Sanad, Matan, dan Perawi Hadits

34
MAKALAH SANAD DAN MATAN HADITS Disusun Oleh: Liny Mardhiyatirrahmah (NIM. 1401251508) Rima Aprilia Larasati (NIM. 1401250909) Mutmainah (NIM. 1401250889) Norhayati (NIM. 1401250894) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI IAIN ANTASARI BANJARMASIN FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA SEPTEMBER 2014 1

Transcript of Sanad, Matan, dan Perawi Hadits

MAKALAH

SANAD DAN MATAN HADITS

Disusun Oleh:

Liny Mardhiyatirrahmah (NIM. 1401251508)

Rima Aprilia Larasati (NIM. 1401250909)

Mutmainah (NIM. 1401250889)

Norhayati (NIM. 1401250894)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI IAIN ANTASARI BANJARMASIN

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

SEPTEMBER 2014

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sanad dan matan merupakan dua unsur pokok hadits

yang harus ada pada setiap haditst, antara keduanya

memiliki kaitan yang sangat erat dan tidak dapat

dipisakan. Suatu berita tentang rasulullah SAW (matan)

tanpa ditemukan rangkaian atau susunan sanadnya, yang

demikian tidak dapat disebutkan hadits, sebaliknya

suatu susunan sanad, meskipun bersambung sampai rasul,

jika tidak ada berita yang dibawanya, juga tidak bisa

disebut haditst.

Pembicaran dua istilah diatas, sebagai dua unsur

pokok haditst, matan dan sanad diperlukan setelah rasul

wafat. Hal ini karna berkaitan dengan perlunya

penelitian terhadap otentisitas isi berita itu sendiri

apakah benar sumbernya dari rasul atau bukan. Upaya ini

akan menentukan bagaimana kualitas hadits tersebut,

yang akan dijadikan dasar dalam penetapan syari’at

islam.

1.2 Rumusan Masalah

2

Adapun masalah-masalah yang akan dijadikan objek

pembahasan dari karya tulis saya adalah sebagai berikut

:

1.Bagaimana pengertian, sinonim, serta jenis-jenis

sanad?

2.Bagaimana pengertian dan macam-macam matan?

3.Bagaimana pengertian rawi hadits?

4.Bagaimana kedudukan sanad dan matan Hadits?

5.Bagaimana penelitian sanad dan matan hadits?

1.3 Tujuan

1.Untuk mengetahui pengertian, sinonim, serta jenis-

jenis sanad.

2.Untuk mengetahui pengertian dan macam-macam matan.

3.Untuk mengertahui pengertian rawi hadits.

4.Untuk mengetahui kedudukan sanad dan matan Hadits.

5.Untuk mengetahui penelitian sanad dan matan

hadits.

1.4 Manfaat

Makalah ini dibuat agar penulis dan para pembaca

bisa lebih mengerti dan memahami makna dari sanad,

matan, dan rawi hadits, beserta macam-macamnya dan

segala yang berhubungan dengan sanad dan matan hadits.

Selain itu, diharapkan kedepannya agar lebih mengetahui

apa arti sanad dan matan hadits dalam diri dan dapat

diaplikasikan kehidupan kita.

3

BAB II

PEMBAHASAN

4

2.1 Sanad

2.1.1 Pengertian Sanad

Kata sanad atau as-sanad menurut bahasa, dari

sanada, yasnudu yang berarti mutamad (sandaran/tempat

bersandar, tempat berpegang, yang dipercaya atau yang

sah). Dikatakan demikian karena haditst itu bersandar

kepadanya dan dipegangi atas kebenaranya.

Secara temionologis, sanad adalah silsilah orang-

orang yang menghubungkan kepada matan hadits atau

jalannya matan, yaitu silsilah para perawi yang

memindahkati (meriwayatkan) matan dari sumbernya yang

pertama. Silsilah orang ialah susunan atau rangkaian

orang-orang yang meyampaikan materi hadits tersebut

sejak disebut pertama sampai kepada Rasul SAW, yang

memuat perbuatan, perkataan, taqrir, dan lainnya

merupakan materi atau matan hadits. Dengan pengertian

diatas maka sebutan sanad hanya berlaku pada

serangkaian orang-orang bukan dilihat dari sudut

pribadi secara perorangan. Sedangkan, sebutan untuk

pribadi yang menyampaikan hadits dilihat dari sudut

orang perorangannya disebut dengan rawi.

Sedangkan menurut istilah, yakni jalan yang dapat

menghubungkan matan hadist kepada Nabi Muhammad saw,

misalkan hadist yang diwirayatkan oleh Bukhari berikut.

5

ببببب بببب ببببببب ببب: بببببببب بببببببببببب: ببببب بببب بب ببب ببببب

ببببببب ببببب بببب:)ببببب بببببببببببب بب بببب: بببببب بهللا بب ببببب

ب ببببب بببببهللاب ;بب بببب ببببب ببب ;

بب ببببب ببببب ببب ببببب ببب بببب بببببب ببببببب( ببببببببببب

“telah memberitahukan kepadaku Muhammad bin al-

musannah,ujarnya:’abdul-wahhab as-saqafi telah

menyebarkan kepada ku, ujarnya:’telah bercerita

kepadaku ayyub atas pemberitahuan abi kilabah dari anas

dari Nabi Muhammad saw, sabdanya:’tiga perkara, yang

barangsiapa mengamalkannya niscaya memperoleh kelezatan

iman’. Yakni:1) Allah dan rasulnya hendaknya lebih

dicintai daripada selainnya. 2)kecintaannya kepada

seseorang, tak lain karena Allah semata-mata dan 3)

keenggananmya kembali kepada kekufuran, seperti

keengganannya dicampakkan ke neraka’.” (HR. Bukhari)

6

Berdasarkan pengertian di atas, disebutkan

bahwa sanad adalah jalan matan (thariq al-min). Jalan

matan berarti serangkaian orang-orang yang

menyampaikan atau meriwayatkan matan hadits, mulai

perawi pertama sampai yang terakhir.

Bagian di bawah ini adalah sanad Haditst:

ن� ر ب ي ب� هاب عن� محمد بن� ج �ا" مالك� عن� ابن� ش #رن ي خ# ال ا& (وسف# ق ن� ي د الله ب ا عب ب# ث12 جّده ي ث�6 مطعم عن� ا&

“Telah mengkhabarkan kepada kami Abdullah bin Yusuf, dia berkata:

Telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Muhammad

bin Jubair bin Muth’im dari bapaknya”.

ى المغ#رب )را& ف# سمعت) رسول الله )صلعم( ق

الطور .ن“aku mendengar Rasulullah SAW membaca surat Thur ketika Shalat

Maghrib”.

2.1.2 Istiad, Musnad, dan Musnid

Selain istilah sanad, terdapat istilah lainnya,

seperti al-isnad, musnad, dan al-musnid. Istilah-istilah

tersebut mempunyai kaitan erat dengan istilah sanad.

Istilah al-Isnad berarti menyandarkan, mengasalkan

(mengembali ke asal), dan mengangkat. Menurut Ath-

7

Thibi, sebagaimana dikutip al-Qasimi, kata al-isnad

dengan as-sanad mempunyai arti yang hampir sama atau

berdekatan. Ibn Jama'ah, dalam hal ini lebih tegas

lagi, menurutnya bahwa ulama muhaditsin memandang kedua

istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama serta

keduanya dapat dipakai secara bergantian.

Berbeda dengan istilah al-isnad, istilah al-

musnad mempunyai beberapa arti: pertama, berarti hadits

yang diriwayatkan dan disandarkan atau disanadkan

kepada seseorang yang membawanya, seperti Ibn

Syihab az-Zuhri, Malik bin Anas, dan Amarah binti Abd

ar-Rahman; kedua, berarti nama suatu kitab yang

menghimpun hadits-hadits dengan sistem penyusunannya

berdasarkan nama-nama para sahabat perawi hadits,

seperti kitab Musnad Ahmad; ketiga, berarti nama bagi

hadits yang memenuhi kriteria marfu' (disandarkan

kepada Nabi saw.) dan muttashil (sanad-nya bersambung

sampai kepada akhirnya).

2.1.3 Jenis-Jenis Sanad Hadits

A. Sanad `Aliy'

Sanad ‘Alit’ adalah sebuah sanad yang jumlah

rawinya lebih sedikit jika dibandingkan dengan sanad

lain. Hadits dengan sanad yang jumlah rawinya sedikit

akan tertolak dengan sanad yang sama jika jumlah

rawinya lebih banyak. Sanad Aliy ini dibagi menjadi dua

bagian, yaitu sanad yang mutlak dan sanad yang nisbi (relatif).

8

1) Sanad 'aliy yang bersifat mutlak adalah sebuah

sanad yang jumlah rawinya hingga sampai kepada

Rasulullah lebih sedikit jika dibandingkan dengan

sanad yang lain. Jika sanad tersebut sahib, sanad

itu menempati tingkatan tertinggi dari jenis sanad

aliy.

2) Sanad 'aliy yang bersifat nisbi adalah sebuah sanad

yang jumlah rawi di dalamnya lebih sedikit jika

dibandingkan dengan para imam ahli hadits,

seperti Syu'bah, Al-A'masy, Ibnu Juraij, Ats-

Tsauri, Malik, Asy-Syafi'i, Bukhari, Muslim, dan

sebagainya, meskipun jumlah rawinya setelah mereka

hingga sampai kepada Rasulullah lebih banyak.

Para ulama hadits memberikan perhatian serius

terhadap sanad aliy sehingga mereka membukukan sebagian

di antaranya dan menamakannya dengan ats-tsultsiyyat. Yang

dimaksudkan dengan atstsultsiyyat adalah hadits-hadits yang

jumlah rawi dalam sanadnya antara rawi yang menulisnya

dengan Rasulullah berjumlah tiga orang rawi.

Di antara kitab-kitab tersebut adalah Ats-

Tsultsiyyat Al-Bukhari karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani

dan Ats-Tsultsiyyat Ahmad bin Hanbal karya Imam As-Safarini.

B.Sanad Nazil

Sanad nazil adalah sebuah sanad jumlah rawinya

lebih banyak jika dibandingkan dengan sanad yang lain.

Hadits dengan sanad yang lebih banyak akan tertolak

9

dengan sanad yang sama )ika jumlah rawinya lebih

sedikit.

2.1.4 Tinggi-Rendahnya Rangkaian Sanad (Silsilatu

AdzDzahab)

Sebagaimana kita ketahui bahwa suatu hadits sampai kepada umat

muslim dan tertulis dalam kitab hadits, melalui sanad-sanad. Setiap sanad

bertemu dengan rawi yang dijelaskan sandaran menyampaikan berita

(sanad yang setingkat lebih atas) sehingga seluruh sanad itu merupakan

suatu rangkaian. Rangkaian sanad itu berdasarkan perbedaan tingkat ke-

dhabit-an dan keadilan rawi yang dijadikan sanad-nya, ada yang

berderajat tinggi, sedang, dan lemah. Rangkaian sanad yang

berderajat tinggi menjadikan suatu hadits lebih tinggi derajatnya

daripada hadits yang rangkaian sanad-nya sedang atau lemah. Para

muhaditsin membagi tingkatan sanad-nya menjadi sebagai berikut.

a. Ashahhu Al-Asanid (Sanad-sanad yang lebih sahih)

Para ulama seperti Imam An-Nawawi dan Ibnu Ash-Shalah tidak

membenarkan menilai suatu (sanad) hadits dengan ashahhu al-

asanid, atau menilai suatu (matan) hadits dengan ashahhu al-asanid,

secara mutlak, yakni tanpa menyandarkan pada hal yang mutlak.

Penilaian ashahhu al-asanid ini hendaklah secara muqayyad.

Artinya dikhususkan kepada sahabat tertentu, misalnya ashahhu alasanid

dari Abu Hurairah r.a. atau dikhususkan kepada penduduk daerah

tertentu, misalnya ashahhu al-asanid dari penduduk Madinah, atau

dikhususkan dalam masalah tertentu, jika hendak menilai matan suatu

hadits, misalnya ashahhu al-asanid dalam bab wudhu atau masalah

mengangkat tangan dalam berdoa.

10

Contoh ashahhu al-asanid yang muqayyad tersebut adalah:

1. Sahabat tertentu, yaitu:

a. Umar Ibnu Al-Khaththab r.a., yaitu yang

diriwayatkan oleh Ibnu Syihab Az-Zuhri dari

Salim bin 'Abdullah bin 'Umar, dari ayahnya

('Abdullah bin 'Umar), dari kakeknya ('Umar

bin Khaththab).

b. Ibnu Umar r.a. adalah yang diriwayatkan oleh

Malik dari Nafi' dari Ibnu 'Umar r.a.

c. Abu Hurairah r.a., yaitu yang diriwayatkan oleh

Ibnu Syihab Az-Zuhri dari Ibnu Al-Musayyab dari

Abu Hurairah r.a.

2. Penduduk kota tertentu, yaitu:

a. Kota Mekah, yaitu yang diriwayatkan oleh Ibnu

'Uyalnah dari `Amru bin Dinar dari Jabir bin

Abdullah r.a.

b. Kota Madinah, yaitu yang diriwayatkan oleh

Ismail bin Abi Hakim dari Abidah bin Abi Sufyan

dari Abu Hurairah r.a.

Contoh ashahhu al-asanid yang mutlak, seperti:

1. Jika menurut Imam Bukhari, yaitu Malik, Nafi',

dan Ibnu Umar r.a.

2. Jika menurut Ahmad bin Hanbal, yaitu Az-Zuhri,

Salim bin `Abdillah dan ayahnya ('Abdillah bin

'Umar).

3. Jika menurut Imam An-Nasa'i, yaitu `Ubaidillah

11

Ibnu 'Abbas dan `Umar bin Khaththab r.a.

b. Ahsanu Al-Asanid

Hadits yang bersanad ashahhu al-asanid lebih rendah

derajatnya daripada yang bersanad ashahhu al-asanid. Ahsanu al-

asanid itu antara lain bila hadits tersebut bersanad:

1.Bahaz bin Hakim dari ayahnya (Hakim bin Mu'awiyah)

dari kakeknya (Mu'awiyah bin Haidah).

2.Amru bin Syu'aib dari ayahnya (Syu'aib bin

Muhammad) dari kakeknya (Muhammad bin Abdillah bin

'Amr bin 'Ash).

c. AdhafuAl-Asanid

Rangkaian sanad yang paling rendah derajatnya

disebut adhafu al-asanid atau auha al-asanid. Rangkaian sanad

yang adh'afu alasanid, yaitu:

1) Yang muqayyad kepada sahabat:

a. Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., yaitu hadits yang

diriwayatkan oleh Shadaqah bin Musa dari Abi

Ya'qub Farqad bin Ya'qub dari Murrah Ath-Thayyib

dari Abu Bakar r.a.

b. Abu Thalib (Ahli al-Bait) r.a., yaitu hadits

yang diriwayatkan oleh 'Amru bin Syamir Al-Ju'fi

dari Jabir bin Yazid dari Harits Al-A'war dari

'Ali bin Abi Thalib r.a.

c. Abu Hurairah r.a., yaitu hadits yang

diriwayatkan oleh AsSariyyu bin Isma'11 dari

Dawud bin Yazid dari ayahnya (Yazid) dari Abu

12

Hurairah r.a.

2) Yang muqayyad kepada penduduk:

a. Kota Yaman, yaitu hadits yang diriwayatkan

oleh Hafsh bin `Umar dari Al-Hakam bin Aban

dari `Ikrimah dari Ibnu `Abbas r.a.

b. Kota Mesir, yaitu hadits yang diriwayatkan

oleh Ahmad bin Muhammad bin Al-Hajjaj Ibnu

Rusydi dari ayahnya dari kakeknya dari Qurrah

bin 'Abdurrahman dari setiap orang yang

memberikan hadits kepadanya.

c. Kota Syam, yaitu hadits yang diriwayatkan

oleh Muhammad bin Qais dari Ubaidillah bin Zahr

dari 'Ali bin Zaid dari Al Qasim dari Abu Umamah

r.a.

2.1.5 Sanad dan Hubungannya dengan Dokumentasi Hadits

1.Dokumentasi Sanad Hadits

Sebagai salah satu data sejarah yang cukup lama, kitab-kitab

hadits merupakan salah satu dokumen sejarah yang cukup tua.

Perjalanan sejarahnya sudah melewati waktu yang sangat

panjang, sejak empat abad yang lalu. Kitab-kitab tersebut isinya

terpelihara secara murni dan diwariskan dari satu generasi

kepada generasi berikutnya secara berkesinambungan.

Salah satu keistimewaan atau keunikan hadits dari

dokumen sejarah lainnya di dunia ialah tertulisnya

data orang-orang yang menerima dan meriwayatkan

hadits-hadits tersebut, yang disebut sanad. Dengan

13

ketelitian, semangat kerja yang tinggi dan profesional,

khususnya para penulis kitab hadits, sanad hadits satu

persatu terdokumentasikan secara urut. Hal ini dapat

dilihat pada kitab, AI-Jami’ ash-Shahih karya al-Bukhari dan

Muslim. Mereka menuliskan nama-nama sanad hadits

masing-masing, meskipun untuk hadits-hadits yang

memiliki banyak jalan sanad, seperti hadits-hadits

mutawatir dan masyhur. Begitu juga dengan Abu Daud, at-

Turmudzi, an-Nasa'i, Ibn Majah, Malik bin Anas, Ahmad bin Hanbal,

ad-Darimi, ad-Daruquthni, dan al-Hakim, mereka tidak menulis

satu hadits pun yang tidak memiliki sanad-nya secara

lengkap, termasuk untuk hadits-hadits yang memiliki

jalan sanad berbilang.

2.Peranan Sanad dalam Dokumentasi Hadits

Peranan sanad pada dasarnya terbagi pada dua,

yaitu untuk pengamanan atau pemeliharaan matan

hadits, dan untuk penelitian kualitas hadits satu

per satu secara terperinci. Peranannya akan

dijelaskan tersendiri pada bagian selanjutnya.

Sanad hadits, dilihat dari sudut rangkaian

atau silsilahnya, terbagi kepada beberapa thabagah

atau tingkatan. Tingkatan tersebut menunjukkan urutan

generasi demi generasi, yang antara satu dengan lainnya

bertautan atau bersambung.

Hadits-hadits Rasul saw. yang berada sepenuhnya di

tangan mereka, diterima dan disampaikan melalui dua

cara, yaitu dengan cara lisan dan dengan cara

14

tulisan. Cara yang pertama merupakan cara yang

utama ditempuh oleh para ulama ahli hadits dalam

kepastiannya sebagai sanad hadits. Hal ini karena

dalam tradisi sastra pra-Islam, masyarakat Arab

telah terbiasa dengan budaya hafal, yang

dilakukannya sejak nenek moyang mereka. Dengan

kegiatan ini, maka tradisi lama yang cukup positif

itu menjadi tetap terpelihara dan dimanfaatkan untuk

pemeliharaan ajaran agama.

Upaya mengembangkan daya hafal ini semakin

efektif dengan ditunjang oleh potensi, yaitu kuatnya

daya hafal yang mereka miliki dan semangat kerja yang

termotifasi oleh keimanan, ketakwaan, dan tanggung

jawab terhadap terpeliharanya syariat Islam.

Cara yang kedua (cara tulisan), pada awal

Islam, kurang berkembang, jika dibanding masa-masa

tabi’in atba' tabi’in. Hal ini karena sebagaimana telah dibahas

pada pembahasan yang lalu (Bab IIA), ada beberapa

faktor yang berkaitan dengan terbatasnya fasilitas

penunjang, di samping adanya prioritas untuk lebih

mengefektifkan penyebaran Al-Qur’an. Namun demikian,

kegiatan tulis menulis berjalan dengan baik, yang

turut mendukung upaya pemeliharaan hadits. Di

kalangan para sahabat, sebagaimana telah disebutkan

di atas ialah Abdullah bin Amr bin al-'ash, Jabir bin

Abdillah, Abu Hurairah, Abu Syah, Abu Bakar ash-

Shiddiq, Ibn Abbas, Abu Ayyub al-Anshari, Abu Musa

15

al-Asy'ari, dan Anas bin Malik. Di kalangan para tabi’in

besar, tercatat nama-nama, antara lain Ikrimah, Umar

bin Abd al-Aziz, Amarah binti abd ar-Rahman, al-Qasim

bin Muhammad bin Abi Bakar, Muhammad bin Ali bin Abi

Thalib, dan Muhammad bin Abi Kabsyah al-Anshari.

Kemudian pada kalangan tabi’in kecil, tercatat nama-nama,

antara lain Ibrahim bin Jarir, Ismail bin Abi Khalid

al-Ahmasi, Ayyub bin abi Tamimah as-Sakhytani, Tsabit

bin Aslam, Al-Ahmasi, Ayyub bin Abi Sulaiman, Zaid bin

Aslam, dan Zaid bin Rafi (Muhammad Musthafa al-A’zhami,

Lt.: 92-324).

Tulisan-tulisan mereka ada yang berbentuk Surat

yang dikirim kepada yang lain, yang di dalamnya

berisi nasihat atau pesan Rasul saw., seperti yang

dilakukan oleh Asid Hudhair al-Anshari kepada Marwan

tentang peradilan terhadap pencuri atau yang dilakukan

oleh Jarir bin abdillah kepada Mu'awiyah tentang

sebuah hadits yang berbunyi: "Man lam yarham an-na'sa la

yarhamullahu Allah 'Azza wa Jalla (siapa yang tidak menyayangi

manusia, ia tidak akan menyayangi Allah). Ada yang

berupa catatan pribadi semata, yang pada saatnya akan

diriwayatkan kepada yang lain atau murid-muridnya,

baik melalui qirah atau. imla' (dibacakan atau didekatkan

di depan muridnya), ijazah (memberikan izin kepada

muridnya untuk meriwayatkan hadits kepada yang lain),

al-muktaba (menuliskan hadits yang diberikan kepada

muridnya), dan beberapa cara lainnya (As-Suuthi,

16

t.t.: 214-222).

Gambaran di atas menunjukkan bahwa sanad

memegang peranan yang menentukan terhadap

kelangsungan dan terpeliharanya hadits, yang berarti

merupakan kontribusi besar bagi kelangsungan Islam dan

umatnya. Tanga usaha mereka, umat Islam akan menghadapi

kesulitan dalam mempelajari sumber ajaran yang kedua

ini.

2.2 Matan

Pembahasan tentang matan merupakan kajian

yang tidak kalah pentingnya dengan pembahasan dan

kajian terhadap sanad. Penelitian tentang matan

bertujuan untuk mengetahui kebenaran penisbatan

teks kepada penuturnya. Di sisi lain, penelitian ini

dapat juga digunakan untuk mengetahui keotentikan

redaksi teks tersebut. Oleh sebab itu, para ahli

hadits banyak meneliti teks dari spek yang

berbeda-beda, di antaranya penenelitian tentang

kebenaran penisbatan teks kepada penuturnya,

pembahasan ntang substansi teks, dan penelitian

tentang perbandingan antara berapa teks.

Dalam pembahasan ini, terdapat macam-macam

hadits yang berkaitan dengan matan. Selain itu,

kita akan menyinggung tentang hadits qudsi, serta

perbedaannya dengan al-Qur'an an hadits nabawi.

Sub-sub bahasan ini terasa penting untuk membahas

17

karena semuanya berkaitan dengan teks dan sumbernya

berasal dari asal yang sama yaitu wahyu, sekalipun

ada sisi tertentu yang membedakan ketiga jenis

teks di atas. Namun belum melangkah lebih jauh,

ada baiknya kita mendefinisikan lebih dahulu makna

istilah matan.

2.2.1 Pengertian Matan Hadits

Kata matan atau al-matan menurut bahasa berarti ma

shaluba wa irtafa’amin al-aradhi (tanah yang meninggi). Secara

temonologis, istilah matan memiliki beberapa definisi,

yang mana maknanya sama yaitu materi atau lafazh hadits

itu sendiri. Definisi matan dari sisi bahasa bermakna

'punggung jalan' atau ‘gundukan', bisa juga bermakna

'isi atau muatan'. lbarat tangga, akhir dari anak

tangga berujung pada teks itu sendiri adalah

redaksi atau ucapan yang dituiturkan oleh si

pengucap. Pengucap atau penutur teks itu bisa abi,

sahabat, atau bisa juga tabi’in.

Sedangkan matan menurut istilah ilmu hadis, yaitu

sebagai berikut.

بب ببببب بببب ببببب بب ببببب ببب ببببببببب بببب ببب بب ببببببب

18

“perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda

nabi saw yang disebut sesudah habis disebutkan

sanadnya.”

Contoh:

‘dari Muhammad yang diterima dari abu salamah yang

diterima dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullahsaw

bersabda :” saandainya tidak akan memberatkan terhadap

umatmu, niscaya aku suruh mereka untuk bersiwak

(menggosok gigi) niscaya aku melakukan shalat.”(HR.

Turmizi).

Pada salah satu definisi yang sangat sederhana

disebutkan bahwa matan ialah ujung atau tujuan sanad .

Berdasarkan definisi di atas memberi pengertian bahwa

apa yang tertulis setelah (penulisan) silsilah sanad

adalah matan  hadits. Pada definisi lain seperti yang

dikatakan ath-thibi mendifinisikan dengan: ”lafazh-

lafazh hadits yang didalamnya megandung makna-

makna tertentu”. Jadi, dari pegertian diatas semua,

dapat kita simpulkan bahwa yang disebut matan ialah

materi atau lafazh hadits itu sendiri, yang

penulisannya ditempatkan setelah sanad dan sebelum rawi.

19

Agar lebih memperjelas dan memudahkan untuk

membedakan mana yang matan dan mana yang sanad, maka

perhatikan haditst berikut:

ن� ر ب ي ب� هاب عن� محمد بن� ج �ا" مالك� عن� ابن� ش #رن ي خ# ال ا& (وسف# ق ن� ي د الله ب ا عب ب# ث12 جّدالطور. )رواه ى المغ#رب ن )را& ف# ال: سمعت) رسول الله )صلعم(" ق (ه ق ي ث�6 مطعم عن� ا&

ارى( خ# الب“Telah mengkhabarkan kepada kami Abdullah bin Yusuf, dia berkata:

Telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Muhammad

bin Jubair bin Muth’im dari bapaknya berkata: “aku mendengar

Rasulullah SAW membaca surat Thur ketika Shalat Maghrib”. (HR.

Bukhari).

2.2.2 Macam-macam Matan

Setelah kita mengetahui makna matan, langkah

berikutnya kita akan berbicara tentang macam-macam

matan yang bersumber dari wahyu. Ada al-Qur'an hadits

qudsi, dan hadits nabawi, yaitu :

1.AL-Qur'an

Al-Qur'an adalah kalam Allah yang

diturunkan secara bertahap melalui malaikat

Jibril kepada Nabi Muhammad saw. dengan

periwayatan yang mutawatir, terdapat dalam

mushhot dan dimulai dari surat al-Fatihah dan

berakhir pada surat an-Nas.

20

2. Hadits Qudsi

Hadits qudsi adalah kalam yang maknanya

dari Allah do; lafadnya dari Nabi saw. Atau

dengan ibarat lain, kalam yang I dinisbatkan

kepada Nabi dan maknanya bersumber dari Allah.

Hadits qudsi sering diistilahkan dengan

hadits ilahi nisb,t kepada i1ali, atau hadits

robbani nisbat kepada Rabb. Penisbatan iio

mengindikasikan adanya makna kemuliaan, karena

disandark.m kepada kesucian 'Allah (ijadasatidiali).

Dalam istilah ini, sebenarnya terdapat

dua sisi lafaz 'hadits' dan qudsi. Lafad hadits

kembali kepada Nabi dan lafi, qudsi kembali

kepada Allah. Penggabungan dua kata ini karell

dalam hadits qudsi terdapat perpaduan antara

lafad yang i1i bersumber dari Nabi dan makna yang

bersumber dari Allah.

Gambaran bentuk ungkapan dari sebuah

makna sepcil yang terdapat dalam hadits qudsi

sebenarnya banyak didapatk,i contohnya dalam

al-Qur'an. Misalnya saat Allah menceritakan

ucapan-ucapan para Nabi terdahulu, atau

dialog mereka dengan kaumnya. Dialog itu

kemudian diceritakan kembali oleh Allah dalam

al-Qur'an dengan menggunakan bahasa Arab, dan

teks Al-Qur'an saat mengungkapkan isi dialog

tersebut tidak persis seperti teks dialog yang

21

sebenarnya tapi sebatas makna dan substansi

yang terjadi dalam diolog saat itu.

3. Hadits Nabawi

Sebagaimana telah disinggung di awal

pembahason bahwa hadits adalah segala sesuatu

yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad saw.

baik berupa ucapan, perbuatan, persetujuan atau

sifat psikis dan fisik. Dalam pembahasan ini,

yang dilihat sebatas siapa menuturkan teks

tersebut, dan tidak melihat bagaimana

kualitas lafadnya. Hadits ditinjau dari aspek

penuturnya dapat dibedakan menjadi tiga bagian:

marfu’, mauquf, dan maqthu'.

a. Marfu'

Definisi marfu' adalah hadits yang

dinisbatkan kepada Nabi saw berupa ucapan,

perbuatan, persetujuan atau sifat, baik

madnya bersambung maupun tidak. Sedangkan,

yang menisbatkan kepada Nabi bisa sahabat

atau juga kita. Selama ada ungkapan 'Nabi

bersabda' atau 'Nabi melakukan ini dan

itu' maka dapat dinamakan dengan marfu'.

b. Mauquf

Definisi hadits mauquf adalah ucapan atau

perbuatan yang dinisbatkan kepada sahabat.

Jika terdapat sebuah teks dan Penuturnya

22

seorang sahabat maka diistilahkan dengan

mauquf, Imik bersambung sanadnya maupun tidak.

Jika bersambung maka dinamakan mauquf

muttashil, dan jika tidak maka dinamakan

mauquf munqathi.

c. Maqthu'

Definisi hadits maqthu' adalah ucapan

atau perbuatan yang dinisbatkan kepada tabi’in.

Jika terdapat sebuah teks dan penuturnya seorang

tabi’in maka diistilahkan dengan maqthu’ baik

bersambung sanadnya maupun tidak.

Terkait dengan matan atau redaksi, yang perlu

dicermati dalam memahami hadits, yaitu:

1. Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung

pada Nabi Muhammad atau bukan,

2. Matan hadits itu sendiri dalam hubungannya

dengan hadits lain yang lebih kuat sanad-nya

(apakah ada yang melemahkan atau yang

menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat

dalam Al-Qur’an (apakah ada yang bertolak

belakang).

2.3 Rawi Hadits

Kata rawi atau ar-rawi berarti orang yang

meriwayatkan atau memberikan hadits. Sebenarnya

antara sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang

hampir sama. Sanad-sanad hadits pada tiap-tiap

23

thabaqah atau tingkatannya juga disebut rawi, jika

yang dimaksud dengan rawi adalah orang yang

meriwayatkan dan memindahkan hadits. Begitu juga,

setiap rawi pada tiap-tiap thabaqah-nya merupakan

sanad bagi thabaqah berikutnya.

Contoh:

بب بببببب ببببببببب ببب بهللا ببببببببببب بب بب هللا بببب بب بببببب ببببب

﴾بب بببببب ببب ببببببب.﴿بببببببب‘Warta dari umul mukminin,’aisyah ra,

ujurnya:’rasulallah saw telah bersabda:’barang siapa

yang mengada-adakan suatu yang bukan termasuk dalam

urusan (agama) ku, maka ia tertolak’.”

Akan tetapi, yang membedakan antara kedua

istilah di atas, jika dilihat lebih lanjut, adalah

dalam dua hal, yaitu:

1. Dalam hal pembukuan hadits. Orang yang

menerima hadits-hadits, kemudian

menghimpunnya dalam suatu kitab tadwin,

disebut dengan rawi. Dengan demikian, rawi

dapat disebut mudawwin (orang yang

membukukan dan menghimpun hadits). Adapun

orang-orang yang menerima hadits dan hanya

menyampaikannya kepada orang lain, tanpa

membukukannya, disebut sanad hadits.

24

Berkaitan dengan ini, dapat dikatakan bahwa

setiap sanad adalah rawi pada tiap-tiap

thabaqah-nya, tetapi tidak setiap rawi disebut

sanad hadits sebab ada rawi yang membukukan

hadits.

2. Dalam penyebutan silsilah hadits, untuk

sanad, yang disebut sanad pertama adalah orang

yang langsung menyampaikan hadits

tersebut kepada penerimanya, sedangkan para

rawi, yang disebut rawi pertama, adalah para

sahabat Rasul SAW. Dengan demikian, penyebutan

silsilah antara kedua istilah ini merupakan

sebaliknya. Artinya, rawi . pertama, adalah sanad

terakhir, dan sanad pertama, adalah rawi terakhir.

2.4 Kedudukan Sanad dan Matan Hadits

Kedudukan sanad dalam hadits sangat penting karena

hadits yang diperoleh/diriwayatkan akan mengikuti

siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad suatu

periwayatan hadits, dapat diketahui hadits yang

dapat diterima atau ditolak dan hadits yang sahih

atau tidak sahih, untuk diamalkan. Sanad

merupakan jalan yang mulia untuk menetapkan

hukum-hukum Islam.

Para ahli hadits sangat berhati-hati dalam

25

menerima suatu hadits, kecuali apabila mengenal

dari siapa perawi hadits tersebut menerima hadits

tersebut dan sumber yang disebutkan benar-benar

dapat dipercaya. Pada umumnya, riwayat dari

golongan sahabat tidak disyaratkan untuk diterima

periwayatannya. Akan tetapi, mereka pun sangat hati-

hati dalam menerima hadits.

Pada masa Abu Bakar r.a. dan Umar r.a.,

periwayatan hadits diawasi secara hati-hati dan

suatu hadits tidak akan diterima jika tidak

disaksikan kebenarannya oleh seorang lain. Ali bin

Abu Thalib tidak menerima hadits sebelum orang yang

meriwayatkannya disumpah.

Meminta seorang saksi kepada perawi bukanlah

merupakan keharusan dan hanya merupakan jalan

untuk menguatkan hati dalam menerima hadits. jika

dipandang tak perlu meminta saksi atau sumpah para

perawi, mereka pun menerima periwayatannya.

Adapun meminta seseorang saksi atau menyuruh

perawi untuk bersumpah untuk membenarkan

riwayatnya, tidak dipandang sebagai suatu

undang-undang umum tentang diterima atau

tidaknya periwayatan hadits. Hal yang diperlukan

dalam menerima hadits adalah adanya kepercayaan

penuh kepada pe rawi. jika sewaktu-waktu ragu

tentang riwayatnya, barulah didatangkan saksi atau

keterangan.

26

Kedudukan sanad dalam hadits sangat penting

karena hadits yang diperoleh atau diriwayatkan akan

mengikuti yang meriwayatkannya. Dengan sanad suatu

periwayatan hadits, dapat diketahui mana yanc,

dapat diterima atau ditolak dan mana hadits yang

sahib atau tidak, untuk diamalkan. Sanad

merupakan jalan yang mulia untuk menetapkan

hukum-hukum Islam.

Perhatian terhadap sanad di masa sahabat, yaitu

dengan menghapal sanad-sanad itu dan mereka mempunyai

daya ingat yano, luar biasa. Dengan adanya perhatian

mereka, terpeliharalah sunnah Rasul dari tangan-tangan

ahli bid'ah dan para pendusta. Karenanya pula, imam-

imam hadits berusaha pergi dan melawat ke berbagai kota

untuk memperoleh sanad yang terdekat dengan Rasul

yang dilakukan sanad 'ali.

Ibn Hazm mengatakan bahwa nukilan orang

kepercayaan dari orang yang dipercaya hingga sampai

kepada Nabi SAW. dengan bersambung-sambung para

perawinya adalah suatu keistimewaan dari Allah,

khususnya kepada orang-orang Islam. Memerhatikan sanad

riwayat adalah suatu keistimewaan dari ketentuan-

ketentuan umat Islam. Dengan adanya sanad inilah, para

imam ahli hadits dapat membedakan hadits yang sahib dan

hadits yang dhaif dengan cara melihat para perawi hadits

tersebut. Jika tidak ada sanad, niscaya Islam sekarang

akan sama seperti pada zaman sebelumnya karena

27

pada zaman sebelumnya tidak ada sanad sehingga

perkataan nabi-nabi mereka dan orang-orang saleh di

antara mereka tidak dapat dibedakan. Adapun Islam yang

sekarang telah berumur 1400 tahun lebih masih dapat

dibedakan antara perkataan Rasulullah SAW. dan

perkataan sahabat.

2.5 Penelitian Sanad dan Matan Hadits

2.5.1 Perlunya Penelitian Sanad Matan Hadits

Penelitian terhadap sanad dan matan hadits

(sebagai dua unsur pokok hadits) bukan karena

hadits itu diragukan otentisitasnya. Hadits

secara kuli merupakan sumber ajaran setelah Alquran

yang keseluruhannya. Penelitian ini dilakukan untuk

menyaring unsur-unsur luar yang masuk ke dalam

hadits, yang sesuai dengan penelitian terhadap

kedua unsur hadits di atas, agar hadits-hadits

Rasul saw. dapat terhindar dari segala yang

mengotorinya.

Faktor yang paling utama perlunya dilakukan

penelitian ini, ada dua hal, yaitu karena

beredarnya hadits palsu (hadits maudhu) pada

kalangan masyarakat dan hadits tidak ditulis

secara resmi pada masa Rasul saw. (berbeda dengan

Alquran), sehingga penulisan dilakukan hanya

bersifat individu (tersebar di tengah pribadi

para sahabat) dan tidak menyeluruh.

28

Dengan berdirinya hadits maudhu' ke dalam

kehidupan keagamaan masyarakat dimaksudkan untuk

merusak agama, cukup mengganggu nilai

kemurnian hadits dan dapat meresahkan

masyarakat. Apalagi jika maknanya benar-benar

bertentangan dengan sanad-sanad lain dan

mengacaukan pemahaman serta kaidah masyarakat.

Tenggang waktu pembukuan hadits dari masa

penulisan individu kepada penulisan secara resmi

yang agak lama, bagi kalangan orang-orang yang ingin

mengaburkan ajaran agama, juga cukup memiliki

peluang untuk merealisasikan keinginannya. Apalagi

masih banyaknya hadits-hadits yang belum ditulis

(yang masih berada pada hafalan para ulama).

2.5.2 Penelitian Para Ulama tentang Sanad dan Matan

Hadits

Penelitian hadits, baik terhadap sanad maupun

matan-nya mengalami evolusi, dari bentuknya yang

sangat sederhana sampai terciptanya seperangkat

kaidah secara lengkap sebagai salah satu disiplin

dalam ilmu agama, yang dikenal dengan ilmu hadits.

Evolusi itu terjadi sejak awal abad pertentangan

hijraih secara bertahap sampai lahirnya kriteria

kesahihan hadits dan munculnya kitab-kitab produk

mereka.

Setelah wafat Rasulullah saw., pada khalifah,

29

terutama Abu Bakar Jan Umar, sangat berhati-hati

terhadap periwayatan hadits, dengan alasan karena

khawatir terjadinya kesalahan dalam menerima atau

meriwayatkan hadits. Karena alasan ini,

sehingga jika ada suatu hadits yang baru,

khalifah Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib,

selalu meminta sumpah kepada pembawa hadits yang

disampaikan lepadanya (Ajjaj al-Khatib, U.: 115-

116). Tentu saja bukan hanya sumpah, melainkan

ditunjang oleh keseriusan melihat dan memahami

kandungannya. Ini gambaran dari upaya para ulama

kurun sahabat dalam mengadakan penelitian hadits.

Pada kurun tabi’in, penelitian dilakukan dengan

mengacu kepada beberapa ketentuan bahwa hadits

dapat diterima jika diriwayatkan oleh orang yang

tsiqah, baik akhlaknya, dan dikenal memiliki

pengetahuan dalam bidang hadits. Sebaliknya, hadits

tidak bisa diterima jika perawinya tidak tsiqah

(Syuhudi Ismail, 1988: 369-371), 2), suka berdusta

dan mengikuti hawa nafsu, tidak memahami hadits yang

diriwayatkannya, dan orang yang ditolak

kesaksiannya.

Asy-Syafi'i dalam merumuskan kaidah untuk

penelitian hadits ini lebih maju dari yang

dikemukakannya di atas, ia berhasil mengajukan

pedoman dalam melakukan penelitian yang mencakup

sanad dan matan hadits. Dalam ar-Risalah-nya, ia

30

mengemukakan hadits ahad diriwayatkan o1eh perawi

yang dapat dipercaya pengalaman agamanya, dikenal

jujur dalam menyampaikan berita, memahami dengan

baik hadits yang diriwayatkannya, memahami

perubahan makna hadits jika terjadi perubahan

lafal, mampu meriwayatkan hadits secara lafal,

terpeliharanya periwayatan, baik dilakukan

melalui hafalan maupun tulisan, jika hadits itu

diriwayatkan juga oleh perawi lain, maka bunyinya

tidak berbeda, dan tidak ada unsur tadlis

(menyembunyikan kecacatan) dalam periwayatan dan

silsilah sanad-nya harus bersambung (Muhammad bin

Idris asy-Syafi'i, 1979: 369-106).

Penelitian sanad dan matan untuk keperluan

hadits, ini berlanjut sampai pada pertengahan abad

kelima hijriah, yaitu masa al-Hakim (312-405 H)

dan al-Baihaqi (384-458 H ). Untuk selanjutnya,

penelitian ini diarahkan untuk keperluan

penyempurnaan dan penganekaragaman sistem penulisan

hadits.

Munculnya buku-buku atau kitab-kitab dalam

masalah ibadah, akidah, dan akhlak yang

menggunakan dalil-dalil hadits dewasa ini dengan

tidak menyertakan sumber rujukan dan keterangan

tentang kualitas hadits-hadits tersebut. Dengan

demikian, meskipun sifat dan sasarannya lebih

terbatas, tetapi kajian-kajian berikutnya, seperti

31

dengan melakukan takhrij al-hadits, merupakan solusi yang

perlu terus dikembangkan.

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Dari beberapa penjelasan diatas dapat

disimpulkan :

a.Sanad dan matan merupakan dua unsur pokok hadits

yang harus ada pada setiap hadits.

b.Sanad,matan,dan rawi memiliki kaitan sama dalam

kesahihan satu hadits.

c.Kedudukan sanad dalam hadits sangat penting,

karena hadits yang diperoleh/diriwaytkan  akan

mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad

suatu periwayatan hadits dapat diketahui mana yang

dapat diterima atau ditolak dan mana hadits yang

sahih atau tidak, untuk diamalkan. Sanad merupakan

jalan yang mulia untuk menetapkan hukum-hukum

Islam.

3.2 Saran

Mungkin inilah yang diwacanakan pada

penulisan ini meskipun penulisan ini jauh dari

sempurna minimal para pembaca dapat

mengimplementasikan tulisan ini. Selain itu,

32

makalah ini masih banyak memiliki kesalahan dari

segi penulisan, sumber materi, dan lainnya, karena

penulis juga merupakan manusia yang adalah tempat

salah dan dosa: dalam hadits “al insanu minal khotto’

wannisa’”, dan para juga butuh saran serta kritik

agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan yang

lebih baik daripada masa sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Mahmud, dkk. 1984. Ilmu Musthalah Hadits. Jakarta:

PT. Hidayakarya

Agung.

B Smeer, Zeid. 2008. Ulumul Hadis: Pengantar Studi Praktis Hadis.

Malang:

UIN Malang Press.

Mudasir. 1999. Ilmu Hadits. Bandung: Pustaka Setia.

Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadis. Bogor: Ghalia

Indonesia.

Solahudin, Agus, dkk. 2011. Ulumul Hadis. Bandung:

Pustaka Setia.

33

http://alfiahkhoiriasyir.blogspot.com/2013/05/makalah-

pengertian- sanad -dan- matan .html

Diunduh pada tanggal 18 September 2014 pukul 16.53

WITA.

http://hadis-hadis.blogspot.com/2008/04/perngertian-

sanad-matan-rawidan-rijalul.html

Diunduh pada tanggal 22 September 2014 pukul 00.22

WITA.

http://halaqohtdj.blogspot.com/2012/06/arti-dari- sanad -

dan- matan -dalam-hadits.html

Diunduh pada tanggal 19 September 2014 pukul 17.31

WITA.

http://sumberpiji.wordpress.com/2011/11/16/pengertian-

matan - sanad -isnad-musnad-dan- rawi -haditst/

Diunduh pada tanggal 19 September 2014 pukul 17.39

WITA.

34