identitas Diri Individu yang mengalami celebrity worship
-
Upload
universitasnegerimakassar -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of identitas Diri Individu yang mengalami celebrity worship
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia secara umumnya terlahir dengan kemampuan
kognitif melebihi makhluk hidup yang lainnya seperti
hewan dan tumbuhan sehingga mampu untuk melakukan semua
hal yang mencakup proses mental seperti thingking,
problem solving, sensing and many more. Kemampuan kognitifnya
itulah yang membuat manusia lebih unggul dari makhluk
hidup lainnya. Seperti yang dikatakan oleh Albert
Bandura bahwa dengan kemampuan belajarnya manusia dapat
mengamati dan belajar banyak mengenai tingkah laku
sebelum mereka melakukannya (Myers, 2011).
Albert Bandura juga mengatakan bahwa manusia belajar
melalui imitasi, mengambil pola-pola perilaku yang
mereka lihat disekitar mereka, dan melalui proses umum
yang disebut pembiasaan serta teori tersebut diperkuat
oleh Gabriel Tarde yang mengatakan bahwa masyarakat
tiada lain dari pengelompokan manusia, individu satu
1
sama lain mengimitasinya (Angwar, Maiwan, dan
Afrimetty, 2013). Selebriti merupakan subjek yang dapat
dengan mudah ditiru melalui adanya alat komunikasi
seperti televisi, radio dan internet. Pesan yang
disampaikan oleh media massa tersebut menjadi wadah
bagi masyarakat untuk mengetahui informasi terkini dan
diinterpretasikan secara berbeda-beda menurut visi
pemirsa (Kuswandi, 1996). Otmazgin dan Lyan (2013)
mengemukakan bahwa selebriti menyebarkan informasi
mereka di kalangan kenalan atau relasi dengan
memanfaatkan koneksi pribadi maupun media internet dan
sosial untuk bertukar informasi dan pandangan, dan
untuk menciptakan citra di masyarakat.
Ashe dan McCutcheon (Fitriani, 2009) juga
mengemukakan bahwa pemujaan terhadap selebriti lebih
banyak terjadi pada remaja dan dewasa awal dibandingkan
dengan usia yang lebih tua. Individu menunjukan bahwa
mereka yang memuja selebriti memiliki identitas difusi,
self esteem yang rendah dan performance yang rendah
2
dibandingkan dengan remaja yang menjadi pemuja selain
selebriti memiliki studi performance yang lebih baik.
Cuyler dan Ackhart (Raharja, tanpa tahun) mengemukakan
bahwa identitas yang digunakan seseorang memiliki
hubungan dengan motivasi tertentu.
Identitas diri merupakan komponen yang membentuk
konsep tentang diri pada seseorang, oleh karena itu,
sebelum mendefinisikan identitas diri, maka saya akan
memaparkan terlebih dahulu mengenai pengertian konsep
diri.
Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran,
keyakinan, dan kepercayaan yang merupakan pengetahuan
individu tentang dirinya dan memengaruhi hubungannya
dengan orang lain. konsep diri tidak terbentuk waktu
lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik
seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat
dan dengan realitas dunia. Berdasarkan pengertian
diatas konsep diri seseorang akan terbentuk didasari
penilaian seseorang terhadap pengalaman dalam diri dan
3
orang terdekat serta lingkungan tempat seseorang
tinggal. Sebagai makhluk sosial, manusia terpanggil
untuk mengembangkan diri, mengadakan dialog terus
menerus dengan dirinya sendiri, dan saling berinteraksi
dalam menggapai berbagai realitas. Sebagai subjek,
manusia berupaya mengukuhkan diri sebagai tahapan
pengembangan diri untuk menampilkan suatu bentuk
kepribadian. Sebagai pribadi, manusia merupakan
totalitas yang mantap dan harmonis. Ciri kepribadian
seseorang yang memiliki identitas diri, yaitu orang
yang mampu mengendalikan dorongan emosinya, pandai
membaca perasaan orang lain, dan bisa memelihara
hubungan baik dengan lingkungannya melalui pengenalan
diri sendiri secara lebih mendalam. Sebagai makhluk
sosial , akan lebih baik lagi bila seseorang memiliki
sejumlah kemampuan yang merupakan komponen dasar dari
kecerdasan antar pribadi.
B. Fokus Masalah
4
1. Bagaimana gambaran identitas diri individu yang
memuja selebriti (celebrity worship) ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui gambaran identitas diri individu
yang memuja selebriti (celebrity worship).
D. Manfaat Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian
untuk penelitian selanjutnya dan memberikan
kontribusi ilmiah dalam bidang psikologi.
2. Kegunaan Praktis
Memberikan informasi mengenai identitas diri pada
celebrity worship.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan membahas mengenai teori identitas diri,
celebrity worship, dan beberapa teori yang berhubungan
dengan celebrity worship seperti teori pemujaan dan teori
hubungan parasosial.
A. Identitas Diri
1. Definisi Identitas Diri
Stuart dan Sundeen (Hasanah, 2013) mengemukakan
bahwa identitas diri dalah sikap individu terhadap
tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini
mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran dan
bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh. Identitas
diri merupakan sesuatu yang dinamis sebab terus menerus
berubah dengan persepsi dan pengalaman baru, yang
merupakan sasaran atau pelindung penting dari perasaan-
perasaan seseorang, kecemasan dan nilai-nilai.
6
Parfit (1971) mengemukakan identitas diri yang
terdapat pada diri tiap individu merupakan hal penting
untuk digunakan pada proses pengembangan pola diri
setiap individu karena identitas diri juga dapat
dikategorikan sebagai sesuatu yang sangat kompleks. Hal
tersebut dimiliki oleh setiap individu dapat memberikan
efek yang bersifat positif ataupun negatif. Identitas
diri dapat dilihat dari tingkah laku atau perilaku yang
dilakukan oleh individu dalam kehidupan sehari-hari.
Individu yang memiliki identitas diri yang baik dapat
berasal dari lingkungan internalnya yakni keluarga.
Individu yang tidak mendapatkan kasih sayang dari
keluarga cenderung akan mengharapkan kasih sayang dari
orang lain, sehingga identitas diri yang dimiliki akan
berubah berdasarkan model yang ada dikehidupannya.
Perubahan identitas diri yang dimiliki oleh individu
yakni ketika individu memiliki idola yang diagung-
agungkan, maka setiap individu yang memiliki idola
7
cenderung akan mengalami perubahan identitas diri yang
mengikuti idolanya.
Shoemaker (1999) mengemukakan identitas diri yang
dimiliki oleh setiap individu sangat berhubungan dengan
teori etnis. Teori etnis merupakan teori yang membahas
mengenai peraturan-peraturan berlaku atau dapat
dikategorikan sebagai bahasan mengenai adat dan tradisi
yang ada dalam satu masyarakat pada khususnya.
Identitas diri yang dimiliki oleh individu terbentuk
dari etnis yang terdapat dalam masyarkat tempat
tinggalnya, sehingga peraturan-peraturan yang merupakan
adat dan tradisi dalam masyarakat digunakan sebagai
dasar untuk melakukan sesuatu atau berperilaku.
Identitas diri yang dimiliki oleh individu juga masing-
masing memiliki alasan “reason of person”. Kalimat tersebut
jika dihubungkan dengan teori Shoemakernyakni setiap
idividu memiliki identitas diri karena alasan hal-hal
yang ada di lingkungan individu itu sendiri termasuk
dalam masyarakat (adat dan tradisi) yang telah mendarah
8
dagings. Topik yang diambil yakni celebrity workship
berhubungan dengan penjelasan Shoemaker yakni ketika
individu memilih identitas dirinya yang baik, maka
lingkungan tempat tempat tinggal individu akan baik
pula yang ditinjau dari peraturan-peraturan yang
berlaku di dalamnya.
2. Teori Identitas Diri
Santrock (2007) mengemukakan tahap-tahap perkembangan
manusia menurut Erikson, yaitu:
a. Kepercayaan versus ketidakpercayaan menuntut
adanya perasaan nyaman secara fisik dan
ketidakpercayaan setidaknya perasaan takut dan ragu-
ragu terhadap masa depan. Masa bayi, kepercayaan akan
menetukan tahap bagi harapan seumur hidup bahwa dunia
akan menjadi tempat tinggal yang baik dan
menyenangkan.
b. Otonomi versus rasa malu dan keragu-raguan yaitu
mulai menyatakan rasa kemandirian atau otonominya.
9
Jika bayi banyak dibatasi dan dihukum terlalu keras,
mereka cenderung mengembangkan rasa malu dan ragu-
ragu.
c. Prakarsa versus rasa bersalah yaitu ketika anak-
anak prasekolah mulai memasuki dunia sosial yang
luas, mereka dihadapkan pada tantangan-tantangan yang
lebih besar dibandingkan ketika mereka masih bayi.
d. Tekun versus rasa percaya diri tidak ada saat lain
yang lebih bersemangat atau antusias untuk belajar
dibandingkan pada akhir periode pengembangan
imajinasi pada masa kanak-kanak awal. Bahayanya yang
dihadapi di masa sekolah dasar adalah anak dapat
mengembangkan rasa rendah diri-tasa tidak kompeten
dan tidak produktif.
e. Identitas versus kebingungan identitas adalah
ketika individu dihadapkan pada tantangan untuk
menemukan siapakah mereka itu, bagaimana mereka
nantinya, dan arah mana yang mereka tempuh dalam
hidupnya.
10
f. Keintiman versus keterkucilan yaitu individu
menghadapi tugas perkembangan yang berkaitan dengan
pembentukan relasi intim dengan orang lain. Erikson
mendeskripsikan keintiman sebagai menemukan diri
sendiri di sisi lainnya. Jika seorang muda membentuk
persahabatan yang sehat dan sebuah relasi yang intim
dengan orang lain, keintiman akan dicapai, jika tisak
maka ia akan merasa terkucil.
g. Bangkit versus stagnasi yaitu membantu generasi
muda mengembangkan dan mengarahkan kehidupan yang
berguna.
h. Interitas versus kekecewaan yaitu masa dimana
individu mulai merefleksikan kehidupan di masa lalu.
Erikson (Yuniardi, 2010) menyatakan empat status
identitas, sebagai berikut.
a. Pengalihan identitas bagi individu yang berada
dalam pengalihan status identitas dan tidak pernah
mengalami kritis identitas. Mereka telah membentuk
suatu identitas premature yang lebih berdasarkan
11
pilihan orang tua daripada identitas mereka sendiri.
Mereka telah membuat komitmen pekerjaan dan ideology,
tetapi apa yang dapat dilakukan oleh orang tua. Ini
merupakan “identitas semu”.
b. Kebingungan identitas yaitu individu yang tidak
menemukan arah pekerjaan atau komitmen ideology, dan
mencapai kemajuan kecil kea rah tujuan-tujuan ini.
Mereka kemingkinan telah mengalami krisis identitas,
dan apabila benar, mereka tidak dapat mengatasinya.
c. Moratorium adalah tahap ketika individu yang telah
mulai melakukan eksperimen dengan pilihan-pilihan
pekerjaan dan ideologi namun belum membuat komitmen
yang pasti terhadap salah satu pilihan. Remaja yang
berada pada status moratorium langsung berada di
tengah-tengah suatu krisis identitas dan sedang
mencari pilihan-pilihan hidup.
d. Pencapaian identitas yaitu kondisi bagi individu
ketika telah mengetahui tentang dirinya, mampu
membuat keputusan-keputusan tegas tentang pekerjaan
12
dan ideology. Mereka yakin bahwa keputusan-keputusan
itu dibuat berdasarkan otonomi dan kebebasan serta
komitmen internal.
Karl dan Reed (2002) dalam identitas yang dimiliki
oleh individu tidak terlepas dengan identitas moral.
Identitas moral merupakan perilaku yang melekat pada
diri individu yang menjadi khas dalam berperilaku pada
dunia sosial. Jones dan McEwen (2000) mengemukakan
bahwa dalam pengembangan identitas dalam diri individu
sangat membutuhkan perhatian dari lingkungan termasuk
lingkungan internal. Lingkungan internal yang dimaksud
yakni keluarga.
3. Aspek-aspek Identitas Diri
Dariyo (2004) mengemukakan ciri-ciri identitas
diri, yaitu:
a. Konsep diri
Konsep diri berkaitan dengan aspek fisiologis dan
psikologis. Dayakisini dan Hudaniah (Mazaya &
Supradewi, 2011) menyatakan bahwa kesadaran diri adalah
13
hal yang sangat penting untuk memahami konsep diri dan
standar, nilai serta tujuan yang dimiliki seseorang.
Effendi (2004) menjelaskan bahwa konsep diri merupakan
gambaran dan penilaian terhadap diri sendiri mencakup
seluruh aspek kepribadiannya. Juriana (2000)
mengemukakan bahwa adanya konsep diri dalam
kenyataannya penting diperlukan dalam memaknai
kehidupan, memberikan pemahaman bahwa untuk menghargai
diri sendiri, hal yang paling utama yang harus
dilakukan yaitu seseorang harus dapat lebih mengenal
dirinya, baik mengenai kekurangan dan kelebihan diri,
serta keunikan diri sebagai mahluk ciptaan Tuhan.
b. Evaluasi diri
Penerimaan kelebihan dan kekurangan yang ada pada
diri individu yang baik, berarti ia akan memiliki
kemampuan untuk menilai, menaksir, mengevaluasi potensi
diri sendiri.
c. Harga diri
14
Penghargaan diri yang wajar dan proporsional
merupakan tindakan yang tepat bagi seorang individu
yang mempunyai identitas diri yang matang. Individu
yang memiliki harga diri yang positif memiliki
kemampuan dalam berkata-kata, bersikap, berpikir,
maupun bertindak berdasarkan nilai-nilai norma, etika,
kejujuran, kebenaran, maupun keadilan.
d. Efikasi diri
Efikasi diri merupakan kemampuan menyadari,
menerima, dan mepertanggungjawabkan semua potensi,
keterampilan, atau keahlian secara tepat. Efikasi diri
akan mendorong individu untuk menghargai dan
menempatkan diri pada posisi yang tepat.
e. Kepercayaan diri
Kepercayaan diri akan tumbuh dari kehidupan
kelompok sosial atau keluarga yang hangat, penuh kasih
sayang, menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan
keadilan, serta saling mempercayai antara satu dengan
yang lainnya.
15
f. Tanggung jawab
Individu yang bertanggung jawab mampu melaksanakan
kewajiban dan tugas-tugasnya sampai tuntas, walau harus
mengorbankan banyak tenaga, waktu, dan biaya.
g. Komitmen
Individu yang memiliki komitmen biasanya
perhatian, pemikiran, tenaganya tercurah untuk mencapai
tujuan akhir dari komitmennya. Individu yang memiliki
komitmen akan berusaha keras untuk mencapai
keberhasilan, mampu mengatasi semua rintangan atau
hambatan yang menyebabkan kegagalan.
h. Ketekunan
Ketekunan tidak mengenal putus asa dan selalu
berorientasi pada masa depan. Individu yang tekun
memiliki karakteristik kemandirian, rasa percaya diri,
optimis, dan pantang menyerah.
i. Kemandirian
16
Berusaha untuk menyelesaikan masalah dengan
segenap kemampuan, inisiatif, daya kreasi, kecerdasan
dengan sebaik-baiknya.
4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Identitas Diri
Furham (Ristianti, 2009) mengemukakan beberapa faktor
yang dapat memengaruhi identitas diri, yaitu:
a. Hubungan orang tua-remaja
Hubungan orang tua-remaja yang harmonis, empati,
penuh kasih sayang dapat membantu berkembangnya
identitas diri yang positif. Hubungan keluarga yang
harmonis akan memberikan kesempatan kepada remaja untuk
mengekspresikan ide-idenya dengan orang tua sebagai
pengawas bukan sebagai pengekang kebebasan. Collins
(Neff dan McGehe, 2010) mengemukakan bahwa aspek sadar
diri atas kasih sayang yang diterima oleh individu di
lingkungan sekitar misalnya dari orang tua akan
menghindari adanya obsesif merenungkan pikiran pesimis,
emosi dan dapat mengakibatkan pada disfungsi
psikologis. Diperkirakan bahwa remaja yang memiliki
17
kasih sayang penuh dari individu-individu yang ada di
sekitanya yang berhubungan dengan sosial yang akan
mengurangi kecemasan depresi, sehingga individu tidak
berharap kepada orang yang menurutnya bisa memberikan
kasih sayang seutuhnya lewat seorang yang diidolakan.
b. Model identifikasi
Model identifikasi biasanya adalah orang yang
sukses dalam hidupnya. Individu memiliki harapan bahwa
dengan menjadi seperti model identifikasinya maka
dirinya akan meraih sukses yang sama sehingga
memotivasi individu untuk melakukan hal-hal yang
dilakukan oleh model tersebut. Stets dan Burke (2000)
mengemukakan bahwa diri individu sangat berperan
penting dalam mengklasifikasikan, mengelompokkan objek-
objek secara khusus yang ada di lingkungan individu
yang memiliki relasi atau hubungan dengan sosial
kategori atau klasifikasi. Proses pengelompokkan atau
pengklasifikasian objek-objek yang ada biasa disebut
dengan pengeompokkan diri.
18
c. Homogenitas lingkungan
Individu yang berada pada lingkungan yang homogen
cenderung lebih mudah membentuk identitas dirinya
dibandingkan dengan yang berada pada lingkungan
heterogen. Individu yang berada pada lingkungan
heterogen lebih lama menghadapi krisis karena terlalu
banyak alternatif yang ada di hadapannya. Faktor
lingkungan pada waktu tertentu sangat memengaruhi hasil
perkembangan. Individu yang tidak memperoleh kesempatan
belajar dan tidak memperoleh bimbingan dalam
mengembangkan bakat-bakatnya, tidak akan mencapai hasil
maksimal dari perkembangan rancangan dasarnya. Hornsey
(2007) mengemukakan bahwa identitas sosial yang
dimiliki oleh individu yang menjelaskan bahwa konteks
sosial mempengaruhi hubungan antar kelompok dan dapat
menghubungkan ide-ide menjadi sebuah paradigma yang
digunakan dalam konteks sosial tampaknya paradoks.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa identitas moral dan
sosial memiliki pengaruh yang kuat untuk menentukan
19
nilai keberadaan individu di tengah-tengah keluarga dan
masyarakat sekitar, sehingga kasih sayang dapat
dirasakan oleh individu dan tidak menggantungkan
harapan pada seorang atau idola secara berlebihan.
Aquinoo dan Reed (2002) mengemukakan bahwa identitas
sosial dan identitas moral dapat dijadikan sebagai
bahan dasar untuk membangun identitas diri yang ada
pada diri individu. Hal yang berhubungan dengan
identitas moral yakni keyakinan, sikap, dan perilaku.
Aquinoo dan Reed juga mengemukakan bahwa identitas
moral sangat penting untuk membangun self-important
pada diri tiap individu.
d. Perkembangan kognisi
Perkembangan kognisi masa remaja adalah ketika
individu mampu berpikir secara operasional formal dan
lebih sistematis terhadap hal-hal yang abstrak. Dalam
tahap ini, pola berpikir menjadi lebih fleksibel dan
mampu melihat persoalan dari berbagai sudut pandang
20
yang berbeda, individu cenderung lebih mempunyai
komitmen yang kuat dan konsisten.
e. Sifat individu
Remaja memiliki sifat ingin tahu dan keinginan
untuk eksplorasi yang besar dimana hal ini dapat
membantu pencapaian identitas.
f. Pengalaman masa kanak-kanan
Individu yang di masa kanak-kanan telah berhasil
menyelesaikan konflik-konfliknya cenderung lebih mudah
menyelesaikan krisis dalam mencapai identitas diri.
g. Pengamalan kerja
Pengalaman kerja individu dapat menstimuli
pengembangan identitas diri. Individu menjadi lebih
matang dengan menghadapi permasalahan yang ada di
lingkungan kerjanya sehingga individu mengetahui
kelebihan atau kekurangan apa yang dimiliki untuk
menghadapi permasalahan tersebut.
h. Interaksi sosial
21
Dalam tahap perkembangan yang dijalani oleh
remaja ditandai oleh cara hubungan individu tersebut
dengan orang lain dan kebalikannya. Hal yang sama
terjadi pada masa remaja, dimana jelas ada pengaruh
hubungan timbal balik antara remaja dan orang lain
dalam perkembangan kepribadiannya.
i. Kelompok teman sebaya
Kelompok teman sebaya merupakan kelompok acuan
bagi seorang anak untuk mengidentifikasikan dirinya dan
untuk mengikuti standar kelompok.
Rifany (2008) menambhakan faktor-faktor yang
memengaruhi perkembangan identitas diri remaja, yaitu:
a. Iklim keluarga. Interaksi sosio-emosional antara
anggota keluarga, sikap, dan perlakuan orang tua
terhadap remaja.
b. Tokoh idola. Orang-orang yang dipersepsi oleh
remaja sebagai figur yang memiliki posisi di
masyarakat.
22
c. Peluang perkembangan diri. Kesempatan yang
dimiliki oleh remaja untuk melihat ke depan dan
menguji dirinya untuk dapat menjalani kehidupan yang
beraneka ragam.
Purwadi (2004:45) Pembentukan identitas diri remaja
juga dipengaruhi oleh gaya pengasuhan yang diterapkan
oleh orang tua dan atau pihak yang mengasuh dan merawat
individu tersebut. Penelitian Purwadi (2000)
menunjukkan bahwa pengasuhan orang tua memiliki
hubungan yang signifikan dengan pembentukan identitas
diri remaja. Dalam hal ini, bgaimana orang tua mendidik
dan memperlakukan anak. Marcia (Dariyo, 2004)
menyatakan terdapat dua faktor yang menentukan status
identitas remaja yaitu orang tua dan kepribadian
remaja. Faktor-faktor yang memengaruhi identitas diri
remaja yaitu hubungan orang-tua-remaja, model
identifikasi, homogenitas lingkungan, perkembangan
kognisi, sifat individu, pengalaman masa kanak-kanan,
pengalaman kerja, interaksi sosial, dan teman sebaya.
23
5. Unsur-unsur identitas diri
Shwarts (2005) mengemukakan identitas sebagai hal
yang sangat penting dikarenakan identitas yang membantu
tiap individu untuk memahami, menemukan tempat individu
di dunia yang tak terbatas dengan banyak kemungkinan
nilai ang tak tebatas. Ego merupakan proses yang
terpenting dalam pembentukan identitas. Unsur -usur
yang yang terkandung dalam identitas, yaitu:
a. Jenis kelamin
Telah disebutkan di atas bahwa pembentukan
identitas yang terjadi pada setiap individu dipengaruhi
oleh ego. Identitas terbetuk karena adanya kapasitas
ego yang dimiliki oleg setiap individu itu berbeda. Ego
yang ada pada perempuan dan laki-laki berbeda, sehingga
pembentukan identitas dalam setiap individu khususnya
perempuan dan laki-laki berbeda pula.
b. Etnis
Etnis juga merupakan salah satu yang penting dalam
pembentukan idenitas dari setiap individu. Seperti yang
24
dijelaskan dalam teori Shoemaker bahwa identitas diri
yang dimiliki oleh individu terbentuk dari etnis yang
terdapat dalam masyarkat tempat tinggalnya, sehingga
peraturan-peraturan yang merupakan adat dan tradisi
dalam masyarakat digunakan sebagai dasar untuk
melakukan sesuatu atau berperilaku.
c. Kewargaegaraan
Kewarganegaraan tidak jauh beda dengan etnis yang
ada dalam masyarakat. Peraturan-peraturan yang berlaku
dalam sebuah Negara akan sangat berpengaruh untuk
berinteraksi dengan dunia sosial.
B. Celebrity Worship
1. Pengertian celebrity worship
Darfiyanti (2012:54) Semakin tinggi tingkat pemujaan
seseorang, maka semakin tinggi juga tingkat
keterlibatan dengan sosok yang diidolakan. Pemujaan
25
merupakan bentuk kekaguman dengan (celebrity involvement)
sehingga tingkatan ini intensitas yang tidak biasa dan
penghormatan sering juga disebut sebagai tingkatan
pemujaan terhadap idola. Keterlibatan dengan selebriti
oleh keintiman (intimacy) yang diimajinasikan Maltby
dkk. (2005) dibagi menjadi tiga aspek yang terhadap
sosok selebriti yang diidolakan (Maltby bisa
digambarkan sebagai suatu tingkatan. dkk., 2005;
McCutcheon dkk., 2002). Rahmawati (2013:367) Selebriti
secara definisi adalah orang-orang yang dikenal secara
luas oleh masyarakat, baik itu bintang film,atlit,
maupun model. Teori mengenai celebrity worship dikemukakan
oleh McCutcheon(2002) yang mengatakan bahwa celebrity
worship adalah hubungan parasosial antara fans dan
idolanya. McCutcheon juga membuat skala tingkatan
celebrity worship yaitu entertainment social, intense personal, dan
borderline pathological. Entertainment social adalah motivasi yang
mendasari pencarian aktif informasi oleh fans terhadap
selebriti. Intense personal merefleksikan perasaan intensif
26
dan kompulsif terhadap idola serta mulai mengembangkan
hubungan parasosial dengan idola tersebut. Borderline
pathological dimanifestasikan dalam sikap kesediaan untuk
melakukan apapun terhadap selebriti idola meskipun
melanggar aturan, tidak terkontrol dan menjadi
irrasional. McCutcheon, Lange, dan Houran (2002)
mengemukakan bahwa tidak ada alasan kuat jika tingkat
celebrity worship yang tinggi selalu mengarah pada pertanda
patologi sehingga individu yang memiliki tingkat
celebrity worship yang tinggi tidak berarti bahwa individu
tersebut tergolong kedalam ciri individu yang memiliki
pertanda patologi.
Kaparang (2013) Pemikiran mutakhir dalam dunia
promosi sampai pada kesimpulan bahwa dalam budaya
berbasis-selebriti (celebrity based-culture), para selebriti
membantu dalam pembentukan identitas dari para konsumen
kontemporer. Dalam budaya konsumen, identitas menjadi
suatu sandaran "aksesori fashion".
27
C. Teori Mengenai Pemujaan
1. Pengertian Pemujaan
Pemujaan menurut Raviv (Yuniardi, 2010) adalah
salah satu dimensi pengidolaan selain modelling. Maltby,
dkk (2002) mengemukakan bahwa pemujaan merupakan bentuk
kekaguman dengan intensitas yang tidak biasa dan
penghormatan terhadap idola sehingga semakin tinggi
tingkat pemujaan seseorang, maka semakin tinggi pula
tingkat keterlibatannya dengan sosok idola. Raviv
(dalam Yuniardi, 2010) mengemukakan bahwa fenomena
idolisasi adalah karakteristik khusus remaja awal.
Bosma (Yuniardi, 2010) mengemukakan bahwa disisi
lain pengidolaan seringkali diakitkan dengan perilaku
remaja dalam memenuhi tugas perkembagannya untuk
menemukan identitas diri. Engle dan tim kasser (2005)
mengemukakan bahwa anak perempuan lebih mungkin untuk
memuja selebriti. Anak perempuan yang memuja selebriti
pria menjadi kompensasi untuk perempuan yang belum siap
menjalin hubungan dengan pria. Maltby dkk. (2004)
28
mengemukakan bahwa individu yang telah menikah lebih
minim untuk tertarik kepada selebriti. Maltby dkk.
(2002) mengemukakan bahwa semakin tinggi religiusitas
seseorang maka semikin menurun tingkat pengidolaan
terhadap selebriti.
Alwisol (2009) mengemukakan berdasarkan teori
Erikson bahwa identitas difusi adalah sindrom masalah-
masalah yang meliputi gambaran diri, ketidakmampuan
membina persahabatan, kurang memahami pentingnya waktu,
dan menolak standar keluarga atau masyarakat. Yuniardi
(2010) mengemukakan bahwa dalam dinamika perkembangan
menurut Erikson sendiri, identitas dianggap penting
ketika individu memasuki masa remaja, namun demikian
identias diri ini bukanlah suatu entitas yang menetap
melainkan terus mencari bentuk hingga biasanya individu
matang identitas dirinya begitu lepas dari masa dewasa
awal. Selanjutnya jika seseorang gagal memebentuk
identitas diri yang matang maka yang terjadia adalah
kebingungan identitas atau identity diffusion.
29
Alwisol (2009) mengemukakan berdasarkan teori dari
Bandura bahwa self esteem adalah unsur kognitif dan
seperangkat fungsi-fungsi persepsi, evaluasi, dan
pengaturan tingkah laku. Remaja biasanya mengidolakan
selebritis tertentu agar tidak dianggap kurang
pergaulan oleh teman-temannya. Maltby dkk (2004)
mengemukakan bahwa kepribadian, faktor pemecahan
masalah dan kesehatan mental dapat diperbaiki dengan
kepercayaan diri.
Sartono (Kompas, 20 Maret 2000 dalam Yuniarti,
2010) mengemukakan perpaduan antara kelihaian media
mengkapitalisasi idola sangat klop dengan kebutuhan
remaja yang sedang mencari identitas diri. karena itu,
tidak heran jika kemudian lahir penggemar-penggemar
fanatik. Sheridan dkk (2007) mengemukakan bahwa fans
yang meniru selebriti ini dapat memiliki konsekuensi
negatif bagi fans. Fans kemudian dapat terlibat lebih
dalam perilaku ekstrim dengan rangka meningkatkan
pengetahuan fans tentang selebriti dan perasaan
30
kedekatan dengan selebriti disukai. Celebrity worship dan
perilaku adiksi berkorelasi positif begitupun dengan
hubungan antara celebrity worship dan kriminalitas juga
berkorelasi positif.
2. Hubungan Parasosial
Horton dan Whol (Fitriany, 2009) mengemukakan
bahwa hubungan parasosial yang digambarkan sebagai
hubungan tatap muka yang tidak nyata antara audiens
dengan orang-orang yang tampil dalam media (yang
kemudian dalam skripsi ini akan disebut dengan istilah
selebriti). Hubungan parasosial timbul sebagai dampak
dari maraknya media massa. Penggemar selalu dicirikan
sebagai suatu kefanatikan yang potensial.
Giles (Fitriany, 2009) mengemukakan bahwa sekali
fans membuat penilaian mengenai selebriti yang muncul
dalam media maka selanjutnya fans akan berespon
terhadap selebriti tersebut seolah-olah selebriti
berada di dalam ruang fisiknya kemudian masuk ke dalam
jaringan sosialnya dan kelompok penggemar dilihat
31
sebagai perilaku yang berlebihan dan berdekatan dengan
kegilaan. Jenson menunjukkan dua tipe khas patologi
penggemar; individu yang terobsesi dan kerumunan
histeris. Kedua figur itu lahir dari pembacaan tertentu
dan kritik atas modernitas yang tak diakui dimana para
penggemar dipandang sebagai simptom psikologis dari
dugaan disfungsi sosial (Storey, 2003).
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan pada penelitian
ini adalah kualitatif. Lodico, Spaulding, dan Voegtle
(Emzir, 2012) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif
adalah sebuah metodologi yang menggunakan penalaran
induktif dan sangat percaya bahwa terdapat banyak
perspektif yang akan dapat diungkapkan. Penelitian
kualitatif berfokus pada fenomena sosial dan pemberian
suara pada perasaan dan persepsi dari partisipan
dibawah studi. Hal ini didasarkan pada kepercayaan
bahwa pengetahuan dihasilkan dari setting sosial dan
proses ilmiah yang sah.
Cresswel (Emzir, 2012) mengemukakan bahwa penelitian
kualitatif adalah suatu proses yang bertujuan untuk
mencari tahu secara mendalam, memahami berbagai
permasalahan manusia serta masalah sosial melalui suatu
pendekatan metodologi yang bersifat jelas dan sesuai
33
pada kenyataan. Pendekatan yang digunakan pada
penelitian ini adalah persepektif fenomenologis.
Sianturi (2007) mengemukakan bahwa fenomenologi
psikologis menunjuk pada fenomenologi sebagai metode
yang diterapkan pada masalah-masalah psikologis.
Fenomenologi psikologis adalah prosedur yang lebih
terbatas dan spesifik, yang dirancang untuk
mengeksplorasi kesadaran dan pengalaman manusia.
Fenomenologi psikologis bisa juga didefinisikan sebagai
observasi dan deskripsi yang sistematis atas pengalaman
individu yang sadar dalam situasi tertentu. Jaspers
(Sianturi, 2007) mendefinisikan fenomenologi psikologis
sebagai deskripsi yang paling lengkap dan cermat
mengenai apa yang dialami oleh orang yang sehat maupun
oleh orang yang sakit.
Pengeksplorasian kesadaran menunjuk baik pada
tindakan maupun isi kesadaran dengan objek dan
maknanya. Hal yang dieksplorasi mencakup persepsi,
perasaan,ingatan, gambaran, gagasan, dan hal lainnya
34
dalam kesadaran. Semua data fenomenal itu diterima dan
dideskripsikan sebagaimana adanya tanpa pengandaian
atau transformasi. Pengetahuan sebelumnya, corak
berpikir, dan penyimpangan teoretis harus disingkirkan
untuk sementara waktu dan disimpan dalam tanda kurung
agar kita bisa memandang dunia fenomenal dalam segenap
kekayaan dan kemurniannya.
Sianturi (2007) mengemukakan bahwa metode kualitatif
fenomenologis menekankan pengeksplorasian dan
penggambaran dunia pengalaman subjek seperti apa
adanya. Identitas diri pada individu yang memuja
selebriti (celebrity worship) sangat dipengaruhi oleh
pengalaman seseorang. Oleh karena itu, identitas
individu yang memuja selebriti (celebrity worship) sangat
sesuai diteliti dengan menggunakan metode kualitatif
fenomenologis.
B. Batasan Istilah
35
1. Identitas diri ialah dibangun mengarah ke kesatuan
diri yang solid yang membedakan dengan yang lain.
2. Celebrity worship adalah hubungan parasosial antara
fans terhadap selebriti.
3. Selebriti penyebutan untuk orang yang bekerja di
depan layar dalam dunia entertainment untuk menghibur
atau memberikan insipirasi seperti penyanyi, pemain
film, host, dan atlit.
4. Fans adalah individu yang memiliki selebriti yang
dijadikan sebagai idola.
C. Kriteria Subjek
Subjek penelitian dari pendekatan ini dipilih
berdasarkan teknik purposive sampling dengan mengkhususkan
kriteria subjek harus memiliki selebriti idola yang
akan dipilih sebagai subjek penelitian. Subjek termasuk
kedalam kategori remaja akhir dan dewasa awal. Subjek
berdomisili di Makassar.
36
D. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah di rumah dan kampus
masing-masing subjek. Penelitian awal (pilot study)
dilakukan dengan melakukan wawancara pada subjek.
Wawancara dilakukan melalui blackberry massager dan
wawancara langsung.
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik Wawancara
Menurut Hadi (Rahayu, 2004) wawancara adalah
metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab
sepihak yang dikerjakan dengan sistematik dan
berlandaskan kepada tujuan penyelidikan. Menurut
Lincoln dan Guba (Rahayu, 2004) mengemukakan bahwa
wawancara betujuan untuk mengonstruksi mengenai orang,
kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi,
tuntutan, kepedulian, dan lain-lain. Pada penelitian
ini, peneliti menggunakan wawancara semi terstruktur.
Pada wawancara semi terstruktur, peneliti hanya
37
menyiapkan catatan-catatan pokok untuk menjadi dasar
dalam mengajukan pertanyaan. Hal ini dimaksudkan agar
proses wawancara tidak berjalan kaku namun tujuan
wawancara dapat tercapai, mengefisiensikan waktu dan
meminimalisir lupa.
2. Teknik Observasi
Di samping wawancara, penelitian ini juga
menggunakan metode observasi. Menurut Rahayu (2004)
observasi diarahkan pada kegiatan memperlihatkan secara
akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan
mempertimbangkan hubungan antara aspek dalam fenomena
tersebut. Observasi bertujuan untuk mendapatkan data
atau informasi untuk memperkuat informasi yang
didapatkan dalam proses wawancara.
Jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah overt observation. Overt observation adalah subjek
mengetahui bahwa subjek sedang diamati Observasi
dilakukan selama proses wawancara pada masing-masing
subjek penelitian. Observasi dapat membantu dalam
38
mengcocokkan perilaku yang tampak dengan hasil
wawancara pada subjek penelitian. Pada penelitian ini,
observasi yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran
realita mengenai celebrity worship pada masing-masing
subjek.
3. Dokumen
Dokumen penelitian berguna untuk memperjelas
bukti penelitian. Dokumen penelitian dapat berupa
rekaman wawancara, surat-surat, catatan harian, foto,
dan sebagainya. Dokumen penelitian dikumpulkan sejak
awal penelitian ini berlangsung hingga penelitian
selesai.
F. Analisis Data
Emzir (2012:85) mengemukakan bahwa analisis data
merupakan proses sistematis pencarian dan pengaturan
transkripsi wawancara, catatan lapangan, dan materi-
materi lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan
pemahaman mengenai materi tersebut. Tugas analisis
39
adalah menafsirkan dan membuat makna materi-materi yang
telah dikumpulkan muncul sebagai tugas menumental.
Tujuan analisis adalah membantu individu belajar
menangani analisis.
Miles dan Huberman (Emzir, 2012:129) mengemukakan
tiga macam kegiatan dalam analisis data kualitatif,
yaitu:
1. Reduksi data
Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyerderhanaan data “kasar” yang muncul
dalam catatan-catatan tertulis di lapangan. Proses ini
berlangsung terus menerus selama penelitian. Reduksi
data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu
dan mengorganisasikan data.
2. Model data
Diartikan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Dengan penyajian data, peneliti
40
akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa
yang harus dilakukan berdasarkan pemahaman tentang
penyajian data.
3. Penarikan/verifikasi kesimpulan
Kesimpulan yang diambil akan ditangani secara longgar
dan tetap terbuka sehingga kesimpulan yang semula belum
jelas, kemudian akan meningkat menjadi \lebih rinci dan
mengakar dengan kokoh. Kesimpulan ini juga diverifikasi
selama penelitian berlangsung dengan maksud-maksud
menguji kebenaran, kekokohan dan kecocokannya yang
merupakan validitasnya.
G. Keabsahan Data
Sianturi (2007) memaparkan beberapa syarat
sehingga data yang dikumpulkan abash, yaitu:
1. Kredibilitas (taraf kepercayaan). Kredibilitas
berfungsi meyakinkan pembaca bahwa penelitian telah
dilakukan dengan benar. Kredibilitas ditunjang oleh
4 aspek, yaitu:
41
a. Cek anggota. Peneliti akan datang menemui subjek
dengan memperlihatkan laporan hasil penelitian
untuk mengecek kebenaran data dan interpretasi
yang telah dilakukan. Hal ini diperlukan untuk
mencegah kesalahan dalam membahasakan dunia
pengalaman subjek yang mengakibatkan hasil
penelitian tidak sesuai dengan keadaan dan
pengalaman subjek yang sebenarnya.
b. Peer debriefing atau peer preview. Hasil penelitian akan
diperiksa oleh rekan peneliti yang telah memiliki
pemahaman yang umum tentang inti penelitian. Dia
akan memeriksa persepsi, insight, dan analisis
yang telah dibuat. Fungsi peer debriefing adalah
sebagai teman bertukar pikiran selama melakukan
penelitian (misalnya bila ada masalah dalam
penelitian) dan untuk mengritik penelitian.
c. Triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain
42
di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu.
d. Keterlibatan dan pengamatan berkesinambungan.
Peneliti terlibat di lapangan untuk membangun
rapport, mempelajari situasi sosial budaya di
lingkungan subjek, dan meyakinkan diri bahwa
fenomena yang ditelit dapat dilanjutkan.
2. Transferabilitas (daya transfer). Membantu pembaca
melihat kemungkinan menerapkan hasil penelitian
ini dalam situasi lain yang mirip. Hal ini
berkaitan dengan generalisabilitas yang berarti
kemampuan temuan penelitian untuk
digeneralisasikan pada subjek lain yang memiliki
karakteristik yang mirip dengan karakteristik yang
dimiliki oleh subjek dalam penelitian ini.
3. Dependabilitas (daya konsistensi). Dengan
dependabilitas, pembaca dapat yakin bahwa
penelitian yang dilakukan adalah konsisten dan
bisa diulang pada subjek yang sama/mirip, dalam
43
konteks yang sama/mirip, dan dengan hasil yang
sama mirip. Untuk menunjang dependabilitas
penelitian ini, dilakukan audit eksternal, yaitu
mengajak konsultan atau auditor yang memahami
metode penelitian kualitatif untuk memeriksa
proses dan hasil penelitian. Konsultan tersebut
lebih baik jika tidak memiliki kelekatan emosional
dengan peneliti sehingga dapat memeriksa proses
dan hasil penelitian ini dengan objektif.
4. Konfirmabilitas (daya kenetralan). Konfirmabilitas
berarti kemampuan hasil penelitian untuk disetujui
dan dinyatakan tidak bias.
44
BAB IV
HASIL DAN ANALISA
A. Deskripsi Subjek
Total subyek dalam penelitian ini berjumlah lima
orang yang menjadi satu kelompok Focus Group Interview
(FGI). Anggota kelompok memiliki rentang usia 19 tahun
hingga 21 tahun. Keseluruhan subjek memiliki status
45
sebagai mahasiswa. Setiap subjek memiliki selebriti
idola yang berbeda-beda. Berikut ini adalah gambaran
dari subyek yang turut dalam proses FGI:
FGI pertama dilakukan pada hari minggu, 18 Mei 2014
dengan subyek peserta yaitu :
1. AKA (19 tahun)
Subyek juga lulusan SMA. Subjek berjenis kelamin
perempuan. Subjek adalah fans dari EXO (Boyband
Korea). Personil yang paling disukai adalah Christ.
2. ZM (20 tahun)
Pendidikan terakhir subjek adalah SMA. Subjek
berjenis kelamin perempuan. Subjek adalah fans dari
Justin Bieber.
3. DK (21 tahun)
Subjek merupakan subjek yang memiliki usia paling
dewasa. Subjek memiliki jenis kelamin perempuan.
Subjek adalah fans dari Super Junior (Boyband
Korea). Personil yang paling disukai adalah kyuhyun.
46
4. AH (20 tahun)
Subyek lulusan SMA dan sekarang berkuliah di
fakultas psikologi UNM. Subjek berjenis kelamin
perempuan. Selebriti idola subjek adalah Taylor
Swift.
5. FT (19 Tahun)
Subjek lulusan SMA dan sekarang terdaftar sebagai
mahasiswa aktif di sebuah universitas di Makassar.
Tabel 1. Data Responden FGI
No. Nama
(inisial)
Usia Jenis
Kelamin
Pendidikan
Terakhir
1. AKA 21 Tahun Wanita SMA
2. ZM 19 tahun Wanita SMA
3. DK 19 Tahun Wanita SMA
4. AH 20 Tahun Wanita SMA
5. FT 19 Tahun Wanita SMA
B. Hasil
47
1. Subjek 1 (AKA)
a. Gambaran diri subjek
Subjek AKA merupakan seorang perempuan yang
berusia 19 tahun dan mahasiswa dari Fakulas Psikologi.
Subjek memiliki kulit putih dan tinggi sekitar 158 cm.
Subjek berdomisili di Makassar tepatnya di jalan
kumala. Ayah subjek bekerja sebagai seorang dokter di
Rumah Sakit Haji sedangkan ibu subjek bekerja sebagai
ibu rumah tangga. Subjek memiliki saudara tiga yakni
satu laki-laki dan dua perempuan.
Awal subjek sangat fans dengan EXO yakni pada
tahun 2011 yang dimulai dengan subjek membuka-buka
youtube. Subjek menganggap bahwa EXO merupakan kumpulan
lelaki yang sangat diperlukan di masa depan. EXO
merupakan artis boyband yang berasal dari Korea. Subjek
merasa sering merindukan idola subjek dan cara yang
paling mahir ketika subjek merindukan idola subjek
yakni mengunduh video terbaru subjek, ketika video yang
48
diinginkan belum terungah subjek hanya melihat apa yang
ada di dalam laptop subjek.
Subjek merupakan seorang anak yang hidup di
lngkungan keluarga yang cukup baik. Pola asuh dari
kedua orang tua subjek menggunakan pola asuh
autoritarian. Pola asuh autoritarian merupakan cara
orang tua dalam mendidik anak yakni memberikan
kebebasban kepada anak namun tetap dalam kontrol yang
cukup(tetap membuat anak nyaman untuk tetap dipantau
oleh kedua orang tua). Pola asuh seperti itulah yan
ditetapkan oleh orang tua subjek kepada subjek.
Subjek sangat tertarik dengan idola subjek namun
perubahan yang ada dalam diri subjek yang berhubungan
dengan idolanya tidak nampak berlebihan karena yang
subjek tiru hanyalah sifat yang ada dalam diri idolanya
seperti rendah hati, baik, dan tidak sombong (menurut
subjek). Subjek dapat meniru sifat idola subjek
seperti yang telah dipaparkan di atas.
49
b. Gambaran identitas diri subjek
1. Hubungan orang tua dan remaja
Hubungan orang tua subjek dengan subjek cukup
harmonis karena subjek palig sering meluangkan waktu
subjek dengan orang tua subjek karena subjek cukup
merasa tenang atau terlindungi dengan orang tua subjek.
Subjek sering mempertegas bahwa kebersamaannya dengan
orang tuanya sangat lebih meyenangka dibandingkan
dengan teman-teman subjek. Subjek sering melakukan
quality time bersama orang tua subjek seperti makan-makan,
nonton bersama atau dengan kegiatan-kegiatan yang
lainnya.
“Kegiatan-kegiatan normal ji kayak makan bersama, nonnton,cerita-cerita, masak pokoknya banyak sekaliji. Pokoknya tenangdalam keluarga”. (baris 35-37)
“Of course, karena seperti yang saya bilang tadi bahwa keluargaadalah komunitas yang paling aman dan saya sangat merasanyaman. Keluarga saya selalu jagaka, lindungika, keinginanakusemua terpenuhi di rumah”. (baris 40-43)
50
2. Model identifkasi
Subjek sangat mengharapkan kesuksesan seperti
idola subjek yang sekarang seperti idola subjek EXO.
Subjek menjadikan dirinya sebagai seorang yang sangat
terikat dengan idola subjek. Subjek menjadikan idola
subjek sebagai modeling untuk mencapai kesuksesan subjek
sendiri. Subjek megaku bahwa setiap orag memilikdeling
yang berbeda-beda untuk setiap kehidupan semua
individu. Usaha keras yang dilakukan oleh idola subjek
akan ditiru pula oleh subjek sesuai dengan yang
dikatakan leh subjek yakni :
“Semangatnya dalam meraih impian sangat besar karena dalamhal pemilihan karir toh mau bangetka kayak dia mauka sukseskayak mereka. You know mi semua orang pasti mauji toh sukseseeeeeee tapi masing-masing beda model ki dalam kehidupansehari-harinya orang toh termasuk saya”. (baris 118-122).
3. Homogenitas lingkungan
Subjek mengaku hanya dapat berinteraksi dengan
keluarga subjek bukan teman-teman subjek ataupun orang-
orang yang ada di lingkungan subjek. Gambaran orang-
orang yang ada di sekitar subjek merupakan lingkungan
51
yang termasuk ke dalam lingkungan yang homogen. Subjek
mengaku bahwa yang menunjang sukses subjek yakni orang
tua atau keluarga subjek bukan orang-orang yang ada di
sekitar subjek atau di lingkungan subjek. Alasan yang
dikemukakan bahwa subjek sulit untuk melakukan
interaksi dengan orang-orang yang ada di sekitar
subjek.
“Eeeeeeee 70% pastinya lebih senang sama keluarga kahkeluargami itu tempat yang paling tenang weh. Keluarga tohmenurutku lebih kesuasana yang kayak di surge. Apa pun yangdimau dalam keluarga toh kayak tercapai begitue. Apalagi kalosama bapakku yang paling mengerti. Hahahahaha kalo mintakiuang langsungki nakasi”. (baris 19-24)
“Karena begitumi tadi yang kubilang weh keluarga itu menurutsaya pribadi merupakan kumpulan orang-orang yang bisabikinka nyaman. Teman juga sih tapi keluarga yang palingutama menurutku karena begitumi tadi yang kubilang apa yangdiminta dominan selaluki terkabul begitu. Teman juga pentingjisebenarnya tapi kalo dibandingkan toh saya pilih keluarga jiinah weh”. (baris 25-31)
4. Konsep diri
Subjek dapat menyatakan konsep diri subjek seperti
kesadaran diri subjek atau penggambaran mengenai diri
subjek. Sube dapat mengahragai kemampuan yang subjek
52
miliki atau kelebihan-kelebihan yang ada pada diri
subjek dengan tetap menjadi diri subjek.
“kalau dibilang mood sih iya banget, Eeeeeee tapi kalaukepribadian nd tonji iyya karena haruska tetap jadi diriku sendiriweh mekipun itu modelku toh EXO. Ce cye kan anak psikologikabede toh be your self men hahahahah”. (baris 133-136)
5. Percaya diri
Percaya diri subjek timbul dari sisi keluarga subjek
bukan dari kelompok sosial subjek. Percaya diri subjek
untuk mencapai tujuan hidup subjek sangat tergantung
dari dukungan-dukungan keluarga subjek.
“Eeeeeeee 70% pastinya lebih senang sama keluarga kahkeluargami itu tempat yang paling tenang weh. Keluarga tohmenurutku lebih kesuasana yang kayak di surge. Apa pun yangdimau dalam keluarga toh kayak tercapai begitue. Apalagi kalosama bapakku yang paling mengerti. Hahahahaha kalo mintakiuang langsungki nakasi.” (baris 19-24)
“Karena begitumi tadi yang kubilang weh keluarga itu menurutsaya pribadi merupakan kumpulan orang-orang yang bisabikinka nyaman. Teman juga sih tapi keluarga yang palingutama menurutku karena begitumi tadi yang kubilang apa yangdiminta dominan selaluki terkabul begitu. Teman juga pentingjisebenarnya tapi kalo dibandingkan toh saya pilih keluarga jiinah weh.” (baris 25-31)“Tergantung ada beberapa keinginan yang tidak dapatterpenuhi dengan sahabat apalagi teman.” (baris 46-47)
c. Celebrity worship
53
Celebrity worship merupakan hubungan antar subjek dan
idola subjek. Idola juga merupakan seorag atau kelompok
yang dikenal secara meluas dalam masyarakat. Subjek
berusaha membangun hubunga yang dekat dengan idola
subjek meskipun subjek adar bahwa idola subjek berada
pada wilayah yang sangat jauh untuk subjek jangkau.
Subjek berusaha membangun hubungan dengan idolanya
dengan menggunakan teknik intertainment social. Intertainment
social merupakan suatu hubunga yang dibangun oleh subjek
dengan idolanya yakni dengan melakukan pencarian
informasi yang aktif oleh fans dengan selebriti.
“Sebenarnya saya mau ketemu, realistis saja toh nda sukasekalika numpuk-numpuk sama orang, apalagi itu yang sesamefans,ada yang biasa cemburu baru anarkiski toh. Bisa saja itunabunuhki nah. Malla’ tonja itu nah nantimatika weh nda bisakmenikah dengan salah satu personilnya EXO.” (baris 103-107)
“Ngefans bangetka karena hampir tiap hari saya nontonvideonya. Saya selalu download video-video terbarunya.Malahan di laptop saya itu kebanyakan file dari EXO bukantugas. Bayangkan kalo lagi kerja tugaska haruska buka duluvideonya EXO supaya moodka weh.” (baris 138-141)
d. Hasil observasi
54
Subjek memakai baju berwarna putih, jilbab
berwarna abu-abu dan celana jeans biru muda. pada saat
observer bertanya kepada subjek mengarahkan
pandangannya mengarah ke observer disertai menjawab
pertanyaan yang diberikan observer. Subjek duduk di
sofa rumah subjek tepatnya berada di ruang tamu rumah
subjek.
Subjek sering melihat ke kanan saat menjawab
pertanyaan yang diberikan oleh observer. Seringkali
pula subjek menggoyangkan tangan subjek dengan
mengetuk-ngetuk meja yang berada di depan subjek sambil
berbicara. Subjek sering mengatakan “eeee” pada saat
menjawab pertanyaan observer. Subjek juga sering
mengecek handphone saat menjawab pertanyaan observer.
2. Subjek 2 (ZM)
a. Gambaran diri subjek
55
Subjek ZM adalah perempuan yang berusia 20 tahun.
Saat ini subjek ZM sedang menempuh pendidikan di salah
satu universitas negeri di Makassar. Subjek ZM
merupakan salah satu alumni dari SMP Negeri 3 Makassar
dan SMK Negeri 8 Makassar. Subjek adalah salah satu
fans dari Justin Bieber. Subjek ZM mulai ngefans sejak
tahun 2009.
Subjek ZM di lingkungannya dapat bergaul baik dengan
teman-temannya dan memiliki beberapa teman akrab.
Subjek ZM memiliki orang tua yang cukup protektif,
setiap subjek keluar rumah maka orang tua subjek harus
mengetahui keberadaan dan bersama siapa subjek. Subjek
ZM memiliki keinginan besar untuk ketemu selebriti
idolanya.
Subjek ZM suka Justin Bieber karena menurut subjek
Justin memiliki suara yang bagus, ganteng, baik, multi-
talent, serta penyayang keluarga. Subjek ZM merasa
Justin adalah salah satu calon suami yang baik. Subjek
56
ZM membangga-banggakan Justin karena menurutnya Justin
masih muda dan pintar pada bidang musik.
Subjek ZM merasa banyak hal yang bisa dia dapat dari
Justin. Subjek bisa mendapat motivasi dari Justin yang
multi-talent. Dari motivasi yang didapat, subjek ZM
dapat berkonsentrasi dalam menerima pelajaran. Subjek
ZM bangga memiliki idola yang kerja memang dari nol.
Subjek rela menangis di depan orang tuanya untuk
memohon-mohon untuk menghadiri acara idolanya.
Subjek ZM belum mengetahui identitas diri subjek.
subjek masih dalam masa pencarian identitas diri.
Subjek ZM masih bingung dengan identitas subjek. Subjek
ZM merasa bingung identitas dirinya terbentuk dari
lingkungan atau mengadopsi dari idolanya. Subjek ZM
banyak mengikuti perilaku-perilaku idola subjek yang
menurut subjek layak untuk diikuti.
b. Gambaran identitas subjek
1) Hubungan orang tua dengan remaja
57
Subjek ZM memiliki hubungan yang harmonis dan penuh
kasih sayang dengan orang tua subjek, setiap subjek
keluar rumah orang tua subjek selalu mengawasi subjek
dengan menanyakan kemana dan bersama siapa subjek
keluar. Hal tersebut sesuai yang dikemukakan subjek
bahwa:
“Kalau keluar kaa, harus ditahu mau kemana dan samasiapa”. (wwcr, 54-55)
2) Model identifikasi
Subjek ZM memilih Justin Bieber sebagai idolanya
karena menurut subjek Justin merupakan selebriti yang
multi-talent sehingga memotivasi subjek dalam melakukan
hal-hal positif sesuai dengan pernyataan subjek, yaitu:
“Karena dia toh, apa di’? terindah banget mii begitu e, karenamasih muda, pintar main music, pintar nyanyi, cakep, multi-talented pokoknya kayak satu paket mii. Dia juga sayangbanget sama mamanya juga. Kayak lengkap banget mii begituee” (wwcr, 23-26)
58
3) Homogenitas lingkungan
Subjek ZM memiliki lingkungan yang heterogen
sehingga lebih lama menghadapi krisis karena banyaknya
alternatif yang ada di hadapannya. Subjek ZM masih
mencari identitas diri seperti yang dikemukakan bahwa:
“Itu identitasku tohh, ee apa di’ kayak masih mencari kaa. Kanbelum pii ku tahu identitasku terbentuk dari lingkungan ataukuadopsi dari mana karena masih dalam masa pencarian kaakurasa” (wwcr, 157-160)
4) Konsep diri
Subjek ZM menggambarkan dirinya normal karena
menurut subjek dia masih melakukan kelakuan yang masih
dalam kewajaran, seperti yang dikemukakan kepada
peneliti:
“Pandanganku toh tentang diriku bagaimana di’, hmmmmeeee biasa jii normal-normal jii karena tohh kayak wajar jiikelakuanku kurasa, tapi ndag tau mii itu menurutpandangannya orang lain.” (wwcr, 162-165)
5) Percaya diri
Subjek memiliki kepercayaan diri yang tinggi
ketika menurut dirinya dia mempercayai bahwa ia sangat
59
mirip dengan artis idolanya, dan menghargai pendapat
teman-temannya ketika temannya mengiyakan pernyataan
tersebut bahwa dirinya cantik dan mirip.
c. Pemujaan selebriti
Subjek ZM berusaha membangun hubungan yang dekat
dengan selebriti idolanya. Subjek membangun
entertainment social yaitu motivasi yang mendasari
pencarian aktid informasi fans terhadap selebriti
idolanya.
“Everything broo. He is my everything dehh. Dia toh bisa buatkaa semangat, kalau galau ko tohh dia bisa buat koo semangatdengan liat fotonya misalnya. Kau bisa alihkan dari stress kerjatugas jadi senang karena liat mukanya. Dengar suaranya bisajadi rileks, bisa kasi muncul semangat begitueee karena Justinitu moodbosterku banget wehh.” (wwcr, 71-76)
d. Hasil observasi
Subjek duduk di kursi taman yang terletak di depan
perpustakaan UNM. Subjek menggunakan baju kemeja kotak-
kotak berwarna hijau merah dengan celana jeans berwarna
hijau tua. Subjek menggunakan jilbab berwarna senada
dengan baju yaitu warna merah. Subjek tersenyum saat
60
peneliti menghampiri subjek. Subjek mendengar dan
memperhatikan dengan seksama ketika peneliti memberikan
pertanyaan-pertanyaan kepada subjek. Subjek memberikan
jawaban dan menanggapi pertanyaan-pertanyaan peneliti
dengan semangat.
Subjek melihat ke arah peneliti saat peneliti
memberikan pertanyaan-pertanyaan. subjek menggoyang-
goyangkan kaki saat memberikan jawaban dan tanggapan-
tanggapan kepada peneliti. Subjek sesekali mengarahkan
pandangan ke arah teman-teman subjek yang berada di
kursi taman yang terletak di sisi lain. Selama menjawab
dan memberi tanggapan-tanggapan, subjek sering terbata-
bata. Sebelum peneliti mengakhiri wawancara, subjek
beberapa melihat handphone yang ada di tangan kanan
subjek.
61
3. Subjek 3 (DK)
a. Gambaran diri subjek
Subjek DK adalah seorang perempuan yang berusia 21
tahun. Subjek DK berdomisili di Makassar. Subjek DK
merupakan alumni SMP 8 Makassar dan SMA 16 Makassar.
Subjek DK sekarang merupakan mahasiswa aktif di salah
satu universitas di Makassar.
Subjek DK dilingkungan sosialnya bergaul dengan
teman-teman yang sama dan saat itu selalu berada
dilingkungan sekitar subjek sehingga teman akrab subjek
masih bisa dihitung. Subjek memiliki orang tua dengan
pola asuh yang demokratis dengan aturan-aturan baku
yang menetap tetapi diperbaharuai setiap jenjang
pendidikan subjek meningkat. Subjek menurut dengan
peraturan yang dibuat oleh orangtuanya. Di usia subjek
yang ke 21 tahun subjek masih belum berpikiran untuk
menikah dan subjek tidak pernah berpacaran.
Subjek DK pertama kali menyukai selebriti korea
karena senang menonton drama korea sejak kelas dua SMP.
62
Pada saat awal menyukai drama korea, subjek hanya
menyukai cerita dari drama tersebut. Subjek DK kemudian
baru tertarik kepada salah satu personil boyband super
junior yang bernama Cho Kyuhyun. Subjek DK tertarik
karena selebriti tersebut unik dan berbeda dengan
personil lainnya. Keunikan dari selebriti idolanya
tersebut karena tidak berdandan seperti anggota boyband
lainnya.
Subjek DK awalnya sangat menyukai bibir pecah-pecah
dari selebriti idolanya kemudian subjek sering mencari
informasi mengenai selebriti idolanya hingga secara
sadar dan tidak sadar meniru berbagai hal dari
selebriti idolanya tersebut. Hal yang ditiru dapat
berupa gerakan tubuh khas, dan ekspresi wajah selebriti
idolanya. Selain berusaha meniru fisik, subjek DK juga
meniru sifat selebriti idolanya yang dianggap baik oleh
subjek.
b. Gambaran identitas subjek
1) Hubungan orangtua dan remaja
63
Subjek DK merasa terkekang dengan peraturan kedua
orang tuanya. Hal tersebut sesuai dengan yang
dikemukakan subjek, yaitu:
“trus SMA sebelum maghrib harus adami dirumah, terkekangkebebasanku kurasa dikasih begitu” (wwcr, 70-71).
2) Model identifikasi
Subjek DK memilih selebriti Cho Kyuhyun untuk
dijadikan role model dalam hidupnya karena menganggap
bahwa selebriti idolanya tersebut adalah orang yang
layak dijadikan panutan dengan kesuksesan yang diraih
oleh selebriti idolanya dalam bidang ilmiah dan bidang
musik.
“charming ki. Banyak yang bisa ditiru bagus-bagus. Selainkreatif ki dalam segi musik pintar ki sukses asal ko tau nahjuaraki olimpiade fisika nasional di Korea” (wwcr, 171-172).“Mereka juga banyak bisa dilihat trus saya ubah mi saya seraptoh karena belajar atau tiru dari mereka. Semangatnya,usahanya, kepribadiannya, kerja kerasnya deh nda gampangnah bisa kaya mereka. Selalu ada jalan ku untuk hibur dirikuuntuk jadi semangatku bisaka juuga belajar deh dari mereka.Yasemacam diilhami ka begite manfaatnya” (wwcr, 258-262).
3) Homogenitas lingkungan
64
Subjek DK merasa bahwa dirinya mudah untuk
terpengaruh oleh lingkungan, baik lingkungan yang
homogen ataupun hetero.
“Kalau yang dipengaruhi lingkungan ee kalau saya memang orangnyamudah bangetka terpengaruhi sama lingkungan” (wwcr, 285-286).
4) Konsep diri
Subjek DK bertanya ke peneliti apakah subjek DK
mampu menggambarkan atau memahami diri subjek kemudian
subjek menjawab sendiri pertanyaannya dengan mengatakan
bahwa subjek tidak bisa menggambarkan dirinya karena
subjek masih bingung.
“Bukanka nda tau e bisa jeka gambarkan diriku we pahamidiriku? Tapi kalau gambarkan diriku toh nda bisaka.Bingungka” (wwcr, 282-283).
5) Percaya diri
Subjek merasa percaya diri bahwa subjek memiliki
kemiripan dengan selebriti idolanya setelah didukung
oleh teman-temannya.
“Itu waktu lagi badmood ka pas temanku bilangada kemiripanku toh sama kyuhyun deh langsungkabahagia we. Awalnya pernah ja kepikiran kalauada miripku tapi kaya nda anu pa toh tapitambah yakinma pas temanku bilang begitu. Deh
65
bahagiaka nah haha karena toh menurutku banyakmemang kesamaanku we” (wwcr, 131-135).
c. Pemujaan terhadap selebriti (celebrity worship)
Subjek DK mengalami sindrom celebrity worship. Hal
tersebut dilihat dari perilaku subjek yang mencari
informasi mengenai selebriti idolanya, mulai
mengembangkan hubungan parasosial dengan artis
idolanya, dan menjadi tidak irrasional.
“mulai meka donlod tapi baru tiga lagu pertama saya donloditu lagunya bonamana, sori-sori sama mister simpel. Sayadonlod videonya cari beritanya trus suka ka lagunya yang ap bitakhirnya saya donlod mi semua albumnya dari awal sampaialbumnya yang sekarang” (wwcr, 161-164).“Nangis ka kalau dicallai we atau ada kejadian sedihnya biasaee sedihka juga. Duka nya duka ku hahaha. Biasa juga kalauketiduranka di pete-pete baru dengarki lagunya biasakalangsung banguun baru senyum-senyum sendiri. Apalagi kalaumereka dapat penghargaan toh bangga sendirika juga.Penghargaannya juga saya rasa berkat saya eh bukan berkatkami haha pede ku deh tapi memang we haha” (wwcr, 222-227).
d. Hasil observasi
Subjek menggunakan celana panjang kain berwarna
hitam, baju batik berwarna biru, kerudung berwarna biru
dan sepatu pantofel berwarna hitam. subjek memiliki
tinggi badan 155cm. Subjek memiliki kulit berwarna sawo
66
matang. Subjek di wawancarai sedang duduk di kursi
taman depan perpustakaan UNM. ketika diwawancarai,
subjek sering menaikkan kedua ujung bibir keatas dan
mengeluarkan suara (tertawa). subjek sering berpikir
dengan menaikkan bola mata ke atas. Subjek terlihat
sangat ceria. Subjek sangat bersemangat ketika membahas
mengenai artis idolanya. Subjek sering senyum jika
peneliti memuja artis idolanya.
4. Subjek 4 (AHR)
a. Gambaran diri subjek
Subjek AHR saat ini menempuh pendidikan di fakultas
psikologi universitas negeri Makassar. Orang tua subjek
memakai pola asuh otoritarian dimana subjek dapat
melakukan hal-hal yang positif dengan yang menurutnya
baik dan tetap berada dalam pengawasan orangtuanya.
Dan terkadang iya juga sangat merasa terganggu karena
adiknya yang sering jahil.
67
Subjek AHR memiliki banyak teman, dimana teman-
temannya tersebut memiliki banyak fungsi, ada yang
teman diajak bermain, diajak makan bersama, dan diajak
mengerjakan tugas secara bersama-sama. Subjek AHR dapat
mengerjakan tugas sesuai dengan persetujuan oleh
orangtua, karena ada saat dimana subjek harus berada
pada lingkungan untuk mengerjakan bersama-sama dengan
mendapatkan izin dari orangtuanya, asalkan orangtua
subjek mengetahui dengan jelas identitas teman subjek
tersebut.
Subjek AHR sangat mengidolakan artis barat yang
bernama Taylor Swift, dan berusaha berada pada garis
normal dalam mengidolakan seseorang, dan masih terus
berharap agar dapat mendatangi konser yang diadakan
kelak nanti. Subjek AHR sangatlah kooperatif dalam
menjalani hidupnya sebagai mahasiswi yang mengidolakan
artis luar negeri dengan mengikuti apa-apa saja yang
artis idolanya lakukan. Seperti hal nya untuk bisa
68
bermain gitar, dan mengoleksi barang-barang ataupun
album dari artis favoritnya tersebut.
b. Gambaran identitas subjek
1) Hubungan orangtua
Subjek sangatlah baik dan harmonis. Karena subjek
mendapatkan pola asuh otoritarian dimana subjek bebas
melakukan hal apapun tapi masih tetap dalam pengawasan
yang sewajarnya, dan dikontrol dalam batasan tertentu
karena adanya sikap saling keterbukaan.
“Pola asuh di’? sejauh ini masih yang netralji, masih yangumum, yang otoritarianji, yang sejauh ini bisa ja lakukan ini itu,dengan adanyaji pengawasan. Karena selaluja saling terbukadengan keluarga, terutama orangtua” (dlm wawancara 125-127).
2) Model identifikasi
Subjek meniru idolanya karena menurut subjek itu
adalah hal yang keren bagi perempuan yang dapat
memainkan alat musik gitar, dan meniru dan menyanyikan
lagu taylor swift disela-sela waktunya.
“Motivasi, kurangnya waktu yah terkadang ji sih nda terlalusaya tanggapi tugas karena selesaikan dulu tayangannya kaloada yang muncul. Hmm by the way, motivasinya juga itu salahsatunya yah, karena dia jago main gitar, sejak masuk SMA,
69
belajarka juga main gitar, dan finally, sekarang bisa meka maingitar, dan tau beberapa lirik cord lagunya taylor swift. Majalahjuga tiap dia ada saya gunting, terus koleksi, terus saya susundi tembok, jadi yah lebih hidupki tembok kamarku gara-garaeverything all about taylor swift itu tertempel dengan cantik danrapih, hahahaa (dlm wawancara 61-68)”
3) Homogenitas lingkungan
Subjek mudah membentuk perilaku lingkungannya karena
teman-teman disekitar subjek juga melakukan hal yang
sama dalam bernyanyi dan belajar untuk menambah
vocabulary.
“Banyak sih, jagoka main gitar, seringka nyanyi lagu barat, trusku searching arti lirik dan makna lagunya, jadi mulai banyakpaham mka juga dengan koskata bahasa inggris, yah nitung-ngitung nambah nambahi vocabulary ku toh. Apalagi kalodibiasakanmi dengan teman-teman yang lainnya toh. (dlmwawancara 75-78)”.
4) Konsep diri
Subjek disini masih merasa dirinya normal-normal dan
wajar-wajar saja dalam mengidolakan seseorang, dan
tidak melebih-lebihkan seperti teman yang lainnya.
“Normal-normal ja sih, Alhamdulillah nda selebay penggemarkorea jka kayak iteh teman-temanku yang selalu sebut penyanyikorea sebagai suaminya, huauhaha lebay toh lebay bangetkiweh. (dlm wawancara 167-169)”.
5) Percaya diri70
Subjek memiliki kepercayaan diri yang tinggi ketika
menurut dirinya dia mempercayai bahwa ia sangat mirip
dengan artis idolanya, dan menghargai pendapat teman-
temannya ketika temannya mengiyakan pernyataan tersebut
bahwa dirinya cantik dan mirip.
“Hahahaa selaluji nah weh, secara dia itu kayak sodarama,sama manisku, ya meskipun dari warna kulit itu rada-radabeda weh, hahaha tapi miripja gang, samaji manisku, nabilangorang-orang bede gang, sama nabilang kata hatiku (dlmwawancara 171-173)”.
c. Celebrity worship
Subjek mengaku bahwa subjek sangat mengidolakan
penyanyi luar negeri yang bernama Taylor swift, subjek
sangat menyukainya karena banyak potensi yang bisa
subjek jadikan motivasi-motivasi dalam kehidupannya dan
meniru beberapa hal. Dan caranya menghadapi berbagai
berita negative sangatlah baik.
“Lama banget mka sukaa, dari SMP kelas tigami kalo nda salah.Kalo ditanya alasannya toh terlalu banyak yang harusdijelaskan disini, tapi memang saatnyami kayaknya ku jelaskansemua-semuanya dari sisi-sisi positifnya sampai sisi-sisinegatifnya. Awalnya kan semua tauji kalo dia itu cantik, siapasih yang nda ngefans sama cewek cantik kayak dia, pintar pulasecara toh dia pernah dapat award-award prestasi darimajalah yang pernah say abaca. Dia juga jago main gitar,
71
koleksi gitar, manusia siapa coba yang nda suka sama cewekyang jago main gitar, manalagi cantik to the max ki toh. Tiaptahun juga dia suka lakukan hal-hal yang menarik, kayak gantistyle, nda begitu-begitu tonji gayanya dari tahun ke tahun itubeda bangetki. Selalu bisa buat style yang bagus-bagus, tapibegitumi iya toh, selalu juga banyak kisah-kisah negativenyawee, kayak sering sekali jadi bahan pembicaraan di majalah-majalah karena kasusnya yang playgirl bangetki, gonta-gantipacar, terus pacarnya pasti actor-aktor yang lagi naik daun kisemuanya. Jadi banyakmi juga hatersnya ini taylor swift, tapimenurutku ih terserah hidupnyami toh orang, karena mungkindia begitu karena lagi dalam masa pencarian untukmenemukan yang terbaik tsaah tsaaah. (dlm wawancara 17-32)”.
d. Hasil observasi
Subjek dan pewawancara pada wawancara pertama
berada di ruang BM 101 Fakultas Psikologi UNM, subjek
mengenakan baju kemeja hitam, subjek memakai jilbab
berwarna cokelat tua dan subjek memakai rok berwarna
cokelat tua dan hitam. Subjek memakai jam tangan
ditangan pergelangan tangan sebelah kanan, jam tangan
subjek berwarna hitam. Subjek dan pewawancara duduk di
sudut kanan belakang ruangan tersebut. Subjek berada di
depan pewawancara.
Subjek ketika diwawancarai mengepal kedua tangan
di atas meja. Subjek menyilangkan kedua kakinya dibawah72
kursi dan sesekali subjek menggoyangkan keatas dan
kebawah paha kanan. Subjek mengangguk ketika menjawab
beberapa pertanyaan dari pewawancara.
Wawancara kedua berada dirumah subjek yang berada
di Bukit baruga antang, jalan kintamani no. 50. Subjek
dan pewawncara berada diruang tamu subjek. Didalam
ruangan tersebut terdapat kursi satu set, meja tamu
dengan taplak meja berwarna cokelat bermotif bunga-
bunga, disudut ruang tamu terdapat bunga dengan pot
yang berwarna-warni. Ada foto keluarga dari subjek dan
beberapa keramik hias. Subjek pada saat wawancara kedua
memakai baju kaos hitam, subjek memakai jilbab abu-abu
dan subjek memakai celana panjang hitam. Subjek duduk
disebelah kiri pewawancara, subjek menyilangkan kakinya
diatas kursi.
5. Subjek 5 (FT)
Proses pengambilan data dilakukan dengan
menggunakan teknik observasi dan wawancara. Peneliti
73
mendatangi rumah subjek dengan mengkonfirmasi dengan
pesan terlebih dahulu. setelah subjek setuju untuk
menjadi subjek, peneliti kemudian mendatangi rumah
subjek yang terletak di jalan Talasalapang, Makassar.
Subjek mempersilahkan peneliti untuk masuk ke dalam
rumah dan duduk di kursi ruang tamu. Di ruang tamu
subjek terdapat sebuah kursi panjang dan tiga buah
kursi kecil dan sebuah meja yang terletak ditengah.
Proses wawancara berlangsung pada malam hari sekitar
pukul 19.30 WITA. Subjek menjamu peneliti dengan
minuman dingin dan kue kering yang terletak diatas
meja.
Kemudian subjek duduk di kursi disamping peneliti
dan bersiap untuk melakukan proses wawancara. Subjek
menggunakan celana pendek berwarna hitam, baju kaos
berwarna hijau dan mengikat rambutnya. Dalam proses
wawancara, subjek tertawa beberapa kali ketika
menceritakan pengalamnnya. Setelah proses wawancara
selesai, peneliti kemudian berpamitan dengan subjek.
74
C.. Pembahasan
1. Hubungan orang tua-remaja
Collins (Neff dan McGehe, 2010) mengemukakan bahwa
aspek sadar diri atas kasih sayang yang diterima oleh
individu di lingkungan sekitar misalnya dari orang tua
akan menghindari adanya obsesif merenungkan pikiran
pesimis, emosi dan dapat mengakibatkan pada disfungsi
psikologis. Subjek pertama (AKA) mengemukakan bahwa
dirinya lebh senang melakukan interaksi dengan keluarga
dibandingkan dengan teman atau lingkungan sosial
subjek, sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi
psikologis subjek seperti emosi subjek cukup dapat
dikategorikan sebagai emosi yang stabil. Subjek AKA
mendapatkan polas asuh dengan orang tuanya yakni
authoritarian. Authoritarian merupakan pengawasan yang
diperoleh subjek cukup membuat subjek nyaman. Subjek
kedua (ZM) mengaku hubungan keluarganya harmonis dn
penuh dengan kasih sayang. Orang tua subjek ZM selalu
75
memberikan pengawasan kepada subjek ketika subjek
keluar rumah. Hal tersebut dianggap sebagai pengawas
bukan sebagai pengekangan kebebasan. Subjek ketiga (DK)
merasa dikekang dengan peraturan kedua orang tuanya.
Pola asuh seperti itu merupakan pola asuh yang
tergolong ke dalam pola asuh otoriter yaitu pengekangan
dengan semua aturan-aturan yang dibuat oleh orang tua
subjek harus diikuti oleh subjek dan orang tua tidak
mempertimbangkan peraturan-peraturan yang dibuat orang
tua subjek. Subjek keempat (AHR) memiliki pola asuh
yang diperoleh dari orang tuanya yakni pola asuh
authoritarian sama dengan subjek pertama.
2. Model identifikasi
Stets dan Burke (2000) mengemukakan bahwa diri
individu sangat berperan penting dalam
mengklasifikasikan, mengelompokkan objek-objek secara
khusus yang ada di lingkungan individu yang memiliki
relasi atau hubungan dengan sosial kategori atau
klasifikasi. Proses pengelompokkan atau
76
pengklasifikasian objek-objek yang ada biasa disebut
dengan pengeompokkan diri.
Rifany (2008) menambahkan bahwa salah satu faktor
yang memengaruhi perkembangan identitas diri remaja
yaitu tokoh idola. Orang-orang yang dipersepsi oleh
remaja sebagai figur yang memiliki posisi di
masyarakat. Perkembangan identitas diri subjek pertama
(AKA) sangat dipengaruhi oleh idola subjek dimana
subjek menganggap bahwa idola subjek memiliki peran
penting dalam pembentukan identitas diri subjek. Subjek
melakukan identifikasi atau pengklasifikasian objek-
objek penting atau karakter penting terhadap idola
subjek kemudian ditiru oleh subjek misalkan dari sisi
psikologis yakni rendah diri, baik, dan yang lainnya.
Subjek kedua (ZM) memiliki tokoh idola yang sangat
mempengaruhi kepribadian subjek. Subjek ZM memilah-
milah perilaku tokoh idola subjek yang menurut subjek
dapat subjek ikuti. Subjek termotivasi dari idola
subjek yaitu tokoh idola subjek memiliki multi-talent.
77
Subjek ketiga (DK) menjadikan tokoh idolanya sebagai
role model. Subjek ingin sukses seperti tokoh idolanya,
sehingga subjek termotivasi dalam melakukan berbagai
aktivitas. Subjek keempat (AHR) memiliki tokoh idola
yang sangat mempengaruhi kepribadiannya untuk dan
menjadikan tokoh idolanya sebagai role model. Subjek
ingin seperti tokoh idolanya yang selalu membuat gaya
baru, dan subjek juga sangat ingin meniru kepiwaian
idolanya dalam memainkan alat music seperti gitar.
3. Homogenitas lingkungan
Hornsey (2007) mengemukakan bahwa identitas sosial
yang dimiliki oleh individu yang menjelaskan bahwa
konteks sosial mempengaruhi hubungan antar kelompok dan
dapat menghubungkan ide-ide menjadi sebuah paradigma
yang digunakan dalam konteks sosial tampaknya paradoks.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa identitas moral dan
sosial memiliki pengaruh yang kuat untuk menentukan
nilai keberadaan individu di tengah-tengah keluarga dan
masyarakat sekitar, sehingga kasih sayang dapat
78
dirasakan oleh individu dan tidak menggantungkan
harapan pada seorang atau idola secara berlebihan.
Subjek pertama (AKA). Subjek mengaku hanya dapat
berinteraksi dengan keluarga subjek bukan teman-teman
subjek ataupun orang-orang yang ada di lingkungan
subjek. Gambaran orang-orang yang ada di sekitar subjek
merupakan lingkungan yang termasuk ke dalam lingkungan
yang homogen. Subjek mengaku bahwa yang menunjang
sukses subjek yakni orang tua atau keluarga subjek
bukan orang-orang yang ada di sekitar subjek atau di
lingkungan subjek. Alasan yang dikemukakan bahwa subjek
sulit untuk melakukan interaksi dengan orang-orang yang
ada di sekitar subjek. Subjek kedua (zm), subjek ZM
memiliki hubungan yang harmonis dan penuh kasih sayang
dengan orang tua subjek, setiap subjek keluar rumah
orang tua subjek selalu mengawasi subjek dengan
menanyakan kemana dan bersama siapa subjek keluar.
Subjek ketiga (DK), subjek DK merasa terkekang dengan
peraturan kedua orang tuanya. Subjek kempat (AHR),
79
subjek mudah membentuk perilaku lingkungannya karena
teman-teman disekitar subjek juga melakukan hal yang
sama dalam bernyanyi dan belajar untuk menambah
vocabulary.
4. Konsep diri
Dayakisini dan Hudaniah (Mazaya & Supradewi,
2011) menyatakan bahwa kesadaran diri adalah hal yang
sangat penting untuk memahami konsep diri dan standar,
nilai serta tujuan yang dimiliki seseorang. Effendi
(2004) menjelaskan bahwa konsep diri merupakan gambaran
dan penilaian terhadap diri sendiri mencakup seluruh
aspek kepribadiannya. Subjek pertama (AKA), subjek
menyatakan konsep diri subjek seperti kesadaran diri
subjek atau penggambaran mengenai diri subjek. Subjek
dapat mengahargai kemampuan yang subjek miliki atau
kelebihan-kelebihan yang ada pada diri subjek dengan
tetap menjadi diri sendiri. Subjek kedua (ZM)
mengemukakan dirinya normal karena menurut subjek dia
masih melakukan kelakuan yang masih dalam kewajaran.
80
Subjek ketiga Subjek (DK) bertanya ke peneliti apakah
subjek DK mampu menggambarkan atau memahami diri subjek
kemudian subjek menjawab sendiri pertanyaannya dengan
mengatakan bahwa subjek tidak bisa menggambarkan
dirinya karena subjek masih bingung. Subjek keempat
(AHR), menyatakan bahwa konsep diri subjek seperti
adanya penggambaran mengenai diri subjek, seperti hal
nya subjek bangga dengan kemampuan memainkan alat musik
yang selama ini telah subjek dapatkan.
5. Kepercayaan diri
Kepercayaan diri akan tumbuh dari kehidupan kelompok
sosial atau keluarga yang hangat, penuh kasih sayang,
menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan keadilan,
serta saling mempercayai antara satu dengan yang
lainnya. Subjek pertama (AKA), percaya diri subjek
timbul dari sisi keluarga subjek bukan dari kelompok
sosial subjek. Percaya diri subjek untuk mencapai
tujuan hidup subjek sangat tergantung dari dukungan-
dukungan keluarga subjek. Subjek kedua (ZM) berusaha
81
membangun hubungan yang dekat dengan se;ebriti
idolanya. Subjek membangun entertainment social yaitu
motivasi yang mendasari pencarian aktid informasi fans
terhadap selebriti idolanya. Subjek ketiga (DK) Subjek
merasa percaya diri bahwa subjek memiliki kemiripan
dengan selebriti idolanya setelah didukung oleh teman-
temannya. Subjek keempat (AHR) Subjek memiliki
kepercayaan diri yang tinggi ketika menurut dirinya dia
mempercayai bahwa ia sangat mirip dengan artis
idolanya, dan menghargai pendapat teman-temannya ketika
temannya mengiyakan pernyataan tersebut bahwa dirinya
cantik dan mirip.
6. Celebrity workship
McCutcheon(2002) yang mengatakan bahwa celebrity
worship adalah hubungan parasosial antara fans dan
idolanya. McCutcheon juga membuat skala tingkatan
celebrity worship yaitu entertainment social, intense personal, dan
borderline pathological. Entertainment social adalah motivasi yang
mendasari pencarian aktif informasi oleh fans terhadap
82
selebriti. Intense personal merefleksikan perasaan intensif
dan kompulsif terhadap idola serta mulai mengembangkan
hubungan parasosial dengan idola tersebut. Borderline
pathological dimanifestasikan dalam sikap kesediaan untuk
melakukan apapun terhadap selebriti idola meskipun
melanggar aturan, tidak terkontrol dan menjadi
irrasional. McCutcheon, Lange, dan Houran (2002)
mengemukakan bahwa tidak ada alasan kuat jika tingkat
celebrity worship yang tinggi selalu mengarah pada pertanda
patologi sehingga individu yang memiliki tingkat
celebrity worship yang tinggi tidak berarti bahwa individu
tersebut tergolong kedalam ciri individu yang memiliki
pertanda patologi. Subjek pertama (AKA). Celebrity worship
merupakan hubungan antar subjek dan idola subjek. Idola
juga merupakan seorag atau kelompok yang dikenal secara
meluas dalam masyarakat. Subjek berusaha membangun
hubungan yang dekat dengan idola subjek meskipun subjek
adar bahwa idola subjek berada pada wilayah yang sangat
jauh untuk subjek jangkau. Subjek berusaha membangun
83
hubungan dengan idolanya dengan menggunakan teknik
intertainment social. Intertainment social merupakan suatu
hubungan yang dibangun oleh subjek dengan idolanya
yakni dengan melakukan pencarian informasi yang aktif
oleh fans dengan selebriti. Subjek kedua (ZM) berusaha
membangun hubungan yang dekat dengan selebriti
idolanya. Subjek membangun entertainment social yaitu
motivasi yang mendasari pencarian aktid informasi fans
terhadap selebriti idolanya. Subjek ketiga (DK) Subjek
DK mengalami sindrom celebrity worship. Hal tersebut dilihat
dari perilaku subjek yang mencari informasi mengenai
selebriti idolanya, mulai mengembangkan hubungan
parasosial dengan artis idolanya, dan menjadi tidak
irrasional. Subjek keempat (AHR) Subjek mengaku bahwa
subjek sangat mengidolakan penyanyi luar negeri yang
bernama Taylor swift, subjek sangat menyukainya karena
banyak potensi yang bisa subjek jadikan motivasi-
motivasi dalam kehidupannya dan meniru beberapa hal.
84
A. Kesimpulan
Berdasarkan pengumpulan dan pembahasan data yang
diperoleh dan telah di paparkan pada bab sebelumnya,
maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Individu yang menjadi pemuja selebriti (celebrity
worship) yang menjadi responden pada penelitian ini
memiliki kisaran usia antara remaja akhir 19 tahun
dan dewasa awal 21 tahun. Sebagian besar subjek
mulai menjadi pemuja selebriti sejak masih berada di
dimasa remaja tengah.
2. Semua responden dalam penelitian ini menyukai dan
menjadi pemuja selebriti dikarenakan terhadap banyak
hal pada diri selebriti yang dianggap spesial oleh
responden. Hal yang dianggap spesial dapat berupa
bakat yang dimiliki, prestasi yang telah diraih,
fisik yang menawan, karakter yang menarik untuk
dijadikan motivasi dan inspirasi. Selain faktor dari
selebriti terdapat pula faktor dari dalam diri
86
individu seperti pemenuhan tugas perkembangan remaja
untuk pembentukan identitas diri, memberi jawaban
atas masalah-masalah yang mereka alami, seperti
masalah cinta, persahabatan, lingkungan sosial, dan
konflik dengan orang tua. Memuja selebriti itulah
yang menjadi pelarian terhadap segala masalah dari
individu yang memuja selebriti. Selebriti itulah
menjadi penyemangat, motivasi, inspirasi, dan role
model bagi individu yang memujanya.
3. Seluruh responden ingin meniru apa yang dianggap
baik pada diri selebriti idolanya. Responden ingin
menjadi seperti selebriti idolanya. Seluruh
responden selalu mencari tahu informasi mengenai
selebriti idolanya.
B. Saran
Sesuai dengan hasil yang telah diperoleh, khususnya
bagi peneliti yang berminat mengadakan penelitian
lanjutan atau penelitian lain dengan topik serupa.
Peneliti memberikan beberapa saran, yaitu :
87
1) Perluasan topik-topik yang lebih dalam seperti
bagaimana nilai-nilai
berkembang pada para pemuja selebriti, pengaruh usia
perkembangan terhadap pola-pola identifikasi diri.
2) Peneliti dalam penelitian ini kekurang pemahaman dan
kekurang pengalaman dalam pelaksanaan proses
pengambilan data dimana peneliti selaku moderator
kurang bisa melakukan eksplorasi mendalam dan
cenderung memberikan pertanyaan-pertanyaan tertutup
atau pertanyaan mengulang pernyataan subyek
sebelumnya yang mendorong subyek yang ditanya untuk
menjawab singkat, idem, yang tidak memberi gambaran
deskriptif.
3) Pemilihan lokasi wawancara yang lebih tenang.
Wawancara yang dilakukan diruangan terbuka sehingga
suara-suara dari luar terdengar dan orang-orang yang
hilir mudik terlihat dengan jelas dan mengganggu
jalannya diskusi secara tidak langsung juga
mempengaruhi hasil diskusi karena konsentrasi untuk
88