Muhammad Sakti Perdana; Komitmen Politik dan Anggaran (Studi Pustaka Pewujudan Komitmen Kabupaten...

22
Komitmen Politik dan Anggaran (Studi Pustaka Pewujudan Komitmen Kabupaten Layak Anak dalam Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Malang 2014) Oleh: Muhammad Sakti Perdana ABSTRAK Dalam menciptakan penerus bangsa yang berkualitas baik secara fisik serta akal, Kementerian Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak memiliki program yang disebut Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA). Pelaksanaan KLA sendiri dibebankan pada keuangan daerah masing-masing yaitu dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kabupaten Malang merupakan salah satu kabupaten yang sudah mengadaptasi konsep KLA di daerahnya, hal ini terlihat dengan adanya Peraturan Daerah no. 11 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pemenuhan Hak Anak. Untuk mengetahui bagaimana komitmen perwujudan KLA teralokasi pada APBD Kabupaten Malang di tahun 2014, digunakan metode deskriptif kualitatif. Metode tersebut dilakukan dengan studi pustaka sebagai alat pengumpulan serta analisis data. Data yang dibutuhkan yaitu dokumen APBD, Peraturan Daerah Kabupaten Malang no. 11 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pemenuhan Hak Anak, serta Peraturan Menteri PPPA no. 12 tahun 2011 tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak. Penelitian dilakukan dengan melihat alokasi anggaran pada APBD, setelah itu alokasi anggaran tersebut dilihat seberapa besar program yang memiliki kaitan dengan pemenuhan hak anak sesuai yang tercantum dalam Perda dan indikator KLA yang sudah disebutkan diatas. Dari analisis tersebut, dapat dilihat bahwa ada 19 SKPD serta Belanja Hibah dan Bantuan Sosial yang memiliki program terkait pemenuhan hak anak. Alokasi program-program tersebut tersebar dalam 67 program dalam 19 SKPD. Program tersebut tidak keseluruhannya merupakan program yang sengaja fokus pada pemenuhan hak anak, namun memiliki pengaruh atau kontribusi pada penyelenggaraan pemenuhan hak anak. Kata Kunci: KLA, Hak Anak, Politik Anggaran.

Transcript of Muhammad Sakti Perdana; Komitmen Politik dan Anggaran (Studi Pustaka Pewujudan Komitmen Kabupaten...

Komitmen Politik dan Anggaran

(Studi Pustaka Pewujudan Komitmen Kabupaten Layak Anak dalam

Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Malang 2014)

Oleh: Muhammad Sakti Perdana

ABSTRAK

Dalam menciptakan penerus bangsa yang berkualitas baik secara fisik serta

akal, Kementerian Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak

memiliki program yang disebut Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA). Pelaksanaan

KLA sendiri dibebankan pada keuangan daerah masing-masing yaitu dalam

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kabupaten Malang

merupakan salah satu kabupaten yang sudah mengadaptasi konsep KLA di

daerahnya, hal ini terlihat dengan adanya Peraturan Daerah no. 11 tahun 2013

tentang Penyelenggaraan Pemenuhan Hak Anak.

Untuk mengetahui bagaimana komitmen perwujudan KLA teralokasi pada

APBD Kabupaten Malang di tahun 2014, digunakan metode deskriptif kualitatif.

Metode tersebut dilakukan dengan studi pustaka sebagai alat pengumpulan serta

analisis data. Data yang dibutuhkan yaitu dokumen APBD, Peraturan Daerah

Kabupaten Malang no. 11 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pemenuhan Hak

Anak, serta Peraturan Menteri PPPA no. 12 tahun 2011 tentang Indikator

Kabupaten/Kota Layak Anak. Penelitian dilakukan dengan melihat alokasi

anggaran pada APBD, setelah itu alokasi anggaran tersebut dilihat seberapa besar

program yang memiliki kaitan dengan pemenuhan hak anak sesuai yang

tercantum dalam Perda dan indikator KLA yang sudah disebutkan diatas.

Dari analisis tersebut, dapat dilihat bahwa ada 19 SKPD serta Belanja

Hibah dan Bantuan Sosial yang memiliki program terkait pemenuhan hak anak.

Alokasi program-program tersebut tersebar dalam 67 program dalam 19 SKPD.

Program tersebut tidak keseluruhannya merupakan program yang sengaja fokus

pada pemenuhan hak anak, namun memiliki pengaruh atau kontribusi pada

penyelenggaraan pemenuhan hak anak.

Kata Kunci: KLA, Hak Anak, Politik Anggaran.

ABSTRACT

To create the nation’s future with good quality of physically and mind, the

Ministry of Protection and Empowerment of Women and Children (KPPPA) has a

program called Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA). The implementation of KLA

itself is charged in finance of the respective areas, that is Regional Government

Budget. Kabupaten Malang is one of the regencies that have adapted the concept

of KLA in their region, it is seen by the Regional Regulation no. 11 of 2013 about

the Implementation of Children’s Right.

To find out how the embodiment of realization KLA commitment

allocated to Regional Government Budget of Kabupaten Malang in 2014, used a

qualitative descriptive method. The method is performed by the literature study as

a means of data collection and analysis. The data required is the budget document,

Malang District Regulation no. 11 of 2013 on the Implementation of Children's

Rights, as well as the PPA Regulation no. 12 of 2011 on indicators Regency / City

of Eligible Children. The study was conducted by looking at the budget allocation,

after that the budget allocation is seen how large a program that has the fulfillment

of children's rights as stated in the legislation and the KLA indicators that already

mentioned above.

From this analysis, it can be seen that there are 19 SKPDs and Grant

Expenditure and Social Assistance programs related to the fulfillment of children's

rights. The allocation of those programs are distributed in 67 programs in 19

SKPDs. The program is not entirely a program that deliberately focus on the

fulfillment of children's rights, but has influence or contribute to the fulfillment of

child rights implementation.

Keyword: KLA, Children’s Rights, Political Budgeting.

Pendahuluan

Terdapat kiasan yang

mengatakan bahwa anak-anak

merupakan calon pemimpin masa

depan bangsa. Kiasan tersebut bukan

merupakan isapan jempol semata.

Karena bagaimanapun, pucuk

kepemimpinan pasti akan berputar

dan anak pada saat ini, akan menjadi

pengganti pemimpin atau

pemerintahan di masa yang akan

datang kelak. Untuk menjadi bangsa

yang besar dan kuat, barang tentu

perhatian pada anak yang

notabenenya sebagai penerus bangsa

harus diperhatikan secara serius.

Seorang filsuf Inggris yang

cukup terkenal John Locke (1632-

1704) mengatakan bahwa

pengalaman dan pendidikan bagi

anak merupakan faktor yang paling

menentukan dalam perkembangan

anak. Seorang anak diibaratkan

sebagai sebuah kertas kosong, yang

berarti bentuk corak serta isi kertas

tersebut bergantung dengan cara

kertas tersebut diisi. Locke

mengungkapkan betapa pentingnya

pengaruh pengalaman dan

lingkungan terhadap perkembangan

anak. Anak merupakan pribadi yang

masih bersih dan peka terhadap

rangsangan-rangsangan dari

lingkungannya.1

Menurut Jonas Langer,

manusia tumbuh menjadi sesuatu

seperti apa yang dibuat oleh

lingkungannya agar ia menjadi

sesuatu.2 Diibaratkan seperti cermin,

seorang anak yang baru dilahirkan

kejiwaannya kosong, dan ia

memantulkan cahaya lingkungannya.

1 Singgih D. Gunarsa; Dasar dan Teori

Perkembangan Anak. 1982. Hal15-16 2 Ibid. hal 72

Oleh sebab itu, betapa pentingnya

pengaruh lingkungan terhadap anak

karena lingkungan menjadi sumber

yang memberi rangsangan terhadap

anak.

Lingkungan dalam dunia

Psikologi terbagi menjadi dua, yaitu

lingkungan psikis dan fisik.

Lingkungan fisik erat kaitannya

dengan infrastruktur atau fasilitas-

fasilitas kasat mata. Sebagai sebuah

negara, sudah menjadi satu

kewajiban negara untuk

menyediakan barang-barang

kebutuhan publik. Kebutuhan publik

merupakan kebutuhan masyarakat

umum yang dituntut pemenuhannya

oleh negara. Termasuk didalamnya

pemenuhan kebutuhan lingkungan

untuk menjamin tumbuh kembang

anak.

Kebutuhan publik meliputi

dua macam barang, yaitu barang

privat dan barang publik3. Barang

privat adalah barang yang produksi

dan kegunaannya dapat dipisahkan

dari penggunaan oleh orang lain.

Biasanya pemenuhan barang privat

dapat dipenuhi oleh masing-masing

perorangan seperti pembelian

minuman, makanan, pakaian, namun

ada barang privat yang

ketersediaannya harus diupayakan

oleh pemerintah, seperti beras dan

bahan pokok lainnya.

Barang publik adalah barang

yang tidak bisa dikecualikan

penggunaannya dari orang lain

sekalipun seseorang telah

memproduksi dan membayarnya.

misalnya keamanan dan jalan raya.

Sekalipun seseorang sudah

membayarnya, orang lain juga dapat

menikmatinya. Barang publik ini

3 Hudiyanto; Ekonomi Politik. 2004. Hal. 14

mutlak dipenuhi ketersediannya oleh

penyelenggara negara4.

Dalam penjaminan tumbuh

kembangnya anak, Kementerian

Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak (PPPA)

mencetuskan program

Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA).

Dalam Peraturan Menteri (Permen)

PPPA No. 11 tahun 2011 tentang

Kebijakan Pengembangan

Kabupaten/Kota Layak Anak, yang

dimaksud KLA adalah

kabupaten/kota yang mempunyai

sistem pembangunan berbasis hak

anak melalui pengintegrasian

komitmen dan sumberdaya

pemerintah, masyarakat dan dunia

usaha yang terencana secara

menyeluruh dan berkelanjutan dalam

kebijakan, program dan kegiatan

untuk menjamin terpenuhinya hak

anak.

Dalam lampiran Permen

tersebut, secara klasifikatif hak anak

dibagi dalam lima klaster merujuk

pada hasil Konvensi Hak Anak

(KHA). Klaster-klaster tersebut

berisikan hak-hak anak yang harus

dipenuhi. Klaster pertama adalah

Hak sipil dan kebebasan. Hak-hak

anak yang termasuk dalam klaster

tersebut adalah Hak atas Identitas;

Hak perlindungan identitas; Hak

berekspresi, dan mengeluarkan

pendapat; Hak berpikir, berhati

nurani, dan beragama; Hak

berorganisasi dan berkumpul secara

damai; Hak atas perlindungan

pribadi; hak akses informasi yang

layak; dan Hak bebas dari

penyiksaan dan penghukuman lain

yang kejam, tidak manusiawi atau

merendahkan martabat manusia.

4 Ibid

Klaster yang kedua adalah

mengenai Lingkungan Keluarga dan

Pengasuhan Alternatif. Dalam klaster

ini hak-hak anak yang harus

dilindungi adalah Bimbingan dan

tanggung jawab orang tua; Anak

yang terpisah dari orang tua;

Reunifikasi; Pemindahan anak secara

ilegal; Dukungan kesejahteraan bagi

anak; Anak yang terpaksa dipisahkan

dari lingkungan keluarga;

pengangkatan/adopsi anak; Tinjauan

penempatan secara berkala;

kekerasan dan penelantaran.

Pada klaster ketiga, hak anak

yang harus dilindungi adalah

kesehatan dasar dan kesejahteraan.

Didalamnya menjamin anak

penyandang disabilitas; kesehatan

dan layanan kesehatan; jaminan

sosial layanan dan fasilitasi

kesehatan; serta standar hidup.

Selanjutnya, pada klaster keempat

hak anak yang harus dilindungi

adalah pendidikan, pemanfaatan

waktu luang, dan kegiatan budaya.

Didalamnya menjamin tentunya

pendidikan; tujuan pendidikan; serta

kegiatan liburan, dan kegiatan seni

dan budaya.

Hak anak pada klaster kelima

yang harus dilindungi adalah

mengenai perlindungan khusus; yaitu

perlindungan dikala anak dalam

situasi darurat; anak yang

berhadapan dengan hukum; anak

dalam situasi eksploitasi; serta anak

yang masuk dalam kelompok

minoritas dan terisolasi. Kelima

klaster tersebut merupakan hak yang

harus dilaksanakan serta dipenuhi

oleh negara atas hasil konvensi hak

anak.

Dalam pelaksanaan kelima

klaster tersebut, ada prinsip-prinsip

yang harus diperhatikan dalam

pelaksanaan pemenuhan hak anak.

Prinsip yang pertama adalah Non-

diskriminasi, yaitu dalam pemenuhan

hak anak tidak ada diskriminasi

suku, ras, agama, jenis kelamin,

bahasa, status ekonomi, dan lain

sebagainya. Prinsip yang kedua

adalah kepentingan terbaik bagi

anak, yaitu menjadikan hal yang

paling baik bagi anak sebagai

pertimbangan utama dalam setiap

kebijakan, program, dan kegiatan.

Ketiga adalah hak untuk hidup,

kelangsungan hidup, dan

perkembangan anak, yaitu menjamin

hak untuk hidup, kelangsungan hidup

dan perkembangan anak semaksimal

mungkin. Prinsip yang terakhir

adalah penghargaan terhadap anak,

yaitu mengakui dan memastikan

bahwa setiap anak yang memiliki

kemampuan untuk menyampaikan

pendapatnya, diberikan kesempatan

untuk mengekspresikan

pandangannya secara bebas terhadap

segala sesuatu hal yang

mempengaruhi dirinya.

KLA sendiri merupakan

tindak lanjut dari keikutsertaan serta

komitmen Indonesia pada

Convention on the Rights of the

Child (CRC) dan World Fit for

Children dan juga merupakan

pelaksanaan dari berbagai

perundang-undangan di Indonesia.

Sejak tahun 2006, Indonesia mulai

melakukan persiapan dan penguatan

institusi untuk memulai pondasi

pengembangan KLA tersebut.

Pengembangan KLA sendiri

bertujuan untuk membangun inisiatif

pemerintahan kabupaten/kota yang

mengarah pada upaya transformasi

konsep hak anak ke dalam kebijakan,

program, dan kegiatan untuk

menjamin terpenuhinya hak anak di

kabupaten/kota 5

Kabupaten Malang

merupakan kabupaten yang sudah

mendapat penghargaan tingkat

Madya Kota/Kabupaten Layak Anak

pertahun 20136. Adapun tingkatan

penghargaan KLA dari yang

terendah hingga tertinggi adalah

Pratama, Madya, Nindiya, dan

Utama. Dibandingkan dengan

kabupaten lainnya di Jawa Timur,

berdasarkan pencarian singkat pada

website resmi KLA (kla.or.id) hanya

Kabupaten Malang, kabupaten di

Jawa Timur yang telah meraih

penghargaan KLA tingkat Madya.

Bahkan dengan tetangga terdekatnya

yaitu Kota Malang yang juga

menjadi kota percontohan KLA,

penghargaan yang diraih Kabupaten

Malang masih lebih tinggi. Kota

Malang baru meraih penghargaan

KLA setingkat Pratama.

Penghargaan yang diraih

Kabupaten Malang pada tahun 2013

lalu merupakan penghargaan kedua

yang diterima oleh Kabupaten

Malang. Sebelumnya, pada tahun

2012 Kabupaten Malang juga

mendapat penghargaan yang serupa

dari Kementerian Perlindungan

Perempuan dan Anak. Penghargaan

5 Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak

Republik Indonesia No. 11 tahun 2011,

Tentang Kebijakan Pengembangan

Kabupaten/Kota Layak Anak. 6Anonymous; Kabupaten Malang Meraih

Penghargaan Kabupaten Layak Anak

Tingkat Madya Tahun 2013.

http://kla.or.id/index.php?option=com_conte

nt&view=article&id=2252:kabupaten-

malang-meraih-penghargaan-kabupaten-

layak-anak-tingkat-madya-tahun-

2013&catid=77:malang&Itemid=100

(diakses pada 24 April 2014 pukul 15:52)

yang diterimapun sama yaitu

penghargaan KLA tingkat Madya.

Pelaksanaan KLA di

Kabupaten Malang diatur sendiri

dalam Peraturan Daerah khusus yaitu

Peraturan Daerah Kabupaten Malang

Nomor 11 tahun 2013 tentang

Penyelenggaraan Pemenuhan Hak

Anak. Dari sekian kabupaten di Jawa

Timur yang menjadi kabupaten

percontohan seperti yang tercantum

dalam website resmi KLA,

berdasarkan riset singkat penulis,

hanya Kabupaten Malang yang

memiliki perda khusus

penyelenggaraan hak anak yang

berangkat dari konsep KLA.

Memang ada beberapa daerah yang

memiliki perda terkait perlindungan

anak, namun belum ada yang

berangkat dari konsep KLA sesuai

Permen PPPA No. 11 tahun 2011.

Dalam penilaian KLA

sendiri, berdasarkan Peraturan

Menteri Negara Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak

Nomor 12 tahun 2011, terdapat 31

indikator untuk menilai suatu daerah

sebagai Kota/Kabupaten yang layak

anak. Tentunya, indikator yang

sudah ditetapkan tersebut tidak salah

jika digunakan pula sebagai indikator

penilaian terhadap Perda yang

digunakan untuk menjalankan

kebijakan KLA itu sendiri. Dalam

pelaksanaan Perda sendiri tentunya

tidak boleh keluar dari koridor aturan

yang lebih tinggi, dalam hal ini

adalah Peraturan Menteri. Oleh

sebab itu, pelaksanaan Perda

Kabupaten Malang No. 11 tahun

2013 tentang Penyelenggaraan

Pemenuhan Hak Anak sudah

seharusnya sesuai dengan indikator

Kota Layak Anak itu sendiri.

Pembiayaan pelaksanaan

aturan daerah tentunya dibiayai oleh

Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) daerah tersebut.

Karena anggaran mempunyai

kedudukan yang penting dalam

penyelenggaraan pemerintahan

daerah7. Dalam pelaksanaan

pengembangan KLA, pendanaan

pengembangan KLA di tingkat

Kabupaten/Kota dibebankan pada

APBD. Hal ini ditetapkan dalam

Peraturan Menteri PPPA No. 11

tahun 2011 pada pasal 15 ayat tiga.

Sudah barang tentu apabila didanai

APBD, harus secara jelas

perencanaan serta penggunaan

anggaran dari program

pengembangan Kota Layak Anak ini.

APBD sendiri dalam

Peraturan Menteri Dalam Negeri No.

13 tahun 2006 didefinisikan sebagai

suatu rencana tahunan pemerintahan

daerah yang dibahas dan disetujui

bersama oleh pemerintah daerah dan

DPRD sekaligus ditetapkan dengan

peraturan daerah8.

Berdasarkan latar belakang

yang telah dipaparkan diatas, penulis

ingin menemukan seberapa besar

komitmen Pemerintah Kabupaten

Malang dalam mewujudkan

Kabupaten Layak Anak dilihat.

Besaran komitmen tersebut dilihat

dari seberapa besar alokasi program

dalam APBD Kabupaten Malang

2014 yang memiliki kaitan dengan

pemenuhan hak anak. Program yang

memiliki kaitan dengan pemenuhan

hak anak tersebut didasarkan dengan

indikator Kabupaten Layak Anak

7 Suhadak & Trilaksono Nugroho;

Paradigma Baru Pengelolaan Keuangan

Daerah dalam Penyusunan APBD di Era

Otonomi. 2007. Hal. 5 8 Ibid, Hal. 8

sesuai Peraturan Menteri PPPA No.

12 tahun 2011. Oleh sebab itu,

penulis mengambil judul “Komitmen

Politik dan Anggaran (Studi Pustaka

Pewujudan Komitmen

Kabupaten/Kota Layak Anak dalam

Alokasi Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah Kabupaten Malang

2014)”

Teori Anggaran Publik

Menurut Mardiasmo,

anggaran merupakan pernyataan

mengenai estimasi kinerja yang

hendak dicapai selama periode waktu

tertentu yang dinyatakan dalam

ukuran finansial9. Dari definisi

anggaran tersebut terdapat tiga kata

kunci untuk menjelaskan definisi

dari anggaran secara sederhana, yaitu

estimasi kinerja, terperiode, dan

harus berbentuk finansial atau angka.

Tidak jauh berbeda dengan

Mardiasmo, Munandar dalam

Suhadak mengatakan bahwa

anggaran adalah suatu rencana yang

disusun secara sistematis, meliputi

seluruh kegiatan perusahaan yang

dinyatakan unit moneter dan berlaku

untuk jangka waktu tertentu10

. Selain

kedua definisi tersebut, John F. Due

dalam Rinusu dalam Suhadak

mengatakan bahwa anggaran

merupakan suatu pernyataan tentang

perkiraan pengeluaran dan

penerimaan yang diharapkan akan

terjadi dalam satu periode di masa

depan, serta data dari pengeluaran

dan penerimaan yang sungguh-

sungguh terjadi di masa lalu11

.

9 Mardiasmo; Akuntansi Sektor Publik.

2009. Hal. 61 10

Suhadak & Trilaksono Nugroho, op.cit.

Hal 5 11

Ibid.

Ketiga definisi anggaran tersebut

merupakan definisi anggaran secara

luas. Anggaran sendiri dibedakan

sektornya menjadi dua yaitu sektor

swasta dan sektor publik12

.

Anggaran pada sektor swasta

merupakan anggaran yang terdapat

pada sektor usaha seperti

perusahaan-perusahaan bukan milik

pemerintah negara dan biasanya

merupakan bagian dari rahasia

perusahaan dan tertutup bagi publik

untuk mengaksesnya. Berbeda

dengan anggaran sektor publik, yaitu

instrumen akuntabilitas atas

pengelolaan dana publik dan

pelaksanaan program-program yang

dibiayai dengan biaya publik.

Anggaran publik berisi rencana

kegiatan yang direpresentasikan

dalam bentuk rencana perolehan

pendapatan dan belanja dalam satuan

moneter13

.

Menurut Mardiasmo,

anggaran sektor publik dibagi

menjadi dua, yaitu anggaran

operasional dan anggaran modal.

Anggaran proposional digunakan

untuk merencanakan kebutuhan

sehari-hari dalam menjalankan

pemerintahan atau dapat disebut juga

Belanja Rutin. Belanja rutin adalah

pengeluaran yang manfaatnya hanya

untuk satu tahun anggaran dan tidak

menambah aset atau kekayaan bagi

pemerintah. Selain itu, anggaran ini

merupakan pengeluaran yang bersifat

berulang-ulang ditiap tahun

anggarannya. Sedangkan anggaran

modal merupakan anggaran untuk

rencana jangka panjang dan

pembelanjaan atas aktiva tetap

seperti gedung, peralatan, kendaraan

12

Mardiasmo; op.cit. hal. 61 13

Mardiasmo; op.cit. hal. 62

dan sebagainya. Anggaran modal

pengeluarannya memiliki manfaat

yang cenderung melebihi satu tahun

anggaran dan menambah aset atau

kekayaan pemerintah dan setidaknya

dapat meningkatkan pendapatan

anggaran pada tahun-tahun

selanjutnya14

Pada tingkatan daerah,

anggaran sektor publik ini disebut

sebagai Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD). Menurut

Peraturan Menteri Dalam Negeri No.

13 tahun 2006 mendefinisikan

APBD adalah rencana keuangan

tahunan pemerintahan daerah yang

dibahas dan disetujui bersama oleh

pemerintah daerah dan DPRD, dan

ditetapkan dengan peraturan daerah.

Menurut Darise dalam Suhadak

mengatakan bahwa APBD

merupakan instrumen yang akan

menjamin terciptanya disiplin dalam

proses pengambilan keputusan

terkait dengan kebijakan pendapatan

maupun belanja daerah. Suhadak dan

Trilaksono mengatakan bahwa

APBD merupakan salah satu

instrumen kebijakan yang dipakai

sebagai alat untuk meningkatkan

pelayanan umum dan kesejahteraan

masyarakat di daerah15

.

Mardiasmo mengatakan

APBD merupakan instrumen

kebijakan yang utama bagi

pemerintah daerah. APBD digunakan

sebagai alat untuk menentukan besar

pendapatan dan pengeluaran,

membantu pengambilan keputusan,

dan perencanaan pembangunan,

otorisasi pengeluaran di masa yang

akan datang, sumber pengembangan

ukuran-ukuran standar untuk

14

Ibid. Hal. 66-67 15

Suhadak & Trilaksono Nugroho, op.cit.

Hal 8

evaluasi kinerja, alat untuk

memotivasi para pegawai, dan alat

kordinasi bagi semua aktivitas dari

berbagai unit kerja.16

Dari pengertian mengenai

anggaran diatas dapat disimpulkan

bahwa anggaran daerah merupakan

alat kebijakan dari pemerintah

daerah yang berisikan rencana

kegiatan serta tujuan yang ingin

dicapai dimana dituliskan dengan

satuan moneter, dimana dijelaskan

secara rinci pendapatan serta

pengeluaran pemerintahan yang

dapat dipertanggung jawabkan

kepada publik.

Dalam Permendagri No. 13

tahun 2006 pasal 22, struktur APBD

merupakan satu kesatuan dari

pendapatan daerah, belanja daerah,

dan pembiayaan daerah. Pendapatan

meliputi semua penerimaan uang

melalui rekening umum kas daerah

yang menambah ekuitas dana

sebagai hak daerah dalam satu tahun

anggaran dan tidak perlu dibayar

kembali oleh daerah. Belanja

meliputi semua pengeluaran dari

rekening kas umum daerah yang

mengurangi ekuitas dana, merupakan

kewajiban daerah dalam satu tahun

anggaran dan tidak akan diperoleh

pembayarannya kembali oleh daerah.

Serta pembiayaan meliputi semua

transaksi keuangan untuk menutup

defisit atau memanfaatkan surplus.

Menurut Mardiasmo, struktur

anggaran daerah merupakan satu

kesatuan yang terdiri dari pendapatan

daerah, belanja daerah, dan

pembiayaan. Pendapatan daerah

adalah semua penerimaan daerah

dalam satu tahun anggaran yang

16

Mardiasmo; Otonomi dan Manajemen

Keuangan Daerah. 2002. Hal. 103

menjadi hak daerah. Belanja daerah

adalah semua pengeluaran daerah

dalam satu tahun anggaran yang

menjadi beban daerah. Pembiayaan

adalah transaksi untuk menutup

selisih antara pendapatan daerah dan

belanja daerah17

.

Dalam anggaran daerah,

dikenal pula plafon anggaran. Plafon

anggaran merupakan batas

maksimum atas alokasi dana pada

tiap kegiatan. Plafon anggaran

ditunjukan untuk menghasilkan

alokasi dana yang akurat, adil, dan

mampu memberi insentif bagi setiap

unit kerja untuk melaksanakan

prinsip ekonomis, efisien dan efektif

dalam melakukan pengeluaran

daerah18

Urgensi dan Fungsi Anggaran

Menurut Mardiasmo,

anggaran sektor publik menjadi

penting karena beberapa alasan

sebagai berikut19

:

1. Anggaran merupakan alat

terpenting bagi

pemerintah untuk

mengarahkan

pembangunan sosial-

ekonomi, menjamin

kesinambungan, dan

meningkatkan kualitas

hidup masyarakat.

2. Anggaran diperlukan

karena adanya kebutuhan

dan keinginan masyarakat

yang tidak terbatas dan

terus berkembang,

sedangkan sumber daya

yang ada terbatas.

Anggaran diperlukan

17

Ibid. hal. 185 18

Ibid. hal. 195 19

Ibid. hal. 121

karena adanya masalah

keterbatasan sumber daya

(scarcity of resources),

pilihan (choice), dan

trade offs.

3. Anggaran diperlukan

untuk meyakinkan bahwa

pemerintah telah

bertanggung jawab

terhadap rakyat. Dalam

hal ini anggaran publik

merupakan instrumen

pelaksanaan akuntabilitas

publik oleh lembaga-

lembaga publik yang ada.

Fungsi-fungsi dari anggaran

daerah menurut Mardiasmo adalah20

:

1. Anggaran berfungsi

sebagai alat perencanaan,

yang antara lain

digunakan untuk:

a. Merumuskan

tujuan serta

sasaran kebijakan

sesuai dengan visi

dan misi yang

ditetapkan

b. Merencanakan

berbagai program

dan kegiatan

untuk mencapai

tujuan organisasi

serta

merencanakan

alternatif sumber

pembiayaannya

c. Mengalokasikan

sumber-sumber

ekonomi pada

berbagai program

dan kegiatan yang

telah disusun

20

Ibid. hal. 183

2. Anggaran berfungsi

sebagai alat pengendalian,

yang digunakan untuk:

a. Mengendalikan

efisiensi

pengeluaran

b. Membatasi

kekuasaan atau

kewenangan

pemda

c. Mencegah adanya

overspending,

underspending,

dan salah sasaran

(misappropriation

) dalam

pengalokasian

anggaran pada

bidang lain yang

bukan merupakan

prioritas

d. Memonitor

kondisi keuangan

dan pelaksanaan

operasional

program atau

kegiatan

pemerintah

3. Anggaran sebagai alat

fiskal digunakan untuk

menstabilkan ekonomi

dan mendorong

pertumbuhan ekonomi

melalui pemberian

fasilitas, dorongan, dan

koordinasi kegiatan

ekonomi masyarakat

sehingga mempercepat

pertumbuhan ekonomi.

4. Anggaran sebagai alat

politik digunakan untuk

memutuskan prioritas-

prioritas dan kebutuhan

keuangan terhadap

prioritas tersebut.

Anggaran sebagai

dokumen politik

merupakan bentuk

komitmen antara

eksekutif dan kesepakatan

legislatif atas penggunaan

dana publik untuk

kepentingan tertentu

5. Anggaran sebagai alat

koordinasi antar unit kerja

dalam organisasi

pemerintah daerah yang

terlibat dalam proses

penyusunan anggaran.

Anggaran yang disusun

dengan baik akan mampu

mendeteksi terjadinya

inkonsistensi suatu unit

kerja dalam pencapain

tujuan organisasi.

Anggaran juga menjadi

alat komunikasi antar unit

kerja

6. Anggaran sebagai alat

evaluasi kinerja. Kinerja

pemerintah daerah dapat

dinilai berdasarkan target

anggaran yang terealisasi.

7. Anggaran dapat

digunakan sebagai alat

untuk memotivasi

manajemen pemerintah

daerah agar bekerja

secara ekonomis, efektif

dan efisien dalam

mencapai target kinerja.

Target kinerja hendaknya

ditetapkan dalam batas

rasional yang dapat

dicapai (tidak terlalu

tinggi dan tidak terlalu

rendah)

8. Anggaran dapat juga

digunakan sebagai alat

untuk menciptakan ruang

publik (public sphere),

dalam arti bahwa proses

penyusunan anggaran

harus melibatkan seluas

mungkin masyarakat.

Keterlibatan masyarakat

tersebut dapat dilakukan

melalui proses

penjaringan aspirasi

masyarakat yang hasilnya

digunakan sebagai dasar

perumusan arah dan

kebijakan umum

anggaran.

Konsep Kota Layak Anak

Berdasarkan Peraturan

Menteri Pemberdayaan Perempuan

dan Perlindungan Anak Republik

Indonesia No. 11 Tahun 2011

Tentang Kebijakan Pengembangan

Kabupaten/Kota Layak Anak, yang

dimaksud dengan Kota Layak Anak

adalah Kabupaten/Kota yang

mempunyai sistem pembangunan

berbasis hak anak melalui

pengintegrasian komitmen dan

sumberdaya pemerintah, masyarakat

dan dunia usaha yang terencana

secara menyeluruh dan berkelanjutan

dalam kebijakan, program dan

kegiatan untuk menjamin

terpenuhinya hak anak. Dalam

Peraturan menteri ini, yang dimaksud

dengan anak adalah seseorang yang

belum berusia 18 tahun, termasuk

anak yang masih dalam kandungan.

Kota Layak Anak (KLA) sendiri

diadopsi dari hasil Resolusi Majelis

Umum PBB pada tahun 2002 yang

dokumennya dikenal dengan judul

“A World Fit For Children”. Setelah

melalui persiapan dan penguatan

kelembagaan, Indonesia mulai

memperkenalkan dan

mengembangkan KLA pada tahun

2006.

Pengembangan KLA sendiri

bertujuan untuk membangun inisiatif

pemerintahan Kabupaten/Kota yang

mengarah pada upaya transformasi

konsep hak anak kedalam kebijakan,

program, dan kegiatan untuk

menjamin terpenuhinya hak anak di

Kabupaten/Kota. Pendanaan

pelaksanaan KLA di tingkat nasional

dibebankan pada APBN, KLA

tingkat povinsi pada APBD Provinsi,

dan KLA tingkat Kabupaten/Kota

dibebankan pada APBD

Kabupaten/kota.

Dalam upaya pemenuhan

hak anak pada tiap kebijakan,

program, dan kegiatan Pemerintah,

ada beberapa prinsip yang perlu

diperhatikan yaitu, Non-diskriminasi;

Kepentingan yang terbaik bagi anak;

Hak untuk hidup, kelangsungan

hidup, dan perkembangan anak; serta

penghargaan terhadap perlindungan

anak.

Prinsip Non-deiskriminasi

yaitu prinsip pemenuhan hak anak

yang tidak membedakan suku, ras

agama, jenis kelamin, bahasa, paham

politik, asal kebangsaan, status

ekonomi, kondisi fisik maupun psikis

anak, atau faktor lainnya. Prinsip

kepentingan terbaik bagi anak yaitu

menjadikan hal yang paling baik bagi

anak sebagain pertimbangan utama

dalam setiap kebijakan, program, dan

kegiatan. Selanjutnya pada pelaksana

pengembangan KLA harus menjamin

hak untuk hidup, kelangsungan hidup

dan perkembangan anak semaksimal

mungkin. Dan prinsip yang terakhir

adalah penghargaan terhadap

pandangan anak, yaitu mengakui dan

memastikan bahwa setiap anak yang

memiliki kemampuan untuk

menyampaikan pendapatnya,

diberikan kesempatan untuk

mengekspresikan pandangannya

secara bebas terhadap segala sesuatu

hal yang mempengaruhi dirinya.

Pelaksanaan KLA merujuk

pada hasil Konvensi Hak Anak, yang

berisi hak anak yang dikelompokan

dalam lima klaster hak anak, yaitu:

1. Hak sipil dan kebangsaan

a. Hak atas identitas

b. Hak perlindungan

identitas

c. Hak berekspresi

dan mengeluarkan

pendapat

d. Hak berpikir,

berhati nurani, dan

beragama

e. Hak berorganisasi,

dan berkumpul

secara damai

f. Hak atas

perlindungan

kehidupan pribadi

g. Hak akses

informasi yang

layak

h. Hak bebas dari

penyiksaaan dan

penghukuman lain

yang kejam, tidak

manusiawi atau

merendahkan

martabat manusia

2. Lingkungan keluarga dan

pengasuhan alternatif

a. Bimbingan dan

tanggung jawab

orang tua

Melakukan

penguatan pada

orang tua untuk

memenuhi

tanggung

jawabnya dalam

pengasuhan dan

tumbuh kembang

anak.

b. Anak yang

terpisah dari orang

tua

Pada prinsipnya

anak tidak boleh

dipisahkan dari

orang tua kecuali

pemisahan

tersebut untuk

kepentingan

terbaik bagi anak.

c. Reunifikasi

Pertemuan

kembali anak

dengan orang tua

setelah

terpisahkan,

misalnya karena

bencana alam,

konflik bersenjata,

atau orang tua

berada di luar

negeri.

d. Pemindahan anak

secara ilegal

Memastikan

bahwa anak tidak

dipisahkan secara

ilegal dari

daerahnya ke luar

daerah atau luar

negeri.

e. Dukungan

kesejahteraan bagi

anak

Memastikan anak

tetap dalam

kondisi sejahtera

meskipun orang

tuanya tidak

mampu.

f. Anak yang

terpaksa

dipisahkan dari

lingkungan

keluarga

Memastikan anak-

anak yang

diasingkan dari

lingkungan

keluarga mereka

mendapatkan

pengasuhan

alternatif atas

tanggungan

negara.

g. Pengangkatan/ado

psi anak

Memastikan

pengangkatan/ado

psi anak dilakukan

sesuai peraturan,

dipantau, dan

dievaluasi tumbuh

kembangnya agar

kepentingan

terbaik anak tetap

terpenuhi.

h. Tinjauan

penempatan

secara berkala

Memastikan anak-

anak yang berada

di Lembaga

Kesejahteraan

Sosial Anak

(LKSA) terpenuhi

hak tumbuh

kembangnya dan

mendapatkan

perlindungan.

i. Kekerasan dan

penelantaran

Memastikan anak

tidak mendapat

perlakuan kejam,

tidak manusiawi,

dan merendahkan

martabat manusia.

3. Kesehatan dasar dan

kesejahteraan

a. Anak penyandang

disabilitas

Memastikan anak

penyandang

disabilitas

mendapatkan

akses layanan

publik yang

menjamin

kesehatan dan

kesejahteraannya.

b. Kesehatan dan

layanan kesehatan

Memastikan setiap

anak mendapatkan

pelayanan

kesehatan yang

komprehensif dan

terintegrasi.

c. Jaminan sosial

layanan dan

fasilitasi

kesehatan

Memastikan setiap

anak mendapatkan

akses jaminan

sosial dan

fasilitasi

kesehatan.

d. Standar hidup

Memastikan anak

mencapai standar

tertinggi

kehidupan anak

dalam hal fisik,

mental, spiritual,

moral dan sosial.

4. Pendidikan, pemanfaatan

waktu luang, dan kegiatan

budaya

a. Pendidikan

Memastikan setiap

anakmendapatkan

akses pendidikan

dan pelatihan

yang berkualitas

tanpa diskriminasi

b. Tujuan

Pendidikan

Memastikan

bahwa lembaga

pendidikan

bertujuan untuk

mengembangkan

minat, bakat dan

kemampuan anak

serta

mempersiapkan

anak untuk

bertanggung

jawab kepada

kehidupan yang

toleran, saling

menghormati, dan

bekerja sama

untuk kemajuan

dunia dalam

semangat

perdamaian.

c. Kegiatan liburan,

dan kegiatan seni

dan budaya

Memastikan

bahwa anak

memiliki waktu

untuk beristirahat

dan dapat

memanfaatkan

waktu luang untuk

melakukan

berbagai kegiatan

seni dan budaya.

5. Perlindungan khusus

a. Anak dalam

situasi darurat

Anak yang

mengalami situasi

darurat karena

kehilangan orang

tua/pengasuh/tem

pat tinggal dan

fasilitas

pemenuhan

kebutuhan dasar

(sekolah, air

bersih, bahan

makanan,

sandang,

kesehatan dan

sebagainya) yang

perlu

mendapatkan

prioritas dalam

pemenuhan dan

perlindungan hak-

hak dasarnya.

b. Anak yang

berhadapan

dengan hukum

Memastikan

bahwa anak-anak

yang berhadapan

dengan hukum

mendapatkan

perlindungan dan

akses atas tumbuh

kembangnya

secara wajar, dan

memastikan

diterapkannya

keadilan restoratif

dan prioritas

diversi bagi anak,

sebagai bagian

dari kerangka

pemikiran bahwa

pada dasarnya

anak sebagai

pelaku pun adalah

korban dari sistem

sosial yang lebih

besar.

c. Anak dalam

situasi eksploitasi

Situasi eksploitasi

adalah segala

kondisi yang

menyebabkan

anak tersebut

berada dalam

keadaan terancam,

tertekan,

terdiskriminasi,

dan terhambat

aksesnya untuk

bisa tumbuh

kembang secara

optimal. Anak-

anak korban

eksploitasi harus

ditangani secara

optimal mulai dari

pelayanan

kesehatan,

rehabilitasi sosial

hingga pada

pemulangan dan

reintegrasi.

d. Anak yang masuk

dalam kelompok

minoritas dan

terisolasi

Memastikan

bahwa anak-anak

dari kelompok

minoritas dan

terisolasi dijamin

haknya untuk

menikmati

budaya, bahasa,

dan

kepercayaannya.

Tahap pengembangan KLA

sesuai Peraturan Menteri PPPA No.

11 Tahun 2011 tentang Kebijakan

Pengembangan Kabupaten/Kota

Layak Anak terbagi dalam enam

tahapan, yaitu (1) Persiapan, (2)

Perencanaan, (3) Pelaksanaan, (4)

Pemantauan, (5) evaluasi, dan (6)

Pelaporan.

Dalam mengukur suatu

pemerintahan daerah dalam

melaksanakan pengembangan KLA,

berdasarkan Peraturan Menteri PPPA

No. 12 tahun 2011 tentang Indikator

Kabupaten/Kota Layak Anak diatur

Indikator untuk menilai pelaksanaan

pengembangan KLA di suatu

pemerintahan daerah. Indikator

adalah variabel yang membantu

dalam mengukur dan memberikan

nilai dalam mengupayakan terpenuhi

hak anak untuk terwujudnya

Kabupaten/Kota layak anak.

Indikator KLA ini sendiri merupakan

hasil pengembangan dari peraturan

perundang-undangan yang terkait

pemenuhan hak anak. Indikator KLA

ini meliputi dua bagian besar, yaitu

(1) penguatan kelembagaan, dan (2)

klaster hak anak.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan

metode penelitian deskriptif

kualitatif. Pemilihan metode

deskriptif kualitatif adalah karena

kebutuhan dari penelitian ini untuk

mendeskripsikan data APBD. Selain

itu, untuk menggambarkan secara

rinci dan mendetail atas data yang

didapat nantinya. Penelitian kualitatif

ini menggunakan metode

kepustakaan.

Studi kepustakaan sendiri

ialah serangkaian kegiatan yang

berkenaan dengan metode

pengumpulan data pustaka,

membaca, dan mencatat serta

mengolah bahan penelitian21

. Selain

21

Mestika Zed; Metode Penelitian

Kepustakaan. 2008. Hal. 3

itu, studi pustaka juga dapat

didefinisikan sebagai suatu penelitian

yang bertujuan untuk mengumpulkan

data dan informasi dengan bantuan

buku-buku, periodikal-periodikal,

naskah-naskah, catatan-catatan, kisah

sejarah tertulis, dokumen-dokumen

dan materi pustaka lainnya22

.

Dalam memenuhi tujuan

penelitian ini, studi pustaka akan

diterapkan sebagai metode dalam

pengumpulan data dan juga

pengolahan dari data tersebut.

Pengunaan studi pustaka dalam

pengolahan data pada penelitian ini

yaitu dilakukan dengan bentuk

analisa antar dokumen-dokumen.

Data-data yang dibutuhkan dalam

penelitian ini merupakan data-data

pustaka, yaitu dokumen resmi

lembaga pemerintahan yaitu

Pemerintah Kabupaten Malang.

Subjek pada penelitian ini

adalah APBD Kabupaten Malang

2014 untuk pelaksanaan Kota Layak

Anak. Fokus dalam penelitian ini

adalah ketersediaan alokasi anggaran

dalam APBD Kabupaten Malang

2014 yang memiliki kaitan dengan

pemenuhan hak anak sesuai

Indikator KLA dan juga Perda

Kabupaten Malang no. 11 tahun

2013 tentang Penyelenggaraan

Pemenuhan Hak Anak. Fokus

penelitian tersebut dijabarkan seperti

berikut ini:

a. Penelitian ini meneliti

secara garis besar alokasi

belanja baik belanja

langsung atau tidak

langsung pada APBD

Kabupatern Malang 2014

yang terkait

22

Drs. Komarudin, Kamus Riset. 1984. Hal.

145

penyelenggaraan

pemenuhan hak anak

pada seluruh SKPD yang

ada. Hal ini dikarenakan

dalam penyelenggaraan

pemenuhan hak anak

tersebut merupakan

tanggung jawab lintas

SKPD sehingga harus

dilihat dari keseluruhan

SKPD. Pemilihan tahun

dokumen 2014 ini sendiri

didasari dari Perda

Kabupaten Malang No.

11 tahun 2013 tentang

Penyelenggaraan

Pemenuhan Hak Anak

yang baru diterbitkan

pada tahun 2013 lalu.

b. Kemudian, berdasarkan

hasil analisis atas alokasi

anggaran pada tiap SKPD

tersebut, akan

dikomparasikan dengan

Perda Kabupaten Malang

No. 11 tahun 2013

tentang Penyelenggaraan

Pemenuhan Hak Anak.

setelah dilakukan

komparasi dengan Perda

tersebut, hasil analisis

tersebut akan dilhat pula

dari indikator

Kota/Kabupaten Layak

Anak seperti yang telah

diatur oleh Peraturan

Menteri Pemberdayaan

Perempuan dan

Perlindungan Anak No.

12 tahun 2011 tentang

Indikator Kabupaten/Kota

Layak Anak. Hal ini

dilakukan untuk melihat

secara keseluruhan dari

program dalam APBD

apakah masih ada yang

kurang atau tidak dari

Perda tersebut dengan

indikator yang sudah

ditetapkan sebelumnya.

c. Dari hasil analisa itulah

akan dilihat seberapa

besar anggaran dalam

rangka implementasi

Perda Pemenuhan Hak

Anak dan juga dapat

dilihat apakah alokasi-

alokasi tersebut sudah

memenuhi indikator

Kabupaten/Kota Layak

Anak sesuai aturan

Menteri Pemberdayaan

Perempuan dan

Perlindungan Anak.

Proses pengumpulan data ini

dilakukan dengan mengunduh

dokumen APBD Kabupaten Malang

2014 di situs resmi Pemerintah

Daerah Kabupaten Malang. Apabila

data yang dibutuhkan tidak bisa

diakses secara daring, maka data

yang diperlukan didapat melalui

instansi-instansi Pemerintah Daerah

yang terkait.

Terdapat beberapa model

analisa data pada penelitian

kualitatif. Salah satunya adalah

model Miles dan Huberman.

Terdapat tiga kegiatan dalam

menganalisa data menurut model

Miles dan Huberman, yaitu23

:

1. Reduksi Data

Reduksi data merujuk

pada proses pemilihan,

pemfokusan,

penyederhanaan,

abstraksi, dan

pentransformasian data

mentah yang didapatkan.

23

Emzir; Analisis Data: Metodologi

Penelitian Kualitatif. 2012. Hal. 129

Melalui pereduksian data

ini peneliti dapat

memilah-milah data yang

didapat, sehingga

penelitian akan terfokus

dan data-data yang tidak

diperlukan dalam

penelitian ini dapat

dikesampingkan.

2. Model Data (Data

Display)

Model dalam hal ini

didefinisikan sebagai

suatu kumpulan informasi

yang tersusun yang

membolehkan

pendeskripsian

kesimpulan dan

pengambilan tindakan.

Melalui tampilan model

ini membantu memahami

apa yang terjadi dan

melakukan suatu analisis

lanjutan atau tindakan

didasarkan pada

pemahaman tersebut.

3. Penarikan Kesimpulan

Dalam penarikan

kesimpulan, setelah

melakukan kegiatan

analisis data, peneliti

mulai memutuskan

apakah makna sesuatu

dari data tersebut,

mencatat keteraturan,

pola-pola, penjelasan,

konfigurasi yang

mungkin, dan proposisi-

proposisi. Makna-makna

yang telah didapatkan

dalam penarikan

kesimpulan ini tentunya

harus diujikan

keabsahannya.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Total SKPD yang memiliki

program terkait pemenuhan hak anak

sebanyak 19 SKPD. Selain alokasi

dari program SKPD, pemenuhan hak

anak pada Kabupaten Malang

dianggarkan pula pada Belanja Hibah

dan Bantuan Sosial. Hak anak yang

dimaksud sendiri merupakan hak

anak yang diatur dalam Perda

Kabupaten Malang no. 1 tahun 2013

tentang Penyelenggaraan Pemenuhan

Hak Anak serta dari Indikator KLA

yang dikeluarkan oleh Kementrian

PPPA berdasarkan Permen PPPA no.

12 tahun 2011 tentang Indikator

Kabupaten/Kota Layak Anak.

Total keseluruhan program

yang terkait dengan pemenuhan hak

anak baik dari SKPD ataupun belanja

hibah dan bantuan sosial sebesar Rp.

263,621,869,269.-. Total alokasi

tersebut merupakan 9.30% dari total

belanja APBD Kabupaten Malang.

Total anggaran program yang

terkait pemenuhan hak anak sebesar

Rp. 263,621,869,269.- merupakan

9.30% dari total alokasi belanja

APBD Kabupaten Malang 2014.

Alokasi tersebut terbagi dalam 19

SKPD serta Belanja Hibah dan

Bantuan Sosial. Dari keseluruhan

alokasi tersebut, amanat Peraturan

Daerah Kabupaten Malang no. 11

tahun 2013 tentang Penyelenggaraan

Pemenuhan Hak Anak serta indikator

dari KLA itu sendiri sebagian besar

sudah masuk dalam pengalokasian

tersebut.

Dari total anggaran program

yang terkait pemenuhan hak anak

sebesar Rp. 263,621,869,269.- atau

9.30% dari total alokasi belanja

Kabupaten Malang 2014, anggaran

sebesar itu menjadi salah satu

penentu bahwa Kabupaten Malang

sedang menuju Kabupaten Layak

Anak. Dengan alokasi anggaran

hampir sepersepuluh dari total

alokasi belanja, tentunya pemenuhan

hak anak menjadi salah satu isu yang

cukup menarik perhatian. Selain total

anggaran tersebut, dengan penerbitan

Perda Kabupaten Malang no. 11

tahun 2013 tentang Penyelenggaraan

Pemenuhan Hak Anak, menunjukan

bahwa Kabupaten Malang

berkomitmen dalam menuju

terciptanya Kabupaten Malang

sebagai Kabupaten Layak Anak.

SKPD Dinas Pendidikan

dengan Rp. 84,462,194,300.-

merupakan SKPD dengan alokasi

anggaran program terkait hak anak

paling besar. Dinas Perindustrian,

Perdagangan dan Pasar menjadi

SKPD dengan alokasi anggaran Rp.

31,200,000.- untuk program terkait

pemenuhan anak paling kecil. Hal ini

dapat dimaklumi karena Dinas

Perindustrian, Perdagangan dan

Pasar bukan merupakan SKPD

dengan program yang dikhususkan

bagi anak.

SKPD dengan total program

terbanyak adalah Sekretariat Daerah

dengan 10 program. Dalam dokumen

APBD Kabupaten Malang 2014

sendiri, Sekretariat Daerah dipecah

dalam 14 bagian, dan dari bagian-

bagian tersebut lima bagian

diantaranya memiliki program terkait

pemenuhan hak anak. Jadi, Dinas

dengan alokasi program terkait hak

anak terbanyak adalah Dinas

Kesehatan dengan sembilan program.

Dinas-dinas selanjutnya dengan

program terbanyak yaitu Dinas

Pendidikan dengan tujuh program,

Dinas Sosial dengan enam program

dan Dinas Pemuda dan Olahraga

dengan empat program.

Dari dinas-dinas yang

memiliki program terkait pemenuhan

hak anak terbanyak, dapat dilihat

bahwa Pemerintah Daerah

Kabupaten Malang dalam

melaksanaan pemenuhan hak anak

menjadikan urusan kesehatan dan

pendidikan sebagai prioritas utama.

Hal ini sesuai dengan Perda

Kabuopaten Malang no. 11 tahun

2013 tentang Penyelenggaraan

Pemenuhan Hak Anak dimana

pelayanan kesehatan serta pendidikan

merupakan dua hak anak yang harus

disediakan oleh Pemerintah Daerah

Kabupaten Malang.

Dalam Perda tersebut juga

mengamanatkan bahwa pelayanan

dalam kesejahteraan sosial

merupakan salah satu hak anak yang

harus disediakan, dan Pemerintah

Daerah Kabupaten Malang melalui

Dinas Sosial berusaha memenuhi hak

tersebut. Selain tiga hak tersebut,

hak-hak anak lainnya yang tercantum

dalam Perda tersebut, pemenuhannya

tersebar dalam 19 SKPD dan juga

Belanja Hibah serta Bantuan Sosial.

Hak anak yang dimaksud dalam

Perda Kabupaten Malang no. 11

tahun 2013 tentang Penyelenggaraan

Pemenuhan Hak Anak adalah:

1. Akta kelahiran;

2. Pelayanan kesehatan;

3. Pendidikan;

4. Pelayanan dalam

kesejahteraan sosial;

5. Perlindungan dari

perlakuan salah;

6. Sarana prasarana bermain,

berolahraga, seni budaya;

dan

7. Akses partisipasi dan

berkumpul serta

bergabung dalam forum

anak.

Dari ketujuh hak anak yang

diatur dalam Perda Kabupaten

Malang no. 11 tahun 2013,

keseluruhannya telah dialokasikan

pada beragam program dalam APBD

Kabupaten Malang 2014. Selain hak

anak berdasarkan perda tersebut,

penilaian untuk menjadi KLA juga

dapat dinilai berdasarkan indikator

KLA yang dikeluarkan oleh

Kementrian PPPA. Dari 31 indikator,

sudah hampir sebagian besar dari

indikator tersebut teralokasikan pada

program SKPD Pemerintah Daerah

Kabupaten Malang. Indikator KLA

sendiri didasarkan pada pengeuatan

kelembagaan serta lima klaster hak

anak. Kelima klaster tersebut adalah:

1. Hak Sipil dan Kebebasan

2. Lingkungan Keluarga dan

Pengasuhan Alternatif

3. Kesehatan Dasar dan

Kesejahteraan

4. Pendidikan, Pemanfaatan

Waktu Luang, dan

Kegiatan Budaya

5. Perlindungan Khusus

Kekurangan dari alokasi

program yang terkait pemenuhan hak

anak pada APBD Kabupaten Malang

2014 adalah alokasi-alokasi tersebut

mayoritas merupakan bukan program

yang dialokasikan khusus untuk

anak. Pemenuhan hak anak masih

nimbrung dengan alokasi program

lainnya.

Selain itu, dalam bidang

pendidikan, program yang

dianggarkan Kabupaten Malang

adalah wajib belajar sembilan tahun.

Sedangkan dalam Perda no. 11 tahun

2013 dan juga indikator KLA itu

sendiri, Pemerintah Daerah

dibebankan untuk menyelenggarakan

wajib belajar 12 tahun. Namun, pada

tahun anggaran 2014 ini, wajib

belajar 12 tahun sudah mulai dirintis

dengan adanya alokasi mengenai

rintisan wajib belajar 12 tahun.

Dalam bidang pencatatan

kelahiran, indikator KLA

menetapkan bahwa yang dinilai

adalah adanya pembebasan bea pada

saat pengurusan akta kelahiran. Dari

program yang dianggarkan pada

APBD Kabupaten Malang 2104,

tidak dapat dideteksi apakah sudah

bebas bea atau tidak dikarenakan

tidak adanya program yang secara

khusus dianggarkan untuk

pembebasan bea pengurusan akta

kelahiran.

Dengan kata lain, Kabupaten

Malang sudah menuju Kabupaten

Layak Anak karena dari 31 indikator

dari KLA, Kabupaten Malang sudah

menganggarkan program pemenuhan

indikator tersebut. Namun,

Kabupaten Malang memerlukan

program-program yang memang

dikhususkan bagi terjadinya

pemenuhan hak anak, tidak hanya

nimbrung dengan program-program

yang sudah ada.

Kesimpulan

Dari penelitian ini,

kesimpulan mengenai alokasi APBD

Kabupaten Malang 2014 terhadap

pemenuhan hak anak dalam rangka

Kabupaten Layak Anak adalah

sebagai berikut:

1. Komitmen politik

diselenggarakan dengan baik dapat

kita telusuri melalui alokasi anggaran

kegiatan yang mendukung pelaksaan

komitmen tersebut. Dalam konteks

pelaksanaan pemenuhan hak anak

menuju terciptanya Kabupaten

Malang sebagai Kabupaten Layak

Anak, jumlah alokasi anggaran

program yang memiliki kaitan

dengan pemenuhan hak anak sebesar

Rp. 263,621,869,269.-. Alokasi

tersebut merupakan 9.30% dari total

alokasi belanja Pemerintah

Kabupaten Malang dalam APBD

Kabupaten Malang 2014. Program

yang memiliki kaitan dengan

pemenuhan hak anak tersebar dalam

19 SKPD serta Belanja Hibah dan

Bantuan Sosial.

2. Dinas yang

mengalokasikan anggaran terbesar

untuk program pemenuhan hak anak

adalah Dinas Pendidikan dengan Rp.

84,462,194,300.- dan Dinas

Kesehatan dengan Rp.

66,697,623,700.-. Untuk

perencanaan program yang memiliki

kaitan dengan pemenuhan paling

banyak yaitu Dinas Kesehatan

dengan sembilan program, Dinas

Pendidikan dengan tujuh program,

dan Dinas Sosial dengan enam

program. Dengan demikian, dalam

pemenuhan hak anak, Pemerintah

Kabupaten Malang memiliki

prioritas pada bidang pendidikan dan

juga kesehatan karena kedua bidang

tersebut memiliki program serta

alokasi anggaran terbesar dalam

pemenuhan hak anak.

3. Penentuan program-

program yang memiliki kaitan

dengan pemenuhan hak anak

didasarkan pada Peraturan Menteri

Negara Pemberdayaan dan

Perlindungan Anak Republik

Indonesia no. 12 Tahun 2011 tentang

Indikator Kabupaten/Kota Layak

Anak dan juga Perda Kabupaten

Malang no. 11 tahun 2013 tentang

Penyelenggaraan Pemenuhan Hak

Anak. Dari kedua dokumen tersebut

diklasifikasikan program-program

yang memiliki kaitan dengan

pemenuhan hak anak. Dengan

adanya Perda tersendiri yang

mengatur penyelenggaraan

pemenuhan hak anak, serta alokasi

sebesar Rp. 263,621,869,269.- atau

9.30% dari total alokasi belanja

APBD untuk program terkait

pemenuhan hak anak, menunjukan

komitmen Kabupaten Malang

menuju Kabupaten Layak Anak.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Emzir. 2012. Metodologi Penelitian

Kualitatif: Analisis Data.

Jakarta: Rajawali Pers.

Gunarsa, Singgih D. 1982. Dasar

dan Teori Perkembangan

Anak. BPK Gunung Mulia.

Herdiansyah, Haris. 2011. Metode

Penelitian Kualitatif untuk

Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta:

Salemba Humanika

Hudiyanto. 2004. Ekonomi Politik.

Jakarta: Bumi Aksara.

Komarudin. 1984. Kamus Riset.

Bandung: Penerbit Angkasa

Bandung

Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor

Publik. Yogyakarta: ANDI

_________. 2002. Otonomi dan

Manajemen Keuangan

Daerah. Yogyakarta: ANDI

Moleong, Lexy J. 1989. Metode

Penelitian Kualitatif.

Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Nugroho, Riant. 2012. Public Policy.

Jakarta: Elex Media

Komputindo

Parsons, Wayne. 2006. Public

Policy: Pengantar Teori &

Praktik Analisis Kebijakan.

(Tri Wibowo Budi Santoso,

Penerjemah). Jakarta:

Kencana

Suhadak, & Nugroho, Trilaksono.

2007. Paradigma Baru

Pengelolaan Keuangan

Daerah dalam Penyusunan

APBD di Era Otonomi.

Malang: Bayumedia dan

Lembaga Penerbitan &

Dokumentasi FIA – Unibraw.

Wahab, Solichin Abdul. 2011.

Pengantar Analisis

Kebijakan Publik. Malang:

UMM Press.

Zed, Mestika. 2008. Metode

Penelitian Kepustakaan.

Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia

Dokumen

World Bank. 1998. Public

Expenditure Management

Handbook. Washington D.C.

Dokumen Negara

Indeks Pembangunan Manusia

Kabupaten Malang Tahun

2011

Kabupaten Malang Dalam Angka

Tahun 2012

Peraturan Daerah Kabupaten Malang

No. 11 Tahun 2013

Peraturan Daerah Kabupaten Malang

No. 17 Tahun 2013

Peraturan Daerah Kabupaten Malang

No. 2 Tahun 2011

Peraturan Menteri Dalam Negeri No.

13 Tahun 2006

Peraturan Menteri Dalam Negeri No,

32 Tahun 2011

Peraturan Menteri Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan

Anak No. 11 Tahun 2011

Peraturan Menteri Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan

Anak No. 12 Tahun 2011

Peraturan Menteri Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan

Anak No. 13 Tahun 2011

Peraturan Menteri Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan

Anak No. 14 Tahun 2011

Peraturan Pemerintah No. 38

Tahun2007

Web

http://kla.or.id/index.php?option=co

m_content&view=article&id

=2252:kabupaten-malang-

meraih-penghargaan-

kabupaten-layak-anak-

tingkat-madya-tahun-

2013&catid=77:malang&Ite

mid=100 (diakses pada 24

April 2014 pukul 15:52)

http://www.malangkab.go.id (diakses

pada 11 November 2014 pukul

10.00)