Metode Kontemporer Pemahaman Hadits

31
METODE KONTEMPORER MEMAHAMI HADITS NABI (LATAR BELAKANG PERBEDAAN PENDEKATAN DALAM MEMAHAMI HADITS NABI, METODE, LANGKAH-LANGKAH) Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata kuliah: Studi Hadits (Teori dan Metodologi) Dosen Pengampu: Dr. H. Marhumah, M.Pd. Disusun Oleh : I-PAI B Mandiri Nama :Chichi ‘Aisyatud Da’watiz Zahroh NIM :1420411088 KONSENTERASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM

Transcript of Metode Kontemporer Pemahaman Hadits

METODE KONTEMPORER MEMAHAMI HADITS NABI (LATAR

BELAKANG PERBEDAAN PENDEKATAN DALAM MEMAHAMI

HADITS NABI, METODE, LANGKAH-LANGKAH)

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas

Mata kuliah: Studi Hadits (Teori dan Metodologi)

Dosen Pengampu: Dr. H. Marhumah, M.Pd.

Disusun Oleh : I-PAI B Mandiri

Nama :Chichi ‘Aisyatud Da’watiz Zahroh

NIM :1420411088

KONSENTERASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

TAHUN 2014

A. Urgensi Kajian Hadits

Pemahaman hadits Nabi adalah persoalan yang

penting karena berangkat dari realitas hadist

sebagai sumber kedua ajaran Islam setelah Al-

Qur’an. Perkembangan pemikiran hadits tidak

semarak yang terjadi dalam pemikiran terhadap Al-

Qur’an sehingga timbul permasalahan tentang

keotentikan hadits. Meskipun upaya pemahaman

hadits Nabi terus menerus dilakukan oleh ahli

dibidangnya, tampaknya masih banyak hal yang perlu

dikaji sehingga menimbulkan perbedaan pemahaman.

Faktor-faktor yang melatar belakangi perbedaan

pemahaman terhadap hadits adalah:

1. Perbedaan metode memahami hadits Nabi yang

dikaitkan dengan sejarah dan posisi yang Nabi

sebagai seorang Rosul, pemimpin negara, hakim,

panglima perang dan manusia biasa.

2. Perbedaan latar syarih al-hadits (fuqoha,

filosof, sosiolog dan lainnya) menjadikan

penekanan kajian sesuatu latar yang ditekuni.

3. Keberadaan hadits dalam bentuks teks yakni

berubahnya realitas qaul, fi’l dan taqrir Nabi

kedalam budaya lisan (hadits-hadits dalam

hafalan sahabat), dan selanjutnya menjadi budaya

tulis (teks hadits yang telah terkodifikasi

dalam kitab hadits)

4. Pemahaman terhadap hadits yang terkait dengan

Al-Qur’an.

Oleh sebab itu perlu terus diupayakan metode dan

pendekatan pemahaman hadits yang integral.

Selain itu, ada faktor mendasar yang

menyebabkan suatu pendekatan yang menyeluruh dalam

memahami hadits yaitu:

1. Tidak semua kitab hadits ada syar’h-nya. Pada

kenyataanya, banyak sekali hadits yang tidak

dikupas maknanya oleh para pakarnya.

2. Para ulama memahami hadist memfokuskan data

riwayah dengan menekankan kupasan dari sudut

gramatika bahasa dengan pola pikir episteme

bayani yang menimbulkan kendala apabila

pemikiran yang dicetuskan para ulama terdahulu

dipahami sebagai sesuatu yang final.

B. Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi oleh Muh.

Al Ghazali

1. Biografi

Muhammad Al-Ghazali lahir pada tanggal 22

september 1917 di naqla al-‘Inab, al-Bukhaira

Mesir. Ia adalah seorang da`i terkenal, penulis

produktif (tidak kurang dari empat puluh buku

telah ditulisnya), dan mantan aktivis Al-Ikhwan

Al-Muslimun, di samping seorang ulama beraliran

Salafi. Dua karyanya yang penuh diterbitkan oleh

Mizan adalah Keprihatinan Seorang Juru Dakwah (1984)

dan Al-Ghazali Menjawab 40 Soal Islam Abad 20 (1989).1

Menurut Muhammad al-Ghazali ada lima

kriteria keshahihan hadits yaitu tiga terkait

dengan sanad (periwayat harus dhabit dan adil,

serta keduanya harus memiliki seluruh rawi dalam

sanad) dan dua kriteria terkait dengan matan

(matan hadits tidak syadz atau salah seorang

atau beberapa rawinya bertentangan periwatannya

dengan perawi yang lain yang lebih akurat dan

lebih dapat dipercayai dan matan hadits tidak

mengandung ‘illah qadihah cacat yang diketahui

oleh para ahli hadits sehingga mereka

menolaknya). Beliau tidak memadukkan unsur

ketersambungan sanad sebagai kriteria keshahihan

hadits. 2

Menurutnya, untuk mempraktekkan kriteria

itu memerlukan kerjasama atau saling sapa antara1 Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi PerspektifMuhammad al-Ghazali

dan Yusuf al-Qardhawi, (Yogyakarta: Teras, 2008), hlm., 23. 2 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 78.

Muhaddits dengan berbagai ahli dibidangnya

termasuk fuqaha, Mufassir, Ahli Ushul Fiqh, Ahli

Kalam dan lainnya.3

2. Metode yang digunakan

a. Pengujian dengan Al-Qur’an

Ia mengecam keras terhadap orang yang

memahami dan mengamalkan secara tekstual

hadits yang shahih sanadnya namun matannya

bertentangan dengan Al-Qur’an. Keyakinan ini

berasal dari kedudukan hadits sebagai sumber

otoritatif setelah Al-Qur’an dan tidak semua

hadits dipahami secara benar oleh

periwayatnya.4 Mengkaji Al-Qur’an dengan

porsi sedikit dari hadits tidak mungkin

memberikan gambaran yang mendalam. Selama

menyangkut kritik matan dalam pengertian

memfilter matan yang shahih dhaif dan kritik

matan dalam memahami hadits menggunakan

metode ini.

Penggunaan metode ini adalah setiap

hadits harus dipahami dalam kerangka makna

yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an baik secara

3 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 78-79. 4 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 82.

langsung atau tidak. Penerapan pemahaman

hadits dengan metode ini dijalankan secara

konsisten, sehingga banyak hadits yang shahih

seperti dalam kitab Shahih Bukhari Muslim

yang dianggap dhaif. Ia akan mengutamakan

hadits yang sanadnya dhaif, bila kandungan

maknanya sinkron dengan prinsip ajaran Al-

Qur’an daripada hadits yang sanadnya shahih

akan tetapi kandungan maknanya tidak sinkron

dengan inti ajaran Al-Qur’an dalam persoalan

kemashlahatan dan muamalah duniawiyah.5

b. Pengujian dengan Hadits

Pengujian ini menggunakan matan hadits

yang dijadikan dasar argumen tidak

bertentangan dengan hadits mutawatir dan

hadits yang lebih shahih. Setiap hadits harus

dikaitkan dengan hadits lainnya untuk

menentukan suatu hukum. Kemudian hadits itu

dikomparasikan dengan apa yang ditunjukkan

oleh Al-Qur’an.6

c. Pengujian dengan fakta historis

5 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif...,hlm., 84 6 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 85.

Hadits dan sejarah memiliki hubungan

sinergis yang saling menguatkan satu sama

lain. Adanya kecocokan antara hadits dengan

fakta sejarah akan menjadikan hadits memiliki

sandaran validitas yang kokoh, sebaliknya

apabila terjadi penyimpangan antar keduanya,

salah satu diantara keduanya akan diragukan

kebenarannya.7

d. Pengujian dengan kebenaran ilmiah

Pengujian ini diartikan bahwa setiap

kandungan matan hadits tidak boleh

bertentangan dengan teori ilmu pengetahuan

atau penemuan ilmiah dan juga memenuhi rasa

keadilan atau tidak bertentangan dengan hak

asasi manusia jadi tidak masuk akal bila

hadits mengabaikan keadilan. Hadits shahih

apabila muatan informasinya bertentangan

dengan prinsip keadilan dan prinsip hak asasi

manusia dianggap tidak layak pakai.8

3. Kategorisasi dalam rangka mempraktikkan hadits

a. Pengujian dengan Al-Qur’an, Hadits, Fakta

Historis dan kebenaran Ilmiah. Misalnya

7 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 85. 8 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 86.

hadits tentang orang tua memaksa anak

perempuan untuk menikah, hadits ini

mengungkap tentang hak penuh bagi orang tua

untuk memaksa anak perempuannya menjalani

pernikahan pada laki-laki ك�ر ه��ا وال�ب� سها م�ن� ول�ي ف� ن� ح�ق� ب�� ب� ا� ي �ال�ثها ها ص�مات�� ت#� سها واذ� ف� ي ن�� ن� ف� ذ� ا� سب�  ت��(seorang janda lebih berhak atas dirinya

sendiri daripada walinya, dan seorang gadis

dimintai persetujuan bapaknya atas dirinya).

Dan diamnya seorang gadis itu tanda

persetujuan. Hal ini bertentangan dengan

hadits yang diriwayatkan Ibn abbas dan Aisyah

bahwa Nabi menyerahkan sepenuhnya kepada

gadis untuk memilihnya.9

Mazhab Syafi’i dan Hambali memberikan

hak penuh pada orang tua untuk memaksa anak

perempuan meraka yang telah dewasa dengan

pilihan seorang ayah, meskipun wanita itu

tidak menyukainya. Al-Ghazali tidak setuju

pada keduaanya, tetapi setuju dengan Mazhab

Hanafi yang memberikan hak sepenuhnya kepada

wanita untuk menikahkan dirinya sebagai

9 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 89.

pelaksanaan ayat Al-Qur’an yang dipahami

secara langsung QS. Al-Baqarah ayat 148.10

b. Pengujian Pengujian dengan Al-Qur’an, Fakta

Historis dan Kebenaran Ilmiah. Misalnya

tentang hadits tentang setiap hewan yang

bertaring adalah haram رام له ح� ك5 ا� اع ف�� ب� ن� ال�س اب� م� ي ن�� ل ذ� ك�Setiap binatang yang bertaring,

diharamkan memakannya. Hadits riwayat muslim

menyatakan bahwa setiap binatang yang

bertaring, diharamkan memakannya. Menurut Al-

Nawawi, hadits tersebut diucapkan Nabi di

Madinah, sehingga me-nasakh ayat Al-Qur’an

yang turun di Madinah yaitu QS. Al-An’am ayat

145. Bagi Al-Ghazali, hadits ahad tidak bisa

me-nasakh ayat Al-Qur’an apalagi ayat diatas

diulang sampai empat kali dalam QS. An-Nahl

turun di Mekkah, QS. Al-Baqarah dan Al-Maidah

yang turun di Madinah. Secara historis,

hadits itu ditolak oleh sahabat Ibn Abbas,

tabi’in Al-Sya’bi dan Sa’ad bin Zubair.11

c. Pengujian dengan Hadits, Fakta Historis dan

Kebenaran Ilmiah. Misalnya hadits tentang

10 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 91. 11 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 120.

larangan wanita shalat jama’ah di masjid ع�ن�

لي ي ص�� ب� اءب� ال�ث��� ه�ا ج���� ت�� د ال�س�اع�دي ا� ي ح�مب ب#� ة� ا� ه امرا� صاري ع�ن� ع�مت� ن�� د الأ� ن� س�ون� د ال�له ب�� ع�ب�ح�ب� ال�ص���لأة� م�ع���ك\ �ي ا� ب# cلم ا ه وس���� لي ال�ل���ه ع�لت��� ول ال�ل���ه ص���� ا رس���� ال�ت� ن���� ق���� لم ف�� ه وس���� ال�ل���ه ع�لت���ك\ ي ح�ج�رت��� ك\ ف� لأت#� ر م�ن� ص��� ي ك\ خ�� ب��� qث rت� ي ك\ ف� لأت#� يqن� ال�ص��لأة� م�عي وص��� ح��ب� ك\ ت�� د ع�لمب� ات��� ال ف��� ق�� ف��

ي ك\ ف� لأت#� ر م�ن� ص��� ي ي ذارك�\ خ��� ك\ ف� ي ذارك�\ وص�لأت#� ك\ ف� ر م�ن� ص�لأت#� ي ك\ خ� ي ح�ج�رت�� ك\ ف� وص�لأت#�

دي ي م�سج� ك\ ف� ر م�ن� ص�لأت#� ي وم�ك\ خ� د ق� ي م�سج� ك\ ف� وم�ك\ وص�لأت#� د ق� ..………م�سج�Dari Abdullah bin Suwaid Al-Anshary dari

bibinya – yaitu istri Abu Humaid As-Sa’idy –

bahwasannya ia mendatangi Nabi shallallaahu

‘alaihi wasallam dan berkata : “Wahai

Rasulullah, sesungguhnya aku senang shalat

(berjama’ah) bersamamu”. Beliau

menjawab : “Sungguh aku telah mengetahui

bahwa engkau senang shalat bersamaku. Namun

shalatmu di rumahmu (bait) lebih baik

daripada shalatmu di kamarmu. Dan shalatmu di

kamarmu lebih baik daripada shalatmu di

rumahmu (daar). Dan shalatmu di rumahmu lebih

baik daripada shalatmu masjid kaummu. Dan

shalatmu di masjid kaummu lebih baik daripada

shalatmu di masjidku. Al-Ghazali menolak

hadits itu karena bertentangan dengan

‘amaliyah Rasul yang membiarkan para wanita

menghadiri shalat jama’ah bersama beliau

selama sepuluh tahun dari fajar sampai Isya’.

Rasul juga mengkhususkan salah satu pintu

masjidnya bagi wanita. Nabi juga pernah

bersabda

د ال�ل�ه اج�� س� اء ال�ل�ه م� م�� cعوا ا من� Janganlah kalian melarang) ‘.لأ ت��para wanita hamba Allah mendatangi masjid-

masjid Allah). Khulafaurrasyidin juga

membiarkan barisan wanita di masjid setelah

wafat Rasulullah.

Menurut Al-Ghazali, larangan wanita

berjamaah dimasjid juga dibenarkan apabila

dibarengi dengan kemaksiatan. Pengkajian ini

adalah bagaimana mensintesakan kebutuhan akan

ketenangan keluarga dan kebutuhan wanita

bersosialisasi di luar rumah.12

d. Pengujian dengan Fakta Historis. Misalnya

hadits tentang orang tua Nabi Masuk Neraka:

ي اك�\ ف� ن#� ي وا� ب#� ن� ا� cال: ا ق� اة ف�� ي ذع� ف� لما ف�� ار. ف�� ي ال�ب� ال: ف� ؟ ف�� ي ب#� ن� ا� ب� ، ا� ول اهلل ا رس� ال: ن� لأ ف�� ن� رج�� ا�

12 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 125-127.

Seorang lelaki bertanya: “Wahai Rasulullah,

di manakah ayahku berada?” Nabi menjawab: “Di

dalam neraka.” Ketika orang itu berpaling

untuk pergi, Nabi memanggilnya. Lalu Nabi

berkata: “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu

berada di dalam neraka. Menurutnya, hadits

ini tidak shahih.kata abi (ayahku) dalam

bahasa Aran menunjuk pada pamannya yaitu Abu

Thalib yang sebelum wafatnya diajak

megucapkan kalimat tauhid tetapi Abu Thalib

menolak. Ayah Nabi Muhammad adalah termasuk

ahl al-fatrah yang diselamatkan dari siksa dan

azab.13

e. Pengujian dengan kebenaran Ilmiah. Misalnya

hadits tentang pengharaman mengumumkan

tentang kematian seseorang, hadits Hudzaifah

bin Al-Yaman yang berwasiat,

ه � لت ع� ي اهلل ل ص�� ول اهلل معب� رس�� ي س��� � ب� cا ا ف���� �� عب ون� ن�� ك ن� ن� اف� ا� ج�� ي ا� � ب� cا ي وا ب�� ن#� ذ� و� لأ ن�� ب� ف�� ا م� ذ� cا

عي ن� ال�ن� هي ع� ي� م ب� ل وس�"Apabila aku mati, jangan beritahukan kepada

orang lain, karena aku takut itu termasuk an-

na`yu, dan aku pernah mendengar Rasulullah

13 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 130.

melarang an-na`yu.” Hadits itu melarang

pengumuman tentang kematian sesorang baik di

iklan, surat kabar atau media lain.

Menurutnya, yang dilarang itu ketika

memamerkan atau menyebut jasa yang pernah

dilakukan si mayit agar menimbulkan

kebanggaan baginya ataupun bagi keluarga yang

ditinggalkan. Apabila hanya pemberitahuan

biasa itu tidak dilarang.14

C. Metode kontemporer memahami hadis Nabi : Yusuf Al

Qardhawi

1. Biografi

Yusuf Al-Qardhawi adalah pemikir

kontemporer yang lahir di Mesir pada tahun 1926

di desa Saft al-Turab. Ketika usianya belum

genap sepuh tahun, ia telah berhasil

menghafalkan al-Qur’an. Sama dengan Al-Ghazali,

Yusuf Al-Qardhawi juga mantan aktivis Al-Ikhwan

Al-Muslimun. Banyak karya yang dihasilkan dari

Al-Qardhawi yang dikonsumsi oleh masyarakat

Indonesia.15

2. Sikap Yusuf Qardhawi Terhadap Hadis

14 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 133. 15 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 40.

Al-Qardhawi memberikan  penjelasan yang

luas tentang bagaimana pemikirannya tentang

hadis yang dikembangkan menjadi metode

sistematis untuk menilai otentisitas hadis.

Menurutnya, sunnah nabi mempunyai 3

karakteristik, yaitu komprehensif (manhaj

syumul), seimbang (manhaj mutawazzun), dan

memudahkan  (manhaj muyassar). Ketiga karakteristik

ini akan mendatangkan pemahaman yang utuh.

Al-Qardhawi menetapkan tiga hal yang harus

dihindari dalam berinteraksi dengan sunnah,

yaitu penyimpangan kaum ekstrim, manipulasi

orang-orang sesat Intihal al-Mubthilin (pemalsuan

terhadap ajaran-ajaran Islam, dengan membuat

berbagai macam bid’ah yang jelas bertentangan

dengan akidah dan syari’ah), dan penafsiran

orang bodoh (ta’wil al-jahilin). Oleh sebab itu,

pemahaman yang tepat terhadap sunnah adalah

mengambil sikap moderat (wasathiya), yaitu tidak

berlebihan atau ekstrim, tidak menjadi kelompok

sesat, dan tidak menjadi kelompok yang bodoh.16

3. Metode Pemahaman Hadis Yusuf al-Qardhawi

16 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 136-137

a. Meneliti kesahihan hadis sesuai dengan acuan

umum yang ditetapkan pakar hadis yang dapat

di percaya, baik sanad dan matan.

b. Memahami sunnah sesuai dengan pengetahuan

bahasa, konteks, asbab al-wurud teks hadis

untuk menentukan makna suatu hadis.

c. Memastikan bahwa sunnah yang dikaji tidak

bertentangan dengan nash-nash yang lebih

kuat.17

4. Delapan Langkah Prinsip Dasar Pemahaman Hadis

al-Qardhawi

a. Memahami Hadis Sesuai dengan Petunjuk al-

Qur’an. Menurut Al-Qardhawi, untuk memahami

suatu hadis dengan benar harus sesuai dengan

petunjuk al-Qur’an. Karena terdapat hubungan

yang signifikan antara hadis dengan al-

Qur’an. Oleh karena itu tidak mungkin

kandungan suatu hadis bertentangan dengan

ayat-ayat al-Qur’an yang muhkam, yang berisi

keterangan-keterangan  yang jelas dan pasti.

Pertentangan tersebut bisa saja terjadi

karena hadis tersebut tidak sahih, atau

pemahamannya yang kurang tepat, atau yang

dianggap bertentangan itu bersifat semu dan

17 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 137.

bukan hakiki. Dengan demikian, menurut Al-

Qardhawi, setiap muslim diharuskan untuk

mentawaqqufkan hadis yang terkesan

bertentangan dengan ayat-ayat muhkam, selama

tidak ada penafsiran (ta’wil) yang dapat

diterima.18

Dalam hal ini, Al-Qardhawi mengemukakan

contoh hadis tentang nisab tanaman yang wajib

dikeluarkan zakatnya. Yang dijadikan dasar

para ulama fikih untuk membatasi jenis atau

macam tanaman tertentu (bukan berbentuk

sayuran) yang wajib dikeluarkan zakatnya.

Hadis itu bertentangan dengan al-Qur’an Q.S.

Al-An’am (6): 41. Ia tidak menyetujui

pemahaman yang menganggap bahwa tidak

diwajibkannya zakat atas sayuran karena cepat

rusak sehingga tidak dapat di simpan di bait

al-mal terlalu lama.19

b. Menghimpun Hadis-Hadis yang Setema.

Menurut Al-Qardhawi, untuk menghindari

kesalahan dalam memahami kandungan hadis yang

sebenarnya perlu menghadirkan hadis-hadis

18 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 138. 19 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 139-140.

lain yang setema. Adapun prosedurnya ialah

dengan menghimpun hadis sahih yang setema

kemudian mengembalikan kandungan hadis yang

mutasyabih kepada yang muhkam, mengantarkan

yang mutlaq kepada yang muqayyad, yang ‘am

ditafsirkan dengan yang khas. Hal ini

dikarenakan posisi hadis untuk menafsirkan

al-qur’an, dan menjelaskan maknanya, maka

sudah pasti bahwa ketentuan-ketentuan

tersebut harus berlaku bagi hadis secara

keseluruhan.20 Dalam hal ini, Al-Qardhawi

menguraikan contoh sebuah hadis tentang hukum

pertanian. Pertama-tama beliau mengemukakan

hadis yang mencela orang yang membawa alat

pertanian masuk rumah.

Dari abu ‘Umamah al-Bahili ketika

melihat alat untuk membajak, ia berkata; saya

mendengar Nabi saw bersabda:   ل دج�� ا لأن� د� ب� ه��� ي rوم ب� لأ ق��� cذ ا ا�له ل ال�له ج�� ال�د�

(‘Tidak akan masuk (alat) ini ke dalam rumah suatu kaum,

kecuali Allah pasti memasukkan kehinaan ke dalamnya)

20 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 145-146.

Setelah itu, ia mengemukakan pula hadis-

hadis yang menunjukkan keutamaan bercocok

tanam, diantaranya;

ه� ه ص�دق� لأ ك�ان� له ب�� cمه� ا هي و ت�� سان� ا� ت�� cر او ا ه ط�ي ك�ل م�ت� ا� ب رع�ا ف�� رع�ر� رس�ا او ي� ر� غ�رس ع�� م�ا م�ن� م�سلم ن�

(Tidak seorang Muslim menanam tanaman, lalu

buahnya dimakan burung atau manusia atau binatang,

kecuali ia pasti beroleh sedekah.).21

c. Kompromi atau Tarjih terhadap Hadis-Hadis

yang Kontradiktif.

Dalam pandangan Al-Qardhawi, pada

dasarnya nash-nash syari’at tidak akan saling

bertentangan. Pertentangan yang mungkin

terjadi adalah bentuk lahiriyahnya bukan

dalam kenyataan yang hakiki. Adapun solusi

yang ditawarkan Al-Qardhawi adalah, al-jam’u

(penggabungan atau pengkompromian). Bagi Al-

Qardhawi, hadis yang tampak bertentangan

dengan hadis yang lain dapat dilakukan dengan

cara mengompromikan hadis tersebut.22

21 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 148-150.22 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 153.

Dalam hal ini, Al-Qardhawi memberikan

sebuah contoh hadis tentang larangan ziarah

kubur bagi perempuan. “Dari abu Hurairah,

bahwa Rasulullah saw melaknat kaum perempuan

yang sering menziarahi kuburan.” Hadis ini

sahih. Diriwayatkan juga dari Ibnu ‘Abbas dan

Hasan ibn Sabit dengan lafaz “nabi melaknat

para perempuan peziarah kuburan”.

Walaupun demikian, ada hadis-hadis

lainnya yang isinya berlawanan dengan hadis

hadis-hadis di atas. Yakni yang dapat

dipahami darinya, bahwa kaum perempuan

diizinkan menziarahi kuburan, sama seperti

laki-laki. Diantara  riwayatnya adalah     ك�ي�ب�

ك�ر ال�موب� د£ ها ن�� ت�� cا ور ف�� ب� وروا ال�ف� وره�ا او ر� �ر� ور, ف� ب� ارة� ال�ف� ن# كم ع�ن� ر� ب� هث ت��

(Aku pernah melarang kalian menziarahi

kuburan, kini ziarahlah” atau “ziarahilah

kuburan-kuburan, sebab itu akan mengingatkan

kepada maut).23

d. Memahami Hadis Sesuai dengan Latar Belakang,

Situasi dan Kondisi serta Tujuannya.

23 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 155-157.

Menurut Al-Qardhawi, dalam memahami

hadis nabi, dapat memperhatikan sebab-sebab

atau latar belakang diucapkannya suatu hadis

atau terkait dengan suatu illat tertentu 

yang dinyatakan dalam hadis, atau dipahami

dari kejadian yang menyertainya. Hal demikian

mengingat hadis nabi dapat menyelesaikan

problem yang bersifat lokal, partikular, dan

temporer. Dengan mengetahui hal tersebut

seseorang dapat melakukan pemahaman atas apa

yang bersifat khusus dan  yang umum, yang

sementara dan abadi.  Dengan demikian,

menurutnya, apabila kondisi telah berubah dan

tidak ada illat lagi, maka hukum yang

berkenaan dengan suatu nas akan gugur dengan

sendirinya. Hal itu sesuai dengan kaidah

hukum berjalan sesuai dengan illatnya, baik

dalam hal ada maupun tidak adanya. Maka yang

harus dipegang adalah maksud yang dikandung

dan bukan pengertian harfiyahnya.24

Misalnya dalam hadits tentang larangan

wanita bepergian kecuali dengan mahramnya.

Alasannya adalah kekhawatiran akan

keselamatan apabila bepergian jauh tanpa

24 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 160-161.

disertai seorang suami atau mahram karena

menggunakan kendaraan unta, bighal dan

keledai untuk mengarungi padang pasir yang

luas. Tetapi, melihat kondisi sekarang dengan

pesawat terbang, bus yang mengangkut orang

banyak, tidak ada kekhawatiran keselamatan

wanita yang berpergian sendiri, tidak ada

salahnya ditinjau dalam syariat. 25

e. Membedakan antara Sarana yang Berubah dan

Tujuan yang Tetap.

Menurut Al-Qardhawi, memahami hadis nabi

harus memperhatikan makna substansial atau

tujuan, sasaran hakekat teks hadis tersebut,

sarana yang tampak pada lahirnya hadis dapat

berubah-ubah. Untuk itu tidak boleh

mencampuradukkan antara tujuan hakiki yang

hendak dicapai hadis dengan sarana temporer

atau lokal. Dengan demikian, bila suatu hadis

menyebutkan sarana tertentu untuk mencapai

tujuan, maka sarana tersebut tidak bersifat

mengikat, karena sarana tersebut ada kalanya

berubah karena adanya perkembangan zaman,

adat dan kebiasaan.26 Misalnya hadits tentang

siwak. Menurut Al-Qardhawi, peyebutan siwak25 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif...,

hlm., 164.

atau kayu arak oleh Nabi tidak mengikat kita

agar terus menggunakannya. Tujuan hadits ini

agar terjaganya kebersihan dan kesehatan gigi

dan mulut sehingga mendapat keridhaan Allah.

Alat yang digunakan tergantung kondisi suatu

tempat dan waktu tertentu. Di zaman sekarang,

pemakaian sikat dan pasta gigi sama nilainya

dengan pemakaian siwa di masa Nabi.27

f. Membedakan antara yang Hakekat dan Ungkapan

Teks-teks hadis banyak sekali yang

menggunakan majas atau metafora, karena

rasulullah adalah orang Arab yang menguasai

balaghah. Rasul menggunakan majas untuk

mengemukakan maksud beliau dengan cara yang

sangat mengesankan. Adapun yang termasuk

majas adalah; majas lughawi, aqli, isti’arah.

Misalnya hadis tentang sifat-sifat Allah.

Hadis semacam ini tidak bisa secara langsung

dipahami, tapi harus perhatikan berbagai

indikasi yang menyertainya, baik yang

bersifat tekstual ataupun kontekstual.28

26 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif...,hlm., 168.

27 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif...,hlm., 171

28 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif...,hlm., 175-176

Misalnya hadits tentang penyakit demam.

Hadist ini dijadikan senjata bagi misionaris

Nasrani untuk menyerang ideologi Islam

sebagai mempercayai khufarat dan bertentangan

dengan ilmu pengetahuan. Ia berkata: penyakit

demam tidak bersala dari panasnya Jahannam,

tetapi dari panasnya bumi serta kotoran yang

mengakibatkan bakteri. Al-Qardhawi menyatakan

bahwa hadits ini harus dipahami secara majaz.

Ketika udara panas yang memuncak, sering

dikaitkan ada jendela Jahannam yang

terbuka.29

g. Membedakan antara yang Gaib dan yang Nyata.

Dalam kandungan hadis ada hal-hal yang

berkaitan dengan alam gaib, misalnya hadis

yang menyebutkan tentang makhluk-mahluk yang

tak dapat dilihat seperti malaikat, jin,

syetan, iblis, ‘ars, kursy, qalam dan

sebagainya. Terhadap hadis-hadis tentang alam

gaib, Al-Qardhawi sesuai dengan Ibnu

Taimiyah, yaitu menghindari ta’wil serta

mengembalikan itu kepada Allah tanpa

memaksakan diri untuk mengetahuinya.30

29 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif...,hlm., 181.

h. Memastikan Makna Kata-kata dalam Hadis

Untuk dapat memahami hadis dengan

sebaik-baiknya, menurut Al-Qardhawi penting

sekali untuk memastikan makna dan konotasi

kata-kata yang digunakan dalam susunan hadis,

sebab konotasi kata-kata tertentu adakalanya

berubah dalam suatu masyarakat ke masyarakat

lainnya.31

D. Metode kontemporer memahami hadis Nabi : Suhudi

Ismail

1. Biografi

Suhudi Ismail lahir di Lumajang 23 April

1943. Beliau sangat ahli hadits yang berhasil

menjabarkan hadits Nabi secara teks dan

argumentatif dan menghasilkan 165 karya ilmiah.

2. Pemikirannya Tentang Hadits

Kaedah keshahihan sanad hadits dibagi

menjadi dua yaitu kaedah umum (mayor) dan khusus

(minor). Unsur kaedah mayor yaitu sanad

bersambung, seluruh periwayat dalam sanad

bersifat adil, dhabith, sanad hadits terhindar

30 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif...,hlm., 184-18631 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 187-188.

dari syudzudz dan illat. Unsur kaedah minor

yaitu:

1) Sanadnya bersambung adalah muttashil atau

maushul yaitu hadits yang bersambung sanadnya

baik persambungan itu sampai kepada Nabi

(marfu’) maupun hanya sampai sahabat saja

(mauquf).

2) Untuk periwayat bersifat adil yaitu beragama

Islam, mukalaf, melaksanakan ketentuan agama,

dan memelihara muru’ah.

3) Untuk periwayat bersifat dhabit adalah hafal

dengan baik menyampaikan hadits yang

dihafalkan kepada orang lain, terhindar dari

syudzudz, dan terhindar dari ‘illat.

3. Metode pemahaman sanad hadits

Takhrijul Hadits. Suhudi Ismail mengggunakan

metode:

a. Takhrijul hadits bil lafz yaitu cara mencari

hadits lewat kamus hadits berdasarkan petunjuk

lafal hadits. Lafal hadits disusun berdasarkan

huruf abjad arab, dan dilengkapi catatan kaki

yang berisi penjelasan arti kata atau maksud

matan hadits yang tercantum.

b. Takhrijul Hadits bil maudhu’ yaitu cara

mencari hadits lewat kamus hadits berdasarkan

topik masalah. Cara ini sangat menolong

pengkaji hadits yang ingin memahami petunjuk

hadits dalam segala konteksnya.

4. Langkah-langkah Pemahaman hadits

a. Al-I’tibar yaitu menyertakan sanad-sanad yang

lain untuk suatu hadits tertentu, yang hadits

itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat

seorang periwayat saja, dan dengan menyertakan

sanad yang lain / tidak ada untuk mengetahui

keadaan sanad dari sanad hadits yang dimaksud.

b. Meneliti pribadi periwayat dan metode

periwayatannya. Acuan yang digunakan adalah

kaedah keshahihan hadits bila ternyata hadits

yang diteliti bukan hadits mutawatir.

c. Menyimpulkan hasil penelitian sanad, yang

berisi natijah disertai argumen yang jelas.

Hasilnya dilihat dari segi jumlah periwayat

hadits apakah yang bersangkutan berstatus

mutawatir atau ahad.

5. Langkah-langkah Pemahaman Matan Hadits

a. Meneliti matan dengan melihat kualitas sanadnya

yaitu meneliti matan sesudah meneliti sanad,

kualitas matan tidak selalu sejalan dengan

kualitas sanadnya, kaedah keshahihan matan

sebagai acuan.

b. Meneliti susunan lafal berbagai matan yang

semakna yaitu terjadi perbedaan lafal dan

akibatnya terjadi perbedaan lafal.

c. Meneliti kandungan matan yaitu membandingkan

kandungan matan yang sejalan atau tidak

bertentangan .

d. Menyimpulkan hasil penelitian matan, yaitu yang

bersifat shahih dan dhaif. 32

Faktor yang menonjol penyebab sulitnya

penelitian matan hadits yaitu adanya periwayatan

secara maknsa, acuan yang digunakan sebagai

pendekatan tidak satu macam saja, latar belakang

timbulnya petunjuk hadits tidak selalu mudah

diketahui, adanya kandungan petunjuk hadits yang

berkaitan dengan hal-hal yang berdimensi supra

rasional, masih langkanya kitab-kitab yang

membahas secara khusus penelitian matan hadits.33

E. Persamaan dan Perbedaan Metode Kontemporer

Pokok Muh. Al-Ghazali

Yusuf Al-Qardhawi

SuhudiIsmail

Materi Hadits

Terkait dengan persoalan saat ini. Sebagai upayareinterpretasi hadis yang sesuai dengan konteks sekarang

32 Siti Fatimah, Skripsi Metode Pemahaman Hadits Nabi DenganMempertimbangkan Asbabul Wurud Studi Komparasi Yusuf al-Qardhawi danSuhudi Ismail, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2009), hlm., 37-46.

33 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 23.

Jumlah hadits yang diangkat

48 tema 44 tema

Titik pijak kajian

Model kajiannya berangkat dari teks hadits, realitas atauproblem empirik

Model kajiannya berangkat dari teks/ nash hadits,bukan dari realitas yang ada. Kajiannya lebih jelas dan sistematis karena ada paparan berangkat dari kriteria yang ditawarkan baru diberikan contoh kemudian dianalisa.

Memahamihadits lebihkepada apayang beliaudapat darimembaca,tokoh haditspada waktuitu ataureferensilainnya yangdianggappenting.Metodenyayaitu haditsyang tidakmempunyaisebab secarakhusus,hadits yangmempunyaisebab secarakhusus, danhadits yangberkaitandengankeadaan yangterjadi.

Pengutipan hadits

Tidak memenuhi standar ilmiah, sering tidak menyebutkan

Selalu memberikan catatan kakiatau sumber rujukannya atau telah melakukan takhrij al hadits terhadap tema yang diangkatnya

haditsnya secara tekstual, tidak menyebutkan kualitas hadits, sanad, sumberkitab rujukan, hanya menyandarkan pada mukharrij danperawi pertama.

Sanad dan kualitas hadits

Tidak mencantumkan sanad sertamelakukan penelitian langsungterhadap kualitas sanadhadits, tetapi lebih merujukkepada hasil penelitianselanjutnya.

Karakteristik Metode (orientasi penelitian hadits pada kritik matan)

Memaparkan pemikiran kurang memberi atensi yangcukup mendalam tentang masalah sanad.

Pengujian pemahaman hadits

Pengujian ayat Al-Qur’an, hadits lain, fakta historis,

Memahamihadis sesuaipetunjuk Al-Qur’an,menghimpunhadits yang

kebenaran ilmiah.

setema,menggabungkan haditsyang tampakkontradiktif, memahamihaditssesuaidengan latarbelakangsituasikondisitujuan,membedakanantarasarana yangberubah-ubahtetapitujuantetap,membedakanungkapanhaqiqah danmajaz,memastikanmakna kata-kata dalamhadits

Prioritas pengujian

Pengujian pertama

Tidak ada prioritas

Tidak ada prioritas

Implikasi pemikiran

Materi-materi hadits yang diangkat memberikan pengayaan tersendiri dalam studi pemahaman Nabi34

34 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif...,hlm., 189-222.

KESIMPULAN

Harus diakui, tawaran metode pemahaman hadis danimplementasinya yang dikemukakan Muhammad Al-Ghazali,Yusuf Qardhawi dan Suhudi Ismail telah memberikontribusi yang cukup besar dalam menjawab berbagaipersoalan umat Islam saat ini, terlebihkeduanya concern terhadap metode dan contens (isi)-nyasekaligus. Korelasi metode dan isi sangat erat,sehingga metode teraplikasikan dalam isi.

Pemahaman kontekstual terhadap hadis pada saat sekarangdan untuk yang akan datang memang suatu keniscayaan.Kontekstualisasi terhadap hadis nabi menjadikan ajaranislam fleksibel, luwes dan rasional sesuai denganajaran Islam. Namun demikian, kontekstualisasi harusdilakukan secara hati-hati, khususnya hal-hal yangberkaitan dengan akidah, ibadah dan hal-hal gaib.Disamping itu, kontekstualisasi harus mempertimbangkanaspek universal, lokal dan partikular ataupun situasidan kondisi tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Fatimah,Siti. 2009. Skripsi Metode Pemahaman Hadits Nabi DenganMempertimbangkan Asbabul Wurud Studi Komparasi Yusuf al-Qardhawidan Suhudi Ismail. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Suryadi. 2008. Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif Muhammad al-Ghazali dan Yusuf al-Qardhawi.Yogyakarta: Teras.