Pengaruh Media Baru terhadap Pembentukan Gerakan Sosial PROPOSAL

40
Pengaruh Media Baru Terhadap Pembentukan Gerakan Sosial Studi Terhadap Gerakan Akademi Berbagi Oleh: Eugenia Ines Dwi Artvianti Magister Ilmu Komunikasi UNPAD 1. Pendahuluan Media dan teknologi baru telah memberikan cara bagi masyarakat untuk memperoleh informasi dan gagasan, cara baru untuk berinteraksi dengan teman maupun orang asing, juga cara baru untuk mempelajari dunia, identitas kita dan juga masa depan (Gamble, 2005). Jutaan orang saat ini terhubung dan berinteraksi melalui apa yang disebut dengan cyberspace, dimana sebuah dunia terhubung melalui komputer dan internet. Perkembangan teknologi yang begitu pesat dalam beberapa dekade terakhir begitu ramai diperbincangkan karena membawa dampak yang begitu banyak ke berbagai sector, salah satunya di sector media dimana penyampaian dan pertukaran pesan dihadirkan melalui teknologi. Goldberg (2006) mengungkapkan bahwa komunikasi massa merupakan proses produksi dan distribusi pesan secara luas dan berkelanjutan oleh institusi berlandaskan teknologi dalam masyarakat industri.

Transcript of Pengaruh Media Baru terhadap Pembentukan Gerakan Sosial PROPOSAL

Pengaruh Media Baru Terhadap Pembentukan

Gerakan Sosial

Studi Terhadap Gerakan Akademi Berbagi

Oleh: Eugenia Ines Dwi Artvianti

Magister Ilmu Komunikasi UNPAD

1. Pendahuluan

Media dan teknologi baru telah memberikan cara bagi

masyarakat untuk memperoleh informasi dan gagasan, cara baru

untuk berinteraksi dengan teman maupun orang asing, juga

cara baru untuk mempelajari dunia, identitas kita dan juga

masa depan (Gamble, 2005). Jutaan orang saat ini terhubung

dan berinteraksi melalui apa yang disebut dengan cyberspace,

dimana sebuah dunia terhubung melalui komputer dan internet.

Perkembangan teknologi yang begitu pesat dalam beberapa

dekade terakhir begitu ramai diperbincangkan karena membawa

dampak yang begitu banyak ke berbagai sector, salah satunya

di sector media dimana penyampaian dan pertukaran pesan

dihadirkan melalui teknologi. Goldberg (2006) mengungkapkan

bahwa komunikasi massa merupakan proses produksi dan

distribusi pesan secara luas dan berkelanjutan oleh

institusi berlandaskan teknologi dalam masyarakat industri.

Teknologi secara luas membuat komunikasi semakin mudah untuk

dilakukan, dengan adanya teknologi, era baru dalam media

terbentuk. New Media hadir sebagai bentuk transformasi dari

media konvensional.

Media baru memperkenalkan sosial media yang menjadi

sebuah media yang penting karena kehadirannya memberikan

perubahan besar dalam proses penyampaian pesan. Komunikasi

yang sering dilakukan kini lebih banyak menggunakan

internet. Kehadiran sosial media melalui internet tidak

dapat dipisahkan dari peranan Computer Mediated

Communication (CMC) sebagai bentuk komunikasi yang

mendukung. A.F Wood dan M.J Smith (____) mengemukakan bahwa

CMC sendiri merupakan segala bentuk komunikasi antar

individu, individu dengan kelompok yang saling berinteraksi

melalui computer dalam suatu jaringan internet. CMC hadir

dalam bentuk blog, Myspace, Facebook, Youtube, dan Twitter

dimana program-program tersebut dapat menjadi media yang

membantu seseorang untuk dapat berkomunikasi dengan orang

lain melalui computer yang telah dihubungkan dengan jaringan

internet.

Twitter hadir dengan berbagai fiturnya yang menarik dan

mudah untuk digunakan yang juga menawarkan jaringan social

berupa mikroblog sehingga memungkinkan penggunanya untuk

mengirimkan dan membaca pesan yang disebut dengan kicauan

(tweets). Kicauan adalah teks tulisan hingga 140 karakter

yang ditampilkan pada halaman profil penggunanya. Sejak

tahun 2006, jejaring social yang dibentuk oleh Jack Dorsey

ini telah mendapatkan popularitasnya di seluruh dunia dengan

lebih dari 100 juta pengguna. Berdasarkan data yang berhasil

dihimpun oleh Alexa trafik web analisis, twitter merupakan

salah satu dari 10 situs web yang paling sering dikunjungi

di seluruh dunia.

Sosial media telah melampaui fungsinya dari hanya

sekedar media untuk mengekspresikan diri, namun juga

membentuk gerakan sosial segar yang menginspirasi. Hal ini

tergambar pada bencana tsunami di tahun 2004 menghancurkan

sebagian besar Aceh, beberapa relawan berhasil memulihkan

komunikasi dan menyediakan koneksi internet yang terputus

hanya dua hari setelah bencana menerjang Aceh. Tanpa adanya

komunikasi dan jaringan koneksi internet, kerja bantuan

kemanusiaan tidak dapat dilakukan secara cepat dan efektif

(Nugroho, 2011). Tidak hanya Aceh, ketika bencana banjir

menerjang Soreang, Kabupaten Bandung pada awal tahun 2012,

banyak relawan yang memanfaatkan internet dan media sosial

dalam proses mobilisasi relawan dan mendistribusikan bantuan

yang ada.

Semangat yang sama pula terjadi pada kasus yang menimpa

Prita Mulyasari pada akhir tahun 2011 lalu dimana Prita

didakwa melakukan pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni

Internasional dan kriminalisasi terhadap dua pimpinan Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit – Chandra. Ketika media

sosial seperti Facebook dan Twitter digunakan sebagai sarana

penggalangan aksi masyarakat dalam ruang lingkup nasional.

Fenomena-fenomena tersebut merupakan contoh yang memperkuat

gagasan mengenai “gerakan sosial baru”, yang organisasi dan

skalanya dicirikan oleh penggunaan media sosial (Nugroho,

2011).

Tidak hanya Indonesia, Amerika Serikat pada tahun 2011

melakukan gerakan Anti Wall-Street yang tersebar hanya dalam

waktu kurang dari tiga minggu. Gerakan ini diluncurkan di

Twitter pada tanggal 13 Juli 2011 dengan menggunakan hastag

#OccupyWallStreet. Gerakan ini kemudian di mobilisasi ke

seluruh penjuru dunia melalui internet sehingga demonstrasi

besar pun terjadi hampir di seluruh dunia. Berdasarkan hasil

yang telah dilansir dari Twitter, para demonstran secara

serempak menentang pemerintah AS terhadap pengelolaan banker

AS yang hanya memihak kepada yang kaya dan cenderung

mengabaikan yang miskin mengenai permasalah perpajakan di

Amerika Serikat dan berpengaruh terhadap bursa-bursa saham

di seluruh dunia. Lebih dari ribuan demonstran di seluruh

dunia, antara lain: Kanada, Taiwan, Australia, Inggris,

Perancis, Italia, Spanyol, Jerman, Hongkong, Irlandia dan

juga Swiss.

Sebelum era media baru, mobilisasi pada umumnya

dilakukan dari mulut ke mulut karena akan menarik perhatian

pemerintah dan rawan akan penangkapan. Tahun 1998 menjadi

saksi pemberontakan mahasiswa yang pada kala itu hanya

mengandalkan koordinasi dan mobilisasi massa melalui kabar

dari mulut ke mulut dan SMS (Short Message Service). Mobilisasi

massa pada era ini sudah jauh melampaui penyampaian kabar

dari mulut ke mulut. Teknologi pada era ini memainkan peran

pendukungnya yaitu melayani kebutuhan komunitas masyarakat

sipil dalam pencapaian tujuan mereka. Hal ini tercermin dari

kegiatan sosial pada saat bencana banjir melanda Soreang,

Kabupaten Bandung. Dengan semangat masyarakat Bandung

melalui twitter menyebarkan informasi mengenai banjir hebat

yang terjadi malam itu, relawan yang dihimpun dari gerakan

#AksiBandung pun menjadi relawan pertama yang sampai pada

lokasi bencana dan membantu proses evakuasi dan distribusi

kebutuhan korban bencana.

Tentunya cerita penggunaan internet dan media sosial

tidak berhenti pada titik tersebut, gerakan sosial tersebut

menunjukan bahwa masyarkat sipil baik di tingkat individu

maupun komunitas dapat berpartisipasi dalam melakukan

gerakan sosial melalui internet dan sosial media (Nugroho,

2011). Internet dan sosial media tidak hanya di adopsi

sekedar untuk kepentingan politik, hokum dan hiburan namun

untuk melakukan sesuatu yang dianggap baik, dan dapat

mengubah keadaan menjadi lebih baik tanpa melakukan

perjuangan melawan pemerintah. Gerakan sosial baru ini

memberikan ruangan yang besar pada masyarkat untuk melakukan

sesuatu secara langsung guna merubah Indonesia ke arah yang

lebih baik.

Gerakan Akademi Berbagi hadir sebagai gerakan yang

bernilai positif berbasis internet. Akademi Berbagi

merupakan gerakan sosial yang bertujuan untuk berbagi

pengetahuan, wawasan dan pengalaman yang bisa diaplikasikan

langsung sehingga para peserta bisa meningkatkan kompetisi

di bidang yang telah dipilihnya (Ismail, 2012). Bentuk

kegiatan ini adalah kelas singkat yang dilakukan selama 2

jam dan diajarkan oleh para ahli dan praktisi di dalam

bidangnya masing-masing.

Juli 2010 menjadi bulan kelahiran Gerakan Akademi

Berbagi. Berawal dari Twitter, kelas Akademi Berbagi mencoba

mengkolaborasikan kegiatan online dan offline. Di tahun 2013

ini, Kelas Akademi Berbagi sudah tersebar di berbagai kota

di seluruh Indonesia, antara lain: Medan, Palembang, Jambi,

Bandung, Solo, Semarang, Jogjakarta, Surabaya, Malang,

Balikpapan, Makassar, Ambon, Ende, Madura, Bali, Garut,

Gorontalo, Jember, Lampung, Madiun, Madura, Pekalongan,

Palembang, Ambon, Balikpapan, Jambi, Tangerang, Cianjur,

Bondowoso, dan Palu. Melalui sosial media dan cerita dari

mulut ke mulut juga jaringan antar komunitas, gerakan ini

menjaga konsistensi kegiatan dengan terus berkomunikasi

melalui jaringan internet.

Kelas Akademi Berbagi dibuka untuk umum dan juga

gratis. Gerakan ini menjunjung tinggi nilai dari-untuk-oleh

kita. Penggagas, guru, murid dan pengelola adalah relawan

yang peduli dengan pendidikan di Indonesia. Akademi Berbagi

mencoba memberikan alternative belajar baru pada masyarakat.

Banyak penghargaan telah berhasil diterima oleh gerakan ini,

diantaranya: The Most Inspiring Social Movement oleh Klik Hati

Award, The New Alternative oleh Editor’s Choice dari Majalah Rolling

Stone Indonesia dan untuk penggagasnya, Ainun Chomsum

memperoleh penghargaan Young Women Netizen 2011. Bersama para

relawan, guru dan murid mencoba merubah Indonesia ke arah

yang lebih baik.

Kegiatan yang dilakukan oleh Gerakan Akademi Berbagi

yang berbasis online dan offline justru membawa warna baru

yang akan menarik untuk ditelusuri lebih dalam lagi.

Teknologi komunikasi, internet, dan media sosial telah

menjadi sarana yang memudahkan masyarakat sipil dalam

mengembangkan berbagai kegiatan masyarakat (Illich, 1973).

Gerakan Akademi Berbagi ini diharapkan dapat menghadapi

permasalahan-permasalahan terkini yang terjadi di Indonesia.

Hajal (2002) mengungkapkan bahwa perkembangan internet

telah menjadi pendorong baru bagi lahirnya atau penemuan

kembali “masyarkat sipil” yaitu terbentuknya jaringan

gabungan dari organisasi, kelompok, dan gerakan masyarakat

sipil yang bertujuan mencapai berbagai agenda madani seperti

demokratisasi dan kebebasan informasi. Meskipun demikian,

penelitian sistematis mengenai penggunaan inovasi teknologi

internet dan media sosial dalam melakukan gerakan sosial

masih terbatas, sehingga pengetahuan mengenai pengaruh media

sosial terhadap kegiatan sosial semacam ini perlu digali

lebih dalam lagi.

2. Rumusan Masalah

Adopsi internet pada masyarakat yang memberikan dampak

signifikan dalam melakukan gerakan sosial selalu menarik

untuk dikupas. Mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh

Nugroho (2011) bahwa gerakan sosial saat ini telah banyak

dilakukan dengan cara mengadopsi internet dan mengenai

lahirnya apa yang disebut dengan “one click activism” bahwa

sebuah gerakan di dunia maya tidak akan membawa dampak

apapun apabila tidak direalisasikan di dunia nyata.

Sesuai dengan fenomena yang terjadi, maka penulis

kemudian memfokuskan penelitian ini pada kasus Gerakan

Akademi Berbagi yang prakteknya bergerak bermula dari

gerakan yang dilakukan melalui jejaring sosial. Penelitian

ini difokuskan untuk meneliti secara empiris sejauh mana

pengaruh sosial media dalam pembentukan Gerakan Akademi

Berbagi. Kemudian fokus masalah tersebut diturunkan dalam

identifikasi masalah sebagai berikut:

1) Bagaimana media sosial Twitter mempengaruhi terbentuknya

Gerakan Akademi Berbagi?

2) Apa implikasi Gerakan Akademi Berbagi terhadap murid

Akademi Berbagi?

3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengetahui

pengaruh media sosial terhadap terbentuknya Gerakan Akademi

Berbagi, dan 2) mengetahui implikasi Gerakan Akademi Berbagi

terhadap murid Akademi Berbagi. Manfaat penelitian ini

selain secara akademis dapat memperkaya kajian di bidang

komunikasi mengenai media baru dalam pembentukan gerakan

sosial, namun juga manfaat lainnya sebagai referensi oleh

Gerakan Akademi Berbagi guna melihat implikasi media sosial

terhadap gerakan mereka.

Berdasarkan kajian terdahulu, kebanyakan peneliti

membahas mengenai gerakan sosial yang dilakukan tanpa

mengadopsi teknologi internet, antara lain seperti gerakan

sosial yang bermuara pada gerakan-gerakan petani dan

perlawanan agrarian yang dicirikan sebagai perjuangan kelas

dan gerakan yang dianggap sebagai gerakan sosial baru

(Scoot, 1985; Moore, 1996; Triwibowo, 2006; Singgih, 2010).

Sedangkan literatur mengenai penelitian tentang internet di

Indonesia (Widyasari, 2002; Budiman, 2003; Haryati, 2004;

Putri, 2008; Ismail, 2010) masih belum menyentuh bagaimana

sebuah gerakan sosial terbentuk dari internet itu sendiri.

4. Kerangka Konseptual

4.1 Kelompok

Olmsted (1962) mengungkapkan bahwa kelompok merupakan

bentuk pluralitas individu yang saling berhubungan secara

berkesinambungan, saling memperhatikan, dan sadar akan

adanya suatu kemanfaatan bersama. Kelompok merupakan

bagian dari masyrakat dimana proses interaksi dan peranan

individu dapat diamati dan diuji (Cooley & Horton, 1909).

Kelompok merupakan satu sistem yang bertujuan untuk

mempertahankan eksistensinya. Kelompok tidak saja berubah

secara konstan akan tetapi bergantung pada penambahan

fungsi, pengaruh positif sebagai faktor pengikat atau

pemersatu dan seterusnya (Soekanto, 1986: 79).

Selain sebagai gerakan sosial baru, Gerakan Akademi

Berbagi dapat dipahami sebagai kelompok baru dalam

masyarakat. Galston (2000; 196) memulai pembahasan

mengenai keberadaan komunitas di dalam masyarakat:

A community involves a limited number of people in asomewhat restricted social space or network heldtogether by shared understanding and a sense ofobligation. Relationships are close, often intimate,and usually face to face. Individuals are boundtogether by affective or emotional ties rather than bya perception of individual self-interst. There is a“we-ness” in a community; one is a member.

[Suatu komunitas yang melibatkan sejumlah orang didalam sebuah ruangan sosial tertentu atau jaringankerja yang terbatas yang dibagun bersama dengan berbagipengertian dan kewajiban. Hubungan antar individunyabersifat erat, intim. Setiap anggotanya teikat kuatdalam kebersamaan rasa atau emosional ketimbangdidasari oleh persepsi mengenai persepsi masing-masing.Ada rasa “ke-kita-an” dalam sebuah komunitas, dirisecara tunggal adalah anggota]

4.1.1 Fungsi Kelompok

Kelompok memberikan kepuasan yang bersifat afektif bagi

para individu sehingga kehidupan menjadi menyenangkan

bagi orang tersebut. Suatu kelompok utama berfungsi untuk

memberikan latihan dan dukungan bagi para anggotanya.

4.1.2 Komunikasi dalam Kelompok

Komunikasi yang menjadi dasar dari semua interaksi

manusia dalam melaksanakan fungsinya sebagai kelompok.

Michael Burgoon dan Michael Ruffner (____) dalam bukunya

memberikan batasan komunikasi kelompok sebagai interaksi

tatap muka dari tiga atau lebih individu guna memperoleh

maksud atau tujuan yang dikehendaki seperti bagain

informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan masalah

sehingga semua anggota dapat menumbuhkan karakteristik

pribadi anggota lainnya dengan akurat.

Eksistensi kelompok tergantung pada komunikasi, pada

pertukaran informasi. Bila kelompok bertemu, terjadilah

pertukaran informasi, setiap anggota berusaha

menyampaikan atau menerima informasi baik secara verbal

maupun nonverbal (Rakhmat, 2012). Kelompok menjalani

fungsi komunikasinya yang mencakup fungsi hubungan

sosial, pendidikan, persuasi, pemecahan masalah,

pembuatan keputusan, dan juga fungsi terapi. Fungsi-

fungsi ini dimanfaatkan untuk kepentingan masyarkat,

kelompok dan para anggota kelompok itu sendiri.

4.1.3 Kohesif Kelompok

Dalam penelitian dinamika kelompok, sifat kohesif

merupakan seluruh kekuatan yang membuat anggota kelompok

tetap menjadi bagian dari kelompok tersebut. Biasanya

sifat kohesif dirumuskan atas dasar pilihan persahabatan

secara sosiometrik. Taraf dalam sifat kohesif dapat

ditentukan oleh beberapa factor, antara lain:

1) Lebih mementingkan kerjasama daripada persaingan

2) Lebih bersifat demokratis daripada otoriter atau

liberal

3) Adanya organisasi dalam kelompok

4) Keanggotaan dalam kelompok kedudukan yang tinggi

keduudkan sentral dalam kelompok kedudukan rendah

Anggota-anggota suatu kelompok biasanya saling menaruh

perhatian yang besar terhadap sesamanya. Kelompok kohesif

memiliki sikap terbuka terhadap perubahan maupun pengaruh

lain serta lebih mudah meniwai kaidah-kaidah yang berlaku

sehingga lebih tahan terhadap tekanan (Soekanto, 1986).

Fritzredl dalam Soekanto menyatakan bahwa unsure-unsur

emosional kelompok merupakan landasan proses pembentukan

kelompok (Soekanto, 1986). Anggota kelompok dengan

tingkat kohesifitas yang tinggi lenih bersifat kooperatif

dan pada umumnya mempertahankan dan meningkatkan

integrasi kelompok sedangkan pada kelompok dengan tingkat

kohesifitas yang lebih rendah akan cenderung lebih

independen dan kurang memperhatikan anggota lain

(Walgito, 2007).

Kohesi sendiri adalah semangat kelompok yang timggi

yang tercipta dari semangat kelompok yang tinggi, sebuah

ikatan kedekatan dengan hubungan interpersonal yang

akrab, kesetiakawaranan dan perasaan “ke-kita-an yang

sangat dalam (Rakhmat, 2012). Kohesi ini yang menjadi

pendorong tercciptanya groupthink.

4.1.4 Groupthink

Janis (1982) percaya bahwa ada tiga kondisi yang

mendorong terjadinya groupthink, yaitu: 1) kohesivitas

yang tinggi dari kelompok pengambil keputusan, 2)

karakteristik structural spesifik dari lingkungan dimana

kelompok ini bekerja, dan 3) karakteristik internal dan

eksternal yang dapat menimbulkan tekanan, dari situasi

yang ada.

Kondisi groupthink ini adalah sebuah gejala yang

mengindikasikan cara berpikir seseorang atau kelompok

yang kohesif untuk selalu sepakat karena kebulatan suara

mayoritas dan mengabaikan alternative-alternatif

tindakan yang realistis dan rasional (Mulyana, 1999).

Bagi anggota kelompok hal ini bisa menjadi paksaan

karena sebenarnya ia tidak setuju, namun karena

mayoritas anggota kelompok loyal dan menjadikan dirinya

seragam pada kelompoknya yang menciptkan tekanan-tekanan

kelompok yang menyebabkan suatu tindakan atau kebijakan

menjadi tidak bijak.

4.1.5 Computer Mediated Communication (CMC)

Teknologi komunikasi yang berkembang dengan signifikan

dan melalui evolusi dari media tulis, ditandai dengan

terjadinya diversifikasi teknologi informasi dengan

begabungnya telepon, radio, dan computer dan televise

menjadi satu dan menandai teknologi yang disebut dengan

internet.

Sejak ditemukannya bahasa dasar computer yang menjadi

cikal bakal penemuan computer pada tahun 1679 sampai pada

tahun 1970-an, yang awalnya computer hanya dianggap

sebagai benda fisik semata yang banyak dimanfaatkan oleh

perusahaan hanya untuk meningkatkan efektivitas dalam

bekerja dan dalam waktu yang relative sama, perkembangan

teknologi komunikasi pun memberikan satu bentuk teknologi

internet dimana hal tersebut oleh Bell (2001) dianggap

sebagai arena sosial.

Konsekuensi sosial yang timbul seiring dengan

perkembangan teknologi komunikasi dan informasi bisa saja

berawal dari sense dia mengenai orang lain. Perubahan

hubungan sosial tersebut berasal dari konstruksi seorang

individu tentang individu lain. Kenyataan tersebut akan

semakin jelas jika dikaitkan dengan penggunaan computer

di dalam masyarakat sebagai alat komunikasi. Maka

munculah apa yang dinamakan sebagai Computer-Mediated

Communication (CMC). CMC ini bisa meningkatkan kemampuan

seorang individu untuk melihat dan mendengar. Para

individu yang terlibat dengan CMC ini yang akan membentuk

cybersociety.

Dengan adanya internet dan program-program yang

digunakan dalam berkomunikasi, maka CMC akan terus

berkembang dengan berbagai bentuk yang variatif.

Komunikasi yang dahulu harus dilakukan secara tatap muka

dalam waktu yang bersamaan dan tempat yang sama, kini

disederhanakan oleh sosial media. Twitter kemudian dapat

didefinisikan secara formal sebagai alat CMC, sebuah alat

asinron (delay) yang memungkinkan komunikasi (one-to-one dan

one-to-many) dan juga kolaborasi selama periode waktu

melalui bentuk yang berbeda (Ashley, 2003).

CMC menyuguhkan sebuah fitur komunitas virtual dimana

level komitmen terbentuk melalui hubungan yang dialami

oleh para penggunanya. CMC dapat dikatakan sebagai

agregasi sosial yang muncul ketika banyak orang membawa

diskusi public cukup panjang dengan perasaan manusia

untuk membangun website hubungan personal dalam cybersociety

(Hine, 2000).

4.2 Warna Baru dalam Media: New Media

Teknologi mengalami perkembangan yang sangat luar biasa

pesat ke segala penjuru bidang, seperti teknologi ilmu

kedokteran, pertanian, peternakan, transportasi, maupun

teknologi komunikasi. Dalam pembahasan ini, teknologi

yang akan dikupas secara mendalam adalah physical

technology dalam hal ini teknologi komputer yang tidak

hanya dilihat sebagai benda mati melainkan menjadi sebuah

social technology dalam hal ini teknologi internet yang

dinilai sebagai arena sosial (Bell, 2001).

Kehadiran New Media atau media baru sebagai media

digital di arena sosial memiliki konten yang berbentuk

gabungan data, teks, suara dan berbagai jenis gambar yang

disimpan dalam format digital dan disebarluaskan melalui

jaringan berbasis kabel optic broadband, satelit dan sistem

transmisi gelombang mikro (Flew, 2008).

Flew (2008) mengidentifikasi lima karakteristik

dalam media baru, yaitu:

1. Manipulable. Informasi digital mudah diubah dan

diadptasi dalam berbagai bentuk, penyimpanan,

pengiriman dan penggunaan.

2. Networkable. Informasi digital dapat dibagi dan

dipertukarkan secara terus menerus oleh sejumlah

besar pengguna diseluruh dunia.

3. Dense. Informasi digital berukuran besar dapat

disimpan di ruang penyimpanan kecil (contohnya

USB) atau penyedia layanan jaringan.

4. Compressible. Ukuran informasi digital yang

diperoleh dari jaringan manapun dapat diperkecil

melalui proses kompres dan dapat didekompres

kembali saat dibutuhkan.

5. Impartial. Informasi digital yang disebarkan melalui

jaringan bentuknya sama dengan yang

direpresentasikan dan digunakaan oleh pemiliknya.

McQuail (1987) memaparkan ciri-ciri utama media baru

dibandingkan dengan media konvensional, yaitu:

1. Desentralisasi, pengadaan dan pemilihan berita

tidak lagi sepenuhnya ada di tangan pemasok

komunikasi.

2. Kemampuan tinggi, pengantaran melalui kabel dan

satelit mengatasi hambatan komunikasi yang

disebabkan oleh pemancar siaran lainnya.

3. Komunikasi timbal balik (inter-activity), penerima

dapat memilih, menjawab kembali, menukar informasi

dna dihubungkan dengan penerima lainnya secara

langsung.

4. Kelenturan (fleksibilitas) bentuk, isi dan

penggunaan.

Sesuai dengan pemaparan tersebut, media baru tidak

hanya dapat dikatakan sebagai jembatan baru antara

beberapa media, namun juga menjebatani perbedaan antara

batasan kegiatan komunikasi pribadi dengan batasan

kegiatan komunikasi public. Media baru memiliki

kemampuan untuk membentuk gerakan baru demi mencapai

tujuan publik.

4.2.1 Media Baru: Twitter

Twitter yang sudah menjadi bagian dari keseharian

bagi masyarakat modern dikategorisasikan sebagai bentuk

dari media baru. Epstein dan Kraft (2010) memaparkan

bahwa Twitter adalah situs tidak berbayar yang berisi

pesan yang hanya terdiri dari 140 karakter dengan

sebutan tweets, dan disebarkan dengan sangat cepat

kepada semua pengguna yang mengikuti satu akun

tertentu. Hal yang membedakan dengan situs jejaring

sosial lainnya adalah bahwa Twitter memiliki

karakteristik unik yaitu adanya fitur “retweet” yang

biasa berlabel RT di Twitter.

Keunikan Twitter tidak hanya pada fitur tersebut,

namun juga Twitter memungkinkan penggunanya untuk

mencari kata atu frase tertentu dalam fitur search yang

memudahkan para penggunanya untuk mengikuti trending

topic atau topik terpanas yang sedang dibicarakan di

Twitter. Fitur ini juga didukung dengan inovasi yang

dilakukan oleh penggunanya dengan menggunakan hastags

(#) pada tweet-nya sehingga mereka dapat dikelompokan

dengan lebih mudah dan dihubungkan dengan topic yang

serupa dengan hastag yang digunakan (Epstein & Kraft,

2010)

Sebagai Media Baru, Twitter memiliki karakteristik-

karakteristik yang dijabarkan oleh Lister (2003),

antara lain:

1. Digitality

Twitter menggunakan sistem digitalisasi, karena

berbagai format yang dikirimkan oleh penggunanya

secara sederhana mengalami proses digitalisasi

sehingga menjadi tampilan seperti yang tertera di

halaman Twitter masing-masing penggunanya. Teks

tersampaikan, foto tersebar dimanapun kapanpun.

2. Interactivity

Twitter memungkinkan pesan atau tweet penggunanya

terhubungkan dengan tweet pengguna lain.

Interaktivitas inilah yang membedakan dengan media

konvensional. McMillan (2002) menyatakan bahwa

interaktivitas dapat terjadi pada berbagai tingkatan

dan derajat keterlibatan dan juga penting untuk

membedakan masing-masing tingkatannya. Dimana para

penggunanya saling beinteraksi, dimana interaksi

para-sosial, dibentuk melalui media baru yang

dihasilkan secara online oleh penggunanya.

3. Dispersality

Adanya suatu yang bias antara mana yang menjadi

produsen informasi dan yang mana yang menjadi

konsumennya, karena semuanya begitu terkait.

4. Virtuality

Twitter memberikan pengalaman penggunanya dalam

interaksi dengan pesan-pesan yang disampaikan secara

virtual yang biasanya disampaikan lewat komputer

maupun telepon genggam.

4.3Internet dan Gerakan Sosial

4.3.1 Gerakan Sosial

Harper mengemukakan (1989) secara formal

bahwa gerakan sosial dapat didefinisikan sebagai

kolektivitas yang tidak konvensional dengan

beragam derajat organisasinya yang berupaya

mendorong ataupun mencegah perubahan. Harper juga

mengemukakan bahwa gerakan sosial dapat dibedakan

dari bentuk-bentuk sosial lainnya karena gerakan

sosial:

1. Eksis diluar kerangka institusional

kehidupan sehari-hari.

2. Berorientasi pada perubahan sosial

tertentu.

Gerakan sosial adalah sekelompok orang yang

terlibat dalam mencari penyelesaian atau untuk

menghambat suatu proses perubahan sosial (Giddens,

____). Normalnya gerakan sosial muncul dalam

hubungan konflik dengan organisasi yang tujuannya

dan pandangannya sering bertentangan. Selain itu,

Rudolf Herbele (1979) mendefinisikan gerakan

sosial sebagai upaya kolektif guna mengubah

kekuasaan sebagai wujud reaksi terhadap tren

sosial tertentu, dalam hal ini tren sosial

tersebut merupakan kondisi sosial yang

mengkondisikan kemunculan sebuah gerakan.

Tren Sosial merupakan produk sejarah, sebuah

substruktur yang mebangun batasan bagi kelompok-

kelompok, baik yang terorganisir maupun tidak.

Anthony Giddens menambahkan bahwa gerakan sosial

sebagai upaya kolektif demi mengejar kepentingan

bersama melalui tindakan kolektif diluar ruang

lingkup lembaga-lembaga mapan. Sedangkan menurut

Misel (2004) gerakan sosial adalah seperangkat

keyakinan dan tindakan yang tidak terlembaga yang

dilakukan oleh sekelompok orang untuk memajukan

atau menghalangi perubahan dalam masyarakat.

Ada tiga point kunci dalam gerakan sosial

yang dikemukakan oleh Benford dan Snow (2000)

yaitu: 1) gerakan bersifat kolektif yang

didalamnya terdapat kepentingan dan tujuan

kolektif serta tindakan kolektif untuk

mewujudkannya, 2) gerakan didasarkan pada

kepentingan dan tujuan yang sama, 3) gerakan

mencari perubahan diluar institusi mapan.

Ada pun penyebab munculnya gerakan sosial

adalah sebagai bentuk reaksi terhadap sesuatu yang

tidak diinginkan oleh rakyat. Denny (_____)

mengungkapkan tiga kondisi yang melahirkan gerakan

sosial, yaitu: 1) gerakan sosial lahit dengan

kondisi yang memberikan kesempatan bagi gerakan

tersebut, 2) gerakan sosial timbul karena

meluasnya ketidakpuasan atas situasi yang ada , 3)

gerakan sosial semata-mata masalah kemampuan

kepemimpinan dari tokoh penggerak. Tokoh penggerak

sebagai inspirator, membuat jaringan, membangun

organisasi yang menyebabkan sekelompok orang

termotivasi untuk terlibat dalam gerakan tersebut

(Fauzi, 2005).

David Aberle mengklasifikasikan gerakan

sosial ke dalam empat kategori berdasarkan tipe

perubahan dan besarnya perubahan yang diinginkan.

Tipologi yang dikemukakn oleh Aberle adalah

sebagai berikut:

Locus of ChangeSupra-

individualIndividual

Amount of

ChangeTotal

Transformati

veRedemptive

Partial Reformative Alternative

Gambar 1. Tipe Gerakan Sosial

1. Alternative Movement adalah gerakan sosial

yang bertujuan untuk mengubah perilaku

perseorangan. Contohnya berbagai kampanye

untuk mengubah perilaku tertentu, seperti

kampanye anti rokok dan penyalahgunaan

narkoba.

2. Redemptive Movement adalah gerakan sosial

yang ruang lingkupnya lebih luas daripada

alternative movement. Tujuan yang hendak

dicapai adalah perubahan menyeluruh pada

perilaku seseorang. Gerakan sosial ini

kebanyakan terdapat di bidang keagamaan.

Contohnya melalui gerakan ini, misalnya

perseorangan diharap untuk bertobat dan

mengubah cara hidupnya sesuai dengan

ajaran agama.

3. Reformative Movement adalah gerakan sosial

yang bertujuan untuk mengubah masyarakat

namun ruang lingkup yang hendak diubahnya

hanya segi-segi tertentu masyarakat.

Contohnya gerakan kaum homoseks untuk

memperoleh pengakuan terhadap identitas

seksual mereka, atau gerakan kaum

perempuan untuk memperjuangkan persamaan

hak dengan laki-laki.

4. Transformative Movement adalah gerakan

sosial yang bertujuan untuk mengubah

masyarakat secara menyeluruh. Contohnya

gerakan komunis di Kamboja.

4.3.2 Internet dan Gerakan Sosial

4.3.2.1 Hubungan antara Komunitas Online

dan Jaringan Sosial

Komunitas online yang sudah menjadi satu

kesatuan dari masyarkat modern. Komunitas

yang tidak mengenal jenjang usia, pendidikan,

latar belakang ini membuktikan bahwa

penetrasi penggunaan sosial media pada

masyarakat sangatlah siginifikan. Menurut

pengamatan Hine (2000) mengenai situs

jejaring sosiakl yaitu bahwa tidak

terbatasnya halaman website dan aplikasinya

sehingga website dan jaringan sosial lebih

ditekankan dapat terintegrasi jaringan sosial

antara yang satu dengan yang lain yang

membentang luas di internet sehingga kita

dapat bergerak melintasi jaringan sosial lain

dalam link individu yang tersedia di situs

jaringan sosial.

Schneider dan Foot (2008) memandang

bahwa sebagai pengguna jejaring sosial dapat

dianggap sebagai kelompok link dalam jejaring

sosial yang menghubungkan minat yang sama

dan/atau memiliki informasi dan profil yang

sama dalam sebuah jaringan seperti pengguna

sosial media sekarang dianggap sebagai link-

link antar individu dan kelompok yang

berinteraksi satu sama lain melalui sosial

media dimana manusia direpresentasikan dengan

link-link untuk berinteraksi seolah-olah

secara fisik melalui internet.

Para pengguna dalam jaringan sosial

dicontohkan pada salah satu fitur unik dari

situs jaringan sosial: artikulasi dan

perwujudan nyata dari jaringan sosial melalui

daftar teman. (Boyd & Ellison, 2007). Situs

jejaring sosial seperti Twitter dengan

perangkat mobile-nya dapat tetap dapat

diakses walaupun penggunanya jauh dari

computer.

4.3.2.2 Gerakan Sosial Melalui Jejaring

Sosial

Penulis focus pada penelitian kasus

Gerakan Akademi Berbagi yang dilihat sebagai

fenomena sosial baru yang menarik untuk

dibahas. Landasan kegiatan dalam Gerakan

Akademi Berbagi unik dibandingkan dengan

gerakan lainnya, namun di satu sisi Gerakan

Akademi Berbagi dapat dipahami sebagai sebuah

komunitas kelompok baru dalam masyarakat.

Sebelum era kemunculan internet, nilai

dari hubungan efektif antara anggota kelompok

masyarkat terlihat lebih penting bagi

masyarakat dari aktualitas lokasi fisik.

Globalisasi terus menunjukan kepada

masyarakat bahwa ikatan sosial, tanggung

jawab dan kewajiban dapat melintasi batasan-

batasan Negara dengan adnaya internet (Axel,

2004). Secara labgsung, kemajuan teknologi

telah mempengaruhi komunikasi dengan

peningkatan eksponensial dalam kualitas,

kecepatan, dan kemudahan akses yang dapat

digunakan untuk mengikat anggota, menciptakan

konvergensi kesempatan dan kebutuhan (Hine,

2000).

Sebagai tempat interaktif, internet

memfasilitasi pergerakan informasi, uang, dan

komoditas yang dibagi, diperdagangkan,

dipertukarkan dan dijual, gambar dan symbol

yang dipinjam, dikemas ulang dan melintasi

batas bangsa dan etnis (Barber, 2001).

Internet sebagai ekspresi dunia baru, berbagi

segala ekspresi dan emosi dan ideology

bagaimana dunia harus dibentuk.

5. Metodologi Penelitian

5.1 Paradigma Penelitian

Paradigma dapat diartikan sebagai sudut pandang

dalam melihat suatu fenomena atau gejala sosial.

Menurut Bogdan dan Biklen definisi dari paradigma

itu sendiri adalah sebagai kumpulan mengenai asumsi

yang secara logis dianut bersama, konsep atau

propinsi yang mengacu pada cara berpikir dalam suatu

penelitian.

Penulis menggunakan paradigma positivistik yang

menempatkan ilmu sosial seperti halnya ilmu alam

sebagai metode yang terorganisir yang

mengkombinasikan deductive logic dengan pengamatan

empiris guna secara probabilistic menemukan atau

memperoleh konfirmasi tentang hokum sebab akibat

yang bisa dipergunakan untuk memprediksi pola-pola

umum gejala sosial tertentu.

Penulis di dalam penelitian ini mencoba melihat

pengaruh sosial media terhadap pembentukan gerakan

sosial yang diamati dari pergerakan Gerakan Akademi

Berbagi melalui media sosial Twitter.

5.2 Pendekatan Penelitian

Ada pun pendekatan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah pendekatan kuantitatif. Pengertian dari

kuantitatif menurut Effendi dan Singarimbun (1998)

adalah suatu upaya pengukuran untuk menerangkan

fenomena sosial dengan cara memandang fenomena

tersebut sebagai hubungan antar variable.

Ciri-ciri dari pendekatan kuantitatif adalah

mengikuti pola berpikir deduktif, mempercayakan

angka (statistik atau matematika) sebagai instrument

untuk menjelaskan kebenaran, membangun validitas

internal dan validitas eksternal sebaik mungkin.

Data kuantitatif yang bersifat terstruktur atau

berpola memperkaya ragam data yang diperoleh dari

berbagai sumber (responden maupun obyek yang

diamati).

Irawan (2006) mendefinisikan kata “kuantitatif”

secara luas sebagai “keakuratan” deksripsi suatu

variable dan kekurangan hubungan antara satu

variable dengan variable lainnya serta memiliki

aplikasi (generalisasi) yang luas.

5.3 Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat ekplanatif guna menemukan

penjelasan tentang mengapa suatu kejadian atau

gejala terjadi. Tujuan dari penelitian eksplanatif

ini sendiri adalah menghubungkan pola-pola yang

berbeda namun memiliki keterkaitan dan menghasilkan

pola hubungan sebab-akibat (Prasetyo, ____).

Ruslan (___) mengemukakan dalam penelitian

eksplanatoris tidak hanya memperkecil penyimpangan

atau terjadinya bias, namun lebih meningkatkan nilai

kepercayaan, dan untuk tujuan menguji hipotesis atau

hubungan sebab akibat (penelitian kejelasan) dengan

melakukan eksperimen. Adapun hubungan yang ingin

dijelaskan dalam penelitian ini adalah pengaruh

media sosial dalam pembentukan gerakan sosial

melalui Gerakan Akademi Berbagi.

5.4 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data

berupa survey dengan cara menyebar kuesioner.

Penelitian survey sendiri merupakan suatu penelitian

kuantitatif dengan menggunakan pertanyaan

terstruktur atau sistematis yang sama kepada banyak

orang untuk kemudian seluruh jawaban yang diperoleh

peneliti catat, olah kemudian dianalisis

(Prasetyo,____)

Ariestondri (2006) mengemukakan fungsi kuestioner

dalam penelitian adalah sebagai instrument untuk

memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan

riset serta memiliki tingkat (realiability) dan

kesahihan (validity). Tujuan dari survey sendiri

adalah bersifat menerangkan atau menjelaskan yakni

mempelajari fenomena sosial dengan meneliti hubungan

variable penelitian (Singarimbun dan Effendi, 1989).

Sesuai dengan prosedur sistematik, logis dan

proses pencarian data yang valid, pengumpulan data

secara langsung dan tidak langsung guna keperluan

analisis dan pelaksanaan pembahasan dilakukan.

Penelitian ini menggunakan data primer yaitu data

yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian

perorangan, kelompok, dan organisasi. Adapun data

primer yang digunakan berupa kuestioner.

5.5. Unit Analisis

Unit analisis yang akan diteliti dalam penbelitian

ini adlaah individu yang terlibat dalam Gerakan

Akademi Berbagi.

5.6 Populasi dan Sampel

5.6.1 Populasi

Populasi adalah semua individu atau unit-unit

yang menjadi target penelitian (Purwanto, 2007).

Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah

para peserta kegiatan Gerakan Akademi Berbagi

yaitu sebanyak _____

5.6.2 Sampel

Sample merupakan bagian dari populasi yang

dipilih mengikuti prosedur tertentu sehingga dapat

mewakili populasinya (Purwanto dan Sulistyastuti,

2007). Peneliti menggunakan teknik penarikan

sampel purposive atau disebut juga dengan

judgemental sampling yang dimana pengertiannya

pemilihan sample berdasarkan pada karakteristik

tertentu yang dianggap memiliki sangkut pautnya

dengan karakteristik populasi yang sudah diketahui

sebeleumnya. Jumlah sampel dalam penelitian ini

ditentukan dengan menggunakan rumusan Slovin,

yaitu sebagai berikut:

Rumus Slovin:

n: ukuran sampel

N: ukuran populasi

d: estimasi kesalahan

Jadi, jumlah sample dalam penelitian ini adalah:

n: N

Nd2 + 1

:

Hasil perhitungan menggunakan rumusan Slovin

dalam penelitian ini berjumlah ______. Kriteria

responden dalam penelitian ini adalah peneliti

hanya menyebar kuestioner pada ______ orang yang

mengikuti Gerakan Akademi Berbagi. Semakin besar

sampel yang diambil maka akan semakin kecil pula

lah kemungkinan untuk terjadinya kesalahan. Untuk

penelitian yang menggunakan analisis statistik,

jumlah sample yang terkecil adalah 30 subjek.

5.6.3 Hipotesis Penelitian

McFedries (2007) menyajikan gambaran singkat

mengenai media sosial, berkomentar bahwa satu

tujuan dari media sosial adalah untuk meningkatkan

kehadiran seseorang di dunia maya. Oleh karena itu

pembentukan gerakan sosial sangat mungkin untuk

terjadi bermula dari jejaring sosial. Penelitian

ini dilakukan pada tahap pembentukan gerakan

sosial yang bermula pada jejaring sosial.

Hipotesis utama penelitian ini adalah berupa

dugaan mengenai adanya pengaruh antara media

sosial dengan pembentukan Gerakan Akademi Berbagi.

Maka hipotesis penelitian menjadi sebagai berikut:

Ha : Sosial media Twitter berpengaruh positif

terhadap Pembentukan Gerakan Akademi Berbagi

Ho : Sosial media Twitter berpengaruh negative

terhadap Pembentukan Gerakan Akademi Berbagi.

5.6.4 Hipotesis Statistik

H1 : Terdapat pengaruh antara sosial media

Twitter dengan pembentukan Gerakan Akademi

Berbagi.

Ho : Tidak terdapat pengaruh antara sosial

media Twitter dengan pembentukan Gerakan

Akademi Berbagi.

5.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Lexy dan Hasan (2000) memaparkan bahwa

analisis data adalah suatu proses

mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam

pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga

dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan

hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.

Pengolahan data bertujuan untuk memperlihatkan

hubungan-hubungan antara fenomena-fenomena yang

terdapat dalam penelitian, memberikan jawaban atas

hipotesis yang diajukan, membuat kesimpulan serta

implikasi-implikasi dan saran-saran yang berguna

untuk penelitian selanjutnya. Penelitian ini

menggunakan analisis data dengan menggunakan SPSS

17.0. Metode yang digunakan adalah metode analisis

deskriptif.

5.8. Uji Vliditas dan Reabilitas

Validitas merupakan tingkat keandalan dan

kesahihan alat ukur yang digunakan. Suatu

instrument dapat dikatakn valid jika alat ukur

yang digunakan untuk mengukur itu valid. Oleh

karena itu sebelum melakukan pengukutan penting

sekali untuk memastikan bahwa instrument tersebut

benar-benar valid.

Hasil perolehan data yang dari kuestioner

yang sudah disebarkan kepada responden akan

dilakukan uji validitas dan realibilitas. Data

tersebut akan dianalisis dengan menggunakan

confirmatory factor analysis. Dari hasil pengujian

tersebut akan diketahui indicator-indikator mana

saja yang relevan dengan variable penelitian.

Pertanyaan yang tidak signifikan akan dihilangkan

dari kuestioner.

DAFTAR PUSTAKA

Axel, i. K. 2004. The Context of Dispora. Cultural Anthropology

vol. 19: 26-60.

Benford, Robert D. And David A. Snow. 2000. Framing Processes and Social

Movements: An Overview and Assessment in Anniaul Review of Sociology. Vol

26: 611-639.

Bell, David. 2001. An Introduction to Cyberculture. Routledge: Taylor & Francis

Group. London and New York

Budiman, Hikmat. 2003. Kekuasaan dan Kebebasan dalam Cyberspace:

Studi tentang Beberapa Kontradiksi Internet. Thesis Fisip

Universitas Indonesia.

Cooley, Charles Horton. 1990. Social Organization: A Study of The Larger

Mind. New York: Charles Scribner’s Sons.

Fauzi, Noer. 2005. Memahami Gerakan-Geralan Rakyat Dunia Ketiga.

Yogyakarta: Insist Press.

Flew, Terry. 2008. New Media: An Introduction (3rd Edition). South

Melbourne: Oxford University Press.

Gamble and Gamble. 2005. Communication Works (Eight Ed). New York: Mc

Graw-Hill.

Goldberg, Alvin A, Carl E. Larson. 2006. Komunikasi Kelompok:

Proses-proses Diskusi dan Penerapannya. Jakarta: UI Press

Hajal, P. 2002. Civil Society in The Information Age. Ashgate, Hampshire

Haryanti. 2004. Chatting: Isu Budaya dalam Kesenjangan Digital,

Pengalaman Pengguna Internet di Jakarta Memaknai Ruang

Budaya Baru. Thesis Fisip Universitas Indonesia.

Hine, Christian. 2000. Virtual Ethnography. SAGE Publication.

Ismail, Ahmad. 2010. Berteman Lewat Facebook. Studi jaringan

Sosial Mahasiswa Fisip Unhas. (Skripsi). Fisip Universitas

Hasanuddin.

McQuail, Denis. 1996. Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar

(Terjemahan Agus Dharma & Aminudin Ram). Jakarta: Erlangga.

Moore, D.S. 1996. “Marxism, Culture, and Political Ecology: Enviromental

Struggles in Zimbabwe’s Eastern Highlands.” In Liberation Ecologies:

Environment, Development, Social Movement. Edited by R.

Peet and M.Watts. Pp. Xie, 273 London: New York: Routledge.

Mulyana, Deddy. 2011. Ilmu Komunikasi: Sekarang dan Tantangan

Masa Depan. Jakarta: Kencana.

Nugroho, Yanuar. 2011. @ksi Warga: Kolaborasi, Demokrasi

Partisipatoris dan Kebebasan Infromasi – Memetakan

Aktivisme Sipil Kontemporer dan Penggunaan Media Sosial di

Indonesia. Laporan. Kolaborasi Penelitian antara Manchester

Institute of Innovation Research, University of Manchester

dan HIVOS Regional office Southeast Asia Manchester dan

Jakarta: MIOIR dan HIVOS.

Olmstead, Michael Quinn. 2002. The Small Group. New York: Random

House.

Prasetya, B.d. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.

Rakhmat, Jalaluddin. 2012. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Schneider, S. M., and K.A. Foot. 2008. “Web Sphere Analysis: An

Approach to Studying Online Action” in Virtual Methods:

Issues in Social Research on the Internet Edited by C.

Hine, pp. 157-170. New York: Berg. Scholarship. Journal of

Computer-Mediated Communication.

Scoot, J. 2007. Senjatanya Orang-Orang yang Kalah. Penerbit

Yayasan Obor Indonesia.

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Sosiologi Kelompok. Bandung:

PT. Remadja Karya.

Singh, Rajendra. 2010. Gerakan Sosial Baru. Penerbit Resist Book.

Yogjakarta.

Utami, Dibyareswari. 2012. Peran Media Baru dalam Membentuk

Gerakan Sosial: Studi Kasus Pada Individu yang Terlibat

Dalam IndonesiaUnite di Twitter. Skripsi Fisip Universitas

Indonesia.

Walgito, Bimo. 2007. Psikologi Kelompok. Yogyakarta: Penerbit

ANDI

Widyasari, Nuria. 2002. Speed-Space: Cerminan Norma Interpretasi

dan Nilai Komunikasi Masyarakat Cyberspace. Thesis. Fisip.

Universitas Indonesia.

Referensi Internet

Egger, Anne. Research Methods: Description,http://www.visionlearning.com/library/module_viewer.php?mid+151, diakses tanggal 3 Oktober 2013

Halimatusa. Komunitaspr’s weblog: Festival Sebagai Sarana Pencitraan danPelestarian Budaya.http://komunitaspr.wordpress.com/2011/11/16/festival-sebagai-sarana-pencintraan-dan-pelestarian-budaya/, diaksestanggal 4 Oktober 2013

Setiaman, Agus. 2008. Media Massa dan Pelestarian Budaya Nasional.http://agussetiaman.wordpress.com/2008/11/07/media-massa-dan-pelestarian-budaya-nasional/, diakses tanggal 3 Oktober2013.