Identitas Sepak Bola sebagai City Branding

16
1 1 Identitas Sepak Bola sebagai City Branding Fajar Junaedi (Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, e-mail [email protected]) Abstrak Arema ‘Agama Kedua”, begitu judul sebuah film dokumenter tentang klub Arema yang berasal dari Kota Malang. Judul film ini mengartikulasikan tentang bagaimana sepak bola dimaknai sebagai budaya bersama oleh para penggemarnya. Dalam konteks Malang, atribut Arema seperti syal, kaos dan pernak-pernik lainnya telah menjadi souvenir khas yang mulai menggeser apel yang sebelumnya dikenal sebagai brand kota Malang. Tidak hanya di Malang, demam sepak bola melanda hampir seluruh kota besar di Indonesia. Di Surabaya, toko-toko merchandise bonek bertebaran di berbagai pelosok kota. Demikian juga di Bandung, Jakarta, Semarang dan Solo. Kegairahan penduduk kota untuk menjadi pendukung tim dari kota mereka telah melahirkan potensi baru dalam city branding, yaitu city branding dengan memanfaatkan identitas sepak bola klub lokal. Tulisan ini berusaha mengangkat tentang bagaimana identitas sepak bola lokal dimanfaatkan sebagai city branding, dengan melihat dari pendekatan sosiologi dan kultural suporter, seperti dengan melihat peluang city branding melalui politik identitas dari komunitas suporter. Fenomena yang menarik adalah diangkatnya local wisdom dalam politik identitas komunitas suporter sepak bola. Keywords : sepak bola, branding, kota Pendahuluan : Kue Renyah Sports Marketing Olahraga telah berkembang menjadi industri yang kian berkembang. Olahraga tidak lagi dimaknai sebagai semata-mata aktivitas untuk menjaga kesehatan tubuh, namun olahraga juga berartikulasi sebagai sebuah industri budaya. Olahraga digunakan oleh kalangan industri sebagai media untuk meningkatkan awareness, image bahkan revenue. Perputaran uang di ranah sports

Transcript of Identitas Sepak Bola sebagai City Branding

1

1

Identitas Sepak Bola sebagai City Branding

Fajar Junaedi (Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, e-mail

[email protected])

Abstrak Arema ‘Agama Kedua”, begitu judul sebuah film dokumenter tentang klub Arema yang berasal dari Kota Malang. Judul film ini mengartikulasikan tentang bagaimana sepak bola dimaknai sebagai budaya bersama oleh para penggemarnya. Dalam konteks Malang, atribut Arema seperti syal, kaos dan pernak-pernik lainnya telah menjadi souvenir khas yang mulai menggeser apel yang sebelumnya dikenal sebagai brand kota Malang. Tidak hanya di Malang, demam sepak bola melanda hampir seluruh kota besar di Indonesia. Di Surabaya, toko-toko merchandise bonek bertebaran di berbagai pelosok kota. Demikian juga di Bandung, Jakarta, Semarang dan Solo. Kegairahan penduduk kota untuk menjadi pendukung tim dari kota mereka telah melahirkan potensi baru dalam city branding, yaitu city branding dengan memanfaatkan identitas sepak bola klub lokal. Tulisan ini berusaha mengangkat tentang bagaimana identitas sepak bola lokal dimanfaatkan sebagai city branding, dengan melihat dari pendekatan sosiologi dan kultural suporter, seperti dengan melihat peluang city branding melalui politik identitas dari komunitas suporter. Fenomena yang menarik adalah diangkatnya local wisdom dalam politik identitas komunitas suporter sepak bola. Keywords : sepak bola, branding, kota

Pendahuluan : Kue Renyah Sports Marketing

Olahraga telah berkembang menjadi industri yang kian berkembang.

Olahraga tidak lagi dimaknai sebagai semata-mata aktivitas untuk menjaga

kesehatan tubuh, namun olahraga juga berartikulasi sebagai sebuah industri

budaya. Olahraga digunakan oleh kalangan industri sebagai media untuk

meningkatkan awareness, image bahkan revenue. Perputaran uang di ranah sports

Paper ini dipresentasikan dalam National Conference on City and Branding di Universitas Brawijaya 24 Januari 2012 dan dimuat dalam Buku Proceeding Strategi Communicaton Branding di Era Industri Kreatif, Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Brawijaya. ISBN 978-602-203-124-0 halaman 55 – 64.

2

marketing terasa kian renyah dan ditaksir mencapai triliunan rupiah. Betapa tidak,

setiap perusahaan setidaknya menggelontorkan dana sekitar puluhan hingga

ratusan miliar rupiah (Cakram Komunikasi, Desember 2005).

Beberapa contoh perusahaan yang menggelontorkan anggaran dalam jumlah

besar dalam kegiatan yang berelasi dengan olahraga adalah sebagai berikut. Bank

Mandiri mensponsori Liga Indonesia di tahun 2004 dengan gelontoran dana 20

milyar rupiah. Posisi Bank Mandiri digantikan oleh Djarum Super sejak tahun 2005.

nama Liga Indonesia pun berganti menjadi Djarum Super Liga Indonesia. Dalam

kompetisi sepak bola ini, Djarum mengucurkan dana sebesar 25 milyar rupiah. Di

cabang olahraga yang lain, LA Menthol, salah satu produksi Djarum, bermain dengan

mengelontorkan dana sebesar 10 milyar rupiah dalam mendukung LA Menthol

Volley Beach. Di cabang bola basket, Djarum mengucurkan dana sebesar 8 milyar

rupiah untuk mensponsori LA Light Street Ball (Cakram Komunikasi, Desember

2005).

Kompetisi dalam sports marketing antar perusahaan pemasang iklan kian

seru, karena kompetitor cenderung untuk tidak tinggal diam melihat pesaingnya

memasang iklan dalam ukuran raksasa dalam event olahraga yang mereka sponsori.

PT. HM Sampoerna adalah salah satu pesaing Djarum yang agresif bermain dalam

sports marketing di berbagai cabang olahraga, diantaranya Dji Sam Soe Copa

Indonesia, A Mild Indonesia Basket Ball League, Sampoerno Hijau Proliga dan A Mild

Billiard International. Dana yang digelontorkan untuk semua kegiatan sports

marketing tersebut mencapai 110 milyar rupiah (Cakram Komunikasi, Desember

2005).

3

3

Wismilak juga tidak ketinggalan dalam meramaikan sports marketing.

Perusahaan ini mem-branding kejuaraan tenis internasional Tenis Wismimak

Internasional Bali. Kejuaraan yang awalnya bernama Wismilak Open ini dikemas

dalam brand yang semakin menginternasional setelah berganti nama (Cakram

Komunikasi, Desember 2005).

Diantara berbagai cabang olahraga, sepak bola menjadi cabang olahraga yang

paling banyak diperebutkan dalam sports marketing. Minuman softdrink, Coca Cola

adalah salah satu brand yang menyadari kekuatan sepak bola. Brand ini berusaha

membangun brand connection dengan menjadi official partner FIFA World Cup

sejak tahun 1978 sampai dengan tahun 2022 (Marketing,07/X/Juli 2010).

Demam sepak bola yang melanda seluruh masyarakat dunia, tidak terkecuali

Indonesia benar-benar digunakan oleh Coca Cola untuk meningkatkan revenue dan

sekaligus memperkuat merek. Perusahaan global ini tidak hanya menjadi sponsor

yang memasang brand di pinggir stadion, namun secara aktif dan massif

mengadakan berbagai event untuk memperkuat brand-nya. Coca Cola adalah sebuah

contoh bagaimana perusahaan global menyadari potensi olahraga, terutama sepak

bola dalam memperkuat brand.

Program yang dilakukan Coca Cola selama penyelenggaraan Piala Dunia

bukan sekedar untuk meningkatkan revenue. Tujuan yang ingin dicapai oleh Coca

Cola adalah membangun brand connection dengan sepak bola dan Piala Dunia, serta

memperkuat asosiasi Coca Cola dengan event tersebut (Marketing,07/X/Juli 2010).

Olahraga di era industri budaya ini nyaris tidak dapat melangsungkan event

dalam skala besar tanpa dukungan brand yang mendukung penyelenggaraannya.

Paper ini dipresentasikan dalam National Conference on City and Branding di Universitas Brawijaya 24 Januari 2012 dan dimuat dalam Buku Proceeding Strategi Communicaton Branding di Era Industri Kreatif, Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Brawijaya. ISBN 978-602-203-124-0 halaman 55 – 64.

4

Bagi brand, olahraga adalah salah satu kesempatan terbaik untuk memperkuat

brand equity. Melalui olahraga, perusahaan dapat melakukan brand activation yang

melibatkan partisipasi publik. Kraft Fooda Indonesia melalui Biskuat adalah salah

satu perusahaan yang menyadari potensi olah raga sebagai bagaian dari kegiatan

brand activation. Perusahaan ini menggelar event bertajuk Biskuat Akademi Juara.

Dalam event ini, anak-anak dari seluruh Indonesia dilibatkan dalam kompetisi

untuk terpilih mengikuti Arsenal International Soccer Festival, sebuah turnamen

sepak bola antar sekolah sepak bola Arsenl yang tersebar di 30 negara

(Marketing,07/X/Juli 2010).

Potensi sepak bola sebagai brand inilah yang semestinya bisa digunakan oleh

pemerintah daerah dan kalangan industri di daerah. Tidak bisa dipungkiri bahwa

sepak bola adalah olahraga paling populer di Indonesia. Di tengah prestasi sepak

bola Indonesia yang measih terseok-seok serta pengelolaan kompetisi sepak bola

profesional oleh Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI) yang carut marut,

penonton tetap saja membanjiri stadion.

Apalagi, klub sepak bola tidak bisa lagi menyusu ke pemerintah daerah

dengan kucuran dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Ditutupnya kran penyaluran uang rakyat untuk klub sepak bola profesional melalui

APBD ini telah menyebabkan klub harus berusaha menggali pendanaan dari yang

lain. Dalam konteks inilah sebenarnya, klub sepak bola di berbagai daerah bisa

menjadikan klub sebagai brand yang menarik bagi sponsor, sekaligus brand bagi

kota asal klub tersebut. Ini berarti adalah menjadikan sepak bola sebagai city

branding.

5

5

Sepak Bola Lokal sebagai Brand Kota

Jika Anda ke kota Malang sepuluh tahun yang lalu dan kemudian Anda

mencari oleh-oleh untuk kerabat Anda di rumah apa yang akan Anda cari?

Jawabannya tentu adalah apel, buah yang tumbuh subur di kota ini. Namun kini jika

Anda ke Malang, oleh-oleh apa yang akan Anda bawa untuk anggota keluarga di

rumah? Jawabannya bukan lagi hanya apel, namun bisa kaos Arema, boneka singa,

syal Arema dan pernak-pernik lain yang berhubungan dengan Arema Malang,

sebuah klub sepak bola yang berdiri sejak tahun 1987.

Sama ketika Anda pergi ke Surabaya dan dihadapkan pada pertanyaan

serupa yaitu oleh-oleh apa untuk anggota keluarga di rumah? Jawaban paling

mudah adalah mencari kaos Persebaya, boneka buaya, syal Persebaya dan pernak-

pernik lain yang berhubungan dengan klub yang berdiri sejak tahun 1927 ini.

Coba perhatikan saat klub-klub bertanding. Stadion-stadion yang dihuni

klub-klub besar selalu dipenuhi oleh suporternya. Aremania memenuhi Stadion

Gajayana dan Stadion Kanjuruhan, Bonek memenuhi Stadion Gelora Sepuluh

November, Bobotoh memenuhi Stadion Siliwangi dan Stadion Si Jalak Harupat dan

The Jak memenuhi tribun Gelora Bung Karno.

Selain fenomena melimpahnya suporter yang datang ke stadion, fenomena

lain adalah maraknya toko-toko merchandise klub sepak bola lokal. Di toko-toko

seperti ini berbagai pernak-pernik klub dijual ke suporter untuk dibawa ke stadion

Paper ini dipresentasikan dalam National Conference on City and Branding di Universitas Brawijaya 24 Januari 2012 dan dimuat dalam Buku Proceeding Strategi Communicaton Branding di Era Industri Kreatif, Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Brawijaya. ISBN 978-602-203-124-0 halaman 55 – 64.

6

maupun dibeli oleh wisatawan sebagai oleh-oleh. Berbagai atribut klub, mulai dari

kaos, syal, bendera, gantungan kunci, boneka, tali handphone dan stiker tersedia di

berbagai toko merchandise klub.

Toko-toko yang menjual merchandise klub ini tersebar mulai dari kawasan

sekitar stadion saat pertandingan berlangsung maupun saat tidak ada pertandingan

serta kawasan lain yang jauh dari stadion. Pedagang kaki lima juga tidak ketinggalan

menggelar barang dagangannya di lapak-lapak di pinggir jalan.

Saat pernak-pernik klub dikenakan oleh para pembeli, maka sebenarnya

bukan hanya nama klub yang terangkat, namun juga nama kota. Ini

mengindikasikan adanya potensi sepak bola lokal sebagai brand identity bagi kota

tersebut yang sekaligus menjadi city branding bagi kota asal klub tersebut.

Brand dapat diartikan sebagai sebuah nama, istilah, tanda, simbol atau fitur-

fitur lain yang mengindikasikan penjual jasa atau barang berbeda dengan yang lain

(O’Giunn,2006:21). Dalam konteks sepak bola lokal, pengertian brand ini

berartikulasi pada nama, istilah, tanda, simbol atau fitur-fitur lain yang berbeda

antar satu klub dengan klub yang lain. Perbedaan ini juga menunjukan perbedaan

kota asal brand tersebut. Sebagai contoh, Arema Malang selalu identitik dengan

nama Arema dan Aremania, julukan Singo Edan, logo singa dan warna biru. Di sisi

yang lain, Persebaya selalu identik dengan nama Persebaya, julukan Bajul Ijo, logo

buaya dan warna hijau. Perbedaan keduanya lalu bukan hanya semata-mata

perbedaan klub, namun juga kota.

Brand menjadi aset paling berharga dari perusahaan atau lembaga

(O’Giunn,2006:21). Dalam konteks kota, brand tidak hanya bisa dimaknai sebagai

7

7

sekedar brand dari klub, namun juga brand dari kota. Untuk memperlihatkan

tentang kekuatan brand dari klub yang mampu berperan sebagai brand kota, kita

dapat menoleh ke klub-klub di luar negeri. Manchester United, klub tersukses di

Liga Inggris adalah salah satu contoh klub sepak bola yang memiliki brand global

yang kuat. Klub berjuluk Red Devils (Setan Merah) ini bukan hanya berhasil

mengangkat prestasi klub, namun juga menjadi brand ambassador dari Kota

Manchester. Nama kota ini bisa jadi lebih dikenal, setidaknya lebih sering disebut,

daripada ibukota Inggris, London.

Di Spanyol, Real Madrid berhasil menjulangkan nama ibukota Spanyol

tersebut. Hampir setiap minggu nama Madrid akan muncul di berbagai media

massa, terutama jika Real Madrid bermain dalam liga-liga yang diikutinya. Tidak

ketinggalan adalah Barcelona, sebuah klub asal Catalan, Spanyol yang memiliki

nama yang identik seratus persen dengan nama kota mereka berasal. Sebagaimana

dengan Madrid, nama Barcelona selalu disebut di berbagai media massa terutama

jika Barcelona bermain dalam liga-liga yang mereka turut serta.

Kemilau dunia sepak bola jugalah yang mendorong Roman Abramovich

dengan seolah semudah membalik telapak tangan membeli saham Chelsea pada

bulan Juli 2003 sebesar 59,3 pound. Ia juga melunasi hutang klub yang menumpuk

sampai 80 juta pound. Chealsea, klub semenjana dari Kota London, tiba-tiba menjadi

penantang serius dari Manchester United, Arsenal dan Liverpool di tahun 2000-an

(Atmakusumah,2006:233). Stamford Bridge, stadion yang menjadi markas Chelsea

sontak menjadi riuh oleh suporter yang membanjiri stadion untuk menonton aksi

pemain sepak bola papan atas. Sebagai brand, Chelsea menjadi brand yang

Paper ini dipresentasikan dalam National Conference on City and Branding di Universitas Brawijaya 24 Januari 2012 dan dimuat dalam Buku Proceeding Strategi Communicaton Branding di Era Industri Kreatif, Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Brawijaya. ISBN 978-602-203-124-0 halaman 55 – 64.

8

mendunia yang sanggup menarik sponsor besar seperti Samsung untuk menjadi

sponsor.

Loyalitas suporter pada klub bisa jadi melebihi loyalitas brand (brand

loyality). Loyalitas brand terjadi ketika konsumen secara teratur menjadi konsumen

brand tertentu dan sekaligus melakukan eksklusi atas brand yang lain yang menjadi

kompetitor. Loyalitas ini dapat terlaksana karena kebiasaan, karena nama brand

yang sudah melekat di memori konsumen, karena konsumen memiliki asosiasi

dengan brand dan karena konsumen sudah memiliki makna yang dalam atas brand

yang mereka beli (O’Giunn,2006:24). Loyalitas suporter pada klub adalah loyalitas

yang bahkan bisa jadi dipertaruhkan sampai titik darah penghabisan atau menjadi

”agama kedua”. Suporter datang ke stadion dengan memakai atribut klub yang

didukungnya. Di stadion mereka bernyanyi dan bersorak meneriakan nama klub

kesayangannya sampai sembilan puluh menit pertandingan berlangsung. Saat

bernyanyi tidak jarang mereka meneriakan makian untuk klub rivalnya.

Bagi suporter sepak bola, klub lawan adalah pihak yang dimusuhi dan

dianggap sebagai rival. Proses inilah yang menjadikan loyalitas suporter pada klub

dari kotanya melebihi loyalitas mereka pada brand-brand lain yang mereka

konsumsi. Adalah kecil kemungkinan, suporter mengenakan atribut dari klub yang

mereka anggap sebagai rival. Suporter Arema tidak mungkin memakai kaos

Persebaya, dan begitu juga sebaliknya selama kedua klub ini masih menjadi rival.

9

9

Brand sebagai Aktivitas Budaya : Cerita tentang Singa dan Wong Mangap

Klub sepak bola telah menjadi brand ikonik (iconic brand) bagi kota klub

tersebut berasal. Brand ikonik ini terbangun melalui aktivitas kultural

(Holt,2004:207). Logo singa yang dimiliki Arema Malang adalah salah satu contoh

tentang kekuatan klub sepak bola yang menjadi brand ikonik. Logo singa ini

awalnya berasal dari pendirian Arema Malang pada tahun 1987. Para pendiri klub

ini menjadikan singa sebagai logo Arema Malang, dengan alasan sederhana yaitu

bahwa klub ini berdiri di bulan Agustus yang memiliki rasi bintang Leo. Rasi bintang

ini sesuai namanya dilambangkan dengan singa.

Sebagai brand yang terbentuk dari aktivitas kultural, logo ini kemudian

dihubungkan dengan mitos dan kebudayaan yang berkembang di Malang dan

sekitarnya. Kerajaan Singasari yang dalam bahasa Jawa dibaca Singosari adalah

artefak budaya yang paling terkait dengan Arema. Kata singa dimaknai sebagai kata

yang relevan dengan pemberian logo singa sebagai logo Arema Malang. Ini

sebenarnya agak unik, karena singa sebagai hewan tidak berasal dari Indonesia.

Bagi orang Jawa, kata singo acapkali digunakan untuk merujuk harimau. Hal ini

memperlihatkan adanya kearifan lokal (local wisdom) yang diserap dalam

pembentukan identitas dari brand klub sepak bola di Indonesia.

Julukan Arema dengan kata Singo Edan juga muncul sebagai aktivitas

kultural. Julukan ini muncul dengan sendirinya dari kalangan media massa di awal

berdirinya Arema. Julukan ini tetap bertahan dan juga bertambah variasi dengan

penggunaan bahasa walikan, sebuah gaya bahasa khas Malang, dengan sebutan

Paper ini dipresentasikan dalam National Conference on City and Branding di Universitas Brawijaya 24 Januari 2012 dan dimuat dalam Buku Proceeding Strategi Communicaton Branding di Era Industri Kreatif, Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Brawijaya. ISBN 978-602-203-124-0 halaman 55 – 64.

10

Ongis Nade.

Penamaan suporter Arema dalam nama Aremania juga muncul sebagai

aktivitas budaya. Awalnya nama suporter resmi dari Arema adalah Arema Fans

Club, namun tidak begitu bergaung. Adalah Ovan Tobing yang kemudian

memadukan kata Arema dan Mania yang digabung dalam kata Aremania.

Penggunaan akhiran mania inilah yang kemudian banyak ditiru oleh komunitas

suporter lain, seperti Slemania, Deltamania, Lamania dan sebagainya.

Sebuah fakta yang menarik adalah bahwa logo singa lebih terkenal daripada

tugu kota Malang yang menjadi logo resmi dari pemerintah kota Malang. Fakta ini

bisa membuktikan kekuatan sepak bola sebagai brand yang mengakar kuat bagi

sebuah kota.

Contoh lain tentang kekuatan brand sepak bola yang dibangun dari aktivitas

budaya adalah ikon wong mangap (orang yang mulutnya terbuka) yang dimiliki

Persebaya Surabaya. Logo dari klub ini sebenarnya adalah gambar buaya dan ikan

hiu yang mengapit tugu pahlawan. Selain logo ini ada logo lain yang lebih identik

dengan klub ini. Logo tersebut adalah gambar wong mangap, yaitu gambar seorang

laki-laki dengan ikat kepala Persebaya dan berteriak dengan urat-urat di wajah yang

terlihat kekar. Rambut laki-laki yang ada di gambar wong mangap terurai panjang

mengembang tidak beraturan.

Tidak banyak yang tahu tentang sejarah ikon ini. Jika ditelusuri ikon ini

berasal dari keberhasilan Persebaya menembus final Divisi Utama Perserikatan di

pertengahan dekade 1980-an. Jawa Pos, sebuah koran yang saat itu sedang

berkembang di Surabaya, mengkoordinir tret, tret, tret, yaitu sebuah even untuk

11

11

menggerakan suporter Persebaya ke Senayan (nama Gelora Bung Karno di masa

Orde Baru). Dahlan Iskan, pemilik Jawa Pos merasa perlu adanya ikom dan atribut

klub yang mampu memperlihatkan Persebaya berbeda dengan klub lain. Akhirnya,

Mister Muhtar, jurnalis Jawa Pos yang bertanggung jawab atas desain membuat ikon

wong mangap. Gambar yang dibuat hanya dalam waktu satu malam tersebut tidak

merujuk pada figur tertentu, namun sebaliknya justru merujuk figus arek-arek

Suroboyo di tahun 1945. Alasan itulah yang menyebabkan rambut dalam wong

mangap terurai panjang tidak beraturan lengkap dengan ikat kepala. Gambar yang

dibuat oleh Mister Muhtar kemudian disempurnakan oleh desainer Jawa Pos yang

lain yaitu Budiono menjadi gambar wong mangap yang dikenal saat ini.

Julukan bonek (bondo nekat) pada suporter Persebaya juga bukan proses

yang didesain dalam riset jangka panjang. Julukan ini kali pertama ditulis oleh

Slamet Oerip Pribadi untuk berita-berita di Jawa Pos tentang tour away suporter

Persebaya ke Jakarta dalam putaran final Divisi Utama. Istilah bonek awalnya

digunakan untuk merujuk keberanian suporter Persebaya dalam perjalanan tour

away-nya. Istilah ini kemudian menjadi identik dengan suporter Persebaya dengan

beragam artikulasinya. Penamaan bonek ini juga memperlihatkan adanya

penyerapan kearifan lokal yang bersumber pada semangat perjuangan arek-arek

Suroboyo dalam pertempuran 10 November 1945.

Dari dua cerita di atas, kita bisa melihat bahwa dalam ranah sepak bola lokal,

konsumen lebih aktif dalam berinteraksi dengan klub yang diasosiasikan sebagai

brand. Dalam konteks lebih luas, sebenarnya ada dua cara bagaimana makna brand

diinternalisasi oleh konsumen. Perspektif pertama menyebutkan bahwa lembaga

Paper ini dipresentasikan dalam National Conference on City and Branding di Universitas Brawijaya 24 Januari 2012 dan dimuat dalam Buku Proceeding Strategi Communicaton Branding di Era Industri Kreatif, Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Brawijaya. ISBN 978-602-203-124-0 halaman 55 – 64.

12

menciptakan makna simbolik bagi produk yang mereka ciptakan dan kemudian

menyuntikannya dalam “dunia yang diatur secara kultural”. Perspektif kedua

menyebutkan bahwa konsumen secara aktif mennggunakan cara kreatif untuk

mengkombinasikan dan mengadaptasi makna sesuai kehidupan mereka (Schoeder

[ed],2006:103). Perspektif kedua ini agaknya lebih tepat dalam memahami

bagaimana proses klub sepak bola di Indonesia menjadi brand bagi kota tempat

klub tersebut berasal.

Dalam cerita tentang singa, kita bisa melihat bagaimana publik di Kota

Malang secara kreatif melakukan kombinasi atas gambar singa. Singa bisa

dipadukan dengan angka 1987 yang menjadi tahun berdirinya Arema. Singa juga

bisa dipadukan dengan tanda tangan pemain Arema sebagaimana yang populer di

tahun 2010 dan 2011 dalam kaos Arema yang bergambar singa dan tanda tangan

pemain Arema. Singa juga bisa diwujudkan dalam boneka, gantungan kunci, tali

handphone dan sebagainya yang berhubungan dengan dengan singa. Kreativitas

inilah menjadikan brand klub sepak bola menjadi lebih kuat karena muncul dari

bawah, bukan dari kebijakan manajemen klub. Tanpa diperintah, publik yang

menggemari Arema memakai berbagai atribut Arema, saat mereka di Malang

maupun di luar Malang.

Dalam cerita tentang wong mangap juga tidak jauh berbeda dengan cerita

tentang singa. Wong mangap yang dibuat dalam waktu satu malam menjadi brand

yang melekat dengan Surabaya. Setiap melihat gambar wong mangap, ingatan

publik selalu Kota Surabaya. Wong mangap kemudian secara kreatif dibuat dalam

berbagai model, mulai wong mangap dengan gaya rastafarian, wong mangap dengan

13

13

kepada tengkorak, wong wangap yang dikombinasikan dengan gambar Viking dan

sebagainya.

Penutup

Adalah tidak dapat disangkal bahwa sepak bola adalah olahraga yang paling

banyak digandrungi. Popularitas sepak bola sebagai olahraga paling populer

sebenarnya membuka peluang bagi pemerintah kota dan stake horder-nya untuk

menjadikan sepak bola sebagai brand.

Memang, sepak bola di Indonesia sedang mengalami keterpurukan. Salah

kelola terutama karena kapitalisme semu bernama APBD yang menggerogoti

kompetisi sepak bola Indonesia telah membuat prestasi sepak bola Indonesia jalan

di tempat. Meninggalkan penggunaan APBD untuk kompetisi sepak bola profesional

adalah keharusan yang mutlak, karena dengan masih tergantung pada APBD sepak

bola tidak akan maju dan kompetitif sebagaimana yang bisa kita lihat di liga-liga di

benua biru yang dikelola secara profesional.

Untuk inilah, sebenarnya identitas yang melekat pada klub sepak bola di

sebuah kota bisa dikelola sebagai brand kota tersebut. Klub sepak bola bisa

mengajak stake holder yang terkait untuk membangun sepak bola sebagai brand.

Suporter sepak bola dengan sendirinya sudah datang ke stadion, membeli berbagai

pernak-pernik klub dan mengenakannya di berbagai kesempatan. Sebuah peluang

yang bisa dikelola dengan profesional dengan keterlibatan berbagai pihak, mulai

Paper ini dipresentasikan dalam National Conference on City and Branding di Universitas Brawijaya 24 Januari 2012 dan dimuat dalam Buku Proceeding Strategi Communicaton Branding di Era Industri Kreatif, Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Brawijaya. ISBN 978-602-203-124-0 halaman 55 – 64.

14

dari klub, pemerintah kota, kalangan industri dan sebagainya.

Daftar Pustaka

Holt, Douglas B. (2004). How Brands Become Icon : The Principles of Cultural

Branding. Boston, Harvard Business School Press

Natakusumah, Arief (2008). Drama itu Bernama Sepak Bola : Gambaran Silang

Sengkarut Olahraga, Politik dan Budaya. Jakarta, Elex Media Komputindo.

O’Guinn, Thomas C. (2006). Advertising and Integrated Brand Promotion. Mason,

Thomson

Schroeder, Jonathan E and Morling, Miriam Salzer [ed] (2006). Brand Culture.

London, Routhledge.

--- (2005). Boom Sports Marketing. Cakram edisi Desember 2005.

---(2010). Meraup Untung dari Seasonal Marketing. Marketing No. 07/X/Juli 2010

15

15

Paper ini dipresentasikan dalam National Conference on City and Branding di Universitas Brawijaya 24 Januari 2012 dan dimuat dalam Buku Proceeding Strategi Communicaton Branding di Era Industri Kreatif, Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Brawijaya. ISBN 978-602-203-124-0 halaman 55 – 64.

16