Studi Fasies dan Perhitungan Original Gas In Place (OGIP) Menggunakan Pendekatan Metode Volumetris...
Transcript of Studi Fasies dan Perhitungan Original Gas In Place (OGIP) Menggunakan Pendekatan Metode Volumetris...
Studi Fasies dan Perhitungan Original Gas In Place (OGIP) Menggunakan Pendekatan
Metode Volumetris Pada PSC CBM Tanjung II, Cekungan Kutai
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
Diajukan Oleh: SAMARA GRAWIRA
H1F009043
2013
Samara Grawira Proposal Tugas Akhir
[email protected] or +62857 351 5 0555
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
CBM (Coal Bed Methane) pada beberapa tahun terakhir ini menjadi salah satu
kandidat alternatif pemenuhan kebutuhan energi fosil, dimana reservoir-reservoir gas
konvensional mulai mengalami penurunan produksi mendekati batas laju ekonomisnya,
dan belum ditemukannya atau belum mulai dieksploitasikannya lapangan gas baru. Gas
alam yang berasal dari batubara telah diketahui pada penambangan batubara dan
merupakan ancaman keselamatan bagi pekerja tambang karena beracun dan mematikan.
Untuk itu dibuat suatu sumur dengan target menembus lapisan batubara yang digunakan
sebagai tempat penambangan batubara bawah tanah sebagai teknik ventilasi yang
tujuannya membuang gas metana dari penambangan batubara.
Proses pemboran sumur – sumur migas dengan target reservoir batupasir atau
batugamping yang melewati lapisan batubara seringkali terjadi kick atau loss
circulation. Kick mengindikasikan adanya intrusi gas ke lubang sumur sedangkan loss
circulation mengindikasikan adanya rekahan. Indikasi ini memberi pandangan bahwa
lapisan batubara dapat dipertimbangkan sebagai reservoir.
Cadangan Coal Bed Methane (CBM) Indonesia saat ini cukup besar, yakni 450
TCS dan tersebar dalam 11 cekungan utama. Potensi terbesar terletak di South Sumatra
Basin yakni sekitar 183 TCF. Diikuti oleh Barito Basin dan Kutai Basin masing-masing
101,6 TCF dan 80,4 TCF.
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1 Mendapatkan gambaran kondisi dan karakter geologi pada daerah penelitian dan
hubungannya dengan batubara dan CBM (Coal Bed Methane) pada daerah
penelitian.
2 Mendapatkan gambaran tentang parameter kualitas CBM (Coal Bed Mehtane)
pada daerah penelitian dengan melakukan perhitungan porositas dan
permeabilitas pada lapisan batubara.
3 Melakukan analisis geokimia dari sampel batubara untuk mendapatkan data
vollatile matter, kandungan abu batubara (Ash Contant) , nilai Kalori (CV),
Vitrinite Reflectance (Ro), Total Sulfur, Fixed Carbon dan kandungan moisture
yang berkaitan untuk menentukan kualitas batubara dan plot dalam bentuk
scattered perbandingan yang didapat dari data log dan hasil analisa proximate.
4 Mengidentifikasi jenis fasies dan lingkungan pengendapan dari karakteristik
litologi pada interval daerah penelitian hanya dengan menggunakan data
wireline log.
5 Melakukan perhitungan Original Gas In Place dan mengkur besar cadangan
CBM pada daerah penelitian.
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian meliputi pembatasan daerah penelitian melalui
interpretasi beberapa sumur, interpretasi seismik guna menentukan ketebalan batubara
serta kualitas CBM (Coal Bed Methane ), analisa geokimia, serta identifikasi fasies
daerah penelitian.
1.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
Kegiatan Tugas Akhir ini direncanakan akan dilaksanakan selama 2 bulan pada
bulan Juli – September 2013. Tempat penelitian merupakan daerah yang terdapat pada
Cekungan Kutai Blok PSC CBM Tanjung II PT. Pertamina Hulu Energi, atau
disesuaikan dengan lokasi yang diberikan oleh perusahaan.
Adapun jadwal tugas akhir adalah sebagai berikut:
No Kegiatan Juli Agustus September
3 4 1 2 3 4 1 2 3
Tahap Persiapan
1 Studi Geologi Regional
2 Studi Coal Bed Methane Proses
Tahap Pengumpulan Data
3 Well Log Data : Wireline log data
setiap sumur
4 Core & Cutting Data : Deskripsi
dan Identifikasi struktur sedimen
5 Data Geokimia : Analisis
Proximate & Ultimate
Tahap Pengolahan Data
6 Well Correlation: Identifikasi
lithologi & Sequence Stratigraphy
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
7
Identifikasi Reservoir: pentuan
batas Reservoir, Deskripsi dan
Identifikasi Core -> Analisis
Fasies: Lithofacies, Sequence
Processes, Peta Facies
8
Perhitungan Porositas &
Permeabilitas -> Analisis Geokimia
dengan proximate dan
ultimate plot vs dari data
perhitungan log
9
Seismic : Interpretasi Seismic data,
Penentuan batas Horizon,
Interpretasi Patahan, Well Seismic
Tie
Tahap Penyusunan Laporan
BAB 1 Pendahuluan
BAB 2 Tinjauan Pustaka
BAB 3 Metode Penelitian
BAB 4 Isi
BAB 5 Kesimpulan dan Saran
Presentasi Progres
*). Jadwal dan lokasi penelitian bisa disesuaikan dengan kesepakatan dan ketentuan dari
PT. Pertamina Hulu Energi
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional Daerah Penelitian
2.1.1 Lokasi Cekungan Kutai
Cekungan kutai merupakan cekungan tersier tertua yang dan terdalam di
Indonesia bagian barat. Cekungan kutai terdapat di timur kalimantan. Luasnya mencapai
165.000 km persegi dan kedalamannya 12.000-14.000 meter. Cekungan Kutai di batasi
oleh Mangkalihat High di bagian utara,di sebelah selatan oleh Adang-Paternosfer fault,
Kuching High di barat dan terbuka pada bagian timur yaitu Selat Makasar.
Gambar 2.1 Posisi Geografi Cekungan Kutai. Upper kutai Basin (biru), Lower kutai basin (kuning)
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
2.1.2 Stratigrafi dan Evolusi Tektonik Cekungan Kutai
Stratigrafi cekungan kutai dimulai dari zaman Tersier, yaitu diendapkan sedimen
alluvial sebagai Formasi Kiham Haloq pada dasar cekungan yang merupakan batuan
beku dan metamorf, dekat dengan batas barat cekungan. Kemudian cekungan
mengalami subsiden selama Paleosen akhir – Miosen tengah hingga Oligosen,
kemudian terangkat dan menjadi tempat pengendapan Mangkupan Shale pada
lingkungan marginal hingga laut terbuka (open marine). Terdapat beberapa siliclastic
yang lebih kasar yaitu Beriun Sands yang secara lokal berasosiasi dengan sikuen shale,
mencirikan gangguan subsiden karena adanya pengangkatan. Setelah pengendapan
formasi Beriun, cekungan mengalami subsiden dengan cepat, kebanyakan terjadi karena
sagging cekungan yang menyebabkan pengendapan marine shale pada Formasi Atan
dan karbonat pada Formasi Kedango. Pada masa Oligosen terjadi tektonik yang
menyebabkan naiknya batas cekungan. Pengangkatan tersebut berkaitan dengan
pengedapan Vulkanik Sembulu di bagian timur cekungan.
Gambar 2.1.2 (a) Penampang regional barat laut – tenggara cekungan Kutai
Fasa stratigrafi tahap dua terjadi pada Miosen Awal, yaitu terjadi pengangkatan
dan pembalikan cekungan. Pada masa itu, endapan alluvial dan delta banyak terdapat di
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
dalam cekungan. Endapan tersebut terdiri dari fomasi Pamaluan, Pulubalang,
Balikpapan dan Kampung Baru, yang melampar kearah timur, dengan kirasan umur
Miosen Awal hingga Pleistosen. Pengendapan deltaic terus berlanjut hingga saat ini dan
berkembang hingga lepas pantai di sebelah timur cekungan Kutai.
Saat ini pola struktur yang ada di cekungan Kutai didominasi oleh lipatan-
lipatan rapat berarah NNE – SSW yang paralel dengan garis pantai dan dikenal sebagai
Samarinda Antiklinorium – Sabuk Lipatan Mahakan. Lipatan ini dicirikan oleh antiklin
asymetric yang rapat, yang dipisahkan oleh siklin yang lebar, dan mengandung
silickastik berusia Miosen. Kenampakan ini dominan terdapat di bagian timur cekungan
dan beberapa juga terdapat di lepas pantai. Pada daerah pantai, deformasinya terlihat
sangat komplek. Pada bagian barat cekungan telah terangkat, paling tidak 1500 - 3500
m sedimen telah hilang karena mekanisme pembalikan. Pada bagian ini, tektonik yang
ada mungkin mencapai basement.
Basement, hanya diketahui dari batas cekungan, terdiri dari bataan mafik dan
batuan sedimen yang menunjukkan variasi metamorfisma. Dari data pemboran, terdapat
basement vulkanik berusia sekitar Kapur.
Boh Beds. merupakan endapan tertua, terdiri dari shale, silt, dan batupasir halus.
Singkapan in hanya ditemui pada upper Mahakam dan sungai Boh dan lokasinya dekat
dengan semenanjung Mangkalihat dan juga merupakan bata utara cekungan. Secara
lokal kadang ditemui konglomerat basaltik dan vulkanoklastik.
Formasi Keham Halo. Berusia Eosen Tengah hingga Eosen Akhir. Terdiri dari batupasir
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
dan konglomerat. Formasi ini mempunyai ketebalan 1400 – 2000 m. horizon tufaan
juga terlihat pada formasi ini. Formasi Keham Halo berpotensi menjadi reservoir karena
penyebarannya meluas hingga batas cekungan.
Formasi Atan berusia Oligosen Awal hingga Oligosen Akhir. Mengandung shale
dan mudstone, kadang gampingan. Ketebalan diperkirakan 200 - 400m. Terdapat
interkalasi batugamping di upper sungai Mahakam, interkalasi batupasir halus juga
terdapat dalam formasi Atan. Pengendapan formasi Atan terputus karena fase regresif,
ditandai dengan klastik kasar berusia Oligosen Akhir (formasi Marah).
Formasi Marah. Secara tidak selaras menutup formasi yang lebih tua, akibat
proses tektonik yang menyebabkan terjadinya struktur tersebut. Terdiri dari batupasir,
konglomerat dan vulkaniklastik. Kadang muncul perselingan shale dan batubara.
Endapan ini berasal dari arah barat, kemunculan endapan ini tidak diketahui di bagian
timur, tapi diyakini endapan ini mencapai daerah sungai Mahakam saat ini.
Formasi Pamaluan, secara selaras diendapkan di atas formasi Atan. Didominasi
sikuen shale-siltstone dan mencapai ketebalan hingga 1000m. Terdapat fosil yang
berusia N3 sampai N5.
Formasi Pamaluan, terdiri dari batugamping yang mencapai ketebalan 100 -
200m. Umurnya sekitar N6 – N7, batugamping yang ada kebanyakan berasal dari reefal
buildup.
Formasi Pulaubalang, mengandung batugamping Bebulu, unit mudstone-shale
yang berselingan dengan batugamping dan batupasir. Mencapai ketebalan 1500m. Umur
formasi berdasar fosil sekitar N8 – N9.
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
Formasi Mentawir, terdiri dari batupasir masiv, berbutir halus hingga sedang,
berselingan dengan lapisan shale, silt dan batubara. Tebalnya 540m di Balikpapan dan
menipis kearah laut.
Formasi Klandasan, berada di barat formasi Mentawir, terdiri dari batupasir
basal yang bertahap berubah menjadi silt dan akhirnya hilang.
Formasi Kampung Baru, berusia Miosen Tengah hingga Miosen Akhir. Terdiri
dari batupasir, silt, dan shale dan kaya akan batubara. Kalstik kasar dimonan terdapt di
dasar formasi. Data sumur menunjukkan bagian tengah formasi terdapat fasies delta
plein – delta front dan prodelta.
Formasi Sepingan, merupakan fasies karbonat. Berisi batugamping yang
menjemari dengan formasi kampung baru.
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
Gambar 2.1.2 (b) Kolom stratigrafi Kutai basin
Menurut Asikin (Petroleum Geology of Indonesia Basin,1985), evolusi tektonik
Kutai Basin terdiri dari beberapa tahap, yakni :
1. Pecahnya Benua Australia dari Antartika pada jaman Jura hingga Kapur Awal, yang
ditandai dengan pergerakan lempeng Indo-Australia ke arah utara. Pada masa ini,
Kalimantan (cekungan kutai) masih berada pada lempeng Aurasia, terpisah dengan
Gonddwana oleh laut Thethyan.
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
2. Rifting laut Cina Selatan pada jaman Kapur Akhir yang diikuti spreading pada
jaman Eosen Tengah. Pada masa ini, Kalimantan tertelak di sebelah pualu Hainan,
terpisah dari daratan cina dan bergerak ke arah selatan sekaligus membentuk
cekungan laut cina salatan tua. Batas timur kalimantan terjadi patahan ekstensional,
menyebabkan seri patahan berarah timurlaut. Rifting ini diduga berpengaruh dengan
pembentukan awal Sundaland.
Gambar 2.1.2 (c) Penampang tektonik lempeng pada Kutai basin pada Oligosen – Miosen, Eosen Tengah
– Resen
3. Subduksi lempeng samudra Indo-Australia ke lempeng benua Sundaland dan
menghasilkan komplek subduksi Meratus pada Kapur Akhir hingga Paleosen Awal.
Pada masa ini, Kutai Ridge, yang terletak di barat danau Kutai terbentuk sebagai
kemenerusan zona subduksi Meratus. Upper Kutai Basin yang terletak pada Kutai
Ridge terbentuk sebagai cekungan muka busur (fore-arc basin) dan busur
magamatik. Akibat pemodelan ini, sekarang lower kutai basin berlaku sebagai
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
cekungan laut (oceanic) yang tanpa pengendapan yang berarti pada periode ini.
Akhir periode ini, bagian dari Gondwana yaitu blok Kangean - Pasternoster
bertumbukan dengan subduksi Meratus. Pertemuannya mengakibatkan aktifitas
magmatik berhenti.
4. Subduksi Lupar selama Peleosen Akhir hingga Eosen Tengah, sebagai hasil
kemenerusan proses rifting Laut Cina Selatan yang terus melebar. Pada masa ini
kemungkian Upper Kutai Basin merupakan busur magmatik (magmatic arc), dan
lower kutai basin merupakan sedimen belakang busur (back arc), ditandai dengan
pengendapan formasi Mangkupa dan formasi Marah/Beriun. Bagian barat cekungan
terbentuk pada puncak kerak transisonal, yang terdiri dari potongan akresi dan busur
magmatik, dimana lower kutai basin berada pada dasar kerak benua, yang
merupakan bagian dari tumbukan fragmen benua Kangean - Peternoster.
5. Tumbukan India dengan Asia pada Eosen Tengah yang di picu oleh rotasi
Kalimantan. Kejadian ini adalah hasil pengaturan ulang lempeng mayor Asia.
Pergerakan muncul searah patahan strike-slip, menyebabkan putaran Kalimantan
berlawanan arah jarum jam dengan dasar laut Sulawasi dan pembukaan dan
spreading pada Laut Cina Selatan. Pergerakan strike-slip En-echelon berasosiasi
dengan pemindahan sebagian besar fragmen selatan Asia searah patahan Red River
di Indo China menuju zona Lupar di Kalimantan, yang menyebabkan cekungan
trans tension (wrench) di Laut Cina Selatan (Cekungan Natuna) dan di Kalimantan
Barat-Tengah.
6. Rifting Selat Makasar yang dimulai Eosen Tengah hingga Olegosen Awal. Tekanan
berarah selatan menyebabkan ekstrusi fragmen benua selama kolisi India dengan
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
Asia, menyebabkan rifting tensional pada Selat Makasar sejajar dengan patahan
strike-slip paralel, dimana pengaktifan kembali struktur lama (Patahan Adang,
Patahan Mangkalihat, Baram Barat, dll). Pada periode ini cekungan Kutai adalah
cekungan rift (rift basin). Pengangkatan dan deformasi subsequen trantensional pada
robekan besar paralel di basement benua hasil rifting. Rezim robekan (shear)
terbentuk akibat gaya tekan untuk formasi cekungan, dimana butir pecahan lempeng
mempengaruhi arah cekungan (Cekungan Melawi, Ketungau, dan Kutai). Rifting
dan pemisahan Sulawesi selatan dari Kalimantan menjadikan posisi tektonik “calon
selat Makasar” sebagai cekungan belakang busur.
Gambar 2.1.2 (d) Penampang tektonik lempeng pada Kutai basin pada Paleocene – EoceneTengah
7. Rifting kedua dan pembukaan laut cina sealtan pada Oligosen akhir hingga Miosen
Akhir, diikuti oleh kolisi Palawan-Reed Bank (Miosen Awal) yang mengakhiri
pemekaran/spreading (akhir Miosen Awal), menghentikan rotasi Kalimantan
(Miosen Tengah), menimbulkan subduksi Mersing (Miosen Awal) dan
pengangkatan Tinggian Kuching (Miosen Tengah). Tahap kedua dari pemekaran
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
Laut Cina Selatan menciptakan cekungan dengan patahan dominan berarah barat-
timur. Pemekaran merupakan sebagian hasil dari pemisahan sepanjang Red River
dan pathan transform Vietnam. Pemisahan sepanjang patahan strike-slip
menciptakan cekungan pull apart atau rift (pull-apart or rift basin) di Laut Cina
Selatan dan Kalimanta Tengah. Upper Kutai Basin kemungkinan Pada fase
pemekaran, pada awal Miosen seluruh kerak samudra Laut Cina Selatan telah
mengalami subduksi ke arah utara Kalimantan dan membuat subduksi baru,
subduksi Mersing. Subduksi ini diyakini telah mengalami pergeseran ke arah utara,
dari zona Lupar ke garis Mersing. Dari posisi geografis jarak busur palung (trench-
arc), dapat dilihat bahwa sudut penghujaman subduksi telah berkurang drastis.
Terbentuk lingkungan busur ekstensional. Cekungan kutai kemudian berkembang
menjadi cekungan belakang busur sebagai kaibat rezim tektonik tensional. Mungkin
ini yang menandakan awal cekungan kutai yang sebenarnya. Pada akhir pemekaran,
Palawan-Reed Bank bertumbukan dengan kipas akresi dan menyebabkan
penghentian subduksi ke arah selatan dan berkaitan dengan vulkanisma. Perhentian
subduksi di sepanjang utara Kalimantan adalah hasil dari sesar naik kipas akresi dan
pengangkatan regional (Tinggian Kuching). Pengangkatan Tinggian Kuching
ditandai dengan dimulainya endapan delta di cekungan Kutai berarah timur dan
erosi sedimen pra miosen tengah yang tersedimentasi ulang di cekungan.
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
Gambar 2.1.2 (e) Arah Trend dari struktur pada kutai basin
8. Tumbukan fragmen benua Banggai-Sula ke Sulawesi dan pengangkatan Meratus
pada Miosen Awal. Pergerakan searaha zona lemah menyebabkan teraktivkannya
kembali sesar wrench sinistral. Kolisi tersebut dapat dihubungan dengan sumber
kompresi tektonik yang menyebabkan pengangkatan Meratus Suture, menerus ke
barat datas sedimen tersier pada Cekungan Barito.
Tektonik Plio-plistosen di wilayah cekungan Kutai – Selat Makasar yang
dibatasi patahan Adang di selatan dan Patahan Mangkalihat di utara, terlihat sebagai
hasil kontrol pergerakan wrench berarah baratlaut-tenggara pada basement akibat
patahan strik-slip, yang kebanyakan mengaktifkan kembai patahan pra-tersier. Rezim
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
tektonik di cekungan dapat diklasifikasikan sebagai tektonik transtension dan
transpression antara dua patahan stike-slip utama.
2.2 Geologi Batubara
2.2.1 Pengertian Batubara
Batubara (coal) merupakan suatu endapan yang terdiri dari bahan-bahan organik
maupun non organik yang pembentukannya merupakan hasil akumulasi sisa-sisa
tanaman yang telah mengalami pemadatan melalui proses ubahan secara kimia serta
metamorfosa oleh panas dan tekanan selama waktu geologi (Wood, 1983 dalam Irma
Hernawaty, 1999). Batubara juga merupakan batuan yang dapat dibakar dan
mengandung material karbon lebih dari 70% volume.
Secara alamiah, batubara (coal) mempunyai sifat dan batasan-batasan sebagai
berikut:
1. Mempunyai warna coklat sampai hitam
2. Zat padat non-kristalin
3. Berkilap kusam sampai terang
4. Mempunyai berat jenis antara 1.0 - 1.7 kg/m3
5. Kekerasan bervariasi dari 0.5 – 2.5 skala mohs
6. Bersifat lunak dan getas
7. Pecahan kasar sampai konkoidal
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
2.2.2 Proses Pembentukan Batubara
Secara umum, proses pembentukan batubara (coal) mengalami 2 tahapan, yakni:
1. Penggambutan atau peatification
2. Pembatubaraan atau coalification
Tahap penggambutan (peatification) merupakan tahap awal dari proses
pembentukan batubara, yakni sisa-sisa tumbuhan mengalami perubahan menjadi
gambut yang disebabkan oleh akumulasi sisa-sisa tumbuhan tersimpan dalam kondisi
reduksi di daerah rawa-rawa, dimana air selalu tergenang yang berakibat buruk terhadap
sistem pengeringan. Kemudian oleh aktifitas bakteri anaerobik dan jamur atau fungi
diubah menjadi gambut. Pada tahap ini yang berperan adalah proses biokimia. Bahan-
bahan humus juga merupakan faktor penting selama proses penggambutan. Humifikasi
harus didukung oleh adanya pasokan oksigen, lingkungan alkalin dan pertambahan
temperature gambut.
Tahap berikutnya adalah tahap pembatubaraaan (coalification). Pada tahap ini
peranan proses geokimia dan fisika yang menjadi faktor terpenting. Perubahan fisika
dan kimia disebabkan oleh temperatur dan tekanan, sehingga persentase karbon
meningkat sedangkan hidrogen dan oksigen berkurang. Proses pembatubaraan akan
menghasilkan tingkatan batubara yang sesuai dengan mutunya, mulai dari batuabra
coklat (lignit), subbituminous, bituminous, antrasit sampai meta-antrasit.
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
2.2.3 Faktor-faktor yang Berpengaruh Dalam Pembentukan Batubara
Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi proses pembentukan barubara (coal),
yaitu:
1. Posisi Geotektonik
Merupakan suatu tempat yang keberadaannya dipengaruhi oleh gaya-gaya
tektonik lempeng. Posisi geotektonik merupakan faktor yang dominan. Posisi ini
akan mempengaruhi iklim lokal dan morfologi cekungan pengendapan batubara
maupun kecepatan penurunannya. Pada fase terakhir, posisi geotektonik
mempengaruhi proses metamorfosis organik dan struktur dari lapangan batubara
(coal) melalui masa sejarah setelah pengendapan akhir.
2. Topografi
Morfologi cekungan pada saat pembentukan gambut sangat penting karena
menentukan penyebaran rawa-rawa dimana batubara tersebut terbentuk.
Topografi mungkin mempunyai efek yang terbatas terhadap iklim dan
keadaannya bergantung pada posisi geotektonik.
3. Iklim
Kelembaban memegang peranan penting dalam pembentukan batubara (coal)
dan merupakan faktor pengontrol pertumbuhan flora dan kondisi yang sesuai.
Temperatur yang lembab pada iklim tropis dan sub tropis pada umumnya sesuai
dengan pertumbuhan flora dibandingkan wilayah yang lebih dingin. Pada iklim
tropis akan tumbuh jenis kayu yang berukuran besar sedangkan iklim dingin
tumbuhan jenis lumut dan semak
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
4. Penurunan
Penurunan cekungan batubara (coal) dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik. Jika
penurunan dan pengendapan gambut seimbang akan menghasilkan pengendapan
batubara (coal) tebal. Pergantian regresi dan transgresi mempengaruhi
pertumbuhan flora dan pengendapannya. Hal tersebut menyebabkan infiltrasi
material dan mineral yang akan mempengaruhi mutu batubara (coal) yang
terbentuk.
5. Umur Geologi
Proses geologi menentukan berkembangnya evolusi kehidupan berbagai macam
tumbuhan. Dalam masa perkembangan geologi secara tidak langsung membahas
sejarah pengendapan batubara dan metamorfosis organik. Makin tua umur
batuan akan terbentuk batubara (coal) yang bermutu tinggi. Akan tetapi ada
resiko mengalami deformasi tektonik.
6. Tumbuhan (flora)
Flora merupakan unsur utama pembentuk batubara (coal). Pertumbuhan dari
flora terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografis dengan iklim dan
topografi tertentu. Flora merupakan faktor penentu terbentuknya berbagai tipe
batubara (coal).
7. Dekomposisi
Dekomposisi flora merupakan bagian dari transformasi biokimia dari organik
merupakan titik awal dari seluruh alterasi.
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
8. Sejarah Sesudah Pengendapan
Sejarah cekungan batubara (coal) secara luas tergantung pada posisi geotektonik
yang mempengaruhi perkembangan batubara dan cekungan batubara.
9. Struktur Cekungan Batubara
Terbentuknya batubara (coal) pada cekungan batubara (coal) pada umumnya
mengalami deformasi oleh gaya tektonik yang akan menghasilkan lapisan
batubara dengan bentukbentuk tertentu. Disamping itu, adanya erosi yang sangat
intensif meyebabkan bentuk lapisan batubara tidak menerus.
10. Metamorfosis Organik
Tingkat kedua dalam pembentukan batubara (coal) adalah penimbunan atau
penguburan oleh sedimen baru. Pada tingkat ini proses biokimia tidak berperan
lagi, tapi lebih didominasi oleh proses dinamokimia. Proses ini menyebabkan
terjadi perubahan gambut menjadi batubara dalam berbagai mutu. Selama proses
ini terjadi pengurangan air lembab. O2 dan zat terbang seperti CO2, CO, CH4
dan gas lain serta bertambahnya persentase karbon padat, belerang dan
kandungan abu
2.2.4 Tempat Terbentuknya Batubara
Dalam proses pembentukan batubara dikenal 2 (dua) teori umum mengenai
tempat terbentuknya batubara, yaitu :
1. Teori Insitu (Autochtonous Theory)
Teori ini menyatakan bahwa bahan-bahan pembentukan lapisan batubara (coal)
terbentuk ditempat dimana tumbuhan itu berasal. Dengan demikian maka setelah
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
tumbuhan tersebut mati, sebelum mengalami proses transportasi segera tertutup
oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification. Adapun cirri-cirinya
adalah sebagai berikut:
Batubara (coal) yang didapat mempunyai bahan mineral pengotor rendah
sebagai bukti tidak adanya transportasi bahan mineral dari tempat lain.
Penyebaran batubara (coal) biasanya luas dan merata.
Tidak terlihat batuan sedimen yang berasosiasi dengan batubara (coal)
terendapkan dari tempat lain.
Kualitasnya lebih baik (kadar abunya sedikit)
2. Teori Drift (Allochtonous Theory)
Teori ini menyatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara (coal)
terjadi di tempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan itu hidup dan
berkembang. Dengan demikian tumbuhan yang telah mati diangkut oleh media
air dan terakumulasi di suatu tempat, tertutup oleh lapisan sedimen dan
mengalami prose coalification. Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
Adanya fosil ikan yang berasosiasi dengan lapisan batubara
Lapisan peat dan lignit terdapat di delta-delta yang baru terbentuk
Dalam lapisan batubara (coal) terdapat fosil perpohonan yang berada dalam
kedudukan posisi terbalik (inverted position)
Adanya fine clay di bawah lapisan batubara
Adanya batuan sedimen yang beasosiasi dengan batubara, terlihat urut-
urutan pengendapan yang tidak teratur. Biasanya semakin lama semakin
halus
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
Kualitasnya kurang baik (banyak mengandung pasir pengkotor)
2.3 CBM (Coal Bed Metane)
2.3.1 Pengertian CBM (Coal Bed Metane)
Coal Bed Methane merupakan gas (CH4) yang tersimpan didalam lapisan
batubara. Lapisan bnatubara yang berada >500 m dibawah permukaan dan jika akan
diproduksikan fluida reservoirnya dengan cara membuat suatu sumur produksi.
Gambar 2.3.1 Proses pembentukan CBM
Jumlah kandungan CBM dalam lapisan batubara sangat tergantung pada
kedalaman dan kualitas batubaranya. Semakin dalam lapisan batubara terbenam dari
permukaan tanah, sebagai hasil dari tekanan formasi batuan di atasnya, semakin tinggi
nilai energi dari batubara tersebut, dan semakin banyak pula kandungan CBM . Secara
umum, lapisan batubara bisa menyimpan gas metana sebesar 6 - 7 kali lebih banyak
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
daripada jenis batuan lain dari reservoir gas. Adapun karakteristik batubara yang baik
untuk menghasilkan CBM , yaitu:
Batubara memiliki kandungan gas yang tinggi, yaitu berkisar antara 15 m3 - 30
m3 per ton.
Batubara memiliki permeabilitas yang baik, yaitu antara 30mD - 50mD
Lapisan batubara berada pada kedalaman yang cukup dangkal yaitu kurangdari
1000 m di bawah permukaan. Adanya batasan kedalaman ini karena semakin
dalam suatu lapisan batubara,tekanannya juga akan semakin besar dan akan
menyebabkan gas terakumulasi saat lapisan batubara mengalami dewatered. Hal
ini disebabkan oleh semakin besar tekanan akibat pembebanan, maka semakin
besar kemungkinan cleat pada batubara akantertutup dan menyebabkan
berkurangnya permeabilitas.
Tingkat batubara. Pada umumnya CBM menghasilkan gas dari batubara pada
tingkat bituminus, tetapi tidak menutup kemungkinan pada tingkat antrasit juga
dapat menghasilkan gas.
Terdapat empat mekanisme penyimpanan CBM pada lapisan batubarayang kita
kenal, yaitu:
Sebagai gas bebas di dalam micropore (pori-pori dengan diameter kurang dari
0,0025 inch dan cleats (rekahan alami pada batubara)
Sebagai gas yang terlarut dalam air yang ada di batubara;
Sebagai gas yang teradsorpsi oleh daya tarik molekuler pada permukaan maseral
(material organik yang menyusun batubara), micropori, dan cleats di dalam
batubara
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
Sebagai gas yang teradsorpsi dalam sturuktur molekuler dari molekul batubara.
Gas yang terperangkap di dalam lapisan batubara akan sangat bergantungdari
posisi ketinggian air bawah tanah. Sebenarnya, air bawah tanah ini akan berada pada
bagian atas lapisan batubara dan berfungsi menahan gas yang ada pada lapisan batubara
tersebut. Dengan menurunkan tinggi air, maka tekanan dalam reservoar akan berkurang
dan dapat melepaskan CBM. Adapun proses terbentuknya CBM dibagi menjadi tiga,
yaitu:
a. Biogenic methane
Selama proses perubahan material organik menjadi batubara atau biasadikenal
dengan proses pembatubaraan, terbentuk beberapa gas, salah satunyaadalah gas
metana (CH). Gas metana in terbentuk sebagai hasil dari aktivitasmikrobakteri.
Selama tahap awal dari proses pembentukan batubara, biogenicmethane.
Terbentuk sebagai produk sampingan dari respirasi bakteri. Bakteriaerobik, yaitu
bakteri yang menggunakan oksigen untuk respirasi, menggunakanoksigen bebas
yang tertinggal di lapisan sedimen untuk metabolisme.
Padalingkungan fresh water , produksi metana dimulai segera setelah oksigen
habis. Kemudian bakteri anaerobik (bakteri yang tidak menggunakan oksigen
untuk respirasi) menurunkan kandungan karbondioksida dan memproduksi
metanadengan respirasi anaerobik. Gas metana mulai terbentuk oleh proses
biogenik pada suhu sekitar 50°C.Aktivitas bakteri sangat dipengaruhi oleh
sirkulasi air. Sirkulasi air yang baik menyebabkan gas biogenik dapat
berkembang hingga tahap akhir. Selain itu, proses pembentukan gas metana
pada batubara merupakan fungsi dari tekanan,temperatur dan waktu. Umumnya
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
CBM terbentuk pada kedalaman yang dangkal.Temperatut ideal yang
dibutuhkan untuk bakteri metana berkisar antara 40-90°C.
b. Thermogenic methane
Ketika temperatur batubara di bawah permukaan meningkat hingga lebih dari
50°C karena peningkatan gradien geotermal, proses termogenik dimulai dan
penambahan air, pembentukan karbondioksida dan nitrogen sebagai produk dari
pembatubaraan (Rightmire, 1984). Pembentukan karbondioksida
mencapaimaksimum pada suhu sekitar 100°C. Pembentukan termogenik metana
dimulai pada tingkat volatil batubara yang lebih tinggi dan pada suhu 120°C,
jumlah metana yang dihasilkan melebihi jumlah karbondioksida. Puncak
pembentukanmetana terjadi pada suhu 150°C. Mungkin pada temperatur yang
lebih tinggi dankelas batubara yang lebih baik, metana masih terbentuk tetapi
dengan volumeyang lebih kecil (Rightmire, 1984; dalam Katz, 1987).
c. Late Biogenic
Proses ini berlangsung setelah batubara mencapai kematangan. Gasmetana
terbentuk dari aktivitas bakteri. Hal ini menunjukkan bahwa CBM merupakan
gas yang dapat terbaharui walaupun proses pembatubaraan sudah tidak
berlangsung lagi.
2.3.2 Petroleum Sistem
Terbentuk dan terakumulasinya minyak dan gas dibawah permukaan harus
memenuhi beberapa syarat yang merupakan unsur-unsur petroleum sistem yaitu adanya
batuan sumber (source rock), batuan reservoir, perangkap reservoir, batuan penutup
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
(seal), dan migrasi hidrokarbon sebagai fungsi jarak dan waktu. Petroleum sistem pada
reservoir CBM sama dengan reservoir migas konvensional namun karena lapisan
batubara merupakan batuan sumber sekaligus reservoir, maka tidak memerlukan migrasi
serta perangkap reservoir.
Komponen reservoir CBM terdiri atas batuan reservoir, isi dari reservoir yang
terdiri atas komponen utama yaitu gas alam sedangkan air sebagai komponen ikutan,
batuan penutup (seal) reservoir dan kondisi reservoir. Reservoir CBM mempunyai
porositas ganda. Gas tersimpan dalam dua kondisi, yaitu mayoritas tersimpan pada
kondisi terserap di pori mikro dan kondisi bebas pada pori makro yang merupakan
rekahan dan disebut sebagai cleat. Cleat terdiri atas facecleat yang merupakan jalur
rekahan bersifat menerus sepanjang perlapisan dan butt cleat yang merupakan jalur
rekahan bersifat tidak menerus. Uniknya, facecleat dan butt cleat saling tegak lurus.
Gambar 2.3.2 Rekahan (cleat) pada batubara
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
2.3.3 Parameter CBM
2.3.3.1 Karakteristik serta komposisi penyusun batubara
Hal ini sangat penting karena di dalam batubara terdapat kandungan air yang
berfungsi sebagai seal pada lapisan batubara. Air juga berfungsi menjaga tekanan serta
mempertahankan gas pada lapisan batubara. Oleh karena itu dalam proses eksplorasi
CBM hal utama yang harus dilakukan adalah memisahkan (menghisap) kandungan air
keluar dari batubara untuk mengurangi tekanan dan melepaskan gas.
2.3.3.2 Jenis batubara dan kandungan gas di dalamnya
Kedua hal ini sangat berhubungan, dimana jenis batubara mempengaruhi
kandungan gas di dalamnya. Semakin bagus jenis batubara maka kandungan gas di
dalamnya semakin sedikit. Hal ini dikarenakan pada lapisan batubara yang bagus,
rekahan (cleat) akan semakin sedikit. Dimana rekahan (cleat) ini merupakan tempat
terakumulasinya gas dalam batubara.
Gambar 2.3.3.2 Hubungan volume gas dengan jenis batubara
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
2.3.3.3 Kedalaman, ketebalan, dan penyebaran batubara
Kedalaman, ketebalan, penyebaran batubara berpengaruh didalam produksi
untuk menentukan apakah lapisan batubara tersebut ekonomis atau tidak untuk di
produksi.
2.3.3.4 Porositas dan permeabilitas batubara
Hal ini berkaitan dengan rekahan (cleat) pada batubara. Jika rekahan (cleat)
pada batubara sedikit, maka kandungan gas didalam batubara juga sedikit. Sedangkan
bila rekahan (cleat) pada batubara banyak, maka kandungan gas di dalam batubara juga
banyak.
2.3.3.5 Kemapuan menyerap gas (Adsorbtion Isoterm)
Adsorbtion Isoterm merupakan kemampuan batubara untuk menyerap gas
metana dalam kondisi tekanan tertentu pada suhu konstan. Kemampuan menyerap
batubara menyerap gas terbagi menjadi 2, yaitu :
1. Bila kandungan gas terletak tepat di grafik sorption capacity pada takanan
reservoir (1900 psia) maka kondisi tersebut dinyatakan jenuh (saturated). Pada
kondisi ini terisi manyoritas oleh gas dengan saturasi air tertentu.
2. Bila kondisi gas yang diukur sorption capacity lebih rendah dari takanan
reservoir (1900 psia) maka kondisi tersebut di bawah titik jenuh
(undersaturated). Kondisi ini terjadi akibat rekahan (cleat) pada reservoir CBM
dijenuhi air 100%.
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
Gambar 2.3.3.5 Grafik Adsorption Isoterm
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai tahap-tahap yang dilakukan pada saat
penelitian beserta data – data yang diperlukan untuk menghasilkan suatu interpretasi
data yang tepat dan akurat. Ketepatan dan keakuratan data sangat diperlukan untuk
memperkecil resiko eksplorasi dan memperbaiki korelasi batuan untuk eksploitasi.
Gambar 3 Studi G & G pada eksplorasi CBM
3.1 Objek Penelitian
Penelitian ini merupakan proses pengolahan data terintegrasi. Data yang
diperlukan dalam penelitian ini antara lain data geologi regional daerah penelitian, data
survey lapangan, data well log dan data seismik. Studi pustaka geologi regional
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
bertujuan untuk memperoleh gambaran secara umum mengenai karakteristik dan
kondisi geologi daerah penelitian.
Data well log memberikan petunjuk tentang zona – zona permeabel dan
impermeabel, menyingkap tanda – tanda hidrokarbon, mengevaluasi kuantitas
hidrokarbon pada suatu lapisan. Data log yang digunakan antara lain : log gamma ray
(GR) dan log resistivity (RES). Dari data log dapat diketahui batas – batas sikuen atau
urutan stratigrafinya. Pengenalan terhadap pola log dapat mencirikan karakteristik serta
ketebalan batubara.
Data Geokimia digunakan untuk menentukan kualitas pada batubara dan
dilakukan analisa untuk mendapatkan data kandungan abu batubara, vollatile matter, fix
carbon, vitrinite reflectance, dan kandungan gas nya di komparasikan dari data log
dengan mem plot data kalkulasi dengan data hasil laboraturium.
Data seismik digunakan untuk pemetaan bawah permukaan, yang akan
memberikan informasi mengenai struktur geologi, hubungan stratigrafi secara lateral
dan lingkungan pengendapan.
3.2 Tahap Penelitian
3.2.1 Tahap Persiapan
3.2.1.1 Data Survey Lapangan
Data survey lapangan didapat sangat penting, dimana berfungsi untuk
menentukan jumlah lapisan (seam) batubara yang terdapat di permukaan (outcrop).
Data ini dapat di korelasi dengan data log setiap sumur (well), serta mengetahui
karakteristik batubara pada outcrop.
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
3.2.1.2 Data Log
Log merupakan hasil pengukuran parameter geofisika yang diukur secara
berkesinambungan di dalam sebuah sumur. Alat ini akan sangat membantu dalam
menentukan karakter fisik dari batuan seperti litologi, porositas, dan permeabilitas. Data
log ini biasanya digunakan untuk mengidentifikasi zona produktif, menentukan
kedalaman, ketebalan batubara. Log SP (Spontaneous Potenial) merupakan salah satu
log elektrik yang digunakan untuk mengidentifikasi zona impermeable seperti shale dan
zona permeable seperti sand. Cara kerja log SP adalah merekam perbedaan arus DC
yang terdapat secara alami pada permukaan dengan elektroda yang terdapat dalam
lubang bor. Adapun kegunaan dari log SP ini diantaranya :
Menentukan water resistivity (Rw)
Menentukan volume shale dalam lapisan permeable
Mendeteksi lapisan permeable
Log GR (Gamma Ray) mencatat besarnya radioaktif dalam formasi seperti
Uranium (U), Thorium (Th), dan Potassium (K). Log ini dapat digunakan untuk
menentukan litologi dan korelasi. Konsentrasi dari material radioaktif ini terlihat rendah
pada batubara, batupasir yang bersih (tanpa shale) dan pada karbonat. Log Resistivitas
merupakan log elektrik yang digunakan untuk menentukan lapisan yang permeable,
seperti batubara dengan nilai resistivity yang besar.
Menurut Levi (1991), pola-pola log biasanya menunjukkan energi pengendapan
yang berubah, yaitu berkisar dari energi tinggi (pasir) sampai rendah (serpih). Dalam
interpretasi geologi, suatu loncatan selalu dilakukan dari energi pengendapan dengan
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
proses pengendapan sampai lingkungan pengendapan. Pada umumnya motif log yang
dikenal ada empat jenis, yaitu:
a. Funnel shape atau Coarsening upward pattern (mengasar kearah atas),
merupakan bentuk corong yang menunjukkan energi pengendapan yang
bertambah kearah atas, misalnya distributary mouth bar. Resolusi yang cukup
bagus pada lingkungan laut dangkal, maka setiap parasequence akan ditandai
dengan gambaran log yang mengasar keatas. Pola urutan progradasi pada
kumpulan parasequences dapat berkembang menjadi bentuk funnel (corong)
berskala besar pada lingkungan pengendapan menyeluruh, seperti : delta-lobe
fringers/pinggir luar delta. Parasequence sets yang menunjukkan progradasional
dengan kenampakan seperti ditemui pada HST.
b. Blocky pattern atau Cylinder shape, merupakan bentuk-bentuk silinder yang
menunjukkan tingkat energi yang relatif konstan selama pengendapan. Misalnya
: eolian dunes, incised valley fill, low sinuosity, distributary channels, dan
beaches. Dalam pembagian system track, motif log ini mencirikan LST.
c. Bell shape atau Finning upward patern (menghalus kearah atas), merupakan
bentuk bel atau lonceng yang menunjukkan energi pengendapan yang berkurang
kearah atas. Didalam satu tubuh pasir, suatu waning-current sequence, yaitu
suatu sikuen yang menunjukkan arus yang berkurang atau menyusut dapat
terlihat seperti pada alluvial pointbars, deltaic distributaries, atau pada distal
turbidites yang tipis. Pada tubuh-tubuh pasir yang berlapis yang berskala besar,
suatu pola yang makin halus keatas ini menunjukkan backstepping
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
parasequence set, yang merupakan kenampakan umum suatu TST pada
lingkungan laut dangkal.
d. Egg shape dicirikan dengan kontak bagian atas dan bawah berangsur, yang salah
satunya berhubungan dengan sekuen bar atau sekuen bar yang terpotong oleh
channel.
Gambar 3.2.1.2 Jenis-jenis umum karakteristik respon log (Kendal, 2004)
3.2.1.3 Data Seismik 2D
Dari peta seismik 2D ini kita dapat mengetahui posisi sumur pemboran yang ada
pada daerah penelitian. Prinsip dasar metoda seismik adalah perambatan energi
gelombang seismik yang ditimbulkan oleh sumber getaran di permukaan bumi ke dalam
bumi atau formasi batuan, kemudian dipantulkan oleh bidang ke permukaan oleh bidang
pantul yang merupakan bidang batas dua lapisan yang mempunyai kontras impedansi
akustik kepermukaan. Two way time (TWT) adalah waktu merambatnya gelombang dari
sumber ledakan kemudian dipantulkan kembali oleh bidang reflektor. Sehingga dapat
disimpulkan, bila impedansi akustik besar akan didapat harga R yang besar pula maka
pemantulan gelombang menjadi kuat dan bila gelombang seismik melalui bidang sesar
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
akan menyebabkan amplitudonya menurun sehingga gelombang seismik akan
dipantulkan ke segala arah, gejala ini disebut difraksi.
Secara sederhana Robert E. Sheriff dan L.P. Geldart (1995), menerangkan
proses pengambilan data seismik dilakukan dengan memberikan energi mekanik ke
dalam bumi dan selanjutnya energi ini berpindah dalam bentuk gelombang seismik yang
turun sampai mencapai bidang batas perubahan sifat fisik batuan. Hal ini
mengakibatkan terjadinya pemantulan sebagian dari gelombang permukaan yang
kemudian ditangkap oleh geophone. Perambatan gelombang seismik dibedakan menjadi
dua tipe :
1. Gelombang permukaan, merupakan gelombang yang merambat sepanjang batas
antar dua media, terdiri atas gelombang rayleigh dan love.
2. Gelombang bawah permukaan, merupakan gelombang yang merambat melalui
tubuh material. Terdiri atas dua jenis gelombang, yaitu :
a. Gelombang longitudinal, adalah gelombang yang arah getarnya berimpit
atau sejajar dengan arah rambatan gelombang dan merupakan gelombang
pertama yang sampai ke receiver. Gelombang ini sangat cepat, bergerak
melalui batuan dengan kecepatan 3-7 km/dt. Dalam interpretasi seismik,
gelombang ini memegang peranan penting karena dapat merambat pada
semua media dan mempunyai kecepatan rambat paling tinggi, sehingga
gelombang ini disebut sebagai gelombang seismik.
b. Gelombang transversal, adalah gelombang yang arah getarnya tegak lurus
arah perambatannya. Gelombang ini bergerak dengan kecepatan 2-5 km/dt
serta tidak dapat merambat melalui fluida. Karena perbedaan faktor
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
elastisitas, densitas, porositas, dan kekerasan batuan, maka kecepatan
gelombang seismik dapat memberikan informasi tetang litologi batuan yang
dilaluinya. Sedangkan dari nilai waktu tempuhnya dapat dihitung kedalaman
dan ketebalan setiap reflektor.
Pengukuran (survey) seismik umumnya terdiri dari tiga tahap, yaitu :
1. Akusisi data seismik, diperoleh dengan menggunakan emisi yang tepat, deteksi
dan sistem perekam di lapangan.
2. Pemprosesan data seismik, dirancang untuk meningkatkan rasio sinyal sampai
gangguan (noise) dan memungkinkan untuk interpretasi data.
3. Interpretasi data seismik, bertujuan untuk mendeterminasi dan mengkarakter
lapisan di bawah permukaan.
3.2.2 Tahap Interpretasi dan Pengolahan Data
Setelah semua data terkumpul, maka selanjutnya dilakukan tahapan interpretasi
dan pengolahan data. Tahapan awal yang dilakukan adalah interpretasi data log, korelasi
data log dengan data seismik (well-seismic tie) dan interpretasi data seismik.
Perangkat lunak pendukung yang digunakan yaitu: .
1. Petrel digunakan untuk membuat interpretasi data log, korelasi data log sumur,
interpretasi seismik, dan model penyebaran batubara.
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
3.2.2.1 Interpretasi Data Log
Dalam penelitian ini, interpretasi data log dilakukan untuk menginterpretasi
batas atas lapisan batubara dan batas bawah lapisan batubara. Serta menginterpretasi
letak lapisan batubara termasuk ke dalam formasi mana dalam kolom stratigrafi
Cekungan Sumatera Tengah. Dalam penelitian ini data log yang digunakan adalah log
gamma ray (GR) dan log resistivity (DRES). Dimana, nilai cut off yang digunakan
untuk kurva gamma ray adalah 110 API. Jika nilai kurva gamma ray menunjukan nilai
kurang dari 110 API dapat diinterpretasikan sebagai unit yang didominasi oleh litologi
berukuran butir pasir dan apabila memiliki nilai di atas 110 API dinterpretasikan
sebagai shale.
3.2.2.2 Korelasi Sumur
Korelasi memberikan informasi penyebaran secara lateral. Setelah
mengidentifikasi marker stratigrafi dan penentuan fasies di seluruh sumur dengan sumur
kunci sebagai acuan, maka dilakukan penentuan datum. Untuk menentukan datum
korelasi diusahakan untuk memilih marker kronostratigrafi yang penyebarannya paling
luas dan mudah dikenali. Setelah datum ditentukan dan dilakukan flattening maka
korelasi sikuen stratigrafi dapat dilakukan.
3.2.2.3 Korelasi Data Log dengan Seismik (Well – Seismik Tie)
Korelasi ini dilakukan dengan mengikat data log (dalam skala kedalaman)
dengan data seismik (dalam skala kecepatan). Ini dapat dilakukan dengan membuat
sintetik seismogram dari hasil survey kecepatan. Seismogram sintetik dibuat dengan
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
cara menkonvolusi wavelet dengan data koefisien refleksi. Wavelet yang digunakan
sebaiknya mempunyai frekuensi dan bandwith yang sama dengan penampang seismik.
Data dari log sonic dan log densitas digunakan untuk mendapatkan data koefisien
refleksi. Tujuan dilakukannya tahap ini adalah untuk mengetahui batas atas formasi
pada data seismik dari data log.
3.2.2.4 Interpretasi Data Seismik
Pada tahap ini dilakukan picking (penarikan) sesar dan horison. Picking sesar
dilakukan terlebih dahulu sebelum picking horison, karena pada saat picking horison
harus berhenti pada bidang sesar guna mendapatkan nilai heaves. Pada saat picking
horison, data – data dari picking well berupa top – top formasi yang telah di tie- kan
dengan seismik dijadikan sebagai acuan atau marker pada saat penarikan horison.
Picking dilakukan pada bagian inline dan trace line, guna mengetahui gambaran
secara lateral lebih detail, untuk picking inline dilakukan dengan interval kelipatan 4
milidetik, untuk picking trace line dilakukan dengan interval kelipatan 8 milidetik.
Untuk picking sesar cukup dilakukan pada bagian inline.
3.2.2.5 Analisa Geokimia
Batubara adalah campuran dari beragam senyawa organik, yang bersatudengan
sejumlah material anorganik tertentu dalam bentuk moisture dan mineral pengotor. Sisa-
sisa tumbuhan dapat menjadi sumber utama penghasil batubarakarena mengandung
bahan-bahan organik penyusun batubara. Sisa-sisa tumbuhantersebut, pada umumnya,
dapat berupa pepohonan, ganggang, lumut, bunga, sertat umbuhan yang biasa hidup di
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
rawa-rawa. Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan yang telah membusuk dan
terakumulasi dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air seperti rawa-rawa. Kondisi
tersebut yang dapat menghambat kerja dari bakteri anaeorob dalam penguraian
menyeluruh dari sisa-sisa tumbuhan yang kemudian mengalami proses perubahan
menjadi batubara.
Untuk keperluan penelitian, material ini dapat dievaluasi dengan kombinasi dari
dua set data analisis:
3.2.2.5.1 Analisa Proximate
Analisa ini memberikan jumlah relatif dari senyawa organik ringan( volatile
matter ), sebagai lawan dari material organik non volatile (fixed carbon ). Analisa ini
juga memberikan jumlah dari Moisture dari batubara, dan pengukuran dari komponen
inorganik yang tersisa, seperti residu atau abuketika batubara dibakar.
1. Moisture
Moisture dalam batubara dapat teridentifikasi dalam empat bentuk :
Surface Moisture : Total moisture dan Inharent Moisture
Hygroskopik Moisture
Decomposition Moisture
Mineral Moisture
2. Vollatile Matter
Material yang berkenaan dengan Volatile Matter (zat terbang) dalam sampel zat
batubara merepresentasikan komponen-komponen dalam batubara, kecuali
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
kandungan moisture, yang dibebaskan pada temperatur tinggi dengan tidak
hadirnya udara.
3. Abu dari batubara
Abu dari batubara adalah residu anorganik yang tidak terbakar dan masih tersisa
ketika batubara tersebut terbakar. Batubara yang mengandung jumlah
kandungan abu yang tinggi kurang digunakan dibandingkan dengan kandungan
abu yang sedikit.
4. Fixed Carbon
Fixed carbon terdiri dari jumlah karbon yang terkandung dalam batubara yang
masih tersisa setelah vollatile matter dikeluarkan.
3.2.2.5.2 Analisa Ultimate
Komponen organik dari batubara pada dasarnya terdiri dari senyawa kimia,
terbentuk dari karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen dan sulfur. Analisis ultimat
melibatkan prosentase determinasi dari masing-masing senyawa kimia diatas dalam
sampel. Prosentase dari karbon, hidrogen dan oksigen dalam fraksi organik dalam
batubara dapat juga digunakan sebagai indikasi tingkat dan parameter dalamklasifikasi
batubara. Hasil dari analisa ultimat dan proksimat adalah untuk mengindikasikan
bagaimana peran batubara dalam industri khususnya Gas Methane Batubara (CBM)
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
3.2.2.6 Pengukuran Gas Contain (Kandungan Gas)
Pengukuran kandungan gas dilakukan dengan menggunakan Formula Kim,
yaitu:
Keterangan :
G = Kandungan gas dari batubara (scf/ton)
a = Kandungan abu (ash)
m = Kandungan air/kelembaban (IM)
fc = fixed carbon
vm = volatile matter
d = depth (kedalaman) seam batubara (meter)
ko = 0.8(fc / vm) + 5.6
no = 0.39 – 0.013 ko
Rf = Recovery factor (60%)
3.2.2.7 Pengukuran OGIP (Original Gas In Place)
Perkiraan OGIP reservoir CBM dengan pendekatan metode volumetris, dihitung
berdasarkan dua komponen rumus, yaitu volume gas terserap dan volume gas bebas,
yang tergantung pada kondisi kejenuhan reservoir CBM. Sifat fisik fundamental
reservoir yang digunakan pada perhitungan OGIP reservoir CBM dengan metode
volumetris, mempunyai analogi terhadap sifat fisik fundamental reservoir migas
G = 32 x (1-a-m) x 0.75 x { ko x (0.096d)no – 0.14 x 1.8d/100 + 11)} Rf
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
konvensional, yaitu densitas batubara analogi dengan porositas, kandungan gas analogi
dengan saturasi gas.
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
Gambar 3.2.2.7 Diagram Alir Penelitian
PROPOSAL TUGAS AKHIR 2013 Fakultas Sains & Teknik Universitas Jenderal Soedirman
PENUTUP
Demikianlah proposal Tugas Akhir ini dibuat dengan harapan Bapak/ Ibu
berkenan memberikan izin kepada saya untuk melaksanakan Tugas Akhir di PT
Pertamina Hulu Energi, Semoga Allah SWT memberkati serta meridhoi kegiatan ini
sehingga dapat berjalan dengan lancar dan memberikan manfaat bagi semua pihak.