PEREMPUAN YANG TIDAK BOLEH DINIKAHI DALAM ISLAM (Konsep Mahrom)

21
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan yang dalam istilah Agama adalah “NIKAH” ialah melakukan suatu aqad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara laki-laki dan wanita untuk menghalalkan kelaminnya antara kedua belah pihak 1 . Oleh karena itu walaupun laki-laki bisa menikah dengan perempuan mana pun,tetapi disini ada pembatas yang bersifat larangan. Yaitu tidak boleh menikah dengan wanita-wanita yang memang diharamkan yang biasa disebut dengan Mahrom. Mahrom ini bisa karna hubungan Nasab,hubungan sesusuan, dan hubungan karena perkawinan. Mahrom karena perkawinan yang dulunya keluarga wanita bisa untuk dinikahi tetapi karena setelah akad nikah sehingga keluarga atau saudara wanita tidak bisa untuk dinikahi. Selain itu juga bisa dikarenakan beda Agama yang bukan samawi. Dalam mahram inilah kemudian juga menjalur menjadi hukum-hukum yang mana jika selain mahram mempunyai larangan-larangan, yang menjadi dampak mahram. Didalam makalah inilah kami sebagai penulis akan mencoba menjelaskan untuk lebih jelasnya, meskipun mungkin banyak terjadi kesalahan. 1 Ny.Soemiyati,S.H. Hukum perkawinan Islam dan UU perkawinan.(Liberty : Yogyakarta, 2007). Hal 08 0

Transcript of PEREMPUAN YANG TIDAK BOLEH DINIKAHI DALAM ISLAM (Konsep Mahrom)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan yang dalam istilah Agama adalah “NIKAH”

ialah melakukan suatu aqad atau perjanjian untuk

mengikatkan diri antara laki-laki dan wanita untuk

menghalalkan kelaminnya antara kedua belah pihak1.

Oleh karena itu walaupun laki-laki bisa menikah dengan

perempuan mana pun,tetapi disini ada pembatas yang

bersifat larangan. Yaitu tidak boleh menikah dengan

wanita-wanita yang memang diharamkan yang biasa disebut

dengan Mahrom.

Mahrom ini bisa karna hubungan Nasab,hubungan

sesusuan, dan hubungan karena perkawinan. Mahrom karena

perkawinan yang dulunya keluarga wanita bisa untuk

dinikahi tetapi karena setelah akad nikah sehingga

keluarga atau saudara wanita tidak bisa untuk dinikahi.

Selain itu juga bisa dikarenakan beda Agama yang bukan

samawi.

Dalam mahram inilah kemudian juga menjalur menjadi

hukum-hukum yang mana jika selain mahram mempunyai

larangan-larangan, yang menjadi dampak mahram.

Didalam makalah inilah kami sebagai penulis akan

mencoba menjelaskan untuk lebih jelasnya, meskipun

mungkin banyak terjadi kesalahan.

1 Ny.Soemiyati,S.H. Hukum perkawinan Islam dan UU perkawinan.(Liberty : Yogyakarta, 2007). Hal 08

0

B. Rumusan masalah

1. Apa pengertian Mahram..?

2. Siapa saja perempuan-perempuan yang tidk boleh

dinikahi..?

3. Bagai mana dampak hukum mahram..?

C. Tujuan Penulis

1. Untuk memenuhi Tugas Hukum Perkawinan Islam

2. Untuk mengetahi perempuan-perempuan yang harm untuk

dinikahi dan dasar hukumnya

3. Untuk mengetahui Dampak Hukum Mahram

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mahrom dan dasar hukum mahrom

Istilah mahram adalah istilah yang terdapat di dalam

bab fiqih nikah. Berasal dari kata haram yang artinya

tidak boleh atau terlarang. Dari asal kata ini kemudian

terbentuk istilah mahram, yang pengertiannya wanita atau

laki-laki yang haram untuk dinikahi. Atau bisa dikatakan

Mahrom adalah wanita yang terlarang mengwaininya2.

Mahrom ini terbagi menjadi dua, yaitu Mahrom Muabad

dan Ghoiru Muabbad. menurut istilah muabbad bermakna

abadi, berkesinambungan, terus-terusan, un-limted atau

2 Kamal mukhtar. Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan.bulan Bintang.1993 hal 44

1

mahrom yang tidak boleh dinikahi selama-lamanya. Dan

makna ghairu muabbad adalah lawannya, yaitu untuk

sementara waktu, temporal, limited dan terbatas waktunya

atau orang yang tidak boleh dinikahi sementara waktu.

Yang menjadi Dasar Hukumnya sebagaimana Alloh berfirman

dalam Surat An Nisa : 22-24

لا ) ي� ب � اء س � ا وس ي� ق� ة� وم� � ش اح� ان� ف�� ة ك� ن�� لف� إ" د س� ا ف�� ا م� ل ساء إ" ن� إل�ن� م م� ك� او2 ب34 ح إ6 ك ا ب�9 وإ م� كح ي� م22ولا ت�> ك ب@> ا ه م� م إ2 ك لي� ت� ع� رم� (ح�

�ن م م� ك ب@> وإ خ�� م وإ2 ك عي� �� رض ي� إ2 � ت@ ا م إل�ل ك ب@> ا ه م� وإ2 ت� ح�� ات� إلا2 ي� ت@3 و خ� ات� إلا2 ي� ت@3 م و ك ب@> الا م وخ�� ك ب@> ا م م وع� ك ب@> وإ خ�� م وإ2 ك ب@> ا ي� ت@3 ولا هن� ف�� م ب�3 لت� وإ دخ�� ون�� ك م ب�> ن� ل� ا" هن� ف�� م ب�3 لت� ي� دخ�� � ت@ ا م إل�ل ك ساب�2 ن� ن�� م م� ورك� ح3 ي� ح� ي� ف� � ت@ ا م إل�ل ك ي3 cd4ت ا ب34 م ور ك ساب�2 هات� ن�� م� وإ2 اعة� ض�� إل�رورإ ف� ان� غ�� ك� ن� إهلل لف� إ" � د س ا ف�� ا م� ل إ" �ن ي� ت� ح�� ن� إلا2 mي وإ ب�3 مع ج3 ن� ت�� م وإ2 ك لاب�3 � ض ن� إ2 ن� م� ي@� د� م إل� ك اب�2 ي� ت@3 ل إ2 لاب�2 م وخ� ك لي� اخ ع� ت� ح�3

ما ) ي� (23رح�م ك وإل� م� ا2 وإ ب�3 ع� ت� ب3 ن� ب�> م إ2 ك ل� ا ورإء د� م م� ك ل ل� خ� م وإ2 ك لي� ع� ات3 إهلل ي� م ك� ك اب94 م ي�4 ت� إ2 ك ل ا م� ا م� ل اء إ" س ن� إل�ن� ات� م� ي� ص مح وإل�د ع ن� ب�3 ة م� م ن�3 ت� ب� �� رإض ا ت�� م ي� c��م ف ك لي� اخ ع� ت� ة� ولا ح�3 � ض ي@� �ر ن� ف� وره� خ�3 ن� إ2 وه� ن�� ا6 هن� ف�� ن� ة م� م ن�3 عت� مت� ي� � ا إس ن� ف��م ي� ح اف�� س ر م� ي� يmن� ع� ي� ص ح م�

ما ) كي� ما خ� لي� ان� ع� ك� ن� إهلل إ" ة� ض� ي@� ف�ر (24إل�Artinya :

“22- Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini

oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau(Jahiliyah).

Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk

jalan (yang ditempuh).

23- Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu

yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara

2

bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-

anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak

perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang

menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua);

anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu

campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah

kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan

bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan

(dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah

terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha

Penyayang.

24- Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami,

kecuali budak-budak yang kamu miliki. (Allah telah menetapkan hukum itu)

sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang

demikian. (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan

untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara

mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai

suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang

kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu.

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

Firman Alloh yang diatas adalah perempuan-perempuan

yang menjadi mahrom yang menurut Hukum Islam adalah orang

yang tidak boleh dinikahi.

B. Perempuan-perempuan yang haram dinikahi

Sebagaimana laki-laki maka perempuan adalah

merupakan rukun dari perkawinan. Walaupun pada dasarnya

tiap laki-laki boleh menikahi wanita mana saja namun

demikian juga diberikan batasan-batasannya.3

Pembatasan itu bersifat larangan. Sifat larangan itu

karena berlainan Agama, Hubungan darah, hubungan susuan

dan hubungan semenda. Larangan diatas itu berlaku untuk

selama-lamanya, tetapi ada juga yang hanya sementara

waktu.

Perempuan yang haram untuk di nikahi terdapat dua macam

pembagian :

1. Perempuan-perempuan yang haram dinikahi untuk selama-

lamanya

Perempuan yang haram dinikahi selama-lamanya terbagi

menjadi tiga macam:

a. Perempuan-perempuan yang haram dinikahi karena

nasab (keturunan)

Adalah :

1. Ibu, nenek (dari garis Ayah atau ibu)

seterusnya keatas

2. Anak perempuan, cucu perempuan, seterusnya

dalam garis lurus kebawah

3. Saudara perempuan kandung maupun saudara

perempuan seayah maupun seibu

4. Bibi, yaitu saudara perempuan ayah maupun

Ibu, sekandung seayah maupun seibu,

seterusnya keatas, yaitu saudara kakek maupun

nenek

4

5. Kemenakan perempuan, yaitu anak perempuan

dari saudara laki-laki maupun saudara

perempuan dan seterusnya kebawah3.

Adapun dari segi kaharaman perempuan-perempuan

dengan nasab (keturunan), sungguh Alloh telah

menetapkan bagi manusia atas fitrah yang

menjauhkan diri memikirkan syahwat terhadap

perempuan-perempuan yang diharamkannya. Termasuk

hal yang mustahil secarah fitrah adalah orang

yang merasakan syahwat dengan sejenis seperti

terhadap Ibunya atau ia hendak berpikir untuk

bersenang-senang dengan Ibunya, karena cinta

kasih yang terjalin4.

b. Perempuan-perempuan yang haram dinikahi karena

semenda(ikatan pernikahan)

Adalah :

1. Mertua, adalah Ibu kandung si Istri demikian

pula nenek si istri dari garis ibu maupun

Ayah dan seterusnya keatas. Haram meikah

dengan mertua dan seterusnya keatas, tidak di

syaratkan telah terjadi persetubuhan antara

suami-istri bersangkutan. Tetapi begitu akan

nikah telah selesai dilaksanakan, maka Mertua

dan seterusnya keatas menjadi Haram untuk di

nikahi

3 Ny.Soemiyati,S.H. Hukum perkawinan Islam dan UU perkawinan.(Liberty : Yogyakarta, 2007). Hal 324 Ali Yusuf As Subki. Fiqih keluarga. Amazah.Jakarta.2010. hal 122

5

2. Anak Tiri, dengan syarat telah terjadinya

persetubuhan antara suami istri tersebut,

jika kemungkina sebelum terjadi persetubuhan

suami dan istri itu bercerai maka boleh untuk

menikahi anak tirinya.

3. Menantu, yaitu istri-istri, cucu-cucunya

demikian seterusnya kebawah tanpa syarat

apapun

4. Ibu tiri, yaitu janda Ayah tanpa syarat

pernah terjadi perseubuhan suami istri.

Dengan terjadnya akad nikah antara Ayah

dengan seorang perempuan menjadikannya haram

nikah antara anak dengan ibu tirinya.

c. Perempuan-perempuan yang haram dinikahi karena

sepersusuan

Mengenai haram karena sepersusuan ini

kedudukannya sama seperti haram karena keturunan.

Hal ini dijelaskan dalam hadis Nabi yang

diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhori-muslim, Abu Daud,

Nasai dan Ibnu Majahdari Aisyah RA yang menyatakan

: “ Diharamkan karena hubungan sepersusuan adalah sama

dengan haram karena hubungan darah/nasab”5.

Sesungguhnya seseorang yang menyusu dari

perempuan maka sebagian fisiknya adalah bagian

dari perempuan tersebut, karena ia tumbuh dari

susunya maka ia menjadi seperti Ibu yang telah

5 Ny.Soemiyati,S.H. Hukum perkawinan Islam dan UU perkawinan.(Liberty : Yogyakarta, 2007). Hal 33

6

melahirkannya. Anak-anaknya menjadi saudara

baginya, dan lain sebagainya.

Berdasarkan pada Hadis Nabi Tersebut, maka yang

termasuk Mahram (Haram untuk dinikahi) karena

sepersusuan itu ialah :

a) Ibu Susuan yaitu Ibu yang menyusui anak itu

b) Nenek Susuan yaitu Ibu dari susuan dan Ibu

dari Ayah susuan dan seterusnya keatas

c) Kemenakan perempuan susuan, yaitu cucu-cucu

dai ibu susuan

d) Bibi susuan yaitu saudara perempuan dari Ibu

susuan maupun saudara perempuan dari Ayah

susuan, dan sterusnya keatas

e) Saudara perempuan sesusuan, baik sekandung,

seayah maupun seibu. Saudara perempuan

sesusuan sekandung ialah saudara perempuan

dari Ibu sesusuan dan Ayah sesusuan.

Sedangkan saudara sesusuan seayah ialah anak-

anak perempuan ayah susuan dengan wanita

lain. Saudara perempuan sesusuan seibu ialah

anak perempuan ibu susuan dengan laki-laki

lain.

Beberapa Ulama memberikan penjelasan-penjelasan

dan pembatasan mengenai larangan waktunya menyusu

dan berapa kali menyusu serta berapa banyak air

susu ibu setiap kali menyusu itu, baru berakibat

menjadikan orang-orang bersangkutan menjadi

saudara sesusuan karena Hukum.7

Dilihat dari segi waktunya terjadinya

penyusuan, para ahli-ahli Agama sepakat, bahwa

saat itu haruslah selagi umur sibayi masih

menjadikan air susu ibunya atau wanita lain

menjadi sumber makanan pokok untuk pertumbuhan

jasmaninya. Selain itu seluruhnya harus dilakukan

ketika sibayi belum disapih. Apabila ha itu

dilakukan setelah masa disapih atau sebagian

dilakukan sebelum masa itu sedang sebagian yang

lain sesudahnya, maka perempuan itu dianggap

bukan ibu susuannya6. Tetapi dengan banyaknya

bilangan berbeda-beda pendapat

Mengenai berapa bilangan susuan yang

mengharamkan, ada beberapa pendapat yang

dikemukakan, antara lain7:

a) Par

a Ulama Madzhab Hanafi dan Maliki tidak

memperhatikan bilangan, sedikit atau banyak,

asalkan benar-benar menyusui kenyang

menyebabkan Haram untuk dinikahi

b) Ima

m Syafi’i membatasi paling sedikit lima

susuan kenyang.

Disini kita harus tahu bahwa kerabat anak ini

(selain anak keturunannya) tidak ada hubungan apa

6 M.Saleh al Usmani, A.Aziz Ibn Muhammad Daud. Pernikahan Islami: Dasar Hukum Hidup Berumah Tangga. Risalah Gusti,1991. Hal 087 Ny.Soemiyati,S.H. Hukum perkawinan Islam dan UU perkawinan.(Liberty : Yogyakarta, 2007).Hal 34

8

pun dengan perempuan penyusu itu, karenanya

diperbolehkan bagi saudara senasab anak ini jika

menikah dengan ibu yang menyusui atau saudara

sesusuan. Tetapi keturunan anak ini otomatis

menjadi cucu-cucu perempuan itu dengan suaminya

(yang memiliki air susu).

d. Perempuan yang telah terkena sumpah Li’an (ketika

sudah suami istri)

Apabila seorang suami menuduh sang istri

berbuat zina tanpa ada saksi yang cukup, maka

sebagai gantinya suami mengucapkan persaksian

kapada Alloh bahwa ia di pihak yang benar dalam

tuduhannya itu sampai empat kali, dan kelimanya ia

bersedia menerima laknat Alloh apabila ternyata ia

berdusta dalam tuduhannya. Sedangkan istri yang

dituduh akan bebas dari hukuman zina apabila ia

menyatakan persaksian terhadap Alloh bahwa

suaminya berdusta sampai empat kali, dan yang

kelimanya bersedia menerima laknat Alloh apabila

suaminya benar.

Sumpak laknat seperti di atas disebut sumpah

li’an. Ketentuan mengenai ketentua sumpah li’an ini di

cantumkan dakam Al-Qur’an Surah An Nur : 6-9.

Artinya :

“6. Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal

mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri,

maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan

9

nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang

benar.

7. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika dia

termasuk orang-orang yang berdusta

8.Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat

kali atas nama Allah sesungguhnya suaminya itu benar-benar

termasuk orang-orang yang dusta.

9. dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika

suaminya itu termasuk orang-orang yang benar”.( An Nur : 6-9.)

Akibat dari diucapkannya sumpah li’an itu maka

hubungan suami istri ini menjadi putus, dan

diantara keduanya haram untuk menikah kembali

(Rujuk) selamanya.

Dalam Undang-undang Perkawinan, larangan perkawinan

ini atur dalam pasal 8. Ketentuan dalam pasal 8 itu

telah sangat mendekati ketentuan-ketentuan larangan

perkawinan dalam islam. Hanya mengenai larangan dengan

anak tiri, yang menurut Hukum Perkawinan Islam ada

syarat tertentu seperti yang telah diterangkan diatas

tadi,

Bunyi pasal 8 8:

Perkawinan dilarang antara dua orang yang :

a. Berhubungan darah dalam geris keturunan lurus

keatas dan kebawah

8 Ny.Soemiyati,S.H. Hukum perkawinan Islam dan UU perkawinan.(Liberty : Yogyakarta, 2007). Hal 141

10

b. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping

yaitu antara saudara orang tua dan antara saudara

dengan saudara neneknya

c. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri,

menantu, ibu/bapak tiri

d. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak

susuan, dan sudara susuan dan bibi atau paman

susuan

e. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi

atau kemenakan dari istri, dalam hal seorang suami

beristri lebih dari seorang

f. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau

peraturan lain yang berlaku dilarang kawin.

Larangan-larangan perkawinan yang dirumuskan dalam

pasal 8 tersebut diatas, adalah larangan-larangan

perkawinan yang bersifatnya adalah untuk selama-

lamanya.

2. Perempuan-perempuan yang haram dinikahi untuk sementara

waktu

Mereka adalah perempuan yang sebab keharamannya

suatu perkara yang dapat dihilangkan. Oleh karena itu,

keharamannya masih ada selagi perkaranya masih ada

Seperti perempuan musyrik atau menjadi istri orang

lain. Perkara-perkara ini dapat hilang, jika telah

hilang maka hilang pula keharamannya.

a. Mengumpulkan dua orang perempuan yang masih

saudara, baik saudara kandung maupun saudara

seayah atau saudar siIbu maupun saudara11

sepersusuan. Kecuali secara bergantian9. Misalnya,

kawin dengan kakaknya kemudian dicerai, dan

diganti dengan mengambil adiknya, atau salah satu

meninggal, kemudian menggambil yang satunya lagi

sebagai istri. Ketentuan mengenai larangan ini

terdapat dalam :

1) Firman Alloh :

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu...dan

wanita yang bersaudara, kecuali apa yang telah

terdahulu.....(QS. An Nisa :23)

2) Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhori-

Muslim, dari Abu Hurairah bahwa “Dilarang

mengumpulkan (sebagai istri)antara seorang wanita

dengan saudara ayahnya yang perempuan, dan dengan

saorang wanitadengan saudara ibunya yang perempuan”

Adapun sebabnya mengapa dilarang mengumpulkan dua

orang perempuan yang masih saudara adalah supaya

hubungan darah tidak putus.

b. Perempuan yang terpelihara, yaitu perempuan yang

masih bersuami, tetapi jika ia dicerai oleh

suaminya atau ditinggal mati suaminya sebelum masa

‘iddah-nya selesai maka perempuan ini tidak boleh

dinikahi, jika telah selesai maka boleh untuk

dinikahi10.

9 Ny.Soemiyati,S.H. Hukum perkawinan Islam dan UU perkawinan.(Liberty : Yogyakarta, 2007). Hal 3510 M.Saleh al Usmani, A.Aziz Ibn Muhammad Daud. Pernikahan Islami: Dasar Hukum Hidup Berumah Tangga. Risalah Gusti,1991. Hal 11

12

c. Wanita yang ditalak tiga kali oleh suaminya, maka

haram untuk dikawini lagi oleh bekas suaminya,

kecuali jika perempuan itu menikah dengan laki-

laki lain, kemudian bercerai dan habis masa

‘iddah-nya, maka ini boleh dikawini lagi oleh

bekas suami yang dulu11.

d. Pernikahan yang kelima, selama masih berada dalam

ikatan pernikahan yang keempat, maka tidak halal

bagi seorang lai-laki menikah kelima kalinya

hingga ia berpisah dengan salah satunya dan telah

habis masa iddahnya, tidaklah terkumpul antara

lima atau lebih dalam pernikahan, karena islam

tidak memperblehkan mengumpulkan yang lebih dari

empat, mengumpulkan dalam masa ‘iddah seperti

mengumpulkan dalam masa nikah, karena ia masih

dalam masa ‘iddah sehingga pernikahan masih

terjalin secara hukum. Karena itu jika dinkahi

perempuan yang kelima sebagian darikeempat istri

atau masing-masing mereka masih dalam keadaan

iddah maka ia tetap dalam keadaan menikah secara

hukum yang kelima ini tidak boleh, baik ketika ia

dalam massa iddah akibat talak Raj’i atau Ba’in Qubra.

Berbeda dengan Asy-Syafi’i yang memperblehkan

menikah yang kelima jika perempuannya dalam

‘iddahnya dengan talak ba’in qubra,karena pernikahan

11 Ali Yusuf As Subki. Fiqih keluarga:pedoman berkeluarga dalam islam. Amazah.Jakarta.2010. hal 128

13

dianggap hilangdan selesai dengan talak ba’in qubra

meskipun ia masih dalam keadaan ‘iddah.

e. Menikahi budak perempuan sedangkan terdapat

perempuan merdeka. Oleh karenanya yang menikahi

perempuan merdeka maka tidak boleh baginya untuk

menikahi budak perempuan hingga istrinya yang

merdeka dicerai dan habis masa’iddahnya.

Alloh berfirman QS.An Nissa:25

”Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak

cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi

beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-

budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu;

sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain[285], karena itu

kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah

maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-

wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula)

wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan

apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian

mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka

separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang

bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-

orang yang takut kepada kemasyakatan menjaga diri (dari

perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik

bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

Sebab tidak dibolehkannya karena dalam

menikahi budak perempuan atas perempuan merdeka

perendahan baginya dan menyakitkan karena

kehormatannya, oleh karenanya hal itu tidak boleh 14

f. Perempuan yang beda Agama kecuali Agama Samawi.

Para ulama Fiqh sepakat bahwa seorang muslim tidak

boleh menikah dengan perempuan yang beda Agama

yang tidak samawi. Yang dimaksud Ulama Fiqh dengan

Agama samawi adalah Agama yang memilki kitab yang

diturunkan pada

saat kemunculan Agama tersebut, ia memiliki nabi

yang diutus yang disebutkan dalam Al-Qur’an yang

mulia yaitu Nasrani dan Yahudi12.

Maka bagi setiap perempuan yang tidak

beragama dengan Agama samawi dengan dasar ini

tidak halal untuk menikah dengannnya. Ia dianggap

seperti seorang permpuan musyrik yang tidak boleh

berakad dengannya.

Alloh berfirman dalam QS.Al Baqarah : 221:

Artinya :

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik,

sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang

mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik

hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik

(dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.

Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik,

walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka,

sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.

Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya)

12 Ali Yusuf As Subki. Fiqih keluarga:pedoman berkeluarga dalam islam. Amazah.Jakarta.2010. hal 131

15

kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.( QS.Al

Baqarah : 221)

g. Perempuan Murtad. Tidak halal bagi seorang muslim

dan tidak tetap pernikahannya atas orang kafir dan

tidak pula bagi seorang murtad karena ia telah

keluar pada akidah dan petunjuk yang benar.

Alloh berfirman dalam QS. Al Mumtahanah:10

“Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan)

dengan perempuan-perempuan kafir......”( QS. Al Mumtahanah:10)

h. Perempuan yang memiliki budak laki-laki, maka ia

haram baginya dikarenakan tidak terpenuhinya hak-

hak antara mereka.

i. Perempuan yang sedang berihram baik yang melakukan

akad nikah untuk diri sendiri maupun diwakilkan13.

Menurut pendapat ulama jumhur berdasarkan sabda

Nabi : “ Orang yang berihram tidak menikah dan

tidak dinikahkan dan tidak boleh pula meminang”

j. Kawin dengan pezina, ini berlaku bagi laki-laki

yang baik dengan wanita pelacur, ataupun antara

wanita-wanita yang baik dengan laki-laki pezina

maka haram hukumnya, kecuali setelah masing-masing

menyatakan bertaubat.

Berdasarkan firman Alloh dalam QS.An Nur :03

Artinya :

“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan

perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan

13 M.Saleh al Usmani, A.Aziz Ibn Muhammad Daud. Pernikahan Islami: Dasar Hukum Hidup Berumah Tangga. Risalah Gusti,1991. Hal 11

16

perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki

yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu

diharamkan atas oran-orang yang mukmin”( QS.An Nur :03)

C. Dampak Hukum Mahram

Ketika seorang menjadi mahramnya maka dampak dari

hukum tidak boleh untuk mengawininya sebagaimana seperti

ayat diatas, tetapi halal dinikahi dengan selain

mahramnya. Selain itu jika dengan mahram Halal baginya

bersalaman dan berduaan walau ditempat yang sepi. Halal

ini hanya berlaku untuk dengan mahramnya, tetapi jika

dengan selain mahramnya maka haram hukumnya untuk

bersalaman maupun berduaan.

Sebagaimana Rosululloh SAW bersabda :

“sungguh jika kepala seorang diantara kamu ditusuk dengan jarum besi,itu

lebih baik bagi dia dari pada menyentuh wanita yang tidak halal

baginya”(HR.Thabrani dan Baihaqi)

Selain itu juga Rosululloh mencontohkan bahwa jika

seorang wanita tidak halal maka Roulolloh tidak

menyentuhnya, sebagaimana yang dikatakan oleh Aisyah

R.A :

ت� س ا م� الي وم� ع ب�� ره إهلل م ا إ2 م لا ي�3 ط إ" اء ق�� س لي إل�ن� لم- ع� � ة وس � ة ع�لي لي إل�ل � -ض ول إهلل � د� رس خ�� ا إ2 م� ة� – وإهلل � ش ان�2 ت� ع� ال� ف��ا لام� ن� «. ك� ك عي� اب�� د ب�3 هن� » ف�� لن� د� ع� خ�� إ إ2 د� هن� إ" ول ل� ف� ان� ب�� ط وك� ه� ق�� ف� إمرإ2 ة وس�لم- ك� -ض�لي إل�لة ع�لي� ول إهلل ف� رس� ك�Artinya :

Aisyah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah

pernah menyentuh wanita sama sekali sebagaimana yang Allah perintahkan.

Tangan beliau tidaklah pernah menyentuh tangan mereka.  Ketika baiat,

17

beliau hanya membaiat melalui ucapan dengan berkata, “Aku telah

membaiat kalian.” (HR. Muslim no. 1866).

Disini jelas bahwa Rosululloh tidak pernah menyentuh

wanita walaupun ketika rosul membai’at, sehingga disini

dapat disimpulkan bahwa menyentuh wanita lain yang bukan

muhrim maka itu tidak boleh.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi. Haram

menikahi disini ada dua yaitu yang bersifat selamanya dan

yang bersifat sementara. Haram selamanya mempunyai sebab-

18

sebab antara lain Nasab/keturunan, susuan,pernikahan, dan

karena sumpah Li’an.

Bersifat sementara karena ada suatu hal yang menjadi

pengahalang seorang yang pada waktu itu haram untuk

menikahi wanita tertentu, tetapi apabila penghalang itu

telah hilang maka halal untuk menikahi wanita tersebut.

Dampak Hukum dengan mahram yaitu haram untuk

menikahi,tetapi Halal untuk bersalaman maupun berdua-

duaan, sedangkan selain mahramnya Halal untuk menikahi

teatpi Haram untuk bersalaman dan berdua-duaan.

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Ali Yusuf As Subki. Fiqih keluarga:pedoman berkeluarga dalam

islam. Amazah.Jakarta.2010

2. Kamal mukhtar. Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan.bulan

Bintang.1993

3. M.Saleh al Usmani, A.Aziz Ibn Muhammad Daud. Pernikahan

Islami: Dasar Hukum Hidup Berumah Tangga. Risalah Gusti,1991

4. Ny.Soemiyati,S.H. Hukum perkawinan Islam dan UU perkawinan.

(Liberty : Yogyakarta, 2007).

20