Studi Komparatif Hukum Acara dalam Perselisihan Hubungan Industrial Indonesia dan Malaysia

34
Page 21 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR................................................ .............................................1 DAFTAR ISI ......................................................... ..................................................2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ......................................... ..............................................- 1.2 Pokok permasalahan ....................................... ........................................- 1.3 Kasus posisi................................................... ..........................................- BAB II PEMBAHASAN DAN ANALISA

Transcript of Studi Komparatif Hukum Acara dalam Perselisihan Hubungan Industrial Indonesia dan Malaysia

Page 21

DAFTAR ISI

KATA

PENGANTAR................................................

.............................................1

DAFTAR ISI

.........................................................

..................................................2

BAB I PENDAHULUAN

1.1  Latar

belakang .........................................

..............................................-

1.2  Pokok

permasalahan .......................................

........................................-

1.3 Kasus

posisi...................................................

..........................................-

BAB II PEMBAHASAN DAN ANALISA

Page 21

2.1 Alasan memilih

topik.............................................

............................-

2.2Dasar hukum dan analisis

yuridis..................................................

......-

2.3 Hubungan dengan materi

perkuliahan..............................................

....-

2.4 Perkembangan terbaru terkait

kasus....................................................

.-

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.....................................

.................................................

.......-

3.2

Saran...............................................

....................................................

.....-

Page 21

DAFTAR PUSTAKA

............................................................

......................................-

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industrial Peace atau situasi dimana buruh tenang dalam

bekerja dan majikan tentram dalam berusaha adalah impian

dari semua pekerja dan pengusaha. Akan tetapi dalam

prakteknya disharmonisasi antara pekerja dan pengusaha

dapat saja terjadi, hal ini biasanya dikarenakan oleh

perselisihan tentang upah, pemutusan hubungan kerja,

ketidak percayaan, egois, diskriminasi, perbedaan

penafsiran, perubahan syarat-syarat pekerja, dan saling

curiga. Hal tersebut tentunya dapat kita mengerti karena

situasi buruh yang sangat menggantungkan hidup dia dan

keluarganya dari penghasilan menjadi seorang buruh.

Pada dasarnya perselisihan yang terjadi antara

pengusaha dan buruh sebaiknya di selesaikan secara

musyawarah sehingga mendapatkan kesepakatan yang saling

menguntungkan kedua belah pihak. Akan tetapi dalam

prosesnyaterkadang mengalami suatu jalan buntu dan tidak

Page 21

menemukan solusi, sehingga dalam situasi ini diperlukan

peranan Pemerintah untuk menyediakan prosedur dalam

menyelesaikan masalah tersebut secara legal dan aktual.

Di positifkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004

tentang Perselisihan Hubungan Industrial merupakan

langkah tepat yang dilakukan oleh Pemerintah dan Dewan

Perwakilan Rakyat sebagai salah satu upaya untuk

melindungi Hak para buruh yang memang patut untuk

diperjuangkan. Tujuan dibentuknya pengadilan hubungan

industrial adalah sebagai suatu forum legal untuk

memproses penyelesaian perselisihan hubungan industrial

oleh pihak ketiga melalui pengadilan hubungan industrial,

yang merupakan pengadilan khusus yang dibentuk di

lingkungan pengadilan negeri.1 Adapun bentuk perselisihan

yang dapat diajukan ke pengadilan hubungan industrial

hanya meliputi perselisihan hak, perselisihan

kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan

perselisihan antar serikat pekerja.2

Namun sebelum mengajukan gugatan ke perselisihan

hubungan industrial, maka wajib untuk melakukan beberapa

proses penyelesaian sengketa diluar pengadilan.3 Pertama-

tama jika terjadi perselisihan hubungan industrial maka

wajib diselesaikan terlebih dahulu melalui perundingan

1 Aloysius Uwiyono,et al., Asas-Asas Hukum Perburuhan, (Jakarta: Rajawali Perse, 2014), hlm.141.

2Ibid., hlm. 1273Ibid., hlm. 142

Page 21

bipartityang menjunjung tinggi prinsip musyawarah untuk

mencapai mufakat. Kemudian penyelesaian perselisihan

melalui bipartit ini harus diselesaikan paling lama 30

hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan, apabila

dalam waktu 30 hari salah satu pihak menolak untuk

berunding atau tidak mencapai kesepakatan, maka

perundingan bipartit dianggap tidak berhasil.

Selanjutnya, jika perundingan bipartit gagal, maka

salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan

perselisihannya kepada instansi Departemen Tenaga Kerja

dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian

melalui perundingan bipartit telah dilakukan. Setelah

menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak,

Departemen Tenaga Kerja wajib menawarkan kepada para

pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui

konsiliasi atau melalui arbitrase.Kemudian jika para

pihak tidak memilih saran untuk menyelesaikan

perselisihan melalui konsiliasi atau arbitrase maka

Departemen Tenaga Kerja melimpahkan penyelesaian

perselisihan kepada mediator. Disini mediator bertugas

untuk melakukan mediasi serta mempunyai kewajiban

memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang

berselisih untuk menyelesaikan perselisihan. Setelah

proses penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak

mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat

mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.

Page 21

Didalam Pengadilan Hubungan Industrial, perselisihan

akan diperiksa dan diputus oleh hakim, yang terdiri dari

satu Hakim Karier, dan 2 Hakim Ad-hoc yang penangkatannya

atas usul serikat pekerja dan organisasi pengusaha.

Dari ringkasan mengenai Hukum Acara Perselisihan

Hubungan Industrial Indonesia yang sudah disinggung

diatas, sangat menarik tentunya untuk mengkomparasikannya

dengan ketentuan Hukum Acara di Negara lain. Hal tersebut

tentunya akan menambah wawasan penulis dan pembaca yang

berniat untuk mendalami permasalahan Penyelesaian

Hubungan Industrial. Maka dari itu dalam makalah ini

penulis menjatuhkan hatinya kepada Perselisihan Hubungan

Industrial di Negara Malaysia dalam putusan 24/4-270/12

antara Loke Pang Keong dengan Subang Perdana Services

SDN. BHDuntuk di kaji secara lebih mendalam menggunakan

perspektif Hukum Acara.

1.2 Pokok Permasalahan

1. Bagaimana penerapan Hukum Acara dalam

Perselisihan Hubungan Industrial di Indonesia

dalam putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor

14/G/2014/PHI.PN.PTK Tahun 2014?

2. Bagaimana penerapan Hukum Acara dalam

Perselisihan Hubungan Industrial di Malaysia

dalam putusan 24/4-270/12?

Page 21

1.3 Kasus Posisi

1.3.1Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor

14/G/2014/PHI.PN.PTK Tahun 2014

Penggugat :

Salmon Pahala Simanjuntak, Pekerjaan Swasta,

Alamat di Wonoyoso Nomor 157 Pontianak.

Tergugat :

PT. COLUMBINDO PERDANA CABANG PONTIANAK, Alamat

Jalan Imam Bonjol Nomor 84 Pontianak yang

diwakili oleh 3 karyawannya yaitu Tri Yoga

Kuncoro, Eka Agustini dan Makro Prasetyo.

Salmon Pahala Simanjuntak adalah mantan karyawan PT.

Columbindo Perdana Cabang Pontianak. Salmon

bekerjasejak 19 Oktober 2001 hingga 11 Agustus 2014

denganjabatanterakhirsebagaikolektordenganupah

1.591.000 setiap bulannya. Akan tetapipada 28 Juni

2012, telahterjadipemecatankerja yang

dilakukanolehPerusahaansecarasepihakdenganalasan yang

tidaklogis. Setelahterjadipemecetan,

penggugatditawarkanuangkompensasisebesar 5 JutaRupiah

sebagai pesangon,

akantetapiditolakolehpenggugatkarenatidaksesuaidenganm

asakerja yang telahialakukan kepada perusahaan

Page 21

Merasa tidak puas dengan keputusan yang telah dibuat

perusahaan, Salmon memberanikan diri untuk

memperjuangkan hak pesangonnya. Akhirnya pada 23 Juli

2013 Salmon melaporkepada Dinas Tenaga KerjaKota

Pontianak karenatidakjugamenemukan kata

sepakatmengenaipemutusanhubungankerja.

Setelahmendengaradanyalaporantersebut, Dinas Tenaga

Kerja Kota Pontianak memanggilSalmon dan PT.

COLUMBINDO PERDANA CABANG PONTIANAKuntuk melaksanakan

proses mediasi. Akan tetapi proses mediasi tersebut

bermuara pada kegagalan karena tidak ada kata sepakat

diantara kedua belah pihak. Sehingga Dinas Tenaga

Kerja Kota Pontianak menyimpulkan bahwapada tanggal 29

Oktober 2013 telahputushubungankerja antara Salmon dan

PT. COLUMBINDO PERDANA CABANG PONTIANAKkarena PHK,

dandianjurkankepada

tergugatuntukmembayaruangkompensasisebesarRp.

29.950.978 kepada Salmon.

Akan tetapitergugattidakmau menjalankan saran

dariDinas Tenaga Kerja Kota Pontianak karena merasa

Salmon tidaklah di PHK akan tetapi hanya ingin

dimutasi saja ke PT. COLUMBINDO PERDANA cabang yang

lain, sehingga menurut hemat tergugat tidaklah perlu

membayar uang pesangon karena Salmon belumlah di PHK.

Setelah melalui proses mediasi antara penggugat dan

tergugat, maka dilakukanlahupayapenyelesaian

Page 21

lainmelaluiupaya bipatritdantipatrit namun

jugatakkunjungmendapatkansolusi diantara keduanya.

Hingga pada akhirnya Salmon membuat gugatan dan di

masukan ke Panitera Pengadilan tertanggal 6 maret 2014

yang telah dilampiri anjuran dan risalah penyelesaian.

Setelah menjalani proses beracara mulai dari,

pengajuan gugatan, pemanggilan para pihak, pemanggilan

saksi dan ahli, eksepsi, mendengarkan gugatan, replik

duplik, dan pembuktian, pada akhirnya tanggal 19 Juni

2014, dikeluarkanlahputusanoleh Hakim yang

beranggotakanAchmad Syaripudin S.H, Alinafiah Damanik

S.H., M.HdanSyahardi Rahim, S.E. Inti dari putusan

tersebut adalah mengabulkansebagiangugatanpenggugat

yang

menyatakanbahwapenggugattelahmelakukanperbuatanmelangg

arhukum, bahwapenggugatdantergugatsudahtidakada

lagihubungankerjakarena PHK, dan menghukum tergugat

untuk membayar uang kompensasi kepada Penggugat

sebesar Rp. 29.950.978.

1.3.2 Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Malaysia

24/4-270/12

Penggugat :

Loke Pang Keong

Tergugat :

Subang Perdana Services SDN. BHD

Page 21

Gugatan diajukan oleh penggugat kepada Pengadilan

Industrial Malaysia tertanggal 13 Oktober 2012.

Pemanggilan para pihak di laksanakan sejumlah 8 kali,

yaitu pada tanggal 24 April 2012,24 Mei 2012, 28 Juni

2012,6 Agustus 2012 ,6 September 2012, 8 Oktober

2012 ,03 Desember 2012, dan16 Januari 2013.

Persidangan dengan agenda mendengar keterangan dari

para pihak dan saksi dilaksanakan pada 16 Januari

2013

Penggugat melakukan cuti dan merasa sudah

mendapatkan izin dari perusahaan, dengan membawa

sejumlah barang yaitu mobil perusahaan, laptop

perusahaan, kunci kantor, dan kartu sehat AIA.

Pada tanggal 26 Mei 2010 tergugat telah mengirimkan

telegram kepada penggugat untuk segera mengembalikan

aset perusahaan berupa mobil perusahaan, laptop

perusahaan, kunci kantor, dan kartu sehat AIA karena

akan digunakan untuk menjalankan kegiatan usaha.

Tetapi penggugat tidak membalas telegram dari

penggugat dalam jangka waktu yang cukup lama. Tergugat

melakukan pemecatan kepada penggugat, karena menilai

bahwa izin cuti yang dipakainya tidaklah tepat, karena

tidak mendapatkan persetujuan dari perusahaan.

Dalam putusannya, Hakim menilai bahwa alasan

penggugat untuk memberhentikan kerja penggugat

Page 21

sangatlah tidak reasonable jika hanya tidak membalas

telegram. Karena alasan pemecetannya tidak tegas dan

tidak jelas maka hakim menghukum termohon dengan

membayar ganti rugi sebesar RM137,200.00 kepada pihak

penggugat.

BAB II

PEMBAHASAN DAN ANALISA

2.1 Alasan Memilih Topik

Dari banyaknya topik yang tersedia didalam mata

kuliah Kapita Selekta Hukum Acara Perdata, saya

sepakat untuk menjatuhkan pilihan kepada topik

Penyelesaian Hubungan Industrial karena beberapa

alasan.

Pertama, perlu di akui Indonesia adalah negara

berkembang yang masih banyak mengasilkan banyak

pekerja, bukannya pengusaha.4 Itu artinya banyak

sekali orang Indonesia yang berada dalam hubungan

kerja yang sub-ordinatif (atas bawah) dengan orang

lain, maka dari itu pemahaman mengenai hubungan kerja

dan penyelesaiannya mutlak untuk dipahami secara utuh.

Sehingga apabila terjadi perselisihan antara pekerja

4Badan Pusat Statistik, “Jumlah Angkatan Kerja, Penduduk Bekerja, Pengangguran, TPAK dan TPT, 1986-2013” http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=06&notab=5 , diunduh pada 25 Oktober 2014.

Page 21

dan pengusaha, orang-orang Indonesia dapat

memaksimalkan hak-hak yang seharusnya ia dapatkan.

Kedua, ketentuan mengenai hukum perburuhan dan

penyelesaiannya memiliki ciri khas yang sangat unik,

yaitu memilikiunsur publik dalam hubungan keperdataan.

Hal ini dapat dilihat dari mekanisme penyelesaian

secara tripatrit melalui mekanisme mediasi yang

dilakukan oleh lembaga publik berupa Dinas Tenaga

Kerja dan Transmigrasi.

Ketiga, penulis sengaja memilih putusan Pengadilan

Negeri Kota Pontianak Nomor 14/G/2014/PHI.PN.PTK Tahun

2014 dengan Putusan Perselisihan Hubungan Industrial

Malaysia dalam putusan 24/4-270/12 dengan alasan,

Malaysia merupakan Negara dengan sistem hukum common

law, sedangkan Indonesia adalah Negara dengan sistem

hukum civil law.5 Namun terdapat kemiripan dalam hal

kompetensi absolut penyelesaian sengketa perburuhan,

yakni dengan peradilan khusus berupa Pengadilan

Hubungan Industrial (Indonesia), dan Industrial Court

(Malaysia).Kemudian, dengan banyaknya Tenaga Kerja

Indonesia dan Tenaga Kerja Wanita yang bekerja di

Malaysia6, sudah menjadi suatu keharusan bagi para Juris

5Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm.20.

6Wiji Nurhayat, “Tenaga Kerja Indonesia Paling Banyak Tersebar di Malaysia” , http://finance.detik.com/read/2012/09/26/170223/2038424/4/tena

Page 21

untuk mengetahui ketentuan hukum perburuhan di Negeri

orang, agar saudara-saudara kita yang ada di Malaysia

tidak terus dibodohi karena alasan tidak tahu hukum.

2.2Dasar Hukum dan Analisis Yuridis

Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor

14/G/2014/PHI.PN.PTK Tahun 2014

Dasar hukum dari penyelesaian perselisihan hubungan

industrial di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 13

tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang No.

2 tahun 2004Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial. Secara substansial perbedaan dari kedua

Undang-Undang tersebut yaitu Undang-Undang No.13 Tahun

2003 lebih menitikberatkan kepada Hukum Materiil tentang

ketenagakerjaan, sedangkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004

lebih memfokuskan mengenai pengaturan hukum acara atau

hukum formil.

Berdasarkan Undang-Undang No.2 Tahun 2004Pengadilan

Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus yang

dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang

memeriksa, mengadili dan memutus terhadap perselisihan

hubungan industrial. Sebelum masuk ke dalam proses

peradilan di Pengadilan Hubungan Industrial terdapat

ga-kerja-indonesia-paling-banyak-tersebar-di-malaysia , diunduh pada 24 Oktober 2014

Page 21

mekanisme yang harus ditempuh terlebih dahulu oleh para

pihak, yaitu wajib untuk melakukan beberapa proses

penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Pertama-tama

jika terjadi perselisihan hubungan industrial maka wajib

diselesaikan terlebih dahulu melalui perundingan

bipartityang menjunjung tinggi prinsip musyawarah untuk

mencapai mufakat. Kemudian penyelesaian perselisihan

melalui bipartit ini harus diselesaikan paling lama 30

hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan, apabila

dalam waktu 30 hari salah satu pihak menolak untuk

berunding atau tidak mencapai kesepakatan, maka

perundingan bipartit dianggap tidak berhasil.

Selanjutnya, jika perundingan bipartit gagal, maka

salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan

perselisihannya kepada instansi Departemen Tenaga Kerja

dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian

melalui perundingan bipartit telah dilakukan. Setelah

menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak,

Departemen Tenaga Kerja wajib menawarkan kepada para

pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui

konsiliasi atau melalui arbitrase.Kemudian jika para

pihak tidak memilih saran untuk menyelesaikan

perselisihan melalui konsiliasi atau arbitrase maka

Departemen Tenaga Kerja melimpahkan penyelesaian

perselisihan kepada mediator. Disini mediator bertugas

Page 21

untuk melakukan mediasi serta mempunyai kewajiban

memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang

berselisih untuk menyelesaikan perselisihan. Setelah

proses penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak

mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat

mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.

Dalam kasus ini pihak penggugat sudah melakukan

mekanisme bipatrit dengan pihak tergugat membahas

mengenai pemutusan hubungan kerja dan jumlah uang

pesangon yang diberikan, akan tetapi dalam proses

tersebut tidak menemukan suatu solusi. Mengenai mekanisme

bipatrit diberikan waktu selama 30 hari untuk mencapai

kata mufakat, akan tetapi jika dalam waktu 30 hari itu

tidak tercapai mufakat, maka bipatrit dinyatakan gagal.

Proses selanjutnya yang harus ditempuh oleh para

pihak adalah melaporkan hasil bipatrit tersebut kepada

Dinas Tenaga Kerja setempat selaku lembaga tripatrit.

Dalam kasus ini, pihak yang melaporkan adalah pihak

penggugat kepada Dinas Tenaga Kerja Kota Pontianak

tertanggal 23 Juli 2013. Selanjutnya Dinas Tenaga Kerja

diharuskan untuk menawari apakah penyelesaiannya ingin

menggunakan konsiliasi atau arbitrase. Tetapi dalam kasus

ini para pihak memilih untuk tidak menggunakan keduanya,

Page 21

dan lebih memilih menggunakan mekanisme mediasi bersama

mediator dari Dinas Tenaga Kerja. Kemudian dari hasil

mediasi tersebut dinyatakan bahwa pada tanggal 29 Oktober

2013 hubungan antara penggugat dan tergugat telah

berakhir karena PHK, dan tergugat diwajibkan untuk

membayar uang kompensasi sebesar Rp. 29.950.978 kepada

penggugat.

Akan tetapi pihak tergugat tidak menerima keputusan

tersebut, dan tidak bersedia untuk membayar uang

kompensasi sebesar Rp. 29.950.978 karena menilai bahwa

penggugat belumlah di PHK, ia hanya ingin dimutasi saja

ke cabang perusahaan di kota lain. Pernyataan tersebut

tentunya menjadi dasar kepada penggugat untuk mengajukan

gugatan Pengadilan Hubungan Industrial.

Dalam mengajukan gugatan, penggugat harus mengikuti

format gugatan seperti yang diatur di dalam Hukum Acara

Perdata. Dimana gugatan terdiri dari 3 hal yaitu Persona

Standi in Judicio, Posita dan Petitum.7 Dalam petitumnya

pihak penggugat meminta 2 hal, yaitu meminta pengadilan

untuk menyatakan sah putusnya hubungan kerja antara

penggugat dan tergugat, dan meminta kepada pengadilan

untuk menyatakan anjuran tertulis dari Dinas Sosial

7Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, (Bandung : Mandar Maju, 2009) hlm.227.

Page 21

Tenaga Kerja Kota Pontianak Nomor : 567/1350/DSTK-HI/2013

adalah sah dan berlaku.

Ketentuan mengenai kompetensi relatif diatur didalam

Pasal 81 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, bahwa dalam

mengajukan gugatan harus dimasukan kepada Pengadilan

Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang merupakan

daerah hukum tempat buruh bekerja. Dalam hal ini, buruh

bekerja di PT. COLUMBINDO PERDANA CABANG PONTIANAK, yang

berlamat di Jalan Imam Bonjol Nomor 84 Pontianak. Itu

artinya, sudah tepat jika gugatan tersebut diajukan

kepada Pengadilan Hubungan Industrial yang berada di

Pengadilan Negeri Kota Pontianak selaku tempat penggugat

bekerja.

Ketentuan mengenai sidang pertama diatur didalam pasal

88 dan 89 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004. Bahwa

selambat-lambatnya dalam 7 hari kerja Pengadilan Negeri

harus sudah menetapkan majelis hakim yang terdiri dari

Hakim sebagai ketua majelis dan 2 orang Hakim Ad Hoc

sejak gugatan diterima oleh panitera pengadilan. Itu

artinya, 7 hari kerja setelah 6 maret 2014 Pengadilan

Negeri harus sudah menetapkan Majelis Hakim. Dalam kasus

ini yang menjadi ketua majelis Hakim adalah Achmad

Syaripudin S.H, dan yang menjadi Hakim Adhoc

adalahAlinafiah Damanik S.H., M.HdanSyahardi Rahim, S.E.

berdasarkan Surat Penetapan Ketua Pengadilan Hubungan

Page 21

Industrial nomor : 14/G/2014/PHI.PN.PTK tanggal 7 Maret

2014. Itu artinya berdasarkan pasal 89 ayat 1, bahwa 7

hari kerja sejak penetapan majelis (7 Maret 2014) harus

sudah dilaksanakan hari sidang pertama.

Berdasarkan pasal 90 Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2004, baik pihak penggugat maupun tergugat dapat

mengajukan saksi atau saksi ahli. Akan tetapi dalam

putusan ini para pihak tidak mengajukan baik saksi maupun

saksi ahli.

Selanjutnya mengenai pembuktian tidak diatur secara

terperinci didalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, itu

artinya berlakulah ketentuan mengenai Hukum Acara Perdata

dalam hal pembuktian. Bahwa pembuktian diatur dalam pasal

164 HIR jo 284 Rbg jo 1866 BW yang terdiri dari alat

bukti tertulis, saksi,persangkaan, pengakuan, dan sumpah.

Dalam kasus ini, bukti yang diajukan oleh pihak penggugat

adalah Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Pontianak Nomor :

567/1350/DSTK-HI/2013, sedangkan dari pihak tergugat

adalah surat peringatan kepada pihak penggugat dan

peraturan perusahaan.

Yang terakhir adalah mengenai pengambilan putusan

yang diatur pada pasal 100 Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2004. Bahwa yang paling penting putusan tersebut agar

tidak batal demi hukum haruslah dibacakan dalam sidang

yang terbuka untuk umum. Dalam hal ini, pembacaan putusan

Page 21

dilaksanakan pada hari Kamis, 26 Juni 2014 yang terbuka

untuk umum. Apabila terdapat pihak yang belum puas,

tersedia upaya hukum berupa kasasi ke Mahkamah Agung

sejak 14 hari kerja setelah keluarnya putusan dan harus

diselesaikan selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak

penerimaan permohonan kasasi.

Putusan Perselisihan Hubungan Industrial Malaysia dalam

putusan 24/4-270/12

Malaysia adalah Negara jajahan Inggirs, maka dari

itu sistem hukum yang dianut adalah sistem hukum common

law. Ketentuan mengenai hukum perburuhan pada dasarnya

diatur dalam 3 Undang-Undang8, Act 265 tentang Employment

Tahun 1955, Act 262 tentang Trade Unions Tahun 1959, dan

Act 177 tentang Industrial Relations Tahun 1967. Ketentuan

mengenai Peradilan Hubungan Industrial di Malaysia di

atur secara tegas didalam Act 177 tentang Industrial Relations

Tahun 1967 yang secara khusus dituangkan dalam Bab ke

VII. Di dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa

Pengadilan Hubungan Industrial Malaysia memiliki

8Industrial Court of Malaysia, “Acts”http://www.mp.gov.my/index.php/en/links/acts , diunduh pada 26 Oktober 2014.

Page 21

kompetensi absolut untuk memeriksa perkara mengenai

perburuhan.

Act 177 tentang Industrial Relation Tahun 1967 menyatakan

bahwa sehubungan dengan perkara pemecatan atau Dismissal,

maka para pihak diwajibkan untuk melakukan suatu

mekanisme tentang pembelaan hak terlebih dahulu. Prosedur

tersebut terdiri dari 3 bagian yaitu, Jalur Konsiliasi

(Bab V), Jalur keberatan atau Representations of Dismissal (Part

VI), dan jalur litigasi di Industrial Court (Bab VII).

Dalam Putusan Perselisihan Hubungan Industrial

Malaysia Nomor 24/4-270/12dapat kita lihat bahwa Majelis

Hakim mengabulkan gugatan penggugat secara Verstek atau

tergugat tidak hadir. Sedangkan proses mendengar (hearing)

hanya dilakukan secara ex parte (sepihak). Karena Negara

Malaysia adalah negara dengan tradisi hukum common law,

maka apabila suatu issue tidak diatur didalam peraturan

perundang-undangan maka digunakanlah suatu Yuriprudensi

dari putusan terdahulu. Dalam putusan ini digunakan

Yurisprudensi Wong Brothers Construction v. Choo Chee

Siam (2005) yang menyatakan bahwa apabila perusahaan

absent atau tidak hadir didalam persidangan, maka Majelis

Hakim tetap menjalankan sidang secara In Absentia atau

mendengar keterangan pemohon saja.

Meskipun pada faktanya pihak tergugat sempat hadir

sekali dalam persidangan yang digelar pada hari pertama,

Page 21

akan tetapi pada sidang selanjutnya pihak tergugat tidak

hadir. Kemudian pihak Pengadilan telah melakukan

pemanggilan kepada tergugat sebanyak 8 kali yaitu pada

tanggal 24 April 2012,24 Mei 2012, 28 Juni 2012,6 Agustus

2012 ,6 September 2012, 8 Oktober 2012,03 Desember 2012,

dan16 Januari 2013. Akhirnya putusan dikeluarkan pada 20

Februari 2013, yang menyatakan tergugat harus membayar

sejumlah uang kepada penggugat, dan tersedia waktu 30

hari kerja sejak putusan ini dikeluarkan untuk

melaksanakannya.

Berdasarkan amar putusan tersebut, Tergugat (dalam Act

177 disebut Employer) dihukum membayar ganti rugi kepada

Penggugat (Workmen) sebesar RM137,200.00 yang terdiri

dari pengembalian upah (Backwages) dan kompensasi sebagai

ganti kerugian (Compensation in lieu of reinstatement).

2.3 Hubungan dengan Materi Perkuliahan

Perselisihan Hubungan Industrial menurut Pasal

1Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 adalah perbedaan

pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara

pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/ buruh

atau serikat pekerja/ serikat buruh karena adanya

perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan,

perselisihan PHK, perselisihan antar serikat

pekerja/serikat buruh hanya dalam 1 perusahaan.

Page 21

Dalam kasus ini, penyelesaian perselisihan hubungan

industrial ditempuh melalui Pengadilan Hubungan

Industrial. Pengadilan Hubungan Industrial adalah suatu

proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial

oleh pihak ketiga melalui pengadilan hubungan

industrial, yang merupakan pengadilan khusus yang

dibentuk di lingkungan pengadilan negeri.9

Sebab terjadinya perselisihan perburuhan dikarenakan

2 hal, yaitu pelanggaran, dan tanpa pelanggaran.

Pelanggaran: Perselisihan hak

a. Beda pelaksanaan, misal perjanjian kerja menyatakan

bahwa pegawai dikontrak 6 bulan, setelah 6 bulan

kontrak diperpanjang terus hingga 4 tahun, padahal

kontrak kerja menyatakan setelah 3 kali perpanjangan

tidak boleh diperpanjang lagi.

b. Beda perlakuan, terhadap jenis pekerjaan yang sama

akan tetapi terdapat perbedaan perlakuan antara satu

individu dengan yang lainnya.

c. Beda penafsiran, terdapat perbedaan pengartian

terhadap suatu norma hukum yang ada didalam suatu

perundang-undangan untuk menguntungkan kepentingan

yang bersangkutan.

Tanpa pelanggaran : perselisihan kepentingan

9Ulwiyono, loc.cit.

Page 21

a. Beda penafsiran;

b. Perubahan syarat kerja.

Mekanisme penyelesaian sengketa perburuhan, antara lain:

a. Metode keluh kesah/keberatan kepada atasan langsung

b. Negosiasi dengan jajaran pimpinan perusahaan

c. Mediasi – Konsiliasi: Menghasilkan rekomendasi

d. Arbitrase oleh Arbiter: Menghasilkan Perjanjian

Bersama

e. Gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial di

Pengadilan Negeri.

Dalam Putusan Pengadilan Negeri Kota Pontianak Nomor

14/G/2014/PHI.PN.PTK Tahun 2014 dengan Putusan

Perselisihan Hubungan Industrial Malaysia dalam putusan

24/4-270/12 terdapat beberapa hal yang dapat dicermati,

yaitu :

a. Mengenai Jenis Sengketa

Sengketa yang terjadi berupa perselisihan

Pemutusan hubungan kerja (PHK).Perselisihan

pemutusan hubungan kerja adalan perselisihan yang

timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat

mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan

oleh salah satu pihak.10 Misalnya : Buruh menolak

untuk diputuskan hubungan kerjanya, karena

10Ibid., hlm. 128

Page 21

pesangonnya tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang

berlaku atau nilainya masih lebih rendah daripada

perhitungan undang-undang.Dalam PutusanPengadilan

Negeri Kota Pontianak Nomor 14/G/2014/PHI.PN.PTK

Tahun 2014, terjadi perselisihan pemutusan hubungan

kerja antara Salmon Pahala Simanjuntak dan PT.

COLUMBINDO PERDANA CABANG PONTIANAK, karena Salmon

sudah merasa di PHK oleh perusahaan, tapi perusahaan

menyatakan belum mem-PHK nya karena tidak mau

membayar uang pesangon yang dibebankan. Selain itu

juga, terjadi perselisihan mengenai uang pesangon,

menurut Salmon jumlah uang pesangon berdasarkan masa

kerjanya adalah sebesar Rp. 29.950.978, akan tetapi

PT. COLUMBINDO PERDANA CABANG PONTIANAK hanya ingin

memberikan uang kompensasi sebesar Rp. 5.000.000.

Sedangkan pada Putusan Perselisihan Hubungan

Industrial Malaysia dalam putusan 24/4-270/12

terjadi PHK terhadap Loke Pang Keong yang dilakukan

Subang Perdana Services SDN. BHD karena terdapat

perselisihan HAK. Perselisihan Hak adalah

perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya

hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau

penafsiran terhadap suatu peraturan. Dalam kasus

ini, Loke menanggap bahwa cuti yang dilakukan

olehnya telah mendapat persetujuan dari pihak

perusahaan, akan tetapi perusahaan membantah telah

Page 21

memberikan izin kepada Loke karena dalam cutinya ia

membawa barang-barang milik perusahan seperti mobil,

kunci kantor, dan laptop.

b. Mekanisme penyelesaian sengketa perburuhan

Sengketa pada Putusan Pengadilan Negeri Kota

Pontianak Nomor 14/G/2014/PHI.PN. sudah dilakukan

dengan mekanisme yang tepat sesuai dengan Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2004 , yakni melakukan

musyawarah internal terlebih dahulu dengan pihak

tergugat untuk mencari suatu kata mufakat. Apabila

mekanisme tersebut gagal, salah satu pihak (dalam

kasus ini penggugat) dapat mengajukan permohonan

kepada Dinas Tenaga kerja untuk melakukan proses

mediasi. Kenyataanya proses mediasi itu pun tidak

dijalankan oleh pihak tergugat, maka dari itu

penggugat dapat mengajukan gugatannya kepada

Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri

Kota Pontianak, dan gugatannya dikabulkan untuk

sebagian. Dalam hal ini pihak penggugat telah

menjalankan amanat Undang-Undang No. 02 Tahun 2004

dengan baik, yakni dengan menjalani proses bipatrit

dan tripatrit terlebih dahulu, dan kemudian baru

menempuh upaya hukum melalui jalur litigasi kepada

Pengadilan Hubungan Industrial.

Page 21

Pada Putusan Peradilan Hubungan Industrial

Malaysia Nomor : 24/4-270/12, pihak penggugat telah

melakukan prosedur yang tepat dengan mengajukan

perkara tersebut kepada Peradilan Hubungan

Industrial Malaysia, hal ini sesuai dengan Act 177

Tentang Industrial Relations Act 1967 yang

menyatakan bahwa peradilan hubungan industrial

Malaysia memiliki kompetensi absolut dalam

menyelesaikan perselisihan suatu hubungan

Industrial. Berdasarkan Pasal 30 ayat 3 Undang-

Undang tersebut, dinyatakan bahwa pengadilan harus

mengeluarkan putusan terhitung sejak 30 hari setelah

gugatan itu dimasukan ke pengadilan. Jadi dalam

kasus ini, dihitung sejak 30 hari setelah 13 Oktober

2012.

c. Mengenai Sebab terjadinya sengketa

Sengketa pada Putusan Pengadilan Negeri Kota

Pontianak Nomor 14/G/2014/PHI.PN diawali oleh adanya

sebuah pelanggaran yang dilakukan oleh tergugat

tentang perselisihan hak mengenai uang pesangon dan

definisi pemutusan hubungan kerja. Hal ini

disebabkan oleh adanya beda pelaksanaan antara

penggugat dan tergugat mengenai jumlah uang

pesangon, penggugat menyatakan bahwa jumlah uang

Page 21

pesangon harus sesuai dengan Undang-Undang dan saran

dari Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Pontianak, akan

tetapi tergugat hanya ingin memberikan jumlah uang

sesuai nominal orang yang di mutasi saja.

Sedangkan dalam putusan Peradilan Hubungan

Industrial Malaysia Nomor 24/4-270/12 terdapat

pelanggaran tentang perselisihan hak yang disebabkan

oleh terjadinya perbedaan penafsiran oleh kedua

belah pihak. Penggugat mengklaim bahwa cuti yang ia

lakukan telah mendapatkan persetujuan dari

perusahaan, sedangkan tergugat mengklaim bahwa cuti

yang penggugat lakukan tidaklah mendapat persetujuan

karena membawa barang-barang milik tergugat seperti

mobil,laptop, dan kunci kantor. Alasan tersebutlah

yang mendasari tergugat untuk melakukan pemutusan

hubungan kerja kepada penggugat.

2.4 Perkembangan Terbaru Terkait Kasus

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2004 di Indonesia , hal tersebut merupakan

cerminan progresivitas pembaruan di dalam konteks

hukum perburuhan. Hal tersebut kiranya patut kita

apresiasi terlebih dahulu.Didalam ketentuan tersebut

terdapat 4 hal yang menarik untuk dikaji lebih

mendalam, yaitu mengenai kewenangan Pengadilan

Page 21

Hubungan Industrial dan mengenai pengangkatan hakim

ad Hoc.

Berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang No. 2 Tahun

2004 Tugas dan wewenang Pengadilan Hubungan

Industrial adalah memeriksa, mengadili dan memutus :

Perselisihan Hak sebagai pengadilan tingkat pertama.

Perselisihan Kepentingan sebagai pengadilan tingkat

pertama sekaligus terakhir.

Perselisihan PHK sebagai pengadilan tingkat pertama.

Perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh

dalam satu perusahaan sebagai pengadilan tingkat

pertama sekaligus terakhir.

Dari uraian yang telah dipaparkan diatas,

tentunya terdapat isu yang menarik untuk kita cermati.

Terhadap Perselisihan Hak dan Perselisihan PHK

disediakan upaya hukum berupa kasasi kepada Mahkamah

Agung, itu artinya tidak ada proses banding terlebih

dahulu. Sedangkan untuk perkara mengenai perselisihan

kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja

tidak terdapat upaya hukum yang disediakan kepada para

pihak, itu artinya putusan tersebut bersifat final dan

mengikat. Menjadi pertanyaan mengapa terdapat

diskriminasi pemberlakuan upaya hukum didalam masing-

masing perselisihan? Bukankah sebaiknya upaya hukum

disediakan di setiap bentuk perselisihan sebagai

Page 21

sarana bagi pihak yang belum puas untuk mencapai

keadilan yang substantif?

Isu menarik lainnya adalah komposisi Majelis

Hakim dalam Pengadilan Hubungan Industrial. Komposisi

Majelis Hakim pada Pengadilan Hubungan Industrial

terdiri dari satu orang Hakim Pengadilan Negeri yang

pengangkatannya langsung oleh Ketua Mahkamah Agung,

satu orang Hakim Ad hoc dari kalangan serikat

pekerja/buruh, dan satu orang Hakim Ad hoc dari

kalangan organisasi pengusaha. Meskipun terdapat

kekurangan dalam hal rekrutmen Hakim Adhoc terkait

akuntabilitas dan prosedur penangkatannya, tetapi ide

tersebut boleh dicoba pada pengadilan jenis lainnya.

Komposisi Hakim di Pengadilan Hubungan Industrial

sangatlah merepresentasikan para pihak yang

bersinggungan, yaitu buruh, pengusaha dan negara.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan Undang-Undang No. 13 tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan dan Undang-Undang No. 2 tahun 2004Tentang

Page 21

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, kompetensi

absolut Pengadilan Indonesia dalam hal Perselisihan

Hubungan Industrial terletak pada Kompetensi absolut

Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri.

Upaya hukum yang dapat ditempuh untuk melawan putusan

Pengadilan Hubungan Industrial adalah kasasi kepada

Mahkamah Agung.

2. Di Malaysia kompetensi Absolut mengenai sengketa

perburuhan terletak di Industrial Court of Malaysia, hal ini

sesuai Act 177 tentang Industrial Relation Tahun 1967 yang

menyatakan bahwa sehubungan dengan perkara pemecatan atau

Dismissal, maka para pihak diwajibkan untuk melakukan suatu

mekanisme tentang pembelaan hak terlebih dahulu. Prosedur

tersebut terdiri dari 3 bagian yaitu, Jalur Konsiliasi

(Bab V), Jalur keberatan atau Representations of Dismissal (Part

VI), dan jalur litigasi di Industrial Court (Bab VII).

3..Sengketa pada Putusan Pengadilan Negeri Pontianak

Nomor 14/G/2014/PHI.PN.PTK Tahun 2014 sudah dilakukan

sesuai dengan mekanisme dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2004,yaitu melewati proses bipatrit terlebih dahulu untuk

mencari mufakat antara buruh dan pengusaha. Apabila

proses tersebut gagal, dilanjutkan dengan mekanisme

mediasi dengan mengajukan permohonan kepada Dinas Tenaga

kerja di wilayah kota setempat, namun dalam proses ini

juga gagal, karena pihak tergugat tidak mau untuk

Page 21

menjalankan saran dari Dinas Tenaga Kerja untuk membayar

uang pesangon sebesar Rp. 29.950.978. Setelah itu pihak

penggugat dapat mengajukan gugatannya kepada Pengadilan

Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri Kota Pontianak,

dan ternyata gugatannya dikabulkan untuk sebagian.

4. Pada Putusan Pengadilan Hubungan Industrial

Malaysia 24/4-270/12 pihak penggugat telah melakukan

prosedur yang tepat dengan mengajukan sengketa kepada

Industrial Court. Karena berdasarkan Act 177, Industrial Court

memiliki kompetensi Absolut untuk mengadili sengketa

perburuhan di Malaysia.

5. Hubungan antara putusan dan materi perkuliahan

dapat ditinjau dari 3 hal, yaitu mengenai jenis sengketa,

mengenai penyelesaian sengketa perburuhan, dan mengenai

sebab terjadinya sengketa

6. Terdapat isu unik didalam ketentuan putusan

tersebut, yaitu Komposisi Majelis Hakim dengan 2 Hakim

Ad-hoc dan upaya hukum yang tersedia hanya dikhususkan

bagi masalah tertentu saja.

3.2 Saran

Perlu di akui Indonesia adalah negara berkembang

yang masih banyak mengasilkan banyak pekerja, bukannya

pengusaha. Itu artinya banyak sekali orang Indonesia

yang berada dalam hubungan kerja yang sub-ordinatif

Page 21

(atas bawah) dengan orang lain atau warga negara lain,

maka dari itu pemahaman mengenai hubungan kerja dan

penyelesaiannya mutlak untuk dipahami secara utuh.

Sehingga apabila terjadi perselisihan antara pekerja

dan pengusaha, orang-orang Indonesia dapat

memaksimalkan hak-hak yang seharusnya ia dapatkan.

Kemudian, dengan banyaknya Tenaga Kerja Indonesia

dan Tenaga Kerja Wanita yang bekerja di Negeri Jiran

Malaysia, sudah menjadi suatu keharusan bagi para Juris

untuk mengetahui ketentuan hukum perburuhan di Negeri

orang, agar saudara-saudara kita yang ada di Malaysia

tidak terus dibodohi karena alasan tidak tahu hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Aloysius Uwiyono, Siti Hajati Hoesin, Widodo Suryandono,

Melania Kiswandari, .........2014, Asas-Asas _____Hukum

Perburuhan, Jakarta : Rajawali Pers.

Page 21

Goenawan Oetomo, 2004, Pengantar Hukum Perburuhan dan Hukum

Perburuhan di _____Indonesia, Jakarta: Grhadika Binangkit

Press.

Imam Soepomo, 1999. Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta:

Djambatan.

Regulasi

Indonesia, Undang-Undang Ketenagakerjaan, UU No. 13 Tahun

2003 , LN No.39 Tahun 2003, TLN. 4279

Kitab Undang-undang Hukum Perdata, diterjemahkan oleh R.

Subekti dan R. Tjitrosudibio, cetakan ke 23,1990,

Jakarta : Pradnya Paramitha

Malaysia, Act 177 tentang Industrial Relations Tahun 1967

Website

Badan Pusat Statistik. “Jumlah Angkatan Kerja, Penduduk

Bekerja, Pengangguran, TPAK ..........dan_TPT,_1986-2013”

.........http://bps.go.id/tab_sub/view.php?

kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=06&notab=5......... Diunduh

pada 25 Oktober 2014.

Nurhayat, Wiji. “Tenaga Kerja Indonesia Paling Banyak Tersebar

di Malaysia” ,

.........http://finance.detik.com/read/2012/09/26/170223/20384

Page 21

24/4/tenaga-kerja-indonesia- ......... paling-banyak-tersebar-

di-malaysia . Diunduh pada 24 Oktober 2014.

DISCLAIMER : Tulisan ini diperuntukan Penulis untuk

kepentingan tugas perkuliahan sehingga apabila terdapat

kekeliruan mohon dikoreksi. Sebagai insan akademis yang taat.

jika ingin men Copy-Paste harap izin ke nomor berikut

082114497494