TEO PAHAM ALLAH DALAM IDENTITAS RELIGIUS

488
TEO PAHAM ALLAH DALAM IDENTITAS RELIGIUS: PENELITIAN ATAS MAHASISWA/I KATOLIK DI TINGKAT UNIVERSITAS NEGERI DI YOGYAKARTA Tesis Oleh: Andreas Krishna Gunawan NIM: 166312002 FAKULTAS TEOLOGI PROGRAM STUDI MAGISTER TEOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Transcript of TEO PAHAM ALLAH DALAM IDENTITAS RELIGIUS

TEO

PAHAM ALLAH DALAM IDENTITAS RELIGIUS:

PENELITIAN ATAS MAHASISWA/I KATOLIK DI TINGKAT

UNIVERSITAS NEGERI DI YOGYAKARTA

Tesis

Oleh:

Andreas Krishna Gunawan

NIM: 166312002

FAKULTAS TEOLOGI

PROGRAM STUDI MAGISTER TEOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2018

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

i

i

TEO

PAHAM ALLAH DALAM IDENTITAS RELIGIUS:

PENELITIAN ATAS MAHASISWA/I KATOLIK DI TINGKAT

UNIVERSITAS NEGERI DI YOGYAKARTA

Tesis

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Teologi

Oleh:

Andreas Krishna Gunawan

NIM: 166312002

FAKULTAS TEOLOGI

PROGRAM STUDI MAGISTER TEOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2018

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ill

PERNYATAAN MENGENAI KEASLIAN TESIS

Dengan ini, saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul:

PAHAM ALLAH DALAM IDENTITAS RELIGIUS:

PENELITIAN ATAS MAHASISWA/I KATOLIK DI TINGKAT

UNIVERSITAS NEGERI DI YOGYAKARTA

tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilrriah.

Yogyakarta, i9 Oktober 2018

Penulis,

w,wm#Andreas Krishna Gunawan

NIM:136312002

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

TESIS

PAHAM ALLAH DALAM IDENTITAS RELIGIUS:

PENELITIAN ATAS MAILASISWAII KATOLIK DI TINGKAT

UNIVERSITAS IYtrGERI I}I YOGYAKARTA

Yang dipersiapkan oleh:

ANDREAS KRISHNA GTINAWAN

NIM:166312002

Telah dipertahankan di depan Dewan Pengujipada tanggal 19 September 2018dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Pembimbing Utama

Dr. YB. Heru Prakosa, SJ

Pembimbing Pendamping

Dr. YB. Prasetyantha, MSF

Anggota Dewan Penguji

Albertus Bagus Laksaua, SJ., Ph. D.

Yoryakarta, .?1Ot toUer 2018Universitas Sanata Dhanna

Fakultas Teologi

Dekan,

z?--

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iv

Karya sederhana ini kupersembahkan kepada:

Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus yang semakin kuimani dalam

pengolahan bahan tesis ini.

Keuskupan Agung Semarang (Bapa uskup, para romo dan teman-teman

frater) yang selalu menjadi keluarga yang mendukung perkembangan kami

sebagai calon imam.

Bapak Petrus Gerardus Sukidjan, Ibu Verina Carina Sumaryati, keluarga

kecilku yang selalu mendukung dalam doa.

Umat di Keuskupan Agung Semarang yang dengan berbagai caranya

membantu pendidikan kami di Seminari Tinggi St. Paulus.

Para remaja Katolik yang selalu mencari dalam krisis tetapi semakin

didewasakan imannya dalam Yesus Kristus Sang Guru.

"Ya Allah, Engkau menanam hasrat di dalam hati kami karena Engkau telah

menciptakan kami menurut citra-Mu sendiri. Hati kami tetap tidak tenang sampai

kami menemukan ketenteraman di dalam Engkau?"

St. Agustinus

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK

Keberagaman informasi dapat membantu maupun menghambat remaja

Katolik dalam membentuk identitas dirinya sebagai orang Katolik. Dalam

kaitannya dengan iman kepercayaan, remaja sering kali mempertanyakan

keyakinan imannya terutama saat mereka menghadapi peristiwa-peristiwa yang

tidak diharapkan. Pada umumnya kita adalah manusia biasa yang wajarlah bila

melihat, dan menilai hal-hal yang biasa saja dengan cara yang biasa pula. Maka

tesis ini mencoba menterjemahkan pada pertanyaan lebih lanjut tentang sejauh

mana Allah itu real dalam kehidupan keseharian remaja?

Teologi Korelasi dari Toms Jacob dan Edward Schillebeeckx

memfasilitasi sebuah refleksi terkait dengan gagasan ‘pengalaman’. Gagasan

pengalaman ini mengikuti penafsiran Schillebeeckx tentang pengalaman

penyelamatan dalam Kristus dari suatu lingkungan budaya ke lingkungan budaya

berikutnya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode eksplanatoris

sekuensial dengan pendekatan korelasi yang dimaksudkan untuk meyakinkan

bahwa akhirnya Allah adalah Tidak-Mungkin-Disepertiapakan. Gejala yang

terjadi dalam diri remaja akhir (mahasiswa/i) dari beberapa universitas negeri

menampakkan kecenderungan mengkotak-kotakan Allah dengan pikiran mereka

sendiri. Para remaja cenderung menghidupi Kristus sebatas pengalaman

individual (mengarah pada diri pribadi) - partikular yang terpusat pada ‘aku’.

Boleh dikatakan, mereka memper-tuhan-kan agamanya sendiri dan membuat citra

Tuhan menurut seleranya sendiri, tetapi lupa tentang Tuhan yang sebenarnya,

yang tidak mungkin terjangkau oleh pikiran, imajinasi, dan perumusan manusia.

Menurut penulis, salah satu bagian penting adalah realitas pengalaman. Di

mana yang dimaksudkan dengan realitas adalah segala hal yang dapat kita jadikan

objek. Meskipun demikian ada realitas pengalaman yang konkret dan ada realitas

pengalaman yang tidak konkret. Realitas itu ya sekarang ini dan di sini. Sebuah

kesadaran akan realitas yang ada di sini dan sekarang ini, itulah yang menghantar

kita pada pengalaman rohani yang mendalam.

Dunia ini adalah sebagai ajang pewahyuan Kasih Allah kepada manusia

yang terus-menerus. Kita akan menyadari bahwa seringkali aku menghambat kita

untuk secara total menanggapi perwahyuan itu. Jikalau demikian, kita akan tetap

bisa merasakan bahagia meskipun kita merasa prihatin, karena di sana-sini ada

penindasan. Kekacauan. Dengan bahagia pula, kita akan membiarkan Allah yang

sempurna itu memperbaikinya, melalui diri kita sendiri, melalui orang lain. Akan

tetapi, ini hanya memungkinkan kalau kita memiliki kesadaran: bahwa realitas ini

baik-baik saja, bahkan kita juga dipanggil untuk mengejawantahkan

kesempurnaan Allah. Maka, wajar kalau kita meminta kebijaksananaan mana

yang perlu diubah dan mana yang tidak bisa diubah

Kata Kunci: Paham Allah, Identitas Religius, Kaum Remaja Akhir, James

Marcia, Toms Jacob, Edward Schillebeeckx.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT

Different information could both help and or hinder Catholic’s

adolescents in constructing their identity as the Catholics. In relation to the faith,

the adolescents sometimes question their faith especially when they experience the

unexpected things. Commonly, we are mere humans who are so common in

viewing, and valuing common things through common ways. Thus, this thesis

attempts to translate further questions to what extent God is real in teenagers’

daily basis.

Toms Jacob and Edward Schillebeeckx’s Correlational Theology had

facilitated a reflection related to the concept of “experience”. This concept of

experience follows Schillebeeckx’s interpretation about the experience of Christ’s

salvation from cultural environment to another cultural environment. In this

research, the researcher used the sequential-explanatory method with the

correlational approach meant to confirm that at the end, God is Impossible-To Be

Like As. The symptoms indicated in the adolescents (college students) from

several universities had indicated the tendency that they define God in their own

minds. The adolescents tend to live the Christ as just the individual experiences

(lead to the self) – particular which centered to “I”. Could be said that they deify

their own religion and construct the God image according to their own taste, but

had forgotten the real God, whom unreachable by the thoughts, imagination, and

human’s formulation.

According to the researcher, one of the important things is the reality of

experiences. What is meant by the reality is all things which could be made as the

objects. However, there are concrete and abstract realities of experiences. An

awareness of the reality here and now will be what to lead us to the deeper

spiritual experiences.

Truly, the awareness, the contact with the reality; is the most practical

among other sciences. The awareness itself which put us into the mystery of God

the Trinity; the Lord who had created us in His image, who had disparaged

Himself in Jesus as the Firstborn, who had resided in us as the Holy Spirit, who

had sanctified us. It is the spirit that enables humans’ intrinsic experiences to

become the Lord’s perfect outpouring. Thus, this world is the Lord’s site to reveal

His continuous love. The researcher realizes that sometimes I hinder us to feel

happy albeit we have our concerns on the repressions and chaos here and there.

By being happy also, we would let the perfect Lord restore, through ourselves,

through others. Nevertheless, this is possible when we own our awareness: that

this reality is alright, even we are called to embody the Lord’s perfection. Thus, it

is natural to ask what wisdom to be shifted and what is not.

Keywords: The Concept of Gos, Identity Religious, Catholic’s Adolescents, James

Marcia, Toms Jacob, Edward Schillebeeckx.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

Pengalaman belajar di Fakultas Teologi (Wedabhakti) menjadi

pengalaman berharga bagi saya. Hal yang paling mengesan adalah pengalaman

membahasakan teologi dalam konteks lokal. Para pendidik di fakultas ini

mengajak mahasiswa untuk menyadari bahwa pewartaan iman Katolik tidak bisa

mengabaikan konteks. Realitas di sekitar kehidupan umat Katolik dalam bentuk

pluralitas agama, pluralitas budaya dan juga realitas kemiskinan harus

diperhatikan. Kesadaran ini menghantar kami untuk berani membahasakan iman

ini dalam formula yang kontekstual. Kontekstual bukan berarti lepas dari sumber

iman, melainkan mampu mensintesakan antara iman Katolik dan situasi umat

setempat.

Melalui tulisan ini, penulis mencoba membuat penelitian lapangan tentang

paham Allah dalam identitas religius. Konteks yang diteliti adalah ‘kaum remaja

akhir’. Remaja akhir adalah sekelompok umat yang berusia antara 18-22 tahun.

Pertanyaan pokoknya adalah ‘Yesus Kristus macam apa yang cocok diwartakan

bagi para remaja akhir?’. Proses pembelajarannya menggunakan penelitian

melalui kuesioner dan wawancara secara mendalam.

Pembelajaran ini membantu memahami bahwa ‘Yesus Kristus Sang Guru,

Jalan, Keselamatan dan Hidup’ menjadi rumusan kristologi kontekstual bagi para

remaja akhir. Harapannya, pembelajaran dalam tulisan ini bisa menjadi bahan

pembelajaran pula bagi banyak kalangan, terutama dalam usaha memahami

makna kehadiran Yesus Kristus dalam hidup sehari-hari.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tesis ini ada karena banyak pihak berpartisipasi dalam membantu dan

mendukung secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karenanya penulis

berterima kasih kepada:

1. Allah Tritunggal Maha Kudus yang senantiasa setia mendampingi, dan tidak

jemu-jemu membangkitkan semangat dalam menyelesaikan studi ini.

2. Bapak P.G. Sukidjan dan Ibu V.C. Sumaryati beserta seluruh keluarga besar

adik tercinta atas doa, dukungan semangat dan segala yang telah diberikan.

3. Mgr. Robertus Rubiyatmoko dan Rm.YR. Edy Purwanto, Pr., selaku pejabat

di Keuskupan Agung Semarang yang telah memberi kesempatan dan

kepercayaan kepada penulis untuk menggeluti panggilan melalui studi

program magister teologi.

4. Rm. J. Djoko Setya Prakosa, Pr, Rektor Seminari Tinggi St. Paulus dan para

staff yang selalu memberikan dukungan hingga tesis dapat diselesaikan.

5. Rm. Dr. YB. Heru Prakosa. SJ., sebagai pembimbing pertama dan Rm. Dr.

YB. Prasetyantha, MSF sebagai pembimbing kedua. Terima kasih telah

mendampingi dengan penuh kasih, kesabaran, perhatian serta

kemurahatiannya mau merelakan waktu untuk membimbing dan menemani

perjuangan penulis, di tengah-tengah kesibukan beliau-beliau.

6. Rm. M. Purwatma. Pr., selaku pembimbing rohani yang telah menjadi

“teman” sekaligus orangtua, senantiasa mengingatkan dan atas sapaan

personalnya.

7. Dra. Pratiwi Wahyu Widiarti, M.Si., sebagai pendamping tesis. Terima kasih

telah mendampingi dengan penuh kasih, kesabaran, perhatian serta

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kemurahatiannya mau merelakan waktu untuk membimbing dan menemani

perjuangan penulis dalam pembuatan kuesioner, pengolahan data dalam

ranah psikologi.

8. Bapak Garuda Sukmantara, yang menemani penulis dalam perjuangan

penulis melihat dalam kaca matai man Katolik.

9. Mas Suwandi, Mas Lismi di perpustakaan Seminari Tinggi St. Paulus dan

Para karyawan perpustakaan Kolsani yang membantu dalam penyediaan dan

pencarian sumber-sumber bacaan bagi tulisan ini.

10. Teman-teman pastor yang telah menjadi bagian hidupku. Para karyawan di

Seminari Tinggi St. Paulus yang mendukung melalui doa dan sapaan sehari-

hari.

11. Mas Nardi, Mbak Weni dan Mas Tri di administrasi Program Studi Magister

Teologi, Fakultas Teologi, Universitas Sanata Dharma yang mendukung

serta menyemangati dalam pengerjaan.

12. Semua pribadi yang tidak dapat disebut satu per satu, yang telah

memberikan dukungan dan dorongan sehingga tesis ini selesai

Tulisan ini kiranya masih jauh dari sempurna. Dengan penuh kerendahan

hati, saya mohon maaf apabila dalam pengerjaan tesis saya telah banyak

melakukan kesalahan. Oleh karenanya, penulis mengharapkan adanya kritik dan

saran dari Anda demi sempurnanya tulisan ini.

Salam

Andreas Krishn

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS .................................... iii

ABSTRAK ..................................................................................................... v

ABSTRACT ................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ................................................................................... viii

DAFTAR ISI .................................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xxii

DAFTAR SKEMA ........................................................................................ . xxiv

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xxv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 16

1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 17

1.4 Metode Penelitian .......................................................................... 20

1.4.1 Sampel Penelitian ............................................................................ 22

1.4.2 Lokasi/ Tempat Penelitian .............................................................. 23

1.5 Sistematika Penulisan ................................................................... 23

1.5.1 Analisis Data Sebelum di Lapangan ............................................... 23

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1.5.2 Analisis Data Selama di Lapangan .................................................. 24

1.5.3 Analisis Data Setelah di Lapangan ................................................. 25

1.6 Struktur Penulisan ........................................................................ 25

BAB II PAHAM ALLAH DALAM PERSPEKTIF TOM JACOBS ..... 29

2.1 Pengantar ....................................................................................... 29

2.2 Pater Tom Jacobs .......................................................................... 31

2.3 Paham Allah dalam Perspektif Tom Jacobs .............................. 35

2.3.1 Teologi Hermeneutika .................................................................... 35

2.3.1.1 Bahasa Teologis dan Pengalaman ................................................... 37

2.3.1.2 Metode Korelasi .............................................................................. 42

2.3.1.3 Pandangan Tom Jacobs: Kristus sebagai Wahyu Allah yang

Menyelamatkan ............................................................................... 44

2.3.2 Paham Allah dalam Era Pastmodern ............................................... 52

2.3.2.1 Postmodern sebagai Konteks .......................................................... 55

2.3.2.2 Postmodernisme dan Agama ........................................................... 59

2.3.2.3 Sekularisme ..................................................................................... 62

2.3.2.4 Fundamentalisme ............................................................................ 64

2.3.2.5 Peranan Teologi Moral ................................................................... 66

2.3.2.6 Fundamentalisme Kristiani ............................................................. 69

2.3.2.7 Spiritualitas Teologis sebagai Kritik Sosial .................................... 71

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2.3.2.8 Paham Allah dalam Dunia Postmodern .......................................... 72

2.3.3 Pertanggungjawaban Teologis tentang Paham Allah ...................... 73

2.3.3.1 Paham Allah Tetaplah Misteri ........................................................ 74

2.3.3.2 Keterarahan Fundamental Kristiani ................................................ 75

2.3.3.3 Perjumpaan dengan Yang Ilahi dalam Aspek Teologis Tom Jacobs

.......................................................................................................... 77

2.3.3.4 Moral dalam Aspek Teologis Tom Jacobs ...................................... 79

2.3.3.5 Pewartaan dalam Aspek Teologis Tom Jacobs ............................... 80

2.4 Kesimpulan .................................................................................... 82

BAB III PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN DALAM TELAAH

TEORI IDENTITAS DARI JAMES MARCIA DAN

PANDANGAN PAHAM ALLAH MENURUT TOM JACOBS 89

3.1 Pengantar ....................................................................................... 89

3.2 Mengenal James E. Marcia .......................................................... 90

3.3 Pengertian Tentang Adolesvence dan Gagasan James Marcia

Tentang Teori Identitas ................................................................ 91

3.3.1 Status Identitas ................................................................................ 97

3.3.2 Elemen-elemen Identitas Diri ......................................................... 102

3.3.2.1 Eksplorasi Identitas ......................................................................... 104

3.3.2.2 Komitmen Identitas ......................................................................... 108

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3.4 Jenis Penelitian .............................................................................. 114

3.4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 117

3.4.2 Populasi, Sampel Penelitian dan Informan Penelitian .................... 118

3.4.2.1 Populasi ........................................................................................... 118

3.4.2.2 Sampel Penelitian ............................................................................ 120

3.4.2.3 Informan Penelitian ......................................................................... 121

3.4.3 Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ...................................... 122

3.4.3.1 Instrumen Data Kualitatif ................................................................ 122

3.4.3.2 Teknik Pengumpulan data Kuantitatif ............................................ 126

3.4.3.3 Intrumen Data Kualitatif ................................................................. 127

3.4.4 Validitas dan Realiabilitas Instrument ............................................ 131

3.4.4.1 Validitas Instrumental ..................................................................... 131

a. Data Uji Validitas Dimensi Misteri Allah ...................................... 132

b. Data Uji Validitas Dimensi Identitas Religius ................................. 133

3.4.4.2 Uji Realibilitas ................................................................................ 135

a. Data Uji Realibilitas Misteri Penyingkapan Ilahi Allah

bagi Manusia .................................................................................... 136

b. Data Uji Realibilitas Identitas Religius tentang paham Allah ........ 137

3.5 Data Penelitian .............................................................................. 138

3.6 Analisa Data .................................................................................. 142

3.6.1 Analisis Data Kuantitatif .................................................................. 142

3.6.1.1 Data Kuantitatif Misteri Penyingkapan Ilahi Allah ........................ 142

a. Data Indikator Tanpa Ikatan Allah Beserta Kita ............................. 143

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

b. Data Kuantitatif Nilai dari Indikator Karya Penciptaan dan Karya

Penyelamatan .................................................................................. 144

c. Data Kuantitatif Nilai dan Indikator Allah Tritunggal .................... 146

d. Data Kuantitatif Nilai dari Indikator Iman dan Wahyu .................. 147

e. Data Kuantitatif Nilai dari Indikator Dinamika Rumusan Iman ..... 148

f. Data Kuantitatif Nilai dari Variabel Misteri Allah ......................... 149

3.6.1.2 Data Kuantitatif Identitas Religious tentang Paham Allah ............. 151

a. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Eksplorasi,

dengan Indikator Pengalaman Religius/Iman ................................. 151

b. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Eksplorasi,

dengan Indikator Agama ................................................................. 152

c. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Eksplorasi,

dengan Indikator Filsafat Agama .................................................... 154

d. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Eksplorasi,

dengan Indikator Teologi ................................................................ 155

e. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Eksplorasi ............................. 156

f. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Komitmen,

dengan Indikator Pengalaman Religius/Iman ................................. 159

g. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Komitmen,

dengan Indikator Agama ................................................................. 160

h. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Komitmen,

dengan Indikator Filsafat Agama .................................................... 162

i. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Komitmen,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dengan Indikator Teologi ................................................................ 163

j. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Komitmen .............................. 164

k. Data Kuantitatif Nilai dari Status Identitas Religius ....................... 166

3.6.1.3 Data Kuantitatif Identitas Religius dan Jenis Kelamin

dari Responden ................................................................................ 169

3.6.1.4 Pembahasan ..................................................................................... 170

3.6.2 Analisis Data Kuanlitatif ................................................................. 173

3.6.2.1 Identity Diffusion ............................................................................ 175

Intan Suryani: Menjadi Diriku yang Sebenarnya ............................. 175

Agama Membentuk Kepribadian Seorang Hingga Menjadi Seorang

yang Dewasa ................................................................................... 178

Allah itu Selalu Ada ......................................................................... 179

Yesus, Pewahyu dari Allah .............................................................. 181

Allah Hadir dalam Kehidupan ........................................................ 183

Semakin Dewasa, Semakin Tahu .................................................... 185

3.6.2.2 Identity Foreclosure ........................................................................ 185

Ibnu Cahyo Susanto: Sang Pencari Makna Kasih ............................ 186

Agama guna Pegangan Hidup ......................................................... 187

Pengalaman Allah dalam Arti Kasih ................................................ 188

Yesus adalah Sang Penolong ........................................................... 190

Allah Hadir dalam Teman-temanku ................................................ 190

Keterkaitan Identitas Religius dan Paham Allah ............................ 191

Theresa Sekar Wening: Sang Pendoa .............................................. 192

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Agama Sarana untuk Bersyukur ...................................................... 194

Pengalaman Allah sebagai Pemberi Segalanya .............................. 194

Yesus, itu Bapak .............................................................................. 195

Allah Hadir dalam Setiap Kebutuhanku ......................................... 196

Semakin Dewasa Identitas, Semakin Berkembang pula Pemahaman

akan Allah ....................................................................................... 197

3.6.2.3 Identity Moratorium ........................................................................ 198

Ayatmaka Jati: Sang Qua Vadis....................................................... 198

Agama Membantu Mengolah Penyadaran akan Diri, Membantu

Menuju pada Yang Transenden ...................................................... 198

Allah ada dalam Diri Orang-orang Sekelilingku ............................. 199

Yesus adalah Sang Talenta dalam Hidupku .................................... 200

Allah Hadir dalam Setiap Langkah Hidupku .................................. 201

Orang Tumbuh Dewasa, Dewasa pula dalam Segala Hal ............... 202

3.6.2.4 Identity Achievement ....................................................................... 203

Veronika Asih ................................................................................. 203

Agama sebagai Sarana untuk Mengenal Allah ................................ 203

Allah adalah Sang Pelindung ........................................................... 204

Yohanes Chandra ............................................................................. 205

Agama Menganut Ajaran-ajaran ..................................................... 205

Yesus adalah Anak Allah ................................................................ 205

Allah Hadir dalam Penetuan Pengambilan Keputusan ................... 206

Kedewasaan Iman dan Kepribadian yang Seimbang ...................... 206

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3.7 Konfrontasi Dengan pandangan Tom Jacobs ............................ 207

Kebahagiaan Surgawi di Dunia ....................................................... 214

3.8 Kesimpulan .................................................................................... 216

BAB IV KRISTOLOGI DALAM KONTEKS PENGALAMAN

KESEHARIAN KAUM REMAJA: SINTESA DENGAN

REFLEKSI TEOLOGIS DARI SCHILLEBEECKX ............... 223

4.1 Pengantar ....................................................................................... 223

4.2 Biografi Edward Schillebeckx ...................................................... 226

4.3 Korelasi Sebagai Pengalaman ...................................................... 228

4.3.1 Bahasa Teologis dan Pengalaman ................................................... 230

4.3.2 Orthodoksi, Kritik Negatif dan Korelasi ......................................... 232

4.4 Pengalaman Sebagai Kekuatan Penggerak Iman dan Teologi .. 236

4.4.1 Kekristenan Dimulai dengan Pengalaman - Wahyu

dan Pengalaman .............................................................................. 238

4.4.2 Pengalaman Dunia Modern ............................................................. 252

4.4.3 Menuju Korelasi Kritis antara Tradisi dan Situasi Modern ............ 256

4.4.4 Keunggulan Interpretasi Pengalaman ............................................. 264

4.4.4.1 Salib sebagai Ketaatan Kepaka Kehidupan .................................... 268

4.4.4.2 Status Questionis ............................................................................. 282

4.4.4.3 Peran Pengalaman Penderitaan dalam Kebangkitan Iman .............. 292

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4.5 Kemanusiaan Yesus Sebagai Keselamatan

yang Datang dari Allah ............................................................... 299

4.6 Kesimpulan .................................................................................... 309

BAB V PENUTUP ...................................................................................... 318

5.1 Pengantar ....................................................................................... 318

5.2 Catatan Akhir ................................................................................ 321

5.3 Langkah Pastoral .......................................................................... 323

5.4 Refleksi Teologis ............................................................................ 328

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 330

LAMPIRAN ..................................................................................................... 336

1 Lampiran 1 ....................................................................................... 337

2 Lampiran 2 ...................................................................................... 348

3 Lampiran 3 ...................................................................................... 358

3.1 Uji Validitas dan Reliabilitas ........................................................... 359

3.1.1 Output Uji Validitas Misteri Penyingkapan Ilahi Allah

bagi Manusia ................................................................................... 359

3.1.2 Output Uji Validitas Identitas Religius tentang Paham Allah ........ 362

3.1.3 Output Uji Realibilitas Dimensi Misteri Allah ............................... 370

3.1.4 Output Uji Reabilitas Identitas Religius tentang Paham Allah ....... 371

3.2 Hasil Penelitian ............................................................................... 373

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4 Lampiran 4 ...................................................................................... 413

4.1 Intan Suryani ................................................................................... 414

4.2 Theresia Sekar Wening .................................................................... 426

4.3 Adyatmaka Jati ................................................................................ 436

4.4 Veronika Asih ................................................................................. 447

4.5 Ibnu Cahyo Susanto ......................................................................... 453

4.6 Yohanes Chandra ............................................................................ 458

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Status-status Identitas ................................................................ 5

Tabel 3.1 Daftar Mahasiswa/i Katolik di Universitas Negeri Yogyakarta 117

Tabel 3.2 Daftar Mahasiswa/i Katolik di Universitas Gadjah Mada ......... 118

Tabel 3.3 Skala Penilaian untuk Pernyataan Positif dan Negatif .............. 122

Tabel 3.4 Kisi-kisi Misteri Penyingkapan Ilahi Allah bagi Manusia ........ 123

Tabel 3.5 Kisi-Kisi Identitas Religius tentang Paham Allah .................... 124

Tabel 3.6 Output Uji Validitas Dimensi Misteri Allah ............................. 130

Tabel 3.7 Output Uji Validitas Dimensi Identitas Religius ...................... 131

Tabel 3.8 Output Uji Reliabilitas Dimensi Misteri Penyingkapan Ilahi Allah

bagi Manusia ............................................................................. 134

Tabel 3.9 Output Uji Reliabilitas Identitas Religius ................................. 135

Tabel 3.10 Deskripsi Usia Responden Penelitian ....................................... 137

Tabel 3.11 Kisi-kisi Misteri Penyingkapan Ilahi Allah bagi Manusia ........ 138

Tabel 3.12 Kisi-kisi Identitas Religius tentang Paham Allah ..................... 138

Tabel 3.13 Daftar Informan dalam Penelitian Kualitatif ............................ 139

Tabel 3.14 Indikator Tanpa Ikatan Allah Beserta Kita ............................... 140

Tabel 3.15 Indikator Karya Penciptaan dan Karya Penyelamatan .............. 142

Tabel 3.16 Indikator Allah Tritunggal ........................................................ 143

Table 3.17 Indikator Iman dan Wahyu ....................................................... 145

Tabel 3.18 Indikator Dinamika Rumusan Iman .......................................... 146

Tabel 3.19 Indikator Misteri Allah ............................................................. 147

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.20 Eksplorasi Pengalaman Religious/Iman ................................... 149

Tabel 3.21 Eksplorasi Agama ..................................................................... 150

Tabel 3.22 Eksplorasi Filsafat Agama ........................................................ 152

Tabel 3.23 Eksplorasi Teologi .................................................................... 153

Tabel 3.24 Eksplorasi .................................................................................. 154

Table 3.25 Komitmen Pengalaman Religius ............................................... 157

Tabel 3.26 Komitmen Agama ..................................................................... 158

Tabel 3.27 Komitmen Filsafat Agama ........................................................ 160

Tabel 3.28 Komitmen Teologi .................................................................... 161

Tabel 3.29 Dimensi Komitmen ................................................................... 163

Tabel 3.30 Status Identitas Religius ............................................................ 165

Tabel 3.31 Responden Penelitian berdasarkan Status Identitas .................. 167

Tabel 3.32 Crosstabulasi Identitas Religius – Jenis Kelamin ..................... 168

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR SKEMA

Skema 3.1 Proses Penelitian Kombinasi Sequential Explanatory ................... 114

Skema 3.2 Langkah-langkah Penelitian dalam Desain Sequential Explanatory

......................................................................................................... 115

Skematik Teologi Hermeneutika Schillebeeckx ................................................ 267

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR SINGKATAN

A. Dokumen

GS : Gaudium et Spes: Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Dewasa

ini, Dokumen Konsili Vatikan II, 1965.

DV : Dei Verbum: Konstitusi Dogmatis Tentang Wahyu Illahi, Dokumen

Konsili Vatikan II, 1965.

AG : Ad Gentes: Dekrit Tentang Kegiatan Misioner Gereja, Dokumen

Konsili Vatikan II, 1965.

B. Istilah-istilah Umum

art. : artikel

bdk. : bandingkan

Luk : Lukas

Mat : Matius

Mrk : Markus

Yoh : Yohanes

Ptr : Petrus

Tim : Timotius

Kor : Korintus

Kis : Kisah Para Rasul

IPTEK : Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

IKMK : Ikatan Keluarga Mahasiswa Katolik

KMK : Keluarga Mahasiswa Katolik

SKS : Satuan Kredit Semester

IP : Indeks Prestasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

SD : Sekolah Dasar

SMP : Sekolah Menengah Pertama

SMU : Sekolah Menengah Umum

UGM : Universitas Gadjah Mada

UNY :Universitas Negeri Yogyakarta

ISI : Institus Seni Indonesia

UM : Ujian Masuk

SBMPTN : Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pada bulan Januari 2014 umat Allah Keuskupan Agung Semarang

mengadakan Temu Pastoral. Yang menjadi tema pembicaraan sepanjang

pertemuan tersebut adalah Formatio Iman. Tema ini dilatarbelakangi oleh Tahun

Iman yang telah berlangsung dari bulan Oktober 2012 hingga November 2013.

Dalam pertemuan itu, dikatakan bahwa: pada masa remaja, mereka menyukai hal-

hal yang popular dan peka terhadap perkembangan budaya serta teknologi yang

mempengaruhinya. Setidaknya dari pengamatan penulis, remaja saat ini memiliki

satu telepon genggam atau smartphone. Sebagian juga dari mereka memiliki

tablet, pemutar musik, dan atau laptop. Bahkan juga, beberapa dari mereka juga

sangat lekat dengan smartphone atau tablet sampai-sampai dalam ibadat/ekaristi

pun masih sibuk memainkan perangkat teknologi tersebut.

Kehidupan yang bergantung dan melekat dengan peralatan teknologi ini

membawa konteks hidup tertentu bagi remaja Katolik; terkhusus dalam

menentukan dan menjalankan tugas perkembangannya pada masa remaja akhir.1

1 Salah satu tugas perkembangan remaja adalah memenuhi perkembangan kepribadian yang

sehat pada dirinya. Perkembangan kepribadian yang sehat pada remaja “menuntut” kemantapan

identitas agar remaja dapat mengelola atau menciptakan kembali suatu pengertian yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kekayaan dalam menemukan informasi ini, di satu sisi dapat mendorong remaja

menjadi lebih kritis, cermat dan analitis dalam berpikir dan berpendapat. Selain

itu, mereka juga dapat menjadi lebih matang dalam mengambil keputusan karena

bisa mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Meskipun demikian,

keberagaman ini jika tidak dikelola dengan baik justru dapat menyebabkan

kebingungan identitas (berada pada krisis identitas yang berkepanjangan),

ketercabutan dari akar tradisi (baik agama maupun kultural lokal) dan sikap

apatis-pragmatis terhadap hidup.2

Keberagaman informasi dapat membantu

maupun menghambat remaja Katolik dalam membentuk identitas dirinya sebagai

orang Katolik.

Dalam kaitannya dengan iman kepercayaan, remaja sering kali

mempertanyakan keyakinan imannya terutama saat mereka menghadapi

peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan, misalkan: kegagalan, kegalauan, sakit,

atau masalah lainnya.3

Pada usia ini, remaja mulai memeriksa kembali

(reexamine) dan mengevaluasi kembali (reevaluate) berbagai keyakinan dan nilai

yang selama ini telah dimiliki, terlepas dari otoritas keagamaan.4 Banyak orang

menyeluruh tentang dirinya. Lerner, Richard. M & Hultsch, David. F, Human Development, a life-

span perspective (New Jersey: Prentice Hall, 1998), 24. 2 Agus Cremers, Teori Perkembangan Kepercayaan; Karya-karya Penting James W. Fowler

ed. A. Supratiknya (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1995), 9. 3 Bdk. Wagner menyebut keraguan religius adalah “banyak remaja menyelidiki agama sebagai

suatu sumber dari rangsangan emosional dan intelektual. Para pemuda ingin mempelajari agama

berdasarkan pengertian dan tidak ingin menerimanya begitu saja. Mereka meragukan agama bukan

karena ingin menjadi agnostic atau atheis, melainkan karena mereka ingin menerima agama

sebagai sesuatu yang bermakna-berdasarkan keinginan mereka untuk mandiri dan bebas

menentukan keputusan-keputusan mereka sendiri”. Wagner, H. The Adolescence and His

Religion, Jounal of Adolescence 13 (19783): 49-364. 4 Bdk. Tahap 3: Kepercayaan Sintesis-Konvensional; Agus Cremers, Teori Perkembangan

Kepercayaan, 30-32.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

berhenti pada tahap iman sintesis konvensional.5 Pada tahap ini, iman diterima

begitu saja sebagai warisan dalam proses sosialisasi primer, tanpa adanya proses

pembatinan atau internalisasi. Iman dikatakan belum menjadi milik seseorang,

terkhusus pada remaja akhir. Berkat munculnya kemampuan kognitif baru, yaitu

penalaran-penalaran logis, maka remaja sanggup merefleksikan secara kritis

riwayat hidupnya dan mulai menggali arti sejarah hidupnya bagi dirinya sendiri.6

Yang remaja cari ialah suatu sintesis baru atas berbagai arti yang pernah dialami

dalam hidup.7

Maka boleh dikatakan bahwa upaya menciptakan – dengan

penalaran-penalaran formal – kerangka arti dan makna baru (sintesis) ini

menyebabkan remaja sangat tertarik pada ideologi dan agama.

Agamalah yang menciptakan rangka makna eksistensial yang

terdalam dan terakhir, dengan menempatkan orang dalam relasinya

dengan lingkungan akhir. Sang remaja berjuang menciptakan suatu

sintesis dari berbagai keyakinan dan nilai religius yang dapat

mendukung proses pembentukan identitas diri dan memungkinkan

munculnya rasa bersatu dengan orang-orang lain dalam suasana

kesetiakawanan afektif. Namun sintesis religius pribadi sebagaian

besar bersifat kurang refleksif dan masih terikat – sering secara

negatif – pada pandangan religius konformistik yang umum.8

Tantangan dalam tahap perkembangan ini menjadi semakin tinggi ketika

remaja hidup dalam situasi dan kondisi yang plural, dengan kebebasan dan

keleluasaan mencari dan menemukan informasi. Alan S. Waterman menegaskan,

5 Agus Cremers, Teori Perkembangan Kepercayaan, 31.

6 Remaja mulai mengambil alih pandangan pribadi orang lain menurut pola “pengambilan

perspektif antar pribadi secara timbal balik” (Aku lihat engkau melihat diriku; dan aku melihat

diriku sebagaimana, menurut hematku, engkau melihat diriku. Sepadan dengan hal itu: Engkau

melihat dirimu sendiri sesuai pandanganku tentangmu; dan engkau melihat dirimu sendiri

sebagaimana, menurut hematmu, aku melihat dirimu). Agus Cremers, Teori Perkembangan

Kepercayaan, 30-31. 7 Sintesis adalah mengintegrasikan segala gambaran diri yang begitu berbeda supaya menjadi

suatu identitas diri dan diri batiniah yang koheren. Agus Cremers, Teori Perkembangan

Kepercayaan, 31. 8 Agus Cremers, Teori Perkembangan Kepercayaan, 31-32.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bahwa tahun-tahun di perguruan tinggi merupakan saat terbaik untuk

pembentukan identitas, dan perguruan tinggi terbukti mempermudah

perkembangan identitas dalam bidang religiusitas.9 Menurut Grotevant, perguruan

tinggi merupakan salah satu dari 4 konteks pembentukan identitas, yaitu: kultur

dan masyarakat; keluarga; peer; sekolah dan pekerjaan.10

Marcia mengemukakan identitas adalah struktur diri, sebagai suatu hal

internal, organisasi dinamik dari dorongan, kemampuan, keyakinan dan sejarah

individu yang terkonstruksi.11

Semakin berkembang struktur ini, maka individu

makin sadar tentang keunikan mereka dan kesamaannya dengan orang lain

sekaligus tentang kekuatan dan kelemahan dalam menempuh hidup mereka.

Kurang berkembangnya struktur ini, maka individu akan makin kebingungan

melihat perbedaan mereka dari orang lain dan mereka semakin mendasarkan diri

pada sumber-sumber eksternal untuk mengevaluasi diri sendiri.12

Identitas yang

mantap tampak saat remaja akhir13

menjadi mahasiswa dengan mamasuki dunia

perguruan tinggi. Apabila dikaitkan dengan teori pembentukan identitas dari

Marcia,14

mahasiswa yang memilih salah satu agama (misal Katolik), dapat

9 Alan S. Waterman, “Developmental Perspectives on Identity Formation: From Adolescence to

Adulthood”, dalam J. E. Marcia, The Ego Identity: A Handbook for Psychosocial Research (New

York: Springer-Verlag, 1993), 53-54. 10

Raskin, P.M., & Waterman, A.S., “On the bidirectional impact of counseling on identity and

intimacy development”, dalam Sally L. Archer (Ed.), Interventions for Adolescent Identity

Development (California: Thousand oaks, CA, Sage, 1994), 156. 11

James E. Marcia dalam Adelson, J. (Editor), Handbook of Adolescent Psychology, (New

York: John Wiley & Sons. Inc, 1980), 159. 12

James E. Marcia, The Ego Identity: A Handbook for Psychosocial Research, 205. 13

Masa remaja dibagi menjadi 3 fase, yaitu: 1) masa remaja awal (early adolescence), 11/12-15

tahun; 2) masa remaja tengah (middle adolescence), 15-18 tahun; 3) masa remaja akhir (late

adolesence), 18-22 tahun. Marcia dan Archer dalam James E. Marcia, The Ego Identity: A

Handbook for Psychosocial Research, 177, 205. 14

Status identitas menurut Marcia, berisi pertanyaan-pertanyaan dalam domain vokasional

(pekerjaan atau pilihan karir); ideologi yang terdiri dari keyakinan religi dan politik; dan nilai-nilai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dikatakan memiliki identitas sebagai mahasiswa Katolik, hal ini dilihat dari segi

isi (content); sedang dari segi proses, mahasiswa tersebut telah melakukan

eksplorasi dan memiliki komitmen terhadap agama yang dipilih. Dalam

pembentukan identitas masa remaja akhir, ada atau tidaknya proses eksplorasi dan

komitmen akan menentukan 4 status identitas individu (Identity Achievement,

Identity Moratorium, Identity Foreclosure, Identity Diffusion).

Tabel 1.1

Status-status Identitas

Status-status Identitas

Identity

Achievement

Identity

Moratorium

Identity

Foreclosure

Identity

Diffuse

Eksplorasi Ada Dalam Proses Tidak ada Ada/tidak ada

Komitmen Ada Ada, tapi samar Ada Tidak ada

Sumber: J.E. Marcia, The Ego Identity: A Handbook for Psychosocial Research

(New York: Springer-Verlag, 1993), 11.

Tema identitas tidak berhenti pada masa dewasa (saat kondisi status achievement

tercapai), seorang individu dapat mengalami krisis dan masuk dalam status

Moratorium, kemudian kembali ke Achievement yang oleh Marcia disebutnya

sebagai MAMA cycles.15

Fenomena di atas menunjukkan, bahwa meskipun berada

dalam masa remaja akhir, dalam hal ini mahasiswa/i telah bereksplorasi dan

memiliki komitmen dalam bidang religiusitas (Katolik). Namun ketika menjalani

perkuliahan, mahasiswa tampak tidak bereksplorasi atau justru kembali

interpersonal seperti sikap peran jenis kelamin dan seksualitas. James E. Marcia, dalam Bosma,

H.A. et.al. (Editor). Identity & Development (California: Sage Publication, 1994), 72. 15

Siklus M-A-M-A (Moratorium-Achievement-Moratorium-Achievement).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bereksplorasi dan kurang mantap dalam mengambil komitmen. Dalam

pembentukan identitas religius, diperlukan adanya eksplorasi dan komitmen.

Remaja, sering kali mengungkapkan berbagai alasan untuk menghadiri ibadah

keagamaan, ada yang mencerminkan komitmennya, namun ada juga yang

menunjukkan kurangnya eksplorasi diri dalam beragama. Eksplorasi terus

berlanjut karena mereka percaya kepada Allah, bahwa agama itu penting bagi

kehidupan mereka, ajarannya mengajarkan bagaimana membedakan yang baik

dan yang buruk, dan membuat mereka merasa memiliki nilai positif setelah

mereka menghadiri ibadah keagamaan.16

Menurut penulis, salah satu persoalan

kontekstual yang dihadapi oleh remaja, khususnya mahasiswa/i Katolik

universitas negeri di Yogyakarta saat ini adalah menemukan identitas religiusnya.

Fenomena lain yang muncul perihal agama adalah perbedaan antara sistem

kepercayaan dan tradisi budaya.17

Dalam bukunya Paham Allah, Tom Jacobs

berusaha untuk melihat kaitan antara postmodernisme dan agama dalam konteks

Indonesia. Menurut Tom Jacobs, postmodern pertama-tama dipahami bukan

sebagai kritik agama melainkan, sebagai kritik kebudayaan.18

Meski pertama-tama

sebagai kritik kebudayaan, realitas postmodernisme akhirnya juga mengkritik

peran, posisi, dan realitas agama sebagai bagian dari kebudayaan dan sejarah

peradaban manusia. Konsep ‘postmodernitas’ yang sering disingkat sebagai

16

Sally L. Archer, “Identity Status in Early and Middle Adolescents: Scoring Criteria”, dalam

James E. Marcia, The Ego Identity: A Handbook for Psychosocial Research, 193. 17

James E. Marcia dan Sally L. Archer, “Identity Status in Late Adolescents: Scoring Criteria,

dalam James E. Marcia, The Ego Identity: A Handbook for Psychosocial Research, 223. 18

Tom Jacobs, Paham Allah: Dalam Filsafat, Agama-Agama, dan Teologi, (Yogyakarta:

Penerbit Kanisius, 2002), 249.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

‘postmodern’,19

merupakan sebuah kritik atas realitas ‘modernitas’ yang dianggap

telah gagal dalam melanjutkan proyek Pencerahannya.

Fenomena postmodernisme memunculkan berbagai macam persoalan

tentang peran iman dan agama. Ketika manusia tidak lagi percaya akan

rasionalitas yang dianggap telah gagal melanjutkan proyek pencerahannya, maka

dunia tidak lagi diatur oleh kebenaran tunggal dan sistem mekanis. Segala bentuk

kebenaran tunggal ditolak dan direlativir. Demikian juga agama, teologi dan

ajaran iman. Pada saat itulah manusia berada dalam kotak-kotak individualisme

yang berdiri sendiri. Ada yang kemudian jatuh kepada ekstrim fundamentalisme

dan yang lain ke arah sekularisme. Kritik terhadap agama ini akhirnya juga

membawa kritik lebih lanjut terhadap spiritualitas, teologi dan paham Allah.20

Tom Jacobs merumuskan Paham Allah dalam dunia postmodern lebih merupakan

Allah yang real, dinamis, terlibat, komunikatif, dan memberi makna bagi

kehidupan manusia.21

Namun, pada akhirnya Tom Jacobs merumuskan bahwa

paham Allah itu tidak ada.22

Artinya, tidak ada ide atau konsep tentang Allah.

Paham Allah semacam ini amat mendesak bagi realitas zaman postmodern yang

ciri dasar mentalitasnya adalah kejenuhan, kedangkalan, dan munculnya ekstrem-

ekstrem fundamentalisme.23

Dalam situasi demikianlah iman dan agama kembali

19

Kata ‘postmodern’ setidaknya memiliki dua arti: (1) dapat menjadi nama untuk reaksi

terhadap modernisme, yang dipandang kurang human, dan mau kembali kepada situasi pra-

modernisme dan sering ditemukan dalam fundamentalisme; (2) suatu perlawanan terhadap yang

lampau yang harus diganti dengan sesuatu yang serba baru dan tidak jarang menjurus ke arah

sekularisme. Tom Jacobs, Paham Allah, 250-251. 20

J. B. Metz, “The Church’s Social Function in the Light of ‘Political Theology’” dalam

Concilium Vol. 6 No. 4 Juni 1968. 21

Tom Jacobs, Paham Allah, 267. 22

Tom Jacobs, Paham Allah, 269. 23

Fundamentalisme muncul sebagai sebuah fenomen kebudayaan yang mengkritik dan

menolak sekularisme yang terbukti gagal juga dalam mengusahakan kesejahteraan umat manusia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mendapat tantangannya untuk semakin bertanggungjawab terhadap dunia

kehidupan.

Konteks inilah yang menyebabkan masyarakat Indonesia, secara khusus

kaum remaja pun mulai dirasuki oleh semangat postmodernisme di mana ciri khas

dasarnya adalah kejenuhan. Kompleksitas dinamika hidup dalam dunia

postmodern tersebut telah menyebabkan sebagian besar masyarakat memiliki

mentalitas tak mau repot, dan dangkal; begitu juga pada kaum muda. Dalam dunia

postmodern yang menyangkal segala bentuk totalitarianisme akal budi tersebut,

orang dengan mudah lari ke arah individualisme pragmatis, konsumerisme, dan

materialisme.

Pada situasi itulah pertanyaan tentang iman dan agama kembali menjadi

penting. Orang mulai bertanya tentang, sejauh mana agama merupakan ungkapan

iman dan bukan hanya social behavior?24

Maka tesis ini mencoba

menterjemahkan pada pertanyaan lebih lanjut tentang sejauh mana Allah itu real

dalam kehidupan keseharian remaja. Kehidupan keseharian remaja, tentu

lingkupnya akan sangat luas. Oleh karena itu, penulis membatasi kehidupan

keseharian remaja akhir khususnya dalam pengalaman iman yang diungkapkan

dalam agama. Agama sebagai pengungkapan dan penghayatan iman. Pengalaman

Istilah fundamentalisme sendiri pertama-tama muncul dalam ranah agama, khususnya teologi.

Dalam Buku Paham Allah, Romo Tom Jacobs menulis tentang asal usul fundamentalisme yang

berasal dari Niagara, Amerika Serikat pada sekitar tahun 1895. Istilah fundamentalisme ini muncul

bersama dengan dikeluarkannya pernyataan mengenai ‘five points of fundamentalism’ dari agama

Kristiani. Pada awalnya, pernyataan ini muncul sebagai reaksi atas tafsir Kitab Suci Kristiani

dengan metode historis-kritis dan terhadap teori evolusi. Pada sekitar tahun 1970-an, kata

‘fundamentalisme’ menjadi begitu umum diberlakukan bagi berbagai macam kelompok, golongan

dan aliran yang ingin berpegang teguh pada ajaran dasarnya dan menolak segala bentuk tafsir

ataupun aliran lain yang berusaha mengkritik ataupun merelativir ajaran dasar tersebut. Tom

Jacobs, Paham Allah, 256-257. 24

Tom Jacobs, Paham Allah, 253.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

keagamaan adalah persoalan alam karena menyangkut jiwa atau batin manusia

namun sekaligus juga menjadi persoalan kebudayaan, sebab berlangsung dalam

konteks atau tradisi kebudayaan tertentu.25

Karena dialog itu, paham Allah

menjadi masalah yang sangat sentral, karena de facto paham itu terikat pada

tradisi keagamaan.26

Begitu pula dengan pembahasan teologis pun amat luas

cakupannya, yaitu meliputi Soteriologi, Kristologi, Eklesiologi, Trinitas, atau pun

Moral. Maka, penelitian ini mengambil satu sudut pandang untuk menganalisis

obyek penelitian. Dalam penelitian ini, penulis memilih sudut pandang Kristologi,

yaitu bagaimana Yesus Kristus dihidupi oleh remaja Katolik, karena Yesus

Kristus adalah tokoh sentral kekatolikan. Tom Jacobs, menyebutkan “Orang

beragama membutuhkan Allah yang real, dan itu berarti digambarkan secara

manusiawi”.27

Yesus-lah wahyu Allah yang hadir di dunia dan menjadi manusia

secara real. Berhubungan dengan hal ini, posisi sentral Yesus Kristus

memungkinkan menjadi sumber dan daya kehidupan. Pembatasan ini dibuat agar

usaha teologis ini mampu membicarakan hal yang akrab dengan kehidupan remaja

Katolik.

Belajar dari pernyataan di atas, di mana Tom Jacobs menyebutkan Paham

Allah dalam dunia postmodern lebih merupakan Allah yang real, dinamis, terlibat,

komunikatif, dan memberi makna bagi kehidupan manusia. Penulis mencoba

menggambarkan secara baru dan dinamis tentang kekhasan iman Katolik pada diri

remaja akhir, yang tertanam dalam sejarah penafsiran serta pengalaman yang terus

25

N.S. Dister, Pengalaman dan Motivasi beragama, Pengantar Psikologi Agama (Jakarta:

Leppenas, 1982), 30. 26

“Jikalau paham Allah tidak berarti lagi, maka agama pun juga tidak berarti”. Tom Jacobs,

Paham Allah, 253. 27

Tom Jacobs, Paham Allah, 254.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

berlanjut, tentang pemahaman akan Allah, di mana Allah dalam sejarah Israel dan

terutama di dalam Yesus Kristus, yang telah mengungkapkan diri-Nya sebagai

Tuhan manusia. Maka, rumusan hipotesis dari tesis ini adalah: “Paham Allah

dalam diri mahasiswa/i Katolik bukanlah sebuah konsep, melainkan suatu hasil

refleksi atas pengalaman hidup sehari-hari dalam relasi iman.”

Dalam pengenalan The Understanding of Faith, Schillebeeckx

mendefinisikan teologi hermeneutika dengan menggambarkan dua tugas utama,

yaitu: (1) Bagaimana menafsirkan pesan alkitabiah perihal Kerajaan Allah, dan

bagaimana menegaskan penafsiran semacam itu sebagai penafsiran orang Kristen?

(2) Bagaimana menjelaskan penafsiran orang Kristen perihal realitas terhadap

pemikiran modern, setidaknya berdasar tuntutan zaman yang membawa pemikiran

ke depan? Dalam hal ini, Schillebeeckx mempunyai tujuan untuk membangun

sebuah teologi yang masuk akal dan relevan dalam konteks modern yang berlanjut

dari dialog kritis dengan konteks saat ini. Hasilnya adalah teologi yang

berorientasi pada pengetahuan kritis dan praksis yang menempatkan orang-orang

Katolik di tengah perjuangan manusia yang emansipatoris dan membebaskan

manusia menuju masyarakat yang lebih adil dan manusiawi.28

Dalam teologi Schillebeeckx, kita temukan pada tekanan yang diberikan

pada ciri universal dari keselamatan dan pewahyuan diri Allah.29

“Tujuan dari

28

Lihat Bab III, Edward Schillebeeckx, The Human Story of God, New York: Crossroad

Publishing, 1990. Lihat Hilkert, The Praxis of the Reign of God, 61. 29

Menurut salah seorang penganut teologi pluralistik, Perry Schmidt-Leukel, tradisi agama-

agama besar sepakat dalam pandangan bahwa “realitas transenden sesuai dengan hakikat-Nya

mengatasi segala kemampuan manusia untuk menangkap dan melukiskan-Nya.” Perry Schmidt-

Leukel, “Zehn Thesen zu einer christlichen und pluralistischen Theologie der Religionen,”

Salzburger Theologische Zeitschrift 4 (2000) 171. Penegasan Schmidt-Leukel bahwa “Wahyu atau

manifestasi diri Allah pada manusia selalu menyiratkan adanya relasi – relasi antara realitas

transenden dengan realitas manusia yang terbatas. Suatu wahyu yang tidak sampai kepada manusia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pewahyuan tidak lain adalah keselamatan – keselamatan yang dialami manusia

melalui dan dalam relasi dengan realitas transenden, yang secara metafisik harus

dimengerti sebagai yang secara niscaya melampaui jangkauan pengertian dan

pemahaman kita manusia”.30

Schillebeeckx berusaha merumuskan suatu

pemahaman diri kekristenan yang di satu pihak tidak menyangkal identitas

kristiani, dan yang di lain pihak tidak mendiskriminasi agama-agama lain.31

Untuk

menangkal hal tersebut, dan dengan tujuan memberi bantuan teologis bagi orang

kristiani modern agar iman akan Yesus dapat dialami dan dihidupi secara

kontekstual; Schillebeeckx mengubah metode berkristologinya dengan menempuh

jalan ‘dari bawah’.32

Dalam kaitan dengan ini penting sekali, misalnya: prinsip teologis

Schillebeeckx dalam memahami makna wahyu, yaitu ‘perspektivisme’.33

Dengan

kategori ‘perspektivisme’, Schillebeeckx pada awal fase teologinya juga sudah

bukanlah wahyu dalam arti yang sesungguhnya.” Perry Schmidt-Leukel, “Theologie der

Religionen. Probleme, Optionen, Argumente”, Ars Una, Neuried, 1997, 488, seperti dikutip oleh

Adrianus Sunarko, “Kristianitas Inklusif atau Pluralis? Diskusi Dengan Schillebeeckx”, Melintas,

2015, 16. 30

Perry Schmidt-Leukel, “Zehn Thesen zu einer christlichen und pluralistischen Theologie der

Religionen”, Salzburger Theologische Zeitschrift 4 (2000), 490, seperti dikutip oleh Adrianus

Sunarko, Kristianitas Inklusif atau Pluralis? Diskusi Dengan Schillebeeckx, Melintas, 2015, 16. 31

“Kita perlu bertanya tentang identitas kristiani yang mengakui dengan penuh hormat identitas

agama-agama lain; identitas yang membiarkan diri ditantang oleh eksistensi agama-agama lain,

tetapi yang sekaligus juga berdasarkan pesan dan ajaran khas berdialog dengan agama-agama

lain.” Edward Schillebeeckx, Menschen. Die Geschichte von God, Herder, Freiburg/Basel/Wien,

1990, 210-211, seperti dikutip oleh Adrianus Sunarko, “Kristianitas Inklusif atau Pluralis? Diskusi

Dengan Schillebeeckx”, Melintas, 2015, 14. 32

“Dengan menaruh rasa hormat yang sama pada iman dan pada akal budi manusia saya ingin

menunjukkan makna dari iman kristiani kita akan Yesus dari Nasaret bagi orang modern.” Edward

Schillebeeckx, “Jesus. Die geschichte von einem Lebenden”, Herder, Freiburg/Basel/Wien, 1992,

27 seperti dikutip oleh Adrianus Sunarko, “Kristianitas Inklusif atau Pluralis? Diskusi Dengan

Schillebeeckx”, Melintas, 2015, 17. 33

Prinsip ‘perspektivisme’ menekankan ciri historis dari peristiwa wahyu tidak berarti bahwa

secara niscaya bertentangan dengan ciri universal wahyu (kristiani). Dengan prinsip

‘perspektivisme’ juga tidak dimaksudkan bahwa Allah Tritunggal pada tataran imanen (dalam

dirinya sendiri) tidak identik dengan Allah Tritunggal pada tataran ekonomi keselamatan. Allah

Tritunggal pada tataran ekonomi keselamatan adalah Allah itu sendiri dalam eksistensi historisnya

bagi kita manusia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

memberi tekanan pada ciri tak terbatas, ciri misteri dari Allah di satu pihak, dan

ciri terbatas manusia di lain pihak yang mengalami dan menerima pewahyuan diri

Allah. Pada bagian akhir dari bukunya yang berjudul Jesus, misalnya

Schillebeeckx berupaya menunjukkan keterkaitan antara hasil penelitan

eksegetisnya atas Perjanjian Baru, yaitu (1) hubungan istimewa Yesus dengan

kedatangan Kerajaan Allah sebagai keselamatan bagi manusia: Keselamatan

dalam Yesus yang berasal dari Allah, dan (2) dogma kristologis konsili Nikea dan

Kalsedon.34

Hal ini jelas, bahwa dalam upaya menyusun kristologi yang

kontekstual bagi zamannya, Schillebeeckx tidak lagi berangkat dari pertanyaan

tradisional dan abstrak tentang relasi antara keallahan dan kemanusiaan Yesus,

melainkan dari relasi konkret antara Yesus dan Bapa-Nya yang merupakan pusat

dan misteri hidup Yesus.35

“Dalam kemanusiaannya Yesus demikian erat berasal

dari Bapa, sehingga Ia sesungguhnya adalah Putra Allah”.36

Optimisme dan klaim

34

Schillebeeckx, misalnya, mengatakan, “Konsili Nikea menegaskan keselamatan yang datang

dari Allah (keilahian Yesus). Konsili Kalsedon memberi tekanan pada keselamatan dalam kaitan

dengan Yesus manusia meskipun jelas pula bahwa Ia berasal dari Allah.” Edward Schillebeeckx,

Jesus, 501 seperti dikutip oleh Adrianus Sunarko, “Kristianitas Inklusif atau Pluralis? Diskusi

Dengan Schillebeeckx”, Melintas, 2015, 19. 35

"Kenyataan manusia, yang dapat, terlepas dari semuanya, ditafsirkan secara bermakna dalam

istilah sekuler dan terutama dengan menyadari makna dalam praksis dalam sejarah yang tidak

berarti, menerima dari makna kekristenan yang berlimpah: Allah yang hidup sendiri, yang pada

akhirnya adalah Kelimpahan dimana semua makna sekuler berhutang budi untuk kepentingan

sekulernya sendiri " Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith, : Interpretation and

Criticism (London and New York, NY: Sheed and Ward, 1974), 98-99. 36

Schillebeeckx mengembangkan kristologinya dalam relasi dengan pahamnya tentang Allah

Tritunggal. Atau, lebih tepat lagi, dalam ajaran tentang Tritunggal, misteri tentang Kristus menjadi

makin jelas dan eksplisit. Hanya dari dan berangkat dari Yesus sajalah kita dapat mengatakan

sesuatu tentang Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Di lain pihak, juga harus dikatakan bahwa kita dapat

memahami Yesus Kristus dengan lebih baik apabila kita melihatnya dalam relasi dengan ajaran

tentang Allah Tritunggal. Tidak baru setelah inkarnasi Allah itu Tritunggal (pada tataran ekonomi

keselamatan), melainkan Ia sudah selalu Tritunggal (pada tataran imanen). Edward Schillebeeckx,

“Jesus”, 584, seperti dikutip oleh Adrianus Sunarko, “Kristianitas Inklusif atau Pluralis? Diskusi

Dengan Schillebeeckx”, Melintas, 2015, 19.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Yesus itu hanya dapat dimengerti berdasarkan pengalaman religius istimewa

Yesus tentang Allah, yaitu pengalaman intensif tentang Allah.

Pengalaman akan Allah itulah yang menjadi sumber warta gembira dan

praksis hidup Yesus yang memberi perhatian khusus bagi manusia. Pengalaman

akan Allah itu sedemikian intensif, sehingga dapat dikatakan, bahwa Yesus

sendiri menyadari bahwa Ia berbicara dan bertindak tidak seperti rabi dan nabi

yang lain melainkan sebagai yang memiliki otoritas ilahi. Itulah yang menjelaskan

klaim Yesus bahwa dalam kata-kata dan tindakan-Nya Allah sendiri hadir.37

Prinsip kedua yang relevan dari teologi Schillebeeckx berkaitan dengan

sifat dan klaim dari suatu bahasa religius atau bahasa iman. Schillebeeckx

mendefinisikan “hubungan dengan pengalaman hidup sebagai kriteria untuk

makna interpretasi teologis”.38

Schillebeeckx kemudian menguraikan kriteria ini

dalam dua aspek, yakni: Pertama, teologi membutuhkan:

Hermeneutika pengalaman sebelum memulai sebuah sistem

hermeneutika tradisi kristen, karena sama sekali tidak yakin bahwa

setiap aspek nyata dari pengalaman manusia akan diungkapkan

dalam pemahaman diri tentang pengalaman orang Kristen, yang

tentu saja merupakan bagian integral dari pengalaman itu.39

Hal ini menjadi alasan bagi Schillebeeckx, mengapa kita harus membedakan

antara: (1) Pemahaman iman dogmatis atau teologis, yang selalu merupakan

37

“Dari situ menjadi jelas, bahwa dalam kemanusiaan-Nya Yesus sangat ditentukan oleh

relasinya dengan Allah. Dengan kata lain, hakikat terdalam Yesus terletak dalam relasi pribadinya

yang istimewa dengan Allah.” Edward Schillebeeckx, “Menschen. Die Geschichte von God”,

Herder, Freiburg/Basel/Wien, 1990, 162, seperti dikutip oleh Adrianus Sunarko, “Kristianitas

Inklusif atau Pluralis? Diskusi Dengan Schillebeeckx”, Melintas, 2015, 19. 38

Edward Schillebeeckx, “The Context and Value of Faith-Talk,” The Understanding of Faith,

14-19, 14. 39

A hermeneutics of experience before embarking on a system of hermeneutics of christian

tradition, because it is not by any means certain that every real aspect of human experience will be

expressed in the self-understanding of christian experience, which of course, forms an integral

part of that experience. Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith, 16.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

interpretasi bahasa yang diungkapkan, dan (2) Pengalaman yang ditafsirkan. Oleh

karena itu, seseorang harus memiliki perbedaan antara interpretasi pengalaman

atau berpengalaman dan model interpretasi linguistik, interpretasi, di mana

penafsiran ini diungkapkan.

Kedua, apa yang

dikatakan tentang Yesus dalam penafsiran iman oleh Gereja, jika hal itu

bermakna dan dapat dimengerti oleh kita - dan ini adalah kondisi yang

paling penting untuk dipenuhi jika kita memberikan diri kita sepenuhnya

dalam iman - untuk memiliki hubungan yang nyata dengan pengalaman

biasa sehari-hari kita dengan sesama manusia di dunia.40

Hubungan pengalaman manusia kontemporer menjadi satu-satunya cara untuk

membuat bahasa teologis dan interpretatif Gereja itu menjadi bermakna dan dapat

dimengerti.41

Schillebeeckx bahkan menyimpulkan, bahwa “semua interpretasi

teologis harus menjadi cerminan dalam pembicaraan religius, sehingga

pengalaman memiliki makna yang dapat dipahami di dalam dan oleh dunia”.42

Ciri iman dan pengakuan dari bahasa yang dipakai tidak berarti bahwa kata-kata

yang dipakai tidak boleh dipahami secara sungguh-sungguh sebagaimana tertulis.

40

Is said about Jesus in the church’s interpretation of faith has therefore, if it is to be

meaningful and intelligible to us – and this is the most important condition to be fulfilled if we are

to give ourselves completely in faith – to have a real relationship with our ordinary everyday

experience with our fellow-men in the world. Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith,

16. 41

Singkatnya: “Oleh karena itu, kondisi dasar untuk setiap penafsiran iman yang setia kepada

Injil adalah makna dari penafsiran itu. Dengan kata lain, itu harus mencerminkan pengalaman

nyata. Di sisi lain, pengalaman eksistensi kita sehari-hari di dunia juga harus memberi makna dan

kenyataan pada pembicaraan teologis kita.” Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith,

16-17. 42

“All theological interpretation must, as a reflection about religious talk, have a meaning that

can be understood in and by the world. In other words, it must have … a secular meaning.”

Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith, 17. Dengan refensi mengacu pada: Paul van

Buren, “The Secular Meaning of the Gospel Based on an Analysis of Its Language” (London:

SCM Press, 1963)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ciri iman dan pengakuan dari bahasa religius lebih menunjuk pada subjek yang

berbicara yang sungguh-sungguh memaksudkan apa yang dikatakannya.

Keputusan untuk beriman dan sampai pada pengakuan akan Yesus sebagai

Putra Allah tentu memiliki alasannya tersendiri. Sampai batas tertentu kita dapat

berusaha memahami dan menjelaskannya. Akan tetapi, dasar terakhir iman akan

Yesus Kristus sebagai Putra Allah tetap tidak dapat diverifikasi dan dijelaskan

secara rasional. Itulah yang membedakan sebuah bahasa iman dan pengakuan dari

bahasa ilmiah yang harus diverifikasi. Namun, perbedaan tersebut tidak

mengurangi keseriusan maksud dari apa yang dikatakan. Bila seseorang sudah

memutuskan untuk beriman dan ingin setia pada-Nya, isi dari yang diimani

haruslah menjadi kriteria bagi hidup dan juga bagi teologi. Berkaitan dengan teks

Kitab Suci, berarti menurut iman kristiani Yesus Kristus lebih dari pada sekadar

salah satu saksi dan wahyu saja dari Allah yang mutlak. Ia adalah satu-satunya

Putra Allah, satu-satunya Pengantara Allah dan manusia. Dalam kaitan dengan

keselamatan manusia, Yesus Kristus bukanlah salah satu wakil yang membawa

keselamatan,43

melainkan sungguh-sungguh penyelamat universal bagi semua

manusia.

Prinsip terakhir dari teologi Schillebeeckx adalah pembedaan antara tesis

(klaim atau keyakinan) iman di satu pihak dengan hipotesis teologis di lain pihak.

Apa yang bagi iman kita merupakan keyakinan dan terus berlaku

dalam pemikiran teologis berfungsi sebagai hipotesis yang

kemudian kita uji berhadapan dengan pengalaman kita sebagai

manusia… Sang teolog harus memverifikasi hipotesis ini (atau

43

Perry Schmidt-Leukel,” Zehn Thesen zu einer christlichen und pluralistischen Theologie der

Religionen”, 175. seperti dikutip oleh Adrianus Sunarko, “Kristianitas Inklusif atau Pluralis?

Diskusi Dengan Schillebeeckx”, Melintas, 2015, 26.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sebaliknya) berdasarkan keadaan konkret pengalaman historis

manusia.44

Pembedaan ini dikembangkan Schillebeeckx dalam upayanya untuk memecahkan

persoalan yang muncul berkaitan dengan tegangan antara ciri historis partikular

peristiwa Yesus dan makna universalnya. Yesus Kristus adalah satu-satunya Putra

Allah, satu-satunya Pengantara Allah dan manusia, ini merupakan

keyakinan/klaim/tesis iman kristiani. Corak bahasa yang digunakan di sini

memang bersifat pengakuan dan iman, tetapi juga bermaksud dalam kenyataan

bahwa Yesus Kristus adalah sungguh-sungguh satu-satunya Putra Allah. Yang

mau dikatakan, lebih-lebih, adalah kesadaran dan pengakuan akan ciri

‘hadiah/anugerah’ dari iman itu sendiri. Keyakinan kristiani tetaplah sama, bahwa

Yesus Kristus sungguh-sungguh Putra Allah, tetapi diakui bahwa keyakinan dan

pengakuan ini tidak dapat dijelaskan secara rasional dan secara total.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Tesis ini mencoba menemukan keterkaitan antara iman Katolik akan

Paham Allah, dan identitas religius dalam diri mahasiswa/i Katolik di beberapa

universitas negeri di kota Yogyakarta. Penulis hendak membuktikan hipotesis

tesis ini, Paham Allah dalam diri mahasiswa/i Katolik bukanlah sebuh konsep,

melainkan suatu hasil refleksi atas pengalaman hidup sehari-hari dalam relasi

44

Edward Schillebeeckx, ”Jesus”, 547, seperti dikutip oleh Adrianus Sunarko, “Kristianitas

Inklusif atau Pluralis? Diskusi Dengan Schillebeeckx”, Melintas, 2015, 26.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iman. Berangkat dari pemahaman Allah yang dipahami mahasiswa/i, pertama

adalah dalam pengalaman keseharian, dan Allah pada posisi kedua. Penulis

merumusan masalah pada tesis ini antara lain: (1) Bagaimana mahasiswa/i

menangkap, dan memaknai pengalaman sehari-hari antara iman (keyakinan) di

dalam Yesus Kristus dan agama Katolik,45

selanjutnya dari tegangan yang

ditemukan itu, coba dipahami (2) Bagaimana para mahasiswa/i hendak memberi

arti yang real tentang Allah?46

Selanjutnya dari rumusan masalah tersebut, coba

dipahami (3) Bagaimana Yesus Kristus diimani dan dihayati oleh para

mahasiswa/i Katolik universitas negeri. Kehadiran Yesus Kristus dalam

pengalaman keseharian dengan mereka menjadi fokus dari pembicaraan

Kristologi Kontekstual ini.

1.3 TUJUAN PENULISAN

Penulis menggunakan data dari kuesioner penelitian, serta wawancara

mendalam dengan para mahasiswa/i Katolik di dua universitas negeri di

Yogyakarta. Penulis mengharapkan ada rumusan yang mengena bagi mahasiswa/i

Katolik universitas negeri di Yogyakarta. Bisa jadi, proses ini menghasilkan

rumusan hasil yang sama, tetapi amat mungkinlah ditemukan rumusan yang lain.

Rasanya, usaha kontekstualisasi masih terbuka lebar.

45

Tom Jacobs, Paham Allah, 253. 46

Tom Jacobs, Paham Allah, 254.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Terdapat beberapa tujuan dari penelitian ini. Tujuan utama dari penelitian

dan penulisan tesis ini adalah: Pertama, untuk mengetahui kontribusi konsep diri47

terhadap eksplorasi dan komitmen dalam pembentukan identitas religius

mahasiswa/i Katolik universitas negeri di Yogyakarta. Setelah itu, mencari titik

temu seputar refleksi-refleksi terkait pengalaman akan Allah yang ditemukan

dalam pengalaman moral dari mahasiwa/i Katolik universitas negeri di

Yogyakarta dengan sesamanya, di dalam pengalaman keagamaan mereka. Hal

inilah yang menjadi tujuan utama dari penelitian dan penulisan tesis ini. Refleksi

tersebut memungkinkan untuk menggambarkan secara baru dan dinamis tentang

kekhasan iman Kristen, yang tertanam dalam sejarah penafsiran dan pengalaman

yang terus berjalan, di mana Allah dalam sejarah Israel dan terutama di dalam

Yesus Kristus yang telah mewahyukan diri-Nya. Kemudian refleksi-refleksi lokal

itu coba untuk dinarasikan untuk kemudian disarikan dalam sebuah rumusan

Kristologi Kontekstual dalam konteks mahasiswa/i Katolik universitas negeri di

Yogyakarta. Gagasan akan pengalaman pada saat bersamaan bertanggung jawab

atas perbedaan antara ungkapan iman Katolik dan juga kontinuitas mendasar di

antara mereka: walaupun unsur interpretatifnya mungkin berbeda, bahkan sampai

pada titik di mana keduanya tidak bertemu satu sama lain.

47

Dasar-dasar konsep diri manusia, yang merupakan prinsip-prinsip di mana manusia berbeda

dari “binatang” yang lain adalah : 1) cara manusia memproses stimuli yang datang, 2) kemampuan

manusia dalam mengabstraksikan dan menyimbolisasikan sesuatu. Jadi, pada saat seseorang

mengamati diri sendiri, bereaksi, memaknai nilai-nilai dan mengabstraksikan tentang dirinya

sendiri dan objek lain, hal tersebut digambarkan oleh Fittz sebagai diri yang diamati, dipersepsikan

dan dialami oleh individu tersebut, dan inilah yang disebut dengan konsep dirinya. Fittz, W.H.,

The Self Concept and Behavior: Overview and Supplement. Research Monoraph. No. VIII,

(California: Library of Congres Catalog Card Number 72-80269, 1971), 11.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kedua, memberi bantuan teologis yang masuk akal dan relevan bagi

remaja akhir Kristiani modern, agar iman akan Yesus Kristus dapat dialami dan

dihidupi secara kontekstual, yang berarti mempertemukan data empiris dari agama

dan masyarakat, dengan refleksi iman dari para mahasiswa. Diharapkan ini

menghasilkan teologi yang berorientasi pada pemikiran kritis dan praxis yang

mempersatukan remaja dalam iman Kristiani, menempatkan remaja Kristiani di

tengah perjuangan manusia yang emansipatoris, dan membebaskan manusia untuk

masyarakat yang lebih adil dan manusiawi, tanpa kehilangan kebebasan

kreatifnya.

Penulis mengharapkan ada rumusan paham Allah yang tepat bagi para

mahasiswa/i Katolik. Rumusan yang ditemukan membantu untuk studi dan

refleksi kritis akan iman Kristiani dan bagaimana iman itu bertumbuh dan

berkembang bagi mahasiwa/i Katolik universitas negeri di Yogyakarta. Artinya,

rumusan yang dihasilkan menyajikan refleksi kritis (untuk tidak secara langsung

mengatakan soal solusi) yang kolektif atas penghayatan iman Kristinai para

mahasiswa/i di tengah penghayatan iman dari agama-agama lainnya. Dengan

demikian, iman itu bukan sekedar ajaran, melainkan kehidupan di dalam Kristus.

Tujuan terakhir dari penelitian ini adalah guna memenuhi salah satu syarat syarat

memperoleh gelar Magister pada program Pasca Sarjana Teologi di Universitas

Sanata Dharma.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1.4 METODE PENELITIAN

Penyusunan tesis ini akan ditempuh peneliti dengan analisa teks dan

penelitian lapangan. Studi kepustakaan dilakukan dengan membaca buku-buku,

antara lain: (1) Jesus: An Experiment in Christology dan Christ: The Experience

of Jesus as Lord, menurut Edward Schillebeeckx, (2) Identity: Youth and Crisis,

karya Erik H. Erikson, (3) The Ego Identity: A Handbook for Psychosocial

Research, karya James E. Marcia, dan (4) Paham Allah: Dalam Filsafat, Agama-

Agama, dan Teologi, karya Tom Jacobs. Dalam hal ini, James Marcia melakukan

perluasan dan pengelaborasian tahap perkembangan identitas ego dari 8 tahap

perkembangan psikososial Erikson; dan ini telah berhasil mengidentifikasi

berbagai pola dan isu umum mengenai cara remaja mengatasi krisis identitasnya.

Penelitian lapangan akan menggunakan metode penelitian kombinasi

antara kuantitatif dan kualitatif. Dengan menggunakan metode kombinasi, maka

kelemahan-kelemahan yang ada dalam metode kuantitatif maupun kualitatif dapat

dieliminir. Strategi penelitian yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini

adalah eksplanatoris sekuensial, yaitu mengumpulkan dan menganalisis data

kuantitatif kemudian diikuti oleh pengumpulan dan menganalisis data kualitatif

yang dibangun berdasarkan hasil awal kuantitatif.48

Pada tahap awal hubungan

variabel bersifat sebab akibat, dan tahap berikutnya bersifat interaktif.49

Metode

kuantitatif berperan untuk memperoleh data kuantitatif yang terukur yang dapat

48

Creswell, J., Research design: Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches

(Thousand Oaks, CA: Sage, 2010), 316-318. 49

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Mixed Methods) (Bandung: Penerbit Alfabeta,

2015), 24.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bersifat deskriptif, komparatif dan asosiatif dan metode kualitatif berperan untuk

membuktikan, memperdalam, memperluas, memperlemah dan menggugurkan

data kuantitatif yang telah diperoleh pada tahap awal.50

Bobot atau prioritas ini

diberikan pada data kuantitatif. Metode pendekatan kuantitatif dengan

dilaksanakan survey, menggunakan kuesioner.51

Pengumpulan data dan analisis ke

dua metode dilakukan secara terpisah, tetapi dibuat bersambung. Peneliti

menggunakan metode multiple choice item dengan skala empat, yaitu pertanyaan

yang memberikan empat pilihan jawaban, untuk mempermudah analisis data

lanjutan.52

Pada tahap pertama dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan dan

menganalis data kuantitatif dalam menjawab rumusan masalah: Bagaimana Allah

dialami dan dipahami di dalam pengalaman sehari-hari oleh kaum remaja akhir?

Dan apakah peran agama yang di dalamnya terkandung pemahaman akan Allah

bagi kehidupan sehari-hari remaja akhir masa kini? Metode kuantitatif digunakan

untuk menemukan kontribusi pengalaman keseharian terhadap pemahaman akan

Allah.

Kemudian tahap kedua, penulis mengumpulkan dan menganalisis data

kualitatif dalam hal ini guna menjawab rumusan masalah, yakni Siapa Yesus

Kristus menurut kaum remaja? Dan gambaran Allah yang bagaimana, yang kaum

remaja pahami dan hayati dalam konteks dinamika hidup masyarakat masa kini?

Data kualitatif ini didapatkan melalui wawancara dalam kategori in-dept interview

50

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Mixed Methods), 415. 51

Kuesioner atau angket adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi

seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. 52

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Mixed Methods), 199.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dengan partisispasi secara mendalam. Metode kualitatif digunakan untuk

memperoleh gambaran dan fakta yang lebih jelas mengenai paham Allah pada

mahasiswa-mahasiswi Katolik. Selain itu, metode ini juga untuk mengetahui

kendala-kendala yang dihadapi mahasiswa-mahasiswi dalam menemukan dan

mengembangkan identitas kekristenannya.

Pada penelitiaan ini, data kuantitatif digunakan untuk menjelaskan data

kualitatif. Penulisan dikembangkan menggunakan teknik kajian dokumentasi,

yakni: berupa observasi dari buku dan artikel yang membahas topik relevan

dengan tema tulisan ini. Kajian ini membahas iman sebagai realitas personal

dengan meneropong isu aktual yang menantang peran iman dan pada bagian

terakhir dikaji secara-kritis-filosofis reaktualisasi peran iman dalam menciptakan

keselaman universal.

1.4.1 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi.53

Penentuan sampel dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan

teknik Cluster Random Sampling.54

Populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.55

53

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Mixed Methods), 123. 54

Cluster Random Sampling merupakan teknik sampling daerah yang digunakan untuk

menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas. Sugiyono, Metode

Penelitian Kombinasi, (Mixed Methods), 124. 55

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Mixed Methods), 119.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa/i Katolik tingkat I – IV yang aktif

mengikuti perkuliahan.

1.4.2 Lokasi/ Tempat Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di dua universitas negeri yang berlokasi di

kotaYogyakarta, yaitu: Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gadjah

Mada. Adapun alasan memilih lokasi penelitian tersebut, yaitu karena subjek

dalam penelitian ini adalah mahasiswa Katolik di kedua universitas tersebut.

Selain itu, tesis ini akan menjadi nyata apabila peneliti menyimak realitas hidup

beriman dengan tantangan iman mahasiswa Katolik di tengah-tengah pluralitas

agama di universitas negeri

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Sementara itu, untuk analisis data, peneliti menggunakan analisis data

sebelum, selama dan sesudah penelitian di lapangan. Berikut keterangannya:

1.5.1 Analisis Data Sebelum di Lapangan

Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan atau data

sekunder yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Aktivitas

eksplorasi dan komitmen dalam pembentukan identitas bidang religiusitas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mahasiswa/i Katolik ditentukan oleh konsep diri mereka,56

sebagai salah satu

aspek kepribadian yang telah terbentuk sejak awal kehidupan dan juga ditentukan

oleh ajaran agama (gaya pengasuhan orangtua) semenjak awal kehidupan hingga

usia remaja. Namun demikian fokus penelitian ini masih bersifat sementara dan

akan berkembang setelah peneliti masuk dan selama di lapangan.57

1.5.2 Analisis Data Selama di Lapangan

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan

dan menganalisis data kuantitatif, dengan dilaksanakannya survey kepada

mahasiswa/i Katolik, menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan tertutup.

Setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu, dan diketahui ada

jawaban dari yang diwawancari setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka

peneliti akan melanjutkan dengan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu diperoleh

data yang dianggap kredibel.58

Setelah data dianalisis, penulis menentukan status

questionis yang akan menjadi dasar analisis teologis.

56

Eksplorasi dan komitmen dalam pembentukan identitas religius yaitu sejauhmana remaja

melakukan eksplorasi (setelah berlalunya krisis; berada dalam krisis, ketiadaan atau tidak pernah

mengalami krisis) dan menetapkan komitmen dalam bidang religius.

57 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Mixed Methods), 334.

58 “Data kualitatif ini didapatkan melalui wawancara dan Focus Group Discussion (FGD)

dengan partisispasi secara mendalam.” Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Mixed

Methods), 334.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1.5.3 Analisis Data Setelah di Lapangan

Pada bagian ini akan dianalisis bentuk identitas religius para mahasiswa/i

dalam pengalaman hidup keseharian dihadapkan dengan pedoman-pedoman

pokok Gereja yang ditawarkan pada bab kedua. Menurut konteks pengalaman

modern inilah iman Katolik harus dikaitkan. Schillebeeckx menyatakan, bahwa:

“pengalaman lampau hanya bisa diturunkan dalam pengalaman baru, setidaknya

sebagai tradisi yang hidup”.59

Dengan demikian, diperlukan suatu ‘korelasi kritis’

antara tradisi dan situasi modern. Dalam hal ini, diharapkan ditemukan suatu

Kristologi yang lebih mengena bagi para mahasiswa/i Katolik. Teori analisis yang

digunakan adalah dengan menggunakan bahan referensi.

1.6 STRUKTUR PENULISAN

Bab I berupa ‘Pendahuluan’. Bagian ini memaparkan latar belakang

penulisan tesis, landasan teori, batasan dan rumusan masalah, manfaat dan tujuan

penelitian, metodologi penelitian serta sistematika penulisan. Identitas yang

mantap tampak saat remaja akhir menjadi mahasiswa dengan mamasuki dunia

perguruan tinggi/universitas. Tantangan gaya hidup postmodern mewarnai

pembentukan identitas diri yang mereka hadapi pada masa remaja akhir. Namun

ketika menjalani perkuliahan, mahasiswa tampak tidak bereksplorasi atau justru

59

Edward Schillebeeckx, Interim Report dalam buku Jesus and Christ, SCM Press, London dan

Crossroad, New York, NY, 1980, 50.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kembali bereksplorasi dan kurang menunjukkan kemantapannya dalam

mengambil komitmen. Hal ini dikarenakan banyak remaja mulai meragukan

konsep dan keyakinan akan religiusnya pada masa kanak-kanak; dan oleh karena

itu juga, periode remaja disebut juga sebagai periode keraguan religius.

Bab II berisi tentang ‘Kerangka Teori: Paham Allah dalam Perspektif Tom

Jacobs dan Karakter Identitas dari Kaum Remaja menurut James Marcia’. Dalam

bagian ini penulis akan menguraikan latar belakang penulisan tesis. Penulis

membahas tentang Paham Allah menurut Tom Jacobs, berpangkal pada isu

kontekstual yang dihadapi orang muda saat ini. Realitas zaman postmodern yang

berciri dasar mentalitasnya adalah kejenuhan, kedangkalan, serta munculnya

ekstrem-ekstrem fundamentalisme membutuhkan suatu paham Allah yang real,

dinamis, terlibat, komunikatis, serta mampu memberi makna kehidupan bagi

manusia. Pemaparan mengenai paham Allah dalam postmodern segera disambung

dengan konsep khusus tentang keterarahan fundamental manusia kepada Nan

Mutlak, dan aneka tradisi religius mengenai perjumpaan dengan Allah.

Bab III berisi tentang ‘Analisa: Proses dan Hasil Penelitian’. Dalam bab

ini, peneliti mengkonfrontasikan penelitian atas data dan teori James Marcia serta

pandangan Tom Jacobs. Untuk mengkontekstualisasikan gagasan paham Allah

menurut Tom Jacobs tersebut, penulis menyertakan karakter identitas dari kaum

remaja (mahasiswa/i) menurut pandangan James Marcia. Semua hasil wawancara

serta pengumpulan data kuisioner mengenai penghayatan kesadaran, pada aneka

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tingkat atau taraf, hidup para mahasiswa/i melalui pengalaman hidup keseharian

mereka akan dipaparkan pada bagian ini. Bentuk naratif mengenai penghayatan

kesadaran dan pengalaman hidup keseharian mahasiswa akan diuraikan pada

bagian ini, sehingga dapat ditemukan gambaran yang mendalam mengenai paham

Allah Katolik di antara para mahasiswa/i Katolik. Lebih dari itu, penulis mencoba

memperdalam pengamatan dengan wawancara mendalam dengan beberapa

mahasiswa, guna memperoleh gambaran Allah yang real, dinamis, terlibat,

komunikatif, serta memberi makna bagi kehidupan para mahasiswa/i.

Bab IV berisi tentang ‘Sintesa dan Refleksi Teologis-Kristologis atas Hasil

Penelitian’. Pada bagian ini akan dianalisis bentuk pengalaman hidup (eksplorasi

dan komitmen), konsep pemahaman Kristiani (identitas religius) para mahasiswa/i

Katolik dihadapkan dengan refleksi teologis menurut Edward Schillebeeckx, yang

memang merupakan teologi pengalaman, sebuah refleksi hermeneutis tentang

pengalaman orang-orang Kristiani masa lalu dan orang Kristiani yang hidup

dalam konteks modern, dalam kaitannya dengan konteks zaman ini. Dalam hal ini,

diharapkan ditemukan suatu kristologi yang lebih mengena bagi para para

mahasiswa/i.

Bab V berupa ‘Penutup’. Pada bab yang terakhir ini berisikan refleksi

teologis dan langkah pastoral. Penulis akan menyampaikan kesimpulan hasil

penelitian pada bab empat yang selanjutnya akan direfleksikan bersama dengan

Kitab Suci dan dokumen ajaran-ajaran Magisterium Gereja. Penulis juga akan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

memberikan usulan-usulan pastoral untuk membantu para mahasiswa/i Katolik

dalam menemukan identitas religius dalam beriman (pemahaman akan Allah).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II

PAHAM ALLAH DALAM PERSPEKTIF TOM JACOBS

2.1 PENGANTAR

Pada bab pertama dibicarakan mengenai latar belakang penelitian ini, yaitu

untuk menemukan rumusan paham Allah dalam konteks pengalaman keseharian

mahasiswa/i Katolik di universitas negeri di Kota Yogyakarta. Guna menemukan

rumusan yang sesuai dengan pengalaman religius mahasiswa/i, bab ini akan

mengulas tema tentang paham Allah dalam realitas postmodern dalam

pemahaman Tom Jacobs. Hal ini mengacu pada kenyataan bahwa para mahasiswa

Katolik hidup dalam realitas postmodern dalam arti situasi sekarang, dan

khusunya di Indonesia.

Pembicaraan mengenai Allah tidak terbatas hanya pada Allah dalam diri-

Nya sendiri saja, melainkan juga mengarah pada karya-Nya di dunia. Dan

pembicaraan mengenai Allah yang mengarah pada karya-Nya di dunia justru

mendapat lebih banyak perhatian. “Juga dalam usaha mencari paham Allah,

tekanan ada pada orto-praksis (makin dipentingkannya pengalaman), lebih

daripada pemahaman yang tepat; lebih pada Kerajaan Allah dari pada Allah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sendiri”.1 Jika Allah adalah suatu pribadi yang penting dalam hal ini - dan yang

Ilahi secara potensial dapat merupakan apa yang disebut “Yang lain Yang

menentukan” – maka komitmen kepada Allah dan gambaran diri yang

berhubungan dengan-Nya dapat berpengaruh kuat dalam upaya menata identitas

dan tata nilai seorang remaja. Bagi Tom Jacobs, “teologi mengenai Allah tidak

berarti boleh menjadi teori mengenai Allah”.2 Oleh karena itu, “pertentangan

antara filsafat dan Alkitab berkembang menjadi tafsir Kitab Suci yang kritis-

rasional, sekaligus juga dikonfrontasikan dengan pikiran modern, khususnya yang

diwarnai dengan corak IPTEK. Maka, perhatian akan makin dipusatkan pada

pemahaman Allah, tetapi lebih mengarah pada pemahaman pengalaman akan

Allah”.3 Teori tersebut akan dijadikan dasar dalam menganalisi data penelitian.

Pengalaman iman ini adalah pertama-tama penghayatan iman yang konkret dan

bukan perumusan resmi institusional oleh magisterium Gereja.

Tertantang untuk merefleksikan iman dari perspektif pengalaman iman,

yang diungkapkan dalam agama, Tom Jacobs berusaha merumuskan suatu

pemahaman diri Kristiani yang di satu pihak tidak menyangkal identitas Kristiani,

dan yang di lain pihak tidak mendiskriminasikan agama-agama lain,4 bahkan juga

dalam melakukan dialog dengan orang yang menyatakan diri tidak beragama.

Maka, dalam penulisan Bab II ini, akan dibahas terlebih dahulu bahasa

agama atau doktrinnya. Dalam hal ini, agama diartikan sebagai pengungkapan dan

penghayatan iman, sehingga religiositas mendapatkan peran yang sangat penting

1 Tom Jacobs, “Allah yang Historis”, dalam Orientasi Baru, Vol. 14 (2001), 8.

2 Tom Jacobs, Allah yang Historis, 8.

3 Tom Jacobs, Allah yang Historis, 8.

4 Tom Jacobs, Paham Allah: Dalam Filsafat, Agama-Agama, dan Teologi (Yogyakarta:

Kanisius, 2002), 13.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

di dalamnya. Oleh karena itu, agama tidak pernah boleh dilepaskan dari

religiositas, terutama jika religiositas tersebut sudah berkembang menjadi iman.

Iman bukanlah suatu perasaan yang kabur. “Faith yang lengkap adalah

kepercayaan atau iman yang mengikutsertakan segala fakultas dan bakat-bakat

manusia, termasuk yang paling hebat dalam manusia, ialah akal, rasio. Manusia

beriman harus mampu mempertanggungjawabkan imannya dalam bahasa rasional

juga”5

. Bahkan, “religiositas manusiawi yang utuh, adalah kesadaran untuk

beramal, menolong yang lain, diungkapkan dalam agama dan diwujudnyatakan

dalam kehidupan sehari-hari”.6

Maka pada taraf religiositas dan iman ada

hubungan antar orang beragama, meskipun ekspresi dari setiap agama, dan juga

dalam ajaran dan dogma, berbeda dan bahkan bertentangan satu sama lain.

Pada bagian terakhir, akan dibahas perihal refleksi teologis yang dicoba

didekati dengan paham Allah, sebagaimana dirumuskan oleh agama Katolik dan

pandangan hidup di dunia. Salah satunya mengulas tema tentang paham Allah

dalam realitas postmodern. Menurut Tom Jacobs, postmodern pertama-tama

dipahami bukan sebagai kritik agama melainkan sebagai kritik kebudayaan.7

2.2 PATER TOM JACOBS

Thomas Jacobus Maria Jacobs atau yang akrab dikenal sebagai Tom

Jacobs lahir pada tanggal 13 Juli 1928 di Zevenbergen, kota Breda, Belanda.

5 Tom Jacobs, Paham Allah, 15.

6 Tom Jacobs, Paham Allah, 15.

7 Tom Jacobs, Paham Allah, 249.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Beliau adalah teolog besar yang dianugerahkan Tuhan bagi Gereja di Indonesia.

Gereja patut bersyukur karena begitu banyak ide gagasan dan pemikiran beliau

yang dipersembahkan untuk Gereja, secara khusus demi perkembangan Gereja di

Indonesia. Hal ini terbukti dari seluruh kehidupannya yang dipersembahkan untuk

pendidikan para calon iman, secara khusus di Institut Filsafat dan Teologi di

Yogyakarta.

Di tahun-tahun (1949) pergolakan kemerdekaan Indonesia, juga mungkin

pergolakan pertimbuhan iman Katolik yang semakin meluas, dikirimlah Tom

Jacobs sebagai misionaris untuk Gereja Indonesia. Saat itu, Tom Jacobs berusia

20 tahun, sebagai novis tahun kedua Serikat Yesus (SJ) di Mariendaal, Belanda.

Praktis sejak saat itu, bagi Tom Jacobs, Indonesia menjadi tanah air dalam arti

yang sesungguhnya, tempat di mana ia mengabdikan seluruh hidupnya. Tom

Jacobs nampak begitu memperhatikan Gereja di Indonesia. Sebagai seorang

teolog, sekaligus guru ber-teologi, ia tak henti-hentinya berkarya. Bahkan hingga

di usia senjanya, beliau tetap merasa perlu untuk menemukan ke mana Tuhan

menuntun langkahnya dalam arah perkembangan Gereja Indonesia, hingga

pergumulan imannya terumuskan dalam buku wasiat iman.8

Gereja patut bersyukur karena begitu banyak ide gagasan dan pemikiran

beliau yang dipersembahkan untuk Gereja, secara khusus demi perkembangan

Gereja di Indonesia. Tom Jacobs dikenal sebagai teolog yang pertama kali

memperkenalkan ‘Teologi Proyek’ di Indonesia, yakni teologi yang

8 Tom Jacobs, Wasiat Iman, merupakan karya terakhir beliau menjelang meninggalnya. Berupa

gagasan atau disebut Tom Jacobs sebagai “rangkuman pergumulan iman”. Disampaikan secara

lisan dan direkam, kemudian ditulis ulang oleh Rm. J.B. Heru Prakosa, dan dibicarakan di depan

Rm. Tom Jacobs pada tanggal 28 Maret 2008

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mengutamakan pengalaman iman masing-masing orang sebagai titik pangkal

refleksi teologisnya. ‘Teologi Proyek’ mulai diperkenalkan sejak beliau pulang

dari Amerika pada tahun 1975. Karena sejak tahun 1973, metode baru dalam

berteologi ini mulai dikembangkan. Metode ini diawali dengan penelitian

partisipatoris dari para mahasiswa. Melalui bentuk partisipatoris ini diharapkan

para mahasiswa mendapatkan pengalaman iman, personal maupun komunal.

Pengalaman dengan segala kompleksitas permasalahannya tersebut direfleksikan

dalam terang Kitab Suci, eksegese, dogma, dan sebagainya. Selanjutnya para

mahasiswa sampai pada perumusan tindakan pastoral berdasar pada wawasan

teologis yang telah diperolehnya.9 Bagi Tom Jacobs, teologi kontekstual kiranya

akan lebih membantu para mahasiswa dalam mengembangkan teologi yang khas

Indonesia. Dengan adanya teologi kontekstual memperlihatkan kepada kita bahwa

adanya penghargaan terhadap agama-agama suku. Teologi ini menekankan

keprihatinannya atas berbagai prinsip penafsiran, yakni penafsiran iman Kristen

dalam situasi lintas-budaya tetapi tetap berakar pada Alkitab. Teologi kontekstual

menekankan perhatiannya kepada kepedulian penuh terhadap kebudayaan sebagai

acuan berteologi dan artinya bagi dunia dan bagi cara pandang masyarakat,

mengutamakan juga penekanan Alkitab (perpaduan pengungkapan relasi antara

pandangan dunia alkitabiah dan pandangan dunia kebudayaan non-Barat). Selain

itu, teologi kontekstual juga berusaha mengakar-ulangkan iman Kristen ke dalam

setiap kebudayaan dan merumuskan kembali teologi Kristen ke dalam cara

berpikir dari setiap kebudayaan atau dengan kata lain teologi kontekstual menitik-

9 Budi Subanar, Menuju Gereja Mandiri: Sejarah Keuskupan Agung Semarang di bawah Dua

Uskup (1940-1981) (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2005), 184-185.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

beratkan apa maksud Allah dalam suatu konteks budaya dan sejarah tertentu.10

Teologi ini juga banyak menyumbangkan andil bagi pembaharuan dan

perkembangan hidup religius di Indonesia.

Setelah berteologi selama 43 tahun, Tom Jacobs, Emeritus Guru Besar

Teologi, Fakultas Teologi Kepausan Wedhabakti, Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta ini dalam pidatonya atas pengukuhan jabatan guru besar ilmu teologi

menegaskan bahwa teologi adalah ilmu iman. Maka untuk berteologi pertama-

tama bertitik pangkal pada pengalaman hidup.11

Dalam berteologi dibutuhkan

realisasi dalam dialog sehari-hari dan dalam tindakan-tindakan yang nyata.

Bagaimana pun juga, barulah dalam buku Paham Allah, Tom Jacobs berani

memberikan tempat yang memadai bagi religiositas bangsa Indonesia dalam

teologinya. Paham Allah, “biarpun secara formal berbicara mengenai agama dan

kritik agama, namun yang sesungguhnya yang dicari adalah religiositas, tetapi

sejauh terungkap dalam agama.”12

Dalam hal ini, Tom Jacobs dengan jelas

hendak menegaskan, yang pokok adalah religiositas dan bukan agama.13

10

Daniel J. Adams, Teologi Lintas Budaya – Refleksi Barat di Asia, (Jakarta: BPK. Gunung

Mulia, 2010), 82-85. 11

Tom Jacobs, Mistagogi, Pidato pengukuhan jabatan Guru Besar Ilmu Teologi, Universitas

Sanata Dharma, 2003, 22. 12

Tom Jacobs, Paham Allah, 13-14. 13

Posisi Tom Jacobs tentang hubungan religiositas/iman dan agama ini sedikit banyak

dipengaruhi oleh pandangan Y.B. Mangunwijaya yang dalam buku Sastra dan Religiositas (Sinar

Harapan, 1982) mempertentangkan religiositas dan agama: “Agama lebih menunjuk kepada

kelembagaan kebaktian kepada Tuhan atau kepada ‘Dunia Atas’ dalam aspeknya yang resmi,

yuridis, peraturan-peraturan dan hukum-hukumnya, serta keseluruhan organisasi tafsir Alkitab dan

sebagainya, yang melingkupi segi-segi kemasyarakatan (Gesellschaft, bahasa Jerman). Religiositas

lebih melihat aspek yang ‘di dalam lubuk hati’, riak getaran nurani pribadi; sikap personal yang

sedikit banyak misteri bagi orang lain, karena menapaskan intimitas jiwa, ‘du coeur’ dalam arti

Pascal, yakni cita rasa yang mencakup totalitas (termasuk rasio dan rasa manusiawi) kedalaman si

pribadi manusia. Dan karena itu, pada dasarnya religiositas mengatasi, atau lebih dalam dari

agama yang tampak, formal, resmi. Religiositas lebih bergerak dalam tata paguyuban

(Gemeinschaft) yang cirinya lebih intim.” (Sebagaimana dikutip oleh Tom Jacobs, Paham Allah,

14).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2.3 PAHAM ALLAH DALAM PERSPEKTIF TOM JACOBS

2.3.1 Teologi Hermeneutika

Usaha-usaha teologi pada abad XX, yakni tafsir Kitab Suci untuk memberi

dan memahami pewartaan Kristus yang awali, penelitian historis mengenai dogma

Konsili Nikea dan Konsili Kalsedon serta teologi sistematik membahas arti Yesus

Kristus dalam iman Kristiani pada saat sekarang ini, memperlihatkan bahwa

Yesus Kristus diwartakan, karena pribadi Yesus Kristus diakui sebagai unsur

konstitutif bagi keselamatan seluruh umat manusia.14

Konteks zaman sekarang ini

berada dalam alam pikir postmodern, pluralis, dan orang Kristiani hidup dan

beriman di tengah-tengah pluralisme agama.15

Orang–orang Kristiani musti

mencari pengandaian-pengandaian hermeneutik agar dapat mengerti bahwa dalam

Yesus yang disebut Kristus, Allah mengkomunikasikan hidup-Nya. Karena

teologi kontekstual harus mampu menafsir dan membangun, artinya bahwa tidak

hanya ada jawaban-jawaban teologis yang tradisional yang dapat dipahami

dengan cara yang berbeda, tetapi ada berbagai pertanyaan yang berbeda dalam

setiap budaya.16

14

Tom Jacobs, “Mewartakan Yesus Kristus dalam Dunia Modern”, dalam Orientasi Baru

Vol.13 (2000), 26. 15

Dalam hermeneutika, istilah konteks mengacu pada kalimat-kalimat yang menyertai suatu

bagian Alkitab sebelumnya dan sesudahnya (konteks dekat dan jauh). Dalam hermeneutika,

konteks juga dapat dipakai dengan arti kiasan (konteks historis) yang mengacu pada situasi kondisi

tertentu yang di dalamnya suatu kitab disusun. Dalam ilmu teologi, kontekstualisasi berarti

kegiatan atau proses penggabungan amanat Alkitab dengan situasi kondisi kita. Dalam

kontekstualisasi, diperlukan adanya kesadaran mengenai kekayaan tradisi budaya dan menekankan

pengaruh modernisasi serta hubungan-hubungan antar budaya dalam kerangka perjuangan demi

mewujudkan keadilan dan damai sejahtera. B. F. Drewes, Apa itu Teologi-pengantar ke dalam

Ilmu Teologi (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2011), 153-154. 16

Daniel J. Adams, Teologi Lintas Budaya – Refleksi Barat di Asia, 92.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tom Jacobs, mendefinisikan sifat hakiki teologi zaman sekarang dengan

menggambarkan dua tujuan pokok, yaitu: (1) “Setiap teolog harus menjadi ahli

dalam tradisi agama sendiri, untuk orang Kristiani dalam pengetahuan mengenai

Kitab Suci dan Tradisi Gereja.”17

Bagaimana menafsirkan pesan Alkitabiah

tentang Kerajaan Allah (yang sekaligus berarti keselamatan bagi manusia), dan

bagaimana merumuskan suatu pemahaman diri kekristenan sebagai penafsiran

orang Katolik? (2) “Dalam relasi dengan dunia, dan agama lain ia wajib mencari

informasi yang sesuai dengan tuntutan materi.”18

Hal ini berarti diperlukan sebuah

dialog yang jujur dan serius yang sesuai dengan teologi zaman sekarang.

Bagaimana menjelaskan rumusan suatu pemahaman diri orang Katolik terhadap

pemikiran modern, setidaknya sesuai dengan tuntutan yang sah, pemikiran yang

mengarah ke depan?

Teologi Hermeneutika Tom Jacobs memiliki tujuan untuk memberi

bantuan teologis yang masuk akal dan relevan bagi orang Kristiani modern, agar

iman akan Yesus Kristus dapat dialami dan dihidupi secara kontekstual. Oleh

karena itu, teologi harus bersifat kreatif, artinya mempertemukan data empiris dari

agama dan masyarakat dengan refleksi iman.19

Hasilnya adalah teologi yang

berorientasi pada pemikiran kritis dan praxis yang mempersatukan umat dalam

iman Kristiani, menempatkan umat Kristiani di tengah perjuangan manusia yang

emansipatoris, dan membebaskan manusia untuk masyarakat yang lebih adil dan

manusiawi tanpa kehilangan kebebasan kreatifnya.

17

Tom Jacobs, Paham Allah, 218. 18

Tom Jacobs, Paham Allah, 218. 19

Tom Jacobs, Paham Allah, 219.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2.3.1.1 Bahasa Teologis dan Pengalaman

Untuk dapat mengerti akan perkembangan iman melalui pengalaman,

perlu pengertian sebagai berikut: Iman adalah sikap pribadi manusia terhadap

penghayatan imannya. Karena iman adalah sikap pribadi, maka pengalaman diri

juga bersifat pribadi. Demikin pula sebaliknya, pada kenyataannya, pengalaman

hidup berubah terus menerus. Begitu pula dengan pengalaman iman selalu ada

perubahan. Perubahan yang terjadi tidak selalu radikal, tergantung dengan

penghayatan pribadi dalam menghadirkan pengalaman akan Allah.20

Dalam

pengalaman sehari-hari juga tetap selalu ada perubahan, dalam arti perkembangan

hidup.

Sebuah teologi tidak berbicara mengenai ide-ide atau pun konsep,

melainkan berbicara mengenai komunikasi iman dalam arti iman bagi hidup yang

konkret.21

Melalui komunikasi iman, terdapat pula pengalaman iman, mengingat

bahwa komunikasi iman selalu ditentukan oleh pengalaman dua pihak.22

Bagi

Tom Jacobs, komunikasi berawal dalam kedaulatan dan kasih Allah, dan orang

beriman menyambung dalam kemerdekaan dan kebebasannya dalam menanggapi

kasih Allah.23

Kendati demikian harus tetap dikatakan bahwa realitas transenden

yang tak terbatas itu dapat mewahyukan diri kepada kesadaran manusia yang

terbatas. Karena itu teologi musti memakai bahasa yang dapat dimengerti, sebuah

bahasa yang biasa yang ditentukan oleh pemakaian dalam lingkungan tertentu,

20

Tom Jacobs, “Komunikasi iman”, dalam Teologi Pewartaan, Manuskrip, Diktat Kuliah

(Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 1996), 1. 21

Tom Jacobs, Paham Allah, 222. 22

Tom Jacobs, Teologi Pewartaan, 2. 23

Tom Jacobs, Teologi Pewartaan, 3.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yakni jemaat orang beriman. Dengan menempatkan dalam kerangka komunikasi

iman dengan semua orang dalam segala zaman, Tom Jacobs sepertinya

mempunyai keinginan, bahwa “bahasa orang Kristiani adalah bahasa orang lain,

bahasa untuk semua orang”.24

Tentu hal tersebut tidak mungkin. Oleh karena itu,

Tom Jacobs mengingatkan bahwa yang perlu hanyalah: “(1) Bahwa kita sadar

akan kenyataan bahwa dalam peredaran zaman kata-kata dan rumus-rumus dapat

memperoleh arti dan maksud yang lain; dan (2) Bahwa iman tidak menyangkut

kata atau rumus, melainkan fakta dan pengalaman”.25

Tidak kalah penting adalah

penegasan Tom Jacobs yang menempatkan wahyu pertama-tama pada tataran

pengalaman, dan bukan pada rumusan. Kebenaran bahwa paham Allah tidak

terjangkau, berarti bahwa isi dari bahasa agama dan teologi harus dapat

dimengerti dari fungsinya. Sebuah agama dan teologi tidak hendak

‘mendefinisikan’ Allah, melainkan lebih pada mengarahkan manusia kepada dasar

dan sumber hidupnya, yang disebut dengan Allah.26

Hal ini terlebih karena orang

beriman memahami bahasanya sendiri sebagai tanggapan dan sekaligus jawaban

atas wahyu Allah. Dan kata-kata berfungsi sebagai sarana untuk mengarahkan

perhatian kepada apa yang ditunjuk, yang dimaksudkan dengan kata-kata itu.

Bagi Tom Jacobs, teologi mempunyai beberapa dimensi yang harus

dibedakan antara arti dan fungsi, juga antara paham dan nilai.27

Namun, aspek-

aspek tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Inilah prinsip

pertama yang relevan dari teologi Tom Jacobs. “Dan karena hubungannya dengan

24

Tom Jacobs, Imanuel, Perubahan dalam Perumusan Iman akan Yesus Kristus (Yogyakarta

Kanisius, 2000), 29. 25

Tom Jacobs, Imanuel, 30. 26

Tom Jacobs, Paham Allah, 222. 27

Tom Jacobs, Paham Allah, 222-223.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

nilai dan fungsi, pemahaman lebih berupa deskripsi daripada definisi, lebih

menunjuk daripada menangkap. Dalam hubungannya dengan sumber-sumber

wahyu, teologi bersifat pengakuan”.28

Melalui tradisilah wahyu sampai kepada

kita, maka pengakuan itu harus bersifat kritis. Karena Allah di satu pihak ingin

mewahyukan diri kepada semua orang, tetapi di lain pihak setiap peristiwa wahyu

selalu bersifat historis dan terbatas, secara prinsipiil tidak tertutup kemungkinan

bahwa Allah mewahyukan diri berulang kali dengan intensitas yang serupa seperti

terjadi dalam Yesus Kristus.

Prinsip kedua yang relevan dari teologi Tom Jacobs, berkaitan dengan

sifat dan klaim dari suatu bahasa religius atau bahasa iman. Bagi Tom Jacobs,

dalam teologi diperlukan sebuah dialog, supaya jelas bahwa setiap orang benar-

benar bertemu satu sama lain dalam sebuah pembicaraan. Tom Jacobs berusaha

merumuskan gagasan akan iman dengan senantiasa menanggapi tawaran kasih

Allah. “Dalam arti itu teologi bersifat mistagogi,29

karena inti pokok iman adalah

mistik, yakni kesatuan dengan Allah-bagai-manapun juga. Mistik adalah

pengalaman akan Allah, entah dalam cahaya kesatuan entah dalam kegelapan

iman”.30

Berpangkal pada pengalaman keterarahan kepada Allah, mistagogi harus

memberikan ‘citra’ yang tepat, yakni pengalaman bahwa dasar hidup manusia

adalah jurang: bahwa Allah sungguh tidak dapat dipahami, dan semakin tidak

28

Tom Jacobs, Paham Allah, 223. 29

Istilah Mistagogi dipakai untuk menyebut katekese atau teologi yang dilandaskan dan

diarahkan untuk memperdalam pengalaman akan Allah. G. O’Collins & E.G. Farrugia, Kamus

Teologi (Yogyakarta: Kanisius, 1996), 201. 30

Tom Jacobs, Paham Allah, 223; bdk. “Dalam rumusan Tom Jacobs, mistagogi modern justru

mencoba menbantu orang Kristiani yang karena perubahan jaman dan situasi gerejawi, menjadi

ragu-ragu dan tidak tahu di mana hatus mencari Tuhan”, Tom Jacobs, Mistagogi, dalam Pidato

Pengukuhan Guru besar Ilmu Teologi pada Fakuktas Teologi, Universitas Sanata Dharma, 2003,

8-9.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dipahami, semakin manusia mengerti misteri-Nya.31

Ciri iman dan pengakuan dari

bahasa yang digunakan tidak berarti, bahwa kata-kata yang dipakai tidak boleh

dipahami secara sungguh-sungguh sebagaimana apa yang telah tertulis. Tetapi,

ciri iman dan pengakuan dari bahasa religius lebih menunjuk pada subjek yang

berbicara yang sungguh-sungguh memaksudkan apa yang dikatakannya.

Keputusan untuk beriman dan sampai pada pengakuan akan Yesus sebagai

Putra Allah tentu memiliki alasannya tersendiri. Sampai batas tertentu kita dapat

berusaha memahami dan menjelaskannya. Akan tetapi, dasar terakhir iman akan

Yesus Kristus sebagai Putra Allah tetap tidak dapat diverifikasi dan dijelaskan

secara rasional. Itulah yang membedakan sebuah bahasa iman dan pengakuan dari

bahasa ilmiah yang harus diverifikasi. Namun, perbedaan tersebut tidak

mengurangi keseriusan dari maksud apa yang hendak dikatakan. Bila seseorang

sudah memutusakan untuk beriman dan ingin setia padanya, isi dari yang diimani

haruslah menjadi kriteria bagi hidup dan juga bagi teologi. Oleh karena itu, yang

menjadi pokok adalah iman akan Allah, dan bagi orang Kristiani, pokok yang

kedua setelah iman akan Allah, adalah “manusia Yesus Kristus sebagai

pengantara antara Allah dan manusia” (1Tim 2:5). Sifat unik, tunggal dan

istimewa pada diri Yesus Kristus harus dipandang dan ditempatkan dalam

kerangka keselamatan yang universal. Karena kekhasan dan keunikan Yesus

ditempatkan dalam kerangka pelayanan bagi semua manusia, yang sifatnya

membebaskan.

31

Tom Jacobs, Mistagogi, 16.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Di lain pihak, kita perlu memperhatikan karakter terbatas pada peran

manusia berhadapan dengan ciri tak terbatas dari Allah. Perbedaan hakiki antara

Yang tak terbatas dan manusia yang terbatas itulah yang menjelaskan adanya

aneka gambaran tentang Allah yang kita temukan dalam berbagai macam agama.

Namun, di lain pihak manusia juga mengetahui bahwa keterarahan kepada misteri

bukanlah khayalan, melainkan menjadi dasar dan sumber segala kegiatannya

sebagai manusia yang sadar diri.32

Manusia secara sadar dan tahu, bahwa manusia

tidak pernah akan menjangkau misteri tersebut secara objektif. Lain halnya jikalau

Allah sendiri menempatkan diri dalam dunia manusia dengan mewahyukan diri

secara objektif. Hal ini disebut sebagai metafor, yang sesungguhnya berarti

‘pengantar’ atau ‘penerus’, sehingga mendapatkan arti yang lain sama sekali.33

Dalam hal ini, Allah tetaplah transensden, namun terjangkau pada wahyu-Nya.

Bagi Tom Jacobs, yang dimaksud dengan relasi iman-wahyu, sesungguhnya

adalah “Allah tetap Allah, dan manusia tidak pernah dapat melihat wajah Allah.

Namun dalam iman, manusia dapat bertemu dengan Allah, melalui dunia dan

terutama melalui sesamanya, yang menjadi metafor dari kehadiran Allah”.34

Manusia mengalami keterarahan kepada Yang transenden sebagai sesuatu yang

real dan konkret. Dengan mengarahkan diri ke atas batas-batas kehidupannya

sendiri, begitu juga dalam tuntunan moralnya, manusia selalu mengalami

keterarahannya kepada Allah.

32

Tom Jacobs, Paham Allah, 224. 33

Tom Jacobs, Paham Allah, 224. 34

Tom Jacobs, Paham Allah, 224.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2.3.1.2 Metode Korelasi

Menurut Tom Jacobs, metode teologi adalah metode korelasi, karena

teologi selalu mencari korelasi antara pengalaman hidup konkret dan wahyu

ilahi.35

Dalam kriteria korelasi masih harus dibedakan antara ‘wahyu asli’ dan

proses pengolahan dalam tradisi. Maka, metode teologi adalah korelasi antara

iman dan hidup sebagaimana dihayati dalam jemaat, dalam hubungan dengan

wahyu asli.36

Perlu pengecekan terus menerus dalam metode itu, yaitu proses

tradisi dan juga pemahaman situasi hidup sekarang, dan tidak sama dengan

pengalaman hidup. Segi ini berarti bahwa teologi selalu berupa pengakuan

terhadap situasi yang konkret. Oleh karena itu, orang tidak mengalami kehadiran

Allah lepas dari situasi hidupnya, sebab di dalam situasi hidupnya yang konkret

Allah hadir dan dialami.37

Maka perlu dirumuskan dalam kebudayaan yang

konkret dan tidak hanya mengulang-ulangi gagasan tradisionil.38

Dan yang paling

penting untuk dikemukakan adalah arti wahyu bagi situasi sekarang. Oleh karena

itu, teologi pada dasarnya adalah pewartaan yang dialog, di mana tradisi

dipersoalkan oleh situasi, dan situasi disoroti dalam tradisi.39

Dan itu sebagai

35

Tom Jacobs, Paham Allah, 219. 36

Tom Jacobs, Paham Allah, 220. 37

Tom Jacobs, “Kabar Gembira”, dalam Rohani 6 (1991), 228-229. 38

Lebih luas dalam Tom Jacobs, “Teologi yang Eklesial dan Kultural”, dalam: Budi Susanto

(ed), Teologi dan Praksis Komunitas Post Modern (Yogyakarta: Kanisius, 1994), 40. 39

“Teologi hendak menjadi pertolongan bagi umat beriman dalam “mencari arah, serta

kemampuan dan kreativitas dalam usahanya mewujudkan iman Kristiani”. Maka dalam kegiatan

teologis memang perlu membedakan antara komunikasi iman dan refleksi iman; dan dalam

refleksi iman antara ajaran Gereja dan (ajaran) teologi; dan dalam ajaran teologi antara teologi

dogmatis dan teologi akademis.” Tom Jacobs, Teologi yang Eklesial dan Kultural, dalam: Budi

Susanto (ed), Teologi dan Praksis Komunitas Post Modern, 27-68; juga dalam: Pembaruan dalam

Teologi dan dalam Pengajaran Teologi, Orientasi 12 (1980) 50-90.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

suatu proses interpretasi secara terus-menerus, yang seluruhnya berakar dalam

tradisi dan sekaligus menghayati situasi sekarang secara eksistensial.

Bagi Tom Jacobs, metode teologi adalah kemampuan untuk merumuskan

soal, baik berhubungan dengan tradisi maupun yang berkaitan dengan situasi yang

konkret, dan terutama mengenai relevansi tradisi bagi situasi saat ini.40

Jelas

bagaimana pun pemahaman Tom Jacobs di sini adalah pemahaman dari bawah.

Sehingga penekanan unsur ‘pengalaman pribadi-komunitas’ sangat ditonjolkan

dalam pembentukan suatu teologi. Dengan menekankan segi pengalaman hendak

ditandaskan, bahwa iman adalah sesuatu yang insani, bukan hanya dalam arti

bahwa iman adalah – bagaimanapun juga – suatu kegiatan psikologis manusia

baik kognitif dan konatif, tetapi bahwa tersebut juga mempunyai arti bagi

perkembangan dan kesejahteraan manusia.41

Maka perlu adanya interpretasi dan

dihidupkan kembali sebagai sarana komunikasi, guna mengalami pengaruh yang

dihasilkannya. Teologi berusaha menunjukkan, bahwa manusia Kristiani sebagai

makhluk berakal budi sampai batas tertentu dapat menemukan alasan mengapa ia

mau percaya, bahwa Allah sungguh-sungguh telah mewahyukan diri secara penuh

dalam Yesus Kristus. Dan itu selalu disertai dengan kesadaran, bahwa upaya

verifikasi yang dilakukan teologi selalu bersifat relatif dan sementara, selama

sejarah masih berlangsung. Verifikasi secara mutlak bagi orang Kristiani bersifat

eskatologis. Bila klaim keunikan Yesus Kristus ditempatkan secara konkret dalam

kaitan dengan sifat universal warta keselamatan-Nya, dan bila ciri ‘anugerah’ dari

iman tidak dilupakan, kekristenan dapat “memberi pertanggungjawaban kepada

40

Tom Jacobs, Paham Allah, 221. 41

Tom Jacobs, Teologi yang Eklesial dan Kultural, dalam: Budi Susanto (ed), Teologi dan

Praksis Komunitas Post Modern, 41.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tiap-tiap orang yang meminta pertanggungjawaban dari kamu tentang

pengharapan yang ada padamu” (1Ptr 3:15).

2.3.1.3 Pandangan Tom Jacobs: Kristus sebagai Wahyu Allah yang

Menyelamatkan.

Tom Jacobs, adalah seorang teolog pluralis Katolik Indonesia berusaha

merumuskan kembali ajaran tentang Yesus Kristus yang dianut oleh Kekristenan

Ortodoks yang meyakini bahwa Yesus Kristus, sebagai Pribadi Kedua Allah

Tritunggal yang berinkarnasi itu adalah Allah.42

Bagi Tom Jacobs yang

digelorakan oleh keinginan untuk menjadi misionaris ke daerah yang tidak

mempunyai ‘kebudayaan Kristen’, Yesus Kristus tidak lain dan tidak bukan

adalah ‘Sang Raja Semesta Alam’ sebagaimana dimaklumkan oleh Paus Pius XI

dalam Ensiklik Quas Primas, 11 Desember 1925. Kristus sejauh dipahami dalam

kerangka doktrin-doktrin Gereja seperti itulah yang, kiranya, direfleksikan dan

diajarkan oleh Tom Jacobs pada awal kariernya.

Keprihatinan para Bapa Gereja ketika menetapkan dogma mengenai dua

kodrat dan satu pribadi ialah menegaskan bahwa Allah sungguh hadir dan

berkarya dalam diri Yesus.43

Oleh karena itu perlu ditegaskan bahwa Allah sendiri

sungguh hadir dalam hidup manusia. Hanya kalau Yesus memang sungguh

42

Tom Jacobs, Mewartakan Yesus Kristus dalam Dunia Modern, 37. 43

“Masalah para Bapa Gereja zaman itu adalah bagimana Allah menyelamatkan dunia melalui

Kristus. Atau lebih konkret: bagaimana karya penyelamatan Allah dalam diri Yesus Kristus?

Bagaimana manusia sungguh bertemu dengan Allah dalam diri Yesus Kristus? Bukan hanya

menerima wahyu, tetapi menerima wahyu yang menyelamatkan”. Tom Jacobs, Mewartakan Yesus

Kristus dalam Dunia Modern, 38.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

manusia seperti manusia pada umumnya, maka apa yang dibawa dari Allah oleh-

Nya sungguh adalah wahyu yang menyelamatkan manusia.44

Dalam rangka

membebaskan diri dari beban “dogmatisasi”45

yang dirasa paling kuat dalam

bidang Kristologi, yakni ketika dogmatisasi menjadi satu aspek pokok dalam

proses perumusan iman akan Yesus Kristus, Tom Jacobs kemudian

menulis Siapakah Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian baru,

Yesus tampil sebagai Nabi, Mesias, Anak Allah, dan Tuhan. Semua gelar itu

mempunyai arti funsional, kecuali gelar “Tuhan”, karena lebih memusatkan

perhatian pada kedudukan luhur-Nya sebagai Pengantara antara Allah dengan

manusia. Menurut orang Kristiani, tulisnya, Ia bukan sembarang orang.46

Tom

Jacobs, mengamati bahwa pada keempat Injil, mempunyai satu tujuan yang sama:

“menggambarkan Yesus sebagai Kristus, Anak Allah”.47

Selain itu juga, tiap-tiap

pengarang Perjanjian Baru mempunyai pandangannya masing-masing mengenai

siapa Yesus. Maka Tom Jacobs menegaskan, bahwa harus dibedakan “antara

Yesus sejarah dan Kristus kepercayaan”.48

Bagi Perjanjian baru, yang menjadi hal

pokok adalah apa yang dilakukan Allah melalui Kristus; dan karena itu, juga apa

yang dilakukan Kristus sebagai yang diutus oleh Bapa. Secara khusus karena

Yesus adalah Sang Sabda, segala sesuatu yang dilakukan oleh-Nya bukan hanya

44

Tom Jacobs, Mewartakan Yesus Kristus dalam Dunia Modern, 38. 45

“Dalam pemikiran Tom Jacobs, “dogmatisasi” tidak dimengerti sebagai perumusan teologi

atau ajaran iman dalam bentuk dogma. Dogmatisasi adalah dominannya peranan dogma dalam

perkembangan teologi dan perumusan ajaran iman selanjutnya.” Y.B. Prasetyantha, “Kamu

Percaya Dogma? Tantangan ber-Kristologi dari Toms Jacobs”,

http://giovannipromesso.blogspot.co.id/2012/09/kamu-percaya-dogma_1372.html, diakses pada 26

Agustus 2017. 46

Tom Jacobs, Siapa Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru (Yogyakarta: Kanisius, 1982), 5. 47

Tom Jacobs, Siapa Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru, 261. 48

“Yesus sejarah adalah Yesus yang hadir di dunia ini, tetapi sejauh dapat diketahui melalui

penyelidikan ilmu sejarah. Sedang Kristus kepercayaan adalah interpretasi iman terhadap fakta

Yesus sejarah”. Tom Jacobs, Siapa Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru, 194.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

melaksanakan, melainkan juga mewahyukan rencana keselamatan Allah.49

Oleh

sebab itu, tidak hanya hubungan-Nya yang istimewa dengan Allah, yang

dinyatakan dalam pewartaan Kerajaan Allah yang merupakan wahyu Allah, tetapi

juga perhatian-Nya yang luarbiasa bagi semua manusia.

Dalam bukunya yang berjudul Imanuel, Perubahan Dalam Perumusan

Iman Akan Yesus Kristus, Tom Jacobs merefleksikan Yesus adalah pertama-tama

nabi, selanjutnya Kristus, Anak Allah, Anak Manusia dan akhirnya Tuhan. Di sini

Tom Jacobs tidak berhenti pada sebuah rumusan, tetapi berusaha untuk

menghayati kembali pengalaman awal namun sejauh hal itu terkait dengan

kehidupan orang beriman sekarang. Manusia terarah kepada Allah, karena Allah

ingin mengkomunikasikan diri kepada manusia. Dan hal itu terjadi di dalam

sejarah. Pertemuan antara Allah dan manusia secara hakiki bersifat historis. Dan

justru karena sifat transendentalnya peristiwa-peristiwa tersebut bagi manusia

saling berkaitan satu sama lain, dan masing-masing memberi arti kepada

keseluruhan. Hal inilah yang disebut wahyu atau sejarah keselamatan. Tom Jacobs

menyebut proses ini “bukanlah ‘pemurnian’ rumus atau ‘penyesuaian’,

melainkan fungsionalisasi rumus supaya berguna lagi dalam proses komunikasi

iman”.50

Untuk sampai pada kesimpulan, bahwa Yesus tidak sama dengan Bapa,

Dia tidak setara dengan Bapa, dan Bapa saja satu-satunya Allah yang benar, Tom

Jacobs merumuskan pokok pikirannya dalam sub bab ‘Imanuel II’, suatu intisari

ajaran yang dia tegaskan dalam buku tersebut. Tom Jacobs mengemukakan lima

49

Tom Jacobs, Mewartakan Yesus Kristus dalam Dunia Modern, 40. 50

Tom Jacobs, Imanuel, 31.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

misteri penyingkapan ilahi Allah bagi manusia.51

Tiga dari lima misteri tersebut

berbicara mengenai Allah Bapa dan Yesus Kristus, sementara dua yang terakhir

tentang Roh Kudus dan iman dalam manusia. Yang akan dibahas adalah tiga

misteri yang pertama.

Misteri pertama: tanpa ikatan Allah beserta kita.52

Tom Jacobs,

mengemukakan perbedaan antara Allah dan makhluk ciptaan yang bertolak dari

tradisi Yahudi-Kristiani. Dia mengutip Keluaran 33:20,53

dengan menegaskan

perbedaan itu dalam peristiwa Musa di Gunung Sinai yang tidak boleh

memandang wajah Allah. Allah menyatakan Diri, memberikan Diri, berjumpa

sungguh dengan manusia. Allah tidak dibatasi oleh hubungan-Nya dengan

manusia. Allah mengatasi segala-galanya, tidak terikat dan ditentukan oleh

apapun di luar diri-Nya. Juga dalam hubungan-Nya dengan manusia dengan

manusia, Allah tetap ‘lepas’ dari manusia.54

Selanjutnya penegasannya datang

dari Konsili Lateran IV (1215) yang mengajarkan: “Betapa besar kesamaan yang

dilihat antara Pencipta dan ciptaan-Nya, perbedaannya selalu lebih

besar”.55

Selanjutnya dogma Khalkedon menguatkan hal itu dengan pernyataan

bahwa “Tuhan, Anak Tunggal, diakui dalam dua kodrat tak tercampur, tak

berubah, tak terbagi”.56

Selanjutnya Tom Jacobs mengemukakan:

Juga dalam Kristus ditolak segala identitas antara keallahan dan

kemanusiaan. Kedua ini dibedakan secara total. Allah tetap Allah,

51

Misteri oleh Tom Jacobs adalah rencana keselamatan Allah. Tom Jacobs, Imanuel:

Perubahan dalam Perumusan Iman akan Yesus Kristus, Yogyakarta: Kanisius, 2000), 36, 245-

259. 52

Tom Jacobs, Imanuel, 245-247. 53

“Engkau tidak tahan memandang wajah-Ku, sebab tidak ada orang yang memandang Aku

dapat hidup” (Keluaran 33:20) 54

Tom Jacobs, Imanuel, 243. 55

Tom Jacobs, Imanuel, 245. 56

Tom Jacobs, Imanuel, 245.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dan manusia tetap makhluk-ciptaan, juga dalam Kristus. Kristus

bukan Allah-manusia dalam arti setengah Allah, setengah manusia.

Bahkan kemanusiaan Kristus juga tidak punya ciri ilahi. … Kristus

sungguh manusia dengan segala pengalaman dan penderitaan

sebagai manusia. Maka kemanusiaan-Nya juga tidak boleh

dipandang sebagai suatu “bagian” saja. Seluruhnya dan seutuhnya

manusia seperti kita.57

Selanjutnya Tom Jacobs membedakan antara soteriologi, yaitu teologi

mengenai karya penyelamatan Allah, dan kyriologi yaitu refleksi teologis atas

kedudukan dan tempat terhormat Kristus.58

Perbedaan utama antara kedua

kategori pemikiran tersebut adalah bahwa dalam pernyataan soteriologis Allah

(Bapa) adalah subjek, dan Yesus adalah objek atau medium, sedangkan dalam

Kyriologi, Kristus sendiri menjadi pusat dan Allah biasanya tidak disebut.59

Menurut Tom Jacobs, tradisi teologi Yunani sampai kini yang menjadi

pemahaman teologi Kristen Ortodoks, mencampurkan

antara soteriologi dengan kyriologi. Hal ini dimaksudkan bahwa karya

keselamatan Allah sekarang ini dilihat dari sudut kyriologi, yaitu keselamatan

diletakkan dalam pribadi Kristus, sedangkan jika dilihat dari sudut Allah

gambarannya menjadi lain, di mana tetap ada perbedaan antara pribadi Allah dan

pribadi manusia.60

Hubungan antara soteriologi dan kyriologi menurut Tom

Jacobs adalah: “tindakan penyelamatan Allah, yang darinya sendiri bersifat

57

Tom Jacobs, Imanuel, 245. 58

“Dasar” untuk perbedaaan antara soteriology dan kyriologi adalah dua rumus iaman yang

terdapat dalam Rm 10:9; “Jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan

percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu

akan diselamatkan” (untuk tafsir mendetal mengenai teks ini, dapat dilihat dalam Tom Jacobs – R.

Sumadia, Injil Gereja Purba tentang Yesus Kristus Tuhan Kita (Yogyakarta: Kanisius, 1975), 31-

34; Tom Jacobs, Siapa Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 1982), 39-

44, 49-86). 59

Tom Jacobs, Mewartakan Yesus Kristus dalam Dunia Modern, 39. 60

Tom Jacobs, Imanuel, 246.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kreatif: Tuhan menciptakan manusia dalam relasi dengan diri-Nya. […] Allah

menghubungi manusia, dan menyatakan diri dalam manusia Yesus Kristus”.61

Beranjak dari misteri pertama tersebut, Tom Jacobs mengemukakan

misteri kedua: Karya penciptaan dan karya penyelamatan.62

Allah

mengkomunikasikan diri dengan yang bukan Allah, berarti dengan “yang tidak

ada” dari dirinya sendiri.63

Sebab yang ada dari dirinya sendiri hanyalah Allah,

yang lain berada karena dikehendaki, dan dicipta oleh Allah. Allah menciptakan

“partner dialog” untuk mengkomunikasikan diri, membagikan hidup-Nya sendiri,

dan mengikutsertakan manusia dalam hidup-Nya sendiri, sebagai karya

penyelamatan.64

Tom Jacobs menegaskan bahwa: “penciptaan adalah tindakan

bebas Allah… dari dirinya sendiri ciptaan tidak punya apa-apa”.65

Selanjutnya

Tom Jacobs menambahkan bahwa: “Tuhan menciptakan yang bukan Allah,

supaya dapat memberikan diri. Bahkan kedua ini tidak boleh dipisahkan: Tuhan

menciptakan yang bukan Allah, dengan memberikan diri. Tujuan karya

penciptaan adalah karya penyelamatan”.66

Pernyataan Tom Jacobs tersebut penting untuk datang pada satu penegasan

bahwa Yesus Kristus adalah salah satu ciptaan supaya Allah bisa memberikan

diri-Nya kepada manusia, seperti pernyataannya:

Kristus diciptakan bertujuan pertemuan dengan Allah. Bahkan

Kristus adalah “yang sulung dari segala yang diciptakan […].”

Maka Kristus diciptakan Allah tertuju kepada diri-Nya, sebagai

61

Tom Jacobs, Imanuel, 246. 62

Tom Jacobs, Imanuel, 247-250. 63

Tom Jacobs, Imanuel, 243. 64

Tom Jacobs, Imanuel, 248. 65

Tom Jacobs, Imanuel, 248. 66

Tom Jacobs, Imanuel, 248.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dasar bagi kesatuan semua orang dengan Allah. Kristus diciptakan

dalam penyerahan total kepada Allah. … Sebagai Anak Allah Ia

tidak lepas dari manusia yang lain, melainkan adalah “yang

sulung”, karena Allah menghendaki-Nya sebagai dasar karya

penyelamatan-Nya. … Penciptaan Kristus tidak hanya sama

dengan pemberian diri Allah, tetapi merupakan dasar dan awal

pemberian diri Allah kepada manusia semua. Tetapi justru sebagai

Pencipta, berarti sebagai Allah, Allah tetap terbedakan dari

ciptaan-Nya, juga dari Kristus. Kristus seluruhnya terarah kepada

Allah, tetapi tidak identik dengan Allah.67

Tom Jacobs memilahkan keallahan Yesus Kristus juga dengan permainan

bahasa yang melihat dari sudut pandang manusia; bukan untuk memisahkannya.

Kata “Tuhan” (dalam bahasa Ibrani: Adonai) menurut Tom Jacobs berbeda

dengan kata “Allah” (dalam bahasa Ibrani: Adonai). Dalam konteks Indonesia,

misalnya, Tom Jacobs melihat kata ‘Tuhan’ dipakai untuk menunjuk Tuhan Yang

Maha Esa, untuk Allah. Berbeda dengan itu, dalam Perjanjian Baru kata ‘Tuhan’

hampir tidak pernah dipakai untuk Allah. “’Tuhan’ tidak sama dengan Allah

(Ibrani: elohim), melainkan adalah nama Allah, yakni Yahweh, yang oleh orang

Yahudi tidak boleh diucapkan dan biasanya diganti dengan ‘Tuhan’”.68

Tuhan

dipakai untuk Yesus, dan Allah untuk Bapa dengan merujuk pada 1 Kor 8:6, dan 2

Kor 11:31.69

Tom Jacobs menambahkan beberapa ayat yang mendukung

argumennya antara lain dalam Yoh 1:1 dan 18 tidak ditemukan bahwa Yesus

disebut Allah tetapi Firman. Yoh 20:28 yang adalah ungkapan pengakuan Tomas,

“Ya Tuhanku dan Allahku” hanya mau menonjolkan kesatuan Yesus dengan

Allah. Yang terakhir, Tom Jacobs mengakhiri pembahasan misteri kedua ini

menegaskan kemabali: “Harus membedakan antara karya keselamatan Allah,

67

Tom Jacobs, Imanuel, 248-249. 68

Tom Jacobs, Imanuel, 104. 69

Tom Jacobs, Imanuel, 249.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mulai dengan karya penciptaan, dan manusia Yesus. Yesus adalah seorang

manusia yang dari semula secara total terarahkan kepada Allah”.70

Misteri Ketiga: Allah Tritunggal.71

Pada bagian ini, Tom Jacobs berusaha

menjelaskan konsep Allah Tritunggal menurut pandangannya. Tom Jacobs

memulai dengan mengangkat Kisah Para Rasul pasal 7 tentang khotbah Stefanus.

Menurutnya ayat 5572

dalam pasal 7 ini merupakan teologi Trinitas yang paling

singkat.73

Tom Jacobs menegaskan:

Allah sendiri tidak kelihatan, dan memang tidak dapat dilihat,

hanya disadari kehadiran-Nya. Roh Kudus pun tidak kelihatan,

merupakan daya kekuatan dalam Stephanus sendiri. Tetapi Yesus

kelihatan, “di sebelah kanan Allah”. Allah tetap “bersemayam

dalam terang yang tak terhampiri” (1 Tim.6:16). […] Yesus

sebagai Firman Allah.74

Bagaimana teologi Trinitas yang mengembangkan paham dan pengertian

itu dalam bentuk syahadat, dan sekaligus menempatkan wahyu dalam keseluruhan

iman Kristiani, serta memperlihatkan bagaimana arti wahyu adalah pusat ajaran,75

seperti dirumuskan oleh Bapa-bapa Gereja di abad permulaan yang sampai kini

menjadi ajaran Kristen Ortodoks? Menurut Tom Jacobs, teologi tentang Trinitas

yang ada adalah hasil pertemuan Kristen dengan ajaran-ajaran sesat. Bahwa,

“pengertian mengenai Allah dikembangkan berkonfrontasi dengan ajaran-ajaran

70

Tom Jacobs, Imanuel, 249. 71

Tom Jacobs, Imanuel, 250-254. 72

“Tetapi Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan

Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah”. Kis.7:55, 73

Tom Jacobs, Imanuel, 250. 74

Tom Jacobs, Imanuel, 250. 75

Tom Jacobs, Imanuel, 250.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang sesat, maka teologi tentang Trinitas lama-kelamaan dirumuskan dalam

kategori pemikiran yang bukan lagi berasal dari Kitab Suci”.76

Menurut Tom Jacobs, hubungan Yesus Kristus dengan Bapa bukan seperti

yang dirumuskan oleh Bapa-bapa Gereja mula-mula, yang perumusannya

dipengaruhi oleh situasi berkembangnya ajaran-ajaran sesat. Tom

Jacobs menyatakan bahwa hubungan Allah (Bapa) dengan Yesus Kristus adalah

sebagai berikut:

Allah masuk ke dalam dunia manusia dengan mengadakan

manusia Yesus sebagai anak-Nya, yang seluruhnya terarah kepada

Allah sebagai Bapa-Nya. Namun semua ini adalah tindakan Allah

dan rencana Allah, yang dari awal mula sudah ada dalam diri

Allah. Dalam arti itulah Yesus sebagai Firman sudah ada pada

Allah sebelum segala abad. Maka karena kedudukan-Nya yang

unik dalam karya penyelamatan Allah, Kristus juga bukan hanya

seorang nabi, tetapi disebut Almasih. Dengan sebutan itu ditunjuk

bahwa Ia bukan hanya pewarta karya Allah, tetapi pelaksananya.

Allah sungguh bertindak dalam Yesus, dan membuat Yesus

menjadi alat-Nya, menciptakanNya sebagai penyelamat. Dalam

arti itu Ia Anak Allah. Kitab suci memberikan julukan ini kepada-

Nya sebagai gelar kehormatan untuk mengungkapkan kasih Allah

yang istimewa kepada-Nya… 77

2.3.2 Paham Allah dalam Era Postmodern

Isu ‘hubungan yang riil’ antara paham dan keyakinan akan Allah dengan

kenyataan hidup manusia di era postmodernitas sekarang ini menjadi menarik

untuk diperbincangkan. Misalnya saja, keyakinan akan ketuhanan Yesus yang kita

percaya selama ini sebagai Sang Juruselamat, bagaimana ini direlevansikan

dengan kenyataan postmodern yang memunculkan aneka tokoh dan sumber

76

Tom Jacobs, Imanuel, 250-251. 77

Tom Jacobs, Imanuel, 251.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

inspirasi bagi pemaknaan hidup, termasuk spiritualitas. Bagaimana sikap seorang

jemaat Kristen di tengah konteks plural budaya, termasuk agama, di samping

mampu mengkontekstualisasikan pengakuan imannya akan keallahan Yesus tetapi

juga terbuka terhadap kebebasan orang lain yang berbeda agama atau konfesi

iman? Pengakuan akan kepelbagaian adalah sebuah tantangan terhadap tradisi

klaim kebenaran mutlak semua agama. Begitu banyak muncul kesadaran orang

yang mengatakan bahwa: ‘saya akan percaya kepada Allah jika saya mau’, jika

disambungkan ‘jika saya paham’ atau ‘jika saya membutuhkannya’, dan

seterusnya.

Postmodernisme kerap dicurigai dan dianggap berpengaruh negatif, sebab

postmodernisme seakan-akan memberi banyak alternatif pemikiran lain terhadap

apa yang sudah lama ditawarkan oleh dunia modern secara kokoh. Dengan kata

lain, kehadiran postmodernisme membawa dampak besar dalam hal

menggoyahkan eksistensi paradigma modern. Selain itu, terjadi pula perubahan

mendasar secara epistemologis dalam teologi postmodern. Menurut Tom Jacobs,

postmodern pertama-tama dipahami bukan sebagai kritik agama, melainkan

sebagai kritik kebudayaan.78

Meskipun pertama-tama dikatakan sebagai kritik

kebudayaan, realitas postmodernisme akhirnya juga mengkritik peran, posisi, dan

realitas agama sebagai bagian dari kebudayaan dan sejarah peradaban manusia.79

Era postmodern akhirnya memunculkan berbagai macam pertanyaan mendasar

berkaitan dengan agama dan paham Allah yang cukup krusial bagi kehidupan

manusia. Bagaimana Allah dialami dan dipahami dalam era postmodern ini? Atau,

78

Tom Jacobs, Paham Allah, 249. 79

Tom Jacobs, Paham Allah, 249.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Yesus yang bagaimanakah yang kiranya bisa dimaknai sebagai kepenuhan Allah,

di tengah era postmodernitas sekarang ini? Sebab jika pertanyaan ini belum

diselidiki secara serius, seperti dikemukakan oleh Tom Jacobs, maka sering kali

timbul ketegangan adanya “dua Tuhan” pada diri tiap orang, yaitu Tuhan yang

dipahami/dimengerti dan Tuhan yang dialami.80

Tuhan yang dimengerti,

maksudnya ialah Tuhan yang terdapat pada ajaran-ajaran agama, teks-teks suci,

dan tradisi gereja, dan ini biasanya dunia yang berbeda dan sama sekali asing dari

masa sekarang. Sementara Tuhan yang dialami ialah perjumpaan antara umat

dengan Tuhan dalam pergumulan hidup dalam konteks kekinian keluarga dan

masyarakat yang pluralis dan kompleks, meliputi aspek sosial, budaya, ekonomi,

politik, ideologi, pekerjaan, dan seni dengan segudang persoalan. Apakah peran

agama yang di dalamnya terkandung pemaknaan akan Allah bagi kehidupan

sehari-hari manusia pada masa saat ini? Bagaimana iman dan wahyu dipahami

dan dihayati dalam konteks dinamika hidup masyarakat postmodern? Beberapa

pertanyaan berikut menunjukkan adanya proses kontinuitas refleksi peradaban

manusia atas segala sesuatu yang dialaminya di dunia ini, termasuk ketika

berhadapan dengan munculnya arus pemikiran/mentalitas postmodern.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut penulis jadikan dasar dalam menganalisis data

penelitian.

Sebelum penulis memasuki pendalaman lebih lanjut mengenai kritik

terhadap kebudayaan, agama, dan paham Allah oleh postmodernisme, penulis

akan menelusuri satu persatu gagasan Tom Jacobs mengenai hal tersebut.

80

Tom Jacobs, Paham Allah, 270.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pertama, penulis mengikuti alur pemikiran Tom Jacobs dengan memaparkan

realitas postmodern sebagai kritik kebudayaan, realitas sosial, dan sebagai sebuah

fenomen cara berpikir maupun bertindak dari masyarakat pasca Enlightenment.

Setelah itu, satu persatu penulis akan memaparkan perihal: postmodernisme dan

agama, sekularisme, fundamentalisme, peranan teologi moral, fundamentalisme

kristiani, spiritualitas teologis, dan akhirnya paham Allah dalam era postmodern.

2.3.2.1 Postmodernisme sebagai Konteks

Era postmodernitas ditandai dengan beberapa hal penting seperti

bangkitnya kesadaran akan pentingnya persamaan hak asasi manusia, tiap-tiap

orang dalam lingkungan lokal dan global menuntut perlakuan keadilan dan

penghargaan, desentralisasi nilai-nilai kebenaran, dan pentingnya tiap-tiap orang

belajar dan memperkaya hidup dalam penghayatan akan kepelbagaian lingkungan.

Dengan demikian, postmodernisme sebetulnya mendukung orang untuk mulai

menggali lagi nilai-nilai spiritual dalam hidup manusia. Manusia mencari sesuatu

yang esensial dan yang bermakna dalam hidupnya, menelusuri unsur-unsur ilahi

dalam kodratnya, mencoba memahami dan mengalami “something beyond” dalam

pengalaman hidupnya. Dalam suasana kepelbagaian yang amat kompleks,

percampuran (hibridisasi) dan pertukaran nilai, baik antar-budaya (interkultural)

maupun antar-agama (interreligius), menjadi realitas tak terbantahkan. Hal-hal di

atas sangat mempengaruhi seseorang dalam beragama, berbudaya, dan dalam

upaya mereinterpretasi aneka sumber ajaran, teks-teks suci, dan tradisi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Esensi terdalam dari fenomena postmodern di atas ditentukan oleh adanya

paradigma yang menolak pemutlakan apapun, termasuk agama, budaya, ideologi,

dan nilai-nilai yang dianggap benar. Itulah sebabnya dalam era postmodern ini

terjadi perubahan-perubahan besar dalam kesadaran orang akan agama, yaitu

sikap kesediaan untuk membuka diri pada berbagai pergumulan fundamental umat

manusia yang menyangkut makna kehidupan tersebut. Untuk memahami

postmodernisme, pertama-tama kita harus mengerti apa itu ‘modern’.81

Modernisasi pada awalnya dianggap sebagai hal yang biasa dan wajar, namun

dalam perkembangannya ia telah melahirkan berbagai konsekuensi buruk bagi

kehidupan manusia dan alam pada umumnya. Dalam sub bab yang bertemakan

postmodernisme, Tom Jacobs mengartikan ‘modern’ sebagai: “(1) Terbaru,

mutakhir; (2) Sikap dan cara berpikir serta bertindak sesuai dengan tuntutan

zaman”.82

Dengan demikian, dunia sekarang ini masih termasuk dalam arti

‘modern’ tersebut. Dengan demikian, modernitas ditandai dengan bangkitnya

kesadaran akal budi manusia yang mulai dengan keinginan untuk mendapat peran

sentral dalam seluruh aspek hidup manusia.

Kata ‘postmodern’ sendiri muncul sebagai bagian dari modernitas. Kata

‘post’ dalam ‘postmodern’ tidak dimaksudkan sebagai sebuah periode atau waktu,

tetapi lebih merupakan sebuah konsep yang hendak melampaui segala hal

‘modern’. Konsep ‘postmodernitas’ yang sering disingkat sebagai ‘postmodern’

81

Yang dimaksud dengan ‘modernisme’ adalah pemikiran dan gambaran dunia tertentu yang

awalnya diinspirasi Descartes, dikokohkan oleh gerakan Pencerahan dan mengabadikan dirinya

hingga abad ini melalui dominasi sains dan kapitalisme. Secara khusus tentang modernisme dalam

bidang filsafat, lihat I. Bambang Sugiharto, Postmodernisme: Tantangan bagi Filsafat

(Yogyakarta: Kanisius, 1996), 29. 82

Tom Jacobs, Paham Allah, 249-250.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ini merupakan sebuah kritik atas realitas ‘modernitas’ yang dianggap telah gagal

dalam melanjutkan proyek pencerahannya.

Pertama-tama, kata ‘postmodern’ tidak muncul dalam filsafat ataupun

sosiologi. Kata/wacana ‘postmodern’ ini muncul dalam arsitektur dan kemudian

juga dalam sastra.83

Arsitektur dan sastra ‘postmodern’ lebih bernafaskan kritik

terhadap arsitektur dan sastra ‘modern’ yang dipandang sebagai arsitektur

totaliter, mekanis dan kurang human,84

sehingga orang boleh saja bersikap

konservatif dan tradisional. Akhirnya kritik terhadap seni arsitektur dan sastra

modern ini menjadi kritik terhadap kebudayaan modern pada umumnya yang

dikenal sebagai era postmodern. Karakteristik kunci postmodernisme adalah

keberanian untuk mengucapkan selamat tinggal kepada kemutlakan. Penolakan

postmodernisme terhadap modernisme adalah termasuk penolakan terhadap

semua kemutlakan dan nilai-nilai yang berasosiasi dengannya. Nafas utama dari

postmodern adalah penolakan atas narasi-narasi besar yang muncul pada dunia

modern dengan ketunggalan terhadap pengagungan akal budi dan mulai memberi

tempat bagi narasi-narasi kecil, lokal, tersebar, dan beranekaragam untuk bersuara

dan menampakkan dirinya. Postmodern akhirnya menjadi sebuah kritik

kebudayaan atas modernitas. Apa yang dahulu dibanggakan oleh pikiran modern,

sekarang dikutuk, dan apa yang dahulu dipandang rendah, sekarang justru

83

Tom Jacobs, Paham Allah, 250. 84

F. Budi Hardiman, “Kritik atas patologi Modernitas dan [Post]modernitas”, Driyarkara 19, 2

(1992/93), 42-62, 59-60: “… bagi kita di Indonesia, membaca pikiran-pikiran mereka masih terasa

seperti mendengarkan ‘bisikan misterius’ dari sebuah masa depan yang belum jelas. Kita agaknya

masih – atau mungkin terlalu – optimis dengan proyek modernisasi dalam wujud pembangunan

nasional bahwa proyek raksasa ini akan mengarahkan perkembangan masyarakat menuju

masyarakat adil dan sejahtera. … Postmodernisme bisa saja keliru dalam klaimnya untuk

meningkatkan modernitas, tetapi isi kritik-kritiknya sulit kita sepelekan”, Tom Jacobs, Paham

Allah, 250.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dihargai. Singkatnya, Tom Jacob mengartikan kata ‘postmodern’ setidaknya

memiliki dua arti: (1) Dapat menjadi nama untuk reaksi terhadap modernisme,

yang dipandang kurang human, dan mau kembali kepada situasi pra-modernisme

dan sering ditemukan dalam fundamentalisme; (2) Sebagai suatu perlawanan

terhadap masa lampau yang harus diganti dengan sesuatu yang serba baru dan

tidak jarang menjurus ke arah sekularisme.85

Banyak orang mendambakan adanya

suatu break dengan zaman lampau, tetapi belum punya pandangan jelas mengenai

masa depan. Ketidakjelasan akan masa depan ini bermakna dua: bisa dinilai

negatif sehingga menghasilkan kebingungan, kacau, kosong, tetapi bisa juga

dimaknai secara positif dengan munculnya rasa kebebasan, keterbukaan, dan

kreatifitas. Kepercayaan diri (subyektivitas) yang diagung-agungkan pada abad 19

dan 20 sudah tidak ada lagi. Subyektivitas digantikan oleh intersubyektivitas

dalam aneka cara dan bentuk. Penghargaan akan kepelbagaian mencetuskan ide

pluralisme (intercontextuality).

Fenomena postmodernisme ini memunculkan berbagai macam persoalan

tentang peran iman dan agama. Ketika manusia tidak lagi percaya akan

rasionalitas yang dianggap telah gagal melanjutkan proyek pencerahannya, maka

dunia tidak lagi diatur oleh kebenaran tunggal dan sistem mekanis. Segala bentuk

kebenaran tunggal ditolak dan direlativir secara total, demikian juga agama,

teologi dan ajaran iman.86

Pada saat itulah manusia berada dalam kotak-kotak

individualisme yang berdiri sendiri. Ada yang kemudian jatuh kepada ekstrim

fundamentalisme dan yang lain ke arah sekularisme. Untuk itu, persoalan dasar

85

Tom Jacobs, Paham Allah, 250-251. 86

Tom Jacobs, Paham Allah, 251.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dalam dunia postmodern ini pertama-tama adalah soal hermeneutika, bukan hanya

mengenai literature dalam segala macam bentuk dan arti, tetapi mengenai

komunikasi manusia pada umumnya.87

Bahasa menjadi medan hidup yang terus

menerus dikembangkan sebagai bagian dari proses hermeneutik dan komunikasi.

Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup ajaran iman agama, teologi, ataupun

narasi-narasi besar lainnya, namun juga terjadi di setiap bidang kehidupan.

2.3.2.2 Postmodernisme dan Agama88

Tom Jacobs mengatakan agama adalah konkret. Oleh karena itu segala

pertanyaan mengenai agama dan postmoderisme harus konkret.89

Sejauh mana

kaitan antara postmodernisme dan agama di Indonesia? Apakah arti ‘beriman dan

beragama’ di tengah dunia yang postmodernis ini? Pertanyaan-pertanyaan ini

mulai mengemuka bagi orang-orang beriman dan beragama di tengah realitas

dunia postmodern. Sebab secara langsung, arus gagasan postmodern juga mulai

mengkritik serta mempertanyakan apakah agama dan iman tidak justru

melanggengkan narasi-narasi besar totaliter modernisme? Jika memang benar

demikian, tentu iman dan agama tidak lebih sebagai wujud atau bentuk kegagalan

rasionalitas manusia yang menyebabkan manusia terjebak serta diperbudak oleh

agama sebagai narasi besar yang bersifat totaliter. Pertanyaan dan kritik tentang

agama ini muncul sehubungan dengan klaim kebenaran tunggal dari masing-

masing agama tentang keselamatan manusia. Secara khusus lagi, agama-agama itu

87

Tom Jacobs, Paham Allah, 251. 88

Tom Jacobs, Paham Allah, 251-254. 89

Tom Jacobs, Paham Allah, 251.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mendasarkan pada dogma atau ajaran iman yang bersifat metafisik, sesuatu yang

jelas ditolak oleh arus pemikiran postmodern. Meskipun di sisi lain, agama-agama

yang beranekaragam itu justru dapat menjadi salah satu realitas postmodern yang

mulai menampakkan narasi-narasi kecil beranekaragam (plural).

Penjelasan Tom Jacobs pada sub bab postmodernisme dan agama,

berusaha untuk melihat kaitan antara postmodernisme dan agama dalam konteks

Indonesia. Menurut beliau, postmodernisme di Indonesia memang belum sangat

terlihat karena situasi civilization, atau perkembangan IPTEK yang amat pesat

belum terjadi di Indonesia.90

Namun konteks globalisasi dengan ditandai oleh

melesatnya perkembangan teknologi komunikasi informasi, kapitalisme global

dalam taraf puncak, telah merasuki di hampir setiap dimensi kehidupan

masyarakat Indonesia.91

Konteks inilah yang menyebabkan masyarakat Indonesia

pun mulai dirasuki oleh semangat postmodernisme di mana ciri khas dasarnya

adalah kejenuhan.92

Orang tidak ambil pusing mengenai sumber-sumber sejarah

atau akar kebudayaan, orang puas kalau punya apa yang dibutuhkan.

Kompleksitas dinamika hidup dalam dunia postmodern tersebut telah

menyebabkan sebagian besar masyarakat memiliki mentalitas dangkal, dan tak

mau repot; orang puas kalau memiliki apa yang ia butuhkan, dan kalau bisa,

sedikit lebih banyak. Dalam dunia postmodern yang menyangkal segala bentuk

totalitarianisme akal budi tersebut, orang dengan mudah lari ke arah

individualisme pragmatis, konsumerisme, dan materialisme.

90

Tom Jacobs, Paham Allah, 252. 91

Tom Jacobs, Paham Allah, 252. 92

Tom Jacobs, Paham Allah, 252.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pada situasi itulah - justru karena “kedangkalan” postmodernisme –

muncul pertanyaan pertama adalah hubungan antara iman dan agama.93

Orang

mulai bertanya tentang sejauh mana agama merupakan ungkapan iman dan bukan

hanya social behavior?94

Pertanyaan itu akhirnya membawa manusia era

postmodern pada pertanyaan lebih lanjut tentang sejauh mana Allah itu menjadi

nyata dalam kehidupan seseorang? Kiranya masalah bukanlah pribadi atau

kolektif, melainkan penghayatan sadar atau tidak. Sebab, baru dalam penghayatan

sadar, pada aneka tingkat atau taraf, hidup manusia dapat disebut sungguh

manusiawi.95

Agama kemudian tidak hanya menjadi sebuah ideologi. Dalam

kesadaran itu akan timbul pengalaman mengenai religiositas yang amat

dipengaruhi dan diarahkan oleh tradisi keagamaannya, dan itu berarti “suatu”

paham Allah. Yang penting, bahwa manusia mengalami agamanya, dan dalam

proses itu membentuk suatu paham Allah.96

Paham Allah tidak berasal dari

refleksi manusia atas dirinya sendiri, melainkan dari sejarah pewahyuan Allah.97

Dalam postmodernisme, paham Allah menjadi pokok persoalan,

khususnya dialog atau pertemuan antar-agama, sebab de facto paham itu terkait

dengan tradisi keagamaan.98

Jika paham Allah tidak berarti lagi, maka agama juga

tidak.99

Hal ini memunculkan persoalan kedua, apa arti agama dalam kehidupan

masyarakat? Orang beragama membutuhkan Allah yang nyata, dan itu berarti

93

Dalam Dokumen Konsili Vatikan II, Dei Verbum art. 5 disebutkan, bahwa: iman merupakan

penyerahan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan “kepatuhan akal budi serta

kehendak yang sepenuhnya kepada Allah, dan dengan sukarela menerima sebagai kebenaran

wahyu yang dikaruniakan oleh-Nya.” Tom Jacobs, Paham Allah, 253. 94

Tom Jacobs, Paham Allah, 253. 95

Tom Jacobs, Paham Allah, 214. 96

Tom Jacobs, Paham Allah, 214. 97

Tom Jacobs, Paham Allah, 230. 98

Tom Jacobs, Paham Allah, 253. 99

Tom Jacobs, Paham Allah, 253.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

digambarkan secara manusiawi.100

Menanggapi situasi demikian, manusia

hendaknya mengusahakan suatu pemahaman akan Allah yang nyata, yang

sungguh manusiawi dan berperan langsung terhadap hidup manusia. Dengan

demikian, persoalan imanensi dan transendensi kembali menjadi hal yang penting

bagi manusia postmodern. Singkatnya, manusia yang hidup dalam mentalitas

postmodern ini sungguh memerlukan sebuah pemahaman baru tentang realitas

iman dan agama sebagai suatu hubungan real dengan Allah yang real. Paham

Allah sesungguhnya bukanlah pemahaman atau pengetahuan (teoritis) mengenai

Allah, tetapi pemahaman diri manusia dalam relasinya dengan Allah. Dengan

demikian, masalah wahyu-iman menjadi makin penting. Karena, manusia yang

hidup dalam mentalitas postmodern ini sungguh memerlukan sebuah pemahaman

baru tentang realitas iman dan agama sebagai suatu hubungan real dengan Allah

yang real. Paham Allah harus menjadi konkret. Konkret karena sejarah wahyu,

konkret karena sejarah iman, dan terutama konkret karena mempunyai arti bagi

situasi saat ini dan di sini.

2.3.2.3 Sekularisme101

Salah satu ciri khas mentalitas postmodern adalah sekularisme.

Sekularisme secara garis besar adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa

sebuah institusi atau badan atau negara harus berdiri terpisah dari agama. Jadi

100

Tom Jacobs, Paham Allah, 254. 101

Tom Jacobs, Paham Allah, 254-256.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Sekularisme adalah pemikiran yang memisahkan antara agama dengan kehidupan

duniawi.102

Menurut pemikiran ini, agama dianggap hanya sebagai urusan ibadah

saja, terkait dengan bagaimana beribadah kepada sang Pencipta. Sementara untuk

urusan kehidupan duniawi, agama tidak boleh ikut campur. Bagi orang tidak

beriman, dunia di era postmodern ini melulu merupakan bidang manusiawi, tidak

ada kaitannya sama sekali dengan ‘Yang Ilahi’ atau ‘Yang Kudus’. Sedang bagi

orang beriman, dalam dunia ini, hal manusiawi (profan, sekular) selalu ada

kaitannya dengan ‘Yang ilahi’ atau ‘Yang Kudus’.103

Sekularisme di Indonesia ibarat gurita yang kaki-kakinya menjerat erat

semua sisi kehidupan (ekonomi, teknik, pendidikan, ilmu, kebudayaan, keamanan,

ketertiban sosial). Hampir tidak ada satu pun sendi kehidupan yang terlepas dari

jeratan sekularisme, mulai dari sisi-sisi kehidupan pribadi sampai kehidupan

bermasyarakat dan bernegara, semua terwarnai oleh ajaran sekuler. Namun bukan

berarti bahwa negara anti-agama, tetapi bahwa negara menyerahkan urusan

keagamaan kepada kelompok keagamaan masing-masing.104

Maka perlu untuk

membedakan antara sekularisme sebagai fakta sosial dan sekularisme sebagai

ideologi.105

Sekularisme ini pertama-tama ditandai dengan tidak bermaknanya agama

dan iman dalam kehidupan sehari-hari, demikian juga akhirnya Allah. Menurut

Tom Jacobs, hal ini disebabkan karena kebanyakan orang tidak lagi membedakan

102

“Profan” (pro = di depan; fanum = kuil, tempat keramat) atau ‘sekuler’ (= duniawi). Tom

Jacobs, Paham Allah, 254. 103

Tom Jacobs, Paham Allah, 255. 104

Tom Jacobs, Paham Allah, 255. 105

Sekularisme sebagai ideologi, berarti bahwa hidup masyarakat dan hidup pribadi secara

prinsipiil tidak ada kaitannya dengan agama dan dengan kepercayaan; iman dan agama tidak

menyangkut hidup sehari-hari. Tom Jacobs, Paham Allah, 256.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iman dan agama.106

Iman menjadi devosi dan ideologi,107

tidak lagi sebagai

sebuah usaha untuk menyentuh dan menanggapi realitas Transenden. Iman tidak

lebih sebagai ideologi sosial yang mendapatkan wujud perjuangannya dalam

agama sebagai sebuah komunitas sosial sekular. Pada saat itulah pengungkapan

pengalaman religius terbatas pada formalisme agama saja. Hidup profan tidak lagi

memiliki dimensi religius, ekspresi religius.108

Hidup sekular menghasilkan

agama sekular yang berpusat pada dirinya sendiri.109

2.3.2.4 Fundamentalisme110

Realitas sekularisme tetap saja gagal dalam mengusahakan kesejahteraan

bagi semua. Kapitalisme global, dan konsumerisme, serta materialisme hanya

memunculkan kemiskinan pada sekelompok besar manusia. Situasi demikian itu

memunculkan sebuah reaksi yang disebut fundamentalisme.111

Fundamentalisme

sendiri muncul sebagai sebuah fenomen kebudayaan yang mengkritik dan

menolak sekularisme yang terbukti gagal juga dalam mengusahakan kesejahteraan

umat manusia.112

Istilah fundamentalisme sendiri pertama-tama muncul dalam

106

Tom Jacobs, Paham Allah, 256. 107

Tom Jacobs, Paham Allah, 256. 108

Tom Jacobs, Paham Allah, 256. 109

Tom Jacobs, Paham Allah, 256. 110

Tom Jacobs, Paham Allah, 256-258. 111

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan kata “fundamental” sebagai kata sifat

yang memberikan pengertian “bersifat dasar (pokok); mendasar”’ yang diambil dari kata

“fundament” yang berarti dasar, asas, alas, fondasi, (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990: 245).

Dengan demikian fundamentalisme dapat diartikan dengan paham yang berusaha untuk

memperjuangkan atau menerapkan apa yang dianggap mendasar. 112

Tom Jacobs, Paham Allah, 256.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ranah agama, khususnya teologi.113

Pada periode selanjutnya, konsep

fundamentalisme ini tidak lagi terbatas pada agama Kristiani saja tetapi

menyangkut semua agama dan gerakan politik yang hendak mempertahankan

ajaran tradisionalnya. Fundamentalisme ini muncul sebagai reaksi atas

ketidakpastian era postmodern yang cenderung ‘kabur/tidak pasti’ dan beralih

pada pijakan yang pasti dan terjamin.

Pada umumnya, fundamentalisme ini menyangkal kebebasan hati nurani,

memperjuangkan etika-moral yang amat individualistis dan konservatif, fanatik

yakin memiliki kebenaran mutlak sehingga tidak toleran terhadap penganut agama

maupun pandangan lain.114

Fundamentalisme ini bisa mengarah ke tindakan

primordial dalam tataran etnik.115

Apabila primordialisme kultural ini menjadi

sedemikian kuat, maka fundamentalisme dapat memperalat agama sebagai bentuk

reaksi perlawanan terhadap sekularisme. Motivasi pertama-tama memang bukan

berlandaskan demi memperjuangkan nilai agama, tetapi justru sikap

primordialisme etnik, walaupun agama sebagai penggeraknya yang utama. Agama

dapat diperalat untuk tujuan sosial-politik. Pertentangan antara sekularisme dan

113

Dalam Buku Paham Allah, Tom Jacobs menulis tentang asal usul fundamentalisme yang

berasal dari Niagara, Amerika Serikat pada sekitar tahun 1895. Istilah fundamentalisme ini muncul

bersama dengan dikeluarkannya pernyataan mengenai ‘five points of fundamentalism’ dari agama

Kristiani, yakni (1) Kitab Suci diwahyukan secara harfiah tanpa kekeliruan apa pun; (2) Yesus

Kristus sungguh Allah; (3) Ia lahir dari seorang perawan; (4) Ia menebus umat manusia dnegan

meberi silih bagi mereka; (5) Ia bangkit secara badaniah dan akan kembali dalam keadaan mulia

itu. Pada awalnya, pernyataan ini muncul sebagai reaksi atas tafsir Kitab Suci Kristiani dengan

metode historis-kritis dan terhadap teori evolusi. Pada sekitar tahun 1970-an, kata

‘fundamentalisme’ menjadi begitu umum diberlakukan bagi berbagai macam kelompok, golongan

dan aliran yang ingin berpegang teguh pada ajaran dasarnya dan menolak segala bentuk tafsir

ataupun aliran lain yang berusaha mengkritik ataupun merelativir ajaran dasar tersebut. Tom

Jacobs, Paham Allah, 256-257 114

Tom Jacobs, Paham Allah, 257. 115

Ciri khas fundamentalisme kultural, yang dapat berkembang kearah primordialisme, ialah

bahwa sifatnya tidak khas religius, walaupun agama merupakan penggeraknya yang utama. Tom

Jacobs, Paham Allah, 258

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

fundamentalisme ini akhirnya akan menyebabkan mengkristalnya pertentangan

antar kedua kutub, karena sekularisme (yang akhirnya juga bersifat

fundamentalis) juga menawarkan suatu bentuk ‘alternatif’ ketika agama-agama

(fundamentalis) dipandang sebagai sumber kekerasan.116

Perlawanan ini

menimbulkan terbentuknya sekularisme sebagai sebuah ideologi, dan tak lagi

hanya sebagai fakta sosial.

2.3.2.5 Peranan Teologi Moral117

Agama sebagai sistem pengetahuan dan sistem keyakinan, menyediakan

sarana-sarana berupa pengetahuan-pengetahuan keagamaan yang menurut

keyakinan pemeluknya sendiri. Agama bersumber dari wahyu yang bersifat

historis, karena berkaitan dengan peristiwa sejarah dalam kerangka relasi Allah

dengan manusia, kemudian firman-Nya dirumuskan dalam tradisi keagamaan

masing-masing, berupa serangkaian simbol-simbol terutama simbol-simbol

konstitutif (agama). Hasil tafsiran pemahaman atas teks-teks simbolik itu

melahirkan kecenderungan umum bagi para pemeluknya seperti klaim kebenaran

secara sepihak. Agama secara inheren memiliki potensi untuk menghapus “yang

lain”. Pola pikir “either-or neither”, yaitu hanya mengijinkan agama satu yang

benar dan yang lainnya salah: misalnya, ada yang mengatakan bahwa agama saya

yang benar, yang lainnya salah; tidak mungkin keduanya benar karena akan

116

Tom Jacobs, Paham Allah, 258. 117

Tom Jacobs, Paham Allah, 258-261.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kontradiktif dalam dirinya sendiri. Tetapi inti pokok moral adalah pengembangan

diri sebagai subjek otonom di hadapan Allah. Iman adalah reaksi pribadi dengan

Allah, yang – khusunya di bidang sakral – tidak terikat pada bentuk ekspresi

tertentu. Dengan demikian, pada setiap agama terdapat aliran-aliran keagamaan.

Para pemeluk dari agama dan aliran-aliran keagamaan yang diikuti, cenderung

melahirkan perbedaan-perbedaan pemahaman, pensikapan, dan tindakan

(tanggapan) terhadap berbagai persoalan yang dihadapi. Dari sini pula agama

dalam kehidupan sosial mengekspresikan atau diekspresikan oleh umatnya

sebagai pemersatu sekaligus sebagai pemisah.

Menanggapi situasi demikian, manusia hendaknya mengusahakan suatu

pemahaman baru dalam hidup beriman dan beragama dalam situsi dan

kebudayaan historis yang konkret. Bentuk konkret wahyu sangat erat kaitannya

dengan kebudayaan. Lebih-lebih bagi orang beriman konkret wahyu selalu datang

kepadanya sebagai wahyu yang sudah diimani dan dirumuskan dalam tradisi

keagamaannya sendiri.118

Iman diungkapkan dalam agama, tetapi juga harus

diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.119

Pertama-tama hendaklah disadari,

bahwa fundamentalisme muncul karena disintegrasi masyarakat sebagai akibat

proses pengasingan dalam kebudayaan modern.120

Maka fundamentalisme

dijawab dengan memberikan suatu alternatif, baik untuk fundamentalisme sendiri

maupun untuk sekularisme, bagi masalah disintegrasi tersebut.121

Dalam konteks

hidup beriman dan beragama, orang membutuhkan suatu teologi moral, yang dari

118

Tom Jacobs, Paham Allah, 123. 119

Tom Jacobs, Paham Allah, 259. 120

Tom Jacobs, Paham Allah, 259. 121

Tom Jacobs, Paham Allah, 259.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

satu pihak sungguh otonom (dan rasional) dan dari lain pihak benar-benar

digerakkan oleh iman.122

Dengan demikian, pengalaman religius dan pertanyaan

tentang Allah dipertanggungjawabkan sedemikian rupa dalam ranah moralitas.

Pengalaman akan Allah ditemukan dalam pengalaman moral bersama dengan

sesamanya di dalam dunia kehidupan. Selanjutnya, menurut Tom Jacobs, masalah

fundamentalisme, dan dialog dengan kelompok fundamentalis agama lain (Islam),

adalah masalah teologi moral fundamental: Apa dasar bagi tindakan manusia

dalam membangun masyarakat yang makmur dan adil?123

Dengan kata lain, teologi menjalankan fungsi kritiknya terhadap agama

dan teologi sendiri yang selama ini masih mendasarkan pijakan refleksinya pada

hal metafisik semacam dogma dan tafsir harafiah Kitab Suci. Dasar refleksi iman

dalam teologi tidak lagi berpijak pada ajaran yang sudah fixed dalam tradisi

agama, tetapi lebih mengacu pada pengalaman pribadi orang yang otonom dan

relasional di dalam komunitas lokal serta global.124

Bagi Tom Jacobs, “titik tolak

refleksi teologis ini adalah antropologi dan bukan kultus atau dogma. Dogma dan

Alkitab harus dihadapkan oleh permasalahan zaman sekarang”.125

Dalam refleksi

teologis berikut, yang penting adalah refleksi teologis praxis-oriented, bukan

dalam arti intern-keagamaan, tetapi justru berhubungan dengan tugas

kemasyarakatan kaum beriman bersama.126

Untuk itulah, refleksi teologis di era postmodern ini tidak dapat tidak

bersifat intersubjektif (relational-komunikatif). Artinya, iman dan agama

122

Tom Jacobs, Paham Allah, 259. 123

Tom Jacobs, Paham Allah, 259. 124

Tom Jacobs, Paham Allah, 260. 125

Tom Jacobs, Paham Allah, 260. 126

Tom Jacobs, Paham Allah, 260.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

direfleksikan oleh teologi sebagai suatu moral komunikasi yang

bertanggungjawab atas keselamatan seluruh umat manusia, dan ciptaan lainnya,

dalam rangka mengenangkan serta mengantisipasi Allah yang bertindak di sini,

kini dalam kasih-Nya.127

Bagi Tom Jacobs, “teologi dalam dunia postmodern

hendaknya bernafaskan dialog. Dalam dialog postmodern ini akan muncul paham

Allah yang baru, yakni Allah sebagai dasar pengharapan, Sang Pencipta yang

menanggung segala-galanya dengan kasih-Nya. Maka diperlukan sebuah

penerimaan-dalam bentuk apa pun-suatu “struktur triniter” hubungan Allah

dengan dunia, bukan sebagai dogma, melainkan sebagai sebuah kerangka

dialog”.128

2.3.2.6 Fundamentalisme Kristiani129

Tom Jacobs mengulas tentang pokok-pokok persoalan munculnya kaum

fundamentalis dalam iman Kristiani, dalam pokok bahasan mengenai

fundamentalisme Kristiani. Bagi Tom Jacobs, pemahaman lebih lanjut mengenai

fundamentalisme Kristiani ini amat dibutuhkan dalam rangka dialog dalam dunia

postmodern. Menurut beliau, pertama-tama kaum fundamentalis Kristiani muncul

karena keberatan mereka terhadap tafsir Kitab Suci dengan metode historis-

kritis.130

Bagi kaum fundamentalis, tafsir historis kritis dalam Kitab Suci

127

Tom Jacobs, Paham Allah, 260. 128

Tom Jacobs, Paham Allah, 261. 129

Tom Jacobs, Paham Allah, 261-263. 130

Tom Jacobs, Paham Allah, 261.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

berbahaya bagi pemaknaan atas sabda Allah, dan bahkan merusak pengertian

Kitab Suci yang benar (terutama mengenai dogma penciptaan dan Kristologi).131

Menurut mereka, tafsir ini justru akan memunculkan degradasi iman terhadap

Sabda Allah dalam Kitab Suci. Kedua, bagi kaum fundamentalis, Kitab Suci

diterima sebagai Sabda Allah yang nyata, dan final, sehingga segala bentuk tafsir

yang berusaha mempertanyakan Kitab Suci secara historis dan kritis dianggap

sebagai rongrongan terhadap iman kristiani. Penafsiran terhadap Kitab Suci pada

diri mereka lebih bersifat harafiah tekstual sehingga segala macam bentuk tafsir

yang lainnya hanya akan mengaburkan pengertian Kitab Suci yang benar.132

Akhirnya fundamentalisme Kristiani tidak terbatas pada masalah tafsir

Kitab Suci saja. Sikap fundamentalis ini juga amat terasa di bidang dogmatis dan

liturgis, khususnya dalam tradisi Katolik. “Di sini yang menjadi masalah juga

rumus. Dicari kepastian dan pegangan hidup dalam rumus-rumus, baik dogmatis

maupun liturgis, yang tidak dapat berubah. Sikap ini berarti bahwa dicari

kepastian dalam institusi Gereja dan tidak dalam iman”.133

Secara khusus dalam

berdialog dengan agama-agama non-Kristiani harus dekembangkan suatu teologi

yang semakin lepad dari rumus, dan yang mencari akar-akar agama Kristiani

dalam penghayan iman sebagaimana dihayati dalam seluruh tradisi.134

131

Tom Jacobs, Paham Allah, 261. 132

Tom Jacobs, Paham Allah, 261. 133

Tom Jacobs, Paham Allah, 262. 134

Tom Jacobs, Paham Allah, 263.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2.3.2.7 Spiritualitas Teologis135

sebagai Kristik Sosial

Postmodernisme merupakan alasan untuk mengalihkan penekanan dari

pemahaman teologi kepada penghayatan spiritualitas. Untuk menanggapi situasi

demikian maka diperlukan suatu perubahan dalam berteologi. Karena, yang pokok

bahwa teologi selalu mencari korelasi antara pemahaman hidup konkret dan

wahyu ilahi.136

Menurut Tom Jacobs, fungsi teologi akan berubah; bukan

pertama-tama sebagai perumus ajaran (dalam bentuk dogma atau rumus-rumus

yang lain), melainkan justru dengan membuka teks-teks bagi pemahaman, dan

penghayatan, yang baru.137

Dalam hal ini kiranya dekonstruksi dari filsafat

postmodern harus diperhatikan secara serius, dalam arti bahwa tradisi tidak dicari

kembali tetapi diungkapkan kembali dalam bentuk yang baru dan sesuai dengan

zaman.138

Maka, metode teologi merupakan korelasi antara iman dan hidup

sebagaimana dihayati dalam jemaat, dalam hubungan dengan wahyu asli tersebut.

Dalam metode ini secara terus menerus perlu untuk dicek proses tradisi dan juga

pemahaman akan situasi hidup sekarang. Sehingga, iman membutuhkan teologi

untuk menghindari bahwa iman jatuh ke dalam bentuk devosional (dogmatis dan

berpijak pada rumusan) melulu.139

“Teologi harus membantu manusia untuk hidup

antara kedua pola dari pengalaman dasar dan pengalaman sekarang, antara wahyu

pertama dan pengalaman iman aktual”.140

Teologi hendaknya menjadi suatu

refleksi autokritik terhadap agama dalam ungkapan iman, dan

135

Tom Jacobs, Paham Allah, 263-266. 136

Tom Jacobs, Paham Allah, 220. 137

Tom Jacobs, Paham Allah, 263. 138

Tom Jacobs, Paham Allah, 263. 139

Tom Jacobs, Paham Allah, 263. 140

Tom Jacobs, Paham Allah, 266.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mempertanggungjawabkan imannya yang adalah tanggapan manusia atas wahyu

Allah.141

Selain itu teologi harus membantu spiritualitas untuk berkembang dalam

berbagai situasi, mampu berbicara mengenai dialog dan damai.142

Oleh karena itu,

suatu teologi tidak hanya berhenti sebagai suatu hal yang normatif doktriner saja,

melainkan lebih berupa kritik sosial yang selalu mengantisipasi atas janji

ekstologis keselamatan Yesus Kristus. Pada akhirnya ”spiritualitas teologis”

bukanlah suatu spiritualitas yang baru sama sekali, melainkan suatu cara

penghayatan hidup rohani yang baru.143

2.3.2.8 Paham Allah dalam Dunia Postmodern144

Bagi Tom Jacobs, paham Allah dalam dunia modern lebih merupakan

Allah yang real, dinamis, terlibat, komunikatif, dan memberi makna bagi

kehidupan manusia.145

Hal ini berarti bahwa setiap orang musti mencari paham

Allah sendiri berdasarkan pengalaman misteri dalam hidupnya sendiri. Paham

Allah semacam ini sangat mendesak bagi realitas zaman postmodern yang ciri

dasar mentalitasnya adalah kejenuhan, kedangkalan, dan munculnya ekstrem-

ekstrem fundamentalisme. Dalam situasi demikianlah iman dan agama kembali

141

Tom Jacobs, Paham Allah, 266-267. 142

Tom Jacobs, Paham Allah, 267; Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh J.B. Metz

dalam tulisannya tentang teologi politik yang berjudul The Church’s Social Function in the Light

of ‘Political Theology’, teologi politik adalah sebuah usaha untuk selalu merefleksikan iman

Kristiani akan Yesus Kristus yang mengarah pada praksis pembebasan sosial dalam konteks

masyarakat saat ini. J.B. Metz, Concilium Vol. 6, No. 4, 7. 143

Tom Jacobs, Paham Allah, 267. 144

Tom Jacobs, Paham Allah, 267-268. 145

Tom Jacobs, Paham Allah, 268.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mendapat tantangannya untuk semakin bertanggungjawab terhadap dunia

kehidupan. Makna agama dan iman kembali dipertanyakan, dan demikian juga

makna Allah. Dengan berkembangnya kritik sosial masyarakat terhadap realitas

postmodern dan perlunya sebuah tindakan komunikatif rasional dalam segala

bidang, termasuk bidang iman dan agama, maka pemahaman akan Allah pun

berciri komunikatif rasional serta bertanggungjawab global.

Realitas pluralisme yang tak terelakkan juga memberikan suatu paradigma

baru dalam memahami Allah sebagai Sang Misteri Absolut yang terlibat dalam

hidup manusia (transenden sekaligus imanen). Akhirnya paham Allah hanya dapat

ditemukan dalam hati orang yang mengasihi sesamanya, dan kalau ia mau terlibat

dalam sejarah dan hidup manusia. Allah tidak lagi dipahami secara mitis,

ontologis yang terlindung dalam selimut hangat dogma ataupun rumus-rumus

filosofis teologis, tetapi lebih nyata dan real yang ditemukan dalam cinta kepada

sesama atau pun ciptaan lainnya.146

2.3.3 Pertanggungjawaban Teologis tentang Paham Allah

Akhirnya, Tom Jacobs merumuskan paham Allah itu tidak ada.147

Yang ia

maksudkan adalah bahwa tidak ada ide atau konsep tentang Allah. Paham tentang

Yang Ilahi sesungguhnya bukanlah pemahaman atau pengetahuan (teoritis)

mengenai yang Ilahi, tetapi lebih pemahaman diri manusia dalam relasinya

146

Tom Jacobs, Paham Allah, 268. 147

Tom Jacobs, Paham Allah, 269.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dengan Yang Ilahi.148

Seandainya ada penjelasan yang utuh, orang mungkin harus

menunggu sampai saatnya meninggal dunia. Maksudnya, paham Allah tidak akan

pernah selesai dibahas, sebab apa yang diketahui dan dipahami hanyalah sebagian

kecil dari eksistensi Allah yang sesungguhnya. Yang Ilahi tetaplah sebuah misteri.

Paulus, salah seorang penulis Kitab Suci Perjanjian Baru telah lebih awal

menegaskan akan hal ini, bahwa “Ia (yang Ilahi) bersemayam dalam terang yang

tak terhampiri. Seorang pun tak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak

dapat melihat Dia” (1 Tim 6:16). Paham Allah tidak akan pernah selesai dibahas,

sebab apa yang diketahui dan dipahami hanyalah sebagian kecil dari paham Allah

yang sesungguhnya. Di satu sisi manusia tetap dapat mengenalnya, karena ada

“(1) keterarahan fundamental manusia kepada Nan Mutlak; dan (2) ada aneka

tadisi religius mengenai perjumpaan manusia dengan Allah, sebagaimana

disaksikan oleh aneka tradisi religius”.149

2.3.3.1 Paham Allah Tetaplah Misteri

Bagi Tom Jacobs yang menjadi misteri bukanlah soal Allah, melainkan

terletak pada manusia, soal keterbatasan manusia yang tidak mampu memahami

Allah. Kendatipun demikian, dari masa ke masa manusia mencari Allah dan

mencoba untuk “menangkap”-Nya.150

Dengan kata’misteri’, pertama-tama

diungkapkan kepenuhan realitas ilahi, yang tak pernah secara tuntas dapat

148

Tom Jacobs, Paham Allah, 269. 149

Tom Jacobs, Paham Allah, 269. 150

Tom Jacobs, Paham Allah, 270.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ditangkap oleh manusia, dan juga tidak dalam kepenuhan eskatologis.151

“Namun

di lain pihak, kata ‘misteri’ justru mengandaikan sebuah komunikasi Allah dengan

manusia, dan biasanya menunjuk pada realita keselamatan sebagai kesatuan Allah

dengan manusia”.152

Misteri Allah adalah kebenaran rohani yang diketahui hanya melalui

wahyu. Allah mengungkapkan misteri-misteri-Nya kepada mereka yang patuh

pada Injil. Sebagian misteri Allah masih akan diungkapkan. Dalam agama

Katolik, pusat misteri ini adalah Yesus Kristus, sebagai pengantara antara Allah

dan manusia. Dalam hal ini, manusia tidak berhenti di hadapan misteri, tetapi

justru boleh mengambil bagian dalam misteri Allah.153

Manusia adalah pertama-

tama menjadi misteri bagi dirinya sendiri.154

Karena manusia merindukan

kepenuhan dalam mengambil bagian dalam misteri Allah, sebuah arti terdalam

dari keberadaannya di dunia ini, arti yang dapat menjelaskan secara penuh setiap

segi dari kehidupannya.

2.3.3.2 Keterarahan Fundamental Kristiani

Manusia sedari semula terarah kepada Allah, sebagai keterbukaan total.

Setiap manusia dianugerahi keinginan kuat untuk mengerti dan memahami, maka

ia akan selalu menghadapi kenyataan dengan banyak pertanyaan. Manusia adalah

151

Tom Jacobs, Paham Allah, 271. 152

Tom Jacobs, Paham Allah, 271. 153

Tom Jacobs, Paham Allah, 271. 154

Tom Jacobs, Paham Allah, 271.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

makhluk yang dikaruniai kehendak bebas, karena ia sadar akan dirinya sendiri.

Kesadaran diri menjadi dasar dan titik tolak misteri, merupakan kemampuan

untuk dikenal dan mengenal, dan untuk dicintai dan mencintai, untuk memilih diri

sendiri atau Yang Lain.155

“Kiranya dapat dikatakan, bahwa keterarahan

fundamental tidak lain daripada kesadaran mengenai kemakhlukan, yang berarti

penerimaan hidup sebagai anugerah dari Pencipta”.156

Hal ini berdasarkan refleksi

atas pengalaman hidup sendiri sebagai manusia, yang bukan pertama-tama

berdasarkan wahyu historis, melainkan lebih pada refleksi atas pengalaman hidup

sendiri sebagai manusia.157

Selain itu, manusia juga mengalami diri dalam ketegangan dialektis antara

terbatas, dan tak terbatas dalam hidupnya. Tetapi ia tidak akan sadar perihal

keterbatasannya, seandainya tidak ada keterarahan kepada ketidakterbatasan.158

“Pada kenyataannya, manusia mengerti objek-objek terbatas karena ditempatkan

dalam cakrawala tak terbatas. Manusia memilih aneka objek yang terbatas dalam

usaha memperjuangkan cita-citanya yang tidak mengenal batas”.159

Dari

karakternya yang mampu mencipta dan mampu memilih, manusia menemukan

diri sebagai bagian dari dunia dan dari umat manusia.160

Kesadaran diri manusia

membuatnya mengerti dan selalu bertanya dari keterbatasan tentang sesuatu yang

melampaui dirinya sendiri. Bagi manusia, sesuatu yang melampaui diri itulah

yang menjadi dasar dan tujuan dari hidupnya. Itulah yang kemudian disebut

155

Tom Jacobs, Paham Allah, 272. 156

Tom Jacobs, Paham Allah, 272. 157

Tom Jacobs, Paham Allah, 272. 158

Tom Jacobs, Paham Allah, 272. 159

Tom Jacobs, Paham Allah, 272. 160

“Ada tiga karakteristik insan: (1) kesadaran, (2) kemampuan mencipta, dan (3) kemampuan

membuat pilihan”. Tom Jacobs, Paham Allah, 273.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dengan Yang Ilahi. Dengan demikian manusia sedari semula terarah kepada

Allah, tetapi tidak terbatas secara tematis, melainkan keterbukaan total.

Pengetahuan tentang Allah tidak diperoleh dari informasi dari luar, melainkan

pertama-tama ada dalam diri manusia sendiri.

2.3.3.3 Perjumpaan dengan Yang Ilahi dalam Aspek Teologis Tom Jacobs

Dalam bahasa agama dan teologi seringkali digunakan metafor. Metafor

ini digunakan karena tidak ada apa-apa yang dapat dibandingkan dengan Yang

Ilahi. Karena yang Ilahi tidak dapat diketahui secara objektif, maka Ia tidak dapat

dibandingkan.161

Namun dalam keterarahan dasarnya manusia selalu berusaha

mengobjektifkan yang tak terjangkau itu. Yang muncul adalah simbol. Masalah

yang muncul dari upaya mensimbolkan Allah oleh manusia adalah terjadi upaya

‘berhala’, di mana Allah diobjektifkan; karena manusia menempatkan Allah

dalam duniannya.

Lain halnya kalau yang Ilahi sendiri menempatkan diri dalam dunia

manusia dengan mewahyukan diri secara konkret. Di sini metafor, sebetulnya

berarti pengantar atau penerus mendapat arti yang lain sama sekali. Di situ, Allah

sendiri membuat dunia menjadi metafor. Di situ Yang Ilahi tetap transenden,

161

“Diandaikan banyak hal, yang mungkin tidak selalu diketahui” dan “dipakai kata-kata yang

tidak seluruhnya tepat, tetapi yang dapat menunjuk kepada apa yang bisa dimaksud.” Tom

Jacobs, Imanuel, 18-19.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tetapi terjangkau dalam wahyu-Nya.162

Yang Ilahi tidak tergantikan oleh metafor,

tetapi yang Ilahi menyatakan diri dalam metafor. Manusia menemukan Allah

melalui wahyu yang diterimanya. Dan di sinilah Tom Jacobs akhirnya melihat inti

pokok teologi. “Tanpa pengalaman iman teologi paling-paling menjadi ilmu atau

filsafat agama. Teologi memberi kesaksian, bukan hanya mengenai ajaran dan

sejarah iman, tetapi terutama mengenai pengalaman imannya sendiri dengan

segala aspek dan kesulitannya”.163

Sumber wahyu ada pada Kitab Suci, tradisi,

ajaran Gereja, dan pengalaman iman manusia sendiri. Sumber-sumber wahyu

tersebut mengandaikan manusia mempunyai pengalaman akan Allah, dengan

“bantuan batin Roh Kudus”.164

Inilah yang kemudian disebut dengan iman, di

mana manusia mengarahkan dirinya pada Allah dan mengalami Allah sebagai

tujuan dan sumber hidupnya.

Dalam iman dan demi tujuan hidupnya akan Allah, manusia mempunyai

pengharapan. Pengharapan merupakan ungkapan keterarahan diri pada Yang Ilahi.

Pengharapan ini adalah kemantapan iman. Pengharapan ini berarti keyakinan

bahwa Allah beserta kita. Dari keyakinan ini kita yakin bahwa Allah dekat dan

hadir dalam hidup kita, karena kita tidak hanya berpikir tetapi meresapi arti

terdalam dalam hidup ini. Tom Jacobs menambahkan suatu paham sejarah

keselamatan yang menarik dan subur dengan melihat sejarah keselamatan sebagai

162

Dalam ajaran Konsili Vatikan II dikatakan bahwa Allah “mewahyukan diri-Nya dan rahasia

kehendak-Nya”, bahwa Ia “menyapa manusia sebagai sahabat-sahabat-Nya”; dan itu dibuat

“melalui perbuatan dan perkataan yang amat erat terjalin”. Selain itu Konsili vatikan juga

berbicara mengenai segi batiniah: “Bantuan batin Roh Kudus, yang menggerakkan hati dan

membalikkannya kepada Allah, membuka mata budi, dan menimbulkan pada semua orang rasa

manis dalam menyetujui dan mempercayai kebenaran”. Dei Verbum, art. 5. 163

Tom Jacobs, Paham Allah, 228-229. 164

Hal ini “merupakan ciri khas dari paham wahyu sebagai pertemuan dengan Allah”. Tom

Jacobs, Imanuel, 42.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sejarah iman, oleh karena itu, bukan sejarah wahyu Allah (Allah tidak menjadi

bagian dari sejarah), tetapi sejarah penerimaan manusia beriman terhadap wahyu

Allah. Dengan menempatkan dalam kerangka komunikasi iman dengan semua

orang dalam segala zaman, Tom Jacobs sepertinya memiliki mimpi, bahwa

“bahasa orang Kristiani adalah bahasa orang lain, bahasa semua orang”.165

Tom

Jacobs sadar bahwa itu tidak mungkin. Oleh karena itu, bagi Tom Jacobs yang

perlu selalu diingatkan hanyalah: “(a) bahwa kita sadar akan kenyataan bahwa

dalam peredaran zaman kata-kata dan rumus-rumus dapat memperoleh arti dan

maksud yang lain; dan (b) bahwa iman tidak menyangkut kata atau rumus,

melainkan fakta dan pengalaman”.166

2.3.3.4 Moral dalam Aspek Teologis Tom Jacobs

Bagi Tom Jacobs kepedualian pada sadarnya merupakan sebuah tindakan

yang sifatnya keluar dari kebebasan, dan bersifat aktif.167

“Seseorang membuat

pilihan untuk peduli atau tidak peduli. Dalam kepedulian dan tanggap terhadap

sesamanya, orang akan bertanya tentang sikap bati yang tepat dalam bertindak

untuk tidak membiarkan seseorang menderita, sendirian, tersakiti, atau terugikan,

tanpa meminta apapun sebagai balasan”.168

Oleh karena itu, perlu tindakan yang

selalu terarah kepada yang lain demi membangun kehidupan bersama. Dalam

165

Tom Jacobs, Imanuel, 29. 166

Tom Jacobs, Imanuel, 30. 167

Tom Jacobs, Paham Allah, 277. 168

Tom Jacobs, Paham Allah, 277.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kebersamaan itu juga, seseorang perlu untuk menemukan pedoman dan pegangan,

yang berasal dari tradisi kebudayaan, dari pandangan hidup, dan bahkan juga

berasal dari pandangan agama. Namun, penting juga untuk kita perhatikan, bahwa

petunjuk atau pedoman moral yang berasal dari agama tidak pernah dapat bersifat

mutlak, begitu juga dalam hal moral agama tetap terbatas dan relatif. Bagi Tom

Jacobs, “dalam semuanya itu tentu iman seseorang pun turut memainkan peranan

yang amat penting. Karena imannya itu menjadi sebuah pengakuan dasar yang

mencakup segala-galanya”,169

sehingga menjadi pegangan hidupnya dalam

berhadapan dengan situasi yang konkret.

2.3.3.5 Pewartaan dalam Aspek Teologis Tom Jacobs

Tema pewartaan bukan satu-satunya fokus dari teologi Tom Jacobs. Akan

tetapi, bisa dikatakan bahwa Tom Jacobs menaruh perhatian lebih pada

pewartaan. Hal ini menyangkut pemahaman demi perkembangan Gereja yang

menyeluruh. Maka, pertama-tama dibutuhkan adalah bahasa pewartaan yang

modern, dan bukan bahasa dogmatis, atau pun bahasa biblis. Namun, sebuah

“bahasa yang telah mendapat inspirasinya dari Kitab Suci. Maksudnya, suatu

bahasa yang kerygmatis, yang mampu membuat orang merasakan kehadiran Allah

yang menyelamatkan di dalam dan melalui Yesus Kristus”.170

Dan untuk

169

Tom Jacobs, Paham Allah, 278. 170

Tom Jacobs, Mewartakan Yesus Kristud dalam Dunia Modern, 41.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menangkap tanda-tanda asli kehadiran Allah, perlu mempunyai pengalaman akan

Allah.171

Selain itu pewartaan musti bersifat pribadi, mampu memberi kesaksian

mengenai hidup iman yang digerakkan oleh Roh Kudus, yang mengacu pada

pengalaman Kristus dan pada pengalaman kita dengan Kristus. Iman musti

diwujud-nyatakan dalam kehidupan bermasyarakat.172

Maka yang dibutuhkan

bukan saja bahasa iman, melainkan lebih-lebih pada bahasa pengharapan. Dengan

pengalaman iman, komunikasi mengundang orang untuk mengenal dan

mengimani misteri Allah yang hadir dan membimbing dalam hidup manusia.173

Selain itu juga, perlu adanya tindakan komunikatif yang bertujuan demi

pembangunan masyarakat bersama, sebagaimana “iman sendiri berpangkal pada

misteri manusia, begitu juga kesaksian iman hendaknya bertujuan pada

pengembangan kemanusiaan”.174

Dalam komunikasi iman, relasi iman semakin

akrab. Orang semakin marasa mencintai Allah, sebab Allah hadir dalam

pengalamannya. Iman yang adalah peristiwa rahmat lebih diartikan sebagai

perjumpaan dalam kebebasan hati antara Allah dengan manusia. Dengan lain kata,

pewartaan iman melalui pengalaman eksistensial dalam wujud komunikasi adalah

sebagai iman, yakni sebagai relasi dengan Allah.175

171

Tom Jacobs, “Kabar Gembira”, dalam Rohani 6 (1991), 228. 172

Tom Jacobs, Paham Allah, 279. 173

Tom Jacobs, “Teologi yang Eklesial dan Kultural”, dalam Budi Susanto (Ed.) Teologi dan

Praksis Komunitas Post Modern, Kanisius, Yogyakarta 1994, 48. 174

Tom Jacobs, Paham Allah, 279. 175

Toms Jacobs, Teologi yang Eklesial dan Kultural, 41.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2.4 KESIMPULAN

Menurut Tom Jacobs, ‘tindakan hati’-lah yang paling terang menunjuk

kepada paham Allah dan kemungkinan bahwa Allah itu mewahyukan diri-Nya

lebih lanjut kepada manusia.176

Karena paham Allah berpangkal pada sikap Allah

sendiri, yang adalah kasih. Hubungan pribadi inilah yang menjadi unsur paling

sentral dalam paham Allah. Karena manusia adalah pribadi, maka tak dapat tidak

Allah pun hendak diakui sebagai pribadi dan bukan sebagai Sang pencipta,

apalagi sebagai Daya Pencipta.

Setiap manusia selalu terarah kepada Allah, karena Allah ingin

mengkomunikasikan diri kepada manusia. Dan itu terjadi di dalam sejarah. Maka,

pertemuan antara Allah dengan manusia secara hakiki bersifat historis. Jadi, Allah

tetaplah misteri bagi manusia, tetapi Allah menyatakan diri secara historis dalam

Yesus dari Nasaret, yang disebut Anak-Nya karena hubungan erat dengan-Nya,

dan secara batiniah dalam diri manusia oleh Roh Kudus. Dalam menanggapi

persoalan tersebut, kiranya masalah bukanlah pribadi atau kolektif, melainkan

terletak pada penghayatan sadar atau tidak. Sebab, baru dalam penghayatan sadar,

pada aneka tingkat atau taraf, hidup manusia dapat disebut sungguh manusiawi.

Dan agama kemudian tidak menjadi sebuah ideologi, sehingga dalam kesadaran

176

Tom Jacobs mengatakan bahwa ”paham Allah hanya dapat ditemukan dalam hati orang yang

mengasihi sesamanya. Dan yang hidup di dalam dunia yang dinikmatinya sebagai anugerah Allah.

Paham Allah bahkan dapat berkembang dalam penderitaan; tetapi di situ kiranya amat dibutuhkan

inspirasi dari tradisi iman dan wahyu”. Tom Jacobs, Paham Allah, 268. Konsili Vatikan

mengatakan bahwa “Allah berkenan mewahyukan diri-Nya’, “menyapa manusia sebagai sahabat-

sahabat-Nya dan bergaul dengan mereka” (Dei Verbum, art. 4). Wahyu dilihat sebagai hubungan

pribadi, dan iman dimengerti sebagai penyerahan diri seutuhnya kepada Allah (Dei Verbum, art.

5), namun dengan catatan bahwa inisiatif selalu ada pada Allah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tersebut timbul pemahaman mengenai religiositas, dan itu berarti paham Allah.177

Ada empat perpaduan dalam proses penyadaran yang ditekankan dalam karakter

religiositas Tom Jacobs.178

Pertama, Pengalaman iman perlu memperhatikan baik segi pengalaman

maupun segi iman. Dengan menekankan segi pengalaman hendak ditandaskan,

bahwa iman adalah sesuatu yang insani, bukan hanya dalam arti bahwa iman

adalah suatu kegiatan psikologis manusia, yang berupa kognatif dan kognitif.

Dalam proses penyadaran ini, orang akan amat dipengaruhi dan diarahkan oleh

tradisi keagamaannya, yang mempunyai arti bagi perkembangan dan

kesejahteraan manusia. Iman sebagai relasi dengan Allah, sehingga iman punya

arti. Namun sejauh proses dari pengalaman iman ini dijalani secara sadar, maka

paham yang kolektif tersebut tidak dapat tidak akan menjadi pribadi juga. Maka,

yang penting bahwa ia mengalami agamanya, dan dalam proses itu membentuk

suatu paham Allah. Dalam hal ini, manusia akan cenderung membentuk paham

Allah menurut proses sosial, yakni menurut struktur ‘aku-engkau.’ Dan hal ini

perlu adanya pemurnian paham religius yang sungguh-sungguh, demikian juga

paham Allah, adalah pemahaman akan misteri sebagai suatu cara pengetahuan

yang amat khusus namun seluruhnya otentik manusiawi.

Kedua, agama sebagai proses penyadaran manusia dengan berani mengaku

keterbukaannya sebagai pengharapan dan kerinduan. Dalam paham Allah ini

pengalaman, juga yang emosional, memainkan peranan konstitutif. Maka

keterbukaan ini dihayati sebagai suatu dinamika yang inspiratif. Karena

177

Tom Jacobs, Paham Allah, 214. 178

Tom Jacobs, Paham Allah, 214.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

seandainya manusia dapat menghayati diri sebagai makhluk otonom yang bebas,

ia juga akan dapat membuka diri secara bebas penuh kepercayaan.

Ketiga, filsafat agama dalam hal ini tidak dimaksudkan sebagai

pengkhususan dalam bidang filsafat ketuhanan, fenomenologi agama ataupun

sebagai analisis ‘language game’ religius. Melainkan filsafat agama dalam

kerangka refleksi transsendental, proses penyadaran di mana berusaha

menemukan dasar serta kemampuan manusia untuk beragama, sebagai suatu

kegiatan khusus yang terarah kepada Nan Suci dan Ilahi, biasanya dalam suatu

hubungan pribadi dengan Allah. Dalam hal ini, Tom Jacobs pertama-tama

mencoba merumuskan apa yang dimaksudkan dengan agama. Agama sebagai

suatu fenomen sosial yang merupakan titik pangkal pada sebuah refleksi yang

lebih mendalam. Dan, kekhasan filsafat agama ini, bahwa secara kritis

merefleksikan kegiatan religius sebagai tindakan yang khas manusiawi, sejauh

agama dimengerti dalam keseluruhan eksistensi manusia dan ditanyakan tempat

serta artinya bagi manusia.

Keempat, berkaitan dengan kekhasan Tom Jacobs sebagai manusia yang

bertindak, yakni merefleksikan agama dari dalam, yaitu dengan terang iman.

Dalam teologi hendak direfleksikan perihal hidup orang beriman seadanya, tentu

saja yang paling pokok dan paling mendasar adalah Kitab Suci dan Tradisi dalam

arti yang luas, termasuk ajaran Gereja sekarang.179

Dalam situasi demikianlah,

iman dan agama kembali mendapat tantangannya untuk semakin

bertanggungjawab terhadap dunia kehidupan. Makna agama dan iman kembali

179

Tom Jacobs, Paham Allah, 217.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dipertanyakan, dan demikian juga makna Allah. Dengan berkembangnya kritik

sosial masyarakat terhadap realitas postmodern dan perlunya sebuah tindakan

komunikatif rasional dalam segala bidang, termasuk bidang iman dan agama,

maka pemahaman akan Allah pun berciri komunikatif rasional serta

bertanggungjawab global.

Pandangan Tom Jacobs dapat dikatakan unik, karena menawarkan sebuah

solusi atas permasalahan yang mengganggu cara berteologi yang mungkin dan

masih terus dipengaruhi oleh modernisme atau pun postmodernisme. Landasan

epistemologi modernisme yang mengandalkan rasio dan empiris tidak memadai

untuk memahami dan mengalami eksistensi Allah. Begitu pula, Allah tidak bisa

direduksi menjadi sekadar totalitas nilai, nilai tertinggi, atau bahkan segala bentuk

‘pengalaman’ manusia akan yang ilahi sebagaimana dipengaruhi oleh

postmodernisme. Epistemologi religius Tom Jacobs lewat, ‘misteri’180

,

‘keterarahan fundamental’ dan terutama juga ‘perjumpaan dengan Allah’ hendak

mengembalikan gagasan Allah yang lebih personal, imajinatif, dan realistis –

Allah yang hadir melalui pemahaman dan pengalaman manusia, sekaligus yang

rasional dan intuitif dalam peristiwa-peristiwa hidup yang real.

Berikut ini penulis cantumkan beberapa pemaknaan oleh Tom Jacobs yang

perlu dipegang secara distigtif, terkhusus mengenai: ‘Pengalaman’

adalah kejadian yang pernah dialami atau dijalani, dirasai, ditanggung, dan

sebagainya, baik yang sudah lama atau baru saja terjadi; ‘Cita-cita’ atau nilai yang

180

Bagi Tom Jacobs, misteri adalah ”bahwa yang mengetahuinya hanyalah Allah dan juga para

sahabatnya yang kepadanya Tuhan mau menyingkapkannya”. Misteri – karena kehadiran Allah itu

tidak pernah dijangkau oleh ungkapan agama, yang paling agungpun tidak. Tom Jacobs, Imanuel,

38.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tidak dialami adalah mati dan tidak mungkin punya pengaruh; orang yang bicara

tidak berdasarkan pengalaman tidak menyakinkan. Maka orang kristiani dan iman

mereka akan berdampak, kalau mereka dapat berbicara dari pengalaman iman

mereka; ‘Iman’ diartikan sebagai sikap pribadi manusia terhadap penghayatan

imannya. Karena iman adalah sikap pribadi yang bebas dan bertanggungjawab,

menjawab panggilan Allah, maka pengalaman diri juga bersifat pribadi. Iman

mendapat awal dan dasarnya dalam kedaulatan Allah yang menjumpai

kemerdekaan manusia, dan dalam kemerdekaan manusia yang membuka diri

terhadap kemerdekaan Allah yang menggerakkannya; kehadiran Allah dalam

sejarah manusia itulah yang disebut dengan Misteri. Misteri karena kehadiran

Allah itu tidak pernah dijangkau oleh suatu ungkapan agama, yang paling

agungpun tidak. Menjadi Misteri karena keagungan Allah tidak jauh dari hati dan

hidp manusia; ‘Agama’ diartikan sebagai pengungkapan dan penghayatan iman.

Agama merupakan sarana di dalam penghayatan rasa religiusitas manusia.181

‘Religiositas’ diartikan sebagai kesadaran untuk beramal, menolong yang lain,

yang diungkapkan dalam agama dan diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-

hari.

181

Tom Jacobs menjelaskan, “Agama selaku lembaga yang berunsur manusiawi tidak dapat

mengklaim ketaatan mutlak dari warga, karena agama tidak pernah identik dengan Allah.

Peraturan agama manapun pada hakikatnya diadakan selaku lambang dan ekspresi spiritual, selaku

sarana pendidikan belaka, namun yang ternyata sepanjang zaman telah terangkat tanpa sengaja

maupun sengaja menjadi tujuan. Namun, lambang hanyalah sarana, bukan tujuan. Simbolisasi

hanya cara pendidikan, bukan hakikat isi pendidikan itu sendiri. Maka, agama tidak pernah boleh

dilepaskan dari religiusitas, terutama kalau religiusitas itu sudah berkembang menjadi iman,

artinya suatu hubungan personal selaku aku (hamba) dan Engkau.” Tom Jacobs, Paham Allah, 14-

15.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Menurut Tom Jacobs, pengertian spiritualitas yang paling umum adalah

‘kerohanian’, senada dengan kata (Latin) Spiritus yang berarti roh.182

Tetapi kata

spiritualitas sendiri, berasal dari bahasa Perancis, spiritualite. Istilah spiritualite

sendiri bukan pertama-tama berarti roh, tapi menunjuk pada suatu corak atau gaya

hidup, meski tidak terlepas dari ranah yang seseorang mengikuti cara hidup pihak

lain secara sadar, tahu, dan mau, itulah yang disebut spiritualitas. Bertautan

dengan itu, kata spiritual menunjuk pada daya ‘yang rohani’ misalnya, jiwa.

Romo Tom Jacobs mengajukan konsep paham Allah bukan sebagai olah

budi belaka, melainkan juga olah hati. Yang ia maksudkan adalah Paham Allah

bukan hanya utak atik otak, melainkan pengertian yang diperoleh dari refleksi

hidup manusia dalam relasi pribadinya dengan Allah. Misalnya, seorang imam

diharuskan mempelajari filsafat dan teologi. Karena dengan berfilsafal seorang

imam dapat mempelajari filosofi kehidupan, sehingga mampu mengurai semua

persoalan dalam konteks iman, dan menjadikan keyakinan yang sederhana.

Akhirnya, paham Allah bagi Tom Jacobs tidak ada. Maksudnya, tidak ada

ide atau konsep mengenai Allah.183

Allah tetaplah misteri. Namun, manusia tetap

dapat mengenal-Nya meskipun Allah itu misteri, sebab ada keterarahan

fundamental manusia kepada Nan Mutlak. Melalui keterarahan fundamental ini,

manusia didorong untuk memahami dan mengalami hakikat transendental Allah,

yakni dengan memungkinkan manusia memahami persoalan spiritual yang selama

ini mungkin tidak terbayangkan. Selain itu, masih ada aneka tradisi religius

mengenai perjumpaan manusia dengan Allah. Secara konkret, akhirnya paham

182

Tom Jacobs, SJ, 2002. Paham Allah, Yogyakarta, Kanisius, hlm. 232 183

Tom Jacobs, Paham Allah, 269.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Allah hanya dapat ditemukan dalam hati orang yang mengasihi sesamanya. Allah

tidak lagi dipahami secara mistis, ontologis yang terlindung dalam selimut hangat

dogma ataupun rumus-rumus filosofis teologis, tetapi lebih nyata dan real yang

ditemukan dalam cinta kepada sesama ataupun ciptaan lainnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

89

BAB III

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN DALAM TELAAH

TEORI IDENTITAS DARI JAMES MARCIA DAN

PANDANGAN PAHAM ALLAH MENURUT TOM JACOBS

3.1 PENGANTAR

Pada bab sebelumnya, telah dibahas pemikiran Tom Jacobs perihal paham

Allah dalam kaitan antara postmodern dan agama dalam konteks Indonesia.

Selanjutnya, di sini penulis akan mengkonfrontasikan pandangan metodologis dari

James Marcia perihal status identitas religius pada masa remaja dengan pemikiran

Tom Jacobs perihal paham Allah.

Metode penelitian merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

sebuah penelitian. Hal tersebut dikarenakan berhasil atau tidaknya suatu penelitian

akan dipengaruhi oleh benar tidaknya seorang peneliti dalam memilih metode

yang akan digunakan dalam penelitiannya. Metode merupakan suatu cara kerja

yang diambil oleh peneliti dalam usahanya mencari, mengumpulkan dan

mengelola data serta menuangkannya dalam bentuk laporan penelitian. Penelitian

yang dilakukan dapat mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara menyeluruh jika peneliti

menggunakan metode penelitian yang sesuai.

Pada bagian ini, penulis juga akan menguraikan hasil penelitian yang telah

dilakukan, yang kemudian akan ditelaah menurut teori teologi hermeneutik

teologis Tom Jacobs. Hal ini dimaksudkan untuk dapat mengetahui secara lebih

mendalam tentang gambaran ‘Allah yang mewahyukan diri dalam Kristus’ yang

dimunculkan beserta konsep pemikiran yang ada di dalam pengalaman masa

remaja saat ini. Namun sebelum melangkah lebih lanjut, untuk menyamakan

persepsi dan memperjelas beberapa hal terkait dengan identiras religius yang

menjadi obyek penelitian ini, berikut ini akan diuraikan tentang siapa itu James

Marcia dan beberapa gagasannya tentang karakter identitas dari kaum remaja.

3.2 MENGENAL JAMES E. MARCIA

James E. Marcia adalah seorang psikolog klinis dan perkembangan.

Marcia merupakan salah satu tokok Neo-Eriksonia yang membangun teori

identitas terukur dari teori Erikson. Dia telah menyandang gelar profesor di

universitas Amerika Serikat dan Kanada, dan saat ini adalah Emeritus Profesor

Psikologi di Universitas Simon Fraser, di British Columbia, Kanada. Marcia

mengembangkan metode interview untuk mengukur ego identity dengan

menggunakan dua kriteria yaitu eksplorasi dan komitmen. Hasil dari metode

interview yang dilakukan, Marcia menemukan adanya hubungan antara status

identitas dengan karakteristik seperti kekhawatiran, harga diri, penalaran moral,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dan pola perilaku.1 Marcia juga aktif dalam praktik klinis pribadi, pengawasan

psikologi klinis, konsultasi masyarakat, dan penelitian dan pengajaran

perkembangan klinis internasional. Marcia paling dikenal karena penelitian dan

tulisannya yang ekstensif mengenai perkembangan psikologis, dengan perhatian

khusus terfokus pada pengembangan psikososial remaja dan pengembangan

identitas seumur hidup.

3.3 PENGERTIAN TENTANG ADOLESCENCE DAN GAGASAN

JAMES MARCIA TENTANG TEORI IDENTITAS

Adolescence (remaja) berasal kata Latin adolescere (kata bendanya,

adolescentia berarti remaja), yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi

dewasa”.2 Masa remaja merupakan masa yang menggairahkan, karena masa ini

berada dalam periode transisi biologis, psikologis, kognitif, sosial, ekonomi, dan

sekaligus berada dalam periode transisi dari kultur dan sejarah.3 Masa remaja

dalam diskursus sehari-hari,4 dan dalam literatur populer sering disebut sebagai

1 Papalia, S.V., Bayers, W., Vansteenkiste, M., & Soenens, B, On the association between

adolescent autonomy and psychosocial functioning: Examining decisional Independence from a

self-determination theory perspective. American Psychological Association, 48 (1), 76-88. 2 L. Seinberg, Adolencence (New York: Mc Graw Hill, Inc, 1993), 4.

3 R.M. Lerner & D.F. Hultsch, Human Development: A Life Span Perspective (USA: Mc Graw

Hill, Inc, 1983), 318. 4 Adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup

kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. “Secara psikologis, masa remaja adalah usia di

mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di

bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-

kurangnya dalam masalah hak ... Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek

efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber ... Termasuk juga perubahan intelektual

yang mencolok ... Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

masa transisi, yaitu suatu periode antara masa anak-anak dan orang dewasa yang

cukup ‘penuh tekanan’ saat dialami, namun akan berakhir dengan penyesuaian

yang membahagiakan di usia dewasa.5

Masa transisi yang dialami remaja,

bervariasi dari waktu ke waktu, dan dari kultur ke kultur. Pengamatan di Samoa

menunjukkan, bahwa masyarakat-masyarakat yang sederhana memiliki masa

transisi yang pendek ke masa dewasanya.6

Rentang umur tradisional pada usia 13-18 tahun, hal ini berdasar pada titik

berat pertumbuhan psikologis dan perubahan pubertas. Berbeda dengan kultur

‘masyarakat sederhana’, kultur ‘masyarakat industri’ menyebabkan remaja

menanggung masa remaja yang lebih lama, yaiturentang umur berkisar antara 11-

22 tahun, sebagai akibat dari berkembangnya masa-masa pendidikan.7 Hal ini

berkaitan dengan pembagian masa remaja dalam 3 fase,8 yaitu:

1) Masa remaja awal (early adolescence), 11/12-15 tahun. Pada masa ini

individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha

mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak bergantung

pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk

dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman

sebaya.

memungkinkannya untuk mencapai integrase dalam hubungan sosial orang dewasa, yang

kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.” Piaget, J. “The

intellectual of the adolescent”, seperti di kutip oleh G. Caplan and S. Lebovici (Eds.),

Adolescence: Psychosocial perspectives (New York: Basic Books, 1969), 22-26 5 D.E. Papalia & S.W. Olds., A Child’s World, Infancy Through Adolescence (USA: Mc Graw-

Hill, Inc, 1993), 342. 6 Penelitian Whiting, Burbank, & Ratner, 1986 dalam L.E. Berk, Infants, Children and

Adolescent (USA: Allyn & Bacon, 1996), 512. 7 L.E. Berk., Infants, Children and Adolescent, 512.

8 L.E. Berk., Infants, Children and Adolescent, 512.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2) Masa remaja tengah (middle adolescence), 15-18 tahun. Masa ini ditandai

dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Pada masa ini

teman sebaya masih berperan penting, namun individu sudah mampu

mengarahkan diri sendiri (self directed). Remaja juga mulai

mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan

impulsivitas, dan membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan

dengan sekolah dan pekerjaan yang kelak ingin ia capai. Selain itu,

penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.

3) Masa remaja akhir (late adolescence), 18-22 tahun. Masa ini ditandai oleh

persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Remaja pada

masa ini memiliki keinginan yang kuat untuk diterima dalam kelompok

teman sebaya dan orang dewasa. Pada tahap ini remaja menjadi lebih

matang.

Masa remaja yang digunakan dalam penelitian ini adalah masa remaja

akhir yang dikemukakan oleh Marcia, yaitu remaja akhir (late adolescence)

berusia 18-22 tahun,9 mereka aktif sebagai mahasiswa/i Katolik di perguruan

tinggi, dan berada di antara semester 1 sampai 7. Menurut Smith & Crawford;

Siverberg dan Steinberg mengungkapkan, bahwa remaja akhir sudah mulai

9 Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Remaja

pada masa ini memiliki keinginan yang kuat untuk diterima dalam kelompok teman sebaya dan

orang dewasa. Pada tahap ini remaja menjadi lebih matang. L.E. Berk, Infants, Children and

Adolescent, 512.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mengurangi ketergantungannya terhadap orang tua, mereka memiliki kemandirian

yang tinggi.10

James Marcia melakukan perluasan dan pengelaborasian tahap

perkembangan identitas ego dari 8 tahap perkembangan psikososial Erikson.

Marcia menguraikan usulan Erikson dalam sebuah kutipan klasik11

dengan

menyarankan bahwa tahap ini tidak terdiri dari seperti yang diklaim Erikson,

namun lebih dipahami sejauh mana seseorang telah menjelajahi dan berkomitmen

pada identitas dalam berbagai domain kehidupan, termasuk politik, pekerjaan,

agama, hubungan intim, pertemanan, dan peran gender. “Dua bidang penting di

mana remaja harus membuat komitmen semacam itu adalah ideologi dan

pekerjaan”.12

Menurut Marcia, pembentukan identitas merupakan tugas rumit

yang harus diselesaikan secara bertahap dan tanpa disadar.13

Dalam teori

epigenetic Erikson,14

masa remaja berada pada tahap kelima yaitu identity versus

identity diffusion, yang menurut Erikson dijelaskan bahwa masa remaja

merupakan masa terjadinya perubahan fisiologis yang cepat pada dirinya.15

Perubahan ini disertai dorongan sosial untuk memenuhi keputusan dalam masalah

pendidikan dan kerja, memaksa mereka untuk mempertimbangkan berbagai peran.

10

Fleming, M., Adolescent autonomy: Desire, achievement and disobeying parents between

early and late adolescence. Australian Journal of Education and Development Psychology, 5, 1-16.

Diunduh dari http://www.newcastle.edu.au/journal/adedp/. 11

Marcia, J. E., (1966), Development and validation of ego identity status, dalam Journal of

Personality and Social Psychology 3, hal. 551-558. Diunduh dari http://www.

garfield.library.upenn.edu/classics1984/A1984TR91100001.pdf 12

“The two key ideas are (a) to study the detailed processes of sosial interaction at the level of

the elements of interaction, and (b) to ralate sosial behavior to its biological basis ang cultural

setting.”James E. Marcia, "Ego-Identity Status", dalam Michael Argyle, Social Encounters,

(Chicago: Aldine Publishing Company, 1973), 340. 13

Marcia, J.E. (1980). “Identity in adolescence”, dalam J. Adelson (Ed.), Handbook of

adolescent psychology (New York: John Wiley & Sons, 1980), 159-187. 14

Erikson, E.H., Identity: Youth and crisis, Norton, New York 1968, 183. 15

P.H. Miller, Theories of Developmental Psychology (New York: W.H. Freeman and

Company, 1993).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tugas dasar remaja adalah mengintegrasikan berbagai identifikasi yang

dibawanya dari masa kanak-kanak ke dalam situasi identitas yang lebih utuh.16

Berpadu atau terintegrasinya unsur-unsur ini terjadi pada masa remaja

akhir, yang memunculkan identitas secara lebih utuh, karena identitas tidak

dianggap berkembang secara penuh sebelum masa remaja tengah. Bila konfigurasi

identitas sebelumnya merupakan suatu konstruksi diri, identitas pada masa

tersebut bukanlah identitas paling akhir, karena identitas paling akhir mempunyai

ciri sebagai konstruksi diri, namun tidak sekedar anugerah atau sesuatu yang

diperoleh begitu saja, melainkan merupakan prestasi yang dicapai dalam melewati

siklus hidup sebagai persesuaian individu dan mengatasi tantangan-tantangan

yang ada dalam pertumbuihan ego.17

Dalam hal ini, Marcia telah berhasil mengidentifikasi berbagai pola dan

isu umum mengenai cara remaja mengatasi krisis identitasnya.18

Ia

mengembangkan lebih lanjut teori status identitas melalui dua proses dalam

kehidupan seseorang, yaitu eksplorasi19

dan membuat komitmen.20

Marcia

16

“The overall task of the individual is to acquire a positive ego identity as her or he moves

from one stage to the next”. Erikson, dalam D.A. Helminiak, A scientific spirituality: The interface

of psychology and theology. The International Journal for the Psychology of Religion, 6(1) 1996,

1-19. 17

Stephen, Fraser & Marcia, 1992 dalam Bosma, H.A., dkk. (Ed), Identity & Development, Sage

Publications, California 1994, 70-71; Marcia dalam Adelson, J., (Editor), Handbook of

Adolescent Psychology (New York: John Wiley&Sons.Inc, 1980), 159. 18

Erikson memandang identitas sebagai suatu konsep integratif antara individu dengan

lingkungannya. Sedangkan bagi Marcia, identitas adalah proses di mana individu menempatkan

dirinya dalam dunia sosial, di mana pembentukan identitas secara operasional dan konkrit

didasarkan pada teori psikososial Erikson yaitu individu membuat suatu komitmen setelah

melewati eksplorasi berbagai kemungkinan yang ada. James E. Marcia dalam Archer, S.L, Sex

differences in identity development: Issues of process, domain, and timing, Journal of

Adolescence, 12 (1989), 117-138. 19

Eksplorasi merupakan alternatif-alternatif dan terdiri dari kognitif atau kebiasaan tingkahlaku.

James E. Marcia dalam J. Kroger (editor), Discussions on Ego Identity (New Jersey: Lawrence

Erlbaum Associates Inc, 1993), xiv. Ekspolarasi dapat didefinisikan sebagai derajat di mana

ketertarikan individu dalam mencari jati diri mengenai nilai, kepercayaan, tujuan dan proses

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mengemukakan identitas adalah struktur diri, sebagai suatu hal internal, organisasi

dinamik dari dorongan, kemampuan, keyakinan dan sejarah individu yang

terkonstruksi.21

Semakin berkembang struktur ini, maka individu akan semakin

sadar tentang keunikan mereka dan kesamaannya dengan orang lain, dan tentang

kekuatan dan kelemahan dalam menempuh hidup mereka. Apabila dalam individu

kurang berkembangnya struktur ini, maka ia akan makin kebingungan melihat

perbedaan mereka dari orang lain dan mereka semakin mendasarkan diri pada

sumber-sumber eksternal untuk mengevaluasi diri sendiri. Untuk memiliki

identitas diri yang sehat, seorang remaja harus mengeksplor berbagai hal, seperti

mengenali diri, kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan pribadi, berelasi

sosial dengan berbagai kalangan, sekolah, bekerja, berpolitik, serta sisi rohani,

agama dan aspek-aspeknya. Setelah mengeksplorasi berbagai kesempatan yang

ada, seseorang harus membuat komitmen di berbagai hal tadi. Dengan komit

terhadap sejumlah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dan goal-goal identitas

seseorang terbentuk.

eksplorasi menunjukkan percobaan dengan perbedaan aturan sosial, rencana dan ideologi. Menurut

Marcia dan Archer, khusus pada remaja akhir, eksplorasi merupakan aspek kognitif dan

tingkahlaku, meski aspek kognitif selalu dapat diamati dalam berbagai manifestasi tingkahlaku.

James E. Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria” dalam

James E. Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research (New York:

Springer-Verlag, 1993), 206. 20

Komitmen menurut Marcia, menunjuk pada pilihan pada berbagai jalur alternatif dalam

domain yang berbeda. James. E. Marcia dalam H.A. Bosma, dkk (editor), Identity & Development,

73. 21

J. Adelson (editor), Handbook of Adolescent Psychology, 159.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3.3.1 Status Identitas

Berdasarkan dimensi di atas, Marcia lalu membagi identitas menjadi

empat status yang didasarkan pada dua pertimbangan:22

(a) Apakah mereka

mengalami suatu krisis identitas atau tidak? (b) Pada tingkat mana mereka

memiliki komitmen terhadap pemilihan pekerjaan, agama, serta nilai-nilai politik

dan keyakinan? Marcia mendefinisikan sebuah krisis sebagai masa pergolakan di

mana nilai-nilai lama atau pilihan dikaji ulang dan alternatif baru dieksplorasi –

‘masa remaja dalam setiap individu tampaknya terlibat aktif dalam memilih antara

alternatif pekerjaan dan kepercayaan’.23

Eksplorasi dan komitmen adalah dua

proses yang berkontribusi terhadap perbedaan hasil selama krisis Identitas. Yaitu,

apakah atau sejauh mana seseorang mengeksplorasi alternatif identitas dan apakah

seseorang membuat komitmen terhadap alternatif yang dipilih atau tidak.

Marcia mengembangkan Wawancara Status Identitas, sebuah metode

wawancara semi-terstruktur untuk penelitian identitas, yang menyelidiki

eksplorasi dan komitmen individu di seluruh wilayah kehidupan yang berbeda.

Mengevaluasi materi yang diberikan dalam wawancara ini dengan menggunakan

penilaian manual yang dikembangkan oleh Marcia dan rekan-rekannya

menghasilkan empat hasil kemungkinan, atau Status Identitas, pengembangan

identitas psikologis, yaitu penyebaran identitas (identity diffusion), pencabutan

identitas (identity foreclosure), penundaan identitas (identity moratorium), dan

pencapaian identitas (identity achievement).

22

James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”

dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 208. 23

Marcia, “Ego-Identity Status", dalam Michael Argyle, Social Encounters, 340.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1) Identity Achievement

Status Identity Achievement digambarkan oleh Marcia yang ditandai

dengan komitmen yang tinggi dalam mengambil keputusan setelah mengalami

krisis berdasarkan eksplorasi yang telah dilakukan pada berbagai perspektif,

mempertimbangkan berbagai kemungkinan dengan bijaksana. Seorang individu

dikatakan telah memiliki identitas, jika dirinya telah mengalami krisis dan ia

dengan penuh tekad mampu menghadapinya dengan baik.24

Status ini adalah yang

paling matang, karena memiliki pemikiran yang seimbang, pembuatan keputusan

yang efektif, dan memiliki hubungan yang intim dengan keluarga. Justru dengan

adanya krisis akan mendorong dirinya untuk membuktikan bahwa dirinya mampu

menyelesaikannya dengan baik. Walaupun kenyataannya ia harus mengalami

kegagalan, tetapi bukanlah akhir dari upaya untuk mewujudkan potensi dirinya.

Ciri-ciri remaja yang memiliki status identitas ini adalah memiliki motivasi, harga

diri, dan kemampuan yang tinggi, mempu menghadapi stress tanpa terlalu sering

melakukan mekanisme pertahanan diri.

2) Identity Moratorium

Identitas ini ditandai dengan adanya krisis, tetapi ia tidak memiliki

kemauan kuat (tekad) dalam berkomitmen untuk menyelesaikan masalah krisis

tersebut, namun ia memiliki eksplorasi yang tinggi. ‘Status Moratorium ditandai

dengan eksplorasi alternatif yang aktif’.25

Marcia mencatat bahwa “Moratorium

24

Marcia, “Ego-Identity Status", dalam Michael Argyle, Social Encounters, 341. 25

“The moratorium status is characterized by the active exploration of alternatives.” Marcia,

Identity Development - Aspects of Identity, Child Development Reference - Vol 4.

(http://social.jrank.org/pages/322/ Identity-Development.html).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

[...] mengalami lebih banyak kecemasan [...] Dunia bagi mereka saat ini bukanlah

tempat yang sangat mudah ditebak; mereka sangat terlibat dalam perjuangan

untuk membuatnya begitu”.26

Meskipun demikian, suatu saat kecenderungan

diamati selama periode yang lebih lama untuk dilewati dalam status ini, sebagai

“Anak yang lahir pada tahun enam puluhan [...] memberi diri mereka komitmen

Moratorium yang panjang [...] ‘Masa Dewasa Sementara’”.27

Ciri-ciri remaja

yang memiliki status identitas ini adalah memiliki kemampuan berpikir kritis

ketika dihadapkan pada pilihan penting dalam hidupnya.

3) Identity Foreclosure

“Identity Foreclosure adalah saat di mana sebuah komitmen diambil untuk

tujuan, nilai, dan keyakinan namun tanpa melakukan eksplorasi, eksplorasi tidak

maksimal. Seringkali komitmen ini didasarkan pada gagasan dan kepercayaan

orang tua, yang diterima tanpa sebuah pertanyaan.”28

Identitas ini ditandai dengan

tidak adanya suatu krisis, tetapi ia memiliki komitmen atau tekad. Seperti yang

Marcia katakan, “seseorang yang hendak menjadi seorang Methodis, petani

Republikan seperti Metodisnya, dengan sedikit atau tidak pernah sama sekali

bereksplorasi tentang pendiri petani Republik, tentunya tidak dapat dikatakan

tekan 'mencapai' sebuah identitas, meskipun berada dalam komitmenya”.29

Hal ini

membuat individu seringkali berangan-angan tentang apa yang ingin dicapai

26

Marcia, “Ego-Identity Status", dalam Michael Argyle, Social Encounters, 352. 27

Marcia, “Ego-Identity Status", dalam Michael Argyle, Social Encounters, 350. 28

Marcia, Identity Development - Aspects of Identity, Child Development Reference - Vol 4.

(http://social.jrank.org/pages/322/ Identity-Development.html). 29

“The individual about to become a Methodist, Republican farmer like his Methodist,

Republican farmer father, with little or no thought in the matter, certainly cannot be said to have

"achieved" an identity, in spite of his commitment.” Marcia, Ego-Identity Status", dalam Michael

Argyle, Social Encounters, 340.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dalam hidupnya, tetapi seringkali tidak sesuai dengan kenyataan yang

dihadapinya. Kasus ‘identitas negatif’ terjadi ketika remaja mengadopsi sebuah

identitas yang bertentangan langsung dengan identitas yang ditentukan. Marcia

menekankan bahwa “begitu posisi Foreclosure ditinggalkan atau sebuah krisis

telah dilalui, hal tersebut tidak lagi menjadi sebuah pilihan.”30

Akibatnya, ketika

individu dihadapkan pada masalah realitas, mereka tidak mampu menghadapi

masalah dengan baik. Bahkan terkadang melakukan mekanisme pertahanan diri,

seperti: rasionalisasi, regresi pembentukan reaksi dan sebagainya. Ciri-ciri remaja

pada status ini adalah pikirannya tidak terbuka untuk hal-hal baru, merasa puas

terhadap dirinya sendiri.

4) Identity Diffusion

Remaja yang berada pada status Identity Diffusion memiliki kemandirian

yang rendah. Selan itu juga, mereka rendah dalam komitmen dan eksplorasi.

“Beberapa remaja menjadi kewalahan dengan tugas pengembangan identitas

sehingga membuat mereka tidak melakukan eksplorasi atau membuat komitmen

[...] dapat menjadi terisolasi dan ditarik secara sosial”31

; Orang dengan tipe ini

dikategorikan dalam Identity Diffusion. Status Difusi umumnya dianggap sebagai

status paling tidak dewasa, dan paling tidak kompleks dari keempat status

identitas.32

Identity Diffusion adalah status individu yang tidak pernah

30

Marcia, Ego-Identity Status", dalam Michael Argyle, Social Encounters, 341. 31

“Some adolescents become overwhelmed by the task of identity development and neither

explore nor make commitments. This describes Marcia's diffusion status, in which adolescents may

become socially isolated and withdrawn.” Marcia, Identity Development - Aspects of Identity,

Child Development Reference - Vol 4. 32

James. E. Cote dan Charles. G. Levine, Identity Formation, Agency and Culture: A social

psychological synthesis (Erlbaum, 2002), 19.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menjelajahi, dan juga tidak pernah membuat komitmen di bidang yang

mendefinisikan kehidupan. Individu ini mengalami kebingungan dalam mencapai

identitas. Kemungkinan mereka tidak pernah mengalami krisis, dengan beberapa

laporan yang menyebutkan akan kurangnya minat dalam mengatasi masalah

tersebut.

Ciri-ciri remaja pada status ini adalah sulit untuk beradaptasi dengan

lingkungan dan mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar, sehingga perilakunya

cenderung menuju ke arah konformitas. Remaja ini memiliki kemandirian yang

rendah, harga diri yang rendah, pemalu, menunda untuk mengeksploitasi pilihan-

pilihan yang ada sehingga melewatkan banyak kesempatan. Perlu disadari bahwa

remaja masa kini menaruh minat pada agama dan mengganggap bahwa agama

berperan penting dalam kehidupan. Perubahan dalam minat religius selama masa

remaja lebih radikal daripada perubahan dalam minat akan pekerjaan. Banyak

remaja mulai meragukan konsep dan keyakinan akan religiusnya pada masa

kanak-kanak dan remaja menjadi kritis terhadap keyakinannya di masa lampau.

Oleh karena itu, periode remaja disebut sebagai periode keraguan kritis.33

Marcia menyarankan agar mereka yang memiliki tingkat Identity Diffusion

“tidak banyak mengalami kecemasan karena hanya sedikit yang mereka

investasikan. Ketika mereka mulai lebih peduli [...] mereka beralih ke status

moratorium, atau mereka menjadi sangat terganggu sehingga mereka didiagnosis

menderita skizofrenia”.34

Indikator lain menunjukkan bahwa “dalam kasus

33

Elizabeth B. Hurlock, Psokologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

Kehidupan (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004), 222. 34

Skizofrenia adalah gangguan mental kronis yang menyebabkan penderitanya mengalami

delusi, halusinasi, pikiran kacau, dan perubahan perilaku. Kondisi yang biasanya berlangsung lama

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Diffusion memiliki peran paling ekstrem, remaja mungkin mengadopsi identitas

negatif”.35

3.3.2 Elemen-elemen Identitas Diri

Identitas diri sebagai bangun psikologis individu terbentuk melalui waktu

berproses yang panjang.36

Proses pembentukan identitas merupakan suatu sintesa

dari ketrampilan, keyakinan dan identifikasi yang menjadi suatu keseluruhan unik

yang saling berkaitan yang memberi sense-kontinyuitas antara masa lampau dan

masa mendatang pada anak-anak muda.37

Sebagai bangun identitas diri terdiri dari

berbagai elemen dasar, sehingga identitas diri benar-benar dapat menjadi suatu

aspek yang mencirikan seseorang individu benar-benar berbeda dengan sosok

individu lain.38

Bagi Marcia, identitas dapat dipertimbangkan dalam 3 aspek,

antara lain:39

1) Aspek Struktural, menunjuk pada konsekwensi identitas yang

berguna untuk keseimbangan proses-proses psikodinamik. Identitas merupakan

tahap pertumbuhan ego, yang terkonsolidasi pada remaja akhir, kekuatan aspek

kepribadian ini bersamaan dengan kemampuan penilaian, kemampuan menunda

ini sering diartikan sebagai gangguan mental mengingat sulitnya penderita membedakan antara

kenyataan dengan pikiran sendiri. Marcia, Ego-Identity Status", dalam Michael Argyle, Social

Encounters, 352. 35

Ann Birch, Developmental Psychology, (London: 1997), 206. 36

Marcia mengemukakan bahwa identitas seperti konsep psikologi yang lain, yaitu merupakan

proses dan struktur. ISSBD Conference. James, E. Marcia, Implications of Methodologies for

Identity Theory: The Identity Status Interview. Finland, Juli 1989. 37

James E. Marcia, “The Ego Identity Status Approach to Ego Identity”, dalam James. E

Marcia., dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 3. 38

J. Kroger (editor), Discussions on Ego Identity (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates

Inc, 1993), xiii. 39

James E. Marcia, “The Ego Identity Status Approach to Ego Identity”, dalam James. E

Marcia., dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 5.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

serta keefektifan. Pembentukan identitas dari perspektif struktural, dapat

meningkatkan kekuatan ego secara menyeluruh, sehingga fungsi-fungsi ego yang

lain (misalnya: menunda kegembiraan, berpikir di bawah tekanan, kebersamaan

hubungan interpersonal) akan memperlihatkan perkembangan yang sesuai dengan

perkembangan identitas. 2) Aspek Fenomenologis, menunjuk pada pengalaman

individu tentang memiliki atau tidak memiliki sense identitas, seperti juga

memiliki pengalaman tentang gaya pembentukan identitas yang khusus dari

seseorang. Dalam perspektif fenomenologis, identitas terbentuk sebagai suatu inti

atau pusat yang memberi makna dan signifikan dalam dunia seseorang. Inti ini

mungkin teranugerahkan (diberikan oleh pengasuh masa anak-anak seseorang)

atau terkonstruksi (dibangun oleh seseorang tanpa unsur anugerah). Jadi dengan

identitas yang berupa anugerah, pengalaman masa depan mereka akan berlaku

sebagai harapan-harapan yang harus terpenuhi, bagi yang identitasnya berupa

konstruksi, pengalaman masa depan mereka sebagai kreasi pembentukan relevansi

diri. 3) Aspek Tingkahlaku, menunjuk pada komponen proses pembentukan

identitas yang dapat diamati, apa yang dapat dilihat orang lain tentang gaya

identitas individu. Dari perspektif tingkahlaku, pembentukan identitas dapat

diidentifikasi dalam dua domain, yaitu pekerjaan dan ideologi; dan di dalamnya

ada satu variabel yang berproses, yaitu komitmen, yang dalam area-area ini akan

menentukan keberadaan atau ketiadaan dari identitas.40

Pendekatan ini menyentuh

pada segi interaksi sosial dari identitas.

40

James E. Marcia, “The Ego Identity Status Approach to Ego Identity”, dalam James. E

Marcia., dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 9.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Erikson menetapkan identitas sebagai sesuatu yang muncul, sehingga dia

mendiskusikan inti (antara individu & masyarakat) dan hal-hal yang

melengkapinya. Namun, karena identitas merupakan konsep integratif yang

menjelaskan antara proses dan produk dari perkawinan antara individu dan

masyarakat, maka hal ini tidak dapat secara tepat dipisahkan. Konsep Erikson

yang secara alami bersifat holistik dan integratif dioperasionalisasikan oleh

Marcia. Marcia tidak membagi identitas ke dalam komponen-komponen atau

mendudukkan semata-mata dalam diri individu, namun menganggap identitas

sebagai proses di mana individu menjadi berada dalam dunia sosial. Dalam

konseptualisasi Marcia, esensi ide Erikson tentang pembentukan identitas adalah

bahwa secara ideal individu membuat suatu komitmen setelah suatu periode

eksplorasi. Komitmen merupakan titik akhir dari proses eksplorasi.41

3.3.2.1 Eksplorasi Identitas

Eksplorasi merupakan alternatif-alternatif dan terdiri dari kognitif atau

kebiasaan tingkahlaku yang dilakukan untuk menggali dan mencari informasi atau

alternative yang sebanyak-banyaknya dan mempunyai hubungan dengan

kepentingan di masa depan.42

Eksplorasi menunjuk pada individu yang melihat

secara murni dan bereksperimen dengan alternatif-alternatif dan keyakinan-

41

James E. Marcia (1980) dalam S.L. Archer (editor), Interventions for Adolescent Identity

Development, 17. 42

James E. Marcia dalam J. Kroger (editor), Discussions on Ego Identity (New Jersey:

Lawrence Erlbaum Associates Inc, 1993), xiv.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

keyakinan.43

Menurut Marcia dan Archer, khusus pada remaja akhir, eksplorasi

merupakan aspek kognitif dan tingkahlaku, meski aspek kognitif selalu dapat

diamati dalam berbagai manifestasi tingkahlaku.44

Kekuatan eksplorasi remaja

juga dapat dilihat dari seberapa jauh mengarahkan seluruh aktivitasnya untuk

menggali informasi yang diperlukan bagi pembentukan identitas diri. Ada kriteria-

kriteria yang digunakan dalam penilaian keberadaan, ketiadaan dan tingkatan

ekplorasi yaitu:

1) Pengetahuan (Knowledgeability).

Menurut Marcia dan Archer, pada remaja akhir, individu harus membuat

penilaian yang akurat serta jujur tentang kebutuhan dan kemampuan pribadi dan

mempunyai gambaran realistis tentang kesempatan sosial yang ada.45

Seseorang

juga dianggap berpengetahuan46

jika mencari lebih dari sekedar pemahaman yang

dangkal tentang detail dalam pendidikan seperti juga berpengetahuan tentang

aktivitas sehari-hari dalam religiusitas.

43

James E. Marcia dalam H.A. Bosma, dkk (editor), Identity and Development: An

interdisciplinary approach, (CA: Sage, Thousand Oaks 1994), 73. 44

James E. Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”

dalam James E. Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 206. 45

James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”

dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 206. 46

Pengetahuan dalam eksplorasi adalah sejauh mana seseorang memperlihatkan kesadaran

tentang isi dan implikasi berbagai alternatif yang ada atau yang sedang dipertimbangkan dengan

serius. James E. Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 162.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2) Aktivitas Mencari Informasi (Activity Directed Toward Gathering

Information).

Menurut Marcia & Archer, saat individu berada dalam krisis identitas,

akan dinilai tentang sejauh mana individu memperoleh informasi tentang

alternatif-alternatif. Aktivitas-aktivitas yang mengarah pada alternatif-alternatif

belajar, misalnya: membaca, mengikuti kursus-kursus dan diskusi dengan teman-

teman, orangtua, guru atau mempelajari pengetahuan lain tentang materi-materi

yang diminati. Aktivitas eksplorasi meliputi diskusi dengan pendukung

pandangan religi alternatif, membaca sendiri tentang alternatif-alternatif peran

religi.

3) Pertimbangan terhadap Berbagai Alternatif (Considering Alternative

Potential Identity Element).

Menurut Marcia & Archer, masa remaja merupakan periode dalam siklus

kehidupan, yang bagi beberapa orang, eksperimentasi merupakan hal yang dapat

ditoleransi dan kadang-kadang dapat ditumbuhkan.47

Pada masa remaja akhir, ada

sisa waktu sebelum menghadapi kenyataan yang lebih berat di masa dewasa, dan

dunia nampak kurang sadar dengan eksperimen-eksperimen dan pertimbangan

aktif tentang alternatif. Pada saat seseorang berada dalam pertimbangan atau

melihat pertimbangan sebelumnya, isu utamanya adalah keotentikan dari

pertimbangan tersebut.

47

James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”

dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 207.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4) Kadar/Nada Emosi (Emotional Tone)

Menurut Marcia & Archer, kadar/nada emosi dimasukkan sebagai

komponen komitmen.48

Pada tahap-tahap awal dari identitas, eksplorasi sering

merupakan suatu perasaan gembira, antisipasi dan keingintahuan. Hal ini terjadi

jika dunia secara menyeluruh terbuka untuk diinvestigasi dan seseorang berhasrat

memperluas horizon (pandangan) dengan mencoba pengalaman dan kemungkinan

baru. Setelah tahap awal, perasaan ini akan menyebabkan ketidaknyamanan

subyektif. Untuk menemukan eksplorasi ini, tidak tersedia jawaban ringkas-jelas

yang hal ini dapat mengecilkan hati seseorang. Dengan mengetahui bahwa tujuan,

nilai-nilai dan keyakinan tetaplah tidak menentu, sering menghasilkan perasaan

cemas, frustrasi, dan atau sense-urgensi (keadaan yang mendesak). Pertimbangan

aktif terhadap alternatif yang berlanjut, akan mengarahkan pada suatu kondisi

ambivalensi yang tinggi, seperti saat seseorang mencoba mengatasi situasi konflik

‘mendekat-menjauh’. Intensitas dari emosi ini bervariasi diantara individu sesuai

dengan refleksi temperamen masing-masing. Dalam beberapa hal, suatu krisis

identitas nampak meliputi alternatif pertimbangan pada tingkat intelektual yang

tepat tanpa melibatkan emosi.

48

James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”

dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 163.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5) Keinginan Membuat Keputusan Awal (A Desire to Make an Early

Decision)

Menurut Marcia dan Archer, ‘arah’ adalah suatu aspek penting dari

eksplorasi pada remaja akhir.49

Tujuannya bukanlah untuk kepentingan eksplorasi,

seperti halnya bila terjadi di awal remaja, atau saat serangkaian krisis identitas

terjadi di masa dewasa. Tujuan eksplorasi pada akhir masa remaja adalah

menentukan vokasi yang paling sesuai, ideologi dan alternatif interpersonal yang

akan menjadi awal mula orang dewasa muda. Eksplorasi dalam hal ini mungkin

tidak nampak, baik di masa sebelumnya atau saat ini, dan ini mungkin bervariasi

dalam keluasan dan kedalaman alternatif-alternatif yang dipertimbangkan.

Keseluruhan kriteria eksplorasi yang sinkron antara satu dengan yang lain, dan

bernilai tinggi akan menunjukan bahwa individu yang bersangkutan memiliki

kemampuan eksploriasi yang tinggi. Semakin tinggi skor masing-masing elemen

tersebut, berarti semakin tingi tingkat eksplorasi yang dilaksanakan oleh individu

yang bersangkutan.

3.3.2.2 Komitmen Identitas

Komitmen menurut Marcia, menunjuk pada pilihan pada berbagai jalur

alternatif dalam domain yang berbeda.50

Agar nampak sebagai suatu komitmen

yang murni, pilihan harus menjadi satu-satunya yang dimiliki individu. Komitmen

adalah sebagai bagian dari perkembangan identitas di mana remaja

49

James. E Marcia., dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”

dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 207. 50

James. E. Marcia dalam H.A. Bosma, dkk (editor), Identity and Development, 73.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

memperlihatkan suatu tanggung jawab pribadi terhadap apa yang mereka lakukan.

Menurut Waterman, Komitmen meliputi pembuatan suatu pilihan tetap tentang

elemen identitas dan mendorong aktivitas yang menuju arah implementasi pilihan

tersebut.51

Komitmen dapat dijelaskan dengan ada atau tidak ada (present or

absent). Komitmen dianggap ada (present), bila elemen identitas individu sebagai

penuntun yang bermakna untuk melakukan tindakan dan bahwa pikiran tersebut

tidak membuat perubahan-perubahan dalam elemen tersebut. Ketiadaan komitmen

(absent) mengimplikasikan bahwa ide-ide seseorang nampak lemah atau tidak

nampak, dan tingkahlaku ini dapat berubah. Tidak ada perasaan kuat tentang

sense-arah. Menurut Marcia dan Archer, komitmen menjadi lebih penting di masa

remaja akhir dibandingkan masa-masa sebelumnya.52

Makna komitmen cukup

dekat dengan penjelasan Erikson tentang kesetiaan (Fidelity). Komitmen seperti

kesetiaan, menunjuk pada suatu pilihan-pilihan tetap tentang berbagai

kemungkinan dan ketaatan pada arah pilihan dalam menghadapi gangguan-

gangguan dan hal-hal yang menarik. Pilihan-pilihan ini tidak berarti tidak

mempan terhadap perubahan, namun berarti keengganan untuk menghilangkan

suatu jalur dengan mudah. Kriteria operasional dari komitmen adalah sebagai

berikut:

51

Alan S. Waterman, “Overview of The Identity Status Scoring Criteria” dalam James. E

Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 164. 52

James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”

dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 208.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1) Pengetahuan (Knowledgeability)

Seseorang yang memiliki komitmen murni (asli) untuk suatu tujuan, nilai

atau keyakinan, harus memiliki bukti pengetahuan yang detil dan akurat tentang

isi dan cabang-cabang pengetahuan tersebut.53

Menurut Marcia dan Archer, secara

mudah dapat dikatakan bahwa remaja akhir yang komit, mengetahui apa yang

akan dijalaninya.54

Pengetahuan ini berdasar pada hasil konsistensi tingkahlaku

dengan penetapan komitmen seseorang. Pengetahuan berkaitan dengan artikulasi.

Seseorang yang biasanya sulit berbicara dengan jelas tentang sesuatu, adalah

seseorang yang hanya tahu sedikit atau pikirannya lemah. Untuk mencapai

(mengkonstruksi) suatu identitas hal ini berarti dengan pikiran menguji aspek-

aspek kehidupan seseorang, dan dalam banyak hal, hasil dari pemikiran ini akan

dikomunikasikan dengan pembicaraan.

2) Aktivitas Pengimplementasian Pilihan Elemen Identitas (Activity Directed

Toward Implementing the Chosen Identity Element).

Aktivitas yang dihasilkan dari komitmen identitas diarahkan menuju pada

ekspresi atau realisasi dari pilihan identitas yang dibuat. Berbagai aktivitas

mungkin melibatkan sarana untuk peran-peran kehidupan mendatang dengan

elemen-elemen identitas yang mungkin menggambarkan implementasi saat ini.

Aktivitas yang berindikasi komitmen bervariasi antara individu, namun tetap ada

sense tentang definisi diri responden yang menuntunnya dalam kehidupan sehari-

53

Alan S. Waterman, “Overview of The Identity Status Scoring Criteria”, dalam James. E

Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 164. 54

James. E Marcia., dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”

dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 208.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

hari.55

Untuk mengetahui apakah seseorang sampai pada hal ini, seseorang harus

memiliki pengalaman yang relevan, seseorang hanya dapat mengerjakan dengan

satu pikiran. Indikator tingkahlaku merupakan hal penting dalam komitmen,

namun keyakinan yang artikulatif, merupakan hal yang penting dan hal ini

merupakan bukti yang baik untuk awal-awal pencapaian Identity Achievement.56

3) Nada/Kadar Emosi (Emotional Tone)

Keberadaan komitmen identitas biasanya diekspresikan dengan cara-cara

yang merefleksikan adanya rasa percaya diri, stabilitas dan optimisme tentang

masa depan. Biasanya seseorang tanpa komitmen mungkin memberi bukti adanya

sense ‘maha kuasa’ (suatu perasaan, dimana seseorang dapat menjadi apa saja

yang telah dipilihnya) yang digabungkan dengan suatu keinginan yang tak pernah

tetap untuk diajak berpikir tentang suatu tujuan khusus atau tindakan yang

diperbincangkan.57

Pada remaja akhir secara umum, keberadaan komitmen nampak

menghasilkan rasa percaya diri yang tenang, bila ketiadaan komitmen muncul,

akan mengarah pada keraguan diri, seperti kondisi ekstrim suka bicara atau

bersifat diam. Dari berbagai status identitas tersebut, dapat ditemukan 5 kadar

afektif yang utama: adanya jaminan diri yang solid pada orang-orang yang

Achieve, sifat ke-benar-an diri yang tidak fleksibel dari Foreclosure; perjuangan

yang kuat/bersemangat, kecemasan bertindak tertentu dari Moratorium,

55

Alan S. Waterman, “Overview of The Identity Status Scoring Criteria” dalam James. E

Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 164. 56

James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”

dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 208. 57

Alan S. Waterman, “Overview of The Identity Status Scoring Criteria” dalam James. E

Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 164-165.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menggampangkan masalah dari remaja Difussion yang playgirl atau playboy; dan

kesedihan, bermuram durja atau kualitas terpencil dari Difussion yang terisolasi.58

4) Identifikasi dengan Orang-orang yang Penting bagi Diri Seseorang

(Identification with Significant Others)

Pada banyak hal, komitmen identitas murni berasal dari hasil identifikasi

dengan orangtua, orang-orang lain disekitarnya, guru atau orang-orang yang

dipelajari melalui sekolah atau media masa.59

Beberapa proses ini paling banyak

ada pada status Foreclosure dan termasuk membentuk komitmen awal; khususnya

yang konsisten dengan aspirasi orangtua. Kadang-kadang terjadi tujuan

berlawanan dengan pencapaian awal-awal identifikasi, masing-masing tujuan

diasosiasikan dengan suatu figur model yang berbeda.60

Orang-orang yang

mencapai status Identity Achievement, mengembangkan komitmen mereka

melalui identifikasi, namun hal ini identifikasi biasanya berkembang setelah usia-

usia selanjutnya, setelah melewati berbagai perbincangan tentang tindakan.61

58

James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”

dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 209. 59

James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”

dalam James. E Marcia, et.al (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 209. 60

Pada remaja akhir figur yang signifikan adalah yang memiliki peran langsung dan realistik

seperti guru, mentor, validator dan berbagai catatan tentang keputusan ideologis. Dengan kata lain,

apa yang penting bagi remaja akhir adalah individu dalam realitas lebih penting daripada apa yang

ada dalam sense ideal remaja. James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late

Adolescent: Scoring Criteria” dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for

Psychosocial Research, 209-210. 61

Alan S. Waterman, “Overview of The Identity Status Scoring Criteria” dalam James. E

Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 165.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5) Proyeksi pada Masa Depan (Projection of One’s Personal Future)

Komitmen identitas menyediakan suatu mekanisme untuk berintegrasi

antara masa lalu - saat ini, saat ini - masa depan. Aspek identitas ini akan

terefleksi dalam kemampuan membuat komitmen identitas dengan proyek mereka

sendiri ke masa depan, dan menjelaskan tipe-tipe aktivitas yang akan dilakukan 5-

10 tahun mendatang. Kemampuan ini tidak berarti mereka berharap bahwa isi dari

elemen identitas tidak berubah, namun lebih menekankan pada adanya ‘sense

kontinyuitas’ yang ada diantara seseorang sekarang berada dan dimana seseorang

berharap di masa datangnya.62

Komitmen yang tegas dengan arah khusus akan

membimbing pada konsistensi tingkahlaku dengan arah ini, dan menghasilkan

akumulasi pengalaman yang menghasilkan berbagai ide tentang sesuatu dan yang

mungkin atau tidak mungkin terjadi.63

6) Pertahanan terhadap goncangan (Resistance to Being Swayed)

Komitmen nampak saat responden mempertahankan pertimbangan-

pertimbangan atas usaha pewawancara untuk membujuk dengan pernyataan yang

berkontradiksi. Seperti pada dimensi eksplorasi, beberapa individu berada dalam

batas antara komitmen dan non-komitmen.64

Pada remaja akhir, komitmen

merupakan elemen penting pembentukan identitas. Respon yang mengindikasikan

62

Alan S. Waterman, “Overview of The Identity Status Scoring Criteria” dalam James. E

Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 165. 63

James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”

dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 210. 64

Alan S. Waterman, “Overview of The Identity Status Scoring Criteria” dalam James. E

Marcia., et.al (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 165-166.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

majunya pembentukan identitas biasanya memiliki 3 aspek:65

a) Pengakuan

adanya kemungkinan perubahan, b) Keterkaitan perubahan kemampuan individu

dengan kesempatan sosial, dan c) Keengganan berubah, kecuali di bawah tekanan

kondisi tertentu. Sebagai suatu pedoman, responden yang tinggi identitasnya

dapat mengemukakan pikirannya tentang berbagai kondisi bila perubahan terjadi,

namun biasanya mempelihatkan sedikit antusiasme.

3.4 JENIS PENELITIAN

Setelah memahami elemen-elemen identitas diri, maka penulis hendak

mengetahui kontribusi konsep diri tentang paham Allah terhadap eksplorasi dan

komitmen dalam pembentukan identitas religius mahasiswa/i Katolik universitas

negeri di Yogyakarta. Pada tahap ini, peneliti masuk pada tahap pencarian data.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mixed Methods. Penelitian ini

merupakan suatu langkah penelitian dengan menggabungkan dua bentuk

penelitian yang telah ada sebelumnya, yaitu penelitian kualitatif dan penelitian

kuantitatif. Menurut Creswell, penelitian campuran merupakan pendekatan

penelitian yang mengkombinasikan antara penelitan kualitatif dan penelitian

kuantitatif.66

Sementara itu, menurut pendapat Sugiyono, metode penelitian

kombinasi (Mixes Methods) adalah suatu metode penelitian yang

65

James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”

dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 210. 66

Creswell, J., Research design: Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches.

(Thousand Oaks, CA: Sage, 2010), 5.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mengkombinasikan atau menggabungkan antara metode kuantitatif dengan

metode kualitatif untuk digunakan secara bersama-sama dalam suatu kegiatan

penelitian, sehingga diperoleh data yang lebih komprehensif, valid, reliable dan

objektif.67

Pada strategi ini peneliti menggunakan perspektif teori guna membentuk

prosedur-prosedur tertentu dalam penelitian. Dalam model ini, peneliti memilih

menggunakan Model penelitian Sequential Explanatory Design dicirikan dengan

melakukan pengumpulan data dan analisis data kuantitatif pada tahap pertama,

dan diikuti dengan pengumpulan dan analisis data kualitatif pada tahap kedua,

guna memperkuat hasil penelitian kuantitatif yang dilakukan pada tahap

pertama.68

Dengan demikian, penelitian kombinasi dilakukan untuk menjawab

rumusan masalah penelitian kuantitatif dan rumusan masalah penelitian kualitatif,

atau rumusan masalah yang berbeda, tetapi saling melengkapi. Proses penelitian

Sequential Explanatory (urutan pembuktian kuantitatif-kualitatif) ditunjukkan

pada gambar 3.1 sebagai berikut:

Connecting

QUANTITATIVE QUALITATIVE KESIMPULAN

Skema 3.1 Proses Penelitian Kombinasi Sequential Explanatory

Sumber: Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,

Alfabeta, Bandung 2010, 38.

67

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Mixed Methods) (Bandung: Penerbit Alfabeta,

2011), 404. 68

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Mixed Methods), 409.

QUAN

Data

Collection

QUAN

Data

Analysis

QUAL

Data

Collection

QUAL

Data

Analysis

Interpretation

Of Entire

Analysis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Metode pendekatan kuantitatif dilaksanakan dengan survey menggunakan

kuesioner yang berisikan pertanyaan-pertanyaan tertutup. Langkah-langkah dalam

metode kuantitatif adalah menentukan masalah/potensi dan membuat rumusan

masalah, melakukan kajian teori dan merumuskan hipotesis, mengumumpulkan

dan analisis data untuk menguji hipotesis, dan selanjutnya dapat dibuat kesimpuan

berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Maka, langkah-langkah penelitian

kombinasi desain/model Sequential Explanatory (urutan pembuktian) ditunjukkan

pada gambar berikut:

Metode kualitatif, untuk membuktikan,

Memperdalam dan memperluas data kuantitatif

Skema 3.2 Langkah-langkah Penelitian dalam desain Sequential Explanatory

Sumber: Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), Alfabeta, Bandung 2015, 416.

Tahap pertama dalam penelitian ini adalah mengumpulkan dan menganalis

data kuantitatif dalam menjawab rumusan masalah: Bagaimana Allah dialami dan

dipahami di dalam pengalaman sehari-hari oleh kaum remaja akhir? Dan apakah

peran agama yang di dalamnya terkandung pemahaman akan Allah bagi

kehidupan sehari-hari remaja akhir masa kini? Metode kuantitatif digunakan

Masalah/

Potensi,

Rumusan/

Masalah

Landasan

Teori dan

Hipotesis

Pengumpulan

Data & Analisis

Data Kuantitatif

Hasil

Pengujian

Hipotesis

Penentuan

Sumber Data

Penelitian

Pengumpulan

dan Analisis

Data Kualitatif

Analisis

Data Kuantitatif

dan Kualitatif

Kesimpulan

dan Saran

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

untuk menemukan kontribusi pengalaman keseharian terhadap pemahaman akan

Allah.

Tahap kedua dalam penelitian ini adalah mengumpulkan dan menganalisis

data kualitatif dalam hal ini guna menjawab rumusan masalah, yakni: Siapa Yesus

Kristus menurut kaum remaja? Dan gambaran Allah yang bagaimana, yang kaum

remaja pahami dan hayati dalam konteks dinamika hidup masyarakat masa kini?

Data kualitatif ini didapatkan melalui wawancara dengan partisispasi secara

mendalam. Metode kualitatif digunakan untuk memperoleh gambaran dan fakta

yang lebih jelas mengenai paham Allah pada mahasiswa-mahasiswi Katolik.

Selain itu, metode ini juga untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi

mahasiswa-mahasiswi dalam menemukan dan mengembangkan identitas

kekristiannya.

3.4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di dua universitas negeri yang berlokasi di

kota Yogyakarta, yaitu:

1) Universitas Negeri Yogyakarta yang beralamat di: Jalan Colombo No. 1,

Caturtunggal, Kec. Depok, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa

Yogyakarta 55281, Telp (0274) 586168;

2) Universitas Gadjah Mada yang beralamatkan di Bulaksumur,

Caturtunggal, Kec. Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa

Yogyakarta 55281, Telp (0274) 588688.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2017 – November 2017.

Pengambilan data di laksanakan di lingkungan Universitas Negeri Yogyakarta dan

Universitas Gadjah Mada.

3.4.2 Populasi, Sampel Penelitian dan Informan Penelitian

3.4.2.1 Populasi

Populasi adalah bagian terpenting yang terdapat dalam suatu penelitan.

Sebab populasi berhubungan langsung dengan penelitian. Populasi adalah wilayah

generasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya.69

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah:

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa/i Katolik semester 1-8, periode

tahun ajaran 2014-2017 dan aktif sebagai mahasiswa/i di Universitas Negeri, di

Kota Yogyakarta. Data yang diperoleh berasal dari data IKMK UNY dan KMK

UGM menyebutkan jumlah mahasiswa/i Katolik di kedua universitas sebesar

26.084 mahasiswa, dengan rincian sebagai berikut:

69

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D

(Bandung: Alfabeta, 2010), 117.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.1

Daftar mahasiswa/i Katolik di Universitas Negeri Yogyakarta

No Tahun Ajaran Jumlah Mahasiswa/i

1. 2014/2015 120 orang

2. 2015/2016 135 orang

3. 2016/2017 160 orang

4. 2017/2018 150 orang

Jumlah total 565 orang

Sumber: IKMK UNY (Ikatan Keluarga Mahasiswa Katolik Universitas Negeri Yogyakarta)

Berdasarkan tabel di atas, jumlah mahasiswa yang terdaftar sebagai

mahasiswa aktif di Universitas Negeri Yogyakarta pada periode tahun ajaran

2014-2017 sebesar 565 mahasiwa, yang terdiri dari 120 mahasiswa pada tahun

ajaran 2014/2015. Pada tahun ajaran 2015/2016 sebanyak 135 mahasiswa/i. Pada

tahun ajaran 2016/2017 sebanyak 160 mahasiwa/i. dan pada tahun 2017/2018

sebanyak 150 Mahasiswa/i.

Tabel 3.270

Daftar mahasiswa/i Katolik di Universitas Gadjah Mada

No Tahun Ajaran Jumlah Mahasiswa/i

1. 2014/2015 6708 orang

2. 2015/2016 6606 orang

3. 2016/2017 6104 orang

4. 2017/2018 6101 orang

Jumlah total 25.519 orang

Sumber:

https://docs.google.com/spreadsheets/d/17ySpC5FFesWB1meU9LA6ahBzUxxo9DI7sIpLKeb_xF

E/edit#gid=0

70

Lihat Lampiran 6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Berdasarkan tabel di atas, jumlah mahasiswa yang terdaftar sebagai

mahasiswa aktif di Universitas Gadjah Mada pada periode tahun ajaran 2014-

2017 sebesar 25.519 mahasiwa, yang terdiri dari 6708 mahasiswa/i pada tahun

ajaran 2014/2015. Pada tahun ajaran 2015/2016 sebanyak 6606 mahasiswa/i. Pada

tahun ajaran 2016/2017 sebanyak 6104 mahasiwa/i, dan pada tahun 2017/2018

sebanyak 6101 Mahasiswa/i.

3.4.2.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari sejumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut.71

Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam memilih sampel

adalah sampel tersebut harus betul-betul representatif (mewakili) dari populasi

yang diteliti. Sampel adalah obyek yang diteliti dan dianggap mampu mewakili

seluruh populasi dan diambil dengan teknik tertentu. Penentuan sampel dalam

penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik Cluster Random Sampling.72

Teknik ini digunakan untuk menentukan mahasiswa mana yang akan peneliti

jadikan sebagai sumber data, maka pengambilan sampel peneliti tetapkan secara

bertahap dari wilayah yang luas (universitas) sampai ke wilayah terkecil

(angkatan salah satu falkutas). Setelah terpilih sampel terkecil, kemudian baru

dipilih sampel secara acak. Sampling tipe ini bisa dipakai untuk melakukan

generalisasi hasil penelitian terhadap populasi walaupun data yang didapat hanya

71

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 118. 72

Cluster Random Sampling merupakan teknik sampling daerah yang digunakan untuk

menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas. Sugiyono, Metode

Penelitian Administrasi, 94.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

berasal dari sampel. Maka, terpilih 50 mahasiswa/i Katolik Universitas Negeri

Yogyakarta dan 50 mahasiswa/i Katolik Universitas Gadjah Mada, dari 4

angkatan periode tahun ajaran 2014-2017 sebagai sampel penelitian.

3.4.2.3 Informan Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, hal yang menjadi bahan pertimbangan utama

dalam pengumpulan data adalah pemilihan informan. Informan penelitian adalah

orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi

latar belakang penelitian.73

Informan merupakan orang yang benar-benar

mengetahui permasalahan yang akan diteliti. Teknik sampling yang digunakan

oleh peneliti adalah purposive sample.74

Hasil penelitian tidak akan

digeneralisasikan ke populasi karena, pengambilan sampel/informan tidak diambil

secara random.75

Hasil penelitian dengan metode kualitatif hanya berlaku untuk

kasus situasi sosial tersebut. Namun hasil penelitian ini dapat ditransferkan atau

diterapkan ke situasi sosial (tempat lain) lain, apabila situasi sosial lain tersebut

memiliki kemiripan atau kesamaan dengan situasi sosial yang diteliti.

73

Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), 97. 74

Purposive sample adalah teknik untuk menentukan sampel penelitian dengan pertimbangan

tertentu yang bertujuan agar data yang diperoleh nantinya bisa lebih representatif. Sugiyono,

Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), 299. 75

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), 299.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3.4.3 Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara untuk memperoleh data

dan keterangan yang diperlukan dalam penelitian. Metode atau teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuesioner,

dan wawancara.

3.4.3.1 Instrumen Data Kuantitatif

Metode atau teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode kuesioner. Teknik pengumpulan data untuk masing-masing

variabel menggunakan kuisioner tertutup. Kuesioner digunakan untuk

memperoleh data yang terkait dengan pengetahuan, aktivitas mencari informasi,

pertimbangan berbagai alternatif, kadar/nada emosi, keinginan membuat

keputusan awal, aktivitas pengimplementasian pilihan elemen identitas, identitas

dengan orang-orang yang penting bagi diri seseorang, proyeksi pada masa depan

dan pertahanan terhadap goncangan dari responden. Kuesioner merupakan teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan

atau pernyataan kepada responden untuk dijawab. Kuesioner merupakan teknik

pengumpulan data yang efisien bila peneliti sudah tahu apa yang akan diukur.76

Kuesioner yang dipakai adalah kuesioner yang dikembangkan oleh Rensis

Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi

76

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 230.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala Likert,

variabel yang diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian indikator

itu menjadi titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa

pertanyaan atau pernyataan.77

Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan

Skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang

dapat berupa kata-kata antara lain: sangat setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (R),

Tidak setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).78

Untuk keperluan analisis

Kualitatif, maka peneliti mengambil model/teknik yang hampir mirip dengan

Likert. Pada skala ini tidak ada respon R (ragu-ragu) dengan tujuan peneliti

membutuhkan ketegasan jawaban dari responden, dan yang sesuai dengan dirinya.

Peneliti menggunakan 4 gradasi, yaitu: (SS), Setuju (S), Tidak setuju (TS), dan

Sangat Tidak Setuju (STS).

Adapun data yang telah terkumpul dikelola dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

1. Coding (pengkodean). Mencatat kode yang telah diberikan pada setiap

pertanyaan dan mengklasifikasi data dengan penilaian jawaban pertanyaan

kuesioner diklasifikasikan dengan jawaban “Sangat Setuju (diberi kode SS

dengan skor 4)”, “Setuju” (diberi kode S dengan skor 3), “Tidak

Setuju”(diberi kode TS dengan skor 2), dan “Sangat Tidak Setuju” (diberi

kode STS dengan skor 1). Pada skala ini, tidak ada responden N (netral)

dengan alasan agar subjek penelitian menjawab dengan pasti dan sesuai

dengan dirinya.

77

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 168. 78

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), 137.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Skor untuk tiap-tiap item pada skala dijumlahkan sehingga menjadi skor

total. Semakin tinggi skor total yang diperoleh menunjukkan bahwa subjek

memiliki kecenderungan yang tinggi dalam hal penguasaan kemandirian

dan sebaliknya jika skor rendah maka menunjukkan bahwa subjek

memiliki kecenderungan yang rendah dalam hal penguasaan kemandirian.

Tabel 3.3

Skala Penilaian untuk Pernyataan positif dan Negatif

No Keterangan Skor Positif Skor Negatif

1. Sangat Setuju 4 1

2. Setuju 3 2

3. Tidak Setuju 2 3

4. Sangat Tidak Setuju 1 4

Sumber: Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,

Alfabeta, Bandung 2010, 94.

2. Editing (menyunting). Editing data dilakukan di lapangan, agar data yang

salah atau meragukan maupun tak lengkap dapat ditelusuri kembali

dengan responden yang bersangkutan.

3. Tabulasi. Memasukkan data untuk dianalisa.

Kuesioner penelitian digunakan untuk mengumpulkan data dengan cara

mengedarkan kuesioner tersebut kepada anggota sampel yang telah diambil dari

populasi secara random. Intrumen yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya,79

selanjutnya diberikan kepada 100 orang yang telah terpilih sebagai sampel.

79

Lih. Lampiran. II.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tom Jacobs mengemukakan lima misteri penyingkapan ilahi Allah bagi

manusia.80

Tabel 3.4

Kisi-kisi Misteri Penyingkapan Ilahi Allah bagi Manusia

Menurut James Marcia, Identitas Religius, terutama status Identitas Religius,

terbentuk karena adanya eksplorasi dan komitmen. Karena sub variabel ada 4

(Achieve, Moratorium, Foreclosure, Diffuse), dimensi ada 2 (eksplorasi dan

komitment), dan masing-masing dimensi ada 4 indikator (pengetahuan

religius/iman, agama, filsafat agama, teologi), dan masing-masing sub variabel

diwakili oleh 2 item pertanyaan, jadi ada 64 item pertanyaan.81

80

Misteri pertama: Tanpa ikatan Allah beserta kita. Misteri kedua: Karya penciptaan dan Karya

Penyelamatan. Misteri ketiga: Allah Tri Tunggal. Misteri keempat: Iman dan Wahyu. Misteri

Kelima: Dinamika rumusan iman. Tom Jacobs, Imanuel, Perubahan dalam Perumusan akan Yesus

Kristus (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2000), 245-261. 81

Bdk. Lampiran. 1

No Variable Indikator Nomor Item Sumber Data

1 Misteri Allah

1. Tanpa ikatan Allah beserta kita 1 a, b, c, d. Mahasiswa/i

2. Karya Penciptaan dan Karya

Penyelamatan 2 a, b, c, d. Mahasiswa/i

3. Allah Tritunggal 3 a, b, c, d. Mahasiswa/i

4. Iman dan Wahyu 4 a, b, c, d. Mahasiswa/i

5. Dinamika rumusan iman 5 a, b, c, d. Mahasiswa/i

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Table 3.5

Kisi-kisi Identitas Religius tentang Paham Allah

3.4.3.2 Teknik Pengumpulan Data Kuantitatif

Titik tolak pengumpulan data dengan metode kualitatif adalah data yang

terkumpul dari sampel, selanjutnya dianalisi untuk menjawab rumusan masalah

dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Penentuan sumber data dalam

penelitian kualitatif di dasarkan pada pertimbangan siapa orang yang masuk

dalam kategori remaja, usia 18-23 tahun, beragama katolik dan menjadi

mahasiswa aktif di universitas negeri di kota Yogyakarta, sehingga dapat

No Variable Sub

Variabel Dimensi Indikator

Nomor

Item

Sumber

Data

1 Tingkat

Identity

Achieve

Moratorium

Foreclosure

Diffuse

Eksplorasi

1. Pengalaman

Religius/Iman

1, 2, 3, 4,

5, 6, 7, 8 Mahasiswa/i

2. Agama

9, 10, 11,

12, 13, 14,

15, 16

Mahasiswa/i

3. Filsafat Agama

17, 18, 19,

20, 21, 22,

23, 24

Mahasiswa/i

4. Teologi

25, 26, 27,

28, 29, 30,

31, 32

Mahasiswa/i

Komitment

1. Pengalaman

Religius/Iman

33, 34, 35,

36, 37, 38,

39, 40

Mahasiswa/i

2. Agama

41, 42, 43,

44, 45, 46,

47, 48

Mahasiswa/i

3. Filsafat Agama

49, 50, 51,

52, 53, 54,

55, 56

Mahasiswa/i

4. Teologi

57, 58, 59,

60, 61, 62,

63, 64

Mahasiswa/i

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

memberikan informasi. Dalam hal ini, sumber data dapat diambil dari orang yang

telah terpilih sebagai sampel dalam penelitian pertama, atau orang lain yang

belum terpilih sebagai sempel.

3.4.3.3 Instrumen Data Kualitatif

Metode kualitatif digunakan dengan tujuan untuk memperoleh data

kualitatif guna menguji, memperluas, memperdalam hasil penelitian kuantitatif.

Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara

lisan di mana dua orang atau lebih bertatap muka, mendengarkan secara langsung

informasi-informasi atau keterangan-keterangan.82

Pengumpulan data kualitatif

dilakukan dengan metode wawancara semistruktur. Jenis wawancara ini termasuk

dalam kategori in-dept interview yang memberi celah untuk pertanyaan tambahan

guna memperdalam data yang dibutuhkan.83

Wawancara jenis ini bertujuan

menemukan permasalahan secara lebih terbuka,84

untuk mendapatkan informasi

melalui mahasiswa/i tentang: Siapa Yesus Kristus menurut kaum remaja? Dan

gambaran Allah yang seperti apa, yang kaum remaja pahami serta hayati dalam

konteks dinamika hidup masyarakat masa kini? Terutama dalam kehidupan

keseharian. Wawancara ini menggunakan sepuluh pertanyaan. Pertanyaan-

82

A. Achmadi., C. Narbuko., Metodologi Penelitian (Jakarta Bumi Aksara, 2005), 83. 83

Dalam wawancara terstruktur peneliti telah menyiapkan instrumen penelitian berupa

pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan. Dengan wawancara terstruktur

ini setiap responden diberi pertanyaan yang sama dan pengumpul data mencatatnya. Dengan

wawancara terstruktur ini pula, pengumpulan data dapat menggunakan beberapa pewawancara

sebagai pengumpul data (Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), 318. 84

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), 318.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pertanyaan yang ada kemudian dikembangkan dalam proses wawancara. Berikut

daftar pertanyaan yang digunakan beserta penjelasan pokok wawancara:

a. Pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman

1) Peristiwa tertentu apa yang membuat Anda tertarik untuk mencari hadir-

Nya/keberadaan Allah dalam hidup keseharian Anda? Dapatkan Anda

mengingatnya kembali bagaimana prosesnya sampai Anda mengetahui

apa yang Anda percayai itu?

2) Apakah Anda mempunyai sekelompok orang atau teman sebaya yang

memiliki pengalaman dasar yang sama tentang nilai-nilai tersebut?

b. Pertanyaan yang berkaitan dengan pengetahuan

3) Apa yang Anda ketahui tentang inti iman (paham Allah) Katolik?

Bagaimana hal itu dihubungkan dengan identitas religius pada remaja.

4) Apa yang Anda pahami tentang Tuhan? Apa peran khas Tuhan dalam

pengalaman keseharian Anda sebagai seorang remaja Katolik?

c. Pertanyaan yang berkaitan dengan Nada/Kadar Emosi/Perasaan

5) Sebagai seorang remaja Katolik, bagaimana Anda menghayati makna

kehadiran Yesus dalam kehidupan Anda? Apakah Anda merasa bimbang

tentang Allah?

6) Apakah Anda merasa dalam seluruh keseharian, kadang-kadang Anda

berbicara dengan Allah?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

d. Pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat.

7) Apa pendapat Anda berhubungan dengan pemahaman iman Katolik yang

dihubungkan dengan identitas religius? Apakah itu saling terkait? Mohon

penjelasannya!

8) Mengapa ada orang yang tampaknya lebih beruntung dibandingkan

dengan orang lain?

9) Siapakah Yesus Kristus menurut refleksi atas pengalaman hidup sehari-

hari dalam relasi iman?

10) Menurutmu seberapa penting pengaruh orang tua atas diri Anda?

Agama atau pun ajaran agama yang dimiliki oleh seseorang tidak relevan

untuk menilai identitas religius seseorang. Persoalan yang relevan adalah

kedalaman dan luasnya pertimbangan yang diberikan individu terhadap masalah

ideologis.85

Pertanyaan yang akan diajukan adalah: “Apakah informan memiliki

sistem kepercayaan yang koheren?”; “Apakah sistem kepercayaan tersebut identik

dengan yang informan adopsi sewaktu kecil?”; “Apakah ada periode eksplorasi-

85

James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”

dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 222.

Layak dicatat bahwa Schillebeeckx, dalam “melakukan teologi,” mengambil sikap untuk terus

menerus membangun dialog antara tradisi gereja dan iklim budaya serta intelektual saat ini.

Schillebeeckx menyebut proyek kritis-hermeneutik dengan induktifnya “theology of culture.”

Schillebeeckx tidak menggambarkan hal ini “untuk selamanya,” tetapi untuk pria dan wanita saat

ini yang berada dalam satu situasi historis tertentu, dan dia berusaha untuk menjawab pertanyaan

mereka85

. Ini berarti bahwa teologinya memiliki waktu yang spesifik, dan dengan demikian

kontekstual. Erik Borgman, Edward Schillebeeckx. A Theologian in his History (London and New

York 2004), 470.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

waktu menimbang pandangan alternatif?”; “Apakah kehidupan informan saat ini

sesuai dengan keyakinan yang ia yakini?”.86

a. Identity Diffusion

1) Apakah anda memiliki preferensi/prioritas keagamaan (hal yang

didahulukan dan diutamakan daripada yang lain)?

2) Apakah Anda berbicara dengan orang lain/teman, tentang hal tersebut?

3) Apakah Anda memiliki pandangan keagamaan atau filsafat hidup tertentu?

b. Identity Foreclosure

1) Apakah anda terlibat aktif di dalam kegiatan menggereja?

2) Apakah iman Katolik anda merupakan bagian penting di dalam hidup?

3) Apakah anda merasakan ada banyak keraguan atau konflik tentang

kepercayaan saat ini?

4) Apa yang anda lakukan saat memiliki pertanyaan semacam perasaan

skeptic (kurang percaya) terhadap beberapa persoalan? Apakah anda

mencoba menyelesaikannya?

5) Jika anda memiliki anak, bagaimana anda akan mendidik mereka?

c. Identity Moratorium

1) Apakah menurut anda, ide/gagasan anda akan terus berubah?

2) Seperti apa anda menggambarkan keyakinan spiritual anda?

86

James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”

dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 222-

231.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3) Kapan anda mulai memikirkan keyakinan spiritual atau mengambil sistem

kepercayaan tersebut?

4) Apakah anda merasa sudah yakin dengan posisi anda sekarang, ataukah

masih ada kemungkinan untuk mencari, kemudian mengambil sistem

kepercayaan yang baru?

d. Identity Achievement

1) Apakah pernah ada saat di mana anda meragukan atau mempertanyakan

keyakina religius anda?

2) Bagaimana anda menyelesaikan personalan tersebut?

3.4.4 Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan uji coba alat ukur

penelitian untuk melihat validitas dan reliabilitas dari alat ukur yang akan

digunakan pada penelitian yang sesungguhnya.

3.4.4.1 Validitas Instrumen

Sebuah instrumen disebut valid apabila instrumen itu tepat sasaran dan

mampu mengukur apa yang hendak diukur dan dapat mengungkapkan data dari

variabel-variabel yang diteliti secara tepat.87

Tinggi rendahnya validitas instrumen

87

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 168.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menunjukkan sejauh mana data yang dikumpulkan tidak menyimpang dari

gambaran tentang variabel yang dimaksud. Instrument yang realibel adalah

instrument yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama,

akan menghasilkan data yang sama.88

Valid tidaknya suatu butir instrumen dilihat

dari besarnya harga rhitung dan besarnya rtabel pada taraf nyata α = 0,05 (5%). Jika

rhitung > rtabel, maka butir instrumen dinyatakan valid, dan apabila rhitung < rtabel,

maka butir instrumen dinyatakan tidak valid. Perhitungan dalam penelitian ini

menggunakan bantuan program SPSS for Windows 18. Seleksi aitem dilakukan

untuk melihat kualitas dari item-item yang ada dalam skala. Seleksi item

dilakukan dengan memilih iten berdasarkan korelasi aitem total.

a. Data Uji Validitas Dimensi Misteri Allah89

Tabel 3.6

Output Uji Validitas Dimensi Misteri Allah

No Item Nilai Pearson Correlation 1 1a .703

**

2 1b .724**

3 1c .735**

4 1d .558**

5 2a .678**

6 2b .687**

7 2c .715**

8 2d .575**

9 3a .506**

10 3b .209

11 3c .761**

12 3d .467**

13 4a .755**

14 4b .575**

15 4c .358

88

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 168. 89

Lihat Lampiran 3, (Tabel 3.1; Tabel 3.2; Tabel 3.3; Tabel 3.4; Tabel 3.5).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16 4d .570**

17 5a .318

18 5b .830**

19 5c .238

20 5d .671**

Ket: **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Secara keseluruhan didapat 16 item (item 1a, 1b, 1c, 1d, 2a, 2b, 2c, 2d, 3a, 3c, 3d,

4a, 4b, 4d, 5b, dan 5d) yang dinyatakan valid dari 20 item, 4 item yang lolos

seleksi untuk indikator ‘tanpa ikatan Allah beserta kita’, 4 item yang lolos seleksi

untuk indikator ‘Karya Penciptaan dan Karya Penyelamatan’, 3 item yang lolos

seleksi untuk indikator ‘Allah Tritunggal’, 3 item yang lolos seleksi untuk

indikator ‘Iman dan Wahyu’, dan 2 item yang lolos seleksi untuk indikator

‘Dinamika rumusan iman’. Maka, keenambelas item tersebut akan penulis

gunakan dalam penelitian.

b. Data Uji Validitas Dimensi Identitas Religius90

Tabel 3.7

Data Uji Validitas Dimensi Identitas Religius

No Item Nilai

Pearson Correlation

No Item

Nilai

Pearson Correlation

1 Item 1 .133 33 Item 33 .751**

2 Item 2 .116 34 Item 34 .719**

3 Item 3 .580**

35 Item 35 .704**

4 Item 4 .505**

36 Item 36 .529**

5 Item 5 .015 37 Item 37 .264

6 Item 6 .179 38 Item 38 .602**

7 Item 7 .621**

39 Item 39 .604**

90

Lihat. Lampiran 3, (Tabel 3.6; Tabel 3.7; Tabel 3.8; Tabel 3.9; Tabel 3.10; Tabel 3.11; Tabel

3.12; Tabel 3.13).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

8 Item 8 .451* 40 Item 40 .434

*

9 Item 9 .653**

41 Item 41 .669**

10 Item 10 .583**

42 Item 42 .590**

11 Item 11 .484**

43 Item 43 .429*

12 Item 12 .386* 44 Item 44 .421

*

13 Item 13 .353 45 Item 45 .721**

14 Item 14 .627**

46 Item 46 .494**

15 Item 15 .300 47 Item 47 .761**

16 Item 16 .558**

48 Item 48 .809**

17 Item 17 .549**

49 Item 49 .838**

18 Item 18 .614**

50 Item 50 .669**

19 Item 19 -.014 51 Item 51 .658**

20 Item 20 .502**

52 Item 52 .716**

21 Item 21 .722**

53 Item 53 .760**

22 Item 22 .339 54 Item 54 .708**

23 Item 23 .565**

55 Item 55 .760**

24 Item 24 .697**

56 Item 56 .679**

25 Item 25 .549**

57 Item 57 .568**

26 Item 26 .614**

58 Item 58 .769**

27 Item 27 -.014 59 Item 59 .422*

28 Item 28 .502**

60 Item 60 .697**

29 Item 29 .722**

61 Item 61 .359

30 Item 30 .339 62 Item 62 .542**

31 Item 31 .565**

63 Item 63 .613**

32 Item 32 .697**

64 Item 64 .296

Ket: **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Keputusan uji validitas adalah secara keseluruhan di dapat 51 item (item 3, 4,7, 8,

9, 10, 11, 12, 14, 16, 17, 18, 20, 21, 23, 24, 25, 26, 28, 29, 31, 32, 33, 34, 35, 36,

38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59,

60, 62, dan item 63) dari 64 item yang dinyatakan valid. Pada dimensi eksplorasi

terdapat: 4 item yang lolos seleksi untuk indikator ‘pengalaman religius atau

iman’, 6 item yang lolos seleksi untuk indikator ‘agama’, 6 item yang lolos

seleksi untuk indikator ‘filsafat agama’, 6 item yang lolos seleksi untuk indikator

‘teologi’. Pada dimensi komitmen terdapat: 7 item yang lolos seleksi untuk

indikator ‘pengalaman religius atau iman’, 8 item yang lolos seleksi untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

indikator ‘agama’, 8 item yang lolos seleksi untuk indikator ‘filsafat agama’, 6

item yang lolos seleksi untuk indikator ‘teologi’. Maka kelima puluh satu item

tersebut akan penulis gunakan dalam penelitian.

3.4.4.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas berarti kehandalan atau keajegan suatu alat ukur. Suatu

instrumen disebut reliabel apabila instrumens tersebut menghasilkan sesuatu yang

konsisten, tidak berubah-ubah, relatif sama setiap kali digunakan. Pengujian

reliabilitas bertujuan memperoleh instrumen yang benar-benar dapat dipercaya

atau handal. Uji reliabilitas dilakukan setelah uji validitas sehingga hanya butir

instrumen yang valid saja yang akan diuji. Reliabel tidaknya suatu butir instrumen

tergantung dari besarnya harga rhitung dan rtabel pada taraf nyata = ≥ 0,05. Jika

rhitung > rtabel, maka butir instrumen dinyatakan reliabel, dan jika rhitung < rtabel,

maka butir instrumen dinyatakan tidak reliabel.

Tinggi rendahnya realibilitas, secara empirik ditunjukkan oleh suatu angka

yang disebut nilai koefisien reliabilitas. Reliabilitas yang tinggi ditunjukan dengan

nilai rxx mendekati angka 1. Kesepakatan secara umum reliabilitas yang dianggap

sudah cukup memuaskan jika ≥ 0.700. Pengujian reliabilitas instrumen dengan

menggunakan rumus Alpha Cronbach karena instrumen penelitian ini berbentuk

angket dan skala bertingkat. Jika nilai alpha > 0.7 artinya reliabilitas mencukupi

(sufficient reliability) sementara jika alpha > 0.80 ini mensugestikan seluruh item

reliabel dan seluruh tes secara konsisten memiliki reliabilitas yang kuat. Atau, ada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pula yang memaknakannya sebagai berikut: Jika alpha > 0.90 maka reliabilitas

sempurna. Jika alpha antara 0.70 – 0.90 maka reliabilitas tinggi. Jika alpha 0.50 –

0.70 maka reliabilitas moderat. Jika alpha < 0.50 maka reliabilitas rendah.91

Jika

alpha rendah, kemungkinan satu atau beberapa item tidak reliabel.

a) Data Uji Realibilitas Misteri Penyingkapan Ilahi Allah bagi Manusia

Perhitungan dalam penelitian ini dibantu dengan menggunakan SPSS Versi

18 for windows dan didapat output nilai Alpha Cronbach sebesar 0.504, maka

reliabilitas moderat.92

Tabel 3.8

Data Uji Realibilitas

Dimensi Misteri Penyingkapan Ilahi Allah bagi Manusia

Item Cronbach's Alpha if

Item Deleted item1a .417

item1b .502

item1c .505

item1d .432

item2a .445

item2b .461

item2c .437

item2d .545

item3a .449

item3c .504

item3d .572

item4a .433

item4b .491

item4d .483

item5b .546

item5d .524

91

Perry Roy Hilton and Charlotte Brownlow, SPSS Explained, East Sussex, Routledge 2004,

364. 92

Lihat Lampiran 3. Tabel 3.14

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Reliabel tidaknya suatu butir instrumen tergantung dari besarnya harga

rhitung dan rtabel pada taraf nyata = ≥ 0,05. Dasar pengambilan keputusan alpha >

rtabel = konsisten. Maka didapat 0,504 > 0,316; sehingga keputusan uji relialibilitas

adalah semua butir instrumen realiabel atau konsisten dalam mengukur subjek

(responden).

b) Data Uji Realibilitas Identitas Religius tentang Paham Allah93

Perhitungan dalam penelitian ini dibantu dengan menggunakan SPSS Versi

18 for windows dan didapat angka Alpha Cronbach sebesar 0,936.

Tabel 3.9

Data Uji Realibilitas Identitas Religius

Item Cronbach's Alpha if

Item Deleted Item

Cronbach's Alpha

if Item Deleted

Item 1 .937 Item 27 .934

Item 2 .940 Item 28 .934

Item 3 .937 Item 29 .936

Item 4 .935 Item 30 .933

Item 5 .935 Item 31 .934

Item 6 .934 Item 32 .934

Item 7 .935 Item 33 .937

Item 8 .938 Item 34 .933

Item 9 .934 Item 35 .937

Item 10 .937 Item 36 .933

Item 11 .935 Item 37 .933

Item 12 .936 Item 38 .932

Item 13 .934 Item 39 .934

Item 14 .934 Item 40 .935

Item 15 .935 Item 41 .934

Item 16 .935 Item 42 .933

Item 17 .934 Item 43 .933

Item 18 .936 Item 44 .934

93

Lihat Lampiran 3. Tabel 3.16

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Item 19 .936 Item 45 .934

Item 20 .938 Item 46 .934

Item 21 .935 Item 47 .933

Item 22 .936 Item 48 .935

Item 23 .933 Item 49 .934

Item 24 .934 Item 50 .934

Item 25 .934 Item 51 .934

Item 26 .936

Reliabel tidaknya suatu butir instrumen tergantung dari besarnya harga

rhitung dan rtabel pada taraf nyata = ≥ 0,05. Dasar pengambilan keputusan alpha >

rtabel = konsisten. Maka didapat 0,936 > 0,339; sehingga keputusan uji relialibilitas

adalah semua butir instrumen realiabel atau konsisten dalam mengukur subjek

(responden).

3.5 Data Penelitian

Penelitian kuantitatif dilakukan dengan metode kuesioner setelah

dilakukan uji validitas dan realibilitas terhadap 30 responden. Uji coba alat ukur

dilakukan pada tanggal 15-22 Oktober 2017 di Univertitas Gadjah Mada dan

Universitas Negeri Yogyakarta. Alat ukur penelitian diuji cobakan pada kelompok

uji coba yang memiliki karakteristik yang sama dengan kelompok responden yang

akan digunakan pada penelitian sesungguhnya. Responden dalam uji coba alat

ukur ini sebanyak 30 responden, yang terdiri dari mahasiswa aktif, beragama

Katolik, semua sudah memenuhi kriteria batasan usia sebagai remaja akhir yang

berkisar antara 18-22 tahun. Usia responden diketahui dari hasil pengisian

identitas yang dituliskan responden pada saat uji coba.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pengisian skala dilakukan langsung oleh masing-masing responden baik

yang berada di lingungan kampus, maupun lingkungan tempat tinggal masing-

masing responden. Skala yang sudah selesai diisi langsung dikumpulkan kembali

kepada beberapa teman peneliti sesuai dengan jumlah yang telah dibagikan.

Kuesioner94

tersebut telah dibagikan kepada 100 responden, dengan

perincian: 50 responden dari mahasiswa/i UGM, dan 50 responden dari

mahasiswa/i UNY. Peneliti menambahkan 5 orang sebagai cadangan bila ada

responden yang tidak mengembalikan secara lengkap. Dalam realita, Data

demografi responden dapat dilihat pada tabel 3.10.

Tabel 3.10

Deskripsi Usia Responden Penelitian

Usia Jumlah Presentase (%)

18 tahun 17 17%

19 tahun 30 30%

20 tahun 37 37%

21 tahun 7 7%

22 tahun 9 9%

Jumlah 100 100%

Proses pengumpulan data kuantitatif dilakukan pada setiap pertemuan

KMK/IKMK baik untuk di UGM maupun UNY. Pembagian kuesioner antara

tanggal 27 Oktober hingga 10 Novemver 2018. Dari 105 angket yang dibagikan

terkumpul sejumlah 102 angket. Ada 7 kuesioner tidak memiliki kelengkapan

data, namun peneliti mencoba menghubungi responden kembali guna

94

Lihat Lampiran 2.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mengklarivikasi data kuesioner hingga mencapai data yang diinginkan. Semua

hasil penelitian terlampir bersama dengan tulisan ini.

Adapun data kuesioner disajikan sebagai berikut:

Tabel 3.11

Kisi-Kisi Misteri Penyingkapan Ilahi Allah bagi Manusia

Table 3.12

Kisi-Kisi Identitas Religius tentang Paham Allah

No Variable Indikator Nomor Item Sumber Data

1 Misteri Allah

1. Tanpa ikatan Allah beserta kita 1 a, b, c, d Mahasiswa/i

2. Karya Penciptaan dan Karya

Penyelamatan 2 a, b, c, d Mahasiswa/i

3. Allah Tritunggal 3 a, c, d Mahasiswa/i

4. Iman dan Wahyu 4 a, b, d Mahasiswa/i

5. Dinamika rumusan iman 5 b, d Mahasiswa/i

No Variable Sub

Variabel Dimensi Indikator

Nomor

Item

Sumber

Data

1 Status

Identitas

Achieve

Moratorium

Foreclosure

Diffuse

Eksplorasi

1. Pengalaman

Religius/Iman 1, 2, 3, 4 Mahasiswa/i

2. Agama 5, 6, 7, 8,

9, 10 Mahasiswa/i

3. Filsafat Agama 11, 12, 13,

14, 15, 16 Mahasiswa/i

4. Teologi 17, 18, 19,

20, 21, 22

Mahasiswa/i

Komitment

1. Pengalaman

Religius/Iman

23, 24, 25,

26, 27, 28,

29

Mahasiswa/i

2. Agama 30, 31, 32,

33, 34, 35,

36, 37

Mahasiswa/i

3. Filsafat Agama 38, 39, 40,

41, 42, 43,

44, 45

Mahasiswa/i

4. Teologi 46, 47, 48,

49, 50, 51

Mahasiswa/i

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kemudian, penelitian kualitatif dilakukan dengan metode wawancara

mendalam (Depth Interview) dilakukan penulis pada keempat identitas

perkembangan religius (Achieve, Moratorium, Foreclosure, Diffuse) dengan

mengambil sampel informan masing-masing satu dari tiap-tiap universitas.

Adapun data informan disajikan sebagai berikut:

Tabel 3.13

Daftar Informan dalam Penelitian Kualitatif

No Identitas Identitas Informan

1 Achieve Yohanes Chandra (20 tahun), Universitas Negeri Yogyakarta

Cp: 081287516432

Veronika Asih (20 tahun), Universitas Negeri Yogyakarta

Cp: 081578753787

2 Moratorium Adyatmaka Jati (22 tahun), Universitas Negeri Yogyakarta

Cp: 085642086536

3 Foreclosure Theresia Sekar Wening (19 tahun), Universitas Gadjah Mada

Cp: 081226615536

Ibnu Cahyo Susanto (22 tahun), Universitas Negeri Yogyakarta

Cp: 085740165580

5 Diffuse Intan Suryani (22 tahun), Universitas Negeri Yogyakarta

CP:085602084140

Nara sumber dari warancara ini diambil secara acak dari setiap tingkat identity.

Wawancara ini digunakan untuk memperoleh data yang lebih mendalam dari

naras umber, bukan untuk mengeneralisasi pada setiap identity. Wawancara

dilakukan di beberapa tempat warung makan pada awal bulan Oktober hingga

pertengahan bulan November 2017. Hal ini dilakukan agar informan tidak merasa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tegang. Untuk wawancara mendalam terdapat beberapa pertanyaan pokok dan

beberapa pertanyaan pengembangan,95

seperti telah disebutkan pada sub bab No

3.3.3.3 Instrumen Data Kualitatif.

3.6 ANALISIS DATA

3.6.1 Analisis Data Kuantitatif

Bagian ini adalah hasil dari olah data kuantitatif yang dikumpulkan

melalui angket. Penyajian data ini merupakan langkah terakhir dari metode

kuantitatif. Penyajian data meliputi deskripsi data kuantitatif nilai dari setiap

variabel, setiap indikator, bahkan butir instrument. Dengan demikian nilai setiap

variabel, setiap indikator dan setiap butir instrument dapat diketahui.

3.6.1.1 Data Kuantitatif Misteri Penyingkapan Ilahi Allah

Perhitungan dalam penelitian ini dibantu dengan menggunakan SPSS Versi

18 for windows.

95

Lihat Sub Bab 3.3.3.3 Instrumen Data Kualitatif, 85-87.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

a. Data Indikator Tanpa Ikatan Allah Beserta Kita96

Tabel 3.14

Indikator Tanpa Ikatan Allah Beserta Kita

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid 6 1 1.0 1.0 1.0

7 2 2.0 2.0 3.0

8 7 7.0 7.0 10.0

9 9 9.0 9.0 19.0

10 16 16.0 16.0 35.0

11 29 29.0 29.0 64.0

12 25 25.0 25.0 89.0

13 9 9.0 9.0 98.0

14 1 1.0 1.0 99.0

15 1 1.0 1.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator tanpa ikatan Allah

beserta kita sebesar 12. Nilai percentiles 25 adalah 10, Nilai percentiles 50 adalah

11, dan Nilai percentiles 75 adalah 12, maka penulis memberikan koding <25%

adalah rendah; 25%-75% adalah sedang; dan >75% adalah tinggi. Maka akan

diperoleh sebanyak 19 responden (19%) dinyatakan memiliki pemahaman rendah,

sebanyak 70 responden (70%) dinyatakan memiliki pemahaman sedang, dan

sebanyak 11 responden (11%) dinyatakan memiliki pemahaman yang tinggi

perihal misteri Ilahi tanpa ikatan Allah beserta kita. Hal ini berarti sebagian besar

dari responden memiliki pemahaman akan misteri Ilahi tanpa ikatan Allah beserta

kita adalah sedang. Hal ini dipertegas dengan pertanyaan “saya binggung ketika

menjelaskan pertanyaan apakah Yesus itu sungguh Allah”, dari lampiran 3, tabel

3.16.a diperlihatkan bahwa sebanyak 31 responden (39%) menyatakan sedang,

96

Lihat Lampiran 3, Tabel 3.16

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dan 59 responden (59%) menyatakan tinggi akan tanggapan pertanyaan tersebut.

Kaum remaja akhir masih kebingungan dalam menjelaskan Tuhan, Anak tunggal,

diakui dalam dua kodrat tak tercampur, tak berubah, tak terbagi. Mereka

kebingungan menjelaskan dalam Kristus ditolak segala identitas antara keallahan

dan kemanusiaan. Allah tetap Allah, dan manusia tetap makhluk ciptaan. Kristus

bukan Allah-manusia dalam arti setengah Allah, setengah manusia. Karena Allah

sungguh sempurna dalam diri sendiri, tanpa ikatan apa pun dengan yang bukan

ilahi, namun sungguh mewahyukan diri menjadi Allah beserta kita.

b. Data Kuantitatif Nilai dari Indikator Karya Penciptaan dan Karya

Penyelamatan97

Tabel 3.15

Indikator Karya Penciptaan dan Karya Penyelamatan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 7 1 1.0 1.0 1.0

8 2 2.0 2.0 3.0

9 2 2.0 2.0 5.0

11 14 14.0 14.0 19.0

12 14 14.0 14.0 33.0

13 21 21.0 21.0 54.0

14 24 24.0 24.0 78.0

15 10 10.0 10.0 88.0

16 12 12.0 12.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator karya penciptaan

dan karya penyelamatan sebesar 13. Nilai percentiles 25 adalah 12, Nilai

percentiles 50 adalah 13, dan Nilai percentiles 75 adalah 14, maka penulis

97

Lihat Lampiran 3, Tabel 3.17.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

memberikan koding <25% adalah rendah; 25%-75% adalah sedang; dan >75%

adalah tinggi. Maka akan diperoleh sebanyak 19 responden (19%) dinyatakan

memiliki pemahaman rendah, sebanyak 59 responden (59%) dinyatakan memiliki

pemahaman sedang, dan sebanyak 22 responden (22%) dinyatakan memiliki

pemahaman yang tinggi perihal karya penciptaan dan karya penyelamatan. Hal ini

berarti lebih dari setengah jumlah responden memiliki pemahaman akan misteri

Ilahi karya penciptaan dan karya penyelamatan adalah sedang. Apabila kita

melihat hasil penelitan yang disebutkan dalam lampiran 3, pada Tabel 3.17.a;

3.17.b; 3.17.c; 3.17.d, kita dapat melihat sebagian besar remaja akhir memahami

dengan baik apa yang menjadi pertanyaan dalam indikator karya penciptaan dan

karya penyelamatan. Kaum remaja akhir menyadari bahwa dirinya bergantung

seluruhnya dari Allah sebagai sumber segala hidup. Kaum remaja terbuka untuk

segala-galanya, cita-citanya mencakup dunia seluruhnya; tetapi mereka sadar akan

kemampuannya yang terbatas. Kaum remaja sadar bahwa mereka tidak berkuasa

atas hidupnya sendiri. Dalam keadaan itu, kaum remaja mengarah untuk

menerimanya sebagai anugerah dan dengan demikian secara implisit mengakui

Sang Pemberi segala dasar hidupnya. Pertemuan Allah dengan manusia

berpangkal pada Kristus, dan berdasar pada Kristus. Penciptaan Kristus tidak

hanya sama dengan pemberian diri Allah, tetapi merupakan dasar dan awal

pemberian diri Allah kepada manusia semua.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

c. Data Kuantitatif Nilai dari Indikator Allah Tritunggal98

Tabel 3.16

Allah Tritunggal

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 4 1 1.0 1.0 1.0

5 5 5.0 5.0 6.0

6 10 10.0 10.0 16.0

7 32 32.0 32.0 48.0

8 22 22.0 22.0 70.0

9 19 19.0 19.0 89.0

10 7 7.0 7.0 96.0

11 1 1.0 1.0 97.0

12 3 3.0 3.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator Allah Tritunggal

sebesar 8. Nilai percentiles 25 adalah 7, Nilai percentiles 50 adalah 9, dan Nilai

percentiles 75 adalah 9, maka penulis memberikan koding <25% adalah rendah;

25%-75% adalah sedang; dan >75% adalah tinggi. Maka akan diperoleh sebanyak

16 responden (16%) dinyatakan memiliki pemahaman rendah, sebanyak 73

responden (73%) dinyatakan memiliki pemahaman sedang, dan sebanyak 11

responden (11%) dinyatakan memiliki pemahaman yang tinggi perihal Allah

Tritunggal. Hal ini berarti lebih dari 70 responden memiliki pemahaman akan

Allah Tritunggal adalah sedang. Remaja akhir belum paham mengenai teologi

Trinitas99

. Remaja akhir belum berkomitmen menempatkan wahyu dalam

98

Lihat Lampiran 3, Tabel 3.18 99

Lihat Lampiran 3. Tabel 3.18.a Kadang saya berpikir mungkin Allah itu ada tiga, yaitu:

Bapa, Putra dan Roh Kudus. Bukannya Allah itu Esa. Dari hasil didapatkan sebanyak 31

responden (31%) dinyatakan sedang; 45 responden (45%) dinyatakan tinggi, dan sebanyak 18

responden (18%) dinyatakan sangat tinggi. Begitu juga pada Tabel 3.18.c Saya tidak paham akan

ajaran iman Katolik perihal Paham Allah, tetapi saya percaya Yesus adalah satu-satunya jalan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

keseluruhan iman Kristiani, serta mengeksplorasi akan arti wahyu yang adalah

pusat ajaran Kristiani.

d. Data Kuantitatif Nilai dari Indikator Iman dan Wahyu100

Tabel 3.17

Iman dan Wahyu

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 7 5 5.0 5.0 5.0

8 8 8.0 8.0 13.0

9 42 42.0 42.0 55.0

10 26 26.0 26.0 81.0

11 14 14.0 14.0 95.0

12 5 5.0 5.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator Iman dan Wahyu

sebesar 9. Nilai percentiles 25 adalah 9, Nilai percentiles 50 adalah 9, dan Nilai

percentiles 75 adalah 10, maka penulis memberikan koding <25% adalah rendah;

25%-75% adalah sedang; dan >75% adalah tinggi. Maka akan diperoleh sebanyak

13 responden (13%) dinyatakan memiliki pemahaman yang rendah, sebanyak 68

responden (68%) dinyatakan memiliki pemahaman yang sedang, dan sebanyak 19

responden (19%) dinyatakan memiliki pemahaman yang tinggi perihal iman dan

wahyu. Hal ini berarti lebih dari setengah jumlah responden memiliki pemahaman

akan iman dan wahyu yang sedang. Namun, apabila kita memperhatikan unsur-

unsur pertanyaan dalam indikator iman dan wahyu, seperti pada Tabel 3.19.a;

keselamatan didapatkan sebanyak 52 responden (52%) dinyatakan sedang, dan 39 responden

(39%) dinyatakan tinggi. Teologi Trinitas mengembangkan paham dan pengertian dalam bentuk

syahadat; dan juga menempatkan wahyu itu dalam keseluruhan iman Kristiani, serta

memperlihatkan bagaimana arti wahyu yang adalah pusat ajaran. Tom Jacobs, Imanuel, 251. 100

Lihat Lampiran 3. Tabel 3.19

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3.19.b; 3.19.c diperlihatkan sebagain besar dari responden berada pada tingkat

Tinggi dan Sangat Tinggi. Kaum remaja mengerti apa yang menjadi pembedaan

antara Allah dan manusia yang tidak hanya menyangkut wahyu, sebagai proses

hubungan Allah dan manusia dalam karya penciptaan dan penyelamatan, namun

juga menyangkut masalah iman dari pihak manusia.

e. Data Kuantitatif Nilai dari Indikator Dinamika Rumusan Iman101

Tabel 3.18

Dinamika Rumusan Iman

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 4 3 3.0 3.0 3.0

5 14 14.0 14.0 17.0

6 32 32.0 32.0 49.0

7 36 36.0 36.0 85.0

8 15 15.0 15.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator dinamika rumusan

iman sebesar 7. Nilai percentiles 25 adalah 6, Nilai percentiles 50 adalah 7, dan

Nilai percentiles 75 adalah 7, maka penulis memberikan koding <25% adalah

rendah; 25%-75% adalah sedang; dan >75% adalah tinggi. Maka akan diperoleh

sebanyak 17 responden (17%) dinyatakan memiliki dinamika rumusan iman

rendah, sebanyak 68 responden (68%) dinyatakan memiliki dinamika rumusan

iman sedang, dan sebanyak 15 responden (15%) dinyatakan memiliki dinamika

rumusan iman yang tinggi. Hal ini berarti lebih dari setengah jumlah responden

memiliki dinamika rumusan iman adalah sedang. Bagi kaum remaja, misteri Allah

101

Lihat Lampiran 3, Tabel 3.21

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tidak pernah dapat ditangkap secara tuntas dalam bahasa manusia, jangan lagi

dalam istilah-istilah tertentu.102

Dan mereka kesulitan dengan tradisi kristologis

yang adalah istilah-istilah dogmatis yang makin mengaburkan arti iman yang

sesungguhnya.

f. Data Kuantitatif Nilai dari Variabel Misteri Allah103

Tabel 3.19

Misteri Allah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 34 1 1.0 1.0 1.0

36 1 1.0 1.0 2.0

38 2 2.0 2.0 4.0

40 1 1.0 1.0 5.0

41 3 3.0 3.0 8.0

42 2 2.0 2.0 10.0

43 7 7.0 7.0 17.0

44 2 2.0 2.0 19.0

45 8 8.0 8.0 27.0

46 10 10.0 10.0 37.0

47 11 11.0 11.0 48.0

48 7 7.0 7.0 55.0

49 9 9.0 9.0 64.0

50 12 12.0 12.0 76.0

51 5 5.0 5.0 81.0

52 4 4.0 4.0 85.0

53 7 7.0 7.0 92.0

54 4 4.0 4.0 96.0

55 1 1.0 1.0 97.0

56 2 2.0 2.0 99.0

57 1 1.0 1.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

102

Lihat Lampiran 3, Tabel 3.20.b dinyatakan sebanyak 29 responden (29%) sependapat Allah

itu adalah cinta kasih dan sebanyak 68 responden (68%) menyatakan sangat sependapat bahwa

Allah adalah cinta kasih. “Allah itu cinta kasih” adalah pernyataan dasarial Alkitab mengenai

Allah yang terjalin dalam semua tulisannya. Tom Jacobs, Imanuel, 260. 103

Lihat Lampiran 3, Tabel 3.21

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator Misteri Allah

sebesar 48. Nilai percentiles 25 adalah 45, Nilai percentiles 50 adalah 48, dan

Nilai percentiles 75 adalah 50, maka penulis memberikan koding <25% adalah

rendah; 25%-75% adalah sedang; dan >75% adalah tinggi. Maka akan diperoleh

sebanyak 19 responden (19%) dinyatakan memiliki pemahaman rendah, sebanyak

57 responden (57%) dinyatakan memiliki pemahaman sedang, dan sebanyak 24

responden (24%) dinyatakan memiliki pemahaman yang tinggi. Hal ini berarti

lebih dari setengah jumlah responden memiliki pemahaman akan misteri Allah

adalah sedang.

Penulis menggunakan gagasan Tom Jacobs perihal misteri Allah104

, dalam

menganalisis pemahaman kaum remaja akan misteri Allah. Dalam konteks

pembahasan iman bagi remaja akhir ditempatkan kerangka pewahyuan diri Allah.

Remaja akhir seringkali melihat Allah dalam konteks “masuk akal atau tidak”.

Padahal, kata ‘Allah’ memiliki pengertian yang lebih luas daripada sekadar

dipahami secara rasional. Rasio tidak cukup untuk memahami Allah. Manusia

membutuhkan keterarahan fundamentalnya kepada Nan Mutlak, dan aneka tradisi

religius mengenai perjumpaan manusia dengan Allah guna mengalami eksisten

Allah.

104

Tom Jacobs, Imanuel, 243-260.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3.6.1.2 Data Kuantitatif Identitas Religius tentang Paham Allah

a. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Eksplorasi, dengan Indikator

Pengalaman Religius/Iman105

Tabel 3.20

Eksplorasi Pengalaman Religius/Iman

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 6 1 1.0 1.0 1.0

7 4 4.0 4.0 5.0

8 8 8.0 8.0 13.0

9 18 18.0 18.0 31.0

10 25 25.0 25.0 56.0

11 14 14.0 14.0 70.0

12 15 15.0 15.0 85.0

13 8 8.0 8.0 93.0

14 6 6.0 6.0 99.0

16 1 1.0 1.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator eksplorasi

Pengalaman Religius/Iman sebesar 10. Nilai percentiles 25 adalah 9, Nilai

percentiles 50 adalah 10, dan Nilai percentiles 75 adalah 12, maka penulis

memberikan koding <25% adalah rendah; 25%-75% adalah sedang; dan >75%

adalah tinggi. Maka akan diperoleh sebanyak 13 responden (13%) dinyatakan

memiliki tingkat eksplorasi pengalaman religius rendah, sebanyak 72 responden

(72%) dinyatakan memiliki tingkat eksplorasi pengalaman religius sedang, dan

sebanyak 15 responden (15%) dinyatakan memiliki tingkat eksplorasi pengalaman

religius yang tinggi. Hal ini berarti lebih dari 70 responden memiliki tingkat

105

Lihat Lampiran 3. Tabel 3.22

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

eksplorasi akan pengalaman religius adalah sedang. Responden sadar akan sebuah

pengalaman keterarahan. Meskipun, para responden terkadang mengalami

keterarahannya kepada tujuan hidupnya, yang tidak pernah diketahui secara tuntas

melainkan selalu menunjuk kepada yang lebih tinggi, dan jauh lagi. Hal ini

ditunjukkan dalam Tabel 3.22.3, disebutkan bahwa sebanyak 69 responden (69%)

merasa binggung, ketika responden menderita, responden merasa Allah diam saja

dan tidak membantu. Dengan pengalaman keterarahan dan kerinduan dari

responden (yang sangat real) dapat disebut pengalaman akan Misteri Allah. Di

antara banyak tujuan dan kegiatan yang dilakukan, remaja akhirnya mempunyai

keterarahan fundamental yang menggerakkan segala kegiatan yang konkret.

b. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Eksplorasi, dengan Indikator

Agama106

Tabel 3.21

Eksplorasi Agama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 11 1 1.0 1.0 1.0

13 1 1.0 1.0 2.0

14 2 2.0 2.0 4.0

15 6 6.0 6.0 10.0

16 6 6.0 6.0 16.0

17 14 14.0 14.0 30.0

18 29 29.0 29.0 59.0

19 6 6.0 6.0 65.0

20 15 15.0 15.0 80.0

21 11 11.0 11.0 91.0

22 5 5.0 5.0 96.0

23 4 4.0 4.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

106

Lihat Lampiran 3. Tabel 3.23

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator eksplorasi Agama

sebesar 18. Nilai percentiles 25 adalah 17, Nilai percentiles 50 adalah 18, dan

Nilai percentiles 75 adalah 20, maka penulis memberikan koding <25% adalah

rendah; 25%-75% adalah sedang; dan >75% adalah tinggi. Maka akan diperoleh

sebanyak 16 responden (16%) dinyatakan memiliki tingkat eksplorasi agama

rendah, sebanyak 64 responden (64%) dinyatakan memiliki tingkat eksplorasi

agama sedang, dan sebanyak 20 responden (20%) dinyatakan memiliki tingkat

eksplorasi agama yang tinggi. Hal ini berarti setengah jumlah dari responden

memiliki tingkat eksplorasi akan agama adalah sedang.

Dalam kesadaran beragama dari setiap responden akan menimbulkan

pemahaman mengenai religiusitas, dan itu dapat diartikan “suatu” paham Allah.

Selanjutnya proses penyadaran itu tidak hanya bersifat kognitif tetapi juga bersifat

afektif,107

dan paham Allah yang terbentuk berdasarkan proses sosial dari setiap

responden, yakni menurut struktur aku-engkau.108

Jadi sesuatu sepanjang

ditangkap pancaindra remaja dan di ambil kesimpulannya oleh daya tangkap

konstruksi pikirannya yang terbatas.109

107

Bdk. Lampiran 3, Tabel 3.23.3 108

Bdk. Lampiran 3, Tabel 3.23.5 109

Bdk. “Jika manusia berani mengaku keterbukaannya sebagai pengharapan dan kerinduan

berarti ia mempunyai pengetahuan yang baru (pemahaman akan misteri). Tom Jacobs, Paham

Allah, 215.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

c. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Eksplorasi, dengan Indikator Filsafat

Agama110

Tabel 3.22

Eksplorasi Filsafat Agama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 10 1 1.0 1.0 1.0

11 1 1.0 1.0 2.0

15 2 2.0 2.0 4.0

16 3 3.0 3.0 7.0

17 11 11.0 11.0 18.0

18 22 22.0 22.0 40.0

19 18 18.0 18.0 58.0

20 15 15.0 15.0 73.0

21 11 11.0 11.0 84.0

22 9 9.0 9.0 93.0

23 3 3.0 3.0 96.0

24 4 4.0 4.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator eksplorasi Filsafat

Agama sebesar 19. Nilai percentiles 25 adalah 18, Nilai percentiles 50 adalah 19,

dan Nilai percentiles 75 adalah 21, maka penulis memberikan koding <25%

adalah sedang; 25%-75% adalah tinggi; dan >75% adalah sangat tinggi. Maka

akan diperoleh sebanyak 18 responden (18%) dinyatakan memiliki tingkat

eksplorasi filsafat agama sedang, sebanyak 66 responden (66%) dinyatakan

memiliki tingkat eksplorasi filsafat agama tinggi, dan sebanyak 16 responden

(16%) dinyatakan memiliki tingkat eksplorasi filsafat agama yang sangat tinggi.

Dalam hasil pengolahan data dimensi komitmen, dengan indikator filsafat

110

Lihat. Lampiran 3, Tabel 3.24

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Agama,111

sebagian besar responden dinyatakan memiliki kevalidan tinggi pada

setiap pertanyaan. Hal ini bagi penulis menunjukkan bahwa: responden dalam

berfilsafat agama mempunyai ciri khas yaitu secara kritis merefleksikan kegiatan

religius serta tindakan yang khas manusiawi. Jelasnya, beriman dalam sikap dan

karya dalam konteks situasi dan kondisi konkret kini dan hari depan. Bukan

karena Tuhan berubah, melainkan manusialah yang berubah. Hal ini menunjukkan

bahwa remaja dalam beragama juga terdapat unsur-unsur yang tidak terjangkau

oleh pemikiran manusia.

d. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Eksplorasi, dengan Indikator

Teologi112

Tabel 3.23

Eksplorasi Teologi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 11 1 1.0 1.0 1.0

12 2 2.0 2.0 3.0

13 1 1.0 1.0 4.0

14 7 7.0 7.0 11.0

15 10 10.0 10.0 21.0

16 9 9.0 9.0 30.0

17 18 18.0 18.0 48.0

18 26 26.0 26.0 74.0

19 13 13.0 13.0 87.0

20 8 8.0 8.0 95.0

21 3 3.0 3.0 98.0

22 1 1.0 1.0 99.0

24 1 1.0 1.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

111

Lihat Lampiran 3, Tabel 3.24.1 – 3.24.6. 112

Lihat Lampiran 3, Tabel 3.25

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator eksplorasi teologi

sebesar 18. Nilai percentiles 25 adalah 16, Nilai percentiles 50 adalah 18, dan

Nilai percentiles 75 adalah 19, maka penulis memberikan koding <25% adalah

rendah; 25%-75% adalah sedang; dan >75% adalah tinggi. Maka akan diperoleh

sebanyak 21 responden (21%) dinyatakan memiliki tingkat eksplorasi teologi

rendah, sebanyak 66 responden (66%) dinyatakan memiliki tingkat eksplorasi

teologi sedang, dan sebanyak 13 responden (13%) dinyatakan memiliki tingkat

eksplorasi teologi yang tinggi. Hal ini berarti setengah jumlah dari responden

memiliki tingkat eksplorasi akan teologi adalah sedang. Tindakan eksplorasi

dalam kekhususan dimensi teologi tidak terdapat dalam cara berpikir dari setiap

responden, melainkan dalam penggerak pemikirannya, yakni iman. Aspek-aspek

hakiki dari iman terletak pada pemikiran dan refleksi, dan yang menjadi pokok

dan paling adasar adalah Kitab Suci dan Tradisi dalam arti yang luas, termasuk

ajaran Gereja.

e. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Eksplorasi113

Tabel 3.24

Eksplorasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 50 1 1.0 1.0 1.0

51 1 1.0 1.0 2.0

52 1 1.0 1.0 3.0

53 1 1.0 1.0 4.0

55 2 2.0 2.0 6.0

57 3 3.0 3.0 9.0

113

Lihat Lampiran 3. Tabel 3.26

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58 4 4.0 4.0 13.0

59 2 2.0 2.0 15.0

60 4 4.0 4.0 19.0

61 5 5.0 5.0 24.0

62 8 8.0 8.0 32.0

63 5 5.0 5.0 37.0

64 7 7.0 7.0 44.0

65 7 7.0 7.0 51.0

66 10 10.0 10.0 61.0

67 4 4.0 4.0 65.0

68 5 5.0 5.0 70.0

69 3 3.0 3.0 73.0

70 5 5.0 5.0 78.0

71 6 6.0 6.0 84.0

72 2 2.0 2.0 86.0

73 3 3.0 3.0 89.0

74 3 3.0 3.0 92.0

75 1 1.0 1.0 93.0

76 6 6.0 6.0 99.0

78 1 1.0 1.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Data di atas menunjukkan nilai rata-rata eksplorasi sebesar 65. Nilai

percentiles 25 adalah 62, Nilai percentiles 50 adalah 65, dan Nilai percentiles 75

adalah 70, maka penulis memberikan koding <25% adalah rendah; 25%-75%

adalah sedang; dan >75% adalah tinggi. Maka akan diperoleh sebanyak 24

responden (24%) dinyatakan memiliki eksplorasi rendah, sebanyak 54 responden

(54%) dinyatakan memiliki eksplorasi sedang, dan sebanyak 22 responden (22%)

dinyatakan memiliki eksplorasi yang tinggi. Hal ini berarti setengah jumlah dari

responden memiliki tingkat eksplorasi adalah sedang.

Tindakan eksplorasi seseorang terkait dengan spiritualitasnya. Tom Jacobs

mengatakan bahwa di lingkup Kristiani, spiritualitas berarti hidup dari (kekuatan)

Roh. Intinya terletak pada nilai rohani, tetapi dalam arti bahwa manusia dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

hati menyadari diri di hadapan Tuhan, yang langsung diwujudnyatakan dalam

tindakan dan pergaulan dalam masyarakat.114

Oleh karena itu spiritualitas tidak

dilihat dalam pertentangan dengan dunia, melainkan justru sibuk dengan hidup

sehari-hari, menurut segala aspek duniawinya. Seseorang yang dalam tindakan

eksplorasi, latihan spiritualitas diri, serta dalam sikap religiusnya secara prinsipial

menganggap dunia “fana” ini sebagai tipuan yang menjauhkan diri dari kesejatian

tujuan eksistensinya, atau orang yang justru tidak mau mengakui eksistensi

dirinya sebagai suatu subjek yang pribadi, individu yang membutuhkan

perkembangan dan pengolahan, maka jelaslah bahwa orang tersebut tidak

mungkin diajak berpartisipasi dalam pembangunan yang nyata-nyata berasumsi

mengakui dunia material, nilai kemajuan “fana”, keluhuran segala yang teraih

pancaindra. Seseorang dikatakan melakukan eksplorasi demi kepentingan di masa

depan (pengharapan). Pengharapan adalah keyakinan bahwa kerinduan akan

misteri tidak percuma, bukan khayalan. Karena wahyu manusia tahu bahwa

keinginannya akan kepenuhan hidup bukanlah keinginan melulu, melainkan

punya dasar dan arti. Dan itulah yang memberikan kepadanya keberanian untuk

bergerak maju. Karena pengharapan itu berarti menerima hidup dan

mengembangkannya ke arah misteri yang agung.

114

Tom Jacobs, Paham Allah, 232.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

f. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Komitmen, dengan Indikator

Pengalaman Religius/Iman115

Tabel 3.25

Komitmen Pengalaman Religius

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 15 2 2.0 2.0 2.0

16 1 1.0 1.0 3.0

17 1 1.0 1.0 4.0

18 1 1.0 1.0 5.0

19 5 5.0 5.0 10.0

20 10 10.0 10.0 20.0

21 20 20.0 20.0 40.0

22 10 10.0 10.0 50.0

23 10 10.0 10.0 60.0

24 14 14.0 14.0 74.0

25 10 10.0 10.0 84.0

26 2 2.0 2.0 86.0

27 10 10.0 10.0 96.0

28 4 4.0 4.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator komitmen teologi

sebesar 22,5. Nilai percentiles 25 adalah 21, Nilai percentiles 50 adalah 22.5, dan

Nilai percentiles 75 adalah 25, maka penulis memberikan koding <25% adalah

sedang; 25% - 75% adalah tinggi; dan >75% adalah sangat tinggi. Maka akan

diperoleh sebanyak 40 responden (40%) dinyatakan memiliki tingkat komitmen

pengalaman religius sedang, sebanyak 44 responden (44%) dinyatakan memiliki

tingkat komitmen pengalaman religius tinggi, dan sebanyak 16 responden (16%)

dinyatakan memiliki tingkat komitmen pengalaman religius yang sangat tinggi.

Hal ini berarti kurang lebih setengah jumlah dari responden memiliki tingkat

115

Lihat Lampiran 3. Tabel 3.27.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

komitmen akan pengalaman religius adalah tinggi. Komitmen lebih dilihat sebagai

sikap pribadi seseorang, bahwa manusia berani mengaku keterbukaannya sebagai

pengharapan dan kerinduan. Responden sadar akan sebuah pengalaman

keterarahan. Meskipun, para responden terkadang mengalami keterarahannya

kepada tujuan hidupnya, yang tidak pernah diketahui secara tuntas melainkan

selalu menunjuk kepada yang lebih tinggi, dan jauh lagi. Keterarahan dan

kerinduan dari responden (yang sangat real) dapat disebut pengalaman akan

Misteri Allah.

g. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Komitmen, dengan Indikator

Agama116

Tabel 3.26

Komitmen Agama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 16 2 2.0 2.0 2.0

17 2 2.0 2.0 4.0

19 1 1.0 1.0 5.0

20 4 4.0 4.0 9.0

21 8 8.0 8.0 17.0

22 6 6.0 6.0 23.0

23 20 20.0 20.0 43.0

24 17 17.0 17.0 60.0

25 14 14.0 14.0 74.0

26 8 8.0 8.0 82.0

27 9 9.0 9.0 91.0

28 3 3.0 3.0 94.0

29 4 4.0 4.0 98.0

30 1 1.0 1.0 99.0

31 1 1.0 1.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

116

Lihat Lampiran 3. Tabel 3.28.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator komitmen agama

sebesar 24. Nilai percentiles 25 adalah 23, Nilai percentiles 50 adalah 24, dan

Nilai percentiles 75 adalah 26, maka penulis memberikan koding <25% adalah

rendah; 25%-75% adalah sedang; dan >75% adalah tinggi. Maka akan diperoleh

sebanyak 23 responden (23%) dinyatakan memiliki tingkat komitmen agama

rendah, sebanyak 59 responden (59%) dinyatakan memiliki tingkat komitmen

agama sedang, dan sebanyak 18 responden (18%) dinyatakan memiliki tingkat

komitmen agama yang tinggi. Hal ini berarti lebih setengah jumlah dari responden

memiliki tingkat komitmen akan agama adalah sedang. Komitmen agama lebih

dilihat sebagai sikap pribadi seseorang, bahwa manusia berani mengaku

keterbukaannya sebagai pengharapan dan kerinduan. Apabila remaja mampu

menghayati diri sebagai makhluk yang otonom yang bebas, ia juga dapat

membuka diri secara bebas penuh kepercayaan. Maka, hasil pengolahan data

dimensi komitmen, dengan indikator Agama, menyatakan bahwa setengah dari

jumlah responden belum mampu menghayati diri sebagai makhluk yang otonom

yang bebas, mereka belum membuka diri secara bebas penuh kepercayaan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

h. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Komitmen, dengan Indikator Filsafat

Agama117

Tabel 3.27

Komitmen Filsafat Agama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 18 1 1.0 1.0 1.0

20 3 3.0 3.0 4.0

21 2 2.0 2.0 6.0

22 6 6.0 6.0 12.0

23 7 7.0 7.0 19.0

24 26 26.0 26.0 45.0

25 15 15.0 15.0 60.0

26 6 6.0 6.0 66.0

27 9 9.0 9.0 75.0

28 6 6.0 6.0 81.0

29 3 3.0 3.0 84.0

30 5 5.0 5.0 89.0

31 8 8.0 8.0 97.0

32 3 3.0 3.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator komitmen filsafat

agama sebesar 25. Nilai percentiles 25 adalah 24, Nilai percentiles 50 adalah 25,

dan Nilai percentiles 75 adalah 27.75, maka penulis memberikan koding <25%

adalah sedang; 25% - 75% adalah tinggi; dan >75% adalah sangat tinggi. Maka

akan diperoleh sebanyak 19 responden (19%) dinyatakan memiliki tingkat

komitmen filsafat agama sedang, sebanyak 56 responden (56%) dinyatakan

memiliki tingkat komitmen filsafat agama tinggi, dan sebanyak 25 responden

(25%) dinyatakan memiliki tingkat komitmen filsafat agama yang sangat tinggi.

Dalam hasil pengolahan data dimensi komitmen, dengan indikator filsafat

117

Lihat. Lampiran 3. Tabel 3.29

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Agama,118

sebagian besar responden dinyatakan memiliki kevalidan yang tinggi

pada setiap pertanyaan. Hal ini ditunjukkan responden dalam berfilsafat agama,

yaitu: secara kritis responden mampu merefleksikan kegiatan religius serta

tindakan yang khas manusiawi.119

Selain itu, responden dalam beragama terdapat

unsur-unsur yang tidak terjangkau oleh pemikiran manusia.120

i. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Komitmen, dengan Indikator

Teologi121

Tabel 3.28

Komitmen Teologi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 11 1 1.0 1.0 1.0

13 1 1.0 1.0 2.0

14 2 2.0 2.0 4.0

15 2 2.0 2.0 6.0

16 8 8.0 8.0 14.0

17 7 7.0 7.0 21.0

18 21 21.0 21.0 42.0

19 13 13.0 13.0 55.0

20 9 9.0 9.0 64.0

21 14 14.0 14.0 78.0

22 16 16.0 16.0 94.0

23 1 1.0 1.0 95.0

24 5 5.0 5.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

118

Lihat. Lampiran 3, Tabel 3.29.1; Tabel 3.29.2; Tabel 3.29.3; Tabel 3.29.4; Tabel 3.29.5; Tabel

3.29.6; Tabel 3.29.7; Tabel 3.29.8. 119

Lihat. Lampiran 3, Tabel 3.29.1, dinyatakan sebanyak 63 responden ( 63%) memiliki

kevalidan yang tinggi dan 32 responden (32%) memiliki kevalidan sangat tinggi terhadap

pertanyaan: dengan beragama, saya hidup dekat atau damai dengan Allah Sang Pencipta dan

sesamaku manusia. 120

Lihat. Lampiran 3, Tabel 3.29.8, dinyatakan sebagian besar responden dinyatakan mempunyai

kevalidan yang tinggi akan pertanyaan: saya mengenal Allah secara pribadi sebagai Bapa, melalui

Yesus Kristus. 121

Lihat Lampiran 3. Tabel 3.30.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator komitmen teologi

sebesar 19. Nilai percentiles 25 adalah 18, Nilai percentiles 50 adalah 19, dan

Nilai percentiles 75 adalah 21, maka penulis memberikan koding <25% adalah

rendah; 25% - 75% adalah sedang; dan >75% adalah tinggi. Maka akan diperoleh

sebanyak 21 responden (21%) dinyatakan memiliki tingkat komitmen teologi

rendah, sebanyak 57 responden (57%) dinyatakan memiliki tingkat komitmen

teologi sedang, dan sebanyak 22 responden (22%) dinyatakan memiliki tingkat

komitmen teologi yang tinggi. Hal ini berarti lebih setengah jumlah dari

responden memiliki tingkat komitmen akan teologi adalah sedang. Dalam hasil

pengolahan data dimensi komitmen, dengan indikator teologi,122

sebagian besar

responden dinyatakan memiliki kevalidan yang tinggi pada setiap pertanyaan.

Seperti halnya para respon tidak membatasi diri pada dogmatik, atau eksegese,

atau liturgi, atau bidang apapun yang membuat studinya tertutup.

j. Data Kuantitatif Nilai dari Dimensi Komitmen123

Tabel 3.29

Dimensi Komitmen

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 62 1 1.0 1.0 1.0

69 1 1.0 1.0 2.0

70 1 1.0 1.0 3.0

71 1 1.0 1.0 4.0

72 1 1.0 1.0 5.0

74 1 1.0 1.0 6.0

78 2 2.0 2.0 8.0

122

Lihat. Lampiran 3, Tabel 3.30.1; Tabel 3.30.2; Tabel 3.30.3; Tabel 3.30.4; Tabel 3.30.5; Tabel

3.30.6. 123

Lihat Lampiran III. Tabel 3.32

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

79 2 2.0 2.0 10.0

80 1 1.0 1.0 11.0

81 4 4.0 4.0 15.0

82 1 1.0 1.0 16.0

83 1 1.0 1.0 17.0

84 5 5.0 5.0 22.0

85 2 2.0 2.0 24.0

86 5 5.0 5.0 29.0

87 8 8.0 8.0 37.0

88 6 6.0 6.0 43.0

89 1 1.0 1.0 44.0

90 5 5.0 5.0 49.0

91 1 1.0 1.0 50.0

92 4 4.0 4.0 54.0

93 1 1.0 1.0 55.0

94 5 5.0 5.0 60.0

95 4 4.0 4.0 64.0

96 3 3.0 3.0 67.0

97 7 7.0 7.0 74.0

98 5 5.0 5.0 79.0

99 2 2.0 2.0 81.0

100 1 1.0 1.0 82.0

102 4 4.0 4.0 86.0

103 2 2.0 2.0 88.0

104 2 2.0 2.0 90.0

105 2 2.0 2.0 92.0

107 4 4.0 4.0 96.0

110 2 2.0 2.0 98.0

111 1 1.0 1.0 99.0

112 1 1.0 1.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Data di atas menunjukkan nilai rata-rata item indikator komitmen sebesar

91,50. Nilai percentiles 25 adalah 86; Nilai percentiles 50 adalah 91,5; dan Nilai

percentiles 75 adalah 89, maka penulis memberikan koding <25% adalah rendah;

25% - 75% adalah sedang; dan >75% adalah tinggi. Maka akan diperoleh

sebanyak 50 responden (50%) dinyatakan memiliki tingkat komitmen yang

rendah, sebanyak 28 responden (28%) dinyatakan memiliki tingkat komitmen

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sedang, dan sebanyak 22 responden (22%) dinyatakan memiliki tingkat komitmen

yang tinggi. Hal ini berarti setengah jumlah dari responden memiliki tingkat

komitmen adalah rendah.

Seseorang yang berkomitmen pasti juga memiliki dinamika yang

menggerakkan segala kegiatan dan usaha yang terbatas, karena senantiasa mencari

yang tak terbatas. Pengharapan adalah kemantapan iman. Begitu pula dalam

tradisi Kristiani ada keyakinan bahwa “Allah telah melahirkan kita kembali oleh

kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh

pengharapan” (1Ptr 1:3). Dengan demikian Allah terlibat dalam perjuangan dan

pergulatan manusia. Maka jika perjuangan dan usaha mencari arah dalam tingkat

komitmen yang rendah, Allah tidak ditemukan. Karena akan menghasilkan suatu

refleksi yang abstrak dan kering, dalam ketidakpastian hidup. Justru dari sinilah

responden ditantang untuk mengambil sikap yang sesuai dengan pengarahan hati

nurani, iman – dan pengharapan – mendapat wujud yang nyata.

k. Data Kuantitatif Nilai dari Status Identitas Religius124

Tabel 3.30

Status Identitas Religius

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 117 1 1.0 1.0 1.0

120 1 1.0 1.0 2.0

121 1 1.0 1.0 3.0

124 1 1.0 1.0 4.0

130 1 1.0 1.0 5.0

131 1 1.0 1.0 6.0

132 1 1.0 1.0 7.0

124

Lihat Lampiran III. Tabel 3.33

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

135 1 1.0 1.0 8.0

136 1 1.0 1.0 9.0

138 1 1.0 1.0 10.0

139 1 1.0 1.0 11.0

140 1 1.0 1.0 12.0

141 2 2.0 2.0 14.0

144 3 3.0 3.0 17.0

145 4 4.0 4.0 21.0

146 3 3.0 3.0 24.0

147 2 2.0 2.0 26.0

148 2 2.0 2.0 28.0

149 4 4.0 4.0 32.0

150 1 1.0 1.0 33.0

151 6 6.0 6.0 39.0

152 2 2.0 2.0 41.0

153 2 2.0 2.0 43.0

154 2 2.0 2.0 45.0

155 1 1.0 1.0 46.0

156 2 2.0 2.0 48.0

158 4 4.0 4.0 52.0

159 6 6.0 6.0 58.0

160 2 2.0 2.0 60.0

161 2 2.0 2.0 62.0

162 2 2.0 2.0 64.0

164 5 5.0 5.0 69.0

165 2 2.0 2.0 71.0

167 1 1.0 1.0 72.0

168 4 4.0 4.0 76.0

169 4 4.0 4.0 80.0

170 1 1.0 1.0 81.0

171 2 2.0 2.0 83.0

172 1 1.0 1.0 84.0

173 2 2.0 2.0 86.0

175 2 2.0 2.0 88.0

176 2 2.0 2.0 90.0

178 2 2.0 2.0 92.0

179 1 1.0 1.0 93.0

180 3 3.0 3.0 96.0

181 1 1.0 1.0 97.0

183 1 1.0 1.0 98.0

185 1 1.0 1.0 99.0

190 1 1.0 1.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Secara keseluruhan pemahaman responden dapat dilihat melalui masing-

masing status identitas. Data di atas menunjukkan nilai rata-rata identitas religius

sebesar 158. Skor minimum adalah 117, dan skor maksimumnya adalah 190. Nilai

percentiles 25 adalah 147; Nilai percentiles 50 adalah 158; dan Nilai percentiles

75 adalah 168, maka penulis memberikan koding <25% adalah identity diffusion;

25% - 50% adalah identity Foreclosure; dan 50% - 75% adalah Identity

Moratorium; dan >75% adalah identity Achievement. Maka didapat sebanyak 24

responden (24%) dinyatakan memiliki tingkat identity diffusion, rendah dalam

komitmen dan eksplorasi; sebanyak 24 responden (24%) dinyatakan memiliki

tingkat identity Foreclosure, tinggi dalam komitmen dan rendah dalam eksplorasi;

sebanyak 24 responden (24%) dinyatakan memiliki tingkat Identity Moratorium,

rendah dalam komitmen dan tinggi dalam eksplorasi. Dan sebanyak 28 responden

(28%) dinyatakan memiliki tingkat Identity Achievement, tinggi dalam komitmen

dan eksplorasi.

Tabel 3.31

Responden Penelitian berdasarkan Status Identitas

Jenis Status Identitas Jumlah Presentase (%)

Diffusion 24 24%

Foreclosure 24 24%

Moratorium 24 24%

Achievement 28 28%

Jumlah 100 100%

Tom Jacobs menyebutkan bahwa penghayatan iman jemaat yang konkret,

orang mencari pemahaman, penafsiran dan penerapan disebut dengan sensus

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

fidei.125

Sensus atau kepekaan iman adalah kemampuan konkret untuk – dalam

situasi kehidupan yang konkret, khususnya dalam situasi keagamaan – secara real

dan nyata berjumpa dengan Allah.126

Maka, setiap responden mempunyai

gambarannya sendiri baik mengenai Allah maupun mengenai wahyu Allah.

Pengalaman iman akan selalu ditentukan secara objektif oleh situasi hidup, dan

secara subjektif oleh sikap dan keputusan iman masing-masing orang.127

Kiranya

dengan sendirinya jelas, bahwa “identitas religius” tidak hanya mempengaruhi,

tetapi untuk sebagian besar menentukan sikap iman pribadi.

3.6.1.3 Data Kuantitatif Identitas Religius dan Jenis Kelamin dari Responden

Tabel 3.32

Crosstabulation Identitas Religius - Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Identitas Religius

Diffusion Foreclosure Moratorium Achivement

Laki-laki 13 5 7 8

Perempuan 11 19 22 15

Dari data di atas dapat dilihat persentase perbandingan antara jenis

kelamin responden dengan masing-masing identitas religiusnya. Jumlah

responden yang memiliki tingkat Identity Diffusion ada 13 orang laki-laki, dan

11orang adalah perempuan. Jumlah responden yang memiliki tingkat Identity

Foreclosure ada 5 orang laki-laki, dan 19 orang adalah perempuan. Jumlah

responden yang memiliki tingkat Identity Moratorium ada 7 orang laki-laki, dan

125

Tom Jacobs, Paham Allah, 115. 126

Tom Jacobs, Paham Allah, 116. 127

Tom Jacobs, Paham Allah, 116.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22 orang adalah perempuan. Sedangkan untuk jumlah responden yang memiliki

tingkat Identity Achivement ada 8 orang laki-laki, dan 15 orang adalah perempuan.

Sebagian besar responden dari penelitian ini adalah perempuan, yaitu sebanyak 67

responden (67%); maka peneliti tidak berani mengambil kesimpulan dari

perbandingan antara jenis kelamin dengan tingkat identitas religius responden.

Namun tidak menutup kemungkinan pada penelitian yang lebih lanjut perihal

perbandingan antara jenis kelamin dengan tingkat identitas religius. Karena peran

gender adalah salah satu aspek penting dalam identitas remaja. Sejak masa anak-

anak, mereka sudah mendapat stereotip gender bahwa laki-laki atau disebut

masculine itu harus logis, mandiri, ambisius, dan agresif sedangkan perempuan

atau feminime itu harus lemah lembut, ramah dan memiliki empati.128

Ketika

remaja berperan sesuai dengan gendernya, ini akan membantu untuk memenuhi

salah satu tugas perkembangan, yaitu menerima dan belajar berperan sebagai

seorang pria dan wanita dewasa dalam lingkungan sosialnya.

3.6.1.4 Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan pemahaman pada remaja

akhir di tinjau dari status identitas yang dimilikinya. Hal ini ditunjukkan dari hasil

uji dalam penelitian ini dengan dibantu menggunakan program SPSS Versi 18 for

windows. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman akan Allah pada diri

remaja akhir dipengaruhi oleh wahyu dan iman pada diri seseorang, yang

dirumuskan sebagai hubungan pribadi antara Allah dan manusia. Dalam hal ini,

128

Steinberg, L. Adolescence (ed, Ke-6). (New York: Mc. Graw-Hill, 2002).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

wahyu dilihat sebagai hubungan pribadi dan bukan sebagai informasi mengenai

kebenaran-kebenaran ilahi. Begitu juga dengan iman dimengerti sebagai

penyerahan diri seutuhnya kepada Allah. Semua itu merupakan unsur dan bagian

dari proses pemahaman, penafsiran dan penerapan. Yang tidak boleh dilupakan

bahwa penelitian ini ditempatkan dalam kerangka iman dan diarahkan oleh sensus

fidei.

Penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman akan paham Allah

dibedakan berdasar tingkat identitas yang dimiliki oleh setiap remaja akhir.

Remaja akhir yang memiliki tingkat Identity Achievement dengan nilai percentiles

antara 169-190 memiliki pemahaman yang paling tinggi. Remaja akhir yang

memiliki status ini telah melakukan eksplorasi di berbagai domain atas

keinginannya sendiri, mengambil keputusan dari hasil eksplorasinya, membuat

komitmen terhadap keputusan yang diambilnya. Remaja akhir yang memiliki

tingkat Identity Achievement ini juga memiliki motivasi dan harga diri yang

tinggi, mampu mengambil keputusan dengan rasional dan logis serta

mempertanggungjawabkan konsekuensinya. Mereka lebih matang dari pada status

identitas lainnya. Hal ini di karenakan eksplorasi dan komitmen remaja untuk

bebas dan mandiri, pengalaman hidup sebagai keyakinan penuh akan

pengharapan.

Identity Moratorium memiliki nilai percentiles antara 159-168. Remaja

akhir ini memiliki kemandirian yang agak tinggi. Remaja akhir pada tingkat

Identity Moratorium adalah remaja yang sedang mengalami eksplorasi, tetapi

belum mampu membuat sebuah komitmen. Mereka sering kali merasa stress dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

cemas karena sebenarnya mereka mampu membuka pikirannya untuk

mengeksplorasi, tetapi masih bingung dalam mengambil komitmen.129

Tingkat Identity Foreclosure memiliki nilai percentile antara 148 - 158.

Remaja akhir pada tingkat ini memiliki pemahaman yang rendah. Mereka sudah

membuat sebuah komitmen, namun tanpa melakukan eksplorasi. Komitmen

tersebut berasal dari orang lain, biasanya berasal dari orang tua (significant other).

Mereka malas untuk membuka pikirannya untuk hal-hal baru sehingga mudah

terpengaruh oleh konfortasi. Remaja akhir pada tingkat ini sering merasa cemas

dan kurang memiliki kelekatan dengan remaja pada status lainnya.130

Sedangkan pada tingkat Identity Diffusion memiliki nilai percentile paling

rendah, yaitu antara 117-147. Remaja akhir pada tingkat ini memiliki pemahaman

yang paling rendah.131

Mereka adalah remaja yang tidak mau melakukan

eksplorasi dan tidak memiliki komitmen sehingga mengalami kebingungan dalam

mencapai identitas. Mereka sulit membangun hubungan intim dengan orang lain,

sulit beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan cenderung kearah konformitas.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa remaja akhir lebih banyak

melakukan eksplorasi jika dibandingkan dengan dimensi komitmen. Namun

dalam pengkategorian status identitas dari setiap remaja akhir memiliki persentase

yang hampir sama antara status yang satu dengan status yang lainnya. Dari hasil

129

James. E. Marcia, Ego identity status: relationship to change in self-esteem, "general

maladjustment," and authoritarianism. Journal of Personality, 35, 118-133 dalam Jane Krogner,

Identity development during adolescence (Chapter 10), diunduh dari

http://academic.udayton.edu/jackbauer/reading%20595/Kroger.pdf 130

James. E. Marcia, “Ego identity status” dalam Jane Krogner, Identity development during

adolescence (Bab. 10), diunduh dari

http://academic.udayton.edu/jackbauer/reading%20595/Kroger.pdf 131

James. E. Marcia, “Ego identity status” dalam Jane Krogner, Identity development during

adolescence (Bab. 10), diunduh dari

http://academic.udayton.edu/jackbauer/reading%20595/Kroger.pdf

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

penelitian diperoleh sebanyak 24 responden (24%) dinyatakan memiliki tingkat

identitas diffusion, sebanyak 24 responden (24%) dinyatakan memiliki tingkat

identitas Foreclosure, dan sebanyak 24 responden (24%) dinyatakan memiliki

tingkat Identitas Moratorium. Dan sebanyak 28 responden (28%) dinyatakan

memiliki tingkat Identitas Achievement.

Analisis tambahan lain dalam penelitian ini adalah melihat ada tidaknya

perbedaan pemahaman paham Allah antara remaja laki-laki dan perempuan pada

remaja akhir. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kemandirian

yang signifikan antara remaja akhir laki-laki dan perempuan, akan tetapi hasil ini

kurang meyakinkan karena ada beberapa hal. Pertama, jumlah subjek antara

perempuan dan laki-laki jauh berbeda dan tidak seimbang. Jumlah perempuan

lebih banyak daripada laki-laki. Kedua, data yang dihasilkan tidak varian.

3.6.2 Analisis Data Kualitatif

Setelah data semua variabel ditabulasikan, selanjutnya peneliti melakukan

analisis data kuantitatif. Analisis ini diarahkan untuk menjawab rumusan masalah

deskriptif dan menguji hipotesis. Guna menjawab ke tiga rumusan masalah

deskriptif,132

peneliti akan menentukan skor ideal/kriterium.133

Data kualitatif

dianalisis menggunakan kerangka 5W1H berdasarkan pada pengalaman

132

Lihat Rumusan masalah, Bab I, hal. 11. 133

Skor ideal adalah skor yang ditetapkan dengan asumsi bahwa setiap responden pada setiap

pertanyaan memberi jawabab dengan skor tertinggi (dalam instrument ini skor tertinggi 4).

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods),425.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

perjumpaan yang menjadi dasarnya. Hal ini sebagai sarana untuk menghargai

perjumpaan yakni dengan memberi makna. Dari masing-masing cerita

mempunyai benang merah untuk ditangkap maknanya, sebab yang saya teliti

adalah pribadi sebagai subyek dan berdasarkan pengalaman. Cerita adalah tempat

untuk menegaskan sebuah kehadiran. Ada dua cerita yang dihasilkan. Pertama,

cerita kecil yang berbicara soal pergeseran peran dan berbagai macam situasi

dalam tiap-tiap judul besar kehidupan. Kedua, cerita besar yang mengisahkan

tentang sejarah kehidupan dan cakrawala dunia yang lalu, kini dan masa depan.

Jejak-jejak kehidupan dari cerita kecil dan besar ini semacam relief tentang

identitas yang dilatari oleh sejarah, situasi, kondisi serta tata nilai sosial

masyarakat134

. Dengan mengisahkannya kembali dengan berarti saya juga

membangun kedirian narasumber dengan kata-kata sebagai rentetan proses belajar

dari sebuah perjumpaan135

.

Proses yang saya tempuh ini melibatkan dialog. Mau tidak mau saya

belajar untuk menyelami rentetan peristiwa yang dipaparkan. Penting pula untuk

memperhatikan tekanan-tekanan kata-kata dan nada bicara saat dialog, karena

pasti mengandung penyelesaian dari masalah atau justru masih menjadi dilema136

.

Ketika bertemu dan berbagi kisah, terdapat pula perpindahan pengetahuan.

134

Gary S, Gregg, “Identitiy in Life Narratives”, Narrative Inquiry; January 2011, Vol. 21 Issue:

Number 2, 320. 135

Sebagai keabsahan dari penelitian kualitatif, saya akan memberikan menit dan detik saat

narasumber mengatakan hal yang saya tuliskan pada narasi. Silakan bisa dicek ulang pada hasil

rekaman yang menjadi lampiran pada karya tulis saya ini. Khusus untuk Vincentius Tjahyono

Santosa, saya akan menggunakan sudut pandang orang pertama layaknya tren narasi untuk Teologi

Proyek Fakultas Teologi Wedabhakti. 136

Jose Gonzales Moteagudo, “Jerome Bruner and the Challenges of the Narrative Turn; Then

and Now”, Narrative Inquiry; January 2011, Vol. 21 Issue: Number 2, 296-298.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Bagaimana pun juga manusia tidak akan kehilangan cerita. Dengan

berbagai macam pengalaman diri atau dari pengalaman luar diri, terserap dalam

kehidupan. Sisi lain yang punya kekuatan ialah jati diri sebagai orang Indonesia.

Akar budaya tak bisa dicabut.

Kematangan sebuah identitas terlihat dari jati diri ketika seseorang dapat

merasa damai dan leluasa saat menceritakan dan memaknai pengalaman

pribadinya. Kesulitan pokoknya, yang kiranya dialami juga oleh kebanyakan

orang, ialah kesulitan untuk mengenal diri secara mendalam. Orang sungguh

tertipu oleh gambaran diri yang keliru sehingga tidak menjadi dirinya yang seasli-

aslinya. Sedari kecil, manusia telah menerima bekal entah itu sebagai bawaan dari

warisan leluhur maupun dari lingkungan setempat. Keduanya ini mempunyai

kekuatan dalam membentuk kepribadian. Aspek hidtoris seseorang menyatakan

bahwa manusia memang pertama-tama menginternalisasi pengaruh dari luar.

Seseorang bisa berpendapat tertentu karena pengaruh dari luar. Kematangan

pribadi bukan hanya diukur dari proses menuruti bentuk baku dari tata hidup

kelompok melainkan juga proses penyimpangan-penyimpangan yang dapat

dipertanggungjawabkan secara moral137

.

3.6.2.1 Identity Diffusion

Intan Surtani: Menjadi Diriku yang Sebenarnya

137

Jerome Bruner, Acts of Meaning, Harvard University Press, Cambridge 1990, 68.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dengan sikap malu-malu Intan menyapa saya. Kami kemudian memilih

tempat duduk yang dirasa nyaman untuk ngobrol. Begitu pula saat saya minta

Intan untuk memilih menu makanan dan minuman, ia lebih banyak mengatakan

“terserah frater aja”. Tanggapan Intan ini menunjukkan bahwa ia sungguh

memiliki identitas Diffusion. Hal ini terlihat dalam setiap pertanyaan di ranah

religius dikenal karena keringkasan jawaban yang ia berikan, seperti halnya

jawaban “enggak”, “tidak tahu”. Hal ini membuat saya untuk semakin membuat

keadaan lebih cair.

Sembari menunggu pesanan makanan yang kami pesan, saya mulai dengan

pertanyaan-pertanyaan mengenai identitas diri dan latar belakang keluarga.

Karena latar belakang keluarga sesorang turut serta dalam pembentukan identitas

diri seseorang. Diakui olehnya, bahwa ia menjadi katolik semenjak bayi. Dalam

didikan keluarga Katolik yang sederhana, di mana ada tradisi untuk meluangkan

waktu untuk berdoa bersama dengan seluruh anggota keluarga.

Diffusion dikenal karena kurangnya perhatian mereka tentang keseluruhan

lingkup ideologis. Mereka cenderung melihat masalah-masalah kehidupan sebagai

pemborosan waktu.138

Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Intan Suryani ketika

menghadapi sebuah masalah ia lebih sering memendamnya sendiri, dan tidak mau

berbagi kepada kedua orang tuanya.139

Bahkan dalam hidup keseharian ia

merasakan menjadi manusia yang anti sosial di kalangan teman-temannya. Orang

beridentitas Diffusion tidak menemukan apa-apa dalam perenungan tentang hal-

138

James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”

dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 223. 139

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Intan Suryani, Rabu, 22 November 2017, baris

191-195.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

hal semacam itu agar memuaskan - pemikiran tentang makna hidup yang tidak

banyak menyenangkan. Seringkali, orang beridentitas Diffusion akan membangun

sistem ideologis yang mereka inginkan, agar orang lain mempercayainya. Artinya,

ideologi menjadi seperti mata uang yang dapat mereka tukar sebagai tanda-tanda

rasa hormat, dan bahkan rasa sayang dari orang lain. Hal ini juga terlihat di dalam

diri Intan, ia mengatakan “kalau semisal, saya tahu sebelumnya, kalau saya maju

mencalonkan diri, dan kemudian justru putus cinta dan sebagainya […], saya

mendingan tidak maju.”140

Intan membangun sebuah ideologinya sendiri,

sehingga teman-temannya memberikan rasa hormat akan apa yang telah Intan

alami. “Jangan seperti itu, kamu tu sudah sampai di sini dan begini, begitu

[…].”141

Secara umum informan menyebut, bahwa Allah itu ada. Mungkin tidak

ada bukti material, tetapi mereka dapat mempertaruhkan hidupnya kepada Allah.

Pemaknaan ini misalnya diungkapkan oleh: Intan Suryani, ia mengatakan bahwa

Allah berbicara dan bertindak kepadanya melalui bentuk-bentuk perasaan yang ia

alami, ketika ia sedang berjuang dalam menghadapi suatu masalah. Ia merasa

bahwa Allah sungguh-sungguh memperhatikannya, dan ia dapat melakukan

sesuatu untuk mengatasi masalah tersebut.142

Suatu waktu ketika salah seorang

sahabatnya meninggalkannya, ia berpikir tentang situasi sulit yang dihadapinya

dan menangis. Dia berkata: “Tuhan itu ada, dan baik sama aku, hadir lewat teman-

140

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Intan Suryani, baris 212-215. 141

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Intan Suryani, baris 218-220. 142

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Intan Suryani, baris 416.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

teman dekat yang selalu men-suport aku, jadi mereka benar-benar tahu saat aku

punya masalah dan aku mencoba untuk menyembunyikannya.”143

Penulis memperhatikan soal iman dalam pembicaraan Intan tentang

agamanya dan tentang Allah. Dalam menganalisis iman, penulis mengacu pada

gagasan Tom Jacobs perihal analisis iman.144

Penulis perhatikan juga refleksinya

tentang masa lalu dan masa depannya, dan tentang usahanya mengatasi difusi

(kekacauan, kebingungan) kehidupannya dalam jangka waktu setahun yang lalu,

serta menjadikannya satu kesatuan yang dapat diandalkan.

Agama Membentuk Kepribadian Seseorang Hingga Menjadi Seorang

yang Dewasa

Bagi Intan Suryani agama sangatlah penting dalam membentuk

kepribadiannya hingga menjadi seorang yang dewasa. Ia mampu membedakan

mana yang baik dan buruk, juga dalam hal mengenal dosa, sebagai contoh saat ia

hendak membolos kuliah. Selain itu agama juga mengingatkan dia akan Allah

yang selalu menjaga, dan melindunginya, sebagai contoh: saat ia melihat

kecelakaan di jalan, ia ingat akan penyertaan Allah. Namun, ketika ia ditanya

bagaimana proses dari agama hingga menjadi iman, Intan hanya menjawab “Ya

sudah, tetapi gak perlu dipikir-pikir dan kemudian tidak perlu sampai pada

143

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Intan Suryani, baris 302-309. 144

“Bagaimana perkataan manusia dikenal dan diakui sebagai firman Allah”. Tom Jacobs,

Paham Allah, 113-115.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dipecahkan masalah itu, dan itu hanya kepikiran saja.”145

Bagi penulis hal inilah

yang menunjukkan bahwa ia berada pada tingkat Identity Diffusion. Karena bagi

penulis menjadi sulit dipercaya untuk seorang mahasiswa yang hanya menerima

idiologi tanpa ada eksplorasi dan komitmen. Meskipun dalam analisa iman Tom

Jacobs menyebutkan bahwa: “Seluruh proses iman sudah merupakan iman:

Membuka diri untuk firman Allah. Tidak bisa dibedakan antara fase pikiran dan

fase iman dalam proses itu.”146

Penekanan pada diri Intan akan “keterbukaan” ini

mengingatkan penulis, bahwa kata itu bisa berarti “kosong” dan juga “reseptif.”147

Hal ini juga terlihat dalam sifatnya yang tertutup, ragu-ragu atau kurangnya

keberanian di dalam dirinya, yang menunjukkan sama sekali tidak ada komitmen

dan eksplorasi, seperti halnya apa yang menjadi ciri dari identitas Diffusion.

Allah itu Selalu Ada

Dalam wawancara dengan Intan Suryani, ia menyebut bahwa Allah itu ada

relevan untuk memahami hubungan pribadi antara manusia dan yang tidak tampak

tetapi nyata dan penuh rahasia tidak tergapai oleh pikiran dan pemahaman

jasmani. Intan mengatakan bahwa:

Saya bisa merasakan Allah, Tuhan itu ada, dan baik sama aku,

lewat teman-teman. Allah…itu selalu ada. Ketika saya

145

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Intan Suryani, baris 568-571. 146

Tom Jacobs, Paham Allah, 113. 147

Tom Jacobs menyebutkan bahwa: “’Pantas dimani’ sudah merupakan pengertian iman. Dan

proses iman sebagai perkembangan sikap penyerahaan membawa perkembangan dalam kesadaran

dan kepastian juga.” Tom Jacobs, Paham Allah, 113.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

membutuhkan, atau pun ketika saya tidak membutuhkan Allah itu

selalu ada. Terkadang dalam beberapa kejadian justru hal tersebut

mengingatkan saya akan Allah. Misalnya, saat melihat kecelakaan

di jalan, Ya Tuhan.., untung tadi saya mampir dulu ke sini, untuk

saya begini, tidak melewati jalan ini duluan, habis itu langsung

saya teringat akan Tuhan. Kemudian, saya mengucap syukur,

karena kecelakaan itu tidak terjadi pada diri saya. Jadi, entah

dibutuhkan, entah tidak Allah itu selalu ada dalam hidup saya.

Dan, ketika saya merasa butuh Allah pun, Allah itu selalu ada buat

saya. Juga ketika saya berbuat dosa pun, saya merasa bersalah,

merasa diingatkan untuk tidak berbuat dosa lagi. Dan kalau saya

berbuat dosa kembali, karena saya lupa, saya minta maaf lagi. Bagi

saya, Allah itu selalu ada. Entah…entah di mana, kapan, Allah itu

selalu ada. Dan, terkadang niatan untuk berbuat jahat, misalkan

ingin bolos kuliah, kemudian diingatkan, ‘setelah kamu bolos nanti

begini…begini’, tidak tahu itu pikiran dari mana, tetapi itu selalu

ada. Terkadang bingung juga sih memahani Allah semacam apa,

karna Allah tidak bisa digambarkan, masih tidak tahu bentuknya

seperti apa.148

Dari proses ini, Intan Suryani berproses mengalami Allah dalam

kehidupannya sehari-hari dan menghadirkannya dalam tindakan sehari-hari. Dari

semula sudah harus ada sikap iman, biarpun masih mencari Allah. Dengan

demikian dasar iman adalah pengalaman keselamatan. Sikap Intan menunjukkan

ciri lain lagi dalam tahap ini, ketika ia berbicara tentang batas-batas pengetahuan

dan mengakui kedalaman misteri yang hendak ia hayati berdasarkan keyakinan

dan kepercayaan intinya. Ketika Intan ingin memiliki perasaan benci kepada

teman laki-laki yang telah membuatnya bersedih, tetapi ia tidak bisa untuk

membencinya. Intan hanya mengatakan “saya tidak bisa membenci dia, tidak tahu

mengapa.”149

Sambil merengek seperti anak kecil, Intan tidak mencoba untuk

mencari, mendasari pengalaman tersebut. Saya menyadarkan bahwa itu sungguh

148

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Intan Suryani, baris 415-447. 149

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Intan Suryani, baris 247-250.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tindakan yang sungguh luar biasa, yang sungguh patut untuk disyukuri. Tidak ada

tuntutan Yesus yang mustahil dilakukan manusia. Mengampuni tanpa batas, itu

bukan sesuatu kemustahilan jika Anda sudah terintervensi oleh pengalaman Allah.

memberikan pipi kanan dan kiri, bukanlah tindak kebodohan; tidak ada istilah rugi

dalam kebersatuan dengan Allah, tidak ada takdir yang membuat orang menjadi

pasrah bongkokan, tidak ada ketidakadilan sosial, tidak ada kekerasan, jika kita

sampai pada Allah. Ada sebuah pengalaman transenden yang tidak bisa ia

jelaskan, dan ia mengerti, ketika ia tidak bisa untuk membenci seseorang. Ada

proses iman sebagai perkembangan sikap penyerahan membawa perkembangan

dalam kesadaran dan kepastian juga.

Yesus, Pewahyuan dari Allah

Yesus itu adalah utusan Allah, Yesus itu perwahyuan dari Allah. Intan

menuturkan bahwa:

sebetulnya Gusti itu ada satu, tapi ada tiga, pokoknya seperti

itulah… dan itu juga masih proses pembelajaran saya juga sih.

Allah, Putra dan Roh Kudus… Entah di mana, kapan, Allah itu

selalu ada. Terkadang binggung juga memahani Allah semacam

apa, karna Allah tidak bisa digambarkan, masih tidak tahu

bentuknya seperti apa.150

150

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Intan Suryani, baris 395-398, 445-450.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dari penuturan Intan Suryani, muncul sebuah pemaknaan akan pribadi Yesus,

yaitu selalu ada, dan selalu mendampingi. Meskipun ia kebingungan dalam

memahami Allah itu seperti apa.

Para remaja mengalami kehadiran Yesus dalam peristiwa hidup sehari-hari

dengan cara yang sederhana. Yesus tidak dialami sebagai pribadi yang jauh tetapi

selalu ada dan mendampingi di dalam kehidupan sehari-hari. Ia menjadi sumber

kedamaian pribadi-pribadi yang berani berpasrah kepada-Nya dan mengikuti Dia.

Lebih dari itu, mengikuti Yesus bukan berarti hanya mencapai kedamaian pribadi

saja. Mengikuti Yesus juga berarti terlibat di dalam kehidupan sosial,

berorganisasi di IKMK. Hanya saja muncul kesadaran pribadi bahwa tidak jarang

mereka lupa dan mengalami pengalaman menjauh dari Yesus meski sebenarnya

Yesus selalu ada bersama dengan mereka. Intan Suryani mengatakan bahwa

“Manusia itu juga punya nilai manusiawi juga kan Ter.., ha..haha

(tertawa kecil), jadi ketika saya berbuat dosa pun, saya merasa

bersalah, merasa diingatkan untuk tidak berbuat dosa lagi. Dan kalau

saya berbuat dosa kembali, karena saya lupa, saya minta maaf lagi,

ha… haha (tertawa). Kalau, bagi saya sih Allah itu selalu ada.

Entah…entah di mana, kapan, Allah itu selalu ada…Dan, terkadang

pun ini, niatan berbuat jahat, misalkan pengen mbolos kuliah, habis

tu kemudian diingatkan, ‘setelah kamu bolos nanti begini…begini’,

ha…haha (tertawa) tidak tahu itu pikiran dari mana, tetapi itu selalu

ada.. ha…haha.

Terkadang binggung juga sih memahani Allah semacam apa, karna

Allah tidak bisa digambarkan, masih tidak tahu bentuknya

bagaimana…”151

.

151

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Intan Suryani, baris 321-339.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Allah Hadir dalam Kehidupan

Mengenai saat dan tempat bagi para remaja merasakan Allah yang

sungguh hadir di dalam kehidupannya, Intan lebih merasakan kehadiran dan

penyertaan Allah ketika ia dalam situasi sedih/malang. Namun, ketika Intan

merasakan kebahagiaan, ia tidak selalu ingat akan keberadaan Allah. Intan juga

pernah merasakan ada sebuah kerinduan untuk makan malam bersama, doa

malam bersama dengan seluruh anggota keluarganya. Kebiasaan tersebut sedikit

luntur semenjak Intan sibuk dengan kegiatan perkuliahan dan berorganisasi dalam

IKMK. Namun, kebiasaan doa itu tetap ada, hanya pada moment-moment

tertentu, misalnya: berdoa untuk salah satu anggota keluarga yang merayakan hari

Ulang Tahunnya, mendoakan arwah leluhur yang telah meninggal dunia, dan lain-

lain.

Kerinduan itu terobati ketika Intan bergabung dalam organisasi IKMK di

kampusnya. Intan merasakan bahwa IKMK telah mampu mengubah, dan

membentuknya menjadi pribadi yang lebih dewasa. Intan juga merasakan bahwa

di dalam organisasi IKMK Allah itu hadir, dan menolong Intan. Ketika Intan

mengikuti Latihan Kepemimpinan di IKMK, ia tidak menyadari bahwa program

latihan ini ditujukan bagi mereka yang mempunyai keinginan untuk menjadi

pengurus di IKMK. Karena, Intan merasa tidak tega melihat teman-teman

Mahasiswa baru yang belum mengenal sekali IKMK harus maju dan mencalonkan

diri sebagai ketua; Intan maju dan mencalonkan diri. Dan akhirnya Intan terpilih

menjadi ketua IKMK periode 2017-2018. Kejadian inilah yang membuat Intan

jatuh, ada pula keinginan untuk mengundurkan diri dari ketua IKMK. Hal ini

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

membuat Intan mencari Tuhan, dan ia selalu berdoa “Tuhan, buatlah aku terlihat

baik-baik saja di depan dia.”152

Selain itu juga Intan merasakan penyertaan Tuhan

melalui teman-temannya yang selalu memberikan dukungan kepada Intan.

Dari keterangan di atas, disimpulkan dua macam saat Intan sungguh

mengalami, merasakan kehadiran Allah. Pertama, pengalaman akan Tuhan

memang banyak dialami dalam momen-momen doa tertentu, terkhusus doa

bersama dengan seluruh anggota keluarga. Kedua, Tuhan dialami dalam

pengalaman hidup harian, terkhusus di dalam Intan berorganisasi di IKMK. Selain

itu, Intan merasakan dukungan dari teman-teman di sekitarnya. Dalam hal ini,

proses iman sebagai perkembangan sikap penyerahan membawa perkembangan

dan kesadaran dan kepastian di dalam hidup Intan.

Penjelasan mengenai waktu dan tempat kaum remaja menemukan

kehadiran Allah menunjukkan bahwa diperlukan waktu dan tempat yang khusus

mengalami bertemu, merasakan kehadiran Allah, dan berelasi dengan-Nya. Walau

begitu, tiap hari, Intan juga merasakan serta mengalami kehadiran Allah di dalam

batin maupun di dalam tindakan baik yang ia lakukan. Proses iman akan dapat

dimengerti, jika kesaksian lahir dan batin menjadi satu.

Semakin Dewasa, Semakin Tahu

Ketika penulis mempertanyakan hal ini kepada Intan, ia menjawab

“Mungkin, iya juga sih ya, kalau semakin dewasa seseorang seharusnya semakin

152

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Intan Suryani, baris 486-488.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

lebih ini sih pemahamannya. Mungkin wawasannya lebih terbuka, lebih ke...

Kalau saya sendiri sih, semakin dewasa semakin tahu sih”153

. Intan merasakan

semacam semakin tumbuh dewasa ia semakin terbuka, dan semakin tahu. Iman

juga merupakan pengetahuan, atau lebih tepatnya disebut “mengenal”. Dan aspek

pengetahuan ini berkembang.

3.6.2.2 Identity Foreclosure

Pada tingkat Identity Foreclosure, terutama dalam agama, biasanya

mereka adalah pribadi yang teguh pada iman masa kecil mereka.154

Hampir semua

pribadi pada tingkat Identity Foreclosure adalah peribadi yang berkomitmen;

Sedangkan pada tingkat Identity Foreclosure atau Achievement, kepercayaan

mereka berbeda dari orang tua mereka, dan berbeda dari kepercayaan yang

mereka pegang/kelola sejak anak-anak.155

Namun ada pula responden yang

mengklaim keyakinan agama yang tidak sama seperti yang dipegang orang

tuanya, namun dengan komitmen yang sangat lemah.

Dalam tingkat Identity Foreclosure, Allah dirasakan hadir dalam hidup

pribadi dalam bermacam-macam bentuknya. Secara garis besar para responden

mengalami kehadiran Tuhan di dalam kehidupan mereka. Hal ini menjadi proses

yang terus menerus diusahakan untuk selalu dekat dengan Tuhan.

153

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Intan Suryani, baris 540-544. 154

James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”

dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 225. 155

James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”

dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 225.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ibnu Cahyo Susanto: Sang Pencari Makna Kasih

Ibnu Cahyo Susanto, mengungkapkan bahwa: “saya dibesarkan di sebuah

keluarga Katolik yang tidak mengharuskan dari setiap anggotanya untuk memeluk

keyakinan Katolik.”156

Tetapi apa yang dimaksudkan menghayati iman Katolik?

“Menghayati iman Katolik” adalah suatu gagasan, maka perlu adanya sebuah

klarifikasi dengan apa yang dimaksudkan, sehingga kita mengerti apa realitasnya.

Kalau “menghayati iman Katolik” yang dimaksudkan itu adalah berbuat amal

kasih, cinta damai, bisa membuat tanda salib, hal-hal tersebut sama sekali tidak

menunjukkan penghayatan iman Katolik. Orang tak beriman pun dapat

melakukannya. Dengan latar belakang iman itu, kita pasti mempunyai ungkapan

iman yang diwartakan oleh agama kita. Sejauh penulis mengenal, Yesus pun

dibesarkan dalam tradisi agama Yahudi. Yesus tidak dibiarkan hidup ‘bebas’ tidak

mengenal imannya. Dan pada saatnya, Ia membongkar praktek keagamaan yang

tidak sesuai dengan inti agama, yaitu iman. Ia masih menjalankan juga adat

Yahudi tetapi ia konsisten dengan iman yang ada padanya. Iman kepada Allah

Bapa-Nya yang satu-satunya itu. Ajaran-Nya, proklamasi-Nya sebagai Anak

Allah yang sungguh menjadi hojatan bagi orang sezaman-Nya. Yesus

menunjukkan inti dari agama yang sesungguhnya, tetapi karena orang terlekat

pada agama, pendangkalan agama, orang mencemoohnya.

Orang yang terlekat pada agama akan mudah sekali dipermainkan oleh

perubahan praktek keagamaan. Orang yang terlekat pada agama akan dihantui

156

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Ibnu Cahyo Susanto, Sabtu, 25 November

2017, baris 8-9.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

oleh rasa bersalah yang sangat besar ketika kemalasan menjalankan kewajiban

agama muncul. Orang yang terlekat pada agama akan mengkritik habis-habisan

orang yang tidak pernah ke gereja, sholat di masjid, dan sebaginya. Dalam hal ini

seperti yang disebutkan pada bagian sebelumnya, kurangnya komitmen lebih

diutamakan daripada kurangnya periode eksplorasi, dan individu disebut memiliki

identitas Diffusion, bukan Foreclosure. Hal ini diperlihatkan dengan pemahaman

Ibnu, menjadi orang Katolik yang penting pergi ke gereja, dan menerima Hosti

(menyambut Tubuh dan Darah Kristus). Selain pemahaman tersebut, tingkat

Identity Foreclosure pada diri Ibnu ditunjukkan dari keinginannya untuk

menemukan pemahaman yang lain dalam agama Islam, Hindu dan Budha. Hal ini

ia lakukan ketika masih SMA. Hingga pada akhirnya Ibnu menemukan makna

kasih yang sesungguhnya, yang hanya dimiliki dalam keyakinan agama Katolik,

agama yang telah ia anut sedari kecil sebagai warisan keluarga.

Agama guna Pegangan Hidup

Ibnu, yang menganggap “agama itu penting. Karena agama buat pegangan

hidup. Karena seseorang itu butuh hal-hal yang untuk dipercaya. Selain itu agama

mengatur yang baik dan benar, baik dan salah”.157

Dengan kata lain, orang yang

tidak beriman akan memandang agama hanya sebagai sebuah kewajiban. Orang

yang tidak sampai pada iman akan merasa bahwa agamanya adalah yang terbaik.

Namun ia berkeyakinan bahwa setiap agama saling memiliki perbedaam di dalam

157

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Ibnu Cahyo Susanto, baris 139-141; 145-147.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

keyakinan, namun Allah tetap satu.158

Dalam hal ini Ibnu menunjukkan sikapnya

yang pluralis, ketika ditanya seandainya mempunyai anak nanti, apakah ia akan

mendidiknya secara katolik? Ibnu menegaskan bahwa ”anakku tetep aku kenalin

ke semua kepercayaan, karena Tuhan itu luas, Allah itu luas”.159

Ya kalau begitu, kita musti kembali lagi bertanya, untuk apa agama? Ya

untuk apa lagi kalau bukan untuk mengungkapkan iman itu? Apa harus dengan

agama? Tentu tidak… semua itu bergantung pada pewahyuan yang Anda terima.

Kalau memang anda merasa tergerak oleh pewahyuan kalimat, ya silahkan hayati

iman Anda berdasarkan kalimat-kalimat yang Anda sucikan itu. Jikalau Anda

merasa perwahyuan Anda terima dari person tertentu, maka coba saja Anda hayati

iman itu dengan mengikuti, mengadakan persatuan batin dengan person itu.

Pengalaman Allah dalam Arti Kasih

Ibnu menafsirkan pengalaman Allah dalam arti kasih. Pengalaman itu ia

alami sewaktu di Batam. Di mana Ibnu melakukan hal yang jahat kepada seorang

temannya. Namun, teman itu tetap mengasihinya, dengan selalu mengajaknya

pergi ke gereja, bahkan mengajaknya untuk mengikuti rekoleksi bersama. Ibnu

merasakan ada kasih yang membuatnya merasa nyaman dalam ia beragama,

memberikan semangat tersendiri untuk pergi ke gereja. Bagi Ibnu, kasih adalah

suatu hal yang tidak masuk akal. “Kita dibenci orang, tetapi kita harus

158

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Ibnu Cahyo Susanto, baris 173-174. 159

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Ibnu Cahyo Susanto, baris 200-201.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

memaafkannya. Disalib, tapi tetap mendoakan mereka yang menyalibkanNya”.160

Anda bisa mengerti bagaimana kita menunjukkan jalan yang baik kepada orang

lain dan kita sendiri memilih jalan yang lain. Yesus sama sekali tidak memberikan

indikasi itu. Ia mengajarkan apa yang Ia hayati bahkan sampai kata-kata

pamungkasNya, “Kalau biji itu tidak mati, ia tidak akan menghasilkan buah”. Ia

menjalani kematian-Nya juga, Ia menjalani proses oleh kebanyakan orang yang

dinilai sebagai kegagalan (Oleh sebagian orang berefleksi bahwa Yesus yang

kudus itu disalibkan ditolak mentah-mentah karena mereka menganggap tidak

mungkin Allah gagal. Maka mereka menyusun cerita suci bagaimana Yesus itu

menyelamatkan diri sehingga yang disalib akhirnya Yudas).

Yesus sebagai manusia yang pada akhirnya menjelaskan bagaimana

dimungkinkan juga ke-Allahan Yesus. Yesus menelanjangi kemanusiaan-Nya

sehingga Ia juga mengalami keallahan yang sejati. Yesus sungguh menghayati

hidup yang sejati, yang terarah pada Allah sebagai pusat hidup manusia.

Penghayatan hidup-Nya menunjukkan kepada kita bahwa sudah selayaknya

manusia terarah pada kesatuan dengan Allah yang sempurna, kembali kepada asal,

dan kembali kepada sumber. Yesus adalah manusia, Ia bisa dijadikan satu-satunya

model untuk menghayati hidup yang sejati. Ia menjadi satu-satunya model untuk

menjadi Anak Allah, menjadi manusia yang sempurna, yang secitra dengan Allah.

160

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Ibnu Cahyo Susanto, baris 66-70.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Yesus adalah Sang Penolong

Konsep-konsep itu antara lain muncul dari bayang-bayang yang berbeda-

beda, meskipun realitas yang hendak ditunjuk sebenarnya sama. Kalau Anda

pernah membaca cerita yang dikisahkan Anthony de Mello tentang dua orang buta

yang ‘melihat’ seekor gajah, Anda mungkin akan mendapatkan gambaran yang

cukup tepat bagaimana konsep dua orang itu tentang gajah berbeda-beda. Ibnu

yang memaknai Yesus adalah penolong, Yesus adalah utusan Allah, Ia itu Anak

Allah. Ibnu tetap percaya pada konsep Tritunggal, bahwa Yesus itu Anak Allah,

meskipun ia mempelajari banyak agama, namun ia tetap percaya dan memegang

konsep Tritunggal.

Allah Hadir dalam Teman-temanku

Ibnu yang merasakan Allah itu hadir dalam diri teman-temannya yang

selalu baik dengan Ibnu. “Padahal dia itu sudah aku jahatin, tapi dia nya tetap mau

mengajak saya pergi ke gereja, mengajak untuk ikut rekoleksi dan sebagainya”.161

Dalam arti inilah, saya katakan Tuhan menyamar. Kita tidak menduga bahwa

sesama kita itu adalah ‘Tuhan’. Kita tidak mengira bahwa Tuhan hadir dalam

setiap makhluk karena konsep kita yang terbatas tentang kehadiran Tuhan. Tuhan

kita batasi dalam konsep kita sendiri: kalau Tuhan hadir dalam orang ini, orang ini

harus begini begitu. Jadi, memang Sabda itu telah menjadi manusia dan tinggal di

161

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Ibnu Cahyo Susanto, baris 21-32.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

antara kita. Kalau kita memahami manusia sebagai pribadi Yesus saja, ya itu

karena Yesus memang menjadi pelaksana Sabda yang sempurna sehingga

akhirnya pengikut-Nya mulai mengenali-Nya sebagai Putra Allah. Selain itu Allah

juga hadir di tempat ziarah, seperti: Gua Maria. Seseorang bisa mengatakan

kepada Tuhan, siapa dirinya. Dia bisa mengakui diri sebagai pendosa yang suka

berbohong atau apapun kelemahannya. Dalam suasana kedekatan dengan Tuhan

itulah, orang lalu menyerahkan diri kepada Tuhan, dan memohon rahmat dengan

kerendahan hati.

Keterkaitan Identitas Religius dan Paham Allah

Ibnu menggungkapkan antara Identitas Religius dan Paham Allah saling

terkait. Dengan semakin dewasa, seseorang seharusnya pemahaman akan Allah

mereka berkembang. Ibnu menggambarkan ketika ia masih kecil, ia tidak paham

akan siapa itu Allah. Dan ia pun juga belum bisa mendiskripsikan Allah itu

semacam apa. Tetapi sekarang Ibnu dapat memahami bahwa Allah sebenarnya

sama.162

Kebersatuan dengan Allah, bagi kita manusia, tidak lain adalah

kebersatuan dengan yesus Kristus. Bersatu dnegan Yesus Kristus bukan sesuatu

yang mistik begitu saja dengan gambaran seperti cerita-cerita klasik tentang

ngraga sukma.

Saya teringat sabda bahagia Yesus: berbahagialah mereka yang murni

hatinya, karena merekalah yang akan melihat Allah. Saya juga mulai memahami

162

Bdk. Lampiran 4, Transkrip Wawancara dengan Ibnu Cahyo Susanto, baris 165-174.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mengapa yesus mengatakan “kalau kamu tidak menjadi seperti anak kecil ini,

kamu tidak akan masuk dalam kerajaan Surga”. Orang yang murni hatinya

sungguh-sungguh akan menjadi peka, bisa mendengar suara Allah. Semakin orang

sadar, semakin ia menuju, bersatu dengan Allah dan semakin ia bersatu dengan

Allah semakin ia sadar. Dengan kata lain, manusia sebenarnya memiliki rahmat

yang sejak awal diberikan Allah sendiri untuk menganggapi rahmat yang lebih

besar. Dalam hal ini tampak bagaimana Allah berinisiatif memberikan rahmat,

dan sebenarnya manusia sendiri sudah memiliki kemampuan khusus untuk

menanggapi rahmat tersebut.

Theresa Sekar Wening: Sang Pendoa

Theresa Sekar Wening, mengungkapkan pengalamannya saat tidak lolos

dalam SMM UGM.

Begitu pengumuman SMM, saya tidak lolos. Dan pada waktu itu

saya menangis, kemudian saya bilang ke Ibu, ‘Bu…lha aku tu

sudah berdoa macam-macam, kok Tuhan tidak mengabulkan doa

saya. Tuhan ini bagaimana to?’ Kemudian Ibu menyadarkan saya,

‘lha kalau mindset’mu seperti itu salah. Sudah.., sekarang kamu

berdoa mohon ampun karena sudah menyangsikan Tuhan. Pasti

ada jalan lain’. Kemudian saya berdoa sambil nangis-nangis

begitu.163

Begitu juga saat Thesa protes terhadap Tuhan, “Tuhan tu gimana to.., apa saya ini

salah dalam berdoa ya?”164

Karena dalam berdoa, Thesa mengucap ”Tuhan

163

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Theresa Sekar Wening, Rabu, 22 November

2017, baris 147-157. 164

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Theresa Sekar Wening, baris 61-62.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

berilah bapak-ibu rejeki yang secukupnya.”165

Thesa menjelaskan maksud dari

kata doa itu “dulu saya berpikir, kenapa pada waktu itu saya berdoa seperti itu,

supaya aku akan selalu berdoa tu lho Ter. Hari ini saya berdoa, besok saya berdoa,

dan untuk kelangsungan kehidupan selanjut-selanjutnya.”166

Hal ini

memperlihatkan bahwa responden mengklaim keyakinan agamanya sama seperti

yang dipegang orangtuanya, sudah ada komitmen namun masih sangat lemah.

Thesa juga mengungkapkan bahwa: “saya tidak lagi berpikiran seperti dahulu,

yang menyangsikan Allah. Namun lebih menyadari akan keadaannya, ‘capai ya

gimana, harus dijalani’”.167

Hal ini menunjukkan bahwa Thesa memiliki

kepercayaan yang sudah berkembang jika dibandingkan dengan apa yang Thesa

pegang/kelola di masa sebelumnya.

Kesadaran yang dialami Thesa seperti dikisahkan di atas memerlukan

sebuah latihan. Jadi, jangan mengira bahwa kita sudah merasa ada dalam

kesadaran sempurna. Keadaan kita akan terus berkembang dan itu hanya mungkin

kalau kita pertajam melalui refleksi, doa formal, dan jangan kaget ilmu-ilmu yang

kita peroleh di bangku sekolah juga menjadi pondasi bagi kesadaran kita. Kita

tidak punya alasan untuk tidak belajar, kita tidak punya alasan untuk tidak

mengetahui ilmu sosial, kebudayaan, politik dan sebagainya.

Ada saatnya pula Yesus menyendiri untuk berdoa, untuk membina relasi

dengan Bapa-Nya. Hal tersebut sama sekali tidak berarti selama berkarya dan

bertindak, Yesus tidak membina relasi dengan Allah Bapa. Tentu Ia juga sadar

bagaimana Bapa-Nya tinggal di dalam diri-Nya dan dalam sesama. Pengunduran

165

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Theresa Sekar Wening, baris 63-64. 166

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Theresa Sekar Wening, baris 65-69. 167

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Theresa Sekar Wening, baris 297.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

diri Yesus dari kerumunan orang, pada akhirnya menjadi saat ketika Ia

mempertajam kesadaran-Nya. Dalam doa-doa yang Thesa lakukan menjadi

latihan kesadaran baginya.

Agama Sarana untuk Bersyukur

Thesa menggungkapkan bahwa ia bangga lahir dan dididik dalam keluarga

Katolik. Karena dengan beragama ia mampu mengenal Allah yang telah

mencukupi seluruh kebutuhannya, dan hingga akhirnya ia mampu bersyukur

dilahirkan di dalam keluarga Katolik.168

Dari ungkapan Thesa, saya melihat bagai

mana diungkapkan dalam pepatah “lain ladang, lain belalang”. Hal ini persis

seperti yang diungkapkan Yesus tentang perumpamaan penabur yang benihnya

ada yang jatuh di bebatuan, di ilalang, dan di tanah yang subur. Tentu saja kalau

benih itu jatuh di batu akan berbeda pertumbuhannya dengan benih yang jatuh di

tanah subur.

Pengalaman Allah sebagai Pemberi Segalanya

Thesa mengatakan bahwa Allah sebagai pemberi segalanya. Pengalaman

tersebut muncul di saat rumah tidak ada makanan, tiba-tiba tetangga datang dan

168

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Theresa Sekar Wening, baris 410-411.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

memberi makanan.169

Pengalaman Allah juga hadir ketika Thesa kebingungan

saat hendak Ujian Akhir Sekolah, dan dengan tunggakan uang SPP yang beberapa

bulan belum dibayarkan. Perasaan hati tidak nyaman, semacam “kemrungsung”

memenuhi ruang hati Thesa. Darimana orang tua-nya akan mendapat uang?

padahal Thesa melihat usaha bapaknya sudah cukup keras. Dari kejadian ini,

Thesa berproses mengalami Allah dalam pengalaman kehidupan sehari-hari dan

menghadirkannya dalam tindakan untuk selalu berserah pada kehendak Allah.

Karena Allah memiliki seribu satu cara agar kehendak-Nya itu terwujud. Proses

ini memperlihatkan bahwa Thesa memiliki komitmen dalam pengalamannya akan

Allah dalam kehidupan kesehariannya. Namun dari sisi eksplorasi tidak ada.

“Percaya” atau komitmen disamakan dengan “stabilitas” yang mungkin mengacu

pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Yesus itu Bapak

Bagi Thesa, Allah bersifat pribadi. Walaupun beberapa gambaran konkret

dari tahap yang terdahulu tetap hidup dalam bagian-bagian berikutnya, gambaran-

gambaran Thesa yang dominan tentang Allah memiliki kualitas khas, yakni:

pemberi segalanya, dan Yesus itu seperti kedekatannya dengan bapaknya. Hal ini

terlihat saat dasar kebenaran dari keyakinannya berasal dari apa yang diajarkan

kepadanya dan apa yang dirasakannya. Dalam hal ini kesadaran bahwa Yesus

selalu dekat dan bisa selalu didekati seperti halnya seorang bapak menjadi

169

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Theresa Sekar Wening, baris 244-253.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kesadaran pribadi yang menggema di hati Thesa. Thesa meyakini bahwa dengan

niat dan tujuan bahwa Allah itu selalu menyertai, Allah pasti menolong dan

mengabulkannya.

Allah Hadir dalam Setiap Kebutuhanku

Pada saat Thesa menjalani perkulihan di Perguruan Tinggi, ia merasakan

Tuhan sudah mengatur segalanya.

Buktinya saya di sini dapat mengambil berapa SKS, dan di sana

dapat mengambil berapa SKS, dan semua itu dapat balance. Saya

tidak berpikiran seperti dahulu, yang menyangsikan Allah, namun

lebih pada ‘capai ya gimana, harus dijalani’. Paling tidak saya

cuma berbagi dengan Ibu, ‘saya capai Bu…’, dan Ibu kemudian

menguatkan saya. Bagi saya, perkuliahan ini ada semacam

siklusnya. Jadi dalam awal semester itu saya pasti giat, semangat,

dan begitu mendekati akhir semester, itu…tu semacam ketumpuk-

tumpuk gitu, terus nanti saya bakalan seperti capai sendiri, dan

nanti di awal semester, kemudian mengisi KRS saya merasa

kembali capai. Lho jadwal mata perkuliahan ini kok bentrok

dengan mata perkuliahan ini. Juga di sini saya hanya bisa dapat

ambil enam SKS padahal di sana saya bisa mengambil 24 SKS.

Dan seandainya saya tukar, di sini saya hanya dapat ambil 16 SKS,

sayang padahal IP saya bagus dan dapat mengambil jumlah SKS

yang lebih, dan di sana juga sayang karena IP saya juga bagus. Di

sini tidak bisa mengambil SKS yang banyak, di sana juga tidak

dapat mengambil SKS banyak juga. Jadi semacam capai sendiri

kalau mengisi KRS.170

Dalam tingkat identity foreclosure cukuplah jika manusia, dengan refleksi

rasionalnya, sampai pada kesadaran bahwa pewartaan pantas diimani (credible)

sebagai firman Allah, yang selanjutnya dalam pengakuan iman sendiri disadari

170

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Theresa Sekar Wening, baris 323-335.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

penuh sebagai firman Allah. Pengalaman Thesa di atas menunjukkan, bahwa:

pewartaan ia peroleh dari ibu dan ayahnya, yang selanjutnya dalam pengakuan

imannya ia sadari sebagai firman yang berasal dari Allah. Dalam hal komitmen,

Thesa tunjukkan dalam hal berdoa. “Sampai jam 24.00 WIB pun saya jalani itu.

Jadi tepat jam 24.00 WIB saya bangun, kemudian cuci muka lalu berdoa. Dan

juga jam 19.00 WIB sembilan hari secara berturut-turut saya jalani, sampai habis

Sembilan hari masih tetap saya lanjutkan untuk berdoa.”171

Pemilihan waktu ini

menunjukkan komitmen Tesa dalam berdoa, ia mengkhususkan waktu untuk

berdoa, bertemu dengan Allah.

Semakin Dewasa Identitas, Semakin Berkembang pula Pemahaman

akan Allah

Thesa mengungkapkan bahwa antara paham Allah dan identitas religius

pada kaum remaja memang ada kaitannya.

Seseorang atau manusia semakin dewasa, pengalaman hidupnya

semakin banyak, begitu juga dengan semakin dewasa dinamikanya

juga semakin luas. Jadi semakin banyak pengalaman, orang akan

semakin memahami apa itu iman Katolik. Seperi dulu, saya

menyangsikan Tuhan cuma karena masalah ekonomi, dan setelah

dewasa saya semakin menyadari untuk semakin nrimo bahwa ini

adalah rencana Tuhan, dan Ia sudah mengaturnya dengan

sedemikian rupa. Hal itu menunjukkan bahwa saya semakin

percaya akan penyelenggaraan Ilahi, semakin memahami kalau

semua itu ada waktunya, dan indah pada waktunya.172

171

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Theresa Sekar Wening, baris 136-146. 172

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Theresa Sekar Wening, baris 347-362.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3.6.2.3 Identity Moratorium

Moratorium mungkin ada di wilayah ideologis, bahwa intensitas

perjuangan identity moratorium sangatlah jelas, dan wawancara selalu menarik.

Hal ini penulis temukan dalam wawancara dengan Adyatmaka Jati. Kemungkinan

atas anggapan dapat menjadi sangat esoteris (“flaky” adalah deskripsi yang lebih

akurat, meski kurang bagus).173

Seseorang biasanya dapat membedakan upaya

keseriusan Identity Moratorium, oleh karena itu harus ada beberapa batasan

seputar sistem kepercayaan dan gerakan menuju penyelesaian di masa depan.

Adyatmaka Jati: Sang Qua Vadis

Agama Membantu Mengolah Penyadaran Akan Diri, Membantu

Menuju pada Yang Transenden

Bagi Jati, peran agama di jaman sekarang ini amat penting. Agama

membantunya mengolah penyadaran akan dirinya, serta membantunya menuju

pada yang Transenden.

Kita itu hidup dalam dua dimensi dunia yang berbeda, artinya

kalau kita mau menjamah Allah kita tidak akan mampu. Dan itu

yang menjadi pertanyaan manusia, dan sampai kapan pun tidak

akan mungkin terjawab, itu artinya manusia mempunyai batasan,

dan kalau ingin menjamah Allah pasti tidak akan mampu. Yang

kita bisa hanyalah percaya, dan kita menganut ajaran yang sejak

dulu. Yo…, sekarang kita percaya sama Yesus lah, karena cerita

tentang Yesus itu sungguh ada, dan kita juga mengilhami itu,

Yesus yang sengsara, Yesus yang mengajar dan lain sebagainya,

173

Esoteric (“batin”) adalah ajaran atau praktik selalu memainkan peran penting dalam sejarah

agama. James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”

dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 227.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yo…kamu lewat situ aja. Karena Yesus dulu juga disuruh Allah

ini, itu dan lain sebagainya.174

Ini adalah contoh Identity Moratorium yang cukup bagus di tengah perumusan

sistem kepercayaan. Jati memiliki gagasan samar tentang bagaimana akhirnya

mempunyai kepercayaan di dalam Yesus Kristus. Hal ini memperlihatkan bahwa

Jati jelas terlibat dalam proses eksplorasi.

Allah ada dalam Diri Orang-orang Sekelilingku

Saya kira tidak ada masalah jika orang Katolik itu mengimani Tuhan yang

menjadi manusia. Sabda memang telah menjadi manusia dan tinggal di antara

kita. Dan sungguh-sungguh tinggal di antara kita. Kesadaran Yesus dalam

menghayati hidup sebagai pelaksana kehendak Allah itulah yang menjadikannya

sempurna sebagi Anak Allah. Pribadi-Nya yang sedemikian konsisten terhadap

kehendak Allah itu jugalah yang memungkinkan bentuk pewahyuan tertentu.

Pewahyuan yang saya maksudkan di sini ialah pengejawantahan kesempurnaan

Allah dalam sosok pribadi yang menjadi sumber iman bagi manusia. Jati

merumuskan paham Allah ada di dalam orang-orang yang berada di sekelilignya.

Misalnya Allah itu ada dalam diri wali kelas saat ia SMP. Jati merefleksikan

pengalaman itu seperti halnya cerita “Quo Vadis”, di mana Petrus hendak pergi

meninggalkan kota Roma ketika dalam penjajahan Romawi. Setelah sampai di

174

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Adyatmaka Jati, pada Rabu, 22 November

2017, baris 371-389.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

batas kota Roma, Petrus bertemu dengan Yesus. Jati merasakan pengalaman itu

seperti kisah tersebut, “kamu mau pergi ke mana Jat?”, tetapi pertanyaan tersebut

lewat wali kelas. Dan Jati mengungkapkan:

Ya aku sadarnya baru belakangan ini sih, karena aku udah bisa

merenung, tapi kalau dulu sih cuma ya karena ibu wali kelas, dan

beliau musti mengetahui keadaanku. Tapi setelah aku pikir-pikir,

waktu itu beliau hanya mau minta untuk tugas lektor dan melihat

mukaku kusut, dan terus ditanya kan… dan setelah itu aku cerita.

Tapi coba itu akan ada kemungkinan lain kalau semisal aku gak

mau cerita, atau aku cerita yang lain.175

Jati mengalami keterarahannya sebagai sesuatu yang real dan konkret,

yaitu Allah ada dalam diri wali kelas. Refleksi atas kerinduan fundamental itu ia

sadari bahwa akhirnya ia mencari kepenuhan segala-galanya, yang disebut Allah.

Dan karena itu, Jati berani menyebut tujuan keterarahan itu yakni Allah, real dan

konkret. Dengan mengarahkan diri ke atas batas-batas kehidupannya sendiri, Jati

mengalami keterarahannya kepada Allah. Karena manusia selalu terarah, juga

dalam tuntutan moralnya, ke atas yang konkret dialaminya. Menurut Tom Jacobs,

diri wali kelas Jati adalah metafor dalam pengalaman akan Allah.176

Maka, yang

dibutuhkan sebuah komitmen, kesadaran bahwa justru di sini Jati bertemu dengan

Allah yang ia cari.

175

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Adyatmaka Jati, baris 95-105. 176

Dunia dan manusia menjadi metaphor dalam pengalaman akan Allah. metaphor itu sendiri

bukan Allah, tetapi tempat Allah menjumpai manusia. Tom Jacobs, Paham Allah, 228.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Yesus adalah Sang Talenta dalam Hidupku

Jati mengungkapkan, siapakah Yesus itu:

Kalau jamanku PIA (Pendampingan Iman Anak) dulu Yesus itu Putra

Allah. Lalu di atas sana ada Allah Bapa dan Allah Roh Kudus. Yesus itu

adalah Allah Putra. Tapi satu…Tapi sekarang pemahamanku Yesus itu

bentuk Allah yang menjadi manusia, Allah yang mempunyai sifat

kemanusiaan. Dan nyatanya dia juga jadi manusia beneran. Dia juga

merasakan sakit, Dia juga menangis, dan lain sebagainya.177

Dalam kehidupannya sehari-hari, peran Allah dalam diri Jati sungguh besar.

Karena sampai sekarang Jati merasakan diberi hidup lewat musik. Tetapi Jati

berkeinginan membalik mainset bahwa musik adalah profesi seorang ‘pengamen’,

tidak punya profesi tetap. Jati berkeyakinan bahwa ketika ia menjalani hidup

dengan sungguh-sungguh, maka ia akan menjadi orang, dan Allah sungguh turut

campur tangan di dalamnya.

Nah itulah peran Allah di hidupku. Seperti orang menitipkan

barang dan tolong dikembangkan, seperti di Lukas 25. Dan itu

yang kubawa hingga sampai dengan saat ini. Dan dengan musik

aku bisa mengembalikan dengan pelayanan. Itulah peran Allah

yang paling terasa hingga sampai dengan saat ini.178

Allah Hadir dalam Setiap Langkah Hidupku

Bagi Jati, Allah sungguh hadir di setiap langkah hidupnya. Pertama,

Allah, ia rasakan sebagai penyadaran. Di saat Jati melakukan kebohongan kepada

177

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Adyatmaka Jati, baris 288-298. 178

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Adyatmaka Jati, baris 197-212.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

orang tuanya, ia merasakan kegelisahan yang mendalam, bahkan penyesalan itu ia

alami sampai tiga hari lamanya. Kedua, Jati merasakan Allah sungguh hadir

melalui teman-temannya. “Aku bisa masuk ke grup ini, aku bisa main di sini, aku

bisa ngejobs neng kene, itu karena temen, karena komunitas. Puji Tuhan, kemarin

bisa sampai di Jakarta, dan itu gratis, rekaman gratis. Aku menyadari bisa hidup

seperti ini itu karena teman-teman.”179

Jati tidak hanya mengalami hadirnya Allah

hanya di dalam doa atau tempat ibadah. Namun, ia mengalami Allah hadir dalam

setiap penyadarannya dan juga melalui teman-teman di sekitarnya.

Orang Tumbuh Dewasa, Dewasa pula dalam Segala Hal

Jati mengungkapkan, bahwa:

Idealnya itu semakin orang tumbuh usia, berarti tumbuh juga

kedewasaannya, artinya kedewasaan dalam hal apapun, walaupun

itu rohani, dan dalam relasi apapun. Menurutku ketika orang hanya

menjalankan ibadah itu tidak cukup, ia harus sampai pada

kesehariannya. Ya…dalam hal apapun lah, Katolik, Hindu, Budha,

Islam, O…aku begini tu karena karya Allah, dan menurut aku

pemahamannya akan lebih bagus lagi. Jadi ketika orang mampu

menerapkan konsep bahwa Tuhan tidak hanya ada di gereja, di

masjid, pura, itu akan keren. Apalagi kalau orang Indonesia seperti

itu semua, pasti tidak aka nada FPI - FPIan. Ahok gak mungkin di

penjara. Agama apapun mengajarkan kepada kita tu Cinta Kasih

qo180

.

Dalam hal ini Identity Moratorium terlihat cukup bagus di tengah perumusan

sistem kepercayaan. Jati jelas terlibat dalam proses eksplorasi alternatif yang aktif,

179

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Adyatmaka Jati, baris 142-148. 180

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Adyatmaka Jati, baris 484-500.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dari gagasan tentang agama memiliki kualitas khas Identity Moratorium. Hal ini ia

tunjukkan dengan pandangannya bahwa kedewasaan seseorang musti mencakup

segalanya, bukan hanya pada sisi rohani saja, melainkan harus sampai pada

tindakan keseharian. Sifat dan proses Identity Moratorium juga tampak dalam

respon Jati. Di mana ia mengalami banyak kecemasan, dunia bagi mereka saat ini

bukanlah tempat yang sangat mudah ditebak.

3.6.2.4 Identity Achievement

Orang-orang yang disebut pada tingkat Identity Achievement telah

mempertimbangkan secara serius setidaknya satu sistem kepercayaan yang

berbeda dari yang mereka miliki, atau telah meninggalkan kepercayaan (atau tidak

percaya) di masa kecil mereka, dan sekarang telah menemukan diri mereka dalam

struktur yang pasti, di mana mereka menunjukkan beberapa komitmen atas

perilakunya.181

Veronika Asih

Agama sebagai Sarana untuk Mengenal Allah

Veronika Asih yang mengatakan bahwa agama itu membantunya untuk

semakin mengenal Allah, mengenal kehendak Allah di dalam kesehariannya.

181

James. E Marcia dan S.L. Archer, “Identity Status in Late Adolescent: Scoring Criteria”

dalam James. E Marcia, dkk (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 229.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kesadaran menjadi sebuah usaha kita. Kesadaran yang menjadi sebuah usaha kita

adalah latihan-latihan yang kita buat untuk mempertajam kesadaran itu. Ini bisa

dilakukan dengan memperdalam pengetahuan tentang kebenaran, tentang wahyu,

tentang iman, tentang kebahagiaan, tentang kasih, dan tentang Allah. Kesadaran

yang secara istimewa kita terima begitu saja adalah kesadaran yang benar-benar

istimewa, kita terima sebagai pencerahan. Dan pencerahan ini bisa jadi adalah

akumulasi pengetahuan bawah sadar yang tiba-tiba terkuak di dalam kesadaran

tersebut.

Allah adalah Sang Pelindung

Veronika Asih mengatakan bahwa Allah itu pelindungnya. Hal ini terlihat

dalam keyakinannya, “misalnya di toilet kalau saat malam dan ngrasa yang aneh-

aneh gitu. Iya…aku tahu, aku tahu Tuhan itu ada, dan Tuhan jaga aku. Dan itu hal

yang konyol, jadi saru gak sih Tuhan di bawa ke kamar mandi. Tapi bagaimana

ya? Aku yakin.”182

Begitu juga Vero menggambarkan bahwa Allah itu selalu

menyertainya. Hal ini tampak dalam ungkapannya: “kalau aku kuliah itu sampai

jam 02.00, latihan, dan terkadang kalau pulang kan takut, karna waktu itu pas

musim rawan-rawannya begal di Jogja itu. Kan aku takut. Tapi yo aku tetep

pulang, aku yakin Tuhan jaga aku, Tuhan lindungi aku.”183

Dari apa yang

dikatakan di atas dapat disimpulkan bahwa paham Allah bukan suatu ide atau

182

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Veronika Asih, pada hari Jumat, 24 November

2017, baris 119-129, 131-135. 183

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Veronika Asih, baris 122-127.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pengertian yang diabstraksikan, melainkan rangkuman pengalaman. Dan karena

itu tidak ada pengertian “standar’ bagi paham Allah. Artinya tergantung dari

pengalaman yang diungkapkan dengan kata itu. Dan yang paling penting, juga

dalam teologi, paham Allah tetap merupakan rangkuman pengalaman.

Yohanes Chandra

Agama Menganut Ajaran-ajaran

Yohanes Chandra mengungkapkan bahwa agama itu penting. Bagi

Chandra, agama penting karena di dalam agama ada paham-paham tentang ajaran.

“Woo…kalau itu penting sekali ya Frat, karena di dalam agama kan ada paham-

paham tentang ajaran ya. Seperti agama itu seperti pembatas diri, seperti: 10

perintah Allah, jangan membunuh, jangan ingini milik sesamamu, apalagi

sekarang banyak tu tentang pembunuhan, perampokan dan sebagainya.”184

Yesus adalah Anak Allah

Bagi Yohanes Chandra, Yesus adalah Anak Allah, sebagai wujud nyata di

bumi. Allah adalah segalanya (sebagai Penolong, Penyembuh, dan sebagainya).185

Sedangkan Vero mengungkapkan bahwa Allah sebagai pelindung, dan Allah yang

selalu menyertai, seperti disebutkan di atas.

184

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Yohanes Chandra, pada hari Minggu, 27

November 2017, baris 153-160. 185

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Yohanes Chandra, baris 83-84.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Allah Hadir dalam Penentuan Pengambilan Keputusan

Yohanes Chandra merasakan Allah sungguh hadir ketika ia dihadapkan

pada banyak pilihan, dan ketika musti mengambil pilihan tersebut. Baginya

kehendak Allah lah yang terjadi musti terjadi pada dirinya. Dalam hal ini Chandra

mengikutsertakan Allah dalam penentuan pengambilan keputusan. Begitu juga

dengan Veronika Asih yang menyadari akan semua peristiwa/kejadian yang ia

alami adalah kehendak Allah.186

Sikap Chandra dan Vero memperlihatkan bahwa

mereka telah meninggalkan struktur kepercayaan masa kecilnya, dan dalam

bertindak mereka telah menunjukkan tindakan komitmen dan eksplorasi.

Kedewasaan Iman dan Kepribadian yang Seimbang

Yohanes Chandra mengatakan, bahwa: “itu ada kaitannya, jadi mungkin

karena aku sedari SD Katolik, SMP di Yayasan Katolik, begitu juga saat SMA

juga di yayasan Katolik. Jadi pemahamanku juga berkembang Frat, dengan

pendidikan agamanya.”187

Jawaban Chandra menunjukkan adanya komitmen dan

eksplorasi pada dirinya ketika ia memilih untuk tetap sekolah di yayasan Katolik,

meskipun ia harus berisah dari orang tuanya, hal ini memperlihatkan bahwa

Chandra telah meninggalkan struktur kepercayaan masa kecilnya. Chandra

menginginkan sebuah kedewasaan iman dan kepribadian di dalam dirinya. Saya

186

“Karena saya percaya bahwa ketika semua itu terjadi sudah sesuai dengan kehendak Allah.”

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Veronika Asih, baris 5-7. 187

Lihat Lapiran 4, Transkrip Wawancara dengan Yohanes Chandra, baris 118-127.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ingat ketika mewartakan Injil, saya tidak menawarkan oproduk. Namun, saya

menawarkan benih, bibit, bahan yang mentah. Hasilnya ada pada pihak yang

menerima tawaran. Seperti halya seorang penabur benih yang dikisahkan dalam

Injil. Yang diberikan ya benih, bukan pohon. Soal benih itu tumbuh atau tidak, ya

bergantung jenis tanah yang dimilikinya. Maka, mewartakan pengalaman akan

Allah, menawarkan jalan kebahagiaan, tidak sama dengan menawarkan produk-

produk tertentu.

3.7 KONFRONTASI DENGAN PANDANGAN TOM JACOBS

Tom Jacobs mengatakan, bahwa pengalaman religius/iman merupakan

proses penyadaran yang tidak hanya bersifat kognitif tetapi juga afektif. Dalam

proses itu, manusia diantar untuk berani mengaku secara terbuka akan

pengharapan dan kerinduan. Dalam proses penyadaran itu juga, manusia perlu

berusaha menemukan dasar untuk menjalin suatu hubungan pribadi dengan Allah.

Dalam hal ini, Tom Jacobs pertama-tama mengatakan, bahwa agama merupakan

suatu fenomena sosial yang menjadi titik pangkal pada sebuah refleksi yang lebih

mendalam. Semua itu menuntut orang untuk merefleksikan relasinya dengan

Allah dari dalam lewat iman. Iman selalu menuntut segi intelektual, Fides querens

intellectum. Iman yang sejati itu selalu mencari pembenaran yang ‘masuk akal’.

Dengan demikian pengetahuan, menjadi sarana dan itu memang penting; tetapi

lebih penting lagi adalah pengalaman akan Allah, pengalaman akan Allah yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sejati. 188

Dengan tanpa berusaha keras untuk memberikan penjelasan tentang

Allah, orang akan memahami siapa Allah kalau orang yang menjelaskannya

memang memiliki pengalaman itu, pengalaman akan Allah, pengalaman menuju

Allah. kesadaran juga memungkinkan sebuah teori menjadi sebuah tindakan.

Kesadaran kemudian memungkinkan untuk menggerakkan orang untuk berubah.

Kesadaran juga memungkinkan kita mencapai suatu kebahagiaan, ketenangan,

efisiensi, efektivitas, jati diri, Tuhan.189

.

Gejala yang terjadi dalam diri remaja akhir ini justru sebaliknya para

responden mahasiswa/i remaja dari beberapa universitas negeri menampakkan

kecenderungan mengkotak-kotakan Allah dengan pikiran mereka sendiri. Para

remaja cenderung menghidupi Kristus sebatas pengalaman individual (mengarah

pada diri pribadi) - partikular yang terpusat pada ‘aku’. Boleh dikatakan, mereka

memper-tuhan-kan agamanya sendiri dan membuat citra Tuhan menurut seleranya

sendiri, tetapi lupa tentang Tuhan yang sebenarnya, yang tidak mungkin

terjangkau oleh pikiran, imajinasi, dan perumusan manusia.

Ini bukanlah menjadi sebuah masalah yang sepele. Penulis tidak bisa

menyamakan Allah dengan pola pikir manusia. Kita hanya bisa ‘menyamakan’

Allah dengan Allah yang sempurna, karena tidak ada perbedaan hakiki; kita juga

bisa menyamakan aku yang satu dengan aku yang lain: sama-sama tidak tetap;

sama-sama berubah, dan lain-lain.190

Sebuah kesadaran tidak pernah berhenti pada

konsep tentang Tuhan, tentang keadilan, tentang orang miskin. Kesadaran juga

188

A. Setyawan, Saat Tuhan Tiada, dari cermin Anthony de Mello, Penerbit Kanisus, 2001,173. 189

A. Setyawan, Saat Tuhan Tiada, dari cermin Anthony de Mello, 203. 190

A. Setyawan, Saat Tuhan Tiada, dari cermin Anthony de Mello, 175.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tidak berhenti pada pembicaraan tentang kemiskinan, tentang ketidakadilan,

tentang perbuatan-perbuatan baik, tentang Tuhan. Namun lebih dari pada itu,

kesadaran menjadi perbincangan dengan Tuhan, dengan orang miskin, berbicara

kepada Tuhan, kepada orang miskin, atau pun saat berbuat baik.191

Ketika kita karena kekurangan pengalaman yang mendalam, dapat

memanfaatkan psikologi untuk membangkitkan pengalaman orang lain. Maka di

situlah terjadi usaha memahami hidup dalam kerangka psikologi, sehingga

menjadi relevan bagi umat beriman untuk semakin mendekatkan diri kepada

Tuhannya. Kesadaran itu berbekal pengetahuan dan berbuah tindakan. Hanya saja,

psikologi hanyalah sebuah sarana.

Itu semua hanyalah aku yang bisa saja dipakai sebagai sarana untuk

mencapai pengalaman yang mendalam. Namun, ada bahaya yang akan dihadapi.

Teknik semacam itu justru dapat menipu orang beriman (kalau orang beriman

sejati, ia tidak akan tertipu oleh teknik). Di mana, orang tidak bisa membedakan

antara iman dan psikologi, antara iman dan penampakan, antara iman dan

ramalan, dan sebagainya. Hal-hal ini akan semakin menjauhkan orang dari

pengalaman mendalam. Pengalaman mendalam yang dimaksudkan adalah

bukanlah pengalaman melegakan secara psikologis, sepeti ketika seorang

memiliki tingkat Identity Achivement. Pengalaman mendalam bukanlah

pengalaman yang secara psikologis menimbulkan kelegaan, akan tetapi sungguh

mengalami kelegaan ketika orang sungguh mengalami kontak dengan Aku;

mengalami kelegaan ketika orang berkontak dengan realitas.

191

A. Setyawan, Saat Tuhan Tiada, dari cermin Anthony de Mello, 204.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Allah adalah pengalaman mendalam yang bukan pemenuhan kebutuhan

kita. Pengalaman akan Allah bukanlah pengalaman kebahagiaan yang muncul

karena keinginan kita tercapai; bukan karena kebutuhan kita terpenuhi; bukan

karena prestasi kita; bukan karena ketenaran kita. Pengalaman Allah adalah

pengalaman ketika kita sungguh-sungguh melakukan kontak dengan realitas,

sungguh-sungguh menikmati apa yang ada, sungguh hidup di sini dan kini. Allah

sendiri tetaplah misteri. Allah tidak bisa direduksi menjadi sekadar totalitas nilai,

nilai tertinggi, atau bahkan segala bentuk ‘pengalaman’ manusia akan yang ilahi.

Allah mencurahkan kesempurnaan-Nya dalam semesta. Jadi jelas, Allah sempurna

tidak sama dengan semesta.

Dalam konfrontasi ini mau ditegaskan, bahwa-bagaimanapun perjumpaan

dengan Allah-manusia tak pernah dapat memahami Allah. Letak misteri bukan

soal Allah, tetapi soal manusia, soal keterbatan manusia. Justru di situlah letak

misteri Allah, bahwa pertama-tama diungkapkan kepenuhan realitas ilahi, yang

tidak pernah secara tuntas bisa ditangkap oleh manusia, juga tidak dalam

kepenuhan eskatologis.192

Dasar dan titik tolak misteri adalah kesadaran, bahwa eksistensi diberikan

kepada manusia oleh Yang Lain.193

Maka “keterarahan fundamental” adalah

kesadaran mengenai kemakhlukan yang berarti penerimaan hidup sebagai

anugerah dari Sang Pencipta, karena disitulah esensi hubungan manusia dengan

Tuhan terbukti nyata. Seseorang yang dalam keterarahan fundamentalnya dan

dalam ulah serta latihan spiritualnya secara prinsipial menganggap dunia “fana”

192

Tom Jacobs, Paham Allah, 271. 193

Tom Jacobs, Paham Allah, 272.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ini sebagai tipuan yang menjauhkan diri dari kesejatian tujuan eksistensinya, atau

orang yang justru tidak mau mengakui eksistensi dirinya sebagai suatu subjek

yang pribadi, individu yang membutuhkan perkembangan dan pengolahan,

bahkan sebaliknya bercita-cita melebur diri dalam sesuatu yang murni rohani,

jauh dari keduniawian dan dunia pancaindra, jelaslah tidak mungkin diajak

berpartisipasi dalam pembangunan yang nyata-nyata berasumsi mengakui nilai

dunia material, nilai kemajuan “fana”, keluhuran segala yang teraih pancaindra.

Tom Jacobs menyebutkan ada tiga karakteristik insan: (1) kesadaran, (2)

kemampuan mencipta, dan (3) kemampuan membuat pilihan.194

Kesadaran

menjadi jalinan pengetahuan yang beproses, sehingga menggerakkan kita menuju

pada kebenaran. Kesadaran yang mendalam akan realitas tidak begitu saja

dimiliki seluruh manusia. Ada intervensi dari ‘luar’ yang memungkinkannya,

yaitu kekuatan Allah yang terpancar keluar. Semakin orang sadar, semakin ia

menuju, bersatu dengan Allah dan semakin ia bersatu dengan Allah semakin ia

sadar. Dalam karakteristik kemampuan mencipta (eksplorasi) dan kemampuan

membuat pilihan (komitmen), dalam ketegangan dinamisnya, memperlihatkan

kekhasan eksistensi manusia. Kemampuan untuk mencipta bercita-cita tak

terbatas.195

Dengan kita memiliki kesadaran, kita sanggup menangkap hidup ini; lalu

menang atau kalah itu tidak ada, sukses itu tidak ada, gagal itu tidak ada. Karena

itu semua adalah konsep, sebuah penilaian yang diberikan oleh pikiran manusia.

Dengan memperhatikan hasil penelitian baik kuantitatif maupun kualitatif di bab

194

Tom Jacobs, Paham Allah, 273. 195

Tom Jacobs, Paham Allah, 273.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

III, dan dalam perspektif gagasan Tom Jacobs, penulis berpendapat bahwa

pengalaman mendalam bukanlah perasaan lega, perasaan aman, perasaan tenang

yang muncul karena pemenuhan kebutuhan psikologis kita. Pengalaman akan

Allah bukanlah pengalaman kebahagiaan yang muncul karena keinginan kita

tercapai, bukan karena kebutuhan kita terpenuhi, bukan karena prestasi kita.

Pengalaman akan Allah adalah ketika kita sungguh-sungguh kontak dengan

realitas, sungguh-sungguh menikamati apa yang ada. Sungguh hidup di sini dan

kini.

Remaja akhir juga mengakui Sang Pencipta sebagai dasar dan sumber

hidupnya, maka sebagai pribadi remaja akhir mengakui Sang Pencipta sebagai

pribadi pula, biarpun tidak dikenal secara pribadi.

Tom Jacobs mengatakan, bahwa

Pengakuan akan Allah sebagai Sang Pencipta belum berarti

perjumpaan dengan Allah, juga tidak kalau Allah diakui sebagai

pribadi. Pada dasarnya pengakuan akan Sang Pencipta adalah

pengakuan akan misteri diri manusia sendiri sebagai makhluk yang

sekaligus terbatas dan tak terbatas.196

Dengan pengakuan tersebut secara implisit diakui pula dasar komunikasi antara

Sang Pencipta dan makhluk ciptaan-Nya, yang kemudian disebut dengan “wahyu

historis”. Dari pihak manusia, hal itu selalu terikat pada kemampuan

merefleksikan dan mengungkapkan relasi itu. Sehingga berdasarkan wahyu

historis dan iman, manusia dapat menghayati relasi dengan Allah sebagai

hubungan pribadi.

196

Tom Jacobs, Paham Allah, 274.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa tingkat Identity diffusion

lebih menghayati Allah sebagai sebuah konsep. Hal ini sama saja dengan

penghayatan iman legalistik. Pokonya ke gereja seminggu sekali, dan menerima

tubuh dan darah Kristus. Nah, kalau orang selesai ke gereja, ia akan merasa lega.

Memang secara psikologi itu jelas wajar. Akan tetapi, pertama-tama penulis

menekankan bahwa pengalaman mendalam bukanlah pengalaman secara

psikologis menimbulkan kelegaan seperti itu. Lebih dari sekadar kelegaan

psikologis: kelegaan ketika orang sungguh kontak dengan Allah; kelegaan ketika

orang berkontak dengan realitas. Sedangkan dalam tingkat Identity Foreclosure,

Identity Moratorium, Identity Achievement lebih menghayati Allah sebagai

pengalaman, bukan sebuah perasaan lega, perasaan aman, perasaan tenang yang

muncul karena pemenuhan kebutuhan psikologis kita. Walaupun sebagian besar

menampakkan corak pengalaman, sifatnya lebih mengarah pada partikular,

sempit, mengarah pada diri pribadi, dan belum terarah kepada nilai. Penghayatan

agama dan religiositas (keterarahan fundamental) erat saling terkait, tetapi tidak

identik sama. Diandaikan, dan memang semestinya, setiap orang beragama itu

sekaligus menjadi manusia religius juga. Agama mempunyai segi intim maupun

segi luar. Namun titik beratnya atau wilayah jangkauan agama lebih (tidak

melulu) tertuju kepada aspek peraturannya, hukumnya, organisasinya, hubungan

sosial antar-penganutnya, ritualnya, keformalannya dan sebagainya. Adapun

religiositas lebih berperhatian pada esensinya, hidup kalbu, lubuk hati yang

menjadi sumber dan akar dari sikap dasar seseorang dalam hubungannya dengan

Tuhan langsung dan dengan sesama manusia. Kita langsung merasa bahwa yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

paling penting dan menentukan adalah religiositas, karena di situlah esensi

hubungan kita dengan Tuhan terbukti nyata. Dan praksis itulah juga yang terasa

oleh masyarakat sekeliling kita. Dari situlah kita dapat mengukur kedewasaaan

kita dalam hidup yang sejati. Tindakannya selalu terarah kepada yang lain guna

membangun hidup bersama.

Iman harus diwujudnyatakan dalam kehidupan bersama. Maka perlulah

tindakan komunikatif yang bertujuan pembangunan masyarakat. Dalam hal ini

dunia sebagai ajang pewahyuan Kasih kepada kita yang terus menerus.

Sebagaimana iman sendiri berpangkal pada misteri manusia, begitu juga

kesaksian iman hendaknya bertujuan pada perkembangan kemanusiaan. Dengan

menjadi orang yang bahagia, kita akan dapat membiarkan Allah sempurna itu

memperbaikinya, melalui responden, melalui orang lain. Hal ini hanya

dimungkinkan jika kita memiliki kesadaran: bahwa kita dipanggil untuk

mengejewantahkan kesempurnaan Allah.

Kebahagiaan Surgawi di Dunia

Ketika kita berada dalam pengalaman menikmati keindahan alam,

keindahan musik, keindahan seni, dan Anda senang menikmatinya, tapi Anda

tidak sama sekali tidak merasa kehilangan ketika Anda meninggalkannya. Anda

tetap merasa senang, puas, damai, bahagia. Seperti itulah pengalaman Allah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Cara memiliki pengalaman tersebut adalah dengan kesadaran akan realitas

diri maupun realitas di luar diri Anda. Anda sungguh-sungguh menyadari

sebagaimana Anda melihat pemandangan alam, menikmati musik atau bahkan

ketika menikmati seni. Anda menerima realitas apa adanya. Kesadaran anda

bergerak, melihat diri Anda sendiri sedang berada dalam panggung besar semesta.

Siapa yang menggerakkan kesadaran itu? Siapa lagi kalau bukan Allah. Allah

yang terbatas itu mengaktualisasikan diri-Nya dalam kehidupan ini. Hal ini tidak

berbeda dengan pengertian wahyu dan iman. Yang memberikn wahyu adalah

Allah. Iman yang menjadi tanggapan atas wahyu tetapi iman itu sendiri juga

merupakan pemberian dari Allah, yang sungguh merupakan inisiatif dari Allah

sendiri.

Wahyu dari Allah juga membutuhkan kerja sama iman, meskipun iman itu

sendiri berasal dari Allah. Jadi siapa itu Allah? Allah adalah Roh Kudus. Roh

yang memungkinkan akan pengalaman akan Allah, Roh yang memungkinkan

pengalaman hakiki manusia sebagai curahan Allah yang sempurna. Jadi dunia ini

adalah sebagai ajang pewahyuan Kasih Allah kepada manusia yang terus-

menerus. Kita akan menyadari bahwa seringkali aku menghambat kita untuk

secara total menanggapi perwahyuan itu. Jikalau demikian, kita akan tetap bisa

merasakan bahagia meskipun kita merasa prihatin, karena di sana-sini ada

penindasan. Kekacauan. Dengan bahagia pula, kita akan membiarkan Allah yang

sempurna itu memperbaikinya, melalui diri kita sendiri, melalui orang lain. Akan

tetapi, ini hanya memungkinkan kalau kita memiliki kesadaran: bahwa realitas ini

baik-baik saja, bahkan kita juga dipanggil untuk mengejawantahkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kesempurnaan Allah. Maka, wajar kalau kita meminta kebijaksananaan mana

yang perlu diubah dan mana yang tidak bisa diubah.

3.8 KESIMPULAN

Pada bab ini, penulis merangkai pemahaman mengenai “Paham Allah

dalam pengalaman keseharian kaum remaja Katolik”. Tampak bahwa remaja

akhir berproses menuju pada penghayatan religiositas, dan tidak hanya sampai

pada penghayatan agama saja. Alasannya adalah karena diandaikan, dan memang

semestinya, manusia beragama itu sekaligus manusia religius juga. Penghayatan

agama dan religiositas erat dan saling terkait, tetapi tidak identik sama. Wilayah

jangkauan agama lebih (tidak selalu) tertuju kepada aspek peraturannya,

hukumnya, organisasinya, hubungan sosial antar-penganutnya, ritualnya,

keformalannya, dan sebagainya. Sedangkan religiositas lebih berperhatian pada

esensinya, hidup kalbu, lubuk hati yang menjadi sumber dan akar dari sikap dasar

seseorang dalam hubungannya dengan Allah langsung dan dengan sesama

manusia. Penulis merasakan yang paling penting dan menentukan adalah

religiositas, karena di situlah esensi hubungan manusia dengan Allah terbukti

nyata. Dan praktis itu juga yang dapat dirasakan oleh masyarakat sekeliling. Dan

di situlah orang dapat mengukur kedewasaannya dalam bereksplorasi dan

berkomitmen dalam hidup yang sejati.

Jika diibaratkan dengan tanaman, segala yang hidup selalu bertumbuh dari

benih ke tunas, semakin matang, kemudian berbunga dan berbuah. Hal ini juga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

disertai dengan pertumbuhan akar yang semakin dalam dan kuat. Begitu juga

dalam pengalaman pada bidang menurut ilmu, dalam olah seni, olah raga, dan

sebagainya. Bahkan juga dalam hal yang lebih mulia dan mendalam, dalam olah

mental serta penghayatan hidup spiritualitas serta religiositas seseorang. Maka

ibarat tanaman yang tumbuh, orang perlu mempunyai sebuah eksplorasi dan

komitmen untuk menjadi manusia yang dewasa dalam hal beragama. Perjumpaan-

perjumpaan tentu akan memberikan kesan tersendiri. Dalam perjumpaan inilah

letak pembelajaran itu, yakni menjadi pribadi yang kukuh dengan setiap identitas

diri di tengah kelompok yang memiliki tata nilai, gagasan, dan adat istiadat.

Namun, terdapat pula sebuah proses penyesuain diri. Menjadi sama atau berbeda

itu menjadi sebuah pilihan. Di samping itu perlu pula pemikiran bagaimana

menyeimbangkan tegangan dalam susunan sosial masyarakat.

Salah satu hal yang membuat pemahaman akan Allah ini makin beragam

adalah bagaimana seseorang dalam menghadapi benturan-benturan dalam

kehidupan dan tempat di mana ia tinggal. Ada tantangan antara diri dengan liyan.

Hal ini menjadi bagian dari pendidikan kepribadian seseorang. Untuk

menempatkan diri di dalamnya tidaklah mudah. Bukan serta merta mengikuti

khalayak, tetapi lebih pada proses menghidupi identitas. Satu keeping tetap

mempertahankan ekistensi sebagai wujud aktualisasi diri, keeping lainnya adalah

bagian dari penyesuaian dengan lingkungannya.

Berdasarkan penelitian secara kritis terhadap keyakinan masa kanak-

kanak, remaja sering bersikap skeptik pada pelbagai bentuk religius, seperti

berdoa dan upacara-upacara gereja yang formal, dan kemudian mulai meragukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

isi religius, seperti ajaran mengenai sifat Tuhan dan kehidupan setelah mati.197

Dengan pengaruh perkembangan intelektualitasnya, ia mulai kritis

mempertanyakan imannya dan tidak mengikuti begitu saja iman masa kanak-

kanaknya, atau iman yang dipengaruhi oleh sikap keagamaan orang tua mereka.

Maka, dari segi perkembangan religiusnya, iman mereka tidak lagi tergantung

pada tingkah laku keagamaan orang tua, tetapi mereka berada dalam situasi untuk

mencari. Dengan begitu, penulis yakin bahwa sebuah kesadaran mengefektifkan

kegiatan manusia. Bagi beberapa remaja, keraguan ini dapat membuat mereka

kurang taat pada agama, sedangkan remaja yang lain berusaha untuk mencari

kepercayaan lain yang dapat lebih memenuhi kebutuhan daripada kepercayaan

yang dianut oleh keluarganya. Selain itu, jenis kelamin berkorelasi positif dengan

eksplorasi. Jenis kelamin laki-laki memiliki kecenderungan melakukan eksplorasi

yang banyak daripada perempuan. Hal ini dapat terjadi, karena laki-laki pada

orang Indonesia cenderung memiliki kebebasan memilih daripada perempuan,

perempuan lebih banyak mengikuti kemauan orangtua atau karena ikut-ikutan

dengan teman, sehingga tidak banyak melakukan eksplorasi.

Data penelitian kuantitatif menunjukkan dari 100 responden remaja

bahwa: sebanyak 24 responden (24%) dinyatakan memiliki tingkat identity

diffusion, 24 responden (24%) dinyatakan memiliki tingkat identity Foreclosure,

24 responden (24%) dinyatakan memiliki tingkat identity Moratorium, dan

sebanyak 28 responden (28%) dinyatakan memiliki tingkat identity Achievement.

Unsur-unsur utama yang terkait dengan kategori-kategori itu adalah

197

James. E Marcia., et.al (editor), Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research, 193.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

soalkomitmen’ dan eksplorasi. Hal-hal yang termuat dalam eksplorasi adalah:

Pengetahuan (Knowledgeability); Aktivitas Mencari Informasi (Activity Directed

Toward Gathering Information); Pertimbangan terhadap Berbagai Alternatif

(Considering Alternative Potential Identity Element); Kadar/Nada Emosi

(Emotional Tone); Keinginan Membuat Keputusan Awal (A Desire to Make an

Early Decision). Sementara yang tercakup dalam komitmen adalah: Pengetahuan

(Knowledgeability), pengetahuan ini berdasar pada hasil konsistensi tingkahlaku

dengan penetapan komitmen seseorang; Aktivitas Pengimplementasian Pilihan

Elemen Identitas (Activity Directed Toward Implementing the Chosen Identity

Element); Nada/Kadar Emosi (Emotional Tone); Identifikasi dengan Orang-orang

yang Penting bagi Diri Seseorang (Identification with Significant Others);

Proyeksi pada Masa Depan (Projection of One’s Personal Future); dan

Pertahanan terhadap goncangan (Resistance to Being Swayed).

Hasil pembacaan data menunjukkan bahwa dalam tingkat identity

Foreclosure kedewasaan dalam beragama sama sekali tidak bersifat religius.

Artinya, ada kemungkinan bahwa seseorang semacam itu mengklain diri bahwa

Allahlah yang menentukan secara final nasib orang di akhirat. Kalau Allah diakui

sebagai Roh, maka manusia harus menemukan-Nya dalam kerohaniannya sendiri,

menemukan diri sebagai Roh dalam dunia, hal ini menjadi syarat mutlak untuk

mengakui transendensi Allah. Kerohanian adalah amat konkret dalam diri

manusia sendiri. Sedangkan remaja yang memiliki kedewasaan dalam

religiositasnya (identity Moratorium dan identity Achievement) tidak akan suka

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menghakimi, karena mereka dapat memahami filosofinya sehingga mampu

mengurai sebuah masalah yang sulit menjadi sederhana.

Sementara itu, rasio tidak cukup untuk memahami Allah. Kita mengetahui

akan keterbatan konsep. Namun, tentu saja, tidak ada satu konsep pun yang tidak

dilandasi oleh sebuah penaglaman, karena semua konsep dimnaksudkan untuk

mengolah sebuah pengalaman. Manusia membutuhkan keterarahan

fundamentalnya kepada Nan Mutlak, dan aneka tradisi religius mengenai

perjumpaan manusia dengan Allah guna mengalami eksisten Allah. Termasuk di

dalamnya bahwa orang Katolik mengimani Allah Tritunggal, hal ini tentu saja

juga dilandasi dengan adanya pengalaman iman. Memang tidak semua orang

katolik memiliki pengalaman iman akan Allah Tritunggal. Padahal, justru iman

akan Allah Tritunggal lah yang membedakan Katolik dengan yang lainnya.

Tanpa pengalaman itu, memang dengan mudah orang bisa menjadi

sedemikian krisis. Saya teringat akan salah satu ungkapan seorang filsuf yang

menyatakan ciri orang bijak adalah; ia tahu bahwa ia tidak tahu. Dengan kata lain,

menjadi orang bijak itu juga menjadi selalu sadar. Sadar bahwa ia mengetahui

sesuatu tetapi sekaligus juga sadar bahwa ia tidak tahu. Aspek komitmen dan

eksplorasi kaum remaja akhir berkaitan dengan penalaran akal budi, kedalaman

batin dan aktualisasi dalam praksis. Lewat pembacaan atas jawaban-jawaban

responden, penulis berpendapat bahwa para mahasiswa/i kurang setia di dalam

proses, yaitu dalam bereksplorasi dan berkomitmen. Mereka tidak sadar bahwa ia

tidak mengetahui. Ia tidak sadar bahwa ada hal-hal yang tidak bisa jelas begitu

saja. Dalam ketidaksadaran itulah ia terikat oleh keinginan-keinginan liar yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

muncul karena kecenderungan, karena paksaan person tertentu, karena mekanisme

biologis, seksual dan sebagainya. Akibatnya, ia justru mengubah pilihan-pilihan

mendasar. Karena hubungan pribadi merupakan unsur paling sentral dalam paham

Allah. Jika hasil itu ditatapkan dengan pandangan Tom Jacobs, maka dapat

dikatakan bahwa para mahasiswa/i remaja masih berjuang untuk menemukan diri

sebagai roh dalam dunia. Tom Jacobs mengatakan bahwa hubungan pribadi itu

merupakan unsur yang paling sentral dalam paham Allah. Dan inilah yang

menjadi inti pokok dari mistik, yang juga ditemukan di luar lingkup kristiani atau

agama wahyu yang eksplisit.198

Karena hal inilah yang menjadi syarat mutlak

untuk mengakui transendensi Allah. Maka refleksi filsafat menjadi teramat

penting, dan bahkan menjadi mutlak diperlukan bagi manusia yang konkret.

Namun refleksi itu sendiri tidak pernah dapat membawa manusia kepada

pengalaman rohani yang nyata. Untuk itu diperlukan sebuah “ekstase” keluar dari

diri sendiri untuk mengalami kebesaran Allah. Keluar dari keterbatasan dunia

untuk memasuki dimensi transenensi.

Berangkat dari data yang ada, penulis akan merefleksikan pewartaan

Yesus Kristus macam yang kiranya tepat untuk ditawarkan dan dihidupi dalam

hidup keseharian remaja Katolik di Gereja KAS. Usaha itulah yang akan

ditempuh dalam paparan bab berikut mengenai Kristologi dalam konteks

pengalaman keseharian remaja Katolik. Realitas itu ya sekarang ini dan di sini.

Tuhan itu ada di sini, sekarang ini. Masa depan itu ada di sini dan sekarang ini.

Kesadaran! Sebuah kesadaran akan realitas yang ada di sini dan sekarang ini,

198

Band. R.C. Zaehner, “Mysticism, Sacred and Profane. An Inguiry into some Varieties of

Praeternatural Experience”, dalam Tom Jacobs, Paham Allah, 69.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

itulah yang mengantar kita pada pengalaman rohani yang mendalam. Kesadaran

memungkinkan teori menjadi tindakan. Kesadaran menggerakkan oaring untuk

berubah. Kesadaran memungkinkan kita mencapai kebahagiaan, kedamaian,

ketenangan, jati diri, Tuhan. Kesadaran tidak pernah berhenti pada konsep tentang

Tuhan, tentang keadilan. Namun lebih dari itu, kesadaran menjadi perbincangan

dengan Tuhan, dengan orang miskin, berbicara kepada Tuahan, kepada orang

miskin dan berbuat baik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV

KRISTOLOGI DALAM KONTEKS PENGALAMAN

KESEHARIAN KAUM REMAJA: SINTESA DENGAN

REFLEKSI TEOLOGIS DARI SCHILLEBEECKX

4.1 PENGANTAR

Pada bab tiga, penulis telah membahas paham Allah dalam identitas

religius kaum remaja yang berhubungan dengan berbagai elemen-elemen identitas

diri. Di dalamnya diketahui bahwa salah satu hal yang membuat pemahaman akan

Allah ini makin beragam adalah bagaimana seseorang dalam menghadapi

benturan-benturan dalam kehidupan dan tempat di mana ia tinggal. Ada tantangan

antara diri dengan liyan. Hal ini menjadi bagian dari pendidikan kepribadian

seseorang. Untuk menempatkan diri di dalamnya tidaklah mudah. Bukan serta

merta mengikuti khalayak, tetapi lebih pada proses menghidupi identitas. Satu

keping tetap mempertahankan ekistensi sebagai wujud aktualisasi diri, keping

lainnya adalah bagian dari penyesuaian dengan lingkungannya.

Tuhan itu ada di sini, sekarang ini. Masa depan itu ada di sini dan sekarang

ini. Kesadaran menjadi realitas yang ada di sini dan sekarang ini, inilah yang

menghantar para responden pada sebuah pengalaman rohani yang mendalam.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Menurut penulis, salah satu bagian penting adalah realitas pengalaman. Di

mana yang dimaksudkan dengan realitas adalah segala hal yang dapat kita jadikan

objek. Meskipun demikian ada realitas pengalaman yang konkret dan ada realitas

pengalaman yang tidak konkret. Pengalaman yang konkret adalah segal hal yang

bisa kita tangkap secara indrawi (dengan panca indera). Yang tidak konkret adalah

yang kita tangkap dengan daya intelektual kita. Realitas itu ya sekarang ini dan di

sini. Sebuah kesadaran akan realitas yang ada di sini dan sekarang ini, itulah yang

menghantar kita pada pengalaman rohani yang mendalam.

Ungkapan Allah itu ada. Mungkin tidak ada bukti material, tetapi mereka

dapat mempertaruhkan hidupnya kepada Allah. Dalam ungkapan-ungkapan para

responden digambarkan mengenai konsepsi tentang Allah dari kehidupan manusia

terutama pada diri kaum remaja, bahwa Allah berbicara kepada mereka melalui

bentuk-bentuk perasaan yang mereka alami ketika mereka sedang berjuang

menghadapi suatu permasalahan, krisis identitas, penderitaannya. Dalam hal ini,

Allah sungguh-sungguh memperhatikan kaum remaja, sehingga mereka dapat

melakukan sesuatu untuk mengatasi masalah tersebut. Di dunia ini, kaum remaja

bisa merasakan penyertaan Allah melalui Yesus Kristus di dalam setiap masalah

yang mereka hadapi. Allah menyertai mereka melalui perwahyuan-Nya dalam

melalui Yesus Kristus.

Pada bab ini, penulis hendak merangkai sebuah Kristologi kontekstual

dalam konteks pengalaman keseharian mahasiswa/i, berdasarkan data dari bab

sebelumnya. Maksud utama penulis adalah untuk menjawab pertanyaan berikut:

Siapa Yesus Kristus bagi manusia masa kini, terutama bagi para mahasiswa/i

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

remaja? Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis menggunakan pendekatan

pemikiran Schillebeeck yang secara pribadi menempuh kembali dan

merekonstruksi perkembangan iman serta merumuskannya pada jemaat perdana,

seperti tercantum dalam Perjanjian Baru, khususnya dalam Injil-injil Sinoptik.

Secara umum, keyakinan teologis fundamental Schillebeeckx adalah bahwa

manusia memiliki kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan tentang Allah di

tengah dunia dan di dunia ini. Schillebeeckx tidak melihat sebuah kontradiksi

antara wahyu ilahi dan pengalaman manusia. Namun Schillebeeckx menegaskan,

bahwa Allah dapat dipahami hanya secara tidak langsung. Hal ini berarti bahwa

wahyu terkait erat dengan pengalaman manusia dalam arti luas - tidak hanya pada

pengalaman kehadiran Allah, tetapi juga dalam pengalaman menjadi pribadi

manusia di dunia ini.

Penulis akan merefleksikan secara teologis data dan hasil penelitian, dari

sudut pandang “Korelasi Pengalaman” menurut Schillebeeckx. Dengan

menempatkan penekanan pada pengalaman, penulis meningkatkan ke arah

refleksi teologis. Bagaimana bisa seorang yang historis, yang hidup dalam budaya

yang berbeda, memulai sebuah pengalaman yang sungguh-sungguh universal.

Kalau setiap manusia masih merasa bahwa tuntutan Yesus kepada kita itu

mustahil dilakukan oleh manusia, saya khawatir ia tidak mempercayai

kemanusiaan Yesus yang sempurna. Atau, kalau semisal itu tidak percayai berarti

ia juga tidak mempercayai Allah yang menyelamatkannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4.2 BIOGRAFI EDWARD SCHILLEBECKX

Edward Schillebeeckx dapat dicirikan sebagai bapak yang hidup dari

Gereja.1 Memang, seluruh hidupnya sebagai seorang teolog telah diberikan pada

perjuangan untuk melahirkan sebuah tatanan gereja baru, yang membuat implikasi

inkarnasi Allah sepenuhnya di dalam kemanusiaan. Edward Schillebeeckx lahir

pada 12 November 1914, dia adalah anak keenam dari empat belas bersaudara

dalam sebuah keluarga Katolik Flemish. Struktur kehidupan Schillebeeckx tidak

bisa terlepas dari efek Perang Dunia Kedua. Ia lahir di Antwerp, setelah orang

tuanya diasingkan untuk sementara ke Belanda selama invasi Jerman. Ia

dibesarkan di kota Kortenberg, Belgia.

Schillebeeckx tumbuh dan berkembang dengan latar belakang tradisional

ayahnya, yang secara jelas digambarkan sebagai “patriark sejati,” dan “imam

besar keluarga.” Kenangan awal Schillebeeckx tentang Natal berkisar pada

penjelasan ayahnya tentang pemandangan palungan, yang berpuncak pada sebuah

pernyataan “Bayi itu adalah Tuhan!”2 Kesan masa kecil Schillebeeckx tentang

inkarnasi inilah yang membawa dirinya pada tema utama pengembangan

kristologis.

Pada usia sebelas tahun, Schillebeeckx pergi ke biara Yesuit di Turnout.

Saat di biara, di bawah bimbingan seorang guru Yesuit, Schillebeeckx mulai

mengembangkan komitmen terhadap masalah sosial yang akan muncul kemudian

1 Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion: The Place and Meaning of Sufferng in the

Theology of Edward Schillebeeckx (New York: Rowman&Littlefield Publishers, Inc, 2003), 8. 2 Edward Schillebeeckx, God Is New Each Moment (Edinburgh T&T Clark, 1983).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dalam karyanya. Terlepas dari pengalaman positif ini, panggilan imamat

Schillebeeckx yang telah ia pikirkan sejak kecil tidak membuatnya bergabung

dengan para Yesuit. Pada usia sembilan belas tahun, Schillebeeckx sengaja

menjelajahi kehidupan para pendiri ordo religius agung, dia membaca kehidupan

Santo Dominikus dan memutuskan untuk menjadi seorang Dominikan.3 Ada hal

penting bagi Schillebeeckx muda, ia tertarik oleh kegembiraan dan kehangatan

manusia yang menyeimbangkan komitmen intelektual Dominikan terhadap

kebenaran. Sejak awal, ada dasar relasional bagi Schillebeeckx untuk mengejar

kebenaran. Karisma Dominikan untuk mencari dan mengkhotbahkan kebenaran,

dipusatkan pada imanensi Firman yang menjadi manusia. Kekuatan karisma

inkarnasi ini terbawa secara bertahap dan sistematis dalam sifat dan gagasan

teologi Schillebeeckx.

3 Schillebeeckx memasuki Ordo Pengkhotbah (Dominikan) pada tahun 1934. Di Ghent dia

belajar di institut filosofis Dominika dengan Domien De Petter yang berusaha masuk ke dalam

dialog filosofis Thomisme dan fenomenologi Husserlian. Schillebeeckx mempelajari teologi Neo-

Thomist klasik di institut teologi Dominikan di Leuven dan kemudian belajar di Paris di Le

Saulchoir dan Sorbonne. Di Paris ia menikmati kontak dengan Dominikan Prancis dari nouvelle

théologie Yves Congar dan Marie-Dominique Chenu. Pada tahun 1951 Schillebeeckx menyandang

gelar doktor dalam teologi dengan disertasi tentang sakramentologi Thomas Aquinas. Setelah

beberapa tahun menjadi profesor di Dominican Theologicum di Leuven, dia beralih pada teologi

dogmatik dan sejarah teologi di Fakultas teologi Universitas Katolik Nijmegen, Belanda.

Schillebeeckx menjabat sebagai ahli untuk keuskupan Belanda di Konsili Vatikan II, dia adalah

salah satu pendiri kajian teologis internasional progresif Concilium, dan memiliki pengaruh besar

terhadap Dewan Pastoral di Belanda, termasuk penerbitan Katekismus Baru, yang merupakan satu

dari hasil utamanya. Pada tahun tujuh puluhan dia menyelesaikan salah satu upaya teologis utama

dalam karirnya dengan menerbitkan dua buku pertama dari trilogi Yesus-nya (bagian ketiga hanya

muncul pada tahun 1989). Pada tahun 1982 ia menjadi profesor emeritus. Kemudian Schillebeeckx

masih menulis dan menerbitkan perihal Sakramentologi. Tiga kali Kongregasi untuk Pembelaan

Iman menyelidiki ortodoksi Schillebeeckx, namun teologinya tidak pernah dikutuk: pada tahun

1968 ada penyelidikan umum; Pada tahun 1979, kristologinya menjadi subyek penelitian; dan

pada tahun 1984 ia menjadi sasaran pandangannya tentang pelayanan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4.3 KORELASI SEBAGAI PENGALAMAN

Sebelum masuk ke dalam pembahasan lebih lanjut mengenai kristologi

kontekstual bagi mahasiswa/i Katolik di tingkat universiras negeri, penulis ingin

memperkenalkan konteks pengalaman dalam teologi Schillebeeckx. Tulisan

Schillebeckx ditandai dengan keterkaitannya dengan sejarah, dengan berbagai

disiplin filosofis, dan tradisi agamanya sendiri, Dominikan dan Katolik.

Schillebeeckx melalui Geloofsverstaan (The Understanding of Faith)4

membangun korelasi teologisnya, ia melakukan dialog dengan hermeneutika

filosofis (Heidegger, De Saussure, Ricoeur, Gadamer), dengan hermeneutika

teologis (Bultmann, Fuchs, Ebeling, Tillich, Pannenberg) dan filsafat linguistik

(Ramsey), serta teori kritis (Habermas). Schillebeeckx mendefinisikan korelasi

dengan menggambarkan dua tujuan pokok, yaitu:5 (a) ‘Bagaimana menafsirkan

pesan alkitabiah tentang Kerajaan Allah yang sekaligus berarti keselamatan bagi

manusia, dan bagaimana merumuskan suatu pemahaman diri kekristenan sebagai

penafsiran orang Katolik?’ dan (b) ‘Bagaimana menjelaskan rumusan suatu

pemahaman diri orang Katolik terhadap pemikiran modern, setidaknya sesuai

dengan tuntutan yang sah, pemikiran yang mengarah ke depan?’ Tujuan

Schillebeeckx untuk memberi bantuan teologis yang masuk akal dan relevan bagi

orang kristiani modern agar iman akan Yesus dapat dialami dan dihidupi secara

4 Edward Schillebeeckx, Geloofsverstaan: Interpretatie en kritiek, Theologische peilingen, V

(Bloemendaal: Nelissen, 1972); Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith:

Interpretation and Criticism (London and New York, NY: Sheed and Ward, 1974). 5 Edward Schillebeeckx, Geloofsverstaan: Interpretatie en kritiek, Theologische peilingen, V

(Bloemendaal: Nelissen, 1972); ET: The Understanding of Faith: Interpretation and Criticism

(London and New York, NY: Sheed and Ward, 1974).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kontekstual. Iman Kristiani harus menjadi elemen yang membangun dalam

masyarakat saat ini.

Dalam usaha ini, kategori pengalaman muncul terutama dalam pencarian

kriteria bahasa dogmatis dan teologis yang otentik.6 Schillebeeckx mengusulkan,

bahwa unsur umum dari semua pengalaman manusia yaitu bahasa.7 Pengalaman

menjadi bahasa perjuangan, penderitaan, pencarian makna dan pencarian Allah

oleh manusia. Di dalam sebuah bahasa terkandung kualitas yang transenden.8 Ciri

wahyu yang transenden berasal dari pengalaman umum akan keselamatan yang

dikomunikasikan dalam kata. “Yang transenden terletak pada pengalaman

manusia dan ekspresinya dalam bahasa iman, namun sebagai referensi batin

tentang apa yang dihayati dalam pengalaman dan bahasa iman diarahkan kepada

kehidupan.”9

Di samping kriteria doxological (tujuan utama bahasa teologis

adalah untuk memuji Allah atas keterlibatan keselamatan Allah dalam sejarah dan

dunia manusia), Schillebeeckx menekankan pentingnya konteks pengalaman dari

konsep iman Kristiani.10

Namun, untuk pertama kalinya, konsep dasar dan strategi

teologis disajikan dalam sub bab ini: pentingnya orthopraxis, dialektika negatif

(pengalaman kontras), dan kriteria korelasi.

6 “Di dunia modern orang tidak akan lagi menerima kepercayaan Kristen hanya dari otoritas

orang lain; itu harus terjadi dalam dan melalui pengalaman dengan pengalaman, yang ditafsirkan

dalam terang apa yang diproklamasikan oleh gereja berdasarkan sejarah pengalaman Kristen yang

panjang.” Edward Schillebeeckx, Interim report on the books Jesus and Christ (New York:

Seabury Press); (London: SCM Press, 1980), 6. 7 “Bahasa adalah endapan dari pengalaman bersama.” Edward Schillebeeckx, Christ: The

experience of Jesus as Lord, Crossroad, New York 1980, 46. 8 “Wahyu adalah pengalaman yang diungkapkan dalam kata; wahyu adalah tindakan

penyelamatan Allah yang dialami dan dikomunikasikan kepada manusia.” Edward Schillebeeckx,

Christ, 46. 9 “The transcendent lies in human experience and its expression in the language of faith, but as

an inner reference to what this experience and this language of faith have called to life.” Edward

Schillebeeckx, Christ, 48. 10

Edward Schillebeeckx, Interim report on the books Jesus and Christ, vii.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4.3.1 Bahasa Teologis dan Pengalaman

Schillebeeckx mendefinisikan “hubungan dengan pengalaman hidup

sebagai kriteria untuk makna interpretasi teologis.”11

Schillebeeckx kemudian

menguraikan kriteria tersebut dalam dua aspek. Pertama, teologi membutuhkan

“Sebuah korelasi pengalaman harus sudah dilakukan sebelum memulai sistem

korelasi tradisi Kristen, karena setiap aspek nyata dari pengalaman manusia tidak

akan diungkapkan dengan cara yang sembarangan, tetapi hanya dalam

pemahaman diri perihal pengalaman Kristiani, yang tentu saja merupakan suatu

bagian kesatuan dari pengalaman itu sendiri.”12

Kesadaran diri Yesus tidak memberikan kriteria yang memuaskan, karena

penulis akan kesulitan dalam mengakses kehidupan batin dan karakter dari Yesus,

kecuali melalui perantara para murid dan pengalaman mereka yang disaring

melalui kaca mata para penulis Injil. Hal ini menjadi alasan bagi Schillebeeckx,

mengapa kita harus membedakan antara: 1) pemahaman iman dogmatis atau

teologis, yang selalu merupakan interpretasi bahasa yang diungkapkan; 2)

pengalaman yang ditafsirkan. Oleh karena itu, seseorang harus memiliki

perbedaan antara interpretasi pengalaman atau pengalaman, dan model

interpretasi linguistik, interpretasi, di mana penafsiran tersebut diungkapkan.

11

“Relationship with lived experience as criterion for the meaning of theological

interpretations.” Edward Schillebeeckx, Geloofsverstaan: Interpretatie en kritiek, Theologische

peilingen, V (Bloemendaal: Nelissen, 1972), 57-62; Edward Schillebeeckx, “The Context and

Value of Faith-Talk”, dalam The Understanding of Faith, 14-19, 14. 12

“A hermeneutics of experience before embarking on a system of hermeneutics of christian

tradition, because it is not by any means certain that every real aspect of human experience will be

expressed in the self-understanding of christian experience, which of course, forms an integral

part of that experience.” Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith, 16.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Yesus membuat tuntutan seperti yang Ia sendiri lakukan. Jika, Ia

mengatakan supaya kita menjadi pelayan satu sama lain, bukankah memang Ia

sungguh menjadi pelayan juga? Kalau Yesus meminta agar kita berani ‘mati’

sebagai benih, bukankah Ia sendiri juga sudah melakukannya? Ia melakukannya

dan ingat, Ia adalah manusia seratus persen.

Kedua, apa yang

dikatakan tentang Yesus dalam interpretasi iman oleh Gereja, jika

hal itu bermakna dan dapat dipahami oleh kita - dan ini adalah

kondisi yang paling penting untuk dipenuhi jika kita memberikan

diri kita sepenuhnya dalam iman - untuk memiliki hubungan yang

nyata dengan pengalaman kita sehari-hari dengan sesama manusia

di dunia. 13

Keberagaman Kristologi Perjanjian Baru dapat dipahami sebagai contoh sejumlah

historis dari artikulasi komunal, tentang pengalaman keselamatan para murid di

dalam dan melalui iman kepada Yesus. Tuntutan untuk bersatu dengan Allah pun

bukan menjadi suatu hal yang tidak bisa dihayati. Meskipun Allah itu begitu

misterius, begitu juga, tetapi ia sekaligus dekat dengan kita. Jadi, jangan kita kira

bahwa Tuhan itu ada, jauh di atas sana, terpisah dari kita. Jika seperti ini, kita

akan dibingungkan sendiri dalam hidup iman, jika kita mulai mengkotak-kotakkan

Allah dan manusia karena Allah sendiri memang dengan rahmat-Nya sudah

menyatu dengan manusia. Bagi Schillebeeckx, klaim bahasa semacam itu adalah

13

Is said about Jesus in the church’s interpretation of faith has therefore, if it is to be

meaningful and intelligible to us – and this is the most important condition to be fulfilled if we are

to give ourselves completely in faith – to have a real relationship with our ordinary everyday

experience with our fellow-men in the world. Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith,

16. Dalam komunitas iman setempat, pengalaman keselamatan membawa orang “untuk

menafsirkan kehidupan Yesus sebagai kegiatan definitif atau eskatologis Allah dalam sejarah

untuk keselamatan atau pembebasan manusia”. Edward Schillebeeckx, Jesus, 56.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

klaim manusia; klain tersebut berasal dari pengalaman mendalam tentang misteri

manusiawi. Dalam arti tertentu, Perjanjian Baru tidak berbeda dengan sebuah

usaha komunitas iman manapun dalam mengartikulasikan pengalaman mereka.

4.3.2 Orthopraxis, Kritik Negatif dan Korelasi

Untuk mengembangkan wawasan ini, Schillebeeckx tidak hanya

menyelidiki struktur dan sifat bahasa, tetapi juga beberapa kriteria teologis

lainnya. Dalam konteks inilah, di samping kriteria hubungan proporsional antara

‘interpretasi’ dan ‘interpretandum,’ dan peran penerimaan oleh komunitas iman

dalam memvalidasi interpretasi baru, Schillebeeckx memberi profil kriteria

orthopraxis. Siapa pun yang hendak memahami keberadaannya akan dibawa

kepada pembaharuan eksistensi, bahwa ada hubungan intrinsik antara teori dan

praksis, antara ortodoksi Kristiani dan orthopraxis Kristiani.14

Dalam hubungan yang tak terpisahkan antara pengalaman dan interpretasi,

Schillebeeckx juga membuat pertanyaan tentang konsep ‘korelasi’, karena

tampaknya Schillebeeckx membuat radikal posisi hermeneutisnya tanpa

relativisasi dimensi universalistiknya.15

Sebagaimana telah disebutkan dalam

Interim Report, Schillebeeckx menjelaskan kritik atas teori korelasi, terdiri dari

tiga langkah: pertama, penelusuran struktur konstan dari pengalaman dasar

Kristiani dalam Perjanjian Baru dan tradisi. Kedua, analisis tentang dunia

14

Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith, 67-69. 15

Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith, 78-101: “Correlation between Human

Question and Christian Answer”.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pengalaman saat ini, dalam pengertian umum-budaya dan pribadi-Kristiani; dan

ketiga, korelasi kritis atau konfrontasi kedua sumber teologi (Kitab Suci dan

Tradisi). Selain itu Schillebeeckx juga mempertanyakan, apakah tautan ini hanya

bisa dilihat dari sudut pandang wahyu. Schillebeeckx menuliskan teologi aslinya,

terjadi dalam

dua fase yang bersama-sama membentuk keseluruhan dialektis [...]

Bagaimanapun, kita hanya mengerti tradisi Kristen dari pertanyaan

yang diajukan kepada kita dari situasi sekarang di mana kita hidup;

pemahaman masa lalu sudah menyiratkan penafsiran masa kini.

Dan sebaliknya, pemahaman kita tentang saat ini berdiri di bawah

pengaruh historis tradisi Kristen.16

Menurut Schillebeeckx, teologi tidak peduli dengan korelasi pertanyaan

manusia dan jawaban agama, namun lebih mementingkan sebuah korelasi

jawaban.17

Karena bagi Schillebeeckx, hanya jawaban manusia yang dapat

menjawab, dan menjadi bermakna akan sebuah pertanyaan manusia. Hal ini

menjadi tugas bagi para teolog untuk menghasilkan korelasi antara apa yang

bermakna secara manusiawi dan apa yang bermakna dalam terang Injil. Jika pada

16

Two phases that nevertheless together form a dialectical whole […] We after all only

understand the Christian tradition out of the questions handed to us from the present situation

wherein we live; the understanding of the past already implies an interpretation of the present.

And the other way round, our understanding of the present stands itself under the historical

influence of the Christian tradition. Edward Schillebeeckx, Theologisch geloofsverstaan anno

1983, 12. 17

Teologisasi yang otentik, Schillebeeckx menulis, berlangsung dalam “dua fase namun

bersama-sama membentuk keseluruhan dialektik [...] setelah semua hanya kami mengerti tentang

tradisi Kriten tanpa pertanyaan diserahkan kepada kami dari situasi saat ini di mana kita hidup;

pemahaman akan masa lalu sudah berimplikasi pada penafsiran masa kini. Dan sebaliknya,

pemahaman kita akan saat ini ada di bawah sejarah yang dipengaruhi oleh Tradisi Kristen.”

Schillebeeckx menggunakan kategori interelasi: “teologi Kristen secara khusus berkaitan dengan

hubungan timbal balik [Belanda: interrelatie] antara ‘analisis masa kini’ dan analisis pengalaman

historis kehidupan Kristen dan refleksi hermeneutik tentang hal ini. Perhatiannya adalah untuk

menyaring dari totalitas ini suatu arah yang dapat diambil oleh orang Kristen secara bertanggung

jawab dalam proses kehidupan menuju masa depan. ” Edward Schillebeeckx, Christ, 72.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

prinsipnya Allah tidak diperlukan dalam kehidupan, apakah Allah akan berhenti

berfungsi menjadi “sebuah ‘celah jalan keluar’, sesuatu yang kita gunakan apabila

kita tidak dapat menemukan jalan keluar lain dari masalah terdalam kita.”18

Singkatnya: karena pada dasarnya, hal ini menyangkut pengalaman yang ‘sama’

dimiliki oleh orang-orang percaya, dan juga bagi mereka yang tidak percaya,

terlepas dari interpretasi keragaman yang sering kali tidak sesuai dengan

pengalaman yang diungkapkan. Hal ini menjadi mungkin bagi orang Kristen

untuk menegaskan, bahwa masuk akal atas relevansi iman mereka dalam

kaitannya dengan konteks modern saat ini, standar rasionalitas serta dalam nilai

kemanusiaan.

Dalam membahas jawaban-jawaban manusia ini, Schillebeeckx menunjuk

pada pengalaman positif dan negatif dari manusia. ‘Pengalaman kontras’ negatif

berhubungan dengan pengalaman akan ancaman manusiawi, dan gerakan batin

untuk menolak penderitaan. Dalam konteks ini, Schillebeeckx menyebutkan

‘negativitas kritis’ atau ‘dialektika negatif’ sebagai pra-pemahaman yang

universal tentang semua pemikiran makna positif tentang manusia. Pengalaman

negatif ini membawa potensi positif yang membangkitkan berbagai macam

perjuangan bagi dunia sehingga lebih manusiawi, demi integritas manusia.

Dalam konteks pengalaman manusia, pembicaraan Kristiani

tentang Allah dapat didengar dengan cara yang sekuler, dan

bermakna secara universal. Memang ada konvergensi atau korelasi

antara apa yang ditegaskan dalam pesan Injil sebagai sebuah janji,

sebuah tuntutan dan kritik, dan apa yang manusia alami sebagai

18

A ‘stop-gap’, something to which you resort if you can find no other way out of your deepest

problems. Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith, 90.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

emansipasi dalam perlawanannya terhadap ancaman manusiawi

yang ia cari.19

Namun, ada juga beberapa makna pengalaman positif yang menurut

Schillebeeckx secara implisit menyerukan makna tertinggi, yaitu sebagai

pemenuhan. Dalam hal ini, hubungan dengan pesan Kristen dapat menjadi jelas:

Dari sudut pandang pertanyaan manusia tentang pemenuhan asli

hidupnya, tentang keselamatan, Schillebeeckx melihat satu-satunya

konteks non-religius yang eksplisit dan menjadi sangat berarti

untuk berbicara secara setara tentang Allah. [...] Pemenuhan akhir

manusia pada akhir zaman, yang dicari oleh semua orang tetapi

tidak dapat dirumuskan dan hanya dapat disadari sebagian, adalah

pra-pemahaman universal tentang kondisi manusiawi yang

dijanjikan kepada kita di dalam Kristus.20

19

The context of human experience in which christian talk about God can be heard in a way

which is both secularly meaningful and universally intelligible. There is indeed a convergence or

correlation between what is affirmed in the gospel message as a promise, a demand and a

criticism and what man experiences as emancipation in his resistance to the threat to the

humanum that he is seeking. Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith, 94. 20

From the point of view of man’s question about the authentic fulfilment of his life, about

salvation, I see the only explicitly non-religious context within which it is meaningful to speak

correlatively about God […] The ultimate fulfilment of man at the end of time, which all men are

seeking but cannot formulate and can only partly realise, is the universal pre-understanding of the

humanum that is promised to us in Christ. Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith, 98.

Teks berlanjut lebih jauh: “Human reality, which can, despite everything, be meaningfully

interpreted in secular terms and especially by realising meaning in praxis within a history of

meaninglessness, receives from christianity meaning in abundance: the living God himself, who is

ultimately the abundance to which all secular meaning is indebted for its own secular

significance.” (Kenyataan manusia, yang dapat, terlepas dari semuanya, ditafsirkan secara

bermakna dalam istilah sekuler dan terutama dengan menyadari makna dalam praksis dalam

sejarah yang tidak berarti, menerima dari makna kekristenan yang berlimpah: dari kehidupan

Allah sendiri, yang pada akhirnya adalah kelimpahan di mana semua makna sekuler berhutang

budi untuk kepentingan sekulernya sendiri). Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith,

98-99.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4.4 PENGALAMAN SEBAGAI KEKUATAN PENGGERAK IMAN

DAN TEOLOGI

Kata ‘pengalaman’ bisa ditemukan dalam Interim Report.21

Pengalaman

adalah istilah kunci yang (a) tidak hanya untuk memahami apa yang mengilhami

jemaat Kristen pertama untuk bersaksi bahwa Yesus adalah Kristus yang telah

bangkit, tetapi juga untuk mendapatkan wawasan tentang ‘apa’ dan ‘bagaimana’

wahyu, serta apa yang dipertaruhkan dalam tradisi dua ribu tahun kekristenan; (b)

kategori ‘pengalaman’ sangat penting untuk menganalisis situasi saat ini; dan (c)

dengan ‘mengkorelasikan’ kedua ‘pengalaman’. Kemunculan berbagai kisah

mengungkapkan, bahwa kebangkitan iman muncul dari suatu sumber pengalaman

yang telah diungkapkan oleh Yesus kepada para Murid-Nya, sebagai hidup yang

melampaui kematian. Schillebeeckx menjelaskan, bahwa pengalaman Paskah

merupakan sebuah proses perpindahan ke dalam teks Perjanjian Baru dari model

Yahudi.22

Setiap penampakan Yesus setelah kematian-Nya menjadi contoh

pengalaman yang unik, intim, dan ditandai oleh pembaruan serta transformasi

hidup setelah kehilangan harapan. Seiring dengan pengurangan beban penderitaan

dalam setiap contoh pengalaman yang dialami oleh para Murid, dalam kepenuhan

rasa bahagia dan rasa diri yang terpecah belah, dalam hubungan mereka dengan

Yesus selama Ia berada di bumi.

21

Edward Schillebeeckx, Interim Report on the Books Jesus and Christ, SCM Press and New

York, London, NY: Crossroad, 1980. 22

Lieven Boeve, Experience According to Edward Schillebeeckx: The Driving Force of The

Faith and Theology (New York: Rowman & Littlefirld Publishers, Inc 2003), 104.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Schillebeeckx membedakan tiga unsur dalam analisisnya tentang

pengalaman, yaitu: dimensi pengalaman atau dimensi ‘hidup’; dimensi

interpretatif yang memperoleh bentuk konkret dengan ekspresi pengalaman

sehingga menjadi gambar, konsep dan narasi yang nyata (interpretaments); dan

dimensi teoritis atau model yang membentuk kerangka pemahaman, di mana

pengalaman dan interpretasi terjadi dan terkandung di dalamnya.23

Schillebeeckx

menyebutkan, “jadi, apa yang disebut pengalaman religius, tidak hanya berupa

interpretasi (dipahami sebagai konsep dan gambar tertentu), namun lebih dari

pada itu, menjadi sebuah model teoretis dari mana seseorang mensintesis

pengalaman yang berbeda.”24

Memang, hubungan dengan pengalaman manusia

kontemporer adalah satu-satunya cara untuk membuat bahasa teologis dan

interpretatif Gereja menjadi bermakna dan dapat dimengerti.25

Schillebeeckx

bahkan mempelopori: “semua interpretasi teologis harus sebagai cerminan tentang

pembicaraan religius, sehingga memiliki arti yang dapat dipahami di dalam dan di

dunia ini. Dengan kata lain, semua interpretasi teologis pasti memiliki [...] makna

sekuler.”26

23

Edward Schillebeeckx, “Theologisch geloofsverstaan anno 1983”, dalam Lieven Boeve,

Experience According to Edward Schillebeeckx: The Driving Force of The Faith and Theology,

207. 24

Thus, in what is called a religious experience, there is not only interpretation (understood as

certain concepts and images), but moreover a theoretical model from which one synthesises

divergent experiences. Edward Schillebeeckx, Theologisch geloofsverstaan anno 1983 (Baarn:

Nelissen, 1993), 26. 25

Oleh karena itu, kondisi dasar untuk setiap penafsiran iman yang setia kepada Injil adalah

makna dari interpretasi itu. Dengan kata lain, itu harus mencerminkan pengalaman nyata. Di sisi

lain, pengalaman eksistensi kita sehari-hari di dunia juga harus memberi makna dan kenyataan

pada pembicaraan teologis kita. Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith, 16-17. 26

All theological interpretation must, as a reflection about religious talk, have a meaning that

can be understood in and by the world. In other words, it must have […] a secular meaning.

Edward Schillebeeckx, The Understanding of Faith, 17; dengan referensi pada Paul van Buren,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4.4.1 Kekristenan Diawali dengan Sebuah Pengalaman - Wahyu dan

Pengalaman

Bagi Schillebeeckx, kekristenan dimulai dengan sebuah pengalaman,

sebuah perjumpaan dengan Yesus dari Nazaret, yang menyebabkan orang

menemukan makna dan arah baru dalam hidup mereka, sehingga mereka dapat

mengarahkan hidup kepada sebuah tujuan baru. Keallahan Yesus itu

dimungkinkan, sejalan dengan pengertian penciptaan. Allah sempurna

mencurahkan kesempurnaan dalam semesta. AKU dalam diri-Nya tampak

sempurna sehingga keasliannya sebagai Anak Allah sungguh-sungguh nyata.

Bagaimana itu menjadi nyata sebagai Anak Allah. “Makanan-Ku adalah

melakukan kehendak Allah …” Seluruh hidup-Nya hanyalah melulu melakukan

kehandak Allah. Seluruh karya-Nya hanya berorientasi ke sana dan setiap

pengikut-Nya dituntut supaya melakukan kehendak Allah.

Ada perbedaan yang jelas antara Kristus yang bangkit dengan Yesus

historis. Kisah suci Yesus historis berakhir dengan kubur kosong. Kehadiran

Yesus historis dalam pengalaman manusia berakhir dengan kematian dan

penguburan-Nya. Pengalaman kebangkitan dalam Perjanjian Baru, dan

interpretasi jemaat Kristen yang diberikan kepada jemaat pada umumnya adalah

pengalaman dari Allah yang bangkit, yaitu Kristus. Melalui peristiwa-peristiwa

yang membebaskan dan aktual, manusia mengalami kedekatan dengan Allah.

Pribadi dan karya Yesus yang historis tidak dapat sepenuhnya dipisahkan dari

The Secular Meaning of the Gospel Based on an Analysis of Its Language (London SCM Press,

1963).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pribadi dan karya Kristus yang bangkit. Namun, dalam pengalaman manusia pada

umumnya memiliki sifat yang berbeda secara radikal. Dengan demikian,

Schillebeeckx memandang kedua pribadi secara terpisah, seperti halnya dalam

dua bukunya: Jesus: An Experiment in Christology dan Christ: The Experience of

Jesus as Lord.

Dalam buku pertama, Jesus, Schillebeeckx mengacu pada dua pengalaman

dasar untuk memahami kehidupan Yesus, yaitu: pertama, pesan dan praksis

Yesus. Schillebeeckx berbicara khusus tentang pengalaman Yesus sebagai

pengalaman Bapa yang menjadi dasar bagi praksis hidup-Nya.27

Schillebeeckx

bertitik tolak pada diskusi tentang Yesus historis, yang dia gambarkan sesuai

dengan pengetahuan penting dalam Perjanjian Baru, yaitu Yesus sebagai figur

kenabian eskatologis. Yang menjadi kata kunci pemahaman Yesus adalah

pewartaan-Nya tentang kerajaan Allah yang akan segera terjadi.

Kehadiran Yesus yang peduli dan taat di antara manusia, dialami

sebagai keselamatan yang datang dari Tuhan.

“Bersedih karena kehadiran Yesus” merupakan kemustahilan

eksistensial! Itulah mengapa murid-muridNya “tidak berpuasa”.

Yesus yang makan dan minum dalam persekutuan dengan para

sahabat-Nya dan dengan “orang buangan,” pengumpul pajak dan

orang berdosa, membawa kebebasan dan keselamatan.

Sebagai utusan eskatologis dari keterbukaan Allah terhadap orang-

orang berdosa, Yesus berperan sebagai tuan rumah: anugerah

Allah yang berlimpah.28

27

Edward Schillebeeckx, Jesus, 256–267. 28

Jesus’ caring and abiding presence among people, experienced as salvation coming from

God.

Being sad in Jesus’ presence an existential impossibility: his disciples “do not fast.”

Jesus’ eating and drinking in fellowship with his own and with “outcasts, ”tax-gatherers and

sinners, brings freedom and salvation.

The eschatological messenger of God’s openness toward sinners. Jesus as host: a copious gift

of God. Edward Schillebeeckx, Jesus, 179, 201, 206, 213.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambaran relasionalitas Yesus di atas, secara jelas mencerminkan

landasan relasional akan keberadaaan-Nya dalam, dengan, dan untuk Allah.

Hubungan unik Yesus dengan Allah, yang Ia sebut sebagai “Abba,” dapat

diperoleh hanya dari pesan-Nya yang konsisten, dan cara hidup-Nya yang konkrit.

Dengan demikian, Yesus dipahami dalam terang situasinya dalam konteks

Yahudi, dan Schillebeeckx menunjukkan bagaimana kata-kata dan tindakan Yesus

bermaksud menunjuk pada kerajaan Allah yang akan datang.29

Itulah yang

menjelaskan klaim Yesus bahwa dalam kata-kata dan tindakan-Nya, Allah sendiri

hadir. “Dari hal tersebut menjadi jelas, bahwa dalam kemanusiaan Yesus sangat

ditentukan oleh relasi-Nya dengan Allah. Dengan kata lain, hakikat terdalam

Yesus terletak dalam relasi pribadi-Nya yang istimewa dengan Allah.”30

Dalam

arti inilah, saya katakan Tuhan menyamar. Kita tidak menduga bahwa sesama kita

itu ‘Tuhan’. Kita tidak mengira bahwa Tuhan hadir dalam setiap makhluk karena

konsep kita yang terbatas tentang kehadiran Tuhan. Tuhan kita batasi dengan

konsep kita sendiri: kalau Tuhan hadir dalam orang ini, dan orang ini harus

begini, begitu.. Jadi, memang Sabda itu telah menjadi manusia dan tinggal di

antara kita. Kesadaran Yesus dalam menghayati hidup sebagai pelaksana

kehendak Allah itulah yang menjadikan sempurna sebagai Anak Allah. Pribadi-

Nya yang sedemikian konsisten terhadap kehendak Allah itu jugalah yang

memungkinkan bentuk perwahyuan tertentu. Perwahyuan yang saya maksudkan

29

Edward Schillebeeckx, Jesus. An Experiment in Christology (New York, 1979). Lihat

Schreiter, ‘Edward Schillebeeckx’, 154-155. 30

Edward Schillebeeckx, “Menschen. Die Geschichte von God”, Herder, Freiburg/Basel/Wien

1990, 162 dalam Adrianus Sunarko, “Kristianitas Inklusif atau Pluralis? Diskusi dengan Edward

Schillebeeckx”, Melitas, 31.1.2015, 19.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ialah pengejawantahan kesempurnaan Allah dalam sosok pribadi yang menjadi

sumber iman bagi manusia.

Schillebeeckx mengacu pada pengalaman Abba – Yesus,31

terkait dengan

tindakan yang tidak biasa dilakukan Yesus, yaitu berdoa kepada Bapa-Nya.

Schillebeeckx mencatat, bahwa “terlepas dari beberapa kasus […], pada zaman

Yesus, sebutan Abba (istilah sekuler, diambil dari kehidupan keluarga) tidak

pernah disebutkan dalam bahasa/ungkapan doa yang ditujukan kepada Allah.”32

Hal tersebut menjelaskan pemahaman akan diri-Nya. Pengalaman ini mendasari

dan merupakan sumber pesan dan praksis Kerajaan Allah yang akan datang,

“yang tanpa pengalaman religius ini, atau terpisah dari-Nya, akan kehilangan

makna dan isi khas yang sebenarnya, yang diberikan Yesus kepada manusia.”33

Schillebeeckx memberikan deskripsi sebagai berikut:

[…] Pesan ini diberi muatan substantif oleh tindakan dan cara

hidup Yesus; Mukjizat-Nya; Hubungan Yesus dengan para

pengumpul pajak dan orang-orang berdosa, tawaran keselamatan-

Nya yang berasal dari Allah dalam persekutuan di meja dengan

teman-teman-Nya, dan sikap-Nya terhadap Hukum Taurat, Sabat

dan Bait Suci, dan akhirnya dalam persaudaraan dan persekutuan-

Nya dengan para Murid yang lebih intim. Inti dan pusat dari semua

itu menampilkan Allah yang lebih cenderung pada sisi

kemanusiaan.34

31

Edward Schillebeeckx, Jesus, 210-221. 32

Apart from a few cases […], Abba (a secular term, taken from family life) does not occur in

Jesus’ time in the language of prayer addressed to God. Kathleen Anne McManus, Unbroken

Communion: The Place ang Meaning of Suffering in the Theology od Edward Schillebeckx, 96. 33

Which without this religious experience, or apart from it, lose the distinctive meaning and

content actually conferred on them by Jesus. Edward Schillebeeckx, Jesus, 266 34

[…] this message was given substantive content by Jesus’ actions and way of life; his

miracles; his dealings with tax-gatherers and sinners, his offer of salvation from God in fellowship

at table with his friends and in his attitude to the Law, sabbath and Temple, and finally in his

consorting in fellowship with a more intimate group of disciples. The heart and centre of it all

appeared to be the God bent upon humanity. Edward Schillebeeckx, Jesus, 266-267.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Bagi Schillebeeckx, Yesus adalah subyek yang unik dari pengalaman

religius Allah yang melampaui Taurat dan Sinagoga. Pengalaman religius Yesus

dengan Allah ini adalah pengalaman keintiman Yesus secara langsung dengan

Allah, yang menekankan keyakinan, dan kepastian-Nya, bahwa keselamatan

sudah dekat dan diberikan secara universal. Juga, kepada sekelompok manusia

berdosa serta para Murid yang mengharapkan sebuah keselamatan, dengan

disertai perubahan sikap terhadap Hukum Taurat, Sabat dan Bait Suci.35

Schillebeeckx membangun keutuhan pesan Kristen seputar pengalaman Abba.

Kedua, keaslian iman komunitas Kristen setelah kematian-Nya.

Schillebeeckx merujuk pada pengalaman Paskah yang dialami oleh para Murid

pertama, sebagai pengalaman pertobatan, pada pengenalan akan Yesus, Yesus

sebagai Kristus – yang merupakan pengalaman di mana menemukan

pengampunan, rahmat dan keselamatan dalam Yesus, kedatangan sebagai Hakim

(Anak Manusia) atau kebangkitan (makna) salib.36

Yesus mengajarkan apa yang

Ia hayati bahkan sampai pada kata-kata pamungkasnya, “Kalau biji itu tidak mati,

ia tidak akan menghasilkan buah”. Yesus menjalani kematian-Nya juga, Ia

menjalani proses yang oleh kebanyakan orang dinilai sebagai kegagalan. Hal

tersebut menjadi dasar pengalaman yang baru, bahwa para murid berjumpa

kembali dengan Yesus. Hal tersebut juga ada dalam pengalaman, bahwa

kenyataan akan apa yang ada dalam pasca - Kristologi disebut sebagai

35

Dalam komunitas iman setempat, pengalaman keselamatan membawa orang untuk

menafsirkan kehidupan Yesus sebagai kegiatan definitif atau eskatologis Allah dalam sejarah

untuk keselamatan atau pembebasan manusia. Edward Schillebeeckx, Jesus, 56. 36

Edward Schillebeeckx, Jesus, 379-397.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

‘kebangkitan’ dan kemudian diterima sebagai ‘hal yang penting dan kerigma

kanonis’ sebagai pewahyuan.

Pada buku kedua, Christ, fokus bergeser pada bagaimana jemaat Kristen

pertama mengalami keselamatan sebagai realitas. Schillebeeckx berfokus pada

pengalaman rahmat, yaitu penemuan keselamatan dalam Yesus yang berasal dari

Allah, dalam berbagai bentuk penafsiran kesaksian dalam Perjanjian Baru. Kisah

tentang Yesus, sebagai kehidupan yang hidup secara pribadi dalam meniru

Kristus, berada di pusat dua kitab pertama dalam trilogi kristologis: dengan kata

lain, kita harus belajar untuk mengenal Allah melalui Yesus dan para Saksi yang

mengikuti Yesus sebagai model hidup jemaat Kristen. Schillebeeckx mengacu

pada pengalaman Paskah para Murid pertama, sebagai pengalaman pertobatan

atas prakarsa Yesus, yaitu pengalaman akan Yesus sebagai Kristus. Dengan cara

ini, Schillebeeckx mengikuti garis yang menghubungkan dengan Yesus historis,

kehidupan dan praksis-Nya, dengan Kristus, yang membawa keselamatan dari

Allah. Juga dalam pengalaman inilah, kenyataan tentang apa yang di dalam

paskah-kristologi disebut dengan ‘kebangkitan’, dan kemudian diterima sebagai

ajaran utama dan resmi. Bagi Schillebeeckx, hal ini menjadi peristiwa Paskah dan

Kebangkitan, yang merupakan pengalaman dan interpretasi historis yang

mengikuti kematian Yesus. Schillebeeckx mengambil kehidupan Yesus sebagai

interpretasi model “Konversi Yahudi”. Setelah kematian Yesus, hal ini

digambarkan sebagai pengalaman ketidaksetiaan dan ketakutan yang akan

diampuni oleh Allah dengan selalu memberikan cinta tanpa pamrih. Yesus

merupakan tawaran keselamatan – dari – Allah; dan kehidupan Yesus tidak akan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ditutup. Berkat dan rahmat terus dialami sebagai proyek terus-menerus.37

Pada

titik inilah Schillebeeckx kembali membuat sebuah perbedaan:

antara penafsiran yang dibawa oleh pengalaman Kristen itu sendiri

(dan hal itu termasuk dalam kondisi sejarah dan sosial, meskipun

pengalaman Yesus sebagai Kristus atau sebagai keselamatan final

yang menentukan dapat juga termasuk dalam pengalaman

universal manusia), dan apa yang saya sebut mungkin selanjutnya

adalah tematisasi budaya yang terkondisi dan pengembangan teori

penafsiran pengalaman Kristen ini.38

Dengan bantuan ilmu tafsir Kitab Suci, khususnya dalam Injil-injil

sinoptik, Schillebeeckx berusaha merekonstruksi siapa Yesus Kristus yang

sesungguhnya. Lebih daripada itu, Schillebeeckx berusaha menemukan dalam

hidup, sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus, hal-hal yang memainkan peran

penting bagi muncul dan berkembangnya iman para murid kepada-Nya.

Keputusan untuk beriman dan sampai pada pengakuan akan Yesus sebagai Putra

Allah tentu memiliki alasannya tersendiri. Maka, kristologi Perjanjian Baru pada

dasarnya adalah “kristologi dari bawah”. Sampai batas tertentu kita dapat

berusaha memahami dan menjelaskannya. Akan tetapi, dasar terakhir iman akan

Yesus Kristus sebagai Putra Allah tetap tidak dapat diverifikasi dan dijelaskan

secara rasional. Itulah yang membedakan sebuah bahasa iman dan pengakuan dari

bahasa ilmiah yang harus diverifikasi. Skema penafsiran pengalaman orang

Kristen diungkapkan, walaupun hal itu menjadi bagian dari mereka sendiri. Hal

37

Relasi khas Yesus dengan/kepada Bapa didahului dan ditopang oleh kasih khas Bapa sendiri

kepada Yesus. Edward Schillebeeckx, Jesus, 380-381. 38

Between the interpretation brought by the Christian experience itself (and this includes

historical and social conditioning, though the experience of Jesus as the Christ or as decisive and

final salvation can also include universal human experiences), and what I might call the

subsequent culturally conditioned thematization and theoretical development of these Christian

interpretative experience. Edward Schillebeeckx, Christ, 634.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ini oleh Schillebeeckx, dianggap untuk menjaga makna pengalaman religius dan

makna perwahyuan Allah yang unik yang diberikan oleh Yesus dari Nazaret.

Kemungkinan makna pengalaman religius ini akan menjadi pemaknaan tetap

sebagai bagian dari proses dogmatis, di mana makna pengalaman religius

menerima makna formal yuridis dan bahkan makna tetap. Namun, ini tidak selalu

terjadi dan bahkan keempat pengarang Injil pun mencerminkan keberagaman

pemahaman dan penerimaan terhadap Yesus. Secara historis dan dalam kebutuhan

pribadi serta budaya seseorang, sekelompok tertentu menceritakan kisah Yesus

karena dalam kehidupan mereka telah ditemukan keselamatan melalui peristiwa

tersebut.39

Namun, menurut Schillebeeckx, terlepas dari penerimaan khusus ini,

apa yang menarik manusia kepada Yesus adalah pengalaman istimewa imannya,

dan praktik yang membuatnya unik dan berlaku universal dalam hubungannya

dengan Allah. Hal ini memperlihatkan akan pengalaman religius Yesus dan

murid-murid-Nya, terutama dalam pengalaman akan Bapa dan Paskah yang

menjadi pengalaman inti dalam iman Perjanjian Baru.

Dalam Interim Report, Schillebeeckx selanjutnya merefleksikan

pengalaman religius ini dalam bentuk pewahyuan. Bagi Schillebeeckx,

pewahyuan selalu terjadi dan terhubung dengan pengalaman. Walaupun tidak ada

pewahyuan tanpa pengalaman, pewahyuan tidak dapat disamakan dengan

pengalaman manusia, namun hanya dapat dilihat “di dalam dan melalui

pengalaman manusia.”40

Pengakuan jemaat Kristen pertama, bahwa Yesus adalah

39

Edward Schillebeeckx, Jesus, 82–83. 40

Wahyu terjadi “melalui proses peristiwa, pengalaman dan interpretasi yang panjang”. Lihat:

Interim Report, 11.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kristus, bukan hanya dalam penafsiran mereka atas suatu pengalaman, tetapi yang

pertama dan terutama, sebagai bukti dari sesuatu yang telah mereka ambil dan

mereka buat atau mereka pikirkan untuk melihat Yesus dalam terang lain.41

Pengalaman iman akan Yesus sebagai Kristus kemudian tidak secara murni

merupakan intuisi subyektif manusia, sensasi atau perasaan dan, dengan demikian

menjadi produk interpretasi manusia. Namun lebih dari itu, pengalaman iman

berisi sebuah pernyataan kognitif (sebuah ‘obyektifitas’), bahwa membongkar

pengalaman iman itu sendiri bersama dengan pengalaman tersebut. Pewahyuan ini

sungguh merupakan inisiatif Allah yang hanya dapat diungkapkan melalui

jawaban personal dalam iman, sebagai contoh: dalam pengakuan akan Kristus.

Meskipun begitu, pewahyuan tidak dapat direduksi pada jawaban manusia,

bahkan jika secara paradoks, cukup hanya dalam dan melalui jawaban manusia

dalam iman pewahyuan akan menjadi tampak bagi kita.

Schillebeeckx mengungkapkan ‘objektivitas’ dalam sebuah pengalaman

dengan membedakan antara ‘unsur pengalaman’ dan ‘unsur penafsiran’ dalam

‘pengalaman (pewahyuan)’ itu sendiri. Dalam pengalaman itu sendiri, sudah

terkandung sebuah unsur penafsiran intrinsik yang dapat dibedakan dari unsur

penafsiran yang lain, bahwa hal tersebut berasal dari situasi di mana pengalaman

41

Ketika orang Kristen mengklaim bahwa Yesus adalah wahyu Allah yang menentukan, mereka

memahami hal ini secara ganda, baik secara obyektif maupun subjektif. Di satu sisi, ada orang-

orang (orang Kristen) yang menegaskan, ‘inilah cara kita melihatnya.’ Itu karena perjumpaan dan

pengalaman keselamatan mereka yang selamat bersama Yesus sebelum kematiannya, dan dalam

peristiwa seputar kematian-Nya, bahwa orang mulai memikirkannya dengan cara ini. Di sisi lain,

sesuai dengan pemahaman yang sama dari para murid, penegasan ini juga membawa implikasinya,

‘Kita harus melihatnya seperti ini, karena begitulah adanya’. “Dari pengalaman mereka tentang

pembebasan dan keselamatan yang dimaksudkan murid untuk menjawab pertanyaan: “Siapakah

Dia yang dapat bertindak demikian?” dengan kesimpulan berikut: Yesus adalah wahyu Allah yang

pasti. Dinyatakan secara lebih teknis: “Soteriologi adalah jalan menuju kristologi” Edward

Schillebeeckx, Interim Report, 11-12.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

itu terjadi. Di sini, Schillebeeckx menyebutkan pengalaman kasih sebagai

contohnya. Mereka yang terjebak dalam pengalaman kasih mengetahui, bahwa

pengalaman mereka adalah tentang kasih.42

Dalam pengalaman kasih ini tidak

berarti bahwa unsur-unsur penafsiran berasal dari tempat lain, sebagai contoh:

dari literatur/tulisan atau budaya populer - tidak sungguh terjadi/berarti.

Sebaliknya, di satu sisi, mereka memberikan ekspresi pada kekayaan akan

pengalaman kasih yang tak habis-habisnya. Pada saat yang sama mereka

menunjukkan kekaguman, bahwa pengalaman kasih tidak dapat diungkapkan

dalam kata-kata – baik keduanya dapat menjadi hal yang mempercepat maupun

memperlambat secara berkelanjutan dalam pencarian bentuk pengungkapan atau

ekspresi. Di sisi lain, mereka benar-benar mewarnai pengalaman kasih sebagai

keseluruhan dan menjelaskan bagaimana kasih yang nyata itu dialami. Penafsiran

tersebut sebagai pengungkapan diri akan pengalaman, kedalaman relasi dalam

pengalaman aktual.43

Schillebeeckx menunjuk pengalaman sebagai permulaan

sambungan akan ‘keaslian’ penafsiran dimensi pengalaman akan pengalaman

sebagai ekspresi ‘pesan-pertama’. Ekspresi yang membuat skematis pengalaman

ini lebih lanjut. Dari tanpa sebuah ‘pengalaman lebih lanjut, maju, reflektif,

penafsiran pengalaman’ merupakan ekspresi ‘pesan-kedua’.44

42

Jadi identifikasi interpretatif ini adalah elemen intrinsik dari pengalaman cinta. Edward

Schillebeeckx, Interim Report, 13. 43

Kasih sejati diberi makna oleh pengalaman kasih dan ekspresi diri sendiri yang terus berlanjut

... Namun, ekspresi diri yang berkembang ini memungkinkan untuk memperdalam pengalaman

asli; itu membuka pengalaman dan membuatnya lebih eksplisit. Edward Schillebeeckx, Interim

Report, 13-14. 44

Lieven Boeve, Experience According to Edward Schillebeeckx: The Driving Force of The

Faith and Theology, 209-210.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Apabila diterapkan pada pengalaman jemaat Kristen pertama, ekspresi

urutan pertama seperti ‘Yesus adalah Kristus’, atau ‘Dia hidup’, hal ini menunjuk

pada dasar fundamental yang umum akan pengalaman ‘mengalami keselamatan di

dalam, dan melalui Yesus’. Hal tersebut merupakan dasar pengalaman dalam

menerima sebuah ekspresi pengungkapan dalam Perjanjian Baru, yang ditulis

dalam berbagai cara dan dalam hubungan dengan Perjanjian Lama, dan dalam

konteks kontemporer. Schillebeeckx memberikan gagasan akan kebangkitan yang

merupakan sebuah pertemuan dengan “raga yang bangkit”, Ia menegaskan hal

tersebut sebagai berikut:

Hal objektif tidak bisa dipisahkan dari aspek subjektif dari

keyakinan para rasul akan kebangkitan. Terpisah dari pengalaman

motivasi iman adalah hal yang tidak mungkin untuk berbicara

tentang (pengalaman akan) kebangkitan Yesus yang sungguh

berarti (iman dibutuhkan untuk berbicara tentang kebangkitan).

Peristiwa kebangkitan dapat menjadi sebuah “warna” bagi

beberapa orang yang buta sejak lahir. Tanpa ada pengalaman yang

identik tersebut, yaitu pengalaman akan kebangkitan Yesus, apa

yang terjadi pada-Nya secara pribadi, setelah kematian-Nya yang

terpisah dari pengalaman Paskah, atau motivasi iman, dalam diri

para murid: dapat dikatakan, dari pengalaman perpindahan, yang

mereka yakini sebagai karya Roh Kristus. […] Terpisah dari

pengalaman akan iman Kristen para murid tidak memiliki alat

yang dapat digunakan untuk mengenali kebangkitan Yesus

(dibutuhkan iman untuk mengenali kebangkitan Yesus). Tetapi di

samping aspek subjektif ini tampaknya sama saja dengan […]

Tanpa pengalaman Paskah pembaruan hidup menjadi mungkin

tanpa kebangkitan Yesus yang bermakna Yesus bangkit berserta

dengan raga-Nya […] yang mendahului beberapa pengalaman

motivasi iman.45

45

The objective cannot be separated from the subjective aspect of the apostolic belief in the

resurrection. Apart from the faith-motivated experience it is not possible to speak meaningfully of

Jesus’ resurrection. It would be like talking about “colours” to somebody blind from birth.

Without being identical with it, the resurrection of Jesus that is, what happened to him, personally,

after his death-is inseparable from the Easter experience, or faith-motivated experience, of the

disciples: that is to say, from their conversion process, in which they perceive the work of the

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Para Murid tidak memiliki alat yang dapat mengenali tanda kebangkitan

Yesus, karena itu suatu kemuliaan, kebangkitan badan tidak dapat dilihat oleh

mata indrawi.46

Dalam cara pewahyuan Allah akan kebangkitan dari kematian,

Yesus, sekalipun hidup, telah berubah melampaui pemahaman manusia.

Schillebeeckx tidak menyangkal kebangkitan raga Yesus. Dia secara sederhana

menyatakan, bahwa kita tidak tahu makna kebangkitan badan. Kita mengetahui

hal tersebut dari pengakuan para rasul akan perjumpaan mereka dengan Yesus

setelah kematian-Nya. Kita juga tahu, bahwa tidak ada pemisahan tubuh dan jiwa.

Jika jiwa merupakan prinsip-hidup, hal tersebut sama saja dengan tubuh

merupakan perwujudan dari jiwa. Cara mengada seseorang di dunia ada pada

tubuh-Nya. Bagaimana hal yang menjelma tersebut merupakan perpindahan hidup

sampai melampaui kematian yang adalah sebuah misteri. Inilah pengalaman dasar

yang menerima ekspresi, yang ditafsirkan dalam tulisan-tulisan Perjanjian Baru

dalam berbagai cara, dan dalam kaitannya dengan Perjanjian Lama, dan konteks

kontemporer. Dasar pengalaman fundamental tidak terputus dari interpretasi

Perjanjian Baru (ekspresi urutan kedua). Perjanjian Baru memberikan kesaksian

akan pengalaman dasar dalam berbagai cara tergantung pada situasi; namun, hal

ini tidak sesuai dengan interpretasi, karena pengalaman dasar tersebut sudah

Spirit of Christ. […] Apart from this experience of Christian faith the disciples had no organ that

could afford them a sight of Jesus’ resurrection. But besides this subjective aspect it is equally

apparent that […] no Easter experience of renewed life was possible without the personal

resurrection of Jesus-in the sense that Jesus’ personal-cum-bodily resurrection […] precedes any

faith-motivated experience. Edward Schillebeeckx, Jesus, 645. 46

Peter Philips, “Seeing with Eyes of Faith: Schillebeeckx and the Resurrection of Jesus,’’

Blackfriars Mei (1998): 241-50.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

terkandung dalam kerangka interpretasi yang sudah ada sejak awal - kerangka

kerja yang sudah dipengaruhi oleh teori dan model yang mendasarinya. Demikian

juga ‘tradisi hidup’ sebagai sejarah yang berurutan secara kontekstual - diwarnai

oleh penafsiran yang membagikan suatu dasar pengalaman yang sama, melalui

penggabungan antara tindakan pengalaman dan penafsiran. Sedangkan, tradisi

adalah kondisi yang memungkinkan untuk, dan sebagai hasil dari, keterlibatan

dalam pengalaman fundamental yang sama dengan ‘menemukan kasih karunia

(rahmat) di dalam Yesus.’47

“Satu-satunya perkembangan legitimasi atas tradisi

yang sebenarnya yang membuat hal tersebut menjadi mungkin bagi orang Kristen

zaman ini untuk juga kepada kepemilikan akses pada pengalaman iman

tersebut”.48

Dari perspektif di atas, Schillebeeckx mengembangkan lebih lanjut

hermeneutika tradisi Gadamer dan sampai pada skema identitasnya yang terkenal,

antara proporsi/ukuran, antara pengungkapan iman dan konteks sejarah dalam

perjalanan sejarah.49

Dialektika antara pengalaman baru, atau dalam konteks baru

dan penafsiran lama, atau yang berasal dari konteks yang lebih tua mendorong

proses pengembangan tradisi yang terus berlanjut, di mana keputusan tidak

mengancam keberlanjutan tradisi, tetapi mungkin menjadi mendesak secara tepat

untuk menjamin keberlanjutan ini. Diskusi Schillebeeckx akan tradisi kerygmatis

47

Lieven Boeve, Experience According to Edward Schillebeeckx: The Driving Force of faith

and Theology, 210. https://lirias.kuleuven.be/bitstream/123456789/117359/1/4.4.pdf, dinduh pada:

Sabtu, 22 Juli 2017. 48

The only legitimate development of tradition should be that which makes it possible for

Christians today to also have access to that faith experience. Lieven Boeve, Experience According

to Edward Schillebeeckx: The Driveng Force of Faith ang Theology,

https://lirias.kuleuven.be/bitstream/123456789/117359/1/4.4.pdf, dinduh pada: Sabtu, 22 Juli

2017. 49

Edward Schillebeeckx, Church, 40-45.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

direfleksikan dalam surat Paulus yang sangat membantu untuk memahami hal di

atas. Paulus tidak berbicara tentang penampakan dalam semua teks

kerygmatiknya, tetapi Schillebeeckx mencatat bahwa “di mana Paulus meletakkan

identitas di antara jemaat sebagai titik pijak menuju pendapat teologis, tradisi

Kristen percaya bahwa dalam pengalaman kebangkitan itu memiliki satu kesatuan

dengan penampakan Yesus.”50

Dalam tradisi pra-Paulus dan dalam Lukas terdapat

sebuah tekanan pada apa yang disebut sebagai ‘penampakan.’ Tekanan ada pada

frase “menampakkan diri-Nya” (1Kor 15:3-8). Penampakkan ditafsirkan sebagai

inisiatif Yesus sendiri.51

Schillebeeckx memberikan pemahaman kepada kita,

bahwa Paulus sedang menanggapi kesalahan pemikiran akan kebangkitan yang

ada dalam jemaat Korintus. Paulus menginginkan untuk menetapkan identitas

iman di antara iman Gereja semesta. Pada akhirnya, dia menyiapkan, bukan suatu

daftar kesaksian kebangkian, tetapi “Paulus menyediakan daftar otoritas dari

semua yang menyatakan kesamaan hal, yang dikenal, yaitu Dia yang disalibkan

itu telah bangkit; bukti yang satu dan sama sebagai dasar iman yang

menginspirasi mereka semua.”52

50

Where Paul is taking the identity of belief among the Christian churches as the point of

departure for a theological argument, the tradition of Christian belief in the resurrection is

conjoined with that of Jesus’ appearances. Edward Schillebeeckx, Jesus, 347. 51

Edward Schillebeeckx, Jesus, 347. 52

A list of authorities who all proclaim the same thing, namely, that the crucified One is alive;

one and the same evidential ground of faith inspires them all. Edward Schillebeeckx, Jesus, 348.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4.4.2 Pengalaman Modern akan Dunia Kita

Schillebeeckx menyatakan: “Apa yang dulu ada sebagai pengalaman

hanya dapat diwariskan pada pembaruan pengalaman, setidaknya sebagai tradisi

yang hidup.”53

Bagi Schillebeeckx, pada hubungan ini harus dikaitkan dengan

pengalaman dunia modern kita, karena secara fundamental saling terkait. Di satu

sisi, “harapan manusia yang tidak bisa dihilangkan akan masa depan di mana

mereka dapat hidup, dan pada sisi lain melahirkan sebuah keresahan,” sehubungan

dengan penderitaan dan ketidakadilan yang tidak masuk akal, bahwa hal tersebut

mengancam masa depan sebagian besar orang.54

Harapan bagi masyarakat modern

akan yang lebih baik setelah semua digagalkan oleh pemahaman utilitarian dan

pemahaman individualistik akan ‘kebebasan’. Dalam paham tersebut, manusia

hanya ingin meningkatkan kekayaan dan kekuatan, yang berjalan sejajar dengan

instrumentalisasi pribadi manusia dan masyarakat yang mengorbankan ekologi

dan kesejahteraan manusia.

“Pertanyaan tentang keselamatan tidak hanya bersifat religius atau

teologis; pada saat ini pertanyaan tersebut menjadi pertanyaan universal dan

bahkan, sekarang, secara eksplisit merupakan kekuatan pendorong yang besar dari

semua sejarah manusia.”55

53

What once was experience can only be handed down in renewed experiences, at least as living

tradition. Edward Schillebeeckx, Interim Report, 50. 54

Our ineradicable expectation of a future in which men can live, and on the other hand the

utter horror. Edward Schillebeeckx, Interim Report, 55. 55

The question of salvation is not just religious or theological; in our time it has become

universal and even explicitly is now the great driving force of all human history. Edward

Schillebeeckx, Interim Report, 58.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dalam pengalaman religius tradisi Kristen, apa yang hendak dicari,

yang diharapkan dan masih tak terduga-yang diungkapkan dalam

Perjanjian Baru oleh gambaran-gambaran yang kuat seperti

kerajaan Allah, persaudaraan umum dan persaudaraan, perjamuan

surgawi, kemerdekaan anak-anak Allah, kerajaan keadilan dan

perdamaian umum - bukanlah suatu yang samar-samar utopia yang

benar-benar di masa depan, atau antisipasi teoritis dari makna total

sejarah. Apa yang diharapkan adalah, yang secara jelas diantisipasi

dalam kerja dan praksis: bahwa dari Yesus, yang manusiawi, pesan

dan tindakan-Nya, terlepas dari kegagalan historis di kayu salib,

dipastikan dengan kebangkitan-Nya dari antara orang mati oleh

Allah, sebenarnya adalah praksis dari kerajaan Allah: keselamatan

bagi semua manusia. Dalam kisah hidup ini Yesus, menjadi korban

historis, yaitu penderitaan, memiliki signifikansi kognitif dan

kekuatannya sendiri (walaupun hal ini tidak dapat diberi tempat

dalam teori) bagi semua umat manusia dalam perjalanan jauh

untuk mencari kebenaran dan kebaikan, keadilan dan makna.56

Jadi, pertanyaannya: di tengah begitu banyak ketidakberdayaan,

bagaimana manusia mendekati makna universal? Schillebeeckx percaya, bahwa

makna akhir dari sejarah dapat didekati melalui dialektika teori dan praksis yang

terkandung dalam tradisi pengalaman orang Kristen. Praktek doa dan pembebasan

orang Kristen sebenarnya dapat memberi inspirasi dan orientasi pada alasan

praktis.57

Sebagai gambaran keselamatan yang muncul dari tanggapan manusia

terhadap rasa sakit dan ketidakadilan, penderitaan tidak hanya dianggap

bermakna, namun juga membuat sejarah bermakna negatif. Artinya, melalui

56

In the Christian religious experiential tradition, that which is sought, hoped-for and still

unexpected-expressed in the New Testament by powerful pictures like the kingdom of God,

universal brotherhood and sisterhood, a heavenly banquet, the freedom of the children of God, the

universal kingdom of justice and peace-is not a vague utopia which is completely in the future, nor

a theoretical anticipation of a total meaning of history. What is hoped for is, rather, vividly

anticipated in a career and praxis: that of Jesus, whose person, message and praxis, despite

historical failure on the cross, is confirmed by his resurrection from the dead by God as in fact a

praxis of the kingdom of God: salvation for all men and women. In this life-story, being a

historical victim, i.e., suffering, takes on its own cognitive significance and power (though this

cannot be given a place in theory) for all humankind on its long way in search of truth and

goodness, justice and meaning. Edward Schillebeekx, Church, 176. 57

Edward Schillebeekx, Church, 175.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dinamika kontras negatif, penderitaan memacu manusia menuju pada tindakan

transformatif yang kreatif akan makna yang Allah inginkan ketika menciptakan.

Schillebeeckx prihatin dengan tanggapan manusia, yang Yesus ajukan

dalam sejarah.58

Namun di sisi lain, Schillebeeckx mengembangkan makna baru

terhadap nilai etika dan pengalaman keterlibatan, dalam pertanyaan akan

keselamatan sebagai pertanyaan seluruh umat manusia. Hal ini sering terjadi

dalam relasi dengan gagasan tentang perbedaan pengalaman. ‘Perbedaan

pengalaman yang radikal’ merupakan sebuah pengalaman mendasar, yang dapat

diakses oleh semua manusia, pra-religius dan bahkan pra-reflektif.59

Sebagaimana

perbedaan pengalaman yang secara intrinsik terkandung dalam dirinya sendiri,

baik unsur negatif maupun unsur positif. Secara negatif, hal tersebut merupakan

pengalaman penghinaan yang muncul dalam manusia, ketika menerima dunia

faktual dengan sejarah penderitaan dan ketidakadilan, penindasan dan

pengalaman.

Hal tersebut merupakan panggilan yang tidak terkatakan akan perlawanan

terhadap ketidakmanusiaan dalam sejarah manusia; katakan ‘tidak’ pada

penderitaan. Schillebeeckx menambahkan: “Selain itu, pengalaman ini memiliki

bukti dan kepastian yang lebih besar daripada semua yang dapat diberikan oleh

58

Schillebeeckx berbicara tentang nilai pasti dan abadi dari apa yang Yesus perbuat dalam

sejarah: "gerakan yang dia tetapkan" seperti yang disaksikan di gereja-gereja. Faktor kesatuan

yang konstan community-fashioning experience evoked by the impression Jesus makes and, in the

Spirit, goes on making upon his followers, people who have experienced final salvation in Jesus of

Nazareth.” Edward Schillebeekx, Jesus, 18-19, 57. 59

A basic experience which is common to all human beings, and which, as such, is […]

prereligious, accessible to all human beings. Edward Schillebeeckx, “Theologisch testament:

Notarieel nog niet verleden,” dalam Lieven Boeve, Experience According to Edward

Schillebeeckx: The Driving Force of Faith and Theology, 212.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ilmu pengetahuan dan filsafat sebagai pengetahuan yang bisa diverifikasi.”60

Secara positif, hal ini memanggil pada sebuah keterbukaan untuk mengatakan

‘Ya’, pada hal yang sangat mendasar dari segala macam penolakan dan

mengungkapkan kejahatan dan ketidakadilan sebagai kejahatan dan ketidakadilan

kepada manusia. Sedangkan pada sisi positif, mengungkapkan sebuah

keterbukaan yang tidak spesifik pada situasi yang baru dan lebih manusiawi, yang

dapat menjamin keadilan yang tanpa syarat. Hal tersebut dapat menjadi dasar bagi

kepercayaan manusia dalam kemanusiawian, dan bagi harapan pada saat

penderitaan dan ketidakadilan yang tidak memiliki akhir dalam sejarah dunia,

yang ditandai oleh kebingungan:

Tanpa harapan ini akan ada penghinaan yang nyata dalam

pengalaman hidup tanpa eksistensi, secara intrinsik tidak mungkin,

tak berarti dan tanpa isi manusiawi. Penghinaan manusia itu sendiri

merupakan setidaknya kerinduan positif yang terselubung bagi

kemanusiaannya yang secara esensi tidak jelas.61

Dalam hal ini, agama, kemudian, merupakan keturunan pasangan

pengalaman positif dan negatif, akan konsepsi dan harapan yang bermanfaat.

Kebanyakan dari mereka tidak menggunakan teori tentang penderitaan dan cara

yang dapat diselesaikan, tetapi menawarkan cara untuk menyetujui akan hal

60

“Moreover, this experience possesses a greater evidence and certainty than all what

philosophy and human sciences may bring in as verifiable knowledge.” Edward Schillebeeckx,

Theologisch testament, 128 61

“Without this hope the factual available indignity is as lived experience non-existent,

intrinsically impossible, meaningless and without humane content. The human indignity itself is

without at least a latent positive yearning for humaneness essentially absurd.” Edward

Schillebeeckx, Theologisch testament, 128 dalam Lieven Boeve, Experience According to Edward

Schillebeeckx: The Driving Force of Faith and Theology, 212.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tersebut, dan dalam praksis kebebasan. Hal ini juga berlaku dalam agama

Kristen.62

Karena:

menanyakan apa itu identitas Kristen merupakan sesuatu yang

tidak dapat dipisahkan dari pertanyaan apa itu integritas manusia.

Lebih lanjut, pertanyaan ini bagi identitas tidak dapat diselesaikan

hanya dengan cara teori saja. Hal tersebut secara esensial

berdampak pada sebuah pertnyaan bagi seorang Kristen, praksis

spesifik baik mistik atau teologi dan kodrat praktis-etika,

memperpanjang itu sendiri pada domain ekologi dan kehidupan

sosial politik. Untuk berbicara pada Tuhan hanya menerima arti

yang tepat dan berat yang ‘produktif’ dalam cara pandang praksis

Kerajaan Allah.63

4.4.3 Menuju Teologi Pengalaman dalam Konteks Postmodern

Di dalam bukunya, Church, Schillebeeckx merevisi gagasan tentang

interpretasi pengalaman manusia yang ia kembangkan dalam Jesus: An

Experiment in Christology. Schillebeeckx menekankan secara lebih eksplisit

bahwa semua pengalaman merupakan fakta yang tidak dapat direduksi terjalin

atau tidak dapat dipisahkan, dihubungkan pada penafsiran. Hal ini berdampak

pada semua pengalaman religius, dan pastinya pada pengalaman religius orang

Kristen. Baik pengalaman secara intrinsik maupun melalui pengalaman partikular

62

Edward Schillebeeckx, Theologisch Testament, 131-132 dalam Lieven Boeve, Experience

According to Edward Schillebeeckx: The Driving Force of Faith and Theology, 212. 63

Asking what Christian identity is about is not to be separated from asking what human

integrity is about. Moreover, this quest for identity cannot be solved in a merely theoretical way. It

essentially implies a quest for a Christian, specific praxis of a both mystical or theological and

ethical-practical nature, extending itself to the domain of ecology and of the social and political

life. To speak of God only receives its proper meaning and ‘productive’ weight in the framework

of the praxis of the Reign of God. Edward Schillebeeckx, Theologisch testament, 136.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

manusia, “meskipun dengan penampakkan dan bantuan tradisi religius partikular

yang diyakini oleh orang dan yang kemudian berpengaruh sebagai sebuah cara

kerja penafsiran yang menyediakan makna”.64

Pembaruan hermeneutik

Schillebeeckx atas peristiwa Yesus, memastikan bahwa kategori pengalaman dan

interpretasi termasuk dalam proyeknya. Secara khusus pada gagasan pengalaman,

yang selalu menafsirkan pengalaman, dan merupakan inti dari karya Yesus.

Pengalaman termasuk dalam konteks linguistik/kebahasaan dalam Perjanjian

Baru, yang menjadi kepastian bagi pemahamannya tentang peristiwa dalam Injil.

Schillebeeckx menekankan secara lebih eksplisit, bahwa semua pengalaman

merupakan fakta yang tidak dapat direduksi terjalin atau tidak dapat dipisahkan

dihubungkan pada penafsiran. Hal ini berdampak pada semua atau lebih pada

pengalaman religius, dan pastinya pada pengalaman religius orang Kristen.

Berikut ini adalah gambaran skematik teologi hermeneutika Schillebeeckx, yang

menyoroti peran epistemologis atas pengalaman.

64

Though with the illumination and help of a particular religious tradition in which people

stand and which is thus influential as an interpretative framework which provides meaning.

Edward Schillebeeckx, Church, 24-25.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Skematik Teologi Hermeneutika Schillebeeckx

Sumber: Lieven Boeve, Experience According To Edward Schillebeeckx: The Driving

Force of Faith and Theology

Pengalaman menjadi orang Kristen dalam konteks modern, yaitu dengan

menghargai keuntungan yang terjadi dalam modernitas, tetapi juga memberikan

kritik atas apa yang terjadi. Kritik diberikan atas modernitas, atas kegagalan, yang

menyebabkan penderitaan dan ketidakadilan. Kritik ini mengarah kepada sebuah

teologi Kristiani modern yang digambarkan sebagai hal modern sebagaimana

orang lain, khususnya agnostik modern atau atheis. Dari sebab itu, ke-Kristen-an

tidak menghalangi perkembangan manusia, tetapi memperlihatkan keuntungan

yang lebih untuk mendukung perjuangan manusia khususnya bagi keadilan dan

masyarakat yang manusiawi.

Pertimbangan awal tentang tempat pengalaman penting

dalam masalah :

a. Konstruksi Identitas yang berarti

b. Wahyu dan iman Kristiani

c. Dan perkembangan tradisi: “pengetahuan dan

produktif – kekuatan kritis dari pengalaman”

Pengalaman iman orang

Kristen pertama,

sebagaimana dibuktikan

dalam Perjanjian Baru

Pengalaman (sekuler)

(kontras) manusia

modern abad ke-20

Pengalaman Kristen modern:

Tuhan berkomitmen terhadap manusia

dan keselamatan mereka.

Proyek untuk integritas manusia adalah proyek Tuhan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dalam hal ini, kategori pengalaman berfungsi setidaknya bagi dua tujuan.

Pertama, hal tersebut memungkinkan untuk menjelaskan sesuatu dengan cara

(yang) baru dan dinamis dalam bagian yang sangat kecil dari iman Kristen. Iman

Kristen tersebut tertanam dalam sejarah yang sedang berlangsung atas penafsiran

dan pengalaman, serta dalam praksis kebebasan yang nyata, yang mana Tuhan –

dalam sejarah Israel dan sebagian besar dalam Yesus Kristus – telah mewahyukan

diri-Nya sendiri dalam makhluk ciptaan Tuhan. Sungguh, gagasan atas

pengalaman dalam waktu yang bersamaan menjawab perbedaan antara

pengungkapan iman Kristiani sebagai keberlanjutan dasar antara mereka:

meskipun unsur penafsiran bisa beragam, bahkan menunjukkan bahwa mereka itu

tidak bertentangan satu sama lain, Schillebeeckx menyatakan bahwa terdapat

sebuah unsur pengalaman yang berkualitas spesifik melalui sebuah ‘penafsiran

langsung’. Pengalaman yang berkualitas spesifik itu yang pada akhirnya

menemukan dan menjamin kesatuan tradisi Kristiani (walaupun dalam sebuah

pengungkapan yang beragam).

Kedua, melalui gagasan pengalaman yang kontras, kategori atas

pengalaman berfungsi sebagai suatu alat untuk melanjutkan atau untuk

menemukan kebenaran universal dan pernyataan yang bermakna bagi kekristenan.

Karena pengalaman kekristenan memiliki suatu hubungan intrinsik dengan apa

yang menjadi jantung-hati atas semua pengalaman manusia. Jantung-hati tersebut

adalah unsur pengalaman dalam semua pengalaman manusia – kehendak bagi

integritas manusia – yaitu pengalaman yang berdasarkan pada kehendak untuk

menjadi rasio baik (good rational) atau untuk mengingatkan orang-orang Kristen.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Juga di sini, struktur atas pengalaman menyediakan alat untuk menjabarkan

perbedaan antara penafsiran manusia dan berbagai teori, misalnya antara

perjuangan Marxis dan umat Kristen untuk keadilan, sebagaimana dasar

keberlangsungan yang utamanya merupakan penggerak bagi semua bentuk

penolakan ketidakmanusiawian dan ketidakadilan, dan mendambakan

(merindukan) emansipasi dan kebebasan.

Schillebeeckx juga menekankan karakter reflektif akan pengalaman:

pengalaman tidaklah lebih dari keprihatinan tanpa perantara ‘sensasi’ atau ‘afesi’,

tetapi lebih dengan penafsiran dan refleksi. Schillebeckx berpendapat bahwa:

Adalah mungkin untuk menetapkan pengalaman manusiawi, atau

pengalaman, di mana: 1) Semua manusia tidak dapat mengelak

bahwa mereka saling berbagi satu sama lain, dan 2) Pada saat

bersamaan dalam sebuah pengalaman (a) tentu saja memerlukan

interpretasi agama sementara (b) bagaimanapun, hal ini dialami

oleh semua manusia sebagai pengalaman mendasar, yang sangat

mempengaruhi eksistensi manusia paling dalam, dan 3) yang

membantu dalam memahami karakter fundamental ini, yang begitu

dalam mempengaruhi eksistensi manusia, karena firman Allah.65

Bagaimanapun juga, pada pemeriksaan lebih dekat, gagasan pengalaman

yang Schillebeeckx gunakan itu tidaklah lengkap. Dalam pengalaman Abba dan

Paskah, yang termasuk konteks wajib dalam pemahaman dan kerangka linguistik

untuk interpretasi, Schillebeeckx menyarankan untuk menghilangkan penyebutan

fungsi emosi dalam mencapai wawasan kognitif. Fungsi emosi dapat diandaikan,

65

It must be possible to assign a human experience, or experiences, which 1. All men and

women unavoidably share with one another and 2. at the same time is an experience (a) which

does necessarily call for a religious interpretation while (b) It is nevertheless experienced by all

men and women as a fundamental experience, namely one which so deeply affects human

existence most deeply, and 3. Which is helped in the understanding of this fundamental character,

which so deeply affects human existence, by the word of God. Edward Schillebeeckx, Church, 84.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tetapi pengalaman Abba dan Paskah tidak diberi fungsi kognitif. Hal ini secara

khusus sangat tidak biasa untuk diberikan, mengingat bahwa gagasan

“pengalaman kontras” menyiratkan suatu protes radikal terhadap apa yang

mengerikan terhadap kondisi manusia sejati, yang berjuang melawan kekuatan

kemunafikan dan kehancuran. Hal ini seperti digambarkan pada pengalaman

kontras yang mencakup emosi yang kuat dan mengusahakan keintiman dengan

Abba, serta rasa pengampunan yang luar biasa dari pengalaman Paskah yang

mengilhami manusia untuk terlibat secara sadar dalam tindakan nyata yang

dilakukan. Pengalaman kontras yang mencakup emosi-emosi tersebut juga

ditampilkan dalam pengalaman Yesus dan para murid. Kepentingan mereka bukan

hanya untuk menambah warna, tetapi untuk menjelaskan lebih jauh akan makna

peristiwa dalam kehidupan Yesus. Emosi memiliki nilai kognitif nyata. Dan tidak

ada perlakuan terhadap pengalaman religius yang tampak memadai jika seseorang

meninggalkan komponen emotif, dan potensi kekuatan kognitifnya, yang tidak

didiskusikan.66

Selain fungsi emosi dalam pengalaman, ada aspek kesadaran diri. Suatu

pengalaman tidak selalu sadar diri. Sebagai contoh, pengalaman Paskah mungkin

saja terjadi tanpa para murid “mengetahui” motivasi apa yang dimiliki oleh

kelompok kecil mereka dalam menjalankan sebuah misi. Para murid bisa saja

mengetahui motivasi tersebut tanpa harus dapat mengungkapkannya; dengan

interpretasi bahwa hal tersebut adalah pengaruh Yesus, bahkan dapat ditambahkan

dengan penjelasan lebih lanjut. Namun, bagaimanapun masalahnya, tidak perlu

66

Leo Apostel, “Religieuze ervaring bij Edward Schillebeeckx” 96. Dalam Dennis Rochford,

The Theological Hermeneutics of Edward Schillebeckx, Theological Studies 63 (2002), 260.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ada pengalaman “baru”, seperti yang dijelaskan oleh pengalaman Paskah, untuk

menjelaskan tindakan atau perilaku para murid. Dengan kata lain, pengalaman

mereka mungkin termasuk dalam sejumlah kerangka interpretasi budaya yang

berbeda, dan alternatif. Misalnya, dari empat untaian kredo yang disebutkan,

hanya Kristologi Paskah yang menjadikan Kebangkitan Yesus sebagai objek

eksplisit dari proklamasi Kristen dan menjadi bagian dari kerygma iman Kristen

awal.67

Seseorang dapat menyimpulkan bahwa pengalaman, yang tidak selalu

berarti kesadaran diri dan interpretasi, yang tidak bersifat matematis, pengalaman

tidak selalu secara konstitutif saling terkait sebagaimana yang dipahami oleh

Schillebeeckx. “Setidaknya di zaman modern ini, orang-orang yang percaya dan

tidak percaya memiliki pengalaman dasar dengan batas yang mutlak, dari

keterbatasan dan kontingensi radikal.”68

Schillebeeckx menekankan secara lebih

eksplisit, bahwa semua pengalaman seharusnya saling terkait, atau tidak dapat

dipisahkan, dan terkait dengan interpretasi. Hal ini terlebih berlaku pada

pengalaman religius, dan pengalaman religius Kristiani. Keduanya, secara

intrinsik dialami dalam dan melalui pengalaman manusia tertentu, “meskipun

dengan penerangan dan bantuan dari tradisi keagamaan tertentu di mana orang

tersebut hidup, dan dengan demikian berpengaruh sebagai kerangka interpretatif

yang memberi makna.”69

Bagi orang Kristiani, penerangan ini ditawarkan oleh

67

Schillebeeckx, Jesus, 396. 68

At least in our modem times, believers and non-believers have the basic experience of an

absolute limit, of radical finitude and contingency. Edward Schillebeeckx, Church, 77. 69

Though with the illumination and help of a particular religious tradition in which people

stand and which is thus influential as an interpretative framework which provides meaning.

Edward Schillebeeckx, Church, 24-25.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

“isi iman dari tradisi pengalaman Kristiani.”70

Schillebeeckx juga menekankan

sifat pengalaman reflektif: pengalaman yang tidak terlalu memperhatikan

‘sensasi’ atau ‘kasih sayang,’melainkan dengan interpretasi dan refleksi.

Meskipun demikian, hal ini tidak menghilangkan aspek pra-linguistik, atau

pra-reflektif, atau bahkan transparansi pengalaman ‘asli’ yang mendekati

kepentingan umum, walaupun hal ini tidak dapat dicapai tanpa interpretasi.

Karena pengalaman adalah ‘wahyu dari kenyataan, tentang apa yang tidak

diproduksi atau dipikirkan oleh manusia’, pengalaman memiliki kekuatan

kognitif, kritis dan membebaskan. Pengalaman mengajari kita sesuatu tentang

pencarian kebenaran, kebaikan dan kebenaran manusia, serta kebahagiaan. Hal

yang sama berlaku untuk Kristiani, dalam “menawarkan wahyu dengan

maknanya, dan isinya yang tidak dapat dibenarkan jika ‘hanya ditemukan dalam

interpretasi kepercayaan manusia dalam konteks sosial dan budaya tertentu’.”71

Karena walaupun momen pengalaman pra-linguistik tidak dapat disaring seperti

momen interpretasi yang menyertainya, tidak berarti bahwa pada inti perwahyuan

Kristiani itu kosong. Namun sebaliknya, hal tersebut “memberikan arahan

penafsirannya sendiri, sebagai dasar normatif dari interpretasi iman kita yang

tidak sewenang-wenang.”72

Schillebeeckx juga menyatakan secara lebih eksplisit,

bahwa orang Kristen dapat melegitimasi iman mereka karena hal itu menyangkut

70

The faith content of the Christian tradition of experience. Edward Schillebeeckx, Church, 24-

25. 71

Offer of revelation with its non-objectifiable meaning and content, to be found only in the

believing interpretations of men and women in a particular social and cultural context. Edward

Schillebeeckx, Church, 42-43. 72

Provides its own direction of interpretation, as the normative basis of our non-arbitrary

interpretation of faith. Edward Schillebeeckx, Church, 38.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pengalaman mendasar dan menyeluruh secara manusiawi. Hal ini tidak selalu

membutuhkan penafsiran religius, walaupun untuk setiap manusia hal itu terkait

dengan makna kehidupan yang paling dalam. Bagaimanapun juga, pengalaman

mendasar semacam itu “terbantu dalam memahami karakter fundamental ini, yang

sangat mempengaruhi eksistensi manusia, oleh firman Allah.”73

Schillebeeckx

menambahkan: “Saya katakan, ‘saya terbantu’; tidak ‘memberikan pemahaman

yang lebih baik tentang’ pengalaman ini daripada penjelasan agnostik.” Dan

selanjutnya:

Jadi saya berbicara tentang pengalaman bersama secara universal

yang sangat mendasar bagi setiap eksistensi manusia, dengan

diperkenalkannya kepercayaan akan kehadiran Tuhan yang

menyelamatkan mewujudkan pemahaman yang berbeda, yang

dapat dipahami oleh orang lain (bahkan jika mereka tidak

menerimanya), yang tidak hadir dalam interpretasi lain di mana

kepercayaan kepada Tuhan tidak diungkapkan.74

4.4.4 Pengalaman Mistik dari Salib dan Pengalaman Kontras Negatif75

Dalam sejarah Kristen, arti dari perjalanan Paskah terlalu sering

terpusatkan pada simbol salib, yang diambil di luar konteks dan diangkat pada

sebuah isolasi yang memuliakan penderitaan dan kematian demi kepentingan

73

Is helped in the understanding of this fundamental character, which so deeply affects human

existence, by the word of God. Edward Schillebeeckx, Church, 84. 74

So I am talking about universally shared experiences which are fundamental to any human

existence, which by the introduction of belief in God’s saving presence manifest a distinctive

comprehensibility which can be understood by others (even if they do not accept them), which is

not present in other interpretations in which belief in God is not expressed. Edward Schillebeeckx,

Church, 84. 75

Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 102.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mereka sendiri. Penafsiran Schillebeeckx tentang makna salib dalam kehidupan

Yesus, harus dipahami secara bersamaan dengan sentralitas dari apa yang telah

disebut Yesus sebagai “pengalaman Abba”.76

Hubungan Yesus dengan Allah

adalah pengalaman yang menentukan dalam hidup-Nya, menjadi dasar

keberadaan-Nya dan sumber dari misi-Nya.77

Misi tersebut adalah untuk

menyatakan kerajaan Allah yang adil dan penuh cinta, sebagai pemenuhan janji

eskatologis. Justru di sinilah letak dari kekhasan historis dan pengalaman Yesus,

sehingga kita dapat menemukan kekuatan dan makna dari salib. Dan di sinilah

Schillebeeckx juga menekankan, bahwa Allah sebagai landasan dan cakrawala

positif dari semua pengalaman negatif tentang penderitaan yang menjadi nyata.

Dan, kehidupan Yesus mencontohkan sebuah “pengosongan diri yang tidak

mengasingkan diri sendiri dari yang lain,”78

hingga pada titik kematian.

Schillebeeckx, menekankan kehidupan dan misi Yesus tidak untuk mengurangi

peran penderitaan dan kematian-Nya, tetapi untuk mempertahankan kekuatan

kritis dan produktif dari makna memikul salib. Cara hidup dan hubungan Yesus

dengan Allah, menjadikan pesan yang diwartakan-Nya menjadi sungguh nyata.

Kesadaran memungkinkan sebuah teori menjadi tindakan. Kesaaran

menggerakkan orang untuk berbenah. Kesadaran memungkinkan Anda mencapai

sebuah kebahagiaan, kedamaian, ketenangan, efisiensi, efektivitas, jati diri,

Tuhan. Kesadaran tidak pernah berhenti pada konsep tentang Tuhan, tentang

76

Edward Schillebeeckx, Jesus: An Experiment in Christology (NewYork: Seabury, 1974), 256-

269, 652-669. 77

Edward Schillebeeckx, “Jesus in his humanity gets his name from, i.e., is defined by, his

relationship to God.” dalam Church: The Human Story of God, 121. 78

“Non-alienating self-emptying in favor of t5he other.” Edward Schillebeeckx, On Christian

Faith, New York: Crossroad 1987, 5.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ketidakadilan, dan tentang orang miskin. Kesadaran tidak berhenti dan tidak

pernah berhenti pada pembicaraan tentang kemiskinan, tentang ketidakadilan,

tentang perbuatan baik, dan tentang Tuhan. Lebih dari itu, kesadaran menjadi

perbincangan dengan Tuhan, dengan orang miskin, berbicara kepada Tuhan,

kepada orang miskin, dan kemudian berbuat baik. Schillebeeckx

mengidentifikasikan Yesus adalah sebagai nabi eskatologis, yang merefleksikan

cara Yesus dalam mengkonkretkan masa depan yang dijanjikan Allah di hadapan

manusia dan tanggapan hidup yang ditimbulkannya. Bagi orang beriman, bagi

mereka yang sadar, yang menangkap realitas, tidak ada kegagalan, tidak ada

kemenangan, dan tidak ada kekalaham. Kalau orang menjadi tidak beriman, ia

tidak mampu mennagkap realitas, ia hidup dalam ilusi.

Schillebeeckx dengan sangat jelas menggambarkan enfleshment. Seperti

yang ditunjukkan dalam meja-persekutuan dengan Yesus. Di atas meja

persekutuan, Yesus bersama dengan semua golongan manusia yang berada dalam

berbagai situasi. Hal ini menjadi paradigma untuk sebuah kerajaan, gambaran

akan pemenuhan praksis Injil/Kabar Sukacita. Schillebeeckx menuliskan beberapa

judul bagian dalam buku Jesus, yang mungkin dipandang sebagai “cameos”79

tentang siapa Yesus yang digambarkan sebagai nabi eskatologis dan pembawa

keselamatan dari Allah80

. Penggunaan istilah tersebut menunjukkan hubungan

yang sesungguhnya, sekaligus menunjukkan kebenaran akan karakteristik

79

Cameos diartikan sebagai perintah untuk merunduk atau menjatuhkan diri ke lantai.

http://www.sherlocked.org/2012/08/arti-kata-vatican-cameos.html diakses, 16 April 2018. 80

Lihat hal 220.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Yesus.81

Tidak mungkin ada landasan di dalam sejarah penderitaan manusia akan

jaminan keselamatan yang diberikan oleh Yesus; tidak ada landasan akan harapan

masa depan yang dinyatakan Allah - kecuali dalam pengalaman kontras yang

Yesus tunjukkan pada kedalaman keberadaan diri-Nya dalam hubungannya

dengan Allah. Dengan demikian Yesus, “mengidentifikasi diri-Nya sebagai

pribadi yang berasal dari Allah, yang sekaligus juga menampilkan sisi

kemanusiaan Allah.”82

Dengan demikian, penolakan terhadap pesan dan karya Yesus berdampak

pada penentuan titik balik dalam hidup-Nya. Hal yang sungguh tidak terkatakan

dari pengalaman-Nya di dunia, yang menolak kesatuan dengan hidup-Nya dan

tujuan Yesus bersama dengan Allah. Dalam sebuah cara yang tidak dapat

dibandingkan, Yesus mengetahui keesktriman dari “perbedaan negatif dalam

pengalaman,” “Kodrat yang sulit diatasi dari kenyataan penolakan atas semua

rencana manusia.”83

Kedalaman hati Yesus sungguh terguncang oleh kenyataan

akan kekalahan, bukan karena rencana manusiawi-Nya, tetapi rencana Allah,

suatu rencana bagi keutuhan dunia dan kesejahteraan bersama. Yesus telah

membagikan kepenuhan atas “risiko kepercayaan” Allah bagi manusia, Dia

menyerahkan diri-Nya sendiri dalam kepercayaan-Nya kepada Allah yang tidak

dapat dibatalkan.84

Pengalaman kekalahan (salib) ini atas rencana Allah dalam

Yesus, yang dimulai dari pengalaman-Nya akan kematian, dan keberlanjutan

81

Edward Schillebeeckx, Jesus, 260-261. 82

Identifies himself in person with the cause of God as that also of humanity, and with the cause

of humanity as God’s cause. Edward Schillebeeckx, Jesus, 269. 83

In an incomparable way, Jesus knew the extremes of “negative contrast experience,” the

“refractory nature of a reality that resists all human plans.” Edward Schillebeeckx, Christ, 35-36. 84

Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 96.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kepercayaan dalam Allah untuk menghadapi semua penolakan yang dimulainya

dari pengalaman kebangkitan dan pemulihan nama baik dalam rencana Allah.

Meskipun Schillebeeckx tidak mengatakan secara singkat tentang cara ini, dia

melihat akan makna pengalaman perbedaan negatif secara misterius yang

membawa kita pada inti rencana Allah bagi kita. 85

Hal tersebut bertujuan untuk

menghadapi sisi negatif dunia, yang kita pahami dan alami sebagai kekuatan atas

kepercayaan Yesus pada Allah yang tidak terbantahkan. Perlakuan yang tidak

dapat diganggu gugat ini merupakan kesatuan dengan pendirian Allah dalam

penolakan kepada kejahatan dunia yang merupakan inti iman Kristen. Hal ini bagi

Schillebeeckx, merupakan pernyataan kebangkitan iman.

4.4.4.1 Salib Sebagai Ketaatan Kepada Kehidupan86

Salib, sebagai simbol iman Kristen yang dominan dan kuat, harus

memiliki makna tersendiri di dalamnya. Hal ini ditunjukkan, bahwa di mana pun

manusia berada muncul sebuah usaha untuk melawan ketidakmampuan mereka

sendiri dalam menghadapi penderitaan. Schillebeeckx berpendapat, bahwa

penderitaan dan kematian Yesus harus direnungkan secara tepat dalam terang

kehidupan-Nya, tentang kepercayaan positif kepada Allah. Perwujudan Yesus

yang hidup dari “sifat positif murni” Allah, tidak hanya tetap utuh, tetapi

mencapai intensitas terbesarnya selama pengalaman penyaliban. Dalam ketaatan

85

Noting that almost all cultures speak in some way of a “school of suffering,” Schillebeeckx

acknowledges the potential of suffering and sorrow to forge wisdom, strength, and gentleness of

spirit. Edward Schillebeeckx, Christ, 724. 86

Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 97-104.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

hidup-Nya, Yesus mengetahui akan penderitaan ganda. Dalam berbagi dengan

banyak orang miskin dan tersingkir, yang juga merupakan teman pilihan-Nya,

Yesus membuka diri-Nya terhadap penderitaan yang Ia ingin kurangi. Namun,

yang lebih terlihat adalah Yesus yang menderita rasa sakit akan penolakan secara

terus menerus, karena mereka yang paling membutuhkan kebenaran akan

penyelamatan Allah, justru berpaling dari pewartaan-Nya. “Seperti Allah, Yesus

lebih suka mengidentifikasi diri-Nya sendiri dengan orang yang terbuang dan

yang ditolak, yang ‘tidak suci’, sehingga Ia sendiri akhirnya menjadi Yang

Ditolak, Yang Diasingkan.”87

Namun penderitaan ganda ini tidak dapat

dilepaskan dari misi positif-Nya untuk berdiri tanpa henti, melawan kejahatan dan

dosa dunia, sambil mewartakan dengan kehidupan-Nya, di mana kasih Allah

merangkul semuanya. Dan, ketika kejahatan mengancam akan membunuh-Nya,

hal inilah yang menjadi “pengalaman Abba” bagi Yesus, yang mendukung dalam

praksis hidup-Nya. Persekutuan Yesus dengan Allah yang tak terputus memberi

daya pewartaan yang menantang struktur kejahatan dan penindasan, dengan

demikian membawa Yesus kepada salib. Dalam persekutuan ini, Yesus tidak

selalu mengalami sebagai kehadiran Allah. Dalam pengalaman kegagalan dan

pengabaian, kehadiran Allah pada diri Yesus, dialami seperti halnya keadaan

gelap, seperti Allah tidak sungguh hadir. Dalam ketidakhadiran yang gelap ini,

kepercayaan Yesus kepada Allah mencapai bentuknya yang paling sempurna.

Penyerahan diri Yesus pada belas kasihan Allah dalam sepanjang hidup-Nya,

87

Like God, Jesus preferred to identify himself with the outcast and the rejected, the ‘unholy,’ so

that he himself ultimately became the Rejected, the Outcast”. Edward Schillebeeckx, The Church

with a Human Face: A New and Expanded Theology of Ministry (New York: Crossroad, 1985),

32.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tidak hanya membawa, tetapi juga melalui kematian-Nya. Schillebeeckx

mengartikan hal tersebut menunjukkan kasih Yesus sampai pada titik kematian,

bukan kematian itu sendiri yang menyelamatkan, ketika ia mengatakan, bahwa

“kita tidak ditebus karena kematian Yesus, tetapi terlepas dari kematian

tersebut.”88

Schillebeeckx memahami tradisi sebagai sejarah pengalaman dan

interpretasi pengalaman fundamental Kristiani. Atas dasar penelitiannya pada

Perjanjian Baru, Schillebeeckx melihat empat prinsip struktural konstan yang

mengungkapkan, bahwa perjuangan untuk memahami fakta historis dari

penyaliban memunculkan empat kompleks tradisi, yang saling berdampingan.89

Keempat tradisi yang muncul didasarkan pada pemahaman yang utuh akan Injil,

bahwa Yesus telah memeluk kematian di kayu salib dengan merdeka. Keempat

tradisi tersebut, yaitu: 90

a) kontras-skema Yesus sebagai nabi-martir eskatologis;

b) Kematian Yesus sebagai bagian dari rencana keselamatan Allah di dalam

sejarah; c) Kematian Yesus sebagai penebusan, penebusan bukan hanya

dihendaki, tetapi dituntut oleh Allah sebagai pengorbanan; dan d) “Pemenuhan

eskatologis.” Maksud Schillebeeckx: “Yesus dalam sejarah yang terus berlanjut”

tidak dapat berakhir dalam sejarah kita, dan dengan demikian mencari latar

88

God’s honor weakens and “tames” the critical force of the crucifixion. It has, in fact, created

a “mysticism of suffering” that “establishes the existing order in church and society. Edward

Schillebeeckx, Christ, 700. 89

Edward Schillebeeckx, Jesus, 294. 90

Edward Schillebeeckx, Jesus, 274.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

belakang eskatologis. Keselamatan ini mencakup, tapi juga melampaui sejarah.91

Keyakinan melibatkan “sekarang sudah tersirat” dan yang “belum”.92

Pertama, dari kompleks tradisi di atas menafsirkan kematian Yesus

sebagai takdir dari seorang nabi metanoia, sejalan dengan sejarah Israel dan

dengan pesan Yohanes Pembaptis.93

Seruan Yesus akan pertobatan dan kepatuhan

kepada hukum Allah, yang kemudian membangkitkan kemarahan para

penentangnya yang dirong-rong oleh kebenaran-Nya. Perbedaan kontras pada

zaman Yahudi kuno antara hukum Allah dan hukum manusia menjadi fokus di

sini, serta “kemartiran” Yesus datang untuk dilihat sebagai persetujuan ilahi.

“Seseorang mungkin mengatakan bahwa tidak ada makna intrinsik yang dikaitkan

dengan kematian Yesus ‘dalam dirinya sendiri,’ tetapi itu memberi sebuah

ungkapan akan fakta, bahwa pribadi dan pelayanan dan perbuatan kenabian Yesus

itu sendiri adalah ‘terang dunia.’”94

Allah menghendaki keselamatan bagi

manusia, dan telah menghendakinya melalui sejarah manusia dengan menjadi

manusia sepenuhnya; seiring dengan manusia mencari makna di tengah

ketidakberdayaan. Schillebeeckx menyatakan bahwa, “untuk menemukan

keselamatan di dalam Allah, pada saat yang sama pula untuk berdamai dengan

diri sendiri.”95

91

Edward Schillebeeckx, Interim Report, 54. 92

Edward Schillebeeckx, Interim Report, 52. 93

Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 97. 94

One might say that no intrinsic significance is attributed to Jesus’ death ‘in itself,’ but that it

gives expression to the fact that Jesus’ person and ministry and prophetic career is itself the ‘light

of the world.’ Edward Schillebeeckx, Jesus, 282. 95

To find salavation in God is at the same time to come to terms with oneself. Edward

Schillebeeckx, Interim Report, 51.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tradisi kompleks kedua, adalah “mediasi Kristologis”, memberikan

kekhasan Kristen dogmatis; melihat kematian Yesus sebagai bagian dari ekonomi

keselamatan ilahi. Yesus dari Nazaret mengungkapkan secara sempurna dan

definitif titik awal dari Allah, dan karenanya harus menjadi titik awal pencarian

makna manusia. Yesus adalah perantara yang pasti. Salib adalah sebuah skandal,

dalam Kitab Ibrani dipahami sebagai kutukan yang mengerikan, suatu kutukan

dan dialami oleh orang Yahudi - Kristen awal, sebagai suatu hal yang memalukan.

Hal ini membuat orang Kristen mengembangkan semacam apologetika atas

kejadian ini dalam kehidupan orang zaman sekarang, yang mereka sebut Tuhan.

Warisan dari “orang yang menderita dan hidupnya saleh,” dikembangkan dengan

sangat beragam dalam Perjanjian Ibrani. Hal ini diterjemahkan sebagai “kehendak

ilahi” akan penderitaan Anak Manusia, dalam Injil Markus disebut sebagai

prasyarat penting untuk “dimuliakan.” Bahkan dalam hal ini, tidak ada makna

soteriologis yang dikaitkan dengan kematian Yesus. Sejalan dengan tradisi

Yahudi, hal tersebut adalah kebenaran dari orang yang menderita yang

diagungkan dan dimuliakan; baik penderitaan maupun kematian tidak bersifat

menyelamatkan, melainkan kebenaran dan kesetiaan yang mengarah kepada

diagungkan dan dimuliakan.96

Kompleks tradisi yang ketiga adalah skema soteriologis, yang tidak

bergantung pada landasan apapun yang didukung dalam Kitab Suci dan

spiritualitas Yahudi. Gagasan kematian Yesus sebagai penebusan, pengorbanan

untuk menebus dosa manusia yang tidak memiliki penebus sebelumnya, dan yang

96

Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 98.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sekaligus juga dapat untuk diandalkan. Schillebeeckx menjelaskan, bahwa hal ini

tidak bertentangan dengan:

Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa

yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena

dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah

dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang

ketiga, sesuai dengan Kitab Suci; bahwa Ia telah menampakkan

diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua belas murid-Nya.97

Rangkaian tradisi dalam perikop ini “merupakan hasil dari proses refleksi yang

lebih lama dan menggabungkan beberapa tradisi.”98

Selain itu, sebagai upaya

untuk membaca tema Mesias yang menderita ke dalam Yesaya 53 yang juga

terbukti tidak mendasar.

Karena itu, ternyata, rumusan-rumusan soteriologis membentuk

suatu tradisi yang sangat tua dan mandiri, yang kemunculannya

tidak dapat dipertanggungjawabkan, baik oleh deduksi sekunder

dari interpretasi-interpretasi lain tentang kematian Yesus atau

dengan memahaminya kembali pada teologi Yahudi tentang

penderitaan seorang martir. Semua penafsiran semacam itu muncul

melawan kesulitan-kesulitan yang disajikan oleh sejarah tradisi,

serta tidak adanya rumusan-rumusan hiper dari setiap lapisan

tertua yang merujuk pada Yesaya. 53, terlepas dari kedekatan

bahan.99

Schillebeeckx mengatakan bahwa: dasar terakhir bagi interpretasi

soteriologis tentang kematian Yesus harus dicari, dalam petunjuk yang

97

1 Kor. 15:3-5 98

Are themselves the product of a longer process of reflection and merging together of

traditions. Edward Schillebeeckx, Jesus, 293. 99

As it turns out, therefore, the soteriological formulae form a very old and self-contained

complex of tradition, the emergence of which cannot be accounted for either by secondary

deduction from other interpretations of Jesus’ death or by refemng it to Jewish theologies of the

martyr’s vicarious suffering. All such interpretations come up against difficulties presented by the

history of tradition, as well as the absence from the oldest stratum of the hyper formulae of any

reference to Isa. 53, in spite of the material affinities. Edward Schillebeeckx, Jesus, 293.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ditinggalkan oleh Yesus dalam hubungannya dengan teman-teman karib-Nya, di

akhir hidup-Nya.100

Yesus sadar, bahwa Ia akan menghadapi maut di tangan

lawan-lawan-Nya, dan Ia mencoba menyiapkan teman-teman-Nya untuk kejutan

tersebut. Kisah Perjamuan Terakhir menggambarkan perjamuan perpisahan yang

disengaja, di mana Yesus secara efektif mengintegrasikan kematian-Nya yang

semakin mendekat dalam kehidupan dan misi-Nya. Schillebeeckx berpendapat,

bahwa unsur-unsur yang tampaknya memberi makna soteriologis pada kematian

Yesus, pada akhirnya menunjuk pada hidup-Nya. “Seluruh hidup Yesus adalah

hermeneusis kematian-Nya. Substansi akan keselamatan cukup hadir di dalam-

Nya.”101

Kenangan akan Perjamuan Terakhir yang menggambarkan kematian

Yesus sebagai “tebusan bagi banyak orang,” harus ditafsirkan dalam konteks

makanan, hal ini sebagai simbol dari seluruh kehidupan pelayanan Yesus.102

Kematian Yesus sebagai tebusan bagi banyak orang, adalah kehidupan Yesus

yang secara bebas diberikan dalam pelayanan sepanjang hidup-Nya, bahwa

menjadi “tebusan” atau untuk menyelamatkan manusia. Hal ini terkait dengan arti

sebuah berbagi dan persekutuan yang ditandai dengan makanan yang ditawarkan

oleh Allah bagi keselamatan. “Tetapi persekutuan seperti itu ‘dalam menghadapi

kematian yang semakin mendekat,’ hal ini mengasumsikan dalam konteks total

yang sangat penting dan bermakna.”103

Arti penting ‘persekutuan’ terletak pada

100

Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 99. 101

Jesus’ whole life is the hermeneusis of his death. The very substance of salvation is

sufficiently present in it. Edward Schillebeeckx, Jesus, 311. 102 Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 99. 103

But such fellowship ‘in face of approaching death’ assumes within this total context a very

pregnant significance. Edward Schillebeeckx, Jesus, 310.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kesetiaan ganda.104

Pertama, Yesus mempertahankan keyakinan yang radikal

dalam kesetiaan pada Allah dan pada janji keselamatan. Kedua, pembagian

makanan yang terakhir kalinya dalam menghadapi kematian, menegaskan akan

ikatan yang telah Ia bangun dengan, dan di antara teman-teman, dan murid-murid-

Nya, sebagai isi pokok dari peraturan Allah. Bahkan penderitaan dan kematian

yang sudah dekat tidak dapat menghapus realitas persekutuan ini, yang adalah inti

dari keselamatan yang dibuktikan oleh kebangkitan.

Di sinilah letak petunjuk tentang makna salib berhadapan dengan

pengalaman kontras negatif atas penderitaan manusia di dunia ini. Kematian

Yesus di kayu salib mendapatkan maknanya dari pengintegrasiannya ke dalam

seluruh kesetiaan kehidupan-Nya kepada Allah, dan tujuan Allah (penyebab

kemanusiaan). Kesetiaan Yesus yang tak tergoyahkan kepada Tuhan dan

solidaritas-Nya dengan manusia, keduanya mengarah kepada salib dan

mendefinisikan makna keduanya.105

Kata-kata dan gerak-gerik Yesus dalam

perjamuan perpisahan-Nya mempersiapkan para pengikut-Nya apabila bencana

itu datang, dan mengarahkan para murid pada makna terakhir dari penyaliban.

Keintiman pemecahan roti, kerendahan hati mencuci kaki, harapan piala dibagi

sekarang sebagai janji masa depan: hal ini mendefinisikan salib dengan

mempertahankan, melampaui, dan dengan demikian

mengontekstualisasikannya.106

Hidup membingkai kematian.

104

Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 99. 105

Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 99. 106

Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 99.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kematian di kayu salib bukanlah apa yang Yesus harapkan sebagai hasil

dari misi hidup-Nya, ketika Ia dibaptis di Sungai Yordan; Ia juga tidak

membayangkan akhir dari pelayanan publik-Nya akan berakhir di kayu salib.

Namun, sepanjang jalan, prospek kematian menjadi semakin tak terelakkan.

Sementara salib mengisyaratkan pada kegagalan historis dari proyek kehidupan

Yesus, hal itu juga dibayangi oleh kegagalan-kegagalan sebelumnya ketika Yesus

secara sadar datang untuk mengatasi penolakan dari pewartaan dan pelayanan-

Nya. Schillebeeckx mendiskripsikan arti salib dengan sangat jelas, bahwa misi

Yesus di Galilea adalah sebuah kegagalan, dan Yesus mengetahui akan hal itu.

Dalam pengetahuan yang suram inilah Yesus pergi dari Galilea menuju

Yerusalem, meskipun ada peringatan akan keselamatan dari para sahabat-Nya.

Yesus masih mencari dengan lebih fokus, strategi terbaik agar berhasil dalam

mempromosikan misi yang dipercayakan kepada-Nya. Yesus sendiri tidak dapat

mengetahui, bahwa kegagalan-Nya akan menjadi bagian integral dari rencana

Allah.107

Sesungguhnya, hanya dalam realisasi penuh dari ambivalensi (dua

perasaan yang bertentangan) pengalaman Yesus, kita dapat berbicara tentang salib

sebagai bagian dari ekonomi keselamatan ilahi. Dimensi misi Yesus tersembunyi

bahkan dari dalam kemanusiaan-Nya. Sama halnya, seperti Yesus

mengintegrasikan kematian-Nya yang semakin mendekat dalam misi hidup-Nya,

Allah menempatkan kegagalan salib ke dalam rencana keselamatan. Karya Yesus

di dunia berakhir seperti itu, karena ketidakmampuan manusia untuk menerima

dan mempercayai substansi keselamatan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi Allah

107

Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 99.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

memilih untuk menggunakannya, bahkan penolakan itu untuk melanjutkan proyek

ilahi.108

Dengan cara yang nyata, Allah menggunakan apa yang manusia sediakan

untuk mencapai keselamatannya dalam cara-cara di luar imajinasi manusia.

Secara manusiawi, kegagalan dan kesalahan salib, kita temukan inti dari

mistisisme salib.109

Kita telah merujuk secara beragam pada kekuatan kognitif

penderitaan yang khas, prioritas epistemologis dari penderitaan, dan tempat

istimewa wahyu di dalam penderitaan.110

Pengetahuan semacam ini, membawa

kita keluar dari apa yang Schilllebeeckx sebut sebagai “pengalaman kontras

negatif,” yang adalah bentuk mistisisme yang paling benar. Kenyataannya, paling

dekat kita bisa sampai pada pemahaman kontemporer tentang mistisisme salib.

Pengalaman kontras, […] terutama dalam mengingat kembali

sejarah aktual manusia dari akumulasi penderitaan, memiliki nilai

kognitif kritis dan kekuatannya sendiri, yang tidak dapat direduksi

menjadi sebuah tujuan Herrschaftwissen (bentuk pengetahuan yang

tepat untuk ilmu pengetahuan dan teknologi) atau berbagai bentuk-

bentuk kontemplatif, pengetahuan "tanpa tujuan" estetis dan

ludis.111

108

Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 100. 109

Schillebeeckx menggambarkan mistisisme dengan cukup sederhana yaitu sebagai kehidupan

iman, yang selalu menggabungkan sesuatu dari “malam yang gelap” dengan pengalaman rahmat

keselamatan dalam kehadiran Allah yang nyata dalam hidup manusia, yang selalu dimediasi

melalui negativitas. Mistisisme adalah “bukan hanya proses kognitif melainkan cara hidup

tertentu, suatu jalan keselamatan.” Schillebeeckx melihat tiga kesatuan yang konstan, yaitu: 1)

pengalaman sebagai sumber yang mencerahkan, pengalaman terobosan, sesuatu yang baru; 2) fase

pemurnian, di mana seseorang mengalami luka dan keraguan sebelumnya akan illumination

(penerangan) sebelumnya; 3) penemuan cinta ilahi, dalam sebuah jejak bahwa yang dicintai telah

ditinggalkan dalam keberadaan mistik. “Masih ada sebuah ‘kedekatan’ yang dimediasi; ada

kehadiran murni dari yang ilahi, tetapi juga kehadiran alami mistik dengan Allah. “Kesatuan

mistik,” memberikan sebuah pertolongan. Namun, persatuan mistik selalu dengan perasaan tidak

nyaman yang menyakitkan: tidak melihat.'' Akhirnya, Schillebeeckx menekankan, “Mistisisme

yang otentik tidak pernah lari dari dunia, tetapi, berdasarkan pengalaman sumber yang mengalami

disintegrasi pertama, integrasi dan rekonsiliasi rahmat dengan semua hal.” Edward Schillebeeckx,

Church: The Human Story of God, 70-72. 110

Untuk contoh perlakuan Schillebeeckx tentang “kekuatan kognitif penderitaan yang khas,”

lihat Edward Schillebeeckx, Jesus, 621-623, dan Christ, 817-821. 111

Contrast experience, […] especially in recollection of man’s [sic] actual history of

accumulated suffering, has a critical cognitive value and force of its own, which are not reducible

to a purposive Herrschaftwissen (the form of knowledge proper to science and technology) or to

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pengalaman kontras negatif menjalankan fungsi penting yang berkaitan

dengan kedua bentuk pengetahuan, dan Schillebeeckx mempertahankannya

sebagai satu-satunya hubungan dialektis asli antara kedua bentuk pengalaman

tersebut. “Secara khusus nilai kognitif dari pengalaman kontras pasif adalah

pengetahuan yang menuntut dan membukanya menuju masa depan.”112

Salib itu sendiri menggambarkan sebuah ungkapan yang ekstrem dari

pengalaman kontras pasif, yang mengungkapkan maknanya hanya melalui

perlawanan/pembedaan, hanya melalui jalan menuju masa depan yang tak terlihat,

dan yang terbuka alami melalui harapan yang penuh dan kerinduan yang tak

terpuaskan.113

Bagi Schillebeeckx, keinginan terbesar Yesus adalah menjadi

bagian dari narasi kristologis, di mana Yesus sendiri benar-benar pasif. Pertama-

tama dari apa yang Schillebeeckx pahami sebagai tiga fase dalam proses

identifikasi terhadap Yesus, Yesus adalah subjek aktif dari narasi Kristologi,

identitas-Nya diklarifikasi oleh kata-kata dan tindakan-Nya sendiri. “Namun,

muncul perbedaan kekerasan dengan gaya narasi […] sekarang pusat panggung

dikuasai oleh […] seorang yang menderita dan mengatakannya telah terbukti

gagal.”114

Dalam hal ini, identitas Yesus diklarifikasi oleh apa yang dilakukan

orang lain kepada-Nya. Ia menjadi tak berdaya dan rentan, saat Ia dihadapkan

the diverse forms of contemplative, aesthetic and ludic “goal-less” knowledge. Edward

Schillebeeckx, Jesus, 621. 112

The particular cognitive value of the passive contrast experience is a knowledge which

demands a future and opens it up. Edward Schillebeeckx, Jesus, 622. 113

Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 100. 114

However, a violent contrast appears with the passion narrative […] now the cen- tre of the

stage is taken by […] a suffering man whose claims have evidently proved to be a failure. Edward

Schillebeeckx, Christ, 827.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pada ancaman kegagalan, diserahkan kepada musuh-musuh-Nya. Pada titik ini,

hubungan antara Yesus dari Nazareth dan Kristus menjadi ambigu. Para Murid

tidak mengerti, mereka juga tidak dapat menghubungkan sosok yang

dipermalukan ini dengan raja, Allah yang akan datang. “Pada titik ini, ada

ketidakpastian tentang identitas Yesus, dan kegagalan Yesus, yang terjadi di

depan mata para murid, yang memiliki peran untuk menentukan serta

berkontribusi di sini.”115

Hanya dalam cerita yang utuh, termasuk penyaliban dan

kebangkitan, pada akhirnya akan mengungkapkan apa peran tersebut.116

Seperti

terlihat dalam relasi dan persekutuan hidup Yesus dengan Allah, yang

membebaskan, yang tidak dapat dihancurkan, bahkan oleh kematian, dan barulah

menjadi lebih nyata dan tampak istimewa dalam peristiwa kebangkitan Yesus.

Dalam peristiwa kebangkitanlah, relasi tersebut menjadi jelas, bahwa “relasi khas

Yesus dengan Bapa didahului, dan ditopang oleh Bapa sendiri.”117

Dengan

membangkitkan Yesus, Allah membenarkan kepercayaan dan seluruh kehidupan

Yesus. “Kebangkitan” itu merupakan salah satu kemungkinan linguistik untuk

mengungkapkan apa yang dialami para pengikut Yesus (yang sudah percaya

kepada-Nya), setelah Yesus wafat. Sementara itu, ketika Schillebeeckx

mendeskripsikan inti dari perjuangan Yesus di Getsemani, Yesus

115

At this point of the account there is uncertainty about the identity of Jesus, and the failure of

Jesus, which takes place before [the disciples’] very eyes, has a decisive role to play here. Edward

Schillebeeckx, Christ, 827. 116

The narrative sensibility that marks Schillebeeckx’s christology has become a theological

category in its own right, with a conscious cultivation of the theological imagi- nation. For

representative discussions of the indispensability of narrative for Christology. Michael L. Cook,

Christology as Narrative Quest (Collegeville, Minn.: Liturgical Press, 1997), esp. 46 117

Edward Schillebeeckx, Jesus, Die geschichte von einem Lebenden, Herder,

Freiburg/Basel/Wien 1992, 584 dalam Adrianus Sunarko, “Kristianitas Inklusif atau Pluralis?

Diskusi dengan Edward Schillebeeckx”, Melitas, 31.1.2015, 20.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

“mempercayakan kepada Allah, akan apa yang dari sudut pandang manusia

tampaknya merupakan kemustahilan.”118

Kesetiaan Yesus tidak

“menyelamatkan”-Nya dari nasib duniawi. Yesus tetap menanggung salib.

Dalam kesengsaraan, apa yang dilakukan oleh Yesus untuk mewartakan

dan melaksanakan perintah Allah menjadi suatu penyerahan keyakinan akan janji

Allah, bahwa hal tersebut merupakan suatu bentuk penolakan secara pasif

terhadap kejahatan. Dan secara tepat juga, pada pengalaman eksistensial Yesus

akan ketidakberdayaan, “Allah mendatangkan orang-orang yang setia kepada Dia,

kepada kesuksesannya dalam hal ilahi.”119

Dalam ketidakberdayaan, Allah Bapa

telah memberikan kemenangan kepada Sang Putra. Penyelamat kita harus dicapai

dengan tepat pada titik perjumpaan (melalui kesengsaraan) dengan Allah, yang

tidak berdaya dan kebebasan manusiawi kita sebagai suatu makna yang

dimunculkan secara berlawanan (kemenangan melalui kematian menuju

kebangkitan/kehidupan) yang tepat. Bagaimana hal ini dinyatakan, tidak lebih dari

pengalaman manusiawi akan penderitaan yang tidak terpahami. “Penderitaan

manusia dan masalah kejahatan terus berjalan seiring dengan sejarah sebagai

sebuah peristiwa yang akan selalu berkembang secara subur (yang akan selalu ada

penderitaan dan kejahatan manusia) sebagai ‘epiphenomenon’ yang membatasi

kebebasan kita.”120

Keselamatan, yang dicapai melalui penderitaan, dilaksanakan

juga dengan dosa, yaitu dosa asal kita. Dan dosa asal, sebagai intinya, menjadi

118

Entrusted to God what from a human point of view seemed to be the failure of his message.

Edward Schillebeeckx, Christ, 829. 119

God brings about in the one who had been faithful to him the divine success. Edward

Schillebeeckx, Christ, 827. 120

Human suffering and the problem of evil go hand in hand with our history as a permanently

thriving ‘epiphenomenon’ of our localized freedom. Edward Schillebeeckx, Jesus, 620.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

suatu penyakit yang menjangkit kepribadian kita, kebebasan bersama, suatu

penderitaan yang menjadi milik/hak kita.

Tetapi apakah yang menjadi contoh bagi semua penderitaan dalam

kehidupan, yang tidak mengalami kenyataan, yang tidak tampak akan karya

penyelamatan Allah yang sangat dekat? Sungguh, apa yang Yesus teriakkan

ketika Ia merasa ditinggalkan? Yesus menjadi ‘terbelah’, terputus dari makna

ketahanan hidup-Nya, yang dilepaskan dari janji dan setiap sisa harapan.

Penderitaan terakhir, Ia jalani hingga kekegelapan akan penderitaan lebih daripada

penderitaan, ketika paku menembus telapak tangan-Nya. Makna ditinggalkan oleh

Allah menjadi nyata; hal tersebut terjadi secara mengerikan. Dan kata-kata

pemazmur dalam Markus dan Matius diletakkan dalam mulut-Nya, dan secara

tepat menggambarakan pengalaman Yesus. Schillebeeckx menunjukkan kepada

kita, bagaimanapun jeritan Yesus digambarkan secara tepat oleh berbagai bagian

dalam Mazmur. Mazmur 22 menunjukkan sebuah kekuatan, baik kenangan

maupun harapan di masa depan. Gambaran yang mengerikan tersebut,

menghadirkan penderitaan sebagai lemparan kepada bantuan kontras oleh ingatan

yang jelas akan karya Allah; yang membebaskan dan mengasihani di masa

lampau.121

Ingatan ini memungkinkan pemazmur untuk menyadari, tidak melihat

121

Schillebeeckx menggunakan teori kritis dan hermeneutika untuk menanggung tema

penderitaan dalam sejarah alkitabiah, mengilustrasikan dalam istilah kontemporer bagaimana

“Peringatan kritis dan selektif diletakkan untuk melayani masa depan. Suasana dasar dari

kecemasan kehidupan manusia dan keputusasaan, kegembiraan dan harapan-jelas terikat dengan

struktur temporal pengingatan dan harapan. Di situlah letak kekuatan kritis dan produktif mereka.”

Critical, selective remembrance is put at the service of the future The basic moods of human life-

anxiety and despair, joy and hope-are evidently bound up with the temporal structure of

reinembrance and expectation. There in lies their critical and productive force. Edward

Schillebeeckx, Christ, 664-665

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dan tidak dibiarkan oleh-Nya, Allah lebih dari sekadar dekat; kerajaan Allah tetap

hadir di tengah-tengah penderitaan akan kegelapan sekalipun.

Schillebeeckx mengatakan, bahwa Allah hadir dalam penderitaan sebagai

“cahaya dalam kegelapan” dan “kedekatan yang diperantarai.”122

Allah adalah

dasar mistik dalam hidup manusia, dan selalu siap sedia, bahkan jika setiap

pengalaman kita berada dalam ketiadaan, kegelapan. Yesus mengetahui

penderitaan ini dalam sebuah cara yang tiada bandingnya, dalam proporsi terbalik

yang unik dan tentunya dengan intensitas yang selalu memiliki pengalaman akan

kehadiran Allah. Oleh karena itu, Yesus adalah penjamin dalam setiap

pengalaman akan Allah, yang meniadakan perasaan penderitaan dan sebagai

jembatan akan kehadiran dan keabsolutan kedekatan Allah.

4.4.4.2 Status Questionis

Dalam hasil penelitian kuantitatif didapatkan bahwa para responden

menghidupi Allah sebagai ‘Dia yang jauh dan impersonal serta tak terjangkau.123

Bagaimana kita sebagai orang Kristen mengetahui ‘Yesus adalah penjamin dalam

setiap pengalaman akan Allah,’ atau mempercayai akan penanggungan ini?

Bagaimana kita bisa percaya, bahwa aturan positif Allah sudah dimulai dalam

pewartaan dan tindakan Yesus di bumi? Bagaimana kita bisa percaya, bahwa

kejahatan yang menguasai begitu banyak kehidupan manusia benar-benar tidak

122

Schillebeeckx, Church, 70. 123

Lihat pada Lampiran 3, Tabel 3.23.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

memiliki masa depan? Bagaimana manusia bisa berpegang teguh pada harapan

dalam penderitaan ketika semua pencarian akan Allah dipenuhi dengan kebisuan?

Dalam kuesioner perihal Identitas Religius tentang Paham Allah, penulis

menjabarkannya dengan empat pertanyaan: Saya selalu bertanya, di manakah

Allah berada saat saya mengalami masalah berat; Saat mengalami kesenangan,

saya bertanya-tanya apakah Allah “turut campur” dalam menjadikan saya

mengalami kesenangan; Saya sungguh bingung, saat saya menderita, dan saya

mencoba mencari solusi, mengapa Allah diam saja tidak membantu; Bagi saya,

kebahagiaan yang saya peroleh karena saya sendiri yang mengusahakan untuk

bahagia. Dari pertanyaan “Saya selalu bertanya, di manakah Allah berada saat

saya mengalami masalah berat”, diperoleh hasil sebanyak 11 responden (11%)

menyatakan sangat tidak setuju, 41 responden (41%) menyatakan tidak setuju, 45

responden (45%) menyatakan setuju dan sebanyak 3 responden (3%) menyatakan

sangat setuju.124

Hal ini dapat dikategorikan sebanyak 52 responden (52%)

menyatakan bahwa Allah itu jauh dengan manusia, dan sebanyak 48 responden

(48%) menyatakan setuju kalau Allah itu dekat dengan manusia. Hal ini semakin

diperjelas dengan hasil pengolahan pertanyaan kedua “Saat mengalami

kesenangan, saya bertanya-tanya apakah Allah “turut campur” dalam menjadikan

saya mengalami kesenangan”. Dari pertanyaan tersebut diperoleh hasil sebanyak

17 responden (17%) menyatakan sangat tidak setuju, 51 responden (51%)

menyatakan tidak setuju, 23 responden (23%) menyatakan setuju dan sebanyak 9

124

Lihat pada Lampiran 3, Tabel 3.23, Item 1.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

responden (9%) menyatakan sangat setuju.125

Hal ini dapat dikategorikan

sebanyak 68 responden (68%) menyatakan bahwa Allah tidak turut campur tangan

dalam menjadikan responden mengalami kesenangan, dan sebanyak 32 responden

(32%) menyatakan setuju kalau Allah turut campur tangan dalam menjadikan

responden mengalami kesenangan. Dari pertanyaan “Saya sungguh bingung, saat

saya menderita, dan saya mencoba mencari solusi, mengapa Allah diam saja tidak

membantu”, diperoleh hasil sebanyak 6 responden (6%) menyatakan sangat tidak

setuju, 25 responden (25%) menyatakan tidak setuju, 55 responden (55%)

menyatakan setuju dan sebanyak 14 responden (14%) menyatakan sangat

setuju126

. Hal ini dapat dikategorikan sebanyak 31 responden (31%) menyatakan

bahwa Allah itu dekat dengan manusia, dan sebanyak 69 responden (69%)

menyatakan setuju kalau Allah itu dekat dengan manusia. Demikian juga dari

pertanyaan” bagi saya, kebahagiaan yang saya peroleh karena saya sendiri yang

mengusahakan untuk bahagia”, diperoleh hasil sebanyak 2 responden (2%)

menyatakan sangat tidak setuju, 15 responden (15%) menyatakan tidak setuju, 57

responden (57%) menyatakan setuju dan sebanyak 26 responden (26%)

menyatakan sangat setuju.127

Hal ini dapat dikategorikan sebanyak 17 responden

(17%) menyatakan bahwa Allah itu dekat dengan manusia, dan sebanyak 83

responden (83%) menyatakan setuju kalau Allah itu jauh dengan manusia. Jadi

dapat ditarik kesimpulan bahwa para mahasiswa beranggapan bahwa Allah itu

jauh dari manusia, sekaligus Allah tidak turut campur tangan dalam setiap

125

Lihat pada Lampiran 3, Tabel 3.23, Item 1. 126

Lihat pada Lampiran 3, Tabel 3.23, Item 1. 127

Lihat pada Lampiran 3, Tabel 3.23, Item 1.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

peristiwa. Hasil ini diperkuat dengan pertanyaan “Allah itu jauh dari kehidupan

saya”,128

dengan penjabaran hasil: responden yang menyatakan rendah sebanyak 4

responden (4%), 4 responden (4%) menyatakan sedang, 47 responden (47%)

menyatakan tinggi dan sebanyak 45 responden (45%) menyatakan sangat tinggi.

Begitu juga dalam wawancara dengan Intan Suryani, ia menyatakan bahwa: “[…]

entah kenapa saya itu lebih merasakan kehadiran Allah itu ketika saya dalam

situasi down.”129

Hal ini dikarenakan cara pandang mahasiswa akan segala

sesuatu baru dianggap nyata dan sah apabila resultante praktis dari hasil

pengetahuan dapat diramal pasti dan muncul dalam segala terapan yang sama,

jikalau segala persyaratan yang sama terpenuhi. Dan bahkan, dalam banyak

perkara mendasar sekali, pola pikir mahasiswa dilekati prinsip ketidakpastian;

dibatasi keterangan “nyata bagi pengamat”. Tetapi mengenai kebenaran

sesungguhnya dari Ding-an-sich (hal-yang-ada-sebenarnya-dalam-diri-hal-itu) itu,

diakui berada di luar jangkauan pengamatan induktif-empiris. Sebab kesimpulan

hanya diambil dari gugusan fenomen atau gejala. Jadi, segala sesuatu sepanjang

pengalaman itu ditangkap oleh pancaindra kaum remaja (mahasiswa) dan diambil

kesimpulan oleh daya tangkap konstruksi pikirannya yang terbatas. Dalam ilmu

pengetahuan Allah pertama-tama muncul sebagai Pencipta. Bukan dalam arti

bahwa ilmu positif secara langsung berbicara mengenai penciptaan.

Allah sebagai Pencipta sebenarnya amatlah konkret, karena diakui sebagai

dasar dari segala yang konkret. Namun paham Allah sebagai Pencipta sangatlah

abstrak. Sebagai Pencipta, ia mengatasi segala yang konkret, dan – karena itu –

128

Lihat pada lampiran 3, Tabel 3.17 pada Item 1d. 129

Lihat Lampiran 4, wawancara dengan Intan Suryani baris ke 450-453.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bagi kita tidak mempunyai bentuk yang konkret. Allah hanya diketahui sebagai

tindakan penciptaan, sebagai dasar dari segala yang ada. Ia tidak dikenal dalam

diri-Nya sendiri. Ia diketahui sebagai Pencipta karena mengungkapkan diri dalam

penciptaan.

Schillebeeckx menunjuk pada peran keheningan dalam dialog. Allah diam

dalam kehidupan duniawi kita, mendengarkan kisah hidup kita. Dengan memberi

penghormatan pada kepribadian dan kebebasan pada manusia, Allah

mendengarkan dengan penuh kasih dan tidak akan mengganggu.130

Ia berhenti

untuk berbicara, menunggu sampai yang lain mengerti, sampai mengalami proses

pemurnian, sehingga akhirnya membuka mata dan melihat. Dengan kesadaran dan

menempatkan bahwa Allah itu ada di hati kita. Maka, sederhananya, mencapai

Allah itu, menggapai Tuhan, mengalami kebersatuan dengan Tuhan, bukanlah

sesuatu yang mustahil. Dengarkanlah suara hati kita. Tentu hal ini bukanlah

sebuah perkara yang mudah. Dibutuhkan kesadaran tertentu yang dapat

membedakan antara suara hati yang sejati dengan suara-suara pembisik, entah itu

dari orang tua, dari teman, dari Romo, dan lain sebagainya. Jikalau Yesus menjadi

pusat, dasar iman, kita tidak mungkin mengenal Yesus tanpa Kitab Suci. Padahal,

Kitab Suci itu sendiri ‘seratus persen buatan manusia dan seratus persen buatan

Allah”. Sebagai buatan manusia, pasti ada kekeliruan tertentu. Akan tetapi,

sebagai buatan Allah pasti ada kebenaran yang mau disampaikan. Dengan melalui

Kitab Suci, kita bisa mengetahui bagaimana para murid dengan segera

meninggalkan segala-galanya dan mengikuti Yesus. Mereka yang tidak bisa

130

Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 102.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

meninggalkan segala-galanya tidak bisa menjadi murid Yesus. Berpusat pada

Kristus itu berarti mengikuti Kristus sendiri, ajaran-Nya dan perbuatan-Nya.

Tetapi karena para responden tidak hidup sejaman dengan manusia Yesus yang

menjadi Kristus, responden tidak mungkin paham dengan apa yang diajarkan oleh

Yesus sendiri.

Memang, kita mungkin cenderung untuk melemahkan deskripsi

Schillebeeckx tentang “pengalaman penuh pengharapan dan harapan,” kita sadar

karena betapa jauhnya sebuah harapan pada banyak orang yang menderita. Hal ini

dapat dibandingkan dengan hasil penelitian pada indikator Karya Penciptaan dan

Karya Penyelamatan,131

disebutkan bahwa sebanyak 22 responden tidak setuju

dengan pernyataan “Yesus bukan satu-satunya jalan untuk memperoleh

keselamatan” dan sebanyak 78 responden mengatakan setuju dengan penyataan

tersebut. Begitu juga dalam pernyataan Tabel 3.18, Item 2d, di sana disebutkan

bahwa sebanyak 15 responden tidak setuju bahwa “Yesus adalah seorang manusia

yang dari semula secara total terarah kepada Allah”, dan sebanyak 85 responden

menyatakan sependapat dengan pertanyaan tersebut. Kaum remaja hanya berani

mengatakan bahwa yang bagi saya tampak kepada saya, dan saya sebut benar

sebenarnya hanyalah ada dan benar sepanjang itu tampak evident sementara oleh

konstruksi buatannya sendiri dalam bahasa dan hitungan (ilmu pengetahuan). Jadi

masih dalam kualifikasi rupa-rupanya. Bukan sebagai objektif, melainkan

subjektif kolektif, sepanjang hal itu saya tangkap. Budaya ilmiah masa kini

berorientasi pada masa depan. Kita sadar akan kemajuan. “Transendensi

131

Lihat tabel 3.18. Item 2b

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

karenanya cenderung memperoleh keterkaitan khusus dengan apa yang disebut,

dalam temporalitas (hal keduniawian) kita, masa depan.”132

Schillebeeckx pada akhirnya berbicara dari sudut pandang iman

kebangkitan. Hanya dalam kebangkitan, memungkinkan kita untuk berbicara

secara bermakna tentang mistisisme salib. Hanya iman kebangkitan yang

memungkinkan makna kontras dalam pengalaman negatif penderitaan. Dalam hal

ini pula, Schillebeeckx memberi kita petunjuk tentang peran penderitaan dalam

menempa pengalaman iman kebangkitan yang sangat manusiawi dan otentik.

“Dalam ketidakmampuan hidup kita sendiri, kita harus dapat mengalami kekuatan

superior Allah: jika tidak, kita hanya akan menerimanya dengan iman yang

disajikan sebagai otoriter murni.”133

Iman akan Allah selalu mengandaikan rahmat

sebagai pertolongan dari Allah, namun rahmat tidak menghilangkan daya kognitif

intelek. Untuk mengenal Allah, manusia membutuhkan rahmat, tetapi tidak perlu

wahyu eksplisit. Karena, Allah “menghendaki supaya semua orang diselamatkan

dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran” (1 Tim 2:4). Semua orang, bukan

hanya mereka yang menerima wahyu eksplisit. Karena pengetahuan akan Allah,

menurut rencana Allah, adalah universal.134

Maka sangat dimungkinkan setiap

remaja mengembangkan segi-segi intelektual dari pengetahuan akan Allah karena

rahmat dari Allah. maka kata Pencipta hanya punya arti, jika dapat dihubungkan

dengan sebuah pengalaman yang konkret. Karena Sang Pencipta adalah misteri

132

Edward Schillebeeckx, “Epilogue: The new image of God, secularization and man’s future on

earth”, dalam God the future of man Sheed and Ward, New York 1968, 181. 133

Within the defencelessness of our own lives we must be able to experience the superior power

of God: otherwise we accept it with a faith which is presented as purely authoritarian. Edward

Schillebeeckx, Christ, 828. 134

Tom Jacobs, Paham Allah 65.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang hanya diketahui dari dunia ciptaan-Nya. Dalam diri-Nya sendiri Allah tidak

dikenal, kecuali kalau Allah mau memperkenalkan diri dan membuka misteri-Nya

itu. Tetapi keterbukaan budi manusia terhadap misteri Sang Pencipta merupakan

segi manusiawi dari hubungan dengan Allah, dan juga kalau itu telah menjadi

relasi wahyu-iman. Relasi manusia dengan Allah sebagai pencipta-Nya oleh

manusia sendiri tidak pernah bisa dikembangkan menjadi hubungan timbal-balik.

Tetapi, kalau Allah berkenan menyatakan diri, maka relasi itu menjadi hubungan

personal manusia dengan Sang Pencipta. Hubungan pribadi itu merupakan unsur

yang paling sentral dalam Paham Allah, sebab kalau manusia adalah pribadi,

maka tidak dapat tidak Allah pun mau diakui sebagai pribadi dan tidak sebagai

Sang Pencipta.

Kebangkitan, adalah puncak dari kesetiaan Yesus yang diuji pada

kedalaman “pengalaman kontras negatifnya.”135

Hal ini, bagi Schillebeeckx,

menjadi kata terakhir Allah dan koreksi atas negativitas penderitaan dan kematian.

Lebih dari itu, itu adalah koreksi yang kekuatannya terletak di bawah negativitas

dalam “belas kasih dan belas kasihan Allah pada semua jantung realitas.”136

Kebangkitan menyatakan kepada kita, bahwa kebenaran penebusan yang

ditunjukkan oleh kematian Yesus, adalah pesan dari pewartaan dan praksis hidup-

Nya. Terlepas dari semua kegagalan duniawi, kesetiaan Yesus kepada Allah, dan

Allah bagi Yesus untuk membuka masa depan di luar kematian yang menjadi

milik semua orang, yang berbagi dalam misi keselamatan kepada umat manusia.

135

Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 102. 136

Mercy and compassion of God at the heart of all reality. Kathleen Anne McManus, Unbroken

Communion, 102.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kesinambungan kesetiaan timbal balik ini tidak pernah dipatahkan, meskipun

tampak lenyap dari pandangan selama periode naratif kedua dari kehidupan

Yesus. Sekarang, dalam fase narasi ketiga, periode setelah kematian Yesus,

identitas Yesus diklarifikasi oleh apa yang dilakukan Allah kepada-Nya.

Schillebeeckx menyatakan, bahwa “itu mengejutkan, bagaimana pembaca dapat

merasakan di setiap ayat, bahwa di sini hanya Allah yang bekerja […] meskipun

hampir tidak ada penyebutan Allah dalam kisah-kisah Biblikal tentang

pengalaman-pengalaman tersebut.”137

Dan kita dapat menyatakan, bahwa

identifikasi Yesus atas dasar apa yang Allah lakukan kepada-Nya

mendefinisikannya masih sebagai karakter pasif dalam drama. Tapi Schillebeeckx

menjelaskan,

Hanya Yesus, yang hidup, adalah subjek aktif di sini dan dirinya

sendiri mengungkapkan identitasnya: ia memulihkan hubungan

antara "Yesus ini" (pria dari Nazaret) dan "Kristus," 'yang telah

menjadi masalah bagi para murid. Jalinan "Yesus" dan "Tuhan"

yang tidak terekspresikan lebih menggugah daripada di tempat

lain. Jika inisiatif Yesus sendiri lenyap di urutan sebelumnya (kisah

nafsu), di batu-batu kebangkitan semuanya terjadi lagi atas inisiatif

Yesus, yang menjadi koin dengan inisiatif absolut Allah: hanya

penampilan Yesus (dalam kisah tentang penampakan kebangkitan)

menunjukkan bahwa Tuhan aktif bekerja di sini. Komposisinya

luar biasa, tetapi pada saat yang sama unik dalam konsentrasi

teologisnya. Yesus sendiri, pria dari Nazareth, adalah kehadiran

dari tindakan Allah bersama kita, selama hidupnya dan juga setelah

kematiannya. Apa yang tampaknya gagal dan bencana “dengan

standar manusia” (katu sarka, 11 Cor. 4.11, 16), dan memang

demikian pada tingkat ini, menjadi penebusan dan kemenangan

ketika dilihat dalam roh.138

137

It is striking how the reader can feel in every verse that here only God is at work […]

although there is hardly any mention of God in the biblical accounts of the experiences. Edward

Schillebeeckx, Christ, 828. 138

Only Jesus, the living one, is the active subject here and himself expresses his iden- tity: he

restores the relationship between “this Jesus” (the man from Nazareth) and “the Christ,”’ which

had become problematical for the disciples. The unexpressed interweaving of “Jesus” and “God”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Bagian ini membangkitkan inti dari kristologi Schillebeeckx vis-à-vis pertanyaan

tentang penderitaan manusia. Bahkan, kita dapat mengekstrapolasi bahwa tidak

ada konteks manusia lain untuk memahami sifat kristologi selain penderitaan.

Schillebeeckx telah berulang kali menunjukkan bahwa satu-satunya pandangan

kita tentang keselamatan adalah melalui kerinduan yang memancar dari

pengalaman kontras negatif dalam penderitaan.

Singkatnya, kristologi, identifikasi pribadi Yesus dalam iman,

adalah jawaban khusus manusia terhadap masalah kegagalan

manusia seukuran manusia. Ini adalah kebangkitan yang

memberikan kebohongan atas kegagalan pesan dan kehidupan

Yesus, dan pada saat yang sama hanya konsepsi manusia tentang

apa yang 'sukses nyata' dapat dan harus berarti.139

Kontinuitas praksis kehidupan kita dengan praksis kehidupan Yesus,

ortopraxy, adalah, kemudian menjadi, komponen penting dari pemahaman

Schillebeeckx tentang kebangkitan.140

Pengalaman terus-menerus dari kemuridan,

kehidupan Gereja, mengalir dari dan menuju pada pengalaman kebangkitan.

Schillebeeckx membedakan catatan tulisan suci tentang penampakan kebangkitan

is more evocative here than elsewhere. If Jesus’ own initiative disappeared in the previous

sequence (the passion narrative), in the resurrection stones everything again happens on the

initiative of Jesus, which coin- cides with the absolute initiative of God: only Jesus’ appearance

(in the account of the resurrection appearances) suggests that God is actively at work here. The

compo- sition is masterly, but at the same time unique in its theological concentration. Jesus

himself, the man from Nazareth, is the presence of the action of God with us, during his life and

also after his death. What seem to be failure and disaster “by human standards” (II Cor. 4.11,

16), and indeed are so on this level, become redemption and victory when seen in the spirit.

Edward Schillebeeckx, Christ, 829 139

In a word, christology, the identification of the person of Jesus in faith, is the specifically

human answer to the life-sized problem of human failure. It is the resurrection which gives the lie

to the failure of the message and the life of Jesus, and at the same time to merely human

conceptions of what ‘real success’ can and must mean. Edward Schillebeeckx, Jesus, 645. 140

Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 103.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sebagai model. Dalam teks Perjanjian Baru yang lengkap, proses konversi para

murid setelah kematian Yesus menjadi dikemas dalam narasi penampakan.

Realitas kerygma di balik teks-teks ini tidak dipertanyakan untuk Schillebeeckx.

Yang dipertanyakan adalah cara narasi penampakan yang dipahami secara

tradisional. Dan di sini kita menjumpai adanya pengaruh paling radikal dari

pengaruh dari hermelitika, teori kritis, dan eksegesis alkitabiah modern menurut

Schillebeeckx. Yaitu, analisis Schillebeeckx sendiri yang intuitif tentang model

perhitungan ketahanan dengan cara yang unik dan menarik bagaimana

pengalaman penderitaan tertentu memunculkan pengetahuan yang mengharukan

yang merupakan otoritas iman tertinggi.

4.4.4.3 Peran Pengalaman Penderitaan dalam Kebangkitan Iman141

Tentang menemukan Tuhan dalam segala hal dan menemukan segalanya

dalam Tuhan, saya yakin anda memiliki konsep tersendiri yang membuat anda

pesimis dan tidak percaya bahwa anda bisa melakukannya. Jujur pada perasaan

karena biar bagaimanapun, perasaan yang muncul itu sifatnya netral, dan tidak

perlu diingkari. Menurut konteks pengalaman modern iman Kristen harus

berhubungan, yaitu antara tradisi Kristen dan situasi modern. Dengan demikian,

diperlukan ‘korelasi kritis’ antara tradisi pengalaman Kristen dan pengalaman

masa kini. Di satu sisi, pengalaman kontekstual baru membantu memberi

141

Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion: The Place and Meaning of Suffering in The

theology of Edward Schillebeeckx, 104-106.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pandangan baru terhadap tradisi pengalaman Kristen. Di sisi lain, tradisi ini,

sebagai interpretasi dari pengalaman yang selalu ada, sehingga memberi

perspektif yang menambahkan dimensi Kristen ke dalam konteks modern

tersebut. Hasilnya adalah kepercayaan Kristen sejati, terkini, dan dalam situasi

sekarang “Adalah elemen intrinsik dari pentingnya pesan Kristen bagi jemaat

Kristiani.”142

Ini adalah iman Kristen yang sama-sama dibentuk, dan merupakan

hasil pengalaman fundamental Kristen, justru dalam kaitannya dengan situasi baru

sehingga memperoleh bentuk dan ekspresi yang baru. Dengan demikian, korelasi

antara tradisi dan konteks dapat seimbang, atau jika lebih besar lagi disebut

‘korelasi pengalaman’ - yaitu antara pengalaman mendasar yang diturunkan oleh

tradisi dan pengalaman manusia modern. Dalam korelasi ini, “kita menyesuaikan

keyakinan dan tindakan kita di dalam dunia di mana kita tinggal, di sini dan saat

ini, terhadap apa yang diungkapkan dalam tradisi alkitabiah.”143

Alkitab tetap

menjadi norma di mana semua pengalaman dinilai. Selain itu perlu sikap

142

“Is an intrinsic element of the significance of the Christian message for us.” Edward

Schillebeeckx, Interim Report, 55. Dia melanjutkan: “It is therefore striking that the times in

which men refer to their own experiences, individual and collective, with renewed emphasis, are

always times of crisis in which they experience a gap between tradition and experience instead of

continuity between, e.g. the Christian tradition of experience and their contemporary experience.

Of course even old experiences have power to make men question and transform; the four

structural principles mentioned above remain a critical reminder of that [for these principles, see

further in our text]. But even new experiences have their own productive and critical force;

otherwise, a reference to ‘interpretative elements’ of old experiences would do not more than

solidify and hold back our ongoing history.” (“Oleh karena itu, mencolok bahwa zaman di mana

orang merujuk pada pengalaman, individu dan kolektif mereka sendiri, dengan penekanan baru,

selalu merupakan masa krisis di mana mereka mengalami kesenjangan antara tradisi dan

pengalaman, bukan kontinuitas antara, misal. tradisi pengalaman Kristen dan pengalaman

kontemporer mereka. Tentu saja pengalaman lama pun memiliki kekuatan untuk membuat

manusia mempertanyakan dan bertransformasi; empat prinsip struktural yang disebutkan di atas

tetap merupakan pengingat kritis akan [untuk prinsip-prinsip ini, lihat lebih jauh dalam teks].

Tetapi bahkan pengalaman baru pun memiliki kekuatan produktif dan kritis mereka sendiri; Jika

tidak, referensi untuk 'elemen interpretatif' dari pengalaman lama tidak lebih dari sekedar

memperkuat dan menahan sejarah kita yang terus berlanjut.”) 143

“We attune our belief and action within the word in which we live, here and now, to what is

expressed in the biblica; tradition.” Edward Schillebeeckx, Interim Report, 50.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menyerah dan pasrah kepada Allah, menyerahkan pada orientasi menuji Allah

yang berpusat pada Allah sempurna, menyerah pada satu-satunya Allah yang

mahabesar, yang mahabaik, yang selalu adalah misteri.

Satu-satunya keinginan kita yang relevan adalah mencari tahu apa itu

kehendak Allah. Dengan iman personal pada Yesus Kristus, tidak bisa tidak

berpusat pada Yesus Kristus.144

Karena itu, pada Pribadi-Nyalah kehendak Allah

itu menjadi jelas. Katakanlah ketika Anda berdoa pemeriksaan batin setiap hari.

Pemeriksaan yang Anda lakukan akan menjadi tidak berarti jika Anda tujukan

untuk mencari kesalahan dan dosa-dosa anda. Pemeriksaan batin baru berarti jika

Anda menyadari kembali bagaimana setiap kali Allah hadir, menyatakan

panggilan-Nya kepada Anda. Pemeriksaan batin baru berarti kalai itu menjadi

pemeriksaan kesadaran dan pemeriksaan kesadaran Andan akan terus berkembang

hingga sampai pada menangkap kehadiran Sang Hidup, Jalan, Kebenaran,

Kebaikan dan Keindahan. Jikalau demikian, hidup Anda akan terarah pada

Kebaikan, Kebenaran dan Keindahan, apapun yang Anda jumpai.

Misteri Allah mengatasi segala pikiran manusia. Tidak ada alat yang dapat

digunakan untuk memahami kebangkitan Yesus, tanpa kita memahami

pengalaman akan iman sebagai cara untuk memahami. Satu-satunya yang relevan

untuk paradigma Allah-manusia adalah misteri iman Katolik yang mengakui

Trinitas Allah sempurna: Allah yang menjadi pencipta (Allah Bapa), Allah yang

menjadi satu-satunya citra sempurna Allah pencipta itu (Allah putera), dan Allah

yang dicurahkan dari pribadi yang sempurna itu dalam setiap diri manusia (Allah

144

A. Setyawan, Saat Tuhan Tiada, dari Cermin Anthony de Mello, Penerbit Kanisius,

Yogyakarta 2001, 223.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Roh Kudus).145

Schillebeeckx menemukan makna akan pengalaman kebangkitan

yang memiliki segala hal untuk bekerja dengan prioritas epistemologi akan

sebagian pengalaman penderitaan. Dalam hubungannya dengan penampakan

Yesus sesudah kebangkitan-Nya, ada dua aspek yang mencolok di dalamnya: di

satu pihak merupakan inisiatif selalu ada pada Yesus dan dari pihak para murid

penampakan itu selalu dialami sebagai “mengenal kembali.”146

Untuk membantu

diskusi dalam hal ini, Schillebeeckx merefleksikan akan tradisi kerygmatis dalam

surat Paulus. Paulus tidak berbicara tentang penampakan dalam semua teks

kerygmatiknya, tetapi Schillebeeckx mencatat bahwa “di mana Paulus meletakkan

identitas di antara jemaat sebagai poin keberangkatan (titik pijak) menuju

penilaian teologis, di mana tradisi Kristen percaya bahwa dalam pengalaman

kebangkitan itu memiliki satu kesatuan dengan penampakan Yesus. Dalam tradisi

pra-Paulus dan dalam Lukas terdapat sebuah tekanan pada apa yang disebut

sebagai ‘penampakan.’ Tekanan ada pada frase “menampakkan diri-Nya” (1Kor

15:3-8). Penampakkan ditafsirkan sebagai inisiatif Yesus sendiri. Schillebeeckx

memberikan pemahaman kepada kita, bahwa Paulus sedang menanggapi

kesalahan pemikiran akan kebangkitan yang ada dalam jemaat Korintus. Paulus

menginginkan untuk menetapkan identitas iman di antara iman Gereja semesta.

Pada akhirnya, dia menyiapkan, bukan suatu daftar kesaksian kebangkian, tetapi

Paulus menyediakan daftar otoritas dari semua yang menyatakan kesamaan hal,

yang dikenal, yaitu Ia yang disalibkan itu telah bangkit; bukti yang satu dan sama

sebagai dasar iman yang menginspirasi mereka semua. 145

A. Setyawan, Saat Tuhan Tiada, dari Cermin Anthony de Mello, 224. 146

Tom Jacobs, Paham Allah, 119.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pengalaman utama sebagaimana yang telah dikembangkan dalam metode

teologi Schillebeeckx telah terkristalisasi di sini. Paulus memberi perhatian bagi

kita; secara khusus Schillebeeckx. Darimana otoritas yang menyatakan

kebangkitan Yesus? Apa yang mendasari iman Kristen pada umumnya? Apa

dasar utama dalam pewahyuan? Schillebeeckx’s menafsirkan pusat doktrin

Kristen akan kebangkitan sebagai dasar pengakuan yang paling penting.147

Dengan berpegang teguh pada nilai kognitif akan pengalaman iman,

Schillebeeckx menekankan kedua hal, yaitu: aspek subyektif dan aspek obyektif

akan iman kebangkitan yang mengakiri perlawanan kepada semua yang terlalu

menekankan sisi obyektif maupun subyektif.148

Hal ini berarti, bahwa aspek

objektif yaitu pribadi Yesus dan kebangkitan jasmani serta

pengagungan/peninggian dengan Tuhan – dan secara subjekif – pengalaman iman

yang diungkapkan dalam Kitab Suci tidak dapat dipisahkan.149

Dalam

hubungannya dengan penampakan Yesus sesudah kebangkitan-Nya, ada dua

aspek yang mencolok di dalamnya: di satu pihak merupakan inisiatif selalu ada

pada Yesus dan dari pihak para murid penampakan itu selalu dialami sebagai

“mengenal kembali.”150

Schillebeeckx memisahkan dirinya dari hal-hal yang

umumnya digunakan untuk mengenali kebangkitan Yesus yang dilakukannya

dengan cara hidup baru yang ditemukan oleh para murid, meskipun dia

menyatakan hal ini sebagai satu dimensi akan pengalaman kebangkitan.151

147

Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 105. 148

Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 105. 149

Edward Schillebeeckx, Interim Report, 79. 150

Tom Jacobs, Paham Allah, 119. 151

Edward Schillebeeckx, Interim Report, 78.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Schillebeeckx sama halnya dengan menyangkal bahwa iman akan kebangkitan

semata-mata murni penafsiran pengenangan kembali akan Yesus pra-Paskah

(sebelum kebangkitan-Nya), sekalipun hal ini merupakan unsur dari pengalaman.

Kedua aspek tersebut secara umum berlaku untuk wahyu. Dari satu pihak

merupakan inisiatif dari Allah, tetapi di lain pihak orang sudah tahu mengenai

Allah sebagai Pencipta dan karena itu menyadari wahyu itu sebagai firman Allah.

Schillebeeckx menambahkan, bagaimanapun juga, bahwa setelah kematian Yesus

mereka memiliki pengalaman baru yaitu suatu tawaran keselamatan yang baru.152

Oleh karena itu, wahyu historis dari satu pihak harus disebut “baru”, karena

berkaitan dengan peristiwa sejarah yang baru, namun dari pihak pengalaman

wahyu harus dimengerti dalam kerangka relasi Allah dengan manusia, yang

adalah pertama-tama relasi penciptaan.153

Dan tidak setiap wahyu historis

merupakan intervensi baru Allah dalam sejarah. Yang baru adalah pengalaman

manusia baik pengalaman peristiwa historis, maupun pengalaman wahyu Allah

yang berkaitan dengan peristiwa itu. Ini merupakan eksplorasi dari sisi manusia.

Inisiatif memang tetap ada pada Allah. tetapi dalam relasinya dengan manusia

Allah tidak menjadi historis, selain sejauh firman-Nya ditanggapi oleh manusia

yang adalah seluruhnya makhluk historis. Namun, kalau sama sekali tidak ada

refleksi, dan kata “Allah adalah istilah melulu, tanpa arti yang real, maka wahyu

juga tidak mungkin. Maka perlu ada sebuah komitmen dari sisi manusia.

Apa yang telah dikatakan oleh Schillebeeckx tentang bagaimana para

Murid menerima tawaran keselamatan yang baru ini merupakan sesuatu yang

152

Edward Schillebeeckx, Interim Report, 90-91. 153

Tom Jacobs, Paham Allah, 119.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

krusial bagi pemahaman kita akan pengalaman penderitaan dalam teologinya –

Schillebeeckx – dan sebagai suatu suatu pewahyuan yang dikhususkan.154

Wahyu

pada dasarnya bersifat sakramen dan karenanya bukan hanya Roh Kudus yang

memainkan peranan penting di dalamnya, tetapi juga “penerangan” dari pihak

manusia. Wahyu tidak pernah berupa “wahyu lama”. Tetapi dalam proses relasi

Allah dengan manusia, yang pada dasarnya adalah relasi Pencipta dan ciptaan-

Nya, pengenangan akan peristiwa-peristiwa yang lampau mempunyai arti yang

sangat penting. Manusia beriman mengalami Allah dalam konteks tradisi wahyu.

Oleh karena itu, dalam tradisi Kristiani pusat wahyu adalah pernyataan diri Allah

dalam Yesus Kristus. Maka boleh dikatakan bahwa: ‘komitmen’ dan sekaligus

‘eksplorasi’ total dari Allah yang tampak dalam diri Yesus Kristus tercermin

dalam ‘komitmen’ dan ‘eksplorasi’ para responden. Pengalaman akan

kebangkitan menjadi dasar untuk bermisi. Pengalaman membuat seseorang

menjadi saksi dan memunculkan pendapat, membuka kemungkinan hidup baru

bagi yang lain.155

Implikasi mendasar atas penyebutan berbagai kesaksian untuk

dapat berkarya secara signifikan dalam konteks hidup yang unik dalam setiap

individu yang menerima pewahyuan ini. Penerapan ini menjadi sebuah tuntutan

dalam perbedaan penampakkan kebangkitan kepada Maria Magdalena dan kepada

Petrus. Dalam semua bentuk, perjumpaan dengan Yesus yang bangkit menyokong

pengalaman personal yang unik akan penderitaan.

154

Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion, 106. 155

Edward Schillebeeckx, Christ, 37-38. Bdk: Wahyu historis dari satu pihak harus disebut

“baru”, karena berkaitan dengan peristiwa sejarah yang baru, namun dari pihak pengalaman wahyu

harus dimengerti dalam kerangka relasi Allah dengan manusia, yang adalah pertama-tama relasi

penciptaan. Tom Jacobs, Paham Allah, 119.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Schillebeeckx mengetahui bahwa “keragaman tradisi mengisahkan kepada

kita bahwa penampakan yang paling pertama dialami oleh Maria Magdalena.”156

(Meskipun, laporan “resmi” pertama diberikan kepada Petrus, karena pada waktu

itu menggagap bahwa kesaksian seorang wanita tidak sah).157

Perjumpaan Maria

dengan Yesus yang bangkit direfleksikan sebagai pengalaman yang unik dalam

hidupnya. Sampai dengan pengalaman kehadirannya di kuburan dan pengalaman

kehilangannya menjadi nyata dalam kehadiran dia yang sedang berduka.158

Pengamatan Schillebeeckx fokus pada makna hidup Maria yang diperoleh

kembali melalui pertobatan yang membawa sampai kepada relasi dengan Yesus,

ketika dia hidup di dunia. Dalam kebangkitan atas kematian-Nya, dia bertanya

lagi tentang makna pembaruan hidup, “hingga di sana datang padanya jaminan

untuk mengasihi bahwa hidup yang diperoleh kembali ini lebih kuat daripada

kematian. Inilah hidup Yesus.”159

Bagi Maria Magdalena, perjumpaan dengan

Yesus yang bangkit merupakan pengalaman jaminan: peneguhan atas pertobatan

mendasar yang telah dialaminya, dan memberikan daya untuk menyampaikan

pengalaman ini kepada orang lain di masa yang baru. Dia dan wanita lain

diingatkan akan kesetiaan dan kehadiran melalui pencobaan, skandal, dan salib.

Kesetiaan mereka, seperti pada kesetiaan Yesus sendiri kepada Allah bahkan

156

Diverse traditions tell us that Jesus’ very first appearance was to Mary Magdalene. Edward

Schillebeeckx, Jesus, 344. 157

Yet, the first “official” report is attributed to Peter, as the testimony of women in those days

was not valid. Edward Schillebeeckx, Jesus, 388. Schillebeeckx also notes, in an aside, that “it is

thanks partly to the experiences of these women that the whole Jesus affair got under way” (345). 158

“Bones Strong and Weak in the Skeletal Structure of Schillebeeckx’s Christology,” Journal of

Ecumenical Studies 21, no. 2 (1984) dalam Kathleen Anne McManus, Unbroken Communion,

106. 159

Until there came to her the loving assurance that this life regained was stronger than death.

This Jesus lived. Edward Schillebeeckx, Jesus, 344.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

melalui sesuatu yang tampaknya tidak terintegrasi dengan rencana Tuhan,

sekarang dibuktikan kebenarannya. Schillebeeckx menafsirkan hal ini untuk

mengisahkan kepada kita tentang nilai kognitif akan penderitaan bagi sebagian

pengalaman akan iman.

4.5 KEMANUSIAAN YESUS SEBAGAI KESELAMATAN YANG

DATANG DARI ALLAH

Proyek teologis Schillebeeckx secara konsisten dibentuk oleh penderitaan

sebagai misteri dan tantangan. Bagi Schillebeeckx, kedua dimensi ini sama-sama

hadir dan mendasari dalam keterlibatannya dengan pengalaman nyata tentang

penderitaan manusia dengan pendekatan religius, dan filosofis terhadap

pengalaman ini. Yang menjadi pokok permasalahan di sini adalah pentingnya

Yesus bagi keselamatan di dunia yang dipenuhi dengan penderitaan. Kalau para

responden memang memilih iman Kristen sebagai jalan menuju ke inti, itu berarti

para reponden musti berpusat pada Kristus. Berpusat pada Kristus itu berarti

mengikuti Kristus sendiri, mengikuti ajaran dan perbuatan-Nya. Tetapi karena

para responden tidak hidup sezaman dengan manusia Yesus yang menjadi Kristus,

para responden tidak mungkin paham dengan apa yang diajarkan dan diperbuat

oleh Yesus sendiri. Dengan demikian, kita butuh banyak sarana yang bisa

membantu untuk mengetahui apa itu yang diajarkan dan diperbuat oleh Yesus.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Bagi Schillebeeckx, dalam proses perkembangan praktis dan teoritis,

pengalaman menjadi salah satu dasar dalam proses perkembangan tersebut.

Schillebeeckx menjelaskan arti kemanusiaan Yesus sebagai keselamatan – yang

datang dari Allah dengan cara membedakan antara urutan kognitif dan urutan

realitas. Hal inilah yang menjadi landasan pengalaman, tempat sintesis dalam

teologi Schillebeeckx. Bagaimana pun juga, dalam urutan realitas, pribadi (misteri

kemanusiaan) Yesus-lah yang paling mendasar; Kristologi mendahului

soteriologi.160

Keserempakkan kedua kebenaran ini memperjelas dinamika sentral

dari teologi Schillebeeckx, dan mengkontekstualisasikan realitas penderitaan.

Urutan kognitif bertepatan dengan kemungkinan pengalaman manusiawi. Artinya,

umat Kristen memahami siapa Allah di dalam Kristus dan melalui pengalaman

manusiawi mereka. Dalam urutan realitas, Kristus, yang melalui-Nya Allah

menciptakan semua yang ada, mendahului segala makhluk dan pengetahuan.

Penekanan yang sesungguhnya secara bersamaan diambil dari kedua buku tentang

“Jesus” yang sebenarnya amat sederhana, yaitu bahwa keselamatan manusia

terletak pada Allah yang hidup, dan kemuliaan Allah terletak pada keselamatan

manusia. “Di dalam kemanusiaan Yesus wahyu Ilahi dan penyingkapan sifat

kemanusiaan yang sejati, baik dan sungguh bahagia yang pada akhirnya menjadi

kemungkinan tertinggi dalam hidup manusia, secara sempurna ada di dalam

160

Edward Schillebeeckx merangkum tujuan dari kedua bukunya (Jesus dan Christ) sebagai

berikut: “Soteriologi… mendahului Kristologi dalam urutan awal pengetahuan Kristologis.”

Edward Schillebeeckx, “Can Christology Be an Experiment?” Proceedings of the Catholic

Theological Society of America 35 (1980), 3.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pribadi yang satu dan sama.”161

Yang penting di sini adalah komitmennya yang

teguh terhadap sejarah sebagai tempat penyataan diri dan tanggapan manusiawi

dalam iman. Inti dari proyek teologis Schillebeeckx terangkum dalam dua bagian

pernyataan yang menonjol yaitu kemanusiaan adalah janji keselamatan, dan

bahwa kemanusiaan Yesus merupakan keselamatan yang datang dari Allah.

Keberadaan manusia sebagai janji keselamatan dan kemanusiaan Yesus

sebagai keselamatan - yang datang dari Tuhan, bagi Schillebeeckx merupakan dua

artikulasi yang berbeda dari kebenaran fundamental yang sama. Pengalaman

manusia merupakan titik awal segala refleksi, dan karena seperti yang dirumuskan

dan diilustrasikan oleh Schillebeeckx, soteriologi mendahului kristologi dalam

urutan kognitif, pertimbangan pertama adalah apa artinya menjadi manusia, dan

apa artinya mengharapkan janji keselamatan. Dalam dunia kita yang plural

(majemuk) ini, bagaimana seseorang bisa memahami Yesus sebagai wahyu Allah

dan paradigma (model) kemanusiaan? Meskipun begitu, telah sangat jelas bahwa

pertimbangan semacam itu berjalan tepat waktu melawan cakrawala realitas

sebelumnya.

Sangatlah jelas bagi Schillebeeckx, bahwa permenungan tentang

kemanusiaan bahkan sebelum fokus beralih kepada Yesus, dilakukan dalam

konteks iman yang berpusat pada penyelamatan.162

Itu artinya kemanusiaan telah

161

“In the man Jesus the revelation of the divine and the disclosure of the nature of true, good,

and really happy humanity as ultimately the supreme possibility of human life completely coincide

in one and the same person.” Edward Schillebeeckx, “Can Christology Be an Experiment?” 14. 162

Schillebeeckx menyatakan: “Saya menganggap penciptaan sebagai dasar semua teologi”.

Edward Schillebeeckx, I Am a Happy Theologian: Conversations with Francesco Strazzari, trans.

John Bowden, Crossroad, New York 1994, 47. Bagi Schillebeeckx, Deus Creator jelas adalah

Deus Salvator. Dengan cara ini, sejarah keselamatan bertepatan dengan sejarah penciptaan, karena

keseluruhan pengalaman yang tercipta dipenuhi oleh keinginan Tuhan untuk menyelamatkan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

terpatri/tertanam pada dasar ciptaan yang datang dari Allah, berada di dalam

Allah, dan akan kembali kepada Allah. Bagaimana pun, pada saat yang sama

Allah menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, humanum, sama berharganya di

dalam inti komitmen yang tertinggi dari orang-orang Kristiani, dan membawa

keluar upaya terdalam mereka.163

Dalam komitmen pada kesuburan manusia yang

otentik, baik pria maupun wanita, baik yang beriman ataupun tidak, mempunyai

‘urusan’ dengan Satu yang disebut Allah. Intinya adalah bahwa hidup manusia itu

amat berharga; Hidup itu kudus di dalam tatanan kekudusan seluruh ciptaan-

apapun “kesucian” itu dimaknai/dipahami.

Cara Yesus berhubungan dengan manusia yang menderita adalah indikasi

terbaik yang kita miliki tentang hubungan Tuhan dengan penderitaan manusia. Ini

juga merupakan indikator terbaik tentang siapa Yesus itu. Pengalaman duka Santo

Agustinus atas meninggalnya seorang teman tercinta mendorongnya untuk

menyimpulkan bahwa manusia adalah orang pertama yang memiliki hak untuk

berbicara di mana penderitaan dipermasalahkan; Namun, di kedalaman

“Yesus jelas tidak tertarik pada apakah penderitaan itu adalah konsekuensi dari dosa atau

penderitaan yang bukan dari dosa. Dia mengidentifikasi diri-Nya dengan penderita-saddiq atau

bukan: tidak ada kesalehan atau kurangnya kesalehan yang membatasi pendekatannya. … Dalam

pelayanannya, Yesus melihat pengentasan penderitaan orang lain sebagai tugasnya sendiri.”

Edward Schillebeeckx, Christ: The Experience of Jesus as Lord, 795. 163

Schillebeeckx mencatat korelasi kontemporer dengan kesimpulan yang Thomas Aquinas capai

pada akhir perjalanannya: “Dalam konteks sosial Kristen, dia mengambil titik tolak pertanyaan

yang diajukan oleh dunia dan mendalilkan kebutuhan akan ‘landasan pendukung’, untuk pra-

pemahaman non-Kristen. Dia mengidentifikasi pendasaran yang sangat mendukung ini dengan

Tuhan, tapi ini bukan kesimpulan dari bukti keberadaannya, ini adalah pengakuan iman Kristen.

Dari argumen yang rasional, ia menyimpulkan tidak untuk ergo Deus exitit, tapi untuk et hoc

omnes dicunt Deum. Dengan kata lain, sebagai orang beriman, dia mengidentifikasi akhir dari

analisis filosofisnya, yang membawanya dari fenomena empiris pengalaman manusia ke titik

pendukung, dengan Allah yang hidup. Identifikasi ini bukanlah transisi filosofis, namun transisi

dibuat dalam iman: Thomas menunjukkan titik di mana pembicaraan Kristen tentang Tuhan dapat

dipahami dalam konteks pengalaman manusia, setidaknya di abad pertengahan.” Edward

Schillebeeckx, “Human Question and Christian Answer,” dalam The Understanding of Faith, 82-

83.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

penderitaan dia menyadari bahwa, jika kita memang diciptakan untuk bahagia,

maka hanya Tuhan yang membawa keselamatan.164

Jika pengamatan ini benar,

maka mungkin bahwa tempat penderitaan adalah tempat di mana makna terdalam

manusia dapat terungkap. Penekanan pada “dapat” menghormati kenyataan

bahwa, tempat penderitaan adalah tempat degradasi dan keputusasaan manusia.

Permasalahan degradasi khusus ini tidak memiliki arti keselamatan, dan tidak ada

artinya sama sekali jika terpisah dari konteks hidup Yesus di dalam sejarah

manusia. Dengan demikian, sebelum ada kemungkinan untuk mempertimbangkan

makna salib untuk penderitaan manusia, kita harus mempertimbangkan

kemanusiaan Yesus sebagai sarana keselamatan Allah. Jadi, sejak awal,

kedatangan Tuhan dalam daging manusia memunculkan kekuatan tersembunyi

dalam kegelapan, bahkan saat membebaskan orang untuk mengalami kebaikan

dan cinta. Analisa Schillebeeckx tentang apa yang terjadi dalam kisah-kisah

mukjizat mengungkapkan sesuatu yang lebih dari apa artinya mengatakan bahwa

kemanusiaan Yesus itu sendiri adalah keselamatan - datang dari Allah. Jadi

Schillebeeckx menekankan pentingnya pengalaman iman sebagai tanggapan

relasional atas perwahyuan Allah atau pemberian diri atau komunikasi personal-

Nya yang unik dalam diri Yesus dari Nazaret.

Gambaran tentang Kristus bagi kaum remaja masih seperti memper-tuhan-

kan agamanya sendiri dan membuat citra Tuhan menurut seleranya sendiri, tetapi

lupa tentang Tuhan Yang Sebenarnya, yang tidak mungkin terjangkau oleh

pikiran, imajinasi dan perumusan manusia. Tentu saja, dengan rendah hati kita

164

Edward Schillebeeckx, Christ, 698-699

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

perlu mengakui bahwa aku membuat konsep tersendiri tentang kebikan, tentang

kebenaran, tentang keindahan, tentang Tuhan, tentang menemukan dan tentang

segala. Meskipun dalam pengolahan data kualitatif ditunjukkan, bahwa 61

responden dinyatakan memiliki nilai valid yang tinggi, dan 35 responden

dinyatakan memiliki nilai valid sangat tinggi dalam menjawab pertanyaan “saya

mengenal Allah secara pribadi sebagai Bapa, melalui Yesus Kristus,”165

namun

penulis berpendapat bahwa para responden dari kedua universitas negeri

menampakkan kecenderungan seperti mengkotak-kotakkan Allah dengan pikiran

mereka sendiri. Sebuah pemeriksaan batin baru berarti kalau itu menjadi

pemeriksaan kesadaran dan pemeriksaan kesadaran responden akan terus

berkembang sampai menangkap kehadiran Sang Hidup, Jalan, Kebenaran,

Kebaikan, Kebenaran, dan Keinahan (atau apapun istilahnya), apa pun kenyataan

yang responden jumpai. Seandainya para responden menyadari bagaiman Tuhan

merindukan para responden, menantang responden, mengajar responden saat ini

dan di sini, betapa indahnya kehidupan para responden.

Dalam iman kristiani, pribadi Yesus Kristus dan peristiwa kristologis

merupakan unsur konstitutif bagi keselamatan seluruh umat manusia.

Kemanusiaan Kristus adalah “sakramen”, menjadi kehendak penyelamatan Allah

yang universal. Namun karena peranan konstitutifnya ini, kemanusiaan Kristus

tidak menjadi absolut. Yang mutlak hanyalah kehendak penyelamat Allah itu.

Peristiwa Kristus tetap khusus, walaupun mempunyai arti universal. Waktu Allah

tidak terbatas pada wahyu yang diberikan dalam Kristus, namun Kristus adalah

165

Lihat lampiran 3, Tabel 3.29.8.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pusatnya. Kristus adalah simbol pemberian diri Allah yang merupkan inti pokok

dari perwahyuan. Dalam arti ini, pewahyuan adalah selalu penyelamatan juga.

Allah tidak hanya berbicara mengenai diri-Nya, tetapi Ia sungguh-sungguh

memberikan diri, dan secara historis hal tersebut terjadi di dalam Yesus dari

Nazaret. Penjelmaan Firman Allah dalam Yesus Kristus, tidak hanya merupakan

pusat iman kristiani tetapi juga menjadi kekhasannya. Begitu juga yang menjadi

dasar posisi kristologis Schillebeeckx terletak pada pendekatan misteri humanum,

kemanusiaan itu sendiri adalah cara Kristus untuk menjadi Anak Allah. Bukankah

hanya bahwa Tuhan menjadi manusia di dalam Yesus Kristus; Itu adalah bahwa

manusia menjadi ilahi dalam Yesus Kristus. Di sinilah letak janji keselamatan, di

mana kita semua memiliki bagian berdasarkan eksistensi daging dan darah kita.

Yang hendak ditekankan di sini adalah bahwa Allah sungguh hadir dan berkarya

di dalam Yesus.

Rumusan Yesus Kristus bagi kaum remaja antara lain “Yesus Kristus

adalah Sang Pengalaman, yang ketika kita sungguh-sungguh kontak dengan

realitas, sungguh-sungguh menikamati apa yang ada, sungguh-sungguh hidup di

sini dan kini” adalah rumusan yang mengacu pada sabda Yesus kepada orang-

orang Yahudi, dalam Yohanes 10: 25-30 sebagai berikut:

Aku telah mengatakannya kepada kamu, tetapi kamu tidak

percaya; pekerjaan-pekerjaan yang Kulakukan dalam nama Bapa-

Ku, itulah yang memberikan kesaksian tentang Aku, tetapi kamu

tidak percaya, karena kamu tidak termasuk domba-domba-Ku.

Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal

mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup

yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa

sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka

kepada-Ku, lebih besar dari pada siapa pun, dan seorang pun tidak

dapat merebut mereka dari tangan Bapa. Aku dan Bapa adalah

satu.

Jawaban Yesus kepada orang-orang Yahudi memang tidak memberikan

sebuah jawaban yang tegas. Yesus mengatakan bahwa Ia sudah menyatakan hal

itu kepada mereka, tetapi mereka tidak percaya. Yesus sendiri memang tidak

pernah secara eksplisit mengaku diri sebagai Mesias. Pekerjaan-pekerjaan yang

dilakukan-Nyalah yang memberikan kesaksian akan Dia, tetapi orang-orang

Yahudi tidak juga percaya. Hal itu dikarenakan mereka bukan merupakan bagian

dari domba-domba Yesus.

Pada bagian sebelumnya, Yesus sudah berbicara tentang gembala yang

baik, yang mengenal domba-dombanya dan domba-domba yang mengenal suara

sang gembala. Kata “mengenal” tidak hanya menjadi artian kognitif, tetapi dalam

artian sikap hati untuk menerima firman dan berpegang pada firman tersebut.

Hanya mereka yang mendengarkan Yesus dan percaya kepada-Nya yang akan

mengenal siapakah Dia; apakah Yesus adalah Mesias atau bukan. Orang-orang

yang tidak termasuk kawanan-Nya, yakni mereka yang tidak mendengarkan suara

Yesus dan percaya kepada-Nya, tidak akan mengenal siapakah Yesus. Mereka

tidak akan mengenal Yesus juga kalau Yesus mengerjakan banyak pekerjaan

besar yang dalam pemahaman mereka hanya bisa dilakukan oleh seorang yang

diutus oleh Allah.

Yesus menjelaskan, bahwa maksud kedatangan-Nya ialah untuk

memberikan hidup yang kekal kepada domba-domba-Nya, yakni kepada mereka

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang mendengarkan dan percaya kepada-Nya. Mereka tidak akan binasa dan tidak

akan ada yang merebut mereka dari Yesus. Yesus sendiri telah mengatakan bahwa

domba-domba itu telah diberikan Bapa kepada-Nya, dan mereka tidak akan

dibuang-Nya (Yoh 6:37). Semua telah diberikan oleh Bapa kepada-Nya dan tidak

seorang pun bisa merebut dari pada-Nya. “Karena begitu besar kasih Allah akan

dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap

orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal

(Yoh 3:16). Bapa adalah lebih besar dari siapa pun, sehingga tak seorang pun

dapat merebut apa yang dimiliki oleh Bapa. Menutup jawaban yang Ia diajukan

kepada orang-orang Yahudi, Yesus mengatakan bahwa Ia dan Bapa adalah satu.

Kesatuan ini tentu saja tidak dimaksudkan sebagai kesatuan dalam substansi,

melainkan dalam kesatuan kehendak. Apa yang dikehendaki dan dikerjakan oleh

Allah. tidak ada kontradiksi antara Bapa dan Anak.

Melalui persekutuan para murid yang dikobarkan oleh semangat mengikuti

teladan hidup Sang Gembala, para murid melihat Yesus sebagai sosok yang penuh

dengan pengetahuan, hikmat dan wibawa atau kharisma serta kedalaman spiritual.

Sang Gembala itu dilihat murid-murid-Nya sanggup menuntun mereka mencapai

hidup dan kemuliaan. Melihat pengalaman para murid dengan Yesus dalam terang

Kitab Suci, membuat para murid semakin yakin bahwa Yesus adalah Mesias.

“Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-

murid-Nya, yang tidak tercatat dalam kitab ini, tetapi semua yang tercantum di

sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan

supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam namaNya” (Yoh 20:30-31).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Yesus adalah Mesias – Pembawa keselamatan yang dijanjikan dalam Alkitab dan

diharapkan oleh umat Yahudi. Arti yang penuh dari messianisme Yesus didukung

oleh titel kedua, yakni “Anak Allah.” Pengakuan iman Kristen memaklumkan

mesianisme Yesus melebihi semua pengharapan-pengharapan Yahudi. Hal di atas

menunjukkan arti penting dari “persekutuan” yang terletak pada kesetiaan

ganda.166

Dalam dunia gagasan, kita dituntut menangkap AKU suatu konsep, suatu

gagasan, suatu pemikirab (itulah yang disebut memahami, mengerti). Maka dari

itu, setiap kali kita perlu mengadakan koreksi apakah gagasan yang kita pakai itu

juga tepat menunjuk AKU. Dengan rendah hati kita perlu mengakui bahwa

seringkali aku itu tidak sesuai dengan AKU yang sejati. Bagaimana memiliki

pengalaman tersebut? Ya dengan kesadaran akan realitas diri maupun realitas di

luar diri kita. Kita menerima realitas itu apa adanya. Panggung hidup ini

terselenggara berkat kerja sama antara AKU (‘cuilan” AKU sempurna) dan AKU

sempurna sendiri.167

Jadi hal ini tidak berbeda dengan pengertian wahyu dan

iman. Yang memberi wahyu adalah Allah. Iman menjadi tanggapan atas wahyu

tetapi iman itu sendiri juga pemberian Allah, inisiatif dari Allah sendiri.

166

Bdk. Hal 247 167

A. Setyawan, Saat Tuhan Tiada, dari Cermin Anthony de Mello, 179.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4.6 KESIMPULAN

Sebagai tanggapan atas sekularisasi, Schillebeeckx mengusulkan sebuah

konsep baru tentang Allah yang harus diartikulasikan. Konsep baru ini memiliki

fokus pada eskatologis, praktis dan kritis. Konsep keselamatan sering diartikan

sebagai hidup abadi di Surga, hal ini biasanya tidak menjadi penting jika dunia

sekarang ini selalu menderita. Konsep tersebut hanyalah menjadi “opium” untuk

menghibur mereka yang menderita. Keselamatan bukan hanya konsep, tetapi

untuk dilaksanakan dan mengubah struktur ketidakadilan yang tidak manusiawi.

Maka, keselamatan lebih dipandang sebagai sebuah komitmen, di mana komitmen

itu merupakan dorongan afeksi kita untuk mencintai Allah, sesama bahkan musuh.

Dengan demikian, nampaklah bahwa keselamatan itu adalah tindakan yang

memanusiawikan, sebab menghapuskan penderitaan. Orang Kristen melihat

penderitaan didasarkan pada penderitaan Kristus. Pengetahuan subjektif kita perlu

selalu ditatapkan dengan pengetahuan objektif; kesadaran pribadi kita selayaknya

di isi dengan kesadaran sosial sehingga kesadaran pribadi, kesucian pribadi itu

menjadi sempurna.

Tetapi bagaimana dengan pengalaman yang ada dalam dunia yang penuh

dengan penderitaan, dan menjadi sesuatu yang mematikan harapan dan

kemampuan untuk memberi makna dan nilai? Maka muncullah pertanyaan:

“bagaimana kita memahami kenyataan keberadaan manusia sebagai janji

keselamatan, ketika banyak orang mengalami penderitaan?” Schillebeeckx

memulai dengan apa yang disebut sudut pandang negatif. Maksudnya melihat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kemustahilan akan penderitaan sebagai pengalaman negatif, kemudian

berkomitmen untuk melakukan sesuatu yang positif. Model pengalaman

Schillebeeckx sendiri atas spiral hermeneutik sebagai teologi merupakan sesuatu

yang penting, karena hal tersebut menggambarkan proses dimana penderitaan

memainkan sebuah perkembangan aturan otoritatif dalam pengembangan

teologinya. Secara tidak langsung, cara dialektika di mana pengalaman partikular

akan penderitaan diwahyukan oleh Allah baik penyebab maupun dampak dari

dinamika teologinya, yang merupakan sifat relasional. Pada akhirnya, hanya dari

mistisisme salib pertanyaan ini dapat didekati/dijawab. Dalam salib, Allah

diwahyukan dalam hidup manusia, dalam segala situasi dimana kenyataan yang

menakutkan mencoba untuk melawan keberadaan Allah. Berangkat dari sebuah

pendekatan analisis tentang penderitaan, Schillebeeckx menghadirkan

pengintepretasian dari pengalaman Yesus sebagai Allah. Dalam setiap nilai

kebudayaan tidak diungkapkan secara langsung, tetapi masih tersembunyi seperti

bayangan di balik setiap hal yang diterangi oleh perkataan. Secara pasti,

Schillebeeckx menemukan, “tetapi disana tidak ada sesuatu yang lebih dan

sesuatu yang lain: Yesus menunjukkan bahwa keselamatan dapat dicapai juga

dalam penderitaan dan penghukuman yang tidak adil.”168

Ini adalah salib yang

membentuk dan menjawab segenap “penyangkalan” pada poin ini. Dalam

ketidaksesuaian, salib mencapai sebuah harmonisasi yang aneh dengan skandal

“sisa” yang memalukan dari penderitaan manusia akan sesuatu yang tidak dapat

dijelaskan, dan khususnya yang tidak bersalah, penderitaan manusia. Seringkali

168

Edward Schillebeeckx, Church, 126.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

apa yang tidak dikatakan, sama pentingnya dengan apa yang dikatakan. Oleh

karena itu, kita tidak hanya mengetahui apa maksud dari kutipan Kitab Suci tetapi

juga apa yang diandaikan, digambarkan dalam kebudayaan tersebut atau budaya

yang mengkondisikan situasi tersebut.

Dari sebab itu salib juga merupakan penghakiman bagi cara

pandang kita: suatu penghakiman bagi cara hidup kita yang

memiliki makna insani dan ilahi. Di sini diwahyukan secara penuh

dan definitif kemanusiaan Allah, inti dari pesan Yesus akan

kerajaan Allah: Allah yang datang ke dunia hingga hidup-Nya di

dunia dipersembahkan demi penyembuhan dan kebahagiaan,

bahkan melalui penderitaan.169

Pertanyaan yang dapat ditanyakan pada zaman ini adalah mengapa Allah

mengijinkan skandal akan salib dalam kehidupan Yesus, selanjutnya yang dapat

ditanyakan adalah kapan manusia dipertemukan dengan misteri penderitaan?

Salah satu hubungan pewahyuan Kristen ialah dalam hubungannya pada kondisi

kebudayaan yang dievaluasi, kemudian pewahyuan dapat diarahkan untuk

mengemukakannya dalam konteks sekarang ini. Schillebeeckx dengan tegas

mengatakan, “bukan Allah, tetapi manusia yang membuat Yesus mati; tetapi pada

saat yang sama, penghukuman ini merupakan materi yang disiapkan untuk

penyataan kekuasaan Allah akan pewahyuan diri-Nya kepada manusia,

sebagaimana muncul dari keyakinan Perjanjian Baru tentang kebangkitan

169

Therefore the cross is also a judgment on our own views: a judgment on our ways of living out

the meaning of being human and of being God. Here is revealed ulti- mately and definitively the

humanity of God, the nucleus of Jesus’ message of the kingdom of God: God who comes into his

own in the world of human beings for their healing and happiness, even through suffering. Edward

Schillebeeckx, Church, 126.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Yesus.”170

Schillebeeckx mengenal sejarah sebagai “model” penampakkan, untuk

menekankan tujuan para Murid dalam mengungkapkan suatu peristiwa personal

yang unik dan intim, namun signifikan universal. Persitiwa tersebut merupakan

sebuah pertemuan para Murid dengan sebuah kenyataan yang jelas akan “yang

lain,” secara jelas dan merasakan sesuatu yang objektif. Para Murid menyadari

kehadiran ini sebagai Yesus yang bangkit. Kenyataan yang secara jelas

dibandingkan dengan diri mereka sendiri, dan yang belum mereka sadari pada diri

mereka dalam keotentisitas mereka. Bahwa manusia turut berpartisiapasi dalam

kodrat ilahi, manusia merupakan rekan sekerja dalam karya penciptaan. Rekan

sekerja ini, pada kenyataannya, bekerja dalam keselamatan; bagi Schillebeeckx,

penciptaan dan keselamatan meliputi satu kesatuan realitas. Inti dari realitas

tersebut adalah kedaulatan kebebasan manusia dan kehendak ilahi kepada

perkembangan manusia. Unsur ini membentuk konteks dalam manusia yang

menempatkan Yesus hingga pada kematian-Nya di salib, dan mereka membentuk

konteks di mana kejahatan dan penderitaan muncul hari ini. Allah tidak akan

mencampuri urusan pilihan manusia atau proses alamiah di dunia. Kelanjutan dari

pengalaman akan Kristus dapat diizinkan untuk mendapatkan bentuk dalam

kehadiran saat ini, dan dalam konteks sosial yang baru. Allah senantiasa ada dan

hadir dalam usaha kita untuk memanusiawikan diri, dan di saat yang bersamaan

menolak tindakan yang tidak memanusiawikan. Manusia, yang membawa

hukuman bagi Yesus, mempersiapkan materi bagi kuasa Allah untuk

170

It was not God but men and women who put Jesus to death; at the same time, however, this

execution is the material prepared for God’s supreme self-revelation by human beings, as emerges

from New Testament belief in the resurrection of Jesus. Edward Schillebeeckx, Church, 126-127.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mewahyukan diri-Nya. Allah tidak akan menghukum Yesus, tetapi Allah

mengijinkan tragedi tersebut, yang diperankan manusia dalam karya keselamatan,

merajutnya menjadi harapan, yang dilukiskan dari sesuatu yang tidak

tergambarkan dalam hidup baru yang tak terbayangkan. Itulah sebabnya mengapa

dalam situasi penderitaan yang sungguh hebat, di mana kemanusiaan dikalahkan,

kerusakan yang melampaui kesadaran, salib dibangkitkan. Kebangkitan bukanlah

untuk memuliakan penderitaan atau membuat kita pasif: tetapi justru sebaliknya,

penderitaan memuliakan kebangkitan. Salib merupakan kebangkitan sebagai suatu

isyarat bisu akan solidaritas dengan seseorang (Dia) yang mencapai titik terendah

dalam penghinaan dan rasa sakit tanpa kehilangan kepercayaan kepada Allah yang

telah membawa-Nya.

Pengalaman ini, adalah unik bagi setiap murid, memiliki seruan dasar yang

umum dan sebuah dampak yang umum: Hal tersebut dimasukkan oleh Yesus dan

diangkat dalam praksis komunitas keadilan dan kasih yang baru. Penderitaan,

tidak diinginkan oleh manusia dan tidak dikehendaki oleh Allah, meskipun dapat

memalsukan kebijaksanaan dan rahmat, namun juga menjadikan hidup secara

baru. Untuk memahami makna formatif atas penderitaan dalam teologi Edward

Schillebeeckx, dibutuhkan pemahaman dan kepercayaan peraturan otoritatif atas

pengalaman sebagai sumber teologi. Pengalaman Yesus akan kesatuan dengan

Allah yang telah memberikan janji. Pada akhirnya, persekutuan dalam hidup-Nya;

itu merupakan hidup yang diundang-Nya kepada yang lain, hal tersebut

merupakan kebebasan yang tidak dapat dikalahkan oleh kekuatan kegelapan dan

yang mencoba untuk memadamkannya. Kebangkitan adalah puncak dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

persekutuan dengan Allah, dan pembenaran akan kekuatan Yesus yang tak

berdaya akan kehendak Allah, dan ketakberdayaan-Nya di atas salib. Dalam

terang kebangkitan iman, godaan sejati akan salib membangkitkan kesatuan yang

tak terceraikan dengan Allah dalam hidup-Nya, dimana kerajaan Allah telah

dimulai. Tanpa kebangkitan, salib hanyalah sebuah skandal, tanpa makna dan

sebuah kekonyolan.

Berangkat dari situasi yang semacam inilah Schillebeeckx memulai

teologinya dengan metode, sebagai berikut: Pertama, mulai dengan penderitaan

sebagai realitas manusia yang begitu sering dijumpainya dalam kehidupan

manusia. Schillebeeckx memulai teologinya berangkat dari fenomena sosial

dalam masyarakat, yaitu: pengalaman penderitaan manusia. Pengalaman

penderitaan itu, dibagi menjadi dua, yaitu: pengalaman penderitaan yang

memanusiawikan dan yang tidak memanusiawikan.

Kedua, intepretasi kebudayaan. Pengalaman Kristiani diterjemahkan

dalam kebudayaan setempat, maka membutuhkan adanya evaluasi ilmiah historis

kritis. Setelah melihat dan mengamati pengalaman penderitaan manusia, maka

langkah selanjutnya adalah menganalisa dengan bantuan ilmu-ilmu sosial seperti,

sosiologi, politik, ekonomi, antropologi. Melalui Analisa sosial itulah, nantinya

akan menemukan penyebab penderitaan itu; apakah karena disebabkan karena

budaya atau karena penganiayaan atau karena kelaparan. Kemudian kita

golongkan apakah penderitaan itu memanusiawikan atau tidak. Oleh karena itu,

kekhasan tradisi Kristen sama sekali tidak mengancam, masuk akal dan sungguh

relevan bagi iman Kristen dalam konteks modern serta standar rasionalitas,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dengan demikian memiliki arti universal. Di satu sisi, dalam Internim Report

disebutkan, bahwa: “Orang-orang Kristen menemukan ekspresi paling dalam

mengenai dimensi kedalaman yang tersimpan dalam semua pengalaman manusia

sehari-harinya - disebut sebagai kepercayaan primal atau kepercayaan mendasar -

dalam Yesus Kristus. Karena alasan itulah, di dalam diri Yesus, keaslian historis

yang unik dan universalitas manusia berjalan beriringan.”171

Kristologi Schillebeeckx telah memberikan kontribusi yang signifikan

terhadap tugas teologi yang merupakan teologi pengalaman, sebuah refleksi

hermeneutik dengan menjembatani tradisi iman dengan konteks sosial-budaya

yang hidup dalam konteks modern, dalam kaitannya dengan konteks saat ini.

Tidak ada iman tanpa pengalaman. Iman bukan tentang penerimaan doktrin yang

berasal dari masa lalu; namun, sebenarnya aktual dan tercermin pada pengalaman

iman itu sendiri. Iman berkaitan dengan kehidupan. Memang iman yang tidak bisa

benar-benar dialami tidak layak dipercaya. Schillebeeckx menambahkan bahwa:

sama seperti pengalaman selalu ada di dalam konteks, makna universal dari pesan

Kristen (‘tawaran wahyu’) terus memanifestasikan dirinya dalam bentuk-bentuk

tertentu yang konkret. Hal inilah yang terjadi dengan Yesus, dan ini sekali lagi

terjadi ketika narasi kehidupan dan kematian Yesus ‘sesuai’ atau ‘tidak sesuai’

dengan pengalaman hidup kita sendiri.

171

Sama halnya seperti hubungan cinta yang unik dan benar-benar asli antara dua orang, dan itu

menjadi persoalan pengalaman universal, demikian juga sejarah asli, spesifik dan historis Yesus

juga mengungkapkan kemungkinan bagi semua orang. Kekhususan sejarah tidak jauh dari

universalitas, tapi juga mewujudkannya. Itulah sebabnya pertemuan sejumlah orang Kristen

dengan Yesus bisa menjadi agama dengan sebuah pesan yang bisa ditujukankan kepada semua

orang. Edward Schillebeeckx, Interim Report, 61.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ketiga, pelaksanaan alami keselamatan, mengulingkan

ketidakmanusiawian dengan menghidupi komitmen hidup Kristen dan Roh

Kuduslah yang membuka diri kita untuk hidup dalam Allah. Pengalaman

penderitaan manusia dihubungkan dengan penderitaan Yesus. Schillebeeckx

menegaskan, bahwa bagi orang Kristen, sebuah pencarian yang benar dipahami

oleh masyarakat etis dan adil, yang memiliki ketertarikan dengan mengikuti

teladan Yesus dalam mewartakan kerajaan Allah. Karena bagi orang Kristen

modern, ada ikatan intrinsik antara keduanya. Justru karena itu, ada kemungkinan

hubungan antara para murid pertama dengan Yesus, dan pengalaman manusia

kontemporer tentang orang-orang Kristen saat ini dalam konteks modern yang

berada dalam pengalaman penderitaan. Jika, diinterpretasikan dengan latar

belakang tradisi Kristen, hal itu pada dasarnya adalah dasar pengalaman

fundamental yang sama: Allah berkomitmen pada manusia, serta keselamatan

manusia. Proyek manusia adalah proyek Allah: “Kekristenan berkaitan dengan

integrasi manusia dan melalui sumber pengalaman di mana setiap manusia

dihadapkan dengan manusia Yesus, yang menghubungkan dunia dengan

masyarakat dan individu yang mutlak, Allah yang hidup, keselamatan kita.”172

Akhirnya, orang-orang Kristen menemukan ekspresi paling dalam tentang

dimensi kedalaman yang ada dalam semua pengalaman manusia sehari-hari kita -

apa yang bisa disebut sebagai kepercayaan primal atau kepercayaan mendasar -

dalam kesaksian salib dan kebangkitan Yesus Kristus. Bahwa sejarah hidup

manusia merupakan “milik kita” dan hal tersebut ditandai oleh karakter

172

Edward Schillebeckx, Christ, 62.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

penderitaan yang berdimensi kehidupan yang berkelanjutan dengan tindakan

Yesus. Kesatuan dengan Allah selalu menemukan pengungkapan dalam

solidaritas dengan sesama manusia. Solidaritas, terutama dengan mereka yang

menderita, membutuhkan metanoia (pertobatan yang terus menerus), yang secara

mendalam berarti ketaatan dan inti mistisisme politik. Pada akhirnya, hal tersebut

membawa kepada pendamaian, makna yang terdalam dari salib, dan sebuah

makna yang menjadi tumpuan dari semua penderitaan. Dengan istegrasi itu,

dengan kesucian yang terwujus dalam solidritas kita sebagai makhluk sosial,

mudah-mudahan kita semakin mengenal Allah yang membahagiakan kita, yang

mendidik kita, yang menantang kita, yang berdialog dengan kita untuk menentuka

pilihan-pilihan kita, yang hadir sekarang ini dan di sini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V

PENUTUP

5.1 Pengantar

Di bagian ini penulis menjawab sejumlah pertanyaan yang telah penulis

angkat di bagian pendahuluan, yaitu: Bagaimana mahasiswa/i memaknai setiap

pengalaman keseharian antara iman dan agamanya? Langkah pertama untuk

mendapatkan pengalaman Allah, tidak bisa tidak, adalah dengan mau menerima

diri yang sekarang ini dan di sini; menerima apapun keadaannya. Seluruh

pengalaman rohani dimulai dari proses penerimaan tersebut. Pengalaman rohani

tidak bisa didasarkan pada cita-cita, gagasan, atau pikiran tentang masa depan

yang terlepas dari realitas diri sekarang ini dan di sini. Pengalaman rohani yang

sejati tidak pe4rnah menjadi ekslusif sebagai pengalaman ekstase yang ada di

awang-awang. Aksi menjadi jalan kesuciaan yang realistis. Yesus

memperlihatkan aksi-Nya dalam cinta kasih, kasih pada Tuhan dan sesama. Tidak

ada cinta pada Tuhan tanpa cinta pada sesama. Juga tidak ada cinta pada sesama

tanpa cinta pada Tuhan.

Langkah kedua adalah mempunyai disposisi hati yang benar dalam hidup

rohani, selalu menerima diri sebagai orang berdosa tetapi juga sekaligus dicintai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Allah. artinya, memang menjadi orang berdosa, tetapi itu tidak berarti bahwa ia

harus berdosa. Setiap orang memang mudah mengidentifikasi diri dengan aku

tetapi itu sama sekali tidak berarti bahwa ia harus selalu mengidentifikasikan

dengan aku. Manusia juga mempunyai kerinduan untuk menggapai Allah, karena

Allah memang menghendaki kita menuju kepada Allah sendiri. Memang, selama

ini mungkin kita sulit menggapai Allah, tetapi karena cinta-Nya kepada kita, dan

manusia sungguh merindukan kebersatuan itu. Tanpa sebuah kerinduan yang

mendalam dan sungguh-sungguh ini, kita tidak akan sampai pada titik

menggalami Allah.

Para mahasiswa memberi arti yang real tentang Allah melalui alam yang

memang menunjuk ke arah Tuhan, akan tetapi sekaligus menyelubungi-Nya.

Selain itu juga bersumber pada ciri khas manusiawi penuh jiwa-raga atau

rohanijasmani (ditulis dalam satu kata), maka tubuh manusia adalah ekspresi dari

manusia seluruhnya, sabda, ungkapan dan lambang (symbol) yang menampakkan

hal-hal yang tidak tampak. Para mahasiswa/i melihat terlalu banyak dari Allah

untuk serba bimbang, akan tetapi terlalu sedikit untuk percaya. Tentang Allah,

mahasiswa/i tidak mengetahui siapa sebenarnya Allah itu dan juga apakah Allah

itu sungguh ada atau tidak. Namun ada saat hati mahasiswa/i menangkap bahasa

yang tidak dapat ditangkap oleh nalar pemikirannya, hal ini hati tetap

mengandaikan beroperasinya nalar. Tubuh manusia adalah bahasa yang

mewartakan batin.

Langkah ketiga, tidak cukup kalau hanya menyadari diri sebagai pendos.

Tidak cukup pula bahwa kita sadar sebagai pendosa yang dicintai, yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

seyogyanya merindukan Allah. dalam perjalanan hidup, akhirnya toh kita perlu

menyadari panggilan kita sendiri. Tidak bisa diingkari bahwa saya, anda, kita

semua adalah seorang pendosa yang dicintai Tuhan. Meskipun demikian, cinta

Tuhan sendiri adalah panggilan sebagaimana orientasi pada Allah. betapa pun

sulitnya menuju ke satuan itu, kita tetap dipanggil. Seberapa pun luasnya lapisan

aku, kita tetap punya arah menuju pusat hidup, mengalami kesatuan dengan Allah

yang penuh cinta.

Para mahasiwa mengimani Yesus Kristus, Tuhan, itu hanya sejauh doa.

Sikap jiwa besar dan rela berkorban itu sebenarnya tidak pertama-tama terungkap

dalam pemberian fisik, pemberian barang, uang, buku, dan materi lainnya. Sikap

jiwa besar dan rela berkorban justru paling terasakan ketika kita berdoa. Proses

doa, apa pun istilahnya yang kita gunakan (berbicara dengan Tuhan,

mendengarkan Sabda, diam, hadir di hadapan Allah) adalah proses melepaskan

aku. Bagi orang yang memiliki banyak kelekatan, doa adalah hal yang paling

tidak nyaman; keheningan adalah hal yang paling menakutkan karena orang harus

berhadapan dengan dirinya sendiri. Mengapa? Karena di dalam doa, sungguh, kita

akan ditelanjangi; dalam keheningan, kita akan menatap kenyataan diri kita yang

selama ini tidak kita sadari.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5.2 Catatan Akhir

Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai Yesus Kristus Sang Guru

Kehidupan, yang adalah jalan, kebenaran dan hidup (Yoh. 14: 6), sebagai

rumusan kristologi kontekstual bagi kaum remaja Katolik di tingkat Universitas

Negeri di Kota Yogyakarta. Perjumpaan pribadi antara Kristus dengan para murid

sangat menentukan agar murid bertumbuh dan berkembang bersama-sama

menjadi dewasa dalam Kristus.

Pola kepercayaan masa remaja berciri individuatif-reflektif. Artinya,

bahwa “aku-subjek” menjadi sumber otoritas bagi dirinya sendiri dan secara

kritis-mandiri memberikan dasar, menilai serta menentukan kembali semua

gambaran diri konvensional yang ada di masa remaja. Dalam hal ini, aku-subjek

menguasai dan mengatasi semua gambaran diri, menyusun dan menyelaraskan

aneka peran serta hubungan yang dimilikinya menurut prioritas pilihannya, dan

membangun identitas diri yang otonom, tidak tergantung pada siapa dan apa pun

kecuali cara mengontrol dirinya sendiri.

Tahap kepercayaan remaja ditandai dengan dua unsur pokok. Pertama,

kaum remaja mampu secara reflektif-kritis meninjau dan memeriksa seluruh

sintesis gambaran-gambaran identitas diri, sistem keyakinan religius, dan

pandangan hidup praktisnya. Kedua, kaum remaja memiliki kesadaran diri yang

baru, yaitu diri sebagai “aku” yang menjadi sumber tanggung jawab dan sebagai

pelaku utama. Kekhasan tahap kepercayaan individuatif-reflektif ini adalah

pengembangan visi kepercayaannya sebagai hasil refleksi kritis dari pandangan-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pandangan hidup dan sistem kepercayaan religius yang ada. Kepercayaan pada

masa musa ini juga ditandai oleh kesadaran yang tajam akan individualitas dan

otonomi diri.

Gambaran akan Allah dalam diri kaum remaja pun mencerminkan unsur-

unsur individuatif-reflektif dan kritis-rasional. Allah tidak lagi Allah

konvensional, melainkan Allah yang dicari dalam diri pribadi sendiri dan

dikaitkan dengan aku-subjek yang bersumber pada otoritasnya sendiri. Allah

digambarkan sebagai Sang Penopang dan Pendorong batin yang memberi

semangat kepada “Aku” mandiri yang harus menjadi perencana dan pelaku

hidupnya sendiri.

Kristologi Schillebeeckx telah memberikan kontribusi yang signifikan

terhadap tugas teologi yang mencoba menjembatani tradisi iman dengan konteks

sosial budaya yang berubah. Metode korelasi Schillebeckx telah memajukan

dialog antara iman Kristen dan budaya postmodern kontemporer. Keasyikan

pasca-Pencerahan dengan pengalaman mengandaikan pemahaman yang lebih

memadai tentang karakternya yang mendalam. Hal ini menunjukkan masalah

metodologis gagasan pengalaman Schillebeeckx yang tidak dapat lagi, dalam

konteks postmodern, secara otomatis menemukan makna transenden dalam

kerangka acuan Kristen.

Schillebeeckx mengatakan bahwa “Sungguh hanya mereka yang telah

menderita secara pribadi, tahu apa yang menjadi keprihatinan sesama manusia dan

masyarakat, apa yang perhatian lebih pada kemanusiaan, itulah yang menuntut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kita.”1 Inilah inti dari apa yang Schillebeeckx sebut sebagai “kekuatan penderitaan

yang kritis, epistemis, dan produktif.” Rangkain spiral hermeneutika yang kita

lalui telah mencitrakan pertumbuhan, dan perkembangan proyek Schillebeeckx

yang membawa kita dari titik awal dogmatis teologi awal, melalui teologi yang

semakin berpusat pada pengalaman dengan implikasi sosial, terhadap prioritas

epistemologis penderitaan bagi teologi. Kandungan dari spiral itu adalah akar

pengetahuan Edward Schillebeeckx di dasar ilahi yang dia kenali sebagai

cakrawala janji eskatologis.

5.3 Langkah Pastoral

Dalam kesimpulan umum dikatakan bahwa para remaja cenderung

menghidupi Kristus sebatas pengalaman individual-partikular yang terpusat pada

‘aku’. Sikap dasar tersebut sebenarnya sikap yang jujur, rendah hati, dewasa, dan

karenanya mulia. Tidak sombong seperti orang dulu yang begitu merasa benar,

hingga tega membunuh orang lain atas nama kebenaran menurut anggapan

subjektifnya, bahkan atas nama agama dan tuhan (menurut gambaran dan

buatannya sendiri). Tetapi jelaslah bahwa betapa jujur dan mulianya pemahaman

kaum remaja akhir jika itu diarahkan kepada Realitas yang tradisional ditulis

dengan huruf besar dan diberi nama God, Tuhan. Maka persoalannya menjadi

kritis, karena dapat menyebabkan malapetaka (hati kacau, sekularisme,

1 Schillebeeckx, “Christmas Meditation: ‘Being made man’ (Matthew 2. 13-21),” in For the

Sake of the Gospel, 45-49.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kehilangan iman, anti-agama, nihilis, skpetisis, agnosticis, hingga ateis dan

antiteis, dan sebagainya) tetapi di satu sisi juga memanfaatkan (sekularisasi2 arif,

iman bertambah dewasa dan bebas dari segala tuhan-bikinan-sendiri serta

takhayul).

Dari hal di atas ditemukan kelebihan dan kelemaham dari kepercayaan

kaum remaja akhir. Kelebihan dari tahap kepercayaan remaja pada masa

individuatif-reflektif adalah otonomi dan ketergantungan ego yang menjadi

sumber otoritas dan perancang dan pelaku hidupnya sendiri. Kelebihan kedua

adalah kemampuan menimbang dan melakukan refleksi kritis dengan mana kaum

remaja dapat menyadari dan merenungkan identitas diri dan pengalaman hidupnya

secara jelas. Kepada orang-orang yang telah menimani-Nya, khususnya para

murid, Yesus tidak hanya meminta mereka untuk menyertai perjalanan dan

perutusan-Nya, tetapi juga mengutus mereka untuk menjalankan evangelisasi atau

mewartakan Injil.3 Dalam Dekrit Konsili Vatikan II, Ad Gentes, dijelaskan dengan

baik dinamika proses evangelisasi, dimulai dengan tahap pertama, yakni

kesaksian kristiani ( AG 11-12) yang di dalamnya terkandung kesaksian hidup

sebagai orang yang telah diselamatkan dan ditebus oleh tuhan, hidup dalam

kebenaran dan kebaikan, hidup dalam kerukunan dan kesalehan; dialog dalam

perjumpaan dengan berbagai pengalaman hidup yang telah diterangi oleh iman,

sehingga dapat saling memahami dan menghargai harta kekayaan yang telah

dibagikan oleh Allah kepada para bangsa; menghadirkan cinta kasih yang

2 Sekularisasi adalah proses memperoleh sikap dewasa yang mengakui otomi wilayah-wilayah

pengetahuan serta aktivitas manusia menurut bidang dan tingkat mereka sendiri-sendiri. 3 Bdk. “Kemudian naiklah Yesus ke atas bukit. Ia memanggil orang-orang yang dikehendaki-

Nya dan mereka pun datang kepada-Nya.” (Mrk. 3:14).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

merasuk dalam segala aspek kehidupan demi terwujudnya keadilan, memerang

kelaparan, kebodohan, penyakit dan menciptakan kondisi-kondisi hidup yang

lebih baik. Tahap kedua, yakni pewartaan Injil dan panggilan kepada pertobatan

(AG 13). Sejak zaman Yesus, para rasul hingga pada akhirnya terbukti dalam

sejarah Gereja, pewartaan Injil menghasilkan pertobatan dan menimbulkan iman

dalam diri orang-orang yang belum percaya. Pewartaan telah menghantar orang

pada perjumpaan pribadi dengan Yesus, dan terbuka untuk dibentuk oleh-Nya.

Sedangkan kelemahan pertama, adalah kaum remaja lebih mengandalkan

kekuatan dan daya akal budi kritis yang dianggap bisa menguasai dan

mengendalikan segalanya. Orang muda terperangkap dalam ilusi rasionalistik

yang memutlakkan rasio kritis dan bayangan diri palsu yang menganggap aku-

subjek sebagai sumber otoritasnya sendiri. Kelemaham kedua, adalah fokus pada

aku-subjek-nya sendiri secara berlebihan sehingga individuasi menjadi

individualism. Remaja akhir menjadi narcis karena sikap egoistris yang ekstrem,

yakni diriku sendiri sebagai pusat-acuan dan kriteria paling tinggi dan paling

akhir. Titik lemah yang ketiga adalah karena egosentrisme ekstrem kaum remaja

bisa terisolasi pada dirinya sendiri, sehingga sulit menempatkan diri sebagai

bagian integral dari sistem dan tradisi serta kelompok religius yang lebih luas.

Oleh karena itu kita harus memandang masalah itu dengan hati yang jujur dan

dengan pikiran yang bening. Sikap emosional tidak-mau-tahu atau rasa puas-diri

itu-urusan-meng-kafir dalam soal ini justru menandakan ketidakseriusan bahkan

justru sikap yang tidak religius sejati.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Religiositas yang sejati selalu ingin mendewasan diri dalam hal-hal yang

amat berarti dan bermakna bagi kehidupan yang jujur otentik, termasuk mengenai

Yang Mutlak, dan tidak gentar mengadapi pertanyaan-pertanyaan yang sulit.

Ketidakdewasaan dalam beragama sama sekali tidak religius, sebab orang

semacam itu mengklaim diri sebagai Tuhan yang menentukan secara final nasib

orang di akhirat. Dewasa berarti tidak sok dan tidak suka yang semu berpura-pura,

artinya serius dengan rendah hati mengakui dan mengolah perkara-perkara

kehidupan seperti apa adanya. Remaja dewasa selalu mengakui bahwa hanya satu,

dua, dalam kehidupannya yang benar-benar menjadi pengalaman hitam-putih, dan

sadar bahwa kebenaran dan kebaikan itu tidak hanya terdapat dalam rumahnya

sendiri, namun ada di mana-mana. Remaja dewasa pun sadar, bahwa tidak

mungkin segala perkara dapat dicampur aduk dalam satu kuali, dan ada wilayah-

wilayah tertentu yang otonom (artinya bebas tidak tergantung pada kemauan

manusia yang subjektif atau kekuasaan apa pun) yang harus remaja perhitungkan

dan hormati. Selain itu, remaja harus paham tentang fungsi, kedudukan dan

kemampuan bahasa manusia. Kita tahu bahwa bahasa manusia adalah bahasa

manusiawi, artinya terbatas. Tidak mungkin mengekspresikan segala-galanya

yang dimaksud oleh gagagsan manusia yang amat kompleks, apalagi Wahyu

Tuhan. Hanya Allah yang mutlak dan sempurna. Dalam hidup beragama dan

religiositas, remaja harus lepas dari sebentuk ketidakdewasaan. Kita mengetahui

bahwa setiap agama menyampaikan suatu wahyu. Wahyu selalu disertai dengan

ajaran atau dalam bahasa sekarang: dapat dikatakan semacam informasi. Jelas

informasi dalam arti mulia dan final, namun tetap merupakan sebuah informasi,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yakni informasi yang komunikatif, artinya memakai bahasa (dalam arti luas) yang

dipahami oleh si penerima informasi. Dengan kata lain, wahyu yang jelas remaja

akui sebagai ilahi yang berasal dari Allah, yang memiliki dimensi manusiawi juga

lewat bahasa yang informatif dan komunikatif.

Bahkan pertanyaan-pertanyaan yang menimbulkan krisis keagamaanpun

perlu remaja terima dengan lapang dada, karena hanya dengan melewati dan

mengatasi ambang krisis ia menjadi dewasa dan semakin matang. Dengan

keyakinan bahwa akhir-nya, ultimately, Tuhan adalah Yang lain Tuntas atau

Tidak-Mungkin-Diseperti-apakan (Tan-Kinoyo-Opo dalam bahasa Jawa), jauh tak

terhingga di atas segala perumusan bahasa manapun pikiran manusia, Misteri

yang Paling Misteri, namun yang entah bagaimana mengakar mendalam pada

manusia beriman yang menimbulkan suatu kekuatan dan kedamaian yang

mengatasi maut.

Masa remaja menjadi masa untuk mengakarkan prinsip-prinsip hidup

katolik, nilai-nilai Injili, dan hukum-tradisi iman katolik, sehingga kaum remaja

mampu mempertanggung-jawabkan dan mengokohkan iman secara rasional dan

mendalam. Iman Katolik adalah buah perjumpaan prinadi dengan Yesus Kristus

itu yang menjadikan seseorang murid-Nya. Beriman katolik berarti “Ya” terhadap

Yesus Kristus yang diwartakan Gereja. “Ya” kepada Yesus Kristus membuat dua

gerakan, yakni penyerahan diri penuh taat kepada Allah dan persetujuan bebas

penuh cinta akan segala sesuatu yang diwartakan Allah yang memuncak pada

Yesus Kristus. Secara umum, tekanan yang tepat pada masa remaja ini diberikan

pada pendidikan kebenaran dan kebebasan (dalam bereksplorasi dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

berkomitmen) sebagaimana dimengerti oleh Injil, pembentukan suara hati yang

lebih kritis, dan pendidikan untuk mencintai secara kuat dan tulus.4 Hendaknya

ditekankan pula pemberdayaan kharisma dan talenta, keterlibatan sosial dalam

masyarakat, dan tanggungjawab sebagai missioner kepada dunia dalam dialog

dengan umat beriman lain, dengan orang-orang miskin dan kemiskinan, serta

dialog dengan budaya. Serta perlu untuk diperhatikan soal “bahasa” kaum remaja

yang menyangkut mentalitas, perasaan, selera, gaya, dan perbendaharaan bahasa

antara kaum remaja dan Gereja.

Gerakan iman dan pertobatan berlangsung terus menerus sepanjang hidup.

Kaum remaja beriman sedikit demi sedikit bertumbuh dan berubah menjadi

dewasa, menuju ciptaan baru yakni kesempurnaan dan kematangan dalam

kepenuhan Kristus.

5.4 Refleksi Teologis

Dalam perumusan kembali setiap pengalaman, pengertian dan pemahaman

berubah dan berkembang juga. Hingga sampai dengan sekarang kristologi tetap

merupakan suatu bidang refleksi teologis yang berkembang dan berubah-ubah.

Kendatipun titik pangkalnya adalah kesaksian Kitab Suci, namun senantiasa

dirumuskan kembali pertanyaan teologis yang baru berdasarkan perkembangan

4 Dei Verbum mengatakannya: “Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri

seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan ‘kepatuhan akalbudi serta kehendak yang

sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan’, dan dengan sukarela menerima sebagai kebenaran

wahyu yang dikaruniakan oleh-Nya” (DV. Art 5)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dan perubahan pengalaman hidup, baik pribadi maupun sosial. Refleksi teologis

mengenai pribadi Kristus bertanya mengenai arti Kristus bagi manusia; dan karya

keselamatan Allah dilaksanakan dalam diri Kristus sedemikian rupa, bahwa

Kristus menjadi kehadiran Allah bagi manusia, bukan secara personal tetapi

universal.

Ketika kita memandang Yesus sejarah dan memisahkan dari ke Allah-an

Yesus, maka sosok Yesus menjadi figur masa lalu, menjadi mitos yang

dilegandakan. Kesejarahan Yesus mestinya menjadi pijakan keyakinan dan

realitas bahwa Ia bangkit dari mati, menjadi sebuah alasan yang kuat untuk

melihat penyertaan-Nya dalam kehidupan kita saat ini. Ke-Allah-an Yesus

menempatkan Dia mengatasi segala batasan ruang dan waktu. Maka dengan

berpegang pada ke-Allah-an ini, terbangunlah kesadaran bahwa Ia ada saat ini,

bahwa Ia hadir dalam kehidupan kita di sini. Kesadaran inilah yang akan menjadi

iman kita tumbuh dan terus tumbuh, dan kita tidak lagi menjadi orang munafik

yang yang beriman dengan bibir semata. Artinya, semua bentuk kedewasaan harus

melewati suatu bentuk krisis. Remaja yang dalam penghayatan agama tidak

pernah mengalami fase yang oleh para mistikus-mistika disebut “malam nan gelap

gulita” perlu bertanya diri, jangan-jangan penghayatannya itu tidak pernah

mendalam, jangan-jangan tidak pernah dewasa juga.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

330

DAFTAR PUSTAKA

Dokumen Gereja

Konsili Vatikan II., diterjemahkan dari naskah resmi bahasa Latin oleh R.

Hardawiryana SJ, Obor, Jakarta1993.

Alkitab Deuterokanonika., Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta, 2003.

Buku

Achmadi. A.,dan Narbuko. C., Metodologi Penelitian. Jakarta Bumi Aksara,

2005.

Adelson, J., (Ed.), Handbook of adolescent psychology. New York: John Wiley &

Sons, 1980.

Anne McManus. Kathleen., Unbroken Communion: The Place and Meaning of

Sufferng in the Theology of Edward Schillebeeckx. New York: Rowman &

Littlefield Publishers, Inc, 2003.

Argyle. Michael., Social Encounters: Readings in Social Interaction.

Harmondsworth: Penguin,1973.

Berk, L.E., Infants, Children and Adolescent. USA: Allyn & Bacon, 1996.

Birch. Ann., Developmental Psychology. London: Palgrave; 2nd edition, 1997.

Borgman. Erik., Edward Schillebeeckx. A Theologian in his History. London and

New York, 2004.

Buren. Paul van., The Secular Meaning of the Gospel Based on an Analysis of Its

Language. London: SCM Press, 1963.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Bosma, H.A. et.al. (Editor). Identity & Development: An interdisciplinary

approach . California: Sage Publication, 1994.

Caplan, G., dan Lebovici, S., (Eds.), Adolescence: Psychosocial perspectives.

New York: Basic Books, 1969.

Côté, J. E., & Levine, C. G., Identity formation, agency, and culture: A social

psychological synthesis. US: Lawrence Erlbaum Associates Publishers,

2002.

Cremers. Agus., Teori Perkembangan Kepercayaan; Karya-karya Penting James

W. Fowler. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1995.

Creswell, J., Research design: Qualitative, quantitative, and mixed methods

approaches. Thousand Oaks, CA: Sage, 2010.

Daniel J. Adams, Teologi Lintas Budaya – Refleksi Barat di Asia. Jakarta: BPK.

Gunung Mulia, 2010.

Drewes, B.F., Apa itu Teologi-pengantar ke dalam Ilmu Teologi. Jakarta: BPK.

Gunung Mulia, 2011.

Dister, N.S., Pengalaman dan Motivasi beragama, Pengantar Psikologi Agama.

Jakarta: Leppenas, 1982.

Erikson, E.H., Identity: Youth and crisis. New York: Norton, 1968.

Hurlock, E.B., Psokologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004.

Kroger, J., (editor), Discussions on Ego Identity. New Jersey: Lawrence Erlbaum

Associates Inc, 1993.

Lerner, Richard. M & Hultsch, David. F, Human Development: A Life Span

Perspective. New York: McGraw Hill Companies, 1983.

Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung, Remaja Rosdakarya,

2000.

Marcia, J.E., The Ego Identity: A Handbook for Psychosocial Research. New

York: Springer-Verlag, 1993.

Miller, P.H., Theories of Developmental Psychology, New York: W.H. Freeman

and Company, 1993.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

O’Collins, G., & E.G. Farrugia, Kamus Teologi. Yogyakarta: Kanisius, 1996.

Papalia, D.E., &. Olds, S.W., A Child’s World, Infancy Through Adolescence.

USA: Mc Graw-Hill, Inc, 1993.

Roy Hilton. Perry and Brownlow. Charlotte., SPSS Explained. East Sussex:

Routledge, 2004.

Sally L. Archer (Ed.), Interventions for Adolescent Identity Development.

California: Thousand oaks, CA, Sage, 1994.

Schillebeeckx, E., Church: The Human Story of God. Diterjemahkan oleh John

Bowden, New York: Crossroad Publishing Company, 1993.

, Christ: The experience of Jesus as Lord. Diterjemahkan oleh

John Bowden, New York: Crossroad, 1980.

, God Is New Each Moment. Diterjemahkan oleh N. D. Smith

Edinburgh: T&T Clark, 1983.

, Interim Report on the Books Jesus and Christ. New York: SCM

Press and, London, NY: Crossroad, 1980.

, The future of man. New York: Sheed and Ward, 1968.

, The Human Story of God. New York: Crossroad Publishing,

1990.

, The Understanding of Faith: Interpretation and Criticism.

Diterjemahkan oleh N. D. Smith, London and New York, NY: Sheed and

Ward, 1974.

, Jesus: An Experiment in Christology. Diterjemahkan oleh

Hubert Hoskins, NewYork: Crossroad, 1991.

Seinberg, L., Adolencence. New York: Mc Graw Hill, Inc, 1993.

Setyawan. A., Saat Tuhan Tiada, dari cermin Anthony de Mello, Penerbit Kanisus, 2001.

Subanar. Budi., Menuju Gereja Mandiri: Sejarah Keuskupan Agung Semarang di

bawah Dua Uskup (1940-1981). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma,

2005.

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Mixed Methods). Bandung: Penerbit

Alfabeta, 2015.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D. Bandung: Alfabeta, 2010.

Sugiharto. Bambang., I., Postmodernisme: Tantangan bagi Filsafat. Yogyakarta:

Kanisius, 1996.

Susanto. Budi (ed)., Teologi dan Praksis Komunitas Post Modern. Yogyakarta:

Kanisius, 1994.

Steinberg, L. Adolescence (ed, Ke-6). New York: Mc. Graw-Hill, 2002.

Jacobs. Tom., Paham Allah: Dalam Filsafat, Agama-Agama, dan Teologi.

Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2002.

, Imanuel, Perubahan dalam Perumusan Iman akan Yesus Kristus.

Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2000.

, Siapa Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru. Yogyakarta: Penerbit

Kanisius, 1982.

Artikel

Fittz, W.H., “The Self Concept and Behavior: Overview and Supplement”,

Research Monoraph. No. VIII, (California: Library of Congres Catalog

Card Number 72-80269, 1971), 11.

Fleming, M., “Adolescent autonomy: Desire, achievement and disobeying parents

between early and late adolescence”, Australian Journal of Education and

Development Psychology, 5, 1-16.

Helminiak, D.A., “A scientific spirituality: The interface of psychology and

theology”, The International Journal for the Psychology of Religion, 6(1)

1996, 1-19.

Jacobs. Tom., “Allah yang Historis”, Orientasi Baru, Vol. 14 (2001): 8.

, “Mewartakan Yesus Kristus dalam Dunia Modern”, Orientasi Baru

Vol.13 (2000): 26.

, “Kabar Gembira”, Rohani 6 (1991): 228-229.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Metz, J. B., “The Church’s Social Function in the Light of ‘Political Theology’,”

Concilium Vol. 6 No. 4 Juni 1968.

Papalia, S.V., Bayers, W., Vansteenkiste, M., & Soenens, B, “On the association

between adolescent autonomy and psychosocial functioning: Examining

decisional Independence from a self-determination theory perspective”,

American Psychological Association, 48 (1).

Schillebeeckx, E., “Can Christology Be an Experiment?”, Proceedings of the

Catholic Theological Society of America 35 (1980), 3.

Sunarko. Adrianus., “Kristianitas Inklusif atau Pluralis? Diskusi Dengan

Schillebeeckx”, Melintas, (2015): 16.

Susanto. Budi (ed)., “Pembaruan dalam Teologi dan dalam Pengajaran Teologi”,

Orientasi 12 (1980): 50-90.

Wagner, H., “The adolescent and his religion”, Adolescence, 13(50) (1978), 349-

364.

Internet

Boeve. Lieven., Experience According to Edward Schillebeeckx: The Driveng

Force of Faith ang Theology, tersedia dari

https://lirias.kuleuven.be/bitstream/123456789/117359/1/4.4.pdf,

Krogner. Jane., Identity development during adolescence (Chapter 10), tersedia

dari http://academic.udayton.edu/jackbauer/reading%20595/Kroger.pdf

Marcia, J. E., Identity Development - Aspects of Identity, Child Development

Reference - Vol 4. Tersedia dari (http://social.jrank.org/pages/322/

Identity-Development.html).

, Development and validation of ego identity status, dalam Journal of

Personality and Social Psychology 3, (1966), hal. 551-558. Tersedia dari

http://www.garfield.library.upenn.edu/classics1984/A1984TR91100001.p

df

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Prasetyantha, Y.B., “Kamu Percaya Dogma? Tantangan ber-Kristologi dari Toms

Jacobs”, tersedia dari

http://giovannipromesso.blogspot.co.id/2012/09/kamu-percaya-

dogma_1372.html,

Jacobs. Tom., Mewartakan Yesus Kristus dalam Dunia Modern. Tersedia dari

http://orientasibaru.net/Vol_13_2000/OB.13.2000-02.pdf

Lain-lain

Diktat dan Surat Wasiat

Jacobs. Tom., “Komunikasi iman”, Teologi Pewartaan, Manuskrip, Diktat Kuliah

(Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 1996): 1.

Jacobs. Tom., Wasiat Iman, merupakan karya terakhir beliau menjelang

meninggalnya. Berupa gagasan atau disebut Tom Jacobs sebagai

“rangkuman pergumulan iman”. Disampaikan secara lisan dan direkam,

kemudian ditulis ulang oleh Rm. J.B. Heru Prakosa, dan dibicarakan di

depan Rm. Tom Jacobs pada tanggal 28 Maret 2008

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LAMPIRAN

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 1

Uji Validitas dan Reliabilitas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

SKALA PENELITIAN

Disusun oleh:

Andreas Krishna Gunawan

166312002

FAKULTAS TEOLOGI

PROGRAM STUDI MAGISTER TEOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2017

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pengantar

Pada kesempatan ini, saya memohon kesediaan teman-teman untuk

membantu penelitian tesis saya dengan menjawab beberapa pertanyaan dalam

skala ini yang terdiri dari dua bagian, yaitu Skala Misteri Penyingkapan Ilahi

Allah bagi Manusia dalam Kristiani dan Skala Paham Allah dalam indikator

Identitas Religius Remaja. Skala ini berisi seputar kehidupan sehari-hari.

Informasi yang teman-teman berikan akan sangat berguna bagi saya dalam

melakukan penelitian ini.

Skala ini bersifat rahasia, identitas dan jawaban dari teman-teman akan

dirahasiakan dan benar-benar digunakan sebagai data dalam penelitian ini.

Tidak ada jawaban yang salah. Setiap pertanyaan yang dipilih tidak

mempengaruhi penilaian baik dan buruk pada diri temen-teman. Saya sangat

berharap teman-teman dapat mengerjakan skala ini dengan sungguh-sungguh dan

memberikan jawaban secara jujur sesuai dengan kondisi teman-teman.

Selamat mengerjakan dan terimakasih atas bantuan teman-teman.

Hormat saya,

Andreas Krishna Gunawan

Mahasiswa Fakultas Teologi

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KUESIONER PENELITIAN

I. Identitas Responden

1. Nama : ................................................................................

2. No telp/Hp : ................................................................................

3. Usia : ................................................................................

4. Semester : ................................................................................

5. Universitas : ................................................................................

6. Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan*

7. a. Nama Ayah : ................................................................................

b. Agama Ayah : ................................................................................

8. a. Nama Ibu : ................................................................................

b. Agama Ibu : ................................................................................

9. Sampai sekarang anda masih tinggal bersama orang tua?

a. Ya

b. Tidak

Jika tidak, anda sekarang: a) Kost

b) Tinggal bersama saudara

c) ........................................................................

Catatan:

*coret yang tidak perlu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pilihlah salah satu dari jawaban berikut dengan memberikan tanda ( X )

1. Saya menerima Sakramen Baptis sejak

a. Bayi

b. SD

c. SMP

d. SMA

e. Kuliah

2. Saya menjadi Katolik karena

a. Kedua orangtua juga Katolik

b. Pacar saya seorang Katolik

c. Pergaulan dan dididik dalam lingkungan sekolah Katolik

d. Ingin memantapkan diri untuk menjadi murid Kristus

e. Jawaban lain

…………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

…………………………

3. Apakah anda pernah mendapat pengetahuan tentang paham Allah

sebelumnya?

a. Pernah

b. Belum

4. Kalau sudah pernah, dari manakah Anda mendapatkan pengetahuan

Paham Allah tersebut?

a. Orang tua

b. Romo, Frater, Suster, Bruder

c. Internet

d. Sekolah

e. Jawaban lain

…………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

…………………………

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

II. Misteri Penyingkapan Ilahi Allah bagi Manusia dalam Kristiani

Isilah semua kolom dengan memberikan tanda centang (√) pada masing-

masing blok dengan memilih salah satu dari blok yang sesuai (senyatanya dan

bukan yang seharusnya) dengan persetujuan diri Anda.

SS = Sangat Setuju

S = Setuju

TS = Tidak Setuju

STS = Sangat Tidak Setuju

No Pernyataan SS S TS STS

1.

a. Saya binggung ketika menjelaskan pertanyaan apakah

Yesus itu sungguh Allah?

b. Bagi saya, tidak mungkin Allah itu beranak.

c. Bagi saya, Allah Bapa adalah suatu zat yang tidak

tampak.

d. Allah itu jauh dari kehidupan saya.

2.

a. Hidup saya sepenuhnya berasal dari Tuhan sebagai

sumber segala hidup.

b. Bagi saya, Yesus bukan satu-satunya jalan untuk

memperoleh keselamatan.

c. Tujuan Allah menciptakan saya adalah karya

penyelamatan.

d. Bagi saya, Yesus adalah seorang manusia yang dari

semula secara total terarah kepada Allah.

3.

a. Kadang saya berpikir apakah mungkin Allah itu ada

tiga, yaitu: Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Bukannya

Allah itu Esa?

b. Bapa, Putra, dan Roh Kudus adalah Allah yang satu,

sama, dan tidak memiliki perbedaan.

c. Saya sering kali merasa kebinggungan ketika harus

menjelaskan siapa itu Roh Kudus.

d. Saya tidak paham akan ajaran iman Katolik perihal

Paham Allah, tetapi saya percaya Yesus adalah satu-

satunya jalan keselamatan.

4.

a. Bagi saya, beriman berarti “penyerahan diri saya

seutuhnya kepada Allah, yang hanya mungkin karena

rahmat Allah”.

b. Bagi saya, rahmat selalu merupakan pemberian diri

Allah yang bebas merdeka.

c. Wahyu orang Katolik adalah Alkitab sebagai sabda

Allah.

d. Wahyu Allah bukan informasi, melainkan komunikasi

yang mengundang partisipasi dari saya manusia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5.

a. Saya tidak pernah dapat menangkap secara tuntas

dalam membahasakan misteri Allah.

b. Bagi saya, Kitab Suci tidak memberikan suatu

pengajaran intelektual mengenai Allah, melainkan

menampilkan pengalaman-pengalaman akan Allah

yang berasal dari hubungan perjanjian Allah dengan

umat-Nya.

c. Bagi saya, Roh Kudus bukanlah Allah, Roh Kudus

hanya semacam malaikat pelindung.

d. Bagi saya, Allah adalah cinta kasih.

III. Paham Allah dalam indikator Identitas Religius Remaja

Berilah tanda centang (√) pada masing-masing blok dengan memilih salah

satu dari blok yang sesuai (senyatanya dan bukan yang seharusnya) dengan

persetujuan diri Anda.

SS = Sangat Setuju

S = Setuju

TS = Tidak Setuju

STS = Sangat Tidak Setuju

No Pernyataan SS S TS STS

1. Saat saya bahagia, saya mencari hadir-Nya Allah dalam

hidup dengan mengucap syukur kepada-Nya.

2. Dalam kesedihan yang mendalam, saya mencari

keberadaan Allah dalam diri Yesus yang “menemani”.

3. Saya selalu bertanya, di manakah Allah berada saat

saya mengalami masalah berat.

4.

Saat mengalami kesenangan, saya bertanya-tanya

apakah Allah “turut campur” dalam menjadikan saya

mengalami kesenangan.

5. Saya mengikuti saja pola hidup keagamaan dari

keluarga saya tanpa bertanya lebih lanjut.

6. Tradisi keagamaan di keluarga bagi saya baik adanya,

sehingga saya mengiyakan saja apa yang diajarkan.

7.

Saya sungguh bingung, saat saya menderita, dan saya

mencoba mencari solusi, mengapa Allah diam saja

tidak membantu.

8. Bagi saya, kebahagiaan yang saya peroleh karena saya

sendiri yang mengusahakan untuk bahagia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

9. Saya selalu mengarahkan hidup saya pada Allah,

karena bagi saya Allah-lah sumber kerinduan utama.

10.

Dalam perjalanan hidup saya, pengharapan utama

dalam hidup adalah kepada Allah, bukan kepada yang

lain.

11. Saya sering membuka diri pada Allah berdasarkan

pengalaman pahit saya dalam hidup.

12

Nampaknya saya masih perlu membandingkan dengan

sumber-sumber lain, saat saya ingin “menemukan”

Allah.

13. Orangtua saya mengajarkan untuk selalu berharap pada

Allah, dan saya mengiyakan saja anjuran tersebut.

14 Saya diterima di Universitas ini sepenuhnya karena

rahmat dari Allah.

15.

Ketika menjalin sebuah pertemanan, saya tidak

membeda-bedakan teman entah karena agama atau

suku, karena semua manusia adalah ciptaan Allah.

16.

Misa kampus adalah moment yang paling saya

nantikan, karena bisa berkumpul dengan saudara

seiman.

17.

Bagi saya, manusia menurut kodratnya adalah makhluk

sosial tidak bisa hidup sendiri, manusia hanya dapat

tumbuh dan berkembang ketika ia mampu membangun

relasinya yang baik dengan dirinya sendiri, dengan

sesama, dengan lingkungan, dan dengan Tuhan.

18. Di dalam doa, saya sering menyebut nama Allah.

19. Bagi saya, Wahyu orang Katolik adalah Alkitab

sebagai sabda Allah.

20. Hati nurani saya selalu menyuarakan tuntutan mutlak

untuk selalu memilih yang baik dan menolak yang

buruk.

21. Saya diberikan kemampuan untuk bertindak bijaksana

dalam mengatasi persoalan dasar yang sulit, tidak

hanya sekedar menggungkapkan kemampuan berpikir

rasional-intelektual semata.

22. Bagi saya, ajaran agama yang menyangkut kepentingan

surgawi kelihatan bertentangan dengan kepentingan

duniawi.

23. Bagi saya, agama bukan merupakan tujuan terakhir

dari kecenderungan rohani manusia, melainkan jalan

ke tujuan hidup manusia, yaitu Allah.

24. Bagi saya, agama adalah tata cara hidup yang pantas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dan baik di hadapan Allah yang bersumber pada wahyu

Allah.

25. Allah itu jauh dari kehidupan saya.

26. Bagi saya, Allah itu Esa dan satu, tidak mungkin bisa

terbagi menjadi tiga.

27. Bagi saya, Bapa, Putera, dan Roh Kudus adalah Allah

yang satu, sama dan tidak memiliki perbedaan.

28. Bagi saya, Yesus Kristus sebagai pengantara antara

Allah dan manusia.

29. Saya mengunjungi website-website resmi Gereja

Katolik untuk mendalami pemahaman tema-tema

tentang paham Allah.

30. Allah yang tak terbatas berkenan memasuki hidup saya

sebagai manusia yang serba terbatas, sekaligus

menyapa dan memanggil saya.

31. Kasih Allah itu menembus rasa takut, dan bela diri

yang mengurung saya dalam diri saya sendiri, dan

membuat saya menjadi budak perasaan saya sendiri.

32. Setiap hari saya meluangkan waktu untuk

berefleksi/merenungkan pengalaman hidup yang sudah

saya jalani.

33. Dalam kehidupan keseharian saya merasakan karya

Allah bekerja, maka dalam kehidupan sehari-hari tidak

pernah lepas dari campur tangan Allah.

34. Saya sadar sebagai makhluk, yang mengakui Allah

sebagai dasar dan sumber kehidupan saya.

35. Allah, saya hayati sebagai yang suci, yang penuh

kebaikan, penuh belas kasihan, yang menarik,

menggembirakan, membahagiakan, sehingga saya

merasakan Allah sebagai yang mahakasih,

Mahacinta, Maharahim, Mahabijaksana, Maha

Pengampun.

36. Allah, saya hayati sebagai misteri yang Mahabesar,

Mahakuasa, Mahadahsyat, menggetarkan dan

menakutkan sehingga manusia merasa kecil dan lemah

dihadapan Allah.

37. Saya tidak berkuasa atas hidup saya sendiri.

38. Dengan rajin berdoa, saya mempunyai hubungan yang

erat dengan Allah.

39. Bagi saya, kehadiran Allah bukanlah sebagai objek,

melainkan sebuah jawaban terakhir bagi hidup itu

sendiri.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40. Bagi saya, Allah adalah misteri, manusia tidak bisa

menjangkau Allah secara keseluruhan.

41. Saya menyerahkan diri kepada kebaikan Tuhan

daripada memusatkan segala perhatian pada diri

sendiri.

42. Saya mengasihi orang-orang yang berada di sekitarku,

meskipun mereka berbeda agama.

43. Saya bertekat akan tetap menjadi orang katolik,

meskipun diancam akan dibunuh.

44. Bagi saya, orang yang meninggalkan iman akan Yesus

dan pindah ke agama lain adalah hal biasa, karena itu

menjadi hak asasi manusia, dan tanpa Yesus mereka

pun juga dapat diselamatkan.

45. Dalam agama, saya memperlihatkan sikap hati saya di

hadapan Allah.

46. Bagi saya, tujuan hidup beragama untuk mendapatkan

keselamatan atau masuk surga.

47. Bagi saya, agama adalah tata cara hidup yang pantas

dan baik dihadapan Allah yang bersumberkan pada

wahyu Allah.

48. Bagi saya, ajaran atau aturan agama berperan sebagai

tuntunan untuk memperoleh keselamatan, sedangkan

larangan-larangan agama berperan sebagai peringatan

bagi manusia.

49. Dengan beragama, saya hidup dekat atau damai dengan

Allah Sang Pencipta dan sesamaku manusia.

50. Keselamatan itu tidak hanya dapat saya peroleh

nantinya dalam kehidupan kekal sesusah kematian saja

tetapi juga, mulai dari kehidupan saat ini pun saya

dapat memperolehnya.

51. Saya mengikuti suatu agama berarti saya mengiyakan,

mengamini wahyu Allah, kedamaian dengan Allah.

52. Saya menghayati hidup beragama guna mewujudkan

dan mengembangkan hidup selamat atau hidup surgawi

di dunia ini.

53. Saya mencita-citakan hidup dekat damai dengan Allah

mulai dalam hidup saat ini, secara terus menerus.

54. Bagi saya, orang beragama dan beriman akan menjadi

pengasih Allah, pengasih sesama manusia, dan

penyayang alam semesta ini.

55. Tuhan menyapa saya sebagai sahabat dan mendekati

manusia sedekat mungkin.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56. Saya mengenal Allah secara pribadi sebagai Bapa,

melalui Yesus Kristus.

57. Bagi saya, iman yang konkret selalu menyangkut hidup

yang konkret, dan tidak dapat dilepaskan dari

masyarakat serta budaya.

58. Bagi saya, Allah menyatakan diri kepada manusia

dalam pertemuan pribadi, tetapi juga menyingkapkan

kepada manusia rencana keselamatan-Nya.

59. Saya akan setia pada kekatolikan saya, sebab “Allah

adalah Allah yang setia, yang memegang perjanjian

dan kasih setia-Nya, terhadap orang yang kasih

kepada-Nya dan berpegang pada perintah-Nya”.

60. Setiap selesai mengikuti perayaan Ekaristi, hati saya

menjadi gembira karena menerima Tubuh Kristus.

61. Allah akan menghukum saya jika saya berbuat dosa,

dan memberi kita pahala jikalau kita berbuat baik.

62. Ketika saya memberi sedekah kepada pengemis, saya

merasa melakukannya untuk Tuhan.

63. Devosi (Rosario, Novena Tiga Salam Maria,

Kerahiman Ilahi, Hati Kudus Yesus) membantu saya

untuk semakin dekat dengan Tuhan

64. Saya lebih sering berdevosi kepada Bunda Maria

dibandingkan berdoa kepada Tuhan Yesus.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 2

Skala Penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

SKALA PENELITIAN

Disusun oleh:

Andreas Krishna Gunawan

166312002

FAKULTAS TEOLOGI

PROGRAM STUDI MAGISTER TEOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2017

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pengantar

Pada kesempatan ini, saya memohon kesediaan teman-teman untuk

membantu penelitian tesis saya dengan menjawab beberapa pertanyaan dalam

skala ini yang terdiri dari dua bagian, yaitu Skala Misteri Penyingkapan Ilahi

Allah bagi Manusia dalam Kristiani dan Skala Paham Allah dalam indikator

Identitas Religius Remaja. Skala ini berisi seputar kehidupan sehari-hari.

Informasi yang teman-teman berikan akan sangat berguna bagi saya dalam

melakukan penelitian ini.

Skala ini bersifat rahasia, identitas dan jawaban dari teman-teman akan

dirahasiakan dan benar-benar digunakan sebagai data dalam penelitian ini.

Tidak ada jawaban yang salah. Setiap pertanyaan yang dipilih tidak

mempengaruhi penilaian baik dan buruk pada diri temen-teman. Saya sangat

berharap teman-teman dapat mengerjakan skala ini dengan sungguh-sungguh dan

memberikan jawaban secara jujur sesuai dengan kondisi teman-teman.

Selamat mengerjakan dan terimakasih atas bantuan teman-teman.

Hormat saya,

Andreas Krishna Gunawan

Mahasiswa Fakultas Teologi

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KUESIONER PENELITIAN

I. Identitas Responden

1. Nama : ................................................................................

2. No telp/Hp : ................................................................................

3. Usia : ................................................................................

4. Semester : ................................................................................

5. Universitas : ................................................................................

6. Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan*

7. a. Nama Ayah : ................................................................................

b. Agama Ayah : ................................................................................

8. a. Nama Ibu : ................................................................................

b. Agama Ibu : ................................................................................

9. Sampai sekarang anda masih tinggal bersama orang tua?

c. Ya

d. Tidak

Jika tidak, anda sekarang: a) Kost

b) Tinggal bersama saudara

c) ........................................................................

Catatan:

*coret yang tidak perlu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pilihlah salah satu dari jawaban berikut dengan memberikan tanda ( X )

1. Saya menerima Sakramen Baptis sejak

a. Bayi

b. SD

c. SMP

d. SMA

e. Kuliah

2. Saya menjadi Katolik karena

a. Kedua orangtua juga Katolik

b. Pacar saya seorang Katolik

c. Pergaulan dan dididik dalam lingkungan sekolah Katolik

d. Ingin memantapkan diri untuk menjadi murid Kristus

e. Jawaban lain

…………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

…………………………

3. Apakah anda pernah mendapat pengetahuan tentang paham Allah

sebelumnya?

a. Pernah

b. Belum

4. Kalau sudah pernah, dari manakah Anda mendapatkan pengetahuan

Paham Allah tersebut?

a. Orang tua

b. Romo, Frater, Suster, Bruder

c. Internet

d. Sekolah

e. Jawaban lain

…………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

…………………………

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

II. Misteri Penyingkapan Ilahi Allah bagi Manusia dalam Kristiani

Isilah semua kolom dengan memberikan tanda centang (√) pada masing-

masing blok dengan memilih salah satu dari blok yang sesuai (senyatanya dan

bukan yang seharusnya) dengan persetujuan diri Anda.

SS = Sangat Setuju

S = Setuju

TS = Tidak Setuju

STS = Sangat Tidak Setuju

No Pernyataan SS S TS STS

1.

a. Saya bingung ketika menjelaskan pertanyaan apakah

Yesus itu sungguh Allah?

b. Bagi saya, tidak mungkin Allah itu beranak.

c. Bagi saya, Allah Bapa adalah suatu zat yang tidak

tampak.

d. Allah itu jauh dari kehidupan saya.

2.

a. Hidup saya sepenuhnya berasal dari Tuhan sebagai

sumber segala hidup.

b. Bagi saya, Yesus bukan satu-satunya jalan untuk

memperoleh keselamatan.

c. Tujuan Allah menciptakan saya adalah karya

penyelamatan.

d. Bagi saya, Yesus adalah seorang manusia yang dari

semula secara total terarah kepada Allah.

3.

a. Kadang saya berpikir apakah mungkin Allah itu ada

tiga, yaitu: Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Bukannya

Allah itu Esa?

b. Saya sering kali merasa kebingungan ketika harus

menjelaskan siapa itu Roh Kudus.

c. Saya tidak paham akan ajaran iman Katolik perihal

Paham Allah, tetapi saya percaya Yesus adalah satu-

satunya jalan keselamatan.

4.

a. Bagi saya, beriman berarti “penyerahan diri saya

seutuhnya kepada Allah, yang hanya mungkin karena

rahmat Allah”.

b. Bagi saya, rahmat selalu merupakan pemberian diri

Allah yang bebas merdeka.

c. Wahyu Allah bukan informasi, melainkan

komunikasi yang mengundang partisipasi dari saya

manusia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5.

a. Bagi saya, Kitab Suci tidak memberikan suatu

pengajaran intelektual mengenai Allah, melainkan

menampilkan pengalaman-pengalaman akan Allah

yang berasal dari hubungan perjanjian Allah dengan

umat-Nya.

b. Bagi saya, Allah adalah cinta kasih.

III. Paham Allah dalam indikator Identitas Religius Remaja

Berilah tanda centang (√) pada masing-masing blok dengan memilih salah

satu dari blok yang sesuai (senyatanya dan bukan yang seharusnya) dengan

persetujuan diri Anda.

SS = Sangat Setuju

S = Setuju

TS = Tidak Setuju

STS = Sangat Tidak Setuju

No Pernyataan SS S TS STS

1. Saya selalu bertanya, di manakah Allah berada saat

saya mengalami masalah berat.

2.

Saat mengalami kesenangan, saya bertanya-tanya

apakah Allah “turut campur” dalam menjadikan saya

mengalami kesenangan.

3.

Saya sungguh bingung, saat saya menderita, dan saya

mencoba mencari solusi, mengapa Allah diam saja

tidak membantu.

4. Bagi saya, kebahagiaan yang saya peroleh karena saya

sendiri yang mengusahakan untuk bahagia.

5. Saya selalu mengarahkan hidup saya pada Allah,

karena bagi saya Allah-lah sumber kerinduan utama.

6.

Dalam perjalanan hidup saya, pengharapan utama

dalam hidup adalah kepada Allah, bukan kepada yang

lain.

7. Saya sering membuka diri pada Allah berdasarkan

pengalaman pahit saya dalam hidup.

8.

Nampaknya saya masih perlu membandingkan dengan

sumber-sumber lain, saat saya ingin “menemukan”

Allah.

9. Saya diterima di Universitas ini sepenuhnya karena

rahmat dari Allah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10.

Misa kampus adalah moment yang paling saya

nantikan, karena bisa berkumpul dengan saudara

seiman.

11.

Bagi saya, manusia menurut kodratnya adalah makhluk

sosial tidak bisa hidup sendiri, manusia hanya dapat

tumbuh dan berkembang ketika ia mampu membangun

relasinya yang baik dengan dirinya sendiri, dengan

sesama, dengan lingkungan, dan dengan Tuhan.

12. Di dalam doa, saya sering menyebut nama Allah.

13. Hati nurani saya selalu menyuarakan tuntutan mutlak

untuk selalu memilih yang baik dan menolak yang

buruk.

14. Saya diberikan kemampuan untuk bertindak bijaksana

dalam mengatasi persoalan dasar yang sulit, tidak

hanya sekedar menggungkapkan kemampuan berpikir

rasional-intelektual semata.

15. Bagi saya, agama bukan merupakan tujuan terakhir

dari kecenderungan rohani manusia, melainkan jalan

ke tujuan hidup manusia, yaitu Allah.

16. Bagi saya, agama adalah tata cara hidup yang pantas

dan baik di hadapan Allah yang bersumber pada wahyu

Allah.

17. Allah itu jauh dari kehidupan saya.

18. Bagi saya, Allah itu Esa dan satu, tidak mungkin bisa

terbagi menjadi tiga.

19. Bagi saya, Yesus Kristus sebagai pengantara antara

Allah dan manusia.

20. Saya mengunjungi website-website resmi Gereja

Katolik untuk mendalami pemahaman tema-tema

tentang paham Allah.

21. Kasih Allah itu menembus rasa takut, dan bela diri

yang mengurung saya dalam diri saya sendiri, dan

membuat saya menjadi budak perasaan saya sendiri.

22. Setiap hari saya meluangkan waktu untuk

berefleksi/merenungkan pengalaman hidup yang sudah

saya jalani.

23. Dalam kehidupan keseharian saya merasakan karya

Allah bekerja, maka dalam kehidupan sehari-hari tidak

pernah lepas dari campur tangan Allah.

24. Saya sadar sebagai makhluk, yang mengakui Allah

sebagai dasar dan sumber kehidupan saya.

25. Allah, saya hayati sebagai yang suci, yang penuh

kebaikan, penuh belas kasihan, yang menarik,

menggembirakan, membahagiakan, sehingga saya

merasakan Allah sebagai yang mahakasih,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Mahacinta, Maharahim, Mahabijaksana, Maha

Pengampun.

26. Allah, saya hayati sebagai misteri yang Mahabesar,

Mahakuasa, Mahadahsyat, menggetarkan dan

menakutkan sehingga manusia merasa kecil dan lemah

dihadapan Allah.

27. Dengan rajin berdoa, saya mempunyai hubungan yang

erat dengan Allah.

28. Bagi saya, kehadiran Allah bukanlah sebagai objek,

melainkan sebuah jawaban terakhir bagi hidup itu

sendiri.

29. Bagi saya, Allah adalah misteri, manusia tidak bisa

menjangkau Allah secara keseluruhan.

30. Saya menyerahkan diri kepada kebaikan Tuhan

daripada memusatkan segala perhatian pada diri

sendiri.

31. Saya mengasihi orang-orang yang berada di sekitarku,

meskipun mereka berbeda agama.

32. Saya bertekat akan tetap menjadi orang katolik,

meskipun diancam akan dibunuh.

33. Bagi saya, orang yang meninggalkan iman akan Yesus

dan pindah ke agama lain adalah hal biasa, karena itu

menjadi hak asasi manusia, dan tanpa Yesus mereka

pun juga dapat diselamatkan.

34. Dalam agama, saya memperlihatkan sikap hati saya di

hadapan Allah.

35. Bagi saya, tujuan hidup beragama untuk mendapatkan

keselamatan atau masuk surga.

36. Bagi saya, agama adalah tata cara hidup yang pantas

dan baik dihadapan Allah yang bersumberkan pada

wahyu Allah.

37. Bagi saya, ajaran atau aturan agama berperan sebagai

tuntunan untuk memperoleh keselamatan, sedangkan

larangan-larangan agama berperan sebagai peringatan

bagi manusia.

38. Dengan beragama, saya hidup dekat atau damai dengan

Allah Sang Pencipta dan sesamaku manusia.

39. Keselamatan itu tidak hanya dapat saya peroleh

nantinya dalam kehidupan kekal sesusah kematian saja

tetapi juga, mulai dari kehidupan saat ini pun saya

dapat memperolehnya.

40. Saya mengikuti suatu agama berarti saya mengiyakan,

mengamini wahyu Allah, kedamaian dengan Allah.

41. Saya menghayati hidup beragama guna mewujudkan

dan mengembangkan hidup selamat atau hidup surgawi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

di dunia ini.

42. Saya mencita-citakan hidup dekat damai dengan Allah

mulai dalam hidup saat ini, secara terus menerus.

43. Bagi saya, orang beragama dan beriman akan menjadi

pengasih Allah, pengasih sesama manusia, dan

penyayang alam semesta ini.

44. Tuhan menyapa saya sebagai sahabat dan mendekati

manusia sedekat mungkin.

45. Saya mengenal Allah secara pribadi sebagai Bapa,

melalui Yesus Kristus.

46. Bagi saya, iman yang konkret selalu menyangkut hidup

yang konkret, dan tidak dapat dilepaskan dari

masyarakat serta budaya.

47. Bagi saya, Allah menyatakan diri kepada manusia

dalam pertemuan pribadi, tetapi juga menyingkapkan

kepada manusia rencana keselamatan-Nya.

48. Saya akan setia pada kekatolikan saya, sebab “Allah

adalah Allah yang setia, yang memegang perjanjian

dan kasih setia-Nya, terhadap orang yang kasih

kepada-Nya dan berpegang pada perintah-Nya”.

49. Setiap selesai mengikuti perayaan Ekaristi, hati saya

menjadi gembira karena menerima Tubuh Kristus.

50. Ketika saya memberi sedekah kepada pengemis, saya

merasa melakukannya untuk Tuhan.

51. Devosi (Rosario, Novena Tiga Salam Maria,

Kerahiman Ilahi, Hati Kudus Yesus) membantu saya

untuk semakin dekat dengan Tuhan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 3

Reliabilitas Variabel

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3.1 Uji Validitas dan Reliabilitas

3.1.1 Output Uji Validitas Misteri Penyingkapan Ilahi Allah bagi Manusia

Tabel 3.1

Korelasi Dimensi Misteri Allah dalam Indikator Tanpa ikatan Allah

beserta kita

item1a item1b item1c item1d total1

item1a Pearson Correlation 1 .392* .443

* .144 .703

**

Sig. (2-tailed) .032 .014 .448 .000

N 30 30 30 30 30

item1b Pearson Correlation .392* 1 .342 .113 .724

**

Sig. (2-tailed) .032 .064 .553 .000

N 30 30 30 30 30

item1c Pearson Correlation .443* .342 1 .284 .735

**

Sig. (2-tailed) .014 .064 .128 .000

N 30 30 30 30 30

item1d Pearson Correlation .144 .113 .284 1 .558**

Sig. (2-tailed) .448 .553 .128 .001

N 30 30 30 30 30

total1 Pearson Correlation .703**

.724**

.735**

.558**

1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .001

N 30 30 30 30 30

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Dari Tabel 3.1 di atas, dapat dilihat bahwa item 1a, 1b, 1c dan 1d adalah item

yang valid.

Tabel 3.2

Korelasi Dimensi Misteri Allah dalam Indikator Karya Penciptaan dan

Karya Penyelamatan

item2a item2b item2c item2d total2

item2a Pearson Correlation 1 .454* .258 .056 .678

**

Sig. (2-tailed) .012 .169 .771 .000

N 30 30 30 30 30

item2b Pearson Correlation .454* 1 .183 .027 .687

**

Sig. (2-tailed) .012 .332 .886 .000

N 30 30 30 30 30

item2c Pearson Correlation .258 .183 1 .571**

.715**

Sig. (2-tailed) .169 .332 .001 .000

N 30 30 30 30 30

item2d Pearson Correlation .056 .027 .571**

1 .575**

Sig. (2-tailed) .771 .886 .001 .001

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

N 30 30 30 30 30

total2 Pearson Correlation .678**

.687**

.715**

.575**

1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .001

N 30 30 30 30 30

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Dari Tabel 3.2 di atas, dapat dilihat bahwa item 2a, 2b, 2c dan 2d adalah item

yang valid.

Tabel 3.3

Korelasi Dimensi Misteri Allah dalam Indikator Allah Tritunggal

item3a item3b item3c item3d total3

item3a Pearson Correlation 1 -.383* .288 -.129 .506

**

Sig. (2-tailed) .037 .122 .495 .004

N 30 30 30 30 30

item3b Pearson Correlation -.383* 1 -.037 -.058 .209

Sig. (2-tailed) .037 .845 .759 .268

N 30 30 30 30 30

item3c Pearson Correlation .288 -.037 1 .239 .761**

Sig. (2-tailed) .122 .845 .203 .000

N 30 30 30 30 30

item3d Pearson Correlation -.129 -.058 .239 1 .467**

Sig. (2-tailed) .495 .759 .203 .009

N 30 30 30 30 30

total3 Pearson Correlation .506**

.209 .761**

.467**

1

Sig. (2-tailed) .004 .268 .000 .009

N 30 30 30 30 30

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Dari Tabel 3.3 di atas, dapat dilihat bahwa item 3a, 3c dan 3d adalah item yang

valid.

Tabel 3.4

Korelasi Dimensi Misteri Allah dalam Indikator Iman dan Wahyu

item4a item4b item4c item4d total4

item4a Pearson Correlation 1 .438* -.116 .396

* .755

**

Sig. (2-tailed) .016 .542 .030 .000

N 30 30 30 30 30

item4b Pearson Correlation .438* 1 -.168 .230 .575

**

Sig. (2-tailed) .016 .375 .222 .001

N 30 30 30 30 30

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

item4c Pearson Correlation -.116 -.168 1 -.169 .358

Sig. (2-tailed) .542 .375 .371 .052

N 30 30 30 30 30

item4d Pearson Correlation .396* .230 -.169 1 .570

**

Sig. (2-tailed) .030 .222 .371 .001

N 30 30 30 30 30

total4 Pearson Correlation .755**

.575**

.358 .570**

1

Sig. (2-tailed) .000 .001 .052 .001

N 30 30 30 30 30

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Dari Tabel 3.4 di atas, dapat dilihat bahwa item 4a, 4b, dan 4d adalah item yang

valid.

Tabel 3.5

Korelasi Dimensi Misteri Allah dalam Indikator Dinamika Rumusan

Iman

item5a Item5b Item5c Item5d total5

item5a Pearson Correlation 1 .000 -.483**

.241 .318

Sig. (2-tailed) 1.000 .007 .200 .087

N 30 30 30 30 30

item5b Pearson Correlation .000 1 .288 .359 .830**

Sig. (2-tailed) 1.000 .122 .051 .000

N 30 30 30 30 30

item5c Pearson Correlation -.483**

.288 1 -.272 .238

Sig. (2-tailed) .007 .122 .146 .205

N 30 30 30 30 30

item5d Pearson Correlation .241 .359 -.272 1 .671**

Sig. (2-tailed) .200 .051 .146 .000

N 30 30 30 30 30

total5 Pearson Correlation .318 .830**

.238 .671**

1

Sig. (2-tailed) .087 .000 .205 .000

N 30 30 30 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Dari Tabel 3.5 di atas, dapat dilihat bahwa item 5b, dan 5d adalah item yang valid.

Secara keseluruhan di dapat 16 item yang dinyatakan valid (item 1a, 1b, 1c, 1d,

2a, 2b, 2c, 2d, 3a, 3c, 3d, 4a, 4b, 4d, 5b, dan 5d).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3.1.2 Output Uji Validitas Identitas Religius tentang Paham Allah

Tabel 3.6

Korelasi Dimensi Eksplorasi dalam Indikator Pengalaman Religius

Item

11

Item

12

Item

13

Item

14

Item

15

Item

16

Item

17

Item

18 total

item1 Pearson Correlation 1 -.091 .300 -.143 .036 -.520**

.086 .097 .133

Sig. (2-tailed) .633 .107 .453 .848 .003 .652 .609 .484

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item2 Pearson Correlation -.091 1 -.185 .105 -.558**

.341 .046 .097 .116

Sig. (2-tailed) .633 .329 .581 .001 .065 .808 .609 .540

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item3 Pearson Correlation .300 -.185 1 .091 .127 -.146 .309 .066 .580**

Sig. (2-tailed) .107 .329 .631 .503 .442 .097 .729 .001

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item4 Pearson Correlation -.143 .105 .091 1 -.262 .379* .113 .064 .505

**

Sig. (2-tailed) .453 .581 .631 .163 .039 .551 .736 .004

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item5 Pearson Correlation .036 -.558**

.127 -.262 1 -.502**

-.024 -.223 .015

Sig. (2-tailed) .848 .001 .503 .163 .005 .899 .236 .936

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item6 Pearson Correlation -.520**

.341 -.146 .379* -.502

** 1 -.094 -.051 .179

Sig. (2-tailed) .003 .065 .442 .039 .005 .622 .788 .343

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item7 Pearson Correlation .086 .046 .309 .113 -.024 -.094 1 .170 .621**

Sig. (2-tailed) .652 .808 .097 .551 .899 .622 .370 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item8 Pearson Correlation .097 .097 .066 .064 -.223 -.051 .170 1 .451*

Sig. (2-tailed) .609 .609 .729 .736 .236 .788 .370 .012

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

total1 Pearson Correlation .133 .116 .580**

.505**

.015 .179 .621**

.451* 1

Sig. (2-tailed) .484 .540 .001 .004 .936 .343 .000 .012

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Valid tidaknya suatu butir instrumen dilihat dari besarnya harga rhitung dan

besarnya rtabel pada taraf nyata α = 0,05 (5%). Rtabel = N = 30 = 0,339

Dari Tabel 3.6 di atas dapat dilihat bahwa item 3, 4, 7, dan 8 adalah item yang

valid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.7

Korelasi Dimensi Eksplorasi dalam Indikator Agama

Item

9

Item

10

Item

11

Item

12

Item

13

Item

14

Item

15

Item

16 total

item9 Pearson Correlation 1 .397* .247 .147 .144 .306 .000 .405

* .653

**

Sig. (2-tailed) .030 .187 .438 .448 .100 1.000 .026 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item10 Pearson Correlation .397* 1 .287 .115 -.135 .680

** .055 .075 .583

**

Sig. (2-tailed) .030 .124 .545 .477 .000 .773 .695 .001

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item11 Pearson Correlation .247 .287 1 .125 .016 .173 .299 .054 .484**

Sig. (2-tailed) .187 .124 .510 .932 .360 .109 .777 .007

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item12 Pearson Correlation .147 .115 .125 1 -.150 .140 -.184 .100 .386*

Sig. (2-tailed) .438 .545 .510 .428 .460 .331 .600 .035

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item13 Pearson Correlation .144 -.135 .016 -.150 1 .099 .129 .214 .353

Sig. (2-tailed) .448 .477 .932 .428 .604 .496 .255 .056

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item14 Pearson Correlation .306 .680**

.173 .140 .099 1 .040 .054 .627**

Sig. (2-tailed) .100 .000 .360 .460 .604 .833 .775 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item15 Pearson Correlation .000 .055 .299 -.184 .129 .040 1 .071 .300

Sig. (2-tailed) 1.000 .773 .109 .331 .496 .833 .708 .107

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item16 Pearson Correlation .405* .075 .054 .100 .214 .054 .071 1 .558

**

Sig. (2-tailed) .026 .695 .777 .600 .255 .775 .708 .001

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

total Pearson Correlation .653**

.583**

.484**

.386* .353 .627

** .300 .558

** 1

Sig. (2-tailed) .000 .001 .007 .035 .056 .000 .107 .001

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Dari Tabel 3.7 di atas, dapat dilihat bahwa item 9, 10, 11, 12, 14, dan 16 adalah

item yang valid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.8

Korelasi Dimensi Eksplorasi dalam Indikator Filsafat Agama

Item

17

Item

18

Item

19

Item

20

Item

21

Item

22

Item

23

Item

24 total

item17 Pearson Correlation 1 .368* -.205 .112 .215 .160 .279 .437

* .549

**

Sig. (2-tailed) .045 .277 .555 .254 .397 .136 .016 .002

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item18 Pearson Correlation .368* 1 -.246 .250 .349 .052 .343 .352 .614

**

Sig. (2-tailed) .045 .190 .183 .059 .786 .064 .056 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item19 Pearson Correlation -.205 -.246 1 -.402* -.214 .048 -.098 -.075 -.014

Sig. (2-tailed) .277 .190 .028 .257 .803 .606 .694 .940

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item20 Pearson Correlation .112 .250 -.402* 1 .600

** -.117 .171 .294 .502

**

Sig. (2-tailed) .555 .183 .028 .000 .539 .366 .115 .005

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item21 Pearson Correlation .215 .349 -.214 .600**

1 .052 .366* .460

* .722

**

Sig. (2-tailed) .254 .059 .257 .000 .786 .046 .010 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item22 Pearson Correlation .160 .052 .048 -.117 .052 1 -.104 .000 .339

Sig. (2-tailed) .397 .786 .803 .539 .786 .584 1.000 .067

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item23 Pearson Correlation .279 .343 -.098 .171 .366* -.104 1 .582

** .565

**

Sig. (2-tailed) .136 .064 .606 .366 .046 .584 .001 .001

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item24 Pearson Correlation .437* .352 -.075 .294 .460

* .000 .582

** 1 .697

**

Sig. (2-tailed) .016 .056 .694 .115 .010 1.000 .001 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Total Pearson Correlation .549**

.614**

-.014 .502**

.722**

.339 .565**

.697**

1

Sig. (2-tailed) .002 .000 .940 .005 .000 .067 .001 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Dari Tabel 3.8 di atas, dapat dilihat bahwa item 17, 18, 20, 21, 23, dan 24 adalah

item yang valid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.9

Korelasi Dimensi Eksplorasi dalam Indikator Teologi

Item

25

Item

26

Item

27

Item

28

Item

29

Item

30

Item

31

Item

32 total

item25 Pearson Correlation 1 .368* -.205 .112 .215 .160 .279 .437

* .549

**

Sig. (2-tailed) .045 .277 .555 .254 .397 .136 .016 .002

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item26 Pearson Correlation .368* 1 -.246 .250 .349 .052 .343 .352 .614

**

Sig. (2-tailed) .045 .190 .183 .059 .786 .064 .056 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item27 Pearson Correlation -.205 -.246 1 -.402* -.214 .048 -.098 -.075 -.014

Sig. (2-tailed) .277 .190 .028 .257 .803 .606 .694 .940

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item28 Pearson Correlation .112 .250 -.402* 1 .600

** -.117 .171 .294 .502

**

Sig. (2-tailed) .555 .183 .028 .000 .539 .366 .115 .005

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item29 Pearson Correlation .215 .349 -.214 .600**

1 .052 .366* .460

* .722

**

Sig. (2-tailed) .254 .059 .257 .000 .786 .046 .010 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item30 Pearson Correlation .160 .052 .048 -.117 .052 1 -.104 .000 .339

Sig. (2-tailed) .397 .786 .803 .539 .786 .584 1.000 .067

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item31 Pearson Correlation .279 .343 -.098 .171 .366* -.104 1 .582

** .565

**

Sig. (2-tailed) .136 .064 .606 .366 .046 .584 .001 .001

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item32 Pearson Correlation .437* .352 -.075 .294 .460

* .000 .582

** 1 .697

**

Sig. (2-tailed) .016 .056 .694 .115 .010 1.000 .001 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

total Pearson Correlation .549**

.614**

-.014 .502**

.722**

.339 .565**

.697**

1

Sig. (2-tailed) .002 .000 .940 .005 .000 .067 .001 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Dari Tabel 3.9 di atas, dapat dilihat bahwa item 25, 26, 28, 29, 31, dan 32 adalah

item yang valid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.10

Korelasi Dimensi Komitmen dalam Indikator Pengalaman Religius

Item

33

Item

34

Item

35

Item

36

Item

37

Item

38

Item

39

Ite

m

40 total

item33 Pearson Correlation 1 .653**

.546**

.237 .168 .426* .350 .203 .751

**

Sig. (2-tailed) .000 .002 .207 .376 .019 .058 .283 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item34 Pearson Correlation .653**

1 .666**

.030 -.128 .595**

.474**

.302 .719**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .874 .499 .001 .008 .105 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item35 Pearson Correlation .546**

.666**

1 .245 -.260 .486**

.529**

.275 .704**

Sig. (2-tailed) .002 .000 .192 .166 .006 .003 .142 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item36 Pearson Correlation .237 .030 .245 1 .165 .066 .394* .013 .529

**

Sig. (2-tailed) .207 .874 .192 .383 .727 .031 .945 .003

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item37 Pearson Correlation .168 -.128 -.260 .165 1 -.010 -.190 .152 .264

Sig. (2-tailed) .376 .499 .166 .383 .958 .314 .422 .159

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item38 Pearson Correlation .426* .595

** .486

** .066 -.010 1 .156 .030 .602

**

Sig. (2-tailed) .019 .001 .006 .727 .958 .411 .876 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item39 Pearson Correlation .350 .474**

.529**

.394* -.190 .156 1 .194 .604

**

Sig. (2-tailed) .058 .008 .003 .031 .314 .411 .304 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Item40 Pearson Correlation .203 .302 .275 .013 .152 .030 .194 1 .434*

Sig. (2-tailed) .283 .105 .142 .945 .422 .876 .304 .016

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

total Pearson Correlation .751**

.719**

.704**

.529**

.264 .602**

.604**

.434* 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .003 .159 .000 .000 .016

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Dari Tabel 3.10 di atas, dapat dilihat bahwa item 33, 34, 35, 36, 38, 39 dan 40

adalah item yang valid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.11

Korelasi Dimensi Komitmen dalam Indikator Agama

Item

41

Item

42

Item

43

Item

44

Item

45

Item

46

Item

47

Item

48 total

item41 Pearson Correlation 1 .492**

.427* .021 .645

** -.016 .408

* .531

** .669

**

Sig. (2-tailed) .006 .019 .912 .000 .932 .025 .003 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item42 Pearson Correlation .492**

1 .413* -.054 .577

** .000 .268 .443

* .590

**

Sig. (2-tailed) .006 .023 .779 .001 1.000 .153 .014 .001

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item43 Pearson Correlation .427* .413

* 1 .029 .349 -.134 .108 .111 .429

*

Sig. (2-tailed) .019 .023 .880 .059 .481 .571 .559 .018

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item44 Pearson Correlation .021 -.054 .029 1 .035 .323 .135 .259 .421*

Sig. (2-tailed) .912 .779 .880 .854 .081 .477 .167 .021

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item45 Pearson Correlation .645**

.577**

.349 .035 1 .031 .633**

.482**

.721**

Sig. (2-tailed) .000 .001 .059 .854 .871 .000 .007 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item46 Pearson Correlation -.016 .000 -.134 .323 .031 1 .490**

.420* .494

**

Sig. (2-tailed) .932 1.000 .481 .081 .871 .006 .021 .006

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item47 Pearson Correlation .408* .268 .108 .135 .633

** .490

** 1 .662

** .761

**

Sig. (2-tailed) .025 .153 .571 .477 .000 .006 .000 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item48 Pearson Correlation .531**

.443* .111 .259 .482

** .420

* .662

** 1 .809

**

Sig. (2-tailed) .003 .014 .559 .167 .007 .021 .000 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

total Pearson Correlation .669**

.590**

.429* .421

* .721

** .494

** .761

** .809

** 1

Sig. (2-tailed) .000 .001 .018 .021 .000 .006 .000 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Dari Tabel 3.11 di atas, dapat dilihat bahwa item 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, dan 48

adalah item yang valid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.12

Korelasi Dimensi Komitmen dalam Indikator Filsafat Agama

Item

49

Item

50

Item

51

Item

52

Item

53

Item

54

Item

55

Item

56 total

item49 Pearson Correlation 1 .551**

.393* .579

** .587

** .585

** .565

** .536

** .838

**

Sig. (2-tailed) .002 .032 .001 .001 .001 .001 .002 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item50 Pearson Correlation .551**

1 .333 .331 .567**

.324 .349 .418* .669

**

Sig. (2-tailed) .002 .072 .074 .001 .081 .059 .022 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item51 Pearson Correlation .393* .333 1 .587

** .410

* .412

* .483

** .273 .658

**

Sig. (2-tailed) .032 .072 .001 .024 .024 .007 .145 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item52 Pearson Correlation .579**

.331 .587**

1 .401* .520

** .492

** .271 .716

**

Sig. (2-tailed) .001 .074 .001 .028 .003 .006 .147 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item53 Pearson Correlation .587**

.567**

.410* .401

* 1 .495

** .437

* .465

** .760

**

Sig. (2-tailed) .001 .001 .024 .028 .005 .016 .010 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item54 Pearson Correlation .585**

.324 .412* .520

** .495

** 1 .508

** .265 .708

**

Sig. (2-tailed) .001 .081 .024 .003 .005 .004 .156 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item55 Pearson Correlation .565**

.349 .483**

.492**

.437* .508

** 1 .628

** .760

**

Sig. (2-tailed) .001 .059 .007 .006 .016 .004 .000 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item56 Pearson Correlation .536**

.418* .273 .271 .465

** .265 .628

** 1 .679

**

Sig. (2-tailed) .002 .022 .145 .147 .010 .156 .000 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

total Pearson Correlation .838**

.669**

.658**

.716**

.760**

.708**

.760**

.679**

1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Dari Tabel 3.12 di atas, dapat dilihat bahwa item 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, dan 56

adalah item yang valid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.13

Korelasi Dimensi Komitmen dalam Indikator Teologi

Item

57

Item

58

Item

59

Item

60

Item

61

Item

62

item6

3

Item

64 total

item57 Pearson Correlation 1 .491**

.149 .312 -.053 .471**

.327 -.016 .568**

Sig. (2-tailed) .006 .433 .093 .783 .009 .078 .934 .001

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item58 Pearson Correlation .491**

1 .392* .446

* .339 .260 .492

** .056 .769

**

Sig. (2-tailed) .006 .032 .014 .067 .165 .006 .770 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item59 Pearson Correlation .149 .392* 1 .066 .177 .029 .236 .053 .422

*

Sig. (2-tailed) .433 .032 .730 .350 .878 .210 .780 .020

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item60 Pearson Correlation .312 .446* .066 1 .093 .401

* .557

** .045 .697

**

Sig. (2-tailed) .093 .014 .730 .626 .028 .001 .811 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item61 Pearson Correlation -.053 .339 .177 .093 1 -.197 -.111 .113 .359

Sig. (2-tailed) .783 .067 .350 .626 .297 .559 .552 .051

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item62 Pearson Correlation .471**

.260 .029 .401* -.197 1 .512

** -.153 .542

**

Sig. (2-tailed) .009 .165 .878 .028 .297 .004 .419 .002

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item63 Pearson Correlation .327 .492**

.236 .557**

-.111 .512**

1 -.201 .613**

Sig. (2-tailed) .078 .006 .210 .001 .559 .004 .287 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

item64 Pearson Correlation -.016 .056 .053 .045 .113 -.153 -.201 1 .296

Sig. (2-tailed) .934 .770 .780 .811 .552 .419 .287 .112

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

total Pearson Correlation .568**

.769**

.422* .697

** .359 .542

** .613

** .296 1

Sig. (2-tailed) .001 .000 .020 .000 .051 .002 .000 .112

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Dari Tabel 3.13 di atas, dapat dilihat bahwa item 57, 58, 59, 60, 62 dan 63 adalah

item yang valid.

Keputusan uji validitas adalah secara keseluruhan di dapat 51 item yang

dinyatakan valid (item 3, 4,7, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 16, 17, 18, 20, 21, 23, 24, 25,

26, 28, 29, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50,

51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 62, dan item 63).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3.1.3 Output Uji Realibilitas Dimensi Misteri Allah

Tabel 3.14

Uji Realibilitas Dimensi Misteri Allah

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in

the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.504 16

Item-Total Statistics

Scale Mean if

Item Deleted

Scale Variance

if Item

Deleted

Corrected

Item-Total

Correlation

Cronbach's

Alpha if Item

Deleted

item1a 43.3000 12.838 .477 .417

item1b 43.4000 13.972 .131 .502

item1c 43.7667 14.806 .090 .505

item1d 42.8000 12.924 .394 .432

item2a 42.5000 13.569 .382 .445

item2b 43.0333 13.551 .282 .461

item2c 42.7333 13.513 .445 .437

item2d 42.6000 16.248 -.153 .545

item3a 43.0333 12.930 .313 .449

item3c 43.5333 14.740 .098 .504

item3d 43.5667 16.944 -.273 .572

item4a 42.7000 13.390 .453 .433

item4b 42.7000 15.114 .168 .491

item4d 42.6667 14.851 .226 .483

item5b 42.8333 15.799 -.088 .546

item5d 42.3333 15.333 .000 .524

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3.1.4 Out Put Uji Reabilitas Identitas Religius tentang Paham Allah

Tabel 3.15

Uji Reabilitas Identitas Religius tentang Paham Allah

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in

the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.936 51

Item-Total Statistics

Scale Mean if

Item Deleted

Scale Variance

if Item

Deleted

Corrected

Item-Total

Correlation

Cronbach's

Alpha if Item

Deleted

item1 151.7333 253.789 .191 .937

item2 151.8000 263.200 -.244 .940

item3 151.3667 251.206 .264 .937

item4 150.9333 247.030 .429 .935

item5 150.8000 249.959 .442 .935

item6 150.8333 246.489 .668 .934

item7 150.7000 249.597 .529 .935

item8 151.4333 255.495 .080 .938

item9 150.6333 244.999 .542 .934

item10 151.6000 252.041 .206 .937

item11 150.3667 250.792 .453 .935

item12 150.3667 250.999 .347 .936

item13 151.0000 244.966 .593 .934

item14 151.1667 247.454 .529 .934

item15 150.6333 250.447 .516 .935

item16 150.7333 252.409 .441 .935

item17 150.7333 246.133 .561 .934

item18 151.3333 248.920 .320 .936

item19 150.5667 253.082 .246 .936

item20 151.7667 252.254 .170 .938

item21 151.0333 248.999 .390 .935

item22 151.6000 251.903 .283 .936

item23 150.7333 245.444 .726 .933

item24 150.6000 247.352 .709 .934

item25 150.5000 247.776 .645 .934

item26 150.7667 250.737 .276 .936

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

item27 150.9667 243.620 .589 .934

item28 150.8333 246.006 .624 .934

item29 150.5667 253.289 .264 .936

item30 150.9667 245.689 .704 .933

item31 150.6000 248.593 .544 .934

item32 150.7333 247.789 .526 .934

item33 151.6667 252.092 .223 .937

item34 150.8667 242.878 .828 .933

item35 151.1333 254.395 .136 .937

item36 150.8000 244.717 .669 .933

item37 150.8333 243.454 .644 .933

item38 150.8000 241.338 .846 .932

item39 150.7667 248.875 .544 .934

item40 150.8667 249.499 .517 .935

item41 150.9000 248.162 .559 .934

item42 150.7667 243.909 .758 .933

item43 150.7000 245.734 .685 .933

item44 150.6333 247.826 .697 .934

item45 150.7667 245.495 .609 .934

item46 150.7333 249.237 .576 .934

item47 150.7333 245.099 .746 .933

item48 150.6000 251.766 .412 .935

item49 150.8000 243.683 .616 .934

item50 151.1667 243.868 .538 .934

item51 150.7333 246.064 .618 .934

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3.2 Hasil Penelitian

Tabel 3.16

Output Data Indikator Tanpa Ikatan Allah Beserta Kita

Statistics Tanpa ikatan Allah beserta kita

N Valid 100

Missing 0

Median 11.00

Minimum 6

Maximum 15

Percentiles 25 10.00

50 11.00

75 12.00

Tanpa ikatan Allah beserta kita

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 6 1 1.0 1.0 1.0

7 2 2.0 2.0 3.0

8 7 7.0 7.0 10.0

9 9 9.0 9.0 19.0

10 16 16.0 16.0 35.0

11 29 29.0 29.0 64.0

12 25 25.0 25.0 89.0

13 9 9.0 9.0 98.0

14 1 1.0 1.0 99.0

15 1 1.0 1.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.16.a

Saya bingung ketika menjelaskan pertanyaan apakah Yesus itu sungguh Allah

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Rendah 1 1.0 1.0 1.0

Sedang 31 31.0 31.0 32.0

Tinggi 59 59.0 59.0 91.0

Sangat Tinggi 9 9.0 9.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.16.b

Bagi saya, tidak mungkin Allah itu beranak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 15 15.0 15.0 15.0

Sedang 40 40.0 40.0 55.0

Tinggi 38 38.0 38.0 93.0

Sangat Tinggi 7 7.0 7.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.16.c

Bagi saya, Allah Bapa adalah suatu zat yang tidak tampak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 14 14.0 14.0 14.0

Sedang 45 45.0 45.0 59.0

Tinggi 32 32.0 32.0 91.0

Sangat Tinggi 9 9.0 9.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.16.d

Allah itu jauh dari kehidupan saya

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 4 4.0 4.0 4.0

Sedang 4 4.0 4.0 8.0

Tinggi 47 47.0 47.0 55.0

Sangat Tinggi 45 45.0 45.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.17

Output Data Indikator Karya Penciptaan dan Karya Penyelamatan

Tabel 3.17.a

Hidup saya sepenuhnya berasal dari Tuhan sebagai sumber segala hidup

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 6 6.0 6.0 6.0

Tinggi 32 32.0 32.0 38.0

Sangat Tinggi 62 62.0 62.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Statistics Karya Penciptaan dan

karya Penyelamatan

N Valid 100

Missing 0

Mean 13.14

Median 13.00

Range 9

Minimum 7

Maximum 16

Percentiles 25 12.00

50 13.00

75 14.00

Karya Penciptaan dan Karya Penyelamatan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 7 1 1.0 1.0 1.0

8 2 2.0 2.0 3.0

9 2 2.0 2.0 5.0

11 14 14.0 14.0 19.0

12 14 14.0 14.0 33.0

13 21 21.0 21.0 54.0

14 24 24.0 24.0 78.0

15 10 10.0 10.0 88.0

16 12 12.0 12.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.17.b

Bagi saya, Yesus bukan satu-satunya jalan untuk memperoleh keselamatan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 4 4.0 4.0 4.0

Sedang 18 18.0 18.0 22.0

Tinggi 43 43.0 43.0 65.0

Sangat Tinggi 35 35.0 35.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.17.c

Tujuan Allah menciptakan saya adalah karya penyelamatan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 9 9.0 9.0 9.0

Tinggi 53 53.0 53.0 62.0

Sangat Tinggi 38 38.0 38.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.17.d

Bagi saya, Yesus adalah seorang manusia yang dari semula secara total

terarah kepada Allah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 2 2.0 2.0 2.0

Sedang 13 13.0 13.0 15.0

Tinggi 48 48.0 48.0 63.0

Sangat Tinggi 37 37.0 37.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.18

Output Data Indikator Allah Tritunggal

.

Tabel 3.18.a

Kadang saya berpikir mungkin Allah itu ada tiga, yaitu: Bapa, Putra, dan

Roh Kudus. Bukannya Allah itu Esa

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 6 6.0 6.0 6.0

Sedang 31 31.0 31.0 37.0

Tinggi 45 45.0 45.0 82.0

Sangat Tinggi 18 18.0 18.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Statistics Allah Tritunggal

N Valid 100

Missing 0

Mean 7.77

Median 8.00

Range 8

Minimum 4

Maximum 12

Percentiles 25 7.00

50 8.00

75 9.00

Allah Tritunggal

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 4 1 1.0 1.0 1.0

5 5 5.0 5.0 6.0

6 10 10.0 10.0 16.0

7 32 32.0 32.0 48.0

8 22 22.0 22.0 70.0

9 19 19.0 19.0 89.0

10 7 7.0 7.0 96.0

11 1 1.0 1.0 97.0

12 3 3.0 3.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.18.b

Saya sering kali merasa kebingungan ketika harus menjelaskan

siapa itu Roh Kudus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 7 7.0 7.0 7.0

Sedang 35 35.0 35.0 42.0

Tinggi 49 49.0 49.0 91.0

Sangat Tinggi 9 9.0 9.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.18.c

Saya tidak paham akan ajaran iman Katolik perihal Paham Allah,

tetapi saya percaya Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 5 5.0 5.0 5.0

Sedang 52 52.0 52.0 57.0

Tinggi 39 39.0 39.0 96.0

Sangat Tinggi 4 4.0 4.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.19

Output Data Iman dan Wahyu

Tabel 3.19.a

Bagi saya, beriman berarti “penyerahan diri saya seutuhnya kepada Allah,

yang hanya mungkin karena rahmat Allah”

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 11 11.0 11.0 11.0

Tinggi 61 61.0 61.0 72.0

Sangat Tinggi 28 28.0 28.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Statistics Iman dan Wahyu

N Valid 100

Missing 0

Mean 9.51

Median 9.00

Range 5

Minimum 7

Maximum 12

Percentiles 25 9.00

50 9.00

75 10.00

Iman dan Wahyu

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 7 5 5.0 5.0 5.0

8 8 8.0 8.0 13.0

9 42 42.0 42.0 55.0

10 26 26.0 26.0 81.0

11 14 14.0 14.0 95.0

12 5 5.0 5.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.19.b

Bagi saya, rahmat selalu merupakan pemberian diri Allah yang bebas

merdeka

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 9 9.0 9.0 9.0

Tinggi 63 63.0 63.0 72.0

Sangat Tinggi 28 28.0 28.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.19.c

Wahyu Allah bukan informasi,

melainkan komunikasi yang mengundang partisipasi dari saya manusia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 5 5.0 5.0 5.0

Tinggi 75 75.0 75.0 80.0

Sangat Tinggi 20 20.0 20.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.20

Output Data Dinamika Rumusan Iman

Tabel 3.20.a

Bagi saya, Kitab Suci tidak memberikan suatu pengajaran intelektual

mengenai Allah, melainkan menampilkan pengalaman-pengalaman akan

Allah yang berasal dari hubungan perjanjian Allah dengan umat-Nya

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 1 1.0 1.0 1.0

Sedang 34 34.0 34.0 35.0

Tinggi 48 48.0 48.0 83.0

Sangat Tinggi 17 17.0 17.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Statistics Dinamika Iman dan Wahyu

N Valid 100

Missing 0

Mean 6.46

Median 7.00

Range 4

Minimum 4

Maximum 8

Percentiles 25 6.00

50 7.00

75 7.00

Dinamika Rumusan Iman

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 4 3 3.0 3.0 3.0

5 14 14.0 14.0 17.0

6 32 32.0 32.0 49.0

7 36 36.0 36.0 85.0

8 15 15.0 15.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.20.b

Bagi saya, Allah adalah cinta kasih

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 3 3.0 3.0 3.0

Tinggi 29 29.0 29.0 32.0

Sangat Tinggi 68 68.0 68.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.21

Output Data Variabel Misteri Allah

Statistics Misteri Allah

N Valid 100

Missing 0

Mean 47.70

Median 48.00

Range 23

Minimum 34

Maximum 57

Percentiles 25 45.00

50 48.00

75 50.00

Misteri Allah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 34 1 1.0 1.0 1.0

36 1 1.0 1.0 2.0

38 2 2.0 2.0 4.0

40 1 1.0 1.0 5.0

41 3 3.0 3.0 8.0

42 2 2.0 2.0 10.0

43 7 7.0 7.0 17.0

44 2 2.0 2.0 19.0

45 8 8.0 8.0 27.0

46 10 10.0 10.0 37.0

47 11 11.0 11.0 48.0

48 7 7.0 7.0 55.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49 9 9.0 9.0 64.0

50 12 12.0 12.0 76.0

51 5 5.0 5.0 81.0

52 4 4.0 4.0 85.0

53 7 7.0 7.0 92.0

54 4 4.0 4.0 96.0

55 1 1.0 1.0 97.0

56 2 2.0 2.0 99.0

57 1 1.0 1.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.22

Identitas Religius tentang Paham Allah

Statistics Eksplorasi

Pengalaman Religius/Iman

N Valid 100

Missing 0

Median 10.00

Mode 10

Range 10

Minimum 6

Maximum 16

Percentiles 25 9.00

50 10.00

75 12.00

Eksplorasi Pengalaman Religius/Iman

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 6 1 1.0 1.0 1.0

7 4 4.0 4.0 5.0

8 8 8.0 8.0 13.0

9 18 18.0 18.0 31.0

10 25 25.0 25.0 56.0

11 14 14.0 14.0 70.0

12 15 15.0 15.0 85.0

13 8 8.0 8.0 93.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.22.1

Saya selalu bertanya, di manakah Allah berada saat saya mengalami

masalah berat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 11 11.0 11.0 11.0

Sedang 41 41.0 41.0 52.0

Tinggi 45 45.0 45.0 97.0

sangat tinggi 3 3.0 3.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.22.2

Saat mengalami kesenangan, saya bertanya-tanya apakah Allah “turut

campur” dalam menjadikan saya mengalami kesenangan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 17 17.0 17.0 17.0

Sedang 51 51.0 51.0 68.0

Tinggi 23 23.0 23.0 91.0

Sangat Tinggi 9 9.0 9.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.22.3

Saya sungguh bingung, saat saya menderita, dan saya mencoba mencari

solusi, mengapa Allah diam saja tidak membantu

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 6 6.0 6.0 6.0

Sedang 25 25.0 25.0 31.0

Tinggi 55 55.0 55.0 86.0

Sangat Tinggi 14 14.0 14.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

14 6 6.0 6.0 99.0

16 1 1.0 1.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.22.4

Bagi saya, kebahagiaan yang saya peroleh karena saya sendiri yang

mengusahakan untuk bahagia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 2 2.0 2.0 2.0

Sedang 15 15.0 15.0 17.0

Tinggi 57 57.0 57.0 74.0

Sangat Tinggi 26 26.0 26.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.23

Identitas Religius tentang Indikator Agama

Statistics Eksplorasi Agama

N Valid 100

Missing 0

Median 18.00

Mode 18

Range 12

Minimum 11

Maximum 23

Percentiles 25 17.00

50 18.00

75 20.00

Eksplorasi Agama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 11 1 1.0 1.0 1.0

13 1 1.0 1.0 2.0

14 2 2.0 2.0 4.0

15 6 6.0 6.0 10.0

16 6 6.0 6.0 16.0

17 14 14.0 14.0 30.0

18 29 29.0 29.0 59.0

19 6 6.0 6.0 65.0

20 15 15.0 15.0 80.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.23.1

Saya selalu mengarahkan hidup saya pada Allah, karena bagi saya Allah-

lah sumber kerinduan utama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 9 9.0 9.0 9.0

Tinggi 62 62.0 62.0 71.0

Sangat Tinggi 29 29.0 29.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.23.2

Dalam perjalanan hidup saya, pengharapan utama dalam hidup adalah

kepada Allah, bukan kepada yang lain

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 10 10.0 10.0 10.0

Tinggi 63 63.0 63.0 73.0

Sangat Tinggi 27 27.0 27.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.23.3

Saya sering membuka diri pada Allah berdasarkan pengalaman pahit saya

dalam hidup

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 12 12.0 12.0 12.0

Tinggi 63 63.0 63.0 75.0

Sangat Tinggi 25 25.0 25.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

21 11 11.0 11.0 91.0

22 5 5.0 5.0 96.0

23 4 4.0 4.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.23.4

Nampaknya saya masih perlu membandingkan dengan sumber-sumber

lain, saat saya ingin “menemukan” Allah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 3 3.0 3.0 3.0

Sedang 37 37.0 37.0 40.0

Tinggi 48 48.0 48.0 88.0

Sangat Tinggi 12 12.0 12.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.23.5

Saya diterima di Universitas ini sepenuhnya karena rahmat dari Allah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 10 10.0 10.0 10.0

Tinggi 42 42.0 42.0 52.0

Sangat Tinggi 48 48.0 48.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.23.6

Misa kampus adalah moment yang paling saya nantikan, karena bisa

berkumpul dengan saudara seiman

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 5 5.0 5.0 5.0

Sedang 18 18.0 18.0 23.0

Tinggi 61 61.0 61.0 84.0

Sangat Tinggi 16 16.0 16.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.24

Eksplorasi Filsafat Agama

Statistics Eksplorasi Filsafat Agama

N Valid 100

Missing 0

Median 19.00

Mode 18

Range 14

Minimum 10

Maximum 24

Percentiles 25 18.00

50 19.00

75 21.00

Eksplorasi Filsafat Agama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 10 1 1.0 1.0 1.0

11 1 1.0 1.0 2.0

15 2 2.0 2.0 4.0

16 3 3.0 3.0 7.0

17 11 11.0 11.0 18.0

18 22 22.0 22.0 40.0

19 18 18.0 18.0 58.0

20 15 15.0 15.0 73.0

21 11 11.0 11.0 84.0

22 9 9.0 9.0 93.0

23 3 3.0 3.0 96.0

24 4 4.0 4.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.24.1

Bagi saya, manusia menurut kodratnya adalah makhluk sosial tidak bisa

hidup sendiri, manusia hanya dapat tumbuh dan berkembang ketika ia

mampu membangun relasinya yang baik dengan dirinya sendiri, dengan

sesama, dengan lingkungan, dan dengan Tuhan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 3 3.0 3.0 3.0

Tinggi 48 48.0 48.0 51.0

Sangat Tinggi 49 49.0 49.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.24.2

Di dalam doa, saya sering menyebut nama Allah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 2 2.0 2.0 2.0

Sedang 3 3.0 3.0 5.0

Tinggi 46 46.0 46.0 51.0

Sangat Tinggi 49 49.0 49.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.24.3

Hati nurani saya selalu menyuarakan tuntutan mutlak untuk selalu memilih

yang baik dan menolak yang buruk

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 4 4.0 4.0 4.0

Sedang 17 17.0 17.0 21.0

Tinggi 62 62.0 62.0 83.0

Sangat Tinggi 17 17.0 17.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.24.4

Saya diberikan kemampuan untuk bertindak bijaksana dalam mengatasi

persoalan dasar yang sulit, tidak hanya sekedar menggungkapkan

kemampuan berpikir rasional-intelektual semata

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 1 1.0 1.0 1.0

Sedang 8 8.0 8.0 9.0

Tinggi 75 75.0 75.0 84.0

Sangat Tinggi 16 16.0 16.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.24.5

Bagi saya, agama bukan merupakan tujuan terakhir dari kecenderungan

rohani manusia, melainkan jalan ke tujuan hidup manusia, yaitu Allah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 3 3.0 3.0 3.0

Sedang 5 5.0 5.0 8.0

Tinggi 63 63.0 63.0 71.0

Sangat Tinggi 29 29.0 29.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.24.6

Bagi saya, agama adalah tata cara hidup yang pantas dan baik di hadapan

Allah yang bersumber pada wahyu Allah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 6 6.0 6.0 6.0

Tinggi 74 74.0 74.0 80.0

Sangat Tinggi 20 20.0 20.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.25

Eksplorasi Teologi

Statistics Eksplorasi Teologi

N Valid 100

Missing 0

Median 18.00

Mode 18

Range 13

Minimum 11

Maximum 24

Percentiles 25 16.00

50 18.00

75 19.00

Eksplorasi Teologi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 11 1 1.0 1.0 1.0

12 2 2.0 2.0 3.0

13 1 1.0 1.0 4.0

14 7 7.0 7.0 11.0

15 10 10.0 10.0 21.0

16 9 9.0 9.0 30.0

17 18 18.0 18.0 48.0

18 26 26.0 26.0 74.0

19 13 13.0 13.0 87.0

20 8 8.0 8.0 95.0

21 3 3.0 3.0 98.0

22 1 1.0 1.0 99.0

24 1 1.0 1.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.25.1

Allah itu jauh dari kehidupan saya

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 3 3.0 3.0 3.0

Sedang 6 6.0 6.0 9.0

Tinggi 48 48.0 48.0 57.0

Sangat Tinggi 43 43.0 43.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.25.2

Bagi saya, Allah itu Esa dan satu, tidak mungkin bisa terbagi menjadi tiga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 11 11.0 11.0 11.0

Sedang 31 31.0 31.0 42.0

Tinggi 46 46.0 46.0 88.0

Sangat Tinggi 12 12.0 12.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.25.3

Bagi saya, Yesus Kristus sebagai pengantara antara Allah dan manusia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 9 9.0 9.0 9.0

Tinggi 53 53.0 53.0 62.0

Sangat Tinggi 38 38.0 38.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.25.4

Saya mengunjungi website-website resmi Gereja Katolik untuk mendalami

pemahaman tema-tema tentang paham Allah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 10 10.0 10.0 10.0

Sedang 40 40.0 40.0 50.0

Tinggi 39 39.0 39.0 89.0

Sangat Tinggi 11 11.0 11.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.25.5

Kasih Allah itu menembus rasa takut, dan bela diri yang mengurung saya dalam

diri saya sendiri, dan membuat saya menjadi budak perasaan saya sendiri

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Rendah 4 4.0 4.0 4.0

Sedang 20 20.0 20.0 24.0

Tinggi 54 54.0 54.0 78.0

Sangat Tinggi 22 22.0 22.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.25.6

Setiap hari saya meluangkan waktu untuk berefleksi/merenungkan

pengalaman hidup yang sudah saya jalani

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 4 4.0 4.0 4.0

Sedang 39 39.0 39.0 43.0

Tinggi 44 44.0 44.0 87.0

Sangat Tinggi 13 13.0 13.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.26

Dimensi Eksplorasi

Statistics Eksplorasi

N Valid 100

Missing 0

Median 65.00

Mode 66

Range 28

Minimum 50

Maximum 78

Percentiles 25 62.00

50 65.00

75 70.00

Eksplorasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 50 1 1.0 1.0 1.0

51 1 1.0 1.0 2.0

52 1 1.0 1.0 3.0

53 1 1.0 1.0 4.0

55 2 2.0 2.0 6.0

57 3 3.0 3.0 9.0

58 4 4.0 4.0 13.0

59 2 2.0 2.0 15.0

60 4 4.0 4.0 19.0

61 5 5.0 5.0 24.0

62 8 8.0 8.0 32.0

63 5 5.0 5.0 37.0

64 7 7.0 7.0 44.0

65 7 7.0 7.0 51.0

66 10 10.0 10.0 61.0

67 4 4.0 4.0 65.0

68 5 5.0 5.0 70.0

69 3 3.0 3.0 73.0

70 5 5.0 5.0 78.0

71 6 6.0 6.0 84.0

72 2 2.0 2.0 86.0

73 3 3.0 3.0 89.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

74 3 3.0 3.0 92.0

75 1 1.0 1.0 93.0

76 6 6.0 6.0 99.0

78 1 1.0 1.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.27

Dimensi Komitmen, dengan Indikator Pengalaman Religius/Iman

Statistics Komitmen

Pengalaman Religius/Iman

N Valid 100

Missing 0

Median 22.50

Mode 21

Range 13

Minimum 15

Maximum 28

Percentiles 25 21.00

50 22.50

75 25.00

Komitmen Pengalam Religius

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 15 2 2.0 2.0 2.0

16 1 1.0 1.0 3.0

17 1 1.0 1.0 4.0

18 1 1.0 1.0 5.0

19 5 5.0 5.0 10.0

20 10 10.0 10.0 20.0

21 20 20.0 20.0 40.0

22 10 10.0 10.0 50.0

23 10 10.0 10.0 60.0

24 14 14.0 14.0 74.0

25 10 10.0 10.0 84.0

26 2 2.0 2.0 86.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.27.1

Dalam kehidupan keseharian saya merasakan karya Allah bekerja, maka

dalam kehidupan sehari-hari tidak pernah lepas dari campur tangan Allah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 1 1.0 1.0 1.0

Sedang 2 2.0 2.0 3.0

Tinggi 59 59.0 59.0 62.0

Sangat Tinggi 38 38.0 38.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.27.2

Saya sadar sebagai makhluk, yang mengakui Allah sebagai dasar dan

sumber kehidupan saya

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 5 5.0 5.0 5.0

Tinggi 58 58.0 58.0 63.0

SangatTinggi 37 37.0 37.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.27.3

Allah, saya hayati sebagai yang suci, yang penuh kebaikan, penuh belas

kasihan, yang menarik, menggembirakan, membahagiakan, sehingga saya

merasakan Allah sebagai yang mahakasih, Mahacinta, Maharahim,

Mahabijaksana, Maha Pengampun

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 6 6.0 6.0 6.0

Tinggi 47 47.0 47.0 53.0

Sangat Tinggi 47 47.0 47.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

27 10 10.0 10.0 96.0

28 4 4.0 4.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.27.4

Allah, saya hayati sebagai misteri yang Mahabesar, Mahakuasa,

Mahadahsyat, menggetarkan dan menakutkan sehingga manusia merasa

kecil dan lemah dihadapan Allah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 2 2.0 2.0 2.0

Sedang 18 18.0 18.0 20.0

Tinggi 46 46.0 46.0 66.0

Sangat Tinggi 34 34.0 34.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.27.5

Dengan rajin berdoa, saya mempunyai hubungan yang erat dengan Allah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 1 1.0 1.0 1.0

Sedang 12 12.0 12.0 13.0

Tinggi 56 56.0 56.0 69.0

Sangat Tinggi 31 31.0 31.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.27.6

Bagi saya, kehadiran Allah bukanlah sebagai objek, melainkan sebuah

jawaban terakhir bagi hidup itu sendiri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 16 16.0 16.0 16.0

Tinggi 62 62.0 62.0 78.0

Sangat Tinggi 22 22.0 22.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.27.8

Bagi saya, Allah adalah misteri, manusia tidak bisa menjangkau Allah

secara keseluruhan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 12 12.0 12.0 12.0

Tinggi 52 52.0 52.0 64.0

Sangat Tinggi 36 36.0 36.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.28

Dimensi Komitmen, dengan Indikator Agama

Statistics Komitmen Agama

N Valid 100

Missing 0

Median 24.00

Mode 23

Range 15

Minimum 16

Maximum 31

Percentiles 25 23.00

50 24.00

75 26.00

Komitmen Agama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 16 2 2.0 2.0 2.0

17 2 2.0 2.0 4.0

19 1 1.0 1.0 5.0

20 4 4.0 4.0 9.0

21 8 8.0 8.0 17.0

22 6 6.0 6.0 23.0

23 20 20.0 20.0 43.0

24 17 17.0 17.0 60.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.28.1

Saya menyerahkan diri kepada kebaikan Tuhan daripada memusatkan

segala perhatian pada diri sendiri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 16 16.0 16.0 16.0

Tinggi 71 71.0 71.0 87.0

Sangat Tinggi 13 13.0 13.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.28.2

Saya mengasihi orang-orang yang berada di sekitarku, meskipun mereka

berbeda agama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 2 2.0 2.0 2.0

Sedang 2 2.0 2.0 4.0

Tinggi 57 57.0 57.0 61.0

Sangat Tinggi 39 39.0 39.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

25 14 14.0 14.0 74.0

26 8 8.0 8.0 82.0

27 9 9.0 9.0 91.0

28 3 3.0 3.0 94.0

29 4 4.0 4.0 98.0

30 1 1.0 1.0 99.0

31 1 1.0 1.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.28.3

Saya bertekat akan tetap menjadi orang katolik,

meskipun diancam akan dibunuh

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 4 4.0 4.0 4.0

Sedang 1 1.0 1.0 5.0

Tinggi 60 60.0 60.0 65.0

Sangat Tinggi 35 35.0 35.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.28.4

Bagi saya, orang yang meninggalkan iman akan Yesus dan pindah ke

agama lain adalah hal biasa, karena itu menjadi hak asasi manusia, dan

tanpa Yesus mereka pun juga dapat diselamatkan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 14 14.0 14.0 14.0

Sedang 39 39.0 39.0 53.0

Tinggi 42 42.0 42.0 95.0

Sangat Tinggi 5 5.0 5.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.28.5

Dalam agama, saya memperlihatkan sikap hati saya di hadapan Allah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 9 9.0 9.0 9.0

Tinggi 74 74.0 74.0 83.0

Sangat Tinggi 17 17.0 17.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.28.6

Bagi saya, tujuan hidup beragama untuk mendapatkan keselamatan

atau masuk surga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 8 8.0 8.0 8.0

Sedang 27 27.0 27.0 35.0

Tinggi 53 53.0 53.0 88.0

Sangat Tinggi 12 12.0 12.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.28.7

Bagi saya, agama adalah tata cara hidup yang pantas dan baik dihadapan

Allah yang bersumberkan pada wahyu Allah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 9 9.0 9.0 9.0

Tinggi 68 68.0 68.0 77.0

Sangat Tinggi 23 23.0 23.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.28.8

Bagi saya, ajaran atau aturan agama berperan sebagai tuntunan untuk

memperoleh keselamatan, sedangkan larangan-larangan agama berperan

sebagai peringatan bagi manusia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 13 13.0 13.0 13.0

Tinggi 64 64.0 64.0 77.0

Sangat Tinggi 23 23.0 23.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.29

Dimensi Komitmen, dengan Indikator Filsafat Agama

Statistics Komitmen Filsafat Agama

N Valid 100

Missing 0

Median 25.00

Mode 24

Range 14

Minimum 18

Maximum 32

Percentiles 25 24.00

50 25.00

75 27.75

Komitmen Filsafat Agama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 18 1 1.0 1.0 1.0

20 3 3.0 3.0 4.0

21 2 2.0 2.0 6.0

22 6 6.0 6.0 12.0

23 7 7.0 7.0 19.0

24 26 26.0 26.0 45.0

25 15 15.0 15.0 60.0

26 6 6.0 6.0 66.0

27 9 9.0 9.0 75.0

28 6 6.0 6.0 81.0

29 3 3.0 3.0 84.0

30 5 5.0 5.0 89.0

31 8 8.0 8.0 97.0

32 3 3.0 3.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.29.1

Dengan beragama, saya hidup dekat atau damai dengan Allah Sang

Pencipta dan sesamaku manusia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 5 5.0 5.0 5.0

Tinggi 63 63.0 63.0 68.0

Sangat Tinggi 32 32.0 32.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.29.2

Keselamatan itu tidak hanya dapat saya peroleh nantinya dalam kehidupan

kekal sesusah kematian saja tetapi juga, mulai dari kehidupan saat ini pun

saya dapat memperolehnya

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 5 5.0 5.0 5.0

Tinggi 72 72.0 72.0 77.0

Sangat Tinggi 23 23.0 23.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.29.3

Saya mengikuti suatu agama berarti saya mengiyakan, mengamini wahyu

Allah, kedamaian dengan Allah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 5 5.0 5.0 5.0

Tinggi 71 71.0 71.0 76.0

Sangat Tinggi 24 24.0 24.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.29.4

Saya menghayati hidup beragama guna mewujudkan dan mengembangkan

hidup selamat atau hidup surgawi di dunia ini

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 14 14.0 14.0 14.0

Tinggi 67 67.0 67.0 81.0

Sangat Tinggi 19 19.0 19.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.29.5

Saya mencita-citakan hidup dekat, damai dengan Allah mulai dalam hidup

saat ini, secara terus menerus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 1 1.0 1.0 1.0

Sedang 1 1.0 1.0 2.0

Tinggi 75 75.0 75.0 77.0

Sangat Tinggi 23 23.0 23.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.29.6

Bagi saya, orang beragama dan beriman akan menjadi pengasih Allah,

pengasih sesama manusia, dan penyayang alam semesta ini

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 1 1.0 1.0 1.0

Sedang 9 9.0 9.0 10.0

Tinggi 58 58.0 58.0 68.0

Sangat Tinggi 32 32.0 32.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.29.7

Tuhan menyapa saya sebagai sahabat dan

mendekati manusia sedekat mungkin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 4 4.0 4.0 4.0

Tinggi 61 61.0 61.0 65.0

Sangat Tinggi 35 35.0 35.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.29.8

Saya mengenal Allah secara pribadi sebagai Bapa, melalui Yesus Kristus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 7 7.0 7.0 7.0

Tinggi 67 67.0 67.0 74.0

Sangat Tinggi 26 26.0 26.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.30

Dimensi Komitmen, dengan Indikator Teologi

Statistics Komitmen Teologi

N Valid 100

Missing 0

Median 19.00

Mode 18

Range 13

Minimum 11

Maximum 24

Percentiles 25 18.00

50 19.00

75 21.00

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.30.1

Bagi saya, iman yang konkret selalu menyangkut hidup yang konkret, dan

tidak dapat dilepaskan dari masyarakat serta budaya

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 1 1.0 1.0 1.0

Sedang 7 7.0 7.0 8.0

Tinggi 65 65.0 65.0 73.0

Sangat Tinggi 27 27.0 27.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.30.2

Bagi saya, Allah menyatakan diri kepada manusia dalam pertemuan pribadi,

tetapi juga menyingkapkan kepada manusia rencana keselamatan-Nya

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 4 4.0 4.0 4.0

Tinggi 65 65.0 65.0 69.0

Sangat Tinggi 31 31.0 31.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Komitmen Teologi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 11 1 1.0 1.0 1.0

13 1 1.0 1.0 2.0

14 2 2.0 2.0 4.0

15 2 2.0 2.0 6.0

16 8 8.0 8.0 14.0

17 7 7.0 7.0 21.0

18 21 21.0 21.0 42.0

19 13 13.0 13.0 55.0

20 9 9.0 9.0 64.0

21 14 14.0 14.0 78.0

22 16 16.0 16.0 94.0

23 1 1.0 1.0 95.0

24 5 5.0 5.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.30.3

Saya akan setia pada kekatolikan saya, sebab “Allah adalah Allah yang

setia, yang memegang perjanjian dan kasih setia-Nya, terhadap orang yang

kasih kepada-Nya dan berpegang pada perintah-Nya”

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 3 3.0 3.0 3.0

Tinggi 54 54.0 54.0 57.0

Sangat Tinggi 43 43.0 43.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.30.4

Setiap selesai mengikuti perayaan Ekaristi, hati saya menjadi gembira

karena menerima Tubuh Kristus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 2 2.0 2.0 2.0

Sedang 7 7.0 7.0 9.0

Tinggi 53 53.0 53.0 62.0

Sangat Tinggi 38 38.0 38.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.30.5

Ketika saya memberi sedekah kepada pengemis, saya merasa

melakukannya untuk Tuhan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 3 3.0 3.0 3.0

Sedang 21 21.0 21.0 24.0

Tinggi 62 62.0 62.0 86.0

Sangat Tinggi 14 14.0 14.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.30.6

Devosi (Rosario, Novena Tiga Salam Maria, Kerahiman Ilahi, Hati Kudus

Yesus) membantu saya untuk semakin dekat dengan Tuhan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 11 11.0 11.0 11.0

Tinggi 54 54.0 54.0 65.0

Sangat Tinggi 35 35.0 35.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabel 3.31

Output Data Komitmen

Statistics Komitmen

N Valid 100

Missing 0

Median 91.50

Mode 87

Range 50

Minimum 62

Maximum 112

Percentiles 25 86.00

50 91.50

75 98.00

Komitmen

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 62 1 1.0 1.0 1.0

69 1 1.0 1.0 2.0

70 1 1.0 1.0 3.0

71 1 1.0 1.0 4.0

72 1 1.0 1.0 5.0

74 1 1.0 1.0 6.0

78 2 2.0 2.0 8.0

79 2 2.0 2.0 10.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

80 1 1.0 1.0 11.0

81 4 4.0 4.0 15.0

82 1 1.0 1.0 16.0

83 1 1.0 1.0 17.0

84 5 5.0 5.0 22.0

85 2 2.0 2.0 24.0

86 5 5.0 5.0 29.0

87 8 8.0 8.0 37.0

88 6 6.0 6.0 43.0

89 1 1.0 1.0 44.0

90 5 5.0 5.0 49.0

91 1 1.0 1.0 50.0

92 4 4.0 4.0 54.0

93 1 1.0 1.0 55.0

94 5 5.0 5.0 60.0

95 4 4.0 4.0 64.0

96 3 3.0 3.0 67.0

97 7 7.0 7.0 74.0

98 5 5.0 5.0 79.0

99 2 2.0 2.0 81.0

100 1 1.0 1.0 82.0

102 4 4.0 4.0 86.0

103 2 2.0 2.0 88.0

104 2 2.0 2.0 90.0

105 2 2.0 2.0 92.0

107 4 4.0 4.0 96.0

110 2 2.0 2.0 98.0

111 1 1.0 1.0 99.0

112 1 1.0 1.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.32

Output Data Identitas Religius

Statistics

Identitas Religius

N Valid 100

Missing 0

Median 158.00

Mode 151a

Range 73

Minimum 117

Maximum 190

Percentiles 25 147.00

50 158.00

75 168.00

a. Multiple modes exist. The

smallest value is shown

Identitas Religius

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 117 1 1.0 1.0 1.0

120 1 1.0 1.0 2.0

121 1 1.0 1.0 3.0

124 1 1.0 1.0 4.0

130 1 1.0 1.0 5.0

131 1 1.0 1.0 6.0

132 1 1.0 1.0 7.0

135 1 1.0 1.0 8.0

136 1 1.0 1.0 9.0

138 1 1.0 1.0 10.0

139 1 1.0 1.0 11.0

140 1 1.0 1.0 12.0

141 2 2.0 2.0 14.0

144 3 3.0 3.0 17.0

145 4 4.0 4.0 21.0

146 3 3.0 3.0 24.0

147 2 2.0 2.0 26.0

148 2 2.0 2.0 28.0

149 4 4.0 4.0 32.0

150 1 1.0 1.0 33.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

151 6 6.0 6.0 39.0

152 2 2.0 2.0 41.0

153 2 2.0 2.0 43.0

154 2 2.0 2.0 45.0

155 1 1.0 1.0 46.0

156 2 2.0 2.0 48.0

158 4 4.0 4.0 52.0

159 6 6.0 6.0 58.0

160 2 2.0 2.0 60.0

161 2 2.0 2.0 62.0

162 2 2.0 2.0 64.0

164 5 5.0 5.0 69.0

165 2 2.0 2.0 71.0

167 1 1.0 1.0 72.0

168 4 4.0 4.0 76.0

169 4 4.0 4.0 80.0

170 1 1.0 1.0 81.0

171 2 2.0 2.0 83.0

172 1 1.0 1.0 84.0

173 2 2.0 2.0 86.0

175 2 2.0 2.0 88.0

176 2 2.0 2.0 90.0

178 2 2.0 2.0 92.0

179 1 1.0 1.0 93.0

180 3 3.0 3.0 96.0

181 1 1.0 1.0 97.0

183 1 1.0 1.0 98.0

185 1 1.0 1.0 99.0

190 1 1.0 1.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3.33

Crosstabulation Identitas Religius - Jenis Kelamin

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

JK * IR 100 82.6% 21 17.4% 121 100.0%

JK * IR Crosstabulation

IR

Total 1.00 2.00 3.00 4.00

JK 1.00 Count 13 5 7 8 33

Expected Count 7.9 7.9 9.6 7.6 33.0

2.00 Count 11 19 22 15 67

Expected Count 16.1 16.1 19.4 15.4 67.0

Total Count 24 24 29 23 100

Expected Count 24.0 24.0 29.0 23.0 100.0

Keterangan : IR : Identitas Religius 1: Identitas Diffusion

2: Identitas Foreclosure

3: Identitas Moratorium

4: Identitas Achivement

JK : Jenis Kelamin : 1= Laki-laki

2= Perempuan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 4

Transkrip Verbatin Wawancara Narasumber

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HASIL WAWANCARA

1.

Nama Identitas Maria Intan Suryani (22 tahun)

Pekerjaan Mahasiswa

Waktu Selasa, 21 November 2017

Lokasi RM. Waroeng Steak

Keterangan

Ketua umum IKMK UNY (Ikatan Keluarga

Mahasiswa Katolik Universitas Negeri Yogyakarta)

periode 2016-2017

Latar Belakang Keluarga:

Intan Suryani adalah Ketua umum IKMK UNY (Ikatan Keluarga

Mahasiswa Katolik Universitas Negeri Yogyakarta) periode 2016-2017, semester

VII, program studi: Pendidikan Akuntasi UNY. Intan berasal dari keluarga

Katolik, dan ia dibaptis menjadi Katolik sejak masih bayi. Intan tinggal bersama

keluarganya yang berdomisili di Paroki Medari. Intan sejak kecil aktif dalam

kegiatan PIA, PIR, Misdinar, OMK, sempat juga menjadi pengurus di dalamnya.

Baris Pelaku Uraian Wawancara Tema

Baris 1-5

Krishna

Tadi Mbak Intan mengatakan bahwa ada

kerinduan untuk berdoa bersama lagi dengan

keluarga. Berarti Mbak intan merasakan waktu

itu Allah deket, dan sekarang bagaimana?

Pengalaman

Baris 6-10

Intan

Iya… karena terlalu sibuk, sok sibuk sih Ter,

karena moment-moment itu yang sungguh aku

nantikan. Ning yo sayang’e itu tadi… aku nya

lebih ngaboti yang di sini. Dan di sini pun

tanggungjawabnya udah seperti itu, jadi ya…

sering… yah… (senyum kecil).

Baris 11-15

Baris 16-20

Krishna

Perihal tentang doa keluarga yang telah

dilaksanakan sedari Mbak Intan kecil. Apakah

Mbak Intan bisa menikmati kebiasan doa

bersama di dalam keluarga yang boleh

dikatakan telah menjadi tradisi itu? Dan apakah

mbak Intan mengetahui apa yang menjadi

maksud dari orang tua membuat doa bersama

itu?

Intan Pada waktu kecil saya menganggap itu cuma

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 21-25

Baris 26-30

kebiasaan saja, seperti kalau sebelum tidur harus

berdoa bersama. Dan itu telah menjadi

kebiasaan dan itu musti dijalani. Dan sekarang

saya sudah jarang melakukan kebiasaan itu,

akhirnya muncul sebuah rasa rindu untuk

berdoa bersama lagi bersama dengan keluarga,

namun saya juga menyadari ada tanggungjawab

menjalankan organisasi di kampus.

Krishna Kemudian tanggapan bapak bagaimana?

Baris 31-35

Baris 36-40

Baris 41-45

Intan

Kalau bapak tu terkadang… bapak tu gak bisa

marah, tapi ia tegas. Jadi seperti, misalkan kalau

ada sembahyangan di tetangga dan aku nya

malah pergi. “Ini tu tangga’mu dhewe lho..kok

kowe mala hora ngetok”. Kalau ada misa juga

dilingkungan bapak bilang “mbok kamu tu

srawung to, metu’o”. kalau liburan juga

misalnya kalau ada latihan koor, “ayo to Nok,

metu..melu latihan koor”. Kadang kalau

memang bener gak ada kegiatan aku ngikut sih,

tapi opo yo Ter..aku ngrasa dalam diriku seperti

“kan karena jarang ngumpul bareng dengan

teman2, aku merasa seperti ada beda, aku

merasa dilihat ama teman beda, sperti asing gitu

lho Ter…

Krishna Nah kalau Ibu, bagaimana?

Baris 46-50

Intan

Kalau ibu sih lebih manut sih Ter, jadi seperti

mengingatkan terus, tapi ya seperti bapak sih,

mbok dikurangi kegiatane..ayo kumpul-kumpul

kemana gitu. Atau kalau Bapak tugas sore di

gereja dan ibu belum ke gereja, mbok aku

diterke nenggereja. Ya gitu… gitu sih Ter.

Baris 51-55

Baris 56-60

Krishna

Kerinduan semacam apa yang Mbak Intan

rasakan ketika dulu setiap malam berdoa

bersama dengan keluarga, sekarang menjadi

jarang, sibuk dengan kegiatan kampus dan

tanggung jawab sebagai ketua IKMK? Dapatkan

Anda mengingatnya kembali bagaimana

prosesnya sampai Mbak Intan memiliki rasa

kerinduan tersebut?

Baris 61-65

Baris 66-70

Intan

Hehmmm… dulu tu saya tidak seperti ini. Saya

itu orangnya pendiam, dan di sekolah saya

susah bergaul, AnSos (Anti Sosial) banget...,

pendiam. Bahkan sampai sekarang, terkarang..,

saat mengikuti perkuliahan saya belum merasa

mempunyai teman. Berbeda ketika saya

mengikuti IKMK, karena teman-temannya

kebanyakan Katolik, dan saya merasa nyaman.

Setelah bergabung di dalamnya ternyata

menyenangkan.

Ketika saya mengikuti kegiatan-kegiatan di

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 71-75

Baris 76-80

IKMK ternyata mampu mengubah, dan

membentuk saya hingga seperti sekarang ini,

dan itu juga berkat teman-teman di IKMK juga.

Teman-teman IKMK melihat saya adalah orang

yang dapat dipercaya untuk menyelesaikan

tugas, dan saya mampu

mempertanggungjawabkannya. Dan itu terlihat

ketika kemarin saya mengajukan diri sebagai

ketua IKMK, saya sangat-sangat merasakan

Gusti itu menolong aku banget…ha…haha

(tertawa).

Baris 81-85 Krishna Oh ya? Coba ceritakan!

Baris 86-90

Baris 91-95

Baris 96-100

Baris 106-110

Baris 111-115

Baris 116-120

Baris 121-125

Intan

Soalnya, kalau di IKMK tu Ter… yang

namanya jadi ketua IKMK tu semacam makan

sebuah… opo…yo? Makan buah simalakama

gitu Ter…ha…haha (tertawa). Karena tidak ada

yang mau. Dan, dulu tu sama sekali tidak ada

yang mau. Kalau di IKMK prosesnya tu lewat

LK (Latihan Kepemimpinan) terlebih dahulu.

Dulu tu saya hanya ditawari, ‘ini ada LK,

semacam ini… ayo ikut’. Temen-temen yang

lain sudah mengetahui, kalau mendaftar di LK

itu sama juga mengajukan diri menjadi ketua.

Jadi temen-temen tidak ada yang mau ikut.

Akhirnya saya cuma ngikut-ngikut aja kan?

Karena saya tidak ingin juga menjadi ketua dan

sebagainya. Akhirnya dengan kakak-kakak

tingkat, saya dibujuk-bujuk.. ‘ayolah… Tan,

ayolah Tan…’. Mungkin, karena mereka

percaya saya bisa atau bagaimana ya Ter..?

Padahal saya sendiri tidak tau-menau dan sok-

sokan wae lah Ter. Akhirnya saya mau. Tetapi

saya tidak pernah berpikir untuk sampai

menjadi ketuanya, dan cuma pengen ikut latihan

kepemimpinan saja.

Ketika sampai pada waktunya kita peserta LK

ditantang pada sebuah penawaran menjadi ketua

IKMK, dan dipersilahkan untuk maju ke depan.

Nah kebetulan yang maju ke depan itu MaBa

(Mahasiswa baru) semua. Nah, habis itukan

saya yo galau banget to yo… Jadi waktu itu…

seperti ini, aku satu-satunya kakak tingkat yang

ikut acara LK, dan yang benar-benar dari

angkatanku cuma saya sendiri. Nah…karna

yang maju tu perempuan semua, dan Maba

semua, habis itu saya berpikir, kalau IKMK

yang bentukannya seperti itu dan diketuai oleh

MaBa-MaBa dan perempuan lagi, yo piye yo…

ra tego? Saya merasa tidak tega saja. Karena

menurut teman-teman saya itu anaknya tidak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 126-130

Baris 131-135

Baris 136-140

tegaan.

Dari IKMK, aku mampu mengembangkan

segala potensiku, dan akhirnya dengan segala

ketakutanku… Jujur, sebetulnya saya tidak mau,

saya takut sekali, saat saya maju, saya takut

sekali, sambil menangis saya maju…

ha…haha… (tertawa). Malu-maluin Ter, wa…

haha…(tertawa). Karena saya merasa tidak tega,

apalagi melihat teman-teman Maba yang belum

kenal banget IKMK musti maju dan

mencalonkan diri. Itulah pertimbangan yang…

Stt… (bernafas sejenak) tau-tau saya maju ke

depan.

Krishna Terus dalam perjalannya bagaimana Mbak?

Baris 141-146

Baris 146-150

Baris 151-155

Baris 156-160

Baris 161-165

Baris 166-170

Baris 171-175

Intan

Saat pertama-tama terpilih itu, saya sempat

down, jatuh, karena…(bernafas sejenak) sambil

curhat yo Ter.. wha..haha (tertawa). Waktu itu

to Ter, saya kan punya pacar, dan pacar saya itu

mantan ketua IKMK yang tahun kemarin (2015-

2016). Jadi saat saya maju menjadi ketua

IKMK, dan pacar saya tu mantan ketua IKMK.

Terus… kan di IKMK ada yang namanya DPO

(Dewan Penasihat Organisasi). Nah aku,

memilih dia untuk menjadi DPO, karena dia

adalah satu-satunya ketua tahun kemarin. Kan

ada sangkut pautnya to Ter…? Setelah saya

pilih dia, selang beberapa…hari dia minta putus.

Jadi aku tu merasa seperti orang yang putus asa,

terus pengen menyerah… Aku belum dilantik

secara resmi, telah memilih dia sebagai DPO.

Aku merasakan, aku tidak mampu lanjut

menjadi ketua IKMK begitu lho Ter. Karena

permasalahannya kita sudah lama pacaran juga,

posisinya aku ketua dan dia DPO, dan

ketakutannya nanti kita tidak professional dan

seperti-seperti itu lho Ter, juga

pertimbangannya banyak sekali lho Ter.

Kemudian, saya curhat ke sana-kemari, ke

teman-teman. Dan teman-teman menyemangati

aku, ‘yo weslah ra popo, keputusanmu yo wes

apik, kowe wes ngene…ngene kie, dan kamu tu

udah berani sampai di sini, tidak seperti

aku…tidak seperti aku…’. Kan awalnya tu

teman-teman ku tidak mau to Ter, ‘tidak seperti

kita yang pengecut, gini…gini… do

menguatkan gitu-gitu Ter’ (kata teman Intan),

dan mereka sepertinya menguatkan saya gitu

lho Ter. Tapi juga sempat down banget, ya

karena seperti itu tadi..wha..haha (tertawa).

Krishna Dan terus akhirnya, teman laki-laki Mbak Intan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 176-180

bagaimana? Apakah ia tetap mau mendampingi

Mbak Intan?

Baris 181-185

Intan

Akhirnya, dia juga mendapingi. Jadi saya…

ya.., dalam proses pencarian pengurus anak-

anak buahku gitu lho Ter. Saya.., berproses

mencari anak buah, posisi aku baru saja putus

cinta dan DPO-nya tu mantanku sendiri, dan itu

rasanya ikkk..wuuu…haha…(gregetan)

Krishna Terus masuk kamar nangis, sempat?

Intan

Sering… Enggak-enggak ndhing… kalau nangis

aku gak di kamar.

Baris 186-190 Krishna Lha terus?

Intan Aku gak berani nangis di rumah.

Krishna

Lha terus? Berarti Mbak Intan gak pernah cerita

permasalahan Mbak ke orang tua?

Baris 191-195 Intan

Kalau ke orang tua, saya sedikit tertutup sih

aku...

Krishna Kenapa??

Baris 196-200

Baris 201-205

Baris 206-210

Intan

Enggak tau…, karena sedari kecil…. Gak…

Aku tu semacam… katanya temen-temenku lho

‘kalau punya masalah tu sering aku pendam

sendiri, gitu lho Ter…’. Jadi susah, dan

makanya itu saya tu AnSos (Anti Sosial) ama

teman-teman. Seandainya saya mempunyai

masalah sering kali saya selesaikan sendiri.

Dan, kalau sama keluaga saya tidak terlalu

terbuka. Tapi, bapak dan ibu biasanya

merasakan, dan tahu kalau saya baru ada

masalah begitu… Tapi mereka tanyanya ya gak

secara langsung gitu, paling yo nylamur-

nylamur gitu… Tapi aku gak pernah cerita.

Sesekali saya berbagi dengan teman-teman yang

benar-benar dekat dengan saya, akhirnya

mereka juga mau membantuku.

Krishna Jadi sempat cerita juga ke teman-teman?

Baris 211-215

Baris 216-220

Baris 221-225

Intan

Sebetulnya mereka tu udah tahu… mereka tahu

masalah ini.

Sempat juga terbesit.., kalau semisal, saya tahu

sebelumnya, kalau saya maju mencalonkan diri,

dan kemudian justru putus cinta dan

sebagainya.., saya mendingan tidak maju, dan

bagaimana… (bernafas sejenak) aku sempat

merasakan seperti itu. Teman-teman saya

banyak menyadarkan saya, ‘jangan seperti itu,

kamu tu sudah sampai di sini dan begini,

begitu…’. Tetapa pada waktu itu juga, saya

langsung balik menantang mereka, ‘OK…aku

maju, tapi kamu mau membantu aku dan

sebagainya?!!’ (bernada sedikit tegas). Dan

akhirnya saya maju, dan mereka pun mau

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 226-230

Baris 231-235

membantu saya. Wha…haha….(tertawa) Lucu

gitu lho Ter… Jadi bener-bener sebelum

dilantik tu…eh…(berpikir) setelah dipilih dan

sampai sebelum dilantik itu kan selangnya satu

setengah bulanan, dan itu baru down-downnya

buangettt…

Kemudian pada waktu pelantikanku, dia

(mantan) datang di misa pelantikan, datang

bersama cewek barunya…wooo..aaa kan

tambah down lagi to Ter? (berekspresi sedih).

Krishna Cepet banget…?

Baris 236-240

Baris 241-245

Intan

Jadi.., putus, antara putus cinta sampai dia dapat

cewek baru itu hanya selang waktu seminggu,

eh.., sepuluh hari. Ehsstttt… (menghela nafas),

Ternyata.., udah-udah.. sebelum putus tu

udah… ehsstt… dan itu yang membuat tambah

semakin down (menghela nafas). Anak (pacar

mantan) juga satu kampus… Jadi.. sttt sumpah

rasane, pengen benci tapi kok gak bisa benci,

terus….haha…(tertawa)

Krishna Kenapa??

Baris 246-250 Intan Enggak tau…

Krishna Kok ngak tau?

Baris 251-255

Baris 256-260

Baris 261-265

Intan

Kan seharusnya kalau semacam itu seharusnya

saya boleh benci sama dia, haha… (tertawa).

Tetapi saya tidak bisa… Sejujurnya, saya

pengen banget benci sama dia.

Sampai teman-teman saya tu bilang, ‘Lho

kenapa kamu masih mikirin dia? Bukan mikir

sih, maksudnya: ngeharapin dia (mantan) lagi,

apalagi sekarang tu udah semacam itu.

Sudahlah, lupakan saja dia, orang seperti dia

tu..gini…gini…’.

Tetapi tetap saja, saya tidak bisa, tidak tahu

kenapa…

Tetapi, di satu sisi, dia-nya kan juga DPO-nya

juga to ya…? Nanti kalau misalnya renggang

hubungannya kan imbasnya ke organisasi to

Ter? Jadinya… Hem… (menghela nafas)

Krishna

Ataukah, apakah Mbak Intan takut nanti

organisasinya hancur karena peristiwa tersebut?

Apakah lebih mengarah ke arah itu?

Baris 266-270

Baris 271-275

Intan

Enggak…, bukan!! Bukan itu malahan… saya

tidak tahu, itu dari aku-nya sendiri… Kalau

untuk organisasi yang hancur itu udah…

(mikir), maksudnya: sejujurnya ‘aku tu pengen,

pengen benci sekali ama dia, tapi gak tahu aku

gak bisa… heh…hehh (berakting nangis), kan

aku sedih…’ (merengek)

Krishna Haha…aku bisa ngerti kok, terus sekarang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bagaimana perasaan Mbak ke dia dan

organisasi?

Baris 276-280

Baris 281-285

Intan

Kalau sama dia sih. Kalau saya ya Ter.., saya

mencoba untuk baik-baik saja di depan dia,

tetapi sejujurnya saya sangat hancur. Dan

teman-temanku juga tidak tahu, kalau

sejujurnya aku masih punya rasa…ama dia, tapi

ya bagaimana lagi to….ya di simpan saja…

hehe… sok-sok-an (mencoba menenangkan

diri).

Krishna

Apakah dulu Mbak tidak mengungkapkan isi

hati (perasan yang ndhongkol) Mbak itu?

Baris 286-290

Intan

Sempat…, dan dia juga bilang ‘di sini tu yang

salah tu sebenarnya aku’, dan itu sudah clear.

Tapi kok, nggak bisa benci dan gak bisa itu…

Gak bisa, gak bisa yang namanya benci tu gak

bisa.. hemmmm (merengek)

Baris 291-195 Krishna Ya malah bagus to? Di syukuri to!!.

Intan

Ya iya sih, tapi rasanya ya Allah…(mengelus

dada)

Baris 296-300

Baris 301-305

Baris 306-310

Baris 311-315

Intan

Terus dalam organisasi, saya bilang ama Ibnu

(Ketua I IKMK UNY), dia itu kan Maba, tapi

sebenarnya dia tu kan angkatan 2012. Saya

bilang: ‘kamu tu di sini bisa belajar, bisa belajar

professional, lebih bisa ngontrol emosi dan lain

sebagainya. Dan juga selalu menguatkan aku sih

ter. Jadi, angkatanku tu yang jadi penguruskan

cuma tiga. Jadi yang jadi temen deket ku cuma

tiga, dua temen’ku dan Ibnu itu. Mungkin aku

bisa merasakan Allah, Tuhan itu ada, dan baik

sama aku, lewat teman-teman seperti yang tadi

frater bilang tadi. Hadir lewat teman-teman

dekat yang selalu mensuport aku, jadi mereka

benar-benar tahu saat aku punya masalah dan

aku mencoba untuk menyembunyikannya,

mereka itu tahu… Mereka bilang “kamu tu gak

pinten ngapusi Tan”, padahal mereka cuma

melihat mukaku saja, “piye ono opo?”’.

Krishna

Di dalam keseharian sebagai mahasiswa,

bagaimana pergaulan Mbak Intan dengan

teman-teman beda agama?

Baris 316-320

Baris 321-325

Intan

Kalau yang non… karena aku awal-awalnya

sulit untuk bergaul ya…jadi aku jauh sih ama

teman-teman yang berbeda agama. Ada juga

tawaran dari mereka untuk bermain bersama,

karena aku ini orangnya suka menyendiri. Dan

mereka enggak yang terus… kalau sewaktu SD

tu ‘lho kok Gusti’mu ana telu je? Kok gusti’mu

duwe bapak karo ibu?’ tapi di sini teman-teman

tu lebih ke tanya seperti ini “Tan kalau di

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 326-330

Baris 331-335

Baris 336-340

katolik tu kenapa Romo gak menikah? Kalau

menikah cuma sekali, dan gak boleh cerai? Jadi

yang seperti saling tuker informasi… Jadi kalau

di aku tu ada ini…ini, kalau di kamu ada

enggak? Kalau di aku ini haram-haram di kamu

haram tidak? Jadi beda dengan waktu aku SD.

Karena sewaktu SD aku tu katolik sendiri, dan

sewaktu pendidikan agama aku tidak boleh

keluar dan harus mengikuti pelajaran. Aku

belum menemukan temen-teman yang fanatik

sih Ter.

Tapi ada juga sih temen-teman yang

menemukan hal-hal yang semacam itu, dan

kebanyakan tu di fakultas MIPA, karena mereka

banyak yang bercadar begitu… dan ada juga

kakak kelas yang sudah pindah agama ke Islam.

Krishna Kalau boleh tahu ada berapa mbak?

Baris 341-345

Baris 346-350 Intan

Setahu saya ya Ter, kalau di FE (Fakultas

Ekonomi) tu ada satu, pindah karena pacarnya.

Terus temenku sendiri satu angkatan dari FIS

(Fakultas Ilmu Sosial) itu juga pindah, karena

kedua orang taunya berada di luar negeri,

kemudian ia dipengaruhi oleh temannya dan

akhirnya ia pindah agama. Bahkan ketua IKMK

periode 2014 pun juga pindah agama ke Islam.

Ya…hal ini agak di sesalkan sih ama teman-

teman angkatan tua.

Baris 351-355

Krishna

Mbak Intan ada keinginan untuk mengarah ke

sana tidak? Semisal pacar Mbak Intan Muslim

bagaimana?

Baris 356-360

Intan

Enggak.. Endak tahu kenapa dari dahulu tu aku

merasa gak tertarik ama yang beda. Jadi sempat

beberapa kali pacaran tu sama yang katolik

terus, dan sama cowok yang beda agama tu gak

ada ketertarikan sama sekali tu…

Krishna Apa itu karena didikan orang tua Mbak Intan?

Intan Ndak tahu juga, Ter…

Baris 361-365

Krishna

Apa orang tua Mbak intan berpesan, kalau

pacaran itu harus dengan yang seiman..

Intan

Enggak…Bapak tu bebas dan yang penting itu

bertanggungjawab.

Baris 366-370

Krishna

Di dalam keseharian sebagai mahasiswa, pernah

tidak Mbak Intan berbicara topik tentang

pemahaman iman Katolik?

Baris 371-375

Intan

Pernah Ter…yang terakhir tu kemarin sama

Ibnu.

Kami membahasan tentang ketertarikannya

(Ibnu) pada agama Hindu dan Budha yang

memiliki paham tidak seperti kita orang Katolik.

Karena Ibnu ini dulu keluarganya beragama

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 376-380

Islam. Saya bertanya, ’kenapa kamu masih

bertahan di Katolik ini, alasannya apa?’ Dan

Ibnu sendiri merasa lebih cenderung karena

kepada ajaran tentang kasihnya orang Katolik.

Krishna

Dalam masa perkuliahan, apakah pernah Dosen

memberikam materi tentang Paham Allah

(Allah Tritunggal)?

Baris 381-385

Intan

Saya belum pernah diajari, tidak ada materi

tentang Allah Tritunggal.

Dalam pelajaran Agama itu, cuma dipelajari

perihal Gereja, tentang Aborsi, perkawinan

Katolik.

Baris 386-390

Krishna

Apa yang Mbak ketahui tentang inti iman

(paham Allah) dalam agama Katolik?

Pengetahuan

Baris 391-395

Baris 396-400

Intan

Tritunggal? Bener gak ya? Yang Allah

Tritunggal itu Ter.., yang Allah Bapa, Putra dan

Roh Kudus itu ya?

He… hehe (merengek, kebingunggan)

Kalau saya secara pribadi agak kesulitan

memahaminya sih Ter, jujur ya.., karena sedari

kecil tidak pernah diajari semacam.., misalnya:

sebetulnya Gusti itu ada satu, tapi ada tiga,

pokoknya seperti itulah… dan itu juga masih

proses pembelajaran saya juga sih. Allah, Putra

dan Roh Kudus… (bingung) piye yo ter?

Krishna Bagi Mbak Intan sendiri, Yesus itu siapa?

Baris 401-405

Baris 406-410

Intan

Yesus itu, manusia yang diutusan Allah, tapi

kalau utusan Allah itu kan Nabi… (berpikir

sejenak, binggung), agar manusia itu lebih

percaya akan adanya Allah. Makanya, Allah

mengirim Yesus buat menyelamatkan manusia,

begitu-begitu… Yesus itu lebih berupa utusan,

yang berasal dari Allah. Yesus itu bukan Nabi,

Yesus itu perwahyuan Allah, Ter..

Krishna

Bagi Mbak Intan, dalam kehidupan keseharian

Mbak Intan Allah itu berperan sebagai apa?

Yang khas dalam kehidupan Mbak Intan.

Baris 411-415

Intan

Peran khas Allah? Apa ya Ter? Aku

bingung…aku gak bisa menjelaskannya.

Krishna

Kalau menurut mbak Intan sendiri, Allah itu

Mbak gambarkan seperti apa?

Baris 416-420

Baris 421-425

Intan

Allah…itu selalu ada. Entah saat saya

membutuhkan, entah saya tidak membutuhkan

Allah itu selalu ada. Terkadang, secara gak

sengaja ngapain gitu lho Ter, dalam beberapa

kejadian justru mengingatkan saya akan Allah.

Misalnya, saat melihat kecelakaan di jalan, Ya

Tuhan.., untung tadi saya mampir dulu ke sini,

untuk saya begini, tidak melewati jalan ini

duluan, habis itu langsung saya teringat akan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 426-430

Baris 431-435

Baris 436-440

Baris 441-445

Baris 446-450

Tuhan. Kemudian, saya mengucap syukur,

kecelakaan itu tidak terjadi pada diri saya. Jadi,

entah dibutuhkan, entah tidak Allah itu selalu

ada dalam hidup saya.

Dan, ketika aku merasa butuh Allah pun, Allah

itu selalu ada buat saya. Manusia itu juga punya

nilai manusiawi juga kan Ter.., ha..haha

(tertawa kecil), jadi ketika saya berbuat dosa

pun, saya merasa bersalah, merasa diingatkan

untuk tidak berbuat dosa lagi. Dan kalau saya

berbuat dosa kembali, karena saya lupa, saya

minta maaf lagi, ha… haha (tertawa). Kalau,

bagi saya sih Allah itu selalu ada. Entah…entah

di mana, kapan, Allah itu selalu ada…

Dan, terkadang pun ini, niatan berbuat jahat,

misalkan pengen mbolos kuliah, habis tu

kemudian diingatkan, ‘setelah kamu bolos nanti

begini…begini’, ha…haha (tertawa) tidak tahu

itu pikiran dari mana, tetapi itu selalu ada..

ha…haha.

Terkadang binggung juga sih memahani Allah

semacam apa, karna Allah tidak bisa

digambarkan, masih tidak tahu bentuknya

bagaimana…

Krishna Tetapi, Mbak Intan percaya akan Allah?

Baris 451-455

Baris 456-460

Intan

Saya percaya, selalu percaya.

Tetapi, terkadang saya begini.., ntah kenapa

saya itu lebih merasakan kehadiran Allah itu

ketika saya dalam situasi down. Tetapi, ketika

saya bahagia, ingat tetapi tidak selalu ingat

begitu lho Ter. He… hehe (tertawa). Jahat sekali

saya ini ya Ter? He…hehe.., jahat banget

sumpah. Rasa besyukurnya saya agak kurang.

Krishna

Apa yang menjadi peran khas Allah dalam

kehidupan diri Mbak?

Baris 461-465

Baris 466-470

Intan

Apa ya? (sambil berpikir)

Kok sulit to Ter? Saya kesulitan dalam

membahasakannya… Kekhasan Allah itu selalu

ada, dan selalu mendampingi. Dan itu hanya

sekedar saya pikir-pikirkan dan tidak terlalu di

ini banget sih… apa sih ter? Bingung

(berpikir)…pertanyaan ini susah Ter..kalau

dalam pelajaran agama tu tentang, gereja,

perkawinan, aborsi dan seperti-seperti itu…

Baris 471-475

Krishna

Di saat Mbak Intan ingin benci dengan

seseorang, namun Mbak Intan tidak mampu

membenci. Pergulatan hati semacam apa yang

Mbak Intan rasakan?

Nada/Kadar

Emosi/

Perasaan

Intan

He… hehe… (ketawa kecil) ya seperti tadi tu

Ter. Aku tu pengen benci sama dia, dan kalau

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 476-480

Baris 481-485

Baris 486-490

Baris 491-495

benci kan biasanya tidak mau melihat dia, kalau

ada nama dia disebut terus jadi malas

mendengarkan, malas komunikasi, dan lain

sebagainya. Kemudian, tidak mau

berkomunikasi dengan dia. Dan, saya hanya

mohon ke Tuhan untuk membuat agar saya

baik-baik saja, ‘Tuhan tolong beri aku kekuatan,

tolong jaga hati saya, agar aku terlihat juga

baik-baik saja’. Ya mungkin setelah itu agak

sedikit baper (bawa perasaan). Setiap kali kalau

kita mau ketemuan, ya gimana… to ter rasanya

itu. Kan ada juga pertemuan untuk kita bertemu

membahas apa gitu. Ya aku bilang “Tuhan

tolong jaga hatiku, biar aku tu terlihat baik-baik

saja”. He…hehe (menertawakan dirinya sendiri)

kan lucu.. ya aku tu pengen di depan orang, aku

terlihat baik-baik saja. Saya ingin tunjukkan ke

dia, sehabis saya dipermainkan, saya masih bisa

berdiri. Cah (anak) cinta banget ya… ha..haha

(tertawa).

Baris 496-500

Krishna

Dari cerita Mbak Intan tadi, Mbak mencoba

untuk fear dengan diri dan lingkungan sekitar.

Mbak Intan tetep pengen maju, dan tidak egois

dengan diri sendiri. Selain kekuatan dari teman-

teman yang berada di sekitar Mbak intan, dari

mana lagi Mbak Intan memperoleh sumber

kekuatan itu? Adakah yang lain?

Baris 501-505

Baris 506-510

Baris 511-515

Intan

Kalau ketika itu…Aku gak tau…, lebih sering

sendirian pergi ke Gua Maria mana gitu… jadi

bulan Desember tu pergi ke Jatinigsih-kah…ke

Sendang Sono, atau ke mana gitu… aku pengen

sendiri dulu.

Saya ingin membuat nyaman dulu diri ini.

Kalau ama teman terkadang aku merasa kurang

nyaman. Jadi aku musti lari ke sana. Terkadang

teman-teman juga tanya, kamu habis dari

mana’e? dari Sendang Sono… ‘kok gak ajak-

ajak, kok sendirian mulu sih? Mbokan kalau

kesana tu ajak-ajak’ (kata temannya).

Krishna

Terus setelah pulang dari sana, Mbak

mendapatkan sebuah kelegaan tersendiri?

Baris 516-520

Intan

Iya…, tapi ya gak lega sepenuhnya, bertahap

begitu Ter.. he..hehe (tertawa kecil).

Ketika aku sesek banget, aku pasti ke sana.

Krishna

Apa yang lalukan di sana? Berdoa, atau

semacam curhat (curahan hati) begitu?

Baris 521-525

Intan

Kalau di sana, saya selalu curhat terlebih

dahulu. Kemudian setelah itu, saya minta untuk

selalu dikuatkan dan didampingi selalu. He..

hehe, gak tau kalau saya berdoa tu selalu minta

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

untuk selalu didampingi.

Baris 526-530 Krishna

Nah.., kalau Mbak Intan tu berdoa, lebih sering

kepada Bunda Maria atau kepada Tuhan Yesus?

Baris 531-535

Intan

Nah itu, kalau aku biasanya di depan patung

Bunda Maria tu langsung berdoa kepada Allah.

Jadi.., aku bilang ‘Ya Bapa…’ gitu lho Ter. Jadi

pertama ke Allah, terus minta perlindungan dan

pendampingan dari bunda Maria. Tapi dalam

setiap doa, pertama kali mengarah kepada

Allah, baru setelah itu… kalau sama Bunda

Maria lebih pada curhat-nya saja, dan minta

perindungan dan pendampingan sama Allah.

Baris 536-540

Krishna

Apa pendapat Mbak Intan berhubungan dengan

pemahaman iman katolik yang dihubungkan

dengan identitas religious? Apakah itu saling

terkait? Mohon jelaskan!.

Pendapat

Baris 541-545

Baris 546-550

Baris 551-555

Baris 556-559

Intan

Mungkin iya juga sih ya Ter, kalau semakin

dewasa seseorang seharusnya semakin lebih

ini…(berhenti sejenak) sih pemahamannya.

Mungkin wawasannya lebih terbuka to Ter…

lebih…ke…hehe (tertawa).

Kalau saya sendiri sih, semakin dewasa semakin

tahu sih. Tetapi terkadang begini Ter.., pernah..,

pernah.., pernah.., semacam semakin gedhe

(tumbuh dewasa) kan semakin terbuka, tahu,

diajari yang ilmiah dan sebagainya, seperti:

manusia pertama dan sebagainya. Kadang,

pernah lho Ter, aku ini semacam…(mikir),

misalnya: saat membaca Kitab Suci tentang

Adam dan Hawa, Tuhan menciptakan

kayak…kayak gitu.. terus saya mikirnya, lho…h

kan manusia purba… seperti… seperti itu

(berpikir). Kadang.., kadang.., saya sempat

menghubung-hubungkan dengan yang semacam

itu.., he…hehe (tertawa).

Baris 561-566

Krishna

Kemudian, bagaimana proses Mbak Intan

sampai pada keputusan ‘oh iya apa yang

diajarkan orang tua dulu tentang agama Katolik,

saya imani, saya yakini bahkwa itu benar’?

Baris 571

Intan

Bagaimana ya? Kalau dipikir-pikir benar juga

sih.., haha (tertawa kecil). Ya sudah, tetapi gak

perlu dipikir-pikir dan kemudian tidak perlu

sampai pada dipecahkan masalah itu, dan itu

hanya kepikiran saja. Haha…

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2.

Nama Informan Theresa Sekar Wening (19 tahun),

Pekerjaan Mahasiswa

Waktu Rabu, 22 November 2017

Lokasi RM. Bale Bebakaran UNY

Keterangan Anggota Misa Kampus UGM

Latar Belakang Keluarga:

Theresa Sekar Wening (19 tahun) adalah mahasiswi dari Fakultas Sastra

Nusantara Universitas Gadjah Mada, semester III, selain itu ia juga tercatat

sebagai mahasiswi Institut Seni Indonesia, semester III. Tesa aktif dalam

organisasi Misa Kampus UGM, selain itu ia terlibat sebagai lektor di gereja. Tesa

berasal dari keluarga katolik, dan ia dibaptis sedari bayi. Tesa masih tinggal

bersama dengan keluarganya, dan berdomisili di Paroki Keluarga Kudus,

Banteng.

Baris Pelaku Uraian Wawancara Tema

Baris 1-5

Baris 6-10

Krishna

Peristiwa tertentu apa yang membuat Mbak

Thesa tertarik untuk mencari hadir-

Nya/keberadaan Allah dalam hidup keseharian

Anda? Dapatkan Mbak Thesa mengingatnya

kembali bagaimana prosesnya sampai Anda

mengetahui apa yang Anda percayai itu?

Pengalaman

Baris 11-15

Baris 16-20

Baris 21-25

Thesa

Sewaktu SMA, dan berkaitan dengan

perekonomian keluarga. Pada waktu itu SPP

saya mahal sekali. Hampir Rp 700.000,00

perbulan. Kemudian uang gedung sekolah juga

mahal. Ya..sekarang saya bisa memaklumi hal

itu, karena maklum sekolah swasta, favorit dan

bermutu di Yogyakarta. Jadi untuk harga

segitu, boleh dikatakan seimbanglah dengan

fasilitas-fasilatas sekolah yang diberikan.

Cuma masalahnya di dalam keluarga kami

semuanya masih sekolah, sama-sama butuh

biaya. Kakak saya yang pada waktu itu kuliah,

dengan praktek yang musti ia jalani, dan tentu

saja uang yang ia butuhkan juga banyak. Selain

itu, adek saya juga sekolah SMP swasta.

Terkadang kami dalam membayar SPP

tersendat-sendat. Dan tidak jarang,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 26-30

Baris 31-35

Baris 36-40

Baris 41-45

Baris 46-50

Baris 51-55

Baris 56-60

Baris 61-65

Baris 66-70

Baris 71-75

pembayaran SPP saya sering dikalah-kalahkan,

karena kakak saya musti bayar kuliah, kalau

tidak membayar kakak saya tidak bisa kuliah

dan mengikuti praktek di kampus. Kemudian

untuk SPP adek lebih murah dari biaya SPP

saya, jadi SPP adekku lah yang didahulukan.

Jadi pernah, berapa bulan tidak membayar

SPP, dan setelah punya uang baru dibayarkan.

Dan tentu saja tagihan untuk pelunasan SPP itu

semakin menumpuk. Dan pada waktu itu, pada

ujian akhir semester, perasaan hati saya tidak

nyaman, semacam kemrungsung gitu lho Ter.

Persoalannya, duh bagaimana ini, besok saya

sudah mulai UAS, dan dari pihak sekolah

minta untuk segera melakukan pelunasan SPP.

Hal ini saya alami juga sewaktu saya masih

SMP. Kakak saya SMA nya di negeri dan adek

saya SD nya di Kota Baru. Dan sama… SPP

saya adalah yang paling mahal. Sebenarnya,

pada waktu itu saya merasakan hal tersebut,

namun karena masih SMP jadi saya tidak

terlalu memikirkan akan hal tersebut. Karena

saya masih kecil. Ibu cuma bilang ‘sabar ya

Thes.., ibu belum ada uang, besok kalau ada

uang ibu pasti lunasi. Sabar ya…’. Dan, saya

hanya bisa bilang ‘ya…’. Dan setelah SMA,

saya berpikir tentang kondisi, dan situasi

tersebut, ‘duh…ini uangnya dapat darimana?,

terus ini bagaimana, sudah seharusnya

membayar SPP namun belum bisa membayar,

dan besok sudah UAS’. Dari rasa keburu-buru

itu saya mulai menyangsikan akan hadirnya

Allah. Kalau Tuhan memberi rejeki kepada

keluarga saya kok sepertinya tersendat-sendat,

kenapa to? Padahal usaha bapak sudah cukup

keras. Dan, hasil yang didapat tu tidak

seberapa. Terkadang saya protes sama Tuhan,

‘Tuhan tu gimana to.., apa saya ini salah dalam

berdoa ya?’ ha..haha (tertawa). Karena dalam

saya berdoa, saya mengucap ‘Tuhan berilah

bapak-ibu rejeki yang secukupnya’.

Maksudnya dulu saya berpikir, kenapa pada

waktu itu saya berdoa seperti itu supaya ‘aku

akan selalu berdoa’ tu lho Ter. Hari ini saya

berdoa, besok saya berdoa, dan untuk

kelangsungan kehidupan selanjut-selanjutnya.

Dan saya berpikir ‘apa saya salah berdoa, apa

saya besok dalam berdoa minta yang melimpah

saja pada Tuhan?’. Dulu saya pernah berpikir

seperti itu, ha..haha (sambal tertawa).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 76-80

Baris 81-85

Baris 86-90

Baris 91-95

Baris 96-100

Baris 101-105

Baris 106-110

Kemudian, habis itu… em.., memang SPP itu

akhirnya terbayarkan, cuma setelah kepepet-

kepepet gitu lho Ter…

Tetapi saat kepepet-kepepet itu, saya menjadi

berpikir ‘ya.., memang Tuhan punya rencana,

kalau memang harus bayar SPP harus mepet’.

Cuma, nanti kalau mengalami hal yang sama,

kemrungsung lagi pasti berpikir kembali pada

hal yang sama. Dahulu, saya juga sempat

menyangsikan, ‘bapak-ibu sudah bekerja keras,

namun yang didapatkan cuma segitu-gitu aja

tu, terus yang namanya Tuhan itu di mana?’

saya pernah berpikiran seperti itu, dan saya

pada waktu itu tidak berpikiran, bahwa saya

dapat hidup sejauh ini juga karena campur

tangan Tuhan, kalau bukan karena Tuhan siapa

lagi’. Pada waktu itu saya tidak berpikiran

semacam itu lho Ter, cuma gara-gara masalah

perekonomian keluarga saya sempat

menyangsikan Tuhan. Ya ampun…saya jahat

banget. Ha…haha (tertawa malu). Ya palingan,

kalau kepepet-kepepet gitu, saya terus ‘aduh…

kok seperti ini, dan nanti kalau semuanya itu

sudah terjadi o.., ya sudah. Dan, memang ya

harus seperti itu, nanti kalau kepepet lagi

kembali mengeluh lagi’. Tetapi, semenjak

kuliah tidak terlalu seperti dahulu lagi, sudah

seperti…ya nanti pasti sebelum saatnya

tenggang waktu habis untuk bayar UKT pasti

Tuhan memberikan banyak cara lewat

usahanya bapak, biar saya bisa membayar

UKT. Dan sekarang mikirnya sudah seperti itu

sih Ter. Sekarang kan sudah terasa lebih lega,

karena membayarnya tiap semester, dan bukan

tiap bulan sekali. Dan jadinya, ngerasa..oh

ya… ha…haha (tertawa).

Baris 111-115

Krishna

Dari pengalaman Mbak Thesa yang merasa

Tuhan itu terkadang terlambat. Mbak Thesa

pernah tidak, marah dengan Tuhan kemudian

berhenti berdoa? Kan tadi Mbak Thesa

menceritakan bahwa Mbak Thesa merasa kata-

kata yang diucapkan itu salah. Bagi Mbak

Thesa sendiri bagaimana?

Baris 116-120

Thesa

Hmmmm… (berpikir). Biasanya saya masih

tetap berdoa, karena ibu selalu mengingatkan

kepada saya ‘tidak apa-apa, sabar, nanti pasti

Ibu bayar’, Ibu selalu mengatakan itu kepada

saya. Jadinya, saya tetap berdoa. Cuma sekali

dulu saya pernah merasakan seperti ‘saya

sudah berdoa giat, tetapi kenapa Tuhan tidak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 121-125

Baris 126-130

Baris 131-135

Baris 136-140

Baris 141-145

Baris 146-150

Baris 151-155

Baris 156-160

Baris 161-165

Baris 166-170

mengabulkan permohonan saya?’. Waktu itu

saya mengikuti ujian SMM (jalur rapot

sekolah). Dan dahulu saya pernah sekali

memakai Tarot. Dan dia yang membaca tarot

saya itu bilang ke saya ‘mau masuk kuliah di

mana?’, kemudian saya jawab ‘sastra nusantara

UGM’. Kemudian dia bilang ‘bisa kamu

masuk, kamu tu kuat untuk cukup kuat masuk

ke sana, cuma kamu akan banyak sekali

dihalangi karena kamu menggunakan nama

baptis Theresa. Karena di luar sana, karena ada

nama baptis akan lebih banyak dipersulit.

Tetapi kamu berdoa yang lebih giat saja,

yakinlah kamu bisa masuk di Sastra Nusantara

UGM’.

Dari hal itu, saya menjadi terpancing untuk

berdoa lebih giat, kemudian saya berdoa

novena macam-macam, dan tidak pernah

terputus-putus. Saya berdoa Novena Tiga kali

Salam Maria dan Novena Hati Kudus Yesus.

Sampai jam 24.00 WIB pun saya jalani itu.

Jadi tepat jam 24.00 WIB saya bangun,

kemudian cuci muka lalu berdoa. Dan juga jam

19.00 WIB sembilan hari secara berturut-turut

saya jalani, sampai habis Sembilan hari masih

tetap saya lanjutkan untuk berdoa. Dan giat

sekali saya berdoa pada waktu itu. Dan, begitu

pengumuman SMM, saya tidak lolos

(menghela nafas sejenak). Dan pada waktu itu

nangis, kemudian saya bilang ke Ibu ‘Bu…lha

aku tu sudah berdoa macam-macam, kok

Tuhan tidak mengabulkan doa saya. Tuhan ini

bagaimana to?’ Kemudian Ibu menyadarkan

saya, ‘lha kalau mindset’mu seperti itu salah.

Sudah.., sekarang kamu berdoa mohon ampun

karena sudah menyangsikan Tuhan. Pasti ada

jalan lain’. Kemudian saya berdoa sambil

nangis-nangis begitu Ter. Kalau saya disuruh

mengikuti ujian SBMPTN (Seleksi Bersama

Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dan UM

(Ujian Mandiri), saya tidak pede dengan

kemampuan diri saya. Terus akhirnya saya

berdoa, dan mohon ampun kepada Tuhan, dan

terus berdoa sambil belajar untuk

mempersiapkan UM dan SBMPTN.

Sewaktu ujian SBMPTN saya takut banget,

karena kalau jawab salah itu dikurangi, kalau

di kosongkan tetap nol, tetapi kalau benar

pointnya empat. Nah pada waktu itu, sudah

banyak jawaban yang saya kosongkan, karena

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 170-175

Baris176-180

Baris 181-185

Baris 186-190

Baris 191-195

Baris 196-200

Baris 201-205

Baris 206-210

Baris 211-215

saya takut sekali. Akhirnya SBM saya kembali

tidak lolos. Kemudian saya mencoba untuk

mengikuti ujian masuk di ISI, dan saya

diterima di sana. Habis itu saya baru mengikuti

Ujian Mandiri. Pada waktu itu juga, Bapak

bertanya kepada saya ‘kalau kamu di terima di

UGM bagaimana?’ Kemudian saya jawab ‘ya

tidak saya ambillah Pak, karena saya sudah

masuk di ISI.’ Begitu selesai, dan

pengumuman, dan pada waktu itu saya hanya

iseng saja, pengumuman itu jam 07.00 WIB

dan saya sengaja untuk membukanya jam

08.00 WIB. Karena saya berpikir,

‘halah…saya pasti tidak masuk…’. Begitu

saya buka ada tulisan ‘Selamat saudari atas

nama Theresa Sekar Wening di terima di

jurusan Sastra Nusantara, seperti gitu…’ Terus

saya langsung diam gitu, dan saya serasa tidak

percaya gitu lho Ter (sambal tersenyum,

tertawa kecil). Kemudian saya jalan ke luar

dari kamar ‘kok ada namaku’ aku bilang begitu

(sambal tertawa). Kemudian saya bilang ke

Bapak, ‘Pak, aku diterima di UGM’. Terus,

saya senang. Kemudian saya bilang ke Bapak,

‘Pak, kalau semisal saya masuk dan kuliah di

UGM saja bagaimana? Karena saya ingin

masuk di UGM sedari saya kelas 11’.

Kemudian Bapak berkata ‘ya tidak apa-apa’.

Nah, saat kami sekeluarga liburan di

Wonosobo, Bapak bilang ‘Thesa…kalau kamu

kuliah dua, kamu bisa tidak? Kalau kamu mau,

cobalah satu semester dulu saja, dan kalau satu

semester itu kamu merasa tidak kuat ya sudah

di akhiri, dan tidak usah di lanjutin’. Puji

Tuhan saya merasa kuat sampai dengan

semester ini. Dan, kalau diingat-ingat kembali,

ya… e…ya (sambil berpikir), kalau dahulu

saya bilang ‘Tuhan itu di mana, setelah saya

novena gila-gilaan seperti itu kok permohonan

ku tidak dikabulkan?’. Sebenarnya itu salah,

karena Tuhan itu pasti punya jalan, e… seribu

satu cara supaya saya ini tetap dapat masuk

UGM. Dan ternyata itu terbukti. Berarti

novenaku kan juga tidak sia-sia to Ter, ternyata

bukan masuk melalui SMM. Memang rejeki

saya tidak di situ, tetapi melalui ujian UM,

seperti gitu sih Ter.

Krishna

Apa yang Mbak Thesa ketahui tentang paham

Allah di dalam pemahaman orang Katolik?

Pengetahuan

Thesa Kalau menurutku sih Ter, Allah-nya orang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 216-220 Katolik itu satu, tiga di dalam satu. He..hehe

(tertawa kecil)

Krishna

Bagi Mbak Thesa sendiri Tuhan Yesus itu

siapa?

Baris 221-225

Baris 226-230

Baris 231-235

Baris 236-240

Thesa

Tuhan Yesus itu Bapak, karena…ketika saya

ditawari Bapak, ‘hendak sekolah di Stece atau

Stero? Masuk sekolah di Stece susah, biayanya

mahal. Lebih baik masuk Stero saja, dan

menurut Bapak kamu lebih bisa berkembang di

Stero’. Kemudian saya bersedih, kenapa saya

tidak dapat memilik sekolah yang saya

inginkan? Setelah itu saya berdoa sambil

nangis, hehe… (tertawa). Dalam doa, saya

bilang ‘Tuhan saya pengen sekolah di Stece’.

Setelah selesai berdoa, saya bilang ke Bapak,

dan yang saya rasakan sungguh lega dan saya

tetap memantapkan hati ingin sekolah di Stece.

Dan akhirnya saya bisa sekolah di Stece dan

dapat lulus juga dengan baik. Jadi ketika saya

mengalami sebuah kesulitan, saya mengambil

waktu untuk berdoa. Setelah saya berdoa, ada

sebuah kelegaan yang saya dapatkan. Saya

merasakan semua itu dilancarkan, dan

dimantapkan. Jadi setelah aku berdoa tu yang

tidak nyaman menjadi nyaman.

Baris 241-245 Krishna

Apa peran khas Allah dalam pengalaman

keseharian Anda sebagai seorang remaja

Katolik?

Baris 246-250

Baris 251-255

Thesa

Allah sebagai pemberi segalanya. He…hehe

(tertawa kecil). Terkadang dalam keseharian

itu muncul, saat di rumah tidak ada makanan,

tiba-tiba tetangga datang dan memberi

makanan. Seperti “ini masaknya banyak, dan

dianterin makanan ke rumah” Juga di saat

tidak ada uang, raba-raba saku baju, lho ada

uang. Seperti Tuhan tu mengingatkan, ‘Thesa..,

pakai baju ini lho, habis itu kamu raba-raba

sakunya nanti ada uangmu’. Bapak yang

memberi segalanya.

Baris 256-260

Krishna

Terus, ketika bersama dengan teman-teman

pernah tidak mendiskusikan tentang Allah,

atau paham tentang Allah dalam Katolik? Atau

kamu ditanyain oleh teman-teman.

Baris 261-265

Thesa

Ketika aku ditanya, aku menjawab Ter, tapi

aku gak pernah menceritakan apa ya… karena

aku takut, dan aku belum tahu pola pemikiran

mereka kan Ter. Dulu pernah aku diajak sholat

ama teman, habis tu aku sebel to Ter.., karena

agamaku tu persoalan aku dengan Tuhanku,

orang lain gak berhak ngejok-ngejoki aku,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 266-270

Baris 271-275

Baris 276-280

Baris 281-285

terus aku seperti kaya udah..gak… (berpikir),

mungkin gak berani terlalu terbuka dan terlalu

gegabah. Soalnya aku terlalu takut karena

mereka ternyata fanatik, jebul…aku sekarang

yang gak punya teman, malah nantinya tambah

aku gak punya teman.

Kemudian setelah berdinamika, mereka

bertanya..”kamu tu Katolik apa Kristen to?” ya

aku jawab ‘aku Katolik’. Nah, kalau Katolik tu

doanya seperti apa sih? Dan aku jelaskan ke

mereka, ya kalau ke gereja tu ikut misa. “nanti

ada lagu [puji-pujiannya Te?” (tanya

temannya), ia ada… “kamu aktif gak di gereja

Te?”, dan ku jawab ‘ya lumayan, karena aku di

gereja jadi lektor’. Dan terkadang aku ijin ke

teman-teman, saat kalau ada rapat begitu ‘e..,

aku ke gereja dulu ya..’ dan mereka juga

mengijinkan “iya gapapa, iya kamu ke gereja

dulu aja”.

Krishna

Kalau Mbak Thesa sendiri, dalam berdoa

sering mengarah kepada siapa? Bunda Maria,

Tuhan Yesus atau kepada Allah?

Nada/Kada

Emosi/

Perasaan

Baris 285-290

Thesa

Kalau saya lebih kepada Tuhan Yesus, karena

jika dibandingkan novena Tiga Kali Salam

Maria, saya lebih sering berdoa Novena Hati

Kudus Yesus. He…hehe (tertawa).

Baris 291-295 Krishna

Sebagai seorang remaja Katolik, bagaimana

Anda menghayati makna kehadiran Yesus

dalam kehidupan Anda? Apakah Anda merasa

bimbang tentang Allah?

Baris 296-300

Baris 301-305

Baris 306-310

Baris 311-315

Thesa

Saat menjalani perkulihan di dua tempat

Perguruan Tinggi, saya pernah merasakan

capai. Namun saya tidak berpikiran seperti

dahulu, yang menyangsikan Allah, namun

lebih pada ‘capai ya gimana, harus dijalani’.

Paling tidak saya cuma berbagi dengan Ibu,

‘saya capai Bu…’, dan Ibu kemudian

menguatkan saya. Bagi saya, perkuliahan ini

ada semacam siklusnya. Jadi dalam awal

semester itu saya pasti giat, semangat, dan

begitu mendekati akhir semester, itu…tu

semacam ketumpuk-tumpuk gitu, terus nanti

saya bakalan seperti capai sendiri, dan nanti di

awal semester, kemudian mengisi KRS saya

merasa kembali capai. Lho jadwal mata

perkuliahan ini kok bentrok dengan mata

perkuliahan ini. Juga di sini saya hanya bisa

dapat ambil enam SKS padahal di sana saya

bisa mengambil 24 SKS. Dan seandainya saya

tukar, di sini saya hanya dapat ambil 16 SKS,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 316-320

Baris 321-325

Baris 326-330

Baris 331-335

sayang padahal IP saya bagus dan dapat

mengambil jumlah SKS yang lebih, dan di

sana juga saying karena IP saya juga bagus.

Jadi lebih begitu lho Ter… Di sini tidak bisa

mengambil SKS yang banyak, di sana juga

tidak dapat mengambil SKS banyak juga. Jadi

semacam capai sendiri kalau mengisi KRS.

Tapi begitu semester tiga ini, saya sudah

mengetahui cara mengatasinya, dan setelah

mengisi jadwal KRS saya merasakan seperti

Tuhan sudah mengatur segalanya, buktinya

saya di sini dapat mengambil berapa SKS, dan

di sana dapat mengambil berapa SKS, dan

semua itu dapat balance. Jadi, tidak merasakan

tidak secapai semester-semester awal. Jadi

tidak ada yang bentrok. Itu mulai dari semester

II, karena dalam semester I aku mendapatka 3

nilai E. dan semester II kemarin tidak ada yang

E karena jadwalnya sudah bisa tertata, tetapi ya

masih setres di sini bentrok, dan kalau

dikurangi rasanya eman. Tapi sekarang ini

dikurangi tidak seberapa tapi disini dapat

menambah banyak. Jadinya tidak terlalu capai.

Krishna Kenapa dapat nilai E?

Baris 336-340

Baris 341-345

Thesa

Karena jadwalnya barengan Ter, di UGM

kuliah, dan di ISI juga kuliah, dan di UGM

yang udah masuk duluan makanya tidak aku

lepas dan di ISI yang aku lepas. Jadi di ISI tu

aku gak pernah masuk, gak pernah ujian, jadi

nilaiku E. Ya udah…jadi aku harus mengulang

lagi di semester ini.

Baris 346-350

Krishna

Apa pendapat Anda berhubungan dengan

pemahaman iman Katolik yang dihubungkan

dengan identitas religius? Apakah itu saling

terkait? Mohon penjelasannya!

Pendapat

Baris 351-355

Baris 356-360

Baris 361-365

Thesa

Benar sih Ter, menurutku tu orang atau

manusia semakin dewasa, pengalaman

hidupnya semakin banyak, begitu juga dengan

semakin dewasa otomatis dinamikanya juga

semakin luas. Jadi semakin banyak

pengalaman, orang akan semakin memahami

apa itu iman Katolik. Seperti dulu, saya

menyangsikan Tuhan cuma karena masalah

ekonomi, dan setelah dewasa saya semakin

menyadari untuk semakin nrimo bahwa ini

adalah rencana Tuhan, dan Ia sudah

mengaturnya dengan sedemikian rupa. Hal itu

menunjukkan bahwa saya semakin percaya

akan penyelenggaraan Ilahi, semakin

memahami kalau semua itu ada waktunya, dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

indah pada waktunya.

Krishna

Mengapa ada orang yang tampaknya lebih

beruntung dibandingkan dengan orang lain?

Baris 366-370

Baris 371-375

Baris 376-380

Baris 381-385

Baris 386-390

Thesa

Teman-teman SMA saya tu rata-rata anak

orang kaya semua, misalkan dalam merayakan

17th itu dirayakan di hotel, mengundang

bintang tamu.., sedangkan 17th ku tu cuma di

kedai brongkosnya Ibu, dengan nasi

tumpengan. Selain itu juga, saya pernah juga

membandingkan uang saku, ya… uang saku

saya cukup, tapi sepertinya uang saku teman-

teman saya lebih banyak, mereka bisa main ke

sini-sani, bisa jalan-jalan ke luar negeri,

sedangkan saya belum pernah. Saya berpikir,

hidup mereka tu enak banget ya? Setelah itu

saya mencoba untuk membandingkan, ‘coba

dulu Bapak tidak pindah dari Jakarta, mungkin

hidup saya lebih enak’. Setelah, saya

merasakan ada sebuah kenyamanan dengan

teman-teman di Jogja, kemudian saya

bersyukur karena kalau bapak dan Ibu tidak

pindah ke jogja, saya tidak akan mempunyai

teman-teman yang sudah seperti saudara,

keluarga. Begitu juga, sekarang kelihatannya

di Jakarta tu apa-apa susah, dan menurut saya

pergaulannya lebih nyaman, dan enak itu di

Jogja. Jadi saya selalu mencari akan hal-hal

yang menguatkan. Dan membuat aku berpikir,

sudah gak usah membanding-bandingkan,

karena semua itu pasti ada enaknya dan tidak

enaknya.

Baris 391-395 Krishna

Menurut Mbak Thesa seberapa penting

pengaruh/peran orang tua atas diri Anda?

Baris 396-400

Baris 401-405

Baris 406-410

Thesa

Peran orang tua di dalam keluarga saya itu

super…

Saya bersyukur, karena saya di lahirkan dari

keluarga Katolik, maksudnya bapak dan ibu

seagama, sepemahaman. Juga pengaruh

didikan Eyang Kakung dan Eyang Putri,

karena dulu saya pernah dititipkan ke mereka,

hingga saya kelas 3 SD. Dan menurut saya,

mereka adalah orang Katolik yang keren.

Karena Eyang Kakung berdoa, setiap jam dua

atau jam tiga pagi itu, semua orang bisa di

sebut dalam doanya Eyang. Dan Eyang Putri

yang dulunya muslim tu lebih Katolik daripada

orang Katolik, lebih memahami ajaran katolik

daripda orang-orang di sekitarnya yang sama-

sama agama. Jadi Eyang Putri tu mengajarkan

aku tuk pergi ke sekolah Minggu, berdoa, pergi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 411-415

Baris 416-420

Baris 421-425

ke gereja. Dan ibu-bapak juga mengajarkan itu,

jadi seperti aku bersyukur dilahirkan di

keluarga seperti itu. Karena aku punya temen

katolik dan papa-nya bukan katolik. Dia untuk

baptis aja susah, dihalang-halangi. Dan aku

berpikir..”ya ampun untuk memilih agama aja

susah, padahal dia pengen menjadi katolik tu

sudah sejak kapan, dan ia selalu dihalang-

halangin ama papa-nya. Bahkan dalam

memilih agamapun gak bebas”. Jadi aku

bersyukur, karena dikaruniai keluarga yang

solid dan bisa mendidik aku dengan baik

secara Katolik. Jadi bagi aku, kedua orang

tuaku tu super sekali.

Krishna

Apakah dalam keseharian Mbak Tesa juga

melakukan refleksi, memaknai pengalaman

keseharian

Baris 426-429

Thesa

Emmm..kadang kalau misalnya aku lagi selo,

dala artian gak capai begitu Ter. Sambal

tiduran aku berpikir, seharian tadi aku ngapain

aja sih. Jadi kadang iya, kadang enggak.

He…hehe (tertawa kecil)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3.

Nama Identitas Adyatmaka Jati (23 tahun)

Pekerjaan Mahasiswa

Waktu Rabu, 22 November 2017

Lokasi RM. Flamboyan, Karanggayam Baru

Keterangan Mantan seminaris Mertoyudan

Latar Belakang Keluarga:

Adyatmaka Jati adalah mahasiswa Seni Musik di Universitas Negeri

Yogyakarta. Dahulu ia juga sempat mengenyam pendidikan di Seminari

Mertoyudan hingga lulus, dan setelah itu mendaftar di salah satu kongregasi

dengan ada pertimbangan, sehingga ia memutuskan untuk tidak melanjutkannya

dan memilih untuk kuliah di luar saja. Jati dididik dalam lingkungan pendidikan,

ayah dan ibunya adalah seorang guru, juga aktifis dunia pendidikan. Jati dibaptis

sejak bayi. Anak pertama dari tiga bersaudara. Kedua orang tuanya juga aktif

dalam kegiata lintas agama, Gusdurian. Bapak-ibu tu juga pemasmur gereja, dan

rumah itu sering digunakan sebagai tempat latihan koor. Bahkan bapak dulu

pernah menjadi Dewan Patoral Keuskupan. Ibunya sekarang menjabat ketua

WKRI di katedral, Purwokerto.

Baris Pelaku Uraian Wawancara Tema

Baris 1-5

Krishna

Selama 22 tahun ini, peristiwa atau

pengalaman apa yang menurut Mas Jati Allah

itu hadir dalam hidup keseharian Jati?

Pengalaman

Baris 6-10

Baris 11-15

Baris 16-20

Jati

E…. (berpikir sejenak). Sebenarnya aku

mengalami beberapa kali sih Ter. Tapi yang

paling aku rasakan tu ketika aku SMP,

menjelang kelulusan SMP. Aku bisa

mengatakan mas itu menjadi masa aku jatuh.

Dalam arti aku jatuh dalam banyak dosa. Yo

cah SMP lah…aku mulai belajar merokok,

aku pernah ketahuan minum, hampir di

penjara juga. Dan aku pernah meh pergi dari

rumah, karena.. aku merasakan tidak berguna

di rumah. Aku cuma jadi orang yang

menyusahkan saja, pagi-pagi aku berangkat,

aku gak minta uang saku atau apa. Aku cuma

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 21-25

Baris 26-30

Baris 31-35

Baris 36-40

berniat datang ke sekolah dan habis tu pergi

dari rumah. Tapi… entah…entah piye kie

wali kelasku waktu itu, tau-tau beliau

memanggil aku ke ruang guru. Tapi bukan

bermaksud dia mau cari tau aku kenapa,

waktu itu aku mau dimintain tolong untuk jadi

lektor pas misa sekolahan. Nah… kan waktu

itu muka ku tu jelek banget to Ter, sedari pagi

aku sedih banget, terus beliau tanya “lho kowe

kie ngopo e le?” Dan akhirnya aku cerita. Dan

mengapa aku bisa bercerita ini, karena Allah

hadir dalam wali kelasku, coba ketika aku gak

dijaluki tulung, apa yang akan terjadi waktu

itu, kan aku wes lunga. Karena waktu itu

niatku sudah bulat, pengen pergi dari rumah.

Karena aku hanya menyusahkan orang tua,

aku di nasehati sudah tidak bisa, nilai ku juga

jelek, aku sudah tidak ada harapan. Karena

waktu itu dalam masa kalut, dan akhirnya aku

sama wali kelasku dipaksa untuk ikut pulang

ke rumahnya, cerita-cerita, klarifikasi, aku

dievaluasi dan sebagainya dan akhirnya aku

di jemput bapak-ibu ku dengan suasana haru.

Wha…ka (tertawa kecil)

Baris 41-45 Krishna Berarti wali kelas telp ke bapak dan ibu?

Baris 46-50

Baris 51-55

Baris 56-60

Baris 61-65

Baris 66-70

Jati

Iyo no…ha…haha (tertawa). Bapak-ibu ku

juga telpon “Jati tadi ke sekolahan tidak?”

gitu…ne kora yo piye? Aku wes ilang.

Itu, yang pertama. Kedua, tu aku mengatakan

selama empat tahun prosesku di seminari.

Sebenarnya dulu aku masuk ke seminari juga

aku tidak tahu. Banyak orang yang

menyangkal dan pesimis terhadapku “wong

koyo ngono kok arep mlebu neg seminari,

kepriye?” karena banyangan mereka adalah

orang yang suci-suci, mereka yang punya

latar belang rohani dan lain sebagainya.

Padahal aku gak ada sama sekali. Dan pada

waktu itu aku punya kegelisahan, rasanya aku

pengen masuk seminari. Aku sepertinya

terinspirasi ama frater-frater yang gondrong-

gondrong. Karena pada waktu itukan baru

dalam masa tahbisan, banyak frater yang

maen ke katedral to. Gondrong-gondrong,

ngrokok-ngrokok keren lho kuwi… yakin…

aku njur pengen. Nah dari situ aku kemudian

pengen mendaftar ke seminari. Kemudian aku

daftar, dan banyak orang yang meragukan

aku, ‘ngopo cah koyo ngono kok ndaftar ke

seminari, palingan gak diterima. Yang daftar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 71-75

Baris 76-80

Baris 81-85

Baris 86-90

di sana tu cah pinter-pinter, cah apik-apik, dan

bukan anak kasus’, Nah…kalau aku kan

penuh kasus Ter, dan aku diterima di sana,

dan aku berproses di sana Ter, dan aku

ngalami apa itu yang namanya transformasi di

situ selama empat tahun. Karena aku tidak

tahu secara sendiri sih ter, tapi bapakku sing

ngomong “Le kowe kudu bersyukur Le, iso

bertahan neng seminari selama empat tahun,

meskipun tidak di terima di Girisonta. Tapi

bapak melihat kamu mengalami banyak

perubahan, cara kamu berpikir, cara kamu

ngomong, kemudian cara berelasi, terus cara

kamu menghadapi orangtua mu juga

berbeda”. Aku tidak tahu di mananya, tapi

aku bersyukur di situ karena Allah berkarya di

situ, lewat formator, lewat teman-teman, dan

prosesnya di seminari. Akhirnya aku bisa

menyadari bahwa dulu aku pernah jatuh, terus

aku diangkat, dan kemudian aku di ubah di

sini. Aku disembuhkan di situ.

Krishna

Apa yang kamu rasakan di situ? Bahwa kamu

merasakan bahwa Allah itu hadir di

pengalaman itu?

Baris 91-95

Baris 96-100

Baris 101-105

Jati

Aku teringat akan cerita ‘quo vadis’ yang

Petrus mau pergikan, kemudian Tuhan

bertanya ‘kamu mau kemana?’. Nah aku

merasakan seperti itu sih…kamu tu mau pergi

kemana Jat, tetapi itu lewat wali kelas. Ya aku

sadarnya baru belakangan ini sih, karena aku

udah bisa merenung, tapi kalau dulu sih cuma

ya karena ibu wali kelas, dan beliau musti

mengetahui keadaanku. Tapi setelah aku

pikir-pikir, waktu itu beliau hanya mau minta

untuk tugas lektor dan melihat mukaku kusut,

dan terus ditanya kan… dan setelah itu aku

cerita. Tapi coba itu akan ada kemungkinan

lain kalau semisal aku gak mau cerita, atau

aku cerita yang lain. Yo… di situ lho…

Baris 106-110

Krishna

Kemudian, pada waktu kamu baru merasakan

kegalauan itu, kamu mencoba menceritakan

itu ke temen’mu tidak?

Baris 111-115

Baris 116-120

Jati

Aku mencoba cerita ama temen dekatku,

yo…temen ku rusak, nakal. Aku cerita kalau

aku arep ora bali ngomah. Kemudian dia

bertanya “lha ngopo?”, yo aku jawab “aku

gak ada artinya kalau aku balik ke rumah,

percuma…” dan aku sempat bilang “mengko

golekno aku gawean”. Gila gak? Anak SMP

mau cari kerja, yuhhhh…gendheng baget to

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

aku.. Aku cah SMP arep golek gawean opo?

Jadi pembantu? Nyapu-nyapu omah, dulu tu

aku mikir gitu…

Krishna Kemudian temen kamu?

Baris 121-125

Jati

Yo sesuk tak golek ke. Ngono kuwi kie…

tenan, lha piye hayoo…untung ono wali

kelas. Untung ada wali kelas, jadi aku masih,

kalau gak ada mboh..aku wes ilang..

Baris 126-130 Krishna

Jadi, setelah kejadian itu, kamu

menggambarkan Allah itu semacam apa?

Baris 131-135

Baris 136-140

Baris 141-145

Baris 146-150

Baris 151-155

Baris 156-160

Baris 161-165

Baris 166-170

Jati

E….opo yo… angel kuwi..

E… (berpikir) kalau aku sih simple, ketika

aku berbohong ke orang tuaku, simple aja lah

“duit’e iseh ora Le?” dan aku jawab “iseh

kok”, aku ingin melegakan mereka dan tidak

ingin membuat mereka kepikiran tentang

akau. Aku cuma berusaha cari uang lewat

reguleran, ngejob. Dan ketika aku berbohong

tu aku deg-degan banget Ter. Aku gelisah,

kok aku ngapusi to? Aku kok rasane ora bener

to ngapusi bapak-ibuku. Aku iso telung dina

rasa kuwi. Jadi Allah itu semacam

penyadaran bagi aku.

Terus kedua itu Allah hadir lewat teman-

teman. Kenapa? Jujur saja, aku bisa sampai

kemana-mana juga karena teman-teman. Aku

bisa masuk ke grup ini, aku bisa main di sini,

aku bisa ngejobs neng kene, itu karena temen,

karena komunitas. Puji Tuhan, kemarin bisa

sampai di Jakarta, dan itu gratis, rekaman

gratis. Aku menyadari bisa hidup seperti ini

itu karena teman-teman.

Aku di IKMK juga seperti itu, nge-MC, aku

berani banyak ngomong, juga ngonsep

banyak acara itu juga karena teman-teman di

IKMK. Karena teman-teman di IKMK tu

memberiku kesempatan. Dulu tu aku lugu,

karena habis di seminari, aku gak tau lagi

dunia luar tu seperti apa, ya cuma modal

berani ngomong aja. Berkat lewat sidang

akademi seperti-seperti itu.. Tapi pengalaman

menjadi panitia, aku sama sekali tidak tahu.

Tapi… lama kelamaan aku seperti di dorong,

langsung di kasih kesempatan, tidak

didampingi, dan sebagai-bagainya,

bleng…dan aku belajar sendiri, dan akhirnya

aku bisa, dan itu sampai dengan sekarang.

Allah memberiku kesempatan untuk

berkembang, lewat hal-hal yang simple dan

tak terpikirkan, dan efek itu bakalan aku

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

rasakan hingga esok nanti, dan bisa aku

gunakan terus.

Baris 171-175

Krishna

Ketika kamu mengalami semacam Quo Vadis,

perubahan dalam diri sewaktu di Mertoyudan,

bahkan bapak pun juga mengatakan itu. Mas

Jati sendiri menyadari perubahan itu tidak?

Baris 176-180

Baris 181-185

Baris 186-190

Baris 191-195

Jati

Pertamanya betanya-tanya aku, “kowe

perubahan seko ngendhi?” padahal

komunikasiku dengan bapak sama seperti

ketika aku masih kecil dulu, cuman ya… yang

namanya orang tua ya ketemu cuma satu

semester sekali, nah mungkin orang tua

melihat dari aku sudah bisa menulis buku

refleksi, bisa shearing. Dan itu dilihat sama

bapak. Orang bisa shearing berarti sudah ada

perkembangan, karena dahulu aku sama

sekali tidak bisa, begitu juga dalam pertemuan

lingkungan aku bisa ngomong, berbagi

(shearing). Nah itu yang pertama.

Yang kedua, aku mau belajar. Belajar apapun

lho…tidak hanya pelajaran saja. Itu…Ter.

Bagi kami seminaris itu biasa, tetapi bagi

orang yang berada di luar, itu merupakan

sebuah rahmat yang perlu untuk disyukuri.

Lha ngono kuwi… dan akhirnya aku sadar.

Krishna

Kemudian peran Allah dalam kehidupan’mu

apa?

Baris 196-200

Baris 201-205

Baris 206-210

Baris 211-215

Jati

Peran Allah? Sek yo… mikir meneh iki, tesis

berat iki… ngeri… wha…kaha (tertawa).

Peran Allah… (berhenti sejenak).

Tuhan…Allah itu penting banget dalam

kehidupanku, Allah memberiku kesempatan

dalam mengembangkan talenta, musik

terutama. Karena sampai sekarang aku diberi

hidup lewat musik, yang orang pikir musik itu

apa sih ‘pengamen’. Gak punya profesi tetap.

Tapi aku pengen membalik mainset itu ketika

aku jalani dengan sungguh-sungguh, maka

akan jadi orang. Nah itulah peran Allah di

hidupku. Seperti orang menitipkan barang dan

tolong dikembangkan, seperti di Lukas 25,

huhh… haha (tertawa kecil). Dan itu yang

kubawa hingga sampai dengan saat ini. Dan

dengan musik aku bisa mengembalikan

dengan pelayanan. Itulah peran Allah yang

paling terasa hingga sampai dengan saat ini.

Krishna

Di rumah bapak dan ibu ikut dalam dialog

agama Gusdurian, apa Jati sendiri dalam diri

ada keinginan dan mengarah ke situ?

Baris 216-220 Jati Aku… Sebenarnya pengen ketertarikan di situ

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 221-225

Baris 226-230

Baris 231-235

Baris 236-240

Baris 241-245

Baris 246-250

Ter. Aku, orang yang gak bisa diam. Artinya

aku akan jenuh, dan bosen kalau aku gak

ngapa-ngapain. Ntah… terinspirasi dari

bapak-ibu, tapi ini baru angan-angan sih Ter,

aku ingin mengumpulkan orang-orang di

kampus, yang bisa berpikir secara luas, bisa

berpikir yang NKRI, dan aku gak peduli

dnegan agama dia apapun, latar belakangnya

apa, aku pengen buat suatu komunitas yang

mampu berdampak bagi orang lain, bahwa

UNY itu tidak hanya sebatas muslim. Karena

aku merasa dan menilai sendiri di kampusku

itu secara mayoritas lebih mementingkan soal

agama, dan itu aku rasakan sendiri. Di IKMK

dulu pernah cuma meminta alat misa, buat

proposal ke rektorat tu susahnya minta

ampun. Lho… apa permasalahannya? Apa

karena hanya kita ini orang Katolik? Kita

pinjam ruangan aja dulu juga sudahnya minta

ampun. Ini ada apa? Sistem birokrasinya

kenapa? Kalau di logika ‘ni kampus kan

Negeri, dan gak ada hubungannya soal

agama/iman, seharusnya mereka ini lebih

NKRI. Lebih merata, namun ternyata tidak’.

Dan itu ingn aku teliti dan aku ingin

mengumpulkan, dan yo… kita buat gerakan

kecil lah. Dan itu mbuh kapan dan aku juga

belum tau siapa aja yang akan aku ajak.

Kerana cukup sulit buat ngajak orang-orang

yang berpotensi di UNY ini, terlalu banyak

orang yang ekstrem.

Krishna

Kalau pengalamanmu di kampus ini sendiri

bagaimana?

Baris 251-255

Baris 256-260

Baris 261-265

Jati

Kalau di fakultasku sih tidak begitu terasa,

karena fakultas seni. Tapi aku mendapat cerita

bahwa di fakultas lain (MIPA dan Teknik) tu

teman-teman Katolik merasa kalau

minoritasnya tu terasa banget. Kalau secara

minoritas jumlahnya iya, karena memang

cuma sedikit, tapi kenpa harus di perlihat-

lihatkan lagi. Misalkan dalam satu kelas, yang

tidak berkerudung cuma dia, habis tu

dosennya kemudian pilih kasih, yo nyuekin…

yo kepriye… yo… sebagainya karena dia

tidak berkerudung. Dan aku juga mendapat

shearing Dosen di fakultas Teknik,

sebenarnya dia tu calon Kepala Jurusan, dia

sebenarnya kompetensinya sudah oke, yo…

terus dia tidak jadi karena dia bawa salib. Hal

- hal itu yang menyebabkan aku menjadi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 266-270

penasaran, emang ada apa sih, dan kenapa

harus seperti itu?

Krishna

Pernah tidak mendapat pertanyaan tentang

pahan Allahnya orang Katolik?

Baris 271-275

Baris 276-280

Baris 281-285

Baris 286-290

Jati

Kalau teman-teman di fakultas sih tidak ada,

tetapi kalau di IKMK banyak yang bertanya.

Lha kowe cah seminari to…mbok iki tulung

di jelaske. Yo tak jelaskan sak kenane wae…

‘Allah tu bukan tiga, tetapi berkpepribadian

tiga’. Palingan kalau temen-temen di fakultas

tu hanya apa bedanya Kristen ama Katolik

sih? Kemudian mengapa Maria identik

dengan gua, seperti itu… ya aku menjelaskan

sesuai dengan kemampuanku aja Ter, misal:

‘perbedaan yang paling terlihat itu, kalau di

gereja katolik itu salibnya ada corpusnya, cara

ibadatnya juga berbeda. Kemudian…gereja

pernah mengalami masa gelap dan kemudian

ada yang namanya Martin Luther, dan

sebagai-bagainya gitu Ter’ tapi aku gak

menjelaskannya secara dalam.

Krishna Kalau bagi Mas Jati, Yesus itu siapa?

Baris 291-295

Baris 296-300

Jati

Yesus?? Piye yo? Kalau jamanku PIA

(Pendampingan Iman Anak) dulu Yesus itu

Putra Allah. Lalu di atas sana ada Allah Bapa

dan Allah Roh Kudus. Yesus itu adalah Allah

Putra. Tapi satu…ha..haha (tertawa) njur

kuwi aku ora reti. Tapi sekarang

pemahamanku Yesus itu bentuk Allah yang

menjadi manusia, Allah yang mempunyai

sifat kemanusiaan. Dan nyatanya dia juga jadi

manusia beneran. Dia juga merasakan sakit,

Dia juga menangis, dan lain sebagainya.

Baris 301-305

Krishna

Kalau dalam keseharian mas Jati sendiri lebih

sering berdoa kepada Yesus, Allah, atau

Maria?

Jati

Kalau aku sih lebih sering ke Allah dan

Maria. Bapa kami dan Salam Maria

Baris 306-310

Krishna

Pernah tidak Mas Jati ada keinginan untuk

pindah agama, semisal nie pacarnya beda

agama, terus ikut agama pacar mas.

Baris 311-315

Jati

Hal itu banyak aspek ya Ter, kalau mau

dilihat. Em… apapun bisa terjadi di Indonesia

ini. Misalnya aku punya pacar yang muslin

misalnya, itu akan terbentur dengan

kebudayaan, kebiasaan keluarga, kan ngaruh

banget to Ter? Nah sebenernya kalau menurut

aku, di gereja Katolik tu ada disparitas Kultus

dan misareligio, itu lho Ter. Yang nikah beda

agama dan beda gereja, toh gereja juga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 316-320

Baris 321-325

Baris 326-330

memfasilitasi, tapi kan itu ada… ada legalnya

gitu lho. Tapi yang bikin aku gak berani

adalah nantinya pasti akan terbentur dengan

masyarakat. Misalnya: kae pacaran beda

agama, sini Katolik-siji Muslim, sesuk anak’e

bingung, terus sing siji doyan kirik, sing sijine

ra doyan kirik. Jadi sifatnya adalah yang

stigma, pandangan. Pakdhe saya tu Katolik

sedangkan istrinya muslim, dan anaknya

sepertinya Katolik, dan itu sebenarnya

tergantung dengan orang tua. Ketika orang tua

menyetujui dan menerima konsekuensinya

tidak menjadi masalah.

Baris 331-335

Krishna

Sendainya besok Mas Jati nikah beda agama,

apakah Mas Jati mengharuskan anaknya

untuk mengikuti kepercayaan mas jati

sekarang ataukah memberi kebebasan kepada

anak-anak Mas Jati?

Baris 336-340

Baris 341-345

Baris 346-350

Baris 351-355

Jati

Em.., kalau aku sih ya Ter, aku sih

orangnya..aku akan berusaha untuk merdeka,

maksudnya segala pilihan adalah orang yang

melakukan. Tapi kan kalau sakramen kan

harus mendidik anak secara Katolik, nah itu

aku juga harus taat, kuwi juga marai bingung

meneh… di satu sisi, aku ingin memberikan

pilihan kepada anakku, kamu terserah tuk

masalah iman, yang membuat beda tu cuma

kebiasaan, tetapi lebih dari pada itu kita itu

orang Indonesia, kita itu sama. Ya itu banyak

hal yang membuat aku menjadi bimbang, dan

bertanya-tanya. Di sini ada aturan ini, dan di

sini ada aturan ini dan itu yang membuatku

untuk memilih aman dan aku gak mau

menjadikan itu ribet. Bukan ribet ke akunya

sendiri, tapi ribet karena banyak orang,

banyak adat, banyak tata cara dan lain

sebagainya. Di Indonesia susahnya itu..

Krishna

Pernah tidak mas jati merasakan kebingungan

tentang paham Allah di agama Katolik

sendiri?

Baris 356-360

Baris 361-365

Jati

Aku sempet mikir gini malah… Kok Allah itu

semacam otoriter gitu. Dan itu menjadi bahan

obrolan ketika aku kelas II di seminari. Dan

itu saya ungkapkan saat wawanhati. Rama

saya mau bertanya, kenapa Allah itu semacam

otoriter, aku melihatnya secara ekstrem,

karena apa-apa kok kita nurut Allah, apa-apa

kita nurut Allah, sebagaimana Allah itu

berkehendak. Itu ada apa sebenarnya? Kenapa

kita misalnya tidak boleh memilih takdir kita?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 366-370

Baris 371-375

Baris 376-380

Baris 381-385

Baris 386-390

Tapi kenapa kok harus Dia yang harus

menentukan, dan lewat cara-cara yang kita

tidak menduganya. Kenapa misalnya harus

sakit terlebih dahulu, nah macam itu yang

sempat aku pikirkan. Kemudian aku

dijelaskan tapi aku lupa, pada intinya ‘kita itu

hidup dalam dua dimensi dunia yang berbeda,

artinya kalau kita mau menjamah Allah kita

tidak akan mampu. Dan itu yang menjadi

pertanyaan manusia, dan sampai kapan pun

tidak akan mungkin terjawab, itu artinya

manusia mempunyai batasan, dan kalau ingin

menjamah Allah pasti tidak akan mampu.

Yang kita bisa hanyalah percaya, dan kita

menganut ajaran yang sejak dulu.

Yo…sekarang kita percaya sama Yesus lah,

karena cerita tentang Yesus itu sungguh ada,

dan kita juga mengilhami itu, Yesus yang

sengsara, Yesus yang mengajar dan lain

sebagainya, yo…kamu lewat situ aja. Karena

Yesus dulu juga disuruh Allah ini, itu dan lain

sebagainya. Dan aku disuruh belajar lewat

situ.

Baris 391-395

Krishna

Pada waktu Mas Jati diberi kesempatan untuk

pra novis, padahal hanya Mas Jati yang diberi

kesempatan itu. Pernah tidak Mas Jati

mempertanyakan Allah itu di mana sih, aku

pengen mengabdikan diriku kok malah seperti

ini?

Baris 396-400

Baris 401-405

Baris 406-410

Baris 411-415

Baris 416-420

Jati

Nah itu… itu yang menjadi point penting

ketika aku diberi kesempatan untuk memilih.

Kalau… kalau gak diterima kan jelas, kamu

beum layak, kamu tak arahkan ke sini.. Nah

aku akan lebih bisa menangkap itu. Tetapi

mengapa harus diberi pemilihan lagi,

sedangkan teman-temanku yang lain kalau

udah gak diterima ya udah, dan mereka yang

diterima terus buat jubah dan lain sebagainya,

lhahh…aku? Aku kon piye? Secara

administratif atau apa aku tidak diterima di

Novisiat, tetapi aku diberi kesempatan untuk

memperbaiki. Nah kenapa cuma aku?

Sedangkan teman-teman yang lain itu tidak.

Apa bedanya aku dengan mereka? Dan itu

tidak terjawab, karena di surat itu tidak ada

alasannya. Dan aku tanyakan ke Rama

Rektor, beliau juga bilang tidak tahu. Tetapi

ya kenapa? Biar itu menjadi bahan

pertimbangan saya, kalau saya tahu, dan saya

bisa mengira-ira saya bisa atau tidak dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 421-425

Baris 426-430

Baris 431-435

kondisi seperti itu, saya pasti akan bisa

memilih itu. Tapi yang bisa membuat aku

memutuskan untuk mengambil kuliah di luar

adalah ketika Rama Magister mengatakan:

pertama kali waktu aku mau masuk untuk

wawancara, ‘Oke…kamu amu jadi Rama atau

mau jadi musisi?’ lha kan aku langsung mak

ceklakep to Ter. Lha…gimana Ter? Orang

yang paling aku kembangkan di Merto adalah

musik, orang menilai ku dengan musik, nek

Jati kie otomatis dengan musik. Nek ora

musik ora Jati, dan nek ora Jati ora musik.

Dan itu image dan secara tidak langsung

terbangun. Lha kepriye…aku makaryo ne yo

neng kono, ya sudah pikirku aku sudah punya

modal itu dan itu yang kukembangkan.

Dengan pertimbangan meskipun aku pra-

novis pun belum tentu juga aku diterima. Aku

juga masih ragu jika magisternya masih itu.

Baris 436-440

Krishna

Kemudian setelah Mas Jati memilih untuk

kuliah di luar, apakah Mas Jati juga masih

melihat peran Allah di dalam proses itu?

Baris 441-445

Baris 446-450

Baris 451-455

Jati

Iya donk, nyatanya kuliahku aman, kuliah ku

lancar, nilai ku juga Oke. Terus dolanku juga

oke. Aku merasakan dolanku imbang, dan itu

menyenangkan sekali Ter. Yang pernah ku

rasakan sekolah yang paling menyenangkan

ya baru ini ter, seperti gak ada beban, enjoy,

dan aku bisa menikmati, aku bisa pasang

target dan menyapainya sendiri. Sedangkan

aku juga punya banyak kegiatan ini dan Oke.

Nah aku merasakan kuliah koyo dolan nek

menurut aku. Genjrang-genjreng… ha…

haha… hihi, dan aku bisa menikamati itu lho.

Aku punya passion di situ, aku punya

kecintaan di situ, dan aku punya cita-cita the

best di situ, dan itu aku perjuangkan dan

enjoy-enjoy aja Ter.

Baris 456-460 Krishna

Apakah bapak dan ibu juga menularkan nilai-

nilai dari mereka mengikuti organisasi

Gusdurian?

Baris 461-465

Baris 466-470

Jati

“Jangan perlu takut”, sebagai contoh disekitar

bapak dan ibu adalah orang-oarng yang

ekstreem, tapi ternyata mereka juga surfive,

maka janganlah takut. Mereka bertindak

seperti itu bukan alasan mereka untuk

menjatuhkanmu, tapi kamu akan jatuh ketika

kamu ora bener… Selama kamu benar dan itu

kamu pegang, pasti kamu akan selamat. Saya

dengan orang tua disuruh untuk bergaul dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 471-475

yang kaya hingga yang miskin, dari orang

baik hingga yang paling jahat, dengan begitu

kamu akan dapat menjamah semua orang

dengan musik. Nyatanya aku pernah

ditanggap ama orang kaya, dan membantu

tampil-tampil di kampong-kampung yang

nyuwun sewu sedikit kumuh. Tapi aku dapat

membuat dan berbagi kebahagiaan dengan

orang lain.

Baris 476-480

Krishna

Apakah Mas Jati sekarang juga masih

berefleksi?

Jati

Kalau menulis tidak, tapi kalau aku

renungkan dan aku pikiran iya Ter.

Baris 481-485

Krishna

Menurut Mas Jati sendiri, antara paham Allah

dalam agama Katolik dengan identitas

religious pada remaja ada keterkaitannya

tidak?

Baris 486-490

Baris 491-495

Baris 496-500

Jati

Idealnya itu semakin orang tumbuh usia,

berarti tumbuh juga kedewasaannya, artinya

kedewasaan dalam hal apapun, walaupun itu

rohani, dan dalam relasi apapun. Menurutku

ketika orang hanya menjalankan ibadah itu

tidak cukup dan ia harus sampai pada

kesehariannya. Ya…dalam hal apapun lah,

Katolik, Hindu, Budha, Islam, O…aku begini

tu karena karya Allah, dan menurut aku

pemahamannya akan lebih bagus lagi. Jadi

ketika orang mampu menerapkan konsep

bahwa tuhan tidak hanya ada di gereja, di

masjid, pura, itu akan keren. Apalagi kalau

orang Indonesia seperti itu semua, pasti tidak

akan ada FPI - FPIan. Ahok gak mungkin di

penjara. Agama apapun mengajarkan kepada

kita tu Cinta Kasih qo..

Baris 501-505 Krishna

Menurut Mas Jati kenapa ada orang

beruntung dan tidak beruntung?

Baris 506-510

Baris 511-515

Jati

Kalau menurut aku keberuntungan itu bisa

terjadi dimana pun, dan aku mempercayai itu.

Entah dia beruntung karena dirinya sendiri

atau ndhilalah bejo wae. Yo…ngono kuwi

Ter, nah kalau bagi aku ‘keberuntungan yang

kudapatkan karena aku bisa ke mana-mana

itu, ya karena mengusahakan untuk hal itu.

Keberuntungan bagiku adalah aku menciptak

itu untuk besaok, makanya aku

mempersiapkannya mulai dari sekarang, entah

itu panjang atau pendek dan itu ada

prosesnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4.

Nama Informan Veronika Asih Krisdianniati (20 tahun)

Pekerjaan Mahasiswa

Waktu Jumat, 24 November 2017

Lokasi RM. Waroeng Steak

Keterangan Anggota IKMK UNY

Latar Belakang Keluarga:

Vero adalah mahasiswi dari fakultas Seni Tari, semester III di Universitas

Negeri Yogyakarta. Vero anak pertama dari dua bersaudara, dan ia dibaptis sedari

bayi. Ia berasal dari Lampung, sekarang tinggal bersama dengan saudaranya di

sekitar Babarsari. Ia berasal dari keluarga Katolik sederhana, yang pernah hampir

dilanda broken home, karena keegoisan dari kedua orangtuanya. Bahkan sempat

berpisah kurang lebih empat tahun. Pengalaman ini yangmembentuk vero menjadi

dirinya yang seperti sekarang ini.

Baris Pelaku Uraian Wawancara Tema

Baris 1-5

Krishna

Mbak vero sendiri pernah tidak merasakan

dalam pengalaman keseharian bahwa Allah

itu hadir menyertai atau melindungi Mbak

Vero?

Pengalaman

Baris 6-10

Baris 11-15

Vero

Sering sih Ter, bahkan setiap hari. Karena

saya percaya bahwa ketika semua itu terjadi

sudah sesuai dengan kehendak Allah.

Semisal saja, tadi saya dimarahi dosen,

berarti Allah telah berkendak saya di marahi

sama Dosen. Begitu pula saat saya lahir, ini

adakah kehendak Tuhan, dan bukannya aku

ini sial lahir dari kedua orang tuaku. Aku gak

bisa menyalahkan Allah, karena itu adalah

kehendak Allah, dan itu sudah dari Allah

sendiri.

Baris 16-20 Krishna

Kalau dalam pengalaman hidup yang hingga

membuat Mbak Vero berubah, ada tidak?

Vero Ada…Ter.

Krishna Apa itu? Boleh tahu?

Baris 21-25

Boleh Ter… saat aku kecil keluarga hampir

broken home. Mengkin hal itu juga sudah

jadi kendak Tuhan sih Ter. Dari sisi sebelah

orang tua yang kerasa kepala, yang di sisi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 26-30

Baris 31-35

Baris 36-40

lain juga keras kepala, dan ditambah ada

sebuah masalah. Hingga itu memisahkan

mereka, saat aku masih kelas satu SD. Aku

udah pisah dari bapak dan ibu itu pergi ke

luar negeri untuk bekerja di Arab, selama

tiga tahun. Dan itu bisa ketemu aku lagi tu

ditahun keempat, saat aku kelas empat SD.

Dan puji Tuhan sekarang berkumpul

kembali, dan ya itu…memang itu sudah

garisnya Tuhan. Kita dikasih cobaan seperti

ini, apakah mau menyerah atau tidak. Dan

puji tuhan sekarang sudah dipersatukan lagi,

meskipun masih ada hal-hal kecil yang

membuat mereka berantem. Ya karena saling

egois dan kurangnya keterbukaan di antara

mereka.

Baris 41-45 Krishna

Bagi Vero pengalaman apa yang dapat

dipelajari dari peristiwa tersebut?

Baris 46-50

Vero

Bagi aku sih, dengan pemikiranku sendiri

yang sudah dewasa. Kalau semisal besok aku

punya keluarga, bagaimana aku bisa terbuka

ama pasanganku, jadi apapun

permasalahannya itu aku harus tanya,

kenapa.., kenapa dan kenapa? Jadi kitanya

tidak ada miskom itu, tidak ada kecurigaan di

belakang.

Baris 51-55 Krishna

Apakah itu sampai menjadikan luka batin di

dalam diri Mbak Vero?

Baris 56-60

Baris 61-65

Vero

Kalau peristiwa tersebut sudah saya

maafkan, dan saya juga sudah memaafkan

kedua orang tua saya. Tetapi, kalau itu

misalnya terjadi lagi dan itu terjadi pada

adekku, dan mereka pisah lagi hingga pergi

lagi ke luar negeri aku gak akan bisa

memaafkan mereka. Soalnya… menurutku

setelah kelahiran adekku ini, akan membawa

suasana baru, kedamaian yang baru,

bukannya malah mengungkit masalah-

masalah yang lalu.

Krishna

Apakah Mbak Vero mempunyai banyak

teman juga di Jogja?

Baris 66-70

Vero

Banyak…, teman saya banyak di sini, jadi

tidak hanya satu fakultas saja, bahkan beda

universitas pun banyak kenalan.

Krishna

Apakah Mbak Vero dekat dengan mereka,

dan sering berbagi cerita/pengalaman kepada

mereka?

Baris 71-75

Vero

Em… kalau saya terbuka itu hanya pada

beberapa orang saja. Seperti teman-teman

yang satu kontrakkan itu sudah aku anggap

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 76-80

Baris 81-85

Baris 86-90

sebagai saudaraku sendiri, dan aku cerita ke

mereka. Kalau ke temen kampus dan aku

belum kenal status mereka bagaimana, aku

gak mau menunjukkan saat aku sedih.

Karena, dikampus itu aku terkenal dengan

anak yang jail. Semisal kalau ada temen yang

naruh HP, terus aku sembunyiin, dan kalau

ada dosen yang nyebelin itu aku… kan di

bawah kursi tu kan ada besi buat naruh tas

kan. Nah, itu aku bunyikan… jedeerrr, aku

bunyiin, habis tu pura-pura gak tau siapa

yang nglakuin itu. Aku gak mau nunjukin

kalau gie BT atau gie apa gitu… Tapi kalau

sesekali aku marah, aku mending diam dan

kabur dari mereka, daripada aku membuat

onar di sana.

Baris 91-95

Krishna

Waktu Mbak Vero mengalami perpisahan

kedua orang tua, dan ibu berada di luar

negeri perasaan seperti apa yang mbak Vero

rasakan?

Baris 96-100

Baris 101-105

Baris 106-110

Kalau kadang-kadang, saat mengalami

mereka pisah itu seperti… kadang liat anak-

anak yang lainnya selalu bersama dengan

orang tuanya, kenapa sih aku gak bisa?

Kenapa aku hanya justru cuma sama nenek,

dan itu hanya cuma sama nenek, kakek sudah

tidak ada. Jadi ngerasa… mau nyalahin sapa?

Sebelum mudeng semua ini donk gitu lho…

kalau ke mana-mana cuma sama budhe dan

pakde, dan kalau ama nenek itu sudah aku

anggap seperti ibu ku sendiri. Dan itupun gak

lengkap, gitu lho. Terkadang aku

menyalahkan itu…. Dan sesudah aku gedhe,

aku mudeng semuanya. O… ya udah bisa

nerima.

Krishna

Sempat tidak mempertanyakan Tuhan, Tuhan

di mana waktu itu?

Baris 111-115

Vero

Gimana ya…? Saat kecil aku sadar, aku

belum kenal Tuhan. Jadi aku belum paham

betul waktu itu Ter.

Baris 116-120 Krishna

Kemudian, sekarang Mbak Vero udah

dewasa, Allah semacam apa yang Mbak

Vero Kenal, gambaran Allah yang seperti

apa sih yang ada di dalam kehidupan

keseharian Vero?

Baris 121-125

Vero

Kalau aku… aku selalu yakin bahwa Allah

itu selalu bersama aku, apapun yang terjadi

Allah itu bersama dengan aku. Misalkan

aja… kalau aku kuliah itu sampai jam 02.00,

latihan, dan terkadang kalau pulang kan takut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 126-130

dan itu pas musim rawan-rawannya begal di

Jogja itu. Kan aku takut. Tapi yo aku tetep

pulang, aku yakin Tuhan jaga aku, Tuhan

lindungi aku. Dan aku yakin lewat

keyakinanku itu aja…

Krishna

Jadi Mbak Vero ini menggambarkan Tuhan

itu semacam apa?

Baris 131-135

Baris 136-140

Vero

Tuhan itu pelindungku. Bahkan dalam hal

yang sepele, misalnya di toilet kalau saat

malam dan ngrasa yang aneh-aneh gitu.

Iya…aku tahu, aku tahu Tuhan itu ada, dan

Tuhan jaga aku. Dan itu hal yang konyol,

jadi saru gak sih Tuhan di bawa ke kamar

mandi. Tapi bagaimana ya? Aku yakin…

Krishna

Apakah dalam keseharian Mbak Vero juga

melakukan refleksi?

Baris 141-145

Baris 146-150

Vero

Itu… kalau aku. Jadi di kamar tu aku tempel

tulisan kecil “apa yang buat hari ini, maka

akui dosa’mu” itu. Ter… Itu aku tempel

karena kepala di sebelah kanan, saat baring

begitu dan setiap mau tidur aku baca dan

sambal merem itu aku berefleksi, baru

setelah itu aku tidur. Jadi aku berefleksi

lewat tulisan itu.

Krishna

Kalau Mbak Vero berdoa, Mbak sering

mengarah kepada siapa? Allah, Yesus, atau

kepada Bunda Maria.

Baris 151-155 Vero Kalau aku lebih ke bunda Maria, Ter…

Krishna Kalau Yesus sendiri bagi Allah itu siapa?

Baris 156-160

Baris 161-165

Vero

Blak-blakan wae yo Ter… kalau sama Yesus

tu aku masih ngrasa canggung, entah kenapa

punya perasaan itu. Tapi kalau ke bunda

Maria sendiri aku bisa meluapkan

perasaanku itu seperti ketika aku sama ibu

ku. Tapi ke ibu, aku gak ngasih tahu tentang

semuannya, dan ada yang aku sembunyiin.

Tapi kalau sama bunda Maria itu aku bisa

bener-bener apapun yang terjadi aku kasih

tahu semuanya. Walaupun Bunda Maria dah

tahu apa yang akan terjadi, tapi aku tetap

cerita kepadanya.

Baris 166-170 Krishna

Menurut Mbak Vero, apakah ada kaitannya

antara paham Allah yang kita yakini sekang

ini dengan identitas religious pada setiap diri

manusia?

Vero Kalau menurut saya sih ada kaitannya.

Baris 171-175 Krishna

Seberapa penting peran orang tua di dalam

diri Mbak Vero?

Vero

Seberapa penting? Ya saya tahu kepribadian

mereka, mereka tidak deket sama Tuhan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 176-180

Tapi mereka tu selalu mengingatkan “jangan

lupa doa, ke gereja”. Ya udah saat aku nya

mager (malas gerak), dan tiba-tiba dapat WA

diingetin untuk ke gereja. Ya udah aku jadi

pergi ke gereja.

Baris 181-185

Krishna

Apa rencananya Mbak Vero ke depannya

sebagai Remaja Katolik dan anak dari Seni

Tari, dan Mbak Vero ingin tunjukkan

identitas diri mbak Vero?

Baris 186-190

Vero

Rencana saya Ter, besok nanti saat TA

(Tugas Akhir) aku ingin garap tari dengan

kisah Bunda Maria sedari melahirkan Yesus,

hingga mendampingi Yesus di kayu Salib.

Karena saya juga kenal dengan anak ISI yang

pernah menggarap kisah Bunda Maria

dengan lagu Coming Soon, dan itu keren

banget..

Baris 191-195

Krishna

Kalau dalam keseharian di kampus, Mbak

Vero ada tidak pertanyaan, atau perbuatan

dari teman-teman Mbak Vero yang

menunjukkan semacam diskriminasi begitu?

Baris 196-200

Baris 201-205

Baris 206-210

Baris 211-215

Vero

Ada…ada, kalau saya cuma tak jawab “o…”

kemudian aku ajak bercanda. Kalau dia

mengarah ke sini aku ajak dia bercanda. Dan

belum lama ini ada teman yang komentar,

waktu itu aku masih pakai Rosario.

“kayaknya Rosario’mu bagus kalau di

keluarin Ver”, langsung aja ku jawab “ah…

gak ah, ntar ndak di ledekin ‘falak’”, dan aku

gak mencoba untuk menanam benci ama dia.

Karena bagi aku, benci lebih dari tiga hari itu

dosa. Tapi ya tetep aja, dia tu buat aku kesel,

ibaratnya aja… kalau aku nafas udah buat

aku kesel. Pernah juga aku bilang “pantes

gak aku pakai baju yang kaya gini?” dia

jawab “kalung’mu kuwi lho sing marai elek,

kalung opo kuwi?”, dan ku jawab juga “lho

ini kalung yang menyelamatkan aku lho”.

Dan dia jawab “telek”, kasar-kasar gitu

omongannya.

Baris 216-210

Krishna

Menurut Mbak Vero, apakah Mbak Vero

sudah yakin dengan keyakinan sekarang ini,

atau kah Mbak Vero ingin mencari lagi?

Baris 211-215

Vero

Secara pribadi, aku dah yakin bahwa

keyakinanku ini, dan bahkan aku berusaha

bagaimana caranya kalau aku sudah yakin

keyakinan ku ini ya sudah… ini. Aku gak

mau ke lain-lain, dan siapapun gak akan

menggeser keyakinan ku ini. Dan terkadang

aku juga masih bertanya-tanya, Allah itu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 216-220

Baris 226

seperti apa sih? Tapi aku percaya, walaupun

Allah itu tidak terlihat nyata, tapi aku yakin

Dia selalu mendampingi dan menjaga aku.

Soalnya aku pernah sakit parah, DBD dengan

komplikasi batu ginjal. Dan aku masih hidup

sampai dengan sekarang, dan aku percaya ini

kehendak Allah, dan Tuhan sudah

menggariskannya untuk aku.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5.

Nama Informan Ibnu Cahyo Susanto (22 tahun)

Pekerjaan Mahasiswa

Waktu Sabtu, 25 November 2017

Lokasi RM. Flamboyan, Karanggayam Baru

Keterangan Ketua II IKMK UNY (Ikatan Keluarga Mahasiswa

Katolik) periode 2016-2017.

Latar Belakang Keluarga:

Ibnu adalah mahasiswa Teknik Mesin dari Universitas Negeri Yogyakarta.

Ia dibesarkan di sebuah keluarga Katolik yang tidak mengharuskan dari setiap

anggotanya untuk memeluk keyakinan Katolik. Ia dibaptis sedari bayi, namun

dalam perjalalanan hidupnya ia terus-mencari keyakinan yang sesuai dengan

dirinya. Ia pernah belajar agama Hindu, agama Budha, dan agama Islam. Sebelum

kuliah di UNY, Ibnu pernah bekerja di Batam dan Bekasi.

Baris Pelaku Uraian Wawancara Tema

Baris 1-5

Krishna

Apakah Mas Ibnu sendiri pernah merasakan

dalam pengalaman keseharian bahwa Allah

itu hadir menyertai atau melindungi Mas

Ibnu? Bagaimana itu, coba ceritakan?

Pengalaman

Baris 6-10 Ibnu

Pernah Frater, jadi begini… ini kalau bicara

persoalan masa lalu boleh tidak Frater?

Krishna Boleh, silahkan..

Baris 11-15

Baris 16-20

Baris 21-25

Ibnu

Memang keluarga saya itu bukan keluarga

yang mengharuskan berkeyakinan Katolik.

Jadi keluarga saya itu ada yang berkeyakinan

Kristen, Katolik, Islam dan bahkan ada yang

Kejawen. Memang saya ini sedari kecil

sudah Katolik, namun saya belum begitu

paham dengan apa itu Katolik. Kalau ke

gereja saya tidak mau bareng dengan orang

tua, saya lebih memilih sendiri, duduk di

luar. Karena sepemahaman saya, dari orang

Katolik itu yang penting ke gereja, menerima

Hosti dan sudah.

Jadi saya dulu pernah kuliah kemudia keluar,

kerja di Batam, Bekasi dan masuk kuliah

lagi. Dan pada waktu itulah saya menemukan

pengalaman melihat kasih, dan itu saya rasa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 26-30

Baris 31-35

Baris 36-40

bahwa Allah hadir di pengalaman itu. Jadi

orang itu bener-bener baik, bener-bener

begini…begini. Padahal dia itu sudah aku

jahatin, tapi dianya tetap mau mengajak saya

pergi ke gereja, mengajak untuk ikut

rekoleksi dan sebagainya. Nah di situ aku

bisa melihat…eh, pertama kan aku harus

mengenal Katolik dulu kan Frater. Nah aku

tertarik dengan Katolik itu bhukan karena

aku sedari kecil sudah di baptis, bukan…

Tetapi dalam perjalanan saya mengenal

kasih, yang menjadi inti dari ajaran Katolik.

Jadi paham Allah yang aku kenal di Katolik

lebih pada nilai kasih tersebut.

Krishna

Kalau boleh tahu, proses pengalaman itu

dengan siapa?

Baris 41-45

Baris 46-50

Ibnu

Dengan Kak Nita, dia itu lebih tua dari aku,

dan kalau sekarang mungkin orang akan

beranggapan akan jadi pacar, tetapi tidak…

ia lebih menganggap lebih sebagai adek. Dan

aku sungguh berterimakasih ama Kak Nita.

Pernah dalam suatu session pengakuan gitu,

kak Nita bilang ama room yang ngedampingi

bahwa ‘anak ini ada sesuatu’, dan aku diajak

ngobrol sama Rama, kemudian itu menjadi

pengakuan dosa’ku yang pertama kali. Dan

aku baru jadi katolik baru-baru ini. Ha..haha.

Baris 51-55

Krishna

Kemudian apa yang kamu dapat pelajari

ketika kamu mencoba jahat kepada

seseorang, namun orang itu tetap merangkul

kamu, mengajak kamu ke gereja?

Baris 56-60

Baris 61-65

Ibnu

Ya itu tadi frater, nilai kasih itu. Karena aku

mencari kebenaran dari setiap agama yang

aku pelajari, hanya Katolik yang

mengajarkan kasih, yang diunggulkan adalah

kasih itu. Dan itu yang menjadi identitas

Katolik, yaitu kasih. Aku merasakan kasih

itu, membuat aku merasa nyaman dalam aku

beragama, membuat aku menjadi semangat

pergi ke gereja, ya karena kasih itu Frater.

Krishna

Mengapa kamu sepertinya mengagungkan

sekali nilai ‘kasih’?

Baris 66-70

Baris 71-75

Ibnu

Karena bagi aku, kasih itu adalah suatu hal

yang tidak masuk akal. Lha gimana tidak

masuk akal? Kita dibenci orang, tetapi kita

harus memaafkannya. Disalib, tapi tetap

mendoakan mereka yang menyalibkanNya.

Dan itu bukan sebuah hal yang manusiawi

kan frater?

Krishna Dan setelah itu, apakah ada perubahan dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dirimu?

Baris 76-80

Ibnu

Ada Frater, dan perubahan itu drastis. Dulu

tu saya orangnya nakal, main perempuan,

minum. Karena di Batam kan kan bebas

banget. Dan di Sragen dulu juga sering,

minum ciu bekonang, kita gak punya duit.

Baris 81-85

Krishna

Bagi Mas Ibnu sendiri pengalaman kasih itu

sering datang di kala mengalami sedih atau

gembira?

Baris 86-90

Baris 91-95

Ibnu

Kasih….kasih itu.., sama aja sih Ter. Jadi

sekarang tu mencoba menempatkan diri

dalam situasi yang menderita. Jadi aku tu

lebih sering datang melayat. Dan itu semakin

menjadikan aku lebih egois, misalnya: ketika

aku sakit, aku bener-bener tidak mau di

jenguk. Karena aku takut merasakan… apa

yang dirasakan Kak Nita. Karena yang

dilakukan kak Nita ke aku tu masih belum

aku terima, maksudnya aku belum bisa

menerimanya lagi, saat aku sakit aku butuh

apa-apa aku masih sering menghindar.

Baris 96-100 Krishna

Kalau Mas Ibnu mengalami kesulitan, atau

apa gitu, cerita ke Kak Nita kah atau ke

teman-teman?

Baris 111-115

Ibnu

Enggak Frater…, kalau saya mengalami

kesulitan atau apapun saya gak pernah cerita,

saya cuma diam dan merenungkannya. Atau

biasanya saya ke gua Maria.

Krishna

Kalau Mas Ibnu berdoa sering mengarah

kepada siapa? Allah, Yesus atau kepada

Maria?

Ibnu Kepada Allah.

Baris 116-120 Krishna Menurut Mas Ibnu, Yesus itu siapa?

Baris 121-125

Ibnu

Yesus itu penolong, Yesus itu utusan Allah,

Ia itu Anak Allah. Aku percaya pada konsep

Tritunggal, bahwa Yesus itu Anak Allah.

Meskipun aku mempelajari banyak agama

aku tetap percaya dan memegang konsep

Tritunggal.

Krishna

Apakah menurut Mas Ibnu Yesus itu juga

kasih itu sendiri?

Ibnu Iya…

Baris 126-130

Krishna

Pengalaman apa yang membuat Mas Ibnu

merasa cukup dalam usaha pencariannya

untuk mencari Allah?

Baris 131-135

Ibnu

Sebenarnya kalau yang namanya pencarian

itu tidak bisa saya katakan cukup. Tetapi

kalau untuk memutuskan dalam kepercayaan

Katolik, ya karena kasih itu tadi Ter.

Pengalamannya ketika Rama itu bilang,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 136-140

Baris 141-145

seorang pelacur pun Ia maafkan, dan ia

memperoleh hidup yang baru di dalam kasih

itu. Rama itu mengatakan ‘kamu tahu gak

apa yang ku lihat di mataku, apa yang aku

dengar di telingaku?’ dan aku jawab “aku

tidak tahu’. Rama itu menegaskan bahwa

dunia ini hanya diciptakan untuk kamu, dan

semua ini pelengkap, dan gitu…gitu deh.

Jadi begini…mungkin gak sih Tuhan itu

cuma ada di kita.

Krishna

Pada jaman sekarang ini, peran Agama itu

ada tidak?

Baris 146-150

Baris 151-155

Baris 156-160

Ibnu

Ada Frater, dan itu penting. Karena itu buat

pegangan hidup. Karena seseorang itu butuh

hal-hal yang untuk dipercaya. Kan aku kerja

di Honda Jepang, yang agamanya Shinto ya

Frater yang sepertinya mereka jarang berdoa,

atau gimana gitu, tapi ada hal-hal yang

mereka pegang untuk ke depannya. Nah

agama itu pentingnya itubuat pegangan,

karena agama itu mengatur yang baik dan

benar, baik dan salah. Seperti itu Frater. Jadi

kita harus memiliki batasan itu, agar kita

punya batasan-batan itu. Saat kita lepas dari

agama …

Krishna Kamu merasa terbantu dengan beragama?

Baris 161-165 Ibnu

Iya sangat.., karena dulu aku pernah

merasakan seperti orang yang tak beragama.

Krishna

Kalau menurut Mas Ibnu sendiri, ada tidak

kaitannya antara paham Allah dan identitas

religius seseorang?

Baris 166-170

Baris 171-175

Ibnu

Iya…ada kaitannya, semakin dewasa

seharusnya pemahaman akan Allah mereka

berkembang. Contohnya saat saya kecil, saya

gak paham, pikiran saya belum nyandak, dan

saya tu tidak tahu bahwa Allah tu semacam

apa? Dan saya belum bisa mendiskripsikan

itu. Tetapi sekarang dapat memahami bahwa

Allah tu sebenarnya sama, tetapi bagaimana

manusia menarik pemahaman itu menjadi

berbeda-beda.

Krishna Mas Ibnu sekarang sudah ada pacar?

Baris 176-180 Ibnu Belum ada frater.

Krishna

Oh ya? Nah kalau misalnya pacar anda beda

agama, dan kalian akan menikah, anda akan

bagaimana?

Baris 181-185

Ibnu

Sejak dari dulu tu mantan pacar saya tu

selalu beda dengan saya Frater. Dan menurut

saya itu tidak masalah. Karena kita hanya

berbeda hanya di dalam keyakinan dan Allah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 186-189

itu Cuma satu. Aku di keyakinan ini, dia di

keyakina itu, jadi yang memisahkan kita ini

bukan Allah, tapi orang-orang yang ada di

sekitarnya, maksudnya budaya dan keyakina

itu sendiri.

Baris 191-195

Krishna

Terus, kalau semisal sampai punya anak,

apakah anda akan mendidik anak anda secara

Katolik?

Baris 196-200

Baris 201

Ibnu

Jadi saya tu gak mau… jadi terkadang tu

orang yang terlahir di dalam kepercayaan

Katolik, ya Oke…mereka bisa mendalami

agama Katolik yang dalam, tetapi mereka

tidak bisa menghargai yang lainnya, dan

pandangan mereka ke agama lain terlalu

sempit. Nanti kalau aku punya anak, aku

tidak ingin seperti itu… jadi anakku tetep

aku kenalin ke semua kepercayaan, karena

Tuhan itu luas, Allah itu luas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6.

Nama Informan Yohanes Chandra (20 tahun)

Pekerjaan Mahasiswa

Wakyu Minggu, 27 November 2017

Lokasi RM. Flamboyan, Karanggayam Baru

Keterangan Anggota IKMK UNY

Latar Belakang Keluarga:

Yohanes Chandra adalah mahasiswa semester III, fakultas pendidikan

Teknik Elektro, Universitas Negeri Yogyakarta. Anak pertama dari tiga

bersaudara. Ia sedari SMA memilih hidup asrama dan sekolah di Yogyakarta. Ia

berasal dari keluarga Katolik, namun ibunya menjadi Katolik setelah beberapa

tahun menikah dengan ayahnya, dan Chandra di baptis sedari bayi.

Baris Pelaku Uraian Wawancara Tema

Baris 1-5

Krishna

Apakah Mas Chandra pernah merasakan

dalam pengalaman keseharian bahwa Allah

itu hadir menyertai atau melindungi Mas

Chandra? Bagaimana itu, coba ceritakan?

Pengalaman

Baris 6-10

Baris 11-15

Baris 16-20

Baris 21-25

Baris 26-30

Chandra

Sering banget tu Frater… jadi waktu saya

pulang ke Bekasi dan mau pergi ke Mall.

Saya hampir di tabrak truk tempat sampah

yang gedhe. Waktu itu saya tenggok tu

masih jauh, dan setelah melangkahkan kaki

truk itu terasa deket banget, dan setelah itu

saya merasakan mati langkah, tapi entah

kenapa saya tetap melangkahkan kaki dan

maju ke depan. Padahal di seberang sana ada

ibu-ibu teriak “Aaa……..”. Dan akhirnya

saya selamat. Dan sorenya dapat kabar

bahwa kakak sepupu yang juga tinggal di

rumah saya itu kecelakaan motor. Kemudian

aku berpikir “Tuhan itu masih sayang sama

aku, coba truck sebesar itu Frat, dan aku

merasakan Allah memberikan aku

keselamatan.

Dan di dalam hal pelajaran pun ada Frat.

Saat itu pas masuk UNY. Saya kan lulusan

SMA St. Mikahael, Sleman, 2015, karena

saya mengejar sekolah yang adanya asrama,

untuk melatih kemandirian saya. Puji Tuhan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 31-35

Baris 36-40

Baris 41-45

Baris 46-50

Baris 51-55

Baris 56-60

Baris 61-65

Baris 66-70

saya ringking satu, dan saya ikut SMM kan

milih di UGM, namun tidak di terima.

Kemudian ikut SBM 2015 tapi tetep aja gak

keterima. Kemudian aku daftar akademi

penerbangan, udah ikut-ikut test tapi belum

sesuai ama rencana Tuhan dan aku mulai

frustasi. Jadi selama setahun itu aku

nganggur, makan, tidur, maen dan aku sama

sekali gak belajar. Dan di tahun 2016 diajak

teman untuk mengikuti SBM lagi ama

temanku yang tahun lalu gak ketrima SBm

juga. ‘Yuk kit ikut SBM lagi yuk…’ Ya

udah daripada gabut aku daftar lagi. Waktu

itu saya pilih perguruan tingginya tu asal

Frat. Aku milih Negeri yang ecil di Jogja,

yang gak wow banget, dan akhirnya aku

pilih UNY. Kemudian, ITB, ama ITP. Dan

kemudian aku searching aja apa yang

keren…’ah pendidikan teknik elektro aja nie

keren..nie’. dan ketika aku masuk untuk

ujian tu, aku ngrasa…ah udah pernah,

mukanya pada takut-takut semua dan

orangnya duduk gelisah, maca soal, bolak-

balik kertas, dan waktu itu ngerjain asal-asal

aja. Dan pada waktu pengumuman hasil

teman-teman yang 2015 tu pada nangis-

nangis karena gak ketrima. Nah dari itu juga

aku juga malas buka pengumuman itu, ‘ah

palingan gak ketrima. Temenku yang lebih

pinter dari aku aja gak ketrima’. Dan

akhirnya besoknya, pas bangun pagi tu

kepikiran. Ya udah terus aku buka

website…SBMSPTN, dan wah… aku di

terima dan aku gak nyangka sekali. Karena

aku waktu itu aku sama sekali gak belajar.

Waktu itu aku Cuma mengandalkan

keuntungan ama doa dari ibu aja. Jadi aku

sebelum berangkat Test itu, aku minta doa

ama Ibu “Ma.., doain aku ya…hari ini aku

ujian’. Dan ya udah aku bilang ke Mama dan

Papa, ya udah akhirnya mereka juga bangga

lah.

Krishna

Pada waktu itu mas Chandra ada doa khusus

untuk ujian SBM itu tidak?

Baris 71-75

Chandra

Jadi waktu itu, aku tidak doa secara pribadi

minta kelulusan SBM, tetapi aku lebih doa

sehari-hari ya Frat. Tetapi pada waktu ujian

di penerbangan itu aku bilang ke Tuhan,

‘Tuhan aku mau ujian di penerbangan,

semoga aku bisa meraih cita-citaku menjadi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 76-80

seorang pilot, dan semoga itu juga menjadi

kehendak’mu. Karena kehendakMu lah

biarlah yang terjadi pada diriku’.

Baris 71-75

Krishna

Dari pengalaman itu, gambaran Allah

semacam apa yang menuurut Mas Chandra

alami di situ?

Baris 76-80

Chandra

Gambaran Allah? Kalau gambaran Allah

aku masih samar-samar ya Ter. Karena aku

lebih terkonsep seperti di film-film. Tapi

kalau bagi aku sendiri, saat di saat duka,

seneng, Allah itu bener-bener ada. Jadi aku

sering Tuhan ini bagaimana ini, bagaimana

ini… tapi kalau gie seneng, lebih pada

kepuasan diri sendiri, dan lupa sama Tuhan,

padahal Allah itu bener ada.

Baris 81-85 Krishna

Kalau lebih konkritkan lagi bagi Mas

Chandra.

Chandra

Allah itu segalanya. Penolong bisa,

penyembuh bisa.

Baris 86-90 Krishna

Di jogja ini, mas Chandra punya temen

deket tidak?

Chandra

Temen deket? Ada lah Frat, karena dulu aku

juga anak asrama.

Baris 91-95

Krishna

Mas Chandra pernah cerita permasalahan

yang sedang digulati dengan teman-teman

Mas Chandra tidak?

Baris 96-100

Baris 101-105

Baris 106-110

Chandra

Kalau aku sih orangnya lebih tertutup sih

Frat. Jadi pernah ni…, pada masa jeda

setahun itu, aku pernah mengurung diri

kamar. Nah di situ, Ibuku telp ke temen aku

itu, yanya ‘Chandra sedang ada masalah

apa?’, dan tidak tanya langsung ke akunya.

Jadi kalau ada malasah aku lebih sering aku

pecahin dan renungkan sendiri. Jadi aku jadi

orang yang tidak gampang berbagi

pengalaman, dan itu menurut aku privasi.

Aku berpikir, ntar kalau aku terbuka, aku

dikasih saran ini dan nanti tidak sesuai

dengan keinginanku dan hati nuraniku ya

sama aja. Aku lebih sering meghadapi

masalahku itu dengan caraku sendiri frater.

Krishna

Terus, kalau sampai pada titik tidak

menemukan bagaimana?

Baris 111-115

Chandra

Nah itu, pasti ada Frat. Pasti banyak pilihan.

Nah, dalam pengambilan option itu

terkadang aku bingung. Kalau mengambil

ini nanti bagaimana, kalau mengambil ini

nantinya juga bagaimana? Nah bimbangnya

di situ. Tapi option selalu ada.

Krishna Kalau menurut Mas Chandra, ada tidak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Baris 116-120 kaitannya antara paham Allah yang

seseorang miliki dengan identitas religious?

Baris 121-125

Chandra

Kalau menurut saya sendiri itu ya ada.. jadi

mungkin karena aku sedari SD Katolik,

SMP di Yayasan katolik, begitu juga saat

SMA juga di yayasan Katolik. Jadi

pemahamanku juga berkembang Frat,

dengan pendidikan agamanya.

Baris 126-130

Krishna

Kalau saat berdoa, Mas Chandra seringnya

mengarah kepada siapa? Allah, Yesus, atau

Maria?

Chandra Kalau saya Bapa, Yesus, Allah.

Krishna

Kalau menurut Mas Chandra, Yesus itu

siapa?

Baris 131-135 Chandra

Yesus itu anak Allah, sebagai wujud nyata di

bumi.

Krishna

Seandainya Mas Chandra punya pacar

muslim, dan mau lanjut ke jenjang

pernikahan, bagaimana tanggapan Mas

Chandra menyikapi permasalahan tersebut?

Baris 136-140

Baris 141-145

Chandra

Jadi kalau mau lebih lanjut, ya musti tahu

identitasnya to ya. Dan aku lebih sreg kalau

cari yang seiman, dan kalau beda ya udah

cukup membatasi diri aja dan tidak lebih

sekedar dari teman saja. Tetapi kalau

konsepnya seperti itu saya tetap mengajak

dia untuk masuk ke Katolik.

Krishna Kalau misalnya dianya gak mau?

Chandra

Kalau begitu ya udah jalan sendiri-sendiri

aja.

Baris 146-150 Krishna

Apakah mas Chandra sering melakukan

refleksi atas pengalaman keseharian?

Chandra

Ya itu jadi keuntungan tersendiri pada orang

yang tertutup Frat, ya udah…kita refleksi.

Baris 151-155 Krishna

Di jaman yang sekarang ini, apakah agama

masih relevan bagi setiap orang dalam

menjalani kehidupannya?

Baris 156-160

Chandra

Woo…kalau itu penting sekali ya Frat,

karena di dalam agama kan ada paham-

paham tentang ajaran ya. Seperti agama itu

seperti pembatas diri, seperti: 10 perintah

Allah, jangan membunuh, jangan ingini

milik sesamamu, apalagi sekarang banyak tu

tentang pembunuhan, perampokan dan

sebagainya. Ya gitu-gitu Frat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LAMPIRAN

6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI