negosiasi identitas zainichi dan resistensi terhadap dominasi ...
TEO PAHAM ALLAH DALAM IDENTITAS RELIGIUS
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of TEO PAHAM ALLAH DALAM IDENTITAS RELIGIUS
TEO
PAHAM ALLAH DALAM IDENTITAS RELIGIUS:
PENELITIAN ATAS MAHASISWA/I KATOLIK DI TINGKAT
UNIVERSITAS NEGERI DI YOGYAKARTA
Tesis
Oleh:
Andreas Krishna Gunawan
NIM: 166312002
FAKULTAS TEOLOGI
PROGRAM STUDI MAGISTER TEOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
i
TEO
PAHAM ALLAH DALAM IDENTITAS RELIGIUS:
PENELITIAN ATAS MAHASISWA/I KATOLIK DI TINGKAT
UNIVERSITAS NEGERI DI YOGYAKARTA
Tesis
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Teologi
Oleh:
Andreas Krishna Gunawan
NIM: 166312002
FAKULTAS TEOLOGI
PROGRAM STUDI MAGISTER TEOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ill
PERNYATAAN MENGENAI KEASLIAN TESIS
Dengan ini, saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul:
PAHAM ALLAH DALAM IDENTITAS RELIGIUS:
PENELITIAN ATAS MAHASISWA/I KATOLIK DI TINGKAT
UNIVERSITAS NEGERI DI YOGYAKARTA
tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilrriah.
Yogyakarta, i9 Oktober 2018
Penulis,
w,wm#Andreas Krishna Gunawan
NIM:136312002
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
TESIS
PAHAM ALLAH DALAM IDENTITAS RELIGIUS:
PENELITIAN ATAS MAILASISWAII KATOLIK DI TINGKAT
UNIVERSITAS IYtrGERI I}I YOGYAKARTA
Yang dipersiapkan oleh:
ANDREAS KRISHNA GTINAWAN
NIM:166312002
Telah dipertahankan di depan Dewan Pengujipada tanggal 19 September 2018dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Pembimbing Utama
Dr. YB. Heru Prakosa, SJ
Pembimbing Pendamping
Dr. YB. Prasetyantha, MSF
Anggota Dewan Penguji
Albertus Bagus Laksaua, SJ., Ph. D.
Yoryakarta, .?1Ot toUer 2018Universitas Sanata Dhanna
Fakultas Teologi
Dekan,
z?--
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
Karya sederhana ini kupersembahkan kepada:
Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus yang semakin kuimani dalam
pengolahan bahan tesis ini.
Keuskupan Agung Semarang (Bapa uskup, para romo dan teman-teman
frater) yang selalu menjadi keluarga yang mendukung perkembangan kami
sebagai calon imam.
Bapak Petrus Gerardus Sukidjan, Ibu Verina Carina Sumaryati, keluarga
kecilku yang selalu mendukung dalam doa.
Umat di Keuskupan Agung Semarang yang dengan berbagai caranya
membantu pendidikan kami di Seminari Tinggi St. Paulus.
Para remaja Katolik yang selalu mencari dalam krisis tetapi semakin
didewasakan imannya dalam Yesus Kristus Sang Guru.
"Ya Allah, Engkau menanam hasrat di dalam hati kami karena Engkau telah
menciptakan kami menurut citra-Mu sendiri. Hati kami tetap tidak tenang sampai
kami menemukan ketenteraman di dalam Engkau?"
St. Agustinus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Keberagaman informasi dapat membantu maupun menghambat remaja
Katolik dalam membentuk identitas dirinya sebagai orang Katolik. Dalam
kaitannya dengan iman kepercayaan, remaja sering kali mempertanyakan
keyakinan imannya terutama saat mereka menghadapi peristiwa-peristiwa yang
tidak diharapkan. Pada umumnya kita adalah manusia biasa yang wajarlah bila
melihat, dan menilai hal-hal yang biasa saja dengan cara yang biasa pula. Maka
tesis ini mencoba menterjemahkan pada pertanyaan lebih lanjut tentang sejauh
mana Allah itu real dalam kehidupan keseharian remaja?
Teologi Korelasi dari Toms Jacob dan Edward Schillebeeckx
memfasilitasi sebuah refleksi terkait dengan gagasan ‘pengalaman’. Gagasan
pengalaman ini mengikuti penafsiran Schillebeeckx tentang pengalaman
penyelamatan dalam Kristus dari suatu lingkungan budaya ke lingkungan budaya
berikutnya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode eksplanatoris
sekuensial dengan pendekatan korelasi yang dimaksudkan untuk meyakinkan
bahwa akhirnya Allah adalah Tidak-Mungkin-Disepertiapakan. Gejala yang
terjadi dalam diri remaja akhir (mahasiswa/i) dari beberapa universitas negeri
menampakkan kecenderungan mengkotak-kotakan Allah dengan pikiran mereka
sendiri. Para remaja cenderung menghidupi Kristus sebatas pengalaman
individual (mengarah pada diri pribadi) - partikular yang terpusat pada ‘aku’.
Boleh dikatakan, mereka memper-tuhan-kan agamanya sendiri dan membuat citra
Tuhan menurut seleranya sendiri, tetapi lupa tentang Tuhan yang sebenarnya,
yang tidak mungkin terjangkau oleh pikiran, imajinasi, dan perumusan manusia.
Menurut penulis, salah satu bagian penting adalah realitas pengalaman. Di
mana yang dimaksudkan dengan realitas adalah segala hal yang dapat kita jadikan
objek. Meskipun demikian ada realitas pengalaman yang konkret dan ada realitas
pengalaman yang tidak konkret. Realitas itu ya sekarang ini dan di sini. Sebuah
kesadaran akan realitas yang ada di sini dan sekarang ini, itulah yang menghantar
kita pada pengalaman rohani yang mendalam.
Dunia ini adalah sebagai ajang pewahyuan Kasih Allah kepada manusia
yang terus-menerus. Kita akan menyadari bahwa seringkali aku menghambat kita
untuk secara total menanggapi perwahyuan itu. Jikalau demikian, kita akan tetap
bisa merasakan bahagia meskipun kita merasa prihatin, karena di sana-sini ada
penindasan. Kekacauan. Dengan bahagia pula, kita akan membiarkan Allah yang
sempurna itu memperbaikinya, melalui diri kita sendiri, melalui orang lain. Akan
tetapi, ini hanya memungkinkan kalau kita memiliki kesadaran: bahwa realitas ini
baik-baik saja, bahkan kita juga dipanggil untuk mengejawantahkan
kesempurnaan Allah. Maka, wajar kalau kita meminta kebijaksananaan mana
yang perlu diubah dan mana yang tidak bisa diubah
Kata Kunci: Paham Allah, Identitas Religius, Kaum Remaja Akhir, James
Marcia, Toms Jacob, Edward Schillebeeckx.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Different information could both help and or hinder Catholic’s
adolescents in constructing their identity as the Catholics. In relation to the faith,
the adolescents sometimes question their faith especially when they experience the
unexpected things. Commonly, we are mere humans who are so common in
viewing, and valuing common things through common ways. Thus, this thesis
attempts to translate further questions to what extent God is real in teenagers’
daily basis.
Toms Jacob and Edward Schillebeeckx’s Correlational Theology had
facilitated a reflection related to the concept of “experience”. This concept of
experience follows Schillebeeckx’s interpretation about the experience of Christ’s
salvation from cultural environment to another cultural environment. In this
research, the researcher used the sequential-explanatory method with the
correlational approach meant to confirm that at the end, God is Impossible-To Be
Like As. The symptoms indicated in the adolescents (college students) from
several universities had indicated the tendency that they define God in their own
minds. The adolescents tend to live the Christ as just the individual experiences
(lead to the self) – particular which centered to “I”. Could be said that they deify
their own religion and construct the God image according to their own taste, but
had forgotten the real God, whom unreachable by the thoughts, imagination, and
human’s formulation.
According to the researcher, one of the important things is the reality of
experiences. What is meant by the reality is all things which could be made as the
objects. However, there are concrete and abstract realities of experiences. An
awareness of the reality here and now will be what to lead us to the deeper
spiritual experiences.
Truly, the awareness, the contact with the reality; is the most practical
among other sciences. The awareness itself which put us into the mystery of God
the Trinity; the Lord who had created us in His image, who had disparaged
Himself in Jesus as the Firstborn, who had resided in us as the Holy Spirit, who
had sanctified us. It is the spirit that enables humans’ intrinsic experiences to
become the Lord’s perfect outpouring. Thus, this world is the Lord’s site to reveal
His continuous love. The researcher realizes that sometimes I hinder us to feel
happy albeit we have our concerns on the repressions and chaos here and there.
By being happy also, we would let the perfect Lord restore, through ourselves,
through others. Nevertheless, this is possible when we own our awareness: that
this reality is alright, even we are called to embody the Lord’s perfection. Thus, it
is natural to ask what wisdom to be shifted and what is not.
Keywords: The Concept of Gos, Identity Religious, Catholic’s Adolescents, James
Marcia, Toms Jacob, Edward Schillebeeckx.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Pengalaman belajar di Fakultas Teologi (Wedabhakti) menjadi
pengalaman berharga bagi saya. Hal yang paling mengesan adalah pengalaman
membahasakan teologi dalam konteks lokal. Para pendidik di fakultas ini
mengajak mahasiswa untuk menyadari bahwa pewartaan iman Katolik tidak bisa
mengabaikan konteks. Realitas di sekitar kehidupan umat Katolik dalam bentuk
pluralitas agama, pluralitas budaya dan juga realitas kemiskinan harus
diperhatikan. Kesadaran ini menghantar kami untuk berani membahasakan iman
ini dalam formula yang kontekstual. Kontekstual bukan berarti lepas dari sumber
iman, melainkan mampu mensintesakan antara iman Katolik dan situasi umat
setempat.
Melalui tulisan ini, penulis mencoba membuat penelitian lapangan tentang
paham Allah dalam identitas religius. Konteks yang diteliti adalah ‘kaum remaja
akhir’. Remaja akhir adalah sekelompok umat yang berusia antara 18-22 tahun.
Pertanyaan pokoknya adalah ‘Yesus Kristus macam apa yang cocok diwartakan
bagi para remaja akhir?’. Proses pembelajarannya menggunakan penelitian
melalui kuesioner dan wawancara secara mendalam.
Pembelajaran ini membantu memahami bahwa ‘Yesus Kristus Sang Guru,
Jalan, Keselamatan dan Hidup’ menjadi rumusan kristologi kontekstual bagi para
remaja akhir. Harapannya, pembelajaran dalam tulisan ini bisa menjadi bahan
pembelajaran pula bagi banyak kalangan, terutama dalam usaha memahami
makna kehadiran Yesus Kristus dalam hidup sehari-hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tesis ini ada karena banyak pihak berpartisipasi dalam membantu dan
mendukung secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karenanya penulis
berterima kasih kepada:
1. Allah Tritunggal Maha Kudus yang senantiasa setia mendampingi, dan tidak
jemu-jemu membangkitkan semangat dalam menyelesaikan studi ini.
2. Bapak P.G. Sukidjan dan Ibu V.C. Sumaryati beserta seluruh keluarga besar
adik tercinta atas doa, dukungan semangat dan segala yang telah diberikan.
3. Mgr. Robertus Rubiyatmoko dan Rm.YR. Edy Purwanto, Pr., selaku pejabat
di Keuskupan Agung Semarang yang telah memberi kesempatan dan
kepercayaan kepada penulis untuk menggeluti panggilan melalui studi
program magister teologi.
4. Rm. J. Djoko Setya Prakosa, Pr, Rektor Seminari Tinggi St. Paulus dan para
staff yang selalu memberikan dukungan hingga tesis dapat diselesaikan.
5. Rm. Dr. YB. Heru Prakosa. SJ., sebagai pembimbing pertama dan Rm. Dr.
YB. Prasetyantha, MSF sebagai pembimbing kedua. Terima kasih telah
mendampingi dengan penuh kasih, kesabaran, perhatian serta
kemurahatiannya mau merelakan waktu untuk membimbing dan menemani
perjuangan penulis, di tengah-tengah kesibukan beliau-beliau.
6. Rm. M. Purwatma. Pr., selaku pembimbing rohani yang telah menjadi
“teman” sekaligus orangtua, senantiasa mengingatkan dan atas sapaan
personalnya.
7. Dra. Pratiwi Wahyu Widiarti, M.Si., sebagai pendamping tesis. Terima kasih
telah mendampingi dengan penuh kasih, kesabaran, perhatian serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kemurahatiannya mau merelakan waktu untuk membimbing dan menemani
perjuangan penulis dalam pembuatan kuesioner, pengolahan data dalam
ranah psikologi.
8. Bapak Garuda Sukmantara, yang menemani penulis dalam perjuangan
penulis melihat dalam kaca matai man Katolik.
9. Mas Suwandi, Mas Lismi di perpustakaan Seminari Tinggi St. Paulus dan
Para karyawan perpustakaan Kolsani yang membantu dalam penyediaan dan
pencarian sumber-sumber bacaan bagi tulisan ini.
10. Teman-teman pastor yang telah menjadi bagian hidupku. Para karyawan di
Seminari Tinggi St. Paulus yang mendukung melalui doa dan sapaan sehari-
hari.
11. Mas Nardi, Mbak Weni dan Mas Tri di administrasi Program Studi Magister
Teologi, Fakultas Teologi, Universitas Sanata Dharma yang mendukung
serta menyemangati dalam pengerjaan.
12. Semua pribadi yang tidak dapat disebut satu per satu, yang telah
memberikan dukungan dan dorongan sehingga tesis ini selesai
Tulisan ini kiranya masih jauh dari sempurna. Dengan penuh kerendahan
hati, saya mohon maaf apabila dalam pengerjaan tesis saya telah banyak
melakukan kesalahan. Oleh karenanya, penulis mengharapkan adanya kritik dan
saran dari Anda demi sempurnanya tulisan ini.
Salam
Andreas Krishn
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS .................................... iii
ABSTRAK ..................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xxii
DAFTAR SKEMA ........................................................................................ . xxiv
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xxv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 16
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 17
1.4 Metode Penelitian .......................................................................... 20
1.4.1 Sampel Penelitian ............................................................................ 22
1.4.2 Lokasi/ Tempat Penelitian .............................................................. 23
1.5 Sistematika Penulisan ................................................................... 23
1.5.1 Analisis Data Sebelum di Lapangan ............................................... 23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1.5.2 Analisis Data Selama di Lapangan .................................................. 24
1.5.3 Analisis Data Setelah di Lapangan ................................................. 25
1.6 Struktur Penulisan ........................................................................ 25
BAB II PAHAM ALLAH DALAM PERSPEKTIF TOM JACOBS ..... 29
2.1 Pengantar ....................................................................................... 29
2.2 Pater Tom Jacobs .......................................................................... 31
2.3 Paham Allah dalam Perspektif Tom Jacobs .............................. 35
2.3.1 Teologi Hermeneutika .................................................................... 35
2.3.1.1 Bahasa Teologis dan Pengalaman ................................................... 37
2.3.1.2 Metode Korelasi .............................................................................. 42
2.3.1.3 Pandangan Tom Jacobs: Kristus sebagai Wahyu Allah yang
Menyelamatkan ............................................................................... 44
2.3.2 Paham Allah dalam Era Pastmodern ............................................... 52
2.3.2.1 Postmodern sebagai Konteks .......................................................... 55
2.3.2.2 Postmodernisme dan Agama ........................................................... 59
2.3.2.3 Sekularisme ..................................................................................... 62
2.3.2.4 Fundamentalisme ............................................................................ 64
2.3.2.5 Peranan Teologi Moral ................................................................... 66
2.3.2.6 Fundamentalisme Kristiani ............................................................. 69
2.3.2.7 Spiritualitas Teologis sebagai Kritik Sosial .................................... 71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.3.2.8 Paham Allah dalam Dunia Postmodern .......................................... 72
2.3.3 Pertanggungjawaban Teologis tentang Paham Allah ...................... 73
2.3.3.1 Paham Allah Tetaplah Misteri ........................................................ 74
2.3.3.2 Keterarahan Fundamental Kristiani ................................................ 75
2.3.3.3 Perjumpaan dengan Yang Ilahi dalam Aspek Teologis Tom Jacobs
.......................................................................................................... 77
2.3.3.4 Moral dalam Aspek Teologis Tom Jacobs ...................................... 79
2.3.3.5 Pewartaan dalam Aspek Teologis Tom Jacobs ............................... 80
2.4 Kesimpulan .................................................................................... 82
BAB III PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN DALAM TELAAH
TEORI IDENTITAS DARI JAMES MARCIA DAN
PANDANGAN PAHAM ALLAH MENURUT TOM JACOBS 89
3.1 Pengantar ....................................................................................... 89
3.2 Mengenal James E. Marcia .......................................................... 90
3.3 Pengertian Tentang Adolesvence dan Gagasan James Marcia
Tentang Teori Identitas ................................................................ 91
3.3.1 Status Identitas ................................................................................ 97
3.3.2 Elemen-elemen Identitas Diri ......................................................... 102
3.3.2.1 Eksplorasi Identitas ......................................................................... 104
3.3.2.2 Komitmen Identitas ......................................................................... 108
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.4 Jenis Penelitian .............................................................................. 114
3.4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 117
3.4.2 Populasi, Sampel Penelitian dan Informan Penelitian .................... 118
3.4.2.1 Populasi ........................................................................................... 118
3.4.2.2 Sampel Penelitian ............................................................................ 120
3.4.2.3 Informan Penelitian ......................................................................... 121
3.4.3 Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ...................................... 122
3.4.3.1 Instrumen Data Kualitatif ................................................................ 122
3.4.3.2 Teknik Pengumpulan data Kuantitatif ............................................ 126
3.4.3.3 Intrumen Data Kualitatif ................................................................. 127
3.4.4 Validitas dan Realiabilitas Instrument ............................................ 131
3.4.4.1 Validitas Instrumental ..................................................................... 131
a. Data Uji Validitas Dimensi Misteri Allah ...................................... 132
b. Data Uji Validitas Dimensi Identitas Religius ................................. 133
3.4.4.2 Uji Realibilitas ................................................................................ 135
a. Data Uji Realibilitas Misteri Penyingkapan Ilahi Allah
bagi Manusia .................................................................................... 136
b. Data Uji Realibilitas Identitas Religius tentang paham Allah ........ 137
3.5 Data Penelitian .............................................................................. 138
3.6 Analisa Data .................................................................................. 142
3.6.1 Analisis Data Kuantitatif .................................................................. 142
3.6.1.1 Data Kuantitatif Misteri Penyingkapan Ilahi Allah ........................ 142
a. Data Indikator Tanpa Ikatan Allah Beserta Kita ............................. 143
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b. Data Kuantitatif Nilai dari Indikator Karya Penciptaan dan Karya
Penyelamatan .................................................................................. 144
c. Data Kuantitatif Nilai dan Indikator Allah Tritunggal .................... 146
d. Data Kuantitatif Nilai dari Indikator Iman dan Wahyu .................. 147
e. Data Kuantitatif Nilai dari Indikator Dinamika Rumusan Iman ..... 148
f. Data Kuantitatif Nilai dari Variabel Misteri Allah ......................... 149
3.6.1.2 Data Kuantitatif Identitas Religious tentang Paham Allah ............. 151
a. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Eksplorasi,
dengan Indikator Pengalaman Religius/Iman ................................. 151
b. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Eksplorasi,
dengan Indikator Agama ................................................................. 152
c. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Eksplorasi,
dengan Indikator Filsafat Agama .................................................... 154
d. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Eksplorasi,
dengan Indikator Teologi ................................................................ 155
e. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Eksplorasi ............................. 156
f. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Komitmen,
dengan Indikator Pengalaman Religius/Iman ................................. 159
g. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Komitmen,
dengan Indikator Agama ................................................................. 160
h. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Komitmen,
dengan Indikator Filsafat Agama .................................................... 162
i. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Komitmen,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan Indikator Teologi ................................................................ 163
j. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Komitmen .............................. 164
k. Data Kuantitatif Nilai dari Status Identitas Religius ....................... 166
3.6.1.3 Data Kuantitatif Identitas Religius dan Jenis Kelamin
dari Responden ................................................................................ 169
3.6.1.4 Pembahasan ..................................................................................... 170
3.6.2 Analisis Data Kuanlitatif ................................................................. 173
3.6.2.1 Identity Diffusion ............................................................................ 175
Intan Suryani: Menjadi Diriku yang Sebenarnya ............................. 175
Agama Membentuk Kepribadian Seorang Hingga Menjadi Seorang
yang Dewasa ................................................................................... 178
Allah itu Selalu Ada ......................................................................... 179
Yesus, Pewahyu dari Allah .............................................................. 181
Allah Hadir dalam Kehidupan ........................................................ 183
Semakin Dewasa, Semakin Tahu .................................................... 185
3.6.2.2 Identity Foreclosure ........................................................................ 185
Ibnu Cahyo Susanto: Sang Pencari Makna Kasih ............................ 186
Agama guna Pegangan Hidup ......................................................... 187
Pengalaman Allah dalam Arti Kasih ................................................ 188
Yesus adalah Sang Penolong ........................................................... 190
Allah Hadir dalam Teman-temanku ................................................ 190
Keterkaitan Identitas Religius dan Paham Allah ............................ 191
Theresa Sekar Wening: Sang Pendoa .............................................. 192
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Agama Sarana untuk Bersyukur ...................................................... 194
Pengalaman Allah sebagai Pemberi Segalanya .............................. 194
Yesus, itu Bapak .............................................................................. 195
Allah Hadir dalam Setiap Kebutuhanku ......................................... 196
Semakin Dewasa Identitas, Semakin Berkembang pula Pemahaman
akan Allah ....................................................................................... 197
3.6.2.3 Identity Moratorium ........................................................................ 198
Ayatmaka Jati: Sang Qua Vadis....................................................... 198
Agama Membantu Mengolah Penyadaran akan Diri, Membantu
Menuju pada Yang Transenden ...................................................... 198
Allah ada dalam Diri Orang-orang Sekelilingku ............................. 199
Yesus adalah Sang Talenta dalam Hidupku .................................... 200
Allah Hadir dalam Setiap Langkah Hidupku .................................. 201
Orang Tumbuh Dewasa, Dewasa pula dalam Segala Hal ............... 202
3.6.2.4 Identity Achievement ....................................................................... 203
Veronika Asih ................................................................................. 203
Agama sebagai Sarana untuk Mengenal Allah ................................ 203
Allah adalah Sang Pelindung ........................................................... 204
Yohanes Chandra ............................................................................. 205
Agama Menganut Ajaran-ajaran ..................................................... 205
Yesus adalah Anak Allah ................................................................ 205
Allah Hadir dalam Penetuan Pengambilan Keputusan ................... 206
Kedewasaan Iman dan Kepribadian yang Seimbang ...................... 206
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.7 Konfrontasi Dengan pandangan Tom Jacobs ............................ 207
Kebahagiaan Surgawi di Dunia ....................................................... 214
3.8 Kesimpulan .................................................................................... 216
BAB IV KRISTOLOGI DALAM KONTEKS PENGALAMAN
KESEHARIAN KAUM REMAJA: SINTESA DENGAN
REFLEKSI TEOLOGIS DARI SCHILLEBEECKX ............... 223
4.1 Pengantar ....................................................................................... 223
4.2 Biografi Edward Schillebeckx ...................................................... 226
4.3 Korelasi Sebagai Pengalaman ...................................................... 228
4.3.1 Bahasa Teologis dan Pengalaman ................................................... 230
4.3.2 Orthodoksi, Kritik Negatif dan Korelasi ......................................... 232
4.4 Pengalaman Sebagai Kekuatan Penggerak Iman dan Teologi .. 236
4.4.1 Kekristenan Dimulai dengan Pengalaman - Wahyu
dan Pengalaman .............................................................................. 238
4.4.2 Pengalaman Dunia Modern ............................................................. 252
4.4.3 Menuju Korelasi Kritis antara Tradisi dan Situasi Modern ............ 256
4.4.4 Keunggulan Interpretasi Pengalaman ............................................. 264
4.4.4.1 Salib sebagai Ketaatan Kepaka Kehidupan .................................... 268
4.4.4.2 Status Questionis ............................................................................. 282
4.4.4.3 Peran Pengalaman Penderitaan dalam Kebangkitan Iman .............. 292
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.5 Kemanusiaan Yesus Sebagai Keselamatan
yang Datang dari Allah ............................................................... 299
4.6 Kesimpulan .................................................................................... 309
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 318
5.1 Pengantar ....................................................................................... 318
5.2 Catatan Akhir ................................................................................ 321
5.3 Langkah Pastoral .......................................................................... 323
5.4 Refleksi Teologis ............................................................................ 328
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 330
LAMPIRAN ..................................................................................................... 336
1 Lampiran 1 ....................................................................................... 337
2 Lampiran 2 ...................................................................................... 348
3 Lampiran 3 ...................................................................................... 358
3.1 Uji Validitas dan Reliabilitas ........................................................... 359
3.1.1 Output Uji Validitas Misteri Penyingkapan Ilahi Allah
bagi Manusia ................................................................................... 359
3.1.2 Output Uji Validitas Identitas Religius tentang Paham Allah ........ 362
3.1.3 Output Uji Realibilitas Dimensi Misteri Allah ............................... 370
3.1.4 Output Uji Reabilitas Identitas Religius tentang Paham Allah ....... 371
3.2 Hasil Penelitian ............................................................................... 373
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4 Lampiran 4 ...................................................................................... 413
4.1 Intan Suryani ................................................................................... 414
4.2 Theresia Sekar Wening .................................................................... 426
4.3 Adyatmaka Jati ................................................................................ 436
4.4 Veronika Asih ................................................................................. 447
4.5 Ibnu Cahyo Susanto ......................................................................... 453
4.6 Yohanes Chandra ............................................................................ 458
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Status-status Identitas ................................................................ 5
Tabel 3.1 Daftar Mahasiswa/i Katolik di Universitas Negeri Yogyakarta 117
Tabel 3.2 Daftar Mahasiswa/i Katolik di Universitas Gadjah Mada ......... 118
Tabel 3.3 Skala Penilaian untuk Pernyataan Positif dan Negatif .............. 122
Tabel 3.4 Kisi-kisi Misteri Penyingkapan Ilahi Allah bagi Manusia ........ 123
Tabel 3.5 Kisi-Kisi Identitas Religius tentang Paham Allah .................... 124
Tabel 3.6 Output Uji Validitas Dimensi Misteri Allah ............................. 130
Tabel 3.7 Output Uji Validitas Dimensi Identitas Religius ...................... 131
Tabel 3.8 Output Uji Reliabilitas Dimensi Misteri Penyingkapan Ilahi Allah
bagi Manusia ............................................................................. 134
Tabel 3.9 Output Uji Reliabilitas Identitas Religius ................................. 135
Tabel 3.10 Deskripsi Usia Responden Penelitian ....................................... 137
Tabel 3.11 Kisi-kisi Misteri Penyingkapan Ilahi Allah bagi Manusia ........ 138
Tabel 3.12 Kisi-kisi Identitas Religius tentang Paham Allah ..................... 138
Tabel 3.13 Daftar Informan dalam Penelitian Kualitatif ............................ 139
Tabel 3.14 Indikator Tanpa Ikatan Allah Beserta Kita ............................... 140
Tabel 3.15 Indikator Karya Penciptaan dan Karya Penyelamatan .............. 142
Tabel 3.16 Indikator Allah Tritunggal ........................................................ 143
Table 3.17 Indikator Iman dan Wahyu ....................................................... 145
Tabel 3.18 Indikator Dinamika Rumusan Iman .......................................... 146
Tabel 3.19 Indikator Misteri Allah ............................................................. 147
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.20 Eksplorasi Pengalaman Religious/Iman ................................... 149
Tabel 3.21 Eksplorasi Agama ..................................................................... 150
Tabel 3.22 Eksplorasi Filsafat Agama ........................................................ 152
Tabel 3.23 Eksplorasi Teologi .................................................................... 153
Tabel 3.24 Eksplorasi .................................................................................. 154
Table 3.25 Komitmen Pengalaman Religius ............................................... 157
Tabel 3.26 Komitmen Agama ..................................................................... 158
Tabel 3.27 Komitmen Filsafat Agama ........................................................ 160
Tabel 3.28 Komitmen Teologi .................................................................... 161
Tabel 3.29 Dimensi Komitmen ................................................................... 163
Tabel 3.30 Status Identitas Religius ............................................................ 165
Tabel 3.31 Responden Penelitian berdasarkan Status Identitas .................. 167
Tabel 3.32 Crosstabulasi Identitas Religius – Jenis Kelamin ..................... 168
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR SKEMA
Skema 3.1 Proses Penelitian Kombinasi Sequential Explanatory ................... 114
Skema 3.2 Langkah-langkah Penelitian dalam Desain Sequential Explanatory
......................................................................................................... 115
Skematik Teologi Hermeneutika Schillebeeckx ................................................ 267
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN
A. Dokumen
GS : Gaudium et Spes: Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Dewasa
ini, Dokumen Konsili Vatikan II, 1965.
DV : Dei Verbum: Konstitusi Dogmatis Tentang Wahyu Illahi, Dokumen
Konsili Vatikan II, 1965.
AG : Ad Gentes: Dekrit Tentang Kegiatan Misioner Gereja, Dokumen
Konsili Vatikan II, 1965.
B. Istilah-istilah Umum
art. : artikel
bdk. : bandingkan
Luk : Lukas
Mat : Matius
Mrk : Markus
Yoh : Yohanes
Ptr : Petrus
Tim : Timotius
Kor : Korintus
Kis : Kisah Para Rasul
IPTEK : Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
IKMK : Ikatan Keluarga Mahasiswa Katolik
KMK : Keluarga Mahasiswa Katolik
SKS : Satuan Kredit Semester
IP : Indeks Prestasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SD : Sekolah Dasar
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SMU : Sekolah Menengah Umum
UGM : Universitas Gadjah Mada
UNY :Universitas Negeri Yogyakarta
ISI : Institus Seni Indonesia
UM : Ujian Masuk
SBMPTN : Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pada bulan Januari 2014 umat Allah Keuskupan Agung Semarang
mengadakan Temu Pastoral. Yang menjadi tema pembicaraan sepanjang
pertemuan tersebut adalah Formatio Iman. Tema ini dilatarbelakangi oleh Tahun
Iman yang telah berlangsung dari bulan Oktober 2012 hingga November 2013.
Dalam pertemuan itu, dikatakan bahwa: pada masa remaja, mereka menyukai hal-
hal yang popular dan peka terhadap perkembangan budaya serta teknologi yang
mempengaruhinya. Setidaknya dari pengamatan penulis, remaja saat ini memiliki
satu telepon genggam atau smartphone. Sebagian juga dari mereka memiliki
tablet, pemutar musik, dan atau laptop. Bahkan juga, beberapa dari mereka juga
sangat lekat dengan smartphone atau tablet sampai-sampai dalam ibadat/ekaristi
pun masih sibuk memainkan perangkat teknologi tersebut.
Kehidupan yang bergantung dan melekat dengan peralatan teknologi ini
membawa konteks hidup tertentu bagi remaja Katolik; terkhusus dalam
menentukan dan menjalankan tugas perkembangannya pada masa remaja akhir.1
1 Salah satu tugas perkembangan remaja adalah memenuhi perkembangan kepribadian yang
sehat pada dirinya. Perkembangan kepribadian yang sehat pada remaja “menuntut” kemantapan
identitas agar remaja dapat mengelola atau menciptakan kembali suatu pengertian yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kekayaan dalam menemukan informasi ini, di satu sisi dapat mendorong remaja
menjadi lebih kritis, cermat dan analitis dalam berpikir dan berpendapat. Selain
itu, mereka juga dapat menjadi lebih matang dalam mengambil keputusan karena
bisa mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Meskipun demikian,
keberagaman ini jika tidak dikelola dengan baik justru dapat menyebabkan
kebingungan identitas (berada pada krisis identitas yang berkepanjangan),
ketercabutan dari akar tradisi (baik agama maupun kultural lokal) dan sikap
apatis-pragmatis terhadap hidup.2
Keberagaman informasi dapat membantu
maupun menghambat remaja Katolik dalam membentuk identitas dirinya sebagai
orang Katolik.
Dalam kaitannya dengan iman kepercayaan, remaja sering kali
mempertanyakan keyakinan imannya terutama saat mereka menghadapi
peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan, misalkan: kegagalan, kegalauan, sakit,
atau masalah lainnya.3
Pada usia ini, remaja mulai memeriksa kembali
(reexamine) dan mengevaluasi kembali (reevaluate) berbagai keyakinan dan nilai
yang selama ini telah dimiliki, terlepas dari otoritas keagamaan.4 Banyak orang
menyeluruh tentang dirinya. Lerner, Richard. M & Hultsch, David. F, Human Development, a life-
span perspective (New Jersey: Prentice Hall, 1998), 24. 2 Agus Cremers, Teori Perkembangan Kepercayaan; Karya-karya Penting James W. Fowler
ed. A. Supratiknya (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1995), 9. 3 Bdk. Wagner menyebut keraguan religius adalah “banyak remaja menyelidiki agama sebagai
suatu sumber dari rangsangan emosional dan intelektual. Para pemuda ingin mempelajari agama
berdasarkan pengertian dan tidak ingin menerimanya begitu saja. Mereka meragukan agama bukan
karena ingin menjadi agnostic atau atheis, melainkan karena mereka ingin menerima agama
sebagai sesuatu yang bermakna-berdasarkan keinginan mereka untuk mandiri dan bebas
menentukan keputusan-keputusan mereka sendiri”. Wagner, H. The Adolescence and His
Religion, Jounal of Adolescence 13 (19783): 49-364. 4 Bdk. Tahap 3: Kepercayaan Sintesis-Konvensional; Agus Cremers, Teori Perkembangan
Kepercayaan, 30-32.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berhenti pada tahap iman sintesis konvensional.5 Pada tahap ini, iman diterima
begitu saja sebagai warisan dalam proses sosialisasi primer, tanpa adanya proses
pembatinan atau internalisasi. Iman dikatakan belum menjadi milik seseorang,
terkhusus pada remaja akhir. Berkat munculnya kemampuan kognitif baru, yaitu
penalaran-penalaran logis, maka remaja sanggup merefleksikan secara kritis
riwayat hidupnya dan mulai menggali arti sejarah hidupnya bagi dirinya sendiri.6
Yang remaja cari ialah suatu sintesis baru atas berbagai arti yang pernah dialami
dalam hidup.7
Maka boleh dikatakan bahwa upaya menciptakan – dengan
penalaran-penalaran formal – kerangka arti dan makna baru (sintesis) ini
menyebabkan remaja sangat tertarik pada ideologi dan agama.
Agamalah yang menciptakan rangka makna eksistensial yang
terdalam dan terakhir, dengan menempatkan orang dalam relasinya
dengan lingkungan akhir. Sang remaja berjuang menciptakan suatu
sintesis dari berbagai keyakinan dan nilai religius yang dapat
mendukung proses pembentukan identitas diri dan memungkinkan
munculnya rasa bersatu dengan orang-orang lain dalam suasana
kesetiakawanan afektif. Namun sintesis religius pribadi sebagaian
besar bersifat kurang refleksif dan masih terikat – sering secara
negatif – pada pandangan religius konformistik yang umum.8
Tantangan dalam tahap perkembangan ini menjadi semakin tinggi ketika
remaja hidup dalam situasi dan kondisi yang plural, dengan kebebasan dan
keleluasaan mencari dan menemukan informasi. Alan S. Waterman menegaskan,
5 Agus Cremers, Teori Perkembangan Kepercayaan, 31.
6 Remaja mulai mengambil alih pandangan pribadi orang lain menurut pola “pengambilan
perspektif antar pribadi secara timbal balik” (Aku lihat engkau melihat diriku; dan aku melihat
diriku sebagaimana, menurut hematku, engkau melihat diriku. Sepadan dengan hal itu: Engkau
melihat dirimu sendiri sesuai pandanganku tentangmu; dan engkau melihat dirimu sendiri
sebagaimana, menurut hematmu, aku melihat dirimu). Agus Cremers, Teori Perkembangan
Kepercayaan, 30-31. 7 Sintesis adalah mengintegrasikan segala gambaran diri yang begitu berbeda supaya menjadi
suatu identitas diri dan diri batiniah yang koheren. Agus Cremers, Teori Perkembangan
Kepercayaan, 31. 8 Agus Cremers, Teori Perkembangan Kepercayaan, 31-32.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bahwa tahun-tahun di perguruan tinggi merupakan saat terbaik untuk
pembentukan identitas, dan perguruan tinggi terbukti mempermudah
perkembangan identitas dalam bidang religiusitas.9 Menurut Grotevant, perguruan
tinggi merupakan salah satu dari 4 konteks pembentukan identitas, yaitu: kultur
dan masyarakat; keluarga; peer; sekolah dan pekerjaan.10
Marcia mengemukakan identitas adalah struktur diri, sebagai suatu hal
internal, organisasi dinamik dari dorongan, kemampuan, keyakinan dan sejarah
individu yang terkonstruksi.11
Semakin berkembang struktur ini, maka individu
makin sadar tentang keunikan mereka dan kesamaannya dengan orang lain
sekaligus tentang kekuatan dan kelemahan dalam menempuh hidup mereka.
Kurang berkembangnya struktur ini, maka individu akan makin kebingungan
melihat perbedaan mereka dari orang lain dan mereka semakin mendasarkan diri
pada sumber-sumber eksternal untuk mengevaluasi diri sendiri.12
Identitas yang
mantap tampak saat remaja akhir13
menjadi mahasiswa dengan mamasuki dunia
perguruan tinggi. Apabila dikaitkan dengan teori pembentukan identitas dari
Marcia,14
mahasiswa yang memilih salah satu agama (misal Katolik), dapat
9 Alan S. Waterman, “Developmental Perspectives on Identity Formation: From Adolescence to
Adulthood”, dalam J. E. Marcia, The Ego Identity: A Handbook for Psychosocial Research (New
York: Springer-Verlag, 1993), 53-54. 10
Raskin, P.M., & Waterman, A.S., “On the bidirectional impact of counseling on identity and
intimacy development”, dalam Sally L. Archer (Ed.), Interventions for Adolescent Identity
Development (California: Thousand oaks, CA, Sage, 1994), 156. 11
James E. Marcia dalam Adelson, J. (Editor), Handbook of Adolescent Psychology, (New
York: John Wiley & Sons. Inc, 1980), 159. 12
James E. Marcia, The Ego Identity: A Handbook for Psychosocial Research, 205. 13
Masa remaja dibagi menjadi 3 fase, yaitu: 1) masa remaja awal (early adolescence), 11/12-15
tahun; 2) masa remaja tengah (middle adolescence), 15-18 tahun; 3) masa remaja akhir (late
adolesence), 18-22 tahun. Marcia dan Archer dalam James E. Marcia, The Ego Identity: A
Handbook for Psychosocial Research, 177, 205. 14
Status identitas menurut Marcia, berisi pertanyaan-pertanyaan dalam domain vokasional
(pekerjaan atau pilihan karir); ideologi yang terdiri dari keyakinan religi dan politik; dan nilai-nilai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dikatakan memiliki identitas sebagai mahasiswa Katolik, hal ini dilihat dari segi
isi (content); sedang dari segi proses, mahasiswa tersebut telah melakukan
eksplorasi dan memiliki komitmen terhadap agama yang dipilih. Dalam
pembentukan identitas masa remaja akhir, ada atau tidaknya proses eksplorasi dan
komitmen akan menentukan 4 status identitas individu (Identity Achievement,
Identity Moratorium, Identity Foreclosure, Identity Diffusion).
Tabel 1.1
Status-status Identitas
Status-status Identitas
Identity
Achievement
Identity
Moratorium
Identity
Foreclosure
Identity
Diffuse
Eksplorasi Ada Dalam Proses Tidak ada Ada/tidak ada
Komitmen Ada Ada, tapi samar Ada Tidak ada
Sumber: J.E. Marcia, The Ego Identity: A Handbook for Psychosocial Research
(New York: Springer-Verlag, 1993), 11.
Tema identitas tidak berhenti pada masa dewasa (saat kondisi status achievement
tercapai), seorang individu dapat mengalami krisis dan masuk dalam status
Moratorium, kemudian kembali ke Achievement yang oleh Marcia disebutnya
sebagai MAMA cycles.15
Fenomena di atas menunjukkan, bahwa meskipun berada
dalam masa remaja akhir, dalam hal ini mahasiswa/i telah bereksplorasi dan
memiliki komitmen dalam bidang religiusitas (Katolik). Namun ketika menjalani
perkuliahan, mahasiswa tampak tidak bereksplorasi atau justru kembali
interpersonal seperti sikap peran jenis kelamin dan seksualitas. James E. Marcia, dalam Bosma,
H.A. et.al. (Editor). Identity & Development (California: Sage Publication, 1994), 72. 15
Siklus M-A-M-A (Moratorium-Achievement-Moratorium-Achievement).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bereksplorasi dan kurang mantap dalam mengambil komitmen. Dalam
pembentukan identitas religius, diperlukan adanya eksplorasi dan komitmen.
Remaja, sering kali mengungkapkan berbagai alasan untuk menghadiri ibadah
keagamaan, ada yang mencerminkan komitmennya, namun ada juga yang
menunjukkan kurangnya eksplorasi diri dalam beragama. Eksplorasi terus
berlanjut karena mereka percaya kepada Allah, bahwa agama itu penting bagi
kehidupan mereka, ajarannya mengajarkan bagaimana membedakan yang baik
dan yang buruk, dan membuat mereka merasa memiliki nilai positif setelah
mereka menghadiri ibadah keagamaan.16
Menurut penulis, salah satu persoalan
kontekstual yang dihadapi oleh remaja, khususnya mahasiswa/i Katolik
universitas negeri di Yogyakarta saat ini adalah menemukan identitas religiusnya.
Fenomena lain yang muncul perihal agama adalah perbedaan antara sistem
kepercayaan dan tradisi budaya.17
Dalam bukunya Paham Allah, Tom Jacobs
berusaha untuk melihat kaitan antara postmodernisme dan agama dalam konteks
Indonesia. Menurut Tom Jacobs, postmodern pertama-tama dipahami bukan
sebagai kritik agama melainkan, sebagai kritik kebudayaan.18
Meski pertama-tama
sebagai kritik kebudayaan, realitas postmodernisme akhirnya juga mengkritik
peran, posisi, dan realitas agama sebagai bagian dari kebudayaan dan sejarah
peradaban manusia. Konsep ‘postmodernitas’ yang sering disingkat sebagai
16
Sally L. Archer, “Identity Status in Early and Middle Adolescents: Scoring Criteria”, dalam
James E. Marcia, The Ego Identity: A Handbook for Psychosocial Research, 193. 17
James E. Marcia dan Sally L. Archer, “Identity Status in Late Adolescents: Scoring Criteria,
dalam James E. Marcia, The Ego Identity: A Handbook for Psychosocial Research, 223. 18
Tom Jacobs, Paham Allah: Dalam Filsafat, Agama-Agama, dan Teologi, (Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, 2002), 249.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
‘postmodern’,19
merupakan sebuah kritik atas realitas ‘modernitas’ yang dianggap
telah gagal dalam melanjutkan proyek Pencerahannya.
Fenomena postmodernisme memunculkan berbagai macam persoalan
tentang peran iman dan agama. Ketika manusia tidak lagi percaya akan
rasionalitas yang dianggap telah gagal melanjutkan proyek pencerahannya, maka
dunia tidak lagi diatur oleh kebenaran tunggal dan sistem mekanis. Segala bentuk
kebenaran tunggal ditolak dan direlativir. Demikian juga agama, teologi dan
ajaran iman. Pada saat itulah manusia berada dalam kotak-kotak individualisme
yang berdiri sendiri. Ada yang kemudian jatuh kepada ekstrim fundamentalisme
dan yang lain ke arah sekularisme. Kritik terhadap agama ini akhirnya juga
membawa kritik lebih lanjut terhadap spiritualitas, teologi dan paham Allah.20
Tom Jacobs merumuskan Paham Allah dalam dunia postmodern lebih merupakan
Allah yang real, dinamis, terlibat, komunikatif, dan memberi makna bagi
kehidupan manusia.21
Namun, pada akhirnya Tom Jacobs merumuskan bahwa
paham Allah itu tidak ada.22
Artinya, tidak ada ide atau konsep tentang Allah.
Paham Allah semacam ini amat mendesak bagi realitas zaman postmodern yang
ciri dasar mentalitasnya adalah kejenuhan, kedangkalan, dan munculnya ekstrem-
ekstrem fundamentalisme.23
Dalam situasi demikianlah iman dan agama kembali
19
Kata ‘postmodern’ setidaknya memiliki dua arti: (1) dapat menjadi nama untuk reaksi
terhadap modernisme, yang dipandang kurang human, dan mau kembali kepada situasi pra-
modernisme dan sering ditemukan dalam fundamentalisme; (2) suatu perlawanan terhadap yang
lampau yang harus diganti dengan sesuatu yang serba baru dan tidak jarang menjurus ke arah
sekularisme. Tom Jacobs, Paham Allah, 250-251. 20
J. B. Metz, “The Church’s Social Function in the Light of ‘Political Theology’” dalam
Concilium Vol. 6 No. 4 Juni 1968. 21
Tom Jacobs, Paham Allah, 267. 22
Tom Jacobs, Paham Allah, 269. 23
Fundamentalisme muncul sebagai sebuah fenomen kebudayaan yang mengkritik dan
menolak sekularisme yang terbukti gagal juga dalam mengusahakan kesejahteraan umat manusia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mendapat tantangannya untuk semakin bertanggungjawab terhadap dunia
kehidupan.
Konteks inilah yang menyebabkan masyarakat Indonesia, secara khusus
kaum remaja pun mulai dirasuki oleh semangat postmodernisme di mana ciri khas
dasarnya adalah kejenuhan. Kompleksitas dinamika hidup dalam dunia
postmodern tersebut telah menyebabkan sebagian besar masyarakat memiliki
mentalitas tak mau repot, dan dangkal; begitu juga pada kaum muda. Dalam dunia
postmodern yang menyangkal segala bentuk totalitarianisme akal budi tersebut,
orang dengan mudah lari ke arah individualisme pragmatis, konsumerisme, dan
materialisme.
Pada situasi itulah pertanyaan tentang iman dan agama kembali menjadi
penting. Orang mulai bertanya tentang, sejauh mana agama merupakan ungkapan
iman dan bukan hanya social behavior?24
Maka tesis ini mencoba
menterjemahkan pada pertanyaan lebih lanjut tentang sejauh mana Allah itu real
dalam kehidupan keseharian remaja. Kehidupan keseharian remaja, tentu
lingkupnya akan sangat luas. Oleh karena itu, penulis membatasi kehidupan
keseharian remaja akhir khususnya dalam pengalaman iman yang diungkapkan
dalam agama. Agama sebagai pengungkapan dan penghayatan iman. Pengalaman
Istilah fundamentalisme sendiri pertama-tama muncul dalam ranah agama, khususnya teologi.
Dalam Buku Paham Allah, Romo Tom Jacobs menulis tentang asal usul fundamentalisme yang
berasal dari Niagara, Amerika Serikat pada sekitar tahun 1895. Istilah fundamentalisme ini muncul
bersama dengan dikeluarkannya pernyataan mengenai ‘five points of fundamentalism’ dari agama
Kristiani. Pada awalnya, pernyataan ini muncul sebagai reaksi atas tafsir Kitab Suci Kristiani
dengan metode historis-kritis dan terhadap teori evolusi. Pada sekitar tahun 1970-an, kata
‘fundamentalisme’ menjadi begitu umum diberlakukan bagi berbagai macam kelompok, golongan
dan aliran yang ingin berpegang teguh pada ajaran dasarnya dan menolak segala bentuk tafsir
ataupun aliran lain yang berusaha mengkritik ataupun merelativir ajaran dasar tersebut. Tom
Jacobs, Paham Allah, 256-257. 24
Tom Jacobs, Paham Allah, 253.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keagamaan adalah persoalan alam karena menyangkut jiwa atau batin manusia
namun sekaligus juga menjadi persoalan kebudayaan, sebab berlangsung dalam
konteks atau tradisi kebudayaan tertentu.25
Karena dialog itu, paham Allah
menjadi masalah yang sangat sentral, karena de facto paham itu terikat pada
tradisi keagamaan.26
Begitu pula dengan pembahasan teologis pun amat luas
cakupannya, yaitu meliputi Soteriologi, Kristologi, Eklesiologi, Trinitas, atau pun
Moral. Maka, penelitian ini mengambil satu sudut pandang untuk menganalisis
obyek penelitian. Dalam penelitian ini, penulis memilih sudut pandang Kristologi,
yaitu bagaimana Yesus Kristus dihidupi oleh remaja Katolik, karena Yesus
Kristus adalah tokoh sentral kekatolikan. Tom Jacobs, menyebutkan “Orang
beragama membutuhkan Allah yang real, dan itu berarti digambarkan secara
manusiawi”.27
Yesus-lah wahyu Allah yang hadir di dunia dan menjadi manusia
secara real. Berhubungan dengan hal ini, posisi sentral Yesus Kristus
memungkinkan menjadi sumber dan daya kehidupan. Pembatasan ini dibuat agar
usaha teologis ini mampu membicarakan hal yang akrab dengan kehidupan remaja
Katolik.
Belajar dari pernyataan di atas, di mana Tom Jacobs menyebutkan Paham
Allah dalam dunia postmodern lebih merupakan Allah yang real, dinamis, terlibat,
komunikatif, dan memberi makna bagi kehidupan manusia. Penulis mencoba
menggambarkan secara baru dan dinamis tentang kekhasan iman Katolik pada diri
remaja akhir, yang tertanam dalam sejarah penafsiran serta pengalaman yang terus
25
N.S. Dister, Pengalaman dan Motivasi beragama, Pengantar Psikologi Agama (Jakarta:
Leppenas, 1982), 30. 26
“Jikalau paham Allah tidak berarti lagi, maka agama pun juga tidak berarti”. Tom Jacobs,
Paham Allah, 253. 27
Tom Jacobs, Paham Allah, 254.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berlanjut, tentang pemahaman akan Allah, di mana Allah dalam sejarah Israel dan
terutama di dalam Yesus Kristus, yang telah mengungkapkan diri-Nya sebagai
Tuhan manusia. Maka, rumusan hipotesis dari tesis ini adalah: “Paham Allah
dalam diri mahasiswa/i Katolik bukanlah sebuah konsep, melainkan suatu hasil
refleksi atas pengalaman hidup sehari-hari dalam relasi iman.”
Dalam pengenalan The Understanding of Faith, Schillebeeckx
mendefinisikan teologi hermeneutika dengan menggambarkan dua tugas utama,
yaitu: (1) Bagaimana menafsirkan pesan alkitabiah perihal Kerajaan Allah, dan
bagaimana menegaskan penafsiran semacam itu sebagai penafsiran orang Kristen?
(2) Bagaimana menjelaskan penafsiran orang Kristen perihal realitas terhadap
pemikiran modern, setidaknya berdasar tuntutan zaman yang membawa pemikiran
ke depan? Dalam hal ini, Schillebeeckx mempunyai tujuan untuk membangun
sebuah teologi yang masuk akal dan relevan dalam konteks modern yang berlanjut
dari dialog kritis dengan konteks saat ini. Hasilnya adalah teologi yang
berorientasi pada pengetahuan kritis dan praksis yang menempatkan orang-orang
Katolik di tengah perjuangan manusia yang emansipatoris dan membebaskan
manusia menuju masyarakat yang lebih adil dan manusiawi.28
Dalam teologi Schillebeeckx, kita temukan pada tekanan yang diberikan
pada ciri universal dari keselamatan dan pewahyuan diri Allah.29
“Tujuan dari
28
Lihat Bab III, Edward Schillebeeckx, The Human Story of God, New York: Crossroad
Publishing, 1990. Lihat Hilkert, The Praxis of the Reign of God, 61. 29
Menurut salah seorang penganut teologi pluralistik, Perry Schmidt-Leukel, tradisi agama-
agama besar sepakat dalam pandangan bahwa “realitas transenden sesuai dengan hakikat-Nya
mengatasi segala kemampuan manusia untuk menangkap dan melukiskan-Nya.” Perry Schmidt-
Leukel, “Zehn Thesen zu einer christlichen und pluralistischen Theologie der Religionen,”
Salzburger Theologische Zeitschrift 4 (2000) 171. Penegasan Schmidt-Leukel bahwa “Wahyu atau
manifestasi diri Allah pada manusia selalu menyiratkan adanya relasi – relasi antara realitas
transenden dengan realitas manusia yang terbatas. Suatu wahyu yang tidak sampai kepada manusia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pewahyuan tidak lain adalah keselamatan – keselamatan yang dialami manusia
melalui dan dalam relasi dengan realitas transenden, yang secara metafisik harus
dimengerti sebagai yang secara niscaya melampaui jangkauan pengertian dan
pemahaman kita manusia”.30
Schillebeeckx berusaha merumuskan suatu
pemahaman diri kekristenan yang di satu pihak tidak menyangkal identitas
kristiani, dan yang di lain pihak tidak mendiskriminasi agama-agama lain.31
Untuk
menangkal hal tersebut, dan dengan tujuan memberi bantuan teologis bagi orang
kristiani modern agar iman akan Yesus dapat dialami dan dihidupi secara
kontekstual; Schillebeeckx mengubah metode berkristologinya dengan menempuh
jalan ‘dari bawah’.32
Dalam kaitan dengan ini penting sekali, misalnya: prinsip teologis
Schillebeeckx dalam memahami makna wahyu, yaitu ‘perspektivisme’.33
Dengan
kategori ‘perspektivisme’, Schillebeeckx pada awal fase teologinya juga sudah
bukanlah wahyu dalam arti yang sesungguhnya.” Perry Schmidt-Leukel, “Theologie der
Religionen. Probleme, Optionen, Argumente”, Ars Una, Neuried, 1997, 488, seperti dikutip oleh
Adrianus Sunarko, “Kristianitas Inklusif atau Pluralis? Diskusi Dengan Schillebeeckx”, Melintas,
2015, 16. 30
Perry Schmidt-Leukel, “Zehn Thesen zu einer christlichen und pluralistischen Theologie der
Religionen”, Salzburger Theologische Zeitschrift 4 (2000), 490, seperti dikutip oleh Adrianus
Sunarko, Kristianitas Inklusif atau Pluralis? Diskusi Dengan Schillebeeckx, Melintas, 2015, 16. 31
“Kita perlu bertanya tentang identitas kristiani yang mengakui dengan penuh hormat identitas
agama-agama lain; identitas yang membiarkan diri ditantang oleh eksistensi agama-agama lain,
tetapi yang sekaligus juga berdasarkan pesan dan ajaran khas berdialog dengan agama-agama
lain.” Edward Schillebeeckx, Menschen. Die Geschichte von God, Herder, Freiburg/Basel/Wien,
1990, 210-211, seperti dikutip oleh Adrianus Sunarko, “Kristianitas Inklusif atau Pluralis? Diskusi
Dengan Schillebeeckx”, Melintas, 2015, 14. 32
“Dengan menaruh rasa hormat yang sama pada iman dan pada akal budi manusia saya ingin
menunjukkan makna dari iman kristiani kita akan Yesus dari Nasaret bagi orang modern.” Edward
Schillebeeckx, “Jesus. Die geschichte von einem Lebenden”, Herder, Freiburg/Basel/Wien, 1992,
27 seperti dikutip oleh Adrianus Sunarko, “Kristianitas Inklusif atau Pluralis? Diskusi Dengan
Schillebeeckx”, Melintas, 2015, 17. 33
Prinsip ‘perspektivisme’ menekankan ciri historis dari peristiwa wahyu tidak berarti bahwa
secara niscaya bertentangan dengan ciri universal wahyu (kristiani). Dengan prinsip
‘perspektivisme’ juga tidak dimaksudkan bahwa Allah Tritunggal pada tataran imanen (dalam
dirinya sendiri) tidak identik dengan Allah Tritunggal pada tataran ekonomi keselamatan. Allah
Tritunggal pada tataran ekonomi keselamatan adalah Allah itu sendiri dalam eksistensi historisnya
bagi kita manusia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memberi tekanan pada ciri tak terbatas, ciri misteri dari Allah di satu pihak, dan
ciri terbatas manusia di lain pihak yang mengalami dan menerima pewahyuan diri
Allah. Pada bagian akhir dari bukunya yang berjudul Jesus, misalnya
Schillebeeckx berupaya menunjukkan keterkaitan antara hasil penelitan
eksegetisnya atas Perjanjian Baru, yaitu (1) hubungan istimewa Yesus dengan
kedatangan Kerajaan Allah sebagai keselamatan bagi manusia: Keselamatan
dalam Yesus yang berasal dari Allah, dan (2) dogma kristologis konsili Nikea dan
Kalsedon.34
Hal ini jelas, bahwa dalam upaya menyusun kristologi yang
kontekstual bagi zamannya, Schillebeeckx tidak lagi berangkat dari pertanyaan
tradisional dan abstrak tentang relasi antara keallahan dan kemanusiaan Yesus,
melainkan dari relasi konkret antara Yesus dan Bapa-Nya yang merupakan pusat
dan misteri hidup Yesus.35
“Dalam kemanusiaannya Yesus demikian erat berasal
dari Bapa, sehingga Ia sesungguhnya adalah Putra Allah”.36
Optimisme dan klaim
34
Schillebeeckx, misalnya, mengatakan, “Konsili Nikea menegaskan keselamatan yang datang
dari Allah (keilahian Yesus). Konsili Kalsedon memberi tekanan pada keselamatan dalam kaitan
dengan Yesus manusia meskipun jelas pula bahwa Ia berasal dari Allah.” Edward Schillebeeckx,
Jesus, 501 seperti dikutip oleh Adrianus Sunarko, “Kristianitas Inklusif atau Pluralis? Diskusi
Dengan Schillebeeckx”, Melintas, 2015, 19. 35
"Kenyataan manusia, yang dapat, terlepas dari semuanya, ditafsirkan secara bermakna dalam
istilah sekuler dan terutama dengan menyadari makna dalam praksis dalam sejarah yang tidak
berarti, menerima dari makna kekristenan yang berlimpah: Allah yang hidup sendiri, yang pada
akhirnya adalah Kelimpahan dimana semua makna sekuler berhutang budi untuk kepentingan
sekulernya sendiri " Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith, : Interpretation and
Criticism (London and New York, NY: Sheed and Ward, 1974), 98-99. 36
Schillebeeckx mengembangkan kristologinya dalam relasi dengan pahamnya tentang Allah
Tritunggal. Atau, lebih tepat lagi, dalam ajaran tentang Tritunggal, misteri tentang Kristus menjadi
makin jelas dan eksplisit. Hanya dari dan berangkat dari Yesus sajalah kita dapat mengatakan
sesuatu tentang Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Di lain pihak, juga harus dikatakan bahwa kita dapat
memahami Yesus Kristus dengan lebih baik apabila kita melihatnya dalam relasi dengan ajaran
tentang Allah Tritunggal. Tidak baru setelah inkarnasi Allah itu Tritunggal (pada tataran ekonomi
keselamatan), melainkan Ia sudah selalu Tritunggal (pada tataran imanen). Edward Schillebeeckx,
“Jesus”, 584, seperti dikutip oleh Adrianus Sunarko, “Kristianitas Inklusif atau Pluralis? Diskusi
Dengan Schillebeeckx”, Melintas, 2015, 19.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Yesus itu hanya dapat dimengerti berdasarkan pengalaman religius istimewa
Yesus tentang Allah, yaitu pengalaman intensif tentang Allah.
Pengalaman akan Allah itulah yang menjadi sumber warta gembira dan
praksis hidup Yesus yang memberi perhatian khusus bagi manusia. Pengalaman
akan Allah itu sedemikian intensif, sehingga dapat dikatakan, bahwa Yesus
sendiri menyadari bahwa Ia berbicara dan bertindak tidak seperti rabi dan nabi
yang lain melainkan sebagai yang memiliki otoritas ilahi. Itulah yang menjelaskan
klaim Yesus bahwa dalam kata-kata dan tindakan-Nya Allah sendiri hadir.37
Prinsip kedua yang relevan dari teologi Schillebeeckx berkaitan dengan
sifat dan klaim dari suatu bahasa religius atau bahasa iman. Schillebeeckx
mendefinisikan “hubungan dengan pengalaman hidup sebagai kriteria untuk
makna interpretasi teologis”.38
Schillebeeckx kemudian menguraikan kriteria ini
dalam dua aspek, yakni: Pertama, teologi membutuhkan:
Hermeneutika pengalaman sebelum memulai sebuah sistem
hermeneutika tradisi kristen, karena sama sekali tidak yakin bahwa
setiap aspek nyata dari pengalaman manusia akan diungkapkan
dalam pemahaman diri tentang pengalaman orang Kristen, yang
tentu saja merupakan bagian integral dari pengalaman itu.39
Hal ini menjadi alasan bagi Schillebeeckx, mengapa kita harus membedakan
antara: (1) Pemahaman iman dogmatis atau teologis, yang selalu merupakan
37
“Dari situ menjadi jelas, bahwa dalam kemanusiaan-Nya Yesus sangat ditentukan oleh
relasinya dengan Allah. Dengan kata lain, hakikat terdalam Yesus terletak dalam relasi pribadinya
yang istimewa dengan Allah.” Edward Schillebeeckx, “Menschen. Die Geschichte von God”,
Herder, Freiburg/Basel/Wien, 1990, 162, seperti dikutip oleh Adrianus Sunarko, “Kristianitas
Inklusif atau Pluralis? Diskusi Dengan Schillebeeckx”, Melintas, 2015, 19. 38
Edward Schillebeeckx, “The Context and Value of Faith-Talk,” The Understanding of Faith,
14-19, 14. 39
A hermeneutics of experience before embarking on a system of hermeneutics of christian
tradition, because it is not by any means certain that every real aspect of human experience will be
expressed in the self-understanding of christian experience, which of course, forms an integral
part of that experience. Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith, 16.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
interpretasi bahasa yang diungkapkan, dan (2) Pengalaman yang ditafsirkan. Oleh
karena itu, seseorang harus memiliki perbedaan antara interpretasi pengalaman
atau berpengalaman dan model interpretasi linguistik, interpretasi, di mana
penafsiran ini diungkapkan.
Kedua, apa yang
dikatakan tentang Yesus dalam penafsiran iman oleh Gereja, jika hal itu
bermakna dan dapat dimengerti oleh kita - dan ini adalah kondisi yang
paling penting untuk dipenuhi jika kita memberikan diri kita sepenuhnya
dalam iman - untuk memiliki hubungan yang nyata dengan pengalaman
biasa sehari-hari kita dengan sesama manusia di dunia.40
Hubungan pengalaman manusia kontemporer menjadi satu-satunya cara untuk
membuat bahasa teologis dan interpretatif Gereja itu menjadi bermakna dan dapat
dimengerti.41
Schillebeeckx bahkan menyimpulkan, bahwa “semua interpretasi
teologis harus menjadi cerminan dalam pembicaraan religius, sehingga
pengalaman memiliki makna yang dapat dipahami di dalam dan oleh dunia”.42
Ciri iman dan pengakuan dari bahasa yang dipakai tidak berarti bahwa kata-kata
yang dipakai tidak boleh dipahami secara sungguh-sungguh sebagaimana tertulis.
40
Is said about Jesus in the church’s interpretation of faith has therefore, if it is to be
meaningful and intelligible to us – and this is the most important condition to be fulfilled if we are
to give ourselves completely in faith – to have a real relationship with our ordinary everyday
experience with our fellow-men in the world. Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith,
16. 41
Singkatnya: “Oleh karena itu, kondisi dasar untuk setiap penafsiran iman yang setia kepada
Injil adalah makna dari penafsiran itu. Dengan kata lain, itu harus mencerminkan pengalaman
nyata. Di sisi lain, pengalaman eksistensi kita sehari-hari di dunia juga harus memberi makna dan
kenyataan pada pembicaraan teologis kita.” Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith,
16-17. 42
“All theological interpretation must, as a reflection about religious talk, have a meaning that
can be understood in and by the world. In other words, it must have … a secular meaning.”
Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith, 17. Dengan refensi mengacu pada: Paul van
Buren, “The Secular Meaning of the Gospel Based on an Analysis of Its Language” (London:
SCM Press, 1963)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ciri iman dan pengakuan dari bahasa religius lebih menunjuk pada subjek yang
berbicara yang sungguh-sungguh memaksudkan apa yang dikatakannya.
Keputusan untuk beriman dan sampai pada pengakuan akan Yesus sebagai
Putra Allah tentu memiliki alasannya tersendiri. Sampai batas tertentu kita dapat
berusaha memahami dan menjelaskannya. Akan tetapi, dasar terakhir iman akan
Yesus Kristus sebagai Putra Allah tetap tidak dapat diverifikasi dan dijelaskan
secara rasional. Itulah yang membedakan sebuah bahasa iman dan pengakuan dari
bahasa ilmiah yang harus diverifikasi. Namun, perbedaan tersebut tidak
mengurangi keseriusan maksud dari apa yang dikatakan. Bila seseorang sudah
memutuskan untuk beriman dan ingin setia pada-Nya, isi dari yang diimani
haruslah menjadi kriteria bagi hidup dan juga bagi teologi. Berkaitan dengan teks
Kitab Suci, berarti menurut iman kristiani Yesus Kristus lebih dari pada sekadar
salah satu saksi dan wahyu saja dari Allah yang mutlak. Ia adalah satu-satunya
Putra Allah, satu-satunya Pengantara Allah dan manusia. Dalam kaitan dengan
keselamatan manusia, Yesus Kristus bukanlah salah satu wakil yang membawa
keselamatan,43
melainkan sungguh-sungguh penyelamat universal bagi semua
manusia.
Prinsip terakhir dari teologi Schillebeeckx adalah pembedaan antara tesis
(klaim atau keyakinan) iman di satu pihak dengan hipotesis teologis di lain pihak.
Apa yang bagi iman kita merupakan keyakinan dan terus berlaku
dalam pemikiran teologis berfungsi sebagai hipotesis yang
kemudian kita uji berhadapan dengan pengalaman kita sebagai
manusia… Sang teolog harus memverifikasi hipotesis ini (atau
43
Perry Schmidt-Leukel,” Zehn Thesen zu einer christlichen und pluralistischen Theologie der
Religionen”, 175. seperti dikutip oleh Adrianus Sunarko, “Kristianitas Inklusif atau Pluralis?
Diskusi Dengan Schillebeeckx”, Melintas, 2015, 26.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sebaliknya) berdasarkan keadaan konkret pengalaman historis
manusia.44
Pembedaan ini dikembangkan Schillebeeckx dalam upayanya untuk memecahkan
persoalan yang muncul berkaitan dengan tegangan antara ciri historis partikular
peristiwa Yesus dan makna universalnya. Yesus Kristus adalah satu-satunya Putra
Allah, satu-satunya Pengantara Allah dan manusia, ini merupakan
keyakinan/klaim/tesis iman kristiani. Corak bahasa yang digunakan di sini
memang bersifat pengakuan dan iman, tetapi juga bermaksud dalam kenyataan
bahwa Yesus Kristus adalah sungguh-sungguh satu-satunya Putra Allah. Yang
mau dikatakan, lebih-lebih, adalah kesadaran dan pengakuan akan ciri
‘hadiah/anugerah’ dari iman itu sendiri. Keyakinan kristiani tetaplah sama, bahwa
Yesus Kristus sungguh-sungguh Putra Allah, tetapi diakui bahwa keyakinan dan
pengakuan ini tidak dapat dijelaskan secara rasional dan secara total.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Tesis ini mencoba menemukan keterkaitan antara iman Katolik akan
Paham Allah, dan identitas religius dalam diri mahasiswa/i Katolik di beberapa
universitas negeri di kota Yogyakarta. Penulis hendak membuktikan hipotesis
tesis ini, Paham Allah dalam diri mahasiswa/i Katolik bukanlah sebuh konsep,
melainkan suatu hasil refleksi atas pengalaman hidup sehari-hari dalam relasi
44
Edward Schillebeeckx, ”Jesus”, 547, seperti dikutip oleh Adrianus Sunarko, “Kristianitas
Inklusif atau Pluralis? Diskusi Dengan Schillebeeckx”, Melintas, 2015, 26.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iman. Berangkat dari pemahaman Allah yang dipahami mahasiswa/i, pertama
adalah dalam pengalaman keseharian, dan Allah pada posisi kedua. Penulis
merumusan masalah pada tesis ini antara lain: (1) Bagaimana mahasiswa/i
menangkap, dan memaknai pengalaman sehari-hari antara iman (keyakinan) di
dalam Yesus Kristus dan agama Katolik,45
selanjutnya dari tegangan yang
ditemukan itu, coba dipahami (2) Bagaimana para mahasiswa/i hendak memberi
arti yang real tentang Allah?46
Selanjutnya dari rumusan masalah tersebut, coba
dipahami (3) Bagaimana Yesus Kristus diimani dan dihayati oleh para
mahasiswa/i Katolik universitas negeri. Kehadiran Yesus Kristus dalam
pengalaman keseharian dengan mereka menjadi fokus dari pembicaraan
Kristologi Kontekstual ini.
1.3 TUJUAN PENULISAN
Penulis menggunakan data dari kuesioner penelitian, serta wawancara
mendalam dengan para mahasiswa/i Katolik di dua universitas negeri di
Yogyakarta. Penulis mengharapkan ada rumusan yang mengena bagi mahasiswa/i
Katolik universitas negeri di Yogyakarta. Bisa jadi, proses ini menghasilkan
rumusan hasil yang sama, tetapi amat mungkinlah ditemukan rumusan yang lain.
Rasanya, usaha kontekstualisasi masih terbuka lebar.
45
Tom Jacobs, Paham Allah, 253. 46
Tom Jacobs, Paham Allah, 254.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Terdapat beberapa tujuan dari penelitian ini. Tujuan utama dari penelitian
dan penulisan tesis ini adalah: Pertama, untuk mengetahui kontribusi konsep diri47
terhadap eksplorasi dan komitmen dalam pembentukan identitas religius
mahasiswa/i Katolik universitas negeri di Yogyakarta. Setelah itu, mencari titik
temu seputar refleksi-refleksi terkait pengalaman akan Allah yang ditemukan
dalam pengalaman moral dari mahasiwa/i Katolik universitas negeri di
Yogyakarta dengan sesamanya, di dalam pengalaman keagamaan mereka. Hal
inilah yang menjadi tujuan utama dari penelitian dan penulisan tesis ini. Refleksi
tersebut memungkinkan untuk menggambarkan secara baru dan dinamis tentang
kekhasan iman Kristen, yang tertanam dalam sejarah penafsiran dan pengalaman
yang terus berjalan, di mana Allah dalam sejarah Israel dan terutama di dalam
Yesus Kristus yang telah mewahyukan diri-Nya. Kemudian refleksi-refleksi lokal
itu coba untuk dinarasikan untuk kemudian disarikan dalam sebuah rumusan
Kristologi Kontekstual dalam konteks mahasiswa/i Katolik universitas negeri di
Yogyakarta. Gagasan akan pengalaman pada saat bersamaan bertanggung jawab
atas perbedaan antara ungkapan iman Katolik dan juga kontinuitas mendasar di
antara mereka: walaupun unsur interpretatifnya mungkin berbeda, bahkan sampai
pada titik di mana keduanya tidak bertemu satu sama lain.
47
Dasar-dasar konsep diri manusia, yang merupakan prinsip-prinsip di mana manusia berbeda
dari “binatang” yang lain adalah : 1) cara manusia memproses stimuli yang datang, 2) kemampuan
manusia dalam mengabstraksikan dan menyimbolisasikan sesuatu. Jadi, pada saat seseorang
mengamati diri sendiri, bereaksi, memaknai nilai-nilai dan mengabstraksikan tentang dirinya
sendiri dan objek lain, hal tersebut digambarkan oleh Fittz sebagai diri yang diamati, dipersepsikan
dan dialami oleh individu tersebut, dan inilah yang disebut dengan konsep dirinya. Fittz, W.H.,
The Self Concept and Behavior: Overview and Supplement. Research Monoraph. No. VIII,
(California: Library of Congres Catalog Card Number 72-80269, 1971), 11.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kedua, memberi bantuan teologis yang masuk akal dan relevan bagi
remaja akhir Kristiani modern, agar iman akan Yesus Kristus dapat dialami dan
dihidupi secara kontekstual, yang berarti mempertemukan data empiris dari agama
dan masyarakat, dengan refleksi iman dari para mahasiswa. Diharapkan ini
menghasilkan teologi yang berorientasi pada pemikiran kritis dan praxis yang
mempersatukan remaja dalam iman Kristiani, menempatkan remaja Kristiani di
tengah perjuangan manusia yang emansipatoris, dan membebaskan manusia untuk
masyarakat yang lebih adil dan manusiawi, tanpa kehilangan kebebasan
kreatifnya.
Penulis mengharapkan ada rumusan paham Allah yang tepat bagi para
mahasiswa/i Katolik. Rumusan yang ditemukan membantu untuk studi dan
refleksi kritis akan iman Kristiani dan bagaimana iman itu bertumbuh dan
berkembang bagi mahasiwa/i Katolik universitas negeri di Yogyakarta. Artinya,
rumusan yang dihasilkan menyajikan refleksi kritis (untuk tidak secara langsung
mengatakan soal solusi) yang kolektif atas penghayatan iman Kristinai para
mahasiswa/i di tengah penghayatan iman dari agama-agama lainnya. Dengan
demikian, iman itu bukan sekedar ajaran, melainkan kehidupan di dalam Kristus.
Tujuan terakhir dari penelitian ini adalah guna memenuhi salah satu syarat syarat
memperoleh gelar Magister pada program Pasca Sarjana Teologi di Universitas
Sanata Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1.4 METODE PENELITIAN
Penyusunan tesis ini akan ditempuh peneliti dengan analisa teks dan
penelitian lapangan. Studi kepustakaan dilakukan dengan membaca buku-buku,
antara lain: (1) Jesus: An Experiment in Christology dan Christ: The Experience
of Jesus as Lord, menurut Edward Schillebeeckx, (2) Identity: Youth and Crisis,
karya Erik H. Erikson, (3) The Ego Identity: A Handbook for Psychosocial
Research, karya James E. Marcia, dan (4) Paham Allah: Dalam Filsafat, Agama-
Agama, dan Teologi, karya Tom Jacobs. Dalam hal ini, James Marcia melakukan
perluasan dan pengelaborasian tahap perkembangan identitas ego dari 8 tahap
perkembangan psikososial Erikson; dan ini telah berhasil mengidentifikasi
berbagai pola dan isu umum mengenai cara remaja mengatasi krisis identitasnya.
Penelitian lapangan akan menggunakan metode penelitian kombinasi
antara kuantitatif dan kualitatif. Dengan menggunakan metode kombinasi, maka
kelemahan-kelemahan yang ada dalam metode kuantitatif maupun kualitatif dapat
dieliminir. Strategi penelitian yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini
adalah eksplanatoris sekuensial, yaitu mengumpulkan dan menganalisis data
kuantitatif kemudian diikuti oleh pengumpulan dan menganalisis data kualitatif
yang dibangun berdasarkan hasil awal kuantitatif.48
Pada tahap awal hubungan
variabel bersifat sebab akibat, dan tahap berikutnya bersifat interaktif.49
Metode
kuantitatif berperan untuk memperoleh data kuantitatif yang terukur yang dapat
48
Creswell, J., Research design: Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches
(Thousand Oaks, CA: Sage, 2010), 316-318. 49
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Mixed Methods) (Bandung: Penerbit Alfabeta,
2015), 24.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bersifat deskriptif, komparatif dan asosiatif dan metode kualitatif berperan untuk
membuktikan, memperdalam, memperluas, memperlemah dan menggugurkan
data kuantitatif yang telah diperoleh pada tahap awal.50
Bobot atau prioritas ini
diberikan pada data kuantitatif. Metode pendekatan kuantitatif dengan
dilaksanakan survey, menggunakan kuesioner.51
Pengumpulan data dan analisis ke
dua metode dilakukan secara terpisah, tetapi dibuat bersambung. Peneliti
menggunakan metode multiple choice item dengan skala empat, yaitu pertanyaan
yang memberikan empat pilihan jawaban, untuk mempermudah analisis data
lanjutan.52
Pada tahap pertama dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan dan
menganalis data kuantitatif dalam menjawab rumusan masalah: Bagaimana Allah
dialami dan dipahami di dalam pengalaman sehari-hari oleh kaum remaja akhir?
Dan apakah peran agama yang di dalamnya terkandung pemahaman akan Allah
bagi kehidupan sehari-hari remaja akhir masa kini? Metode kuantitatif digunakan
untuk menemukan kontribusi pengalaman keseharian terhadap pemahaman akan
Allah.
Kemudian tahap kedua, penulis mengumpulkan dan menganalisis data
kualitatif dalam hal ini guna menjawab rumusan masalah, yakni Siapa Yesus
Kristus menurut kaum remaja? Dan gambaran Allah yang bagaimana, yang kaum
remaja pahami dan hayati dalam konteks dinamika hidup masyarakat masa kini?
Data kualitatif ini didapatkan melalui wawancara dalam kategori in-dept interview
50
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Mixed Methods), 415. 51
Kuesioner atau angket adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. 52
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Mixed Methods), 199.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan partisispasi secara mendalam. Metode kualitatif digunakan untuk
memperoleh gambaran dan fakta yang lebih jelas mengenai paham Allah pada
mahasiswa-mahasiswi Katolik. Selain itu, metode ini juga untuk mengetahui
kendala-kendala yang dihadapi mahasiswa-mahasiswi dalam menemukan dan
mengembangkan identitas kekristenannya.
Pada penelitiaan ini, data kuantitatif digunakan untuk menjelaskan data
kualitatif. Penulisan dikembangkan menggunakan teknik kajian dokumentasi,
yakni: berupa observasi dari buku dan artikel yang membahas topik relevan
dengan tema tulisan ini. Kajian ini membahas iman sebagai realitas personal
dengan meneropong isu aktual yang menantang peran iman dan pada bagian
terakhir dikaji secara-kritis-filosofis reaktualisasi peran iman dalam menciptakan
keselaman universal.
1.4.1 Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi.53
Penentuan sampel dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan
teknik Cluster Random Sampling.54
Populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.55
53
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Mixed Methods), 123. 54
Cluster Random Sampling merupakan teknik sampling daerah yang digunakan untuk
menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas. Sugiyono, Metode
Penelitian Kombinasi, (Mixed Methods), 124. 55
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Mixed Methods), 119.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa/i Katolik tingkat I – IV yang aktif
mengikuti perkuliahan.
1.4.2 Lokasi/ Tempat Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di dua universitas negeri yang berlokasi di
kotaYogyakarta, yaitu: Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gadjah
Mada. Adapun alasan memilih lokasi penelitian tersebut, yaitu karena subjek
dalam penelitian ini adalah mahasiswa Katolik di kedua universitas tersebut.
Selain itu, tesis ini akan menjadi nyata apabila peneliti menyimak realitas hidup
beriman dengan tantangan iman mahasiswa Katolik di tengah-tengah pluralitas
agama di universitas negeri
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
Sementara itu, untuk analisis data, peneliti menggunakan analisis data
sebelum, selama dan sesudah penelitian di lapangan. Berikut keterangannya:
1.5.1 Analisis Data Sebelum di Lapangan
Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan atau data
sekunder yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Aktivitas
eksplorasi dan komitmen dalam pembentukan identitas bidang religiusitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mahasiswa/i Katolik ditentukan oleh konsep diri mereka,56
sebagai salah satu
aspek kepribadian yang telah terbentuk sejak awal kehidupan dan juga ditentukan
oleh ajaran agama (gaya pengasuhan orangtua) semenjak awal kehidupan hingga
usia remaja. Namun demikian fokus penelitian ini masih bersifat sementara dan
akan berkembang setelah peneliti masuk dan selama di lapangan.57
1.5.2 Analisis Data Selama di Lapangan
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan
dan menganalisis data kuantitatif, dengan dilaksanakannya survey kepada
mahasiswa/i Katolik, menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan tertutup.
Setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu, dan diketahui ada
jawaban dari yang diwawancari setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka
peneliti akan melanjutkan dengan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu diperoleh
data yang dianggap kredibel.58
Setelah data dianalisis, penulis menentukan status
questionis yang akan menjadi dasar analisis teologis.
56
Eksplorasi dan komitmen dalam pembentukan identitas religius yaitu sejauhmana remaja
melakukan eksplorasi (setelah berlalunya krisis; berada dalam krisis, ketiadaan atau tidak pernah
mengalami krisis) dan menetapkan komitmen dalam bidang religius.
57 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Mixed Methods), 334.
58 “Data kualitatif ini didapatkan melalui wawancara dan Focus Group Discussion (FGD)
dengan partisispasi secara mendalam.” Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Mixed
Methods), 334.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1.5.3 Analisis Data Setelah di Lapangan
Pada bagian ini akan dianalisis bentuk identitas religius para mahasiswa/i
dalam pengalaman hidup keseharian dihadapkan dengan pedoman-pedoman
pokok Gereja yang ditawarkan pada bab kedua. Menurut konteks pengalaman
modern inilah iman Katolik harus dikaitkan. Schillebeeckx menyatakan, bahwa:
“pengalaman lampau hanya bisa diturunkan dalam pengalaman baru, setidaknya
sebagai tradisi yang hidup”.59
Dengan demikian, diperlukan suatu ‘korelasi kritis’
antara tradisi dan situasi modern. Dalam hal ini, diharapkan ditemukan suatu
Kristologi yang lebih mengena bagi para mahasiswa/i Katolik. Teori analisis yang
digunakan adalah dengan menggunakan bahan referensi.
1.6 STRUKTUR PENULISAN
Bab I berupa ‘Pendahuluan’. Bagian ini memaparkan latar belakang
penulisan tesis, landasan teori, batasan dan rumusan masalah, manfaat dan tujuan
penelitian, metodologi penelitian serta sistematika penulisan. Identitas yang
mantap tampak saat remaja akhir menjadi mahasiswa dengan mamasuki dunia
perguruan tinggi/universitas. Tantangan gaya hidup postmodern mewarnai
pembentukan identitas diri yang mereka hadapi pada masa remaja akhir. Namun
ketika menjalani perkuliahan, mahasiswa tampak tidak bereksplorasi atau justru
59
Edward Schillebeeckx, Interim Report dalam buku Jesus and Christ, SCM Press, London dan
Crossroad, New York, NY, 1980, 50.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kembali bereksplorasi dan kurang menunjukkan kemantapannya dalam
mengambil komitmen. Hal ini dikarenakan banyak remaja mulai meragukan
konsep dan keyakinan akan religiusnya pada masa kanak-kanak; dan oleh karena
itu juga, periode remaja disebut juga sebagai periode keraguan religius.
Bab II berisi tentang ‘Kerangka Teori: Paham Allah dalam Perspektif Tom
Jacobs dan Karakter Identitas dari Kaum Remaja menurut James Marcia’. Dalam
bagian ini penulis akan menguraikan latar belakang penulisan tesis. Penulis
membahas tentang Paham Allah menurut Tom Jacobs, berpangkal pada isu
kontekstual yang dihadapi orang muda saat ini. Realitas zaman postmodern yang
berciri dasar mentalitasnya adalah kejenuhan, kedangkalan, serta munculnya
ekstrem-ekstrem fundamentalisme membutuhkan suatu paham Allah yang real,
dinamis, terlibat, komunikatis, serta mampu memberi makna kehidupan bagi
manusia. Pemaparan mengenai paham Allah dalam postmodern segera disambung
dengan konsep khusus tentang keterarahan fundamental manusia kepada Nan
Mutlak, dan aneka tradisi religius mengenai perjumpaan dengan Allah.
Bab III berisi tentang ‘Analisa: Proses dan Hasil Penelitian’. Dalam bab
ini, peneliti mengkonfrontasikan penelitian atas data dan teori James Marcia serta
pandangan Tom Jacobs. Untuk mengkontekstualisasikan gagasan paham Allah
menurut Tom Jacobs tersebut, penulis menyertakan karakter identitas dari kaum
remaja (mahasiswa/i) menurut pandangan James Marcia. Semua hasil wawancara
serta pengumpulan data kuisioner mengenai penghayatan kesadaran, pada aneka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tingkat atau taraf, hidup para mahasiswa/i melalui pengalaman hidup keseharian
mereka akan dipaparkan pada bagian ini. Bentuk naratif mengenai penghayatan
kesadaran dan pengalaman hidup keseharian mahasiswa akan diuraikan pada
bagian ini, sehingga dapat ditemukan gambaran yang mendalam mengenai paham
Allah Katolik di antara para mahasiswa/i Katolik. Lebih dari itu, penulis mencoba
memperdalam pengamatan dengan wawancara mendalam dengan beberapa
mahasiswa, guna memperoleh gambaran Allah yang real, dinamis, terlibat,
komunikatif, serta memberi makna bagi kehidupan para mahasiswa/i.
Bab IV berisi tentang ‘Sintesa dan Refleksi Teologis-Kristologis atas Hasil
Penelitian’. Pada bagian ini akan dianalisis bentuk pengalaman hidup (eksplorasi
dan komitmen), konsep pemahaman Kristiani (identitas religius) para mahasiswa/i
Katolik dihadapkan dengan refleksi teologis menurut Edward Schillebeeckx, yang
memang merupakan teologi pengalaman, sebuah refleksi hermeneutis tentang
pengalaman orang-orang Kristiani masa lalu dan orang Kristiani yang hidup
dalam konteks modern, dalam kaitannya dengan konteks zaman ini. Dalam hal ini,
diharapkan ditemukan suatu kristologi yang lebih mengena bagi para para
mahasiswa/i.
Bab V berupa ‘Penutup’. Pada bab yang terakhir ini berisikan refleksi
teologis dan langkah pastoral. Penulis akan menyampaikan kesimpulan hasil
penelitian pada bab empat yang selanjutnya akan direfleksikan bersama dengan
Kitab Suci dan dokumen ajaran-ajaran Magisterium Gereja. Penulis juga akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memberikan usulan-usulan pastoral untuk membantu para mahasiswa/i Katolik
dalam menemukan identitas religius dalam beriman (pemahaman akan Allah).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PAHAM ALLAH DALAM PERSPEKTIF TOM JACOBS
2.1 PENGANTAR
Pada bab pertama dibicarakan mengenai latar belakang penelitian ini, yaitu
untuk menemukan rumusan paham Allah dalam konteks pengalaman keseharian
mahasiswa/i Katolik di universitas negeri di Kota Yogyakarta. Guna menemukan
rumusan yang sesuai dengan pengalaman religius mahasiswa/i, bab ini akan
mengulas tema tentang paham Allah dalam realitas postmodern dalam
pemahaman Tom Jacobs. Hal ini mengacu pada kenyataan bahwa para mahasiswa
Katolik hidup dalam realitas postmodern dalam arti situasi sekarang, dan
khusunya di Indonesia.
Pembicaraan mengenai Allah tidak terbatas hanya pada Allah dalam diri-
Nya sendiri saja, melainkan juga mengarah pada karya-Nya di dunia. Dan
pembicaraan mengenai Allah yang mengarah pada karya-Nya di dunia justru
mendapat lebih banyak perhatian. “Juga dalam usaha mencari paham Allah,
tekanan ada pada orto-praksis (makin dipentingkannya pengalaman), lebih
daripada pemahaman yang tepat; lebih pada Kerajaan Allah dari pada Allah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sendiri”.1 Jika Allah adalah suatu pribadi yang penting dalam hal ini - dan yang
Ilahi secara potensial dapat merupakan apa yang disebut “Yang lain Yang
menentukan” – maka komitmen kepada Allah dan gambaran diri yang
berhubungan dengan-Nya dapat berpengaruh kuat dalam upaya menata identitas
dan tata nilai seorang remaja. Bagi Tom Jacobs, “teologi mengenai Allah tidak
berarti boleh menjadi teori mengenai Allah”.2 Oleh karena itu, “pertentangan
antara filsafat dan Alkitab berkembang menjadi tafsir Kitab Suci yang kritis-
rasional, sekaligus juga dikonfrontasikan dengan pikiran modern, khususnya yang
diwarnai dengan corak IPTEK. Maka, perhatian akan makin dipusatkan pada
pemahaman Allah, tetapi lebih mengarah pada pemahaman pengalaman akan
Allah”.3 Teori tersebut akan dijadikan dasar dalam menganalisi data penelitian.
Pengalaman iman ini adalah pertama-tama penghayatan iman yang konkret dan
bukan perumusan resmi institusional oleh magisterium Gereja.
Tertantang untuk merefleksikan iman dari perspektif pengalaman iman,
yang diungkapkan dalam agama, Tom Jacobs berusaha merumuskan suatu
pemahaman diri Kristiani yang di satu pihak tidak menyangkal identitas Kristiani,
dan yang di lain pihak tidak mendiskriminasikan agama-agama lain,4 bahkan juga
dalam melakukan dialog dengan orang yang menyatakan diri tidak beragama.
Maka, dalam penulisan Bab II ini, akan dibahas terlebih dahulu bahasa
agama atau doktrinnya. Dalam hal ini, agama diartikan sebagai pengungkapan dan
penghayatan iman, sehingga religiositas mendapatkan peran yang sangat penting
1 Tom Jacobs, “Allah yang Historis”, dalam Orientasi Baru, Vol. 14 (2001), 8.
2 Tom Jacobs, Allah yang Historis, 8.
3 Tom Jacobs, Allah yang Historis, 8.
4 Tom Jacobs, Paham Allah: Dalam Filsafat, Agama-Agama, dan Teologi (Yogyakarta:
Kanisius, 2002), 13.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
di dalamnya. Oleh karena itu, agama tidak pernah boleh dilepaskan dari
religiositas, terutama jika religiositas tersebut sudah berkembang menjadi iman.
Iman bukanlah suatu perasaan yang kabur. “Faith yang lengkap adalah
kepercayaan atau iman yang mengikutsertakan segala fakultas dan bakat-bakat
manusia, termasuk yang paling hebat dalam manusia, ialah akal, rasio. Manusia
beriman harus mampu mempertanggungjawabkan imannya dalam bahasa rasional
juga”5
. Bahkan, “religiositas manusiawi yang utuh, adalah kesadaran untuk
beramal, menolong yang lain, diungkapkan dalam agama dan diwujudnyatakan
dalam kehidupan sehari-hari”.6
Maka pada taraf religiositas dan iman ada
hubungan antar orang beragama, meskipun ekspresi dari setiap agama, dan juga
dalam ajaran dan dogma, berbeda dan bahkan bertentangan satu sama lain.
Pada bagian terakhir, akan dibahas perihal refleksi teologis yang dicoba
didekati dengan paham Allah, sebagaimana dirumuskan oleh agama Katolik dan
pandangan hidup di dunia. Salah satunya mengulas tema tentang paham Allah
dalam realitas postmodern. Menurut Tom Jacobs, postmodern pertama-tama
dipahami bukan sebagai kritik agama melainkan sebagai kritik kebudayaan.7
2.2 PATER TOM JACOBS
Thomas Jacobus Maria Jacobs atau yang akrab dikenal sebagai Tom
Jacobs lahir pada tanggal 13 Juli 1928 di Zevenbergen, kota Breda, Belanda.
5 Tom Jacobs, Paham Allah, 15.
6 Tom Jacobs, Paham Allah, 15.
7 Tom Jacobs, Paham Allah, 249.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Beliau adalah teolog besar yang dianugerahkan Tuhan bagi Gereja di Indonesia.
Gereja patut bersyukur karena begitu banyak ide gagasan dan pemikiran beliau
yang dipersembahkan untuk Gereja, secara khusus demi perkembangan Gereja di
Indonesia. Hal ini terbukti dari seluruh kehidupannya yang dipersembahkan untuk
pendidikan para calon iman, secara khusus di Institut Filsafat dan Teologi di
Yogyakarta.
Di tahun-tahun (1949) pergolakan kemerdekaan Indonesia, juga mungkin
pergolakan pertimbuhan iman Katolik yang semakin meluas, dikirimlah Tom
Jacobs sebagai misionaris untuk Gereja Indonesia. Saat itu, Tom Jacobs berusia
20 tahun, sebagai novis tahun kedua Serikat Yesus (SJ) di Mariendaal, Belanda.
Praktis sejak saat itu, bagi Tom Jacobs, Indonesia menjadi tanah air dalam arti
yang sesungguhnya, tempat di mana ia mengabdikan seluruh hidupnya. Tom
Jacobs nampak begitu memperhatikan Gereja di Indonesia. Sebagai seorang
teolog, sekaligus guru ber-teologi, ia tak henti-hentinya berkarya. Bahkan hingga
di usia senjanya, beliau tetap merasa perlu untuk menemukan ke mana Tuhan
menuntun langkahnya dalam arah perkembangan Gereja Indonesia, hingga
pergumulan imannya terumuskan dalam buku wasiat iman.8
Gereja patut bersyukur karena begitu banyak ide gagasan dan pemikiran
beliau yang dipersembahkan untuk Gereja, secara khusus demi perkembangan
Gereja di Indonesia. Tom Jacobs dikenal sebagai teolog yang pertama kali
memperkenalkan ‘Teologi Proyek’ di Indonesia, yakni teologi yang
8 Tom Jacobs, Wasiat Iman, merupakan karya terakhir beliau menjelang meninggalnya. Berupa
gagasan atau disebut Tom Jacobs sebagai “rangkuman pergumulan iman”. Disampaikan secara
lisan dan direkam, kemudian ditulis ulang oleh Rm. J.B. Heru Prakosa, dan dibicarakan di depan
Rm. Tom Jacobs pada tanggal 28 Maret 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengutamakan pengalaman iman masing-masing orang sebagai titik pangkal
refleksi teologisnya. ‘Teologi Proyek’ mulai diperkenalkan sejak beliau pulang
dari Amerika pada tahun 1975. Karena sejak tahun 1973, metode baru dalam
berteologi ini mulai dikembangkan. Metode ini diawali dengan penelitian
partisipatoris dari para mahasiswa. Melalui bentuk partisipatoris ini diharapkan
para mahasiswa mendapatkan pengalaman iman, personal maupun komunal.
Pengalaman dengan segala kompleksitas permasalahannya tersebut direfleksikan
dalam terang Kitab Suci, eksegese, dogma, dan sebagainya. Selanjutnya para
mahasiswa sampai pada perumusan tindakan pastoral berdasar pada wawasan
teologis yang telah diperolehnya.9 Bagi Tom Jacobs, teologi kontekstual kiranya
akan lebih membantu para mahasiswa dalam mengembangkan teologi yang khas
Indonesia. Dengan adanya teologi kontekstual memperlihatkan kepada kita bahwa
adanya penghargaan terhadap agama-agama suku. Teologi ini menekankan
keprihatinannya atas berbagai prinsip penafsiran, yakni penafsiran iman Kristen
dalam situasi lintas-budaya tetapi tetap berakar pada Alkitab. Teologi kontekstual
menekankan perhatiannya kepada kepedulian penuh terhadap kebudayaan sebagai
acuan berteologi dan artinya bagi dunia dan bagi cara pandang masyarakat,
mengutamakan juga penekanan Alkitab (perpaduan pengungkapan relasi antara
pandangan dunia alkitabiah dan pandangan dunia kebudayaan non-Barat). Selain
itu, teologi kontekstual juga berusaha mengakar-ulangkan iman Kristen ke dalam
setiap kebudayaan dan merumuskan kembali teologi Kristen ke dalam cara
berpikir dari setiap kebudayaan atau dengan kata lain teologi kontekstual menitik-
9 Budi Subanar, Menuju Gereja Mandiri: Sejarah Keuskupan Agung Semarang di bawah Dua
Uskup (1940-1981) (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2005), 184-185.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
beratkan apa maksud Allah dalam suatu konteks budaya dan sejarah tertentu.10
Teologi ini juga banyak menyumbangkan andil bagi pembaharuan dan
perkembangan hidup religius di Indonesia.
Setelah berteologi selama 43 tahun, Tom Jacobs, Emeritus Guru Besar
Teologi, Fakultas Teologi Kepausan Wedhabakti, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta ini dalam pidatonya atas pengukuhan jabatan guru besar ilmu teologi
menegaskan bahwa teologi adalah ilmu iman. Maka untuk berteologi pertama-
tama bertitik pangkal pada pengalaman hidup.11
Dalam berteologi dibutuhkan
realisasi dalam dialog sehari-hari dan dalam tindakan-tindakan yang nyata.
Bagaimana pun juga, barulah dalam buku Paham Allah, Tom Jacobs berani
memberikan tempat yang memadai bagi religiositas bangsa Indonesia dalam
teologinya. Paham Allah, “biarpun secara formal berbicara mengenai agama dan
kritik agama, namun yang sesungguhnya yang dicari adalah religiositas, tetapi
sejauh terungkap dalam agama.”12
Dalam hal ini, Tom Jacobs dengan jelas
hendak menegaskan, yang pokok adalah religiositas dan bukan agama.13
10
Daniel J. Adams, Teologi Lintas Budaya – Refleksi Barat di Asia, (Jakarta: BPK. Gunung
Mulia, 2010), 82-85. 11
Tom Jacobs, Mistagogi, Pidato pengukuhan jabatan Guru Besar Ilmu Teologi, Universitas
Sanata Dharma, 2003, 22. 12
Tom Jacobs, Paham Allah, 13-14. 13
Posisi Tom Jacobs tentang hubungan religiositas/iman dan agama ini sedikit banyak
dipengaruhi oleh pandangan Y.B. Mangunwijaya yang dalam buku Sastra dan Religiositas (Sinar
Harapan, 1982) mempertentangkan religiositas dan agama: “Agama lebih menunjuk kepada
kelembagaan kebaktian kepada Tuhan atau kepada ‘Dunia Atas’ dalam aspeknya yang resmi,
yuridis, peraturan-peraturan dan hukum-hukumnya, serta keseluruhan organisasi tafsir Alkitab dan
sebagainya, yang melingkupi segi-segi kemasyarakatan (Gesellschaft, bahasa Jerman). Religiositas
lebih melihat aspek yang ‘di dalam lubuk hati’, riak getaran nurani pribadi; sikap personal yang
sedikit banyak misteri bagi orang lain, karena menapaskan intimitas jiwa, ‘du coeur’ dalam arti
Pascal, yakni cita rasa yang mencakup totalitas (termasuk rasio dan rasa manusiawi) kedalaman si
pribadi manusia. Dan karena itu, pada dasarnya religiositas mengatasi, atau lebih dalam dari
agama yang tampak, formal, resmi. Religiositas lebih bergerak dalam tata paguyuban
(Gemeinschaft) yang cirinya lebih intim.” (Sebagaimana dikutip oleh Tom Jacobs, Paham Allah,
14).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.3 PAHAM ALLAH DALAM PERSPEKTIF TOM JACOBS
2.3.1 Teologi Hermeneutika
Usaha-usaha teologi pada abad XX, yakni tafsir Kitab Suci untuk memberi
dan memahami pewartaan Kristus yang awali, penelitian historis mengenai dogma
Konsili Nikea dan Konsili Kalsedon serta teologi sistematik membahas arti Yesus
Kristus dalam iman Kristiani pada saat sekarang ini, memperlihatkan bahwa
Yesus Kristus diwartakan, karena pribadi Yesus Kristus diakui sebagai unsur
konstitutif bagi keselamatan seluruh umat manusia.14
Konteks zaman sekarang ini
berada dalam alam pikir postmodern, pluralis, dan orang Kristiani hidup dan
beriman di tengah-tengah pluralisme agama.15
Orang–orang Kristiani musti
mencari pengandaian-pengandaian hermeneutik agar dapat mengerti bahwa dalam
Yesus yang disebut Kristus, Allah mengkomunikasikan hidup-Nya. Karena
teologi kontekstual harus mampu menafsir dan membangun, artinya bahwa tidak
hanya ada jawaban-jawaban teologis yang tradisional yang dapat dipahami
dengan cara yang berbeda, tetapi ada berbagai pertanyaan yang berbeda dalam
setiap budaya.16
14
Tom Jacobs, “Mewartakan Yesus Kristus dalam Dunia Modern”, dalam Orientasi Baru
Vol.13 (2000), 26. 15
Dalam hermeneutika, istilah konteks mengacu pada kalimat-kalimat yang menyertai suatu
bagian Alkitab sebelumnya dan sesudahnya (konteks dekat dan jauh). Dalam hermeneutika,
konteks juga dapat dipakai dengan arti kiasan (konteks historis) yang mengacu pada situasi kondisi
tertentu yang di dalamnya suatu kitab disusun. Dalam ilmu teologi, kontekstualisasi berarti
kegiatan atau proses penggabungan amanat Alkitab dengan situasi kondisi kita. Dalam
kontekstualisasi, diperlukan adanya kesadaran mengenai kekayaan tradisi budaya dan menekankan
pengaruh modernisasi serta hubungan-hubungan antar budaya dalam kerangka perjuangan demi
mewujudkan keadilan dan damai sejahtera. B. F. Drewes, Apa itu Teologi-pengantar ke dalam
Ilmu Teologi (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2011), 153-154. 16
Daniel J. Adams, Teologi Lintas Budaya – Refleksi Barat di Asia, 92.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tom Jacobs, mendefinisikan sifat hakiki teologi zaman sekarang dengan
menggambarkan dua tujuan pokok, yaitu: (1) “Setiap teolog harus menjadi ahli
dalam tradisi agama sendiri, untuk orang Kristiani dalam pengetahuan mengenai
Kitab Suci dan Tradisi Gereja.”17
Bagaimana menafsirkan pesan Alkitabiah
tentang Kerajaan Allah (yang sekaligus berarti keselamatan bagi manusia), dan
bagaimana merumuskan suatu pemahaman diri kekristenan sebagai penafsiran
orang Katolik? (2) “Dalam relasi dengan dunia, dan agama lain ia wajib mencari
informasi yang sesuai dengan tuntutan materi.”18
Hal ini berarti diperlukan sebuah
dialog yang jujur dan serius yang sesuai dengan teologi zaman sekarang.
Bagaimana menjelaskan rumusan suatu pemahaman diri orang Katolik terhadap
pemikiran modern, setidaknya sesuai dengan tuntutan yang sah, pemikiran yang
mengarah ke depan?
Teologi Hermeneutika Tom Jacobs memiliki tujuan untuk memberi
bantuan teologis yang masuk akal dan relevan bagi orang Kristiani modern, agar
iman akan Yesus Kristus dapat dialami dan dihidupi secara kontekstual. Oleh
karena itu, teologi harus bersifat kreatif, artinya mempertemukan data empiris dari
agama dan masyarakat dengan refleksi iman.19
Hasilnya adalah teologi yang
berorientasi pada pemikiran kritis dan praxis yang mempersatukan umat dalam
iman Kristiani, menempatkan umat Kristiani di tengah perjuangan manusia yang
emansipatoris, dan membebaskan manusia untuk masyarakat yang lebih adil dan
manusiawi tanpa kehilangan kebebasan kreatifnya.
17
Tom Jacobs, Paham Allah, 218. 18
Tom Jacobs, Paham Allah, 218. 19
Tom Jacobs, Paham Allah, 219.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.3.1.1 Bahasa Teologis dan Pengalaman
Untuk dapat mengerti akan perkembangan iman melalui pengalaman,
perlu pengertian sebagai berikut: Iman adalah sikap pribadi manusia terhadap
penghayatan imannya. Karena iman adalah sikap pribadi, maka pengalaman diri
juga bersifat pribadi. Demikin pula sebaliknya, pada kenyataannya, pengalaman
hidup berubah terus menerus. Begitu pula dengan pengalaman iman selalu ada
perubahan. Perubahan yang terjadi tidak selalu radikal, tergantung dengan
penghayatan pribadi dalam menghadirkan pengalaman akan Allah.20
Dalam
pengalaman sehari-hari juga tetap selalu ada perubahan, dalam arti perkembangan
hidup.
Sebuah teologi tidak berbicara mengenai ide-ide atau pun konsep,
melainkan berbicara mengenai komunikasi iman dalam arti iman bagi hidup yang
konkret.21
Melalui komunikasi iman, terdapat pula pengalaman iman, mengingat
bahwa komunikasi iman selalu ditentukan oleh pengalaman dua pihak.22
Bagi
Tom Jacobs, komunikasi berawal dalam kedaulatan dan kasih Allah, dan orang
beriman menyambung dalam kemerdekaan dan kebebasannya dalam menanggapi
kasih Allah.23
Kendati demikian harus tetap dikatakan bahwa realitas transenden
yang tak terbatas itu dapat mewahyukan diri kepada kesadaran manusia yang
terbatas. Karena itu teologi musti memakai bahasa yang dapat dimengerti, sebuah
bahasa yang biasa yang ditentukan oleh pemakaian dalam lingkungan tertentu,
20
Tom Jacobs, “Komunikasi iman”, dalam Teologi Pewartaan, Manuskrip, Diktat Kuliah
(Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 1996), 1. 21
Tom Jacobs, Paham Allah, 222. 22
Tom Jacobs, Teologi Pewartaan, 2. 23
Tom Jacobs, Teologi Pewartaan, 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yakni jemaat orang beriman. Dengan menempatkan dalam kerangka komunikasi
iman dengan semua orang dalam segala zaman, Tom Jacobs sepertinya
mempunyai keinginan, bahwa “bahasa orang Kristiani adalah bahasa orang lain,
bahasa untuk semua orang”.24
Tentu hal tersebut tidak mungkin. Oleh karena itu,
Tom Jacobs mengingatkan bahwa yang perlu hanyalah: “(1) Bahwa kita sadar
akan kenyataan bahwa dalam peredaran zaman kata-kata dan rumus-rumus dapat
memperoleh arti dan maksud yang lain; dan (2) Bahwa iman tidak menyangkut
kata atau rumus, melainkan fakta dan pengalaman”.25
Tidak kalah penting adalah
penegasan Tom Jacobs yang menempatkan wahyu pertama-tama pada tataran
pengalaman, dan bukan pada rumusan. Kebenaran bahwa paham Allah tidak
terjangkau, berarti bahwa isi dari bahasa agama dan teologi harus dapat
dimengerti dari fungsinya. Sebuah agama dan teologi tidak hendak
‘mendefinisikan’ Allah, melainkan lebih pada mengarahkan manusia kepada dasar
dan sumber hidupnya, yang disebut dengan Allah.26
Hal ini terlebih karena orang
beriman memahami bahasanya sendiri sebagai tanggapan dan sekaligus jawaban
atas wahyu Allah. Dan kata-kata berfungsi sebagai sarana untuk mengarahkan
perhatian kepada apa yang ditunjuk, yang dimaksudkan dengan kata-kata itu.
Bagi Tom Jacobs, teologi mempunyai beberapa dimensi yang harus
dibedakan antara arti dan fungsi, juga antara paham dan nilai.27
Namun, aspek-
aspek tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Inilah prinsip
pertama yang relevan dari teologi Tom Jacobs. “Dan karena hubungannya dengan
24
Tom Jacobs, Imanuel, Perubahan dalam Perumusan Iman akan Yesus Kristus (Yogyakarta
Kanisius, 2000), 29. 25
Tom Jacobs, Imanuel, 30. 26
Tom Jacobs, Paham Allah, 222. 27
Tom Jacobs, Paham Allah, 222-223.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
nilai dan fungsi, pemahaman lebih berupa deskripsi daripada definisi, lebih
menunjuk daripada menangkap. Dalam hubungannya dengan sumber-sumber
wahyu, teologi bersifat pengakuan”.28
Melalui tradisilah wahyu sampai kepada
kita, maka pengakuan itu harus bersifat kritis. Karena Allah di satu pihak ingin
mewahyukan diri kepada semua orang, tetapi di lain pihak setiap peristiwa wahyu
selalu bersifat historis dan terbatas, secara prinsipiil tidak tertutup kemungkinan
bahwa Allah mewahyukan diri berulang kali dengan intensitas yang serupa seperti
terjadi dalam Yesus Kristus.
Prinsip kedua yang relevan dari teologi Tom Jacobs, berkaitan dengan
sifat dan klaim dari suatu bahasa religius atau bahasa iman. Bagi Tom Jacobs,
dalam teologi diperlukan sebuah dialog, supaya jelas bahwa setiap orang benar-
benar bertemu satu sama lain dalam sebuah pembicaraan. Tom Jacobs berusaha
merumuskan gagasan akan iman dengan senantiasa menanggapi tawaran kasih
Allah. “Dalam arti itu teologi bersifat mistagogi,29
karena inti pokok iman adalah
mistik, yakni kesatuan dengan Allah-bagai-manapun juga. Mistik adalah
pengalaman akan Allah, entah dalam cahaya kesatuan entah dalam kegelapan
iman”.30
Berpangkal pada pengalaman keterarahan kepada Allah, mistagogi harus
memberikan ‘citra’ yang tepat, yakni pengalaman bahwa dasar hidup manusia
adalah jurang: bahwa Allah sungguh tidak dapat dipahami, dan semakin tidak
28
Tom Jacobs, Paham Allah, 223. 29
Istilah Mistagogi dipakai untuk menyebut katekese atau teologi yang dilandaskan dan
diarahkan untuk memperdalam pengalaman akan Allah. G. O’Collins & E.G. Farrugia, Kamus
Teologi (Yogyakarta: Kanisius, 1996), 201. 30
Tom Jacobs, Paham Allah, 223; bdk. “Dalam rumusan Tom Jacobs, mistagogi modern justru
mencoba menbantu orang Kristiani yang karena perubahan jaman dan situasi gerejawi, menjadi
ragu-ragu dan tidak tahu di mana hatus mencari Tuhan”, Tom Jacobs, Mistagogi, dalam Pidato
Pengukuhan Guru besar Ilmu Teologi pada Fakuktas Teologi, Universitas Sanata Dharma, 2003,
8-9.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dipahami, semakin manusia mengerti misteri-Nya.31
Ciri iman dan pengakuan dari
bahasa yang digunakan tidak berarti, bahwa kata-kata yang dipakai tidak boleh
dipahami secara sungguh-sungguh sebagaimana apa yang telah tertulis. Tetapi,
ciri iman dan pengakuan dari bahasa religius lebih menunjuk pada subjek yang
berbicara yang sungguh-sungguh memaksudkan apa yang dikatakannya.
Keputusan untuk beriman dan sampai pada pengakuan akan Yesus sebagai
Putra Allah tentu memiliki alasannya tersendiri. Sampai batas tertentu kita dapat
berusaha memahami dan menjelaskannya. Akan tetapi, dasar terakhir iman akan
Yesus Kristus sebagai Putra Allah tetap tidak dapat diverifikasi dan dijelaskan
secara rasional. Itulah yang membedakan sebuah bahasa iman dan pengakuan dari
bahasa ilmiah yang harus diverifikasi. Namun, perbedaan tersebut tidak
mengurangi keseriusan dari maksud apa yang hendak dikatakan. Bila seseorang
sudah memutusakan untuk beriman dan ingin setia padanya, isi dari yang diimani
haruslah menjadi kriteria bagi hidup dan juga bagi teologi. Oleh karena itu, yang
menjadi pokok adalah iman akan Allah, dan bagi orang Kristiani, pokok yang
kedua setelah iman akan Allah, adalah “manusia Yesus Kristus sebagai
pengantara antara Allah dan manusia” (1Tim 2:5). Sifat unik, tunggal dan
istimewa pada diri Yesus Kristus harus dipandang dan ditempatkan dalam
kerangka keselamatan yang universal. Karena kekhasan dan keunikan Yesus
ditempatkan dalam kerangka pelayanan bagi semua manusia, yang sifatnya
membebaskan.
31
Tom Jacobs, Mistagogi, 16.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Di lain pihak, kita perlu memperhatikan karakter terbatas pada peran
manusia berhadapan dengan ciri tak terbatas dari Allah. Perbedaan hakiki antara
Yang tak terbatas dan manusia yang terbatas itulah yang menjelaskan adanya
aneka gambaran tentang Allah yang kita temukan dalam berbagai macam agama.
Namun, di lain pihak manusia juga mengetahui bahwa keterarahan kepada misteri
bukanlah khayalan, melainkan menjadi dasar dan sumber segala kegiatannya
sebagai manusia yang sadar diri.32
Manusia secara sadar dan tahu, bahwa manusia
tidak pernah akan menjangkau misteri tersebut secara objektif. Lain halnya jikalau
Allah sendiri menempatkan diri dalam dunia manusia dengan mewahyukan diri
secara objektif. Hal ini disebut sebagai metafor, yang sesungguhnya berarti
‘pengantar’ atau ‘penerus’, sehingga mendapatkan arti yang lain sama sekali.33
Dalam hal ini, Allah tetaplah transensden, namun terjangkau pada wahyu-Nya.
Bagi Tom Jacobs, yang dimaksud dengan relasi iman-wahyu, sesungguhnya
adalah “Allah tetap Allah, dan manusia tidak pernah dapat melihat wajah Allah.
Namun dalam iman, manusia dapat bertemu dengan Allah, melalui dunia dan
terutama melalui sesamanya, yang menjadi metafor dari kehadiran Allah”.34
Manusia mengalami keterarahan kepada Yang transenden sebagai sesuatu yang
real dan konkret. Dengan mengarahkan diri ke atas batas-batas kehidupannya
sendiri, begitu juga dalam tuntunan moralnya, manusia selalu mengalami
keterarahannya kepada Allah.
32
Tom Jacobs, Paham Allah, 224. 33
Tom Jacobs, Paham Allah, 224. 34
Tom Jacobs, Paham Allah, 224.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.3.1.2 Metode Korelasi
Menurut Tom Jacobs, metode teologi adalah metode korelasi, karena
teologi selalu mencari korelasi antara pengalaman hidup konkret dan wahyu
ilahi.35
Dalam kriteria korelasi masih harus dibedakan antara ‘wahyu asli’ dan
proses pengolahan dalam tradisi. Maka, metode teologi adalah korelasi antara
iman dan hidup sebagaimana dihayati dalam jemaat, dalam hubungan dengan
wahyu asli.36
Perlu pengecekan terus menerus dalam metode itu, yaitu proses
tradisi dan juga pemahaman situasi hidup sekarang, dan tidak sama dengan
pengalaman hidup. Segi ini berarti bahwa teologi selalu berupa pengakuan
terhadap situasi yang konkret. Oleh karena itu, orang tidak mengalami kehadiran
Allah lepas dari situasi hidupnya, sebab di dalam situasi hidupnya yang konkret
Allah hadir dan dialami.37
Maka perlu dirumuskan dalam kebudayaan yang
konkret dan tidak hanya mengulang-ulangi gagasan tradisionil.38
Dan yang paling
penting untuk dikemukakan adalah arti wahyu bagi situasi sekarang. Oleh karena
itu, teologi pada dasarnya adalah pewartaan yang dialog, di mana tradisi
dipersoalkan oleh situasi, dan situasi disoroti dalam tradisi.39
Dan itu sebagai
35
Tom Jacobs, Paham Allah, 219. 36
Tom Jacobs, Paham Allah, 220. 37
Tom Jacobs, “Kabar Gembira”, dalam Rohani 6 (1991), 228-229. 38
Lebih luas dalam Tom Jacobs, “Teologi yang Eklesial dan Kultural”, dalam: Budi Susanto
(ed), Teologi dan Praksis Komunitas Post Modern (Yogyakarta: Kanisius, 1994), 40. 39
“Teologi hendak menjadi pertolongan bagi umat beriman dalam “mencari arah, serta
kemampuan dan kreativitas dalam usahanya mewujudkan iman Kristiani”. Maka dalam kegiatan
teologis memang perlu membedakan antara komunikasi iman dan refleksi iman; dan dalam
refleksi iman antara ajaran Gereja dan (ajaran) teologi; dan dalam ajaran teologi antara teologi
dogmatis dan teologi akademis.” Tom Jacobs, Teologi yang Eklesial dan Kultural, dalam: Budi
Susanto (ed), Teologi dan Praksis Komunitas Post Modern, 27-68; juga dalam: Pembaruan dalam
Teologi dan dalam Pengajaran Teologi, Orientasi 12 (1980) 50-90.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
suatu proses interpretasi secara terus-menerus, yang seluruhnya berakar dalam
tradisi dan sekaligus menghayati situasi sekarang secara eksistensial.
Bagi Tom Jacobs, metode teologi adalah kemampuan untuk merumuskan
soal, baik berhubungan dengan tradisi maupun yang berkaitan dengan situasi yang
konkret, dan terutama mengenai relevansi tradisi bagi situasi saat ini.40
Jelas
bagaimana pun pemahaman Tom Jacobs di sini adalah pemahaman dari bawah.
Sehingga penekanan unsur ‘pengalaman pribadi-komunitas’ sangat ditonjolkan
dalam pembentukan suatu teologi. Dengan menekankan segi pengalaman hendak
ditandaskan, bahwa iman adalah sesuatu yang insani, bukan hanya dalam arti
bahwa iman adalah – bagaimanapun juga – suatu kegiatan psikologis manusia
baik kognitif dan konatif, tetapi bahwa tersebut juga mempunyai arti bagi
perkembangan dan kesejahteraan manusia.41
Maka perlu adanya interpretasi dan
dihidupkan kembali sebagai sarana komunikasi, guna mengalami pengaruh yang
dihasilkannya. Teologi berusaha menunjukkan, bahwa manusia Kristiani sebagai
makhluk berakal budi sampai batas tertentu dapat menemukan alasan mengapa ia
mau percaya, bahwa Allah sungguh-sungguh telah mewahyukan diri secara penuh
dalam Yesus Kristus. Dan itu selalu disertai dengan kesadaran, bahwa upaya
verifikasi yang dilakukan teologi selalu bersifat relatif dan sementara, selama
sejarah masih berlangsung. Verifikasi secara mutlak bagi orang Kristiani bersifat
eskatologis. Bila klaim keunikan Yesus Kristus ditempatkan secara konkret dalam
kaitan dengan sifat universal warta keselamatan-Nya, dan bila ciri ‘anugerah’ dari
iman tidak dilupakan, kekristenan dapat “memberi pertanggungjawaban kepada
40
Tom Jacobs, Paham Allah, 221. 41
Tom Jacobs, Teologi yang Eklesial dan Kultural, dalam: Budi Susanto (ed), Teologi dan
Praksis Komunitas Post Modern, 41.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tiap-tiap orang yang meminta pertanggungjawaban dari kamu tentang
pengharapan yang ada padamu” (1Ptr 3:15).
2.3.1.3 Pandangan Tom Jacobs: Kristus sebagai Wahyu Allah yang
Menyelamatkan.
Tom Jacobs, adalah seorang teolog pluralis Katolik Indonesia berusaha
merumuskan kembali ajaran tentang Yesus Kristus yang dianut oleh Kekristenan
Ortodoks yang meyakini bahwa Yesus Kristus, sebagai Pribadi Kedua Allah
Tritunggal yang berinkarnasi itu adalah Allah.42
Bagi Tom Jacobs yang
digelorakan oleh keinginan untuk menjadi misionaris ke daerah yang tidak
mempunyai ‘kebudayaan Kristen’, Yesus Kristus tidak lain dan tidak bukan
adalah ‘Sang Raja Semesta Alam’ sebagaimana dimaklumkan oleh Paus Pius XI
dalam Ensiklik Quas Primas, 11 Desember 1925. Kristus sejauh dipahami dalam
kerangka doktrin-doktrin Gereja seperti itulah yang, kiranya, direfleksikan dan
diajarkan oleh Tom Jacobs pada awal kariernya.
Keprihatinan para Bapa Gereja ketika menetapkan dogma mengenai dua
kodrat dan satu pribadi ialah menegaskan bahwa Allah sungguh hadir dan
berkarya dalam diri Yesus.43
Oleh karena itu perlu ditegaskan bahwa Allah sendiri
sungguh hadir dalam hidup manusia. Hanya kalau Yesus memang sungguh
42
Tom Jacobs, Mewartakan Yesus Kristus dalam Dunia Modern, 37. 43
“Masalah para Bapa Gereja zaman itu adalah bagimana Allah menyelamatkan dunia melalui
Kristus. Atau lebih konkret: bagaimana karya penyelamatan Allah dalam diri Yesus Kristus?
Bagaimana manusia sungguh bertemu dengan Allah dalam diri Yesus Kristus? Bukan hanya
menerima wahyu, tetapi menerima wahyu yang menyelamatkan”. Tom Jacobs, Mewartakan Yesus
Kristus dalam Dunia Modern, 38.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
manusia seperti manusia pada umumnya, maka apa yang dibawa dari Allah oleh-
Nya sungguh adalah wahyu yang menyelamatkan manusia.44
Dalam rangka
membebaskan diri dari beban “dogmatisasi”45
yang dirasa paling kuat dalam
bidang Kristologi, yakni ketika dogmatisasi menjadi satu aspek pokok dalam
proses perumusan iman akan Yesus Kristus, Tom Jacobs kemudian
menulis Siapakah Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian baru,
Yesus tampil sebagai Nabi, Mesias, Anak Allah, dan Tuhan. Semua gelar itu
mempunyai arti funsional, kecuali gelar “Tuhan”, karena lebih memusatkan
perhatian pada kedudukan luhur-Nya sebagai Pengantara antara Allah dengan
manusia. Menurut orang Kristiani, tulisnya, Ia bukan sembarang orang.46
Tom
Jacobs, mengamati bahwa pada keempat Injil, mempunyai satu tujuan yang sama:
“menggambarkan Yesus sebagai Kristus, Anak Allah”.47
Selain itu juga, tiap-tiap
pengarang Perjanjian Baru mempunyai pandangannya masing-masing mengenai
siapa Yesus. Maka Tom Jacobs menegaskan, bahwa harus dibedakan “antara
Yesus sejarah dan Kristus kepercayaan”.48
Bagi Perjanjian baru, yang menjadi hal
pokok adalah apa yang dilakukan Allah melalui Kristus; dan karena itu, juga apa
yang dilakukan Kristus sebagai yang diutus oleh Bapa. Secara khusus karena
Yesus adalah Sang Sabda, segala sesuatu yang dilakukan oleh-Nya bukan hanya
44
Tom Jacobs, Mewartakan Yesus Kristus dalam Dunia Modern, 38. 45
“Dalam pemikiran Tom Jacobs, “dogmatisasi” tidak dimengerti sebagai perumusan teologi
atau ajaran iman dalam bentuk dogma. Dogmatisasi adalah dominannya peranan dogma dalam
perkembangan teologi dan perumusan ajaran iman selanjutnya.” Y.B. Prasetyantha, “Kamu
Percaya Dogma? Tantangan ber-Kristologi dari Toms Jacobs”,
http://giovannipromesso.blogspot.co.id/2012/09/kamu-percaya-dogma_1372.html, diakses pada 26
Agustus 2017. 46
Tom Jacobs, Siapa Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru (Yogyakarta: Kanisius, 1982), 5. 47
Tom Jacobs, Siapa Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru, 261. 48
“Yesus sejarah adalah Yesus yang hadir di dunia ini, tetapi sejauh dapat diketahui melalui
penyelidikan ilmu sejarah. Sedang Kristus kepercayaan adalah interpretasi iman terhadap fakta
Yesus sejarah”. Tom Jacobs, Siapa Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru, 194.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
melaksanakan, melainkan juga mewahyukan rencana keselamatan Allah.49
Oleh
sebab itu, tidak hanya hubungan-Nya yang istimewa dengan Allah, yang
dinyatakan dalam pewartaan Kerajaan Allah yang merupakan wahyu Allah, tetapi
juga perhatian-Nya yang luarbiasa bagi semua manusia.
Dalam bukunya yang berjudul Imanuel, Perubahan Dalam Perumusan
Iman Akan Yesus Kristus, Tom Jacobs merefleksikan Yesus adalah pertama-tama
nabi, selanjutnya Kristus, Anak Allah, Anak Manusia dan akhirnya Tuhan. Di sini
Tom Jacobs tidak berhenti pada sebuah rumusan, tetapi berusaha untuk
menghayati kembali pengalaman awal namun sejauh hal itu terkait dengan
kehidupan orang beriman sekarang. Manusia terarah kepada Allah, karena Allah
ingin mengkomunikasikan diri kepada manusia. Dan hal itu terjadi di dalam
sejarah. Pertemuan antara Allah dan manusia secara hakiki bersifat historis. Dan
justru karena sifat transendentalnya peristiwa-peristiwa tersebut bagi manusia
saling berkaitan satu sama lain, dan masing-masing memberi arti kepada
keseluruhan. Hal inilah yang disebut wahyu atau sejarah keselamatan. Tom Jacobs
menyebut proses ini “bukanlah ‘pemurnian’ rumus atau ‘penyesuaian’,
melainkan fungsionalisasi rumus supaya berguna lagi dalam proses komunikasi
iman”.50
Untuk sampai pada kesimpulan, bahwa Yesus tidak sama dengan Bapa,
Dia tidak setara dengan Bapa, dan Bapa saja satu-satunya Allah yang benar, Tom
Jacobs merumuskan pokok pikirannya dalam sub bab ‘Imanuel II’, suatu intisari
ajaran yang dia tegaskan dalam buku tersebut. Tom Jacobs mengemukakan lima
49
Tom Jacobs, Mewartakan Yesus Kristus dalam Dunia Modern, 40. 50
Tom Jacobs, Imanuel, 31.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
misteri penyingkapan ilahi Allah bagi manusia.51
Tiga dari lima misteri tersebut
berbicara mengenai Allah Bapa dan Yesus Kristus, sementara dua yang terakhir
tentang Roh Kudus dan iman dalam manusia. Yang akan dibahas adalah tiga
misteri yang pertama.
Misteri pertama: tanpa ikatan Allah beserta kita.52
Tom Jacobs,
mengemukakan perbedaan antara Allah dan makhluk ciptaan yang bertolak dari
tradisi Yahudi-Kristiani. Dia mengutip Keluaran 33:20,53
dengan menegaskan
perbedaan itu dalam peristiwa Musa di Gunung Sinai yang tidak boleh
memandang wajah Allah. Allah menyatakan Diri, memberikan Diri, berjumpa
sungguh dengan manusia. Allah tidak dibatasi oleh hubungan-Nya dengan
manusia. Allah mengatasi segala-galanya, tidak terikat dan ditentukan oleh
apapun di luar diri-Nya. Juga dalam hubungan-Nya dengan manusia dengan
manusia, Allah tetap ‘lepas’ dari manusia.54
Selanjutnya penegasannya datang
dari Konsili Lateran IV (1215) yang mengajarkan: “Betapa besar kesamaan yang
dilihat antara Pencipta dan ciptaan-Nya, perbedaannya selalu lebih
besar”.55
Selanjutnya dogma Khalkedon menguatkan hal itu dengan pernyataan
bahwa “Tuhan, Anak Tunggal, diakui dalam dua kodrat tak tercampur, tak
berubah, tak terbagi”.56
Selanjutnya Tom Jacobs mengemukakan:
Juga dalam Kristus ditolak segala identitas antara keallahan dan
kemanusiaan. Kedua ini dibedakan secara total. Allah tetap Allah,
51
Misteri oleh Tom Jacobs adalah rencana keselamatan Allah. Tom Jacobs, Imanuel:
Perubahan dalam Perumusan Iman akan Yesus Kristus, Yogyakarta: Kanisius, 2000), 36, 245-
259. 52
Tom Jacobs, Imanuel, 245-247. 53
“Engkau tidak tahan memandang wajah-Ku, sebab tidak ada orang yang memandang Aku
dapat hidup” (Keluaran 33:20) 54
Tom Jacobs, Imanuel, 243. 55
Tom Jacobs, Imanuel, 245. 56
Tom Jacobs, Imanuel, 245.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan manusia tetap makhluk-ciptaan, juga dalam Kristus. Kristus
bukan Allah-manusia dalam arti setengah Allah, setengah manusia.
Bahkan kemanusiaan Kristus juga tidak punya ciri ilahi. … Kristus
sungguh manusia dengan segala pengalaman dan penderitaan
sebagai manusia. Maka kemanusiaan-Nya juga tidak boleh
dipandang sebagai suatu “bagian” saja. Seluruhnya dan seutuhnya
manusia seperti kita.57
Selanjutnya Tom Jacobs membedakan antara soteriologi, yaitu teologi
mengenai karya penyelamatan Allah, dan kyriologi yaitu refleksi teologis atas
kedudukan dan tempat terhormat Kristus.58
Perbedaan utama antara kedua
kategori pemikiran tersebut adalah bahwa dalam pernyataan soteriologis Allah
(Bapa) adalah subjek, dan Yesus adalah objek atau medium, sedangkan dalam
Kyriologi, Kristus sendiri menjadi pusat dan Allah biasanya tidak disebut.59
Menurut Tom Jacobs, tradisi teologi Yunani sampai kini yang menjadi
pemahaman teologi Kristen Ortodoks, mencampurkan
antara soteriologi dengan kyriologi. Hal ini dimaksudkan bahwa karya
keselamatan Allah sekarang ini dilihat dari sudut kyriologi, yaitu keselamatan
diletakkan dalam pribadi Kristus, sedangkan jika dilihat dari sudut Allah
gambarannya menjadi lain, di mana tetap ada perbedaan antara pribadi Allah dan
pribadi manusia.60
Hubungan antara soteriologi dan kyriologi menurut Tom
Jacobs adalah: “tindakan penyelamatan Allah, yang darinya sendiri bersifat
57
Tom Jacobs, Imanuel, 245. 58
“Dasar” untuk perbedaaan antara soteriology dan kyriologi adalah dua rumus iaman yang
terdapat dalam Rm 10:9; “Jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan
percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu
akan diselamatkan” (untuk tafsir mendetal mengenai teks ini, dapat dilihat dalam Tom Jacobs – R.
Sumadia, Injil Gereja Purba tentang Yesus Kristus Tuhan Kita (Yogyakarta: Kanisius, 1975), 31-
34; Tom Jacobs, Siapa Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 1982), 39-
44, 49-86). 59
Tom Jacobs, Mewartakan Yesus Kristus dalam Dunia Modern, 39. 60
Tom Jacobs, Imanuel, 246.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kreatif: Tuhan menciptakan manusia dalam relasi dengan diri-Nya. […] Allah
menghubungi manusia, dan menyatakan diri dalam manusia Yesus Kristus”.61
Beranjak dari misteri pertama tersebut, Tom Jacobs mengemukakan
misteri kedua: Karya penciptaan dan karya penyelamatan.62
Allah
mengkomunikasikan diri dengan yang bukan Allah, berarti dengan “yang tidak
ada” dari dirinya sendiri.63
Sebab yang ada dari dirinya sendiri hanyalah Allah,
yang lain berada karena dikehendaki, dan dicipta oleh Allah. Allah menciptakan
“partner dialog” untuk mengkomunikasikan diri, membagikan hidup-Nya sendiri,
dan mengikutsertakan manusia dalam hidup-Nya sendiri, sebagai karya
penyelamatan.64
Tom Jacobs menegaskan bahwa: “penciptaan adalah tindakan
bebas Allah… dari dirinya sendiri ciptaan tidak punya apa-apa”.65
Selanjutnya
Tom Jacobs menambahkan bahwa: “Tuhan menciptakan yang bukan Allah,
supaya dapat memberikan diri. Bahkan kedua ini tidak boleh dipisahkan: Tuhan
menciptakan yang bukan Allah, dengan memberikan diri. Tujuan karya
penciptaan adalah karya penyelamatan”.66
Pernyataan Tom Jacobs tersebut penting untuk datang pada satu penegasan
bahwa Yesus Kristus adalah salah satu ciptaan supaya Allah bisa memberikan
diri-Nya kepada manusia, seperti pernyataannya:
Kristus diciptakan bertujuan pertemuan dengan Allah. Bahkan
Kristus adalah “yang sulung dari segala yang diciptakan […].”
Maka Kristus diciptakan Allah tertuju kepada diri-Nya, sebagai
61
Tom Jacobs, Imanuel, 246. 62
Tom Jacobs, Imanuel, 247-250. 63
Tom Jacobs, Imanuel, 243. 64
Tom Jacobs, Imanuel, 248. 65
Tom Jacobs, Imanuel, 248. 66
Tom Jacobs, Imanuel, 248.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dasar bagi kesatuan semua orang dengan Allah. Kristus diciptakan
dalam penyerahan total kepada Allah. … Sebagai Anak Allah Ia
tidak lepas dari manusia yang lain, melainkan adalah “yang
sulung”, karena Allah menghendaki-Nya sebagai dasar karya
penyelamatan-Nya. … Penciptaan Kristus tidak hanya sama
dengan pemberian diri Allah, tetapi merupakan dasar dan awal
pemberian diri Allah kepada manusia semua. Tetapi justru sebagai
Pencipta, berarti sebagai Allah, Allah tetap terbedakan dari
ciptaan-Nya, juga dari Kristus. Kristus seluruhnya terarah kepada
Allah, tetapi tidak identik dengan Allah.67
Tom Jacobs memilahkan keallahan Yesus Kristus juga dengan permainan
bahasa yang melihat dari sudut pandang manusia; bukan untuk memisahkannya.
Kata “Tuhan” (dalam bahasa Ibrani: Adonai) menurut Tom Jacobs berbeda
dengan kata “Allah” (dalam bahasa Ibrani: Adonai). Dalam konteks Indonesia,
misalnya, Tom Jacobs melihat kata ‘Tuhan’ dipakai untuk menunjuk Tuhan Yang
Maha Esa, untuk Allah. Berbeda dengan itu, dalam Perjanjian Baru kata ‘Tuhan’
hampir tidak pernah dipakai untuk Allah. “’Tuhan’ tidak sama dengan Allah
(Ibrani: elohim), melainkan adalah nama Allah, yakni Yahweh, yang oleh orang
Yahudi tidak boleh diucapkan dan biasanya diganti dengan ‘Tuhan’”.68
Tuhan
dipakai untuk Yesus, dan Allah untuk Bapa dengan merujuk pada 1 Kor 8:6, dan 2
Kor 11:31.69
Tom Jacobs menambahkan beberapa ayat yang mendukung
argumennya antara lain dalam Yoh 1:1 dan 18 tidak ditemukan bahwa Yesus
disebut Allah tetapi Firman. Yoh 20:28 yang adalah ungkapan pengakuan Tomas,
“Ya Tuhanku dan Allahku” hanya mau menonjolkan kesatuan Yesus dengan
Allah. Yang terakhir, Tom Jacobs mengakhiri pembahasan misteri kedua ini
menegaskan kemabali: “Harus membedakan antara karya keselamatan Allah,
67
Tom Jacobs, Imanuel, 248-249. 68
Tom Jacobs, Imanuel, 104. 69
Tom Jacobs, Imanuel, 249.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mulai dengan karya penciptaan, dan manusia Yesus. Yesus adalah seorang
manusia yang dari semula secara total terarahkan kepada Allah”.70
Misteri Ketiga: Allah Tritunggal.71
Pada bagian ini, Tom Jacobs berusaha
menjelaskan konsep Allah Tritunggal menurut pandangannya. Tom Jacobs
memulai dengan mengangkat Kisah Para Rasul pasal 7 tentang khotbah Stefanus.
Menurutnya ayat 5572
dalam pasal 7 ini merupakan teologi Trinitas yang paling
singkat.73
Tom Jacobs menegaskan:
Allah sendiri tidak kelihatan, dan memang tidak dapat dilihat,
hanya disadari kehadiran-Nya. Roh Kudus pun tidak kelihatan,
merupakan daya kekuatan dalam Stephanus sendiri. Tetapi Yesus
kelihatan, “di sebelah kanan Allah”. Allah tetap “bersemayam
dalam terang yang tak terhampiri” (1 Tim.6:16). […] Yesus
sebagai Firman Allah.74
Bagaimana teologi Trinitas yang mengembangkan paham dan pengertian
itu dalam bentuk syahadat, dan sekaligus menempatkan wahyu dalam keseluruhan
iman Kristiani, serta memperlihatkan bagaimana arti wahyu adalah pusat ajaran,75
seperti dirumuskan oleh Bapa-bapa Gereja di abad permulaan yang sampai kini
menjadi ajaran Kristen Ortodoks? Menurut Tom Jacobs, teologi tentang Trinitas
yang ada adalah hasil pertemuan Kristen dengan ajaran-ajaran sesat. Bahwa,
“pengertian mengenai Allah dikembangkan berkonfrontasi dengan ajaran-ajaran
70
Tom Jacobs, Imanuel, 249. 71
Tom Jacobs, Imanuel, 250-254. 72
“Tetapi Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan
Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah”. Kis.7:55, 73
Tom Jacobs, Imanuel, 250. 74
Tom Jacobs, Imanuel, 250. 75
Tom Jacobs, Imanuel, 250.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang sesat, maka teologi tentang Trinitas lama-kelamaan dirumuskan dalam
kategori pemikiran yang bukan lagi berasal dari Kitab Suci”.76
Menurut Tom Jacobs, hubungan Yesus Kristus dengan Bapa bukan seperti
yang dirumuskan oleh Bapa-bapa Gereja mula-mula, yang perumusannya
dipengaruhi oleh situasi berkembangnya ajaran-ajaran sesat. Tom
Jacobs menyatakan bahwa hubungan Allah (Bapa) dengan Yesus Kristus adalah
sebagai berikut:
Allah masuk ke dalam dunia manusia dengan mengadakan
manusia Yesus sebagai anak-Nya, yang seluruhnya terarah kepada
Allah sebagai Bapa-Nya. Namun semua ini adalah tindakan Allah
dan rencana Allah, yang dari awal mula sudah ada dalam diri
Allah. Dalam arti itulah Yesus sebagai Firman sudah ada pada
Allah sebelum segala abad. Maka karena kedudukan-Nya yang
unik dalam karya penyelamatan Allah, Kristus juga bukan hanya
seorang nabi, tetapi disebut Almasih. Dengan sebutan itu ditunjuk
bahwa Ia bukan hanya pewarta karya Allah, tetapi pelaksananya.
Allah sungguh bertindak dalam Yesus, dan membuat Yesus
menjadi alat-Nya, menciptakanNya sebagai penyelamat. Dalam
arti itu Ia Anak Allah. Kitab suci memberikan julukan ini kepada-
Nya sebagai gelar kehormatan untuk mengungkapkan kasih Allah
yang istimewa kepada-Nya… 77
2.3.2 Paham Allah dalam Era Postmodern
Isu ‘hubungan yang riil’ antara paham dan keyakinan akan Allah dengan
kenyataan hidup manusia di era postmodernitas sekarang ini menjadi menarik
untuk diperbincangkan. Misalnya saja, keyakinan akan ketuhanan Yesus yang kita
percaya selama ini sebagai Sang Juruselamat, bagaimana ini direlevansikan
dengan kenyataan postmodern yang memunculkan aneka tokoh dan sumber
76
Tom Jacobs, Imanuel, 250-251. 77
Tom Jacobs, Imanuel, 251.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
inspirasi bagi pemaknaan hidup, termasuk spiritualitas. Bagaimana sikap seorang
jemaat Kristen di tengah konteks plural budaya, termasuk agama, di samping
mampu mengkontekstualisasikan pengakuan imannya akan keallahan Yesus tetapi
juga terbuka terhadap kebebasan orang lain yang berbeda agama atau konfesi
iman? Pengakuan akan kepelbagaian adalah sebuah tantangan terhadap tradisi
klaim kebenaran mutlak semua agama. Begitu banyak muncul kesadaran orang
yang mengatakan bahwa: ‘saya akan percaya kepada Allah jika saya mau’, jika
disambungkan ‘jika saya paham’ atau ‘jika saya membutuhkannya’, dan
seterusnya.
Postmodernisme kerap dicurigai dan dianggap berpengaruh negatif, sebab
postmodernisme seakan-akan memberi banyak alternatif pemikiran lain terhadap
apa yang sudah lama ditawarkan oleh dunia modern secara kokoh. Dengan kata
lain, kehadiran postmodernisme membawa dampak besar dalam hal
menggoyahkan eksistensi paradigma modern. Selain itu, terjadi pula perubahan
mendasar secara epistemologis dalam teologi postmodern. Menurut Tom Jacobs,
postmodern pertama-tama dipahami bukan sebagai kritik agama, melainkan
sebagai kritik kebudayaan.78
Meskipun pertama-tama dikatakan sebagai kritik
kebudayaan, realitas postmodernisme akhirnya juga mengkritik peran, posisi, dan
realitas agama sebagai bagian dari kebudayaan dan sejarah peradaban manusia.79
Era postmodern akhirnya memunculkan berbagai macam pertanyaan mendasar
berkaitan dengan agama dan paham Allah yang cukup krusial bagi kehidupan
manusia. Bagaimana Allah dialami dan dipahami dalam era postmodern ini? Atau,
78
Tom Jacobs, Paham Allah, 249. 79
Tom Jacobs, Paham Allah, 249.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Yesus yang bagaimanakah yang kiranya bisa dimaknai sebagai kepenuhan Allah,
di tengah era postmodernitas sekarang ini? Sebab jika pertanyaan ini belum
diselidiki secara serius, seperti dikemukakan oleh Tom Jacobs, maka sering kali
timbul ketegangan adanya “dua Tuhan” pada diri tiap orang, yaitu Tuhan yang
dipahami/dimengerti dan Tuhan yang dialami.80
Tuhan yang dimengerti,
maksudnya ialah Tuhan yang terdapat pada ajaran-ajaran agama, teks-teks suci,
dan tradisi gereja, dan ini biasanya dunia yang berbeda dan sama sekali asing dari
masa sekarang. Sementara Tuhan yang dialami ialah perjumpaan antara umat
dengan Tuhan dalam pergumulan hidup dalam konteks kekinian keluarga dan
masyarakat yang pluralis dan kompleks, meliputi aspek sosial, budaya, ekonomi,
politik, ideologi, pekerjaan, dan seni dengan segudang persoalan. Apakah peran
agama yang di dalamnya terkandung pemaknaan akan Allah bagi kehidupan
sehari-hari manusia pada masa saat ini? Bagaimana iman dan wahyu dipahami
dan dihayati dalam konteks dinamika hidup masyarakat postmodern? Beberapa
pertanyaan berikut menunjukkan adanya proses kontinuitas refleksi peradaban
manusia atas segala sesuatu yang dialaminya di dunia ini, termasuk ketika
berhadapan dengan munculnya arus pemikiran/mentalitas postmodern.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut penulis jadikan dasar dalam menganalisis data
penelitian.
Sebelum penulis memasuki pendalaman lebih lanjut mengenai kritik
terhadap kebudayaan, agama, dan paham Allah oleh postmodernisme, penulis
akan menelusuri satu persatu gagasan Tom Jacobs mengenai hal tersebut.
80
Tom Jacobs, Paham Allah, 270.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pertama, penulis mengikuti alur pemikiran Tom Jacobs dengan memaparkan
realitas postmodern sebagai kritik kebudayaan, realitas sosial, dan sebagai sebuah
fenomen cara berpikir maupun bertindak dari masyarakat pasca Enlightenment.
Setelah itu, satu persatu penulis akan memaparkan perihal: postmodernisme dan
agama, sekularisme, fundamentalisme, peranan teologi moral, fundamentalisme
kristiani, spiritualitas teologis, dan akhirnya paham Allah dalam era postmodern.
2.3.2.1 Postmodernisme sebagai Konteks
Era postmodernitas ditandai dengan beberapa hal penting seperti
bangkitnya kesadaran akan pentingnya persamaan hak asasi manusia, tiap-tiap
orang dalam lingkungan lokal dan global menuntut perlakuan keadilan dan
penghargaan, desentralisasi nilai-nilai kebenaran, dan pentingnya tiap-tiap orang
belajar dan memperkaya hidup dalam penghayatan akan kepelbagaian lingkungan.
Dengan demikian, postmodernisme sebetulnya mendukung orang untuk mulai
menggali lagi nilai-nilai spiritual dalam hidup manusia. Manusia mencari sesuatu
yang esensial dan yang bermakna dalam hidupnya, menelusuri unsur-unsur ilahi
dalam kodratnya, mencoba memahami dan mengalami “something beyond” dalam
pengalaman hidupnya. Dalam suasana kepelbagaian yang amat kompleks,
percampuran (hibridisasi) dan pertukaran nilai, baik antar-budaya (interkultural)
maupun antar-agama (interreligius), menjadi realitas tak terbantahkan. Hal-hal di
atas sangat mempengaruhi seseorang dalam beragama, berbudaya, dan dalam
upaya mereinterpretasi aneka sumber ajaran, teks-teks suci, dan tradisi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Esensi terdalam dari fenomena postmodern di atas ditentukan oleh adanya
paradigma yang menolak pemutlakan apapun, termasuk agama, budaya, ideologi,
dan nilai-nilai yang dianggap benar. Itulah sebabnya dalam era postmodern ini
terjadi perubahan-perubahan besar dalam kesadaran orang akan agama, yaitu
sikap kesediaan untuk membuka diri pada berbagai pergumulan fundamental umat
manusia yang menyangkut makna kehidupan tersebut. Untuk memahami
postmodernisme, pertama-tama kita harus mengerti apa itu ‘modern’.81
Modernisasi pada awalnya dianggap sebagai hal yang biasa dan wajar, namun
dalam perkembangannya ia telah melahirkan berbagai konsekuensi buruk bagi
kehidupan manusia dan alam pada umumnya. Dalam sub bab yang bertemakan
postmodernisme, Tom Jacobs mengartikan ‘modern’ sebagai: “(1) Terbaru,
mutakhir; (2) Sikap dan cara berpikir serta bertindak sesuai dengan tuntutan
zaman”.82
Dengan demikian, dunia sekarang ini masih termasuk dalam arti
‘modern’ tersebut. Dengan demikian, modernitas ditandai dengan bangkitnya
kesadaran akal budi manusia yang mulai dengan keinginan untuk mendapat peran
sentral dalam seluruh aspek hidup manusia.
Kata ‘postmodern’ sendiri muncul sebagai bagian dari modernitas. Kata
‘post’ dalam ‘postmodern’ tidak dimaksudkan sebagai sebuah periode atau waktu,
tetapi lebih merupakan sebuah konsep yang hendak melampaui segala hal
‘modern’. Konsep ‘postmodernitas’ yang sering disingkat sebagai ‘postmodern’
81
Yang dimaksud dengan ‘modernisme’ adalah pemikiran dan gambaran dunia tertentu yang
awalnya diinspirasi Descartes, dikokohkan oleh gerakan Pencerahan dan mengabadikan dirinya
hingga abad ini melalui dominasi sains dan kapitalisme. Secara khusus tentang modernisme dalam
bidang filsafat, lihat I. Bambang Sugiharto, Postmodernisme: Tantangan bagi Filsafat
(Yogyakarta: Kanisius, 1996), 29. 82
Tom Jacobs, Paham Allah, 249-250.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ini merupakan sebuah kritik atas realitas ‘modernitas’ yang dianggap telah gagal
dalam melanjutkan proyek pencerahannya.
Pertama-tama, kata ‘postmodern’ tidak muncul dalam filsafat ataupun
sosiologi. Kata/wacana ‘postmodern’ ini muncul dalam arsitektur dan kemudian
juga dalam sastra.83
Arsitektur dan sastra ‘postmodern’ lebih bernafaskan kritik
terhadap arsitektur dan sastra ‘modern’ yang dipandang sebagai arsitektur
totaliter, mekanis dan kurang human,84
sehingga orang boleh saja bersikap
konservatif dan tradisional. Akhirnya kritik terhadap seni arsitektur dan sastra
modern ini menjadi kritik terhadap kebudayaan modern pada umumnya yang
dikenal sebagai era postmodern. Karakteristik kunci postmodernisme adalah
keberanian untuk mengucapkan selamat tinggal kepada kemutlakan. Penolakan
postmodernisme terhadap modernisme adalah termasuk penolakan terhadap
semua kemutlakan dan nilai-nilai yang berasosiasi dengannya. Nafas utama dari
postmodern adalah penolakan atas narasi-narasi besar yang muncul pada dunia
modern dengan ketunggalan terhadap pengagungan akal budi dan mulai memberi
tempat bagi narasi-narasi kecil, lokal, tersebar, dan beranekaragam untuk bersuara
dan menampakkan dirinya. Postmodern akhirnya menjadi sebuah kritik
kebudayaan atas modernitas. Apa yang dahulu dibanggakan oleh pikiran modern,
sekarang dikutuk, dan apa yang dahulu dipandang rendah, sekarang justru
83
Tom Jacobs, Paham Allah, 250. 84
F. Budi Hardiman, “Kritik atas patologi Modernitas dan [Post]modernitas”, Driyarkara 19, 2
(1992/93), 42-62, 59-60: “… bagi kita di Indonesia, membaca pikiran-pikiran mereka masih terasa
seperti mendengarkan ‘bisikan misterius’ dari sebuah masa depan yang belum jelas. Kita agaknya
masih – atau mungkin terlalu – optimis dengan proyek modernisasi dalam wujud pembangunan
nasional bahwa proyek raksasa ini akan mengarahkan perkembangan masyarakat menuju
masyarakat adil dan sejahtera. … Postmodernisme bisa saja keliru dalam klaimnya untuk
meningkatkan modernitas, tetapi isi kritik-kritiknya sulit kita sepelekan”, Tom Jacobs, Paham
Allah, 250.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dihargai. Singkatnya, Tom Jacob mengartikan kata ‘postmodern’ setidaknya
memiliki dua arti: (1) Dapat menjadi nama untuk reaksi terhadap modernisme,
yang dipandang kurang human, dan mau kembali kepada situasi pra-modernisme
dan sering ditemukan dalam fundamentalisme; (2) Sebagai suatu perlawanan
terhadap masa lampau yang harus diganti dengan sesuatu yang serba baru dan
tidak jarang menjurus ke arah sekularisme.85
Banyak orang mendambakan adanya
suatu break dengan zaman lampau, tetapi belum punya pandangan jelas mengenai
masa depan. Ketidakjelasan akan masa depan ini bermakna dua: bisa dinilai
negatif sehingga menghasilkan kebingungan, kacau, kosong, tetapi bisa juga
dimaknai secara positif dengan munculnya rasa kebebasan, keterbukaan, dan
kreatifitas. Kepercayaan diri (subyektivitas) yang diagung-agungkan pada abad 19
dan 20 sudah tidak ada lagi. Subyektivitas digantikan oleh intersubyektivitas
dalam aneka cara dan bentuk. Penghargaan akan kepelbagaian mencetuskan ide
pluralisme (intercontextuality).
Fenomena postmodernisme ini memunculkan berbagai macam persoalan
tentang peran iman dan agama. Ketika manusia tidak lagi percaya akan
rasionalitas yang dianggap telah gagal melanjutkan proyek pencerahannya, maka
dunia tidak lagi diatur oleh kebenaran tunggal dan sistem mekanis. Segala bentuk
kebenaran tunggal ditolak dan direlativir secara total, demikian juga agama,
teologi dan ajaran iman.86
Pada saat itulah manusia berada dalam kotak-kotak
individualisme yang berdiri sendiri. Ada yang kemudian jatuh kepada ekstrim
fundamentalisme dan yang lain ke arah sekularisme. Untuk itu, persoalan dasar
85
Tom Jacobs, Paham Allah, 250-251. 86
Tom Jacobs, Paham Allah, 251.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dalam dunia postmodern ini pertama-tama adalah soal hermeneutika, bukan hanya
mengenai literature dalam segala macam bentuk dan arti, tetapi mengenai
komunikasi manusia pada umumnya.87
Bahasa menjadi medan hidup yang terus
menerus dikembangkan sebagai bagian dari proses hermeneutik dan komunikasi.
Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup ajaran iman agama, teologi, ataupun
narasi-narasi besar lainnya, namun juga terjadi di setiap bidang kehidupan.
2.3.2.2 Postmodernisme dan Agama88
Tom Jacobs mengatakan agama adalah konkret. Oleh karena itu segala
pertanyaan mengenai agama dan postmoderisme harus konkret.89
Sejauh mana
kaitan antara postmodernisme dan agama di Indonesia? Apakah arti ‘beriman dan
beragama’ di tengah dunia yang postmodernis ini? Pertanyaan-pertanyaan ini
mulai mengemuka bagi orang-orang beriman dan beragama di tengah realitas
dunia postmodern. Sebab secara langsung, arus gagasan postmodern juga mulai
mengkritik serta mempertanyakan apakah agama dan iman tidak justru
melanggengkan narasi-narasi besar totaliter modernisme? Jika memang benar
demikian, tentu iman dan agama tidak lebih sebagai wujud atau bentuk kegagalan
rasionalitas manusia yang menyebabkan manusia terjebak serta diperbudak oleh
agama sebagai narasi besar yang bersifat totaliter. Pertanyaan dan kritik tentang
agama ini muncul sehubungan dengan klaim kebenaran tunggal dari masing-
masing agama tentang keselamatan manusia. Secara khusus lagi, agama-agama itu
87
Tom Jacobs, Paham Allah, 251. 88
Tom Jacobs, Paham Allah, 251-254. 89
Tom Jacobs, Paham Allah, 251.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mendasarkan pada dogma atau ajaran iman yang bersifat metafisik, sesuatu yang
jelas ditolak oleh arus pemikiran postmodern. Meskipun di sisi lain, agama-agama
yang beranekaragam itu justru dapat menjadi salah satu realitas postmodern yang
mulai menampakkan narasi-narasi kecil beranekaragam (plural).
Penjelasan Tom Jacobs pada sub bab postmodernisme dan agama,
berusaha untuk melihat kaitan antara postmodernisme dan agama dalam konteks
Indonesia. Menurut beliau, postmodernisme di Indonesia memang belum sangat
terlihat karena situasi civilization, atau perkembangan IPTEK yang amat pesat
belum terjadi di Indonesia.90
Namun konteks globalisasi dengan ditandai oleh
melesatnya perkembangan teknologi komunikasi informasi, kapitalisme global
dalam taraf puncak, telah merasuki di hampir setiap dimensi kehidupan
masyarakat Indonesia.91
Konteks inilah yang menyebabkan masyarakat Indonesia
pun mulai dirasuki oleh semangat postmodernisme di mana ciri khas dasarnya
adalah kejenuhan.92
Orang tidak ambil pusing mengenai sumber-sumber sejarah
atau akar kebudayaan, orang puas kalau punya apa yang dibutuhkan.
Kompleksitas dinamika hidup dalam dunia postmodern tersebut telah
menyebabkan sebagian besar masyarakat memiliki mentalitas dangkal, dan tak
mau repot; orang puas kalau memiliki apa yang ia butuhkan, dan kalau bisa,
sedikit lebih banyak. Dalam dunia postmodern yang menyangkal segala bentuk
totalitarianisme akal budi tersebut, orang dengan mudah lari ke arah
individualisme pragmatis, konsumerisme, dan materialisme.
90
Tom Jacobs, Paham Allah, 252. 91
Tom Jacobs, Paham Allah, 252. 92
Tom Jacobs, Paham Allah, 252.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pada situasi itulah - justru karena “kedangkalan” postmodernisme –
muncul pertanyaan pertama adalah hubungan antara iman dan agama.93
Orang
mulai bertanya tentang sejauh mana agama merupakan ungkapan iman dan bukan
hanya social behavior?94
Pertanyaan itu akhirnya membawa manusia era
postmodern pada pertanyaan lebih lanjut tentang sejauh mana Allah itu menjadi
nyata dalam kehidupan seseorang? Kiranya masalah bukanlah pribadi atau
kolektif, melainkan penghayatan sadar atau tidak. Sebab, baru dalam penghayatan
sadar, pada aneka tingkat atau taraf, hidup manusia dapat disebut sungguh
manusiawi.95
Agama kemudian tidak hanya menjadi sebuah ideologi. Dalam
kesadaran itu akan timbul pengalaman mengenai religiositas yang amat
dipengaruhi dan diarahkan oleh tradisi keagamaannya, dan itu berarti “suatu”
paham Allah. Yang penting, bahwa manusia mengalami agamanya, dan dalam
proses itu membentuk suatu paham Allah.96
Paham Allah tidak berasal dari
refleksi manusia atas dirinya sendiri, melainkan dari sejarah pewahyuan Allah.97
Dalam postmodernisme, paham Allah menjadi pokok persoalan,
khususnya dialog atau pertemuan antar-agama, sebab de facto paham itu terkait
dengan tradisi keagamaan.98
Jika paham Allah tidak berarti lagi, maka agama juga
tidak.99
Hal ini memunculkan persoalan kedua, apa arti agama dalam kehidupan
masyarakat? Orang beragama membutuhkan Allah yang nyata, dan itu berarti
93
Dalam Dokumen Konsili Vatikan II, Dei Verbum art. 5 disebutkan, bahwa: iman merupakan
penyerahan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan “kepatuhan akal budi serta
kehendak yang sepenuhnya kepada Allah, dan dengan sukarela menerima sebagai kebenaran
wahyu yang dikaruniakan oleh-Nya.” Tom Jacobs, Paham Allah, 253. 94
Tom Jacobs, Paham Allah, 253. 95
Tom Jacobs, Paham Allah, 214. 96
Tom Jacobs, Paham Allah, 214. 97
Tom Jacobs, Paham Allah, 230. 98
Tom Jacobs, Paham Allah, 253. 99
Tom Jacobs, Paham Allah, 253.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
digambarkan secara manusiawi.100
Menanggapi situasi demikian, manusia
hendaknya mengusahakan suatu pemahaman akan Allah yang nyata, yang
sungguh manusiawi dan berperan langsung terhadap hidup manusia. Dengan
demikian, persoalan imanensi dan transendensi kembali menjadi hal yang penting
bagi manusia postmodern. Singkatnya, manusia yang hidup dalam mentalitas
postmodern ini sungguh memerlukan sebuah pemahaman baru tentang realitas
iman dan agama sebagai suatu hubungan real dengan Allah yang real. Paham
Allah sesungguhnya bukanlah pemahaman atau pengetahuan (teoritis) mengenai
Allah, tetapi pemahaman diri manusia dalam relasinya dengan Allah. Dengan
demikian, masalah wahyu-iman menjadi makin penting. Karena, manusia yang
hidup dalam mentalitas postmodern ini sungguh memerlukan sebuah pemahaman
baru tentang realitas iman dan agama sebagai suatu hubungan real dengan Allah
yang real. Paham Allah harus menjadi konkret. Konkret karena sejarah wahyu,
konkret karena sejarah iman, dan terutama konkret karena mempunyai arti bagi
situasi saat ini dan di sini.
2.3.2.3 Sekularisme101
Salah satu ciri khas mentalitas postmodern adalah sekularisme.
Sekularisme secara garis besar adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa
sebuah institusi atau badan atau negara harus berdiri terpisah dari agama. Jadi
100
Tom Jacobs, Paham Allah, 254. 101
Tom Jacobs, Paham Allah, 254-256.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sekularisme adalah pemikiran yang memisahkan antara agama dengan kehidupan
duniawi.102
Menurut pemikiran ini, agama dianggap hanya sebagai urusan ibadah
saja, terkait dengan bagaimana beribadah kepada sang Pencipta. Sementara untuk
urusan kehidupan duniawi, agama tidak boleh ikut campur. Bagi orang tidak
beriman, dunia di era postmodern ini melulu merupakan bidang manusiawi, tidak
ada kaitannya sama sekali dengan ‘Yang Ilahi’ atau ‘Yang Kudus’. Sedang bagi
orang beriman, dalam dunia ini, hal manusiawi (profan, sekular) selalu ada
kaitannya dengan ‘Yang ilahi’ atau ‘Yang Kudus’.103
Sekularisme di Indonesia ibarat gurita yang kaki-kakinya menjerat erat
semua sisi kehidupan (ekonomi, teknik, pendidikan, ilmu, kebudayaan, keamanan,
ketertiban sosial). Hampir tidak ada satu pun sendi kehidupan yang terlepas dari
jeratan sekularisme, mulai dari sisi-sisi kehidupan pribadi sampai kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, semua terwarnai oleh ajaran sekuler. Namun bukan
berarti bahwa negara anti-agama, tetapi bahwa negara menyerahkan urusan
keagamaan kepada kelompok keagamaan masing-masing.104
Maka perlu untuk
membedakan antara sekularisme sebagai fakta sosial dan sekularisme sebagai
ideologi.105
Sekularisme ini pertama-tama ditandai dengan tidak bermaknanya agama
dan iman dalam kehidupan sehari-hari, demikian juga akhirnya Allah. Menurut
Tom Jacobs, hal ini disebabkan karena kebanyakan orang tidak lagi membedakan
102
“Profan” (pro = di depan; fanum = kuil, tempat keramat) atau ‘sekuler’ (= duniawi). Tom
Jacobs, Paham Allah, 254. 103
Tom Jacobs, Paham Allah, 255. 104
Tom Jacobs, Paham Allah, 255. 105
Sekularisme sebagai ideologi, berarti bahwa hidup masyarakat dan hidup pribadi secara
prinsipiil tidak ada kaitannya dengan agama dan dengan kepercayaan; iman dan agama tidak
menyangkut hidup sehari-hari. Tom Jacobs, Paham Allah, 256.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iman dan agama.106
Iman menjadi devosi dan ideologi,107
tidak lagi sebagai
sebuah usaha untuk menyentuh dan menanggapi realitas Transenden. Iman tidak
lebih sebagai ideologi sosial yang mendapatkan wujud perjuangannya dalam
agama sebagai sebuah komunitas sosial sekular. Pada saat itulah pengungkapan
pengalaman religius terbatas pada formalisme agama saja. Hidup profan tidak lagi
memiliki dimensi religius, ekspresi religius.108
Hidup sekular menghasilkan
agama sekular yang berpusat pada dirinya sendiri.109
2.3.2.4 Fundamentalisme110
Realitas sekularisme tetap saja gagal dalam mengusahakan kesejahteraan
bagi semua. Kapitalisme global, dan konsumerisme, serta materialisme hanya
memunculkan kemiskinan pada sekelompok besar manusia. Situasi demikian itu
memunculkan sebuah reaksi yang disebut fundamentalisme.111
Fundamentalisme
sendiri muncul sebagai sebuah fenomen kebudayaan yang mengkritik dan
menolak sekularisme yang terbukti gagal juga dalam mengusahakan kesejahteraan
umat manusia.112
Istilah fundamentalisme sendiri pertama-tama muncul dalam
106
Tom Jacobs, Paham Allah, 256. 107
Tom Jacobs, Paham Allah, 256. 108
Tom Jacobs, Paham Allah, 256. 109
Tom Jacobs, Paham Allah, 256. 110
Tom Jacobs, Paham Allah, 256-258. 111
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan kata “fundamental” sebagai kata sifat
yang memberikan pengertian “bersifat dasar (pokok); mendasar”’ yang diambil dari kata
“fundament” yang berarti dasar, asas, alas, fondasi, (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990: 245).
Dengan demikian fundamentalisme dapat diartikan dengan paham yang berusaha untuk
memperjuangkan atau menerapkan apa yang dianggap mendasar. 112
Tom Jacobs, Paham Allah, 256.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ranah agama, khususnya teologi.113
Pada periode selanjutnya, konsep
fundamentalisme ini tidak lagi terbatas pada agama Kristiani saja tetapi
menyangkut semua agama dan gerakan politik yang hendak mempertahankan
ajaran tradisionalnya. Fundamentalisme ini muncul sebagai reaksi atas
ketidakpastian era postmodern yang cenderung ‘kabur/tidak pasti’ dan beralih
pada pijakan yang pasti dan terjamin.
Pada umumnya, fundamentalisme ini menyangkal kebebasan hati nurani,
memperjuangkan etika-moral yang amat individualistis dan konservatif, fanatik
yakin memiliki kebenaran mutlak sehingga tidak toleran terhadap penganut agama
maupun pandangan lain.114
Fundamentalisme ini bisa mengarah ke tindakan
primordial dalam tataran etnik.115
Apabila primordialisme kultural ini menjadi
sedemikian kuat, maka fundamentalisme dapat memperalat agama sebagai bentuk
reaksi perlawanan terhadap sekularisme. Motivasi pertama-tama memang bukan
berlandaskan demi memperjuangkan nilai agama, tetapi justru sikap
primordialisme etnik, walaupun agama sebagai penggeraknya yang utama. Agama
dapat diperalat untuk tujuan sosial-politik. Pertentangan antara sekularisme dan
113
Dalam Buku Paham Allah, Tom Jacobs menulis tentang asal usul fundamentalisme yang
berasal dari Niagara, Amerika Serikat pada sekitar tahun 1895. Istilah fundamentalisme ini muncul
bersama dengan dikeluarkannya pernyataan mengenai ‘five points of fundamentalism’ dari agama
Kristiani, yakni (1) Kitab Suci diwahyukan secara harfiah tanpa kekeliruan apa pun; (2) Yesus
Kristus sungguh Allah; (3) Ia lahir dari seorang perawan; (4) Ia menebus umat manusia dnegan
meberi silih bagi mereka; (5) Ia bangkit secara badaniah dan akan kembali dalam keadaan mulia
itu. Pada awalnya, pernyataan ini muncul sebagai reaksi atas tafsir Kitab Suci Kristiani dengan
metode historis-kritis dan terhadap teori evolusi. Pada sekitar tahun 1970-an, kata
‘fundamentalisme’ menjadi begitu umum diberlakukan bagi berbagai macam kelompok, golongan
dan aliran yang ingin berpegang teguh pada ajaran dasarnya dan menolak segala bentuk tafsir
ataupun aliran lain yang berusaha mengkritik ataupun merelativir ajaran dasar tersebut. Tom
Jacobs, Paham Allah, 256-257 114
Tom Jacobs, Paham Allah, 257. 115
Ciri khas fundamentalisme kultural, yang dapat berkembang kearah primordialisme, ialah
bahwa sifatnya tidak khas religius, walaupun agama merupakan penggeraknya yang utama. Tom
Jacobs, Paham Allah, 258
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
fundamentalisme ini akhirnya akan menyebabkan mengkristalnya pertentangan
antar kedua kutub, karena sekularisme (yang akhirnya juga bersifat
fundamentalis) juga menawarkan suatu bentuk ‘alternatif’ ketika agama-agama
(fundamentalis) dipandang sebagai sumber kekerasan.116
Perlawanan ini
menimbulkan terbentuknya sekularisme sebagai sebuah ideologi, dan tak lagi
hanya sebagai fakta sosial.
2.3.2.5 Peranan Teologi Moral117
Agama sebagai sistem pengetahuan dan sistem keyakinan, menyediakan
sarana-sarana berupa pengetahuan-pengetahuan keagamaan yang menurut
keyakinan pemeluknya sendiri. Agama bersumber dari wahyu yang bersifat
historis, karena berkaitan dengan peristiwa sejarah dalam kerangka relasi Allah
dengan manusia, kemudian firman-Nya dirumuskan dalam tradisi keagamaan
masing-masing, berupa serangkaian simbol-simbol terutama simbol-simbol
konstitutif (agama). Hasil tafsiran pemahaman atas teks-teks simbolik itu
melahirkan kecenderungan umum bagi para pemeluknya seperti klaim kebenaran
secara sepihak. Agama secara inheren memiliki potensi untuk menghapus “yang
lain”. Pola pikir “either-or neither”, yaitu hanya mengijinkan agama satu yang
benar dan yang lainnya salah: misalnya, ada yang mengatakan bahwa agama saya
yang benar, yang lainnya salah; tidak mungkin keduanya benar karena akan
116
Tom Jacobs, Paham Allah, 258. 117
Tom Jacobs, Paham Allah, 258-261.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kontradiktif dalam dirinya sendiri. Tetapi inti pokok moral adalah pengembangan
diri sebagai subjek otonom di hadapan Allah. Iman adalah reaksi pribadi dengan
Allah, yang – khusunya di bidang sakral – tidak terikat pada bentuk ekspresi
tertentu. Dengan demikian, pada setiap agama terdapat aliran-aliran keagamaan.
Para pemeluk dari agama dan aliran-aliran keagamaan yang diikuti, cenderung
melahirkan perbedaan-perbedaan pemahaman, pensikapan, dan tindakan
(tanggapan) terhadap berbagai persoalan yang dihadapi. Dari sini pula agama
dalam kehidupan sosial mengekspresikan atau diekspresikan oleh umatnya
sebagai pemersatu sekaligus sebagai pemisah.
Menanggapi situasi demikian, manusia hendaknya mengusahakan suatu
pemahaman baru dalam hidup beriman dan beragama dalam situsi dan
kebudayaan historis yang konkret. Bentuk konkret wahyu sangat erat kaitannya
dengan kebudayaan. Lebih-lebih bagi orang beriman konkret wahyu selalu datang
kepadanya sebagai wahyu yang sudah diimani dan dirumuskan dalam tradisi
keagamaannya sendiri.118
Iman diungkapkan dalam agama, tetapi juga harus
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.119
Pertama-tama hendaklah disadari,
bahwa fundamentalisme muncul karena disintegrasi masyarakat sebagai akibat
proses pengasingan dalam kebudayaan modern.120
Maka fundamentalisme
dijawab dengan memberikan suatu alternatif, baik untuk fundamentalisme sendiri
maupun untuk sekularisme, bagi masalah disintegrasi tersebut.121
Dalam konteks
hidup beriman dan beragama, orang membutuhkan suatu teologi moral, yang dari
118
Tom Jacobs, Paham Allah, 123. 119
Tom Jacobs, Paham Allah, 259. 120
Tom Jacobs, Paham Allah, 259. 121
Tom Jacobs, Paham Allah, 259.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
satu pihak sungguh otonom (dan rasional) dan dari lain pihak benar-benar
digerakkan oleh iman.122
Dengan demikian, pengalaman religius dan pertanyaan
tentang Allah dipertanggungjawabkan sedemikian rupa dalam ranah moralitas.
Pengalaman akan Allah ditemukan dalam pengalaman moral bersama dengan
sesamanya di dalam dunia kehidupan. Selanjutnya, menurut Tom Jacobs, masalah
fundamentalisme, dan dialog dengan kelompok fundamentalis agama lain (Islam),
adalah masalah teologi moral fundamental: Apa dasar bagi tindakan manusia
dalam membangun masyarakat yang makmur dan adil?123
Dengan kata lain, teologi menjalankan fungsi kritiknya terhadap agama
dan teologi sendiri yang selama ini masih mendasarkan pijakan refleksinya pada
hal metafisik semacam dogma dan tafsir harafiah Kitab Suci. Dasar refleksi iman
dalam teologi tidak lagi berpijak pada ajaran yang sudah fixed dalam tradisi
agama, tetapi lebih mengacu pada pengalaman pribadi orang yang otonom dan
relasional di dalam komunitas lokal serta global.124
Bagi Tom Jacobs, “titik tolak
refleksi teologis ini adalah antropologi dan bukan kultus atau dogma. Dogma dan
Alkitab harus dihadapkan oleh permasalahan zaman sekarang”.125
Dalam refleksi
teologis berikut, yang penting adalah refleksi teologis praxis-oriented, bukan
dalam arti intern-keagamaan, tetapi justru berhubungan dengan tugas
kemasyarakatan kaum beriman bersama.126
Untuk itulah, refleksi teologis di era postmodern ini tidak dapat tidak
bersifat intersubjektif (relational-komunikatif). Artinya, iman dan agama
122
Tom Jacobs, Paham Allah, 259. 123
Tom Jacobs, Paham Allah, 259. 124
Tom Jacobs, Paham Allah, 260. 125
Tom Jacobs, Paham Allah, 260. 126
Tom Jacobs, Paham Allah, 260.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
direfleksikan oleh teologi sebagai suatu moral komunikasi yang
bertanggungjawab atas keselamatan seluruh umat manusia, dan ciptaan lainnya,
dalam rangka mengenangkan serta mengantisipasi Allah yang bertindak di sini,
kini dalam kasih-Nya.127
Bagi Tom Jacobs, “teologi dalam dunia postmodern
hendaknya bernafaskan dialog. Dalam dialog postmodern ini akan muncul paham
Allah yang baru, yakni Allah sebagai dasar pengharapan, Sang Pencipta yang
menanggung segala-galanya dengan kasih-Nya. Maka diperlukan sebuah
penerimaan-dalam bentuk apa pun-suatu “struktur triniter” hubungan Allah
dengan dunia, bukan sebagai dogma, melainkan sebagai sebuah kerangka
dialog”.128
2.3.2.6 Fundamentalisme Kristiani129
Tom Jacobs mengulas tentang pokok-pokok persoalan munculnya kaum
fundamentalis dalam iman Kristiani, dalam pokok bahasan mengenai
fundamentalisme Kristiani. Bagi Tom Jacobs, pemahaman lebih lanjut mengenai
fundamentalisme Kristiani ini amat dibutuhkan dalam rangka dialog dalam dunia
postmodern. Menurut beliau, pertama-tama kaum fundamentalis Kristiani muncul
karena keberatan mereka terhadap tafsir Kitab Suci dengan metode historis-
kritis.130
Bagi kaum fundamentalis, tafsir historis kritis dalam Kitab Suci
127
Tom Jacobs, Paham Allah, 260. 128
Tom Jacobs, Paham Allah, 261. 129
Tom Jacobs, Paham Allah, 261-263. 130
Tom Jacobs, Paham Allah, 261.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berbahaya bagi pemaknaan atas sabda Allah, dan bahkan merusak pengertian
Kitab Suci yang benar (terutama mengenai dogma penciptaan dan Kristologi).131
Menurut mereka, tafsir ini justru akan memunculkan degradasi iman terhadap
Sabda Allah dalam Kitab Suci. Kedua, bagi kaum fundamentalis, Kitab Suci
diterima sebagai Sabda Allah yang nyata, dan final, sehingga segala bentuk tafsir
yang berusaha mempertanyakan Kitab Suci secara historis dan kritis dianggap
sebagai rongrongan terhadap iman kristiani. Penafsiran terhadap Kitab Suci pada
diri mereka lebih bersifat harafiah tekstual sehingga segala macam bentuk tafsir
yang lainnya hanya akan mengaburkan pengertian Kitab Suci yang benar.132
Akhirnya fundamentalisme Kristiani tidak terbatas pada masalah tafsir
Kitab Suci saja. Sikap fundamentalis ini juga amat terasa di bidang dogmatis dan
liturgis, khususnya dalam tradisi Katolik. “Di sini yang menjadi masalah juga
rumus. Dicari kepastian dan pegangan hidup dalam rumus-rumus, baik dogmatis
maupun liturgis, yang tidak dapat berubah. Sikap ini berarti bahwa dicari
kepastian dalam institusi Gereja dan tidak dalam iman”.133
Secara khusus dalam
berdialog dengan agama-agama non-Kristiani harus dekembangkan suatu teologi
yang semakin lepad dari rumus, dan yang mencari akar-akar agama Kristiani
dalam penghayan iman sebagaimana dihayati dalam seluruh tradisi.134
131
Tom Jacobs, Paham Allah, 261. 132
Tom Jacobs, Paham Allah, 261. 133
Tom Jacobs, Paham Allah, 262. 134
Tom Jacobs, Paham Allah, 263.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.3.2.7 Spiritualitas Teologis135
sebagai Kristik Sosial
Postmodernisme merupakan alasan untuk mengalihkan penekanan dari
pemahaman teologi kepada penghayatan spiritualitas. Untuk menanggapi situasi
demikian maka diperlukan suatu perubahan dalam berteologi. Karena, yang pokok
bahwa teologi selalu mencari korelasi antara pemahaman hidup konkret dan
wahyu ilahi.136
Menurut Tom Jacobs, fungsi teologi akan berubah; bukan
pertama-tama sebagai perumus ajaran (dalam bentuk dogma atau rumus-rumus
yang lain), melainkan justru dengan membuka teks-teks bagi pemahaman, dan
penghayatan, yang baru.137
Dalam hal ini kiranya dekonstruksi dari filsafat
postmodern harus diperhatikan secara serius, dalam arti bahwa tradisi tidak dicari
kembali tetapi diungkapkan kembali dalam bentuk yang baru dan sesuai dengan
zaman.138
Maka, metode teologi merupakan korelasi antara iman dan hidup
sebagaimana dihayati dalam jemaat, dalam hubungan dengan wahyu asli tersebut.
Dalam metode ini secara terus menerus perlu untuk dicek proses tradisi dan juga
pemahaman akan situasi hidup sekarang. Sehingga, iman membutuhkan teologi
untuk menghindari bahwa iman jatuh ke dalam bentuk devosional (dogmatis dan
berpijak pada rumusan) melulu.139
“Teologi harus membantu manusia untuk hidup
antara kedua pola dari pengalaman dasar dan pengalaman sekarang, antara wahyu
pertama dan pengalaman iman aktual”.140
Teologi hendaknya menjadi suatu
refleksi autokritik terhadap agama dalam ungkapan iman, dan
135
Tom Jacobs, Paham Allah, 263-266. 136
Tom Jacobs, Paham Allah, 220. 137
Tom Jacobs, Paham Allah, 263. 138
Tom Jacobs, Paham Allah, 263. 139
Tom Jacobs, Paham Allah, 263. 140
Tom Jacobs, Paham Allah, 266.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mempertanggungjawabkan imannya yang adalah tanggapan manusia atas wahyu
Allah.141
Selain itu teologi harus membantu spiritualitas untuk berkembang dalam
berbagai situasi, mampu berbicara mengenai dialog dan damai.142
Oleh karena itu,
suatu teologi tidak hanya berhenti sebagai suatu hal yang normatif doktriner saja,
melainkan lebih berupa kritik sosial yang selalu mengantisipasi atas janji
ekstologis keselamatan Yesus Kristus. Pada akhirnya ”spiritualitas teologis”
bukanlah suatu spiritualitas yang baru sama sekali, melainkan suatu cara
penghayatan hidup rohani yang baru.143
2.3.2.8 Paham Allah dalam Dunia Postmodern144
Bagi Tom Jacobs, paham Allah dalam dunia modern lebih merupakan
Allah yang real, dinamis, terlibat, komunikatif, dan memberi makna bagi
kehidupan manusia.145
Hal ini berarti bahwa setiap orang musti mencari paham
Allah sendiri berdasarkan pengalaman misteri dalam hidupnya sendiri. Paham
Allah semacam ini sangat mendesak bagi realitas zaman postmodern yang ciri
dasar mentalitasnya adalah kejenuhan, kedangkalan, dan munculnya ekstrem-
ekstrem fundamentalisme. Dalam situasi demikianlah iman dan agama kembali
141
Tom Jacobs, Paham Allah, 266-267. 142
Tom Jacobs, Paham Allah, 267; Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh J.B. Metz
dalam tulisannya tentang teologi politik yang berjudul The Church’s Social Function in the Light
of ‘Political Theology’, teologi politik adalah sebuah usaha untuk selalu merefleksikan iman
Kristiani akan Yesus Kristus yang mengarah pada praksis pembebasan sosial dalam konteks
masyarakat saat ini. J.B. Metz, Concilium Vol. 6, No. 4, 7. 143
Tom Jacobs, Paham Allah, 267. 144
Tom Jacobs, Paham Allah, 267-268. 145
Tom Jacobs, Paham Allah, 268.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mendapat tantangannya untuk semakin bertanggungjawab terhadap dunia
kehidupan. Makna agama dan iman kembali dipertanyakan, dan demikian juga
makna Allah. Dengan berkembangnya kritik sosial masyarakat terhadap realitas
postmodern dan perlunya sebuah tindakan komunikatif rasional dalam segala
bidang, termasuk bidang iman dan agama, maka pemahaman akan Allah pun
berciri komunikatif rasional serta bertanggungjawab global.
Realitas pluralisme yang tak terelakkan juga memberikan suatu paradigma
baru dalam memahami Allah sebagai Sang Misteri Absolut yang terlibat dalam
hidup manusia (transenden sekaligus imanen). Akhirnya paham Allah hanya dapat
ditemukan dalam hati orang yang mengasihi sesamanya, dan kalau ia mau terlibat
dalam sejarah dan hidup manusia. Allah tidak lagi dipahami secara mitis,
ontologis yang terlindung dalam selimut hangat dogma ataupun rumus-rumus
filosofis teologis, tetapi lebih nyata dan real yang ditemukan dalam cinta kepada
sesama atau pun ciptaan lainnya.146
2.3.3 Pertanggungjawaban Teologis tentang Paham Allah
Akhirnya, Tom Jacobs merumuskan paham Allah itu tidak ada.147
Yang ia
maksudkan adalah bahwa tidak ada ide atau konsep tentang Allah. Paham tentang
Yang Ilahi sesungguhnya bukanlah pemahaman atau pengetahuan (teoritis)
mengenai yang Ilahi, tetapi lebih pemahaman diri manusia dalam relasinya
146
Tom Jacobs, Paham Allah, 268. 147
Tom Jacobs, Paham Allah, 269.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan Yang Ilahi.148
Seandainya ada penjelasan yang utuh, orang mungkin harus
menunggu sampai saatnya meninggal dunia. Maksudnya, paham Allah tidak akan
pernah selesai dibahas, sebab apa yang diketahui dan dipahami hanyalah sebagian
kecil dari eksistensi Allah yang sesungguhnya. Yang Ilahi tetaplah sebuah misteri.
Paulus, salah seorang penulis Kitab Suci Perjanjian Baru telah lebih awal
menegaskan akan hal ini, bahwa “Ia (yang Ilahi) bersemayam dalam terang yang
tak terhampiri. Seorang pun tak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak
dapat melihat Dia” (1 Tim 6:16). Paham Allah tidak akan pernah selesai dibahas,
sebab apa yang diketahui dan dipahami hanyalah sebagian kecil dari paham Allah
yang sesungguhnya. Di satu sisi manusia tetap dapat mengenalnya, karena ada
“(1) keterarahan fundamental manusia kepada Nan Mutlak; dan (2) ada aneka
tadisi religius mengenai perjumpaan manusia dengan Allah, sebagaimana
disaksikan oleh aneka tradisi religius”.149
2.3.3.1 Paham Allah Tetaplah Misteri
Bagi Tom Jacobs yang menjadi misteri bukanlah soal Allah, melainkan
terletak pada manusia, soal keterbatasan manusia yang tidak mampu memahami
Allah. Kendatipun demikian, dari masa ke masa manusia mencari Allah dan
mencoba untuk “menangkap”-Nya.150
Dengan kata’misteri’, pertama-tama
diungkapkan kepenuhan realitas ilahi, yang tak pernah secara tuntas dapat
148
Tom Jacobs, Paham Allah, 269. 149
Tom Jacobs, Paham Allah, 269. 150
Tom Jacobs, Paham Allah, 270.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ditangkap oleh manusia, dan juga tidak dalam kepenuhan eskatologis.151
“Namun
di lain pihak, kata ‘misteri’ justru mengandaikan sebuah komunikasi Allah dengan
manusia, dan biasanya menunjuk pada realita keselamatan sebagai kesatuan Allah
dengan manusia”.152
Misteri Allah adalah kebenaran rohani yang diketahui hanya melalui
wahyu. Allah mengungkapkan misteri-misteri-Nya kepada mereka yang patuh
pada Injil. Sebagian misteri Allah masih akan diungkapkan. Dalam agama
Katolik, pusat misteri ini adalah Yesus Kristus, sebagai pengantara antara Allah
dan manusia. Dalam hal ini, manusia tidak berhenti di hadapan misteri, tetapi
justru boleh mengambil bagian dalam misteri Allah.153
Manusia adalah pertama-
tama menjadi misteri bagi dirinya sendiri.154
Karena manusia merindukan
kepenuhan dalam mengambil bagian dalam misteri Allah, sebuah arti terdalam
dari keberadaannya di dunia ini, arti yang dapat menjelaskan secara penuh setiap
segi dari kehidupannya.
2.3.3.2 Keterarahan Fundamental Kristiani
Manusia sedari semula terarah kepada Allah, sebagai keterbukaan total.
Setiap manusia dianugerahi keinginan kuat untuk mengerti dan memahami, maka
ia akan selalu menghadapi kenyataan dengan banyak pertanyaan. Manusia adalah
151
Tom Jacobs, Paham Allah, 271. 152
Tom Jacobs, Paham Allah, 271. 153
Tom Jacobs, Paham Allah, 271. 154
Tom Jacobs, Paham Allah, 271.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
makhluk yang dikaruniai kehendak bebas, karena ia sadar akan dirinya sendiri.
Kesadaran diri menjadi dasar dan titik tolak misteri, merupakan kemampuan
untuk dikenal dan mengenal, dan untuk dicintai dan mencintai, untuk memilih diri
sendiri atau Yang Lain.155
“Kiranya dapat dikatakan, bahwa keterarahan
fundamental tidak lain daripada kesadaran mengenai kemakhlukan, yang berarti
penerimaan hidup sebagai anugerah dari Pencipta”.156
Hal ini berdasarkan refleksi
atas pengalaman hidup sendiri sebagai manusia, yang bukan pertama-tama
berdasarkan wahyu historis, melainkan lebih pada refleksi atas pengalaman hidup
sendiri sebagai manusia.157
Selain itu, manusia juga mengalami diri dalam ketegangan dialektis antara
terbatas, dan tak terbatas dalam hidupnya. Tetapi ia tidak akan sadar perihal
keterbatasannya, seandainya tidak ada keterarahan kepada ketidakterbatasan.158
“Pada kenyataannya, manusia mengerti objek-objek terbatas karena ditempatkan
dalam cakrawala tak terbatas. Manusia memilih aneka objek yang terbatas dalam
usaha memperjuangkan cita-citanya yang tidak mengenal batas”.159
Dari
karakternya yang mampu mencipta dan mampu memilih, manusia menemukan
diri sebagai bagian dari dunia dan dari umat manusia.160
Kesadaran diri manusia
membuatnya mengerti dan selalu bertanya dari keterbatasan tentang sesuatu yang
melampaui dirinya sendiri. Bagi manusia, sesuatu yang melampaui diri itulah
yang menjadi dasar dan tujuan dari hidupnya. Itulah yang kemudian disebut
155
Tom Jacobs, Paham Allah, 272. 156
Tom Jacobs, Paham Allah, 272. 157
Tom Jacobs, Paham Allah, 272. 158
Tom Jacobs, Paham Allah, 272. 159
Tom Jacobs, Paham Allah, 272. 160
“Ada tiga karakteristik insan: (1) kesadaran, (2) kemampuan mencipta, dan (3) kemampuan
membuat pilihan”. Tom Jacobs, Paham Allah, 273.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan Yang Ilahi. Dengan demikian manusia sedari semula terarah kepada
Allah, tetapi tidak terbatas secara tematis, melainkan keterbukaan total.
Pengetahuan tentang Allah tidak diperoleh dari informasi dari luar, melainkan
pertama-tama ada dalam diri manusia sendiri.
2.3.3.3 Perjumpaan dengan Yang Ilahi dalam Aspek Teologis Tom Jacobs
Dalam bahasa agama dan teologi seringkali digunakan metafor. Metafor
ini digunakan karena tidak ada apa-apa yang dapat dibandingkan dengan Yang
Ilahi. Karena yang Ilahi tidak dapat diketahui secara objektif, maka Ia tidak dapat
dibandingkan.161
Namun dalam keterarahan dasarnya manusia selalu berusaha
mengobjektifkan yang tak terjangkau itu. Yang muncul adalah simbol. Masalah
yang muncul dari upaya mensimbolkan Allah oleh manusia adalah terjadi upaya
‘berhala’, di mana Allah diobjektifkan; karena manusia menempatkan Allah
dalam duniannya.
Lain halnya kalau yang Ilahi sendiri menempatkan diri dalam dunia
manusia dengan mewahyukan diri secara konkret. Di sini metafor, sebetulnya
berarti pengantar atau penerus mendapat arti yang lain sama sekali. Di situ, Allah
sendiri membuat dunia menjadi metafor. Di situ Yang Ilahi tetap transenden,
161
“Diandaikan banyak hal, yang mungkin tidak selalu diketahui” dan “dipakai kata-kata yang
tidak seluruhnya tepat, tetapi yang dapat menunjuk kepada apa yang bisa dimaksud.” Tom
Jacobs, Imanuel, 18-19.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tetapi terjangkau dalam wahyu-Nya.162
Yang Ilahi tidak tergantikan oleh metafor,
tetapi yang Ilahi menyatakan diri dalam metafor. Manusia menemukan Allah
melalui wahyu yang diterimanya. Dan di sinilah Tom Jacobs akhirnya melihat inti
pokok teologi. “Tanpa pengalaman iman teologi paling-paling menjadi ilmu atau
filsafat agama. Teologi memberi kesaksian, bukan hanya mengenai ajaran dan
sejarah iman, tetapi terutama mengenai pengalaman imannya sendiri dengan
segala aspek dan kesulitannya”.163
Sumber wahyu ada pada Kitab Suci, tradisi,
ajaran Gereja, dan pengalaman iman manusia sendiri. Sumber-sumber wahyu
tersebut mengandaikan manusia mempunyai pengalaman akan Allah, dengan
“bantuan batin Roh Kudus”.164
Inilah yang kemudian disebut dengan iman, di
mana manusia mengarahkan dirinya pada Allah dan mengalami Allah sebagai
tujuan dan sumber hidupnya.
Dalam iman dan demi tujuan hidupnya akan Allah, manusia mempunyai
pengharapan. Pengharapan merupakan ungkapan keterarahan diri pada Yang Ilahi.
Pengharapan ini adalah kemantapan iman. Pengharapan ini berarti keyakinan
bahwa Allah beserta kita. Dari keyakinan ini kita yakin bahwa Allah dekat dan
hadir dalam hidup kita, karena kita tidak hanya berpikir tetapi meresapi arti
terdalam dalam hidup ini. Tom Jacobs menambahkan suatu paham sejarah
keselamatan yang menarik dan subur dengan melihat sejarah keselamatan sebagai
162
Dalam ajaran Konsili Vatikan II dikatakan bahwa Allah “mewahyukan diri-Nya dan rahasia
kehendak-Nya”, bahwa Ia “menyapa manusia sebagai sahabat-sahabat-Nya”; dan itu dibuat
“melalui perbuatan dan perkataan yang amat erat terjalin”. Selain itu Konsili vatikan juga
berbicara mengenai segi batiniah: “Bantuan batin Roh Kudus, yang menggerakkan hati dan
membalikkannya kepada Allah, membuka mata budi, dan menimbulkan pada semua orang rasa
manis dalam menyetujui dan mempercayai kebenaran”. Dei Verbum, art. 5. 163
Tom Jacobs, Paham Allah, 228-229. 164
Hal ini “merupakan ciri khas dari paham wahyu sebagai pertemuan dengan Allah”. Tom
Jacobs, Imanuel, 42.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sejarah iman, oleh karena itu, bukan sejarah wahyu Allah (Allah tidak menjadi
bagian dari sejarah), tetapi sejarah penerimaan manusia beriman terhadap wahyu
Allah. Dengan menempatkan dalam kerangka komunikasi iman dengan semua
orang dalam segala zaman, Tom Jacobs sepertinya memiliki mimpi, bahwa
“bahasa orang Kristiani adalah bahasa orang lain, bahasa semua orang”.165
Tom
Jacobs sadar bahwa itu tidak mungkin. Oleh karena itu, bagi Tom Jacobs yang
perlu selalu diingatkan hanyalah: “(a) bahwa kita sadar akan kenyataan bahwa
dalam peredaran zaman kata-kata dan rumus-rumus dapat memperoleh arti dan
maksud yang lain; dan (b) bahwa iman tidak menyangkut kata atau rumus,
melainkan fakta dan pengalaman”.166
2.3.3.4 Moral dalam Aspek Teologis Tom Jacobs
Bagi Tom Jacobs kepedualian pada sadarnya merupakan sebuah tindakan
yang sifatnya keluar dari kebebasan, dan bersifat aktif.167
“Seseorang membuat
pilihan untuk peduli atau tidak peduli. Dalam kepedulian dan tanggap terhadap
sesamanya, orang akan bertanya tentang sikap bati yang tepat dalam bertindak
untuk tidak membiarkan seseorang menderita, sendirian, tersakiti, atau terugikan,
tanpa meminta apapun sebagai balasan”.168
Oleh karena itu, perlu tindakan yang
selalu terarah kepada yang lain demi membangun kehidupan bersama. Dalam
165
Tom Jacobs, Imanuel, 29. 166
Tom Jacobs, Imanuel, 30. 167
Tom Jacobs, Paham Allah, 277. 168
Tom Jacobs, Paham Allah, 277.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kebersamaan itu juga, seseorang perlu untuk menemukan pedoman dan pegangan,
yang berasal dari tradisi kebudayaan, dari pandangan hidup, dan bahkan juga
berasal dari pandangan agama. Namun, penting juga untuk kita perhatikan, bahwa
petunjuk atau pedoman moral yang berasal dari agama tidak pernah dapat bersifat
mutlak, begitu juga dalam hal moral agama tetap terbatas dan relatif. Bagi Tom
Jacobs, “dalam semuanya itu tentu iman seseorang pun turut memainkan peranan
yang amat penting. Karena imannya itu menjadi sebuah pengakuan dasar yang
mencakup segala-galanya”,169
sehingga menjadi pegangan hidupnya dalam
berhadapan dengan situasi yang konkret.
2.3.3.5 Pewartaan dalam Aspek Teologis Tom Jacobs
Tema pewartaan bukan satu-satunya fokus dari teologi Tom Jacobs. Akan
tetapi, bisa dikatakan bahwa Tom Jacobs menaruh perhatian lebih pada
pewartaan. Hal ini menyangkut pemahaman demi perkembangan Gereja yang
menyeluruh. Maka, pertama-tama dibutuhkan adalah bahasa pewartaan yang
modern, dan bukan bahasa dogmatis, atau pun bahasa biblis. Namun, sebuah
“bahasa yang telah mendapat inspirasinya dari Kitab Suci. Maksudnya, suatu
bahasa yang kerygmatis, yang mampu membuat orang merasakan kehadiran Allah
yang menyelamatkan di dalam dan melalui Yesus Kristus”.170
Dan untuk
169
Tom Jacobs, Paham Allah, 278. 170
Tom Jacobs, Mewartakan Yesus Kristud dalam Dunia Modern, 41.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menangkap tanda-tanda asli kehadiran Allah, perlu mempunyai pengalaman akan
Allah.171
Selain itu pewartaan musti bersifat pribadi, mampu memberi kesaksian
mengenai hidup iman yang digerakkan oleh Roh Kudus, yang mengacu pada
pengalaman Kristus dan pada pengalaman kita dengan Kristus. Iman musti
diwujud-nyatakan dalam kehidupan bermasyarakat.172
Maka yang dibutuhkan
bukan saja bahasa iman, melainkan lebih-lebih pada bahasa pengharapan. Dengan
pengalaman iman, komunikasi mengundang orang untuk mengenal dan
mengimani misteri Allah yang hadir dan membimbing dalam hidup manusia.173
Selain itu juga, perlu adanya tindakan komunikatif yang bertujuan demi
pembangunan masyarakat bersama, sebagaimana “iman sendiri berpangkal pada
misteri manusia, begitu juga kesaksian iman hendaknya bertujuan pada
pengembangan kemanusiaan”.174
Dalam komunikasi iman, relasi iman semakin
akrab. Orang semakin marasa mencintai Allah, sebab Allah hadir dalam
pengalamannya. Iman yang adalah peristiwa rahmat lebih diartikan sebagai
perjumpaan dalam kebebasan hati antara Allah dengan manusia. Dengan lain kata,
pewartaan iman melalui pengalaman eksistensial dalam wujud komunikasi adalah
sebagai iman, yakni sebagai relasi dengan Allah.175
171
Tom Jacobs, “Kabar Gembira”, dalam Rohani 6 (1991), 228. 172
Tom Jacobs, Paham Allah, 279. 173
Tom Jacobs, “Teologi yang Eklesial dan Kultural”, dalam Budi Susanto (Ed.) Teologi dan
Praksis Komunitas Post Modern, Kanisius, Yogyakarta 1994, 48. 174
Tom Jacobs, Paham Allah, 279. 175
Toms Jacobs, Teologi yang Eklesial dan Kultural, 41.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.4 KESIMPULAN
Menurut Tom Jacobs, ‘tindakan hati’-lah yang paling terang menunjuk
kepada paham Allah dan kemungkinan bahwa Allah itu mewahyukan diri-Nya
lebih lanjut kepada manusia.176
Karena paham Allah berpangkal pada sikap Allah
sendiri, yang adalah kasih. Hubungan pribadi inilah yang menjadi unsur paling
sentral dalam paham Allah. Karena manusia adalah pribadi, maka tak dapat tidak
Allah pun hendak diakui sebagai pribadi dan bukan sebagai Sang pencipta,
apalagi sebagai Daya Pencipta.
Setiap manusia selalu terarah kepada Allah, karena Allah ingin
mengkomunikasikan diri kepada manusia. Dan itu terjadi di dalam sejarah. Maka,
pertemuan antara Allah dengan manusia secara hakiki bersifat historis. Jadi, Allah
tetaplah misteri bagi manusia, tetapi Allah menyatakan diri secara historis dalam
Yesus dari Nasaret, yang disebut Anak-Nya karena hubungan erat dengan-Nya,
dan secara batiniah dalam diri manusia oleh Roh Kudus. Dalam menanggapi
persoalan tersebut, kiranya masalah bukanlah pribadi atau kolektif, melainkan
terletak pada penghayatan sadar atau tidak. Sebab, baru dalam penghayatan sadar,
pada aneka tingkat atau taraf, hidup manusia dapat disebut sungguh manusiawi.
Dan agama kemudian tidak menjadi sebuah ideologi, sehingga dalam kesadaran
176
Tom Jacobs mengatakan bahwa ”paham Allah hanya dapat ditemukan dalam hati orang yang
mengasihi sesamanya. Dan yang hidup di dalam dunia yang dinikmatinya sebagai anugerah Allah.
Paham Allah bahkan dapat berkembang dalam penderitaan; tetapi di situ kiranya amat dibutuhkan
inspirasi dari tradisi iman dan wahyu”. Tom Jacobs, Paham Allah, 268. Konsili Vatikan
mengatakan bahwa “Allah berkenan mewahyukan diri-Nya’, “menyapa manusia sebagai sahabat-
sahabat-Nya dan bergaul dengan mereka” (Dei Verbum, art. 4). Wahyu dilihat sebagai hubungan
pribadi, dan iman dimengerti sebagai penyerahan diri seutuhnya kepada Allah (Dei Verbum, art.
5), namun dengan catatan bahwa inisiatif selalu ada pada Allah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tersebut timbul pemahaman mengenai religiositas, dan itu berarti paham Allah.177
Ada empat perpaduan dalam proses penyadaran yang ditekankan dalam karakter
religiositas Tom Jacobs.178
Pertama, Pengalaman iman perlu memperhatikan baik segi pengalaman
maupun segi iman. Dengan menekankan segi pengalaman hendak ditandaskan,
bahwa iman adalah sesuatu yang insani, bukan hanya dalam arti bahwa iman
adalah suatu kegiatan psikologis manusia, yang berupa kognatif dan kognitif.
Dalam proses penyadaran ini, orang akan amat dipengaruhi dan diarahkan oleh
tradisi keagamaannya, yang mempunyai arti bagi perkembangan dan
kesejahteraan manusia. Iman sebagai relasi dengan Allah, sehingga iman punya
arti. Namun sejauh proses dari pengalaman iman ini dijalani secara sadar, maka
paham yang kolektif tersebut tidak dapat tidak akan menjadi pribadi juga. Maka,
yang penting bahwa ia mengalami agamanya, dan dalam proses itu membentuk
suatu paham Allah. Dalam hal ini, manusia akan cenderung membentuk paham
Allah menurut proses sosial, yakni menurut struktur ‘aku-engkau.’ Dan hal ini
perlu adanya pemurnian paham religius yang sungguh-sungguh, demikian juga
paham Allah, adalah pemahaman akan misteri sebagai suatu cara pengetahuan
yang amat khusus namun seluruhnya otentik manusiawi.
Kedua, agama sebagai proses penyadaran manusia dengan berani mengaku
keterbukaannya sebagai pengharapan dan kerinduan. Dalam paham Allah ini
pengalaman, juga yang emosional, memainkan peranan konstitutif. Maka
keterbukaan ini dihayati sebagai suatu dinamika yang inspiratif. Karena
177
Tom Jacobs, Paham Allah, 214. 178
Tom Jacobs, Paham Allah, 214.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
seandainya manusia dapat menghayati diri sebagai makhluk otonom yang bebas,
ia juga akan dapat membuka diri secara bebas penuh kepercayaan.
Ketiga, filsafat agama dalam hal ini tidak dimaksudkan sebagai
pengkhususan dalam bidang filsafat ketuhanan, fenomenologi agama ataupun
sebagai analisis ‘language game’ religius. Melainkan filsafat agama dalam
kerangka refleksi transsendental, proses penyadaran di mana berusaha
menemukan dasar serta kemampuan manusia untuk beragama, sebagai suatu
kegiatan khusus yang terarah kepada Nan Suci dan Ilahi, biasanya dalam suatu
hubungan pribadi dengan Allah. Dalam hal ini, Tom Jacobs pertama-tama
mencoba merumuskan apa yang dimaksudkan dengan agama. Agama sebagai
suatu fenomen sosial yang merupakan titik pangkal pada sebuah refleksi yang
lebih mendalam. Dan, kekhasan filsafat agama ini, bahwa secara kritis
merefleksikan kegiatan religius sebagai tindakan yang khas manusiawi, sejauh
agama dimengerti dalam keseluruhan eksistensi manusia dan ditanyakan tempat
serta artinya bagi manusia.
Keempat, berkaitan dengan kekhasan Tom Jacobs sebagai manusia yang
bertindak, yakni merefleksikan agama dari dalam, yaitu dengan terang iman.
Dalam teologi hendak direfleksikan perihal hidup orang beriman seadanya, tentu
saja yang paling pokok dan paling mendasar adalah Kitab Suci dan Tradisi dalam
arti yang luas, termasuk ajaran Gereja sekarang.179
Dalam situasi demikianlah,
iman dan agama kembali mendapat tantangannya untuk semakin
bertanggungjawab terhadap dunia kehidupan. Makna agama dan iman kembali
179
Tom Jacobs, Paham Allah, 217.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dipertanyakan, dan demikian juga makna Allah. Dengan berkembangnya kritik
sosial masyarakat terhadap realitas postmodern dan perlunya sebuah tindakan
komunikatif rasional dalam segala bidang, termasuk bidang iman dan agama,
maka pemahaman akan Allah pun berciri komunikatif rasional serta
bertanggungjawab global.
Pandangan Tom Jacobs dapat dikatakan unik, karena menawarkan sebuah
solusi atas permasalahan yang mengganggu cara berteologi yang mungkin dan
masih terus dipengaruhi oleh modernisme atau pun postmodernisme. Landasan
epistemologi modernisme yang mengandalkan rasio dan empiris tidak memadai
untuk memahami dan mengalami eksistensi Allah. Begitu pula, Allah tidak bisa
direduksi menjadi sekadar totalitas nilai, nilai tertinggi, atau bahkan segala bentuk
‘pengalaman’ manusia akan yang ilahi sebagaimana dipengaruhi oleh
postmodernisme. Epistemologi religius Tom Jacobs lewat, ‘misteri’180
,
‘keterarahan fundamental’ dan terutama juga ‘perjumpaan dengan Allah’ hendak
mengembalikan gagasan Allah yang lebih personal, imajinatif, dan realistis –
Allah yang hadir melalui pemahaman dan pengalaman manusia, sekaligus yang
rasional dan intuitif dalam peristiwa-peristiwa hidup yang real.
Berikut ini penulis cantumkan beberapa pemaknaan oleh Tom Jacobs yang
perlu dipegang secara distigtif, terkhusus mengenai: ‘Pengalaman’
adalah kejadian yang pernah dialami atau dijalani, dirasai, ditanggung, dan
sebagainya, baik yang sudah lama atau baru saja terjadi; ‘Cita-cita’ atau nilai yang
180
Bagi Tom Jacobs, misteri adalah ”bahwa yang mengetahuinya hanyalah Allah dan juga para
sahabatnya yang kepadanya Tuhan mau menyingkapkannya”. Misteri – karena kehadiran Allah itu
tidak pernah dijangkau oleh ungkapan agama, yang paling agungpun tidak. Tom Jacobs, Imanuel,
38.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tidak dialami adalah mati dan tidak mungkin punya pengaruh; orang yang bicara
tidak berdasarkan pengalaman tidak menyakinkan. Maka orang kristiani dan iman
mereka akan berdampak, kalau mereka dapat berbicara dari pengalaman iman
mereka; ‘Iman’ diartikan sebagai sikap pribadi manusia terhadap penghayatan
imannya. Karena iman adalah sikap pribadi yang bebas dan bertanggungjawab,
menjawab panggilan Allah, maka pengalaman diri juga bersifat pribadi. Iman
mendapat awal dan dasarnya dalam kedaulatan Allah yang menjumpai
kemerdekaan manusia, dan dalam kemerdekaan manusia yang membuka diri
terhadap kemerdekaan Allah yang menggerakkannya; kehadiran Allah dalam
sejarah manusia itulah yang disebut dengan Misteri. Misteri karena kehadiran
Allah itu tidak pernah dijangkau oleh suatu ungkapan agama, yang paling
agungpun tidak. Menjadi Misteri karena keagungan Allah tidak jauh dari hati dan
hidp manusia; ‘Agama’ diartikan sebagai pengungkapan dan penghayatan iman.
Agama merupakan sarana di dalam penghayatan rasa religiusitas manusia.181
‘Religiositas’ diartikan sebagai kesadaran untuk beramal, menolong yang lain,
yang diungkapkan dalam agama dan diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-
hari.
181
Tom Jacobs menjelaskan, “Agama selaku lembaga yang berunsur manusiawi tidak dapat
mengklaim ketaatan mutlak dari warga, karena agama tidak pernah identik dengan Allah.
Peraturan agama manapun pada hakikatnya diadakan selaku lambang dan ekspresi spiritual, selaku
sarana pendidikan belaka, namun yang ternyata sepanjang zaman telah terangkat tanpa sengaja
maupun sengaja menjadi tujuan. Namun, lambang hanyalah sarana, bukan tujuan. Simbolisasi
hanya cara pendidikan, bukan hakikat isi pendidikan itu sendiri. Maka, agama tidak pernah boleh
dilepaskan dari religiusitas, terutama kalau religiusitas itu sudah berkembang menjadi iman,
artinya suatu hubungan personal selaku aku (hamba) dan Engkau.” Tom Jacobs, Paham Allah, 14-
15.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Menurut Tom Jacobs, pengertian spiritualitas yang paling umum adalah
‘kerohanian’, senada dengan kata (Latin) Spiritus yang berarti roh.182
Tetapi kata
spiritualitas sendiri, berasal dari bahasa Perancis, spiritualite. Istilah spiritualite
sendiri bukan pertama-tama berarti roh, tapi menunjuk pada suatu corak atau gaya
hidup, meski tidak terlepas dari ranah yang seseorang mengikuti cara hidup pihak
lain secara sadar, tahu, dan mau, itulah yang disebut spiritualitas. Bertautan
dengan itu, kata spiritual menunjuk pada daya ‘yang rohani’ misalnya, jiwa.
Romo Tom Jacobs mengajukan konsep paham Allah bukan sebagai olah
budi belaka, melainkan juga olah hati. Yang ia maksudkan adalah Paham Allah
bukan hanya utak atik otak, melainkan pengertian yang diperoleh dari refleksi
hidup manusia dalam relasi pribadinya dengan Allah. Misalnya, seorang imam
diharuskan mempelajari filsafat dan teologi. Karena dengan berfilsafal seorang
imam dapat mempelajari filosofi kehidupan, sehingga mampu mengurai semua
persoalan dalam konteks iman, dan menjadikan keyakinan yang sederhana.
Akhirnya, paham Allah bagi Tom Jacobs tidak ada. Maksudnya, tidak ada
ide atau konsep mengenai Allah.183
Allah tetaplah misteri. Namun, manusia tetap
dapat mengenal-Nya meskipun Allah itu misteri, sebab ada keterarahan
fundamental manusia kepada Nan Mutlak. Melalui keterarahan fundamental ini,
manusia didorong untuk memahami dan mengalami hakikat transendental Allah,
yakni dengan memungkinkan manusia memahami persoalan spiritual yang selama
ini mungkin tidak terbayangkan. Selain itu, masih ada aneka tradisi religius
mengenai perjumpaan manusia dengan Allah. Secara konkret, akhirnya paham
182
Tom Jacobs, SJ, 2002. Paham Allah, Yogyakarta, Kanisius, hlm. 232 183
Tom Jacobs, Paham Allah, 269.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Allah hanya dapat ditemukan dalam hati orang yang mengasihi sesamanya. Allah
tidak lagi dipahami secara mistis, ontologis yang terlindung dalam selimut hangat
dogma ataupun rumus-rumus filosofis teologis, tetapi lebih nyata dan real yang
ditemukan dalam cinta kepada sesama ataupun ciptaan lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
BAB III
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN DALAM TELAAH
TEORI IDENTITAS DARI JAMES MARCIA DAN
PANDANGAN PAHAM ALLAH MENURUT TOM JACOBS
3.1 PENGANTAR
Pada bab sebelumnya, telah dibahas pemikiran Tom Jacobs perihal paham
Allah dalam kaitan antara postmodern dan agama dalam konteks Indonesia.
Selanjutnya, di sini penulis akan mengkonfrontasikan pandangan metodologis dari
James Marcia perihal status identitas religius pada masa remaja dengan pemikiran
Tom Jacobs perihal paham Allah.
Metode penelitian merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
sebuah penelitian. Hal tersebut dikarenakan berhasil atau tidaknya suatu penelitian
akan dipengaruhi oleh benar tidaknya seorang peneliti dalam memilih metode
yang akan digunakan dalam penelitiannya. Metode merupakan suatu cara kerja
yang diambil oleh peneliti dalam usahanya mencari, mengumpulkan dan
mengelola data serta menuangkannya dalam bentuk laporan penelitian. Penelitian
yang dilakukan dapat mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara menyeluruh jika peneliti
menggunakan metode penelitian yang sesuai.
Pada bagian ini, penulis juga akan menguraikan hasil penelitian yang telah
dilakukan, yang kemudian akan ditelaah menurut teori teologi hermeneutik
teologis Tom Jacobs. Hal ini dimaksudkan untuk dapat mengetahui secara lebih
mendalam tentang gambaran ‘Allah yang mewahyukan diri dalam Kristus’ yang
dimunculkan beserta konsep pemikiran yang ada di dalam pengalaman masa
remaja saat ini. Namun sebelum melangkah lebih lanjut, untuk menyamakan
persepsi dan memperjelas beberapa hal terkait dengan identiras religius yang
menjadi obyek penelitian ini, berikut ini akan diuraikan tentang siapa itu James
Marcia dan beberapa gagasannya tentang karakter identitas dari kaum remaja.
3.2 MENGENAL JAMES E. MARCIA
James E. Marcia adalah seorang psikolog klinis dan perkembangan.
Marcia merupakan salah satu tokok Neo-Eriksonia yang membangun teori
identitas terukur dari teori Erikson. Dia telah menyandang gelar profesor di
universitas Amerika Serikat dan Kanada, dan saat ini adalah Emeritus Profesor
Psikologi di Universitas Simon Fraser, di British Columbia, Kanada. Marcia
mengembangkan metode interview untuk mengukur ego identity dengan
menggunakan dua kriteria yaitu eksplorasi dan komitmen. Hasil dari metode
interview yang dilakukan, Marcia menemukan adanya hubungan antara status
identitas dengan karakteristik seperti kekhawatiran, harga diri, penalaran moral,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan pola perilaku.1 Marcia juga aktif dalam praktik klinis pribadi, pengawasan
psikologi klinis, konsultasi masyarakat, dan penelitian dan pengajaran
perkembangan klinis internasional. Marcia paling dikenal karena penelitian dan
tulisannya yang ekstensif mengenai perkembangan psikologis, dengan perhatian
khusus terfokus pada pengembangan psikososial remaja dan pengembangan
identitas seumur hidup.
3.3 PENGERTIAN TENTANG ADOLESCENCE DAN GAGASAN
JAMES MARCIA TENTANG TEORI IDENTITAS
Adolescence (remaja) berasal kata Latin adolescere (kata bendanya,
adolescentia berarti remaja), yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi
dewasa”.2 Masa remaja merupakan masa yang menggairahkan, karena masa ini
berada dalam periode transisi biologis, psikologis, kognitif, sosial, ekonomi, dan
sekaligus berada dalam periode transisi dari kultur dan sejarah.3 Masa remaja
dalam diskursus sehari-hari,4 dan dalam literatur populer sering disebut sebagai
1 Papalia, S.V., Bayers, W., Vansteenkiste, M., & Soenens, B, On the association between
adolescent autonomy and psychosocial functioning: Examining decisional Independence from a
self-determination theory perspective. American Psychological Association, 48 (1), 76-88. 2 L. Seinberg, Adolencence (New York: Mc Graw Hill, Inc, 1993), 4.
3 R.M. Lerner & D.F. Hultsch, Human Development: A Life Span Perspective (USA: Mc Graw
Hill, Inc, 1983), 318. 4 Adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup
kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. “Secara psikologis, masa remaja adalah usia di
mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di
bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-
kurangnya dalam masalah hak ... Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek
efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber ... Termasuk juga perubahan intelektual
yang mencolok ... Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
masa transisi, yaitu suatu periode antara masa anak-anak dan orang dewasa yang
cukup ‘penuh tekanan’ saat dialami, namun akan berakhir dengan penyesuaian
yang membahagiakan di usia dewasa.5
Masa transisi yang dialami remaja,
bervariasi dari waktu ke waktu, dan dari kultur ke kultur. Pengamatan di Samoa
menunjukkan, bahwa masyarakat-masyarakat yang sederhana memiliki masa
transisi yang pendek ke masa dewasanya.6
Rentang umur tradisional pada usia 13-18 tahun, hal ini berdasar pada titik
berat pertumbuhan psikologis dan perubahan pubertas. Berbeda dengan kultur
‘masyarakat sederhana’, kultur ‘masyarakat industri’ menyebabkan remaja
menanggung masa remaja yang lebih lama, yaiturentang umur berkisar antara 11-
22 tahun, sebagai akibat dari berkembangnya masa-masa pendidikan.7 Hal ini
berkaitan dengan pembagian masa remaja dalam 3 fase,8 yaitu:
1) Masa remaja awal (early adolescence), 11/12-15 tahun. Pada masa ini
individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha
mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak bergantung
pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk
dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman
sebaya.
memungkinkannya untuk mencapai integrase dalam hubungan sosial orang dewasa, yang
kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.” Piaget, J. “The
intellectual of the adolescent”, seperti di kutip oleh G. Caplan and S. Lebovici (Eds.),
Adolescence: Psychosocial perspectives (New York: Basic Books, 1969), 22-26 5 D.E. Papalia & S.W. Olds., A Child’s World, Infancy Through Adolescence (USA: Mc Graw-
Hill, Inc, 1993), 342. 6 Penelitian Whiting, Burbank, & Ratner, 1986 dalam L.E. Berk, Infants, Children and
Adolescent (USA: Allyn & Bacon, 1996), 512. 7 L.E. Berk., Infants, Children and Adolescent, 512.
8 L.E. Berk., Infants, Children and Adolescent, 512.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2) Masa remaja tengah (middle adolescence), 15-18 tahun. Masa ini ditandai
dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Pada masa ini
teman sebaya masih berperan penting, namun individu sudah mampu
mengarahkan diri sendiri (self directed). Remaja juga mulai
mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan
impulsivitas, dan membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan
dengan sekolah dan pekerjaan yang kelak ingin ia capai. Selain itu,
penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.
3) Masa remaja akhir (late adolescence), 18-22 tahun. Masa ini ditandai oleh
persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Remaja pada
masa ini memiliki keinginan yang kuat untuk diterima dalam kelompok
teman sebaya dan orang dewasa. Pada tahap ini remaja menjadi lebih
matang.
Masa remaja yang digunakan dalam penelitian ini adalah masa remaja
akhir yang dikemukakan oleh Marcia, yaitu remaja akhir (late adolescence)
berusia 18-22 tahun,9 mereka aktif sebagai mahasiswa/i Katolik di perguruan
tinggi, dan berada di antara semester 1 sampai 7. Menurut Smith & Crawford;
Siverberg dan Steinberg mengungkapkan, bahwa remaja akhir sudah mulai
9 Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Remaja
pada masa ini memiliki keinginan yang kuat untuk diterima dalam kelompok teman sebaya dan
orang dewasa. Pada tahap ini remaja menjadi lebih matang. L.E. Berk, Infants, Children and
Adolescent, 512.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengurangi ketergantungannya terhadap orang tua, mereka memiliki kemandirian
yang tinggi.10
James Marcia melakukan perluasan dan pengelaborasian tahap
perkembangan identitas ego dari 8 tahap perkembangan psikososial Erikson.
Marcia menguraikan usulan Erikson dalam sebuah kutipan klasik11
dengan
menyarankan bahwa tahap ini tidak terdiri dari seperti yang diklaim Erikson,
namun lebih dipahami sejauh mana seseorang telah menjelajahi dan berkomitmen
pada identitas dalam berbagai domain kehidupan, termasuk politik, pekerjaan,
agama, hubungan intim, pertemanan, dan peran gender. “Dua bidang penting di
mana remaja harus membuat komitmen semacam itu adalah ideologi dan
pekerjaan”.12
Menurut Marcia, pembentukan identitas merupakan tugas rumit
yang harus diselesaikan secara bertahap dan tanpa disadar.13
Dalam teori
epigenetic Erikson,14
masa remaja berada pada tahap kelima yaitu identity versus
identity diffusion, yang menurut Erikson dijelaskan bahwa masa remaja
merupakan masa terjadinya perubahan fisiologis yang cepat pada dirinya.15
Perubahan ini disertai dorongan sosial untuk memenuhi keputusan dalam masalah
pendidikan dan kerja, memaksa mereka untuk mempertimbangkan berbagai peran.
10
Fleming, M., Adolescent autonomy: Desire, achievement and disobeying parents between
early and late adolescence. Australian Journal of Education and Development Psychology, 5, 1-16.
Diunduh dari http://www.newcastle.edu.au/journal/adedp/. 11
Marcia, J. E., (1966), Development and validation of ego identity status, dalam Journal of
Personality and Social Psychology 3, hal. 551-558. Diunduh dari http://www.
garfield.library.upenn.edu/classics1984/A1984TR91100001.pdf 12
“The two key ideas are (a) to study the detailed processes of sosial interaction at the level of
the elements of interaction, and (b) to ralate sosial behavior to its biological basis ang cultural
setting.”James E. Marcia, "Ego-Identity Status", dalam Michael Argyle, Social Encounters,
(Chicago: Aldine Publishing Company, 1973), 340. 13
Marcia, J.E. (1980). “Identity in adolescence”, dalam J. Adelson (Ed.), Handbook of
adolescent psychology (New York: John Wiley & Sons, 1980), 159-187. 14
Erikson, E.H., Identity: Youth and crisis, Norton, New York 1968, 183. 15
P.H. Miller, Theories of Developmental Psychology (New York: W.H. Freeman and
Company, 1993).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tugas dasar remaja adalah mengintegrasikan berbagai identifikasi yang
dibawanya dari masa kanak-kanak ke dalam situasi identitas yang lebih utuh.16
Berpadu atau terintegrasinya unsur-unsur ini terjadi pada masa remaja
akhir, yang memunculkan identitas secara lebih utuh, karena identitas tidak
dianggap berkembang secara penuh sebelum masa remaja tengah. Bila konfigurasi
identitas sebelumnya merupakan suatu konstruksi diri, identitas pada masa
tersebut bukanlah identitas paling akhir, karena identitas paling akhir mempunyai
ciri sebagai konstruksi diri, namun tidak sekedar anugerah atau sesuatu yang
diperoleh begitu saja, melainkan merupakan prestasi yang dicapai dalam melewati
siklus hidup sebagai persesuaian individu dan mengatasi tantangan-tantangan
yang ada dalam pertumbuihan ego.17
Dalam hal ini, Marcia telah berhasil mengidentifikasi berbagai pola dan
isu umum mengenai cara remaja mengatasi krisis identitasnya.18
Ia
mengembangkan lebih lanjut teori status identitas melalui dua proses dalam
kehidupan seseorang, yaitu eksplorasi19
dan membuat komitmen.20
Marcia
16
“The overall task of the individual is to acquire a positive ego identity as her or he moves
from one stage to the next”. Erikson, dalam D.A. Helminiak, A scientific spirituality: The interface
of psychology and theology. The International Journal for the Psychology of Religion, 6(1) 1996,
1-19. 17
Stephen, Fraser & Marcia, 1992 dalam Bosma, H.A., dkk. (Ed), Identity & Development, Sage
Publications, California 1994, 70-71; Marcia dalam Adelson, J., (Editor), Handbook of
Adolescent Psychology (New York: John Wiley&Sons.Inc, 1980), 159. 18
Erikson memandang identitas sebagai suatu konsep integratif antara individu dengan
lingkungannya. Sedangkan bagi Marcia, identitas adalah proses di mana individu menempatkan
dirinya dalam dunia sosial, di mana pembentukan identitas secara operasional dan konkrit
didasarkan pada teori psikososial Erikson yaitu individu membuat suatu komitmen setelah
melewati eksplorasi berbagai kemungkinan yang ada. James E. Marcia dalam Archer, S.L, Sex
differences in identity development: Issues of process, domain, and timing, Journal of
Adolescence, 12 (1989), 117-138. 19
Eksplorasi merupakan alternatif-alternatif dan terdiri dari kognitif atau kebiasaan tingkahlaku.
James E. Marcia dalam J. Kroger (editor), Discussions on Ego Identity (New Jersey: Lawrence
Erlbaum Associates Inc, 1993), xiv. Ekspolarasi dapat didefinisikan sebagai derajat di mana
ketertarikan individu dalam mencari jati diri mengenai nilai, kepercayaan, tujuan dan proses
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengemukakan identitas adalah struktur diri, sebagai suatu hal internal, organisasi
dinamik dari dorongan, kemampuan, keyakinan dan sejarah individu yang
terkonstruksi.21
Semakin berkembang struktur ini, maka individu akan semakin
sadar tentang keunikan mereka dan kesamaannya dengan orang lain, dan tentang
kekuatan dan kelemahan dalam menempuh hidup mereka. Apabila dalam individu
kurang berkembangnya struktur ini, maka ia akan makin kebingungan melihat
perbedaan mereka dari orang lain dan mereka semakin mendasarkan diri pada
sumber-sumber eksternal untuk mengevaluasi diri sendiri. Untuk memiliki
identitas diri yang sehat, seorang remaja harus mengeksplor berbagai hal, seperti
mengenali diri, kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan pribadi, berelasi
sosial dengan berbagai kalangan, sekolah, bekerja, berpolitik, serta sisi rohani,
agama dan aspek-aspeknya. Setelah mengeksplorasi berbagai kesempatan yang
ada, seseorang harus membuat komitmen di berbagai hal tadi. Dengan komit
terhadap sejumlah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dan goal-goal identitas
seseorang terbentuk.
eksplorasi menunjukkan percobaan dengan perbedaan aturan sosial, rencana dan ideologi. Menurut
Marcia dan Archer, khusus pada remaja akhir, eksplorasi merupakan aspek kognitif dan
tingkahlaku, meski aspek kognitif selalu dapat diamati dalam berbagai manifestasi tingkahlaku.
James E. Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria” dalam
James E. Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research (New York:
Springer-Verlag, 1993), 206. 20
Komitmen menurut Marcia, menunjuk pada pilihan pada berbagai jalur alternatif dalam
domain yang berbeda. James. E. Marcia dalam H.A. Bosma, dkk (editor), Identity & Development,
73. 21
J. Adelson (editor), Handbook of Adolescent Psychology, 159.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.3.1 Status Identitas
Berdasarkan dimensi di atas, Marcia lalu membagi identitas menjadi
empat status yang didasarkan pada dua pertimbangan:22
(a) Apakah mereka
mengalami suatu krisis identitas atau tidak? (b) Pada tingkat mana mereka
memiliki komitmen terhadap pemilihan pekerjaan, agama, serta nilai-nilai politik
dan keyakinan? Marcia mendefinisikan sebuah krisis sebagai masa pergolakan di
mana nilai-nilai lama atau pilihan dikaji ulang dan alternatif baru dieksplorasi –
‘masa remaja dalam setiap individu tampaknya terlibat aktif dalam memilih antara
alternatif pekerjaan dan kepercayaan’.23
Eksplorasi dan komitmen adalah dua
proses yang berkontribusi terhadap perbedaan hasil selama krisis Identitas. Yaitu,
apakah atau sejauh mana seseorang mengeksplorasi alternatif identitas dan apakah
seseorang membuat komitmen terhadap alternatif yang dipilih atau tidak.
Marcia mengembangkan Wawancara Status Identitas, sebuah metode
wawancara semi-terstruktur untuk penelitian identitas, yang menyelidiki
eksplorasi dan komitmen individu di seluruh wilayah kehidupan yang berbeda.
Mengevaluasi materi yang diberikan dalam wawancara ini dengan menggunakan
penilaian manual yang dikembangkan oleh Marcia dan rekan-rekannya
menghasilkan empat hasil kemungkinan, atau Status Identitas, pengembangan
identitas psikologis, yaitu penyebaran identitas (identity diffusion), pencabutan
identitas (identity foreclosure), penundaan identitas (identity moratorium), dan
pencapaian identitas (identity achievement).
22
James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”
dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 208. 23
Marcia, “Ego-Identity Status", dalam Michael Argyle, Social Encounters, 340.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1) Identity Achievement
Status Identity Achievement digambarkan oleh Marcia yang ditandai
dengan komitmen yang tinggi dalam mengambil keputusan setelah mengalami
krisis berdasarkan eksplorasi yang telah dilakukan pada berbagai perspektif,
mempertimbangkan berbagai kemungkinan dengan bijaksana. Seorang individu
dikatakan telah memiliki identitas, jika dirinya telah mengalami krisis dan ia
dengan penuh tekad mampu menghadapinya dengan baik.24
Status ini adalah yang
paling matang, karena memiliki pemikiran yang seimbang, pembuatan keputusan
yang efektif, dan memiliki hubungan yang intim dengan keluarga. Justru dengan
adanya krisis akan mendorong dirinya untuk membuktikan bahwa dirinya mampu
menyelesaikannya dengan baik. Walaupun kenyataannya ia harus mengalami
kegagalan, tetapi bukanlah akhir dari upaya untuk mewujudkan potensi dirinya.
Ciri-ciri remaja yang memiliki status identitas ini adalah memiliki motivasi, harga
diri, dan kemampuan yang tinggi, mempu menghadapi stress tanpa terlalu sering
melakukan mekanisme pertahanan diri.
2) Identity Moratorium
Identitas ini ditandai dengan adanya krisis, tetapi ia tidak memiliki
kemauan kuat (tekad) dalam berkomitmen untuk menyelesaikan masalah krisis
tersebut, namun ia memiliki eksplorasi yang tinggi. ‘Status Moratorium ditandai
dengan eksplorasi alternatif yang aktif’.25
Marcia mencatat bahwa “Moratorium
24
Marcia, “Ego-Identity Status", dalam Michael Argyle, Social Encounters, 341. 25
“The moratorium status is characterized by the active exploration of alternatives.” Marcia,
Identity Development - Aspects of Identity, Child Development Reference - Vol 4.
(http://social.jrank.org/pages/322/ Identity-Development.html).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
[...] mengalami lebih banyak kecemasan [...] Dunia bagi mereka saat ini bukanlah
tempat yang sangat mudah ditebak; mereka sangat terlibat dalam perjuangan
untuk membuatnya begitu”.26
Meskipun demikian, suatu saat kecenderungan
diamati selama periode yang lebih lama untuk dilewati dalam status ini, sebagai
“Anak yang lahir pada tahun enam puluhan [...] memberi diri mereka komitmen
Moratorium yang panjang [...] ‘Masa Dewasa Sementara’”.27
Ciri-ciri remaja
yang memiliki status identitas ini adalah memiliki kemampuan berpikir kritis
ketika dihadapkan pada pilihan penting dalam hidupnya.
3) Identity Foreclosure
“Identity Foreclosure adalah saat di mana sebuah komitmen diambil untuk
tujuan, nilai, dan keyakinan namun tanpa melakukan eksplorasi, eksplorasi tidak
maksimal. Seringkali komitmen ini didasarkan pada gagasan dan kepercayaan
orang tua, yang diterima tanpa sebuah pertanyaan.”28
Identitas ini ditandai dengan
tidak adanya suatu krisis, tetapi ia memiliki komitmen atau tekad. Seperti yang
Marcia katakan, “seseorang yang hendak menjadi seorang Methodis, petani
Republikan seperti Metodisnya, dengan sedikit atau tidak pernah sama sekali
bereksplorasi tentang pendiri petani Republik, tentunya tidak dapat dikatakan
tekan 'mencapai' sebuah identitas, meskipun berada dalam komitmenya”.29
Hal ini
membuat individu seringkali berangan-angan tentang apa yang ingin dicapai
26
Marcia, “Ego-Identity Status", dalam Michael Argyle, Social Encounters, 352. 27
Marcia, “Ego-Identity Status", dalam Michael Argyle, Social Encounters, 350. 28
Marcia, Identity Development - Aspects of Identity, Child Development Reference - Vol 4.
(http://social.jrank.org/pages/322/ Identity-Development.html). 29
“The individual about to become a Methodist, Republican farmer like his Methodist,
Republican farmer father, with little or no thought in the matter, certainly cannot be said to have
"achieved" an identity, in spite of his commitment.” Marcia, Ego-Identity Status", dalam Michael
Argyle, Social Encounters, 340.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dalam hidupnya, tetapi seringkali tidak sesuai dengan kenyataan yang
dihadapinya. Kasus ‘identitas negatif’ terjadi ketika remaja mengadopsi sebuah
identitas yang bertentangan langsung dengan identitas yang ditentukan. Marcia
menekankan bahwa “begitu posisi Foreclosure ditinggalkan atau sebuah krisis
telah dilalui, hal tersebut tidak lagi menjadi sebuah pilihan.”30
Akibatnya, ketika
individu dihadapkan pada masalah realitas, mereka tidak mampu menghadapi
masalah dengan baik. Bahkan terkadang melakukan mekanisme pertahanan diri,
seperti: rasionalisasi, regresi pembentukan reaksi dan sebagainya. Ciri-ciri remaja
pada status ini adalah pikirannya tidak terbuka untuk hal-hal baru, merasa puas
terhadap dirinya sendiri.
4) Identity Diffusion
Remaja yang berada pada status Identity Diffusion memiliki kemandirian
yang rendah. Selan itu juga, mereka rendah dalam komitmen dan eksplorasi.
“Beberapa remaja menjadi kewalahan dengan tugas pengembangan identitas
sehingga membuat mereka tidak melakukan eksplorasi atau membuat komitmen
[...] dapat menjadi terisolasi dan ditarik secara sosial”31
; Orang dengan tipe ini
dikategorikan dalam Identity Diffusion. Status Difusi umumnya dianggap sebagai
status paling tidak dewasa, dan paling tidak kompleks dari keempat status
identitas.32
Identity Diffusion adalah status individu yang tidak pernah
30
Marcia, Ego-Identity Status", dalam Michael Argyle, Social Encounters, 341. 31
“Some adolescents become overwhelmed by the task of identity development and neither
explore nor make commitments. This describes Marcia's diffusion status, in which adolescents may
become socially isolated and withdrawn.” Marcia, Identity Development - Aspects of Identity,
Child Development Reference - Vol 4. 32
James. E. Cote dan Charles. G. Levine, Identity Formation, Agency and Culture: A social
psychological synthesis (Erlbaum, 2002), 19.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menjelajahi, dan juga tidak pernah membuat komitmen di bidang yang
mendefinisikan kehidupan. Individu ini mengalami kebingungan dalam mencapai
identitas. Kemungkinan mereka tidak pernah mengalami krisis, dengan beberapa
laporan yang menyebutkan akan kurangnya minat dalam mengatasi masalah
tersebut.
Ciri-ciri remaja pada status ini adalah sulit untuk beradaptasi dengan
lingkungan dan mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar, sehingga perilakunya
cenderung menuju ke arah konformitas. Remaja ini memiliki kemandirian yang
rendah, harga diri yang rendah, pemalu, menunda untuk mengeksploitasi pilihan-
pilihan yang ada sehingga melewatkan banyak kesempatan. Perlu disadari bahwa
remaja masa kini menaruh minat pada agama dan mengganggap bahwa agama
berperan penting dalam kehidupan. Perubahan dalam minat religius selama masa
remaja lebih radikal daripada perubahan dalam minat akan pekerjaan. Banyak
remaja mulai meragukan konsep dan keyakinan akan religiusnya pada masa
kanak-kanak dan remaja menjadi kritis terhadap keyakinannya di masa lampau.
Oleh karena itu, periode remaja disebut sebagai periode keraguan kritis.33
Marcia menyarankan agar mereka yang memiliki tingkat Identity Diffusion
“tidak banyak mengalami kecemasan karena hanya sedikit yang mereka
investasikan. Ketika mereka mulai lebih peduli [...] mereka beralih ke status
moratorium, atau mereka menjadi sangat terganggu sehingga mereka didiagnosis
menderita skizofrenia”.34
Indikator lain menunjukkan bahwa “dalam kasus
33
Elizabeth B. Hurlock, Psokologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004), 222. 34
Skizofrenia adalah gangguan mental kronis yang menyebabkan penderitanya mengalami
delusi, halusinasi, pikiran kacau, dan perubahan perilaku. Kondisi yang biasanya berlangsung lama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Diffusion memiliki peran paling ekstrem, remaja mungkin mengadopsi identitas
negatif”.35
3.3.2 Elemen-elemen Identitas Diri
Identitas diri sebagai bangun psikologis individu terbentuk melalui waktu
berproses yang panjang.36
Proses pembentukan identitas merupakan suatu sintesa
dari ketrampilan, keyakinan dan identifikasi yang menjadi suatu keseluruhan unik
yang saling berkaitan yang memberi sense-kontinyuitas antara masa lampau dan
masa mendatang pada anak-anak muda.37
Sebagai bangun identitas diri terdiri dari
berbagai elemen dasar, sehingga identitas diri benar-benar dapat menjadi suatu
aspek yang mencirikan seseorang individu benar-benar berbeda dengan sosok
individu lain.38
Bagi Marcia, identitas dapat dipertimbangkan dalam 3 aspek,
antara lain:39
1) Aspek Struktural, menunjuk pada konsekwensi identitas yang
berguna untuk keseimbangan proses-proses psikodinamik. Identitas merupakan
tahap pertumbuhan ego, yang terkonsolidasi pada remaja akhir, kekuatan aspek
kepribadian ini bersamaan dengan kemampuan penilaian, kemampuan menunda
ini sering diartikan sebagai gangguan mental mengingat sulitnya penderita membedakan antara
kenyataan dengan pikiran sendiri. Marcia, Ego-Identity Status", dalam Michael Argyle, Social
Encounters, 352. 35
Ann Birch, Developmental Psychology, (London: 1997), 206. 36
Marcia mengemukakan bahwa identitas seperti konsep psikologi yang lain, yaitu merupakan
proses dan struktur. ISSBD Conference. James, E. Marcia, Implications of Methodologies for
Identity Theory: The Identity Status Interview. Finland, Juli 1989. 37
James E. Marcia, “The Ego Identity Status Approach to Ego Identity”, dalam James. E
Marcia., dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 3. 38
J. Kroger (editor), Discussions on Ego Identity (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates
Inc, 1993), xiii. 39
James E. Marcia, “The Ego Identity Status Approach to Ego Identity”, dalam James. E
Marcia., dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
serta keefektifan. Pembentukan identitas dari perspektif struktural, dapat
meningkatkan kekuatan ego secara menyeluruh, sehingga fungsi-fungsi ego yang
lain (misalnya: menunda kegembiraan, berpikir di bawah tekanan, kebersamaan
hubungan interpersonal) akan memperlihatkan perkembangan yang sesuai dengan
perkembangan identitas. 2) Aspek Fenomenologis, menunjuk pada pengalaman
individu tentang memiliki atau tidak memiliki sense identitas, seperti juga
memiliki pengalaman tentang gaya pembentukan identitas yang khusus dari
seseorang. Dalam perspektif fenomenologis, identitas terbentuk sebagai suatu inti
atau pusat yang memberi makna dan signifikan dalam dunia seseorang. Inti ini
mungkin teranugerahkan (diberikan oleh pengasuh masa anak-anak seseorang)
atau terkonstruksi (dibangun oleh seseorang tanpa unsur anugerah). Jadi dengan
identitas yang berupa anugerah, pengalaman masa depan mereka akan berlaku
sebagai harapan-harapan yang harus terpenuhi, bagi yang identitasnya berupa
konstruksi, pengalaman masa depan mereka sebagai kreasi pembentukan relevansi
diri. 3) Aspek Tingkahlaku, menunjuk pada komponen proses pembentukan
identitas yang dapat diamati, apa yang dapat dilihat orang lain tentang gaya
identitas individu. Dari perspektif tingkahlaku, pembentukan identitas dapat
diidentifikasi dalam dua domain, yaitu pekerjaan dan ideologi; dan di dalamnya
ada satu variabel yang berproses, yaitu komitmen, yang dalam area-area ini akan
menentukan keberadaan atau ketiadaan dari identitas.40
Pendekatan ini menyentuh
pada segi interaksi sosial dari identitas.
40
James E. Marcia, “The Ego Identity Status Approach to Ego Identity”, dalam James. E
Marcia., dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 9.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Erikson menetapkan identitas sebagai sesuatu yang muncul, sehingga dia
mendiskusikan inti (antara individu & masyarakat) dan hal-hal yang
melengkapinya. Namun, karena identitas merupakan konsep integratif yang
menjelaskan antara proses dan produk dari perkawinan antara individu dan
masyarakat, maka hal ini tidak dapat secara tepat dipisahkan. Konsep Erikson
yang secara alami bersifat holistik dan integratif dioperasionalisasikan oleh
Marcia. Marcia tidak membagi identitas ke dalam komponen-komponen atau
mendudukkan semata-mata dalam diri individu, namun menganggap identitas
sebagai proses di mana individu menjadi berada dalam dunia sosial. Dalam
konseptualisasi Marcia, esensi ide Erikson tentang pembentukan identitas adalah
bahwa secara ideal individu membuat suatu komitmen setelah suatu periode
eksplorasi. Komitmen merupakan titik akhir dari proses eksplorasi.41
3.3.2.1 Eksplorasi Identitas
Eksplorasi merupakan alternatif-alternatif dan terdiri dari kognitif atau
kebiasaan tingkahlaku yang dilakukan untuk menggali dan mencari informasi atau
alternative yang sebanyak-banyaknya dan mempunyai hubungan dengan
kepentingan di masa depan.42
Eksplorasi menunjuk pada individu yang melihat
secara murni dan bereksperimen dengan alternatif-alternatif dan keyakinan-
41
James E. Marcia (1980) dalam S.L. Archer (editor), Interventions for Adolescent Identity
Development, 17. 42
James E. Marcia dalam J. Kroger (editor), Discussions on Ego Identity (New Jersey:
Lawrence Erlbaum Associates Inc, 1993), xiv.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keyakinan.43
Menurut Marcia dan Archer, khusus pada remaja akhir, eksplorasi
merupakan aspek kognitif dan tingkahlaku, meski aspek kognitif selalu dapat
diamati dalam berbagai manifestasi tingkahlaku.44
Kekuatan eksplorasi remaja
juga dapat dilihat dari seberapa jauh mengarahkan seluruh aktivitasnya untuk
menggali informasi yang diperlukan bagi pembentukan identitas diri. Ada kriteria-
kriteria yang digunakan dalam penilaian keberadaan, ketiadaan dan tingkatan
ekplorasi yaitu:
1) Pengetahuan (Knowledgeability).
Menurut Marcia dan Archer, pada remaja akhir, individu harus membuat
penilaian yang akurat serta jujur tentang kebutuhan dan kemampuan pribadi dan
mempunyai gambaran realistis tentang kesempatan sosial yang ada.45
Seseorang
juga dianggap berpengetahuan46
jika mencari lebih dari sekedar pemahaman yang
dangkal tentang detail dalam pendidikan seperti juga berpengetahuan tentang
aktivitas sehari-hari dalam religiusitas.
43
James E. Marcia dalam H.A. Bosma, dkk (editor), Identity and Development: An
interdisciplinary approach, (CA: Sage, Thousand Oaks 1994), 73. 44
James E. Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”
dalam James E. Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 206. 45
James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”
dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 206. 46
Pengetahuan dalam eksplorasi adalah sejauh mana seseorang memperlihatkan kesadaran
tentang isi dan implikasi berbagai alternatif yang ada atau yang sedang dipertimbangkan dengan
serius. James E. Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 162.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2) Aktivitas Mencari Informasi (Activity Directed Toward Gathering
Information).
Menurut Marcia & Archer, saat individu berada dalam krisis identitas,
akan dinilai tentang sejauh mana individu memperoleh informasi tentang
alternatif-alternatif. Aktivitas-aktivitas yang mengarah pada alternatif-alternatif
belajar, misalnya: membaca, mengikuti kursus-kursus dan diskusi dengan teman-
teman, orangtua, guru atau mempelajari pengetahuan lain tentang materi-materi
yang diminati. Aktivitas eksplorasi meliputi diskusi dengan pendukung
pandangan religi alternatif, membaca sendiri tentang alternatif-alternatif peran
religi.
3) Pertimbangan terhadap Berbagai Alternatif (Considering Alternative
Potential Identity Element).
Menurut Marcia & Archer, masa remaja merupakan periode dalam siklus
kehidupan, yang bagi beberapa orang, eksperimentasi merupakan hal yang dapat
ditoleransi dan kadang-kadang dapat ditumbuhkan.47
Pada masa remaja akhir, ada
sisa waktu sebelum menghadapi kenyataan yang lebih berat di masa dewasa, dan
dunia nampak kurang sadar dengan eksperimen-eksperimen dan pertimbangan
aktif tentang alternatif. Pada saat seseorang berada dalam pertimbangan atau
melihat pertimbangan sebelumnya, isu utamanya adalah keotentikan dari
pertimbangan tersebut.
47
James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”
dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 207.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4) Kadar/Nada Emosi (Emotional Tone)
Menurut Marcia & Archer, kadar/nada emosi dimasukkan sebagai
komponen komitmen.48
Pada tahap-tahap awal dari identitas, eksplorasi sering
merupakan suatu perasaan gembira, antisipasi dan keingintahuan. Hal ini terjadi
jika dunia secara menyeluruh terbuka untuk diinvestigasi dan seseorang berhasrat
memperluas horizon (pandangan) dengan mencoba pengalaman dan kemungkinan
baru. Setelah tahap awal, perasaan ini akan menyebabkan ketidaknyamanan
subyektif. Untuk menemukan eksplorasi ini, tidak tersedia jawaban ringkas-jelas
yang hal ini dapat mengecilkan hati seseorang. Dengan mengetahui bahwa tujuan,
nilai-nilai dan keyakinan tetaplah tidak menentu, sering menghasilkan perasaan
cemas, frustrasi, dan atau sense-urgensi (keadaan yang mendesak). Pertimbangan
aktif terhadap alternatif yang berlanjut, akan mengarahkan pada suatu kondisi
ambivalensi yang tinggi, seperti saat seseorang mencoba mengatasi situasi konflik
‘mendekat-menjauh’. Intensitas dari emosi ini bervariasi diantara individu sesuai
dengan refleksi temperamen masing-masing. Dalam beberapa hal, suatu krisis
identitas nampak meliputi alternatif pertimbangan pada tingkat intelektual yang
tepat tanpa melibatkan emosi.
48
James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”
dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 163.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5) Keinginan Membuat Keputusan Awal (A Desire to Make an Early
Decision)
Menurut Marcia dan Archer, ‘arah’ adalah suatu aspek penting dari
eksplorasi pada remaja akhir.49
Tujuannya bukanlah untuk kepentingan eksplorasi,
seperti halnya bila terjadi di awal remaja, atau saat serangkaian krisis identitas
terjadi di masa dewasa. Tujuan eksplorasi pada akhir masa remaja adalah
menentukan vokasi yang paling sesuai, ideologi dan alternatif interpersonal yang
akan menjadi awal mula orang dewasa muda. Eksplorasi dalam hal ini mungkin
tidak nampak, baik di masa sebelumnya atau saat ini, dan ini mungkin bervariasi
dalam keluasan dan kedalaman alternatif-alternatif yang dipertimbangkan.
Keseluruhan kriteria eksplorasi yang sinkron antara satu dengan yang lain, dan
bernilai tinggi akan menunjukan bahwa individu yang bersangkutan memiliki
kemampuan eksploriasi yang tinggi. Semakin tinggi skor masing-masing elemen
tersebut, berarti semakin tingi tingkat eksplorasi yang dilaksanakan oleh individu
yang bersangkutan.
3.3.2.2 Komitmen Identitas
Komitmen menurut Marcia, menunjuk pada pilihan pada berbagai jalur
alternatif dalam domain yang berbeda.50
Agar nampak sebagai suatu komitmen
yang murni, pilihan harus menjadi satu-satunya yang dimiliki individu. Komitmen
adalah sebagai bagian dari perkembangan identitas di mana remaja
49
James. E Marcia., dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”
dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 207. 50
James. E. Marcia dalam H.A. Bosma, dkk (editor), Identity and Development, 73.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memperlihatkan suatu tanggung jawab pribadi terhadap apa yang mereka lakukan.
Menurut Waterman, Komitmen meliputi pembuatan suatu pilihan tetap tentang
elemen identitas dan mendorong aktivitas yang menuju arah implementasi pilihan
tersebut.51
Komitmen dapat dijelaskan dengan ada atau tidak ada (present or
absent). Komitmen dianggap ada (present), bila elemen identitas individu sebagai
penuntun yang bermakna untuk melakukan tindakan dan bahwa pikiran tersebut
tidak membuat perubahan-perubahan dalam elemen tersebut. Ketiadaan komitmen
(absent) mengimplikasikan bahwa ide-ide seseorang nampak lemah atau tidak
nampak, dan tingkahlaku ini dapat berubah. Tidak ada perasaan kuat tentang
sense-arah. Menurut Marcia dan Archer, komitmen menjadi lebih penting di masa
remaja akhir dibandingkan masa-masa sebelumnya.52
Makna komitmen cukup
dekat dengan penjelasan Erikson tentang kesetiaan (Fidelity). Komitmen seperti
kesetiaan, menunjuk pada suatu pilihan-pilihan tetap tentang berbagai
kemungkinan dan ketaatan pada arah pilihan dalam menghadapi gangguan-
gangguan dan hal-hal yang menarik. Pilihan-pilihan ini tidak berarti tidak
mempan terhadap perubahan, namun berarti keengganan untuk menghilangkan
suatu jalur dengan mudah. Kriteria operasional dari komitmen adalah sebagai
berikut:
51
Alan S. Waterman, “Overview of The Identity Status Scoring Criteria” dalam James. E
Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 164. 52
James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”
dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 208.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1) Pengetahuan (Knowledgeability)
Seseorang yang memiliki komitmen murni (asli) untuk suatu tujuan, nilai
atau keyakinan, harus memiliki bukti pengetahuan yang detil dan akurat tentang
isi dan cabang-cabang pengetahuan tersebut.53
Menurut Marcia dan Archer, secara
mudah dapat dikatakan bahwa remaja akhir yang komit, mengetahui apa yang
akan dijalaninya.54
Pengetahuan ini berdasar pada hasil konsistensi tingkahlaku
dengan penetapan komitmen seseorang. Pengetahuan berkaitan dengan artikulasi.
Seseorang yang biasanya sulit berbicara dengan jelas tentang sesuatu, adalah
seseorang yang hanya tahu sedikit atau pikirannya lemah. Untuk mencapai
(mengkonstruksi) suatu identitas hal ini berarti dengan pikiran menguji aspek-
aspek kehidupan seseorang, dan dalam banyak hal, hasil dari pemikiran ini akan
dikomunikasikan dengan pembicaraan.
2) Aktivitas Pengimplementasian Pilihan Elemen Identitas (Activity Directed
Toward Implementing the Chosen Identity Element).
Aktivitas yang dihasilkan dari komitmen identitas diarahkan menuju pada
ekspresi atau realisasi dari pilihan identitas yang dibuat. Berbagai aktivitas
mungkin melibatkan sarana untuk peran-peran kehidupan mendatang dengan
elemen-elemen identitas yang mungkin menggambarkan implementasi saat ini.
Aktivitas yang berindikasi komitmen bervariasi antara individu, namun tetap ada
sense tentang definisi diri responden yang menuntunnya dalam kehidupan sehari-
53
Alan S. Waterman, “Overview of The Identity Status Scoring Criteria”, dalam James. E
Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 164. 54
James. E Marcia., dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”
dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 208.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
hari.55
Untuk mengetahui apakah seseorang sampai pada hal ini, seseorang harus
memiliki pengalaman yang relevan, seseorang hanya dapat mengerjakan dengan
satu pikiran. Indikator tingkahlaku merupakan hal penting dalam komitmen,
namun keyakinan yang artikulatif, merupakan hal yang penting dan hal ini
merupakan bukti yang baik untuk awal-awal pencapaian Identity Achievement.56
3) Nada/Kadar Emosi (Emotional Tone)
Keberadaan komitmen identitas biasanya diekspresikan dengan cara-cara
yang merefleksikan adanya rasa percaya diri, stabilitas dan optimisme tentang
masa depan. Biasanya seseorang tanpa komitmen mungkin memberi bukti adanya
sense ‘maha kuasa’ (suatu perasaan, dimana seseorang dapat menjadi apa saja
yang telah dipilihnya) yang digabungkan dengan suatu keinginan yang tak pernah
tetap untuk diajak berpikir tentang suatu tujuan khusus atau tindakan yang
diperbincangkan.57
Pada remaja akhir secara umum, keberadaan komitmen nampak
menghasilkan rasa percaya diri yang tenang, bila ketiadaan komitmen muncul,
akan mengarah pada keraguan diri, seperti kondisi ekstrim suka bicara atau
bersifat diam. Dari berbagai status identitas tersebut, dapat ditemukan 5 kadar
afektif yang utama: adanya jaminan diri yang solid pada orang-orang yang
Achieve, sifat ke-benar-an diri yang tidak fleksibel dari Foreclosure; perjuangan
yang kuat/bersemangat, kecemasan bertindak tertentu dari Moratorium,
55
Alan S. Waterman, “Overview of The Identity Status Scoring Criteria” dalam James. E
Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 164. 56
James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”
dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 208. 57
Alan S. Waterman, “Overview of The Identity Status Scoring Criteria” dalam James. E
Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 164-165.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menggampangkan masalah dari remaja Difussion yang playgirl atau playboy; dan
kesedihan, bermuram durja atau kualitas terpencil dari Difussion yang terisolasi.58
4) Identifikasi dengan Orang-orang yang Penting bagi Diri Seseorang
(Identification with Significant Others)
Pada banyak hal, komitmen identitas murni berasal dari hasil identifikasi
dengan orangtua, orang-orang lain disekitarnya, guru atau orang-orang yang
dipelajari melalui sekolah atau media masa.59
Beberapa proses ini paling banyak
ada pada status Foreclosure dan termasuk membentuk komitmen awal; khususnya
yang konsisten dengan aspirasi orangtua. Kadang-kadang terjadi tujuan
berlawanan dengan pencapaian awal-awal identifikasi, masing-masing tujuan
diasosiasikan dengan suatu figur model yang berbeda.60
Orang-orang yang
mencapai status Identity Achievement, mengembangkan komitmen mereka
melalui identifikasi, namun hal ini identifikasi biasanya berkembang setelah usia-
usia selanjutnya, setelah melewati berbagai perbincangan tentang tindakan.61
58
James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”
dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 209. 59
James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”
dalam James. E Marcia, et.al (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 209. 60
Pada remaja akhir figur yang signifikan adalah yang memiliki peran langsung dan realistik
seperti guru, mentor, validator dan berbagai catatan tentang keputusan ideologis. Dengan kata lain,
apa yang penting bagi remaja akhir adalah individu dalam realitas lebih penting daripada apa yang
ada dalam sense ideal remaja. James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late
Adolescent: Scoring Criteria” dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for
Psychosocial Research, 209-210. 61
Alan S. Waterman, “Overview of The Identity Status Scoring Criteria” dalam James. E
Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 165.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5) Proyeksi pada Masa Depan (Projection of One’s Personal Future)
Komitmen identitas menyediakan suatu mekanisme untuk berintegrasi
antara masa lalu - saat ini, saat ini - masa depan. Aspek identitas ini akan
terefleksi dalam kemampuan membuat komitmen identitas dengan proyek mereka
sendiri ke masa depan, dan menjelaskan tipe-tipe aktivitas yang akan dilakukan 5-
10 tahun mendatang. Kemampuan ini tidak berarti mereka berharap bahwa isi dari
elemen identitas tidak berubah, namun lebih menekankan pada adanya ‘sense
kontinyuitas’ yang ada diantara seseorang sekarang berada dan dimana seseorang
berharap di masa datangnya.62
Komitmen yang tegas dengan arah khusus akan
membimbing pada konsistensi tingkahlaku dengan arah ini, dan menghasilkan
akumulasi pengalaman yang menghasilkan berbagai ide tentang sesuatu dan yang
mungkin atau tidak mungkin terjadi.63
6) Pertahanan terhadap goncangan (Resistance to Being Swayed)
Komitmen nampak saat responden mempertahankan pertimbangan-
pertimbangan atas usaha pewawancara untuk membujuk dengan pernyataan yang
berkontradiksi. Seperti pada dimensi eksplorasi, beberapa individu berada dalam
batas antara komitmen dan non-komitmen.64
Pada remaja akhir, komitmen
merupakan elemen penting pembentukan identitas. Respon yang mengindikasikan
62
Alan S. Waterman, “Overview of The Identity Status Scoring Criteria” dalam James. E
Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 165. 63
James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”
dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 210. 64
Alan S. Waterman, “Overview of The Identity Status Scoring Criteria” dalam James. E
Marcia., et.al (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 165-166.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
majunya pembentukan identitas biasanya memiliki 3 aspek:65
a) Pengakuan
adanya kemungkinan perubahan, b) Keterkaitan perubahan kemampuan individu
dengan kesempatan sosial, dan c) Keengganan berubah, kecuali di bawah tekanan
kondisi tertentu. Sebagai suatu pedoman, responden yang tinggi identitasnya
dapat mengemukakan pikirannya tentang berbagai kondisi bila perubahan terjadi,
namun biasanya mempelihatkan sedikit antusiasme.
3.4 JENIS PENELITIAN
Setelah memahami elemen-elemen identitas diri, maka penulis hendak
mengetahui kontribusi konsep diri tentang paham Allah terhadap eksplorasi dan
komitmen dalam pembentukan identitas religius mahasiswa/i Katolik universitas
negeri di Yogyakarta. Pada tahap ini, peneliti masuk pada tahap pencarian data.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mixed Methods. Penelitian ini
merupakan suatu langkah penelitian dengan menggabungkan dua bentuk
penelitian yang telah ada sebelumnya, yaitu penelitian kualitatif dan penelitian
kuantitatif. Menurut Creswell, penelitian campuran merupakan pendekatan
penelitian yang mengkombinasikan antara penelitan kualitatif dan penelitian
kuantitatif.66
Sementara itu, menurut pendapat Sugiyono, metode penelitian
kombinasi (Mixes Methods) adalah suatu metode penelitian yang
65
James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”
dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 210. 66
Creswell, J., Research design: Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches.
(Thousand Oaks, CA: Sage, 2010), 5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengkombinasikan atau menggabungkan antara metode kuantitatif dengan
metode kualitatif untuk digunakan secara bersama-sama dalam suatu kegiatan
penelitian, sehingga diperoleh data yang lebih komprehensif, valid, reliable dan
objektif.67
Pada strategi ini peneliti menggunakan perspektif teori guna membentuk
prosedur-prosedur tertentu dalam penelitian. Dalam model ini, peneliti memilih
menggunakan Model penelitian Sequential Explanatory Design dicirikan dengan
melakukan pengumpulan data dan analisis data kuantitatif pada tahap pertama,
dan diikuti dengan pengumpulan dan analisis data kualitatif pada tahap kedua,
guna memperkuat hasil penelitian kuantitatif yang dilakukan pada tahap
pertama.68
Dengan demikian, penelitian kombinasi dilakukan untuk menjawab
rumusan masalah penelitian kuantitatif dan rumusan masalah penelitian kualitatif,
atau rumusan masalah yang berbeda, tetapi saling melengkapi. Proses penelitian
Sequential Explanatory (urutan pembuktian kuantitatif-kualitatif) ditunjukkan
pada gambar 3.1 sebagai berikut:
Connecting
QUANTITATIVE QUALITATIVE KESIMPULAN
Skema 3.1 Proses Penelitian Kombinasi Sequential Explanatory
Sumber: Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
Alfabeta, Bandung 2010, 38.
67
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Mixed Methods) (Bandung: Penerbit Alfabeta,
2011), 404. 68
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Mixed Methods), 409.
QUAN
Data
Collection
QUAN
Data
Analysis
QUAL
Data
Collection
QUAL
Data
Analysis
Interpretation
Of Entire
Analysis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Metode pendekatan kuantitatif dilaksanakan dengan survey menggunakan
kuesioner yang berisikan pertanyaan-pertanyaan tertutup. Langkah-langkah dalam
metode kuantitatif adalah menentukan masalah/potensi dan membuat rumusan
masalah, melakukan kajian teori dan merumuskan hipotesis, mengumumpulkan
dan analisis data untuk menguji hipotesis, dan selanjutnya dapat dibuat kesimpuan
berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Maka, langkah-langkah penelitian
kombinasi desain/model Sequential Explanatory (urutan pembuktian) ditunjukkan
pada gambar berikut:
Metode kualitatif, untuk membuktikan,
Memperdalam dan memperluas data kuantitatif
Skema 3.2 Langkah-langkah Penelitian dalam desain Sequential Explanatory
Sumber: Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), Alfabeta, Bandung 2015, 416.
Tahap pertama dalam penelitian ini adalah mengumpulkan dan menganalis
data kuantitatif dalam menjawab rumusan masalah: Bagaimana Allah dialami dan
dipahami di dalam pengalaman sehari-hari oleh kaum remaja akhir? Dan apakah
peran agama yang di dalamnya terkandung pemahaman akan Allah bagi
kehidupan sehari-hari remaja akhir masa kini? Metode kuantitatif digunakan
Masalah/
Potensi,
Rumusan/
Masalah
Landasan
Teori dan
Hipotesis
Pengumpulan
Data & Analisis
Data Kuantitatif
Hasil
Pengujian
Hipotesis
Penentuan
Sumber Data
Penelitian
Pengumpulan
dan Analisis
Data Kualitatif
Analisis
Data Kuantitatif
dan Kualitatif
Kesimpulan
dan Saran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
untuk menemukan kontribusi pengalaman keseharian terhadap pemahaman akan
Allah.
Tahap kedua dalam penelitian ini adalah mengumpulkan dan menganalisis
data kualitatif dalam hal ini guna menjawab rumusan masalah, yakni: Siapa Yesus
Kristus menurut kaum remaja? Dan gambaran Allah yang bagaimana, yang kaum
remaja pahami dan hayati dalam konteks dinamika hidup masyarakat masa kini?
Data kualitatif ini didapatkan melalui wawancara dengan partisispasi secara
mendalam. Metode kualitatif digunakan untuk memperoleh gambaran dan fakta
yang lebih jelas mengenai paham Allah pada mahasiswa-mahasiswi Katolik.
Selain itu, metode ini juga untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi
mahasiswa-mahasiswi dalam menemukan dan mengembangkan identitas
kekristiannya.
3.4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di dua universitas negeri yang berlokasi di
kota Yogyakarta, yaitu:
1) Universitas Negeri Yogyakarta yang beralamat di: Jalan Colombo No. 1,
Caturtunggal, Kec. Depok, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa
Yogyakarta 55281, Telp (0274) 586168;
2) Universitas Gadjah Mada yang beralamatkan di Bulaksumur,
Caturtunggal, Kec. Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta 55281, Telp (0274) 588688.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2017 – November 2017.
Pengambilan data di laksanakan di lingkungan Universitas Negeri Yogyakarta dan
Universitas Gadjah Mada.
3.4.2 Populasi, Sampel Penelitian dan Informan Penelitian
3.4.2.1 Populasi
Populasi adalah bagian terpenting yang terdapat dalam suatu penelitan.
Sebab populasi berhubungan langsung dengan penelitian. Populasi adalah wilayah
generasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya.69
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah:
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa/i Katolik semester 1-8, periode
tahun ajaran 2014-2017 dan aktif sebagai mahasiswa/i di Universitas Negeri, di
Kota Yogyakarta. Data yang diperoleh berasal dari data IKMK UNY dan KMK
UGM menyebutkan jumlah mahasiswa/i Katolik di kedua universitas sebesar
26.084 mahasiswa, dengan rincian sebagai berikut:
69
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D
(Bandung: Alfabeta, 2010), 117.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.1
Daftar mahasiswa/i Katolik di Universitas Negeri Yogyakarta
No Tahun Ajaran Jumlah Mahasiswa/i
1. 2014/2015 120 orang
2. 2015/2016 135 orang
3. 2016/2017 160 orang
4. 2017/2018 150 orang
Jumlah total 565 orang
Sumber: IKMK UNY (Ikatan Keluarga Mahasiswa Katolik Universitas Negeri Yogyakarta)
Berdasarkan tabel di atas, jumlah mahasiswa yang terdaftar sebagai
mahasiswa aktif di Universitas Negeri Yogyakarta pada periode tahun ajaran
2014-2017 sebesar 565 mahasiwa, yang terdiri dari 120 mahasiswa pada tahun
ajaran 2014/2015. Pada tahun ajaran 2015/2016 sebanyak 135 mahasiswa/i. Pada
tahun ajaran 2016/2017 sebanyak 160 mahasiwa/i. dan pada tahun 2017/2018
sebanyak 150 Mahasiswa/i.
Tabel 3.270
Daftar mahasiswa/i Katolik di Universitas Gadjah Mada
No Tahun Ajaran Jumlah Mahasiswa/i
1. 2014/2015 6708 orang
2. 2015/2016 6606 orang
3. 2016/2017 6104 orang
4. 2017/2018 6101 orang
Jumlah total 25.519 orang
Sumber:
https://docs.google.com/spreadsheets/d/17ySpC5FFesWB1meU9LA6ahBzUxxo9DI7sIpLKeb_xF
E/edit#gid=0
70
Lihat Lampiran 6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan tabel di atas, jumlah mahasiswa yang terdaftar sebagai
mahasiswa aktif di Universitas Gadjah Mada pada periode tahun ajaran 2014-
2017 sebesar 25.519 mahasiwa, yang terdiri dari 6708 mahasiswa/i pada tahun
ajaran 2014/2015. Pada tahun ajaran 2015/2016 sebanyak 6606 mahasiswa/i. Pada
tahun ajaran 2016/2017 sebanyak 6104 mahasiwa/i, dan pada tahun 2017/2018
sebanyak 6101 Mahasiswa/i.
3.4.2.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari sejumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut.71
Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam memilih sampel
adalah sampel tersebut harus betul-betul representatif (mewakili) dari populasi
yang diteliti. Sampel adalah obyek yang diteliti dan dianggap mampu mewakili
seluruh populasi dan diambil dengan teknik tertentu. Penentuan sampel dalam
penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik Cluster Random Sampling.72
Teknik ini digunakan untuk menentukan mahasiswa mana yang akan peneliti
jadikan sebagai sumber data, maka pengambilan sampel peneliti tetapkan secara
bertahap dari wilayah yang luas (universitas) sampai ke wilayah terkecil
(angkatan salah satu falkutas). Setelah terpilih sampel terkecil, kemudian baru
dipilih sampel secara acak. Sampling tipe ini bisa dipakai untuk melakukan
generalisasi hasil penelitian terhadap populasi walaupun data yang didapat hanya
71
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 118. 72
Cluster Random Sampling merupakan teknik sampling daerah yang digunakan untuk
menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas. Sugiyono, Metode
Penelitian Administrasi, 94.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berasal dari sampel. Maka, terpilih 50 mahasiswa/i Katolik Universitas Negeri
Yogyakarta dan 50 mahasiswa/i Katolik Universitas Gadjah Mada, dari 4
angkatan periode tahun ajaran 2014-2017 sebagai sampel penelitian.
3.4.2.3 Informan Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, hal yang menjadi bahan pertimbangan utama
dalam pengumpulan data adalah pemilihan informan. Informan penelitian adalah
orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi
latar belakang penelitian.73
Informan merupakan orang yang benar-benar
mengetahui permasalahan yang akan diteliti. Teknik sampling yang digunakan
oleh peneliti adalah purposive sample.74
Hasil penelitian tidak akan
digeneralisasikan ke populasi karena, pengambilan sampel/informan tidak diambil
secara random.75
Hasil penelitian dengan metode kualitatif hanya berlaku untuk
kasus situasi sosial tersebut. Namun hasil penelitian ini dapat ditransferkan atau
diterapkan ke situasi sosial (tempat lain) lain, apabila situasi sosial lain tersebut
memiliki kemiripan atau kesamaan dengan situasi sosial yang diteliti.
73
Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), 97. 74
Purposive sample adalah teknik untuk menentukan sampel penelitian dengan pertimbangan
tertentu yang bertujuan agar data yang diperoleh nantinya bisa lebih representatif. Sugiyono,
Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), 299. 75
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), 299.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.4.3 Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara untuk memperoleh data
dan keterangan yang diperlukan dalam penelitian. Metode atau teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuesioner,
dan wawancara.
3.4.3.1 Instrumen Data Kuantitatif
Metode atau teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode kuesioner. Teknik pengumpulan data untuk masing-masing
variabel menggunakan kuisioner tertutup. Kuesioner digunakan untuk
memperoleh data yang terkait dengan pengetahuan, aktivitas mencari informasi,
pertimbangan berbagai alternatif, kadar/nada emosi, keinginan membuat
keputusan awal, aktivitas pengimplementasian pilihan elemen identitas, identitas
dengan orang-orang yang penting bagi diri seseorang, proyeksi pada masa depan
dan pertahanan terhadap goncangan dari responden. Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan
atau pernyataan kepada responden untuk dijawab. Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang efisien bila peneliti sudah tahu apa yang akan diukur.76
Kuesioner yang dipakai adalah kuesioner yang dikembangkan oleh Rensis
Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
76
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 230.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala Likert,
variabel yang diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian indikator
itu menjadi titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa
pertanyaan atau pernyataan.77
Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan
Skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang
dapat berupa kata-kata antara lain: sangat setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (R),
Tidak setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).78
Untuk keperluan analisis
Kualitatif, maka peneliti mengambil model/teknik yang hampir mirip dengan
Likert. Pada skala ini tidak ada respon R (ragu-ragu) dengan tujuan peneliti
membutuhkan ketegasan jawaban dari responden, dan yang sesuai dengan dirinya.
Peneliti menggunakan 4 gradasi, yaitu: (SS), Setuju (S), Tidak setuju (TS), dan
Sangat Tidak Setuju (STS).
Adapun data yang telah terkumpul dikelola dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Coding (pengkodean). Mencatat kode yang telah diberikan pada setiap
pertanyaan dan mengklasifikasi data dengan penilaian jawaban pertanyaan
kuesioner diklasifikasikan dengan jawaban “Sangat Setuju (diberi kode SS
dengan skor 4)”, “Setuju” (diberi kode S dengan skor 3), “Tidak
Setuju”(diberi kode TS dengan skor 2), dan “Sangat Tidak Setuju” (diberi
kode STS dengan skor 1). Pada skala ini, tidak ada responden N (netral)
dengan alasan agar subjek penelitian menjawab dengan pasti dan sesuai
dengan dirinya.
77
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 168. 78
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), 137.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Skor untuk tiap-tiap item pada skala dijumlahkan sehingga menjadi skor
total. Semakin tinggi skor total yang diperoleh menunjukkan bahwa subjek
memiliki kecenderungan yang tinggi dalam hal penguasaan kemandirian
dan sebaliknya jika skor rendah maka menunjukkan bahwa subjek
memiliki kecenderungan yang rendah dalam hal penguasaan kemandirian.
Tabel 3.3
Skala Penilaian untuk Pernyataan positif dan Negatif
No Keterangan Skor Positif Skor Negatif
1. Sangat Setuju 4 1
2. Setuju 3 2
3. Tidak Setuju 2 3
4. Sangat Tidak Setuju 1 4
Sumber: Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
Alfabeta, Bandung 2010, 94.
2. Editing (menyunting). Editing data dilakukan di lapangan, agar data yang
salah atau meragukan maupun tak lengkap dapat ditelusuri kembali
dengan responden yang bersangkutan.
3. Tabulasi. Memasukkan data untuk dianalisa.
Kuesioner penelitian digunakan untuk mengumpulkan data dengan cara
mengedarkan kuesioner tersebut kepada anggota sampel yang telah diambil dari
populasi secara random. Intrumen yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya,79
selanjutnya diberikan kepada 100 orang yang telah terpilih sebagai sampel.
79
Lih. Lampiran. II.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tom Jacobs mengemukakan lima misteri penyingkapan ilahi Allah bagi
manusia.80
Tabel 3.4
Kisi-kisi Misteri Penyingkapan Ilahi Allah bagi Manusia
Menurut James Marcia, Identitas Religius, terutama status Identitas Religius,
terbentuk karena adanya eksplorasi dan komitmen. Karena sub variabel ada 4
(Achieve, Moratorium, Foreclosure, Diffuse), dimensi ada 2 (eksplorasi dan
komitment), dan masing-masing dimensi ada 4 indikator (pengetahuan
religius/iman, agama, filsafat agama, teologi), dan masing-masing sub variabel
diwakili oleh 2 item pertanyaan, jadi ada 64 item pertanyaan.81
80
Misteri pertama: Tanpa ikatan Allah beserta kita. Misteri kedua: Karya penciptaan dan Karya
Penyelamatan. Misteri ketiga: Allah Tri Tunggal. Misteri keempat: Iman dan Wahyu. Misteri
Kelima: Dinamika rumusan iman. Tom Jacobs, Imanuel, Perubahan dalam Perumusan akan Yesus
Kristus (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2000), 245-261. 81
Bdk. Lampiran. 1
No Variable Indikator Nomor Item Sumber Data
1 Misteri Allah
1. Tanpa ikatan Allah beserta kita 1 a, b, c, d. Mahasiswa/i
2. Karya Penciptaan dan Karya
Penyelamatan 2 a, b, c, d. Mahasiswa/i
3. Allah Tritunggal 3 a, b, c, d. Mahasiswa/i
4. Iman dan Wahyu 4 a, b, c, d. Mahasiswa/i
5. Dinamika rumusan iman 5 a, b, c, d. Mahasiswa/i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Table 3.5
Kisi-kisi Identitas Religius tentang Paham Allah
3.4.3.2 Teknik Pengumpulan Data Kuantitatif
Titik tolak pengumpulan data dengan metode kualitatif adalah data yang
terkumpul dari sampel, selanjutnya dianalisi untuk menjawab rumusan masalah
dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Penentuan sumber data dalam
penelitian kualitatif di dasarkan pada pertimbangan siapa orang yang masuk
dalam kategori remaja, usia 18-23 tahun, beragama katolik dan menjadi
mahasiswa aktif di universitas negeri di kota Yogyakarta, sehingga dapat
No Variable Sub
Variabel Dimensi Indikator
Nomor
Item
Sumber
Data
1 Tingkat
Identity
Achieve
Moratorium
Foreclosure
Diffuse
Eksplorasi
1. Pengalaman
Religius/Iman
1, 2, 3, 4,
5, 6, 7, 8 Mahasiswa/i
2. Agama
9, 10, 11,
12, 13, 14,
15, 16
Mahasiswa/i
3. Filsafat Agama
17, 18, 19,
20, 21, 22,
23, 24
Mahasiswa/i
4. Teologi
25, 26, 27,
28, 29, 30,
31, 32
Mahasiswa/i
Komitment
1. Pengalaman
Religius/Iman
33, 34, 35,
36, 37, 38,
39, 40
Mahasiswa/i
2. Agama
41, 42, 43,
44, 45, 46,
47, 48
Mahasiswa/i
3. Filsafat Agama
49, 50, 51,
52, 53, 54,
55, 56
Mahasiswa/i
4. Teologi
57, 58, 59,
60, 61, 62,
63, 64
Mahasiswa/i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memberikan informasi. Dalam hal ini, sumber data dapat diambil dari orang yang
telah terpilih sebagai sampel dalam penelitian pertama, atau orang lain yang
belum terpilih sebagai sempel.
3.4.3.3 Instrumen Data Kualitatif
Metode kualitatif digunakan dengan tujuan untuk memperoleh data
kualitatif guna menguji, memperluas, memperdalam hasil penelitian kuantitatif.
Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara
lisan di mana dua orang atau lebih bertatap muka, mendengarkan secara langsung
informasi-informasi atau keterangan-keterangan.82
Pengumpulan data kualitatif
dilakukan dengan metode wawancara semistruktur. Jenis wawancara ini termasuk
dalam kategori in-dept interview yang memberi celah untuk pertanyaan tambahan
guna memperdalam data yang dibutuhkan.83
Wawancara jenis ini bertujuan
menemukan permasalahan secara lebih terbuka,84
untuk mendapatkan informasi
melalui mahasiswa/i tentang: Siapa Yesus Kristus menurut kaum remaja? Dan
gambaran Allah yang seperti apa, yang kaum remaja pahami serta hayati dalam
konteks dinamika hidup masyarakat masa kini? Terutama dalam kehidupan
keseharian. Wawancara ini menggunakan sepuluh pertanyaan. Pertanyaan-
82
A. Achmadi., C. Narbuko., Metodologi Penelitian (Jakarta Bumi Aksara, 2005), 83. 83
Dalam wawancara terstruktur peneliti telah menyiapkan instrumen penelitian berupa
pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan. Dengan wawancara terstruktur
ini setiap responden diberi pertanyaan yang sama dan pengumpul data mencatatnya. Dengan
wawancara terstruktur ini pula, pengumpulan data dapat menggunakan beberapa pewawancara
sebagai pengumpul data (Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), 318. 84
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), 318.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pertanyaan yang ada kemudian dikembangkan dalam proses wawancara. Berikut
daftar pertanyaan yang digunakan beserta penjelasan pokok wawancara:
a. Pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman
1) Peristiwa tertentu apa yang membuat Anda tertarik untuk mencari hadir-
Nya/keberadaan Allah dalam hidup keseharian Anda? Dapatkan Anda
mengingatnya kembali bagaimana prosesnya sampai Anda mengetahui
apa yang Anda percayai itu?
2) Apakah Anda mempunyai sekelompok orang atau teman sebaya yang
memiliki pengalaman dasar yang sama tentang nilai-nilai tersebut?
b. Pertanyaan yang berkaitan dengan pengetahuan
3) Apa yang Anda ketahui tentang inti iman (paham Allah) Katolik?
Bagaimana hal itu dihubungkan dengan identitas religius pada remaja.
4) Apa yang Anda pahami tentang Tuhan? Apa peran khas Tuhan dalam
pengalaman keseharian Anda sebagai seorang remaja Katolik?
c. Pertanyaan yang berkaitan dengan Nada/Kadar Emosi/Perasaan
5) Sebagai seorang remaja Katolik, bagaimana Anda menghayati makna
kehadiran Yesus dalam kehidupan Anda? Apakah Anda merasa bimbang
tentang Allah?
6) Apakah Anda merasa dalam seluruh keseharian, kadang-kadang Anda
berbicara dengan Allah?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
d. Pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat.
7) Apa pendapat Anda berhubungan dengan pemahaman iman Katolik yang
dihubungkan dengan identitas religius? Apakah itu saling terkait? Mohon
penjelasannya!
8) Mengapa ada orang yang tampaknya lebih beruntung dibandingkan
dengan orang lain?
9) Siapakah Yesus Kristus menurut refleksi atas pengalaman hidup sehari-
hari dalam relasi iman?
10) Menurutmu seberapa penting pengaruh orang tua atas diri Anda?
Agama atau pun ajaran agama yang dimiliki oleh seseorang tidak relevan
untuk menilai identitas religius seseorang. Persoalan yang relevan adalah
kedalaman dan luasnya pertimbangan yang diberikan individu terhadap masalah
ideologis.85
Pertanyaan yang akan diajukan adalah: “Apakah informan memiliki
sistem kepercayaan yang koheren?”; “Apakah sistem kepercayaan tersebut identik
dengan yang informan adopsi sewaktu kecil?”; “Apakah ada periode eksplorasi-
85
James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”
dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 222.
Layak dicatat bahwa Schillebeeckx, dalam “melakukan teologi,” mengambil sikap untuk terus
menerus membangun dialog antara tradisi gereja dan iklim budaya serta intelektual saat ini.
Schillebeeckx menyebut proyek kritis-hermeneutik dengan induktifnya “theology of culture.”
Schillebeeckx tidak menggambarkan hal ini “untuk selamanya,” tetapi untuk pria dan wanita saat
ini yang berada dalam satu situasi historis tertentu, dan dia berusaha untuk menjawab pertanyaan
mereka85
. Ini berarti bahwa teologinya memiliki waktu yang spesifik, dan dengan demikian
kontekstual. Erik Borgman, Edward Schillebeeckx. A Theologian in his History (London and New
York 2004), 470.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
waktu menimbang pandangan alternatif?”; “Apakah kehidupan informan saat ini
sesuai dengan keyakinan yang ia yakini?”.86
a. Identity Diffusion
1) Apakah anda memiliki preferensi/prioritas keagamaan (hal yang
didahulukan dan diutamakan daripada yang lain)?
2) Apakah Anda berbicara dengan orang lain/teman, tentang hal tersebut?
3) Apakah Anda memiliki pandangan keagamaan atau filsafat hidup tertentu?
b. Identity Foreclosure
1) Apakah anda terlibat aktif di dalam kegiatan menggereja?
2) Apakah iman Katolik anda merupakan bagian penting di dalam hidup?
3) Apakah anda merasakan ada banyak keraguan atau konflik tentang
kepercayaan saat ini?
4) Apa yang anda lakukan saat memiliki pertanyaan semacam perasaan
skeptic (kurang percaya) terhadap beberapa persoalan? Apakah anda
mencoba menyelesaikannya?
5) Jika anda memiliki anak, bagaimana anda akan mendidik mereka?
c. Identity Moratorium
1) Apakah menurut anda, ide/gagasan anda akan terus berubah?
2) Seperti apa anda menggambarkan keyakinan spiritual anda?
86
James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”
dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 222-
231.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3) Kapan anda mulai memikirkan keyakinan spiritual atau mengambil sistem
kepercayaan tersebut?
4) Apakah anda merasa sudah yakin dengan posisi anda sekarang, ataukah
masih ada kemungkinan untuk mencari, kemudian mengambil sistem
kepercayaan yang baru?
d. Identity Achievement
1) Apakah pernah ada saat di mana anda meragukan atau mempertanyakan
keyakina religius anda?
2) Bagaimana anda menyelesaikan personalan tersebut?
3.4.4 Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan uji coba alat ukur
penelitian untuk melihat validitas dan reliabilitas dari alat ukur yang akan
digunakan pada penelitian yang sesungguhnya.
3.4.4.1 Validitas Instrumen
Sebuah instrumen disebut valid apabila instrumen itu tepat sasaran dan
mampu mengukur apa yang hendak diukur dan dapat mengungkapkan data dari
variabel-variabel yang diteliti secara tepat.87
Tinggi rendahnya validitas instrumen
87
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 168.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menunjukkan sejauh mana data yang dikumpulkan tidak menyimpang dari
gambaran tentang variabel yang dimaksud. Instrument yang realibel adalah
instrument yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama,
akan menghasilkan data yang sama.88
Valid tidaknya suatu butir instrumen dilihat
dari besarnya harga rhitung dan besarnya rtabel pada taraf nyata α = 0,05 (5%). Jika
rhitung > rtabel, maka butir instrumen dinyatakan valid, dan apabila rhitung < rtabel,
maka butir instrumen dinyatakan tidak valid. Perhitungan dalam penelitian ini
menggunakan bantuan program SPSS for Windows 18. Seleksi aitem dilakukan
untuk melihat kualitas dari item-item yang ada dalam skala. Seleksi item
dilakukan dengan memilih iten berdasarkan korelasi aitem total.
a. Data Uji Validitas Dimensi Misteri Allah89
Tabel 3.6
Output Uji Validitas Dimensi Misteri Allah
No Item Nilai Pearson Correlation 1 1a .703
**
2 1b .724**
3 1c .735**
4 1d .558**
5 2a .678**
6 2b .687**
7 2c .715**
8 2d .575**
9 3a .506**
10 3b .209
11 3c .761**
12 3d .467**
13 4a .755**
14 4b .575**
15 4c .358
88
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 168. 89
Lihat Lampiran 3, (Tabel 3.1; Tabel 3.2; Tabel 3.3; Tabel 3.4; Tabel 3.5).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16 4d .570**
17 5a .318
18 5b .830**
19 5c .238
20 5d .671**
Ket: **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Secara keseluruhan didapat 16 item (item 1a, 1b, 1c, 1d, 2a, 2b, 2c, 2d, 3a, 3c, 3d,
4a, 4b, 4d, 5b, dan 5d) yang dinyatakan valid dari 20 item, 4 item yang lolos
seleksi untuk indikator ‘tanpa ikatan Allah beserta kita’, 4 item yang lolos seleksi
untuk indikator ‘Karya Penciptaan dan Karya Penyelamatan’, 3 item yang lolos
seleksi untuk indikator ‘Allah Tritunggal’, 3 item yang lolos seleksi untuk
indikator ‘Iman dan Wahyu’, dan 2 item yang lolos seleksi untuk indikator
‘Dinamika rumusan iman’. Maka, keenambelas item tersebut akan penulis
gunakan dalam penelitian.
b. Data Uji Validitas Dimensi Identitas Religius90
Tabel 3.7
Data Uji Validitas Dimensi Identitas Religius
No Item Nilai
Pearson Correlation
No Item
Nilai
Pearson Correlation
1 Item 1 .133 33 Item 33 .751**
2 Item 2 .116 34 Item 34 .719**
3 Item 3 .580**
35 Item 35 .704**
4 Item 4 .505**
36 Item 36 .529**
5 Item 5 .015 37 Item 37 .264
6 Item 6 .179 38 Item 38 .602**
7 Item 7 .621**
39 Item 39 .604**
90
Lihat. Lampiran 3, (Tabel 3.6; Tabel 3.7; Tabel 3.8; Tabel 3.9; Tabel 3.10; Tabel 3.11; Tabel
3.12; Tabel 3.13).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8 Item 8 .451* 40 Item 40 .434
*
9 Item 9 .653**
41 Item 41 .669**
10 Item 10 .583**
42 Item 42 .590**
11 Item 11 .484**
43 Item 43 .429*
12 Item 12 .386* 44 Item 44 .421
*
13 Item 13 .353 45 Item 45 .721**
14 Item 14 .627**
46 Item 46 .494**
15 Item 15 .300 47 Item 47 .761**
16 Item 16 .558**
48 Item 48 .809**
17 Item 17 .549**
49 Item 49 .838**
18 Item 18 .614**
50 Item 50 .669**
19 Item 19 -.014 51 Item 51 .658**
20 Item 20 .502**
52 Item 52 .716**
21 Item 21 .722**
53 Item 53 .760**
22 Item 22 .339 54 Item 54 .708**
23 Item 23 .565**
55 Item 55 .760**
24 Item 24 .697**
56 Item 56 .679**
25 Item 25 .549**
57 Item 57 .568**
26 Item 26 .614**
58 Item 58 .769**
27 Item 27 -.014 59 Item 59 .422*
28 Item 28 .502**
60 Item 60 .697**
29 Item 29 .722**
61 Item 61 .359
30 Item 30 .339 62 Item 62 .542**
31 Item 31 .565**
63 Item 63 .613**
32 Item 32 .697**
64 Item 64 .296
Ket: **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Keputusan uji validitas adalah secara keseluruhan di dapat 51 item (item 3, 4,7, 8,
9, 10, 11, 12, 14, 16, 17, 18, 20, 21, 23, 24, 25, 26, 28, 29, 31, 32, 33, 34, 35, 36,
38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59,
60, 62, dan item 63) dari 64 item yang dinyatakan valid. Pada dimensi eksplorasi
terdapat: 4 item yang lolos seleksi untuk indikator ‘pengalaman religius atau
iman’, 6 item yang lolos seleksi untuk indikator ‘agama’, 6 item yang lolos
seleksi untuk indikator ‘filsafat agama’, 6 item yang lolos seleksi untuk indikator
‘teologi’. Pada dimensi komitmen terdapat: 7 item yang lolos seleksi untuk
indikator ‘pengalaman religius atau iman’, 8 item yang lolos seleksi untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
indikator ‘agama’, 8 item yang lolos seleksi untuk indikator ‘filsafat agama’, 6
item yang lolos seleksi untuk indikator ‘teologi’. Maka kelima puluh satu item
tersebut akan penulis gunakan dalam penelitian.
3.4.4.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas berarti kehandalan atau keajegan suatu alat ukur. Suatu
instrumen disebut reliabel apabila instrumens tersebut menghasilkan sesuatu yang
konsisten, tidak berubah-ubah, relatif sama setiap kali digunakan. Pengujian
reliabilitas bertujuan memperoleh instrumen yang benar-benar dapat dipercaya
atau handal. Uji reliabilitas dilakukan setelah uji validitas sehingga hanya butir
instrumen yang valid saja yang akan diuji. Reliabel tidaknya suatu butir instrumen
tergantung dari besarnya harga rhitung dan rtabel pada taraf nyata = ≥ 0,05. Jika
rhitung > rtabel, maka butir instrumen dinyatakan reliabel, dan jika rhitung < rtabel,
maka butir instrumen dinyatakan tidak reliabel.
Tinggi rendahnya realibilitas, secara empirik ditunjukkan oleh suatu angka
yang disebut nilai koefisien reliabilitas. Reliabilitas yang tinggi ditunjukan dengan
nilai rxx mendekati angka 1. Kesepakatan secara umum reliabilitas yang dianggap
sudah cukup memuaskan jika ≥ 0.700. Pengujian reliabilitas instrumen dengan
menggunakan rumus Alpha Cronbach karena instrumen penelitian ini berbentuk
angket dan skala bertingkat. Jika nilai alpha > 0.7 artinya reliabilitas mencukupi
(sufficient reliability) sementara jika alpha > 0.80 ini mensugestikan seluruh item
reliabel dan seluruh tes secara konsisten memiliki reliabilitas yang kuat. Atau, ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pula yang memaknakannya sebagai berikut: Jika alpha > 0.90 maka reliabilitas
sempurna. Jika alpha antara 0.70 – 0.90 maka reliabilitas tinggi. Jika alpha 0.50 –
0.70 maka reliabilitas moderat. Jika alpha < 0.50 maka reliabilitas rendah.91
Jika
alpha rendah, kemungkinan satu atau beberapa item tidak reliabel.
a) Data Uji Realibilitas Misteri Penyingkapan Ilahi Allah bagi Manusia
Perhitungan dalam penelitian ini dibantu dengan menggunakan SPSS Versi
18 for windows dan didapat output nilai Alpha Cronbach sebesar 0.504, maka
reliabilitas moderat.92
Tabel 3.8
Data Uji Realibilitas
Dimensi Misteri Penyingkapan Ilahi Allah bagi Manusia
Item Cronbach's Alpha if
Item Deleted item1a .417
item1b .502
item1c .505
item1d .432
item2a .445
item2b .461
item2c .437
item2d .545
item3a .449
item3c .504
item3d .572
item4a .433
item4b .491
item4d .483
item5b .546
item5d .524
91
Perry Roy Hilton and Charlotte Brownlow, SPSS Explained, East Sussex, Routledge 2004,
364. 92
Lihat Lampiran 3. Tabel 3.14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Reliabel tidaknya suatu butir instrumen tergantung dari besarnya harga
rhitung dan rtabel pada taraf nyata = ≥ 0,05. Dasar pengambilan keputusan alpha >
rtabel = konsisten. Maka didapat 0,504 > 0,316; sehingga keputusan uji relialibilitas
adalah semua butir instrumen realiabel atau konsisten dalam mengukur subjek
(responden).
b) Data Uji Realibilitas Identitas Religius tentang Paham Allah93
Perhitungan dalam penelitian ini dibantu dengan menggunakan SPSS Versi
18 for windows dan didapat angka Alpha Cronbach sebesar 0,936.
Tabel 3.9
Data Uji Realibilitas Identitas Religius
Item Cronbach's Alpha if
Item Deleted Item
Cronbach's Alpha
if Item Deleted
Item 1 .937 Item 27 .934
Item 2 .940 Item 28 .934
Item 3 .937 Item 29 .936
Item 4 .935 Item 30 .933
Item 5 .935 Item 31 .934
Item 6 .934 Item 32 .934
Item 7 .935 Item 33 .937
Item 8 .938 Item 34 .933
Item 9 .934 Item 35 .937
Item 10 .937 Item 36 .933
Item 11 .935 Item 37 .933
Item 12 .936 Item 38 .932
Item 13 .934 Item 39 .934
Item 14 .934 Item 40 .935
Item 15 .935 Item 41 .934
Item 16 .935 Item 42 .933
Item 17 .934 Item 43 .933
Item 18 .936 Item 44 .934
93
Lihat Lampiran 3. Tabel 3.16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Item 19 .936 Item 45 .934
Item 20 .938 Item 46 .934
Item 21 .935 Item 47 .933
Item 22 .936 Item 48 .935
Item 23 .933 Item 49 .934
Item 24 .934 Item 50 .934
Item 25 .934 Item 51 .934
Item 26 .936
Reliabel tidaknya suatu butir instrumen tergantung dari besarnya harga
rhitung dan rtabel pada taraf nyata = ≥ 0,05. Dasar pengambilan keputusan alpha >
rtabel = konsisten. Maka didapat 0,936 > 0,339; sehingga keputusan uji relialibilitas
adalah semua butir instrumen realiabel atau konsisten dalam mengukur subjek
(responden).
3.5 Data Penelitian
Penelitian kuantitatif dilakukan dengan metode kuesioner setelah
dilakukan uji validitas dan realibilitas terhadap 30 responden. Uji coba alat ukur
dilakukan pada tanggal 15-22 Oktober 2017 di Univertitas Gadjah Mada dan
Universitas Negeri Yogyakarta. Alat ukur penelitian diuji cobakan pada kelompok
uji coba yang memiliki karakteristik yang sama dengan kelompok responden yang
akan digunakan pada penelitian sesungguhnya. Responden dalam uji coba alat
ukur ini sebanyak 30 responden, yang terdiri dari mahasiswa aktif, beragama
Katolik, semua sudah memenuhi kriteria batasan usia sebagai remaja akhir yang
berkisar antara 18-22 tahun. Usia responden diketahui dari hasil pengisian
identitas yang dituliskan responden pada saat uji coba.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pengisian skala dilakukan langsung oleh masing-masing responden baik
yang berada di lingungan kampus, maupun lingkungan tempat tinggal masing-
masing responden. Skala yang sudah selesai diisi langsung dikumpulkan kembali
kepada beberapa teman peneliti sesuai dengan jumlah yang telah dibagikan.
Kuesioner94
tersebut telah dibagikan kepada 100 responden, dengan
perincian: 50 responden dari mahasiswa/i UGM, dan 50 responden dari
mahasiswa/i UNY. Peneliti menambahkan 5 orang sebagai cadangan bila ada
responden yang tidak mengembalikan secara lengkap. Dalam realita, Data
demografi responden dapat dilihat pada tabel 3.10.
Tabel 3.10
Deskripsi Usia Responden Penelitian
Usia Jumlah Presentase (%)
18 tahun 17 17%
19 tahun 30 30%
20 tahun 37 37%
21 tahun 7 7%
22 tahun 9 9%
Jumlah 100 100%
Proses pengumpulan data kuantitatif dilakukan pada setiap pertemuan
KMK/IKMK baik untuk di UGM maupun UNY. Pembagian kuesioner antara
tanggal 27 Oktober hingga 10 Novemver 2018. Dari 105 angket yang dibagikan
terkumpul sejumlah 102 angket. Ada 7 kuesioner tidak memiliki kelengkapan
data, namun peneliti mencoba menghubungi responden kembali guna
94
Lihat Lampiran 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengklarivikasi data kuesioner hingga mencapai data yang diinginkan. Semua
hasil penelitian terlampir bersama dengan tulisan ini.
Adapun data kuesioner disajikan sebagai berikut:
Tabel 3.11
Kisi-Kisi Misteri Penyingkapan Ilahi Allah bagi Manusia
Table 3.12
Kisi-Kisi Identitas Religius tentang Paham Allah
No Variable Indikator Nomor Item Sumber Data
1 Misteri Allah
1. Tanpa ikatan Allah beserta kita 1 a, b, c, d Mahasiswa/i
2. Karya Penciptaan dan Karya
Penyelamatan 2 a, b, c, d Mahasiswa/i
3. Allah Tritunggal 3 a, c, d Mahasiswa/i
4. Iman dan Wahyu 4 a, b, d Mahasiswa/i
5. Dinamika rumusan iman 5 b, d Mahasiswa/i
No Variable Sub
Variabel Dimensi Indikator
Nomor
Item
Sumber
Data
1 Status
Identitas
Achieve
Moratorium
Foreclosure
Diffuse
Eksplorasi
1. Pengalaman
Religius/Iman 1, 2, 3, 4 Mahasiswa/i
2. Agama 5, 6, 7, 8,
9, 10 Mahasiswa/i
3. Filsafat Agama 11, 12, 13,
14, 15, 16 Mahasiswa/i
4. Teologi 17, 18, 19,
20, 21, 22
Mahasiswa/i
Komitment
1. Pengalaman
Religius/Iman
23, 24, 25,
26, 27, 28,
29
Mahasiswa/i
2. Agama 30, 31, 32,
33, 34, 35,
36, 37
Mahasiswa/i
3. Filsafat Agama 38, 39, 40,
41, 42, 43,
44, 45
Mahasiswa/i
4. Teologi 46, 47, 48,
49, 50, 51
Mahasiswa/i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kemudian, penelitian kualitatif dilakukan dengan metode wawancara
mendalam (Depth Interview) dilakukan penulis pada keempat identitas
perkembangan religius (Achieve, Moratorium, Foreclosure, Diffuse) dengan
mengambil sampel informan masing-masing satu dari tiap-tiap universitas.
Adapun data informan disajikan sebagai berikut:
Tabel 3.13
Daftar Informan dalam Penelitian Kualitatif
No Identitas Identitas Informan
1 Achieve Yohanes Chandra (20 tahun), Universitas Negeri Yogyakarta
Cp: 081287516432
Veronika Asih (20 tahun), Universitas Negeri Yogyakarta
Cp: 081578753787
2 Moratorium Adyatmaka Jati (22 tahun), Universitas Negeri Yogyakarta
Cp: 085642086536
3 Foreclosure Theresia Sekar Wening (19 tahun), Universitas Gadjah Mada
Cp: 081226615536
Ibnu Cahyo Susanto (22 tahun), Universitas Negeri Yogyakarta
Cp: 085740165580
5 Diffuse Intan Suryani (22 tahun), Universitas Negeri Yogyakarta
CP:085602084140
Nara sumber dari warancara ini diambil secara acak dari setiap tingkat identity.
Wawancara ini digunakan untuk memperoleh data yang lebih mendalam dari
naras umber, bukan untuk mengeneralisasi pada setiap identity. Wawancara
dilakukan di beberapa tempat warung makan pada awal bulan Oktober hingga
pertengahan bulan November 2017. Hal ini dilakukan agar informan tidak merasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tegang. Untuk wawancara mendalam terdapat beberapa pertanyaan pokok dan
beberapa pertanyaan pengembangan,95
seperti telah disebutkan pada sub bab No
3.3.3.3 Instrumen Data Kualitatif.
3.6 ANALISIS DATA
3.6.1 Analisis Data Kuantitatif
Bagian ini adalah hasil dari olah data kuantitatif yang dikumpulkan
melalui angket. Penyajian data ini merupakan langkah terakhir dari metode
kuantitatif. Penyajian data meliputi deskripsi data kuantitatif nilai dari setiap
variabel, setiap indikator, bahkan butir instrument. Dengan demikian nilai setiap
variabel, setiap indikator dan setiap butir instrument dapat diketahui.
3.6.1.1 Data Kuantitatif Misteri Penyingkapan Ilahi Allah
Perhitungan dalam penelitian ini dibantu dengan menggunakan SPSS Versi
18 for windows.
95
Lihat Sub Bab 3.3.3.3 Instrumen Data Kualitatif, 85-87.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
a. Data Indikator Tanpa Ikatan Allah Beserta Kita96
Tabel 3.14
Indikator Tanpa Ikatan Allah Beserta Kita
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid 6 1 1.0 1.0 1.0
7 2 2.0 2.0 3.0
8 7 7.0 7.0 10.0
9 9 9.0 9.0 19.0
10 16 16.0 16.0 35.0
11 29 29.0 29.0 64.0
12 25 25.0 25.0 89.0
13 9 9.0 9.0 98.0
14 1 1.0 1.0 99.0
15 1 1.0 1.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator tanpa ikatan Allah
beserta kita sebesar 12. Nilai percentiles 25 adalah 10, Nilai percentiles 50 adalah
11, dan Nilai percentiles 75 adalah 12, maka penulis memberikan koding <25%
adalah rendah; 25%-75% adalah sedang; dan >75% adalah tinggi. Maka akan
diperoleh sebanyak 19 responden (19%) dinyatakan memiliki pemahaman rendah,
sebanyak 70 responden (70%) dinyatakan memiliki pemahaman sedang, dan
sebanyak 11 responden (11%) dinyatakan memiliki pemahaman yang tinggi
perihal misteri Ilahi tanpa ikatan Allah beserta kita. Hal ini berarti sebagian besar
dari responden memiliki pemahaman akan misteri Ilahi tanpa ikatan Allah beserta
kita adalah sedang. Hal ini dipertegas dengan pertanyaan “saya binggung ketika
menjelaskan pertanyaan apakah Yesus itu sungguh Allah”, dari lampiran 3, tabel
3.16.a diperlihatkan bahwa sebanyak 31 responden (39%) menyatakan sedang,
96
Lihat Lampiran 3, Tabel 3.16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan 59 responden (59%) menyatakan tinggi akan tanggapan pertanyaan tersebut.
Kaum remaja akhir masih kebingungan dalam menjelaskan Tuhan, Anak tunggal,
diakui dalam dua kodrat tak tercampur, tak berubah, tak terbagi. Mereka
kebingungan menjelaskan dalam Kristus ditolak segala identitas antara keallahan
dan kemanusiaan. Allah tetap Allah, dan manusia tetap makhluk ciptaan. Kristus
bukan Allah-manusia dalam arti setengah Allah, setengah manusia. Karena Allah
sungguh sempurna dalam diri sendiri, tanpa ikatan apa pun dengan yang bukan
ilahi, namun sungguh mewahyukan diri menjadi Allah beserta kita.
b. Data Kuantitatif Nilai dari Indikator Karya Penciptaan dan Karya
Penyelamatan97
Tabel 3.15
Indikator Karya Penciptaan dan Karya Penyelamatan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 7 1 1.0 1.0 1.0
8 2 2.0 2.0 3.0
9 2 2.0 2.0 5.0
11 14 14.0 14.0 19.0
12 14 14.0 14.0 33.0
13 21 21.0 21.0 54.0
14 24 24.0 24.0 78.0
15 10 10.0 10.0 88.0
16 12 12.0 12.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator karya penciptaan
dan karya penyelamatan sebesar 13. Nilai percentiles 25 adalah 12, Nilai
percentiles 50 adalah 13, dan Nilai percentiles 75 adalah 14, maka penulis
97
Lihat Lampiran 3, Tabel 3.17.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memberikan koding <25% adalah rendah; 25%-75% adalah sedang; dan >75%
adalah tinggi. Maka akan diperoleh sebanyak 19 responden (19%) dinyatakan
memiliki pemahaman rendah, sebanyak 59 responden (59%) dinyatakan memiliki
pemahaman sedang, dan sebanyak 22 responden (22%) dinyatakan memiliki
pemahaman yang tinggi perihal karya penciptaan dan karya penyelamatan. Hal ini
berarti lebih dari setengah jumlah responden memiliki pemahaman akan misteri
Ilahi karya penciptaan dan karya penyelamatan adalah sedang. Apabila kita
melihat hasil penelitan yang disebutkan dalam lampiran 3, pada Tabel 3.17.a;
3.17.b; 3.17.c; 3.17.d, kita dapat melihat sebagian besar remaja akhir memahami
dengan baik apa yang menjadi pertanyaan dalam indikator karya penciptaan dan
karya penyelamatan. Kaum remaja akhir menyadari bahwa dirinya bergantung
seluruhnya dari Allah sebagai sumber segala hidup. Kaum remaja terbuka untuk
segala-galanya, cita-citanya mencakup dunia seluruhnya; tetapi mereka sadar akan
kemampuannya yang terbatas. Kaum remaja sadar bahwa mereka tidak berkuasa
atas hidupnya sendiri. Dalam keadaan itu, kaum remaja mengarah untuk
menerimanya sebagai anugerah dan dengan demikian secara implisit mengakui
Sang Pemberi segala dasar hidupnya. Pertemuan Allah dengan manusia
berpangkal pada Kristus, dan berdasar pada Kristus. Penciptaan Kristus tidak
hanya sama dengan pemberian diri Allah, tetapi merupakan dasar dan awal
pemberian diri Allah kepada manusia semua.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. Data Kuantitatif Nilai dari Indikator Allah Tritunggal98
Tabel 3.16
Allah Tritunggal
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 4 1 1.0 1.0 1.0
5 5 5.0 5.0 6.0
6 10 10.0 10.0 16.0
7 32 32.0 32.0 48.0
8 22 22.0 22.0 70.0
9 19 19.0 19.0 89.0
10 7 7.0 7.0 96.0
11 1 1.0 1.0 97.0
12 3 3.0 3.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator Allah Tritunggal
sebesar 8. Nilai percentiles 25 adalah 7, Nilai percentiles 50 adalah 9, dan Nilai
percentiles 75 adalah 9, maka penulis memberikan koding <25% adalah rendah;
25%-75% adalah sedang; dan >75% adalah tinggi. Maka akan diperoleh sebanyak
16 responden (16%) dinyatakan memiliki pemahaman rendah, sebanyak 73
responden (73%) dinyatakan memiliki pemahaman sedang, dan sebanyak 11
responden (11%) dinyatakan memiliki pemahaman yang tinggi perihal Allah
Tritunggal. Hal ini berarti lebih dari 70 responden memiliki pemahaman akan
Allah Tritunggal adalah sedang. Remaja akhir belum paham mengenai teologi
Trinitas99
. Remaja akhir belum berkomitmen menempatkan wahyu dalam
98
Lihat Lampiran 3, Tabel 3.18 99
Lihat Lampiran 3. Tabel 3.18.a Kadang saya berpikir mungkin Allah itu ada tiga, yaitu:
Bapa, Putra dan Roh Kudus. Bukannya Allah itu Esa. Dari hasil didapatkan sebanyak 31
responden (31%) dinyatakan sedang; 45 responden (45%) dinyatakan tinggi, dan sebanyak 18
responden (18%) dinyatakan sangat tinggi. Begitu juga pada Tabel 3.18.c Saya tidak paham akan
ajaran iman Katolik perihal Paham Allah, tetapi saya percaya Yesus adalah satu-satunya jalan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keseluruhan iman Kristiani, serta mengeksplorasi akan arti wahyu yang adalah
pusat ajaran Kristiani.
d. Data Kuantitatif Nilai dari Indikator Iman dan Wahyu100
Tabel 3.17
Iman dan Wahyu
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 7 5 5.0 5.0 5.0
8 8 8.0 8.0 13.0
9 42 42.0 42.0 55.0
10 26 26.0 26.0 81.0
11 14 14.0 14.0 95.0
12 5 5.0 5.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator Iman dan Wahyu
sebesar 9. Nilai percentiles 25 adalah 9, Nilai percentiles 50 adalah 9, dan Nilai
percentiles 75 adalah 10, maka penulis memberikan koding <25% adalah rendah;
25%-75% adalah sedang; dan >75% adalah tinggi. Maka akan diperoleh sebanyak
13 responden (13%) dinyatakan memiliki pemahaman yang rendah, sebanyak 68
responden (68%) dinyatakan memiliki pemahaman yang sedang, dan sebanyak 19
responden (19%) dinyatakan memiliki pemahaman yang tinggi perihal iman dan
wahyu. Hal ini berarti lebih dari setengah jumlah responden memiliki pemahaman
akan iman dan wahyu yang sedang. Namun, apabila kita memperhatikan unsur-
unsur pertanyaan dalam indikator iman dan wahyu, seperti pada Tabel 3.19.a;
keselamatan didapatkan sebanyak 52 responden (52%) dinyatakan sedang, dan 39 responden
(39%) dinyatakan tinggi. Teologi Trinitas mengembangkan paham dan pengertian dalam bentuk
syahadat; dan juga menempatkan wahyu itu dalam keseluruhan iman Kristiani, serta
memperlihatkan bagaimana arti wahyu yang adalah pusat ajaran. Tom Jacobs, Imanuel, 251. 100
Lihat Lampiran 3. Tabel 3.19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.19.b; 3.19.c diperlihatkan sebagain besar dari responden berada pada tingkat
Tinggi dan Sangat Tinggi. Kaum remaja mengerti apa yang menjadi pembedaan
antara Allah dan manusia yang tidak hanya menyangkut wahyu, sebagai proses
hubungan Allah dan manusia dalam karya penciptaan dan penyelamatan, namun
juga menyangkut masalah iman dari pihak manusia.
e. Data Kuantitatif Nilai dari Indikator Dinamika Rumusan Iman101
Tabel 3.18
Dinamika Rumusan Iman
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 4 3 3.0 3.0 3.0
5 14 14.0 14.0 17.0
6 32 32.0 32.0 49.0
7 36 36.0 36.0 85.0
8 15 15.0 15.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator dinamika rumusan
iman sebesar 7. Nilai percentiles 25 adalah 6, Nilai percentiles 50 adalah 7, dan
Nilai percentiles 75 adalah 7, maka penulis memberikan koding <25% adalah
rendah; 25%-75% adalah sedang; dan >75% adalah tinggi. Maka akan diperoleh
sebanyak 17 responden (17%) dinyatakan memiliki dinamika rumusan iman
rendah, sebanyak 68 responden (68%) dinyatakan memiliki dinamika rumusan
iman sedang, dan sebanyak 15 responden (15%) dinyatakan memiliki dinamika
rumusan iman yang tinggi. Hal ini berarti lebih dari setengah jumlah responden
memiliki dinamika rumusan iman adalah sedang. Bagi kaum remaja, misteri Allah
101
Lihat Lampiran 3, Tabel 3.21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tidak pernah dapat ditangkap secara tuntas dalam bahasa manusia, jangan lagi
dalam istilah-istilah tertentu.102
Dan mereka kesulitan dengan tradisi kristologis
yang adalah istilah-istilah dogmatis yang makin mengaburkan arti iman yang
sesungguhnya.
f. Data Kuantitatif Nilai dari Variabel Misteri Allah103
Tabel 3.19
Misteri Allah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 34 1 1.0 1.0 1.0
36 1 1.0 1.0 2.0
38 2 2.0 2.0 4.0
40 1 1.0 1.0 5.0
41 3 3.0 3.0 8.0
42 2 2.0 2.0 10.0
43 7 7.0 7.0 17.0
44 2 2.0 2.0 19.0
45 8 8.0 8.0 27.0
46 10 10.0 10.0 37.0
47 11 11.0 11.0 48.0
48 7 7.0 7.0 55.0
49 9 9.0 9.0 64.0
50 12 12.0 12.0 76.0
51 5 5.0 5.0 81.0
52 4 4.0 4.0 85.0
53 7 7.0 7.0 92.0
54 4 4.0 4.0 96.0
55 1 1.0 1.0 97.0
56 2 2.0 2.0 99.0
57 1 1.0 1.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
102
Lihat Lampiran 3, Tabel 3.20.b dinyatakan sebanyak 29 responden (29%) sependapat Allah
itu adalah cinta kasih dan sebanyak 68 responden (68%) menyatakan sangat sependapat bahwa
Allah adalah cinta kasih. “Allah itu cinta kasih” adalah pernyataan dasarial Alkitab mengenai
Allah yang terjalin dalam semua tulisannya. Tom Jacobs, Imanuel, 260. 103
Lihat Lampiran 3, Tabel 3.21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator Misteri Allah
sebesar 48. Nilai percentiles 25 adalah 45, Nilai percentiles 50 adalah 48, dan
Nilai percentiles 75 adalah 50, maka penulis memberikan koding <25% adalah
rendah; 25%-75% adalah sedang; dan >75% adalah tinggi. Maka akan diperoleh
sebanyak 19 responden (19%) dinyatakan memiliki pemahaman rendah, sebanyak
57 responden (57%) dinyatakan memiliki pemahaman sedang, dan sebanyak 24
responden (24%) dinyatakan memiliki pemahaman yang tinggi. Hal ini berarti
lebih dari setengah jumlah responden memiliki pemahaman akan misteri Allah
adalah sedang.
Penulis menggunakan gagasan Tom Jacobs perihal misteri Allah104
, dalam
menganalisis pemahaman kaum remaja akan misteri Allah. Dalam konteks
pembahasan iman bagi remaja akhir ditempatkan kerangka pewahyuan diri Allah.
Remaja akhir seringkali melihat Allah dalam konteks “masuk akal atau tidak”.
Padahal, kata ‘Allah’ memiliki pengertian yang lebih luas daripada sekadar
dipahami secara rasional. Rasio tidak cukup untuk memahami Allah. Manusia
membutuhkan keterarahan fundamentalnya kepada Nan Mutlak, dan aneka tradisi
religius mengenai perjumpaan manusia dengan Allah guna mengalami eksisten
Allah.
104
Tom Jacobs, Imanuel, 243-260.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.6.1.2 Data Kuantitatif Identitas Religius tentang Paham Allah
a. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Eksplorasi, dengan Indikator
Pengalaman Religius/Iman105
Tabel 3.20
Eksplorasi Pengalaman Religius/Iman
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 6 1 1.0 1.0 1.0
7 4 4.0 4.0 5.0
8 8 8.0 8.0 13.0
9 18 18.0 18.0 31.0
10 25 25.0 25.0 56.0
11 14 14.0 14.0 70.0
12 15 15.0 15.0 85.0
13 8 8.0 8.0 93.0
14 6 6.0 6.0 99.0
16 1 1.0 1.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator eksplorasi
Pengalaman Religius/Iman sebesar 10. Nilai percentiles 25 adalah 9, Nilai
percentiles 50 adalah 10, dan Nilai percentiles 75 adalah 12, maka penulis
memberikan koding <25% adalah rendah; 25%-75% adalah sedang; dan >75%
adalah tinggi. Maka akan diperoleh sebanyak 13 responden (13%) dinyatakan
memiliki tingkat eksplorasi pengalaman religius rendah, sebanyak 72 responden
(72%) dinyatakan memiliki tingkat eksplorasi pengalaman religius sedang, dan
sebanyak 15 responden (15%) dinyatakan memiliki tingkat eksplorasi pengalaman
religius yang tinggi. Hal ini berarti lebih dari 70 responden memiliki tingkat
105
Lihat Lampiran 3. Tabel 3.22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
eksplorasi akan pengalaman religius adalah sedang. Responden sadar akan sebuah
pengalaman keterarahan. Meskipun, para responden terkadang mengalami
keterarahannya kepada tujuan hidupnya, yang tidak pernah diketahui secara tuntas
melainkan selalu menunjuk kepada yang lebih tinggi, dan jauh lagi. Hal ini
ditunjukkan dalam Tabel 3.22.3, disebutkan bahwa sebanyak 69 responden (69%)
merasa binggung, ketika responden menderita, responden merasa Allah diam saja
dan tidak membantu. Dengan pengalaman keterarahan dan kerinduan dari
responden (yang sangat real) dapat disebut pengalaman akan Misteri Allah. Di
antara banyak tujuan dan kegiatan yang dilakukan, remaja akhirnya mempunyai
keterarahan fundamental yang menggerakkan segala kegiatan yang konkret.
b. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Eksplorasi, dengan Indikator
Agama106
Tabel 3.21
Eksplorasi Agama
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 11 1 1.0 1.0 1.0
13 1 1.0 1.0 2.0
14 2 2.0 2.0 4.0
15 6 6.0 6.0 10.0
16 6 6.0 6.0 16.0
17 14 14.0 14.0 30.0
18 29 29.0 29.0 59.0
19 6 6.0 6.0 65.0
20 15 15.0 15.0 80.0
21 11 11.0 11.0 91.0
22 5 5.0 5.0 96.0
23 4 4.0 4.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
106
Lihat Lampiran 3. Tabel 3.23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator eksplorasi Agama
sebesar 18. Nilai percentiles 25 adalah 17, Nilai percentiles 50 adalah 18, dan
Nilai percentiles 75 adalah 20, maka penulis memberikan koding <25% adalah
rendah; 25%-75% adalah sedang; dan >75% adalah tinggi. Maka akan diperoleh
sebanyak 16 responden (16%) dinyatakan memiliki tingkat eksplorasi agama
rendah, sebanyak 64 responden (64%) dinyatakan memiliki tingkat eksplorasi
agama sedang, dan sebanyak 20 responden (20%) dinyatakan memiliki tingkat
eksplorasi agama yang tinggi. Hal ini berarti setengah jumlah dari responden
memiliki tingkat eksplorasi akan agama adalah sedang.
Dalam kesadaran beragama dari setiap responden akan menimbulkan
pemahaman mengenai religiusitas, dan itu dapat diartikan “suatu” paham Allah.
Selanjutnya proses penyadaran itu tidak hanya bersifat kognitif tetapi juga bersifat
afektif,107
dan paham Allah yang terbentuk berdasarkan proses sosial dari setiap
responden, yakni menurut struktur aku-engkau.108
Jadi sesuatu sepanjang
ditangkap pancaindra remaja dan di ambil kesimpulannya oleh daya tangkap
konstruksi pikirannya yang terbatas.109
107
Bdk. Lampiran 3, Tabel 3.23.3 108
Bdk. Lampiran 3, Tabel 3.23.5 109
Bdk. “Jika manusia berani mengaku keterbukaannya sebagai pengharapan dan kerinduan
berarti ia mempunyai pengetahuan yang baru (pemahaman akan misteri). Tom Jacobs, Paham
Allah, 215.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Eksplorasi, dengan Indikator Filsafat
Agama110
Tabel 3.22
Eksplorasi Filsafat Agama
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 10 1 1.0 1.0 1.0
11 1 1.0 1.0 2.0
15 2 2.0 2.0 4.0
16 3 3.0 3.0 7.0
17 11 11.0 11.0 18.0
18 22 22.0 22.0 40.0
19 18 18.0 18.0 58.0
20 15 15.0 15.0 73.0
21 11 11.0 11.0 84.0
22 9 9.0 9.0 93.0
23 3 3.0 3.0 96.0
24 4 4.0 4.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator eksplorasi Filsafat
Agama sebesar 19. Nilai percentiles 25 adalah 18, Nilai percentiles 50 adalah 19,
dan Nilai percentiles 75 adalah 21, maka penulis memberikan koding <25%
adalah sedang; 25%-75% adalah tinggi; dan >75% adalah sangat tinggi. Maka
akan diperoleh sebanyak 18 responden (18%) dinyatakan memiliki tingkat
eksplorasi filsafat agama sedang, sebanyak 66 responden (66%) dinyatakan
memiliki tingkat eksplorasi filsafat agama tinggi, dan sebanyak 16 responden
(16%) dinyatakan memiliki tingkat eksplorasi filsafat agama yang sangat tinggi.
Dalam hasil pengolahan data dimensi komitmen, dengan indikator filsafat
110
Lihat. Lampiran 3, Tabel 3.24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Agama,111
sebagian besar responden dinyatakan memiliki kevalidan tinggi pada
setiap pertanyaan. Hal ini bagi penulis menunjukkan bahwa: responden dalam
berfilsafat agama mempunyai ciri khas yaitu secara kritis merefleksikan kegiatan
religius serta tindakan yang khas manusiawi. Jelasnya, beriman dalam sikap dan
karya dalam konteks situasi dan kondisi konkret kini dan hari depan. Bukan
karena Tuhan berubah, melainkan manusialah yang berubah. Hal ini menunjukkan
bahwa remaja dalam beragama juga terdapat unsur-unsur yang tidak terjangkau
oleh pemikiran manusia.
d. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Eksplorasi, dengan Indikator
Teologi112
Tabel 3.23
Eksplorasi Teologi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 11 1 1.0 1.0 1.0
12 2 2.0 2.0 3.0
13 1 1.0 1.0 4.0
14 7 7.0 7.0 11.0
15 10 10.0 10.0 21.0
16 9 9.0 9.0 30.0
17 18 18.0 18.0 48.0
18 26 26.0 26.0 74.0
19 13 13.0 13.0 87.0
20 8 8.0 8.0 95.0
21 3 3.0 3.0 98.0
22 1 1.0 1.0 99.0
24 1 1.0 1.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
111
Lihat Lampiran 3, Tabel 3.24.1 – 3.24.6. 112
Lihat Lampiran 3, Tabel 3.25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator eksplorasi teologi
sebesar 18. Nilai percentiles 25 adalah 16, Nilai percentiles 50 adalah 18, dan
Nilai percentiles 75 adalah 19, maka penulis memberikan koding <25% adalah
rendah; 25%-75% adalah sedang; dan >75% adalah tinggi. Maka akan diperoleh
sebanyak 21 responden (21%) dinyatakan memiliki tingkat eksplorasi teologi
rendah, sebanyak 66 responden (66%) dinyatakan memiliki tingkat eksplorasi
teologi sedang, dan sebanyak 13 responden (13%) dinyatakan memiliki tingkat
eksplorasi teologi yang tinggi. Hal ini berarti setengah jumlah dari responden
memiliki tingkat eksplorasi akan teologi adalah sedang. Tindakan eksplorasi
dalam kekhususan dimensi teologi tidak terdapat dalam cara berpikir dari setiap
responden, melainkan dalam penggerak pemikirannya, yakni iman. Aspek-aspek
hakiki dari iman terletak pada pemikiran dan refleksi, dan yang menjadi pokok
dan paling adasar adalah Kitab Suci dan Tradisi dalam arti yang luas, termasuk
ajaran Gereja.
e. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Eksplorasi113
Tabel 3.24
Eksplorasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 50 1 1.0 1.0 1.0
51 1 1.0 1.0 2.0
52 1 1.0 1.0 3.0
53 1 1.0 1.0 4.0
55 2 2.0 2.0 6.0
57 3 3.0 3.0 9.0
113
Lihat Lampiran 3. Tabel 3.26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58 4 4.0 4.0 13.0
59 2 2.0 2.0 15.0
60 4 4.0 4.0 19.0
61 5 5.0 5.0 24.0
62 8 8.0 8.0 32.0
63 5 5.0 5.0 37.0
64 7 7.0 7.0 44.0
65 7 7.0 7.0 51.0
66 10 10.0 10.0 61.0
67 4 4.0 4.0 65.0
68 5 5.0 5.0 70.0
69 3 3.0 3.0 73.0
70 5 5.0 5.0 78.0
71 6 6.0 6.0 84.0
72 2 2.0 2.0 86.0
73 3 3.0 3.0 89.0
74 3 3.0 3.0 92.0
75 1 1.0 1.0 93.0
76 6 6.0 6.0 99.0
78 1 1.0 1.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Data di atas menunjukkan nilai rata-rata eksplorasi sebesar 65. Nilai
percentiles 25 adalah 62, Nilai percentiles 50 adalah 65, dan Nilai percentiles 75
adalah 70, maka penulis memberikan koding <25% adalah rendah; 25%-75%
adalah sedang; dan >75% adalah tinggi. Maka akan diperoleh sebanyak 24
responden (24%) dinyatakan memiliki eksplorasi rendah, sebanyak 54 responden
(54%) dinyatakan memiliki eksplorasi sedang, dan sebanyak 22 responden (22%)
dinyatakan memiliki eksplorasi yang tinggi. Hal ini berarti setengah jumlah dari
responden memiliki tingkat eksplorasi adalah sedang.
Tindakan eksplorasi seseorang terkait dengan spiritualitasnya. Tom Jacobs
mengatakan bahwa di lingkup Kristiani, spiritualitas berarti hidup dari (kekuatan)
Roh. Intinya terletak pada nilai rohani, tetapi dalam arti bahwa manusia dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
hati menyadari diri di hadapan Tuhan, yang langsung diwujudnyatakan dalam
tindakan dan pergaulan dalam masyarakat.114
Oleh karena itu spiritualitas tidak
dilihat dalam pertentangan dengan dunia, melainkan justru sibuk dengan hidup
sehari-hari, menurut segala aspek duniawinya. Seseorang yang dalam tindakan
eksplorasi, latihan spiritualitas diri, serta dalam sikap religiusnya secara prinsipial
menganggap dunia “fana” ini sebagai tipuan yang menjauhkan diri dari kesejatian
tujuan eksistensinya, atau orang yang justru tidak mau mengakui eksistensi
dirinya sebagai suatu subjek yang pribadi, individu yang membutuhkan
perkembangan dan pengolahan, maka jelaslah bahwa orang tersebut tidak
mungkin diajak berpartisipasi dalam pembangunan yang nyata-nyata berasumsi
mengakui dunia material, nilai kemajuan “fana”, keluhuran segala yang teraih
pancaindra. Seseorang dikatakan melakukan eksplorasi demi kepentingan di masa
depan (pengharapan). Pengharapan adalah keyakinan bahwa kerinduan akan
misteri tidak percuma, bukan khayalan. Karena wahyu manusia tahu bahwa
keinginannya akan kepenuhan hidup bukanlah keinginan melulu, melainkan
punya dasar dan arti. Dan itulah yang memberikan kepadanya keberanian untuk
bergerak maju. Karena pengharapan itu berarti menerima hidup dan
mengembangkannya ke arah misteri yang agung.
114
Tom Jacobs, Paham Allah, 232.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
f. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Komitmen, dengan Indikator
Pengalaman Religius/Iman115
Tabel 3.25
Komitmen Pengalaman Religius
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 15 2 2.0 2.0 2.0
16 1 1.0 1.0 3.0
17 1 1.0 1.0 4.0
18 1 1.0 1.0 5.0
19 5 5.0 5.0 10.0
20 10 10.0 10.0 20.0
21 20 20.0 20.0 40.0
22 10 10.0 10.0 50.0
23 10 10.0 10.0 60.0
24 14 14.0 14.0 74.0
25 10 10.0 10.0 84.0
26 2 2.0 2.0 86.0
27 10 10.0 10.0 96.0
28 4 4.0 4.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator komitmen teologi
sebesar 22,5. Nilai percentiles 25 adalah 21, Nilai percentiles 50 adalah 22.5, dan
Nilai percentiles 75 adalah 25, maka penulis memberikan koding <25% adalah
sedang; 25% - 75% adalah tinggi; dan >75% adalah sangat tinggi. Maka akan
diperoleh sebanyak 40 responden (40%) dinyatakan memiliki tingkat komitmen
pengalaman religius sedang, sebanyak 44 responden (44%) dinyatakan memiliki
tingkat komitmen pengalaman religius tinggi, dan sebanyak 16 responden (16%)
dinyatakan memiliki tingkat komitmen pengalaman religius yang sangat tinggi.
Hal ini berarti kurang lebih setengah jumlah dari responden memiliki tingkat
115
Lihat Lampiran 3. Tabel 3.27.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
komitmen akan pengalaman religius adalah tinggi. Komitmen lebih dilihat sebagai
sikap pribadi seseorang, bahwa manusia berani mengaku keterbukaannya sebagai
pengharapan dan kerinduan. Responden sadar akan sebuah pengalaman
keterarahan. Meskipun, para responden terkadang mengalami keterarahannya
kepada tujuan hidupnya, yang tidak pernah diketahui secara tuntas melainkan
selalu menunjuk kepada yang lebih tinggi, dan jauh lagi. Keterarahan dan
kerinduan dari responden (yang sangat real) dapat disebut pengalaman akan
Misteri Allah.
g. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Komitmen, dengan Indikator
Agama116
Tabel 3.26
Komitmen Agama
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 16 2 2.0 2.0 2.0
17 2 2.0 2.0 4.0
19 1 1.0 1.0 5.0
20 4 4.0 4.0 9.0
21 8 8.0 8.0 17.0
22 6 6.0 6.0 23.0
23 20 20.0 20.0 43.0
24 17 17.0 17.0 60.0
25 14 14.0 14.0 74.0
26 8 8.0 8.0 82.0
27 9 9.0 9.0 91.0
28 3 3.0 3.0 94.0
29 4 4.0 4.0 98.0
30 1 1.0 1.0 99.0
31 1 1.0 1.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
116
Lihat Lampiran 3. Tabel 3.28.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator komitmen agama
sebesar 24. Nilai percentiles 25 adalah 23, Nilai percentiles 50 adalah 24, dan
Nilai percentiles 75 adalah 26, maka penulis memberikan koding <25% adalah
rendah; 25%-75% adalah sedang; dan >75% adalah tinggi. Maka akan diperoleh
sebanyak 23 responden (23%) dinyatakan memiliki tingkat komitmen agama
rendah, sebanyak 59 responden (59%) dinyatakan memiliki tingkat komitmen
agama sedang, dan sebanyak 18 responden (18%) dinyatakan memiliki tingkat
komitmen agama yang tinggi. Hal ini berarti lebih setengah jumlah dari responden
memiliki tingkat komitmen akan agama adalah sedang. Komitmen agama lebih
dilihat sebagai sikap pribadi seseorang, bahwa manusia berani mengaku
keterbukaannya sebagai pengharapan dan kerinduan. Apabila remaja mampu
menghayati diri sebagai makhluk yang otonom yang bebas, ia juga dapat
membuka diri secara bebas penuh kepercayaan. Maka, hasil pengolahan data
dimensi komitmen, dengan indikator Agama, menyatakan bahwa setengah dari
jumlah responden belum mampu menghayati diri sebagai makhluk yang otonom
yang bebas, mereka belum membuka diri secara bebas penuh kepercayaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
h. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Komitmen, dengan Indikator Filsafat
Agama117
Tabel 3.27
Komitmen Filsafat Agama
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 18 1 1.0 1.0 1.0
20 3 3.0 3.0 4.0
21 2 2.0 2.0 6.0
22 6 6.0 6.0 12.0
23 7 7.0 7.0 19.0
24 26 26.0 26.0 45.0
25 15 15.0 15.0 60.0
26 6 6.0 6.0 66.0
27 9 9.0 9.0 75.0
28 6 6.0 6.0 81.0
29 3 3.0 3.0 84.0
30 5 5.0 5.0 89.0
31 8 8.0 8.0 97.0
32 3 3.0 3.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator komitmen filsafat
agama sebesar 25. Nilai percentiles 25 adalah 24, Nilai percentiles 50 adalah 25,
dan Nilai percentiles 75 adalah 27.75, maka penulis memberikan koding <25%
adalah sedang; 25% - 75% adalah tinggi; dan >75% adalah sangat tinggi. Maka
akan diperoleh sebanyak 19 responden (19%) dinyatakan memiliki tingkat
komitmen filsafat agama sedang, sebanyak 56 responden (56%) dinyatakan
memiliki tingkat komitmen filsafat agama tinggi, dan sebanyak 25 responden
(25%) dinyatakan memiliki tingkat komitmen filsafat agama yang sangat tinggi.
Dalam hasil pengolahan data dimensi komitmen, dengan indikator filsafat
117
Lihat. Lampiran 3. Tabel 3.29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Agama,118
sebagian besar responden dinyatakan memiliki kevalidan yang tinggi
pada setiap pertanyaan. Hal ini ditunjukkan responden dalam berfilsafat agama,
yaitu: secara kritis responden mampu merefleksikan kegiatan religius serta
tindakan yang khas manusiawi.119
Selain itu, responden dalam beragama terdapat
unsur-unsur yang tidak terjangkau oleh pemikiran manusia.120
i. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Komitmen, dengan Indikator
Teologi121
Tabel 3.28
Komitmen Teologi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 11 1 1.0 1.0 1.0
13 1 1.0 1.0 2.0
14 2 2.0 2.0 4.0
15 2 2.0 2.0 6.0
16 8 8.0 8.0 14.0
17 7 7.0 7.0 21.0
18 21 21.0 21.0 42.0
19 13 13.0 13.0 55.0
20 9 9.0 9.0 64.0
21 14 14.0 14.0 78.0
22 16 16.0 16.0 94.0
23 1 1.0 1.0 95.0
24 5 5.0 5.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
118
Lihat. Lampiran 3, Tabel 3.29.1; Tabel 3.29.2; Tabel 3.29.3; Tabel 3.29.4; Tabel 3.29.5; Tabel
3.29.6; Tabel 3.29.7; Tabel 3.29.8. 119
Lihat. Lampiran 3, Tabel 3.29.1, dinyatakan sebanyak 63 responden ( 63%) memiliki
kevalidan yang tinggi dan 32 responden (32%) memiliki kevalidan sangat tinggi terhadap
pertanyaan: dengan beragama, saya hidup dekat atau damai dengan Allah Sang Pencipta dan
sesamaku manusia. 120
Lihat. Lampiran 3, Tabel 3.29.8, dinyatakan sebagian besar responden dinyatakan mempunyai
kevalidan yang tinggi akan pertanyaan: saya mengenal Allah secara pribadi sebagai Bapa, melalui
Yesus Kristus. 121
Lihat Lampiran 3. Tabel 3.30.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator komitmen teologi
sebesar 19. Nilai percentiles 25 adalah 18, Nilai percentiles 50 adalah 19, dan
Nilai percentiles 75 adalah 21, maka penulis memberikan koding <25% adalah
rendah; 25% - 75% adalah sedang; dan >75% adalah tinggi. Maka akan diperoleh
sebanyak 21 responden (21%) dinyatakan memiliki tingkat komitmen teologi
rendah, sebanyak 57 responden (57%) dinyatakan memiliki tingkat komitmen
teologi sedang, dan sebanyak 22 responden (22%) dinyatakan memiliki tingkat
komitmen teologi yang tinggi. Hal ini berarti lebih setengah jumlah dari
responden memiliki tingkat komitmen akan teologi adalah sedang. Dalam hasil
pengolahan data dimensi komitmen, dengan indikator teologi,122
sebagian besar
responden dinyatakan memiliki kevalidan yang tinggi pada setiap pertanyaan.
Seperti halnya para respon tidak membatasi diri pada dogmatik, atau eksegese,
atau liturgi, atau bidang apapun yang membuat studinya tertutup.
j. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Komitmen123
Tabel 3.29
Dimensi Komitmen
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 62 1 1.0 1.0 1.0
69 1 1.0 1.0 2.0
70 1 1.0 1.0 3.0
71 1 1.0 1.0 4.0
72 1 1.0 1.0 5.0
74 1 1.0 1.0 6.0
78 2 2.0 2.0 8.0
122
Lihat. Lampiran 3, Tabel 3.30.1; Tabel 3.30.2; Tabel 3.30.3; Tabel 3.30.4; Tabel 3.30.5; Tabel
3.30.6. 123
Lihat Lampiran III. Tabel 3.32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79 2 2.0 2.0 10.0
80 1 1.0 1.0 11.0
81 4 4.0 4.0 15.0
82 1 1.0 1.0 16.0
83 1 1.0 1.0 17.0
84 5 5.0 5.0 22.0
85 2 2.0 2.0 24.0
86 5 5.0 5.0 29.0
87 8 8.0 8.0 37.0
88 6 6.0 6.0 43.0
89 1 1.0 1.0 44.0
90 5 5.0 5.0 49.0
91 1 1.0 1.0 50.0
92 4 4.0 4.0 54.0
93 1 1.0 1.0 55.0
94 5 5.0 5.0 60.0
95 4 4.0 4.0 64.0
96 3 3.0 3.0 67.0
97 7 7.0 7.0 74.0
98 5 5.0 5.0 79.0
99 2 2.0 2.0 81.0
100 1 1.0 1.0 82.0
102 4 4.0 4.0 86.0
103 2 2.0 2.0 88.0
104 2 2.0 2.0 90.0
105 2 2.0 2.0 92.0
107 4 4.0 4.0 96.0
110 2 2.0 2.0 98.0
111 1 1.0 1.0 99.0
112 1 1.0 1.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator komitmen sebesar
91,50. Nilai percentiles 25 adalah 86; Nilai percentiles 50 adalah 91,5; dan Nilai
percentiles 75 adalah 89, maka penulis memberikan koding <25% adalah rendah;
25% - 75% adalah sedang; dan >75% adalah tinggi. Maka akan diperoleh
sebanyak 50 responden (50%) dinyatakan memiliki tingkat komitmen yang
rendah, sebanyak 28 responden (28%) dinyatakan memiliki tingkat komitmen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sedang, dan sebanyak 22 responden (22%) dinyatakan memiliki tingkat komitmen
yang tinggi. Hal ini berarti setengah jumlah dari responden memiliki tingkat
komitmen adalah rendah.
Seseorang yang berkomitmen pasti juga memiliki dinamika yang
menggerakkan segala kegiatan dan usaha yang terbatas, karena senantiasa mencari
yang tak terbatas. Pengharapan adalah kemantapan iman. Begitu pula dalam
tradisi Kristiani ada keyakinan bahwa “Allah telah melahirkan kita kembali oleh
kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh
pengharapan” (1Ptr 1:3). Dengan demikian Allah terlibat dalam perjuangan dan
pergulatan manusia. Maka jika perjuangan dan usaha mencari arah dalam tingkat
komitmen yang rendah, Allah tidak ditemukan. Karena akan menghasilkan suatu
refleksi yang abstrak dan kering, dalam ketidakpastian hidup. Justru dari sinilah
responden ditantang untuk mengambil sikap yang sesuai dengan pengarahan hati
nurani, iman – dan pengharapan – mendapat wujud yang nyata.
k. Data Kuantitatif Nilai dari Status Identitas Religius124
Tabel 3.30
Status Identitas Religius
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 117 1 1.0 1.0 1.0
120 1 1.0 1.0 2.0
121 1 1.0 1.0 3.0
124 1 1.0 1.0 4.0
130 1 1.0 1.0 5.0
131 1 1.0 1.0 6.0
132 1 1.0 1.0 7.0
124
Lihat Lampiran III. Tabel 3.33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135 1 1.0 1.0 8.0
136 1 1.0 1.0 9.0
138 1 1.0 1.0 10.0
139 1 1.0 1.0 11.0
140 1 1.0 1.0 12.0
141 2 2.0 2.0 14.0
144 3 3.0 3.0 17.0
145 4 4.0 4.0 21.0
146 3 3.0 3.0 24.0
147 2 2.0 2.0 26.0
148 2 2.0 2.0 28.0
149 4 4.0 4.0 32.0
150 1 1.0 1.0 33.0
151 6 6.0 6.0 39.0
152 2 2.0 2.0 41.0
153 2 2.0 2.0 43.0
154 2 2.0 2.0 45.0
155 1 1.0 1.0 46.0
156 2 2.0 2.0 48.0
158 4 4.0 4.0 52.0
159 6 6.0 6.0 58.0
160 2 2.0 2.0 60.0
161 2 2.0 2.0 62.0
162 2 2.0 2.0 64.0
164 5 5.0 5.0 69.0
165 2 2.0 2.0 71.0
167 1 1.0 1.0 72.0
168 4 4.0 4.0 76.0
169 4 4.0 4.0 80.0
170 1 1.0 1.0 81.0
171 2 2.0 2.0 83.0
172 1 1.0 1.0 84.0
173 2 2.0 2.0 86.0
175 2 2.0 2.0 88.0
176 2 2.0 2.0 90.0
178 2 2.0 2.0 92.0
179 1 1.0 1.0 93.0
180 3 3.0 3.0 96.0
181 1 1.0 1.0 97.0
183 1 1.0 1.0 98.0
185 1 1.0 1.0 99.0
190 1 1.0 1.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Secara keseluruhan pemahaman responden dapat dilihat melalui masing-
masing status identitas. Data di atas menunjukkan nilai rata-rata identitas religius
sebesar 158. Skor minimum adalah 117, dan skor maksimumnya adalah 190. Nilai
percentiles 25 adalah 147; Nilai percentiles 50 adalah 158; dan Nilai percentiles
75 adalah 168, maka penulis memberikan koding <25% adalah identity diffusion;
25% - 50% adalah identity Foreclosure; dan 50% - 75% adalah Identity
Moratorium; dan >75% adalah identity Achievement. Maka didapat sebanyak 24
responden (24%) dinyatakan memiliki tingkat identity diffusion, rendah dalam
komitmen dan eksplorasi; sebanyak 24 responden (24%) dinyatakan memiliki
tingkat identity Foreclosure, tinggi dalam komitmen dan rendah dalam eksplorasi;
sebanyak 24 responden (24%) dinyatakan memiliki tingkat Identity Moratorium,
rendah dalam komitmen dan tinggi dalam eksplorasi. Dan sebanyak 28 responden
(28%) dinyatakan memiliki tingkat Identity Achievement, tinggi dalam komitmen
dan eksplorasi.
Tabel 3.31
Responden Penelitian berdasarkan Status Identitas
Jenis Status Identitas Jumlah Presentase (%)
Diffusion 24 24%
Foreclosure 24 24%
Moratorium 24 24%
Achievement 28 28%
Jumlah 100 100%
Tom Jacobs menyebutkan bahwa penghayatan iman jemaat yang konkret,
orang mencari pemahaman, penafsiran dan penerapan disebut dengan sensus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
fidei.125
Sensus atau kepekaan iman adalah kemampuan konkret untuk – dalam
situasi kehidupan yang konkret, khususnya dalam situasi keagamaan – secara real
dan nyata berjumpa dengan Allah.126
Maka, setiap responden mempunyai
gambarannya sendiri baik mengenai Allah maupun mengenai wahyu Allah.
Pengalaman iman akan selalu ditentukan secara objektif oleh situasi hidup, dan
secara subjektif oleh sikap dan keputusan iman masing-masing orang.127
Kiranya
dengan sendirinya jelas, bahwa “identitas religius” tidak hanya mempengaruhi,
tetapi untuk sebagian besar menentukan sikap iman pribadi.
3.6.1.3 Data Kuantitatif Identitas Religius dan Jenis Kelamin dari Responden
Tabel 3.32
Crosstabulation Identitas Religius - Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Identitas Religius
Diffusion Foreclosure Moratorium Achivement
Laki-laki 13 5 7 8
Perempuan 11 19 22 15
Dari data di atas dapat dilihat persentase perbandingan antara jenis
kelamin responden dengan masing-masing identitas religiusnya. Jumlah
responden yang memiliki tingkat Identity Diffusion ada 13 orang laki-laki, dan
11orang adalah perempuan. Jumlah responden yang memiliki tingkat Identity
Foreclosure ada 5 orang laki-laki, dan 19 orang adalah perempuan. Jumlah
responden yang memiliki tingkat Identity Moratorium ada 7 orang laki-laki, dan
125
Tom Jacobs, Paham Allah, 115. 126
Tom Jacobs, Paham Allah, 116. 127
Tom Jacobs, Paham Allah, 116.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22 orang adalah perempuan. Sedangkan untuk jumlah responden yang memiliki
tingkat Identity Achivement ada 8 orang laki-laki, dan 15 orang adalah perempuan.
Sebagian besar responden dari penelitian ini adalah perempuan, yaitu sebanyak 67
responden (67%); maka peneliti tidak berani mengambil kesimpulan dari
perbandingan antara jenis kelamin dengan tingkat identitas religius responden.
Namun tidak menutup kemungkinan pada penelitian yang lebih lanjut perihal
perbandingan antara jenis kelamin dengan tingkat identitas religius. Karena peran
gender adalah salah satu aspek penting dalam identitas remaja. Sejak masa anak-
anak, mereka sudah mendapat stereotip gender bahwa laki-laki atau disebut
masculine itu harus logis, mandiri, ambisius, dan agresif sedangkan perempuan
atau feminime itu harus lemah lembut, ramah dan memiliki empati.128
Ketika
remaja berperan sesuai dengan gendernya, ini akan membantu untuk memenuhi
salah satu tugas perkembangan, yaitu menerima dan belajar berperan sebagai
seorang pria dan wanita dewasa dalam lingkungan sosialnya.
3.6.1.4 Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan pemahaman pada remaja
akhir di tinjau dari status identitas yang dimilikinya. Hal ini ditunjukkan dari hasil
uji dalam penelitian ini dengan dibantu menggunakan program SPSS Versi 18 for
windows. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman akan Allah pada diri
remaja akhir dipengaruhi oleh wahyu dan iman pada diri seseorang, yang
dirumuskan sebagai hubungan pribadi antara Allah dan manusia. Dalam hal ini,
128
Steinberg, L. Adolescence (ed, Ke-6). (New York: Mc. Graw-Hill, 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
wahyu dilihat sebagai hubungan pribadi dan bukan sebagai informasi mengenai
kebenaran-kebenaran ilahi. Begitu juga dengan iman dimengerti sebagai
penyerahan diri seutuhnya kepada Allah. Semua itu merupakan unsur dan bagian
dari proses pemahaman, penafsiran dan penerapan. Yang tidak boleh dilupakan
bahwa penelitian ini ditempatkan dalam kerangka iman dan diarahkan oleh sensus
fidei.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman akan paham Allah
dibedakan berdasar tingkat identitas yang dimiliki oleh setiap remaja akhir.
Remaja akhir yang memiliki tingkat Identity Achievement dengan nilai percentiles
antara 169-190 memiliki pemahaman yang paling tinggi. Remaja akhir yang
memiliki status ini telah melakukan eksplorasi di berbagai domain atas
keinginannya sendiri, mengambil keputusan dari hasil eksplorasinya, membuat
komitmen terhadap keputusan yang diambilnya. Remaja akhir yang memiliki
tingkat Identity Achievement ini juga memiliki motivasi dan harga diri yang
tinggi, mampu mengambil keputusan dengan rasional dan logis serta
mempertanggungjawabkan konsekuensinya. Mereka lebih matang dari pada status
identitas lainnya. Hal ini di karenakan eksplorasi dan komitmen remaja untuk
bebas dan mandiri, pengalaman hidup sebagai keyakinan penuh akan
pengharapan.
Identity Moratorium memiliki nilai percentiles antara 159-168. Remaja
akhir ini memiliki kemandirian yang agak tinggi. Remaja akhir pada tingkat
Identity Moratorium adalah remaja yang sedang mengalami eksplorasi, tetapi
belum mampu membuat sebuah komitmen. Mereka sering kali merasa stress dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
cemas karena sebenarnya mereka mampu membuka pikirannya untuk
mengeksplorasi, tetapi masih bingung dalam mengambil komitmen.129
Tingkat Identity Foreclosure memiliki nilai percentile antara 148 - 158.
Remaja akhir pada tingkat ini memiliki pemahaman yang rendah. Mereka sudah
membuat sebuah komitmen, namun tanpa melakukan eksplorasi. Komitmen
tersebut berasal dari orang lain, biasanya berasal dari orang tua (significant other).
Mereka malas untuk membuka pikirannya untuk hal-hal baru sehingga mudah
terpengaruh oleh konfortasi. Remaja akhir pada tingkat ini sering merasa cemas
dan kurang memiliki kelekatan dengan remaja pada status lainnya.130
Sedangkan pada tingkat Identity Diffusion memiliki nilai percentile paling
rendah, yaitu antara 117-147. Remaja akhir pada tingkat ini memiliki pemahaman
yang paling rendah.131
Mereka adalah remaja yang tidak mau melakukan
eksplorasi dan tidak memiliki komitmen sehingga mengalami kebingungan dalam
mencapai identitas. Mereka sulit membangun hubungan intim dengan orang lain,
sulit beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan cenderung kearah konformitas.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa remaja akhir lebih banyak
melakukan eksplorasi jika dibandingkan dengan dimensi komitmen. Namun
dalam pengkategorian status identitas dari setiap remaja akhir memiliki persentase
yang hampir sama antara status yang satu dengan status yang lainnya. Dari hasil
129
James. E. Marcia, Ego identity status: relationship to change in self-esteem, "general
maladjustment," and authoritarianism. Journal of Personality, 35, 118-133 dalam Jane Krogner,
Identity development during adolescence (Chapter 10), diunduh dari
http://academic.udayton.edu/jackbauer/reading%20595/Kroger.pdf 130
James. E. Marcia, “Ego identity status” dalam Jane Krogner, Identity development during
adolescence (Bab. 10), diunduh dari
http://academic.udayton.edu/jackbauer/reading%20595/Kroger.pdf 131
James. E. Marcia, “Ego identity status” dalam Jane Krogner, Identity development during
adolescence (Bab. 10), diunduh dari
http://academic.udayton.edu/jackbauer/reading%20595/Kroger.pdf
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
penelitian diperoleh sebanyak 24 responden (24%) dinyatakan memiliki tingkat
identitas diffusion, sebanyak 24 responden (24%) dinyatakan memiliki tingkat
identitas Foreclosure, dan sebanyak 24 responden (24%) dinyatakan memiliki
tingkat Identitas Moratorium. Dan sebanyak 28 responden (28%) dinyatakan
memiliki tingkat Identitas Achievement.
Analisis tambahan lain dalam penelitian ini adalah melihat ada tidaknya
perbedaan pemahaman paham Allah antara remaja laki-laki dan perempuan pada
remaja akhir. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kemandirian
yang signifikan antara remaja akhir laki-laki dan perempuan, akan tetapi hasil ini
kurang meyakinkan karena ada beberapa hal. Pertama, jumlah subjek antara
perempuan dan laki-laki jauh berbeda dan tidak seimbang. Jumlah perempuan
lebih banyak daripada laki-laki. Kedua, data yang dihasilkan tidak varian.
3.6.2 Analisis Data Kualitatif
Setelah data semua variabel ditabulasikan, selanjutnya peneliti melakukan
analisis data kuantitatif. Analisis ini diarahkan untuk menjawab rumusan masalah
deskriptif dan menguji hipotesis. Guna menjawab ke tiga rumusan masalah
deskriptif,132
peneliti akan menentukan skor ideal/kriterium.133
Data kualitatif
dianalisis menggunakan kerangka 5W1H berdasarkan pada pengalaman
132
Lihat Rumusan masalah, Bab I, hal. 11. 133
Skor ideal adalah skor yang ditetapkan dengan asumsi bahwa setiap responden pada setiap
pertanyaan memberi jawabab dengan skor tertinggi (dalam instrument ini skor tertinggi 4).
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods),425.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
perjumpaan yang menjadi dasarnya. Hal ini sebagai sarana untuk menghargai
perjumpaan yakni dengan memberi makna. Dari masing-masing cerita
mempunyai benang merah untuk ditangkap maknanya, sebab yang saya teliti
adalah pribadi sebagai subyek dan berdasarkan pengalaman. Cerita adalah tempat
untuk menegaskan sebuah kehadiran. Ada dua cerita yang dihasilkan. Pertama,
cerita kecil yang berbicara soal pergeseran peran dan berbagai macam situasi
dalam tiap-tiap judul besar kehidupan. Kedua, cerita besar yang mengisahkan
tentang sejarah kehidupan dan cakrawala dunia yang lalu, kini dan masa depan.
Jejak-jejak kehidupan dari cerita kecil dan besar ini semacam relief tentang
identitas yang dilatari oleh sejarah, situasi, kondisi serta tata nilai sosial
masyarakat134
. Dengan mengisahkannya kembali dengan berarti saya juga
membangun kedirian narasumber dengan kata-kata sebagai rentetan proses belajar
dari sebuah perjumpaan135
.
Proses yang saya tempuh ini melibatkan dialog. Mau tidak mau saya
belajar untuk menyelami rentetan peristiwa yang dipaparkan. Penting pula untuk
memperhatikan tekanan-tekanan kata-kata dan nada bicara saat dialog, karena
pasti mengandung penyelesaian dari masalah atau justru masih menjadi dilema136
.
Ketika bertemu dan berbagi kisah, terdapat pula perpindahan pengetahuan.
134
Gary S, Gregg, “Identitiy in Life Narratives”, Narrative Inquiry; January 2011, Vol. 21 Issue:
Number 2, 320. 135
Sebagai keabsahan dari penelitian kualitatif, saya akan memberikan menit dan detik saat
narasumber mengatakan hal yang saya tuliskan pada narasi. Silakan bisa dicek ulang pada hasil
rekaman yang menjadi lampiran pada karya tulis saya ini. Khusus untuk Vincentius Tjahyono
Santosa, saya akan menggunakan sudut pandang orang pertama layaknya tren narasi untuk Teologi
Proyek Fakultas Teologi Wedabhakti. 136
Jose Gonzales Moteagudo, “Jerome Bruner and the Challenges of the Narrative Turn; Then
and Now”, Narrative Inquiry; January 2011, Vol. 21 Issue: Number 2, 296-298.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Bagaimana pun juga manusia tidak akan kehilangan cerita. Dengan
berbagai macam pengalaman diri atau dari pengalaman luar diri, terserap dalam
kehidupan. Sisi lain yang punya kekuatan ialah jati diri sebagai orang Indonesia.
Akar budaya tak bisa dicabut.
Kematangan sebuah identitas terlihat dari jati diri ketika seseorang dapat
merasa damai dan leluasa saat menceritakan dan memaknai pengalaman
pribadinya. Kesulitan pokoknya, yang kiranya dialami juga oleh kebanyakan
orang, ialah kesulitan untuk mengenal diri secara mendalam. Orang sungguh
tertipu oleh gambaran diri yang keliru sehingga tidak menjadi dirinya yang seasli-
aslinya. Sedari kecil, manusia telah menerima bekal entah itu sebagai bawaan dari
warisan leluhur maupun dari lingkungan setempat. Keduanya ini mempunyai
kekuatan dalam membentuk kepribadian. Aspek hidtoris seseorang menyatakan
bahwa manusia memang pertama-tama menginternalisasi pengaruh dari luar.
Seseorang bisa berpendapat tertentu karena pengaruh dari luar. Kematangan
pribadi bukan hanya diukur dari proses menuruti bentuk baku dari tata hidup
kelompok melainkan juga proses penyimpangan-penyimpangan yang dapat
dipertanggungjawabkan secara moral137
.
3.6.2.1 Identity Diffusion
Intan Surtani: Menjadi Diriku yang Sebenarnya
137
Jerome Bruner, Acts of Meaning, Harvard University Press, Cambridge 1990, 68.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dengan sikap malu-malu Intan menyapa saya. Kami kemudian memilih
tempat duduk yang dirasa nyaman untuk ngobrol. Begitu pula saat saya minta
Intan untuk memilih menu makanan dan minuman, ia lebih banyak mengatakan
“terserah frater aja”. Tanggapan Intan ini menunjukkan bahwa ia sungguh
memiliki identitas Diffusion. Hal ini terlihat dalam setiap pertanyaan di ranah
religius dikenal karena keringkasan jawaban yang ia berikan, seperti halnya
jawaban “enggak”, “tidak tahu”. Hal ini membuat saya untuk semakin membuat
keadaan lebih cair.
Sembari menunggu pesanan makanan yang kami pesan, saya mulai dengan
pertanyaan-pertanyaan mengenai identitas diri dan latar belakang keluarga.
Karena latar belakang keluarga sesorang turut serta dalam pembentukan identitas
diri seseorang. Diakui olehnya, bahwa ia menjadi katolik semenjak bayi. Dalam
didikan keluarga Katolik yang sederhana, di mana ada tradisi untuk meluangkan
waktu untuk berdoa bersama dengan seluruh anggota keluarga.
Diffusion dikenal karena kurangnya perhatian mereka tentang keseluruhan
lingkup ideologis. Mereka cenderung melihat masalah-masalah kehidupan sebagai
pemborosan waktu.138
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Intan Suryani ketika
menghadapi sebuah masalah ia lebih sering memendamnya sendiri, dan tidak mau
berbagi kepada kedua orang tuanya.139
Bahkan dalam hidup keseharian ia
merasakan menjadi manusia yang anti sosial di kalangan teman-temannya. Orang
beridentitas Diffusion tidak menemukan apa-apa dalam perenungan tentang hal-
138
James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”
dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 223. 139
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Intan Suryani, Rabu, 22 November 2017, baris
191-195.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
hal semacam itu agar memuaskan - pemikiran tentang makna hidup yang tidak
banyak menyenangkan. Seringkali, orang beridentitas Diffusion akan membangun
sistem ideologis yang mereka inginkan, agar orang lain mempercayainya. Artinya,
ideologi menjadi seperti mata uang yang dapat mereka tukar sebagai tanda-tanda
rasa hormat, dan bahkan rasa sayang dari orang lain. Hal ini juga terlihat di dalam
diri Intan, ia mengatakan “kalau semisal, saya tahu sebelumnya, kalau saya maju
mencalonkan diri, dan kemudian justru putus cinta dan sebagainya […], saya
mendingan tidak maju.”140
Intan membangun sebuah ideologinya sendiri,
sehingga teman-temannya memberikan rasa hormat akan apa yang telah Intan
alami. “Jangan seperti itu, kamu tu sudah sampai di sini dan begini, begitu
[…].”141
Secara umum informan menyebut, bahwa Allah itu ada. Mungkin tidak
ada bukti material, tetapi mereka dapat mempertaruhkan hidupnya kepada Allah.
Pemaknaan ini misalnya diungkapkan oleh: Intan Suryani, ia mengatakan bahwa
Allah berbicara dan bertindak kepadanya melalui bentuk-bentuk perasaan yang ia
alami, ketika ia sedang berjuang dalam menghadapi suatu masalah. Ia merasa
bahwa Allah sungguh-sungguh memperhatikannya, dan ia dapat melakukan
sesuatu untuk mengatasi masalah tersebut.142
Suatu waktu ketika salah seorang
sahabatnya meninggalkannya, ia berpikir tentang situasi sulit yang dihadapinya
dan menangis. Dia berkata: “Tuhan itu ada, dan baik sama aku, hadir lewat teman-
140
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Intan Suryani, baris 212-215. 141
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Intan Suryani, baris 218-220. 142
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Intan Suryani, baris 416.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
teman dekat yang selalu men-suport aku, jadi mereka benar-benar tahu saat aku
punya masalah dan aku mencoba untuk menyembunyikannya.”143
Penulis memperhatikan soal iman dalam pembicaraan Intan tentang
agamanya dan tentang Allah. Dalam menganalisis iman, penulis mengacu pada
gagasan Tom Jacobs perihal analisis iman.144
Penulis perhatikan juga refleksinya
tentang masa lalu dan masa depannya, dan tentang usahanya mengatasi difusi
(kekacauan, kebingungan) kehidupannya dalam jangka waktu setahun yang lalu,
serta menjadikannya satu kesatuan yang dapat diandalkan.
Agama Membentuk Kepribadian Seseorang Hingga Menjadi Seorang
yang Dewasa
Bagi Intan Suryani agama sangatlah penting dalam membentuk
kepribadiannya hingga menjadi seorang yang dewasa. Ia mampu membedakan
mana yang baik dan buruk, juga dalam hal mengenal dosa, sebagai contoh saat ia
hendak membolos kuliah. Selain itu agama juga mengingatkan dia akan Allah
yang selalu menjaga, dan melindunginya, sebagai contoh: saat ia melihat
kecelakaan di jalan, ia ingat akan penyertaan Allah. Namun, ketika ia ditanya
bagaimana proses dari agama hingga menjadi iman, Intan hanya menjawab “Ya
sudah, tetapi gak perlu dipikir-pikir dan kemudian tidak perlu sampai pada
143
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Intan Suryani, baris 302-309. 144
“Bagaimana perkataan manusia dikenal dan diakui sebagai firman Allah”. Tom Jacobs,
Paham Allah, 113-115.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dipecahkan masalah itu, dan itu hanya kepikiran saja.”145
Bagi penulis hal inilah
yang menunjukkan bahwa ia berada pada tingkat Identity Diffusion. Karena bagi
penulis menjadi sulit dipercaya untuk seorang mahasiswa yang hanya menerima
idiologi tanpa ada eksplorasi dan komitmen. Meskipun dalam analisa iman Tom
Jacobs menyebutkan bahwa: “Seluruh proses iman sudah merupakan iman:
Membuka diri untuk firman Allah. Tidak bisa dibedakan antara fase pikiran dan
fase iman dalam proses itu.”146
Penekanan pada diri Intan akan “keterbukaan” ini
mengingatkan penulis, bahwa kata itu bisa berarti “kosong” dan juga “reseptif.”147
Hal ini juga terlihat dalam sifatnya yang tertutup, ragu-ragu atau kurangnya
keberanian di dalam dirinya, yang menunjukkan sama sekali tidak ada komitmen
dan eksplorasi, seperti halnya apa yang menjadi ciri dari identitas Diffusion.
Allah itu Selalu Ada
Dalam wawancara dengan Intan Suryani, ia menyebut bahwa Allah itu ada
relevan untuk memahami hubungan pribadi antara manusia dan yang tidak tampak
tetapi nyata dan penuh rahasia tidak tergapai oleh pikiran dan pemahaman
jasmani. Intan mengatakan bahwa:
Saya bisa merasakan Allah, Tuhan itu ada, dan baik sama aku,
lewat teman-teman. Allah…itu selalu ada. Ketika saya
145
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Intan Suryani, baris 568-571. 146
Tom Jacobs, Paham Allah, 113. 147
Tom Jacobs menyebutkan bahwa: “’Pantas dimani’ sudah merupakan pengertian iman. Dan
proses iman sebagai perkembangan sikap penyerahaan membawa perkembangan dalam kesadaran
dan kepastian juga.” Tom Jacobs, Paham Allah, 113.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
membutuhkan, atau pun ketika saya tidak membutuhkan Allah itu
selalu ada. Terkadang dalam beberapa kejadian justru hal tersebut
mengingatkan saya akan Allah. Misalnya, saat melihat kecelakaan
di jalan, Ya Tuhan.., untung tadi saya mampir dulu ke sini, untuk
saya begini, tidak melewati jalan ini duluan, habis itu langsung
saya teringat akan Tuhan. Kemudian, saya mengucap syukur,
karena kecelakaan itu tidak terjadi pada diri saya. Jadi, entah
dibutuhkan, entah tidak Allah itu selalu ada dalam hidup saya.
Dan, ketika saya merasa butuh Allah pun, Allah itu selalu ada buat
saya. Juga ketika saya berbuat dosa pun, saya merasa bersalah,
merasa diingatkan untuk tidak berbuat dosa lagi. Dan kalau saya
berbuat dosa kembali, karena saya lupa, saya minta maaf lagi. Bagi
saya, Allah itu selalu ada. Entah…entah di mana, kapan, Allah itu
selalu ada. Dan, terkadang niatan untuk berbuat jahat, misalkan
ingin bolos kuliah, kemudian diingatkan, ‘setelah kamu bolos nanti
begini…begini’, tidak tahu itu pikiran dari mana, tetapi itu selalu
ada. Terkadang bingung juga sih memahani Allah semacam apa,
karna Allah tidak bisa digambarkan, masih tidak tahu bentuknya
seperti apa.148
Dari proses ini, Intan Suryani berproses mengalami Allah dalam
kehidupannya sehari-hari dan menghadirkannya dalam tindakan sehari-hari. Dari
semula sudah harus ada sikap iman, biarpun masih mencari Allah. Dengan
demikian dasar iman adalah pengalaman keselamatan. Sikap Intan menunjukkan
ciri lain lagi dalam tahap ini, ketika ia berbicara tentang batas-batas pengetahuan
dan mengakui kedalaman misteri yang hendak ia hayati berdasarkan keyakinan
dan kepercayaan intinya. Ketika Intan ingin memiliki perasaan benci kepada
teman laki-laki yang telah membuatnya bersedih, tetapi ia tidak bisa untuk
membencinya. Intan hanya mengatakan “saya tidak bisa membenci dia, tidak tahu
mengapa.”149
Sambil merengek seperti anak kecil, Intan tidak mencoba untuk
mencari, mendasari pengalaman tersebut. Saya menyadarkan bahwa itu sungguh
148
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Intan Suryani, baris 415-447. 149
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Intan Suryani, baris 247-250.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tindakan yang sungguh luar biasa, yang sungguh patut untuk disyukuri. Tidak ada
tuntutan Yesus yang mustahil dilakukan manusia. Mengampuni tanpa batas, itu
bukan sesuatu kemustahilan jika Anda sudah terintervensi oleh pengalaman Allah.
memberikan pipi kanan dan kiri, bukanlah tindak kebodohan; tidak ada istilah rugi
dalam kebersatuan dengan Allah, tidak ada takdir yang membuat orang menjadi
pasrah bongkokan, tidak ada ketidakadilan sosial, tidak ada kekerasan, jika kita
sampai pada Allah. Ada sebuah pengalaman transenden yang tidak bisa ia
jelaskan, dan ia mengerti, ketika ia tidak bisa untuk membenci seseorang. Ada
proses iman sebagai perkembangan sikap penyerahan membawa perkembangan
dalam kesadaran dan kepastian juga.
Yesus, Pewahyuan dari Allah
Yesus itu adalah utusan Allah, Yesus itu perwahyuan dari Allah. Intan
menuturkan bahwa:
sebetulnya Gusti itu ada satu, tapi ada tiga, pokoknya seperti
itulah… dan itu juga masih proses pembelajaran saya juga sih.
Allah, Putra dan Roh Kudus… Entah di mana, kapan, Allah itu
selalu ada. Terkadang binggung juga memahani Allah semacam
apa, karna Allah tidak bisa digambarkan, masih tidak tahu
bentuknya seperti apa.150
150
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Intan Suryani, baris 395-398, 445-450.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dari penuturan Intan Suryani, muncul sebuah pemaknaan akan pribadi Yesus,
yaitu selalu ada, dan selalu mendampingi. Meskipun ia kebingungan dalam
memahami Allah itu seperti apa.
Para remaja mengalami kehadiran Yesus dalam peristiwa hidup sehari-hari
dengan cara yang sederhana. Yesus tidak dialami sebagai pribadi yang jauh tetapi
selalu ada dan mendampingi di dalam kehidupan sehari-hari. Ia menjadi sumber
kedamaian pribadi-pribadi yang berani berpasrah kepada-Nya dan mengikuti Dia.
Lebih dari itu, mengikuti Yesus bukan berarti hanya mencapai kedamaian pribadi
saja. Mengikuti Yesus juga berarti terlibat di dalam kehidupan sosial,
berorganisasi di IKMK. Hanya saja muncul kesadaran pribadi bahwa tidak jarang
mereka lupa dan mengalami pengalaman menjauh dari Yesus meski sebenarnya
Yesus selalu ada bersama dengan mereka. Intan Suryani mengatakan bahwa
“Manusia itu juga punya nilai manusiawi juga kan Ter.., ha..haha
(tertawa kecil), jadi ketika saya berbuat dosa pun, saya merasa
bersalah, merasa diingatkan untuk tidak berbuat dosa lagi. Dan kalau
saya berbuat dosa kembali, karena saya lupa, saya minta maaf lagi,
ha… haha (tertawa). Kalau, bagi saya sih Allah itu selalu ada.
Entah…entah di mana, kapan, Allah itu selalu ada…Dan, terkadang
pun ini, niatan berbuat jahat, misalkan pengen mbolos kuliah, habis
tu kemudian diingatkan, ‘setelah kamu bolos nanti begini…begini’,
ha…haha (tertawa) tidak tahu itu pikiran dari mana, tetapi itu selalu
ada.. ha…haha.
Terkadang binggung juga sih memahani Allah semacam apa, karna
Allah tidak bisa digambarkan, masih tidak tahu bentuknya
bagaimana…”151
.
151
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Intan Suryani, baris 321-339.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Allah Hadir dalam Kehidupan
Mengenai saat dan tempat bagi para remaja merasakan Allah yang
sungguh hadir di dalam kehidupannya, Intan lebih merasakan kehadiran dan
penyertaan Allah ketika ia dalam situasi sedih/malang. Namun, ketika Intan
merasakan kebahagiaan, ia tidak selalu ingat akan keberadaan Allah. Intan juga
pernah merasakan ada sebuah kerinduan untuk makan malam bersama, doa
malam bersama dengan seluruh anggota keluarganya. Kebiasaan tersebut sedikit
luntur semenjak Intan sibuk dengan kegiatan perkuliahan dan berorganisasi dalam
IKMK. Namun, kebiasaan doa itu tetap ada, hanya pada moment-moment
tertentu, misalnya: berdoa untuk salah satu anggota keluarga yang merayakan hari
Ulang Tahunnya, mendoakan arwah leluhur yang telah meninggal dunia, dan lain-
lain.
Kerinduan itu terobati ketika Intan bergabung dalam organisasi IKMK di
kampusnya. Intan merasakan bahwa IKMK telah mampu mengubah, dan
membentuknya menjadi pribadi yang lebih dewasa. Intan juga merasakan bahwa
di dalam organisasi IKMK Allah itu hadir, dan menolong Intan. Ketika Intan
mengikuti Latihan Kepemimpinan di IKMK, ia tidak menyadari bahwa program
latihan ini ditujukan bagi mereka yang mempunyai keinginan untuk menjadi
pengurus di IKMK. Karena, Intan merasa tidak tega melihat teman-teman
Mahasiswa baru yang belum mengenal sekali IKMK harus maju dan mencalonkan
diri sebagai ketua; Intan maju dan mencalonkan diri. Dan akhirnya Intan terpilih
menjadi ketua IKMK periode 2017-2018. Kejadian inilah yang membuat Intan
jatuh, ada pula keinginan untuk mengundurkan diri dari ketua IKMK. Hal ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
membuat Intan mencari Tuhan, dan ia selalu berdoa “Tuhan, buatlah aku terlihat
baik-baik saja di depan dia.”152
Selain itu juga Intan merasakan penyertaan Tuhan
melalui teman-temannya yang selalu memberikan dukungan kepada Intan.
Dari keterangan di atas, disimpulkan dua macam saat Intan sungguh
mengalami, merasakan kehadiran Allah. Pertama, pengalaman akan Tuhan
memang banyak dialami dalam momen-momen doa tertentu, terkhusus doa
bersama dengan seluruh anggota keluarga. Kedua, Tuhan dialami dalam
pengalaman hidup harian, terkhusus di dalam Intan berorganisasi di IKMK. Selain
itu, Intan merasakan dukungan dari teman-teman di sekitarnya. Dalam hal ini,
proses iman sebagai perkembangan sikap penyerahan membawa perkembangan
dan kesadaran dan kepastian di dalam hidup Intan.
Penjelasan mengenai waktu dan tempat kaum remaja menemukan
kehadiran Allah menunjukkan bahwa diperlukan waktu dan tempat yang khusus
mengalami bertemu, merasakan kehadiran Allah, dan berelasi dengan-Nya. Walau
begitu, tiap hari, Intan juga merasakan serta mengalami kehadiran Allah di dalam
batin maupun di dalam tindakan baik yang ia lakukan. Proses iman akan dapat
dimengerti, jika kesaksian lahir dan batin menjadi satu.
Semakin Dewasa, Semakin Tahu
Ketika penulis mempertanyakan hal ini kepada Intan, ia menjawab
“Mungkin, iya juga sih ya, kalau semakin dewasa seseorang seharusnya semakin
152
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Intan Suryani, baris 486-488.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lebih ini sih pemahamannya. Mungkin wawasannya lebih terbuka, lebih ke...
Kalau saya sendiri sih, semakin dewasa semakin tahu sih”153
. Intan merasakan
semacam semakin tumbuh dewasa ia semakin terbuka, dan semakin tahu. Iman
juga merupakan pengetahuan, atau lebih tepatnya disebut “mengenal”. Dan aspek
pengetahuan ini berkembang.
3.6.2.2 Identity Foreclosure
Pada tingkat Identity Foreclosure, terutama dalam agama, biasanya
mereka adalah pribadi yang teguh pada iman masa kecil mereka.154
Hampir semua
pribadi pada tingkat Identity Foreclosure adalah peribadi yang berkomitmen;
Sedangkan pada tingkat Identity Foreclosure atau Achievement, kepercayaan
mereka berbeda dari orang tua mereka, dan berbeda dari kepercayaan yang
mereka pegang/kelola sejak anak-anak.155
Namun ada pula responden yang
mengklaim keyakinan agama yang tidak sama seperti yang dipegang orang
tuanya, namun dengan komitmen yang sangat lemah.
Dalam tingkat Identity Foreclosure, Allah dirasakan hadir dalam hidup
pribadi dalam bermacam-macam bentuknya. Secara garis besar para responden
mengalami kehadiran Tuhan di dalam kehidupan mereka. Hal ini menjadi proses
yang terus menerus diusahakan untuk selalu dekat dengan Tuhan.
153
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Intan Suryani, baris 540-544. 154
James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”
dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 225. 155
James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”
dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 225.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ibnu Cahyo Susanto: Sang Pencari Makna Kasih
Ibnu Cahyo Susanto, mengungkapkan bahwa: “saya dibesarkan di sebuah
keluarga Katolik yang tidak mengharuskan dari setiap anggotanya untuk memeluk
keyakinan Katolik.”156
Tetapi apa yang dimaksudkan menghayati iman Katolik?
“Menghayati iman Katolik” adalah suatu gagasan, maka perlu adanya sebuah
klarifikasi dengan apa yang dimaksudkan, sehingga kita mengerti apa realitasnya.
Kalau “menghayati iman Katolik” yang dimaksudkan itu adalah berbuat amal
kasih, cinta damai, bisa membuat tanda salib, hal-hal tersebut sama sekali tidak
menunjukkan penghayatan iman Katolik. Orang tak beriman pun dapat
melakukannya. Dengan latar belakang iman itu, kita pasti mempunyai ungkapan
iman yang diwartakan oleh agama kita. Sejauh penulis mengenal, Yesus pun
dibesarkan dalam tradisi agama Yahudi. Yesus tidak dibiarkan hidup ‘bebas’ tidak
mengenal imannya. Dan pada saatnya, Ia membongkar praktek keagamaan yang
tidak sesuai dengan inti agama, yaitu iman. Ia masih menjalankan juga adat
Yahudi tetapi ia konsisten dengan iman yang ada padanya. Iman kepada Allah
Bapa-Nya yang satu-satunya itu. Ajaran-Nya, proklamasi-Nya sebagai Anak
Allah yang sungguh menjadi hojatan bagi orang sezaman-Nya. Yesus
menunjukkan inti dari agama yang sesungguhnya, tetapi karena orang terlekat
pada agama, pendangkalan agama, orang mencemoohnya.
Orang yang terlekat pada agama akan mudah sekali dipermainkan oleh
perubahan praktek keagamaan. Orang yang terlekat pada agama akan dihantui
156
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Ibnu Cahyo Susanto, Sabtu, 25 November
2017, baris 8-9.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
oleh rasa bersalah yang sangat besar ketika kemalasan menjalankan kewajiban
agama muncul. Orang yang terlekat pada agama akan mengkritik habis-habisan
orang yang tidak pernah ke gereja, sholat di masjid, dan sebaginya. Dalam hal ini
seperti yang disebutkan pada bagian sebelumnya, kurangnya komitmen lebih
diutamakan daripada kurangnya periode eksplorasi, dan individu disebut memiliki
identitas Diffusion, bukan Foreclosure. Hal ini diperlihatkan dengan pemahaman
Ibnu, menjadi orang Katolik yang penting pergi ke gereja, dan menerima Hosti
(menyambut Tubuh dan Darah Kristus). Selain pemahaman tersebut, tingkat
Identity Foreclosure pada diri Ibnu ditunjukkan dari keinginannya untuk
menemukan pemahaman yang lain dalam agama Islam, Hindu dan Budha. Hal ini
ia lakukan ketika masih SMA. Hingga pada akhirnya Ibnu menemukan makna
kasih yang sesungguhnya, yang hanya dimiliki dalam keyakinan agama Katolik,
agama yang telah ia anut sedari kecil sebagai warisan keluarga.
Agama guna Pegangan Hidup
Ibnu, yang menganggap “agama itu penting. Karena agama buat pegangan
hidup. Karena seseorang itu butuh hal-hal yang untuk dipercaya. Selain itu agama
mengatur yang baik dan benar, baik dan salah”.157
Dengan kata lain, orang yang
tidak beriman akan memandang agama hanya sebagai sebuah kewajiban. Orang
yang tidak sampai pada iman akan merasa bahwa agamanya adalah yang terbaik.
Namun ia berkeyakinan bahwa setiap agama saling memiliki perbedaam di dalam
157
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Ibnu Cahyo Susanto, baris 139-141; 145-147.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keyakinan, namun Allah tetap satu.158
Dalam hal ini Ibnu menunjukkan sikapnya
yang pluralis, ketika ditanya seandainya mempunyai anak nanti, apakah ia akan
mendidiknya secara katolik? Ibnu menegaskan bahwa ”anakku tetep aku kenalin
ke semua kepercayaan, karena Tuhan itu luas, Allah itu luas”.159
Ya kalau begitu, kita musti kembali lagi bertanya, untuk apa agama? Ya
untuk apa lagi kalau bukan untuk mengungkapkan iman itu? Apa harus dengan
agama? Tentu tidak… semua itu bergantung pada pewahyuan yang Anda terima.
Kalau memang anda merasa tergerak oleh pewahyuan kalimat, ya silahkan hayati
iman Anda berdasarkan kalimat-kalimat yang Anda sucikan itu. Jikalau Anda
merasa perwahyuan Anda terima dari person tertentu, maka coba saja Anda hayati
iman itu dengan mengikuti, mengadakan persatuan batin dengan person itu.
Pengalaman Allah dalam Arti Kasih
Ibnu menafsirkan pengalaman Allah dalam arti kasih. Pengalaman itu ia
alami sewaktu di Batam. Di mana Ibnu melakukan hal yang jahat kepada seorang
temannya. Namun, teman itu tetap mengasihinya, dengan selalu mengajaknya
pergi ke gereja, bahkan mengajaknya untuk mengikuti rekoleksi bersama. Ibnu
merasakan ada kasih yang membuatnya merasa nyaman dalam ia beragama,
memberikan semangat tersendiri untuk pergi ke gereja. Bagi Ibnu, kasih adalah
suatu hal yang tidak masuk akal. “Kita dibenci orang, tetapi kita harus
158
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Ibnu Cahyo Susanto, baris 173-174. 159
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Ibnu Cahyo Susanto, baris 200-201.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memaafkannya. Disalib, tapi tetap mendoakan mereka yang menyalibkanNya”.160
Anda bisa mengerti bagaimana kita menunjukkan jalan yang baik kepada orang
lain dan kita sendiri memilih jalan yang lain. Yesus sama sekali tidak memberikan
indikasi itu. Ia mengajarkan apa yang Ia hayati bahkan sampai kata-kata
pamungkasNya, “Kalau biji itu tidak mati, ia tidak akan menghasilkan buah”. Ia
menjalani kematian-Nya juga, Ia menjalani proses oleh kebanyakan orang yang
dinilai sebagai kegagalan (Oleh sebagian orang berefleksi bahwa Yesus yang
kudus itu disalibkan ditolak mentah-mentah karena mereka menganggap tidak
mungkin Allah gagal. Maka mereka menyusun cerita suci bagaimana Yesus itu
menyelamatkan diri sehingga yang disalib akhirnya Yudas).
Yesus sebagai manusia yang pada akhirnya menjelaskan bagaimana
dimungkinkan juga ke-Allahan Yesus. Yesus menelanjangi kemanusiaan-Nya
sehingga Ia juga mengalami keallahan yang sejati. Yesus sungguh menghayati
hidup yang sejati, yang terarah pada Allah sebagai pusat hidup manusia.
Penghayatan hidup-Nya menunjukkan kepada kita bahwa sudah selayaknya
manusia terarah pada kesatuan dengan Allah yang sempurna, kembali kepada asal,
dan kembali kepada sumber. Yesus adalah manusia, Ia bisa dijadikan satu-satunya
model untuk menghayati hidup yang sejati. Ia menjadi satu-satunya model untuk
menjadi Anak Allah, menjadi manusia yang sempurna, yang secitra dengan Allah.
160
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Ibnu Cahyo Susanto, baris 66-70.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Yesus adalah Sang Penolong
Konsep-konsep itu antara lain muncul dari bayang-bayang yang berbeda-
beda, meskipun realitas yang hendak ditunjuk sebenarnya sama. Kalau Anda
pernah membaca cerita yang dikisahkan Anthony de Mello tentang dua orang buta
yang ‘melihat’ seekor gajah, Anda mungkin akan mendapatkan gambaran yang
cukup tepat bagaimana konsep dua orang itu tentang gajah berbeda-beda. Ibnu
yang memaknai Yesus adalah penolong, Yesus adalah utusan Allah, Ia itu Anak
Allah. Ibnu tetap percaya pada konsep Tritunggal, bahwa Yesus itu Anak Allah,
meskipun ia mempelajari banyak agama, namun ia tetap percaya dan memegang
konsep Tritunggal.
Allah Hadir dalam Teman-temanku
Ibnu yang merasakan Allah itu hadir dalam diri teman-temannya yang
selalu baik dengan Ibnu. “Padahal dia itu sudah aku jahatin, tapi dia nya tetap mau
mengajak saya pergi ke gereja, mengajak untuk ikut rekoleksi dan sebagainya”.161
Dalam arti inilah, saya katakan Tuhan menyamar. Kita tidak menduga bahwa
sesama kita itu adalah ‘Tuhan’. Kita tidak mengira bahwa Tuhan hadir dalam
setiap makhluk karena konsep kita yang terbatas tentang kehadiran Tuhan. Tuhan
kita batasi dalam konsep kita sendiri: kalau Tuhan hadir dalam orang ini, orang ini
harus begini begitu. Jadi, memang Sabda itu telah menjadi manusia dan tinggal di
161
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Ibnu Cahyo Susanto, baris 21-32.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
antara kita. Kalau kita memahami manusia sebagai pribadi Yesus saja, ya itu
karena Yesus memang menjadi pelaksana Sabda yang sempurna sehingga
akhirnya pengikut-Nya mulai mengenali-Nya sebagai Putra Allah. Selain itu Allah
juga hadir di tempat ziarah, seperti: Gua Maria. Seseorang bisa mengatakan
kepada Tuhan, siapa dirinya. Dia bisa mengakui diri sebagai pendosa yang suka
berbohong atau apapun kelemahannya. Dalam suasana kedekatan dengan Tuhan
itulah, orang lalu menyerahkan diri kepada Tuhan, dan memohon rahmat dengan
kerendahan hati.
Keterkaitan Identitas Religius dan Paham Allah
Ibnu menggungkapkan antara Identitas Religius dan Paham Allah saling
terkait. Dengan semakin dewasa, seseorang seharusnya pemahaman akan Allah
mereka berkembang. Ibnu menggambarkan ketika ia masih kecil, ia tidak paham
akan siapa itu Allah. Dan ia pun juga belum bisa mendiskripsikan Allah itu
semacam apa. Tetapi sekarang Ibnu dapat memahami bahwa Allah sebenarnya
sama.162
Kebersatuan dengan Allah, bagi kita manusia, tidak lain adalah
kebersatuan dengan yesus Kristus. Bersatu dnegan Yesus Kristus bukan sesuatu
yang mistik begitu saja dengan gambaran seperti cerita-cerita klasik tentang
ngraga sukma.
Saya teringat sabda bahagia Yesus: berbahagialah mereka yang murni
hatinya, karena merekalah yang akan melihat Allah. Saya juga mulai memahami
162
Bdk. Lampiran 4, Transkrip Wawancara dengan Ibnu Cahyo Susanto, baris 165-174.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengapa yesus mengatakan “kalau kamu tidak menjadi seperti anak kecil ini,
kamu tidak akan masuk dalam kerajaan Surga”. Orang yang murni hatinya
sungguh-sungguh akan menjadi peka, bisa mendengar suara Allah. Semakin orang
sadar, semakin ia menuju, bersatu dengan Allah dan semakin ia bersatu dengan
Allah semakin ia sadar. Dengan kata lain, manusia sebenarnya memiliki rahmat
yang sejak awal diberikan Allah sendiri untuk menganggapi rahmat yang lebih
besar. Dalam hal ini tampak bagaimana Allah berinisiatif memberikan rahmat,
dan sebenarnya manusia sendiri sudah memiliki kemampuan khusus untuk
menanggapi rahmat tersebut.
Theresa Sekar Wening: Sang Pendoa
Theresa Sekar Wening, mengungkapkan pengalamannya saat tidak lolos
dalam SMM UGM.
Begitu pengumuman SMM, saya tidak lolos. Dan pada waktu itu
saya menangis, kemudian saya bilang ke Ibu, ‘Bu…lha aku tu
sudah berdoa macam-macam, kok Tuhan tidak mengabulkan doa
saya. Tuhan ini bagaimana to?’ Kemudian Ibu menyadarkan saya,
‘lha kalau mindset’mu seperti itu salah. Sudah.., sekarang kamu
berdoa mohon ampun karena sudah menyangsikan Tuhan. Pasti
ada jalan lain’. Kemudian saya berdoa sambil nangis-nangis
begitu.163
Begitu juga saat Thesa protes terhadap Tuhan, “Tuhan tu gimana to.., apa saya ini
salah dalam berdoa ya?”164
Karena dalam berdoa, Thesa mengucap ”Tuhan
163
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Theresa Sekar Wening, Rabu, 22 November
2017, baris 147-157. 164
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Theresa Sekar Wening, baris 61-62.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berilah bapak-ibu rejeki yang secukupnya.”165
Thesa menjelaskan maksud dari
kata doa itu “dulu saya berpikir, kenapa pada waktu itu saya berdoa seperti itu,
supaya aku akan selalu berdoa tu lho Ter. Hari ini saya berdoa, besok saya berdoa,
dan untuk kelangsungan kehidupan selanjut-selanjutnya.”166
Hal ini
memperlihatkan bahwa responden mengklaim keyakinan agamanya sama seperti
yang dipegang orangtuanya, sudah ada komitmen namun masih sangat lemah.
Thesa juga mengungkapkan bahwa: “saya tidak lagi berpikiran seperti dahulu,
yang menyangsikan Allah. Namun lebih menyadari akan keadaannya, ‘capai ya
gimana, harus dijalani’”.167
Hal ini menunjukkan bahwa Thesa memiliki
kepercayaan yang sudah berkembang jika dibandingkan dengan apa yang Thesa
pegang/kelola di masa sebelumnya.
Kesadaran yang dialami Thesa seperti dikisahkan di atas memerlukan
sebuah latihan. Jadi, jangan mengira bahwa kita sudah merasa ada dalam
kesadaran sempurna. Keadaan kita akan terus berkembang dan itu hanya mungkin
kalau kita pertajam melalui refleksi, doa formal, dan jangan kaget ilmu-ilmu yang
kita peroleh di bangku sekolah juga menjadi pondasi bagi kesadaran kita. Kita
tidak punya alasan untuk tidak belajar, kita tidak punya alasan untuk tidak
mengetahui ilmu sosial, kebudayaan, politik dan sebagainya.
Ada saatnya pula Yesus menyendiri untuk berdoa, untuk membina relasi
dengan Bapa-Nya. Hal tersebut sama sekali tidak berarti selama berkarya dan
bertindak, Yesus tidak membina relasi dengan Allah Bapa. Tentu Ia juga sadar
bagaimana Bapa-Nya tinggal di dalam diri-Nya dan dalam sesama. Pengunduran
165
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Theresa Sekar Wening, baris 63-64. 166
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Theresa Sekar Wening, baris 65-69. 167
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Theresa Sekar Wening, baris 297.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
diri Yesus dari kerumunan orang, pada akhirnya menjadi saat ketika Ia
mempertajam kesadaran-Nya. Dalam doa-doa yang Thesa lakukan menjadi
latihan kesadaran baginya.
Agama Sarana untuk Bersyukur
Thesa menggungkapkan bahwa ia bangga lahir dan dididik dalam keluarga
Katolik. Karena dengan beragama ia mampu mengenal Allah yang telah
mencukupi seluruh kebutuhannya, dan hingga akhirnya ia mampu bersyukur
dilahirkan di dalam keluarga Katolik.168
Dari ungkapan Thesa, saya melihat bagai
mana diungkapkan dalam pepatah “lain ladang, lain belalang”. Hal ini persis
seperti yang diungkapkan Yesus tentang perumpamaan penabur yang benihnya
ada yang jatuh di bebatuan, di ilalang, dan di tanah yang subur. Tentu saja kalau
benih itu jatuh di batu akan berbeda pertumbuhannya dengan benih yang jatuh di
tanah subur.
Pengalaman Allah sebagai Pemberi Segalanya
Thesa mengatakan bahwa Allah sebagai pemberi segalanya. Pengalaman
tersebut muncul di saat rumah tidak ada makanan, tiba-tiba tetangga datang dan
168
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Theresa Sekar Wening, baris 410-411.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memberi makanan.169
Pengalaman Allah juga hadir ketika Thesa kebingungan
saat hendak Ujian Akhir Sekolah, dan dengan tunggakan uang SPP yang beberapa
bulan belum dibayarkan. Perasaan hati tidak nyaman, semacam “kemrungsung”
memenuhi ruang hati Thesa. Darimana orang tua-nya akan mendapat uang?
padahal Thesa melihat usaha bapaknya sudah cukup keras. Dari kejadian ini,
Thesa berproses mengalami Allah dalam pengalaman kehidupan sehari-hari dan
menghadirkannya dalam tindakan untuk selalu berserah pada kehendak Allah.
Karena Allah memiliki seribu satu cara agar kehendak-Nya itu terwujud. Proses
ini memperlihatkan bahwa Thesa memiliki komitmen dalam pengalamannya akan
Allah dalam kehidupan kesehariannya. Namun dari sisi eksplorasi tidak ada.
“Percaya” atau komitmen disamakan dengan “stabilitas” yang mungkin mengacu
pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Yesus itu Bapak
Bagi Thesa, Allah bersifat pribadi. Walaupun beberapa gambaran konkret
dari tahap yang terdahulu tetap hidup dalam bagian-bagian berikutnya, gambaran-
gambaran Thesa yang dominan tentang Allah memiliki kualitas khas, yakni:
pemberi segalanya, dan Yesus itu seperti kedekatannya dengan bapaknya. Hal ini
terlihat saat dasar kebenaran dari keyakinannya berasal dari apa yang diajarkan
kepadanya dan apa yang dirasakannya. Dalam hal ini kesadaran bahwa Yesus
selalu dekat dan bisa selalu didekati seperti halnya seorang bapak menjadi
169
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Theresa Sekar Wening, baris 244-253.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kesadaran pribadi yang menggema di hati Thesa. Thesa meyakini bahwa dengan
niat dan tujuan bahwa Allah itu selalu menyertai, Allah pasti menolong dan
mengabulkannya.
Allah Hadir dalam Setiap Kebutuhanku
Pada saat Thesa menjalani perkulihan di Perguruan Tinggi, ia merasakan
Tuhan sudah mengatur segalanya.
Buktinya saya di sini dapat mengambil berapa SKS, dan di sana
dapat mengambil berapa SKS, dan semua itu dapat balance. Saya
tidak berpikiran seperti dahulu, yang menyangsikan Allah, namun
lebih pada ‘capai ya gimana, harus dijalani’. Paling tidak saya
cuma berbagi dengan Ibu, ‘saya capai Bu…’, dan Ibu kemudian
menguatkan saya. Bagi saya, perkuliahan ini ada semacam
siklusnya. Jadi dalam awal semester itu saya pasti giat, semangat,
dan begitu mendekati akhir semester, itu…tu semacam ketumpuk-
tumpuk gitu, terus nanti saya bakalan seperti capai sendiri, dan
nanti di awal semester, kemudian mengisi KRS saya merasa
kembali capai. Lho jadwal mata perkuliahan ini kok bentrok
dengan mata perkuliahan ini. Juga di sini saya hanya bisa dapat
ambil enam SKS padahal di sana saya bisa mengambil 24 SKS.
Dan seandainya saya tukar, di sini saya hanya dapat ambil 16 SKS,
sayang padahal IP saya bagus dan dapat mengambil jumlah SKS
yang lebih, dan di sana juga sayang karena IP saya juga bagus. Di
sini tidak bisa mengambil SKS yang banyak, di sana juga tidak
dapat mengambil SKS banyak juga. Jadi semacam capai sendiri
kalau mengisi KRS.170
Dalam tingkat identity foreclosure cukuplah jika manusia, dengan refleksi
rasionalnya, sampai pada kesadaran bahwa pewartaan pantas diimani (credible)
sebagai firman Allah, yang selanjutnya dalam pengakuan iman sendiri disadari
170
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Theresa Sekar Wening, baris 323-335.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
penuh sebagai firman Allah. Pengalaman Thesa di atas menunjukkan, bahwa:
pewartaan ia peroleh dari ibu dan ayahnya, yang selanjutnya dalam pengakuan
imannya ia sadari sebagai firman yang berasal dari Allah. Dalam hal komitmen,
Thesa tunjukkan dalam hal berdoa. “Sampai jam 24.00 WIB pun saya jalani itu.
Jadi tepat jam 24.00 WIB saya bangun, kemudian cuci muka lalu berdoa. Dan
juga jam 19.00 WIB sembilan hari secara berturut-turut saya jalani, sampai habis
Sembilan hari masih tetap saya lanjutkan untuk berdoa.”171
Pemilihan waktu ini
menunjukkan komitmen Tesa dalam berdoa, ia mengkhususkan waktu untuk
berdoa, bertemu dengan Allah.
Semakin Dewasa Identitas, Semakin Berkembang pula Pemahaman
akan Allah
Thesa mengungkapkan bahwa antara paham Allah dan identitas religius
pada kaum remaja memang ada kaitannya.
Seseorang atau manusia semakin dewasa, pengalaman hidupnya
semakin banyak, begitu juga dengan semakin dewasa dinamikanya
juga semakin luas. Jadi semakin banyak pengalaman, orang akan
semakin memahami apa itu iman Katolik. Seperi dulu, saya
menyangsikan Tuhan cuma karena masalah ekonomi, dan setelah
dewasa saya semakin menyadari untuk semakin nrimo bahwa ini
adalah rencana Tuhan, dan Ia sudah mengaturnya dengan
sedemikian rupa. Hal itu menunjukkan bahwa saya semakin
percaya akan penyelenggaraan Ilahi, semakin memahami kalau
semua itu ada waktunya, dan indah pada waktunya.172
171
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Theresa Sekar Wening, baris 136-146. 172
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Theresa Sekar Wening, baris 347-362.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.6.2.3 Identity Moratorium
Moratorium mungkin ada di wilayah ideologis, bahwa intensitas
perjuangan identity moratorium sangatlah jelas, dan wawancara selalu menarik.
Hal ini penulis temukan dalam wawancara dengan Adyatmaka Jati. Kemungkinan
atas anggapan dapat menjadi sangat esoteris (“flaky” adalah deskripsi yang lebih
akurat, meski kurang bagus).173
Seseorang biasanya dapat membedakan upaya
keseriusan Identity Moratorium, oleh karena itu harus ada beberapa batasan
seputar sistem kepercayaan dan gerakan menuju penyelesaian di masa depan.
Adyatmaka Jati: Sang Qua Vadis
Agama Membantu Mengolah Penyadaran Akan Diri, Membantu
Menuju pada Yang Transenden
Bagi Jati, peran agama di jaman sekarang ini amat penting. Agama
membantunya mengolah penyadaran akan dirinya, serta membantunya menuju
pada yang Transenden.
Kita itu hidup dalam dua dimensi dunia yang berbeda, artinya
kalau kita mau menjamah Allah kita tidak akan mampu. Dan itu
yang menjadi pertanyaan manusia, dan sampai kapan pun tidak
akan mungkin terjawab, itu artinya manusia mempunyai batasan,
dan kalau ingin menjamah Allah pasti tidak akan mampu. Yang
kita bisa hanyalah percaya, dan kita menganut ajaran yang sejak
dulu. Yo…, sekarang kita percaya sama Yesus lah, karena cerita
tentang Yesus itu sungguh ada, dan kita juga mengilhami itu,
Yesus yang sengsara, Yesus yang mengajar dan lain sebagainya,
173
Esoteric (“batin”) adalah ajaran atau praktik selalu memainkan peran penting dalam sejarah
agama. James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”
dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 227.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yo…kamu lewat situ aja. Karena Yesus dulu juga disuruh Allah
ini, itu dan lain sebagainya.174
Ini adalah contoh Identity Moratorium yang cukup bagus di tengah perumusan
sistem kepercayaan. Jati memiliki gagasan samar tentang bagaimana akhirnya
mempunyai kepercayaan di dalam Yesus Kristus. Hal ini memperlihatkan bahwa
Jati jelas terlibat dalam proses eksplorasi.
Allah ada dalam Diri Orang-orang Sekelilingku
Saya kira tidak ada masalah jika orang Katolik itu mengimani Tuhan yang
menjadi manusia. Sabda memang telah menjadi manusia dan tinggal di antara
kita. Dan sungguh-sungguh tinggal di antara kita. Kesadaran Yesus dalam
menghayati hidup sebagai pelaksana kehendak Allah itulah yang menjadikannya
sempurna sebagi Anak Allah. Pribadi-Nya yang sedemikian konsisten terhadap
kehendak Allah itu jugalah yang memungkinkan bentuk pewahyuan tertentu.
Pewahyuan yang saya maksudkan di sini ialah pengejawantahan kesempurnaan
Allah dalam sosok pribadi yang menjadi sumber iman bagi manusia. Jati
merumuskan paham Allah ada di dalam orang-orang yang berada di sekelilignya.
Misalnya Allah itu ada dalam diri wali kelas saat ia SMP. Jati merefleksikan
pengalaman itu seperti halnya cerita “Quo Vadis”, di mana Petrus hendak pergi
meninggalkan kota Roma ketika dalam penjajahan Romawi. Setelah sampai di
174
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Adyatmaka Jati, pada Rabu, 22 November
2017, baris 371-389.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
batas kota Roma, Petrus bertemu dengan Yesus. Jati merasakan pengalaman itu
seperti kisah tersebut, “kamu mau pergi ke mana Jat?”, tetapi pertanyaan tersebut
lewat wali kelas. Dan Jati mengungkapkan:
Ya aku sadarnya baru belakangan ini sih, karena aku udah bisa
merenung, tapi kalau dulu sih cuma ya karena ibu wali kelas, dan
beliau musti mengetahui keadaanku. Tapi setelah aku pikir-pikir,
waktu itu beliau hanya mau minta untuk tugas lektor dan melihat
mukaku kusut, dan terus ditanya kan… dan setelah itu aku cerita.
Tapi coba itu akan ada kemungkinan lain kalau semisal aku gak
mau cerita, atau aku cerita yang lain.175
Jati mengalami keterarahannya sebagai sesuatu yang real dan konkret,
yaitu Allah ada dalam diri wali kelas. Refleksi atas kerinduan fundamental itu ia
sadari bahwa akhirnya ia mencari kepenuhan segala-galanya, yang disebut Allah.
Dan karena itu, Jati berani menyebut tujuan keterarahan itu yakni Allah, real dan
konkret. Dengan mengarahkan diri ke atas batas-batas kehidupannya sendiri, Jati
mengalami keterarahannya kepada Allah. Karena manusia selalu terarah, juga
dalam tuntutan moralnya, ke atas yang konkret dialaminya. Menurut Tom Jacobs,
diri wali kelas Jati adalah metafor dalam pengalaman akan Allah.176
Maka, yang
dibutuhkan sebuah komitmen, kesadaran bahwa justru di sini Jati bertemu dengan
Allah yang ia cari.
175
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Adyatmaka Jati, baris 95-105. 176
Dunia dan manusia menjadi metaphor dalam pengalaman akan Allah. metaphor itu sendiri
bukan Allah, tetapi tempat Allah menjumpai manusia. Tom Jacobs, Paham Allah, 228.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Yesus adalah Sang Talenta dalam Hidupku
Jati mengungkapkan, siapakah Yesus itu:
Kalau jamanku PIA (Pendampingan Iman Anak) dulu Yesus itu Putra
Allah. Lalu di atas sana ada Allah Bapa dan Allah Roh Kudus. Yesus itu
adalah Allah Putra. Tapi satu…Tapi sekarang pemahamanku Yesus itu
bentuk Allah yang menjadi manusia, Allah yang mempunyai sifat
kemanusiaan. Dan nyatanya dia juga jadi manusia beneran. Dia juga
merasakan sakit, Dia juga menangis, dan lain sebagainya.177
Dalam kehidupannya sehari-hari, peran Allah dalam diri Jati sungguh besar.
Karena sampai sekarang Jati merasakan diberi hidup lewat musik. Tetapi Jati
berkeinginan membalik mainset bahwa musik adalah profesi seorang ‘pengamen’,
tidak punya profesi tetap. Jati berkeyakinan bahwa ketika ia menjalani hidup
dengan sungguh-sungguh, maka ia akan menjadi orang, dan Allah sungguh turut
campur tangan di dalamnya.
Nah itulah peran Allah di hidupku. Seperti orang menitipkan
barang dan tolong dikembangkan, seperti di Lukas 25. Dan itu
yang kubawa hingga sampai dengan saat ini. Dan dengan musik
aku bisa mengembalikan dengan pelayanan. Itulah peran Allah
yang paling terasa hingga sampai dengan saat ini.178
Allah Hadir dalam Setiap Langkah Hidupku
Bagi Jati, Allah sungguh hadir di setiap langkah hidupnya. Pertama,
Allah, ia rasakan sebagai penyadaran. Di saat Jati melakukan kebohongan kepada
177
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Adyatmaka Jati, baris 288-298. 178
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Adyatmaka Jati, baris 197-212.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
orang tuanya, ia merasakan kegelisahan yang mendalam, bahkan penyesalan itu ia
alami sampai tiga hari lamanya. Kedua, Jati merasakan Allah sungguh hadir
melalui teman-temannya. “Aku bisa masuk ke grup ini, aku bisa main di sini, aku
bisa ngejobs neng kene, itu karena temen, karena komunitas. Puji Tuhan, kemarin
bisa sampai di Jakarta, dan itu gratis, rekaman gratis. Aku menyadari bisa hidup
seperti ini itu karena teman-teman.”179
Jati tidak hanya mengalami hadirnya Allah
hanya di dalam doa atau tempat ibadah. Namun, ia mengalami Allah hadir dalam
setiap penyadarannya dan juga melalui teman-teman di sekitarnya.
Orang Tumbuh Dewasa, Dewasa pula dalam Segala Hal
Jati mengungkapkan, bahwa:
Idealnya itu semakin orang tumbuh usia, berarti tumbuh juga
kedewasaannya, artinya kedewasaan dalam hal apapun, walaupun
itu rohani, dan dalam relasi apapun. Menurutku ketika orang hanya
menjalankan ibadah itu tidak cukup, ia harus sampai pada
kesehariannya. Ya…dalam hal apapun lah, Katolik, Hindu, Budha,
Islam, O…aku begini tu karena karya Allah, dan menurut aku
pemahamannya akan lebih bagus lagi. Jadi ketika orang mampu
menerapkan konsep bahwa Tuhan tidak hanya ada di gereja, di
masjid, pura, itu akan keren. Apalagi kalau orang Indonesia seperti
itu semua, pasti tidak aka nada FPI - FPIan. Ahok gak mungkin di
penjara. Agama apapun mengajarkan kepada kita tu Cinta Kasih
qo180
.
Dalam hal ini Identity Moratorium terlihat cukup bagus di tengah perumusan
sistem kepercayaan. Jati jelas terlibat dalam proses eksplorasi alternatif yang aktif,
179
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Adyatmaka Jati, baris 142-148. 180
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Adyatmaka Jati, baris 484-500.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dari gagasan tentang agama memiliki kualitas khas Identity Moratorium. Hal ini ia
tunjukkan dengan pandangannya bahwa kedewasaan seseorang musti mencakup
segalanya, bukan hanya pada sisi rohani saja, melainkan harus sampai pada
tindakan keseharian. Sifat dan proses Identity Moratorium juga tampak dalam
respon Jati. Di mana ia mengalami banyak kecemasan, dunia bagi mereka saat ini
bukanlah tempat yang sangat mudah ditebak.
3.6.2.4 Identity Achievement
Orang-orang yang disebut pada tingkat Identity Achievement telah
mempertimbangkan secara serius setidaknya satu sistem kepercayaan yang
berbeda dari yang mereka miliki, atau telah meninggalkan kepercayaan (atau tidak
percaya) di masa kecil mereka, dan sekarang telah menemukan diri mereka dalam
struktur yang pasti, di mana mereka menunjukkan beberapa komitmen atas
perilakunya.181
Veronika Asih
Agama sebagai Sarana untuk Mengenal Allah
Veronika Asih yang mengatakan bahwa agama itu membantunya untuk
semakin mengenal Allah, mengenal kehendak Allah di dalam kesehariannya.
181
James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”
dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 229.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kesadaran menjadi sebuah usaha kita. Kesadaran yang menjadi sebuah usaha kita
adalah latihan-latihan yang kita buat untuk mempertajam kesadaran itu. Ini bisa
dilakukan dengan memperdalam pengetahuan tentang kebenaran, tentang wahyu,
tentang iman, tentang kebahagiaan, tentang kasih, dan tentang Allah. Kesadaran
yang secara istimewa kita terima begitu saja adalah kesadaran yang benar-benar
istimewa, kita terima sebagai pencerahan. Dan pencerahan ini bisa jadi adalah
akumulasi pengetahuan bawah sadar yang tiba-tiba terkuak di dalam kesadaran
tersebut.
Allah adalah Sang Pelindung
Veronika Asih mengatakan bahwa Allah itu pelindungnya. Hal ini terlihat
dalam keyakinannya, “misalnya di toilet kalau saat malam dan ngrasa yang aneh-
aneh gitu. Iya…aku tahu, aku tahu Tuhan itu ada, dan Tuhan jaga aku. Dan itu hal
yang konyol, jadi saru gak sih Tuhan di bawa ke kamar mandi. Tapi bagaimana
ya? Aku yakin.”182
Begitu juga Vero menggambarkan bahwa Allah itu selalu
menyertainya. Hal ini tampak dalam ungkapannya: “kalau aku kuliah itu sampai
jam 02.00, latihan, dan terkadang kalau pulang kan takut, karna waktu itu pas
musim rawan-rawannya begal di Jogja itu. Kan aku takut. Tapi yo aku tetep
pulang, aku yakin Tuhan jaga aku, Tuhan lindungi aku.”183
Dari apa yang
dikatakan di atas dapat disimpulkan bahwa paham Allah bukan suatu ide atau
182
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Veronika Asih, pada hari Jumat, 24 November
2017, baris 119-129, 131-135. 183
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Veronika Asih, baris 122-127.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pengertian yang diabstraksikan, melainkan rangkuman pengalaman. Dan karena
itu tidak ada pengertian “standar’ bagi paham Allah. Artinya tergantung dari
pengalaman yang diungkapkan dengan kata itu. Dan yang paling penting, juga
dalam teologi, paham Allah tetap merupakan rangkuman pengalaman.
Yohanes Chandra
Agama Menganut Ajaran-ajaran
Yohanes Chandra mengungkapkan bahwa agama itu penting. Bagi
Chandra, agama penting karena di dalam agama ada paham-paham tentang ajaran.
“Woo…kalau itu penting sekali ya Frat, karena di dalam agama kan ada paham-
paham tentang ajaran ya. Seperti agama itu seperti pembatas diri, seperti: 10
perintah Allah, jangan membunuh, jangan ingini milik sesamamu, apalagi
sekarang banyak tu tentang pembunuhan, perampokan dan sebagainya.”184
Yesus adalah Anak Allah
Bagi Yohanes Chandra, Yesus adalah Anak Allah, sebagai wujud nyata di
bumi. Allah adalah segalanya (sebagai Penolong, Penyembuh, dan sebagainya).185
Sedangkan Vero mengungkapkan bahwa Allah sebagai pelindung, dan Allah yang
selalu menyertai, seperti disebutkan di atas.
184
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Yohanes Chandra, pada hari Minggu, 27
November 2017, baris 153-160. 185
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Yohanes Chandra, baris 83-84.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Allah Hadir dalam Penentuan Pengambilan Keputusan
Yohanes Chandra merasakan Allah sungguh hadir ketika ia dihadapkan
pada banyak pilihan, dan ketika musti mengambil pilihan tersebut. Baginya
kehendak Allah lah yang terjadi musti terjadi pada dirinya. Dalam hal ini Chandra
mengikutsertakan Allah dalam penentuan pengambilan keputusan. Begitu juga
dengan Veronika Asih yang menyadari akan semua peristiwa/kejadian yang ia
alami adalah kehendak Allah.186
Sikap Chandra dan Vero memperlihatkan bahwa
mereka telah meninggalkan struktur kepercayaan masa kecilnya, dan dalam
bertindak mereka telah menunjukkan tindakan komitmen dan eksplorasi.
Kedewasaan Iman dan Kepribadian yang Seimbang
Yohanes Chandra mengatakan, bahwa: “itu ada kaitannya, jadi mungkin
karena aku sedari SD Katolik, SMP di Yayasan Katolik, begitu juga saat SMA
juga di yayasan Katolik. Jadi pemahamanku juga berkembang Frat, dengan
pendidikan agamanya.”187
Jawaban Chandra menunjukkan adanya komitmen dan
eksplorasi pada dirinya ketika ia memilih untuk tetap sekolah di yayasan Katolik,
meskipun ia harus berisah dari orang tuanya, hal ini memperlihatkan bahwa
Chandra telah meninggalkan struktur kepercayaan masa kecilnya. Chandra
menginginkan sebuah kedewasaan iman dan kepribadian di dalam dirinya. Saya
186
“Karena saya percaya bahwa ketika semua itu terjadi sudah sesuai dengan kehendak Allah.”
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Veronika Asih, baris 5-7. 187
Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Yohanes Chandra, baris 118-127.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ingat ketika mewartakan Injil, saya tidak menawarkan oproduk. Namun, saya
menawarkan benih, bibit, bahan yang mentah. Hasilnya ada pada pihak yang
menerima tawaran. Seperti halya seorang penabur benih yang dikisahkan dalam
Injil. Yang diberikan ya benih, bukan pohon. Soal benih itu tumbuh atau tidak, ya
bergantung jenis tanah yang dimilikinya. Maka, mewartakan pengalaman akan
Allah, menawarkan jalan kebahagiaan, tidak sama dengan menawarkan produk-
produk tertentu.
3.7 KONFRONTASI DENGAN PANDANGAN TOM JACOBS
Tom Jacobs mengatakan, bahwa pengalaman religius/iman merupakan
proses penyadaran yang tidak hanya bersifat kognitif tetapi juga afektif. Dalam
proses itu, manusia diantar untuk berani mengaku secara terbuka akan
pengharapan dan kerinduan. Dalam proses penyadaran itu juga, manusia perlu
berusaha menemukan dasar untuk menjalin suatu hubungan pribadi dengan Allah.
Dalam hal ini, Tom Jacobs pertama-tama mengatakan, bahwa agama merupakan
suatu fenomena sosial yang menjadi titik pangkal pada sebuah refleksi yang lebih
mendalam. Semua itu menuntut orang untuk merefleksikan relasinya dengan
Allah dari dalam lewat iman. Iman selalu menuntut segi intelektual, Fides querens
intellectum. Iman yang sejati itu selalu mencari pembenaran yang ‘masuk akal’.
Dengan demikian pengetahuan, menjadi sarana dan itu memang penting; tetapi
lebih penting lagi adalah pengalaman akan Allah, pengalaman akan Allah yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sejati. 188
Dengan tanpa berusaha keras untuk memberikan penjelasan tentang
Allah, orang akan memahami siapa Allah kalau orang yang menjelaskannya
memang memiliki pengalaman itu, pengalaman akan Allah, pengalaman menuju
Allah. kesadaran juga memungkinkan sebuah teori menjadi sebuah tindakan.
Kesadaran kemudian memungkinkan untuk menggerakkan orang untuk berubah.
Kesadaran juga memungkinkan kita mencapai suatu kebahagiaan, ketenangan,
efisiensi, efektivitas, jati diri, Tuhan.189
.
Gejala yang terjadi dalam diri remaja akhir ini justru sebaliknya para
responden mahasiswa/i remaja dari beberapa universitas negeri menampakkan
kecenderungan mengkotak-kotakan Allah dengan pikiran mereka sendiri. Para
remaja cenderung menghidupi Kristus sebatas pengalaman individual (mengarah
pada diri pribadi) - partikular yang terpusat pada ‘aku’. Boleh dikatakan, mereka
memper-tuhan-kan agamanya sendiri dan membuat citra Tuhan menurut seleranya
sendiri, tetapi lupa tentang Tuhan yang sebenarnya, yang tidak mungkin
terjangkau oleh pikiran, imajinasi, dan perumusan manusia.
Ini bukanlah menjadi sebuah masalah yang sepele. Penulis tidak bisa
menyamakan Allah dengan pola pikir manusia. Kita hanya bisa ‘menyamakan’
Allah dengan Allah yang sempurna, karena tidak ada perbedaan hakiki; kita juga
bisa menyamakan aku yang satu dengan aku yang lain: sama-sama tidak tetap;
sama-sama berubah, dan lain-lain.190
Sebuah kesadaran tidak pernah berhenti pada
konsep tentang Tuhan, tentang keadilan, tentang orang miskin. Kesadaran juga
188
A. Setyawan, Saat Tuhan Tiada, dari cermin Anthony de Mello, Penerbit Kanisus, 2001,173. 189
A. Setyawan, Saat Tuhan Tiada, dari cermin Anthony de Mello, 203. 190
A. Setyawan, Saat Tuhan Tiada, dari cermin Anthony de Mello, 175.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tidak berhenti pada pembicaraan tentang kemiskinan, tentang ketidakadilan,
tentang perbuatan-perbuatan baik, tentang Tuhan. Namun lebih dari pada itu,
kesadaran menjadi perbincangan dengan Tuhan, dengan orang miskin, berbicara
kepada Tuhan, kepada orang miskin, atau pun saat berbuat baik.191
Ketika kita karena kekurangan pengalaman yang mendalam, dapat
memanfaatkan psikologi untuk membangkitkan pengalaman orang lain. Maka di
situlah terjadi usaha memahami hidup dalam kerangka psikologi, sehingga
menjadi relevan bagi umat beriman untuk semakin mendekatkan diri kepada
Tuhannya. Kesadaran itu berbekal pengetahuan dan berbuah tindakan. Hanya saja,
psikologi hanyalah sebuah sarana.
Itu semua hanyalah aku yang bisa saja dipakai sebagai sarana untuk
mencapai pengalaman yang mendalam. Namun, ada bahaya yang akan dihadapi.
Teknik semacam itu justru dapat menipu orang beriman (kalau orang beriman
sejati, ia tidak akan tertipu oleh teknik). Di mana, orang tidak bisa membedakan
antara iman dan psikologi, antara iman dan penampakan, antara iman dan
ramalan, dan sebagainya. Hal-hal ini akan semakin menjauhkan orang dari
pengalaman mendalam. Pengalaman mendalam yang dimaksudkan adalah
bukanlah pengalaman melegakan secara psikologis, sepeti ketika seorang
memiliki tingkat Identity Achivement. Pengalaman mendalam bukanlah
pengalaman yang secara psikologis menimbulkan kelegaan, akan tetapi sungguh
mengalami kelegaan ketika orang sungguh mengalami kontak dengan Aku;
mengalami kelegaan ketika orang berkontak dengan realitas.
191
A. Setyawan, Saat Tuhan Tiada, dari cermin Anthony de Mello, 204.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Allah adalah pengalaman mendalam yang bukan pemenuhan kebutuhan
kita. Pengalaman akan Allah bukanlah pengalaman kebahagiaan yang muncul
karena keinginan kita tercapai; bukan karena kebutuhan kita terpenuhi; bukan
karena prestasi kita; bukan karena ketenaran kita. Pengalaman Allah adalah
pengalaman ketika kita sungguh-sungguh melakukan kontak dengan realitas,
sungguh-sungguh menikmati apa yang ada, sungguh hidup di sini dan kini. Allah
sendiri tetaplah misteri. Allah tidak bisa direduksi menjadi sekadar totalitas nilai,
nilai tertinggi, atau bahkan segala bentuk ‘pengalaman’ manusia akan yang ilahi.
Allah mencurahkan kesempurnaan-Nya dalam semesta. Jadi jelas, Allah sempurna
tidak sama dengan semesta.
Dalam konfrontasi ini mau ditegaskan, bahwa-bagaimanapun perjumpaan
dengan Allah-manusia tak pernah dapat memahami Allah. Letak misteri bukan
soal Allah, tetapi soal manusia, soal keterbatan manusia. Justru di situlah letak
misteri Allah, bahwa pertama-tama diungkapkan kepenuhan realitas ilahi, yang
tidak pernah secara tuntas bisa ditangkap oleh manusia, juga tidak dalam
kepenuhan eskatologis.192
Dasar dan titik tolak misteri adalah kesadaran, bahwa eksistensi diberikan
kepada manusia oleh Yang Lain.193
Maka “keterarahan fundamental” adalah
kesadaran mengenai kemakhlukan yang berarti penerimaan hidup sebagai
anugerah dari Sang Pencipta, karena disitulah esensi hubungan manusia dengan
Tuhan terbukti nyata. Seseorang yang dalam keterarahan fundamentalnya dan
dalam ulah serta latihan spiritualnya secara prinsipial menganggap dunia “fana”
192
Tom Jacobs, Paham Allah, 271. 193
Tom Jacobs, Paham Allah, 272.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ini sebagai tipuan yang menjauhkan diri dari kesejatian tujuan eksistensinya, atau
orang yang justru tidak mau mengakui eksistensi dirinya sebagai suatu subjek
yang pribadi, individu yang membutuhkan perkembangan dan pengolahan,
bahkan sebaliknya bercita-cita melebur diri dalam sesuatu yang murni rohani,
jauh dari keduniawian dan dunia pancaindra, jelaslah tidak mungkin diajak
berpartisipasi dalam pembangunan yang nyata-nyata berasumsi mengakui nilai
dunia material, nilai kemajuan “fana”, keluhuran segala yang teraih pancaindra.
Tom Jacobs menyebutkan ada tiga karakteristik insan: (1) kesadaran, (2)
kemampuan mencipta, dan (3) kemampuan membuat pilihan.194
Kesadaran
menjadi jalinan pengetahuan yang beproses, sehingga menggerakkan kita menuju
pada kebenaran. Kesadaran yang mendalam akan realitas tidak begitu saja
dimiliki seluruh manusia. Ada intervensi dari ‘luar’ yang memungkinkannya,
yaitu kekuatan Allah yang terpancar keluar. Semakin orang sadar, semakin ia
menuju, bersatu dengan Allah dan semakin ia bersatu dengan Allah semakin ia
sadar. Dalam karakteristik kemampuan mencipta (eksplorasi) dan kemampuan
membuat pilihan (komitmen), dalam ketegangan dinamisnya, memperlihatkan
kekhasan eksistensi manusia. Kemampuan untuk mencipta bercita-cita tak
terbatas.195
Dengan kita memiliki kesadaran, kita sanggup menangkap hidup ini; lalu
menang atau kalah itu tidak ada, sukses itu tidak ada, gagal itu tidak ada. Karena
itu semua adalah konsep, sebuah penilaian yang diberikan oleh pikiran manusia.
Dengan memperhatikan hasil penelitian baik kuantitatif maupun kualitatif di bab
194
Tom Jacobs, Paham Allah, 273. 195
Tom Jacobs, Paham Allah, 273.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
III, dan dalam perspektif gagasan Tom Jacobs, penulis berpendapat bahwa
pengalaman mendalam bukanlah perasaan lega, perasaan aman, perasaan tenang
yang muncul karena pemenuhan kebutuhan psikologis kita. Pengalaman akan
Allah bukanlah pengalaman kebahagiaan yang muncul karena keinginan kita
tercapai, bukan karena kebutuhan kita terpenuhi, bukan karena prestasi kita.
Pengalaman akan Allah adalah ketika kita sungguh-sungguh kontak dengan
realitas, sungguh-sungguh menikamati apa yang ada. Sungguh hidup di sini dan
kini.
Remaja akhir juga mengakui Sang Pencipta sebagai dasar dan sumber
hidupnya, maka sebagai pribadi remaja akhir mengakui Sang Pencipta sebagai
pribadi pula, biarpun tidak dikenal secara pribadi.
Tom Jacobs mengatakan, bahwa
Pengakuan akan Allah sebagai Sang Pencipta belum berarti
perjumpaan dengan Allah, juga tidak kalau Allah diakui sebagai
pribadi. Pada dasarnya pengakuan akan Sang Pencipta adalah
pengakuan akan misteri diri manusia sendiri sebagai makhluk yang
sekaligus terbatas dan tak terbatas.196
Dengan pengakuan tersebut secara implisit diakui pula dasar komunikasi antara
Sang Pencipta dan makhluk ciptaan-Nya, yang kemudian disebut dengan “wahyu
historis”. Dari pihak manusia, hal itu selalu terikat pada kemampuan
merefleksikan dan mengungkapkan relasi itu. Sehingga berdasarkan wahyu
historis dan iman, manusia dapat menghayati relasi dengan Allah sebagai
hubungan pribadi.
196
Tom Jacobs, Paham Allah, 274.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa tingkat Identity diffusion
lebih menghayati Allah sebagai sebuah konsep. Hal ini sama saja dengan
penghayatan iman legalistik. Pokonya ke gereja seminggu sekali, dan menerima
tubuh dan darah Kristus. Nah, kalau orang selesai ke gereja, ia akan merasa lega.
Memang secara psikologi itu jelas wajar. Akan tetapi, pertama-tama penulis
menekankan bahwa pengalaman mendalam bukanlah pengalaman secara
psikologis menimbulkan kelegaan seperti itu. Lebih dari sekadar kelegaan
psikologis: kelegaan ketika orang sungguh kontak dengan Allah; kelegaan ketika
orang berkontak dengan realitas. Sedangkan dalam tingkat Identity Foreclosure,
Identity Moratorium, Identity Achievement lebih menghayati Allah sebagai
pengalaman, bukan sebuah perasaan lega, perasaan aman, perasaan tenang yang
muncul karena pemenuhan kebutuhan psikologis kita. Walaupun sebagian besar
menampakkan corak pengalaman, sifatnya lebih mengarah pada partikular,
sempit, mengarah pada diri pribadi, dan belum terarah kepada nilai. Penghayatan
agama dan religiositas (keterarahan fundamental) erat saling terkait, tetapi tidak
identik sama. Diandaikan, dan memang semestinya, setiap orang beragama itu
sekaligus menjadi manusia religius juga. Agama mempunyai segi intim maupun
segi luar. Namun titik beratnya atau wilayah jangkauan agama lebih (tidak
melulu) tertuju kepada aspek peraturannya, hukumnya, organisasinya, hubungan
sosial antar-penganutnya, ritualnya, keformalannya dan sebagainya. Adapun
religiositas lebih berperhatian pada esensinya, hidup kalbu, lubuk hati yang
menjadi sumber dan akar dari sikap dasar seseorang dalam hubungannya dengan
Tuhan langsung dan dengan sesama manusia. Kita langsung merasa bahwa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
paling penting dan menentukan adalah religiositas, karena di situlah esensi
hubungan kita dengan Tuhan terbukti nyata. Dan praksis itulah juga yang terasa
oleh masyarakat sekeliling kita. Dari situlah kita dapat mengukur kedewasaaan
kita dalam hidup yang sejati. Tindakannya selalu terarah kepada yang lain guna
membangun hidup bersama.
Iman harus diwujudnyatakan dalam kehidupan bersama. Maka perlulah
tindakan komunikatif yang bertujuan pembangunan masyarakat. Dalam hal ini
dunia sebagai ajang pewahyuan Kasih kepada kita yang terus menerus.
Sebagaimana iman sendiri berpangkal pada misteri manusia, begitu juga
kesaksian iman hendaknya bertujuan pada perkembangan kemanusiaan. Dengan
menjadi orang yang bahagia, kita akan dapat membiarkan Allah sempurna itu
memperbaikinya, melalui responden, melalui orang lain. Hal ini hanya
dimungkinkan jika kita memiliki kesadaran: bahwa kita dipanggil untuk
mengejewantahkan kesempurnaan Allah.
Kebahagiaan Surgawi di Dunia
Ketika kita berada dalam pengalaman menikmati keindahan alam,
keindahan musik, keindahan seni, dan Anda senang menikmatinya, tapi Anda
tidak sama sekali tidak merasa kehilangan ketika Anda meninggalkannya. Anda
tetap merasa senang, puas, damai, bahagia. Seperti itulah pengalaman Allah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Cara memiliki pengalaman tersebut adalah dengan kesadaran akan realitas
diri maupun realitas di luar diri Anda. Anda sungguh-sungguh menyadari
sebagaimana Anda melihat pemandangan alam, menikmati musik atau bahkan
ketika menikmati seni. Anda menerima realitas apa adanya. Kesadaran anda
bergerak, melihat diri Anda sendiri sedang berada dalam panggung besar semesta.
Siapa yang menggerakkan kesadaran itu? Siapa lagi kalau bukan Allah. Allah
yang terbatas itu mengaktualisasikan diri-Nya dalam kehidupan ini. Hal ini tidak
berbeda dengan pengertian wahyu dan iman. Yang memberikn wahyu adalah
Allah. Iman yang menjadi tanggapan atas wahyu tetapi iman itu sendiri juga
merupakan pemberian dari Allah, yang sungguh merupakan inisiatif dari Allah
sendiri.
Wahyu dari Allah juga membutuhkan kerja sama iman, meskipun iman itu
sendiri berasal dari Allah. Jadi siapa itu Allah? Allah adalah Roh Kudus. Roh
yang memungkinkan akan pengalaman akan Allah, Roh yang memungkinkan
pengalaman hakiki manusia sebagai curahan Allah yang sempurna. Jadi dunia ini
adalah sebagai ajang pewahyuan Kasih Allah kepada manusia yang terus-
menerus. Kita akan menyadari bahwa seringkali aku menghambat kita untuk
secara total menanggapi perwahyuan itu. Jikalau demikian, kita akan tetap bisa
merasakan bahagia meskipun kita merasa prihatin, karena di sana-sini ada
penindasan. Kekacauan. Dengan bahagia pula, kita akan membiarkan Allah yang
sempurna itu memperbaikinya, melalui diri kita sendiri, melalui orang lain. Akan
tetapi, ini hanya memungkinkan kalau kita memiliki kesadaran: bahwa realitas ini
baik-baik saja, bahkan kita juga dipanggil untuk mengejawantahkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kesempurnaan Allah. Maka, wajar kalau kita meminta kebijaksananaan mana
yang perlu diubah dan mana yang tidak bisa diubah.
3.8 KESIMPULAN
Pada bab ini, penulis merangkai pemahaman mengenai “Paham Allah
dalam pengalaman keseharian kaum remaja Katolik”. Tampak bahwa remaja
akhir berproses menuju pada penghayatan religiositas, dan tidak hanya sampai
pada penghayatan agama saja. Alasannya adalah karena diandaikan, dan memang
semestinya, manusia beragama itu sekaligus manusia religius juga. Penghayatan
agama dan religiositas erat dan saling terkait, tetapi tidak identik sama. Wilayah
jangkauan agama lebih (tidak selalu) tertuju kepada aspek peraturannya,
hukumnya, organisasinya, hubungan sosial antar-penganutnya, ritualnya,
keformalannya, dan sebagainya. Sedangkan religiositas lebih berperhatian pada
esensinya, hidup kalbu, lubuk hati yang menjadi sumber dan akar dari sikap dasar
seseorang dalam hubungannya dengan Allah langsung dan dengan sesama
manusia. Penulis merasakan yang paling penting dan menentukan adalah
religiositas, karena di situlah esensi hubungan manusia dengan Allah terbukti
nyata. Dan praktis itu juga yang dapat dirasakan oleh masyarakat sekeliling. Dan
di situlah orang dapat mengukur kedewasaannya dalam bereksplorasi dan
berkomitmen dalam hidup yang sejati.
Jika diibaratkan dengan tanaman, segala yang hidup selalu bertumbuh dari
benih ke tunas, semakin matang, kemudian berbunga dan berbuah. Hal ini juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
disertai dengan pertumbuhan akar yang semakin dalam dan kuat. Begitu juga
dalam pengalaman pada bidang menurut ilmu, dalam olah seni, olah raga, dan
sebagainya. Bahkan juga dalam hal yang lebih mulia dan mendalam, dalam olah
mental serta penghayatan hidup spiritualitas serta religiositas seseorang. Maka
ibarat tanaman yang tumbuh, orang perlu mempunyai sebuah eksplorasi dan
komitmen untuk menjadi manusia yang dewasa dalam hal beragama. Perjumpaan-
perjumpaan tentu akan memberikan kesan tersendiri. Dalam perjumpaan inilah
letak pembelajaran itu, yakni menjadi pribadi yang kukuh dengan setiap identitas
diri di tengah kelompok yang memiliki tata nilai, gagasan, dan adat istiadat.
Namun, terdapat pula sebuah proses penyesuain diri. Menjadi sama atau berbeda
itu menjadi sebuah pilihan. Di samping itu perlu pula pemikiran bagaimana
menyeimbangkan tegangan dalam susunan sosial masyarakat.
Salah satu hal yang membuat pemahaman akan Allah ini makin beragam
adalah bagaimana seseorang dalam menghadapi benturan-benturan dalam
kehidupan dan tempat di mana ia tinggal. Ada tantangan antara diri dengan liyan.
Hal ini menjadi bagian dari pendidikan kepribadian seseorang. Untuk
menempatkan diri di dalamnya tidaklah mudah. Bukan serta merta mengikuti
khalayak, tetapi lebih pada proses menghidupi identitas. Satu keeping tetap
mempertahankan ekistensi sebagai wujud aktualisasi diri, keeping lainnya adalah
bagian dari penyesuaian dengan lingkungannya.
Berdasarkan penelitian secara kritis terhadap keyakinan masa kanak-
kanak, remaja sering bersikap skeptik pada pelbagai bentuk religius, seperti
berdoa dan upacara-upacara gereja yang formal, dan kemudian mulai meragukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
isi religius, seperti ajaran mengenai sifat Tuhan dan kehidupan setelah mati.197
Dengan pengaruh perkembangan intelektualitasnya, ia mulai kritis
mempertanyakan imannya dan tidak mengikuti begitu saja iman masa kanak-
kanaknya, atau iman yang dipengaruhi oleh sikap keagamaan orang tua mereka.
Maka, dari segi perkembangan religiusnya, iman mereka tidak lagi tergantung
pada tingkah laku keagamaan orang tua, tetapi mereka berada dalam situasi untuk
mencari. Dengan begitu, penulis yakin bahwa sebuah kesadaran mengefektifkan
kegiatan manusia. Bagi beberapa remaja, keraguan ini dapat membuat mereka
kurang taat pada agama, sedangkan remaja yang lain berusaha untuk mencari
kepercayaan lain yang dapat lebih memenuhi kebutuhan daripada kepercayaan
yang dianut oleh keluarganya. Selain itu, jenis kelamin berkorelasi positif dengan
eksplorasi. Jenis kelamin laki-laki memiliki kecenderungan melakukan eksplorasi
yang banyak daripada perempuan. Hal ini dapat terjadi, karena laki-laki pada
orang Indonesia cenderung memiliki kebebasan memilih daripada perempuan,
perempuan lebih banyak mengikuti kemauan orangtua atau karena ikut-ikutan
dengan teman, sehingga tidak banyak melakukan eksplorasi.
Data penelitian kuantitatif menunjukkan dari 100 responden remaja
bahwa: sebanyak 24 responden (24%) dinyatakan memiliki tingkat identity
diffusion, 24 responden (24%) dinyatakan memiliki tingkat identity Foreclosure,
24 responden (24%) dinyatakan memiliki tingkat identity Moratorium, dan
sebanyak 28 responden (28%) dinyatakan memiliki tingkat identity Achievement.
Unsur-unsur utama yang terkait dengan kategori-kategori itu adalah
197
James. E Marcia., et.al (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 193.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
soalkomitmen’ dan eksplorasi. Hal-hal yang termuat dalam eksplorasi adalah:
Pengetahuan (Knowledgeability); Aktivitas Mencari Informasi (Activity Directed
Toward Gathering Information); Pertimbangan terhadap Berbagai Alternatif
(Considering Alternative Potential Identity Element); Kadar/Nada Emosi
(Emotional Tone); Keinginan Membuat Keputusan Awal (A Desire to Make an
Early Decision). Sementara yang tercakup dalam komitmen adalah: Pengetahuan
(Knowledgeability), pengetahuan ini berdasar pada hasil konsistensi tingkahlaku
dengan penetapan komitmen seseorang; Aktivitas Pengimplementasian Pilihan
Elemen Identitas (Activity Directed Toward Implementing the Chosen Identity
Element); Nada/Kadar Emosi (Emotional Tone); Identifikasi dengan Orang-orang
yang Penting bagi Diri Seseorang (Identification with Significant Others);
Proyeksi pada Masa Depan (Projection of One’s Personal Future); dan
Pertahanan terhadap goncangan (Resistance to Being Swayed).
Hasil pembacaan data menunjukkan bahwa dalam tingkat identity
Foreclosure kedewasaan dalam beragama sama sekali tidak bersifat religius.
Artinya, ada kemungkinan bahwa seseorang semacam itu mengklain diri bahwa
Allahlah yang menentukan secara final nasib orang di akhirat. Kalau Allah diakui
sebagai Roh, maka manusia harus menemukan-Nya dalam kerohaniannya sendiri,
menemukan diri sebagai Roh dalam dunia, hal ini menjadi syarat mutlak untuk
mengakui transendensi Allah. Kerohanian adalah amat konkret dalam diri
manusia sendiri. Sedangkan remaja yang memiliki kedewasaan dalam
religiositasnya (identity Moratorium dan identity Achievement) tidak akan suka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menghakimi, karena mereka dapat memahami filosofinya sehingga mampu
mengurai sebuah masalah yang sulit menjadi sederhana.
Sementara itu, rasio tidak cukup untuk memahami Allah. Kita mengetahui
akan keterbatan konsep. Namun, tentu saja, tidak ada satu konsep pun yang tidak
dilandasi oleh sebuah penaglaman, karena semua konsep dimnaksudkan untuk
mengolah sebuah pengalaman. Manusia membutuhkan keterarahan
fundamentalnya kepada Nan Mutlak, dan aneka tradisi religius mengenai
perjumpaan manusia dengan Allah guna mengalami eksisten Allah. Termasuk di
dalamnya bahwa orang Katolik mengimani Allah Tritunggal, hal ini tentu saja
juga dilandasi dengan adanya pengalaman iman. Memang tidak semua orang
katolik memiliki pengalaman iman akan Allah Tritunggal. Padahal, justru iman
akan Allah Tritunggal lah yang membedakan Katolik dengan yang lainnya.
Tanpa pengalaman itu, memang dengan mudah orang bisa menjadi
sedemikian krisis. Saya teringat akan salah satu ungkapan seorang filsuf yang
menyatakan ciri orang bijak adalah; ia tahu bahwa ia tidak tahu. Dengan kata lain,
menjadi orang bijak itu juga menjadi selalu sadar. Sadar bahwa ia mengetahui
sesuatu tetapi sekaligus juga sadar bahwa ia tidak tahu. Aspek komitmen dan
eksplorasi kaum remaja akhir berkaitan dengan penalaran akal budi, kedalaman
batin dan aktualisasi dalam praksis. Lewat pembacaan atas jawaban-jawaban
responden, penulis berpendapat bahwa para mahasiswa/i kurang setia di dalam
proses, yaitu dalam bereksplorasi dan berkomitmen. Mereka tidak sadar bahwa ia
tidak mengetahui. Ia tidak sadar bahwa ada hal-hal yang tidak bisa jelas begitu
saja. Dalam ketidaksadaran itulah ia terikat oleh keinginan-keinginan liar yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
muncul karena kecenderungan, karena paksaan person tertentu, karena mekanisme
biologis, seksual dan sebagainya. Akibatnya, ia justru mengubah pilihan-pilihan
mendasar. Karena hubungan pribadi merupakan unsur paling sentral dalam paham
Allah. Jika hasil itu ditatapkan dengan pandangan Tom Jacobs, maka dapat
dikatakan bahwa para mahasiswa/i remaja masih berjuang untuk menemukan diri
sebagai roh dalam dunia. Tom Jacobs mengatakan bahwa hubungan pribadi itu
merupakan unsur yang paling sentral dalam paham Allah. Dan inilah yang
menjadi inti pokok dari mistik, yang juga ditemukan di luar lingkup kristiani atau
agama wahyu yang eksplisit.198
Karena hal inilah yang menjadi syarat mutlak
untuk mengakui transendensi Allah. Maka refleksi filsafat menjadi teramat
penting, dan bahkan menjadi mutlak diperlukan bagi manusia yang konkret.
Namun refleksi itu sendiri tidak pernah dapat membawa manusia kepada
pengalaman rohani yang nyata. Untuk itu diperlukan sebuah “ekstase” keluar dari
diri sendiri untuk mengalami kebesaran Allah. Keluar dari keterbatasan dunia
untuk memasuki dimensi transenensi.
Berangkat dari data yang ada, penulis akan merefleksikan pewartaan
Yesus Kristus macam yang kiranya tepat untuk ditawarkan dan dihidupi dalam
hidup keseharian remaja Katolik di Gereja KAS. Usaha itulah yang akan
ditempuh dalam paparan bab berikut mengenai Kristologi dalam konteks
pengalaman keseharian remaja Katolik. Realitas itu ya sekarang ini dan di sini.
Tuhan itu ada di sini, sekarang ini. Masa depan itu ada di sini dan sekarang ini.
Kesadaran! Sebuah kesadaran akan realitas yang ada di sini dan sekarang ini,
198
Band. R.C. Zaehner, “Mysticism, Sacred and Profane. An Inguiry into some Varieties of
Praeternatural Experience”, dalam Tom Jacobs, Paham Allah, 69.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
itulah yang mengantar kita pada pengalaman rohani yang mendalam. Kesadaran
memungkinkan teori menjadi tindakan. Kesadaran menggerakkan oaring untuk
berubah. Kesadaran memungkinkan kita mencapai kebahagiaan, kedamaian,
ketenangan, jati diri, Tuhan. Kesadaran tidak pernah berhenti pada konsep tentang
Tuhan, tentang keadilan. Namun lebih dari itu, kesadaran menjadi perbincangan
dengan Tuhan, dengan orang miskin, berbicara kepada Tuahan, kepada orang
miskin dan berbuat baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
KRISTOLOGI DALAM KONTEKS PENGALAMAN
KESEHARIAN KAUM REMAJA: SINTESA DENGAN
REFLEKSI TEOLOGIS DARI SCHILLEBEECKX
4.1 PENGANTAR
Pada bab tiga, penulis telah membahas paham Allah dalam identitas
religius kaum remaja yang berhubungan dengan berbagai elemen-elemen identitas
diri. Di dalamnya diketahui bahwa salah satu hal yang membuat pemahaman akan
Allah ini makin beragam adalah bagaimana seseorang dalam menghadapi
benturan-benturan dalam kehidupan dan tempat di mana ia tinggal. Ada tantangan
antara diri dengan liyan. Hal ini menjadi bagian dari pendidikan kepribadian
seseorang. Untuk menempatkan diri di dalamnya tidaklah mudah. Bukan serta
merta mengikuti khalayak, tetapi lebih pada proses menghidupi identitas. Satu
keping tetap mempertahankan ekistensi sebagai wujud aktualisasi diri, keping
lainnya adalah bagian dari penyesuaian dengan lingkungannya.
Tuhan itu ada di sini, sekarang ini. Masa depan itu ada di sini dan sekarang
ini. Kesadaran menjadi realitas yang ada di sini dan sekarang ini, inilah yang
menghantar para responden pada sebuah pengalaman rohani yang mendalam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Menurut penulis, salah satu bagian penting adalah realitas pengalaman. Di
mana yang dimaksudkan dengan realitas adalah segala hal yang dapat kita jadikan
objek. Meskipun demikian ada realitas pengalaman yang konkret dan ada realitas
pengalaman yang tidak konkret. Pengalaman yang konkret adalah segal hal yang
bisa kita tangkap secara indrawi (dengan panca indera). Yang tidak konkret adalah
yang kita tangkap dengan daya intelektual kita. Realitas itu ya sekarang ini dan di
sini. Sebuah kesadaran akan realitas yang ada di sini dan sekarang ini, itulah yang
menghantar kita pada pengalaman rohani yang mendalam.
Ungkapan Allah itu ada. Mungkin tidak ada bukti material, tetapi mereka
dapat mempertaruhkan hidupnya kepada Allah. Dalam ungkapan-ungkapan para
responden digambarkan mengenai konsepsi tentang Allah dari kehidupan manusia
terutama pada diri kaum remaja, bahwa Allah berbicara kepada mereka melalui
bentuk-bentuk perasaan yang mereka alami ketika mereka sedang berjuang
menghadapi suatu permasalahan, krisis identitas, penderitaannya. Dalam hal ini,
Allah sungguh-sungguh memperhatikan kaum remaja, sehingga mereka dapat
melakukan sesuatu untuk mengatasi masalah tersebut. Di dunia ini, kaum remaja
bisa merasakan penyertaan Allah melalui Yesus Kristus di dalam setiap masalah
yang mereka hadapi. Allah menyertai mereka melalui perwahyuan-Nya dalam
melalui Yesus Kristus.
Pada bab ini, penulis hendak merangkai sebuah Kristologi kontekstual
dalam konteks pengalaman keseharian mahasiswa/i, berdasarkan data dari bab
sebelumnya. Maksud utama penulis adalah untuk menjawab pertanyaan berikut:
Siapa Yesus Kristus bagi manusia masa kini, terutama bagi para mahasiswa/i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
remaja? Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis menggunakan pendekatan
pemikiran Schillebeeck yang secara pribadi menempuh kembali dan
merekonstruksi perkembangan iman serta merumuskannya pada jemaat perdana,
seperti tercantum dalam Perjanjian Baru, khususnya dalam Injil-injil Sinoptik.
Secara umum, keyakinan teologis fundamental Schillebeeckx adalah bahwa
manusia memiliki kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan tentang Allah di
tengah dunia dan di dunia ini. Schillebeeckx tidak melihat sebuah kontradiksi
antara wahyu ilahi dan pengalaman manusia. Namun Schillebeeckx menegaskan,
bahwa Allah dapat dipahami hanya secara tidak langsung. Hal ini berarti bahwa
wahyu terkait erat dengan pengalaman manusia dalam arti luas - tidak hanya pada
pengalaman kehadiran Allah, tetapi juga dalam pengalaman menjadi pribadi
manusia di dunia ini.
Penulis akan merefleksikan secara teologis data dan hasil penelitian, dari
sudut pandang “Korelasi Pengalaman” menurut Schillebeeckx. Dengan
menempatkan penekanan pada pengalaman, penulis meningkatkan ke arah
refleksi teologis. Bagaimana bisa seorang yang historis, yang hidup dalam budaya
yang berbeda, memulai sebuah pengalaman yang sungguh-sungguh universal.
Kalau setiap manusia masih merasa bahwa tuntutan Yesus kepada kita itu
mustahil dilakukan oleh manusia, saya khawatir ia tidak mempercayai
kemanusiaan Yesus yang sempurna. Atau, kalau semisal itu tidak percayai berarti
ia juga tidak mempercayai Allah yang menyelamatkannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.2 BIOGRAFI EDWARD SCHILLEBECKX
Edward Schillebeeckx dapat dicirikan sebagai bapak yang hidup dari
Gereja.1 Memang, seluruh hidupnya sebagai seorang teolog telah diberikan pada
perjuangan untuk melahirkan sebuah tatanan gereja baru, yang membuat implikasi
inkarnasi Allah sepenuhnya di dalam kemanusiaan. Edward Schillebeeckx lahir
pada 12 November 1914, dia adalah anak keenam dari empat belas bersaudara
dalam sebuah keluarga Katolik Flemish. Struktur kehidupan Schillebeeckx tidak
bisa terlepas dari efek Perang Dunia Kedua. Ia lahir di Antwerp, setelah orang
tuanya diasingkan untuk sementara ke Belanda selama invasi Jerman. Ia
dibesarkan di kota Kortenberg, Belgia.
Schillebeeckx tumbuh dan berkembang dengan latar belakang tradisional
ayahnya, yang secara jelas digambarkan sebagai “patriark sejati,” dan “imam
besar keluarga.” Kenangan awal Schillebeeckx tentang Natal berkisar pada
penjelasan ayahnya tentang pemandangan palungan, yang berpuncak pada sebuah
pernyataan “Bayi itu adalah Tuhan!”2 Kesan masa kecil Schillebeeckx tentang
inkarnasi inilah yang membawa dirinya pada tema utama pengembangan
kristologis.
Pada usia sebelas tahun, Schillebeeckx pergi ke biara Yesuit di Turnout.
Saat di biara, di bawah bimbingan seorang guru Yesuit, Schillebeeckx mulai
mengembangkan komitmen terhadap masalah sosial yang akan muncul kemudian
1 Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion: The Place and Meaning of Sufferng in the
Theology of Edward Schillebeeckx (New York: Rowman&Littlefield Publishers, Inc, 2003), 8. 2 Edward Schillebeeckx, God Is New Each Moment (Edinburgh T&T Clark, 1983).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dalam karyanya. Terlepas dari pengalaman positif ini, panggilan imamat
Schillebeeckx yang telah ia pikirkan sejak kecil tidak membuatnya bergabung
dengan para Yesuit. Pada usia sembilan belas tahun, Schillebeeckx sengaja
menjelajahi kehidupan para pendiri ordo religius agung, dia membaca kehidupan
Santo Dominikus dan memutuskan untuk menjadi seorang Dominikan.3 Ada hal
penting bagi Schillebeeckx muda, ia tertarik oleh kegembiraan dan kehangatan
manusia yang menyeimbangkan komitmen intelektual Dominikan terhadap
kebenaran. Sejak awal, ada dasar relasional bagi Schillebeeckx untuk mengejar
kebenaran. Karisma Dominikan untuk mencari dan mengkhotbahkan kebenaran,
dipusatkan pada imanensi Firman yang menjadi manusia. Kekuatan karisma
inkarnasi ini terbawa secara bertahap dan sistematis dalam sifat dan gagasan
teologi Schillebeeckx.
3 Schillebeeckx memasuki Ordo Pengkhotbah (Dominikan) pada tahun 1934. Di Ghent dia
belajar di institut filosofis Dominika dengan Domien De Petter yang berusaha masuk ke dalam
dialog filosofis Thomisme dan fenomenologi Husserlian. Schillebeeckx mempelajari teologi Neo-
Thomist klasik di institut teologi Dominikan di Leuven dan kemudian belajar di Paris di Le
Saulchoir dan Sorbonne. Di Paris ia menikmati kontak dengan Dominikan Prancis dari nouvelle
théologie Yves Congar dan Marie-Dominique Chenu. Pada tahun 1951 Schillebeeckx menyandang
gelar doktor dalam teologi dengan disertasi tentang sakramentologi Thomas Aquinas. Setelah
beberapa tahun menjadi profesor di Dominican Theologicum di Leuven, dia beralih pada teologi
dogmatik dan sejarah teologi di Fakultas teologi Universitas Katolik Nijmegen, Belanda.
Schillebeeckx menjabat sebagai ahli untuk keuskupan Belanda di Konsili Vatikan II, dia adalah
salah satu pendiri kajian teologis internasional progresif Concilium, dan memiliki pengaruh besar
terhadap Dewan Pastoral di Belanda, termasuk penerbitan Katekismus Baru, yang merupakan satu
dari hasil utamanya. Pada tahun tujuh puluhan dia menyelesaikan salah satu upaya teologis utama
dalam karirnya dengan menerbitkan dua buku pertama dari trilogi Yesus-nya (bagian ketiga hanya
muncul pada tahun 1989). Pada tahun 1982 ia menjadi profesor emeritus. Kemudian Schillebeeckx
masih menulis dan menerbitkan perihal Sakramentologi. Tiga kali Kongregasi untuk Pembelaan
Iman menyelidiki ortodoksi Schillebeeckx, namun teologinya tidak pernah dikutuk: pada tahun
1968 ada penyelidikan umum; Pada tahun 1979, kristologinya menjadi subyek penelitian; dan
pada tahun 1984 ia menjadi sasaran pandangannya tentang pelayanan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.3 KORELASI SEBAGAI PENGALAMAN
Sebelum masuk ke dalam pembahasan lebih lanjut mengenai kristologi
kontekstual bagi mahasiswa/i Katolik di tingkat universiras negeri, penulis ingin
memperkenalkan konteks pengalaman dalam teologi Schillebeeckx. Tulisan
Schillebeckx ditandai dengan keterkaitannya dengan sejarah, dengan berbagai
disiplin filosofis, dan tradisi agamanya sendiri, Dominikan dan Katolik.
Schillebeeckx melalui Geloofsverstaan (The Understanding of Faith)4
membangun korelasi teologisnya, ia melakukan dialog dengan hermeneutika
filosofis (Heidegger, De Saussure, Ricoeur, Gadamer), dengan hermeneutika
teologis (Bultmann, Fuchs, Ebeling, Tillich, Pannenberg) dan filsafat linguistik
(Ramsey), serta teori kritis (Habermas). Schillebeeckx mendefinisikan korelasi
dengan menggambarkan dua tujuan pokok, yaitu:5 (a) ‘Bagaimana menafsirkan
pesan alkitabiah tentang Kerajaan Allah yang sekaligus berarti keselamatan bagi
manusia, dan bagaimana merumuskan suatu pemahaman diri kekristenan sebagai
penafsiran orang Katolik?’ dan (b) ‘Bagaimana menjelaskan rumusan suatu
pemahaman diri orang Katolik terhadap pemikiran modern, setidaknya sesuai
dengan tuntutan yang sah, pemikiran yang mengarah ke depan?’ Tujuan
Schillebeeckx untuk memberi bantuan teologis yang masuk akal dan relevan bagi
orang kristiani modern agar iman akan Yesus dapat dialami dan dihidupi secara
4 Edward Schillebeeckx, Geloofsverstaan: Interpretatie en kritiek, Theologische peilingen, V
(Bloemendaal: Nelissen, 1972); Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith:
Interpretation and Criticism (London and New York, NY: Sheed and Ward, 1974). 5 Edward Schillebeeckx, Geloofsverstaan: Interpretatie en kritiek, Theologische peilingen, V
(Bloemendaal: Nelissen, 1972); ET: The Understanding of Faith: Interpretation and Criticism
(London and New York, NY: Sheed and Ward, 1974).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kontekstual. Iman Kristiani harus menjadi elemen yang membangun dalam
masyarakat saat ini.
Dalam usaha ini, kategori pengalaman muncul terutama dalam pencarian
kriteria bahasa dogmatis dan teologis yang otentik.6 Schillebeeckx mengusulkan,
bahwa unsur umum dari semua pengalaman manusia yaitu bahasa.7 Pengalaman
menjadi bahasa perjuangan, penderitaan, pencarian makna dan pencarian Allah
oleh manusia. Di dalam sebuah bahasa terkandung kualitas yang transenden.8 Ciri
wahyu yang transenden berasal dari pengalaman umum akan keselamatan yang
dikomunikasikan dalam kata. “Yang transenden terletak pada pengalaman
manusia dan ekspresinya dalam bahasa iman, namun sebagai referensi batin
tentang apa yang dihayati dalam pengalaman dan bahasa iman diarahkan kepada
kehidupan.”9
Di samping kriteria doxological (tujuan utama bahasa teologis
adalah untuk memuji Allah atas keterlibatan keselamatan Allah dalam sejarah dan
dunia manusia), Schillebeeckx menekankan pentingnya konteks pengalaman dari
konsep iman Kristiani.10
Namun, untuk pertama kalinya, konsep dasar dan strategi
teologis disajikan dalam sub bab ini: pentingnya orthopraxis, dialektika negatif
(pengalaman kontras), dan kriteria korelasi.
6 “Di dunia modern orang tidak akan lagi menerima kepercayaan Kristen hanya dari otoritas
orang lain; itu harus terjadi dalam dan melalui pengalaman dengan pengalaman, yang ditafsirkan
dalam terang apa yang diproklamasikan oleh gereja berdasarkan sejarah pengalaman Kristen yang
panjang.” Edward Schillebeeckx, Interim report on the books Jesus and Christ (New York:
Seabury Press); (London: SCM Press, 1980), 6. 7 “Bahasa adalah endapan dari pengalaman bersama.” Edward Schillebeeckx, Christ: The
experience of Jesus as Lord, Crossroad, New York 1980, 46. 8 “Wahyu adalah pengalaman yang diungkapkan dalam kata; wahyu adalah tindakan
penyelamatan Allah yang dialami dan dikomunikasikan kepada manusia.” Edward Schillebeeckx,
Christ, 46. 9 “The transcendent lies in human experience and its expression in the language of faith, but as
an inner reference to what this experience and this language of faith have called to life.” Edward
Schillebeeckx, Christ, 48. 10
Edward Schillebeeckx, Interim report on the books Jesus and Christ, vii.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.3.1 Bahasa Teologis dan Pengalaman
Schillebeeckx mendefinisikan “hubungan dengan pengalaman hidup
sebagai kriteria untuk makna interpretasi teologis.”11
Schillebeeckx kemudian
menguraikan kriteria tersebut dalam dua aspek. Pertama, teologi membutuhkan
“Sebuah korelasi pengalaman harus sudah dilakukan sebelum memulai sistem
korelasi tradisi Kristen, karena setiap aspek nyata dari pengalaman manusia tidak
akan diungkapkan dengan cara yang sembarangan, tetapi hanya dalam
pemahaman diri perihal pengalaman Kristiani, yang tentu saja merupakan suatu
bagian kesatuan dari pengalaman itu sendiri.”12
Kesadaran diri Yesus tidak memberikan kriteria yang memuaskan, karena
penulis akan kesulitan dalam mengakses kehidupan batin dan karakter dari Yesus,
kecuali melalui perantara para murid dan pengalaman mereka yang disaring
melalui kaca mata para penulis Injil. Hal ini menjadi alasan bagi Schillebeeckx,
mengapa kita harus membedakan antara: 1) pemahaman iman dogmatis atau
teologis, yang selalu merupakan interpretasi bahasa yang diungkapkan; 2)
pengalaman yang ditafsirkan. Oleh karena itu, seseorang harus memiliki
perbedaan antara interpretasi pengalaman atau pengalaman, dan model
interpretasi linguistik, interpretasi, di mana penafsiran tersebut diungkapkan.
11
“Relationship with lived experience as criterion for the meaning of theological
interpretations.” Edward Schillebeeckx, Geloofsverstaan: Interpretatie en kritiek, Theologische
peilingen, V (Bloemendaal: Nelissen, 1972), 57-62; Edward Schillebeeckx, “The Context and
Value of Faith-Talk”, dalam The Understanding of Faith, 14-19, 14. 12
“A hermeneutics of experience before embarking on a system of hermeneutics of christian
tradition, because it is not by any means certain that every real aspect of human experience will be
expressed in the self-understanding of christian experience, which of course, forms an integral
part of that experience.” Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith, 16.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Yesus membuat tuntutan seperti yang Ia sendiri lakukan. Jika, Ia
mengatakan supaya kita menjadi pelayan satu sama lain, bukankah memang Ia
sungguh menjadi pelayan juga? Kalau Yesus meminta agar kita berani ‘mati’
sebagai benih, bukankah Ia sendiri juga sudah melakukannya? Ia melakukannya
dan ingat, Ia adalah manusia seratus persen.
Kedua, apa yang
dikatakan tentang Yesus dalam interpretasi iman oleh Gereja, jika
hal itu bermakna dan dapat dipahami oleh kita - dan ini adalah
kondisi yang paling penting untuk dipenuhi jika kita memberikan
diri kita sepenuhnya dalam iman - untuk memiliki hubungan yang
nyata dengan pengalaman kita sehari-hari dengan sesama manusia
di dunia. 13
Keberagaman Kristologi Perjanjian Baru dapat dipahami sebagai contoh sejumlah
historis dari artikulasi komunal, tentang pengalaman keselamatan para murid di
dalam dan melalui iman kepada Yesus. Tuntutan untuk bersatu dengan Allah pun
bukan menjadi suatu hal yang tidak bisa dihayati. Meskipun Allah itu begitu
misterius, begitu juga, tetapi ia sekaligus dekat dengan kita. Jadi, jangan kita kira
bahwa Tuhan itu ada, jauh di atas sana, terpisah dari kita. Jika seperti ini, kita
akan dibingungkan sendiri dalam hidup iman, jika kita mulai mengkotak-kotakkan
Allah dan manusia karena Allah sendiri memang dengan rahmat-Nya sudah
menyatu dengan manusia. Bagi Schillebeeckx, klaim bahasa semacam itu adalah
13
Is said about Jesus in the church’s interpretation of faith has therefore, if it is to be
meaningful and intelligible to us – and this is the most important condition to be fulfilled if we are
to give ourselves completely in faith – to have a real relationship with our ordinary everyday
experience with our fellow-men in the world. Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith,
16. Dalam komunitas iman setempat, pengalaman keselamatan membawa orang “untuk
menafsirkan kehidupan Yesus sebagai kegiatan definitif atau eskatologis Allah dalam sejarah
untuk keselamatan atau pembebasan manusia”. Edward Schillebeeckx, Jesus, 56.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
klaim manusia; klain tersebut berasal dari pengalaman mendalam tentang misteri
manusiawi. Dalam arti tertentu, Perjanjian Baru tidak berbeda dengan sebuah
usaha komunitas iman manapun dalam mengartikulasikan pengalaman mereka.
4.3.2 Orthopraxis, Kritik Negatif dan Korelasi
Untuk mengembangkan wawasan ini, Schillebeeckx tidak hanya
menyelidiki struktur dan sifat bahasa, tetapi juga beberapa kriteria teologis
lainnya. Dalam konteks inilah, di samping kriteria hubungan proporsional antara
‘interpretasi’ dan ‘interpretandum,’ dan peran penerimaan oleh komunitas iman
dalam memvalidasi interpretasi baru, Schillebeeckx memberi profil kriteria
orthopraxis. Siapa pun yang hendak memahami keberadaannya akan dibawa
kepada pembaharuan eksistensi, bahwa ada hubungan intrinsik antara teori dan
praksis, antara ortodoksi Kristiani dan orthopraxis Kristiani.14
Dalam hubungan yang tak terpisahkan antara pengalaman dan interpretasi,
Schillebeeckx juga membuat pertanyaan tentang konsep ‘korelasi’, karena
tampaknya Schillebeeckx membuat radikal posisi hermeneutisnya tanpa
relativisasi dimensi universalistiknya.15
Sebagaimana telah disebutkan dalam
Interim Report, Schillebeeckx menjelaskan kritik atas teori korelasi, terdiri dari
tiga langkah: pertama, penelusuran struktur konstan dari pengalaman dasar
Kristiani dalam Perjanjian Baru dan tradisi. Kedua, analisis tentang dunia
14
Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith, 67-69. 15
Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith, 78-101: “Correlation between Human
Question and Christian Answer”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pengalaman saat ini, dalam pengertian umum-budaya dan pribadi-Kristiani; dan
ketiga, korelasi kritis atau konfrontasi kedua sumber teologi (Kitab Suci dan
Tradisi). Selain itu Schillebeeckx juga mempertanyakan, apakah tautan ini hanya
bisa dilihat dari sudut pandang wahyu. Schillebeeckx menuliskan teologi aslinya,
terjadi dalam
dua fase yang bersama-sama membentuk keseluruhan dialektis [...]
Bagaimanapun, kita hanya mengerti tradisi Kristen dari pertanyaan
yang diajukan kepada kita dari situasi sekarang di mana kita hidup;
pemahaman masa lalu sudah menyiratkan penafsiran masa kini.
Dan sebaliknya, pemahaman kita tentang saat ini berdiri di bawah
pengaruh historis tradisi Kristen.16
Menurut Schillebeeckx, teologi tidak peduli dengan korelasi pertanyaan
manusia dan jawaban agama, namun lebih mementingkan sebuah korelasi
jawaban.17
Karena bagi Schillebeeckx, hanya jawaban manusia yang dapat
menjawab, dan menjadi bermakna akan sebuah pertanyaan manusia. Hal ini
menjadi tugas bagi para teolog untuk menghasilkan korelasi antara apa yang
bermakna secara manusiawi dan apa yang bermakna dalam terang Injil. Jika pada
16
Two phases that nevertheless together form a dialectical whole […] We after all only
understand the Christian tradition out of the questions handed to us from the present situation
wherein we live; the understanding of the past already implies an interpretation of the present.
And the other way round, our understanding of the present stands itself under the historical
influence of the Christian tradition. Edward Schillebeeckx, Theologisch geloofsverstaan anno
1983, 12. 17
Teologisasi yang otentik, Schillebeeckx menulis, berlangsung dalam “dua fase namun
bersama-sama membentuk keseluruhan dialektik [...] setelah semua hanya kami mengerti tentang
tradisi Kriten tanpa pertanyaan diserahkan kepada kami dari situasi saat ini di mana kita hidup;
pemahaman akan masa lalu sudah berimplikasi pada penafsiran masa kini. Dan sebaliknya,
pemahaman kita akan saat ini ada di bawah sejarah yang dipengaruhi oleh Tradisi Kristen.”
Schillebeeckx menggunakan kategori interelasi: “teologi Kristen secara khusus berkaitan dengan
hubungan timbal balik [Belanda: interrelatie] antara ‘analisis masa kini’ dan analisis pengalaman
historis kehidupan Kristen dan refleksi hermeneutik tentang hal ini. Perhatiannya adalah untuk
menyaring dari totalitas ini suatu arah yang dapat diambil oleh orang Kristen secara bertanggung
jawab dalam proses kehidupan menuju masa depan. ” Edward Schillebeeckx, Christ, 72.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
prinsipnya Allah tidak diperlukan dalam kehidupan, apakah Allah akan berhenti
berfungsi menjadi “sebuah ‘celah jalan keluar’, sesuatu yang kita gunakan apabila
kita tidak dapat menemukan jalan keluar lain dari masalah terdalam kita.”18
Singkatnya: karena pada dasarnya, hal ini menyangkut pengalaman yang ‘sama’
dimiliki oleh orang-orang percaya, dan juga bagi mereka yang tidak percaya,
terlepas dari interpretasi keragaman yang sering kali tidak sesuai dengan
pengalaman yang diungkapkan. Hal ini menjadi mungkin bagi orang Kristen
untuk menegaskan, bahwa masuk akal atas relevansi iman mereka dalam
kaitannya dengan konteks modern saat ini, standar rasionalitas serta dalam nilai
kemanusiaan.
Dalam membahas jawaban-jawaban manusia ini, Schillebeeckx menunjuk
pada pengalaman positif dan negatif dari manusia. ‘Pengalaman kontras’ negatif
berhubungan dengan pengalaman akan ancaman manusiawi, dan gerakan batin
untuk menolak penderitaan. Dalam konteks ini, Schillebeeckx menyebutkan
‘negativitas kritis’ atau ‘dialektika negatif’ sebagai pra-pemahaman yang
universal tentang semua pemikiran makna positif tentang manusia. Pengalaman
negatif ini membawa potensi positif yang membangkitkan berbagai macam
perjuangan bagi dunia sehingga lebih manusiawi, demi integritas manusia.
Dalam konteks pengalaman manusia, pembicaraan Kristiani
tentang Allah dapat didengar dengan cara yang sekuler, dan
bermakna secara universal. Memang ada konvergensi atau korelasi
antara apa yang ditegaskan dalam pesan Injil sebagai sebuah janji,
sebuah tuntutan dan kritik, dan apa yang manusia alami sebagai
18
A ‘stop-gap’, something to which you resort if you can find no other way out of your deepest
problems. Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith, 90.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
emansipasi dalam perlawanannya terhadap ancaman manusiawi
yang ia cari.19
Namun, ada juga beberapa makna pengalaman positif yang menurut
Schillebeeckx secara implisit menyerukan makna tertinggi, yaitu sebagai
pemenuhan. Dalam hal ini, hubungan dengan pesan Kristen dapat menjadi jelas:
Dari sudut pandang pertanyaan manusia tentang pemenuhan asli
hidupnya, tentang keselamatan, Schillebeeckx melihat satu-satunya
konteks non-religius yang eksplisit dan menjadi sangat berarti
untuk berbicara secara setara tentang Allah. [...] Pemenuhan akhir
manusia pada akhir zaman, yang dicari oleh semua orang tetapi
tidak dapat dirumuskan dan hanya dapat disadari sebagian, adalah
pra-pemahaman universal tentang kondisi manusiawi yang
dijanjikan kepada kita di dalam Kristus.20
19
The context of human experience in which christian talk about God can be heard in a way
which is both secularly meaningful and universally intelligible. There is indeed a convergence or
correlation between what is affirmed in the gospel message as a promise, a demand and a
criticism and what man experiences as emancipation in his resistance to the threat to the
humanum that he is seeking. Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith, 94. 20
From the point of view of man’s question about the authentic fulfilment of his life, about
salvation, I see the only explicitly non-religious context within which it is meaningful to speak
correlatively about God […] The ultimate fulfilment of man at the end of time, which all men are
seeking but cannot formulate and can only partly realise, is the universal pre-understanding of the
humanum that is promised to us in Christ. Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith, 98.
Teks berlanjut lebih jauh: “Human reality, which can, despite everything, be meaningfully
interpreted in secular terms and especially by realising meaning in praxis within a history of
meaninglessness, receives from christianity meaning in abundance: the living God himself, who is
ultimately the abundance to which all secular meaning is indebted for its own secular
significance.” (Kenyataan manusia, yang dapat, terlepas dari semuanya, ditafsirkan secara
bermakna dalam istilah sekuler dan terutama dengan menyadari makna dalam praksis dalam
sejarah yang tidak berarti, menerima dari makna kekristenan yang berlimpah: dari kehidupan
Allah sendiri, yang pada akhirnya adalah kelimpahan di mana semua makna sekuler berhutang
budi untuk kepentingan sekulernya sendiri). Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith,
98-99.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.4 PENGALAMAN SEBAGAI KEKUATAN PENGGERAK IMAN
DAN TEOLOGI
Kata ‘pengalaman’ bisa ditemukan dalam Interim Report.21
Pengalaman
adalah istilah kunci yang (a) tidak hanya untuk memahami apa yang mengilhami
jemaat Kristen pertama untuk bersaksi bahwa Yesus adalah Kristus yang telah
bangkit, tetapi juga untuk mendapatkan wawasan tentang ‘apa’ dan ‘bagaimana’
wahyu, serta apa yang dipertaruhkan dalam tradisi dua ribu tahun kekristenan; (b)
kategori ‘pengalaman’ sangat penting untuk menganalisis situasi saat ini; dan (c)
dengan ‘mengkorelasikan’ kedua ‘pengalaman’. Kemunculan berbagai kisah
mengungkapkan, bahwa kebangkitan iman muncul dari suatu sumber pengalaman
yang telah diungkapkan oleh Yesus kepada para Murid-Nya, sebagai hidup yang
melampaui kematian. Schillebeeckx menjelaskan, bahwa pengalaman Paskah
merupakan sebuah proses perpindahan ke dalam teks Perjanjian Baru dari model
Yahudi.22
Setiap penampakan Yesus setelah kematian-Nya menjadi contoh
pengalaman yang unik, intim, dan ditandai oleh pembaruan serta transformasi
hidup setelah kehilangan harapan. Seiring dengan pengurangan beban penderitaan
dalam setiap contoh pengalaman yang dialami oleh para Murid, dalam kepenuhan
rasa bahagia dan rasa diri yang terpecah belah, dalam hubungan mereka dengan
Yesus selama Ia berada di bumi.
21
Edward Schillebeeckx, Interim Report on the Books Jesus and Christ, SCM Press and New
York, London, NY: Crossroad, 1980. 22
Lieven Boeve, Experience According to Edward Schillebeeckx: The Driving Force of The
Faith and Theology (New York: Rowman & Littlefirld Publishers, Inc 2003), 104.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Schillebeeckx membedakan tiga unsur dalam analisisnya tentang
pengalaman, yaitu: dimensi pengalaman atau dimensi ‘hidup’; dimensi
interpretatif yang memperoleh bentuk konkret dengan ekspresi pengalaman
sehingga menjadi gambar, konsep dan narasi yang nyata (interpretaments); dan
dimensi teoritis atau model yang membentuk kerangka pemahaman, di mana
pengalaman dan interpretasi terjadi dan terkandung di dalamnya.23
Schillebeeckx
menyebutkan, “jadi, apa yang disebut pengalaman religius, tidak hanya berupa
interpretasi (dipahami sebagai konsep dan gambar tertentu), namun lebih dari
pada itu, menjadi sebuah model teoretis dari mana seseorang mensintesis
pengalaman yang berbeda.”24
Memang, hubungan dengan pengalaman manusia
kontemporer adalah satu-satunya cara untuk membuat bahasa teologis dan
interpretatif Gereja menjadi bermakna dan dapat dimengerti.25
Schillebeeckx
bahkan mempelopori: “semua interpretasi teologis harus sebagai cerminan tentang
pembicaraan religius, sehingga memiliki arti yang dapat dipahami di dalam dan di
dunia ini. Dengan kata lain, semua interpretasi teologis pasti memiliki [...] makna
sekuler.”26
23
Edward Schillebeeckx, “Theologisch geloofsverstaan anno 1983”, dalam Lieven Boeve,
Experience According to Edward Schillebeeckx: The Driving Force of The Faith and Theology,
207. 24
Thus, in what is called a religious experience, there is not only interpretation (understood as
certain concepts and images), but moreover a theoretical model from which one synthesises
divergent experiences. Edward Schillebeeckx, Theologisch geloofsverstaan anno 1983 (Baarn:
Nelissen, 1993), 26. 25
Oleh karena itu, kondisi dasar untuk setiap penafsiran iman yang setia kepada Injil adalah
makna dari interpretasi itu. Dengan kata lain, itu harus mencerminkan pengalaman nyata. Di sisi
lain, pengalaman eksistensi kita sehari-hari di dunia juga harus memberi makna dan kenyataan
pada pembicaraan teologis kita. Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith, 16-17. 26
All theological interpretation must, as a reflection about religious talk, have a meaning that
can be understood in and by the world. In other words, it must have […] a secular meaning.
Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith, 17; dengan referensi pada Paul van Buren,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.4.1 Kekristenan Diawali dengan Sebuah Pengalaman - Wahyu dan
Pengalaman
Bagi Schillebeeckx, kekristenan dimulai dengan sebuah pengalaman,
sebuah perjumpaan dengan Yesus dari Nazaret, yang menyebabkan orang
menemukan makna dan arah baru dalam hidup mereka, sehingga mereka dapat
mengarahkan hidup kepada sebuah tujuan baru. Keallahan Yesus itu
dimungkinkan, sejalan dengan pengertian penciptaan. Allah sempurna
mencurahkan kesempurnaan dalam semesta. AKU dalam diri-Nya tampak
sempurna sehingga keasliannya sebagai Anak Allah sungguh-sungguh nyata.
Bagaimana itu menjadi nyata sebagai Anak Allah. “Makanan-Ku adalah
melakukan kehendak Allah …” Seluruh hidup-Nya hanyalah melulu melakukan
kehandak Allah. Seluruh karya-Nya hanya berorientasi ke sana dan setiap
pengikut-Nya dituntut supaya melakukan kehendak Allah.
Ada perbedaan yang jelas antara Kristus yang bangkit dengan Yesus
historis. Kisah suci Yesus historis berakhir dengan kubur kosong. Kehadiran
Yesus historis dalam pengalaman manusia berakhir dengan kematian dan
penguburan-Nya. Pengalaman kebangkitan dalam Perjanjian Baru, dan
interpretasi jemaat Kristen yang diberikan kepada jemaat pada umumnya adalah
pengalaman dari Allah yang bangkit, yaitu Kristus. Melalui peristiwa-peristiwa
yang membebaskan dan aktual, manusia mengalami kedekatan dengan Allah.
Pribadi dan karya Yesus yang historis tidak dapat sepenuhnya dipisahkan dari
The Secular Meaning of the Gospel Based on an Analysis of Its Language (London SCM Press,
1963).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pribadi dan karya Kristus yang bangkit. Namun, dalam pengalaman manusia pada
umumnya memiliki sifat yang berbeda secara radikal. Dengan demikian,
Schillebeeckx memandang kedua pribadi secara terpisah, seperti halnya dalam
dua bukunya: Jesus: An Experiment in Christology dan Christ: The Experience of
Jesus as Lord.
Dalam buku pertama, Jesus, Schillebeeckx mengacu pada dua pengalaman
dasar untuk memahami kehidupan Yesus, yaitu: pertama, pesan dan praksis
Yesus. Schillebeeckx berbicara khusus tentang pengalaman Yesus sebagai
pengalaman Bapa yang menjadi dasar bagi praksis hidup-Nya.27
Schillebeeckx
bertitik tolak pada diskusi tentang Yesus historis, yang dia gambarkan sesuai
dengan pengetahuan penting dalam Perjanjian Baru, yaitu Yesus sebagai figur
kenabian eskatologis. Yang menjadi kata kunci pemahaman Yesus adalah
pewartaan-Nya tentang kerajaan Allah yang akan segera terjadi.
Kehadiran Yesus yang peduli dan taat di antara manusia, dialami
sebagai keselamatan yang datang dari Tuhan.
“Bersedih karena kehadiran Yesus” merupakan kemustahilan
eksistensial! Itulah mengapa murid-muridNya “tidak berpuasa”.
Yesus yang makan dan minum dalam persekutuan dengan para
sahabat-Nya dan dengan “orang buangan,” pengumpul pajak dan
orang berdosa, membawa kebebasan dan keselamatan.
Sebagai utusan eskatologis dari keterbukaan Allah terhadap orang-
orang berdosa, Yesus berperan sebagai tuan rumah: anugerah
Allah yang berlimpah.28
27
Edward Schillebeeckx, Jesus, 256–267. 28
Jesus’ caring and abiding presence among people, experienced as salvation coming from
God.
Being sad in Jesus’ presence an existential impossibility: his disciples “do not fast.”
Jesus’ eating and drinking in fellowship with his own and with “outcasts, ”tax-gatherers and
sinners, brings freedom and salvation.
The eschatological messenger of God’s openness toward sinners. Jesus as host: a copious gift
of God. Edward Schillebeeckx, Jesus, 179, 201, 206, 213.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambaran relasionalitas Yesus di atas, secara jelas mencerminkan
landasan relasional akan keberadaaan-Nya dalam, dengan, dan untuk Allah.
Hubungan unik Yesus dengan Allah, yang Ia sebut sebagai “Abba,” dapat
diperoleh hanya dari pesan-Nya yang konsisten, dan cara hidup-Nya yang konkrit.
Dengan demikian, Yesus dipahami dalam terang situasinya dalam konteks
Yahudi, dan Schillebeeckx menunjukkan bagaimana kata-kata dan tindakan Yesus
bermaksud menunjuk pada kerajaan Allah yang akan datang.29
Itulah yang
menjelaskan klaim Yesus bahwa dalam kata-kata dan tindakan-Nya, Allah sendiri
hadir. “Dari hal tersebut menjadi jelas, bahwa dalam kemanusiaan Yesus sangat
ditentukan oleh relasi-Nya dengan Allah. Dengan kata lain, hakikat terdalam
Yesus terletak dalam relasi pribadi-Nya yang istimewa dengan Allah.”30
Dalam
arti inilah, saya katakan Tuhan menyamar. Kita tidak menduga bahwa sesama kita
itu ‘Tuhan’. Kita tidak mengira bahwa Tuhan hadir dalam setiap makhluk karena
konsep kita yang terbatas tentang kehadiran Tuhan. Tuhan kita batasi dengan
konsep kita sendiri: kalau Tuhan hadir dalam orang ini, dan orang ini harus
begini, begitu.. Jadi, memang Sabda itu telah menjadi manusia dan tinggal di
antara kita. Kesadaran Yesus dalam menghayati hidup sebagai pelaksana
kehendak Allah itulah yang menjadikan sempurna sebagai Anak Allah. Pribadi-
Nya yang sedemikian konsisten terhadap kehendak Allah itu jugalah yang
memungkinkan bentuk perwahyuan tertentu. Perwahyuan yang saya maksudkan
29
Edward Schillebeeckx, Jesus. An Experiment in Christology (New York, 1979). Lihat
Schreiter, ‘Edward Schillebeeckx’, 154-155. 30
Edward Schillebeeckx, “Menschen. Die Geschichte von God”, Herder, Freiburg/Basel/Wien
1990, 162 dalam Adrianus Sunarko, “Kristianitas Inklusif atau Pluralis? Diskusi dengan Edward
Schillebeeckx”, Melitas, 31.1.2015, 19.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ialah pengejawantahan kesempurnaan Allah dalam sosok pribadi yang menjadi
sumber iman bagi manusia.
Schillebeeckx mengacu pada pengalaman Abba – Yesus,31
terkait dengan
tindakan yang tidak biasa dilakukan Yesus, yaitu berdoa kepada Bapa-Nya.
Schillebeeckx mencatat, bahwa “terlepas dari beberapa kasus […], pada zaman
Yesus, sebutan Abba (istilah sekuler, diambil dari kehidupan keluarga) tidak
pernah disebutkan dalam bahasa/ungkapan doa yang ditujukan kepada Allah.”32
Hal tersebut menjelaskan pemahaman akan diri-Nya. Pengalaman ini mendasari
dan merupakan sumber pesan dan praksis Kerajaan Allah yang akan datang,
“yang tanpa pengalaman religius ini, atau terpisah dari-Nya, akan kehilangan
makna dan isi khas yang sebenarnya, yang diberikan Yesus kepada manusia.”33
Schillebeeckx memberikan deskripsi sebagai berikut:
[…] Pesan ini diberi muatan substantif oleh tindakan dan cara
hidup Yesus; Mukjizat-Nya; Hubungan Yesus dengan para
pengumpul pajak dan orang-orang berdosa, tawaran keselamatan-
Nya yang berasal dari Allah dalam persekutuan di meja dengan
teman-teman-Nya, dan sikap-Nya terhadap Hukum Taurat, Sabat
dan Bait Suci, dan akhirnya dalam persaudaraan dan persekutuan-
Nya dengan para Murid yang lebih intim. Inti dan pusat dari semua
itu menampilkan Allah yang lebih cenderung pada sisi
kemanusiaan.34
31
Edward Schillebeeckx, Jesus, 210-221. 32
Apart from a few cases […], Abba (a secular term, taken from family life) does not occur in
Jesus’ time in the language of prayer addressed to God. Kathleen Anne McManus, Unbroken
Communion: The Place ang Meaning of Suffering in the Theology od Edward Schillebeckx, 96. 33
Which without this religious experience, or apart from it, lose the distinctive meaning and
content actually conferred on them by Jesus. Edward Schillebeeckx, Jesus, 266 34
[…] this message was given substantive content by Jesus’ actions and way of life; his
miracles; his dealings with tax-gatherers and sinners, his offer of salvation from God in fellowship
at table with his friends and in his attitude to the Law, sabbath and Temple, and finally in his
consorting in fellowship with a more intimate group of disciples. The heart and centre of it all
appeared to be the God bent upon humanity. Edward Schillebeeckx, Jesus, 266-267.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Bagi Schillebeeckx, Yesus adalah subyek yang unik dari pengalaman
religius Allah yang melampaui Taurat dan Sinagoga. Pengalaman religius Yesus
dengan Allah ini adalah pengalaman keintiman Yesus secara langsung dengan
Allah, yang menekankan keyakinan, dan kepastian-Nya, bahwa keselamatan
sudah dekat dan diberikan secara universal. Juga, kepada sekelompok manusia
berdosa serta para Murid yang mengharapkan sebuah keselamatan, dengan
disertai perubahan sikap terhadap Hukum Taurat, Sabat dan Bait Suci.35
Schillebeeckx membangun keutuhan pesan Kristen seputar pengalaman Abba.
Kedua, keaslian iman komunitas Kristen setelah kematian-Nya.
Schillebeeckx merujuk pada pengalaman Paskah yang dialami oleh para Murid
pertama, sebagai pengalaman pertobatan, pada pengenalan akan Yesus, Yesus
sebagai Kristus – yang merupakan pengalaman di mana menemukan
pengampunan, rahmat dan keselamatan dalam Yesus, kedatangan sebagai Hakim
(Anak Manusia) atau kebangkitan (makna) salib.36
Yesus mengajarkan apa yang
Ia hayati bahkan sampai pada kata-kata pamungkasnya, “Kalau biji itu tidak mati,
ia tidak akan menghasilkan buah”. Yesus menjalani kematian-Nya juga, Ia
menjalani proses yang oleh kebanyakan orang dinilai sebagai kegagalan. Hal
tersebut menjadi dasar pengalaman yang baru, bahwa para murid berjumpa
kembali dengan Yesus. Hal tersebut juga ada dalam pengalaman, bahwa
kenyataan akan apa yang ada dalam pasca - Kristologi disebut sebagai
35
Dalam komunitas iman setempat, pengalaman keselamatan membawa orang untuk
menafsirkan kehidupan Yesus sebagai kegiatan definitif atau eskatologis Allah dalam sejarah
untuk keselamatan atau pembebasan manusia. Edward Schillebeeckx, Jesus, 56. 36
Edward Schillebeeckx, Jesus, 379-397.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
‘kebangkitan’ dan kemudian diterima sebagai ‘hal yang penting dan kerigma
kanonis’ sebagai pewahyuan.
Pada buku kedua, Christ, fokus bergeser pada bagaimana jemaat Kristen
pertama mengalami keselamatan sebagai realitas. Schillebeeckx berfokus pada
pengalaman rahmat, yaitu penemuan keselamatan dalam Yesus yang berasal dari
Allah, dalam berbagai bentuk penafsiran kesaksian dalam Perjanjian Baru. Kisah
tentang Yesus, sebagai kehidupan yang hidup secara pribadi dalam meniru
Kristus, berada di pusat dua kitab pertama dalam trilogi kristologis: dengan kata
lain, kita harus belajar untuk mengenal Allah melalui Yesus dan para Saksi yang
mengikuti Yesus sebagai model hidup jemaat Kristen. Schillebeeckx mengacu
pada pengalaman Paskah para Murid pertama, sebagai pengalaman pertobatan
atas prakarsa Yesus, yaitu pengalaman akan Yesus sebagai Kristus. Dengan cara
ini, Schillebeeckx mengikuti garis yang menghubungkan dengan Yesus historis,
kehidupan dan praksis-Nya, dengan Kristus, yang membawa keselamatan dari
Allah. Juga dalam pengalaman inilah, kenyataan tentang apa yang di dalam
paskah-kristologi disebut dengan ‘kebangkitan’, dan kemudian diterima sebagai
ajaran utama dan resmi. Bagi Schillebeeckx, hal ini menjadi peristiwa Paskah dan
Kebangkitan, yang merupakan pengalaman dan interpretasi historis yang
mengikuti kematian Yesus. Schillebeeckx mengambil kehidupan Yesus sebagai
interpretasi model “Konversi Yahudi”. Setelah kematian Yesus, hal ini
digambarkan sebagai pengalaman ketidaksetiaan dan ketakutan yang akan
diampuni oleh Allah dengan selalu memberikan cinta tanpa pamrih. Yesus
merupakan tawaran keselamatan – dari – Allah; dan kehidupan Yesus tidak akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ditutup. Berkat dan rahmat terus dialami sebagai proyek terus-menerus.37
Pada
titik inilah Schillebeeckx kembali membuat sebuah perbedaan:
antara penafsiran yang dibawa oleh pengalaman Kristen itu sendiri
(dan hal itu termasuk dalam kondisi sejarah dan sosial, meskipun
pengalaman Yesus sebagai Kristus atau sebagai keselamatan final
yang menentukan dapat juga termasuk dalam pengalaman
universal manusia), dan apa yang saya sebut mungkin selanjutnya
adalah tematisasi budaya yang terkondisi dan pengembangan teori
penafsiran pengalaman Kristen ini.38
Dengan bantuan ilmu tafsir Kitab Suci, khususnya dalam Injil-injil
sinoptik, Schillebeeckx berusaha merekonstruksi siapa Yesus Kristus yang
sesungguhnya. Lebih daripada itu, Schillebeeckx berusaha menemukan dalam
hidup, sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus, hal-hal yang memainkan peran
penting bagi muncul dan berkembangnya iman para murid kepada-Nya.
Keputusan untuk beriman dan sampai pada pengakuan akan Yesus sebagai Putra
Allah tentu memiliki alasannya tersendiri. Maka, kristologi Perjanjian Baru pada
dasarnya adalah “kristologi dari bawah”. Sampai batas tertentu kita dapat
berusaha memahami dan menjelaskannya. Akan tetapi, dasar terakhir iman akan
Yesus Kristus sebagai Putra Allah tetap tidak dapat diverifikasi dan dijelaskan
secara rasional. Itulah yang membedakan sebuah bahasa iman dan pengakuan dari
bahasa ilmiah yang harus diverifikasi. Skema penafsiran pengalaman orang
Kristen diungkapkan, walaupun hal itu menjadi bagian dari mereka sendiri. Hal
37
Relasi khas Yesus dengan/kepada Bapa didahului dan ditopang oleh kasih khas Bapa sendiri
kepada Yesus. Edward Schillebeeckx, Jesus, 380-381. 38
Between the interpretation brought by the Christian experience itself (and this includes
historical and social conditioning, though the experience of Jesus as the Christ or as decisive and
final salvation can also include universal human experiences), and what I might call the
subsequent culturally conditioned thematization and theoretical development of these Christian
interpretative experience. Edward Schillebeeckx, Christ, 634.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ini oleh Schillebeeckx, dianggap untuk menjaga makna pengalaman religius dan
makna perwahyuan Allah yang unik yang diberikan oleh Yesus dari Nazaret.
Kemungkinan makna pengalaman religius ini akan menjadi pemaknaan tetap
sebagai bagian dari proses dogmatis, di mana makna pengalaman religius
menerima makna formal yuridis dan bahkan makna tetap. Namun, ini tidak selalu
terjadi dan bahkan keempat pengarang Injil pun mencerminkan keberagaman
pemahaman dan penerimaan terhadap Yesus. Secara historis dan dalam kebutuhan
pribadi serta budaya seseorang, sekelompok tertentu menceritakan kisah Yesus
karena dalam kehidupan mereka telah ditemukan keselamatan melalui peristiwa
tersebut.39
Namun, menurut Schillebeeckx, terlepas dari penerimaan khusus ini,
apa yang menarik manusia kepada Yesus adalah pengalaman istimewa imannya,
dan praktik yang membuatnya unik dan berlaku universal dalam hubungannya
dengan Allah. Hal ini memperlihatkan akan pengalaman religius Yesus dan
murid-murid-Nya, terutama dalam pengalaman akan Bapa dan Paskah yang
menjadi pengalaman inti dalam iman Perjanjian Baru.
Dalam Interim Report, Schillebeeckx selanjutnya merefleksikan
pengalaman religius ini dalam bentuk pewahyuan. Bagi Schillebeeckx,
pewahyuan selalu terjadi dan terhubung dengan pengalaman. Walaupun tidak ada
pewahyuan tanpa pengalaman, pewahyuan tidak dapat disamakan dengan
pengalaman manusia, namun hanya dapat dilihat “di dalam dan melalui
pengalaman manusia.”40
Pengakuan jemaat Kristen pertama, bahwa Yesus adalah
39
Edward Schillebeeckx, Jesus, 82–83. 40
Wahyu terjadi “melalui proses peristiwa, pengalaman dan interpretasi yang panjang”. Lihat:
Interim Report, 11.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kristus, bukan hanya dalam penafsiran mereka atas suatu pengalaman, tetapi yang
pertama dan terutama, sebagai bukti dari sesuatu yang telah mereka ambil dan
mereka buat atau mereka pikirkan untuk melihat Yesus dalam terang lain.41
Pengalaman iman akan Yesus sebagai Kristus kemudian tidak secara murni
merupakan intuisi subyektif manusia, sensasi atau perasaan dan, dengan demikian
menjadi produk interpretasi manusia. Namun lebih dari itu, pengalaman iman
berisi sebuah pernyataan kognitif (sebuah ‘obyektifitas’), bahwa membongkar
pengalaman iman itu sendiri bersama dengan pengalaman tersebut. Pewahyuan ini
sungguh merupakan inisiatif Allah yang hanya dapat diungkapkan melalui
jawaban personal dalam iman, sebagai contoh: dalam pengakuan akan Kristus.
Meskipun begitu, pewahyuan tidak dapat direduksi pada jawaban manusia,
bahkan jika secara paradoks, cukup hanya dalam dan melalui jawaban manusia
dalam iman pewahyuan akan menjadi tampak bagi kita.
Schillebeeckx mengungkapkan ‘objektivitas’ dalam sebuah pengalaman
dengan membedakan antara ‘unsur pengalaman’ dan ‘unsur penafsiran’ dalam
‘pengalaman (pewahyuan)’ itu sendiri. Dalam pengalaman itu sendiri, sudah
terkandung sebuah unsur penafsiran intrinsik yang dapat dibedakan dari unsur
penafsiran yang lain, bahwa hal tersebut berasal dari situasi di mana pengalaman
41
Ketika orang Kristen mengklaim bahwa Yesus adalah wahyu Allah yang menentukan, mereka
memahami hal ini secara ganda, baik secara obyektif maupun subjektif. Di satu sisi, ada orang-
orang (orang Kristen) yang menegaskan, ‘inilah cara kita melihatnya.’ Itu karena perjumpaan dan
pengalaman keselamatan mereka yang selamat bersama Yesus sebelum kematiannya, dan dalam
peristiwa seputar kematian-Nya, bahwa orang mulai memikirkannya dengan cara ini. Di sisi lain,
sesuai dengan pemahaman yang sama dari para murid, penegasan ini juga membawa implikasinya,
‘Kita harus melihatnya seperti ini, karena begitulah adanya’. “Dari pengalaman mereka tentang
pembebasan dan keselamatan yang dimaksudkan murid untuk menjawab pertanyaan: “Siapakah
Dia yang dapat bertindak demikian?” dengan kesimpulan berikut: Yesus adalah wahyu Allah yang
pasti. Dinyatakan secara lebih teknis: “Soteriologi adalah jalan menuju kristologi” Edward
Schillebeeckx, Interim Report, 11-12.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
itu terjadi. Di sini, Schillebeeckx menyebutkan pengalaman kasih sebagai
contohnya. Mereka yang terjebak dalam pengalaman kasih mengetahui, bahwa
pengalaman mereka adalah tentang kasih.42
Dalam pengalaman kasih ini tidak
berarti bahwa unsur-unsur penafsiran berasal dari tempat lain, sebagai contoh:
dari literatur/tulisan atau budaya populer - tidak sungguh terjadi/berarti.
Sebaliknya, di satu sisi, mereka memberikan ekspresi pada kekayaan akan
pengalaman kasih yang tak habis-habisnya. Pada saat yang sama mereka
menunjukkan kekaguman, bahwa pengalaman kasih tidak dapat diungkapkan
dalam kata-kata – baik keduanya dapat menjadi hal yang mempercepat maupun
memperlambat secara berkelanjutan dalam pencarian bentuk pengungkapan atau
ekspresi. Di sisi lain, mereka benar-benar mewarnai pengalaman kasih sebagai
keseluruhan dan menjelaskan bagaimana kasih yang nyata itu dialami. Penafsiran
tersebut sebagai pengungkapan diri akan pengalaman, kedalaman relasi dalam
pengalaman aktual.43
Schillebeeckx menunjuk pengalaman sebagai permulaan
sambungan akan ‘keaslian’ penafsiran dimensi pengalaman akan pengalaman
sebagai ekspresi ‘pesan-pertama’. Ekspresi yang membuat skematis pengalaman
ini lebih lanjut. Dari tanpa sebuah ‘pengalaman lebih lanjut, maju, reflektif,
penafsiran pengalaman’ merupakan ekspresi ‘pesan-kedua’.44
42
Jadi identifikasi interpretatif ini adalah elemen intrinsik dari pengalaman cinta. Edward
Schillebeeckx, Interim Report, 13. 43
Kasih sejati diberi makna oleh pengalaman kasih dan ekspresi diri sendiri yang terus berlanjut
... Namun, ekspresi diri yang berkembang ini memungkinkan untuk memperdalam pengalaman
asli; itu membuka pengalaman dan membuatnya lebih eksplisit. Edward Schillebeeckx, Interim
Report, 13-14. 44
Lieven Boeve, Experience According to Edward Schillebeeckx: The Driving Force of The
Faith and Theology, 209-210.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Apabila diterapkan pada pengalaman jemaat Kristen pertama, ekspresi
urutan pertama seperti ‘Yesus adalah Kristus’, atau ‘Dia hidup’, hal ini menunjuk
pada dasar fundamental yang umum akan pengalaman ‘mengalami keselamatan di
dalam, dan melalui Yesus’. Hal tersebut merupakan dasar pengalaman dalam
menerima sebuah ekspresi pengungkapan dalam Perjanjian Baru, yang ditulis
dalam berbagai cara dan dalam hubungan dengan Perjanjian Lama, dan dalam
konteks kontemporer. Schillebeeckx memberikan gagasan akan kebangkitan yang
merupakan sebuah pertemuan dengan “raga yang bangkit”, Ia menegaskan hal
tersebut sebagai berikut:
Hal objektif tidak bisa dipisahkan dari aspek subjektif dari
keyakinan para rasul akan kebangkitan. Terpisah dari pengalaman
motivasi iman adalah hal yang tidak mungkin untuk berbicara
tentang (pengalaman akan) kebangkitan Yesus yang sungguh
berarti (iman dibutuhkan untuk berbicara tentang kebangkitan).
Peristiwa kebangkitan dapat menjadi sebuah “warna” bagi
beberapa orang yang buta sejak lahir. Tanpa ada pengalaman yang
identik tersebut, yaitu pengalaman akan kebangkitan Yesus, apa
yang terjadi pada-Nya secara pribadi, setelah kematian-Nya yang
terpisah dari pengalaman Paskah, atau motivasi iman, dalam diri
para murid: dapat dikatakan, dari pengalaman perpindahan, yang
mereka yakini sebagai karya Roh Kristus. […] Terpisah dari
pengalaman akan iman Kristen para murid tidak memiliki alat
yang dapat digunakan untuk mengenali kebangkitan Yesus
(dibutuhkan iman untuk mengenali kebangkitan Yesus). Tetapi di
samping aspek subjektif ini tampaknya sama saja dengan […]
Tanpa pengalaman Paskah pembaruan hidup menjadi mungkin
tanpa kebangkitan Yesus yang bermakna Yesus bangkit berserta
dengan raga-Nya […] yang mendahului beberapa pengalaman
motivasi iman.45
45
The objective cannot be separated from the subjective aspect of the apostolic belief in the
resurrection. Apart from the faith-motivated experience it is not possible to speak meaningfully of
Jesus’ resurrection. It would be like talking about “colours” to somebody blind from birth.
Without being identical with it, the resurrection of Jesus that is, what happened to him, personally,
after his death-is inseparable from the Easter experience, or faith-motivated experience, of the
disciples: that is to say, from their conversion process, in which they perceive the work of the
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Para Murid tidak memiliki alat yang dapat mengenali tanda kebangkitan
Yesus, karena itu suatu kemuliaan, kebangkitan badan tidak dapat dilihat oleh
mata indrawi.46
Dalam cara pewahyuan Allah akan kebangkitan dari kematian,
Yesus, sekalipun hidup, telah berubah melampaui pemahaman manusia.
Schillebeeckx tidak menyangkal kebangkitan raga Yesus. Dia secara sederhana
menyatakan, bahwa kita tidak tahu makna kebangkitan badan. Kita mengetahui
hal tersebut dari pengakuan para rasul akan perjumpaan mereka dengan Yesus
setelah kematian-Nya. Kita juga tahu, bahwa tidak ada pemisahan tubuh dan jiwa.
Jika jiwa merupakan prinsip-hidup, hal tersebut sama saja dengan tubuh
merupakan perwujudan dari jiwa. Cara mengada seseorang di dunia ada pada
tubuh-Nya. Bagaimana hal yang menjelma tersebut merupakan perpindahan hidup
sampai melampaui kematian yang adalah sebuah misteri. Inilah pengalaman dasar
yang menerima ekspresi, yang ditafsirkan dalam tulisan-tulisan Perjanjian Baru
dalam berbagai cara, dan dalam kaitannya dengan Perjanjian Lama, dan konteks
kontemporer. Dasar pengalaman fundamental tidak terputus dari interpretasi
Perjanjian Baru (ekspresi urutan kedua). Perjanjian Baru memberikan kesaksian
akan pengalaman dasar dalam berbagai cara tergantung pada situasi; namun, hal
ini tidak sesuai dengan interpretasi, karena pengalaman dasar tersebut sudah
Spirit of Christ. […] Apart from this experience of Christian faith the disciples had no organ that
could afford them a sight of Jesus’ resurrection. But besides this subjective aspect it is equally
apparent that […] no Easter experience of renewed life was possible without the personal
resurrection of Jesus-in the sense that Jesus’ personal-cum-bodily resurrection […] precedes any
faith-motivated experience. Edward Schillebeeckx, Jesus, 645. 46
Peter Philips, “Seeing with Eyes of Faith: Schillebeeckx and the Resurrection of Jesus,’’
Blackfriars Mei (1998): 241-50.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terkandung dalam kerangka interpretasi yang sudah ada sejak awal - kerangka
kerja yang sudah dipengaruhi oleh teori dan model yang mendasarinya. Demikian
juga ‘tradisi hidup’ sebagai sejarah yang berurutan secara kontekstual - diwarnai
oleh penafsiran yang membagikan suatu dasar pengalaman yang sama, melalui
penggabungan antara tindakan pengalaman dan penafsiran. Sedangkan, tradisi
adalah kondisi yang memungkinkan untuk, dan sebagai hasil dari, keterlibatan
dalam pengalaman fundamental yang sama dengan ‘menemukan kasih karunia
(rahmat) di dalam Yesus.’47
“Satu-satunya perkembangan legitimasi atas tradisi
yang sebenarnya yang membuat hal tersebut menjadi mungkin bagi orang Kristen
zaman ini untuk juga kepada kepemilikan akses pada pengalaman iman
tersebut”.48
Dari perspektif di atas, Schillebeeckx mengembangkan lebih lanjut
hermeneutika tradisi Gadamer dan sampai pada skema identitasnya yang terkenal,
antara proporsi/ukuran, antara pengungkapan iman dan konteks sejarah dalam
perjalanan sejarah.49
Dialektika antara pengalaman baru, atau dalam konteks baru
dan penafsiran lama, atau yang berasal dari konteks yang lebih tua mendorong
proses pengembangan tradisi yang terus berlanjut, di mana keputusan tidak
mengancam keberlanjutan tradisi, tetapi mungkin menjadi mendesak secara tepat
untuk menjamin keberlanjutan ini. Diskusi Schillebeeckx akan tradisi kerygmatis
47
Lieven Boeve, Experience According to Edward Schillebeeckx: The Driving Force of faith
and Theology, 210. https://lirias.kuleuven.be/bitstream/123456789/117359/1/4.4.pdf, dinduh pada:
Sabtu, 22 Juli 2017. 48
The only legitimate development of tradition should be that which makes it possible for
Christians today to also have access to that faith experience. Lieven Boeve, Experience According
to Edward Schillebeeckx: The Driveng Force of Faith ang Theology,
https://lirias.kuleuven.be/bitstream/123456789/117359/1/4.4.pdf, dinduh pada: Sabtu, 22 Juli
2017. 49
Edward Schillebeeckx, Church, 40-45.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
direfleksikan dalam surat Paulus yang sangat membantu untuk memahami hal di
atas. Paulus tidak berbicara tentang penampakan dalam semua teks
kerygmatiknya, tetapi Schillebeeckx mencatat bahwa “di mana Paulus meletakkan
identitas di antara jemaat sebagai titik pijak menuju pendapat teologis, tradisi
Kristen percaya bahwa dalam pengalaman kebangkitan itu memiliki satu kesatuan
dengan penampakan Yesus.”50
Dalam tradisi pra-Paulus dan dalam Lukas terdapat
sebuah tekanan pada apa yang disebut sebagai ‘penampakan.’ Tekanan ada pada
frase “menampakkan diri-Nya” (1Kor 15:3-8). Penampakkan ditafsirkan sebagai
inisiatif Yesus sendiri.51
Schillebeeckx memberikan pemahaman kepada kita,
bahwa Paulus sedang menanggapi kesalahan pemikiran akan kebangkitan yang
ada dalam jemaat Korintus. Paulus menginginkan untuk menetapkan identitas
iman di antara iman Gereja semesta. Pada akhirnya, dia menyiapkan, bukan suatu
daftar kesaksian kebangkian, tetapi “Paulus menyediakan daftar otoritas dari
semua yang menyatakan kesamaan hal, yang dikenal, yaitu Dia yang disalibkan
itu telah bangkit; bukti yang satu dan sama sebagai dasar iman yang
menginspirasi mereka semua.”52
50
Where Paul is taking the identity of belief among the Christian churches as the point of
departure for a theological argument, the tradition of Christian belief in the resurrection is
conjoined with that of Jesus’ appearances. Edward Schillebeeckx, Jesus, 347. 51
Edward Schillebeeckx, Jesus, 347. 52
A list of authorities who all proclaim the same thing, namely, that the crucified One is alive;
one and the same evidential ground of faith inspires them all. Edward Schillebeeckx, Jesus, 348.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.4.2 Pengalaman Modern akan Dunia Kita
Schillebeeckx menyatakan: “Apa yang dulu ada sebagai pengalaman
hanya dapat diwariskan pada pembaruan pengalaman, setidaknya sebagai tradisi
yang hidup.”53
Bagi Schillebeeckx, pada hubungan ini harus dikaitkan dengan
pengalaman dunia modern kita, karena secara fundamental saling terkait. Di satu
sisi, “harapan manusia yang tidak bisa dihilangkan akan masa depan di mana
mereka dapat hidup, dan pada sisi lain melahirkan sebuah keresahan,” sehubungan
dengan penderitaan dan ketidakadilan yang tidak masuk akal, bahwa hal tersebut
mengancam masa depan sebagian besar orang.54
Harapan bagi masyarakat modern
akan yang lebih baik setelah semua digagalkan oleh pemahaman utilitarian dan
pemahaman individualistik akan ‘kebebasan’. Dalam paham tersebut, manusia
hanya ingin meningkatkan kekayaan dan kekuatan, yang berjalan sejajar dengan
instrumentalisasi pribadi manusia dan masyarakat yang mengorbankan ekologi
dan kesejahteraan manusia.
“Pertanyaan tentang keselamatan tidak hanya bersifat religius atau
teologis; pada saat ini pertanyaan tersebut menjadi pertanyaan universal dan
bahkan, sekarang, secara eksplisit merupakan kekuatan pendorong yang besar dari
semua sejarah manusia.”55
53
What once was experience can only be handed down in renewed experiences, at least as living
tradition. Edward Schillebeeckx, Interim Report, 50. 54
Our ineradicable expectation of a future in which men can live, and on the other hand the
utter horror. Edward Schillebeeckx, Interim Report, 55. 55
The question of salvation is not just religious or theological; in our time it has become
universal and even explicitly is now the great driving force of all human history. Edward
Schillebeeckx, Interim Report, 58.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dalam pengalaman religius tradisi Kristen, apa yang hendak dicari,
yang diharapkan dan masih tak terduga-yang diungkapkan dalam
Perjanjian Baru oleh gambaran-gambaran yang kuat seperti
kerajaan Allah, persaudaraan umum dan persaudaraan, perjamuan
surgawi, kemerdekaan anak-anak Allah, kerajaan keadilan dan
perdamaian umum - bukanlah suatu yang samar-samar utopia yang
benar-benar di masa depan, atau antisipasi teoritis dari makna total
sejarah. Apa yang diharapkan adalah, yang secara jelas diantisipasi
dalam kerja dan praksis: bahwa dari Yesus, yang manusiawi, pesan
dan tindakan-Nya, terlepas dari kegagalan historis di kayu salib,
dipastikan dengan kebangkitan-Nya dari antara orang mati oleh
Allah, sebenarnya adalah praksis dari kerajaan Allah: keselamatan
bagi semua manusia. Dalam kisah hidup ini Yesus, menjadi korban
historis, yaitu penderitaan, memiliki signifikansi kognitif dan
kekuatannya sendiri (walaupun hal ini tidak dapat diberi tempat
dalam teori) bagi semua umat manusia dalam perjalanan jauh
untuk mencari kebenaran dan kebaikan, keadilan dan makna.56
Jadi, pertanyaannya: di tengah begitu banyak ketidakberdayaan,
bagaimana manusia mendekati makna universal? Schillebeeckx percaya, bahwa
makna akhir dari sejarah dapat didekati melalui dialektika teori dan praksis yang
terkandung dalam tradisi pengalaman orang Kristen. Praktek doa dan pembebasan
orang Kristen sebenarnya dapat memberi inspirasi dan orientasi pada alasan
praktis.57
Sebagai gambaran keselamatan yang muncul dari tanggapan manusia
terhadap rasa sakit dan ketidakadilan, penderitaan tidak hanya dianggap
bermakna, namun juga membuat sejarah bermakna negatif. Artinya, melalui
56
In the Christian religious experiential tradition, that which is sought, hoped-for and still
unexpected-expressed in the New Testament by powerful pictures like the kingdom of God,
universal brotherhood and sisterhood, a heavenly banquet, the freedom of the children of God, the
universal kingdom of justice and peace-is not a vague utopia which is completely in the future, nor
a theoretical anticipation of a total meaning of history. What is hoped for is, rather, vividly
anticipated in a career and praxis: that of Jesus, whose person, message and praxis, despite
historical failure on the cross, is confirmed by his resurrection from the dead by God as in fact a
praxis of the kingdom of God: salvation for all men and women. In this life-story, being a
historical victim, i.e., suffering, takes on its own cognitive significance and power (though this
cannot be given a place in theory) for all humankind on its long way in search of truth and
goodness, justice and meaning. Edward Schillebeekx, Church, 176. 57
Edward Schillebeekx, Church, 175.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dinamika kontras negatif, penderitaan memacu manusia menuju pada tindakan
transformatif yang kreatif akan makna yang Allah inginkan ketika menciptakan.
Schillebeeckx prihatin dengan tanggapan manusia, yang Yesus ajukan
dalam sejarah.58
Namun di sisi lain, Schillebeeckx mengembangkan makna baru
terhadap nilai etika dan pengalaman keterlibatan, dalam pertanyaan akan
keselamatan sebagai pertanyaan seluruh umat manusia. Hal ini sering terjadi
dalam relasi dengan gagasan tentang perbedaan pengalaman. ‘Perbedaan
pengalaman yang radikal’ merupakan sebuah pengalaman mendasar, yang dapat
diakses oleh semua manusia, pra-religius dan bahkan pra-reflektif.59
Sebagaimana
perbedaan pengalaman yang secara intrinsik terkandung dalam dirinya sendiri,
baik unsur negatif maupun unsur positif. Secara negatif, hal tersebut merupakan
pengalaman penghinaan yang muncul dalam manusia, ketika menerima dunia
faktual dengan sejarah penderitaan dan ketidakadilan, penindasan dan
pengalaman.
Hal tersebut merupakan panggilan yang tidak terkatakan akan perlawanan
terhadap ketidakmanusiaan dalam sejarah manusia; katakan ‘tidak’ pada
penderitaan. Schillebeeckx menambahkan: “Selain itu, pengalaman ini memiliki
bukti dan kepastian yang lebih besar daripada semua yang dapat diberikan oleh
58
Schillebeeckx berbicara tentang nilai pasti dan abadi dari apa yang Yesus perbuat dalam
sejarah: "gerakan yang dia tetapkan" seperti yang disaksikan di gereja-gereja. Faktor kesatuan
yang konstan community-fashioning experience evoked by the impression Jesus makes and, in the
Spirit, goes on making upon his followers, people who have experienced final salvation in Jesus of
Nazareth.” Edward Schillebeekx, Jesus, 18-19, 57. 59
A basic experience which is common to all human beings, and which, as such, is […]
prereligious, accessible to all human beings. Edward Schillebeeckx, “Theologisch testament:
Notarieel nog niet verleden,” dalam Lieven Boeve, Experience According to Edward
Schillebeeckx: The Driving Force of Faith and Theology, 212.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ilmu pengetahuan dan filsafat sebagai pengetahuan yang bisa diverifikasi.”60
Secara positif, hal ini memanggil pada sebuah keterbukaan untuk mengatakan
‘Ya’, pada hal yang sangat mendasar dari segala macam penolakan dan
mengungkapkan kejahatan dan ketidakadilan sebagai kejahatan dan ketidakadilan
kepada manusia. Sedangkan pada sisi positif, mengungkapkan sebuah
keterbukaan yang tidak spesifik pada situasi yang baru dan lebih manusiawi, yang
dapat menjamin keadilan yang tanpa syarat. Hal tersebut dapat menjadi dasar bagi
kepercayaan manusia dalam kemanusiawian, dan bagi harapan pada saat
penderitaan dan ketidakadilan yang tidak memiliki akhir dalam sejarah dunia,
yang ditandai oleh kebingungan:
Tanpa harapan ini akan ada penghinaan yang nyata dalam
pengalaman hidup tanpa eksistensi, secara intrinsik tidak mungkin,
tak berarti dan tanpa isi manusiawi. Penghinaan manusia itu sendiri
merupakan setidaknya kerinduan positif yang terselubung bagi
kemanusiaannya yang secara esensi tidak jelas.61
Dalam hal ini, agama, kemudian, merupakan keturunan pasangan
pengalaman positif dan negatif, akan konsepsi dan harapan yang bermanfaat.
Kebanyakan dari mereka tidak menggunakan teori tentang penderitaan dan cara
yang dapat diselesaikan, tetapi menawarkan cara untuk menyetujui akan hal
60
“Moreover, this experience possesses a greater evidence and certainty than all what
philosophy and human sciences may bring in as verifiable knowledge.” Edward Schillebeeckx,
Theologisch testament, 128 61
“Without this hope the factual available indignity is as lived experience non-existent,
intrinsically impossible, meaningless and without humane content. The human indignity itself is
without at least a latent positive yearning for humaneness essentially absurd.” Edward
Schillebeeckx, Theologisch testament, 128 dalam Lieven Boeve, Experience According to Edward
Schillebeeckx: The Driving Force of Faith and Theology, 212.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tersebut, dan dalam praksis kebebasan. Hal ini juga berlaku dalam agama
Kristen.62
Karena:
menanyakan apa itu identitas Kristen merupakan sesuatu yang
tidak dapat dipisahkan dari pertanyaan apa itu integritas manusia.
Lebih lanjut, pertanyaan ini bagi identitas tidak dapat diselesaikan
hanya dengan cara teori saja. Hal tersebut secara esensial
berdampak pada sebuah pertnyaan bagi seorang Kristen, praksis
spesifik baik mistik atau teologi dan kodrat praktis-etika,
memperpanjang itu sendiri pada domain ekologi dan kehidupan
sosial politik. Untuk berbicara pada Tuhan hanya menerima arti
yang tepat dan berat yang ‘produktif’ dalam cara pandang praksis
Kerajaan Allah.63
4.4.3 Menuju Teologi Pengalaman dalam Konteks Postmodern
Di dalam bukunya, Church, Schillebeeckx merevisi gagasan tentang
interpretasi pengalaman manusia yang ia kembangkan dalam Jesus: An
Experiment in Christology. Schillebeeckx menekankan secara lebih eksplisit
bahwa semua pengalaman merupakan fakta yang tidak dapat direduksi terjalin
atau tidak dapat dipisahkan, dihubungkan pada penafsiran. Hal ini berdampak
pada semua pengalaman religius, dan pastinya pada pengalaman religius orang
Kristen. Baik pengalaman secara intrinsik maupun melalui pengalaman partikular
62
Edward Schillebeeckx, Theologisch Testament, 131-132 dalam Lieven Boeve, Experience
According to Edward Schillebeeckx: The Driving Force of Faith and Theology, 212. 63
Asking what Christian identity is about is not to be separated from asking what human
integrity is about. Moreover, this quest for identity cannot be solved in a merely theoretical way. It
essentially implies a quest for a Christian, specific praxis of a both mystical or theological and
ethical-practical nature, extending itself to the domain of ecology and of the social and political
life. To speak of God only receives its proper meaning and ‘productive’ weight in the framework
of the praxis of the Reign of God. Edward Schillebeeckx, Theologisch testament, 136.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
manusia, “meskipun dengan penampakkan dan bantuan tradisi religius partikular
yang diyakini oleh orang dan yang kemudian berpengaruh sebagai sebuah cara
kerja penafsiran yang menyediakan makna”.64
Pembaruan hermeneutik
Schillebeeckx atas peristiwa Yesus, memastikan bahwa kategori pengalaman dan
interpretasi termasuk dalam proyeknya. Secara khusus pada gagasan pengalaman,
yang selalu menafsirkan pengalaman, dan merupakan inti dari karya Yesus.
Pengalaman termasuk dalam konteks linguistik/kebahasaan dalam Perjanjian
Baru, yang menjadi kepastian bagi pemahamannya tentang peristiwa dalam Injil.
Schillebeeckx menekankan secara lebih eksplisit, bahwa semua pengalaman
merupakan fakta yang tidak dapat direduksi terjalin atau tidak dapat dipisahkan
dihubungkan pada penafsiran. Hal ini berdampak pada semua atau lebih pada
pengalaman religius, dan pastinya pada pengalaman religius orang Kristen.
Berikut ini adalah gambaran skematik teologi hermeneutika Schillebeeckx, yang
menyoroti peran epistemologis atas pengalaman.
64
Though with the illumination and help of a particular religious tradition in which people
stand and which is thus influential as an interpretative framework which provides meaning.
Edward Schillebeeckx, Church, 24-25.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Skematik Teologi Hermeneutika Schillebeeckx
Sumber: Lieven Boeve, Experience According To Edward Schillebeeckx: The Driving
Force of Faith and Theology
Pengalaman menjadi orang Kristen dalam konteks modern, yaitu dengan
menghargai keuntungan yang terjadi dalam modernitas, tetapi juga memberikan
kritik atas apa yang terjadi. Kritik diberikan atas modernitas, atas kegagalan, yang
menyebabkan penderitaan dan ketidakadilan. Kritik ini mengarah kepada sebuah
teologi Kristiani modern yang digambarkan sebagai hal modern sebagaimana
orang lain, khususnya agnostik modern atau atheis. Dari sebab itu, ke-Kristen-an
tidak menghalangi perkembangan manusia, tetapi memperlihatkan keuntungan
yang lebih untuk mendukung perjuangan manusia khususnya bagi keadilan dan
masyarakat yang manusiawi.
Pertimbangan awal tentang tempat pengalaman penting
dalam masalah :
a. Konstruksi Identitas yang berarti
b. Wahyu dan iman Kristiani
c. Dan perkembangan tradisi: “pengetahuan dan
produktif – kekuatan kritis dari pengalaman”
Pengalaman iman orang
Kristen pertama,
sebagaimana dibuktikan
dalam Perjanjian Baru
Pengalaman (sekuler)
(kontras) manusia
modern abad ke-20
Pengalaman Kristen modern:
Tuhan berkomitmen terhadap manusia
dan keselamatan mereka.
Proyek untuk integritas manusia adalah proyek Tuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dalam hal ini, kategori pengalaman berfungsi setidaknya bagi dua tujuan.
Pertama, hal tersebut memungkinkan untuk menjelaskan sesuatu dengan cara
(yang) baru dan dinamis dalam bagian yang sangat kecil dari iman Kristen. Iman
Kristen tersebut tertanam dalam sejarah yang sedang berlangsung atas penafsiran
dan pengalaman, serta dalam praksis kebebasan yang nyata, yang mana Tuhan –
dalam sejarah Israel dan sebagian besar dalam Yesus Kristus – telah mewahyukan
diri-Nya sendiri dalam makhluk ciptaan Tuhan. Sungguh, gagasan atas
pengalaman dalam waktu yang bersamaan menjawab perbedaan antara
pengungkapan iman Kristiani sebagai keberlanjutan dasar antara mereka:
meskipun unsur penafsiran bisa beragam, bahkan menunjukkan bahwa mereka itu
tidak bertentangan satu sama lain, Schillebeeckx menyatakan bahwa terdapat
sebuah unsur pengalaman yang berkualitas spesifik melalui sebuah ‘penafsiran
langsung’. Pengalaman yang berkualitas spesifik itu yang pada akhirnya
menemukan dan menjamin kesatuan tradisi Kristiani (walaupun dalam sebuah
pengungkapan yang beragam).
Kedua, melalui gagasan pengalaman yang kontras, kategori atas
pengalaman berfungsi sebagai suatu alat untuk melanjutkan atau untuk
menemukan kebenaran universal dan pernyataan yang bermakna bagi kekristenan.
Karena pengalaman kekristenan memiliki suatu hubungan intrinsik dengan apa
yang menjadi jantung-hati atas semua pengalaman manusia. Jantung-hati tersebut
adalah unsur pengalaman dalam semua pengalaman manusia – kehendak bagi
integritas manusia – yaitu pengalaman yang berdasarkan pada kehendak untuk
menjadi rasio baik (good rational) atau untuk mengingatkan orang-orang Kristen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Juga di sini, struktur atas pengalaman menyediakan alat untuk menjabarkan
perbedaan antara penafsiran manusia dan berbagai teori, misalnya antara
perjuangan Marxis dan umat Kristen untuk keadilan, sebagaimana dasar
keberlangsungan yang utamanya merupakan penggerak bagi semua bentuk
penolakan ketidakmanusiawian dan ketidakadilan, dan mendambakan
(merindukan) emansipasi dan kebebasan.
Schillebeeckx juga menekankan karakter reflektif akan pengalaman:
pengalaman tidaklah lebih dari keprihatinan tanpa perantara ‘sensasi’ atau ‘afesi’,
tetapi lebih dengan penafsiran dan refleksi. Schillebeckx berpendapat bahwa:
Adalah mungkin untuk menetapkan pengalaman manusiawi, atau
pengalaman, di mana: 1) Semua manusia tidak dapat mengelak
bahwa mereka saling berbagi satu sama lain, dan 2) Pada saat
bersamaan dalam sebuah pengalaman (a) tentu saja memerlukan
interpretasi agama sementara (b) bagaimanapun, hal ini dialami
oleh semua manusia sebagai pengalaman mendasar, yang sangat
mempengaruhi eksistensi manusia paling dalam, dan 3) yang
membantu dalam memahami karakter fundamental ini, yang begitu
dalam mempengaruhi eksistensi manusia, karena firman Allah.65
Bagaimanapun juga, pada pemeriksaan lebih dekat, gagasan pengalaman
yang Schillebeeckx gunakan itu tidaklah lengkap. Dalam pengalaman Abba dan
Paskah, yang termasuk konteks wajib dalam pemahaman dan kerangka linguistik
untuk interpretasi, Schillebeeckx menyarankan untuk menghilangkan penyebutan
fungsi emosi dalam mencapai wawasan kognitif. Fungsi emosi dapat diandaikan,
65
It must be possible to assign a human experience, or experiences, which 1. All men and
women unavoidably share with one another and 2. at the same time is an experience (a) which
does necessarily call for a religious interpretation while (b) It is nevertheless experienced by all
men and women as a fundamental experience, namely one which so deeply affects human
existence most deeply, and 3. Which is helped in the understanding of this fundamental character,
which so deeply affects human existence, by the word of God. Edward Schillebeeckx, Church, 84.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tetapi pengalaman Abba dan Paskah tidak diberi fungsi kognitif. Hal ini secara
khusus sangat tidak biasa untuk diberikan, mengingat bahwa gagasan
“pengalaman kontras” menyiratkan suatu protes radikal terhadap apa yang
mengerikan terhadap kondisi manusia sejati, yang berjuang melawan kekuatan
kemunafikan dan kehancuran. Hal ini seperti digambarkan pada pengalaman
kontras yang mencakup emosi yang kuat dan mengusahakan keintiman dengan
Abba, serta rasa pengampunan yang luar biasa dari pengalaman Paskah yang
mengilhami manusia untuk terlibat secara sadar dalam tindakan nyata yang
dilakukan. Pengalaman kontras yang mencakup emosi-emosi tersebut juga
ditampilkan dalam pengalaman Yesus dan para murid. Kepentingan mereka bukan
hanya untuk menambah warna, tetapi untuk menjelaskan lebih jauh akan makna
peristiwa dalam kehidupan Yesus. Emosi memiliki nilai kognitif nyata. Dan tidak
ada perlakuan terhadap pengalaman religius yang tampak memadai jika seseorang
meninggalkan komponen emotif, dan potensi kekuatan kognitifnya, yang tidak
didiskusikan.66
Selain fungsi emosi dalam pengalaman, ada aspek kesadaran diri. Suatu
pengalaman tidak selalu sadar diri. Sebagai contoh, pengalaman Paskah mungkin
saja terjadi tanpa para murid “mengetahui” motivasi apa yang dimiliki oleh
kelompok kecil mereka dalam menjalankan sebuah misi. Para murid bisa saja
mengetahui motivasi tersebut tanpa harus dapat mengungkapkannya; dengan
interpretasi bahwa hal tersebut adalah pengaruh Yesus, bahkan dapat ditambahkan
dengan penjelasan lebih lanjut. Namun, bagaimanapun masalahnya, tidak perlu
66
Leo Apostel, “Religieuze ervaring bij Edward Schillebeeckx” 96. Dalam Dennis Rochford,
The Theological Hermeneutics of Edward Schillebeckx, Theological Studies 63 (2002), 260.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ada pengalaman “baru”, seperti yang dijelaskan oleh pengalaman Paskah, untuk
menjelaskan tindakan atau perilaku para murid. Dengan kata lain, pengalaman
mereka mungkin termasuk dalam sejumlah kerangka interpretasi budaya yang
berbeda, dan alternatif. Misalnya, dari empat untaian kredo yang disebutkan,
hanya Kristologi Paskah yang menjadikan Kebangkitan Yesus sebagai objek
eksplisit dari proklamasi Kristen dan menjadi bagian dari kerygma iman Kristen
awal.67
Seseorang dapat menyimpulkan bahwa pengalaman, yang tidak selalu
berarti kesadaran diri dan interpretasi, yang tidak bersifat matematis, pengalaman
tidak selalu secara konstitutif saling terkait sebagaimana yang dipahami oleh
Schillebeeckx. “Setidaknya di zaman modern ini, orang-orang yang percaya dan
tidak percaya memiliki pengalaman dasar dengan batas yang mutlak, dari
keterbatasan dan kontingensi radikal.”68
Schillebeeckx menekankan secara lebih
eksplisit, bahwa semua pengalaman seharusnya saling terkait, atau tidak dapat
dipisahkan, dan terkait dengan interpretasi. Hal ini terlebih berlaku pada
pengalaman religius, dan pengalaman religius Kristiani. Keduanya, secara
intrinsik dialami dalam dan melalui pengalaman manusia tertentu, “meskipun
dengan penerangan dan bantuan dari tradisi keagamaan tertentu di mana orang
tersebut hidup, dan dengan demikian berpengaruh sebagai kerangka interpretatif
yang memberi makna.”69
Bagi orang Kristiani, penerangan ini ditawarkan oleh
67
Schillebeeckx, Jesus, 396. 68
At least in our modem times, believers and non-believers have the basic experience of an
absolute limit, of radical finitude and contingency. Edward Schillebeeckx, Church, 77. 69
Though with the illumination and help of a particular religious tradition in which people
stand and which is thus influential as an interpretative framework which provides meaning.
Edward Schillebeeckx, Church, 24-25.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“isi iman dari tradisi pengalaman Kristiani.”70
Schillebeeckx juga menekankan
sifat pengalaman reflektif: pengalaman yang tidak terlalu memperhatikan
‘sensasi’ atau ‘kasih sayang,’melainkan dengan interpretasi dan refleksi.
Meskipun demikian, hal ini tidak menghilangkan aspek pra-linguistik, atau
pra-reflektif, atau bahkan transparansi pengalaman ‘asli’ yang mendekati
kepentingan umum, walaupun hal ini tidak dapat dicapai tanpa interpretasi.
Karena pengalaman adalah ‘wahyu dari kenyataan, tentang apa yang tidak
diproduksi atau dipikirkan oleh manusia’, pengalaman memiliki kekuatan
kognitif, kritis dan membebaskan. Pengalaman mengajari kita sesuatu tentang
pencarian kebenaran, kebaikan dan kebenaran manusia, serta kebahagiaan. Hal
yang sama berlaku untuk Kristiani, dalam “menawarkan wahyu dengan
maknanya, dan isinya yang tidak dapat dibenarkan jika ‘hanya ditemukan dalam
interpretasi kepercayaan manusia dalam konteks sosial dan budaya tertentu’.”71
Karena walaupun momen pengalaman pra-linguistik tidak dapat disaring seperti
momen interpretasi yang menyertainya, tidak berarti bahwa pada inti perwahyuan
Kristiani itu kosong. Namun sebaliknya, hal tersebut “memberikan arahan
penafsirannya sendiri, sebagai dasar normatif dari interpretasi iman kita yang
tidak sewenang-wenang.”72
Schillebeeckx juga menyatakan secara lebih eksplisit,
bahwa orang Kristen dapat melegitimasi iman mereka karena hal itu menyangkut
70
The faith content of the Christian tradition of experience. Edward Schillebeeckx, Church, 24-
25. 71
Offer of revelation with its non-objectifiable meaning and content, to be found only in the
believing interpretations of men and women in a particular social and cultural context. Edward
Schillebeeckx, Church, 42-43. 72
Provides its own direction of interpretation, as the normative basis of our non-arbitrary
interpretation of faith. Edward Schillebeeckx, Church, 38.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pengalaman mendasar dan menyeluruh secara manusiawi. Hal ini tidak selalu
membutuhkan penafsiran religius, walaupun untuk setiap manusia hal itu terkait
dengan makna kehidupan yang paling dalam. Bagaimanapun juga, pengalaman
mendasar semacam itu “terbantu dalam memahami karakter fundamental ini, yang
sangat mempengaruhi eksistensi manusia, oleh firman Allah.”73
Schillebeeckx
menambahkan: “Saya katakan, ‘saya terbantu’; tidak ‘memberikan pemahaman
yang lebih baik tentang’ pengalaman ini daripada penjelasan agnostik.” Dan
selanjutnya:
Jadi saya berbicara tentang pengalaman bersama secara universal
yang sangat mendasar bagi setiap eksistensi manusia, dengan
diperkenalkannya kepercayaan akan kehadiran Tuhan yang
menyelamatkan mewujudkan pemahaman yang berbeda, yang
dapat dipahami oleh orang lain (bahkan jika mereka tidak
menerimanya), yang tidak hadir dalam interpretasi lain di mana
kepercayaan kepada Tuhan tidak diungkapkan.74
4.4.4 Pengalaman Mistik dari Salib dan Pengalaman Kontras Negatif75
Dalam sejarah Kristen, arti dari perjalanan Paskah terlalu sering
terpusatkan pada simbol salib, yang diambil di luar konteks dan diangkat pada
sebuah isolasi yang memuliakan penderitaan dan kematian demi kepentingan
73
Is helped in the understanding of this fundamental character, which so deeply affects human
existence, by the word of God. Edward Schillebeeckx, Church, 84. 74
So I am talking about universally shared experiences which are fundamental to any human
existence, which by the introduction of belief in God’s saving presence manifest a distinctive
comprehensibility which can be understood by others (even if they do not accept them), which is
not present in other interpretations in which belief in God is not expressed. Edward Schillebeeckx,
Church, 84. 75
Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 102.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mereka sendiri. Penafsiran Schillebeeckx tentang makna salib dalam kehidupan
Yesus, harus dipahami secara bersamaan dengan sentralitas dari apa yang telah
disebut Yesus sebagai “pengalaman Abba”.76
Hubungan Yesus dengan Allah
adalah pengalaman yang menentukan dalam hidup-Nya, menjadi dasar
keberadaan-Nya dan sumber dari misi-Nya.77
Misi tersebut adalah untuk
menyatakan kerajaan Allah yang adil dan penuh cinta, sebagai pemenuhan janji
eskatologis. Justru di sinilah letak dari kekhasan historis dan pengalaman Yesus,
sehingga kita dapat menemukan kekuatan dan makna dari salib. Dan di sinilah
Schillebeeckx juga menekankan, bahwa Allah sebagai landasan dan cakrawala
positif dari semua pengalaman negatif tentang penderitaan yang menjadi nyata.
Dan, kehidupan Yesus mencontohkan sebuah “pengosongan diri yang tidak
mengasingkan diri sendiri dari yang lain,”78
hingga pada titik kematian.
Schillebeeckx, menekankan kehidupan dan misi Yesus tidak untuk mengurangi
peran penderitaan dan kematian-Nya, tetapi untuk mempertahankan kekuatan
kritis dan produktif dari makna memikul salib. Cara hidup dan hubungan Yesus
dengan Allah, menjadikan pesan yang diwartakan-Nya menjadi sungguh nyata.
Kesadaran memungkinkan sebuah teori menjadi tindakan. Kesaaran
menggerakkan orang untuk berbenah. Kesadaran memungkinkan Anda mencapai
sebuah kebahagiaan, kedamaian, ketenangan, efisiensi, efektivitas, jati diri,
Tuhan. Kesadaran tidak pernah berhenti pada konsep tentang Tuhan, tentang
76
Edward Schillebeeckx, Jesus: An Experiment in Christology (NewYork: Seabury, 1974), 256-
269, 652-669. 77
Edward Schillebeeckx, “Jesus in his humanity gets his name from, i.e., is defined by, his
relationship to God.” dalam Church: The Human Story of God, 121. 78
“Non-alienating self-emptying in favor of t5he other.” Edward Schillebeeckx, On Christian
Faith, New York: Crossroad 1987, 5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ketidakadilan, dan tentang orang miskin. Kesadaran tidak berhenti dan tidak
pernah berhenti pada pembicaraan tentang kemiskinan, tentang ketidakadilan,
tentang perbuatan baik, dan tentang Tuhan. Lebih dari itu, kesadaran menjadi
perbincangan dengan Tuhan, dengan orang miskin, berbicara kepada Tuhan,
kepada orang miskin, dan kemudian berbuat baik. Schillebeeckx
mengidentifikasikan Yesus adalah sebagai nabi eskatologis, yang merefleksikan
cara Yesus dalam mengkonkretkan masa depan yang dijanjikan Allah di hadapan
manusia dan tanggapan hidup yang ditimbulkannya. Bagi orang beriman, bagi
mereka yang sadar, yang menangkap realitas, tidak ada kegagalan, tidak ada
kemenangan, dan tidak ada kekalaham. Kalau orang menjadi tidak beriman, ia
tidak mampu mennagkap realitas, ia hidup dalam ilusi.
Schillebeeckx dengan sangat jelas menggambarkan enfleshment. Seperti
yang ditunjukkan dalam meja-persekutuan dengan Yesus. Di atas meja
persekutuan, Yesus bersama dengan semua golongan manusia yang berada dalam
berbagai situasi. Hal ini menjadi paradigma untuk sebuah kerajaan, gambaran
akan pemenuhan praksis Injil/Kabar Sukacita. Schillebeeckx menuliskan beberapa
judul bagian dalam buku Jesus, yang mungkin dipandang sebagai “cameos”79
tentang siapa Yesus yang digambarkan sebagai nabi eskatologis dan pembawa
keselamatan dari Allah80
. Penggunaan istilah tersebut menunjukkan hubungan
yang sesungguhnya, sekaligus menunjukkan kebenaran akan karakteristik
79
Cameos diartikan sebagai perintah untuk merunduk atau menjatuhkan diri ke lantai.
http://www.sherlocked.org/2012/08/arti-kata-vatican-cameos.html diakses, 16 April 2018. 80
Lihat hal 220.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Yesus.81
Tidak mungkin ada landasan di dalam sejarah penderitaan manusia akan
jaminan keselamatan yang diberikan oleh Yesus; tidak ada landasan akan harapan
masa depan yang dinyatakan Allah - kecuali dalam pengalaman kontras yang
Yesus tunjukkan pada kedalaman keberadaan diri-Nya dalam hubungannya
dengan Allah. Dengan demikian Yesus, “mengidentifikasi diri-Nya sebagai
pribadi yang berasal dari Allah, yang sekaligus juga menampilkan sisi
kemanusiaan Allah.”82
Dengan demikian, penolakan terhadap pesan dan karya Yesus berdampak
pada penentuan titik balik dalam hidup-Nya. Hal yang sungguh tidak terkatakan
dari pengalaman-Nya di dunia, yang menolak kesatuan dengan hidup-Nya dan
tujuan Yesus bersama dengan Allah. Dalam sebuah cara yang tidak dapat
dibandingkan, Yesus mengetahui keesktriman dari “perbedaan negatif dalam
pengalaman,” “Kodrat yang sulit diatasi dari kenyataan penolakan atas semua
rencana manusia.”83
Kedalaman hati Yesus sungguh terguncang oleh kenyataan
akan kekalahan, bukan karena rencana manusiawi-Nya, tetapi rencana Allah,
suatu rencana bagi keutuhan dunia dan kesejahteraan bersama. Yesus telah
membagikan kepenuhan atas “risiko kepercayaan” Allah bagi manusia, Dia
menyerahkan diri-Nya sendiri dalam kepercayaan-Nya kepada Allah yang tidak
dapat dibatalkan.84
Pengalaman kekalahan (salib) ini atas rencana Allah dalam
Yesus, yang dimulai dari pengalaman-Nya akan kematian, dan keberlanjutan
81
Edward Schillebeeckx, Jesus, 260-261. 82
Identifies himself in person with the cause of God as that also of humanity, and with the cause
of humanity as God’s cause. Edward Schillebeeckx, Jesus, 269. 83
In an incomparable way, Jesus knew the extremes of “negative contrast experience,” the
“refractory nature of a reality that resists all human plans.” Edward Schillebeeckx, Christ, 35-36. 84
Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 96.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kepercayaan dalam Allah untuk menghadapi semua penolakan yang dimulainya
dari pengalaman kebangkitan dan pemulihan nama baik dalam rencana Allah.
Meskipun Schillebeeckx tidak mengatakan secara singkat tentang cara ini, dia
melihat akan makna pengalaman perbedaan negatif secara misterius yang
membawa kita pada inti rencana Allah bagi kita. 85
Hal tersebut bertujuan untuk
menghadapi sisi negatif dunia, yang kita pahami dan alami sebagai kekuatan atas
kepercayaan Yesus pada Allah yang tidak terbantahkan. Perlakuan yang tidak
dapat diganggu gugat ini merupakan kesatuan dengan pendirian Allah dalam
penolakan kepada kejahatan dunia yang merupakan inti iman Kristen. Hal ini bagi
Schillebeeckx, merupakan pernyataan kebangkitan iman.
4.4.4.1 Salib Sebagai Ketaatan Kepada Kehidupan86
Salib, sebagai simbol iman Kristen yang dominan dan kuat, harus
memiliki makna tersendiri di dalamnya. Hal ini ditunjukkan, bahwa di mana pun
manusia berada muncul sebuah usaha untuk melawan ketidakmampuan mereka
sendiri dalam menghadapi penderitaan. Schillebeeckx berpendapat, bahwa
penderitaan dan kematian Yesus harus direnungkan secara tepat dalam terang
kehidupan-Nya, tentang kepercayaan positif kepada Allah. Perwujudan Yesus
yang hidup dari “sifat positif murni” Allah, tidak hanya tetap utuh, tetapi
mencapai intensitas terbesarnya selama pengalaman penyaliban. Dalam ketaatan
85
Noting that almost all cultures speak in some way of a “school of suffering,” Schillebeeckx
acknowledges the potential of suffering and sorrow to forge wisdom, strength, and gentleness of
spirit. Edward Schillebeeckx, Christ, 724. 86
Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 97-104.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
hidup-Nya, Yesus mengetahui akan penderitaan ganda. Dalam berbagi dengan
banyak orang miskin dan tersingkir, yang juga merupakan teman pilihan-Nya,
Yesus membuka diri-Nya terhadap penderitaan yang Ia ingin kurangi. Namun,
yang lebih terlihat adalah Yesus yang menderita rasa sakit akan penolakan secara
terus menerus, karena mereka yang paling membutuhkan kebenaran akan
penyelamatan Allah, justru berpaling dari pewartaan-Nya. “Seperti Allah, Yesus
lebih suka mengidentifikasi diri-Nya sendiri dengan orang yang terbuang dan
yang ditolak, yang ‘tidak suci’, sehingga Ia sendiri akhirnya menjadi Yang
Ditolak, Yang Diasingkan.”87
Namun penderitaan ganda ini tidak dapat
dilepaskan dari misi positif-Nya untuk berdiri tanpa henti, melawan kejahatan dan
dosa dunia, sambil mewartakan dengan kehidupan-Nya, di mana kasih Allah
merangkul semuanya. Dan, ketika kejahatan mengancam akan membunuh-Nya,
hal inilah yang menjadi “pengalaman Abba” bagi Yesus, yang mendukung dalam
praksis hidup-Nya. Persekutuan Yesus dengan Allah yang tak terputus memberi
daya pewartaan yang menantang struktur kejahatan dan penindasan, dengan
demikian membawa Yesus kepada salib. Dalam persekutuan ini, Yesus tidak
selalu mengalami sebagai kehadiran Allah. Dalam pengalaman kegagalan dan
pengabaian, kehadiran Allah pada diri Yesus, dialami seperti halnya keadaan
gelap, seperti Allah tidak sungguh hadir. Dalam ketidakhadiran yang gelap ini,
kepercayaan Yesus kepada Allah mencapai bentuknya yang paling sempurna.
Penyerahan diri Yesus pada belas kasihan Allah dalam sepanjang hidup-Nya,
87
Like God, Jesus preferred to identify himself with the outcast and the rejected, the ‘unholy,’ so
that he himself ultimately became the Rejected, the Outcast”. Edward Schillebeeckx, The Church
with a Human Face: A New and Expanded Theology of Ministry (New York: Crossroad, 1985),
32.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tidak hanya membawa, tetapi juga melalui kematian-Nya. Schillebeeckx
mengartikan hal tersebut menunjukkan kasih Yesus sampai pada titik kematian,
bukan kematian itu sendiri yang menyelamatkan, ketika ia mengatakan, bahwa
“kita tidak ditebus karena kematian Yesus, tetapi terlepas dari kematian
tersebut.”88
Schillebeeckx memahami tradisi sebagai sejarah pengalaman dan
interpretasi pengalaman fundamental Kristiani. Atas dasar penelitiannya pada
Perjanjian Baru, Schillebeeckx melihat empat prinsip struktural konstan yang
mengungkapkan, bahwa perjuangan untuk memahami fakta historis dari
penyaliban memunculkan empat kompleks tradisi, yang saling berdampingan.89
Keempat tradisi yang muncul didasarkan pada pemahaman yang utuh akan Injil,
bahwa Yesus telah memeluk kematian di kayu salib dengan merdeka. Keempat
tradisi tersebut, yaitu: 90
a) kontras-skema Yesus sebagai nabi-martir eskatologis;
b) Kematian Yesus sebagai bagian dari rencana keselamatan Allah di dalam
sejarah; c) Kematian Yesus sebagai penebusan, penebusan bukan hanya
dihendaki, tetapi dituntut oleh Allah sebagai pengorbanan; dan d) “Pemenuhan
eskatologis.” Maksud Schillebeeckx: “Yesus dalam sejarah yang terus berlanjut”
tidak dapat berakhir dalam sejarah kita, dan dengan demikian mencari latar
88
God’s honor weakens and “tames” the critical force of the crucifixion. It has, in fact, created
a “mysticism of suffering” that “establishes the existing order in church and society. Edward
Schillebeeckx, Christ, 700. 89
Edward Schillebeeckx, Jesus, 294. 90
Edward Schillebeeckx, Jesus, 274.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
belakang eskatologis. Keselamatan ini mencakup, tapi juga melampaui sejarah.91
Keyakinan melibatkan “sekarang sudah tersirat” dan yang “belum”.92
Pertama, dari kompleks tradisi di atas menafsirkan kematian Yesus
sebagai takdir dari seorang nabi metanoia, sejalan dengan sejarah Israel dan
dengan pesan Yohanes Pembaptis.93
Seruan Yesus akan pertobatan dan kepatuhan
kepada hukum Allah, yang kemudian membangkitkan kemarahan para
penentangnya yang dirong-rong oleh kebenaran-Nya. Perbedaan kontras pada
zaman Yahudi kuno antara hukum Allah dan hukum manusia menjadi fokus di
sini, serta “kemartiran” Yesus datang untuk dilihat sebagai persetujuan ilahi.
“Seseorang mungkin mengatakan bahwa tidak ada makna intrinsik yang dikaitkan
dengan kematian Yesus ‘dalam dirinya sendiri,’ tetapi itu memberi sebuah
ungkapan akan fakta, bahwa pribadi dan pelayanan dan perbuatan kenabian Yesus
itu sendiri adalah ‘terang dunia.’”94
Allah menghendaki keselamatan bagi
manusia, dan telah menghendakinya melalui sejarah manusia dengan menjadi
manusia sepenuhnya; seiring dengan manusia mencari makna di tengah
ketidakberdayaan. Schillebeeckx menyatakan bahwa, “untuk menemukan
keselamatan di dalam Allah, pada saat yang sama pula untuk berdamai dengan
diri sendiri.”95
91
Edward Schillebeeckx, Interim Report, 54. 92
Edward Schillebeeckx, Interim Report, 52. 93
Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 97. 94
One might say that no intrinsic significance is attributed to Jesus’ death ‘in itself,’ but that it
gives expression to the fact that Jesus’ person and ministry and prophetic career is itself the ‘light
of the world.’ Edward Schillebeeckx, Jesus, 282. 95
To find salavation in God is at the same time to come to terms with oneself. Edward
Schillebeeckx, Interim Report, 51.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tradisi kompleks kedua, adalah “mediasi Kristologis”, memberikan
kekhasan Kristen dogmatis; melihat kematian Yesus sebagai bagian dari ekonomi
keselamatan ilahi. Yesus dari Nazaret mengungkapkan secara sempurna dan
definitif titik awal dari Allah, dan karenanya harus menjadi titik awal pencarian
makna manusia. Yesus adalah perantara yang pasti. Salib adalah sebuah skandal,
dalam Kitab Ibrani dipahami sebagai kutukan yang mengerikan, suatu kutukan
dan dialami oleh orang Yahudi - Kristen awal, sebagai suatu hal yang memalukan.
Hal ini membuat orang Kristen mengembangkan semacam apologetika atas
kejadian ini dalam kehidupan orang zaman sekarang, yang mereka sebut Tuhan.
Warisan dari “orang yang menderita dan hidupnya saleh,” dikembangkan dengan
sangat beragam dalam Perjanjian Ibrani. Hal ini diterjemahkan sebagai “kehendak
ilahi” akan penderitaan Anak Manusia, dalam Injil Markus disebut sebagai
prasyarat penting untuk “dimuliakan.” Bahkan dalam hal ini, tidak ada makna
soteriologis yang dikaitkan dengan kematian Yesus. Sejalan dengan tradisi
Yahudi, hal tersebut adalah kebenaran dari orang yang menderita yang
diagungkan dan dimuliakan; baik penderitaan maupun kematian tidak bersifat
menyelamatkan, melainkan kebenaran dan kesetiaan yang mengarah kepada
diagungkan dan dimuliakan.96
Kompleks tradisi yang ketiga adalah skema soteriologis, yang tidak
bergantung pada landasan apapun yang didukung dalam Kitab Suci dan
spiritualitas Yahudi. Gagasan kematian Yesus sebagai penebusan, pengorbanan
untuk menebus dosa manusia yang tidak memiliki penebus sebelumnya, dan yang
96
Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 98.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sekaligus juga dapat untuk diandalkan. Schillebeeckx menjelaskan, bahwa hal ini
tidak bertentangan dengan:
Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa
yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena
dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah
dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang
ketiga, sesuai dengan Kitab Suci; bahwa Ia telah menampakkan
diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua belas murid-Nya.97
Rangkaian tradisi dalam perikop ini “merupakan hasil dari proses refleksi yang
lebih lama dan menggabungkan beberapa tradisi.”98
Selain itu, sebagai upaya
untuk membaca tema Mesias yang menderita ke dalam Yesaya 53 yang juga
terbukti tidak mendasar.
Karena itu, ternyata, rumusan-rumusan soteriologis membentuk
suatu tradisi yang sangat tua dan mandiri, yang kemunculannya
tidak dapat dipertanggungjawabkan, baik oleh deduksi sekunder
dari interpretasi-interpretasi lain tentang kematian Yesus atau
dengan memahaminya kembali pada teologi Yahudi tentang
penderitaan seorang martir. Semua penafsiran semacam itu muncul
melawan kesulitan-kesulitan yang disajikan oleh sejarah tradisi,
serta tidak adanya rumusan-rumusan hiper dari setiap lapisan
tertua yang merujuk pada Yesaya. 53, terlepas dari kedekatan
bahan.99
Schillebeeckx mengatakan bahwa: dasar terakhir bagi interpretasi
soteriologis tentang kematian Yesus harus dicari, dalam petunjuk yang
97
1 Kor. 15:3-5 98
Are themselves the product of a longer process of reflection and merging together of
traditions. Edward Schillebeeckx, Jesus, 293. 99
As it turns out, therefore, the soteriological formulae form a very old and self-contained
complex of tradition, the emergence of which cannot be accounted for either by secondary
deduction from other interpretations of Jesus’ death or by refemng it to Jewish theologies of the
martyr’s vicarious suffering. All such interpretations come up against difficulties presented by the
history of tradition, as well as the absence from the oldest stratum of the hyper formulae of any
reference to Isa. 53, in spite of the material affinities. Edward Schillebeeckx, Jesus, 293.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ditinggalkan oleh Yesus dalam hubungannya dengan teman-teman karib-Nya, di
akhir hidup-Nya.100
Yesus sadar, bahwa Ia akan menghadapi maut di tangan
lawan-lawan-Nya, dan Ia mencoba menyiapkan teman-teman-Nya untuk kejutan
tersebut. Kisah Perjamuan Terakhir menggambarkan perjamuan perpisahan yang
disengaja, di mana Yesus secara efektif mengintegrasikan kematian-Nya yang
semakin mendekat dalam kehidupan dan misi-Nya. Schillebeeckx berpendapat,
bahwa unsur-unsur yang tampaknya memberi makna soteriologis pada kematian
Yesus, pada akhirnya menunjuk pada hidup-Nya. “Seluruh hidup Yesus adalah
hermeneusis kematian-Nya. Substansi akan keselamatan cukup hadir di dalam-
Nya.”101
Kenangan akan Perjamuan Terakhir yang menggambarkan kematian
Yesus sebagai “tebusan bagi banyak orang,” harus ditafsirkan dalam konteks
makanan, hal ini sebagai simbol dari seluruh kehidupan pelayanan Yesus.102
Kematian Yesus sebagai tebusan bagi banyak orang, adalah kehidupan Yesus
yang secara bebas diberikan dalam pelayanan sepanjang hidup-Nya, bahwa
menjadi “tebusan” atau untuk menyelamatkan manusia. Hal ini terkait dengan arti
sebuah berbagi dan persekutuan yang ditandai dengan makanan yang ditawarkan
oleh Allah bagi keselamatan. “Tetapi persekutuan seperti itu ‘dalam menghadapi
kematian yang semakin mendekat,’ hal ini mengasumsikan dalam konteks total
yang sangat penting dan bermakna.”103
Arti penting ‘persekutuan’ terletak pada
100
Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 99. 101
Jesus’ whole life is the hermeneusis of his death. The very substance of salvation is
sufficiently present in it. Edward Schillebeeckx, Jesus, 311. 102 Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 99. 103
But such fellowship ‘in face of approaching death’ assumes within this total context a very
pregnant significance. Edward Schillebeeckx, Jesus, 310.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kesetiaan ganda.104
Pertama, Yesus mempertahankan keyakinan yang radikal
dalam kesetiaan pada Allah dan pada janji keselamatan. Kedua, pembagian
makanan yang terakhir kalinya dalam menghadapi kematian, menegaskan akan
ikatan yang telah Ia bangun dengan, dan di antara teman-teman, dan murid-murid-
Nya, sebagai isi pokok dari peraturan Allah. Bahkan penderitaan dan kematian
yang sudah dekat tidak dapat menghapus realitas persekutuan ini, yang adalah inti
dari keselamatan yang dibuktikan oleh kebangkitan.
Di sinilah letak petunjuk tentang makna salib berhadapan dengan
pengalaman kontras negatif atas penderitaan manusia di dunia ini. Kematian
Yesus di kayu salib mendapatkan maknanya dari pengintegrasiannya ke dalam
seluruh kesetiaan kehidupan-Nya kepada Allah, dan tujuan Allah (penyebab
kemanusiaan). Kesetiaan Yesus yang tak tergoyahkan kepada Tuhan dan
solidaritas-Nya dengan manusia, keduanya mengarah kepada salib dan
mendefinisikan makna keduanya.105
Kata-kata dan gerak-gerik Yesus dalam
perjamuan perpisahan-Nya mempersiapkan para pengikut-Nya apabila bencana
itu datang, dan mengarahkan para murid pada makna terakhir dari penyaliban.
Keintiman pemecahan roti, kerendahan hati mencuci kaki, harapan piala dibagi
sekarang sebagai janji masa depan: hal ini mendefinisikan salib dengan
mempertahankan, melampaui, dan dengan demikian
mengontekstualisasikannya.106
Hidup membingkai kematian.
104
Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 99. 105
Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 99. 106
Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 99.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kematian di kayu salib bukanlah apa yang Yesus harapkan sebagai hasil
dari misi hidup-Nya, ketika Ia dibaptis di Sungai Yordan; Ia juga tidak
membayangkan akhir dari pelayanan publik-Nya akan berakhir di kayu salib.
Namun, sepanjang jalan, prospek kematian menjadi semakin tak terelakkan.
Sementara salib mengisyaratkan pada kegagalan historis dari proyek kehidupan
Yesus, hal itu juga dibayangi oleh kegagalan-kegagalan sebelumnya ketika Yesus
secara sadar datang untuk mengatasi penolakan dari pewartaan dan pelayanan-
Nya. Schillebeeckx mendiskripsikan arti salib dengan sangat jelas, bahwa misi
Yesus di Galilea adalah sebuah kegagalan, dan Yesus mengetahui akan hal itu.
Dalam pengetahuan yang suram inilah Yesus pergi dari Galilea menuju
Yerusalem, meskipun ada peringatan akan keselamatan dari para sahabat-Nya.
Yesus masih mencari dengan lebih fokus, strategi terbaik agar berhasil dalam
mempromosikan misi yang dipercayakan kepada-Nya. Yesus sendiri tidak dapat
mengetahui, bahwa kegagalan-Nya akan menjadi bagian integral dari rencana
Allah.107
Sesungguhnya, hanya dalam realisasi penuh dari ambivalensi (dua
perasaan yang bertentangan) pengalaman Yesus, kita dapat berbicara tentang salib
sebagai bagian dari ekonomi keselamatan ilahi. Dimensi misi Yesus tersembunyi
bahkan dari dalam kemanusiaan-Nya. Sama halnya, seperti Yesus
mengintegrasikan kematian-Nya yang semakin mendekat dalam misi hidup-Nya,
Allah menempatkan kegagalan salib ke dalam rencana keselamatan. Karya Yesus
di dunia berakhir seperti itu, karena ketidakmampuan manusia untuk menerima
dan mempercayai substansi keselamatan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi Allah
107
Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 99.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memilih untuk menggunakannya, bahkan penolakan itu untuk melanjutkan proyek
ilahi.108
Dengan cara yang nyata, Allah menggunakan apa yang manusia sediakan
untuk mencapai keselamatannya dalam cara-cara di luar imajinasi manusia.
Secara manusiawi, kegagalan dan kesalahan salib, kita temukan inti dari
mistisisme salib.109
Kita telah merujuk secara beragam pada kekuatan kognitif
penderitaan yang khas, prioritas epistemologis dari penderitaan, dan tempat
istimewa wahyu di dalam penderitaan.110
Pengetahuan semacam ini, membawa
kita keluar dari apa yang Schilllebeeckx sebut sebagai “pengalaman kontras
negatif,” yang adalah bentuk mistisisme yang paling benar. Kenyataannya, paling
dekat kita bisa sampai pada pemahaman kontemporer tentang mistisisme salib.
Pengalaman kontras, […] terutama dalam mengingat kembali
sejarah aktual manusia dari akumulasi penderitaan, memiliki nilai
kognitif kritis dan kekuatannya sendiri, yang tidak dapat direduksi
menjadi sebuah tujuan Herrschaftwissen (bentuk pengetahuan yang
tepat untuk ilmu pengetahuan dan teknologi) atau berbagai bentuk-
bentuk kontemplatif, pengetahuan "tanpa tujuan" estetis dan
ludis.111
108
Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 100. 109
Schillebeeckx menggambarkan mistisisme dengan cukup sederhana yaitu sebagai kehidupan
iman, yang selalu menggabungkan sesuatu dari “malam yang gelap” dengan pengalaman rahmat
keselamatan dalam kehadiran Allah yang nyata dalam hidup manusia, yang selalu dimediasi
melalui negativitas. Mistisisme adalah “bukan hanya proses kognitif melainkan cara hidup
tertentu, suatu jalan keselamatan.” Schillebeeckx melihat tiga kesatuan yang konstan, yaitu: 1)
pengalaman sebagai sumber yang mencerahkan, pengalaman terobosan, sesuatu yang baru; 2) fase
pemurnian, di mana seseorang mengalami luka dan keraguan sebelumnya akan illumination
(penerangan) sebelumnya; 3) penemuan cinta ilahi, dalam sebuah jejak bahwa yang dicintai telah
ditinggalkan dalam keberadaan mistik. “Masih ada sebuah ‘kedekatan’ yang dimediasi; ada
kehadiran murni dari yang ilahi, tetapi juga kehadiran alami mistik dengan Allah. “Kesatuan
mistik,” memberikan sebuah pertolongan. Namun, persatuan mistik selalu dengan perasaan tidak
nyaman yang menyakitkan: tidak melihat.'' Akhirnya, Schillebeeckx menekankan, “Mistisisme
yang otentik tidak pernah lari dari dunia, tetapi, berdasarkan pengalaman sumber yang mengalami
disintegrasi pertama, integrasi dan rekonsiliasi rahmat dengan semua hal.” Edward Schillebeeckx,
Church: The Human Story of God, 70-72. 110
Untuk contoh perlakuan Schillebeeckx tentang “kekuatan kognitif penderitaan yang khas,”
lihat Edward Schillebeeckx, Jesus, 621-623, dan Christ, 817-821. 111
Contrast experience, […] especially in recollection of man’s [sic] actual history of
accumulated suffering, has a critical cognitive value and force of its own, which are not reducible
to a purposive Herrschaftwissen (the form of knowledge proper to science and technology) or to
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pengalaman kontras negatif menjalankan fungsi penting yang berkaitan
dengan kedua bentuk pengetahuan, dan Schillebeeckx mempertahankannya
sebagai satu-satunya hubungan dialektis asli antara kedua bentuk pengalaman
tersebut. “Secara khusus nilai kognitif dari pengalaman kontras pasif adalah
pengetahuan yang menuntut dan membukanya menuju masa depan.”112
Salib itu sendiri menggambarkan sebuah ungkapan yang ekstrem dari
pengalaman kontras pasif, yang mengungkapkan maknanya hanya melalui
perlawanan/pembedaan, hanya melalui jalan menuju masa depan yang tak terlihat,
dan yang terbuka alami melalui harapan yang penuh dan kerinduan yang tak
terpuaskan.113
Bagi Schillebeeckx, keinginan terbesar Yesus adalah menjadi
bagian dari narasi kristologis, di mana Yesus sendiri benar-benar pasif. Pertama-
tama dari apa yang Schillebeeckx pahami sebagai tiga fase dalam proses
identifikasi terhadap Yesus, Yesus adalah subjek aktif dari narasi Kristologi,
identitas-Nya diklarifikasi oleh kata-kata dan tindakan-Nya sendiri. “Namun,
muncul perbedaan kekerasan dengan gaya narasi […] sekarang pusat panggung
dikuasai oleh […] seorang yang menderita dan mengatakannya telah terbukti
gagal.”114
Dalam hal ini, identitas Yesus diklarifikasi oleh apa yang dilakukan
orang lain kepada-Nya. Ia menjadi tak berdaya dan rentan, saat Ia dihadapkan
the diverse forms of contemplative, aesthetic and ludic “goal-less” knowledge. Edward
Schillebeeckx, Jesus, 621. 112
The particular cognitive value of the passive contrast experience is a knowledge which
demands a future and opens it up. Edward Schillebeeckx, Jesus, 622. 113
Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 100. 114
However, a violent contrast appears with the passion narrative […] now the cen- tre of the
stage is taken by […] a suffering man whose claims have evidently proved to be a failure. Edward
Schillebeeckx, Christ, 827.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pada ancaman kegagalan, diserahkan kepada musuh-musuh-Nya. Pada titik ini,
hubungan antara Yesus dari Nazareth dan Kristus menjadi ambigu. Para Murid
tidak mengerti, mereka juga tidak dapat menghubungkan sosok yang
dipermalukan ini dengan raja, Allah yang akan datang. “Pada titik ini, ada
ketidakpastian tentang identitas Yesus, dan kegagalan Yesus, yang terjadi di
depan mata para murid, yang memiliki peran untuk menentukan serta
berkontribusi di sini.”115
Hanya dalam cerita yang utuh, termasuk penyaliban dan
kebangkitan, pada akhirnya akan mengungkapkan apa peran tersebut.116
Seperti
terlihat dalam relasi dan persekutuan hidup Yesus dengan Allah, yang
membebaskan, yang tidak dapat dihancurkan, bahkan oleh kematian, dan barulah
menjadi lebih nyata dan tampak istimewa dalam peristiwa kebangkitan Yesus.
Dalam peristiwa kebangkitanlah, relasi tersebut menjadi jelas, bahwa “relasi khas
Yesus dengan Bapa didahului, dan ditopang oleh Bapa sendiri.”117
Dengan
membangkitkan Yesus, Allah membenarkan kepercayaan dan seluruh kehidupan
Yesus. “Kebangkitan” itu merupakan salah satu kemungkinan linguistik untuk
mengungkapkan apa yang dialami para pengikut Yesus (yang sudah percaya
kepada-Nya), setelah Yesus wafat. Sementara itu, ketika Schillebeeckx
mendeskripsikan inti dari perjuangan Yesus di Getsemani, Yesus
115
At this point of the account there is uncertainty about the identity of Jesus, and the failure of
Jesus, which takes place before [the disciples’] very eyes, has a decisive role to play here. Edward
Schillebeeckx, Christ, 827. 116
The narrative sensibility that marks Schillebeeckx’s christology has become a theological
category in its own right, with a conscious cultivation of the theological imagi- nation. For
representative discussions of the indispensability of narrative for Christology. Michael L. Cook,
Christology as Narrative Quest (Collegeville, Minn.: Liturgical Press, 1997), esp. 46 117
Edward Schillebeeckx, Jesus, Die geschichte von einem Lebenden, Herder,
Freiburg/Basel/Wien 1992, 584 dalam Adrianus Sunarko, “Kristianitas Inklusif atau Pluralis?
Diskusi dengan Edward Schillebeeckx”, Melitas, 31.1.2015, 20.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“mempercayakan kepada Allah, akan apa yang dari sudut pandang manusia
tampaknya merupakan kemustahilan.”118
Kesetiaan Yesus tidak
“menyelamatkan”-Nya dari nasib duniawi. Yesus tetap menanggung salib.
Dalam kesengsaraan, apa yang dilakukan oleh Yesus untuk mewartakan
dan melaksanakan perintah Allah menjadi suatu penyerahan keyakinan akan janji
Allah, bahwa hal tersebut merupakan suatu bentuk penolakan secara pasif
terhadap kejahatan. Dan secara tepat juga, pada pengalaman eksistensial Yesus
akan ketidakberdayaan, “Allah mendatangkan orang-orang yang setia kepada Dia,
kepada kesuksesannya dalam hal ilahi.”119
Dalam ketidakberdayaan, Allah Bapa
telah memberikan kemenangan kepada Sang Putra. Penyelamat kita harus dicapai
dengan tepat pada titik perjumpaan (melalui kesengsaraan) dengan Allah, yang
tidak berdaya dan kebebasan manusiawi kita sebagai suatu makna yang
dimunculkan secara berlawanan (kemenangan melalui kematian menuju
kebangkitan/kehidupan) yang tepat. Bagaimana hal ini dinyatakan, tidak lebih dari
pengalaman manusiawi akan penderitaan yang tidak terpahami. “Penderitaan
manusia dan masalah kejahatan terus berjalan seiring dengan sejarah sebagai
sebuah peristiwa yang akan selalu berkembang secara subur (yang akan selalu ada
penderitaan dan kejahatan manusia) sebagai ‘epiphenomenon’ yang membatasi
kebebasan kita.”120
Keselamatan, yang dicapai melalui penderitaan, dilaksanakan
juga dengan dosa, yaitu dosa asal kita. Dan dosa asal, sebagai intinya, menjadi
118
Entrusted to God what from a human point of view seemed to be the failure of his message.
Edward Schillebeeckx, Christ, 829. 119
God brings about in the one who had been faithful to him the divine success. Edward
Schillebeeckx, Christ, 827. 120
Human suffering and the problem of evil go hand in hand with our history as a permanently
thriving ‘epiphenomenon’ of our localized freedom. Edward Schillebeeckx, Jesus, 620.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
suatu penyakit yang menjangkit kepribadian kita, kebebasan bersama, suatu
penderitaan yang menjadi milik/hak kita.
Tetapi apakah yang menjadi contoh bagi semua penderitaan dalam
kehidupan, yang tidak mengalami kenyataan, yang tidak tampak akan karya
penyelamatan Allah yang sangat dekat? Sungguh, apa yang Yesus teriakkan
ketika Ia merasa ditinggalkan? Yesus menjadi ‘terbelah’, terputus dari makna
ketahanan hidup-Nya, yang dilepaskan dari janji dan setiap sisa harapan.
Penderitaan terakhir, Ia jalani hingga kekegelapan akan penderitaan lebih daripada
penderitaan, ketika paku menembus telapak tangan-Nya. Makna ditinggalkan oleh
Allah menjadi nyata; hal tersebut terjadi secara mengerikan. Dan kata-kata
pemazmur dalam Markus dan Matius diletakkan dalam mulut-Nya, dan secara
tepat menggambarakan pengalaman Yesus. Schillebeeckx menunjukkan kepada
kita, bagaimanapun jeritan Yesus digambarkan secara tepat oleh berbagai bagian
dalam Mazmur. Mazmur 22 menunjukkan sebuah kekuatan, baik kenangan
maupun harapan di masa depan. Gambaran yang mengerikan tersebut,
menghadirkan penderitaan sebagai lemparan kepada bantuan kontras oleh ingatan
yang jelas akan karya Allah; yang membebaskan dan mengasihani di masa
lampau.121
Ingatan ini memungkinkan pemazmur untuk menyadari, tidak melihat
121
Schillebeeckx menggunakan teori kritis dan hermeneutika untuk menanggung tema
penderitaan dalam sejarah alkitabiah, mengilustrasikan dalam istilah kontemporer bagaimana
“Peringatan kritis dan selektif diletakkan untuk melayani masa depan. Suasana dasar dari
kecemasan kehidupan manusia dan keputusasaan, kegembiraan dan harapan-jelas terikat dengan
struktur temporal pengingatan dan harapan. Di situlah letak kekuatan kritis dan produktif mereka.”
Critical, selective remembrance is put at the service of the future The basic moods of human life-
anxiety and despair, joy and hope-are evidently bound up with the temporal structure of
reinembrance and expectation. There in lies their critical and productive force. Edward
Schillebeeckx, Christ, 664-665
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan tidak dibiarkan oleh-Nya, Allah lebih dari sekadar dekat; kerajaan Allah tetap
hadir di tengah-tengah penderitaan akan kegelapan sekalipun.
Schillebeeckx mengatakan, bahwa Allah hadir dalam penderitaan sebagai
“cahaya dalam kegelapan” dan “kedekatan yang diperantarai.”122
Allah adalah
dasar mistik dalam hidup manusia, dan selalu siap sedia, bahkan jika setiap
pengalaman kita berada dalam ketiadaan, kegelapan. Yesus mengetahui
penderitaan ini dalam sebuah cara yang tiada bandingnya, dalam proporsi terbalik
yang unik dan tentunya dengan intensitas yang selalu memiliki pengalaman akan
kehadiran Allah. Oleh karena itu, Yesus adalah penjamin dalam setiap
pengalaman akan Allah, yang meniadakan perasaan penderitaan dan sebagai
jembatan akan kehadiran dan keabsolutan kedekatan Allah.
4.4.4.2 Status Questionis
Dalam hasil penelitian kuantitatif didapatkan bahwa para responden
menghidupi Allah sebagai ‘Dia yang jauh dan impersonal serta tak terjangkau.123
Bagaimana kita sebagai orang Kristen mengetahui ‘Yesus adalah penjamin dalam
setiap pengalaman akan Allah,’ atau mempercayai akan penanggungan ini?
Bagaimana kita bisa percaya, bahwa aturan positif Allah sudah dimulai dalam
pewartaan dan tindakan Yesus di bumi? Bagaimana kita bisa percaya, bahwa
kejahatan yang menguasai begitu banyak kehidupan manusia benar-benar tidak
122
Schillebeeckx, Church, 70. 123
Lihat pada Lampiran 3, Tabel 3.23.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memiliki masa depan? Bagaimana manusia bisa berpegang teguh pada harapan
dalam penderitaan ketika semua pencarian akan Allah dipenuhi dengan kebisuan?
Dalam kuesioner perihal Identitas Religius tentang Paham Allah, penulis
menjabarkannya dengan empat pertanyaan: Saya selalu bertanya, di manakah
Allah berada saat saya mengalami masalah berat; Saat mengalami kesenangan,
saya bertanya-tanya apakah Allah “turut campur” dalam menjadikan saya
mengalami kesenangan; Saya sungguh bingung, saat saya menderita, dan saya
mencoba mencari solusi, mengapa Allah diam saja tidak membantu; Bagi saya,
kebahagiaan yang saya peroleh karena saya sendiri yang mengusahakan untuk
bahagia. Dari pertanyaan “Saya selalu bertanya, di manakah Allah berada saat
saya mengalami masalah berat”, diperoleh hasil sebanyak 11 responden (11%)
menyatakan sangat tidak setuju, 41 responden (41%) menyatakan tidak setuju, 45
responden (45%) menyatakan setuju dan sebanyak 3 responden (3%) menyatakan
sangat setuju.124
Hal ini dapat dikategorikan sebanyak 52 responden (52%)
menyatakan bahwa Allah itu jauh dengan manusia, dan sebanyak 48 responden
(48%) menyatakan setuju kalau Allah itu dekat dengan manusia. Hal ini semakin
diperjelas dengan hasil pengolahan pertanyaan kedua “Saat mengalami
kesenangan, saya bertanya-tanya apakah Allah “turut campur” dalam menjadikan
saya mengalami kesenangan”. Dari pertanyaan tersebut diperoleh hasil sebanyak
17 responden (17%) menyatakan sangat tidak setuju, 51 responden (51%)
menyatakan tidak setuju, 23 responden (23%) menyatakan setuju dan sebanyak 9
124
Lihat pada Lampiran 3, Tabel 3.23, Item 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
responden (9%) menyatakan sangat setuju.125
Hal ini dapat dikategorikan
sebanyak 68 responden (68%) menyatakan bahwa Allah tidak turut campur tangan
dalam menjadikan responden mengalami kesenangan, dan sebanyak 32 responden
(32%) menyatakan setuju kalau Allah turut campur tangan dalam menjadikan
responden mengalami kesenangan. Dari pertanyaan “Saya sungguh bingung, saat
saya menderita, dan saya mencoba mencari solusi, mengapa Allah diam saja tidak
membantu”, diperoleh hasil sebanyak 6 responden (6%) menyatakan sangat tidak
setuju, 25 responden (25%) menyatakan tidak setuju, 55 responden (55%)
menyatakan setuju dan sebanyak 14 responden (14%) menyatakan sangat
setuju126
. Hal ini dapat dikategorikan sebanyak 31 responden (31%) menyatakan
bahwa Allah itu dekat dengan manusia, dan sebanyak 69 responden (69%)
menyatakan setuju kalau Allah itu dekat dengan manusia. Demikian juga dari
pertanyaan” bagi saya, kebahagiaan yang saya peroleh karena saya sendiri yang
mengusahakan untuk bahagia”, diperoleh hasil sebanyak 2 responden (2%)
menyatakan sangat tidak setuju, 15 responden (15%) menyatakan tidak setuju, 57
responden (57%) menyatakan setuju dan sebanyak 26 responden (26%)
menyatakan sangat setuju.127
Hal ini dapat dikategorikan sebanyak 17 responden
(17%) menyatakan bahwa Allah itu dekat dengan manusia, dan sebanyak 83
responden (83%) menyatakan setuju kalau Allah itu jauh dengan manusia. Jadi
dapat ditarik kesimpulan bahwa para mahasiswa beranggapan bahwa Allah itu
jauh dari manusia, sekaligus Allah tidak turut campur tangan dalam setiap
125
Lihat pada Lampiran 3, Tabel 3.23, Item 1. 126
Lihat pada Lampiran 3, Tabel 3.23, Item 1. 127
Lihat pada Lampiran 3, Tabel 3.23, Item 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
peristiwa. Hasil ini diperkuat dengan pertanyaan “Allah itu jauh dari kehidupan
saya”,128
dengan penjabaran hasil: responden yang menyatakan rendah sebanyak 4
responden (4%), 4 responden (4%) menyatakan sedang, 47 responden (47%)
menyatakan tinggi dan sebanyak 45 responden (45%) menyatakan sangat tinggi.
Begitu juga dalam wawancara dengan Intan Suryani, ia menyatakan bahwa: “[…]
entah kenapa saya itu lebih merasakan kehadiran Allah itu ketika saya dalam
situasi down.”129
Hal ini dikarenakan cara pandang mahasiswa akan segala
sesuatu baru dianggap nyata dan sah apabila resultante praktis dari hasil
pengetahuan dapat diramal pasti dan muncul dalam segala terapan yang sama,
jikalau segala persyaratan yang sama terpenuhi. Dan bahkan, dalam banyak
perkara mendasar sekali, pola pikir mahasiswa dilekati prinsip ketidakpastian;
dibatasi keterangan “nyata bagi pengamat”. Tetapi mengenai kebenaran
sesungguhnya dari Ding-an-sich (hal-yang-ada-sebenarnya-dalam-diri-hal-itu) itu,
diakui berada di luar jangkauan pengamatan induktif-empiris. Sebab kesimpulan
hanya diambil dari gugusan fenomen atau gejala. Jadi, segala sesuatu sepanjang
pengalaman itu ditangkap oleh pancaindra kaum remaja (mahasiswa) dan diambil
kesimpulan oleh daya tangkap konstruksi pikirannya yang terbatas. Dalam ilmu
pengetahuan Allah pertama-tama muncul sebagai Pencipta. Bukan dalam arti
bahwa ilmu positif secara langsung berbicara mengenai penciptaan.
Allah sebagai Pencipta sebenarnya amatlah konkret, karena diakui sebagai
dasar dari segala yang konkret. Namun paham Allah sebagai Pencipta sangatlah
abstrak. Sebagai Pencipta, ia mengatasi segala yang konkret, dan – karena itu –
128
Lihat pada lampiran 3, Tabel 3.17 pada Item 1d. 129
Lihat Lampiran 4, wawancara dengan Intan Suryani baris ke 450-453.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bagi kita tidak mempunyai bentuk yang konkret. Allah hanya diketahui sebagai
tindakan penciptaan, sebagai dasar dari segala yang ada. Ia tidak dikenal dalam
diri-Nya sendiri. Ia diketahui sebagai Pencipta karena mengungkapkan diri dalam
penciptaan.
Schillebeeckx menunjuk pada peran keheningan dalam dialog. Allah diam
dalam kehidupan duniawi kita, mendengarkan kisah hidup kita. Dengan memberi
penghormatan pada kepribadian dan kebebasan pada manusia, Allah
mendengarkan dengan penuh kasih dan tidak akan mengganggu.130
Ia berhenti
untuk berbicara, menunggu sampai yang lain mengerti, sampai mengalami proses
pemurnian, sehingga akhirnya membuka mata dan melihat. Dengan kesadaran dan
menempatkan bahwa Allah itu ada di hati kita. Maka, sederhananya, mencapai
Allah itu, menggapai Tuhan, mengalami kebersatuan dengan Tuhan, bukanlah
sesuatu yang mustahil. Dengarkanlah suara hati kita. Tentu hal ini bukanlah
sebuah perkara yang mudah. Dibutuhkan kesadaran tertentu yang dapat
membedakan antara suara hati yang sejati dengan suara-suara pembisik, entah itu
dari orang tua, dari teman, dari Romo, dan lain sebagainya. Jikalau Yesus menjadi
pusat, dasar iman, kita tidak mungkin mengenal Yesus tanpa Kitab Suci. Padahal,
Kitab Suci itu sendiri ‘seratus persen buatan manusia dan seratus persen buatan
Allah”. Sebagai buatan manusia, pasti ada kekeliruan tertentu. Akan tetapi,
sebagai buatan Allah pasti ada kebenaran yang mau disampaikan. Dengan melalui
Kitab Suci, kita bisa mengetahui bagaimana para murid dengan segera
meninggalkan segala-galanya dan mengikuti Yesus. Mereka yang tidak bisa
130
Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 102.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
meninggalkan segala-galanya tidak bisa menjadi murid Yesus. Berpusat pada
Kristus itu berarti mengikuti Kristus sendiri, ajaran-Nya dan perbuatan-Nya.
Tetapi karena para responden tidak hidup sejaman dengan manusia Yesus yang
menjadi Kristus, responden tidak mungkin paham dengan apa yang diajarkan oleh
Yesus sendiri.
Memang, kita mungkin cenderung untuk melemahkan deskripsi
Schillebeeckx tentang “pengalaman penuh pengharapan dan harapan,” kita sadar
karena betapa jauhnya sebuah harapan pada banyak orang yang menderita. Hal ini
dapat dibandingkan dengan hasil penelitian pada indikator Karya Penciptaan dan
Karya Penyelamatan,131
disebutkan bahwa sebanyak 22 responden tidak setuju
dengan pernyataan “Yesus bukan satu-satunya jalan untuk memperoleh
keselamatan” dan sebanyak 78 responden mengatakan setuju dengan penyataan
tersebut. Begitu juga dalam pernyataan Tabel 3.18, Item 2d, di sana disebutkan
bahwa sebanyak 15 responden tidak setuju bahwa “Yesus adalah seorang manusia
yang dari semula secara total terarah kepada Allah”, dan sebanyak 85 responden
menyatakan sependapat dengan pertanyaan tersebut. Kaum remaja hanya berani
mengatakan bahwa yang bagi saya tampak kepada saya, dan saya sebut benar
sebenarnya hanyalah ada dan benar sepanjang itu tampak evident sementara oleh
konstruksi buatannya sendiri dalam bahasa dan hitungan (ilmu pengetahuan). Jadi
masih dalam kualifikasi rupa-rupanya. Bukan sebagai objektif, melainkan
subjektif kolektif, sepanjang hal itu saya tangkap. Budaya ilmiah masa kini
berorientasi pada masa depan. Kita sadar akan kemajuan. “Transendensi
131
Lihat tabel 3.18. Item 2b
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
karenanya cenderung memperoleh keterkaitan khusus dengan apa yang disebut,
dalam temporalitas (hal keduniawian) kita, masa depan.”132
Schillebeeckx pada akhirnya berbicara dari sudut pandang iman
kebangkitan. Hanya dalam kebangkitan, memungkinkan kita untuk berbicara
secara bermakna tentang mistisisme salib. Hanya iman kebangkitan yang
memungkinkan makna kontras dalam pengalaman negatif penderitaan. Dalam hal
ini pula, Schillebeeckx memberi kita petunjuk tentang peran penderitaan dalam
menempa pengalaman iman kebangkitan yang sangat manusiawi dan otentik.
“Dalam ketidakmampuan hidup kita sendiri, kita harus dapat mengalami kekuatan
superior Allah: jika tidak, kita hanya akan menerimanya dengan iman yang
disajikan sebagai otoriter murni.”133
Iman akan Allah selalu mengandaikan rahmat
sebagai pertolongan dari Allah, namun rahmat tidak menghilangkan daya kognitif
intelek. Untuk mengenal Allah, manusia membutuhkan rahmat, tetapi tidak perlu
wahyu eksplisit. Karena, Allah “menghendaki supaya semua orang diselamatkan
dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran” (1 Tim 2:4). Semua orang, bukan
hanya mereka yang menerima wahyu eksplisit. Karena pengetahuan akan Allah,
menurut rencana Allah, adalah universal.134
Maka sangat dimungkinkan setiap
remaja mengembangkan segi-segi intelektual dari pengetahuan akan Allah karena
rahmat dari Allah. maka kata Pencipta hanya punya arti, jika dapat dihubungkan
dengan sebuah pengalaman yang konkret. Karena Sang Pencipta adalah misteri
132
Edward Schillebeeckx, “Epilogue: The new image of God, secularization and man’s future on
earth”, dalam God the future of man Sheed and Ward, New York 1968, 181. 133
Within the defencelessness of our own lives we must be able to experience the superior power
of God: otherwise we accept it with a faith which is presented as purely authoritarian. Edward
Schillebeeckx, Christ, 828. 134
Tom Jacobs, Paham Allah 65.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang hanya diketahui dari dunia ciptaan-Nya. Dalam diri-Nya sendiri Allah tidak
dikenal, kecuali kalau Allah mau memperkenalkan diri dan membuka misteri-Nya
itu. Tetapi keterbukaan budi manusia terhadap misteri Sang Pencipta merupakan
segi manusiawi dari hubungan dengan Allah, dan juga kalau itu telah menjadi
relasi wahyu-iman. Relasi manusia dengan Allah sebagai pencipta-Nya oleh
manusia sendiri tidak pernah bisa dikembangkan menjadi hubungan timbal-balik.
Tetapi, kalau Allah berkenan menyatakan diri, maka relasi itu menjadi hubungan
personal manusia dengan Sang Pencipta. Hubungan pribadi itu merupakan unsur
yang paling sentral dalam Paham Allah, sebab kalau manusia adalah pribadi,
maka tidak dapat tidak Allah pun mau diakui sebagai pribadi dan tidak sebagai
Sang Pencipta.
Kebangkitan, adalah puncak dari kesetiaan Yesus yang diuji pada
kedalaman “pengalaman kontras negatifnya.”135
Hal ini, bagi Schillebeeckx,
menjadi kata terakhir Allah dan koreksi atas negativitas penderitaan dan kematian.
Lebih dari itu, itu adalah koreksi yang kekuatannya terletak di bawah negativitas
dalam “belas kasih dan belas kasihan Allah pada semua jantung realitas.”136
Kebangkitan menyatakan kepada kita, bahwa kebenaran penebusan yang
ditunjukkan oleh kematian Yesus, adalah pesan dari pewartaan dan praksis hidup-
Nya. Terlepas dari semua kegagalan duniawi, kesetiaan Yesus kepada Allah, dan
Allah bagi Yesus untuk membuka masa depan di luar kematian yang menjadi
milik semua orang, yang berbagi dalam misi keselamatan kepada umat manusia.
135
Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 102. 136
Mercy and compassion of God at the heart of all reality. Kathleen Anne McManus, Unbroken
Communion, 102.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kesinambungan kesetiaan timbal balik ini tidak pernah dipatahkan, meskipun
tampak lenyap dari pandangan selama periode naratif kedua dari kehidupan
Yesus. Sekarang, dalam fase narasi ketiga, periode setelah kematian Yesus,
identitas Yesus diklarifikasi oleh apa yang dilakukan Allah kepada-Nya.
Schillebeeckx menyatakan, bahwa “itu mengejutkan, bagaimana pembaca dapat
merasakan di setiap ayat, bahwa di sini hanya Allah yang bekerja […] meskipun
hampir tidak ada penyebutan Allah dalam kisah-kisah Biblikal tentang
pengalaman-pengalaman tersebut.”137
Dan kita dapat menyatakan, bahwa
identifikasi Yesus atas dasar apa yang Allah lakukan kepada-Nya
mendefinisikannya masih sebagai karakter pasif dalam drama. Tapi Schillebeeckx
menjelaskan,
Hanya Yesus, yang hidup, adalah subjek aktif di sini dan dirinya
sendiri mengungkapkan identitasnya: ia memulihkan hubungan
antara "Yesus ini" (pria dari Nazaret) dan "Kristus," 'yang telah
menjadi masalah bagi para murid. Jalinan "Yesus" dan "Tuhan"
yang tidak terekspresikan lebih menggugah daripada di tempat
lain. Jika inisiatif Yesus sendiri lenyap di urutan sebelumnya (kisah
nafsu), di batu-batu kebangkitan semuanya terjadi lagi atas inisiatif
Yesus, yang menjadi koin dengan inisiatif absolut Allah: hanya
penampilan Yesus (dalam kisah tentang penampakan kebangkitan)
menunjukkan bahwa Tuhan aktif bekerja di sini. Komposisinya
luar biasa, tetapi pada saat yang sama unik dalam konsentrasi
teologisnya. Yesus sendiri, pria dari Nazareth, adalah kehadiran
dari tindakan Allah bersama kita, selama hidupnya dan juga setelah
kematiannya. Apa yang tampaknya gagal dan bencana “dengan
standar manusia” (katu sarka, 11 Cor. 4.11, 16), dan memang
demikian pada tingkat ini, menjadi penebusan dan kemenangan
ketika dilihat dalam roh.138
137
It is striking how the reader can feel in every verse that here only God is at work […]
although there is hardly any mention of God in the biblical accounts of the experiences. Edward
Schillebeeckx, Christ, 828. 138
Only Jesus, the living one, is the active subject here and himself expresses his iden- tity: he
restores the relationship between “this Jesus” (the man from Nazareth) and “the Christ,”’ which
had become problematical for the disciples. The unexpressed interweaving of “Jesus” and “God”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Bagian ini membangkitkan inti dari kristologi Schillebeeckx vis-à-vis pertanyaan
tentang penderitaan manusia. Bahkan, kita dapat mengekstrapolasi bahwa tidak
ada konteks manusia lain untuk memahami sifat kristologi selain penderitaan.
Schillebeeckx telah berulang kali menunjukkan bahwa satu-satunya pandangan
kita tentang keselamatan adalah melalui kerinduan yang memancar dari
pengalaman kontras negatif dalam penderitaan.
Singkatnya, kristologi, identifikasi pribadi Yesus dalam iman,
adalah jawaban khusus manusia terhadap masalah kegagalan
manusia seukuran manusia. Ini adalah kebangkitan yang
memberikan kebohongan atas kegagalan pesan dan kehidupan
Yesus, dan pada saat yang sama hanya konsepsi manusia tentang
apa yang 'sukses nyata' dapat dan harus berarti.139
Kontinuitas praksis kehidupan kita dengan praksis kehidupan Yesus,
ortopraxy, adalah, kemudian menjadi, komponen penting dari pemahaman
Schillebeeckx tentang kebangkitan.140
Pengalaman terus-menerus dari kemuridan,
kehidupan Gereja, mengalir dari dan menuju pada pengalaman kebangkitan.
Schillebeeckx membedakan catatan tulisan suci tentang penampakan kebangkitan
is more evocative here than elsewhere. If Jesus’ own initiative disappeared in the previous
sequence (the passion narrative), in the resurrection stones everything again happens on the
initiative of Jesus, which coin- cides with the absolute initiative of God: only Jesus’ appearance
(in the account of the resurrection appearances) suggests that God is actively at work here. The
compo- sition is masterly, but at the same time unique in its theological concentration. Jesus
himself, the man from Nazareth, is the presence of the action of God with us, during his life and
also after his death. What seem to be failure and disaster “by human standards” (II Cor. 4.11,
16), and indeed are so on this level, become redemption and victory when seen in the spirit.
Edward Schillebeeckx, Christ, 829 139
In a word, christology, the identification of the person of Jesus in faith, is the specifically
human answer to the life-sized problem of human failure. It is the resurrection which gives the lie
to the failure of the message and the life of Jesus, and at the same time to merely human
conceptions of what ‘real success’ can and must mean. Edward Schillebeeckx, Jesus, 645. 140
Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 103.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sebagai model. Dalam teks Perjanjian Baru yang lengkap, proses konversi para
murid setelah kematian Yesus menjadi dikemas dalam narasi penampakan.
Realitas kerygma di balik teks-teks ini tidak dipertanyakan untuk Schillebeeckx.
Yang dipertanyakan adalah cara narasi penampakan yang dipahami secara
tradisional. Dan di sini kita menjumpai adanya pengaruh paling radikal dari
pengaruh dari hermelitika, teori kritis, dan eksegesis alkitabiah modern menurut
Schillebeeckx. Yaitu, analisis Schillebeeckx sendiri yang intuitif tentang model
perhitungan ketahanan dengan cara yang unik dan menarik bagaimana
pengalaman penderitaan tertentu memunculkan pengetahuan yang mengharukan
yang merupakan otoritas iman tertinggi.
4.4.4.3 Peran Pengalaman Penderitaan dalam Kebangkitan Iman141
Tentang menemukan Tuhan dalam segala hal dan menemukan segalanya
dalam Tuhan, saya yakin anda memiliki konsep tersendiri yang membuat anda
pesimis dan tidak percaya bahwa anda bisa melakukannya. Jujur pada perasaan
karena biar bagaimanapun, perasaan yang muncul itu sifatnya netral, dan tidak
perlu diingkari. Menurut konteks pengalaman modern iman Kristen harus
berhubungan, yaitu antara tradisi Kristen dan situasi modern. Dengan demikian,
diperlukan ‘korelasi kritis’ antara tradisi pengalaman Kristen dan pengalaman
masa kini. Di satu sisi, pengalaman kontekstual baru membantu memberi
141
Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion: The Place and Meaning of Suffering in The
theology of Edward Schillebeeckx, 104-106.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pandangan baru terhadap tradisi pengalaman Kristen. Di sisi lain, tradisi ini,
sebagai interpretasi dari pengalaman yang selalu ada, sehingga memberi
perspektif yang menambahkan dimensi Kristen ke dalam konteks modern
tersebut. Hasilnya adalah kepercayaan Kristen sejati, terkini, dan dalam situasi
sekarang “Adalah elemen intrinsik dari pentingnya pesan Kristen bagi jemaat
Kristiani.”142
Ini adalah iman Kristen yang sama-sama dibentuk, dan merupakan
hasil pengalaman fundamental Kristen, justru dalam kaitannya dengan situasi baru
sehingga memperoleh bentuk dan ekspresi yang baru. Dengan demikian, korelasi
antara tradisi dan konteks dapat seimbang, atau jika lebih besar lagi disebut
‘korelasi pengalaman’ - yaitu antara pengalaman mendasar yang diturunkan oleh
tradisi dan pengalaman manusia modern. Dalam korelasi ini, “kita menyesuaikan
keyakinan dan tindakan kita di dalam dunia di mana kita tinggal, di sini dan saat
ini, terhadap apa yang diungkapkan dalam tradisi alkitabiah.”143
Alkitab tetap
menjadi norma di mana semua pengalaman dinilai. Selain itu perlu sikap
142
“Is an intrinsic element of the significance of the Christian message for us.” Edward
Schillebeeckx, Interim Report, 55. Dia melanjutkan: “It is therefore striking that the times in
which men refer to their own experiences, individual and collective, with renewed emphasis, are
always times of crisis in which they experience a gap between tradition and experience instead of
continuity between, e.g. the Christian tradition of experience and their contemporary experience.
Of course even old experiences have power to make men question and transform; the four
structural principles mentioned above remain a critical reminder of that [for these principles, see
further in our text]. But even new experiences have their own productive and critical force;
otherwise, a reference to ‘interpretative elements’ of old experiences would do not more than
solidify and hold back our ongoing history.” (“Oleh karena itu, mencolok bahwa zaman di mana
orang merujuk pada pengalaman, individu dan kolektif mereka sendiri, dengan penekanan baru,
selalu merupakan masa krisis di mana mereka mengalami kesenjangan antara tradisi dan
pengalaman, bukan kontinuitas antara, misal. tradisi pengalaman Kristen dan pengalaman
kontemporer mereka. Tentu saja pengalaman lama pun memiliki kekuatan untuk membuat
manusia mempertanyakan dan bertransformasi; empat prinsip struktural yang disebutkan di atas
tetap merupakan pengingat kritis akan [untuk prinsip-prinsip ini, lihat lebih jauh dalam teks].
Tetapi bahkan pengalaman baru pun memiliki kekuatan produktif dan kritis mereka sendiri; Jika
tidak, referensi untuk 'elemen interpretatif' dari pengalaman lama tidak lebih dari sekedar
memperkuat dan menahan sejarah kita yang terus berlanjut.”) 143
“We attune our belief and action within the word in which we live, here and now, to what is
expressed in the biblica; tradition.” Edward Schillebeeckx, Interim Report, 50.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menyerah dan pasrah kepada Allah, menyerahkan pada orientasi menuji Allah
yang berpusat pada Allah sempurna, menyerah pada satu-satunya Allah yang
mahabesar, yang mahabaik, yang selalu adalah misteri.
Satu-satunya keinginan kita yang relevan adalah mencari tahu apa itu
kehendak Allah. Dengan iman personal pada Yesus Kristus, tidak bisa tidak
berpusat pada Yesus Kristus.144
Karena itu, pada Pribadi-Nyalah kehendak Allah
itu menjadi jelas. Katakanlah ketika Anda berdoa pemeriksaan batin setiap hari.
Pemeriksaan yang Anda lakukan akan menjadi tidak berarti jika Anda tujukan
untuk mencari kesalahan dan dosa-dosa anda. Pemeriksaan batin baru berarti jika
Anda menyadari kembali bagaimana setiap kali Allah hadir, menyatakan
panggilan-Nya kepada Anda. Pemeriksaan batin baru berarti kalai itu menjadi
pemeriksaan kesadaran dan pemeriksaan kesadaran Andan akan terus berkembang
hingga sampai pada menangkap kehadiran Sang Hidup, Jalan, Kebenaran,
Kebaikan dan Keindahan. Jikalau demikian, hidup Anda akan terarah pada
Kebaikan, Kebenaran dan Keindahan, apapun yang Anda jumpai.
Misteri Allah mengatasi segala pikiran manusia. Tidak ada alat yang dapat
digunakan untuk memahami kebangkitan Yesus, tanpa kita memahami
pengalaman akan iman sebagai cara untuk memahami. Satu-satunya yang relevan
untuk paradigma Allah-manusia adalah misteri iman Katolik yang mengakui
Trinitas Allah sempurna: Allah yang menjadi pencipta (Allah Bapa), Allah yang
menjadi satu-satunya citra sempurna Allah pencipta itu (Allah putera), dan Allah
yang dicurahkan dari pribadi yang sempurna itu dalam setiap diri manusia (Allah
144
A. Setyawan, Saat Tuhan Tiada, dari Cermin Anthony de Mello, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta 2001, 223.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Roh Kudus).145
Schillebeeckx menemukan makna akan pengalaman kebangkitan
yang memiliki segala hal untuk bekerja dengan prioritas epistemologi akan
sebagian pengalaman penderitaan. Dalam hubungannya dengan penampakan
Yesus sesudah kebangkitan-Nya, ada dua aspek yang mencolok di dalamnya: di
satu pihak merupakan inisiatif selalu ada pada Yesus dan dari pihak para murid
penampakan itu selalu dialami sebagai “mengenal kembali.”146
Untuk membantu
diskusi dalam hal ini, Schillebeeckx merefleksikan akan tradisi kerygmatis dalam
surat Paulus. Paulus tidak berbicara tentang penampakan dalam semua teks
kerygmatiknya, tetapi Schillebeeckx mencatat bahwa “di mana Paulus meletakkan
identitas di antara jemaat sebagai poin keberangkatan (titik pijak) menuju
penilaian teologis, di mana tradisi Kristen percaya bahwa dalam pengalaman
kebangkitan itu memiliki satu kesatuan dengan penampakan Yesus. Dalam tradisi
pra-Paulus dan dalam Lukas terdapat sebuah tekanan pada apa yang disebut
sebagai ‘penampakan.’ Tekanan ada pada frase “menampakkan diri-Nya” (1Kor
15:3-8). Penampakkan ditafsirkan sebagai inisiatif Yesus sendiri. Schillebeeckx
memberikan pemahaman kepada kita, bahwa Paulus sedang menanggapi
kesalahan pemikiran akan kebangkitan yang ada dalam jemaat Korintus. Paulus
menginginkan untuk menetapkan identitas iman di antara iman Gereja semesta.
Pada akhirnya, dia menyiapkan, bukan suatu daftar kesaksian kebangkian, tetapi
Paulus menyediakan daftar otoritas dari semua yang menyatakan kesamaan hal,
yang dikenal, yaitu Ia yang disalibkan itu telah bangkit; bukti yang satu dan sama
sebagai dasar iman yang menginspirasi mereka semua. 145
A. Setyawan, Saat Tuhan Tiada, dari Cermin Anthony de Mello, 224. 146
Tom Jacobs, Paham Allah, 119.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pengalaman utama sebagaimana yang telah dikembangkan dalam metode
teologi Schillebeeckx telah terkristalisasi di sini. Paulus memberi perhatian bagi
kita; secara khusus Schillebeeckx. Darimana otoritas yang menyatakan
kebangkitan Yesus? Apa yang mendasari iman Kristen pada umumnya? Apa
dasar utama dalam pewahyuan? Schillebeeckx’s menafsirkan pusat doktrin
Kristen akan kebangkitan sebagai dasar pengakuan yang paling penting.147
Dengan berpegang teguh pada nilai kognitif akan pengalaman iman,
Schillebeeckx menekankan kedua hal, yaitu: aspek subyektif dan aspek obyektif
akan iman kebangkitan yang mengakiri perlawanan kepada semua yang terlalu
menekankan sisi obyektif maupun subyektif.148
Hal ini berarti, bahwa aspek
objektif yaitu pribadi Yesus dan kebangkitan jasmani serta
pengagungan/peninggian dengan Tuhan – dan secara subjekif – pengalaman iman
yang diungkapkan dalam Kitab Suci tidak dapat dipisahkan.149
Dalam
hubungannya dengan penampakan Yesus sesudah kebangkitan-Nya, ada dua
aspek yang mencolok di dalamnya: di satu pihak merupakan inisiatif selalu ada
pada Yesus dan dari pihak para murid penampakan itu selalu dialami sebagai
“mengenal kembali.”150
Schillebeeckx memisahkan dirinya dari hal-hal yang
umumnya digunakan untuk mengenali kebangkitan Yesus yang dilakukannya
dengan cara hidup baru yang ditemukan oleh para murid, meskipun dia
menyatakan hal ini sebagai satu dimensi akan pengalaman kebangkitan.151
147
Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 105. 148
Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 105. 149
Edward Schillebeeckx, Interim Report, 79. 150
Tom Jacobs, Paham Allah, 119. 151
Edward Schillebeeckx, Interim Report, 78.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Schillebeeckx sama halnya dengan menyangkal bahwa iman akan kebangkitan
semata-mata murni penafsiran pengenangan kembali akan Yesus pra-Paskah
(sebelum kebangkitan-Nya), sekalipun hal ini merupakan unsur dari pengalaman.
Kedua aspek tersebut secara umum berlaku untuk wahyu. Dari satu pihak
merupakan inisiatif dari Allah, tetapi di lain pihak orang sudah tahu mengenai
Allah sebagai Pencipta dan karena itu menyadari wahyu itu sebagai firman Allah.
Schillebeeckx menambahkan, bagaimanapun juga, bahwa setelah kematian Yesus
mereka memiliki pengalaman baru yaitu suatu tawaran keselamatan yang baru.152
Oleh karena itu, wahyu historis dari satu pihak harus disebut “baru”, karena
berkaitan dengan peristiwa sejarah yang baru, namun dari pihak pengalaman
wahyu harus dimengerti dalam kerangka relasi Allah dengan manusia, yang
adalah pertama-tama relasi penciptaan.153
Dan tidak setiap wahyu historis
merupakan intervensi baru Allah dalam sejarah. Yang baru adalah pengalaman
manusia baik pengalaman peristiwa historis, maupun pengalaman wahyu Allah
yang berkaitan dengan peristiwa itu. Ini merupakan eksplorasi dari sisi manusia.
Inisiatif memang tetap ada pada Allah. tetapi dalam relasinya dengan manusia
Allah tidak menjadi historis, selain sejauh firman-Nya ditanggapi oleh manusia
yang adalah seluruhnya makhluk historis. Namun, kalau sama sekali tidak ada
refleksi, dan kata “Allah adalah istilah melulu, tanpa arti yang real, maka wahyu
juga tidak mungkin. Maka perlu ada sebuah komitmen dari sisi manusia.
Apa yang telah dikatakan oleh Schillebeeckx tentang bagaimana para
Murid menerima tawaran keselamatan yang baru ini merupakan sesuatu yang
152
Edward Schillebeeckx, Interim Report, 90-91. 153
Tom Jacobs, Paham Allah, 119.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
krusial bagi pemahaman kita akan pengalaman penderitaan dalam teologinya –
Schillebeeckx – dan sebagai suatu suatu pewahyuan yang dikhususkan.154
Wahyu
pada dasarnya bersifat sakramen dan karenanya bukan hanya Roh Kudus yang
memainkan peranan penting di dalamnya, tetapi juga “penerangan” dari pihak
manusia. Wahyu tidak pernah berupa “wahyu lama”. Tetapi dalam proses relasi
Allah dengan manusia, yang pada dasarnya adalah relasi Pencipta dan ciptaan-
Nya, pengenangan akan peristiwa-peristiwa yang lampau mempunyai arti yang
sangat penting. Manusia beriman mengalami Allah dalam konteks tradisi wahyu.
Oleh karena itu, dalam tradisi Kristiani pusat wahyu adalah pernyataan diri Allah
dalam Yesus Kristus. Maka boleh dikatakan bahwa: ‘komitmen’ dan sekaligus
‘eksplorasi’ total dari Allah yang tampak dalam diri Yesus Kristus tercermin
dalam ‘komitmen’ dan ‘eksplorasi’ para responden. Pengalaman akan
kebangkitan menjadi dasar untuk bermisi. Pengalaman membuat seseorang
menjadi saksi dan memunculkan pendapat, membuka kemungkinan hidup baru
bagi yang lain.155
Implikasi mendasar atas penyebutan berbagai kesaksian untuk
dapat berkarya secara signifikan dalam konteks hidup yang unik dalam setiap
individu yang menerima pewahyuan ini. Penerapan ini menjadi sebuah tuntutan
dalam perbedaan penampakkan kebangkitan kepada Maria Magdalena dan kepada
Petrus. Dalam semua bentuk, perjumpaan dengan Yesus yang bangkit menyokong
pengalaman personal yang unik akan penderitaan.
154
Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 106. 155
Edward Schillebeeckx, Christ, 37-38. Bdk: Wahyu historis dari satu pihak harus disebut
“baru”, karena berkaitan dengan peristiwa sejarah yang baru, namun dari pihak pengalaman wahyu
harus dimengerti dalam kerangka relasi Allah dengan manusia, yang adalah pertama-tama relasi
penciptaan. Tom Jacobs, Paham Allah, 119.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Schillebeeckx mengetahui bahwa “keragaman tradisi mengisahkan kepada
kita bahwa penampakan yang paling pertama dialami oleh Maria Magdalena.”156
(Meskipun, laporan “resmi” pertama diberikan kepada Petrus, karena pada waktu
itu menggagap bahwa kesaksian seorang wanita tidak sah).157
Perjumpaan Maria
dengan Yesus yang bangkit direfleksikan sebagai pengalaman yang unik dalam
hidupnya. Sampai dengan pengalaman kehadirannya di kuburan dan pengalaman
kehilangannya menjadi nyata dalam kehadiran dia yang sedang berduka.158
Pengamatan Schillebeeckx fokus pada makna hidup Maria yang diperoleh
kembali melalui pertobatan yang membawa sampai kepada relasi dengan Yesus,
ketika dia hidup di dunia. Dalam kebangkitan atas kematian-Nya, dia bertanya
lagi tentang makna pembaruan hidup, “hingga di sana datang padanya jaminan
untuk mengasihi bahwa hidup yang diperoleh kembali ini lebih kuat daripada
kematian. Inilah hidup Yesus.”159
Bagi Maria Magdalena, perjumpaan dengan
Yesus yang bangkit merupakan pengalaman jaminan: peneguhan atas pertobatan
mendasar yang telah dialaminya, dan memberikan daya untuk menyampaikan
pengalaman ini kepada orang lain di masa yang baru. Dia dan wanita lain
diingatkan akan kesetiaan dan kehadiran melalui pencobaan, skandal, dan salib.
Kesetiaan mereka, seperti pada kesetiaan Yesus sendiri kepada Allah bahkan
156
Diverse traditions tell us that Jesus’ very first appearance was to Mary Magdalene. Edward
Schillebeeckx, Jesus, 344. 157
Yet, the first “official” report is attributed to Peter, as the testimony of women in those days
was not valid. Edward Schillebeeckx, Jesus, 388. Schillebeeckx also notes, in an aside, that “it is
thanks partly to the experiences of these women that the whole Jesus affair got under way” (345). 158
“Bones Strong and Weak in the Skeletal Structure of Schillebeeckx’s Christology,” Journal of
Ecumenical Studies 21, no. 2 (1984) dalam Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion,
106. 159
Until there came to her the loving assurance that this life regained was stronger than death.
This Jesus lived. Edward Schillebeeckx, Jesus, 344.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
melalui sesuatu yang tampaknya tidak terintegrasi dengan rencana Tuhan,
sekarang dibuktikan kebenarannya. Schillebeeckx menafsirkan hal ini untuk
mengisahkan kepada kita tentang nilai kognitif akan penderitaan bagi sebagian
pengalaman akan iman.
4.5 KEMANUSIAAN YESUS SEBAGAI KESELAMATAN YANG
DATANG DARI ALLAH
Proyek teologis Schillebeeckx secara konsisten dibentuk oleh penderitaan
sebagai misteri dan tantangan. Bagi Schillebeeckx, kedua dimensi ini sama-sama
hadir dan mendasari dalam keterlibatannya dengan pengalaman nyata tentang
penderitaan manusia dengan pendekatan religius, dan filosofis terhadap
pengalaman ini. Yang menjadi pokok permasalahan di sini adalah pentingnya
Yesus bagi keselamatan di dunia yang dipenuhi dengan penderitaan. Kalau para
responden memang memilih iman Kristen sebagai jalan menuju ke inti, itu berarti
para reponden musti berpusat pada Kristus. Berpusat pada Kristus itu berarti
mengikuti Kristus sendiri, mengikuti ajaran dan perbuatan-Nya. Tetapi karena
para responden tidak hidup sezaman dengan manusia Yesus yang menjadi Kristus,
para responden tidak mungkin paham dengan apa yang diajarkan dan diperbuat
oleh Yesus sendiri. Dengan demikian, kita butuh banyak sarana yang bisa
membantu untuk mengetahui apa itu yang diajarkan dan diperbuat oleh Yesus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Bagi Schillebeeckx, dalam proses perkembangan praktis dan teoritis,
pengalaman menjadi salah satu dasar dalam proses perkembangan tersebut.
Schillebeeckx menjelaskan arti kemanusiaan Yesus sebagai keselamatan – yang
datang dari Allah dengan cara membedakan antara urutan kognitif dan urutan
realitas. Hal inilah yang menjadi landasan pengalaman, tempat sintesis dalam
teologi Schillebeeckx. Bagaimana pun juga, dalam urutan realitas, pribadi (misteri
kemanusiaan) Yesus-lah yang paling mendasar; Kristologi mendahului
soteriologi.160
Keserempakkan kedua kebenaran ini memperjelas dinamika sentral
dari teologi Schillebeeckx, dan mengkontekstualisasikan realitas penderitaan.
Urutan kognitif bertepatan dengan kemungkinan pengalaman manusiawi. Artinya,
umat Kristen memahami siapa Allah di dalam Kristus dan melalui pengalaman
manusiawi mereka. Dalam urutan realitas, Kristus, yang melalui-Nya Allah
menciptakan semua yang ada, mendahului segala makhluk dan pengetahuan.
Penekanan yang sesungguhnya secara bersamaan diambil dari kedua buku tentang
“Jesus” yang sebenarnya amat sederhana, yaitu bahwa keselamatan manusia
terletak pada Allah yang hidup, dan kemuliaan Allah terletak pada keselamatan
manusia. “Di dalam kemanusiaan Yesus wahyu Ilahi dan penyingkapan sifat
kemanusiaan yang sejati, baik dan sungguh bahagia yang pada akhirnya menjadi
kemungkinan tertinggi dalam hidup manusia, secara sempurna ada di dalam
160
Edward Schillebeeckx merangkum tujuan dari kedua bukunya (Jesus dan Christ) sebagai
berikut: “Soteriologi… mendahului Kristologi dalam urutan awal pengetahuan Kristologis.”
Edward Schillebeeckx, “Can Christology Be an Experiment?” Proceedings of the Catholic
Theological Society of America 35 (1980), 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pribadi yang satu dan sama.”161
Yang penting di sini adalah komitmennya yang
teguh terhadap sejarah sebagai tempat penyataan diri dan tanggapan manusiawi
dalam iman. Inti dari proyek teologis Schillebeeckx terangkum dalam dua bagian
pernyataan yang menonjol yaitu kemanusiaan adalah janji keselamatan, dan
bahwa kemanusiaan Yesus merupakan keselamatan yang datang dari Allah.
Keberadaan manusia sebagai janji keselamatan dan kemanusiaan Yesus
sebagai keselamatan - yang datang dari Tuhan, bagi Schillebeeckx merupakan dua
artikulasi yang berbeda dari kebenaran fundamental yang sama. Pengalaman
manusia merupakan titik awal segala refleksi, dan karena seperti yang dirumuskan
dan diilustrasikan oleh Schillebeeckx, soteriologi mendahului kristologi dalam
urutan kognitif, pertimbangan pertama adalah apa artinya menjadi manusia, dan
apa artinya mengharapkan janji keselamatan. Dalam dunia kita yang plural
(majemuk) ini, bagaimana seseorang bisa memahami Yesus sebagai wahyu Allah
dan paradigma (model) kemanusiaan? Meskipun begitu, telah sangat jelas bahwa
pertimbangan semacam itu berjalan tepat waktu melawan cakrawala realitas
sebelumnya.
Sangatlah jelas bagi Schillebeeckx, bahwa permenungan tentang
kemanusiaan bahkan sebelum fokus beralih kepada Yesus, dilakukan dalam
konteks iman yang berpusat pada penyelamatan.162
Itu artinya kemanusiaan telah
161
“In the man Jesus the revelation of the divine and the disclosure of the nature of true, good,
and really happy humanity as ultimately the supreme possibility of human life completely coincide
in one and the same person.” Edward Schillebeeckx, “Can Christology Be an Experiment?” 14. 162
Schillebeeckx menyatakan: “Saya menganggap penciptaan sebagai dasar semua teologi”.
Edward Schillebeeckx, I Am a Happy Theologian: Conversations with Francesco Strazzari, trans.
John Bowden, Crossroad, New York 1994, 47. Bagi Schillebeeckx, Deus Creator jelas adalah
Deus Salvator. Dengan cara ini, sejarah keselamatan bertepatan dengan sejarah penciptaan, karena
keseluruhan pengalaman yang tercipta dipenuhi oleh keinginan Tuhan untuk menyelamatkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terpatri/tertanam pada dasar ciptaan yang datang dari Allah, berada di dalam
Allah, dan akan kembali kepada Allah. Bagaimana pun, pada saat yang sama
Allah menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, humanum, sama berharganya di
dalam inti komitmen yang tertinggi dari orang-orang Kristiani, dan membawa
keluar upaya terdalam mereka.163
Dalam komitmen pada kesuburan manusia yang
otentik, baik pria maupun wanita, baik yang beriman ataupun tidak, mempunyai
‘urusan’ dengan Satu yang disebut Allah. Intinya adalah bahwa hidup manusia itu
amat berharga; Hidup itu kudus di dalam tatanan kekudusan seluruh ciptaan-
apapun “kesucian” itu dimaknai/dipahami.
Cara Yesus berhubungan dengan manusia yang menderita adalah indikasi
terbaik yang kita miliki tentang hubungan Tuhan dengan penderitaan manusia. Ini
juga merupakan indikator terbaik tentang siapa Yesus itu. Pengalaman duka Santo
Agustinus atas meninggalnya seorang teman tercinta mendorongnya untuk
menyimpulkan bahwa manusia adalah orang pertama yang memiliki hak untuk
berbicara di mana penderitaan dipermasalahkan; Namun, di kedalaman
“Yesus jelas tidak tertarik pada apakah penderitaan itu adalah konsekuensi dari dosa atau
penderitaan yang bukan dari dosa. Dia mengidentifikasi diri-Nya dengan penderita-saddiq atau
bukan: tidak ada kesalehan atau kurangnya kesalehan yang membatasi pendekatannya. … Dalam
pelayanannya, Yesus melihat pengentasan penderitaan orang lain sebagai tugasnya sendiri.”
Edward Schillebeeckx, Christ: The Experience of Jesus as Lord, 795. 163
Schillebeeckx mencatat korelasi kontemporer dengan kesimpulan yang Thomas Aquinas capai
pada akhir perjalanannya: “Dalam konteks sosial Kristen, dia mengambil titik tolak pertanyaan
yang diajukan oleh dunia dan mendalilkan kebutuhan akan ‘landasan pendukung’, untuk pra-
pemahaman non-Kristen. Dia mengidentifikasi pendasaran yang sangat mendukung ini dengan
Tuhan, tapi ini bukan kesimpulan dari bukti keberadaannya, ini adalah pengakuan iman Kristen.
Dari argumen yang rasional, ia menyimpulkan tidak untuk ergo Deus exitit, tapi untuk et hoc
omnes dicunt Deum. Dengan kata lain, sebagai orang beriman, dia mengidentifikasi akhir dari
analisis filosofisnya, yang membawanya dari fenomena empiris pengalaman manusia ke titik
pendukung, dengan Allah yang hidup. Identifikasi ini bukanlah transisi filosofis, namun transisi
dibuat dalam iman: Thomas menunjukkan titik di mana pembicaraan Kristen tentang Tuhan dapat
dipahami dalam konteks pengalaman manusia, setidaknya di abad pertengahan.” Edward
Schillebeeckx, “Human Question and Christian Answer,” dalam The Understanding of Faith, 82-
83.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
penderitaan dia menyadari bahwa, jika kita memang diciptakan untuk bahagia,
maka hanya Tuhan yang membawa keselamatan.164
Jika pengamatan ini benar,
maka mungkin bahwa tempat penderitaan adalah tempat di mana makna terdalam
manusia dapat terungkap. Penekanan pada “dapat” menghormati kenyataan
bahwa, tempat penderitaan adalah tempat degradasi dan keputusasaan manusia.
Permasalahan degradasi khusus ini tidak memiliki arti keselamatan, dan tidak ada
artinya sama sekali jika terpisah dari konteks hidup Yesus di dalam sejarah
manusia. Dengan demikian, sebelum ada kemungkinan untuk mempertimbangkan
makna salib untuk penderitaan manusia, kita harus mempertimbangkan
kemanusiaan Yesus sebagai sarana keselamatan Allah. Jadi, sejak awal,
kedatangan Tuhan dalam daging manusia memunculkan kekuatan tersembunyi
dalam kegelapan, bahkan saat membebaskan orang untuk mengalami kebaikan
dan cinta. Analisa Schillebeeckx tentang apa yang terjadi dalam kisah-kisah
mukjizat mengungkapkan sesuatu yang lebih dari apa artinya mengatakan bahwa
kemanusiaan Yesus itu sendiri adalah keselamatan - datang dari Allah. Jadi
Schillebeeckx menekankan pentingnya pengalaman iman sebagai tanggapan
relasional atas perwahyuan Allah atau pemberian diri atau komunikasi personal-
Nya yang unik dalam diri Yesus dari Nazaret.
Gambaran tentang Kristus bagi kaum remaja masih seperti memper-tuhan-
kan agamanya sendiri dan membuat citra Tuhan menurut seleranya sendiri, tetapi
lupa tentang Tuhan Yang Sebenarnya, yang tidak mungkin terjangkau oleh
pikiran, imajinasi dan perumusan manusia. Tentu saja, dengan rendah hati kita
164
Edward Schillebeeckx, Christ, 698-699
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
perlu mengakui bahwa aku membuat konsep tersendiri tentang kebikan, tentang
kebenaran, tentang keindahan, tentang Tuhan, tentang menemukan dan tentang
segala. Meskipun dalam pengolahan data kualitatif ditunjukkan, bahwa 61
responden dinyatakan memiliki nilai valid yang tinggi, dan 35 responden
dinyatakan memiliki nilai valid sangat tinggi dalam menjawab pertanyaan “saya
mengenal Allah secara pribadi sebagai Bapa, melalui Yesus Kristus,”165
namun
penulis berpendapat bahwa para responden dari kedua universitas negeri
menampakkan kecenderungan seperti mengkotak-kotakkan Allah dengan pikiran
mereka sendiri. Sebuah pemeriksaan batin baru berarti kalau itu menjadi
pemeriksaan kesadaran dan pemeriksaan kesadaran responden akan terus
berkembang sampai menangkap kehadiran Sang Hidup, Jalan, Kebenaran,
Kebaikan, Kebenaran, dan Keinahan (atau apapun istilahnya), apa pun kenyataan
yang responden jumpai. Seandainya para responden menyadari bagaiman Tuhan
merindukan para responden, menantang responden, mengajar responden saat ini
dan di sini, betapa indahnya kehidupan para responden.
Dalam iman kristiani, pribadi Yesus Kristus dan peristiwa kristologis
merupakan unsur konstitutif bagi keselamatan seluruh umat manusia.
Kemanusiaan Kristus adalah “sakramen”, menjadi kehendak penyelamatan Allah
yang universal. Namun karena peranan konstitutifnya ini, kemanusiaan Kristus
tidak menjadi absolut. Yang mutlak hanyalah kehendak penyelamat Allah itu.
Peristiwa Kristus tetap khusus, walaupun mempunyai arti universal. Waktu Allah
tidak terbatas pada wahyu yang diberikan dalam Kristus, namun Kristus adalah
165
Lihat lampiran 3, Tabel 3.29.8.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pusatnya. Kristus adalah simbol pemberian diri Allah yang merupkan inti pokok
dari perwahyuan. Dalam arti ini, pewahyuan adalah selalu penyelamatan juga.
Allah tidak hanya berbicara mengenai diri-Nya, tetapi Ia sungguh-sungguh
memberikan diri, dan secara historis hal tersebut terjadi di dalam Yesus dari
Nazaret. Penjelmaan Firman Allah dalam Yesus Kristus, tidak hanya merupakan
pusat iman kristiani tetapi juga menjadi kekhasannya. Begitu juga yang menjadi
dasar posisi kristologis Schillebeeckx terletak pada pendekatan misteri humanum,
kemanusiaan itu sendiri adalah cara Kristus untuk menjadi Anak Allah. Bukankah
hanya bahwa Tuhan menjadi manusia di dalam Yesus Kristus; Itu adalah bahwa
manusia menjadi ilahi dalam Yesus Kristus. Di sinilah letak janji keselamatan, di
mana kita semua memiliki bagian berdasarkan eksistensi daging dan darah kita.
Yang hendak ditekankan di sini adalah bahwa Allah sungguh hadir dan berkarya
di dalam Yesus.
Rumusan Yesus Kristus bagi kaum remaja antara lain “Yesus Kristus
adalah Sang Pengalaman, yang ketika kita sungguh-sungguh kontak dengan
realitas, sungguh-sungguh menikamati apa yang ada, sungguh-sungguh hidup di
sini dan kini” adalah rumusan yang mengacu pada sabda Yesus kepada orang-
orang Yahudi, dalam Yohanes 10: 25-30 sebagai berikut:
Aku telah mengatakannya kepada kamu, tetapi kamu tidak
percaya; pekerjaan-pekerjaan yang Kulakukan dalam nama Bapa-
Ku, itulah yang memberikan kesaksian tentang Aku, tetapi kamu
tidak percaya, karena kamu tidak termasuk domba-domba-Ku.
Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal
mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup
yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa
sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka
kepada-Ku, lebih besar dari pada siapa pun, dan seorang pun tidak
dapat merebut mereka dari tangan Bapa. Aku dan Bapa adalah
satu.
Jawaban Yesus kepada orang-orang Yahudi memang tidak memberikan
sebuah jawaban yang tegas. Yesus mengatakan bahwa Ia sudah menyatakan hal
itu kepada mereka, tetapi mereka tidak percaya. Yesus sendiri memang tidak
pernah secara eksplisit mengaku diri sebagai Mesias. Pekerjaan-pekerjaan yang
dilakukan-Nyalah yang memberikan kesaksian akan Dia, tetapi orang-orang
Yahudi tidak juga percaya. Hal itu dikarenakan mereka bukan merupakan bagian
dari domba-domba Yesus.
Pada bagian sebelumnya, Yesus sudah berbicara tentang gembala yang
baik, yang mengenal domba-dombanya dan domba-domba yang mengenal suara
sang gembala. Kata “mengenal” tidak hanya menjadi artian kognitif, tetapi dalam
artian sikap hati untuk menerima firman dan berpegang pada firman tersebut.
Hanya mereka yang mendengarkan Yesus dan percaya kepada-Nya yang akan
mengenal siapakah Dia; apakah Yesus adalah Mesias atau bukan. Orang-orang
yang tidak termasuk kawanan-Nya, yakni mereka yang tidak mendengarkan suara
Yesus dan percaya kepada-Nya, tidak akan mengenal siapakah Yesus. Mereka
tidak akan mengenal Yesus juga kalau Yesus mengerjakan banyak pekerjaan
besar yang dalam pemahaman mereka hanya bisa dilakukan oleh seorang yang
diutus oleh Allah.
Yesus menjelaskan, bahwa maksud kedatangan-Nya ialah untuk
memberikan hidup yang kekal kepada domba-domba-Nya, yakni kepada mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang mendengarkan dan percaya kepada-Nya. Mereka tidak akan binasa dan tidak
akan ada yang merebut mereka dari Yesus. Yesus sendiri telah mengatakan bahwa
domba-domba itu telah diberikan Bapa kepada-Nya, dan mereka tidak akan
dibuang-Nya (Yoh 6:37). Semua telah diberikan oleh Bapa kepada-Nya dan tidak
seorang pun bisa merebut dari pada-Nya. “Karena begitu besar kasih Allah akan
dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap
orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal
(Yoh 3:16). Bapa adalah lebih besar dari siapa pun, sehingga tak seorang pun
dapat merebut apa yang dimiliki oleh Bapa. Menutup jawaban yang Ia diajukan
kepada orang-orang Yahudi, Yesus mengatakan bahwa Ia dan Bapa adalah satu.
Kesatuan ini tentu saja tidak dimaksudkan sebagai kesatuan dalam substansi,
melainkan dalam kesatuan kehendak. Apa yang dikehendaki dan dikerjakan oleh
Allah. tidak ada kontradiksi antara Bapa dan Anak.
Melalui persekutuan para murid yang dikobarkan oleh semangat mengikuti
teladan hidup Sang Gembala, para murid melihat Yesus sebagai sosok yang penuh
dengan pengetahuan, hikmat dan wibawa atau kharisma serta kedalaman spiritual.
Sang Gembala itu dilihat murid-murid-Nya sanggup menuntun mereka mencapai
hidup dan kemuliaan. Melihat pengalaman para murid dengan Yesus dalam terang
Kitab Suci, membuat para murid semakin yakin bahwa Yesus adalah Mesias.
“Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-
murid-Nya, yang tidak tercatat dalam kitab ini, tetapi semua yang tercantum di
sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan
supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam namaNya” (Yoh 20:30-31).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Yesus adalah Mesias – Pembawa keselamatan yang dijanjikan dalam Alkitab dan
diharapkan oleh umat Yahudi. Arti yang penuh dari messianisme Yesus didukung
oleh titel kedua, yakni “Anak Allah.” Pengakuan iman Kristen memaklumkan
mesianisme Yesus melebihi semua pengharapan-pengharapan Yahudi. Hal di atas
menunjukkan arti penting dari “persekutuan” yang terletak pada kesetiaan
ganda.166
Dalam dunia gagasan, kita dituntut menangkap AKU suatu konsep, suatu
gagasan, suatu pemikirab (itulah yang disebut memahami, mengerti). Maka dari
itu, setiap kali kita perlu mengadakan koreksi apakah gagasan yang kita pakai itu
juga tepat menunjuk AKU. Dengan rendah hati kita perlu mengakui bahwa
seringkali aku itu tidak sesuai dengan AKU yang sejati. Bagaimana memiliki
pengalaman tersebut? Ya dengan kesadaran akan realitas diri maupun realitas di
luar diri kita. Kita menerima realitas itu apa adanya. Panggung hidup ini
terselenggara berkat kerja sama antara AKU (‘cuilan” AKU sempurna) dan AKU
sempurna sendiri.167
Jadi hal ini tidak berbeda dengan pengertian wahyu dan
iman. Yang memberi wahyu adalah Allah. Iman menjadi tanggapan atas wahyu
tetapi iman itu sendiri juga pemberian Allah, inisiatif dari Allah sendiri.
166
Bdk. Hal 247 167
A. Setyawan, Saat Tuhan Tiada, dari Cermin Anthony de Mello, 179.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.6 KESIMPULAN
Sebagai tanggapan atas sekularisasi, Schillebeeckx mengusulkan sebuah
konsep baru tentang Allah yang harus diartikulasikan. Konsep baru ini memiliki
fokus pada eskatologis, praktis dan kritis. Konsep keselamatan sering diartikan
sebagai hidup abadi di Surga, hal ini biasanya tidak menjadi penting jika dunia
sekarang ini selalu menderita. Konsep tersebut hanyalah menjadi “opium” untuk
menghibur mereka yang menderita. Keselamatan bukan hanya konsep, tetapi
untuk dilaksanakan dan mengubah struktur ketidakadilan yang tidak manusiawi.
Maka, keselamatan lebih dipandang sebagai sebuah komitmen, di mana komitmen
itu merupakan dorongan afeksi kita untuk mencintai Allah, sesama bahkan musuh.
Dengan demikian, nampaklah bahwa keselamatan itu adalah tindakan yang
memanusiawikan, sebab menghapuskan penderitaan. Orang Kristen melihat
penderitaan didasarkan pada penderitaan Kristus. Pengetahuan subjektif kita perlu
selalu ditatapkan dengan pengetahuan objektif; kesadaran pribadi kita selayaknya
di isi dengan kesadaran sosial sehingga kesadaran pribadi, kesucian pribadi itu
menjadi sempurna.
Tetapi bagaimana dengan pengalaman yang ada dalam dunia yang penuh
dengan penderitaan, dan menjadi sesuatu yang mematikan harapan dan
kemampuan untuk memberi makna dan nilai? Maka muncullah pertanyaan:
“bagaimana kita memahami kenyataan keberadaan manusia sebagai janji
keselamatan, ketika banyak orang mengalami penderitaan?” Schillebeeckx
memulai dengan apa yang disebut sudut pandang negatif. Maksudnya melihat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kemustahilan akan penderitaan sebagai pengalaman negatif, kemudian
berkomitmen untuk melakukan sesuatu yang positif. Model pengalaman
Schillebeeckx sendiri atas spiral hermeneutik sebagai teologi merupakan sesuatu
yang penting, karena hal tersebut menggambarkan proses dimana penderitaan
memainkan sebuah perkembangan aturan otoritatif dalam pengembangan
teologinya. Secara tidak langsung, cara dialektika di mana pengalaman partikular
akan penderitaan diwahyukan oleh Allah baik penyebab maupun dampak dari
dinamika teologinya, yang merupakan sifat relasional. Pada akhirnya, hanya dari
mistisisme salib pertanyaan ini dapat didekati/dijawab. Dalam salib, Allah
diwahyukan dalam hidup manusia, dalam segala situasi dimana kenyataan yang
menakutkan mencoba untuk melawan keberadaan Allah. Berangkat dari sebuah
pendekatan analisis tentang penderitaan, Schillebeeckx menghadirkan
pengintepretasian dari pengalaman Yesus sebagai Allah. Dalam setiap nilai
kebudayaan tidak diungkapkan secara langsung, tetapi masih tersembunyi seperti
bayangan di balik setiap hal yang diterangi oleh perkataan. Secara pasti,
Schillebeeckx menemukan, “tetapi disana tidak ada sesuatu yang lebih dan
sesuatu yang lain: Yesus menunjukkan bahwa keselamatan dapat dicapai juga
dalam penderitaan dan penghukuman yang tidak adil.”168
Ini adalah salib yang
membentuk dan menjawab segenap “penyangkalan” pada poin ini. Dalam
ketidaksesuaian, salib mencapai sebuah harmonisasi yang aneh dengan skandal
“sisa” yang memalukan dari penderitaan manusia akan sesuatu yang tidak dapat
dijelaskan, dan khususnya yang tidak bersalah, penderitaan manusia. Seringkali
168
Edward Schillebeeckx, Church, 126.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
apa yang tidak dikatakan, sama pentingnya dengan apa yang dikatakan. Oleh
karena itu, kita tidak hanya mengetahui apa maksud dari kutipan Kitab Suci tetapi
juga apa yang diandaikan, digambarkan dalam kebudayaan tersebut atau budaya
yang mengkondisikan situasi tersebut.
Dari sebab itu salib juga merupakan penghakiman bagi cara
pandang kita: suatu penghakiman bagi cara hidup kita yang
memiliki makna insani dan ilahi. Di sini diwahyukan secara penuh
dan definitif kemanusiaan Allah, inti dari pesan Yesus akan
kerajaan Allah: Allah yang datang ke dunia hingga hidup-Nya di
dunia dipersembahkan demi penyembuhan dan kebahagiaan,
bahkan melalui penderitaan.169
Pertanyaan yang dapat ditanyakan pada zaman ini adalah mengapa Allah
mengijinkan skandal akan salib dalam kehidupan Yesus, selanjutnya yang dapat
ditanyakan adalah kapan manusia dipertemukan dengan misteri penderitaan?
Salah satu hubungan pewahyuan Kristen ialah dalam hubungannya pada kondisi
kebudayaan yang dievaluasi, kemudian pewahyuan dapat diarahkan untuk
mengemukakannya dalam konteks sekarang ini. Schillebeeckx dengan tegas
mengatakan, “bukan Allah, tetapi manusia yang membuat Yesus mati; tetapi pada
saat yang sama, penghukuman ini merupakan materi yang disiapkan untuk
penyataan kekuasaan Allah akan pewahyuan diri-Nya kepada manusia,
sebagaimana muncul dari keyakinan Perjanjian Baru tentang kebangkitan
169
Therefore the cross is also a judgment on our own views: a judgment on our ways of living out
the meaning of being human and of being God. Here is revealed ulti- mately and definitively the
humanity of God, the nucleus of Jesus’ message of the kingdom of God: God who comes into his
own in the world of human beings for their healing and happiness, even through suffering. Edward
Schillebeeckx, Church, 126.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Yesus.”170
Schillebeeckx mengenal sejarah sebagai “model” penampakkan, untuk
menekankan tujuan para Murid dalam mengungkapkan suatu peristiwa personal
yang unik dan intim, namun signifikan universal. Persitiwa tersebut merupakan
sebuah pertemuan para Murid dengan sebuah kenyataan yang jelas akan “yang
lain,” secara jelas dan merasakan sesuatu yang objektif. Para Murid menyadari
kehadiran ini sebagai Yesus yang bangkit. Kenyataan yang secara jelas
dibandingkan dengan diri mereka sendiri, dan yang belum mereka sadari pada diri
mereka dalam keotentisitas mereka. Bahwa manusia turut berpartisiapasi dalam
kodrat ilahi, manusia merupakan rekan sekerja dalam karya penciptaan. Rekan
sekerja ini, pada kenyataannya, bekerja dalam keselamatan; bagi Schillebeeckx,
penciptaan dan keselamatan meliputi satu kesatuan realitas. Inti dari realitas
tersebut adalah kedaulatan kebebasan manusia dan kehendak ilahi kepada
perkembangan manusia. Unsur ini membentuk konteks dalam manusia yang
menempatkan Yesus hingga pada kematian-Nya di salib, dan mereka membentuk
konteks di mana kejahatan dan penderitaan muncul hari ini. Allah tidak akan
mencampuri urusan pilihan manusia atau proses alamiah di dunia. Kelanjutan dari
pengalaman akan Kristus dapat diizinkan untuk mendapatkan bentuk dalam
kehadiran saat ini, dan dalam konteks sosial yang baru. Allah senantiasa ada dan
hadir dalam usaha kita untuk memanusiawikan diri, dan di saat yang bersamaan
menolak tindakan yang tidak memanusiawikan. Manusia, yang membawa
hukuman bagi Yesus, mempersiapkan materi bagi kuasa Allah untuk
170
It was not God but men and women who put Jesus to death; at the same time, however, this
execution is the material prepared for God’s supreme self-revelation by human beings, as emerges
from New Testament belief in the resurrection of Jesus. Edward Schillebeeckx, Church, 126-127.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mewahyukan diri-Nya. Allah tidak akan menghukum Yesus, tetapi Allah
mengijinkan tragedi tersebut, yang diperankan manusia dalam karya keselamatan,
merajutnya menjadi harapan, yang dilukiskan dari sesuatu yang tidak
tergambarkan dalam hidup baru yang tak terbayangkan. Itulah sebabnya mengapa
dalam situasi penderitaan yang sungguh hebat, di mana kemanusiaan dikalahkan,
kerusakan yang melampaui kesadaran, salib dibangkitkan. Kebangkitan bukanlah
untuk memuliakan penderitaan atau membuat kita pasif: tetapi justru sebaliknya,
penderitaan memuliakan kebangkitan. Salib merupakan kebangkitan sebagai suatu
isyarat bisu akan solidaritas dengan seseorang (Dia) yang mencapai titik terendah
dalam penghinaan dan rasa sakit tanpa kehilangan kepercayaan kepada Allah yang
telah membawa-Nya.
Pengalaman ini, adalah unik bagi setiap murid, memiliki seruan dasar yang
umum dan sebuah dampak yang umum: Hal tersebut dimasukkan oleh Yesus dan
diangkat dalam praksis komunitas keadilan dan kasih yang baru. Penderitaan,
tidak diinginkan oleh manusia dan tidak dikehendaki oleh Allah, meskipun dapat
memalsukan kebijaksanaan dan rahmat, namun juga menjadikan hidup secara
baru. Untuk memahami makna formatif atas penderitaan dalam teologi Edward
Schillebeeckx, dibutuhkan pemahaman dan kepercayaan peraturan otoritatif atas
pengalaman sebagai sumber teologi. Pengalaman Yesus akan kesatuan dengan
Allah yang telah memberikan janji. Pada akhirnya, persekutuan dalam hidup-Nya;
itu merupakan hidup yang diundang-Nya kepada yang lain, hal tersebut
merupakan kebebasan yang tidak dapat dikalahkan oleh kekuatan kegelapan dan
yang mencoba untuk memadamkannya. Kebangkitan adalah puncak dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
persekutuan dengan Allah, dan pembenaran akan kekuatan Yesus yang tak
berdaya akan kehendak Allah, dan ketakberdayaan-Nya di atas salib. Dalam
terang kebangkitan iman, godaan sejati akan salib membangkitkan kesatuan yang
tak terceraikan dengan Allah dalam hidup-Nya, dimana kerajaan Allah telah
dimulai. Tanpa kebangkitan, salib hanyalah sebuah skandal, tanpa makna dan
sebuah kekonyolan.
Berangkat dari situasi yang semacam inilah Schillebeeckx memulai
teologinya dengan metode, sebagai berikut: Pertama, mulai dengan penderitaan
sebagai realitas manusia yang begitu sering dijumpainya dalam kehidupan
manusia. Schillebeeckx memulai teologinya berangkat dari fenomena sosial
dalam masyarakat, yaitu: pengalaman penderitaan manusia. Pengalaman
penderitaan itu, dibagi menjadi dua, yaitu: pengalaman penderitaan yang
memanusiawikan dan yang tidak memanusiawikan.
Kedua, intepretasi kebudayaan. Pengalaman Kristiani diterjemahkan
dalam kebudayaan setempat, maka membutuhkan adanya evaluasi ilmiah historis
kritis. Setelah melihat dan mengamati pengalaman penderitaan manusia, maka
langkah selanjutnya adalah menganalisa dengan bantuan ilmu-ilmu sosial seperti,
sosiologi, politik, ekonomi, antropologi. Melalui Analisa sosial itulah, nantinya
akan menemukan penyebab penderitaan itu; apakah karena disebabkan karena
budaya atau karena penganiayaan atau karena kelaparan. Kemudian kita
golongkan apakah penderitaan itu memanusiawikan atau tidak. Oleh karena itu,
kekhasan tradisi Kristen sama sekali tidak mengancam, masuk akal dan sungguh
relevan bagi iman Kristen dalam konteks modern serta standar rasionalitas,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan demikian memiliki arti universal. Di satu sisi, dalam Internim Report
disebutkan, bahwa: “Orang-orang Kristen menemukan ekspresi paling dalam
mengenai dimensi kedalaman yang tersimpan dalam semua pengalaman manusia
sehari-harinya - disebut sebagai kepercayaan primal atau kepercayaan mendasar -
dalam Yesus Kristus. Karena alasan itulah, di dalam diri Yesus, keaslian historis
yang unik dan universalitas manusia berjalan beriringan.”171
Kristologi Schillebeeckx telah memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap tugas teologi yang merupakan teologi pengalaman, sebuah refleksi
hermeneutik dengan menjembatani tradisi iman dengan konteks sosial-budaya
yang hidup dalam konteks modern, dalam kaitannya dengan konteks saat ini.
Tidak ada iman tanpa pengalaman. Iman bukan tentang penerimaan doktrin yang
berasal dari masa lalu; namun, sebenarnya aktual dan tercermin pada pengalaman
iman itu sendiri. Iman berkaitan dengan kehidupan. Memang iman yang tidak bisa
benar-benar dialami tidak layak dipercaya. Schillebeeckx menambahkan bahwa:
sama seperti pengalaman selalu ada di dalam konteks, makna universal dari pesan
Kristen (‘tawaran wahyu’) terus memanifestasikan dirinya dalam bentuk-bentuk
tertentu yang konkret. Hal inilah yang terjadi dengan Yesus, dan ini sekali lagi
terjadi ketika narasi kehidupan dan kematian Yesus ‘sesuai’ atau ‘tidak sesuai’
dengan pengalaman hidup kita sendiri.
171
Sama halnya seperti hubungan cinta yang unik dan benar-benar asli antara dua orang, dan itu
menjadi persoalan pengalaman universal, demikian juga sejarah asli, spesifik dan historis Yesus
juga mengungkapkan kemungkinan bagi semua orang. Kekhususan sejarah tidak jauh dari
universalitas, tapi juga mewujudkannya. Itulah sebabnya pertemuan sejumlah orang Kristen
dengan Yesus bisa menjadi agama dengan sebuah pesan yang bisa ditujukankan kepada semua
orang. Edward Schillebeeckx, Interim Report, 61.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ketiga, pelaksanaan alami keselamatan, mengulingkan
ketidakmanusiawian dengan menghidupi komitmen hidup Kristen dan Roh
Kuduslah yang membuka diri kita untuk hidup dalam Allah. Pengalaman
penderitaan manusia dihubungkan dengan penderitaan Yesus. Schillebeeckx
menegaskan, bahwa bagi orang Kristen, sebuah pencarian yang benar dipahami
oleh masyarakat etis dan adil, yang memiliki ketertarikan dengan mengikuti
teladan Yesus dalam mewartakan kerajaan Allah. Karena bagi orang Kristen
modern, ada ikatan intrinsik antara keduanya. Justru karena itu, ada kemungkinan
hubungan antara para murid pertama dengan Yesus, dan pengalaman manusia
kontemporer tentang orang-orang Kristen saat ini dalam konteks modern yang
berada dalam pengalaman penderitaan. Jika, diinterpretasikan dengan latar
belakang tradisi Kristen, hal itu pada dasarnya adalah dasar pengalaman
fundamental yang sama: Allah berkomitmen pada manusia, serta keselamatan
manusia. Proyek manusia adalah proyek Allah: “Kekristenan berkaitan dengan
integrasi manusia dan melalui sumber pengalaman di mana setiap manusia
dihadapkan dengan manusia Yesus, yang menghubungkan dunia dengan
masyarakat dan individu yang mutlak, Allah yang hidup, keselamatan kita.”172
Akhirnya, orang-orang Kristen menemukan ekspresi paling dalam tentang
dimensi kedalaman yang ada dalam semua pengalaman manusia sehari-hari kita -
apa yang bisa disebut sebagai kepercayaan primal atau kepercayaan mendasar -
dalam kesaksian salib dan kebangkitan Yesus Kristus. Bahwa sejarah hidup
manusia merupakan “milik kita” dan hal tersebut ditandai oleh karakter
172
Edward Schillebeckx, Christ, 62.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
penderitaan yang berdimensi kehidupan yang berkelanjutan dengan tindakan
Yesus. Kesatuan dengan Allah selalu menemukan pengungkapan dalam
solidaritas dengan sesama manusia. Solidaritas, terutama dengan mereka yang
menderita, membutuhkan metanoia (pertobatan yang terus menerus), yang secara
mendalam berarti ketaatan dan inti mistisisme politik. Pada akhirnya, hal tersebut
membawa kepada pendamaian, makna yang terdalam dari salib, dan sebuah
makna yang menjadi tumpuan dari semua penderitaan. Dengan istegrasi itu,
dengan kesucian yang terwujus dalam solidritas kita sebagai makhluk sosial,
mudah-mudahan kita semakin mengenal Allah yang membahagiakan kita, yang
mendidik kita, yang menantang kita, yang berdialog dengan kita untuk menentuka
pilihan-pilihan kita, yang hadir sekarang ini dan di sini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
PENUTUP
5.1 Pengantar
Di bagian ini penulis menjawab sejumlah pertanyaan yang telah penulis
angkat di bagian pendahuluan, yaitu: Bagaimana mahasiswa/i memaknai setiap
pengalaman keseharian antara iman dan agamanya? Langkah pertama untuk
mendapatkan pengalaman Allah, tidak bisa tidak, adalah dengan mau menerima
diri yang sekarang ini dan di sini; menerima apapun keadaannya. Seluruh
pengalaman rohani dimulai dari proses penerimaan tersebut. Pengalaman rohani
tidak bisa didasarkan pada cita-cita, gagasan, atau pikiran tentang masa depan
yang terlepas dari realitas diri sekarang ini dan di sini. Pengalaman rohani yang
sejati tidak pe4rnah menjadi ekslusif sebagai pengalaman ekstase yang ada di
awang-awang. Aksi menjadi jalan kesuciaan yang realistis. Yesus
memperlihatkan aksi-Nya dalam cinta kasih, kasih pada Tuhan dan sesama. Tidak
ada cinta pada Tuhan tanpa cinta pada sesama. Juga tidak ada cinta pada sesama
tanpa cinta pada Tuhan.
Langkah kedua adalah mempunyai disposisi hati yang benar dalam hidup
rohani, selalu menerima diri sebagai orang berdosa tetapi juga sekaligus dicintai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Allah. artinya, memang menjadi orang berdosa, tetapi itu tidak berarti bahwa ia
harus berdosa. Setiap orang memang mudah mengidentifikasi diri dengan aku
tetapi itu sama sekali tidak berarti bahwa ia harus selalu mengidentifikasikan
dengan aku. Manusia juga mempunyai kerinduan untuk menggapai Allah, karena
Allah memang menghendaki kita menuju kepada Allah sendiri. Memang, selama
ini mungkin kita sulit menggapai Allah, tetapi karena cinta-Nya kepada kita, dan
manusia sungguh merindukan kebersatuan itu. Tanpa sebuah kerinduan yang
mendalam dan sungguh-sungguh ini, kita tidak akan sampai pada titik
menggalami Allah.
Para mahasiswa memberi arti yang real tentang Allah melalui alam yang
memang menunjuk ke arah Tuhan, akan tetapi sekaligus menyelubungi-Nya.
Selain itu juga bersumber pada ciri khas manusiawi penuh jiwa-raga atau
rohanijasmani (ditulis dalam satu kata), maka tubuh manusia adalah ekspresi dari
manusia seluruhnya, sabda, ungkapan dan lambang (symbol) yang menampakkan
hal-hal yang tidak tampak. Para mahasiswa/i melihat terlalu banyak dari Allah
untuk serba bimbang, akan tetapi terlalu sedikit untuk percaya. Tentang Allah,
mahasiswa/i tidak mengetahui siapa sebenarnya Allah itu dan juga apakah Allah
itu sungguh ada atau tidak. Namun ada saat hati mahasiswa/i menangkap bahasa
yang tidak dapat ditangkap oleh nalar pemikirannya, hal ini hati tetap
mengandaikan beroperasinya nalar. Tubuh manusia adalah bahasa yang
mewartakan batin.
Langkah ketiga, tidak cukup kalau hanya menyadari diri sebagai pendos.
Tidak cukup pula bahwa kita sadar sebagai pendosa yang dicintai, yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
seyogyanya merindukan Allah. dalam perjalanan hidup, akhirnya toh kita perlu
menyadari panggilan kita sendiri. Tidak bisa diingkari bahwa saya, anda, kita
semua adalah seorang pendosa yang dicintai Tuhan. Meskipun demikian, cinta
Tuhan sendiri adalah panggilan sebagaimana orientasi pada Allah. betapa pun
sulitnya menuju ke satuan itu, kita tetap dipanggil. Seberapa pun luasnya lapisan
aku, kita tetap punya arah menuju pusat hidup, mengalami kesatuan dengan Allah
yang penuh cinta.
Para mahasiwa mengimani Yesus Kristus, Tuhan, itu hanya sejauh doa.
Sikap jiwa besar dan rela berkorban itu sebenarnya tidak pertama-tama terungkap
dalam pemberian fisik, pemberian barang, uang, buku, dan materi lainnya. Sikap
jiwa besar dan rela berkorban justru paling terasakan ketika kita berdoa. Proses
doa, apa pun istilahnya yang kita gunakan (berbicara dengan Tuhan,
mendengarkan Sabda, diam, hadir di hadapan Allah) adalah proses melepaskan
aku. Bagi orang yang memiliki banyak kelekatan, doa adalah hal yang paling
tidak nyaman; keheningan adalah hal yang paling menakutkan karena orang harus
berhadapan dengan dirinya sendiri. Mengapa? Karena di dalam doa, sungguh, kita
akan ditelanjangi; dalam keheningan, kita akan menatap kenyataan diri kita yang
selama ini tidak kita sadari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5.2 Catatan Akhir
Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai Yesus Kristus Sang Guru
Kehidupan, yang adalah jalan, kebenaran dan hidup (Yoh. 14: 6), sebagai
rumusan kristologi kontekstual bagi kaum remaja Katolik di tingkat Universitas
Negeri di Kota Yogyakarta. Perjumpaan pribadi antara Kristus dengan para murid
sangat menentukan agar murid bertumbuh dan berkembang bersama-sama
menjadi dewasa dalam Kristus.
Pola kepercayaan masa remaja berciri individuatif-reflektif. Artinya,
bahwa “aku-subjek” menjadi sumber otoritas bagi dirinya sendiri dan secara
kritis-mandiri memberikan dasar, menilai serta menentukan kembali semua
gambaran diri konvensional yang ada di masa remaja. Dalam hal ini, aku-subjek
menguasai dan mengatasi semua gambaran diri, menyusun dan menyelaraskan
aneka peran serta hubungan yang dimilikinya menurut prioritas pilihannya, dan
membangun identitas diri yang otonom, tidak tergantung pada siapa dan apa pun
kecuali cara mengontrol dirinya sendiri.
Tahap kepercayaan remaja ditandai dengan dua unsur pokok. Pertama,
kaum remaja mampu secara reflektif-kritis meninjau dan memeriksa seluruh
sintesis gambaran-gambaran identitas diri, sistem keyakinan religius, dan
pandangan hidup praktisnya. Kedua, kaum remaja memiliki kesadaran diri yang
baru, yaitu diri sebagai “aku” yang menjadi sumber tanggung jawab dan sebagai
pelaku utama. Kekhasan tahap kepercayaan individuatif-reflektif ini adalah
pengembangan visi kepercayaannya sebagai hasil refleksi kritis dari pandangan-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pandangan hidup dan sistem kepercayaan religius yang ada. Kepercayaan pada
masa musa ini juga ditandai oleh kesadaran yang tajam akan individualitas dan
otonomi diri.
Gambaran akan Allah dalam diri kaum remaja pun mencerminkan unsur-
unsur individuatif-reflektif dan kritis-rasional. Allah tidak lagi Allah
konvensional, melainkan Allah yang dicari dalam diri pribadi sendiri dan
dikaitkan dengan aku-subjek yang bersumber pada otoritasnya sendiri. Allah
digambarkan sebagai Sang Penopang dan Pendorong batin yang memberi
semangat kepada “Aku” mandiri yang harus menjadi perencana dan pelaku
hidupnya sendiri.
Kristologi Schillebeeckx telah memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap tugas teologi yang mencoba menjembatani tradisi iman dengan konteks
sosial budaya yang berubah. Metode korelasi Schillebeckx telah memajukan
dialog antara iman Kristen dan budaya postmodern kontemporer. Keasyikan
pasca-Pencerahan dengan pengalaman mengandaikan pemahaman yang lebih
memadai tentang karakternya yang mendalam. Hal ini menunjukkan masalah
metodologis gagasan pengalaman Schillebeeckx yang tidak dapat lagi, dalam
konteks postmodern, secara otomatis menemukan makna transenden dalam
kerangka acuan Kristen.
Schillebeeckx mengatakan bahwa “Sungguh hanya mereka yang telah
menderita secara pribadi, tahu apa yang menjadi keprihatinan sesama manusia dan
masyarakat, apa yang perhatian lebih pada kemanusiaan, itulah yang menuntut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kita.”1 Inilah inti dari apa yang Schillebeeckx sebut sebagai “kekuatan penderitaan
yang kritis, epistemis, dan produktif.” Rangkain spiral hermeneutika yang kita
lalui telah mencitrakan pertumbuhan, dan perkembangan proyek Schillebeeckx
yang membawa kita dari titik awal dogmatis teologi awal, melalui teologi yang
semakin berpusat pada pengalaman dengan implikasi sosial, terhadap prioritas
epistemologis penderitaan bagi teologi. Kandungan dari spiral itu adalah akar
pengetahuan Edward Schillebeeckx di dasar ilahi yang dia kenali sebagai
cakrawala janji eskatologis.
5.3 Langkah Pastoral
Dalam kesimpulan umum dikatakan bahwa para remaja cenderung
menghidupi Kristus sebatas pengalaman individual-partikular yang terpusat pada
‘aku’. Sikap dasar tersebut sebenarnya sikap yang jujur, rendah hati, dewasa, dan
karenanya mulia. Tidak sombong seperti orang dulu yang begitu merasa benar,
hingga tega membunuh orang lain atas nama kebenaran menurut anggapan
subjektifnya, bahkan atas nama agama dan tuhan (menurut gambaran dan
buatannya sendiri). Tetapi jelaslah bahwa betapa jujur dan mulianya pemahaman
kaum remaja akhir jika itu diarahkan kepada Realitas yang tradisional ditulis
dengan huruf besar dan diberi nama God, Tuhan. Maka persoalannya menjadi
kritis, karena dapat menyebabkan malapetaka (hati kacau, sekularisme,
1 Schillebeeckx, “Christmas Meditation: ‘Being made man’ (Matthew 2. 13-21),” in For the
Sake of the Gospel, 45-49.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kehilangan iman, anti-agama, nihilis, skpetisis, agnosticis, hingga ateis dan
antiteis, dan sebagainya) tetapi di satu sisi juga memanfaatkan (sekularisasi2 arif,
iman bertambah dewasa dan bebas dari segala tuhan-bikinan-sendiri serta
takhayul).
Dari hal di atas ditemukan kelebihan dan kelemaham dari kepercayaan
kaum remaja akhir. Kelebihan dari tahap kepercayaan remaja pada masa
individuatif-reflektif adalah otonomi dan ketergantungan ego yang menjadi
sumber otoritas dan perancang dan pelaku hidupnya sendiri. Kelebihan kedua
adalah kemampuan menimbang dan melakukan refleksi kritis dengan mana kaum
remaja dapat menyadari dan merenungkan identitas diri dan pengalaman hidupnya
secara jelas. Kepada orang-orang yang telah menimani-Nya, khususnya para
murid, Yesus tidak hanya meminta mereka untuk menyertai perjalanan dan
perutusan-Nya, tetapi juga mengutus mereka untuk menjalankan evangelisasi atau
mewartakan Injil.3 Dalam Dekrit Konsili Vatikan II, Ad Gentes, dijelaskan dengan
baik dinamika proses evangelisasi, dimulai dengan tahap pertama, yakni
kesaksian kristiani ( AG 11-12) yang di dalamnya terkandung kesaksian hidup
sebagai orang yang telah diselamatkan dan ditebus oleh tuhan, hidup dalam
kebenaran dan kebaikan, hidup dalam kerukunan dan kesalehan; dialog dalam
perjumpaan dengan berbagai pengalaman hidup yang telah diterangi oleh iman,
sehingga dapat saling memahami dan menghargai harta kekayaan yang telah
dibagikan oleh Allah kepada para bangsa; menghadirkan cinta kasih yang
2 Sekularisasi adalah proses memperoleh sikap dewasa yang mengakui otomi wilayah-wilayah
pengetahuan serta aktivitas manusia menurut bidang dan tingkat mereka sendiri-sendiri. 3 Bdk. “Kemudian naiklah Yesus ke atas bukit. Ia memanggil orang-orang yang dikehendaki-
Nya dan mereka pun datang kepada-Nya.” (Mrk. 3:14).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
merasuk dalam segala aspek kehidupan demi terwujudnya keadilan, memerang
kelaparan, kebodohan, penyakit dan menciptakan kondisi-kondisi hidup yang
lebih baik. Tahap kedua, yakni pewartaan Injil dan panggilan kepada pertobatan
(AG 13). Sejak zaman Yesus, para rasul hingga pada akhirnya terbukti dalam
sejarah Gereja, pewartaan Injil menghasilkan pertobatan dan menimbulkan iman
dalam diri orang-orang yang belum percaya. Pewartaan telah menghantar orang
pada perjumpaan pribadi dengan Yesus, dan terbuka untuk dibentuk oleh-Nya.
Sedangkan kelemahan pertama, adalah kaum remaja lebih mengandalkan
kekuatan dan daya akal budi kritis yang dianggap bisa menguasai dan
mengendalikan segalanya. Orang muda terperangkap dalam ilusi rasionalistik
yang memutlakkan rasio kritis dan bayangan diri palsu yang menganggap aku-
subjek sebagai sumber otoritasnya sendiri. Kelemaham kedua, adalah fokus pada
aku-subjek-nya sendiri secara berlebihan sehingga individuasi menjadi
individualism. Remaja akhir menjadi narcis karena sikap egoistris yang ekstrem,
yakni diriku sendiri sebagai pusat-acuan dan kriteria paling tinggi dan paling
akhir. Titik lemah yang ketiga adalah karena egosentrisme ekstrem kaum remaja
bisa terisolasi pada dirinya sendiri, sehingga sulit menempatkan diri sebagai
bagian integral dari sistem dan tradisi serta kelompok religius yang lebih luas.
Oleh karena itu kita harus memandang masalah itu dengan hati yang jujur dan
dengan pikiran yang bening. Sikap emosional tidak-mau-tahu atau rasa puas-diri
itu-urusan-meng-kafir dalam soal ini justru menandakan ketidakseriusan bahkan
justru sikap yang tidak religius sejati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Religiositas yang sejati selalu ingin mendewasan diri dalam hal-hal yang
amat berarti dan bermakna bagi kehidupan yang jujur otentik, termasuk mengenai
Yang Mutlak, dan tidak gentar mengadapi pertanyaan-pertanyaan yang sulit.
Ketidakdewasaan dalam beragama sama sekali tidak religius, sebab orang
semacam itu mengklaim diri sebagai Tuhan yang menentukan secara final nasib
orang di akhirat. Dewasa berarti tidak sok dan tidak suka yang semu berpura-pura,
artinya serius dengan rendah hati mengakui dan mengolah perkara-perkara
kehidupan seperti apa adanya. Remaja dewasa selalu mengakui bahwa hanya satu,
dua, dalam kehidupannya yang benar-benar menjadi pengalaman hitam-putih, dan
sadar bahwa kebenaran dan kebaikan itu tidak hanya terdapat dalam rumahnya
sendiri, namun ada di mana-mana. Remaja dewasa pun sadar, bahwa tidak
mungkin segala perkara dapat dicampur aduk dalam satu kuali, dan ada wilayah-
wilayah tertentu yang otonom (artinya bebas tidak tergantung pada kemauan
manusia yang subjektif atau kekuasaan apa pun) yang harus remaja perhitungkan
dan hormati. Selain itu, remaja harus paham tentang fungsi, kedudukan dan
kemampuan bahasa manusia. Kita tahu bahwa bahasa manusia adalah bahasa
manusiawi, artinya terbatas. Tidak mungkin mengekspresikan segala-galanya
yang dimaksud oleh gagagsan manusia yang amat kompleks, apalagi Wahyu
Tuhan. Hanya Allah yang mutlak dan sempurna. Dalam hidup beragama dan
religiositas, remaja harus lepas dari sebentuk ketidakdewasaan. Kita mengetahui
bahwa setiap agama menyampaikan suatu wahyu. Wahyu selalu disertai dengan
ajaran atau dalam bahasa sekarang: dapat dikatakan semacam informasi. Jelas
informasi dalam arti mulia dan final, namun tetap merupakan sebuah informasi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yakni informasi yang komunikatif, artinya memakai bahasa (dalam arti luas) yang
dipahami oleh si penerima informasi. Dengan kata lain, wahyu yang jelas remaja
akui sebagai ilahi yang berasal dari Allah, yang memiliki dimensi manusiawi juga
lewat bahasa yang informatif dan komunikatif.
Bahkan pertanyaan-pertanyaan yang menimbulkan krisis keagamaanpun
perlu remaja terima dengan lapang dada, karena hanya dengan melewati dan
mengatasi ambang krisis ia menjadi dewasa dan semakin matang. Dengan
keyakinan bahwa akhir-nya, ultimately, Tuhan adalah Yang lain Tuntas atau
Tidak-Mungkin-Diseperti-apakan (Tan-Kinoyo-Opo dalam bahasa Jawa), jauh tak
terhingga di atas segala perumusan bahasa manapun pikiran manusia, Misteri
yang Paling Misteri, namun yang entah bagaimana mengakar mendalam pada
manusia beriman yang menimbulkan suatu kekuatan dan kedamaian yang
mengatasi maut.
Masa remaja menjadi masa untuk mengakarkan prinsip-prinsip hidup
katolik, nilai-nilai Injili, dan hukum-tradisi iman katolik, sehingga kaum remaja
mampu mempertanggung-jawabkan dan mengokohkan iman secara rasional dan
mendalam. Iman Katolik adalah buah perjumpaan prinadi dengan Yesus Kristus
itu yang menjadikan seseorang murid-Nya. Beriman katolik berarti “Ya” terhadap
Yesus Kristus yang diwartakan Gereja. “Ya” kepada Yesus Kristus membuat dua
gerakan, yakni penyerahan diri penuh taat kepada Allah dan persetujuan bebas
penuh cinta akan segala sesuatu yang diwartakan Allah yang memuncak pada
Yesus Kristus. Secara umum, tekanan yang tepat pada masa remaja ini diberikan
pada pendidikan kebenaran dan kebebasan (dalam bereksplorasi dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berkomitmen) sebagaimana dimengerti oleh Injil, pembentukan suara hati yang
lebih kritis, dan pendidikan untuk mencintai secara kuat dan tulus.4 Hendaknya
ditekankan pula pemberdayaan kharisma dan talenta, keterlibatan sosial dalam
masyarakat, dan tanggungjawab sebagai missioner kepada dunia dalam dialog
dengan umat beriman lain, dengan orang-orang miskin dan kemiskinan, serta
dialog dengan budaya. Serta perlu untuk diperhatikan soal “bahasa” kaum remaja
yang menyangkut mentalitas, perasaan, selera, gaya, dan perbendaharaan bahasa
antara kaum remaja dan Gereja.
Gerakan iman dan pertobatan berlangsung terus menerus sepanjang hidup.
Kaum remaja beriman sedikit demi sedikit bertumbuh dan berubah menjadi
dewasa, menuju ciptaan baru yakni kesempurnaan dan kematangan dalam
kepenuhan Kristus.
5.4 Refleksi Teologis
Dalam perumusan kembali setiap pengalaman, pengertian dan pemahaman
berubah dan berkembang juga. Hingga sampai dengan sekarang kristologi tetap
merupakan suatu bidang refleksi teologis yang berkembang dan berubah-ubah.
Kendatipun titik pangkalnya adalah kesaksian Kitab Suci, namun senantiasa
dirumuskan kembali pertanyaan teologis yang baru berdasarkan perkembangan
4 Dei Verbum mengatakannya: “Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri
seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan ‘kepatuhan akalbudi serta kehendak yang
sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan’, dan dengan sukarela menerima sebagai kebenaran
wahyu yang dikaruniakan oleh-Nya” (DV. Art 5)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan perubahan pengalaman hidup, baik pribadi maupun sosial. Refleksi teologis
mengenai pribadi Kristus bertanya mengenai arti Kristus bagi manusia; dan karya
keselamatan Allah dilaksanakan dalam diri Kristus sedemikian rupa, bahwa
Kristus menjadi kehadiran Allah bagi manusia, bukan secara personal tetapi
universal.
Ketika kita memandang Yesus sejarah dan memisahkan dari ke Allah-an
Yesus, maka sosok Yesus menjadi figur masa lalu, menjadi mitos yang
dilegandakan. Kesejarahan Yesus mestinya menjadi pijakan keyakinan dan
realitas bahwa Ia bangkit dari mati, menjadi sebuah alasan yang kuat untuk
melihat penyertaan-Nya dalam kehidupan kita saat ini. Ke-Allah-an Yesus
menempatkan Dia mengatasi segala batasan ruang dan waktu. Maka dengan
berpegang pada ke-Allah-an ini, terbangunlah kesadaran bahwa Ia ada saat ini,
bahwa Ia hadir dalam kehidupan kita di sini. Kesadaran inilah yang akan menjadi
iman kita tumbuh dan terus tumbuh, dan kita tidak lagi menjadi orang munafik
yang yang beriman dengan bibir semata. Artinya, semua bentuk kedewasaan harus
melewati suatu bentuk krisis. Remaja yang dalam penghayatan agama tidak
pernah mengalami fase yang oleh para mistikus-mistika disebut “malam nan gelap
gulita” perlu bertanya diri, jangan-jangan penghayatannya itu tidak pernah
mendalam, jangan-jangan tidak pernah dewasa juga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
330
DAFTAR PUSTAKA
Dokumen Gereja
Konsili Vatikan II., diterjemahkan dari naskah resmi bahasa Latin oleh R.
Hardawiryana SJ, Obor, Jakarta1993.
Alkitab Deuterokanonika., Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta, 2003.
Buku
Achmadi. A.,dan Narbuko. C., Metodologi Penelitian. Jakarta Bumi Aksara,
2005.
Adelson, J., (Ed.), Handbook of adolescent psychology. New York: John Wiley &
Sons, 1980.
Anne McManus. Kathleen., Unbroken Communion: The Place and Meaning of
Sufferng in the Theology of Edward Schillebeeckx. New York: Rowman &
Littlefield Publishers, Inc, 2003.
Argyle. Michael., Social Encounters: Readings in Social Interaction.
Harmondsworth: Penguin,1973.
Berk, L.E., Infants, Children and Adolescent. USA: Allyn & Bacon, 1996.
Birch. Ann., Developmental Psychology. London: Palgrave; 2nd edition, 1997.
Borgman. Erik., Edward Schillebeeckx. A Theologian in his History. London and
New York, 2004.
Buren. Paul van., The Secular Meaning of the Gospel Based on an Analysis of Its
Language. London: SCM Press, 1963.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Bosma, H.A. et.al. (Editor). Identity & Development: An interdisciplinary
approach . California: Sage Publication, 1994.
Caplan, G., dan Lebovici, S., (Eds.), Adolescence: Psychosocial perspectives.
New York: Basic Books, 1969.
Côté, J. E., & Levine, C. G., Identity formation, agency, and culture: A social
psychological synthesis. US: Lawrence Erlbaum Associates Publishers,
2002.
Cremers. Agus., Teori Perkembangan Kepercayaan; Karya-karya Penting James
W. Fowler. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1995.
Creswell, J., Research design: Qualitative, quantitative, and mixed methods
approaches. Thousand Oaks, CA: Sage, 2010.
Daniel J. Adams, Teologi Lintas Budaya – Refleksi Barat di Asia. Jakarta: BPK.
Gunung Mulia, 2010.
Drewes, B.F., Apa itu Teologi-pengantar ke dalam Ilmu Teologi. Jakarta: BPK.
Gunung Mulia, 2011.
Dister, N.S., Pengalaman dan Motivasi beragama, Pengantar Psikologi Agama.
Jakarta: Leppenas, 1982.
Erikson, E.H., Identity: Youth and crisis. New York: Norton, 1968.
Hurlock, E.B., Psokologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004.
Kroger, J., (editor), Discussions on Ego Identity. New Jersey: Lawrence Erlbaum
Associates Inc, 1993.
Lerner, Richard. M & Hultsch, David. F, Human Development: A Life Span
Perspective. New York: McGraw Hill Companies, 1983.
Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung, Remaja Rosdakarya,
2000.
Marcia, J.E., The Ego Identity: A Handbook for Psychosocial Research. New
York: Springer-Verlag, 1993.
Miller, P.H., Theories of Developmental Psychology, New York: W.H. Freeman
and Company, 1993.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
O’Collins, G., & E.G. Farrugia, Kamus Teologi. Yogyakarta: Kanisius, 1996.
Papalia, D.E., &. Olds, S.W., A Child’s World, Infancy Through Adolescence.
USA: Mc Graw-Hill, Inc, 1993.
Roy Hilton. Perry and Brownlow. Charlotte., SPSS Explained. East Sussex:
Routledge, 2004.
Sally L. Archer (Ed.), Interventions for Adolescent Identity Development.
California: Thousand oaks, CA, Sage, 1994.
Schillebeeckx, E., Church: The Human Story of God. Diterjemahkan oleh John
Bowden, New York: Crossroad Publishing Company, 1993.
, Christ: The experience of Jesus as Lord. Diterjemahkan oleh
John Bowden, New York: Crossroad, 1980.
, God Is New Each Moment. Diterjemahkan oleh N. D. Smith
Edinburgh: T&T Clark, 1983.
, Interim Report on the Books Jesus and Christ. New York: SCM
Press and, London, NY: Crossroad, 1980.
, The future of man. New York: Sheed and Ward, 1968.
, The Human Story of God. New York: Crossroad Publishing,
1990.
, The Understanding of Faith: Interpretation and Criticism.
Diterjemahkan oleh N. D. Smith, London and New York, NY: Sheed and
Ward, 1974.
, Jesus: An Experiment in Christology. Diterjemahkan oleh
Hubert Hoskins, NewYork: Crossroad, 1991.
Seinberg, L., Adolencence. New York: Mc Graw Hill, Inc, 1993.
Setyawan. A., Saat Tuhan Tiada, dari cermin Anthony de Mello, Penerbit Kanisus, 2001.
Subanar. Budi., Menuju Gereja Mandiri: Sejarah Keuskupan Agung Semarang di
bawah Dua Uskup (1940-1981). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma,
2005.
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Mixed Methods). Bandung: Penerbit
Alfabeta, 2015.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta, 2010.
Sugiharto. Bambang., I., Postmodernisme: Tantangan bagi Filsafat. Yogyakarta:
Kanisius, 1996.
Susanto. Budi (ed)., Teologi dan Praksis Komunitas Post Modern. Yogyakarta:
Kanisius, 1994.
Steinberg, L. Adolescence (ed, Ke-6). New York: Mc. Graw-Hill, 2002.
Jacobs. Tom., Paham Allah: Dalam Filsafat, Agama-Agama, dan Teologi.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2002.
, Imanuel, Perubahan dalam Perumusan Iman akan Yesus Kristus.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2000.
, Siapa Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 1982.
Artikel
Fittz, W.H., “The Self Concept and Behavior: Overview and Supplement”,
Research Monoraph. No. VIII, (California: Library of Congres Catalog
Card Number 72-80269, 1971), 11.
Fleming, M., “Adolescent autonomy: Desire, achievement and disobeying parents
between early and late adolescence”, Australian Journal of Education and
Development Psychology, 5, 1-16.
Helminiak, D.A., “A scientific spirituality: The interface of psychology and
theology”, The International Journal for the Psychology of Religion, 6(1)
1996, 1-19.
Jacobs. Tom., “Allah yang Historis”, Orientasi Baru, Vol. 14 (2001): 8.
, “Mewartakan Yesus Kristus dalam Dunia Modern”, Orientasi Baru
Vol.13 (2000): 26.
, “Kabar Gembira”, Rohani 6 (1991): 228-229.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Metz, J. B., “The Church’s Social Function in the Light of ‘Political Theology’,”
Concilium Vol. 6 No. 4 Juni 1968.
Papalia, S.V., Bayers, W., Vansteenkiste, M., & Soenens, B, “On the association
between adolescent autonomy and psychosocial functioning: Examining
decisional Independence from a self-determination theory perspective”,
American Psychological Association, 48 (1).
Schillebeeckx, E., “Can Christology Be an Experiment?”, Proceedings of the
Catholic Theological Society of America 35 (1980), 3.
Sunarko. Adrianus., “Kristianitas Inklusif atau Pluralis? Diskusi Dengan
Schillebeeckx”, Melintas, (2015): 16.
Susanto. Budi (ed)., “Pembaruan dalam Teologi dan dalam Pengajaran Teologi”,
Orientasi 12 (1980): 50-90.
Wagner, H., “The adolescent and his religion”, Adolescence, 13(50) (1978), 349-
364.
Internet
Boeve. Lieven., Experience According to Edward Schillebeeckx: The Driveng
Force of Faith ang Theology, tersedia dari
https://lirias.kuleuven.be/bitstream/123456789/117359/1/4.4.pdf,
Krogner. Jane., Identity development during adolescence (Chapter 10), tersedia
dari http://academic.udayton.edu/jackbauer/reading%20595/Kroger.pdf
Marcia, J. E., Identity Development - Aspects of Identity, Child Development
Reference - Vol 4. Tersedia dari (http://social.jrank.org/pages/322/
Identity-Development.html).
, Development and validation of ego identity status, dalam Journal of
Personality and Social Psychology 3, (1966), hal. 551-558. Tersedia dari
http://www.garfield.library.upenn.edu/classics1984/A1984TR91100001.p
df
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Prasetyantha, Y.B., “Kamu Percaya Dogma? Tantangan ber-Kristologi dari Toms
Jacobs”, tersedia dari
http://giovannipromesso.blogspot.co.id/2012/09/kamu-percaya-
dogma_1372.html,
Jacobs. Tom., Mewartakan Yesus Kristus dalam Dunia Modern. Tersedia dari
http://orientasibaru.net/Vol_13_2000/OB.13.2000-02.pdf
Lain-lain
Diktat dan Surat Wasiat
Jacobs. Tom., “Komunikasi iman”, Teologi Pewartaan, Manuskrip, Diktat Kuliah
(Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 1996): 1.
Jacobs. Tom., Wasiat Iman, merupakan karya terakhir beliau menjelang
meninggalnya. Berupa gagasan atau disebut Tom Jacobs sebagai
“rangkuman pergumulan iman”. Disampaikan secara lisan dan direkam,
kemudian ditulis ulang oleh Rm. J.B. Heru Prakosa, dan dibicarakan di
depan Rm. Tom Jacobs pada tanggal 28 Maret 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKALA PENELITIAN
Disusun oleh:
Andreas Krishna Gunawan
166312002
FAKULTAS TEOLOGI
PROGRAM STUDI MAGISTER TEOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pengantar
Pada kesempatan ini, saya memohon kesediaan teman-teman untuk
membantu penelitian tesis saya dengan menjawab beberapa pertanyaan dalam
skala ini yang terdiri dari dua bagian, yaitu Skala Misteri Penyingkapan Ilahi
Allah bagi Manusia dalam Kristiani dan Skala Paham Allah dalam indikator
Identitas Religius Remaja. Skala ini berisi seputar kehidupan sehari-hari.
Informasi yang teman-teman berikan akan sangat berguna bagi saya dalam
melakukan penelitian ini.
Skala ini bersifat rahasia, identitas dan jawaban dari teman-teman akan
dirahasiakan dan benar-benar digunakan sebagai data dalam penelitian ini.
Tidak ada jawaban yang salah. Setiap pertanyaan yang dipilih tidak
mempengaruhi penilaian baik dan buruk pada diri temen-teman. Saya sangat
berharap teman-teman dapat mengerjakan skala ini dengan sungguh-sungguh dan
memberikan jawaban secara jujur sesuai dengan kondisi teman-teman.
Selamat mengerjakan dan terimakasih atas bantuan teman-teman.
Hormat saya,
Andreas Krishna Gunawan
Mahasiswa Fakultas Teologi
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KUESIONER PENELITIAN
I. Identitas Responden
1. Nama : ................................................................................
2. No telp/Hp : ................................................................................
3. Usia : ................................................................................
4. Semester : ................................................................................
5. Universitas : ................................................................................
6. Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan*
7. a. Nama Ayah : ................................................................................
b. Agama Ayah : ................................................................................
8. a. Nama Ibu : ................................................................................
b. Agama Ibu : ................................................................................
9. Sampai sekarang anda masih tinggal bersama orang tua?
a. Ya
b. Tidak
Jika tidak, anda sekarang: a) Kost
b) Tinggal bersama saudara
c) ........................................................................
Catatan:
*coret yang tidak perlu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pilihlah salah satu dari jawaban berikut dengan memberikan tanda ( X )
1. Saya menerima Sakramen Baptis sejak
a. Bayi
b. SD
c. SMP
d. SMA
e. Kuliah
2. Saya menjadi Katolik karena
a. Kedua orangtua juga Katolik
b. Pacar saya seorang Katolik
c. Pergaulan dan dididik dalam lingkungan sekolah Katolik
d. Ingin memantapkan diri untuk menjadi murid Kristus
e. Jawaban lain
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………
3. Apakah anda pernah mendapat pengetahuan tentang paham Allah
sebelumnya?
a. Pernah
b. Belum
4. Kalau sudah pernah, dari manakah Anda mendapatkan pengetahuan
Paham Allah tersebut?
a. Orang tua
b. Romo, Frater, Suster, Bruder
c. Internet
d. Sekolah
e. Jawaban lain
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
II. Misteri Penyingkapan Ilahi Allah bagi Manusia dalam Kristiani
Isilah semua kolom dengan memberikan tanda centang (√) pada masing-
masing blok dengan memilih salah satu dari blok yang sesuai (senyatanya dan
bukan yang seharusnya) dengan persetujuan diri Anda.
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju
No Pernyataan SS S TS STS
1.
a. Saya binggung ketika menjelaskan pertanyaan apakah
Yesus itu sungguh Allah?
b. Bagi saya, tidak mungkin Allah itu beranak.
c. Bagi saya, Allah Bapa adalah suatu zat yang tidak
tampak.
d. Allah itu jauh dari kehidupan saya.
2.
a. Hidup saya sepenuhnya berasal dari Tuhan sebagai
sumber segala hidup.
b. Bagi saya, Yesus bukan satu-satunya jalan untuk
memperoleh keselamatan.
c. Tujuan Allah menciptakan saya adalah karya
penyelamatan.
d. Bagi saya, Yesus adalah seorang manusia yang dari
semula secara total terarah kepada Allah.
3.
a. Kadang saya berpikir apakah mungkin Allah itu ada
tiga, yaitu: Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Bukannya
Allah itu Esa?
b. Bapa, Putra, dan Roh Kudus adalah Allah yang satu,
sama, dan tidak memiliki perbedaan.
c. Saya sering kali merasa kebinggungan ketika harus
menjelaskan siapa itu Roh Kudus.
d. Saya tidak paham akan ajaran iman Katolik perihal
Paham Allah, tetapi saya percaya Yesus adalah satu-
satunya jalan keselamatan.
4.
a. Bagi saya, beriman berarti “penyerahan diri saya
seutuhnya kepada Allah, yang hanya mungkin karena
rahmat Allah”.
b. Bagi saya, rahmat selalu merupakan pemberian diri
Allah yang bebas merdeka.
c. Wahyu orang Katolik adalah Alkitab sebagai sabda
Allah.
d. Wahyu Allah bukan informasi, melainkan komunikasi
yang mengundang partisipasi dari saya manusia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5.
a. Saya tidak pernah dapat menangkap secara tuntas
dalam membahasakan misteri Allah.
b. Bagi saya, Kitab Suci tidak memberikan suatu
pengajaran intelektual mengenai Allah, melainkan
menampilkan pengalaman-pengalaman akan Allah
yang berasal dari hubungan perjanjian Allah dengan
umat-Nya.
c. Bagi saya, Roh Kudus bukanlah Allah, Roh Kudus
hanya semacam malaikat pelindung.
d. Bagi saya, Allah adalah cinta kasih.
III. Paham Allah dalam indikator Identitas Religius Remaja
Berilah tanda centang (√) pada masing-masing blok dengan memilih salah
satu dari blok yang sesuai (senyatanya dan bukan yang seharusnya) dengan
persetujuan diri Anda.
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju
No Pernyataan SS S TS STS
1. Saat saya bahagia, saya mencari hadir-Nya Allah dalam
hidup dengan mengucap syukur kepada-Nya.
2. Dalam kesedihan yang mendalam, saya mencari
keberadaan Allah dalam diri Yesus yang “menemani”.
3. Saya selalu bertanya, di manakah Allah berada saat
saya mengalami masalah berat.
4.
Saat mengalami kesenangan, saya bertanya-tanya
apakah Allah “turut campur” dalam menjadikan saya
mengalami kesenangan.
5. Saya mengikuti saja pola hidup keagamaan dari
keluarga saya tanpa bertanya lebih lanjut.
6. Tradisi keagamaan di keluarga bagi saya baik adanya,
sehingga saya mengiyakan saja apa yang diajarkan.
7.
Saya sungguh bingung, saat saya menderita, dan saya
mencoba mencari solusi, mengapa Allah diam saja
tidak membantu.
8. Bagi saya, kebahagiaan yang saya peroleh karena saya
sendiri yang mengusahakan untuk bahagia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9. Saya selalu mengarahkan hidup saya pada Allah,
karena bagi saya Allah-lah sumber kerinduan utama.
10.
Dalam perjalanan hidup saya, pengharapan utama
dalam hidup adalah kepada Allah, bukan kepada yang
lain.
11. Saya sering membuka diri pada Allah berdasarkan
pengalaman pahit saya dalam hidup.
12
Nampaknya saya masih perlu membandingkan dengan
sumber-sumber lain, saat saya ingin “menemukan”
Allah.
13. Orangtua saya mengajarkan untuk selalu berharap pada
Allah, dan saya mengiyakan saja anjuran tersebut.
14 Saya diterima di Universitas ini sepenuhnya karena
rahmat dari Allah.
15.
Ketika menjalin sebuah pertemanan, saya tidak
membeda-bedakan teman entah karena agama atau
suku, karena semua manusia adalah ciptaan Allah.
16.
Misa kampus adalah moment yang paling saya
nantikan, karena bisa berkumpul dengan saudara
seiman.
17.
Bagi saya, manusia menurut kodratnya adalah makhluk
sosial tidak bisa hidup sendiri, manusia hanya dapat
tumbuh dan berkembang ketika ia mampu membangun
relasinya yang baik dengan dirinya sendiri, dengan
sesama, dengan lingkungan, dan dengan Tuhan.
18. Di dalam doa, saya sering menyebut nama Allah.
19. Bagi saya, Wahyu orang Katolik adalah Alkitab
sebagai sabda Allah.
20. Hati nurani saya selalu menyuarakan tuntutan mutlak
untuk selalu memilih yang baik dan menolak yang
buruk.
21. Saya diberikan kemampuan untuk bertindak bijaksana
dalam mengatasi persoalan dasar yang sulit, tidak
hanya sekedar menggungkapkan kemampuan berpikir
rasional-intelektual semata.
22. Bagi saya, ajaran agama yang menyangkut kepentingan
surgawi kelihatan bertentangan dengan kepentingan
duniawi.
23. Bagi saya, agama bukan merupakan tujuan terakhir
dari kecenderungan rohani manusia, melainkan jalan
ke tujuan hidup manusia, yaitu Allah.
24. Bagi saya, agama adalah tata cara hidup yang pantas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan baik di hadapan Allah yang bersumber pada wahyu
Allah.
25. Allah itu jauh dari kehidupan saya.
26. Bagi saya, Allah itu Esa dan satu, tidak mungkin bisa
terbagi menjadi tiga.
27. Bagi saya, Bapa, Putera, dan Roh Kudus adalah Allah
yang satu, sama dan tidak memiliki perbedaan.
28. Bagi saya, Yesus Kristus sebagai pengantara antara
Allah dan manusia.
29. Saya mengunjungi website-website resmi Gereja
Katolik untuk mendalami pemahaman tema-tema
tentang paham Allah.
30. Allah yang tak terbatas berkenan memasuki hidup saya
sebagai manusia yang serba terbatas, sekaligus
menyapa dan memanggil saya.
31. Kasih Allah itu menembus rasa takut, dan bela diri
yang mengurung saya dalam diri saya sendiri, dan
membuat saya menjadi budak perasaan saya sendiri.
32. Setiap hari saya meluangkan waktu untuk
berefleksi/merenungkan pengalaman hidup yang sudah
saya jalani.
33. Dalam kehidupan keseharian saya merasakan karya
Allah bekerja, maka dalam kehidupan sehari-hari tidak
pernah lepas dari campur tangan Allah.
34. Saya sadar sebagai makhluk, yang mengakui Allah
sebagai dasar dan sumber kehidupan saya.
35. Allah, saya hayati sebagai yang suci, yang penuh
kebaikan, penuh belas kasihan, yang menarik,
menggembirakan, membahagiakan, sehingga saya
merasakan Allah sebagai yang mahakasih,
Mahacinta, Maharahim, Mahabijaksana, Maha
Pengampun.
36. Allah, saya hayati sebagai misteri yang Mahabesar,
Mahakuasa, Mahadahsyat, menggetarkan dan
menakutkan sehingga manusia merasa kecil dan lemah
dihadapan Allah.
37. Saya tidak berkuasa atas hidup saya sendiri.
38. Dengan rajin berdoa, saya mempunyai hubungan yang
erat dengan Allah.
39. Bagi saya, kehadiran Allah bukanlah sebagai objek,
melainkan sebuah jawaban terakhir bagi hidup itu
sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40. Bagi saya, Allah adalah misteri, manusia tidak bisa
menjangkau Allah secara keseluruhan.
41. Saya menyerahkan diri kepada kebaikan Tuhan
daripada memusatkan segala perhatian pada diri
sendiri.
42. Saya mengasihi orang-orang yang berada di sekitarku,
meskipun mereka berbeda agama.
43. Saya bertekat akan tetap menjadi orang katolik,
meskipun diancam akan dibunuh.
44. Bagi saya, orang yang meninggalkan iman akan Yesus
dan pindah ke agama lain adalah hal biasa, karena itu
menjadi hak asasi manusia, dan tanpa Yesus mereka
pun juga dapat diselamatkan.
45. Dalam agama, saya memperlihatkan sikap hati saya di
hadapan Allah.
46. Bagi saya, tujuan hidup beragama untuk mendapatkan
keselamatan atau masuk surga.
47. Bagi saya, agama adalah tata cara hidup yang pantas
dan baik dihadapan Allah yang bersumberkan pada
wahyu Allah.
48. Bagi saya, ajaran atau aturan agama berperan sebagai
tuntunan untuk memperoleh keselamatan, sedangkan
larangan-larangan agama berperan sebagai peringatan
bagi manusia.
49. Dengan beragama, saya hidup dekat atau damai dengan
Allah Sang Pencipta dan sesamaku manusia.
50. Keselamatan itu tidak hanya dapat saya peroleh
nantinya dalam kehidupan kekal sesusah kematian saja
tetapi juga, mulai dari kehidupan saat ini pun saya
dapat memperolehnya.
51. Saya mengikuti suatu agama berarti saya mengiyakan,
mengamini wahyu Allah, kedamaian dengan Allah.
52. Saya menghayati hidup beragama guna mewujudkan
dan mengembangkan hidup selamat atau hidup surgawi
di dunia ini.
53. Saya mencita-citakan hidup dekat damai dengan Allah
mulai dalam hidup saat ini, secara terus menerus.
54. Bagi saya, orang beragama dan beriman akan menjadi
pengasih Allah, pengasih sesama manusia, dan
penyayang alam semesta ini.
55. Tuhan menyapa saya sebagai sahabat dan mendekati
manusia sedekat mungkin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56. Saya mengenal Allah secara pribadi sebagai Bapa,
melalui Yesus Kristus.
57. Bagi saya, iman yang konkret selalu menyangkut hidup
yang konkret, dan tidak dapat dilepaskan dari
masyarakat serta budaya.
58. Bagi saya, Allah menyatakan diri kepada manusia
dalam pertemuan pribadi, tetapi juga menyingkapkan
kepada manusia rencana keselamatan-Nya.
59. Saya akan setia pada kekatolikan saya, sebab “Allah
adalah Allah yang setia, yang memegang perjanjian
dan kasih setia-Nya, terhadap orang yang kasih
kepada-Nya dan berpegang pada perintah-Nya”.
60. Setiap selesai mengikuti perayaan Ekaristi, hati saya
menjadi gembira karena menerima Tubuh Kristus.
61. Allah akan menghukum saya jika saya berbuat dosa,
dan memberi kita pahala jikalau kita berbuat baik.
62. Ketika saya memberi sedekah kepada pengemis, saya
merasa melakukannya untuk Tuhan.
63. Devosi (Rosario, Novena Tiga Salam Maria,
Kerahiman Ilahi, Hati Kudus Yesus) membantu saya
untuk semakin dekat dengan Tuhan
64. Saya lebih sering berdevosi kepada Bunda Maria
dibandingkan berdoa kepada Tuhan Yesus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKALA PENELITIAN
Disusun oleh:
Andreas Krishna Gunawan
166312002
FAKULTAS TEOLOGI
PROGRAM STUDI MAGISTER TEOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pengantar
Pada kesempatan ini, saya memohon kesediaan teman-teman untuk
membantu penelitian tesis saya dengan menjawab beberapa pertanyaan dalam
skala ini yang terdiri dari dua bagian, yaitu Skala Misteri Penyingkapan Ilahi
Allah bagi Manusia dalam Kristiani dan Skala Paham Allah dalam indikator
Identitas Religius Remaja. Skala ini berisi seputar kehidupan sehari-hari.
Informasi yang teman-teman berikan akan sangat berguna bagi saya dalam
melakukan penelitian ini.
Skala ini bersifat rahasia, identitas dan jawaban dari teman-teman akan
dirahasiakan dan benar-benar digunakan sebagai data dalam penelitian ini.
Tidak ada jawaban yang salah. Setiap pertanyaan yang dipilih tidak
mempengaruhi penilaian baik dan buruk pada diri temen-teman. Saya sangat
berharap teman-teman dapat mengerjakan skala ini dengan sungguh-sungguh dan
memberikan jawaban secara jujur sesuai dengan kondisi teman-teman.
Selamat mengerjakan dan terimakasih atas bantuan teman-teman.
Hormat saya,
Andreas Krishna Gunawan
Mahasiswa Fakultas Teologi
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KUESIONER PENELITIAN
I. Identitas Responden
1. Nama : ................................................................................
2. No telp/Hp : ................................................................................
3. Usia : ................................................................................
4. Semester : ................................................................................
5. Universitas : ................................................................................
6. Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan*
7. a. Nama Ayah : ................................................................................
b. Agama Ayah : ................................................................................
8. a. Nama Ibu : ................................................................................
b. Agama Ibu : ................................................................................
9. Sampai sekarang anda masih tinggal bersama orang tua?
c. Ya
d. Tidak
Jika tidak, anda sekarang: a) Kost
b) Tinggal bersama saudara
c) ........................................................................
Catatan:
*coret yang tidak perlu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pilihlah salah satu dari jawaban berikut dengan memberikan tanda ( X )
1. Saya menerima Sakramen Baptis sejak
a. Bayi
b. SD
c. SMP
d. SMA
e. Kuliah
2. Saya menjadi Katolik karena
a. Kedua orangtua juga Katolik
b. Pacar saya seorang Katolik
c. Pergaulan dan dididik dalam lingkungan sekolah Katolik
d. Ingin memantapkan diri untuk menjadi murid Kristus
e. Jawaban lain
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………
3. Apakah anda pernah mendapat pengetahuan tentang paham Allah
sebelumnya?
a. Pernah
b. Belum
4. Kalau sudah pernah, dari manakah Anda mendapatkan pengetahuan
Paham Allah tersebut?
a. Orang tua
b. Romo, Frater, Suster, Bruder
c. Internet
d. Sekolah
e. Jawaban lain
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
II. Misteri Penyingkapan Ilahi Allah bagi Manusia dalam Kristiani
Isilah semua kolom dengan memberikan tanda centang (√) pada masing-
masing blok dengan memilih salah satu dari blok yang sesuai (senyatanya dan
bukan yang seharusnya) dengan persetujuan diri Anda.
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju
No Pernyataan SS S TS STS
1.
a. Saya bingung ketika menjelaskan pertanyaan apakah
Yesus itu sungguh Allah?
b. Bagi saya, tidak mungkin Allah itu beranak.
c. Bagi saya, Allah Bapa adalah suatu zat yang tidak
tampak.
d. Allah itu jauh dari kehidupan saya.
2.
a. Hidup saya sepenuhnya berasal dari Tuhan sebagai
sumber segala hidup.
b. Bagi saya, Yesus bukan satu-satunya jalan untuk
memperoleh keselamatan.
c. Tujuan Allah menciptakan saya adalah karya
penyelamatan.
d. Bagi saya, Yesus adalah seorang manusia yang dari
semula secara total terarah kepada Allah.
3.
a. Kadang saya berpikir apakah mungkin Allah itu ada
tiga, yaitu: Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Bukannya
Allah itu Esa?
b. Saya sering kali merasa kebingungan ketika harus
menjelaskan siapa itu Roh Kudus.
c. Saya tidak paham akan ajaran iman Katolik perihal
Paham Allah, tetapi saya percaya Yesus adalah satu-
satunya jalan keselamatan.
4.
a. Bagi saya, beriman berarti “penyerahan diri saya
seutuhnya kepada Allah, yang hanya mungkin karena
rahmat Allah”.
b. Bagi saya, rahmat selalu merupakan pemberian diri
Allah yang bebas merdeka.
c. Wahyu Allah bukan informasi, melainkan
komunikasi yang mengundang partisipasi dari saya
manusia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5.
a. Bagi saya, Kitab Suci tidak memberikan suatu
pengajaran intelektual mengenai Allah, melainkan
menampilkan pengalaman-pengalaman akan Allah
yang berasal dari hubungan perjanjian Allah dengan
umat-Nya.
b. Bagi saya, Allah adalah cinta kasih.
III. Paham Allah dalam indikator Identitas Religius Remaja
Berilah tanda centang (√) pada masing-masing blok dengan memilih salah
satu dari blok yang sesuai (senyatanya dan bukan yang seharusnya) dengan
persetujuan diri Anda.
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju
No Pernyataan SS S TS STS
1. Saya selalu bertanya, di manakah Allah berada saat
saya mengalami masalah berat.
2.
Saat mengalami kesenangan, saya bertanya-tanya
apakah Allah “turut campur” dalam menjadikan saya
mengalami kesenangan.
3.
Saya sungguh bingung, saat saya menderita, dan saya
mencoba mencari solusi, mengapa Allah diam saja
tidak membantu.
4. Bagi saya, kebahagiaan yang saya peroleh karena saya
sendiri yang mengusahakan untuk bahagia.
5. Saya selalu mengarahkan hidup saya pada Allah,
karena bagi saya Allah-lah sumber kerinduan utama.
6.
Dalam perjalanan hidup saya, pengharapan utama
dalam hidup adalah kepada Allah, bukan kepada yang
lain.
7. Saya sering membuka diri pada Allah berdasarkan
pengalaman pahit saya dalam hidup.
8.
Nampaknya saya masih perlu membandingkan dengan
sumber-sumber lain, saat saya ingin “menemukan”
Allah.
9. Saya diterima di Universitas ini sepenuhnya karena
rahmat dari Allah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10.
Misa kampus adalah moment yang paling saya
nantikan, karena bisa berkumpul dengan saudara
seiman.
11.
Bagi saya, manusia menurut kodratnya adalah makhluk
sosial tidak bisa hidup sendiri, manusia hanya dapat
tumbuh dan berkembang ketika ia mampu membangun
relasinya yang baik dengan dirinya sendiri, dengan
sesama, dengan lingkungan, dan dengan Tuhan.
12. Di dalam doa, saya sering menyebut nama Allah.
13. Hati nurani saya selalu menyuarakan tuntutan mutlak
untuk selalu memilih yang baik dan menolak yang
buruk.
14. Saya diberikan kemampuan untuk bertindak bijaksana
dalam mengatasi persoalan dasar yang sulit, tidak
hanya sekedar menggungkapkan kemampuan berpikir
rasional-intelektual semata.
15. Bagi saya, agama bukan merupakan tujuan terakhir
dari kecenderungan rohani manusia, melainkan jalan
ke tujuan hidup manusia, yaitu Allah.
16. Bagi saya, agama adalah tata cara hidup yang pantas
dan baik di hadapan Allah yang bersumber pada wahyu
Allah.
17. Allah itu jauh dari kehidupan saya.
18. Bagi saya, Allah itu Esa dan satu, tidak mungkin bisa
terbagi menjadi tiga.
19. Bagi saya, Yesus Kristus sebagai pengantara antara
Allah dan manusia.
20. Saya mengunjungi website-website resmi Gereja
Katolik untuk mendalami pemahaman tema-tema
tentang paham Allah.
21. Kasih Allah itu menembus rasa takut, dan bela diri
yang mengurung saya dalam diri saya sendiri, dan
membuat saya menjadi budak perasaan saya sendiri.
22. Setiap hari saya meluangkan waktu untuk
berefleksi/merenungkan pengalaman hidup yang sudah
saya jalani.
23. Dalam kehidupan keseharian saya merasakan karya
Allah bekerja, maka dalam kehidupan sehari-hari tidak
pernah lepas dari campur tangan Allah.
24. Saya sadar sebagai makhluk, yang mengakui Allah
sebagai dasar dan sumber kehidupan saya.
25. Allah, saya hayati sebagai yang suci, yang penuh
kebaikan, penuh belas kasihan, yang menarik,
menggembirakan, membahagiakan, sehingga saya
merasakan Allah sebagai yang mahakasih,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Mahacinta, Maharahim, Mahabijaksana, Maha
Pengampun.
26. Allah, saya hayati sebagai misteri yang Mahabesar,
Mahakuasa, Mahadahsyat, menggetarkan dan
menakutkan sehingga manusia merasa kecil dan lemah
dihadapan Allah.
27. Dengan rajin berdoa, saya mempunyai hubungan yang
erat dengan Allah.
28. Bagi saya, kehadiran Allah bukanlah sebagai objek,
melainkan sebuah jawaban terakhir bagi hidup itu
sendiri.
29. Bagi saya, Allah adalah misteri, manusia tidak bisa
menjangkau Allah secara keseluruhan.
30. Saya menyerahkan diri kepada kebaikan Tuhan
daripada memusatkan segala perhatian pada diri
sendiri.
31. Saya mengasihi orang-orang yang berada di sekitarku,
meskipun mereka berbeda agama.
32. Saya bertekat akan tetap menjadi orang katolik,
meskipun diancam akan dibunuh.
33. Bagi saya, orang yang meninggalkan iman akan Yesus
dan pindah ke agama lain adalah hal biasa, karena itu
menjadi hak asasi manusia, dan tanpa Yesus mereka
pun juga dapat diselamatkan.
34. Dalam agama, saya memperlihatkan sikap hati saya di
hadapan Allah.
35. Bagi saya, tujuan hidup beragama untuk mendapatkan
keselamatan atau masuk surga.
36. Bagi saya, agama adalah tata cara hidup yang pantas
dan baik dihadapan Allah yang bersumberkan pada
wahyu Allah.
37. Bagi saya, ajaran atau aturan agama berperan sebagai
tuntunan untuk memperoleh keselamatan, sedangkan
larangan-larangan agama berperan sebagai peringatan
bagi manusia.
38. Dengan beragama, saya hidup dekat atau damai dengan
Allah Sang Pencipta dan sesamaku manusia.
39. Keselamatan itu tidak hanya dapat saya peroleh
nantinya dalam kehidupan kekal sesusah kematian saja
tetapi juga, mulai dari kehidupan saat ini pun saya
dapat memperolehnya.
40. Saya mengikuti suatu agama berarti saya mengiyakan,
mengamini wahyu Allah, kedamaian dengan Allah.
41. Saya menghayati hidup beragama guna mewujudkan
dan mengembangkan hidup selamat atau hidup surgawi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
di dunia ini.
42. Saya mencita-citakan hidup dekat damai dengan Allah
mulai dalam hidup saat ini, secara terus menerus.
43. Bagi saya, orang beragama dan beriman akan menjadi
pengasih Allah, pengasih sesama manusia, dan
penyayang alam semesta ini.
44. Tuhan menyapa saya sebagai sahabat dan mendekati
manusia sedekat mungkin.
45. Saya mengenal Allah secara pribadi sebagai Bapa,
melalui Yesus Kristus.
46. Bagi saya, iman yang konkret selalu menyangkut hidup
yang konkret, dan tidak dapat dilepaskan dari
masyarakat serta budaya.
47. Bagi saya, Allah menyatakan diri kepada manusia
dalam pertemuan pribadi, tetapi juga menyingkapkan
kepada manusia rencana keselamatan-Nya.
48. Saya akan setia pada kekatolikan saya, sebab “Allah
adalah Allah yang setia, yang memegang perjanjian
dan kasih setia-Nya, terhadap orang yang kasih
kepada-Nya dan berpegang pada perintah-Nya”.
49. Setiap selesai mengikuti perayaan Ekaristi, hati saya
menjadi gembira karena menerima Tubuh Kristus.
50. Ketika saya memberi sedekah kepada pengemis, saya
merasa melakukannya untuk Tuhan.
51. Devosi (Rosario, Novena Tiga Salam Maria,
Kerahiman Ilahi, Hati Kudus Yesus) membantu saya
untuk semakin dekat dengan Tuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.1 Uji Validitas dan Reliabilitas
3.1.1 Output Uji Validitas Misteri Penyingkapan Ilahi Allah bagi Manusia
Tabel 3.1
Korelasi Dimensi Misteri Allah dalam Indikator Tanpa ikatan Allah
beserta kita
item1a item1b item1c item1d total1
item1a Pearson Correlation 1 .392* .443
* .144 .703
**
Sig. (2-tailed) .032 .014 .448 .000
N 30 30 30 30 30
item1b Pearson Correlation .392* 1 .342 .113 .724
**
Sig. (2-tailed) .032 .064 .553 .000
N 30 30 30 30 30
item1c Pearson Correlation .443* .342 1 .284 .735
**
Sig. (2-tailed) .014 .064 .128 .000
N 30 30 30 30 30
item1d Pearson Correlation .144 .113 .284 1 .558**
Sig. (2-tailed) .448 .553 .128 .001
N 30 30 30 30 30
total1 Pearson Correlation .703**
.724**
.735**
.558**
1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .001
N 30 30 30 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari Tabel 3.1 di atas, dapat dilihat bahwa item 1a, 1b, 1c dan 1d adalah item
yang valid.
Tabel 3.2
Korelasi Dimensi Misteri Allah dalam Indikator Karya Penciptaan dan
Karya Penyelamatan
item2a item2b item2c item2d total2
item2a Pearson Correlation 1 .454* .258 .056 .678
**
Sig. (2-tailed) .012 .169 .771 .000
N 30 30 30 30 30
item2b Pearson Correlation .454* 1 .183 .027 .687
**
Sig. (2-tailed) .012 .332 .886 .000
N 30 30 30 30 30
item2c Pearson Correlation .258 .183 1 .571**
.715**
Sig. (2-tailed) .169 .332 .001 .000
N 30 30 30 30 30
item2d Pearson Correlation .056 .027 .571**
1 .575**
Sig. (2-tailed) .771 .886 .001 .001
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
N 30 30 30 30 30
total2 Pearson Correlation .678**
.687**
.715**
.575**
1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .001
N 30 30 30 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari Tabel 3.2 di atas, dapat dilihat bahwa item 2a, 2b, 2c dan 2d adalah item
yang valid.
Tabel 3.3
Korelasi Dimensi Misteri Allah dalam Indikator Allah Tritunggal
item3a item3b item3c item3d total3
item3a Pearson Correlation 1 -.383* .288 -.129 .506
**
Sig. (2-tailed) .037 .122 .495 .004
N 30 30 30 30 30
item3b Pearson Correlation -.383* 1 -.037 -.058 .209
Sig. (2-tailed) .037 .845 .759 .268
N 30 30 30 30 30
item3c Pearson Correlation .288 -.037 1 .239 .761**
Sig. (2-tailed) .122 .845 .203 .000
N 30 30 30 30 30
item3d Pearson Correlation -.129 -.058 .239 1 .467**
Sig. (2-tailed) .495 .759 .203 .009
N 30 30 30 30 30
total3 Pearson Correlation .506**
.209 .761**
.467**
1
Sig. (2-tailed) .004 .268 .000 .009
N 30 30 30 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari Tabel 3.3 di atas, dapat dilihat bahwa item 3a, 3c dan 3d adalah item yang
valid.
Tabel 3.4
Korelasi Dimensi Misteri Allah dalam Indikator Iman dan Wahyu
item4a item4b item4c item4d total4
item4a Pearson Correlation 1 .438* -.116 .396
* .755
**
Sig. (2-tailed) .016 .542 .030 .000
N 30 30 30 30 30
item4b Pearson Correlation .438* 1 -.168 .230 .575
**
Sig. (2-tailed) .016 .375 .222 .001
N 30 30 30 30 30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
item4c Pearson Correlation -.116 -.168 1 -.169 .358
Sig. (2-tailed) .542 .375 .371 .052
N 30 30 30 30 30
item4d Pearson Correlation .396* .230 -.169 1 .570
**
Sig. (2-tailed) .030 .222 .371 .001
N 30 30 30 30 30
total4 Pearson Correlation .755**
.575**
.358 .570**
1
Sig. (2-tailed) .000 .001 .052 .001
N 30 30 30 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari Tabel 3.4 di atas, dapat dilihat bahwa item 4a, 4b, dan 4d adalah item yang
valid.
Tabel 3.5
Korelasi Dimensi Misteri Allah dalam Indikator Dinamika Rumusan
Iman
item5a Item5b Item5c Item5d total5
item5a Pearson Correlation 1 .000 -.483**
.241 .318
Sig. (2-tailed) 1.000 .007 .200 .087
N 30 30 30 30 30
item5b Pearson Correlation .000 1 .288 .359 .830**
Sig. (2-tailed) 1.000 .122 .051 .000
N 30 30 30 30 30
item5c Pearson Correlation -.483**
.288 1 -.272 .238
Sig. (2-tailed) .007 .122 .146 .205
N 30 30 30 30 30
item5d Pearson Correlation .241 .359 -.272 1 .671**
Sig. (2-tailed) .200 .051 .146 .000
N 30 30 30 30 30
total5 Pearson Correlation .318 .830**
.238 .671**
1
Sig. (2-tailed) .087 .000 .205 .000
N 30 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari Tabel 3.5 di atas, dapat dilihat bahwa item 5b, dan 5d adalah item yang valid.
Secara keseluruhan di dapat 16 item yang dinyatakan valid (item 1a, 1b, 1c, 1d,
2a, 2b, 2c, 2d, 3a, 3c, 3d, 4a, 4b, 4d, 5b, dan 5d).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.1.2 Output Uji Validitas Identitas Religius tentang Paham Allah
Tabel 3.6
Korelasi Dimensi Eksplorasi dalam Indikator Pengalaman Religius
Item
11
Item
12
Item
13
Item
14
Item
15
Item
16
Item
17
Item
18 total
item1 Pearson Correlation 1 -.091 .300 -.143 .036 -.520**
.086 .097 .133
Sig. (2-tailed) .633 .107 .453 .848 .003 .652 .609 .484
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item2 Pearson Correlation -.091 1 -.185 .105 -.558**
.341 .046 .097 .116
Sig. (2-tailed) .633 .329 .581 .001 .065 .808 .609 .540
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item3 Pearson Correlation .300 -.185 1 .091 .127 -.146 .309 .066 .580**
Sig. (2-tailed) .107 .329 .631 .503 .442 .097 .729 .001
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item4 Pearson Correlation -.143 .105 .091 1 -.262 .379* .113 .064 .505
**
Sig. (2-tailed) .453 .581 .631 .163 .039 .551 .736 .004
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item5 Pearson Correlation .036 -.558**
.127 -.262 1 -.502**
-.024 -.223 .015
Sig. (2-tailed) .848 .001 .503 .163 .005 .899 .236 .936
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item6 Pearson Correlation -.520**
.341 -.146 .379* -.502
** 1 -.094 -.051 .179
Sig. (2-tailed) .003 .065 .442 .039 .005 .622 .788 .343
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item7 Pearson Correlation .086 .046 .309 .113 -.024 -.094 1 .170 .621**
Sig. (2-tailed) .652 .808 .097 .551 .899 .622 .370 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item8 Pearson Correlation .097 .097 .066 .064 -.223 -.051 .170 1 .451*
Sig. (2-tailed) .609 .609 .729 .736 .236 .788 .370 .012
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
total1 Pearson Correlation .133 .116 .580**
.505**
.015 .179 .621**
.451* 1
Sig. (2-tailed) .484 .540 .001 .004 .936 .343 .000 .012
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Valid tidaknya suatu butir instrumen dilihat dari besarnya harga rhitung dan
besarnya rtabel pada taraf nyata α = 0,05 (5%). Rtabel = N = 30 = 0,339
Dari Tabel 3.6 di atas dapat dilihat bahwa item 3, 4, 7, dan 8 adalah item yang
valid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.7
Korelasi Dimensi Eksplorasi dalam Indikator Agama
Item
9
Item
10
Item
11
Item
12
Item
13
Item
14
Item
15
Item
16 total
item9 Pearson Correlation 1 .397* .247 .147 .144 .306 .000 .405
* .653
**
Sig. (2-tailed) .030 .187 .438 .448 .100 1.000 .026 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item10 Pearson Correlation .397* 1 .287 .115 -.135 .680
** .055 .075 .583
**
Sig. (2-tailed) .030 .124 .545 .477 .000 .773 .695 .001
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item11 Pearson Correlation .247 .287 1 .125 .016 .173 .299 .054 .484**
Sig. (2-tailed) .187 .124 .510 .932 .360 .109 .777 .007
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item12 Pearson Correlation .147 .115 .125 1 -.150 .140 -.184 .100 .386*
Sig. (2-tailed) .438 .545 .510 .428 .460 .331 .600 .035
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item13 Pearson Correlation .144 -.135 .016 -.150 1 .099 .129 .214 .353
Sig. (2-tailed) .448 .477 .932 .428 .604 .496 .255 .056
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item14 Pearson Correlation .306 .680**
.173 .140 .099 1 .040 .054 .627**
Sig. (2-tailed) .100 .000 .360 .460 .604 .833 .775 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item15 Pearson Correlation .000 .055 .299 -.184 .129 .040 1 .071 .300
Sig. (2-tailed) 1.000 .773 .109 .331 .496 .833 .708 .107
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item16 Pearson Correlation .405* .075 .054 .100 .214 .054 .071 1 .558
**
Sig. (2-tailed) .026 .695 .777 .600 .255 .775 .708 .001
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
total Pearson Correlation .653**
.583**
.484**
.386* .353 .627
** .300 .558
** 1
Sig. (2-tailed) .000 .001 .007 .035 .056 .000 .107 .001
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari Tabel 3.7 di atas, dapat dilihat bahwa item 9, 10, 11, 12, 14, dan 16 adalah
item yang valid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.8
Korelasi Dimensi Eksplorasi dalam Indikator Filsafat Agama
Item
17
Item
18
Item
19
Item
20
Item
21
Item
22
Item
23
Item
24 total
item17 Pearson Correlation 1 .368* -.205 .112 .215 .160 .279 .437
* .549
**
Sig. (2-tailed) .045 .277 .555 .254 .397 .136 .016 .002
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item18 Pearson Correlation .368* 1 -.246 .250 .349 .052 .343 .352 .614
**
Sig. (2-tailed) .045 .190 .183 .059 .786 .064 .056 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item19 Pearson Correlation -.205 -.246 1 -.402* -.214 .048 -.098 -.075 -.014
Sig. (2-tailed) .277 .190 .028 .257 .803 .606 .694 .940
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item20 Pearson Correlation .112 .250 -.402* 1 .600
** -.117 .171 .294 .502
**
Sig. (2-tailed) .555 .183 .028 .000 .539 .366 .115 .005
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item21 Pearson Correlation .215 .349 -.214 .600**
1 .052 .366* .460
* .722
**
Sig. (2-tailed) .254 .059 .257 .000 .786 .046 .010 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item22 Pearson Correlation .160 .052 .048 -.117 .052 1 -.104 .000 .339
Sig. (2-tailed) .397 .786 .803 .539 .786 .584 1.000 .067
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item23 Pearson Correlation .279 .343 -.098 .171 .366* -.104 1 .582
** .565
**
Sig. (2-tailed) .136 .064 .606 .366 .046 .584 .001 .001
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item24 Pearson Correlation .437* .352 -.075 .294 .460
* .000 .582
** 1 .697
**
Sig. (2-tailed) .016 .056 .694 .115 .010 1.000 .001 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
Total Pearson Correlation .549**
.614**
-.014 .502**
.722**
.339 .565**
.697**
1
Sig. (2-tailed) .002 .000 .940 .005 .000 .067 .001 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari Tabel 3.8 di atas, dapat dilihat bahwa item 17, 18, 20, 21, 23, dan 24 adalah
item yang valid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.9
Korelasi Dimensi Eksplorasi dalam Indikator Teologi
Item
25
Item
26
Item
27
Item
28
Item
29
Item
30
Item
31
Item
32 total
item25 Pearson Correlation 1 .368* -.205 .112 .215 .160 .279 .437
* .549
**
Sig. (2-tailed) .045 .277 .555 .254 .397 .136 .016 .002
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item26 Pearson Correlation .368* 1 -.246 .250 .349 .052 .343 .352 .614
**
Sig. (2-tailed) .045 .190 .183 .059 .786 .064 .056 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item27 Pearson Correlation -.205 -.246 1 -.402* -.214 .048 -.098 -.075 -.014
Sig. (2-tailed) .277 .190 .028 .257 .803 .606 .694 .940
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item28 Pearson Correlation .112 .250 -.402* 1 .600
** -.117 .171 .294 .502
**
Sig. (2-tailed) .555 .183 .028 .000 .539 .366 .115 .005
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item29 Pearson Correlation .215 .349 -.214 .600**
1 .052 .366* .460
* .722
**
Sig. (2-tailed) .254 .059 .257 .000 .786 .046 .010 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item30 Pearson Correlation .160 .052 .048 -.117 .052 1 -.104 .000 .339
Sig. (2-tailed) .397 .786 .803 .539 .786 .584 1.000 .067
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item31 Pearson Correlation .279 .343 -.098 .171 .366* -.104 1 .582
** .565
**
Sig. (2-tailed) .136 .064 .606 .366 .046 .584 .001 .001
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item32 Pearson Correlation .437* .352 -.075 .294 .460
* .000 .582
** 1 .697
**
Sig. (2-tailed) .016 .056 .694 .115 .010 1.000 .001 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
total Pearson Correlation .549**
.614**
-.014 .502**
.722**
.339 .565**
.697**
1
Sig. (2-tailed) .002 .000 .940 .005 .000 .067 .001 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari Tabel 3.9 di atas, dapat dilihat bahwa item 25, 26, 28, 29, 31, dan 32 adalah
item yang valid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.10
Korelasi Dimensi Komitmen dalam Indikator Pengalaman Religius
Item
33
Item
34
Item
35
Item
36
Item
37
Item
38
Item
39
Ite
m
40 total
item33 Pearson Correlation 1 .653**
.546**
.237 .168 .426* .350 .203 .751
**
Sig. (2-tailed) .000 .002 .207 .376 .019 .058 .283 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item34 Pearson Correlation .653**
1 .666**
.030 -.128 .595**
.474**
.302 .719**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .874 .499 .001 .008 .105 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item35 Pearson Correlation .546**
.666**
1 .245 -.260 .486**
.529**
.275 .704**
Sig. (2-tailed) .002 .000 .192 .166 .006 .003 .142 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item36 Pearson Correlation .237 .030 .245 1 .165 .066 .394* .013 .529
**
Sig. (2-tailed) .207 .874 .192 .383 .727 .031 .945 .003
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item37 Pearson Correlation .168 -.128 -.260 .165 1 -.010 -.190 .152 .264
Sig. (2-tailed) .376 .499 .166 .383 .958 .314 .422 .159
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item38 Pearson Correlation .426* .595
** .486
** .066 -.010 1 .156 .030 .602
**
Sig. (2-tailed) .019 .001 .006 .727 .958 .411 .876 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item39 Pearson Correlation .350 .474**
.529**
.394* -.190 .156 1 .194 .604
**
Sig. (2-tailed) .058 .008 .003 .031 .314 .411 .304 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
Item40 Pearson Correlation .203 .302 .275 .013 .152 .030 .194 1 .434*
Sig. (2-tailed) .283 .105 .142 .945 .422 .876 .304 .016
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
total Pearson Correlation .751**
.719**
.704**
.529**
.264 .602**
.604**
.434* 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .003 .159 .000 .000 .016
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari Tabel 3.10 di atas, dapat dilihat bahwa item 33, 34, 35, 36, 38, 39 dan 40
adalah item yang valid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.11
Korelasi Dimensi Komitmen dalam Indikator Agama
Item
41
Item
42
Item
43
Item
44
Item
45
Item
46
Item
47
Item
48 total
item41 Pearson Correlation 1 .492**
.427* .021 .645
** -.016 .408
* .531
** .669
**
Sig. (2-tailed) .006 .019 .912 .000 .932 .025 .003 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item42 Pearson Correlation .492**
1 .413* -.054 .577
** .000 .268 .443
* .590
**
Sig. (2-tailed) .006 .023 .779 .001 1.000 .153 .014 .001
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item43 Pearson Correlation .427* .413
* 1 .029 .349 -.134 .108 .111 .429
*
Sig. (2-tailed) .019 .023 .880 .059 .481 .571 .559 .018
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item44 Pearson Correlation .021 -.054 .029 1 .035 .323 .135 .259 .421*
Sig. (2-tailed) .912 .779 .880 .854 .081 .477 .167 .021
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item45 Pearson Correlation .645**
.577**
.349 .035 1 .031 .633**
.482**
.721**
Sig. (2-tailed) .000 .001 .059 .854 .871 .000 .007 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item46 Pearson Correlation -.016 .000 -.134 .323 .031 1 .490**
.420* .494
**
Sig. (2-tailed) .932 1.000 .481 .081 .871 .006 .021 .006
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item47 Pearson Correlation .408* .268 .108 .135 .633
** .490
** 1 .662
** .761
**
Sig. (2-tailed) .025 .153 .571 .477 .000 .006 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item48 Pearson Correlation .531**
.443* .111 .259 .482
** .420
* .662
** 1 .809
**
Sig. (2-tailed) .003 .014 .559 .167 .007 .021 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
total Pearson Correlation .669**
.590**
.429* .421
* .721
** .494
** .761
** .809
** 1
Sig. (2-tailed) .000 .001 .018 .021 .000 .006 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari Tabel 3.11 di atas, dapat dilihat bahwa item 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, dan 48
adalah item yang valid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.12
Korelasi Dimensi Komitmen dalam Indikator Filsafat Agama
Item
49
Item
50
Item
51
Item
52
Item
53
Item
54
Item
55
Item
56 total
item49 Pearson Correlation 1 .551**
.393* .579
** .587
** .585
** .565
** .536
** .838
**
Sig. (2-tailed) .002 .032 .001 .001 .001 .001 .002 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item50 Pearson Correlation .551**
1 .333 .331 .567**
.324 .349 .418* .669
**
Sig. (2-tailed) .002 .072 .074 .001 .081 .059 .022 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item51 Pearson Correlation .393* .333 1 .587
** .410
* .412
* .483
** .273 .658
**
Sig. (2-tailed) .032 .072 .001 .024 .024 .007 .145 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item52 Pearson Correlation .579**
.331 .587**
1 .401* .520
** .492
** .271 .716
**
Sig. (2-tailed) .001 .074 .001 .028 .003 .006 .147 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item53 Pearson Correlation .587**
.567**
.410* .401
* 1 .495
** .437
* .465
** .760
**
Sig. (2-tailed) .001 .001 .024 .028 .005 .016 .010 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item54 Pearson Correlation .585**
.324 .412* .520
** .495
** 1 .508
** .265 .708
**
Sig. (2-tailed) .001 .081 .024 .003 .005 .004 .156 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item55 Pearson Correlation .565**
.349 .483**
.492**
.437* .508
** 1 .628
** .760
**
Sig. (2-tailed) .001 .059 .007 .006 .016 .004 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item56 Pearson Correlation .536**
.418* .273 .271 .465
** .265 .628
** 1 .679
**
Sig. (2-tailed) .002 .022 .145 .147 .010 .156 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
total Pearson Correlation .838**
.669**
.658**
.716**
.760**
.708**
.760**
.679**
1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari Tabel 3.12 di atas, dapat dilihat bahwa item 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, dan 56
adalah item yang valid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.13
Korelasi Dimensi Komitmen dalam Indikator Teologi
Item
57
Item
58
Item
59
Item
60
Item
61
Item
62
item6
3
Item
64 total
item57 Pearson Correlation 1 .491**
.149 .312 -.053 .471**
.327 -.016 .568**
Sig. (2-tailed) .006 .433 .093 .783 .009 .078 .934 .001
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item58 Pearson Correlation .491**
1 .392* .446
* .339 .260 .492
** .056 .769
**
Sig. (2-tailed) .006 .032 .014 .067 .165 .006 .770 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item59 Pearson Correlation .149 .392* 1 .066 .177 .029 .236 .053 .422
*
Sig. (2-tailed) .433 .032 .730 .350 .878 .210 .780 .020
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item60 Pearson Correlation .312 .446* .066 1 .093 .401
* .557
** .045 .697
**
Sig. (2-tailed) .093 .014 .730 .626 .028 .001 .811 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item61 Pearson Correlation -.053 .339 .177 .093 1 -.197 -.111 .113 .359
Sig. (2-tailed) .783 .067 .350 .626 .297 .559 .552 .051
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item62 Pearson Correlation .471**
.260 .029 .401* -.197 1 .512
** -.153 .542
**
Sig. (2-tailed) .009 .165 .878 .028 .297 .004 .419 .002
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item63 Pearson Correlation .327 .492**
.236 .557**
-.111 .512**
1 -.201 .613**
Sig. (2-tailed) .078 .006 .210 .001 .559 .004 .287 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
item64 Pearson Correlation -.016 .056 .053 .045 .113 -.153 -.201 1 .296
Sig. (2-tailed) .934 .770 .780 .811 .552 .419 .287 .112
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
total Pearson Correlation .568**
.769**
.422* .697
** .359 .542
** .613
** .296 1
Sig. (2-tailed) .001 .000 .020 .000 .051 .002 .000 .112
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari Tabel 3.13 di atas, dapat dilihat bahwa item 57, 58, 59, 60, 62 dan 63 adalah
item yang valid.
Keputusan uji validitas adalah secara keseluruhan di dapat 51 item yang
dinyatakan valid (item 3, 4,7, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 16, 17, 18, 20, 21, 23, 24, 25,
26, 28, 29, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50,
51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 62, dan item 63).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.1.3 Output Uji Realibilitas Dimensi Misteri Allah
Tabel 3.14
Uji Realibilitas Dimensi Misteri Allah
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in
the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.504 16
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item
Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
item1a 43.3000 12.838 .477 .417
item1b 43.4000 13.972 .131 .502
item1c 43.7667 14.806 .090 .505
item1d 42.8000 12.924 .394 .432
item2a 42.5000 13.569 .382 .445
item2b 43.0333 13.551 .282 .461
item2c 42.7333 13.513 .445 .437
item2d 42.6000 16.248 -.153 .545
item3a 43.0333 12.930 .313 .449
item3c 43.5333 14.740 .098 .504
item3d 43.5667 16.944 -.273 .572
item4a 42.7000 13.390 .453 .433
item4b 42.7000 15.114 .168 .491
item4d 42.6667 14.851 .226 .483
item5b 42.8333 15.799 -.088 .546
item5d 42.3333 15.333 .000 .524
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.1.4 Out Put Uji Reabilitas Identitas Religius tentang Paham Allah
Tabel 3.15
Uji Reabilitas Identitas Religius tentang Paham Allah
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in
the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.936 51
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item
Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
item1 151.7333 253.789 .191 .937
item2 151.8000 263.200 -.244 .940
item3 151.3667 251.206 .264 .937
item4 150.9333 247.030 .429 .935
item5 150.8000 249.959 .442 .935
item6 150.8333 246.489 .668 .934
item7 150.7000 249.597 .529 .935
item8 151.4333 255.495 .080 .938
item9 150.6333 244.999 .542 .934
item10 151.6000 252.041 .206 .937
item11 150.3667 250.792 .453 .935
item12 150.3667 250.999 .347 .936
item13 151.0000 244.966 .593 .934
item14 151.1667 247.454 .529 .934
item15 150.6333 250.447 .516 .935
item16 150.7333 252.409 .441 .935
item17 150.7333 246.133 .561 .934
item18 151.3333 248.920 .320 .936
item19 150.5667 253.082 .246 .936
item20 151.7667 252.254 .170 .938
item21 151.0333 248.999 .390 .935
item22 151.6000 251.903 .283 .936
item23 150.7333 245.444 .726 .933
item24 150.6000 247.352 .709 .934
item25 150.5000 247.776 .645 .934
item26 150.7667 250.737 .276 .936
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
item27 150.9667 243.620 .589 .934
item28 150.8333 246.006 .624 .934
item29 150.5667 253.289 .264 .936
item30 150.9667 245.689 .704 .933
item31 150.6000 248.593 .544 .934
item32 150.7333 247.789 .526 .934
item33 151.6667 252.092 .223 .937
item34 150.8667 242.878 .828 .933
item35 151.1333 254.395 .136 .937
item36 150.8000 244.717 .669 .933
item37 150.8333 243.454 .644 .933
item38 150.8000 241.338 .846 .932
item39 150.7667 248.875 .544 .934
item40 150.8667 249.499 .517 .935
item41 150.9000 248.162 .559 .934
item42 150.7667 243.909 .758 .933
item43 150.7000 245.734 .685 .933
item44 150.6333 247.826 .697 .934
item45 150.7667 245.495 .609 .934
item46 150.7333 249.237 .576 .934
item47 150.7333 245.099 .746 .933
item48 150.6000 251.766 .412 .935
item49 150.8000 243.683 .616 .934
item50 151.1667 243.868 .538 .934
item51 150.7333 246.064 .618 .934
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.2 Hasil Penelitian
Tabel 3.16
Output Data Indikator Tanpa Ikatan Allah Beserta Kita
Statistics Tanpa ikatan Allah beserta kita
N Valid 100
Missing 0
Median 11.00
Minimum 6
Maximum 15
Percentiles 25 10.00
50 11.00
75 12.00
Tanpa ikatan Allah beserta kita
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 6 1 1.0 1.0 1.0
7 2 2.0 2.0 3.0
8 7 7.0 7.0 10.0
9 9 9.0 9.0 19.0
10 16 16.0 16.0 35.0
11 29 29.0 29.0 64.0
12 25 25.0 25.0 89.0
13 9 9.0 9.0 98.0
14 1 1.0 1.0 99.0
15 1 1.0 1.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.16.a
Saya bingung ketika menjelaskan pertanyaan apakah Yesus itu sungguh Allah
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Rendah 1 1.0 1.0 1.0
Sedang 31 31.0 31.0 32.0
Tinggi 59 59.0 59.0 91.0
Sangat Tinggi 9 9.0 9.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.16.b
Bagi saya, tidak mungkin Allah itu beranak
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 15 15.0 15.0 15.0
Sedang 40 40.0 40.0 55.0
Tinggi 38 38.0 38.0 93.0
Sangat Tinggi 7 7.0 7.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.16.c
Bagi saya, Allah Bapa adalah suatu zat yang tidak tampak
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 14 14.0 14.0 14.0
Sedang 45 45.0 45.0 59.0
Tinggi 32 32.0 32.0 91.0
Sangat Tinggi 9 9.0 9.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.16.d
Allah itu jauh dari kehidupan saya
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 4 4.0 4.0 4.0
Sedang 4 4.0 4.0 8.0
Tinggi 47 47.0 47.0 55.0
Sangat Tinggi 45 45.0 45.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.17
Output Data Indikator Karya Penciptaan dan Karya Penyelamatan
Tabel 3.17.a
Hidup saya sepenuhnya berasal dari Tuhan sebagai sumber segala hidup
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 6 6.0 6.0 6.0
Tinggi 32 32.0 32.0 38.0
Sangat Tinggi 62 62.0 62.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Statistics Karya Penciptaan dan
karya Penyelamatan
N Valid 100
Missing 0
Mean 13.14
Median 13.00
Range 9
Minimum 7
Maximum 16
Percentiles 25 12.00
50 13.00
75 14.00
Karya Penciptaan dan Karya Penyelamatan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 7 1 1.0 1.0 1.0
8 2 2.0 2.0 3.0
9 2 2.0 2.0 5.0
11 14 14.0 14.0 19.0
12 14 14.0 14.0 33.0
13 21 21.0 21.0 54.0
14 24 24.0 24.0 78.0
15 10 10.0 10.0 88.0
16 12 12.0 12.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.17.b
Bagi saya, Yesus bukan satu-satunya jalan untuk memperoleh keselamatan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 4 4.0 4.0 4.0
Sedang 18 18.0 18.0 22.0
Tinggi 43 43.0 43.0 65.0
Sangat Tinggi 35 35.0 35.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.17.c
Tujuan Allah menciptakan saya adalah karya penyelamatan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 9 9.0 9.0 9.0
Tinggi 53 53.0 53.0 62.0
Sangat Tinggi 38 38.0 38.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.17.d
Bagi saya, Yesus adalah seorang manusia yang dari semula secara total
terarah kepada Allah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 2 2.0 2.0 2.0
Sedang 13 13.0 13.0 15.0
Tinggi 48 48.0 48.0 63.0
Sangat Tinggi 37 37.0 37.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.18
Output Data Indikator Allah Tritunggal
.
Tabel 3.18.a
Kadang saya berpikir mungkin Allah itu ada tiga, yaitu: Bapa, Putra, dan
Roh Kudus. Bukannya Allah itu Esa
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 6 6.0 6.0 6.0
Sedang 31 31.0 31.0 37.0
Tinggi 45 45.0 45.0 82.0
Sangat Tinggi 18 18.0 18.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Statistics Allah Tritunggal
N Valid 100
Missing 0
Mean 7.77
Median 8.00
Range 8
Minimum 4
Maximum 12
Percentiles 25 7.00
50 8.00
75 9.00
Allah Tritunggal
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 4 1 1.0 1.0 1.0
5 5 5.0 5.0 6.0
6 10 10.0 10.0 16.0
7 32 32.0 32.0 48.0
8 22 22.0 22.0 70.0
9 19 19.0 19.0 89.0
10 7 7.0 7.0 96.0
11 1 1.0 1.0 97.0
12 3 3.0 3.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.18.b
Saya sering kali merasa kebingungan ketika harus menjelaskan
siapa itu Roh Kudus
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 7 7.0 7.0 7.0
Sedang 35 35.0 35.0 42.0
Tinggi 49 49.0 49.0 91.0
Sangat Tinggi 9 9.0 9.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.18.c
Saya tidak paham akan ajaran iman Katolik perihal Paham Allah,
tetapi saya percaya Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 5 5.0 5.0 5.0
Sedang 52 52.0 52.0 57.0
Tinggi 39 39.0 39.0 96.0
Sangat Tinggi 4 4.0 4.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.19
Output Data Iman dan Wahyu
Tabel 3.19.a
Bagi saya, beriman berarti “penyerahan diri saya seutuhnya kepada Allah,
yang hanya mungkin karena rahmat Allah”
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 11 11.0 11.0 11.0
Tinggi 61 61.0 61.0 72.0
Sangat Tinggi 28 28.0 28.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Statistics Iman dan Wahyu
N Valid 100
Missing 0
Mean 9.51
Median 9.00
Range 5
Minimum 7
Maximum 12
Percentiles 25 9.00
50 9.00
75 10.00
Iman dan Wahyu
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 7 5 5.0 5.0 5.0
8 8 8.0 8.0 13.0
9 42 42.0 42.0 55.0
10 26 26.0 26.0 81.0
11 14 14.0 14.0 95.0
12 5 5.0 5.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.19.b
Bagi saya, rahmat selalu merupakan pemberian diri Allah yang bebas
merdeka
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 9 9.0 9.0 9.0
Tinggi 63 63.0 63.0 72.0
Sangat Tinggi 28 28.0 28.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.19.c
Wahyu Allah bukan informasi,
melainkan komunikasi yang mengundang partisipasi dari saya manusia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 5 5.0 5.0 5.0
Tinggi 75 75.0 75.0 80.0
Sangat Tinggi 20 20.0 20.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.20
Output Data Dinamika Rumusan Iman
Tabel 3.20.a
Bagi saya, Kitab Suci tidak memberikan suatu pengajaran intelektual
mengenai Allah, melainkan menampilkan pengalaman-pengalaman akan
Allah yang berasal dari hubungan perjanjian Allah dengan umat-Nya
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 1 1.0 1.0 1.0
Sedang 34 34.0 34.0 35.0
Tinggi 48 48.0 48.0 83.0
Sangat Tinggi 17 17.0 17.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Statistics Dinamika Iman dan Wahyu
N Valid 100
Missing 0
Mean 6.46
Median 7.00
Range 4
Minimum 4
Maximum 8
Percentiles 25 6.00
50 7.00
75 7.00
Dinamika Rumusan Iman
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 4 3 3.0 3.0 3.0
5 14 14.0 14.0 17.0
6 32 32.0 32.0 49.0
7 36 36.0 36.0 85.0
8 15 15.0 15.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.20.b
Bagi saya, Allah adalah cinta kasih
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 3 3.0 3.0 3.0
Tinggi 29 29.0 29.0 32.0
Sangat Tinggi 68 68.0 68.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.21
Output Data Variabel Misteri Allah
Statistics Misteri Allah
N Valid 100
Missing 0
Mean 47.70
Median 48.00
Range 23
Minimum 34
Maximum 57
Percentiles 25 45.00
50 48.00
75 50.00
Misteri Allah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 34 1 1.0 1.0 1.0
36 1 1.0 1.0 2.0
38 2 2.0 2.0 4.0
40 1 1.0 1.0 5.0
41 3 3.0 3.0 8.0
42 2 2.0 2.0 10.0
43 7 7.0 7.0 17.0
44 2 2.0 2.0 19.0
45 8 8.0 8.0 27.0
46 10 10.0 10.0 37.0
47 11 11.0 11.0 48.0
48 7 7.0 7.0 55.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49 9 9.0 9.0 64.0
50 12 12.0 12.0 76.0
51 5 5.0 5.0 81.0
52 4 4.0 4.0 85.0
53 7 7.0 7.0 92.0
54 4 4.0 4.0 96.0
55 1 1.0 1.0 97.0
56 2 2.0 2.0 99.0
57 1 1.0 1.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.22
Identitas Religius tentang Paham Allah
Statistics Eksplorasi
Pengalaman Religius/Iman
N Valid 100
Missing 0
Median 10.00
Mode 10
Range 10
Minimum 6
Maximum 16
Percentiles 25 9.00
50 10.00
75 12.00
Eksplorasi Pengalaman Religius/Iman
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 6 1 1.0 1.0 1.0
7 4 4.0 4.0 5.0
8 8 8.0 8.0 13.0
9 18 18.0 18.0 31.0
10 25 25.0 25.0 56.0
11 14 14.0 14.0 70.0
12 15 15.0 15.0 85.0
13 8 8.0 8.0 93.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.22.1
Saya selalu bertanya, di manakah Allah berada saat saya mengalami
masalah berat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 11 11.0 11.0 11.0
Sedang 41 41.0 41.0 52.0
Tinggi 45 45.0 45.0 97.0
sangat tinggi 3 3.0 3.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.22.2
Saat mengalami kesenangan, saya bertanya-tanya apakah Allah “turut
campur” dalam menjadikan saya mengalami kesenangan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 17 17.0 17.0 17.0
Sedang 51 51.0 51.0 68.0
Tinggi 23 23.0 23.0 91.0
Sangat Tinggi 9 9.0 9.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.22.3
Saya sungguh bingung, saat saya menderita, dan saya mencoba mencari
solusi, mengapa Allah diam saja tidak membantu
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 6 6.0 6.0 6.0
Sedang 25 25.0 25.0 31.0
Tinggi 55 55.0 55.0 86.0
Sangat Tinggi 14 14.0 14.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
14 6 6.0 6.0 99.0
16 1 1.0 1.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.22.4
Bagi saya, kebahagiaan yang saya peroleh karena saya sendiri yang
mengusahakan untuk bahagia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 2 2.0 2.0 2.0
Sedang 15 15.0 15.0 17.0
Tinggi 57 57.0 57.0 74.0
Sangat Tinggi 26 26.0 26.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.23
Identitas Religius tentang Indikator Agama
Statistics Eksplorasi Agama
N Valid 100
Missing 0
Median 18.00
Mode 18
Range 12
Minimum 11
Maximum 23
Percentiles 25 17.00
50 18.00
75 20.00
Eksplorasi Agama
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 11 1 1.0 1.0 1.0
13 1 1.0 1.0 2.0
14 2 2.0 2.0 4.0
15 6 6.0 6.0 10.0
16 6 6.0 6.0 16.0
17 14 14.0 14.0 30.0
18 29 29.0 29.0 59.0
19 6 6.0 6.0 65.0
20 15 15.0 15.0 80.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.23.1
Saya selalu mengarahkan hidup saya pada Allah, karena bagi saya Allah-
lah sumber kerinduan utama
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 9 9.0 9.0 9.0
Tinggi 62 62.0 62.0 71.0
Sangat Tinggi 29 29.0 29.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.23.2
Dalam perjalanan hidup saya, pengharapan utama dalam hidup adalah
kepada Allah, bukan kepada yang lain
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 10 10.0 10.0 10.0
Tinggi 63 63.0 63.0 73.0
Sangat Tinggi 27 27.0 27.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.23.3
Saya sering membuka diri pada Allah berdasarkan pengalaman pahit saya
dalam hidup
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 12 12.0 12.0 12.0
Tinggi 63 63.0 63.0 75.0
Sangat Tinggi 25 25.0 25.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
21 11 11.0 11.0 91.0
22 5 5.0 5.0 96.0
23 4 4.0 4.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.23.4
Nampaknya saya masih perlu membandingkan dengan sumber-sumber
lain, saat saya ingin “menemukan” Allah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 3 3.0 3.0 3.0
Sedang 37 37.0 37.0 40.0
Tinggi 48 48.0 48.0 88.0
Sangat Tinggi 12 12.0 12.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.23.5
Saya diterima di Universitas ini sepenuhnya karena rahmat dari Allah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 10 10.0 10.0 10.0
Tinggi 42 42.0 42.0 52.0
Sangat Tinggi 48 48.0 48.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.23.6
Misa kampus adalah moment yang paling saya nantikan, karena bisa
berkumpul dengan saudara seiman
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 5 5.0 5.0 5.0
Sedang 18 18.0 18.0 23.0
Tinggi 61 61.0 61.0 84.0
Sangat Tinggi 16 16.0 16.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.24
Eksplorasi Filsafat Agama
Statistics Eksplorasi Filsafat Agama
N Valid 100
Missing 0
Median 19.00
Mode 18
Range 14
Minimum 10
Maximum 24
Percentiles 25 18.00
50 19.00
75 21.00
Eksplorasi Filsafat Agama
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 10 1 1.0 1.0 1.0
11 1 1.0 1.0 2.0
15 2 2.0 2.0 4.0
16 3 3.0 3.0 7.0
17 11 11.0 11.0 18.0
18 22 22.0 22.0 40.0
19 18 18.0 18.0 58.0
20 15 15.0 15.0 73.0
21 11 11.0 11.0 84.0
22 9 9.0 9.0 93.0
23 3 3.0 3.0 96.0
24 4 4.0 4.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.24.1
Bagi saya, manusia menurut kodratnya adalah makhluk sosial tidak bisa
hidup sendiri, manusia hanya dapat tumbuh dan berkembang ketika ia
mampu membangun relasinya yang baik dengan dirinya sendiri, dengan
sesama, dengan lingkungan, dan dengan Tuhan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 3 3.0 3.0 3.0
Tinggi 48 48.0 48.0 51.0
Sangat Tinggi 49 49.0 49.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.24.2
Di dalam doa, saya sering menyebut nama Allah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 2 2.0 2.0 2.0
Sedang 3 3.0 3.0 5.0
Tinggi 46 46.0 46.0 51.0
Sangat Tinggi 49 49.0 49.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.24.3
Hati nurani saya selalu menyuarakan tuntutan mutlak untuk selalu memilih
yang baik dan menolak yang buruk
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 4 4.0 4.0 4.0
Sedang 17 17.0 17.0 21.0
Tinggi 62 62.0 62.0 83.0
Sangat Tinggi 17 17.0 17.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.24.4
Saya diberikan kemampuan untuk bertindak bijaksana dalam mengatasi
persoalan dasar yang sulit, tidak hanya sekedar menggungkapkan
kemampuan berpikir rasional-intelektual semata
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 1 1.0 1.0 1.0
Sedang 8 8.0 8.0 9.0
Tinggi 75 75.0 75.0 84.0
Sangat Tinggi 16 16.0 16.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.24.5
Bagi saya, agama bukan merupakan tujuan terakhir dari kecenderungan
rohani manusia, melainkan jalan ke tujuan hidup manusia, yaitu Allah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 3 3.0 3.0 3.0
Sedang 5 5.0 5.0 8.0
Tinggi 63 63.0 63.0 71.0
Sangat Tinggi 29 29.0 29.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.24.6
Bagi saya, agama adalah tata cara hidup yang pantas dan baik di hadapan
Allah yang bersumber pada wahyu Allah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 6 6.0 6.0 6.0
Tinggi 74 74.0 74.0 80.0
Sangat Tinggi 20 20.0 20.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.25
Eksplorasi Teologi
Statistics Eksplorasi Teologi
N Valid 100
Missing 0
Median 18.00
Mode 18
Range 13
Minimum 11
Maximum 24
Percentiles 25 16.00
50 18.00
75 19.00
Eksplorasi Teologi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 11 1 1.0 1.0 1.0
12 2 2.0 2.0 3.0
13 1 1.0 1.0 4.0
14 7 7.0 7.0 11.0
15 10 10.0 10.0 21.0
16 9 9.0 9.0 30.0
17 18 18.0 18.0 48.0
18 26 26.0 26.0 74.0
19 13 13.0 13.0 87.0
20 8 8.0 8.0 95.0
21 3 3.0 3.0 98.0
22 1 1.0 1.0 99.0
24 1 1.0 1.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.25.1
Allah itu jauh dari kehidupan saya
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 3 3.0 3.0 3.0
Sedang 6 6.0 6.0 9.0
Tinggi 48 48.0 48.0 57.0
Sangat Tinggi 43 43.0 43.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.25.2
Bagi saya, Allah itu Esa dan satu, tidak mungkin bisa terbagi menjadi tiga
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 11 11.0 11.0 11.0
Sedang 31 31.0 31.0 42.0
Tinggi 46 46.0 46.0 88.0
Sangat Tinggi 12 12.0 12.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.25.3
Bagi saya, Yesus Kristus sebagai pengantara antara Allah dan manusia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 9 9.0 9.0 9.0
Tinggi 53 53.0 53.0 62.0
Sangat Tinggi 38 38.0 38.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.25.4
Saya mengunjungi website-website resmi Gereja Katolik untuk mendalami
pemahaman tema-tema tentang paham Allah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 10 10.0 10.0 10.0
Sedang 40 40.0 40.0 50.0
Tinggi 39 39.0 39.0 89.0
Sangat Tinggi 11 11.0 11.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.25.5
Kasih Allah itu menembus rasa takut, dan bela diri yang mengurung saya dalam
diri saya sendiri, dan membuat saya menjadi budak perasaan saya sendiri
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Rendah 4 4.0 4.0 4.0
Sedang 20 20.0 20.0 24.0
Tinggi 54 54.0 54.0 78.0
Sangat Tinggi 22 22.0 22.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.25.6
Setiap hari saya meluangkan waktu untuk berefleksi/merenungkan
pengalaman hidup yang sudah saya jalani
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 4 4.0 4.0 4.0
Sedang 39 39.0 39.0 43.0
Tinggi 44 44.0 44.0 87.0
Sangat Tinggi 13 13.0 13.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.26
Dimensi Eksplorasi
Statistics Eksplorasi
N Valid 100
Missing 0
Median 65.00
Mode 66
Range 28
Minimum 50
Maximum 78
Percentiles 25 62.00
50 65.00
75 70.00
Eksplorasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 50 1 1.0 1.0 1.0
51 1 1.0 1.0 2.0
52 1 1.0 1.0 3.0
53 1 1.0 1.0 4.0
55 2 2.0 2.0 6.0
57 3 3.0 3.0 9.0
58 4 4.0 4.0 13.0
59 2 2.0 2.0 15.0
60 4 4.0 4.0 19.0
61 5 5.0 5.0 24.0
62 8 8.0 8.0 32.0
63 5 5.0 5.0 37.0
64 7 7.0 7.0 44.0
65 7 7.0 7.0 51.0
66 10 10.0 10.0 61.0
67 4 4.0 4.0 65.0
68 5 5.0 5.0 70.0
69 3 3.0 3.0 73.0
70 5 5.0 5.0 78.0
71 6 6.0 6.0 84.0
72 2 2.0 2.0 86.0
73 3 3.0 3.0 89.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74 3 3.0 3.0 92.0
75 1 1.0 1.0 93.0
76 6 6.0 6.0 99.0
78 1 1.0 1.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.27
Dimensi Komitmen, dengan Indikator Pengalaman Religius/Iman
Statistics Komitmen
Pengalaman Religius/Iman
N Valid 100
Missing 0
Median 22.50
Mode 21
Range 13
Minimum 15
Maximum 28
Percentiles 25 21.00
50 22.50
75 25.00
Komitmen Pengalam Religius
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 15 2 2.0 2.0 2.0
16 1 1.0 1.0 3.0
17 1 1.0 1.0 4.0
18 1 1.0 1.0 5.0
19 5 5.0 5.0 10.0
20 10 10.0 10.0 20.0
21 20 20.0 20.0 40.0
22 10 10.0 10.0 50.0
23 10 10.0 10.0 60.0
24 14 14.0 14.0 74.0
25 10 10.0 10.0 84.0
26 2 2.0 2.0 86.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.27.1
Dalam kehidupan keseharian saya merasakan karya Allah bekerja, maka
dalam kehidupan sehari-hari tidak pernah lepas dari campur tangan Allah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 1 1.0 1.0 1.0
Sedang 2 2.0 2.0 3.0
Tinggi 59 59.0 59.0 62.0
Sangat Tinggi 38 38.0 38.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.27.2
Saya sadar sebagai makhluk, yang mengakui Allah sebagai dasar dan
sumber kehidupan saya
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 5 5.0 5.0 5.0
Tinggi 58 58.0 58.0 63.0
SangatTinggi 37 37.0 37.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.27.3
Allah, saya hayati sebagai yang suci, yang penuh kebaikan, penuh belas
kasihan, yang menarik, menggembirakan, membahagiakan, sehingga saya
merasakan Allah sebagai yang mahakasih, Mahacinta, Maharahim,
Mahabijaksana, Maha Pengampun
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 6 6.0 6.0 6.0
Tinggi 47 47.0 47.0 53.0
Sangat Tinggi 47 47.0 47.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
27 10 10.0 10.0 96.0
28 4 4.0 4.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.27.4
Allah, saya hayati sebagai misteri yang Mahabesar, Mahakuasa,
Mahadahsyat, menggetarkan dan menakutkan sehingga manusia merasa
kecil dan lemah dihadapan Allah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 2 2.0 2.0 2.0
Sedang 18 18.0 18.0 20.0
Tinggi 46 46.0 46.0 66.0
Sangat Tinggi 34 34.0 34.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.27.5
Dengan rajin berdoa, saya mempunyai hubungan yang erat dengan Allah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 1 1.0 1.0 1.0
Sedang 12 12.0 12.0 13.0
Tinggi 56 56.0 56.0 69.0
Sangat Tinggi 31 31.0 31.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.27.6
Bagi saya, kehadiran Allah bukanlah sebagai objek, melainkan sebuah
jawaban terakhir bagi hidup itu sendiri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 16 16.0 16.0 16.0
Tinggi 62 62.0 62.0 78.0
Sangat Tinggi 22 22.0 22.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.27.8
Bagi saya, Allah adalah misteri, manusia tidak bisa menjangkau Allah
secara keseluruhan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 12 12.0 12.0 12.0
Tinggi 52 52.0 52.0 64.0
Sangat Tinggi 36 36.0 36.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.28
Dimensi Komitmen, dengan Indikator Agama
Statistics Komitmen Agama
N Valid 100
Missing 0
Median 24.00
Mode 23
Range 15
Minimum 16
Maximum 31
Percentiles 25 23.00
50 24.00
75 26.00
Komitmen Agama
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 16 2 2.0 2.0 2.0
17 2 2.0 2.0 4.0
19 1 1.0 1.0 5.0
20 4 4.0 4.0 9.0
21 8 8.0 8.0 17.0
22 6 6.0 6.0 23.0
23 20 20.0 20.0 43.0
24 17 17.0 17.0 60.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.28.1
Saya menyerahkan diri kepada kebaikan Tuhan daripada memusatkan
segala perhatian pada diri sendiri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 16 16.0 16.0 16.0
Tinggi 71 71.0 71.0 87.0
Sangat Tinggi 13 13.0 13.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.28.2
Saya mengasihi orang-orang yang berada di sekitarku, meskipun mereka
berbeda agama
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 2 2.0 2.0 2.0
Sedang 2 2.0 2.0 4.0
Tinggi 57 57.0 57.0 61.0
Sangat Tinggi 39 39.0 39.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
25 14 14.0 14.0 74.0
26 8 8.0 8.0 82.0
27 9 9.0 9.0 91.0
28 3 3.0 3.0 94.0
29 4 4.0 4.0 98.0
30 1 1.0 1.0 99.0
31 1 1.0 1.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.28.3
Saya bertekat akan tetap menjadi orang katolik,
meskipun diancam akan dibunuh
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 4 4.0 4.0 4.0
Sedang 1 1.0 1.0 5.0
Tinggi 60 60.0 60.0 65.0
Sangat Tinggi 35 35.0 35.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.28.4
Bagi saya, orang yang meninggalkan iman akan Yesus dan pindah ke
agama lain adalah hal biasa, karena itu menjadi hak asasi manusia, dan
tanpa Yesus mereka pun juga dapat diselamatkan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 14 14.0 14.0 14.0
Sedang 39 39.0 39.0 53.0
Tinggi 42 42.0 42.0 95.0
Sangat Tinggi 5 5.0 5.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.28.5
Dalam agama, saya memperlihatkan sikap hati saya di hadapan Allah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 9 9.0 9.0 9.0
Tinggi 74 74.0 74.0 83.0
Sangat Tinggi 17 17.0 17.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.28.6
Bagi saya, tujuan hidup beragama untuk mendapatkan keselamatan
atau masuk surga
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 8 8.0 8.0 8.0
Sedang 27 27.0 27.0 35.0
Tinggi 53 53.0 53.0 88.0
Sangat Tinggi 12 12.0 12.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.28.7
Bagi saya, agama adalah tata cara hidup yang pantas dan baik dihadapan
Allah yang bersumberkan pada wahyu Allah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 9 9.0 9.0 9.0
Tinggi 68 68.0 68.0 77.0
Sangat Tinggi 23 23.0 23.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.28.8
Bagi saya, ajaran atau aturan agama berperan sebagai tuntunan untuk
memperoleh keselamatan, sedangkan larangan-larangan agama berperan
sebagai peringatan bagi manusia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 13 13.0 13.0 13.0
Tinggi 64 64.0 64.0 77.0
Sangat Tinggi 23 23.0 23.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.29
Dimensi Komitmen, dengan Indikator Filsafat Agama
Statistics Komitmen Filsafat Agama
N Valid 100
Missing 0
Median 25.00
Mode 24
Range 14
Minimum 18
Maximum 32
Percentiles 25 24.00
50 25.00
75 27.75
Komitmen Filsafat Agama
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 18 1 1.0 1.0 1.0
20 3 3.0 3.0 4.0
21 2 2.0 2.0 6.0
22 6 6.0 6.0 12.0
23 7 7.0 7.0 19.0
24 26 26.0 26.0 45.0
25 15 15.0 15.0 60.0
26 6 6.0 6.0 66.0
27 9 9.0 9.0 75.0
28 6 6.0 6.0 81.0
29 3 3.0 3.0 84.0
30 5 5.0 5.0 89.0
31 8 8.0 8.0 97.0
32 3 3.0 3.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.29.1
Dengan beragama, saya hidup dekat atau damai dengan Allah Sang
Pencipta dan sesamaku manusia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 5 5.0 5.0 5.0
Tinggi 63 63.0 63.0 68.0
Sangat Tinggi 32 32.0 32.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.29.2
Keselamatan itu tidak hanya dapat saya peroleh nantinya dalam kehidupan
kekal sesusah kematian saja tetapi juga, mulai dari kehidupan saat ini pun
saya dapat memperolehnya
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 5 5.0 5.0 5.0
Tinggi 72 72.0 72.0 77.0
Sangat Tinggi 23 23.0 23.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.29.3
Saya mengikuti suatu agama berarti saya mengiyakan, mengamini wahyu
Allah, kedamaian dengan Allah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 5 5.0 5.0 5.0
Tinggi 71 71.0 71.0 76.0
Sangat Tinggi 24 24.0 24.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.29.4
Saya menghayati hidup beragama guna mewujudkan dan mengembangkan
hidup selamat atau hidup surgawi di dunia ini
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 14 14.0 14.0 14.0
Tinggi 67 67.0 67.0 81.0
Sangat Tinggi 19 19.0 19.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.29.5
Saya mencita-citakan hidup dekat, damai dengan Allah mulai dalam hidup
saat ini, secara terus menerus
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 1 1.0 1.0 1.0
Sedang 1 1.0 1.0 2.0
Tinggi 75 75.0 75.0 77.0
Sangat Tinggi 23 23.0 23.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.29.6
Bagi saya, orang beragama dan beriman akan menjadi pengasih Allah,
pengasih sesama manusia, dan penyayang alam semesta ini
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 1 1.0 1.0 1.0
Sedang 9 9.0 9.0 10.0
Tinggi 58 58.0 58.0 68.0
Sangat Tinggi 32 32.0 32.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.29.7
Tuhan menyapa saya sebagai sahabat dan
mendekati manusia sedekat mungkin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 4 4.0 4.0 4.0
Tinggi 61 61.0 61.0 65.0
Sangat Tinggi 35 35.0 35.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.29.8
Saya mengenal Allah secara pribadi sebagai Bapa, melalui Yesus Kristus
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 7 7.0 7.0 7.0
Tinggi 67 67.0 67.0 74.0
Sangat Tinggi 26 26.0 26.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.30
Dimensi Komitmen, dengan Indikator Teologi
Statistics Komitmen Teologi
N Valid 100
Missing 0
Median 19.00
Mode 18
Range 13
Minimum 11
Maximum 24
Percentiles 25 18.00
50 19.00
75 21.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.30.1
Bagi saya, iman yang konkret selalu menyangkut hidup yang konkret, dan
tidak dapat dilepaskan dari masyarakat serta budaya
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 1 1.0 1.0 1.0
Sedang 7 7.0 7.0 8.0
Tinggi 65 65.0 65.0 73.0
Sangat Tinggi 27 27.0 27.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.30.2
Bagi saya, Allah menyatakan diri kepada manusia dalam pertemuan pribadi,
tetapi juga menyingkapkan kepada manusia rencana keselamatan-Nya
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 4 4.0 4.0 4.0
Tinggi 65 65.0 65.0 69.0
Sangat Tinggi 31 31.0 31.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Komitmen Teologi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 11 1 1.0 1.0 1.0
13 1 1.0 1.0 2.0
14 2 2.0 2.0 4.0
15 2 2.0 2.0 6.0
16 8 8.0 8.0 14.0
17 7 7.0 7.0 21.0
18 21 21.0 21.0 42.0
19 13 13.0 13.0 55.0
20 9 9.0 9.0 64.0
21 14 14.0 14.0 78.0
22 16 16.0 16.0 94.0
23 1 1.0 1.0 95.0
24 5 5.0 5.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.30.3
Saya akan setia pada kekatolikan saya, sebab “Allah adalah Allah yang
setia, yang memegang perjanjian dan kasih setia-Nya, terhadap orang yang
kasih kepada-Nya dan berpegang pada perintah-Nya”
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 3 3.0 3.0 3.0
Tinggi 54 54.0 54.0 57.0
Sangat Tinggi 43 43.0 43.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.30.4
Setiap selesai mengikuti perayaan Ekaristi, hati saya menjadi gembira
karena menerima Tubuh Kristus
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 2 2.0 2.0 2.0
Sedang 7 7.0 7.0 9.0
Tinggi 53 53.0 53.0 62.0
Sangat Tinggi 38 38.0 38.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.30.5
Ketika saya memberi sedekah kepada pengemis, saya merasa
melakukannya untuk Tuhan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 3 3.0 3.0 3.0
Sedang 21 21.0 21.0 24.0
Tinggi 62 62.0 62.0 86.0
Sangat Tinggi 14 14.0 14.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.30.6
Devosi (Rosario, Novena Tiga Salam Maria, Kerahiman Ilahi, Hati Kudus
Yesus) membantu saya untuk semakin dekat dengan Tuhan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 11 11.0 11.0 11.0
Tinggi 54 54.0 54.0 65.0
Sangat Tinggi 35 35.0 35.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Tabel 3.31
Output Data Komitmen
Statistics Komitmen
N Valid 100
Missing 0
Median 91.50
Mode 87
Range 50
Minimum 62
Maximum 112
Percentiles 25 86.00
50 91.50
75 98.00
Komitmen
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 62 1 1.0 1.0 1.0
69 1 1.0 1.0 2.0
70 1 1.0 1.0 3.0
71 1 1.0 1.0 4.0
72 1 1.0 1.0 5.0
74 1 1.0 1.0 6.0
78 2 2.0 2.0 8.0
79 2 2.0 2.0 10.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80 1 1.0 1.0 11.0
81 4 4.0 4.0 15.0
82 1 1.0 1.0 16.0
83 1 1.0 1.0 17.0
84 5 5.0 5.0 22.0
85 2 2.0 2.0 24.0
86 5 5.0 5.0 29.0
87 8 8.0 8.0 37.0
88 6 6.0 6.0 43.0
89 1 1.0 1.0 44.0
90 5 5.0 5.0 49.0
91 1 1.0 1.0 50.0
92 4 4.0 4.0 54.0
93 1 1.0 1.0 55.0
94 5 5.0 5.0 60.0
95 4 4.0 4.0 64.0
96 3 3.0 3.0 67.0
97 7 7.0 7.0 74.0
98 5 5.0 5.0 79.0
99 2 2.0 2.0 81.0
100 1 1.0 1.0 82.0
102 4 4.0 4.0 86.0
103 2 2.0 2.0 88.0
104 2 2.0 2.0 90.0
105 2 2.0 2.0 92.0
107 4 4.0 4.0 96.0
110 2 2.0 2.0 98.0
111 1 1.0 1.0 99.0
112 1 1.0 1.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.32
Output Data Identitas Religius
Statistics
Identitas Religius
N Valid 100
Missing 0
Median 158.00
Mode 151a
Range 73
Minimum 117
Maximum 190
Percentiles 25 147.00
50 158.00
75 168.00
a. Multiple modes exist. The
smallest value is shown
Identitas Religius
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 117 1 1.0 1.0 1.0
120 1 1.0 1.0 2.0
121 1 1.0 1.0 3.0
124 1 1.0 1.0 4.0
130 1 1.0 1.0 5.0
131 1 1.0 1.0 6.0
132 1 1.0 1.0 7.0
135 1 1.0 1.0 8.0
136 1 1.0 1.0 9.0
138 1 1.0 1.0 10.0
139 1 1.0 1.0 11.0
140 1 1.0 1.0 12.0
141 2 2.0 2.0 14.0
144 3 3.0 3.0 17.0
145 4 4.0 4.0 21.0
146 3 3.0 3.0 24.0
147 2 2.0 2.0 26.0
148 2 2.0 2.0 28.0
149 4 4.0 4.0 32.0
150 1 1.0 1.0 33.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151 6 6.0 6.0 39.0
152 2 2.0 2.0 41.0
153 2 2.0 2.0 43.0
154 2 2.0 2.0 45.0
155 1 1.0 1.0 46.0
156 2 2.0 2.0 48.0
158 4 4.0 4.0 52.0
159 6 6.0 6.0 58.0
160 2 2.0 2.0 60.0
161 2 2.0 2.0 62.0
162 2 2.0 2.0 64.0
164 5 5.0 5.0 69.0
165 2 2.0 2.0 71.0
167 1 1.0 1.0 72.0
168 4 4.0 4.0 76.0
169 4 4.0 4.0 80.0
170 1 1.0 1.0 81.0
171 2 2.0 2.0 83.0
172 1 1.0 1.0 84.0
173 2 2.0 2.0 86.0
175 2 2.0 2.0 88.0
176 2 2.0 2.0 90.0
178 2 2.0 2.0 92.0
179 1 1.0 1.0 93.0
180 3 3.0 3.0 96.0
181 1 1.0 1.0 97.0
183 1 1.0 1.0 98.0
185 1 1.0 1.0 99.0
190 1 1.0 1.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3.33
Crosstabulation Identitas Religius - Jenis Kelamin
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
JK * IR 100 82.6% 21 17.4% 121 100.0%
JK * IR Crosstabulation
IR
Total 1.00 2.00 3.00 4.00
JK 1.00 Count 13 5 7 8 33
Expected Count 7.9 7.9 9.6 7.6 33.0
2.00 Count 11 19 22 15 67
Expected Count 16.1 16.1 19.4 15.4 67.0
Total Count 24 24 29 23 100
Expected Count 24.0 24.0 29.0 23.0 100.0
Keterangan : IR : Identitas Religius 1: Identitas Diffusion
2: Identitas Foreclosure
3: Identitas Moratorium
4: Identitas Achivement
JK : Jenis Kelamin : 1= Laki-laki
2= Perempuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HASIL WAWANCARA
1.
Nama Identitas Maria Intan Suryani (22 tahun)
Pekerjaan Mahasiswa
Waktu Selasa, 21 November 2017
Lokasi RM. Waroeng Steak
Keterangan
Ketua umum IKMK UNY (Ikatan Keluarga
Mahasiswa Katolik Universitas Negeri Yogyakarta)
periode 2016-2017
Latar Belakang Keluarga:
Intan Suryani adalah Ketua umum IKMK UNY (Ikatan Keluarga
Mahasiswa Katolik Universitas Negeri Yogyakarta) periode 2016-2017, semester
VII, program studi: Pendidikan Akuntasi UNY. Intan berasal dari keluarga
Katolik, dan ia dibaptis menjadi Katolik sejak masih bayi. Intan tinggal bersama
keluarganya yang berdomisili di Paroki Medari. Intan sejak kecil aktif dalam
kegiatan PIA, PIR, Misdinar, OMK, sempat juga menjadi pengurus di dalamnya.
Baris Pelaku Uraian Wawancara Tema
Baris 1-5
Krishna
Tadi Mbak Intan mengatakan bahwa ada
kerinduan untuk berdoa bersama lagi dengan
keluarga. Berarti Mbak intan merasakan waktu
itu Allah deket, dan sekarang bagaimana?
Pengalaman
Baris 6-10
Intan
Iya… karena terlalu sibuk, sok sibuk sih Ter,
karena moment-moment itu yang sungguh aku
nantikan. Ning yo sayang’e itu tadi… aku nya
lebih ngaboti yang di sini. Dan di sini pun
tanggungjawabnya udah seperti itu, jadi ya…
sering… yah… (senyum kecil).
Baris 11-15
Baris 16-20
Krishna
Perihal tentang doa keluarga yang telah
dilaksanakan sedari Mbak Intan kecil. Apakah
Mbak Intan bisa menikmati kebiasan doa
bersama di dalam keluarga yang boleh
dikatakan telah menjadi tradisi itu? Dan apakah
mbak Intan mengetahui apa yang menjadi
maksud dari orang tua membuat doa bersama
itu?
Intan Pada waktu kecil saya menganggap itu cuma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 21-25
Baris 26-30
kebiasaan saja, seperti kalau sebelum tidur harus
berdoa bersama. Dan itu telah menjadi
kebiasaan dan itu musti dijalani. Dan sekarang
saya sudah jarang melakukan kebiasaan itu,
akhirnya muncul sebuah rasa rindu untuk
berdoa bersama lagi bersama dengan keluarga,
namun saya juga menyadari ada tanggungjawab
menjalankan organisasi di kampus.
Krishna Kemudian tanggapan bapak bagaimana?
Baris 31-35
Baris 36-40
Baris 41-45
Intan
Kalau bapak tu terkadang… bapak tu gak bisa
marah, tapi ia tegas. Jadi seperti, misalkan kalau
ada sembahyangan di tetangga dan aku nya
malah pergi. “Ini tu tangga’mu dhewe lho..kok
kowe mala hora ngetok”. Kalau ada misa juga
dilingkungan bapak bilang “mbok kamu tu
srawung to, metu’o”. kalau liburan juga
misalnya kalau ada latihan koor, “ayo to Nok,
metu..melu latihan koor”. Kadang kalau
memang bener gak ada kegiatan aku ngikut sih,
tapi opo yo Ter..aku ngrasa dalam diriku seperti
“kan karena jarang ngumpul bareng dengan
teman2, aku merasa seperti ada beda, aku
merasa dilihat ama teman beda, sperti asing gitu
lho Ter…
Krishna Nah kalau Ibu, bagaimana?
Baris 46-50
Intan
Kalau ibu sih lebih manut sih Ter, jadi seperti
mengingatkan terus, tapi ya seperti bapak sih,
mbok dikurangi kegiatane..ayo kumpul-kumpul
kemana gitu. Atau kalau Bapak tugas sore di
gereja dan ibu belum ke gereja, mbok aku
diterke nenggereja. Ya gitu… gitu sih Ter.
Baris 51-55
Baris 56-60
Krishna
Kerinduan semacam apa yang Mbak Intan
rasakan ketika dulu setiap malam berdoa
bersama dengan keluarga, sekarang menjadi
jarang, sibuk dengan kegiatan kampus dan
tanggung jawab sebagai ketua IKMK? Dapatkan
Anda mengingatnya kembali bagaimana
prosesnya sampai Mbak Intan memiliki rasa
kerinduan tersebut?
Baris 61-65
Baris 66-70
Intan
Hehmmm… dulu tu saya tidak seperti ini. Saya
itu orangnya pendiam, dan di sekolah saya
susah bergaul, AnSos (Anti Sosial) banget...,
pendiam. Bahkan sampai sekarang, terkarang..,
saat mengikuti perkuliahan saya belum merasa
mempunyai teman. Berbeda ketika saya
mengikuti IKMK, karena teman-temannya
kebanyakan Katolik, dan saya merasa nyaman.
Setelah bergabung di dalamnya ternyata
menyenangkan.
Ketika saya mengikuti kegiatan-kegiatan di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 71-75
Baris 76-80
IKMK ternyata mampu mengubah, dan
membentuk saya hingga seperti sekarang ini,
dan itu juga berkat teman-teman di IKMK juga.
Teman-teman IKMK melihat saya adalah orang
yang dapat dipercaya untuk menyelesaikan
tugas, dan saya mampu
mempertanggungjawabkannya. Dan itu terlihat
ketika kemarin saya mengajukan diri sebagai
ketua IKMK, saya sangat-sangat merasakan
Gusti itu menolong aku banget…ha…haha
(tertawa).
Baris 81-85 Krishna Oh ya? Coba ceritakan!
Baris 86-90
Baris 91-95
Baris 96-100
Baris 106-110
Baris 111-115
Baris 116-120
Baris 121-125
Intan
Soalnya, kalau di IKMK tu Ter… yang
namanya jadi ketua IKMK tu semacam makan
sebuah… opo…yo? Makan buah simalakama
gitu Ter…ha…haha (tertawa). Karena tidak ada
yang mau. Dan, dulu tu sama sekali tidak ada
yang mau. Kalau di IKMK prosesnya tu lewat
LK (Latihan Kepemimpinan) terlebih dahulu.
Dulu tu saya hanya ditawari, ‘ini ada LK,
semacam ini… ayo ikut’. Temen-temen yang
lain sudah mengetahui, kalau mendaftar di LK
itu sama juga mengajukan diri menjadi ketua.
Jadi temen-temen tidak ada yang mau ikut.
Akhirnya saya cuma ngikut-ngikut aja kan?
Karena saya tidak ingin juga menjadi ketua dan
sebagainya. Akhirnya dengan kakak-kakak
tingkat, saya dibujuk-bujuk.. ‘ayolah… Tan,
ayolah Tan…’. Mungkin, karena mereka
percaya saya bisa atau bagaimana ya Ter..?
Padahal saya sendiri tidak tau-menau dan sok-
sokan wae lah Ter. Akhirnya saya mau. Tetapi
saya tidak pernah berpikir untuk sampai
menjadi ketuanya, dan cuma pengen ikut latihan
kepemimpinan saja.
Ketika sampai pada waktunya kita peserta LK
ditantang pada sebuah penawaran menjadi ketua
IKMK, dan dipersilahkan untuk maju ke depan.
Nah kebetulan yang maju ke depan itu MaBa
(Mahasiswa baru) semua. Nah, habis itukan
saya yo galau banget to yo… Jadi waktu itu…
seperti ini, aku satu-satunya kakak tingkat yang
ikut acara LK, dan yang benar-benar dari
angkatanku cuma saya sendiri. Nah…karna
yang maju tu perempuan semua, dan Maba
semua, habis itu saya berpikir, kalau IKMK
yang bentukannya seperti itu dan diketuai oleh
MaBa-MaBa dan perempuan lagi, yo piye yo…
ra tego? Saya merasa tidak tega saja. Karena
menurut teman-teman saya itu anaknya tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 126-130
Baris 131-135
Baris 136-140
tegaan.
Dari IKMK, aku mampu mengembangkan
segala potensiku, dan akhirnya dengan segala
ketakutanku… Jujur, sebetulnya saya tidak mau,
saya takut sekali, saat saya maju, saya takut
sekali, sambil menangis saya maju…
ha…haha… (tertawa). Malu-maluin Ter, wa…
haha…(tertawa). Karena saya merasa tidak tega,
apalagi melihat teman-teman Maba yang belum
kenal banget IKMK musti maju dan
mencalonkan diri. Itulah pertimbangan yang…
Stt… (bernafas sejenak) tau-tau saya maju ke
depan.
Krishna Terus dalam perjalannya bagaimana Mbak?
Baris 141-146
Baris 146-150
Baris 151-155
Baris 156-160
Baris 161-165
Baris 166-170
Baris 171-175
Intan
Saat pertama-tama terpilih itu, saya sempat
down, jatuh, karena…(bernafas sejenak) sambil
curhat yo Ter.. wha..haha (tertawa). Waktu itu
to Ter, saya kan punya pacar, dan pacar saya itu
mantan ketua IKMK yang tahun kemarin (2015-
2016). Jadi saat saya maju menjadi ketua
IKMK, dan pacar saya tu mantan ketua IKMK.
Terus… kan di IKMK ada yang namanya DPO
(Dewan Penasihat Organisasi). Nah aku,
memilih dia untuk menjadi DPO, karena dia
adalah satu-satunya ketua tahun kemarin. Kan
ada sangkut pautnya to Ter…? Setelah saya
pilih dia, selang beberapa…hari dia minta putus.
Jadi aku tu merasa seperti orang yang putus asa,
terus pengen menyerah… Aku belum dilantik
secara resmi, telah memilih dia sebagai DPO.
Aku merasakan, aku tidak mampu lanjut
menjadi ketua IKMK begitu lho Ter. Karena
permasalahannya kita sudah lama pacaran juga,
posisinya aku ketua dan dia DPO, dan
ketakutannya nanti kita tidak professional dan
seperti-seperti itu lho Ter, juga
pertimbangannya banyak sekali lho Ter.
Kemudian, saya curhat ke sana-kemari, ke
teman-teman. Dan teman-teman menyemangati
aku, ‘yo weslah ra popo, keputusanmu yo wes
apik, kowe wes ngene…ngene kie, dan kamu tu
udah berani sampai di sini, tidak seperti
aku…tidak seperti aku…’. Kan awalnya tu
teman-teman ku tidak mau to Ter, ‘tidak seperti
kita yang pengecut, gini…gini… do
menguatkan gitu-gitu Ter’ (kata teman Intan),
dan mereka sepertinya menguatkan saya gitu
lho Ter. Tapi juga sempat down banget, ya
karena seperti itu tadi..wha..haha (tertawa).
Krishna Dan terus akhirnya, teman laki-laki Mbak Intan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 176-180
bagaimana? Apakah ia tetap mau mendampingi
Mbak Intan?
Baris 181-185
Intan
Akhirnya, dia juga mendapingi. Jadi saya…
ya.., dalam proses pencarian pengurus anak-
anak buahku gitu lho Ter. Saya.., berproses
mencari anak buah, posisi aku baru saja putus
cinta dan DPO-nya tu mantanku sendiri, dan itu
rasanya ikkk..wuuu…haha…(gregetan)
Krishna Terus masuk kamar nangis, sempat?
Intan
Sering… Enggak-enggak ndhing… kalau nangis
aku gak di kamar.
Baris 186-190 Krishna Lha terus?
Intan Aku gak berani nangis di rumah.
Krishna
Lha terus? Berarti Mbak Intan gak pernah cerita
permasalahan Mbak ke orang tua?
Baris 191-195 Intan
Kalau ke orang tua, saya sedikit tertutup sih
aku...
Krishna Kenapa??
Baris 196-200
Baris 201-205
Baris 206-210
Intan
Enggak tau…, karena sedari kecil…. Gak…
Aku tu semacam… katanya temen-temenku lho
‘kalau punya masalah tu sering aku pendam
sendiri, gitu lho Ter…’. Jadi susah, dan
makanya itu saya tu AnSos (Anti Sosial) ama
teman-teman. Seandainya saya mempunyai
masalah sering kali saya selesaikan sendiri.
Dan, kalau sama keluaga saya tidak terlalu
terbuka. Tapi, bapak dan ibu biasanya
merasakan, dan tahu kalau saya baru ada
masalah begitu… Tapi mereka tanyanya ya gak
secara langsung gitu, paling yo nylamur-
nylamur gitu… Tapi aku gak pernah cerita.
Sesekali saya berbagi dengan teman-teman yang
benar-benar dekat dengan saya, akhirnya
mereka juga mau membantuku.
Krishna Jadi sempat cerita juga ke teman-teman?
Baris 211-215
Baris 216-220
Baris 221-225
Intan
Sebetulnya mereka tu udah tahu… mereka tahu
masalah ini.
Sempat juga terbesit.., kalau semisal, saya tahu
sebelumnya, kalau saya maju mencalonkan diri,
dan kemudian justru putus cinta dan
sebagainya.., saya mendingan tidak maju, dan
bagaimana… (bernafas sejenak) aku sempat
merasakan seperti itu. Teman-teman saya
banyak menyadarkan saya, ‘jangan seperti itu,
kamu tu sudah sampai di sini dan begini,
begitu…’. Tetapa pada waktu itu juga, saya
langsung balik menantang mereka, ‘OK…aku
maju, tapi kamu mau membantu aku dan
sebagainya?!!’ (bernada sedikit tegas). Dan
akhirnya saya maju, dan mereka pun mau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 226-230
Baris 231-235
membantu saya. Wha…haha….(tertawa) Lucu
gitu lho Ter… Jadi bener-bener sebelum
dilantik tu…eh…(berpikir) setelah dipilih dan
sampai sebelum dilantik itu kan selangnya satu
setengah bulanan, dan itu baru down-downnya
buangettt…
Kemudian pada waktu pelantikanku, dia
(mantan) datang di misa pelantikan, datang
bersama cewek barunya…wooo..aaa kan
tambah down lagi to Ter? (berekspresi sedih).
Krishna Cepet banget…?
Baris 236-240
Baris 241-245
Intan
Jadi.., putus, antara putus cinta sampai dia dapat
cewek baru itu hanya selang waktu seminggu,
eh.., sepuluh hari. Ehsstttt… (menghela nafas),
Ternyata.., udah-udah.. sebelum putus tu
udah… ehsstt… dan itu yang membuat tambah
semakin down (menghela nafas). Anak (pacar
mantan) juga satu kampus… Jadi.. sttt sumpah
rasane, pengen benci tapi kok gak bisa benci,
terus….haha…(tertawa)
Krishna Kenapa??
Baris 246-250 Intan Enggak tau…
Krishna Kok ngak tau?
Baris 251-255
Baris 256-260
Baris 261-265
Intan
Kan seharusnya kalau semacam itu seharusnya
saya boleh benci sama dia, haha… (tertawa).
Tetapi saya tidak bisa… Sejujurnya, saya
pengen banget benci sama dia.
Sampai teman-teman saya tu bilang, ‘Lho
kenapa kamu masih mikirin dia? Bukan mikir
sih, maksudnya: ngeharapin dia (mantan) lagi,
apalagi sekarang tu udah semacam itu.
Sudahlah, lupakan saja dia, orang seperti dia
tu..gini…gini…’.
Tetapi tetap saja, saya tidak bisa, tidak tahu
kenapa…
Tetapi, di satu sisi, dia-nya kan juga DPO-nya
juga to ya…? Nanti kalau misalnya renggang
hubungannya kan imbasnya ke organisasi to
Ter? Jadinya… Hem… (menghela nafas)
Krishna
Ataukah, apakah Mbak Intan takut nanti
organisasinya hancur karena peristiwa tersebut?
Apakah lebih mengarah ke arah itu?
Baris 266-270
Baris 271-275
Intan
Enggak…, bukan!! Bukan itu malahan… saya
tidak tahu, itu dari aku-nya sendiri… Kalau
untuk organisasi yang hancur itu udah…
(mikir), maksudnya: sejujurnya ‘aku tu pengen,
pengen benci sekali ama dia, tapi gak tahu aku
gak bisa… heh…hehh (berakting nangis), kan
aku sedih…’ (merengek)
Krishna Haha…aku bisa ngerti kok, terus sekarang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bagaimana perasaan Mbak ke dia dan
organisasi?
Baris 276-280
Baris 281-285
Intan
Kalau sama dia sih. Kalau saya ya Ter.., saya
mencoba untuk baik-baik saja di depan dia,
tetapi sejujurnya saya sangat hancur. Dan
teman-temanku juga tidak tahu, kalau
sejujurnya aku masih punya rasa…ama dia, tapi
ya bagaimana lagi to….ya di simpan saja…
hehe… sok-sok-an (mencoba menenangkan
diri).
Krishna
Apakah dulu Mbak tidak mengungkapkan isi
hati (perasan yang ndhongkol) Mbak itu?
Baris 286-290
Intan
Sempat…, dan dia juga bilang ‘di sini tu yang
salah tu sebenarnya aku’, dan itu sudah clear.
Tapi kok, nggak bisa benci dan gak bisa itu…
Gak bisa, gak bisa yang namanya benci tu gak
bisa.. hemmmm (merengek)
Baris 291-195 Krishna Ya malah bagus to? Di syukuri to!!.
Intan
Ya iya sih, tapi rasanya ya Allah…(mengelus
dada)
Baris 296-300
Baris 301-305
Baris 306-310
Baris 311-315
Intan
Terus dalam organisasi, saya bilang ama Ibnu
(Ketua I IKMK UNY), dia itu kan Maba, tapi
sebenarnya dia tu kan angkatan 2012. Saya
bilang: ‘kamu tu di sini bisa belajar, bisa belajar
professional, lebih bisa ngontrol emosi dan lain
sebagainya. Dan juga selalu menguatkan aku sih
ter. Jadi, angkatanku tu yang jadi penguruskan
cuma tiga. Jadi yang jadi temen deket ku cuma
tiga, dua temen’ku dan Ibnu itu. Mungkin aku
bisa merasakan Allah, Tuhan itu ada, dan baik
sama aku, lewat teman-teman seperti yang tadi
frater bilang tadi. Hadir lewat teman-teman
dekat yang selalu mensuport aku, jadi mereka
benar-benar tahu saat aku punya masalah dan
aku mencoba untuk menyembunyikannya,
mereka itu tahu… Mereka bilang “kamu tu gak
pinten ngapusi Tan”, padahal mereka cuma
melihat mukaku saja, “piye ono opo?”’.
Krishna
Di dalam keseharian sebagai mahasiswa,
bagaimana pergaulan Mbak Intan dengan
teman-teman beda agama?
Baris 316-320
Baris 321-325
Intan
Kalau yang non… karena aku awal-awalnya
sulit untuk bergaul ya…jadi aku jauh sih ama
teman-teman yang berbeda agama. Ada juga
tawaran dari mereka untuk bermain bersama,
karena aku ini orangnya suka menyendiri. Dan
mereka enggak yang terus… kalau sewaktu SD
tu ‘lho kok Gusti’mu ana telu je? Kok gusti’mu
duwe bapak karo ibu?’ tapi di sini teman-teman
tu lebih ke tanya seperti ini “Tan kalau di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 326-330
Baris 331-335
Baris 336-340
katolik tu kenapa Romo gak menikah? Kalau
menikah cuma sekali, dan gak boleh cerai? Jadi
yang seperti saling tuker informasi… Jadi kalau
di aku tu ada ini…ini, kalau di kamu ada
enggak? Kalau di aku ini haram-haram di kamu
haram tidak? Jadi beda dengan waktu aku SD.
Karena sewaktu SD aku tu katolik sendiri, dan
sewaktu pendidikan agama aku tidak boleh
keluar dan harus mengikuti pelajaran. Aku
belum menemukan temen-teman yang fanatik
sih Ter.
Tapi ada juga sih temen-teman yang
menemukan hal-hal yang semacam itu, dan
kebanyakan tu di fakultas MIPA, karena mereka
banyak yang bercadar begitu… dan ada juga
kakak kelas yang sudah pindah agama ke Islam.
Krishna Kalau boleh tahu ada berapa mbak?
Baris 341-345
Baris 346-350 Intan
Setahu saya ya Ter, kalau di FE (Fakultas
Ekonomi) tu ada satu, pindah karena pacarnya.
Terus temenku sendiri satu angkatan dari FIS
(Fakultas Ilmu Sosial) itu juga pindah, karena
kedua orang taunya berada di luar negeri,
kemudian ia dipengaruhi oleh temannya dan
akhirnya ia pindah agama. Bahkan ketua IKMK
periode 2014 pun juga pindah agama ke Islam.
Ya…hal ini agak di sesalkan sih ama teman-
teman angkatan tua.
Baris 351-355
Krishna
Mbak Intan ada keinginan untuk mengarah ke
sana tidak? Semisal pacar Mbak Intan Muslim
bagaimana?
Baris 356-360
Intan
Enggak.. Endak tahu kenapa dari dahulu tu aku
merasa gak tertarik ama yang beda. Jadi sempat
beberapa kali pacaran tu sama yang katolik
terus, dan sama cowok yang beda agama tu gak
ada ketertarikan sama sekali tu…
Krishna Apa itu karena didikan orang tua Mbak Intan?
Intan Ndak tahu juga, Ter…
Baris 361-365
Krishna
Apa orang tua Mbak intan berpesan, kalau
pacaran itu harus dengan yang seiman..
Intan
Enggak…Bapak tu bebas dan yang penting itu
bertanggungjawab.
Baris 366-370
Krishna
Di dalam keseharian sebagai mahasiswa, pernah
tidak Mbak Intan berbicara topik tentang
pemahaman iman Katolik?
Baris 371-375
Intan
Pernah Ter…yang terakhir tu kemarin sama
Ibnu.
Kami membahasan tentang ketertarikannya
(Ibnu) pada agama Hindu dan Budha yang
memiliki paham tidak seperti kita orang Katolik.
Karena Ibnu ini dulu keluarganya beragama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 376-380
Islam. Saya bertanya, ’kenapa kamu masih
bertahan di Katolik ini, alasannya apa?’ Dan
Ibnu sendiri merasa lebih cenderung karena
kepada ajaran tentang kasihnya orang Katolik.
Krishna
Dalam masa perkuliahan, apakah pernah Dosen
memberikam materi tentang Paham Allah
(Allah Tritunggal)?
Baris 381-385
Intan
Saya belum pernah diajari, tidak ada materi
tentang Allah Tritunggal.
Dalam pelajaran Agama itu, cuma dipelajari
perihal Gereja, tentang Aborsi, perkawinan
Katolik.
Baris 386-390
Krishna
Apa yang Mbak ketahui tentang inti iman
(paham Allah) dalam agama Katolik?
Pengetahuan
Baris 391-395
Baris 396-400
Intan
Tritunggal? Bener gak ya? Yang Allah
Tritunggal itu Ter.., yang Allah Bapa, Putra dan
Roh Kudus itu ya?
He… hehe (merengek, kebingunggan)
Kalau saya secara pribadi agak kesulitan
memahaminya sih Ter, jujur ya.., karena sedari
kecil tidak pernah diajari semacam.., misalnya:
sebetulnya Gusti itu ada satu, tapi ada tiga,
pokoknya seperti itulah… dan itu juga masih
proses pembelajaran saya juga sih. Allah, Putra
dan Roh Kudus… (bingung) piye yo ter?
Krishna Bagi Mbak Intan sendiri, Yesus itu siapa?
Baris 401-405
Baris 406-410
Intan
Yesus itu, manusia yang diutusan Allah, tapi
kalau utusan Allah itu kan Nabi… (berpikir
sejenak, binggung), agar manusia itu lebih
percaya akan adanya Allah. Makanya, Allah
mengirim Yesus buat menyelamatkan manusia,
begitu-begitu… Yesus itu lebih berupa utusan,
yang berasal dari Allah. Yesus itu bukan Nabi,
Yesus itu perwahyuan Allah, Ter..
Krishna
Bagi Mbak Intan, dalam kehidupan keseharian
Mbak Intan Allah itu berperan sebagai apa?
Yang khas dalam kehidupan Mbak Intan.
Baris 411-415
Intan
Peran khas Allah? Apa ya Ter? Aku
bingung…aku gak bisa menjelaskannya.
Krishna
Kalau menurut mbak Intan sendiri, Allah itu
Mbak gambarkan seperti apa?
Baris 416-420
Baris 421-425
Intan
Allah…itu selalu ada. Entah saat saya
membutuhkan, entah saya tidak membutuhkan
Allah itu selalu ada. Terkadang, secara gak
sengaja ngapain gitu lho Ter, dalam beberapa
kejadian justru mengingatkan saya akan Allah.
Misalnya, saat melihat kecelakaan di jalan, Ya
Tuhan.., untung tadi saya mampir dulu ke sini,
untuk saya begini, tidak melewati jalan ini
duluan, habis itu langsung saya teringat akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 426-430
Baris 431-435
Baris 436-440
Baris 441-445
Baris 446-450
Tuhan. Kemudian, saya mengucap syukur,
kecelakaan itu tidak terjadi pada diri saya. Jadi,
entah dibutuhkan, entah tidak Allah itu selalu
ada dalam hidup saya.
Dan, ketika aku merasa butuh Allah pun, Allah
itu selalu ada buat saya. Manusia itu juga punya
nilai manusiawi juga kan Ter.., ha..haha
(tertawa kecil), jadi ketika saya berbuat dosa
pun, saya merasa bersalah, merasa diingatkan
untuk tidak berbuat dosa lagi. Dan kalau saya
berbuat dosa kembali, karena saya lupa, saya
minta maaf lagi, ha… haha (tertawa). Kalau,
bagi saya sih Allah itu selalu ada. Entah…entah
di mana, kapan, Allah itu selalu ada…
Dan, terkadang pun ini, niatan berbuat jahat,
misalkan pengen mbolos kuliah, habis tu
kemudian diingatkan, ‘setelah kamu bolos nanti
begini…begini’, ha…haha (tertawa) tidak tahu
itu pikiran dari mana, tetapi itu selalu ada..
ha…haha.
Terkadang binggung juga sih memahani Allah
semacam apa, karna Allah tidak bisa
digambarkan, masih tidak tahu bentuknya
bagaimana…
Krishna Tetapi, Mbak Intan percaya akan Allah?
Baris 451-455
Baris 456-460
Intan
Saya percaya, selalu percaya.
Tetapi, terkadang saya begini.., ntah kenapa
saya itu lebih merasakan kehadiran Allah itu
ketika saya dalam situasi down. Tetapi, ketika
saya bahagia, ingat tetapi tidak selalu ingat
begitu lho Ter. He… hehe (tertawa). Jahat sekali
saya ini ya Ter? He…hehe.., jahat banget
sumpah. Rasa besyukurnya saya agak kurang.
Krishna
Apa yang menjadi peran khas Allah dalam
kehidupan diri Mbak?
Baris 461-465
Baris 466-470
Intan
Apa ya? (sambil berpikir)
Kok sulit to Ter? Saya kesulitan dalam
membahasakannya… Kekhasan Allah itu selalu
ada, dan selalu mendampingi. Dan itu hanya
sekedar saya pikir-pikirkan dan tidak terlalu di
ini banget sih… apa sih ter? Bingung
(berpikir)…pertanyaan ini susah Ter..kalau
dalam pelajaran agama tu tentang, gereja,
perkawinan, aborsi dan seperti-seperti itu…
Baris 471-475
Krishna
Di saat Mbak Intan ingin benci dengan
seseorang, namun Mbak Intan tidak mampu
membenci. Pergulatan hati semacam apa yang
Mbak Intan rasakan?
Nada/Kadar
Emosi/
Perasaan
Intan
He… hehe… (ketawa kecil) ya seperti tadi tu
Ter. Aku tu pengen benci sama dia, dan kalau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 476-480
Baris 481-485
Baris 486-490
Baris 491-495
benci kan biasanya tidak mau melihat dia, kalau
ada nama dia disebut terus jadi malas
mendengarkan, malas komunikasi, dan lain
sebagainya. Kemudian, tidak mau
berkomunikasi dengan dia. Dan, saya hanya
mohon ke Tuhan untuk membuat agar saya
baik-baik saja, ‘Tuhan tolong beri aku kekuatan,
tolong jaga hati saya, agar aku terlihat juga
baik-baik saja’. Ya mungkin setelah itu agak
sedikit baper (bawa perasaan). Setiap kali kalau
kita mau ketemuan, ya gimana… to ter rasanya
itu. Kan ada juga pertemuan untuk kita bertemu
membahas apa gitu. Ya aku bilang “Tuhan
tolong jaga hatiku, biar aku tu terlihat baik-baik
saja”. He…hehe (menertawakan dirinya sendiri)
kan lucu.. ya aku tu pengen di depan orang, aku
terlihat baik-baik saja. Saya ingin tunjukkan ke
dia, sehabis saya dipermainkan, saya masih bisa
berdiri. Cah (anak) cinta banget ya… ha..haha
(tertawa).
Baris 496-500
Krishna
Dari cerita Mbak Intan tadi, Mbak mencoba
untuk fear dengan diri dan lingkungan sekitar.
Mbak Intan tetep pengen maju, dan tidak egois
dengan diri sendiri. Selain kekuatan dari teman-
teman yang berada di sekitar Mbak intan, dari
mana lagi Mbak Intan memperoleh sumber
kekuatan itu? Adakah yang lain?
Baris 501-505
Baris 506-510
Baris 511-515
Intan
Kalau ketika itu…Aku gak tau…, lebih sering
sendirian pergi ke Gua Maria mana gitu… jadi
bulan Desember tu pergi ke Jatinigsih-kah…ke
Sendang Sono, atau ke mana gitu… aku pengen
sendiri dulu.
Saya ingin membuat nyaman dulu diri ini.
Kalau ama teman terkadang aku merasa kurang
nyaman. Jadi aku musti lari ke sana. Terkadang
teman-teman juga tanya, kamu habis dari
mana’e? dari Sendang Sono… ‘kok gak ajak-
ajak, kok sendirian mulu sih? Mbokan kalau
kesana tu ajak-ajak’ (kata temannya).
Krishna
Terus setelah pulang dari sana, Mbak
mendapatkan sebuah kelegaan tersendiri?
Baris 516-520
Intan
Iya…, tapi ya gak lega sepenuhnya, bertahap
begitu Ter.. he..hehe (tertawa kecil).
Ketika aku sesek banget, aku pasti ke sana.
Krishna
Apa yang lalukan di sana? Berdoa, atau
semacam curhat (curahan hati) begitu?
Baris 521-525
Intan
Kalau di sana, saya selalu curhat terlebih
dahulu. Kemudian setelah itu, saya minta untuk
selalu dikuatkan dan didampingi selalu. He..
hehe, gak tau kalau saya berdoa tu selalu minta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
untuk selalu didampingi.
Baris 526-530 Krishna
Nah.., kalau Mbak Intan tu berdoa, lebih sering
kepada Bunda Maria atau kepada Tuhan Yesus?
Baris 531-535
Intan
Nah itu, kalau aku biasanya di depan patung
Bunda Maria tu langsung berdoa kepada Allah.
Jadi.., aku bilang ‘Ya Bapa…’ gitu lho Ter. Jadi
pertama ke Allah, terus minta perlindungan dan
pendampingan dari bunda Maria. Tapi dalam
setiap doa, pertama kali mengarah kepada
Allah, baru setelah itu… kalau sama Bunda
Maria lebih pada curhat-nya saja, dan minta
perindungan dan pendampingan sama Allah.
Baris 536-540
Krishna
Apa pendapat Mbak Intan berhubungan dengan
pemahaman iman katolik yang dihubungkan
dengan identitas religious? Apakah itu saling
terkait? Mohon jelaskan!.
Pendapat
Baris 541-545
Baris 546-550
Baris 551-555
Baris 556-559
Intan
Mungkin iya juga sih ya Ter, kalau semakin
dewasa seseorang seharusnya semakin lebih
ini…(berhenti sejenak) sih pemahamannya.
Mungkin wawasannya lebih terbuka to Ter…
lebih…ke…hehe (tertawa).
Kalau saya sendiri sih, semakin dewasa semakin
tahu sih. Tetapi terkadang begini Ter.., pernah..,
pernah.., pernah.., semacam semakin gedhe
(tumbuh dewasa) kan semakin terbuka, tahu,
diajari yang ilmiah dan sebagainya, seperti:
manusia pertama dan sebagainya. Kadang,
pernah lho Ter, aku ini semacam…(mikir),
misalnya: saat membaca Kitab Suci tentang
Adam dan Hawa, Tuhan menciptakan
kayak…kayak gitu.. terus saya mikirnya, lho…h
kan manusia purba… seperti… seperti itu
(berpikir). Kadang.., kadang.., saya sempat
menghubung-hubungkan dengan yang semacam
itu.., he…hehe (tertawa).
Baris 561-566
Krishna
Kemudian, bagaimana proses Mbak Intan
sampai pada keputusan ‘oh iya apa yang
diajarkan orang tua dulu tentang agama Katolik,
saya imani, saya yakini bahkwa itu benar’?
Baris 571
Intan
Bagaimana ya? Kalau dipikir-pikir benar juga
sih.., haha (tertawa kecil). Ya sudah, tetapi gak
perlu dipikir-pikir dan kemudian tidak perlu
sampai pada dipecahkan masalah itu, dan itu
hanya kepikiran saja. Haha…
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.
Nama Informan Theresa Sekar Wening (19 tahun),
Pekerjaan Mahasiswa
Waktu Rabu, 22 November 2017
Lokasi RM. Bale Bebakaran UNY
Keterangan Anggota Misa Kampus UGM
Latar Belakang Keluarga:
Theresa Sekar Wening (19 tahun) adalah mahasiswi dari Fakultas Sastra
Nusantara Universitas Gadjah Mada, semester III, selain itu ia juga tercatat
sebagai mahasiswi Institut Seni Indonesia, semester III. Tesa aktif dalam
organisasi Misa Kampus UGM, selain itu ia terlibat sebagai lektor di gereja. Tesa
berasal dari keluarga katolik, dan ia dibaptis sedari bayi. Tesa masih tinggal
bersama dengan keluarganya, dan berdomisili di Paroki Keluarga Kudus,
Banteng.
Baris Pelaku Uraian Wawancara Tema
Baris 1-5
Baris 6-10
Krishna
Peristiwa tertentu apa yang membuat Mbak
Thesa tertarik untuk mencari hadir-
Nya/keberadaan Allah dalam hidup keseharian
Anda? Dapatkan Mbak Thesa mengingatnya
kembali bagaimana prosesnya sampai Anda
mengetahui apa yang Anda percayai itu?
Pengalaman
Baris 11-15
Baris 16-20
Baris 21-25
Thesa
Sewaktu SMA, dan berkaitan dengan
perekonomian keluarga. Pada waktu itu SPP
saya mahal sekali. Hampir Rp 700.000,00
perbulan. Kemudian uang gedung sekolah juga
mahal. Ya..sekarang saya bisa memaklumi hal
itu, karena maklum sekolah swasta, favorit dan
bermutu di Yogyakarta. Jadi untuk harga
segitu, boleh dikatakan seimbanglah dengan
fasilitas-fasilatas sekolah yang diberikan.
Cuma masalahnya di dalam keluarga kami
semuanya masih sekolah, sama-sama butuh
biaya. Kakak saya yang pada waktu itu kuliah,
dengan praktek yang musti ia jalani, dan tentu
saja uang yang ia butuhkan juga banyak. Selain
itu, adek saya juga sekolah SMP swasta.
Terkadang kami dalam membayar SPP
tersendat-sendat. Dan tidak jarang,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 26-30
Baris 31-35
Baris 36-40
Baris 41-45
Baris 46-50
Baris 51-55
Baris 56-60
Baris 61-65
Baris 66-70
Baris 71-75
pembayaran SPP saya sering dikalah-kalahkan,
karena kakak saya musti bayar kuliah, kalau
tidak membayar kakak saya tidak bisa kuliah
dan mengikuti praktek di kampus. Kemudian
untuk SPP adek lebih murah dari biaya SPP
saya, jadi SPP adekku lah yang didahulukan.
Jadi pernah, berapa bulan tidak membayar
SPP, dan setelah punya uang baru dibayarkan.
Dan tentu saja tagihan untuk pelunasan SPP itu
semakin menumpuk. Dan pada waktu itu, pada
ujian akhir semester, perasaan hati saya tidak
nyaman, semacam kemrungsung gitu lho Ter.
Persoalannya, duh bagaimana ini, besok saya
sudah mulai UAS, dan dari pihak sekolah
minta untuk segera melakukan pelunasan SPP.
Hal ini saya alami juga sewaktu saya masih
SMP. Kakak saya SMA nya di negeri dan adek
saya SD nya di Kota Baru. Dan sama… SPP
saya adalah yang paling mahal. Sebenarnya,
pada waktu itu saya merasakan hal tersebut,
namun karena masih SMP jadi saya tidak
terlalu memikirkan akan hal tersebut. Karena
saya masih kecil. Ibu cuma bilang ‘sabar ya
Thes.., ibu belum ada uang, besok kalau ada
uang ibu pasti lunasi. Sabar ya…’. Dan, saya
hanya bisa bilang ‘ya…’. Dan setelah SMA,
saya berpikir tentang kondisi, dan situasi
tersebut, ‘duh…ini uangnya dapat darimana?,
terus ini bagaimana, sudah seharusnya
membayar SPP namun belum bisa membayar,
dan besok sudah UAS’. Dari rasa keburu-buru
itu saya mulai menyangsikan akan hadirnya
Allah. Kalau Tuhan memberi rejeki kepada
keluarga saya kok sepertinya tersendat-sendat,
kenapa to? Padahal usaha bapak sudah cukup
keras. Dan, hasil yang didapat tu tidak
seberapa. Terkadang saya protes sama Tuhan,
‘Tuhan tu gimana to.., apa saya ini salah dalam
berdoa ya?’ ha..haha (tertawa). Karena dalam
saya berdoa, saya mengucap ‘Tuhan berilah
bapak-ibu rejeki yang secukupnya’.
Maksudnya dulu saya berpikir, kenapa pada
waktu itu saya berdoa seperti itu supaya ‘aku
akan selalu berdoa’ tu lho Ter. Hari ini saya
berdoa, besok saya berdoa, dan untuk
kelangsungan kehidupan selanjut-selanjutnya.
Dan saya berpikir ‘apa saya salah berdoa, apa
saya besok dalam berdoa minta yang melimpah
saja pada Tuhan?’. Dulu saya pernah berpikir
seperti itu, ha..haha (sambal tertawa).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 76-80
Baris 81-85
Baris 86-90
Baris 91-95
Baris 96-100
Baris 101-105
Baris 106-110
Kemudian, habis itu… em.., memang SPP itu
akhirnya terbayarkan, cuma setelah kepepet-
kepepet gitu lho Ter…
Tetapi saat kepepet-kepepet itu, saya menjadi
berpikir ‘ya.., memang Tuhan punya rencana,
kalau memang harus bayar SPP harus mepet’.
Cuma, nanti kalau mengalami hal yang sama,
kemrungsung lagi pasti berpikir kembali pada
hal yang sama. Dahulu, saya juga sempat
menyangsikan, ‘bapak-ibu sudah bekerja keras,
namun yang didapatkan cuma segitu-gitu aja
tu, terus yang namanya Tuhan itu di mana?’
saya pernah berpikiran seperti itu, dan saya
pada waktu itu tidak berpikiran, bahwa saya
dapat hidup sejauh ini juga karena campur
tangan Tuhan, kalau bukan karena Tuhan siapa
lagi’. Pada waktu itu saya tidak berpikiran
semacam itu lho Ter, cuma gara-gara masalah
perekonomian keluarga saya sempat
menyangsikan Tuhan. Ya ampun…saya jahat
banget. Ha…haha (tertawa malu). Ya palingan,
kalau kepepet-kepepet gitu, saya terus ‘aduh…
kok seperti ini, dan nanti kalau semuanya itu
sudah terjadi o.., ya sudah. Dan, memang ya
harus seperti itu, nanti kalau kepepet lagi
kembali mengeluh lagi’. Tetapi, semenjak
kuliah tidak terlalu seperti dahulu lagi, sudah
seperti…ya nanti pasti sebelum saatnya
tenggang waktu habis untuk bayar UKT pasti
Tuhan memberikan banyak cara lewat
usahanya bapak, biar saya bisa membayar
UKT. Dan sekarang mikirnya sudah seperti itu
sih Ter. Sekarang kan sudah terasa lebih lega,
karena membayarnya tiap semester, dan bukan
tiap bulan sekali. Dan jadinya, ngerasa..oh
ya… ha…haha (tertawa).
Baris 111-115
Krishna
Dari pengalaman Mbak Thesa yang merasa
Tuhan itu terkadang terlambat. Mbak Thesa
pernah tidak, marah dengan Tuhan kemudian
berhenti berdoa? Kan tadi Mbak Thesa
menceritakan bahwa Mbak Thesa merasa kata-
kata yang diucapkan itu salah. Bagi Mbak
Thesa sendiri bagaimana?
Baris 116-120
Thesa
Hmmmm… (berpikir). Biasanya saya masih
tetap berdoa, karena ibu selalu mengingatkan
kepada saya ‘tidak apa-apa, sabar, nanti pasti
Ibu bayar’, Ibu selalu mengatakan itu kepada
saya. Jadinya, saya tetap berdoa. Cuma sekali
dulu saya pernah merasakan seperti ‘saya
sudah berdoa giat, tetapi kenapa Tuhan tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 121-125
Baris 126-130
Baris 131-135
Baris 136-140
Baris 141-145
Baris 146-150
Baris 151-155
Baris 156-160
Baris 161-165
Baris 166-170
mengabulkan permohonan saya?’. Waktu itu
saya mengikuti ujian SMM (jalur rapot
sekolah). Dan dahulu saya pernah sekali
memakai Tarot. Dan dia yang membaca tarot
saya itu bilang ke saya ‘mau masuk kuliah di
mana?’, kemudian saya jawab ‘sastra nusantara
UGM’. Kemudian dia bilang ‘bisa kamu
masuk, kamu tu kuat untuk cukup kuat masuk
ke sana, cuma kamu akan banyak sekali
dihalangi karena kamu menggunakan nama
baptis Theresa. Karena di luar sana, karena ada
nama baptis akan lebih banyak dipersulit.
Tetapi kamu berdoa yang lebih giat saja,
yakinlah kamu bisa masuk di Sastra Nusantara
UGM’.
Dari hal itu, saya menjadi terpancing untuk
berdoa lebih giat, kemudian saya berdoa
novena macam-macam, dan tidak pernah
terputus-putus. Saya berdoa Novena Tiga kali
Salam Maria dan Novena Hati Kudus Yesus.
Sampai jam 24.00 WIB pun saya jalani itu.
Jadi tepat jam 24.00 WIB saya bangun,
kemudian cuci muka lalu berdoa. Dan juga jam
19.00 WIB sembilan hari secara berturut-turut
saya jalani, sampai habis Sembilan hari masih
tetap saya lanjutkan untuk berdoa. Dan giat
sekali saya berdoa pada waktu itu. Dan, begitu
pengumuman SMM, saya tidak lolos
(menghela nafas sejenak). Dan pada waktu itu
nangis, kemudian saya bilang ke Ibu ‘Bu…lha
aku tu sudah berdoa macam-macam, kok
Tuhan tidak mengabulkan doa saya. Tuhan ini
bagaimana to?’ Kemudian Ibu menyadarkan
saya, ‘lha kalau mindset’mu seperti itu salah.
Sudah.., sekarang kamu berdoa mohon ampun
karena sudah menyangsikan Tuhan. Pasti ada
jalan lain’. Kemudian saya berdoa sambil
nangis-nangis begitu Ter. Kalau saya disuruh
mengikuti ujian SBMPTN (Seleksi Bersama
Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dan UM
(Ujian Mandiri), saya tidak pede dengan
kemampuan diri saya. Terus akhirnya saya
berdoa, dan mohon ampun kepada Tuhan, dan
terus berdoa sambil belajar untuk
mempersiapkan UM dan SBMPTN.
Sewaktu ujian SBMPTN saya takut banget,
karena kalau jawab salah itu dikurangi, kalau
di kosongkan tetap nol, tetapi kalau benar
pointnya empat. Nah pada waktu itu, sudah
banyak jawaban yang saya kosongkan, karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 170-175
Baris176-180
Baris 181-185
Baris 186-190
Baris 191-195
Baris 196-200
Baris 201-205
Baris 206-210
Baris 211-215
saya takut sekali. Akhirnya SBM saya kembali
tidak lolos. Kemudian saya mencoba untuk
mengikuti ujian masuk di ISI, dan saya
diterima di sana. Habis itu saya baru mengikuti
Ujian Mandiri. Pada waktu itu juga, Bapak
bertanya kepada saya ‘kalau kamu di terima di
UGM bagaimana?’ Kemudian saya jawab ‘ya
tidak saya ambillah Pak, karena saya sudah
masuk di ISI.’ Begitu selesai, dan
pengumuman, dan pada waktu itu saya hanya
iseng saja, pengumuman itu jam 07.00 WIB
dan saya sengaja untuk membukanya jam
08.00 WIB. Karena saya berpikir,
‘halah…saya pasti tidak masuk…’. Begitu
saya buka ada tulisan ‘Selamat saudari atas
nama Theresa Sekar Wening di terima di
jurusan Sastra Nusantara, seperti gitu…’ Terus
saya langsung diam gitu, dan saya serasa tidak
percaya gitu lho Ter (sambal tersenyum,
tertawa kecil). Kemudian saya jalan ke luar
dari kamar ‘kok ada namaku’ aku bilang begitu
(sambal tertawa). Kemudian saya bilang ke
Bapak, ‘Pak, aku diterima di UGM’. Terus,
saya senang. Kemudian saya bilang ke Bapak,
‘Pak, kalau semisal saya masuk dan kuliah di
UGM saja bagaimana? Karena saya ingin
masuk di UGM sedari saya kelas 11’.
Kemudian Bapak berkata ‘ya tidak apa-apa’.
Nah, saat kami sekeluarga liburan di
Wonosobo, Bapak bilang ‘Thesa…kalau kamu
kuliah dua, kamu bisa tidak? Kalau kamu mau,
cobalah satu semester dulu saja, dan kalau satu
semester itu kamu merasa tidak kuat ya sudah
di akhiri, dan tidak usah di lanjutin’. Puji
Tuhan saya merasa kuat sampai dengan
semester ini. Dan, kalau diingat-ingat kembali,
ya… e…ya (sambil berpikir), kalau dahulu
saya bilang ‘Tuhan itu di mana, setelah saya
novena gila-gilaan seperti itu kok permohonan
ku tidak dikabulkan?’. Sebenarnya itu salah,
karena Tuhan itu pasti punya jalan, e… seribu
satu cara supaya saya ini tetap dapat masuk
UGM. Dan ternyata itu terbukti. Berarti
novenaku kan juga tidak sia-sia to Ter, ternyata
bukan masuk melalui SMM. Memang rejeki
saya tidak di situ, tetapi melalui ujian UM,
seperti gitu sih Ter.
Krishna
Apa yang Mbak Thesa ketahui tentang paham
Allah di dalam pemahaman orang Katolik?
Pengetahuan
Thesa Kalau menurutku sih Ter, Allah-nya orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 216-220 Katolik itu satu, tiga di dalam satu. He..hehe
(tertawa kecil)
Krishna
Bagi Mbak Thesa sendiri Tuhan Yesus itu
siapa?
Baris 221-225
Baris 226-230
Baris 231-235
Baris 236-240
Thesa
Tuhan Yesus itu Bapak, karena…ketika saya
ditawari Bapak, ‘hendak sekolah di Stece atau
Stero? Masuk sekolah di Stece susah, biayanya
mahal. Lebih baik masuk Stero saja, dan
menurut Bapak kamu lebih bisa berkembang di
Stero’. Kemudian saya bersedih, kenapa saya
tidak dapat memilik sekolah yang saya
inginkan? Setelah itu saya berdoa sambil
nangis, hehe… (tertawa). Dalam doa, saya
bilang ‘Tuhan saya pengen sekolah di Stece’.
Setelah selesai berdoa, saya bilang ke Bapak,
dan yang saya rasakan sungguh lega dan saya
tetap memantapkan hati ingin sekolah di Stece.
Dan akhirnya saya bisa sekolah di Stece dan
dapat lulus juga dengan baik. Jadi ketika saya
mengalami sebuah kesulitan, saya mengambil
waktu untuk berdoa. Setelah saya berdoa, ada
sebuah kelegaan yang saya dapatkan. Saya
merasakan semua itu dilancarkan, dan
dimantapkan. Jadi setelah aku berdoa tu yang
tidak nyaman menjadi nyaman.
Baris 241-245 Krishna
Apa peran khas Allah dalam pengalaman
keseharian Anda sebagai seorang remaja
Katolik?
Baris 246-250
Baris 251-255
Thesa
Allah sebagai pemberi segalanya. He…hehe
(tertawa kecil). Terkadang dalam keseharian
itu muncul, saat di rumah tidak ada makanan,
tiba-tiba tetangga datang dan memberi
makanan. Seperti “ini masaknya banyak, dan
dianterin makanan ke rumah” Juga di saat
tidak ada uang, raba-raba saku baju, lho ada
uang. Seperti Tuhan tu mengingatkan, ‘Thesa..,
pakai baju ini lho, habis itu kamu raba-raba
sakunya nanti ada uangmu’. Bapak yang
memberi segalanya.
Baris 256-260
Krishna
Terus, ketika bersama dengan teman-teman
pernah tidak mendiskusikan tentang Allah,
atau paham tentang Allah dalam Katolik? Atau
kamu ditanyain oleh teman-teman.
Baris 261-265
Thesa
Ketika aku ditanya, aku menjawab Ter, tapi
aku gak pernah menceritakan apa ya… karena
aku takut, dan aku belum tahu pola pemikiran
mereka kan Ter. Dulu pernah aku diajak sholat
ama teman, habis tu aku sebel to Ter.., karena
agamaku tu persoalan aku dengan Tuhanku,
orang lain gak berhak ngejok-ngejoki aku,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 266-270
Baris 271-275
Baris 276-280
Baris 281-285
terus aku seperti kaya udah..gak… (berpikir),
mungkin gak berani terlalu terbuka dan terlalu
gegabah. Soalnya aku terlalu takut karena
mereka ternyata fanatik, jebul…aku sekarang
yang gak punya teman, malah nantinya tambah
aku gak punya teman.
Kemudian setelah berdinamika, mereka
bertanya..”kamu tu Katolik apa Kristen to?” ya
aku jawab ‘aku Katolik’. Nah, kalau Katolik tu
doanya seperti apa sih? Dan aku jelaskan ke
mereka, ya kalau ke gereja tu ikut misa. “nanti
ada lagu [puji-pujiannya Te?” (tanya
temannya), ia ada… “kamu aktif gak di gereja
Te?”, dan ku jawab ‘ya lumayan, karena aku di
gereja jadi lektor’. Dan terkadang aku ijin ke
teman-teman, saat kalau ada rapat begitu ‘e..,
aku ke gereja dulu ya..’ dan mereka juga
mengijinkan “iya gapapa, iya kamu ke gereja
dulu aja”.
Krishna
Kalau Mbak Thesa sendiri, dalam berdoa
sering mengarah kepada siapa? Bunda Maria,
Tuhan Yesus atau kepada Allah?
Nada/Kada
Emosi/
Perasaan
Baris 285-290
Thesa
Kalau saya lebih kepada Tuhan Yesus, karena
jika dibandingkan novena Tiga Kali Salam
Maria, saya lebih sering berdoa Novena Hati
Kudus Yesus. He…hehe (tertawa).
Baris 291-295 Krishna
Sebagai seorang remaja Katolik, bagaimana
Anda menghayati makna kehadiran Yesus
dalam kehidupan Anda? Apakah Anda merasa
bimbang tentang Allah?
Baris 296-300
Baris 301-305
Baris 306-310
Baris 311-315
Thesa
Saat menjalani perkulihan di dua tempat
Perguruan Tinggi, saya pernah merasakan
capai. Namun saya tidak berpikiran seperti
dahulu, yang menyangsikan Allah, namun
lebih pada ‘capai ya gimana, harus dijalani’.
Paling tidak saya cuma berbagi dengan Ibu,
‘saya capai Bu…’, dan Ibu kemudian
menguatkan saya. Bagi saya, perkuliahan ini
ada semacam siklusnya. Jadi dalam awal
semester itu saya pasti giat, semangat, dan
begitu mendekati akhir semester, itu…tu
semacam ketumpuk-tumpuk gitu, terus nanti
saya bakalan seperti capai sendiri, dan nanti di
awal semester, kemudian mengisi KRS saya
merasa kembali capai. Lho jadwal mata
perkuliahan ini kok bentrok dengan mata
perkuliahan ini. Juga di sini saya hanya bisa
dapat ambil enam SKS padahal di sana saya
bisa mengambil 24 SKS. Dan seandainya saya
tukar, di sini saya hanya dapat ambil 16 SKS,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 316-320
Baris 321-325
Baris 326-330
Baris 331-335
sayang padahal IP saya bagus dan dapat
mengambil jumlah SKS yang lebih, dan di
sana juga saying karena IP saya juga bagus.
Jadi lebih begitu lho Ter… Di sini tidak bisa
mengambil SKS yang banyak, di sana juga
tidak dapat mengambil SKS banyak juga. Jadi
semacam capai sendiri kalau mengisi KRS.
Tapi begitu semester tiga ini, saya sudah
mengetahui cara mengatasinya, dan setelah
mengisi jadwal KRS saya merasakan seperti
Tuhan sudah mengatur segalanya, buktinya
saya di sini dapat mengambil berapa SKS, dan
di sana dapat mengambil berapa SKS, dan
semua itu dapat balance. Jadi, tidak merasakan
tidak secapai semester-semester awal. Jadi
tidak ada yang bentrok. Itu mulai dari semester
II, karena dalam semester I aku mendapatka 3
nilai E. dan semester II kemarin tidak ada yang
E karena jadwalnya sudah bisa tertata, tetapi ya
masih setres di sini bentrok, dan kalau
dikurangi rasanya eman. Tapi sekarang ini
dikurangi tidak seberapa tapi disini dapat
menambah banyak. Jadinya tidak terlalu capai.
Krishna Kenapa dapat nilai E?
Baris 336-340
Baris 341-345
Thesa
Karena jadwalnya barengan Ter, di UGM
kuliah, dan di ISI juga kuliah, dan di UGM
yang udah masuk duluan makanya tidak aku
lepas dan di ISI yang aku lepas. Jadi di ISI tu
aku gak pernah masuk, gak pernah ujian, jadi
nilaiku E. Ya udah…jadi aku harus mengulang
lagi di semester ini.
Baris 346-350
Krishna
Apa pendapat Anda berhubungan dengan
pemahaman iman Katolik yang dihubungkan
dengan identitas religius? Apakah itu saling
terkait? Mohon penjelasannya!
Pendapat
Baris 351-355
Baris 356-360
Baris 361-365
Thesa
Benar sih Ter, menurutku tu orang atau
manusia semakin dewasa, pengalaman
hidupnya semakin banyak, begitu juga dengan
semakin dewasa otomatis dinamikanya juga
semakin luas. Jadi semakin banyak
pengalaman, orang akan semakin memahami
apa itu iman Katolik. Seperti dulu, saya
menyangsikan Tuhan cuma karena masalah
ekonomi, dan setelah dewasa saya semakin
menyadari untuk semakin nrimo bahwa ini
adalah rencana Tuhan, dan Ia sudah
mengaturnya dengan sedemikian rupa. Hal itu
menunjukkan bahwa saya semakin percaya
akan penyelenggaraan Ilahi, semakin
memahami kalau semua itu ada waktunya, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
indah pada waktunya.
Krishna
Mengapa ada orang yang tampaknya lebih
beruntung dibandingkan dengan orang lain?
Baris 366-370
Baris 371-375
Baris 376-380
Baris 381-385
Baris 386-390
Thesa
Teman-teman SMA saya tu rata-rata anak
orang kaya semua, misalkan dalam merayakan
17th itu dirayakan di hotel, mengundang
bintang tamu.., sedangkan 17th ku tu cuma di
kedai brongkosnya Ibu, dengan nasi
tumpengan. Selain itu juga, saya pernah juga
membandingkan uang saku, ya… uang saku
saya cukup, tapi sepertinya uang saku teman-
teman saya lebih banyak, mereka bisa main ke
sini-sani, bisa jalan-jalan ke luar negeri,
sedangkan saya belum pernah. Saya berpikir,
hidup mereka tu enak banget ya? Setelah itu
saya mencoba untuk membandingkan, ‘coba
dulu Bapak tidak pindah dari Jakarta, mungkin
hidup saya lebih enak’. Setelah, saya
merasakan ada sebuah kenyamanan dengan
teman-teman di Jogja, kemudian saya
bersyukur karena kalau bapak dan Ibu tidak
pindah ke jogja, saya tidak akan mempunyai
teman-teman yang sudah seperti saudara,
keluarga. Begitu juga, sekarang kelihatannya
di Jakarta tu apa-apa susah, dan menurut saya
pergaulannya lebih nyaman, dan enak itu di
Jogja. Jadi saya selalu mencari akan hal-hal
yang menguatkan. Dan membuat aku berpikir,
sudah gak usah membanding-bandingkan,
karena semua itu pasti ada enaknya dan tidak
enaknya.
Baris 391-395 Krishna
Menurut Mbak Thesa seberapa penting
pengaruh/peran orang tua atas diri Anda?
Baris 396-400
Baris 401-405
Baris 406-410
Thesa
Peran orang tua di dalam keluarga saya itu
super…
Saya bersyukur, karena saya di lahirkan dari
keluarga Katolik, maksudnya bapak dan ibu
seagama, sepemahaman. Juga pengaruh
didikan Eyang Kakung dan Eyang Putri,
karena dulu saya pernah dititipkan ke mereka,
hingga saya kelas 3 SD. Dan menurut saya,
mereka adalah orang Katolik yang keren.
Karena Eyang Kakung berdoa, setiap jam dua
atau jam tiga pagi itu, semua orang bisa di
sebut dalam doanya Eyang. Dan Eyang Putri
yang dulunya muslim tu lebih Katolik daripada
orang Katolik, lebih memahami ajaran katolik
daripda orang-orang di sekitarnya yang sama-
sama agama. Jadi Eyang Putri tu mengajarkan
aku tuk pergi ke sekolah Minggu, berdoa, pergi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 411-415
Baris 416-420
Baris 421-425
ke gereja. Dan ibu-bapak juga mengajarkan itu,
jadi seperti aku bersyukur dilahirkan di
keluarga seperti itu. Karena aku punya temen
katolik dan papa-nya bukan katolik. Dia untuk
baptis aja susah, dihalang-halangi. Dan aku
berpikir..”ya ampun untuk memilih agama aja
susah, padahal dia pengen menjadi katolik tu
sudah sejak kapan, dan ia selalu dihalang-
halangin ama papa-nya. Bahkan dalam
memilih agamapun gak bebas”. Jadi aku
bersyukur, karena dikaruniai keluarga yang
solid dan bisa mendidik aku dengan baik
secara Katolik. Jadi bagi aku, kedua orang
tuaku tu super sekali.
Krishna
Apakah dalam keseharian Mbak Tesa juga
melakukan refleksi, memaknai pengalaman
keseharian
Baris 426-429
Thesa
Emmm..kadang kalau misalnya aku lagi selo,
dala artian gak capai begitu Ter. Sambal
tiduran aku berpikir, seharian tadi aku ngapain
aja sih. Jadi kadang iya, kadang enggak.
He…hehe (tertawa kecil)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.
Nama Identitas Adyatmaka Jati (23 tahun)
Pekerjaan Mahasiswa
Waktu Rabu, 22 November 2017
Lokasi RM. Flamboyan, Karanggayam Baru
Keterangan Mantan seminaris Mertoyudan
Latar Belakang Keluarga:
Adyatmaka Jati adalah mahasiswa Seni Musik di Universitas Negeri
Yogyakarta. Dahulu ia juga sempat mengenyam pendidikan di Seminari
Mertoyudan hingga lulus, dan setelah itu mendaftar di salah satu kongregasi
dengan ada pertimbangan, sehingga ia memutuskan untuk tidak melanjutkannya
dan memilih untuk kuliah di luar saja. Jati dididik dalam lingkungan pendidikan,
ayah dan ibunya adalah seorang guru, juga aktifis dunia pendidikan. Jati dibaptis
sejak bayi. Anak pertama dari tiga bersaudara. Kedua orang tuanya juga aktif
dalam kegiata lintas agama, Gusdurian. Bapak-ibu tu juga pemasmur gereja, dan
rumah itu sering digunakan sebagai tempat latihan koor. Bahkan bapak dulu
pernah menjadi Dewan Patoral Keuskupan. Ibunya sekarang menjabat ketua
WKRI di katedral, Purwokerto.
Baris Pelaku Uraian Wawancara Tema
Baris 1-5
Krishna
Selama 22 tahun ini, peristiwa atau
pengalaman apa yang menurut Mas Jati Allah
itu hadir dalam hidup keseharian Jati?
Pengalaman
Baris 6-10
Baris 11-15
Baris 16-20
Jati
E…. (berpikir sejenak). Sebenarnya aku
mengalami beberapa kali sih Ter. Tapi yang
paling aku rasakan tu ketika aku SMP,
menjelang kelulusan SMP. Aku bisa
mengatakan mas itu menjadi masa aku jatuh.
Dalam arti aku jatuh dalam banyak dosa. Yo
cah SMP lah…aku mulai belajar merokok,
aku pernah ketahuan minum, hampir di
penjara juga. Dan aku pernah meh pergi dari
rumah, karena.. aku merasakan tidak berguna
di rumah. Aku cuma jadi orang yang
menyusahkan saja, pagi-pagi aku berangkat,
aku gak minta uang saku atau apa. Aku cuma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 21-25
Baris 26-30
Baris 31-35
Baris 36-40
berniat datang ke sekolah dan habis tu pergi
dari rumah. Tapi… entah…entah piye kie
wali kelasku waktu itu, tau-tau beliau
memanggil aku ke ruang guru. Tapi bukan
bermaksud dia mau cari tau aku kenapa,
waktu itu aku mau dimintain tolong untuk jadi
lektor pas misa sekolahan. Nah… kan waktu
itu muka ku tu jelek banget to Ter, sedari pagi
aku sedih banget, terus beliau tanya “lho kowe
kie ngopo e le?” Dan akhirnya aku cerita. Dan
mengapa aku bisa bercerita ini, karena Allah
hadir dalam wali kelasku, coba ketika aku gak
dijaluki tulung, apa yang akan terjadi waktu
itu, kan aku wes lunga. Karena waktu itu
niatku sudah bulat, pengen pergi dari rumah.
Karena aku hanya menyusahkan orang tua,
aku di nasehati sudah tidak bisa, nilai ku juga
jelek, aku sudah tidak ada harapan. Karena
waktu itu dalam masa kalut, dan akhirnya aku
sama wali kelasku dipaksa untuk ikut pulang
ke rumahnya, cerita-cerita, klarifikasi, aku
dievaluasi dan sebagainya dan akhirnya aku
di jemput bapak-ibu ku dengan suasana haru.
Wha…ka (tertawa kecil)
Baris 41-45 Krishna Berarti wali kelas telp ke bapak dan ibu?
Baris 46-50
Baris 51-55
Baris 56-60
Baris 61-65
Baris 66-70
Jati
Iyo no…ha…haha (tertawa). Bapak-ibu ku
juga telpon “Jati tadi ke sekolahan tidak?”
gitu…ne kora yo piye? Aku wes ilang.
Itu, yang pertama. Kedua, tu aku mengatakan
selama empat tahun prosesku di seminari.
Sebenarnya dulu aku masuk ke seminari juga
aku tidak tahu. Banyak orang yang
menyangkal dan pesimis terhadapku “wong
koyo ngono kok arep mlebu neg seminari,
kepriye?” karena banyangan mereka adalah
orang yang suci-suci, mereka yang punya
latar belang rohani dan lain sebagainya.
Padahal aku gak ada sama sekali. Dan pada
waktu itu aku punya kegelisahan, rasanya aku
pengen masuk seminari. Aku sepertinya
terinspirasi ama frater-frater yang gondrong-
gondrong. Karena pada waktu itukan baru
dalam masa tahbisan, banyak frater yang
maen ke katedral to. Gondrong-gondrong,
ngrokok-ngrokok keren lho kuwi… yakin…
aku njur pengen. Nah dari situ aku kemudian
pengen mendaftar ke seminari. Kemudian aku
daftar, dan banyak orang yang meragukan
aku, ‘ngopo cah koyo ngono kok ndaftar ke
seminari, palingan gak diterima. Yang daftar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 71-75
Baris 76-80
Baris 81-85
Baris 86-90
di sana tu cah pinter-pinter, cah apik-apik, dan
bukan anak kasus’, Nah…kalau aku kan
penuh kasus Ter, dan aku diterima di sana,
dan aku berproses di sana Ter, dan aku
ngalami apa itu yang namanya transformasi di
situ selama empat tahun. Karena aku tidak
tahu secara sendiri sih ter, tapi bapakku sing
ngomong “Le kowe kudu bersyukur Le, iso
bertahan neng seminari selama empat tahun,
meskipun tidak di terima di Girisonta. Tapi
bapak melihat kamu mengalami banyak
perubahan, cara kamu berpikir, cara kamu
ngomong, kemudian cara berelasi, terus cara
kamu menghadapi orangtua mu juga
berbeda”. Aku tidak tahu di mananya, tapi
aku bersyukur di situ karena Allah berkarya di
situ, lewat formator, lewat teman-teman, dan
prosesnya di seminari. Akhirnya aku bisa
menyadari bahwa dulu aku pernah jatuh, terus
aku diangkat, dan kemudian aku di ubah di
sini. Aku disembuhkan di situ.
Krishna
Apa yang kamu rasakan di situ? Bahwa kamu
merasakan bahwa Allah itu hadir di
pengalaman itu?
Baris 91-95
Baris 96-100
Baris 101-105
Jati
Aku teringat akan cerita ‘quo vadis’ yang
Petrus mau pergikan, kemudian Tuhan
bertanya ‘kamu mau kemana?’. Nah aku
merasakan seperti itu sih…kamu tu mau pergi
kemana Jat, tetapi itu lewat wali kelas. Ya aku
sadarnya baru belakangan ini sih, karena aku
udah bisa merenung, tapi kalau dulu sih cuma
ya karena ibu wali kelas, dan beliau musti
mengetahui keadaanku. Tapi setelah aku
pikir-pikir, waktu itu beliau hanya mau minta
untuk tugas lektor dan melihat mukaku kusut,
dan terus ditanya kan… dan setelah itu aku
cerita. Tapi coba itu akan ada kemungkinan
lain kalau semisal aku gak mau cerita, atau
aku cerita yang lain. Yo… di situ lho…
Baris 106-110
Krishna
Kemudian, pada waktu kamu baru merasakan
kegalauan itu, kamu mencoba menceritakan
itu ke temen’mu tidak?
Baris 111-115
Baris 116-120
Jati
Aku mencoba cerita ama temen dekatku,
yo…temen ku rusak, nakal. Aku cerita kalau
aku arep ora bali ngomah. Kemudian dia
bertanya “lha ngopo?”, yo aku jawab “aku
gak ada artinya kalau aku balik ke rumah,
percuma…” dan aku sempat bilang “mengko
golekno aku gawean”. Gila gak? Anak SMP
mau cari kerja, yuhhhh…gendheng baget to
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
aku.. Aku cah SMP arep golek gawean opo?
Jadi pembantu? Nyapu-nyapu omah, dulu tu
aku mikir gitu…
Krishna Kemudian temen kamu?
Baris 121-125
Jati
Yo sesuk tak golek ke. Ngono kuwi kie…
tenan, lha piye hayoo…untung ono wali
kelas. Untung ada wali kelas, jadi aku masih,
kalau gak ada mboh..aku wes ilang..
Baris 126-130 Krishna
Jadi, setelah kejadian itu, kamu
menggambarkan Allah itu semacam apa?
Baris 131-135
Baris 136-140
Baris 141-145
Baris 146-150
Baris 151-155
Baris 156-160
Baris 161-165
Baris 166-170
Jati
E….opo yo… angel kuwi..
E… (berpikir) kalau aku sih simple, ketika
aku berbohong ke orang tuaku, simple aja lah
“duit’e iseh ora Le?” dan aku jawab “iseh
kok”, aku ingin melegakan mereka dan tidak
ingin membuat mereka kepikiran tentang
akau. Aku cuma berusaha cari uang lewat
reguleran, ngejob. Dan ketika aku berbohong
tu aku deg-degan banget Ter. Aku gelisah,
kok aku ngapusi to? Aku kok rasane ora bener
to ngapusi bapak-ibuku. Aku iso telung dina
rasa kuwi. Jadi Allah itu semacam
penyadaran bagi aku.
Terus kedua itu Allah hadir lewat teman-
teman. Kenapa? Jujur saja, aku bisa sampai
kemana-mana juga karena teman-teman. Aku
bisa masuk ke grup ini, aku bisa main di sini,
aku bisa ngejobs neng kene, itu karena temen,
karena komunitas. Puji Tuhan, kemarin bisa
sampai di Jakarta, dan itu gratis, rekaman
gratis. Aku menyadari bisa hidup seperti ini
itu karena teman-teman.
Aku di IKMK juga seperti itu, nge-MC, aku
berani banyak ngomong, juga ngonsep
banyak acara itu juga karena teman-teman di
IKMK. Karena teman-teman di IKMK tu
memberiku kesempatan. Dulu tu aku lugu,
karena habis di seminari, aku gak tau lagi
dunia luar tu seperti apa, ya cuma modal
berani ngomong aja. Berkat lewat sidang
akademi seperti-seperti itu.. Tapi pengalaman
menjadi panitia, aku sama sekali tidak tahu.
Tapi… lama kelamaan aku seperti di dorong,
langsung di kasih kesempatan, tidak
didampingi, dan sebagai-bagainya,
bleng…dan aku belajar sendiri, dan akhirnya
aku bisa, dan itu sampai dengan sekarang.
Allah memberiku kesempatan untuk
berkembang, lewat hal-hal yang simple dan
tak terpikirkan, dan efek itu bakalan aku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
rasakan hingga esok nanti, dan bisa aku
gunakan terus.
Baris 171-175
Krishna
Ketika kamu mengalami semacam Quo Vadis,
perubahan dalam diri sewaktu di Mertoyudan,
bahkan bapak pun juga mengatakan itu. Mas
Jati sendiri menyadari perubahan itu tidak?
Baris 176-180
Baris 181-185
Baris 186-190
Baris 191-195
Jati
Pertamanya betanya-tanya aku, “kowe
perubahan seko ngendhi?” padahal
komunikasiku dengan bapak sama seperti
ketika aku masih kecil dulu, cuman ya… yang
namanya orang tua ya ketemu cuma satu
semester sekali, nah mungkin orang tua
melihat dari aku sudah bisa menulis buku
refleksi, bisa shearing. Dan itu dilihat sama
bapak. Orang bisa shearing berarti sudah ada
perkembangan, karena dahulu aku sama
sekali tidak bisa, begitu juga dalam pertemuan
lingkungan aku bisa ngomong, berbagi
(shearing). Nah itu yang pertama.
Yang kedua, aku mau belajar. Belajar apapun
lho…tidak hanya pelajaran saja. Itu…Ter.
Bagi kami seminaris itu biasa, tetapi bagi
orang yang berada di luar, itu merupakan
sebuah rahmat yang perlu untuk disyukuri.
Lha ngono kuwi… dan akhirnya aku sadar.
Krishna
Kemudian peran Allah dalam kehidupan’mu
apa?
Baris 196-200
Baris 201-205
Baris 206-210
Baris 211-215
Jati
Peran Allah? Sek yo… mikir meneh iki, tesis
berat iki… ngeri… wha…kaha (tertawa).
Peran Allah… (berhenti sejenak).
Tuhan…Allah itu penting banget dalam
kehidupanku, Allah memberiku kesempatan
dalam mengembangkan talenta, musik
terutama. Karena sampai sekarang aku diberi
hidup lewat musik, yang orang pikir musik itu
apa sih ‘pengamen’. Gak punya profesi tetap.
Tapi aku pengen membalik mainset itu ketika
aku jalani dengan sungguh-sungguh, maka
akan jadi orang. Nah itulah peran Allah di
hidupku. Seperti orang menitipkan barang dan
tolong dikembangkan, seperti di Lukas 25,
huhh… haha (tertawa kecil). Dan itu yang
kubawa hingga sampai dengan saat ini. Dan
dengan musik aku bisa mengembalikan
dengan pelayanan. Itulah peran Allah yang
paling terasa hingga sampai dengan saat ini.
Krishna
Di rumah bapak dan ibu ikut dalam dialog
agama Gusdurian, apa Jati sendiri dalam diri
ada keinginan dan mengarah ke situ?
Baris 216-220 Jati Aku… Sebenarnya pengen ketertarikan di situ
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 221-225
Baris 226-230
Baris 231-235
Baris 236-240
Baris 241-245
Baris 246-250
Ter. Aku, orang yang gak bisa diam. Artinya
aku akan jenuh, dan bosen kalau aku gak
ngapa-ngapain. Ntah… terinspirasi dari
bapak-ibu, tapi ini baru angan-angan sih Ter,
aku ingin mengumpulkan orang-orang di
kampus, yang bisa berpikir secara luas, bisa
berpikir yang NKRI, dan aku gak peduli
dnegan agama dia apapun, latar belakangnya
apa, aku pengen buat suatu komunitas yang
mampu berdampak bagi orang lain, bahwa
UNY itu tidak hanya sebatas muslim. Karena
aku merasa dan menilai sendiri di kampusku
itu secara mayoritas lebih mementingkan soal
agama, dan itu aku rasakan sendiri. Di IKMK
dulu pernah cuma meminta alat misa, buat
proposal ke rektorat tu susahnya minta
ampun. Lho… apa permasalahannya? Apa
karena hanya kita ini orang Katolik? Kita
pinjam ruangan aja dulu juga sudahnya minta
ampun. Ini ada apa? Sistem birokrasinya
kenapa? Kalau di logika ‘ni kampus kan
Negeri, dan gak ada hubungannya soal
agama/iman, seharusnya mereka ini lebih
NKRI. Lebih merata, namun ternyata tidak’.
Dan itu ingn aku teliti dan aku ingin
mengumpulkan, dan yo… kita buat gerakan
kecil lah. Dan itu mbuh kapan dan aku juga
belum tau siapa aja yang akan aku ajak.
Kerana cukup sulit buat ngajak orang-orang
yang berpotensi di UNY ini, terlalu banyak
orang yang ekstrem.
Krishna
Kalau pengalamanmu di kampus ini sendiri
bagaimana?
Baris 251-255
Baris 256-260
Baris 261-265
Jati
Kalau di fakultasku sih tidak begitu terasa,
karena fakultas seni. Tapi aku mendapat cerita
bahwa di fakultas lain (MIPA dan Teknik) tu
teman-teman Katolik merasa kalau
minoritasnya tu terasa banget. Kalau secara
minoritas jumlahnya iya, karena memang
cuma sedikit, tapi kenpa harus di perlihat-
lihatkan lagi. Misalkan dalam satu kelas, yang
tidak berkerudung cuma dia, habis tu
dosennya kemudian pilih kasih, yo nyuekin…
yo kepriye… yo… sebagainya karena dia
tidak berkerudung. Dan aku juga mendapat
shearing Dosen di fakultas Teknik,
sebenarnya dia tu calon Kepala Jurusan, dia
sebenarnya kompetensinya sudah oke, yo…
terus dia tidak jadi karena dia bawa salib. Hal
- hal itu yang menyebabkan aku menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 266-270
penasaran, emang ada apa sih, dan kenapa
harus seperti itu?
Krishna
Pernah tidak mendapat pertanyaan tentang
pahan Allahnya orang Katolik?
Baris 271-275
Baris 276-280
Baris 281-285
Baris 286-290
Jati
Kalau teman-teman di fakultas sih tidak ada,
tetapi kalau di IKMK banyak yang bertanya.
Lha kowe cah seminari to…mbok iki tulung
di jelaske. Yo tak jelaskan sak kenane wae…
‘Allah tu bukan tiga, tetapi berkpepribadian
tiga’. Palingan kalau temen-temen di fakultas
tu hanya apa bedanya Kristen ama Katolik
sih? Kemudian mengapa Maria identik
dengan gua, seperti itu… ya aku menjelaskan
sesuai dengan kemampuanku aja Ter, misal:
‘perbedaan yang paling terlihat itu, kalau di
gereja katolik itu salibnya ada corpusnya, cara
ibadatnya juga berbeda. Kemudian…gereja
pernah mengalami masa gelap dan kemudian
ada yang namanya Martin Luther, dan
sebagai-bagainya gitu Ter’ tapi aku gak
menjelaskannya secara dalam.
Krishna Kalau bagi Mas Jati, Yesus itu siapa?
Baris 291-295
Baris 296-300
Jati
Yesus?? Piye yo? Kalau jamanku PIA
(Pendampingan Iman Anak) dulu Yesus itu
Putra Allah. Lalu di atas sana ada Allah Bapa
dan Allah Roh Kudus. Yesus itu adalah Allah
Putra. Tapi satu…ha..haha (tertawa) njur
kuwi aku ora reti. Tapi sekarang
pemahamanku Yesus itu bentuk Allah yang
menjadi manusia, Allah yang mempunyai
sifat kemanusiaan. Dan nyatanya dia juga jadi
manusia beneran. Dia juga merasakan sakit,
Dia juga menangis, dan lain sebagainya.
Baris 301-305
Krishna
Kalau dalam keseharian mas Jati sendiri lebih
sering berdoa kepada Yesus, Allah, atau
Maria?
Jati
Kalau aku sih lebih sering ke Allah dan
Maria. Bapa kami dan Salam Maria
Baris 306-310
Krishna
Pernah tidak Mas Jati ada keinginan untuk
pindah agama, semisal nie pacarnya beda
agama, terus ikut agama pacar mas.
Baris 311-315
Jati
Hal itu banyak aspek ya Ter, kalau mau
dilihat. Em… apapun bisa terjadi di Indonesia
ini. Misalnya aku punya pacar yang muslin
misalnya, itu akan terbentur dengan
kebudayaan, kebiasaan keluarga, kan ngaruh
banget to Ter? Nah sebenernya kalau menurut
aku, di gereja Katolik tu ada disparitas Kultus
dan misareligio, itu lho Ter. Yang nikah beda
agama dan beda gereja, toh gereja juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 316-320
Baris 321-325
Baris 326-330
memfasilitasi, tapi kan itu ada… ada legalnya
gitu lho. Tapi yang bikin aku gak berani
adalah nantinya pasti akan terbentur dengan
masyarakat. Misalnya: kae pacaran beda
agama, sini Katolik-siji Muslim, sesuk anak’e
bingung, terus sing siji doyan kirik, sing sijine
ra doyan kirik. Jadi sifatnya adalah yang
stigma, pandangan. Pakdhe saya tu Katolik
sedangkan istrinya muslim, dan anaknya
sepertinya Katolik, dan itu sebenarnya
tergantung dengan orang tua. Ketika orang tua
menyetujui dan menerima konsekuensinya
tidak menjadi masalah.
Baris 331-335
Krishna
Sendainya besok Mas Jati nikah beda agama,
apakah Mas Jati mengharuskan anaknya
untuk mengikuti kepercayaan mas jati
sekarang ataukah memberi kebebasan kepada
anak-anak Mas Jati?
Baris 336-340
Baris 341-345
Baris 346-350
Baris 351-355
Jati
Em.., kalau aku sih ya Ter, aku sih
orangnya..aku akan berusaha untuk merdeka,
maksudnya segala pilihan adalah orang yang
melakukan. Tapi kan kalau sakramen kan
harus mendidik anak secara Katolik, nah itu
aku juga harus taat, kuwi juga marai bingung
meneh… di satu sisi, aku ingin memberikan
pilihan kepada anakku, kamu terserah tuk
masalah iman, yang membuat beda tu cuma
kebiasaan, tetapi lebih dari pada itu kita itu
orang Indonesia, kita itu sama. Ya itu banyak
hal yang membuat aku menjadi bimbang, dan
bertanya-tanya. Di sini ada aturan ini, dan di
sini ada aturan ini dan itu yang membuatku
untuk memilih aman dan aku gak mau
menjadikan itu ribet. Bukan ribet ke akunya
sendiri, tapi ribet karena banyak orang,
banyak adat, banyak tata cara dan lain
sebagainya. Di Indonesia susahnya itu..
Krishna
Pernah tidak mas jati merasakan kebingungan
tentang paham Allah di agama Katolik
sendiri?
Baris 356-360
Baris 361-365
Jati
Aku sempet mikir gini malah… Kok Allah itu
semacam otoriter gitu. Dan itu menjadi bahan
obrolan ketika aku kelas II di seminari. Dan
itu saya ungkapkan saat wawanhati. Rama
saya mau bertanya, kenapa Allah itu semacam
otoriter, aku melihatnya secara ekstrem,
karena apa-apa kok kita nurut Allah, apa-apa
kita nurut Allah, sebagaimana Allah itu
berkehendak. Itu ada apa sebenarnya? Kenapa
kita misalnya tidak boleh memilih takdir kita?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 366-370
Baris 371-375
Baris 376-380
Baris 381-385
Baris 386-390
Tapi kenapa kok harus Dia yang harus
menentukan, dan lewat cara-cara yang kita
tidak menduganya. Kenapa misalnya harus
sakit terlebih dahulu, nah macam itu yang
sempat aku pikirkan. Kemudian aku
dijelaskan tapi aku lupa, pada intinya ‘kita itu
hidup dalam dua dimensi dunia yang berbeda,
artinya kalau kita mau menjamah Allah kita
tidak akan mampu. Dan itu yang menjadi
pertanyaan manusia, dan sampai kapan pun
tidak akan mungkin terjawab, itu artinya
manusia mempunyai batasan, dan kalau ingin
menjamah Allah pasti tidak akan mampu.
Yang kita bisa hanyalah percaya, dan kita
menganut ajaran yang sejak dulu.
Yo…sekarang kita percaya sama Yesus lah,
karena cerita tentang Yesus itu sungguh ada,
dan kita juga mengilhami itu, Yesus yang
sengsara, Yesus yang mengajar dan lain
sebagainya, yo…kamu lewat situ aja. Karena
Yesus dulu juga disuruh Allah ini, itu dan lain
sebagainya. Dan aku disuruh belajar lewat
situ.
Baris 391-395
Krishna
Pada waktu Mas Jati diberi kesempatan untuk
pra novis, padahal hanya Mas Jati yang diberi
kesempatan itu. Pernah tidak Mas Jati
mempertanyakan Allah itu di mana sih, aku
pengen mengabdikan diriku kok malah seperti
ini?
Baris 396-400
Baris 401-405
Baris 406-410
Baris 411-415
Baris 416-420
Jati
Nah itu… itu yang menjadi point penting
ketika aku diberi kesempatan untuk memilih.
Kalau… kalau gak diterima kan jelas, kamu
beum layak, kamu tak arahkan ke sini.. Nah
aku akan lebih bisa menangkap itu. Tetapi
mengapa harus diberi pemilihan lagi,
sedangkan teman-temanku yang lain kalau
udah gak diterima ya udah, dan mereka yang
diterima terus buat jubah dan lain sebagainya,
lhahh…aku? Aku kon piye? Secara
administratif atau apa aku tidak diterima di
Novisiat, tetapi aku diberi kesempatan untuk
memperbaiki. Nah kenapa cuma aku?
Sedangkan teman-teman yang lain itu tidak.
Apa bedanya aku dengan mereka? Dan itu
tidak terjawab, karena di surat itu tidak ada
alasannya. Dan aku tanyakan ke Rama
Rektor, beliau juga bilang tidak tahu. Tetapi
ya kenapa? Biar itu menjadi bahan
pertimbangan saya, kalau saya tahu, dan saya
bisa mengira-ira saya bisa atau tidak dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 421-425
Baris 426-430
Baris 431-435
kondisi seperti itu, saya pasti akan bisa
memilih itu. Tapi yang bisa membuat aku
memutuskan untuk mengambil kuliah di luar
adalah ketika Rama Magister mengatakan:
pertama kali waktu aku mau masuk untuk
wawancara, ‘Oke…kamu amu jadi Rama atau
mau jadi musisi?’ lha kan aku langsung mak
ceklakep to Ter. Lha…gimana Ter? Orang
yang paling aku kembangkan di Merto adalah
musik, orang menilai ku dengan musik, nek
Jati kie otomatis dengan musik. Nek ora
musik ora Jati, dan nek ora Jati ora musik.
Dan itu image dan secara tidak langsung
terbangun. Lha kepriye…aku makaryo ne yo
neng kono, ya sudah pikirku aku sudah punya
modal itu dan itu yang kukembangkan.
Dengan pertimbangan meskipun aku pra-
novis pun belum tentu juga aku diterima. Aku
juga masih ragu jika magisternya masih itu.
Baris 436-440
Krishna
Kemudian setelah Mas Jati memilih untuk
kuliah di luar, apakah Mas Jati juga masih
melihat peran Allah di dalam proses itu?
Baris 441-445
Baris 446-450
Baris 451-455
Jati
Iya donk, nyatanya kuliahku aman, kuliah ku
lancar, nilai ku juga Oke. Terus dolanku juga
oke. Aku merasakan dolanku imbang, dan itu
menyenangkan sekali Ter. Yang pernah ku
rasakan sekolah yang paling menyenangkan
ya baru ini ter, seperti gak ada beban, enjoy,
dan aku bisa menikmati, aku bisa pasang
target dan menyapainya sendiri. Sedangkan
aku juga punya banyak kegiatan ini dan Oke.
Nah aku merasakan kuliah koyo dolan nek
menurut aku. Genjrang-genjreng… ha…
haha… hihi, dan aku bisa menikamati itu lho.
Aku punya passion di situ, aku punya
kecintaan di situ, dan aku punya cita-cita the
best di situ, dan itu aku perjuangkan dan
enjoy-enjoy aja Ter.
Baris 456-460 Krishna
Apakah bapak dan ibu juga menularkan nilai-
nilai dari mereka mengikuti organisasi
Gusdurian?
Baris 461-465
Baris 466-470
Jati
“Jangan perlu takut”, sebagai contoh disekitar
bapak dan ibu adalah orang-oarng yang
ekstreem, tapi ternyata mereka juga surfive,
maka janganlah takut. Mereka bertindak
seperti itu bukan alasan mereka untuk
menjatuhkanmu, tapi kamu akan jatuh ketika
kamu ora bener… Selama kamu benar dan itu
kamu pegang, pasti kamu akan selamat. Saya
dengan orang tua disuruh untuk bergaul dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 471-475
yang kaya hingga yang miskin, dari orang
baik hingga yang paling jahat, dengan begitu
kamu akan dapat menjamah semua orang
dengan musik. Nyatanya aku pernah
ditanggap ama orang kaya, dan membantu
tampil-tampil di kampong-kampung yang
nyuwun sewu sedikit kumuh. Tapi aku dapat
membuat dan berbagi kebahagiaan dengan
orang lain.
Baris 476-480
Krishna
Apakah Mas Jati sekarang juga masih
berefleksi?
Jati
Kalau menulis tidak, tapi kalau aku
renungkan dan aku pikiran iya Ter.
Baris 481-485
Krishna
Menurut Mas Jati sendiri, antara paham Allah
dalam agama Katolik dengan identitas
religious pada remaja ada keterkaitannya
tidak?
Baris 486-490
Baris 491-495
Baris 496-500
Jati
Idealnya itu semakin orang tumbuh usia,
berarti tumbuh juga kedewasaannya, artinya
kedewasaan dalam hal apapun, walaupun itu
rohani, dan dalam relasi apapun. Menurutku
ketika orang hanya menjalankan ibadah itu
tidak cukup dan ia harus sampai pada
kesehariannya. Ya…dalam hal apapun lah,
Katolik, Hindu, Budha, Islam, O…aku begini
tu karena karya Allah, dan menurut aku
pemahamannya akan lebih bagus lagi. Jadi
ketika orang mampu menerapkan konsep
bahwa tuhan tidak hanya ada di gereja, di
masjid, pura, itu akan keren. Apalagi kalau
orang Indonesia seperti itu semua, pasti tidak
akan ada FPI - FPIan. Ahok gak mungkin di
penjara. Agama apapun mengajarkan kepada
kita tu Cinta Kasih qo..
Baris 501-505 Krishna
Menurut Mas Jati kenapa ada orang
beruntung dan tidak beruntung?
Baris 506-510
Baris 511-515
Jati
Kalau menurut aku keberuntungan itu bisa
terjadi dimana pun, dan aku mempercayai itu.
Entah dia beruntung karena dirinya sendiri
atau ndhilalah bejo wae. Yo…ngono kuwi
Ter, nah kalau bagi aku ‘keberuntungan yang
kudapatkan karena aku bisa ke mana-mana
itu, ya karena mengusahakan untuk hal itu.
Keberuntungan bagiku adalah aku menciptak
itu untuk besaok, makanya aku
mempersiapkannya mulai dari sekarang, entah
itu panjang atau pendek dan itu ada
prosesnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.
Nama Informan Veronika Asih Krisdianniati (20 tahun)
Pekerjaan Mahasiswa
Waktu Jumat, 24 November 2017
Lokasi RM. Waroeng Steak
Keterangan Anggota IKMK UNY
Latar Belakang Keluarga:
Vero adalah mahasiswi dari fakultas Seni Tari, semester III di Universitas
Negeri Yogyakarta. Vero anak pertama dari dua bersaudara, dan ia dibaptis sedari
bayi. Ia berasal dari Lampung, sekarang tinggal bersama dengan saudaranya di
sekitar Babarsari. Ia berasal dari keluarga Katolik sederhana, yang pernah hampir
dilanda broken home, karena keegoisan dari kedua orangtuanya. Bahkan sempat
berpisah kurang lebih empat tahun. Pengalaman ini yangmembentuk vero menjadi
dirinya yang seperti sekarang ini.
Baris Pelaku Uraian Wawancara Tema
Baris 1-5
Krishna
Mbak vero sendiri pernah tidak merasakan
dalam pengalaman keseharian bahwa Allah
itu hadir menyertai atau melindungi Mbak
Vero?
Pengalaman
Baris 6-10
Baris 11-15
Vero
Sering sih Ter, bahkan setiap hari. Karena
saya percaya bahwa ketika semua itu terjadi
sudah sesuai dengan kehendak Allah.
Semisal saja, tadi saya dimarahi dosen,
berarti Allah telah berkendak saya di marahi
sama Dosen. Begitu pula saat saya lahir, ini
adakah kehendak Tuhan, dan bukannya aku
ini sial lahir dari kedua orang tuaku. Aku gak
bisa menyalahkan Allah, karena itu adalah
kehendak Allah, dan itu sudah dari Allah
sendiri.
Baris 16-20 Krishna
Kalau dalam pengalaman hidup yang hingga
membuat Mbak Vero berubah, ada tidak?
Vero Ada…Ter.
Krishna Apa itu? Boleh tahu?
Baris 21-25
Boleh Ter… saat aku kecil keluarga hampir
broken home. Mengkin hal itu juga sudah
jadi kendak Tuhan sih Ter. Dari sisi sebelah
orang tua yang kerasa kepala, yang di sisi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 26-30
Baris 31-35
Baris 36-40
lain juga keras kepala, dan ditambah ada
sebuah masalah. Hingga itu memisahkan
mereka, saat aku masih kelas satu SD. Aku
udah pisah dari bapak dan ibu itu pergi ke
luar negeri untuk bekerja di Arab, selama
tiga tahun. Dan itu bisa ketemu aku lagi tu
ditahun keempat, saat aku kelas empat SD.
Dan puji Tuhan sekarang berkumpul
kembali, dan ya itu…memang itu sudah
garisnya Tuhan. Kita dikasih cobaan seperti
ini, apakah mau menyerah atau tidak. Dan
puji tuhan sekarang sudah dipersatukan lagi,
meskipun masih ada hal-hal kecil yang
membuat mereka berantem. Ya karena saling
egois dan kurangnya keterbukaan di antara
mereka.
Baris 41-45 Krishna
Bagi Vero pengalaman apa yang dapat
dipelajari dari peristiwa tersebut?
Baris 46-50
Vero
Bagi aku sih, dengan pemikiranku sendiri
yang sudah dewasa. Kalau semisal besok aku
punya keluarga, bagaimana aku bisa terbuka
ama pasanganku, jadi apapun
permasalahannya itu aku harus tanya,
kenapa.., kenapa dan kenapa? Jadi kitanya
tidak ada miskom itu, tidak ada kecurigaan di
belakang.
Baris 51-55 Krishna
Apakah itu sampai menjadikan luka batin di
dalam diri Mbak Vero?
Baris 56-60
Baris 61-65
Vero
Kalau peristiwa tersebut sudah saya
maafkan, dan saya juga sudah memaafkan
kedua orang tua saya. Tetapi, kalau itu
misalnya terjadi lagi dan itu terjadi pada
adekku, dan mereka pisah lagi hingga pergi
lagi ke luar negeri aku gak akan bisa
memaafkan mereka. Soalnya… menurutku
setelah kelahiran adekku ini, akan membawa
suasana baru, kedamaian yang baru,
bukannya malah mengungkit masalah-
masalah yang lalu.
Krishna
Apakah Mbak Vero mempunyai banyak
teman juga di Jogja?
Baris 66-70
Vero
Banyak…, teman saya banyak di sini, jadi
tidak hanya satu fakultas saja, bahkan beda
universitas pun banyak kenalan.
Krishna
Apakah Mbak Vero dekat dengan mereka,
dan sering berbagi cerita/pengalaman kepada
mereka?
Baris 71-75
Vero
Em… kalau saya terbuka itu hanya pada
beberapa orang saja. Seperti teman-teman
yang satu kontrakkan itu sudah aku anggap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 76-80
Baris 81-85
Baris 86-90
sebagai saudaraku sendiri, dan aku cerita ke
mereka. Kalau ke temen kampus dan aku
belum kenal status mereka bagaimana, aku
gak mau menunjukkan saat aku sedih.
Karena, dikampus itu aku terkenal dengan
anak yang jail. Semisal kalau ada temen yang
naruh HP, terus aku sembunyiin, dan kalau
ada dosen yang nyebelin itu aku… kan di
bawah kursi tu kan ada besi buat naruh tas
kan. Nah, itu aku bunyikan… jedeerrr, aku
bunyiin, habis tu pura-pura gak tau siapa
yang nglakuin itu. Aku gak mau nunjukin
kalau gie BT atau gie apa gitu… Tapi kalau
sesekali aku marah, aku mending diam dan
kabur dari mereka, daripada aku membuat
onar di sana.
Baris 91-95
Krishna
Waktu Mbak Vero mengalami perpisahan
kedua orang tua, dan ibu berada di luar
negeri perasaan seperti apa yang mbak Vero
rasakan?
Baris 96-100
Baris 101-105
Baris 106-110
Kalau kadang-kadang, saat mengalami
mereka pisah itu seperti… kadang liat anak-
anak yang lainnya selalu bersama dengan
orang tuanya, kenapa sih aku gak bisa?
Kenapa aku hanya justru cuma sama nenek,
dan itu hanya cuma sama nenek, kakek sudah
tidak ada. Jadi ngerasa… mau nyalahin sapa?
Sebelum mudeng semua ini donk gitu lho…
kalau ke mana-mana cuma sama budhe dan
pakde, dan kalau ama nenek itu sudah aku
anggap seperti ibu ku sendiri. Dan itupun gak
lengkap, gitu lho. Terkadang aku
menyalahkan itu…. Dan sesudah aku gedhe,
aku mudeng semuanya. O… ya udah bisa
nerima.
Krishna
Sempat tidak mempertanyakan Tuhan, Tuhan
di mana waktu itu?
Baris 111-115
Vero
Gimana ya…? Saat kecil aku sadar, aku
belum kenal Tuhan. Jadi aku belum paham
betul waktu itu Ter.
Baris 116-120 Krishna
Kemudian, sekarang Mbak Vero udah
dewasa, Allah semacam apa yang Mbak
Vero Kenal, gambaran Allah yang seperti
apa sih yang ada di dalam kehidupan
keseharian Vero?
Baris 121-125
Vero
Kalau aku… aku selalu yakin bahwa Allah
itu selalu bersama aku, apapun yang terjadi
Allah itu bersama dengan aku. Misalkan
aja… kalau aku kuliah itu sampai jam 02.00,
latihan, dan terkadang kalau pulang kan takut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 126-130
dan itu pas musim rawan-rawannya begal di
Jogja itu. Kan aku takut. Tapi yo aku tetep
pulang, aku yakin Tuhan jaga aku, Tuhan
lindungi aku. Dan aku yakin lewat
keyakinanku itu aja…
Krishna
Jadi Mbak Vero ini menggambarkan Tuhan
itu semacam apa?
Baris 131-135
Baris 136-140
Vero
Tuhan itu pelindungku. Bahkan dalam hal
yang sepele, misalnya di toilet kalau saat
malam dan ngrasa yang aneh-aneh gitu.
Iya…aku tahu, aku tahu Tuhan itu ada, dan
Tuhan jaga aku. Dan itu hal yang konyol,
jadi saru gak sih Tuhan di bawa ke kamar
mandi. Tapi bagaimana ya? Aku yakin…
Krishna
Apakah dalam keseharian Mbak Vero juga
melakukan refleksi?
Baris 141-145
Baris 146-150
Vero
Itu… kalau aku. Jadi di kamar tu aku tempel
tulisan kecil “apa yang buat hari ini, maka
akui dosa’mu” itu. Ter… Itu aku tempel
karena kepala di sebelah kanan, saat baring
begitu dan setiap mau tidur aku baca dan
sambal merem itu aku berefleksi, baru
setelah itu aku tidur. Jadi aku berefleksi
lewat tulisan itu.
Krishna
Kalau Mbak Vero berdoa, Mbak sering
mengarah kepada siapa? Allah, Yesus, atau
kepada Bunda Maria.
Baris 151-155 Vero Kalau aku lebih ke bunda Maria, Ter…
Krishna Kalau Yesus sendiri bagi Allah itu siapa?
Baris 156-160
Baris 161-165
Vero
Blak-blakan wae yo Ter… kalau sama Yesus
tu aku masih ngrasa canggung, entah kenapa
punya perasaan itu. Tapi kalau ke bunda
Maria sendiri aku bisa meluapkan
perasaanku itu seperti ketika aku sama ibu
ku. Tapi ke ibu, aku gak ngasih tahu tentang
semuannya, dan ada yang aku sembunyiin.
Tapi kalau sama bunda Maria itu aku bisa
bener-bener apapun yang terjadi aku kasih
tahu semuanya. Walaupun Bunda Maria dah
tahu apa yang akan terjadi, tapi aku tetap
cerita kepadanya.
Baris 166-170 Krishna
Menurut Mbak Vero, apakah ada kaitannya
antara paham Allah yang kita yakini sekang
ini dengan identitas religious pada setiap diri
manusia?
Vero Kalau menurut saya sih ada kaitannya.
Baris 171-175 Krishna
Seberapa penting peran orang tua di dalam
diri Mbak Vero?
Vero
Seberapa penting? Ya saya tahu kepribadian
mereka, mereka tidak deket sama Tuhan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 176-180
Tapi mereka tu selalu mengingatkan “jangan
lupa doa, ke gereja”. Ya udah saat aku nya
mager (malas gerak), dan tiba-tiba dapat WA
diingetin untuk ke gereja. Ya udah aku jadi
pergi ke gereja.
Baris 181-185
Krishna
Apa rencananya Mbak Vero ke depannya
sebagai Remaja Katolik dan anak dari Seni
Tari, dan Mbak Vero ingin tunjukkan
identitas diri mbak Vero?
Baris 186-190
Vero
Rencana saya Ter, besok nanti saat TA
(Tugas Akhir) aku ingin garap tari dengan
kisah Bunda Maria sedari melahirkan Yesus,
hingga mendampingi Yesus di kayu Salib.
Karena saya juga kenal dengan anak ISI yang
pernah menggarap kisah Bunda Maria
dengan lagu Coming Soon, dan itu keren
banget..
Baris 191-195
Krishna
Kalau dalam keseharian di kampus, Mbak
Vero ada tidak pertanyaan, atau perbuatan
dari teman-teman Mbak Vero yang
menunjukkan semacam diskriminasi begitu?
Baris 196-200
Baris 201-205
Baris 206-210
Baris 211-215
Vero
Ada…ada, kalau saya cuma tak jawab “o…”
kemudian aku ajak bercanda. Kalau dia
mengarah ke sini aku ajak dia bercanda. Dan
belum lama ini ada teman yang komentar,
waktu itu aku masih pakai Rosario.
“kayaknya Rosario’mu bagus kalau di
keluarin Ver”, langsung aja ku jawab “ah…
gak ah, ntar ndak di ledekin ‘falak’”, dan aku
gak mencoba untuk menanam benci ama dia.
Karena bagi aku, benci lebih dari tiga hari itu
dosa. Tapi ya tetep aja, dia tu buat aku kesel,
ibaratnya aja… kalau aku nafas udah buat
aku kesel. Pernah juga aku bilang “pantes
gak aku pakai baju yang kaya gini?” dia
jawab “kalung’mu kuwi lho sing marai elek,
kalung opo kuwi?”, dan ku jawab juga “lho
ini kalung yang menyelamatkan aku lho”.
Dan dia jawab “telek”, kasar-kasar gitu
omongannya.
Baris 216-210
Krishna
Menurut Mbak Vero, apakah Mbak Vero
sudah yakin dengan keyakinan sekarang ini,
atau kah Mbak Vero ingin mencari lagi?
Baris 211-215
Vero
Secara pribadi, aku dah yakin bahwa
keyakinanku ini, dan bahkan aku berusaha
bagaimana caranya kalau aku sudah yakin
keyakinan ku ini ya sudah… ini. Aku gak
mau ke lain-lain, dan siapapun gak akan
menggeser keyakinan ku ini. Dan terkadang
aku juga masih bertanya-tanya, Allah itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 216-220
Baris 226
seperti apa sih? Tapi aku percaya, walaupun
Allah itu tidak terlihat nyata, tapi aku yakin
Dia selalu mendampingi dan menjaga aku.
Soalnya aku pernah sakit parah, DBD dengan
komplikasi batu ginjal. Dan aku masih hidup
sampai dengan sekarang, dan aku percaya ini
kehendak Allah, dan Tuhan sudah
menggariskannya untuk aku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5.
Nama Informan Ibnu Cahyo Susanto (22 tahun)
Pekerjaan Mahasiswa
Waktu Sabtu, 25 November 2017
Lokasi RM. Flamboyan, Karanggayam Baru
Keterangan Ketua II IKMK UNY (Ikatan Keluarga Mahasiswa
Katolik) periode 2016-2017.
Latar Belakang Keluarga:
Ibnu adalah mahasiswa Teknik Mesin dari Universitas Negeri Yogyakarta.
Ia dibesarkan di sebuah keluarga Katolik yang tidak mengharuskan dari setiap
anggotanya untuk memeluk keyakinan Katolik. Ia dibaptis sedari bayi, namun
dalam perjalalanan hidupnya ia terus-mencari keyakinan yang sesuai dengan
dirinya. Ia pernah belajar agama Hindu, agama Budha, dan agama Islam. Sebelum
kuliah di UNY, Ibnu pernah bekerja di Batam dan Bekasi.
Baris Pelaku Uraian Wawancara Tema
Baris 1-5
Krishna
Apakah Mas Ibnu sendiri pernah merasakan
dalam pengalaman keseharian bahwa Allah
itu hadir menyertai atau melindungi Mas
Ibnu? Bagaimana itu, coba ceritakan?
Pengalaman
Baris 6-10 Ibnu
Pernah Frater, jadi begini… ini kalau bicara
persoalan masa lalu boleh tidak Frater?
Krishna Boleh, silahkan..
Baris 11-15
Baris 16-20
Baris 21-25
Ibnu
Memang keluarga saya itu bukan keluarga
yang mengharuskan berkeyakinan Katolik.
Jadi keluarga saya itu ada yang berkeyakinan
Kristen, Katolik, Islam dan bahkan ada yang
Kejawen. Memang saya ini sedari kecil
sudah Katolik, namun saya belum begitu
paham dengan apa itu Katolik. Kalau ke
gereja saya tidak mau bareng dengan orang
tua, saya lebih memilih sendiri, duduk di
luar. Karena sepemahaman saya, dari orang
Katolik itu yang penting ke gereja, menerima
Hosti dan sudah.
Jadi saya dulu pernah kuliah kemudia keluar,
kerja di Batam, Bekasi dan masuk kuliah
lagi. Dan pada waktu itulah saya menemukan
pengalaman melihat kasih, dan itu saya rasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 26-30
Baris 31-35
Baris 36-40
bahwa Allah hadir di pengalaman itu. Jadi
orang itu bener-bener baik, bener-bener
begini…begini. Padahal dia itu sudah aku
jahatin, tapi dianya tetap mau mengajak saya
pergi ke gereja, mengajak untuk ikut
rekoleksi dan sebagainya. Nah di situ aku
bisa melihat…eh, pertama kan aku harus
mengenal Katolik dulu kan Frater. Nah aku
tertarik dengan Katolik itu bhukan karena
aku sedari kecil sudah di baptis, bukan…
Tetapi dalam perjalanan saya mengenal
kasih, yang menjadi inti dari ajaran Katolik.
Jadi paham Allah yang aku kenal di Katolik
lebih pada nilai kasih tersebut.
Krishna
Kalau boleh tahu, proses pengalaman itu
dengan siapa?
Baris 41-45
Baris 46-50
Ibnu
Dengan Kak Nita, dia itu lebih tua dari aku,
dan kalau sekarang mungkin orang akan
beranggapan akan jadi pacar, tetapi tidak…
ia lebih menganggap lebih sebagai adek. Dan
aku sungguh berterimakasih ama Kak Nita.
Pernah dalam suatu session pengakuan gitu,
kak Nita bilang ama room yang ngedampingi
bahwa ‘anak ini ada sesuatu’, dan aku diajak
ngobrol sama Rama, kemudian itu menjadi
pengakuan dosa’ku yang pertama kali. Dan
aku baru jadi katolik baru-baru ini. Ha..haha.
Baris 51-55
Krishna
Kemudian apa yang kamu dapat pelajari
ketika kamu mencoba jahat kepada
seseorang, namun orang itu tetap merangkul
kamu, mengajak kamu ke gereja?
Baris 56-60
Baris 61-65
Ibnu
Ya itu tadi frater, nilai kasih itu. Karena aku
mencari kebenaran dari setiap agama yang
aku pelajari, hanya Katolik yang
mengajarkan kasih, yang diunggulkan adalah
kasih itu. Dan itu yang menjadi identitas
Katolik, yaitu kasih. Aku merasakan kasih
itu, membuat aku merasa nyaman dalam aku
beragama, membuat aku menjadi semangat
pergi ke gereja, ya karena kasih itu Frater.
Krishna
Mengapa kamu sepertinya mengagungkan
sekali nilai ‘kasih’?
Baris 66-70
Baris 71-75
Ibnu
Karena bagi aku, kasih itu adalah suatu hal
yang tidak masuk akal. Lha gimana tidak
masuk akal? Kita dibenci orang, tetapi kita
harus memaafkannya. Disalib, tapi tetap
mendoakan mereka yang menyalibkanNya.
Dan itu bukan sebuah hal yang manusiawi
kan frater?
Krishna Dan setelah itu, apakah ada perubahan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dirimu?
Baris 76-80
Ibnu
Ada Frater, dan perubahan itu drastis. Dulu
tu saya orangnya nakal, main perempuan,
minum. Karena di Batam kan kan bebas
banget. Dan di Sragen dulu juga sering,
minum ciu bekonang, kita gak punya duit.
Baris 81-85
Krishna
Bagi Mas Ibnu sendiri pengalaman kasih itu
sering datang di kala mengalami sedih atau
gembira?
Baris 86-90
Baris 91-95
Ibnu
Kasih….kasih itu.., sama aja sih Ter. Jadi
sekarang tu mencoba menempatkan diri
dalam situasi yang menderita. Jadi aku tu
lebih sering datang melayat. Dan itu semakin
menjadikan aku lebih egois, misalnya: ketika
aku sakit, aku bener-bener tidak mau di
jenguk. Karena aku takut merasakan… apa
yang dirasakan Kak Nita. Karena yang
dilakukan kak Nita ke aku tu masih belum
aku terima, maksudnya aku belum bisa
menerimanya lagi, saat aku sakit aku butuh
apa-apa aku masih sering menghindar.
Baris 96-100 Krishna
Kalau Mas Ibnu mengalami kesulitan, atau
apa gitu, cerita ke Kak Nita kah atau ke
teman-teman?
Baris 111-115
Ibnu
Enggak Frater…, kalau saya mengalami
kesulitan atau apapun saya gak pernah cerita,
saya cuma diam dan merenungkannya. Atau
biasanya saya ke gua Maria.
Krishna
Kalau Mas Ibnu berdoa sering mengarah
kepada siapa? Allah, Yesus atau kepada
Maria?
Ibnu Kepada Allah.
Baris 116-120 Krishna Menurut Mas Ibnu, Yesus itu siapa?
Baris 121-125
Ibnu
Yesus itu penolong, Yesus itu utusan Allah,
Ia itu Anak Allah. Aku percaya pada konsep
Tritunggal, bahwa Yesus itu Anak Allah.
Meskipun aku mempelajari banyak agama
aku tetap percaya dan memegang konsep
Tritunggal.
Krishna
Apakah menurut Mas Ibnu Yesus itu juga
kasih itu sendiri?
Ibnu Iya…
Baris 126-130
Krishna
Pengalaman apa yang membuat Mas Ibnu
merasa cukup dalam usaha pencariannya
untuk mencari Allah?
Baris 131-135
Ibnu
Sebenarnya kalau yang namanya pencarian
itu tidak bisa saya katakan cukup. Tetapi
kalau untuk memutuskan dalam kepercayaan
Katolik, ya karena kasih itu tadi Ter.
Pengalamannya ketika Rama itu bilang,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 136-140
Baris 141-145
seorang pelacur pun Ia maafkan, dan ia
memperoleh hidup yang baru di dalam kasih
itu. Rama itu mengatakan ‘kamu tahu gak
apa yang ku lihat di mataku, apa yang aku
dengar di telingaku?’ dan aku jawab “aku
tidak tahu’. Rama itu menegaskan bahwa
dunia ini hanya diciptakan untuk kamu, dan
semua ini pelengkap, dan gitu…gitu deh.
Jadi begini…mungkin gak sih Tuhan itu
cuma ada di kita.
Krishna
Pada jaman sekarang ini, peran Agama itu
ada tidak?
Baris 146-150
Baris 151-155
Baris 156-160
Ibnu
Ada Frater, dan itu penting. Karena itu buat
pegangan hidup. Karena seseorang itu butuh
hal-hal yang untuk dipercaya. Kan aku kerja
di Honda Jepang, yang agamanya Shinto ya
Frater yang sepertinya mereka jarang berdoa,
atau gimana gitu, tapi ada hal-hal yang
mereka pegang untuk ke depannya. Nah
agama itu pentingnya itubuat pegangan,
karena agama itu mengatur yang baik dan
benar, baik dan salah. Seperti itu Frater. Jadi
kita harus memiliki batasan itu, agar kita
punya batasan-batan itu. Saat kita lepas dari
agama …
Krishna Kamu merasa terbantu dengan beragama?
Baris 161-165 Ibnu
Iya sangat.., karena dulu aku pernah
merasakan seperti orang yang tak beragama.
Krishna
Kalau menurut Mas Ibnu sendiri, ada tidak
kaitannya antara paham Allah dan identitas
religius seseorang?
Baris 166-170
Baris 171-175
Ibnu
Iya…ada kaitannya, semakin dewasa
seharusnya pemahaman akan Allah mereka
berkembang. Contohnya saat saya kecil, saya
gak paham, pikiran saya belum nyandak, dan
saya tu tidak tahu bahwa Allah tu semacam
apa? Dan saya belum bisa mendiskripsikan
itu. Tetapi sekarang dapat memahami bahwa
Allah tu sebenarnya sama, tetapi bagaimana
manusia menarik pemahaman itu menjadi
berbeda-beda.
Krishna Mas Ibnu sekarang sudah ada pacar?
Baris 176-180 Ibnu Belum ada frater.
Krishna
Oh ya? Nah kalau misalnya pacar anda beda
agama, dan kalian akan menikah, anda akan
bagaimana?
Baris 181-185
Ibnu
Sejak dari dulu tu mantan pacar saya tu
selalu beda dengan saya Frater. Dan menurut
saya itu tidak masalah. Karena kita hanya
berbeda hanya di dalam keyakinan dan Allah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 186-189
itu Cuma satu. Aku di keyakinan ini, dia di
keyakina itu, jadi yang memisahkan kita ini
bukan Allah, tapi orang-orang yang ada di
sekitarnya, maksudnya budaya dan keyakina
itu sendiri.
Baris 191-195
Krishna
Terus, kalau semisal sampai punya anak,
apakah anda akan mendidik anak anda secara
Katolik?
Baris 196-200
Baris 201
Ibnu
Jadi saya tu gak mau… jadi terkadang tu
orang yang terlahir di dalam kepercayaan
Katolik, ya Oke…mereka bisa mendalami
agama Katolik yang dalam, tetapi mereka
tidak bisa menghargai yang lainnya, dan
pandangan mereka ke agama lain terlalu
sempit. Nanti kalau aku punya anak, aku
tidak ingin seperti itu… jadi anakku tetep
aku kenalin ke semua kepercayaan, karena
Tuhan itu luas, Allah itu luas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6.
Nama Informan Yohanes Chandra (20 tahun)
Pekerjaan Mahasiswa
Wakyu Minggu, 27 November 2017
Lokasi RM. Flamboyan, Karanggayam Baru
Keterangan Anggota IKMK UNY
Latar Belakang Keluarga:
Yohanes Chandra adalah mahasiswa semester III, fakultas pendidikan
Teknik Elektro, Universitas Negeri Yogyakarta. Anak pertama dari tiga
bersaudara. Ia sedari SMA memilih hidup asrama dan sekolah di Yogyakarta. Ia
berasal dari keluarga Katolik, namun ibunya menjadi Katolik setelah beberapa
tahun menikah dengan ayahnya, dan Chandra di baptis sedari bayi.
Baris Pelaku Uraian Wawancara Tema
Baris 1-5
Krishna
Apakah Mas Chandra pernah merasakan
dalam pengalaman keseharian bahwa Allah
itu hadir menyertai atau melindungi Mas
Chandra? Bagaimana itu, coba ceritakan?
Pengalaman
Baris 6-10
Baris 11-15
Baris 16-20
Baris 21-25
Baris 26-30
Chandra
Sering banget tu Frater… jadi waktu saya
pulang ke Bekasi dan mau pergi ke Mall.
Saya hampir di tabrak truk tempat sampah
yang gedhe. Waktu itu saya tenggok tu
masih jauh, dan setelah melangkahkan kaki
truk itu terasa deket banget, dan setelah itu
saya merasakan mati langkah, tapi entah
kenapa saya tetap melangkahkan kaki dan
maju ke depan. Padahal di seberang sana ada
ibu-ibu teriak “Aaa……..”. Dan akhirnya
saya selamat. Dan sorenya dapat kabar
bahwa kakak sepupu yang juga tinggal di
rumah saya itu kecelakaan motor. Kemudian
aku berpikir “Tuhan itu masih sayang sama
aku, coba truck sebesar itu Frat, dan aku
merasakan Allah memberikan aku
keselamatan.
Dan di dalam hal pelajaran pun ada Frat.
Saat itu pas masuk UNY. Saya kan lulusan
SMA St. Mikahael, Sleman, 2015, karena
saya mengejar sekolah yang adanya asrama,
untuk melatih kemandirian saya. Puji Tuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 31-35
Baris 36-40
Baris 41-45
Baris 46-50
Baris 51-55
Baris 56-60
Baris 61-65
Baris 66-70
saya ringking satu, dan saya ikut SMM kan
milih di UGM, namun tidak di terima.
Kemudian ikut SBM 2015 tapi tetep aja gak
keterima. Kemudian aku daftar akademi
penerbangan, udah ikut-ikut test tapi belum
sesuai ama rencana Tuhan dan aku mulai
frustasi. Jadi selama setahun itu aku
nganggur, makan, tidur, maen dan aku sama
sekali gak belajar. Dan di tahun 2016 diajak
teman untuk mengikuti SBM lagi ama
temanku yang tahun lalu gak ketrima SBm
juga. ‘Yuk kit ikut SBM lagi yuk…’ Ya
udah daripada gabut aku daftar lagi. Waktu
itu saya pilih perguruan tingginya tu asal
Frat. Aku milih Negeri yang ecil di Jogja,
yang gak wow banget, dan akhirnya aku
pilih UNY. Kemudian, ITB, ama ITP. Dan
kemudian aku searching aja apa yang
keren…’ah pendidikan teknik elektro aja nie
keren..nie’. dan ketika aku masuk untuk
ujian tu, aku ngrasa…ah udah pernah,
mukanya pada takut-takut semua dan
orangnya duduk gelisah, maca soal, bolak-
balik kertas, dan waktu itu ngerjain asal-asal
aja. Dan pada waktu pengumuman hasil
teman-teman yang 2015 tu pada nangis-
nangis karena gak ketrima. Nah dari itu juga
aku juga malas buka pengumuman itu, ‘ah
palingan gak ketrima. Temenku yang lebih
pinter dari aku aja gak ketrima’. Dan
akhirnya besoknya, pas bangun pagi tu
kepikiran. Ya udah terus aku buka
website…SBMSPTN, dan wah… aku di
terima dan aku gak nyangka sekali. Karena
aku waktu itu aku sama sekali gak belajar.
Waktu itu aku Cuma mengandalkan
keuntungan ama doa dari ibu aja. Jadi aku
sebelum berangkat Test itu, aku minta doa
ama Ibu “Ma.., doain aku ya…hari ini aku
ujian’. Dan ya udah aku bilang ke Mama dan
Papa, ya udah akhirnya mereka juga bangga
lah.
Krishna
Pada waktu itu mas Chandra ada doa khusus
untuk ujian SBM itu tidak?
Baris 71-75
Chandra
Jadi waktu itu, aku tidak doa secara pribadi
minta kelulusan SBM, tetapi aku lebih doa
sehari-hari ya Frat. Tetapi pada waktu ujian
di penerbangan itu aku bilang ke Tuhan,
‘Tuhan aku mau ujian di penerbangan,
semoga aku bisa meraih cita-citaku menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 76-80
seorang pilot, dan semoga itu juga menjadi
kehendak’mu. Karena kehendakMu lah
biarlah yang terjadi pada diriku’.
Baris 71-75
Krishna
Dari pengalaman itu, gambaran Allah
semacam apa yang menuurut Mas Chandra
alami di situ?
Baris 76-80
Chandra
Gambaran Allah? Kalau gambaran Allah
aku masih samar-samar ya Ter. Karena aku
lebih terkonsep seperti di film-film. Tapi
kalau bagi aku sendiri, saat di saat duka,
seneng, Allah itu bener-bener ada. Jadi aku
sering Tuhan ini bagaimana ini, bagaimana
ini… tapi kalau gie seneng, lebih pada
kepuasan diri sendiri, dan lupa sama Tuhan,
padahal Allah itu bener ada.
Baris 81-85 Krishna
Kalau lebih konkritkan lagi bagi Mas
Chandra.
Chandra
Allah itu segalanya. Penolong bisa,
penyembuh bisa.
Baris 86-90 Krishna
Di jogja ini, mas Chandra punya temen
deket tidak?
Chandra
Temen deket? Ada lah Frat, karena dulu aku
juga anak asrama.
Baris 91-95
Krishna
Mas Chandra pernah cerita permasalahan
yang sedang digulati dengan teman-teman
Mas Chandra tidak?
Baris 96-100
Baris 101-105
Baris 106-110
Chandra
Kalau aku sih orangnya lebih tertutup sih
Frat. Jadi pernah ni…, pada masa jeda
setahun itu, aku pernah mengurung diri
kamar. Nah di situ, Ibuku telp ke temen aku
itu, yanya ‘Chandra sedang ada masalah
apa?’, dan tidak tanya langsung ke akunya.
Jadi kalau ada malasah aku lebih sering aku
pecahin dan renungkan sendiri. Jadi aku jadi
orang yang tidak gampang berbagi
pengalaman, dan itu menurut aku privasi.
Aku berpikir, ntar kalau aku terbuka, aku
dikasih saran ini dan nanti tidak sesuai
dengan keinginanku dan hati nuraniku ya
sama aja. Aku lebih sering meghadapi
masalahku itu dengan caraku sendiri frater.
Krishna
Terus, kalau sampai pada titik tidak
menemukan bagaimana?
Baris 111-115
Chandra
Nah itu, pasti ada Frat. Pasti banyak pilihan.
Nah, dalam pengambilan option itu
terkadang aku bingung. Kalau mengambil
ini nanti bagaimana, kalau mengambil ini
nantinya juga bagaimana? Nah bimbangnya
di situ. Tapi option selalu ada.
Krishna Kalau menurut Mas Chandra, ada tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baris 116-120 kaitannya antara paham Allah yang
seseorang miliki dengan identitas religious?
Baris 121-125
Chandra
Kalau menurut saya sendiri itu ya ada.. jadi
mungkin karena aku sedari SD Katolik,
SMP di Yayasan katolik, begitu juga saat
SMA juga di yayasan Katolik. Jadi
pemahamanku juga berkembang Frat,
dengan pendidikan agamanya.
Baris 126-130
Krishna
Kalau saat berdoa, Mas Chandra seringnya
mengarah kepada siapa? Allah, Yesus, atau
Maria?
Chandra Kalau saya Bapa, Yesus, Allah.
Krishna
Kalau menurut Mas Chandra, Yesus itu
siapa?
Baris 131-135 Chandra
Yesus itu anak Allah, sebagai wujud nyata di
bumi.
Krishna
Seandainya Mas Chandra punya pacar
muslim, dan mau lanjut ke jenjang
pernikahan, bagaimana tanggapan Mas
Chandra menyikapi permasalahan tersebut?
Baris 136-140
Baris 141-145
Chandra
Jadi kalau mau lebih lanjut, ya musti tahu
identitasnya to ya. Dan aku lebih sreg kalau
cari yang seiman, dan kalau beda ya udah
cukup membatasi diri aja dan tidak lebih
sekedar dari teman saja. Tetapi kalau
konsepnya seperti itu saya tetap mengajak
dia untuk masuk ke Katolik.
Krishna Kalau misalnya dianya gak mau?
Chandra
Kalau begitu ya udah jalan sendiri-sendiri
aja.
Baris 146-150 Krishna
Apakah mas Chandra sering melakukan
refleksi atas pengalaman keseharian?
Chandra
Ya itu jadi keuntungan tersendiri pada orang
yang tertutup Frat, ya udah…kita refleksi.
Baris 151-155 Krishna
Di jaman yang sekarang ini, apakah agama
masih relevan bagi setiap orang dalam
menjalani kehidupannya?
Baris 156-160
Chandra
Woo…kalau itu penting sekali ya Frat,
karena di dalam agama kan ada paham-
paham tentang ajaran ya. Seperti agama itu
seperti pembatas diri, seperti: 10 perintah
Allah, jangan membunuh, jangan ingini
milik sesamamu, apalagi sekarang banyak tu
tentang pembunuhan, perampokan dan
sebagainya. Ya gitu-gitu Frat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI