Tafsir Hadits: Etos Kerja dan Kepedulian Sosial

16
ETOS KERJA DAN KEPEDULIAN SOSIAL Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Tafsir Hadits Dosen Pengampu Suparman Jassin, M. Ag dan Drs. Ahmad Bashori, M.Ag . Oleh: Kelompok VI : Ery Susanti (1145010058) Jawad Mughofar KH (1145010071) Kelas : SPI/II-B JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2015

Transcript of Tafsir Hadits: Etos Kerja dan Kepedulian Sosial

ETOS KERJA DAN KEPEDULIAN SOSIAL

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Tafsir Hadits Dosen

Pengampu Suparman Jassin, M. Ag dan Drs. Ahmad Bashori, M.Ag

.

Oleh:

Kelompok VI : Ery Susanti (1145010058)

Jawad Mughofar KH (1145010071)

Kelas : SPI/II-B

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2015

i

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrohiim,

Puji syukur Kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk, rahmat,

dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas ini tanpa ada halangan

apapun sesuai dengan waktu yang telah di tentukan.

Makalah ini di susun dalam rangka memenuhi tugas terstruktur pada mata

kuliah Tafsir Hadits Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penyusun

harapkan.

Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan

umumnya bagi para pembaca. Aamiin.

Bandung, 04 Maret 2015

Penyusun,

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 1

C. Tujuan ............................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Etos Kerja ..................................................................... 3

B. Etos kerja dalam perspektif Islam ................................................. 3

C. Pengertian Kepedulian Sosial ........................................................ 8

D. Kepedulian Islam dalam perspektif Islam ...................................... 9

BAB III PENUTUP

A. Simpulan ........................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah mahluk sosial, oleh karenanya manusia tidak dapat hidup

sendiri, manusia membutuhkan manusia lain sebagai penerus hidup agar

keselarasan hidup ini terjaga, apalagi sebagai seorang muslim, yang seharusnya

mempunyai rasa sosial tinggi, karena dalam Al-Quran maupun hadits sosial

kepada manusia sangat dikedepankan.

Sebagai seorang manusia yang ingin mendapat ridla dari Tuhannya harus

berusaha melakukan perbuatan-perbuatan yang diridlai oleh Tuhannya. Salah

satunya adalah mencintai sesama muslim. Oleh karena itu sesama muslim adalah

saudara. Sifat persaudaraan kaum mu’min yaitu mereka yang saling menyayangi,

mencintai, saling tolong-menolong dan menumbuhkan sikap peduli sosial.

Namun, jika sesama muslim tidak saling peduli terhadap sesama dengan

kata lain egois, maka orang tersebut tidak memahami bagaimana arti persaudaraan.

Dan sikap seperti itu merupakan sikap orang kufur dan tidak disukai Allah SWT.

Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk menumbuhkan sikap peduli sosial

dan tolong-menolong terhadap sesama dalam kehidupan sehari-hari.

Agama Islam pula yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai

tuntunan dan pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya

mengatur dalam segi ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam

memberikan tuntutan dalam masalah yang berkenaan dengan kerja.

Rasulullah SAW bersabda: “bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu

hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati

besok.” Dalam ungkapan lain dikatakan juga, “Tangan di atas lebih baik dari pada

tangan di bawah, Memikul kayu lebih mulia dari pada mengemis, Mukmin yang

kuat lebih baik dari pada mukslim yang lemah. Allah menyukai mukmin yang kuat

bekerja.” Nyatanya kita kebanyakan bersikap dan bertingkah laku justru

berlawanan dengan ungkapan-ungkapan tadi.

2

Padahal dalam situasi globalisasi saat ini, kita dituntut untuk menunjukkan

etos kerja yang tidak hanya rajin, gigih, setia, akan tetapi senantiasa

menyeimbangkan dengan nilai-nilai Islami yang tentunya tidak boleh melampaui

rel-rel yang telah ditetapkan al-Qur’an dan as-Sunnah. Semoga makalah ini dapat

bermanfaat bagi kita semua. Amin

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang telah di jelaskan maka dapat dibuat

perumusan masalah sebagai berikut;

a. Apa pengertian dari Etos Kerja?

b. Bagaimana Etos kerja dalam perspektif Islam?

c. Apa pengertian Kepedulian Sosial?

d. Bagaimana kepedulian Islam dalam perspektif Islam?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan diatas, tujuan penulisan ini adalah untuk:

a. Untuk mengetahui pengertian Etos Kerja

b. Untuk mengetahui Etos kerja dalam perspektif Islam

c. Untuk mengetahui pengertian Kepedulian Sosial

d. Untuk mengetahui Kepedulian Islam dalam perspektif Islam

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Etos Kerja

Etos berarti pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial.

Kata kerjaberarti usaha, amal, dan apa yang harus dilakukan (diperbuat).Etos

berasal dari bahasa Yunani (etos) yang memberikan arti sikap, kepribadian,

watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh

individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Dalam kamus besar

bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan

keyakinan seseorang atau suatu kelompok.Kerja dalam arti pengertian luas

adalah semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam hal materi,

intelektual dan fisik, maupun hal-hal yang berkaitan dengan keduniaan maupun

keakhiratan. (Dr.Abdul Aziz.Al Khayyath,1994 : 13)

B. Etos Kerja dalam Perspektif Islam

Al-Qur’an banyak membicarakan tentang aqidah dan keimanan yang diikuti

oleh ayat-ayat tentang kerja, pada bagian lain ayat tentang kerja tersebut

dikaitkan dengan masalah kemaslahatan, terkadang dikaitkan juga dengan

hukuman dan pahala di dunia dan di akhirat. Al-Qur’an juga mendeskripsikan

kerja sebagai suatu etika kerja positif dan negatif. Di dalam al-Qur’an banyak

kita temui ayat tentang kerja seluruhnya berjumlah 602 kata, bentuknya:

1. Kita temukan 22 kata ‘amilu (bekerja) di antaranya di dalam surat al-

Baqarah: 62, an-Nahl: 97, dan al-Mukmin: 40.

2. Kata ‘amal (perbuatan) kita temui sebanyak 17 kali, di antaranya surat Hud:

46, dan al-Fathir: 10.

3. Kata wa’amiluu (mereka telah mengerjakan) kita temui sebanyak 73 kali,

diantaranya surat al-Ahqaf: 19 dan an-Nur: 55.

4. Kata Ta’malun dan Ya’malun seperti dalam surat al-Ahqaf: 90, Hud: 92.

4

5. Kita temukan sebanyak 330 kali kata a’maaluhum, a’maalun, a’maluka,

‘amaluhu, ‘amalikum, ‘amalahum, ‘aamul dan amullah. Diantaranya dalam

surat Hud: 15, al-Kahf: 102, Yunus: 41, Zumar: 65, Fathir: 8, dan at-Tur:

21.

6. Terdapat 27 kata ya’mal, ‘amiluun, ‘amilahu, ta’mal, a’malu seperti dalam

surat al-Zalzalah: 7, Yasin: 35, dan al-Ahzab: 31.

7. Disamping itu, banyak sekali ayat-ayat yang mengandung anjuran dengan

istilah seperti shana’a, yasna’un, siru fil ardhi ibtaghu fadhillah, istabiqul

khoirot, misalnya ayat-ayat tentang perintah berulang-ulang dan

sebagainya.

Di samping itu, al-Qur’an juga menyebutkan bahwa pekerjaan merupakan

bagian dari iman, pembukti bahwa adanya iman seseorang serta menjadi ukuran

pahala, Allah SWT berfirman:

“…barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia

mengerjakan amal yang saleh…” (Al-Kahfi: 110)

Ada juga ayat al-Qur’an yang menunjukkan pengertian kerja secara sempit

misalnya firman Allah SWT kepada Nabi Daud As.

“ Dan Telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna

memelihara kamu dalam peperanganmu…” (al-Anbiya: 80)

Dalam surah al-Jumu’ah ayat 10 Allah SWT menyatakan:

“ Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan

carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu

beruntung.” (al-Jumu’ah: 10)

Pengertian kerja dalam keterangan di atas, dalam Islam amatlah luas,

mencakup seluruh pengerahan potensi manusia. Adapun pengertian kerja secara

khusus adalah setiap potensi yang dikeluarkan manusia untuk memenuhi

tuntutan hidupnya berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, dan peningkatan

taraf hidup.

Inilah pengertian kerja yang bisa dipakai dalam dunia ketenaga-kerjaan

dewasa ini, sedangkan bekerja dalam lingkup pengertian ini adalah orang yang

5

bekerja dengan menerima upah baik bekerja harian, maupun bulanan dan

sebagainya.

Pembatasan seperti ini didasarkan pada realitas yang ada di negara-negara

komunis maupun kapitalis yang mengklasifikasikan masyarakat menjadi

kelompok buruh dan majikan, kondisi semacam ini pada akhirnya melahirkan

kelas buruh yang seringkali memunculkan konflik antara kelompok buruh atau

pun pergerakan yang menuntut adanya perbaikan situasi kerja, pekerja termasuk

hak mereka.

Konsep klasifikasi kerja yang sedemikian sempit ini sama sekali tidak

dalam Islam, konsep kerja yang diberikan Islam memiliki pengertian namun

demikian jika menghendaki penyempitan pengertian (dengan tidak

memasukkan kategori pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan ibadah dan

aktivitas spiritual) maka pengertian kerja dapat ditarik pada garis tengah,

sehingga mencakup seluruh jenis pekerjaan yang memperoleh keuntungan

(upah), dalam pengertian ini tercakup pula para pegawai yang memperoleh gaji

tetap dari pemerintah, perusahaan swasta, dan lembaga lainnya.

Pada hakikatnya, pengertian kerja semacam ini telah muncul secara jelas,

praktek mu’amalah umat Islam sejak berabad-abad, dalam pengertian ini

memperhatikan empat macam pekerja :

1. al-Hirafiyyin; mereka yang mempunyai lapangan kerja, seperti penjahit,

tukang kayu, dan para pemilik restoran. Dewasa ini pengertiannya menjadi

lebih luas, seperti mereka yang bekerja dalam jasa angkutan dan kuli.

2. al-Muwadzofin: mereka yang secara legal mendapatkan gaji tetap seperti

para pegawai dari suatu perusahaan dan pegawai negeri.

3. al-Kasbah: para pekerja yang menutupi kebutuhan makanan sehari-hari

dengan cara jual beli seperti pedagang keliling.

4. al-Muzarri’un: para petani.

Pengertian tersebut tentunya berdasarkan teks hukum Islam, diantaranya

hadis rasulullah SAW dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi SAW

bersabda,berikanlah upah pekerja sebelum kering keringat-keringatnya. (HR.

Ibn Majah, Abu Hurairah, dan Thabrani).

6

Pendapat atau kaidah hukum yang menyatakan : “Besar gaji disesuaikan

dengan hasil kerja.” Pendapat atau kaidah tersebut menuntun kita dalam

mengupah orang lain disesuaikan dengan porsi kerja yang dilakukan seseorang,

sehingga dapat memuaskan kedua belah pihak.

Ada bebeerapa hadits yang dapat menjadi rujukan mengenai sikap etos

kerja:

(341/ ص 31)ج –صحيح مسلم

بن إدريس عن ربيعة ب – 4134 حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة وابن نمير قال حدثنا عبد الل د ن عما عن محم

عن العرج عن أبي هر عليه وسلم المؤمن القوي خير بن يحيى بن حبا صلى الل يرة قال قال رسول الل

ول عيف وفي كل خير احرص على ما ينفعك واستعن بالل من المؤمن الض أصاب وأحب إلى الل ك ععز وإ

لو عفت ش وما شاء فعل فإ كذا وكذا ولكن قل قدر الل يء فل عقل لو أني فعلت كا ا ي ح عمل ال

Terjemah hadits /ثيدحلا ةمجرت :

Mu’min yang kuat itu lebih baik dari pada mu;min yang lemah dan dalam semua

kebaikan terimalah yang bermanfaat bagimu, dan mintalah pertolongan pada

Allah, jangalah bermalas-malasan, ketika kamu mendapat sesuatu jangan berkata

apabila saya begini maka begini dan begini tetapi katakanlah semua itu telah

dipastikan oleh Allah dan sesuai dengan kehendak Allah dan ketidaksadaran akan

hal itu akan membuka kreatifitas setan.

Pelajaran yang terdapat dalam hadits /ثيدحلا نم دئاوفلا :

1. Mu’min yang kuat disini adalah yang giat bekerja tanpa pamrih dan hanya

semata-mata untuk memenuhi kebutuhannya dengan niat karena Allah.

2. Mu’min yang lemah adalah mu;min yang hanya meminta-minta belas

kasihan orang lain.

3. Perintah untuk jangan bermalas-malasan

7

4. Katakanlah bahwa semua itu datang dari Allah dan bukan usahamu sendiri.

يح صح بخاري (248 ص / 5 ج) – ال

3111 – عنه عن حدثنا موسى بن إسماعيل حدثنا وهيب حدثنا هام عن أبيه عن حكيم بن ح ام رضي الل

عليه وسلم قال اليد العليا خير من اليد السفلى وابد دقة عن ظهر غن النبي صلى الل ى أ بمن ععول وخير الص

وعن وهيب قال أخبرنا هام عن أبي ومن يستغن يغنه الل ه عن أبي هريرة رضي ومن يستعفف يعفه الل الل

عليه وسلم بهذاعنه عن النبي صلى الل

Terjemah hadits /ثيدحلا ةمجرت :

Tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah, dan mulailah dari orang yang

menjadi tanggunganmu. Dan sebaik-baiknya sedekah itu adalah dari punggung

orang kaya dan barang siapa yang minta dijaga maka Allah akan menjaganya dan

barang siapa yang minta kaya maka Allah akan memberinya kecukupan.

Pelajaran yang terdapat dalam hadits /ثيدحلا نم دئاوفلا :

1. Pemberi lebih baik dari pada penerima, maka dari itu orang dilarang

meminta-minta walaupun itu sangat darurat. Namun budaya sekarang

adalah orang suka meminta-minta.

2. Mulai sedekah dari orang yang ditanggungnya yaitu keluarga yang menjadi

tanggungannya, yang wajib diberikan nafaqah kepadanya. Maka seseorang

itu harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

3. Sebaik-baik sedekah adalah dari punggungnya orang kaya. Maksudnya dari

orang kaya apabila bersedekah hal itu menunjukkan kesyukurannya.

4. Apabila orang yang beriman dan minta untuk dijadikan kaya dan dia

jugaberusaha sungguh-sungguh maka Allah akan mewujudkan

keinginannya itu.

8

(117/ ص 7)ج –صحيح البخاري

بن حمن حدثنا يحيى بن بكير حدثنا الليث عن عقيل عن ابن شهاب عن أبي عبيد مولى عبد الر – 3311

عل صلى الل عنه يقول قال رسول الل ب أحدكم ح مة عوف أنه سمع أبا هريرة رضي الل يحت يه وسلم ل

يه أو يمنعه يسأل أحد ا فيع على ظهره خير له من أ

Terjemah hadits /ثيدحلا ةمجرت :

Kerja seseorang memikul kayu bakar dipunggungnya lebih baik dari pada ia

meminta kepada seorang baik diberi atau tidak.

Pelajaran yang terdapat dalam hadits /ثيدحلا نم دئاوفلا :

1. Islam tidak mengajarkan untuk meminta-minta, tapi islam mengajarkan

agar manusia itu bekerja mencari rizki yang halal walaupun pekerjaan itu

hina.

2. Hinanya pekerjaan tidak dipandang melalui jenis pekerjaan itu tetapi

dipandang dari segi rizki yang dihasilkan.

C. Pengertian Kepedulian Sosial

Kepedulian sosial adalah sikap keterhubungan dengan kemanusiaan pada

umumnya, sebuah empat bagi setiap anggota komunitas manusia. Kepedulian

sosial adalah kondisi alamiah spesies manusia dan perangkat yang mengikat

masyarakat secara bersama-sama (Adler, 1927). Oleh karena itu, kepedulian

sosial adalah minat atau keterikatan kita untuk membantu orang lain.

Lingkungan terdekat kita yang berpengaruh besar dalam menentukan

tingkat kepedulian sosial kita. Lingkungan yang dimaksud di sini adalah

keluarga, teman-teman dan lingkungan masyarakat tempat kita tumbuh. Karena

merekalah kita mendapat nilai-nilai tentang kepedulian sosial. Nilai-nilai yang

tertanam itulah yang nanti akan menjadi suara hati kita untuk selalu membantu

menjaga sesama. Kepedulian sosial yang di maksud bukanlah untuk

9

mencampuri urusan orang lain, tetapi lebih pada membantu menyelesaikan

permasalahan yang di hadapi orang lain dengan tujuan kebaikan dan

perdamaian.

D. Kepedulian Sosial dalam Perspektif Islam

Dalam perspektif islam kepedulian sosial dapat di ambil dalam suatu contoh

perilaku tentang bagaimana memperhatikan orang lain yaitu dalam sebuah buku

yang berjudul 8 pesan lukman Al-Hakim, Lukman Al-Hakim berkata:

Ketahuilah anak-anakku.! di dunia ini sunnatullah (hukum yang dibuat Allah

berlaku untuk menjadi kaidah dalam semesta). Diantara sunnatullah itu ada

yang disebut “hukum tarik menarik”. Kebaikan akan menarik kebaikan yang

sama, dan keburukan akan menarik keburukan yang sama. Maka jika kamu

berbuat baik, berarti kamu menarik kebaikan dari luar masuk kedalam diri

kamu, begitupun sebaliknya.

Islam adalah agama yang menghendaki kebaikan dalam dua aspek, pertama,

aspek hablun minallah (hubungan vertical) yaitu hubungan antara hamba

dengan tuhannya. Kedua, aspek hablun minannas (hubungan horizontal) yaitu

hubungan antara hamba dengan hamba lainnya. Dengan demikian, islam

menghendaki pemeluknya untuk berbuat kesalehan. Pertama, kesalehan ritual

yaitu kesalehan seorang hamba dalam hubungan dengan tuhan atau dalam

beribadah. Dan yang kedua, kesalehan sosial, yaitu kesalehan dalam hubungan

dengan sesama manusia. Islam sangat menganjurkan untuk berbuat kebaikan

terhadap sesama manusia, apalagi terhadap orang-orang yang betul-betul sangat

membutuhkan.

Dalam setiap agama, peduli pada kesusahan orang lain adalah sebuah

kewajiban. Apalagi dalam agama Islam diwajibkan untuk membantu saudara

sesama manusia, sesama makhluk Tuhan, apalagi bila itu adalah umat muslim,

dengan apa pun yang dapat kita lakukan. Karena menurut Islam umat adalah

bagai sebuah bangunan, bila satu bagian rusak atau sakit maka bagian lain akan

goyah. Oleh karena itu kita sebagai seorang muslim yang diberi harta lebih,

maka sudah seharusnya kita bersikap bermurah hati, dermawan, dan berinjak

10

pada jalan kebaikan. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam QS. Saba ayat

39, berbunyi:

Artinya: Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi

siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan

bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)". Dan barang apa saja yang kamu

nafkahkan, Maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezki yang

sebaik-baiknya”. (QS. Saba: 39)

Pada ayat ini Allah SWT menegaskan sekali lagi bahwa Dia melapangkan

rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkannya bagi yang

dikehendaki-Nya, dengan hikmah kebijaksanaa-Nya. Barang siapa yang

disempitkan Allah SWT rezekinya janganlah terlalu bersedih hati, hendaklah ia

menghadapinya dengan tabah dan sabar tetap berusaha serta tawakal siapa tahu

dalam waktu yang tidak begitu lama Allah akan. memberinya kelapangan,

dengan demikian akan hilanglah kesulitan dan kepahitan yang dideritanya.

Allah SWT berfirman pada ayat lain:

Artinya: Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. QS. Al-Insyirah : 5-6)

Sebaliknya bagi seseorang diberi Allah SWT kelapangan dan harta

kekayaan yang banyak janganlah takabur dan sombong dengan kekayaan itu.

Hendaklah dia mempergunakan harta itu untuk hal-hal yang diridai Allah SWT

dan janganlah ia sekali-kali bersifat kikir dengan harta itu sampai tidak mau

menafkahkannya ke jalan yang bermanfaat untuk masyarakatnya, dan

menghardik orang miskin yang meminta pertolongan kepadanya karena hal

seperti itu sangat dibenci Allah SWT bahkan dianggapnya sebagai tindakan

mendustakan agama-Nya, sebagai tersebut dalam firman-Nya dalam QS. Al-

Ma’uun ayat 1-3: Artinya:

1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?

2. Itulah orang yang menghardik anak yatim,

3. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin

Janganlah seseorang menyangka bahwa harta yang dinafkahkannya itu akan

hilang sia-sia. Allah SWT pasti akan menggantinya dengan pahala berlipat

11

ganda kalau tidak di dunia ini di akhirat pasti ia akan menerima ganjaran sampai

beratus-ratus kali lipat. Bagi Allah SWT menggantikan harta orang yang suka

beramal dan berbuat baik adalah mudah, karena Dia sebaik-baiknya pemberi

rezeki.

Rasulallah SAW bersabda: فيقول إحداهما اللهم اعط منفق ا خلف ا. ويقول اآلخر: اللهم ين ل ما من يوم يصيبح العباد إل ملكا

اعط ممسك ا علف ا )رواه البخارى و مسلم عن ابى هريرة(

Artinya: “Pada setiap pagi ada dua malaikat yang turun kepada hamba

Allah, yang seorang berdoa. Ya Allah berikanlah kepada orang yang suka

menafkahkan hartanya, ganti dari harta yang dinafkahkannya. Dan seorang

lagi berdoa pula: Ya Allah timpakanlah kepada orang yang kikir dan tidak mau

menafkahkannya kemusnahan harta itu. (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu

Hurairah)

Dalam Islam antara seorang muslim terhadap muslim lain adalah saudara

dan tentunya ada salah satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang muslim

terhadap saudaranya yaitu tidak boleh membuat saudaranya kesusahan,

sengsara, kewajiban untuk mempermudah kepentigan (hajat atau kebutuhan

saudaranya) dan kita sebagai seorang muslim harus memberi rasa aman

terhadap saudara muslim yang lain. Maka dari itu, Allah SWT akan

memberikan balasan terhadap seorang muslim yang memenuhi kewajiban antar

sesama muslim tersebut pada hari kiamat.

12

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Islam mengajarkan bahwa kerja bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan

hidup diri atau keluarga. Kerja bertujuan untuk meningkatkan kualitas ibadah

kepada Tuhan. Oleh sebab itu, hasil kerja berupa kepemilikan harta kekayaan,

harus ada yang diperuntukkan buat Tuhan, yaitu mendermakannya di jalan

Allah. Begitupun juga islam mengajarkan kepada kita mengenai kepedulian

social Orang yang melepaskan kesusahan seorang mukmin dari berbagai

kesusahan dunia akan mendapat pertolongan Allah SWT, yaitu Allah SWT akan

melepaskan orang tersebut dari kesusahan-kesusahan pada hari kiamat, orang

yang memberi kelonggaran kepada orang yang sedang ditimpa kesusahan,

niscaya Allah SWT memberi kelonggaran bagi orang tersebut di dunia dan di

akhirat dan orang yang menutupi seorang mukmin dari aib dan perbuatan dosa,

niscaya Allah SWT akan menutupi orang tersebut dari aib dan azab di akhirat.

DAFTAR PUSTAKA

Al Mundziri,2008 Al Hafizh Zaki Al Din ‘Abd Al-‘Azhim; Ringkasan Shahih

Muslim. Bandung: Mizan Pustaka

An-Nawawi, Al Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf; 1999.Riyadus Sholihin.

Jakarta: Pustaka Amani

Asnan Syafi’I Wagino, Menabur Mutiara Hikmah, Jakarta: Mizan

Bahreisi, Hussein, Hadits Shahih Al-Jamius Shahih Bukhari-Muslim, Surabaya:

Karya Utama

Efendi, Rustam. 2008. Produksi Dalam Islam. Yogyakarta: Magistra Insania Press.

Hasan, M. Tholchan. 2000. Dinamika Kehidupan Religius. Jakarta : Listafariska

Putra.

Mahali, Ahmad Mudjab, 2004, .Hadist-hadist Muttafaq ‘alaih .Jakarta: Prenada

Media.

Shihab, Quraish, 1998, Wawasan al-Qur’an, Jakarta: Mizan.

Tasmara Toto, Membudayakan Etos Kerja, Jakarta: Gema Insani.