PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN WISATA ALAM LAUT (TWAL) TELUK KUPANG SECARA BERKELANJUTAN

14
PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN WISATA ALAM LAUT (TWAL) TELUK KUPANG SECARA BERKELANJUTAN I.A. Lochana Dewi., Marsema Kaka Mone dan Joy Surbekti Abstract Kupang Bay Marine Recreation Park (MRP) is one of marine conservation areas in East Nusa Tenggara Province. Considering its strategic location right in front of the City of Kupang, the root of issues currently threatenning the marine recreation park need to be identified as the basis for designing a collaborative management plan for the park. This study was aimed at analyzing the perception of the community at large concerning the current management of the park and to involve members of the community in a collaborative planning excercise. The study employed a mixed method methodology to collect and analyze both qualitative and quantitative data. Results of this study indicated only 20% of the respondents were aware of the designation of the bay as a marine recreation park, while the rest were not. However, most of the respondents were aware that their acrivities, such as garbage disposal, sand and gravel mining, mangrove clearing for fish pond construction, and fish bombing, were destructive to the park environment. The collaborative planning excercise recommended that the park be managed with a focus on developing an environmentally responsible tourisme purposes. For such purposes, 85 of those involved in the planing excercice agreed to involve stakeholders in the planning, implementation, and evaluation processes of the management plan. This stakeholder involvement was needed to assure that the resulting tourism development plan for Kupang Bay MRP was truly sustainable. Keywords: Kupang Bay Marine Recreation Park, perception, colaborative management, management planning excercise Pendahuluan TWAL Teluk Kupang merupakan salah satu kawasan pelestarian yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kawasan pelestarian ini mencakup areal perairan Teluk Kupang seluas 50.000 ha sebagaimana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 83/Kpts-II/1993 tertanggal 28 Januari 1993. TWAL Teluk Kupang mencakup hampir seluruh perairan teluk yang terletak tepat di depan Kota Kupang. Kota Kupang merupakan ibukota Provinsi NTT sehingga merupakan kota terbesar dengan berbagai pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan, dan pelayanan jasa di Provinsi NTT. Pengelolaan TWAL Teluk Kupang, sebagaimana halnya pengelolaan kawasan konservasi pada umumnya, seyogianya melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Dalam berbagai kasus, sering terjadi bahwa masyarakat sebagai pemangku kepentingan sering kurang mendapat perhatian, padahal sebagaimana telah ditunjukkan oleh Mudita & Natonis (2008) dalam pengelolaan ketahanan hayati (biosecurity), suatu rencana pengelolaan, betapapun sempurnanya rencana tersebut, tidak akan menghasilkan apapun bila masyarakat sebagai pemangku kepentingan utama tidak dilibatkan.

Transcript of PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN WISATA ALAM LAUT (TWAL) TELUK KUPANG SECARA BERKELANJUTAN

PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN WISATA

ALAM LAUT (TWAL) TELUK KUPANG SECARA BERKELANJUTAN

I.A. Lochana Dewi., Marsema Kaka Mone dan Joy Surbekti

Abstract

Kupang Bay Marine Recreation Park (MRP) is one of marine conservation areas in East Nusa

Tenggara Province. Considering its strategic location right in front of the City of Kupang, the

root of issues currently threatenning the marine recreation park need to be identified as the basis

for designing a collaborative management plan for the park. This study was aimed at analyzing

the perception of the community at large concerning the current management of the park and to

involve members of the community in a collaborative planning excercise. The study employed a

mixed method methodology to collect and analyze both qualitative and quantitative data. Results

of this study indicated only 20% of the respondents were aware of the designation of the bay as a

marine recreation park, while the rest were not. However, most of the respondents were aware

that their acrivities, such as garbage disposal, sand and gravel mining, mangrove clearing for

fish pond construction, and fish bombing, were destructive to the park environment. The

collaborative planning excercise recommended that the park be managed with a focus on

developing an environmentally responsible tourisme purposes. For such purposes, 85 of those

involved in the planing excercice agreed to involve stakeholders in the planning, implementation,

and evaluation processes of the management plan. This stakeholder involvement was needed to

assure that the resulting tourism development plan for Kupang Bay MRP was truly sustainable.

Keywords:

Kupang Bay Marine Recreation Park, perception, colaborative management, management

planning excercise

Pendahuluan

TWAL Teluk Kupang merupakan salah satu kawasan pelestarian yang ada di Provinsi

Nusa Tenggara Timur (NTT). Kawasan pelestarian ini mencakup areal perairan Teluk Kupang

seluas 50.000 ha sebagaimana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat melalui Surat Keputusan

Menteri Kehutanan Nomor 83/Kpts-II/1993 tertanggal 28 Januari 1993. TWAL Teluk Kupang

mencakup hampir seluruh perairan teluk yang terletak tepat di depan Kota Kupang. Kota Kupang

merupakan ibukota Provinsi NTT sehingga merupakan kota terbesar dengan berbagai pusat

kegiatan pemerintahan, perdagangan, dan pelayanan jasa di Provinsi NTT.

Pengelolaan TWAL Teluk Kupang, sebagaimana halnya pengelolaan kawasan konservasi

pada umumnya, seyogianya melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Dalam berbagai kasus,

sering terjadi bahwa masyarakat sebagai pemangku kepentingan sering kurang mendapat

perhatian, padahal sebagaimana telah ditunjukkan oleh Mudita & Natonis (2008) dalam

pengelolaan ketahanan hayati (biosecurity), suatu rencana pengelolaan, betapapun sempurnanya

rencana tersebut, tidak akan menghasilkan apapun bila masyarakat sebagai pemangku

kepentingan utama tidak dilibatkan.

Kerusakan yang masih terus terjadi di kawasan TWAL Teluk Kupang tersebut

mengancam keberlanjutan TWAL Teluk Kupang. Mengingat lokasi TWAL Teluk Kupang yang

sangat strategis sebagai etalase pelestarian (karena terletak tepat di depan Kota Kupang) maka

ancaman kerusakan tersebut perlu ditemukan akar permasalahannya guna menghasilkan suatu

strategi pengelolaan yang dapat mengakomodasi kepentingan berbagai pihak pemangku.

Mengacu pada kesenjangan antara implementasi penetapan kawasan dan fenomena kondisi

kawasan pelestarian yang terus mengalami penurunan tingkat kelestariannya, maka diperlukan

implementasi konsep pengembangan kawasan, khususnya untuk peruntukan pariwisata. Tujuan

penelitian adalah mengkaji persepsi masyarakat tentang pengelolaan kawasan, dan perencanan

pelibatan para pihak dalam pengembangan kawasan.

Metode Penelitian

Berdasarkan data hasil pemetaan, terdapat 38 desa pesisir yang berbatasan dengan

kawasan TWAL Teluk Kupang (Gambar 1). Mengacu pada hasil pemetaan desa-desa pesisir,

pada kegiatan penelitian ini dipilih 9 desa pesisir yang terdiri atas 7 desa pesisir di Kota Kupang

dan 2 desa pesisir di Kabupaten Kupang. Pemilihan desa sampel mengacu pada pertimbangan

persebaran wilayah di TWAL Teluk Kupang. Desa-desa pesisir yang dijadikan desa penelitian

antara lain Desa Namosain di Kecamatan Alak, Oesapa, Pasir Panjang, Namosain, LLBK, Oeba

dan Lasiana, Semau di Kecamatan Semau, Bolok di Kecamatan Kupang Barat, Nunkurus di

Kecamatan Kupang Timur, Sulamu dan Bipolo di Kecamatan Sulamu (Kabupaten Kupang).

Guna keperluan wawancara, masing-masing desa ditetapkan 30 responden yang dipilih secara

acak.

Gambar 1. Wilayah Pesisir di Sekitar TWAL Teluk Kupang (Bappeda, 2008)

Penelitian telah dilaksanakan dengan menggunakan dua metode yaitu metode deskriptif

eksplorasi untuk perencanaan pariwisata dan metode model campuran (mixed model

study)(Teddlie & Tashakkori 2003) untuk kajian kebijakan ekowisata yang akan dikembangkan

sebagai salah satu kajian kebijakan pengelolaan kawasan. Penelitian dilaksanakan dengan

menggunakan metode model campuran (mixed model study)(Teddlie & Tashakkori 2003).

Penggunaan metode campuran tersebut dilakukan mengingat penelitian yang menggunakan

paradigma kolaboratif ini terdiri atas komponen-komponen yang memerlukan penggabungan

pendekatan kualitatif (QUAL) dan pendekatan kuantitatif (QUAN) pada berbagai tahap

pelaksanaan penelitian. Penggabungan kedua pendekatan ini dilakukan secara berselang-seling

(Tashakkori & Teddlie, 2003) disebut sequential mixed model design (Gambar 2).

PEMETAAN ISU-

ISU KUNCI

(QUAL)

ANALISIS PEMANGKU

KEPENTINGAN

(QUAL)

IDENTIFIKASI

PEUBAH

(QUAN)

PENENTUAN PEUBAH

MENENTUKAN

(QUAN)

PERANCANGAN

MODEL PENGELOLAAN

(QUAL)

Gambar 2. Rancangan Penelitain Sequential Mixed Model Design

Hasil dan Pembahasan

Profil TWAL Teluk Kupang

Berdasarkan letak geografisnya, TWAL Teluk Kupang terletak bada posisi 9,19o-10,57

o

LS dan 121,30o-124,11

o BT. Luas kawasan TWAL Teluk Kupang, berdasarkan Surat Keputusan

Menteri Kekawasan TWAL Teluk Kupangan Nomor 18/KPTS-II/93 tanggal 28 Januari 1993,

adalah 50.000 ha, yang terbentang sepanjang pantai Teluk Kupang, Pulau Burung, TWAL Teluk

Kupang, Pulau Tikus, Pulau Kambing, Pulau Tabui, dan Pulau Semau. Topografi daerah di

sekitar kawasan TWAL Teluk Kupang pada umumnya datar sampai bergelombang dengan titik

tertinggi mencapai 250 meter dpl (Departemen Kekawasan TWAL Teluk Kupangan 1997).

Keanekaragaman hayati, dan budaya masyarakat di daratan di dalam kawasan dan/atau di

daratan di sekitar kawasan adalah modal dasar pembangunan daerah. TWAL Teluk Kupang

berbatasan dengan Kota Kupang dan Kabupaten Kupang. Visualisasi kawasan TWAL Teluk

Kupang disajikan pada Gambar 3.

(a) (b) (c) (d)

(e) (f) (g) (h)

Gambar 3. Profil Pesisir TWAL Teluk Kupang

Salah satu pulau yang berada di kawasan TWAL Teluk Kupang yang potensial

dikembangkan sebagai daerah wisata adalah TWAL Teluk Kupang. Sebagaimana dengan

ekosistem perairan pantai TWAL Teluk Kupang, ekosistem perairan Teluk Kupang juga terdiri

atas pantai berpasir, terumbu karang, dan padang lamun. Namun selain ketiga tipe ekosistem

perairan pantai TWAL Teluk Kupang tersebut, di perairan teluk Kupang juga terdapat ekosistem

mangrove, yaitu di perairan pantai Pulau Timor dan perairan pantai Pulau Semau. Selain itu, di

perairan Teluk Kupang juga terdapat ekosistem perairan pantai coral cays lain dan pulau kecil

lainnya, yaitu P. Kambing, P. Pasir, dan P. Tabui yang berdekatan dengan P. Semau, serta P.

Tikus yang berdekatan dengan Daratan Timor khususnya Kecamatan Sulamu.

Ekosistem pantai berpasir di beberapa bagian pantai Pulau Timor dan Pulau Semau,

terdiri terutama atas pasir putih dengan tekstur dan warna yang berbeda dengan yang terdapat di

TWAL Teluk Kupang. Pasir di pantai kedua pulau tersebut terlah bercampur dengan sedimen

lumpur sehingga cenderung bertekstur lebih halus dan berwarna lebih gelap daripada pasir putih

yang terdapat di perairan pantai TWAL Teluk Kupang (Gambar 4).

(a) (b) (c) (d)

Gambar 4. Tekstur Pasir : (a)(b). P. Semau dan (c)(d). P. Kera

Ekosistem mangrove di perairan Teluk Kupang terdapat di perairan pantai Pulau Timor di

bagian Utara perairan teluk dan di pantai Pulau Semau di bagian Timur dan Selatan pulau

tersebut. Hasil pengamatan BAPPEDA Provinsi NTT (2006) menunjukkan bahwa terdapat

komposisi spesies yang berbeda antar beberapa lokasi pengamatan ekosistem mangrove. Pada

lokasi pengamatan di Desa Bipolo, Kecamatan Sulamu, terdapat 11 spesies mangrove, di

antaranya Avicennia alba dan Avicenia marina pada pinggiran pasang surut, Bruguiera

gymnorhiza pada substrat lumpur berpasir, Bruguiera parviflora pada substrat lumpur berpasir

dekat muara, Bruguiera hainessii pada kondisi substrat lumpur berpasir agak ke darat, Ceriops

decandra pada substrat lumpur berpasir dekat areal pertambakan, Rhizophora apiculata pada

substrat tanah berlumpur halus, Rhizophora mucronata pada substrat lumpur berpasir di pinggi

muara, Sonneratia alba pada substrat lumpur berpasir, dan Xylocarpus rumphi dengan substrat

berpasir dan berbatu, dan Xylocarpus granatum pada areal payau.

Karakteristik fisik perairan Teluk Kupang yang terkait dengan berbagai kegiatan

pariwisata perairan adalah kecepatan arus, tinggi gelombang, kecerahan perairan, dan kedalaman

perairan. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan, kecepatan arus perairan TWAL Teluk

Kupang berkisar antara 0,2-0.8 meter/detik. Di samping kecepatan arus dan pola arah arus, tinggi

gelombang sangat menentukan jenis atraksi wisata alam yang direkomendasikan di TWAL Teluk

Kupang.

Perairan dengan tinggi gelombang yang relatif besar sangat sesuai untuk kegiatan

berselancar, sedangkan perairan dengan tinggi gelombang relatif kecil sangat sesuai untuk

kegiatan berenang, snorkling, dan bersampan. Kecerahan dan kedalaman perairan menentukan

keberhasilan kegiatan pariwisata pantai, khususnya pada kegiatan snorkling dan berenang.

Tingkat kecerahan perairan yang tinggi sangat diperlukan untuk kegiatan snorkling atau

pengamatan biota akuatik di dasar perairan, sedangkan topografi dasar perairan yang relatif

landai sangat cocok untuk kegiatan bersampan dan berenang.

Arahan Pengelolaan TWAL Teluk Kupang yang Telah Ditetapkan oleh Pemerintah

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut TWAL Teluk Kupang berkelanjutan adalah

paradigma pembangunan sebagai platform daerah. Guna menjamin keberlanjutan pengelolaan

sumberdaya alam dan lingkungan di TWAL Teluk Kupang, maka Pemerintah Daerah Nusa

Tenggara Timur telah melaksanakan kegiatan yang bertujuan untuk menyusun dokumen sebagai

panduan pengelolaan wilayah pesisir dan laut terpadu. Berdasarkan hirarki pengelolaan wilayah

pesisir melalui program ICZM, Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur telah menyusun empat

dokumen hirarki pengelolaan wilayah pesisir dan laut terpadu. Empat dokumen tersebut adalah

dokumen Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Provinsi NTT, dokumen

Rencana Zonasi TWAL Teluk Kupang, dokumen Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut

Provinsi NTT, dan dokumen Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Provinsi NTT.

Mengacu pada dokumen Rencana Aksi Pengelolaan Provinsi NTT, khususnya untuk

pengelolaan TWAL Teluk Kupang memiliki empat tujuan sebagai berikut:

1. Tujuan Ekologi: mewujudkan pelaksanaan upaya-upaya pengelolaan wilayah pesisir dan

laut yang berwawasan lingkungan dan berkesinambungan.

2. Tujuan Ekonomi: menciptakan kegiatan ekonomi produktif di wilayah pesisir untuk

meningkatkan kesejahteraan nelayan dan masyarakat pesisir.

3. Tujuan Sosial Budaya: membuka akses terhadap informasi/pendidikan/ penyuluhan dan

lainnya di wilayah pesisir untuk meningkatkan kualitas hidup nelayan dan masyarakat

pesisir.

4. Tujuan Hukum dan Kelembagaan: menyediakan perangkat hukum dan aturan perundang-

undangan daerah serta kelembagaan daerah dan masyarakat yang berfungsi dengan baik

untuk mendukung terlaksananya pengelolaan wilayah pesisir secara lestari.

Arahan pengelolaan dalam dokumen Rencana Aksi Pengelolaan TWAL Teluk Kupang

mengacu pada Rencana Zonasi TWAL Teluk Kupang. Mengacu pada dokumen Rencana Zonasi,

TWAL Teluk Kupang terbagi atas empat zona. Mengacu pada Rencana Zonasi TWAL Teluk

Kupang (Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2008), empat zona tersebut antara lain:

1. Zona Pemanfaatan Umum, meliputi subzona perikanan tangkap, budidaya perairan,

pariwisata, kawasan industri, dan pemukiman.

2. Zona Konservasi, meliputi subzona taman wisata laut, hutan lindung, lokasi-lokasi

bersejarah.

3. Zona Penggunaan Khusus, meliputi subzona fasilitas militer dan pelabuhan.

4. Zona Lorong (Alur), meliputi alur pelayaran dan alur migrasi hewan laut.

Empat dokumen hirarkis pengelolaan wilayah pesisir dan laut terpadu Provinsi Nusa

Tenggara Timur, dapat dijadikan sebagai arahan pemilihan usaha dan/atau kegiatan pengelolaan

sebagaimana yang termuat dalam rencana zonasi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

implementasi rencana zonasi TWAL Teluk Kupang adalah sebagai berikut:

1. Zonasi yang telah tersusun belum sepenuhnya mengakomodasikan kondisi umum yang

nyata di kawasan TWAL Teluk Kupang.

2. Perlu dilakukan uji coba zonasi untuk memberikan penyempurnaan zonasi yang telah

dibuat dengan kondisi nyata di lapangan.

3. Zonasi bukanlah satu-satunya alat untuk mengatur pengelolaan TWAL Teluk Kupang

secara berkelanjutan, sehingga diperlukan kegiatan secara terpadu untuk menentukan

arahan pengelolaan yang memberikan keperpihakan pada para pemangku kepentingan.

4. Guna menjamin keberlanjutan pengelolaan TWAL Teluk Kupang yang berkelanjutan maka

keterlibatan para pemangku kepentingan pada satuan desa/kelurahan yang berbatasan

langsung dengan kawasan perlu dipertimbangkan untuk menyusun rencana aksi berbasis

masyarakat.

5. Guna menjamin implementasi sinkronisasi antara arahan yang telah dibuat berdasarkan

kajian ilmiah dan menjamin keterlibatan para pemangku kepentingan dengan

mempertimbangkan kondisi nyata di lapangan, diperlukan model pengelolaan TWAL

Teluk Kupang yang partisipatif dan adaptif.

6. Model yang ditawarkan untuk maksud tersebut adalah Adaptive Collaborative

Management (ACM) atau pengelolaan bersama secara adaptif.

ACM merupakan satu model pengelolaan secara bersama di antara para pemangku

kepentingan yang dikembangkan melalui metode partisipatif. Para pemangku kepentingan secara

bersama-sama menemukenali keberadaan sumberdaya alam laut yang ada dan memahami

berbagai peluang ketidakpastian yang akan terjadi berkenaan dengan upaya pemanfaatan wilayah

tersebut. Dengan demikian, terjadi pertukaran informasi di anatara para pemangku kepentingan

dan untuk selanjutnya menentukan beberapa kegiatan yang dapat menjawab ketidakpastian yang

telah dirumuskan bersama. Kondisi tersebut diharapkan terus berlanjut pada implementasi

kegiatan, mengawasi kegiatan dan mengevaluasi kegiatan, sedemikian sehingga kondisi

ketidakpastian pada waktu berikutnya dapat diantisipasi melalui hasil evaluasi kegiatan

sebelumnya.

Persepsi Masyarakat Tentang Pengelolaan TWAL Teluk Kupang

Pesisir merupakan salah satu wilayah relatif rawan konflik, bukan saja konflik

kepentingan tetapi juga konflik pengelolaan secara lestari. Pesisir TWAL Teluk Kupang, adalah

salah satu lokasi strategis yang berada di ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang kini perlu

diperhatikan oleh berbagai pihak mengingat tumpang tindih kepentingan penggunaan lahan dan

menurunnya kelestarian lingkungan telah nampak dan cenderung terus menurun. Kondisi ini

sangat memprihatinkan mengingat Teluk Kupang adalah taman wisata alam laut di Provinsi

NTT. Berbagai upaya pelestarian telah dilakukan dengan memodelkan pola pemanfaatan ruang

wilayah pesisir danlaut TWAL Teluk Kupang dalam bentuk Rencana Zonasi Teluk Kupang,

yang dilengkapi dengan dokumen Rencana Pengelolaan dan Rencana Aksi di wilayah tersebut.

Salah satu komunitas yang mendiami wilayah pesisir adalah masyarakat pesisir.

Masyarakat, secara umum untuk memenuhi kebutuhan hidup, melakukan upaya pemeliharaan

dan/atau pengambilan tanaman dan/atau hewan dari lingkungan di sekitar tempat hidupnya.

Dengan kata lain, ketergantungan masyarakat pada lingkungan hidup cukup besar. Berbagai

aktivitas pembangunan yang diinisiasi dan dilakukan oleh pemerintah juga memerlukan

lingkungan hidup sebagai tempat dan juga sumber untuk memenuhi kebutuhan pembangunan.

Areal sepadan pantai sering dikorbankan sebagai lokasi pertokoan dengan alasan untuk

meningkatkan investasi di daerah pesisir. Tumpang tindih kepentingan selanjutnya sering

menimbulkan rasa ketidak pedulian terhadap lingkungan.

Berbagai upaya untuk melestarikan sumberdaya dan lingkungan serta kesejahteraan

masyarakat telah banyak dilakukan. Lebih lanjut, efektivitas implementasi berbagai perangkat

pengelolaan yang telah dibuat sangat bergantung pada sejaum mana keterlibatan para pemangku

kepentingan dalam memandang TWAL Teluk Kupang dan memahami berbagai arahan yang

telah dirancang sebelumnya. Kajian tentang pemahaman masyarakat terhadap TWAL Teluk

Kupang merupakan komponen penting yang diperlukan untuk menjembatani implementasi

berbagai peraturan yang telah dibuat melalui pendanaan yang cukup besar. Persepsi masyarakat

perlu dihimpun guna mendapatkan informasi tentang pemahaman dan cara pandang masyarakat

tentang kawasan dan berbagai upaya pelestarian lingkungan sedemikian sehingga masyarakat

tidak selalu berada pada pihak yang dianggap perlu diberdayakan dan diberikan pengetahuan

tambahan untuk melakukan upaya pelestarian lingkungan.

Hal pertama yang perlu dikaji adalah apakah masyarakat telah mengetahui bahwa

perairan Teluk Kupang telah ditetapkan sebagai kawasan pelestarian alam dengan nama taman

wisata alam laut. Pemikiran berikutnya yang perlu dibangun adalah pemahaman masyarakat

tentang kawasan pelestarian. Pada era kepemimpinan sebelumnya, suatu kegiatan dan kebijakan

umumnya dilakukan dengan mekanisme top down, sehingga masyarakat belum dipersiapkan dan

kegiatan tersebut sangat jarang dikonsultasikan kepada masyarakat sebagai pelaku utama

pengelolaan kawasan. Apabila keputusan pemilihan kebijakan pengelolaan telah ditetapkan,

selanjutnya adalah melengkapi keputusan tersebut dengan program sosialisasi. Namun demikian,

keberhasilan sosialisasi sangat bergantung pada metode, teknik dan pendanaan. Keterbatasan

dana sering menjadi salah satu alsan sehingga sosialisasi tidak menjangkau semua lapisan

masyarakat. Ketidaktahuan masyarakat tentang status suatu kawasan pelestarian merupakan

salah satu pembelajaran untuk senantiasa melibatkan masyarakat dalam merencanakan,

melaksanakan dan mengevaluasi suatu program kerja.

Berdasarkan hasil penelitian, 20% responden mengetahui (pernah mendengar) bahwa

Teluk Kupang adalah kawasan taman wisata alam laut, sedangkan 80 % responden tidak

mengetahui keberadaan TWAL Teluk Kupang. Hal ini adalah satu fenomena bahwa

implementasi penetapan kawasan belum berhasil. Responden menyatakan bahwa informasi

penetapan Teluk Kupang sebagai kawasan taman wisata alam laut berasal dari

teman/keluarga/orang lain (37%), media massa (28%), pemerintah (25%), lembaga swadaya

masyarakat (8%), mengikuti pelatihan (2%), dan gereja (2%). Menjadi catatan penting bagi

pemerintah adalah banwa sebagian besar masyarakat yang berada di pesisir TWAL teluk Kupang

tidak mengetahui status kawasan, dengan demikian mereka juga tidak mengetahui peruntukan

kawasam.

Masyarakat di sekitar kawasan TWAL Teluk Kupang memanfaatkan kawasan perairan

sebagai sumber pemenuhan kebutuhan hidup. Sifat perairan yang terbuka untuk semua

orang/badan usaha/kelompok untuk mengusahakan sesuatu guna memenuhi berbagai keperluan

hidup, membuka peluang untuk orang/badan usaha/kelompok memanfaatkan perairan di sekitar

permukiman dan bahkan ke desa tetangga. Dengan kata lain, seseorang/badan usaha/kelompok

dapat memanfaatkan lingkungan perairan Teluk Kupang pada tempat yang sama dalam waktu

yang bersamaan. Berdasarkan hasil penelitian, usaha dan/atau kegiatan yang dikembangkan di

wilayah pesisir dan laut Teluk Kupang disajikan pada Gambar 5, sedangkan gambaran secara

visual aktivitas di kawasan TWAL Teluk Kupang disajikan pada Gambar 6. Berdasarkan hasil

analisis bahwa penangkapan ikan, budidaya rumput laut, dan penjualan hasil perikanan

dilakukan di wilayah perairan, sedangkan tambak ikan, tambak garam dan budidaya kepiting di

kembangkan di wilayah pesisir.

Masyarakat sebenarnya juga telah mengetahui bahwa terdapat beberapa kegiatan yang

dapat merusak lingkungan diantaranya penambangan pasir dan krikil, penambangan karang

sebagai sumber kapur, dan pemboman ikan. Lebih lanjut 65% responden menyatakan bahwa

kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan tersebut memberikan dampak negatif

pada kelestarian sumberdaya, sedangkan 10% responden menyatakan bahwa kegiatan tersebut

sedikit berdampak negatif pada lingkungan, sedangkan 25% responden menyatakan tidak tahu.

Salah satu parameter yang diamati tentang menurunnya kualitas lingkungan akibat dari

kegiatan pemanfaatan tidak ramah lingkungan, berdasarkan pengalaman masyarakat diantaranya

jarak daerah penangkapan semakin jauh, kekeruhan perairan terlebih pada saat musim hujan,

rusaknya terumbu karang di sepanjang pantai di Kota Kupang, dan hilangnya beberapa jenis ikan

yang awalnya dapat dengan mudah dijumpai di wilayah pantai. Fenomena tersebut telah mulai

nampak dengan kondisi perairan TWAL Teluk Kupang yang mulai mengalami penurunan daya

dukung dibeberapa tempat sebesar 70,36%, bahkan mengalami rusak parah sebesar 15,42%, dan

masih dalam kondisi baik atau relatif sama dengan 10 tahun lalu adalah 14,23%. Kenyataan yang

ada adalah TWAL Teluk Kupang telah mengalami kerusakan. Dengan demikian, masyarakat

sebenarnya telah menyadari bahwa kelestarian lingkungan TWAL Teluk Kupang telah

mengalami penurunan. Langkah selanjutnya adalah bersama-sama dengan masyarakat

melakukan diskusi untuk menemukenali peramsalahan yang ada dan modal sosial yang tersedia

untuk selanjutnya menentukan pilihan pengelolaan untuk mengatasi penurunan daya dukung

lingkungan tersebut.

Gambar 5. Kegiatan Pemanfaatan TWAL Teluk Kupang yang Berpeluang merusak

Lingkungan

31.07

25.24

18.45

5.83

4.85

3.88

3.88

2.91

1.94

0.97

0.97

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00

Pemakaian bom ikan

Pemakaian racun/tuba

Proses jual beli ikan

Pembuangan sampah

Tambak ikan

Penambangan pasir laut

Kerusakan hutan bakau

Pemakaian pukat harimau

Pemeliharaan hewan

Pancing Kepiting

Kerusakan hutan bakau

Sebagai pihak yang memiliki ketergantungan dengan wilayah pesisir yang cukup tinggi,

masyarakat pesisir mengetahui beberapa kegiatan yang merusak sumberdaya dan lingkungan.

Keterbukaan laut sebagai modal bersama menjadikan salah satu alasan untuk memanfaatkan

bersama dan melakukan kegiatan bersama. Pada kondisi seperti ini, ketika terdapat sekelompok

orang yang melakukan kegiatan pemanfaatan yang tidak ramah lingkungan, menjadi hal yang

dibiarkan terjadi karena mereka merasa tidak memiliki hak terhadap salah satu bahkan

keseluruhan wilayah perairan Teluk Kupang.

Pertimbangan penetapan Teluk Kupang sebagai kawasan taman wisata alam laut adalah

untuk menjaga kelestarian lingkungan sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 tahun 1990

tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya. Berkenaan dengan tujuan

perlindungan kawasan maka zonasi perairan telah dilakukan untuk memberikan arahan

peruntukan wilayah berdasarkan kondisi perairan Teluk Kupang saat ini. Pengalaman

implementasi penetapan kawasan sebagai taman wisata alam laut perlu dijadikan pertimbangan

untuk implementasi pengelolaan wilayah TWAL Teluk Kupang secara terpadu dan

berkelanjutan.

Menyikapi kerusakan lingkungan yang mulai terlihat hingga pada taraf yang

memprihatinkan di beberapa wilayah TWAL Teluk Kupang, masyarakat memiliki pemikiran

untuk memperbaiki lingkungan yang telah mulai mengindikasikan kerusakan hingga menjaga

kelestarian sumberdaya di wilayah yang masih baik. Berdasarkan hasil analisis terhadap

penbgetahuan masyarakat terhadap beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengembalikan

kelestarian lingkungan kawasan TWAL Teluk Kupang. Beberapa usaha yang dipikirkan oleh

masyarakat untuk mengatasi penurunan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan diantaranya

penanaman kembali bakau, rehabilitasi terumbu karang, pengelolaan partisipatif, penerapan

aturan hukum dan sangsi yang jelas dan tegas, sosialisasi dan dukungan dari pemerintah untuk

usaha-usaha perbaikan kualitas lingkungan, dan pembentukan daerah perlindungan laut (DPL).

Masyarakat telah memahami bahwa upaya pelestarian lingkungan terbagi atas tiga aspek

diantaranya teknologi, mekanisme pelaksanaan kegiatan dan ketersediaan dana. Teknologi

pelestarian lingkungan yang diketahui oleh masyarakat adalah penanaman bakau, rehabilitasi

karang, pemanfaatan yang ramah lingkungan, pembuatan brojong batu, dan normalisasi sungai.

Mekanisme pelaksanaan kegiatan yang telah dipikirkan atau telah diketahui oleh masyarakat

adalah penerapan aturan dan sanksi hukum, sosialisasi untuk penyadaran masyarakat, kerjasama

antara masyarakat dan pemerintah, dan pembentukan lembaga adat. Dukungan dana merupakan

salah satu penentu kegiatan, masyarakat memahami kondisi tersebut dengan memikirkan adanya

bantuan dari pemerintah sebagai penyandang dana dan mediator, dan perluasan wilayah daerah

perlindungan laut.

Masyarakat selalu menjadi kelompok yang dianggap tidak memiliki kepedulian terhadap

lingkungan, kurang memiliki kesadaran terhadap kelestraian lingkungan, dan kurang dapat

dilibatkan dalam pengelolaan kawasan secara berkelanjutan. Kenyataan yang ada adalah

program yang dikembangkan sering tidak dikonsultasikan pada masyarakat di sekitar kawasan.

Berdasarkan hasil analisis, masyarakat memiliki pemahaman terhadap kawasan TWAL Teluk

Kupang sebagai sumber penghidupan, masayarakat juga mengetahui adanya kegiatan yang

mengancam kelestarian lingkungan yang pada akhirnya mengancam kehidupan mereka, serta

masyarakat juga mengetahui ada berbagai cara untuk mengembalikan kelestarian lingkungan.

Satu upaya yang perlu dilakukan adalah menjembatani dan mencari akar permasalahan utama

sedemikian sehingga sinkronisasi arahan pengelolaan dapat dilakukan. Strategi untuk

memperkecil kesenjangan tersebut adalah pengembangan model ACM dalam pengelolaan

TWAL Teluk Kupang secara berkelanjutan.

Rencana Pelibatan Para Pihak dalam Pengelolaan Kawasan untuk Ekowisata

Penyelenggaraan pariwisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian semberdaya

alam dan lingkungan membutuhkan keterpaduan kegiatan para pemangku kepentingan

(stakeholders). Permasalahan umum yang sering terjadi pada pengelolaan wilayah pesisir dan

pulau-pulau kecil adalah adanya paradigma pembagian wilayah berdasarkan batas-batas

administratif, yang sering tidak sama dengan keberadaan lingkungan dan ekosistemnya.

Fenomena tersebut memberikan dampak lanjutan berupa pengelolaan lingkungan yang tidak

holistik, sehingga kerusakan lingkungan sering terjadi sebagai dampak akhir kegiatan

pengelolaan lingkungan yang relatif kurang terpadu tersebut. Kondisi yang sama juga terjadi

pada pengelolaan kawasan TWAL teluk Kupang yang secara administratif berbatasan dengan

Kabupaten Kupang dan Kota Kupang. Hal serupa juga terjadi pada pengelolaan kawasan TWAL

Teluk Kupang. Kawasan TWAL Teluk Kupang, secara administratif berbatasan dengan wilayah

Kabupaten Kupang dan Kota Kupang.

Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan bagi para stakeholder seyogyanya tidak

didasarkan pada batas-batas administratif, melainkan berdasarkan kenyataan bahwa sumberdaya

alam dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara bagian hulu dan

bagian hilir. Pendekatan pengelolaan yang dapat digunakan adalah pengelolaan wilayah secara

terpadu dan terintegrasi. Pendekatan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara

terpadu dan terintegrasi, salah satunya adalah memahami kewenangan pusat, provinsi, kabupaten

dan kota berdasarkan kewenangan yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Mengacu pada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 18 Tahun 1993, kewenangan

pengaturan pengelolaan TWAL Teluk Kupang dilakukan oleh Pemerintah Pusat dengan tetap

memperhatikan bentuk pengelolaan di wilayah Kabupaten Kupang dan Kota Kupang sebagai dua

wilayah administratif yang berbatasan dengan kawasan TWAL Teluk Kupang. Fungsi kondinasi

tersebut juga tertuang pada Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 yang menyatakan bahwa

pengaturan sumberdaya alam dan lingkungan yang berbatasan dengan dua wilayah kabupaten

dan kota ditetapkan oleh pemerintah provinsi.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka seyogyanya konflik kepentingan dan

pembagian kewenangan pengelolaan TWAL Teluk Kupang dapat dikendalikan sedemikian

sehingga pengelolaan berbasis sektoral dapat bergeser menjadi pengelolaan terpadu multi sektor.

Kebijakan yang sama juga dapat digunakan untuk mengelola TWAL Teluk Kupang sebagai

bagian dari kawasan TWAL Teluk Kupang. Guna menghindari konflik kepentingan pada

pengelolaan wilayah TWAL Teluk Kupang, maka rencana pengembangan partisipasi

stakeholders merupakan komponen perencanaan pariwisata di TWAL Teluk Kupang dalam

upaya pengelolaan sumberdaya perairan secara berkelanjutan.

Rencana pengembangan partisipasi stakeholders adalah salah satu upaya untuk

merumuskan pembagian program kerja pada penyelenggaraan pariwisata di TWAL Teluk

Kupang berdasarkan tugas, kewenangan, dan fungsi stakeholders yang terkait. Rencana

pengembangan partisipasi stakeholders dilakukan dengan pertimbangan bahwa perencanaan

pariwisata harus dilakukan secara terpadu dan holistik. Dengan demikian, seluruh stakeholder

dapat berkonstribusi langsung dan memiliki keuntungan secara bersama-sama dengan tetap

menjaga keberlanjutan pariwisata dan kelestarian sumberdaya alam di TWAL Teluk Kupang.

Pariwisata yang dikembangkan di TWAL Teluk Kupang adalah pariwisata terpadu.

Pariwisata terpadu adalah bentuk penyelenggaraan pariwisata yang memberikan peluang untuk

secara bersama-sama dikembangkan dengan sektor pembangunan lainnya, menggunakan

berbagai sarana penunjang yang ada di sekitar TWAL Teluk Kupang, dan pengembangan paket

wisata dengan kawasan wisata yang ada di sekitarnya. Upaya pengelolaan kawasan untuk

pariwisata memerlukan suatu strategi untuk memandu pengembangan dan pengelolaan

ekowisata, memastikan bahwa kawasan yang dikelola untuk pariwisata tidak dirusak oleh

wisatawan, menetapkan mekanisme penyediaan lapangan pekerjaan dan keuntungan bagi

kawasan dan masyarakat, dan menciptakan peluang untuk pendidikan lingkungan bagi

pengunjung. Strategi yang ditawarkan pada perencanaan antara lain menilai situasi saat ini,

menentukan tingkat kunjungan, dan penyusunan rencana pengembangan pariwisata.

Terkait dengan perencanaan pariwisata di TWAL Teluk Kupang, penilaian terhadap

kondisi TWAL Teluk Kupang telah dilakukan dengan menggunakan standar kriteria analisis

daerah operasi (Departemen Kehutanan 2002), dan tingkat kunjungan juga telah dilakukan

dengan menggunakan analisis daya dukung. Tahap selanjutnya adalah penyusunan dokumen

rencana penyelenggaraan pariwisata. Penyusunan dokumen rencana tersebut memerlukan

keterpaduan untuk memandang satu konsep kegiatan ekowisata yang akan dikembangkan di

TWAL Teluk Kupang oleh semua stakeholder yang terkait. Guna mewujudkan kesamaan visi

dan misi tersebut maka identifikasi stakeholders perlu dilakukan.

Fenomena yang terjadi adalah semakin luas kawasan yang akan dikembangkan akan

berdampak pada semakin kompleknya kepentingan yang terjadi. Hal ini terjadi sebagai akibat

dari adanya pendapat bahwa kawasan laut bersifat terbuka bagi berbagai jenis bentuk

pengelolaan, dan sering terlupakannya konsep pengelolaan berwawasan lingkungan, sehingga

pengelolaan kawasan yang sangat luas dan melibatkan dua daerah administratif sering

menimbulkan kompleksitas pengelolaan kawasa.

Mengingat kompleksitas pengelolaan suatu kawasan pelestarian alam laut, maka padu

serasi di antara para stakeholders yang terlibat perlu dilakukan sebelum menyusun dokumen

rencana aksi pariwisata di TWAL Teluk Kupang. Kompleksitas pengelolaan dimaksud adalah

adanya beberapa sektor pembangunan yang dapat dilakukan secara terpadu di kawasan TWAL

Teluk Kupang, yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada penyelenggaraan

pariwisata di TWAL Teluk Kupang. Dokumen rencana aksi pariwisata di TWAL Teluk Kupang

merupakan dokumen rencana detail penataan ruang dan program pengembangan sumberdaya

manusia yang disusun berdasarkan kesepakatan seluruh stakeholder yang terlibat.

Penutup

Arahan pengelolaan TWAL Teluk Kupang secara berkelanjutan telah menjadi perhatian

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Beberapa dokumen perencanaan dan produk

hukum yang mengatur pengelolaan TWAL Teluk Kupang telah disediakan oleh Pemerintah

Provinsi NTT dengan mengacu pada arahan pengelolaan secara umum yang telah ditetapkan oleh

pemerintah pusat. Namun demikian, masih diperlukan upaya penyelarasan antara dokumen

perencanaan dengan pola hidup para pemangku kepentingan di wilayah masing-masing yang

berbatasan dengan TWAL Teluk Kupang.

Berdasarkan kenyataan bahwa kerusakan lingkungan justeru masih terjadi dan relatif

mengalami peningkatan kejadian pada saat telah disusunnya dokumen rencana pengelolaan

wilayah pesisir dan laut di Provinsi NTT. Asumsi sementara adalah belum terbangunnya

pemahaman yang sama tentang keberadaan dan pentingnya kelestarian TWAL Teluk Kupang

untuk memenuhi kebutuhan hidup pada masa mendatang. Guna lebih menjamin efektivitas dan

efisiensi implementasi rencana pengelolaan tersebut maka pengembangan satu model

pengelolaan yang melibatkan para pemangku kepentingan sangat diperlukan. Salah satu model

yang dicoba akan dikembangkan adalah Adaptive Collaborative Management (ACM) atau

pengelolaan bersama secara adaptif.

Ucapan Terima Kasih

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang telah mendanai kegiatan penelitian ini melalui

Hibah Penelitian Skim Hibah Bersaing tahun 2014. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan

kontrak penelitian Nomor: 01/P2M/DIPA/POL/2014 tenggal 19 Mei 2014. Artikel ini

merupakan bagian dari penelitian dengan judul Kebijakan Pengembangan Ekowisata di Kawasan

Pelstraian Alam Teluk Kupang dalam Rangka Pemanfaatam Sumberdaya Perairan Secara

Berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

BAPPEDA Provinsi NTT 2003. Integrated Coastal Zone Management. Laporan Capaian Hasil

Kegiatan Marine Coastal and Resourses Management. Kupang.

BAPPEDA Provinsi NTT 2006. Dokumen Rencana Zonasi Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Kupang.

Chevalier, J. 2001. Stakeholder Analysis and Natural Resource Management. Charleton

University. Ottawa. Sumber: http://bebasbanjir2025.wordpress.com/ 04-konsep-konsep-

dasar/stakeholder-analysis/. Last update June 2001. Didownload pada Hari Sabtu, 28 Maret

2009.

Departemen Kehutanan 1993. Pengelolaan Taman Wisata Alam Laut Teluk Kupang, Propinsi

Nusa Tenggara Timur. Kupang.

Iskandar, J., 2001, Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove, Makalah

disampaikan dalam Pelatihan Peran Masyarakat Dalam Pengelolaan Lingkungan Hutan

Mangrove, 29-30 Agustus, Lampung.

Kemper, E.A., S. Stringfield, & C. Teddlie 2003. Mixed Methods Sampling Strategies in Social

Science Research. In: Handbook of Mixed Methods in Social & Behavioral Research. Pp.

273-296. A. Tashakkori & C. Teddlie (eds.). SAGE Publications: Thousand Oaks, London,

New York.

Mudita, I W., & R.L. Natonis 2008. Community Management of Plant Biosecurity in Australia

and Indonesia, Kupang Site. Collaboration between Charles Darwin University, University

of Mahasaraswati, and Nusa Cendana University under Prof. Ian Falk as Team Leader.

Sponsored by CRCNPB (on-going project).

Onwuegbuzie, A.J., & C. Teddlie 2003. A Framework for Analyzing Data in Mixed Method

Research. In: Handbook of Mixed Methods in Social & Behavioral Research. Pp. 351-384.

A. Tashakkori & C. Teddlie (eds.). SAGE Publications: Thousand Oaks, London, New

York.

Tashakkorie, A., & C. Teddlie 2003. The Past and Future of Mixed Methods Research : From

Data Triangulation to Mixed Model Designs. In: Handbook of Mixed Methods in Social &

Behavioral Research. Pp. 671-702. A. Tashakkori & C. Teddlie (eds.). SAGE Publications:

Thousand Oaks, London, New York.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125.

Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan lembaran Negara

Nomor 3419.