengendali ekonomi makro dengan pemerintah daerah yang bertanggungjawab
langsung pada ekonomi mikro.
Otonomi daerah membuka peluang pada keberagaman kebijakan dan
peraturan daerah. Keberagaman kebijakan itu dimungkinkan karena adanya
perbedaan kebutuhan dan karateristik masing-masing daerah. Keberagaman
kebijakan tersebut dapat dengan mudah memicu konflik kepentingan antara
pemerintah, pelaku ekonomi dan pasar, serta masyarakat. Namun demikian,
kebijakan pemerintah memungkinkan partisipasi masyarakat dalam usaha
pemberdayaan, selain menjadi peluang bagi pemerintah daerah untuk mengelola
sumber daya alam dan manusia.
Akan tetapi di sisi lain, usaha membangun transparansi atau keterbukaan,
dialog, akses pada informasi dan kerja sama yang melibatkan pemerintah, pelaku
ekonomi, pasar dan masyarakat menjadi tidak mudah. Pemerintah mengutamakan
pembangunan masyakarat, pelaku ekonomi menuntut adanya profit, sedangkan
masyarakat membutuhkan kesejahteraan hidup. Pemerintah membutuhkan
dukungan dari pelaku ekonomi, maka pada titik inilah terjadi negoisasi antara
pemerintah sebagai pembuat kebijakan bertemu dengan tuntutan dari pelaku
ekonomi. Akibatnya, tak jarang kepentingan masyarakat terlebih masyarakat
miskin seringkali dikalahkan demi intensi pembangunan nasional atau daerah.
Konflik kepentingan antara pemerintah, pasar dan masyarakat tidak dapat
dihindari, tetapi permasalahan ini dapat diatasi melalui perubahan regulasi. Dari
pengalaman World Bank dalam usaha pendampingan dan pemberdayaan
masyarakat, konflik kepentingan tersebut dapat ditekan melalui penguatan pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
sistem legislatif dengan memasukkan kelompok-kelompok yang mempunyai
perhatian dan memperjuangkan kepentingan masyarakat, terlebih masyarakat
miskin.75 Melalui kelompok tersebut, mereka dapat mendorong perubahan dalam
hal keanggotaan dalam lembaga legislatif, perubahan peraturan administratif, dan
regulasi-regulasi yang semakin memudahkan orang untuk mengakses sumber daya
termasuk informasi.
Selain itu, diperlukan juga kelompok atau institusi-institusi masyarakat sipil
yang melakukan penelitian khusus perihal urusan parlementer hingga persoalan
persekutuan para buruh. Kelompok ini memiliki peran penting, karena mereka
dapat memediasi sekaligus menjadi motor pengerak perubahan di ranah publik.
Nampaknya, peraturan-peraturan dan regulasi-regulasi seringkali membatasi
aktivitas mereka, akses mereka kepada kebutuhan finansial, berelasi dengan
kelompok lain, akses mereka kepada informasi, dan persoalan kebebasan.76
Idealnya perubahan pada peraturan dan regulasi-regulasi dapat memperkuat
masyarakat sipil dan menjadi lebih produktif, daripada intervensi dalam bentuk-
bentuk lainnya. Dengan demikian, penguatan pada aspek masyarakat sipil dan level
institusional sebagai usaha pemberdayaan menjadi peluang sekaligus tantangan
untuk membangun partisipasi masyarakat yang diimplementasikan dalam empat
elemen dasar pemberdayaan.
Dalam konteks politik, hal pokok yang perlu diperhatikan dalam usaha
pemberdayaan ialah kebebasan berpolitik yang dipahami sebagai bentuk
75 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 26. 76 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 26.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
pemberdayaan masyarakat madani (civil society) atau masyarakat kewargaan atau
masyarakat sipil.77 Maka ada dua unsur penting pemberdayaan dalam bidang
politik, yakni: perihal masyarakat madani (civil society) dan kebebasan berpolitik.
Masyarakat madani atau civil-society diturunkan dari kata Latin dalam tiga wakna,
yakni: civis (citizen atau warga negara), civitas (city-state, negara-kota, masyarakat,
warga atau penduduk), dan civilitas (citizenship atau kewarganegaraan). Dari akar
katanya, civil-society merujuk pada makna peradaban atau kehidupan negara dan
kewarganegaan yang relatif lebih berciri progresif. Ungkapan civil society
merupakan istilah yang sudah dipakai dalam dunia filsafat Yunani oleh Aristoteles
dalam politiké koinonia dan oleh Thomas Aquinas disebut societas civilis.78 Oleh
para pemikir abad 18, masyarakat madani atau civil society dimengerti sebagai
sebuah gerakan untuk melawan negara absolut. Dalam perkembangannya, konsep
masyarakat madani atau civil society memiliki beberapa ciri khas: (1) merupakan
kaitan non-estatis dan lahir dari prakarsa bawah, dari masyarakat dan bukan dari
pemerintah atau negara; (2) tujuannya gerakan tersebut ialah melakukan
pemberdayaan kepada masyarakat dengan penciptaan ruang gerak masyarakat yang
melibatkan seluruh unsur yang ada di dalam komunitas masyarakat tersebut; (3)
muncul dalam berbagai bentuk, misalnya gerakan sosial, emansipasi wanita,
gerakan perdamaian, gerakan ekologi, gerakan perlindungan HAM, dst.
Masyarakat madani atau civil society dimengerti sebagai
serangkaian institusi non-pemerintah yang cukup kuat untuk
mengimbangi negara, dan yang meskipun tidak menghalangi negara
77 M. Sastrapratedja, “Pembangunan Budaya Politik dan Pemberdayaan Masyarakat” dalam buku
berjudul Lima gagasan yang dapat mengubah Indonesia (Jakarta: Pusat Kajian Filsafat dan
Pancasila, 2013), hal. 248. 78 M. Sastrapratedja, “Pembangunan Budaya Politik dan Pemberdayaan Masyarakat”, 2013, hal.
248-249.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
dari pelaksanaan perannya untuk menjaga perdamaian dan menjadi
wasit di antara berbagai kepentingan, tetapi dapat mencegah negara
dari penguasaan dan penghancuran masyarakat.79
Dengan demikian, ruang gerak masyarakat madani terletak pada wilayah di mana
hak-hak individu dan kelompok itu diorganisasi dan berusaha dilindungi, melalui
tindakan partisipasi bersama seluruh masyarakat yang terlibat.
Pada level praksis, masyarakat madani selalu mensyarakatkan adanya
perangkat atau nilai yang mendasari dan mengarahkan gerakan masyakarat
tersebut. Salah satunya ialah nilai kebebasan. Dalam konteks kebebasan berpolitik
praksis nilai kebebasan diwujudkan dengan kebebasan mendapat informasi,
kebebasan pers, kebebasan menyampaikan aspirasi atau berbicara dan mengkritisi
persoalan termasuk melakukan debat publik, kebebasan berasosiasi dan berserikat,
serta kesetaraan hak untuk mendapatkan keadilan.80 Untuk itu diperlukan tiga
strategi untuk mewujudkan kebebasan berpolitik, yakni: (1) melakukan proyek
percontohan (pilot project) sebagai sarana untuk menguji dampak dari perubahan
kebijakan, peraturan, dan regulasi; (2) meningkatkan transparansi kebijakan publik
dengan membuka akses pada informasi-informasi yang dibutuhkan masyarakat,
dan menerapkan mekanisme akuntabilitas untuk semua pihak yang terlibat,
misalnya Bank melakukan kontrol dan inovasi terhadap proyek yang didanai; (3)
memberi ruang gerak dan kebebasan yang lebih luas melakukan aktivitas-aktivitas
79 M. Sastrapratedja, “Pembangunan Budaya Politik dan Pemberdayaan Masyarakat”, 2013, hal.
248-249. 80 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 26.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
ekonomi yang dilakukan oleh produsen, penjual, dan pembeli, sehingga peran
kebijakan pemerintah sebagai penjamin dan pelindung dari aktivitas tersebut.81
2.4 LANDASAN FILOSOFIS PEMBERDAYAAN DALAM TEORI
CAPABILITIES APPROACHES DARI MARTHA CRAVEN
NUSSBAUM
Upaya-upaya pemberdayaan masyarakat banyak berasal dari gerakan akar
rumput atau bottom-up sebagai reaksi untuk menanggapi permasalahan-
permasalahan sosial. Dalam tulisan ini, penulis menggunakan konsep
pemberdayaan yang ditawarkan oleh Martha Craven Nussbaum. Nussbaum dengan
istilah capabitilies approarch. Nussbaum mengembangkan metode capabilities
approaches yang didasarkan pada penelitiannya pada perjuangan kaum perempuan
kelas menengah ke bawah untuk bertahan hidup dan mengembangkan kemampuan
dirinya dalam konteks masyarakat India.82 Metode tersebut bertujuan untuk
81 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 26-27. 82 Dua studi kasus yang dipakai dalam penelitian Nussbaum ialah pengalaman Vasanti dan
Jayamma. Pertama, pengalaman seorang janda tanpa anak bernama Vasanti (30 tahun) dari kelas
menengah yang bercerai dengan suaminya di kota Ahmadabad, di wilayah Kota Gujarat, India.
Setelah bercerai dengan suaminya dan operasi vasektomi, Vasanti mengembangkan usahanya
sebagai penjahit pakaian dengan suntikan dana dari NGo bernama The Self-Employed Women’s
Association (SEWA). Usaha yang dirintisnya cukup berhasil dan terus dikembangkan dengan
bantuan pinjaman dari bank. Kini, Vasanti tidak hanya berhasil bertahan dan mencapai hidup yang
sejahtera, tetapi ia juga membangun program pendampingan kepada para perempuan di India
bersama Kokila, agar para perempuan yang mengalami permasalahan perihal kesejahteraan juga
bisa keluar dari permasalahannya.
Sosok kedua ialah pengalaman Jayamma, seorang janda miskin dari kelas bawah di daerah
Trivandrum, Kerala, di wilayah selatan India. Jayamma bersama anaknya berprofesi sebagai kuli
angkut 500 s.d 700 batu bata perhari dengan upah 5 rupe sehari. Kontras dengan pengalaman yang
dialami Vasanti, Jayamma tidak dapat memperbaiki perekonomian keluarga dan hanya mampu
berjuang untuk bertahan hidup. Berdasarkan kedua pengalaman tersebut, Nussbaum kemudian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
mengetahui sejauh mana manusia dapat mengalami hidup yang berkualitas.
Kualitas itu diukur dari bagaimana ia mampu mengembangkan kemampuan-
kemampuan pribadinya di dalam struktur sosial masyarakat, sehingga dapat
meningkatkan martabat dan kebebasannya sebagai manusia serta mengusakan
kesejahteraan ekonomi (welfare economic). Dalam konteks ini, Nussbaum
bukanlah satu-satunya tokoh yang memberi perhatian pada permasalahan sosial. Di
India sendiri sudah ada tokoh bernama Amartya Kumar Sen yang juga
mengembangkan pendekatan yang kurang lebih sama. Titik tolak kedua tokoh
tersebut, itu terletak pada keprihatinan atas persoalan kemiskinan dan kekerasan
yang mewarnai hidup masyarakat miskin dalam usaha mengusakan kesejahteraan
ekonomi (welfare economic) di konteks Asia Selatan.
2.4.1 Pengaruh dari Aristoteles
Model Capabilities Approaches dikembangkan dari pemikiran Aristoteles
tentang pentingnya perencanaan politik (the political planners) untuk memahami
hal apa yang dibutuhkan manusia guna pengembangan hidupnya.83 Pendekatan dari
Aristoteles ditempatkan dalam konteks perencanaan sebuah polis dan relasi antar
manusia di dalam sebuah polis, yakni: perkembangan hidup manusia menjadi
memberi perhatian bagaimana cara untuk mengatasi permasalahan tersebut tidak hanya pada level
pengalaman konkret, tetapi juga terkait dengan struktur masyarakat yang mempengaruhinya situasi
tersebut, termasuk juga peran atau fungsi Negara. Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal.
2-19. 83 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 125.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
panduan bagi negara di masa depan untuk melihat apa yang sungguh dibutuhkan
dan hendak dicapai.84 Untuk itu, Aristoteles menekankan aspek memilih pilihan
(choices) untuk mencapai kepuasan (satisfation achieved). Nussbaum mencatat
bahwa bagi Aristoteles, pencapaian kepuasan tanpa melalui pilihan-pilihan itu tidak
layak (unworthy) untuk martabat manusia.85
Menurut penafsiran Nussbaum atas Aritoteles, manusia dipahami sebagai
political animal, artinya manusia perlu menghargai tidak hanya perihal martabat
manusia (human dignity), tetapi juga martabat ciptaan (creature dignity) yang lebih
luas.86 Manusia memang ditandai oleh rationalitas yang membedakan dengan
makhluk lain, namun itu tidak menjadi satu-satunya penanda utama. Perkembangan
manusia dari bayi hingga usia dewasa menunjukkan bahwa kemampuan rasionalitas
berkembang seturut dengan perkembangan manusia dalam bersosialisasi
(sociability) dalam kehidupan bermasyarakat.87 Ada masa di mana manusia hidup
hanya menjalankan fungsinya semata (temporal animal beings), tanpa usaha untuk
mengembangkan rasionalitasnya, misalnya pengalaman seorang bayi.
Bersumber dari pemikiran Aristoteles tersebut, Nussbaum menitik beratkan
pada kemampuan manusia untuk membuat pilihan-pilihan. Pengalaman yang
dialami oleh Jayamma88 menunjukkan bahwa pendidikan yang rendah dan kondisi
pekerjaan mengakibatkan ia tidak dapat membuat pilihan-pilihan untuk
84 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, 2011, hal. 125. 85 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, 2011, hal. 125. 86 Martha C. Nussbaum, Fronties of Justice: Disability, Nationality, Spicies Membership
(Cambridge: The Belknap Press of Harvard University Press, 2006), hal. 159. 87 Martha C. Nussbaum, Fronties of Justice, 160. 88 Salah satu subyek penelitian Martha Craven Nussbaum dalam mengembangkan teori Capabilities
Capabilities Approaches.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
peningkatan kesejahteraan hidupnya, sekalipun ia memiliki kemampuan
rationalitas yang sama dengan manusia pada umumnya. Nussbaum menyebut
permasalahan ini sebagai hal yang menghambat dalam membuat pilihan yang
bermakna bagi hidupnya (meaningful choice) di tengah ketidakberdayaan (human
vulnerability) situasi sosial-ekonomi keluarga dan masyarakatnya.89 Oleh karena
itu nampak bahwa persoalan kerentanan tidak dapat dihilangkan dari kehidupan
bermasyarakat dalam suatu negara. Akan tetapi, dalam konteks etika Aristoteles,
negara dalam arti pemerintah dapat menjamin pihak yang lemah dan melalui
kebijakannya dapat memastikan masyarakat mengalami perkembangan hidup yang
sesuai dengan pilihan hidupnya. Misalnya, pemerintah memperhatikan perihal
ketersediaan air bersih, kualitas pendidikan, pemberian nutrisi, dst.
Menurut Nussbaum, konsep yang dikembangkan Aristoteles memiliki
keterbatasan. Keterbatasannya terletak pada aspek partisipasi masyakat dalam polis
dikuasai oleh kelompok tertentu khususnya kaum laki-laki dengan label non-
imigran, buruh, para petani, pelaut, dan para budak yang terlatih.90 Maka
keterlibatan tersebut tetap mengandaikan adanya syarat khusus, tidak lepas dari
diskrimiasi golongan, dan tidak terbuka untuk semua warga polis. Sekalipun
kondisi ideal yang dimaksud ialah warga polis (citizen) yang memiliki kesempatan
untuk berkuasa dan diperintah, namun masih terbatas hanya untuk kaum laki-laki
dan tidak untuk semua masyarakat.
89 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, 2011, hal. 126-127. 90 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 128.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
2.4.2 Pengaruh dari Adam Smith
Manusia memiliki sisi kerentangan. Artinya sekalipun manusia memiliki
kemampuan fisik, mental, dan rasionalitas yang sama, akan tetapi tetap ada pribadi-
pribadi tertentu yang tidak berdaya untuk membuat pilihan-pilihan pada situasi
tertentu, misalnya kasus yang dialami oleh Vasanti dan Jayamma dalam penelitian
Nussbaum. Untuk menguatkan pendapatnya, Nussbaum mengambil pendapat dari
Adam Smith, yang memberi ruang pada nilai (peran) keluarga, masyarakat sekitar,
dan bentuk-bentuk lainnya yang menunjang perkembangan manusia menjadi fully
human. Mengutip penafsiran Nussbaum atas Adam Smith dalam The Wealth of
Nation, Smith menyatakan bahwa pemerintah berkewajiban untuk menyediakan
pendidikan bebas biaya bagi publik.91 Karena kebiasaan masyarakat dan pendidikan
memainkan peran penting dalam proses memaksimalkan kemampuan sebagai
manusia dan proses tersebut tidak terjadi secara alamiah, misalnya perihal
perkembangan kesehatan fisik dan metal. Tanpa pendidikan, seseorang itu layaknya
orang yang dimutilasi dan diformat pemikirannya, sehingga ia seperti orang asing
di dalam tubuhnya sendiri, kehilangan hal-hal esensial dan tidak dapat
menggunakannya secara maksimal.92 Maka pendidikan bagi rakyat jelata tidak
diarahkan pada usaha pengayaan berbagai gagasan dari perbagai sudut pandang,
91 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 134. 92 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 137.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
tetapi peran pendidikan yang layak membuat mereka tidak kehilangan kesempatan
untuk berkembang di masyarakat.
Persoalan kemiskinan di beberapa negara memaksa orang miskin untuk
melakukan aborsi, meninggalkan orang tua yang sudah lanjut usia yang sakit untuk
kemudian menjadi santapan binatang buas. Bagi Smith dalam penafsiran
Nussbaum, kemiskinan itu tidak menguntungkan dan tidak dapat dicegah, misalnya
berhadapan dengan permasalahan pemeliharaan anak-anak dalam keluarga.93
Mengambil contoh tanaman yang ditanam di tanah tidak dapat bertumbuh secara
alami dan maksimal, karena kondisi tanah yang begitu dingin, iklim yang tidak
menentu dan pada akhirnya ia akan layu dan mati.94 Maka berhadapan dengan
kemiskinan, proses distibusi barang-barang kebutuhan hidup itu tetap relevan untuk
meningkatkan martabat manusia, karena kelangsungan kehidupan mereka termasuk
anak-anak paling tidak ditentukan oleh ketersediaan barang-barang tersebut. Pokok
penting yang ingin disasar Smith menurut Nussbaum ialah ketersediaan barang,
proses distribusi itu berkaitan dengan kelangsungan kehidupan dan kelayakan untuk
martabat manusia.
Salah satu kritik Smith yang dipakai Nussbaum ialah Smith mendukung
adanya penghapusan masa tranning dan pentingnya introduksi peraturan-peraturan
(hukum-hukum) sebagai usaha melindungi kerentanan manusia. Tujuannya ialah
melawan usaha monopoli dan negosiasi pihak pemilik modal atau mereka yang
berkepentingan di dalamnya berhadapan dengan warga negara yang tidak memiliki
93 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 135. 94 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 135.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
kapital setara. Karena pemerintah dikawatirkan akan disandera oleh “pasukan elit”
yang berasal dari kaum aristokrat untuk kepentingan tertentu, sehingga memperluas
jurang ketimpangan atau ketidaksetaraan di antara warga negara.95 Jika yang terjadi
adalah demikian, maka hal tersebut bertentangan dengan hukum kodrat (natural
law) yang melekat pada diri seseorang dan sifatnya universal, misalnya aspek
rasionalitas dan kebebasan sebagai manusia yang bermartabat.
2.4.3 Pengaruh dari Amartya Sen
Tokoh lain yang mempengaruhi pengembangan capabilities approaches
ialah Amartya Sen. Pertama, pandangan Sen tentang pemberdayaan dipengaruhi
oleh Aristoteles yang memahami pemberdayaan dari sisi akses pada kebebasan
instrumental, yaitu: masyarakat dapat dikatakan sejahtera ketika mereka mampu
mengakses fasilitas ekonomi (sumber-sumber ekonomi yang digunakan dalam
kegiatan produksi, distribusi, dan konsumi), peluang sosial (pendidikan dan
kesehatan), jaminan transparansi dan jaminan perlindungan. Maka melalui
kebebasan instrumental, manusia mampu mencapai kualitas hidup.96
Kedua, dalam konteks pemberdayaan, Sen menggunakan kata
“functionings” untuk menunjukkan kualitas hidup seseorang. Functionings
dipahami sebagai suatu kondisi ketika seseorang mampu memaksimalkan seluruh
95 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 133-134. 96 Amartya Sen, “Capability and Well Being” dalam Marta Nussbaum dan Amartya Sen (edt.), The
Quality of Life, 1993, hal. 30.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
kemampuan yang dimilikinya, sehingga dapat melakukan sesuatu, mencapai hal
yang berharga dan bernilai dalam hidupnya.97 Kualitas hidup itu ditentukan dari
kombinasi berbagai functionings yang dapat dicapai seseorang dalam konteks
tertentu. Kombinasi-kombinasi yang beragam tersebut membuat kebernilaiannya
menjadi sangat relatif dan dipengaruhi oleh bagaimana minat dan perhatian pribadi
tersebut.
Ketiga, Sen mendasarkan kualitas hidup pada konteks keadilan ekonomi di
masyarakat sebagai usaha manusia untuk mencapai makna kebebasan (freedom),
melalui kesejahteraan hidup (well-being) dan pencapaian manusia (achievement)
yang didasarkan pada nilai yang diarah (value-purposes).98 Dalam hal ini, Sen tidak
menyebut secara spesifik perihal unsur-unsur yang dapat untuk mengukur kualitas
hidup seperti yang dilakukan oleh Nussbaum dengan pengembangan sepuluh
kapabilitas manusia.
2.4.4 Kritik Capabilities Approaches terhadap Pendekatan Utilitarian
Capabilities Approaches yang digagas Nussbaum didasarkan pada kritik
terhadap pendekatan utilitarian yang sangat menekankan aspek satisfaction.99
Artinya bahwa pendekatan utilitarian mengukur kualitas hidup sesuai dengan rasa
97 Amartya Sen, “Capability and Well Being” dalam Marta Nussbaum dan Amartya Sen (edt.), The
Quality of Life, 1993, hal. 31. 98 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities: The Human Development Approach (Cambridge,
Massachusetts: The Belknap Press of Harvard University Press, 2011), hal. 48. 99 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 51.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
perasaan dan kepuasaan mereka terhadap hidup. Sesuatu dapat bermakna sejauh itu
berguna untuk hidup manusia, misalnya: pendekatan utilitarian dari Jeremy
Bentham yang memberi perhatian pada usaha memaksimalkan kepuasan dan
meminimalisir realitas penderitaan.
Nussbaum menemukan ada empat permasalahan dalam pendekatan
utilitarian, yaitu:100 pertama, pendekatan utilitarian terlalu luas melihat keseluruhan
hidup manusia di dalam masyarakat, dan tidak memberi ruang pada partikularitas
dalam kehidupan bersama.101 Contoh yang refresentatif ialah Gross Domestic
Product (GDP) sebuah negara dapat mencapai nilai rata-rata cukup tinggi dan
menunjukkan tingkat kesejahteraan masyarakat, namun di negara tersebut masih
ada kelompok miskin yang tidak terjangkau. Negara China memiliki nilai GDP
tinggi, tetapi tidak menjamin masyarakatnya sejahtera. Implikasinya ialah
pendekatan ini seolah-olah membenarkan keberadaan orang miskin dan
mengesampingkan terjadinya perbudakan atau penyiksaan terhadap mereka,
dengan tetap mengacu pada tingkat kepuasan rata-rata masyarakat terhadap kualitas
hidupnya.
Kedua, pendekatan utilitarian menggabungkan seluruh aspek kehidupan
manusia untuk mencapai tingkat kepuasan sebagai tolak ukur.102 Nussbaum
mengkritik pendekatan utilitarian karena tolak ukurnya yang tidak universal dan
sifatnya yang terbatas. Nussbaum menggunakan dua contoh: (a) apakah kepuasan
yang diperoleh ketika kita makan (pengalaman indera) dapat disejajarkan dengan
100 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 51-56. 101 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 51. 102 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 51-52.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
kepuasan melalui tindakan karitatif, misalnya ketika kita membantu seseorang yang
membutuhkan; (b) dapatkah kita mengukur tingkat kepuasan mendengarkan musik
karya Mahler Roth Simphoni yang dapat disejajarkan dengan kepuasaan kita saat
makan ice cream? Keterbatasan tersebut menyulitkan kita ketika harus mengukur
kualias hidup dan tingkat kepuasan kita di dalam kompleksitas hidup manusia?
Dengan demikian, bagi Nussbaum nampak jelas bahwa pendekatan utilitarian
sudah memberi perhatian pada universalitas, namun belum membawa pembebasan
pada hidup manusia.
Ketiga, pendekatan utilitarian menurut Nussbaum mengubah pemaknaan
dari keinginan menjadi kebutuhan. Namun, tak jarang apa yang hendak dicapai itu
berada di luar jangkauan mereka. Akibatnya mereka belajar bukan untuk
menginginkan atau mendapatkan sesuatu, tetapi justru faktor eksternal membuat
mereka tidak dapat mencapainya, misalnya faktor gender, ras, atau strata sosial di
masyarakat.103 Amartya Sen menyebut kondisi tersebut sebagai adaptive
preferences.104 Kasus pada Jamma menunjukkan bahwa ia mendambakan dapat
bekerja layak sebagai seorang perawat di rumah sakit melanjutkan pekerjaan orang
tuanya, sehingga ia dapat meningkatkan perekonomian keluarga. Namun regulasi
dan situasi keluarga membuatnya hanya puas dengan keadaannya sekarang sebagai
kuli angkut batu bata, meskipun peluang baginya masih ada namun tidak dapat
diakses. Kondisi inilah yang menyuburkan adanya marginalisasi dalam kehidupan
sosial bermasyarakat. Bagi Nussbaum, pendekatan utilitarian justru memperkuat
103 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 54. 104 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 54,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
status quo yang cenderung tidak adil, di mana dasar kepuasan aktual menjadi tujuan
untuk mengukur kualitas hidup manusia.105
Keempat, pendekatan utilitarian menjadikan nilai kepuasan sebagai standar
atau tujuan utama yang hendak dicapai. Kepuasan (satisfaction) seringkali
dipahami sebagai suatu keadaan atau kondisi seseorang yang mendasarkan pada
aktivitasnya. Yang mana pada dirinya sendiri, hal tersebut bukanlah suatu bentuk
aktivitas yang diinginkan. Umumnya ialah seseorang dapat merasa terpuaskan
karena memiliki pekerjaan atau jabatan yang memiliki pengaruh besar. Sekalipun
ia tidak melakukan hal apapun, tetapi kondisi memperdaya dirinya sehingga ia
percaya akan hal tersebut. Idealnya ialah kebebasan manusia membuat orang
mampu memilih pilihan yang membawa pada perkembangan hidup dan bukan
cenderung pasif. Kisah Vasanti menunjukkan bagaimana ia mampu mengubah
hidupnya, dari situasi tergantung pada bantuan pihak lain menjadi sosok
independen. Situasi tersebut ternyata menginspirasi banyak perempuan lainnya
yang mengalami hal serupa. Hal tersebut tidak terjadi pada Jamma, ia cenderung
memilih pasif dan tidak mampu keluar dari permasalahan yang dihadapinya.
2.4.5 Pendekatan Capabilities Approaches sebagai bentuk Pemberdayaan
Uraian di atas menunjukkan adanya kesulitan untuk mengukut bagaimana
kualitas hidup manusia yang kompleks. Pertama, menurut Nussbaum, capabilities
105 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 54.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
approach itu terdiri dari tiga pokok, yakni: (1) basic capabilities, (2) internal
capabilities, dan (3) combine capabilities. Basic capabilities adalah kemampuan
dasar yang dimiliki setiap orang sejak lahir ke dunia dalam bentuk kebebasan
substansial untuk dapat memilih dan bertindak. Internal capabilities ialah
kemampuan-kemampuan internal manusia yang berkembang seturut
perkembangan dan proses belajar manusia, misalnya kemampuan intelektualtias
dan emosi manusia. Combine capabilities merupakan hal yang menentukan
bagaimana seorang pribadi itu tidak dapat berkembang tanpa adanya dukungan dari
struktur sosial, misalnya pengaturan sosial (social arrangement).
Kedua, Nussbaum memberi fokus pada: bagaimana manusia mampu
mencapai kualitas hidup dan dengan demikian semakin menghayati sungguh-
sungguh martabatnya sebagai manusia (fully human way).106 Nussbaum
menggunakan istilah fuctioning yang merujuk pada apa yang dapat seseorang
lakukan dan dengannya dapat menjadi apa (he or she is to do and to be). Maka,
Nusbaaum membuat sepuluh hal sebagai indikator bagaimana mengukur kualitas
hidup manusia, yang disebutnya sebagai “central capabilities.”107 Kesepuluh
kemampuan manusia ini tidak hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri, tetapi juga
dihubungkan dalam kehidupan bersama di masyarakat. Kesepuluh kemampuan
manusia tersebut ditempatkan dalam konteks ketiga pokok dari capabilities
approaches, adalah sebagai berikut:108
106 Martha C. Nussbaum, Women and Human Development, hal. 71, 72, 107 Martha C. Nussbaum, Women and Human Development, hal. 75. 108 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 13-15, Martha C. Nussbaum, Women and
Human Development, hal. 78-80, dan Martha C. Nussbaum, Fronties of Justice, hal. 76-78.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
a. Life, menurut Nussbaum adalah kemampuan manusia untuk hidup normal
hingga akhir, tidak mengalami kematian prematur, atau sebelum hidup
seseorang itu direduksi sehingga hidupnya menjadi tidak berharga lagi.109
b. Bodily Health dipahami sebagai kemampuan untuk memiliki kesehatan,
termasuk kesehatan reproduksi, dan dikembangkan secara tepat dan
mendapatkan perlindungan yang memadai.
c. Bodily Integrity adalah kemampuan dapat bergerak bebas dari satu tempat
ke tempat lain, terlindung serangan dan tindakan kekerasan, temasuk
kekerasan seksual dalam rumah tangga, memiliki kesempatan untuk
pemuasan seksual dan kebebasan memilih dalam hal reproduksi.
d. Senses, Imagination, and Thought, dipahami sebagai kemampuan manusia
melalui indera untuk berimajinasi, berpikir, dan bernalar, dengan cara
manusiawi, berpendidikan, termasuk kemampuan literasi, santifik dan
kemampuan matematika dasar. Kemampuan berimajinasi dan pemikiran
yang menghubungkan antara pengalaman dan pekerjaan, bahkan dalam
memilih pilihan, agama, musik, dst. Selain itu, mampu menggunakan
rasionalitas yang dijamin oleh kebebasan berekpresi secara bijak dalam
bilang politik dan artistik, kebebasan mempraktikkan ritual religius. Dengan
demikian ia semakin mampu memiliki pengalaman yang menyenangkan
dan dapat menghindar dari hal yang menyakitkan.
e. Emotions, dipahami sebagai ketertarikan atau kelekatan pada barang atau
orang tertentu di luar kita; juga berarti kemampuan untuk mencintai orang
109 Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 33.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
yang dicintai dan perduli kepada kita, juga berhadapan dengan pengalaman
duka atau ketidakhadiran mereka. Umumnya kemampuan emosi
memungkinkan kita untuk mencintai, bersedih, mengalami kerinduan,
bersyukur, dan marah. Untk itu diperlukan bentuk-bentuk relasi yang
membantu orang dalam mengembangkan dirinya (aspek sosial).
f. Practical Reason, adalah kemampuan untuk memiliki konsep tentang
kebaikan dan terlibat dalam refleksi kritis mengenai rencana hidupnya,
termasuk di dalamnya penghayatan kebebasan dalam suara hati dan praktik
ketaatan religius.
g. Affiliation, (a) sebagai kemampuan yang memungkinkan orang untuk hidup
bersama dan dengan orang lain, mengakui dan menunjukkan minat pada
manusia, terlibat dalam berbagai macam interaksi sosial di masyakat,
kemampuan untuk membangun imajinasi atau kepedulian terhadap keadaan
orang lain. (b) Affiliation juga berarti memiliki kemampuan dasar yang
berciri sosial, misalnya: self-respect kepada manusia dan situasi
ketidakadilan atau di luar situasi damai (nonhumiliation); dapat
memperlakukan yang lain sebagai mahkluk bermartabat, dan mencakup
larangan diskriminasi berbasis ras, gender, orientasi seksual, etnis, kasta,
agama, kebangsaan.
h. Other Species, kemampuan untuk dapat hidup bersama dan berelasi dengan
binatang, tumbuhan, dan dunia alam.
i. Play, kemampuan untuk dapat tertawa, bermain, dan menikmati kegiatan
rekreasional.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
j. Control Over One’s Environment, dari sisi politik: dapat berpartisipasi
secara efektif dalam kegiatan politik yang mengatur hidupnya, memiliki hak
atas partisipasi politik, perlindungan atas kebebasan berpendapat dan
berasosiasi. Lalu dari sisi kehidupan kongkret: memiliki properti (tanah dan
harta bergerak), memiliki hak atas properti yang sama dengan masyarakat
lainnya; mempunyai hak yang sama (akses) untuk mencari pekerjaan; bebas
dari tindak perampasan dan penggeledahan yang tak beralasan; dapat
bekerja sebagai manusia (bukan sebagai robot dalam sistem struktur sosial),
dan masuk dalam relasi dengan sesama pekerja yang saling meneguhkan.
Dalam kehidupan bermasyarakat, hubungan antara pengembangan sepuluh
kapabilitas dengan usaha pemberdayaan ditempatkan dalam dua sudut pandang,
yaitu: Pertama, pemberdayaan itu bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan, yang
diperjuangkan dan diusahakan baik secara pribadi maupun kolektif. Kedua,
pemberdayaan selalu bersifat komunal dan membawa perubahan sosial di
masyarakat. Untuk itu dalam pemberdayaan diperlukan dua kemampuan yang
menjadi dasar, yakni: practical reason dan affiliation. Practical reason
menentukan seseorang dapat membangun konsep tentang kebaikan, kepedulian,
kesejahteraan, dan refleksi kritis atas hidupnya di dalam hubungan relasi sosialnya
di masyarakat. Affiliation dipahami sebagai kemampuan yang berciri sosial dan
memungkinkan seseorang untuk terlibat dalam berbagai interaksi sosial, bahkan
hidup bersama dengan orang lain. Tanpa kedua kemampuan tersebut, seseorang
akan sulit untuk mewujudkan kesejahteraan baik secara pribadi maupun kolektif,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
dan membawa pada perubahan sosial di dalam hidup bermasyarakat. Maka kedua
kemampuan tersebut menjadi penghubung untuk usaha pemberdayaan sekaligus
pengembangan kemampuan manusia. Jika kemampuan manusiawi tersebut tidak
berkembang, dapat dipastikan kualitas hidup manusia dan pemberdayaan manusia
juga akan terhambat.
2.5 EMPAT ELEMEN DASAR DALAM PEMBERDAYAAN
Pemberdayaan sebagai sebuah usaha memiliki relasi yang kuat antara
pengembangan kapabilitas manusia yang disebutkan oleh Nussbaum
bersinggungan dengan persoalan multidimensional dari kemiskinan. Persoalan
kemiskinan itu dipengaruhi oleh ketidakmampuan dan kapabilitas mereka dalam
hal tata kelola. Selain itu, kemiskinan juga bersinggungan dengan aspek sosial,
kultural, politik, dan ekonomi, serta ditentukan dalam relasi segitiga antara
masyarakat, pasar, dan negara. Kompleksitas permasalahan kemiskinan menuntut
pemberdayaan tidak hanya mencakup aspek pengembangan individu di dalam
ruang privat, melainkan juga di ruang publik dalam sosial masyarakat, misalnya
terkait dengan institusi, hukum, pasar, dst.
Pada ranah formal institusional, pemberdayaan berkaitan dengan hukum,
perundang-undangan, kebijakan, dan regulasi yang mengatur bagaimana dan apa
saja yang harus dilakukan baik oleh negara, pasar, masyarakat, dan dunia
international agar memiliki keberpihakan pada kesejahteraan bersama dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
masyarakat miskin. Selain itu, pemberdayaan juga membutuhkan usaha-usaha non-
institusional yang secara langsung bersentuhan dengan persoalan masyarakat,
misalnya: pengembangan norma sosial dalam hal kemampuan solidaritas dan
berbagi di antara mereka. Usaha-usaha dari kedua level bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat miskin, baik
melalui gerakan individual (perseorangan) dan kolektif (institusi-institusi) yang ada
di masyarakat. Untuk itulah, maka pemberdayaan memiliki empat elemen penting,
yakni: (1) kesempatan untuk mengakses informasi; (2) bercorak inklusif dan
menekankan partisipasi aktif; (3) memiliki akuntabilitas; dan (4) memiliki kapasitas
organisasional yang bersifat lokal.
2.5.1 Akses Kepada Informasi
Elemen pertama dari pemberdayaan ialah adanya akses kepada sumber
informasi (access to information) atau pengetahuan sebagai sarana komunikasi.
Dari perspektif Nussbaum, akses pada informasi ini mengandaikan adanya dua
kemampuan, yakni: Pertama, kemampuan senses, imagination, thought untuk
mampu berimajinasi, berpikir, dan bernalar. Tanpa kemampuan ini, akses pada
informasi, bagaimana menafsirkan, dan usaha mengembangkan informasi yang
diperoleh akan terhambat. Kedua, kemampuan practical reason menjadi dasar
kemampuan yang diperlukan dalam proses analisa persoalan dan proses
merefleksikan secara kritis atas persoalan yang dihadapi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Dalam konteks suatu negara, ada dua model komunikasi yang umum
dilakukan, yaitu: model top-down (dari pemerintah kepada rakyat) dan model
bottom-up (dari rakyat kepada pemerintah).110 Bagi rakyat, komunikasi ini sebagai
bentuk tanggungjawab dan partisipasi aktif masyarakat, sedangkan bagi
pemerintah, komunikasi ini dimaknai sebagai bentuk kepedulian, tanggungjawab,
dan akuntabilitas program dan kinerja pemerintah. Melalui kemajuan teknologi
informasi dewasa ini, sarana komunikasi menjadi sangat penting karena
menghubungkan masyarakat terlebih kaum miskin dengan berbagai macam
informasi atau pengetahuan terkait dengan peraturan-peraturan pemerintah, hak-
hak sipil dan pribadi, pelayanan sipil, dll.111 Peran informasi bagi pemerintah
digunakan untuk membuat pertimbangan atas kebijakan yang diperoleh dari
jaringan informasi kolektif.
Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini menjadikan informasi dan
teknologi komunikasi atau Information and Communications Technologies (ICT)
sebagai sarana yang efektif bagi kaum miskin untuk mengakses informasti seputar
kebutuhan akan infrastruktur, menyampaikan suara dan aspirasi mereka kepada
institusi yang berwenang, dan sarana edukasi yang dapat diakses untuk semua.112
Berdasarkan penelitian dari World Bank, peran ICT bagi pertumbuhan ekonomi
dan proses empowering masyarakat ialah: (a) meningkatkan ketersediaan
pelayanan-pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan ; (b) memperbaiki dan
110 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 18. 111 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 19. 112 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 99.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
meningkatkan kinerja pemerintah lokal dan nasional melalui fasilitas e-
government.
Salah satu buktinya ialah kasus perusahaan Nike yang membuka perusahan
subkontraktor di negara Vietnam. Dari sisi legal, Nike dalam arti tertentu memiliki
kekebalan hukum bahkan tekanan dari pemerintah Vietnam. Akan tetapi informasi-
informasi yang berkembang di dunia internasional dalam bentuk kampanye-
kampanye kemanusiaan dapat menjadi instrumen, untuk meningkatkan kualitas
hidup dan kesejahteraan para pekerja, serta usaha tersebut dapat menekan dampak
kerusakan lingkungan dari aktivitas produksi tersebut. Oleh karena itu, akses pada
informasi dan publikasi yang dikelola oleh Negara maupun pihak swasta menjadi
langkah awal dan dapat mendorong terjadinya transformasi sosial di masyarakat.
Karena informasi dapat mempengaruhi opini publik yang dapat menggiring
perilaku manusia dan berdampak pada pasar baik di lingkup negara maupun dunia
international.,
Dalam level nasional, ICT membantu hubungan antara pemerintah, agensi-
agensi, pebisnis atau pengusaha, dan masyarakat dalam hal transparansi-
akuntabilitas kebijakan dan kegiatan publik.113 Sedangkan pada level lokal, ICT
berperan dalam hal menghubungkan masyarakat miskin dengan pemimpin-
pemimpin lokal, mengurangi pengeluaran biaya untuk transaksi dengan
akuntabilitas, dan memberikan pelayanan-pelayanan kepada masyarakat miskin114;
ITC juga mendukung terbentuknya entrepreneurship, karena ia menghubungkan
113 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 105-106 dan 108-109. 114 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 106-107
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
masyarakat dengan pasar-pasar yang potensial dan informasi-informasi seputar
kegiatan ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan115, misalnya dengan
penggunaan sistem e-commerce116. Selain itu, melalui ITC, masyarakat dapat
mengakses data korporasi yang terlibat, informasi seputar harga, perkiraan iklim
dan cuaca, dan layanan kredit atau keuangan lainnya yang berguna sebagai sarana
inovasi dan pengembangan usaha baik level mikro maupun level makro, serta
membantu akses kepada pelayanan finansial dan keuangan bagi masyarakat miskin
dan kaum sub-urban.
Salah satu bentuk implementasi unsur pertama pemberdayaan yang
dilakukan oleh World Bank adalah metode The Public Expenditure Tracking
Survey (PETS) pada level mikro dan model Quantitative Service Delivery Survey
(QSDS) pada level makro yang dipraktikkan di negara Uganda, Tanzania, Ghana
dan Honduras.117 Keduanya merupakan dua instrumen baru yang berusaha mencari
data-data seputar kegiatan pengeluaran dan informasi, yang diperoleh dari hasil
surve layanan unit usaha dan penyedia layanan sebagai fokus utama dalam proses
analisis. Untuk itulah analisis model PETS dan QSDS memberi perhatian pada
persoalan, seperti: fenomena atas perubahan perilaku masyarakat; isu-isu yang
mendorong dan menghambat peningkatan kualitas layanan seperti permasalahan
insentif; bentuk-bentuk penyimpangan yang terjadi seputar transparansi keuangan
dan pelaporannya; dan persoalan implementasi akuntabilitas yang lebih efektif
pada level pemerintah, penyedia layanan dan agensi.118 Informasi dan data tersebut
115 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 109. 116 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 111-112. 117 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 340-343. 118 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 338.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
tersebut dipakai sebagai bahan analisis untuk menentukan atau merubah kebijakan
dan strategi, sehingga dapat menemukan solusi atas persoalan yang dihadapi
PETS diperuntukkan untuk mencari data dan informasi pada level mikro,
dan didesain untuk menemukan missing information119 dari data yang diperoleh
pemerintah dengan data real yang ditemukan di lapangan. Misalnya, karateristik
jenis pelayanan yang dibutuhkan, rekam jejak finansial dari suatu lembaga atau
program tertentu, menilai kualitas output yang dihasilkan, mengkaji pengelolaan
akuntabilitas layanan kepada publik, dan juga menemukan celah atau peluang yang
dapat merugikan masyarakat seperti tindakan korupsi dan penyalahgunaan layanan.
Sedangkan model QSDS ditujukan untuk mengumpulkan data-data kuantitatif pada
level makro, melalui proses wawancara secara langsung dan pencatatan yang ada
pada penyedia layanan. Selain itu dalam QSDS, data dan informasi juga diperoleh
dari kompilasi “trianggulasi” antara pemerintah, NGOs yang menaungi unit usaha,
dan asosiasi penyedia layanan, sehingga proses pengumpulan datanya memakan
waktu cukup lama dan mahal dari segi pembiayaan.
2.5.2 Berciri Inklusif Dan Partisipasif
Elemen kedua pemberdayaan adalah berciri inklusif (inclusion) dan
menekankan partisipasi (participation) masyarakat. Partisipasi masyarakat yang
dimaksud ialah keterlibatan masyarakat sebagai warga negara dalam proses-proses
119 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 338.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
politik, ekonomi, dan pengembangan sosial budaya, secara khusus dalam proses
pengambikan keputusan atau kebijakan. Menurut Myron Weiner seperti yang
dikutip oleh M. Sastrapratedja, diungkapkan ada tiga pokok yang harus ada agar
tindakan tersebut dapat disebut sebagai bentuk partisipasi masyarakat kepada
Negara, yakni:120 aspek pertama, partisipasi sebagai tindakan termasuk juga dalam
bentuk bahasa verbal, dan bukan hanya sikap atau perasaan subyektif. Aspek kedua
adalah kegiatan tersebut harus lahir atau keluar dari kehendak bebas pribadi sebagai
warga negara. Oleh karena itu, jika tindakan-tindakan tersebut mengandung unsur
paksaan atau kewajiban, maka tidak dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk
tindakan partisipasi. Aspek terakhir ialah partisipasi mengandaikan adanya pilihan
bebas dari berbagai bentuk pilihan yang ada atau ditawarkan. Maka, tindakan
mobilisasi yang mengandung unsur paksaan tidak dapat disebut tindakan
partisipasi. Ketiga ciri pokok tindakan partisipasi memiliki implikasi langsung,
yaitu: partisipasi menuntut adanya struktur-struktur yang dapat membuka peluang
bagi masyarakat. Dengan demikian akses terhadap informasi memiliki relasi
dengan tindakan partisipatif masyarakat, sebab masyarakat tidak dapat
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan politik, ekonomi, sosial dan budaya, jika
mereka tidak memperoleh informasi yang cukup dan memadai.
Partisipasi sejati, yang meningkatkan kesadaran partisipan akan
nilai, malasah dan kemungkinan untuk mengadakan pilihan-pilihan,
yang mempengaruhi isi dari pembangunan, merupakan aspirasi yang
elusif. Tetapi perubahan aspirasi ini menjadi kenyataan pada
akhirnya akan terbukti sebagai prasyarat utama bagi suatu gaya
120 M. Sastrapratedja, “Pembangunan Budaya Politik dan Pemberdayaan Masyarakat”, 2013, hal.
246-247.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
pembangunan yang memungkinkan masyarakat menciptakan
kesejahteraan dalam waktu jangka panjang.121
Dalam perpektif Nussbaum, ciri inklusif dan pratisipatif pembedayaan
menuntut adanya kemampuan, yaitu: Pertama adalah kemampuan bodily integrity,
yang memampukan seseorang untuk bergerak bebas, berpindah, dan memobilisasi
suatu program atau kegiatan dari satu tempat ke tempat lain, termasuk juga perihal
perlindungan dari tindakan kekerasan. Kedua ialah kemampuan practikal reason,
karena mengandaikan seseorang itu memiliki konsep-konsep tertentu yang
berusaha diimplementasikan atau diwujudkan dalam usaha pemberdayaan demi
tercapainya kesejahteraan hidup. Ketiga adalah kemampuan affiliation, yang
memungkinkan seseorang untuk memiliki perhatian pada persoalan sosial
masyarakat, dan mendorongnya untuk terlibat dalam berbagai interaksi sosial
bersama orang lain, kelompok, atau institusi-institusi lainya.
Pengembangan kemampuan-kemampuan tersebut di atas mendukung
pemberdayaan. Karena usaha pemberdayaan meletakkan kaum miskin sebagai co-
producers yang memiliki kekuasaan dan kontrol untuk membuat suatu keputusan
atas pengelolaan sumber daya pada level mikro.122 Untuk itu, penguatan partisipasi
kaum miskin dapat dilakukan melalui usaha pengembangan kemampuan-
kemampuan tersebut baik secara individu maupun kolektif. Penguatan ini harus
121 The Quest for a Unified Approach to Development, United Nations Research Institute for Social
Development, Geneva, 1980, hal. 17, seperti yang dikutip oleh Marshall Wolfe, “Participation in
Economic Development: A Conceptual Framework”, dalam Assignment Children, 59/60/3/1982,
seperti yang diterjemahkan oleh M. Sastrapratedja, “Pembangunan Budaya Politik dan
Pemberdayaan Masyarakat” dalam buku berjudul Lima gagasan yang dapat mengubah Indonesia
(Jakarta: Pusat Kajian Filsafat dan Pancasila, 2013), hal. 247. 122 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 19.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
memperhitungkan banyak hal, misalnya: pengelolaan mekanisme institusional,
sumber daya, ketersediaan fasilitas pendukung, kesiapan jangka panjang, dan
kemampuan eksperimental.123 Pada titik ini, kerap kali pemberdayaan masyarakat
yang beragam bentuk itu tidak sejalan dengan usaha pemerintah yang menekankan
sentralitas kebijakan publik. Karena bagi pemerintah, makna “partisipasi” itu dapat
meningkatkan cost untuk pengeluaran negara. Namun demikian menurut World
Bank, ciri inklusi dan partisipasi dari pemberdayaan dalam perspektif ekonomi
memiliki kekhasan, yakni: (1) langsung, (2) representational (sistem ini
merepresentasikan adanya perwakilan dari masing-masing kelompok dan asosiasi
yang ada), (3) politik (yang diperoleh dari representasi keterpilihan dalam pemilu),
(4) informasi berbasis data, (5) didasarkan pada mekanisme pasar yang kompetitif.
2.5.3 Akuntabilitas
Elemen ketiga pemberdayaan adalah akuntabilitas (accountability), secara
khusus berkenaan dengan pengelolanan layanan publik yang dapat diakses oleh
masyarakat. Istilah akuntabilitas di Indonesia mulai populer pada masa reformasi
dengan sistem demokrasi. Sebelum era reformasi, istilah responsibility atau
pertanggungjawaban lebih dikenal masyarakat daripada istilah accountability atau
akuntabilitas. Jika dilihat dari makna, responsibility lebih bersifat internal, yaitu:
bentuk pertanggungjawaban bawahan terhadap atasannya yang telah memberikan
123 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 19.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
tugas dan wewenang.124 Sedangkan accountability lebih bersifat eksternal, yaitu:
sebagai sebuah tuntutan pertanggungjawaban dari masyarakat terhadap apa saja
yang telah dilakukan oleh pemerintah (pejabat atau aparat pemerintahan), termasuk
di dalamnya kebijakan, regulasi, program, dan peraturan yang dihasilkan dari kerja
mereka.125
Dilihat dari ruang lingkupnya, akuntabilitas memiliki tiga ruang lingkup,
yakni:
(1) akuntabilitas berdasarkan pada kemauan dan kesiapan aparatur negara
untuk mempertanggungjawabkan kepada masyarakat atau publik
mengenai penggunaan atau pemanfaatan kekuasaan dan kekhususan dari
lembaga negara di mana seseorang itu bekerja; (2) akuntabilitas terkait
langsung dengan penggunaaan atau pemanfaatan sumber daya manusia
(SDM) dan bagaimana tata kelola SDM tersebut; (3) akuntabilitas itu
menuntut adanya kinerja personal dari pekerjaan-pekerjaan sebagai
aparatur negara sebagai bentuk profesionalitas dan tanggungjawab.126
Dari tiga ruang lingkup tersebut, nampaknya jelaslah bahwa akuntabilitas yang
dituntut masyarakat kepada pemerintah itu bukanlah saja kewajiban pemerintah,
melainkan hak yang harus diterima oleh masyarakat selaku obyek, pelaku,
sekaligus pihak yang terkena dampak dari kebijakan pemerintah tersebut. Hal ini
menjadi penting, karena masyarakat miskin adalah mereka yang paling sedikit
mendapat akses pada fasilitas dan mendapat dampak langsung dari fasilitas
124 Surifah, “Tuntutan Akuntabilitas Masyarakat terhadap Pemerintah atas Pajak dan Retribusi”,
dalam Jurnal UNISIA, vol. 30, Bulan Januari-Maret (Yogyakarta: Direktorat Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat Universitas Islam Indonesia, 2007), hal. 74-75. 125 Surifah, “Tuntutan Akuntabilitas Masyarakat terhadap Pemerintah atas Pajak dan Retribusi”,
dalam Jurnal UNISIA, hal. 74-75. 126 Disadur dari Waskito Utomo, “Tuntutan Akuntabilitas Masyarakat dalam Pelaksanaan Otonomi
Daerah”, sebuah makalah yang disampaikan pada seminar perpajakan yang diselenggarakan oleh
yayasan Artha Bhakti bekerja sama dengan Indonesia Fiscal Study, di Hotel Sheraton Yogyakarta
pada bulan September 2000, yang dikutip oleh Surifah, “Tuntutan Akuntabilitas Masyarakat
terhadap Pemerintah atas Pajak dan Retribusi”, dalam Jurnal UNISIA, hal. 74-75.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
pelayanan publik tersebut. Untuk itu, tuntutan akuntabilitas mengandaikan adanya
kemampuan-kemampuan seperti: Pertama, kemampuan sense imagination and
thought memungkinkan seseorang menggunakan rasionalitas untuk memberikan
pertanggungjawaban atas tugas dan kewenangan yang dimilikinya kepada publik.
Kedua, kemampuan practical reason diperlukan karena dalam tindakan
pemberdayaan memerlukan adanya nilai atau keutamaan yang melandasi mengapa
diperlukan adanya akutanbilitas.
Dalam konteks pemberdayaan, akuntabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu:
akuntabilitas politik, administratif dan publik.127 Pertama, akuntabilitas politik
berkaitan dengan trasnparansi politik partai dan bagaimana representasi dalam
pemilu tersebut sesuai dengan prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan kepada
publik. Perhatian pada akuntabilitas kebijakan publik menambah elektabilitas partai
politik dalam proses pemilihan umum. Kedua, akuntabilitas administratif diukur:
apakah relasi pemerintah dan agensi atau perangkat di bawahnya dilaksanakan
secara transparan kepada masyarakat terhadap kebijakan atau program-program.
Terakhir, akuntabilitas publik berperan untuk menjaga agar badan pemerintah
melakukan tanggungjawab kepada masyarakat, misalnya dalam akuntabilitas
administratif. Oleh karena itu, akses kepada sumber informasi menjadi penting dn
dapat meningkatkan akuntabilitas akan kinerja pemerintah. Akuntabilitas itu dapat
dicapai melalui transparansi manajemen, model-model pelayanan, dan
pertanggungjawabab program atau kebijakan. Selain itu, akuntabilitas publik sangat
127 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 21.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
diperlukan dalam pelayanan hukum, agar menjamin dan melindungi hak-hak kaum
miskin dan tersingkir.
Pada akhir tahun 1980 dan awal tahun 1990, Peru menentukan regulasi
untuk formalisasi dan pendaftaran hak-hak properti, seperti tanah dan bangunan.
Regulasi ini diperuntukkan untuk melindungi hak-hak properti yang dimiliki oleh
masyarakat Peru yang mayoritas masyarakat miskin dari segala bentuk perebutan
hak-hak properti oleh para tuan tanah dan pemilik modal. Pemerintah Peru
membentuk dua komisi untuk merealisakan program tersebut, yaitu: the Commision
for Formalizing Informal Property (COFOPRI) dan the Urban Lands Regisrty
(RPU). Komisi COFOPRI dan RPU lebih aktif untuk melakukan pendekatan “door
to door” daripada menunggu masyarakat datang untuk mendaftarkan properti
mereka.128 Pada tahun 1998, World Bank mengucurkan pinjaman dana sebesar $38
juta untuk membantu realisasi program Urban Property Rights Project bagi
masyarakat miskin di negara Peru. COFOPRI dan RPU dibantu oleh institusi
penelitian bernama the Instituto Libertad y Democracia (ILD), yang bekerjasama
dengan World Bank untuk membangun konsep dan memonitor pelaksanaan
program tersebut. Akuntabilitas dituntut mulai dari proses perencanaan, pendanaan,
pelaksanaan, audit, hingga evaluasi program tersebut. Tindakan tersebut memberi
manfaat positif bagi negara dan juga masyarakat miskin di Peru. Salah satunya
manfaatnya ialah mereka dapat menekan biaya administrasi dari $2.000 menjadi
128 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 298.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
$50, dan proses administrasi hanya membutuhkan waktu 6 minggu, daripada
sebelumnya membutuhkan waktu 15 tahun.129
2.5.4 Kapasitas Organisasional Yang Bersifat Lokal
Elemen pemberdayaan keempat adalah kemampuan organisasional yang
bersifat lokal. Elemen ini ditandai dengan adanya kemampuan untuk bekerja sama,
mengorganisasi mereka, dan memobilisasi sumber daya untuk memecahkan
permasalahan yang terkait dengan kepentingan umum. Dalam konteks Nussbaum,
elemen keempat ini menuntut adanya kemampuan Control Over One’s
Environment. Pengembangan kemampuan tersebut itu berkaitan dengan partisipasi
aktif dalam sosial-budaya, partisipasi dalam kegiatan politik, memperjuangkan
kebebasan berpendapat (aspek personal), dan kemampuan berasosiasi (aspek
komunal).
Dalam pemberdayaan, aktivitas-aktivitas tersebut diperuntukkan untuk
masyarakat miskin. Secara non institusional, masyarakat miskin sering kali saling
membantu untuk mengatasi permasalahan mereka. Akan tetapi, relasi tersebut tidak
memiliki keterhubungan dengan sumber daya yang dibutuhkan di suatu daerah atau
negara, sehingga relasi tersebut tidak mengatasi permasalahan yang mereka hadapi.
Maka akses masyarakat kepada sumber daya dan proses distribusinya menentukan
seberapa efektif pengelolaan sumber daya untuk kepentingan bersama. Pada level
129 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 297.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
praksis dalam kegiatan ekonomi, usaha pemberdayaan membuat mereka mampu
memiliki daya tawar ketika melakukan negoisasi atau penawaran dengan berbagai
suppliers, pembeli, karyawanan, dan lembaga finansial.
Pengelolaan sumber daya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
pembangunan nasional tidak dapat dipisahkan dari keberadaan dan peranan
Organisasi Non-Pemerintah (Ornop) atau NGOs (Non-Governmental
Organizations).130 Dalam konteks Indonesia, NGOs terdiri dari beberapa kategori,
yakni: Organisasi Nirlaba (ONL) atau Non-Profit Organization (NPO), Lembaga
Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM) atau Grossroots Support
Organization (GRSO), dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Grassroots
Organization (GRO).131
Ciri khasnya NGOs itu terletak pada partisipasi mereka di dalam proses
pembangunan, pengembangan dan perubahan sosial, termasuk upaya
pemberdayaan masyarakat. Ada tiga pendekatan yang dilakukan NGOs di dalam
usaha pemberdayaan masyarakat, yaitu:132 Pendekatan pertama berciri
kemanusiaan dengan tujuan secara spontan dan sukarela membantu kelompok
masyarakat yang membutuhkan bantuan. Pendekatan kedua berciri pengembangan
masyarakat, artinya upaya yang dilakukan itu terarah untuk mengembangkan,
memandirikan, dan menswadayakan masyarakat. Pendekatan ketiga bertujuan
130 NGO yang dimaksud ialah NGOs yang meliputi organisasi atau kelompok yang kegiatannyan di
bidang pengembangan masyarakat, pelestarian lingkungan hidup, peningkatan mutu dan taraf hidup
masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat. 131 Onny S. Prijono, “Organisasi Non-Pemerintah (NGOs): Peran dan Pemberdayaannya” dalam
Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka (edt.), Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan, dan Implementasi
(Jakarta: Centre for Strategic and International Studies [CSIS], 1996), hal. 97-98. 132 Onny S. Prijono, “Organisasi Non-Pemerintah (NGOs): Peran dan Pemberdayaannya”, hal. 103-
103
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
untuk pemberdayaan masyarakat, dengan memperkuat posisi tawar-menawar
terhadap masyarakat di lapisan bawah berhadapan dengan negara dan pasar.
Melalui tiga pendekatan tersebut, NGOs berperan dalam pembangunan di
masyarakat. Karena keberadaannya diperlukan pemerintah dan ruang lingkup
NGOs sangat luas, di tingkat lokal, nasional, regional, maupun di kalangan dunia
internasional.
Ketiga pendekatan NGOs berimplikasi pada relasi dengan pemerintah, dan
tidak selamanya relasi tersebut berjalan baik. Di satu sisi, NGOs berhadapan secara
langsung dengan masyarakat sehingga membuat mereka paham sungguh akan
permasalahan yang terjadi di level akar rumput. Di sisi lain, pemerintah memiliki
otoritas untuk menentukan kebijakan publik dan dapat membatasi ruang gerak
NGOs. Maka tak jarang relasi NGOs dan pemerintah berada dalam ketegangan.
Dalam ketegangan itulah, kita melihat ada tiga model hubungan atau relasi antara
NGOs dan pemerintah, yaitu: pola asosiatif, pola paralel, dan pola konfliktif.133
Pola asosisatif menitik beratkan pada kerja sama yang sangat erat dengan
pemerintah. kedekatan tersebut membuat adanya jarak antara NGOs dengan
masyarakat dan kerap kali relasi tersebut menguntungkan pihak pemerintah. Pola
paralel menekankan NGOs dan pemerintah sebagai mitra yang sejajar, sehingga
NGOs tetap dapat independen dan memiliki posisi tawar-menawar di hadapan
pemerintah. Lalu pola konfliktif memposisikan NGOs cukup dekat dengan
masyarakat, tetapi NGOs mengambil jarak dengan pemerintah. Implikasinya,
133 Onny S. Prijono, “Organisasi Non-Pemerintah (NGOs): Peran dan Pemberdayaannya”, hal. 121-
122.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
NGOs berperan sebagai alat untuk mengontrol, mengkritik, dan mengevaluasi
kebijakan pemerintah. Berikut ini gambaran pola hubungan antara NGOs dengan
pemerintah, yakni:134
Orientasi Hubungan
Asosiatif
Hubungan
Paralel
Hubungan
Konfliktif
Lembaga
Pemerintah
Sangat dekat Mitra sejajar Mengambil jarak
Program
Pembangunan
Pemerintah
- Dependen
- Integratif
- Interdependen
- Komplementer
- Independen
- Independen
- Menentang
Kebijakan
Pemerintah
- Melaksanakan
- Mendukung
- Mendukung
- Mempengaruhi
- Mengubah atau
mengoreksi
- Mengubah
atau
mengoreksi
- menentang
Sumber Dana - Dependen - Dependen
- Independen
- Independen
Tabel 2.1. Hubungan antara NGOs dengan Pemerintah
Berdasarkan ketiga pola hubungan NGOs dan pemerintah, menurut Billah
seperti yang dikutip oleh Onny S. Prijono disebutkan bahwa ada empat peran utama
pemberdayaan dari NGOs di masyarakat, yaitu: (1) NGOs sebagai bagian integral
dari pemerintah, dan istilah yang digunakan ialah “mitra pemerintah”; (2) NGOs
sebagai mediator antara pemerintah dan masyarakat dan dikenal dengan istilah
kembatan antara pemerintah dengan masyarakat; (3) NGOs secara tegas
menyatakan sikap memihak rakyat ketika berhadapan dengan negara, atau dikenal
134 Onny S. Prijono, “Organisasi Non-Pemerintah (NGOs): Peran dan Pemberdayaannya”, hal. 121.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
dengan istilah “pendamping rakyat”; (4) NGOs melebur dan menyatu dengan
rakyat dalam bentuk organisasi atau kelompok basis.135
2.6 RANGKUMAN
Uraian di atas merupakan usaha untuk menjawab pertanyaan dasar yang
diajukan dalam bab kedua ini, yakni: apa yang dimaksud dengan pemberdayaan dan
unsur-unsur apa saja yang dibutuhkan dalam usaha pemberdayaan tersebut. Hal
pertama, pemberdayaan itu pertama-tama dimaknai sebagai sebuah tanggapan atas
berbagai peristiwa politik, ekonomi, keagamaan, dan sosil-kultural yang terjadi di
masyarakat. Secara khusus peristiwa awal mulanya terjadi di wilayah Eropa,
dimulai dari peristiwa Enlightenment hingga abad ke-21, yang ditandai oleh adanya
perkembangan ilmu dan teknologi, proses industrialisasi, ketegangan politik dan
pertumbuhan ekonomi yang tidak merata. Pemberdayaan selalu terarah pada proses
transformasi masyarakat yang tidak hanya mempengaruhi kehidupan pribadi, tetapi
juga kehidupan kolektif masyarakat, termasuk menjadi bagian dari aktualisasi akan
eksistensi manusia dalam realitas dunia. Pemberdayaan itu terarah pada usaha
memberdayakaan atau menguatkan orang-orang yang tak bersuara (voicelessness)
dan miskin melalui berbagai cara dan metode, seperti yang telah diuraikan di atas.
Hal kedua, unsur-unsur yang dibutuhkan agar usaha pemberdayaan itu dapat
diwujudnyatakan dalam praksis hidup sehari-hari dalam kehidupan bermasyarakat,
135 Onny S. Prijono, “Organisasi Non-Pemerintah (NGOs): Peran dan Pemberdayaannya”, hal. 123.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
adalah sebagai berikut: (a) kesempatan untuk mengakses informasi, (b) berciri
inklusif dan partisipatif, (c) menuntut akuntabilitas, dan (d) membutuhkan kapasitas
organisasional yang bersifat lokal. Tanpa adanya keempat unsur tersebut, maka
usaha pemberdayaan itu dapat dipastikan tidak berhasil dengan baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
BAB 3
CREDIT UNION PELITA SEJAHTERA
3.1 PENGANTAR
Pada bab tiga ini, penulis memaparkan penelitian pustaka untuk menelusuri:
(1) sejarah awal mula gerakan Credit Union; (2) perkembangan Credit Union di
Indonesia; hingga pada (3) pembahasan tentang perkembangan karya Credit Union
Pelita Sejahtera (CUPS) dari berbagai sumber dan literasi yang ada. CUPS
merupakan salah satu karya sosial kemasyarakatan yang dikembangkan oleh
Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Gereja Paroki St. Perawan Maria Ratu, Blok
Q, Jakarta Selatan. Pembahasan tentang CUPS ini ditempatkan penulis untuk
menjawab rumusan permasalahan kedua yang diuraikan di bab 1, yaitu: sejauh
mana peran dan keberadaan CUPS itu sungguh membangkitkan pemberdayaan bagi
masyarakat miskin pada level pengembangan usaha mikro dan membantu
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Maka uraian bab 3 ini ditempatkan penulis
dalam dua perspektif: perspektif pertama ialah uraian bab 3 berfungsi sebagai
konteks untuk menelusuri jejak-jejak pemberdayaan CU mulai dari sejarah berdiri
hingga pada perkembangan selanjutnya. Perspektif kedua ialah sejarah
perkembangan CUPS berperan sebagai perangkat untuk mengkritisi usaha
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
pemberdayaan yang dilakukan CUPS selama ini, dan menjadi titik tolak untuk
pembahasan hasil penelitian di bab 4.
3.2 KONTEKS DAN SEJARAH CREDIT UNION
3.2.1 Awal Mula Gerakan Credit Union
Credit Union adalah sebuah lembaga jasa keuangan yang pengelolaan,
kepemilikan dan mekanisme kontrolnya dilakukan oleh anggotanya. Penulis akan
menyingkat Credit Union menjadi CU pada pembahasan selanjutnya. Gerakan awal
CU itu berawal ketika Franz Herman Schulze-Delitzsch pada tahun 1852
mengabungkan sistem lembaga jasa keuangan di daerah Eilenburg dan Delitzsch di
wilayah Jerman.136 Ia mendirikan Schulze-Delitzsch Bank yang dikenal sebagai
“People’s Bank”137 atau Bank Rakyat. Lembaga tersebut melibatkan banyak
136 Menurut penafsiran Frank O’Hara, seorang dosen dan pengamat politik di Catholic University of
America: ia menyebutkan bahwa pioner yang mengembangkan sistem “credit union” adalah
François Buchez keturunan Perancis yang tinggal di Jerman dan Victor Aimé Huber. Keduanya
mengembangkan sistem yang dikenal dengan istilah “cooperative credit associations” di wilayah
Jerman. Tujuan mereka ialah membantu masyarakat untuk keluar dari jerat rentenir (loan sharks)
yang memberi pinjaman dengan bunga sangat besar, sehingga pinjaman tersebut memberatkan
masyarakat miskin yang menggunakan fasilitas tersebut. Credit Union (CU) menurut Frank O’Hara
dimulai oleh seorang tokoh Belgian bernama Francois Haeck pada tahun 1848. Lembaga yang
didirikannya bernama Union du Credit de Bruxelles. Frank O’Hara, Credit Unions (New York: The
Missionary Society of St. Paul The Apostle and The Paulist Press, 1937), hal. 7-8. 137 Otto Thiel, “Credit Unions” dalam Franciscan Studies, New Series, Vol. 1, No. 4, Economics:
Report of Thetwenty-Third Annual Meeting of The Franciscan Education Conference June 23-25
(Pennsylvania: Franciscan Institute Publications, 1941), hal. 112. Lihat:
http://www.jstor.org/stable/23802444 (Diakses dari Kolsani pada tanggal 1 Februari 2020, pukul
11.35 WIB)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
masyarakat pedesaan yang miskin, seperti para tukang sepatu, penjahit, dan
pedagang kecil. Ketika itu, anggota dapat menyimpan dan meminjam uang secara
periodik dengan nominal sebesar $75 s.d $250 dengan tenggat waktu pembayaran
pinjaman tidak lebih dari tiga bulan.138 Mereka dapat memperbaharui pinjaman
setelah pinjaman tersebut telah lunas. Publik ketika itu merespon secara positif
usaha tersebut, sehingga menjelang kematiannya pada tahun 1883, Franz Herman
Schulze-Delitzsch telah memiliki 1910 “People’s Bank” dengan 466.000 anggota
yang dilayani tersebar di berbagai daerah.139
Pada tahun 1864, model awal gerakan “People’s Bank” digunakan oleh
Friedrick Wilhelm Raiffleisen (1818-1888) selaku wali kota di Flammersfield
untuk membentuk model CU untuk pertama kalinya di Heddesdorf, Jerman. Ia
merintis berdirinya Raiffeisen Bank dengan sebutan “co-operative credit
society”140 yang melibatkan banyak petani miskin yang ada di wilayah
pemerintahannya. Hal yang membedakan kedua lembaga tersebut (“People’s Bank”
dan “co-operative credit society”) dengan lembaga keuangan kredit lainnya ketika
itu ialah: (1) mereka memberikan layanan simpan-pinjam bagi masyarakat miskin
di daerah-daerah pedesaan dan terpencil; (2) keduanya mampu menguatkan dan
menyelamatkan perekonomian masyarakat kecil; (3) dalam waktu cukup singkat,
kedua lembaga tersebut mampu memperluas pengaruh mereka ke negara-negara
lain di benua Eropa.
138 Otto Thiel, “Credit Unions” dalam Franciscan Studies, New Series, Vol. 1, No. 4, hal. 113. 139 Otto Thiel, “Credit Unions” dalam Franciscan Studies, New Series, Vol. 1, No. 4, hal. 113. 140 Frank O’Hara, Credit Unions, hal. 8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Pada musim dingin 1846-1847, Raiffeisen sebagai pejabat pemerintahan
menghadapi persoalan sosial masyarakat yang cukup pelik. Para petani di pedesaan
mengalami kelaparan, karena badai salju terjadi cukup panjang sehingga banyak
petani tidak dapat bekerja dan tanaman mereka tidak menghasilkan.141 Akibatnya
banyak petani meminjam uang ke pemilik modal atau rentenir untuk bertahan
hidup. Setelah beberapa waktu, mereka kemudian tidak mampu mengembalikan
pinjamannya dan mulai terjerat hutang pada pemilik modal atau rentenir. Usaha
pertanian mengalami gagal panen dan bunga pinjaman di rentenir terus meningkat.
Akibatnya, para rentenir kemudian menyita harta benda mereka. Situasi tersebut
menyebabkan banyak orang berpindah ke kota dan bekerja di sana untuk dapat
bertahan hidup.
Peningkatan urbanisasi masyarakat desa ke kota juga dipengaruhi oleh
Revolusi Industri. Revolusi ini menyebabkan pekerjaan yang sebelumnya
dilakukan oleh manusia, kemudian beralih dan dikerjakan oleh mesin-mesin.
Perubahan ini menggeser kehidupan sosial ekonomi masyarakat dari sistem agraria
tradisional ke perusahaan-perusahaan yang menggunakan mesin-mesin yang
canggih. Fenomena tersebut memunculkan sistem ekonomi pasar yang terus
bertumbuh kuat dengan diikuti pertumbuhan korporasi kapitalis. Masyarakat
pedesaan yang bergerak di sektor pertanian tradisional mengalami penurunan
pendapatan, karena mereka berhadapan dengan model pertanian yang
menggunakan teknologi modern. Teknologi tersebut itu lebih murah, efisien, dan
tidak banyak membutuhkan pekerja, karena menggunakan operator dan mekanik
141 Otto Thiel, “Credit Unions” dalam Franciscan Studies, New Series, Vol. 1, No. 4, hal. 112-113.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
dari operasional mesin-mesin. Akibatnya ialah terjadi migrasi besar-besaran
masyarakat desa ke kota sehingga jumlah buruh di perkotaan semakin meningkat
tajam. Peningkatan jumlah buruh di perkotaan itu tidak diimbangi dengan
peningkatan sistem pengupahan, sehingga kualitas hidup mereka di perkotaan dan
pekerja di industri-industri kapital pun semakin memburuk.
Untuk menghadapi permasalasahan tersebut, Raiffeisen memulai
pengentasan masalah kemiskinan melalui usaha karitatif, seperti: mendirikan
pabrik roti dan mendistribusikan roti ke masyarakat miskin. Usaha karitatif ini
diselenggarakan berkat kerja sama dengan pemerintah setempat. Sebagai modal
dasar gerakan tersebut, Raiffeisen mengumpulkan orang-orang kaya di kotanya
dan menghimpun harta mereka untuk membantu kaum miskin di kota tersebut.
Usaha tersebut berhasil dan memberi manfaat besar untuk kaum miskin yang
mengalami bencana kelaparan. Namun, permasalahan baru kemudian muncul,di
mana orang miskin yang dibantu ternyata mengalami ketergantungan pada bantuan,
sehingga mereka tetap menjadi miskin.
Pengalaman ini membawa kesadaran baru bagi Raiffeisen bahwa salah satu
akar kemiskinan adalah persoalan ketergantungan. Usaha karitatif yang digagas
Raiffeisen itu tidak cukup untuk menolong orang miskin, tetapi justru merendahkan
martabatnya sebagai manusia yang menerima bantuan tersebut.142 Untuk bisa
terlepas dari jerat kemiskinan, mereka terlebih dahulu harus terbebas dari
ketergantungan pada bantuan orang lain. Maka jalan keluar dari persoalan
142 Antonius Sumarwan, “Credit Union: Gerakan Perubahan Diri dan Transfrmasi Sosial” dalam
BASIS Nomor. 07-08, tahun Ke-64, Yogyakarta: Yayasan Basis, 2015, hal. 28.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
kemiskinan itu pertama-tama di atasi oleh usaha dan kreativitas dari si miskin itu
sendiri. Mereka tidak dipandang sebagai obyek yang menerima bantuan, tetapi
sebagai aktor utama yang berperan memberantas persoalan kemiskinan.143 Dari
pengalaman Raiffeisen tersebut, kiranya ada tiga hal yang menjadi jejak-jejak dari
sistem yang akan dikembangkan dalam CU, yakni: (1) kepedulian terhadap
persoalan kemiskinan; (2) cara melihat akar persoalan kemiskinan, dan (3) pilihan
strategi dalam usaha menjawab persoalan kemiskinan.144 Inilah yang menjadi latar
belakang lahirnya Credit Union.
Gerakan CU dimulai pada tahun 1849 di Jerman oleh Friedrich William
Raiffeisen.145 CU sebagai sarana persekutuan orang-orang yang mau bekerja sama
untuk memperbaiki kondisi hidup mereka yang miskin.146 Mereka yang ikut
bergabung dalam kelompok tersebut adalah kumpulan orang-orang yang berusaha
untuk menolong dirinya sendiri dalam semangat kebersamaan dan kepercayaan satu
sama lain. Raiffeisen menawarkan gerakan CU sebagai gerakan komunitas yang
didasarkan pada solidaritas dengan tiga ciri khas, yaitu: self-help, self-governance,
dan self-responsibility.147 Solidaritas itu diimplementasikan dalam tiga prinsip
utama dari gerakan CU, yaitu: (1) asas swadaya yang diwujudkan dalam bentuk
produk layanan tabungan atau sumber daya yang diperoleh dari anggota; (2) asas
setia kawan berarti produk layanan pinjaman hanya diperuntukkan kepada anggota
CU; dan (3) asas pendidikan dan penyadaran yang disadari sebagai usaha yang
143 Antonius Sumarwan, “Credit Union: Gerakan Perubahan Diri dan Transfrmasi Sosial”, hal. 28. 144 Antonius Sumarwan, “Credit Union: Gerakan Perubahan Diri dan Transfrmasi Sosial”, hal. 28. 145 Otto Thiel, “Credit Unions” dalam Franciscan Studies, New Series, Vol. 1, No. 4, hal. 113. 146 Fredy Rante Taruk, “Credit Union: Gerakan Tobat dan Solidaritas” dalam ROHANI Nomor 11,
Tahun Ke-64, November 2017, Yogyakarta: Yayasan Basis, hal. 32. 147 Antonius Sumarwan, “Credit Union: Gerakan Perubahan Diri dan Transfrmasi Sosial”, hal. 28.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
terarah pada pembangunan watak dan hanya anggota yang berwatak baik yang
dapat diberi produk layanan pinjaman.
Gerakan CU itu berkembang dan bertumbuh dengan pesat, serta menyebar
hampir ke seluruh dunia. Pada tahun 1866, di Italia seorang ahli ekonomi bernama
Luigi Luzzati memulai gerakan yang sama dengan mendirikan “People’s Bank of
Milan” dan berhasil diikuti oleh sekitar 3.000 bank serupa.148 Selanjutnya pada
tahun 1883, seorang bernama Leone Wollemborg memodifikasi sistem yang
dikembangkan oleh Raiffeisen dan diterapkan kepada masyarakat pedesaan di
wilayah Italia dan berhasil mendirikan 2.100 lembaga yang serupa.149 Kekhasan
gerakan CU yang berkembang di wilayah Italia itu terletak pada kerja sama dan
kolaborasi antara penggiat atau aktivis dengan para imam Gereja Katolik yang
berkarya di paroki. Gerakan ini dimulai dari Gereja Paroki dan diperuntukkan untuk
pemberdayaan umat.
Pada awal abad ke-20, di Kanada tepatnya di provinsi Quebec, model CU
ini dibawa dan dikembangkan oleh seorang wartawan bernama Alphonse
Desjardin. Gerakan tersebut melahirkan sebuah lembaga keuangan kredit yang
cukup dikenal luas di Quebec, yaitu: Caisse Populaire de Levis.150 Penyebaran CU
di wilayah Amerika Serikat dibawa oleh seorang saudagar kaya dan dermawan
bernama Edward Fillence dan dimulai pertama kali di Massachusetts pada tahun
1910. Perkembangan CU di Amerika Serikat itu sangat pesat, sehingga pada tahun
1921, CU sudah berkembang di empat negara bagian, yaitu: Massachusetts, New
148 Otto Thiel, “Credit Unions” dalam Franciscan Studies, New Series, Vol. 1, No. 4, hal. 113. 149 Otto Thiel, “Credit Unions” dalam Franciscan Studies, New Series, Vol. 1, No. 4, hal. 113. 150 Frank O’Hara, Credit Unions, hal. 9.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
York, Nort Carolina, dan Rhode Island.151 Di Korea, model CU dibawa dan
dikembangkan oleh Mary Gabriella Mulherim, sedangkan CU di Indonesia mulai
diperkenalkan oleh Rm. Karl Albrecht Arbi, SJ.
3.2.2 Perkembangan Credit Union di Indonesia
“Credit Union (CU) tidak boleh membatasi diri hanya sebagai pemberi
produk layanan pinjaman. Tujuan utama CU adalah mengontrol penggunaan uang,
memperbaiki nilai-nilai moral dan fisik dari setiap orang, dan memberdayakan
mereka untuk mampu mandiri” seperti yang diungkapkan oleh F.W. Raiffeisen.152
Di Indonesia, jejak-jejak CU itu ternyata sudah ada bahkan sebelum Indonesia
merdeka, namun jejak tersebut dalam bentuk gerakan lembaga kredit keuangan
berupa koperasi.
Menurut catatan Credit Union Counselling Office (CUCO), pada tahun
1896 patih Purwokerto bernama R. Azis Wiraatmadja mendirikan Koperasi Kredit
dengan sistem Raiffeisen dan mampu bertahan selama 2 tahun, setelah itu
pemerintah kolonial merintangi dan menutupnya.153 Lembaga kredit keuangan
tersebut bernama De Poerwokertosche Hulp En Spaarbank der Inlandsche bestuur
Ambtenaren dan didirikan untuk melayani pegawai pemerintah dan para petani
151 Frank O’Hara, Credit Unions, hal. 10. 152 Antonius Sumarwan, “Credit Union: Gerakan Perubahan Diri dan Transfrmasi Sosial”, hal. 27. 153 Biro Konsultan Usaha Simpan Pinjam C.U.C.O, Hari Credit Union Internasional 1974 (Jakarta
Pusat: Credit Union Counselling Office, 1974), hal. 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
(pengusaha mikro).154 Lembaga tersebut kini dikenal dengan sebagai Bank Rakyat
Indonesia.
Pada tahun 1908, Koperasi Rumah Tangga (Koperasi Konsumsi) mulai
dirintis kembali di nusantara bersama dengan berdirinya Budi Utomo.155 Akan
tetapi usaha tersebut dihentikan oleh pemerintah Kolonial. Usaha untuk
mengembangkan gerakan koperasi terus berlanjut. Pada 1920 Gerakan Nasional
dan penganjur-penganjur koperasi membentuk sebuah “Panitia Koperasi” yang
diketuai oleh Prof. Dr. J.H. Boeke.156 Setelah peristiwa itu, koperasi-koperasi
mengalami pasang dan surut pada masa penjajahan Jepang hingga pada masa
perang kemerdekaan dari tahun 1942 s.d 1949.
Pasca kemerdekaan, gerakan koperasi di Indonesia mulai bertumbuh di
lembaga-lembaga pemerintahan dalam bentuk perkumpulan simpan-pinjam,
seperti: koperasi di kantor-kantor pemerintahan, koperasi guru di sekolah atau
koperasi para perawat di rumah sakit pemerintah. Ketika Indonesia mengalami
inflasi pada 1960, gerakan koperasi kembali masuk pada masa suram tetapi tetap
mampu bertahan hingga saat ini. Gerakan koperasi di Indonesia memiliki beberapa
jenis, seperti: koperasi simpan pinjam, koperasi konsumen, koperasi produsen,
koperasi pemasaran, dan koperasi jasa. Tetapi pada praktiknya, terdapat pula
koperasi yang menyelenggarakan lebih dari satu fungsi yang dikenal dengan
koperasi seba usaha (Multi Purpose Co-operative), seperti Koperasi Pertanian.
154 Bambang Ismawan, “Belantara Keuangan Mikro Indonesia” dalam BASIS Nomor 03-04, Tahun
Ke-58, Maret-April 2009, Yogyakarta: Yayasan Basis, hal. 41. 155 C.U.C.O, Hari Credit Union Internasional 1974, hal. 1. 156 C.U.C.O, Hari Credit Union Internasional 1974, hal. 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Gerakan CU lebih bercorak koperasi simpan pinjam sebagai usaha tunggal
(Single Purpose Co-operative).157 Oleh karena itu, gerakan CU oleh pemerintah
Indonesia dimasukkan di dalam kesatuan gerakan Koperasi Simpan Pinjam dan
dikenal dengan istilah Koperasi Kredit, sehingga CU tidak menjadi lembaga
mandiri terlepas dari gerakan Koperasi Indonesia. Secara umum CU itu tidak
berbeda jauh dengan Koperasi, namun secara prinsip ada perbedaan mendasar yang
khas antara keduanya, yaitu:
Gerakan Koperasi Gerakan CU
1. Menyelenggarakan pelayanan
keuangan kepada para anggotanya
1. Mendidik para anggota agar dapat
mengontrol penggunaan uang
2. Pelayanan keuangan Koperasi
didasarkan pada simpanan anggota
2. Memperbaiki nilai-nilai moral dan
fisik pada anggotanya
3. Koperasi berfokus pada proses dan
pengembangan bisnis keuangan
dan ekonomi para anggotanya
3. CU berfokus pada peningkatan
kemandirian anggotanya melalui
usaha pendidikan dan pengelolaan
keuangan
4. Koperasi berfokus pada
pengembangan modal dan
keuangan
4. CU berfokus pada pengembangan
dan pemberdayaan para
anggotanya
5. Koperasi berasaskan swadaya dan
setia kawan
5. CU berasaskan swadaya, setia
kawan, dan pendidikan
Tabel 3.1. Perbedaan Gerakan Koperasi dan Gerakan Credit Union
Pembedaan khas antara gerakan Koperasi dan gerakan CU itulah terletak pada
aspek pendidikan yang mendapat perhatian besar dalam gerakan CU. Ciri khas
inilah yang memotivasi dan menyulut semangat para aktivis untuk mempromosikan
gerakan CU sejak awal di Indonesia. Semangat itu dibuktikan dengan adanya 5
157 Lihat https://cucoindo.org/2020/04/20/bentuk-dan-jenis-koperasi/ (diakses dari Kolese St.
Ignatius, 24 Mei 2020, pukul 19.45 WIB).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
orang perwakilan dari Indonesia (Ikatan Petani Pancasila) mengikuti seminar Credit
Union tentang SELA (Socio Economic Life in Asia)158 di Bangkok pada tahun
1963.159
Setelah pertemuan pengenalan CU di Bangkok, partisipasi perwakilan
Indonesia kemudian mengikuti Workshop Aksi Sosial (PISA) di Hong Kong yang
dihadiri oleh 20 perwakilan Indonesia.160 Workshop tersebut membahas perihal
bagaimana cara-cara memulai dan menjalankan CU. Sebagai tindak lanjut dari
kedua pertemuan tersebut, pada tahun 1966, Rm. Karl Albrecht Arbi, SJ.,
mengumpulkan berbagai bahan seputar CU dan mulai mengadakan kontak dengan
para pemimpin yang berkecimpung di dalam usaha pembangunan masyarakat
dalam jaringan CU internasional. Usaha Rm. Albrecht tersebut membawa hasil
positif. Setelah Indonesia mengalami inflasi sejak tahun 1960 s.d 1967,
perekonomian dan nilai tukar mata uang Indonesia mulai stabil dan bangkit dari
inflasi, Dewan Dunia Credit Union (waktu itu bernama CUNA International) mulai
tertarik untuk membantu gerakan perkoperasian di Indonesia, secara khusus untuk
memulai gerakan CU di Indonesia. Untuk itulah pada tahun 1967 s.d 1969, wakil
World Extension Departement dari Dewan Dunia Credit Union diwakili oleh Mr.
A.A. Bailey mengadakan serangkaian pertemuan dengan Direktur Jenderal
Koperasi pada masa itu.161
158 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia? (Jakarta: Induk Koperasi Kredit
(INKOPDIT) dan C redit Union Central of Indonesia (CUCO Indonesia), 2010), hal. 18. 159 C.U.C.O, Hari Credit Union Internasional 1974, hal. 3. 160 C.U.C.O, Hari Credit Union Internasional 1974, hal. 3. 161 C.U.C.O, Hari Credit Union Internasional 1974, hal. 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Pada bulan November 1968 di kota Bandung, perintis CU
menyelenggarakan Seminar Pengembangan Sosial-Ekonomi yang secara resmi
memperkenalkan model Credit Union. Presentasi tersebut disajikan oleh Mr. Rome
Du Muchell, penggerak dan tokoh CU di wilayah Afrika dan Amerika. Seminar
tersebut merupakan tanggapan dan tindak lanjut dari pertemuan Mr. A.A. Bailey
dengan Direktur Jenderal Koperasi Indonesia. Maka pada bulan September 1969,
dibentuklah kelompok studi khusus didampingi oleh Rm. Karl Albrecht Arbi, SJ.,
bersama 8 orang untuk mendalami perihal CU, membuat pedomannya, dan mulai
disebarluaskan ke masyarakat.162 Salah satu rekomendasi yang dihasilkan dari
kelompok diskusi tersebut ialah perlunya didirikan Credit Union Counselling
Office (CUCO) di Indonesia sebagai sebuah biro khusus untuk konsultasi seputar
usaha simpan-pinjam yang akan dikembangkan dalam gerakan CU.
Pemerintah Indonesia merespon cukup lambat terhadap gerakan CU. Baru
pada tahun 1969, Direktur Jenderal Koperasi ketika itu, Ir. Ibnu Soedjono
menyatakan bahwa gerakan CU bisa dikembangkan di Indonesia.163 Pernyataan
resmi ini membawa angin segar bagi perkembangan CU di Indonesia. Berkat kerja
sama antara Dewan Dunia Credit Union dengan Panitia Pengembangan Sosial
Ekonomi di Indonesia, maka dibentuklah Biro Konsultasi Usaha Simpan Pinjam
yang dikenal dengan sebutan Credit Union Counselling Office (CUCO) pada bulan
Januari 1969, yang dipimpin oleh Rm. Karl Albrecht Arbi, SJ., dan dibantu oleh
Robby Tulus, M. Woeryadi, dan 3 orang staf CUCO.164 Sebagai bentuk awal,
162 C.U.C.O, Hari Credit Union Internasional 1974, hal. 3-4. 163 C.U.C.O, Hari Credit Union Internasional 1974, hal. 2. 164 C.U.C.O, Hari Credit Union Internasional 1974, hal. 4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
kinerja mereka belum dapat berfungsi secara maksimal, mengingat kantor CUCO
tempat mereka bekerja hanya buka dari pukul 16.00 s.d 20.00 WIB. Setelah resmi
didirikan, CUCO mengadakan pelatihan dan pendidikan bagi para pendidik dan
perintis CU di seluruh Indonesia. Ketika itu, ada 3 orang dari tim bidang pendidikan
CUCO yang banyak memberi pelatihan tentang CU, sekalipun mereka tetap dibantu
oleh M.F. Mulyono and F.X. Soekarno. Pada tahap pertama, CUCO mengirim. M.
Woerydiuntuk, Robby Tulus, A. G. Lunardi dan N. Pranadiningrat untuk
mendalami perihal “Planning Meeting Asian Confederation of Credit Union” di
Institute of Social Order di kota Manila, .165 Sepulang dari studi di Manila, mereka
membentuk tim kerja dan bekerja sebagai staf CUCO, sehingga CUCO dapat
membuka kantornya secara full time.
Pada bulan Maret 1970, untuk memperluas jaringan dan menjaga kerja sama
dengan pihak Pemerintah, maka dibentuklah Dewan Penyantun CU yang
membantu realisasi dan peningkatan kinerja CUCO. Relasi baik yang terjadi antara
CUCO, Dewan Penyantun, dan Pemerintah itu membawa keyakinan bahwa
Pemerintah tidak akan menghalang-halangi perkembangan gerakan CU di
Indonesia. Dewan Penyantun sendiri merupakan hasil kolaborasi dan kerja sama
berbagai elemen di masyarakat yang memiliki perhatian pada usaha peningkatan
kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat, maka Dewan Penyantun terdiri
atas:166
a. Ir. Ibnoe Soedjono, Direktur Jendral Koperasi, sebagai Ketua Dewan
Penyantun.
165 C.U.C.O, Hari Credit Union Internasional 1974, hal. 5. 166 C.U.C.O, Hari Credit Union Internasional 1974, hal. 4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
b. Bapak Margono Djojohadikusumo167, Veteran Gerakan Koperasi Indonesia,
sebagai anggota.
c. Bapak Mochtar Lubis168, Wartakan dan rekasi Surat Kabar, sebagai
anggota.
d. Prof. Dr. Fuad Hassan169, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia,
sebagai anggota.
e. Dr. Kadarman170, Direktur Lembaga Pendidikan dan Pembinaan
Manajemen, sebagai anggota.
f. Bapak A.J. Sumandar171, Dosen Pendidikan Filsafat di Jakarta.
g. Rm. Karl Albrecht, SJ172 dan Rm. Joannes Dijkstra, SJ , Imam Serikat
Yesus, sebagai anggota.
167 Bapak Margono Djojohadikusumo bernama asli Raden Mas Margono Djojohadikusumo adalah
seorang aktivis partai politik sebelum Indonesia merdeka dan orang pertama yang menjadi Ketua
Dewan Pertimbangan Agung dan sangat aktif dalam Gerakan Koperasi Indonesia. Pada tahun 1946,
ia mendirikan Bank Negara Indoneis yang kini menjadi BNI. Ia sendiri adalah putra dari Prof Dr.
Sumitro Djojohadikusumo yang beberapa kali menjadi Menteri. Ia berusia 76 tahun ketika diminta
menjadi anggota Dewan Penyantun CUCO. Salah satu cucunya adalah Letjen Prabowo Subianto.
Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 21. 168 Moctar Lubis berprofesi sebagai wartakan kawakan, novelis terkenal, dan pemilik harian
“Indonesia Raya, yang sempat dibreidel pada masa pemerintahan Presiden Ir. Soekarno dan Presiden
Soeharto. Ia masuk menjadi anggota Dewan Penyantun CUCO saat berusia 48 tahun. Tonnio
Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 21. 169 Faud Hassan berprofesi sebagai doctor psikologi dan menjadi dosen di Universitas Indonesia. Ia
juga pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Tonnio Irnawan, Quo Vadis
Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 22. 170 Dr. Kadarman adalah seorang Jesuit kelahiran Belanda, 4 Desember 1918 dan bernama Aloysius
(Maria) Kuylaars Kadarman. Ia masuk Serikat Yesus pada tanggal 14 Agustus 1943, ditahbiskan
menjadi imam pada tanggal 22 Agustus 1953. Beliau banyak berkecimpung pada karya Pendidikan
Serikat Yesus, seperti: karya Pendidikan di Realino dan sanata Dharma (1957-1967), serta terlibat
dalam karya pendidikan di wilayah Jakarta (1968-1996). Satu hal yang patut dikenang dari beliau
ialah pada 1967, ia bersama Rm Joannes Dijkstra, SJ dan beberapa tokoh mendirikan Yayasan
Pendidikan dan Pengembangan Manajemen yang menjadi lembaga pendidikan manajemen pertama
di Indonesia. Kini Yayasan tersebut menjadi PPM Manajemen. Selain itu di Serikat Yesus, ia
mendapat tugas perutusan sebagai anggota Commissio de Rebus Pecuniaris dan Revisor Arcarum
Provinsi hingga tahun 1998. Pada 1999, ia memasuki masa pensiun dan kembali ke Belanda tepatnya
di kota Gravenhage. Provindo, Serikat Yesus di Indonesia Tahun 1860-1997 (Semarang: Serikat
Yesus Provinsi Indonesia-Perkumpulan Aloysius, 1997), hal. 164; Provindo, Catalogus Provinciae
Indonesiae Societatis Iesu 1998 (Semarang: Serikat Yesus Provinsi Indonesia-Perkumpulan
Aloysius, 1998), hal. 29; Provindo, Catalogus Provinciae Indonesiae Societatis Iesu 1999
(Semarang: Serikat Yesus Provinsi Indonesia-Perkumpulan Aloysius, 1999), hal. 91. 171 Bapak A.J. Sumandar adalah seorang Jesuit, lahir di Solo, 23 Oktober 1920. Ia masuk novisiat
Serikat Yesus pada tanggal 7 September 1945 dan ditahbiskan menjadi Imam Serikat Yesus pada
tanggal 22 Agustus 1955. Ia banyak mendapat tugas perutusan di bidang pendidikan dan formatio
skolastik di Jakarta mulai pada 1958-1975. Pada tahun 1957 s.d 1971, ia menjadi dosen filsafat di
Universitas Indonesia dan pernah menjabat Rektor Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkata pada tahun
1971. Ia meninggal pada tanggal 16 April 1975 dan dimakamkan di Girisonta. Provindo, Serikat
Yesus di Indonesia Tahun 1860-1997 (Semarang: Serikat Yesus Provinsi Indonesia-Perkumpulan
Aloysius, 1997), hal. 273 dan Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 21. 172 Romo Karl Albrech,Karim, SJ lahir di desa Altusried, Keuskupan Augsburg, Jerman Selatan,
sebagai anak ke-tiga dari dua bersaudara. Ia mengalami masa di mana Hilter berkuasa dan perang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Kehadiran tokoh masyarakat seperti Ibnoe, Margono, Fuad, dan Lubis
menjadi Dewan Penyantun memperlihatkan bahwa prinsip CU itu terbuka lintas
agama dan suku, serta untuk semua orang yang peduli pada permasalahan
pemberdayaan masyarakat. Keempatnya adalah tokoh masyarakat pada zamannya
dan menjadi teladan bahwa orang muslim tetap dapat bekerja sama dengan Pastor
dari Gereja Katolik. Mereka bekerja sama untuk membantu meningkatkan
kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat Indonesia bersama dengan gerak
kerasulan Gereja saat itu.
Reaksi positif dari Pemerintah Indonesia itu mendukung proses awal
gerakan CU di Indonesia. Maka pada bulan September 1971, CUCO bekerja sama
dengan Yayasan Konrad Adenauer (Jerman Barat) untuk menyelenggarakan
program pendidikan CU di Indonesia sebagai pilot project. CUCO berhasil
menyelenggarakan empat kali kursus dasar CU sebagai langkah awal
pengembangan aspek pendidikan dan juga usaha memperkenalkan CU kepada
dunia ke-II yang melululantahkan Jerman. Ia masuk novisiat Serikat Yesus di Munich pada 1949,
lalu ditahbisan menjadi imam di Munich pada tanggal 27 Juli 1957. Ia kemudian menjadi misionaris
dan tiba di Indonesia pada bulan Desember 1958 dan ditempatkan di Girisonta untuk studi tersiat
dan belajar Bahasa Indonesia. Setelah itu ia ditugaskan di paroki Tanjung Priok sebagai vikaris
parokial. Pada 1960-1961, ia ditunjuk sebagai asisten untuk karya sosia dan vikaris parokial di
Katedral Semarang Randusari. Pada tahun 1961-1979, ia kembali ke Jakarta dan bertugas sebagai
moderator untuk Ikatan-Ikatan Buruh dan Nelayan Pancasila dan berkecimpung pada bidang karya
social dan pembangunan Gereja. Pada tahun 1962, Keuskupan Agung Jakarta mendirikan Lembaha
Daya Dharma untuk menangani karya sosial keuskupan, dan ia menjadi direktur sampai akhir tahun
1979. Pada 1967, Keuskupan mendirikan Panitia Sosial Keuskupan (PanSos), dan ia bertugas
sebagai sekretaris hingga tahun 1979. Lalu pada 1968 bersama teman-temannya meintis berdirinya
Biro Konsultasi Koperasi Kredit (BK3 atau dikenal dengan sebuta CUCO). Ia banyak berkecimpung
di bidang perburuhan, perkoperasian kredit, organisasi dan karya social serta pembangunan social
ekonomi hingga tahun 1990. Pada 1991-1997, ia bertugas di misi Timor-Timor sebagai asisten
komisi social di keuskupan Dili dan menjadi moderator serta penggiat Credit Union di Timor-timor,
hingga akhirnya mati sebagai martir pada akhir tahun 1999 pada masa konflik Indonesia-Timor-
timor. ____, Pastor Karl Albrecht SY Jubilaris (Jakarta: Paroki St. Fransiskus Xaverius, 1982), hal.
7-21; Provindo, Catalogus Provinciae Indonesiae Societatis Iesu 1999, hal. 75.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
masyarakat Indonesia sebagai sebuah alternatif pemberdayaan masyarakat dan
pengembangan ekonomi mikro selain koperasi. Menurut data dari CUCO hingga
tahun 1973, CUCO telah berhasil menyelenggarakan 37 kali Kursus Dasar CU, 7
kali Kursus Kepemimpinan dalam CU, dan 3 kali Seminar Evaluasi Sistem CU,
dengan peserta mencapai angka 1.377 orang.173 Usaha yang dilakukan CUCO ini
memberi stimulus positif dalam perkembangan CU di Indonesia. Salah satu
buktinya ialah hingga 31 Desember 1973, sudah terbentuk 72 CU yang mulai
beroperasi dan di bawah pendampingan CUCO.174
Untuk mendukung usaha CUCO dalam merintis berdirinya CU di berbagai
daerah di Indonesia, mereka mendapat bantuan dari berbagai lembaga internasional
dalam bentuk suplai dana, fasilitas pendidikan, dan pelatihan-pelatihan untuk
proses kaderisasi. Beberapa lembaga internasional yang terlibat membantu
perintisan CU di Indonesia ialah Konrad Adenauer Staiftung dari Jerman, Misereor
(Organisasi Sosial milik Gereja Katolik Jerman), Canadian Cooperative
Assosiation, Credit Union Foundation of Australia, Cebemo (Belanda), CUNA, dan
WOCCU.175 Berikut ini data seputar perkembangan Credit Union di Indonesia
menurut Induk Koperasi Kredit (INKOPDIT):176
Tahun Jumlah
CU
Jumlah
Anggota
Jumlah Harta
(Rupiah)
Keterangan
Periode 1 (1970-1975)177
1970 9 733 1.342.570 CUCO bersama Rm. Albrecht Karim, SJ
fokus memperkenalkan CU kepada
Gereja-gereja Paroki, dan paroki sebagai
173 C.U.C.O, Hari Credit Union Internasional 1974, hal. 7. 174 C.U.C.O, Hari Credit Union Internasional 1974, hal. 7. 175 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 19. 176 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 19-39. 177 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 19.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
akses untuk memperkenalkan CU ke
masyarakat umum (Masa inkubasi CU).
1971 18 1.614 4.337.089
1972 35 2.084 8.347.084
1973 72 5.131 14.113.675
1974 116 8.495 36.766.152
1975 197 14.834 106.272.939
Periode II (1976-1981)178
1976 239 16.969 161.810.455 Pada bulan Agustus 1976, di
Bandungan, Ambarawa, Jawa Tengah,
diselenggarakan Konferensi Nasional
Koperasi Kredit (KNKK) dan dihadiri
oleh Ir. Ibnoe Soedjono sebagai Direktur
Jenderal Koperasi Indonesia. Sejak
itulah secara resmi nama “Koperasi
Kredit” yang dikembangkan CUCO
diganti menjadi “Credit Union” dan
dipakai hingga sekarang.
1977 285 25.670 406.372.722
1978 347 30.038 572.795.512
1979 455 45.492 909.379.904
1980 535 56.805 1.456.763.401 Juli 1980 di wilayah Puncak, Bogor,
dibentuk Badan Koordinasi Nasional
Koperasi Kredit (BKNKK) sebagai cikal
bakal terbentuknya Induk Koperasi
Kredit (INKOPDIT)
Periode III (1981-1984)179
1981 783 81.206 2.523/481.840 Pada tanggal 18 Desember 198, CUCO
dan BKNKK melebur ke dalam satu
wadah yag baru, yakni: (a) Badan
Koordinasi Koperasi Kredit Indonesia
(BK3I) untuk pusat, dan (b) Badan
Koordinasi Koperasi Kredit Daerah
(BK3D).
1982 992 104.161 3.540.689.877
1983 1.095 124.954 5.193.868.049
178 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 25. 179 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 26.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Periode IV (1984-1987)180
1984 1.234 137.518 5.933.896.347
1985 1.308 145.563 8.801.301.892
1986 1.313 152.842 11.361.049.226
Periode V (1987-1990)181
1987 1.322 155.580 13.283.040.306
1988 1.395 167.000 16.609.576.875
1989 1.489 190.422 22.749.081.819
Periode VI (1990-19920182
1990 1.493 195.487 26.527.527.671
1991 1.513 209.282 36.753.606.785
1992 1.352 196.885 45.206.561.589 Penurunan jumlah CU mengakibatkan
mengecilnya jumlah anggota
Periode VII (1993-1996)183
1993 1.403 203.327 54.602.633.302
1994 1.521 216.799 62.955.224.398
1995 1.601 248.811 91.286.091.902
Periode VIII (1996-2000)184
1996 1.497 255.673 107.739.646.762
1997 1.400 268.739 137.307.949.583
1998 1.265 272.923 161.165.863.939 Pada 23 Juli 1998, Gerakan Koperasi
Kredit Indonesia memperoleh status
badan hukum dari Pemerintah
No.018/BH.M.I/VII/1998. Oleh karena
itu BK3I diubah menjadi Induk
Koperasi Kredit (Inkopdit) dan BK3D
diubah menjadi Badan Koordinasi
Credit Union (BKCU) atau lebih dikenal
dengan istilah Pusat Koperasi Kredit
(Puskopdit).
1999 1.105 252.226 185.750.270.156
2000 1.090 256.327 242.257.907.250
Periode IX (2001-2003)185
2001 1.071 295.924 358.153.820.741
180 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 27 181 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 29. 182 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 30. 183 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 31. 184 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 32. 185 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 34.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
2002 1.095 335.838 518.072.360.146
2003 1.039 378.115 753.753.519.372
Periode X (2004-2007)186
2004 1.041 479.531 1.227.422.999.969 Asset menembus angka Rp 1 triliun,
yakni: Rp 1.227.422.999.969,00.
2005 980 603.728 1.874.915.758.233
2006 1.041 780.110 2.854.738.362.349
Periode XI (2007-2009)187
2007 972 966.704 4.123.512.757.951
2008 949 1.154.208 5.754.925.784.614
2009 888 1.330.138 7.396.318.277.380.
Tabel 3.2 Perkembangan Credit Union di Indonesia.188
CU mengalami peningkatan dari segi kuantitas, anggota, dan aset hingga
tahun 1997. Pasca reformasi, CU mengalami penurunan dari sisi kuantitas. Faktor-
faktor yang menyebabkan banyak CU yang gagal, di antaranya: (1) buruknya tata
kelola keuangan; (2) ketidaksiapan manajemen menghadapi kompleksitas
permasalahan anggota; (3) meningkatnya kredit macet karena orientasi CU pada
peningkatan aset dan anggota daripada proses pendidikan anggota; (4) strategi dan
perencanaan yang tidak matang. Akan tetapi, di sisi lain, setelah reformasi, CU
tetap diminati oleh masyarakat sehingga CU tetap mengalami peningkatan anggota
dan aset. Kepercayaan inilah yang terus dijaga para aktivis dan penggiat CU, dan
diimplementasikan dalam program dan layanan dari Inkopdit-CUCO dan Puskopdit
demi perkembangan CU di Indonesia.
186 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 35. 187 Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 37. 188 Data dirangkum penulis dari Tonnio Irnawan, Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, hal. 19-
39.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Gerakan CU di Indonesia berada di bawah koordinasi Inkopdit-CUCO
Indonesia sebagai koperasi kredit sekunder atau CU tingkat nasional dan
berkedudukan di Jakarta. Inkopdit bertugas sebagai sentral pelayanan keuangan
nasional untuk Puskopdit (Pusat Koperasi Kredit-CU) di seluruh Indonesia). Pada
tahun 2020, Inkopdit di bawah koordinasi Komenterian Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah mengelola 31 Puskopdit dan 6 Pra-Puskopdit yang tersebar di
seluruh wilayah Indonesia.189 Kini masyarakat Indonesia masih mempercayai
gerakan CU sebagai sarana pemberdayaan dan membantu peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
3.3 CREDIT UNION PELITA SEJAHTERA (CUPS)
3.3.1 Sejarah Credit Union Pelita Sejahtera
Pada bulan September 2008, Rm. Antonius Sumarwan, SJ, selaku Vikaris
Parokial Santa Perawan Maria Ratu, Blok Q, Jakarta Selatan memulai gerakan ber-
CU bersama beberapa aktivis dengan modal tabungan awal sebesar Rp
3.253.650,00.190 Sasaran utama gerakan tersebut ialah warga miskin yang sudah
memiliki usaha kecil atau kelontong, ingin memiliki usaha kecil, dan bertekad
189 Lihat https://cucoindo.org/puskopdit/ dan https://cucoindo.org/pra-puskopdit/ (disadur dari
Kolese St. Ignatius, 24 Mei 2020, pukul 20.00 WIB). 190 Edi Petebang, Agung KN, dan Stepanus Wakidi (edt.), Credit Union Create Values for Peoples
and Communities (Pontianak: Puskopdit BKCU Kalimantan, 2018), hal. 327.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Gerakan ini menyasar warga miskin
yang tidak tersentuh oleh pelayanan lembaga keuangan formal, para ibu yang biasa
berdagang di sekitar Gereja pada hari Minggu, dan masyarakat miskin berada di
sekitar wilayah pastoral Gereja Paroki Santa Perawan Maria Ratu (Gereja Santa),
Blok Q, Jakarta Selatan. Gerakan ini dinamai Credit Union Microfinance
Innovation (CUMI) Pelita Sejahtera, karena gerakan ini lahir dari gerakan CU dan
pelayanannya berbasiskan kelompok dengan sistem setoran mingguan.191 CUMI PS
melakukan pelayanan keuangan mikro (microfinance) berupa produk layanan
simpanan dan pinjaman dengan sistem kelompok tanggung-renteng dan angsuran
mingguan. Sistem ini bertujuannya untuk membantu masyarakat miskin supaya
dapat mengatasi persoalan keuangan dan perlahan-lahan meningkatkan
kesejahteraan mereka secara mandiri.
Ada empat model Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang dikembangkan
di Indonesia, yakni: (1) model saving led microfinance adalah suatu lembaga
keuangan mikro membership based, yang basis keuangannya diperoleh dari
anggota sebagai pelaku usaha mikro; (2) model credit led microfinance ialah LKM
yang memiliki sumber keuangan terutama bukan dari mobilisasi tabungan usaha
mikro, melainkan dari sumber lain, seperti pendanaan dari investor, pemerintah,
pengusaha, atau organisasi masyarakat (LSM); (3) model micro banking adalah
sektor perbankan yang didesain untuk melakukan pelayanan keuangan mikro,
seperti BPR, BRI, Danamon, Bank Bukopin, dst; dan (4) linkage model merupakan
191 Edi Petebang, Agung KN, dan Stepanus Wakidi (edt.), Credit Union Create Values for Peoples
and Communities, hal. 327.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
suatu model yang memanfaatkan kelembagaan tertentu dan dihubungkan dengan
ekosistem bank formal dan modern, misalnya Kelompok Swadaya Masyarakat
(KSM).192 Menurut UU No. 20 Tahun 2008 (4 Juli 2008) disebutkan definisi usaha
mikro sebagai “usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta,
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan
tahunan paling banyak Rp 300 juta.”193 Maka Credit Union dalam gerakan CUMI
PS adalah bagian dari lembaga keuangan mikro dan termasuk dalam kategorisasi
pelayanan keuangan mikro dengan model saving led microfinance. Artinya, CUMI
PS menjadi lembaga keuangan mikro yang membership based, di mana basis
keuangannya diperoleh dari anggota (para pelaku usaha mikro) dan dikelola oleh
anggota juga.194
CUMI PS lahir dari keprihatinan atas kenyataan bahwa ada banyak warga
miskin yang berprofesi sebagai pedagang kaki lima terjerat hutang pada Bank
Keliling atau renteneir di sekitar Gereja Paroki St. Perawan Maria Ratu, Blok Q,
Jakarta Selatan. Para pedagang itu berjualan setiap hari Minggu pagi sampai siang
hari, dan pada jam-jam tertentu mereka didatangi oleh Bank Keliling atau rentenir
untuk menarik angsuran pinjaman. Mereka memberikan pinjaman dengan bunga
tinggi berkisar antara 20% s.d 30% per bulan.195 Bunga tinggi dan ketidakmampuan
192 Bambang Ismawan, “Belantara Keuangan Mikro Indonesia” dalam BASIS Nomor 03-04, Tahun
Ke-58, Maret-April 2009, Yogyakarta: Yayasan Basis, hal. 42-43. 193 Bambang Ismawan, “Belantara Keuangan Mikro Indonesia” dalam BASIS Nomor 03-04, Tahun
Ke-58, Maret-April 2009, Yogyakarta: Yayasan Basis, hal. 40. 194 Bambang Ismawan, “Belantara Keuangan Mikro Indonesia” dalam BASIS Nomor 03-04, Tahun
Ke-58, Maret-April 2009, Yogyakarta: Yayasan Basis, hal. 42. 195 Adalah seorang ibu rumah tangga bernama Ibu Sugiyanti yang bekerja memasarkan produk
Oriflame. Dia adalah single parent dan tulang pnggung keluarga, serta harus membiayai dua anaknya
yang masih SD berusia 9 tahun dan yang bungsu berusia 4,5 tahun. Sebelum bergabung dengan
CUMI Pelita Sejahtera ia terpaksa beberapa kali meminjam uang dari Bank Keliling atau rentenir.
Ia pernah meminjam uang kepada Bank Keliling sebesar Rp 1.000.000,00 untuk membeli produk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
mereka untuk membayar pinjaman itulah yang menjadi persoalan utama. Pinjaman
dari reintenir tidak membantu masyarakat miskin untuk keluar dari kesulitan
ekonomi, melainkan semakin membuat mereka terjerat dalam lingkaran hutang
kepada pemilik modal Bank Keliling atau rentenir.
Pada tanggal 15 November 2011 bertempat di aula Karim Arbie, sebagai
tindak lanjut atas keprihatian di atas, para penggagas CU melakukan rapat pendirian
secara resmi Credit Union Microfinance Innovation Pelita Sejahtera (CUMI PS) di
Gereja Paroki St. Perawan Maria Ratu Blok Q yang dihadiri oleh 27 orang penggas
CU di hadapan Notaris Nyonya Hari Suprapti Suwarno, SH.196 Tanggal tersebut
disepakati sebagai hari lahir CUMI PS. Nama “Pelita Sejahtera” diambil sebagai
motivasi bagi para aktivis, agar gerakan CU ini menjadi pelita di tengah kegelapan
akan permasalahan kemiskinan dan kebodohan, serta dapat membawa terang
kesejahteraan bagi para anggotanya.197 Gerakan ini berbentuk Credit Union,
dikarenakan sistem yang digunakan relatif sederhana, mudah diimplementasikan
dalam konteks masyarakat di Indonesia, dan sudah memiliki jaringan luas. Dalam
perkembangan selanjutnya, pada RAT BKCU Kalimantan tanggal 10 s.d 13 April
Oriflame dan membiayai sekolah anaknya. Ternyata ia harus membayar bunga sebesar 50% untuk
jangka waktu pinjaman selama satu bulan dan tidak boleh diangsur. Maka ia harus membayar Rp
1.500.000,00 untuk pinjaman sebesar Rp 1.000.000,00. Setelah ia bergabung dengan CUMI PS, ia
mendapat pelatihan, pendampingan, dan edukasi seputar tata kelola keuangan dan pemasaran
produknya. Kini ia tidak hanya mengembangkan perihal pinjaman ke CUMI PS dan terbebas dari
Bank Keliling, tetapi ia telah mampu membeli laptop untuk mengembangkan bisnis online Oriflame
dan menjadi manager pemasaran. Disadur dari Catatan Arsip Penelitian Internal CUMI Pelita
Sejahtera pada tahun 2013. 196 Badan hukum dari kegiatan Credit Union Microfinance Innovation (CUMI) Pelita Sejahtera
adalah Surat Nomor 307/BH/XII.4/1.829.31/II/2012 Provinsi Jakarta, KDI Jakarta. Edi Petebang,
Agung KN, dan Stepanus Wakidi (edt.), Credit Union Create Values for Peoples and Communities,
hal. 327. 197 Edi Petebang, Agung KN, dan Stepanus Wakidi (edt.), Credit Union Create Values for Peoples
and Communities, hal. 327.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
2013 di Batam, CUMI PS secara resmi diterima sebagai anggota jaringan koperasi
sekunder dalam kemitraan dengan BKCU Kalimantan.198 Ada empat manfaat yang
diperoleh CUMI PS dengan bergabung dalam jalinan BKCU Kalimantan, yaitu: (1)
pelatihan dan pendidikan yang diperlukan oleh Pengurus, Pengawas, Staf dan
Aktivis CU untuk pengembangan, pengawasan, peningkatan manajemen,
pelayanan audit, dst.; (2) memperluas jaringan kerja sama dengan CU diberbagai
wilayah dan provinsi yang berbeda yang tergabung dalam BKCU Kalimantan; (3)
mendapat perlindungan bagi simpanan dan pinjaman anggota (asuransi); dan (4)
memperluas wawasan dan mengikuti perkembangan CU melalui forum-forum yang
sifatnya nasional maupun internasional.199
198 BKCU Kalimantan berawal dari pengembangan Gerakan CU yang dirintis oleh Romo Karl
Albrectht karim Arbie, SJ. Awalnya ada banyak CU primer yang muncul dan berkembang, tetapi
kemudian CU tersebut mati karena tata kelola yang tidak professional. Maka pada tanggal 27
November 1988 di kota Pontianak, Kalimantan Barat dibentuklah Badan Koordinasi Koperasi
Daerah Kalimantan barat (BK3D Kalbar) sebagai wadah untuk koordinadi dan pelatihan CU Primer.
Pelayanan BK3D mencakup daerah Kalimantan Barat hingga tahun 2001. Pada 2002-2006, BK3D
meluaskan pelayanannya ke luar Kalimantan Barat ke daerah Jawa, Sulawesi hingga daerah Flores
Timur di Nusa Tenggara Timur. Untuk itulah BK3D kemudian berubah nama menjadi BK3D
Kalimantan-Indonesia melalui RAT tahun 2002, dan menjadi model bagi CU di luar kalimatan. Pada
pengembangan selanjutnya, perubahan terus dialami hingga sekarang menjadi Pusat Koperasi Kredit
(Puskopdit) BKCU Kalimantan yang membawahi: 43 Credit Union yang tersebar di 18 provinsi,
1.741 staf manajemen, 456.653 anggota, 750 kelompok binaan dengan 5.900 anggota, 1351
komunitas basis dengan 24.604 anggota, piutang beredar 4.518.203.246.666, asset anggota
6.494.515.844.071, dan simpanan anggota 5.104.176.846.598. Hingga tahun 2018, ada sepuluh CU
dari anggota Puskopdit BKCU Kalimantan yang direkomendasikan untuk mempersiapkan diri
mengikuti akreditasi ACCESS Branding oleh Association of Asian Confederation of Credit Unions
(ACCU). Dari sepuluh CU tersebut, CU Sauan Sibarrung berhasil mendapat plakat sertifikasi
akreditasi Access Branding dari ACCU pada acara forum CU se-Aria di Colombo, Sri Langka.
Access Branding adalah alat ukur kualitas dari sistem manajemen CU dengan acuan pada tujuan
strategis jangka panjang. Access merupakan akronim dari A-One Competitive Choice for
Competitiveness and Excellence in Service and Soundness, yang menggunakan arsitektur Balances
Scorecard atas 86 indikator dalam 4 perspektif kegiatan CU, yaitu: perspektif keuangan, pelanggan
(customer), bisnis internal, dan pembelajaran-pertumbuhan. Edi Petebang, Agung KN, dan Stepanus
Wakidi (edt.), Credit Union Create Values for Peoples and Communities, hal. 346-359; ACCU,
Access: Credit Union Solurion series no.3 Auditor’s Manual (Pontianak: Association of Asian
Confederation of Credit Unions, 2009), hal. 5-22. 199 CUMI Pelita Sejahtera, Laporan Pengurus CUMI Pelita Sejahtera Tahun 2013: Sebagai Bahan
Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota CUMI Pelita Sejahtera (Jakarta: Dewan Pengurus CUMI
Pelita Sejahtera, 2014), hal. 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Frank O’Hara, seorang dosen dan pengamat politik-ekonomi di Catholic
University of America menyebut bahwa gerakan CU adalah sebuah “co-operative
society” yang memiliki dua tujuan penting, yaitu: (a) memotivasi para anggota
untuk menyelamatkan dirinya, dan (b) menyediakan bagi mereka sumber dana
untuk peningkatan produktivitas dan masa depan mereka.200 Kekhasan CU
menurutnya terletak pada ikatan yang didasarkan pada “rasa percaya” sebagai satu
komunitas dan penekanan pada aspek personal para anggotanya. CU sebagai bagian
dari lembaga keuangan mikro dimiliki dan dikelola sepenuhnya oleh anggota,
sehingga sangat mengandalkan kepercayaan. Oleh karena itu, agar CU tetap
mendapat kepercayaan anggotanya secara berkelanjutan, maka aspek pelayanan
harus menjadi perhatian utama yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
kejujuran, kecakapan, keramahan, kecepatan, kesopanan, dan kedisiplinan.201
Begitu pula dengan keberadaan CUMI PS, program dan layanan yang
dikembangkan CUMI PS mengadaptasi program yang dirancang oleh Asian
Confederation of Credit Union (ACCU). Program ini bertujuan membantu CU
untuk menjangkau masyarakat miskin yang belum tersentuh oleh pelayanan CU
konvensional. CUMI PS awalnya dirancang untuk menyiapkan masyarakat kecil
dan miskin di sekitar Gereja Paroki Blok Q, sehingga setelah mereka cukup mandiri
secara keuangan dan mampu bergabung dengan CU Bererod Gratia (CUBG).
Untuk menjadi anggota CUBG, anggota harus membayar simpanan pokok
dan wajib sebesar Rp 2.500.000,00. Maka CUMI PS berperan menyiapkan anggota
200 Frank O’Hara, Credit Unions (New York: The Missionary Society of St. Paul The Apostle and
The Paulist Press, 1937), hal. 5. 201 A.M. Lilik Agung (edt.) Hidup Berkelimpahan Bersama Credit Union (Jakarta: Penerbit PT. Elex
Media Komputindo, 2013), hal. 75.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
untuk bisa bergabung dengan CUBG dengan metode angsuran mingguan. CUBG
tersebut sudah ada terlebih dahulu dan membuka pelayanan di reksa pastoral Gereja
Paroki Blok Q sebelum CUMI PS berdiri. Motivasi awal tersebut dirasa baik oleh
CUMI PS, tetapi pada perkembangan selanjutnya, motivasi tersebut disadari akan
membahayakan keberlanjutan CUMI PS. Hal ini penting mengingat dalam gerakan
CU, anggota menjadi dasar dan kekuatan bagi keberadaan sebuah CU. Jika ada
anggota yang berpotensial baik di CUMI PS kemudian harus bergabung dengan
CUBG, maka CUMI PS kehilangan aset berharga dan akan mengurangi pendapatan
bagi CUMI PS sebagai lembaga keuangan mikro.
Untuk mengatasi hal tersebut, pada pertengahan tahun 2013, CUMI PS
memperluas wilayah pelayanan dengan pembukaan kantor di daerah Tigaraksa dan
Pasar Kemis, Tangerang. Awalnya, masyarakat di dua wilayah tersebut menyambut
kehadiran CUMI PS dengan antusias dan penuh semangat, sehingga pada akhir
2013 anggota CUMI PS mencapai angka 441 orang anggota (68% perempuan)
dengan asset mencapai Rp 1,361 milyar dan dengan pinjaman Rp 2,791 milyar.202
Pengembangan wilayah pelayanan sebagai inovasi CUMI PS itu bertahan
selama dua tahun. Setelah dua tahun, ketika program tersebut dievaluasi dan
hasilnya: (1) jarak tempat tinggal anggota jauh dari kantor pusat, sehingga
menghambat pelayanan; (2) biaya operasional pelayanan di luar wilayah Blok Q,
Jakarta Selatan itu sangat tinggi dan tidak sebanding dengan profit yang diperoleh;
202 CU Pelita Sejahtera, Laporan Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku 2018 (Jakarta:
Credit Union Pelita Sejahtera, 2019), hal. 8.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
(3) keterbatasan staf menjadi kendala pelayanan, sehingga setoran anggota sering
terlambat dan pelayanan tidak maksimal.
Ketiga hal tersebut berdampak secara langsung pada peningkatan biaya
operasional CUPS, rasio pinjaman beredar 35% dari total asset berjumlah 1,7
milyar dengan jumlah anggota 432 orang, dan rasio kredit lalai mencapai angka
36%, sehingga kondisi tersebut tidak efektif dan tidak sehat bagi tata kelola dan
keberadaan CUMI PS.203 Maka pada bulan September 2015,s dalam rapat, pengurus
dan pengawas CUPS mengambil keputusan untuk menutup kantor dan pelayanan
di daerah Tigaraksa dan mengeluarkan 104 anggota. Mereka difasilitasi untuk
bergabung dengan CUBG yang berkantor di Pasar Kemis. Selain itu, CUMI PS juga
mengeluarkan anggota yang mengalami kredit macet dan penutupan wilayah lain,
seperti daerah Kampung Sawah dan Bekasi.204 Penutupan dua daerah di Tangerang
dan beberapa daerah lain membawa perubahan besar pada CUMI PS, sehingga pada
2015, jumlah anggota CUMI PS turun secara signifikan dari 478 anggota (tahun
2014) menjadi 296 anggota (tahun 2015) dengan rasio pinjaman lalai 16%, rasio
pinjaman beredar 37,3% dari total asset mencapai Rp 1,3 milyar.205
203 Edi Petebang, Agung KN, dan Stepanus Wakidi (edt.), Credit Union Create Values for Peoples
and Communities, hal. 328. 204 CUMI Pelita Sejahtera, Laporan Pengurus-Pengawas CUMI Pelita Sejahtera Tahun 2015:
Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota CUMI Pelita Sejahtera (Jakarta: Dewan
Pengurus CUMI Pelita Sejahtera, 2016), hal. 13. 205 Edi Petebang, Agung KN, dan Stepanus Wakidi (edt.), Credit Union Create Values for Peoples
and Communities, hal. 328.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Grafik 3.3 Perkembangan Jumlah Anggota 2009 s.d 2019206
Keberadaan CU dalam konteks masyarakat Indonesia berperan sebagai
salah satu cara alternatif untuk mengatasi persoalan kemiskinan dan sekaligus
memberdayakan mereka, agar secara mandiri mampu meningkatkan kesejahteraan
mereka. Maka pemberantasan kemiskinan yang ditempuh CU mengutamakan pada
aspek pendidikan, solidaritas, dan swadaya.207 Aspek pendidikan dalam CU
dipahami sebagai usaha untuk mengeluarkan mereka dari situasi kemiskinan dan
tak berdaya. Melalui pendidikan mereka itu didik, disadarkan, dan dibantu untuk
mengatasi persoalan mereka. Pendidikan dalam CU bertujuan untuk mengubah pola
dan perilaku mereka. Namun demikian, pendidikan saja itu tidak cukup, dan tetap
dibutuhkan perilaku yang dibangun dengan semangat solidaritas yang diwujudkan
dalam bentuk pengelolaan rasa setia kawan: “Anda sulit saya bantu, saya sulit Anda
bantu.” Inilah cara khas semangat swadaya yang dikembangkan CU dengan
menggunakan kekuatan sendiri secara bersama-sama. Dalam CU dikenal istilah:
“Dari anggota, oleh anggota, dan untuk anggota.” Secara singkat dapat dikatakan
206 Data dirangkum oleh penulis dari laporan RAT CUPS dari tahun 2009 s.d 2019. 207 A.M. Lilik Agung (edt.) Hidup Berkelimpahan Bersama Credit Union, hal. 193.
143234 226
292
441 478
296
426
618
880
1034
0
200
400
600
800
1000
1200
JUMLAH2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
bahwa: asas pendidikan bertujuan untuk membangun watak anggota; asas setia
kawan dimaknai bahwa pinjaman itu hanya diberikan kepada anggota CU; dan asas
swadaya berarti tabungan dan sumber pinjaman itu berasal dari anggota.
3.3.2 Visi, Misi, Nilai-nilai, Semboyan, Slogan dalam Credit Union Pelita
Sejahtera
Untuk memperkuat dan mengembangkan pelayanan CUMI PS, pada tahun
2017, CUMI PS melakukan Re-think, Re-design, dan Re-build dengan mengubah
nama CUMI Pelita Sejahtera (CUMI PS) menjadi Credit Union Pelita Sejahtera
(CUPS).208 Berikut ini perubahan dari road map CUMI PS tahun 2014-2016 dengan
kerangka Balanced Scorecard menjadi CUPS tahun 2017 dengan proses Re-think,
Re-design, dan Re-build:209
a. Visi
1. Visi CUMI PS (2014) : Menjadikan Credit Union yang inovatif,
professional, dan berkelanjutan menghantar masyarakat kecil
menuju kesejahteraan
2. Visi CUPS (2017) : Menjadikan Credit Union pemberdayaan
berbasis masyarakat yang mandiri, inovatif, dan terpercaya
b. Misi
1. Misi CUMI PS (2014) : Meningkatkan kualitas hidup anggota
melalui pendidikan dan pelatihan bermutu, pelayanan keuangan
mikro dan pendampingan yang berkelanjutan
208 CU Pelita Sejahtera, Laporan Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku 2018, hal. 8-
9. 209 CUMI Pelita Sejahtera, Laporan Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku 2016:
Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota CU Pelita Sejahtera (Jakarta: Dewan
Pengurus CUMI Pelita Sejahtera, 2017), hal. 16 dan CUMI Pelita Sejahtera, Laporan Pengurus
CUMI Pelita Sejahtera Tahun Buku 2013: Sebagai Bahan Pertangung-Jawaban Kepada Anggota
CUMI Pelita Sejahtera (Jakarta: Dewan Pengurus CUMI Pelita Sejahtera, 2014), hal. 17-18..
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
2. Misi CUPS (2017) : Meningkatkan kualitas hidup anggota
melalui pelayanan keuangan dan gerakan pemberdayaan secara
berkelanjutan
c. Nilai-nilai Inti
1. Nilai-nilai inti (2014) : (i) Terbuka untuk mampu menerima
perbedaan sikap dan cara pandang dengan tetap mencari yang
terbaik untuk semua; (ii) Peduli untuk mampu menangkap dan
memahami kebutuhan orang lain serta berusaha memberikan yang
terbaik bagi mereka; (iii) Jujur untuk selalu mengatakan yang benar
dan bertindak sesuai dengan hati Nurani; (iv) Setia untuk
memberikan komitmen yang penuh kepada Gerakan; (v) Saling
Percaya agar semakin yakin bahwa semua anggota tim bekerja
untuk kemajuan gerajakan dan berusaha agar diri sendiri dapat
dipercaya.
2. Nilai-nilai inti (2017) : Peduli terhadap kehidupan sosial ekonomi
masyarakat dengan sikap jujur, terbuka, setia, dan saling percaya
d. Semboyan
1. Semboyan (2014) : Memperhatikan yang terabaikan, merangkul
yang tersisihkan
2. Semboyan (2017) : Memperhatikan yang terabaikan, merangkul
yang tersisihkan
e. Slogan
1. Slogan (2014) : Cerdas, Gigih, Maju, dan Sejahtera
2. Slogan (2017) : Cerdas, Gigih, Maju, dan Sejahtera
Perubahan visi dan misi CUPS dari usaha masyarakat kecil menuju
kesejahteraan menjadi usaha pemberdayaan berbasis masyarakat yang mandiri,
inovatif, dan terpercaya membawa dampak langsung pada tata kelola dan kebijakan
CUPS, yaitu: (1) CUPS tidak hanya menjadi lembaga kredit mikro saja seperti
umumnya CU, tetapi CUPS menitik beratkan pada program-program
pendampingan untuk pemberdayaan anggota di luar program kredit mikro; (2)
CUPS mulai terbuka menerima anggota di luar anggota UKM, dan menyasar para
anggota dari karyawan perusahan yang kurang sejahtera’ (3) program rutin seperti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
pendampingan, pelatihan, dan produk-produk layanan diarahkan untuk mendukung
pemberdayaan anggota sehingga mereka semakin mandiri dalam tata kelola
keuangan; (4) program pemberdayaan diarahkan agar tumbuh keterlibatan dari
anggota untuk semakin terlibat dalam pengembangan ekonomi mikro di masyarakat
dengan ragam kegiatan, seperti sosial enterpreneurship.
Dengan perubahan visi dan misi tersebut, CUPS ingin menyasar segmentasi
masyarakat menengah ke bawah yang mengalami permasalahan sosial ekonomi
secara inklusif dengan mengunci wilayah pelayanan di tiga kelurahan di wilayah
Jakarta Selatan, yakni: Kelurahan Mampang Prapatan, Kelurahan Petogogan, dan
Kelurahan Kuningan Barat. Di tahun 2018, restrukturisasi tersebut membuahkan
hasil yang positif dan sehat secara tata kelola keuangan bagi CUPS. Pada akhir
2018, data statistik menunjukkan bahwa anggota CUPS berjumlah 880 orang
dengan rasio pinjaman lalai 0.95%7%, pinjaman beredar Rp 2,36 milyar atau 52%
dari total asset Rp 4,5 milyar. Berikut ini tabel ringkasan perkembangan CUMI PS
tahun 2008 s.d CUPS tahun 2019:
Ket. Desember
2008
Desember
2011
Desember
2013
Desember
2015
Desember
2018
Desember
2019
Anggota 9 168 247 296 880 1034
Asset Rp
7.625.650
Rp
545.637.382
Rp
1.361.400.
242
Rp
1.380.813.
942
Rp
4.570.722.
158
Rp
6.227.766.
391
Pinjaman
Beredar
Rp
6.475.000
Rp
134.735.250
Rp
701.879.4
61
Rp
515.435.03
0
Rp
2.360.374.
238
Rp
2.896.007.
300
Rasio
Kredit
Beredar
85% 25% 49% 37,3% 52% 46.5%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Rasio
Kredit
Lalai
0% 7% 5% 16% 0,95%% 0,93%
Jumlah
Staff
- 3 3 3 4 4
Tabel 3.4 Perkembangan CUMI PS s.d CUPS dari Tahun 2008 s.d 2019.210
Inilah salah satu bukti kongkret dari usaha pemberdayaan yang dilakukan
oleh CUPS dengan segala bentuk pembaharuan dan inovasi yang terus ditingkatkan
demi tercapainya kualitas hidupan dan anggota sungguh dapat meraih kesejahteraan
hidup. Namun demikian, satu hal yang perlu dicermati dan menjadi pertanyaan
mendasar dari proses perubahan CUMI PS menjadi CUPS ialah: (1) apakah
perubahan arah CUMI PS menjadi CUPS, dan perluasan segmentasi pasar dari
pelayanan CUPS itu semakin membuat usaha perberdayaan CUPS efektif atau
sebaliknya?; (2) apakah keberhasilan program CUPS itu hanya dilihat dari sisi
peningkatan rasio kredit beredar dibandingkan dengan rasio kredit lalai? Kiranya
pertanyaan ini akan didalami penulis dalam penelitian di bab keempat.
3.3.3 Struktur Organisasi Credit Union Pelita Sejahtera.
Credit Union adalah sebuah lembaga keuangan mikro yang dimiliki,
dikelola, dan diawasi secara demokratis oleh para anggotanya sebagai pemilik
(member-owner).211 Maka keberadaan pengurus, pengawas, dan pengelola CU
haruslah terdaftar sebagai anggota sekaligus sebagai pemilik. Tugas pengurus atau
210 Data dirangkum oleh penulis dari laporan RAT CUPS dari tahun 2009 s.d 2019. 211 A.M. Lilik Agung (edt.) Hidup Berkelimpahan Bersama Credit Union, hal. 109.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Dewan Pimpinan bertanggungjawab untuk menetapkan arah strategis CU dan
membuat berbagai kebijakan CU, misalnya dalam rencana strategis atau road map
CU.212 Berikut adalah struktur organisasi dan tata kelola yang digunakan oleh
CUPS sejak re-branding dan restrukturisasi CUMI PS menjadi CUPS:
Tabel 3.5 Struktur Organisasi CUPS.213
Level pertama adalah Rapat Anggota Tahunan (RAT). Keputusan tertinggi
ada pada Rapat Anggota Tahunan (RAT) yang diselenggarakan setiap tahun untuk:
mendengarkan, mengevaluasi, dan mengesahkan laporan pertanggungjawaban
pengurus dan pengawas CUPS, beserta businees plan untuk satu tahun ke depan.
RAT diatur dalam AD/ART CUPS. Level kedua ialah tugas dan kewenangan dari
pengurus untuk mengelola kebijakan dan sistem kelola CUPS, beserta pengawasan
dan kontrol dari Dewan Pengawas. Program dan aktivitas yang dilakukan oleh
212 A.M. Lilik Agung (edt.) Hidup Berkelimpahan Bersama Credit Union, hal. 111. 213 Disadur dari papan organigram yang ada Kantor CUPS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
pengurus dan pengawas dijalankan sesuai dengan MO (Manual Operation). Level
ketiga, pengurus dibantu oleh manajemen dan komite untuk tata kelola operasional
termasuk pengaturan hal-hal teknis dan praktis dalam CUPS. Tata kelola
operasional yang dilakukan oleh manajemen dan komite itu diatur dalam SOP
(Standart Operation Procedure) dan IK (Instruksi Kerja).
3.3.4 Program dan Layanan dari Credit Union Pelita Sejahtera
Credit Union Pelita Sejahtera (CUPS) memiliki kekhasan dalam usaha
pemberdayaan masyarakat, persis terletak pada aspek pendampingan dan
pendidikan ber-CU. Artinya, bahwa CU tidak hanya memberikan pendidikan dasar
dan kecakapan keuangan (financial literacy), tetapi juga pendampingan dan
pendidikan berkelanjutan terkait dengan kegiatan wirausaha yang disesuaikan
dengan potensi dan kemampuan setiap anggota. Melalui proses pendampingan dan
pendidikan dalam CUPS, diharapkan setiap anggota mampu mengatasi
permasalahannya, melalui proses perubahan pola pikir sehingga memampukan
mereka menata ekonomi pribadi dan keluarga secara mandiri. Penataan ekonomi
ini diwujudkan dengan perilaku hemat dan tekun, sehingga memunculkan daya-
upaya kreatif dan inovatif dalam usaha menciptakan usaha-usaha produktif yang
dapat menambah penghasilan anggota.214 Untuk itu, CUPS sebagai lembaga
214 Fredy Rante Taruk, Pr, “Credit Union: Gerakan Tobat dan Solidaritas” dalam ROHANI Nomor
11, Tahun Ke-64, November 2017, hal. 32.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
keuangan mikro berbasis koperasi kredit memiliki tiga produk layanan yang
ditawarkan kepada masyarakat khususnya para anggotanya. Ketiga produk layanan
tersebut ialah: (1) produk layanan Simpanan; (2) produk layanan Pinjaman; (3)
produk layanan Solidaritas.
3.3.4.1 Produk Layanan Simpanan Credit Union Pelita Sejahtera
CUPS memiliki dan menawarkan sepuluh produk layanan simpanan yang
diperuntukkan untuk menjawab kebutuhan para anggotanya, yaitu:215
a. Simpanan Pokok adalah simpanan kepemilikan anggota dan dibayar satu
kali saat masuk menjadi anggota CUPS sebesar Rp 250.000,00. Untuk
memudahkan para anggota, simpanan pokok ini dapat diangsur dengan
pinjaman PMT (Pinjaman untuk Menambah Tabungan) dan dapat diangsur
selama 12 bulan. Balas jasa simpanan (BJS) dari simpanan pokok adalah
12% setahun dan dihitung pada akhir tahun pembukuan setelah RAT dan
masuk ke Simpanan Kebutuhan Harian (Sihari). Kekhasan dari Simpanan
Pokok ialah simpanan ini akan dikembalikan kepada anggota jika berhenti
atau meninggal dunia.
b. Simpanan Wajib adalah simpanan kepemilikan anggota yang dibayar setiap
bulan sebesar Rp 20.000,00. BJS dari Simpanan Wajib adalah 12% setahun
215 CU Pelita Sejahtera, Kebijakan Keanggotaan, Produk dan Pelayanan Credit Union Pelita
Sejahtera Tahun 2019 (Jakarta: Credit Union Pelita Sejahtera, 2019), hal. 8-16.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
dan dihitung pada akhir tahun pembukuan setelah RAT, dan dimasukkan ke
Simpanan Kebutuhan Harian (Sihari).
c. Simpanan Masa Depan (Simapan) adalah simpanan yang diperuntukkan
untuk mengembangkan kekayaan atau aset anggota dan menyiapkan
kebutuhan di masa tua. Simapan ini bersifat jangka Panjang. Setoran awal
Simapan adalah Rp 100.000,00 dan saldo maksimalnya Rp 50.000.000,00.
Bila Simapan sudah mencapai saldo maksimal, maka anggota diharuskan
memindahkan minimal Rp 5.000.000,00 ke produk simpanan lain.
d. Simpanan Modal Usaha (Simus) adalah simpanan sukarela yang dirancang
untuk memenuhi kebutuhan anggota akan modal usaha produktif untuk
peningkatan kesejahteraan mereka dengan BJS Simus sebesar 2% per tahun.
Simus berpadanan dengan Pinjaman Modal Usaha (Ikhtiar), artinya untuk
dapat mengaplikasikan produk layanan pinjaman Ikhtiar anggota harus
memiliki Simus terlebih dahulu. Setoran minimal untuk Simus adalah Rp
10.000,00 dan saldo maksimal Simus sebesar Rp 200.000.000,00.
e. Simpanan Kebutuhan Harian (Sihari) adalah simpanan yang dirancang
untuk membantu anggota memenuhi kebutuhan harian mereka yang
sifatnya mendesak. Sihari ini bersifat wajib bagi seluruh anggota CUPS dan
besar BJS Sihari sebesar 1% per tahun. Setoran awal Sihari adalah Rp
10.000,00.
f. Simpanan Fasilitas Kesejahteraan (Sifat) adalah simpanan yang ditujukan
untuk membantu anggota dalam hal pengadaan fasilitas kesejahteraan hidup
mereka, seperti: kebutuhan akan tanah, perumahan, kendaraan, laptop,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
handphone, dst. Produk layanan Sifat berpadanan dan sifatnya wajib, jika
anggota ingin menggunakan Pinjaman Pendidikan (Bestari), Pinjaman
Perumahan (Griya), Pinjaman Kebutuhan Konsumtif (Aguna), dan
Pinjaman Sepeda Motor (Wahana). Setoran awal Sifat berjumlah Rp
50.000,00 dengan saldo maksimal sebesar Rp 200.000.000,00. Bagi CUPS,
Sifat menjadi jaminan atas pinjaman fasilitas untuk kesejahteraan.
g. Simpanan Pendidikan (Pandai) adalah simpanan yang dirancang untuk
membantu anggota atas kebutuhan biaya pendidikan bagi anak-anak
mereka. Pinjaman ini bersifat sukarela bagi anggota, tetapi bersifat wajib
jika mereka hendak mengajukan Pinjaman Pendidikan (Bestari). Setoran
awal sejumlah Rp 500.000,00 dengan saldo maksimal sebesar RP
50.000.000,00. Setoran awal dapat dilakukan secara tunai atau melalui
Pinjaman untuk Menambah Tabungan (PMT).
h. Simpanan Pendidikan Anak dan Remaja (Pandai Junior) adalah simpanan
yang bertujuan untuk penanaman dan pembiasaan budaya menabung sejak
dini di kalangan anak dan remaja sampai dengan umur 17 tahun. Setoran
awal Pandai Junior berjumlah Rp 10.000,00 dengan saldo maksimal sebesar
RP 10.000.000,00 dan BJS Pandai Junior sebesar 2% per tahun.
i. Simpanan Hari Raya (Ziarah) adalah simpanan yang ditujukan untuk
menyiapkan kebutuhan hari raya dan kebutuhan akan ziarah secara lebih
terencana. Produk layanan Ziarah bersifat sukarela dengan setoran awal
minimal Rp 25.000,00 dengan BJS Ziarah sebesar 2% per tahun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
j. Simpanan Darurat (Siaga) adalah simpanan yang diranang untuk membantu
anggota menyiapkan dana tak terduga dan kebutuhan mendesak lainnya,
misalnya rawat inap, musibah, bencana alam, PHK, dst. Setoran awal Siaga
berjumlah Rp 100.000,00 dengan saldo maksimal sebesar RP 60.000.000,00
dan BJS Siaga sebesar 3% per tahun.
Sistem dari kesepuluh produk simpanan ini diatur sedemikian rupa,
sehingga dapat membantu anggota untuk mandiri secara keuangan, dan perlahan-
lahan meningkatkan tingkat perekonomian keluarga. Salah satu implementasinya
ialah adanya sistem saldo maksimal, sehingga meminimalisir anggota untuk
menumpuk simpanan di salah satu produk simpanan. Selain itu, untuk beberapa
produk simpanan menuntut adanya padanan dengan produk pinjaman yang
ditujukan untuk pengembangan usaha, seperti: Simus dengan Ikhtiar, Pandai
dengan Bestari, Sifat dengan Bestari, Griya, Aguna, dan Wahana. Sistem ini tidak
hanya berperan untuk mendisiplikan anggota, tetapi juga mengembangkan daya
kreatif anggota untuk membuat strategi tata kelola keuangan yang relevan
untuknya.
3.3.4.2 Produk Layanan Pinjaman Credit Union Pelita Sejahtera
Selain produk layanan simpanan, CUPS juga menawarkan tujuh produk
layanan pinjaman untuk memenuhi kebutuhan para anggotanya. Hal yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
membedakan pinjaman di CUPS dengan pinjaman dari Bank atau Lembaga
keuangan kredit lainnya terletak pada aspek pendidkan dan perencanaan dengan
mengacu pada syarat-syarat tertentu, yaitu: (1) anggota harus memenuhi kewajiban
pada Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib; (2) anggota wajib mengikuti program
dan pendampingan dasar tentang manajemen dan tata kelola keuangan serta
perencanaannya dalam kesatuan dengan pendidikan CUPS yang disebut Percerahan
Dasar (Cerdas); (3) telah menjadi anggota CUPS selama minimal 3 bulan; (4)
masing-masing pinjaman memiliki padanan dengan produk simpanan dan nominal
angsuran beserta bunga dengan sistem menurun; (5) berhasil memenuhi kriteria
5C216 yang ditetapkan CUPS. Ketujuh produk layanan pinjaman adalah sebagai
berikut:217
Pinjaman Ketarangan Saldo
Maksimal
Balas
Jasa
Pinjaman
(BJP)
Jasa
Pelayanan
(JP)
Dana
Cadangan
Resiko
(DCR)
Padanan
Pinjaman
Pinjaman
Untuk
Menambah
Pinjaman yang
digunakan
untuk
menambah
10 juta 1,45%
(menurun)
1% - Simpanan
Pokok,
Wajib,
Simapan,
216 CUPS menerapkan kriteria 5C kepada anggota yang mengajukan pinjaman, yaitu: Capacity
(kapasitas), Character (karakter), Condition (kondisi), Collateral (barang jaminan), dan Capital
(modal). (1) Capacity merupakan ukuran sejauh mana anggota sudah mampu dan terbukti melunasi
pinjamannya sesuai jangka waktu yang telah ditentukan oleh CUPS, misalnya: besar dan frekuensi
angsuran serta penghasilan dikurangi pajak; (2) Character (karakter) mengacu pada integritas dan
kredibilitas dari anggota yang akan mengajukan pinjaman, misalnya: sejauh mana anggota memiliki
stabilitas akan nilai kejujuran, relasi dengan sesama dan lingkungannya, sehingga memberi rasa
aman dan rasa yakin atas aktivitas investasi yang akan dibangun; (3) Condition (kondisi) mengacu
pada faktor-faktor eksternal yang akan mempengaruhi situasi anggota dari sisi sosio-ekonomi,
misalnya: legalitas, nilai kelayakan, nilai bisis dengan kondisi iklim atau kultur setempat; (4)
Collateral (barang jaminan) adalah alat ukur pada aset pribadi atau barang bergerak lainnya,
sekaligus aset tidak bergerak yang dimiliki atas nama anggota, misalnya: sertifikat tanah, bukti
pembayaran pajak prakiraan harga, dst.; (5) Capital (modal) itu mengacu pada sejauh mana anggota
secara teratur dan konsisten berlibat aktif di CU sehingga mengembangkan dan meningkatkan
pendapatan anggota. Johanes Leonardi Taloko (penterj.) Panduan Mengelola Kredit Dalam Credit
Union Berdasarkan CULOCC (Pontianak: BKCU Kalimantan, 2016), hal.126-129. 217 CU Pelita Sejahtera, Kebijakan Keanggotaan, Produk dan Pelayanan Credit Union Pelita
Sejahtera Tahun 2019, hal. 16-22.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Tabungan
(PMT)
simpanan
anggota
Simus,
Sifat,
Pandai,
Ziarah
Pinjaman
Modal
Usaha
(Ikhtiar)
Pinjaman untuk
memenuhi
kebutuhan
modal usaha
dan
pengembangan
usaha produktif
anggota
200 juta 1,50%
(menurun)
1% 1% Simus
Pinjaman
Pendidikan
(Bestari)
Pinjaman untuk
memenuhi
kebutuhan
biaya
pendidikan
keluarga
anggota
50 juta 1,40%
(menurun)
1% 1% Pandai
Pinjaman
Kebutuhan
Konsumtif
(Aguna)
Pinjaman untuk
memenuhi
kebutuhan
konsumtif
anggota,
misalnya
kebutuhan akan
TV, laptop,
HP, peralatan
rumah tangga
20 juta 1,55%
(menurun)
1% 1% Sifat
Pinjaman
Sepeda
Motor
Baru
(Wahana)
Pinjaman untuk
memenuhi
kebutuhan
membeli
sepeda motor
baru untuk
menambah
penghasilan
anggota
40 juta 1,50%
(menurun)
atau
0.90%
(tetap)
1% 1% Sifat
Pinjaman
Perumahan
(Griya)
Pinjaman untuk
memenuhi
kebutuhan akan
tanah,
perumahan
atau renovasi
rumah
150-200
juta
1,50%
(menurun)
atau
0.90%
(tetap)
1% 1% Sifat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Pinjaman
Karyawan
(Pintar)
Pinjaman yang
diberikan untuk
para karyawan
perusahaan
yang bekerja
sama dengan
CUPS
- 1,45%
(menurun)
1% 1% -
Tabel 3.6 Produk Layanan Pinjaman CUPS
3.3.4.3 Produk Layanan Solidaritas Credit Union Pelita Sejahtera
CUPS juga memiliki tiga produk layanan Solidaritas, yaitu: Santunan
Kematian (Santika), Jaminan Perlindungan Kalimantan (Jalinan), dan Solidaritas
Pelajar Berprestasi.218
a. Santika adalah produk layanan solidaritas anggota CUPS yang
diperuntukkan untuk membantu keluarga anggota CUPS yang meninggal
dunia atau ahli warisnya. Dana Santika diperoleh dari iuran anggota setiap
tahun sebesar Rp 50.000,00 dan santunannya sebesar Rp 5.000.000,00.
Pencairan dana Santika dicarikan dalam waktu 24 jam setelah berita duka
diterima oleh manajemen.
b. Jalinan adalah produk layanan dari CUPS yang bekerjasama dalam jaringan
CU sekunder di Puskopdit BKCU Kalimantan. Tujuannya ialah untuk
mengelola resiko dan memberi perlindungan terhadap simpanan anggota
218 Credit Union Pelita Sejahtera, Kebijakan Keanggotaan, Produk dan Pelayanan Credit Union
Pelita Sejahtera Tahun 2019, hal. 22-27.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
atau Tunas (Perlindungan Simpanan)219 dan pinjaman anggota atau Lintang
(Perlindungan Piutang)220 bagi anggota CU yang meninggal dunia di dalam
kemitraan jaringan BKCU Kalimantan.
c. Solidaritas Pelajar Berprestasi adalah bentuk apresiasi atau penghargaan
kepada anggota CUPS yang memiliki simpanan Pandai untuk anggota
dewasa atau Pandai Junior untuk anggota dari anak-anak.
3.4 RANGKUMAN
Gerakan Credit Union (CU) berkembang dari keprihatinan beberapa tokoh
masyarakat di wilayah Jerman pada abad ke-18 atas permasalahan kemiskinan yang
dialami masyarakat di wilayah pedesaan. Tokoh-tokoh tersebut di antaranya adalah
Francois Buchez dan Victor Aime Huber, Francois Haeck (1848), Franz Herman
Schulze-Delitzsch (1852), dan Friedrick Wilhelm Raiffeisen (1864). Dari tokoh-
tokoh tersebut, yang selalu dirujuk dalam sejarah gerakan CU adalah Friedrick
Wilhelm Raiffeisen (1818-1888) selaku wali kota di Flammersfield yang
mengembangkan model “People’s Bank.”
Gerakan CU pertama kali diperkenalkan ke publik di kota Heddesdorf,
Jerman. Gerakan CU bagi Raiffleisen adalah sarana persekutuan orang-orang yang
219 Besar nominal produk layanan solidaritas Janinan Tunas yang akan diterima ahli waris sebesar
nilai simpanan anggota dan maksimal Rp 50.000.000,00. 220 Pinjaman anggota CU yang sudah meninggal akan dibayarkan oleh BKCU Kalimantan dengan
nominal maksimal sebesar Rp 150.000.000,00.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
bekerja sama untuk memperbaiki kondisi hidup mereka yang miskin, sehingga
melalui usaha tersebut, mereka dapat menyelesaikan permasalahan ekonomi
mereka secara mandiri. Yang mana persekutuan itu didasarkan pada semangat
kebersamaan dan kepercayaan satu dengan yang lain. Ada tiga prinsip utama dalam
gerakan CU, yaitu: asas swadaya, asas setia kawan, dan asas pendidikan.
Perkembangan gerakan CU di Indonesia mengalami masa pasang surut.
Sebelum kemerdekaan, gerakan CU lebih dikenal dengan model koperasi kredit
berkembang pada masa kolonial dan penjajahan Jepang, namun model seperti itu
tidak dapat bertahan lama. Setelah kemerdekaan, gerakan koperasi kembali bangkit
pada era tahun 60-an. Salah satu pionir yang menggagas gerakan CU di Indonesia
adalah Rm. Karl Albrecht Arbi, SJ. Ia berkolaborasi dengan berbagai pihak mulai
dari pejabat pemerintah, akademisi, praktisi ekonomi, bahkan ia juga membangun
jaringan dengan gerakan CU internasional. Kerja sama dan kolaborasi ini
membuahkan hasil dengan dibentuknya: biro konsultan gerakan CU dalam Credit
Union Counselling Office (CUCO), Dewan Penyantun CU bekerja sama dengan
Pemerintah Indonesia dan berakhir dengan dibentuknya Induk Koperasi Kredit
(Inkopdit). Inkopdit menjadi lembaga yang menaungi CU Sekunder dan CU Primer
yang ada di Indonesia dan dibawah koordinasi dengan Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah.
Pada 2008, gerakan CU mulai diperkenalkan oleh Rm. Antonius Sumarwan,
SJ kepada beberapa aktivitis dan umat di Paroki Gereja St. Perawan Maria Ratu,
Blok Q, Jakarta Selatan. Ketika itu, Rm. Antonius Sumarwan, SJ menjadi vikaris
parokial. Gerakan ini dinamai Credit Union Microfinance Innovation (CUMI)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Pelita Sejahtera dan secara diresmikan pada tanggal 15 November 2011. Nama
“Pelita Sejahtera” dimaknai sebagai motivasi agar gerakan CUMI PA ini mampu
menjadi pelita di tengah kegelapan akan permasalahan kemiskinan, kebodohan, dan
membawa terang kesejahteraan bagi para anggotanya. CUMI PS menjadi bagian
dari pelayanan karya sosial Gereja dalam bidang Pengembangan Sosial Ekonomi
(PSE). CUMI PS itu lahir dari keprihatinan dan tanggapan atas kenyataan bahwa
ada banyak warga miskin yang berprofesi sebagai pedagang kaki lima terjerat
hutang pada Bank Keliling atau renteneir di sekitar Gereja Katolik Blok Q, Jakarta
Selatan. Kekhasan dari CUMI PS terletak produk layanan simpanan dan pinjaman
dikelola dengan sistem tanggung-renteng dalam kelompok Basis 5 dan angsuran
mingguan. Maka segmentasi pasar CUMI PS adalah warga miskin yang sudah
memiliki unit usaha mikro dan bertekat untuk meningkatkan kesejahteraan
hidupnya.
Pada perkembangan selanjutnya, tahun 2017, CUMI PS mengalami
restrukturisasi, dan bertrasformasi menjadi Credit Union Pelita Sejahtera (CUPS)
sebagai usaha untuk memperluas jangkauan layanan bagi masyarakat dalam bidang
pelayanan keuangan dan gerakan pemberdayaan yang berkelanjutan. Secara khusus
CUPS memfokuskan diri pada aspek pendidikan, solidaritas, dan swaday, sehingga
melalui pemberdayaan, anggota mampu mengatasi permasalahannya secara
mandiri melalui program dan layanan dari CUPS. Perbedaan mendasar dari gerakan
CU dalam CUMI PS dan CUPS terletak pada sifat keanggotaannya.
Dahulu CUMI PS diperuntukkan untuk masyarakat miskin yang memiliki
unit usaha, tetapi sekarang dengan CUPS, siapapun bisa menjadi anggota sejauh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
mampu memenuhi persyaratan yang dituntut dan memiliki komitmen untuk
berpartisipasi aktif di CUPS. Sebagai sebuah lembaga keuangan, CUPS memiliki
tiga produk unggulan, yaitu: produk layanan simpanan, pinjaman, dan solidaritas.
Selain itu, CUPS juga memiliki kegiatan, pelatihan, dan pendampingan dalam
kelompok Sahabat Sejahtera. Semua hal tersebut diperuntukkan untuk menguatkan
dan memberdayakan anggota, agar dapat secara mandiri mengatasi permasalahan
yang dihadapinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
BAB 4
ANALISA EMPAT ELEMEN PEMBERDAYAAN PADA
CREDIT UNION PELITA SEJAHTERA
4.1 PENGANTAR
Pada bab empat ini, penulis akan melaporkan hasil penelitian dengan
metode kualitatif pada Credit Union Pelita Sejahtera (CUPS). Penulis mengambil
sampel data penelitian dari: (1) tujuh belas responden anggota CUPS sebagai
narasumber dalam penelitian; dan (2) analisis atas laporan pertanggungjawaban
pengurus CUPS tahun 2013 s.d 2019. Analisis kedua hal tersebut digunakan untuk
menjawab pokok permasalahan kedua dari rumusan masalah pada bab satu, yaitu:
Sejauh mana peran dan keberadaan CUPS itu sungguh membangkitkan
pemberdayaan bagi masyarakat miskin pada level pengembangan usaha mikro dan
membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
4.2 SKEMA PENELITIAN
Pada pokok ini, penulis memaparkan hasil pengolahan dan analisis terhadap
proses penelitian yang dilakukan penulis di CUPS tanggal 8 s.d 16 Januari 2020.
Data penelitian diperoleh penulis dari dua sumber, yaitu: (1) penelitian dengan
metode kualitatif melalui proses wawancara terstruktur dengan tujuh belas
responden anggota CUPS yang menjadi narasumber; (2) analisis data laporan
pertanggungjawaban pengurus CUPS dalam RAT dari tahun 2013 s.d 2019. Data
penelitian tersebut diolah dan dianalisis penulis berdasarkan pada teori kapabilitas
dari Nussbaum dan ditatapkan pada empat elemen pemberdayaan. Hasil
pengolahan data penelitian tersebut kemudian dipaparkan kembali di bab keempat
ini, dan mengacu pada instrumen penelitian, yaitu empat elemen pemberdayaan: (1)
pemberdayaan menuntut adanya akses pada informasi; (2) pemberdayaan bercorak
inklusif dan menekankan partisipasi aktif; (3) pemberdayaan menuntut
akuntabilitas; dan (4) pemberdayaan mengembangkan kapasitas organisasional
yang bersifat lokal.
4.3 KATEGORI RESPONDEN PENELITIAN
Pada penelitian yang dilakukan di CUPS, penulis menggunakan empat
kategori kelompok responden yang menjadi narasumber, yaitu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
1. Kelompok pertama adalah anggota CUPS yang berhasil menurut kriteria
yang digunakan CUPS. Data penelitian diambil dari proses wawancara
terstruktur dengan lima anggota yang dipilih secara acak dan mendapat
predikat anggota berhasil dari CUPS. Kelompok pertama (perwakilan
anggota yang berhasil) dan kelompok kedua (perwakilan anggota yang tidak
berhasil) berperan untuk mengobyektivasi dan mengevaluasi program-
program pemberdayaan CUPS.
2. Kelompok kedua adalah anggota CUPS yang tidak berhasil menurut kriteria
yang digunakan CUPS. Data penelitian diambil dari proses wawancara
terstruktur dengan lima anggota yang dipilih secara acak dan mendapat
predikat anggota lalai dari CUPS. Kelompok kedua juga berfungsi untuk
menunjukkan prasyarat dan batas-batas usaha pemberdayaan, serta kondisi-
kondisi dan faktor-faktor yang dapat menghambat usaha pemberdayaan
yang dilakukan oleh CUPS.
3. Kelompok ketiga adalah anggota CUPS yang berprofesi sebagai karyawan
di berbagai perusahaan dan juga menjadi aktivis maupun pengurus di CUPS.
Data penelitian diambil dari proses wawancara terstruktur dengan lima
anggota yang tidak memiliki unit usaha mandiri dan bekerja di berbagai
perusahaan sebagai karyawan, serta keterlibatan aktif mereka dalam
kegiatan dan kepengurusan di CUPS. Kelompok ketiga membantu penulis
untuk menunjukkan dua hal, yaitu: (1) bagaimana kinerja pengurus
menjalankan fungsi membuat kebijakan dan program, mengelola sistem
CU, dan mengawasi program-program serta kebijakan CUPS sesuai dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
rencana strategis yang telah ditetapkan dalam RAT; (2) melihat relevansi
usaha pemberdayaan CUPS bagi segmentasi anggota menengah ke atas
yang berprofesi sebagai karyawan. Hal ini menjadi penting, mengingat 60%
anggota CUPS terdiri atas anggota yang berprofesi sebagai karyawan, dan
umumnya mereka memiliki tingkat kesejahteraan lebih baik daripada 40%
anggota CUPS menengah ke bawah yang memiliki usaha mikro.
4. Kelompok empat adalah outsider yang memiliki perhatian dalam proses
pendampingan dan edukasi di CUPS. Data penelitian diambil dari proses
wawancara terstruktur dengan dua orang yang tidak terlibat secara langsung
di CUPS. Satu responden diambil dari tim pengawas CUPS, dan satu
responden diambil dari salah satu perintis berdirinya CUMI PS yang
kemudian menjadi CUPS. Kelompok keempat berperan untuk memberikan
obyektivasi atas usaha pemberdayaan CUPS dari sisi outsider, mengingat
mereka tidak memiliki pengaruh dan intervensi secara langsung terhadap
kebijakan, program, dan tata kelola di dalam sistem dan manajemen pada
CUPS.
4.4 KONTEKS RESPONDEN PENELITIAN
Berikut ini adalah konteks dari tujuh belas responden yang menjadi
narasumber dalam proses penelitian di CUPS. Adapun datanya adalah sebagai
berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
No. Nama
Responden
Usia Kategori Masuk
CU
Profesi/Unit Usaha
1 Ibu Lies Marlina 40th 1 2013 - Ibu rumah tangga
(Islam)
- Catering Rumahan
- Usaha kost-kostan
2 Ibu Jasa Riani
Panjaitan
50th 1 2008 - Ibu rumah tangga (Kat)
- Warung Kelontong
3. Ibu Narti 54th 1 2015 - Ibu rumah tangga
(Islam)
- Mengelola warung
Warteg dan memiliki 8
gerobak keliling
4. Ibu Suliyem 51th 1 2017 - Ibu rumah tangga
(Islam)
- Guru privat anak
berkebutuhan khusus
(usaha mandiri)
5. Ibu Sri Wahyuni 50th 1 2017 - Ibu rumah tangga
(Islam)
- Catering Perusahaan
dan Perkawinan
- Memiliki outlet
makanan di
Gandariacity
6. Ibu Kusmiyah 62th 2 2009 - Ibu rumah tangga
(Islam)
- Warung Sembako di
Pasar Tegal Parang
7. Ibu Septiana 30th 2 2010 - Ibu rumah tangga
(Islam)
- Warung Sembako dan
Sayuran di Parang Tegal
Parang
8. Ibu Kiyem
Handayani
(Wiwin)
65th 2 2013 - Ibu rumah tangga
(Islam)
- Berjualan Jamu
tradisional dengan
gerobak dan menerima
orderan kue lebaran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
9. Ibu Sulastri
36th 2 2013
2015
- Ibu rumah tangga
(Islam)
- Usaha Warteg dan
Makanan Gerobak
10. Bpk. Barly 48th 2 2015 - Bapak Rumah Tangga
(Islam)
- Penjual roti dengan
gerobak
- Menerima pesanan
janur kuning untuk
pesta perkawinan
11. E. Dewi
Ambarwati
40th 3 2008 - Wanita karir (Kat)
- Karyawan perusahaan
di bidang marketing dan
pemasaran
- Kontributor foto-foto
untuk website
- Ketua pengurus CUPS
periode 2017-2019
12. Irene Wiedha
Ardhy Riswari
35th 3 2015 - Single (Kat)
- Konsultan IT
Perusahaan Independen
13. Bpk. Nikolaus
Hukulima
48th 3 2008 - Bapak keluarga (Kat)
- Karyawan perusahaan
- Salah satu penggas
CUMI PS 2008
- Komite Pendampingan
CUPS
14. Bpk. Rianto
Hidajat
46th 3 2014 - Bapak keluarga (Kat)
- Pemilik perusahaan
yang bergerak di bidang
distributor Kitchen-set
di Jakarta Selatan
- Komite Kredit CUPS
15. Ginta Heniarti 23th 3 2014 - Single (Islam)
- Manajer di CUPS
16. Bpk. Suryanto
Wijaya
63th 4 2015 - Bapak keluarga (Kat)
- Komisaris dan CEO di
beberapa perusahaan IT
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
di Mega Kuningan dan
SCBD
- Eks-banker
- Ketua Pengawas CUPS
17. Rm. Antonius
Sumarwan, SJ
43th 4 2008 - Imam Serikat Yesus
- Penggagas dan perintis
CUMI PS tahun 2008.
Tabel 4.1. Informasi Seputar Responden Penelitian
4.5 ANALISIS HASIL PENELITIAN
Pemberdayaan dalam konteks sosial-ekonomi ditempatkan sebagai usaha
transformasi sosial. Artinya, pemberdayaan itu mengandung nilai intrinsik (nilai
pada dirinya sendiri), nilai instrumental pada kehidupan pribadi manusia
(individual self-empowerment), dan mempengaruhi kehidupan kolektif (collective
self-empowerment) manusia di tengah realitas dunia. Dalam konteks manusia
sebagai subyek, pemberdayaan memiliki unsur-unsur penting yang membantu
pengembangan kapabilitasnya, yaitu: kemandirian (self-reliance), kekuatan diri
(self-strength), pengakuan pilihan (own choice), kapasitas untuk memperjuangkan
salah satu hak tertentu, independen, kemampuan membuat keputusannya sendiri
(own decision making), makhluk bebas (being free), dan memiliki kesadaran
(awakening).221 Unsur-unsur tersebut telah menyatu dan terintegrasi di dalam nilai
dan sistem kepercayaan lokal masyarakat. Karena unsur-unsur tersebut menyatu
221 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction: A Sourcebook (Washington, DC:
The World Bank, 2002), hal. 13-14.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
dalam nilai dan sistem, maka pemberdayaan juga secara langsung bersinggungan
dengan persoalan sosial, ekonomi, politik dan budaya yang dihadapi masyarakat.
Salah satu praksis pemberdayaan ialah fokus perhatian pada peningkatan
kemampuan solidaritas sosial masyarakat melalui cara institusional dan non-
institusional demi terwujudnya kesejahteraan bersama. Oleh karena itu,
pemberdayaan itu memiliki empat elemen, yaitu: (1) akses pada informasi; (2)
bercorak inklusif dan menekankan partisipasi aktif; (3) menuntut akuntabilitas; dan
(4) mengembangkan kapasitas organisasional yang bersifat lokal. Dengan
demikian, pemberdayaan mempengaruhi kapabilitas manusia sebagai pribadi dan
juga kehidupan kolektif umat manusia.
Elemen pertama adalah pemberdayaan menuntut adanya akses kepada
sumber informasi. Akses informasi menentukan bagaimana komunikasi dapat
dilakukan dalam relasi trianggulasi antara masyarakat, pelaku ekonomi dan pasar,
serta pemerintah. Semakin luas ruang informasi dapat diakses masyarakat, maka
akan memperluas peluang mereka untuk terlibat di masyarakat, misalnya: akses
pada peraturan dan kebijakan pemerintah, hak-hak sipil dan pribadi, pelayanan
dasar publik seperti pendidikan dan kesehatan, dst. Selain itu, akses informasi dapat
menghubungkan masyarakat dengan pasar-pasar potensial sehingga dapat
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka, dan pasar terbantu untuk
mengetahui kebutuhan masyarakat dan inovasi yang diperlukan. Akses informasi
bagi pemerintah berperan sebagai bahan analisis untuk menetukan atau merubah
kebijakan dan strategi, sehingga semakin mendukung terwujudnya kesejahteraan
bersama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
Elemen kedua adalah pemberdayaan bercorak inklusif dan menekankan
partisipasi aktif. Elemen kedua ini berkelindan dengan elemen pertama. Karena
masyarakat tidak dapat berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan politik, ekonomi,
sosial, dan budaya, jika mereka tidak memiliki akses informasi yang memadai.
Dalam konteks pemberdayaan, masyarakat kecil diletakkan sebagai co-producers
yang memiliki kekuasaan dan kontrol untuk menentukan pengelolaan sumber daya
pada level mikro.222 Untuk itu, penguatan partisipasi masyarakat dapat dilakukan
melalui pengembangan kemampuan secara individu maupun kolektif. Pada titik
inilah usaha pemberdayaan CUPS menjadi revelan dan kontekstual untuk
meningkatkan kemampuan individu dan kolektif para anggotanya. Karena
pengembangan kemampuan dan keterlibatan masyarakat membantu mereka untuk
memiliki daya tawar dan daya saing, sehingga usaha tersebut dapat meningkatkan
kesejahteraan mereka.
Elemen ketiga adalah pemberdayaan menuntut akuntabilitas. Akuntabilitas
dapat dicapai melalui tranparansi manajemen, pengembangan produk-produk
layanan, dan pertanggungjawaban kebijakan dan program kepada publik. Dalam
konteks pemberdayaan, akuntabilitas diperlukan untuk menjamin dan melindungi
hak-hak masyarakat, khususnya mereka yang miskin dan tersingkir. Elemen
keempat adalah pemberdayaan yang mengembangkan kapasitas organisasional
yang sifatnya lokal. Beberapa ciri yang dapat menunjukkan hal tersebut ialah:
pemberdayaan itu menuntut adanya kemampuan bekerja sama dan berkolaborasi,
222 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. 19.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
mengorganisasi dan memobilisasi sumber daya untuk kepentingan peningkatan
kesejahteraan bersama masyarakat.
Fokus penelitian ini menempatkan pemberdayaan sebagai usaha
transformasi sosial, di mana usaha-usaha pemberdayaan yang dilakukan oleh CUPS
terarah untuk peningkatan ekonomi mikro dan kesejahteraan masyarakat, secara
khusus para anggotanya. Hal ini sangat relevan bagi CUPS, mengingat pada tahun
2008, sejarah awal gerakan CU di wilayah Pastoral Gereja Paroki St. Perawan
Maria Ratu ialah keprihatinan akan warga miskin yang tidak tersentuh oleh
pelayanan lembaga keuangan formal, dan mereka yang terjerat hutang kepada Bank
Keliling dan rentenir. Persoalan kemiskinan yang mereka hadapi itu tidak hanya
dipengaruhi oleh ketidakmampuan dan kapabilitas mereka dalam hal tata kelola
keuangan dan usaha, tetapi juga dipengaruhi oleh persoalan-persoalan lain, seperti:
persoalan politik, ekonomi, pasar, sosial, dan kultur budaya masyarakat sekitar.
Kompleksitas permasalahan tersebut membuat usaha pemberdayaan
menjadi tidak mudah. Namun demikian, situasi tersebut tidak menyurutkan CUPS
untuk terus mengusahakan pemberdayaan bagi masyarakat di wilayah Jakarta
Selatan, terlebih para anggotanya. Oleh karena itu di tahun 2020, penulis
melakukan penelitian untuk melihat dan merefleksikan: Sejauh mana peran dan
keberadaan CUPS itu sungguh membangkitkan pemberdayaan bagi masyarakat
miskin pada level pengembangan usaha mikro dan membantu peningkatan
kesejahteraan masyarakat? Untuk itu, penulis menggunakan perangkat empat
elemen pemberdayaan untuk membantu penulis dalam penelitian ini, seperti yang
telah diuraikan pada bab kedua.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
4.5.1 Elemen 1: Pemberdayaan Menuntut Adanya Akses Kepada Informasi
4.5.1.1 Akses Pada Sumber Informasi dan Pengetahuan
Nilai khas gerakan CU adalah kepercayaan anggota yang dijaga melalui
pelayanan yang prima. Melalui pelayanan prima CU, anggota dapat terus
bertumbuh dalam kepercayaan dan semakin terlibat dalam aktivitas CU, sehingga
mereka dapat mencapai kesejahteraan hidup. Anggota perlu menyadari bahwa CU
tidak boleh semata-mata hanya mengandalkan diri pada produk layanan pinjaman.
Karena tujuan utama CU ialah untuk mengelola dan mengendalikan penggunaan
uang, meningkatkan nilai-nilai moral dan fisik manusia, serta mendorong mereka
agar mampu menolong dirinya sendiri secara mandiri.223
Dalam konteks CUPS, data penelitian menunjukkan bahwa akses pertama
masyarakat pada informasi dan pengetahuan seputar kegiatan CU itu berasal dari
perjumpaan dengan sesama anggota dan aktivis. Pada masa awal berdirinya CUMI
PS (2008 s.d 2013), gerakan CU dimulai dengan pendampingan kelompok basis
berjumlah 5 orang yang dilakukan oleh aktivis. Pendampingan model ini menjadi
sarana efektif dalam perekrutan anggota dan promosi gerakan CU kepada
masyarakat luas.
Fokus utama gerakan CU ialah pembangunan habitus menabung sebagai
bagian dari pendidikan dasar anggota CUMI PS, melalui sistem angsuran
223 A.M. Lilik Agung (edt.) Hidup Berkelimpahan Bersama Credit Union, hal. 201.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
mingguan. Seorang anggota bernama ibu Jasa Riani Panjaitan, dari kelompok
pertama, menyebut kunjungan Rm. Antonius Sumarwan, SJ bersama aktivis CU
menjadi awal ketertarikannya pada gerakan CUMI PS. Mereka mengajak beliau
untuk masuk dan bergabung dengan kelompok basis 5 di sekitar kontrakannya pada
tahun 2008.224 Dalam kelompok Basis 5, ibu Jasa Riani Panjaitan mendapatkan
pendampingan dan pelatihan Cerdas untuk tata kelola keuangan dasar. Selama masa
pendampingan tersebut, ia dididik oleh staf CU dengan mengangsur simpanan
pokok dan wajib secara mingguan. Setelah beberapa waktu, ia diperkenankan
mengajukan produk layanan pinjaman ke CUMI PS.
Pada masa CUPS (2017-sekarang), promosi gerakan CU dilakukan melalui:
(1) mengubah kelompok Basis 5 menjadi kelompok Sahabat Sejahtera dengan
cakupan wilayah lebih luas di Jakarta Selatan; (2) dan kesaksian anggota CUPS
dalam berbagai pertemuan dan kegiatan kemasyarakatan. Ibu Septiana, dari
kelompok kedua, mengatakan bahwa ketertarikannya pada CUPS tahun 2010
dikarenakan ajakan dari ibunya Kusmiyah sudah terlebih dahulu menjadi anggota
CUPS sejak 2009.225 Senada dengan itu, Irene Wiedha Ardhy Riswari juga
mengatakan bahwa perkenalannya dengan CUMI PS di tahun 2015 dimulai dari
kotbah Rm. Antonius Sumarwan, SJ di Paroki St. Perawan Maria Ratu Blok Q, pada
salah satu perayaan Ekaristi mingguan. Setelah itu, ia diajak oleh alm. Bpk. Puspo
(anggota dan pengawas CUMI PS) selaku ketua lingkungan untuk bergabung dan
aktif di CUMI PS.226
224 Wawancara penulis dengan Ibu Jasa Riani Panjaitan, hal. 5. 225 Wawancara penulis dengan Ibu Septiana, hal. 6. 226 Wawancara penulis dengan Irene Wiedha Ardhly Riswari, hal. 7.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
Setelah anggota melengkapi persyaratan administratif dan secara resmi
bergabung dengan CUPS, maka mereka diwajibkan untuk mengikuti pelatihan
dasar atau Cerdas (Pencerahan Dasar). Tujuan pendampingan awal ini adalah
membantu anggota untuk memahami tata kelola dan literasi keuangan. Kesadaran
anggota, cara anggota memandang, mengelola, dan membuat strategi keuangan
menjadi fokus dalam awal pendampingan CUPS. Usaha-usaha tersebut menjadi
pondasi awal membangun motivasi dasar anggota untuk semakin terlibat dalam
gerakan CU.
Motivasi dasar anggota terlibat dalam gerakan CU ialah agar mereka
memperoleh pengetahuan, kesadaran, dan mampu membuat strategi untuk
meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Oleh karena itu, motivasi dasar
bergabung dengan gerakan CU bukan pertama-tama perihal kebutuhan akan uang
dan pinjaman. Justru peningkatan kesejahteraan yang diperoleh melalui
keterlibatan anggota dalam CU itulah yang dipahami sebagai tujuan dasar dan
bukan “usaha menangkap uang”. Pada titik itulah, gerakan CU mendapatkan
kekhasannya pada aspek pendidikan dalam arti luas. Fokus utama pendidikan dalam
CU adalah financial literacy, artinya melalui “melek” tata kelola keuangan, pada
anggota diharapkan mencapai kemandirian dalam bidang keuangan.227 Maksudnya
ialah anggota tahu pokok permasalahan, tahu batas kemampuan ekonomis dirinya,
mampu membuat strategi, dan akhinya mampu mengatasi permasalahan ekonomi
yang dihadapinya secara mandiri. Dengan demikian, gerakan CU adalah sarana
untuk mengubah mentalitas anggota melalui penekanan pada aspek pendidikan
227 A.M. Lilik Agung (edt.) Hidup Berkelimpahan Bersama Credit Union, hal. 96.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
(financial literacy), sehingga mereka dapat mengalami peningkatan pendapatan dan
memperoleh kesejahteraan hidup.
4.5.1.2 Menyediakan Ruang Komunikasi
Dalam struktur organisasi CUPS, model komunikasi yang ideal adalah
kombinasi antara model top-down dan bottom-up. Model bottom-up
diimplementasikan dalam dua kegiatan, yaitu: (1) kegiatan pertama adalah Rapat
Anggota Tahunan (RAT). RAT merupakan level tertinggi untuk pengambilan
terkait dengan kebijakan dan program-program CUPS, di mana anggota memiliki
hak untuk mendengarkan, menimbang, mengevaluasi, bahkan mengesahkan
laporan pertanggungjawaban dan businees plan tahunan. (2) Kegiatan kedua ialah
“turun ke bawah” (turba). Sebelum RAT, para aktivis dan manajemen melakukan
dialog dan survei untuk mengevaluasi kebijakan, program, dan pelayanan CUPS
yang telah dilakukan selama satu tahun. Peranan turba bagi CUPS sangat penting,
mengingat dalam RAT tidak semua anggota itu memahami, mengkritisi, dan
mengevaluasi laporan pertanggungjawaban pengurus. Melalui turba, manajemen
dan aktivis dapat menggali informasi seputar kebutuhan anggota, keberhasilan dan
evaluasi program layanan dari CUPS.
Pada masa CUMI PS, para staf secara rutin setiap minggu mengunjungi
anggota untuk melakukan pendampingan kelompok Basis 5 di tiga wilayah
dampingan. Selain melakukan pendampingan, mereka juga mengambil angsuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
produk layanan simpanan dan pinjaman anggota. Kebijakan “jemput bola”
menguntungkan bagi anggota yang memiliki unit usaha mikro dan tidak punya
banyak waktu untuk berkunjung ke kantor CUMI PS. Keuntungan lain, para
anggota lebih mudah terbuka untuk mengkomunikasikan kesulitan yang tengah
mereka dihadapi kepada para staf ketika di rumah daripada ketika di kantor. Hal ini
sangat membantu para staf CUMI PS untuk memetakkan persoalan kemudian
merekomendasikan solusi produk layanan bagi mereka. Semua narasumber dari
kelompok pertama dan kedua mengatakan bahwa mereka terbantu dengan adanya
kebijakan “jemput bola” dari CUMI PS.
Sebaliknya bagi lembaga CUMI PS, kebijakan “jemput bola” membuat
anggota disiplin untuk mengangsur produk layanan simpanan dan pinjaman,
sehingga uang beredar menjadi stabil dan angka kredit lalai turun secara signifikan
menjadi kurang dari 5% menurut analisis rasio Pearls228. Dalam hasil audit internal
Dewan Pengawas pada bulan Desember 2013, rasio kredit beredar di CUMI PS
turun dari 12,64% pada akhir Desember 2012 menjadi ratio 4,61% pada akhir bulan
Desember 2013.229 Dengan demikian, nampak jelas bahwa pendampingan untuk
anggota yang memiliki usaha mikro diberi prioritas lebih oleh CUMI PS.
228 Analisis Rasio PEARLS adalah analisis keuangan yang dipakai untuk mengukur: (1) sikap
tanggap lembaga dalam bemberikan perlindungan terhadap resiko atas aktivitas ekonomi (pinjaman)
yang dihadapi; (2) efektivitas dalam mengelola asset yang menghasilkan; (3) kecukupan modal
lembaga dikaitkan dengan resiko penyaluran pinjaman; (4) kualitas asset yang produktif; dan (5)
efektivitas dalam pengelolaan pendapatan dan biaya. Analisa Rasio PEARLS kredit lalai termasuk
dalam kualitas aset (asset quality) yang diperoleh dengan mengukur presentasi total pinjaman lalai
di portofolio pinjaman, menggunakan kriteria total pinjaman lalai dibandingkan dengan akumulasi
pinjaman lalai yang sudah diangsur. Rumusnya A1=a/b x100%, idealnya rasio pinjaman lalai itu
kurang dari atau sama dengan 5%. Munaldus, Analisa Rasio PEARLS di Credit Union (Pontianak:
BK3D Kalimantan, 2006), hal. 40. 229 Dewan Pengawas CUMI PS, Laporan Pengawas CUMI Pelita Sejahtera Tahun Buku 2013:
Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota CUMI PS (Jakarta: Dewan Pengawas
CUMI PS, 2013), hal. 7.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
Akan tetapi dari pengalaman CUPS, model bottom-up tidak cukup untuk
mengembangkan usaha pemberdayaan CUPS, maka CUPS juga menerapkan model
komunikasi top-down. Informasi dari turba diolah oleh pengurus, pengawas, dan
komite sehingga dapat diimplementasikan dalam bentuk kebijakan, program-
program, rencana strategis dan operasional demi keberlanjutan usaha
pemberdayaan CUPS. Pengurus dan pengawas akan mengolah informasi sehingga
dapat diterapkan dalam kebijakan, pembuatan rencana strategis dan operasional.
Manajemen akan melaksanakan rencana operasional dalam bentuk program
layanan yang sungguh sesuai dengan kebutuhan anggota. Lalu komite berperan
untuk membantu integrasi dan blending program layanan CUPS dalam kehidupan
sosial-bermasyarakat.
Pada 2017 pasca re-branding dan restrukturisasi CUMI PS menjadi CUPS,
model top-down lebih banyak diaplikasikan. Stakeholder membuat kebijakan untuk
mengurangi intensitas kunjungan staf ke anggota, dan mendorong anggota CUPS
untuk lebih aktif datang dan berkunjung ke kantor CUPS. Kebijakan ini diambil
setelah melewati masa-masa krisis. Bpk. Suryanto Wijaya, selaku Pengawas CUPS
mengungkapkan bahwa setelah restrukturisasi, CUPS masuk ke segmen pasar
middle-high dengan menyasar para karyawan perusahaan.230 Kini di tahun 2019,
komposisi anggota CUPS terdiri atas 60% anggota dari karyawan perusahaan, dan
40% anggota yang memiliki unit usaha mikro.
Perubahan kebijakan dan orientasi tersebut itu tetap tidak menutup
kebiasaan staf CU untuk mengunjungi dan bersosialisasi dengan anggota CUPS.
230 Wawancara penulis dengan Bapak Suryanto Wijaya, hal. 9.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
Ibu Jasa Riani Panjaitan (50th) mengatakan bahwa sekarang staf CU masih
berkunjung bulanan untuk berdialog, melakukan pendampingan, dan mengambil
angsuran produk layanan simpanan dan pinjaman anggota CUPS.231 Untuk segmen
anggota unit usaha mikro (40%), CUPS tetap mempertahankan kunjungan rutin
mingguan ke anggota, khususnya untuk kategori anggota lalai di CUPS, misalnya:
pengalaman Ibu Kusmiyah232, Ibu Septiana233, Ibu Kiyem Handayani234, dan Bpk.
Barly235. Kunjungan mingguan diperuntukkan untuk berdialog, pelatihan keuangan,
monitoring, dan memotivasi mereka untuk menemukan permasalahan pokok,
sehingga mereka mampu mengatasi permasalahan tersebut secara mandiri.
Dalam konteks CUPS, kombinasi model komunikasi top-down dan bottom-
up diperlukan agar permberdayaan CUPS itu dapat berkelanjutan dan bersama-
sama mengusahakan kesejahteraan bersama. Menurut Emanuel Dewi Ambarwati,
selaku ketua pengurus, CUPS sudah melakukan sosialisasi dalam kelompok
dampingan (kelompok basis 5 pada CUMI PS dan sahabat sejahtera pada CUPS)
dan telah merambah ranah platform digital, seperti Website, Facebook, Instagram,
Whatapp Grup, bahkan akses pada aplikasi mobile-CUPS.236 Inilah salah satu
bentuk bagaimana CUPS berkomitmen untuk memerhatikan pembangunan
komunikasi antara CUPS dengan para anggotanya, melalui ruang sosialiasi.
Sosialisasi gerakan CU dirasa CUPS sangat penting, mengingat pengalaman
buruknya komunikasi di manajemen berdampak pada anggota CUMI PS pada
231 Wawancara penulis dengan Ibu Jasa Riani Panjaitan, hal. 10. 232 Wawancara penulis dengan Ibu Kusmiyah, hal. 10. 233 Wawancara penulis dengan Ibu Septiana, hal. 10. 234 Wawancara penulis dengan Ibu Kiyem Handayani, hal. 11. 235 Wawancara penulis dengan Bpk. Barly, hal. 7. 236 Wawancara penulis dengan E. Dewi Ambarwati, hal. 11.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
waktu itu. Ibu Kusmiyah dan Septiana sebagai anggota CUMI PS pernah
mengalami kerugian atas sistem tanggung-renteng,237 yang sempat digunakan
dalam kelompok Basis 5 saat CUMI PS sebagai produk dari CUBG. Salah satu
anggota kelompok Basis 5 pernah mengaplikasikan produk layanan pinjaman lalu
ditinggal kabur. Akibatnya keempat anggota dalam kelompok Basis 5 harus
menanggung kerugian materi dan mengangsur pinjaman tersebut setiap minggu
hingga lunas.
Data menarik lain dari penelitian, ada sebelas dari tujuh belas responden
penelitian mengatakan bahwa ruang komunikasi yang dikembangkan di CUPS
cenderung bercorak top-down. Artinya, menurut mereka, kebijakan dan program-
program diambil dari business plan tahunan (RAT) dan diimplementasikan oleh
stakeholder (Rapat Pengurus dan Pengawas), serta disosialisasikan kepada anggota
oleh tim manajemen dan para aktivis.238 Permasalahan pokoknya dalam konteks ini
ialah anggota hanya melihat bahwa kebijakan dan program itu hanya ditentukan
oleh para penentu kebijakan sebagai Stakeholder. Nampaknya mereka kurang
memahami sungguh bahwa kebijakan dan program itu dibuat oleh Stakeholder itu
didasarkan kebutuhan masyarakat terlebih anggota, melalui usaha turba dan
sosialiasi bulanan dan mingguan yang dilakukan oleh manajemen dan para akvitis
CUPS. Maka pada titik ini, CUPS harus berani mengevaluasi metode proses
sosialiasi yang dilakukan selama ini, dan melihat peluang untuk pengembangan
bentuk-bentuk komunikasi dan sosialisasi. Pemanfaatan teknologi dan informasi
237 Sistem tanggung-renteng adalah sarana untuk memudahkan anggota CUMI PS 238 Wawancara penulis dengan Irene Widha Ardhy Riswari dan Rianto Hidajat, hal. 11 dan 12.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
sangat dibutuhkan CUPS, namun demikian hal tersebut tidak menggantikan
prioritas usaha CUPS untuk berdialog, berjumpa, dan berdiskusi dengan para
anggota.
4.5.1.3 Menyediakan Pelayanan-pelayanan Dasar
Salah satu indikator pemberdayaan adalah adanya program atau kegiatan
yang membantu masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Berikut ini
ringkasan data sejauh mana anggota telah memanfaatkan produk layanan simpanan
dan pinjaman yang ditawarkan oleh CUPS:
No. Jenis
Simpanan
Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019
Orang Jumlah (Rp) Orang Jumlah
(Rp)
Orang Jumlah (Rp)
1. Pokok 610 152.500.000 880 218.000.000 1034 258.500.000
2. Wajib 612 128.248.557 874 177.750.909 1034 286.369.559
3. Sihari 587 582.923.558 822 954.327.584 953 1.440.654.486
4. Pandai
Junior
89 46.142.750 58 44.624.700 81 75.626.750
5. Ziarah 54 295.832.160 61 297.429.820 72 246.231.820
6. Pandai 69 140.371.450 111 271.104.650 132 284.951.450
7. Simapan 498 765.442.650 767 1.259.983.399 932 1.728.566.675
8. Simus 22 61.108.400 40 593.121.000 68 647.293.125
9. Siaga - 18 12.677.550 22 23.788.000
TOTAL 618 2.172.569.525 880 3.829.019,612 1034 4.489.844.356
Tabel 4.2 Produk Layanan Simpanan Anggota CUPS 2017 s.d 2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
Grafik 4.3. Presentasi Produk Layanan Simpanan Anggota CUPS 2017 s.d 2019
Data di atas menunjukkan bahwa produk layanan Sihari dan Simapan
menjadi produk terbanyak digunakan oleh anggota CUPS. Sihari mengalami
penurunan di tahun 2018 dari 26,83% turun menjadi 24,92%, tetapi meningkat
secara signifikan di tahun 2019 menjadi 32,08%. Hal ini menunjukkan bahwa
kebutuhan harian anggota semakin meningkat dan kebutuhannya beragam,
sehingga mereka sangat memperhitungan hal tersebut dan mengantisipasinya
dengan perencanaan yang lebih matang. Maka prioritas pelayanan CUPS adalah
berusaha memberikan alternatif-alternatif yang menjawab ragam kebutuhan
anggota CUPS.
Hal senada itu juga terjadi pada Simapan yang mengalami pertumbuhannya
signifikan. Pada tahun 2019, Simapan mencapai angka 38,49% dari angka 35,23%
di tahun 2017. Selain itu, Simus juga mengalami lonjakan drastis dari 2,81% (2017)
menjadi 15,49% (2018), dan sempat turun menjadi 14,1% (2019). Pertumbuhan
Pokok Wajib SihariPandaiJunior
Ziarah Pandai Simapan Simus Siaga
2017 7,01% 6% 26,83% 2,12% 13,61% 6,46% 35,23% 2,81% 0%
2018 5,60% 4,64% 24,92% 1,16% 7,70% 7,08% 32,90% 15,49% 0,33%
2019 5,75% 6,37% 32,08% 1,68% 5,48% 6,34% 38,49% 14,41% 0,52%
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
40,00%
45,00%
50,00%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
Simapan dan Simus yang signifikan ini menunjukkan bahwa usaha pemberdayaan
CUPS itu berdampak positif dalam dua hal, yaitu: (1) pertama, kenaikan tersebut
menandakan bahwa ada pertumbuhan kesadaran di anggota CUPS akan pentingnya
strategi dan planing dalam mengatasi permasalahan. (2) Kedua, anggota CUPS
mulai sadar untuk terlibat dalam membangun modal usaha produktif, sekalipun
mereka masih berstatus karyawan perusahaan. Hal ini dirasa penting bagi CUPS,
mengingat 60% anggota CUPS adalah karyawan aktif di beragam perusahaan, dan
hanya 40% yang sungguh berkecimpung dalam unit usaha mikro. Kedua hal
tersebut merupakan manfaat dari pendidikan Cerdas di dalam gerakan CU, yakni:
membiasakan anggota melihat peluang usaha, menabung, dan mengelola uang
secara terencana. Dengan demikian inilah aspek pendidikan yang menjadi fokus
dari usaha pemberdayaan CUPS.
No. Jenis
Pinjaman
Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019
Orang Jumlah (Rp) Orang Jumlah
(Rp)
Orang Jumlah
(Rp)
1. Ikhtiar 75 692.710.538 76 1.311.672.738 80 997.098.650
2. Bestari 21 102.872.660 40 218.538.700 49 274.561.800
3. PMT 120 237.507.300 99 147.958.200 63 259.710.950
4. Griya 11 476.663.200 20 560.672.800 17 438.034.600
5. Aguna 75 339.452.280 108 517.673.400 137 766.876.300
6. Wahana 4 40.692.500 8 73.747.400 9 159.725.000
7. Total 306 1.889.898.478 351 2.830/263.238 355 2.896.007.300
Total
Anggota
610 880 1034
Tabel 4.4. Produk Layanan Pinjaman Anggota CUPS 2017 s.d 2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
Grafik 4.5. Produk Layanan Pinjaman Anggota CUPS 2017 s.d 2019
Pada akhir Desember 2018, jumlah pinjaman beredar adalah Rp 2,83 miliar,
naik hampir 50% dari jumlah pinjaman beredar pada akhir Desember 2017 sebesar
Rp 1,899 milar. Kenaikan ini dikarenakan: (1) bertambahnya jumlah peminjam dari
306 orang pada bulan Desember 2017 menjadi 351 pada bulan Desember 2018,
maka terjadi kenaikan sebesar 9,8%.; (2) rata-rata saldo pinjaman per anggota naik
sebar 22,5% berada pada kisaran Rp 7,1 juta menjadi Rp 8,7 juta; (3) penambahan
signifikan pada pinjaman Aguna, karena ada 33 orang anggota mengambil
pinjaman Ziarah ke Yerusalem, dan pinjaman itu dimasukkan ke tabungan di
CUPS. Menurut Nikolaus Hukulima, aset CUPS di tahun 2018 mencapai angka Rp
4,57 miliar, dan uang beredar baru mencapai angka Rp 2,36 miliar atau sebesar 52%
dari seluruh aset.239
239 Wawancara penulis dengan Bpk. Nikolaus Hukulima, hal. 16.
Ikhtiar Bestari PMT Griya Aguna Wahana
2017 36,65% 5% 12,57% 25,22% 17,96% 2,15%
2018 46,34% 7,22% 5,23% 19,81% 18,29% 2,61%
2019 34,43% 9,48% 8,97% 15,13% 26,48% 5,51%
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
40,00%
45,00%
50,00%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
Pada akhir Desember 2019, jumlah pinjaman beredar adalah Rp 2,89 milar
(2019) naik dari Rp 2,83 miliar (2018), maka kenaikannya sangat kecil. Salah satu
faktornya ialah produk layanan Ziarah pada 2018 digunakan sekitar 30 anggota,
tetapi pada 2019 hanya digunakan oleh 10 anggota. Untuk itu, CUPS melakukan
beberapa inovasi untuk mengatasi masalah tersebut. Inovasi CUPS
diimplementasikan dengan menaikkan plafon beberapa produk layanan pinjaman,
seperti: plafon pinjaman motor baru (Wahana) dari Rp 20.000.000,00 menjadi Rp
40.000.000,00, pinjaman untuk city car dari Rp 100.000.000,00 menjadi Rp
250.000.000,00, dan pinjaman Griya dari Rp 100.000.000,00 menjadi Rp
250.000.000,00.
Catatan kritis atas data produk layanan simpanan ialah presentasi angka
simpanan Ziarah turun dari angka 13,61% (2017) menjadi 5,48% di tahun 2019.
Dari sisi data pinjaman, presentasi Ikhtiar mengalami penurunan dari 46,34%
(2018) menjadi 34,43% (2019). Kedua data ini menunjukkan bahwa 60% anggota
yang berstatus karyawan lebih menyukai untuk menyimpan uang daripada terlibat
menggunakan produk layanan pinjaman. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi
CUPS pasca re-branding CUMI PS menjadi CUPS, mengingat ada dua perubahan
mendasar dalam visi dan misi, yaitu: (1) dari visi menghantar masyarakat kecil
menuju kesejahteraan (2014) menjadi pemberdayaan berbasis masyarakat yang
mandiri (2017); (2) dari misi pelayanan keuangan mikro berkelanjutan (2014)
menjadi pelayanan keuangan dan gerakan pemberdayaan secara berkelanjutan
(2017).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
Perubahan tersebut mengubah pemaknaan dan fokus pemberdayaan yang
dilakukan oleh CUPS. Pada saat CUMI PS (2008-2016), relevansi pemberdayaan
diarahkan pada fokus peningkatan pendapatan anggota yang memiliki UKM, dalam
bentuk bantuan modal usaha dan pengelolaan keuangan. Melalui dua hal tersebut,
diharapkan dapat membantu peningkatan kesejahteraan anggota. Maka
pemberdayaan CUMI PS ketika itu bercorak gerakan mikrofinance welfarists,
artinya gerakan CU memberi fokus pada pemberdayaan kaum marginalis sebagai
usaha mengatasi persoalan kemiskinan secara mandiri.240 Model gerakan welfarists
tidak terlalu memerhatikan perihal praktik operasional, tata kelola manajemen dan
keuangan atau efisiensi dari pelayanan kelembagaan yang berkelanjutan, dan
biasanya mereka bergantung pada subsidi.241
Akan tetapi pada tahun 2015, CUMI PS mengalami krisis keuangan karena
tingginya angka kredit lalai mencapai angka 16%. Peristiwa ini membuat CUMI PS
memadukan model gerakan mikrofinance institusionalis, artinya gerakan CU
memberi fokus pada pemberdayaan anggota yang membutuhkan alternatif tata
kelola keuangan dan usaha peningkatan kesejahteraan. Model gerakan
institusionalis memberi perhatian pada kesehatan tata kelola keuangan, sehingga
usaha pemberdayaan mereka dapat berkelanjutan (sustainability).
Nampak jelas bahwa CUPS mengembangkan dua model tersebut welfarists
dan institusionalis. CUPS tetap memberi ruang perhatian pada 40% anggota unit
usaha mikro, sekaligus juga memberi alternatif peningkatan kesejahteraan bagi
240 https://www.gdrc.org/icm/where-to-mf.html (diakses dari Kolsani,Yogyakarta pada tanggal 8
Juni 2020 pukul 01.52 WIB). 241 https://www.gdrc.org/icm/where-to-mf.html (diakses dari Kolsani,Yogyakarta pada tanggal 8
Juni 2020 pukul 01.52 WIB).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
60% anggota yang berstatus karyawan perusahaan. Pemberdayaan bagi 40%
anggota unit usaha mikro CUPS diarahkan untuk menguatkan mereka, sehingga
tetap mampu bertahan di tengah ketatnya persaingan dagang secara mandiri. Usaha
yang dilakukan CUPS dalam bentuk pendampingan usaha, pelatihan-pelatihan, dan
penerapan pelayanan mingguan kepada mereka, sehingga meningkatkan
kesejahteraan mereka.
Pada tahun 2019, muncul trend baru pada anggota CUPS dengan
meningkatnya presentasi produk layanan Aguna (pinjaman untuk kebutuhan
konsumtif) dari 17,96% (2017) meningkat hingga 18,29% (2018) dan mencapai
angka 26,48% (2019). Kenaikan ini menyehatkan tata kelola keuangan di CUPS,
dan dipahami sebagai inovasi CUPS. Dalam konteks pemberdayaan, peningkatan
presentasi layanan pinjaman menunjukkan bahwa segmentasi kelompok ketiga
tidak sepenuhnya buruk. Justru mereka masih dapat diberdayakan untuk mengakses
produk layanan seperti Aguna dan Wahana. Maka pemberdayaan bagi 60% anggota
karyawan CUPS difokuskan pada usaha peningkatan kesejahteraan mereka. Hal ini
dapat ditandai dengan kemampuan mereka memenuhi kebutuhan-kebutuhannya,
misalnya kebutuhan akan barang-barang konsumtif seperti laptop, kendaraan,
ziarah, dan perumahan.
Dengan demikian, pemberdayaan CUPS itu mengalami perluasan makna
yang dikontekstualisasikan sesuai kebutuhan anggota. Pertama-tama,
pemberdayaan CUPS itu membantu peningkatan kesejahteraan anggota yang
ditandai dengan kemampuan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya secara mandiri
demi terwujudnya kesejahteraan bersama. Akan tetapi, pemberdayaan itu juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
membutuhkan kerja sama anggota, secara khusus keterlibatan kelompok ketiga
membantu usaha pemberdayaan CUPS itu dapat berkelanjutan (sustainability).
Maka pemberdayaan sebagai pengembangan kapabilitas manusia dimaknai sebagai
sarana atau instrumen bagi anggota untuk mencapai tingkat kesejahteraan hidup.
Salah satu cirinya ialah mereka secara mandiri mampu mengatasi persoalan mereka
dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
4.5.1.4 Mendukung Terbentuknya Enterpreneurship Antara Masyarakat Sebagai
Pelaku Dengan Pasar-pasar Yang Potensial
Enterpreneurship berasal dari bahasa Perancis kata “entre” yang berarti
antara dan “prendre” berarti mengambil. Definisi enterpreneurship dipahami
sebagai kemampuan seseorang untuk membangun jiwa kewirausahaan dengan
mengorganisasikan faktor-faktor produksi (sumber daya alam, tenaga kerja dan
modal) dan menjalankan usaha yang akan mendatangkan keuntungan (profit).242
Aspek-aspek enterpreneurship mencakup proses membuat desain dan promosi
produk, tata kelola manajemen, hingga tata kelola manajemen resiko dalam
kegiatan ekonomi produksi yang dilakukan oleh UKM maupun perusahaan atau
korporasi. Enterpreneurship juga berperan untuk menjembatani antara
kemampuan manusia, pendekatan ilmu-ilmu ekonomi dan bisnis, serta kemampuan
242 Christopher Pass & Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi Edisi Kedua (Jakarta: Penerbit
Erlangga, 1997), hal. 194.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
pasar sehingga usaha tersebut memberikan keuntungan bagi pelaku usaha dan
masyarakat.
Proses pembentukan enterpreneurship dipahami berbeda oleh masing-
masing pribadi dalam kelompok di CUPS. Kelompok pertama dan kedua
memahami enterpreneurship lebih pada makna: apakah anggota tersebut sudah
mengikuti pelatihan wajib yang dikenal dengan istilah Cerdas (Pencerahan Dasar)
atau belum.243 Kelompok ketiga memahami enterpreneurship lebih luas dari
sekadar pelatihan Cerdas, yaitu: keterlibatan anggota pada pelatihan-pelatihan
kewirausahawan yang diselenggarakan CUPS.244 Kelompok keempat melihat
enterpreneurship itu dimulai sejak pribadi terlibat dalam sebuah kegiatan ekonomi
baik sebagai anggota, aktivis, pengurus, pengawas maupun pembina di dalam
CUPS.245 Nampak jelas bahwa semakin tinggi tingkat kesejahteraan seseorang,
maka pemahaman dan peluang enterpreneurship akan berkembang dan bermakna
luas.
Enterpreneurship dalam konteks pemberdayaan di CUPS merupakan salah
satu wujud misi dari CUPS, yaitu: meningkatkan kualitas hidup anggota melalui
pelayanan keuangan dan gerakan pemberdayaan secara berkelanjutan. Pendidikan
dan pelatihan sebagai sarana pemberdayaan yang diperuntukkan untuk anggota,
aktivis, pengurus, dan pengawas. Secara khusus, fokus enterpreneurship bagi
anggota adalah membentuk pola pikir produktif, membekali mereka dengan
243 Wawancara penulis dengan Ibu Lies Marlina, Jasa Riani Panjaitan, Narti, Suliyen, Sri Wahyuni,
Kusmiyah, Septiana, Kiyem Handayani, Sulastri, dan Bapak Barly hal. 18-20. 244 Wawancara penulis dengan E. Dewi Ambarwati, Irene Wiedha Ardhly Riswari, Nikolaus
Hukulima, Rianto Hidajat, dan Ginta Heniarti hal. 20-21. 245 Wawancara penulis dengan Suryanto Wijaya dan Rm. Antonius Sumarwan hal. 22.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
pengetahuan praktis seputar tata kelola manajemen keuangan, keterampilan
kewirausahaan, dan pengembangan usaha mereka sesuai dengan potensi yang
dimiliki oleh masing-masing unit usaha. Berikut ini tabel pendidikan dan pelatihan
yang diperuntukkan untuk anggota dan aktivis CUPS yang dapat dirangkum oleh
penulis dari kompilasi hasil RAT CUPS tahun 2017 s.d 2019:
No Keterangan 2017 2018 2019
Realisasi Peserta Realisasi Peserta Realisasi Peserta
1. Cerdas 8 118 9 97 10 146
2. Pelatihan
Kecakapan
Keuangan
Anggota
1 9 2 25 0 0
3. Pelatihan
Kecakapan
Keuangan
Anggota Luar
Biasa
1 40 0 0 0 0
4 Pelatihan
Kewirausahaan
9 76 8 101 2 318
Pelatihan Kopi &
Barista
3 28 0 0 0 0
Pelatihan
Merajut
3 24 1 4 4 8
Pelatihan Shibori 3 24 2 4 8 40
Kain Perca 1 4 0 0
Beauty Class 2 45 0 0
Fotografi 1 12 0 0
Media Sosial
(Sosial
Enterpreneurship
di Era Milenial
1 32 1 150
Seminar
Pemberdayaan
Perempuan
1 120
Tabel 4.6. Pelatihan Anggota CUPS 2017 s.d 2019 dari hasil RAT
Pada 2017, angggota dan aktivis yang terlibat dalam pendidikan dan
pelatihan kewirausahaan sebanyak 243 orang dari 618 anggota atau sekitar 39,32%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
Pada 2018, keterlibatan anggota dan aktivis dalam kegiatan pemberdayaan sebesar
223 orang dari 880 anggota atau sekitar 25,34%. Pada 2019, anggota yang terlibat
sebanyak 365 anggota dari 1034 anggota atau sekitar 44,87%. Pelatihan Cerdas
tetap menjadi prioritas utama bagi pemberdayaan CUPS, mengingat dalam
pelatihan Cerdas, anggota dilatih dan dikembangkan dalam hal tata kelola dan
perencanaan keuangan. Peningkatan kesadaran anggota CUPS akan pengembangan
enterpreneurship meningkat pada pelatihan kewirausahaan (Shibori) dan Sosial
Enterpreneurship yang diminati oleh kelompok pertama, kedua, dan juga ketiga.
Berdasarkan hasil wawancara, kelompok pertama dan kedua mengatakan
bahwa mereka membutuhkan pelatihan yang sesuai dengan unit usaha mereka,
seperti: pelatihan tata boga dan memasak, pelatihan pengemasan produk makanan
rumah dan promosi melalui media sosial, dan gathering bersama anggota CUPS
yang memiliki usaha yang sama. Sedangkan kebutuhan bagi kelompok ke tiga ialah
enterpreneurship justu sebagai sarana menguatkan ikatan yang bisa menggerakkan
para karyawan untuk terlibat dalam kegiatan usaha mikro.246 Sejauh ini pelatihan
yang mereka minati ialah sosial enterpreneurship. Melalui pelatihan ini, mereka
mulai mengenal dan menggunakan sarana teknologi informasi untuk promosi dan
peningkatan pendapatan usaha mereka. Akan tetapi, pelatihan ini masih bersifat
pelatihan dasar dan belum sampai pada pelatihan hal-hal praktis menanggapi
kebutuhan mereka dalam hal peningkatan pendapatan dan pengembangan usaha,
serta persaingan bisnis dengan unit usaha lain.
246 Wawancara penulis dengan Irene Wiedha Ardhy Riswari hal. 21.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
Maka tantangan enterpreneurship CUPS untuk kelompok pertama dan
kedua ialah membangun kesadaran dan kemampuan anggota dalam hal proses
produksi, distribusi, pemasaran, kebutuhan akan inovasi, dan pengembangan usaha.
Hal-hal tersebut sangat mereka perlukan saat ini. Mereka masih mengalami
kesulitan untuk menemukan inovasi dalam pemasaran produk usahanya, misalnya
persoalan kecepatan dan kepraktisan produk, packaging product, inovasi dalam
bentuk promosi harga, dst. Ketika mereka memutuskan masuk dalam ranah pasar
online, persaingan di sana semakin ketat dan tidak diimbangi dengan kemampuan
yang adaptif sebagai pelaku usaha, maka produk mereka kerap kali kalah bersaing
dengan usaha franchise. Kegagapan mereka pada perkembangan teknologi
informasi menjadi persoalan utama. Akibatnya banyak dari mereka kembali
berbalik pada usaha konvensional, seperti menyewa lapak, menyiapkan produk, dan
menunggu pembeli datang. Maka makna enterpreneurship harus diperluas
maknanya lebih dari pelatihan Cerdas dan produk layanan pinjaman. Dengan
demikian keberanian untuk mengembangkan enterpreneurship menuntut modalitas
besar, seperti: pendanaan, kreativitas dan inovasi, jejaring, dan tidak gagap terhadap
pengembangan teknologi dan informasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
4.5.2 Elemen 2: Pemberdayaan Bercorak Inklusif dan Menekankan
Partisipasi Aktif
4.5.2.1 Pemberdayaan Meningkatkan Kemampuan Practical Reason
Gerakan CU di Gereja Paroki St. Perawan Maria Ratu, Blok Q merupakan
salah satu bagian dari pelayanan Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE).
Gerakan CU merupakan bagian dari salah satu pilar kerasulan PSE di samping Aksi
Puasa Pembangunan (APP) dan Hari Pangan Sedunia (HPS). Tujuan kerasulan ini
ialah untuk mewujudkan gerakan tobat dan solidaritas umat untuk terlibat dalam
kehidupan masyarakat secara luas. Maka dalam konteks pemberdayaan, perubahan
pola pikir anggota CU itu memiliki dimensi ekonomis dan juga sosial. Artinya,
setiap anggota CU diajak untuk tidak hanya memerhatikan kesejahteraan
pribadinya saja, melainkan juga berpikir tentang orang lain, memerhatikan alam
atau lingkungan hidup sekitar mereka.
Fakta menarik diperoleh dari penelitian terkait hubungan antara agama yang
dipeluk oleh anggota dengan keterlibatan mereka di CUPS. Mayoritas anggota
CUPS beragama Islam, namun mereka memiliki keterbukaan akan ragam agama
anggota di dalam CUPS. Mereka sejak awal sudah sangat sadar dan mengetahui
sungguh bahwa CUPS itu digerakkan oleh nilai-nilai kekristenan dan bagian dari
karya kerasulan PSE Gereja Paroki St. Perawan Maria Ratu, Blok Q. Justru sejak
awal, anggota non Kristiani yang pertama-tama memanfaatkan layanan simpan-
pinjam yang ditawarkan CUMI PS ketika itu. Baru kemudian, anggota Kristiani
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
yang terlibat dan memanfaatkan layanan tersebut. Oleh karena itu, menurut penulis,
nampak jelas bahwa pemberdayaan di CUPS itu mendukung pembangunan
komunitas inklusif, berani berpikir kritis, dan terlibat dalam gerakan CU demi
pengembangan sosial ekonomi masyarakat, tanpa membedakan kepentingan
religius agama.
Semangat inklusif tidak hanya ditekankan pada anggota, tetapi juga pada
mereka yang terlibat dalam struktur organisasi di CUPS, mulai dari pembina,
pengawas, pengurus, staf manajemen, komite, hingga para aktivis. Sebesar 77%
mereka itu beragama Katolik dan tinggal di wilayah reksa pastoral Gereja Paroki
St. Perawan Maria Ratu, Blok Q, sedangkan 23% lainnya itu beragama Islam.
Berikut ini data perbedaan agama dalam struktur organisasi di CUPS:
Tabel 4.7. Perbandingan Agama dalam Struktur Organisasi CUPS
Komposisi manajemen tersebut mendukung proses implementasi nilai-nilai
Kristiani dan kepedulian pada yang miskin dan tersingkir sebagai praksis
Katolik Islam
Penasehat 1 0
Pengurus 7 0
Pengawas 3 0
Manajemen 3 2
Komite 23 1
Aktivis 3 9
1 0
7
0
3
0
3 2
23
13
9
0
5
10
15
20
25
Penasehat Pengurus Pengawas
Manajemen Komite Aktivis
Katolik77%
Islam23%
Grafik 4.7. Presentasi
Perbandingan Agama di
Struktur Organisasi CUPS
Katolik Islam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
pemberdayaan. Kekhasan tersebut menjadi identitas khas CUPS yang melekat dan
tak dapat dilepaskan dari karya Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Gereja
Paroki Blok Q. Selain itu, CUPS merupakan perwujudan kepedulian sosial Gereja
pada persoalan kemiskinan dan usaha peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat.
Maka gerak kerasulan CUPS selalu menyesuaikan diri dengan kerasulan Gereja
Paroki Blok Q.
Salah satu bentuknya ialah CUPS selalu memberikan pertanggungjawaban
perogram-program dan melaporkan aktivitas keuangannya secara rutin dalam rapat
dewan. Keterlibatan lainnya adalah CUPS selalu mengadakan rekoleksi secara rutin
dan berkala. Kegiatan ini melibatkan semua yang terlibat dalam struktur organisasi
CUPS mulai dari pembina sampai dengan aktivis, tak terkecuali yang beragama non
Kristiani. Rekoleksi penyegaran itu selalu didampingi oleh salah satu Imam dari
Gereja Paroki St. Perawan Maria Ratu Blok Q. Tujuan dari pertemuan tersebut ialah
agar mereka yang terlibat dalam gerakan CU tidak jatuh pada gerakan aktivisme
semata, tanpa spiritualitas dan kerohanian yang mendasari kerasulan sosial PSE.
Menurut pengakuan ibu Narti dan Bpk. Barly, mereka tersentuh dengan
kepedulian, perhatian, dan rasa kekeluargaan lintas suku, agama, dan status sosial
yang dihayati dan dipraktikan oleh tim manajemen CUPS dan para aktivis.
Keteladan ini menggerakkannya para anggota untuk juga peduli dengan orang-
orang yang berbeda suku dan keyakinan di sekitarnya mereka, dan sebagai bentuk
penghayatan iman dan keyakinannya atas agama mereka sendiri.247 Ibu Sri
Wahyuni menambahkan bahwa pengalamannya berelasi dengan staf dan aktivis
247 Wawancara penulis dengan Ibu Narti hal. 22 dan wawancara degan Bpk. Barly, hal. 24.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
CUPS yang berbeda keyakinan dengannya, justru memotivasi dan menggerakkan
dia untuk juga terbuka dan peduli kepada mereka yang berbeda keyakinan
dengannya. Salah satu contohnya adalah warung ibu Sri Wahyuni sekarang terbuka
dan mau menerima pembeli dan orderan non muslim di daerah Gandaria City.248
Ibu Suliyem juga mengatakan bahwa pengalaman relasi inklusif di dalam CUPS,
membantunya untuk berani menerima dan mau mengajar anak-anak berkebutuhan
khusus yang berbeda kekeyakinan dan agama dengannya.249
Hal tersebut menjadi penting, mengingat CUPS lahir dari keprihatinan umat
Katolik di Gereja Paroki Santa Perawan Maria, Blok Q, Jakarta. Keprihatinan yang
ditanggapi dengan didirikannya CUMI PS dan kemudian berubah menjadi CUPS
sebagai wujud dan wajah dari kepedulian Gereja kepada masyarakat di mana Gereja
itu hadir dan berkarya.250 Sembilan dari sepuluh narasumber di kelompok pertama
dan kedua adalah umat muslim, dan mereka merasa terbantu dengan kehadiran dan
pelayanan CUPS kepada mereka. Oleh karena itu, prioritas CUPS bukan didasarkan
pada agama anggotanya, tetapi lebih pada prestasi dan keaktifan mereka dalam
berbagai kegiatan, pelatihan-pelatihan, dan program-program yang ditawarkan oleh
CUPS. Hal itu nampak dalam Laporan RAT, CUPS secara konsisten tidak pernah
dicantumkan perihal presentasi anggota dari sisi agama, melainkan hanya
menggunakan presentasi dari sisi usia, gender, tata kelola keuangan, prestasi
anggota, dan juga tingkat kelalaian anggota. Dengan demikian CUPS mengajarkan
kepada anggotanya tentang pembangunan sikap inklusif dan terbuka pada
248 Wawancara penulis dengan Ibu Sri Wahyuni, hal. 23. 249 Wawancara penulis dengan Ibu Suliyem, hal. 23. 250 Wawancara penulis dengan Bpk. Nikolaus Hukulima, hal. 25.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
155
kebhinekaan demi terwujudnya kesejahteraan bersama, yaitu: bagaimana cara
membentuk, mendorong, dan mendampingi kelompok-kelompok inklusif yang
bergerak bersama CUPS mengusahakan peningkatan kesejahteraan hidup bersama
para anggotanya. Perbedaan agama tidak menjadi permasalahan untuk bisa terlibat
dalam pemberdayaan di CUPS.
Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa semangat inklusif yang
ditawarkan oleh CUPS dapat mengembangkan kemampuan practical reason
anggota untuk: berpikir kritis atas permasalahan sosial kemasyarakatan,
menemukan alternatif-alternatif atas permasalahan kemiskinan yang mereka alami,
mengembangkan kesadaran akan kebaikan, kebebasan diri dan suara hati.251
Bersama dengan CUPS, mereka diarahkan untuk terlibat untuk mengusahakan
peningkatan kesejahteraan mereka secara mandiri, sekaligus membangun
kepedulian dengan mereka yang berbeda suku, keyakinan dan agama.
4.5.2.2 Pemberdayaan Mengembangkan Partisipasi Pribadi Kemasyarakat
Sebagai Tindakan Pemberdayaan
Pemberdayaan CUPS tidak hanya mengembangan sikap inklusif, tetapi juga
menekankan partisipasi aktif anggota. Partisipasi aktif yang dimaksud ialah
251 Practical Reason, adalah kemampuan untuk memiliki konsep tentang kebaikan dan terlibat dalam
refleksi kritis mengenai rencana hidupnya, termasuk di dalamnya penghayatan kebebasan dalam
suara hati dan praktik ketaatan religius. Lebih lanjut bodily Integrity adalah kemampuan dapat
bergerak bebas dari satu tempat ke tempat lain, terlindung serangan dan tindakan kekerasan, temasuk
kekerasan seksual dalam rumah tangga. Martha C. Nussbaum, Creating Capabilities, hal. 33.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
keterlibatan anggota dalam businees plan (program tahunan) dan strategic planning
(program 5 tahunan) sebagai implementasi atas visi dan misi. Tujuan dari
partisipasi ini ialah mereka mampu mengatasi permasalahan ekonominya secara
mandiri dan bersama CUPS memberdayakan masyarakat miskin. Salah satu
indikatornya adalah keterlibatan mereka dalam produk layanan pinjaman
dibandingkan dengan simpanan mereka.
Tabel 4.8. Angka Kredit (Produk Layanan Pinjaman) Responden
Tabel 4.9. Persentasi Pinjaman Anggota CUPS dalam Ketiga Kategori Responden
4
9
46 5 5 6
3
8 7
11
5 6
9 9
02468
1012
Kelompok 1 (UKM Berhasil)
29%
Kelompok 2 (UKM Kurang Berhasil)
30%
Kelompok 3 (Karyawan/Pengurus)
41%
Kelompok 1 (UKM Berhasil) Kelompok 2 (UKM Kurang Berhasil) Kelompok 3 (Karyawan/Pengurus)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
Dari data penelitian diperoleh hasil bahwa ada 97 kali pinjaman yang pernah
diajukan oleh 15 anggota (sampel penelitian) kepada CUPS dari ketiga kelompok
kategori dalam penelitian ini. Presentasinya ialah sebagai berikut: (1) Total
pinjaman kelompok petama adalah 28 kali atau sebesar 29%; (2) Total pinjaman
kelompok kedua adalah 29 kali atau 30%; (3) Total kelompok ketiga adalah 40 kali
atau 41%. Maka kelompok ketiga lebih banyak mengakses produk layanan
pinjaman dibandingkan kelompok pertama dan kedua. Jika kelompok pertama dan
kedua mengaplikasikan produk layanan pinjaman CUPS untuk mengembangkan
unit usaha mikro yang mereka kelola. Justru kelompok ketiga menggunakan
layanan pinjaman untuk memenuhi kebutuhan mereka, seperti pemenuhan
kebutuhan konsumtif.
Dalam konteks pemberdayaan, fenomena tingginya intensitas pinjaman dari
kelompok ketiga masih relevan sebagai implementasi dari usaha pemberdayaan
CUPS. Telah diuraikan pada pokok bahasan sebelumnya bahwa pasca re-branding
tahun 2017, CUPS memperluas makna pemberdayaan dan berdampak pada
implementasi program layanan. Pemberdayaan itu mencakup usaha untuk
peningkatan kesejahteraan hidup, yang salah satunya ditandai oleh kemampuan
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya secara mandiri. Bagi kelompok ketiga,
pinjaman Griya, Aguna, dan Wahana menjadi prioritas pemenuhan kebutuhan
mereka. Sebaliknya bagi kelompok pertama dan kedua, pinjaman Ikhtiar menjadi
prioritas untuk pengembangan unit usaha mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
Tabel 4.10. Presentasi Keterlibatan Ketiga Kelompok Responden dalam Produk
Layanan Simpanan dan Pinjaman di CUPS
Data penelitian tersebut menunjukkan bahwa jumlah simpanan kelompok
ketiga jauh lebih besar daripada jumlah pinjaman kelompok ketiga. Sebaliknya,
intensitas pinjaman mereka lebih tinggi daripada kelompok pertama dan kedua. Hal
ini terjadi dikarenakan beberapa faktor, antara lain: (1) tata kelola keuangan
anggota karyawan itu lebih stabil, melalui gaji yang diterima setiap bulan jika
dibandingkan dengan anggota CUPS kategori pertama dari kelompok UKM; (2)
pada umumnya, presentasi bunga di CUPS lebih tinggi daripada bunga tabungan di
Bank, sehingga nilai lebih bagi responden kelompok ketiga; (3) CUPS
menggunakan sistem angsuran dan bunga menurun, sehingga memberi kelonggaran
angsuran bagi anggota; (4) sekalipun intensitas pinjaman mereka itu tinggi, namun
faktanya mereka masih lebih suka menabung baik di Bank lain maupun di CUPS.252
252 Wawancara penulis dengan Irene Wiedha Ardhy Riswari, hal. 28.
35.483.650,00 39.184.910,00
159.075.297,00 154.000.000,00
245.000.000,00
119.550.000,00
-
50.000.000,00
100.000.000,00
150.000.000,00
200.000.000,00
250.000.000,00
300.000.000,00
Kelompok 1(UKM Berhasil) Kelompok 2 (UKM KurangBerhasil)
Kelompok 3 (Karyawan)
Total Simpanan Total Pinjaman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
Fenomena tersebut membawa dampak pada CUPS, akibatnya Loan to
Deposit Ratio (LDR)253 di CUPS masih bertahan di angka 50%, diukur dari total
pinjaman ditambah aset. Menurut Bapak Suryanto Wijaya, CUPS menargetkan
angka LDR mencapai angka 70%, agar CUPS lebih stabil dalam hal tata kelola
keuangan.254 Tujuannya ialah bukan untuk memprioritaskan profit, tetapi sebagai
sarana agar usaha pemberdayaan CUPS itu dapat berkelanjutan dan tidak
mengalami krisis keuangan. Meskipun CUPS mengejar LDR sampai pada angka
70% untuk dapat memberikan kestabilan dalam pelayanan keuangan, namun CUPS
tidak dapat dikategorikan sebagai lembaga profit (profit organization), dan CUPS
tidak dapat dikategorikan sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (non goverment
organization). Oleh karena itu juga, CUPS tidak dapat dikategorikan sebagai bagian
dari kegiatan perbankan, yayasan atau model-model lembaga keuangan lainnya
yang berorientasi pada profit.
Gerakan CU dalam CUPS digerakkan dan dimiliki sendiri oleh para
anggotanya dalam hal, aspek keuangan, kredit, pendidikan, pelatihan, dan
pemberdayaan, sehingga segala bentuk keuntungan dan manfaatnya pertama-tama
dirasakan oleh anggota. Maka partisipasi aktif anggota menjadi pusat dari gerakan
dan pemberdayaan CUPS. Kepemilihan ini akan semakin bernilai dan berdampak
apabila aktivitas anggota meningkat, di mana semua anggota terlibat secara aktif
menggunakan produk layanan yang ditawarkan di CUPS. Tujuan yang hendak
dicapai ialah anggota secara mandiri mampu menata penggunaan uang dan mampu
253 Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara besarnya seluruh jumlah kredit yang disalurkan
oleh lembaga keuangan dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber. Selain itu LDR juga
berkaitan dengan rasio keuangan dari suatu lembaga yang berhubungan dengan aspek likuiditas. 254 Wawancara penulis dengan Bpk. Suryanto Wijaya, hal. 29.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
mengelola potensi dirinya untuk dapat meningkatkan pendapatan, sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan.255
Menurut analisis rasio PEARLS, pinjaman beredar menentukan efektivitas
dari kinerja CUPS: (1) Jika pertumbuhan total pinjaman sebanding atau lebih tinggi
dari pertumbuhan total aset atau pinjaman, maka tingkat keuntungan yang diperoleh
akan menyehatkan keuangan CUPS; (2) sebaliknya jika tingkat pertumbuhan
pinjaman menurun, maka tingkat pendapatan juga menurun dan perputaran uang
menjadi kecil.256 Data keuangan terakhir CUPS di tahun 2019 menunjukkan total
simpanan mencapai angka Rp 4,48 milyar dan total pinjaman mencapai angka Rp
2,86 milyar. Data penelitian ini berarti analisis rasio PEARLS di kelompok ketiga
(karyawan/pengurus) itu tidak sehat untuk tata kelola dan sirkulasi keuangan di
CUPS. Permasalahan ini dapat dimaknai sebagai keterbatasan dari usaha
pemberdayaan gerakan CUPS yang menggunakan kombinasi model gerakan
welfarists dan institusionalis. Di satu sisi, pemberdayaan itu tidak dapat dilepaskan
dari upaya-upaya penguatan masyarakat sehingga dapat mencapai kesejahteraan
hidup. Tetapi di sisi lain, usaha pemberdayaan itu membutuhkan modalitas dan
kapital yang memadai juga.
255 Agung KN & Edi Petebang (edt.), Credit Union Inspirator Pemberdayaan (Pontianak: Puskopdit
BKCU Kalimantan, 2017), hal. 13-14. 256 Munaldus, Analisa Rasio PEARLS di Credit Union, hal. 26.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
4.5.2.3 Pemberdayaan Mengembangkan Dan Menekankan Tindakan Yang Lahir
Dari Kehendak Bebas
Pemberdayaan sebagai usaha transformasi sosial meletakkan masyarakat
miskin sebagai fokus dan bukan suatu permasalahan abadi. Usaha tersebut memberi
ruang tumbuh kembang bagi kebebasan manusia untuk membuat pilihan dan
tindakan secara mandiri.257 Dengan kehendak bebas, mausia dapat
mengembangkan cara ia berpikir, berimajinasi, dan bernalar. Secara khusus,
kemampuan tersebut berguna ketika manusia masuk dalam permasalahan
kesejahteraan hidup, dan harus menemukan alternatif atas permasalahan tersebut.
Dalam konteks pemberdayaan, pengembangan kemampuan-kemampuan itu
berdimensi sosial, artinya kemampuan tersebut diarahkan pada pembangunan sikap
kepedulian diri pada permasalahan-permasalahan sosial yang ada dalam relasi antar
manusia dan masyarakat sekitar.
Semua narasumber mengatakan bahwa mereka diberi kebebasan untuk
menentukan pilihan produk layanan pinjaman sesuai kebutuhan mereka dan
kemampuan simpanan mereka. Menurut pengakuan Irene Wiedha disebutkan
bahwa setiap anggota itu biasanya telah memiliki tujuan tertentu ketika ia
bergabung dengan CUPS.258 Hal itu dapat terjadi dikarenakan inisiatif gerakan CU
bermula dari anggota, dan peran CUPS lebih pada memberi motivasi,
pendampingan, dan edukasi, misalnya melalui pelatihan Cerdas (Pencerahan
257 Deepa Narayan (edt), Empowerment and Poverty Reduction, hal. xviii. 258 Wawancara penulis dengan Irene Wiedha Ardhy Riswari, hal. 32.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
162
Dasar).259 Langkah ini diambil CU dengan tujuan agar mereka mampu secara
mandiri menentukan pilihan produk layanan simpanan dan pinjaman yang sesuai
kebutuhan dan kemampuan mereka. Dengan demikian, mereka dapat meningkatkan
kesejahteraannya melalui pengembangan ekonomi mikro. Hal ini sesuai dengan visi
CUPS (2017) untuk meningkatkan kualitas hidup anggota, melalui pelayanan
keuangan dan gerakan pemberdayaan secara berkelanjutan.
Pada awal berdirinya (2008), CUMI PS membentuk kelompok Basis 5
sebagai kelompok dampingan dengan satu aktivis dan lima anggota.260 Dalam
kelompok tersebut, CUMI PS mengadakan sosialisasi program layanan, pelatihan
Cerdas, dan pelatihan tentang tata kelola keuangan lainnya bagi anggota. Selama
masa pendampingan tersebut, anggota mulai mengangsur simpanan sebesar Rp
2.500.000,00, agar mereka bisa menjadi anggota di CUBG dan mendapat akses
layanan di sana. Namun pada tahun 2013, setelah CUMI PS resmi menjadi CU
mandiri dan terlepas dari CUBG, pendampingan anggota lebih intensif dilakukan
dan persyaratan menjadi anggota menjadi lebih mudah. Anggota cukup
mengangsur Simpanan Pokok, Wajib dan Simapan sebesar Rp 500.000,00,
mengikuti pendampingan di kelompok Basis 5, dan mengikuti pelatihan Cerdas.
Setelah itu, anggota dapat mengajukan permohonan produk layanan pinjaman
pertamanya ke CUMI PS, dan sepenuhnya dapat mengakses layanan simpan-
pinjam.
259 Wawancara penulis dengan E. Dewi Ambarwati, hal. 32. 260 Wawancara penulis dengan Jasa Riani Panjaitan, hal. 30.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
163
Pengalaman kredit lalai tahun 2015 yang mencapai angka 16%, sehingga
CUPS mengalami krisis. Lalu pada tahun 2017, re-branding CUMI PS menuju
CUPS menjadi pembelajaran berharga CUPS, sehingga CUPS berhasil keluar dari
krisis. Kedua pengalaman tersebut membawa perubahan besar dalam kebijakan di
CUPS perihal persyaratan menjadi anggota. Pasca restrukturisasi CUPS pada 2017,
persyaratan menjadi anggota CUPS adalah: (1) melunasi kewajiban Simpanan
Pokok, Simpanan Wajib, dan Simapan; (2) mengikuti pelatihan wajib Pencerahan
Dasar (Cerdas) yang diselenggarakan Komite Bidang Diklat; (3) telah menjadi
anggota CUPS selama minimal 3 bulan dan mengikuti kegiatan pendampingan
kelompok.261 Metode ini cukup efektif memperkecil rasio pinjaman lalai jika
ditatapkan pada analisa ratio PEARLS. Pada Januari 2017, rasio pinjaman lalai
mencapai angka 12,40% dan pada Desember 2017 turun menjadi 1,10%.262 Per 31
Desember 2018, rasio pinjaman lalai turun menjadi 0,95%,263 dan per 31 Desember
2019 rasio pinjaman lalai menjadi 0,93%.264 Dengan demikian, fenomena ini
menunjukkan bahwa ketika kehendak bebas manusia dikelola secara baik dan
dalam sistem yang jelas, maka akan mendukung usaha permberdayaan yang
dilakukan CUPS.
261 CU Pelita Sejahtera, Kebijakan Keanggotaan, Produk dan Pelayanan Credit Union Pelita
Sejahtera Tahun 2019, hal. 16. 262 CU Pelita Sejahtera, Laporan Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku 2017:
Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota CU Pelita Sejahtera (Jakarta: Dewan
Pengurus CU Pelita Sejahtera, 2018), hal. 15. 263 CU Pelita Sejahtera, Laporan Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku 2018:
Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota CU Pelita Sejahtera (Jakarta: Dewan
Pengurus CU Pelita Sejahtera, 2019), hal. 20 264 CU Pelita Sejahtera, Laporan Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku 2019:
Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota CU Pelita Sejahtera (Jakarta: Dewan
Pengurus CU Pelita Sejahtera, 2020), hal. 18.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
4.5.2.4 Pemberdayaan Memberikan Ragam Pilihan Produk Layanan Yang
Ditawarkan
Beberapa lembaga kredit memiliki kemiripan dengan sistem CU yang
dijalankan dalam CUPS. Misalnya, kredit selalu dimulai dari skala kecil dan terus
meningkat presentasi dan besaran nominalnya seturut prestasi dari anggota. Dana
dengan nominal kecil biasanya diberikan di tahap pertama. Jika angsuran anggota
tersebut dibayarkan dengan tepat waktu, maka jumlah nominal kredit tahap kedua
dan selanjutnya akan meningkat secara progresif. Pengalaman ibu Jasa Riyani
Panjaitan dari kelompok pertama menunjukkan bahwa pinjaman pertama (2008)
sebesar Rp 500.000,00, dan kini setelah sembilan kali pengajuan pinjaman
nominalnya sebesar Rp 50.000.000,00 (2019).265 Pengalaman serupa dialami oleh
ibu Septiana, pinjaman pertama sebesar Rp 500.000,00 (2013) dan pinjaman
terakhir untuk keenam kalinya sebesar Rp 100.000.000,00 (2018).266
Hal yang khas dari gerakan CU umumnya, dan secara khusus di CUPS
dibandingkan lembaga kredit lainnya di luar gerakan CU ialah terletak pada: (1)
nominal angsuran berdasarkan tenor waktu lebih ringan daripada lembaga kredit
lain; dan (2) presentasi bunga (Balas Jasa Pinjaman, Jasa Pelayanan dan Dana
Cadangan Resiko) menggunakan sistem menurun antara mulai dari 1,55% s.d
0.70% per bulan.267 Semua responden penelitian ini mengatakan hal yang sama,
bahwa mereka terbantu dengan angsuran mingguan atau bulanan dan presentasi
265 Wawancara penulis dengan Ibu Jasa Riani Panjaitan, hal. 33. 266 Wawancara penulis dengan Ibu Septiana, hal. 34. 267 Credit Union Pelita Sejahtera, Kebijakan Keanggotaan, Produk dan Pelayanan Credit Union
Pelita Sejahtera Tahun 2019, hal. 18.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
165
bunga menurun. Salah satu contohnya ialah pengalaman ibu Narti.268 Hal ini
berbanding terbalik dengan sistem kredit yang dipakai oleh Bank Keliling yang
menjerat kreditor pada hutang dengan sistem presentasi bunga meningkat. Ibu
Sulastri adalah contoh anggota CUPS yang pernah mengalami jeratan hutang pada
Bank Keliling dengan bunga yang terus bertambah presentasinya. Ketika itu, ia
meminjam uang pinjaman sebesar Rp 1.000.000,00 kepada Bank Keliling, dan
setelah beberapa waktu, ia harus mengembalikan total pinjaman dan bunga
pinjaman sebesar Rp 5.000.000,00.269 Pengalaman serupa juga dialami oleh ibu
Kusmiyah. Sebaliknya pinjaman CUPS justru membantu ibu Kusmiyah untuk bisa
menyewa lapak di Pasar Tegal Parang, yang sebelumnya ia hanya mampu berjualan
di emperan pasar.270 Dengan demikian dalam konteks pemberdayaan, angsuran dan
presentasi bunga pinjaman yang menurun itu mendukung dan efektif dalam usaha
meningkatkan kesejahteraan anggota.
Data penelitian di kelompok kedua memberi hasil yang berbeda. Ada dua
faktor yang menjadi penyebabnya mereka kurang berhasil dalam gerakan CU,
yaitu: faktor internal dan eksternal dari anggota CUPS sendiri. Pertama, faktor
internal yang berkaitan dengan unit usaha (UKM) yang dikelola oleh anggota
CUPS. Omzet yang mereka peroleh dari kegiatan berdagang (UKM) menurun
drastis di tahun 2018/2019. Masalah ini disebabkan sekarang banyak pedagang dan
pengelola warung makanan beralih dari sistem konvensional berganti ke sistem
online, seperti: bergabung dengan Go-Food, menjadi reseller produk, atau
268 Wawancara penulis dengan Ibu Narti, hal. 33. 269 Wawancara penulis dengan Ibu Sulastri, hal. 34. 270 Wawancara penulis dengan Ibu Kusmiyah, hal. 34.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
166
membuat onlineshop. Menurut Bpk. Nikolaus Hukulima dari komite bidang diklat
dan pelatihan, mayoritas anggota CUPS yang memiliki unit usaha (UKM) tidak
semuanya melek dan mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi
digital.271 Mayoritas dari mereka masih menggunakan cara-cara dagang
konvensional, masih gagap dan kesulitan beradaptasi pada teknologi informasi
berbasis pasar online. Dampak langsung dari fenomena ini ialah mereka secara
perlahan mulai ditinggalkan oleh pelanggan, sehingga omzet yang diperoeh pun
turun secara drastis. Karena omzet menurun secara signifikan, maka keuntungan
yang diperoleh sangat kecil. Akibatnya banyak anggota CUPS dari kelompok kedua
tidak mampu membayar angsuran sesuai dengan komitmen awal dan tenggat waktu
pelunasan pinjaman molor, seperti yang dialami oleh ibu Sulastri.272
Untuk mengatasi persoalan internal yang dihadapi anggotanya, dalam
konteks pemberdayaan CUPS selaras dengan visi dan misi tahun 2017, di tahun
2018 s.d 2019, CUPS melakukan dua inovasi, yaitu: (1) kegiatan pertama ialah
CUPS bekerja sama dengan perwakilan Google Indonesia melakukan pelatihan
Sosial Enterpreneurship di Era Milenial bagi para anggota CUPS, dan
diperuntukkan bagi anggota yang memiliki unit usaha kecil dan menengah (UKM).
Di tahun 2018, pelatihan tersebut diikuti oleh 32 anggota CUPS, dan pada tahun
2019 pelatihan kedua diikuti oleh 150 anggota. Kenaikan angka partisipasi anggota
pada pelatihan tersebut memberikan data bahwa ada antusiasme dari para anggota
untuk bisa beradaptasi dan berinovasi di tengah gempuran pasar berbasis online. (2)
271 Wawancara penulis dengan Bpk. Nikolaus Hukulima, hal. 35-36. 272 Wawancara penulis dengan Ibu Sulastri, hal. 34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
167
Kegiatan kedua, CUPS mengintegrasikan akses pelayanan berbasis aplikasi mobile
phone melalui Escete- CU Pelita Sejahtera di awal tahun 2019. Program ini
dipahami sebagai inovasi untuk menjawab kebutuhan 81% anggota CUPS berasa
di usia produktif (Generasi X dan generasi Y)273 dan adaptasi pelayanan CUPS
terhadap perkembangan teknologi informasi.
Di satu sisi, inovasi tersebut membawa berdampak positif bagi anggota
CUPS yang memiliki UKM dan beberapa dari mereka berhasil mengembangkan
unit usahanya dengan bergabung di Gofood. Perkembangan positif tersebut
memunculkan fenomena baru bahwa anggota kelompok ketiga pun mulai membuka
onlineshop dan menjadi reseller produk. Namun di sisi lain, lebih dari 50% peserta
pelatihan mengalami kesulitan untuk pengembangan unit usaha di ranah pasar
online, dan mereka kerap kali kalah bersaing dengan usaha franchise. Kesulitan
utama mereka ialah untuk menemukan inovasi dalam pemasaran produk usaha
mereka khususnya produk makanan, seperti persoalan kecepatan dan kepraktisan
produk yang dihasilkan, packaging product, inovasi dan strategi menentukan harga
dan kebijakan promosi, dst. Akibatnya mereka berputar haluan dan kembali pada
usaha konvensional.
Oleh karena itu, permasalahan internal ini menjadi tantangan tersendiri bagi
usaha pemberdayaan CUPS. Menurut penulis, kegiatan pelatihan sosial
273 Data statistik CUPS 2019 menunjukkan bahwa persebaran anggota CUPS adalah: (1) Anggota
di atas usia 59 tahun disebut Baby Boomers-Generasi “Me” berjumlah 114 orang atau sekitar 11%;
(2) Anggota CUPS yang berusia antara 40-59 tahun disebut Post Boomers-Generasi X berjumlah
518 orang atau sekitar 50%; (3) Anggota CUPS yang berusia antara 21-40 tahun disebut Milenials-
Generasi Y berjumlah 325 orang atau sekitar 31%; (4) Anggota di bawah usia 20 tahun disebut
Centenials. Founder-Generasi Z berjumlah 77 orang atau sekitar 8%. CU Pelita Sejahtera, Laporan
Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku 2019: Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban
Kepada Anggota CU Pelita Sejahtera, hal. 5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
168
enterpreneurship tetap perlu diadakan secara rutin agar semakin banyak anggota
CUPS yang terlibat. Pelatihan tersebut perlu dibuat secara berkelanjutan sehingga
dapat mengatasi kesulitan anggota CUPS yang sudah masuk ke ranah pasar online.
Trobosan lain yang dapat dilakukan agar usaha ini berdampak bagi anggota ialah
perlunya integrasi program pelatihan dengan program pendampingan kelompok
Sejahtera yang dilakukan oleh para aktivis gerakan CUPS di masing-masing basis
daerah.
Sedangkan faktor eksternal yang tidak berkaitan langsung dengan unit usaha
(UKM) yang dikelola oleh anggota CUPS, namun mempengaruhi tata kelola
keuangan anggota, ialah persoalan seputar relasi dan tanggung jawab moral di
dalam keluarga. Misalnya, ada anggota keluarga yang sakit keras seperti perjuangan
bpk. Barly harus membiayai ibunya untuk cuci darah setiap minggu.274 Biaya cuci
darah sudah ditanggung oleh BPJS Pemerintah, akan tetapi ia harus menebus obat-
obatan dan harganya tidak murah. Maka ada tuntutan moral yang harus dipenuhi
bpk. Barli di tengah tuntutan angsuran pinjaman di CUPS, yakni: ikut
memerhatikan biaya pengobatan ibu kandungnya. Dalam hal ini, kelalaian dan
ketidak mampuannya membayar angsuran pinjaman CUPS dengan tepat waktu
bukan dikarenakan faktor kemalasan beliau. Justru ia harus bekerja lebih giat untuk
mencari penghasilan tambahan, melalui usaha menerima pesanan janur kuning
pesta pernikahan dan pesanan parcel. Permasalahan ini belum mendapat solusi dan
perhatian dalam usaha pemberdayaan CUPS. Inilah salah satu keterbatasan dari
usaha pemberdayaan CUPS.
274 Wawancara penulis dengan Bpk. Barly, hal. 35.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
169
4.5.2.5 Pemberdayaan Mengembangkan Partisipasi Yang Menuntut Adanya
Struktur-struktur Untuk Membuka Peluang Pemberdayaan Sekaligus
Melindunginya
Salah satu aspek dari misi CUPS (2017) adalah melakukan gerakan
pemberdayaan secara berkelanjutan dan dicapai melalui pembangunan struktur dan
sistem. Kedua hal tersebut berperan untuk menjamin program-program CUPS dapat
berjalan optimal dan efektif. Untuk itu, CUPS menciptakan inovasi-inovasi dan
strategi baru yang dirangkum dalam businees plan sebagai bentuk usaha
peningkatan tingkat kesejahteraan anggota. Berikut ini data kompilasi yang diolah
penulis dari berbagai laporan RAT tahun 2016 s.d 2019 terkait dengan
perkembangan program kerja dan inovasi-inovasi yang dilakukan CUPS dari 2017
s.d 2019:275
TARGET
KEUANGAN 2017 2018 2019
Meningkatkan
aset
Rp 1,8 miliyar
(2016)
Rp 2,9 miliar
(2017) menjadi
Rp 4,5 miliar,
diproyeksikan
naik 60%
Rp 4,8 miliar
(2018) menjadi Rp
6,2 miliar (2019),
diproyeksikan Rp
8,1 miliar (2020)
Meningkatkan
rasio pinjaman
beredar
44,82% (2016)
menjadi
55% dari total
aset.
64,91% (2017)
menjadi 70% dari
total aset
58,9% (2018)
menjadi 46,5%
(2019) dan
diproyeksikan
70% dari total aset
(2020)
Meningkatkan
rasio simpanan
anggota
- 70% dari total
aset
70% dari total aset
275 Data dan informasi di atas diperoleh secara langsung dari Laporan Pertanggungjawaban Pengurus
Credit Union Pelita Sejahtera sejak tahun 2016 s.d 2019 (dalam RAT). Data tersebut dikompilasi
dan diolah lebih lanjut oleh penulis sehingga menghasilkan tabel di atas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
170
Menjaga rasio
kredit lalai
10,80% (2016)
menjadi 8% dari
pinjaman beredar
12.40% (2017)
menjadi 2% dari
pinjaman beredar
0,95% (2018)
menjadi ≤ 2% dari
pinjaman beredar,
diproyeksikan 2%
(2020)
Peningkatan
SHU
Rp -36,5 juta
(2016)
Rp 65,6 juta
(2017) dan
diproyeksikan
naik 15%
Rp 75,3 juta (2018)
atau 14,74% dan
Rp 77 juta (2019),
diproyeksikan Rp
106,7 juta (2020)
TARGET NON
KEUANGAN 2017 2018 2019
Rekrutmen
anggota
426 anggota
(2016) dan
ditargetkan
menjadi 645
anggota
618 anggota
(2017) dan
ditargetkan
menjadi 903
anggota
880 anggota (2018)
dan 1034 anggota
(2019) ditargetkan
menjadi 1303
anggota (2020)
Sosialisasi
produk
Peluncuran dan
sosialisasi produk
layanan Siaga
Peluncuran dan
sosialisasi produk
layanan simpanan
Ziarah
Sosialisasi produk
layanan simpanan
Ziarah, Escete-
Mobile CUPS, dan
pinjaman untuk
kebutuhan
konsuntif, seperti:
Aguna, Wahana.
Inovasi 1. Pelatihan
kredit secara
berkala
2. Survey tempat
tinggal
anggota
sebelum
pencairan
pinjaman
3. Menaikkan
plafon
pinjaman
Ikhtiar untuk
modal usaha
4. Berhenti
menggunakan
aplikasi
MIFOS dan
beralih ke
Credit Union
Smile System
1. Pembentukan
dan
pendampingan
kelompok
Sahabat
Sejahtera
menggantikan
kelompok
Basis 5
2. Peningkatan
pelatihan
kewirausahaan
sebagai bentuk
pemberdayaan
non keuangan
3. Memperbaiki
MO (Manual
Operation)
untuk pengurus
dan SOP
(Standart
1. Pendampingan
lanjut kelompok
Sahabat
Sejahtera
2. Pendampingan
khusus untuk
anggota lalai dan
mengalami
kredit macet.
3. Menaikkan
plafon produk
layanan
pinjaman Aguna,
Wahana, dan
Griya
4. Peluncuran dan
sosialisasi
Escete-CU Pelita
Sejahtera
bekerjasama
dengan PT.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
171
(CUSS) untuk
pencatatan
transaksi
keuangan
Operational
Procedure)
untuk
manajemen
sebagai syarat
untuk Acess
Branding
4. Peningkatan
kerjasama
dengan PT.
ARO untuk
pengelolaan
transaksi CUPS
dalam jaringan
BKCU
Kalimantan
ARO dan BKCU
Kalimantan.276
5. Memaksimalkan
WA Grup
sebagai sarana
komunikasi
antara
manajemen
dengan anggota
CUPS
Tabel 4.11. Program Kerja dan Inovasi CUPS Tahun 2017 s.d 2019.
Dari data hasil penelitian, kelompok pertama dan kedua merasakan sungguh
bahwa CUPS telah berusaha keras untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan
anggotanya, melalui produk layanan simpanan dan pinjaman, serta proses
pendampingan kelompok. Menurut Ibu Lies Marlina dari kelompok pertama, sistem
padanan antara produk layanan simpanan dan pinjaman menolong anggota CUPS
untuk tetap menabung sekaligus masih harus mengangsur pinjaman.277 Hal yang
sama dialami oleh Bpk. Barly dari kelompok kedua mengatakan bahwa ia tetap
mendapatkan manfaat dari sistem angsuran dan presentasi bunga menurun.
Sekalipun omzet unit usaha (UKM) anggota menurun, mereka tetap bisa
mengangsur pinjaman di bawah komitmen awal dan dengan tetap menabung setiap
kali angsuran. Di CUPS, anggota yang masih memiliki pinjaman dapat mengajukan
276 Sebuah aplikasi berbasis sistem Androit yang dipakai oleh CUPS untuk keperluan transparansi
aktivitas keuangan dan sebagai sarana beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi dan
media digital khususnya anggota penguna platform Androit. 277 Wawancara penulis dengan Ibu Lies Marlina, hal. 38.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
172
permohonan pinjaman baru, jika pinjaman yang lama sudah dilunasi minimal 75%,
dan sisa pinjaman ditutup dengan pinjaman baru.278 Sistem ini sungguh membantu
dan melindungi anggota CUPS yang sedang mengalami kesulitan ekonomi,
sehingga mereka tetap dapat berdayaguna dan tetap mandiri.
4.5.2.6 Pemberdayaan Memiliki Ciri-ciri Langsung
Keberhasilan program pemberdayaan CUPS ditentukan dari sejauh mana
CUPS mampu mengidentifikasi secara spesifik kebutuhan para anggotanya,
sehingga produk layanan CUPS efektif membantu peningkatan kesejahteraan
anggota. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persoalan kesejahteraan itu
dimaknai secara berbeda oleh ketiga kelompok yang diteliti oleh penulis.
Persoalan kesejahteraan bagi kelompok ketiga dipahami sebagai usaha
bagaimana mengelola keuangan mereka yang secara finansial dapat dikatakan
cukup. Pada 2017, CUPS mengadakan kerjasama dengan dua perusahaan sebagai
pilot project pembangunan komunitas, yaitu: PT. Dinamika Logistik Indonesia dan
PT. TKB.279 Hasil yang diperoleh dari kerjasama tersebut dirasa cukup baik oleh
CUPS, sehingga pada 2018, CUPS kembali membuka kerjasama dengan PT. Dian
278 Credit Union Pelita Sejahtera, Kebijakan Keanggotaan, Produk dan Pelayanan Credit Union
Pelita Sejahtera Tahun 2019, hal. 17. 279 CU Pelita Sejahtera, Laporan Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku 2017:
Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota CU Pelita Sejahtera (Jakarta: Dewan
Pengurus CU Pelita Sejahtera, 2018), hal. 9.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
173
Unggul Perkasa dan PT. Gracia Sehatindo Wisata.280 Bentuk kerjasama CUPS
dengan keempat perusahaan tersebut dalam hal: (a) karyawan perusahaan menjadi
anggota CUPS; (b) memfasilitasi para karyawan untuk aktif dalam pemberdayaan
di CUPS dengan mengakses produk layanan simpanan dan pinjaman, turut dalam
proses pendidikan dan pelatihan-pelatihan, dan menjadikan perusahaan sebagai
penjamin mereka; (3) CUPS secara giat menyosialisasikan produk layanan
simpanan ziarah dan pinjaman barang-barang konsumtif. Permasalahan pokok yang
dihadapi CUPS berhadapan dengan anggota berstatus karyawan ialah mereka lebih
menyukai untuk menabung daripada meminjam. Jumlah simpanan mereka lebih
besar daripada pinjaman mereka. Permasalahan ini menjadi tantangan tersendiri
bagi CUPS dalam usaha pemberdayaan bagi mereka dalam hal: menentukan
kebijakan, program, dan inovasi yang menjawab kebutuhan mereka, serta membuat
perencanaan atas tata kelola keuangan mereka.
Persoalan kesejahteran juga dimaknai secara berbeda oleh kelompok
pertama dan kedua. Persoalan kesejahteraan bagi kelompok pertama dimaknai
sebagai tantangan untuk mengembangkan unit usaha mereka. Mereka berharap
keterlibatan dalam CUPS membantu mereka untuk mendapatkan modal lebih guna
pengembangan UKM mereka dan dicapai bersama dengan CUPS. Sedangkan bagi
kelompok kedua, persoalan kesejahteran itu terkait dengan bagaimana mereka
berusaha keras untuk meningkatkan pendapatan atau omzet usahanya. Hal ini dirasa
mendesak, dikarenakan keuntungan dari aktivitas unit usaha mereka itu terus
280 CU Pelita Sejahtera, Laporan Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku 2018:
Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota CU Pelita Sejahtera (Jakarta: Dewan
Pengurus CU Pelita Sejahtera, 2019), hal. 14.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
174
mengalami penurunan signifikan, sedangkan kebutuhan hidup terus meningkat dan
saingan antar pelaku usaha dan bisnis semakin ketat. Berhadapan dengan itu, maka
diperlukan strategi dan inovasi yang sedikit berbeda dari kebutuhan kelompok
pertama.
Untuk menjawab permasalahan di atas perihal usaha peningkatan
kesejahteraan, CUPS menawarkan beberapa produk layanan yang relevan dan
sesuai dengan kebutuhan para anggotanya. Ada tiga produk layanan simpanan yang
diminati dan digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan anggota
CUPS, baik dari kelompok pertama, kedua, maupun kelompok ketiga, yaitu: Simus
(Simpanan Modal Usaha), Simapan (Simpanan Masa Depan), dan Sihari (Simpanan
Kebutuhan Harian). Ketiga produk layanan simpanan itu berpadanan dengan
produk layanan pinjaman, yaitu: Ikhtiar (Pinjaman Modal Usaha), Bestari
(Pinjaman Pendidikan), dan Aguna (Pinjaman Kebutuhan Konsumtif). Data ini
dapat menunjukkan secara umum bahwa program pemberdayaan CUPS menjawab
kebutuhan anggota untuk meningkatkan tingkat kesejahteraannya. Akan tetapi
pemberdayaan itu juga menuntut adanya keterlibatan anggota, sehingga program,
pendidikan, dan inovasi yang ditawarkan CUPS diarahkan agar menolong mereka
untuk mengatasi permasalahan ekonominya secara mandiri. Lalu mengapa ada
anggota CUPS yang berhasil (kelompok pertama) dan tidak berhasil (kelompok
kedua)? Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada faktor internal dan eksternal dari
anggota tersebut yang juga memperngaruhi keberhasilan anggota CUPS. Hal ini
telah diuraikan oleh penulis di atas pada pembahasan Elemen 3 sub judul d.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
175
Hal lain yang ditemukan dari proses wawancara dengan para responden
ialah sebagian besar anggota CUPS kelompok pertama dan kedua memiliki
kebutuhan besar akan rumah atau tempat tinggal. Sebanyak tujuh dari sepuluh
narasumber di kelompok satu dan kelompok dua belum memiliki rumah tempat
tinggal. Mereka masih mengontrak sehingga setiap tahun harus menyisihkan laba
usaha untuk membayar kontrakan rumah tempat tinggal mereka. Tiga dari sepuluh
narasumber dari kelompok pertama dan kedua berhasil mendapatkan rumah setelah
dibantu produk layanan Griya yang ditawarkan CUPS. Plafon pinjaman Griya di
CUPS mengalami kenaikan dari Rp 150.000.000,00 (2018) menjadi Rp
200.000.000,00 s.d 250.000.000,00 (2019). Sedangkan pada praktiknya, pinjaman
terbesar untuk produk layanan Griya di CUPS baru sampai pada angka Rp
150.000.000,00. Ibu Septiana dan Bpk. Barly adalah contoh narasumber dari
kelompok kedua yang pernah menggunakan produk layanan pinjaman Griya.
Konteksnya ketika itu, usaha Ibu Septiana dan Bpk. Barly dalam kondisi baik dan
rekam jejak keduanya cukup baik di CUPS. Pertimbangan ini menjadi nilai positif
bagi Ibu Septiana dan Bpk. Barly bagi CUPS. Oleh karena itu, setelah pihak CUPS
melakukan seleksi dan tahapan proses peminjaman yang dituntut CUPS, maka
CUPS mengabulkan permohonan pinjaman Griya yang mereka ajukan, dan kini
mereka tidak harus mengontrak lagi.
Permasalahan lain muncul dari produk layanan pinjaman Griya ialah
bagaimana anggota dapat solusi untuk mengangsur pinjaman tersebut, karena
pinjaman tersebut membuat “uang mati” dan tidak bergerak. Permasalahan ini
dialami oleh Ibu Septiana dan Bpk. Barly. Mereka langsung menggunakan produk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
176
layanan pinjaman Griya untuk membayar angsuran pembelian perumahan. Pada
akhir tahun 2019, omzet dari usaha dagang mereka mengalami penurunan,
sedangkan kebutuhan usaha dan hidup terus meningkat. Akibatnya mereka
mendapatkan permasalahan baru, yakni: mereka kesulitan membayar angsuran
pinjaman Griya di CUPS dan simpanan mereka menjadi berkurang untuk menutupi
kekurangan angsuran anggota.
Hal ini terjadi karena keuntungan dari aktivitas dagang mereka kerap kali
harus dipakai untuk pemenuhan kebutuhan harian dan keluarga terlebih dahulu.
Untuk itu, mereka membutuhkan bantuan untuk pengembangan modal usaha,
namun keinginan itu terbentur oleh peraturan perihal produk layanan pinjaman di
CUPS, yakni: anggota yang masih mempunyai pinjaman dapat mengajukan
permohonan pinjaman baru, jika pinjaman yang lama dilunasi minimal 75%.281
Permasalahan seperti ini menimbulkan ketakutan di antara para anggota CUPS,
sehingga mereka lebih memprioritaskan pengembangan unit usaha (UKM)
daripada kebutuhan akan perumahan. Ibu Sri Wahyuni mengungkapkan lebih
memilih produk layanan Ikhtiar untuk pengembangan catering perusahaan dengan
tetap membayar kontrakan setiap tahun, daripada mengambil produk layanan
pinjaman Griya untuk memenuhi kebutuhan perumahan.282
Berhadapan dengan permasalahan tersebut, CUPS melakukan
pendampingan khusus kepada mereka secara personal kasus perkasus. Tujuannya
agar mereka mampu mengatasi persoalan yang dihadapi secara mandiri dan tidak
281 CU Pelita Sejahtera, Kebijakan Keanggotaan, Produk dan Pelayanan Credit Union Pelita
Sejahtera Tahun 2019, hal. 17. 282 Wawancara penulis dengan Ibu Sri Wahyuni, hal. 42.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
177
tergantung pada CUPS. Inilah nilai yang terus dijaga dan dihayati dalam gerakan
CU. Untuk kasus Ibu Septiana dan Bpk. Barly, CUPS melakukan tiga perlakuan
khusus kepada mereka, yaitu: (1) mereka tetap diminta membayar angsuran dengan
sistem mingguan di bawah standar yang ditentukan, dan CUPS melakukan “jemput
bola” untuk kasus kredit lalai sebagai bentuk pengawasan dan menjaga nilai
kepercayaan anggota; (2) CUPS menjadikan mereka sebagai prioritas utama untuk
terlibat di dalam berbagai kegiatan bazar baik yang diadakan oleh Paroki Blok Q
maupun bazar di tempat lain; (3) CUPS menghubungkan mereka dengan para
konsumen, mendorong, dan mendampingi mereka agar aktif di media sosial untuk
promosi usaha mereka, sehingga usaha mereka dapat berkembang dan dikenal oleh
masyarakat luas.
Kasus Ibu Septiana dan Bpk. Barly memberi peneguhan bahwa usaha
pemberdayaan itu menuntut adanya program pendampingan yang kontinu. CUPS
tidak hanya menuntut anggota untuk disiplin dalam hal mengakses produk layanan
simpanan maupun pinjaman, akan tetapi memberikan alternatif-alternatif solusi non
ekonomi untuk peningkatan pendapat mereka sebagai pelaku UKM. Oleh karena
itu, dibutuhkan cara atau alternatif atau pengecualian khusus untuk para anggota
CUPS khususnya para pedagang atau UKM lalai. Tujuannya ialah mereka dapat
mengakses produk layanan pinjaman Griya dan layanan tersebut tidak menjadi
beban mereka. Pada titik ini, pemberdayaan CUPS tetap memiliki keterbatasan dan
ditantang untuk terus menemukan cara-cara inovatif untuk mengatasi permasalahan
tersebut. Pemberdayaan tidak cukup hanya memperhatikan perihal modal dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
178
kapital, tetapi juga harus terbuka pada inovasi-inovasi pendampingan kasus per
kasus.
4.5.3 Elemen 3: Pemberdayaan Menuntut Akuntabilitas
Ada enam komponen yang dapat dipakai untuk mengukur sejauh mana
sistem tata kelola CU itu dikembangkan dengan baik oleh CUPS, yaitu: visi, nilai-
nilai, strategi, program layanan, sistem kontrol dan pengawasan, serta struktur yang
jelas dan sesuai dengan arah CU.283 Dalam konteks CUPS, sistem kontrol dan
pengawasan memegang peran penting, karena CUPS mengelola keuangan yang
dipercayakan anggota kepadanya. Hal ini menjadi sebuah keharusan untuk
memerhatikan aspek akuntabilitas sebagai lembaga keuangan kredit dan bentuk
transparansi atas segala aktivitasnya kepada publik. Untuk itu, CUPS memiliki
mekanisme pengawasan administratif, tata kelola SDM, dan tata kelola keuangan.
283 A.M. Lilik Agung (edt.) Hidup Berkelimpahan Bersama Credit Union (Jakarta: Penerbit PT. Elex
Media Komputindo, 2013), hal. 45.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
179
4.5.3.1 Pemberdayaan Menutut Akuntabilitas Penyelenggara, Pemanfaatan, Dan
Tata Kelola Sumber Daya Manusia (SDM)
Sejak awal berdiri sampai sekarang, CUPS memerhatikan perihal tata kelola
administratif dan SDM. Untuk pengelolaan dan peningkatan kemampuan
manajemen dan staf, CUPS melakukan kerja sama dengan mitra usaha lain, antara
lain: Pertama, CUPS bekerja sama dengan PT. Duta Pelita Insani (DPI) sejak tahun
2013 untuk pengelolaan sumber daya manusia, seperti: rekrutmen staf, pelatihan-
pelatihan dan assesment staf CUPS, serta pelatihan pengelolaan komunitas untuk
para aktivis.284
Menurut pengamatan Bpk. Suryanto Wijaya sebagai pengawas, tidak semua
pengurus, staf manajemen dan aktivis memiliki pengetahuan dan kemampuan yang
memadai tentang pengelolaan CU, sistem audit, dan tuntutan transparansi sebagai
lembaga keuangan kredit.285 Contohnya, keempat staf yang melayani sebagai staf
teller, kredit, admin, dan manajer itu lulusan SMK, sehingga butuh banyak
pelatihan dan pendampingan. Ia memiliki kemampuan berelasi dengan anggota
yang beraneka ragam, tetapi pengetahuan dan kemampuan mereka dalam
mengelola CU sangat perlu ditingkatkan, melalui berbagai kegiatan studi banding,
pelatihan, dan lolakarya bersama pada staf manajemen CU di berbagai tempat.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sejak tanggal 27 Maret 2013,
CUMI PS sebagai CU primer secara resmi bergabung dalam jaringan sekunder
284 CUMI Pelita Sejahtera, Laporan Pengurus CUMI Pelita Sejahtera Tahun Buku 2013: Sebagai
Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota CUMI Pelita Sejahtera (Jakarta: Dewan Pengurus
CUMI Pelita Sejahtera, 2014), hal. 1-2. 285 Wawancara penulis dengan Bpk. Suryanto Wijaya, hal. 44.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
180
Puskopdit BKCU Kalimantan. Inilah kerja sama kedua yang dilakukan oleh CUPS.
Tujuan kerja sama ini ialah untuk menambah jaringan dan kerja sama antar CU
primer dalam jaringan BKCU. Selain itu, Kerja sama itu berguna untuk
meningkatkan kemampuan tata kelola dan strategi dalam membangun CU yang
inovatif, profesional, dan berkelanjutan seperti terangkum dalam misi CUPS. Untuk
itulah, kerja sama CUPS dalam jaringan BKCU Kalimantan dirasa sangat efektif
untuk mengatasi permasalahan internal dalam manajemen CUPS. Salah satu
contohnya ialah Ginta Heriarti. Walaupun dia itu lulusan SMK, tetapi berkat
pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh BKCU dan pendampingan internal
pengurus CUPS, kini ia sudah mampu menjalankan tugas sebagai manager CUPS.
Menurut pengakuan Ginta Heniarti sebagai manager CUPS, pada 2019,
manajemen berhasil mengeluarkan laporan keuangan yang diterbitkan rutin setiap
bulan dan sesuai dengan kaidah, standar, dan aturan yang ditentukan oleh CUPS
dan BKCU Kalimantan.286 Manfaat lainnya dari kemitraan CUPS dalam jaringan
BKCU Kalimantan ialah CUPS dapat mengikuti berbagai pelatihan, lokakarya,
bantuan monitoring dan audit tahunan, kerja sama dan fasilitas transfer keuangan
antar CU dalam jaringan BKCU Kalimantan dengan 43 CU primer yang tersebar di
18 provinsi di seluruh Indonesia.
Hal ketiga, pada 2015, CUMI PS mengalami krisis finansial dan penurunan
anggota secara signifikan akibat penutupan kantor pelayanan di Tigaraksa dan
Pasar Kemis Tangerang. Untuk menanggapi hal tersebut, CUMI PS
menyelenggarakan pertemuan mingguan untuk motivasi kembali dan memberi
286 Wawancara penulis dengan Ginta Heniarti, hal. 47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
181
penyegaran pendidikan tentang Credit Union dengan fasilitator Rm. Antonius
Sumarwan, SJ dan Rm. Fredy Rante Taruk setiap hari Senin sore.287 Tujuan
kegiatan tersebut ialah untuk memotivasi kembali manajemen dan para aktivis.
Kegiatan tersebut dirasa cukup efektif oleh mereka yang terlibat. Keterlibatan 20
orang aktivis (3 pengawas, 7 pengurus, 10 aktivis di luar manajemen) mampu
mendongkrak jumlah anggota CUMI PS dari 296 anggota (2015) menjadi 426
anggota (2016).
Pada 2017, kegiatan pendampingan tersebut tetap dilanjutkan namun
diselenggarakan secara berkala. Setelah re-branding pada 2018, CUPS mengubah
sistem pendampingan para aktivis. Kini para aktivis tidak dibebani oleh tugas
manajemen baik sebagai pengawas, pengurus atau komite seperti pada pengalaman
sebelumnya. Kini di tahun 2019, CUPS memiliki 12 aktivis yang terlibat aktif
dalam pendampingan 9 kelompok Sahabat Sejahtera yang tersebar di 3 wilayah,
yakni: di wilayah Petogogan (Wijaya, Nipah, Pulo Raya-Yuni), wilayah Mampang
(Bangka I, Bangka VII, Pondok Raya, Buncit, Tegal Parang, dan Kalibata), dan
wilayah Kuningan Barat (Kebalen, Rengas, Poncol, Kantin Sosro, dan Medistra).
Dengan demikian kini, tantangan tata kelola SDM di CUPS kini bergeser dari tata
kelola manajemen menuju tata kelola anggota yang terarah pada kegiatan
pemberdayaan. Perubahan arah ini dirasa penting oleh CUPS, mengingat di tahun
2018-2019, peningkatan anggota yang berprofesi sebagai karyawan itu mencapai
angka 60% dari total keseluruhan anggota CUPS. Kecenderungan anggota
287 CUMI Pelita Sejahtera, Laporan Pengurus CUMI Pelita Sejahtera Tahun Buku 2015: Sebagai
Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota CUMI Pelita Sejahtera (Jakarta: Dewan Pengurus
CUMI Pelita Sejahtera, 2016), hal. 4-5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
182
karyawan itu ialah lebih suka menabung dan kurang aktif dalam pengajuan kredit.
Maka diperlukan pengembangan inovasi produk layanan dan sosialisasi produk
layanan pinjaman yang menjawab kebutuhan mereka menjadi tantangan bagi
CUPS.
Tantangan lainnya terkait tata kelola ialah mayoritas anggota CUPS masih
memahami tuntutan akuntabilitas itu sebatas keterlibatan mereka dalam Rapat
Akhir Tahunan (RAT). Asumsi mereka ialah RAT adalah bentuk
pertanggungjawaban manajemen kepada anggota CUPS. Sepuluh narasumber dari
kelompok pertama dan kedua menyebut RAT sebagai langkah konkret dan bukti
bahwa CUPS itu akutable. Baru di kelompok ketiga, mereka sebagai anggota
merasa bahwa RAT perlu ditunjang dengan instrumen lainnya agar CUPS semakin
terjamin akuntabilitasnya dan terpercaya. Ada dua dari sepuluh narasumber dalam
kelompok pertama dan kedua telah menggunakan Escete-CUP Pelita Sejahtera.288
Sedangkan anggota lain hanya sebatas menerima informasi saja melalui WA grup
dan kurang merespon baik komunikasi yang terjadi di WA grup. Mereka
menggunakan fasilitas Whatapp grup untuk berkomunikasi dengan manajemen
sejauh hal tersebut terkait dengan permohonan atau angsuran kredit mereka.
Dalam konteks pemberdayaan, inovasi fasilitas online Escete-CU Pelita
Sejahtera,289 merupakan sarana untuk membiasakan anggota CUPS masuk ke ranah
transaksi online yang umum dipakai dewasa ini. Inovasi ini juga untuk menjawab
kebutuhan bahwa banyak anggota CUPS yang menjalankan UKM masih “gagap
288 Wawancara penulis dengan Ibu Sri Wahyuni, hal. 46 dan wawancara penulis dengan Ibu
Sulastri, hal. 46. 289 Wawancara penulis dengan Irene Wiedha Ardhy Riswari, hal. 46.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
183
teknologi”. Di dalam aplikasi tersebut, semua aktivitas anggota dan pelayanan
CUPS dapat diakses dan terekam baik, sehingga membantu anggota untuk
menentukan strategi dan solusi atas permasalahan mereka secara mandiri. Selain
itu, aplikasi ini dimaksudkan sebagai bentuk pertanggungjawaban dan akuntabilitas
tata kelola keuangan yang dijalankan oleh CUPS kepada para anggotanya. Ada tiga
tahap pengembangan dan sosialisasi yang dilakukan oleh CUPS untuk aplikasi
Escete-CU Pelita Sejahtera. Tahap pertama pada awal tahun 2009 adalah fase
sosialisasi penggunaan aplikasi dengan fasilitas pengecekan saldo secara online dari
gawai anggota. Tahap kedua pada bulan September 2019 adalah fase pembuatan
database dan penambahan fasilitas transfer online antara CU dalam jaringan BKCU
Kalimantan, forum CU Keuskupan Agung Jakarta, Bank Mandiri, dan BCA dalam
jaringan kemitraan.290 Tahap ketiga pada tahun 2020 adalah fase finalisasi aplikasi
dengan rencana penambahan fasiltias pinjaman online.
Implementasi akuntabilitas dalam kebijakan dan program CUPS masih
dapat dikritisi lebih lanjut: apakah integrasi pelayanan pemberdayaan CUPS dalam
ranah transaksi online itu sungguh membantu anggota mengatasi permasalahannya
secara mandiri, secara khusus 40% anggota UKM yang masih “gagap” teknologi
informasi berbasis transaksi online? Di satu sisi, transaksi online dengan sistem
yang jelas dan tetap telah meringankan anggota dalam hal, misalnya: mereka tidak
harus datang ke kantor dan mengurus perihal cetak bukti transaksi, mengetahui
saldo dan angsuran pinjaman, konsultasi, dst. Semua kebutuhan anggota dapat
diakses melalu aplikasi smartphone. Akan tetapi, di sisi lain, dari sejarah
290 Wawancara penulis dengan Bpk. Rianto Hidajat, hal. 47.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
184
pemberdayaan CUPS, aspek perjumpaan, dialog, negoisasi, pelatihan itu menuntut
adanya perjumpaan dan praktik langsung. Selain itu, keterlibatan mereka dalam
komunikasi virtual dirasa masih kurang dan perlu ditingkatkan oleh CUPS, melalui:
menggiatkan kembali sarana komunikasi dalam kunjungan ke anggota dan
komunikasi dalam WA grup, memaksimalkan pendampingan kelompok sejahtera,
melakukan promosi yang lebih gencar untuk menyapa secara personal ke anggota.
Menurut Rm. Sumarwan, SJ., perjumpaan dengan anggota dan masyarakat dalam
kegiatan kunjungan ataupun pelatihan itu menjadi bahan bagi pengurus untuk
membuat rancangan program CUPS, sekaligus cara efektif untuk melakukan
sosialisasi program tersebut kepada anggota.291 Dengan demikian, usaha
pemberdayaan CUPS tidak meninggalkan aspek perjumpaan dan dialog antara
manajemen dengan anggota, para aktivis dengan anggota, begitupun sebaliknya.
4.5.3.2 Pemberdayaan Menutut Akuntabilitas Atas Kinerja Dari Penyelenggara
Dan Mengembangkan Sikap Profesionalitas
Pengalaman krisis tahun 2015 mengajarkan CUPS tentang pentingnya
akuntabilitas dan sikap profesional dari semua pihak yang terlibat dalam usaha
pemberdayaan. Menurut Bpk. Rianto Hidajat sebagai koordinator komite kredit,
ada dua hal yang menyebabkan krisis di tubuh CUMI PS, yaitu: (1) ekspansi CUMI
PS ke Tigaraksa dan Pasar Kemis di Tangerang tidak disertai dengan analisa yang
291 Wawancara penulis dengan Rm. Sumarwan, SJ, hal. 11 dan 47.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
185
cukup matang dan menyeluruh, sehingga strategi yang dipilih CUMI PS tidak
berhasil dengan baik; (2) tata kelola manajemen yang buruk, sehingga menghambat
komunikasi (staf, aktivis, dan anggota), edukasi dan penampingan yang tidak fokus,
serta tingginya presentasi pinjaman lalai atau kredit macet hingga pada angka
16%.292 Dalam tata kelola CU, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kredit
macet atau lalai antara lain:
(1) investigasi kredit yang tidak lengkap dan akurat, sehingga
merugikan anggota dan juga CU; (2) Analisis dan pengambilan
keputusan kredit di tingkat managemen itu buruk, misalnya
keputusan kredit hanya didasarkan pada kelipanan simpanan para
anggota; (3) pemberian kredit kurang mendasarkan pada analisa 5C,
yakni character, capacity to pay, collateral, capital, dan
condition;293 (4) pihak CU kurangnya melakukan usaha monitoring
pasca pencairan pinjaman; (5) Ketidaktegasan dari pihak CU dalam
menerapkan kebijakan pnjaman dan kemampuan staf yang tidak
memadai.294
Belajar dari pengalaman 2015 dan pasca re-branding, CUPS melakukan
banyak perbaikan dan perubahan, antara lain: meresktrurisasi organisasi, mengubah
kelompok Basis 5 menjadi Sahabat Sejahtera, memperbaiki MO (Manual
Operation)295 untuk pengurus dan pengawas, memperbaiki SOP (Standart
292 Wawancara penulis dengan Bpk. Rianto Hidajat, hal. 54.. 293 Kekhasan analisis 5C dalam gerakan CU terletak pada perubahan konsep pinjaman berbasis rasio
atas modal (share capital leveraging) menjadi pinjaman berbasis kapasitas (capacity based lending).
Prinsip yang dipakai ialah CU harus memastikan bahwa produk layanan pinjaman itu seharusnya
menghasilkan tambahan pendapatan atau kekayaan bagi anggota sebagai calon pemimjam. Maka
presentasi penilaian dari metode 5C adalah: (1) Character (karakter) sebesar 15%; (2) Capacity to
pay (kapasitas untuk membayar) sebesar 70%; (3) Collateral (barang jaminan) sebesar 5%; (4)
Capital (modal) sebesar 5%; dan (5) Credit Condition (kondisi pinjaman) sebesar 5%. BKCU
Kalimantan, Panduan Mengelola Kredit dalam Credit Union (Pontianak: BKCU Kalimantan,
2016), hal. 117. 294 A.M. Lilik Agung (edt.) Hidup Berkelimpahan Bersama Credit Union, hal. 160-161. 295 Laporan hasil audit eksternal dari BKCU Kalimantan pada bulan Juni 2019 dilaporkan bahwa
CUPS memiliki 4 MO (Manual Operation), yaitu: MO Keanggotaan, Produk dan Layanan, MO
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
186
Operation Procedure)296 dan IK (Instruksi Kerja)297 untuk manajemen dan staf,
merumuskan ulang Strategic Planning (5 tahun sekali), dan membuat Business Plan
(Rencana kerja 1 tahun). Dengan perbaikan tersebut, CUPS mencoba untuk
semakin akuntabel dan profesional, sehingga terus dapat dipercaya oleh anggota
sebagai lembaga keuangan kredit.
Program pemberdayaan CUPS untuk tata kelola manajemen dibagi kedalam
dua diklat, yakni: diklat internal dan diklat eksternal. Diklat atau pelatihan internal
diadakan dengan koordinasi dan kerja sama dengan komite Diklat. Lalu diklat
eksternal dilakukan dalam kerja sama jaringan BKCU Kalimantan dan Form CU
Keuskupan Agung Jakarta. Berikut ini program-program pemberdayaan yang telah
dilakukan oleh CUPS untuk para pengurus, pengawas, komite, manajamen, dan
aktivis guna menunjang perbaikan tata kelola CUPS agar semakin akuntabel dan
profesional:298
No. Pelatihan 2017
(Peserta)
2018
(Peserta)
2019
(Peserta)
1. MYFO 20 - -
2. Evaluasi MYFO & Eco
Camp - 20 30
3. Strategic Planning - 2 -
Kredit, MO Kepegawaian, dan MO Keuangan. Bidang Tata Kelola Puskopdit BKCU Kalimantan,
Laporan Pemeriksaan Koperasi Simpan Pinjam CU Pelita Sejahtera 17-20 Juni 2019 (Pontianak:
Puskopdit BKCU Kalimantan, 2019), hal. 5. 296 Laporan hasil audit eksternal dari BKCU Kalimantan pada bulan Juni 2019 dilaporkan bahwa
CUPS memiliki 8 SOP (Standart Operational Procedure), yaitu: SOP Rekreutmen Anggota Baru,
Pelatihan Anggota, Penerimaan Uang Tunai, Penarikan Uang Tunai, Pengajuan Kredit, Rapat,
Charge Off, dan Penagihan. Bidang Tata Kelola Puskopdit BKCU Kalimantan, Laporan
Pemeriksaan Koperasi Simpan Pinjam CU Pelita Sejahtera 17-20 Juni 2019, hal. 5. 297 Laporan hasil audit eksternal dari BKCU Kalimantan pada bulan Juni 2019 dilaporkan bahwa
CUPS memiliki 2 IK (Instruksi Kerja), yaitu: IK Rekrutmen Anggota Baru dan IK Pengajuan Kredit.
Bidang Tata Kelola Puskopdit BKCU Kalimantan, Laporan Pemeriksaan Koperasi Simpan Pinjam
CU Pelita Sejahtera 17-20 Juni 2019, hal. 6. 298 Data dan informasi di atas disadur secara langsung, dikompilasi, dan diolah penulis dari Laporan
Pertanggungjawaban Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera dalam RAT dari Tahun 2016 s.d 2019.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
187
4. Business Plan - 2 20
5.
TOT (Training of
Trainer) Financial
Literacy299
- 11 19
6. TOT (Training of
Trainer) Cerdas300 - - 10
7. Organization
Development - 4 -
8. Global Women
Leadership Network 15 - -
9. Bimbingan dan Evaluasi
dari BKCU 6 - -
10. Tata Kelola - 4 -
11. Forum CU KAJ (Analisa
PEARLS & Pajak) 3 - 4
12. Eco Culture Cilember - - 18
Tabel 4.12. Pelatihan untuk Pengawas, Pengurus, Komite, Manajemen, dan
Aktivis CUPS dari Laporan Pengurus dalam RAT Tahun 2017 s.d 2019.
Program diklat internal dan eksternal dirasa oleh CUPS membawa dampak
positif dan perubahan signifikan bagi CUPS. Ada tiga kegiatan yang dapat dirujuk
sebagai indikatornya ialah: Pertama, pengawas bidang kredit kini bekerja secara
rutin melakukan monitoring atas laporan produk layanan pinjaman dan
mengadakan evaluasi dengan staf bidang kredit dua kali setiap bulan.301 Nilai
kejujuran dan transparansi menjadi hal yang penting dipraktikkan dan dihayati
dalam kegiatan tersebut. Pada masa CUMI PS, kinerja pengawas bidang kredit itu
kurang optimal, sehingga merugikan keuangan anggota. Menurut pengakuan Ibu
299 Pelatihan TOT adalah salah satu pelatihan untuk mencetak trainer baru untuk pelatihan Financial
Literacy (regenrasi komite diklat dan pelatihan). 300 Pelatihan TOT adalah salah satu pelatihan untuk mencetak trainer baru untuk pelatihan Cerdas
(regenrasi komite diklat dan pelatihan). 301 Wawancara penulis dengan Bpk. Nikolaus Hukulima, hal. 54.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
188
Septiana dari kelompok kedua mengatakan bahwa, staf itu tidak jujur dalam
membuat laporan keuangan atas setoran mingguan para anggota di komunitas
Basis, sehingga membebani dan merugikan anggota.302
Kedua, pada tahun 2018 dan 2019, manajemen berhasil dan setia membuat
laporan keuangan CUPS sesuai standart ketentuan yang ditetapkan oleh BKCU
Kalimantan dan Puskopdit setiap bulannya. Laporan keuangan tersebut menjadi
bahan pembahasan kebijakan dan program dalam rapat pengurus di setiap bulan.
Ketiga, pasca re-branding, CUPS telah secara rutin melakukan Monev
(Monitoring Evaluasi)303 setiap triwulan dalam rapat pengurus, dan hasil pertemuan
itu dilaporkan kepada Dewan Pastoral Harian Gereja Paroki St. Perawan Maria
Ratu.304 Dalam susunan organisasi di Gereja, CUPS merupakan salah satu bagian
dari karya PSE Gereja Blok Q, maka pertanggungjawaban kepada Dewan Pastoral
Harian menjadi sebuah keharusan. Ketiga kegiatan tersebut menjadi sarana
monitoring internal dalam tubuh CUPS. Selain itu, mekanisme tersebut juga
disadari sebagai usaha membangun akuntabilitas atas kinerja dari penyelenggara
dan pengembangan sikap profesionalitas kerja lembaga.305
302 Wawancara penulis dengan Ibu Septiana, hal. 18, 48, 54. 303 Wawancara penulis dengan Ginta Heniarti, hal. 50, 55. 304 Wawancara penulis dengan Bpk. Bpk. Nikolaus Hukulima, hal. 54. 305 Wawancara penulis dengan Ginta Heniarti, hal. 55.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
189
4.5.3.3 Pemberdayaan Menekankan Aspek Transparansi Sistem Dan Tata Kelola
Sebagai Bentuk Pertanggungjawaban
Dalam MO (Manual Operation) dan SOP (Standart Operational
Procedure) ditekankan bahwa setiap CU harus melaporkan pertanggungjawaban
segala bentuk aktivitasnya kepada anggota setahun sekali. Pertanggungawaban ini
dikenal dengan istilah Rapat Anggota Tahunan (RAT). Pertanggungjawaban
tersebut merupakan salah satu bagian dari pendekatan PDCA (Plan, Do, Check,
Action) yang umum dipakai gerakan CU agar tata kelolanya berkembang baik.
Pendekatan PDCA yang dimaksud ialah:
(1) Plan diambil dari rencana strategis tahunan, bulanan, termasuk
juga target-target pencapaian mingguan dan harian; (2) Do ialah
tindakan dari proses realisasi program-program dari rencanan strategis
tersebut, yang dikerjakan sesuai dengan skala prioritas yang dimiliki
CU tersebut; (3) Check dapat dilakukan melalui proses audit tahunan,
rapat rutin, briefing rutin harian, minguan, atau bulanan, sehingga
rencana strategis dapat dipantau perkembangannya; (4) Action
dipahami sebagai proses evaluasi atau perbaikan dari proses yang
telah direalisasikan berdasarkan pada perencanaan yang telah
disepakati bersama dalam rapat anggota.306
Dalam konteks jaringan mitra dengan BKCU Kalimantan, CUPS terbantu
dengan adanya fasilitas audit eksternal dari mereka. Setiap tahun, tim audit dari
BKCU Kalimantan akan melakukan audit dengan standar PEARLS. Audit terakhir
dari BKCU Kalimantan diselenggarakan pada tanggal 17-20 Juni 2019.
Rekomendasi atas audit eksternal itu menjadi perhatian khusus bagi CUPS untuk
306 A.M. Lilik Agung (edt.) Hidup Berkelimpahan Bersama Credit Union, hal. 71.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
190
meningkatkan pelayanannya kepada anggota. Selain itu, CUPS juga setiap
tahunnya wajib mengikuti RAT dalam jaringan BKCU Kalimantan, karena CUPS
menawarkan produk layanan solidaringan Jaringan. Manfaat dari fasilitas jaringan
ialah untuk manajemen resiko dan memberikan perlindungan pada anggota
terhadap simpanan dan piutang bagi anggota CU yang meninggal dunia.307
Dalam tradisi CUPS, RAT diselenggarakan satu kali tahun pada bulan
Maret setiap tahun. Ada dua hal yang dibahas dalam RAT, yaitu: (1) CUPS
menyampaian, membahas, dan mengesahan laporan pertanggungjawaban pengurus
dan hasil pemeriksaan pengawas CUPS sesuai dengan tahun pembukuan laporan;
(2) CUPS menyampaikan dan mengesahkan progam kerja (Business Plan) untuk
periode tahun buku selanjutnya. Dari data narasumber, semua setuju dan sepakat
bahwa RAT adalah salah satu bentuk pertanggungjawaban CUPS kepada anggota.
Dari pengalaman RAT selama ini, hanya beberapa anggota dari kelompok
ketiga yang berani bertanya dan mengkritisi program, padahal mereka jarang
mengakses produk layanan pinjaman dan lebih suka menabung. Sedangkan anggota
dari kelompok pertama dan kedua hanya hadir untuk mendengarkan laporan
pengurus dan menanti waktu pembagian door prize. Mereka kurang berani
mengevaluasi program atau bertanya perihal perubahan kebijakan, program dan
presentasi bunga.308 Kelompok kedua akan memilih diam dan tidak berani
berkomentar atau mengkritisi laporan pertanggungjawaban dalam RAT. Idealnya,
kelompok pertama dan kedua harus lebih kritis terhadap kebijakan dan program
307 CU Pelita Sejahtera, Kebijakan Keanggotaan, Produk dan Pelayanan Credit Union Pelita
Sejahtera Tahun 2019, hal. 22-27. 308 Wawancara penulis dengan Bpk. Rianto Hidajat, hal. 49-50, 54, 56.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
191
CUPS, mengingat mereka lebih sering terkena dampak dan kesulitan dari produk
layanan simpanan dan pinjaman jika unit usaha mereka tidak menghasilkan.
Untuk mengatasi hal ini, sebelum RAT, tim manajeman dan para aktivis
akan melakukan dialog dengan para anggota dan melakukan survei untuk
mengevaluasi kebijakan, program, dan pelayanan CUPS selama satu tahun, serta
meminta pendapat atau masukan dari para anggota. Kegiatan rutin itu disebut
kegiatan turba atau “turun ke bawah” melalui pertemuan di kelompok Sejahtera
ataupun kunjungan staf manajemen atau aktivis ke rumah-rumah anggota,
khususnya anggota kelompok pertama dan kedua. Oleh karena itu, perjumpaan
personal antara manajemen atau para aktivis dengan anggota dalam kegiatan turba
bagi CUPS menjadi penting. Justru perjumpaan personal dan dialog yang terjadi
itulah menjadi sarana anggota untuk mampu menyampaikan aspirasi mereka atas
kebijakan atau program layanan CUPS. Hasil yang diperoleh dari kegiatan turba,
kemudian diolah oleh pengurus untuk dijadikan bahan pertimbangan menentukan
program kerja tahunan (Business Plan). Uraian tersebut menunjukkan bahwa usaha
pemberdayaan itu juga berkaitan erat dengan pengembangan kesadaran anggota
untuk berani mengungkapkan pendapat secara proporsonal dan tepat,
pengembangan sikap kritis, dan keterlibatan secara aktif dalam dinamika berbagai
kegiatan dan program yang ditawarkan oleh CUPS kepada para anggotanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
192
4.5.4 Elemen 4: Pemberdayaan Mengembangkan Kapasitas Organisasional
Yang Sifatnya Lokal
Pemberdayaan pada dasarnya mengembangkan kapasitas organisasional
yang sifatnya lokal. Hal ini dikarenakan pemberdayaan menuntut adanya kerja
sama atau kolaborasi, kemampuan mengorganisasi pribadi atau kelompok, dan
memobilisasi sumber daya dan manusia. Usaha-usaha tersebut diarahkan untuk
mengatasi permasalahan bersama masyarakat terkait dengan peningkatan
kesejahteraan hidup.
4.5.4.1 Pemberdayaan Mengembangkan Kemampuan Bekerjasama,
Mengorganisasi Dan Memobilisasi Sumber Daya Dan Manusia
Gerakan pemberdayaan itu tidak dapat dilepaskan dari keterikatan pada
institusi, sehingga perlu untuk kolaborasi dengan berbagai pihak terkait. Penguatan
anggota secara finansial, peningkatan kesejahteraan, upaya mencerdaskan anggota,
dan pengembangan mentalitasnya untuk mampu mandiri mengatasi permasalahan
mereka adalah tujuan dari gerakan pemberdayaan di CUPS. Untuk mencapai hal
tersebut, CUPS memerlukan para aktivis yang punya loyalitas, komitmen, dan
kemauan berkembang bersama-sama. Untuk itu, diperlukan adanya strategi khusus
dalam perekrutan para aktivis. Aktivis harus diberi pelatihan untuk meningkatkan
kemampuan mereka sesuai konteks anggota. Proses pelatihan dan pendampingan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
193
diarahkan agar mereka mampu menjaga komitmen bersama dalam kesatuan gerak
pemberdayaan CUPS dan PSE Gereja Paroki St. Perawan Maria Ratu, Blok Q,
Jakarta. Sebaliknya dari sudut pandang aktivis maupun anggota, pemberdayaan
harus menumbuhkan kesadaran bahwa CUPS itu berasal dari anggota, oleh
anggota, dan untuk anggota.
Di balik gambaran ideal tersebut, CUPS menyadari bahwa keterlibatan
anggota dalam berbagai program pemberdayaan belum optimal, misalnya data
keterlibatan anggota dalam pelatihan kewirausahaan. Berikuti ini data keterlibatan
anggota dalam program pemberdayaan dalam bentuk pendidikan, pelatihan,
lokakarya dan seminar:
201
3 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Jumlah
Anggota 441 478 296 426 618 880 1034
Keterlibata
n Anggota 18%
21,61
%
34,79
% 56,1%
38,51
%
27,38
%
54,64
%
Rasio
Kredit
Beredar
49% 45,1% 37,3% 44,82
%
64,91
% 52% 46,5%
Rasio
Kredit Lalai 5% 9,7% 16% 10,8% 1,10% 0,95% 0,93%
Tabel 4.13. Perkembangan Keterlibatan Anggota CUPS dari Tahun 2013 s.d 2019
yang diolah dari RAT 2013 s.d 2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
194
Grafik 4.14. Perkembangan Keterlibatan Anggota CUPS dari Tahun 2013 s.d
2019 yang diolah dari RAT 2013 s.d 2019
Data di atas menunjukkan bahwa: pertama, pertumbuhan jumlah anggota
tidak secara otomatis mendorong partisipasi aktif anggota dalam program
pemberdayaan CUPS. Contoh pada 2019, anggota yang bergabung dengan CUPS
adalah 198 orang, sedangkan anggota yang keluar selama 2019 sebanyak 44
orang.309 Faktor yang menyebabkan mereka keluar ialah mereka kurang mampu
beradaptasi dan tidak taat dengan dengan sistem dan mekanisme yang ditentukan
oleh CUPS. Contohnya adalah salah satu syarat agar anggota untuk dapat
mengajukan pinjaman atau kredit di CUPS, mereka telah menjadi anggota CUPS
selama minimal 3 bulan dan telah mengikuti Cerdas (Pencerahan Dasar). Mereka
sangat bersemangat untuk menjadi anggota CUPS, tetapi dengan orientasi segera
309 Perincian dari 44 orang anggota CUPS yang keluar adalah sebagai berikut: 30 orang atau 68,18%
keluar atas permintaan mereka sendiri; 3 orang keluar karena meninggal dunia atau 6,82%,
sedangkan yang dikeluarkan oleh CUPS sebanyak 11 orang atau 25%.
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Keterlibatan Anggota 18% 21,61% 34,79% 56,10% 38,51% 27,38% 55%
Rasio Kredit Beredar 49% 45,10% 37,30% 44,82% 64,91% 52% 47%
Rasio Kredit Lalai 5% 9,70% 16% 10,80% 1,10% 0,95% 1%
18%21,61%
34,79%
56,10%
38,51%
27,38%
55%49%
45,10%
37,30%
44,82%
64,91%
52%47%
5%9,70%
16%10,80%
1,10% 0,95% 1%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Keterlibatan Anggota Rasio Kredit Beredar Rasio Kredit Lalai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
195
memperoleh pinjaman dan tak jarang tidak mau mengikuti prosedur yang ada. Akan
tetapi sebagai anggota CUPS, mereka harus menaati dan mengikuti prosedur yang
sudah ditetapkan. Inilah faktor yang mengakibatkan angka keluar dari anggota
CUPS tetap besar.
Pada tahun 2015, pengalaman krisis CUPS (CUMI PS) mengajarkan: jika
CU berorientasi hanya pada pertumbuhan jumlah anggota tanpa diimbangi
keterlibatan anggota dalam CU dan kesiapan manajemen, maka hal tersebut akan
membawa kerugian besar pada efektivitas dan keberlanjutan gerakan CU itu
sendiri. Maka anggota harus menyadari sungguh latar belakang yang mendasari
aktivitas dalam CUPS, yaitu: proses edukasi dan pendampingan anggota secara
berkelanjutan, sehingga ia mampu secara mandiri mengatasi permasalahan yang
sedang dihadapi. Idealnya pendidikan dan pendampingan di CUPS itu berperan
untuk menjaga kualitas anggota, sehingga pinjaman yang beredar meningkat dan
rasio pinjaman lalai turun. Sedangkan produk layanan dari CUPS hanyalah
perangkat untuk membantu anggota memetakkan permasalahan, menemukan
strategi, dan akhirnya ia mampu mengatasi permasalahannya secara mandiri. Pada
titik itulah, keberadaan CUPS itu memberi pemberdayaan bagi anggotanya.
Kedua, keterlibatan anggota dalam program dan kegiatan pemberdayaan di
CUPS menentukan dan dapat menekan rasio kredit lalai. Parameternya ialah jumlah
simpanan dan pinjaman itu berbanding sejajar dengan kemampuan mereka untuk
menabung dan disiplin dalam hal membayar pinjaman. Ketepatan dan disiplin
mereka juga dipengaruhi oleh sejauh mana mereka mengerti sungguh dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
196
menerapkan pelatihan-pelatihan CUPS yang bersifat wajib dan sukarela dalam
kehidupan dan pergulatan anggota.
Salah satu inovasi yang dilakukan CUPS pada 2019 untuk meningkatkan
keterlibatan anggota dalam usaha pemberdayaan ialah CUPS mengadakan
kaderisasi untuk mencetak para trainer baru untuk TOT Cerdas yang diikuti 19
orang aktivis dan TOT Financial Literacy dengan peserta 10 orang aktivis. Sebelum
tahun 2019, pelatihan Cerdas itu diampu oleh tim dari komite diklat. Namun
keterbatasan jumlah komite diklat mengakibatkan peluang mereka untuk
melakukan pelatihan cerdas semakin terbatas, sedangkan kebutuhan akan pelatihan
tersebut semakin bertambah seturut peningkatan jumlah anggota baru. Untuk itulah,
CUPS mulai mengader para aktivis untuk terlibat dalam memberi pelatihan Cerdas
di dalam masing-masing komunitas Sahabat Sejahtera.
Pelatihan Cerdas dan proses pendampingan yang dilakukan para aktivis di
dalam komunitas Sahabt Sejahtera ternyata lebih efektif untuk meningkatkan
keterlibatan anggota dalam program-program CUPS, daripada pelatihan Cerdas
yang diselenggarakan secara komunal di kantor CUPS dalam bentuk seminar.
Semakin kecil jumlah anggota kelompok yang terlibat dalam pelatihan Cerdas,
maka proses diskusi akan semakin hidup dan anggota akan mudah terbuka
mengungkapkan permasalahan yang sedang mereka hadapi. Semakin anggota
dapat membuka diri, maka akan memudahkan CUPS untuk memberikan alternatif-
alternatif solusi atas permasalahan mereka. Dalam kesadaran itulah, usaha
pemberdayaan akan semakin relevan dan kontekstual dengan apa yang dialami dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
197
dihadapi oleh anggota, sehingga mereka mampu mengatasi permasalahan mereka
secara mandiri.
Akhirnya pemberdayaan CUPS diarahkan sebagai sarana penguatan
anggota dari berbagai sisi dan peningkatan kemampuannya secara mandiri. Contoh
pada 2016, keterlibatan anggota mengalami peningkatan pada titik 56,1% (2016)
dari sebelumnya 34,79% (2015). Pertumbuhan tersebut berdampak positif untuk
menurunkan rasio kredit lalai dari 16% (2015) menjadi 10,8% (2016), dan
menaikkan ratio kredit beredar dari 37,3% (2015) menjadi 44,82% (2016). Hal
tersebut juga terjadi pada 2018, keterlibatan anggota CUPS mengalami peningkatan
dari 27,38% (2018) menjadi 54,64% (2019), dan berdampak menekan rasio kredit
lalai dari 0,93% (2018) turun menjadi 0.93% (2019). Dengan demikian, semakin
banyak aktivis yang mampu memberikan pelatihan Cerdas dan Financial Literacy
kepada anggota, maka semakin besar CUPS menjangkau kebutuhan anggota dan
pengembangan aspek pendidikan atau edukasi dalam CUPS. Di sinilah makna
kolaborasi dalam usaha pemberdayaan menjadi penting dan menentukan
keberhasilan pemberdayaan CUPS.
4.5.4.2 Pemberdayaan Mengembangkan Aspek Personal: Kebebasan
Berpendapat
Dalam uraian sebelumnya penulis menyebut bahwa pemberdayaan CUPS
bersifat institusional dan memerlukan berkolaborasi dengan berbagai pihak terkait.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
198
Keberhasilan kedua hal tersebut ditentukan sejauh mana aspek personal dalam
setiap perjumpaan dan dialog itu diberi ruang tumbuh. Salah satunya bentuk
implementasinya ialah CUPS memberi ruang kebebasan berpendapat bagi anggota
dalam berbagai kesempatan yang ada.
Menurut teori kapabilitas dari Nussbaum, manusia pada dirinya sendiri
memiliki kemampuan imajinatif. Kemampuan ini mampu menggerakkan seorang
pribadi manusia untuk memandang orang lain sebagai tujuan pada dirinya sendiri.
Yang mana kemampuan imajinatif itu pada umumnya juga berkelindan dengan
kemampuan practical reason dan membawa pada kesadaran akan suatu nilai atau
kebaikan tertentu. Daya-daya imajinatif dan practical reason yang ada pada diri
manusia itu pun tidak berdiri sendiri, melainkan juga didukung oleh kemampuan
emosi yang tertuang dalam bentuk sikap simpati maupun empati. Relasi ketiga
kemampuan tersebut itulah yang memungkinkan seseorang mau peduli dan terlibat
membantu sesamanya. Maka pengembangan ketiga kemampuan manusia tersebut
menjadi penghubung antara pemberdayaan yang dilakukan oleh CUPS dengan
tuntutan kolaborasi.
Data penelitian menunjukkan bahwa mayoritas anggota CUPS memahami
bahwa kebebasan berpendapat itu sebatas menyampaikan usulan, kritik, atau
komentar pada kegiatan Rapat Anggota Tahunan (RAT). Kesadaran ini tidak buruk,
sebab pada prinsipnya gerakan CU lahir dari anggota, oleh anggota, dan untuk
anggota, maka kebebasan berpendapat sangat diperlukan demi kemajuan CUPS
seperti yang diungkapkan manajer CUPS Ginta Heniarti.310 Mayoritas kelompok
310 Wawancara penulis dengan Ginta Heniarti, hal. 64.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
199
pertama dan kedua kurang menyadari bahwa ada kegiatan-kegiatan yang dapat
menjadi sarana praktik kebebasan berpendapat, misalnya: sesi diskusi dalam
pelatihan-pelatihan, kunjungan staf manajemen, pertemuan komunitas Sahabat
Sejahtera bersama para aktivis, dan turba sebelum RAT, dst.
Namun menurut pengamatan Ketua Pengawas CUPS di tahun 2019,
anggota CUPS pada anggota kelompok pertama dan kedua kurang mampu
membaca secara kritis laporan pertanggungjawaban pengurus, sehingga mereka
kesulitan untuk memberikan evaluasi atas kebijakan dan program.311 Indikator
dapat dilihat dari jumlah mereka yang bertanya atau berkomentar pada saat
pembahasan laporan RAT tahunan sangat sedikit. Menurut pengakuan ibu Septiana
dan ibu Sulastri dari kelompok kedua, mereka cenderung diam dan tidak banyak
bertanya di RAT. Karena mereka merasa tidak percaya diri dengan statusnya
sebagai anggota lalai dan masih memiliki hutang di CUPS dalam jumlah besar.312
Mereka lebih memperhatikan: (1) apakah plafon produk layanan pinjaman
mengalami kenaikan atau tidak?; (2) apakah presentasi bunga simpanan mengalami
kenaikan dan presentasi bunga pinjaman mengalami penurunan? Justru keaktifan
bertanya pada kesempatan RAT diperoleh dari kelompok ketiga, yang sedikit
banyak memiliki kemampuan membaca laporan pertanggungjawaban keuangan.
Berhadapan dengan permasalahan tersebut, CUPS melakukan tiga inovasi:
Pertama, CUPS berusaha untuk memaksimalkan penggunaan WA grup baik untuk
jalinan komunikasi dan dialog dengan anggota dari sembilan kelompok dampingan
311 Wawancara penulis dengan Bpk. Suryanto Wijaya, hal. 64. 312 Wawancara penulis dengan ibu Septiana dan Sulastri hal. 64.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
200
Sahabat Sejahtera, melalui nomor official CUPS. Segala bentuk informasi terbaru
selalu disampaikan oleh manajemen ke masing-masing WA grup, dan mereka
merespon melalui jalur pribadi WA dengan pihak manajemen. Fasilitas ini
dirasakan oleh anggota sangat membantu mereka untuk berkomunikasi dengan
CUPS. Kedua, CUPS selalu membuka ruang dialog dan konsultasi bagi anggota
untuk memberikan evaluasi, kritik atau usulan atas kebijakan atau program CUPS.
Sarana yang dipakai oleh CUPS ialah: (1) kunjungan mingguan dan bulanan staf ke
rumah tempat tinggal ataupun unit usaha para anggota; (2) kegiatan Berbuka Puasa
bersama anggota;313 (3) dan saat pendidikan Cerdas dan pelatihan
kewirausahaan.314 Ketiga, CUPS mengintegrasikan perkembangan teknologi
informasi berbasis digital kedalam transaksi yang dilakukan oleh CUPS melalui
penggunaan aplikasi Escete-CU Pelita Sejahtera. Aplikasi Escete-CU Pelita
Sejahtera adalah sebuah trobosan dari CUPS yang diluncurkan awal tahun 2019
untuk menanggapi kebutuhan anggota yang semakin kompleks, 81% anggota
CUPS berada di usia produksif (perpaduan antara Generasi X atau Post Boomers
dan Generasi Y atau Milenials)315, dan sebagai bentuk penyesuian diri CUPS
dengan perkembangan teknologi informasi.316
313 Wawancara penulis dengan E. Dewi Ambarwati, hal. 64. 314 Wawancara penulis dengan Ginta Heniarti, hal. 64. 315 Data statistik CUPS 2019 menunjukkan bahwa persebaran anggota CUPS adalah: (1) Anggota
di atas usia 59 tahun disebut Baby Boomers-Generasi “Me” berjumlah 114 orang atau sekitar 11%;
(2) Anggota CUPS yang berusia antara 40-59 tahun disebut Post Boomers-Generasi X berjumlah
518 orang atau sekitar 50%; (3) Anggota CUPS yang berusia antara 21-40 tahun disebut Milenials-
Generasi Y berjumlah 325 orang atau sekitar 31%; (4) Anggota di bawah usia 20 tahun disebut
Centenials. Founder-Generasi Z berjumlah 77 orang atau sekitar 8%. CU Pelita Sejahtera, Laporan
Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku 2019: Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban
Kepada Anggota CU Pelita Sejahtera, hal. 5. 316 Wawancara penulis dengan E. Dewi Ambarwati, hal. 40, 64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
201
Maka tantangan bagi CUPS ialah menumbuhkan kesadaran bahwa di CUPS
anggota diberi ruang kebebasan untuk aktif dalam bentuk: mengutarakan pendapat,
berkonsultasi, mengevaluasi kebijakan dan program baik demi kebaikan bersama
seluruh anggota CUPS. Secara khusus, CUPS perlu memasukkan kurikulum
tentang cara membaca dan memahami laporan pertanggungjawabab keuangan di
dalam pendampingan kelompok Sahabat Sejahtera dan dalam pelatihan Cerdas.
Kurikulum ini dirasa perlu untuk membantu pemahaman dan peningkatan
keterlibatan kelompok pertama dan kedua. Karena keaktifan anggota CUPS untuk
berpendapat sebagai usaha pemberdayaan dipengaruhi oleh kapital yang dimiliki
masing-masing anggota, misalnya: tingkat pendidikan, pengalaman kerja atau
usaha, status sosial dan ekonomi di masyarakat.
4.5.4.3 Pemberdayaan Mengembangkan Aspek Komunal: Kebebasan
Berasosiasi Atau Bermitra
Dalam sejarah perkembangan gerakan Credit Union, kemitraan dan asosiasi
itu memegang peran penting, karena CU selalu membutuhkan dan bekerja sama
dengan berbagai pihak terkait. Hal senada juga dialami oleh CUMI PS pada masa
awal dirintis. Rm. Antonius Sumarwan mengundang umat katolik di Gereja Paroki
St. Perawan Maria Ratu Blok Q, dan hasilnya aktivis CUMI PS adalah juga umat
katolik yang aktif berkegiatan di Gereja Paroki Blok Q. Oleh karena itu, kemitraan
dan kerja sama adalah hal yang penting dan menentukan efektivitas pemberdayaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
202
CU. Maka pemberdayaan di CU itu mampu mengembangkan aspek komunitas,
dalam bentuk kebebasan berasosiasi atau bermitra.
Dalam konteks pemberdayaan di CUPS, kemitraan dan asosiasi yang sudah
ada dan sejauh ini berjalan adalah sebagai berikut: (1) kemitraan dalam jaringan
gerakan CU di Indonesia di bawah Inkopdit terkait dengan peraturan, kebijakan,
sistem yang mengatur operasional sebuah koperasi kredit di Indonesia di bawah
naungan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM); (2)
kemitraan dalam jaringan CU Sekunder, CUPS bergabung dalam jaringan BKCU
Kalimantan dan berpartisipasi dalam jaringan produk layanan solidaritas, pelatihan
dan pendampingan, termasuk juga fasilitas audit dari tim BKCU Kalimantan; (3)
kemitraan dengan beberapa perusahaan di wilayah Jakarta Selatan dengan
menyediakan fasilitas CU untuk para karyawannya, kerja sama dalam bidang
assesement dan pelatihan staf manajemen, kerja sama di bidang penyedia aplikasi
berbasis mobile-online, serta pelatihan kewirausahan untuk anggota CUPS. Ketiga
bentuk kemitraan di atas dirasa sudah baik dan tetap perlu dijaga keberlanjutannya,
misalnya: kemitraan yang membantu proses pendampingan dan pelatihan
kewirausahaan bagi anggota maupun manajemen. Sedangkan tantangan ke depan
bagi CUPS ialah memperkuas makna asosiasi atau kemitraan.
Menurut penulis, ada dua alternatif model kemitraan yang dapat
diimplementasikan dalam CUPS, yaitu: Pertama, konsep kemitraan yang menjadi
penghubung anggota CUPS yang memiliki unit usaha (UKM) berjumpa dengan
konsumen dari produk yang mereka tawarkan, misalnya: anggota CUPS yang
memiliki usaha makanan atau catering difasilitasi untuk mampu mengikuti bazaar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
203
di tingkat provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan pemerintah daerah atau
bahkan sampai ke tingkat nasional. Hal ini dirasa penting, mengingat selama ini
peluang kegiatan bazaar masih terbatas pada lingkungan Gereja Paroki St. Perawan
Maria Ratu Blok Q pada hari HUT Gereja. Semakin luas jaringan kemitraan yang
dapat diakses oleh anggota yang terlibat dalam UKM, maka semakin terbuka
peluang untuk memperluas pasar mereka.
Kedua, anggota CUPS memerlukan komunitas yang memiliki minat,
keprihatian, jenis usaha yang sama untuk saling berbagi ide, kreativitas,
pengetahuan, pengalaman, kemampuan, konsumen sebagai bentuk jalinan kerja
sama antar mereka dengan tujuan membantu peningkatan pemasaran dan
kesejahteraan mereka. Salah satu contohnya ialah membentuk dan mendampingi
komunitas anggota CUPS yang memiliki unit usaha warteg atau catering.317
Mengingat jumlah staf pendamping dan aktivis terbatas, maka CUPS sangat perlu
membangun kerja sama dengan berbagai pihak di luar CUPS sebagai motivator atau
pendamping komunitas-komunitas tersebut dengan cara dan mekanisme yang
sesuai dengan CUPS.
317 Wawancara penulis dengan Ibu Sri Wahyuni, Ibu Narti, hal. 63 dan Irene Wiedha Ardhy Riswari
hal. 28, 64.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
204
4.6 RANGKUMAN
CUPS memiliki kegiatan, pelatihan, pendampingan dalam kelompok
Sahabat Sejahtera, ragam program dan produk layanan. Semua hal tersebut
diperuntukkan untuk menguatkan dan memberdayakan anggota, agar anggota
CUPS dapat secara mandiri mengatasi permasalahan yang dihadapinya dan dengan
itu meningkatkan kesejahteraannya. Untuk itu pertanyaan yang dapat diajukan
kepada CUPS adalah: sejauh mana keberadaan CUPS itu mampu memberdayakan
masyarakat, khususnya masyarakat miskin melalui pengembangan kredit mikro
sehingga meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Maka dari perspektif empat
elemen pemberdayaan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain:
Elemen pertama ialah pemberdayaan menuntut adanya akses pada
informasi. Akses pertama masyarakat pada CUPS bermula dari perjumpaan dengan
para aktivis CU sebagai motor penggerak yang mempromosikan gerakan CU.
Perjumpaan tersebut diformalkan dalam sebuah komunitas Basis 5 (CUMI PS),
yang kemudian bertransformasi menjadi kelompok Sahabat Sejahtera (CUPS). Di
sanalah proses edukasi, pendampingan, dan pelatihan sebagai bentuk usaha
pemberdayaan itu dimulai dari kelompok kecil kemudian menyebar ke masyarakat
luas. Oleh karena itu, komunikasi yang dikembangkan di CUPS
mengkombinasikan model top-down dan bottom-up. Komunikasi tersebut
kemudian dikembangkan dalam strategic planning (program 5 tahun), yang
kemudian diturunkan dalam businees plan (program 1 tahun) bersama pengurus,
manajemen, dan dari para aktivis kepada anggota di dalam kelompok.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
205
Pada masa CUMI PS, lembaga memprioritaskan kebijakan “jemput bola
dan turba” dengan menerjukan para aktivis dan berdinamika dengan anggota.
Sedangkan pada masa CUPS, anggota dimotivasi untuk lebih rajin berkunjung ke
kantor dan berdialog dengan manajemen. Akan tetapi, di masa sekarang, CUPS
tetap memberi prioritas untuk anggota yang memiliki unit usaha mikro dengan tetap
mengadakan kunjungan mingguan ataupun bulanan. Kebijakan ini cukup efektif
dan berhasil menekan presentasi pinjaman lalai hingga angka 0,93% di tahun 2019.
Dari sisi anggota, kemudahan akses pada informasi membawa
perkembangan positif pada pertambahan anggota yang mengalami kenaikan secara
signifikan, yakni: anggota awal berjumlah 9 orang (2008) dan di tahun 2019
anggota CUPS berjumlah 1034 orang anggota dari latar belakang yang beragam.
Sebanyak 60% anggota berprofesi sebagai karyawan di perusahaan dan sebanyak
40% anggota berkecimpung dalam pengembangan unit usaha mikro. Konteks
populasi anggota ini mempengaruhi bagaimana program dan produk layanan CUPS
sungguh membantu peningkatan kesejahteraan hidup anggota secara mandiri.
Produk layanan Sihari dan Simapan menjadi unggulan produk simpanan dan sangat
diminati oleh para anggota, sedangkan produk layanan pinjaman yang diminati
adalah Ikhtiar dan Aguna. Produk layanan Ikhtiar diminati oleh anggota yang
memiliki unit usaha untuk pengembangan usaha, sedangkan produk layanan Aguna
banyak diakses oleh anggota yang berstatus sebagai karyawan untuk memenuhi
kebutuhan konsumtif mereka. Agar pemberdayaan efektif, maka produk-produk
tersebut harus didukung dengan adanya pelatihan dan pendampingan
kewirausahaan. Tujuannya ialah agar anggota memiliki pola pikir produktif,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
206
mampu mengelola keuangan, membuat strategi dan perencanaan, serta mampu
mengembangkan usaha mereka sesuai kemampuannya secara mandiri. Dari data
statistik, jenis pelatihan kewirausahaan memang tidak terlalu banyak, tetapi ada
peningkatan partisipasi anggota dalam kegiatan tersebut. Namun demikian,
presentasi keterlibatan mereka baru sekitar 44,87% di tahun 2019.
Tiga permasalahan yang ditemukan penulis pada elemen pertama terkait
dengan persoalan perjumpaan dan dialog, perluasan makna pemberdayaan, dan
modalitas:
1. Hal pertama ialah dalam usaha pemberdayaan, akses pada informasi tetap
menuntut adanya perjumpaan fisik dan dialog antara CUPS dan anggota.
Perjumpaan dan dialog itu tidak dapat digantikan oleh perangkat teknologi
lain, maka perkembangan teknologi informasi hanyalah sebagai sarana yang
menghantar anggota sampai pada perjumpaan fisik dan dialog. Dalam
perjumpaan dan dialog itulah rasa percaya sebagai dasar gerakan CU
dibangun dan ditumbuh kembangkan dalam berbagai kebijakan dan
program-program di CUPS.
2. Hal kedua ialah ada perluasaan makna pemberdayaan dari aktivitas di
CUPS, yaitu: dari pemberdayaan sebagai pengembangan kapabilitas
manusia menjadi pemberdayaan sebagai sarana atau instrumen bagi anggota
untuk mencapai tingkat kesejahteraan hidup. Salah satu cirinya ialah mereka
secara mandiri mampu mengatasi persoalan mereka, dan mampu memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya, baik primer, sekunder, maupun tersier dari
masing-masing kelompok. Maka aspek kotinuitas usaha pemberdayaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
207
menjadi perhatian penting dalam pelayanan keuangan usaha mikro di CUPS
guna mencapai kesejahteraan hidup.
3. Hal ketiga ialah pemberdayaan menuntut modalitas. Dalam konteks
pemberdayaan, keberanian dan inovasi untuk mengembangkan
enterpreneurship itu menuntut modalitas, seperti pendanaan, kreativitas dan
inovasi, keluasan jejaring, dan tidak gagap pada perkembangan teknologi
dan informasi. Hal-hal itu menentukan sejauh mana para pelaku UKM dapat
meningkatan pendapatannya sehingga dapat mengalami peningkatan
kesejahteraan.
Elemen kedua adalah pemberdayaan selalu bercorak inklusif dan
menekankan partisipasi aktif masyarakat. Artinya, setiap anggota CUPS dibawa
pada kesadaran untuk tidak hanya memerhatikan kesejahteraannya pribadi,
melainkan juga turut mengusahakan kesejahteraan bersama sebagai warga
masyarakat. Dalam tataran struktur organisasi, total pengurus, pengawas, staf
manajemen, dan aktivis 77% yang terlibat beragama Katolik dan 23% beragama
Islam. Hal ini memudahkan pengelolaan CUPS dengan dasar nilai-nilai, semangat,
spiritulitas, dan penghayatan iman yang dihayati oleh Gereja dalam ASG itu
mampu diimplementasikan dalam praksis kegiatan di CUPS. Yang mana
impelemtasi ASG justru menyentuh dan diterima oleh anggota CUPS non Katolik.
Mereka juga akhirnya termotivasi untuk menghidupi sikap kepedulian dan berani
terbuka menerima sesamanya yang berbeda agama dan keyakinan. Di sinilah aspek
inklusif dari pemberdayaan CUPS sungguh dirasakan oleh anggotanya dan mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
208
diundang juga untuk terlibat di dalamnya. Maka diperlukan adanya struktur yang
melindungi sekaligus memberdayakan anggota.
Keterlibatan anggota dalam pemberdayaan di CUPS dapat dilihat dari
mengakses produk layanan simpanan dan pinjaman yang ditawarkan oleh CUPS.
Tren yang berkembang di CUPS ialah kelompok ketiga (anggota CUPS berstatus
karyawan) cenderung lebih stabil dalam hal perekonomian. Dampaknya, mereka
lebih suka menabung daripada meminjam. Sedangkan bagi anggota yang memiliki
unit usaha, presentasi jumlah pinjaman lebih tinggi daripada simpanan. Fenomena
ini tidak menyehatkan CUPS dari sisi tata kelola keuangan, mengingat LDR (Loan
to Deposit Ratio) masih rendah 46,5% dari target 70%. Namun demikian, rasio
kredit lalai di CUPS sangat rendah pada ratio 0.93% dari analisa PEARLS
maksimal 2%. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran anggota untuk terlibat dalam
pemberdayaan di CUPS mengalami perkembangan positif. Mereka bebas
menentukan strategi atas permasalahan mereka, dan memilih secara mandiri pilihan
produk layanan yang tepat untuk peningkatan kesejahteraan mereka.
Dari hasil penelitian, diperoleh data bahwa tidak semua produk layanan itu
sungguh membuat anggota itu mampu secara mandiri mengatasi permasalahannya
tanpa adanya ketergantungan. Salah satu contohnya ialah produk layanan pinjaman
Griya itu menarik bagi anggota CUPS yang berprofesi sebagai karyawan, tetapi
pinjaman Griya tidak relevan untuk anggota CUPS yang memiliki UMKM karena
akan membebani mereka. Di satu sisi, pinjaman Griya membantu anggota untuk
mendapatkan perumahan yang layak dihuni. Namun di sisi lain, pinjman Griya
membebani sebab pinjaman tersebut tidak dapat dikelola lebih lanjut atau sering
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
209
disebut uang mati. Sedangkan anggota masih harus membayar angsurannya di
CUPS. Oleh karena itu, ternyata pemberdayaan itu juga memiliki keterbatasan dari
pemberdayaan untuk kasus-kasus tertentu. Masalah yang perlu diperhatikan oleh
CUPS ialah fenomena keberadaan anggota yang dikategorikan anggota lalai. Dari
penelitian ditemukan bahwa mereka lalai tidak semua karena kesalahan mereka,
tetapi ada faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya. Faktor internal itu
terkait dengan dinamisnya aktivitas unit usaha dan faktor eksternal itu terkadang
tidak berhubungan secara langsung dengan anggota tetapi harus ditanggung
anggota.
Dua persoalan yang ditemukan di CUPS mengacu pada elemen kedua
pemberdayaan ialah:
1. Implementasi pemberdayaan harus memiliki keluwesan dalam level praksis
di lapangan. Di satu sisi, pemberdayaan harus memperhatikan perihal modal
dan kapital seperti tingkat pendidikan, pengalaman kerja, status sosial dan
ekonomi. Namun di sisi lian, pemberdayaan juga harus memperhatikan
persoalan moral sosial dan harus memiliki keterbukaan pada inovasi dan
memberi toleransi pada kasus per kasus. Fokus utama CUPS adalah usaha
pemberdayaan itu membawa transformasi sosial di masyarakat. Untuk
itulah CUPS menggunakan kombinasi model welfarist dan institusionalis,
sehingga membawa CUPS dalam dua tegangan: tegangan pertama terletak
antara perhatian pada pengembangan usaha mikro dengan keberlanjutan
program layanan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
210
2. Pemberdayaan berada dalam antara penguatan ekonomi sekaligus
keberlanjutan program. Di satu sisi, pemberdayaan itu tidak dapat
dilepaskan dari usaha-usaha penguatan ekonomi masyarakat kecil sebagai
ciri khas, sehingga mereka dapat mencapai kesejahteraan hidup secara
mandiri. Akan tetapi di satu lain, pemberdayaan itu membutuhkan modalitas
dan kapital yang memadai agar usaha pemberdayaan dapat berkelanjutan,
misalnya dalam hal pendanaan. Tegangan kedua itu terjadi antara kepatuhan
pada sistem operasional yang telah ditetapkan dengan tetap memperhatikan
faktor tanggungjawab moral yang dihadapi dan dialami oleh para anggota
CUPS. Oleh karena itu, sistem dibangun untuk melindungi anggota yang
sedang mengalami kesulitan ekonomi, sehingga mereka tetap berdayaguna
dan mandiri.
Elemen ketiga adalah pemberdayaan menuntut adanya akuntabilitas. Untuk
itu, CUPS sebagai lembaga keuangan mikro memiliki mekanisme pengawasan
administratif, tata kelola SMD dan monitoring tata kelola keuangan. Dalam bidang
administratif dan SDM, CUPS membangun jaringan kerja sama dengan berbagai
pihak, misalnya: kemitraan dengan PT. Duta Pelita Insani (SDM), PT. ARO (aplikai
Escete-CU Pelita Sejahtera) Puskopdit BKCU Kalimantan (Pelatihan dan Audit).
Tantangan pada aspek ini ialah bagaimana CUPS mampu memperluas kesadaran
anggota untuk semakin terlibat aktif di CUPS, misalnya mampu membaca dan
memahami laporan pertanggungjawaban pengurus dalam RAT, sehingga mampu
mengevaluasi kebijakan dan program yang ditawarkan. Tantangan lainnya ialah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
211
memaksimalkan pendampingan kelompok Sahabat Sejahtera dan fasilitas Whatapp
grup sebagai sarana berkomunikasi sehingga lebih efektif dan menjawab kebutuhan
anggota.
Perhatian pada akuntabilitas di CUPS ternyata juga mengembangkan sikap
profesionalitas. Pengalaman krisis tahun 2015 (CUMI PS), membantu
restrukturisasi CUPS melalui berbagai program-program dan inovasi
pengembangan sesuai dengan standar yang ditentukan oleh CUPS dan dalam
kemitraan dengan BKCU Kalimantan. Program-progam lebih tertata rapi dan
terbangun mekanisma pelaporan keuangan yang baik kepada anggota saat RAT,
pelaporan ke pengurus, Dewan Pastoral Harian Gereja Paroki St. Perawan Maria
Ratu, laporan ke BKCU Kalimantan, dst. Hal-hal tersebut menandakan bahwa sikap
profesional di CUPS mulai tumbuh dan berkembang.
Permasalahan pokok yang dihadapi oleh CUPS pada elemen ketiga ini ialah
aspek perjumpaan dan dialog. Bagaimanapun juga usaha pemberdayaan itu tidak
dapat meninggalkan kebutuhan akan perjumpaan dan dialog antara manajemen
dengan anggota, para aktivis dengan anggota, begitu pula sebaliknya. Inovasi-
inovasi dan pengembangan cara berkomunikasi, serta penggunaan sarana virtual
merupakan sarana untuk sampai pada perjumpaan dan dialog, dan hal-hal tersebut
tidak dapat menggantikannya.
Elemen keempat adalah pemberdayaan terarah pada pengembangan
kapasitas organisasional yang sifatnya lokal. Pada level praksis di CUPS, gerakan
pemberdayaan itu tidak hanya bersifat institutional tetapi juga membutuhkan kerja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
212
sama dan kolaborasi dengan berbagai pihak. Salah satu ukuran yang dapat dirujuk
ialah efektivitas pemberdayaan CUPS yang diukur dari keterlibatan dan kesetiaan
mereka pada tugas, kewajiban, komitmen untuk berkembang bersama CUPS. Fokus
pemberdayaan CUPS bukan semata-mata pada peningkatan kesejahteraan anggota
dari sudut pandang ekonomis. Akan tetapi, sejauh mana mereka secara mandiri
mampu mengatasi permasalahan mereka dengan pola pikir dan paradigma yang
dikembangkan oleh CU.
Data penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan keterlibatan anggota
secara aktif di CUPS. Pada 2018 keterlibatan anggota 27,38%, tetapi di tahun 2019
meningkat hingga 54,64%. Hasil ini menunjukkan bahwa proses edukasi dan
pendampingan di CUPS itu berhasil baik. Tantangan ke depan dari perspektif
keterlibatan anggota yang dapat dikembangkan ialah: (a) keterlibatan anggota juga
perlu diperluas dalam bentuk berani mengutarakan pendapat dan mengevaluasi
kebijakan dan program CUPS demi kesejahteraan bersama; (b) kemitraan perlu
diperluas tidak hanya dalam hal kerja sama untuk peningkatan program CUPS,
tetapi juga membentuk komunitas-komunitas yang memiliki minat dan usaha yang
kurang lebih sama. Tujuannya ialah memperluas ruang dialog dan kerja sama antar
anggota, dan membantu anggota untuk menemukan peluang usaha untuk
peningkatan kesejahteraannya secara mandiri.
Pokok permalahan yang masih perlu diatasi di CUPS pada elemen empat
adalah persoalan keterbukaan dan kolaborasi. Usaha pemberdayaan harus
meningkatkan kesadaran anggota untuk berani mengungkapkan pendapat secara
proporsonal dan tepat, pengembangan sikap kritis, dan keterlibatan dalam program
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
213
dan produk layanan di CUPS. Semakin anggota dapat terbuka kepada CUPS, maka
hal itu akan memudahkan CUPS untuk memberikan alternatif-alternatif solusi atas
permasalahan mereka. Pada titik tersebut, pemberdayaan itu menuntut adanya
kolaborasi berbagai pihak, secara khusus yang memberi ruang tumbuh bagi para
anggota.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
214
BAB 5
REFLEKSI TEOLOGIS PEMBERDAYAAN SEBAGAI
PRAKSIS SOLIDARITAS UNTUK MEWUJUDKAN
“ECONOMY OF COMMUNION” (EoC) DARI PERSPEKTIF
CARITAS IN VERITATE (CV)
5.1 PENGANTAR
Pada bab ke lima ini, penulis merefleksikan pemberdayaan dalam perspektif
teologis. Pertanyaan dasar yang dijawab oleh penulis adalah: Bagaimana
pemberdayaan dalam CUPS mendapat pendasaran teologis yang valid, melalui
tradisi Ajaran Sosial Gereja (ASG) di dalam ensiklik Paus Benediktus XVI Caritas
in Veritate (CV) untuk mewujudkan Economy of Communion (EoC). Untuk
menjawab persoalan tersebut di atas, penulis akan menguraikan refleksi teologis
tersebut dengan alur sebagai berikut: (1) penulis mendalami ensilik Caritas in
Veritate (CV) dalam perspektif EoC; (2) penulis menguraikan unsur-unsur dan
tegangan dinamis menjadi ciri khas dalam pengembangan EoC terhadap usaha
pemberdayaan di CUPS; (3) penulis memberikan catatan penulis terhadap proses
pengembangan EoC dari perspektif ensiklik Caritas in Veritate (CV); (4) penulis
akan memberikan rangkuman dari keseluruhan pembahasan bab kelima.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
215
5.2 ENSIKLIK CARITAS IN VERITATE
5.2.1 Konteks Ensiklik Caritas in Veritate
Ensiklik Caritas in Veritate merupakan refleksi teologis Paus Benediktus
XVI atas berbagai permasalahan sosial, ekonomi, dan politik yang dihubungkan
dengan tanggung jawab moral dan perjuangan mewujudkan kesejahteraan bersama
(common good), melalui: refleksi personal sebagai pribadi manusia, kerja sama
dunia internasional, dan sampai pada refleksi misteri keselamatan yang
termanifestasi dalam Kristus sebagai perwujudan kasih dalam kebenaran yang
sejati.318 Oleh karena itu, kasih sebagai kekuatan dari Allah seharusnya mendorong
orang untuk terlibat dan turut memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan
bersama.
CV adalah ensiklik sosial pertama yang dikeluarkan oleh Paus Benediktus
XVI, tepat sehari sebelum pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi G8 Summit
(koalisi delapan negara termaju di dunia)319 yang diselenggarakan di Italia resmi
dibuka.320 Pertemuan tersebut membahas perihal ketahanan pangan dan perubahan
318 Paul Surlis, “Pope Benedict XVI’s New Encyclical Caritas in Veritate: Love in Truth” dalam
Chicago Studies vol. 49, no. 1 (2010): hal. 99. 319 G8 atau Group of Eight adalah sebuah forum internasional yang terdiri atas delapan negara maju
di dunia yang membahas perihal kebijakan perekonomian dan politik global yang mempengaruhi
kerja sama antar negara dan konstalasi ekonomi-politik di dunia. Koalisi G8 berawal dari pertemuan
enam Kepala Pemerintahan negara-negara maju pada tahun 1975 di Perancis. Mereka adalah
Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Jerman, Italia, dan Jepang dan dikenal dunia dengan istilah G6
(Group of Six). Pada 1976, Kanada bergabung ke dalam forum internasional tersebut dan G6 berubah
menjadi G7 (Group of Seven) dan bertahan hingga tahun 1998. Rusia kemudian bergabung ke G7
dan forum tersebut berubah menjadi G8 (Group of Eight). 320 Paul Surlis, “Pope Benedict XVI’s New Encyclical Caritas in Veritate: Love in Truth”, hal. 98.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
216
iklim yang telah menjadi persoalan dunia dewasa ini. Akan tetapi, tulisan ini tidak
dapat mengatakan bahwa dokumen CV ini disebabkan oleh pertemuan tersebut.
Justru ensiklik CV diresmikan oleh Paus Benediktus XVI sebagai peringatan empat
puluh tahun diterbitkan ensiklik Populorum Progressio oleh Paus Paulus VI pada
tahun 1967.321
Pasca Konsili Ekumenis Vatikan II, ensiklik Populorum Progresio (PP)
diterbitkan untuk menanggapi permasalahan yang dihadapi oleh Gereja dalam
dokumen Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes. Paus Benediktus XVI melanjutkan
refleksi teologis Paus Paulus VI atas PP tentang dua kebenaran besar akan kasih,
yaitu: (1) Pertama, seluruh Gereja, dalam keberadaan dan tindakannya terlibat
dalam memajukan perkembangan manusia seutuhnya.322 Gereja menyadari
sungguh akan peran dan tanggung jawab publik yang diembannya di dunia, dan
keterlibatan Gereja itu harus lebih dari sekadar tindakan atau kegiatan karitatif dan
pendidikan yang telah dilakukannya. (2) Kedua, perkembangan manusiawi yang
autentik itu menyangkut keseluruhan pribadi dalam setiap dimensinya.323 Karena
perkembangan manusia pertama-tama adalah panggilan, dan karena itu Gereja
melibatkan diri pada pengambilan tanggung jawab dan dukungan dalam bentuk
solidaritas dari semua pihak yang terlibat di dunia. Dengan demikian nampak jelas
bahwa ada kesinambungan antara PP dengan CV.
321 CV no. 8. Benediktus XVI, Caritas in veritate: Kasih dalam kebenaran (29 Juni 2009), art. 8
(terj. B.R. Agung Prihartana MSF, Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi
Waligereja Indonesia, 2014), hal.11. 322 CV no. 11. 323 CV no. 11.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
217
Sebelum menjadi Paus, Kardinal Joseph Ratzinger kerap kali dikenal
memiliki pandangan teologis yang bercorak konservatif. Sekalipun anggapan ini
tidak sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Tulisan-tulisan
Kardinal Ratzinger banyak menguraikan dan menyoroti perihal masalah-masalah
aktual dunia, khususnya persoalan Gereja sebagai persekutuan umat Allah di
wilayah Eropa. Ia tidak hanya mendekati dengan perspektif politik dan ekonomi,
tetapi juga dari perspektif antropologi, kultural, dan berakar dari iman dalam
persahabatan dengan Kristus sebagai tolak ukur Kristianitas. Konsistensi dan
ketegasannya cukup dirasakan oleh Gereja universal, ketika Kardinat Ratzinger
diangkat oleh Paus Yohanes Paulus II menjadi Prefek Konggregasi Ajaran Iman
pada 25 November 1981.324 Salah satu tugasnya ialah sebagai penjaga kemurnian
ajaran dan doktrin iman Katolik.
Menurut penafsiran Lisa Sowle Cahill, Kardinal Ratzinger memandang
modernitas sebagai hal yang dapat merusak iman umat di dalam Gereja dan sikap
skeptisnya terhadap manfaat dari inovasi-inovasi teknologi di dunia modern bagi
kehidupan iman umat.325 Hal tersebut dapat ditelusuri dari tulisan-tulisan teologis
Ratzinger. Ia banyak diinspirasi oleh pandangan teologis dari Bonaventura dan
Agustinus326, daripada aliran Thomistik (Thomas Aquinas) dan teologi inkarnasi
yang dikembangkan para Bapa Konsili Vatikan II di dalam Gaudium et Spes (GS).
324 Libertus Jehani, Paus Benediktus XVI: Palang Pintu Iman Katolik (Jakarta: Sinodang Media,
2005), hal. 16. 325 Lisa Sowle Cahill, “Caritas in Veritate: Benedict’s Global Reorientation” dalam Jurnal
Theological Studies no. 71, (2010): hal. 293. 326 Paus Benediktus XVI beberapa kali menggunakan istilah dari Agustinus, misalnya: (1)
Benediktus menggunakan perbandingan antara kota abadi (the eternal city) dan kota bumi (earthly
city) untuk menjelaskan pengaruh dosa di dunia, dengan menggunakan konsep teologis City of God
dari Agustinus; (2) Pada 2007, Benediktus menggambarkan Agustinus sebagai manusia yang
sungguh memiliki komitmen dan perhatian pada kesejahteraan masyarakat (welfare) dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
218
Keragu-raguan Paus Benediktus XVI tersebut itu nampak dalam pemaknaan
akan kasih di dalam CV. Secara khusus dalam CV, Paus Benediktus XVI
menekankan aspek dasar dari ASG tentang pengembangan manusiawi yang
integral, yang disebutnya sebagai usaha perwujudan kasih dalam kebenaran. 327 Hal
ini penting, dikarenakan tujuan akhir dari kasih dalam kebenaran adalah
kesejahteraan bersama (common good), yang tidak dapat dimajukan dan disatukan
bahkan oleh otoritas dunia sekalipun. Kasih tanpa kebenaran bisa diintervensi oleh
perkembangan teknologi dan membawa perubahan kesadaran dan cara bertindak
manusia yang terjadi di dalam masyarakat modern, yaitu:328
Saya menyadari adanya dan terus berlangsungnya upaya-upaya
penyalahartian serta pengosongan makna kasih, dengan akibat
disalahtafsirkan, dipisahkan dari penghayatan etika dan juga kurang
dihargai. Dalam bidang sosial, hukum, budaya, politik, dan
ekonomi- dengan kata lain, dalam konteks yang paling terkena
bahaya ini-disingkirkan dengan mudah sebagai sesuatu yang tidak
relevan untuk menerjemahkan dan memberi arah pada tanggung
jawab moral.329
Paus Benediktus XVI menyadari bahwa usaha manusia mengatasi
persoalan-persoalan sosial di dunia ini belum sepenuhnya terintegrasi dengan
perkembangan dunia zaman ini, seperti: kegiatan produksi, konsumsi, finansial,
regulasi yang kini melebihi batas-batas national dan struktur-struktur
meneladan kesuksesan kekaisaran Roma dalam mengelola militer, politik, sosial ekonomi dan
budaya (Spe Salvi no. 29). Pendasaran teologis dari Agustinus digunakan Benediktus untuk
menunjukkan perihal daya rusak dari dosa bagi perkembangan manusiawi. Namun demikian,
Benediktus tetap memiliki kepedulian pada usaha untuk menghidupkan komitmen umat Kristen
terhadap Gereja, di mana ia melihat bahwa Allah adalah satu-satunya fondasi dasar dari perubahan
sosial yang lebih positif bagi masyarakat dunia. Disadur dari Lisa Sowle Cahill, “Caritas In Veritate:
Benedict’s Global Reorientation”, hal. 313-314. 327 CV no. 13. 328 Lisa Sowle Cahill, “Caritas In Veritate: Benedict’s Global Reorientation”, hal. 305. 329 CV no. 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
219
pemerintahan.330 Akibatnya ialah negara-negara tersebut harus berhadapan dengan
keterbatasannya terhadap konteks baru, yaitu: perihal perdagangan dan keuangan
internasional yang telah mengubah konstelasi kekuatan politik negara-negara
berkembang dan negara miskin.331
Paus Benediktus XVI menyadari bahwa pasar merupakan sebuah konstruksi
sosial manusia di dalam komunitas masyarakat, maka konsekuensi negatif dari
pasar disebabkan oleh partisipasi manusia dan bagaimana tanggungjawab individu
dipraktikkan dalam komunitas masyarakat.332 Hal ini berbeda dengan
pendahulunya yang memandang pasar sebagai hal negatif dan menjadi bagian
integral dari pengaruh ideologi liberal, seperti: individualisme, materialisme,
egoisme diri, dan retorika alamiah atas berbagai kepentingan tertentu.
Ekonomi dan keuangan, sebagai alat, dapat digunakan secara buruk
ketika mereka yang berkuasa hanya dimotivasi oleh tujuan egois
semata. Dengan demikian, alat yang dari dirinya sendiri baik dapat
diubah menjadi alat yang merugikan. Tetapi gelapnya akal budi
manusialah yang menghasilkan konsekuensi-konsekuensi ini, bukan
alatnya per se. Maka, bukan alat yang harus bertanggung jawab,
melainkan manusia, kesadaran moral mereka serta tanggung jawab
pribadi dan sosial mereka.333
Pada titik inilah, Paus Benediktus XVI secara tidak langsung hendak mengatakan
tentang adanya bahaya dari budaya konsumeris yang dialami dan digulati oleh
setiap pribadi di dalam komunitas masyarakat modern dan di tengah permasalahan
globalisasi ekonomi.
330 Lisa Sowle Cahill, “Caritas In Veritate: Benedict’s Global Reorientation”, hal. 310 331 CV no. 24. 332 Bernard Laurent, “Caritas in Veritate as A Social Encyclical: A Modest Challenge to Economic,
Social, and Political Institutions”, dalam Theological Studies, vol. 71, no. 3 (2010): hal. 533. 333 CV no. 36.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
220
Nampaknya, Paus Benediktus XVI tidak bermaksud secara eksplisit
mengkritisi pengaruh liberal dalam perkembangan manusia dan pertumbuhan
ekonomi, tetapi secara implisit justru Paus mencurigai adanya pengaruh negatif dari
kultur dunia modern yang menyuburkan relativisme.334
Kapal kecil pikiran banyak orang Kristiani seringkali diombang-
ambingkan gelombang-gelombang: dari Marxisme ke liberalisme, bahkan
ke libertinisme; dari kolektivisme ke individualisme radikal; dari ateisme
ke misticisme religius kabur; dari agnostisisme ke sinkretisme dan
seterusnya...Memiliki iman yang jelas sesuai pernyataan iman Gereja
dewasa ini sering dijuluki fundamentalisme. Sementara relativisme, yakni
membiarkan diri diombang-ambingkan oleh angin ajaran manapun,
nampak sebagai satu-satunya sikap yang tepat di masa kini. Suatu
kediktatoran relativisme dibangun, yang mengatakan tidak ada yang pasti
dan membiarkan diri pada egoisme dan kemauan sendiri tiap orang
sebagai tolak ukur akhir.335
Dalam konteks sosial-budaya, relativisme membahayakan iman umat berhadapan
dengan logos cinta kasih dalam kebenaran yang dasar akan iman. Relavisme akan
memandang perbedaan manusia, budaya, etika, moral, agama, bukanlah perbedaan
dalam hakikat, melainkan akrena perbedaan dalam hal faktor-faktor di luarnya.
Maka segala hal akan dinilai relatif, dalam porsi yang sama, atau dinilai setara.
Dampaknya dari relativisme adalah kebenaran dan nilai-nilai Kristiani sekarang
menjadi relatif, sehingga menghambat perkembangan manusiawi dan pemaknaan
akan dimensi transendensi manusia sebagai citra Allah (human person before
God).336
334 Bernard Laurent, “Caritas in Veritate as A Social Encyclical: A Modest Challenge to Economic,
Social, and Political Institutions”, hal. 543. 335 Homili Kardinal J. Ratzinger dalam Ekaristi Pembukaan Konklaf “Pro eligendo Romano
Pontifie” pada tanggal 18 April 2005. Disadur dari Sepektrum, no. 4 tahun XXXIII (Jakarta:
Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, 2005), hal. 54-55. 336 William F. Murphy, “Labor Day Statement 2009: Rebuilding the Economy, Reforming Health
Care” dalam Origins CNS Documentari Service, vol. 39, no. 15 (2009): hal. 242.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
221
Berhadapan dengan berbagai persoalan tersebut di atas, tanggapan Paus
Benediktus XVI dalam CV memberikan kesadaran baru untuk konsep sosial-
ekonomi (istilah yang dipakai dalam ensiklik pra-Konsili Vatikan II) dan manusia
ekonomi (fokus pembahasan ensiklik pasca Konsili Vatikan II), dengan
menekankan relasi sosial manusiawi dalam konteks tanggungjawab moral-etis337,
serta perwujudannya dalam persahabatan dan solidaritas kegiatan ekonomi.338
Secara khusus, Paus Benediktus mengatakan bahwa keadilan ekonomi itu dijamin
oleh hukum-hukum dan moral yang harus dihormati sejak awal, ketika proses
ekonomi itu dilaksanakan dan bukan hanya pada akhir dari proses ekonomi.339
5.2.2 Sistematika Ensiklik Caritas in Veritate
Refleksi teologis Paus Benediktus XVI dalam CV atas realitas sosial itu
disusun secara rapi dan terstruktur dalam enam bab pembahasan, yaitu: Pada bab
1 (CV no. 10-20), Paus Benediktus XVI menggunakan ensiklik Populorum
Progressio (PP) sebagai dasar dan konteks untuk merefleksikan proses
perkembangan manusiawi manusia. Aspek kebaruan menurut penulis dari
penafsiran Paus atas PP terletak pada pengembangan ekonomi dan politik untuk
pengembangan persaudaraan manusia itu dijakanlan dalam hubungan cinta kasih
337 CV no. 45: Memenuhi kebutuhan moral terdalam pribadi juga mempunyai akibat penting dan
menguntungkan pada tingkat ekonomi. Ekonomi memerlukan etika supaya dapat berfungsi secara
benar-bukan sembarangan etika, tetapi sebuah etika yang berpusat pada manusia. 338 Bernard Laurent, “Caritas in Veritate as A Social Encyclical: A Modest Challenge to Economic,
Social, and Political Institutions”, hal. 539. 339 CV no. 37.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
222
ang bijaksana dan berkeadilan. Yang mana, Paus masih menyebut beberapa
masalah pokok yang dihadapi PP dan dirasa masih relevan di zaman ini, yaitu:
aspek transendensi manusia, ambivalensi teknologi, perkembangan ideologi-
ideologi yang menyangkal dan anti-manusiawi, “humanisme transenden”340 dan
urgensi perjuangan solidaritas di antara umat manusia.341 Permasalahan-
permasalahan tersebut berdampak buruk bagi kehidupan manusia, dikarenakan
persoalan-persoalan tersebut dapat mengabaikan kewajiban bersolidaritas dan tidak
selalu memberikan arah atau pertimbangan yang tepat pada kehendak.342
Permasalahan tersebut merupakan bagian dari persoalan besar ketidakadilan dalam
perkembangan bangsa-bangsa, dan menjadi sebuah kemendesakan untuk diatasi
bersama dalam persaudaraan umat manusia.
Pada Bab II (CV no. 21-33), Paus Benediktus membahas perihal
perkembangan manusia dengan tetap mengakar pada persoalan yang telah dibahas
oleh PP. Pertama-tama, Paus Benediktus XVI menyadari sungguh bahwa Allah
adalah Penjamin perkembangan sejati manusia,343 yang diwujudnyatakan oleh
manusia dalam lingkungan sosialnya yang terarah pada “peradaban kasih.”344
Perwujudan peradaban kasih itu menuntut adanya keterbukaan terhadap kehidupan.
Keterbukaan yang dimaksud itu terwujud kongkret dalam “relasi resiprok antara
340 CV no. 18: Perkembangan manusia seutuhnya pada tingkat kodrati sebagai tanggapan terhadap
panggilan dari Allah Pencipta, membutuhkan pemenuhan diri dalam “humanisme transenden” yang
memberikan (kepada manusia) kemungkinan kesempurnaannya yang terbesar sebagai tujuan
tertinggi perkembangan manusia. 341 CV no. 14. 342 CV no. 19. 343 CV no. 29. 344 CV no. 33.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
223
pengetahuan dan tindakan kasih”345, di mana manusia sebagai sumber, pusat, dan
tujuan seluruh kehidupan ekonomi dan sosialnya.346 Namun dalam realitas sosial-
ekonomi, tak jarang manusia direduksi menjadi obyek dan data-data statistik
semata, sehingga melemahan aspek transendensi manusia sebagai makhluk ciptaan
Allah.
Untuk mengatasi hal tersebut, Paus Benediktus dalam bab III (CV no. 34-
44) membahas perihal pengembangan dan tanggung jawab sosial dari kegiatan
ekonomi. Paus melalui CV hendak menunjukkan bahwa ASG perlu menyoroti
urgensi dari persoalan keadilan distributif dan keadilan sosial untuk ruang ekonomi
pasar dalam konteks sosial-politik, sehingga orang miskin tidak boleh dianggap
sebagai beban melainkan sebagai sumber daya yang perlu diberdayakan.347 Patokan
dasar yang dipakai CV adalah kegiatan ekonomi perlu diarahkan untuk mencapai
kesejahteraan umum dan tidak boleh menjadi sesuatu yang antisosial.348 Maka
perekonomian harus disadari sebagai sebuah fenomena multidimensi dan memiliki
hubungan resiprok dengan persaudaraan umat manusia.349
Salah satu contohnya, Paus Benediktus XVI menyebut bahwa kegiatan
ekonomi itu tidak dapat dipisahkan dari kemurahan hati, yang mengembangkan dan
menyebarkan solidaritas, serta tanggungjawab sosial untuk perwujudan keadilan
345 CV no. 30: Perbuatan tanpa pengetahuan adalah buta, dan pengetahuan tanpa kasih adalah
mandul...kasih bukanlah suatu esktra yang ditambahkan, seperti suatu tambahan pada pekerjaan
yang telah disimpulkan di setiap perbagai ilmu pengetahuan, justru kasih mengikutsertakannya
dalam dialog sejak awal...akal budi dan kasih itu tidak terpisahkan: kasih disuburkan oleh akal budi
dan akal budi dipenuhi oleh kasih. 346 CV no. 25. 347 CV no. 35. 348 CV no. 36. 349 CV no. 38.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
224
dan kesejahteraan umum di antara para pelaku ekonomi yang beragam.350 Oleh
karena itu, kegiatan ekonomi itu terkait tidak hanya dengan makna ekonomis (SRS
no. 24) semata351, tetapi juga berhubungan dengan nilai-nilai yang lain, seperti: nilai
solidaritas (SRS no. 38),352 tanggung jawab sosial (moral-etis),353 persahabatan dan
persaudaraan umat manusia,354 bahkan juga nilai kasih.
Pada bab IV (CV no. 43-52), Paus Benediktus XVI membahas perihal
perkembangan manusia itu tidak dapat dilepaskan dari relasi dan tanggung jawab
sosial atas alam ciptaan. CV menjelaskan alam sebagai anugerah Allah bagi
manusia yang menuntut tanggungjawab sosial atasnya.
Lingkungan alam ini adalah anugerah Allah untuk setiap orang, dan
dalam penggunaannya kita bertanggung jawab terhadap orang-
orang miskin, generasi masa depan dan seluruh umat manusia...
Dalam alam, umat beriman mengenali buah yang mengaggumkan
dari intervensi kreatif Allah, yang boleh kita gunakan secara
bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita yan
wajar, material maupun imaterial, dengan menghormati
keseimbangan intrinsik ciptaan.355
Alam sebagai anugerah mengungkapkan kasih dan kebenaran Allah
Pencipta (bdk. Rom. 1:20). Paus Benediktus XVI dalam CV menyebut bahwa alam
yang kita miliki bukan seperti “timbunan sampah yang berserakan”, melainkan
anugerah Sang Pencipta yang telah menetapkan tatanan intrinsiknya, sehingga
manusia bertanggung jawab untuk “mengolah dan memeliharanya” (Kej 2:15).356
350 CV no. 38. 351 CV no. 40. 352 CV no. 38. 353 CV no. 40. 354 CV no. 36. 355 CV no. 48. 356 CV no. 48.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
225
Sikap keterbukaan manusia terhadap kehidupan ciptaan lain merupakan bagian dari
tanggung jawab yang secara moral dan berdampak juga pada sosial-ekonomi
(tanggung jawab ekologis Gereja terhadap dunia).357 Hal ini menjadi penting,
karena salah satu tantangan terbesar yang dihadapi manusia modern dalam
pengelolaan alam dari perspektif ekonomi ialah usaha pemanfaatan sumber-sumber
daya yang paling efisien (tidak menyalahgunakannya) itu tidak bebas dari nilai-
nilai.358
Dalam kultur masyarakat modern, gaya hidup manusia justru rentan jatuh
pada pengaruh hedonisme, konsumerisme, dan sikap masa bodoh pada dampak
kerugian yang dialami oleh alam. Di beberapa negara, kelompok atau perusahaan
yang kuat justru menimbun dan mengekspoitasi sumberdaya tak terbarukan untuk
kepentingan ekonomis semata, sehingga dapat memicu konflik, kerusakan
lingkungan, kemiskinan, bahkan kematian yang dialami oleh masyarakat sekitar.
Berhadapan dengan permasalahan tersebut, CV merekomendasikan perlunya
perubahan mentalitas yang mengarahkan pada gaya hidup baru, “di mana pencarian
kebenaran, keindahan, kebaikan, dan persekutuan hidup dengan sesama demi
kemajuan bersama merupakan faktor yang menentukan pilih-piihan konsumsi,
tabungan, dan investasi manusia” (bdk. ensiklik Cantesimus Annus no. 36).359
Lebih lanjut, penghormatan terhadap alam ciptaan membutuhkan adanya
usaha kongkret untuk memperbaharui makna solidaritas terkait dengan kerja sama
dengan negara-negara berkembang dan negara-negara industri maju.360
357 CV no. 44. 358 CV no. 50. 359 CV no. 51. 360 CV no. 49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
226
Pengembangan kegiatan ekonomi tetap harus menekankan prinsip sentralitas
pribadi manusia (pengembangan manusiawi) sebagai subyek. Subyek yang
bertanggung jawab atas tugas pengembangan yang harus dipeliharanya, sehingga
kegiatan ekomoni diselenggarakan secara wajar dan penuh tanggungjawab atas
alam ciptaan. Salah satu contoh kongkretnya ialah memperbaharui makna investasi
yang etis secara moral ekonomis dan sosial masyarakat, misalnya pembaharuan
sistem dalam kredit mikro:
Bank-bank menganjurkan rekening dan dana investasi yang “etis”.
“Pembiayaan yang etis” dikembangkan, teristimewa melalui kredit
mikro dan secara lebih umum, keuangan mikro. Proses-proses ini
patut dipuji dan pantas didukung. Akibat-akibat positifnya juga
dirasakan di wilayah-wilayah yang belum berkembang.361
Pada bab V (CV no. 53-67), Paus Benediktus XVI membahas perihal praksis
cinta dalam kebenaran dalam tindakan solidaritas dan subsidiaritas yang terjadi
dalam kerja sama antar keluarga manusia di dalam ASG. Melalui CV, Paus
Benediktus XVI membaharui dan mengingatkan kita tentang pemaknaan akan kerja
dan upaya memperjuangkan martabat pekerjaan manusia. Tujuannya ialah supaya
mereka terlepas dari persoalan kemiskinan dan dengan itu meningkatkan
martabatnya sebagai ciptaan dan citra Allah. Di sini, Paus Benediktus XVI
mendasarkan pada ensilik Laborem Exercens dari Paus Yohanes Paulus II yang
menyatakan bahwa orang menjadi miskin, karena akibat dari pelanggaran martabat
pekerjaan manusia.362 Untuk itu, kita perlu memperhatikan perihal kesatuan dan
tanggungjawab sosial terhadap para pekerja tersebut, misalnya: perihal
361 CV no. 45. 362 LE no. 8.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
227
perlindungan kerja, pengupahan, hak berserikat, dst.363 Pendasaran teologis yang
digunakan oleh Paus Benediktus XVI ialah bahwa manusia itu “co-creator of
God”.364 Artinya, kita dan mereka diundang bersama dengan Allah untuk
berpartisipasi dengan bebas dalam pengembangan manusiawi, dan sekaligus
terlibat bersama membangun kolaborasi antar manusia. Partisipasi dan keterlibatan
ini dimaknai sebagai bentuk kongkret solidaritas antar manusia.
CV cukup kuat menekankan dan mengangkat kembali pentingnya nilai
subsidiaritas di dalam praksis kegiatan ekonomi. Subsidiaritas adalah ungkapan
kebebasan manusia untuk membantu sesamanya, ketika individu-individu dan
subyek sosial tidak mampu melakukan sesuatu sendiri, dan bantuan tersebut
dirancang untuk mencapai emansipasi mereka tanpa ketergantungan.365 Prinsip
subsidiaritas sangat menekankan aspek kebebasan dan kemerdekaan manusia
sebagai pelaku dan penentu perubahan itu sendiri secara mandiri. Oleh karena itu,
subsidiaritas tidak hanya menghormati martabat pribadi manusia, tetapi juga
mengakui manusia sebagai subyek yang selalu mampu memberikan sesuatu kepada
yang lain secara mandiri.366 Menurut CV, subsidiaritas itu berkaitan erat dan tak
dapat dipisahkan dengan prinsip solidaritas. Subsidiaritas tanpa solidaritas memberi
jalan kepada privatisme sosial, sementara solidaritas tanpa subsidiaritas memberi
363 William F. Murphy, “Labor Day Statement 2009: Rebuilding the Economy, Reforming Health
Care”, hal. 242. 364 William F. Murphy, “Labor Day Statement 2009: Rebuilding the Economy, Reforming Health
Care”, hal. 242. 365 CV no. 57. 366 CV no. 57.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
228
jalan kepada bantuan yang menimbulkan ketergantungan, yang merendahkan
mereka yang berkekurangan.367
Di akhir, Paus Benediktus dalam bab VI (CV no. 68-77 dan 78-79)
membahas perihal relasi perkembangan manusiawi dihubungkan dengan
perkembangan teknologi. Teknologi merupakan aspek obyektif tindakan manusia
yang diturunkan dari aspek subyektif manusia yang bekerja. Artinya teknologi
membantu manusia untuk menguasai materi, mengurangi resiko, menghemat
tenaga, dan sarana untuk memperbaiki kesejahteraan bersama sebagai individu
maupun komunitas masyarakat.368 Teknologi disadari layaknya dua bilah mata
pedang atau dua wajah yang ambigu. Di satu sisi teknologi mampu melepaskan
manusia dari keterbatasan fisiknya, melalui inovasi dan ragam pilihan-pilihan yang
ditawarkan. Hal tersebut membawa manusia pada ragam pilihan, pertimbangan,
dan solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Akan tetapi di sisi lain, teknologi
dapat menjadi bentuk kekuasaan ideologis baru yang mengancam kebebasan dan
keberadaan manusia, misalnya: jika penekanan teknologi lebih berfokus pada aspek
efisiensi, otomatisasi, dan struktur pada suatu sistem sebagai tolak ukur
perkembangan menjadi dasar kebenaran, maka hal tersebut akan menghambat
perkembangan manusiawi. Akibatnya pertimbangan aspek moral-etis dan tanggung
jawab sosial manusia terhadap sesamanya akan diabaikan, dan realitas tersebut
justru menghambat perkembangan kebebasan manusia.
367 CV no. 58. 368 CV no. 85.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
229
5.3 GERAKAN ECONOMY OF COMMUNION (EoC)
Awalnya, pada tahun 1943, komunitas Focolare itu berkembang di tengah
situasi Perang Dunia II dan dipelopori oleh Chiara Lubich (1920-2008) bersama
rekan-rekannya di Trente, Italia dengan sebutan “Movimento dei Focolari”.369
Kegiatan utama komunitas Focolare ialah (1) membangun dan hidup dalam
komunitas-komunitas kecil; (2) di dalam komunitas mereka mendalami dan
merefleksikan kitab suci; (3) serta mempraktikkan budaya berbagi (culture of
giving) sebagai perwujudan cinta kepada Allah dan sesama.370 Konsistensi gerakan
komunitas Focolare itu dirasakan Gereja memberi dampak positif bagi
pengembangan komunitas dalam menghadapi permasalahan sosial-ekonomi. Maka
pada tahun 1962, gerakan Focolare diterima oleh Gereja Katolik sebagai bagian
dari Catholic Movement, dan kini gerakan tersebut tersebar pada 182 negara dan
memiliki sekitar 2 juta anggota komunitas.371
Lalu pada tahun 1991, komunitas Focolare mempelopori sebuah gerakan
ekumenis yang disebut sebagai gerakan Economy of Communion (EoC). Gerakan
EoC awalnya dilatarbelakangi oleh keprihatinan personal dari Chiara Lubich
(komunitas Focolare) atas permasalahan sosial, khususnya persoalan kemiskinan
yang dialami oleh masyarakat (Katolik) dalam kunjungan kerjanya di San Paolo
369 Luigino Bruni dan Amelia J. Uelmen (†), “Religious Values and Corporate Decision Making:
The Economy of Communion Project ” dalam Fordham Journal of Corporate and Financial Law,
Vol. 11, No. 3 (2006): hal. 647-648. (Diunduh dari http://ir.lawnet.fordham.edu/jcfl pada tanggal 30
Juni 2020, Pukul 01.00 WIB). 370 Amelia J. Uelmen, “Caritas in Veritate and Chiara Lubich: Human Development From The
Vantage Point of Unity” dalam Jurnal Theological Studies, No. 71 (2010): hal. 33 371 Diunduh dari https://www.focolare.org/en/chi-siamo/ pada tanggal 1 Juli 2020, pukul 12.30 WIB.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
230
Brazil pada tahun 1991. Keprihatinan itu kemudian diintegrasikan dengan
kerasulan dari komunitas Focolare. Melalui gerakan EoC yang dipromosikan oleh
komunitas Focolare, diharapkan masyarakat mampu mengatasi permasalahan
sosial-ekonomi yang dihadapinya dengan praktik culture of giving di dalam
semangat communio komunitas Focolare, sebagai salah satu alternatif solusi.
Komunitas Focolare mempopulerkan “budaya berbagi atau culture of
giving” sebagai kritik dan perlawanan atas kultur ekonomis “budaya kepemilikan
atau culture of having” yang sangat ditekankan dalam sistem ekonomi kapitalis.372
Culture of giving didasarkan pada teladan praktik berbagi di dalam jemaat Gereja
Perdana dalam kitab Kisah Para Rasul:
Semua yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala
kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari
mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikan kepada
semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing (Kis 2:44-
45).
Tradisi tersebut dilestarikan dan diterjemahkan secara kongkret dalam bentuk
partisipasi masing-masing anggota Focolare di dalam komunitas. Ada dua jenis dari
model partisipasi yang dipraktikkan di dalam komunitas Focolare sebagai bagian
dari culture of giving, yaitu: (1) model pertama ialah partisipasi material, artinya
mereka berbagi barang-barang kebutuhan yang dimiliki untuk dibagikan pada
komunitas dari hasil kerja keras mereka, yang oleh komunitas kemudian
didistribusikan ke pihak-pihak yang membutuhkan; (2) model kedua ialah
372 John B. Gallagher, “Communion and Profits: Thinking with the economy of Communion about
the Purpose of Business” dalam Revista Portuguesa de Filosofia, vol. 70, Fasc. 1 (2014): hal. 12.
(Diunduh dari http://www.jstor.com/stabe/2378507 pada tanggal 30 Juni 2020, Pukul 00.47 WIB).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
231
partisipasi non-material, artinya mereka berbagi hal-hal yang lebih bersifat
spiritual, seperti saling membantu, memberi nasehat atau pertimbangan,
membangun dinamika komunitas hingga menjadi tempat tinggal yang nyaman, dan
mendukung satu sama lain dalam doa-doa.373
Pilihan dan tindakan berbagi dalam culture of giving dimaknai oleh
komunitas Focolare lebih dari sekedar sikap dermawan. Praktik culture of giving
digunakan komunitas Focolare untuk melawan pengaruh budaya individualistik,
materialistik, dan konsumeris yang menghambat pengembangan manusiawi.
Praktik ini tidak dimaksudkan agar anggota komunitas hidup dalam kemiskinan
dengan mengorbankan apa yang dimiliki, tetapi justru memberi ruang tumbuh
untuk semakin terlibat aktif ke dalam karya pemeliharaan Allah kepada masing-
masing individu manusia dalam kehidupan sehari-hari.374 Melalui tindakan berbagi
di dalam komunitas Focolare, mereka berusaha mewujudkan perintah Kristus
tentang kasih kepada Tuhan dan sesama seperti dalam Injil Yohanes, “Inilah
perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.
Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya
untuk sabat-sahabatnya” (Yoh 15: 12-13).375
Oleh karena itu, di dalam komunitas Focolare, praktik berbagi (culture of
giving) itu dimaknai dalam arti: (1) usaha kongkret mencintai Allah dan sesama;
dan (2) usaha menghadirkan Kristus secara konkret dalam dinamika hidup
373 Amelia J. Uelmen, “Caritas in Veritate and Chiara Lubich: Human Development From The
Vantage Point of Unity”, hal. 42-43. 374 Amelia J. Uelmen, “Caritas in Veritate and Chiara Lubich: Human Development From The
Vantage Point of Unity”, hal. 43. 375 Amelia J. Uelmen, “Caritas in Veritate and Chiara Lubich: Human Development From The
Vantage Point of Unity”, hal. 43.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
232
berkomunitas dan bermasyarakat.376 Hal ini penting dikarenakan tidak semua
tindakan memberi atau berbagi itu dapat menciptakan culture of giving.377 Ada
beberapa faktor yang dapat menghambat terciptanya culture of giving, yaitu:
motivasi dan intensi awal, keinginan untuk memiliki kekuasaan, keinginan untuk
mendominasi dan mencapai kepuasan diri tertentu, atau terlalu menekankan aspek
peningkatan keuntungan (profit), bahkan keinginan dan tindakan menindas
sesamanya yang lebih lemah untuk kepentingan tertentu.
Praktik culture of giving dalam komunitas Focolare juga dimaknai sebagai
wujud dari implementasi nilai persekutuan (communio), yang dihayati dan meresap
di dalam hidup berkomunitas mereka. Communio dipahami dalam konteks hidup di
dalam kebersamaan dan persekutuan seluruh umat Allah dalam Kristus sebagai
identitas untuk terlibat dalam karya keselamatan-Nya ke dalam dan di tengah hiruk
pikuk dunia (Yoh 17:21).378 Landasan biblisnya adalah doa Yesus kepada
Bapa“Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau ya Bapa, di dalam Aku
dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa
Engkaulah yang telah mengutus Aku” (Yoh 17:21).379
Perikop tersebut menjadi landasan bagi komunitas Focolare untuk semakin
terlibat dalam usaha mengatasi permasalahan-permasalahan sosial-ekonomi
masyarakat, serta menjadi dasar membangun komunitas Focolare sesuai dengan
376 Amelia J. Uelmen, “Caritas in Veritate and Chiara Lubich: Human Development From The
Vantage Point of Unity”, hal. 33. 377 Diunduh dari https://www.edc-online.org/en/chi-siamo-it/cultura-del-dare.html pada tanggal 30
Juni 2020, Pukul 01.10 WIB). 378 Amelia J. Uelmen, “Caritas in Veritate and Chiara Lubich: Human Development From The
Vantage Point of Unity”, hal. 34. 379 Amelia J. Uelmen, “Caritas in Veritate and Chiara Lubich: Human Development From The
Vantage Point of Unity”, hal. 34.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
233
penghayatan hidup berkomunitas mereka.380 Maka, anggota komunitas Focolare
tetap bekerja keras di luar komunitas untuk pengembangan diri dan terlibat di dalam
kegiatan sosial-ekonomi masyarakat. Keterlibatan mereka itu cukup luas baik
sebagai karyawan di suatu perusahaan atau lembaga-lembaga tertentu, maupun
sebagai pengelola unit-unit usaha milik komunitas Focolare. Segala bentuk manfaat
yang diperoleh dari usaha tersebut dikelola oleh komunitas, dan kemudian
didistribusikan untuk pengembangan sosial-ekonomi masyarakat dan terarah untuk
mewujudkan kesejahteraan bersama (common good).
Dalam arti tertentu, gerakan EoC yang dikembangkan komunitas Focolare
tidak hanya mempromosikan perihal communio dalam arti kebersamaan di dalam
suatu komunitas tertentu, tetapi juga makna communio sebagai keterlibatan praksis
pada kegiatan sosial-ekonomi yang menghubungkan pelaku bisnis secara langsung
dengan mereka yang membutuhkan, misalnya masyarakat pra-sejahtera.
Keterlibatan untuk mengusahakan kesejahteraan bersama (common good) sebagai
tujuan itu dimaknai sebagai perwujudan kongkret mengasihi Allah dan sesama.
Dasar biblisnya diambil dari ajaran Kristus dalam Injil Yohanes, “Aku memberikan
perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kami saling mengasihi; sama seperti Aku
telah mengasihi kami demikian pula kamu harus saling mengasihi” (Yoh. 13:34).381
380 John B. Gallagher, “Communion and Profits: Thinking with the economy of Communion about
the Purpose of Business” hal. 11. 381 Luigino Bruni dan Amelia J. Uelmen (†), “Religious Values and Corporate Decision Making”,
hal. 648.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
234
5.4 REFLEKSI TEOLOGIS PEMBERDAYAAN CUPS SEBAGAI
PRAKSIS SOLIDARITAS MEWUJUDKAN ECONOMY OF
COMMUNION (EoC)
Pada bab kedua telah diuraikan bahwa usaha pemberdayaan itu ditentukan
oleh empat elemen yang menjadi indikator penentu, yaitu: (a) pemberdayaan
menuntut adanya akses pada informasi; (b) pemberdayaan bercorak inklusif dan
menekankan partisipasi aktif; (c) pemberdayaan menuntut akuntabilitas; dan (d)
pemberdayaan itu mengembangkan kapasitas organisasional yang bersifat lokal.
Pada level praksis, implementasi pemberdayaan ditatapkan pada penelitian usaha
pemberdayaan yang dilakukan oleh CUPS, dan telah dibahas pada bab ketiga dan
keempat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada akhirnya usaha pemberdayaan
itu selalu terarah pada proses transformasi masyarakat yang mempengaruhi
kehidupan pribadi, maupun kehidupan kolektif masyarakat.
Dalam konteks sosial-ekonomi, proses transformasi masyarakat yang
dimaksud ialah terjadinya suatu pergerakan atau perubahan dari situasi
berkekurangan atau situasi kemiskinan menuju situasi sejahtera, sebagai bagian dari
aktualisasi pengembangan manusia dan keterlibatannya di dalam mengatasi
permasalahan sosial-ekonomi di masyarakat. Oleh karena itu, pemberdayaan itu
tidak dapat dilepaskan dari unsur-unsur materialis (empat elemen pemberdayaan),
sekaligus juga terkait dengan persoalan perkembangan integral manusiawi (relasi
mikro) dan keterlibatannya di dalam komunitas masyarakat (relasi makro). Maka
pemberdayaan itu menuntut adanya keterbukaan dan solidaritas umat manusia
dalam relasi mikro dan relasi makro untuk bersama-sama mengusahakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
235
terwujudnya kesejahteraan bersama (common good). Nampak jelas bahwa
pemberdayaan pada dasarnya terarah pada usaha perwujudan kesejahteraan
bersama (common good) umat manusia sebagai tujuan utama pada level praksis.
Dengan demikian, kesejahteraan bersama (common good) menjadi pintu masuk
bagi refleksi teologis akan usaha pemberdayaan yang bergerak dari analisis sosial
ekonomi berdasarkan pada tradisi ASG menuju refleksi teologis, secara khusus
pemberdayaan sebagai praksis solidaritas dalam pengembangan Economy of
Communion dari perspektif CV.
5.4.1 Common Good sebagai Tujuan Pengembangan Economy of
Communion (EoC)
Para ahli banyak merujuk konsep kesejahteraan bersama (common good)
pada pandangan Aristoteles. Menurut penafsiran Nussbaum, Aritoteles dalam
Nicomachean Ethics menggunakan kata Yunani eudaimonia (eudaimonikos) yang
berarti “suatu kondisi bahagia” untuk menerangkan tentang kebahagiaan hidup
manusia.382 Kebahagiaan merupakan tujuan terakhir manusia, dan hal ini menjadi
jawaban dari pertanyaan eksistensial bagaimana manusia itu harus hidup dan
bagaimana ia harus menata hidupnya sedemikian rupa agar ia menjadi semakin
bahagia.383 Dalam pandangan Aristoteles, kehidupan manusia dinilai dapat
382 Martha Craven Nussbaum, The Fragility of Goodness: Luck and Ethics in Greek Tragedy and
Philosophy Revised Edition (Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2001), hal. 329 383 Franz Magnis-Suseno, Menjadi Manusia Belajar dari Aristoteles (Yogyakarta: Kanisius, 2009),
hal. 4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
236
mencapai kebahagiaan (sejahtera), jika ia semakin terlibat dalam aktivitas di polis
demi kepentingan umum. David Hollenbach menyebutkan bahwa keterlibatan
manusia di dalam aktivitas polis dimaknai dalam usaha pencarian yang dilakukan
secara konsisten dan berorientasi pada pengembangan kemampuan untuk berbagi
dengan orang lain.384 Di satu sisi, manusia secara alamiah digerakkan untuk
mencapai kesejahteraan hidup sebagai individu. Di sisi lain, Aristoteles juga
memahami bahwa manusia sebagai makhluk politik (zoon politikon) terlibat dalam
tata kelola negara-kota (polis).385 Maka hidup bahagia dalam arti sejahtera bagi
Aristoteles ditentukan oleh sejauh mana individu tersebut terlibat dan berkontribusi
dalam polis.386 Keterlibatan individu dalam negara-kota terhubung dengan usaha
kolektif komunitas manusia untuk mencapai kesejahteraan bersama. Kedua hal
tersebut itu berkaitan dan tak terpisahkan dalam usaha mewujudkan sejahteraan
bersama (common good). Maka kesejahteraan bersama (common good) harus
menjadi tujuan hidup seluruh masyarakat negara-kota dan menjadi prioritas utama
yang menentukan arah gerak dari usaha masing-masing individu.
Jika nilai kebaikan itu sama bagi individu dan kota, maka nilai kebaikan
bagi kota itu merupakan hal yang lebih besar dan lebih sempurna untuk
dicapai dan dijaga. Pencapaian akan nilai kebaikan individu sudah
merupakan suatu kepuasan atau prestasi; namun demikian usaha untuk
menjamin kebaikan bagi seluruh negara dan warga kota merupakan
tindakan yang lebih luhur dan lebih mulia. 387
384 David Hollenbach, The Common Good and Christian Ethics (United Kingdom: Cambridge
University Press, 2002), hal. 3. 385 David Hollenbach, The Common Good and Christian Ethics, hal. 11. 386 David Hollenbach, The Common Good and Christian Ethics, hal. 11. 387 Aristotle, Nicomachean Ethics, 1094b yang diterjemahkan oleh Martin Ostwald (Indianapolis:
Bobbs-Merrill, 1962), dan disadur dari David Hollenbach, The Common Good and Christian Ethics,
2002, hal. 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
237
Dengan demikian, kesejahteraan bersama yang dibayangkan Aristoteles itu
terwujud dalam relasi sosial kesalingan antar manusia, dan memiliki tata hirarki
nilai lebih tinggi daripada kebaikan yang dapat dicapai oleh masing-masing
individu manusia.
Berangkat dari pandangan Aristoteles tersebut, Thomas Aquinas juga
mengembangkan konsep kesejahteraan bersama (common good) dengan keyakinan
dasar bahwa manusia dapat mengembangkan kebaikan di dunia indera (the world
of sense). Dunia indera menjadi tempat untuk mengembangkan kebaikan yang
dimiliki oleh manusia.388 Dasar keyakinan itu diletakkan atas dasar: Pertama,
melalui kemampuan rasionalitas, manusia mampu mengembangkan kapabilitasnya
dan memahami kebenaran tertinggi di tengah realitas dosa di dunia, sehingga dunia
menjadi locus revelationis dari kebenaran.389 Aquinas meletakkan Allah sebagai
kebaikan tertinggi (the ultimate good) pada tataran metafisis.390 Kedua, Aquinas
388 Paulus Bambang Irawan, “A Capability to Promote The Common Good” dalam Jurnal Teologi,
Vol. 5, No. 1, Mei (2016): hal. 2. 389 Paulus Bambang Irawan, “A Capability to Promote The Common Good”, hal. 2. 390 In a Thomistic perspective, the ultimate theological good and the good that can be echieved in
the secular domain have an analogical relation to each other. They are both similiar and different,
mutually illuminating rather than opposed or contradictory to each other. When divine and human
goodness are both called “good”, this is because they have more in common than the fact that we
use the same word to name them. They are good by analogy-both different in their goodness but also
similar to the degree they are truly good...Aristotle hinted an such an understanding when he noted
that the term “good” has many meanings when applied to different realities (Nicomachean Ethics
1096 a, b.). For example, God is good, human intelligence is good, the moral virtues are good, having
a place to live is good. God’s goodness is of course different from any humanly achievable good.
But there is something similiar about devine and human goodness that invites the use of the same
word “good” to refer both kind of goodness... Jacques Maritian’s social political development of
Aquinas’s understanding of the metaphysics od such analogy sheds light on the relation between the
Christian understanding of God as the highest good and the common good of human society. Disadur
dari David Hollenbach, The Common Good and Christian Ethics, hal. 129.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
238
menyatakan bahwa manusia itu tidak hanya animal rasionale, melainkan juga
animal sociale.391
Kedua hal tersebut menjadi dasar bagi Aquinas untuk menerangkan perihal
keterlibatan manusia dalam kehidupan bermasyarakat untuk mewujudkan
kesejahteraan bersama (common good) dan dengan itu mencapai kebaikan tertinggi
(the ultimate good). Implikasinya ialah manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa
keterhubungan dengan sesamanya di dalam kehidupan bersama di masyarakat.
Sebaliknya komunitas masyarakatlah yang memungkinkan manusia sebagai pribadi
memenuhi kebutuhan dasarnya dan pengembangan diri di dalam kondisi-kondisi
sosial masyarakat. Kondisi sosial manusia itu bukan hasil dari daya kekuatan alam
semata, namun sungguh dapat diciptakan oleh manusia secara bebas dan bersifat
otonom.392 Oleh karena itu, ensiklik Mater et Magistra (1961) mengungkapkan
bahwa kesejahteraan bersama (commom good) adalah suatu pedoman menyeluruh
yang memperhitungkan semua kondisi-kondisi sosial yang mendukung
perkembangan pribadi manusia seutuhnya.393
Dalam usaha mewujudkan kesejahteraan bersama itulah, keterlibatan dan
usaha manusia itu digambarkan Aquinas dalam dua bentuk, yaitu: partem capere
391 Menurut penafsiran Maritain, seperti yang tafsirkan oleh Paulus Bambang Irawan dalam “A
Capability to Promote The Common Good” bahwa ada tiga alasan mengapa Aquinas menyebut
manusia disebut animal sociale, yiatu: (1) Manusia memiliki kemampuan untuk mencintai (to love)
dan berkomunikasi dengan sesamanya. Kemampuan dasar ini mendorong manusia untuk
menemukan dan membangun relasi dengan sesamanya; (2) Manusia memiliki keterbatasan,
sehingga mereka harus berinteraksi satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan dan mengatasi
keterbatasannya; (3) Manusia harus belajar dari masyarakat secara khusus melalui proses edukasi,
sehingga mereka dapat mengembangkan kapabilitasnya sebagai ciptaan dan keterarahan nya pada
panggilan kesempurnaan menuju Allah sebagai kebaikan tertinggi. Disadur dari Paulus Bambang
Irawan, “A Capability to Promote The Common Good”, hal. 3 392 MM no. 63. 393 MM no. 65.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
239
(taking part of something) dan partem habere (having a part of something).394
Misalnya teh panas, terdiri atas dua entitas berbeda antara teh dan air panas. Di satu
sisi, masing-masing entitas memberikan diri untuk terlibat sehingga pihak lain
mengalami kepenuhannya. Di sisi lain, masing-masing entitas juga harus terbuka
untuk menerima keberadaan dan partisipasi dari pihak yang lain, sehingga hal
tersebut menjadi bagian dirinya untuk mengalami kepenuhan. Di sanalah muncul
relasi mutualisme (relasi kesalingan) yang terarah untuk mengusahakan
kesejahteraan bersama dalam kehidupan bermasyarakat dan terarah pada kebaikan
tertinggi, yaitu Allah sendiri. Dalam konstitusi pastoral Gaudium et Spes no. 26,
para Bapa Konsili menegaskan bahwa kesaling-tergantungan antar manusia itu
dapat mendukung terwujudnya kesejahteraan bersama dan bersifat universal,
karena menyangkut seluruh hak-hak dan kewajiban-kewajiban seluruh umat
manusia.
Yang dimaksudkan dengan kesejahteraan umum ialah keseluruhan
kondisi hidup kemasyarakatan, yang memungkinkan baik
kelompok-kelompok maupun anggota-anggota perseorangan, untuk
secara lebih penuh dan lebih lancar mencapai kesempurnaan mereka
sendiri. Setiap kelompok harus memperhitungkan kebutuhan-
kebutuhan serta aspirasi-aspirasi kelompok-kelompok lain yang
wajar, bahkan kesejahteraan umum segenap keluarga manusia.395
Dalam konteks masyakarat modern, kesejahteraan bersama selalu berciri
universal untuk menghindari persoalan privatisasi, monopoli, dan konflik antar
individu dalam masyarakat saat mengaksesnya kebutuhan tersebut. Maka di dalam
394 Paulus Bambang Irawan, “A Capability to Promote The Common Good”,, hal. 2. 395 GS no. 26.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
240
masyarakat terdapat fasilitas-fasilitas publik yang diperuntukkan untuk semua dan
tidak hanya untuk kelompok atau kepentingan tertentu, misalnya kebutuhan akan
udara segar. Persoalan kemudian muncul ketika manusia memiliki keterbatasan
untuk mengakses fasilitas publik tersebut, misalnya pasien di rumah sakit harus
mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar biaya pemakaian tabung oksigen.
Pada tahun 2010, Paus Benediktus dalam perayaan Hari Perdamaian Dunia
menegaskan perlunya penataan pengelolaan sumber daya dan memberi perhatian
khusus pada negara-negara miskin.
Gereja berkewajiban untuk melindungi bumi, air, dan udara, dan
perutusan tersebut dilaksanakan dalam ranah kehidupan publik, dan
mendorong agar pemerintah di tingkat negara dan dunia
internasional segera menetapkan aturan pengelolaan sumber daya
alam dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan
khusus dari negara-negara miskin.396
Lebih lanjut pada tahun 2015, melalui ensiklik Laudato Si, Paus Fransiskus
menegaskan kembali perihal preferensi pada persoalan kemiskinan sebagai salah
satu prioritas kerasulan Gereja universal dalam mewujudkan kesejahteraan bersama
(common good).
Dalam kondisi masyarakat global saat ini, dengan begitu banyak
ketimpangan dan makin banyak orang yang terpinggirkan,
dirampas hak-hak asasinya, prinsip langsung, sebagai konsekuensi
logis dan tak terelakkan, menjadi seruan solidaritas dan pilihan
utama terhadap kaum miskin. Pilihan ini berarti menarik segala
konsekuensi dari tujuan umum barang-barang duniawi, tetapi,
seperti telah saya coba ungkapkan dalam Seruan Apostolik
Evangelii Gaudium, hal ini pertama-tama meminta untuk
396 Benediktus XVI, “If You Want to Cultivate Peace, Protect Creation” no. 4 dalam pesan Hari
Perdamaian Dunia tahun 2010, yang disadur dari Lisa Sowle Cahill, “Caritas In Veritate: Benedict’s
Global Reorientation”, hal. 304.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
241
memperhatikan martabat sengat besar orang miskin dalam terang
keyakinan iman yang terdalam. Kita hanya perlu melihat realitas di
sekitar kita untuk memahami bahwa pilihan ini sekarang menjadi
tuntutan etis mendasar untuk mewujudkan kesejahteraan umums
ecara efektif.397
Dengan demikian keterlibatan kerasulan sosial Gereja universal mengacu pada
dalam mewujudkan kesejahteraan bersama berarti bahwa Gereja universal
memperhatikan nasib orang-orang miskin, yang senyatanya tidak mampu
menikmati kesejahteraan sama sekali. Paus Fransiskus mengatakan dalam ensikluk
Laudato Si’ bahwa orang kaya dan orang miskin memiliki martabat yang sama,
karena Allah sendirilah yang telah membuatnya demikian.398
Untuk itu dalam perspektif EoC, maka kesejahteraan bersama berfokus pada
pembangunan kondisi internal dalam suatu masyarakat tertentu yang
memungkinkan masing-masing individu untuk berpartisipasi dan berkontribusi
sebagai bagian dari tanggung jawab sosialnya. Yang mana ikatan kesalingan relasi
antar manusia di dalam komunitas mendorong masing-masing individu terbuka satu
sama lain. Dengan demikian prinsip kesejahteraan bersama (common good) dalam
arti tertentu dapat digunakan untuk mengatasi persoalan privatisasi dan monopoli
terhadap kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya publik dan menjamin agar masing-
masing individu dapat mendapatkan haknya sebagai individu maupun warga
negara.
Dalam konteks EoC, implementasi kesejahteraan bersama dalam kegiatan
ekonomi menurut Paus Benediktus XVI menuntut adanya prinsip keadilan yang
397 LS no. 158, Fransiskus, Ensiklik Laudato Si’ (Jakarta: Penerbit Obor, 2015), hal. 119. 398 LS no. 94.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
242
tidak saja keadilan komutatif, tetapi juga keadilan distributif dan keadilan sosial.
Keadilan komutatif (communtative justice) adalah prinsip keadilan yang
menyatakan bahwa negara atau setiap warga negara itu memberikan kepada warga
negara lain apa yang menjadi haknya, misalnya praktik perjanjian, kontrak, atau
keadilan dalam aktivitas tukar-menukar. Keadilan ini masih mengandung unsur
personal dan terkait dengan hal moral etis, sehingga belum cukup untuk menjadi
pendasaran dalam konteks perwujudan kesejahteraan bersama (common good).
Untuk itu diperlukan juga prinsip keadilan distributif (distributive justice),
artinya prinsip keadilan yang terkait dengan bagaimana pembagian atau distribusi
hak masing-masing individu itu adil dalam kaitannya dengan relasi negara dan
warga masyarakat dan berlaku universal untuk semua orang. Dalam konteks negara,
setiap orang memiliki hak yang sama sebagai warga negara dan negara
berkewajiban menjamin terwujudnya hal tersebut, misalnya perihal kebutuhan akan
fasilitas publik yang diperuntukkan untuk semua warga negara.
Bagi Paus Benediktus XVI, prinsip keadilan distributif tidak dapat berdiri
sendiri dan selalu terkait dengan keadilan sosial. Menurut penafsiran penulis,
keadilan sosial (social justice) yang dimaksud Paus ialah suatu keadaan masyarakat,
di mana setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk
bertumbuh, mengembangkan diri sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya.
Keadilan sosial itu menempatkan martabat dan pengembangan manusia integral
menjadi fokus perhatian. Implementasi ketiga jenis keadilan itu diyakini Paus
Benediktus XVI itu penting dalam mewujudkan kesejahteraan bersama (common
good) sebagai tujuan utama dalam kegiatan ekonomi. Hal ini penting, mengingat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
243
dunia ekonomi bukanlah sesuatu hal yang sifatnya selalu netral melainkan harus
dipahami sebagai fenomena multidimensi, maka harus didasarkan pada prinsip
moral dan etika yang benar.399
Maka dalam konteks relasi empat elemen pemberdayaan, perwujudan
kesejahteraan bersama (common good) itu ditentukan oleh sejauh mana prinsip
akuntabilitas itu dijalankan dalam relasi triangulasi kesalingan antara pemerintah
atau negara, pasar atau pemilik modal, dan rakyat. Bagi pemerintah atau negara,
akuntabilitas berperan untuk menjamin agar keputusan, kebijakan, dan regulasi
yang dikeluarkan pemerintah itu semakin membantu rakyat memenuhi
kebutuhannya dan mencapai kesejahteraan bersama (common good). Akuntabilitas
juga berperan sebagai alat kendali bagi rakyat untuk mengawasi dan mengontrol
bagaimana pemerintah mengelola negara dan kekuasaan. Bagi pasar atau pemilik
modal, akuntabilitas menjadi instrumen untuk mempertanggungjawabkan
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya sebagai bentuk profesionalitas. Hal
tersebut penting untuk menghindari kecenderungan, seperti: privatisasi dan
monopoli pengelolaan sumber daya untuk kepentingan profit-oriented, sehingga
dapat mengabaikan aspek keadilan dan kesejahteraan bersama (common good).
Bagi rakyat, akuntabilitas berperan untuk: (1) menjamin hak-hak mereka terpenuhi;
(2) menjaga trust rakyat kepada pemerintah dan pasar untuk pengelolaan sumber
daya untuk kepentingan bersama; (3) dan sustainability. Inilah relevansi dari
elemen ketiga pemberdayaan dengan pengembangan EoC dalam usaha
mewujudkan kesejahteraan bersama. Dalam SRS no. 26 disebutkan bahwa relasi
399 CV no. 38.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
244
kesalingan yang timbal-balik dalam masyarakat justru mengikat masing-masing
individu untuk mengusahakan kesejahteraan bersama dan menjadi tujuan panggilan
setiap manusia.
Orang menyadari bahwa mereka saling terikat oleh tujuan hidup
mereka bersama, dan itu harus mereka bangun bersama pula untuk
menghindari malapetaka bagi semua orang. Dari jurang
kegelisahan, rasa takut, dan gejala-gejala pelarian seperti obat bius,
menjadi corak khas dunia sekarang, lambat-laun memunculkan
pandangan, bahwa kesejahteraan merupakan tujuan panggilan kita
semua, begitu pula kebahagiaan yang kita dambakan, tidak mungkin
diperoleh tanpa daya-upaya dan kesanggupan hati pada semua orang
tanpa kecuali, karena itu juga mustahil tanpa menyangkal egoisme
perorangan.400
Pada level praksis dalam pengembangan ekonomi mikro menurut perspektif
ASG, kesejahteraan bersama (common good) tetap menjadi prinsip utama yang tak
dapat diubah. Paus Benediktus menyatakan bahwa sarana finansial (sistem-sitem
keuangan) diarahkan untuk memperbaiki kesejahteraan demi perkembangan
manusia integral.401 Salah satu alternatifnya ialah melalui gerakan Credit Union,
yang memberi bantuan praktis dengan menciptakan usaha-usaha pemberdayaan dan
menciptakan lapangan kerja baru untuk melindungi, menyokong masyarakat yang
secara ekonomi lemah dan miskin. Dalam gerak itulah, CUPS melibatkan diri
dalam kesatuan gerakan CU untuk mewujudkan kesejahteraan bersama sebagai
tujuan utama dari kegiatan pelayanan ekonomi mikro dan usaha-usaha
pemberdayaan.
400 SRS no. 26. 401 CV no. 65.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
245
Fokus pada peningkatan kesejahteraan bersama diterjemahkan dalam kata
“mandiri” di dalam visi CUPS 2017, yaitu: “Menjadikan Credit Union
pemberdayaan berbasis masyarakat yang mandiri, inovatif, dan terpercaya”. Makna
‘mandiri’ ditatapkan pada tugas utama CUPS ialah membantu dan mendidik
anggotanya untuk mampu mengontrol tata kelola keuangan, sehingga
memampukan mereka untuk mengatasi persoalan yang dihadapi dengan, dan
dengan itu memberdayakan mereka untuk mandiri lepas dari ketergantungan pada
bantuan dari luar dirinya. Oleh karena itu, usaha yang dilakukan CUPS itu tidak
hanya menawarkan produk layanan simpanan, pinjaman, dan solidaritas seperti
halnya lembaga kredit mikro lainnya. Akan tetapi, CUPS terus mendorong para
anggotanya untuk semakin terlibat dalam usaha pemberdayaan dalam berbagai
program pelatihan-pelatihan dan kursus-kursus kewirausahaan yang ditawarkan
CUPS. Melalui ragam keterlibatan anggota CUPS dalam berbagai kegiatan dan
program-program tersebut, mereka dapat terlibat dalam mewujudkan kesejahteraan
bersama (common good) seluruh masyarakat.
5.4.2 Communio Sebagai Identitas Dan Pengikat Keterlibatan Dalam
Pengembangan Economy of Communion (EoC)
Sejarah peradaban manusia -baik komunitas religius maupun nonreligius,
gerakan materialis ataupun spiritualis- telah menunjukkan bahwa pengembangan
eksistensi manusia dalam perspektif ekonomi itu dipengaruhi dan tidak dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
246
dilepaskan dari berbagai kondisi-kondisi dan aspek-aspek material.402 Salah satu
jejaknya ialah pada abad pertengahan melalui konsep monastik, praksis kegiatan
ekonomi dipengaruhi oleh gerak spiritualitas ora et labora.403 Jejak tersebut itu
masih nampak pada abad kelima belas, melalui gerakan para Fransiskan yang
memulai model “bank” yang disebut Montes Pietatis.404 Kemunculan gerakan ini
bukan untuk mengejar keuntungan (profit), tetapi untuk memerangi riba (usury) dan
memberi kesempatan kepada orang miskin untuk memulai usaha yang baru setelah
mengalami kebangkrutan. Jejak lain pun dapat ditelusuri dari pembangunan dan
pemberayaan komunitas masyarakat Indian di wilayah Paraguay oleh para Jesuit
dalam gerakan reduksi (reductiones). Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa
ekonomi itu memiliki keterbatasan terkait dengan faktor kelangkaan, tetapi tetap
berciri sosial dalam relasi resiprok (relasi kesalingan) antar umat manusia di dalam
komunitas masyarakat.
Perubahan mulai terasa ketika gerakan Protestan berkembang di wilayah
Eropa sebagai Gerakan perlawanan yang menekankan apek kemerdekaan diri dan
penghargaan pada independensi individu berhadapan dengan dominasi otoritas
dalam hirarki Gereja Katolik Roma.405 Gerakan ini memberi pengaruh besar di
kawasan benua Eropa hingga Amerika, yang kemudian “menjadi mesin revolusi
402 Luigino Bruni dan Amelia J. Uelmen (†), “Religious Values and Corporate Decision Making:
The Economy of Communion Project ”, hal. 657-659. 403 Luigino Bruni dan Amelia J. Uelmen (†), “Religious Values and Corporate Decision Making:
The Economy of Communion Project ”, hal. 657. 404 Luigino Bruni dan Amelia J. Uelmen (†), “Religious Values and Corporate Decision Making:
The Economy of Communion Project ”, hal. 657. 405 Luigino Bruni, “The Value of Sociality: Economics and Relationality in the Light of the Economy
of Communion”, dalam Revista Portuguesa de Filosofia, T. 10, Fasc, 1 (2014): hal. 64.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
247
kapitalisme”.406 Perubahan tersebut terus berkembang hingga pada abad ke-21 ini,
yang mana pemaknaan akan ekonomi bergeser dari paradigma sosial-ekonomi
menjadi paradigma individualistik yang didasarkan pada permasalahan kelangkaan
sumber daya. Maka ekonomi dimengerti sebagai ilmu ekonomi (science of
economics) yang menghubungkan dan berusaha mengatasi permasalahan
kelangkaan sumber daya berhadapan dengan penggunaan usaha-usaha alternatif.407
Oleh karena itu, ekonomi dalam tata dunia modern memiliki kecenderungan
bersifat personal dan individualitik, sehingga mengabaikan relasi kesalingan antar
manusia yang mendasari kegiatan ekonomi.
Pergeseran makna itu dapat dilihat dari perspektif dua makna dari ekonomi,
yaitu: makna substantif dan makna formal. Makna substantif ekonomi berakar dari
fakta adanya ketergantungan antara manusia pada sesamanya dan alam, sehingga
setiap manusia mesti memenuhi kebutuhan hidupnya bersama sesamanya.408
Makna formal ekonomi berangkat dari logika terkait dengan relasi antara sarana
dan tujuan dari aktivitas ekonomi berhadapan dengan ketersediaan sumber daya
yang terbatas. Relasi kedua makna membawa pada tegangan, di satu sisi kegiatan
ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang terus
meningkat, sedangkan di sisi lain, pemenuhan kebutuhan itu sendiri harus
berhadapan dengan faktor kelangkaan. Akibatnya, ekonomi akan cenderung
menjadi rasionalisme ekonomis (economic rationalism) yang sifatnya personal dan
406 Luigino Bruni, “The Value of Sociality: Economics and Relationality in the Light of the Economy
of Communion”, hal. 64. 407 Luigino Bruni dan Amelia J. Uelmen (†), “Religious Values and Corporate Decision Making:
The Economy of Communion Project ”, hal. 658. 408 Justinus Prastowo, Ekonomi Insani: Kritik Karl Polanyi terhadap Sistem Pasar Bebas
(Tangerang Selatan: Marjin Kiri, 2014), hal. viii, 39, dan 52.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
248
meletakkan kegiatan ekonomi sebagai usaha memenuhi kebutuhan manusia dengan
pencapaian keuntungan sebesar-besarnya yang disejajarkan dengan pencapaian
kebahagiaan (happiness). Oleh karena itu, kegiatan ekonomi tidak lagi bertujuan
pada usaha mencapai kesejahteraan bersama sebagai komunitas masyarakat (aspek
sosial-ekonomi), melainkan kegiatan ekonomi menjadi mekanika dalam kalkulasi
ekonomis berkaitan dengan untung-rugi (aspek ekonomis).
Uraian di atas menunjukkan bahwa ekonomi itu dibangun dari tindakan
individu sekaligus tindakan komunitas masyarakat yang dilakukan dalam suatu
sistem sosial. Ada masa di mana kegiatan ekonomi tidak melulu dikarenakan motif
ekonomi (untung-rugi), tetapi motif non-ekonomi dalam bentuk relasi reciprocity
(hubungan kesalingan antar umat manusia). Untuk itu, pergeseran itu diatasi dan
ditanggapi dalam gerakan EoC dengan memasukkan konsep communio bahkan di
dalam aktivitas ekonomi. Communio sebagai sarana implementasi dari relasi
resiprok atau kesalingan antar sesama manusia dalam komunitas masyarakat, dan
untuk melawan pengaruh individualistik dalam reasionalitas ekonomi dan
mencapai kebahagiaan.409
Konsep ini sudah dijalankan dan dipraktikkan dalam gerakan Focolare yang
dipelopori oleh Chiara Lubich. Awalnya kebersamaan dalam komunitas Focolare
itu terinspirasi dari Injil Matius, “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri” (Mat 19:19). Dalam komunitas, mereka mendalami kitab suci dan
kemudian memulai praktik sosial karitatif, seperti menghibur anak-anak, membagi-
409 Luigino Bruni dan Amelia J. Uelmen (†), “Religious Values and Corporate Decision Making:
The Economy of Communion Project ”, hal. 658.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
249
bagi makanan kepada kaum miskin, merawat yang sakit dan terluka, serta
memperlakukan mereka sebagaimana keluarganya sendiri.410 Ketika itu, ada
banyak keluarga yang kehilangan rumah mereka, anak-anak terlantar, banyak orang
sakit dan terluka akibat perang dunia II, serta tak sedikit yang mengungsi ke
gunung-gunung. Allah telah memberikan kepada mereka rahmat dan kelimpahan
material, sehingga mereka tergugah untuk berbagi dengan sesamanya sebagai
keluarga (family). Oleh karena itu, mereka kemudian membentuk komunitas-
komunitas kecil yang disebut Focolare dalam bahasa Italia berarti “perapian”,
karena mereka hidup satu komunitas bersama dari berbagai latar belakang yang
berbeda, dan mereka menghayati relasi komunitas sebagai saudara dalam
keluarga.411
Cara hidup berkomunitas model Focolare membawa implikasi: Pertama,
anggota komunitas adalah sumber terang dan energi untuk memahami bagaimana
cinta kasih Kristus itu diwujudkan secara kongkret dalam relasi dengan sesama di
dalam komunitas, misalnya dengan culture of giving; Kedua, keberadaan anggota
komunitas dan keterlibatannya itu menghadirkan secara nyata Kristus dalam
dinamika hidup berkomunitas.412 Inilah salah satu praktik kongkret dari spiritualitas
mencintai sesama di dalam kesatuan komunitas Focolare seperti dalam Yohanes
15:12 “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah
mengasihi kami”. Semangat itu terus dihayati dan kini berkembang luas, sehingga
410 Amelia J. Uelmen, “Caritas in Veritate and Chiara Lubich: Human Development From The
Vantage Point of Unity”, hal. 33. 411 Amelia J. Uelmen, “Caritas in Veritate and Chiara Lubich: Human Development From The
Vantage Point of Unity”, hal. 33. 412 Amelia J. Uelmen, “Caritas in Veritate and Chiara Lubich: Human Development From The
Vantage Point of Unity”, hal. 33.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
250
Focolare menjadi sebuah gerakan internasional yang mempromosikan EoC yang
melibatkan berbagai pihak dari segala umur dan lintas bidang pekerjaan. Dengan
demikian communio yang dipraktikkan dalam komunitas Focolare didasarkan pada
kesatuan relasi kasih dengan Kristus yang mewujud di dalam relasi dengan sesama.
Paus Benediktus XVI menyebut kata communio sebanyak tiga belas kali di
dalam ensiklik CV. Hal ini menandakan bahwa nilai communio bagi Paus itu
penting untuk diperhatikan dalam kegiatan ekonomi, secara khusus ketika kegiatan
ekonomi direfleksikan dalam perspektif teologis. Communio dipahami dalam
konteks kebersamaan dan persekutuan seluruh umat Allah dalam Kristus sebagai
identitas untuk terlibat dalam karya keselamatan-Nya ke dalam dan di tengah hiruk
pikuk dunia (Yoh 17;21).413 Makna communio ini pertama-tama berasal dari
inisiatif dan kehendak Allah, yang terwujud melalui peristiwa inkarnasi dan karya
penebusan Yesus Kristus, Di dalam communio, peristiwa inkarnasi Sabda Ilahi
(Kristus) dimaknai dan menunjukkan adanya relasi kasih antara Allah dan manusia
ciptaan-Nya. Relasi itu terungkap dalam seluruh hidup Yesus Kristus, secara
khusus sengsara, wafat, dan kebangkitan-Nya menjadi tanda kasih sejati.414 Yesus
Kristus mempersatukan kita dalam kasih dan kebenaran dalam diri-Nya, dan
dengan demikian menyatakan secara sempurna kasih Bapa dan kebenaran
mengenai Allah dan manusia.
Kasih adalah bersukacita dalam kebenaran (1Kor 13:6). Semua
orang merasakan dorongan dari dalam untuk mengasihi secara
sungguh-sungguh: kasih dan kebenaran tidak pernah meninggalkan
413 Amelia J. Uelmen, “Caritas in Veritate and Chiara Lubich: Human Development From The
Vantage Point of Unity”, hal. 34. 414 Pasquale T. Giardano, “Catechism of Caritas in Veritate (Charity in Truth) by Pope Benedict
XVI” dalam East Asian Pastoral Review, vol. 48, no. 4 (2011): hal. 389.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
251
mereka secara penuh, karena kasih dan kebenaran itu adalah
panggilan yang ditanam Allah di dalam hati dan budi setiap
manusia. Yesus Kristus memurnikan dan membebaskan dari
kerapuhan manusiawi kita pada pencaran kasih dan kebenaran, dan
Ia telah menyatakan kepada kita sepenuhnya inisiatif kasih dan
rencana atas hidup sejati yang telah disiapkan Allah bagi kita. Dalam
Kristus kasih dalam kebenaran menjadi wajah Pribadi-Nya, sebuah
panggilan bagi kita untuk mengasihi saudari-saudara kita dalam
kebenaran rencana-Nya. Sesungguhnya, Ia adalah Sang Kebenaran
itu sendiri (bdk. Yoh 14:6).415
Oleh karena itu, dalam communio, misteri keselamatan Kristus menuntun
kita untuk menjadi manusia baru. “Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu
masing-masing adalah anggotanya” (1Kor 12:27). Hal ini sejalan dengan ajaran
iman dalam Konsili Vatikan II dalam Lumen Gentium no. 1: “Gereja itu dalam
Kristus bagaikan sakramen, yakni: tanda dan sarana persekutuan mesra dengan
Allah dan kesatuan seluruh umat manusia.”416 Dalam konteks global, Paus
Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si’ no. 89 mengatakan bahwa makhluk-makhluk
dunia ini tidak dapat dianggap sebagai barang tanpa pemilik, karena semua itu
adalah milik Allah, Sang Pencipta sekaligus menyatukan kita sebagai ciptaan.
Makhluk-makhluk dunia ini tidak dapat dianggap sebagai barang
tanpa pemilik: “mereka adalah milik-Mu, ya Tuhan, yang
mencintai kehidupan” (Kebijaksanaan 11:26). Ini adalah dasar
keyakinan bahwa, karena diciptakan oleh Bapa yang sama, kita dan
semua makhluk alam semesta disatukan oleh ikatan yang tak
kelihatan, dan membentuk semacam keluarga universal, suatu
persekutuan luhur yang memenuhi kita dengan rasa hormat yang
suci, lembut, dan rendah hati. Saya ingin mengingatkan bahwa
“Allah menyatukan kita begitu erat dengan dunia di sekitar kita”.417
415 CV no. 1. 416 LG no. 1. 417 LS no. 89.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
252
Akhirnya, communio umat Allah itu hanya nyata dan sungguh-sungguh ada di
dalam kesatuan tubuh Kristus; demikian pula hanya dalam dan melalui tubuh
Kristus, Gereja menjadi umat Allah.418 Melalui inkarnasi-Nya, misteri Kristus itu
bekerja secara tersembunyi di dalam seluruh dinamika dan realitas alam tanpa
meniadakan otonominya, dan Kritus hadir di dalam seluruh ciptaan dengan
ketuhanan-Nya yang universal.419
Oleh karena itu, Gereja menjadi tubuh Kristus, karena Gereja ambil bagian
dalam karya keselamatan Kristus yang bersumber dan berpusat pada Ekaristi.
Tuhan adalah roti bagi kita, santapan bagi kehidupan kita manusia. Dengan
menyantap tubuh-Nya, Kristus membiarkan diri-Nya kita miliki sehingga Dia
semakin memiliki kita. “Siapa yang mengikatkan dirinya kepada Tuhan, menjadi
satu roh dengan Dia” (1Kor 6:17). Inilah landasan utama pembangunan
communion dalam perspektif CV dan menjadi dasar kekuatan untuk terlibat secara
aktif di dalam realitas sosial memperjuangkan kesejahteraan bersama umat
manusia. Dalam CV no 2, Paus Benediktus menyebut relasi kasih (Caritas) sebagai
jantung hati ASG, yang memberikan kekuatan besar dalam semangat evangelisasi
dan dorongan bagi manusia untuk terlibat dalam permasalahan sosial-ekonomi di
dunia. Dengan demikian, communio Gereja itu tidak hanya bersifat Ilahi dan
spiritual, tetapi juga mengandung unsur relasi vertikal sekaligus horizontal yang
berciri sosial dalam relasi antara manusia. Communio itu diperlukan dalam usaha
pengembangan manusiawi dan perjuangan keadilan mencapai kesejahteraan hidup
418 Krispurwana Cahyadi, Benediktus XVI (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2010), hal. 78. 419 LS no. 99 dan 100.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
253
atas seluruh dimensi humanitas kehidupan manusia.420 Oleh karena itu, perhatian
pada prinsip communio tidak pernah dimaksudkan sebagai instrumen semata dalam
bagian karya perutusan Gereja, melainkan communio diarahkan untuk menarik dan
menyatukan orang-orang Kristen bertumbuh dalam iman mereka.421
Dalam konteks global, dalam CV no. 53 Paus Benedicktus XVI menegaskan
perlunya true communion dan kerja sama antar manusia sebagai satu keluarga
(relasi resiproksitas manusia) lebih dari sekadar hidup saling berdampingan.422
Communio dimengerti bukan sebagai obyek statis yang ingin dicapai di masa
depan, melainkan sarana manusia untuk membangun relasi kesalingan dan
mengalami perjumpaan antar pribadi manusia. Relasi kesalingan yang dimaksud
terjadi di antara para pekerja atau karyawan, para pelanggan atau konsumen
(customers), para kompetitor usaha, suppliers, para distributor, dst.423 Relasi
kesalingan yang terjadi dalam ruang dan waktu ditujukan untuk mewujudkan
kesejahteraan bersama (common good). Misalnya, para karyawan tetap memiliki
hubungan dengan para pelanggan atau customers sekalipun mereka mungkin tidak
pernah bertemu secara fisik, namun mereka tetap memiliki hubungan relasi
kesalingan yang dinamis. Kerja keras para karyawan untuk menghasilkan suatu
produk atau layanan jasa itu digunakan untuk melayani kebutuhan konsumen di
suatu tempat di belahan dunia tertentu. Aktivitas ekonomi menjadi sarana yang
420 Pasquale T. Giardano, “Catechism of Caritas in Veritate (Charity in Truth) by Pope Benedict
XVI”, hal. 389. 421 Benediktus XVI, “Communio: A Program” dalam Joseph Ratzinger in Communio Vol 1: The
Unity of The Church (Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Company, 2010), hal. 123. 422 CV no. 53. 423 John B. Gallagher, “Communion and Profits: Thinking with the Economy of Communion about
the Purpose of Business”, hal. 23.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
254
mempertemukan dan memperdalam relasi-relasi tersebut, misalnya dalam aktivitas
bisnis dan pasar.424
Aspek communio pada level praksis di pemberdayaan CUPS
diimplementasikan melalui: usaha pembangunan dan peningkatan trust para
anggota CUPS kepada lembaga, sehingga kepercayaan mereka pada Lembaga
sungguh mampu menggerakkan dan meningkatakan keterlibatan anggota dalam
berbagai kegiatan, pelatihan, dan program-program CUPS. Kekhasan gerakan
CUPS terletak pada ikatan rasa percaya sebagai satu komunitas, yang membawa
pada kesadaran bahwa CUPS itu dimiliki dan dikelola sepenuhnya oleh para
anggota dari berbagai suku, agama, dan lintas pekerjaan. Implementasi dan
pengembangan communio dapat ditelusuri dari nilai-nilai inti yang diperjuangkan
dalam CUPS dan masuk ke dalam Visi-Misi 2017, yaitu: peduli terhadap kehidupan
sosial ekonomi masyarakat dengan sikap jujur, terbuka, setia, dan saling percaya.
Melalui keempat nilai itu, diharapkan anggota dapat bertumbuh dalam kepercayaan
dan semakin terlibat aktif dalam aktivitas CUPS, sehingga mereka secara mandiri
dapat mencapai kesejahteraan hidup.
Kempat nilai itu diimplementasikan dalam berbagai program di CUPS,
yaitu: (1) anggota baru harus mengikuti pelatihan dasar yang disebut Cerdas
(Pencerahan dasar), dengan tujuan memberi pondasi awal anggota tentang aktivitas
CU, financial literacy, dan memberi kesadaran bahwa keterlibatan di CUPS bukan
sekedar memenuhi kebutuhan keuangan tetapi terlibat mengusahakan kesejaheraan
424 John B. Gallagher, “Communion and Profits: Thinking with the Economy of Communion about
the Purpose of Business”, hal. 23.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
255
secara mandiri; (2) anggota harus masuk dan terlibat dalam aktivitas pendampingan
dan pelatihan di dalam kelompok-kelompok kecil yang disebut kelompok Basis 5
(CUMI PS) dan sekarang menjadi Sahabat Sejahtera (CUPS); (3) CUPS tidak hanya
mengadakan program pemberdayaan di seputar keuangan, tetapi juga pelatihan-
pelatihan kewirausahaan yang diharapkan dapat menjadi alternatif solusi mencapai
kesejahteraan anggota CUPS; (4) khusus anggota yang memiliki usaha mikro,
CUPS secara rutin melakukan kunjungan rutin ada yang mingguan dan ada yang
bulanan sebagai sarana komunikasi untuk pengembangan unit usaha, dan juga
memotivasi anggota yang tergolong dalam kategori “anggota kurang berhasil”
untuk terus berusaha. Keempat usaha tersebut berdampak positif bagi
perkembangan CUPS dari dua indikator, yaitu: (1) dari sisi keuangan, total aset,
rasio pinjaman beredar, rasio simpanan anggota mengalami peningkatan, dan rasio
kredit lali di bawah 2% dari tahun 2017 s.d 2019; (2) dari sisi non-keuangan,
rekrutmen anggota dan keterliabtan anggota dalam pelatihan dan kewirausahaan
mengalami kenaikan hingga angka 44,87% (tahun 2019) dari total keseluruhan
anggota CUPS.
5.4.3 Pembangunan Integral Manusia Sebagai Frame Work Dalam
Pengembangan Economy of Communion (EoC)
Paus Benediktus XVI dalam CV menegaskan kembali perihal martabat dan
pengembangan manusia yang autentik menjadi fokus utama dari segala bentuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
256
kegiatan dan pengembangan ekonomi. Paus mendasarkan pandangan tersebut pada
ensiklik Populorum Progressio yang menyebut perihal “panggilan” (CV no. 11)
untuk terlibat dalam pembangunan integral manusia yang dipromosikan oleh Paus
Paulus VI.425 Oleh karena itu, pembangunan integral manusia itu tidak hanya
mencakup kemajuan atau bertambahnya materi, kekayaan ataupun kesejahteraan
dalam konstelasi politik global, tetapi juga sejalan dengan pertumbuhan pribadi
manusia (tubuh, pikiran, dan jiwa).426 Maka diperlukan adanya keseimbangan
antara dimensi jasmani dan spiritual dalam terang karunia kehidupan (body, mind,
dan spirit) yang diterima pribadi manusia sebagai pribadi maupun bagian dari
komunitas umat manusia.427 Tujuan utamanya ialah untuk memberi penghargaan
atas martabat kehidupan yang dikaitkan dalam konteks luas di dalam persoalan
pembangunan bangsa-bangsa.428
Perkembangan [manusia] yang dibicarakan di sini tidak dapat
dibatasi pada pertumbuhan ekonomi melulu. Agar perkembangan
itu otentik, maka harus menyeluruh; artinya harus memupuk
perkembangan tiap manusia (person) dan manusia seutuhnya.
Seorang pakar ulung di bidang ini dengan tepat mengatakan:
“Janganlah kita biarkan ekonomi diceraikan dari kenyataan-
kenyataan manusiawi, atau perkembangan dari peradaban yang
mejadi gelanggangnya. Yang penting bagi kita ialah manusia -tiap
manusia perorangan, tiap kelompok manusiawi, dan umat manusia
secara keseluruhan.” (PP no. 14).429
425 CV no. 11, 16-19. 426 CV no. 76 yang disadur dari Georg Kirchberger, “Pembangunan Integral-Caritas in Veritate”,
Jurnal Ledalero, vol. 11, no. 1 (2012): hal. 161. 427 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?” dalam
The True Wealth of Nations, ed. Daniel K. Finn (New York: Oxford University Press. Inc., 2010),
hal. 20. 428 CV no. 28. 429 PP no. 14.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
257
Kesadaran ini bukanlah hal yang baru bagi Paus Benediktus XVI. Ia
meneruskan refleksi teologis pendahulu sebelumnya, yaitu: Paus Yohanes Paulus
II. Dalam konteks ASG, Paus Yohanes Paulus II dalam Sollicitudo Rei Socialis
menyebut bahwa “perkembangan manusia sejati”430 dapat diukur dari sudut
pandang: bagaimana manusia kembali memperhatikan hubungan yang benar
dengan Allah (personal) dan relasi sosial dengan makhluk ciptaan lain (SRS no.
27).431 Perkembangan itu dimulai dari pribadi dan bersama gerak segala bangsa,
yang mempunyai hak atas perkembangan seutuhnya atas diri mereka sendiri, dan
dalam kerangka kesetiakawanan, solidaritas, dan pengembangan kebebasan
manusia (SRS no. 30-31).432 Implikasinya ialah perkembangan itu tidak cukup
hanya diukur dari sudut pandangan asas ekonomi, hukum sosial, dan aturan politik,
tetapi juga dalam perspektif pendekatan teologi.
Paus Yohanes Paulus II menempatkan gerak perkembangan manusia dalam
rangka usaha mencapai tujuan hidup manusia menuju Allah, melalui jalan karya
keselamatan Kristus.
Bahaya penyalahgunaan harta benda itu dan munculnya kebutuhan-
kebutuhan yang diciptakan oleh manusia sendiri sama sekali tidak
boleh menghalang-halangi kita untuk menghargai harta milik dan
sumber-sumber baru yang disediakan bagi kita, atau untuk
memanfaatkannya. Sebaliknya semuanya itu harus kita pandang
sebagai karunia Allah, dan sebagai tanggapan terhadap panggilan
manusia, yang terwujud seutuhnya dalam diri Kristus.433
430 Terjemahan yang dipakai oleh Konferensi Waligereja Indonesia untuk frase “authentic human
development” adalah “perkembangan manusia sejati” 431 SRS no. 27. 432 SRS no. 30-31. 433 SRS no. 29.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
258
Perkembangan manusia sejati pertama-tama didasarkan pada kodrat khas
manusia sebagai ciptaan Allah menurut citra-keserupaan-Nya (bdk. Kej. 1:26).
Kodrat manusia bersifat jasmani dan rohani, dan dilambangkan dalam kisah
penciptaan yang kedua oleh kedua unsur: dari bumi Allah membentuk tubuh
manusia, dan nafas kehidupan dihembuskan-Nya ke dalam hidung manusia (bdk.
Kej. 2:7).434 Setelah penciptaan, Allah mempercayakan manusia tugas untuk
“berdaulat” atas ciptaan-ciptaan lainnya untuk “mengolah taman” (SRS no. 30).
Dalam rangka inilah, usaha manusia memelihara “taman” dan kepatuhan pada
perintah Allah merupakan sebagian dari tugas perkembangan manusia yang
berdimensi sosial.435 Tugas ini bersifat personal sebagai pribadi yang secitra dengan
Allah, sekaligus juga tugas tersebut bersifat komunal atau berdimensi sosial (tugas
sosial) sebagai umat manusia pasangan pria dan wanita. Keduanya hal tersebut
dicapai melalui pengalaman kerja bersama dan berkolaborasi dengan seluruh
manusia, serta menjadi kewajiban setiap individu manusia di hadapan semua umat
manusia (SRS no. 32).
Sebelum Paus Benediktus XVI, Paus Yohanes Paulus II menyebut bahwa
ego manusia kerap kali menjadi penghalang perkembangan manusia sejati:
Bila manusia tidak patuh kepada Allah dan menolak menaati
kedaulatan-Nya, alam memberontak melawannya, dan tidak
mengakuinya lagi sebagai “tuan’-nya; sebab ia mencermarkan citra
ilahi dalam dirinya. Tuntutan atas pemilikan dan penggunaan alam
tercipta memang tetap berlaku; akan tetapi sesuah doa
pelaksanaannya menajdi sulit dan penuh derita (bdk. Kej 3:17-
19)...Riwayat [perkembangan manusia] itu tiada hentinya terancam
434 SRS no. 29. 435 Bernhard Kieser, Solidaritas: 100 Tahun Ajaran Sosial Gereja (Yogyakarta: Kanisius, 1992),
hal. 177.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
259
bahaya akan ketidak-setiaan [manusia] terhadap kehendak Sang
Pencipta, dan khususnya karena godaan penyembahan
berhala...Barangsiapa hendak mengabaikan tugas yang sulit tetapi
luhur, dengan dalih bahwa perjuangannya sulit dan bahwa terus
menerus dituntut daya-upayanya, atau semata-mata akibat
pengalaman kegagalan dan karena perlunya memulai lagi, orang itu
mengkhianati kehendak Allah Pencipta.”436
Dalam konteks sosial ekonomi, ego manusia yang tidak dikelola baik dapat menjadi
dasar pemicu munculnya struktur-struktur tidak adil dan sebagai rentetan dari
struktur-struktur dosa. Karena manusia akan mementingkan kepentingannya
pribadi atau kelompok, dan mengorbankan kepentingan bersama seluruh anggota
komunitas masyarakat. Paus Yohanes Paulus II menyebut bahwa akar keterpecahan
dunia itu disebabkan adanya struktur-struktur dosa, yaitu: keseluruhan faktor-faktor
negatif, yang berdampak melawan kesadaran sejati manusia akan permasalahan
kesejahteraan umum yang secara keseluruhan merintangi tugas perwujudan
kesejahteraan umum tersebut.437 Secara khusus dalam SRS no 34 disebutkan bahwa
struktur doa itu berakar pada dosa pribadi yang mempengaruhi perilaku manusia
dan mengganggu proses perkembangannya.
Struktur dosa itu menjadi akar yang menghambat perkembangan utuh
manusia. SRS mengatakan bahwa “orang-orang tanpa iman yang jelas pun akan
yakin, bahwa hambatan-hambatan bagi pengembangan yang menyeluruh bukan
saja terdapat di bidang ekonomi, melainkan pada sikap-sikap yang mendalam, yang
oleh manusia dapat dijadikan nilai-nilai mutlak”.438 Nampaknya Paus Yohanes
436 SRS no. 30. 437 Bernhard Kieser, Solidaritas: 100 Tahun Ajaran Sosial Gereja, hal. 179. 438 SRS no. 38.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
260
Paulus II menyasar aspek personal manusia, yaitu: hati yang bebal yang sulit
mengakui bahwa persoalan kemiskinan itu disebabkan oleh struktur-struktur sosial-
ekonomi dan politis yang tidak adil. Struktur itu diciptakan dan dijalankan oleh
manusia, maka titik tolak perubahan juga terletak pada diri manusia. Paus
mengatakan dengan jelas bahwa manusia bertanggung jawab untuk
memperjuangkan “kehidupan lebih manusiawi” bagi sesamanya demi nilai-nilai
yang lebih luhur, seperti kesejahteraan umum.439 Kehidupan yang lebih manusiawi
itu menuntut adanya perubahan sikap, perilaku dan pola hidup manusia.
Bagi Paus Benediktus, permasalahan terhambatnya perkembangan manusia
juga dipengaruhi oleh persoalan hedonisme dan konsumerisme, serta sikap masa
bodoh terhadap sesama terlebih pada pengelolaan alam yang berlebihan. Ketiga hal
tersebut memunculkan ketidakadilan dalam kehidupan manusia dalam relasi antar
manusia dan antar negara. Orang akan terjebak ke dalam logika komersial sebagai
motif utama, tanpa ada tanggung jawab sosial-politis akan kepentingan umum. Di
beberapa negara, kelompok atau perusahaan yang kuat justru menimbun dan
mengekspoitasi sumberdaya tak terbarukan untuk kepentingan ekonomis dan
memicu konflik, kerusahan lingkungan, kemiskinan, bahkan kematian yang dialami
oleh masyarakat sekitar. Misalnya, Paus Benediktus XVI menggunakan
permasalahan kelaparan yang terjadi di beberapa wilayah di dunia sebagai contoh.
Kelaparan akibat kemiskinan terjadi tidak disebabkan pertama-tama oleh persoalan
kelangkaan sumber daya alam, tetapi lebih dikarenakan oleh persoalan tata kelola
439 SRS no. 38.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
261
dalam jaringan ekonomi yang didasarkan pada struktur yang tidak adil dan
lemahnya penghargaan akan martabat kehidupan manusia.440
Organisasi-organisasi internasional seharusnya mempertanyakan
efektivitas nyata alat birokrasi dan administrasi, yang seringkali
terlalu mahal. Kadang-kadang terjadi bahwa orang (negara) yang
menerima bantuan menjadi bawahan dari orang (negara) yang
memberi bantuan dan orang-orang miskin terus melanggengkan
birokrasi mahal itu yang menghabiskan sebagain besar presentase
keuangan yang diperuntukkan bagi pengembangan (manusia) [...]
Seharusnya perhatian utama [pengembangan manusia] adalah
meningkatkan kondisi kehidupan aktual masyarakat di suatu
wilayah tertentu, sehingga membuat mereka mampu melaksanakan
tanggung jawaban mereka, yang karena kemiskinan saat ini mereka
tidak mampu memenuhinya. Perhatian sosial tidak pernah boleh
menjadi suatu sikap abstrak. Program pengembangan disesuaikan
dengan situasi individu, harus fleksibel; dan orang-orang (negara)
yang memperoleh manfaat darinya seharunya ikut terlibat langsung
dalam perencanaan dan pelaksanannya.441
Lebih lanjut Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si mengungkapkan bahwa
usaha pemberantasan kemiskinan dan pemberdayaan sosial ekonomi harus tetap
menjadi prioritas, sehingga diperlukan adanya suatu tanggapan global dari dunia
internasional untuk menanggapi persoalan tersebut.
Bagi negara-negara miskin, pemberantasan kemiskinan dan
pengembangan sosial penduduknya harus menjadi prioritas.
Namun, mereka juga harus mengkaji skandal konsumsi tinggi di
sector elite bangsa mereka dan mengendalikan korupsi. Juga benar
bahwa mereka harus mengembangkan bentuk-bentuk produksi
energi yang kurang mencemari, tetapi untuk itu mereka harus dapat
memperhitungkan bantuan negara-negara yang telah mengalami
pertumbuhan tinggi, dengan menyebabkan pencemaran planet saat
ini (LS no. 172) […] Kita memerlukan suatu tanggapan global yang
lebih bertanggungjawab, yang mencakup serentak perjuangan
440 Krispurwana Cahyadi, Benediktus XVI (Yogyakarta: Kanisius, 2014), hal. 355. 441 CV no. 47.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
262
untuk mengurangi polusi dan pembangunan negara, serta wilayah
yang miskin (LS no. 175).442
Dalam perspektif ekonomi, triangulasi relasi pasar, negara, dan masyarakat
sipil harus menempatkan masyarakat sipil sebagai pondasi dasar dan motif dari
usaha mencapai kesejahteraan bersama (common good). Tak jarang pengaruh
hedonisme dan konsumerisme menjebak masyarakat sipil dan menguntungkan
secara ekonomis bagi pasar dan negara. Karena dunia ekonomi bukanlah suatu yang
netral, maka harus didasarkan sungguh pada prinsip moral dan etika yang benar.443
Oleh karena itu, perkembangan sejati yang dimaksud Paus Benediktus XVI ialah
kombinasi antara perkembangan integral umat manusia dan sekaligus
perkembangan pribadinya, misalnya: persoalan ekonomi dan moral etis, kewajiban
pribadi dan kepentingan bersama, relasi kesalingan antara manusia dan manusia
dengan Allah dan ciptaan lain.444
Landasannya ialah Allah telah mengaruniakan tiga karunia kemanusiaan
kepada manusia sebagai ciptaan seperti dalam Kitab Kejadian 1-2, yaitu: karunia
dari diri, karunia dari sesama, dan karunia dari alam ciptaan.445 Kita tidak dapat
mengklaim bahwa kita itu bekerja demi kesejahteraan bersama (common good), jika
kita tidak melaksanakan tanggung jawab kita di dalam terang ketiga karunia
tersebut. Pengembangan manusia itu berkaitan dengan bagaimana kita mampu
memenuhi dan mengembangkan potensi dari masing-masing karunia tersebut.
Perkembangan ketiga karunia tersebut juga berarti menunjukkan perkembangan
442 LS no. 172 dan 175 443 Krispurwana Cahyadi, Benediktus XVI, 2014, hal. 356. 444 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 20. 445 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 20.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
263
kehidupan manusia itu sendiri.446 Karena dalam rencana Allah, setiap orang
dipanggil Allah untuk mengembangkan diri, melalui anugerah akalbudi dan
kehendak bebas, sehingga mereka dapat bertanggungjawab atas pemenuhan dirinya
juga keselamatannya (PP no. 15).447 Keselamatan dalam konteks perkembangan
integral manusia dimaknai secara spiritual dan terwujud dalam praksis hidup yang
konkret, yaitu: pencapaian kesejahteraan hidup bersama (common good) sebagai
bangsa manusia dan relasi dengan ciptaan lainnya.448 Inilah yang menjadi frame
work bagi pengembangan EoC, yaitu:
446 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 20. 447 Bernhard Kieser, Solidaritas: 100 Tahun Ajaran Sosial Gereja, hal. 167. 448Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 20-
22.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
264
5.1 Frame Work Economy of Communio449
5.4.3.1 Gift of the Self: Subsidiarity
Prinsip subsidiaritas (subsidiarity) menyatakan bahwa setiap orang tidak
boleh mengalami ketergantungan pada sesamanya atau badan yang lebih tinggi,
untuk melakukan apa yang bisa mereka lakukan atau seharusnya dilakukan secara
mandiri untuk diri mereka sendiri, untuk sesama, dan untuk komunitasnya.450
449 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 23. 450 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 22.
Human Dignity
Integral Human Development
Gift of Each Other Gift of the earth Gift of the Self
Subsidiarity Solidarity Universal
destination
of the goods
of the earth Socialization
Mutual Advantage
(relative of labor)
Primacy of labor
Option for the poor
Participation
Restoration
Stewardship
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
265
Prinsip subsidiaritas yang ditawarkan oleh Paus Benediktus XVI dalam ensiklik CV
itu bukanlah konsep baru dalam perkembangan refleksi teologis sosial yang berakar
dari realitas sosial-ekonomi masyarakat.
Awalnya, Gereja melalui Paus Leo XIII pada tahun 1891 mengeluarkan
ensiklik Rerum Novarum (RN). Dalam ensiklik itu, Paus Leo XIII merefleksikan
bahwa kita perlunya mengambil sikap terhadap situasi sosial dan perubahan sistem
perekonomian sehingga dengan demikian dapat membantu kaum buruh. Empat
puluh tahun kemudian pada tahun 1931, Paus Pius XI melalui ensiklik
Quadragesimo Anno (QA) menambahkan aspek subsidiaritas secara eksplisit yang
disebut dengan istilah “The priciple of social philosophy”451 dan menekankan
keterhubungan antara prinsip ekonomi dan moral sosial untuk mencapai common
good.452 Yang ingin dicapai oleh prinsip subsidiaritas ialah “keseimbangan
sosial”453 antara kelompok-kelompok atau lembaga-lembaga yang ada di suatu
451 Jack Mahoney “Subsidiarity in the Church” dalam The Month, Vol. CCXLIX, No. 1451,
November 1988, hal. 968. 452 QA no. 42-43. 453 Jack Mahoney dalam jurnal The Month 1988 membedakan makna subsidiaritas, yaitu: (1)
Pertama subsidiaritas dalam konteks bahasa dan pemahaman Gereja itu berbeda. Dalam bahasa
Inggris dipakai kata “subsidiarity” yang memiliki makna “subsidiary” atau subordinat yang
berfungsi menyokong atau membantu pokok utama. Dalam konteks hidup bermasyarakat, fungsi
masyarakat ialah membantu person baik secara positif dengan menyediakan fasilitas yang
dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan individu dan kolektif; atau dalam arti negatif dengan
melakukan intervensi sosial sejauh itu diperlukan, dan membiarkan individu dan kelompok untuk
secara bebas bertindak. Sedangkan subsidiaritas yang dipahami Gereja itu lebih bermakna
menguatkan struktur-struktur yang ada baik secara individual maupun kolektif secara lebih luas,
sehingga memampukan individu dan kelompok secara bersama-sama mengusahakan common good.
Untuk itu, subsidiaritas dalam Gereja menurut Paus Pius XI mencakup intervensi di ruang lingkup
sosial, ekonomi, budaya, bahkan juga intervensi politik. (2) Kedua, subsidiaritas berbeda dengan
konsep delegasi. Delegasi itu menekankan pembagian kekuasaan dari pemegang otoritas dengan
pihak di bawahnya, sehingga menjamin sistem sosial dapat berlangsung. Sistem delegasi ini tidak
dapat menjamin bahwa pihak yang lemah akan dilindungi atau dikuatkan, justru dapat
melanggengkan penindasan dengan adanya otoritas dari atas. Sebaliknya subsidiaritas adalah suatu
usaha sosial dalam bentuk apapn dan sifatnya membantu setiap pribadi di dalam kesatuan tubuh
sosial, tetapi usaha tersebut tidak pernah akan menghancurkan dan mengaborsi pihak yang lemah
dalam struktur sosial di masyarakat. Jack Mahoney “Subsidiarity in the Church”, hal. 968-970.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
266
masyarakat dengan memberikan ruang dan kebebasan bagi pribadi untuk berusaha
dan menentukan diri. Keseimbangan sosial yang dimaksud ialah prinsip
subsidiaritas tidak hanya melindungi hak asasi manusia dan martabatnya sehingga
dapat menjamin kesejahteraan hidupnya. Namun, subsidiaritas diarahkan untuk
meningkatkan otoritas dan kekuasaan sosial, sehingga mereka memiliki daya tawar
sosial yang seimbang sebagai individu dengan individu lain di dalam komunitas
masyarakat.454
Prinsip subsidiaritas direfleksikan lebih lanjut oleh Paus Yohanes XXIII
melalui ensiklik Pacem in Terris (PT) pada tanggal 11 April 1963.
Prinsip subsidiaritas mengatur hubungan-hubungan antara
pemerintah dan warga masyarakat, keluarga-keluarga, serta serikat-
serikat di dalam suatu negara, yang harus diterapkan juga pada
hubungan-hubungan antara kewenangan semesta dalam relasi
masyarakat dunia internasional dan pemerintahan di negara masing-
masing. Fungsi khusus terkait dengan kewenangan tersebut
seharusnya untuk: mengevaluasi dan menyelesaikan masalah-
masalah ekonomi, sosial, politik dan budaya, yang berdampak atas
kesejahteraan bangsa. Karena luas, kompleks, dan mendesaknya
persoalan tersebut, maka selayaknya persoalan-persoalan itu
dipandang terlampau sulit bagi para pemimpin negara untuk
mengatasinya.455
Kekhasan dari PT terletak pada usaha menempatkan kesejahteraan umum
dalam konteks permasalahan sosial yang multi dimensi melampaui wilayah
teritorial suatu negara dan keterhubungan masing-masing negara secara politis.
Salah satunya praksisnya ialah perhatian pada hak-hak asasi manusia dan hak
perserikatan sebagai praksis kongkret dari subsidiatias dan menjadi bagian dari
454 Jack Mahoney “Subsidiarity in the Church”, hal. 969. 455 PT no. 140.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
267
masalah politis. Ensiklik PT menunjukkan keterbukaan Gereja untuk mulai
berdialog dengan permasalahan dunia yang lebih luas.
Prinsip subsidiaritas kembali digemakan oleh Yohanes Paulus II dalam
ensiklik Cantesimus Annus (CA) pada tahun 1991 bertepatan dengan ulang tahun
diterbitkannya ensiklik Rerum Novarum. Salah satu kekhasan dari CA terkait
dengan perkembangan manusia ialah memberi perhatian tidak hanya pada kaum
marginal dalam dunia industri yang terdampak dari perubahan sistem ekonomi dan
politik, tetapi juga negara-negara yang masih terbelakang dari kancah dunia
internasional. Perubahan tata ekonomi dan sosial serta sistem demokrasi ternyata
tidak menjamin manusia terlepas dari persoalan marginalisasi, eksploitasi, dan
ketergantungan.456 Mereka yang termarginalisasi baik secara ekonomi maupun
jaringan dunia internasional akan semakin terhambat untuk mengakses informasi
dan ilmu pengetahuan, sumber-sumber daya dalam proses produksi, akses pada
barang konsumsi, dan akan semakin tergantung pada bantuan dari pihak lain. Paus
menyadari bahwa di satu sisi negara berkewajiban untuk mengawasi dan mengatur
cara-cara merealisasikan hak-hak manusia di bidang perekonomian, seperti:
mendukung kegiatan ekonomi kerakyatan, mendorong sektor-sektor ekonomi
untuk bertumbuh, menjamin ketersediaan peluang-peluang kerja sehingga tercapai
kesejahteraan bersama.457 Namun di sisi lain, tanggung jawab utama tidak
sepenuhnya ada pada Negara, melainkan juga tanggungjawab warga perorangan
baik dalam berbagai kelompok dan serikat yang membentuk masyarakat.
456 CA no. 42 dan 46. 457 CA no. 48.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
268
Untuk mengatasi hal tersebut, Paus Yohanes Paulus II kembali menekankan
prinsip subsidiaritas dengan: penetapan batas-batas tertentu terkait dengan hak
otonomi dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam kebijakan ekonomi dan
politik, menentukan kondisi-kondisi kerja, sehingga mereka yang tak terberdaya
dilindungi dan mereka yang menganggur mendapat bantuan minimal yang sangat
diperlukannya.458 Bantuan tetap diperlukan untuk memberdayakan mereka, akan
tetapi titik tolak perubahan tetap ada pada diri pribadi tersebut sebagai pembuat
keputusan dan sikap yang akan diambil. Maka subsidiaritas memungkinkan
individu dan negara untuk saling bekerja sama memperbaiki dan menjalankan
sistem ekonomi.
Subsidiaritas berarti suatu usaha dari kelompok masyarakat yang
lebih tinggi untuk tidak mencampuri persoalan internal kehidupan
komunitas masyarakat, atau usaha untuk menghilangkan fungsi-
fungsinya; sebaliknya harus mendukung dan membantunya bila
terdesak oleh berbagai kebutuhan, dan menolongnya untuk
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatannya dengan kelompok atau
komunitas masyarakat lainnya dengan tujuan demi terwujudnya
kesejahteraan umum.459
Dalam konteks makro, kerja sama antar negara pada umumnya sudah
berlangsung, akan tetapi didasarkan pada kepentingan politik dan ekonomi suatu
negara atau organisasi internasional. Di mana dominasi kekuatan politik tetap
mempengaruhi kerja sama tersebut. Kelompok atau organisasi internasional
ataupun suatu negara tertentu yang kuat secara ekonomi dan politik dapat
menentukan keberadaan dari kelompok-kelompok atau negara-negara yang lebih
458 CA no. 15. 459 CA no. 48.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
269
lemah.460 Relasi dan kerja sama tersebut tidak sepenuhnya dapat menjamin manusia
atau warga negara lepas dari persoalan eksploitasi, privatisasi sosial, kemiskinan,
bahkan ketergantungan pada lembaga internasional atau negara tertentu.
Bantuan dari lembaga internasional atau negara yang diberikan secara
berkelanjutan tanpa memberikan ruang kebebasan bagi negara miskin menentukan
sikap dan berusaha, maka akan berdampak pada ketergantungan pada pihak yang
diberi bantuan. Bantuan ekonomi itu dibutuhkan untuk mempercepat pertumbuhan
eonomi yang dapat membawa masyarakat pada kesejahteran bersama (common
good). Sebaliknya, bagaimana negara miskin akan keluar dari permasalahannya jika
dirinya sendiri tidak memiliki kapabilitas untuk itu? Maka yang akan terjadi ialah
privatisasi sosial. Artinya, negara kaya akan memiliki kesempatan mengembangkan
diri semakin besar, sebaliknya negara miskin akan tetap menjadi miskin, terpuruk
dalam kancah internasional, dan kesempatan untuk berkembang semakin terbatas.
Prinsip subsidiaritas berada di tengah-tengah dalam ketegangan tersebut.
Bantuan ekonomi sebagai bentuk solidaritas antar negara tetap diperlukan bagi
pengembangan ekonomi di negara miskin. Namun, perubahan itu sendiri ditentukan
sejauh mana pihak yang dibantu secara merdeka mau berusaha untuk melakukan
pembaharuan dan pengembangan diri. Pihak yang dibantu harus mampu berinovasi,
berkreasi, mengembangkan cara-cara berkomunikasi dan berdialog secara efektif,
serta membangun kerja sama dan kolaborasi untuk mengatasi permasalahan yang
dihadapinya secara mandiri.
460 CA no. 48.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
270
Dalam konteks mikro, mengambil contoh pemberdayaan di CUPS, bantuan
diberikan berkelanjutan dan terprogram dalam bentuk produk layanan simpanan,
pinjaman, dan solidaritas, serta pelatihan Cerdas, financial literacy, kursus
kewirausahaan, dan pembinaan dalam komunitas Basis 5 (2013) atau komunitas
Sejahtera (2017). Bantuan-bantuan itu diarahkan untuk merangsang anggota secara
merdeka dan bebas mampu berpikir kreatif dan inovatif untuk mengatasi
permasalahannya secara mandiri. CUPS lebih berperan untuk mendorong sekaligus
memonitor usaha anggota, agar mereka secara konsisten berani menjalankan
pilihan solusi di antara banyaknya altenatif-alternatif solusi permasalahannya.
Dampak dari konsistensi usaha ini dapat dilihat dari data hasil penelitian.
Data relasi keterlibatan anggota dengan rasio kredit lalai menunjukkan adanya
peningkatan secara signifikan, yaitu: keterlibatan anggota dalam CUPS sebesar
18% (2013) menjadi 54.56% (2019), dan rasio kredit lalai sebesar 5% (2013)
menjadi 0.93% (2019). Keterlibatan anggota menunjukkan seberapa aktif mereka
merespon berbagai kegiatan pemberdayaan CUPS. Keaktifan mereka membawa
dampak positif pada peningkatan pendapatan dari unit usaha dan dapat
meningkatkan tingkat kesejahteraan mereka. Kondisi tersebut memampukan
mereka untuk memenuhi kewajiban sebagai anggota CUPS dalam hal membayar
angsuran dan simpanan. Ketertiban anggota membayar angsuran dan simpanan itu
menyehatkan bagi CUPS sebagai lembaga mikro, karena akan mengurangi resiko
kredit lalai.
Oleh karena itu, inovasi, dialog, kerja sama, dan kolaborasi menjadi nilai
kunci untuk mampu mengorganisasi pribadi atau kelompok dan memobilisasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
271
sumber daya untuk terlibat dalam mewujudkan kesejahteraan bersama (common
good) di dalam masyarakat. Inilah ciri khas dari elemen keempat pemberdayaan,
yaitu: pemberdayaan dalam perspektif subsidiaritas mengembangkan kapasitas
organisasional yang bersifat lokal. Artinya, pada level kegiatan ekonomi praksis,
usaha pemberdayaan melalui prinsip subsidiaritas memampukan individu manusia
secara mandiri memiliki daya tawar yang sejajar untuk melakukan kegitan
permintaan, penawaran, dan negoisasi dengan berbagai supplier, pembeli, pasar,
dan lembaga-lembaga finansial lainnya. Maka bantuan sejatinya harus
memberdayakan pihak yang dibantu secara merdeka dan mandiri, dan tidak
menimbulkan ketergantungan pada bantuan tersebut, serta terarah pada usaha
mewujudkan kesejahteraan hidup bersama (common good) di dunia. Paus
Benediktus XVI mengatakan dalam CV bahwa “Subsidiaritas tanpa solidaritas
memberi jalan kepada privatisme sosial, sementara solidaritas tanpa subsidiaritas
memberi jalan kepada bantuan yang menimbulkan ketergantungan, yang
merendahkan mereka yang berkekurangan.461
5.4.3.2 Gift of Each Other: Solidarity
Solidaritas merupakan bentuk kepedulian aktif dan dasariah bagi usaha
mewujudkan kesejahteraan bersama, karena kita menempatkan mereka sebagai
461 CV no. 58.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
272
saudara dan saudari kita, serta anak-anak Allah layaknya kita sendiri.462
Landasannya ialah manusia citra Allah (Kej 1:28), sehingga memungkinkan
manusia memiliki relasi personal dengan Allah. Relasi personal dengan Allah
merupakan panggilan utama manusia.463 Maka segala aktivitas manusia dalam
mengelola dunia itu terarah pada partisipasi pada karya keselamatan Allah dan
sesuai dengan kehendak-Nya, baik secara personal maupun komunal.
Dalam terang sejarah keselamatan, setelah proses penciptaan alam semesta,
Allah tidak tinggal diam seperti tukang arlogi, melainkan Allah selalu terlibat dan
intervensi dalam kehidupan dan persoalan kemanusiaan, misalnya perihal makna
pembebasan. Dalam perspektif Perjanjian Lama, makna pembebasan itu identik
dengan simbol-simbol tertentu, misalnya kaitan intrinsik antara pembebasan
dengan pemberian tanah. Tanah tidak hanya bernilai ekonomis, tetapi juga simbol
dari identitas diri dan pembebasan dari penderitaan sebagai bentuk perwujudan janji
Allah pada bangsa Israel.464
“Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku
di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang
disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka, ya, Aku mengetahui
penderitaan mereka. Sebab itu, Aku telah turun untuk melepaskan
mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari
negeri itu ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang
berlimpah-limpah susu dan madunya, ke tempat orang Kanaan”
(Kel 3:7-8)
462 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 23. 463 CB. Mulyatno, “Solidaritas dan Perdamaian Dunia Dalam Sollicitudo Rei Socialis”, dalam Jurnal
Teologi, vol. 4, no. 2 (2015): hal. 123. 464 Peter C. Aman, “Moral Kristiani dan Keprihatinan Sosial”, dalam Jurnal Melintas, vol. 22, no. 1
(2016): hal. 489.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
273
Contoh lainnya ialah intervensi Allah dalam panggilan Abraham. (Kej 12:1-
2) berhadapan dengan ketaatan Abraham kepada Allah dan pemenuhan janji-Nya.
Allah memanggil Abraham untuk meninggalkan kota kelahirannya dan
menjanjikan perubahan kehidupan yang lebih baik di tanah terjanji di Kanaan.
“Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudarimu dan dari rumah
bapamu ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu...Aku akan
membuat engkau menjadi bangsa besar, dan memberkati engkau
serta membuat namamu masyhur, dan engkau akan menjadi
berkat.” (Kej 12: 1-2)
Dengan demikian, dalam konteks Perjanjian lama, relasi personal antara Allah dan
manusia itu menjadi dasar intervensi Allah dalam karya keselamatan terutama
dipicu oleh nasib malang yang dialami manusia, sehingga Allah datang untuk
membebaskannya.465
“Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesenggaraan umat-Ku
di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang
disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka, ya Aku mengetahui
penderitaan mereka. Sebab itu, Aku telah turun untuk melepaskan
mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka ke luar dari
negeri itu ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang
berlimpah susu dan madunya.” (Kel 3: 7-8)
Dalam Perjanjian baru, refleksi keberpihakan Allah pada manusia masih
berlanjut dan terwujud pada inkarnasi Putera menjadi manusia. Allah yang mau
bersolider dan terlibat dalam realitas hidup manusia. Menurut Agbonkhianmeghe
Orobator, inkarnasi atau misteri penjelmaan jadikan Gereja sebagai imago Dei,
sehingga Gereja menyesuaikan kerasulannya sebagai bagian dari tindakan Allah
465 Peter C. Aman, “Moral Kristiani dan Keprihatinan Sosial”, hal. 488-489.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
274
(solidaritas, perjuangan pembebasan, dan kepedulian).466 Maka keterlibatan Gereja
di dunia ditempatkan dalam kerangka penebusan Kristus yang hadir bersama
dengan umat Allah dalam penderitaannya.
Yesus mempengaruhi pengikut-Nya untuk memahami bahwa pembaharuan
relasi dengan Allah itu memperbaharui relasi antar manusia sebagai bentuk
solidaritas.467 Dalam tataran pengajaran, Yesus konsisten untuk mengajarkan
pembaharuan relasi tersebut: (a) “Kasihanilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap
hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah
hukum yang terutama dan yang pertama. Hukum kedua, yang sama dengan itu,
ialah: kasihanilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat. 22: 37-39); (b)
Yesus menjunjukkan dengan kritik-Nya atas perilaku kaum Farisi dan para Ahli
Kitab dengan perumpamaan orang Samaria yang murah hati (Luk. 10:25-37). Pada
tataran praksis, Yesus pun memberikan teladan dengan berani bersolider dengan
orang-orang yang dicap “berdosa” dan disingkirkan oleh masyarakat, seperti
pemungut cukai dan orang berdosa (Mrk. 2: 15), perempuan sundal (Mat. 21: 31,
Luk. 7:37-50). Yesus tidak hanya menghayati pembaharuan relasi tersebut secara
personal, tetapi juga membuat terobosan pada praktik-praktik solidaritas sosial.
Dengan demikian, Yesus bukanlah sosok ekonom atau social planner semata, tetapi
ajaran dan cara bertindak-Nya memiliki implikasi ekonomi dan sosial bagi
masyarakat.468
466 Lisa Sowle Cahill, “Caritas in Veritate: Benedict’s Global Reorientation”, hal. 315. 467 Lisa Sowle Cahill, “Caritas in Veritate: Benedict’s Global Reorientation”, hal. 300. 468 Lisa Sowle Cahill, “Caritas in Veritate: Benedict’s Global Reorientation”, hal. 300.J
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
275
Pengembangan konsep solidaritas dalam ASG itu berakar dari prinsip
mengusahakan kesejahteraan bersama (common good). Gagasan kesejahteraan
bersama itu mengimplikasi pada gagasan subsidiaritas (suatu badan yang lebih
tinggi seharusnya tidak mencampuri tugas-tugas yang dapat diselesaikan oleh
badan yang berada di bawahnya) dan solidaritas (berangkat dari kesadaran bahwa
kita semua bertanggung jawab terhadap yang lain). Dalam ensiklik Rerum Novarum
(1891), solidaritas secara implisit diungkapkan dalam bentuk tanggung jawab moral
terhadap kesejahteraan para buruh dalam proses kerja. Lalu dalam ensiklik
Sollicitudo Rei Socialis (1987), Paus Yohanes Paulus II menyebut solidaritas
sebagai tekad yang teguh dan tabah untuk membaktikan diri kepada kesejahteraan
bersama dan setiap orang sungguh bertanggung jawab atas semuanya.469 Solidaritas
ini sebagai tanggapan atas permasalahan dosa sosial manusia di dalam struktur-
struktur dosa.
Oleh karena itu, pentinglah dicatat, bahwa dunia yang terbelah
menjadi dua blok, masing-masing ditopang dengan ideologi yang
ketat, lagi pula di situ bukan ketergantungan timbal-balik dan
solidaritas, melainkan berbagai bentuk imperialismelah yang
merajalela, tak dapat lain kecuali dunia yang terbawah kepada
struktur-struktur dosa. Keseluruhan faktor-faktor negatif, yang
melawan kesadaran yang sejati akan kesejahteraan bersama bagi
semua orang dan menentang keharusan untuk meningkatkannya,
menimbulkan kesan menciptakan kepada orang-orang maupun
lembaga-lembaga hambatan yang cukup sulit diatasi.470
Konsili Vatikan II dalam Gaudium et Spes menyadari bahwa manusia hidup
di dalam struktur-struktur sosial yang memungkinkannya sebagai pribadi maupun
469 SRS no. 38. 470 SRS no. 36.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
276
secara kolektif menjadi bagian dari masyarakat berdosa. Salah satunya ialah
keegoisan dan kesombongan manusia mencemarkan struktur sosial dan melahirkan
yang disebut dosa struktural atau struktur-struktur dosa:
Kalau pribadi-pribadi manusia untuk memenuhi pangilannya, juga
perihal agama, menerima banyak dari hidup kemasyarakatan itu, di
lain pihak tidak dapat diingkari bahwa -karena kondisi-kondisi sosial
yang dialaminya dan karena sejak kecil ia tenggelam di dalamnya,-
sering pula orang-orang menjauh dari amal-perbuatan baik dan
terdorong ke arah yang tidak baik. Sudah jelaslah bahwa gangguan-
gangguan yang bergitu sering timbul di bidang kemasyarakatan,
sebagian bersumber pada ketegangan dalam struktur-struktur
ekonomi, politik, dan sosial sendiri. Namun, secara lebih mendalam
kekeruhan itu timbul dari cinta diri dan kesombongan orang-orang,
dan sekaligus merusak lingkungan sosial. Bila tata tertib
tercemarkan oleh akibat-akibat dosa manusia, yang dari semula
condong ke arah kejahatan, kemudian menghadapi rangsangan-
rangsangan baru untuk berdosa. Dorongan-dorongan itu tidak dapat
diatasi tanpa usaha-usaha yang tangkas berkat bantuan rahmat.471
Senada dengan itu, dalam SRS, Paus Yohanes Paulus II kembali menegaskan
bahwa dunia dibangun dalam struktur-strukur dan sistem-sistem yang mengatur
kehidupan sosial manusia, dan kenyataan bahwa dosa struktural itu
mempergunakan kelemahan manusia untuk semakin mendukung terjadinya
kejahatan dan ekspoitasi sosial.
Paus Yohanes Paulus II menyebut bahwa akar dari struktur-struktur dosa
ialah dosa pribadi yang lahir dari tindakan-tindakat kongkret pribadi manusia. Dosa
pribadi itu semakin subur karena ditunjang oleh sistem atau struktur-struktur sosial
yang juga tidak adil, sehingga melahirkan dosa sosial sebagai akumulasi dari
471 GS no. 25.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
277
timbunan dosa-dosa pribadi manusia dan sangat sukar untuk diatasi. Walaupun
sebenarnya manusia dengan kebebasannya mampu menghindari, meniadakan, atau
sekurang-kurangnya membatasi terjadinya kejahatan-kejahatan sosial.472 Akan
tetapi rasa malas, rasa takut, sikap tidak acuh, kelalaian, cinta diri dan kesombongan
mengakibatkan manusia lari dari persoalan tersebut dengan dalih bahwa dunia
sudah tidak mungkin diubah lagi. Akibatnya struktur-struktur dosa ini semakin kuat
pengaruhnya dan dapat menjadi sumber dosa-dosa lain, serta sangat berdampak
buruk bagi kehidupan umat manusia.
Secara khusus melalui SRS, Paus Yohanes Paulus II memperluas struktur-
struktur dosa hingga di dalam pergaulan manusia di dalam dunia modern, dengan
menunjuk pada fenomena “imperialisme modern” dan negara-negaya kaya yang
menghambat terhadap proses pembangunan di negara-negara Dunia Ketiga.473
Jelaslah bukan hanya orang perorangan yang terperosok ke dalam
dua sikap dosa itu. Bangsa-bangsa dan kedua blok itu pun dapat
terjerumus. Dan itu bahkan lebih mendukung lagi pertumbuhan
“struktur-struktur dosa” yang telah kami sebutkan. Seandainya
bentuk-bentuk tertentu dari “imperialisme” modern ditelaan dengan
terang norma-norma moral itu, akan kelihatan, bahwa di balik
keputusan-keputusan tertentu, yang nampaknya saja diilhami oleh
ekonomi atau politik semata-mata, sebenarnya tersembunyi bentuk-
bentuk nyata penyembahan berhala: uang, ideologi, kelas, dan
teknologi.474
Paus Yohanes Paulus II menyebut bahwa faktor-faktor penghambar
pengembangan manusia yang terungkap dalam struktur-struktur dosa di atas,
472 SRS no. 36. 473 SRS no. 35 dan 37. 474 SRS no. 37.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
278
muncul dari keserakahan manusia untuk mendapatkan keuntungan yang merajalela,
dan kehausan manusia untuk berkuasa dengan tujuan untuk memaksakan
kehendaknya sendiri di atas permasalahan yang dialami oleh orang lain atau
komunitas masyarakat.475 Yang mana kesenjangan sosial antara orang kaya dan
miskin salah satunya disebabkan karena lunturnya solidaritas manusia sebagai
makluk sosial. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Paus Yohanes Paulus II
mengembangkan sikap solidaritas yang dihubungkan dengan relasi ketergantungan
timbal balik manusia, nilai-nilai moral, dan dengan struktur-struktur sosial
masyarakat, yaitu sistem sosial, budaya, ekonomi, dan politik.
Pokok utama ialah ketergantungan timbal-balik, yang dialami
sebagai sistem yang menentukan hubungan-hubungan di dunia
sekarang di bidang ekonomi, budaya, politik dan keagmaan, dan
diterima sebagai kategori moril. Bila hubungan timbal-balik beroleh
pengakuan itu, maka tanggapan yang sepadan sebagai sikap moril
dan sosial, sebagai “keutamaan” ialah solidaritas. Solidaritas itu
bukan perasaan belaskasihan yang samar-samar atau rasa sedih yang
dangkal karena nasib buruk sekian banyak orang, dekat maupun jauh.
Sebaliknya, solidaritas ialah tekad yang teguh dan tabah untuk
membaktikan diri kepada kesejahteraan bersama, artinya: kepada
kesejahteraan semua orang dan setiap perorangan, karena kita ini
semua orang sungguh bertanggung jawab atas semua orang.476
Maka solidaritas dari perspektif SRS direfleksikan sebagai tekad dan keterlibatan
manusia sebagai pribadi dan bagian dari komunitas masyarakat, yang diwujudkan
dalam tanggungjawab dan tindakan sosial demi terciptanya kesejahteraan
bersama.477 Di satu sisi ada struktur-struktur dosa, namun di sisi lain tanda-tanda
475 SRS no. 37. 476 SRS no. 38. 477 SRS no. 38.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
279
positif (harapan) dalam bentuk solidaritas sosial yang mulai tumbuh di masyarakat
dan perlu terus dipelihara dan dikembangkan bersama Gereja dan masyarakat
dalam rangka kesejahteraan bersama (common good).
Tanda-tanda positif zaman sekarang, yakni meningkatnya
kesadaran akan solidaritas di antara kaum miskin sendiri, usaha-
usaha mereka untuk saling mendukung, dan unjuk-unjuk rasa
mereka secara terbuka di gelanggang sosial. Tanpa menggunakan
kekerasan tindakan-tindakan itu menyatakan kebutuhan-kebutuhan
serta hak-hak mereka sendiri menghadapi pemerintah yang tidak
efisien atau korup. Karena kewajibannya menurut Injil, Gereja
merasa terpanggil untuk memihak kaum miskin, untuk mengenali
adilnya permintaan-permintaan mereka dan membantu
memenuhinya, tanpa mengabaikan kepentingan kelompok-
kelompok dalam rangka kesejahteraan bersama.478
Dalam konteks EoC, Paus Benediktus XVI kembali melanjutkan
pemaknaan akan struktur-struktur dosa dengan tetap menekankan nilai solidaritas.
Yang mana keterlibatan Gereja sebagai bentuk dari solidaritas umat Allah di dalam
kerangka keselamatan: Allah selalu bersama dengan komunitas manusia dalam
sejarah dan perjalanan hidup manusia demi terwujudnya kesejahteraan bersama
(common good). Gerak solidaritas ini berawal dari inisiatif Allah Tritunggal, dan
dalam kebersamaan-Nya berbagi hidup secara nyata pada peristiwa inkarnasi Putera
bagi seluruh bangsa manusia. Allah menebus dan menyelamatkan manusia dari
dosa dan kematian, sehingga menumbuhkan harapan di masa sekarang yang
berdimensi sosial, sekaligus terarah pada harapan iman eskatologis. Yang mana
keselamatan Allah dalam penebusan Kristus menjadi pusat yang menyatukan
sekaligus mengikat komunitas manusia.
478 SRS no. 39.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
280
Keterbukan kepada Allah membuat kita terbuka kepada sesama, dan
kepada hidup yang dipahami sebagai tugas solidaritas yang
menggembirakan...Kesadaran akan Kasih Allah yang abadi
menopang kita dalam pekerjaan yang melelahkan sekaligus
menggairahkan untuk keadilan dan perkembangan bangsa-bangsa,
di anatara keberhasilan dan kegagalan, dan dalam usaha tanpa henti
untuk mengatur urusan manusiawi...Kasih Allah mengundang kita
untuk bergerak melampaui yang terbatas dan sementara, memberi
kita keberanian untuk terus bekerja menjadi kebaikan bagi semua,
meskipun ketika hal itu tidak segera tercapai, dan meskipun apa
yang dapat dicapai, baik oleh kita, pemangku politik maupun pelaku
ekonomi, selalu kurang dari apa yang kita harapkan (CV no. 78)479
Dalam ensiklik Spe Salvi, Paus Benediktus XVI memahami penebusan
dalam konteks sebuah proses pemulihan kesatuan, di mana kita saling berjumpa
lagi di dalam persatuan yang tercipta di antara segenap orang beriman di seluruh
dunia.480 Keprihatinan ini didasarkan pada kompleksitas permasalahan global yang
dihadapi oleh manusia dewasa ini dan keterhubungan mereka satu sama lain, di
antaranya: permasalahan organisasi serikat pekerja, struktur ekonomi dan keuangan
global, serta kesaling-terhubungan global yang memunculkan kekuatan politik.481
Pada zaman kita, negara berada dalam situasi yang mengharuskan
berhadapan dengan keterbatasan-keterbatasan pada kekuasaannya
yang diajukan oleh kondisi baru perdagangan dan keuangan
internasional, yang ditandai dengan meningatnya mobilitas modal
finansial dan sarana-sarana produksi, material, dan non material.
Keadaan baru ini telah mengubah kekuatan politik negara-negara.482
479 CV no. 78. 480 Spe Salvi no. 14, Benediktus XVI, Spe Salvi: Harapan Yang Menyelamatkan (Jakarta:
Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, 2014), hal. 20. 481 CV no. 64, 65, 66. 482 CV no. 24.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
281
Berhadapan dengan permasalahan tersebut, menurut Paus Benediktus XVI
dalam CV, kekhasan solidaritas sosial dan keterlibatan manusia dalam
permasalahan sosial itu mensyaratkan dua hal, yaitu: (1) keterlibatan umat manusia
dalam mewujudkan bonum commune mengandaikan adanya political power, dalam
arti adanya relasi kesaling-terhubungan global antar negara (CV no. 24), melalui:
kerja sama internasional dalam hal solidarias kehadiran, pendampingan, pembinaan
dan perhatian pada permasalahan global (CV no. 47); (2) solidaritas dan keterlibatan
itu dilaksanakan dalam kesatuan usaha manusia untuk mencapai kepenuhannya
(perkembangan manusiawi) dengan pelayanan kasih (CV no. 5 & 6). Melalui kasih,
manusia dapat mencintai, memberi, mendorong, bahkan mempersembahkan apa
yang “dimiliki” untuk sesamanya. Dengan demikian, kita menempatkan solidaritas
sosial sebagai bentuk pertobatan yang mendorong manusia untuk memperbaiki
relasi personal dengan Allah, memperbaharui hidup, dan justru semakin mendorong
kita untuk terlibat memperbaiki struktur-struktur sosial yang tidak adil di dalam
komunitas manusia.
Solidaritas ini dalam istilah praktis pasar ekonomi modern diterjemahkan
menjadi empati (empathy) dan supererogatif (supererogatory) untuk orang lain.483
Dalam konteks sosial-kemasyarakatan, solidaritas menjadi penggerak masyarakat
bersama orang-orang dan kelompok untuk berkontribusi dalam pembangunan
berkelanjutan komunitas masyarakat. Pada level praksis pengembangan EoC,
solidaritas ini memiliki beberapa nilai, yaitu:484
483 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 23. 484 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 24.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
282
(1) Socialization, merupakan kewajiban yang wajib diberikan kepada mereka
yang memiliki sumber daya, sehingga mereka menjadi proaktif untuk
mengintervensi dan memberi bantuan kepada mereka yang tidak mampu.485
(2) Participation, relative equality, and mutual advantage: Prinsip partisipasi
menyerukan bahwa keuntungan bersama itu diperuntukkan untuk
kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Maka setiap orang diberi
kesempatan yang sama untuk terlibat secara aktif dalam kehidupan
bermasyarakat.486
(3) Primacy of labor, merupakan prinsip kerja yang menempatkan dan
memperlakukan manusia (pekerja) dengan hormat sebagai manusia (human
beings) dan bukan sebagai barang-barang (things) atau lebih sebagai faktor
produksi semata.487
(4) The prefenrential option for the poor, merupakan sebuah preferensial yang
mengundang kita untuk melindungi dan memperhatikan mereka yang
rentan, mereka yang terdampak, dan kaum marginal berhadapan
kemendesakan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia.488
(5) Restoration, merupakan prinsip pemulihan yang dibebankan kepada
komunitas (pelaku ekonomi) berhadapan pada konsewensi-konsewensi
yang merugikan komunitas masyarakat dari sistem ekonomi-pasar.489
485 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 24. 486 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 24. 487 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 24. 488 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 24. 489 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 24-
25.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
283
Dalam konteks usaha pemberdayaan, semakin luas informasi yang dapat
diakses manusia, maka hal tersebut berdampak pada semakin terbukanya
kesempatan dan peluang bagi individu maupun secara komunal dalam kelompok
untuk mengembangkan diri dan terlibat di dalam komunitas atau masyakarat. Oleh
karena itu, manusia pada dasarnya dipanggil untuk terlibat dan bersolider untuk
mengusahakan kesejahteraan bersama sebagai bagian dari perwujudan iman yang
kongkret dalam praksis hidup sehari-hari. Pada titik ini, tanggapan manusia dalam
usaha pertobatan merupakan bagian dari tanggungjawab pribadi manusia yang
berdimensi sosial di hadapan Allah. Iman yang mewujud dalam praksis hidup dari
mereka dari meja altar menuju “altar kehidupan” manusia yang dinamis. Yang
mana kesejahteraan bersama (common good) menjadi tujuan yang dibangun melalui
kesepakatan dan keterlibatan secara aktif seluruh elemen-elemen di dalam
komunitas masyarakat.
Pada level praksis, elemen kedua pemberdayaan (berciri inklusif dan
partisipatif) memiliki peran penting agar pemberdayaan itu mentransformasi
kehidupan manusia. Elemen kedua pemberdayaan dapat mendorong kita untuk:
Pertama, pemberdayaan dalam konteks solidaritas berusaha semakin menghormati
martabat hidup sebagai subyek dan pribadi terlibat dalam karya keselamatan Allah,
sehingga hal tersebut tidak dapat direduksi menjadi obyek dan komoditas di dalam
proses pengembangan manusiawi dan pembangunan (development). Kedua,
pemberdayaan dalam konteks solidaritas menempatkan nilai-nilai keadilan dan
moral-etis sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan manusiawi dan
pembangunan yang berkelanjutan demi terwujudnya kesejahteraan bersama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
284
Pemberdayaan sebagai bentuk solidaritas yang memperhatikan martabat
kehidupan dan mempertimbangkan nilai-nilai keadilan dan moral
diimplementasikan dalam beberapa praktik di CUPS, seperti: (1) Semua anggota
CUPS memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai anggota CU dalam hal
mengakses produk layanan simpanan, pinjaman, solidaritas, pelatihan, dan
pendampingan dalam kelompok Basis 5 atau kelompok Sahabat Sejahtera. Yang
membedakan ialah kewajiban untuk membayar angsuran pinjaman disesuaikan
dengan kemampuan dari masing-masing anggota. (2) Anggota yang potensial
menjadi role model dan aktif dalam berbagai kegiatan CUPS, didorong CUPS untuk
terlibat menjadi aktivis CUPS. Mereka bertugas menjadi pendamping, motivator,
dan animator bagi anggota CUPS di dalam dinamika komunitas Basis 5 atau
kelompok Sahabat Sejahtera. (3) Anggota CUPS terus dirangsang untuk terlibat
dalam kegiatan pemberdayaan di CUPS sebagai bentuk solidaritas dan
berkontribusi membantu sesama anggota mewujudkan kesejahteraan bersama.
Semakin besar keterlibatan anggota, maka akan berdampak bagi lembaga CUPS
dan anggota baik secara langsung maupun tak langsung. (4) Khusus anggota yang
mengalami kredit macet dan tidak mampu membayar angsuran sesuai komitmen
awal, CUPS tetap memberi peluang bagi mereka untuk bisa mengakses produk
layanan simpanan dan pinjaman.
Aturan pinjaman di CUPS adalah anggota dapat mengajukan pinjaman baru
jika angsuran pinjaman sebelumnya sudah mencapai presentasi 75% dari total
pinjaman. Akan tetapi untuk kasus-kasus khusus, CUPS tetap memberikan peluang
dan akses bagi anggota kredit macet untuk dapat mengajukan pinjaman baru,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
285
walaupun angsurannya pinjaman sebelumnya belum mencapai angka 75% dengan
syarat, pendamping, dan perlakukan khusus bagi mereka. Tujuan yang disasar dari
pengembangan sikap solidaritas ini adalah anggota CUPS semakin mampu secara
mandiri mengatasi permasalahan yang dihadapi. Dengan itu, mereka semakin dapat
mewujudkan kesejahteraan bersama (common good), serta aktivitas-aktivitas
tersebut membawa transformasi sosial di komunitas masyarakat.
5.4.3.3 Gift of the Earth
Prinsip universal atas kebutuhan-kebutuhan di bumi dipahami sebagai
karunia dari Allah yang diperuntukkan bagi kepentingan semura orang, terlepas dari
bagaimana hal milik itu diberikan.490 Untuk itu diperlukan penghargaan terhadap
hak milik pribadi, yang diimbangi dengan kebijakan kewajiban bagaimana
penggunaannya atau memberikan pembatasan atas hak milik pribadi tersebut. Pada
titik itulah, pengelolaan alam menuntut adanya intervensi dalam bentuk kebijakan
publik. Yang mana kekayaan atau pendapatan yang berlebihan harus digunakan
untuk kepentingan bersama, khususnya mereka tidak memiliki hak milik pribadi.
Paus Benediktus XVI, dalam CV no. 43-52, Paus menegaskan kembali
bahwa perkembangan manusia itu terkait dengan relasi kesalingan dan tanggung
jawab sosial atas manusia dan alam ciptaan. Lingkungan alam sebagai anugerah
Allah bagi seluruh umat manusia, yang harus kita jaga dan lestarikan baik saat ini
490 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 25.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
286
maupun generasi mendatang.491 Nampaknya Paus Benediktus XVI lebih
menonjolkan akan aspek penghargaan terhadap hidup manusia, hak atas kebebasan
beragama, dan keprihatinan menyangkut lingkungan hidup (CV no. 28: “hormat
pada kehidupan”) sebagai “hal baru” (res novae) bagi dunia dewasa ini.492 Relasi
manusia dan alam mengungkapkan secara kongkret perwujudan kasih Allah
sebagai Pencipta (Rom 1:20) kepada manusia dan alam ciptaan. Relasi itu menuntut
adanya keterbukaan sebagai bentuk tanggung-jawab sosial dari manusia, dan
menjadi kekayaan sosial dan ekonomi (CV no.44).493 Dengan demikian, Paus
Benediktus XVI melihat urgensi persoalan sosial sebagai bagian dari problem
antropologis, ketika manusia berhadapan dengan globalisasi, perkembangan ilmu
dan teknologi yang memungkinkan manusia untuk memanipulasi dan merancang
suatu kehidupan baru. Persoalan ini mengusik martabat hidup dan identitas
eksistensial manusia sebagai ciptaan.
Secara khusus, Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si menyebutkan
bahwa perlindungan atas lingkungan hidup tidak dapat dijaman semata-mata
berdasarkan perhitungan finansial menyangkut biaya dan lama, melainkan sebagai
investasi yang dapat menghasilkan manfaat ekonomis jangka menengah bahkan
jangka Panjang.494 Bagi Paus Fransiskus, pelestarian alam adalah bagian dari suatu
gaya hidup yang mencakup kemampuan manusia untuk hidup bersama dan ada di
dalam persekutuan umat manusia.495 Maka tanggapan Gereja universal terhadap
491 CV no. 48. 492 Georg Kirchberger, “Pembangunan Integral-Caritas in Veritate”, hal. 161. 493 CV no. 44. 494 LS no. 190 dan 191. 495 LS no. 228.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
287
permasalahan tersebut ialah mengusahakan yang disebut “pertobatan ekologis”496
yang mewujud dalam tindakan-tindakan sehari-hari yang dapat mematahkan logika
kekerasan, eksploitasi dan ego diri manusia.497 Yang mana tindakan itu merupakan
bagian dari perwujudan kasih akan masyarakat dan perjuangan untuk mewujudkan
kesejahteraan bersama.498 Artinya bahwa tindakan tersebut akhirnya tidak hanya
menyangkut perihal hubungan antar individu umat manusia, tetapi juga terkait
dengan persoalan sosial, budaya, ekonomi, bahkan politik.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dalam konteks empat elemen
pemberdayaan, perhatian atas karunia dari alam dapat dikembangkan pada elemen
kedua, yaitu: pemberdayaan menuntut akuntabilitas dari aktivitas pelaku
pemberdayaan, dan akuntabilitas atas proses pemberdayaan. Proses akuntabilitas
dapat dicapai melalui transparansi tata kelola menajemen, pengembangan dan
inovasi produk-produk layanan, dan adanya bentuk-bentuk pertanggungjawaban
atas program-program atau kebijakan kepada publik. Akuntabilitas memiliki peran
melindungi hak-hak masyarakat yang miskin dan tersingkir dalam hal mengakses
sumber daya dan merasakan manfaat dari pengelolaan sumber daya. Selain itu,
akuntabilitas itu dapat menjamin agar tata kelola sumber daya itu sungguh
diperuntukkan bagi kesejahteraan bersama (common good) umat manusia, dan
menghindari terjadinya monopoli, privatisasi, dan pengelolaan berlebihan sumber
daya untuk kepentingan tertentu.
496 Pertobatan ekologis menyiratkan berbagai sikap yang bersama-sama menumbuhkan semangat
perlindungan yang murah hati dan penuh kelembutan bagi manusia dan ciptaan-ciptaan lain yang
kondisinya rentan. LS no. 220. 497 LS no. 220 dan 230. 498 LS no. 231.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
288
Beberapa bentuk implementasi perhatian sikap kepedulian pada tata kelola
alam diwujudkan dalam bentuk: Pada tataran kelembagaan, CUPS sebagai CU
Primer membangun kerja sama dengan jaringan CU Secunder Puskopdit BKCU
Kalimantan dan Forum CU di Keuskupan Agung Jakarta. Kerja sama ini membantu
dalam hal peningkatan tata kelola keuangan, program, dan penentuan strategi dalam
membangun CU yang inovatif, profesional, dan berkelanjutan. Selain itu, CUPS
juga bekerja sama dengan PT. ARO untuk pengembangan aplikasi CU berbasis
platform digital dalam bentuk aplikasi Escete CU Pelita Sejahtera. Inovasi ini tidak
hanya untuk memudahkan transaksi, komunikasi, dan tuntutan akuntabilitas
program kerja antara CUPS dengan anggota, tetapi pengembangan ini juga sebagai
bentuk kepedulian kecil atas kerusakan alam melalui pengurangan produksi limbah
kertas dari aktivitas CUPS. CUPS bekerja sama dengan Google Indonesia dan
Gojek untuk memberi pelatihan Social enterpreneurship bagi anggota yang
memiliki unit usaha kecil, sehingga dapat memotivasi mereka untuk berekspansi
dengan membuka onlineshop sebagai bentuk pengembangan usaha mereka.
Sedangkan pada tataran anggota, CUPS menumbuhkan kesadaran ekologis
dan perhatian pada penanggulangan kerusakan alam dalam dinamika komunitas
kecil pada kelompok Basis 5 atau Sahabat Sejahtera. Untuk itu, CUPS melibatkan
para aktivis CU untuk menjadi animator dalam kelompok kecil tersebut, misalnya:
kampanye mengurangi penggunaan plastik dan menggantikannya dengan kertas
pada unit usaha mikro milik anggota. Itulah beberapa contoh aktivitas di CUPS
yang memiliki keterkaitan dengan perhatian pada tata kelola atas karunia sumber
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
289
daya sehingga sungguh mendukung perwujudan kesejahteraan bersama manusia
dan alam ciptaan.
5.4.4 Ketegangan Dinamis Dalam Implementasi Economy of Communion
(EoC)
Bagi Paus Benediktus XVI, kasih dalam kebenaran adalah prinsip yang kuat
menggerakkan Ajaran Sosial Gereja, dan sifatnya praktis dalam perjuangan
mewujudkan keadilan dan kesejahteraan umum.499 Namun demikian, pada level
praksis, menurut penulis umumnya dokumen pastoral itu memiliki keterbatasan
terkait dengan cara pandang, pertimbangan-pertimbangan, hingga pada
implementasinya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Salah satu faktornya
ialah dokumen pastoral itu berciri universal untuk kepentingan umat manusia dan
Gereja universal, sehingga tidak secara langsung menjawab kebutuhan masyarakat
lokal. Untuk itulah, pengembangan EoC berusaha menjembatani ketegangan-
ketegangan tersebut, di antaranya adalah: (1) konsep communion dan prinsip
common good menjembatani persoalan pendekatan ekonomi klasik dengan
ekonomi bisnis modern; (2) EoC mendamaikan rasionalitas ekonomi dengan
“Gratuitousness”; (3) Solidaritas sebagai value berhadapan dengan persoalan profit
dalam EoC.
499 CV no. 6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
290
5.4.4.1 Common Good dan Communion Menjembatani Persoalan Pendekatan
Ekonomi Klasik dengan Ekonomi Bisnis Modern
Pengembangan EoC tidak dapat dilepaskan dari tegangan antara model
ekonomi klasik dengan ekonomi bisnis modern. Pendasaran model ekonomi klasik
didasarkan pada keutamaan-keutamaan tradisional, misalnya Aristoteles.500
Nussbaum memberi catatan bahwa Aristoteles tidak menyatakan kebahagiaan
hidup dapat dicapai melalui usaha persaingan antar sesama manusia untuk
mencapai kesuksesan, melainkan manusia sebagai pribadi harus dapat
menunjukkan keterlibatan aktifnya di dalam kegiatan polis.501 Aristoteles
memandang bahwa polis menjadi tempat persekutuan antar manusia, yang dapat
menjamin bagi I dan Thou berelasi secara setara.502 Manusia mencapai puncak
keutamaannya dalam persahabatan sejati dengan yang lain di dalam polis, maka
keterlibatan dan kebahagiaan yang lain (sesama) menjadi tolak ukurnya. “A friend
is another self” (NE, 1170b).503 Implikasi kedua ialah, manusia harus keluar dari
egosentrisme dirinya, agar ia dapat sungguh bahagia.504
500 Menurut penafsiran Nussbaum atas Aristoteles, kebahagiaan (eudaimonia) dipahami dalam tiga
perspektif, yaitu: (a) kebahagiaan bersifat “diberikan” dalam arti keberuntungan atau pemberian dari
atas; (b) kebahagiaan menjadi tujuan akhir dari usaha pencarian manusia; (c) jika kebahagiaan
sebagai tujuan akhir, maka tujuan lain hanyalah sarana bebas dari kekurangan. M Martha Craven
Nussbaum, The Fragility of Goodness: Luck and Ethics in Greek Tragedy and Philosophy Revised
Edition, hal. 323, 325, dan 330. 501 Martha Craven Nussbaum, The Fragility of Goodness: Luck and Ethics in Greek Tragedy and
Philosophy Revised Edition, hal. 325. 502 Luigino Bruni, “The Value of Sociality: Economics and Relationality in the Light of the Economy
of Communion”, hal. 68. 503 Luigino Bruni, “The Value of Sociality: Economics and Relationality in the Light of the Economy
of Communion”, hal. 67. 504 Martha Craven Nussbaum, The Fragility of Goodness: Luck and Ethics in Greek Tragedy and
Philosophy Revised Edition, hal. 330.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
291
Pendekatan ekonomi klasik memberikan pendasaran bagi EoC fokus pada
pengembangan communion manusiawi untuk mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan bersama. Pendekatan ekonomi klasik mengacu pada Aristoteles,
menempatkan polis sebagai locus bagi tempat persekutuan (communion) 505, untuk
terlibat dan mengalami persahabatan sejati sebagai puncak dari usaha mencapai
kebahagiaan (eudaimonia). 506 Implikasinya ialah di dalam communion, manusia
mengembangkan aspek personal sekaligus sosial, melalui: relasi timbal-balik,
persahabatan, bahkan solidaritas antar individu. Oleh karena itu, dalam perspektif
EoC, ekonomi tidak melulu didasarkan karena motif ekonomi (untung-rugi dan
pemenuhan kebutuhan), namun ekonomi juga dibentuk dari keterlibatan masing-
masing individu di dalam komunitas umat manusia yang bergerak bersama
mencapai kesejahteraan (kebahagiaan): I can be rich by myself, but to be happy I
need others.507 ASG merefleksikan keterlibatan dalam communion salah satu
praksis dari praktik-praktik solidaritas di dalam kehidupan publik, termasuk juga di
sektor ekonomi. Maka communion diperlukan untuk pengembangan manusiawi dan
perjuangan keadilan mencapai kesejahteraan hidup atas seluruh dimensi humanitas
kehidupan manusia.508
Sebaliknya dalam sistem ekonomi modern, relasi I dan Thou itu tidak
dipahami dalam relasi positif mencapai kebahagiaan, seperti dalam pandangan
505 Luigino Bruni, “The Value of Sociality: Economics and Relationality in the Light of the Economy
of Communion”, hal. 68. 506 Luigino Bruni, “The Value of Sociality: Economics and Relationality in the Light of the Economy
of Communion”, hal. 67. 507 Luigino Bruni dan Amelia J. Uelmen (†), “Religious Values and Corporate Decision Making:
The Economy of Communion Project ”, hal. 658. 508 Pasquale T. Giardano, “Catechism of Caritas in Veritate (Charity in Truth) by Pope Benedict
XVI”, hal. 389.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
292
Aristoteles. Relasi resiproksitas antara I dan Thou dipahami sebagai keterbukaan
mencari jalan untuk menghindari kontak dengan yang lain.509 Eksistensi yang lain
justru mengancam keberadaan diriku di dalam realitas sosial, sehingga relasi yang
terjadi antara I dan Thou bukan relasi yang setara, misalya Thomas Hobbes dan
Adam Smith.
Konsep Leviathan yang dikembangkan Thomas Hobbes menberi gambaran
bagaimana manusia digerakkan oleh naluri untuk mempertahankan diri (self-
preservation), di mana kemampuan itu tidak serta merta lenyap bahkan ketika
pribadi manusia hidup di dalam komunitas (communion).510 Manusia secara
alamiah memiliki ketakutan akan kematian. Hasrat alamiah ini kemudian bergeser
dari rasa takut menjadi hasrat untuk mempertahankan diri (lex naturalis), dan
kemudian menjadi hasrat akan kelangsungan hidup yang nyaman dan tentram.511
Dalam perspektif ekonomi, naluriah untuk mempertahankan diri ini dapat bergeser
menjadi hasrat untuk menumpuk harta pribadi secara tak terbatas berhadapan
dengan sumber daya yang terbatas. Maka profit menjadi acuan dasar dari aktivitas
ekonomi dan sering kali mengabaikan aspek-aspek lain, misalnya: penghargaan
akan martabat hidup manusia, kemerdekaan pilihan manusia, tanggungjawab
moral-sosial, dst. Untuk itu, manusia perlu mencari cara-cara untuk menyalurkan
509 Luigino Bruni, “The Value of Sociality: Economics and Relationality in the Light of the Economy
of Communion”, hal. 69. 510 Bernardinus Herry Priyono, “Menggeledah Naluri: Perihal Ekonomi sebagai Kecelakaan Filsafat
Politik” dalam S. Setyo Wibowo, Manusia: Teka-teki Yang Mencari Solusi (Yogyakarta: Kanisius,
2013), hal. 241, 247. 511 Bernardinus Herry Priyono, “Menggeledah Naluri: Perihal Ekonomi sebagai Kecelakaan Filsafat
Politik”, hal. 248.-249.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
293
dorongan tersebut, agar dorongan alamiah tersebut sungguh menjadi kekuatan
transformatif di dalam kehidupan sosial-kemasyarakatan.
Senada dengan itu, Adam Smith mengembangkan filsafat moral dengan
meletakkan invisible hand sebagai hal yang berada di luar diri manusia dan
mempengaruhi tatanan kehidupan sosial-kemasyarakatan.512 Smith menyadari
bahwa ada perbedaan cara bersikap dari manusia antara memaknai keutamaan
(virtue) dengan sekedar-kepantasan (mere propriety).513 Idealnya manusia
mengusahakan keutamaan dalam hidup atau virtue, namun faktanya mayoritas umat
manusia lebih cenderung digerakkan untuk mengejar pengetahuan dan
keterampilan praktis yang menentukan kelangsungan hidup mereka. Implikasinya
dalam kegiatan ekonomi, manusia digerakkan oleh kepentingan diri, bertujuan
untuk mencapai kebahagiaannya, melalui: mekanisme pasar yang memberi
prioritas pada kebebasan individu lebih daripada komunitas dan manusia sebagai
makhluk sosial, serta keyakinan akan pengaruh “tangan tak terlihat” (invisible
hand).514
Maka nampak jelas bahwa Hobbes dan Smith sama-sama menyadari bahwa
ada “pihak ketiga” yang menjadi instrumen penghubung terwujudnya relasi
kesalingan antar umat manusia dalam ekonomi. Dalam pendekatan ekonomi klasik,
hal tersebut disebut “sacral communitas” yang menuntut keterbukaan universal
512 Bernardinus Herry Priyono, “Menggeledah Naluri: Perihal Ekonomi sebagai Kecelakaan Filsafat
Politik”, hal. 253-254. 513 Bernardinus Herry Priyono, “Menggeledah Naluri: Perihal Ekonomi sebagai Kecelakaan Filsafat
Politik”, hal. 253-254. 514 Justinus Pratowo, Ekonomi Insani: Kritik Karl Polanyi terhadap Sistem Pasar Bebas, hal. 4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
294
pada relasi I dan Thou.515 Sedangkan dalam pendekatan ekonomi modern, pihak
ketiga justru menjadi penguat (immunizes) terwujudnya relasi kesalingan antar
umat manusia itu dapat berkelanjutan.516 Untuk itu dalam kegiatan ekonomi
diperlukan adanya kontrak, yang bertujuan untuk mengatur agar relasi kesalingan
antar individu yang terwujud dalam pertukaran antarbarang atau jasa itu dapat
bernilai setara.
Pendekatan ekonomi modern memberikan kesadaran bagi EoC bahwa
ekonomi tidak dapat dilepaskan dari keinginan manusia dan usaha untuk memenuhi
kebutuhannya yang tak terbatas. Dalam perspektif ekonomi, keinginan dan
kebutuhan manusia itu terbatas, sedangkan ketersediaan sumber daya itu terbatas
(asumsi faktor kelangkaan sumberdaya). Maka, manusia dengan kebebasan dapat
bertindak dan akan saling berlomba mengejar pemenuhan diri dan ketuntungan,
melalui aktivitas-aktivitas ekonomi. Oleh karena itu, aktivitas ekonomi dapat
membentuk realitas sosial masyarakat. Pada titik ini, muncul bahaya terjadinya
privatisasi, monopoli, atau ekspoitasi yang dilakukan manusia terhadap
sumberdaya sebagai komoditas terbatas, meliputi: komoditas tanah, uang, dan
tenaga kerja. Maka ekonomi bergeser dari tata kelola kebutuhan rumah tangga
(oikonomia) menjadi persoalan seputar aktivitas permintaan dan penawaran.
Semakin orang memiliki uang untuk membeli, maka semakin ia dapat menikmati
515 Luigino Bruni, “The Value of Sociality: Economics and Relationality in the Light of the Economy
of Communion”, hal. 70. 516 Luigino Bruni, “The Value of Sociality: Economics and Relationality in the Light of the Economy
of Communion”, hal. 70.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
295
sumberdaya; sebaliknya semakin orang tidak punya uang, maka ia semakin tidak
dapat menikmati sumberdaya.517
Berhadapan dengan permasalahan tersebut, prinsip kesejahteraan bersama
(common good) menjadi sarana alternatif untuk keluar dari jeratan persoalan
pendekatan ekonomi modern. Prinsip demi kesejahteraan bersama (common good)
sangat ditekankan dalam EoC sebagai perwujudan kontrak dan rasa tanggungjawab
setiap individu terhadap communion seluruh umat manusia.518 Maka peranan
prinsip kesejahteraan bersama (common good) adalah: (1) sebagai ikatan yang
menyatukan komunitas masyarakat; (2) menjamin dan mengatur agar relasi antar
individu dalam kegiatan ekonomi itu dapat bernilai setara; (3) melindungi
kepentingan dan kebutuhan masing-masing individu dalam aktivitas ekonomi,
sehingga mereka tidak saling menindas satu sama lain. Dengan demikian, segala
aktivitas dan keterlibatan manusia sebagai “manusia-ekonomi” (homo
oeconomicus) itu tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia,
melainkan juga menjaga struktur dan relasi sosial yang membentuk komunitas
masyarakat demi terwujudnya kesejahteraan bersama (common good).
517 Justinus Pratowo, Ekonomi Insani: Kritik Karl Polanyi terhadap Sistem Pasar Bebas, hal. x. 518 CV no. 38.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
296
5.4.4.2 Economy of Communion (EoC) Mendamaikan Rasionalitas Ekonomi
Dengan “Gratuitas” (“Gratuitousness”)
Dalam pendekatan ekonomi modern, rasionalitas ekonomi didasarkan pada
fakta bahwa sumberdaya (faktor-faktor produksi) itu mengalami kelangkaan
(scarcity), sebaliknya keinginan dan kebutuhan manusia itu sifatnya tak terbatas.
Hal tersebut memberi implikasi pada motif ekonomi manusia, yaitu: di satu sisi
manusia dengan kebebasannya sebagai homo economicus berusaha mengejar
keuntungan sebagai bentuk pemenuhan keinginan dan kebutuhannya (self-interest).
Sementara itu di sisi lain, manusia dihadapkan pada ketakuan akan bahaya
kelaparan karena keterbatasan sumber daya, sehingga pemaksimalan keuntungan
dan kegunaan sumber daya diterima secara rasional untuk mencapai tujuan yang
lebih tinggi. Maka, rasionalitas ekonomi itu mereduksi tindakan kolektif dan
individu ke dalam relasi sarana-tujuan, artinya ialah: ekonomi berangkat dari logika
terkait dengan relasi antara sarana dan tujuan dari aktivitas ekonomi berhadapan
dengan ketersediaan sumber daya yang terbatas. Oleh karena itu, makna formal
ekonomi mengacu pada penentuan pilihan di antara berbagai macam alternatif
pilihan untuk pemanfaatan sumber daya yang terbatas. Akibatnya usaha manusia
untuk meraih kesejahteraan itu selalu diukur dari kalkulasi ekonomis yang terwujud
dalam pencapaian materialistik, misalnya profit maximization dan kekajayaan diri
yang disejajarkan dengan pencapaian kebahagiaan (happiness).
Jika dalam pendekatan ekonomi modern menekankan aspek individualitas
manusia dalam homo economicus, sebaliknya dalam pendekatan ekonomi klasik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
297
justru memandang manusia sebagai makhluk sosial (social being/homo socius)
yang menyejarah dan selalu membutuhkan sesamanya dalam relasi timbal-balik
(reciprocity)519 untuk meraih kebahagiaan (happiness). Hal ini berarti bahwa
keterbatasan sumber daya itu tidak mengharuskan adanya pilihan-pilihan rasional
yang diambil sebagai bagian dari memaksimalkan kepentingan individu, misalnya
profit maximization.520 Inilah yang disebut sebagai makna substantif ekonomi,
yaitu: ekonomi berakar dari fakta adanya ketergantungan antara manusia pada
sesamanya dan alam, sehingga setiap manusia harus memenuhi kebutuhan
hidupnya bersama sesamanya.521 Genuine happinness is grounded in gratuitous
and disinterested atcs of openness towards others: we need reciprocity to be happy:
but at the same time, we cannot expect it.522 Kesadaran ini dasarkan pada kesadaran
akan ketidakmungkinan memisahkan individu dari masyarakat: di satu sisi manusia
itu memiliki kebebasan dan individualitas, tetapi juga sebagai individu, ia
membentuk realitas komunitas masyarakat di dalam relasi antarpribadi.
Dalam konteks EoC, keterlibatan dan partisipasi masing-masing individu
bersama masyarakat di dalam aktivitas ekonomi itu menjadi bagian dari yang
disebut “gratuitousness”. “Gratuitousness” tidak dapat disamakan dengan tindakan
karitatif atau CSR (Corporate Social Responsibility), atau sikap altruisme atau
519 Reciprocity: mutual activity, feeling, and awareness are such a deep part of what love and
friendship are that Aristotle is unwilling to say that there is anything worthy of the name of love or
friendship left, when the shared activities and the forms of communication that express it are taken
away. Disadur dari Martha Craven Nussbaum, The Fragility of Goodness: Luck and Ethics in Greek
Tragedy and Philosophy Revised Edition, hal. 344. 520 Justinus Prastowo, Ekonomi Insani: Kritik Karl Polanyi terhadap Sistem Pasar Bebas, hal. 44. 521 Justinus Prastowo, Ekonomi Insani: Kritik Karl Polanyi terhadap Sistem Pasar Bebas, hal. viii,
39, 52 522 Luigino Bruni dan Amelia J. Uelmen (†), “Religious Values and Corporate Decision Making:
The Economy of Communion Project, hal. 661.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
298
filantropi (philanthropy), atau sikap murah hati (generous), melainkan dipahami
sebagai kultur budaya dan sikap spiritual yang didasarkan pada pemahaman bahwa:
seseorang itu tidak dapat mencapai kebahagiaannya sendiri dan selalu
membutuhkan orang lain.523 Kesadaran akan “Gratuitousness” itu ada dikarena
manusia mendapatkan “grace” dan “gift”, yang kemudian dikembangkannya di
dalam relasi sosial masyarakat dan juga di dalam kegiatan ekonomi.524 Dalam
perspektif ekonomi, “gratuitousness” tidak dapat diekspresikkan secara penuh
dalam bentuk formal, misalnya daam bentuk kontrak atau konsensus.
Oleh karena itu, dalam EoC, prinisp “gratuitousness” diwujudkan dalam
beberapa bentuk, yaitu: Pertama, mereka menghargai relasi dengan mereka yang
memiliki kekurangan sumberdaya, tidak dianggap sebagai “beban” dalam aktivitas
ekonomi, dan justru memberi kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan
usahanya dalam relasi timbal balik antar individu di dalam komunitas dengan
semangat persaudaraan.525 Kedua, EoC bertujuan untuk mengembangkan kultur
bisnis dan tata kelola yang memberi ruang tumbuh bagi seseorang untuk “melayani
atau memberi sesuatu dari dalam diri tanpa mengharapkan imbalan apapun” (the
gratuitous gift of self).526
Dalam level mikro, dalam gerakan CU di CUPS, prioritas kredit mikro
pertama-tama diberikan kepada para anggota UKM. Produk layanan simpanan,
523 Luigino Bruni dan Amelia J. Uelmen (†), “Religious Values and Corporate Decision Making:
The Economy of Communion Project, hal. 665. 524 Denis McCann, “The Principle of Gratuitousness: Opportunities and Challenges for Business in
Charis in Veritate”, dalam Jurnal of Business Ethic, vol. 100, (2011): hal. 56. ((Diunduh dari
http://www.jstor.com/stabe/41475802 pada tanggal 29 November 2020, Pukul 22.30 WIB) 525 Luigino Bruni dan Amelia J. Uelmen (†), “Religious Values and Corporate Decision Making:
The Economy of Communion Project, hal. 663. 526 Luigino Bruni dan Amelia J. Uelmen (†), “Religious Values and Corporate Decision Making:
The Economy of Communion Project, hal. 663.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
299
pinjaman, dan solidaritas CUPS itu pertama-tama tidak hanya dikarenakan adanya
konsensus atau kontrak atau sudah memenuhi syarat-syarat keanggotaan, atau
karena CUPS ingin terus mendapat keuntungan dari kondisi dan kesulitan yang
dialami oleh para anggota UKM. Akan tetapi kepedulian dan keterlibatan usaha
kredit mikro CUPS itu didasarkan pada motivasi, yaitu: untuk mengusahakan
kesejahteraan bersama (common good) para anggota CUPS secara mandiri,
sehingga dengan itu, CUPS dapat mendapatkan keuntungan atau kesejahteraan
untuk keberlangsungan usaha kredit mikro. Pada saat yang sama, anggota CUPS
diberi kebebasan untuk menentukan pilihan dan mengusahakannya secara mandiri.
Semakin anggota CUPS menjadi aktif dalam berbagai program dan kegiatan yang
ditawarkan oleh CUPS, maka akan berdampak positf bagi lembaga dan juga
anggota itu sendiri.
Uraian di atas menunjukkan bahwa: di satu sisi, ekonomi memang tidak
dapat dilepaskan dari logika pasar yang berorientasi pada keuntungan, dan unsur
kontrak, yang berfungsi untuk mengatur agar hubungan pertukaran antarbarang dan
jasa itu bernilai setara. Akan tetapi, di sisi lain, ekonomi tidak dapat dilepaskan juga
dari relasi sosial manusia di dalam masyarakat yang terwujud dalam bentuk
persahabatan, solidaritas, dan relasi timbal-balik antar individu. Berhadapan
dengan tegangan tersebut, Paus Benediktus XVI mengatakan bahwa ekonomi yang
berkeadilan itu tidak dapat dilepaskan dari “gratuitousness” dalam arti kemurahan
hati untuk memberi dan terlibat tanpa syarat:
Di zaman global, kegiatan ekonomi tidak dapat dipisahkan dari
“gratuitousness”, yang mengembangkan dan menyebarkan
solidaritas dan tanggung jawab untuk keadilan dan kesejahteraan
umum di antara para pelaku ekonomi yang beragam. Hal ini jelas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
300
merupakan bentuk khusus dan mendalam dari demokrasi
ekonomi. Solidaritas adalah pertama-tama dan terutama rasa
tanggung jawab setiap orang terhadap semua orang, dan karena
itu tidak dapat hanya didelegasikan pada negara. Sementara itu di
masa lalu dimungkinkan memperdebatkan apakah keadilan harus
tercapai dahulu dan “gratuitousness” baru dapat terjadi
sesudahnya, sebagai pelengkap; sekarang jelas bahwa tanpa
“gratuitousness” sama sekali tidak akan ada keadilan.527
Paus Benediktus menyebut “gratuitousness” itu berakar pada kenyataan bahwa
Allah yang adalah Kasih menganugerahkan rahmat dan karunia kepada setiap
orang.528 Implementasi dari “gratuitousness” tidak hanya di dalam usaha
mewujudkan prinsip keadilan (komutatif, distributif, dan sosial)529 berhadapan
dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan politik, tetapi sunguh diungkapkan
dalam solidaritas dan persaudaraan umat manusia (fraternity).530
527 CV no. 38: In the global era, economic activity cannot prescind from gratuitousness, which
fosters and disseminates solidarity and responsibility for justice and the common good among the
different economic players. It is clearly a specific and profound form of economic democracy.
Solidarity is first and foremost a sense of responsibility on the part of everyone with regard to
everyone (SRS no. 38), and it cannot therefore be merely delegated to the State. While in the past it
was possible to argue that justice had to come first and gratuitousness could follow afterwards, as a
complement, today it is clear that without gratuitousness, there can be no justice in the first place. 528 CV no. 34, hal. 43. 529 CV no. 35 dalam Denis McCann, “The Principle of Gratuitousness: Opportunities and Challenges
for Business in Charis in Veritate”, hal. 56-57. 530 Cv no. 34: Because it is a gift received by everyone, charity in truth is a force that builds
community, it brings all people together without imposing barriers or limits. The human community
that we build by ourselves can never, purely by its own strength, be a fully fraternal community, nor
can it overcome every division and become a truly universal community. The unity of the human
race, a fraternal communion transcending every barrier, is called into being by the word of God-
who-is-Love. In addressing this key question, we must make it clear, on the one hand, that the logic
of gift does not exclude justice, nor does it merely sit alongside it as a second element added from
without; on the other hand, economic, social and political development, if it is to be authentically
human, needs to make room for the principle of gratuitousness as an expression of fraternity.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
301
5.4.4.3 Aspek Solidaritas Berhadapan Dengan Persoalan Profit Dalam Economy
of Communion (EoC)
Dalam manajemen bisnis, ada dua pihak yang menentukan keberlangsungan
unit usaha, yaitu: shareholder value dan stakeholder value. Shareholder ialah para
individu, kelompok, komunitas, dan institusi yang memberi kontribusi dana untuk
kepemilikan, pembiayaan, dan kontribusi kemampuan untuk mengelola sebuah unit
usaha atau perusahaan tertentu, misalnya pemilik saham, pemilik modal,
manajemen.531 Sedangkan stakeholder merujuk pada sekelompok orang yang
terdampak secara langsung maupun tidak langsung dari keberadaan dan aktivitas
institusi, lembaga, atau suatu perusahaan tertentu. Pihak yang terdampak langsung
dari aktivitas tersebut ialah manajemen, para karyawan, supplier, dan distributor.
Sementara pihak yang tidak terdampak secara langsung ialah masyarakat,
pemerintah, dan lembaga atau institusi lainnya.
Dari perspektif shareholder value, tujuan kegiatan ekonomi dan bisnis
adalah peningkatan pendapatan atau keuntungan dari unit usaha yang akan dibagi
kepada pemilik unit usaha dan mereka yang terlibat.532 Untuk itu, tak jarang
pengambilan kebijakan dan keputusan diarahkan dengan rasionalitas ekonomi dan
kepentingan tertentu untuk memaksimalkan keuntungan yang diperoleh oleh unit
usaha. Melalui profit tersebut, para pemodal mendapatkan pembayaran bunga
(interest) dan para pemilik saham akan memperoleh laba dalam bentuk pembayaran
531 Christopher Pass & Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi Edisi Kedua, 1997, hal. 601. 532 John B. Gallagher, “Communion and Profits: Thinking with the economy of Communion about
the Purpose of Business”, hal. 15-16.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
302
dividen. Dampak dari sistem tersebut ialah terjadi konflik kepentingan antara
pemilik modal dan pemilik saham dari usaha dengan tim manajerial yang mengatur
aktivitas-aktivitas ekonomi.533 Di satu sisi, mereka usaha menuntut peningkatan
keuntungan dan penambahan aset unit usaha kepada tim manajerial. Untuk itu, di
sisi manajerial, manajemen berusaha meningkatkan value dari keterlibatan
shareholder untuk memenuhi target peningkatan keuntungan dan penambahan aset
unit usaha, misalnya: pemberian kompensasi, bonus akhir tahun, monitoring
program dan laporan, dst. Dengan demikian, nampak jelas bahwa value dari
shareholder adalah profit maximization dan going-concern, artinya bagaimana
aktivitas ekonomi semakin dapat meningkatkan keuntungan atau profit sehingga
usaha tersebut tetap berlangsung.
Dari perspektif stakeholder value, tujuan keterlibatan mereka dalam
kegiatan ekonomi ialah pemenuhan kebutuhan manusia dan peningkatan
kesejahteraan hidup. Untuk mencapai tujuan tersebut dalam kegiatan ekonomi,
segala kebijakan, program, dan aktivitas yang diambil institusi atau perusahaan
harus didasarkan pada prinsip “Triple Bottom Line”, yaitu: relasi antara (1) profit
(finansial), (2) people (aspek sosial-masyakarat), dan (3) planet (tanggung jawab
atas lingkungan hidup).534 Perhatian pada ketiga aspek tersebut itu menentukan
sejauh mana aktivitas ekonomi dapat meningkatkan produktivitas dari masing-
masing faktor produksi (sumber daya, modal, tenaga kerja, entrepreneur). Semakin
faktor-faktor produksi menjadi produktif, maka akan berdampak dan
533 John B. Gallagher, “Communion and Profits: Thinking with the economy of Communion about
the Purpose of Business”, hal. 16. 534 John B. Gallagher, “Communion and Profits: Thinking with the economy of Communion about
the Purpose of Business”, hal. 19.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
303
mendatangkan laba atau keuntungan bagi institusi atau perusahaan secara
berkelanjutan. Aspek keberlanjutan (sustainability) itu menuntut pihak manajemen
untuk membuat program dan mekanisme sedemikian rupa, sehingga pembagian
keuntungan atau laba tetap dirasakan oleh intern institusi atau perusahaan, dan
mendukung proses peningkatan kesejahteraan masyarakat luas, serta untuk
menjamin ketersediaan sumber daya. Dengan demikian, nampak jelas bahwa value
dari stakeholder pertama-tama bukan persoalan pencapaian keuntungan atau profit,
melainkan untuk menjamin agar aktivitas ekonomi dapat berkelanjutan
(sustainability) sehingga membawa kesejahteraan bagi insitusi atau perusahaan,
masyarakat, dan menjamin ketersediaan sumber daya.
Uraian di atas menunjukkan bahwa value dari shareholder adalah profit
maximization dan going-concern, sedangkan value dari stakeholder ialah
sustainability dan kesejahteraan. Dalam konteks EoC, permasalahan pencapaian
keuntungan diatasi dengan menambahkan dimensi solidaritas sebagai bagian value
dari going-concern (shareholder values) dan sustainability (stakeholder value).
Solidaritas dimaknai sebagai bentuk kepedulian aktif dan dasariah bagi manusia
untuk mewujudkan kesejahteraan bersama (common good).535 Maka dimensi
solidaritas ini berciri sosial, artinya semakin mendorong kita untuk terlibat
memperbaiki struktur-struktur sosial yang tidak adil yang terjadi karena aktivitas-
aktivitas ekonomi di dalam komunitas manusia. Oleh karena itu, dalam EoC,
kegiatan ekonomi dan bisnis sebagai bagian dari pengembangan solidaritas dalam
535 Albino Barrera, “What Does Catholic Social Thought Recommend for the Economy?”, hal. 23.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
304
communion yang dikenal dengan istilah “seeing things together”.536 Artinya, usaha-
usaha atau aktivitas-aktivitas ekonomi tidak hanya diarahkan untuk menumbuhkan
keinginan dan dorongan memahami situasi dan keadaan sosial-kemasyarakatan,
tetapi secara komunal terarah untuk menemukan solusi atas akar permasalahan
sosial yang dihadapi masyarakat. Dengan demikian dalam EoC, profit tetap
diperhitungkan dengan tetap mendasarkan diri pada dimensi solidaritas sebagai
value.
EoC menyadari bahwa profit tetap diperlukan dan tidak dapat diabaikan
terkait dengan keberlanjutan (sustainability), tetapi profit tetap tidak menjadi tujuan
utama dalam kegiatan ekonomi. Profit bukan tujuan tetapi sebagai sarana dalam
kegiatan ekonomi. Maka profit menjadi bagian dimensi material dari pembangunan
communion,537 sehingga profit dalam perspektif solidaritas diletakkan sebagai dasar
dari usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia untuk mewujudkan
kesejahteraan bersama (common good). Oleh karena itu, EoC menempatkan
manusia sebagai makhluk sosial lebih daripada sebagai an isolated agent (manusia
yang dipengaruhi oleh self-interested untuk memaksimalkan keuntungan dari unit
usahanya) dengan menekankan aspek keterlibatan antar manusia dalam proses
distribusi keuntungan (surplus).538 Proses distribusi keuntungan yang dimaksudkan
itu tidak didasarkan pada ketentuan margin matematis dari produktivitas masing-
536 John B. Gallagher, “Communion and Profits: Thinking with the economy of Communion about
the Purpose of Business”, hal. 24. 537 John B. Gallagher, “Communion and Profits: Thinking with the economy of Communion about
the Purpose of Business”, 2014, hal. 25. 538 Nuno Ornelas Martins, “Economy of Communion and Economy Theory: Classical Political
Economy and the Distribusin of the Surplus”, Revista Portuguesa de Filosofia, T. 70, Fasc. 1 (2014):
hal. 89-90.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
305
masing faktor-faktor produksi dan individu, melainkan terbuka pada pertanyaan:
apa yang dibutuhkan oleh manusia sebagai institusi dalam realitas sosial.539 Sen
menyebut sebagai “a sense of identity”, dan Adam Smith menyebut sebagai “rule-
based conduct”.540
Maka dalam EoC, profit dalam perspektif solidaritas itu dicapai dengan tiga
orientasi dasar sebagai cara bertindak, yaitu: (1) tujuan pertama profit adalah untuk
menopang (to assist) sesama dengan penciptaan lapangan kerja dan intervensi pada
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan bersama; (2) tujuan kedua profit adalah untuk
merambatkan atau menyebarkan (to spread) “budaya berbagi (culture of giving)”;
(3) tujuan ketiga profit adalah untuk membuka kembali (to reinvest) kegiatan
ekonomi-bisnis berkelanjutan (sustainability) yang mengembangkan
communion.541 Dengan kata lain, profit dalam EoC diperuntukkan untuk tiga sektor
dengan kualitas yang sama, yaitu: membantu orang miskin (to assist),
pengembangan proyek pendidikan (to spread), dan pengembangan kegiatan bisnis
itu sendiri (to reinvest).542
Dalam aktivitas CUPS, salah satu implementasinya ialah penerapan
presentasi bunga dari pinjaman anggota CUPS dengan sistem “menurun”. Artinya,
presentasi bunga pinjaman di CUPS itu bersifat tetap, namun perhitungannya
didasarkan pada sisa saldo dari total pinjaman. Maka nominal bunga pinjaman yang
539 Nuno Ornelas Martins, “Economy of Communion and Economy Theory: Classical Political
Economy and the Distribusin of the Surplus”, hal. 90. 540 Nuno Ornelas Martins, “Economy of Communion and Economy Theory: Classical Political
Economy and the Distribusin of the Surplus”, hal. 90-91. 541 John B. Gallagher, “Communion and Profits: Thinking with the economy of Communion about
the Purpose of Business”, hal. 25. 542 Luigino Bruni dan Amelia J. Uelmen (†), “Religious Values and Corporate Decision Making:
The Economy of Communion Project ”, hal. 650.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
306
menjadi tanggungan dan harus dibayar oleh anggota CUPS setiap bulan terus
mengalami penurunan. Hal ini berkebalikan dari sistem pinjaman di lembaga kredit
Bank yang berorientasi pada profit. Presentasi bunga pinjaman Bank itu tetap dan
perhitungannya didasarkan pada total pinjaman yang dicairkan bagi nasabah. Maka
nominal perhitungan bunga pinjaman itu tetap di setiap bulannya dan tidak
mengubah nominal angusuran yang ditanggung nasabah di setiap bulannya. Selain
itu, profit usaha (Sisa Hasil Usaha) yang diperoleh CUPS itu diperuntukkan untuk:
(1) membiayai proses pendidikan anggota dalam ragam program, kegiatan dan
pelatihan-pelatihan kewirausahaan; (2) membiayai kegiatan operasional untuk
menjamin keberlangsungan CUPS; dan (3) SHU dibagikan kepada semua anggota
di akhir tahun pembukan sesuai dengan keterlibatan masing-masing anggota di
CUPS.
Inilah aspek yang membedakan tujuan profit dalam ekonomi-bisnis pada
umumnya dengan profit dalam perspektif EoC. Prioritas pertama dari profit
kegiatan ekonomi-bisnis umumnya adalah untuk kepentingan pemilik modal,
korporasi, dan menjamin kelanjutan dari usaha tersebut. Sedangkan dalam
perspektif EoC, profit diarahkan untuk menjamin kelangsungan praktik solidaritas
komunitas (communion) untuk mengatasi berbagai permasalahan sosial, seperti
pengentasan persoalan kemiskinan dan pengembangan pendidikan untuk
pemberdayaan komunitas masyarakat. Melalui kedua hal tersebut, diharapkan
profit menjadi sarana untuk mewujudkan kesejahteraan bersama sekaligus
pengembangan manusiawi dari masing-masing individu di dalam masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
307
Inilah yang kemudian menjadi pendasaran mengapa Economy of
Communion menjadi model alternatif pengembangan sosial ekonomi yang relevan
dan dapat dikembangkan di masyarakat saat ini, di tengah gempuran ekonomi
global yang berorientasi pada profit maximization. Yang mana gerakan EoC
memberi ruang pada penilaian moral-etis terhadap perilaku ekonomi manusia demi
terwujudnya common good. Paus Fransiskus mengingatkan dalam ensiklik Laudato
Si, bahwa prinsip memaksimalkan laba, yang cenderung dipisahkan dari
pertimbangan-pertimbangan lain, mencerminkan kesalahpahaman akan kosep
ekonomi.543 Oleh karena itu, di dalam EoC, kegiatan ekonomi khususnya para
pelaku bisnis tidak memprioritaskan pencapaian keuntungan dan membaginya
deviden kepada para pemegang saham, melainkan keuntungan atau profit menjadi
sarana perwujudan masyarakat yang beradab. Implikasinya, EoC diharapkan
mampu menumbuhkan habitus untuk berbagi (culture of giving), sehingga
memperkecil dan menjembatani jurang keterpisahan antara negara-negara kaya
dengan negara-negara miskin.
543 Prinsip maksimalisasi keuntungan, yang cenderung dipisahkan dari pertimbangan lain,
mencerminkan salah paham akan konsep ekonomi: selama ouput meningkat, orang tidak peduli
bahwa hal itu dilakukan dengan mengorbankan sumber daya masa depan atau Kesehatan
lingkungan; selama eksploitasi hutan meningkatkan produksi, tidak seorang pun mengukur dalam
perhitungan itu, kerugian yang menyiratkan tanah yang menjadi belantara, kerusakan terhap
keanekaragaman hayati, atau peningkatan polusi. Artinya, perusahaan mendapat keuntungan dengan
menghitung dan membayar akan Sebagian kecil dari biaya. Kita hanya dapat berbicara tentang
perilaku etis bila “biaya ekonomi dan sosial yang timbul dari penggunaan sumber daya alam milik
bersama, ditetapkan secara transparan dan sepenuhnya ditanggung oleh mereka yang menikmatinya
dan bukan oleh bangsa lain atau generasi mendantang. Cara piker utilitarian yang hanya membuat
pengkajian statis atas realitas berdasarkan kebutuhan saat ini, baik dipakai ketika sumber-sumber
daya dibagi-bagikan oleh pasar, maupun ketika hal itu dilakukan oleh perencanaan sentral negara.
LS no. 195.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
308
5.5 RANGKUMAN
Dalam konteks Ajaran Sosial Gereja (ASG), pemberdayaan menjadi bagian
dari praksis solidaritas umat manusia. Di satu sisi, kita mengalami sungguh
mengalami adanya keterbukaan pada kasih Allah yang dengan kebebasannya dan
rahmat menciptakan dunia, manusia, dan ciptaan lain (creative love).544 Rahmat
yang yang begitu besar diterima manusia dalam penciptaan menjadi ternoda karena
dosa manusia. Akan tetapi di sisi lain, kasih Allah lebih besar daripada dosa, maka
melalui Kristus dalam inkarnasi dan karya penebusan, kasih Allah itu membimbing
sekaligus membebaskan manusia dari jerat realitas dosa (redemptive love).545 Bagi
Paus Benediktus XVI dalam CV no. 1 ̧ Kristus adalah perwujudan kasih dalam
kebenaran yang menjadi Wajah Pribadi-Nya, yaitu: sebuah panggillan untuk
mengasihi saudara-saudari kita dalam kebenaran rencana-Nya. Kristus
mempersatukan kasih dan kebenaran dalam diri-Nya dan dengan demikian
menyatakan secara sempurna kasih Bapa dan kebenaran mengenai Allah dan
manusia. Inilah yang menjadi dasar keterlibatan manusia di dalam realitas hidup
umat manusia, sekaligus menjadi ciri pertama dari EoC, yaitu: relasi kasih Kristus
menjadi dasar pengembangan EoC.
Keterbukaan kita pada kasih Allah itu menggerakkan kita juga untuk
terbuka kepada sesama dan alam ciptaan lain. Panggilan atas tanggungjawab
544 David Hollenbach, “Caritas in Veritate: The Meaning of Love and Urgent Challenges of Justice”
dalam Jurnal of Catholic Social Thought, Vol. 8, no.1, 2011, hal. 172. 545 David Hollenbach, “Caritas in Veritate: The Meaning of Love and Urgent Challenges of Justice”,
hal. 172.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
309
pengelolaan dunia itu dilaksanakan dalam kesadaran manusia sebagai makhluk
sosial yang keberadaan dan perkembangannya itu bagian dari kesatuan dengan
sesama manusia. Maka Paus Benediktus XVI menempatkan martabat kehidupan
dan pengembangan integral manusia sebagai fokus dalam usaha perkembangan
manusiawi, bahkan di dalam praksis pengembangan EoC. Manusia memiliki
perutusan personal sebagai Citra Allah, sekaligus juga perutusan komunal sebagai
komunitas umat manusia. Maka pembangunan integral manusia tidak hanya
berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan rohani (aspek spiritual), tetapi juga
pemenuhan kebutuhan material, misalnya kesejahteraan. Nampaknya Paus
Benediktus XVI lebih menonjolkan aspek antropologis manusia dan tanggung
jawab sosial dalam proses mengembangan manusiawi, yang dilihat dari perspektif
relasi kesalingan dengan sesama dan alam ciptaan sebagai res novae. Setiap orang
dipanggil Allah untuk mengembangkan diri dan bertanggungjawab atas pemenuhan
dirinya juga termasuk keselamatannya (PP no.15). Inilah yang menjadi ciri kedua
dari EoC, pribadi manusia sebagai sumber, pusat, dan tujuan dari seluruh
pengembangan EoC.
Dalam GS no. 1 diungkapkan bahwa kegembiraan dan harapan, duka dan
kecemasan dunia adalah kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid
Kristus juga. Seperti karya keselamatan Krisus juga diperuntukkan untuk
keselamatan umat manusia yang percaya kepada-Nya. Maka, makna communio
pertama-tama berasal dari inisiatif dan kehendak Allah, yang terwujud dalam karya
penebusan Kristus. Bagi Gereja, communio dimaknai sebagai usaha Gereja
menghidupi Sang Sabda (Kristus) yang menjadi dasar pengembangan integral
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
310
manusia, perjuangan keadilan dan solidaritas, serta untuk mencapai kesejahteraan
hidup. Dalam EoC, segala bentuk aktivitas ekonomi diarahkan untuk membawa
pribadi manusia masuk dan terlibat ke dalam communio. Maka ciri ketiga EoC ialah
keterlibatan sebagai perwujudan solidaritas Gereja terhadap pengembangan EoC.
Keterlibatan ini disadari sebagai usaha pertobatan yang mendorong manusia
untuk memperbaiki relasi personal dengan Allah, membaharui hidup, dan juga
mendorong kita untuk terlibat memperbaiki struktur-struktur sosial yang tidak adil
di dalam komunitas manusia. Dalam konteks tersebut, usaha-usaha pemberdayaan
itu tidak hanya membangkitkan belarasa terhadap orang miskin dan persoalan
sosial-kemasyarakatan, tetapi juga pemberdayaan harus semakin meningkatkan
keterlibatan mereka bersama gerak komunitas (communio) untuk menciptakan
kondisi-kondisi yang membantu pengembangan manusiawi dan terarah untuk
mewujudkan kesejahteraan bersama (bonum commune). Untuk itu diperlukan tiga
prinsip dasar, yaitu: solidaritas dan subsidiaritas serta tanggung jawab sosial
terhadap kelestarian alam ciptaan.
Pertama, implementasi prinsip solidaritas bertujuan untuk melindungi pihak
yang lemah dari segala bentuk eksploitasi dan privatisasi sosial-ekonomi, serta
menuntut adanya tanggungjawab moral dari pihak yang kuat secara ekonomi untuk
membantu pihak yang lemah. Salah satu praktiknya di CUPS ialah penerapan
presentasi bunga pinjaman dengan sistem “menurun” dan perlakukan khusus untuk
para anggota yang memiliki UKM dan tidak mampu mengembalikan pinjaman
sesuai ketentuan yang berlaku di CUPS.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
311
Kedua, implementasi prinsip subsidiaritas berperan untuk melindungi hak
asasi manusia dan martabat hidup manusia, serta menghindari implikasi
ketergantungan pihak yang lemah karena adanya bantuan dari pihak yang kuat.
Selain itu, prinsip subsidiaritas juga memberi ruang tumbuh kembang bagi masing-
masing pribadi manusia, sehingga manusia dapat terlibat berkembang dan secara
mandiri terlibat dalam pembangunan communio. Dalam CUPS, keterlibatan
anggota menjadi kunci agar program dan layanan yang diberikan itu sungguh
berkelanjutan, tidak membuat anggota tergantung, dan juga memberikan berbagai
alternatif solusi dari permasalahan anggota.
Ketiga adalah tanggung jawab sosial manusia terhadap alam ciptaan muncul
dari implikasi relasi kesalingan antara Allah, manusia, dan alam ciptaan, sehingga
manusia bertanggungjawab atas pengelolaan alam tidak hanya untuk pemenuhan
kebutuhan manusia, melainkan juga kesimbangan tatanan instrinsik ciptaan dan
generasi masa depan. Pada praktiknya, CUPS berkolaborasi dengan beberapa pihak
untuk mengedukasi, melatih, mendampingi, dan semakin melibatkan anggota
CUPS di dalam social enterpreneurship.
Dalam pengembangan EoC, ketiga hal tersebut di atas diarahkan pada
pembangunan sikap solidaritas umat manusia untuk memperjuangkan keadilan dan
kesejahteraan bersama (common good). Pada tataran praksis, implementasi EoC
mengalami berbagai ketegangan dinamis, seperti: common good dan communion
menjembatani persoalan pendekatan ekonomi klasik dan ekonomi bisnis modern;
EoC mendamaikan reasionalitas ekonomi dengan “gratuitousness”; dan aspek
solidaritas berhadapan dengan persoalan profit dalam EoC.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
312
Dari uraian-uraian di atas, satu benang merah yang dapat menghubungkan
keseluruhan pembahasan di bab 5 ini adalah kesejahteran bersama (common good)
menjadi sarana yang mendorong manusia untuk terlibat dalam karya keselamatan
Allah dalam mengusahakan tatanan kehidupan yang proper bagi seluruh alam
ciptaan, khususnya mereka yang rentan, miskin, dan tersingkir dari komunitas.
Dalam ungkapan lain, keterlibatan manusia dalam karya keselamatan Allah sebagai
bentuk dari perwujudan iman akan Allah, iman sebagai tanggapan manusia atas
rahmat pewahyuan Allah sendiri di dunia. Dengan demikian dalam terang ASG,
inilah aspek teologis dari usaha pemberdayaan sosial-ekonomi sebagai praksis
solidaritas manusia untuk mewujudkan Economy of Communion (EoC).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
313
BAB 6
PENUTUP
6.1 PENGANTAR
Pada bab terakhir sebagai penutup dari rangkaian penulisan tesis ini, penulis
memaparkan tiga hal pokok, yaitu: (1) penulis merangkum keseluruhan tesis
dengan mengacu pada tiga rumusan masalah yang menjadi pokok dari penelitian
dan penulisan tesis ini; (2) dari keseluruhan proses, penulis berusaha
mengkonstekstualisasikan pemberdayaan ekonomi mikro yang dilakukan oleh
CUPS dalam kerangka preferensi kerasulan sosial Serikat Jesus universal, secara
khusus Serikat Jesus Provinsi Indonesia (Provindo); (3) penulis memberikan
rekomendasi pastoral sebagai peluang pengembangan kerasulan sosial Serikat Jesus
Provinsi Indonesia (Provindo) untuk pengembangan ekonomi mikro mengacu pada
model CUPS.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
314
6.2 RANGKUMAN TESIS
Tesis ini membahas tiga pertanyaan utama dari rumusan masalah, yaitu:
Pertanyaan pertama dari rumusan masalah dalam penulisan tesis ini adalah apa
yang dimaksud dengan ‘empowerment’ atau pemberdayaan dan unsur-unsur apa
saja yang dibutuhkan dalam pemberdayaan untuk mengatasi permasalahan
kemiskinan pada tingkat usaha mikro. Pertanyaan pertama ini dijawab penulis
dalam pembahasan di bab kedua. Pemberdayaan adalah proses dinamis yang terjadi
di masyarakat sebagai tanggapan atas berbagai peristiwa politik, keagamaan,
ekonomi, dan sosio-kultural di setiap periodesasi masyarakat, secara khusus mulai
dari peristiwa Enlightenment di wilayah Eropa dan terus meluas hingga abad ke-21
ke berbagai negara di dunia. Dua peristiwa yang menjadi penanda ialah revolusi
industri dan revolusi Perancis.
Revolusi industri memberikan pengaruh pada penekanan aspek ilmiah dan
empiristik dari pengetahuan, serta meletakkan persoalan dan pertumbuhan ekonomi
sebagai basis kekuasan baru, yang mempengaruhi bagaimana manusia memaknai
diri dan keterlibatannya di dunia. Kemunculan alat-alat produksi material dan
perkembangan teknologi membantu aktivitas ekonomi masyarakat, sehingga
berdampak pada usaha manusia untuk mengakumulasi sumber-sumber daya
produktif guna memenuhi kebutuhan dan pengembangan manusia. Akibatnya
produktivitas dan efisiensi menjadi kosa kata penting dalam usaha pemberdayaan
manusia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
315
Revolusi Perancis dengan tiga simbolnya liberte, egalite, dan fraternite
mendongkrak sistem keagamaan-monarki menggantikannya dengan konsep nation
dan state sebagai identitas politik, melalui sistem demokrasi. Sistem demokrasi
menggantikan sistem teokrasi atau monarki yang didengan memberi ruang pada
perlindungan akan hak asasi manusia dan kepatuhan pada hukum kodrat dan hukum
positif. Dalam arti tertentu, perubahan ini merupakan proses depowerment dari
sistem lama, menjadi empowerment atau pemberdayaan dengan sistem baru sebagai
salah satu alternatif menghadapi persoalan manusia pada jamannya.
Perkembangan ilmu dan teknologi, proses industrialisasi, dan pertumbuhan
ekonomi ternyata tidak serta merta membebaskan manusia dari penderitaan akan
kemiskinan, eksploitasi dan privatisasi sumberdaya, diskriminasi sosial dan
budaya, dst. Maka diperlukan penanda kedua dari pemberdayaan yang menjadi ciri
khas. Penanda kedua ialah pemberdayaan itu selalu terarah pada proses
transformasi masyarakat baik sebagai individu (individual self-empowerment)
maupun perilaku kolektif (collective self-empowerment) sebagai bagian dari
komunitas masyarakat, yang menentukan aktualisasi dan eksistensi manusia di
dalam realitas kehidupan di dunia. Transformasi itu dimaknai dalam dua arti, yaitu:
yaitu: (a) to give power or authority to dan (b) to give ability to or enable.
Pemberdayaan sebagai proses transformasi mengandaikan manusia dapat
mengelola dan mengembangkan kapabilitasnya. Berhadapan dengan hal tersebut,
Martha Craven Nussbaum menawarkan teori Capabilities Approaches. Menurut
Nussbaum, manusia itu memiliki tiga kemampuan dasar, yaitu: (a) kemampuan
dasar manusia yang ada sejak lahir (basic capabilities); (b) kemampuan internal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
316
manusia yang berkembang seturut pekembangan dan proses belajar manusia
(internal capabilities); (c) dan kemampuan manusia yang berkembang karena
adanya dukungan dari struktur sosial di masyarakat (combine capabilities). Ketiga
kemampuan tersebut oleh Nussbaum dikembangan menjadi sepuluh kapabilitas
manusia yang dapat dipakai sebagai instrumen untuk mengukur kualitas hidup
manusia. Persoalan kemudian muncul terkait dengan bagaimana mengukur kualitas
hidup manusia yang kompleks. Untuk mengatasi masalah tersebut, Nussbaum
menekankan aspek functioning dari manusia untuk dapat semakin menghayati
martabatnya sebagai manusia. Implementasinya ialah Nussbaum membuat sepuluh
kapabilitas sebagai indikator untuk mengukut kualitas hidup manusia.
Dalam konteks pemberdayaan, ada dua kapabilitas yang mendukung usaha
pemberdayaan yang terarah pada transformasi sosial di masyarakat, yaitu practical
reason dan affiliation. Kemampuan practical reason menentukan seseorang untuk
membangun kesadaran akan sebuah nilai, kebaikan, kepedulian, dan refleksi kritis
atas hidupnya dan keterlibatannya di lingkungan sosial yang terarah pada
kesejahteraan. Lalu kemampuan affiliation merupakan kemampuan manusia yang
bersifat sosial, sehingga memungkinkannya untuk terlibat dan berapartisipasi aktif
dalam berbagai interaksi sosial dan bersama dengan orang lain di dalam komunitas
masyarakat.
Dalam konteks sosial, usaha manusia untuk mengembangkan diri dan
kapabilitas yang dimilikinya juga ditentukan oleh empat elemen penting dari
pemberdayaan, yaitu: (a) kesempatan untuk mengakses informasi sebagai
modalitas dasar; (b) pemberdayaan selalu berciri inklusif dan menekankan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
317
partisipasi aktif pribadi maupun keterlibatan komunal komuntias masyarakat; (c)
pemberdayaan selalu menuntut adanya akuntabilitas sebagai bentuk
pertanggungjawabab, transparansi, dan profesionalitas usaha pemberdayaan; (d)
pemberdayaan itu mengembangkan kemampuan akan kapasitas organisasional
yang bersifat lokal.
Pertanyaan kedua dari rumusan masalah dalam penulisan tesis ini adalah
sejauh mana peran dan keberadaan CUPS itu sungguh membangkitkan
pemberdayaan bagi masyarakat miskin pada level pengembangan usaha mikro dan
membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pertanyaan kedua ini dijawab
dalam pembahasan di bab ketiga dan keempat. Pertama-tama, gerakan CU berasal
dari model People’s Bank yang dikembangkan oleh Friedrick Wilhelm Raiffeisen
di kota Heddesdorf, Jerman pada abad 18. CU adalah sarana persekutuan orang-
orang yang didasarkan pada semangat kebersamaan dan kepercayaan untuk bekerja
sama memperbaiki kondisi hidup mereka yang miskin secara mandiri. Maka ada
tiga prinsip uatama dalam gerakan CU, yaitu: asas swadaya, asas setia kawan, dan
asas pendidikan. Gerakan CU di Indonesia dipelopori oleh salah satunya ialah Rm.
Karl Albrecht Arbi, SJ. Beliau bekerja sama dan berkolaborasi dengan berbagai
pihak hingga terbentuknya CUCO, yang sekarang menjadi Inkopdit dan menaungi
CU Sekunder serta CU Primer di bawah koordinasi dengan Kementrian Koperasi
dan Usaha Kecil dan Menengah.
Pada tahun 2008, Rm. Antonius Sumarwan, SJ selaku vikaris Parokial
Gereja St. Perawan Maria Ratu, Blok Q, Jakarta mengawali gerakan CU dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
318
nama Credit Union Microfinance Innovation Pelisa Sejahtera (CUMI PS) sebagai
bagian dari pelayanan sosial Gereja dalam PSE. Gerakan CUMI PS menyasar
segmen pasar warga miskin di wilayah sekitar Paroki Blok Q, Jakarta Selatan yang
berprofesi sebagai pedagang kaki lima, khususnya mereka yang terjerat hutang pada
Bank Keliling atau rentenier. Kekhasan layanan CUMI PS terletak pada
penggunaan sistem tanggung-renteng di dalam kelompok Basis 5 dan angsuran
mingguan, serta fokus pada financial literacy. Dengan itu anggota diharapkan
mencapai kemandirian dalam bidang keuangan, mampu mengatasi persoalan yang
mereka hadapi, dan memperoleh kesejahteraan hidup.
Pada tahun 2015, CUMI PS mengalami krisis dikarenakan beberapa hal,
yaitu: (1) fokus pada ekspansi wilayah pelayanan tidak diimbangi tata kelola
manajemen (administratif dan sumber daya) yang baik dan analisa matang yang
menyeluruh, sehingga strategi yang dipilih kurang berhasil, menghambat proses
administratif dan komunikasi, biaya operasional meningkat tajam, serta performa
layanan menurun; (2) terlalu berorientasi pada peningkatan jumlah anggota,
sehingga berdampak pada lemahnya sistem perekrutan dan kesulitan dalam sistem
pengawasan; (3) peningkatan jumlah anggota terlalu berfokus pada anggota UKM
dengan ciri lebih banyak mengakses pinjaman daripada menabung, sehingga tata
kelola manajemen keuangan menjadi tidak sehat dengan rasio kredit beredar 37,3%
(CU yang sehat secara keuangan memiliki rasio kredit beredar sebesar 70%) dan
rasio kredit lalai sebesar 16% (CU yang sehat secara keuangan memiliki rasio
kredit lalai sebesar < 1%).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
319
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, CUMI PS melakukan beberapa
perbaikan sistem dan tata kelola, antara lain: (1) penutupan layanan di Tigaraksa
dan Pasar Kemis (Tangerang), Kampung Sawah, dan Bekasi, sehingga hanya fokus
di sekitar wilayah Jakarta Selatan; (2) mengevaluasi sistem dan tata kelola
manajemen dalam hal proses rekrutmen staf dan anggota, serta menguatkan aspek
pengawasan dan peningkatan program-program pemberdayaan bagi anggota UKM;
(3) melakukan re-think, re-design, dan re-build dari CUMI PS menjadi CUPS
(Credit Union Pelita Sejahtera) di tahun 2017.
Usaha-usaha tersebut membantu CUPS keluar dari krisis. Beberapa
indikator yang menunjukkan perkembangan positif CUPS hingga akhir tahun 2018
ialah: (1) terjadi peningkatan jumlah anggota dari semula 296 anggota menjadi 880
anggota, yang terdiri atas anggota UMKM dan anggota yang berstatus karyawan
perusahaan; (2) rasio kredit beredar mencapai angka 52% (LDR maksimal 70%);
(3) rasio kredit lalai sebesar 0,95% (analisa PEARLS maksimal 2%); (4) usaha-
usaha pemberdayaan dalam hal financial literacy, edukasi, dan pelatihan-pelatihan
untuk UMKM menjadi lebih beragam, sehingga memotivasi anggota untuk
semakin terlibat dan mengembangkan diri dan usahanya.
Dalam perspektif elemen pertama pemberdayaan, akses pada informasi
menjadi modalitas utama. CUPS mengkombinasi model komunikasi top-down dan
bottom-up, serta masih memberi penekanan pada dialog dan perjumpaan sebagai
fokus dalam proses interaksi antara CUPS dengan para anggota. Untuk itu, CUPS
mempertahankan kunjungan mingguan dan bulanan untuk berdialog dengan 40%
anggota CUPS yang memiliki usaha mikro, sehingga dapat memahami sungguh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
320
persoalan mereka dan bersama-sama mengatasi persoalan yang dihadapi. Selain itu,
CUPS berusaha meningkatkan minat 60% anggota CUPS yang berstatus karyawan
untuk mengakses produk pinjaman dan terlibat dalam berbagai pelatihan-pelatihan
kewirausahaan dan pengelolaan keuangan. Keduanya dipakai CUPS untuk
membantu para anggota mencapai kesejahteraan, serta secara kreatif menemukan
inovasi dan solusi secara mandiri atas persoalan yang mereka hadapi.
Persoalan krusial dari elemen pertama ialah perihal pengaruh
perkembangan teknologi informasi pada pola perilaku para anggota CUPS.
Revolusi dan konvergensi informasi global tidak hanya mempermudah komunikasi
dan dialog antar manusia, tetapi juga telah mengaburkan batas-batas dalan relasi
dan mengubah kehidupan manusia dengan cara kerja yang kreatif, efektif, dan
efisien. Efisisensi menjadi standar produktivitas yang ternyata memberatkan bagi
para anggota CUPS yang kurang mampu beradaptasi dengan perkembangan
teknologi, misalnya: tegangan antara usaha mikro konvensional dengan usaha
mikro yang telah masuk ke ranah digitalisasi dengan sistem onlineshop.
Pada elemen kedua, pemberdayaan selalu bercorak inklusif dan
menekankan aspek partisipasi aktif masyarakat. Sekalipun CUPS dijalankan
dengan prinsip ASG, namun mayoritas anggota yang dilayani adalah mereka yang
non-kristen. Justru anggota CUPS non-kristen itulah yang banyak terlibat pelatihan
dan kegiatan-kegiatan pemberdayaan yang diselenggarakan oleh CUPS. Salah satu
indikator mengukur keterlibatan anggota CUPS dalam usaha-usaha pemberdayaan
yang berdampak pada CUPS ialah presentasi kredit lalai akhir tahun 2019 sebesar
0.93% dari standar analisa PEARLS maksimal 2%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
321
Partisipasi anggota yang memiliki UKM (40%) dan anggota yang berstatus
karyawan (60%) tetap memberikan pengaruh dalam pemberdayaan CUPS. Dalam
gerakan CUPS, perhatian pada UKM berpotensi besar dalam hal penyerapan tenaga
kerja dan menciptakan kesempatan lapangan pekerjaan, jika dibandingkan dengan
investasi dalam unit usaha lainnya. Namun pemberdayaan pada UKM itu menuntut
tidak hanya modal yang kuat, tetapi juga keberlanjutan program layanan itu sendiri.
Untuk itu diperlukan adanya sistem yang dapat melindungi anggota yang sedang
mengalami kesulitan ekonomi, sehingga mereka tetap berdayaguna dan mandiri.
Hal ini penting, mengingat dalam penelitian ditemukan anggota yang lalai itu tidak
semua disebabkan oleh kesalahan tata kelola keuangan, tetapi adanya faktor
eksternal yang terkadang tidak berhubungan langsung dengan anggota, misalnya
tanggungjawab moral di dalam keluarga membiayai keluarga yang sakit keras.
Inilah yang menjadi titik krusial pada elemen kedua pemberdayaan.
Elemen ketiga pemberdayaan menuntut akuntabilitas sebagai lembaga
keuangan mikro. Akuntabilitas CUPS dicapai dengan adanya mekanisme
pengawasan administratif, tata kelola SDM dan tata kelola keuangan. Akuntabilitas
menyangkut persoalan intern dan ekstenal dari unit usaha CUPS, yaitu: perihal
kemampuan dan kapasitas lembaga (kondisi internal, kapasitas sosial
kemasyarakatan, dan infrastruktur pendukung), permodalan (simpanan dan
pinjaman), serta regulasi dan supervisi (internal CUPS, eksternal dalam kesatuan
jaringan CU di KAJ dan kemitraan dengan BKCU Kalimatan, Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah). Tantangan bagi CUPS dalam hal
peningkatan akuntabilitas ialah bagaimana inovasi dan pengembangan cara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
322
berkomunikasi dan pertanggungjawaban di tengah pesatnya perkembangan
teknologi informasi berbasis digital itu menjadi sarana untuk sampai pada
perjumpaan dan dialog yang membawa dampak transformasi dan membantu
anggota untuk mencapai kesehateraan hidup.
Elemen keempat ialah pemberdayaan terarah untuk mengembangkan
kapasitas organisasional yang sifatnya lokal. Kata kunci dari elemen keempat ini
adalah kerja sama, kolaborasi, dan kemitraan. Di satu sisi, fokus CUPS bukan
semata-mata hanya pada peningkatan kesejahteraan anggota dalam perspektif
ekonomis, melainkan mereka secara mandiri mampu mengatasi permasalahan yang
dihadapi dengan pola pikir dan paradigma yang dikembangkan CUPS, serta mampu
berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengusahakan kesejahteraan bersama.
Maka tantangan dari elemen keempat pemberdayaan ialah keterbukaan untuk
menerima, mengkritisi, dan akhirnya mampu membangun kolaborasi untuk
menemukan alternatif-alternatif solusi atas permasalahan kesejahteraan hidup
sebagai individu maupun anggota komunitas masyarakat.
Pertanyaan ketiga dari rumusan masalah dalam penulisan tesis ini ialah
bagaimana pemberdayaan dalan CUPS mendapat pendasaran teologis yang valid,
melalui tradisi Ajaran Sosial Gereja (ASG) di dalam ensiklik Paus Benediktus XVI
Caritas in Veritate (CV) untuk mewujudkan Economy of Communion (EoC).
Pertanyaan ketiga ini dijawab oleh penulis dalam pembahasan di bab kelima.
Pertama-tama, telah diuraikan sebelumnya bahwa usaha pemberdayaan itu
tidak dapat dilepaskan dari unsur-unsur materialis. Unsur-unsur tersebut itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
323
membantu manusia dalam proses perkembangan integralnya (relasi mikro) dan
keterlibatannya di dalam komunitas masyarakat (relasi makro). Maka dalam
perspektif teologi, pemberdayaan itu bagian dari praksis keterbukaan dan
solidaritas umat manusia dalam relasi mikro dan relasi makro. Di satu sisi
keterbukaan manusia itu terarah pada kasih Allah yang memberi ruang kebebasan
di dalam peristiwa penciptaan (creative love), sekaligus juga kasih Allah yang
membawa pada penebusan atas realitas dosa (redemptive love).546 Kasih Allah itu
termanifestasikan dalam Kristus sebagai perwujudan kasih dalam kebenaran, yang
mengundang kita untuk terlibat mengasihi sesama di dalam karya keselamatan
Allah (CV no.1). Bagi Paus Benediktus XVI, salah satu indikatornya ialah
perwujudan keadilan dan kesejahteraan umum sebagai jalan utama kasih, dan
“ukuran minimum” (“the minimum measure”) dari implementasi kasih Kristus bagi
manusia dan dunia (CV no.6).547 Maka relasi kasih Kristus dengan Allah dan
manusia menjadi dasar dari pengembangan Economy of Communion (EoC).
Keterbukaan manusia dalam konteks relasi mikro dan makro ditempatkan
dalam tugas perutusan personal sebagai citra Allah untuk mengelola alam ciptaan
sebagai bagian dari perutusan komunal (Kej 1;26). Paus Benediktus memahami
pembangunan integral manusia dari sudut pandang antropologis dalam relasi
kesalingan, yaitu: hubungan antara usaha mewujudkan kesejahteraan hidup dalam
konstelasi politik global umat manusia dan pertumbuhan rohani pribadi manusia
546 David Hollenbach, “Caritas in Veritate: The Meaning of Love and Urgent Challenges of Justice”
dalam Jurnal of Catholic Social Thought, Vol 8, no. 1, 2011, hal. 172. 547 CV no. 6. Benediktus XVI, Caritas in veritate: Kasih dalam kebenaran, hal. 9.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
324
(CV no.76).548 Secara khusus, Paus menyadari bahwa perkembangan manusia
dewasa ini dihambat oleh persoalan hedonisme, konsumerisme, dan sikap masa
bodoh terhadap sesama dan alam ciptaan.
Persoalan tersebut mengakibatkan tujuan kegiatan ekonomi yang pada
hakikatnya untuk peningkatan kesejahteraan bersama, berubah menjadi usaha
komersialisasi yang diakibatkan oleh “mekanisme pasar” yang mengabaikan
tanggung jawab sosial-politis akan kepentingan umum. Istilah ekonomi berasal dari
bahsa Yunani oikos dan nomos yang berarti ‘tata pengelolaan rumah tangga”. Tata
kelola itu diperlukan agar masing-masing keluarga dapat mencapai kesejahteraan.
Maka tujuan dari aktivitas ekonomi adalah kesejahteraan bersama. Akan tetapi
semakin banyak seseorang memiliki kapital dalam hal uang dan kekuasaan, maka
semakin besar baginya untuk mengakses kebutuhan hidup baik yang dasar,
sekunder, maupun tersier. Maka manusia terjebak dalam usaha eksploitasi
sumberdaya yang berlebihan, dan berdampak negatif pada sosial ekonomi di
masyarakat dan kerusakan lingkungan. Untuk itu, dalam aktivitas ekonomi,
martabat manusia itu memiliki kedudukan lebih tinggi daripada persoalan-
persoalan lain. Oleh karena itu, pribadi manusia perlu ditempatkan sebagai sumber,
pusat dan tujuan dari seluruh pengembangan EoC untuk mencapai kesejahteraan
bersama dalam konteks communio.549
Communio dipahami Gereja itu tidak hanya bersifat Ilahi dan spiritual,
tetapi juga mengandung unsur relasi vertikal sekaligus horizontal yang berciri sosial
548 CV no. 76 yang disadur dari Georg Kirchberger, “Pembangunan Integral-Caritas in Veritate”,
Jurnal Ledalero, 2012, hal. 161. 549 John B. Gallagher, “Communion and Profits: Thinking with the economy of Communion about
the Purpose of Business”, Revista Portuguesa de Filosofia, 2014, hal. 24.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
325
dalam relasi kesalingan antar manusia. Di satu sisi gerakan itu berawal dari inisiatif
Allah Tritunggal dalam kebersamaan-Nya nyata dalam peristiwa inkarnasi Putera
yang membawa keselamatan bagi manusia melalui karya penebusan. Di sisi lain,
kita terlibat dalam karya keselamatan Allah dan menempatkan usaha manusia
sebagai pertobatan untuk memperbaiki relasi kita dengan Allah, memperbaharui
hidup, dan terlibat dalam usaha memperbaiki struktur-struktur sosial yang tidak adil
dalam komunitas umat manusia. Yang mana dunia saat ini diguncang oleh sistem-
sistem yang tidak adil, martabat manusia direndahkan oleh keserakahan dan
keinginan untuk menumpuk kekayaan, dan kondisi alam yang dirusak oleh perilaku
dan tindakakan manusia yang berorientasi pada pemaksimalam keuntungan tanpa
memperhatikan tanggung jawab sosial-ekologis. Maka tanggapan manusia atas
karya keselamatan Allah menjadi bagian dari tanggung jawab manusia yang
berdimensi sosial di hadapan Allah. Iman kepada Allah itu menggerakan kita untuk
saling percaya dan tergerak untuk kemudian berbagi solidaritas antar umat manusia,
sehingga iman itu terwujud dalam praksis hidup manusia. Dengan demikian
keterlibatan manusia dalam pembangunan integral sebagai perwujudan soldiaritas
Gereja dalam pengembangan EoC.
Dalam konteks EoC, keterlibatan itu terarah pada perjuangan mewujudkan
keadilan dan kesejahteran bersama (common good) umat manusia. Manusia
memang memiliki hak-hak dasar dan asasi, namun ia juga mempunyai kewajiban
dan tanggungjawab sosial untuk meningkatkan kesejahteraan bersama. Aristoteles
dalam Nicomachean Ethics mengatakan bahwa manusia terarah untuk
mengusahakan kebahagiaan hidup dan kesejahteraan bersama dengan terlibat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
326
dengan persahbatan dengan yang lain dan berkontribusi dalam polis.550 Senada
dengan itu, Thomas Aquinas memahami manusia tidak hanya sebagai animal
rasionale, tetapi juga animal sociale.551 Maka, keterlibatan pribadi manusia di
dalam realitas sosial masyarakat itu diarahkan untuk mencapai kebaikan tertinggi
pada tataran metafisi, yaitu Allah sebagai the ultimate good. Dengan demikian,
dalam pengembangan EoC, kesejahteraan bersama selalu berciri universal sehingga
terhindar dari privatisasi, monopoli, dan konflik kepentingan yang kerap terjadi di
dalam realitas sosial kehidupan umat manusia.
Dalam konteks EoC, Paus Benediktus XVI menekankan tiga prinsip dasar
dari ASG dalam implementasi keterlibatan Gereja dan di dunia untuk
mengusahakan kesejahteraan bersama, yaitu: prinsip solidaritas, subsidiaritas, dan
tanggung jawab sosial atas pelestarian alam ciptaan.
Prinsip subsidiaritas bertujuan untuk menjamin hak asasi manusia,
kemerdekaan manusia untuk memilih dan berbertindak, serta melindungi martabat
hidupnya dari cengkraman sistem-sistem yang tidak adil. Pada level praksis
ekonomi, kekuatan-kekuatan ekonomi makro tidak dapat mencaplok atau
menguasai usaha-usaha dari ekonomi mikro dan kecil, sehingga memberi ruang
bagi mereka untuk mengorganisir diri menjadi kekuatan ekonomi yang mandiri.
550 David Hollenbach, The Common Good and Christian Ethics, 2002, hal. 11. 551 Menurut penafsiran Maritain, seperti yang disadur oleh Paulus Bambang Irawan dalam “A
Capability to Promote The Common Good” bahwa ada tiga alasan mengapa Aquinas menyebut
manusia disebut animal sociale, yiatu: (1) Manusia memiliki kemampuan untuk mencintai (to love)
dan berkomunikasi dengan sesamanya. Kemampuan dasar ini mendorong manusia untuk
menemukan dan membangun relasi dengan sesamanya; (2) Manusia memiliki keterbatasan,
sehingga mereka harus berinteraksi satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan dan mengatasi
keterbatasannya; (3) Manusia harus belajar dari masyarakat secara khusus melalui proses edukasi,
sehingga mereka dapat mengembangkan kapabilitasnya sebagai ciptaan dan keterarahan nya pada
panggilan kesempurnaan menuju Allah sebagai kebaikan tertinggi. Paulus Bambang Irawan, “A
Capability to Promote The Common Good”, Jurnal Teologi, 2016, hal. 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
327
Prinsip solidaritas merujuk pada sikap kesetia-kawanan dan tanggung jawab
sosial untuk mengorganisasi diri dan komunitas masyarakat sehingga membawa
transformasi di dalam situasi sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Subsidiaritas
tanpa solidaritas akan memberi ruang pada privatisme sosial, sementara solidaritas
tanpa subsidiaritas menimbulkan ketergantungan, sehingga akan merendahkan
mereka yang berkekurangan dan yang tidak memiliki kapital di masyarakat.
Selain itu, prinsip ketiga juga penting untuk diperhatikan. Tanggung jawab
sosial atas pelestarian alam ciptaan diarahkan tidak hanya bagi pemenuhan
kebutuhan seluruh umat manusia saat ini, tetapi juga untuk menjaga keseimbangan
dari tatanan instriksik alam ciptaan (regenerasi) agar terbebas dari eksploitasi
berlebihan dan untuk warisan bagi generasi di masa depan. Dengan demikian,
pemberdayaan itu direfleksikan secara teologis sebagai dorongan dan perwujudan
iman akan Allah, sekaligus terarah dalam usaha solidaritas mewujudkan Economy
of Communion (EoC), melalui keterlibatan memperjuangkan keadilan dan
kesejahteran bersama (common good).
6.3 CUPS SEBAGAI MODEL PEMBERDAYAAN SERIKAT JESUS
PROVINSI INDONESIA (PROVINDO) UNTUK BERJALAN
BERSAMA KRISTUS DALAM KEBERSAMAAN DENGAN ORANG
MISKIN DI INDONESIA
Pada pembahasan di bab-bab sebelumnya, penulis menemukan bahwa
pemberdayaan ekonomi mikro yang dilakukan oleh CUPS sungguh menjadi salah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
328
satu alternatif mengatasi permasalahan kemiskinan dan mengusahakan
terwujudnya kesejahteraan bersama (common good). Pemberdayaan ekonomi
mikro yang dilakukan oleh CUPS bertujuan untuk memberdayakaan atau
menguatkan orang-orang yang tak bersuara (voicelessness) dan miskin melalui
sarana pendidikan, tata kelola keuangan, dan manajemen kredit mikro, sehingga
mereka dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi secara mandiri dan mencapai
kesejahteraan hidup.
Dalam perspektif EoC, pemberdayaan ekonomi mikro yang dilakukan oleh
CUPS itu ambil bagian dari keterlibatan manusia dalam proses pembangun integral
sebagai perwujudan dari solidaritas, perjuangan keadilan, dan terarah pada
perjuangan mewujudkan kesejahteraan bersama (common good) seluruh umat
manusia sebagai bagian dari hak azasi, sekaligus bagian dari kewajiban dan
tanggung jawab sosial manusia di dalam kebersamaan umat manusia. Yang mana
kesejahteraan bersama (common good) dimengerti sebagai suatu kondisi sosial
yang memungkinkan manusia untuk mencapai realitasi dirinya secara utuh dan
mewujudkan martabatnya. Oleh karena itu dalam perspektif ekonomi, inilah yang
disebut sebagai solidaritas bersama umat manusia dalam gerakan CUPS dalam
mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bersama (common good). Yang mana
usaha tersebut mengandaikan adanya jejaring, partisipasi, dan kerja sama antar
komunitas yang dapat saling menguatkan dan memberdayakan ikatan solidaritas
yang hendak dibentuk.
Pada level makro, pemberdayaan ekonomi mikro CUPS merupakan bagian
dari gerak kerasulan sosial Serikat Jesus universal dan Serikat Jesus Provinsi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
329
Indonesia khususnya PSE Gereja Paroki St. Maria Ratu, Blok Q, Jakarta Selatan,
untuk berjalan bersama orang miskin memperjuangkan keadilan dan kesejahteran
bersama (common good). Konsistensi kerasulan sosial dan keberpihakan Serikat
Jesus universal pada orang miskin itu sudah terjadi sejak lama, bahkan sudah ada
jejaknya sebelum Serikat Jesus resmi didirikan (1540). Di mana pengalaman
personal Ignatius Loyola bersentuhan dengan persoalan kemiskiann menjadi dasar
dan acuan cara bertindak Serikat Jesus dalam kerasulan sosial di kemudian hari.
Salah satu inovasi pemberdayaan yang pernah dilakukan Ignatius Loyola
bagi kaum miskin ialah pada tahun 1543, Ignatius sebagai Jenderal Pertama Serikat
Jesus mendirikan Casa Santa Marta di Roma yang diperuntukkan bagi para
perempuan yang terjerat dalam lingkaran bisnis prostitusi.552 Di sana, para Jesuit
berusaha memberdayakan mereka dengan berbagai cara, seperti: (1) memberikan
pelatihan-pelatihan sehingga mereka dapat menghasilkan uang sehingga mereka
secara mandiri mampu menafkahi hidup mereka; (2) mencarikan pasangan atau
suami bagi mereka; (3) mengumpulkan uang untuk membayar mahar atau mas
kawin bagi mereka yang akan menikah; (4) melakukan pendampingan khusus bagi
mereka yang akan masuk menjadi anggota salah satu tarekat religius.553 Usaha
serupa juga dikembangkan oleh para Jesuit awal di berbagai tempat seperti di
Palermo, Messina, dan Catania dengan didirikannya institusi Compania de los
Huerfanos (Society of the Orphans) yang berfungsi sebagai tempat penampungan
552 Patxi Alvarez de Los Mozos, Servir a los pobres, promover la justicia: Panorámica histórica del
apostolando social de la Compañia de Jesús, Nils Sundermann. Penterj., Serving The Poor,
Promoting Justice (Roma: Social Justice and Ecology Secretariat-General Curia of the Society of
Jesus, 2019), hal. 37. 553 Patxi Alvarez de Los Mozos, Serving The Poor, Promoting Justice, hal. 37.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
330
dan rumah tinggal bagi anak-anak dari para korban prostitusi.554 Di sana, para Jesuit
memberikan banyak pelatihan dan pendampingan, sehingga mereka secara mandiri
dapat berdaya dan memungkinkan mereka untuk lepas dari jerat lingkaran setan
prostitusi yang menjerat kehidupan yang dialami oleh ibu mereka.
Dalam perjalanan Serikat Jesus universal, keberpihakan dan pelayanan
kepada orang miskin terus direfleksikan dan berkembang sesuai dengan
perkembangan jaman. Selain itu, refleksi Serikat atas realitas sosial masyarakat
selalu dikontekstualkan pada perkembangan dan refleksi ASG. Pada tahun 1891,
Gereja melalui ensiklik Rerum Novarum oleh Paus Leo XIII menentukan sikap
keberpihakan Gereja pada kaum miskin dan para buruh. Gereja mengungkapkan
keprihatinan mendalam terkait dengan permasalahan ketidakadilan sosial yang
dialami oleh kaum buruh sebagai “bentuk kemiskinan baru” (RN no. 15 & 17), dan
merekomendasikan adanya perubahan-perubahan di dalam kehidupan bersama
umat manusia.555 Serikat Jesus melibatkan diri bersama perjuangan Gereja melalui
beberapa penerbitan buku dan majalah, serta mendirikan institusi dan kelompok-
kelompok tertentu untuk mengimplementasikan dan mempromosikan ASG dari
perspektif RN terkait perihal penghormatan akan martabat hidup manusia dan
perlidungan akan martabat kerja.556
554 Patxi Alvarez de Los Mozos, Serving The Poor, Promoting Justice, hal. 38. 555 Patxi Alvarez de Los Mozos, Serving The Poor, Promoting Justice, hal. 61. 556 Beberapa implementasi yang dilakukan Serikat Jesus universal untuk menanggapi Gereja
universal melalui ensikluk Rerum Novarum adalah:(1) di Prancis, Fr. Desbuquois dan Fr. Leroy, SJ
berkolaborasi menerbitkan majalah Action Populaire (1903) dan Mouvement (1909) yang gencar
memberikan edukasi terkait ASG dan praksisnya dalam berbagai gerakan termasuk praksisnya di
dalam organisasi Serikat Pekerja; (2) di Italia, para Jesuit Italia termasuk Fr. Carlo Maria Curci, SJ,
Fr. Liberatore, SJ, dan Fr. Taparelli, SJ menerbitkan majalah La Civilta Cattolica yang sangat kuat
memberi penekanan pada martabat hidup manusia berhadapan dengan dan peran serta Gereja untuk
memperjuangkan keadilan dan hak-hak kaum buruh; (3) di Spanyol, para Jesuit terlibat dalam
penerbitas buku-buku seputar ASG dan Rerum Novarum, mendirikan kelompok-kelompok pekerja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
331
Pada tahun 1931, Paus Pius XII mengeluarkan ensiklik Quadragesimo Anno
sebagai peringatan 41 tahun terbitnya RN (1891). Salah satu rekomendasi dari QA
terkait persoalan kesejahteraan hidup manusia ialah segala hal yang terkait dengan
kehidupan ekonomi mutlak perlu diatur dan dikendalikan dengan prinsip keadilan
sosial dan cinta kasih sosial.557 Serikat Jesus berusaha menanggapi undangan
Gereja universal untuk semakin melibatkan diri dalam kerasulan sosial
mewujudkan keadilan dan common good. Salah satu praksis kongkritnya ialah Pater
Jenderal Wlodimir Dionizy Ledóchowski, SJ mengundang Kongregasi Jenderal 28
(1938) untuk secara khusus membahas perihal kerasulan sosial Serikat. Hasilnya
ialah untuk pertama kalinya dalam sejarah Kongregasi Jenderal membahas secara
spesifik kerasulan sosial Serikat Jesus yang tertuang dalam dokumen KJ 28 dekret
29, misalnya: ASG khususnya prinsip keadilan sosial dan cinta kasih sosial
dimasukkan dalam kurikulum di institusi pendidikan Jesuit, mengintergrasikan
Latihan Rohani dengan ASG, menggalakkan promosi ASG di institusi dan
kelompok yang dilayani oleh para Jesuit, dst.558 Implementasi lainnya ialah
pembentukan institusi yang berperan sebagai pusat studi untuk kerasulan sosial di
berbagai provinsi, misalnya, pada tahun 1940 di New York didirikan Intitute of
Social Order.
Dalam terang ASG, konstitusi pastoral Gaudium et Spes (GS, 1965)
mengatakan bahwa perekonomian dunia tidak dapat dilepaskan dari ketergantungan
(Serikat Pekerja), mendirikan juga lembaga-lembaga keuangan yang diperuntukkan untuk
membantu peningkatan perekonomian dan kesejahteraan hidup para buruh. Patxi Alvarez de Los
Mozos, Serving The Poor, Promoting Justice, hal. 66-69, 70-72, dan 74-76. 557 QA no. 88. 558 Patxi Alvarez de Los Mozos, Serving The Poor, Promoting Justice, hal. 146.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
332
timbal-balik warga negara, kelompok, bangsa, dan kepentingan politik, sehingga
meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi negara-negara kaya dan menimbulkan
ketergantungan bagi negara-negara miskin.559 Ketergantungan negara miskin pada
negara-negara kaya mengakibatkan tidak dapat menentukan diri dan semakin
memperlebar jurang kemiskinan. Akibatnya aktivitas ekonomi cenderung
diperuntukkan untuk kepentingan peningkatan produktivitas dan pencapaian
keuntungan atau kekuasaan pihak yang menguasai perekonomian dunia. Untuk itu,
melalui GS, perekonomian hendaknya diarahkan untuk melayani kebutuhan dan
kesejahteraan manusia, serta untuk mendukung pengembangan martabat hidup
manusia, sehingga terpenuhilah rencaka keselamatan Allah atas hidup manusia.560
Hal ini semakin dikuatkan oleh ensiklik Populorum Progressio oleh Paus Paulus
VI (1965) yang menyebut bahwa persoalan sosial memiliki dimensi global dan
menuntut tanggungjawab moral dari semua pihak (pribadi, komunitas masyarakat,
dan negara) untuk menanggapi keterbelakangan (underdevelopment) umat manusia
sebagai bentuk dari solidaritas (duty of solidarity).561 Paus Yohanes Paulus II dalam
Laborem Exercens (1979) menambahkan perihal kemiskinan itu akibat pelanggaran
akan martabat pekerjaanmanusia, sehingga menuntut adanya tanggungjawab sosial
atasnya.562 Lebih lanjut, Paus Benediktus dalam ensiklik Caritas in Veritate (2009)
menambahkan persoalan globalisasi dalam permasalahan sosial-ekonomi,
khususnya globalisasi ekonomi yang telah mengubah tananan sosial masyarakat,
sehingga menuntut tidak hanya perihal adanya tanggung jawab sosial tetapi juga
559 GS no. 63. 560 GS no. 64. 561 PP no. 48. 562 LE no. 8.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
333
solidaritas manusiawi antar umat manusia untuk memperjuangkan keadilan sosial
dan common good.563
Serikat menanggapi persoalan sosial dan pentingnya membangun
solidaritas antar umat manusia yang diperjuangkan Gereja pasca Konsili Vatikan
II, melalui dokumen Kongregasi Jenderal 32 dekret 4 (1974). Gagasan dan
perjuangan “mewujudkan keadilan demi terwujudnya common good” menjadi
sangat kuat, melalui pernyataan bahwa penegakan keadilan adalah bagian dari
pelayanan iman dan sebagai keharusan mutlak, bukan pilihan atau tambahan yang
harus dipeluk oleh seluruh anggota Serikat Jesus.
Tugas perutusan Serikat Jesus di masa sekarang ini adalah
pelayanan iman, di mana tugas penegakan keadilan merupakan
salah satu keharusan mutlak. Sebab, pemulihan hubungan antara
manusia merupakan syarat untuk pemulihan hubungan baik dengan
Tuhan [...]Menegakkan keadilan bagi kita tidaklah merupakan salah
satu bidang kerasulan di antara sekian banyak lainnya, yaitu
“kerasulan sosial”. Menegakkan keadilan harus merupakan
keprihatinan seluruh hidup kita dan merupakan dimensi dari semua
jerih payah kerasulan kita.564
Di Indonesia sendiri, gema KJ 32, dekret 4 sungguh menggerakkan banyak
Jesuit Provindo untuk terlibat dalam kerasulan sosial, khusunya dalam
pemberdayaan ekonomi baik secara personal maupun kelembagaan atau institusi.
Adapun beberapa jejak dari karya tersebut yang dapat dirujuk ialah:
a. Jejak pertama ialah keterlibatan Rm. P. W. Pabst, SJ, Rm. Karl Albrecht
Arbi, SJ, dan J.H. Padmoharsono di dalam Socio Economic Life in Asia
563 CV no. 38, 49, 42. 564 KJ 32, d.4, no. 2 & 47.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
334
(SELA Internasional) yang kemudian menjadi stimulus untuk munculnya
gerakan Credit Union di Indonesia sejak tahun 1966.565 Gerakan CU sebagai
upaya untuk mengubah struktur sosial yang tidak adil khusunya bagi kaum
miskin, sehingga melalui gerakan CU, orang miskin dapat secara mandiri
mampu mengatasi persoalan mereka. Menurut catatan dari 21 karya Jesuit
di Paroki (Jawa dan Papua), ada 1 Koperasi dikembangkan Jesuit di Paroki
Kristus Sahabat Kita di Nabire dan 6 karya Credit Union dikembangkan di
Paroki St. Yohanes Penginjil Blok B, Paroki St. Perawan Maria Ratu Blok
Q, Paroki Robertus Bellarminus Cililitan, Paroki St. Anna Duren Sawit, dan
Paroki St. Yusuf Baturetno.566 Karya CU di paroki-paroki yang dikelola
Jesuit itu masuk di dalam bidang karya Pengembangan Sosial Ekonomi
(Komisi PSE Paroki).
b. Jejak kedua ialah keterlibatan para Jesuit di Lembaga Daya Dharma milik
Keuskupan Agung Jakarta yang diawali oleh Rm. Karl Albrecht Arbi, SJ
pada tahun 1962, lalu dilanjutkan oleh Rm. P. Oei Tik Djoen, SJ hingga kini
LDD dipimpin oleh Rm. Christoforus Kristiono Puspo, SJ.567 Jika gerakan
CU diperuntukkan untuk mengubah struktur sosial dan mentalitas manusia,
justru keperluan orang miskin yang mendesak diperhatikan oleh LDD.
c. Jejak ketiga adalah keterlibatan Rm A. Kuylaars, SJ yang menjadi salah satu
pendiri Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (LPPM) pada
565 Adolf Hueken, 150 Tahun Serikat Jesus Berkarya di Indonesia (Jakarta: Yayasan Cipta Loka
Caraka, 2009), hal. 155 dan 187. 566 Data disarikan dari laporan karya kerasulan Serikat Yesus di bidang Paroki. A. Hani Rudi
Hartoko (edt.), Profil Paroki SJ: Mengenang 150 Tahun Kelahiran Fransiskus van Lith, SJ dan 50
Tahun Wafatnya Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ (Yogyakarta: Kanisius, 2015), hal. 49-245. 567 Adolf Hueken, 150 Tahun Serikat Jesus Berkarya di Indonesia, hal. 155.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
335
tahun 1967 di Jl. Menteng Raya. LPPM awalnya didirikan untuk
memajukan pengusaha kecil dan yang masih lemah, namun sejak akhir
tahun 1970-an, LPPM agaknya berubah haluan dengan semakin melayani
permintaan bisnis dan insdustri besar sehingga akhirnya Jesuit
mengundurkan diri dari keterlibatan di LPPM.568
d. Jejak keempat adalah keterlibatan para Jesuit dalam karya sosial Yayasan
Realino Seksi Pengabdian Masyarakat (YR-SPM) yang didirikan pada
tanggal 15 Juli 1963. Nama Realino diambil dari Santo Bernardino Realino,
SJ (1530-1616) yang dikenal sebagai pengkotbah dan bapa rohani yang
sangat berjasa di Italia tengah pada masa itu.569 Di Provindo, nama Realino
juga dipakai sebagai nama bekas asrama mahasiswa di Yogyakarta yang
dikelola oleh para Jesuit sejak tahun 1952-1990.570 Di masa lalu, YR-SPM
membuka bengkel latihan kerja, poli klinik pelayanan kesehatan,
perternakan, ladang praktek pertanian, asrama untuk pelajar dan mahasiswa,
beasiswa pendidikan, dan pendampingan khusus untuk eks-tapol. Sekarang,
YR-SPM memfokuskan pada pelayanan dan pemberdayaan bagi keluarga-
keluarga miskin, melalui layanan beasiswa pendidikan, pelatihan di
bengkel, pelayanan kesehatan, dan pemberdayaan di komunitas-komunitas
dampingan (Perkampungan Sosial Pingit, Bongsuwong, Pelayanan Sosial
di Penjara dan Lembaga Pemasyarakatan, pemberdayaan perempuan di
daerah Prambanan, komunitas pedagang di Parangkusumo). Realino
568 Adolf Hueken, 150 Tahun Serikat Jesus Berkarya di Indonesia, hal. 159. 569 Adolf Hueken, Ensiklopedia Gereja Jilid 7 Pi-Sek (Jakarta: Cipta Loka Caraka, 2004), hal. 106. 570 Adolf Hueken, Ensiklopedia Gereja Jilid 7 Pi-Sek, hal. 106.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
336
kemudian berkembang menjadi Lembaga Studi Realino yang berperan
memajukan keadilan dan perdamaian, dengan meneliti dan mengalanisa
masalah-masalah lokal dan kini menjadi bagian dari karya pendidikan tinggi
di Universitas Sanata Dharma. Sedangkan Seksi Pengabdian Masyarakat
Realino tetap menjadi milik Provindo dan bertahan hingga sekarang. Di
masa lalu,
Dari keempat jejak tersebut, nampak jelas bahwa Provindo bergerak secara
konsisten bersama Serikat Jesus universal tetap memberi perhatian pada kerasulan
sosial, khususnya pemberdayaan ekonomi mikro untuk mengatasi permasalahan
kemiskinan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia.
Jenderal Serikat Jesuit, Pater Arturo Sosa, SJ mengatakan bahwa “Jalan
yang hendaknya kita (Serikat) tempuh bersama orang miskin adalah jalan yang
memajukan keadilan sosial sehingga struktur ekonomi, politik, dan sosial yang
menyebabkan adanya ketidakadilan itu dapat kita ubah.”571 Mereka yang
mengalami keterbatasan akses dan kesempatan tersebut akan semakin tersingkir
dari lingkungan masyarakat dan memperdalam jurang kesenjangan sosial terkait
dengan persoalan kemiskinan. Jelas hal ini tidak sesuai dengan rencana Allah untuk
lebih mengasihi sesama bukan untuk menambah pencapaian barang atau kuasa
tertentu. Untuk itu diperlukan perubahan mentalitas manusia sehingga yang terjadi
ialah “mengutamakan pribadi manusia bukan pencapaian barang atau kuasa
tertentu” sebagai tolak ukur perkembangan. Orang harus berani memihak pada
571 Disadur dari Surat Pater Jenderal Arturo Sosa, SJ kepada seluruh anggota Serikat Jesus pada
tanggal 19 Februari 2019 berjudul “Preferensi Kerasulan Universal Serikat Yesus 2019-2029”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
337
orang miskin dan berjuang bersama mereka mengubah mentalitas yang ada di
dalam kehidupan bersama di masyarakat. Pada titik itulah solidaritas berjalan
bersama orang miskin menjadi salah satu alternatif praksis mengatasi permasalahan
tersebut di atas. Pater Jenderal Arturo Sosa, SJ menyebut berjalan bersama orang
miskin sebagai salah satu dari empat pilar Universal Apostolic Preferences (UAP)
Society of Jesus 2019-2029:
Oleh karena diutus sebagai sahabat dalam perutusan rekonsiliasi
dan keadilan, kita bertekad untuk berjalan bersama mereka yang
rentan, terkucil, terbuang, dan martabatnya direndahkan. Kita
berkomitmen untuk berjalan bersama para korban kesewenang-
wenangan kekuasaan, kebisuan nurani, dan kekerasan seksual;
bersama orang-orang yang terbuang; bersama semua orang yang
dalam tradisi alkitabiah dikenal sebagai kaum miskin di bumi, yang
jeritannya ditanggapi Allah dengan penjelmaan-Nya yang
membebaskan. Karena kedekatan kita dengan orang misin, maka
hal yang diperlukan untuk menjadi sahabat “dalam perjalanan”
bersama Yesus ialah “mewartakan kabar sukacita kepada banyak
orang miskin di dunia (KJ 35, d.2, no. 13)”. Mendekatkan diri
kepada orang miskin berarti pergi ke tapal batas manusia dan
masyarakat terpinggirkan dan mengikuti gaya hidup mereka. Kita
hendaknya bekerja sesuai dengan keadaan mereka sehingga karya
yang kita lakukan menjadi kredibel. Untuk mencapai tujuan ini, di
semua tingkat Serikat, kita bertekad untuk menjumpai orang yang
paling rentan dan tersisih dan menemukan cara terbaik untuk
berjalan bersama mereka.572
Bagi Serikat Jesus sendiri, keterlibatannya dalam kerasulan sosial menjadi
sarana “mewartakan kabar sukacita Kristus kepada dunia ini”.573 Kristus yang
memanggul salib bagi sekian banyak kaum miskin yang hidup di dunia ini.
572 Disadur dari Surat Pater Jenderal Arturo Sosa, SJ kepada seluruh anggota Serikat Jesus pada
tanggal 19 Februari 2019 berjudul “Preferensi Kerasulan Universal Serikat Yesus 2019-2029”. 573 KJ 35, d. 2, no. 13.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
338
Mengikuti Kristus yang memanggul salib-Nya berarti membuka
diri bersama-Nya bagi rasa haus dan lapar yang mendapat
kepenuhan pada Kristus sebagai santapan itu sendiri, jawaban akan
rasa lapar dan haus. Dialah roti hidup yang dengan memberi makan
bagi mereka yang lapar, menarik dan menyatukan mereka semua
(bdk. Mrk 5:31-44). Dialah air hidup, air kehidupan yang Ia
firmankan kepada wanita Samaria dalam perbincangan yang
mengejutkan pada murid-Nya, sebab perbincangan ini membawa-
Nya, bagai air yang mengalir tanpa henti, melampaui bantaran
sungai yang dekat secara kultural an religius; perbincangan ini juga
membawa-Nya masuk ke dalam percakapan dengan seseorang yang
dilarang oleh adat kebiasaan saat itu untuk berbincang-bincang.574
Inilah keteladan sikap Kristus yang berani melampaui tapal batas dan sekat-
sekat yang menghambat dalam pewartaan kabar sukacita Kristus di dunia.
Gambaran ini mendorong para Jesuit sebagai pelayan-pelayan Kristus juga untuk
semakin masuk dan terlibat dalam perutusan, dan menjangkau semakin banyak
orang sehingga memberi kehidupan bagi semua yang lapar dan haus. Manusia
membutuhkan makanan, tempat tinggal, kasih, relasi, kebenaran, makna, janji, dan
harapan. Manusia membutuhkan masa depan yang di dalamnya mereka meraih
martabat hidupnya secara penuh. Maka terlibat dalam karya perutusan Kristus
berarti juga memenuhi kebutuhan-kebutuhan material, sehingga orang sampai pada
pengharapan Kristus sendiri yang melampaui kebutuhan material. Konggregasi
Jenderal 35 meneguhkan bahwa dengan mengikuti Kristus, kita merasa terpanggil
tidak hanya untuk membantu secara langsung mereka yang menderita, tetapi juga
memulihkan seluruh umat manusia dalam kepenuhannya, mengintegrasikan
mereka kembali dalam masyarakat dan memperdamaikan kembali dengan Allah.575
574 KJ 35, d. 2, no. 12. 575 KJ 35, d. 2, no. 13.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
339
Dengan demikian, dalam Kristus, Sang Sabda telah menjadi daging dan Allah yang
telah menjadi manusia itu tinggal besama dengan sesama manusia, serta bergerak
bersama dan terlibat mengusahakan terwujudnya keselamatan-Nya di dunia,
berjalan bersama mereka yang miskin dan tersingkir.
Dari uraian di atas, dalam konteks pengembangan EoC dan melihat pada
konsistensi kerasulan sosial Serikat Jesus universal, serta gerak Provindo dalam
pemberdayaan ekonomi mikro, serta pembahasan pemberdayaan ekonomi mikro
dalam penulisan tesis ini, pada titik ini menurut penulis, perhatian dan
pendampingan pada karya Credit Union seperti dalam praktik di CUPS menjadi
salah satu peluang kerasulan sosial Provindo yang efektif membuat orang miskin
secara mandiri mengatasi persoalannya, dan sebagai praksis dari solidaritas berjalan
bersama orang miskin untuk memperjuangkan keadilan dan common good. Akan
tetapi, fakta menunjukkan bahwa pemberdayaan ekonomi mikro yang dilakukan
dalam gerakan CU Provindo masih terbatas dalam jumlah kecil dan terbatas. Ada
enam unit karya CU yang beroperasi di enam paroki yang dikelola para Jesuit
Provindo dari dua puluh satu karya paroki Jesuit Provindo. Hal ini menjadi
tantangan bagi Provindo dalam pengembangan kerasulan sosial di pemberdayaan
ekonomi mikro yang kontekstual pada masyarakat Indonesia dengan memperluas
implementasi model CUPS di karya-karya kerasulan Provindo.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
340
6.4 PELUANG PENGEMBANGAN KERASULAN SOSIAL SERIKAT
JESUS PROVINSI INDONESIA (PROVINDO) DALAM
PERSPEKTIF ECONOMY OF COMMUNION (EoC)
Relevansi pemberdayaan dalam kerasulan sosial Provindo dalam
pengembangan Economy of Communio (EoC) pada konteks Gereja Indonesia dapat
direfleksikan dengan mengacu pada Nota Pastoral KWI 2006 “Habitus baru:
ekonomi yang Berkeadilan, Keadilan bagi Semua: Pendekatan Sosial-Ekonomi”.
Kiranya ada tiga pokok penting yang direfleksikan Gereja Indonesia akan realitas
sosial dalam NP 2006, yaitu:576 Pertama, kegiatan ekonomi itu terlalu bergantung
pada inisiatif pemerintah dan para pelaku ekonomi berskala besar, sehingga relasi
itu tidak dapat menjamin terwujudnya kesejaheraan bersama dan usaha pengentasan
persoalan kemiskinan yang dialami oleh masyarakat. Kedua, muncul fenomena
gerakan Credit Union dan kewirausahaan (enterpreneurship) menjadi salah satu
alternatif usaha pemberdayaan yang efektif untuk mengatasi persoalan kemiskinan
dan pencapaian kesejahteraan hidup. Ketiga, kita perlu terlibat ambil bagian dalam
usaha tersebut sebagai perwujudan iman Kristiani dalam jerih-payah
mengusahakan kehidupan berbangsa dan bernegara demi peningkatan martabat
hidup dan kesejahteraan bersama.
Nota Pastoral 2006 menekankan pembangunan habitus baru dalam
pendekatan sosial-ekonomi. Kata ‘habitus baru’ pertama kali digunakan dalam
576 B. Herry Priyono, “Ekonomi dan Budaya yang Menjelma” dalam KWI, Spektrum No. 4, Tahun
XXXV (Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, 2007),
hal. 113-114.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
341
Nota Pastoral KWI 2004577 dengan menekankan aspek pendekatan sosial-budaya
Gereja sebagai bagian dari masyarakat warga untuk mengusahakan kesejaheraan
umum dalam triangulasi relasi tiga poros, yaitu poros negara, poros warga
masyarakat dan poros pasar.578 Habitus adalah sebuah kebiasan sosial yang sangat
personal, terjadi dalam keseharian, dan menyentuh dimensi kebersamaan atau
communio. Habitus itu terkait langsung dengan persoalan mikro dan sifatnya
personal, meskipun secara tidak langsung berada dalam cakralawa makro karena
terkait dengan kebiasaaan sosial yang membentuk dan memberi corak suatu
komunitas masyarakat tertentu.579 Pembentukan habitus itu merupakan upaya
berjangka panjang dan sifatnya evolutif, serta harus dimulai dari hal-hal kecil oleh
masing-masing pribadi dalam kesatuan gerak dengan komunitas masyarakat. Untuk
itu diperlukan adanya “rekayasa sosial”580 yang di satu sisi bersifat “memaksa”
anggota untuk terlibat, tetapi kemudian hal tersebut berubah menjadi bagian dari
577 Nota Pastoral 2004 berjudul “Keadaban Publik: Menuju Habitus Baru Bangsa. Keadilan Sosial
bagi Semua: Pendekatan Sosial-Budaya”. 578 Al. Andang L. Binawan, “Peranan Gereja Dalam Gerakan Sosial: Sebuah Catatan Seusai SAGKI
2005” dalam, KWI, Spektrum No. 4, Tahun XXXV (Jakarta: Departemen Dokumentasi dan
Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, 2007), hal. 65. 579 Al. Andang L. Binawan, Spiritualitas Keadilan Eko-Sosial (Yogyakarta: Kanisius, 2020), hal.
56. 580 Rekayasa Sosial adalah suatu struktur atau sistem eksternal yang menjadi sarana bantu bagi
manusia untuk membentuk atau mengarahkan kecenderungan naluriahnya. Manusia pada dasarnya
adalah makhluk personal sekaligus makhluk sosial. Namun dalam konteks kehidupan sosial,
manusia tidak memiliki kelengkapan struktur internal untuk dapat menopang hidupnya sendiri
seperti yang dimiliki oleh ciptaan lain, maka manusia membutuhkan struktur eksternal, seperti:
perumahan, sekolah, jalan, pasar, tempat rekreasi, hukum, tata krama, dan termasuk mitos-mitos
sosial yang ada di dalam komunitas masyarakat. Struktur ini memiliki sifat “memaksa” sekaligus
memberikan wajah yag menyenangkan karena bermanfaat bagi kehidupan manusia. Di sisi lain,
struktur ini dapat dibuat terlalu lemah sehingga pihak rentan kurang terlindungi. Sebaliknya struktur
ini juga dapat dibuat terlalu keras, sehingga tak jarang menimbulkan penderitaan dan mengurangi
kebebasan bagi manusia. Bagi Gereja, rekayasa sosial yang dimaksud ialah sebuah gerakan
terstruktur yang bergerak dari bawah (bottom up), yang datang dari umat, atau lahir dari
pertimbangan bersama komunitas masyarakat, dan bukan hanya berasal dari para “petinggi hirarki”
yang memiliki wewenang dalam pengambilan keputusan atau kebijakan. Al. Andang L. Binawan,
Spiritualitas Keadilan Eko-Sosial, 2020, hal, 66-68.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
342
hidupnya dan bergerak sebagai gerakan bersama komunitas masyarakat tertentu.581
Gereja diuntungkan dengan adanya struktur hirarki yang memungkinkan rekayasa
sosial akan habitus baru tersebut dijalankan di dalam sebuah sistem. Dengan
demikian, NP 2004 menjadi sarana bagi Gereja untuk terlibat dalam transformasi
budaya bersama gerakan-gerakan dan kelompok-kelompok dari warga negara,
sehingga tidak harus tergantung pada inisiatif pemerintah.582
Pada titik ini, Gereja termasuk di dalamnya Provindo adalah lembaga
rohani, bukan lembaga negara atau lembaga bisnis atau juga lembaga swadaya
masyarakat (LSM), maka peranan Gereja ialah terlibat membangun kesadaran
warga masyarakat melalui kesadaran umat. Pembangunan kesadaran itu dilakukan
dalam upaya-upaya kecil di dalam komunitas basis umat dengan melibatkan baik
setiap anggota Gereja maupun Gereja sebagai insitusi.583 Pada konteks ini, Gereja
memiliki modal trust dari umat, di mana Ajaran Sosial Gereja (ASG) itu sungguh
diyakini benar dan baik, sehingga bisa dipahami dan diwujudkan oleh umat dalam
praksis hidup.584 Dalam kehidupan sosial yang lebih luas, ASG itu tidak
mengandung kepentingan politis dan juga ekonomis secara langsung, maka menjadi
peluang untuk bekerja sama dengan berbagai pihak demi mewujudkan keadilan
sosial dan kesejahteraan bersama seluruh umat manusia. Maka pada titik ini, ASG
adalah penjabaran pandangan Gereja tentang kerasulan sosial yang direalisasikan
581 Al. Andang L. Binawan, Spiritualitas Keadilan Eko-Sosial, 2020, hal, 58. 582 B. Herry Priyono, “Ekonomi dan Budaya yang Menjelma” dalam KWI, Spektrum No. 4, Tahun
XXXV, 2007, hal. 119-120. 583 Al. Andang L. Binawan, Spiritualitas Keadilan Eko-Sosial, 2020, hal, 63. 584 Al. Andang L. Binawan, Spiritualitas Keadilan Eko-Sosial, 2020, hal, 59.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
343
dalam gerakan Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE)585, dan kerasulan PSE
merupakan karya kerasulan sosial-ekonomi yang berlandaskan pada Ajaran Sosial
Gereja. Maka pengembangan EoC relevan untuk memberi arah pada karya PSE
yang terarah pada usaha mewujudkan keadilan dan common good dengan
melibatkan persekutuan kristiani (communio) dalam semangat persaudaraan,
solidaritas, dan subsidiaritas. Komisi PSE bukan menjadi pihak yang memonopoli
karya PSE, melainkan menjadi animator utama kerasulan sosial dalam usaha
menggerakkan umat,586 dan untuk terlibat mewujudkan kesejahteraan bersama
dengan memperhatikan prinsip solidaritas kristiani dan subsidiaritas yang
berdimensi sosial ekonomi.
Pada level Parokial, PSE menjadi penggerak dan penggiat dalam
menghadirkan solidaritas kristiani dan mewujudkan kesejahteraan bersama di
wilayah reksa pastoral Paroki, yang dapat menjangkau hingga pelayanan terkecil di
585 Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi atau disingkat Komisi PSE adalah sebuah badan yang
dibentuk oleh para Uskup untuk tingkat nasional atau yang dibentuk oleh seorang Uskup Diosesan
untuk tingkat keuskupan, atau kevikepan dengan tugas pokok memperhatikan dan memajukan
gerakan kerasulan sosial ekonomi di dalam Gereja. PSE itu singkatan dari kata pengembangan,
sosial, dan ekonomi. Pengembangan dimengerti sebagai sebuah proses untuk terlibat memajukan
upaya pembangunan yang menekankan aspek martabat manusia yang berwatak, beriman, dan
bermutu. Kata Sosial merujuk pada eksistensi masnuia yang selalu berada bersama orang lain dan
dunia ini dikelola bersama dalam semangat setia-kawan, solidaritas dan persaudaraan kristiani. Kata
Ekonomi berarti sebuah kemampuan untuk menjiawai disiplin kristiani dalam tata kesejahteraan
osial ekonomi. Maka PSE mengandung makna usaha manusia dalam mengelola tata dunia, yang
memberikan kemungkinan bagi setiap orang yang berkehendak baik untuk mengalami suatu
kehidupan yang layak dalam semangat kebersamaan yang saling menguntungkan, saling
melengkapi, saling membantu, dan saling menghormati. Komisi tersebut membantu para Uskup atau
Uskup untuk menjalankan kewajiban (mereka) dalam menghadirkan martabat manusia yang layak
menurut dimensi sosial ekonomi dan juga menampilan wajah sosial kerasulan Gereja. Komisi PSE
bermula dari Panitia Sosial atau Pansos. Pada tataran hirarki, pada tingkat nasional (KWI) disebut
Komisi PSE KWI; pada tingkat Keuskupan dikenal dengan Komisi PSE Keuskupan; dan pada
tingkat Paroki ialah Seksi Sosial Paroki (Seksi PSE). Disadur dari Stephanus Bijanta & Mgr. Petrus
Turang (edt.) Katekismus Pengembangan Sosial Ekonomi Seri PSE No. 9 Edisi Revisi (Jakarta:
Komisis Pengembangan Sosial Ekonomi-KWI, 2008), hal. 12 & 32. 586 Stephanus Bijanta dan Mgr. Petrus Turang (edt.) Katekismus Pengembangan Sosial Ekonomi
Seri PSE No. 9 Edisi Revisi (Jakarta: Komisis Pengembangan Sosial Ekonomi-KWI, 2008), hal. 19-
20.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
344
dalam keluarga kristiani. Kerasulan sosial ini tidak hanya terbatas untuk umat
kristiani, tetapi juga harus membuka kemungkinan dan kesempatan bagi semua
orang yang bekehendak baik di wilayah reksa pastoral Paroki. Keterlibatan setiap
anggota umat beriman menjadi unsur keberhasilan usaha kerasulan sosial EoC
dalam kehidupan umat mewujudkan kesejahteran bersama. Salah satu contohnya
dari karya sosial Provindo ialah keberadaan CUPS itu terintegrasi dengan karya
PSE tingkat Paroki di Gereja Paroki Santa Maria Ratu, Blok Q. Gerakan CU
menjadi alternatif yang efektif bagi kerasulan sosial Gereja Blok Q untuk
berpartisipasi dalam mengembangkan ekonomi mikro, dan sebagai tanggapan
Gereja untuk terlibat dalam usaha pengentasan kemiskinan di wilayah reksa
pastoralnya, melalui: pemberdayaan anggota, pelatihan kewirausahaan dan
pengelolaan finansial untuk anggota di wilayah perkotaan. Inilah salah bentuk
pengembangan EoC pada level karya PSE tingkat Paroki yang dapat dikembangkan
dan menjadi tantangan bagi Provindo secara khusus, dan Gereja secara umum.
Pada level Keuskupan, upaya keterlibatan Provindo dalam pemberdayaan
dan solidaritas berjalan bersama orang miskin dapat diimplementasikan dalam tata
hirarki dalam Gereja. Pertama-tama, dalam konteks EoC, Provindo bersama dengan
gerak kerasulan Gereja terlibat memerankan aspek keterlibatan akan persoalan etis
umat manusia, yaitu: konkretisasi membangun solidaritas dan subsidiaritas antar
umat manusia. Maka peran Provindo dalam kerasulan sosial ialah untuk melindungi
martabat manusia yang kerap dikorbankan demi kepentingan tertentu dengan
kolaborasi. Salah satu contoh kolaborasi antara Provindo (karya PSE Paroki yang
dikelola Jesuit) dengan Gereja pada level Keuskupan ialah keterlibatan CU dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
345
reksa pastoral Parokial dari paroki-paroki yang dikelola Jesuit di dalam Forum
Credit Union KAJ. FCU KAJ merupakan salah satu usaha Gereja melibatkan
gerakan CU sebagai bagian dari pemberdayaan masyarakat dan pengembangan
ekonomi mikro. Forum CU KAJ menyediakan pelatihan dan workshop untuk
manajemen dan tata kelola CU yang standar. Semakin gerakan CU berkembang
baik, maka akan semakin besar memberi manfaat bagi pertumbuhan ekonomi,
khususnya pengembangan ekonomi mikro masyarakat. Langkah ini diambil Gereja
untuk melibatkan umat mengingat mayoritas umat KAJ bukanlah petani yang
memiliki lahan pertanian, tetapi tetap dapat berpartisipasi aktif mengusahakan
pangan yang cukup, sehat, dan berkelanjutan.
Dalam konteks EoC, Provindo dapat mendorong keterlibatan Gereja
(Keuskupan) dalam kerasulan sosial, melalui integrasi program APP ke dalam
gerak keseluruhan kerasulan sosial Keuskupan. Artinya, gerakan APP pada level
keuskupan harus secara khusus memperhatikan perihal proses pembangunan
habitus untuk mencapai kemandirian hidup, dan tetap memperhatikan preferential
option for the poor dalam upaya pemberdayaan sosial ekonomi yang bercorak
edukatif dan tetap produktif, sehingga APP tidak hanya berfokus pada kegiatan
karitatif saja. Justru gerakan APP hendaknya diarahkan pada proses pemberdayaan
sebagai bentuk solidaritas dan pemandirian kehidupan umat dalam mewujudkan
keadilan dan common good, misalnya pemberdayaan sosial-ekonomi.
Maka Provindo bersama gerak kerasulan sosial Gereja perlu berkolaborasi
dan kerja sama dengan berbagai pihak untuk menanggapi persoalan kultural bangsa
dan usaha mewujudkan kesejahteraan bersama seperti yang diamanatkan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
346
pembukaan UUD 1945. Gema dan ajakan agar Gereja berkolaborasi dengan pihak-
pihak yang terkait dengan pengelolaan kegiatan ekonomi sangat dianjurkan oleh
Paus dan disebut beberapa kali di dalam ensiklik CV, dengan tujuan untuk
mengatasi krisis ekonomi dewasa ini.
Beberapa alternatif usaha yang dapat diperjuangkan pada level nasional dan
global dalam konteks pengembangan ekonomi menurut ensiklik CV ialah: (1)
Gereja bersama Negara perlu melihat kembali kebijakan sosial-ekonomi, sehingga
mampu membentuk suatu sistem solidaritas sosial yang lebih partisipatif dan
menerapkan prinsip subsidiaritas guna menciptakan kesejahteraan bersama;587 (2)
Gereja bersama negara perlu mengembangkan pendekatan subsidiaritas fiskal
dalam praktik kehidupan berbangsa yang mendorong terwujudnya solidaritas sosial
dan tanggungjawab moral;588 (3) Gereja bersama negara perlu menata kembali
seluruh kegiatan perekonomian dan pemanfaatan sarana finansial sehingga harus
bertujuan untuk mendukung perkembangan sejati manusia dengan cara bijaksana
dan adil, misalnya dengan mengoptimalkan gerakan Credit Union untuk mengatasi
permasalahan kemiskinan pada level keuangan mikro.589 Akhirnya semua usaha
untuk menghayati dan mengusahakan habitus baru seperti yang diamanatkan oleh
NP 2006 itu membutuhkan keterlibatan kita semua yang berkehendak baik, yang
bergerak dan berjalan bersama Allah mengusahakan keadilan dan kesejahteraan
bersama seluruh umat manusia.
Perkembangan membutuhkan orang-orang Kristiani yang
mengangkat tangannya kepada Allah dalam doa, orang-orang
587 CV no. 60. 588 CV no. 60. 589 CV no. 65.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
347
Kristiniani yang digerakkan oleh pengetahuan bahwa kasih
dipenuhi oleh kebenaran, Caritas in Veritate, yang melahirkan
perkembangan autentik, bukan merupakan hasil usaha kita,
melainkan anugerah yang diberikan kepada kita590[...] Kesadaran
akan Kasih Allah yang abadi menopang kita dalam pekerjaan yang
melelahkan sekaligus menggairahkan untuk keadilan dan
perkembangan bangsa-bangsa, di antara keberhasilan dan
kegagalan, dan dalam usaha tanpa henti untuk mengatur urusan
manusiawi yang adil.591[...] Kasih Allah mengundang kita untuk
bergerak melampaui yang terbatas dan sementara, memberi kita
keberanian untuk terus bekerja mencari kebaikan bagi semua.592
590 CV no. 79. 591 CV no. 78. 592 CV no. 78.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
348
DAFTAR PUSTAKA
SUMBER UTAMA:
Narayan, Deepa (edt.).
2002 Empowerment and Poverty Reduction: A Sourcebook, Washington,
DC: The World Bank.
Nussbaum, Martha C.
2011 Creating Capabilities: The Human Development Approach
(Cambridge, Massachusetts: The Belknap Press of Harvard
University Press.
Pengurus CUMI PS.
2013 Catatan Arsip Penelitian Internal CUMI Pelita Sejahtera,
Jakarta: CUMI PS.
____________.
2013 Laporan Pengawas CUMI Pelita Sejahtera Tahun Buku 2013:
Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota CUMI
PS, Jakarta: Dewan Pengawas CUMI PS.
2014 Laporan Pengurus CUMI Pelita Sejahtera Tahun 2013: Sebagai
Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota CUMI Pelita
Sejahtera, Jakarta: Dewan Pengurus CUMI Pelita Sejahtera.
2016 Laporan Pengurus-Pengawas CUMI Pelita Sejahtera Tahun
2015: Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota
CUMI Pelita Sejahtera, Jakarta: Dewan Pengurus CUMI Pelita
Sejahtera.
2017 Laporan Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku
2016: Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota
CU Pelita Sejahtera, Jakarta: Dewan Pengurus CUMI Pelita
Sejahtera.
2018 Laporan Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku
2017, Jakarta: Credit Union Pelita Sejahtera.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
349
2019 Laporan Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku
2018, Jakarta: Credit Union Pelita Sejahtera.
2019 Kebijakan Keanggotaan, Produk dan Pelayanan Credit Union
Pelita Sejahtera Tahun 2019, Jakarta: Credit Union Pelita
Sejahtera.
2020 Laporan Pengurus Credit Union Pelita Sejahtera Tahun Buku
2019: Sebagai Bahan Pertanggung-Jawaban Kepada Anggota
CU Pelita Sejahtera, Jakarta: Dewan Pengurus CU Pelita
Sejahtera.
SUMBER SEKUNDER:
Lilik Agung, A.M.
2013 Hidup Berkelimpahan Bersama Credit Union, Jakarta: Penerbit
PT. Elex Media Komputindo.
Nussbaum, Martha Craven.
1993 The Quality of Life, USA: Oxford University Press.
2001 The Fragility of Goodness: Luck and Ethics in Greek Tragedy and
Philosophy Revised Edition, Cambridge, UK: Cambridge
University Press.
2006 Fronties of Justice: Disability, Nationality, Spicies Membership,
Cambridge: The Belknap Press of Harvard University Press.
2006 Women and Human Development, Cambridge: The Belknap Press
of Harvard University Press.
Sen, Amartya.
1993 “Capability and Well Being” dalam Marta Nussbaum dan Amartya
Sen (edt.), The Quality of Life, 30-53.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
350
ARTIKEL JURNAL DAN BUKU:
____________.
1974 Hari Credit Union Internasional 1974, Jakarta Pusat: Biro
Konsultan Usaha Simpan Pinjam Credit Union Counselling Office.
____________.
1997 Serikat Yesus di Indonesia Tahun 1860-1997, Semarang: Serikat
Yesus Provinsi Indonesia-Perkumpulan Aloysius, 164, 273
1998 Catalogus Provinciae Indonesiae Societatis Iesu 1998, Semarang:
Serikat Yesus Provinsi Indonesia-Perkumpulan Aloysius, 29.
1999 Catalogus Provinciae Indonesiae Societatis Iesu 1999, Semarang:
Serikat Yesus Provinsi Indonesia-Perkumpulan Aloysius, 75-91.
____________.
1982 Pastor Karl Albrecht SY Jubilaris, Jakarta: Paroki St. Fransiskus
Xaverius.
____________.
2009 Access: Credit Union Solurion series no.3 Auditor’s Manual,
Pontianak: Association of Asian Confederation of Credit Unions
(ACCU), 5-22.
____________.
2016 Panduan Mengelola Kredit dalam Credit Union, Pontianak:
BKCU Kalimantan.
____________.
2019 Laporan Pemeriksaan Koperasi Simpan Pinjam CU Pelita
Sejahtera 17-20 Juni 2019, Pontianak: Puskopdit BKCU
Kalimantan.
Andang L. Binawan, Alexius.
2007 “Peranan Gereja Dalam Gerakan Sosial: Sebuah Catatan Seusai
SAGKI 2005” dalam, KWI, Spektrum No. 4, Tahun XXXV,
Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi
Waligereja Indonesia, 65-70.
2020 Spiritualitas Keadilan Eko-Sosial, Yogyakarta: Kanisius.
Alvarez de Los Mozos, Patxi.
2019 Servir a los pobres, promover la justicia: Panorámica histórica
del apostolando social de la Compañia de Jesús, dalam Nils
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
351
Sundermann (penerjemah), Serving The Poor, Promoting Justice,
Roma: Social Justice and Ecology Secretariat-General Curia of
the Society of Jesus.
Aman, Peter C.
2016 “Moral Kristiani dan Keprihatinan Sosial”, dalam Jurnal
Melintas, vol. 22, no. 1: 488-489.
Bambang Irawan, Paulus.
2016 “A Capability to Promote The Common Good” dalam Jurnal
Teologi, vol. 5, no. 1, Mei 2016: 1-14.
Banawiratma , J.B.
1988 Aspek-aspek Teologi Sosial, Yogyakarta: Kanisius.
Barrera, Albino.
2010 “What Does Catholic Social Thought Recommend for the
Economy?” dalam The True Wealth of Nations, ed. Daniel K.
Finn, New York: Oxford University Press: 13-36.
Berger, Peter L.
1986 The Capitalist Revolution: Fifty Propositions about Prosperity,
Equality, and Liberty, New York: Basic Books, oleh Mohamad
Oemar (penerjemah), Revolusi Kapitalis, Jakarta: Penerbit LP3ES,
1990.
Bijanta, Stephanus dan Mgr. Petrus Turang (eds.)
2008 Katekismus Pengembangan Sosial Ekonomi Seri PSE No. 9 Edisi
Revisi, Jakarta: Komisis Pengembangan Sosial Ekonomi-KWI.
Bruni, Luigino.
2014 “The Value of Sociality: Economics and Relationality in the Light
of the Economy of Communion”, dalam Revista Portuguesa de
Filosofia, T. 10, Fasc 1: 61-79.
Bruni, Luigino dan Amelia J. Uelmen (†),
2006 “Religious Values and Corporate Decision Making: The
Economy of Communion Project” dalam Fordham Journal of
Corporate and Financial Law, vol. 11, no. 3: 645-680.
Cahill, Lisa Sowle.
2010 “Caritas in Veritate: Benedict’s Global Reorientation” dalam
Jurnal Theological Studies no. 71: 291-319
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
352
Cahyadi, Haryanto.
2013 “Filsuf sebagai Negarawan Kalokagathos Paideia Platon (Platon)
perihal Idealisme Yunani Antik dalam Politeia V-VII”, dalam A.
Setyo Wibowo dan Haryanto Cahyadi, Mendidik Pemimpin dan
Negarawan, hal. 215-228.
Cahyadi, Krispurwana.
2010 Benediktus XVI, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
2014 Benediktus XVI, Yogyakarta: Penerbit Kanisius
F. Murphy, William
2009 “Labor Day Statement 2009: Rebuilding the Economy,
Reforming Health Care” dalam Origins CNS Documentari
Service, vol. 39, no. 15: 242-244.
Gaffar, Afan.
1994 “Otonomi Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat” dalam Jurnal
Prospektif, vol. 6, no.2: 69-79.
Gallagher, John B.
2014 “Communion and Profits: Thinking with the economy of
Communion about the Purpose of Business” dalam Revista
Portuguesa de Filosofia, vol. 70, Fasc. 1: 9-27.
Giardano, Pasquale T.
2011 “Catechism of Caritas in Veritate (Charity in Truth) by Pope
Benedict XVI” dalam East Asian Pastoral Review, vol. 48, no. 4:
380-395.
Groody, Daniel G.
2009 “Crossing the Divide: Foundations of a Theology of Migration and
Refugees” dalam Theologial Studies 2009, vol. 70 (3): 638-667.
Herry Priyono, Bernardinus.
2007 “Ekonomi dan Budaya yang Menjelma” dalam KWI, Spektrum No.
4, Tahun XXXV, Jakarta: Departemen Dokumentasi dan
Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, 108-124.
2013 “Menggeledah Naluri: Perihal Ekonomi sebagai Kecelakaan
Filsafat Politik” dalam S. Setyo Wibowo, Manusia: Teka-teki Yang
Mencari Solusi, Yogyakarta: Kanisius, 241-254.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
353
Heuken, Adolf.
2004 Ensiklopedia Gereja Jilid 7 Pi-Sek, Jakarta: Yayasan Cipta Loka
Caraka.
2005 Ensiklopedi Gereja Jilid V Ko-M, Jakarta: Yayasan Cipta Loka
Caraka.
2009 150 Tahun Serikat Jesus Berkarya di Indonesia, Jakarta: Yayasan
Cipta Loka Caraka.
Hollenbach, David.
2002 The Common Good and Christian Ethics, United Kingdom:
Cambridge University Press.
2011 “Caritas in Veritate: The Meaning of Love and Urgent Challenges
of Justice” dalam Jurnal of Catholic Social Thought, vol. 8, no.1:
171-182.
Honnon, Patrick.
1990 “Aquinas, Morality and Law” dalam Irish Theological Quarterly,
vol. 56: 278-286.
Irnawan, Tonnio.
2010 Quo Vadis Koperasi Kredit Indonesia?, Jakarta: Induk Koperasi
Kredit (INKOPDIT) dan Credit Union Central of Indonesia
(CUCO Indonesia).
Ismawan, Bambang.
2009 “Belantara Keuangan Mikro Indonesia” dalam BASIS Nomor 03-
04, Tahun Ke-58, Maret-April: 41-45.
J. Uelmen, Amelia
2010 “Caritas in Veritate and Chiara Lubich: Human Development
From The Vantage Point of Unity” dalam Jurnal Theological
Studies, no. 71: 29-45.
Jehani, Libertus.
2005 Paus Benediktus XVI: Palang Pintu Iman Katolik, Jakarta:
Sinodang Media.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
354
Joesoef, Daoed.
1996 “Era Kebudayaan: Pemberdayaan Manusia dalam Perkembangan
Zaman”, dalam Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka (eds.),
Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan, dan Implementasi, Jakarta:
Centre for Strategic and International Studies [CSIS], 9-43.
Kieser, Bernhard.
1992 Solidaritas: 100 Tahun Ajaran Sosial Gereja, Yogyakarta:
Kanisius.
Kirchberger, Georg.
2012 “Pembangunan Integral-Caritas in Veritate”, Jurnal Ledalero,
vol. 11, no. 1: 149-168.
KN, Agung dan Edi Petebang (edt.),
2017 Credit Union Inspirator Pemberdayaan, Pontianak: Puskopdit
BKCU Kalimantan.
Kristiyanto, Eddy.
2002 Gagasan yang menjadi Peristiwa, Yogyakarta: Kanisius.
2010 “Gagasan tentang Kepublikan dalam Gereja Abad Pertengahan”
dalam F. Budi Hardiman (edt.), Ruang Publik: Melacak Partisipasi
Demokratis dari Polis sampai Cyberspace, Yogyakarta: Kanisius,
63-78.
Laurent, Bernard.
2010 “Caritas in Veritate as A Social Encyclical: A Modest Challenge
to Economic, Social, and Political Institutions”, dalam
Theological Studies, vol. 71, no. 3: 515-544.
Leonardi Taloko, Johanes (penterj.)
2016 Panduan Mengelola Kredit Dalam Credit Union Berdasarkan
CULOCC, Pontianak: BKCU Kalimantan.
Magnis-Suseno, Franz.
1992 Filsafat sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta: Kanisius.
2009 Menjadi Manusia Belajar dari Aristoteles, Yogyakarta: Kanisius.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
355
Mahoney, Jack.
1988 “Subsidiarity in the Church” dalam The Month, vol. CCXLIX, no.
1451, November 1988, 965-970.
McCann, Denis.
2020 “The Principle of Gratuitousness: Opportunities and Challenges for
Business in Charis in Veritate”, dalam Jurnal of Business Ethic,
vol. 100: 55-66.
Mulyatno, CB.
2015 “Solidaritas dan Perdamaian Dunia Dalam Sollicitudo Rei
Socialis”, dalam Jurnal Teologi, vol. 4, no. 2: 121-132.
Munaldus.
2006 Analisa Rasio PEARLS di Credit Union, Pontianak: BK3D
Kalimantan.
Norwood Evans, Estella.
1992 “Liberation Theology, Empowerment Theory and Social Work
Pratice with the oppressed” dalam International Social Work, vol.
35: 135-147.
O’Hara, Frank.
1937 Credit Unions, New York: The Missionary Society of St. Paul
The Apostle and The Paulist Press.
Ornelas Martins, Nuno.
2014 “Economy of Communion and Economy Theory: Classical
Political Economy and the Distribusin of the Surplus”, dalam
jurnal Revista Portuguesa de Filosofia, T. 70, Fasc. 1: 80-93.
Pass, Christopher. dan Bryan Lowes
1997 Kamus Lengkap Ekonomi Edisi Kedua, Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Petebang, Edi., Agung KN, dan Stepanus Wakidi (edt.).
2018 Credit Union Create Values for Peoples and Communities,
Pontianak: Puskopdit BKCU Kalimantan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
356
Piliang, Indra J., Dendi Rahdani, dan Agung Pribadi (tim edt.).
2003 Otonomi Daerah: Evaluasi dan Proyeksi, Jakarta: Divisi Kajian
Demokrasi Lokal Yayasan Harkat Bangsa dan Partnership for
Governance Reform in Indonesia.
Pranarka, A.M.W. dan Vidhyandika Moeljarto
1996 “Pemberdayaan (Empowerment)”, dalam Onny S. Prijono dan
A.M.W. Pranarka (editor), Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan,
dan Implementasi, Jakarta: Centre for Strategic and International
Studies [CSIS], 44-70.
Prastowo, Justinus.
2014 Ekonomi Insani: Kritik Karl Polanyi terhadap Sistem Pasar
Bebas, Tangerang Selatan: Marjin Kiri.
Prijono, Onny S.
1996 “Organisasi Non-Pemerintah (NGOs): Peran dan
Pemberdayaannya” Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka
(editor), Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan, dan Implementasi,
Jakarta: Centre for Strategic and International Studies [CSIS], 97-
130.
Rante Taruk, Fredy.
2017 “Credit Union: Gerakan Tobat dan Solidaritas” dalam ROHANI
Nomor 11, Tahun Ke-64, November: 31-33.
Ratzinger, Joseph
2005 “Pro eligendo Romano Pontifie” dalam Sepektrum, no. 4 tahun
XXXIII, 54-55.
2010 Joseph Ratzinger in Communio Vol 1: The Unity of The Church,
Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Company.
Rudi Hartoko, A. Hani (edt.),
2015 Profil Paroki SJ: Mengenang 150 Tahun Kelahiran Fransiskus van
Lith, SJ dan 50 Tahun Wafatnya Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ,
Yogyakarta: Kanisius.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
357
Sastrapratedja, M.
2013 “Pembangunan Budaya Politik dan Pemberdayaan Masyarakat”
dalam Lima gagasan yang dapat mengubah Indonesia, Jakarta:
Pusat Kajian Filsafat dan Pancasila, 235-255.
Sudarminta, Justinus.
2002 Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat Pengetahuan,
Yogyakarta: Kanisius.
Sumarwan, Antonius.
2015 “Credit Union: Gerakan Perubahan Diri dan Transfrmasi Sosial”
dalam BASIS, Nomor. 07-08, tahun Ke-64: 26-33.
Sumaryono, E.
2002 Etika Humum: Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas,
Yogyakarta: Kanisius.
Surifah.
2007 “Tuntutan Akuntabilitas Masyarakat terhadap Pemerintah atas
Pajak dan Retribusi”, dalam Jurnal UNISIA, vol. 30, Bulan Januari-
Maret: 74-80.
Surlis, Paul.
2010 “Pope Benedict XVI’s New Encyclical Caritas in Veritate: Love
in Truth” dalam Chicago Studies, vol. 49, no. 1, 98-99.
Thiel, Otto.
1941 “Credit Unions” dalam Franciscan Studies, New Series, vol. 1,
no. 4: 112-121
Internet:
____________.
----- “Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Triw I/2018 sebesar 6,02
persen (y-on-y) & sebesar 0,51 (q-to-q)” diakses dari
https://jakarta.bps.go.id/pressrelease/2018/05/07/312/pertumbuha
n-ekonomi-dki-jakarta-triw-i-2018-sebesar-6-02-persen-y-on-y-
amp-sebesar-0-51-q-to-q-, 30 Juni 2018 pukul 23.00 WIB.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
358
____________.
----- “Quality of Life in Bekasi, Indonesia”, diakses dari
https://www.numbeo.com/quality-of-life/in/Bekasi-Indonesia, 19
April 2018 pukul 12.00 WIB.
____________.
----- “Quality of Life in Bogor, Indonesia”, diakses dari
https://www.numbeo.com/quality-of-life/in/Bogor-Indonesia, 19
April 2018 pukul 12.10 WIB.
____________.
----- “Quality of Life in Jakarta, Indonesia”, diakses dari
https://www.numbeo.com/quality-of-life/in/Jakarta, 19 April 2018
pukul 11.45 WIB.
____________.
----- “The Rochdale Principles”, diakses dari
https://www.rochdalepioneersmuseum.coop/about-us/the-
rochdale-principles/, 10 Juli 2018, pukul 23.00.
____________.
----- “Impact Global Reach”, diakses dari
https://www.woccu.org/impact/global_reach, 10 Juli 2018, pukul
23.00 WIB.
____________.
----- “Mengenal CUMI Pelita Sejahtera Lebih Jauh”, diakses dari
https://cumiblokq.wordpress.com/ , 2 Mei 2018, pukul 14.30 WIB.
____________.
----- “Bagaimana Cara Mendukung CUMI Pelita Sejahtera”, diakses
dari https://cumiblokq.wordpress.com/page/8/, 2 Mei 2018, pukul
14.45 WIB.
____________.
----- “Program Credit Union Microfinance Innovation Pelita Sejahtera”,
diakses dari https://cumiblokq.wordpress.com/category/program-
cumi/, 2 Mei 2018, pukul 14.45 WIB.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
359
____________.
----- “Bentuk dan Jenis Koperesi”, diakses dari
https://cucoindo.org/2020/04/20/bentuk-dan-jenis-koperasi/, 24
Mei 2020, pukul 19.45 WIB.
____________.
----- “Daftar PUSKOPDIT”, diakses dari
https://cucoindo.org/puskopdit/ , 24 Mei 2020, pukul 20.00 WIB.
____________.
----- “Daftar Pra PUSKOPDIT”, diakses dari https://cucoindo.org/pra-
puskopdit/, 24 Mei 2020, pukul 20.00 WIB.
____________.
----- “Where to Microfinance?”, diakses dari
https://www.gdrc.org/icm/where-to-mf.html , 8 Juni 2020 pukul
01.52 WIB.
____________.
----- “Focolare Movement” diakses dari
https://www.focolare.org/en/chi-siamo/ , 1 Juli 2020, pukul 12.30
WIB.
____________.
----- “Culture of Giving in Economy of Communion”, diakses dari
https://www.edc-online.org/en/chi-siamo-it/cultura-del-dare.html,
30 Juni 2020, Pukul 01.10 WIB.
Bruni, Luigino dan Amelia J. Uelmen (†),
2006 “Religious Values and Corporate Decision Making: The
Economy of Communion Project” dalam Fordham Journal of
Corporate and Financial Law, vol. 11, no. 3, 647-648, diakses
dari http://ir.lawnet.fordham.edu/jcfl , 30 Juni 2020, Pukul 01.00
WIB.
Gallagher, John B.
2014 “Communion and Profits: Thinking with the economy of
Communion about the Purpose of Business” dalam Revista
Portuguesa de Filosofia, vol. 70, Fasc. 1, 12, diakses dari
http://www.jstor.com/stabe/2378507 , 30 Juni 2020, Pukul 00.47
WIB.
McCann, Denis.
2020 “The Principle of Gratuitousness: Opportunities and Challenges for
Business in Charis in Veritate”, dalam Jurnal of Business Ethic,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
360
vol. 100, 56., diakses dari http://www.jstor.com/stabe/41475802,
29 November 2020, Pukul 22.30 WIB.
Thiel, Otto.
1941 “Economics: Report of Thetwenty-Third Annual Meeting of The
Franciscan Education Conference June 23-25”, diakses dari
http://www.jstor.org/stable/23802444, 1 Februari 2020, pukul
11.35 WIB.
DOKUMEN GEREJA:
____________.
1999 Kumpulan Dokumen Ajaran Sosial Gereja Tahun 1891-1991 dari
Rerum Novarum sampai dengan Cantesimus Annus, Jakarta:
Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja
Indonesia.
Benediktus XVI
2014 Caritas in veritate: Kasih dalam kebenaran (29 Juni 2009),
Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi
Waligereja Indonesia.
2014 Spe Salvi: Harapan Yang Menyelamatkan, Jakarta: Departemen
Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia,
2014.
Konsili Vatikan II
2017 Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: Departemen Dokumentasi
dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia.
Konferensi Waligereja Indonesia,
2006 Nota Pastoral 2006 berjudul “Keadaban Publik: Menuju Habitus
Baru Bangsa. Keadilan Sosial bagi Semua: Pendekatan Sosial-
Budaya”.
Konferensi Waligereja Indonesia,
2007 Spektrum no. 4 tahun XXXV, Jakarta: Departemen Dokumentasi
dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, 103-114.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
LAMPIRAN
EMPAT UNSUR PEMBERDAYAAN
1. Anggota berhasil (UKM)
2. Anggota tidak berhasil (UKM)
3. Anggota (Karyawan & Pengurus)
4. Pihak Luar (Pembina)
No Nama Responden Kategori Keterangan
1 Ibu Lies Marlina
(2013-sekarang)
1 Ibu Lies Marlina berprofesi sebagai ibu rumah tangga yang sehari-hari mengurus catering makan siang karyawan dan
catering pesta, serta suaminya mengelola beberapa kost-kostan yang letaknya di lantai dua rumah tinggalnya.
Awalnya, ibu Lies Marlina mengenal CUMI PS dari pendekatan anggota CUMI PS bernama ibu Roso yang juga
aktivis CU. Sebelum ber-CU, pendapatan ibu Lis adalah Rp 3juta, tetapi sekarang setelah aktif di CUPS pendapatan
perbulannya mencapai angka antara Rp 11 s.d 12 juta.
2 Ibu Jasa Riani
Panjaitan (50th)
(2008-sekarang)
1 Ibu Jasa Riani Panjaitan (50th) seorang ibu rumah tangga beragam katolik dan berprofesi sebagai penjual warung
kelontong di dalam pemukiman padat penduduk di belakang Menara Transtv, Mampang. Suaminya berprofesi sebagai
driver Go-jek. Ia memiliki dua orang anak yang sedang kuliah di Atmajaya Jakarta. Dulu pada tahun 2008, ekonomi
keluarganya itu sangat sulit, suami tidak ada pekerjaan, masih mengontrak rumah dan terjebak hutang pada Bank
Keliling. Tahun 2008, ia bergabung dengan kelompok basis dan mulai ikut program CUMI PS bersama Rm. Marwan,
SJ. Ia ikut program CUMI PS dan ikut program pinjaman sebesar Rp 500.000,00 diangsur mingguan untuk membayar
kontrakan rumahnya. Pendapatan awal sebelum ber-CU itu di bawah 3 juta, sekarang setelah ber-CU bersama suami
mampu hingga di bawah 5 juta.
3. Ibu Narti (54th) 1 Ibu Narti (54th) seorang janda berprofesi sebagai penjaga warung kelontong dan sembako. Dia mempunyai 3 orang
anak. Anak pertamanya itu sudah kerja, anak kedua kelas XII, dan anak bungsu kelas X. Jika pagi hari, ia berjualan
bubur sumsum, biji salak, es dan kopi di pinggir jalan. Jika siang sampai malam, ia berjualan makanan di depan rumah
kontrakan di perumahan padat penduduk di daerah Petogogan.
Motivasi awalnya ikut program CUMI PS tahun 2014 itu karena ajakan dari ibu Bos tempatnya bekerja. Ketika itu ia
diundang ikut bazaar di Gereja Blok Q, lalu diperkenalkan ke CUMI PS. Setelah itu ia bergabung dengan CU dan
menurutnya CUPS sangat membantu untuk modal usaha warung kelontongnya dan membiayai pendidikan anaknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Pendapatannya sebelum ikut program CU itu rata-rata di bawah 3 juta perbulan, sekarang setelah ber-CU
pendapatannya meningkat sampai 8 juta perbulan.
4. Ibu Suliyem (51th) 1 Ibu Suliem (51th) berprofesi sebagai guru privat (home visit) anak-anak autis setiap hari Rabu, Kamis, Sabtu dan
Minggu di daerah Gunung Sahari, PIK dan Pluit. Suaminya berprofesi sebagai supir dan memiliki dua orang anak.
Anak sulungnya kuliah semester 4 dan si bungsu kelas IV SD.
Ia awal ikut CUMI PS itu karena diajak oleh Ibu Narti tetangga sebelah rumahnya tahun 2015. Motivasi awalnya
mengikuti program CU adalah ingin menabung untuk masa depan, sehingga jika ada kebutuhan mendesak tidak terlalu
merepotkan keluarga, khususnya untuk biaya pendidikan. Pendapatan awal sebelum ber-CU itu sekitar 2 juta,
sekarang setelah ikut CU pendapatannya mencapai 5 juta perbulan.
5. Ibu Sri Wahyuni
(50th)
1 Ibu Sri Wahyuni (50th) berprofesi sebagai ibu rumah tangga dengan 3 anak dan memulai usaha catering rumahan.
Dua anaknya sudah menikah dan si bungsu masih kelas 3 SD. Suaminya berprofesi sebagai supir di salah satu
perusahaan. Dia bergabung dengan CUMI PS di tahun 2016 berkat ajakan dari Ibu Narti dalam kelompok basis.
Motivasi awal ikut CU adalah ingin mengembangkan usaha catering rumahannya supaya lebih besar menjadi catering
perkawinan dan bisa membuka warung. Pendapatan awalnya sebelum ber-CU itu sekitar 5 juta, dan sekarang setelah
ber-CU pendapatannya mencapai 15-18 juta perbulan.
6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Ibu Kusmiyah (62th) berprofesi sebagai pedagang sembako dan sayuran di lapak pasar Tegal Parang. Ia seorang janda
beranak 7 dan semua sudah bekeluarga. Ia berkenalan awal dengan CUMI PS pada tahun 2009 melalui kelompok
sahabat sejahtera CUMI PS. Pendapatannya sebelum ber-CU sebagai pedagang yang jualan di pinggir jalan (emperan
pasar) bisa mencapai 6 juta perbulan. Akan tetapi pendapatan itu sering bocor, karena harus membayar banyak cicilan
hutang-hutang di beberapa tempat. Setelah ia bergabung dengan CU, pendapatannya tidak bertambah banyak hanya
sekitar 3-5 juta. Akan tetapi pendapatannya itu tidak bocor untuk membayar pos-pos hutang.
7. Ibu Septiana (30th) 2 Ibu Septiana (30th) adalah ibu rumah tangga dan memiliki dua anak. Anak sulung berusia 9 tahun, dan si bunggu
berusia 6 bulan. Ia berjualan sembako di salah satu lapak di pasar Tegal Parang. Awalnya ia berjualan di pinggir jalan
di luar lingkungan Pasar Tegal. Pada tahun 2010 ia bergabung ikut CUMI PS berkat dorongan dari ibunya yang
terlebih dahulu menjadi anggota CUMI PS. Pendapatannya sebelum ber-CU kurang dari 4 juta perbulan, sekarang
lebih stabil antara 3-5 juta perbulan. Motivasi awalnya bergabung di CUMI PS itu karena ia ingin menabung saja
untuk kepentingan biaya pendidikan anak di masa depan. Tetapi berkat CUPS, kini ia sudah memiliki rumah sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
8. Ibu Kiyem Handayani
(Wiwin) (65th)
2 Ibu Kiyem Handayani (62th) dikenal dengan panggilan ibu Wiwin asal Wonogiri dan beragama Islam. Ia memiliki 3
orang anak dan ketiganya itu sudah berumah tangga semua. Ia tinggal di daerah Rengas bersama anak kedua dan
mengontrak sebuah rumah dengan biaya pengeluaran 3 juta perbulan. Suaminya tinggal di Wonogiri berprofesi
sebagai buruh petani padi dan palawija, serta dagang keliling kampung dengan gerobak. Ibu Wiwin sendiri berjualan
jamu tradisional menggunakan gerobak dan bersama anaknya menerima orderan kue-kue kering di daerah Pasar
Tengah, Jakarta Selatan. Motivasi awalnya bergabung CUMI PS pada tahun 2013 adalah untuk mendapat modal usaha
dan mengurangi beban hidup mengingat ia bersama anaknya membiayai keluarga besar. Sebelum ber-CU,
pendapatannya kurang dari 5 juta sebulan dan selalu habis untuk membayar kontrakan dan makan sehari-hari. Kini
setelah ber-CU, pendapatannya lumayan mencapai 8 juta dan sedikit-sedikit mulai bisa menabung.
9. Ibu Sulastri (36th)
(2013-2015)
(2017-sekarang)
2 Ibu Sulastri berprofesi sebagai ibu rumah tangga yang mempunyai usaha warteg. Dia sudah menikah sebanyak dua
kali, dengan suami pertama kawin-cerai. Dari pernikahan pertama, ia dikaruniai seorang anak putri berusia 15 tahun
dan tinggal bersama suami pertama di daerah Tegal. Kini ia tinggal bersama suami kedua di daerah Jakarta Selatan
mengelola 8 gerobak kecil dan satu warung warteg. Dari usahanya tersebut, ia bisa mendapat pendapatan bersih
sekitar Rp 500.000,- Suami keduanya juga berprofesi sebagai pedagang jalanan untuk anak-anak sekolah dan malam
harinya jualan keliling pakai gerobak. Awalnya ia 2013-an, ia ikut CUMI tapi tidak lama keluar. Salah satu
penyebabnya ialah ngambek karena pernah mau mengajukan pinjaman bangunan untuk mengangsur rumah sebesar Rp
100.000.000,- , namun pihak CUMI PS tidak mengijinkan pinjaman tersebut. Setelah keluar CUMI PS, ia kembali
mengalami kesulitan ekonomi untuk membayar kontrakan rumah dan kontrakan warung warteg miliknya. Ada suatu
masa di mana ia terjerat hutang dari Bank Keliling dengan rincian: hutang harian Rp 100.000,-, hutang mingguan
sebesar Rp 500.000,-, dan hutang bulanan untuk bunga sebesar Rp 1.000.000,- dari pinjaman sebesar Rp 5.000.000,-
Dari pengalaman itu, ia kemudian kembali bergabung dengan CUPS sejak tahun 2017 hingga sekarang.
10. Bpk. Barly (48th) 2 Bapak Barly (48th) bekerja sebagai penjual roti keliling Lauw yang sehari-hari mangkal di sekitar Gereja Santa
Perawan Maria Ratu, Blok Q. Ia memiliki satu isteri yang tinggal bersama empat puteri-putera di daerah Bogor. Ia
sendiri tinggal di mess perusahaan. Ia pulang ke Bogor setiap dua minggu sekali. Ia bergabung dengan CUMI PS
tahun 2015. Motivasinya bergabung ialah untuk membantu biaya pendidikan anaknya yang waktu itu mau masuk
SMP. Ketika itu sekolah negeri belum gratis seperti sekarang. Pendapatannya sebelum ber-CU sebesar 3,5 juta,
sekarang setelah aktif di CU pendapatannya mencapai 4,5 juta.
11. E. Dewi Ambarwati 3 Dewi Ambarwati adalah seorang wanita karir, single, dan bekerja pada perusahaan swasta yang bergerak di bidang
marketing dan pemasaran di wilayah Jakarta Selatan. Selain itu ia juga mengembangkan hobi fotografi dan menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
kontributor beberapa website yang menjual foto secara online dan menyediakan jasa foto produk makanan. Ia
bergabung dengan CUMI PS sejak dirintis bersama Rm. Marwan pada tahun 2008. Motivasi awalnya ketika itu ialah
ia ingin mengembangkan jiwa sosial dan baginya CU merupakan sarana untuk membantu orang miskin dan lemah
sehingga mereka berdaya guna dan sejahtera. Pendapatannya sebelum bergabung dengan CU itu sebesar 12juta.
Sekarang setelah aktif dan bergabung dengan CU, pendapatannya meningkat higga 20 juta perbulan.
12. Irene Wiedha Ardhy
Riswari (2015-
sekarang)
3 Seorang putri anak kedua dari empat bersaudaa yang bertempat tinggal di daerah Tegal Parang Utara, Mampang,
Jaksel. Ia belum menikah dan berprofesi sebagai wirausaha dengan pekerjaan menjadi konsultan IT bersama beberapa
temannya mendirikan perusahaan konsultan IT independen. Motivasi awalnya ikut CUMI PS adalah sebagai orang
muda ingin berbagi kemampuan dan berkegiatan yang bisa membantu orang dan ada di dalam lingkungan Gereja.
Pendapatannya sebelum ber-CU adalah 4 juta rupiah, sekarang mencapai angka 8 juta rupiah.
13. Nikolaus Hukulima 3 Bapak Nikolaus Hukulima (48th) merupakan seorang bapak keluarga dari Lembata (NTT) dengan dua anak. Ia bekerja
di sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Isterinya bekerja di RSK Carolus di bidang keuangan. Anak sulungnya
sekarang kelas XII dan anak bungsunya kelas VIII. Beliau merupakan salah satu penggagas dan penggiat CU yang
bekerjasama dengan Rm. Marwan untuk memulai CUMI PS di Paroki Blok Q.
14. Rianto Hidajat 3 Bapak Rianto Hidayat (46th) bekerja di perusahan milik pribadi yang bergerak di bidang Kitchen Set di daerah Jakarta
Selatan bersama isteri dan anaknya. Ia aktif di CUPS menjadi aktivis sekaligus menjadi pengawas di bidang kredit.
Pendapatan sebelum bergabung dengan CUPS itu sekitar 20-30 juta perbulan di tahun 2013, sekarang dengan usaha
pribadi lebih dari 30 juta perbulan.
15. Ginta Heniarti 3 Ginta Heniarti (23th) seorang wanita muslim yang bekerja di CUPS sebagai manager yang mengelola manajemen tata
kelola keuangan dan kebijakan di CUPS. Ia bergabung dengan CUMI PS pada tahun 2015 sejak lulus SMK dan
bekerja menjadi staf CUMI PS.
16. Suryanto Wijaya 4 Bapak Suryanto Wijaya (63th) bekerja dan menjabat sebagai komisaris utama di salah satu perusahaan Aset
Manajemen dan CEO di salah satu perusahaan IT dan bertempat tinggal di Mega Kuningan Barat 3 di sekitar Setia
Budi. Ia mempunyai seorang isteri dengan dua orang anak. Anak pertama itu lulusan universitas di Amerika dan di
Jakarta membuka kursus design kilat, dan anak kedua membantunya di perusahaan IT.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
17. Rm. Antonius
Sumarwan, SJ
4 Rm. Antonius Sumarwan, SJ (43th) adalah seorang imam Serikat Yesus yang sedang belajar di Australia. Dia adalah
penggagas awal gerakan CU melalui CUMI PS di tahun 2008, ketika menjabat sebagai vikaris parokial Gereja St.
Perawan Maria Ratu, Blok Q. Dia katif di CUMI PS dan CUPS hingga tahun 2017, dan kini berperan sebagai anggota
CUPS.
A. Elemen 1: Pemberdayaan menuntut adanya akses pada informasi
Menyediakan akses
pada sumber
informasi
Sejauh mana Anda mendapat kemudahan akses pada informasi dan pengetahuan selama proses pendampingan dan
edukasi yang ditawarkan CUPS, sehingga Anda dapat mengatasi permasalahan Anda?
1 Ibu Lies Marlina
(2013-sekarang)
1 Saya mendapat informasi awal CUMI PS dari ibu Roso. Dia aktivis CUMI PS di daerah saya yang sering
mengumpulkan ibu-ibu untuk diberi pendampingan soal keuangan. Lalu saya ikutan dulu dengan sistem menabung
dulu. Setelah tabungan banyak lalu mulai boleh meminjam mulai dari Rp 500.000,- lalu mulai bertambah naik jumlah
pinjamannya.
2 Ibu Jasa Riani
Panjaitan (50th)
(2008-sekarang)
1 Saya dulu kenal CUMI PS dari Rm. Marwan. Beliau datang ke kontrakan saya tahun 2008 saat ekonomi keluarga saya
sangat sulit. Saya terus ikut kelompok basis 5 orang di sekitar kontrakan, terus mulai menabung mingguan, setelah
beberapa waktu baru bisa pinjam 500 ribu. Tahun 2008, saya masih di kontrakan lama pinggir jalan sana. Setiap bulan
saya harus membayar kontrakan 500 ribu. Jadi CUMI PS membantu saya membayar kontrakan dengan angsuran
mingguan. Sebelum pinjam, saya mengikuti program CERDAS beberapa kali di kelompok basis 5 orang bersama Rm.
Marwan. Pelatihan CERDAS seingat saya: kita dikumpulkan lalu diberi informasi soal kesulitan keuangan, terus cara
kita mengatasi, membuat rencana, dan mengatur uang supaya bisa bayar angsuran mingguan.
3. Ibu Narti (54th) 1 Saya kenal CUMI PS dari ibu bos tempat saya kerja (PRT) yang juga anggota CUMI PS, terus saya gabung kelompok
basis daftar pakai Kartu Keluarga. Di kelompok, saya nabung awal 500 ribu pake angsuran beberapa kalie. Setelah
tiga bulan menabung terus saya boleh pinjam uang di CUMI PS. Di kelompok basis, saya ikut beberapa kali
pertemuan dan pendampingan dari staf kantor. Sebelum boleh pinjam harus ikut CERDAS dulu. Sekarang saya ikut 5
program simpanan dan sudah 4 kali pinjam di CUPS.
4. Ibu Suliyem (51th) 1 Dulu kenalnya CUMI PS dari promosi Ibu Narti, tetangga rumah. Terus saya diajak kumpul di komunitas basis,
dikenalin apa itu CUMI PS, ujung-ujungnya diajak daftar. Waktu itu staf kantor masih Pak Niko sering datang ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
rumah ambil angsuran mingguan. Dari pak Niko, saya diajari untuk mengatur uang untuk angsuran simpanan dan
angsuran pinjaman. Pak Niko juga yang rutin mengingatkan saya waktu itu untuk bayar angsuran.
Waktu itu saya pinjam pertama 5 juta terus disarankan pak Niko untuk dimasukkan tabungan, tapi tiap bulan
ngangsur. Jadinya tabungan saya bertambah dan bisa untuk bantu sekolah anak-anak saya.
5. Ibu Sri Wahyuni
(50th)
1 Saya gabung CUMI PS berkat ajakan ibu Narti, terus diajak gabung kelompok basis di deket rumah. Saya diminta
untuk menabung, terus ikut CERDAS baru bisa mulai mengajukan pinjaman. Pinjaman pertama saya 3 juta terus
diangsur 2x. Terus pernah juga saya pinjam 20 juta, 50% ditabung di simpanan, 50% dipakai untuk beli perlengkapan
catering. Itung-itung bisa nambah peralatan catering saya, dan gak perlu keluar uang untuk sewa alat kalau ada
orderan.
6. Ibu Kusmiyah (62th)
(2013-sekarang)
2 Dulu saya kenal pertama dengan CUMI PS dari promosi Ibu Awi (warga Gereja Blok Q). Saya terus ikut gabung
kelompok basis, isinya 5 orang. Masalahnya karena sistem tanggung-renteng, jadinya kalau ada yang habis pinjam
terus pergi, jadinya kami berempat harus menanggung akibatnya. Saya terus protes dan akhirnya kami perseorangan
bergabung ke CUBG. Kemudian, setelah beberapa waktu saya pindah ke CUMI PS dan sekarang CUPS. Yang penting
dulu harus jadi anggota dulu 500 ribu bisa pakai angsuran beberapa kali, setelah itu bisa mengajukan pinjaman ke
CUMI PS.
7. Ibu Septiana (30th) 2 Saya gabung CUMI PS setelah ibu Kusmiyah (orang tua dari Septiana) sudah menjadi anggota CUMI PS. Jadi
pengalaman dan informasi pertama itu dari ibu saya. Baru setelah saya daftar dan ikut CUMI PS, saya mendapatkan
informasi langsung dari kantor Mbak Anti (CUBG) dan Mas Aprianus Doni.
8. Ibu Kiyem Handayani
(65th)
2 Dulu saking kencangnya ibu Lusi (anggota CU) promosi ke rumah dan nawari nabung rutin, terus bisa pinjem untuk
modal usaha. Saya terus ke kantor ketemu Mbak Tri, Mbak Dewi, sama Rm. Marwan.
9. Ibu Sulastri (36th)
(2013-2015)
(2017-sekarang)
2 Saya tidak mendapatkan permasalahan saat mendaftarkan diri masuk CUPS di tahun 2017. Yang harus saya lawan itu
rasa malu, karena dulu sudah ikutan lalu keluar, sekarang masuk lagi. Saya mendapat informasi soal CUPS langsung
dari staf di kantor, karena saya datang ke kantor, dan kembali saya harus ikut pelatihan CERDAS supaya bisa
mengajukan pinjaman. Di CERDAS, saya diingatkan lagi pengalaman ikut CUMI PS sampe lepas dari jerat Bank
Keliling dan jadi semangat aktif lagi di CUPS.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
10. Bpk Barly (48th)
(2009- sekarang)
2 Saya ikut CUMI PS karena diajak Ibu Ani (anggota CUMI PS). Rumah beliau di sekitar Gereja Blok Q, dari tempat
saya jualan ini sekitar 300 meter. Saya kenal sudah lama dengan Ibu Ani, soalnya setiap pagi beli roti saya untuk
sarapan keluarganya. Dia kasihan karena waktu itu saya sering bercerita soal kesulitan bayar sekolah anak. Waktu itu
biaya sekolah di negeri belum gratis seperti sekarang ini. Lalu dia nawari yuk ikutan CUMI PS, kantornya seberang
Gereja Santa. Beberapa kali dia datang, lama-lama saya tertarik terus daftar lewat Ibu Ani. Sampe sekarang, masih
sering ngobrol sama Ibu Ani dan setiap minggu ada staf kantor CUPS yang datang mengambil angsuran simpanan dan
pinjaman,
11. E. Dewi Ambarwati 3 CUPS sekarang sudah memiliki fasilitas online sebagai sarana promosi sebagai penunjang intoduksi dan
pendampingan bagi anggota sekaligus untuk untuk meningkatkan jumlah anggota. Fasilitas Online dari CUPS sudah
diaplikasikan mirip dengan sistem Bank. Tujuannya ialah untuk menjawab kebutuhan anggota khususnya anggota dari
generasi milenial. Akan tetapi pengalaman saya sebagai aktivis dan pengurus, nampaknya promosi CUPS dengan
fasilitas online masih belum maksimal, misalnya ada transaksi yang belum tercatat sehingga terjadi selisih dalam
pemdataan di CUPS dan di rekening Bank.
Sebagai anggota dan aktivis CU, saya mendapatkan pelatihan-pelatihan seperti: seperti pendidikan dasar, financial
literacy, pelatihan kredit, CUDCC dan CULOCC yang sifatnya internal maupun eksternal dengan kerjasama dengan
BKCU Kalimantan. Setelah mendapat pelatihan, saya wajib untuk membagikan ke para anggota lain dalam proses
pendampingan.
12. Irene Wiedha Ardhy
Riswari (2015-
sekarang)
3 CUPS itu letaknya dekat dengan tempat saya tinggal. Akses informasi lebih pada dialog dalam perjumpaan dengan
anggota CUMI PS di kantor saat jam kerja. Pertama-tama karena kotbah Rm Marwan di misa dan ketika pindah dari
Jakbar ke Jaksel dan ketemu ketua lingkungan alm. Bapak Puspo sebagai pengawas CUMI PS.
Dari sisi penduduk, website belum update, sekarang lebih pada promosi di IG dan WA broadcast. Prospek ke depan
lebih pada masuk ke ranah website dan google business. Untuk proyek ini belum ada tenaga dan masih sukarela dari
aktivis dan pengurus.
13. Nikolaus Hukulima 3 Dulu saya tertarik sama konsep CU dari kotbah Rm. Marwan di salah satu ekaristi hari Minggu. Waktu itu, Romo
Marwan mengajak umat untuk aktif di CUBG, lalu saya bergabung CUBG tahun 2007. Di tahun 2008 Romo Marwan
mengatakan kita harus punya CU sendiri yang lahir dari gerakan Paroki dan mampu menggerakkan ekonomi rakyat,
seperti yang dialami oleh karyawan KWI di CUBG. Lalu di Blok Q, CUBG diundang untuk membuka cabang kantor.
Awalnya sangat sudah untuk mempromosikan CU kepada umat di Gereja Blok Q. Karena dulu di Paroki Blok Q
sudah pernah ada koperasi bahagia, digerakkan oleh umat, tetapi kemudian tutup karena kesalahan manajemen dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
tata kelola keuangan yang tidak transparan. Lalu saya bergabung bersama Romo marwan mengumpulkan relawan,
kunjungan ke lingkungan, dan promosi CU. Satu hal yang selalu saya tekankan waktu promosi di lingkungan: Tidak
semua CU itu akan collapse, tetapi justru koperasi salah satu lembaga mikro yang bertahan di situasi krisis Indonesia.
Kita jalan awal CUMI PS sebagai salah satu produk dari CUBG. Tujuannya ialah untuk membuat supaya segmen
masyarakat kecil (middle-low) bisa masuk menjadi anggota di CUBG. Untuk menjadi anggota CUBG, anggota harus
membayar setoran awal 2,5 juta. Itu cukup memberatkan bagi segmen masyarakat kelas menengah bawah. Maka
dibuat produk CUMI PS yang menjadi sarana bagi anggota menganggur setoran awal masu CUBG tersebut dengan
sistem harian, mingguan, dan bulanan.
Setelah CUMI PS berjalan beberapa waktu, muncul persoalan bahwa CUMI PS itu tidak compatible untuk CUBG.
Produk CUMI PS itu tidak menguntungkan dan butuh resource besar, sedangkan perputaran uang di CUMI PS dalam
jumlah kecil. Lalu dalam diskusi lanjut, saya bersama Romo Marwan pergi belajar ke Bangladesh dan berusaha
mengaplikasikannya di CUMI PS. Kami percaya, ini bermanfaat bagi masyarakat kecil. Setelah beberapa waktu, pada
perkembangan selanjutnya, karena CUBG sudah berkembang dan besar , maka CUPS diminta pindah dari kompleks
Gereja. Untuk mengisi kekosongan itu, maka CUMI PS kemudian dikembangkan secara mandiri dan lepas dari
CUBG. Ketika itu hal yang ditawarkan ialah CUMI PS diperuntukkan untuk masyarakat kelas middle-low.
14. Rianto Hidajat 3 Secara teori mereka bisa langsung ke kantor. Tapi pada kenyataannya masuk ke CU dengan pola pikir yang aktif dan
partisipatif. Kebanyakan mereka masih pada tahap mulai memperbesar CU dan fokus pada pengembangan teritorial.
Tetapi dari sisi anggota, maturity masih pada tahap dasar. Misal di CU Sauan Sibarrung di Rantepao, Tana Toraja,
anggota sudah paham soal data-data statistik dan presentasi perihal besaran bunga di RAT. Di CUPS sendiri, sudah
mulai ada kemajuan, beberapa anggota mulai tertarik mendalami dan mau CU dengan masuk ke tahap menjadi aktivis.
Untuk itu dari sisi ketersediaan informasi, staf CUPS memang sudah siap sedia dan sudah diberi fasilitas, namun
minat anggota masih kurang dan perlu improvement.
15. Ginta Heniarti 3 Akses infromasi tentang CUPS mudah diperoleh, semua informasi tercantum dalam kebijakan-kebijakan, MO
(Manual Operasional), MP (Manual Procedure). Selain itu, pengurus, pengawas, manajemen dan para aktivis mudah
untuk dimintai informasi yang berkaitan dengan CUPS. Dalam pendidikan dan pelatihan juga diberikan informasi-
informasi yang diperlukan.
16. Suryanto Wijaya 4 Tahun 2015 sebagai saya bergabung dengan CUMI PS sebagai pengawas. Ketika itu saya masuk saar rekstrukturisasi
CUMI PS. Watu itu saya mengatakan ke Romo Marwan: Romo udah benar konsepnya CU dari sisi CUMI PS untuk
pemberdayaan masyarakat kelas bawah dan fokus pada pembinaan yang berkelanjutan baik untuk pengurus, aktivis,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
dan anggota. Karena di perkotaan frater, para aktivis di CUPS itu kebanyakan bukan fulltime dan mereka sendiri
masih bergulat dengan pekerjaan dan kemacetan Jakarta, maka CUPS melakukan ekspansi ke Jagaraksa dan Pasar
Kemis, Tangerang. Hasilnya ekspansi itu tidak baik karena tingkat kredit lalai besar, bahkan pelayanan di sana harus
ditutup.
Saya eks-banker Citybank, dalam bisnis keuangan ada kalanya situasi membutuhkan tindakan cut loss, ya kita cut
losss untuk menghindari kerugian terlalu besar. Ketika itu saya bersama Rm. Fredy bersama dengan pengurus
menyepakati untuk menutup pelayanan di Tangerang dan fokus di segmen Jaksel.
Setelah itu CUMI PS kembali fokus dan mulai dari O lagi, dengan ditandai dengan nama baru dari CUMI PS menjadi
CUPS.
Implikasinya sekarang CUPS lebih masuk ke target market segmentasi ke middle-hight dan ke para karyawan
perusahaan. Presentasinya sekarang 60% itu para karyawan dan 40% unit usaha mikro. Sekalipun presentasinya tidak
besar untuk usaha mikro, tetapi tetap CUPS memberi ruang penekanan pada bisnis mikro mereka sebagi core. Di
sanalah kami mulai membenahi MO, SOP, dan rekturisasi manajemen.
17. Rm. Antonius
Sumarwan, SJ
4 Sebagai Pengurus dan aktivis CUPS saya memperoleh semua akses informasi tentang CUPS, baik informasi mengenai
recana kerja (Strategic plan, business plan, and proyeksi keuangan) maupun kinerja (laporan keuangan bulanan).
Informasi perkembangan aktivitas juga saya peroleh lewat WA group aktivis.
Menyediakan ruang
komunikasi
Sejauh mana Anda mendapat kejelasan program layanan CUPS dan konsultasi di awal bergabung hingga saat ini?
Sejauh mana Anda terlibat dan turut berkintribusi dalam proses pendampingan dan edukasi dai dalam CUPS?
1 Ibu Lies Marlina
(2013-sekarang)
1 Awalnya, ibu Roso memberikan pengarahan soal keuangan dan akhirnya mengajak untuk bergabung ikutan CUMI PS.
Dulu lebih saya lebih sering hanya gabung kelompok ibu Roso dan tidak ke kantor CUMI PS. Baru setelah mulai
ikutan pinjaman, saya mulai ke kantor. Tapi sekarang udah ganti CUPS dan karena saya melayani catering kantor
setiap hari kerja, jadinya jarang ke kantor. Saya terbantu oleh staf kantor CUPS yang setiap minggu mengambil
angsuran untuk pinjaman dan simpanan.
Saya dulu aktif ikutan pelatihan di kelompok ibu Roso dan juga yang ada di kantor, sekarang lebih sibuk di rumah
karena pesanan dan orderan banyak. Jadi saya tidak punya waktu untuk ikut pelatihan, kecuali RAT.
2 Ibu Jasa Riani
Panjaitan (50th)
1 Dulu saya rajin ikutan kegiatan di CUMI PS, soalnya gara-gara CUMI PS saya bisa melunasi hutang di Bank Keliling,
terus bisa mengangsur mingguan lewat staf yang berkunjung. Sebelum jadi CUPS, staf CUMI PS rutin berkunjung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
(2008-sekarang) dan bertanya-tanya soal perkembangan usaha saya dan apakah ada kesulitan untuk menganggsur. Jadi saya lebih
mudah cerita apa adanya soal kesulitan saya. Dulu saya, anak-anak dan bapak tidak bisa makan teratur dan selalu
menunggu sisa makanan dari Katering Mbak Tuti.
Sekarang setelah jadi CUPS, staf kantor sudah tidak rutin mingguan mengunjungi saja, tapi lebih bulanan aja pas
ambil angsuran. Jadi ngobrol-ngobrol sama Staf kantor jadi jarang. Tapi saya selalu mengingatkan Mas Rafael setiap
hari Selasa pagi untuk mengambil angsuran.
3. Ibu Narti (54th) 1 Saya mendapat kejelasan simpanan sama pinjaman dari staf kantor yang datang ke rumah setiap minggu waktu masih
CUMI PS. Sekarang setelah jadi CUPS, saya lebih sering ke kantor tanya-tanya. Di sana saya bisa tahu banyak soal,
sampe saya pernah mengambil tabungan untuk beli laptop.
4. Ibu Suliyem (51th) 1 Saya terbantu dengan adanya staf kantor yang rutin mingguan kunjungan anggota. Kalau omong-omong di rumah
lebih enak daripada di kantor. Di rumah lebih luwes mas, jadi bisa konsultasi banyak hal.
5. Ibu Sri Wahyuni
(50th)
1 Komunikasi saya dengan staf kantor lancar kok mas, apalagi kalau bahas soal pinjaman saya semangat sekali. Staf
kantor juga siap sedia membantu dan selalu memberi informasi terbaru soal plafon pinjaman, terus jumlah simpanan,
terus info pelatihan-pelatihan.
6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Dulu saya kenal CUMI PS dari Ibu Awi (aktivis Gereja Blok Q) kunjungan dan mengadakan kumpul kelompok basis
5 orang. Dulu pakai sistem tanggung-renteng satu kelompok basis dan disiapkan untuk bergabung menjadi anggota
CUBG. Kelompok itu disebut CUMI PS. Lalu pernah pinjam terus yang pinjam kabur. Jadinya hutangnya dibebankan
4 anggota kelompok lainnya. Setelah itu ganti perseorangan masuk ke CUMI PS. Saya dan teman-teman masih
didampingi ibu Awi dan dilayani Mas Sigit (Staf CUMI PS) setiap minggu hingga sekarang saya masih dikujungi
setiap minggu sama staf Kantor Mas Doni. Di kelompok itu kami diberi pelatihan dan tambahan wawasan soal
mengatur keuangan secara terencana.
7. Ibu Septiana (30th) 2 Dulu yang mendampingi saya itu Mbak Anti (Staf CUBG) terus lanjut sampai sekarang dengan Mas Doni. Di
kelompok basis dulu waktu CUMI PS dan sekarang kelompok sahabat sejahtera (CUPS), saya aktif ikut pelatihan dan
diskusi seputar masalah keuangan yang sedang saya hadapi.
8. Ibu Kiyem Handayani
(65th)
2 Mbak Tri matur di rumah, saya mau tanya bayar berapa angsuran simpanan supaya bisa pinjam untuk modal usaha.
Dia bilang simpanan cukup 500-an ribu, boleh nabung sekaligus pinjam. Saya senang sekali. Pinjaman pertama dapet
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
5 juta, 20 juta, terakhir 35 juta tahun 2018. Staf kantor koyo Mas Doni masih rutin tiap minggu datang menyapa dan
mengambil angsuran ke rumah.
9. Ibu Sulastri (36th)
(2013-2015)
(2017-sekarang)
2 Staf di kantor CUPS sangat terbuka menerima saya kembali, dan mereka menjelaskan soal simpanan dan pinjaman ke
saya.
Sekarang saya tidak terlibat banyak, Cuma saya masih sering promosi ke temen-temen sesama pedagang warteg untuk
ikutan gabung CUPS. Alhamdulilah ada beberapa dari mereka ikutan CUPS dan katanya mereka terbantu di modal
usaha warteg. Soalnya sekarang mas setelah lebaran terakhir, semua pedagang di warteg, omzet harian itu turun sampe
separuh dari sebelumnya, padahal harga bahan-bahan makanannya naik terus.
10. Bpk. Barly 2 Saya mendapat informasi soal CUMI PS dulu dari Ibu Ani. Beliau anggota CUMI PS, terus merekrut saya ikutan
CUMI PS yang sekarang ganti jadi CUPS. Waktu itu saya diminta menabung dulu, terus pinjaman pertama saya masih
ingat cuma bisa dapet 250 ribu. Dulu sebelum pinjam saya harus ikut CERDAS dan setelah dapat sertifikat
dilampirkan pas mengajukan pinjaman. Setelah itu saya diajak diskusi, ditanya kebutuhannya apa, kira-kira solusinya
bagaimana, CU bisa bantu di mana. Jadi saya konsultasi dulu ke staf kantor baru mengajukan pinjaman.
11. E. Dewi Ambarwati 3 Sebagai anggota CUPS, saya mendapat informasi pertama-tama dari para aktivis yang menjelaskan produk CUMI PS
(sebelum re-branding di tahun 2017) dan bagaimana mereka menjadi anggota. Setelah saya menjadi anggota diberi
pendidikan dasar dan sifatnya wajib diikuti. Dari proses pendidikan dasar itu, saya dibantu untuk membuat
perencanaan dan menentukan strategi untuk mengatasi permasalahan saya.
Sebagai pengurus CUPS: saya membantu usaha promosi lewat medsos, seperti FB, Instagram, Whatapp Grup dan
lewat kelompok dampingan. CUPS sebagai lembaga memiliki mekanisme pertanggungjawaban seluruh aktivitasnya
dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT). Di luar itu, CUPS memiliki kelompok dampingan yang sering dipakai untuk
sarana sosialisasi dan merekrut anggota. Yang belum dilakukan ialah memaksimalkan pendampingan pada para
padagang (UKM), khususnya tindak lanjut setelah pelatihan kewirausahaan.
Saya terlibat di CUPS dalam proses menentukan businees plan dan merekrut anggota baru sebagai tugas wajib sebagai
aktivis dan pengurus.
12. Irene Wiedha Ardhy
Riswari (2015-
sekarang) (2015-
sekarang)
3 Kalau sekarang masih top-down dari stakeholder berlanjut ke staf dan aktivis lalu anggota. Awal tahun 2019 sudah
di-survey secara terbuka dalam bentuk selebaran tetapi responnya lambat dan kecil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Rencana ke depan adalah pengelompokan anggota berdasarkan jenis usaha mikro, supaya CUPS bisa semakin
mengetahui kebutuhdan dari anggota. Masih sebatas wacana dan belum direalisasikan, misalnya dibentuk forum atau
pembentukan komunitas. Ide sudah dilontarkan oleh Rm. Fredy tetapi eksekusinya belum ada tindak lanjut.
Sebagai pengurus (sekretaris), lebih membantu dalam hal manajerial dan keperluan surat menyurat. Sebagai anggota
ikut sistem yang ada untuk angsuran pinjaman dan simpanan.
13. Nikolaus Hukulima 3 Saya aktif dalam kegiatan pelatihan CERDAS sejak CUMI PS hingga sekarang di CUPS. Pada saat CERDAS, respon
yang saya peroleh: Saya belum ada kebutuhan untuk ini dan itu. Saya menjawab bahwa menabung itu bukannya
kebutuhan tetapi soal kebiasaan dan bagian dari pendidikan. Maka CUPS membuat pinjaman PMT sebagai bentuk
kontribusi anggota bagi lembaga. Harapannya dengan ini, maka jumlah tabungan bertambah dan pinjaman beredar
meningkat. Di CU itu kalau punya pinjaman banyak asal dimanfaatkan secara baik akan membawa kesejahteraan bagi
anggota, dan menyehatkan CUPS sendiri. PMT itu membuat tabungan itu bertumbuh pesat dan menggerakkan dana yg
mengendap untuk 40% di CUPS.
14. Rianto Hidajat 3 Sekarang ini, kebijakan di CUPS lebih top-down diambil dari business plan (aktivis, pengurus, pengawas) lalu
disosialisasikan ke anggota. Sejauh ini komunikasi dalam hal penyebaran informasi cukup lancar. Misalnya dulu
proses menjadi anggota harus punya Kartu Keluarga, sekarang orang bisa lebih mudah menjadi anggota dengan NIK
KTP yang terkoneksi sistem nasional sehingga mudah divalidasi. Sekadang validasi KTP lebih mudah dengan sistem
online. Dulu ada anggota yang sudah bayar lunas, tetapi tidak bisa diproses karena syarat administrasi tidak lolos,
yani: tidak punya KK. Hal lain itu terkait dengan penentuan perihal suku bunga juga.
Saya lebih berkontribusi pada bidang kredit sebagai pengawas: kita memperbaiki proses analisa pengajuan pinjaman
didasarkan pada trend pasar dan kebutuhan anggota CUPS. Misalnya waktu pengurusan dari proses pengajuan sampai
dengan keputusan termasuk pencairan dana maksimal selama 1 minggu, dengan tetap ada penyesuaian dengan kasus
tertentu. Pinjaman yang di bawah simpanan anggota bisa langsung dicairkan. Hal-itu lebih dibuat efisien dengan
tujuan mempermudah anggota. Saya sendiri membantu analisa kredit, karena terkadang staf dan tim masih muda dan
terkadang belum bisa mempertimbangkan hal-hal seputar pengajuan kredit dengan masalah yang kompleks.
Dari sisi produk itu masih relatif jeneric dan sama dengan CU lain. Yang khas membedakan CUPS dengan CU
lainnya adalah:
(1) 3 tahun terakhir ini, CUPS memperbaiki kondisi internal seputar jumlah anggota, kredit beredar, dan kredit lalai
diturunkan hingga di bawah 5%. Target CUPS di tahun 2020 mencari anggota 1000 anggota, agar perputaran uangnya
bisa lebih stabil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
(2) Sekarang CUPS itu lebih fokus berkontribusi ke anggota secara lebih dalam hal pemberdayaan kewirausahaan.
Misalnya di daerah Mampang ada anggota yang berhasil dari jualan di emperan pasar sekarang punya lapak di Pasar.
(3) Di tahun 2020, kita akan lebih fokus ke pendampingan anggota: mereka akan diseleksi untuk didampingi ke bisnis
online seperti yang dilakukan di CU Sauan Sibarrung. Sekalipun demografis dan kemajemukan sangat berbeda antara
masyarakat Toraja di CU Sauan Sibarrung dengan masyarakat kota Jakarta Selatan, tapi kami optimis pemberdayaan
perlu memberikan pelatihan yang sesuai lebih mudah. Pemasalahan klasik di CUPS itu beragamnya profesi anggota
dan banyak anggota yang karyawan yang tidak punya banyak waktu seperti anggota yang memiliki usaha mikro.
15. Ginta Heniarti 3 Sejauh ini program dan layanan yang diberikan sangat jelas dan transparan, jika ada permasalahan bisa
dikonsultasikan sesuai bidangnya, misalnya berkaitan dengan simpan pinjam bisa langsung konsultasi dengan bagian
kredit, yang berkaitan dengan keanggotaan dan diklat bisa konsultasi dengan staf rekrutmen dan diklat, dsb.
Sebagai bagian dari manajemen CUPS, saya dan teman-teman staf bisa mungkin berusaha melayani dan membantu
anggota dengan memberikan informasi maupun solusi yang dibutuhkan anggota. Dengan melihat dan mendengarkan
permasalahan yang disampaikan anggota, jika manajemen tidak dapat menemtukan solusinya maka akan kami
sampaikan ke pengurus atau pengawas untuk membantu mencarikan solusi untuk anggota tersebut.
16. Suryanto Wijaya 3 Saya tidak pernah berhadapan dan tidak sadar akan realitas masyarakat kelas bawah, justru lewat CUPS, kesadaran
saya ditingkatkan untuk mau terlibat dalam usaha pemberdayaan masyarakat kelas bawah. Saya sebagai pribadi
banyak belajar dari pembinaan Rm. Fredy ke pengurus, aktivis dan staf CUPS. Saya mengakui bahwa latar belakang
saya sebagai banker dan pengusaha terkadang tidak terlalu detail memahami persoalan pemberdayaan masyarakat
kecil sedetail yang dilakukan para aktivis dan relawan di CUPS. Justru saya banyak belajar dari mereka.
17. Rm. Antonius
Sumarwan, SJ
Saya bersama aktivis menyiapkan program layanan CUPS dan merancang penyampaian informasi tentangnya.
Informasi diberikan antara lain lewat tabloid Seksi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Paroki Blok Q, homili di
gereja, dan membuka stand di depan gereja pada momen perayaan Ekaristi. Informasi juga diberikan secara langsung
kepada calon anggota dengan mendatangi mereka atau komunitas mereka secara langsung, memberikan brosur dan
penjelasan lisan.
Perjumpaan dengan anggota dan masyarakat juga menjadi bahan bagi kami untuk merancang program yang lebih
relevan maupun cara lebih efektif terkait sosialisasi program itu kepada mereka.
Ikut merancang struktur dan sistem operasional organisasi, mencari aktivis, memberikan pendidikan dan pelatihan
kepada aktivis, meningkatkan kapasitas mereka. Saya juga terlibat dalam proses perencanaan program organisasi dan
memantau pelaksanaannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Menyediakan
pelayanan-pelayanan
dasar
Sejauh mana program dan layanan CUPS itu sungguh bermanfaat bagi usaha pemberdayaan dan peningkatan
kesejahteraan Anda? Aspek mana yang kiranya tidak membawa manfaat bagi Anda?
1 Ibu Lies Marlina
(2013-sekarang)
1 Progam pinjaman di CUPS itu semakin lama semakin turun jumlah angsurannya, dan sekarang bisa sambil tetap
nabung di simpanan sekaligus membayar angsuran pinjaman. Lalu jumlah pinjaman bisa terus naik sejalan dengan
jumlah simpanan. Sistem ini sangat membantu saya untuk menutupi modal usaha makanan dan catering untuk
karyawan kantor. Soalnya mereka baru bayar di akhir bulan, padahal setiap hari saya harus membeli bahan makanan
untuk dimasak. Yang sangat membantu saya itu pinjaman modal usaha (Ikhtiar) dan simpanan modal usaha (Simus).
2 Ibu Jasa Riani
Panjaitan (50th)
(2008-sekarang)
1 Sekarang saya terbantu lewat pinjaman Ikhtiar untuk modal warung kelontong dan usaha suami (Go-jek). Saya juga
pakai pinjaman Bestari untuk membiayai dua anak saya kuliah di Atmajaya Jakarta. Tahun ini (2019) saya pinjam
Bestari untuk membiayai kuliah anak-anak saya untuk biaya registrasi dan biaya satu semester. Tahun 2019 sejak
lebaran, saya seret untuk bayar angsuran pinjaman Bestari si bungsu, soalnya anak bungsu saya kena denda
keterlambatan bayar uang SKS kuliah, jadinya gak bisa registrasi di semester genap tahun 2020. Saya kesulitan untuk
meminjam bersama-sama pinjaman di CUPS untuk biaya kuliah apalagi setelah kedua anak saya kuliah, makin banyak
kebutuhan bayar kuliah anak.
3. Ibu Narti (54th) 1 Di CUPS, pinjaman Aguna waktu beli Laptop untuk anak saya, terus pinjaman Ikhtiar paling membantu untuk modal
usaha jualan.
4. Ibu Suliyem (51th) 1 Saya sangat terbantu dengan adanya pinjaman Bestari, soalnya saya bisa menabung untuk persiapan biaya pendidikan
anak-anak.
5. Ibu Sri Wahyuni
(50th)
1 Usaha catering rumahan saya sekarang sudah berkembang dan bisa mengambil orderan catering pernikahan. Saya
sudah pinjam Ikhtiar 5x, mulai pertama pinjaman 3 juta, terus naik sampe pinjaman terakhir 20 juta. Alhamdulilah
selama ini angsuran saya lancar tidak macet, dan gara-gara angsuran lancar sekarang pinjaman saya jug alancar. Bagi
saya, CUPS itu berkat Allah, sekarang saya sudah tidak bingung bayar kontrakan rumah, terus saya juga sudah punya
1 kios untuk jualan makanan di daerah Gandaria City. Sewanya lumayan mahal 20 juta setahun, tetapi omzet kios
masih cukup dan untung masih bisa untuk modal usaha lagi. Jadi angsuran dan usaha lancar, perlengkapan catering
juga makin banyak dan tidak harus sewa lagi, dan masih bisa nabung sedikit-sedikit. Kalau nabung dan angsuran
lancar, itu bisa menambah penilaian saya supaya bisa mengambil pinjaman lagi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 CUMI PS dulu dan sekarang CUPS sangat membantu saya. Dulu saya hanya jualan di emperan teras di lingkungan
pasar Tegal Parang, di luar pasar. Berkat pendampingan di CU dan bisa membuat rencana keuangan, jadinya sekarang
bisa sewa kios di dalam pasar Tegal Parang.
7. Ibu Septiana (30th) 2 CUPS berjasa untuk saya mas. Soalnya berkat pinjaman dari CUPS saya akhirnya bisa membeli rumah sederhana di
daerah Mampang, dan sekarang saya bisa sewa kios di pasar Tegal Parang 23 juta setahun.
Hambatan yang saya alami setahun terakhir ini itu pembeli di pasar tradisional Tegal Parang terus menurun. Sekarang
banyak pembeli yang memilih berbelanja via online, dan mulai jarang ke pasar tradisional. Omzet harian sudah jelas
mas turun drastis. Pasar hanya ramai pas menjelang lebaran aja, sebelihnya untuk yang harian sepi sekali hanya ada
satu dua orang saja.Bagi saya CUMI PS dan CUPS sekarang sangat berati untuk modal usaha. Karena saya hidup
bersmaa orang tua (anggota CUPS), maka pinjamnnya bisa bergantian dan itu cukup membantu.
8. Ibu Kiyem Handayani
(65th)
2 Saya ikut simpanan lumbung (sihari) sama si Mapan, untuk lebih jelasnya mending Mas tanya ke kantor aja. Terus
saya pernah mengajukan 3 kali pinjaman: 5 juta, 20 juta, sama terakhir 35 juta. Rencananya lebaran kemaren modal
usaha 35 juta untuk beli kacang mete di wonogiri. Perkiloan itu 220 ribu harga di Wonogiri terus dikirim ke Jakarta
lewat jasa bus. Biasanyasaya beli 1 sampe 1,5 kuintal, diolah lagi terus dijual di Jakarta.
9. Ibu Sulastri (36th)
(2013-2015)
(2017-sekarang)
2 Terakhir saya pinjam Rp 40.000.000 untuk modal usaha dan bayar kontrakan warung untuk warteg: membayar sewa
warung satu tahun Rp 21.000.000,- sisanya untuk tambahan modal usaha warteg dan gerobak keliling. Hutang saya
masih sisa Rp 14.000.000,-. Pinjaman ini membantu usaha dagang saya mas, karena bunganya kecil dan makin lama
angsuran menurun. Saya jadi lebih tenang tidak seperti waktu masih hutang di Bank Keliling.
10. Bpk. Barly 2 Saya di CUPS ikut program simpanan Sihari dan Simapan, jumlahnya tidak banyak tapi bisa pinjam lumayan besar.
Saya sudah mengajukan pinjaman 7x, dulu 250 ribu, terakhir ini pinjaman saya lalai dan sudah lewat tenggat waktu
pengembalian utang pinjaman Griya 50 juta.
Saya sadar ini kali kedua pinjaman saya di CUPS dinilai lalai. Masalahnya makin banyak mas di keluarga saya, jadi
angsuran saya tidak penuh, terus tabungan saya sudah berkurang soalya dipakai beberapa kali bayar angsuran. Tahun
2012 saya beli rumah dan tanah di Bogor harganya 870 juta. Alhamdulilah berkat CU, saya bisa punya rumah tapi ya
masih ada hutang di CU 50 juta belum lunas. Masalahnya sekarang, sekarang saya harus membiayai Ibu saya yang
sakit gula dan 2x seminggu harus cuci darah. Saya pakai BPJS dari perusahaan Roti Lauw, tapi Cuma untuk biaya
perawatan sama resep dokter. Saya harus bayar alat transfusinya 900 ribu setiap kali cuci darah. Jadinya keuntungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
dan gaji jualan roti Lauw habis untuk dipakai berobat Ibu, sisanya sedikit untuk makan keluarga. Di keluarga, hanya
saya yang bisa bantu Ibu cuci darah, adik-adik saya cuma bisa bantu seadanya. Isteri juga di bogor bantu kerja untuk
bisa bantu biaya sekolah anak. Jadinya angsuran saya ke CU tidak bisa full lagi, bocor untuk banyak kebutuhaan. Saya
dan isteri coba usaha parcel harganya 60 ribu dan menerima orderan ayaman janur kuning untuk pesta 250 ribu satu
set janur. Kendalanya usaha ini tidak tetap mas, dan kadang musiman, jadinya ada masa bayar angsuran bisa penuh,
tapi lebih banyak semampunya dan tidak full. Jadi sampe sekarang hutang saya harusnya sudah lunas, belum lunas-
lunas, tunggakannya juga masih banyak.
11. E. Dewi Ambarwati 3 Sebagai anggota, saya merasa produk CUPS sekarang sudah bervariatif dan spesifik untuk menjawab langsung
kebutuhan anggota, misalnya: (1) kebutuhan kredit pembelian motor dengan pinjaman Wahana, (2) kebutuhan untuk
renovasi perumahan dengan pinjaman Griya. Di sini jelas bahwa tujuan CU sebagai usaha mengubah pola pikir
anggota dan bertindak menjadi lebih terencana, teratur, dan disiplin. Sebagai pribadi, saya merasakan produk dan
layaan yang ditawarkan CUPS itu lebih membawa rasa jaminan rasa aman.
Usaha pengurus saya rasa belum maksimal, misalnya: aspek promosi di medsos. Yang lebih berdampak ialah
kepercayaan yang dibangun antar sesama anggota.
12. Irene Wiedha Ardhy
Riswari (2015-
sekarang) (2015-
sekarang)
3 Sebagai pribadi yang paling sering itu pinjaman Ikhtiar dan Aguna; simpanan saya ikut semua. Produk ziarah masih
belum optimal. Paling rendah saya pernah pinjaman pertama 2 juta, paling tinggi 15 juta untuk pinjaman Ikhtiar
(usaha). Saya merintis usaha konsultan IT bersama 4 temen yang fungsinya membuat aplikasi customize untuk
perusahaan, aplikasi persewaan (develop aplikasi). Ke depannya harus punya produk yang dijual. Bagi saya, CUPS
sangat membantu ritisan usaha dengan modal yang berkelanjutan.
13. Nikolaus Hukulima 3 Sejauh mana program dan layanan CUPS itu sungguh bermanfaat bagi usaha pemberdayaan dan peningkatan
kesejahteraan Anda? Aspek mana yang kiranya tidak membawa manfaat bagi Anda?
60% anggota CUPS sekaran ini berprofesi sebagai karyawan di berbagai perusahaan. Lalu pinjaman beredar baru
mencapai angka 50%, dan harapannya mencapai target 70%. Akibatnya uang mati tidak bergerak di CUPS itu cukup
besar dan tidak sehat untuk CU. Target yang ingin diubah oleh CUPS itu: Saya mau usaha lain selagi masih bekerja.
Kalau anggota sudah punya pemikiran ini, maka CUPS bisa mendorong mereka untuk mengambil pinjaman
konsumtif. Kebutuhan anggota terpenuhi dan pinjaman beredar naik dan mengurangi jumlah uang yang mati di CUPS.
Kami sudah menggandeng Google Indonesia untuk memberi pelatihan bersama Humanwill-Gapuradigital di tahun
2019 sebanyak 3 kali. Kendalanya di CUPS adalah masa hanya 40% (UKM) yang membiayai kegiatan CUPS, karena
mereka aktif untuk menggunakan produk pinjaman untuk pengembangan usaha mereka, sedangkan anggota karyawan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
hanya menabung terus-menerus. Sebenarnya CUPS sudah menciptakan produk pinjaman yang sesuai kebutuhan pasar,
misalnya Aguna, konsumtif, pinjaman untuk mobil bisa sampai angka 250 juta untuk kebutuhan city car. Beberapa
pinajman itu diciptakan untuk anggota yang berprofesi sebagai karyawan. Selain kebutuhan mereka dapat terpenuhi
dan keuangan kita berkembang. Hanya responnya mereka masih kecil.
14. Rianto Hidajat 3 Yang sedang dimulai sebagai bentuk pemberdayaan adalah memberi bantuan dan pendampingan khusus untuk kios
jamu di daerah Bangka. Targetnya dia masuk ke ranah online dan melibatkan kerjasama dengan anggota CU yang
punya profesi foto produk seperti Mbak Dewi, dibantu mendaftarkan diri ke Gofood, penamaan produk atau re-
branding, dan penatakaan packingnya.
15. Ginta Heniarti 3 Program dan layanan yang diberikan CUPS menurut saya semua sangat bermanfaat, bisa dilihat dengan banyaknya
produk-produk baik simpanan maupun pinjaman yang disediakan untuk menjawab kebutuhan anggota, seperti modal
usaha, pendidikan, pinjaman sepeda motor, perumahan, konsuntif, dan ziarah. Pendidikan dan pelatihan yang
diberikan juga bermanfaat dengan melihat kebutuhan anggotanya.
16. Suryanto Wijaya 4 Kecenderungan masyarakat kelas bawah di Jakarta umumnya adalah menggunakan fasilitas Bank Keliling dengan
presentasi bunga 10%, maka dalam setahun jadi 120%. Biasanya dikenal dengan istilah “Non Bank Came to Bank”.
Effective interest rate dari Bnak Keliling itu yang tidak dipahami oleh mereka. Yang dipikir mereka adalah mendapat
pinjaman spontan less. Inilah tantangan bagi CUPS. CUPS sendiri berusaha mempercepat pengajuan kredit, tetapi
tetap membutuhkan waktu, maksimal satu minggu. Kredit ci CUPS sebenarnya lebih baik daripada di Bank Keliling
atau di lembaga keuangan lain. Back to back bunga masih rendah di bawah 10% pertahun, shareholder interest di
CUPS masih sangat kecil.
17. Rm. Antonius
Sumarwan, SJ
4 Menjadi aktivis CUPS memberikan kesempatan bagi saya untuk belajar banyak hal, mulai dari akuntansi hingga
merancang suatu program dan organsiasi, mengeksekusinya hingga terus mencari cara bagaimana menjaga agar
organisasi berkelanjutan. Dari sisi finansial saya tidak memperoleh keutungan secara langsung. Namun, berkaat
keterlibatan saya di CUPS, saya memperoleh beasiswa S2 dan S3. Selengkapnnya lihat:
https://www.academia.edu/38172518/Kejutan_Yang_Membahagian_Keterlibatan_saya_dalam_gerakan_Credit_Union
Mendukung
terbentuknya
Menurut Anda: hal apa saja yang mendukung dan menghambat terbentuknya enterpreneurship dari aktivitas dan
keterlibatan Anda di CUPS? Implementasi enterpreneurship dalam CUPS dalam bentuk apa saja? Jelaskan!
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
entrepreneurship
antara masyarakat
sebagai pelaku
dengan pasar-pasar
yang potensial
1 Ibu Lies Marlina
(2013-sekarang)
1 Sekarang saya tidak hanya sebagai anggota CUPS, tetapi sudah menjadi voluntir dan berhasil menarik lima ibu-ibu
tetangga rumah untuk bergabung di CUPS. Sebagai voluntir, saya merasa diberi banyak pelatihan kewirausahaan,
motivasi sehingga bisa saya terapkan di usaha saya di rumah dan omset bertambah.
2 Ibu Jasa Riani
Panjaitan (50th)
(2008-sekarang)
1 Pelatihan yang masih saya ingat itu pelatihan CERDAS soal mengatur uang di keluarga sama soal memutar uang
untuk modal usaha supaya bisa bayar angsuran sekaligus menabung.
Yang saya syukuri dari CUPS, sekarang saya bisa lepas dari hutang Bank Keliling, terus saya bisa pindah kontrakan,
tetep bisa buka toko kelontong, sama membiayai kuliah anak-anak.
Karena pinjaman terakhir (Bestari) tahun ini seret untuk angsuran. Seret maksudnya gak bisa bayar full seperti
kesepakatan awal di kantor. Seretnya itu uang dipakai untuk bayar kuliah dua anak saya, jadinya uangnya gak muter
terus, padahal dagangan warung juga turun tapi saya tetap harus mengangsur.
3. Ibu Narti (54th) 1 Yang mendukung waktu masih CUMI PS itu syarat-syarat pengajuan pinjaman tidak ribet, asal jujur mau pinjam
untuk kebutuhan apa dan dipakainya sesuai itu mudah. Saya pernah mengajukan pinjaman Bestari pagi hari untuk
bayar uang anak saya pas mau masuk pesantren. Sore harinya jam 14.30, pinjaman sudah cair dan besoknya sudah
dianterin ke rumah.
Yang menghambat sekarang dengan sistem CUPS, syarat-syarat pinjaman lebih banyak, harus menyerahkan surat
tagihan sekolah, fotocopi surat-surat lain, harus ada jaminan. Intinya makin ribet mas, dan harus menunggu 3 hari atau
pernah juga satu minggu baru pinjaman itu cair, padahal kebutuhan kita itu mendesak dan harus cepat.
4. Ibu Suliyem (51th) 1 Yang mendukung itu di CUPS masih ada pendampingan kelompok basis, walaupun tidak sesering dulu waktu masih
CUMI PS.
Yang menghambat itu tidak adanya kelompok-kelompok yang satu profesi dan mendapat pendampingan khusus dari
CUPS. Khan enak kalau saya ini guru privat punya kelompok juga yang sama-sama guru privat. Jadi bisa berbagi
informasi dan rejeki.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
5. Ibu Sri Wahyuni
(50th)
1 Yang mendukung itu kalau angsuran lancar, pinjaman pun bisa lancar. Terus sekarang plafon pinjaman mulai naik dan
besar.
Yang menghambat itu cairnya pinjaman sekarang butuh waktu lama dan syaratnya macem-macem. Sekarang ada
syarat menyertakan fotocopy slip gaji dan bukti pembayaran.
6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Yang membantu itu pelatihan soal mengatur uang waktu di CERDAS dan pendampingan kelompok basis. Yang
menghambat dulu sempat ada staf kantor yang tidak jujur. Saya pernah kena tipu dan untungnya diputihkan sama
CUPS. Jadi waktu itu Mas Sigit menjadi staf kantor yang rutin mengambil angsuran simpanan dan pinjaman di
kelompk saya. Saya mengajukan pinjaman 5 juta, tetapi yang cair dan saya terima Cuma 3 juta, padahal data di kantor
saya pinjam 5 juta. Gara-gara pengalaman ini, saya sempat trauma dan tidak percaya lagi. Akibatnya kelompok basis
bubar dan sulit untuk memperbaikinya. Mas Sigis akhirnya dipecat waktu masih jaman masih Rm. Marwan. Sampai
sekarang proses rekrut anggota terus menurun dan sedikit sekali yang tertarik gabung di CUPS, soalnya ada
pengalaman buruk itu mas.
7. Ibu Septiana (30th) 2 Kalau di lingkungan pasar Tegal Parang, pengalaman Mas Sigit yang tidak jujur itu membuat banyak anggota CUPS
keluar mas dan tidak percaya lagi.
Kalau saya sendiri, yang menghambat itu sekarang saingan saya itu onlineshop mas. Jelas banget omzet saya turun
drastis. Sekarang sebulan saja untuk bisa dapet untung 3 juta perbulan itu udah kempot-kempot. Jualan banyak yang
tidak laku dan busuk karena kurangnya pembeli. Jadinya saya tahun ini termasuk anggota lalai mas, soalnya angsuran
pinjaman tidak bisa penuh seperti komitmen awal. Saya masih rutin mengangsur tapi angsurannya gak pernah bisa
full. Kalau soal bayar kontrakan lapak sudah aman karena ditalangi CUPS, Cuma bayar angsuran ke CUPS itu yang
ngandat dan target pengembalian tidak tercapai.
8. Ibu Kiyem Handayani
(65th)
2 Mas, biyen aku melu pelatihan karo pendidikan dasar CU. Iku wajib sampe saiki. Nasabahku ono akeh mas, ono pak
Rahmat, bi Ayi, Sopianti, Prita, Rumiati, Ontong. Biyen aku aktivis mas, Ngajak lewat cerito, nabung disik semene2,
terus iso minjam. Ono sing takon, nek minjem into piro mbak? Biyen Aku entuk akeh soale simpananku ono 6 juta,
dadi akeh. Pokoke nek melu CU enak, iso nyilih sewaktu, sing penting lancar setorane.
Tapi 2 tahun iki lagi seret Mas. Simpenanku sing akeh kepotong bayar angsuran utang nang CUPS. Soale warung
jamu lagi sepi, jur wingi kapusan 20 juta soko koncone Bapake nang Wonogiri. Utang 35 juta nang CUPS ra iso
diputer Mas soale gari 15 juta. Sisane ta tukono mete ora bali modal, malahan tombok Mas. Saiki aku bingung
kelimpungan golek angsuran Mas, dados tabungan dikurangi kangge bayar angsuran utang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
9. Ibu Sulastri (36th)
(2013-2015)
(2017-sekarang)
2 Saya belum sampe mikir ke sana mas, yang saya tahu: CUPS memberi modal usaha ke saya, terus saya puter uangnya.
Saya juga tidak punya banyak waktu untuk ikutan pelatihan-pelatihan yang ditawarkan di WA grup. Soalnya saya
sudah sibuk jaga warteg sendirian. Pengennya sich punya satu atau dua orang yang bisa bantu jalanin usaha warteg,
tapi sekarang belum bisa mas.
10. Bpk. Barly 2 Yang mendukung itu plafon pinjaman tiap tahun naik, jadinya saya lebih lega mas. Tapi masalahnya kalau seperti saya
yang sedang jadi anggota lalai, pinjaman itu jadi beban tapi saya butuh. Saya sudah bekerja keras dan tetap berusaha
bisa nyicil sedikit-sedikit. Tapi mau gimana mas, gara-gara saya ikut CU sekarang saya punya tanah dan rumah
sendiri, rumahnya sederhananya sekali. Untungnya sekarang saya tidak dikejar-kejar sewa kontrakan lagi, tapi dikejar-
kejar angsuran di CU. Mau lepas tangan untuk tidak mengurusi kesehatan Ibu saya juga tidak tega, seraba salah
pokoknya mas. Untungnya, CU masih peduli dan menerima setiap kali saya bayar angsuran walaupun tidak penuh.
Mas Doni masih setiap tiap minggu nyamperin saya dan ngobrol bareng. Ini untungnya ikut CU mas, kalau gak ada
CU saya tidak kebayang lagi Mas.
11. E. Dewi Ambarwati 3 Yang menghambat itu mentalitas anggota. Salah satunya ialah 60% anggota CUPS beragama katolik tidak lebih maju
daripada 40% anggota non katolik. Banyak anggota CUPS yang katolik masih terbawa mentalitas karitatif dan kurang
daya kreatif, misalnya: pelatihan kewirausahawan dengan frenchise tidak berdampak banyak bagi para anggota
khususnya anggota Katolik, padahal ada jaringan kerjasama dan sistem jelas dengan frenchise. Mereka cenderung
bersikap ‘menunggu bantuan’. Hal ini juga dipengaruhi oleh beberapa program PSE Gereja Paroki Santa Maria Ratu
yang bersifat karitatif, misalnya memberi bantuan uang dan sembako. Akibatnya muncul kesan bahwa Gereja
bertanggungjawab soal masalah kemiskinan, bukannya kerjasama antara Gereja dan umat untuk meningkatkan
kesejahteraan hidup. Dari proses pendampingan ke anggota, saya menemukan satu permasalahan dalam
pengembangan UKM, yakni: mereka kesulitan untuk promosi produk mereka dan jangkauannya masih terbatas.
Dari pengalaman saya pribadi selama aktif di CUPS, saya merasa dikembangkan dalam hal menentukan rencana atau
planning untuk meningkatkan pendapatan. Tiga tahun terakhir sejak 2017-2019, CUPS memberikan pelatihan
kewirausahaan dan motivasi kepada para anggota, misalnya: di tahun 2017-2019 ada pelatihan menjadi barista,
pelatihan merajut, dan pelatihan shibori; tahun 2018 ada tambahan pelatihan kain perca, beauty class, fotografi, dan
promosi medsos. Bagi saya yang pelatihan yang berdampak ialah pelatihan fotografi dan medsos, mengingat saya suka
fotografi dan sejalan dengan kebutuhan saya. Maka saya dibantu untuk meningkatkan keahlian fotografi, mendesign
produk dan kemudian menjualnya dengan sistem online di plaform online. Di sana saya mendapatkan ide, inovasi,
sekaigus keuntungan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
12. Irene Wiedha Ardhy
Riswari (2015-
sekarang)
3 Hal yang menurut saya mendukung: kalau pelatihan kewirausahaan itu merangsang orang untuk mendapat insight dan
gambaran untuk inovasi menambah pendapat dan promosi. Makin ikut Cu, pendapatan bertambah sebagai sarana
untuk mentriger untuk pengembangan usaha dan bisnis mikro.
Hal yang menghambat itu banyak kebutuhan anggota itu hanya seputar simpan dan pinjam saja. Yang menjadi
tantangan CUPS ke depan adalah membuat bounding yang bisa menggerakkan mereka untuk mau meningkatkan
usaha mikro mereka.
13. Nikolaus Hukulima 3 Menurut saya persoalan enterpreneurship itu terkait dengan pembiasaan. Faktanya banyak dari anggota merasa belum
butuh hal ini, tapi lama-lama kelamaan saya yakin angka partisipasinya bisa naik dan terbiasa. Kalau sudah banyak
anggota yang ikut, itu bisa jadi promosi antar mereka supaya ikutan juga. Ini keyakinan saya bahwa lewat pendidikan,
pelatihan, dan pertemuan intens, mereka dapat dibantu untuk berkembang. Awal bulan lalu saya sosialisasi di Sekolah
Mentari, seorang anggota kami penjual jamu mengundang CUPS untuk promosi aplikasi mobile CUPS. Sekarang ada
beberapa ibu-ibu yang menjaga anak mereka berbondong-bondong untuk ikut bergabung di CUPS. Keyakinan itu
yang membuat saya tetap yakin untuk lajut terus di divisi diklat dan pelatihan.
14. Rianto Hidajat 3 Hal yang menghambat menurut saya itu: respon dan dampak atas minat enterpreneurship belum besar. Ada anggota
CUPS yang sampe juara lomba rajut di tingkat provinsi, tetapu belum sampai pada pengembangan dan perluasan unit
usahanya.
Hal yang mendukung bagi saya itu: sekarang di CUPS ada pelatihan kewirausahaan tetapi feedback belum banyak.
15. Ginta Heniarti 3 Hingga saat ini lahirnya enterpreneurship dari anggota CUPS masih rendah dikarenakan masih kurangnya
pendampingan yang diberikan kepada anggotanya. Hal lain yang menjadi faktor belum terbentuknya enterpreneurship
karena sebagian besar dari anggota CUPS adalah karyawan yang sudah merasa cukup dengan keadaannya saat ini. Ini
yang menjadi tantangan dalam memberikan pendidikan dan pelatihan pada anggota tersebut, tidak jarang juga
pelatihan yang diberikan menjadi kurang tepat sasaran.
16. Suryanto Wijaya 4 Salah satu hambatan dalam pengembangan enterpreneurship itu dimulai dari sisi aktivis dan pengurus sebagai penentu
kebijakan. Kesusahan CUPS terletak pada status relawan atau aktivis itu tidak digaji. Banyak para aktivis yang
awalnya semangat mendampingi para anggota, lama kelamaan hilang. Dengan kata lain keberlanjutannya tidak dapat
dipastikan. Itu pada level rekrutment anggota yang bisa keep touch dengan anggota. Lalu pada level pengurus,
pergantian pengurus menjadi kendala klasik. Titik permasalahannya ialah managemen waktu antara tanggungjawab
pekerjaan dengan voluntary di CUPS. Dua-duanya tidak bisa disambi dan butuh perhatian serius. Sejauh ini yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
masih bertahan lama itu Mbak Dewi. Dia itu karyawan MAP dan saya salut dia bisa membagi waktu antara
pekerjaannya dengan partisipasinya di CUPS. Dia termasuk aktivis yang mau mengemban tugas sebagai ketua
pengurus dan belum ada yang bersedia menggantikan dia. Alasannya ialah belum siap untuk “disibukkan dengan
tuntutan CUPS”. Dia sendiri sudah beberapa kali minta mundur dalam rapat pengurus, tetapi kami masih
mempertahankan dia karena belum ada pengganti yang bersedia apalagi mampu. Bersedia saja sudah sulit, apalagi
kalau berbicara perihal kemampuan. 3 tahun terakhir sejak restrukturisasi tahun 2017, ada kerjasama dan kekompakan
antara pengurus dan pengawas. Tantangan ke depan bagi CUPS adalah membuat bounding para aktivis, membangun
komunitas sahabat dan memaksimalkan usaha pemberdayaan.
17. Rm. Antonius
Sumarwan, SJ
4 Yang mendukung entrepreneurship adalah keharusan untuk mengembangkan hal ini karena kalau ingin CU maju, jiwa
kewirausahaan harus ada baik dalam diri aktivis maupun anggota. Yang menghambat: banyak aktivis baru memahami
kewirausahaan dari sisi teoretis, tetapi belum mencoba menerapkan sendiri. Selain itu, para aktivis juga belum secara
total terjun lebih dalam ke pengalaman anggota yang sudah punya usaha. Jika mereka sungguh terlibat langsung
melihat peluang dan tangangan anggota dalam melakukan usaha, jiwa wirausaha mereka pasti lebih terasah. Pada sisi
lain, dari pihak anggota tidak semua juga berminat untuk mengembangkan usaha mereka lebih lanjut. Cukup banyak
yang sudah merasa puas dengan usaha skala kecil yang sudah mereka jalankan.
B. Elemen 2: Pemberdayaan bercorak inklusif dan menekankan partisipasi aktif
Meningkatkan
kemampuan
practical reason dan
affiliation
Sejauh mana iman Anda memberi motivasi atau menjadi pendorong dalam gerakan pemberdayaan di CUPS sebagai
perwujudan iman Anda, mengingat program dan layanan CUPS itu didasari dan disemangati oleh nilai-nilai kristiani
dan digerakkan oleh PSE Gereja Blok Q?
Sejauh mana keterlibatan Anda di CUPS itu turut berkontribusi dalam pemberdayaan masyarakat yang lebih luas?
1 Ibu Lies Marlina
(2013-sekarang)
1 Saya banyak dibantu dan diberi masukan oleh mereka yang non muslim, termasuk di CUMI PS dulu dan sekarang
CUPS. Saya mengapresiasi positif CUPS karena selalu peduli dan tetap menjaga toleransi dengan selalu mengadakan
buka bersama di kantor dan di wilayah-wilayah dampingan. Nilai terbuka dan saling percaya bisa saya alami sungguh
di CUMI PS dan sekarang di CUPS.
2 Ibu Jasa Riani
Panjaitan (50th)
(2008-sekarang)
1 Saya sich terbantu sejak dulu namanya CUMI PS terus sekarang udah ganti CUPS. Saya tahu ini gerakan Gereja Blok
Q, dan bantuan dari CUPS membuat saya lebih tenang, tapi ya mikir-mikir terus soal angsuran biaya kuliah di
pinjaman Bestari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Kalau saya sih, ada hubungan antara iman saya yang katolik sama CUPS. Saya ini miskin, kadang gak ada harapan
lagi, tetapi justru gara-gara CUMI PS saya bisa punya harapan lagi. Minimal saya bisa bertahan usaha kelontong,
sedikit bantu-bantu bapak yang kerjaannya ikut Go-jek. Kalau kita beriman, saya percaya selalu ada jalan keluar untuk
masalah yang saya hadapi.
3. Ibu Narti (54th) 1 Saya tahu CUPS ini dijalankan sama orang-orang dari Gereja Santa Blok Q. Saya juga sudah sering bekerjasama
dengan mereka di bazar ulang tahun Gereja. Saya tidak masalah dengan agama mereka. Yang saya tahu mereka tetap
menghargai saya sebagai orang muslim, terus mereka tetap mengundang saya pakai Jilbab jualan di bazaar di dalam
Gereja Blok Q. Dari mereka ini, saya jadi belajar untuk bisa peduli dengan umat agama lain, dan saya semakin rajin
beribadah supaya rejeki lancar dan dapet barokah Allah.
4. Ibu Suliyem (51th) 1 Saya itu muslim, tetapi gak masalah kalau orang-orang yang kerja di CUPS itu bukan muslim. Justru mereka
membantu banyak keluarga saya lewat CU. Saya berhutang budi sama mereka. Mereka menjadi motivasi saya untuk
berani juga berbagi keahlian sebagai guru privat anak-anak autis. Soalnya banyak anak-anak yang saja ajar justru
mereka dari umat China dan kristen.
5. Ibu Sri Wahyuni
(50th)
1 Saya kagum sama mereka yang mau peduli dengan masyarakat kecil, terus mau memberi modal untuk usaha dengan
bunga kecil dan angsuran menurun. Di tempat yang “alim ulama” saja mereka kadang memberi bunga besar untuk
pinjaman. Dari pengalaman di CUMI PS terus sekarang CUPS, saya jadi belajar terbuka ke mereka yang berbeda
keyakinan. Contohnya sekarang warung saya di Gandaria City juga banyak menerima pembeli non muslim.
6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Para aktivis CUPS banyak orang Kristen, tetapi justru mereka yang mau peduli sama saya yang butuh bantuan. Kalau
aktivis itu khan tidak dibayar, tetapi mereka tetap siap sedia melayani saya. Nilai kepedulian dan mau solider itu yang
mengesan ke saya. Saya menjadi malu, tapi juga disemangati supaya bisa seperti mereka. Yang sama saya saya tidak
sepeduli itu. Sekarang saya banyak merekrut anggota dari anak-anak saya dan kerabat keluarga untuk ikut CUPS.
Soalnya saya sendiri merasakan banyak manfaat. Sekalipun sekarang saya termasuk anggota lalai tahun 2019. Soalnya
angguran saya sudah setahun ini tidak bisa full. Omzet dagang turun drastis dan cuma naik pas mendekati lebaran aja.
Kondisi saya ini juga sama dengan beberapa anggota CUPS yang sama-sama mengadu nasib buka lapak di Pasar
Tegal Parang. Saya tidak bisa bayar full angsuran pinjaman, tapi tetap rutin bayar hanya tidak bisa full.
7. Ibu Septiana (30th) 2 Saya semakin semangat beribadah mas, mohon tetap diberi barokah supaya dagangan bisa terjual dan laris. Aktivis
CUPS khan banyak orang Kristen tapi mereka tidak mengajak saya pindah agama. Justru kepedulian mereka itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
menggugah saya untuk semakin tekun berdoa dan percaya sama Allah. Sekalipun usaha lagi seret, tapi tetap rajin
ibadah dan tetap mohon doa semoga dagangan laris.
8. Ibu Kiyem Handayani
(65th)
2 Aku saben dino donga mas ben utangku iso lunas. Soale mergo stress mikir utang, guloku munggah dadi ra iso iso
dodolan, nanggur nang omah. Biyen aku ora tahu nunggak, tapi akhir 2018 ngantos saiki 2020 agak seret mas, soale
dagangan sepi karo loro gula.
9. Ibu Sulastri (36th)
(2013-2015)
(2017-sekarang)
2 Bagi saya CUPS itu anugerah Alla mas. Dulu saya terlalu meremehkan CUMI PS, akhirnya kejerat hutang Bank
Keliling, tetapi sekarang saya hanya punya hutang di CUPS, walaupun tahun ini saya dinilai lalai bayar angsuran.
Di CUPS, saya juga membantu promosi ke sesama pedagang warteg untuk ikutan CUPS. Sekarang ada beberapa
temen-temen saya ikutan CUPS.
10. Bpk. Barly 2 Staf CU pasti menyemangati saya mas, kalau saya sering mengeluh soalnya bayaran dari perusahaan tidak bisa untuk
bayar angsuran di CU, habis untuk bayar biaya berobat Ibu saya. Saya tahu staf CU itu orang Kristen tapi mereka
justru bisa memahami kondisi saya sekarang. Kalau di tempat lain, belum tentu ada orang seperti staf CU yang mau
sabar mendengarkan permasalahan saya. Ini pinjaman ke-2 saya di CU yang masuk ke kredit lalai.
Saya sendiri berusaha yakin mas, kalau saya kerja keras, Allah pasti membukakan jalan. Ini iman saya. Staf kantor itu
kristen semua, tapi malahan sering mengingatkan saya supaya tetap kerja keras dan tidak meninggalkan sholat.
Malahan kadang saya malu sendiri Mas, soalnya sering mengeluh ke Allah soal penyakitnya Ibu, tapi kurang
bersyukur kalau berkah untuk saya itu sudah banyak.
11. E. Dewi Ambarwati 3 Keterlibatan saya di CUPS dimulai sejak masa rintisan CUMI PS pada 2008 dan ketika itu saya bagian dari PSE
Gereja Blok Q. Ketika itu saya memaknai keterlibatan di CU dengan menghayati peran Martha yang sibuk bekerja
(pangggilan terlibat di CUMI PS) lebih daripada peran Maria yang duduk diam berdoa (gerakan kharismatik). Bagi
saya sendiri iman tanpa perbuatan mati, itulah sebabnya saya mau terlibat di CU. Panggilan hidup saya sebagai orang
kristiani adalah terlibat di masyarakat, konkretnya terlibat di CUPS dengan pengembangan ekonomi mikro. Saya
merasa bahagia ketika ada anggota yang sukses, dan anggota yang gagal jadi motivasi bagi saya untuk memperbaiki
program dan sistem di CUPS.
Saya itu type orang yang do something, maka mengunjungi, menyapa dan berdialog dengan anggota binaan cukup
saya minati. Tetapi sebagai pengurus, saya dituntut untuk mampu membuat konsep dan program. Di kedua hal itulah,
saya berkontribusi untuk keterlibatan langsung kepada usaha pengentasan persoalan miskin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
12. Irene Wiedha Ardhy
Riswari (2015-
sekarang)
3 Sebagai orang katolik, awalnya aku merasa tidak ada hubungan antara penhayatan iman dengan kegiatan di CUPS.
Setelah berjalan beberapa waktu, penghayatan iman justru semakin dikembangkan dengan membangun kepedulian
sosial dengan tetap setia berkomitmen. Sebagai pribadi aku tidak punya kekayaan untuk bisa peduli dengan
permasalahan orang lain, tetapi ada diide, komitmen, perhatian yang bisa aku terapkan di CUPS sebagai bentuk
ungkapan iman. Sejauh keaktifanku di CU sebagai ungkapan imanku, jadi ada kesinambungan.
13. Nikolaus Hukulima 3 Bagi saya iman itu terintegrasi dengan pengalaman dan tindakan saya sehari-hari. Saya pernah mengalami kegalauan
sebagai warga Jakarta itu ketika bertemu pengemis. Ketika saya kecil di Lembata, di kampung saya membaca Kitab
Suci yang mengajarkan bahwa Kristsu menolong orang miskin dan peduli dengan mereka. Sekarang saya di Jakarta
mau menolong dan peduli dengan mereka, tetapi setelah saya tolong besok mereka miskin lagi. Inilah yang
meyakinkan saya untuk terlibat di CUPS. Karena CUPS membantu mereka lebih percaya diri dan mampu mandiri
secara ekonomi. Saya curahkan tenaga dan pikiran. Ini cara saya untuk bisa memnatu orang lain yang miskin bentuk
penghayatan akan iman yang saya yakini. Saya harus menolong orang lewat pemberdayaan itu.
14. Rianto Hidajat 3 Sebagai pribadi, saya bergabung di CUMI PS karena: saya merasa telah menerima karunia dan berkat dari TUhan.
Tapi saya ingin berkontribusi untuk peduli pada peningkatan kesejahteraan masyarakat kecil dengan microfinance dan
pengalaman saya mengembangkan e-banking justru mendorong untuk semakin terlibat di dalam karya CUPS. CUPS
bagi saya itu sebagai sarana sarana saya terlibat di masyarakat kecil. Saya mencoba menghayati iman akan Kristus
dalam bentuk tindakan dan sikap peduli pada kebutuhan masyarakat kecil di wilayah Jakarta Selatan. Semuanya itu
sebagai ungkapan atas iman saya.
15. Ginta Heniarti 3 Saya seorang muslim, bisa dibilang mejadi minoritas di lingkungan kerja saya saat ini. Namun selama bekerja di
CUPS, saya tidak mengalami kesulitan dalam menjalankannya, karena pada dasarnya semua agama mengajarkan
kebaikan, saling membantu, tolong menolong, dan yang terpenting adalah toleransi.
Saat ini CUPS belum ada program pemberdayaan yang berhasil dijalankan dengan baik, maka dari itu masih perlu
melakukan pemberdayaan kepada anggota-anggotanya dulu jika sudah bisa maksimal baru mulai memberdayakan
masyarakat luas, bisa juga dimulai dari lingkungan sekitar anggta yang berhasil diberdayakan oleh CUPS.
16. Suryanto Wijaya 4 Nilai yang sangat kuat saya rasakan di CUPS adalah komitmen dan kepedulian pada masyarakat kecil. Komitmen itu
saya rasakan begitu konkret terkait dengan posisi saya di aktivis dan pengurus. Keterlibatan dalam CUPS menuntut
adanya komitmen sebagai bentuk pertanggungjawaban atas tugas dan kewenangan yang saya miliki. Seperti yang
sudah saya sampaikan sebelumnya, saya miskin pengalaman berinteraksi dan terlibat dalam masyarakat miskin di kota
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Jakarta. Justru lewat CUPS, saya bisa berinteraksi, berdialog bahkan membantu mereka mengatasi permasalahan
mereka. Semakin saya terlibat di CUPS, semakin kongkret penghayatan iman saya akan Kristus yang juga peduli dan
punya hati untuk mereka.
17. Rm. Antonius
Sumarwan, SJ
4 https://www.academia.edu/38172518/Kejutan_Yang_Membahagian_Keterlibatan_saya_dalam_gerakan_Credit_Union
Mengembangkan
partisipasi pribadi
ke masyarakat
sebagai tindakan
atau usaha
pemberdayaan,
yakni: keterlibatan
dalam proses politik,
ekonomi, dan
pengembangan
budaya untuk
pengambilan
keputusan atau
kebijakan
Sejauh mana roadmap dan rencana strategis CUPS itu menjawab kebutuhan dan persoalan ekonomi yang Anda
hadapi termasuk keterlibatan sosial di masyarakat, terlebih pengembangan microfinance dan pemberdayaan bagi
masyarakat miskin di Jakarta Selatan?
1 Ibu Lies Marlina
(2013-sekarang)
1 Saya tahu sedikit karena beberapa kali ikut pelatihan untuk mendampingi kelompok waktu masih CUMI PS. Tetapi
sekarang waktu udah ganti CUPS dan orderan saya makin banyak, saya cenderung jarang ikut pelatihan hanya sesekali
memotivasi anggota rekrutan saya untuk rutin dan disiplin bayar angsuran mingguan untuk simpanan dan pinjaman.
Bagi saya itu sudah cukup membantu, setidaknya mulai bisa hidup sejahtera. Tahu punya hutang, tetapi tidak kawatir
dan tetap bisa menabung.
2 Ibu Jasa Riani
Panjaitan (50th)
(2008-sekarang)
1 Dulu jaman masih CUMI PS, saya sungguh dibantu untuk bayar sewa kontrakan terus pinjaman lagi (Ikhtiar) untuk
modal usaha memberi barang-barang untuk warung saya sampe bisa bertahan sekarang.
Tapi sekarang syarat-syarat untuk bisa meminjam makin ribet dan butuh waktu lama kadang seminggu lebih. Saya ini
lagi mengajukan pinjaman Ikhtiar untuk memulai usaha kontrakan di parung. Kebetulan saya punya lahan di sana,
daripada kosong mau saya buat kontrakan lumayan bisa bantu-bantu nambah penghasilan soalnya warung juga sepi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Tapi gara-gara angsuran pinjaman Bestari yang terakhir untuk bayar kuliah dua anak saya tidk bisa full, jadinya masih
lama dan sulit untuk mengajukan pinjaman modal usaha. Mohonlah saya dibantu, soalnya saya juga masih kesulitan
selama anak masih kuliah semua, masa sampe sekarang pengajuan pinjaman saya belum disetujui padahal saya ikut
CU sudah lama juga.
3. Ibu Narti (54th) 1 CUPS membantu saya yang janda anak 3 mengatasi kesulitan ekonomi untuk modal usaha kecil-kecilan jualan bubur
sumsum dan bisa lancar bayar kontrakan rumah 7 juta setahun.
4. Ibu Suliyem (51th) 1 Yang saya tahu pinjaman di CUPS itu bunga dan angsuran itu menurun. Sistem ini yang sangat membantu saya
apalagi untuk pinjaman Bestari itu khan uangnya tidak muter hanya pinjam terus habis dan harus mengangsur. Soal
mikrofinance saya belum tertarik karena masih sibuk jadi guru privat dan ngurus pendidikan anak-anak, jadi belum
pernah pinjam Ikhtiar.
5. Ibu Sri Wahyuni
(50th)
1 Yang sangat membantu saya di usaha catering itu plafon pinjaman yang lumayan bisa bantu beli perlengkapan
catering. Berkat CUPS, secara keuangan dan modal usaha, saya lebih PD untuk usaha catering dan mulai mikir untuk
berani daftar ke Go-food. Jadi saya merasa dibantu mengembangkan microfinance dari usaha rumahan sampai
sekarang punya catering, walaupun rumah masih ngontrak.
6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Yang sangat membantu saya itu sekalipun saya masuk jadi anggota yang lalai, tapi tetap diperhatikan, kadang ditanya
gimana perkembangan dagangan, bisa bayar angsuran tidak bulan ini. Mereka tetap peduli ke saya, dan tetap rutin
mengingatkan untuk angsuran. Jadinya saya tidak malu-malu bilang dan konsultasi soal kesulitan saya ke mas Rafael
atau kadang ke Mas Doni.
7. Ibu Septiana (30th) 2 Pinjaman di CUPS itu menyelematkan saya mas. Soalnya gara-gara ikut CUPS saya bisa punya rumah sendiri dan bisa
bayar kontrakan lapak pasar. Jelas ini bukti kalau CUPS terlibat di masyarakat kecil.
8. Ibu Kiyem Handayani
(65th)
2 Ora ngerti mas, saiki sing ta pikir piye carane bayar angsuran sitik-sitik.
9. Ibu Sulastri (36th)
(2013-2015)
(2017-sekarang)
2 Yang saya tahu pinjaman CUPS itu bunganya rendah, angsuran makin lama turun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
10. Bpk. Barly 2 Tidak tahu soal itu mas, yang saya tahu sistem di CUPS itu angsuran dan bunga pinjaman menurun. Ini yang
membantu saya.
11. E. Dewi Ambarwati 3 CUPS awalnya belum memiliki program pemberdayaan dan hanya mengandalkan pendampingan dalam hal tata kelola
dan perencanaan keuangan. Program pemberdayaan dalam bentuk pelatihan kewirausahaan baru dimulai setelah
kegiatan studi banding ke CU Sauan Sibarrung di Toraja. Di sana CU membantu usaha pemberdayaan pertanian
bekerjasama dengan dinas pertanian dan pemberdayaan perternakan dengan dinas perternakan, misalnya perternakan
babi. Pertanyaan bagi CUPS adalah apa yang dibutuhkan oleh masyarakat Jakarta saat ini? Jawabannya itu
pengembangan dan inovasi usaha mikro, maka usaha pertama tahun 2017 diadakan pelatihan merajut, shibori, dan
barista kopi. Lalu usaha lanjutan di tahun 2018 diadakan pelatihan fotografi, media sosial, kain perca dan pelatihan
kecantikan dan ternyata diminati anggota khususnya pelatihan merias. Selain itu, CUPS juga mengajak anggota untuk
ikut pameran atau bazaar di berbagai kegiatan.
12. Irene Wiedha Ardhy
Riswari (2015-
sekarang)
3 Business plan tahun 2019 menurutku lebih nyata dalam hal pelatihan pemberdayaan, sebagai tindak lanjut dari
pembangunan komunitas. Program ini lebih spesifik ke kegiatan-kegiatan kewirausahaan. Tapi bounding antar
anggota dalam komunitas itu yang perlu dipikirkan lebih lajut.
Aku memikirakan kalau ada kelas reguler di luar CERDAS yang diadakan setiap bulan, hanya apa yang belum tahu
bentuknya seperti apa, misalnya: klinik usaha mikro untuk anggota supaya bisa konsultasi usaha mereka. Faktanya
broadcast WA grup masih mendapat respon lambat bahkan hampir tidak ada respon, Cuma sebatas di-read doang.
Kemaren kita mengundah Yoris Sebastian (Wirausahawan yang sering muncul di Metro TV) dan Mas Bowo
(komunitas hype). Kira-kira permasalahannya permasalahan utama mereka itu apa, supaya bisa jadi fokus
penanganannya. Tapi ternyata permasalahan mereka belum sampai pada tahap permasalahan yang sedang hype di
kalangan pasar anak muda atau ekonomi bisnis. Bisa jadi kecenderungan sebagai anggota karyawan sebagian besar
lebih suka menyimpan dana saja. Wirausaha yang jumlah 40% masih sibuk dengan usaha mereka memenuhi
kebutuhan mereka. Terkadang ada gap antara pemikiran di tataran stakeholder belum sejalan dengan kebutuhan
mereka.
Menurutku problemnya itu yang ikut pelatihan hanya itu-itu saja dan variasinya sangat rendah. Dulu CUPS pernah ada
acara menghadirkan konsultan makanan, tetapi kembali respon para anggota yang bergerak di usaha mikro renpon
lambat dan mereka lebih fokus ke orderan mereka.
13. Nikolaus Hukulima 3 Harus diakui bersama bahwa Businees plan masih ada banyak yang belum tercapai dan perlu usaha keras untuk
dicapai bersama-sama. Dalam Businees plan, CUMI tidak akan mandiri kalau mau masuk menjadi lembaga mandiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Maka CUMI PS diubah menjadi CUPS (2017). Kalau dulu CUMI PS, kita turun dan ketemu anggota untuk
pendampingan, penagihan. Tetapi ketika dirubah menjadi CUPS anggota harus lebih aktif datang ke kantor. Perubahan
ini perlu pembiasaan, sekalipun untuk turun ke bawah masih dilakukan Cuma intensitasnya tidak sebanyak dulu.
Resources-nya lebih sedikit untuk kecil dan bisa menekan biaya operasional. Kesadaran yang dibangun CUPS:
anggota adalah lembaga dan pemilik dari CU itu sendiri. Sekarang CUPS memiliki 1000 anggota, dan orang mulai
terbuka dan mau datang.
14. Rianto Hidajat 3 Dari sisi anggota, meerka masih belum menyadari konteks peran CU secara menyeluruh, misalnya apakah ada dampak
dari perubahan kebijakan sistem pinjaman dalam hal plafon dan presentasi bunga. Idealnya business plan itu
menjawab kebutuhan mereka, karena data-data analisis yang dipakai itu ambil data yang diperoleh staf saat turun ke
bawah. Misalnya plafon pinjaman konsuntif untuk kebutuhan akan motor 25 juta, di tahun 2020 naik 35-40 juta
menyesuaikan data lapangan. Maka ini sebenarnya peluang bagi manajemen untuk terus membangun dialog dan relasi
dengan anggota.
Harus diakui bersama bahwa jumlah anggota semakin banyak mengakibatkan pendampingan menjadi terbatas,
mengingat staf tidak bertambah dari sisi jumlah. Dari CUPS mencoba tetap berhubungan dengan anggota ialah sistem
surve untuk pinjaman. Memang belum maksimal, sekarang di tahun 2019 hanya 30% anggota meminjam. Segmentasi
anggota yang berprofesi sebagai karyawan belum banyak terlibat dalam pengajuan pinjaman.
15. Ginta Heniarti 3 Setiap akhir tahun CUPS mengadakan Business Plan (rencana kerja 1 tahun ke depan) dan Strategic Planning (5 tahun
sekali), di mana dilakukan evaluasi atas pencapaian kerja selama tahun berjalan dan membuat roadmap program kerja
apa saja yang akan dilaksanakan untuk menjawab persoalan dan kebutuhan anggota di tahun mendatang, di antaranya
inovasi produk simpan pinjam, rekrutmen anggota, program pendidikan dan pelatihan untuk mengangkat ekonomi
anggota, pendampingan usaha anggota, dst.
16. Suryanto Wijaya 4 Kalau di perkotaan, masyarakat terbiasa dengan sistem online; BTPN sudah memiki target mikro (genesis BTPN) atau
Vintex (aset alokasi: investor, 50 juta bisa dipinjam ke berbagai pinjaman di atas 12% sehingga dana 50 juta bisa tidak
diragukan (analisis rasio pearls leanding). Sebaliknya di CUPS memberi fokus pada usaha pemberdayaan dan
benefitnya juga besar. Lembaga keuangan lain menggunakan profit oriented, sedangkan CUPS sekalipun profit
oriented tetapi masih lingkaran pemberdayaan.
Konkretnya target pinjaman beredar harus bisa mencapai 70% baru bisa Fee to Fee, sedangkan di CUPS baru sampai
50% saja. Pinjaman + total aset masih sekitar 50%. Harusnya lebih bisa menjadi ke 70% lound depositr resoult (LDR)
supaya lebih stabil secara keuangan dan bisnis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Di sisi lain, kecenderungan anggota CUPS adalah adanya banyak keraguannya, tapi sejauh ini hinggta tahun 2019,
KL, MPL di CUPS masih di bawah 5% dalam analisa rasio preals. Artinya bahwa secara keuangan, CUPS itu sehat.
17. Rm. Antonius
Sumarwan, SJ
4 Rencana Strategis CUPS saat ini terutama difokuskan pada peningkatan kapasitas organisasi sehingga menjadi CU
yang berkelanjutan (mandiri secara finansial). Dengan demikian, pelayanan CUPS, yang lebih diproritaskan bagi
mereka yang miskin, dapat terus belanjut dan menjangkau semakin banyak orang. Secara umum rencana-rencana yang
ditetapkan sudah berjalan baik. Namun, mengajak orang kecil untuk berproses dalam pemberdayaan memang tidak
mudah. Kebanyak orang jalan instan saja. Selain itu, belum semua aktivis juga siap untuk terlibat secara total.
Mengembangkan
dan menekankan
tindakan yang lahir
dari kehendak bebas
Sejauh mana Anda sebagai anggota CUPS sungguh diberi kebebasan memilih dalam proses pendampingan dan
edukasi untuk menentukan produk dan layanan yang Anda butuhkan dalam usaha peningkatan kesejahteraan?
1 Ibu Lies Marlina
(2013-sekarang)
1 Saya terbantu dengan sistem di CUPS, khususnya pinjaman dengan bunga menurun. Satu hal yang saya suka itu kita
harus ikut pelatihan dan pendampingan CERDAS dulu sebelum mengajukan pinjaman. Di sana saya dibantu untuk
tahu permasalahan saya dan menentukan strategi untuk mengatasinya.
CUPS penting bagi saya karena membantu untuk modal usaha dan dan pendidikan anak. Saya mengajukan pinjaman
pertama itu sebesar Rp 2.000.000,- ditambah saldo simpanan. Pinjaman itu saya pakai untuk model usaha membeli
bahan-bahan makanan dan snack untuk dijual kembali di depan rumah.
Menurut saya, ada perubahan sistem di CUPS. Dulu waktu masih CUMI PS, sebagai anggota saya harus menabung
dulu beberapa waktu dan baru bisa pinjam. Pinjaman maksimal sebesar Rp 500.000,-. Sekarang dengan CUPS, pilihan
simpanan dan pinjaman lebih bervariasi dan membantu saya mengatasi permasalahan modal usaha.
2 Ibu Jasa Riani
Panjaitan (50th)
(2008-sekarang)
1 Sejak CUMI PS sampe sekarang CUPS, saya bebas menentukan simpanan yang mau saya pakai. Staf kantor bantu
memberi pandangan soal macem-macem pinjaman yang bisa membantu saya. Sekarang di CUPS sudah jarang
kumpul-kumpul kelompok basis seperti waktu masih CUMI PS.
3. Ibu Narti (54th) 1 Dulu saya sempet takut untuk gabung CUMI PS, soalnya denger-denger gak beda jauh sama Bank Keliling, bedanya
cuma bunganya lebih kecil. Tapi setelah saya pinjam pertama dan merasakan manfaatnya. Jadi ketagihan dan sudah 4x
pinjam, dan tidak pusing untuk angsurannya. Yang pasti setiap kali saya pinjam itu pasti karena benar-benar butuh dan
tidak pernah menyalah gunakan untuk kepentingan lain. Setiap kali sebelum pinjam, saya konsultasi dulu sama staf
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
kantor dulu sama Mas Roni, sekarang Mas Rafael. Terus saya diberi kebebasan memilih pinjamannya apa, mau
diangsur berapa tahun terus angsurannya kuatnya berapa. Begitu mas.
Yang wajib diikuti sebagai anggota itu CERDAS. Kalau belum ikut CERDAS gak boleh mengajukan pinjaman. Kalau
ikut CERDAS itu ada sertifikatnya mas untuk bukti.
4. Ibu Suliyem (51th) 1 Saya bebas sich menentukan mau ikut simpanan apa aja. Yang paling besar saya ikut itu Simapan, dan karena
simpanan saya cukup lumayan, jadinya udah bisa pinjam di atas 10 juta. Sebelum pinjam selalu saya konsultasi sama
staf kantor, terus ditawari pilihan mau yang mana, berapa lama ngangsur terus mau berapa angsuran mingguannya.
Karena masih pakai angsuran mingguan, jadinya hutangnya tidak berasa terlalu berat.
5. Ibu Sri Wahyuni
(50th)
1 Tabungan saya tidak banyak, tapi pinjaman saya sudah banyak dan sampe 20 juta. Gara-gara itu usaha saya
berkembang mas, dan tidak takut untuk kredit macet. Kalau saya jujur dan iklas, pasti ada aja barokahnya ke usaha
saya jadi bisa bayar angsuran sekaligus sedikit-sedikit nabung.
Yang wajib itu ikut CERDAS, gak bisa ditawar-tawar.
6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 CUPS memberi kebebasan ke anggotanya dan tetap mendorong untuk berusaha. Saya bebas memilih mau ikut
simpanan dan pinjaman yang saya butuhkan. Saya juga tetap didampingi dan disemangati untuk terus jualan,
sekalipun lagi masa sulit.
7. Ibu Septiana (30th) 2 CUPS memberi kebebasan kok ke anggotanya, cuma yang diwajibkan itu ikut CERDAS baru bisa mengajukan
pinjaman sama tetap rutin angguran sekalipun belum bisa bayar full.
8. Ibu Kiyem Handayani
(65th)
2 Nang CUPS bebas kok mas arep milih simpenan opo we, karo dibantu milih pinjeman sing cocok.
9. Ibu Sulastri (36th)
(2013-2015)
(2017-sekarang)
2 Sekalipun saya sudah pernah ikut CUMI PS dulu, tetapi sistem yang sekarang di CUPS memang agak ribet untuk
mengajukan pinjaman.
10. Bpk. Barly 2 Jelas mas soal itu, saya didampingi untuk memilih simpanan dan pinjaman mana yang paling saya butuhkan. Pinjaman
terakhir untuk bayar cicilan terakhir rumah 50 juta. Saya pengen pinjaman yang besar sekalian untuk rencana isteri
buka usaha, tapi saya pilih untuk ambil pinjaman Griya dulu. Ini khan cicilan terakhir, jadi tanah dan rumah yang di
bogor sudah jadi milik saya. Saya lega rasanya, tapi ya masih belum selesai angsurannya di CU.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
11. E. Dewi Ambarwati 3 Anggota diberi kebebasan penuh untuk menentukan produk dan layanan yang diperlukan. CUPS lebih mendorong
dengan sistem, edukasi, dan motivasi agar anggota lebih terlibat di kegiatan CUPS, misalnya: memotivasi anggota
supaya simpanan harus 50% di atas simpanan rata-rata anggota. Dalam konteks ini CUPS hanya bisa menghimbau dan
tidak bisa memaksa. CUPS harus menjaga keseimbangan antara pinjaman dan simpanan.
12. Irene Wiedha Ardhy
Riswari (2015-
sekarang)
3 Kalau di CUPS, tipe anggotanya sudah memiliki tujuan tertentu. Maka inisiatif pertama dari anggota, CUPS lebih
memberikan pilihan untuk alternatif produk simpanan yang akan diambil termasuk menentukan nominal masing-
masing simpanan termasuk juga soal pinjaman. Soal pinjaman, mereka lebih jago dan punya strategi untuk
mengatasinya dengan bantuan CUPS. CUPS lebih memberikan wawasan dari pengalaman anggota sebelumnya.
13. Nikolaus Hukulima 3 Dalam CUPS, setiap anggota diberi kebebasan penuh menentukan pilihan produk yang hendak dipilih dan disesuaikan
dengan kemampuan dari anggota itu sendiri. Staf biasanya akan memberi motivasi dan gambaran perihal produk dan
mafaatnya bagi anggota CUPS.
14. Rianto Hidajat 3 Dari sisi pinjaman: tujuan utama pinjaman CUPS itu untuk membantu anggota tanpa merugikan lembaga CUPS
sendiri. Misalnya pinjam motor 35 juta selama prestasinya baik, di kenal CUPS, kita bisa membantu. Guideline tetap
ada tetapi penerapannya juga tidak kaku.
Soal produk, kita memberikan kebebasan penuh kepada mereka. Dalam situasi tertentu, terkadang anggota
mengajukan pinjaman untuk orang tua yang sakit kadang ke hak guna atau pinjaman untuk barang-barang konsuntif.
Maka CUPS selalu menekankan ke staf kredit soal pentingnya memperhatikan background dan trackrecord mereka.
Selain itu kita juga tetap kritis memahami anggota dan menganalisa bahwa dana tersebut mau digunakan untuk apa,
misalnya: CUPS meminta bukti otentik berupa surat tagihan. Di CUPS, anggota bisa menggunakan dua produk
pinjaman sekaligus.
15. Ginta Heniarti 3 Saat anggota baru bergabung, anggota wajib mengikuti pendidikan dasar yang kami sebut CERDAS (pencerahan
Dasar). Ada beberapa modul yang diberikan ke anggota, salah satunya ada pola kebijakan produk pelayanan. Anggota
diberikan edukasi mengenai produk dan pelayanan apa saja diberikan CUPS untuk anggotanya, anggota bebas
menemukan pilihan sesuai kebutuhannya.
16. Suryanto Wijaya 4 Komunitas CUPS di tahun 2019 sudah bagus mendapatkan anggota melampaui 1000 anggota. Di satu sisi CUPS tetap
menjunjung tinggi kebebasan dan kejujuran anggota dalam hal apply produk CUPS, tetapi tetap hati-hati dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
memberikan pinjaman. Karena CUPS punya pengalaman buruk saat membuka kantor pelayanan di Tigaraksa dan
Pasar Kemis Tangerang.
Sejauh ini nilai ketelitian menjadi value yang sangat ditekankan, misalnya kredit macet harus ditekan di bawah 5%
sebagai indikator keberhasilan dan kesehatan keuangan CUPS. Maka dalam sistem CUPS 3 bulan awal, anggota tidak
bisa pinjam melainkan harus berlatih mengangsur simpanan terlebih dahulu dan wajib ikut pelatihan CERDAS, agar
mereka menjiwai semangat CU.
17. Rm. Antonius
Sumarwan, SJ
4 Semua aktivis diberi kebebasan untuk berkontribusi sesuai dengan minat dan kemampuan mereka.
Memberikan ragam
pilihan produk dan
layanan yang
ditawarkan
Sejauh mana ragam pilihan produk dan layanan CUPS itu efektif meningkatkan kesejahteraan anggotanya dan
pemberdayaan masyarakat?
Hal-hal apa saja yang perlu dikembangkan lebih lanjut oleh CUPS agar mendukung pemberdayaan dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan khususnya para anggotanya?
1 Ibu Lies Marlina
(2013-sekarang)
1 Saya ikut di simpanan pendidikan (Pandai), Sihari, Simapan, Simus, dan sudah tiga kali mengajukan pinjaman modal
usaha (Ikhtiar). Kalau bisa bunga simpanan diperbesar, bunga pinjaman direndahin.
2 Ibu Jasa Riani
Panjaitan (50th)
(2008-sekarang)
1 Saya terbantu untuk pinjaman Ikhtiar soalnya uangnya bisa diputer terus bisa dapat untung. Saya juga mengajukan
pinjaman 50 juta (Ikhtiar) untuk buka kontrakan di Parung, Bogor. Soalnya di sana prospek kontrakan masih banyak
dibutuhkan terus diminati. Kita baru buat pondasi sudah ada yang menawar untuk menempati kost yang ladi dibangun.
Sejak 2008, saya dibantu CUMI PS untuk terbiasa membuat perencanaan secara jelas dan realistis karena sesuai uang
yang ada, mulai dari pinjaman pertama 500 ribu (2008) sampai sekarang 50juta (2019). Walaupun masih seputar
bagaimana caranya muter uang, dapet untung dari usaha, terus bisa membayar angsuran di CUPS.
3. Ibu Narti (54th) 1 Yang pertama membantu itu pelatihan CERDAS, supaya kita tahu masalah kita dan bisa membuat rencana
mengatasinya. Terus yang membantu saya jelas pinjaman dengan bunga dan angsuran menurun dan dibayar
mingguan. Kalau di Bank Keliling itu ada bayaran harian, mingguan, bulanan plus bunga. Kalau di CUPS itu
mingguan, bunga rendah dan rutin jadi gak terlalu berat untuk saya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
4. Ibu Suliyem (51th) 1 Yang sangat membantu saya itu ada simpanan Simapan, karena saya tidak punya usaha jadi ini salah satu alternatif
yang paling mungkin dan aman diangsur bulanan. Selain Simapan, saya juga ikut Sihari sama Pandai.
5. Ibu Sri Wahyuni
(50th)
1 Yang membantu saya jelas pinjaman Ikhtiar dan sudah 5x sampe angka 20 juta. Untuk itu, saya menguatkan simpanan
Simus supaya dapet plafon besar di Ikhtiar. Saya lebih percaya dan PD pinjam di CUPS daripada di Bank, dan sudah
terbukti bisa menyejahterakan keluarga saya. Usaha lancar, uang kontrakan rumah dan kontrakan warung bisa teratasi
dan bisa nabung sedikit-sedikit. Harapannya bisa punya rumah sendiri dan memperbesar catering.
6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Pinjaman Ikhtiar terakhir saya pinjam 20 juta untuk bayar kontrakan dan modal usaha dagang. Berkat CUPS sekarang
saya sudah punya lapak sendiri di Pasar Tegal Parang. Sebelumnya saya jualan di emperan dan sampai jam 10 pagi
saja. Sekarang di lapak saya bisa jualan sampai malam hari. Hanya masalahnya masih sama, pembeli berkurang dan
kalah sama onlineshop. Masalah ini masih belum bisa diatasi mas, belum tahu mau diapakan dan gimana caranya.
7. Ibu Septiana (30th) 2 Yang sangat membantu saya itu pinjaman Aguna dari CUPS. Saya pinjam pertama 500 ribu (2013), sekarang sudah
100 juta (2018) untuk nambahi uang tabungan supaya bisa beli rumah. Saya banyak dibantu supaya pinjaman itu
segera bisa dicairkan. Sekarang saya sudah lega punya rumah. Sekarang saya tidak pusing-pusing bayar kontrakan
setiap tahun. Sekarang saya tinggal mikir bagaimana caranya muter uang dagangan supaya tetap bisa lancar bayar
angsuran pinjaman.
8. Ibu Kiyem Handayani
(65th)
2 Nang CUPS iki ono pinjaman modal usaha, terus disempen maneh nang tabungan. Dagangan saiki angel mas podo
amblek kabeh, akeh sing pindah nang kerawang. Dodolan makanan saiki yo kalah haro warung padang-an 12 rebu
wes warek.
9. Ibu Sulastri (36th)
(2013-2015)
(2017-sekarang)
2 Pinjaman Aguna itu yang sering saya pakai, ini sudah pinjaman ke-8 dan terakhir saya pinjam 40 juta untuk bayar
angsuran rumah dan tanah. Dari CUPS saya sudah pinjam total 200 juta masih pelunasan hutang terakhir 40 juta masih
utang 16 juta. Tahun 2019 ini saya menjadi anggota lalai mas, soalnya sudah beberapa bulan ini angsuran saya belum
bisa penuh. Harusnya tiap bulan sekitar 4 juta, tetapi mentok-mentok hanya 3 juta bahkan lebih sering kurang dari 3
juta. Masalahnya sejak habis lebaran 2019, omzet warteg turun hampir setengah mas. Jadinya muter uangnya jadi sulit
mas, apalagi grobak yang dijalankan juga hasilnya bak-buk (impas), kalau ada untungnya kecil sekali, uangnya tidak
bisa diputer.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Usaha sampingan saya dan suami itu menyewakan 8 gerobak kaki lima untuk bantu menaikkan omzet warteg. Mbok
ya ada pendampingan dari CUPS. Sekalipun saya sekarang jadi anggota lalai, mbok ya dibantu promosi atau
mengelola supaya usaha sampingan ini maju.
10. Bpk. Barly 2 Di CU, simpanan bisa dipakai untuk bayar angsuran kalau kepepet sekali. Ada beberapa kali angsuran saya tidak bisa
bayar, jadinya simpanan saya diambil untuk bantu bayar angsuran. Yang penting tetap rutin bayar angsuran, tapi tidak
penuh Mas angsurannya.
Mungkin perlu ada alternatif solusi mas untuk saya yang dulu lancar sekarang jadi anggota lalai. Saya sudah bekerja
keras, tapi tetap tidak bisa bayar penuh. Saya harus membiayai pengobatan ibu saya yang setiap minggu harus cuci
darah di rumah sakit. Jadinya keuntungan berdagang roti saya gunakan untuk menebus resep obat ibu, kalau biaya cuci
darah sudah ditanggung BPJS.
11. E. Dewi Ambarwati 3 CUPS memiliki simpanan dan pinjaman yang berkaitan, misalnya pinjaman Bestari (pinjaman pendidikan) dan
simpanan Pandai (simpanan pendidikan) dengan suku bunga rendah. Dari sistem, hubungan kedua produk layanan itu
menguntungkan CUPS. Saya pernah mempunyai pengalaman saat adik menikah, pinjaman dari CUPS sangat
membantu dengan bunga pinjaman rendah dan bisa direncanakan jauh-jauh hari sebelumnya. Menurut saya yang
penting dalam ber-CU adalah menentukan strategi dalam mengatasi permasalahan yang mungkin akan dihadapi.
Menurut saya, di sanalah CUPS itu memiliki peran pemberdayaan bagi anggotanya.
Menurut saya yang perlu ditingkatkan adalah pendamping dandan pembentukan komunitas-komunitas yang sudah
dipetakan. Tujuannya agar dalam memberikan pelatihan itu sungguh menjawab kebutuhan anggota dan tepat sasaran.
12. Irene Wiedha Ardhy
Riswari (2015-
sekarang)
3 Mungkin perlu dipikirkan misalnya ada klinik usaha dalam bentuk pelatihan reguler yang diperlukan dan sering
dilakukan. Yang perlu dijangkau adalah anggota under 30 tahun atau generasi milenial yang potensial untuk
dikembangkan dan didampingi. CUPS bisa memfasilitasi dengan dana untuk mengembangkan keahlian, misalnya: edit
video atau jualan foto, promosi produk makanan via onlineshop. Hanya menurut aku, tantangannya adalah
karakteristik milenial yang tidak mau dikekang, tetapi di sisi lain anak milenial agak resisten dengan CU yang identik
dengan usaha ibu-ibu. Ini perlu disikapi secara bijak. Di satu sisi mereka harus berani berubah dan beradaptasi, di sisi
lain mereka masih harus berjuang bertahan hidup.
13. Nikolaus Hukulima 3 Lewat aplikasi CUPS online diharapkan menjadi sarana promosi bagi 60% anggota karyawan dan 40% anggota dari
unit usaha. Untuk 60% anggota karyawan, inovasi online menjadi hal yang biasa bagi mereka dan merupakan
kebutuhan. Tetapi bagi 40% anggota unit usaha yang sibuk dengan barang dagangan mereka, tidak semua melek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
teknologi, maka strateginya ialah: minta bantuan lewat anak-anak mereka yang milenial untuk membantu mengakses
mobile online. Harapannya dengan fasilitas online, layanan produk semakin dikenal dan semakin banyak diakses dan
digunakan oleh para anggota CUPS. Strategi lain yang sudah digunakan ialah
sosialisasi aplikasi CU Online lewat pendidikan CERDAS untuk menjelaskan dan sharing perihal manfaat mobile
CUPS dan promosi PMT.
14. Rianto Hidajat 3 Menurut saya pribadi yang sekiranya yang bisa dibantu adalah pengembangan usaha, misalnya: anggota yang menjual
jamu didampingi supaya berani masuk ke bisnis online. Yang saya pikirkan adalah fokus ke anggota yang sudah
punya usaha, di mana CUPS kita membantu untuk promosi, misalnya fotografi dan promosi. Kalau untuk anggota
karyawan, mereka punya usaha sampingan untuk income tambahan. Kalau orang bicara tentang kesejahteraan maka
sejahtera itu ditandai dengan kemampuan membeli barang dan meningkatkan income. Jadi peningkatan income
menjadi penting. Teknologi digital memungkinkan hal tersebut dapat direalisasikan. Dengan investasi kecil, dan bisa
berkembang besar, misalnya: pengembangan donat or puding rumahan bisa buka outlet sendiri dan bisa promosi di IG
atau media sosial lainnya.
15. Ginta Heniarti 3 Sampai saat ini belum 100% produk dan pelayanan CUPS mampu menjangkau atau menjadi solusi atas semua
permasalahan anggota. Namun cukup banyak yang terbantu dengan produk dan layanan yang diberikan. Sebagai
contoh, produk pinjaman modal usaha (Ikhtiar) sampai saat ini masih menjadi produk unggulan begitu juga dengan
pinjaman pendidikan (bestari) di mana setiap kali tahun ajaran baru banyak anggota yang mengajukan pinjaman ini.
Pinjaman Wahana untuk membeli sepeda moto juga sedang giat kami promosikan. Semua produk pinjaman CUPS
setiap tahunnya mengalami penurunan bunga pinjaman dan bisa semakin bersaing dengan lembaga keuangan lain.
Yang harus selalu dikembangkan adalah pendidikan dan pemberdayaan, bukan hanya anggtanya tetapi juga para
SDM-nya (Pengurus, Pengawas, Manajemen, Aktivis). Saat ini semua masih sama-sama belajar dalam mengelola CU
yang baik, agar dapat membantu para anggotanya. Jika SDM-nya tidak diberikan pendidikan atau pelatihan,
bagaimana bisa mengedukasi dan memberdayakan anggotanya.
16. Suryanto Wijaya 4 Dalam sejarah, CUMI PS memiliki relasi yang erat dengan CUBG. Sampai pada satu titik, CUBG sepakat mengambil
market golongan atas dan CUMI PS mengambil segmen golongan bawah. Tetapi supaya tidak terjadi overlaping,
CUBG keluar dari kerasulan PSE Gereja Blok Q. Hal ini menguntungkan CUPS karena anggota CUBG kemudian
masuk ke CUPS.
Implikasinya sekarang di CUPS 60% itu anggota yang berprofesi sebagai karyawan perusahaan (middle-hight) dan
40% itu anggota yang berprofesi pedagang dengan unit usaha mikro. Mengapa keryawan 60%, 40% unit usaha? Dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
tata kelola managemen keuangan, pilihan posisi 60% itu dapat menstabilkan CUPS. Kalau 40% unit usaha besar dan
managemen tidak siap, bisa berbahaya pada manajemen keuangan CUPS sendiri. Untuk meningkatkan perputaran dan
perolehan uang di tingkat 40% ini membutuhkan effort besar, maka solusinya ialah menggenjot presentasi 60%
anggota dengan sarana digitalisasi. Bagi anggota karyawan, persoalan digitalitasi dan sistem online itu hal yang biasa,
tetapi bagi sebagian besar anggota yang termasuk 40% UKM digitalisai dan sistem online perlu sosialisasi dan
pembiasaan.
Mengapa karyawan dipiliah sebagai segentasi dalam pelayanan CUPS? Jawabannya kita butuh mereka, dan kita bisa
membantu mereka untuk juga mau peduli pada masyarakat kelas bawah dengan sistem di CUPS. Caranya: kita bisa
membuka kerjasama dengan perusahaan. Kalau mereka lalai, kita bisa mendapat jaminan dari Perusahaan pada kasus
kredit lali (be to be). Di tahun 2019 sudah ada beberapa perusahaan yang bekerjasama dengan CUPS dan itu
membawa manfaat besar bagi karyawan mereka. Kebutuhan konsuntif mereka terpenuhi, dan perusahaan juga
diuntungkan karena adanya peningkatan kinerja mereka di perusahaan.
Konteks perkotaan, karyawan cenderung hidup dengan kacamatanya sendiri. Justru lewat CUPS, kita dapat memberi
perspektif baru bagaiamana mereka tetap memiliki kesadaran sosial dan terlibat pada pemberdayaan masyarakat
menengah kecil. Di sini CUPS tetap memperhitungkan keberadaan 60% para karyawan di CUPS. Berhadapan dengan
masalah pemberdayaan para karyawan, maka CUPS mencoba dengan sarana sosialisasi sistem ARO. Targetnya ialah
agar karyawan ini lebih banyak meminjam secara online dan menjawab kebutuhan spontaneously yang menjadi ciri
khas mereka. Jika mereka menggunakan lembaga keuangan lain, layanan kredit lebih dipromosikan perihal besaran
cicilan tetapi presentasi efektivitas pinjamannya tidak disebutkan. Sedangkan di CUPS, layanan produk pinjaman
tidak hanya besar angsuran atau cicilannya, tetapi juga presentasi dari bunga, balas jasa pinjaman, jasa pelayanan
(Jaspel) dan dana cadangan resiko (DCR). Jadi informasinya lengkap dan transparan.
Layanan kredit kencenderungannya lebih pada promosi cicilan, tetapi presentasi efektifnya tidak diberikan. Nak di
CUPS mau diberikan info soal noinal dan efektif nya.
17. Rm. Antonius
Sumarwan, SJ
4 Produk sudah dirancang untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Produk finansial (simpanan, pinjaman dan
perlindungan) sudah diberikan. Produk pendidikan juga ditawarkan, misalnya pendidikan dasar, kecerdasan finansial
dan beberapa ketrampilan. Pendampingan usaha diupayakan namun masih perlu ditingkatkan. Namun efektivitas
produk/pelayanan terhadap pemberdayaan juga tergantung pada respon anggota yang bersangkutan.
Para aktivis perlu lebih meningkatkan keteladanan dalam pemanfaatan produk, terus mau belajar ilmu-ilmu baru, terus
mendengarkan anggota dan belajar dari pengalaman mereka, serta meningkatkan jiwa wirausaha dengan melakukan
usaha produktif sendiri juga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Mengembangkan
partisipasi yang
menuntut adanya
struktur-struktur
yang berguna untuk
membuka peluang
pemberdayaan
sekaligus
melindunginya
Sejauh mana CUPS mampu menciptakan strategi-strategi baru atau inovasi dalam usaha peningkatan kesejahteraan
usaha mikro? Hal-hal apa saja yang menghambatnya?
1 Ibu Lies Marlina
(2013-sekarang)
1 Di CUPS ada syarat yang bagus: kalau mau mengajukan pinjaman modal usaha (Ikhtiar) harus punya simpanan
modal usaha (Simus). Jadi kita, pemimjam dibantu untuk mengusahakan angguran mingguan. Kalau pas tidak punya
uang untuk angsuran, simpanan bisa dipakai untuk angsuran. Pinjaman modal usaha bagi saya menjadi penyelamat
untuk melanjutkan usaha kecil saya: untuk modal membuat kue kering lebaran, beli bahan masakan untuk catering ke
kantor. Karena mereka pakai sistem pembayaran bulanan.
Yang menghambat itu kurangnya sarana promosi dan hanya lewat perseorangan di grup-grup whatapp. Selain itu,
sekarang syarat-syarat mengajukan pinjaman lebih ribet dan tidak bisa secepat dulu waktu masih CUMI PS.
Soal inovasi SCT Mobile CUPS itu baik dan perlu disosialisasikan lebih sering lagi terlebih di dalam WA grup.
Yang kurang itu, CUPS tidak membantu saya untuk promosi usaha ke masyarakat yang lebih luas dari rumah saya di
Petogogan. Pelatihan untuk membuka peluang-peluang usaha dan cara-cara promosi di CUPS masih kurang.
2 Ibu Jasa Riani
Panjaitan (50th)
(2008-sekarang)
1 Dari pengalaman saya, CUMI PS membantu saya bisa punya kontrakan yang lebih baik daripada sebelumnya dan
akhirnya lepas dari jerat hutang Bank Keliling.
Yang menghambat itu kesulitan untuk mengelola uang yang gak bisa diputer seperti pinjaman Bestari, tetapi harus
nombok tiap minggu.
Tapi juga saya bersyukur, berkat CUPS, saya bisa membayar biaya kuliah 2 anak saya di Atmajaya Jakarta, sekalipun
angsuran bulanan tidak bisa full lagi dan jadi kelompok anggota lalai di tahun 2019 ini.
3. Ibu Narti (54th) 1 Escete-CUPS itu sepertinya inovasi terbaru, bisa akses informasi dari HP. Tapi aplikasinya baru terbatas di HP
keluaran terbaru, jadi agak sulit kalau punyanya HP androit model lama.
Yang menghambat itu, kunjungan staf ke anggota itu tidak sesering dulu waktu masih CUMI PS.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
4. Ibu Suliyem (51th) 1 Plafon pinjaman sudah naik itu buat saya bagus, cuma syaratnya kadang lebih ribet dan perlu waktu lebih lama.
Mungkin ada pengalaman karena anggotanya sudah semakin banyak, terus ada pinjaman dipakai tidak sesuai
tujuannya, jadinya mereka lebih hati-hati, padahal kalau kita pinjam itu selalu jujur dan apa adanya.
5. Ibu Sri Wahyuni
(50th)
1 CUPS mobile itu sangat membantu saya, jadi saya bisa mencek di HP di rumah dan tidak harus ke kantor. Kalau ada
pertanyaan tinggal konsultasi di WA grup atau telpon langsung ke Mas Doni atau Mas Rafael. Inovasi lain sich plafon
pinjaman sudah pada dinaikkan, ini sangat membantu saya. Inovasi online membawa kemudahan di tengah kesibukan
saya mengurus catering.
Sekarang layanan CUPS sudah bagus karena sudah ada link sama BCA, jadinya bisa lebih mudah untuk bayar
angsuran pinjaman via transfer bank dan tidak harus tunai lagi.
6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Mbok saya dibantu gimana caranya mengatasi masalah onlineshop? Saya bingung gak tahu harus bagaimana lagi,
semakin hari pembeli semakin berkurang dan omzet turun terus Mas. Di CUPS memang ada banyak pelatihan, tetapi
untuk pedagang seperti saya ini kesulitan untuk tidak jualan. Sudah untung semakin kecil, dagangan banyak yang
buruk dan tidak laku, masa tidak jualan dan tutup kios.
7. Ibu Septiana (30th) 2 Saya sudah pernah ikutan CUPS mobile, tapi belum tahu harus dibuat apa sich. Cuma bagus sekarang bisa bayar
listrik, bayar pulsa, transfer bank, dan lihat rekening kita.
8. Ibu Kiyem Handayani
(65th)
2 Ora ngerti mas.
9. Ibu Sulastri (36th)
(2013-2015)
(2017-sekarang)
2 CUPS sudah banyak memberikan pelatihan kewirausahaan, tetapi yang sesuai dengan pekerjaan saya (dagang
makanan jadi) itu belum ada Mas. Kemarin sudah ada pelatihan promosi online, tetapi saya bingung terus habis
pelatihan mau digimanakan. Saya belum tahu caranya promosi warteg di online. Mungkin yang saya butuhkan itu
pelatihan masakan seperti kursus tataboga untuk menambah kemampuan saya masak makanan Mas.
Hal yang menghambat menurut saya itu permasalahan kita itu kompleks mas. Kaya saya ini punya tanggungan untuk
bayar angsuran rumah 800 juta sekarang masih kurang 200 juta. Saya juga punya usaha sampingan sewa gerobak
untuk muter uang, tetapi juga belum bisa untung. Ke depannya saya mau usaha kontrakan karena rumah dan tanah
saya lumayan besar dan kost-kostan di tempat saya juga masih banyak yang cari. Nah kalau diijinkan boleh pinjam
lagi untuk modal usaha bangun kontrakan, tapi ini juga butuh biaya juga. Jadinya saya bingung mas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
10. Bpk. Barly 2 Angsuran pinjaman dan bunga itu sistemnya menurun. Saya juga denger di WA grup kalau kita bisa ngecek simpanan
sama pinjaman di HP. Tapi masalahnya aplikasi itu bisanya di HP terbaru. HP saya masih tipe lama dan untuk WA
grup masih bisa. Untuk aplikasi CU tidak bisa diinstal di HP saya.
11. E. Dewi Ambarwati 3 Inovasi CUPS bisa dilihat dari businees plan; kita mengevaluasi sekaligus merancang program dengan mengikuti
trend dari CU lainnya, misalnya sistem online dalam tata kelola dan Access Branding di CU Toraja. CUPS di awal
2019, fase 1 adalah mengecek saldo secara online; fase 2 (septermber 2019) bisa transfer online dan pembuatan
database; fase 3(2020) pinjaman online.
12. Irene Wiedha Ardhy
Riswari (2015-
sekarang)
3 Inovasi terakhir itu CUPS bekerjasama dengan ARO membuat aplikasi Escete-CUPS Mobile. Ini langkah maju dan
berusaha beradaptasi dengan perubahan zaman. Yang menghambat itu masih seputar mentalitas anggota yang masih
belum berani masuk ke ranah online, terkoneksi, dan paperless.
13. Nikolaus Hukulima 3 Salah satu inovasi selain masuk ke ranah online, CUPS menyesuaikan kebutuhan anggota dengan menaikkan plafon
pinjaman, misalnya plafon untuk pinjaman beli motor baru itu 20 juta, sekarang naik hingga 40 juta. Karena banyak
masukan dari anggota dan data analisis pasar bahwa rentang harga motor baru itu kisaran 30-40 juta.
14. Rianto Hidajat 3 Aplikasi online sejak tahun 2019, tetapi sistem belum stabil maka responnya kecil. Tahun 2020 di dalam RAT, CUPS
mengambil tema digitalisasi untuk mem-push dan sebagai bentuk promosi. Produk yang ditawarkan CUPS juga lebih
kompetitif dan harapannya bisa menarik anggota. Selain itu, CUPS juga bekerjasama dengan pihak ketiga untuk
menjalankan sistem online ini baik dengan ARO maupaun dengan perusahaan lain. Gerakan ini sudah didukung
BKCU untuk longterm. Pilihan ini untuk mengantisipasi pengalaman dulu moving dari Mifos ke CU Mobile CUPS
butuh waktu lama. Sekarang ARO dan punya track record di filipina dan sekarang sudah disupprot BKCU
Kalimantan. Jadi lebih aman dan terpercaya.
15. Ginta Heniarti 3 Strategi yang dilakukan dengan cara lebih peka mendengarkan semua permasalahan dan saran atau masukan anggota,
melakukan evaluasi produk, mengembangkan IT. Hambatannya analisis kebutuhan anggota yang masih kurang.
Beberapa program pelatihan dalam dikemas dengan baik dan belum bisa menyasar anggota yang membutuhkan.
Kurangnya tidak lanjut pasca kegiatan pelatihan.
16. Suryanto Wijaya 4 Di tahun 2018 s.d 2019, CUPS sudah berusaha memperbaiki MO dan SOP. Harapannya CUPS segera bisa masuk ke
Access Branding mengingat dalam RAT BKCU Kalimantan 2019, CUPS direkomentasikan untuk segera access
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
branding. Untuk itu dua tahun terakhir ini (2018-2019), CUPS memperbaiki MO dan SOP sebagai tuntutan dasar bisa
Access Branding.
Selain itu untuk pemberdayaan kepada masyarakat golongan bawah: bagaimana kita bisa menyampaikan bahwa CUPS
bisa membantu mereka, misalnya: promosi brosur kebutuhan konsuntif untuk pembelian motor, TV, HP, rumah.
Tekniknya bisa dibuat dalam bentuk perbandingan pinjaman di Bank atau lembaga kredit lainnya vs CUPS, targetnya
adalah 70% tapi ini masih jadi PR besar.
17. Rm. Antonius
Sumarwan, SJ
4 Akhir-akhir ini CUPS mulai mencoba memanfaatkan teknologi baru (aplikasi mobile) untuk meningkatkan pelayanan
bagi anggota. Upaya untuk memasarkan produk anggota lewat sosial media juga diusahakan. Tantangannya: cara yang
efektif masih dicari dan juga sering kali para aktivis dan anggota kurang konsisten untuk melakukan hal baru ini.
Memiliki beberapa
ciri, seperti:
langsung,
representasional,
representasi
keterpilihan, dan
keberpihakan,
informasi berbasis
data, dan didasarkan
pada mekanisme
pasar yang
kompetitif.
- bagaimana CUPS mampu mengidentifikasi secara spesifik kebutuhan para anggotanya, sehingga prosuk dan
layanannya dapat mendukung peningatan kesejahteraan? (pertanyaan untuk Staf-Aktivis CUPS)
- Sejauh mana unsur inklusif dan partisipasi aktif anggota CU itu sungguh diberi ruang dan dikembangkan oleh
CUPS? Apa saja hambatannya dan bagaimana mengatasi masalah tersebut?
1 Ibu Lies Marlina
(2013-sekarang)
1 Di CUPS ada kerja sama yang baik antar anggota dengan aktivis, anggota dengan staf, dan staf dengan aktivis. Kerja
sama ini tidak memandang suku atau agama, tetapi untuk kesejahteraan bersama. Semua diberi kesempatan sama dan
pelayanannya juga sama. Kalau di CUPS itu gak memperhatikan soal agama, yang penting jujur dan mau kerja keras
supaya bisa angsuran simpanan dan pinjaman.Tapi memang ikatan kekeluargaannya lebih erat saat masih CUMI PS,
sekarang dengan rasa kekeluargaan di CUPS mulai terasa mulai berkurang. Mungkin karena saya jarang aktif lagi
sebagai aktivis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
2 Ibu Jasa Riani
Panjaitan (50th)
(2008-sekarang)
1 CUPS sangat membantu saya mengatasi masalah keuangan keluaraga. Tapi ternyata itu tidak cukup. Jadinya saya ikut
jadi anggota CUBG dan pinjam 55 juta untuk bantu bayar registrasi kuliah anak ke2 di Atmajaya. Jadi gantian
pinjaman Bestari di CUBG lalu semester depannya di CUPS. Kalau gak begitu, 2 anak saya tidak bisa kuliah, soalnya
di CUPS plafonnya terbatas.
3. Ibu Narti (54th) 1 Saya itu pengen sekali bisa mendapat kredit untuk rumah, denger-denger katanya plafonnya udah 200-jutaan. Soalnya
kebutuhan itu ke depannya masih yang utama Mas. Saya ya pengen gak ngontrak terus. Selain itu kalau ada kegiatan
bazaar bulan November, saya pengen ikutan lagi untuk nambah kenalan pembeli masakan saya.
4. Ibu Suliyem (51th) 1 Kebutuhan utama saya itu beli tanah terus punya rumah sederhana tidak harus mewah atau megah. Kadang itu ada
orang yang tiba-tiba menawarkan tanah atau rumah mendadak karena butuh uang. Jadi kita harus cepet-cepetan Mas.
Cuma masalahnya di CUPS itu masih lama prosedurnya untuk pinjaman di atas 100-juta. Syaratnya ribet dan harus
ada jaminan, itu yang kadang susah untuk orang seperti saya.
5. Ibu Sri Wahyuni
(50th)
1 Kebutuhan utama saya itu pengen punya rumah sendiri dan gak harus ngontrak terus. Tapi sekarang bersyukur berkat
CUPS sekarang usaha catering saya sudah maju dan bisa mandiri sedikit-sedikit. Ke depannya mau coba sich ambil
pinjaman Griya tapi masih belum berani.
6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Saingan onlineshop sekarang paling meresahkan para pedagang di Pasar Tegal Parang mas. Bantuan pinjaman saya
untuk modal usaha gak cukup bisa mengatasi masalah ini.
7. Ibu Septiana (30th) 2 Kebutuhan saya akan rumah sudah terpenuhi. Yang menjadi kebutuhan saya sekarang itu cara mengatasi saingan dari
onlineshop ini mas. Sekarang ada penjual sayuran yang online dan punya dana besar jadinya sayurannya lebih tahan
lama. Kalau di tempat saya masih tradisional, jadi kalau gak laku ya rugi dan dibuang karena busuk. Kalau ada cara
atau pelatihan bisnis online untuk para pedagang di lapak pasar tradisional yang gak bisa pergi ke mana tapi ada
tambahan penghasilan untuk bisa untung terus bisa bayar angsuran di CUPS.
8. Ibu Kiyem Handayani
(65th)
2 Sak ngertiku CUPS itu usahane Gereja Blok Q, tapi anggotane akeh sing muslim mas. Malahan apik iso dadi conto
kerukunan umat beragama. Tahun lalu Mas ono 5x acara “Buka puasa bersama”. 4 acara ono nang wilayah, 1 nang
kantor pusat ngarep Grejo.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
9. Ibu Sulastri (36th)
(2013-2015)
(2017-sekarang)
2 Sejak CUMI PS sampe sekarang CUPS, saya sebagai muslim tetap merasa dihargai Mas dan tidak dibeda-bedakan
pelayanannya. Hanya karena saya jadi anggota lalai, jadi tidak mudah untuk mengajukan tambahan pinjaman. Jadi
CUPS membiarkan saya melunasi dulu pinjaman sampe 75% dulu baru bisa mengajukan pinjaman baru. Menurut
saya, CUPS masih memberi ruang dan tetap percaya saya bisa mengembalikan pinjaman. Ini yang saya rasakan bagus
dari CUPS. Dulu saya sempat mutung keluar dari CUMI PS gara-gara pinjaman saya ditolak padahal saat itu saya
butuhkan sekali. Tetapi di bandingkan tempat kredit lain, di CUPS itu tetap membuat saya tenang, angsuran sama
bunganya menurun.
Yang saya suka di CUPS itu anggota yang punya usaha warteg atau catering selalu diajak untuk ikutan bazaar di
Gereja atau acara lain. Anggota selalu diberi prioritas untuk mendaftar dan jualan. Itung-itung nambah penghasilan
dan kalau bisa nambah usaha promosi mas.
10. Bpk. Barly 2 Menurut saya di CU itu bagus Mas dan bisa jadi contoh kerjasama antar umat beragama. Pengurus dan staf kantor itu
Kristen semua orang Gereja Santa, tapi mereka bekerja untuk banyak orang Islam. Saya saja PD kalau keluar masuk
kantor CU sekalipun saya muslim. Teman-teman saya juga tidak malu-malu pakai jilbab keluar masuk kantor CU.
Masalahnya di depan kantor itu tidak ada keterangan atau papan nama gitu Mas. Jadi kadang untuk orang-orang baru
itu merasa ragu. Tapi kalau sudah merasakan manfaatnya di CU, mereka tidak ragu lagi. Kalau bisa ada papan nama
gitu di pinggir jalan supaya lebih banyak orang dibantu.
11. E. Dewi Ambarwati 3 Hambatannya adalah sebagai aktivis dituntut oleh komitmen. Hambatan bagi anggota non kristen adalah perihal
managemen waktu sebagai pengurus dan pekerjaan.
12. Irene Wiedha Ardhy
Riswari (2015-
sekarang)
3 Sejauh ini, menurutku sich kerjasama dan kebersamaan antara anggota katolik dan non katolik tidak menjadi isu
masalah, tetapi lebih pada obyeknya tidak menarik bagi para anggota. Misalnya pelatihan kewirausahaan belum
direspon dan menarik minat anggota.
13. Nikolaus Hukulima 3 Saya rasa perlu adanya kerjasama dengan Gereja, mengingat ada waktu di mana muncul “konflik” antara CUPS
dengan beberapa karya yang ada di bawah PSE, misalnya perihal penggunaan ruang di gedung PSE Blok Q.
CUPS adalah lembaga sosial yang menuntut profit. Menurut saya, CUPS adalah bagian Gereja dan itu
memberdayakan ke semua orang tidak hanya katolik dan non katolik. Secara moral, CUPS adalah anak kandung
Gereja, yang melahirkan CUPS. Maka tuntutannya adalah pertangungjawaban kedewan secara rutin. Mereka terlibat
di gereja tidak membuat mereka jadi kafir. Tegangan utnuk sosialisasi dengan pejabat gereja itu penting.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Lembaga ini CUPS lahir dari kepriharinan umat, waktu itu bersama Romo marwan dan Maryono yang menjadikan
CUPS sebagai lembaga pemberdayaan Gereja. Wujud dan wajah kepedulian Gereja kepada masyarakat di mana
Gereja hadir dan berada. Tradisinya pengurus CUPS selalu melaporkan kegiatannya ke Dewan Pleno Paroki setiap
tahun. Hal ini juga penting mengingat Gereja Blok Q masih membantu biaya operasional yang rutin setiap tahun
dikucurkan untuk usaha ini. Tetapi karena adanya gap di dalam tubuh PSE sendiri, terkadang situasi tersebut membuat
pengurus tidak bersemangat dalam bekerja apalagi presentasi di depan Dewan Pleno. Yang saya takutkan itu kita
dianggap sebagai “kacang lupa kulitnya.” Yang sudah berkurang itu adalah setiap bulan ada laporan ke Dewan Paroki
perihal perkembangan CUPS. Yang masih rutin itu laporan tahunan.
Sekarang lagi diusahakan agar dalam setiap rapat Dewan Pastoral Harian, CUPS diberi ruang 10 menit untuk
melaporkan perkembangannya. Selain sebagai bentuk pertanggungjawaban dari tugas pengurus kepada Dewan Paroki.
14. Rianto Hidajat 3 Sudah terjawab di pertanyaan sebelumnya.
15. Ginta Heniarti 3 Saya dan teman-teman staf manajemen sebisa mungkin lebih peka terhadap semua permasalahan anggota, masukan
kritik, saran terkait produk dan pelayanan yang diberikan CUPS. Dalam beberapa permasalahan yang sekiranya tidak
bisa dipecahkan oleh manajemen, maka akan disampaikan setiap kali Rapat Pleno untuk dicarikan solusinya bersama.
Anggota diberi ruang untuk berpendapat saat ada sesi diskusi dalam pendidikan atau pelatihan, saat RAT, dan bisa
juga langsung menyampaikan kepada manajemen untuk selanjutnya ditidaklanjuti bersama dengan pengurus dan
pengawas. Anggota juga bisa menjadi Sahabat Sejahtera (aktivis) untuk dapat terlibat aktif di setiap kegiatan CUPS
(rekrutmen, pendidikan, pemberdayaan, sosialisasi, dsb).
16. Suryanto Wijaya 4 Belajar dari CUMI PS dan CUPS, ternyata di Jakarta dalam konteks bisnis dan ekonomi kerakyatan, orang tidak lagi
berbicara soal agama. Orang berbicara bagaimana cara mengusahakan kesejahteraan hidup, bukan lagi soal apa
agamamu dan apa kepercayaanmu. Ada yang bilang kalau uang itu punya logikanya sendiri.
Di CUPS, ketika anggota sudah mencapai lebih dari 1000 muncul tegangan dan masalah baru, yaitu: Tegangan antara
sistem (5C-TMC) vs kepedulian yang sering dihadapi oleh para aktivis CUPS (pengurus, pengawas, & anggota).
Kalau konteks di perkotaan, fraudnya lebih tinggi dan resikonya juga besar, dan operasionalnya juga tinggi.
Hal lainnya, di perkotaan, kebanyakan umat katolik di Blok Q itu ingin menyumbang karena secara ekonomi cukup
bahkan berlimpah. Jauh-jatuhnya hanya pada tindakan karitatif. Justru menurut saya, CUPS itu sarana yang efektif
untuk mereka sekaligus membantu mereka untuk peduli dengan sesamanya yang menderita, misalnya menjadi anggota
CU, menjadi aktivis yang ikut merekrut anggota, berjumpa dan berdialog dengan anggota, terlibat di pengurus, atau
hanya sekedar menjadi relawan CU saja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
17. Rm. Antonius
Sumarwan, SJ
4 Lewat pembicaraan ketika anggota datang ke kantor, saat staf mengunjungi anggota, dan juga pendidikan
dilaksanakan.
Anggota diberi keleluasaan untuk terlibat; didorong untuk merekrut anggota lain; didorong untuk menjadi aktivis
bahkan pengurus dan pengawas. Tantangannya, tidak banyak anggota yang siap untuk terlibat pada level itu. Anggota
yang berasal dari ekonomi bawah dengan pendidikan agak rendah, biasanya masih sibuk dengan menjaga
keberlangsungan ekonomi mereka sehingga belum begitu banyak terlibat mengembangkan organisasi. Namun
beberapa anggota aktif ikut merekrut anggota baru.
C. Elemen 3: Pemberdayaan menuntut akuntabilitas
Menuntut
akuntabilitas yang
didasarkan pada
kemauan diri dan
kesiapan
penyelenggara
Sejauh mana CUPS memberikan keyakinan kepada Anda perihal program dan layanan yang ditawarkan itu
akuntable dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga Anda bersedia untuk terlibat di dalamnya? Unsur-unsur apa
saja yang mendukung dan tidak mendukung?
1 Ibu Lies Marlina
(2013-sekarang)
1 Saya selalu ikut RAT, dan di sana biasanya ada info-info baru seputar CUPS. Soal sistem online, saya mendukung
sekali kalau sampai bisa semua hal dionline-kan,jadinya lebih praktis tinggal cek di hp dan bisa transfer. Setiap tahun
ada RAT, itu yang membuat saya terus yakin kalau CUPS tetap ada. Yang paling membuat saya semangat ikut RAT
itu karena ada door prize, semoga tahun ini saya dapat door prize.
2 Ibu Jasa Riani
Panjaitan (50th)
(2008-sekarang)
1 Saya ikut RAT rutin, cuma absen 2019 kemaren. Waktu RAT 2019 lalu, saya bertemu dengan salah satu staf untuk ijin
karena ada acara keluarga di bandung.
Yang menurut saya baik itu pinjaman makin lama semakin menurun dan bunganya kecil. Itu membantu sekali.
Di RAT sebelumnya anggota dianjurkan untuk meminjam sebanyak-banyaknya. Tetapi sekarang pinjaman
membutuhkan banyak syarat dan mekanismenya lebih rumit. Saya jadi bingung.
3. Ibu Narti (54th) 1 Saya awalnya ragu, tetapi dengar cerita ibu bos jadinya yakin. Ibu boss yang jauh lebih kaya dari saya aja ikut CUMI
PS, berarti itu sudah terpercaya. Setelah saya sendiri mengalaminya dan terlibat di CUMI PS terus sekarang di CUPS,
saya semakin yakin dan percaya. Di RAT saya bisa tahu dan mengedarkan banyak hal soal CUPS.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
4. Ibu Suliyem (51th) 1 RAT bukti konkret kalau CUPS itu transparan laporan keuangannya.
5. Ibu Sri Wahyuni
(50th)
1 Lewat Escete CU Pelita Sejahtera, saya bisa mengecek semua simpanan dan pinjaman, terus bisa transaksi dan transfer
bank, isi pulsa, token listrik di CUPS Mobile Online di Hp. Ini bukti kalau CUPS bisa tetap saya percaya. Selain itu, di
RAT saya bisa tahu banyak hal, hanya sebatas menengarkan saja belum berani berkomentar atau mengkritik.
6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Sejak ikut CUMI PS dan CUPS, sekarang saya sudah punya rumah dan omzet masih bisa ada dan uang masih berputar
sekalipun kecil.
7. Ibu Septiana (30th) 2 Pernah saya mengalami pengalaman tidak percaya bukan ke CUPS dan hanya ke stafnya yang tidak jujur, dan
sekarang saya selalu jaga slip setoran untuk jaga-jaga saja. Tapi saya tetap percaya dan yakin sama CUPS.
8. Ibu Kiyem Handayani
(65th)
2 Aku yakin lan percoyo nek CU kui apik. Biyen aku sering melu kegiatan karo pelatihan nang komunitas basis, tetapi
saiki ra melu maneh Mas soale akeh kerjaan jur saiki loro dadi raiso dodolan. Nek soal laporan soko CU ono laporan
tahunan setahon pisan jenenge RAT.
9. Ibu Sulastri (36th)
(2013-2015)
(2017-sekarang)
2 Saya sudah terlanjur yakin dan percaya kok Mas, kalau CUPS itu bisa dipercaya dan sudah terbukti banyak membantu
saya punya rumah dan tanah. Saya sudah tahu di WA grup kalau CUPS sudah punya fasilitas online, tapi baru sekali
pakai untuk transfer angsuran dari bank aja.
10. Bpk. Barly 2 Saya sudah percaya dan yakin sama CU, buktinya sudah saya alami sendiri. Setiap tahun CU mengundang di RAT.
Saya jarang ikut RAT Mas, tapi tahu sedikit dari ngobrol-ngobol sama teman-teman anggota sama WA grup.
11. E. Dewi Ambarwati 3 Prinsip akuntabilitas diwujudkan di dalam RAT. Kalau dijaringan BKCU, kita diwajibkan untuk menampilkan data-
data perkembangan CUPS dalam bentuk bangko atau spanduk yang dapat diakses oleh anggota. Di CUPS ruangan
belum memadai untuk memajang data-data perkembangan kesehatan keuangan CU.
12. Irene Wiedha Ardhy
Riswari (2015-
sekarang)
3 Sekarang CUPS dengan fasilitas Escette-CU Pelita Sejahtera (Solusi Cerdas Terpercaya), anggota bisa lebih lengkap.
Ke depannya, sistem ini sudah disupport oleh BKCU dan untuk longterm. Faktanya anggota belum familiar dengan
fasilitas ini. Hambatannya adalah saat aktivasi sangat antusias, tetapi dalam kelanjutan responnya belum besar. Maka
menurutku mereka masih butuh waktu untuk pembiasaan dan membangun habit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
13. Nikolaus Hukulima 3 Aplikasi online CUPS itu salah satu bukti bahwa CUPS sangat memperhatikan perihal akuntabilitas dan transparansi
aktivitas keuangannya kepada publik terlebih kepada para anggotanya. Di sana anggota bisa melihat rekaman
aktivitasnya, jumlah simpanan, jumlah pinjaman terekam dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
14. Rianto Hidajat 3 Akutanbilitas itu memang tidak mudah bagi CUPS. Faktanya kualitas pengawas dan staf menentukan dan beresiko
untuk stabilitas CUPS. Hanya beberapa anggota saja yang kritis bisa membaca RAT. Akuntabilitas tergantung pada
kualitas pengurus dan pengawas. KAJ punya forum CU di KAJ, awalnya kita mau gabung ke CU Blok B dan ada
pengalaman trauma dan mempengaruhi perkembangan CU. Dalam forum CU itu, kita mendapat banyak informasi dan
ide-ide segar untuk pengembangan CUPS.
15. Ginta Heniarti 3 Saya sangat yakin layanan CUPS sangat akuntable dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena laporan keuangan
diterbitkan setiap bulan meski terkadang terkendala dalam mengerjakannya karena masalah waktu dan sistemnya,
tetapi masih sesuai dengan kaidah atau aturan yang berlaku sesuai dengan kebijakan CUPS dan BKCU Kalimantan
mengenai standar pelaporan laporan keuangan. Laporan keuangannya juga dilaporkan dalam RAT, rutin melakukan
Monev (Monitoring Evaluasi) setiap 3 bulan.
16. Suryanto Wijaya 4 Akuntabilitas dan transpan: tidak semua relawan dan aktivis di CUPS itu punya knowledge tentang sistem audit dan
tuntutan transparan tata kelola lembaga keuangan. Menurut saya, CUPS masih dalam proses mengusahakan
transparan, misalnya: perbaikan MO dan SOP masih ada saja yang kurang. Untuk itu perlu ada orang dan waktu yang
memberikan diri untuk kepentingan tersebut.
17. Rm. Antonius
Sumarwan, SJ
4 Untuk para aktivis, kinerja organisasi selalu dilaporkan dalam pertemuan bulanan. Kepada anggota kinerja orgnisasi
dilaporkan dalam Rapat Anggota Tahunan dan kadang newsletter dan media sosial. CUPS juga memberikan laporan
pertanggunjawaban kepada Dewan Paroki Blok Q yang mendukung pelayanan dengan menyediakan gedung dan
pendanaan.
Menuntut
akuntabilitas terkait
penggunaan atau
pemanfaatan dan
Bagaimana CUPS mengelola program dan layanan terkait dengan tata kelola SDA dan SDM (anggota, aktivis,
pengurus, Gereja) yang ditawarkan kepada para anggota dan mitra usaha? (pertanyaan untuk staf-aktivis)
Menurut Anda, aspek apa yang bisa dikembangkan terkait dengan persoalan akuntabilitas tata kelola SDA dan SDM
sehingga dapat meningkatkan efektivitas pelayanan CUPS?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
tata kelola SDA dan
SDM
1 Ibu Lies Marlina
(2013-sekarang)
1 CUPS punya staf yang selalu siap sedia menjawab berbagai pertanyaan yang saya ajukan dan responnya tidak
berlama-lama di dalam WA grup. Saya terbantu dengan fasilitas WA grup untuk info-info update dari CUPS.
2 Ibu Jasa Riani
Panjaitan (50th)
(2008-sekarang)
1 Sekarang saya terbantu dengan WA grup CUPS, jadi bisa mudah komunikasi dengan staf kantor soal angsuran yang
seret dan mereka masih bisa memahami.
Saya sudah mendengar ada aplikasi CUPS mobile di Hp, tapi saya belum daftar. Sebatas tahu saja.
3. Ibu Narti (54th) 1 Sudah baik.
4. Ibu Suliyem (51th) 1 Cukup.
5. Ibu Sri Wahyuni (50th) 1 Escete-CU Pelita Sejahtera itu sudah bagus semua aktivitas kita terekam baik untuk simpanan dan angsuran pinjaman.
Mungkin bisa dikembangkan lagi pengajuan pinjaman via online gitu, siapa tahu bisa seperti beberapa tempat lain
sudah ada yang via online.
6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Pelatihan untuk anggota yang sehari-hari buka lapak dan jualan di pasar tradisional.
7. Ibu Septiana (30th) 2 Komunikasi di WA grup perlu diberi digiatkan lagi, supaya anggota merasa disapa apalagi mereka-mereka yang Cuma
pasif dan me-read doang. Kasihan khan ada banyak info-info menarik jadi mubazir soale tidak direspon positif.
Beberapa usulan dari perbincangan di WA grup sudah didengarkan sich. Contohnya plafon pinjaman barang konsutif
sudah naik, pinjaman Aguna juga naik. Ini positif bagi saya.
8. Ibu Kiyem Handayani
(65th)
2 Nek iso aku dibantu mas, soale lagi mumet kepiye carane bayar utang sing durung lunas perkoro kapusan 20 juta,
durung maneh bayar kontrakan omah 3 juta sak ulan. Aku yp mumet ra iso mikir, anak putuku yo ngewangi tapi khan
dapur yo isih ngebul mas lan podo butuh duit. Menawi CUPS sanged ngewangi.
9. Ibu Sulastri (36th)
(2013-2015)
(2017-sekarang)
2 Kalau bisa ada kredit via online gitu Mas, khan lebih mudah soalnya di luar ada yang kasih kredit via online. Terus
alau bisa platform pinjaman Aguna ditambah gitu supaya bisa untuk bangun kost-kostan di tempat saya. Rencananya 2
tahun ke depan saya mau mengajukan kredit Aguna 200-an juta, tetapi pinjaman terakhir anggurannya masih nunggak
dan tidak sesuai target jadinya harus menunggu lama lagi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
10. Bpk. Barly 2 Udah baik kok Mas.
11. E. Dewi Ambarwati 3 CUPS memiliki manual operational (pengurus), SOP (mangemen) dan Job description yang harus ditaati dan menjadi
rambu-rambu dari cara CUPS bertindak
Akuntabilitas selama ini hanya sebatas di kantor, dan Monev (monitoring), dan RAT. Beberapa Cu membuat buletin
triwulan. Maka ke depan tantangan adalah membaut papan informasi di CUPS.
12. Irene Wiedha Ardhy
Riswari (2015-
sekarang)
3 Dari sisi SDM, ada perkembangan misalnya banyak aktivis yang stay dan setia mendampingi kelompok-kelompok,
sekarang managemen lebih bagus dengan adanya manager (Ginta: staf terlama yang bertahan). Persoalan utama
sekarang di CUPS itu 60% karyawanan tidak bergerak, dan banyak yang nabung, sehingga pinjaman beredar rendah.
Maka CUPS mencoba inovasi untuk membuat program ziarah untuk memutar uang kelas karyawan middle-atas.
Transparansi untuk CUPS secara umum menurutku belum berdampak besar, dan belum kritis. Contoh mereka yang
datang RAT itu mereka yang aktif menggunakan CU jadi sudah mengandaikan dan gak masalah dengan banyak
perubahan. Pertanyaan yang diajukan juga tidak terlalu kritis dan hanya beberapa orang saja yang terlibat aktif
berdialog saat RAT.
13. Nikolaus Hukulima 3 40% anggota CUPS masih middle-low, terkadang karenang kesibukan membuat mereka tidak terlalu aktif di ranah
online. Inilah tantangan bagi CUPS untuk mempromosikannya. Setiap tahun selalu ada agenda sosialisasi dan semua
staf diterjunkan ke anggota. Selain untuk merekrut anggota juga untuk mengetahui kebutuhan mereka. Usaha lainnya
adalah CUPS sudah masuk ke ranah digital dan memanfaatkan semua platform media sosial seperti, IG, facebook,
Website, dan WA grup.
14. Rianto Hidajat 3 CUPS tahun 2019 memulai kerja sama dengan beberapa perusahaan dengan sistem karyawan perusahan jadi karyawan
CU atau perusahaan menjamin karyawan yang ikut. (1) Perisahaan menjaminkan aset ke kita; (2) Perusahaan membuat
perjanjian corporate guarantee, artinya selama pengajuan tersebut masuk dalam platform dan sesuai dengan MOU
maka akan langsung disetujui oleh CUPS.
Tata kelola manejemen 3 tahun terakhir sudah menunjukan angka positif. Komunikasi dengan manajemen baik dan
belum ada masalah. Dulu di wilayah tangerang, ada aktivis yang hanya mengejar insentif jika mendapat anggota baru.
Motivasinya: dia merekrut anggota untuk menambah income bukan untuk pengembangan CU. Maka aspek edukasi
dan pendampingan tidak menjadi fokus, akibatnya pinjaman lalainya tinggi. Orang bergabung dengan CU hanya untuk
mendapat pinjaman, tetapi tidak memperhitungkan masalah utama, kemampuan dan kapasitas anggota tersebut, dst.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Sejauh ini, sistem di-build supaya ada ruang bagi pengawas untuk mengecek kinerja dan efektivitas staf. Sejauh ini
pengurus dan pengawas berjalan dan mampu berkoordinasi dan bekerjasama dengan staf.
15. Ginta Heniarti 3 Tata kelola aset dilakukan dengan membuat pola kebijakan yang sesuai dan membuat target yang mengacu pada
standar analisa PEARLS (standar ukuran kesehatan CU). Agar mencapai standar analisa PEARLS kuncinya adalah
dengan menambah jumlah anggota, melakukan pendidikan dan pelatihan untuk anggotanya. Para SDM juga perlu
diberdayakan melalui pendidikan dan pelatihan, rutin melakukan pertemuan sahabat sejahtera atau aktivis, tetap
berhubungan dan menjalin kerjasama yang baik dengan Gereja.
Yang sedang dikembangkan, yaitu: sistem komputerisasi, saat ini sedang dalam proses perbaikan untuk menunjang
kegiatan transaksi operasional, dan juga dengan diluncurkan aplikasi mobile diharapkan semakin efektif dan efisien.
Perlu dibuatkan SOP dan MO yang jelas atau merevisi yang sudah ada untuk digunakan sebagai acuan para SDM-nya
dalam kegiatan operasional CUPS.
16. Suryanto Wijaya 4 Kesulitannya yang sekarang dihadapi CUPS untuk anggota karyawan yang presentasinya cukup besar sekitar 60%
adalah mengumpulkan minat mereka, menentukan di mana kecenderungan mereka, bagaimana pola dan gaya hidup
mereka. Di sisi lain, sebagian besar dari mereka ingin mendapat pekerjaan yang nyaman dan cepat.
17. Rm. Antonius
Sumarwan, SJ
4 Setiap tiga tahun CUPS membuat rencana strategis, yang kemudian dijabarkan dalam rencana tahunan (business plan).
Pelaksanaan rencana tahunan ini kemudian dipantau dalam monitoring tiga bulanan dan rapat bulanan aktivis. Catatan,
saat ini monitoring tiga bulanan belum rutin dan efektif. Laporan keuangan bulanan selalu dibuat dan kinerja tahunan
dilaporkan dalam Rapat Anggota Tahunan.
Pemahaman dan kesadaran tiap-tiap aktivis atau peran dan tanggung jawab mereka perlu ditingkatkan.
Menuntut
akuntabiltias terkait
dengan kinerja
personal dari
penyelenggara
Sejauh mana nilai-nilai universal (kristiani) itu dihayati oleh para pengurus dan aktivis CUPS sehingga sungguh
menginspirasi dan memotivasi Anda untuk ikut terlibat dalam usaha pemberdayaan?
1 Ibu Lies Marlina
(2013-sekarang)
1 Saya terkesan dengan semangat keterbukaan dan kebersamaan dari para staf di kantor yang selalu setia melayani
anggota sekalipun itu muslim. Para staf CUPS itu ramah kepada saya dan selalu siap sedia menjawab pertanyaan-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
pertanyaan saya dengan segera. Bagi saya itu menginpirasi untuk juga terbuka dengan orang lain, dan sejauh ini saya
tidak ada masalah soal penghayatan iman dan agama yang berbeda-beda di CUPS.
2 Ibu Jasa Riani
Panjaitan (50th)
(2008-sekarang)
1 Menurut saya di waktu CUMI PS lebih terasa kekeluargaannya dan komunikasi lebih sering lewat kunjungan.
Semangat kekeluargaan itu yang dulu menyemangati saya untuk aktif di CUMI PS.
Sekarang kunjungan sebatas untun angsuran mingguan, terus saya dianjurkan lebih aktif ke kantor. Ini yang masih jadi
masalah, soalnya anak-anak kuliah, bapak gojek, terus saya yang tinggal di rumah dan jaga toko. Jadi sulit kalau
diminta sering ke kantor CUPS.
3. Ibu Narti (54th) 1 Nilai CUMI PS yang masih saya ingat waktu CERDAS dan terus menyemangati saya itu nilai kejujuran untuk selalu
mengatakan yang benar dan bertindak sesuai hati nurani. Kalau di CUPS yang terus menginspirasi saya itu nilai
kegigihan. Saya berjuang bersama anggota CUPS untuk meningkatkan kesejahteraan.
4. Ibu Suliyem (51th) 1 Selama saya ikut CU, yang terus memotivasi saya itu nilai Cerdas dan Gigih. Cerdas untuk bisa membuat perencanaan
keuangan untuk masa depan saya, pendidikan anak, dan keluarga. Gigih untuk terus berusaha bekerja. Sekalipun
tempat mengajar saya jauh di Gunung Sahari, Pluit, PIK padahal saya tinggal di Petogogan, tapi saya tetap semangat
dan gigih gak boleh putus asa. Kalau kita sudah bekerja keras, saya yakin itu barokah untuk keluarga.
5. Ibu Sri Wahyuni
(50th)
1 Nilai yang diajarkan di CERDAS yang masih saya ingat itu cerdas untuk membuat perencanaan dan gigih terus
berusaha. Perencanaan kalau tidak diimbangi semangat ya gak bisa sejahtera Mas. Kalau di CUMI PS yang mengesan
itu semangat kekeluargaan. Saya bisa seperti sekarang karena ada temen-teman seperti Ibu Narti dan Ibu Suliyem yang
masih setia ikut CU. Kami sama-sama berjuang untuk kesejahteraan keluarga.
6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Nilai jujur dan saling percaya itu bagi saya penting. Saya sudah dipercaya CUPS, jadinya saya belajar setia dan
bekerja keras supaya usaha lancar selalu.
7. Ibu Septiana (30th) 2 Nilai kejujuran itu penting apalagi saya sebagai pedagang. Resikonya ya kadang karena jujur, untung kita sedikit.
8. Ibu Kiyem Handayani
(65th)
2 Sing ta rasakno kui nilai peduli karo kekeluargaan mas mbiyen pas isih CUMI PS terus saiki wes dadi CUPS.
9. Ibu Sulastri (36th)
(2013-2015)
2 Nilai kekeluargaan itu yang saya rasakan sebagai keluarga besar CUPS, jadinya saya mudah percaya dan yakin sama
staf kantor. Kadang kalau saya tidak ada waktu, staf kantor yang ke tempat saya. Saya gak takut kalau saya nyerahin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
(2017-sekarang) uang 3 juta untuk bayar angsuran pinjaman. Karena yakin mereka itu bisa jujur dan bisa dipercaya, jadinya lebih
tenang mas.
10. Bpk. Barly 2 Yang selalu menyentuh saya itu semangat kekeluargaan. Sejak CERDAS dulu, selalu dingatkan CU itu milik anggota
dan berkembang tidaknya CU itu tegantung anggotanya. Kalau anggotanya tidak aktif katanya itu buruk untuk CU.
Makanya mas, saya kadang malu kalau gak bisa angsuran penuh, gak bisa menabung. Tapi yo mau gimana lagi, yang
penting saya masih di CU dan tidak pindah atau keluar. Staf kantor juga masih setia mengunjungi dan mendampingi
saya di situasi yang sulit ini. Semangat kekeluargaan di CU itu yang membuat saya betah.
11. E. Dewi Ambarwati 3 Nilai kristiani dihayati sebagai panggilan, kalau CUPS pengurus dan aktivis masih dihayati sebagai bentuk pelayanan.
Mengingat di CU lain mereka sudah mendapat bagian dari SHU.
Nilai yang mengesan adalah nilai integritas, yang membuat kita menjadi pribadi yang berkualitas.
12. Irene Wiedha Ardhy
Riswari (2015-
sekarang)
3 Sebagai aktivis menurut saya itu terkait dengan pengahayatan imanku dengan perbuatan apa yang aku lakukan dan
bisa lakukan. Saya gak punya duit, tepi aku ikut mikirin permasalahan orang miskin itu sudah sebagai kontribusi
dalam pemberdayaan masyarakat. Konstribusi dalam tahap ide dan pemikiran.
13. Nikolaus Hukulima 3 Bagi saya nilai totalitas dan pemberian diri yang tulus itulah yang saya hayati selama saya aktif di CUMI PS hingga
saat ini di CUPS sebagai pengurus dan anggota. Saya merasa ini panggilan hidup untuk berbagai dengan sesama
dalam tindakan konkret.
14. Rianto Hidajat 3 Pada saat ini pengurus, pengawasan, dan staf serta pembina masih dominan katolik. Sejauh ini ada kegiatan outing
sambil MYFO sebagai pendidikan dan penyegaran untuk meningkatkan kinerja mereka. Sebagai penyegaran, di tahun
2019 CUPS mengadakan rekoleksi dan bersama Rm, Sudriyanta, SJ, satu tahun sekali. Tujuannya agar para staf tidak
hanya sibuk dengan hal praktis dan melupakan nilai-nilai yang diperjuangkan bersama di CUPS.
15. Ginta Heniarti 3 Teman-teman Pengurus, Pengawas, Manajemen, dan para Aktivis semuanya sengat memotivasi dan menginspirasi
bagi saya pribadi. Di CUPS semua mengajarkan kebaikan dan sangat menunjukkan sikap toleransi yang tinggi.
16. Suryanto Wijaya 4 Bagi saya nilai kepedulian dan komitmen itu menjadi penggerak utama keterlibatan dan keaktifan saya di CUPS
sebagai anggota, pengurus dan aktivis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
17. Rm. Antonius
Sumarwan, SJ
4 https://www.academia.edu/38172518/Kejutan_Yang_Membahagian_Keterlibatan_saya_dalam_gerakan_Credit_Union
Mengembangkan
sikap profesionalitas
Sejauh mana CUPS mampu menjaga aspek profesionalitas kerja dalam program, layanan, dan pendampingan yang
ditawarkan kepada para anggotanya?
1 Ibu Lies Marlina
(2013-sekarang)
1 Sampai sekarang staf masih rutin setiap minggu mengunjungi saya sekaligus mengingatkan sisa tagihan saya di
CUPS. Kadang juga saya dibantu ibu fatimah (aktivis CU) yang bersedia bantu bayar angsuran ke kantor. Saya sudah
tidak bisa ke kantor, karena kesibukan jualan dan nerima order snack di rumah.
2 Ibu Jasa Riani
Panjaitan (50th)
(2008-sekarang)
1 Sejauh pengalaman saya ikut CUMI PS dan CUPS, staf yang melayani itu jujur dan belum pernah bermasalah soal
angsuran yang saya bayarkan di rumah itu selalu sama dengan data di kantor.
Dulu zaman staf pinjaman Mas Roni, pinjaman lancar dan cepet sekali. Kita masukkan pagi hari di kantor, sore bisa
langsung cair. Sekarang Mas Rafael itu lama sekali kadang harus nunggu tiga hari sampe satu minggu baru pinjaman
keluar. Padahal kebutuhan itu mendesak dan kadang tidak bisa ditunda.
3. Ibu Narti (54th) 1 Selama ini saya tidak bermasalah dengan para staf Kantor. Dulu saya kenal baik sama Mas Roni dan dia selalu
membantu saya untuk bayar angsuran simpanan dan pinjaman. Sekarang sama Mas Rafael atau kadang sama Mas
Doni, mereka baik dan jujur. Mereka selalu memberi informasi jelas dan siap sedia kalau saya butuh bantuan.
4. Ibu Suliyem (51th) 1 Salut buat staf kantor yang masih mau rutin mengunjungi saya, kadang sekedar cuma untuk bertanya, kadang
mengingatkan soal angsuran simpanan dan pinjaman. Kalau saya mengajukan pinjaman, mereka juga sabar melayani
saya yang kadang cerewet gara-gara kreditnya lama baru cair.
5. Ibu Sri Wahyuni
(50th)
1 Staf kantor CUPS itu profesional semua. Kalau jam kerja, mereka selalu siap sedia membantu saya. Pokoknya
balesannya cepet. Kalau di luar jam kerja, mereka tetap bisa dimintai tolong, pendapat, terus tetap peduli sama
anggota yang dilayani. Mereka bekerja di CUPS tidak cuma gara-gara digaji, tapi mereka peduli sama orang kecil
seperti saya ini.
6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Pengalaman staf yang tidak jujur itu kadang membuat kita ragu. Tapi udah terlanjur percaya jadinya gak masalah dan
tetap yakin sama CUPS.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
7. Ibu Septiana (30th) 2 Jelas staf yang tidak jujur itu merugikan anggota dan kami harus menanggung akibatnya. Tapi setelah itu, staf kantor
jujur kok dan belum ada kejadian seperti itu lagi. Harapannya tidak ada kejadian seperti itu lagi.
8. Ibu Kiyem Handayani
(65th)
2 Staf kantor kui canggih kok mas lan jujur. Nek teko nang omah ono tambahan biaya administrasi 2000 mas nek
dewean, nek keluarga bayar 5000 mas.
9. Ibu Sulastri (36th)
(2013-2015)
(2017-sekarang)
2 Staf kantor semua profesional mas setahu saya. Pengalaman saya sich belum pernah ketemu sama staf yang tidak jujur
dan tidak bisa dipercaya. Sejauh ini selalu baik. Mereka pun bisa paham sama kesulitan keuangan yang saya hadapi.
Beberapa bulan ini, angsuran saya kurang dari target seharusnya yang saya bayar, tetapi mereka tetap ramah dan
peduli ke saya. Mereka juga terus mengingatkan dan memotivasi saya sudah terus bersemangat kerja. Saya tidak
dibeda-bedakan pelayanannya, kecuali gak boleh nambah pinjaman kalau pinjaman belum 75% lunas. Selebihnya
bagus mas.
10. Bpk. Barly 2 Staf di kantor itu profesional semua, tidak membeda-bedakan anggota. Saya anggota lalai aja tetap diperhatikan dan
selalu diingatkan terus.
11. E. Dewi Ambarwati 3 Profesionaltas kerja dijaga melalui bisnis plan dan dibawa dalam rapat dan pertemuan baik yang sifatnya wajib dan
dijalankan. Dalam monef, kita bisa mengevaluasi program dan menindaklanjuti program yang lancar dan tidak lancar.
Untuk kedepannya, posisi aktivis dan pengurus harus dipertimbangkan perihal “uang”
12. Irene Wiedha Ardhy
Riswari (2015-
sekarang)
3 Sekarang ada monitoring dari BKCU dan juga intenal pengawas termasuk pendampingan Rm. Fredy sendiri sangat
membantu manajemen untuk tetap profesional dan transparan.
13. Nikolaus Hukulima 3 CUPS punya target dalam businees plan, dan pelan-pelan mulai terealisasi bukan sebatas wacana seperti dalam masa
transisi dari CUMI PS ke CUPS. Karena sekarang pure CU, maka ada tuntukan yang harus dipenuhi baik dalam
jaringan BKCU Kalimantan, Inkopdit, maupun hal-hal lain yang sudah ada di MOU, SOP, dst.
14. Rianto Hidajat 3 Sejauh ini tidak masalah soal profesionalitas kerja. Pada tahun kepengurusan 2017-2019, dinamika pengurus itu sangat
stabil tidak ada yang diganti atau berubah. Di CUPS sendiri, pengurus adalah orang yang aktif dan peduli dan tidak
ada kebutuhan monetory game. Untuk ke depannya, menurut Rm Fredy, CUPS perlu memperhatikan bentuk apresisasi
bagi para pengurus dan aktivis yang punya kredibilitas dan loyalitas kerja yang bagus untuk CUPS.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
15. Ginta Heniarti 3 Sejauh ini semua menjaga profesionalitas dalam pekerjaan. Semuanya sudah tercantum dalam Mo dan SOP. Adanya
poljak menjadi acuan dalam menjalankan pelayanan kepada anggota dengan profesional.
16. Suryanto Wijaya 4 Audit internal dalam jaringan Inkopdit dan BKCU Kalimantan, audit internal CUPS, peranan pengawas, laporan ke
Dewan Paroki menjadi tanda bahwa CUPS itu profesional dan transparan.
17. Rm. Antonius
Sumarwan, SJ
4 Profesionalitas dijaga dengan merumuskan tugas dan tanggung jawab masing-masing aktivis, dan juga merumuskan
standar-standar pelayanan dalam rupa manual operasional dan SOP. Yang masih menjadi tanganan adalah pengecekan
pelaksanaannya dan kualitas pelaksanaannya.
Menekankan aspek
transparansi system
dan tata kelola
Sejauh mana tata kelola SDA-SDM dan sistem pengawasan atau monitoring yang dilakukan CUPS itu mewujudkan
aspek transparansi kepada para anggotanya?
1 Ibu Lies Marlina
(2013-sekarang)
1 Biasanya kita cuma tahu lewat RAT doang sich.
2 Ibu Jasa Riani
Panjaitan (50th)
(2008-sekarang)
1 Setahu saya setahun sekali di RAT saja, saya bisa tahu segala hal soal hal-hal baru, soal SHU, soal doorprize.
3. Ibu Narti (54th) 1 Setahu saya cuma RAT aja
4. Ibu Suliyem (51th) 1 Di RAT
5. Ibu Sri Wahyuni
(50th)
1 Setahun sekali di awal tahun pas RAT.
6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Cuma di RAT aja
7. Ibu Septiana (30th) 2 Di RAT setahun sekali.
8. Ibu Kiyem Handayani
(65th)
2 Nang RAT mas.
9. Ibu Sulastri (36th)
(2013-2015)
(2017-sekarang)
2 Cuma di RAT sepertinya.
10. Bpk. Barly 2 Di RAT mas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
11. E. Dewi Ambarwati 3 Setiap tiga bulan ada kegiatan monitoring dan evaluasi; internal ada audit dari badan internal dan audit tahunan harus
ada.
12. Irene Wiedha Ardhy
Riswari (2015-
sekarang)
3 Pada tingkat manajemen sekarang CUPS memakai LKSB membantu untuk monitoring dan pengawasan sampai hal-
hal mendetail. Monitoring bulanan itu menjadi sarana untuk memonitr pekerjaan dan progress kita, termasuk audit dari
BKCU Kalimantan.
13. Nikolaus Hukulima 3 CUPS punya kerjasama dalam jaringan BKCU Kalimantan yang secara periodik melakukan audit dan penilaian
kinerja CU. Selain itu ada RAT juga setiap tahun sebagai bentuk pertanggungjawabab kepada anggota dan selalu
melaporkan aktivitas CUPS ke Dewan Paroki Blok Q. Dari pengawas juga rutin mengecek dan memonitoring kinerja
staf dan aliran keuangan di CUPS, misalnya Pak Rianto Hidajat itu rutin 2x setiap bulan mengecek staf kredit dan
melaporkan pinjaman beredar dalam setiap rapat bulanan pengurus. Dari keempat hal tersebut, kita hendak
menunjukkan bahwa ada komitmen dan profesioanlitas kerja yang dijunjung tinggi dan dihayati sungguh sebagai
anggota, pengurus, staf, dan aktivis.
14. Rianto Hidajat 3 Saya sebagai pengawas bidang Kredit selalu minta laporan ke staf kredit dua kali sebulan.
15. Ginta Heniarti 3 Dengan laporan keuangan bulanan, hasil Monev, audit berkala yang dicantumkan dalam Laporan Pertanggungjawaban
Pengurus dan Laporan Hasil Pemeriksaan Pengawas yang disampaikan saat RAT CUPS, RAT BKCU, dan laporan ke
Dewan Pastoral Harian menunjukkan bahwa CUPS sangat transparan kepada anggotanya.
16. Suryanto Wijaya 4 RAT dan Audit menjadi tools untuk memonitoring dan menjaga kredibilitas aktivitas keuangan dan kebiajakn di
CUPS.
17. Rm. Antonius
Sumarwan, SJ
4 CUPS memiliki pengawas yang mengawasi tata kelola sumber daya; ada rapat bulanan pengurus dan rapat monitoring
yang melibatkan lebih banyak aktivis tiga bulanan. Kemudian kinerja organisasi juga disampaikan secara transparan
kepada anggota dalam Rapat Anggota Tahunan.
Menuntut
pertanggungjawaban
Apakah CUPS secara priodik melaporkan aktivitas tata kelola keuangan dan kebijakannya kepada para anggotanya?
Bagaimana bentuk pertanggungjawaban itu diwujudkan dan disampaikan kepada para anggotanya?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
1 Ibu Lies Marlina
(2013-sekarang)
1 Laporan keuangan dan kondisi CUPS hanya di RAT dan selalu ada undangan yang ditawarkan ke anggota.
2 Ibu Jasa Riani
Panjaitan (50th)
(2008-sekarang)
1 Setahun sekali lewat RAT, CUPS melaporkan semua kegiatannya selama setahun terus memberikan predikat kredit
lalai, kredit terbanyak, anggota paling aktif.
3. Ibu Narti (54th) 1 Di RAT
4. Ibu Suliyem (51th) 1 Pas RAT
5. Ibu Sri Wahyuni
(50th)
1 Setahun sekali di RAT saja. Kalau yang di CUPS Mobile cuma aktivitas saya saja yang terekam.
6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Di RAT
7. Ibu Septiana (30th) 2 Pas RAT.
8. Ibu Kiyem Handayani
(65th)
2 Nang RAT.
9. Ibu Sulastri (36th)
(2013-2015)
(2017-sekarang)
2 Setahun sekali di RAT mas.
10. Bpk. Barly 2 Di RAT.
11. E. Dewi Ambarwati 3 Baru satu tahun sekali di RAT.
12. Irene Wiedha Ardhy
Riswari (2015-
sekarang)
3 Dalam jaringan BKCU, CUPS terbantu dengan sistem pengawasan internal. Di beberapa CU lain dengan aset titik
tertentu, dari BKCU ada tuntutan untuk mendatangkan auditor eksternal yang sifatnya profesional. Dalam Acces
branding ada ketentuan audit eksternal yang ada dalam auditor’s manual. Hambatan untuk Acces branding di CUPS
adalah kelengkapan administrasi, kerapian tata kelola, tata kelola yang sinkron, soal ketaatan, audit, produk favorit
(50% terisi), managemen satu suara, dst.
13. Nikolaus Hukulima 3 Di RAT, jaringan Inkopdit, jaringan BKCU Kalimantan, laporan ke Dewan Pastoral Pleno, Rapat internal pengurus,
rapat manajemen.
14. Rianto Hidajat 3 Pertanggungjawaban umum di RAT, tetapi di ada juga audit internal dari BKCU Kalimantan.
15. Ginta Heniarti 3 Idem sama dengan point sebelumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
16. Suryanto Wijaya 4 RAT CUPS, RAT BKCU Kalimantan, Laporan ke Dewan Paroki Blok Q.
17. Rm. Antonius
Sumarwan, SJ
4 Laporan formal (kinerja keuagan dan aktivitas) diberikan dalam Rapat Anggota Tahunan. Pengurus dan Pengawas
memberikan laporan tertulis kepada anggota dalam rupa buku RAT dan menjelaskannya kepada anggota secara lisan.
Anggota diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan memberikan usulan. Laporan Pengurus dan Pengawas
dinyatakan sah baru setelah disetujui oleh anggota.
D. Elemen 4: Pemberdayaan mengembangkan kapasitas organisasional yang bersifat lokal
Mengembangkan
kemampuan bekerja
sama
1 Sejauh mana CUPS melibatkan unit usaha lain sebagai mitra dalam usaha pemberdayaan masyarakat lebih luas dari
reksa pastoral Gereja Paroki Blok Q dan melibatkan umat beragama lain? Bagaimana hal tersebut diwujudkan dan
diimplementasikan dalam bentuk sistem, program dan layanan?
1 Ibu Lies Marlina
(2013-sekarang)
1 Sewaktu masih CUMI PS, saya rutin ikutan pendampingan dan pelatihan dasar. Sekarang karena orderan makin
banyak dan masaknya makin sering jadi sulit untuk ikutan pelatihan kewirausahaan yang diadakan di kantor CUPS.
2 Ibu Jasa Riani
Panjaitan (50th)
(2008-sekarang)
1 Dulu saya beberapa kali ikut pelatihan kewirausahaan di kantor lantai 3. Hanya sebatas itu saja. Kerja sama dengan
mitra usaha lain kurang paham juga. Yang saya tahu, banyak anggota CU itu muslim.
3. Ibu Narti (54th) 1 CUPS sudah banyak melakukan pelatihan-pelatihan kewirausahaan. Tapi sampe sekarang belum ada pelatihan
kewirausahaan masak. Saya khan baru merintis usaha catering rumahan, jadi butuh link untuk belajar, kenal sama
catering lain, sama pelatihan masak supaya makanan saya bisa bervariasi.
4. Ibu Suliyem (51th) 1 Saya sich sudah tahu kalau CUPS mengadakan pelatihan kewirausahaan dan dipromosiin di WA grup. Cuma saya
belum bisa ikut soalnya jadwalnya masih bentrok sama jadwal saya mengajar.
5. Ibu Sri Wahyuni
(50th)
1 Saya ikut pelatihan kewirausahaan yang bahas soal bisnis online. Terus saya masih bingung mau diapakan dan harus
berbuat apa untuk usaha catering saya. Saya sudah ada niat sich untuk coba daftar Go-food. Yang saya butuhkan itu
pelatihan seputar masak-memasak supaya saya bisa punya ide-ide untuk tambahan menu makanan catering.
6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Di WA grup itu ada banyak informasi mas. Karena saya sudah tua, saya tidak terlalu berminat dan lebih sibuk sama
dagangan setiap harinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
7. Ibu Septiana (30th) 2 Justru banyak anggota yang dilayani CUPS itu umat muslim lewat kelompok basis dan gerakan para aktivis CU. Saya
pernah ikutan gerakan sebagai aktivis yang aktif dalam kelompok sahabat sejahtera untuk prose perekrutan,
pendampinagn literasi keuangan. Tapi masalahnya pas punya anak bayi dan posisi ibu rumah tangga sekaligus
pedagang lapak di pasar, sekarang hanya aktif di WA Grup saja. Waktunya sudah habis untuk mengurus anak yang
masih bayi dan jaga dagangan pagi sampai sore.
8. Ibu Kiyem Handayani
(65th)
2 Nang WA grup kui akeh informasi soal pelatihan kewirausahaan jarene ngono, cuma ra pernah melu.
9. Ibu Sulastri (36th)
(2013-2015)
(2017-sekarang)
2 Pelatihan sudah banyak mas dari CUPS, cuma ya kok gak ada pelatihan masak seperti kursus tataboga gitu. Saya
butuh latihan untuk nambah menu dan bikin makanan lebih enak dari biasanya.
Keterlibatan dan kerjasama sudah sering mas sama RT/RW kalau pas bazaar makanan di sekitar rumah, bazaar di
Gereja kalau pas ulang tahun apa pas tujuh belasan, terus yang saya seneng itu ada buka puasa bersama di wilayah
anggota dan di kantor. Jadinya kami sesama anggota bisa saling kenal satu sama lain.
10. Bpk. Barly 2 Di WA grup sering ada informasi kerjasama CU sama perusahaan atau pelatihan di kantor. Saya sendiri tidak
mengikuti Cuma sebatas tahu saja. Saya tidak fasis mengakses fasilitas online, karena tidak paham.
11. E. Dewi Ambarwati 3 CUPS sudah bermitra dengan perusahaan, misalnya DLI untuk pelayanan simpan pinjam bagi karyawannya, Ansor
mereka menginginkan agar ada pelatihan keterampilan usaha untuk para pemuda ansor; asosiasi frenchise untuk
mengadakan pelatihan-pelatihan UKM. CUPS juga menggandeng beberapa perusahaan untuk melakukan kegiatan
bazaar yang menjadi sarana pemasaran produk para anggota CUPS yang memiliki usaha klotong, shibori, kopi, dst.
12. Irene Wiedha Ardhy
Riswari (2015-
sekarang)
3 CUPS belum sampai pada mengandeng mitra untuk menghadapi masalah tertentu. Tetapi lebih kerjasama MOU
dengan perusahaan dalam hal memberi fasilitas keuangan untuk karyawan. Untuk perusahaan yang sudah TBK,
biasanya sudah punya koperasi, tetapi yang belum TBK, mereka kesulitan untuk membuat koperasi. Maka kehadiran
CUPS sangat membantu mereka, dan respon mereka cukup positif.
13. Nikolaus Hukulima 3 Kita bersyukur banyak anggota yang bergabung ketika mereka sudah punya usaha. Angkanya mencapai 40% itu masih
kecil, tapi memiliki potensi untuk dikembangkan. Yang perlu digenjit itu fokus pendampingan yang belum maksimal.
Biasanya mereka bergerak di toko kelontong, warung makan, usaha catering, gerobak keliling, dst. Kesulitan mereka
ialah untuk menaikkan segmen pasar berhadapan dengan gempuran onlineshop. Kita tahu perusahaan besar seperti
matahari pun dibuat kalangkabut gara-gara menjamurnya onlineshop dan reseller-reseller baru. Untuk karyawan lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
diundang untuk memulai menjadi pelaku usaha, misalnya berani masuk ke bisnis online atau menjadi reseller. Untuk
segmen anak-anak sekolah diperkenalkan dari mobile CUPS.
Sejauh ini sudah ada kerjasama CU Sauan Sibarrung toraja, yang diharapkan menjadi link untuk kegiatan para anggota
lintas CU.
14. Rianto Hidajat 3 Beberapa mitra CUPS membantu dalam hal pengembangan pendidikan, misalnya bekerjasama dengan google pada
bulan novembe 2019 dan mengadakan seminar dan pelatihan teknologi digital. CUPS mengundang 1 wirausahawan
dan 1 tim dari google Indonesia. Selain itu, CUPS juga bekerjsasama Gereja saat Natal dan Paskah dengan
mengadakan bazaar bagi para anggota CUPS, khususnya mereka yang non kristen-katolik.
15. Ginta Heniarti 3 Dengan melakukan kegiatan yang melibatkan banyak orang, seperti Bazaar Kemerdekaan di halamn Gereja, Bazaar
Lebaran di lingkungan anggota, sosialisasi ke RT/RW, Pilot Project, Buka Puasa bersama dengan anggota di rumah
anggota dan di kantor, seminar atau pelatihan yang terbuka untuk umum untuk anggota dan non anggota, dapat
menunjukkan bahwa CUPS tidak mendiskriminasi agama apapun dan sangat menjunjung toleransi beragama.
16. Suryanto Wijaya 4 Ada perbedaan jelas antara masyarakat di perkotaan dan di pedesaan, kebutuhan dan karateristik mereka itu sangat
berbeda. Untuk itu CUPS membuka trobosan dengan membuka kerjasama: (1) kerjasama dengan Google Indonesia
untuk pelatihan kewirausahaan; (2) kerjasama pembinaan dan pendampingan UKM di kantin Sosro di Kuningan
Lippo.
17. Rm. Antonius
Sumarwan, SJ
4 CUPS bekerjasama dengan Seksi PSE Blok Q dalam penyelenggaraan bazaar di mana anggota diberi kesempatan
untuk menjual produk-produk mereka, maupun juga pelatihan-pelatihan peningkatan kapasitas anggota. Kerjasama
khusus dengan kelompok umat bergama lain, belum ada. Namun karena cukup banyak anggota CUPS beragama Islam
dan peristiwa keagamaan semacam puasa dan lebaran menjadi kesempatan untuk silaturahmi, misalnya dengan
menyelenggarakan buka puasa bersama dan perayaan Idul Fitri.
CUPS juga beberapa kali memfasilitasi beberapa mahasiwa yang melakukan penelitian. Namun hasil pelatihan
memang belum berdampak konkret bagi pengembangan pelayanan CUPS.
CUPS juga terlibat dalam forum CU KAJ untuk ikut berbagi pengalaman guna mendorong pengembangan CU di
KAJ. Bagaimana dampak aktual forum ini terhadap perkembangan CU-CU di KAJ? Belum begitu jelas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Mengembangkan
kemampuan untuk
mengorganisasi dan
memobilisasi SDA
serta SDM dalam
menghadapi
permasalahan
Bagaimana CUPS itu membangun asosisasi antar mitra usaha untuk membangun jejaring dan kerja sama antar unit
usaha yang lebih luas untuk menanggapi persoalan pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan kesejahteraan
hidup?
1 Ibu Lies Marlina
(2013-sekarang)
1 Tidak ada
2 Ibu Jasa Riani
Panjaitan (50th)
(2008-sekarang)
1 Tidak tahu
3. Ibu Narti (54th) 1 Saya cuma tahu dari WA grup saja. Di sana ada beberapa informasi soal kerjasama CUPS sama beberapa perusahaan.
Selebihnya saya tidak tahu.
4. Ibu Suliyem (51th) 1 Saya tahu CUPS bekerjasama dengan perusahaan. Ada temen saya yang kerja di perusahaan ikut bergabung sama
CUPS dan menjadi anggota. Katanya perusahaannya punya kerjasama CUPS.
5. Ibu Sri Wahyuni
(50th)
1 Setahu saya sich CUPS bekerjasama dengan beberapa perusahaan. Kemaren CUPS pernah mengundang google untuk
mengisi pelatihan kewirausahaan. Kalau bisa sich ada komunitas yang satu minat gitu. Saya khan punya usaha
catering, mungkin ada anggota CUPS yang juga punya usaha catering jadi bisa berbagi ilmu atau pelatihan supaya bisa
menambah pelanggan.
6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Sepertinya belum
7. Ibu Septiana (30th) 2 DI Wa grup sudah diinfokan soal kemitraan dan kewirausahaan, hanya tidak ada respon dari saya.
8. Ibu Kiyem Handayani
(65th)
2 Ora ngerti Mas
9. Ibu Sulastri (36th)
(2013-2015)
(2017-sekarang)
2 Tidak paham mas, malahan saya usul ada pendampingan untuk UKM mas, khan saya punya usaha sampingan gerobak
yang muter-muter di perumahan. Mbok saya dibantu promosi atau modal usaha atau kenalan gitu supaya bisa punya
tempat dan bisa buka warung gitu. Usul sich mas.
10. Bpk. Barly 2 Cuma tahu info di WA grup.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
11. E. Dewi Ambarwati 3 CUPS membangun jejaring dengan BKCU Kalimantan guna mendapatkan pelatihan dan peningaktan kapasitas
pengurus dan managemen. Gerakan yang rutin adalah kegiatan buka puasa bersama dengan masyarakat muslim
dengan mengandeng para ketua RT, RW sekitar wilayah pelayanan CUPS.
12. Irene Wiedha Ardhy
Riswari (2015-
sekarang)
3 Setahu saya lebih pada kerjasama dalam jaringan BKCU untuk pengurus, staf, dan aktivis CU.
13. Nikolaus Hukulima 3 Kita sudah bekerjasama dengan Google Indonesia yang siap sedia membantu anggota CUPS masuk ke ranah bisnis
online.
14. Rianto Hidajat 3 Kerjasama dengan mitra usaha hanya sebatas dalam lingkatan CU dalam BKCU Kalimantan, misalnya: CUPS
mengirim staf ke CU Sauan Sibarrung di Toraja untuk pelatihan dan studi banding. Untuk kerjasama dengan mitra
usaha di luar itu sepertinya belum terealisasi.
15. Ginta Heniarti 3 Saat ini, CUPS belum ada asosiasi antar mitra usaha
16. Suryanto Wijaya 4 Sejauh ini CUPS semakin gencar untuk membangun kerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang potensial untuk
bisa peduli kepada permasalahan peningkatan kesejahteraan ekonomi kerakyatan.
Kedepannya perlu ada kerjasama dengan mitra usaha untuk mengarahkan pada entrepreneurship, misalnya: di DKI
ada program free of charge untuk pelatihan kewirausahaan. Gereja Stefanus Cilandak sudah pernah mengikuti
program itu. Mereka dilatih untuk menjadi tukang acc keliling dan diberi ruang promosi sehingga bisa menemukan
pelanggan dan mendapatkan pendapatan.
17. Rm. Antonius
Sumarwan, SJ
4 Sepertinya hal macam ini belum dilakukan oleh CUPS. Asosiasi masih terbatas pada jaringan CU saja di mana CUPS
terlibat dalam jaringan BKCU Kalimatan dan memperoleh banyak manfaat dari bergabungnya pada jaringan ini:
memperoleh pelatihan-pelatihan pengembangan kapasitas aktivis dan organisasi, memperoleh pelayanan audit dan
monitoring kinerja, memperoleh pelayanan perlindungan (terkait asuransi jiwa terkait dengan simpanan dan pinjaman
anggota).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Mengembangkan
aspek personal:
kebebasan
berpendapat
Sejauh mana CUPS memberikan kebebasan kepada anggotanya untuk berpendapat, mengusulkan program, atau
mengevaluasi kebijakan atas program dan layanannya? Bagaimana hal tersebut difasilitasi dan diberi ruang oleh
CUPS?
Sejauh mana kebebasan berpendapat ini semakin mengungkapkan perwujudaan iman anda untuk terlibat dalam
usaha pemberdayaan?
1 Ibu Lies Marlina
(2013-sekarang)
1 Kegiatan buka puasa bersama anggota CUPS itu baik untuk diteruskan, karena di sana kita bisa kumpul dan ngobrol
dengan banyak orang dan bisa berbagi banyak hal soal usaha-usaha masing-masing anggota. Buka puasa bersama itu
menambah hubungan harmonis antar umat beragama, soalnya yang ikutan tidak hanya yang beragama Islam.
2 Ibu Jasa Riani
Panjaitan (50th)
(2008-sekarang)
1 Saya gak berani usul di RAT, karena merasa juara “peminjam berkali-kali” karena pinjaman dipakai membiayai dua
anak kuliahan. Anggota lain meminjam untuk modal usaha dan bisa dapet untung, sedangkan saya pinjam untuk
investasi di pendidikan anak. Semoga ke depannya anak berhasil dan bisa mengembangkan dan meningkatakan
kesejahteraan keluarga.
Kalau bisa plafon pinjaman untuk Griya, Ikhtiar sana Bestari ditambah dong, soalnya sekarang semuanya pada naik
harganya.
3. Ibu Narti (54th) 1 Kalau sekedar usul sich biasanya langsung saya sampaikan ke staf kantor dulu sering banget ke Mas Roni, sekarang
sesekali ke Mas Rafael atau Mas Doni. Kalau di RAT, gak berani bertanya, usul apa mengkritik CUPS. Saya mah
minder sama anggota laen, tapi saya sering datang pas RAT siapa tahu dapat doorprize, khan lumayan.
4. Ibu Suliyem (51th) 1 Biasanya kalau ada masalah atau kesulitan, saya langsung tanya di WA grup atau kadang langsung telpon aja. Kalau di
RAT, saya cuma mendengarkan saja gak berani lebih.
5. Ibu Sri Wahyuni
(50th)
1 Paling kelihatan sich di RAT, ada banyak yang usul. Biasanya minta plafon pinjaman dinaikin, dan bener usulan
anggota didenger. Sekarang pinjaman Wahana udah bisa untuk beli motor Yamaha Nmax. Yang belum dipenuhi itu
plafon pinjaman Griya sama modal usaha belum naik-naik.
6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Hanya sebatas hadir di RAT setahun sekali.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
7. Ibu Septiana (30th) 2 Di RAT banyak kok yang komentar dan kadang bertanya ke pengurus yang presentasi. Kalau saya mah lebih diam aja
mendengarkan. Agak minder juga soalnya masuk kelompok anggota lalai dan hutang Aguna masih besar.
8. Ibu Kiyem Handayani
(65th)
2 Nek takon-takon sich saiki penak Mas lewat WA grup, telpon langsung nang kantor. Nek sing resmi setahon pisan
nang RAT, biasane ono pembagian hadiah kui sing rame, Mas.
9. Ibu Sulastri (36th)
(2013-2015)
(2017-sekarang)
2 Di WA grup saya sering tanya dan komunikasi sama staf kantor. Kalau bareng-bareng hanya di RAT, tetapi saya juga
gak banyak bertanya di RAT mas, soale status sebagai anggota lalai bikin tidak PD mau usul atau bertanya.
10. Bpk. Barly 2 Dulu waktu beberapa kali ikut RAT, saya tidak berani bertanya hanya mendengarkan saja. Ada beberapa orang yang
bertanya serius sekali soal presentasi. Buat saya yang penting bisa hadir.
11. E. Dewi Ambarwati 3 Evaluasi dari anggota lebih banyak disampaikan pada RAT. Kegiatan lian, misalnya; diskusi bersama saat buka puasa
dan kunjungan di anggota, menyapa anggota (prinsip CU milik anggota)
CUPS terbantu oleh adanya WA grup, di mana usulan dan kritik itu dibicarakan dalam monef. Nilai keterbukaan pada
sesama menjadi nilai yang diperjuangkan, yakni terlibat dalam peningkatan perekonomian.
12. Irene Wiedha Ardhy
Riswari (2015-
sekarang)
3 Sejauh ini di RAT ada forum untuk bertanya, dan masih ada blank kosong untuk survey. Mereka lebih suka fokus
menunggu pembagian hadiah, interest mereka masih kurang.
Solusinya adalah membentuk forum atau komunitas (homogen) yang sama-sama serasa sepenanggungan, jadi dialog
danpembahannya lebih berdampak.
13. Nikolaus Hukulima 3 Yang terlihat jelas itu ketika RAT dan saat staf turun bertemu dengan para anggota baik di kantor maupun di rumah
mereka.
14. Rianto Hidajat 3 Kebebasan berpendapat di CUPS lebih bersifat kondisional: kritik, komentar, atau feedback baru akan masuk saat
RAT, saat staf turun mengunjungi mereka, dan saat mereka datang ke kantor.
15. Ginta Heniarti 3 Saat RAT, anggota diberi ruang untuk berpendapat dan memberi masukan terhadap perogram CUPS. Di luar Rat, saat
pendidikan dan pelatihan juga dapat menyampaikan usul atau saran untuk perbaikan CUPS ke depannya. Bisa juga
menyampaikan langsung melalui Manajemen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Pada prinsipnya gerakan CU lahir dari anggota, oleh anggota, dan untuk anggota, maka kebebasan berpendapat sangat
diperlukan demi memajukan CU-nya.
16. Suryanto Wijaya 4 Saat RAT sebenarnya waktu tepat untuk mengemukakan pendapat, tetapi di RAT CUPS masih belum banyak yang
kritis dan berani bertanya atau mengevaluasi kebijakan atau program.
17. Rm. Antonius
Sumarwan, SJ
4 Usulan anggota umumnya disampaikan saat perjumpaan dengan aktivis atau staff. Forum resmi untuk penyampaian
usulan adalah RAT. Di luar itu tampaknya belum ada mekanisme khusus untuk menjaring usulan dan pendapat
anggota.
Kesediaan dan kesadaran untuk membukan diri terhadap dan mendengarkan usulan anggota adalah perwujudan iman
juga karena ini adalah pelaksanaan konkret atas perintah untuk “menggembalakan/memberi makan domba-domba-
Ku”, mendengarkan kebutuhan orang-orang yang saya layani, yang juga merupakan bagian dari terbuka terhadap dan
mendengar kehendak Allah sendiri.
Mengembangkan
aspek komunal:
kebebasan
berasosiasi
Sejauh mana CUPS memberikan kebebasan kepada anggotanya untuk membangun jejaring, kerjasama dengan mitra
usaha lain, atau berasosiasi dengan kelompok atau unit usaha lain? Bagaimana hal tersebut direalisasikan?
Sejauh mana kebebasan berasosiasi ini semakin mengungkapkan perwujudaan iman anta untuk terlibat dalam usaha
pemberdayaan?
1 Ibu Lies Marlina
(2013-sekarang)
1 Ada banyak info di WA grup, tapi hanya di-read.
2 Ibu Jasa Riani
Panjaitan (50th)
(2008-sekarang)
1 Sejauh ini saya cuma mendengar kalau CUPS itu ada pelatihan kewirausahaan dari WA grup, tapi cuma di-read saja.
3. Ibu Narti (54th) 1 Jejaring antar anggota belum ada sich. Paling banter kerjasama antar anggota, seperti saya ini sering dimintai bantuan
Ibu Sri Wahyuni untuk masak dan bantu usaha cateringnya. Masalahnya kami hanya kenal sama anggota di sekitar
rumah saja dan yang satu kelompok basis.
4. Ibu Suliyem (51th) 1 Kerjasama antar anggota CUPS mungkin ada tapi gak banyak sich, paling sebatas komunitas basis saja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
5. Ibu Sri Wahyuni
(50th)
1 Kerjasama antar anggota udah pernah sich cuma gak sering. Dulu pernah ada bazaar, terus CUPS menawarkan ke
anggota siapa yang mau ikutan bazaar dan buka stand. Beberapa anggota lalu iuran terus jualan bersama. Saya sich
pengen ada komunitas anggota gitu yang satu minat atau satu usaha biar bisa berbagi pengalaman gitu.
6. Ibu Kusmiyah (62th) 2 Belum pernah ikutan.
7. Ibu Septiana (30th) 2 Tahu tapi belum punya waktu untuk merespon.
8. Ibu Kiyem Handayani
(65th)
2 Nek kui mboten ngertos.
9. Ibu Sulastri (36th)
(2013-2015)
(2017-sekarang)
2 Sepertinya belum ada.
10. Bpk. Barly 2 Saya belum pernah ikutan Mas, soalnya sibuk jualan setiap hari. Kalau saya tidak jualan, kasihan langganan saya tidak
bisa butuh roti tapi saya tidak ada. Sekarang cari pelanggan itu susah jadinya pelanggan dijaga sekali supaya tidak
pindah ke perusahaan roti lain.
11. E. Dewi Ambarwati 3 Ada aktivis yang punya inisiatif mendekati unit usaha dan memberikan pelatihan, CUPS memberi ruang dan
diagendakan dalam rapat.
Kebebasan untuk terlibat itu tetap diberi ruang, tetapi CUPS memiliki rambu-rambu dan kode etik yang menjadi titik
batas agar tidak bersinggungan dengan kebebasan orang lain.
Tahun 2015, CUPS mengalami krisis karena membuka pelayanan di Tigaraksa dan Pasar Kemis di Tangerang, karena
tidak memiliki pengalaman inovasi tersebut akhirnya dihentikan
2018, CUPS mengadakan pelatihan dibantu oleh MYFO dari Romo Fredy terkait dengan bagaimana melayani orang
miskin dengan sukacita dan memotivasi diri. Romo Fredy tetap mendampingi dalam rapat dan tidak hanya sebatas
konsultatif.
12. Irene Wiedha Ardhy
Riswari (2015-
sekarang)
3 Dalam kelompok pendampingan aktivis belum banyak berbicara soal membuat pemberedayaan dalam bentuk asosiasi.
Kiranya kalau boleh dinilai baru kesulitan membuat bounding kelompok. Tetapi dirasa perlu membuat komunitas
yang memiki passion yang sama dan ada bounding yang menguatkan mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
13. Nikolaus Hukulima 3 Ke depan CUPS ada rencana untuk itu, tetapi masih dalam tahap diskusi dan pematangan konsep bersama dalam rapat
pengurus.
14. Rianto Hidajat 3 Sejauh ini, di CUPS belum muncul minat dalam hal kebebasan berasosiasi dan belum jalan juga. Justru sekarang
tantangan ke depan adalah mencari aktivis yang banyak dan stabil. Jika aktivis sulit berkembang maka ke depan akan
sulit dalam hal pengembangan manajemen.
15. Ginta Heniarti 3 Saat ini CUPS belum membuat program tersebut, namun CUPS membebaskan dan tidak menghalangi anggotanya,
jika ingin bermitra atau kejasama dengan pihak lain.
16. Suryanto Wijaya 4 Asosiasi di CUPS hanya sebatas dalam jaringan Inkopdit, BKCU Kalimatan, dan forum CU di KAJ.
17. Rm. Antonius
Sumarwan, SJ
4 Kalau anggota melakukan ini, tentu akan didukung oleh CUPS. Belum ada usaha sistematis ke arah ini. Namun
beberapa waktu lalu ada sekelompok anggota yang berkumpul bersama untuk berlatih membuat kerajinan dan hal
muncul dari inisiatif aktivis yang didorong oleh organisasi juga.
Mungkin secara sadar mengaitkan upaya ini dengan perwujudan iman, masih jarang dilakukan. Namun, setidaknya
kegiatan ini menjadi perwujudan nyata persaudaraan, yang merupakan nilai yang dijunjung tinggi oleh komunitas
kaum beriman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI