BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkawinan yang dalam istilah Agama adalah “NIKAH”
ialah melakukan suatu aqad atau perjanjian untuk
mengikatkan diri antara laki-laki dan wanita untuk
menghalalkan kelaminnya antara kedua belah pihak1.
Oleh karena itu walaupun laki-laki bisa menikah dengan
perempuan mana pun,tetapi disini ada pembatas yang
bersifat larangan. Yaitu tidak boleh menikah dengan
wanita-wanita yang memang diharamkan yang biasa disebut
dengan Mahrom.
Mahrom ini bisa karna hubungan Nasab,hubungan
sesusuan, dan hubungan karena perkawinan. Mahrom karena
perkawinan yang dulunya keluarga wanita bisa untuk
dinikahi tetapi karena setelah akad nikah sehingga
keluarga atau saudara wanita tidak bisa untuk dinikahi.
Selain itu juga bisa dikarenakan beda Agama yang bukan
samawi.
Dalam mahram inilah kemudian juga menjalur menjadi
hukum-hukum yang mana jika selain mahram mempunyai
larangan-larangan, yang menjadi dampak mahram.
Didalam makalah inilah kami sebagai penulis akan
mencoba menjelaskan untuk lebih jelasnya, meskipun
mungkin banyak terjadi kesalahan.
1 Ny.Soemiyati,S.H. Hukum perkawinan Islam dan UU perkawinan.(Liberty : Yogyakarta, 2007). Hal 08
0
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian Mahram..?
2. Siapa saja perempuan-perempuan yang tidk boleh
dinikahi..?
3. Bagai mana dampak hukum mahram..?
C. Tujuan Penulis
1. Untuk memenuhi Tugas Hukum Perkawinan Islam
2. Untuk mengetahi perempuan-perempuan yang harm untuk
dinikahi dan dasar hukumnya
3. Untuk mengetahui Dampak Hukum Mahram
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mahrom dan dasar hukum mahrom
Istilah mahram adalah istilah yang terdapat di dalam
bab fiqih nikah. Berasal dari kata haram yang artinya
tidak boleh atau terlarang. Dari asal kata ini kemudian
terbentuk istilah mahram, yang pengertiannya wanita atau
laki-laki yang haram untuk dinikahi. Atau bisa dikatakan
Mahrom adalah wanita yang terlarang mengwaininya2.
Mahrom ini terbagi menjadi dua, yaitu Mahrom Muabad
dan Ghoiru Muabbad. menurut istilah muabbad bermakna
abadi, berkesinambungan, terus-terusan, un-limted atau
2 Kamal mukhtar. Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan.bulan Bintang.1993 hal 44
1
mahrom yang tidak boleh dinikahi selama-lamanya. Dan
makna ghairu muabbad adalah lawannya, yaitu untuk
sementara waktu, temporal, limited dan terbatas waktunya
atau orang yang tidak boleh dinikahi sementara waktu.
Yang menjadi Dasar Hukumnya sebagaimana Alloh berfirman
dalam Surat An Nisa : 22-24
لا ) ي� ب � اء س � ا وس ي� ق� ة� وم� � ش اح� ان� ف�� ة ك� ن�� لف� إ" د س� ا ف�� ا م� ل ساء إ" ن� إل�ن� م م� ك� او2 ب34 ح إ6 ك ا ب�9 وإ م� كح ي� م22ولا ت�> ك ب@> ا ه م� م إ2 ك لي� ت� ع� رم� (ح�
�ن م م� ك ب@> وإ خ�� م وإ2 ك عي� �� رض ي� إ2 � ت@ ا م إل�ل ك ب@> ا ه م� وإ2 ت� ح�� ات� إلا2 ي� ت@3 و خ� ات� إلا2 ي� ت@3 م و ك ب@> الا م وخ�� ك ب@> ا م م وع� ك ب@> وإ خ�� م وإ2 ك ب@> ا ي� ت@3 ولا هن� ف�� م ب�3 لت� وإ دخ�� ون�� ك م ب�> ن� ل� ا" هن� ف�� م ب�3 لت� ي� دخ�� � ت@ ا م إل�ل ك ساب�2 ن� ن�� م م� ورك� ح3 ي� ح� ي� ف� � ت@ ا م إل�ل ك ي3 cd4ت ا ب34 م ور ك ساب�2 هات� ن�� م� وإ2 اعة� ض�� إل�رورإ ف� ان� غ�� ك� ن� إهلل لف� إ" � د س ا ف�� ا م� ل إ" �ن ي� ت� ح�� ن� إلا2 mي وإ ب�3 مع ج3 ن� ت�� م وإ2 ك لاب�3 � ض ن� إ2 ن� م� ي@� د� م إل� ك اب�2 ي� ت@3 ل إ2 لاب�2 م وخ� ك لي� اخ ع� ت� ح�3
ما ) ي� (23رح�م ك وإل� م� ا2 وإ ب�3 ع� ت� ب3 ن� ب�> م إ2 ك ل� ا ورإء د� م م� ك ل ل� خ� م وإ2 ك لي� ع� ات3 إهلل ي� م ك� ك اب94 م ي�4 ت� إ2 ك ل ا م� ا م� ل اء إ" س ن� إل�ن� ات� م� ي� ص مح وإل�د ع ن� ب�3 ة م� م ن�3 ت� ب� �� رإض ا ت�� م ي� c��م ف ك لي� اخ ع� ت� ة� ولا ح�3 � ض ي@� �ر ن� ف� وره� خ�3 ن� إ2 وه� ن�� ا6 هن� ف�� ن� ة م� م ن�3 عت� مت� ي� � ا إس ن� ف��م ي� ح اف�� س ر م� ي� يmن� ع� ي� ص ح م�
ما ) كي� ما خ� لي� ان� ع� ك� ن� إهلل إ" ة� ض� ي@� ف�ر (24إل�Artinya :
“22- Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini
oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau(Jahiliyah).
Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk
jalan (yang ditempuh).
23- Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu
yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara
2
bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-
anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang
menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua);
anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu
campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah
kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan
bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan
(dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah
terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
24- Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami,
kecuali budak-budak yang kamu miliki. (Allah telah menetapkan hukum itu)
sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang
demikian. (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan
untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara
mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai
suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang
kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Firman Alloh yang diatas adalah perempuan-perempuan
yang menjadi mahrom yang menurut Hukum Islam adalah orang
yang tidak boleh dinikahi.
B. Perempuan-perempuan yang haram dinikahi
Sebagaimana laki-laki maka perempuan adalah
merupakan rukun dari perkawinan. Walaupun pada dasarnya
tiap laki-laki boleh menikahi wanita mana saja namun
demikian juga diberikan batasan-batasannya.3
Pembatasan itu bersifat larangan. Sifat larangan itu
karena berlainan Agama, Hubungan darah, hubungan susuan
dan hubungan semenda. Larangan diatas itu berlaku untuk
selama-lamanya, tetapi ada juga yang hanya sementara
waktu.
Perempuan yang haram untuk di nikahi terdapat dua macam
pembagian :
1. Perempuan-perempuan yang haram dinikahi untuk selama-
lamanya
Perempuan yang haram dinikahi selama-lamanya terbagi
menjadi tiga macam:
a. Perempuan-perempuan yang haram dinikahi karena
nasab (keturunan)
Adalah :
1. Ibu, nenek (dari garis Ayah atau ibu)
seterusnya keatas
2. Anak perempuan, cucu perempuan, seterusnya
dalam garis lurus kebawah
3. Saudara perempuan kandung maupun saudara
perempuan seayah maupun seibu
4. Bibi, yaitu saudara perempuan ayah maupun
Ibu, sekandung seayah maupun seibu,
seterusnya keatas, yaitu saudara kakek maupun
nenek
4
5. Kemenakan perempuan, yaitu anak perempuan
dari saudara laki-laki maupun saudara
perempuan dan seterusnya kebawah3.
Adapun dari segi kaharaman perempuan-perempuan
dengan nasab (keturunan), sungguh Alloh telah
menetapkan bagi manusia atas fitrah yang
menjauhkan diri memikirkan syahwat terhadap
perempuan-perempuan yang diharamkannya. Termasuk
hal yang mustahil secarah fitrah adalah orang
yang merasakan syahwat dengan sejenis seperti
terhadap Ibunya atau ia hendak berpikir untuk
bersenang-senang dengan Ibunya, karena cinta
kasih yang terjalin4.
b. Perempuan-perempuan yang haram dinikahi karena
semenda(ikatan pernikahan)
Adalah :
1. Mertua, adalah Ibu kandung si Istri demikian
pula nenek si istri dari garis ibu maupun
Ayah dan seterusnya keatas. Haram meikah
dengan mertua dan seterusnya keatas, tidak di
syaratkan telah terjadi persetubuhan antara
suami-istri bersangkutan. Tetapi begitu akan
nikah telah selesai dilaksanakan, maka Mertua
dan seterusnya keatas menjadi Haram untuk di
nikahi
3 Ny.Soemiyati,S.H. Hukum perkawinan Islam dan UU perkawinan.(Liberty : Yogyakarta, 2007). Hal 324 Ali Yusuf As Subki. Fiqih keluarga. Amazah.Jakarta.2010. hal 122
5
2. Anak Tiri, dengan syarat telah terjadinya
persetubuhan antara suami istri tersebut,
jika kemungkina sebelum terjadi persetubuhan
suami dan istri itu bercerai maka boleh untuk
menikahi anak tirinya.
3. Menantu, yaitu istri-istri, cucu-cucunya
demikian seterusnya kebawah tanpa syarat
apapun
4. Ibu tiri, yaitu janda Ayah tanpa syarat
pernah terjadi perseubuhan suami istri.
Dengan terjadnya akad nikah antara Ayah
dengan seorang perempuan menjadikannya haram
nikah antara anak dengan ibu tirinya.
c. Perempuan-perempuan yang haram dinikahi karena
sepersusuan
Mengenai haram karena sepersusuan ini
kedudukannya sama seperti haram karena keturunan.
Hal ini dijelaskan dalam hadis Nabi yang
diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhori-muslim, Abu Daud,
Nasai dan Ibnu Majahdari Aisyah RA yang menyatakan
: “ Diharamkan karena hubungan sepersusuan adalah sama
dengan haram karena hubungan darah/nasab”5.
Sesungguhnya seseorang yang menyusu dari
perempuan maka sebagian fisiknya adalah bagian
dari perempuan tersebut, karena ia tumbuh dari
susunya maka ia menjadi seperti Ibu yang telah
5 Ny.Soemiyati,S.H. Hukum perkawinan Islam dan UU perkawinan.(Liberty : Yogyakarta, 2007). Hal 33
6
melahirkannya. Anak-anaknya menjadi saudara
baginya, dan lain sebagainya.
Berdasarkan pada Hadis Nabi Tersebut, maka yang
termasuk Mahram (Haram untuk dinikahi) karena
sepersusuan itu ialah :
a) Ibu Susuan yaitu Ibu yang menyusui anak itu
b) Nenek Susuan yaitu Ibu dari susuan dan Ibu
dari Ayah susuan dan seterusnya keatas
c) Kemenakan perempuan susuan, yaitu cucu-cucu
dai ibu susuan
d) Bibi susuan yaitu saudara perempuan dari Ibu
susuan maupun saudara perempuan dari Ayah
susuan, dan sterusnya keatas
e) Saudara perempuan sesusuan, baik sekandung,
seayah maupun seibu. Saudara perempuan
sesusuan sekandung ialah saudara perempuan
dari Ibu sesusuan dan Ayah sesusuan.
Sedangkan saudara sesusuan seayah ialah anak-
anak perempuan ayah susuan dengan wanita
lain. Saudara perempuan sesusuan seibu ialah
anak perempuan ibu susuan dengan laki-laki
lain.
Beberapa Ulama memberikan penjelasan-penjelasan
dan pembatasan mengenai larangan waktunya menyusu
dan berapa kali menyusu serta berapa banyak air
susu ibu setiap kali menyusu itu, baru berakibat
menjadikan orang-orang bersangkutan menjadi
saudara sesusuan karena Hukum.7
Dilihat dari segi waktunya terjadinya
penyusuan, para ahli-ahli Agama sepakat, bahwa
saat itu haruslah selagi umur sibayi masih
menjadikan air susu ibunya atau wanita lain
menjadi sumber makanan pokok untuk pertumbuhan
jasmaninya. Selain itu seluruhnya harus dilakukan
ketika sibayi belum disapih. Apabila ha itu
dilakukan setelah masa disapih atau sebagian
dilakukan sebelum masa itu sedang sebagian yang
lain sesudahnya, maka perempuan itu dianggap
bukan ibu susuannya6. Tetapi dengan banyaknya
bilangan berbeda-beda pendapat
Mengenai berapa bilangan susuan yang
mengharamkan, ada beberapa pendapat yang
dikemukakan, antara lain7:
a) Par
a Ulama Madzhab Hanafi dan Maliki tidak
memperhatikan bilangan, sedikit atau banyak,
asalkan benar-benar menyusui kenyang
menyebabkan Haram untuk dinikahi
b) Ima
m Syafi’i membatasi paling sedikit lima
susuan kenyang.
Disini kita harus tahu bahwa kerabat anak ini
(selain anak keturunannya) tidak ada hubungan apa
6 M.Saleh al Usmani, A.Aziz Ibn Muhammad Daud. Pernikahan Islami: Dasar Hukum Hidup Berumah Tangga. Risalah Gusti,1991. Hal 087 Ny.Soemiyati,S.H. Hukum perkawinan Islam dan UU perkawinan.(Liberty : Yogyakarta, 2007).Hal 34
8
pun dengan perempuan penyusu itu, karenanya
diperbolehkan bagi saudara senasab anak ini jika
menikah dengan ibu yang menyusui atau saudara
sesusuan. Tetapi keturunan anak ini otomatis
menjadi cucu-cucu perempuan itu dengan suaminya
(yang memiliki air susu).
d. Perempuan yang telah terkena sumpah Li’an (ketika
sudah suami istri)
Apabila seorang suami menuduh sang istri
berbuat zina tanpa ada saksi yang cukup, maka
sebagai gantinya suami mengucapkan persaksian
kapada Alloh bahwa ia di pihak yang benar dalam
tuduhannya itu sampai empat kali, dan kelimanya ia
bersedia menerima laknat Alloh apabila ternyata ia
berdusta dalam tuduhannya. Sedangkan istri yang
dituduh akan bebas dari hukuman zina apabila ia
menyatakan persaksian terhadap Alloh bahwa
suaminya berdusta sampai empat kali, dan yang
kelimanya bersedia menerima laknat Alloh apabila
suaminya benar.
Sumpak laknat seperti di atas disebut sumpah
li’an. Ketentuan mengenai ketentua sumpah li’an ini di
cantumkan dakam Al-Qur’an Surah An Nur : 6-9.
Artinya :
“6. Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal
mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri,
maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan
9
nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang
benar.
7. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika dia
termasuk orang-orang yang berdusta
8.Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat
kali atas nama Allah sesungguhnya suaminya itu benar-benar
termasuk orang-orang yang dusta.
9. dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika
suaminya itu termasuk orang-orang yang benar”.( An Nur : 6-9.)
Akibat dari diucapkannya sumpah li’an itu maka
hubungan suami istri ini menjadi putus, dan
diantara keduanya haram untuk menikah kembali
(Rujuk) selamanya.
Dalam Undang-undang Perkawinan, larangan perkawinan
ini atur dalam pasal 8. Ketentuan dalam pasal 8 itu
telah sangat mendekati ketentuan-ketentuan larangan
perkawinan dalam islam. Hanya mengenai larangan dengan
anak tiri, yang menurut Hukum Perkawinan Islam ada
syarat tertentu seperti yang telah diterangkan diatas
tadi,
Bunyi pasal 8 8:
Perkawinan dilarang antara dua orang yang :
a. Berhubungan darah dalam geris keturunan lurus
keatas dan kebawah
8 Ny.Soemiyati,S.H. Hukum perkawinan Islam dan UU perkawinan.(Liberty : Yogyakarta, 2007). Hal 141
10
b. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping
yaitu antara saudara orang tua dan antara saudara
dengan saudara neneknya
c. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri,
menantu, ibu/bapak tiri
d. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak
susuan, dan sudara susuan dan bibi atau paman
susuan
e. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi
atau kemenakan dari istri, dalam hal seorang suami
beristri lebih dari seorang
f. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau
peraturan lain yang berlaku dilarang kawin.
Larangan-larangan perkawinan yang dirumuskan dalam
pasal 8 tersebut diatas, adalah larangan-larangan
perkawinan yang bersifatnya adalah untuk selama-
lamanya.
2. Perempuan-perempuan yang haram dinikahi untuk sementara
waktu
Mereka adalah perempuan yang sebab keharamannya
suatu perkara yang dapat dihilangkan. Oleh karena itu,
keharamannya masih ada selagi perkaranya masih ada
Seperti perempuan musyrik atau menjadi istri orang
lain. Perkara-perkara ini dapat hilang, jika telah
hilang maka hilang pula keharamannya.
a. Mengumpulkan dua orang perempuan yang masih
saudara, baik saudara kandung maupun saudara
seayah atau saudar siIbu maupun saudara11
sepersusuan. Kecuali secara bergantian9. Misalnya,
kawin dengan kakaknya kemudian dicerai, dan
diganti dengan mengambil adiknya, atau salah satu
meninggal, kemudian menggambil yang satunya lagi
sebagai istri. Ketentuan mengenai larangan ini
terdapat dalam :
1) Firman Alloh :
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu...dan
wanita yang bersaudara, kecuali apa yang telah
terdahulu.....(QS. An Nisa :23)
2) Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhori-
Muslim, dari Abu Hurairah bahwa “Dilarang
mengumpulkan (sebagai istri)antara seorang wanita
dengan saudara ayahnya yang perempuan, dan dengan
saorang wanitadengan saudara ibunya yang perempuan”
Adapun sebabnya mengapa dilarang mengumpulkan dua
orang perempuan yang masih saudara adalah supaya
hubungan darah tidak putus.
b. Perempuan yang terpelihara, yaitu perempuan yang
masih bersuami, tetapi jika ia dicerai oleh
suaminya atau ditinggal mati suaminya sebelum masa
‘iddah-nya selesai maka perempuan ini tidak boleh
dinikahi, jika telah selesai maka boleh untuk
dinikahi10.
9 Ny.Soemiyati,S.H. Hukum perkawinan Islam dan UU perkawinan.(Liberty : Yogyakarta, 2007). Hal 3510 M.Saleh al Usmani, A.Aziz Ibn Muhammad Daud. Pernikahan Islami: Dasar Hukum Hidup Berumah Tangga. Risalah Gusti,1991. Hal 11
12
c. Wanita yang ditalak tiga kali oleh suaminya, maka
haram untuk dikawini lagi oleh bekas suaminya,
kecuali jika perempuan itu menikah dengan laki-
laki lain, kemudian bercerai dan habis masa
‘iddah-nya, maka ini boleh dikawini lagi oleh
bekas suami yang dulu11.
d. Pernikahan yang kelima, selama masih berada dalam
ikatan pernikahan yang keempat, maka tidak halal
bagi seorang lai-laki menikah kelima kalinya
hingga ia berpisah dengan salah satunya dan telah
habis masa iddahnya, tidaklah terkumpul antara
lima atau lebih dalam pernikahan, karena islam
tidak memperblehkan mengumpulkan yang lebih dari
empat, mengumpulkan dalam masa ‘iddah seperti
mengumpulkan dalam masa nikah, karena ia masih
dalam masa ‘iddah sehingga pernikahan masih
terjalin secara hukum. Karena itu jika dinkahi
perempuan yang kelima sebagian darikeempat istri
atau masing-masing mereka masih dalam keadaan
iddah maka ia tetap dalam keadaan menikah secara
hukum yang kelima ini tidak boleh, baik ketika ia
dalam massa iddah akibat talak Raj’i atau Ba’in Qubra.
Berbeda dengan Asy-Syafi’i yang memperblehkan
menikah yang kelima jika perempuannya dalam
‘iddahnya dengan talak ba’in qubra,karena pernikahan
11 Ali Yusuf As Subki. Fiqih keluarga:pedoman berkeluarga dalam islam. Amazah.Jakarta.2010. hal 128
13
dianggap hilangdan selesai dengan talak ba’in qubra
meskipun ia masih dalam keadaan ‘iddah.
e. Menikahi budak perempuan sedangkan terdapat
perempuan merdeka. Oleh karenanya yang menikahi
perempuan merdeka maka tidak boleh baginya untuk
menikahi budak perempuan hingga istrinya yang
merdeka dicerai dan habis masa’iddahnya.
Alloh berfirman QS.An Nissa:25
”Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak
cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi
beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-
budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu;
sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain[285], karena itu
kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah
maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-
wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula)
wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan
apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian
mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka
separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang
bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-
orang yang takut kepada kemasyakatan menjaga diri (dari
perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik
bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
Sebab tidak dibolehkannya karena dalam
menikahi budak perempuan atas perempuan merdeka
perendahan baginya dan menyakitkan karena
kehormatannya, oleh karenanya hal itu tidak boleh 14
f. Perempuan yang beda Agama kecuali Agama Samawi.
Para ulama Fiqh sepakat bahwa seorang muslim tidak
boleh menikah dengan perempuan yang beda Agama
yang tidak samawi. Yang dimaksud Ulama Fiqh dengan
Agama samawi adalah Agama yang memilki kitab yang
diturunkan pada
saat kemunculan Agama tersebut, ia memiliki nabi
yang diutus yang disebutkan dalam Al-Qur’an yang
mulia yaitu Nasrani dan Yahudi12.
Maka bagi setiap perempuan yang tidak
beragama dengan Agama samawi dengan dasar ini
tidak halal untuk menikah dengannnya. Ia dianggap
seperti seorang permpuan musyrik yang tidak boleh
berakad dengannya.
Alloh berfirman dalam QS.Al Baqarah : 221:
Artinya :
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik,
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang
mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik
hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik
(dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik,
walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka,
sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.
Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya)
12 Ali Yusuf As Subki. Fiqih keluarga:pedoman berkeluarga dalam islam. Amazah.Jakarta.2010. hal 131
15
kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.( QS.Al
Baqarah : 221)
g. Perempuan Murtad. Tidak halal bagi seorang muslim
dan tidak tetap pernikahannya atas orang kafir dan
tidak pula bagi seorang murtad karena ia telah
keluar pada akidah dan petunjuk yang benar.
Alloh berfirman dalam QS. Al Mumtahanah:10
“Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan)
dengan perempuan-perempuan kafir......”( QS. Al Mumtahanah:10)
h. Perempuan yang memiliki budak laki-laki, maka ia
haram baginya dikarenakan tidak terpenuhinya hak-
hak antara mereka.
i. Perempuan yang sedang berihram baik yang melakukan
akad nikah untuk diri sendiri maupun diwakilkan13.
Menurut pendapat ulama jumhur berdasarkan sabda
Nabi : “ Orang yang berihram tidak menikah dan
tidak dinikahkan dan tidak boleh pula meminang”
j. Kawin dengan pezina, ini berlaku bagi laki-laki
yang baik dengan wanita pelacur, ataupun antara
wanita-wanita yang baik dengan laki-laki pezina
maka haram hukumnya, kecuali setelah masing-masing
menyatakan bertaubat.
Berdasarkan firman Alloh dalam QS.An Nur :03
Artinya :
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan
perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan
13 M.Saleh al Usmani, A.Aziz Ibn Muhammad Daud. Pernikahan Islami: Dasar Hukum Hidup Berumah Tangga. Risalah Gusti,1991. Hal 11
16
perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki
yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu
diharamkan atas oran-orang yang mukmin”( QS.An Nur :03)
C. Dampak Hukum Mahram
Ketika seorang menjadi mahramnya maka dampak dari
hukum tidak boleh untuk mengawininya sebagaimana seperti
ayat diatas, tetapi halal dinikahi dengan selain
mahramnya. Selain itu jika dengan mahram Halal baginya
bersalaman dan berduaan walau ditempat yang sepi. Halal
ini hanya berlaku untuk dengan mahramnya, tetapi jika
dengan selain mahramnya maka haram hukumnya untuk
bersalaman maupun berduaan.
Sebagaimana Rosululloh SAW bersabda :
“sungguh jika kepala seorang diantara kamu ditusuk dengan jarum besi,itu
lebih baik bagi dia dari pada menyentuh wanita yang tidak halal
baginya”(HR.Thabrani dan Baihaqi)
Selain itu juga Rosululloh mencontohkan bahwa jika
seorang wanita tidak halal maka Roulolloh tidak
menyentuhnya, sebagaimana yang dikatakan oleh Aisyah
R.A :
ت� س ا م� الي وم� ع ب�� ره إهلل م ا إ2 م لا ي�3 ط إ" اء ق�� س لي إل�ن� لم- ع� � ة وس � ة ع�لي لي إل�ل � -ض ول إهلل � د� رس خ�� ا إ2 م� ة� – وإهلل � ش ان�2 ت� ع� ال� ف��ا لام� ن� «. ك� ك عي� اب�� د ب�3 هن� » ف�� لن� د� ع� خ�� إ إ2 د� هن� إ" ول ل� ف� ان� ب�� ط وك� ه� ق�� ف� إمرإ2 ة وس�لم- ك� -ض�لي إل�لة ع�لي� ول إهلل ف� رس� ك�Artinya :
Aisyah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah
pernah menyentuh wanita sama sekali sebagaimana yang Allah perintahkan.
Tangan beliau tidaklah pernah menyentuh tangan mereka. Ketika baiat,
17
beliau hanya membaiat melalui ucapan dengan berkata, “Aku telah
membaiat kalian.” (HR. Muslim no. 1866).
Disini jelas bahwa Rosululloh tidak pernah menyentuh
wanita walaupun ketika rosul membai’at, sehingga disini
dapat disimpulkan bahwa menyentuh wanita lain yang bukan
muhrim maka itu tidak boleh.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi. Haram
menikahi disini ada dua yaitu yang bersifat selamanya dan
yang bersifat sementara. Haram selamanya mempunyai sebab-
18
sebab antara lain Nasab/keturunan, susuan,pernikahan, dan
karena sumpah Li’an.
Bersifat sementara karena ada suatu hal yang menjadi
pengahalang seorang yang pada waktu itu haram untuk
menikahi wanita tertentu, tetapi apabila penghalang itu
telah hilang maka halal untuk menikahi wanita tersebut.
Dampak Hukum dengan mahram yaitu haram untuk
menikahi,tetapi Halal untuk bersalaman maupun berdua-
duaan, sedangkan selain mahramnya Halal untuk menikahi
teatpi Haram untuk bersalaman dan berdua-duaan.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Ali Yusuf As Subki. Fiqih keluarga:pedoman berkeluarga dalam
islam. Amazah.Jakarta.2010
2. Kamal mukhtar. Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan.bulan
Bintang.1993
3. M.Saleh al Usmani, A.Aziz Ibn Muhammad Daud. Pernikahan
Islami: Dasar Hukum Hidup Berumah Tangga. Risalah Gusti,1991
4. Ny.Soemiyati,S.H. Hukum perkawinan Islam dan UU perkawinan.
(Liberty : Yogyakarta, 2007).
20