identitas Diri Individu yang mengalami celebrity worship

89
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia secara umumnya terlahir dengan kemampuan kognitif melebihi makhluk hidup yang lainnya seperti hewan dan tumbuhan sehingga mampu untuk melakukan semua hal yang mencakup proses mental seperti thingking, problem solving, sensing and many more. Kemampuan kognitifnya itulah yang membuat manusia lebih unggul dari makhluk hidup lainnya. Seperti yang dikatakan oleh Albert Bandura bahwa dengan kemampuan belajarnya manusia dapat mengamati dan belajar banyak mengenai tingkah laku sebelum mereka melakukannya (Myers, 2011). Albert Bandura juga mengatakan bahwa manusia belajar melalui imitasi, mengambil pola-pola perilaku yang mereka lihat disekitar mereka, dan melalui proses umum yang disebut pembiasaan serta teori tersebut diperkuat oleh Gabriel Tarde yang mengatakan bahwa masyarakat tiada lain dari pengelompokan manusia, individu satu 1

Transcript of identitas Diri Individu yang mengalami celebrity worship

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia secara umumnya terlahir dengan kemampuan

kognitif melebihi makhluk hidup yang lainnya seperti

hewan dan tumbuhan sehingga mampu untuk melakukan semua

hal yang mencakup proses mental seperti thingking,

problem solving, sensing and many more. Kemampuan kognitifnya

itulah yang membuat manusia lebih unggul dari makhluk

hidup lainnya. Seperti yang dikatakan oleh Albert

Bandura bahwa dengan kemampuan belajarnya manusia dapat

mengamati dan belajar banyak mengenai tingkah laku

sebelum mereka melakukannya (Myers, 2011).

Albert Bandura juga mengatakan bahwa manusia belajar

melalui imitasi, mengambil pola-pola perilaku yang

mereka lihat disekitar mereka, dan melalui proses umum

yang disebut pembiasaan serta teori tersebut diperkuat

oleh Gabriel Tarde yang mengatakan bahwa masyarakat

tiada lain dari pengelompokan manusia, individu satu

1

sama lain mengimitasinya (Angwar, Maiwan, dan

Afrimetty, 2013). Selebriti merupakan subjek yang dapat

dengan mudah ditiru melalui adanya alat komunikasi

seperti televisi, radio dan internet. Pesan yang

disampaikan oleh media massa tersebut menjadi wadah

bagi masyarakat untuk mengetahui informasi terkini dan

diinterpretasikan secara berbeda-beda menurut visi

pemirsa (Kuswandi, 1996). Otmazgin dan Lyan (2013)

mengemukakan bahwa selebriti menyebarkan informasi

mereka di kalangan kenalan atau relasi dengan

memanfaatkan koneksi pribadi maupun media internet dan

sosial untuk bertukar informasi dan pandangan, dan

untuk menciptakan citra di masyarakat.

Ashe dan McCutcheon (Fitriani, 2009) juga

mengemukakan bahwa pemujaan terhadap selebriti lebih

banyak terjadi pada remaja dan dewasa awal dibandingkan

dengan usia yang lebih tua. Individu menunjukan bahwa

mereka yang memuja selebriti memiliki identitas difusi,

self esteem yang rendah dan performance yang rendah

2

dibandingkan dengan remaja yang menjadi pemuja selain

selebriti memiliki studi performance yang lebih baik.

Cuyler dan Ackhart (Raharja, tanpa tahun) mengemukakan

bahwa identitas yang digunakan seseorang memiliki

hubungan dengan motivasi tertentu.

Identitas diri merupakan komponen yang membentuk

konsep tentang diri pada seseorang, oleh karena itu,

sebelum mendefinisikan identitas diri, maka saya akan

memaparkan terlebih dahulu mengenai pengertian konsep

diri.

Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran,

keyakinan, dan kepercayaan yang merupakan pengetahuan

individu tentang dirinya dan memengaruhi hubungannya

dengan orang lain. konsep diri tidak terbentuk waktu

lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik

seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat

dan dengan realitas dunia. Berdasarkan pengertian

diatas konsep diri seseorang akan terbentuk didasari

penilaian seseorang terhadap pengalaman dalam diri dan

3

orang terdekat serta lingkungan tempat seseorang

tinggal. Sebagai makhluk sosial, manusia terpanggil

untuk mengembangkan diri, mengadakan dialog terus

menerus dengan dirinya sendiri, dan saling berinteraksi

dalam menggapai berbagai realitas. Sebagai subjek,

manusia berupaya mengukuhkan diri sebagai tahapan

pengembangan diri untuk menampilkan suatu bentuk

kepribadian. Sebagai pribadi, manusia merupakan

totalitas yang mantap dan harmonis. Ciri kepribadian

seseorang yang memiliki identitas diri, yaitu orang

yang mampu mengendalikan dorongan emosinya, pandai

membaca perasaan orang lain, dan bisa memelihara

hubungan baik dengan lingkungannya melalui pengenalan

diri sendiri secara lebih mendalam. Sebagai makhluk

sosial , akan lebih baik lagi bila seseorang memiliki

sejumlah kemampuan yang merupakan komponen dasar dari

kecerdasan antar pribadi.

B. Fokus Masalah

4

1. Bagaimana gambaran identitas diri individu yang

memuja selebriti (celebrity worship) ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui gambaran identitas diri individu

yang memuja selebriti (celebrity worship).

D. Manfaat Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian

untuk penelitian selanjutnya dan memberikan

kontribusi ilmiah dalam bidang psikologi.

2. Kegunaan Praktis

Memberikan informasi mengenai identitas diri pada

celebrity worship.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan membahas mengenai teori identitas diri,

celebrity worship, dan beberapa teori yang berhubungan

dengan celebrity worship seperti teori pemujaan dan teori

hubungan parasosial.

A. Identitas Diri

1. Definisi Identitas Diri

Stuart dan Sundeen (Hasanah, 2013) mengemukakan

bahwa identitas diri dalah sikap individu terhadap

tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini

mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran dan

bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh. Identitas

diri merupakan sesuatu yang dinamis sebab terus menerus

berubah dengan persepsi dan pengalaman baru, yang

merupakan sasaran atau pelindung penting dari perasaan-

perasaan seseorang, kecemasan dan nilai-nilai.

6

Parfit (1971) mengemukakan identitas diri yang

terdapat pada diri tiap individu merupakan hal penting

untuk digunakan pada proses pengembangan pola diri

setiap individu karena identitas diri juga dapat

dikategorikan sebagai sesuatu yang sangat kompleks. Hal

tersebut dimiliki oleh setiap individu dapat memberikan

efek yang bersifat positif ataupun negatif. Identitas

diri dapat dilihat dari tingkah laku atau perilaku yang

dilakukan oleh individu dalam kehidupan sehari-hari.

Individu yang memiliki identitas diri yang baik dapat

berasal dari lingkungan internalnya yakni keluarga.

Individu yang tidak mendapatkan kasih sayang dari

keluarga cenderung akan mengharapkan kasih sayang dari

orang lain, sehingga identitas diri yang dimiliki akan

berubah berdasarkan model yang ada dikehidupannya.

Perubahan identitas diri yang dimiliki oleh individu

yakni ketika individu memiliki idola yang diagung-

agungkan, maka setiap individu yang memiliki idola

7

cenderung akan mengalami perubahan identitas diri yang

mengikuti idolanya.

Shoemaker (1999) mengemukakan identitas diri yang

dimiliki oleh setiap individu sangat berhubungan dengan

teori etnis. Teori etnis merupakan teori yang membahas

mengenai peraturan-peraturan berlaku atau dapat

dikategorikan sebagai bahasan mengenai adat dan tradisi

yang ada dalam satu masyarakat pada khususnya.

Identitas diri yang dimiliki oleh individu terbentuk

dari etnis yang terdapat dalam masyarkat tempat

tinggalnya, sehingga peraturan-peraturan yang merupakan

adat dan tradisi dalam masyarakat digunakan sebagai

dasar untuk melakukan sesuatu atau berperilaku.

Identitas diri yang dimiliki oleh individu juga masing-

masing memiliki alasan “reason of person”. Kalimat tersebut

jika dihubungkan dengan teori Shoemakernyakni setiap

idividu memiliki identitas diri karena alasan hal-hal

yang ada di lingkungan individu itu sendiri termasuk

dalam masyarakat (adat dan tradisi) yang telah mendarah

8

dagings. Topik yang diambil yakni celebrity workship

berhubungan dengan penjelasan Shoemaker yakni ketika

individu memilih identitas dirinya yang baik, maka

lingkungan tempat tempat tinggal individu akan baik

pula yang ditinjau dari peraturan-peraturan yang

berlaku di dalamnya.

2. Teori Identitas Diri

Santrock (2007) mengemukakan tahap-tahap perkembangan

manusia menurut Erikson, yaitu:

a. Kepercayaan versus ketidakpercayaan menuntut

adanya perasaan nyaman secara fisik dan

ketidakpercayaan setidaknya perasaan takut dan ragu-

ragu terhadap masa depan. Masa bayi, kepercayaan akan

menetukan tahap bagi harapan seumur hidup bahwa dunia

akan menjadi tempat tinggal yang baik dan

menyenangkan.

b. Otonomi versus rasa malu dan keragu-raguan yaitu

mulai menyatakan rasa kemandirian atau otonominya.

9

Jika bayi banyak dibatasi dan dihukum terlalu keras,

mereka cenderung mengembangkan rasa malu dan ragu-

ragu.

c. Prakarsa versus rasa bersalah yaitu ketika anak-

anak prasekolah mulai memasuki dunia sosial yang

luas, mereka dihadapkan pada tantangan-tantangan yang

lebih besar dibandingkan ketika mereka masih bayi.

d. Tekun versus rasa percaya diri tidak ada saat lain

yang lebih bersemangat atau antusias untuk belajar

dibandingkan pada akhir periode pengembangan

imajinasi pada masa kanak-kanak awal. Bahayanya yang

dihadapi di masa sekolah dasar adalah anak dapat

mengembangkan rasa rendah diri-tasa tidak kompeten

dan tidak produktif.

e. Identitas versus kebingungan identitas adalah

ketika individu dihadapkan pada tantangan untuk

menemukan siapakah mereka itu, bagaimana mereka

nantinya, dan arah mana yang mereka tempuh dalam

hidupnya.

10

f. Keintiman versus keterkucilan yaitu individu

menghadapi tugas perkembangan yang berkaitan dengan

pembentukan relasi intim dengan orang lain. Erikson

mendeskripsikan keintiman sebagai menemukan diri

sendiri di sisi lainnya. Jika seorang muda membentuk

persahabatan yang sehat dan sebuah relasi yang intim

dengan orang lain, keintiman akan dicapai, jika tisak

maka ia akan merasa terkucil.

g. Bangkit versus stagnasi yaitu membantu generasi

muda mengembangkan dan mengarahkan kehidupan yang

berguna.

h. Interitas versus kekecewaan yaitu masa dimana

individu mulai merefleksikan kehidupan di masa lalu.

Erikson (Yuniardi, 2010) menyatakan empat status

identitas, sebagai berikut.

a. Pengalihan identitas bagi individu yang berada

dalam pengalihan status identitas dan tidak pernah

mengalami kritis identitas. Mereka telah membentuk

suatu identitas premature yang lebih berdasarkan

11

pilihan orang tua daripada identitas mereka sendiri.

Mereka telah membuat komitmen pekerjaan dan ideology,

tetapi apa yang dapat dilakukan oleh orang tua. Ini

merupakan “identitas semu”.

b. Kebingungan identitas yaitu individu yang tidak

menemukan arah pekerjaan atau komitmen ideology, dan

mencapai kemajuan kecil kea rah tujuan-tujuan ini.

Mereka kemingkinan telah mengalami krisis identitas,

dan apabila benar, mereka tidak dapat mengatasinya.

c. Moratorium adalah tahap ketika individu yang telah

mulai melakukan eksperimen dengan pilihan-pilihan

pekerjaan dan ideologi namun belum membuat komitmen

yang pasti terhadap salah satu pilihan. Remaja yang

berada pada status moratorium langsung berada di

tengah-tengah suatu krisis identitas dan sedang

mencari pilihan-pilihan hidup.

d. Pencapaian identitas yaitu kondisi bagi individu

ketika telah mengetahui tentang dirinya, mampu

membuat keputusan-keputusan tegas tentang pekerjaan

12

dan ideology. Mereka yakin bahwa keputusan-keputusan

itu dibuat berdasarkan otonomi dan kebebasan serta

komitmen internal.

Karl dan Reed (2002) dalam identitas yang dimiliki

oleh individu tidak terlepas dengan identitas moral.

Identitas moral merupakan perilaku yang melekat pada

diri individu yang menjadi khas dalam berperilaku pada

dunia sosial. Jones dan McEwen (2000) mengemukakan

bahwa dalam pengembangan identitas dalam diri individu

sangat membutuhkan perhatian dari lingkungan termasuk

lingkungan internal. Lingkungan internal yang dimaksud

yakni keluarga.

3. Aspek-aspek Identitas Diri

Dariyo (2004) mengemukakan ciri-ciri identitas

diri, yaitu:

a. Konsep diri

Konsep diri berkaitan dengan aspek fisiologis dan

psikologis. Dayakisini dan Hudaniah (Mazaya &

Supradewi, 2011) menyatakan bahwa kesadaran diri adalah

13

hal yang sangat penting untuk memahami konsep diri dan

standar, nilai serta tujuan yang dimiliki seseorang.

Effendi (2004) menjelaskan bahwa konsep diri merupakan

gambaran dan penilaian terhadap diri sendiri mencakup

seluruh aspek kepribadiannya. Juriana (2000)

mengemukakan bahwa adanya konsep diri dalam

kenyataannya penting diperlukan dalam memaknai

kehidupan, memberikan pemahaman bahwa untuk menghargai

diri sendiri, hal yang paling utama yang harus

dilakukan yaitu seseorang harus dapat lebih mengenal

dirinya, baik mengenai kekurangan dan kelebihan diri,

serta keunikan diri sebagai mahluk ciptaan Tuhan.

b. Evaluasi diri

Penerimaan kelebihan dan kekurangan yang ada pada

diri individu yang baik, berarti ia akan memiliki

kemampuan untuk menilai, menaksir, mengevaluasi potensi

diri sendiri.

c. Harga diri

14

Penghargaan diri yang wajar dan proporsional

merupakan tindakan yang tepat bagi seorang individu

yang mempunyai identitas diri yang matang. Individu

yang memiliki harga diri yang positif memiliki

kemampuan dalam berkata-kata, bersikap, berpikir,

maupun bertindak berdasarkan nilai-nilai norma, etika,

kejujuran, kebenaran, maupun keadilan.

d. Efikasi diri

Efikasi diri merupakan kemampuan menyadari,

menerima, dan mepertanggungjawabkan semua potensi,

keterampilan, atau keahlian secara tepat. Efikasi diri

akan mendorong individu untuk menghargai dan

menempatkan diri pada posisi yang tepat.

e. Kepercayaan diri

Kepercayaan diri akan tumbuh dari kehidupan

kelompok sosial atau keluarga yang hangat, penuh kasih

sayang, menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan

keadilan, serta saling mempercayai antara satu dengan

yang lainnya.

15

f. Tanggung jawab

Individu yang bertanggung jawab mampu melaksanakan

kewajiban dan tugas-tugasnya sampai tuntas, walau harus

mengorbankan banyak tenaga, waktu, dan biaya.

g. Komitmen

Individu yang memiliki komitmen biasanya

perhatian, pemikiran, tenaganya tercurah untuk mencapai

tujuan akhir dari komitmennya. Individu yang memiliki

komitmen akan berusaha keras untuk mencapai

keberhasilan, mampu mengatasi semua rintangan atau

hambatan yang menyebabkan kegagalan.

h. Ketekunan

Ketekunan tidak mengenal putus asa dan selalu

berorientasi pada masa depan. Individu yang tekun

memiliki karakteristik kemandirian, rasa percaya diri,

optimis, dan pantang menyerah.

i. Kemandirian

16

Berusaha untuk menyelesaikan masalah dengan

segenap kemampuan, inisiatif, daya kreasi, kecerdasan

dengan sebaik-baiknya.

4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Identitas Diri

Furham (Ristianti, 2009) mengemukakan beberapa faktor

yang dapat memengaruhi identitas diri, yaitu:

a. Hubungan orang tua-remaja

Hubungan orang tua-remaja yang harmonis, empati,

penuh kasih sayang dapat membantu berkembangnya

identitas diri yang positif. Hubungan keluarga yang

harmonis akan memberikan kesempatan kepada remaja untuk

mengekspresikan ide-idenya dengan orang tua sebagai

pengawas bukan sebagai pengekang kebebasan. Collins

(Neff dan McGehe, 2010) mengemukakan bahwa aspek sadar

diri atas kasih sayang yang diterima oleh individu di

lingkungan sekitar misalnya dari orang tua akan

menghindari adanya obsesif merenungkan pikiran pesimis,

emosi dan dapat mengakibatkan pada disfungsi

psikologis. Diperkirakan bahwa remaja yang memiliki

17

kasih sayang penuh dari individu-individu yang ada di

sekitanya yang berhubungan dengan sosial yang akan

mengurangi kecemasan depresi, sehingga individu tidak

berharap kepada orang yang menurutnya bisa memberikan

kasih sayang seutuhnya lewat seorang yang diidolakan.

b. Model identifikasi

Model identifikasi biasanya adalah orang yang

sukses dalam hidupnya. Individu memiliki harapan bahwa

dengan menjadi seperti model identifikasinya maka

dirinya akan meraih sukses yang sama sehingga

memotivasi individu untuk melakukan hal-hal yang

dilakukan oleh model tersebut. Stets dan Burke (2000)

mengemukakan bahwa diri individu sangat berperan

penting dalam mengklasifikasikan, mengelompokkan objek-

objek secara khusus yang ada di lingkungan individu

yang memiliki relasi atau hubungan dengan sosial

kategori atau klasifikasi. Proses pengelompokkan atau

pengklasifikasian objek-objek yang ada biasa disebut

dengan pengeompokkan diri.

18

c. Homogenitas lingkungan

Individu yang berada pada lingkungan yang homogen

cenderung lebih mudah membentuk identitas dirinya

dibandingkan dengan yang berada pada lingkungan

heterogen. Individu yang berada pada lingkungan

heterogen lebih lama menghadapi krisis karena terlalu

banyak alternatif yang ada di hadapannya. Faktor

lingkungan pada waktu tertentu sangat memengaruhi hasil

perkembangan. Individu yang tidak memperoleh kesempatan

belajar dan tidak memperoleh bimbingan dalam

mengembangkan bakat-bakatnya, tidak akan mencapai hasil

maksimal dari perkembangan rancangan dasarnya. Hornsey

(2007) mengemukakan bahwa identitas sosial yang

dimiliki oleh individu yang menjelaskan bahwa konteks

sosial mempengaruhi hubungan antar kelompok dan dapat

menghubungkan ide-ide menjadi sebuah paradigma yang

digunakan dalam konteks sosial tampaknya paradoks.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa identitas moral dan

sosial memiliki pengaruh yang kuat untuk menentukan

19

nilai keberadaan individu di tengah-tengah keluarga dan

masyarakat sekitar, sehingga kasih sayang dapat

dirasakan oleh individu dan tidak menggantungkan

harapan pada seorang atau idola secara berlebihan.

Aquinoo dan Reed (2002) mengemukakan bahwa identitas

sosial dan identitas moral dapat dijadikan sebagai

bahan dasar untuk membangun identitas diri yang ada

pada diri individu. Hal yang berhubungan dengan

identitas moral yakni keyakinan, sikap, dan perilaku.

Aquinoo dan Reed juga mengemukakan bahwa identitas

moral sangat penting untuk membangun self-important

pada diri tiap individu.

d. Perkembangan kognisi

Perkembangan kognisi masa remaja adalah ketika

individu mampu berpikir secara operasional formal dan

lebih sistematis terhadap hal-hal yang abstrak. Dalam

tahap ini, pola berpikir menjadi lebih fleksibel dan

mampu melihat persoalan dari berbagai sudut pandang

20

yang berbeda, individu cenderung lebih mempunyai

komitmen yang kuat dan konsisten.

e. Sifat individu

Remaja memiliki sifat ingin tahu dan keinginan

untuk eksplorasi yang besar dimana hal ini dapat

membantu pencapaian identitas.

f. Pengalaman masa kanak-kanan

Individu yang di masa kanak-kanan telah berhasil

menyelesaikan konflik-konfliknya cenderung lebih mudah

menyelesaikan krisis dalam mencapai identitas diri.

g. Pengamalan kerja

Pengalaman kerja individu dapat menstimuli

pengembangan identitas diri. Individu menjadi lebih

matang dengan menghadapi permasalahan yang ada di

lingkungan kerjanya sehingga individu mengetahui

kelebihan atau kekurangan apa yang dimiliki untuk

menghadapi permasalahan tersebut.

h. Interaksi sosial

21

Dalam tahap perkembangan yang dijalani oleh

remaja ditandai oleh cara hubungan individu tersebut

dengan orang lain dan kebalikannya. Hal yang sama

terjadi pada masa remaja, dimana jelas ada pengaruh

hubungan timbal balik antara remaja dan orang lain

dalam perkembangan kepribadiannya.

i. Kelompok teman sebaya

Kelompok teman sebaya merupakan kelompok acuan

bagi seorang anak untuk mengidentifikasikan dirinya dan

untuk mengikuti standar kelompok.

Rifany (2008) menambhakan faktor-faktor yang

memengaruhi perkembangan identitas diri remaja, yaitu:

a. Iklim keluarga. Interaksi sosio-emosional antara

anggota keluarga, sikap, dan perlakuan orang tua

terhadap remaja.

b. Tokoh idola. Orang-orang yang dipersepsi oleh

remaja sebagai figur yang memiliki posisi di

masyarakat.

22

c. Peluang perkembangan diri. Kesempatan yang

dimiliki oleh remaja untuk melihat ke depan dan

menguji dirinya untuk dapat menjalani kehidupan yang

beraneka ragam.

Purwadi (2004:45) Pembentukan identitas diri remaja

juga dipengaruhi oleh gaya pengasuhan yang diterapkan

oleh orang tua dan atau pihak yang mengasuh dan merawat

individu tersebut. Penelitian Purwadi (2000)

menunjukkan bahwa pengasuhan orang tua memiliki

hubungan yang signifikan dengan pembentukan identitas

diri remaja. Dalam hal ini, bgaimana orang tua mendidik

dan memperlakukan anak. Marcia (Dariyo, 2004)

menyatakan terdapat dua faktor yang menentukan status

identitas remaja yaitu orang tua dan kepribadian

remaja. Faktor-faktor yang memengaruhi identitas diri

remaja yaitu hubungan orang-tua-remaja, model

identifikasi, homogenitas lingkungan, perkembangan

kognisi, sifat individu, pengalaman masa kanak-kanan,

pengalaman kerja, interaksi sosial, dan teman sebaya.

23

5. Unsur-unsur identitas diri

Shwarts (2005) mengemukakan identitas sebagai hal

yang sangat penting dikarenakan identitas yang membantu

tiap individu untuk memahami, menemukan tempat individu

di dunia yang tak terbatas dengan banyak kemungkinan

nilai ang tak tebatas. Ego merupakan proses yang

terpenting dalam pembentukan identitas. Unsur -usur

yang yang terkandung dalam identitas, yaitu:

a. Jenis kelamin

Telah disebutkan di atas bahwa pembentukan

identitas yang terjadi pada setiap individu dipengaruhi

oleh ego. Identitas terbetuk karena adanya kapasitas

ego yang dimiliki oleg setiap individu itu berbeda. Ego

yang ada pada perempuan dan laki-laki berbeda, sehingga

pembentukan identitas dalam setiap individu khususnya

perempuan dan laki-laki berbeda pula.

b. Etnis

Etnis juga merupakan salah satu yang penting dalam

pembentukan idenitas dari setiap individu. Seperti yang

24

dijelaskan dalam teori Shoemaker bahwa identitas diri

yang dimiliki oleh individu terbentuk dari etnis yang

terdapat dalam masyarkat tempat tinggalnya, sehingga

peraturan-peraturan yang merupakan adat dan tradisi

dalam masyarakat digunakan sebagai dasar untuk

melakukan sesuatu atau berperilaku.

c. Kewargaegaraan

Kewarganegaraan tidak jauh beda dengan etnis yang

ada dalam masyarakat. Peraturan-peraturan yang berlaku

dalam sebuah Negara akan sangat berpengaruh untuk

berinteraksi dengan dunia sosial.

B. Celebrity Worship

1. Pengertian celebrity worship

Darfiyanti (2012:54) Semakin tinggi tingkat pemujaan

seseorang, maka semakin tinggi juga tingkat

keterlibatan dengan sosok yang diidolakan. Pemujaan

25

merupakan bentuk kekaguman dengan (celebrity involvement)

sehingga tingkatan ini intensitas yang tidak biasa dan

penghormatan sering juga disebut sebagai tingkatan

pemujaan terhadap idola. Keterlibatan dengan selebriti

oleh keintiman (intimacy) yang diimajinasikan Maltby

dkk. (2005) dibagi menjadi tiga aspek yang terhadap

sosok selebriti yang diidolakan (Maltby bisa

digambarkan sebagai suatu tingkatan. dkk., 2005;

McCutcheon dkk., 2002). Rahmawati (2013:367) Selebriti

secara definisi adalah orang-orang yang dikenal secara

luas oleh masyarakat, baik itu bintang film,atlit,

maupun model. Teori mengenai celebrity worship dikemukakan

oleh McCutcheon(2002) yang mengatakan bahwa celebrity

worship adalah hubungan parasosial antara fans dan

idolanya. McCutcheon juga membuat skala tingkatan

celebrity worship yaitu entertainment social, intense personal, dan

borderline pathological. Entertainment social adalah motivasi yang

mendasari pencarian aktif informasi oleh fans terhadap

selebriti. Intense personal merefleksikan perasaan intensif

26

dan kompulsif terhadap idola serta mulai mengembangkan

hubungan parasosial dengan idola tersebut. Borderline

pathological dimanifestasikan dalam sikap kesediaan untuk

melakukan apapun terhadap selebriti idola meskipun

melanggar aturan, tidak terkontrol dan menjadi

irrasional. McCutcheon, Lange, dan Houran (2002)

mengemukakan bahwa tidak ada alasan kuat jika tingkat

celebrity worship yang tinggi selalu mengarah pada pertanda

patologi sehingga individu yang memiliki tingkat

celebrity worship yang tinggi tidak berarti bahwa individu

tersebut tergolong kedalam ciri individu yang memiliki

pertanda patologi.

Kaparang (2013) Pemikiran mutakhir dalam dunia

promosi sampai pada kesimpulan bahwa dalam budaya

berbasis-selebriti (celebrity based-culture), para selebriti

membantu dalam pembentukan identitas dari para konsumen

kontemporer. Dalam budaya konsumen, identitas menjadi

suatu sandaran "aksesori fashion".

27

C. Teori Mengenai Pemujaan

1. Pengertian Pemujaan

Pemujaan menurut Raviv (Yuniardi, 2010) adalah

salah satu dimensi pengidolaan selain modelling. Maltby,

dkk (2002) mengemukakan bahwa pemujaan merupakan bentuk

kekaguman dengan intensitas yang tidak biasa dan

penghormatan terhadap idola sehingga semakin tinggi

tingkat pemujaan seseorang, maka semakin tinggi pula

tingkat keterlibatannya dengan sosok idola. Raviv

(dalam Yuniardi, 2010) mengemukakan bahwa fenomena

idolisasi adalah karakteristik khusus remaja awal.

Bosma (Yuniardi, 2010) mengemukakan bahwa disisi

lain pengidolaan seringkali diakitkan dengan perilaku

remaja dalam memenuhi tugas perkembagannya untuk

menemukan identitas diri. Engle dan tim kasser (2005)

mengemukakan bahwa anak perempuan lebih mungkin untuk

memuja selebriti. Anak perempuan yang memuja selebriti

pria menjadi kompensasi untuk perempuan yang belum siap

menjalin hubungan dengan pria. Maltby dkk. (2004)

28

mengemukakan bahwa individu yang telah menikah lebih

minim untuk tertarik kepada selebriti. Maltby dkk.

(2002) mengemukakan bahwa semakin tinggi religiusitas

seseorang maka semikin menurun tingkat pengidolaan

terhadap selebriti.

Alwisol (2009) mengemukakan berdasarkan teori

Erikson bahwa identitas difusi adalah sindrom masalah-

masalah yang meliputi gambaran diri, ketidakmampuan

membina persahabatan, kurang memahami pentingnya waktu,

dan menolak standar keluarga atau masyarakat. Yuniardi

(2010) mengemukakan bahwa dalam dinamika perkembangan

menurut Erikson sendiri, identitas dianggap penting

ketika individu memasuki masa remaja, namun demikian

identias diri ini bukanlah suatu entitas yang menetap

melainkan terus mencari bentuk hingga biasanya individu

matang identitas dirinya begitu lepas dari masa dewasa

awal. Selanjutnya jika seseorang gagal memebentuk

identitas diri yang matang maka yang terjadia adalah

kebingungan identitas atau identity diffusion.

29

Alwisol (2009) mengemukakan berdasarkan teori dari

Bandura bahwa self esteem adalah unsur kognitif dan

seperangkat fungsi-fungsi persepsi, evaluasi, dan

pengaturan tingkah laku. Remaja biasanya mengidolakan

selebritis tertentu agar tidak dianggap kurang

pergaulan oleh teman-temannya. Maltby dkk (2004)

mengemukakan bahwa kepribadian, faktor pemecahan

masalah dan kesehatan mental dapat diperbaiki dengan

kepercayaan diri.

Sartono (Kompas, 20 Maret 2000 dalam Yuniarti,

2010) mengemukakan perpaduan antara kelihaian media

mengkapitalisasi idola sangat klop dengan kebutuhan

remaja yang sedang mencari identitas diri. karena itu,

tidak heran jika kemudian lahir penggemar-penggemar

fanatik. Sheridan dkk (2007) mengemukakan bahwa fans

yang meniru selebriti ini dapat memiliki konsekuensi

negatif bagi fans. Fans kemudian dapat terlibat lebih

dalam perilaku ekstrim dengan rangka meningkatkan

pengetahuan fans tentang selebriti dan perasaan

30

kedekatan dengan selebriti disukai. Celebrity worship dan

perilaku adiksi berkorelasi positif begitupun dengan

hubungan antara celebrity worship dan kriminalitas juga

berkorelasi positif.

2. Hubungan Parasosial

Horton dan Whol (Fitriany, 2009) mengemukakan

bahwa hubungan parasosial yang digambarkan sebagai

hubungan tatap muka yang tidak nyata antara audiens

dengan orang-orang yang tampil dalam media (yang

kemudian dalam skripsi ini akan disebut dengan istilah

selebriti). Hubungan parasosial timbul sebagai dampak

dari maraknya media massa. Penggemar selalu dicirikan

sebagai suatu kefanatikan yang potensial.

Giles (Fitriany, 2009) mengemukakan bahwa sekali

fans membuat penilaian mengenai selebriti yang muncul

dalam media maka selanjutnya fans akan berespon

terhadap selebriti tersebut seolah-olah selebriti

berada di dalam ruang fisiknya kemudian masuk ke dalam

jaringan sosialnya dan kelompok penggemar dilihat

31

sebagai perilaku yang berlebihan dan berdekatan dengan

kegilaan. Jenson menunjukkan dua tipe khas patologi

penggemar; individu yang terobsesi dan kerumunan

histeris. Kedua figur itu lahir dari pembacaan tertentu

dan kritik atas modernitas yang tak diakui dimana para

penggemar dipandang sebagai simptom psikologis dari

dugaan disfungsi sosial (Storey, 2003).

32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan pada penelitian

ini adalah kualitatif. Lodico, Spaulding, dan Voegtle

(Emzir, 2012) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif

adalah sebuah metodologi yang menggunakan penalaran

induktif dan sangat percaya bahwa terdapat banyak

perspektif yang akan dapat diungkapkan. Penelitian

kualitatif berfokus pada fenomena sosial dan pemberian

suara pada perasaan dan persepsi dari partisipan

dibawah studi. Hal ini didasarkan pada kepercayaan

bahwa pengetahuan dihasilkan dari setting sosial dan

proses ilmiah yang sah.

Cresswel (Emzir, 2012) mengemukakan bahwa penelitian

kualitatif adalah suatu proses yang bertujuan untuk

mencari tahu secara mendalam, memahami berbagai

permasalahan manusia serta masalah sosial melalui suatu

pendekatan metodologi yang bersifat jelas dan sesuai

33

pada kenyataan. Pendekatan yang digunakan pada

penelitian ini adalah persepektif fenomenologis.

Sianturi (2007) mengemukakan bahwa fenomenologi

psikologis menunjuk pada fenomenologi sebagai metode

yang diterapkan pada masalah-masalah psikologis.

Fenomenologi psikologis adalah prosedur yang lebih

terbatas dan spesifik, yang dirancang untuk

mengeksplorasi kesadaran dan pengalaman manusia.

Fenomenologi psikologis bisa juga didefinisikan sebagai

observasi dan deskripsi yang sistematis atas pengalaman

individu yang sadar dalam situasi tertentu. Jaspers

(Sianturi, 2007) mendefinisikan fenomenologi psikologis

sebagai deskripsi yang paling lengkap dan cermat

mengenai apa yang dialami oleh orang yang sehat maupun

oleh orang yang sakit.

Pengeksplorasian kesadaran menunjuk baik pada

tindakan maupun isi kesadaran dengan objek dan

maknanya. Hal yang dieksplorasi mencakup persepsi,

perasaan,ingatan, gambaran, gagasan, dan hal lainnya

34

dalam kesadaran. Semua data fenomenal itu diterima dan

dideskripsikan sebagaimana adanya tanpa pengandaian

atau transformasi. Pengetahuan sebelumnya, corak

berpikir, dan penyimpangan teoretis harus disingkirkan

untuk sementara waktu dan disimpan dalam tanda kurung

agar kita bisa memandang dunia fenomenal dalam segenap

kekayaan dan kemurniannya.

Sianturi (2007) mengemukakan bahwa metode kualitatif

fenomenologis menekankan pengeksplorasian dan

penggambaran dunia pengalaman subjek seperti apa

adanya. Identitas diri pada individu yang memuja

selebriti (celebrity worship) sangat dipengaruhi oleh

pengalaman seseorang. Oleh karena itu, identitas

individu yang memuja selebriti (celebrity worship) sangat

sesuai diteliti dengan menggunakan metode kualitatif

fenomenologis.

B. Batasan Istilah

35

1. Identitas diri ialah dibangun mengarah ke kesatuan

diri yang solid yang membedakan dengan yang lain.

2. Celebrity worship adalah hubungan parasosial antara

fans terhadap selebriti.

3. Selebriti penyebutan untuk orang yang bekerja di

depan layar dalam dunia entertainment untuk menghibur

atau memberikan insipirasi seperti penyanyi, pemain

film, host, dan atlit.

4. Fans adalah individu yang memiliki selebriti yang

dijadikan sebagai idola.

C. Kriteria Subjek

Subjek penelitian dari pendekatan ini dipilih

berdasarkan teknik purposive sampling dengan mengkhususkan

kriteria subjek harus memiliki selebriti idola yang

akan dipilih sebagai subjek penelitian. Subjek termasuk

kedalam kategori remaja akhir dan dewasa awal. Subjek

berdomisili di Makassar.

36

D. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di rumah dan kampus

masing-masing subjek. Penelitian awal (pilot study)

dilakukan dengan melakukan wawancara pada subjek.

Wawancara dilakukan melalui blackberry massager dan

wawancara langsung.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik Wawancara

Menurut Hadi (Rahayu, 2004) wawancara adalah

metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab

sepihak yang dikerjakan dengan sistematik dan

berlandaskan kepada tujuan penyelidikan. Menurut

Lincoln dan Guba (Rahayu, 2004) mengemukakan bahwa

wawancara betujuan untuk mengonstruksi mengenai orang,

kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi,

tuntutan, kepedulian, dan lain-lain. Pada penelitian

ini, peneliti menggunakan wawancara semi terstruktur.

Pada wawancara semi terstruktur, peneliti hanya

37

menyiapkan catatan-catatan pokok untuk menjadi dasar

dalam mengajukan pertanyaan. Hal ini dimaksudkan agar

proses wawancara tidak berjalan kaku namun tujuan

wawancara dapat tercapai, mengefisiensikan waktu dan

meminimalisir lupa.

2. Teknik Observasi

Di samping wawancara, penelitian ini juga

menggunakan metode observasi. Menurut Rahayu (2004)

observasi diarahkan pada kegiatan memperlihatkan secara

akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan

mempertimbangkan hubungan antara aspek dalam fenomena

tersebut. Observasi bertujuan untuk mendapatkan data

atau informasi untuk memperkuat informasi yang

didapatkan dalam proses wawancara.

Jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah overt observation. Overt observation adalah subjek

mengetahui bahwa subjek sedang diamati Observasi

dilakukan selama proses wawancara pada masing-masing

subjek penelitian. Observasi dapat membantu dalam

38

mengcocokkan perilaku yang tampak dengan hasil

wawancara pada subjek penelitian. Pada penelitian ini,

observasi yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran

realita mengenai celebrity worship pada masing-masing

subjek.

3. Dokumen

Dokumen penelitian berguna untuk memperjelas

bukti penelitian. Dokumen penelitian dapat berupa

rekaman wawancara, surat-surat, catatan harian, foto,

dan sebagainya. Dokumen penelitian dikumpulkan sejak

awal penelitian ini berlangsung hingga penelitian

selesai.

F. Analisis Data

Emzir (2012:85) mengemukakan bahwa analisis data

merupakan proses sistematis pencarian dan pengaturan

transkripsi wawancara, catatan lapangan, dan materi-

materi lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan

pemahaman mengenai materi tersebut. Tugas analisis

39

adalah menafsirkan dan membuat makna materi-materi yang

telah dikumpulkan muncul sebagai tugas menumental.

Tujuan analisis adalah membantu individu belajar

menangani analisis.

Miles dan Huberman (Emzir, 2012:129) mengemukakan

tiga macam kegiatan dalam analisis data kualitatif,

yaitu:

1. Reduksi data

Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan

perhatian pada penyerderhanaan data “kasar” yang muncul

dalam catatan-catatan tertulis di lapangan. Proses ini

berlangsung terus menerus selama penelitian. Reduksi

data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,

menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu

dan mengorganisasikan data.

2. Model data

Diartikan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Dengan penyajian data, peneliti

40

akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa

yang harus dilakukan berdasarkan pemahaman tentang

penyajian data.

3. Penarikan/verifikasi kesimpulan

Kesimpulan yang diambil akan ditangani secara longgar

dan tetap terbuka sehingga kesimpulan yang semula belum

jelas, kemudian akan meningkat menjadi \lebih rinci dan

mengakar dengan kokoh. Kesimpulan ini juga diverifikasi

selama penelitian berlangsung dengan maksud-maksud

menguji kebenaran, kekokohan dan kecocokannya yang

merupakan validitasnya.

G. Keabsahan Data

Sianturi (2007) memaparkan beberapa syarat

sehingga data yang dikumpulkan abash, yaitu:

1. Kredibilitas (taraf kepercayaan). Kredibilitas

berfungsi meyakinkan pembaca bahwa penelitian telah

dilakukan dengan benar. Kredibilitas ditunjang oleh

4 aspek, yaitu:

41

a. Cek anggota. Peneliti akan datang menemui subjek

dengan memperlihatkan laporan hasil penelitian

untuk mengecek kebenaran data dan interpretasi

yang telah dilakukan. Hal ini diperlukan untuk

mencegah kesalahan dalam membahasakan dunia

pengalaman subjek yang mengakibatkan hasil

penelitian tidak sesuai dengan keadaan dan

pengalaman subjek yang sebenarnya.

b. Peer debriefing atau peer preview. Hasil penelitian akan

diperiksa oleh rekan peneliti yang telah memiliki

pemahaman yang umum tentang inti penelitian. Dia

akan memeriksa persepsi, insight, dan analisis

yang telah dibuat. Fungsi peer debriefing adalah

sebagai teman bertukar pikiran selama melakukan

penelitian (misalnya bila ada masalah dalam

penelitian) dan untuk mengritik penelitian.

c. Triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain

42

di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau

sebagai pembanding terhadap data itu.

d. Keterlibatan dan pengamatan berkesinambungan.

Peneliti terlibat di lapangan untuk membangun

rapport, mempelajari situasi sosial budaya di

lingkungan subjek, dan meyakinkan diri bahwa

fenomena yang ditelit dapat dilanjutkan.

2. Transferabilitas (daya transfer). Membantu pembaca

melihat kemungkinan menerapkan hasil penelitian

ini dalam situasi lain yang mirip. Hal ini

berkaitan dengan generalisabilitas yang berarti

kemampuan temuan penelitian untuk

digeneralisasikan pada subjek lain yang memiliki

karakteristik yang mirip dengan karakteristik yang

dimiliki oleh subjek dalam penelitian ini.

3. Dependabilitas (daya konsistensi). Dengan

dependabilitas, pembaca dapat yakin bahwa

penelitian yang dilakukan adalah konsisten dan

bisa diulang pada subjek yang sama/mirip, dalam

43

konteks yang sama/mirip, dan dengan hasil yang

sama mirip. Untuk menunjang dependabilitas

penelitian ini, dilakukan audit eksternal, yaitu

mengajak konsultan atau auditor yang memahami

metode penelitian kualitatif untuk memeriksa

proses dan hasil penelitian. Konsultan tersebut

lebih baik jika tidak memiliki kelekatan emosional

dengan peneliti sehingga dapat memeriksa proses

dan hasil penelitian ini dengan objektif.

4. Konfirmabilitas (daya kenetralan). Konfirmabilitas

berarti kemampuan hasil penelitian untuk disetujui

dan dinyatakan tidak bias.

44

BAB IV

HASIL DAN ANALISA

A. Deskripsi Subjek

Total subyek dalam penelitian ini berjumlah lima

orang yang menjadi satu kelompok Focus Group Interview

(FGI). Anggota kelompok memiliki rentang usia 19 tahun

hingga 21 tahun. Keseluruhan subjek memiliki status

45

sebagai mahasiswa. Setiap subjek memiliki selebriti

idola yang berbeda-beda. Berikut ini adalah gambaran

dari subyek yang turut dalam proses FGI:

FGI pertama dilakukan pada hari minggu, 18 Mei 2014

dengan subyek peserta yaitu :

1. AKA (19 tahun)

Subyek juga lulusan SMA. Subjek berjenis kelamin

perempuan. Subjek adalah fans dari EXO (Boyband

Korea). Personil yang paling disukai adalah Christ.

2. ZM (20 tahun)

Pendidikan terakhir subjek adalah SMA. Subjek

berjenis kelamin perempuan. Subjek adalah fans dari

Justin Bieber.

3. DK (21 tahun)

Subjek merupakan subjek yang memiliki usia paling

dewasa. Subjek memiliki jenis kelamin perempuan.

Subjek adalah fans dari Super Junior (Boyband

Korea). Personil yang paling disukai adalah kyuhyun.

46

4. AH (20 tahun)

Subyek lulusan SMA dan sekarang berkuliah di

fakultas psikologi UNM. Subjek berjenis kelamin

perempuan. Selebriti idola subjek adalah Taylor

Swift.

5. FT (19 Tahun)

Subjek lulusan SMA dan sekarang terdaftar sebagai

mahasiswa aktif di sebuah universitas di Makassar.

Tabel 1. Data Responden FGI

No. Nama

(inisial)

Usia Jenis

Kelamin

Pendidikan

Terakhir

1. AKA 21 Tahun Wanita SMA

2. ZM 19 tahun Wanita SMA

3. DK 19 Tahun Wanita SMA

4. AH 20 Tahun Wanita SMA

5. FT 19 Tahun Wanita SMA

B. Hasil

47

1. Subjek 1 (AKA)

a. Gambaran diri subjek

Subjek AKA merupakan seorang perempuan yang

berusia 19 tahun dan mahasiswa dari Fakulas Psikologi.

Subjek memiliki kulit putih dan tinggi sekitar 158 cm.

Subjek berdomisili di Makassar tepatnya di jalan

kumala. Ayah subjek bekerja sebagai seorang dokter di

Rumah Sakit Haji sedangkan ibu subjek bekerja sebagai

ibu rumah tangga. Subjek memiliki saudara tiga yakni

satu laki-laki dan dua perempuan.

Awal subjek sangat fans dengan EXO yakni pada

tahun 2011 yang dimulai dengan subjek membuka-buka

youtube. Subjek menganggap bahwa EXO merupakan kumpulan

lelaki yang sangat diperlukan di masa depan. EXO

merupakan artis boyband yang berasal dari Korea. Subjek

merasa sering merindukan idola subjek dan cara yang

paling mahir ketika subjek merindukan idola subjek

yakni mengunduh video terbaru subjek, ketika video yang

48

diinginkan belum terungah subjek hanya melihat apa yang

ada di dalam laptop subjek.

Subjek merupakan seorang anak yang hidup di

lngkungan keluarga yang cukup baik. Pola asuh dari

kedua orang tua subjek menggunakan pola asuh

autoritarian. Pola asuh autoritarian merupakan cara

orang tua dalam mendidik anak yakni memberikan

kebebasban kepada anak namun tetap dalam kontrol yang

cukup(tetap membuat anak nyaman untuk tetap dipantau

oleh kedua orang tua). Pola asuh seperti itulah yan

ditetapkan oleh orang tua subjek kepada subjek.

Subjek sangat tertarik dengan idola subjek namun

perubahan yang ada dalam diri subjek yang berhubungan

dengan idolanya tidak nampak berlebihan karena yang

subjek tiru hanyalah sifat yang ada dalam diri idolanya

seperti rendah hati, baik, dan tidak sombong (menurut

subjek). Subjek dapat meniru sifat idola subjek

seperti yang telah dipaparkan di atas.

49

b. Gambaran identitas diri subjek

1. Hubungan orang tua dan remaja

Hubungan orang tua subjek dengan subjek cukup

harmonis karena subjek palig sering meluangkan waktu

subjek dengan orang tua subjek karena subjek cukup

merasa tenang atau terlindungi dengan orang tua subjek.

Subjek sering mempertegas bahwa kebersamaannya dengan

orang tuanya sangat lebih meyenangka dibandingkan

dengan teman-teman subjek. Subjek sering melakukan

quality time bersama orang tua subjek seperti makan-makan,

nonton bersama atau dengan kegiatan-kegiatan yang

lainnya.

“Kegiatan-kegiatan normal ji kayak makan bersama, nonnton,cerita-cerita, masak pokoknya banyak sekaliji. Pokoknya tenangdalam keluarga”. (baris 35-37)

“Of course, karena seperti yang saya bilang tadi bahwa keluargaadalah komunitas yang paling aman dan saya sangat merasanyaman. Keluarga saya selalu jagaka, lindungika, keinginanakusemua terpenuhi di rumah”. (baris 40-43)

50

2. Model identifkasi

Subjek sangat mengharapkan kesuksesan seperti

idola subjek yang sekarang seperti idola subjek EXO.

Subjek menjadikan dirinya sebagai seorang yang sangat

terikat dengan idola subjek. Subjek menjadikan idola

subjek sebagai modeling untuk mencapai kesuksesan subjek

sendiri. Subjek megaku bahwa setiap orag memilikdeling

yang berbeda-beda untuk setiap kehidupan semua

individu. Usaha keras yang dilakukan oleh idola subjek

akan ditiru pula oleh subjek sesuai dengan yang

dikatakan leh subjek yakni :

“Semangatnya dalam meraih impian sangat besar karena dalamhal pemilihan karir toh mau bangetka kayak dia mauka sukseskayak mereka. You know mi semua orang pasti mauji toh sukseseeeeeee tapi masing-masing beda model ki dalam kehidupansehari-harinya orang toh termasuk saya”. (baris 118-122).

3. Homogenitas lingkungan

Subjek mengaku hanya dapat berinteraksi dengan

keluarga subjek bukan teman-teman subjek ataupun orang-

orang yang ada di lingkungan subjek. Gambaran orang-

orang yang ada di sekitar subjek merupakan lingkungan

51

yang termasuk ke dalam lingkungan yang homogen. Subjek

mengaku bahwa yang menunjang sukses subjek yakni orang

tua atau keluarga subjek bukan orang-orang yang ada di

sekitar subjek atau di lingkungan subjek. Alasan yang

dikemukakan bahwa subjek sulit untuk melakukan

interaksi dengan orang-orang yang ada di sekitar

subjek.

“Eeeeeeee 70% pastinya lebih senang sama keluarga kahkeluargami itu tempat yang paling tenang weh. Keluarga tohmenurutku lebih kesuasana yang kayak di surge. Apa pun yangdimau dalam keluarga toh kayak tercapai begitue. Apalagi kalosama bapakku yang paling mengerti. Hahahahaha kalo mintakiuang langsungki nakasi”. (baris 19-24)

“Karena begitumi tadi yang kubilang weh keluarga itu menurutsaya pribadi merupakan kumpulan orang-orang yang bisabikinka nyaman. Teman juga sih tapi keluarga yang palingutama menurutku karena begitumi tadi yang kubilang apa yangdiminta dominan selaluki terkabul begitu. Teman juga pentingjisebenarnya tapi kalo dibandingkan toh saya pilih keluarga jiinah weh”. (baris 25-31)

4. Konsep diri

Subjek dapat menyatakan konsep diri subjek seperti

kesadaran diri subjek atau penggambaran mengenai diri

subjek. Sube dapat mengahragai kemampuan yang subjek

52

miliki atau kelebihan-kelebihan yang ada pada diri

subjek dengan tetap menjadi diri subjek.

“kalau dibilang mood sih iya banget, Eeeeeee tapi kalaukepribadian nd tonji iyya karena haruska tetap jadi diriku sendiriweh mekipun itu modelku toh EXO. Ce cye kan anak psikologikabede toh be your self men hahahahah”. (baris 133-136)

5. Percaya diri

Percaya diri subjek timbul dari sisi keluarga subjek

bukan dari kelompok sosial subjek. Percaya diri subjek

untuk mencapai tujuan hidup subjek sangat tergantung

dari dukungan-dukungan keluarga subjek.

“Eeeeeeee 70% pastinya lebih senang sama keluarga kahkeluargami itu tempat yang paling tenang weh. Keluarga tohmenurutku lebih kesuasana yang kayak di surge. Apa pun yangdimau dalam keluarga toh kayak tercapai begitue. Apalagi kalosama bapakku yang paling mengerti. Hahahahaha kalo mintakiuang langsungki nakasi.” (baris 19-24)

“Karena begitumi tadi yang kubilang weh keluarga itu menurutsaya pribadi merupakan kumpulan orang-orang yang bisabikinka nyaman. Teman juga sih tapi keluarga yang palingutama menurutku karena begitumi tadi yang kubilang apa yangdiminta dominan selaluki terkabul begitu. Teman juga pentingjisebenarnya tapi kalo dibandingkan toh saya pilih keluarga jiinah weh.” (baris 25-31)“Tergantung ada beberapa keinginan yang tidak dapatterpenuhi dengan sahabat apalagi teman.” (baris 46-47)

c. Celebrity worship

53

Celebrity worship merupakan hubungan antar subjek dan

idola subjek. Idola juga merupakan seorag atau kelompok

yang dikenal secara meluas dalam masyarakat. Subjek

berusaha membangun hubunga yang dekat dengan idola

subjek meskipun subjek adar bahwa idola subjek berada

pada wilayah yang sangat jauh untuk subjek jangkau.

Subjek berusaha membangun hubungan dengan idolanya

dengan menggunakan teknik intertainment social. Intertainment

social merupakan suatu hubunga yang dibangun oleh subjek

dengan idolanya yakni dengan melakukan pencarian

informasi yang aktif oleh fans dengan selebriti.

“Sebenarnya saya mau ketemu, realistis saja toh nda sukasekalika numpuk-numpuk sama orang, apalagi itu yang sesamefans,ada yang biasa cemburu baru anarkiski toh. Bisa saja itunabunuhki nah. Malla’ tonja itu nah nantimatika weh nda bisakmenikah dengan salah satu personilnya EXO.” (baris 103-107)

“Ngefans bangetka karena hampir tiap hari saya nontonvideonya. Saya selalu download video-video terbarunya.Malahan di laptop saya itu kebanyakan file dari EXO bukantugas. Bayangkan kalo lagi kerja tugaska haruska buka duluvideonya EXO supaya moodka weh.” (baris 138-141)

d. Hasil observasi

54

Subjek memakai baju berwarna putih, jilbab

berwarna abu-abu dan celana jeans biru muda. pada saat

observer bertanya kepada subjek mengarahkan

pandangannya mengarah ke observer disertai menjawab

pertanyaan yang diberikan observer. Subjek duduk di

sofa rumah subjek tepatnya berada di ruang tamu rumah

subjek.

Subjek sering melihat ke kanan saat menjawab

pertanyaan yang diberikan oleh observer. Seringkali

pula subjek menggoyangkan tangan subjek dengan

mengetuk-ngetuk meja yang berada di depan subjek sambil

berbicara. Subjek sering mengatakan “eeee” pada saat

menjawab pertanyaan observer. Subjek juga sering

mengecek handphone saat menjawab pertanyaan observer.

2. Subjek 2 (ZM)

a. Gambaran diri subjek

55

Subjek ZM adalah perempuan yang berusia 20 tahun.

Saat ini subjek ZM sedang menempuh pendidikan di salah

satu universitas negeri di Makassar. Subjek ZM

merupakan salah satu alumni dari SMP Negeri 3 Makassar

dan SMK Negeri 8 Makassar. Subjek adalah salah satu

fans dari Justin Bieber. Subjek ZM mulai ngefans sejak

tahun 2009.

Subjek ZM di lingkungannya dapat bergaul baik dengan

teman-temannya dan memiliki beberapa teman akrab.

Subjek ZM memiliki orang tua yang cukup protektif,

setiap subjek keluar rumah maka orang tua subjek harus

mengetahui keberadaan dan bersama siapa subjek. Subjek

ZM memiliki keinginan besar untuk ketemu selebriti

idolanya.

Subjek ZM suka Justin Bieber karena menurut subjek

Justin memiliki suara yang bagus, ganteng, baik, multi-

talent, serta penyayang keluarga. Subjek ZM merasa

Justin adalah salah satu calon suami yang baik. Subjek

56

ZM membangga-banggakan Justin karena menurutnya Justin

masih muda dan pintar pada bidang musik.

Subjek ZM merasa banyak hal yang bisa dia dapat dari

Justin. Subjek bisa mendapat motivasi dari Justin yang

multi-talent. Dari motivasi yang didapat, subjek ZM

dapat berkonsentrasi dalam menerima pelajaran. Subjek

ZM bangga memiliki idola yang kerja memang dari nol.

Subjek rela menangis di depan orang tuanya untuk

memohon-mohon untuk menghadiri acara idolanya.

Subjek ZM belum mengetahui identitas diri subjek.

subjek masih dalam masa pencarian identitas diri.

Subjek ZM masih bingung dengan identitas subjek. Subjek

ZM merasa bingung identitas dirinya terbentuk dari

lingkungan atau mengadopsi dari idolanya. Subjek ZM

banyak mengikuti perilaku-perilaku idola subjek yang

menurut subjek layak untuk diikuti.

b. Gambaran identitas subjek

1) Hubungan orang tua dengan remaja

57

Subjek ZM memiliki hubungan yang harmonis dan penuh

kasih sayang dengan orang tua subjek, setiap subjek

keluar rumah orang tua subjek selalu mengawasi subjek

dengan menanyakan kemana dan bersama siapa subjek

keluar. Hal tersebut sesuai yang dikemukakan subjek

bahwa:

“Kalau keluar kaa, harus ditahu mau kemana dan samasiapa”. (wwcr, 54-55)

2) Model identifikasi

Subjek ZM memilih Justin Bieber sebagai idolanya

karena menurut subjek Justin merupakan selebriti yang

multi-talent sehingga memotivasi subjek dalam melakukan

hal-hal positif sesuai dengan pernyataan subjek, yaitu:

“Karena dia toh, apa di’? terindah banget mii begitu e, karenamasih muda, pintar main music, pintar nyanyi, cakep, multi-talented pokoknya kayak satu paket mii. Dia juga sayangbanget sama mamanya juga. Kayak lengkap banget mii begituee” (wwcr, 23-26)

58

3) Homogenitas lingkungan

Subjek ZM memiliki lingkungan yang heterogen

sehingga lebih lama menghadapi krisis karena banyaknya

alternatif yang ada di hadapannya. Subjek ZM masih

mencari identitas diri seperti yang dikemukakan bahwa:

“Itu identitasku tohh, ee apa di’ kayak masih mencari kaa. Kanbelum pii ku tahu identitasku terbentuk dari lingkungan ataukuadopsi dari mana karena masih dalam masa pencarian kaakurasa” (wwcr, 157-160)

4) Konsep diri

Subjek ZM menggambarkan dirinya normal karena

menurut subjek dia masih melakukan kelakuan yang masih

dalam kewajaran, seperti yang dikemukakan kepada

peneliti:

“Pandanganku toh tentang diriku bagaimana di’, hmmmmeeee biasa jii normal-normal jii karena tohh kayak wajar jiikelakuanku kurasa, tapi ndag tau mii itu menurutpandangannya orang lain.” (wwcr, 162-165)

5) Percaya diri

Subjek memiliki kepercayaan diri yang tinggi

ketika menurut dirinya dia mempercayai bahwa ia sangat

59

mirip dengan artis idolanya, dan menghargai pendapat

teman-temannya ketika temannya mengiyakan pernyataan

tersebut bahwa dirinya cantik dan mirip.

c. Pemujaan selebriti

Subjek ZM berusaha membangun hubungan yang dekat

dengan selebriti idolanya. Subjek membangun

entertainment social yaitu motivasi yang mendasari

pencarian aktid informasi fans terhadap selebriti

idolanya.

“Everything broo. He is my everything dehh. Dia toh bisa buatkaa semangat, kalau galau ko tohh dia bisa buat koo semangatdengan liat fotonya misalnya. Kau bisa alihkan dari stress kerjatugas jadi senang karena liat mukanya. Dengar suaranya bisajadi rileks, bisa kasi muncul semangat begitueee karena Justinitu moodbosterku banget wehh.” (wwcr, 71-76)

d. Hasil observasi

Subjek duduk di kursi taman yang terletak di depan

perpustakaan UNM. Subjek menggunakan baju kemeja kotak-

kotak berwarna hijau merah dengan celana jeans berwarna

hijau tua. Subjek menggunakan jilbab berwarna senada

dengan baju yaitu warna merah. Subjek tersenyum saat

60

peneliti menghampiri subjek. Subjek mendengar dan

memperhatikan dengan seksama ketika peneliti memberikan

pertanyaan-pertanyaan kepada subjek. Subjek memberikan

jawaban dan menanggapi pertanyaan-pertanyaan peneliti

dengan semangat.

Subjek melihat ke arah peneliti saat peneliti

memberikan pertanyaan-pertanyaan. subjek menggoyang-

goyangkan kaki saat memberikan jawaban dan tanggapan-

tanggapan kepada peneliti. Subjek sesekali mengarahkan

pandangan ke arah teman-teman subjek yang berada di

kursi taman yang terletak di sisi lain. Selama menjawab

dan memberi tanggapan-tanggapan, subjek sering terbata-

bata. Sebelum peneliti mengakhiri wawancara, subjek

beberapa melihat handphone yang ada di tangan kanan

subjek.

61

3. Subjek 3 (DK)

a. Gambaran diri subjek

Subjek DK adalah seorang perempuan yang berusia 21

tahun. Subjek DK berdomisili di Makassar. Subjek DK

merupakan alumni SMP 8 Makassar dan SMA 16 Makassar.

Subjek DK sekarang merupakan mahasiswa aktif di salah

satu universitas di Makassar.

Subjek DK dilingkungan sosialnya bergaul dengan

teman-teman yang sama dan saat itu selalu berada

dilingkungan sekitar subjek sehingga teman akrab subjek

masih bisa dihitung. Subjek memiliki orang tua dengan

pola asuh yang demokratis dengan aturan-aturan baku

yang menetap tetapi diperbaharuai setiap jenjang

pendidikan subjek meningkat. Subjek menurut dengan

peraturan yang dibuat oleh orangtuanya. Di usia subjek

yang ke 21 tahun subjek masih belum berpikiran untuk

menikah dan subjek tidak pernah berpacaran.

Subjek DK pertama kali menyukai selebriti korea

karena senang menonton drama korea sejak kelas dua SMP.

62

Pada saat awal menyukai drama korea, subjek hanya

menyukai cerita dari drama tersebut. Subjek DK kemudian

baru tertarik kepada salah satu personil boyband super

junior yang bernama Cho Kyuhyun. Subjek DK tertarik

karena selebriti tersebut unik dan berbeda dengan

personil lainnya. Keunikan dari selebriti idolanya

tersebut karena tidak berdandan seperti anggota boyband

lainnya.

Subjek DK awalnya sangat menyukai bibir pecah-pecah

dari selebriti idolanya kemudian subjek sering mencari

informasi mengenai selebriti idolanya hingga secara

sadar dan tidak sadar meniru berbagai hal dari

selebriti idolanya tersebut. Hal yang ditiru dapat

berupa gerakan tubuh khas, dan ekspresi wajah selebriti

idolanya. Selain berusaha meniru fisik, subjek DK juga

meniru sifat selebriti idolanya yang dianggap baik oleh

subjek.

b. Gambaran identitas subjek

1) Hubungan orangtua dan remaja

63

Subjek DK merasa terkekang dengan peraturan kedua

orang tuanya. Hal tersebut sesuai dengan yang

dikemukakan subjek, yaitu:

“trus SMA sebelum maghrib harus adami dirumah, terkekangkebebasanku kurasa dikasih begitu” (wwcr, 70-71).

2) Model identifikasi

Subjek DK memilih selebriti Cho Kyuhyun untuk

dijadikan role model dalam hidupnya karena menganggap

bahwa selebriti idolanya tersebut adalah orang yang

layak dijadikan panutan dengan kesuksesan yang diraih

oleh selebriti idolanya dalam bidang ilmiah dan bidang

musik.

“charming ki. Banyak yang bisa ditiru bagus-bagus. Selainkreatif ki dalam segi musik pintar ki sukses asal ko tau nahjuaraki olimpiade fisika nasional di Korea” (wwcr, 171-172).“Mereka juga banyak bisa dilihat trus saya ubah mi saya seraptoh karena belajar atau tiru dari mereka. Semangatnya,usahanya, kepribadiannya, kerja kerasnya deh nda gampangnah bisa kaya mereka. Selalu ada jalan ku untuk hibur dirikuuntuk jadi semangatku bisaka juuga belajar deh dari mereka.Yasemacam diilhami ka begite manfaatnya” (wwcr, 258-262).

3) Homogenitas lingkungan

64

Subjek DK merasa bahwa dirinya mudah untuk

terpengaruh oleh lingkungan, baik lingkungan yang

homogen ataupun hetero.

“Kalau yang dipengaruhi lingkungan ee kalau saya memang orangnyamudah bangetka terpengaruhi sama lingkungan” (wwcr, 285-286).

4) Konsep diri

Subjek DK bertanya ke peneliti apakah subjek DK

mampu menggambarkan atau memahami diri subjek kemudian

subjek menjawab sendiri pertanyaannya dengan mengatakan

bahwa subjek tidak bisa menggambarkan dirinya karena

subjek masih bingung.

“Bukanka nda tau e bisa jeka gambarkan diriku we pahamidiriku? Tapi kalau gambarkan diriku toh nda bisaka.Bingungka” (wwcr, 282-283).

5) Percaya diri

Subjek merasa percaya diri bahwa subjek memiliki

kemiripan dengan selebriti idolanya setelah didukung

oleh teman-temannya.

“Itu waktu lagi badmood ka pas temanku bilangada kemiripanku toh sama kyuhyun deh langsungkabahagia we. Awalnya pernah ja kepikiran kalauada miripku tapi kaya nda anu pa toh tapitambah yakinma pas temanku bilang begitu. Deh

65

bahagiaka nah haha karena toh menurutku banyakmemang kesamaanku we” (wwcr, 131-135).

c. Pemujaan terhadap selebriti (celebrity worship)

Subjek DK mengalami sindrom celebrity worship. Hal

tersebut dilihat dari perilaku subjek yang mencari

informasi mengenai selebriti idolanya, mulai

mengembangkan hubungan parasosial dengan artis

idolanya, dan menjadi tidak irrasional.

“mulai meka donlod tapi baru tiga lagu pertama saya donloditu lagunya bonamana, sori-sori sama mister simpel. Sayadonlod videonya cari beritanya trus suka ka lagunya yang ap bitakhirnya saya donlod mi semua albumnya dari awal sampaialbumnya yang sekarang” (wwcr, 161-164).“Nangis ka kalau dicallai we atau ada kejadian sedihnya biasaee sedihka juga. Duka nya duka ku hahaha. Biasa juga kalauketiduranka di pete-pete baru dengarki lagunya biasakalangsung banguun baru senyum-senyum sendiri. Apalagi kalaumereka dapat penghargaan toh bangga sendirika juga.Penghargaannya juga saya rasa berkat saya eh bukan berkatkami haha pede ku deh tapi memang we haha” (wwcr, 222-227).

d. Hasil observasi

Subjek menggunakan celana panjang kain berwarna

hitam, baju batik berwarna biru, kerudung berwarna biru

dan sepatu pantofel berwarna hitam. subjek memiliki

tinggi badan 155cm. Subjek memiliki kulit berwarna sawo

66

matang. Subjek di wawancarai sedang duduk di kursi

taman depan perpustakaan UNM. ketika diwawancarai,

subjek sering menaikkan kedua ujung bibir keatas dan

mengeluarkan suara (tertawa). subjek sering berpikir

dengan menaikkan bola mata ke atas. Subjek terlihat

sangat ceria. Subjek sangat bersemangat ketika membahas

mengenai artis idolanya. Subjek sering senyum jika

peneliti memuja artis idolanya.

4. Subjek 4 (AHR)

a. Gambaran diri subjek

Subjek AHR saat ini menempuh pendidikan di fakultas

psikologi universitas negeri Makassar. Orang tua subjek

memakai pola asuh otoritarian dimana subjek dapat

melakukan hal-hal yang positif dengan yang menurutnya

baik dan tetap berada dalam pengawasan orangtuanya.

Dan terkadang iya juga sangat merasa terganggu karena

adiknya yang sering jahil.

67

Subjek AHR memiliki banyak teman, dimana teman-

temannya tersebut memiliki banyak fungsi, ada yang

teman diajak bermain, diajak makan bersama, dan diajak

mengerjakan tugas secara bersama-sama. Subjek AHR dapat

mengerjakan tugas sesuai dengan persetujuan oleh

orangtua, karena ada saat dimana subjek harus berada

pada lingkungan untuk mengerjakan bersama-sama dengan

mendapatkan izin dari orangtuanya, asalkan orangtua

subjek mengetahui dengan jelas identitas teman subjek

tersebut.

Subjek AHR sangat mengidolakan artis barat yang

bernama Taylor Swift, dan berusaha berada pada garis

normal dalam mengidolakan seseorang, dan masih terus

berharap agar dapat mendatangi konser yang diadakan

kelak nanti. Subjek AHR sangatlah kooperatif dalam

menjalani hidupnya sebagai mahasiswi yang mengidolakan

artis luar negeri dengan mengikuti apa-apa saja yang

artis idolanya lakukan. Seperti hal nya untuk bisa

68

bermain gitar, dan mengoleksi barang-barang ataupun

album dari artis favoritnya tersebut.

b. Gambaran identitas subjek

1) Hubungan orangtua

Subjek sangatlah baik dan harmonis. Karena subjek

mendapatkan pola asuh otoritarian dimana subjek bebas

melakukan hal apapun tapi masih tetap dalam pengawasan

yang sewajarnya, dan dikontrol dalam batasan tertentu

karena adanya sikap saling keterbukaan.

“Pola asuh di’? sejauh ini masih yang netralji, masih yangumum, yang otoritarianji, yang sejauh ini bisa ja lakukan ini itu,dengan adanyaji pengawasan. Karena selaluja saling terbukadengan keluarga, terutama orangtua” (dlm wawancara 125-127).

2) Model identifikasi

Subjek meniru idolanya karena menurut subjek itu

adalah hal yang keren bagi perempuan yang dapat

memainkan alat musik gitar, dan meniru dan menyanyikan

lagu taylor swift disela-sela waktunya.

“Motivasi, kurangnya waktu yah terkadang ji sih nda terlalusaya tanggapi tugas karena selesaikan dulu tayangannya kaloada yang muncul. Hmm by the way, motivasinya juga itu salahsatunya yah, karena dia jago main gitar, sejak masuk SMA,

69

belajarka juga main gitar, dan finally, sekarang bisa meka maingitar, dan tau beberapa lirik cord lagunya taylor swift. Majalahjuga tiap dia ada saya gunting, terus koleksi, terus saya susundi tembok, jadi yah lebih hidupki tembok kamarku gara-garaeverything all about taylor swift itu tertempel dengan cantik danrapih, hahahaa (dlm wawancara 61-68)”

3) Homogenitas lingkungan

Subjek mudah membentuk perilaku lingkungannya karena

teman-teman disekitar subjek juga melakukan hal yang

sama dalam bernyanyi dan belajar untuk menambah

vocabulary.

“Banyak sih, jagoka main gitar, seringka nyanyi lagu barat, trusku searching arti lirik dan makna lagunya, jadi mulai banyakpaham mka juga dengan koskata bahasa inggris, yah nitung-ngitung nambah nambahi vocabulary ku toh. Apalagi kalodibiasakanmi dengan teman-teman yang lainnya toh. (dlmwawancara 75-78)”.

4) Konsep diri

Subjek disini masih merasa dirinya normal-normal dan

wajar-wajar saja dalam mengidolakan seseorang, dan

tidak melebih-lebihkan seperti teman yang lainnya.

“Normal-normal ja sih, Alhamdulillah nda selebay penggemarkorea jka kayak iteh teman-temanku yang selalu sebut penyanyikorea sebagai suaminya, huauhaha lebay toh lebay bangetkiweh. (dlm wawancara 167-169)”.

5) Percaya diri70

Subjek memiliki kepercayaan diri yang tinggi ketika

menurut dirinya dia mempercayai bahwa ia sangat mirip

dengan artis idolanya, dan menghargai pendapat teman-

temannya ketika temannya mengiyakan pernyataan tersebut

bahwa dirinya cantik dan mirip.

“Hahahaa selaluji nah weh, secara dia itu kayak sodarama,sama manisku, ya meskipun dari warna kulit itu rada-radabeda weh, hahaha tapi miripja gang, samaji manisku, nabilangorang-orang bede gang, sama nabilang kata hatiku (dlmwawancara 171-173)”.

c. Celebrity worship

Subjek mengaku bahwa subjek sangat mengidolakan

penyanyi luar negeri yang bernama Taylor swift, subjek

sangat menyukainya karena banyak potensi yang bisa

subjek jadikan motivasi-motivasi dalam kehidupannya dan

meniru beberapa hal. Dan caranya menghadapi berbagai

berita negative sangatlah baik.

“Lama banget mka sukaa, dari SMP kelas tigami kalo nda salah.Kalo ditanya alasannya toh terlalu banyak yang harusdijelaskan disini, tapi memang saatnyami kayaknya ku jelaskansemua-semuanya dari sisi-sisi positifnya sampai sisi-sisinegatifnya. Awalnya kan semua tauji kalo dia itu cantik, siapasih yang nda ngefans sama cewek cantik kayak dia, pintar pulasecara toh dia pernah dapat award-award prestasi darimajalah yang pernah say abaca. Dia juga jago main gitar,

71

koleksi gitar, manusia siapa coba yang nda suka sama cewekyang jago main gitar, manalagi cantik to the max ki toh. Tiaptahun juga dia suka lakukan hal-hal yang menarik, kayak gantistyle, nda begitu-begitu tonji gayanya dari tahun ke tahun itubeda bangetki. Selalu bisa buat style yang bagus-bagus, tapibegitumi iya toh, selalu juga banyak kisah-kisah negativenyawee, kayak sering sekali jadi bahan pembicaraan di majalah-majalah karena kasusnya yang playgirl bangetki, gonta-gantipacar, terus pacarnya pasti actor-aktor yang lagi naik daun kisemuanya. Jadi banyakmi juga hatersnya ini taylor swift, tapimenurutku ih terserah hidupnyami toh orang, karena mungkindia begitu karena lagi dalam masa pencarian untukmenemukan yang terbaik tsaah tsaaah. (dlm wawancara 17-32)”.

d. Hasil observasi

Subjek dan pewawancara pada wawancara pertama

berada di ruang BM 101 Fakultas Psikologi UNM, subjek

mengenakan baju kemeja hitam, subjek memakai jilbab

berwarna cokelat tua dan subjek memakai rok berwarna

cokelat tua dan hitam. Subjek memakai jam tangan

ditangan pergelangan tangan sebelah kanan, jam tangan

subjek berwarna hitam. Subjek dan pewawancara duduk di

sudut kanan belakang ruangan tersebut. Subjek berada di

depan pewawancara.

Subjek ketika diwawancarai mengepal kedua tangan

di atas meja. Subjek menyilangkan kedua kakinya dibawah72

kursi dan sesekali subjek menggoyangkan keatas dan

kebawah paha kanan. Subjek mengangguk ketika menjawab

beberapa pertanyaan dari pewawancara.

Wawancara kedua berada dirumah subjek yang berada

di Bukit baruga antang, jalan kintamani no. 50. Subjek

dan pewawncara berada diruang tamu subjek. Didalam

ruangan tersebut terdapat kursi satu set, meja tamu

dengan taplak meja berwarna cokelat bermotif bunga-

bunga, disudut ruang tamu terdapat bunga dengan pot

yang berwarna-warni. Ada foto keluarga dari subjek dan

beberapa keramik hias. Subjek pada saat wawancara kedua

memakai baju kaos hitam, subjek memakai jilbab abu-abu

dan subjek memakai celana panjang hitam. Subjek duduk

disebelah kiri pewawancara, subjek menyilangkan kakinya

diatas kursi.

5. Subjek 5 (FT)

Proses pengambilan data dilakukan dengan

menggunakan teknik observasi dan wawancara. Peneliti

73

mendatangi rumah subjek dengan mengkonfirmasi dengan

pesan terlebih dahulu. setelah subjek setuju untuk

menjadi subjek, peneliti kemudian mendatangi rumah

subjek yang terletak di jalan Talasalapang, Makassar.

Subjek mempersilahkan peneliti untuk masuk ke dalam

rumah dan duduk di kursi ruang tamu. Di ruang tamu

subjek terdapat sebuah kursi panjang dan tiga buah

kursi kecil dan sebuah meja yang terletak ditengah.

Proses wawancara berlangsung pada malam hari sekitar

pukul 19.30 WITA. Subjek menjamu peneliti dengan

minuman dingin dan kue kering yang terletak diatas

meja.

Kemudian subjek duduk di kursi disamping peneliti

dan bersiap untuk melakukan proses wawancara. Subjek

menggunakan celana pendek berwarna hitam, baju kaos

berwarna hijau dan mengikat rambutnya. Dalam proses

wawancara, subjek tertawa beberapa kali ketika

menceritakan pengalamnnya. Setelah proses wawancara

selesai, peneliti kemudian berpamitan dengan subjek.

74

C.. Pembahasan

1. Hubungan orang tua-remaja

Collins (Neff dan McGehe, 2010) mengemukakan bahwa

aspek sadar diri atas kasih sayang yang diterima oleh

individu di lingkungan sekitar misalnya dari orang tua

akan menghindari adanya obsesif merenungkan pikiran

pesimis, emosi dan dapat mengakibatkan pada disfungsi

psikologis. Subjek pertama (AKA) mengemukakan bahwa

dirinya lebh senang melakukan interaksi dengan keluarga

dibandingkan dengan teman atau lingkungan sosial

subjek, sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi

psikologis subjek seperti emosi subjek cukup dapat

dikategorikan sebagai emosi yang stabil. Subjek AKA

mendapatkan polas asuh dengan orang tuanya yakni

authoritarian. Authoritarian merupakan pengawasan yang

diperoleh subjek cukup membuat subjek nyaman. Subjek

kedua (ZM) mengaku hubungan keluarganya harmonis dn

penuh dengan kasih sayang. Orang tua subjek ZM selalu

75

memberikan pengawasan kepada subjek ketika subjek

keluar rumah. Hal tersebut dianggap sebagai pengawas

bukan sebagai pengekangan kebebasan. Subjek ketiga (DK)

merasa dikekang dengan peraturan kedua orang tuanya.

Pola asuh seperti itu merupakan pola asuh yang

tergolong ke dalam pola asuh otoriter yaitu pengekangan

dengan semua aturan-aturan yang dibuat oleh orang tua

subjek harus diikuti oleh subjek dan orang tua tidak

mempertimbangkan peraturan-peraturan yang dibuat orang

tua subjek. Subjek keempat (AHR) memiliki pola asuh

yang diperoleh dari orang tuanya yakni pola asuh

authoritarian sama dengan subjek pertama.

2. Model identifikasi

Stets dan Burke (2000) mengemukakan bahwa diri

individu sangat berperan penting dalam

mengklasifikasikan, mengelompokkan objek-objek secara

khusus yang ada di lingkungan individu yang memiliki

relasi atau hubungan dengan sosial kategori atau

klasifikasi. Proses pengelompokkan atau

76

pengklasifikasian objek-objek yang ada biasa disebut

dengan pengeompokkan diri.

Rifany (2008) menambahkan bahwa salah satu faktor

yang memengaruhi perkembangan identitas diri remaja

yaitu tokoh idola. Orang-orang yang dipersepsi oleh

remaja sebagai figur yang memiliki posisi di

masyarakat. Perkembangan identitas diri subjek pertama

(AKA) sangat dipengaruhi oleh idola subjek dimana

subjek menganggap bahwa idola subjek memiliki peran

penting dalam pembentukan identitas diri subjek. Subjek

melakukan identifikasi atau pengklasifikasian objek-

objek penting atau karakter penting terhadap idola

subjek kemudian ditiru oleh subjek misalkan dari sisi

psikologis yakni rendah diri, baik, dan yang lainnya.

Subjek kedua (ZM) memiliki tokoh idola yang sangat

mempengaruhi kepribadian subjek. Subjek ZM memilah-

milah perilaku tokoh idola subjek yang menurut subjek

dapat subjek ikuti. Subjek termotivasi dari idola

subjek yaitu tokoh idola subjek memiliki multi-talent.

77

Subjek ketiga (DK) menjadikan tokoh idolanya sebagai

role model. Subjek ingin sukses seperti tokoh idolanya,

sehingga subjek termotivasi dalam melakukan berbagai

aktivitas. Subjek keempat (AHR) memiliki tokoh idola

yang sangat mempengaruhi kepribadiannya untuk dan

menjadikan tokoh idolanya sebagai role model. Subjek

ingin seperti tokoh idolanya yang selalu membuat gaya

baru, dan subjek juga sangat ingin meniru kepiwaian

idolanya dalam memainkan alat music seperti gitar.

3. Homogenitas lingkungan

Hornsey (2007) mengemukakan bahwa identitas sosial

yang dimiliki oleh individu yang menjelaskan bahwa

konteks sosial mempengaruhi hubungan antar kelompok dan

dapat menghubungkan ide-ide menjadi sebuah paradigma

yang digunakan dalam konteks sosial tampaknya paradoks.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa identitas moral dan

sosial memiliki pengaruh yang kuat untuk menentukan

nilai keberadaan individu di tengah-tengah keluarga dan

masyarakat sekitar, sehingga kasih sayang dapat

78

dirasakan oleh individu dan tidak menggantungkan

harapan pada seorang atau idola secara berlebihan.

Subjek pertama (AKA). Subjek mengaku hanya dapat

berinteraksi dengan keluarga subjek bukan teman-teman

subjek ataupun orang-orang yang ada di lingkungan

subjek. Gambaran orang-orang yang ada di sekitar subjek

merupakan lingkungan yang termasuk ke dalam lingkungan

yang homogen. Subjek mengaku bahwa yang menunjang

sukses subjek yakni orang tua atau keluarga subjek

bukan orang-orang yang ada di sekitar subjek atau di

lingkungan subjek. Alasan yang dikemukakan bahwa subjek

sulit untuk melakukan interaksi dengan orang-orang yang

ada di sekitar subjek. Subjek kedua (zm), subjek ZM

memiliki hubungan yang harmonis dan penuh kasih sayang

dengan orang tua subjek, setiap subjek keluar rumah

orang tua subjek selalu mengawasi subjek dengan

menanyakan kemana dan bersama siapa subjek keluar.

Subjek ketiga (DK), subjek DK merasa terkekang dengan

peraturan kedua orang tuanya. Subjek kempat (AHR),

79

subjek mudah membentuk perilaku lingkungannya karena

teman-teman disekitar subjek juga melakukan hal yang

sama dalam bernyanyi dan belajar untuk menambah

vocabulary.

4. Konsep diri

Dayakisini dan Hudaniah (Mazaya & Supradewi,

2011) menyatakan bahwa kesadaran diri adalah hal yang

sangat penting untuk memahami konsep diri dan standar,

nilai serta tujuan yang dimiliki seseorang. Effendi

(2004) menjelaskan bahwa konsep diri merupakan gambaran

dan penilaian terhadap diri sendiri mencakup seluruh

aspek kepribadiannya. Subjek pertama (AKA), subjek

menyatakan konsep diri subjek seperti kesadaran diri

subjek atau penggambaran mengenai diri subjek. Subjek

dapat mengahargai kemampuan yang subjek miliki atau

kelebihan-kelebihan yang ada pada diri subjek dengan

tetap menjadi diri sendiri. Subjek kedua (ZM)

mengemukakan dirinya normal karena menurut subjek dia

masih melakukan kelakuan yang masih dalam kewajaran.

80

Subjek ketiga Subjek (DK) bertanya ke peneliti apakah

subjek DK mampu menggambarkan atau memahami diri subjek

kemudian subjek menjawab sendiri pertanyaannya dengan

mengatakan bahwa subjek tidak bisa menggambarkan

dirinya karena subjek masih bingung. Subjek keempat

(AHR), menyatakan bahwa konsep diri subjek seperti

adanya penggambaran mengenai diri subjek, seperti hal

nya subjek bangga dengan kemampuan memainkan alat musik

yang selama ini telah subjek dapatkan.

5. Kepercayaan diri

Kepercayaan diri akan tumbuh dari kehidupan kelompok

sosial atau keluarga yang hangat, penuh kasih sayang,

menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan keadilan,

serta saling mempercayai antara satu dengan yang

lainnya. Subjek pertama (AKA), percaya diri subjek

timbul dari sisi keluarga subjek bukan dari kelompok

sosial subjek. Percaya diri subjek untuk mencapai

tujuan hidup subjek sangat tergantung dari dukungan-

dukungan keluarga subjek. Subjek kedua (ZM) berusaha

81

membangun hubungan yang dekat dengan se;ebriti

idolanya. Subjek membangun entertainment social yaitu

motivasi yang mendasari pencarian aktid informasi fans

terhadap selebriti idolanya. Subjek ketiga (DK) Subjek

merasa percaya diri bahwa subjek memiliki kemiripan

dengan selebriti idolanya setelah didukung oleh teman-

temannya. Subjek keempat (AHR) Subjek memiliki

kepercayaan diri yang tinggi ketika menurut dirinya dia

mempercayai bahwa ia sangat mirip dengan artis

idolanya, dan menghargai pendapat teman-temannya ketika

temannya mengiyakan pernyataan tersebut bahwa dirinya

cantik dan mirip.

6. Celebrity workship

McCutcheon(2002) yang mengatakan bahwa celebrity

worship adalah hubungan parasosial antara fans dan

idolanya. McCutcheon juga membuat skala tingkatan

celebrity worship yaitu entertainment social, intense personal, dan

borderline pathological. Entertainment social adalah motivasi yang

mendasari pencarian aktif informasi oleh fans terhadap

82

selebriti. Intense personal merefleksikan perasaan intensif

dan kompulsif terhadap idola serta mulai mengembangkan

hubungan parasosial dengan idola tersebut. Borderline

pathological dimanifestasikan dalam sikap kesediaan untuk

melakukan apapun terhadap selebriti idola meskipun

melanggar aturan, tidak terkontrol dan menjadi

irrasional. McCutcheon, Lange, dan Houran (2002)

mengemukakan bahwa tidak ada alasan kuat jika tingkat

celebrity worship yang tinggi selalu mengarah pada pertanda

patologi sehingga individu yang memiliki tingkat

celebrity worship yang tinggi tidak berarti bahwa individu

tersebut tergolong kedalam ciri individu yang memiliki

pertanda patologi. Subjek pertama (AKA). Celebrity worship

merupakan hubungan antar subjek dan idola subjek. Idola

juga merupakan seorag atau kelompok yang dikenal secara

meluas dalam masyarakat. Subjek berusaha membangun

hubungan yang dekat dengan idola subjek meskipun subjek

adar bahwa idola subjek berada pada wilayah yang sangat

jauh untuk subjek jangkau. Subjek berusaha membangun

83

hubungan dengan idolanya dengan menggunakan teknik

intertainment social. Intertainment social merupakan suatu

hubungan yang dibangun oleh subjek dengan idolanya

yakni dengan melakukan pencarian informasi yang aktif

oleh fans dengan selebriti. Subjek kedua (ZM) berusaha

membangun hubungan yang dekat dengan selebriti

idolanya. Subjek membangun entertainment social yaitu

motivasi yang mendasari pencarian aktid informasi fans

terhadap selebriti idolanya. Subjek ketiga (DK) Subjek

DK mengalami sindrom celebrity worship. Hal tersebut dilihat

dari perilaku subjek yang mencari informasi mengenai

selebriti idolanya, mulai mengembangkan hubungan

parasosial dengan artis idolanya, dan menjadi tidak

irrasional. Subjek keempat (AHR) Subjek mengaku bahwa

subjek sangat mengidolakan penyanyi luar negeri yang

bernama Taylor swift, subjek sangat menyukainya karena

banyak potensi yang bisa subjek jadikan motivasi-

motivasi dalam kehidupannya dan meniru beberapa hal.

84

Dan caranya menghadapi berbagai berita negative

sangatlah baik.

BAB V

PENUTUP

85

A. Kesimpulan

Berdasarkan pengumpulan dan pembahasan data yang

diperoleh dan telah di paparkan pada bab sebelumnya,

maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Individu yang menjadi pemuja selebriti (celebrity

worship) yang menjadi responden pada penelitian ini

memiliki kisaran usia antara remaja akhir 19 tahun

dan dewasa awal 21 tahun. Sebagian besar subjek

mulai menjadi pemuja selebriti sejak masih berada di

dimasa remaja tengah.

2. Semua responden dalam penelitian ini menyukai dan

menjadi pemuja selebriti dikarenakan terhadap banyak

hal pada diri selebriti yang dianggap spesial oleh

responden. Hal yang dianggap spesial dapat berupa

bakat yang dimiliki, prestasi yang telah diraih,

fisik yang menawan, karakter yang menarik untuk

dijadikan motivasi dan inspirasi. Selain faktor dari

selebriti terdapat pula faktor dari dalam diri

86

individu seperti pemenuhan tugas perkembangan remaja

untuk pembentukan identitas diri, memberi jawaban

atas masalah-masalah yang mereka alami, seperti

masalah cinta, persahabatan, lingkungan sosial, dan

konflik dengan orang tua. Memuja selebriti itulah

yang menjadi pelarian terhadap segala masalah dari

individu yang memuja selebriti. Selebriti itulah

menjadi penyemangat, motivasi, inspirasi, dan role

model bagi individu yang memujanya.

3. Seluruh responden ingin meniru apa yang dianggap

baik pada diri selebriti idolanya. Responden ingin

menjadi seperti selebriti idolanya. Seluruh

responden selalu mencari tahu informasi mengenai

selebriti idolanya.

B. Saran

Sesuai dengan hasil yang telah diperoleh, khususnya

bagi peneliti yang berminat mengadakan penelitian

lanjutan atau penelitian lain dengan topik serupa.

Peneliti memberikan beberapa saran, yaitu :

87

1) Perluasan topik-topik yang lebih dalam seperti

bagaimana nilai-nilai

berkembang pada para pemuja selebriti, pengaruh usia

perkembangan terhadap pola-pola identifikasi diri.

2) Peneliti dalam penelitian ini kekurang pemahaman dan

kekurang pengalaman dalam pelaksanaan proses

pengambilan data dimana peneliti selaku moderator

kurang bisa melakukan eksplorasi mendalam dan

cenderung memberikan pertanyaan-pertanyaan tertutup

atau pertanyaan mengulang pernyataan subyek

sebelumnya yang mendorong subyek yang ditanya untuk

menjawab singkat, idem, yang tidak memberi gambaran

deskriptif.

3) Pemilihan lokasi wawancara yang lebih tenang.

Wawancara yang dilakukan diruangan terbuka sehingga

suara-suara dari luar terdengar dan orang-orang yang

hilir mudik terlihat dengan jelas dan mengganggu

jalannya diskusi secara tidak langsung juga

mempengaruhi hasil diskusi karena konsentrasi untuk

88

menjawab pertanyaan atau mengeluarkan pendapat jadi

terganggu.

4) Pemilihan subyek yang lebih luas. Subjek yang

dipilih seluruhnya adalah perempuan.

89