(REVISI) Hubungan Daya Tarik Interpersonal Dan Komitmen Dalam Berpacaran (Repaired)
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of (REVISI) Hubungan Daya Tarik Interpersonal Dan Komitmen Dalam Berpacaran (Repaired)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling
mulia di dunia ini dimana manusia memiliki akal, pikiran,
dan perasaan. Manusia bukanlah makhluk individual yang
bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan
individu lainnya. Sebaliknya manusia merupakan makhluk
sosial yang harus menjalin hubungan dengan individu
lainnya dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan saling
membantu satu sama lain untuk melengkapi kebutuhan mereka
masing-masing.
Masa remaja ditandai dengan adanya perkembangan yang
pesat, dari segi fisik, psikis, dan sosialnya.
Berdasarkan pengamatan peneliti, hubungan sosial pada
pada umumnya remaja menggunakan waktu mereka untuk
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, baik dengan
2
orang tua, saudara, guru, teman, dan sebagainya. Remaja
cenderung ingin bergabung dan berinteraksi dengan
kelompok sosialnya untuk mengembangkan keterampilan-
keterampilan sosialnya, seperti mengembangkan kemampuan
komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman
sebaya atau orang lain baik secara individual ataupun
kelompok. Abraham Maslow (Alwisol, 2008) mengatakan bahwa
manusia memiliki kebutuhan dimiliki dan dicintai
(belongingness/love needs). Pada masa perkembangannya, remaja
mulai memiliki rasa mencintai dan dicintai oleh lawan
jenis yang kemudian membawa remaja untuk menjalin
hubungan yang disebut dengan berpacaran.
Mahasiswa merupakan bagian dari remaja. Dimana usia
17 – 20 tahun merupakan kelompok usia remaja akhir,
Thornburgh (1982). Seperti diketahui, masa
kuliah adalah masa dimana individu mulai keluar dan
membina hubungan sosial yang lebih luas, mengenal banyak
orang, juga memiliki kelompok pertemanan dengan teman
3
sebayanya. Pada masa kuliah, mahasiswa mulai berkembang
secara khusus dari segi hubungan sosialnya, seperti
pergaulan yang semakin luas, wawasan dan pengetahuan
mengenai banyak hal baik dalam perkuliahan maupun diluar
perkuliahan. Tidak sedikit dalam proses berkembangnya,
mahasiswa juga memiliki rasa tertarik dengan lawan
jenisnya. Rasa tertarik tersebut membawa seseorang
memiliki perasaan yang lebih dari sekedar teman dan
menjalin hubungan yang lebih intens atau yang sering
disebut dengan hubungan berpacaran.
Kemampuan untuk menjalin hubungan sosial dengan
orang lain berkembang baik pada masa remaja. Kemampuannya
ini dapat mendorong mahasiswa untuk menjalin hubungan
sosial yang lebih akrab dengan orang lain, baik melalui
jalinan persahabatan ataupun melalui jalinan percintaan.
Kecenderungan individu akan menyukai orang yang memberi
penghargaan dan sebaliknya cenderung tidak menyukai orang
yang memberi hukuman merupakan sikap yang
4
dilatarbelakangi oleh perasaan tertarik (Berscheid &
Walster, 1978; Baron & Byrne, 2006). Dalam menjalin
hubungan dengan sesamanya, individu dipengaruhi oleh
ketertarikan terhadap orang lain yang biasa disebut
dengan daya tarik interpersonal (Interpersonal Attraction).
Interpersonal attraction yaitu kecenderungan seseorang untuk
menilai orang lain atau simbol yang dimiliki orang lain
secara positif, daya tarik interpersonal merupakan sikap
(positif atau negatif) seseorang pada orang tertentu,
Berscheid & Walster (1978).
Kemampuan remaja khususnya pada mahasiswa dalam
menilai orang lain, sangat berpengaruh terhadap hubungan
mereka selanjutnya. Melalui interpersonal attraction kemudian
membawa seseorang untuk mengenal lebih lanjut orang lain
secara lebih dekat. Interpersonal attraction atau yang lebih
dikenal dengan daya tarik interpersonal meliputi berbagai
aspek dalam kehidupan individu yaitu afektif, kognitif
dan tingkah laku. Kognitif yaitu keseluruhan ide dan
5
pemikiran mengenai seseorang atau suatu objek. Afektif
merupakan kecenderungan untuk menilai seseorang atau
sesuatu secara positif maupun negatif.
Sikap positif atau negatif untuk menyukai ataupun
tidak menyukai inilah yang akhirnya menjadi pendorong
bagi seseorang untuk berinteraksi ataupun tidak
berinteraksi dengan orang lain (Baron, Byrne Branscombe
2006). Seperti yang penulis amati di sekitar kampus, para
mahasiswa yang membina hubungan berpacaran dipengaruhi
oleh ketertarikan secara interpersonal. Mahasiswa
biasanya akan merasa saling tertarik jika sering bertemu
dan melakukan aktivitas bersama, memiliki kesamaan sifat,
karakter, dan ada juga mahasiswa yang tertarik dengan
orang yang menyukai dirinya. Berikut ini adalah hasil
wawancara yang mendukung pernyataan diatas. Subjek
berinisial A, perempuan, 20 tahun, semester 6:
“waktu itu gue pacaran awalnya karena gue tau dia suka sama gueduluan, dan gue emang suka kalo ada orang suka sama gue, terussetelah beberapa tahun deketin gue, kita jadi sering saling komunikasidan bertemu, lalu gue lihat usaha dia, lama-lama gue jadi luluh,
6
akhirnya kita jadian. Tapi hubungan itu hanya bertahan 4 bulan aja.Usaha dia selama ini ke gue, dan pendekatan kita yang cukup lamaternyata tidak menentukan hubungan itu lama atau tidak. Guemerasa kita terlalu cocok dari berbagai macam hal, seperti sifat, ras,dan latar belakang keluarga yang sama. Karena hal itu, gue merasahubungan kita nantinya kalo dilanjutin gak akan bertumbuh, guemau ada suatu perubahan dan perbedaan. Intinya gak sama kayakkeluarga kita masing-masing.”
Hasil wawancara tersebut, menunjukkan bahwa subjek A
merasa dirinya tertarik dengan mantannya karena dia
senang ‘disukai’ oleh lawan jenis, ditambah kedekatan
mereka semakin intens dengan sering berkomunikasi dan
bertemu. Keputusan seseorang untuk mengenal orang lain
lebih dekat diawali dengan adanya daya tarik
interpersonal yang dialami oleh orang tersebut. Daya
tarik tersebut mengarahkan seseorang untuk membuat sebuah
komitmen yang kemudian menjadi dasar untuk mempertahankan
hubungan mereka. Pada subjek A menunjukkan bahwa hubungan
mereka tidak bertahan lama karena subjek A merasa
hubungannya akan sama saja dengan keluarganya dan tidak
bertumbuh sehingga memutuskan untuk tidak melanjutkan
hubungan tersebut. Komitmen dalam hubungan antar individu
7
sangat menentukan keberlangsungan hubungan tersebut.
Komitmen dalam sebuah hubungan sangat dipengaruhi oleh
daya tarik interpersonal melalui adanya kesamaan dan
kedekatan yang dialami oleh individu kepada individu
lain.
Menurut Rusbult dan Buunk (dalam Kurdek, 1995),
komitmen yaitu suatu keadaan psikologis yang
mempresentasikan ketertarikan individu dengan pasangannya
serta keinginan untuk mempertahankan hubungan tersebut
untuk lebih baik atau untuk yang terburuk. Hubungan dua
individu yang memiliki komitmen kemudian menjadikan
hubungan yang mereka jalani mampu bertahan bahkan hingga
akhir masa kehidupan seseorang. Namun sayang sekali bahwa
banyak dari sebuah hubungan yang dijalani antar individu
meski awalnya memiliki ketertarikan interpersonal satu
sama lain justru hanya bertahan sementara. Berikut ini
adalah hasil wawacara yang mendukung pernyataan tersebut.
Subjek B, laki-laki, 21 tahun, semester 7:
8
“Kalo gue tertarik sama orang, pertama gue lihat fisiknya dulubiasanya. Tapi yang paling menentukan adalah saat gue ngobrolsama dia, nyambung atau enggak. Kalo obrolannya nggaknyambung, gue langsung males juga deketin cewek itu, kelihatan jelekaja. Tapi kalo udah nyambung pasti banyak kesamaan, apalagi guesuka musik...nah pasti nyambung kalo gue ngobrolin musik atau hobi-hobi yang lain. Itu yang biasanya bikin gue suka sama cewek. Tapi pasjalanin hubungan pacaran ternyata nggak sama dengan ‘firstimpression’-nya malah nggak nyambung, gue memilih mutusinhubungan itu walaupun awal-awalnya kayak nyambung sama dia.Gue lebih memilih mencari yang lain lagi soalnya masih banyak yanglain, lagipula gue kan masih muda. Kalo soal komitmen dalamhubungan, gue sih ngga terlalu gimana..kalo cocok ayo, kalo enggakyaa udah cari yang lain aja. Menurut gue sih gitu.”
Hasil wawancara tersebut, menunjukkan subjek B
awalnya memiliki ketertarikan secara fisik dengan lawan
jenis, yang kemudian didukung dengan tertarik secara
interpersonal yaitu melalui kesamaan dan nyambung dalam
pembicaraan. Namun dalam hubungan komitmennya, jika
mengalami ketidakcocokan dan ketidaksesuaian seperti pada
masa pendekatan, subjek B memilih untuk memutuskan
hubungannya dan mencari yang lain. Komitmen dalam sebuah
hubungan yang terjadi pada subjek B menunjukkan bahwa
hubungan tersebut sangat dipengaruhi oleh ketertarikan
interpersonal.
9
Dalam kehidupan perkuliahan peneliti sekaligus
sebagai mahasiswa di Universitas Esa Unggul, seringkali
menemukan maraknya mahasiswa yang dengan mudah bergonta-
ganti pasangan baik perempuan maupun laki-laki. Mereka
menjalin hubungan berpacaran satu sama lain hanya dalam
rentang waktu yang singkat dan kemudian “putus” begitu
saja. Mahasiswa tersebut tidak perlu menghabiskan waktu
bertahun-tahun, hanya dalam hitungan bulan dan ada pula
dari mereka yang hanya dalam hitungan minggu telah
menjalin hubungan berpacaran lagi dengan lawan jenis
lainnya. Selain itu ada pula dari mahasiswa Universitas
Esa Unggul yang memiliki pacar lebih dari satu orang.
Alasan seseorang gonta-ganti pacar menurut pengamatan dan
wawancara singkat pada beberapa mahasiswa adalah karena
sudah bosan dengan pasangannya dan mencari kesenangan
yang lain dengan memiliki beberapa “pacar” diluar
pasangannya. Selain itu intensitas pertemuan yang jarang
membuat mahasiswa tersebut kemudian memutuskan untuk
10
menjalin hubungan percintaan dengan orang lain. Mahasiswa
tersebut kemudian menyembunyikan hubungan dengan pacar
yang satu terhadap pacarnya yang lain.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin
melakukan penelitian untuk menjawab bagaimana “Hubungan
Antara Daya Tarik Interpersonal dan Komitmen dalam
Berpacaran Pada Mahasiswa Universitas Esa Unggul”.
B. Identifikasi Masalah
Mahasiswa merupakan individu yang sedang menjalani
pendidikan di sebuah universitas yang umumnya telah
memasuki usia remaja akhir. Mahasiswa menjalin hubungan
yang lebih luas dari sebelumnya ketika mereka masih duduk
di bangku sekolah. Di masa-masa mereka menjalani
aktivitas sebagai seorang mahasiswa, mereka bertemu
dengan banyak orang-orang baru dari berbagai daerah di
Indonesia yang semakin memperluas relasi sosial mereka.
Dari proses interaksi tersebut, mahasiswa kemudian secara
interpersonal merasa tertarik dengan seorang individu.
11
Melalui daya tarik interpersonal, yaitu
kecenderungan seseorang untuk menilai orang lain atau
symbol yang dimiliki orang lain secara positif, mahasiswa
terdorong untuk menjalin hubungan yang lebih dekat lagi
dengan seseorang yang membuatnya merasa tertarik.
Hubungan tersebut bisa berlanjut ke tahap yang lebih
tinggi dan bukan hanya sekedar pertemanan biasa. Hubungan
tersebut dikenal dengan hubungan berpacaran antara dua
individu dengan jenis kelamin berbeda. Hubungan
berpacaran bukanlah sebuah hubungan yang terjadi begitu
saja melainkan diawali dengan adanya ketertarikan secara
interpersonal antara dua individu yang terlibat dalam
hubungan tersebut.
Hubungan berpacaran tersebut idealnya berlangsung
secara harmonis dimana kedua individu bersepakat untuk
menjalani hubungan dengan menjaga kesetiaan satu sama
lain. Kedua belah pihak memiliki komitmen untuk selalu
menjaga kesepakatan-kesepakatan yang telah mereka buat
12
sebelumnya sehingga hubungan yang mereka jalani dapat
berlangsung lama atau bahkan hingga ke tahap berikutnya.
Namun pada kenyataan yang dapat ditemui di kehidupan
sehari-hari, ada banyak hubungan berpacaran yang meski
diawali dengan ketertarikan secara interpersonal namun
tidak mampu bertahan lama. Salah satu atau kedua belah
pihak yang sedang menjalin hubungan tersebut tidak mampu
menjaga komitmen yang disepakat sebelumnya yang
menyebabkan hubungan tersebut tidak mampu bertahan lama.
Selain itu tidak sedikit kasus perselingkuhan yang
terjadi di dalam hubungan berpacaran menyebabkan hubungan
yang sedang dijalani tidak dapat dipertahankan lagi. Ada
pula yang merasa bahwa meskipun awalnya seorang mahasiswa
merasa tertarik secara interpersonal terhadap mahasiswa
lain, namun setelah menjalin hubungan berpacaran, mereka
menemukan bahwa ternyata hubungan tersebut tidak sesuai
dengan yang mereka harapkan. Akhirnya hubungan tersebut
13
pun tidak bisa dipertahankan lagi sehingga kedua belah
pihak memilih untuk berpisah atau tidak berkomitmen lagi.
Melihat fenomena yang terjadi dalam kehidupan
berpacaran tersebut, akhirnya peneliti merasa perlu untuk
melakukan penelitian untuk menjawab pertanyaan bagaimana
hubungan daya tarik interpersonal dengan komitmen dalam
sebuah hubungan berpacaran yang dijalani oleh mahasiswa.
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui hubungan antara daya tarik
interpersonal dengan komitmen berpacaran
mahasiswa Universitas Esa Unggul.
2. Untuk mengetahui kategorisasi daya tarik
interpersonal dan komitmen mahasiswa Universitas
Esa Unggul.
3. Untuk mengetahui gambaran daya tarik
interpersonal dan komitmen berpacaran mahasiswa
14
Universitas Esa Unggul berdasarkan data
penunjang, seperti:
adanya rewards dalam hubungan, seperti hadiah,
kecupan, pelukan; juga kebiasaan pasangan
seperti menjemput, dsb.
Adanya kesamaan dalam hubungan, seperti
kesamaan keyakinan (agama), kesamaan hobi,
kesamaan sifat/karakter.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis diharapkan bahwa penelitian ini
dapat memperkaya wawasan dalam pengetahuan ilmu
psikologi terutama dalam psikologi sosial dan
psikologi perkembangan.
2. Manfaat Praktis :
a. Memberikan informasi pada mahasiswa dalam
memahami komitmen berpacaran dalam hubungannya
15
dengan daya tarik interpersonal di Universitas
Esa Unggul.
b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dipakai
sebagai informasi tambahan bagi penelitian
berikutnya yang berhubungan dengan komitmen dan
daya tarik interpersonal.
E. Kerangka Berpikir
Mahasiswa merupakan bagian dari beberapa kelompok
usia remaja dimana pada masa perkembangannya selalu
diikuti dengan interaksi dengan lingkungan sosialnya.
Berkaitan dengan hubungan sosialnya, remaja senang sekali
mengenal banyak orang, bahkan sampai membentuk sebuah
komunitas yang biasanya berisi orang-orang yang memiliki
tujuan, hobi, dan mimpi yang sama. Salah satu tugas
perkembangan remaja adalah menjalin relasi dengan lawan
jenis. Remaja mulai memiliki kedekatan khusus dengan
lawan jenis, yang kemudian membawa remaja kepada sebuah
16
hubungan persahabatan bahkan lebih jauh hingga hubungan
berpacaran.
Hubungan antara dua insan atau lebih, tumbuh
dipengaruhi oleh daya tarik interpersonal. Ketertarikan
secara interpersonal tersebut mempengaruhi mahasiswa
untuk menjalin relasi yang lebih dalam yang biasa disebut
dengan hubungan berpacaran. Menurut Berscheid & Walster,
1978 (dalam Asih Nurfitri, 2008) ketertarikan
interpersonal tersebut terbentuk melalui:
Pertama, proximity yaitu kedekatan jarak merupakan
pengaruh yang kuat dalam pemilihan teman. Artinya,
semakin sering mahasiswa bertemu maka semakin dekat pula
hubungan yang tercipta. Kedekatan tersebut bisa meliputi
kedekatan fisik, emosional, dan juga sosial. Karena
intensitas bertemu yang sering, maka akan menghasilkan
rasa kebersamaan yang membuat kedua belah pihak merasa
memiliki satu sama lain sebagai satu kesatuan. Perasaan
sebagai satu kesatuan inilah yang akhirnya menyebabkan
17
mahasiswa tertarik terhadap mahasiswa lain. Sebaliknya,
adanya jarak dalam sebuah hubungan tidak menghasilkan
rasa tertarik dan kedekatan diantara keduanya. Hal ini
dikarenakan, kedekatan memungkinkan mahasiswa memperoleh
informasi, baik pro maupun kontra, mengenai orang lain.
Kedua, reciprocity of liking adalah kecenderungan bahwa
seseorang akan merasa tertarik pada orang yang
menyukainya. Ketika seorang mahasiswa merasa ‘disukai’
oleh orang lain dan mendapat ganjaran positif dari
hubungan yang terjalin diantara mereka, maka orang
tersebut kemudian merasa tertarik kepada orang yang
menyukainya. Sebaliknya, seseorang tidak akan tertarik
kepada orang yang tidak bersikap “take and give” dalam
hubungan tersebut.
Ketiga, similarity yaitu kecenderungan seseorang kepada
orang yang memiliki kesamaan dengan dirinya. Kesamaan
tersebut meliputi kesamaan hobi, sikap, kepribadian,
karakteristik fisik, serta ciri-ciri sosial lain,
18
sehingga membawa mahasiswa semakin tertarik untuk
menjalin hubungan dengan orang lain. Sebaliknya, ketika
mahasiswa tidak memiliki kesamaan dengan orang lain, hal
tersebut tidak memungkinkan muncul adanya perasaan
tertarik satu sama lain.
Keempat, reduction of fear, stress, and isolation adalah suatu
keadaan dimana seseorang tidak menyukai kesendirian,
adanya pengasingan sosial yang menimbulkan
ketidaknyamanan. Oleh karena itu, mahasiswa membutuhkan
orang lain untuk memenuhi kebutuhan yang ada pada
dirinya. Kebutuhan akan hal tersebut memungkinkan
mahasiswa tertarik secara positif kepada orang yang
membuatnya nyaman. Mereka akan merasa tertarik kepada
orang yang memberikan perhatiannya secara lebih ketika
perasaan takut, stress, dan terisolasi menghampiri hidup
mereka. Sebaliknya, ketidaknyamanan kepada orang lain
memungkinkan tidak adanya tumbuh rasa tertarik diantara
mereka.
19
Kelima, cooperation yaitu hubungan antara kerjasama,
kompetisi, dan ketertarikan interpersonal. Adanya
kerjasama dalam satu group yang dialami oleh kedua
individu dapat memicu perasaan tertarik (Coorperation).
Bentuk kerjasama tersebut bisa berupa saling berbagi,
adanya take and give, saling tolong-menolong. Dalam sebuah
hubungan berpacaran, bentuk kerjasama tersebut mampu
membuat pasangan saling tertarik satu sama lain.
Sebaliknya, rasa tertarik tersebut cenderung tidak akan
timbul jika hubungan tidak disertai adanya kerjasama.
Dalam sebuah relasi berpacaran membutuhkan adanya
sebuah komitmen dari kedua belah pihak. Dari komponen
daya tarik interpersonal seperti yang dijelaskan diatas,
yaitu proximity, reciprocity of liking, similarity, reduction of fear, stress &
isolation, dan coorperation akan membawa hubungan tersebut
menjadi lebih terarah. Hubungan yang terarah tersebut
mengarahkan pasangan kedalam sebuah komitmen hubungan
berpacaran. Sementara, daya tarik interpersonal negatif
20
memungkinkan komitmen yang cenderung rendah. Sebaliknya,
daya tarik interpersonal positif memungkinkan komitmen
yang cenderung tinggi. Komitmen dalam hubungan antar
individu sangat menentukan tujuan dan arah hubungan yang
dijalani tersebut. Komitmen dalam hubungan antar pribadi,
merupakan hubungan yang mampu menjadikan alasan seseorang
untuk tetap melanjutkan hubungan tersebut, karena
hubungan tersebut dirasakan memuaskan. Menurut Rusbult,
komitmen antar hubungan pribadi ditandai dengan:
Komponen afektif merupakan hubungan emosi yang
tercipta diantara pasangan yang sedang berpacaran, yang
merujuk pada hubungan emosi. Semakin tergantung pasangan
satu sama lain, mereka akan semakin peka terhadap
pengalaman emosi yang dialami oleh pasangannya, Berscheid
(dalam Invoni Lulu, 2008). Sebaliknya, semakin rendah
nilai komitmen dalam suatu hubungan, maka kepekaan
terhadap pengalaman emosi pasangan tidak tercipta.
21
Komponen kognitif merujuk pada orientasi jangka
panjang mengenai suatu hubungan, dengan adanya asumsi
bahwa hubungan tersebut akan tetap berlanjut sampai di
kemudian hari. Komponen jangka panjang ini melibatkan
pandangan bahwa seseorang terlibat dengan pasangannya
sampai ke masa yang akan datang (dalam Invoni Lulu,
2008). Sebaliknya, tidak adanya pandangan jangka panjang
akan hubungan tersebut, maka ketidakjelasan arah hubungan
dan komitmen semakin rendah.
Komponen konatif, yaitu adanya motivasi seseorang
untuk mempertahankan hubungannya (intention to persist).
Keinginan untuk bertahan menentukan hubungan tersebut
terus berlanjut. Sebaliknya, tidak adanya kemauan dan
motivasi yang jelas terhadap hubungan, maka semakin
rendah komitmen dalam hubungan tersebut.
22
Gambar 1.1
Bagan Kerangka Berpikir
Mahasiswa
Remaja
Daya Tarik Interpersonal
Proximity
Reciprocity of liking
Similarity
Reduction of fear, stress, and isolation
Cooperation
Komitmen
Afektif
Kognitif
Konatif
posit negat
23
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan deskripsi teoritis dan kerangka berpikir
yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian ini
adalah terdapat hubungan antara daya tarik interpersonal
dan komitmen dalam berpacaran pada mahasiswa Universitas
Esa Unggul.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Komitmen
1. Definisi Komitmen
Rusbult mendefinisikan komitmen sebagai berikut:
”Commitment is defined as a subjective psychological state thatinfluences variety of behaviors in a relationship”. Komitmendiartikan sebagai keadaan psikologis subyektifyang mempengaruhi perilaku dalam berbagaihubungan (Rusbult & Buunk, 1993 dalam InvoniLulu, 2008).
“Commitment is defined as the tendency to maintain a relationshipand to feel psychologically attached to it”. Komitmen didefinisikan sebagai kecenderungan untuk
24
mempertahankan hubungan dan untuk merasakan kelekatan secara psikologis (Rusbult, 1983 dalam Invoni Lulu, 2008).
“Commitment is defined as the causal mechanism by which various other relationship-promoting factors lead to relationship persistant”. Komitmen didefinisikan sebagai mekanisme kausal dimana berbagai faktor hubungan lainnya mempromosikan menyebabkan hubungan persisten (dalam Invoni Lulu, 2008).
“Commitment level is a psychological state the globally representslong-term orientation, including feelings of attachment to apartner and desire to maintain in a relationship, for better orworse. Thus commitment is defined as a subjective state, includingboth cognitive and emotional components, that directly influencesa wide range of behaviors in an ongoing relationships”.Tingkat komitmen adalah keadaan psikologis yangsecara global merupakan orientasi jangka panjang,termasuk perasaan keterikatan pada pasangan dankeinginan untuk memelihara dalam suatu hubungan,baik atau buruk. Jadi komitmen didefinisikansebagai keadaan subyektif, termasuk komponenkognitif dan emosional, yang secara langsungmempengaruhi berbagai perilaku dalam hubunganyang berkelanjutan (dalam Invoni Lulu, 2008).
“Commitment level is defined in terms of three interrelatedcomponents, including conative, affective, and cognitiveproperties”. Tingkat Komitmen didefinisikan dalamtiga komponen yang saling terkait, termasukkonatif, afektif, dan kognitif properti (dalamInvoni Lulu, 2008).
25
Dari definisi di atas, komitmen didefinisikan
sebagai salah satu keadaan yang mengarahkan seseorang
untuk mempertahankan suatu hubungan yang meliputi
orientasi jangka panjang, kedekatan dengan pasangan dan
keinginan untuk terus bersama-sama melanjutkan hubungan
dengan pasangan, yang di representasikan oleh keadaan
subyektif yang terdiri dari komponen kognitif dan afektif
yang secara langsung mempengaruhi perilaku dalam suatu
hubungan.
2. Dimensi Komitmen
Menurut Rusbult dimensi komitmen memiliki tiga
komponen:
a. Komponen afektif merujuk pada hubungan yang terjadi
di antara pasangan (psychological attachment). Berscheid
(dalam Arriaga & Agnew, 2001) mengatakan bahwa
semakin tergantung pasangan satu sama lain, mereka
akan semakin peka terhadap pengalaman emosi yang
26
dialami oleh salah satu pihak. Mereka pun kemudian
akan semakin terpengaruh oleh pengalaman positif
ataupun negative yang dialami oleh pasangannya
sehingga dapat dikatakan bahwa keadaan emosi mereka
seakan-akan sudah menyatu satu sama lain.
b. Komponen kognitif merujuk pada orientasi jangka
panjang mengenai suatu hubungan, dengan adanya
asumsi bahwa hubungan tersebut akan tetap berlanjut
sampai di kemudian hari. Komponen jangka panjang ini
melibatkan pandangan bahwa seseorang terlibat dengan
pasangannya sampai ke masa yang akan datang. Seperti
yang diasumsikan oleh Clark, Mills dan Power (dalam
Arriaga & Agnew, 2001) bahwa pasangan akan terus
mempertahankan hubungan sampai masa yang akan
datang.
c. Komponen konatif merujuk pada suatu keadaan bahwa
seseorang secara intrinsik termotivasi untuk
mempertahankan hubungan yang terjadi saat itu
27
(intention to persist). Seperti yang dikemukakan oleh
Lenwin (dalam Arriaga & Agnew, 2001) bahwa keinginan
untuk tetap berada dalam hubungan tersebut merupakan
motivasi dari komitmen. Keinginan untuk bertahan
dalam suatu hubungan akan memicu terjadinya suatu
kondisi yang menyebabkan hubungan tersebut terus
berlanjut.
3. Manfaat Komitmen
a. Secara subyektif menghasilkan ketergantungan
individu pada hubungannya. Komitmen meliputi efek
ketergantungan yang terdiri dari variabel satisfaction,
alternatives, dan investment. Oleh sebab itu, komitmen
menggambarkan orientasi waktu yang lebih panjang dan
individu yang memiliki komitmen tinggi akan
berperilaku yang membuat hubungan mereka tetap
bertahan dan sehat, serta melakukan hal yang membuat
pasangan dan hubungan mereka sejahtera. Individu
28
tersebut juga akan berperilaku menjaga kesejahteraan
pasangan dan hubungan mereka.
b. Menghasilkan situasi saling ketergantungan. Bagi
pasangan yang berkomitmen tinggi, yang terlibat
dalam perilaku saling mendukung dapat memperoleh
keuntungan langsung bagi masing-masing individu yang
terlibat. Keuntungannya itu berupa hubunngan timbal-
balik sehingga masing-masing individu bergantung
satu sama lain (Axelord, 1983, 1984).
c. Cenderung terlibat dalam perilaku pemeliharaan
hubungan, bahkan ketika perilaku membutuhkan
pengorbanan, penuh usaha, atau bertentangan dengan
minat diri individu. Dengan terlibat dalam
pengorbanan pribadi, individu yang berkomitmen
tinggi memiliki orientasi jangka panjang dan dapat
berkomunikasi dengan pasangannya. Ketika orang-orang
berperilaku tidak konsistent dengan minat diri
mereka (yaitu berkorban untuk hubungan yang baik)
29
mereka memberikan bukti yang nyata mengenai
perasaan, sikap, dan niat pada pasangannya (Kelley,
1979).
4. Investment Model of Commitment
Investment Model of Commitment’s Rusbult (1983)
adalah suatu teori komitmen hubungan yang berfokus
pada stabilitas hubungan. Investment Model of Commitment
menyatakan bahwa tinggi rendahnya komitmen
dipengaruhi oleh tiga factor yaitu satisfaction, quality of
alternatives, dan investment size. Faktor-faktor tersebut
muncul dari elemen pertukaran sosial (Rusbult et
al., 2001; Rusbult et al., 1999).
Teori pertukaran sosial (Blau, 1964; Burgess &
Huston, 1979; Kelley & Thibaut, 1978) menyatakan
bahwa dalam menjalin suatu hubungan individu
mempersepsikan bahwa interaksinya dengan individu
lain bersifat menguntungkan, yaitu bila rewards yang
30
individu peroleh lebih besar daripada costs yang
dikeluarkan.
Menurut Thibaut & Kelley (dalam Canary &
Stafford, 1994), rewards digambarkan sebagai
kesenangan, kepuasan, dan kegembiraan. Sedangkan
costs digambarkan sebagai pengorbanan. Didalam
hubungan yang akrab, costs meliputi waktu dan usaha
yang dihabiskan untuk memelihara hubungan. Costs
disebut tinggi ketika usaha fisik dan mental yang
besar diperlukan, ketika kecemasan mempengaruhi
tindakan, atau ketika ada konflik.
Menurut teori pertukaran sosial, biasanya
individu memperhitungkan rewards dan costs dari suatu
hubungan dengan mencari hasil akhirnya yaitu dengan
melakukan perbandingan. Tingkat perbandingan
mencerminkan kualitas hasil yang menurut seseorang
pantas dia terima. Tingkat perbandingan untuk
menilai suatu hubungan terbagi menjadi dua yaitu
31
membandingkan sejumlah hubungan dan tingkat
perbandingan untuk alternatif.
Kemudian Rusbult (1980, 1983) menyatakan bahwa
faktor lain yang mempengaruhi komitmen adalah
investasi yang diberikan dalam suatu hubungan.
Investasi merupakan sesuatu yang tidak dapat
individu peroleh kembali jika hubungan berakhir.
Homnas (1974) menyatakan bahwa makin tinggi
investasi, makin tinggi keuntungannya. Jika suatu
hubungan memuaskan, individu merasa bahwa
investasinya telah memberikan hasil (menguntungkan).
B. Interpersonal Attraction
1. Definisi Interpersonal Attraction
Berscheid & Walster (1978) merumuskan definisi
operasional dari interpersonal attraction sebagai kecenderungan
seseorang untuk menilai orang lain atau symbol yang
dimiliki orang lain secara positif. Lebih jauh Walster
32
juga mengungkapkan bahwa individu cenderung akan menyukai
orang yang memberi penghargaan, dan sebaliknya cenderung
tidak menyukai orang yang memberi hukuman. Munculnya
sikap terhadap orang lain dilatarbelakangi oleh perasaan
tertarik (Berscheid & Welster, 1978; Baron&Byrne, 2006)
yang terdiri dari tiga komponen yakni kognitif, afektif,
dan tingkah laku. Kognitif berisi keseluruhan ide dan
pemikiran mengenai seseorang atau suatu objek. Afektif
merefleksikan kecenderungan untuk menilai seseorang atau
sesuatu secara positif maupun negatif. Tingkah laku
merujuk pada kecenderungan seorang individu untuk
menghindari atau mendekati seseorang atau suatu objek.
Sikap untuk menyukai ataupun tidak menyukai inilah yang
akhirnya menjadi pendorong bagi seseorang untuk
berinteraksi ataupun tidak berinteraksi dengan orang lain
(Baron, Byrne & Branscombe 2006).
Selain membuat definisi operasional, Walster (1978)
juga mengaitkan teori penguatan (reinforcement theory)
33
terhadap interpersonal attraction yang ia tuangkan kedalam
reward theory (teori ganjaran). Melalui penjabaran mengenai
reward theory ini Walster mencoba mengungkap alasan mengapa
seseorang bisa menyukai atau sebaliknya tidak menyukai
orang tertentu.
1.1Reward Theory
Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk
selalu menilai sesuatu (Berscheid & Walster, 1978).
Byrne & Clore dalam Berscheid & Walster (1978),
mengemukakan bahwa sebagian besar stimulus dapat
diidentifikasikan sebagai hadiah ataupun hukuman.
Bagaimana ketertarikan dapat terbangun selalu bermula
dari reward yang diberikan oleh orang lain. Reward yang
disediakan oleh orang lain dalam interaksi yang
terjalin diuraikan Berscheid & Walster (1978) kedalam
lima bentuk, yakni:
1. Proximity
34
Kedekatan jarak merupakan pengaruh yang kuat dalam
pemilihan teman. Segal dalam Berscheid & Walster
(1978) menemukan hasil penelitian bahwa proximity
merupakan variabel yang lebih berpengaruh dalam
hubungan pertemanan antara anggota training yang
menjadi sampel penelitiannya, dibandingkan variabel
lain seperti kesamaan agama, umur, suku bangsa,
pendidikan, keanggotaan organisasi, bahkan hobi.
Ketertarikan dan kedekatan merupakan dua hal yang
terkait. Hal ini dikarenakan, pertama, kedekatan
membuat bertambahnya kemungkinan untuk memperoleh
informasi, baik pro ataupun kontra, mengenai orang
lain. Walaupun, Newcomb dalam Berscheid & Walster
(1978) mengungkapkan proximity lebih cenderung
menghasilkan perasaan suka dibanding sebaliknya,
karena cenderung memberikan informasi yang
menyenangkan.
35
Alasan kedua yang mengakibatkan proximity terkait
dengan ketertarikan adalah munculnya faktor
kebersamaan. Karena intensitas bertemu yang sering
cenderung akan menghasilkan rasa kebersamaan sebagai
satukesatuan. Sebagai contoh adanya perasaan satu
keluarga, teman satu sekolah, ataupun tetangga satu
kompleks perumahan. Adanya rasa kebersamaan membuat
mereka merasa memiliki satu sama lain sebagai satu
kesatuan. Perasaan sebagai satu kesatuan inilah yang
akhirnya menyebabkan perasaan suka terhadap orang
lain.
2. Reciprocity of Liking
Penelitian yang dilakukan Newcomb (1961); Mette &
Aronson 1974 dalam Berscheid & Walster (1978)
menunjukkan adanya kecenderungan bahwa individu akan
merasa tertarik pada orang yang menyukainya. Hal ini
diakibatkan adanya kecenderungan untuk mencari
36
persetujuan dari orang lain. Persetujuan sosial telah
menjadi penguat dari berbagai aktivitas manusia karena
social approval (persetujuan sosial), seperti halnya uang,
merupakan penguat yang bersifat situasional yang
sangat kuat. Kebutuhan akan persetujuan sosial itulah
yang akhirnya membuat individu cenderung menyukai
orang yang memberikan ganjaran berupa perasaan suka
dan sebaliknya. Selain itu, hukum timbal-balik atas
perasaan suka juga menghasilkan keyakinan bahwa orang
yang ia sukai juga menyukai dirinya.
3. Similarity
Manusia cenderung menyukai orang yang memiliki
kesamaan dengan dirinya. Hal tersebut dikarenakan
munculnya kepuasan saat ia merasa orang lain memiliki
kesamaan sikap dan keyakinan seperti yang ia miliki
(Berscheid & Walster, 1978). Kecenderungan untuk
menyukai seseorang yang memiliki kesamaan muncul
37
karena adanya dorongan untuk menyukai diri kita
sendiri. Adanya rasa suka terhadap diri sendiri,
membuat manusia akan menyukai orang lain seperti ia
menyukai dirinya sendiri.
Selain cenderung tertarik dengan orang yang
menunjukkan kesamaan dengannya, individu juga
cenderung merasa memiliki kesamaan dengan orang yang
ia sukai. Hal ini dapat terlihat dari adanya keyakinan
bahwa terdapat lebih banyak kesamaan pribadi antara ia
dan orang yang ia anggap sebagai teman, dibandingkan
orang lain yang tidak. Sehingga muncul anggapan bahwa
individu menjadi serupa dengan orang lain sebagai
akibat dari hubungan yang terjalin diantara keduanya.
Menurut Berscheid & Walster (1978) terdapat beberapa
jenis kesamaan yang memiliki kaitan dengan
ketertarikan, yaitu: kesamaan sikap, kesamaan
kepribadian, kesamaan karakteristik fisik, kesamaan
38
pendidikan dan kecerdasan, serta ciri-ciri sosial lain
seperti latar belakang keluarga, agama, dan hobi.
4. Reduction of fear, stress, and isolation
Pada dasarnya manusia tidak menyukai kesendirian,
adanya pengasingan sosial seperti dalam penjara pasti
menimbulkan ketidaknyamanan. Karena semenjak kecil
individu telah menumbuhkan rasa kebutuhan untuk
ditemani oleh orang lain. Kebutuhan akan keberadaan
orang lain inilah yang membuat keterasingan dari orang
lain menjadi situasi yang memberatkan. Bahkan, saat
seseorang benar-benar terisolasi, banyak ditemukan
kasus bahwa mereka dengan sengaja berhalusinasi
mengenai kehadiran orang lain (Berscheid & Walster,
1978).
Hasil penelitian Schachter (1959) dalam Berscheid &
Walster (1978) menunjukkan bahwa saat kita merasa
cemas, takut, dan kesepian maka kehadiran orang lain
menjadi sebuah hadiah. Ketakutan bisa menjadi penguat
39
untuk berafiliasi dengan orang lain, menurut Berscheid
& Walster (1978) mungkin diakibatkan oleh beberapa
sebab seperti: keinginan untuk mencari solusi untuk
keluar dari ketakutan, hanya sekedar berbagi
pengalaman, kebutuhan pengalihan atas ketakutan yang
ia rasakan, serta kebutuhan untuk mengevaluasi emosi
serta perasaan yang ia rasakan. Sehingga saat
seseorang merasakan adanya ketakutan, maka kehadiran
orang lain menjadi reward yang positif.
5. Cooperation
Seringkali orang lain tidak memberi ganjaran
secara langsung. Ganjaran positif sering kali
dirasakan lewat bantuan yang diberikan. Bantuan
dinilai positif bila dapat memudahkan tercapainya
suatu tujuan. Sebaliknya, menghalangi kemajuan akan
cenderung diartikan sebagai ganjaran negatif
40
(Brekowitz & Danelz, 1963; Goranson&Brekowitz 1966
dalam Berscheid & Walster, 1978).
Hubungan antara kerjasama, kompetisi, dan
interpersonal attraction telah diteliti oleh Sherif et al
(1954) dalam Berscheid & Walster, (1978). Dalam hasil
penelitiannya, Sherif et al (1954) mengemukakan bahwa
individu cenderung memiliki tingkat interpersonal attraction
yang lebih tinggi terhadap orang lain dalam grup yang
sama, dibanding anggota dari grup lain yang
berkompetisi dengannya. Hal ini dikarenakan adanya
kerjasama yang terjalin sehingga menimbulkan munculnya
ganjaran positif. Penelitian itu juga menemukan bahwa
saat dua grup bergabung menjadi satu dalam
menyelenggarakan sebuah acara sehingga tidak lagi
terjadi kompetisi, maka tingkat interpersonal attraction
terhadap orang yang mulanya tidak berada satu grup
meningkat, walaupun tetap tidak sebesar tingkat
41
interpersonal attraction terhadap orang yang memang sejak
awal bekerja sama dengannya.
Kelima elemen diatas merupakan lima elemen yang
diungkapkan Walster sebagai elemen-elemen yang disediakan
orang lain saat interaksi terjalin. Pada saat
berinteraksi dengan orang lain, maka reward yang diterima
dari orang lain secara kognitif akan diinterpretasikan
sebagai ganjaran positif atau ganjaran negatif. Penilaian
terhadap stimulus yang akan menumbuhkan perasaan positif
maupun negative. Penilaian reward sebagai hadiah akan
menumbuhkan perasaan positif. Sedangkan penilaian reward
sebagai hukuman akan menumbuhkan perasaan negatif.
Perasaan inilah yang akhirnya memunculkan rasa suka
ataupun tidak suka. Karena secara naluriah manusia
belajar untuk mendekati hadiah dan menghindari stimulus
yang dapat memberikan hukuman. Proses inilah yang
akhirnya menjelaskan proses ketertarikan.
42
Dari penjabaran diatas mengenai proses munculnya
ketertarikan akibat reward yang disediakan orang lain,
maka dapat diartikan bahwa apabila ganjaran yang
diberikan orang lain diinterpretasikan sebagai ganjaran
positif, maka akan timbul rasa suka yang memunculkan
ketertarikan dan kemauan untuk mendekat. Sebaliknya, saat
ganjaran yang diberikan orang lain diinterpretasikan
sebagai ganjaran negative, maka perasaan yang muncul
adalah rasa tidak suka dan akhirnya menghasilkan
kecenderungan untuk menjauh. Sehingga untuk melihat
tingkat interpersonal attraction terhadap seseorang maka
pengukuran bisa dilakukan lewat sejauh mana ganjaran yang
disediakan orang lain. Karena reward yang disediakan orang
lain dapat menumbuhkan perasaan positif dan menumbuhkan
rasa suka yang akhirnya menghasilkan ketertarikan.
2. Faktor Yang Mempengaruhi Daya Tarik Interpersonal
43
Bringham (dalam Dayakisni: 2006) mendefinisikan daya
tarik interpersonal sebagai satu kecenderungan untuk
menilai seseorang atau suatu kelompok secara positif,
sesuai apa adanya. Faktor yang mempengaruhi hal-hal
tersebut adalah:
1. Kesamaan (Similarity)
Sikap, nilai, minat, latar belakang, dan kepribadian
yang sama, bisa menyebabkan individu tertarik dengan
orang lain. Dalam membangun satu hubungan kesamaan
bisa menjadi dasar untuk membangun hubungan yang
lebih baik dan positif.
2. Kedekatan (Proximity)
Kedekatan merujuk pada bentuk teritorial. Dekatnya
jarak individu dengan orang lain, mengakibatkan
bentuk hubungan menjadi lebih baik, misalnya
bertetangga. Tetapi tidak selalu demikian jika tidak
44
ada interaksi yang intens, maka kedekatan teritorial
bukanlah satu jaminan hubungan akan terus bertahan.
3. Keakraban (Familiarity)
4. Daya Tarik Fisik
5. Kemampuan (Ability)
Orang yang kompeten, pintar akan lebih disukai
daripada yang tidak kompeten dan pintar, karena
adanya reward yang diberikan kepada kita.
6. Tekanan emosional
7. Mood
8. Harga diri yang rendah
9. Kesukaan secara timbal balik (Reciprocal Liking)
10. Saling melengkapi (Omplementary)
C. Remaja
1. Pengertian Remaja
Santrock (2003) menjelaskan defenisi tentang remaja
dimana memerlukan pertimbangan tentang usia dan pengaruh
45
faktor sosial-sejarah sehingga remaja (adolescence) dapat
diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa
anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis,
kognitif, dan sosial-emosional. Walaupun situasi budaya
dan sejarah membatasi kemampuan kita untuk menentukan
rentang usia remaja, akan tetapi dapat disimpulkan bahwa
usia remaja dimulai dari 11-13 tahun dan berakhir antara
usia 18-22 tahun. Perubahan biologis, kognitif, dan
sosial-emosional yang terjadi berkisar dari perkembangan
fungsi seksual, proses berpikir abstrak sampai pada
kemandirian.
Secara umum masyarakat mengartikan masa remaja adalah
suatu masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak
(chilhood) ke masa dewasa (adulthood), yang disertai dengan
adanya perubahan fisik. Perubahan itu ditandai munculnya
masa puber yaitu kurang lebih pada usia 12 tahun, seorang
anak yang beranjak remaja akan mengalami perubahan
hormonal dan perubahan fisik (tinggi badan, berat badan,
46
proporsi bentuk tubuh ), serta berkembangnya organ
seksual (menstruasi pada anak perempuan, dan pengalaman
‘mimpi basah’ pada anak laki-laki). Menurut Turner &
Helms (dalam Diana, 2011), masa remaja sebagai suatu masa
dimana terjadi perubahan besar yang memberikan suatu
tantangan pada individu remaja untuk dapat menyesuaikan
dirinya dengan lingkungannya, dan mampu mengatasi
perubahan fisik dan kematangan seksual yang sedang
dialaminya serta dalam masa pencarian identitas diri.
Rentang usia remaja menurut Hurlock (dalam Diana,
2011) adalah usia 13 tahun atau 14 tahun sampai dengan
usia 21 tahun. Sedangkan menurut Papalia (dalam Diana,
2011), remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-
kanak dan dewasa dan masa ini dimulai pada usia 12 atau
13 tahun serta berakhir pada awal dua puluhan. Rice
(dalam Diana, 2011) membagi masa remaja ini yang terbagi
menjadi remaja awal (usia 11-14 tahun), remaja
pertengahan (usia 15-18 tahun) dan remaja akhir (usia 18-
47
21 tahun). Jadi berdasarkan pendapat para ahli tersebut
dapat disimpulkan bahwa masa remaja dimulai pada sekitar
usia 11 tahun sampai dengan usia 21 tahun.
Dari definisi-definisi yang telah dijelaskan mengenai
remaja, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja adalah
masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa,
yang usianya dimulai pada sekitar usia 11 tahun sampai
dengan usia 21 tahun, dimana masa ini remaja mengalami
perubahan fisik, kematangan organ seksual, kognisi,
kepribadian, bersosialisasi, mulai mencari identitas
dirinya dengan berbagai cara dan pengalaman yang mereka
pilih.
2. Ciri-ciri Masa Remaja
Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa
remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik,
maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi
selama masa remaja (Jahja, 2011):
48
a. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat
pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai
masa storm & stress.
Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang
ditujukan pada remaja, remaja diharapkan untuk
tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, para
remaja harus lebih mandiri dan bertanggung jawab.
Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk
seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas
pada remaja akhir yang berada pada awal masa
kuliah.
b. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga
disertai kematangan seksual. Perubahan fisik yang
terjadi secara cepat, baik perubahan internal
seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem
respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi
badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat
berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
49
c. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan
hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja
banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa
dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik
yang baru dan lebih matang. Mulai adanya tanggung
jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka
remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan
ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih
penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan
dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan
hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama,
tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang
dewasa.
d. Perubahan nilai, hal-hal yang mereka anggap
penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang
penting karena sudah mendekati dewasa.
e. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam
menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi
50
seorang remaja menginginkan kebebasan, tetapi di
sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang
menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan
kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung
jawab tersebut.
3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja
Kay (dalam Jahja, 2011) , mengemukakan tugas-tugas
perkembangan remaja itu sebagai berikut :
a. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman
kualitasnya
b. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau
figur-figur yang mempunyai otoritas
c. Mengembangkan kemampuan komunikasi interpersonal dan
belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain
baik secara individual ataupun kelompok
d. Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya
51
e. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan
terhadap kemampuannya sendiri
f. Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri)
atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip, atau falsafah
hidup
g. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap
atau perilaku) kekanak-kanakan
4. Tahapan Remaja
Masa remaja menurut Steinberg (1993) dibagi menjadi
beberapa tahap yaitu:
a. Remaja awal (early adolescent) pada usia 11-14 tahun.
Remaja awal biasanya berada pada tingkat SMP,
perubahan yang terjadi pada masa ini sangat cepat,
baik pertumbuhan fisik dan kapasitas intelektual.
Pada masa ini tugas perkembangannya lebih
dipengaruhi oleh perubahan fisik dan mental yang
52
cepat, yaitu adaptasi dan penerimaan keadaan tubuh
yang berubah.
b. Remaja pertengahan (middle adolescent) pada usia 15-18
tahun, biasanya duduk di bangku SMU. Pada masa ini
remaja secara fisik menjadi percaya diri dan
mendapatkan kebebasan secara psikologi dari orang
tua, memperluas pergaulan dengan teman sebaya dan
mulai mengembangkan persahabatan dan keterkaitan
dengan lawan jenis.
c. Remaja akhir (late adolescent) pada usia 18-21 tahun.
Umumnya terjadi pada akhir SMU dan universitas
sampai individu mencapai kematangan fisik, emosi dan
kesadaran akan keadaan sosialnya, memiliki identitas
personal dalam relasinya dengan orang lain,
mengetahui peran sosial, sistem nilai, dan tujuan
dalam hidupnya.
53
D. Hubungan Berpacaran
1. Definisi Hubungan Pacaran
Williams, Sawyer, dan Wahlstorm (2006)
mendefinisikan hubungan pacaran sebagai proses
sosialisasi atau mengenal seseorang dengan lebih dekat
dan intim yang bertujuan untuk mencari kemungkinan
membentuk hubungan romantis jangka panjang. Sementara
itu Branden (1988) mengemukakan bahwa hubungan pacaran
atau romantik adalah sebuah hubungan yang terjadi
antara dua orang yang memiliki keterkaitan emosi,
semangat, dan hasrat seksual.
Dalam literatur barat, istilah untuk hubungan
romantis sebelum menikah adalah “dating”, dating
diartikan sebagai bentuk hubungan romantis untuk
mengenal pasangan secara lebih mendalam (Fanniza,
1996).
2. Fungsi Hubungan Pacaran
54
Williams, Sawyer, dan Wahlstorm (2006) mengemukakan
enam fungsi dari hubungan pacaran, antara lain:
1. Recreation
Hubungan pacaran dapat menjadi suatu hiburan
yang menyenangkan bagi pasangan yang
menjalankannya. Biasanya kegiatan yang dilakukan
bersama, seperti menonton film, makan di restoran
dan bepergian ke tembat hiburan, memiliki tujuan
utama yang bersifat rekreasional yaitu bersenang-
senang.
2. Companionship
Companionship adalah suatu keadaan ketika
seseorang tidak merasa kesepian/sendiri karena
adanya kehadiran orang lain yang membuatnya
merasa nyaman (Zani, 1993). Menurut Williams,
Sawyer, dan Wahlstorm (2006), setiap manusia dari
latar belakang apapun akan membutuhkan cara untuk
55
menghindar dari kesepian dan kesendirian dan
hubungan pacaran adalah cara yang tepat untuk
menghindari masalah tersebut.
3. Intimacy
Erikson (dalam Zani, 1993) menyebutkan bahwa
intimacy adalah kedekatan yang dibutuhkan seorang
individu terhadap individu lain. Erikson (dalam
Zani, 1993) menyebutkan elemen-elemen yang
terkandung dalam intimacy, antara lain keterbukaan,
berbagi, kepercayaan, dan komitmen. Seseorang
yang melakukan hubungan pacaran biasanya mencari
kedekatan dan keintiman dengan pasangannya.
Melalui hubungan pacaran seseorang belajar
tentang bagaimana cara membina hubungan intim
dengan orang lain yang ia cintai (Williams,
Sawyer, dan Wahlstrom, 2006).
4. Mate Selection
56
Untuk kebanyakan orang, tujuan utama
berpacaran adalah menemukan seseorang yang
nantinya akan dijadikan pasangan hidup. Menurut
Lloyd (dalam Baron & Byrne, 2001), jika kedua
orang yang menjalin hubungan pacaran yakin bahwa
hubungan mereka akan berakhir di pernikahan,
hubungan berpacaran mereka akan cenderung stabil.
5. Socialization
Sosialisasi adalah proses ketika seseorang
mempelajari nilai-nilai sosial yang ada dalam
masyarakat agar dapat bertahan secara individual
maupun kelompok (Baron & Byrne, 2001). Hubungan
pacaran secara tidak langsung membantu seseorang
untuk bersosialisasi dengan cara berinteraksi
dengan pasangannya.
6. Status Achievement
Status adalah peringkat sosial atau prestige
yang melekat pada posisi tertentu dalam sebuah
57
grup/komunitas. Bagi seseorang pada masa dewasa
muda, berpacaran meningkatkan status sosial
dengan cara menunjukkan kepada orang lain bahwa
dirinya mampu membina sebuah hubungan intim
dengan lawan jenis sehingga dirinya merasa lebih
diterima dan telah berkembang menjai lebih
dewasa.
Jika dihubungkan dengan jarak fisik dengan
pasangan, sebagai salah satu variabel yang diteliti
dalam penelitian ini, ada fungsi-fungsi berpacaran
yang akan terhambat apabila seseorang berada dalam
hubungan jarak jauh dengan pasangannya, yaitu salah
satunya fungsi recreational akan terhambat karena fungsi
ini memerlukan kehadiran fisik pasangan untuk dapat
melakukan kegiatan bersama-sama
.
3. Jenis Hubungan Pacaran Berdasarkan Jarak Fisik
58
Berdasarkan jarak fisik dengan pasangan, hubungan
pacaran dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Hubungan Jarak Dekat
Hubungan jarak dekat biasa diartikan orang
sebagai suatu hubungan yang dibina oleh sepasang
kekasih yang berada dalam satu kota. Menurut
Guldner dan Swensen (1955), persepsi hubungan
jarak dekat atau jauh tergantung dari persepsi
subjek. Sementara itu, Shumway (2003) memberikan
standar jarak bagi hubungan jarak dekat adalah
kurang dari 60 miles. Adapun Knox, Zusman,
Daniels, dan Brantley (2002) mengatakan bahwa
standar jarak tersebut adalah kurang dari 200
miles.
2. Hubungan Jarak Jauh
Hubungan jarak jauh dapat diartikan sebagai
hubungan ketika kedua orang yang menjalaninya
berada di kota atau negara yang berlainan.
59
Shumway (2003) memberikan batas jarak pada
hubungan jarak jauh sejauh 60 miles atau lebih.
Adapun Knox, Zusman, Daniels, dan Brantley (2002)
mengatakan bahwa standar jarak tersebut adalah
200 miles atau lebih.
4. Kepuasan Hubungan
1. Definisi Kepuasan Hubungan
Salah satu komponen penting untuk mempertahankan
suatu hubungan romantik / pacaran adalah menjaga
tingkat kepuasan dari hubungan tersebut. Para ahli
mendefinisikan “kepuasan hubungan” dalam berbagai
macam versi. Menurut Stinnet, Walsters, dan Kaye
(1984), kepuasan dalam hubungan romantik adalah
hasil hubungan interpersonal pasangan yang memiliki
hubungan psikologis yang positif dan dukungan
emosional yang maksimal sehingga seseorang akan
merasa apa yang ia harapkan dari hubungannya
terpenuhi dengan baik. Pendapat lain dari Argyle dan
60
Furnham (1983) mengatakan bahwa kepuasan hubungan
adalah sebuah perasaan emosi yang terjadi dari hasil
evaluasi interaksi. Rusbult (1983) mendefinisikan
kepuasan dalam hubungan pacaran sebagai efek positif
atau rasa ketertarikan dalam hubungan berpacaran
yang mengacu pada perasaan subjektif pasangan
terhadap hubungan cinta mereka.
Hendrick (1988) menyebutkan tanda-tanda seseorang
yang memiliki tingkat kepuasan tinggi terhadap
hubungannya:
1. Ia akan merasa pasangannya telah memenuhi semua
kebutuhannya.
2. Ia merasa hubungannya dengan pasangan lebih
baik daripada hubungan orang lain.
3. Ia merasa sangat nyaman berada di dalam
hubungannya dengan pasangan.
4. Ia merasa hubungannya dengan pasangan telah
memenuhi harapannya.
61
5. Ia sangat mencintai pasangannya
6. Hubungan dengan pasangan tidak mengalami banyak
masalah.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara daya tarik interpersonal dan komitmen dalam
berpacaran pada mahasiswa Universitas Esa Unggul.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang
bersifat non eksperimental, karena dalam penelitian ini
menggunakan ilmu statistik dalam pengolahan data
(Sugiyono, 2009). Penelitian dengan cara ini bermaksud
mengungkapkan bentuk hubungan timbal balik antara
variabel yang diselidiki menurut Nawawi (dalam Wahyuni
2012). Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu
62
daya tarik interpersonal yang merupakan variabel bebas
atau variabel yang tidak dipengaruhi variabel lain dan
komitmen yang merupakan variabel terikat atau variabel
yang dipengaruhi variabel lain.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Menurut Sugiyono (2009) populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri dari objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya. Populasi dari penelitian ini
adalah mahasiswa Universitas Esa Unggul regular aktif
yang berjumlah 3286 mahasiswa.
Berikut adalah Data Mahasiswa Reguler Aktif Angkatan
2010-2012 yang diperoleh DAA Universitas Esa Unggul,
(dalam Jessica Gumulya, 2013):
Tabel 3.1
63
Populasi Tiga Angkatan
2. Sampel
Penelitian
Menurut Sugiyono (2009) sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Subjek yang digunakan untuk menjadi sampel
Fakultas Populasi
1. Ekonomi 655
2. Teknik 173
3. Ilmu
Kesehatan
767
4. Hukum 261
5. Ilmu
Komunikasi
475
6. Psikologi 130
7. Fisioterapi 320
8. Fasilkom 360
9. Fdik 145
TOTAL 3286
64
dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Esa
Unggul angkatan 2010-1012, yang berusia 18-21 tahun,
karena yang ingin diteliti adalah mahasiswa yang termasuk
dalam kriteria remaja akhir. Jumlah sampel yang digunakan
dari total populasi 3286 mahasiswa dengan sampel sebesar
5%, maka pada penelitian ini digunakan sampel sebanyak
164 mahasiswa. Penelitian ini menggunakan table Yount
dalam menentukan besarnya sampel penelitian (dalam
kencana, 2012).
Berikut adalah Tabel Yount dalam penentuan besar
sampel:
Tabel 3.2
Penentuan Besar Sampel (Yount)
Besarnya
Populasi
Besar Sampel
0-100 100%
100-1.000 10%
1.001-5000 5%
5.001-10.000 3%
65
>10.000 1%
a. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini
adalah probability random sampling, proporsional random sampling.
Masing-masing sampel untuk setiap program keahlian atau
fakultas di bagi secara proporsional sesuai dengan jumlah
populasi.
Adapun jumlah sampel yang ditentukan secara
proporsioal yang tersaji dalam tabel berikut ini :
Tabel 3.3
Jumlah Proporsional Sampel Setiap Fakultas
Fakultas Populas
i
Perhitungan
Sampel
Besar
Sampel
1. Ekonomi 655 (655x164):328
6
33
2. Teknik 173 (173x164):32
86
9
66
3. Ilmu
Kesehatan
767 (767x164):32
86
38
4. Hukum 261 (261x164):32
86
13
5. Ilmu
Komunikasi
475 (475x164):32
86
24
6. Psikologi 130 (130x164):32
86
6
7. Fisioterapi 320 (320x164):32
86
16
8. Fasilkom 360 (360x164):32
86
18
9. Fdik 145 (145x164):32
86
7
TOTAL 3286
164
b. Karakteristik Subjek Penelitian
67
Sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu untuk melihat
hubungan daya tarik interpersonal dan komitmen berpacaran
mahasiswa, dimana mahasiswa disini adalah mahasiswa
Jakarta maka karakteristik subjek dalam pengambilan data
adalah sebagai berikut :
Mahasiswa remaja akhir yang berusia 18-21 tahun.
Pada masa ini, remaja telah memiliki komitmen yang
lebih kuat untuk hubungan mereka. Dalam menjalani
hubungan, remaja bukan hanya sekedar mencari
kesenangan melainkan lebih fokus untuk hubungan yang
lebih tinggi yaitu pernikahan.
Mahasiswa yang berkuliah di Universitas Esa Unggul
Jakarta angkatan 2010-2012, baik yang sedang membina
hubungan pacaran atau pernah berpacaran.
C. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini ada dua variabel, yaitu daya
tarik interpersonal sebagai variabel bebas dan komitmen
68
sebagai variabel terikat. Variabel terikat adalah
sejumlah atau faktor atau unsur yang ada atau muncul
dipengaruhi atau ditentukan oleh adanya variabel bebas,
menurut Nawawi (dalam Wahyuni, 2012). Sedangkan
variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor atau
unsur yang menentukan atau mempengaruhi ada atau
munculnya gejala atau faktor atau unsur lain menurut
Nawawi (dalam Wahyuni, 2012). Definisi konseptual dan
operasional kedua variabel sebagai berikut:
1. Variabel Terikat (Komitmen)
Definisi Konseptual Komitmen merupakan keinginan untuk
mempertahankan suatu hubungan dengan pasangan yang
mengarah pada orientasi jangka panjang, meliputi
kognitif dan afektif yang mempengaruhi perilaku dalam
hubungan.
Definisi Operasional Komitmen adalah total skor yang
menunjukkan tinggi tingkat komitmen didapat dari
69
pengukuran dimensi komitmen, yang menunjukkan semakin
tinggi skor maka semakin tinggi komitmen, sedangkan
semakin rendah skor maka semakin rendah komitmen.
2. Variabel Bebas (Daya Tarik Interpersonal/Interpersonal
Attraction)
Definisi Konseptual Daya Tarik Interpersonal dalam
penelitian mengacu pada teori Baron & Byrne (2006)
yaitu kecenderungan seseorang untuk menilai orang lain
secara positif. Selain itu, Berscheid & Welster (1978)
; Baron & Byrne (2006) menjelaskan bahwa munculnya
sikap terhadap orang lain dilatarbelakangi oleh
perasaan tertarik yang terdiri dari tiga komponen
yakni kognitif, afektif, dan tingkah laku.
Definisi Operasional Daya Tarik Interpersonal adalah
total skor yang menunjukkan tingkat daya tarik
interpersonal yang didapat dari pengukuran indikator
daya tarik interpersonal pada dimensi, menghasilkan
70
semakin tinggi skor menunjukkan daya tarik
interpersonal positif, sedangkan semakin rendah skor
menunjukkan daya tarik interpersonal negatif.
D. Instrumental Penelitian
1. Alat Ukur Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan kuisioner untuk pengambilan
data penelitian. Kuisioner yang digunakan di rancang
berdasarkan skala model Likert yang berisi sejumlah
pernyataan yang menyatakan objek yang hendak diungkap.
Instrumen penelitian berupa kuisioner yang terdiri
dari dua alat ukur.
a. Skala Komitmen
Instrumen dalam penelitian ini akan digunakan alat
ukur yang mengacu pada teori Rusbult yang menyatakan
bahwa komitmen ditunjukan dengan indikator yang
mengacu kepada dimensi berdasarkan komponen afektif,
yang meliputi pengalaman emosi oleh pasangan;
71
kognitif, yang merujuk pada orientasi jangka panjang
mengenai suatu hubungan yang melibatkan pandangan
bahwa seseorang terlibat dengan pasangannya sampai ke
masa yang akan datang; konatif, yang meliputi motivasi
untuk mempertahankan hubungan tersebut.
1.) Blue Print Alat Ukur
Dalam kuisioner ini terdapat 40 item yang terdiri dari
20 item favorabel yang menunjukkan sikap tinggi dan 20
item unfavorabel yang menunjukkan sikap rendah. Setelah
diuji, diketahui reabilitas alat ukur variabel ini adalah
0,937 dan dapat dikatakan reliable, item yang gugur
adalah 14 item, item yang diberi tanda (*) adalah item
yang gugur. Berikut blue print skala sikap tersebut pada
table 3.4 di bawah:
72
Tabel 3.4
Blue Print Skala Komitmen Sebelum Uji Coba
DIMENSI INDIKATOR Favorable Unfavorable
Total
Afektif Menggantungkan diridenganpasangan
Memilikisensitifitasterhadappengalaman
emosipasangan
Kesatuanemosi satusama lain
1, 12, 24,
36*
4, 18, 27*,
31*
2, 11*, 19,
32*
6, 28, 23,
40*
9, 14*, 29,
39
7, 30, 21*,
38*
8
8
8
Kognitif Mempertahankan hubungansampai masayang akandatang
3, 16, 22,
34
5, 10, 25,
35
8
Konatif Keinginanuntuk
mempertahankan hubungan
8*, 15*, 33,
37
13*, 17,
20*, 26*
8
73
Total 40
Nb :item yang diberi tanda (*) adalah item yang gugur
Tabel 3.5
Blue Print Skala Komitmen Setelah Uji Coba
DIMENSI INDIKATOR Favorable Unfavorable
Total
Afektif Menggantungkan diridenganpasangan
Memilikisensitifitasterhadappengalaman
emosipasangan
1, 12, 24
4, 18
2, 19
6, 14, 23
9, 26, 21
7, 13
6
5
4
74
Kesatuanemosi satusama lain
Kognitif Mempertahankan hubungansampai masayang akandatang
3, 16, 22, 8 5, 10, 25,
15
8
Konatif Keinginanuntuk
mempertahankan hubungan
11, 20 17 3
Total 26
b. Skala Daya Tarik Interpersonal
Instrumen dalam penelitian ini akan digunakan alat
ukur yang mengacu pada teori Berscheid & Walster yang
menyatakan bahwa daya tarik interpersonal didasarkan
pada dimensi proximity (kedekatan), reciprocity of liking
(merasa tertarik pada orang yang menyukainya), similarity
(kesamaan), reduction of fear, stress, and isolation (keadaan
dimana seseorang tidak menyukai kesendirian,
ketidaknyamanan, dan pengasingan social), cooperation
(kerja sama).
2.) Blue Print Alat Ukur
75
Dalam kuisioner ini terdapat 66 item yang terdiri dari
33 item favorabel yang menunjukkan sikap tinggi dan 33
item unfavorabel yang menunjukkan sikap rendah. Setelah
diuji, diketahui reabilitas alat ukur variabel ini adalah
0,943 dan dapat dikatakan reliable, item yang gugur
adalah 13 item, item yang diberi tanda (*) adalah item
yang gugur. Berikut blue print skala daya tarik
interpersonal tersebut pada table 3.7 di bawah:
Tabel 3.6
Blue Print Skala Daya Tarik Interpersonal Sebelum Uji Coba
Dimensi Indikator Favorabel Unfavorabe
l
Total
Proximity memilikikedekatanjarakdengan
pasangan
1, 9, 19 7, 21, 30 6
memperolehinformasidengan
mudah daripasangan
4, 15, 20 12, 38, 32 6
rasakebersamaa
41, 54, 61 5, 16*, 26* 6
76
n denganpasanganmerasamenyatudengan
pasangan
36, 44, 65* 2, 14, 24 6
reciprocity ofliking
tertarikpada orang
yangmenyukai
33, 45, 62 11, 22, 42 6
Similarity kepuasanterhadaporang yangmemilikikesamaan
3, 18, 28* 10, 35, 50 6
mampumenyukai
dirisendiri
57*, 64*,66
6*, 13*, 23 6
reductionof fear,stress andisolation
membutuhkan oranglain
8, 17*, 25 52, 58*, 63 6
mencarisolusiuntukkeluardari
ketakutan
27, 37, 47 40, 49, 59* 6
kebutuhanuntuk
mengevaluasi
perasaan
29, 34,46*
31*, 39, 55 6
Coorperation
menjalinkerja sama
untukmencapaitujuan
43, 48, 56 51, 53, 60 6
77
bersamaTotal 66
Nb: item yang diberi tanda (*) adalah item yang gugur
Tabel 3.7
Blue Print Skala Daya Tarik Interpersonal Setelah Uji Coba
Dimensi Indikator Favorabel Unfavorabel
Total
Proximity memilikikedekatan
jarak denganpasangan
1, 9, 19 7, 21, 30 6
memperolehinformasi
dengan mudahdari
pasangan
4, 15, 20 12, 38, 32 6
rasa 41, 46, 31 5 4
78
kebersamaan dengan pasangan
merasamenyatudengan
pasangan
36, 44 2, 14, 24 5
reciprocityof liking
tertarikpada orang
yangmenyukai
33, 45, 28 11, 22, 42 6
Similarity kepuasanterhadap
orang yangmemilikikesamaan
3, 18 10, 35, 50 5
mampumenyukai
diri sendiri
6 23 2
reduction offear, stress
andisolation
membutuhkanorang lain
8, 25 52, 16 4
mencarisolusi untukkeluar dari
ketakutan
27, 37, 47 40, 49 5
kebutuhanuntuk
mengevaluasiperasaan
29, 34 39, 17 4
Coorperation
menjalinkerja sama
untukmencapaitujuanbersama
43, 48, 26 51, 53, 13 6
79
Total 53
c. Skala dan Teknik Skoring
Alat ukur ini terdiri dari beberapa pernyataan
Favorable dan pernyataan Unfavorable. Bentuk sekala Likert
yang terdiri dari empat alternatif jawaban dalam
setiap pertanyaan, yaitu : Sangat Sesuai (SS), Sesuai
(S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).
Untuk setiap item Favorable, setiap item yang diberi
tanda cek list Sangat Sesuai (SS), akan diberi point
4, Sesuai (S) diberi point 3, Tidak Sesuai (TS) diberi
point 2, dan Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi point
1.sedangkan untuk item Unfavorable, setiap item yang
diberi tanda cek list Sangat Sesuai (SS) akan diberi
point 1, Sesuai (S) diberi poin 2, Tidak Sesuai (TS)
diberi point 3, dan Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi
point 4. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.7
dibawah ini :
Tabel 3.8
80
Skoring Skala Likert
RESPONSE FAVORABLE UNFAVORABLE
Sangat Sesuai (SS)
Sesuai (S)
Tidak Sesuai (TS)
Sangat Tidak Sesuai
(STS)
4
3
2
1
1
2
3
4
E. Pengujian Alat Ukur
1. Validitas
Validitas suatu tes menunjukan seberapa baik alat
tes dapat mengukur apa yang seharusnya diukur
(Sugiyono, 2009). Dalam penulisan item, setiap
indikator perilaku harus terwakili minimal satu item
baru dikatakan valid (Sulistiyono, 2012). Perhitungan
validitas dalam penelitian ini dengan menggunakan
validitas konstruk. Validitas ini menunjukkan dari
81
respon tes individu terhadap perilaku yang diukur,
bukan terhadap butir konten. Selanjutnya alat ukur
dicobakan di lapangan. Hasil uji lapangan ditabulasi
untuk diuji dengan mengkorelasikan antara skor item
dan skor total dengan rumus Pearson Product Moment karena
rumus ini digunakan pada item yang diskor lebih dari 1
seperti pada skala nominal dan dibantu oleh alat uji
statistik SPSS versi 15,0. Rumus Pearson Product Moment
(Sugiyono, 2009) adalah sebagai berikut:
Keterangan :
r xy = koefisien korelasi antara variabel x dengan
variabel y
n = jumlah subyek penelitian
x = jumlah nilai dari setiap item
y = jumlah nilai konstan
rxy =∑xy−(∑ x) (∑ y )/n
√ {∑ x2−(∑ x )2 /n}{∑ y2−(∑ y)2/n}
82
xy = jumlah perkalian antara variabel x dengan
variabel y
Item yang mempunyai korelasi positif dengan
kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi,
yang menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai
validitas yang tinggi pula. Besarnya korelasi untuk
dianggap suatu item dikatakan valid adalah r ≥ 0,3.
Jadi jika korelasi antara item pernyataan dengan skor
kurang dari 0,3 maka item pernyataan tersebut
dinyatakan tidak valid (Sugiyono, 2009).
2. Reliabilitas
Reliabilitas alat ukur menunjukkan seberapa
konsisten hasil pengukuran yang dilakukan pada waktu
yang berlainan (Sugiono, 2009). Reliabilitas alat ukur
pada penelitian ini akan diuji dengan teknik internal
consistency, yaitu mencoba alat ukur sekali saja untuk
memperoleh data yang akan dianalisis dengan rumus
tertentu (Sugiyono, 2009). Rumus yang akan digunakan
83
adalah Alfa Cronbach, karena rumus ini digunakan pada
item yang skor lebih dari 1 seperti pada skala Likert;
dengan bantuan alat uji statistik SPSS versi 15,0.
Adapun rumus untuk memperoleh koefisien Alfa Cronbach
adalah sebagai berikut:
Keterangan :
= koefisien realibilitas (Alpha Cronbach)
k = jumlah item tes
S2x = varians skor tes
S2i = varians skor masing-masing item
S2i = jumlah varians skor masing-masing item tes
α=k
k−1 [1− ∑ S2iS2x ]
84
Adapun kaidah klasifikasi uji reliabilitas sebagai
berikut :
Tabel 3.9 Kaidah Klasifikasi Uji Reliabilitas
NILAI KRITERIA
> 0.90 Sangat Reliabel
0.70 – 0.90 Reliabel
0.40 – 0.70 Cukup Reliabel
0.20 – 0.40 Kurang Reliabel
< 0.20 Tidak Reliabel
F. Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan untuk pengolahan data dalam
penelitian ini adalah teknik perhitungan statistik
deskriptif. Keseluruhan data hasil penelitian diolah
dengan menggunakan program komputer SPSS versi 15.0
Berikut ini di jelaskan urutan prosedur yang digunakan
untuk mengolah data yang terkumpul :
1. Uji Normalitas
85
Uji normalitas data ditunjukkan untuk menjawab
pertanyaan apakah syarat keterwakilan terdistribusi
normal terwakili atau tidak sehingga hasil penelitian
dapat digeneralisasikan terhadap populasi (Arikunto,
2002). Uji nomalitas sebaran di lakukan dengan
mengunakan teknik One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
dengan SPSS versi 15.00 forwindows. Kaidah yang
digunakan untuk mengetahui normalitas sebaran adalah
jika p > 0,05 maka sebaran dikatakan normal,
sebaliknya jika p < 0,05 maka sebaran data dikatakan
tidak normal.
2. Frekuensi
Mengenai data demografi sampel dan data lainnya
yang dapat diolah secara deskriptif jenis kelamin,
lamanya pacaran, kebiasaan berpacaran dan kesamaan
dengan pasangan pada mahasiswa akan diolah dengan
menggunakan perhitungan persentase dengan rumus
sebagai berikut:
86
Keterangan :
P = Persentase frekuensi (%)
f = Frekuensi
n = Jumlah Subjek
( Guilford & Frutcher, 1981)
3. Hubungan Daya Tarik Interpersonal dan Komitmen
Penelitian ini menggunakan Pearson Correlation dengan
bantuan program SPSS 15.0 untuk menguji hipotesis
hubungan antara dua variable.
Bentuk dari korelasi produk moment dari Pearson
adalah sebagai berikut :
Keterangan :
P=fnx 100%
rxy =∑xy−(∑ x) (∑ y )/n
√ {∑ x2−(∑ x )2 /n }{∑ y2−(∑ y)2/n}
87
r xy = koefisien korelasi antara variabel x dengan
variabel y
n = jumlah subyek penelitian
x = jumlah nilai dari setiap item
y = jumlah nilai konstan
xy = jumlah perkalian antara variabel x dengan
variabel y
Untuk dapat memberikan interpretasi terhadap kuat
atau lemahnya hubungan Daya Tarik Interpersonal
(Interpersonal Attraction) dan Komitmen dalam berpacaran,
maka dapat digunakan pedoman seperti yang tertera pada
table 3.8 sebagai berikut:
Tabel 3.10
Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien
Korelasi
88
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,001 – 0,199 Sangat Lemah
0,20 – 0,399 Lemah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
4. Gambaran Kategorisasi Daya Tarik Interpersonal dan
Komitmen
Dalam alat ukur daya tarik interpersonal dan
komitmen penulis menggunakan pengkategorian subjek dan
kategorisasi jenjang (Azwar, 2008). Kategori subjek
bertujuan untuk menempatkan individu ke dalam
kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang
menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur
(Azwar, 2008). Sebelum melakukan kategori responden
ini, dilakukan terlebih dahulu uji normalitas untuk
melihat penyebaran data yang dilakukan normal atau
tidak. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui
89
apakah distribusi sebuah data yang di dapatkan
mengikuti atau mendekati hukum sebaran normal baku
dari Gauss, (dalam, Wahyuni 2012).
Variabel daya tarik interpersonal akan
dikategorisasikan dalam kategori tinggi, sedang dan
rendah. Hasil tersebut didapatkan berdasarkan rata-
rata skor M (mean) dari seluruh responden penelitian.
Dengan demikian, norma yang dipakai untuk menentukan
tingkat daya tarik interpersonal dan komitmen
menggunakan rumus sebagai berikut (Azwar, 2008).
Keterangan :
µ : Mean Teoritis
α : Satuan Deviasi Standar
SKOR INTEPRETASI
(µ+0,5α)≤X Tinggi
(µ-0,5α)≤X< (µ+0,5α)Sedang
90
X : Skor Komitmen dan Daya Tarik Interpersonal
5. Crosstab atau Tabulasi Silang
Teknik tabulasi silang digunakan untuk
membandingkan atau melihat hubungan antara dua
variabel atau lebih, sampai dengan menghitung apakah
ada hubungan antara baris dengan kolom (sumber: forum
statistika).
Keterangan:
Keterangan:
E : notasi frekuensi harapan
i : baris pada crosstabulation
j : kolom pada crosstabulation
Oi : total marginal untuk baris ke-i
Oj : total marginal untuk kolom ke-j
Oi x Oj
Eij=
O
91
O : notasi total
G. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan
penyebaran kuesioner kepada mahasiswa pada bulan Agustus
2013 dan memberikan sesungguhnya pada Agustus 2013 yang
bertempat di Universitas Esa Unggul Jakarta Barat.
H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Penelitian diawali dengan penulis mencari masalah
penelitian terlebih dahulu dengan melihat fenomena yang
ada khususnya dalam bidang psikologi sosial, setelah itu
penulis mulai membaca berbagai literatur yang berkenaan
tentang masalah psikologi khususnya dalam bidang
psikologi remaja, jurnal-jurnal psikologi, hasil-hasil
penelitian, skripsi/tesis psikologi juga browsing pada
website-website yang terkait dengan psikologi remaja.
92
Setelah menemukan masalah penelitian, penulis
menanyakan kepada dosen tentang judul yang akan penulis
teliti, setelah disetujui oleh pihak dosen, peneliti
mulai menyusun BAB I antara lain merumuskan latar
belakang masalah berdasarkan fakta yang terjadi dan
diperkuat dengan data-data yang peneliti peroleh dari
hasil wawancara dan observasi dengan beberapa mahasiswa,
membuat identifikasi masalah, menetapkan maksud dan
tujuan dari penelitian ini, menuliskan kegunaan
penelitian, merumuskan kerangka berpikir.
Tahap selanjutnya adalah menyusun BAB II, yang berisi
tinjauan pustaka dari variabel-variabel dan sampel yang
akan diteliti. Tinjauan pustaka didapatkan dari buku-
buku, jurnal-jurnal, artikel dan skripsi atau tesis yang
berkaitan dengan masalah penelitian.
Selanjutnya pada BAB III, yaitu metode penelitian
penulis mulai mencari alat ukur yang sesuai dengan
masalah penelitian yang telah ada dengan membaca buku
93
panduan perkuliahan sebelumnya, dan membaca buku tentang
metode penelitian untuk diadaptasi sesuai dengan
kebutuhan dan tujuan penelitian ini. Setelah selesai
membuat BAB I, II, III peneliti mempersiapkan untuk
sidang proposal. Sidang proposal ini dilakukan untuk
memperoleh masukan dalam pelaksanaan peneliti lebih
lanjut.
Selanjutnya peneliti melakukan try out dengan menyebar
kuesioner kepada responden sebanyak 30 mahasiswa. Dari
hasil try out dapat diketahui item-item yang valid dan
reliabel. Selanjutnya dilakukan pengolahan data
berdasarkan kuesioner yang sudah disebar. Hasil yang
didapat kemudian disusun dalam BAB IV yang berisi tentang
hasil penelitian dan pembahasan. Pada BAB IV peneliti
mendiskusikan kepada dosen pembimbing. Tahap akhir,
peneliti membuat kesimpulan penelitian dan juga saran
yang disusun peneliti sebagai penutup dari skripsi
psikologi ini.
95
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Subjek Penelitian
Berikut ini akan dipaparkan mengenai gambaran subjek
penelitian. Diawali dengan fakultas, jenis kelamin, dan
lama berpacaran. Penelitian ini melibatkan 164 mahasiswa
Universitas Esa Unggul Jakarta Barat sebagai subjek
penelitian. Dari 164 kuesioner yang dibagikan,
keseluruhannya dikembalikan dalam jawaban skala yang
lengkap sehingga dapat dianalisa secara keseluruhan.
1. Fakultas
Fakultas tempat mahasiswa berkuliah dikelompokkan
berdasarkan fakultas yang ada di Universitas Esa Unggul
yaitu Fakultas Ekonomi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Fakultas
Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Komputer, Fakultas
96
Fisioterapi, Fakultas Hukum, Fakultas Teknik, Fakultas
Psikologi, dan Fakultas Desain Industri Kreatif yang
kemudian digambarkan pada gambar 4.1 di bawah ini.
15% 8%
10%17%
12%
19%
6%
8% 5%
FakultasEkonomi=33Fisioterapi=16Hukum=13Kesehatan=38Komputer=18
Gambar 4.1 Gambaran Fakultas dan Mahasiswa
Berkuliah
Dari gambar 4.1 diperoleh hasil bahwa Fakultas tempat
mahasiswa berkuliah di Universitas Esa Unggul adalah
Fakultas Ekonomi 33 orang (15,80%), Fakultas Fisioterapi
13 orang (8,60%), Fakultas Hukum 13 orang (10,50%),
Fakultas Ilmu Kesehatan 38 orang (17,80%), Fakultas Ilmu
Komputer 18 orang (12,50%), Fakultas Ilmu Komunikasi 24
orang (19,70%), Fakultas Psikologi 6 orang (6,60%),
97
Fakultas Teknik 9 orang (9%), dan Fakultas Desain
Industri Kreatif 7 orang (5%).
2. Jenis Kelamin
Berdasarkan seluruh subjek penelitian yang digunakan,
sebagian besar subjek berjenis kelamin perempuan. Dari
164 subjek penelitian terdiri dari 88 (53%) subjek
perempuan dan 77 (47%) subjek laki-laki. Berikut
keterangan mengenai jenis kelamin subjek penelitian pada
gambar 4.2 dibawah ini.
53%47%
Jenis KelaminPerempuan=88Laki-laki=77
Gambar 4.2 Gambaran Umum Jenis kelamin
3. Status Hubungan
98
Berdasarkan seluruh subjek penelitian yang digunakan,
sebagian besar subjek sedang menjalani hubungan
berpacaran dan sebagian lagi sedang tidak menjalani
hubungan berpacaran, namun pernah berpacaran. Dari 164
subjek penelitian terdiri dari 122 (74%) subjek
berpacaran dan 42 (26%) subjek tidak berpacaran. Berikut
keterangan mengenai status hubungan subjek penelitian
pada gambar 4.3 dibawah ini.
74%
26%
Status HubunganBerpacaran=122Tidak Berpacaran=42
Gambar 4.3 Gambaran Umum Status Hubungan
4. Lama Berpacaran
Berdasarkan seluruh subjek penelitian sejumlah 164
subjek, subjek yang berpacaran sebanyak 122 subjek, dan
99
yang tidak berpacaran 42 subjek. Sebanyak 122 subjek yang
berpacaran, memiliki rentang waktu hubungan berpacaran
berbeda-beda. Terdapat sebanyak 5 subjek (4%) menjalani
hubungan < 3 bulan, sebanyak 24 subjek (20%) menjalani
hubungan 3 bulan- 6 bulan, sebanyak 46 subjek (38%)
menjalani hubungan 6 bulan – 1 tahun, sebanyak 42 subjek
(34%) menjalani hubungan 1 tahun – 2 tahun, dan sebanyak
5 subjek (4%) menjalani hubungan > 2 tahun. Kemudian,
sebanyak 42 subjek yang tidak menjalani hubungan
berpacaran, terdapat 3 subjek (7%) menjalani hubungan < 3
bulan, sebanyak 10 subjek (24%) yang menjalani hubungan 3
bulan – 6 bulan, sebanyak 13 subjek (31%) menjalani
hubungan 6 bulan – 1 tahun, sebanyak 14 subjek (34%)
menjalani hubungan 1 tahun – 2 tahun, dan sebanyak 2
subjek (5%) menjalani hubungan > 2 tahun.
Berikut keterangan mengenai lama berpacaran subjek
penelitian pada gambar 4.4 dan gambar 4.5 dibawah ini.
100
4% 20%
38%
34%4%
Lama Berpacaran (subjek yang sedang
berpacaran)< 3 Bulan=5 3 Bulan-6 Bulan=24
6 Bulan-1 Tahun=46
1 Tahun-2 tahun=42
> 2 Tahun=5
Gambar 4.4 Gambaran Lama Berpacaran
7%
24%
31%
33%
5%
Lama Berpacaran (subjek yang sedang tidak
berpacaran)< 3 Bulan=3 3 Bulan-6 Bulan=10
6 Bulan-1 Tahun=13
1 Tahun-2 Tahun=14
> 2 Tahun=2
Gambar 4.5 Gambaran Lama Berpacaran
5. Kebiasaan Pasangan
Berdasarkan seluruh subjek penelitian yang digunakan
sebanyak 164 subjek memiliki kebiasaan memuji, memeluk-
mencium, menjemput, dan memberikan hadiah. Tingkat memuji
101
‘selalu’= 45 subjek, ‘sering’= 60 subjek, ‘kadang-
kadang’= 31 subjek, ‘tidak pernah’= 28 subjek; Tingkat
memeluk-mencium ‘selalu’= 30 subjek, ‘sering’= 15 subjek,
‘kadang-kadang’= 74 subjek, ‘tidak pernah’= 45 subjek;
Tingkat menjemput ‘selalu’= 29 subjek, ‘sering’= 30
subjek, ‘kadang-kadang’= 89 subjek, ‘tidak pernah’= 16
subjek; Serta tingkat memberi hadiah ‘selalu’= 15 subjek,
‘sering’= 60 subjek, ‘kadang-kadang’= 89 subjek. Dari
keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa tingkat
kebiasaan yang paling tinggi adalah subjek yang ‘kadang-
kadang’ menjemput dan meberikan hadiah, sebanyak 89
subjek. Berikut keterangan kebiasaan pasangan dalam
subjek penelitian pada gambar 4.6 dibawah ini.
102
Memuji Memeluk & Mencium
Menjemput Memberi Hadiah
020406080100
Kebiasaan Pasangan
Gambar 4.6 Gambaran Kebiasaan Pasangan
6. Kesamaan Pasangan
Berdasarkan 164 subjek penelitian yang digunakan,
didapat informasi bahwa yang memiliki kesamaan agama
sebanyak 135 subjek (82,31%), yang memiliki kesamaan hobi
sebanyak 120 subjek (70,76%), dan yang memiliki kesamaan
sifat/karakter sebanyak 44 subjek (24,62%). Sedangkan,
yang tidak memiliki kesamaan agama sebanyak 29 subjek
(17,69%), tidak memiliki kesamaan hobi sebanyak 44 subjek
(29,24%), dan yang tidak memiliki kesamaan sifat/karakter
sebanyak 120 (75,38%) subjek. Dari keterangan tersebut,
103
dapat disimpulkan bahwa kebanyakan mahasiswa memiliki
kesamaan agama dan hobi dengan pasangannya. Sedangkan,
sebagian besar tidak memiliki kesamaan sifat/karakter.
Berikut keterangan mengenai kesamaan pasangan dapat
dilihat dari gambar 4.7 dibawah ini.
YA TIDAK
82,31%
17,69%
70,76%
29,24%24,62%
75,38%
Kesamaan PasanganAgama Hobi Sifat/Karakter
Gambar 4.7 Gambaran Kesamaan Pasangan
B. Uji Normalitas Data
1. Uji Normalitas Komitmen
Uji normalitas data ditunjukkan untuk menjawab
pertanyaan apakah syarat keterwakilan sampel terpenuhi
104
atau tidak sehingga hasil penelitian dapat
digeneralisasikan terhadap populasi (Arikunto, 2002).
Kaidah yang digunakan untuk mengetahui normalitas sebaran
adalah jika nilai sig. P > 0,05, maka sebaran dikatakan
normal. Pada uji normalitas data menggunakan statistics non
parametric One-Sample Kolmogorov–Smirnov Test SPSS versi 15.0
dengan hasil sig. 0,001 < 0,05 maka distribusi data
adalah tidak normal. Hal tersebut dapat dilihat dari
gambar Q-Q plot diperoleh sebaran data seperti terlihat
pada grafik 4.8 dibawah ini.
Observed Value1009080706050
Expected
Normal
3210-1-2-3
Normal Q-Q Plot of Komitmen
105
Gambar 4.8 (Sebaran Data) gambar kurva Q-Q
Plot Komitmen
2. Uji Normalitas Daya Tarik Interpersonal
Uji normalitas data ditunjukkan untuk menjawab
pertanyaan apakah syarat keterwakilan sampel terpenuhi
atau tidak sehingga hasil penelitian dapat
digeneralisasikan terhadap populasi (Arikunto, 2002).
Pada uji normalitas data menggunakan statistics non parametric
One-Sample Kolmogorov–Smirnov Test SPSS versi 15.0 dengan hasil
sig. 0,289 > 0,05 maka distribusi data adalah normal. Hal
tersebut dapat dilihat pada gambar sebaran data Q-Q plot
4.9 dibawah ini.
106
Observed Value20018016014012010080
Expected
Normal
3210-1-2-3
Normal Q-Q Plot of Daya_tarik_Interpersonal
Gambar 4.9 (Sebaran Data) gambar kurva normal Q-Q Plot Daya
Tarik Interpersonal
Dari plot diatas, menunjukkan bahwa titik-titik nilai
data terletak kurang lebih dalam satu garis lurus. Jadi
dapat disimpulkan bahwa data berasal dari populasi yang
terdistribusi normal.
C. Hubungan Daya Tarik Interpersonal Dan Komitmen
107
Hubungan daya tarik interpersonal dan komitmen
mahasiswa Universitas Esa Unggul berdasarkan uji
normalitas, variabel daya tarik interpersonal menunjukkan
normalitas normal dan variabel komitmen menunjukkan
normalitas tidak normal. Pada penelitian ini, peneliti
menggunakam korelasi pearson (pearson correlation). Dari
hasil perhitungan didapat koefisien korelasi (r) sebesar
0,523 dan p = 0,000. Dapat diartikan bahwa terdapat
hubungan yang positif sedang dan signifikan antara daya
tarik interpersonal dan komitmen berpacaran. Hal itu
menunjukkan bahwa, semakin positif daya tarik
interpersonal, maka semakin tinggi komitmen. Sedangkan
semakin negatif daya tarik interpersonal, maka semakin
rendah komitmen. Artinya bahwa, ketika terjadi
ketertarikan antar individu, maka individu tersebut akan
menilai bahwa individu lain memberikan “reward” untuk
dirinya. Semakin individu memberikan “rewarding” maka
hubungan itu dirasa semakin menyenangkan/memuaskan untuk
108
dirinya sehingga memutuskan untuk mempertahankan hubungan
tersebut.
Berdasarkan perhitungan koefisien korelasi, maka untuk
mengetahui berapa persen daya tarik interpersonal
menentukan komitmen, dilakukan perhitungan menggunakan
koefisien determinasi, sebagai berikut:
Sumber: Data Diolah
Jadi, sebesar 27% daya tarik interpersonal menentukan
komitmen, atau dengan kata lain sebanyak 73% terdapat
faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi komitmen dalam
berpacaran. Dalam Investment Model of Commitment menurut
Rusbult (1980, 1983) faktor-faktor lain yang mempengaruhi
komitmen adalah investasi yang diberikan dalam suatu
hubungan, jika suatu hubungan memuaskan, individu merasa
bahwa investasinya telah memberikan hasil
(menguntungkan).
Koefisien Determinasi = r2 x
100%
= (0,523)2
x100%
109
Dari hasil penelitian ini, artinya hipotesa dalam
penelitian ini diterima, yaitu terdapat hubungan antara
daya tarik interpersonal dan komitmen dalam berpacaran
pada mahasiswa Universitas Esa Unggul. Artinya, semakin
positif daya tarik interpersonal maka semakin tinggi
komitmen, sebaliknya semakin negatif daya tarik
interpersonal maka semakin rendah komitmen.
D. Kategorisasi Daya Tarik Interpersonal Dan Komitmen
Berpacaran Pada Mahasiswa Universitas Esa Unggul
1. Gambaran Umum Daya Tarik Interpersonal
Dari data penelitian, skala Daya Tarik Interpersonal
di Universitas Esa Unggul dikategorisasikan menjadi 3
kategori yaitu Daya Tarik Interpersonal positif,
sedang, dan Daya Tarik Interpersonal negatif. Skor
terendah pada setiap item yaitu 1 dan skor tertinggi
pada setiap item yaitu 4, maka untuk 53 item diperoleh
rentang minimum sampai maksimumnya adalah 53 sampai
110
dengan 212. Nilai minimum daya tarik interpersonal
dalam penelitian ini adalah 94, nilai maksimum adalah
200, selanjutnya nilai rata-rata yang diperoleh adalah
151,58 serta standar deviasi dengan skor 18,471. Hasil
kategorisasi Daya Tarik Interpersonal dapat dilihat
pada tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4.1 Batasan Kategorisasi Daya Tarik
Interpersonal
Interval skor Kategorisasi
Jumlah Persentase
X < 142,34 Negatif
47 28,7%
142,34 ≤ X < 160,82 Sedang
55 33,5%
160,82 ≤ X Positif
62 37,8%
Total
164 100%
111
Dalam pembahasan selanjutnya hanya akan dibahas 109
mahasiswa yang terdiri dari 47 mahasiswa yang memiliki
daya tarik interpersonal negatif dan 62 mahasiswa yang
memiliki daya tarik interpersonal positif. Hal ini
digunakan karena kategorisasi daya tarik interpersonal
terdiri dari daya tarik interpersonal positif dan daya
tarik interpersonal negatif. Hal ini dapat dilihat
pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Kategorisasi Daya Tarik Interpersonal
Interval skor Kategorisasi
Jumlah Perentase
X < 142,34 Negatif
47 43,1%
160,82 ≤ X Positif
62 56,9%
Total
109 100%
112
Sumber : Data Diolah
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa mahasiswa
yang dikategorisasikan ke dalam daya tarik
interpersonal negatif sebanyak 47 orang (43,1%), dan
yang dikategorisasikan ke dalam daya tarik
interpersonal positif sebanyak 62 orang (56,9%).
Dari data tabel 4.2 terlihat bahwa sebanyak 47
mahasiswa (43,1%) cenderung berada dalam kategori daya
tarik interpersonal negatif. Menurut Berscheid &
Walster (1978), bahwa daya tarik interpersonal
merupakan kecenderungan seseorang untuk menilai orang
lain atau simbol yang dimiliki orang lain. Mahasiswa
yang berada pada kategori daya tarik interpersonal
negatif dapat diartikan bahwa mahasiswa tersebut tidak
tertarik dengan orang lain berdasarkan penilaian /
simbol yang dilihat terhadap orang tersebut. Hal
tersebut dapat dilihat dari beberapa mahasiswa yang
113
menyatakan bahwa mereka mampu bangkit sendiri dari
masalahnya tanpa bantuan pasangan (item no. 16).
Selain itu mereka juga menyatakan bahwa mereka lebih
merasa nyaman mencari bahan-bahan kuliah bersama
teman-teman dibanding dengan pasangannya (item no.
13). Kemudian ada juga yang menyatakan bahwa mereka
mampu menyelesaikan masalahnya tanpa nasihat pasangan
mereka (item no. 49). Dari ketiga contoh diatas,
mengartikan bahwa mahasiswa tersebut tidak merasa
nyaman atau dengan kata lain mereka tidak menilai
pasangannya secara positif. Artinya hal itu dapat
menandakan sebagian mahasiswa di Universitas Esa
Unggul memiliki daya tarik interpersonal negatif.
Sementara itu, mahasiswa yang dikategorisasikan ke
dalam daya tarik interpersonal positif sebanyak 62
orang (56,9%). Hal tersebut dapat dilihat dari
beberapa mahasiswa yang menyatakan bahwa komunikasi
yang intens setiap hari mampu memupuk perasaan cinta
114
satu sama lain (item no.15), selain itu mereka juga
menyatakan bahwa mereka sangat nyaman bila
diperhatikan oleh pasangannya (item no. 33),
sebaliknya, mereka juga mengaku bahagia dapat
memberikan perhatian kepada pasangan mereka (item no.
28), kemudian ada yang mengaku senang bila meluangkan
waktu berjalan-jalan bersama pasangan mereka (item no.
46). Dari beberapa contoh yang telah dipaparkan,
artinya mahasiswa tersebut merasa nyaman atau dengan
kata lain mereka dapat menilai atau mengartikan simbol
yang dimiliki pasangannya secara positif. Dapat
disimpulkan bahwa sebagian mahasiswa di Universitas
Esa Unggul memiliki daya tarik interpersonal positif,
mereka merasa ada ‘kekuatan’ yang membuat orang lain
tertarik yang memungkinkan mereka memperoleh informasi
mengenai orang lain, merasa dicintai, dan juga
kebutuhan akan kehadiran seseorang yang mampu menemani
mereka. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Walster
115
(dalam, Asih Nurfitri, 2008) bahwa reward yang diterima
dari orang lain secara kognitif akan diinterpretasikan
sebagai ganjaran positif, yaitu penilaian terhadap
orang lain sebagai stimulus menumbuhkan perasaan
positif. Berdasarkan hal tersebut menandakan bahwa
mahasiswa yang dikategorikan ke dalam daya tarik
interpersonal positif, mahasiswa tersebut memiliki
ketertarikan secara interpersonal yang baik.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan, mahasiswa di
Universitas Esa Unggul sebagian besar memiliki daya
tarik interpersonal tinggi terlihat dari pandangan
mereka terhadap ketertarikan yang dinilai positif, dan
sebagian kecil mahasiswa di Universitas Esa Unggul
memiliki daya tarik interpersonal rendah, terlihat
dari pandangan mereka terhadap ketertarikan yang
dinilai negatif.
2. Gambaran Umum Kategorisasi Komitmen Berpacaran
116
Dari data penelitian skala komitmen berpacaran
mahasiswa di Universitas Esa Unggul akan
dikategorisasikan menjadi 3 kategori yaitu komitmen
berpacaran tinggi, sedang dan komitmen berpacaran
rendah. Skor terendah pada setiap item yaitu 1 dan
skor tertinggi pada setiap item yaitu 4, maka untuk 26
item diperoleh rentang minimum sampai maksimumnya
adalah 26 sampai dengan 104. Nilai minimum komitmen
berpacaran pada penelitian ini adalah 57, nilai
maksimum adalah 97, selanjutnya nilai rata-rata yang
diperoleh adalah 75,38 dan standar deviasi dengan skor
9,249. Hasil kategorisasi Komitmen Berpacaran dapat
dilihat pada tabel 4.3 berikut ini.
117
Tabel 4.3 Batasan Kategorisasi Komitmen Berpacaran
Interval skor Kategorisasi
Jumlah Persentase
X < 70,76 Rendah
53 32,3%
70,76 ≤ X < 80 Sedang
55 33,5%
80 ≤ X Tinggi
56 34,1%
Total
164 100%
Sumber : Data Diolah
Dalam pembahasan selanjutnya hanya akan dibahas 109
mahasiswa yang terdiri dari 53 mahasiswa yang
dikategorisasikan ke dalam komitmen berpacaran rendah
dan 56 mahasiswa yang dikategorisasikan ke dalam
118
komitmen berpacaran tinggi. Hal ini dapat dilihat pada
tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil Kategorisasi komitmen Berpacaran
Interval skor Kategorisasi
Jumlah Perentase
X < 70,76 Rendah
53 48,6%
80 ≤ X Tinggi
56 51,4%
Total
109 100%
Sumber : Data Diolah
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa mahasiswa
yang dikategorisasikan ke dalam komitmen berpacaran
rendah sebanyak 53 orang (48,6%), dan yang
dikategorisasikan ke dalam komitmen berpacaran tinggi
sebanyak 56 orang (51,4%).
119
Dari data table 4.4 terlihat bahwa sebanyak 53
mahasiswa (48,6%) cenderung berada dalam kategori
komitmen berpacaran rendah. Rusbult & Buunk, 1993
(dalam Invoni Lulu, 2008) komitmen merupakan salah
satu keadaan yang mengarahkan seseorang untuk
mempertahankan suatu hubungan yang meliputi orientasi
jangka panjang, kedekatan dengan pasangan dan
keinginan untuk terus bersama-sama melanjutkan
hubungan dengan pasangan. Dengan kata lain, sebagian
mahasiswa di Universitas Esa Unggul dalam komitmen
berpacaran masih tergolong rendah dalam hubungannya
dengan pasangan. Hal itu dapat dilihat dari beberapa
mahasiswa yang menyatakan bahwa mereka merasa baik-
baik saja saat berjauhan dengan pasangan meski tidak
saling berkomunikasi satu sama lain (item no. 6),
mereka juga mengaku bahwa mereka sulit untuk ikut
merasakan kebahagiaan pasangannya jika sedang bersedih
(item no. 7), adapula yang mengaku bahwa mereka bisa
120
melupakan komitmen yang sudah disepakati ketika sedang
bertengkar atau menghadapi masalah dalam hubungan
(item no. 5). Dari beberapa contoh yang sudah
dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa mahasiswa Esa
Unggul memiliki kecenderungan komitmen berpacaran
rendah. Dengan kata lain, adanya kecenderungan tidak
terlibat dalam perilaku pemeliharaan hubungan, bahkan
ketika hubungan membutuhkan pengorbanan, penuh usaha
yang diwujudkan dalam bentuk perilaku (Kelley, 1979).
Artinya, hal itu dapat menandakan bahwa sebagian
mahasiswa di Universitas Esa Unggul berkomitmen rendah
dalam berpacaran.
Sementara itu, mahasiswa yang dikategorisasikan ke
dalam komitmen berpacaran tinggi sebanyak 56 orang
(51,4%). Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa
mahasiswa yang menyatakan bahwa, mereka mau bersama-
sama berjuang untuk masa depan hubungan yang mereka
jalani (item no. 20), kemudian mereka berharap
121
hubungan yang mereka jalani sampai kepada pernikahan
(item no. 8), adapula yang menyatakan bahwa dalam
menghadapi setiap masalah dalam hubungan akan berusaha
menyelesaikan dengan baik bersama pasangan (item
no.11). Artinya sebagian mahasiswa tersebut memiliki
sebuah tindakan yaitu adanya upaya/usaha dan
pengorbanan untuk mempertahankan hubungan mereka
jalani. Ketika seseorang berperilaku konsisten dengan
keinginan akan hubungan mereka (yaitu berkorban untuk
hubungan yang baik), mereka memberikan bukti yang
nyata mengenai perasaan, sikap dan niat pada
pasangannya.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Lenwin
(dalam Arriaga & Agnew, 2001), bahwa keinginan untuk
tetap berada dalam hubungan merupakan motivasi dari
komitmen. Keinginan untuk bertahan dalam suatu
hubungan akan memicu terjadinya suatu kondisi yang
menyebabkan hubungan tersebut terus berlanjut. Maka
122
hal ini menandakan bahwa mahasiswa yang terlibat dalam
pemeliharaan hubungan dengan usaha, pengorbanan dan
niat memiliki komitmen tinggi, sementara mahasiswa
yang tidak terlibat dalam pemeliharaan hubungan
memiliki komitmen rendah.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa komitmen
berpacaran mahasiswa di Universitas Esa Unggul
cenderung memiliki komitmen tinggi lebih banyak, dan
sebagian cenderung memiliki komitmen berpacaran
rendah.
E. Analisis Data Tambahan
1. Gambaran Daya Tarik Interpersonal Berdasarkan Data
Penunjang
a. Kesamaan Agama
Gambaran umum daya tarik interpersonal berdasarkan
kesamaan agama dalam penelitian ini dilakukan dengan
123
menggunakan tabel silang atau Crosstab, data yang
diperoleh adalah seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.5 Gambaran Daya Tarik Interpersonal
Berdasarkan Kesamaan Agama
Daya
Tarik
Interpers
onal
Kesamaan
Agama
Daya Tarik Interpersonal TotalPositif Negatif Jumlah %
Jumla
h
% Juml
ah
%
Ya 48 53,3% 42 46,7% 90 100%Tidak 14 73,7% 5 26,3% 19 100%Total 62 56,9% 47 43,1% 109 100%
Sumber : Data Diolah
Dari hasil perhitungan statistik pada tabel 4.5
dapat diketahui bahwa mahasiswa yang memiliki kesamaan
agama dalam kategorisasi daya tarik interpersonal
positif adalah sebanyak 48 orang (53,3%) sedangkan
yang termasuk ke dalam kategorisasi daya tarik
interpersonal negatif adalah sebanyak 42 orang
(46,7%). Mahasiswa yang tidak memiliki kesamaan agama
124
dalam kategorisasi daya tarik interpersonal positif
adalah sebanyak 14 orang (73,7%) sedangkan mahasiswa
yang termasuk dalam kategorisasi daya tarik
interpersonal negatif adalah sebanyak 5 orang (26,3%).
Jadi, jumlah mahasiswa yang memiliki kesamaan agama
lebih banyak pada kategori daya tarik interpersonal
positif dan jumlah mahasiswa yang tidak memiliki
kesamaan agama lebih kecil pada kategori daya tarik
interpersonal negatif. Dari data diatas dapat
disimpulkan bahwa daya tarik interpersonal positif
lebih didominasi oleh mahasiswa yang memiliki kesamaan
agama pada mahasiswa di Universitas Esa Unggul.
Hal ini dapat dilihat dari beberapa mahasiswa yang
menyatakan bahwa perbedaan keyakinan membuat mereka
ragu akan kelangsungan hubungan yang mereka jalani
(item no. 50). Berscheid & Walster (1978) menyatakan
bahwa seseorang cenderung menyukai orang yang memiliki
kesamaan dengan dirinya, karena munculnya kepuasan
125
saat orang lain memiliki kesamaan keyakinan seperti
yang ia miliki. Hal ini menandakan bahwa, kesamaan
agama mempengaruhi ketertarikan interpersonal
seseorang semakin positif terhadap orang lain, dan
perbedaan agama mempengaruhi ketertarikan
interpersonal seseorang dinilai negatif terhadap orang
lain. Terlihat pada sebagian mahasiswa di Universitas
Esa Unggul cenderung lebih tertarik pada pasangan yang
memiliki keyakinan agama yang sama dengan mereka.
b. Kesamaan Hobi
Gambaran umum daya tarik interpersonal berdasarkan
kesamaan hobi dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan tabel silang atau Crosstab, data yang
diperoleh adalah seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.6 Gambaran Daya Tarik Interpersonal
Berdasarkan Kesamaan Hobi
Daya Daya Tarik Interpersonal Total
126
Tarik
Interpers
onal
Kesamaan
Hobi
Positif Negatif Jumlah %Jumla
h
% Juml
ah
%
Ya 43 56,6% 33 43,4% 76 100%Tidak 19 57,6% 14 42,4% 33 100% Total 62 56,9% 47 43,1% 109 100%
Sumber : Data Diolah
Dari hasil perhitungan statistik pada tabel 4.6
dapat diketahui bahwa mahasiswa yang memiliki kesamaan
hobi dalam kategorisasi daya tarik interpersonal
positif adalah sebanyak 43 orang (56,6%) sedangkan
yang termasuk ke dalam kategorisasi daya tarik
interpersonal negatif adalah sebanyak 33 orang
(43,4%). Mahasiswa yang tidak memiliki kesamaan hobi
dalam kategorisasi daya tarik interpersonal positif
adalah sebanyak 19 orang (57,6%) sedangkan dalam
kategorisasi daya tarik interpersonal negatif adalah
sebanyak 14 orang (42,4%). Jadi, jumlah mahasiswa yang
127
memiliki kesamaan hobi lebih banyak pada kategori daya
tarik interpersonal positif dan jumlah mahasiswa yang
tidak memiliki kesamaan hobi lebih kecil pada kategori
daya tarik interpersonal negatif.
Kecenderungan untuk menyukai seseorang yang memiliki
kesamaan muncul karena adanya dorongan untuk menyukai
dirinya sendiri. Adanya rasa suka terhadap diri
sendiri, membuat seseorang akan menyukai orang lain
seperti ia menyukai dirinya sendiri. Hal ini diperkuat
oleh mahasiswa yang menyatakan bahwa mereka bahagia
melakukan kegiatan (meliputi hobi, dan aktivitas
lainnya) bersama pasangannya (item no.18). Namun ada
juga yang menyatakan bahwa mereka merasa tidak nyaman
dengan kebiasaan (hobi) yang dilakukan oleh
pasangannya (item no.35). Jadi, sebagian mahasiswa di
Universitas Esa Unggul merasa tertarik pada orang yang
memiliki kesamaan hobi dengan mereka dengan kata lain
mereka menyukai dirinya sendiri, dan sebagian merasa
128
tidak tertarik pada orang yang memiliki kesamaan hobi
dengan mereka. Hal ini menandakan bahwa, kesamaan hobi
mempengaruhi ketertarikan interpersonal seseorang
semakin positif terhadap orang lain, dan ketidaksamaan
hobi mempengaruhi ketertarikan interpersonal seseorang
cenderung negatif terhadap orang lain. Terlihat pada
sebagian mahasiswa di Universitas Esa Unggul cenderung
lebih tertarik pada pasangan yang memiliki
kesamaanhobi yang sama dengan mereka.
c. Kesamaan Sifat/Karakter
Gambaran umum daya tarik interpersonal berdasarkan
kesamaan sifat/karakter dalam penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan tabel silang atau Crosstab, data yang
diperoleh adalah seperti pada tabel di bawah ini.
129
Tabel 4.7 Gambaran Daya Tarik Interpersonal
Berdasarkan Kesamaan Sifat/Karakter
Daya
Tarik
Interpers
onal
Kesamaan
Sifat/Kar
akter
Daya Tarik Interpersonal TotalPositif Negatif Jumlah %
Jumla
h
% Juml
ah
%
Ya 17 58,6% 12 41,4% 29 100%Tidak 45 56,2% 35 43,8% 80 100%Total 62 56,9% 47 43,1% 109 100%
Sumber : Data Diolah
Dari hasil perhitungan statistik pada tabel 4.7
dapat diketahui bahwa mahasiswa yang memiliki kesamaan
sifat/karakter dalam kategorisasi daya tarik
interpersonal positif adalah sebanyak 17 orang (58,6%)
sedangkan dalam kategorisasi daya tarik interpersonal
negatif adalah sebanyak 12 orang (41,4%). Mahasiswa
yang tidak memiliki kesamaan sifat/karakter dalam
kategorisasi daya tarik interpersonal positif adalah
130
sebanyak 45 orang (56,2%) sedangkan dalam kategorisasi
daya tarik interpersonal negatif adalah sebanyak 35
orang (43,8%). Jadi, jumlah mahasiswa yang memiliki
kesamaan sifat/karakter lebih banyak pada kategori
daya tarik interpersonal positif dan jumlah mahasiswa
yang tidak memiliki kesamaan sifat/karakter lebih
banyak pada kategori daya tarik interpersonal negatif.
Menurut Berscheid & Walster (1978) beberapa jenis
kesamaan, juga meliputi kesamaan sifat dan karakter.
Kecenderungan tertarik dengan orang yang memiliki
kesamaan dengannya, memunculkan anggapan bahwa
individu menjadi serupa dengan orang lain sebagai
akibat dari hubungan yang terjalin diantara keduanya.
Berdasarkan tabel diatas, mahasiswa yang tidak
memiliki kesamaan sifat/karakter lebih banyak pada
daya tarik interpersonal positif dan jumlah lebih
kecil pada mahasiswa yang memiliki kesamaan
sifat/karakter dalam kategori daya tarik interpersonal
131
negatif. Hal ini menandakan bahwa mahasiswa merasa
lebih tertarik pada orang yang berbeda sifat dan
karakter dengan mereka, dan cenderung memiliki daya
tarik interpersonal negatif pada orang yang memiliki
kesamaan sifat/karakter dengan mereka. Dari uraian
tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa perbedaan
sifat/karakter mampu mempengaruhi ketertarikan yang
positif terhadap orang lain yang dapat memunculkan
hubungan diantara keduanya. Perbedaan sifat/karakter
dinilai mampu mengisi kekurangan dan kelebihan easatu
sama lain individu yang akan menjalin sebuah hubungan.
Artinya, ketidaksamaan sifat/karakter menjadi salah
satu seseorang tertarik secara positif pada mahasiswa
di Universitas Esa Unggul.
132
2. Gambaran Komitmen Berpacaran Berdasarkan Data
Penunjang
a. Kebiasaan Memuji
Gambaran umum komitmen berpacaran berdasarkan
kebiasaan pasangan dalam memuji pada penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan tabel silang atau Crosstab,
data yang diperoleh adalah seperti pada tabel di bawah
ini.
Tabel 4.8 Gambaran Komitmen Berpacaran Berdasarkan
Kebiasaan Memuji
Komitmen
Pada
Kebiasaan
Memuji
Komitmen TotalTinggi Rendah Jumlah %
Juml
ah
% Juml
ah
%
Kadang-
kadang
13 59,1% 9 40,9% 22 100%
Selalu
Sering
Tidak Pernah
15
16
12
50,0%
45,7%
54,5%
15
19
10
50,0%
54,3%
45,5%
30
35
22
100%
100%
100%Total 56 41,7% 53 58,3% 109 100%
Sumber : Data Diolah
133
Dari hasil perhitungan statistik pada tabel 4.8
dapat diketahui bahwa mahasiswa yang memiliki
kebiasaan ‘kadang-kadang’ memuji pada kategori
komitmen tinggi berjumlah 13 mahasiswa (59,1%), yang
memiliki kebiasaan ‘selalu’ memuji pada kategori
komitmen tinggi berjumlah 15 mahasiswa (50%), yang
memiliki kebiasaan ‘sering’ memuji pada kategori
komitmen tinggi berjumlah 16 mahasiswa (45,7%), dan
yang memiliki ‘tidak pernah’ memuji pada kategori
komitmen tinggi berjumlah 12 mahasiswa (54,5%).
Selanjutnya, mahasiswa yang memiliki kebiasaan
‘kadang-kadang’ memuji pada kategori komitmen rendah
berjumlah 9 mahasiswa (40,9%), mahasiswa yang memiliki
kebiasaan ‘selalu’ memuji pada kategori komitmen
rendah berjumlah 15 mahasiswa (50%), kemudian
mahasiswa yang memiliki kebiasaan ‘sering’ memuji pada
kategori komitmen rendah berjumlah 19 mahasiswa
(54,3%), dan mahasiswa yang memiliki ‘tidak pernah’
134
memuji pada kategori komitmen rendah berjumlah 10
mahasiswa (45,5%).
Jumlah mahasiswa yang berada pada kategori komitmen
berpacaran tinggi lebih banyak pada mahasiswa yang
memiliki kebiasaan ‘sering’ dalam memuji pasangannya,
yaitu sebanyak 16 orang (45,7%). Dan jumlah mahasiswa
yang berada pada kategori komitmen berpacaran rendah
terdapat pada mahasiswa yang memiliki kebiasaan
‘kadang-kadang’ memuji, yaitu sebanyak 9 orang
(40,9%).
Teori pertukaran sosial (Blau, 1964; Burgess &
Huston, 1979); Kelley & Thibaut, 1978) menyatakan
bahwa dalam menjalin suatu hubungan, individu
mempersepsikan bahwa interaksinya dengan individu lain
bersifat menguntungkan (rewards). Kebiasaan memuji
merupakan sebuah rewards yang dimunculkan dalam sebuah
hubungan. Seseorang yang memuji pasangannya
memungkinkan memiliki investasi yang baik atas
135
hubungannya. Berdasarkan uraian tersebut, kebiasaan
‘sering’ memuji menunjukkan pada kategori komitmen
tinggi yang artinya memiliki investasi hubungan yang
lebih lama. Sementara, kebiasaan ‘kadang-kadang’
memuji menunjukkan pada kategori komitmen rendah.
Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa di Universitas
Esa Unggul yang sering memuji pasangannya merupakan
rewards mempengaruhi investasi dalam hubungan atau lama
berpacaran yang menunjukkan komitmen tinggi. Sementara
mahasiswa di Universitas esa Unggul yang kadang-kadang
memuji pasangannya cenderung kurang memiliki rewards
yang mempengaruhi investasi hubungan sehingga
menunjukkan komitmen rendah.
b. Kebiasaan Memeluk Dan Mencium
Gambaran umum komitmen berpacaran berdasarkan
kebiasaan pasangan dalam memeluk & mencium pada
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tabel
136
silang atau Crosstab, data yang diperoleh adalah seperti
pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.9 Gambaran Komitmen Berpacaran Berdasarkan
Kebiasaan Memeluk & Mencium
Komitmen
Pada
Kebiasaan
Memeluk &
Mencium
Komitmen TotalTinggi Rendah Jumlah %
Juml
ah
% Juml
ah
%
Kadang-
kadang
28 56,0% 22 44,0% 50 100%
Selalu
Sering
Tidak Pernah
11
5
12
47,8%
50,0%
46,2%
12
5
14
52,2%
50,0%
53,8%
23
10
26
100%
100%
100%Total 56 51,4% 53 48,6% 109 100%
Sumber : Data Diolah
Dari hasil perhitungan statistik pada tabel 4.9
dapat diketahui bahwa mahasiswa yang memiliki
kebiasaan ‘kadang-kadang’ memeluk dan mencium pada
kategori komitmen tinggi berjumlah 28 mahasiswa (56%),
yang memiliki kebiasaan ‘selalu’ memeluk dan mencium
137
pada kategori komitmen tinggi berjumlah 11 mahasiswa
(47,8%), yang memiliki kebiasaan ‘sering’ memeluk dan
mencium pada kategori komitmen tinggi berjumlah 5
mahasiswa (50%), dan yang memiliki ‘tidak pernah’
memeluk dan mencium pada kategori komitmen tinggi
berjumlah 12 mahasiswa (46,2%).
Selanjutnya, mahasiswa yang memiliki kebiasaan
‘kadang-kadang’ memeluk dan mencium pada kategori
komitmen rendah berjumlah 22 mahasiswa (44%),
mahasiswa yang memiliki kebiasaan ‘selalu’ memeluk dan
mencium pada kategori komitmen rendah berjumlah 12
mahasiswa (52,2%), kemudian mahasiswa yang memiliki
kebiasaan ‘sering’ memeluk dan mencium pada kategori
komitmen rendah berjumlah 5 mahasiswa (50%), dan
mahasiswa yang memiliki ‘tidak pernah’ memeluk dan
mencium pada kategori komitmen rendah berjumlah 14
mahasiswa (53,8%).
138
Jumlah mahasiswa pada kategori komitmen berpacaran
tinggi lebih banyak pada kebiasaan ‘kadang-kadang’
dalam memeluk dan mencium pasangannya, yaitu sebanyak
28 orang (56%). Dan jumlah mahasiswa pada kategori
komitmen berpacaran rendah terdapat pada kebiasaan
‘sering’ memeluk dan mencium, yaitu sebanyak 5 orang
(50%).
Menurut Thibaut & Kelley (dalam Canary & Stafford,
1994), rewards digambarkan sebagai kesenangan,
kepuasan, dan kegembiraan. Kebiasaan memeluk dan
mencium pasangan merupakan bentuk kepuasan dan
kesenangan dalam hubungan (rewards). Dalam hal ini,
mahasiswa dalam kategori ‘kadang-kadang’ memeluk dan
mencium memiliki hubungan yang lebih lama atau
memiliki komitmen yang tinggi. Sedangkan mahasiswa
yang ‘sering’ memeluk dan mencium memiliki komitmen
yang rendah dalam hubungan berpacaran. Hal ini
menunjukkan bahwa mahasiswa yang mengaku ‘kadang-
139
kadang’ memeluk dan mencium pasangannya memiliki
komitmen tinggi, sementara mahasiswa yang mengaku
‘sering’ memeluk dan mencium pasangannya justru
memiliki komitmen rendah. Artinya, investasi yang
diberikan dalam sebuah hubungan yaitu rewards berupa
kesenangan dan kepuasan seperti memeluk dan mencium
tidak mempengaruhi hubungan berpacaran yang lama pada
mahasiswa di Universitas Esa Unggul.
c. Kebiasaan Menjemput
Gambaran umum komitmen berpacaran berdasarkan
kebiasaan pasangan dalam menjemput pada penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan tabel silang atau Crosstab,
data yang diperoleh adalah seperti pada tabel di bawah
ini.
140
Tabel 4.10 Gambaran Komitmen Berpacaran Berdasarkan
Kebiasaan Menjemput
Komitmen
Pada
Kebiasaan
Menjemput
Komitmen TotalTinggi Rendah Jumlah %
Juml
ah
% Juml
ah
%
Kadang-
kadang
34 55,7% 27 44,3% 79 100%
Selalu
Sering
Tidak Pernah
12
5
5
54,5%
31,3%
50,0%
10
11
5
45,5%
68,8%
50,0%
27
25
13
100%
100%
100%Total 56 51,4% 53 48,6% 109 100%
Sumber : Data Diolah
Dari hasil perhitungan statistik pada tabel 4.10
dapat diketahui bahwa mahasiswa yang memiliki
kebiasaan ‘kadang-kadang’ menjemput pada kategori
komitmen tinggi berjumlah 34 mahasiswa (55,7%), yang
memiliki kebiasaan ‘selalu’ menjemput pada kategori
komitmen tinggi berjumlah 12 mahasiswa (54,5%), yang
memiliki kebiasaan ‘sering’ menjemput pada kategori
komitmen tinggi berjumlah 5 mahasiswa (31,3%), dan
141
yang memiliki ‘tidak pernah’ menjemput pada kategori
komitmen tinggi berjumlah 5 mahasiswa (50%).
Selanjutnya, mahasiswa yang memiliki kebiasaan
‘kadang-kadang’ menjemput pada kategori komitmen
rendah berjumlah 27 mahasiswa (44,3%), mahasiswa yang
memiliki kebiasaan ‘selalu’ menjemput pada kategori
komitmen rendah berjumlah 10 mahasiswa (45,5%),
kemudian mahasiswa yang memiliki kebiasaan ‘sering’
menjemput pada kategori komitmen rendah berjumlah 11
mahasiswa (68,8%), dan mahasiswa yang memiliki ‘tidak
pernah’ menjemput pada kategori komitmen rendah
berjumlah 5 mahasiswa (50%).
Jumlah mahasiswa pada kategori komitmen berpacaran
tinggi lebih banyak terdapat pada kebiasaan ‘kadang-
kadang’ menjemput pasangannya, yaitu sebanyak 34 orang
(55,7%). Dan jumlah mahasiswa pada kategori komitmen
berpacaran rendah terdapat pada mahasiswa yang ‘tidak
pernah’ menjemput, yaitu sebanyak 5 orang (50%).
142
Didalam hubungan yang akrab, costs (yaitu yang
digambarkan sebagai pengorbanan) meliputi waktu dan
usaha yang dihabiskan untuk memelihara hubungan. Costs
disebut tinggi apabila usaha fisik dan mental
mempengaruhi tindakan, Thibaut & Kelley (dalam Canary
& Stafford, 1994). Costs dalam hal ini termasuk
menjemput. Usaha dan waktu yang diberikan untuk
menjemput pasangannya termasuk dalam pengorbanan.
Dalam hal ini, mahasiswa di Universitas Esa Unggul
yang ‘kadang-kadang’ menjemput memiliki hubungan yang
lebih lama atau memiliki komitmen yang tinggi.
Sedangkan sebagian mahasiswa yang ‘tidak pernah’
menjemput memiliki komitmen yang rendah dalam hubungan
berpacaran. Artinya, usaha yang diberikan pasangan
untuk menjemput walaupun ‘kadang-kadang’ merupakan
sebuah pengorbanan yang mempengaruhi pemeliharaan
dalam hubungan sehingga menghasilkan komitmen tinggi
143
dibandingkan dengan mahasiswa yang ‘tidak pernah’
menjemput pasangannya.
d. Kebiasaan Memberikan Hadiah
Gambaran umum komitmen berpacaran berdasarkan
kebiasaan pasangan dalam memberikan hadiah pada
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tabel
silang atau Crosstab, data yang diperoleh adalah seperti
pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.11 Gambaran Komitmen Berpacaran Berdasarkan
Kebiasaan Memberikan Hadiah
Komitmen
Pada
Kebiasaan
Memberi
Hadiah
Komitmen TotalTinggi Rendah Jumlah %
Juml
ah
% Juml
ah
%
Kadang-
kadang
33 51,6% 31 48,4% 64 100%
Selalu
Sering
5
18
50,0%
51,4%
5
17
50,0%
48,6%
10
35
100%
100%
144
Tidak Pernah 0 0% 0 0% 0 100%Total 56 51,4% 53 48,6% 109 100%
Sumber : Data Diolah
Dari hasil perhitungan statistik pada tabel 4.11
dapat diketahui bahwa mahasiswa yang memiliki
kebiasaan ‘kadang-kadang’ memberikan hadiah pada
kategori komitmen tinggi berjumlah 33 mahasiswa
(51,6%), yang memiliki kebiasaan ‘selalu’ memberikan
hadiah pada kategori komitmen tinggi berjumlah 5
mahasiswa (50%), dan yang memiliki kebiasaan ‘sering’
memberikan hadiah pada kategori komitmen tinggi
berjumlah 18 mahasiswa (51,4%).
Selanjutnya, mahasiswa yang memiliki kebiasaan
‘kadang-kadang’ memberikan hadiah pada kategori
komitmen rendah berjumlah 31 mahasiswa (48,4%),
kemudian mahasiswa yang memiliki kebiasaan ‘selalu’
memberikan hadiah pada kategori komitmen rendah
berjumlah 5 mahasiswa (50%), dan mahasiswa yang
145
memiliki kebiasaan ‘sering’ memberikan hadiah pada
kategori komitmen rendah berjumlah 17 mahasiswa
(48,6%).
Jumlah mahasiswa pada kategori komitmen berpacaran
tinggi lebih banyak terdapat pada mahasiswa yang
memiliki kebiasaan ‘kadang-kadang’ memberikan hadiah
pada pasangannya, yaitu sebanyak 33 orang (51,6%). Dan
Jumlah mahasiswa pada kategori komitmen berpacaran
rendah terdapat pada mahasiswa yang ‘selalu’
memberikan hadiah pada pasangannya, yaitu sebanyak 5
orang (48,6%). Sementara ‘tidak pernah’ memberikan
hadiah pada kedua kategori komitmen tinggi dan rendah
sejumlah 0%.
Menurut Thibaut & Kelley (dalam Canary & Stafford,
1994), rewards digambarkan sebagai kesenangan,
kepuasan, dan kegembiraan. Pemeliharaan hubungan bisa
juga berupa memberikan hadiah pada pasangannya. Ketika
seseorang berperilaku konsisten terhadap keinginannya,
146
biasanya mereka memberikan bukti yang nyata mengenai
perasaan, sikap dan niat pada pasangannya. Dalam hal
ini, sebagian mahasiswa di Universitas Esa Unggul yang
tergolong ‘kadang-kadang’ untuk memberikan hadiah pada
pasangannya memiliki hubungan yang lebih lama atau
memiliki komitmen yang tinggi. Sedangkan, sebagian
mahasiswa yang ‘selalu’ memberikan hadiah pada
pasangannya memiliki komitmen yang rendah dalam
hubungan berpacaran. Artinya, usaha memberikan hadiah
untuk pemeliharaan sebuah hubungan mampu mempengaruhi
komitmen berpacaran tinggi walau pada tingkat ‘kadang-
kadang’. Sementara memberikan hadiah pada tingkat
‘selalu’ menunjukkan komitmen berpacaran rendah,
artinya beberapa mahasiswa menganggap bahwa pemberian
hadiah tidak selalu membuktikan memiliki hubungan
berpacaran yang lama atau dengan kata lain komitmen
mahasiswa tersebut rendah. Dari uraian tersebut
menunjukkan bahwa rewards berupa pemberian hadiah pada
147
pasangan merupakan salah satu yang mempengaruhi tinggi
rendahnya komitmen berpacaran pada mahasiswa di
Universitas Esa Unggul.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
148
Bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian mengenai
hubungan daya tarik interpersonal dan komitmen dalam
berpacaran mahasiswa Unversitas Esa Unggul analisis yang
telah dijelaskan sebelumnya. Pada bagian saran, akan
dikemukakan beberapa saran untuk melakukan penelitian.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisa yang telah dijelaskan pada
bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa hubungan
daya tarik interpersonal pada komitmen berpacaran
mahasiswa Universitas Esa Unggul adalah positif sedang
dan signifikan. Jadi, Ha diterima yang berarti adanya
hubungan antara daya tarik interpersonal dan komitmen
berpacaran pada mahasiswa Universitas Esa Unggul. Didapat
hasil koefisien determinasi (R square) sebesar 27%, hal
tersebut berarti sebesar 27% daya tarik interpersonal
menentukan komitmen, atau dengan kata lain sebanyak 73%
149
terdapat faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi komitmen
dalam berpacaran.
Gambaran umum kategorisasi daya tarik interpersonal
menunjukkan hasil adanya kecenderungan daya tarik
interpersonal positif pada mahasiswa di Universitas Esa
Unggul. Dan gambaran umum kategorisasi komitmen
berpacaran menunjukkan hasil adanya kecenderungan
komitmen berpacaran yang tinggi pada mahasiswa di
Universitas Esa Unggul.
Hasil analisis data berdasarkan data penunjang daya
tarik interpersonal dapat dilihat daya tarik
interpersonal positif lebih banyak pada mahasiswa yang
memiliki kesamaan agama dan hobi, namun daya tarik
interpersonal negatif lebih kecil pada mahasiswa yang
tidak memiliki kesamaan agama dan hobi. Sementara, daya
tarik interpersonal positif pada mahasiswa yang memiliki
kesamaan sifat/karakter lebih kecil dibandingkan
mahasiswa yang berbeda sifat/karakter, dan daya tarik
150
interpersonal negatif lebih kecil pada mahasiswa yang
memiliki kesamaan sifat/karakter dan lebih banyak pada
mahasiswa yang berbeda sifat/karakter.
Hasil analisis data berdasarkan data penunjang
komitmen berpacaran menunjukkan bahwa komitmen tinggi
lebih banyak pada mahasiswa Universitas Esa Unggul yang
melakukan kebiasaan pada memuji, memeluk/mencium,
menjemput, dan memberikan hadiah, namun sebaliknya
mahasiswa di Universitas Esa Unggul memiliki komitmen
rendah yang lebih kecil.
B. Saran
151
Berdasarkan hasil analisis data dan kesimpulan
penelitian, maka terdapat beberapa saran yang dapat
dijadikan bahan pertimbangan pada penelitian berikutnya.
1. Saran teoritis :
a. Penelitian ini hanya menggunakan populasi dari satu
Universitas, baik bagi penelitian selanjutnya
penelitian ini dapat dilakukan dengan populasi yang
lebih luas, sehingga akan mendapatkan hasil yang
lebih baik.
b. Bagi peneliti selanjutnya yang berminat meneliti
dengan topik yang sama, disarankan untuk melakukan
penelitian dengan pendekatan kualitatif, guna
memperoleh gambaran yang lebih detil dan lengkap
mengenai topik ini.
c. Bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk
meneliti tentang ketertarikan interpersonal,
diharapkan untuk menggunakan variabel selain
152
komitmen dalam berpacaran untuk dikaitkan guna
memperkaya hasil penelitian.
2. Saran praktis :
a. Bagi Universitas Esa Unggul untuk memberikan
seminar seputar hubungan berpacaran untuk
menambah pengetahuan bagi mahasiswa/i yang sedang
atau akan membina hubungan berpacaran yang
berorientasi kepada komitmen yang lebih serius
dalam hubungan yaitu pernikahan. Seminar tersebut
dapat berisi bagaimana seseorang mulai mendekati
calon pasangannya sampai kepada bagaimana
menjalankan hubungan tersebut sampai kejenjang
yang lebih serius (pernikahan).
b. Bagi subjek penelitian dalam hal ini usia remaja
akhir, diharapkan lebih matang mempertimbangkan
keputusan sebelum memutuskan untuk berpacaran.
Mengenali pasangan satu sama lain sebelum
153
memutuskan memiliki hubungan berpacaran agar
memiliki satu tujuan dan kesepakatan yang sama
untuk membawa ke arah hubungan jangka panjang
atau komitmen yang lebih serius. Hal ini
bertujuan untuk meminimaliskan hubungan jangka
pendek.
c. Untuk fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul
agar memberikan layanan konseling gratis pada
mahasiswa Universitas Esa Unggul yang mengalami
permasalahan pribadi yang mencakup kehidupan
hubungan berpacaran dan komitmen dalam hubungan.
Layanan konseling ini bisa melibatkan mahasiswa
fakultas psikologi, layanan tersebut bisa disebut
layanan dari mahasiswa-untuk mahasiswa.