ANTARA JAKARTA DAN YOGYAKARTA : GERAKAN MAHASISWA ISLAM PADA MASA ORDE BARU SKRIPSI Disusun oleh

295
ANTARA JAKARTA DAN YOGYAKARTA : GERAKAN MAHASISWA ISLAM PADA MASA ORDE BARU SKRIPSI Disusun oleh: Ahmad Mujahid Arrozy 08/268164/SA/14501 JURUSAN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013

Transcript of ANTARA JAKARTA DAN YOGYAKARTA : GERAKAN MAHASISWA ISLAM PADA MASA ORDE BARU SKRIPSI Disusun oleh

ANTARA JAKARTA DAN YOGYAKARTA : GERAKAN

MAHASISWA ISLAM PADA MASA ORDE BARU

SKRIPSI

Disusun oleh:

Ahmad Mujahid Arrozy

08/268164/SA/14501

JURUSAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2013

BETWEEN JAKARTA AND YOGYAKARTA : ISLAMIC

STUDENT MOVEMENT ON NEW ORDER

UNDERGRADUATE THESIS

Written by:

Ahmad Mujahid Arrozy

08/268164/SA/14501

DEPARTMENT OF HISTORY

FACULTY OF CULTURAL SCIENCE

GADJAH MADA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

2013

IV

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan pertama Kepada :

Para Angkatan Aktivis Gerakan Mahasiswa Pasca Reformasi 1998

supaya selalu menempuh asa menuju Indonesia yang lebih baik

Kedua, kepada Ayah, Ibu, dan keluarga penulis yang selalu

menyemangati dalam suasana duka maupun putus asa.

V

HALAMAN MOTTO

“ Sebaik-Baiknya Manusia Adalah Bermanfaat Bagi Orang Lain “

( Muhammad SAW )

“ Hakekat Normativitas Masyarakat Selalu Berbeda Terbalik maupun

Unik Dengan Realitas-Historis Masyarakat “

( Amin Abdullah )

“ Ketidaktahuan Adalah Musuh Bersama Bagi Umat Manusia “

( Paus Benekditus XIV )

VI

PRAKATA

Bismillahirahmanirrahim.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kekuatan

rohani maupun ragawi dalam menyelesaikan tugas studi sejarah ini.

Skripsi dengan judul Antara Jakarta dan Yogyakarta : Pola

Gerakan Mahasiswa Islam Pada Masa Orde Baru. Penulis

berkeinginan mendalami sisi pergerakan mahasiswa Islam. Dengan

harapan supaya pembaca dapat merefleksikan perbandingan aspek

normatif keagamaan dengan realita pergerakan keagamaan yang

terkadang tidak lepas dari aspek manusiawi, sehingga dapat

dipahami dan dimaklumi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada

Prof.Dr. Bambang Purwanto yang telah memberikan petunjuk ( clue )

dalam merintis penelitian ini melalui foto Akbar Tandjung dalam

buku Victor Tanja.

Penulis ucapkan terima kasih kepada Dr. Nuraini Setiawati

yang telah berkenan membimbing dan memberi arahan di tengah

keterbatasan penulis dari segi akademik. Ucapan terima kasih juga

penulis haturkan kepada Dr. Agus Suwignyo dan Dr. Sri Margana

selaku dosen pembimbing akademik dan Ketua Jurusan Sejarah FIB

VII

UGM. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, penulis mengucapkan

terima kasih kepada staf pengajar Jurusan Sejarah FIB UGM seperti

Drs. Adaby Darban S.U. ( alm ), Drs. Arief Akhyat, M.A., Bahauddin

M.Hum., Dr. Mutiah Amini M.Hum., Drs. Mahmoed Effendi, M.A.,

Julianto Ibrahim M.Hum, Drs. Andrie Nurtjahjo, Waluyo M.Hum dan

Uji Nugroho M.Hum.

Perasaan maaf dan terima kasih sedalam-dalamnya dihaturkan

penulis kepada Syukriyanto AR ( Ayah ) dan Cholifah ( Ibu ) yang

telah mendukung secara moral, material, dan spiritual. Keluarga dan

saudara penulis yang membantu skripsi ini. Dimulai dari Arief

Hidayat & Khotijah, Diana & Natsir Tuasikal, Anis & Paryanto Rohma

S.Ag., dan adik kesayanganku yakni Mazia Rizki Izzatika. Keluarga

Besar Bani AR Fakhruddin dimulai Budhe Wasilah, Bulek Zahanah,

Ir. Agus Purwantoro & Wastiyah, Luthfi Purnomo & Subarkah,

Farkhan AR & Tatik, Fauzi AR & Uun Ilmiyatun, Nasrullah, Salman,

Falah Wijaya, Bang Hamdan ( alumnus HMI UII ), Bang Akmal (

alumnus HMI Trisakti ), Farida Utami, dan Khairunnisa.

Jazakumullah Khairan Katsira.

Ucapan terima kasih kepada tokoh-tokoh mantan alumni

pergerakan mahasiswa Islam yang bersedia diwawancarai seperti

VIII

Bapak Prof.Dr.H.M. Amien Rais, Bapak Dr.H. Chumaidi Syarif Romas

yang selalu bercanda, Bapak H. Said Tuhuleley, Ibu Hj. Hadiroh,

Bapak H. Ahmad Muhsin Kamaludiningrat, Bapak K.H. Gus Masrur

Ahmad, Bapak H. Rosyad Sholeh, Bapak dr. Sudibyo Markoes, Ibu

Hj. Susilaningsih Kuntowijoyo, Bapak H. Syamsu Udaya, Bapak Dr.

Fajrul Falaakh, Bapak Dr. Hamdan Daulay, Bapak Prof. H. Agussalim

Sitompul, Bapak H. Immawan Wahyudi, dan Cak Mustafid.

Terima kasih atas bantuan, setiakawan, dan kekompakan

angkatan 2008. Endi Zulkarnaedi, Pradita Dukarno, Danu Dolethea,

Masdar Farid, Alif Ilhamsyah, dan Muhammad Muklis. Disusul oleh

Topan Arso, Himawan Priyambodo, Januar Wida, Aries Dwi, Abdul

Ghofur, Sidik Purwanto, Luthfi Firmansyah, Kristian Aditama,

Luthfia Farhani, Nurul Romdlani, Ekaningtyas, Septiana, Ratna

Kanya, dan Kartika Rini. Kemudian penggiat forum diskusi Histma

Pradita dan Wildan Sena Associates. Tak lupa ucapan terima kasih

kepada Bapak Sia Ka Mou atas sumbangan ilmu maupun materi.

Angkatan 2009. Tedy, Panji, Tantri, Toro, Adi Pandoyo dan kawan-

kawan lainnya.

Terima kasih atas bantuan rekan-rekan pergerakan

mahasiswa. Dimulai dari IMM seperti Bang Irawan Puspito, Abdul

IX

Fikar, Adhi Wicaksono, Faris Milzam, Rijal Ramdhani, Arizal Gresik,

Ghifari Yuristiadi, Dede Sugiarto, Afif Kulonprogo, Emiriyani, Kiki

Nurhadiyati, Herlina, Annisa Azwar, Warih Kartika, Yasfi Ilalang,

Hendra Filsuf, Astri Nur Faizah, Aulia Taarufi, Mbak Imi, Mbak Ana,

Bang Malik, Cak Makrus dan rekan-rekan IMM yang lain. Dari HMI

seperti Yasif, Angga, Dwi dan Dzikri. Dari PMII seperti Muyik dan

Yaswinda Feronica. Dari KMNU seperti Fajri. Dari GMNI seperti

Wahid. Dari Gertak seperti Faris dan Mita. Kemudian kepada para

akademisi sebagai pembina pergerakan yakni Prof. Dr. Munir

Mulkan, Dr. Robby Abror, Hanafi Rais M.I.P, Dr. Claudia Nef Saluz

dan Prof. Dr. Syamsul Hadi.

Komunitas Basket Sejarah FIB UGM seperti Ari, Adit, Fauzan

Adhim, Johanna, Titi Susanti, Adit, Ryan Beredo, Sholeh, Denis

Tuankota, Faisal, Ibnu Fauzan, Adi Nur Ahmad, S.M. Nur Fauziyah,

Fitria Mamonto, Yhaya Rasta, Siwi, Radesh, Amala, Nayla, Safrin,

Subek, dan kawan-kawan lain. Lanjutkan kemenangan kalian ! Lalu

rekan-rekan alumni Pondok Gontor seperti Noval Novriyansyah, Irfan

Ortrifa, Setyo Widodo, Zaim Pati, Agus Ngaglik, Fatih Bengkulu,

Cahya Pati dan Adlan Syibawaih. Kemudian rekan dan keluarga KKN

UGM Cianjur seperti Novi, Didit, Mustofa, Siti Nurjannah, dan

keluarga besar bibinya Novi dan Yuly Agustiana.

X

Terima kasih terakhir kepada Mbak Rika selaku sekretaris

Jurusan Sejarah FIB UGM, Mas Pongki selaku pustakawan FIB yang

humoris, dan para pustakawan Perpusnas Salemba Jakarta. Semoga

pahala selalu menyertai mereka sebagai penolong bagi penuntut ilmu

di perguruan tinggi.

Yogyakarta, 11 April 2013

Penulis

XI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………...... I HALAMAN PENGESAHAN……………………………………….......... III HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………........ IV HALAMAN MOTTO…………………………………………………........ V PRAKATA……………………………………………………………………. VI DAFTAR ISI………………………………………………………………… XI DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… XIII DAFTAR ISTILAH…………………………………………………………. XVI DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………. XVIII ABSTRACT…………………………………………………………………. XXI ABSTRAK…………………………………………………………………… XXII

BAB. I PENDAHULUAN…………………………………………...... 1 A. Latar Belakang……………………………………………….. 1 B. Permasalahan & Ruang Lingkup………………………… 5 C. Pokok Kajian & Batasan Penelitian……………………… 7 D. Tujuan Penelitian……………………………………………. 8 E. Tinjauan Pustaka……………………………………………. 8 F. Metode & Sumber…………………………………………… 13 G. Sistematika Pembahasan………………………………….. 16

BAB. II KONDISI LINGKUNGAN METROPOLIT JAKARTA DAN KOSMOPOLIT YOGYAKARTA ……………………..

34

A. Nuansa Metropolit Jakarta……………………………….. 34 B. Nuansa Kosmopolit Yogyakarta………………………….. 40 C. Latar Belakang Pendirian Tiga Organisasi

Mahasiswa Islam…………………………………………….. 46

D. Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam……………….. 47 E. Inisiatif Baru dan Penggalangan Kekuatan

Mahasiswa Nahdhiyin……………………………………… 65

F. Reorganisasi Kekuatan Mahasiswa Muhammadiyah.. 77

XII

BAB. III GERAKAN MAHASISWA ISLAM MENJELANG ORDE BARU……………………………………………………………

90

A. Pergesekan Kekuatan Islam Dengan Kekuatan Komunis………………………………………………………..

104

B. KAMI Sebagai Gabungan Konsolidasi Mahasiswa Menjelang Orde Baru……………………………………….

107

BAB. IV GERAKAN MAHASISWA ISLAM DI JAKARTA PADA MASA ORDE BARU………………………………………….

135

A. Antara Salemba dan Rawamangun : Sebuah Ekspektasi dan Refleksi…………………………….

135

B. Relasi Jakarta dan Yogyakarta Dari Konsensus Hingga Konflik………………………………………………..

142

C. Koalisi dan Mobilisasi Massa…………………………….. 154 D. Pelantikan dan Program Organisasi ( Medio Era

1970-An )……………………………………………………... 166

E. Antara Pusat dan Daerah…………………………………. 172 F. Kompleksitas Akhir Orde Baru………………………….. 185

BAB. V GERAKAN MAHASISWA ISLAM DI YOGYAKARTA PADA MASA ORDE BARU………………………………….

190

A. Dari Kebaktian Sosial Hingga Reaktualisasi Pemikiran Islam………………………………………………

190

B. Nuansa Pengkaderan Akar Rumput…………………….. 201 C. Serba-Serbi HMI Komisariat IKIP……………………….. 210 D. Konsistensi Pergerakan Di Tengah Berbagai Tekanan

dan Tantangan………………………………………………. 222

E. Antara Daerah dan Pusat…………………………………. 230 F. Serba-Serbi PMII Sapen dan Demangan……………… 234 G. Eksistensi HMI MPO………………………………………… 236 H. Komplikasi Akhir Orde Baru……………………………… 238

BAB. VI KESIMPULAN…………………………………………………… 242 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 245 DAFTAR INFORMAN……………………………………………………… 256 LAMPIRAN………………………………………………………………….. 259

XIII

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran: Halaman

1 Yel-yel Aktivis Mahasiswa Islam………………………….. 267

2 Syair dan Puisi Aktivis Mahasiswa Islam………………. 268

3 Catatan Ahmad Wahib Seputar Reaktualisasi

Pemikiran Islam……………………………………………….

269

4 Foto Agenda HMI di Masjid Syuhada Yogyakarta…….. 270

5 Foto Pertunjukkan Seni HMI………………………………. 271

6 Dokumen Pamflet HMI………………………………………. 272

7 Surat Kepengurusan PB HMI Kepada Presiden

Soekarno………………………………………………………..

273

8 Foto Audiensi DPP IMM Kepada Presiden Soekarno…. 274

9 Foto Anggota IMM Jakarta…………………………………. 275

10 Foto Audiensi Koalisi Pergerakan Mahasiswa Ekstra

Universiter Kepada DPR RI…………………………………

276

11 Foto Nurcholish Madjid, Ahmad Muhsin, Ridwan

Saidi, Ketika Sedang Mengisi Acara Pengkaderan PB

HMI Jakarta……………………………………………………

277

12 Foto Akbar Tandjung Sedang Menghisap Kretek……… 278

13 Foto Ridwan Saidi, Chumaidi Syarif dan Al-Waeni

Sedang Mengisi Acara Pengkaderan PB HMI…………..

279

14 Foto Suasana Rehat PB HMI Jakarta Partisipasi IMM

Dalam Pembuatan Film Jakarta 66………………………

280

XIV

15 Foto Suasana Pembukaan Konferensi Nasional di

Yogyakarta 1969 & Pertunjukkan Paduan Suara

Aktivis Putri IMM……………………………………………..

281

16 Foto Said Tuhuleley Sedang Berdiskusi Dengan

Rekannya……………………………………………………….

282

17 Foto Said Tuhuleley Sedang Menghadiri Agenda

Pembukaan DEMA IKIP Yogyakarta………………………

283

18 Bagian Kegiatan Munas IMM 1971……………………… 284

19 Foto Emha Ainun Nadjib Mengisi Agenda Isra Mi’raj

Yang Diadakan HMI IKIP Yogyakarta……………………

285

20 Foto Malam Peringatan Isra Mi’raj Yang Diadakan

HMI FKIS IKIP Yogyakarta…………………………………

286

21 Foto Aktivis Putri HMI IKIP, Anisah dan Lutfiah

Lomba Kejuaraan Tenis Meja………………………………

287

22 Foto Said Tuhuleley Bersama Teman-temannya HMI

IKIP Rekreasi Di Pantai Yogyakarta………………………

288

23 Foto Aktivis HMI IKIP Sedang Menyaksikan Layar

Tancep “Braga Stone”……………………………………….

289

24 Foto Said Tuhuleley Menandatangani Absensi Agenda

HMI……………………………………………………………….

290

25 Souvenir Up-Grading Sekretariat & Cohati HMI

Yogyakarta di Berbah, Sleman…………………………….

291

26 Souvenir Senior Course HMI Yogyakarta 1968……….. 292

XV

27 Foto Suasana Peserta MUNAS IMM Yogyakarta 1971.. 293

28 Foto Agenda Pelantikan Pengurus DPD IMM

Yogyakarta 1971-1974……………………………………….

294

29 Foto Aktivis HMI UII Yogyakarta Membuka

Bimbingan Tes 1983………………………………………...

295

XVI

DAFTAR ISTILAH

AD/ART : Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga Ahlu Sunnah Wal Jamaah

: Paham aliran Islam Sunni yang bersandar Nabi Muhammad lalu diwariskan kepada ulama-ulama yang mendalami literatur ilmu-ilmu Islam seperti : Tauhid, Fiqh, dan lain sebagainya

Asas Tunggal : Kebijakan Pemerintah terhadap Orpol maupun Ormas untuk menganut asas Pancasila

Assabiqunal Awwalun

: Para pendiri dan Pengikut Pertama HMI MPO

Batra : Basic Training atau latihan kader HMI Era 70-an

DPP ( S ) : Dewan Pimpinan Pusat Sementara Caretaker : Pengurus Pengganti Sementara Fact Finding Commision

: Komisi Penyelidikan Fakta yang dibentuk PB HMI

HAM : Hak Asasi Manusia Harlah : Hari Ulang Tahun HMI ( Dipo ) : Faksi HMI pro Asas Tunggal yan berkantor di

Jalan Diponegoro Menteng Immawan : Akronim sapaan akrab bagi aktivis putra IMM Immawati : Akronim sapaan akrab bagi aktivis putri IMM Kochi : Status Yogyakarta pada masa administrasi

kedudukan Jepang Konfercab : Konferensi Cabang bagi HMI dan PMII Konfernas : Konferensi Nasional bagi IMM era 1969 Krismon : Krisis Moneter KKN : Korupsi, Kolusi, Nepotisme Mapaba : Masa Penerimaan Mahasiswa Baru atau masa

penyambutan anggota baru bagi PMII Maperca : Masa Penerimaan Calon Anggota bagi HMI Makasa : Malam Kasih Sayang atau agenda malam

keakraban dalam menyambut anggota baru bagi IMM

Maprata : Masa Perkenalan Calon Anggota Bagi Gerakan Mahasiswa Ekstra-universiter

Milad : Hari Ulang Tahun / Dies Natalis Nasakom : Nasionalisme, Agama, Komunisme Onderbouw : Secara harfiah adalah bagian permulaan dari

XVII

pendidikan. Organisasi Sayap akar rumput yang merupakan bagian dari Orpol maupun Ormas

Orba : Orde Baru Opvang : Penerimaan dan Peresmian Lembaga Baru Ortom : Organisasi Otonom PM : Perdana Menteri Jepang Retooling : Pengaturan Kembali dalam komposisi kabinet Rederessing : Perubahan Komposisi Keanggotan Dalam

Parlemen SKS : Sistem Kredit Semester Dalam Perkuliahan

Nasional Studie-Commisie : Komite Pembenahan Organisasi yang dibentuk

oleh PB HMI Tadabur Alam : Refleksi Alam sambil rekreasi bersama-sama Turba : Turun Ke Bawah, Melalui pemberdayaan

masyarakat atau bakti sosial Tritura : Tiga Tuntutan Rakyat Tritura 1974 : Tri Tuntutan Hati Nurani Rakyat

XVIII

DAFTAR SINGKATAN

ADIA : Akademi Dinas Ilmu Agama AMPERA : Amanat Penderitaan Rakyat ANRI : Arsip Nasional Republik Indonesia ARH : Arief Rachman Hakim ASPRI : Asisten Presiden BADKO HMI : Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam BAKIN : Badan Koordinasi Intelijen Negara BAPERKI : Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan

Indonesia BKK : Badan Koordinasi Kemahasiswaan BPK : Badan Pendidikan Kader BPS : Badan Pendukung Sukarnoisme CGMI : Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia DEPARLU : Departemen Luar Negeri DMUI : Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia DPR-RI : Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia FDR : Front Demokrasi Rakyat FIPA : Fakultas Ilmu Pasti dan Alam FIPIA : Fakultas Ilmu Pasti dan Pengetahuan Alam FKIE : Fakultas Keguruan dan Ilmu Ekonomi FKIS : Fakultas Keguruan dan Ilmu Sosial FORDEM : Forum Demokrasi FPII : Front Pemuda Islam Indonesia GBRO : Garis Besar Rekayasa Organisasi GEMUIS : Gerakan Muda Islam GEMSOS : Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia GMKI : Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia GMNI : Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia GMNI-ASU : GMNI Ali Surachman GP-Anshor : Gerakan Pemuda Anshor GPII : Gerakan Pemuda Islam Indonesia HIMA : Himpunan Mahasiswa Al-Jami’atul Al-Wasliyah HMI : Himpunan Mahasiswa Islam HMI MPO : Himpunan Mahasiswa Islam Majelis

Penyelamat Organisasi IAIN : Institut Agama Islam Negeri IAMY : International Assembly Moeslim Youth ICMI : Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia IKIP : Institut Keguruan Ilmu Pendidikan

XIX

IMADA : Ikatan Mahasiswa Djakarta IMANU : Ikatan Mahasiswa Nahdhatul Ulama IMM : Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah IPMI : Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia IPPNU : Ikatan Pelajar dan Pemuda Nahdhatul Ulama ITB : Institut Teknologi Bandung KAHMI : Korps Alumni HMI KAMI : Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia KAMMI : Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia KAPPI : Kesatuan Aksi Pelajar Pemuda Indonesia KAWI : Kesatuan Aksi Wanita Indonesia KMB : Konferensi Meja Bundar KMI : Kesatuan Mahasiswa Islam KMNU : Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama KOGALAM : Komando Siaga Umat Islam KNPI : Komite Nasional Pemuda Indonesia KORAMIL : Komando Rayon Militer KOPKAMBTIB : Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban KOPRI : Korps Pegawai Negeri KOTRAR : Komando Tertinggi Aparatur Revolusi LAPMI : Lembaga Pers Mahasiswa Islam LAPUNU : Lembaga Pemenangan Pemilu NU LDMI : Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam LMND : Lembaga Mahasiswa Nasional Demokrat LMMY : Liga Mahasiswa Muslim Yogyakarta LSBMI : Lembaga Seni Budaya Mahasiswa Islam LP-Maarif NU : Lembaga Pendidikan Maarif Nahdhatul Ulama MALARI : Malapetaka Lima Belas Januari MASYUMI : Majelis Syuro Muslimin Indonesia MAPABA : Masa Penerimaan Mahasiswa Baru MMI : Majelis Mahasiswa Indonesia NASAKOM : Nasionalisme, Agama, dan Komunisme NDP HMI : Nilai Dasar Perjuangan Himpunan Mahasiswa

Islam NEKOLIM : Neo Kolonialis, Komunis, dan Imperialis NA : Nasyiatul A’isyiyah NKK : Normalisasi Kehidupan Kampus NUS : National Union of Students NU : Nahdhatul Ulama PARKINDO : Partai Kristen Indonesia PB : Pengurus Besar PDII-LIPI : Pusat Dokumentasi Informasi Ilmiah-Lembaga

XX

Ilmu Pengetahuan Indonesia PEPELRADA : Penguasa Pelaksana Dwikora Daerah Djakarta PELMASI : Pelopor Mahasiswa Sosialis Indonesia PERSIS : Persatuan Islam PESINDO : Pemuda Sosialis Indonesia PII : Pelajar Islam Indonesia PKPMI : Persatuan Kebangsaan Pelajar Islam Malaysia PMKRI : Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik

Indonesia PMII : Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia PMNU : Persatuan Mahasiswa Nahdhatul Ulama PMY : Persyarikatan Mahasiswa Yogyakarta PMM : Persatuan Mahasiswa Muslim PM : Pemuda Muhammadiyah PNI : Partai Nasional Indonesia PNU : Partai Nahdhatul Ulama PSI : Partai Sosialis Indonesia PSII : Partai Syarikat Islam Indonesia PPMI : Perhimpunan Pergerakan Mahasiswa Indonesia PPMI : Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia PPP : Partai Persatuan Pembangunan PORPISI : Perserikatan Organisasi-Organisasi Pemuda

Islam Indonesia PRD : Partai Rakyat Demokrat RRC : Republik Rakyat Cina RPKAD : Resimen Pasukan Komando Angkatan Rakyat PRRI : Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia RI : Republik Indonesia RRI : Radio Republik Indonesia SEMI : Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia SOMAL : Sekretariat Bersama Organisasi Mahasiswa

Lokal STI : Sekolah Tinggi Islam UBK : Universitas Bung Karno UII : Universitas Islam Indonesia UKM : Unit Kegiatan Mahasiswa USAKTI : Universitas Trisakti WMSA : World Moslem Student Association Yakmindo : Yayasan Kesejahteraan Mahasiswa Indonesia

XXI

ABSTRACT

An Islamic student movement each has different characteristics from ideological identity perspective and environmental conditions so makes to political, social, and cultural orientations. This study discuss comparational character of Islamic student movement between Jakarta and Yogyakarta with temporality on New Order ( 1966-1998 ).

The result of this study indicates that the Islamic student movement have a conflictual character models. Conflictual character was a dominant pattern that occurred among the Islamic student movement between the two cities. Islamic student movement cannot be separated from social life-student aspect which was a sub-structure of the middle class socio-urban structuration such as those alumni who work in government and corporate nor impact figures of Islamic society organizations. An Islamic student movement was able to have a method of organizing from the bottom up to the top. At the grassroots level has a social orientation such as social service and educational training cadres. While the upper level has a political orientation such hearings and lobby with authority. Some orientation options became an integral part in the dynamics of movement, thus causing differences in orientation between activist who hold headquarter with activist who were in the district through internal conflicts nor fellow movement.

Research this history using method of selection source based on discovery of archival documents, recorded an interview former of Islamic student activist Islam, photograph collection ex-activists Islamic student movement, video documentary recorded, and old stories sources reported on magazine and newspaper.

Keywords: Movement, Activist, Student, Islam, Comparison,

Character, Pattern, New Order, Jakarta, Yogyakarta

XXII

ABSTRAK

Setiap gerakan mahasiswa Islam masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda-beda jika ditinjau dari identitas ideologi dan lokasi atau lingkungan sehingga menimbulkan orientasi politik, sosial, dan kultural. Studi ini membincang perbandingan karakter pergerakan mahasiswa Islam antara Jakarta dan Yogyakarta dengan temporalitas Orde Baru ( 1966-1998 ).

Hasil studi ini menunjukkan bahwa pergerakan mahasiswa Islam memiliki karakter dan model konfliktual. Karakter konfliktual ini menjadi pola dominan yang terjadi antar pergerakan mahasiswa Islam pada lingkup antara dua kota. Gerakan mahasiswa Islam juga tidak dapat lepas dari corak kehidupan sosial-kemahasiswaan yang merupakan sub-struktur kelas menengah dari strukturasi sosial-perkotaan, seperti alumni-alumni mereka yang bekerja di pemerintahan dan perusahaan maupun pengaruh tokoh-tokoh pimpinan Ormas Islam. Gerakan mahasiswa Islam mampu memiliki metode pengorganisasian dari bawah hingga atas. Pada tingkat bawah masyarakat memiliki orientasi sosial seperti bakti sosial dan latihan pendidikan kader, sedangkan pada tingkat atas memiliki orientasi politik seperti audiensi dan lobi dengan pemegang kekuasaan. Beberapa pilihan orientasi menjadi bagian integral dalam dinamika pergerakan hingga menyebabkan perbedaan orientatif antara aktivis yang memegang jabatan pusat dengan aktivis yang berada di daerah sehingga menimbulkan konflik internal maupun konflik sesama gerakan.

Penelitian sejarah ini menggunakan metode seleksi sumber informasi yang berdasar penemuan dokumen arsip, rekaman wawancara mantan aktivis mahasiswa Islam, koleksi foto mantan aktivis mahasiswa Islam, rekaman video dokumenter dan sumber berita masa lampau yang berupa majalah maupun surat kabar.

Kata Kunci: Gerakan, Aktivis, Mahasiswa, Islam, Perbandingan,

Karakter, Pola, Orde Baru, Jakarta, Yogyakarta

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gerakan mahasiswa Islam ( Islamic student movement ) adalah

organisasi kalangan mahasiswa muslim yang berlandaskan ajaran

dan ideologi Islam. Dalam sejarah pergerakan politik di Indonesia

organisasi mahasiswa Islam terdiri dari onderbouw para organisasi

politik dan organisasi masyarakat.1 Organisasi mahasiswa Islam yang

dimaksud adalah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang lahir pada

tahun 1947, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang lahir

pada tahun 1960, dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang

lahir pada tahun 1964. Tiga organisasi diatas masing-masing

memiliki dinamika sejarah pergerakan dan pendidikan politik.

Dengan dua contoh hasil penulisan sejarah HMI yang telah ditulis

Agus Salim Sitompul dan sejarah IMM yang telah ditulis Farid

Fathoni.2 Pada akhirnya lingkup kajian sejarah politik mereka

1 Lihat dalam Purnomo Sidi, “ Gerakan Mahasiswa 66 dan

Perubahan Politik Indonesia “. Skripsi. Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada. 1996.

2 Bandingkan Agussalim Sitompul , Sejarah Perjuangan HMI

1947-1975 (Surabaya: Bina Ilmu, 1976) dengan. Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan: Seperempat Abad Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah 1964-1989 (Surabaya : Bina Ilmu, 1990).

2

memberikan versi yang berbeda-beda tentang kiprah maupun

peranan mereka dalam perubahan politik. Sebaliknya, kajian ini

fokus pada pola dan perilaku pergerakan yang terpengaruh kondisi

sosial-politik di lingkup perkotaan kemudian ditinjau dari perspektif

sejarah sosial (social history perspective).3

Gerakan mahasiswa dalam kajian ilmu sosial adalah gerakan

kota dimana kota lebih berpeluang mendapatkan akses dan

kemudian menerima nilai-nilai baru dari sebuah tatanan modernitas.

Kota menjadi agen modernisasi dengan infrastruktur yang

menaunginya seperti : instansi pemerintahan, lembaga pendidikan

dan penelitian, kawasan industri dan pabrik, pusat perbelanjaan dan

perdagangan berupa pasar tradisional maupun swalayan, pusat

hiburan, media massa yang menggaung seperti koran dan radio,

disusul dengan terbukanya jasa komunikasi dan transportasi. Oleh

karena itu, tidak heran jika kota terlebih dahulu menerima sosialisasi

modernisasi karena letak perguruan tinggi sebagai institusi

3 Persepsi utama sejarah sosial adalah bagaimana masyarakat

mengatur hubungan antar sesamanya, mempertahankan diri, mencari solusi dalam permasalahan situasi lingkungan jadi bukan figur pelaku sejarah yang diutamakan tetapi pola dan perilaku mereka dan terakhir adalah mengamati keterkaitan antara perilaku yang menghasilkan kejadian ( event ) dilingkupi situasi sosial. Lihat dalam Taufik Abdullah (ed), Sejarah Lokal di Indonesia (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1990) hlm.316.

3

pendidikan secara spasial umumnya berada di kota. Hal itu dapat

dimaklumi karena perguruan tinggi akan mencetak tenaga kerja

terdidik dan terampil yang pasti dibutuhkan pada masa

industrialisasi di Indonesia. Maka dari itu, penelitian sejarah ini

secara spesifik mengkaji pergerakan sosial yang terpengaruh oleh

dinamika sosial-perkotaan baik itu bersifat politik, sosial, atau

orientasi pribadi para aktivis mahasiswa Islam.

Menurut Ira Lapidus, kondisi buruk ekonomi era 1960-an

membuat aktivis mahasiswa Islam menempuh pergerakan politik

yang radikal. Meskipun pada tahun 1955 mereka menghadapi

negosiasi dilematis dalam era Demokrasi Terpimpin yakni

pertimbangan antara ideologi-normatif dengan realita krisis sosial-

ekonomi.4 Oleh karena itu, terbesit dalam visi mereka untuk

mendirikan negara Islam.5 Dengan demikian, proseduralisasi

kesarjanaan menjadi hal yang mutlak dan bermula dari tahap

kemahasiswaan. Tahap dan masa usia jenjang pendidikan tinggi ini

membutuhkan artikulasi kepentingan politik Islam yang kemudian

5 Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies, (Cambridge: Cambridge University Press, 1988), hlm. 775.

4

membentuk gerakan mahasiswa Islam yang berafiliasi kepada

ideologi Islam dalam perspektif formal dapat disebut lembaga atau

organisasi mahasiswa. Hal ini telah menjadi ciri masyarakat modern

dalam segmentasi Islam perkotaan.

Menurut Sartono Kartodirdjo, modernisasi di perkotaan

menumbuhkan kolektivitas asosiasional. Perihal ini merupakan

gejala munculnya lembaga modern termasuk gerakan mahasiswa

Islam yang berbasis santri. Artinya santri masuk kota, baik dalam

pengertian santri kota yang berasal dari sekolah-sekolah swasta

Islam atau santri desa yang berasal dari pesantren pedesaan

menuntut perguruan tinggi yang berada di kota. Kota besar menjadi

representasi kehidupan Islam yang modern dan kosmopolit

sedangkan kota kecil masih pada tahap transisi yakni pergeseran

nilai antara komunalitas dan asosiasional.6

Dengan landasan tesis Sartono diatas maka Jakarta dan

Yogyakarta dapat menjadi subjek penelitian sejarah ini mengingat

Jakarta adalah pusat kekuasaan baik politis maupun bisnis

sedangkan Yogyakarta merupakan kota kecil yang memiliki basis

6 Sartono Kartodirdjo, Sudewo, Hatmosuprobo, Perkembangan

Peradaban Priyayi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1987) hlm. 166.

5

kelahiran dan pusat literatur pergerakan disertai lembaga pendidikan

nasional maupun swadaya.

B. PERMASALAHAN & RUANG LINGKUP

Sejak transisi pemerintahan era Demokrasi Terpimpin menuju

Orde Baru ( Orba ) maka agenda pemerintahan Orba penuh dengan

sentuhan pembangunan fisik terutama pada tahun 1966 hingga

tahun 1998. Maka pembangunan perkotaan di Jawa dengan

menerapkan agenda liberalisasi melahirkan modernisasi dengan

contoh pembangunan fisik seperti pasar modern seperti mall,

restoran, pusat-pusat hiburan, pertokoan, kantor-kantor

pergedungan milik pemerintah maupun swasta, reklame, manufaktur

dan berbagai macam industrialisasi. Dengan konstruksi semacam

itu, melahirkan asumsi bahwa gerakan mahasiswa Islam selalu

terpengaruh kondisi sosial-politik yang terjadi pada wilayah

perkotaan sehingga perlu menyelidiki pola pergerakan mereka.

Pola diatas merupakan corak pembangunan di Kota Jakarta

sehingga mempengaruhi pola dan perilaku para aktivis mahasiswa

Islam. Sedangkan Kota Yogyakarta merupakan basis kelahiran dan

kaderisasi pergerakan mahasiswa Islam.

6

Lalu seperti apa pergerakan mereka ketika menjelang masa

Orde Baru sebagai fondasi latar belakang kronologis ? Lalu seperti

apa pergerakan mahasiswa Islam di Jakarta ? Kemudian seperti apa

gerakan mahasiswa Islam di Yogyakarta ? Apakah terdapat

keterkaitan dan perbedaan model pergerakan mahasiswa Islam

antara Jakarta dan Yogyakarta yang kemudian dapat dibandingkan

secara karakter ? Dari beberapa jawaban permasalahan ini sehingga

nampak pola pergerakan ( pattern of movement ) dari tiga kelompok

organisasi mahasiswa Islam.

Penelitian ini mempunyai lingkup spasial terutama di dua kota

Jawa yakni Jakarta dan Yogyakarta. Dengan perbandingan karakter

pergerakan mahasiswa Islam. Dengan fokus lokasi dua kota tersebut

dapat merepresentasikan dan membandingkan karakter pergerakan

sosial yang dipengaruhi oleh kondisi sosial-politik. Jakarta dengan

representasi ibukota Republik Indonesia dan Yogyakarta sebagai kota

kelahiran deklaratif dan basis pergerakan HMI, PMII, dan IMM.

Kemudian secara lingkup temporal akan meneliti masa orde baru (

1966-1998 ) dimana terjadi pembangunan fisik, akumulasi kapital,

dan pemerintahan yang otoritarian dan militeristik.

7

C. POKOK KAJIAN & BATASAN PENELITIAN

Inti kajian sejarah ini adalah deskripsi pola gerakan yang

sistematis dan kronologis sesuai dengan sumber-sumber sejarah

yang ditemukan. Maka konsepsi pergerakan sosial yang berlaku

adalah berasal dari induktivikasi realita sosial masing-masing model

pergerakan mahasiswa Islam yang meliputi HMI ( 1947 ), PMII ( 1960

), dan IMM ( 1964 ). Peter Burke menyatakan bahwa pergerakan

sosial ( social movement ) dapat diamati dalam narasi sejarah

sehingga mampu memberikan deskripsi tahapan eksistensi suatu

gerakan.7

Pergerakan dalam pengertian kajian ini yaitu apa yang telah

terjadi dalam dinamika pergerakan mahasiswa Islam yang

terpengaruh dalam kondisi sosial-perkotaan era Orde Baru dimana

perihal tersebut bersifat politis maupun sosial karena pergerakan

mahasiswa Islam selalu terlibat situasi politik dua kota tersebut.

7 Peter Burke, Sejarah Dan Teori Sosial, Terj. Mestika Zed &

Zulfami (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,2001), hlm. 134.

8

D. TUJUAN PENELITIAN

Kajian sejarah ini berusaha mengisi historiografi sejarah politik

gerakan mahasiswa dengan menyelidiki komparasi pergerakan

Jakarta dan Yogyakarta. Sartono Kartodirdjo mengungkapkan proses

politik sebagai kompleksitas hubungan antara ideologi dan otoritas,

ideologi dan mobilisasi, solidaritas dan loyalitas, dan antara

pemimpin dan pengikut. Sesuai dengan tesis Sartono bahwasanya

dengan mengamati proses politik maka akan terlihat pola-pola

kecenderungan gerakan baik itu di tingkat lokal maupun nasional.8

Dari penyelidikan pergerakan ini maka terdapat pola pergerakan

secara struktur lokal maupun nasional secara narasi-historis

sekaligus mampu mengamati sinkronisasi norma Keislaman dengan

realita pergerakan mahasiswa Islam.

E. TINJAUAN PUSTAKA

Pada tahap petunjuk awal kajian ini perlu digunakan buku

patokan secara faktual yang mengupas Gerakan Mahasiswa Islam

yakni disertasi Yudi Latif yang berjudul “Inteligensia Muslim dan

Kuasa: Genealogi Inteligensia Muslim Abad Ke-20”. Konsep genealogi

8 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi

Sejarah, (Jakarta: Gramedia, 1992), hlm. 47.

9

yang ditawarkan Yudi Latif memberikan identifikasi turun-menurun

secara silsilah tentang kaderisasi intelektual muslim. Buku ini

berusaha menggambarkan transmisi kaderisasi intelektual muslim

melalui sebab-sebab kemunculan dan dinamika organisasi

mahasiswa Islam. Seperti Lafran Pane mengapa mendirikan HMI.

Yudi Latif dalam buku ini memaparkan dengan jelas bahwa terjadi

inisiatif reformasi pendidikan dari akar rumput ( educational reform

from grass root ) yang mempunyai nilai-nilai Keislaman, Kemodernan,

dan Kebangsaan. Akan tetapi, buku ini mempunyai beberapa

kekurangan yakni terlalu kaku dengan teori Foucault yang

menyatakan bahwa genealogi merupakan pengamatan sejarah dalam

kepedulian era sekarang . Dan buku ini sangat ilmiah-historis namun

fakta sejarah yang akan dikutip didalamnya sangat tumpang tindih

dengan teori-teori sosiologi yang ditawarkan Yudi Latif sehingga

pembaca awam akan sangat sulit membedakan dimana fakta sejarah

dan mana pernyataan teori sosial. Meskipun tidak mengkaji pola

pergerakan tetapi disertasi ini memberikan perbandingan yang

berarti bagi kajian ini.

Buku kedua yang perlu ditinjau adalah buku penelitian

Gerakan Moderen Islam tahun 1900-1942 yang merupakan karya

Deliar Noer. Noer meneliti hingga tahun 1942 dimana Jepang sedang

10

menduduki pemerintahan di Indonesia. Akan tetapi, pada wilayah

struktur Islam yakni antara elit hingga akar rumput sedang gencar

melakukan diskursus pembaharuan Islam kemudian disertai dengan

pergerakannya.

Dalam perspektif Deliar Noer bahwa pergerakan modern Islam

dibagi menjadi dua kategori. Pertama, gerakan pendidikan dan sosial.

Kedua, gerakan politik. Deliar Noer mengkaji dua kategori pergerakan

modern Islam dengan meneliti asal-usulnya ( the origin of modern

Islamic movement ). Meskipun buku ini menjadi masterpiece

pergerakan modern Islam yang diterbitkan pada tahun 1980 namun

kelemahan buku ini terlalu condong pada penokohan terhadap para

pendiri organisasi Islam modernis sehingga yang dikaji bukan

gerakan rakyat yang berafiliasi pada gerakan Islam namun sekedar

kumpulan biografi elit Islam beserta pemikirannya. Dan diskursus

antar tokoh Islam dan Nasionalis sangat jelas disini salah satu

contohnya pewacanaan dan perdebatan antara Sukarno dan Natsir.

Dan Deliar Noer juga melakukan kategorisasi terhadap tokoh

kalangan Islam modernis yang berdasarkan profesinya. Yakni seperti

Haji Rasul dan Haji Ahmad Dahlan kemudian kalangan saudagar

yakni Haji Abdullah Ahmad, Samanhoeddhi, dan Ahmad Hassan.

Lalu di kalangan priyayi atau birokrat terdapat Tjokroaminoto, Salim,

11

Moeis, Hosein Djajadiningrat, dan Natsir. Hal inilah menurut Deliar

Noer bahwa setiap gerakan Islam modernis mempunyai keterikatan

dan jaringan tersendiri meskipun mempunyai pandangan dan

orientasi yang berbeda terhadap Islam dan Kenegaraan.

Ketiga adalah catatan Soe Hok Gie yang menceritakan

dinamisasi pergerakan mahasiswa pada umumnya. Dari catatan ini

sedikit banyak menyinggung tentang HMI dan PMII yang selalu

bersaing dengan GMNI, PMKRI, CGMI, dan GMKI. Catatan Gie telah

disunting dan diterbitkan oleh LP3ES pada tahun 1983. Gie sebagai

aktivis Gerakan Mahasiswa Sosialis ( Gemsos ) mempunyai artikulasi

kemanusiaan dan politik melihat kondisi sosial-politiknya. Ia pun

menulis dalam catatan hariannya selama dua belas tahun dari tahun

1957 hingga tahun 1969. Betapa tidak, bahwa kehidupan aktivis

gerakan mahasiswa Islam maupun Sekuler telah tergambar secara

jelas dalam catatan ini.

Menurut Daniel Dhakidae, terjadi beberapa persamaan dalam

catatan harian Gie dan Wahib. Pertama, menekuni catatan harian

dengan memberikan komentar filsafat dan agama. Kedua, berlatar

belakang sama yakni aktivis meskipun berbeda gerakan secara

ideologis. Ketiga, kelahiran tahun 1942 dan sama-sama meninggal di

12

usia muda. Oleh karena itu, catatan harian Gie ini sebagai

pembanding fakta dan perspektif catatan harian Wahib. Gie

menceritakan kronologi pergerakan mahasiswa di Jakarta sedangkan

Wahib melakukan reaktualisasi pemikiran Islam di Yogyakarta.

Walaupun kedua catatan harian yang ditulis aktivis ini, isi tulisannya

bukan tentang deskripsi orde baru namun gejala dan pola umumnya

menggambarkan tentang pola pergerakan mahasiswa. Apalagi kedua

penulis ini sebenarnya aktif pada tahap transisi pergeseran

kekuasaan yakni dari Demokrasi Terpimpin menuju ke Orde Baru.

Kemudian penelitian tentang gerakan mahasiswa yang telah

dilakukan oleh Purnomo Sidi yang menjadi skripsi tingkat sarjana

sejarah Universitas Gadjah Mada. Penelitian Purnomo berjudul

“Gerakan Mahasiswa 66 dan Perubahan Politik Indonesia”. Dari

pembacaan skripsi Purnomo sangat memfokuskan pada perspektif

sejarah politik dengan berbagai macam ideologi. Maka dari itu,

Purnomo Sidi kurang meninjau aspek-aspek sosial dalam penelitian

sejarah politik ini karena memiliki kerangka yang berbeda. Akan

tetapi, skripsi ini dapat dijadikan patokan kerangka periodisasi apa

yang terjadi tahun 1966 terkait dengan masa awal pemerintahan

Orde Baru.

13

F. METODE & SUMBER

Menurut sejarawan Kuntowijoyo, proses penelitian sejarah

memiliki lima tahap yang dimulai dari pemilihan topik, pengumpulan

data sebagai sumber primer maupun sekunder, seleksi sumber

berupa kritik data dan kredibilitas sumber. Kemudian dilengkapi

interpretasi dalam bentuk penulisan yang diatur secara kronologis.9

Oleh karena itu, fakta yang diseleksi dalam narasi sejarah ini adalah

fakta sosial atau fakta kegiatan sosial politik maupun sosial-

kemahasiswaan namun mereka terlingkupi oleh kegiatan rutinitas

yang dipengaruhi ideologi Islam atau situasi dua kota Jakarta dan

Yogyakarta masa Orde Baru. Burke menyatakan bahwa fase kegiatan

rutinitas dalam gerakan sosial ( social movement ) memberikan

gambaran penting sejauh apa pergerakan itu dapat bertahan,

berubah, atau berkembang.10

Demikian dengan perbandingan situasi dua kota di Jawa yakni

antara Jakarta dengan Yogyakarta yang secara spesifik memiliki

9 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2005) hlm.90.

10 Peter Burke, op.cit, hlm.134.

14

kekhasan dan muatan modernisasi sehingga mempengaruhi gaya

hidup para penggiat gerakan mahasiswa Islam. Dalam hal ini akan

masuk pada unit sejarah perbandingan. Mengenai sejarah

perbandingan ( comparative history ), Sartono Kartodirdjo

menekankan bahwa perlu mengamati perbandingan berdasarkan

pola, struktur, dan tendensi tertentu.11

Mengenai modernisasi, Sartono memberikan beberapa aspek

teoritis yakni mulai dari tesis Weber yang menyatakan perubahan

suatu komunitas dari tradisionalitas menuju rasionalitas.12

Kemudian perubahan itu akan mengalami institusionalisasi. Tesis

Parsons juga menyatakan terdapat perubahan orientasi yakni dari

orientasi kolektivitas berubah menjadi orientasi kepada diri sendiri.

Lalu dari partikularitas menuju universalitas. Dari orientasi askriptif

menuju orientasi kekaryaan atau prestasi.

Dalam penelitian sejarah ini, penulis menggunakan metode

sejarah kritis. Yakni dengan menemukan dan membaca dokumen-

dokumen sebagai sumber secara heuristik.13 Dokumen-dokumen

11 Sartono Kartodirdjo, op. cit., hlm.78.

12 Ibid., hlm.164. 13 Ibid., hlm.31.

15

yang dimaksud adalah suratkabar, bulletin gerakan mahasiswa, foto,

poster dan brosur kegiatan, artikel opini, dan laporan-laporan umum.

Dengan pembacaan kritik eksternal untuk menyeleksi masalah

otentisitas sumber.14 Kemudian sumber-sumber itu didapat dari

Perpustakaan Daerah Yogyakarta, Arsip Nasional Republik Indonesia

(ANRI) Ampera Raya, Perpustakaan Nasional Salemba, Pusat

Dokumentasi dan Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia ( PDII LIPI ) kawasan Gatot Subroto Jakarta, Jogja Library

Center kawasan Malioboro Yogyakarta beserta dokumen-dokumen

pribadi mantan aktivis gerakan mahasiswa Islam. Tahap selanjutnya

prosedur kritik internal untuk seleksi masalah kredibilitas fakta

sejarah.15

Metode kedua adalah sejarah lisan atau oral history dengan

teknik wawancara. Wawancara dilakukan dengan mantan aktivis dan

penggiat gerakan mahasiswa Islam. Dengan metode ini diharapkan

mengerti karakter pergerakan sosial yang berbeda sesuai dengan

situasi masyarakat, kebudayaan, kepribadian, dan watak yang

14 Louis Goottschalk, Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Susanto (Yogyakarta: UI-Press,1986), hlm.80.

15 Ibid., hlm.95.

16

diwawancarai.16 Hoopes juga menyatakan bahwa sejarah lisan dapat

memberikan hasil yang penting dalam sejarah sosial.

Ketiga studi pustaka sumber sekunder adalah buku-buku

penelitian sejarah yang relevan bagi subjek penelitian ini. Hal ini

sebagai penunjang baik dalam hal fakta maupun analisis.

Goottschalk juga menyarankan bahwa sumber sekunder hanya

untuk menjelaskan dan mendukung latarbelakang yang sesuai

dengan fakta sejaman terutama tentang eksplorasi subjeknya.

Sumber-sumber sekunder dapat ditemukan di Perpustakaan

Fakultas Ilmu Budaya dan Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah

Mada.

G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Urutan penulisan ini disusun sebagai berikut. Bab. I

merupakan bab pendahuluan yang menjelaskan latar belakang dan

motivasi dari penelitian ini. Disusul dengan ruang lingkup dan

permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan

pustaka, metode dan sumber, dan sistematika pembahasan. Dalam

bab pendahuluan ini dijelaskan tentang prosedur, metode, dan

subjek penelitian.

16 James Hoopes, Oral History: An Introduction for Students (Chapel Hill: The University of North Carolina Press,1980), hlm. 36.

17

Pada bab. II, menarasikan latar belakang berdirinya HMI, PMII,

dan IMM. Pada bab III, menceritakan pergerakan mahasiswa Islam

menjelang Orde Baru sebagai pintu masuk menuju Orde Baru. Pada

bab IV, menarasikan pergerakan mahasiswa Islam di kota Jakarta.

Pada bab V, menarasikan pergerakan mahasiswa Islam di Kota

Yogyakarta.

Pada bab. VI, adalah uraian akhir tentang beberapa keterkaitan

dan perbandingan karakter seputar pergerakan mahasiswa Islam

antara Kota Jakarta dan Kota Yogyakarta masa Orde Baru. Dengan

meneliti tiga aspek tersebut, maka pola-pola pergerakan mahasiswa

Islam mampu teramati dalam narasi sejarah sekaligus menjadi

kesimpulan penelitian ini.

34

BAB II

Kondisi Lingkungan Metropolitan Jakarta Dan Kosmopolitan

Yogyakarta Sepanjang Orde Baru

A. Nuansa Metropolit Jakarta

Sejak kemerdekaan 1945 Jakarta dideklarasikan sebagai

ibukota Republik Indonesia meskipun di bulan Oktober 1945 status

ibukota dipindah ke Yogyakarta untuk sementara karena situasi

politik peperangan. Pada aspek sejarah politik, Jakarta sejak era

kolonial menjadi ibukota koloni Hindia Belanda dengan nama

Batavia. Karena posisinya yang strategis selain sebagai pelabuhan

maupun kota metropolis-perdagangan. Oleh karena itu, Jakarta

sebagai ibukota republik diresmikan sebagai Daerah Khusus Ibukota

( DKI ).

Jakarta terletak di ujung barat daya Pulau Jawa berbatasan

bagian Utara dengan Laut Jawa. Wilayah administrasi Daerah

Khusus Ibukota ( DKI ) Jakarta berbatasan dengan Propinsi Jawa

Barat bagian Barat, Timur, dan Selatan. Jakarta secara astronomis

terletak pada posisi 6 12’ Lintang Selatan ( LS ) dan 106 48’ Bujur

35

Timur ( BT ).1 Kemudian iklim di Jakarta cenderung berudara panas

dengan suhu udara rata-rata 27 .

Menurut dokumentasi Peraturan Pemerintah ( PP ) No. 45

tahun 1974, DKI Jakarta telah mempunyai luas lahan 63.700 ha.

Dengan luas wilayah keseluruhan berkisar 650,40 kilometer persegi.

Lalu dibagi menjadi lima administrasi wilayah kota yaitu : Jakarta

Pusat ( 54, 89 km ), Jakarta Barat ( 131, 41 km ), Jakarta Utara (

136, 96 km ), Jakarta Timur ( 182, 01 km ), dan Jakarta Selatan

( 145, 13 km ).2 Kondisi tanah di Jakarta termasuk dataran rendah

dengan ukuran kerendahan 0-7 meter dibawah permukaan air laut.

Karena permukaan tanah di Jakarta lebih rendah daripada air laut

maka ketika musim hujan selalu tergenang air. Kondisi curah hujan

di Jakarta mempunyai pola rata-rata yang terendah pada bulan

Agustus berkisar 22,7 mm sedangkan pola yang tertinggi pada bulan

Februari yaitu 399,8 mm dengan kelembapan udara rata-rata 76 %.

Aspek kependudukan Jakarta terutama yang beragama Islam

telah tercatat di sensus 1971 dengan usia-usia mahasiswa antara 20-

29 tahun telah berjumlah 347994 orang dari jumlah keseluruhan

1 Ensiklopedia Nusantara, Profil Propinsi RI : DKI Jakarta , (

Jakarta : Yayasan Bhakti Wawasan Nusantara,1993), hlm. 33. 2 Ibid, hlm 36.

36

421117 penduduk.3 Kemudian yang berusia antara 30-39 tahun

telah berjumlah 269695 orang dari total keseluruhan 318335

penduduk.4

Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia mempunyai

ketertarikan ( interest ) bagi rakyat Indonesia yakni dengan tujuh

elemen berikut. Elemen lingkaran pertama Jakarta adalah pusat

pemerintahan RI meliputi : Kantor dan Istana Negara, Sekretariat

Negara, Departemen dan Kementerian Negara, Lembaga Negara,

Badan Negara, dan Komisi Negara. Disertai oleh Parlemen Negara dan

Institusi Militer Negara.

Elemen lingkaran kedua Jakarta adalah pusat bisnis meliputi

perusahaan nasional, swasta maupun perusahaan asing yang

masing-masing mempunyai kantor dan gedung di Jakarta. Lalu

layanan Perbankan, Asuransi, Gedung Pertemuan, Perhotelan dan

Penginapan menjadi fasilitas utama dalam proses transaksi bisnis.

Dalam proyek Indonesianisasi, Pemerintah Orde Baru membentuk

3 Badan Pusat Statistik, “ Sensus Penduduk D.K.I Jakarta

Raya Tahun 1971”, Seri No. 09. Hlm 3-8. 4 Ibid.

37

fasilitas Bursa Efek Jakarta ( Jakarta Stock Exchange ) yang telah

berdiri pada tahun 1977.5

Dengan begitu Jakarta menjadi kota yang membutuhkan

pegawai maupun karyawan. Maka muncul kebutuhan kepemilikan

tempat tinggal dengan elemen lingkaran ketiga adalah pemukiman,

perumahan dinas maupun swasta hingga properti kelas menengah

keatas. Karena hidup berkeluarga dan untuk membina pendidikan

bagi anak-anak maka muncul kebutuhan jenjang pendidikan formal.

Muncul dengan elemen lingkaran keempat Jakarta adalah pusat

institusi pendidikan yang dikelola oleh Negara maupun Swasta.

Maka pada tahap pendidikan tinggi terdapat dua perguruan

tinggi Jakarta yang paling berpengaruh dalam gerakan mahasiswa

Islam yaitu Universitas Indonesia ( Universiteit Indonesia ) yang

diresmikan pada tahun 1950.6 Lokasi kampus-kampus UI mulai dari

Salemba, Rawamangun, Pegangsaan, hingga Depok. Kemudian

Akademi Dinas Ilmu Agama ( ADIA ) yang berubah resmi menjadi

Institut Agama Islam Negeri ( Al-Jami’ah Al-Islamiyah Al-Hukumiyah )

5 Robert Cribb, Audrey Kahin (eds.), Historical Dictionary of

Indonesia (Maryland: Scarecrow Press, 2004), hlm. 401.

6 www.ui.ac.id/id/profile/page/sejarah, 8 Februari 2013, 20 : 32.

38

Syarif Hidayatullah Ciputat pada tanggal 24 Agustus 1960.7 Secara

orisinalitas pendidikan tinggi merupakan konsep Barat yang

diperkenalkan pada abad 19.8 Maka tidak heran kegiatan mahasiswa

era Demokrasi Parlementer berupa kegiatan sosial seperti piknik,

olahraga, seni musik, pers mahasiswa, dan kelompok studi.

Elemen lingkaran kelima Jakarta adalah pusat perdagangan

dan perbelanjaan yang meliputi : pasar tradisional maupun modern (

mall ). Kemudian elemen kelima adalah sarana jasa transportasi

umum dan transportasi pribadi yang membutuhkan pembangunan

infrastruktur jalan-jalan raya, tol, jembatan sungai maupun

jembatan gantung ( flyover ). Fasilitas publik yang lebih megah

seperti bandara internasional Cengkareng, stasiun kereta Jatinegara

dan Pasar Senen, terminal bus Lebak Bulus dan Kampung

Rambutan.

Elemen lingkaran keenam adalah sarana hiburan dan rekreasi

umum ( entertainment ) seperti Gedung Bioskop Kramat, Kebun

Binatang Ragunan, Mall Sarinah, kawasan pertokoan, kafe, bioskop,

7 www.uinjkt.ac.id/index.php/tentang-uin.html, 8 Februari 2013, 20:42.

8 Burhan Magenda, “ Gerakan Mahasiswa dan Hubungannya

dengan Sistem Politik : Suatu Tinjauan “ Farchan Bulkin (ed). Analisa Kekuatan Politik Di Indonesia ( Jakarta: Seri Prisma-LP3ES, 1988 ) hlm. 130.

39

dan kedai kopi di bilangan Menteng Huis hingga lokalisasi seperti

Binaria. Dengan begitu akses warga Jakarta menjadi lebih lancar jika

menghasilkan pendapatan yang standar apalagi diatas rata-rata.

Elemen lingkaran ketujuh adalah industri-industri nasional

maupun asing yang mulai berdiri di Jakarta maupun kota-kota

satelitnya ( sub-urban towns ) seperti : Depok, Tangerang, Bekasi,

Bogor hingga melebar menuju Karawang dan Subang. Interkoneksi

antar kota seperti ini membutuhkan pembangunan jalan raya. Antara

tahun 1967 hingga 1977 telah disebut lingkaran Jabotabek.9 Mulai

dari Bogor telah dirintis pembangunan jalan tol jurusan Jakarta-

Bogor-Ciawi ( Jagorawi ).10 Dari jurusan tol Jagorawi tersebut

menghubungkan pemukiman elit mulai dari arah Jakarta Selatan

seperti Kebayoran Baru.

Elemen-elemen tersebut menjadi lingkungan ( milieu ) bagi

gerakan mahasiswa Islam di Jakarta hingga mempengaruhi gaya

hidup gerakan mahasiswa Islam.

9 Robert Cribb, Audrey Kahin (eds.), op.cit, hlm. 202. 10 Ibid.

40

B. Nuansa Kosmopolit Yogyakarta

Yogyakarta berasal dari wilayah pecahan kerajaan Mataram

Islam tahun 1755 yang telah dibagi dua yaitu Kasultanan Yogyakarta

dan Kasunanan Surakarta.11 Nama asli kota ini adalah

Ngayogyakarto Hadiningrat. Hamengkubuwono merupakan identitas

pemimpin bagi Kasultanan kerajaan ini. Kemudian disisi sebelah

Barat terdapat wilayah Adikarto yang merupakan teritori Kadipaten

Pakualaman tepatnya di Kabupaten Kulonprogo. Kadipaten ini

dipimpin oleh adipati Pakualaman secara silsilah.

Semenjak rentangan tahun 1887, 1921, dan tahun 1940 status

administrasi pemerintahan Yogyakarta merupakan pemerintahan

Swapraja yang mempunyai hukum kontrak dengan Gubernur

Jenderal Van Heutz ( 1851-1924 ) yang dalam versi administrasi

Hindia Belanda bernama Vorstenlanden termasuk Kasunanan

Surakarta. Lalu era administrasi pendudukan Jepang, Yogyakarta

diberi kedudukan sebagai Kochi.

Karena prakarsa Sultan Hamengkubuwono IX atas

perpindahan ibukota republik kepada Yogyakarta pada tanggal 4

Januari 1946. Perihal ini disebabkan daerah Jakarta dinilai tidak

aman dan Perdana Menteri Syahrir mendapat ancaman akan

11 Robert Cribb, Audrey Kahin (eds.), op.cit, hlm. 461.

41

dibunuh. Perpindahan Jakarta menuju Yogyakarta menyebabkan

kota ini menjadi basis republik dengan anggota aparatur Negara yang

berpindah telah berjumlah hampir 50.000 orang.12

Karena peranan Sultan Hamengkubuwono IX dalam

memperjuangkan kemerdekaan republik dengan Yogyakarta pernah

menjadi ibukota sementara di tahun 1945. Maka sejak tahun 1946

Yogyakarta dihormati sebagai propinsi Daerah Istimewa ( Special

Territory ).13 Pengukuhan dan peresmiannya dinyatakan pada

Undang-Undang No. 22 tahun 1948 dan undang-undang no.3 tahun

1950.14

Dengan wewenang keistimewaan tersebut Sultan Yogyakarta

dan adipati Pakualaman ditetapkan berhak memiliki dua jabatan.

Pertama, jabatan simbol kultural sebagai derajat kemaharajaan

Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman.

12 Selain itu peranan Sultan Hamengkubuwono IX adalah

melakukan restrukturisasi birokrasi Kasultanan hingga menghapus jabatan patih yang dinilai ganda. Kemudian melakukan deklarasi maklumat 5 September 1945, 30 Oktober 1945, dan nomor 18 tahun 1946. Lihat selengkapnya dalam Julianto Ibrahim, Harlem Siahaan, Waluyo, “ Swapraja dan Revolusi : Proses Pengukuhan Yogyakarta Sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta Pada Masa Revolusi ( 1945-1950 ) “. Laporan Penelitian Universitas Gadjah Mada. 2003. hlm. 78.

13 Robert Cribb & Audrey Kahin (eds.), op. cit.

14 Julianto Ibrahim, Harlem Siahaan, Waluyo, op.cit.

42

Kedua, jabatan administrasi publik dengan Sultan Yogyakarta

sebagai gubernur dan adipati Pakualaman sebagai wakil gubernur

propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ( DIY ).

Yogyakarta secara geografis terletak di tengah pulau Jawa

bagian selatan. Bentuk teknis Yogyakarta dalam perspektif pemetaan

( mapping ) mirip dengan bentuk segitiga dengan puncak Gunung

Merapi ( 2.911 M ) pada bagian Utara. Dibawahnya terdapat wisata

Pesanggrahan Kaliurang sebagai tempat rekreasi yang sering

digunakan berbagai organisasi termasuk HMI, PMII, dan IMM.

Menurut pakar geografi Soewadi, Propinsi Yogyakarta merupakan

fluvio-vulkanik-foot plain dari Gunung Merapi lalu mengalir sungai-

sungai seperti Gadjah Wong di Timur, Code di Tengah, dan Winongo

di Barat. Dan sebelah selatan Yogyakarta merupakan pegunungan

plateu yang membujur ke arah Timur-Barat hingga terhenti dengan

adanya patahan di Pantai Parangtritis.15 Pantai ini juga menjadi

wisata rekreasi alam atau tadabbur ‘alam bagi gerakan mahasiswa

Islam.

Kemudian batas-batas wilayah administrasi Daerah Istimewa

Yogyakarta ( DIY ). Dari bagian Tenggara dan Timur Laut berbatasan

15 Soewadi, Kota Yogyakarta, Sekarang dan Dimasa Datang ( Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM,1979), hlm.15.

43

dengan Wonogiri dan Klaten. Lalu bagian Barat Laut dan Barat

berbatasan dengan Magelang dan Purworejo. Dan bagian Selatan

berbatasan dengan Laut Selatan atau Samudera Indonesia.

Yogyakarta secara astronomis terletak antara 7 53’- 8 Lintang

Selatan ( LS ) dan 110 5’- 110 48’ Bujur Timur ( BT ).16

Jumlah keseluruhan wilayah administrasi DIY 3.185, 81 Km

. Oleh karena itu, Yogyakarta telah terbagi menjadi beberapa daerah

meliputi satu Kotamadya dan empat Kabupaten dengan luas wilayah

masing-masing sebagai berikut : Kotamadya Yogyakarta seluas 32,50

Km dengan 14 Kecamatan, Kabupaten Sleman seluas 574,82

Km dengan 17 Kecamatan, Kabupaten Bantul seluas 506,85

Km dengan 17 Kecamatan, Kabupaten Kulon Progo seluas 586,28

Km dengan 12 Kecamatan, dan Kabupaten Gunung Kidul 1485,36

Km dengan 13 Kecamatan.17

Yogyakarta secara perekonomian sosial mempunyai potensi

perkebunan terutama tanaman tebu dan tembakau. Lalu diikuti

industri agribisnis seperti pabrik gula ( P. G ) salah satunya P.G.

16 Kantor Pusat Data Propinsi DIY, “ Monografi DIY Tahun

1979 ”, 1981. hlm. 3. 17 Ibid.

44

Madukismo dan pabrik cerutu Tarumartani. Kemudian kerajinan

tangan ( handycraft ) seperti di daerah Manding, kerajinan perak (

silvercraft ) seperti di daerah Kotagedhe, industri maupun pedagang

busana batik seperti di daerah Gondomanan maupun Ngasem. Arena

perbelanjaan di kawasan Malioboro. Dan salah satu tempat kuliner

masakan tradisional yaitu gudeg di daerah Wijilan.

Yogyakarta terkenal sebagai kota pendidikan dan pergerakan

kader bangsa karena mempunyai institusi pendidikan modern

bumiputera dari swadaya masyarakat. Perintisan itu dimulai oleh

Muhammadiyah ( 1912 ) dan Taman Siswa ( 1922 ).18 Dengan begitu,

Yogyakarta secara tidak langsung menjadi kota kosmopolit yang perlu

memiliki perguruan tinggi sebagai tahap pengembangan

pembangunan bangsa.19 Maksud dari kosmopolit tersebut

menunjukkan partikularitas dalam Islam dengan tujuan universal

berpadu dengan nuansa pusat nilai dan institusi Jawa seperti

keraton Yogyakarta. Proses masyarakat kota ini saling berpadu

sehingga mengundang etnik lain untuk bersama-sama menuntut

ilmu.

18 Bambang Purwanto, Djoko Suryo, Soegijanto Padmo (eds.), Dari Revolusi ke Reformasi : 50 Tahun Universitas Gadjah Mada ( Yogyakarta: Pusat Studi Pariwisata UGM, 1999), hlm. 1.

19 Ibid., hlm 2.

45

Pasca kemerdekaan, tahapan itu tercapai dengan berdirinya

Universitas Gadjah Mada ( UGM ) pada tanggal 17 Februari 1946.20

Lalu menyusul perubahan resmi Sekolah Tinggi Islam ( STI ) menjadi

Universitas Islam Indonesia ( UII ) pada tanggal 4 Juni 1948.21

Kemudian pada tanggal 9 Mei 1960 telah diresmikan Institut Agama

Islam Negeri ( Al-Jami’ah Al-Islamiyah Al-Hukumiyah ) Sunan Kalijaga

Yogyakarta.22 Dan yang terakhir Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (

IKIP ) Yogyakarta diresmikan pada tanggal 21 Mei 1964.23 Keempat

perguruan tinggi tersebut menjadi basis epistemik pergerakan

mahasiswa Islam di Yogyakarta.

Beranjak pada aspek kependudukan usia-usia mahasiswa

muslim di Yogyakarta dengan sensus tahun 1971 yang mencatat

bahwa usia-usia 20 hingga 29 tahun berjumlah 30059 orang dari

keseluruhan 37729 penduduk dan usia 30 hingga 39 tahun

berjumlah 18085 orang dari keseluruhan 21495 penduduk.24 Hal

20 Ibid, hlm 10.

21 www.uii.ac.id/universitas/rectors.html , 8 Februari 2013,

20:23. 22 www.uin-suka.ac.id/page/1 , 8 Februari 2013, 20:24.

23 www.uny.ac.id/profil/sejarah-uny , 8 Februari 2013, 20:17.

24 Badan Pusat Statistik, “ Sensus Penduduk D.I.Jogyakarta

Tahun 1971”, Seri E No. 12. hlm. 38-39.

46

tersebut pada sensus lingkup perkotaan. Sedangkan sensus pada

lingkup pedesaan berjumlah 9927 orang dari keseluruhan 105876

penduduk antara usia 20 hingga 29 tahun.25 Kemudian yang berusia

antara 30 sampai 39 tahun berjumlah 126851 orang dari

keseluruhan 132756 penduduk.26

C. Latar Belakang Pendirian Tiga Organisasi Mahasiswa Islam

Sepanjang dua puluh dua tahun lamanya dari Kemerdekaan

Republik Indonesia tahun 1945 hingga masa Demokrasi Terpimpin

tahun 1966 pergerakan organisasi mahasiswa telah berdiri dan

mengalami dinamika pergerakan tersendiri. Dalam mengawal

Republik yang masih muda telah terjadi pertentangan antar

strukturasi kekuasaan. Pergerakan mahasiswa masing-masing

mengalami hambatan masing-masing dari sebuah penyelenggaraan

demokrasi. Pada masa Demokrasi Terpimpin, Partai Politik ( Parpol )

merupakan proseduralisasi untuk merebut basis massa. Lalu secara

otomatis telah tercipta organisasi-organisasi sayap ( onderbouw )

yang mempunyai landasan ideologi. Seperti : PNI dengan GMNI, PKI

25 Ibid. 26 Ibid.

47

dengan CGMI, PSI dengan Gemsos, dan HMI dengan Masjumi.27

Konstruksi semacam ini sengaja diciptakan untuk mempertahankan

basis massa pada segmentasi kemahasiswaan dan yang kedua untuk

kaderisasi atau pendidikan politik akar rumput.

I. Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam

Pertemuan empat belas mahasiswa Sekolah Tinggi Islam ( STI ) di

Yogyakarta seperti Lafran Pane, Kamoto Zarkasji, Dahlan Husein,

Suwali, Jusdi Ghazali, Mansjur, M. Anwar, Hasan Basri, Marwan,

Zulkarnaen, Tajeb Razak, Toha Mashudi, dan dua mahasiswi yakni

Bidron Hadi dan Maisaroh Hilal. Diantara mereka yang paling

menonjol adalah Lafran Pane yang mempunyai gagasan untuk

mendirikan HMI. Lalu Lafran Pane juga bertemu dengan pengajar-

pengajar STI mereka yang merupakan cendekiawan Islam modernis

seperti Kahar Muzakkir, Mohammad Rasjidi, Fathurrahman Kafrawi,

Kasman Singodimedjo, dan Prawoto Mangkusasmito.

27 Dijelaskan bahwa masing-masing gerakan mahasiswa

mempunyai afiliasi organisasi politik ( orpol ) nasional atau underbow seperti : GMNI dibawah PNI, CGMI dibawah PKI, dan GEMSOS dibawah PSI. Purnomo Sidi, “Gerakan Mahasiswa 66 dan Perubahan Politik Indonesia“. Skripsi. Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada. 1996. hlm. 218.

48

Para tokoh-tokoh muslim tadi menurut tipologi Deliar Noer

merupakan corak kaum muda yang modernis lebih mengutamakan

pembaharuan dalam paradigmatika Islam daripada mempertahankan

tradisi.28 Maka tentu saja lebih rasional dan material dalam proses

pembangunan agama Islam dengan diktum “ Merujuk kembali ke Al-

Quran dan As-Sunnah“.29 Dalam contoh tipologinya telah disebutkan

berbagai perkumpulan ulama Minangkabau dan organisasi

masyarakat Islam seperti Muhammadiyah dan Persatuan Islam.

Maka ini menurun kepada HMI, dari semua orang-orang yang

berkecimpung dalam pendirian HMI. Mereka mempunyai hubungan

kultural secara pemikiran Islam dengan Muhammadiyah entah

mereka dapat dari organisasi maupun pendidikan Muhammadiyah.

Bahkan seperti Maisaroh Hilal merupakan aktivis Aisyiyah yang

28 Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia ( Jakarta:

LP3ES,1996), hlm. 7. 29 Islam Modernis secara aliran pemikiran bersumber

orisinalitas wahyu yang diturunkan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Prinsip modernisme dalam Islam adalah orisinalitas akidah dan integrasi ilmu dan agama dalam bidang pendidikan masyarakat Islam. Para pelopornya di Arab, Mesir, dan India antara lain : Moh. Abdul Wahhab, Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Sir Mohammad Iqbal. Lihat dalam Gibb, H.A.R. Aliran-Aliran Modern Dalam Islam Terj. Machnun Husein ( Jakarta: Rajawali Pers,1991)

49

merupakan organisasi otonom Muhammadiyah. Maka tidak heran

dalam perjalanan HMI telah banyak alumni-alumninya kembali ke

persyarikatan Muhammadiyah menjadi pengurus atau anggota.

Seperti Lukman Harun, Amien Rais, Hadiroh Ahmad, Wasilah

Sutrisno, Ahmad Muhsin Kamaludiningrat, Susilaningsih

Kuntowidjojo, Dawam Rahardjo, dan lain sebagainya. Kenyataan ini

diperkuat dengan Yogyakarta sebagai basis pergerakan Islam

modernis. Yakni antara lain seperti Muhammadiyah dan HMI. Hal ini

juga diperkuat dengan pernyataan Said Tuhuleley bahwasanya

secara pemikiran Islam, HMI sama dengan Muhammadiyah.30

Dalam bidang politik Islam, HMI juga juga mempunyai

hubungan kultural dengan Masjumi seperti Mohammad Natsir,

Wachid Hasjim, Anwar Tjokroaminoto, Wondoamiseno, dan Mas

Mansur. Akan tetapi dalam pernyataan organisasi HMI sama sekali

tidak ada perjanjian formal dengan Masyumi. Meskipun alumni-

alumninya telah banyak yang meneruskan di Masyumi seperti

Mintaredja yang merupakan mantan aktivis HMI Fakultas Hukum

UGM.

30 Wawancara Said Tuhuleley, 2 Oktober 2012, Pkl 19:15 WIB.

Di kediamannya Komplek Pesantren Mahasiswa Budi Mulia, Perumahan Banteng 3, Sleman Yogyakarta.

50

Para alumni-alumni HMI setuju dengan cita-cita Masyumi

maka HMI telah dianggap oleh publik sebagai underbow dari

Masyumi dan memang kala itu Masyumi menjadi satu-satunya partai

umat Islam Indonesia. Hal itu tertera pada Kongres Umat Islam

perdana di Madrasah Mu’allimin Yogyakarta pada tahun 1945. Maka

HMI secara otomatis terdapat keterikatan politik Islam bersama

Masyumi meskipun secara formal tidak diakui oleh Pengurus Besar

HMI terutama Dahlan Ranuwihardjo yang dekat dengan Soekarno.31

Hal ini menyangkut posisional HMI yang selalu dijaga relatif-netral

pada elit kekuasaan nasional maupun tingkat masyarakat sehingga

mampu merekrut anggota mahasiswa muslim baik dari kalangan

modernis maupun tradisionalis.32 Dan dalam Majalah Media 1955,

HMI mempunyai komitmen selalu memelihara hubungan dengan

partai-partai Islam dimanapun juga, meskipun dengan syarat tidak

terikat dan tidak dipengaruhi dan tentu saja mempunyai hak

31 Yudi Latif, Inteligensia Muslim : Genealogi Inteligensia Muslim

Indonesia Abad Ke-20 (Bandung: Mizan,2005), hlm. 426. 32 Ibid. Hlm 427.

51

pandangan sendiri.33 Bahkan menurut pengakuan Ahmad Muhsin,

HMI sebagai intervensor Partai-Partai Islam.34

Pasca menerima saran dalam beberapa diskusinya, Lafran Pane

bersama tokoh-tokoh muslim pada bulan Nopember tahun 1946

mengumpulkan dan mengundang para mahasiswa muslim di tiga

kampus Yogyakarta. Yakni Sekolah Tinggi Islam, Balai Perguruan

Tinggi Indonesia Gadjah Mada, dan Sekolah Tinggi Teknik.

Konsolidasi tersebut untuk menyampaikan gagasan dan prakarsa

berdirinya HMI. Kemudian disusul pada tanggal 5 Februari 1947,

Pane mengambil jam kuliah Tafsir yang diisi almarhum ulama Husein

Yahya untuk mendirikan HMI. Sebagian yang dikumpulkan berasal

dari kalangan aktivis Persyarikatan Mahasiswa Yogyakarta ( PMY )

dan Gerakan Pemuda Islam Indonesia ( GPII ). Akan tetapi pada

penyampaian gagasan awal Pane yang disuarakan GPII telah ditolak

Masyumi karena Pane dianggap asing dan belum dikenal oleh

khalayak publik Islam.

33 Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam. “ Sedjarah

Ringkas H.M.I “ Media edisi Djakarta, Pebruari 1955. hlm. 43. 34 Wawancara Ahmad Muhsin Kamaludiningrat, 24 Oktober

2012, Pkl 16:35 WIB. Di Kauman Gondomanan, Kompleks Masjid Besar, Alun-Alun Utara, Yogyakarta.

52

Maka pada tanggal 5 Februari 1947 HMI didirikan dan pada

bulan November segera melaksanakan Kongres pertamanya dengan

kesimpulan bahwa Islam dan Nasionalisme adalah tidak berlawanan

tetapi beriringan sehingga dibutuhkan orientasi perjuangan Islam

dan nasionalisme yang inklusif. Apalagi sebelumnya umat Islam telah

terjajah oleh politik Hindia Belanda maka tidak boleh ada alternatif

lain kecuali melawan dan mempertahankan dalam kerangka

nasionalisme dengan tujuan Keislaman.35 Pada tanggal 30 November

1947 telah dilaksanakan Kongres Pertama HMI Yogyakarta. Dengan

formatur kepengurusan dan anggota pertama sebagai berikut :

1. H.S. Mintaredja Sebagai Ketua langsung ditugaskan di

Jakarta berasal dari mahasiswa UGM

2. Ahmad Tirtosudiro Sebagai Wakil Ketua langsung

ditugaskan di Jakarta berasal dari mahasiswa UGM

3. Usuludin Hutagalung ( Jakarta ) sebagai Anggota

4. M. Sanusi ( Jakarta ) Sebagai Bendahara

5. Amin Syahri ( Yogyakarta ) Sebagai Anggota

6. Anton Timur Jailani ( Jakarta ) Sebagai Anggota

35 Wawancara Agussalim Sitompul, 12 September 2012, Pkl

14:56 WIB. Di kediamannya jalan. Pangajabsih Sanggrahan, Condong Catur Sleman Yogyakarta.

53

7. Tejaningsih ( Jakarta ) Sebagai Anggota

8. Siti Baroroh Baried ( Yogyakarta ) Sebagai Anggota

9. Usep Ranuwihardja ( Jakarta ) Sebagai Anggota

Pada seminar sejarah HMI pada tanggal 27 hingga 30

Nopember 1975 yang dirapatkan oleh mantan pimpinan senior HMI

seperti Dahlan Ranuwihardjo, Agussalim Sitompul, Malik Fadjar,

Husein Anuz, dan Malik Mubin.36 Mereka mampu membawa

beberapa kesimpulan bahwasanya latar-belakang pendirian HMI

disebabkan beberapa peristiwa.

Pertama, Persyarikatan Mahasiswa Yogyakarta ( PMY ) tidak

memperhatikan kepentingan mahasiswa yang beragama Islam. Yakni

tidak pernah menyelenggarakan ceramah-ceramah keagamaan.

Kemudian tidak memikirkan kebutuhan beribadah sholat maghrib

dari pukul 16.30 hingga 20.30 di Balai Perguruan Tinggi Gadjah

Mada.37 Akan tetapi, PMY tetap menjadi embrio pendirian HMI

karena berhasil mengumpulkan mahasiswa Islam. Dan PMY telah

diketahui oleh para mahasiswa muslim merupakan sayap organisasi

dari Partai Sosialis Islam ( PSI ), dibentuknya PMY hanya sekadar

36 Agussalim Sitompul, Pemikiran HMI dan Relevansinya Dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia ( Jakarta: Intergrita Press,1986), hlm. 11.

37 Ibid. hlm. 12-17.

54

merupakan strategi kepentingan politik PSI untuk menguasai

mahasiswa muslim.38 Kedua, menurut pernyataan Agussalim

Sitompul adalah penjajahan ekonomi-politik Belanda terhadap kaum

muslimin sehingga terdapat antithesis dakwah Islam bagi pembawa

misionaris dan zending. Kemudian pengaruh sekularistik yang

tumbuh di tengah-tengah perguruan tinggi Indonesia. Lalu

tertutupnya proses ijtihad keislaman di tengah kaum muslimin. Dan

yang terakhir Sarekat Dagang Islam, Muhammadijah, dan Persatoean

Oemat Islam secara politis tergabung dalam kepartaian unitaristik.39

Pada Kongres HMI selanjutnya di Bogor. Telah menetapkan

beberapa kelompok pemegang penting berdirinya HMI yakni :

1. Lafran Pane sebagai Pemrakarsa

2. Para pendiri dan penyebar HMI di wilayah Indonesia Barat :

Lafran Pane ( Yogyakarta ), Karnoto Zarkasyi ( Desa Jambu,

Ambarawa ), Dahlan Husein ( Palembang ), Maisaroh Hilal (

cucu Ahmad Dahlan dari putrinya Aisyah Hilal kemudian

ikut suaminya di Singapura ). Suwali ( Jember ), Yusdi

Ghozali ( Semarang ), Mansyur Siti Zainab ( Adik Dahlan

Husein ), M. Anwar ( Malang ), Hasan Basri ( Surakarta ),

38 Ibid. hlm. 12. 39 Ibid. hlm. 18.

55

Zulkarnaen ( Semarang ), Tajeb Razak ( Jakarta ), Toha

Mashudi ( Malang ), Bidron Hadi ( Kauman, Yogyakarta ),

dan pencatat sejarah HMI Anton Timur ( Jakarta ).

Konsep dan gerakan himpunisasi sebagai HMI mendapatkan

respon yang bagus dalam militansi Keislaman. Dengan tujuan

islamisasi para mahasiswa dibingkai Kemodernan ide-ide Islam

beserta institusi-institusinya.40 Dengan konsepsi himpunisasi Islam

tersebut menurut Dahlan Ranuwihardjo dengan mudah HMI dapat

membina para mahasiswa yang berlatar-belakang modernis maupun

tradisionalis seperti warga Muhammadiyah, Persis ( modernis ) dan

NU ( tradisionalis ). Namun orientasi modernisitas dalam Islam tetap

menjadi orientasi utama dalam paradigma gerakan HMI. Kemudian

konsep himpunisasi Islam diturunkan melalui lembaga-lembaga

pengembangan mahasiswa Islam. Beberapa lembaga turunan HMI

yang tersohor dan berpengaruh seperti : Lembaga Dakwah

Mahasiswa Islam ( LDMI ), Lembaga Pers Mahasiswa Islam ( LAPMI ),

dan Lembaga Seni Budaya Mahasiswa Islam ( LSBMI ).

Berdasarkan terbitan Majalah Media yang dicetak oleh HMI

pada tahun 1955. Beralamat di Jalan Tidar Yogyakarta. Pada awal

40 Yudi Latif, Inteligensia Muslim : Genealogi Inteligensia Muslim

Indonesia Abad Ke-20 (Bandung: Mizan,2005), hlm. 426.

56

pendiriannya, aktivis HMI selalu melakukan usaha-usaha

penyebaran HMI. Dengan menyelenggarakan ceramah-ceramah HMI

dengan pembicara-pembicara yang tersohor sehingga menjadi

populer dengan pertimbangan subjek materinya. Disamping itu

mengadakan malam kesenian yang membuat khalayak ramai

kalangan mahasiswa.

Dari proses agenda-agenda tersebut telah terbentuk Pengurus

Besar pertama HMI yang berkedudukan di Yogyakarta. Dibentuk

berdasarkan Kongres Pertama pada bulan Desember tahun 1947.41

Dari peletakan dasar tersebut, pada tahap itu HMI langsung mampu

membuat Cabang di Klaten dan Solo. Maka semakin semaraklah

nama HMI di kalangan mahasiswa Yogyakarta, Klaten dan Solo. Dan

tentu saja mempunyai kantor sekretariat yang mentereng dan

mempunyai bibliotik yang menerbitkan majalah dengan nama

“Kriterium”.

Didalam Majalah Media HMI tahun 1955 terdapat catatan

sejarah ringkas HMI yang menyatakan bahwa pandangan aktivis HMI

sangat tidak setuju dengan ajaran Komunis. Karena menurut

anggapan mereka adalah menafikan Tuhan maka dari itu

41 Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam. “ Sedjarah Ringkas H.M.I “ Media edisi Djakarta, Pebruari 1955. hlm. 41.

57

bertentangan dengan prinsip Islam yang bertuhan secara tunggal.

Oleh karena itu, dalam misi perpolitikan nasional awal HMI adalah

memecah kekuatan Front Demokrasi Rakjat ( FDR ) dan

menjatuhkan kabinet Amir Sjafrudin yang mempunyai latar belakang

komunis.42 Lalu HMI juga mendesak Hatta untuk membentuk

kabinet presidensial. Maka dalam Kongres Pemuda, HMI menjadi

rival politik Pemuda Sosialis Indonesia ( Pesindo ) yang merupakan

organisasi sayap Sosialis-Komunis.43

Ulasan majalah ini begitu bangga dengan seniornya yakni

saudara Ahmad W.K. yang menjadi Ketua HMI . Dan turut memimpin

penumpasan pemberontakan Komunis pada bulan September tahun

1947 melalui Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia ( PPMI )

42 Pada saat itu Partai Komunis Indonesia ( PKI ) telah

dipimpin oleh kalangan tua yang berorientasi internasional ortodoks. Yang berlatar belakang aktivis Komunis tahun 1920an yang bebas tahanan. Salah satunya adalah Amir Syarifuddin yang menjabat sebagai menteri pertahanan dan para pengikutnya membentuk gerakan pemuda bawah tanah yang diberi nama Pemuda Sosialis Indonesia ( Pesindo ). Amir juga membentuk polisi militer sebagai kekuatan militer yang selalu setia kepadanya. Lihat dalam Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 ( Jakarta: Serambi,2004), hlm. 445.

43 Ibid. hlm. 42.

58

disokong oleh pemerintah dalam bidang penerangan dan bantuan

pamong-pamong praja.44

Menurut keterangan majalah ini, HMI terus memegang strategi

militeristik dan membentuk sub-organisasi paramiliter. Yakni

pergantian ketua HMI dari Ahmad menuju Mintaredja pada bulan

Oktober 1948. Dalam keterangan tersebut, Mintaredja juga menjadi

pimpinan Komandan Corps Mahasiswa di Yogyakarta. Para tenaga

aktivis HMI ditugaskan menjaga di gunung-gunung untuk

memperkuat aparat militer Republik Indonesia dalam tugas

kemiliteran, logistik, kesehatan, dan pengajaran. Kemudian sisanya

memperkuat organisasi-organisasi mahasiswa.

Pasca penugasan di gunung-gunung, para aktivis HMI kembali

melanjutkan studi ke bangku-bangku kuliah masing-masing

fakultas. Karena terlalu mencurahkan pada tugas kemiliteran maka

sisi internal organisasi HMI kurang kuat sehingga terdapat vakum

dalam kepengurusan HMI. Hingga HMI Cabang Klaten dan Solo telah

bubar kemudian dipindahkan ke Yogyakarta kembali. Tetapi rumor

tentang kegiatan HMI telah tersebar pada saat yang sama terutama di

44 Ibid.

59

wilayah perkotaan hingga kemudian berdiri Cabang di dua kota besar

yakni Jakarta dan Bandung.45

Pada bulan Desember tanggal 20-25 Desember 1949 turut

berpartisipasi dalam Kongres Muslimin seluruh Indonesia di Gedung

Seni Sono ( sebelah selatan Gedung Agung ) Yogyakarta. HMI turut

menjadi anggota Badan Kongres Muslimin Indonesia.46

Ketua umum dan sekretaris kepanitian kongres adalah Wali Al-

Fattach dan Saleh Su’aidy. Kemudian ketua pimpinan sidang Pemuda

Massa adalah Achid Masduki yang berlangsung pada tanggal 20

Desember 1949 pukul 15.00.47 Pada sidang tersebut telah

menghasilkan beberapa usulan atau rekomendasi tentang kesatuan

perjuangan pemuda Islam. Beberapa usulan tersebut adalah sebagai

berikut :48

1. Penguatan Gerakan Pemuda Islam Indonesia ( GPII )

45 Ibid. hlm. 42. 46 Ibid. hlm. 43. 47 Panitia Pusat Kongres Muslimin Indonesia. “ Buah Konggres

Muslimin Indonesia Di Jogjakarta “ Kongres Muslimin Indonesia 20-25 Desember 1949, Badan Usaha & Penerbitan Muslimin Indonesia. hlm. 56.

48 Ibid. hlm. 43.

60

2. Tujuan dan organisasi GPII disempurnakan setelah

Konfrensi Meja Bundar ( KMB )

3. GPII perlu memperhatikan kebutuhan para pemuda seperti :

ilmu pengetahuan, olahraga, karakter, kesenian, dsb

4. Pengakuan perlunya organisasi-organisasi Pemuda Islam

terutama pada kekhususan lapangan yaitu :

a. Pelajar Islam Indonesia ( PII ) untuk para Pelajar

b. Himpunan Mahasiswa Islam ( HMI ) untuk Mahasiswa

c. Pandu Islam untuk para pandu

5. GPII merupakan “ opvang-organisasi” tersebut

6. Organisasi Pemuda Islam yang mempunyai corak tersendiri

dan menjadi bagian dari perkumpulan Islam yang bersifat

sosial diakui untuk bergerak dalam lingkungan masing-

masing dan menjadi lini kedua

Kongres tersebut telah dihadiri para pimpinan organisasi Islam

sebanyak 129 organisasi seluruh Indonesia. Mulai dari Al-Irsyad, Al-

Kathiriyah, Ar-Raudatul Muta’alimin, Arabitah Alawiyah, Masyumi,

Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, PERSIS, PERTI, Nahdhatul

Muslimin, Aunul Amwat ( Ambon ), Al-Hilal, Al-Islah dan lain

61

sebagainya. Pada agenda ini, HMI diwakili secara langsung oleh

Lafran Pane.49

Pertengahan tahun 1951 HMI bersama organisasi-organisasi

pemuda Islam lainnya telah menyelenggarakan konferensi di Jakarta

dengan tujuan pembentukan Front Pemuda Islam Indonesia ( FPII ).

Tetapi karena mendapat partisipasi minim dari organisasi pemuda

Islam lainnya maka HMI mengambil inisiatif untuk mengundang

kedua kalinya dengan jangkauan yang lebih luas yakni seluruh

kepulauan Nusantara. Namun agenda kongresnya diselenggarakan

pada tahun-tahun selanjutnya.

Pada bulan Desember 1951 terjadi perpindahan sekretariat

Pengurus Besar HMI dari Yogyakarta menuju Jakarta. Pada awalnya

diketuai oleh Lukman kemudian diteruskan oleh Dahlan

Ranuwihardjo. Sebulan sesudahnya PB HMI telah mengadakan

Kongres yang kedua dihadiri para pengurus Cabang utama yakni

Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Kongres tersebut telah

memutuskan pembagian tugas organisasi setiap Cabang. Yakni

Cabang Jakarta diserahi untuk membentuk suatu studie-commisie

untuk memperbaikan Anggaran Dasar ( AD ) dan Anggaran Rumah

Tangga ( ART ) HMI yang lama. Dan Cabang Bandung diserahi untuk

49 Ibid. hlm. 112-115.

62

membuat atribut HMI.50 Dan akhirnya lambang HMI telah didesain

oleh Ahmad Sadali.51

Pada akhir tahun 1952 rumor HMI telah terdengar keras

hingga mampu memperluas Cabang-Cabang perkotaan yakni Bogor,

Solo, Surabaya, dan Medan. Menimbang perluasan Cabang-Cabang

tersebut, maka telah diadakan Konferensi Cabang ( Konfercab ) pada

tanggal 26 hingga 28 Desember 1952 yang telah berkumpul di

Jakarta.52

Dalam majalah ini, HMI dikatakan terus tumbuh dan terdengar

kabarnya hingga di kalangan masyarakat pada umumnya dan

khususnya pada kalangan mahasiswa. Disamping itu usaha-usaha

PPMI pun melakukan penyerahan kedaulatannya kepada Republik

Indonesia ( RI ). Dahlan selain sebagai ketua HMI juga menjadi ketua

PPMI. Pada hari ulang tahun HMI yang ke-VI telah disahkan Cabang

HMI Padang. Dan pada bulan Agustus 1953 Cabang HMI di Makassar

telah berdiri pula. Hingga pada Kongres HMI yang ketiga pada tanggal

30 Agustus sampai tanggal 4 september 1953 di Jakarta telah

50 Ibid. hlm. 42. 51 Agussalim Sitompul, Pemikiran HMI dan Relevansinya

Dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia ( Jakarta: Intergrita Press,1986), hlm. 2.

52 Ibid.

63

terkumpul delapan Cabang seluruh Kepulauan Nusantara. Pada

kongres ini telah disahkan AD/ART dan atribut yang baru hasil dari

pembuatan Cabang Bandung. Kemudian Dahlan Ranuwihardjo

mengundurkan diri sebagai ketua PB HMI dan tongkat estafet

Pengurus Besar diserahkan calon ketua terpilih yakni Deliar Noer

yang memiliki periode kepengurusan dari tahun 1953-1955.53

Pada tindak lanjut FPII ( 1951 ) yang mendapat partisipasi

minim dari organisasi-organisasi Pemuda Islam. Maka inisiatif HMI

menyelenggarakan kongres susulan pada tanggal 4 hingga 7

Desember 1953 di Jakarta. Telah menghasilkan keputusan bersama

yakni membentuk Perserikatan Organisasi-Organisasi Pemuda Islam

Indonesia ( Porpisi ). Dalam kongres tersebut HMI telah mendapat

kepercayaan sebagai Dewan Pimpinan Kongres yang diwakili Mashud

dari Cabang HMI Yogyakarta dan turut menjadi anggota delegasi.

Pada kegiatan berikutnya, HMI ikut berpartisipasi dalam panitia

Hadji dan para Jama’ah Haji yang baru. Sebagai penanggungjawab

diamanatkan kepada Tarnuzi anggota HMI Cabang Yogyakarta yang

ditugaskan dalam struktur panitia Haji.

Pada bulan Januari 1955 telah terdengar sosialisasi dari saran

mahasiswa Pakistan yakni telah didirikannya World Moslem Student

53 Ibid. hlm. 43.

64

Association ( WMSA ). Maka HMI pun turut mengirimkan delegasinya

bernama O.K. Rachmat yang menjabat sekretaris II dan berpartisipasi

dalam Kongres Pemuda Islam Se-Dunia yang berada di Karachi.

Kongres tersebut dikenal International Assembly of Moeslim Youth (

IAMY ). Pada tahun yang sama, HMI telah mengadakan ceramah

dengan pembicara dari utusan Al-Jazair yakni Huzein Ait Ahmad.

Ceramah tersebut diadakan oleh awak Majalah Media HMI yang

berada di ruangan kuliah Masjid Syuhada, Yogyakarta. Huzein Ait

Ahmad menyampaikan dalam ceramahnya tentang perjuangan

kemerdekaan Al-Jazair.

Pada akhir era 1956 hingga 1959 HMI mengadakan berbagai

kegiatan kemahasiswaan yang cukup populer dibawah pimpinan

Ismail Hasan Metareum. Kegiatan tersebut meliputi : mengadakan

work camp, mengadakan latihan musik dan tari-tarian, mengadakan

pertandingan olahraga, membentuk yayasan penelitian ( research )

Islam, dan membentuk yayasan kesejahteraan untuk mahasiswa

Islam.54

54 Ismail Hasan Metareum, “ Pidato Dies Ried PB HMI 5

Februari 1959, Peringatan Dies Natalis Ke-14 “ Agussalim Sitompul ( ed). Pemikiran HMI dan Relevansinya Bagi Sejarah Perjuangan Bangsa ( Jakarta: Intergrita Press, 1986 ) hlm.130.

65

II. Inisiatif Baru dan Penggalangan Kekuatan Mahasiswa

Nahdhiyin

Pada tahun 1955 telah terdapat upaya-upaya gerakan aspiratif

untuk melahirkan PMII. Pertama, upaya berdirinya Ikatan Mahasiswa

Nahdhatul Ulama ( IMANU ) pada bulan Desember 1955 di Jakarta.

Namun kehadirannya belum mendapat perhatian serius dari

kalangan sesepuh NU. Karena kelahiran IPNU masih dirasakan

sangat muda ( 24 Februari 1954 ) yang pengurusnya telah berstatus

dari kalangan mahasiswa sehingga diragukan akan memperlambat

kinerja organisasi IPNU.55

Kedua, beberapa kelompok mahasiswa Nahdhiyin yang

menetap di Surakarta dan dipimpin oleh Mustahal Ahmad. Mereka

telah mempunyai inisiatif untuk mendirikan Keluarga Mahasiswa

Nahdhatul Ulama ( KMNU ) pada tahun 1955.

Ketiga, sekelompok mahasiswa Nahdhiyin Bandung juga

berusaha mendirikan wadah organisasi mahasiswa Nahdhiyin yang

diberi nama Persatuan Mahasiswa Nahdhatul Ulama ( PMNU ).

Namun para pimpinan IPNU lebih mempertimbangkan usaha-usaha

55 Fauzan Alfas, PMII Dalam Simpul-Simpul Sejarah Perjuangan ( Jakarta: PB-PMII,2004), hlm.3.

66

tersebut dengan mengamati seberapa besar potensi mahasiswa NU.

Dan seberapa jauh kemampuannya untuk mendirikan sebuah

organisasi.

Pimpinan IPNU pun segera membentuk Departemen Perguruan

Tinggi yang harus fokus pada pada basis mahasiswa. Kemudian

departemen ini melakukan aspirasi dengan hasil bahwasanya

artikulasi pelajar NU sangat berbeda dengan mahasiswa NU. Karena

disisi lain, pada masanya PPMI yakni konfederasi Perhimpunan

Pergerakan Mahasiswa Indonesia hanya menghendaki organisasi

massa mahasiswa bukan pada tingkat pelajar. Hingga mahasiswa

Nahdhiyin tidak dapat melakukan partisipasi dan aktualisasi pada

tingkat federasi senat mahasiswa yang diwakili Majelis Mahasiswa

Indonesia ( MMI ).

Kemudian disusul dengan pengaruh politik nasional pada

tahun 1952 bahwa NU telah memisahkan diri dari Masyumi lantaran

perbedaan pandangan Keislaman dan aspirasi dengan pimpinan

Masyumi, disusul dengan beberapa oknum Masyumi terlibat PRRI

dan Permesta.56 Dan HMI pada saat itu dianggap terlalu condong

56 Robert Lucius, “ A House Divided : The Decline and Fall of

Masyumi ( 1950-1956 ) “. Thesis Naval Postgraduate School Monterey California. 2003. Hlm.161.

67

kepada pimpinan Masyumi oleh mahasiswa NU. Di lain pihak

kalangan internal NU mengaku bahwa merasa kekurangan

intelektual terutama lulusan sarjana yang menduduki tingkat

birokrat, hingga untuk mengisi jabatan menteri dan anggota DPR

saja, para pimpinan NU terpaksa melakukan meng-NU-kan para

sarjana dari luar lingkungan Nahdhiyin. Padahal Partai Nahdhatul

Ulama ( PNU ) adalah partai yang banyak massanya sehingga menjadi

juara ketiga dalam Pemilu 1955.57 Itulah keresahan dan aspirasi

mahasiswa Nahdhiyin untuk mengingatkan pimpinan NU ( LP Ma’arif

NU ) bahwasanya telah muncul banyak generasi muda NU yang

berpendidikan tinggi.

Menyadari keresahan dan aspirasi tersebut ketua Dewan

Perguruan Tinggi Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama ( IPNU ) Ismail

Makky segera mengadakan Konferensi Besar pada tanggal 14 sampai

17 Maret 1960 di Kaliurang Yogyakarta.58 Dengan wejangan dan

arahan dari Hartono BA yakni mantan pimpinan Harian Umum Pelita

Jakarta. Maka hasil keputusan dari Konferensi tersebut yakni

meyakini urgensi didirikan suatu organisasi mahasiswa secara

57 Ibid. hlm. 4. 58 Ibid. hlm. 5.

68

khusus bagi mahasiswa Nahdhiyin yang secara struktural lepas dari

fungsi administratif organisasi IPNU.

Untuk menjalankan komitmen tersebut, dibentuklah tim

panitia sponsor yang terdiri dari 13 orang. Salah satu tokoh 13 orang

tersebut yakni Said Budairy dan Maksum Syukri pada tanggal 19

Maret 1960 berangkat ke Jakarta untuk menghadap ketua umum

Partai NU yaitu K.H. Idham Chalid. Pengajuan ke Idham Chalid

tersebut mempunyai keinginan untuk menyampaikan rencana

agenda musyawarah mahasiswa Nahdhiyin se-Indonesia yang

bertempat di Surabaya dengan batas waktu selama satu bulan. Pada

tanggal 24 Maret 1960, Idham Chalid pun merestui dengan

memberikan nasehat dan pegangan pokok lalu dia berpesan

hendaknya organisasi ini benar-benar dapat diandalkan sebagai

kader partai NU. Adapun 13 orang sebagai sponsor pendirian PMII

adalah :59

1. Chalid Mawardi ( Jakarta )

2. Said Budairy ( Jakarta )

3. M.Sobich Ubaid ( Jakarta )

4. Makmun Syukri BA ( Bandung )

59 Ibid. hlm. 6.

69

5. Hilman ( Bandung )

6. H. Ismail Makky ( Yogyakarta )

7. Munsif Nahrawi ( Yogyakarta )

8. Nuril Huda Suaidy HA ( Surakarta )

9. Laily Mansur ( Surakarta )

10. Abdul Wahab Jailani ( Semarang )

11. Hisbullah Huda ( Surabaya )

12. Cholid Narbuko ( Malang )

13. Ahmad Husain ( Makassar )

Dan memang menurut Fauzan Alfas, bahwasanya cikal bakal (

embrio ) pendirian Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia secara

formal, berawal dari usaha-usaha Departemen Perguruan Tinggi

Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama ( IPNU ) yang merasa bahwa para

anggota IPNU cukup banyak yang telah berstatus mahasiswa. Mereka

membutuhkan wadah kemahasiswaan yang berbeda dari konsepsi

IPNU. Pada basis mahasiswa Nahdhiyin juga membutuhkan

penjagaan ideologis yang Ahlusunnah Wal-jama’ah ( Aswaja ) dalam

tradisi keulamaan Indonesia. Maka diadakanlah Konferensi Besar

IPNU di Kaliurang Yogyakarta yang telah diselenggarakan pada

tanggal 14-16 Maret 1960. Dalam konferensi ini telah memutuskan

perlu dibentuknya suatu wadah atau organisasi mahasiswa Nahdliyin

70

yang terpisah secara struktural maupun fungsionaris dari IPNU-

IPPNU.

Pada tanggal 14-16 April 1960 telah dilaksanakan agenda

musyawarah Nahdhiyin di Surabaya. Para peserta musyawarah telah

banyak memberi saran dan masukan untuk pembentukan organisasi

mahasiswa Nahdhiyin.

Beberapa delegasi telah mengusulkan nama-nama untuk

pembentukan organisasi ini. Pertama, dari delegasi Yogyakarta telah

mengusulkan dengan nama “Perhimpunan Persatuan Mahasiswa

Ahlusunnah Wal Jama’ah” disusul nama “Perhimpunan Mahasiswa

Sunny”. Kedua, dari delegasi Jakarta telah mengusulkan nama

Ikatan Mahasiswa Nahdhatul Ulama ( IMANU ). Ketiga, koalisi

delegasi Bandung, Surabaya, dan Surakarta telah mengusulkan

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ( PMII ). Kemudian akhirnya

telah setuju dengan usulan dari koalisi delegasi yakni dengan nama

PMII. Hal ini menurut dokumentasi Fauzan Alfas telah mempunyai

beberapa alasan dan argumen ideologis.60 Alasan-alasan itu adalah

sebagai berikut :

60 Untuk argumen ideologis berdirinya PMII lihat selengkapnya

dalam Fauzan Alfas, PMII Dalam Simpul-Simpul Sejarah Perjuangan ( Jakarta: PB-PMII,2004), hlm. 10-11.

71

1. Bahwa kalangan mahasiswa pada umumnya telah

mempunyai pemikiran bebas

2. Organisasi yang dibentuk mempunyai misi taktis dan

strategis, maka dalam merekrut anggota harus memakai

pendekatan ideologi Islam dengan pemahaman Ahlu Sunnah

Wal Jama’ah ( Aswaja )

3. Inisial NU tidak perlu dicantumkan dalam nama organisasi

ini. Karena manifestasi nasionalitas lebih perlu

dicantumkan sebagai semangat kebangsaan

Pada agenda tersebut telah ditetapkan beberapa keputusan

sebagai berikut :

1. Berdirinya organisasi mahasiswa Nahdhiyin telah

menetapkan memakai nama Pergerakan Mahasiswa Islam

Indonesia ( PMII )

2. Dalam Mukaddimah Dasar PMII telah dinyatakan

bahwasanya PMII merupakan kelanjutan atau matarantai

dari Departemen Perguruan Tinggi IPNU-IPPNU

3. Agenda musyawarah tersebut diselenggarakan di Gedung

Madrasah Mu’alimin NU Wonokromo Surabaya. Lalu 17

72

April 1960 telah disahkan sebagai hari lahir Pergerakan

Mahasiswa Islam Indonesia ( Harlah PMII ).

Pada awal kepengurusan PMII periode 1960 hingga 1961 telah

tersusun struktur kepengurusan perdana sebagai berikut :

Ketua umum : Mahbub Junaidi

Ketua Satu : Chalid Mawardi

Sekretaris Umum : Said Budairy

Keuangan Satu : M. Sobich Ubaid

Pendidikan & Pengajaran : Hartono

Penerangan & Publikasi : Aziz Marzuki

Kesejahteraan Mahasiswa : Fahrurrozi

Kesenian dan Kebudayaan : Said Budairy

Keputrian : Mahmudah Nahrowi

Luar Negeri : Nukman

Pembantu Umum : H. Ismail Makky

73

Pada bulan Mei 1960 telah tersusun lengkap pengurus yang

perlu disandarkan pada NU. Maka pada tanggal 8 Juni 1960

Pengurus Pusat PMII telah mengirim surat permohonan kepada

Pengurus Besar Nahdhatul Ulama ( PBNU ) untuk mengesahkan

kepengurusan awal PP PMII. Maka pada tanggal 14 Juni 1960, PBNU

telah menyatakan bahwa PMII adalah organisasi yang dapat diterima

dengan sah sebagai keluarga partai NU dan diberi mandat untuk

membentuk cabang-cabang seluruh Indonesia. Pengesahan dan

penandatangan Surat Keputusan ( SK ) telah dilakukan ketua umum

PBNU yakni KH. Idham Chalid dan wakil sekretarisnya yakni H.

Aminuddin Aziz.61

Dalam dokumentasi Fauzan Alfas, musyawarah mahasiswa

Nahdhiyin di Surabaya hanya menghasilkan peraturan dasar

organisasi PMII. Maka tindak lanjutnya telah dibentuk panitia kecil

yang diketuai Said Budairy dibantu oleh anggota-anggotanya yakni

Chalid Mawardi dan Fahrurrazi AH. Ketiga orang ini telah

merumuskan peraturan rumah tangga PMII dalam agenda sidang

pleno PP. PMII yang diselenggarakan tanggal 8 hingga 9 September

1960. Pada tahap sidang berikutnya telah mengesahkan atribut PMII

61 Ibid. hlm. 12.

74

berupa topi dan selempang. Kemudian penyerahan konsep lambang

organisasi diserahkan kepada Pengurus Harian. Dan tahap terakhir

dalam sidang ini juga membahas mekanisme aturan penerimaan

anggota baru atau Masa Penerimaan Mahasiswa Baru ( MAPABA ).62

Pada awal kelahiran PMII telah mendapat respon bagus dari

warga NU hingga terdengar kepada LP. Ma’arif NU. Maka Ma’arif NU

segera menyerukan kepada pesantren-pesantren NU, hingga telah

keluar peraturan bahwasanya para santri yang telah lulus Madrasah

Aliyah dan sedang mengaji Kitab yang tingkatannya sesuai dengan

pelajaran yang diberikan Perguruan Tinggi Agama langsung dapat

membentuk PMII dalam lingkup pesantren-pesantren yang

bersangkutan. Dengan adanya kebijakan ini diakui oleh Alfas, dapat

mempercepat proses konsolidasi pengembangan PMII terutama

penjagaan ideologis pada basis-basis pesantren NU.63

Semenjak berdirinya PMII di Surabaya belum sampai satu

tahun hingga kongres perdana PMII di Tawangmangu, Surakarta,

Jawa Tengah. PMII telah mempunyai 13 Cabang di wilayah perkotaan

yakni : Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Bandung, Jakarta, Ciputat,

62 Ibid. 63 Ibid.

75

Malang, Ujungpandang, Surabaya, Banjarmasin, Padang, Banda

Aceh, dan Cirebon. Akselerasi dan partisipasi dalam pentas nasional

pun segera dilakukan sebagai berikut. Pertama, ikut aktif dalam

wadah Persatuan Organisasi Pemuda Islam ( PORPISI ). Dalam wadah

yang bersifat konfederatif tersebut diwakili oleh Said Budairy. Kedua,

pada tanggal 22 Maret 1962 PP PMII telah menerima bergabung

dengan Front Nasional. Ketiga, PMII telah berhasil masuk dalam

jajaran presidium dalam Perhimpunan Pergerakan Mahasiswa

Indonesia ( PPMI ). Kemudian disusul dengan menanggapi kebijakan

nasional.

Pada tanggal 25 hingga 29 Desember 1963 di Kaliurang

Yogyakarta telah diadakan Kongres PMII kedua yang dihadiri 31

Cabang dan 18 Cabang baru. Kongres II telah menghasilkan

penegasan Yogyakarta yang berisi tekad PMII untuk selalu berpihak

kepada amanat penderitaan rakyat serta melakukan ukhuwah

Islamiyah dengan penyelenggaraan kerjasama Internasional seperti

Konferensi Asia Afrika. Dalam Kongres II, Mahbub Junaidi telah

terpilih kembali sebagai ketua umum dengan sekretaris umum yakni

Harun Al-Rasyid. PP PMII juga telah mendirikan yayasan

kesejahteraan mahasiswa Indonesia yang bergerak pada

pengembangan sosial. Dengan beberapa agenda antara lain :

76

mendirikan asrama-asrama mahasiswa, membentuk klub-klub

olahraga, menerbitkan buku/majalah/brosur, dan memberikan

beasiswa. Yayasan ini diberi nama Yakmindo yang dipimpin oleh

Majid Toyib.64

Pada dekade PMII tahun 1960 hingga 1972 tampaknya

aktivitasnya lebih teramati sebagai penunjang partai NU. Hal ini

menurut Fauzan Alfas bahwasanya dekade ini adalah PMII yang

belum independen. Dan ini menyangkut zaman yang melatar-

belakangi bahwasanya organisasi mahasiswa harus mempunyai

sikap afiliasi politik yang jelas bahkan perlu sama dengan orientasi

partai ( party-minded ). Hingga memang diakui dalam anggapan

publik bahwasanya PMII dilahirkan untuk tunas kader muda partai

NU. Begitu juga dengan suasana politik dekade 1960-1972 yang

turut mempengaruhi para aktivis PMII bahwasanya harus bersikap

politik yang jelas. Tentu saja kelahiran PMII merupakan rivalitas dan

mitra HMI juga yang identik dengan penguatan basis mahasiswa di

kota-kota Indonesia. Menurut Fauzan Alfas, kota-kota penting yang

merupakan cikal bakal lahirnya adalah PMII adalah delapan kota

64 Ibid. hlm.15.

77

yakni : Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Yogyakarta,

Surabaya, Malang, dan Makassar ( Ujung Pandang ).

III. Reorganisasi Kekuatan Mahasiswa Muhammadiyah

Pada tahun 1956 telah terdapat Khittah keputusan Muktamar

Muhammadiyah ke-33 yang berisi tentang pembentukan kader

melalui Badan Pendidikan Kader ( BPK ). BPK ini kemudian

menunjuk Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah untuk

mengadakan pengajian bagi para mahasiswa yang bertempat di

Gedung Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Jalan Ahmad Dahlan No.

99 Yogyakarta. Kegiatan pengajian tersebut diadakan pada bulan Juli

1958. Respon pengajian tersebut telah mendapatkan animo yang

begitu besar terhadap kalangan mahasiswa maupun pelajar. Hingga

Gedung PP Muhammadiyah tidak mampu menampung jumlah para

peserta pengajian yang terpaksa telah banyak duduk di jalan-jalan.65

Pada tahun 1961 telah diselenggarakan Kongres Mahasiswa

Universitas Muhammadiyah yang pada saat yang sama Dewan

Pimpinan Mahasiswa Muhammadiyah telah mempunyai sebelas

65 Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh Enam Tahun Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah 1964-1990 ( Surabaya: Bina Ilmu,1990), hlm. 97.

78

perguruan tinggi dengan berbagai fakultas yang menyebar di penjuru

Indonesia. Maka menjelang Muktamar setengah abad

Muhammadiyah di Jakarta telah keluar wacana dan aspirasi untuk

mendirikan organisasi mahasiswa Muhammadiyah. Wacana dan

aspirasi ini diperhatikan serius oleh Departemen Kemahasiswaan

Pemuda Muhammadiyah. Pada saat itu dalam aturan organisasi

Muhammadiyah tidak ada nomenklatur organisasi otonom ( ortom )

yang ada hanya Majelis Pemuda sehingga komunitas mahasiswa

Muhammadiyah dibawah departemen ini.66 Lalu departemen ini telah

memutuskan untuk membentuk Lembaga Dakwah Muhammadiyah

yang dikoordinir Margono. Ia seorang insinyur lulusan Universitas

Gadjah Mada ( UGM ). Margono bertindak sebagai tutor dalam

pengembangan wacana ini, dibantu dengan Sudibyo Markoes (

mahasiswa Kedokteran UGM ) dan Rosyad Sholeh mahasiswa dari

Institut Agama Islam Negeri ( IAIN Yogyakarta ).67 Kemudian konsep

dan pembentukan ide diserahkan kepada Djasman Al-Kindi yakni

66 Wawancara Rosyad Sholeh, 9 Oktober 2012, Pkl 10:00 WIB.

Di Kantor Pembina Harian ( BPH ), Rektorat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Jalan Lingkar Barat Ringroad Tamantirto Kasihan Bantul.

67 Wawancara Sudibyo Markoes, 4 Desember 2012, Pkl 14:03 WIB. Di Hotel Grand Kemang, Jakarta.

79

mahasiswa dari Fakultas Geografi UGM yang aktif juga dalam

Pemuda Muhammadiyah.

Seorang Djasman Al-Kindi tampaknya melakukan

pengembangan wacana ini dengan serius. Yakni langsung

memberikan sponsor kepada Lembaga Dakwah Muhammadiyah dan

melakukan penjajagan selama tiga bulan. Menurut Farid Fathoni,

para personil Lembaga Dakwah ini kelak menjadi penggerak Ikatan

Mahasiswa Muhammadiyah lokal Yogyakarta. Maka pada tanggal 14

Maret 1964 atau 29 Syawwal 1384 Hijriyah telah diresmikan

berdirinya IMM di PP Muhammadiyah Yogyakarta. Dan disahkan oleh

KH. Ahmad Badawi dan disaksikan Haji Tantawi selaku Badan

Pembantu Harian Pemerintah DIY.

Adapun agenda peresmian dan resepsinya telah

diselenggarakan di Gedung Dinoto Yogyakarta dengan menyatakan

enam penegasan ideologis yang kesimpulannya adalah bahwa IMM

adalah gerakan mahasiswa Islam, IMM berfungsi sebagai eksponen

mahasiswa Muhammadiyah, IMM harus mentaati segala hukum,

80

dasar, falsafah Negara, dan berbakti Lillahi Ta’ala untuk kepentingan

rakyat.68

Menurut dokumentasi Farid Fathoni, bahwa berdirinya IMM

mempunyai beberapa faktor, maksud, dan tujuan ideologis tersendiri

yakni sebagai berikut :69

1. Situasi pemerintahan nasional yang otoriter dan umat Islam

mendapat ancaman dari pihak Komunis

2. Perselisihan dalam internal umat Islam

3. Tersekat-sekatnya kehidupan kampus yang hanya

berorientasi pada politik praktis semata

4. Melemahnya kehidupan beragama

5. Kuatnya pengaruh sekuler dalam kehidupan kampus hingga

minimnya pembinaan agama

68 Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh

Enam Tahun Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah 1964-1990 ( Surabaya: Bina Ilmu,1990), hlm.101-102.

69 Untuk maksud dan tujuan ideologis berdirinya IMM lihat selengkapnya dalam Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh Enam Tahun IMM 1964-1990 ( Surabaya: Bina Ilmu,1990), hlm.102-103.

81

6. Membekasnya imperialisme penjajahan hingga selalu terjadi

kemiskinan dan kebodohan

7. Praktek kesyirikan dan Kristenisasi menjamur

8. Kehidupan perekonomian masyarakat makin memburuk

Dengan resminya IMM lokal Yogyakarta maka segera

menyusul berdirinya IMM di wilayah perkotaan lain seperti Bandung,

Jember, Surakarta, Jakarta, Medan, dan Padang. Dengan

penyelenggaraan Musyawarah IMM se-daerah Yogyakarta pada

tanggal 11 hingga 13 Desember 1964. Disertai dengan pendirian IMM

di kota-kota kecil beserta pendirinya seperti Tuban ( Saifullah ),

Sukabumi ( Abdurrahman ), dan Banjarmasin ( Badaruzzaman Jasin

). Pada tahun 1965 IMM Yogyakarta ditetapkan sebagai Dewan

Pimpinan Pusat Sementara ( DPPS ). Lalu tugasnya mengadakan

Musyawarah Nasional ( Munas ) perdana di Surakarta untuk

merumuskan anggaran dasar organisasi. DPPS IMM segera

membentuk tim khusus untuk melaksanakan Munas tersebut. Tim

itu terdiri dari beberapa mahasiswa Muhammadiyah yakni : Djasman

Al-Kindi ( UGM ), Sudibyo Markoes ( UGM ), Rosyad Sholeh ( IAIN ),

Zuhdy ( UGM ), dan Moesa Arif ( UGM ).

82

Sepanjang tahun 1965 hingga 1966 telah beredar isu yang

tumpang tindih antara IMM dengan HMI. Isu itu berisi tentang

kelahiran IMM yang dipersoalkan oleh kalangan elit pimpinan

Muhammadiyah. Karena sudah sejak lamanya para tokoh

Muhammadiyah telah menganggap HMI sebagai anak didik dengan

hubungan pemikiran keislaman yang begitu dekat. Kemudian jajaran

pendiri IMM mempunyai argumen tersendiri bagi pendirian IMM

yakni :70

1. IMM merupakan pelopor, pelangsung dan penyempurna

amal usaha Muhammadiyah sebagaimana maksud

berdirinya IMM

2. Muhammadiyah mulai sadar bahwa HMI sebelumnya

merupakan wadah alternatif kaderisasi secara tidak

langsung namun mempunyai arah tersendiri

3. Proses kaderisasi tidak dapat begitu saja dititipkan kepada

pihak lain

4. Menurut Slamet Sukirnanto, kelahiran IMM justru

membantu keberadaan HMI yang akan dibubarkan oleh

Subandrio dan Aidit dari PKI yang ketika itu mempunyai

70 Ibid., hlm. 103-105.

83

hubungan dekat dengan Soekarno. Jika tidak, semestinya

IMM tidak ikut terlibat dalam reaksi menentang kebijakan

PKI. Artinya masih bersama memperkokoh kekuatan Islam

dalam rangka melawan kekuatan Komunis.71

Akan tetapi, menurut Sudibyo Markoes, bahwasanya didalam

internal Muhammadiyah telah terjadi monoloyalitas antara elit

Muhammadiyah dengan alumni kader HMI yang berkecimpung dalam

Muhammadiyah yang kebetulan berprofesi sebagai pegawai atau

birokrat yang cenderung dalam organisasi selalu hanya memikirkan

hak milik pribadi.72 Dan struktur birokrat seperti ini membutuhkan

loyalitas yang sistemik. Karena sebelumnya terjadi perubahan profesi

dalam aktivis Muhammadiyah. Muhammadiyah yang sebelumnya

basisnya adalah pengusaha-pengusaha andal di kampung-kampung

Yogyakarta seperti Kotagedhe, Karangkajen, Kauman dan

Prawirotaman berubah menjadi status kepegawaian baik pemerintah

maupun swasta.73

71 Ibid., hlm.111. 72 Wawancara Sudibyo Markoes, 4 Desember 2012, Pkl 14:03

WIB. Di Hotel Grand Kemang, Jakarta.

73 Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh Enam Tahun IMM 1964-1990 ( Surabaya: Bina Ilmu,1990), hlm.44.

84

Dasawarsa tahun 1956 hingga 1965, generasi mahasiswa Islam

memang membutuhkan aktualisasi kelembagaan yang sesuai dengan

pemahaman mereka selain keberadaan HMI seperti :74

- Berdirinya Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia ( SEMI )

pada tahun 1956 dibawah Partai Syarikat Islam Indonesia (

PSII )

- PMII dibawah restu PBNU dan PNU tahun 1960

- Berdirinya Himpunan Mahasiswa Al-Jami’atul Al-Wasliyah

pada tanggal 8 Mei 1961

- Berdirinya Kesatuan Mahasiswa Islam ( KMI ) pada tanggal

20 Januari 1964

Pada tanggal 1 hingga 5 Mei 1965 IMM telah berhasil

menyelenggarakan Munas I meskipun terengah-engah oleh kondisi

gesekan masyarakat muslim dengan komunis. Munas tersebut telah

diadakan di Gedung Mawar Surakarta yang menghasilkan

Mukaddimah, AD/ART, lambang dan bendera organisasi, kemudian

busana aktivis perempuan IMM ( Immawati adalah akronim

74 Agussalim Sitompul, Sejarah Perjuangan HMI ( 1947-1975 ) (Surabaya: Bina Ilmu,1976), hlm.39.

85

panggilan untuk aktivis IMM putri ) berupa kerudung dengan warna

kuning gading, resolusi kepada Presiden Soekarno, dan pembacaan

enam penegasan dalam deklarasi IMM di Kota Barat Solo. Lalu

ketetapan formatur tunggal dengan kepemimpinan perdana yaitu

Mohammad Djasman Al-Kindi beserta komposisi Dewan Pimpinan

Pusat ( DPP ) IMM periode 1965-1975 adalah :

Ketua Umum : Mohammad Djasman Al-Kindi

Ketua I : M. Bahrowi

Ketua II : Hasan Zairi

Ketua III : Djaelani Ichsan

Sekjen : Rosyad Sholeh

Wasekjen : Soedibyo Markoes

Bendahara : Zuhdi Djunaidi

Wakil Bendahara : Musa Arif Tirtohusodo

Anggota : Slamet Sukirnanto, Ellyda Busthami, Haryanti

Adisumarto, Zainuddin Sialla, Affandi Djalal, Amin Sunarto, dan

Zahir Khan.

86

Pada awal-awal berdirinya kepengurusan IMM telah

mempunyai beberapa kegiatan yakni berpartisipasi dalam kursus

kader yang diselenggarakan Pimpinan Muhammadiyah dalam forum

Angkatan Muda Muhammadiyah seluruh Jakarta Raya. Agenda

tersebut telah dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober 1965 yang

diasuh oleh H.S. Prodjokusumo, H. Ibrahim Nazar, Noor Widjojo,

Sardjono, Lukman Harun, Sutrisno Muhdam, dan Suwardi.75 Pada

pertengahan kursus tersebut sempat terjadi penundaan. Rupanya

penundaan tersebut dikarenakan pembentukan Komando

Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Muhammadiyah yang diputuskan

melalui sidang darurat di rektorat Universitas Muhammadiyah jalan

Limau Kebayoran. Pendirian KOKAM yang dipimpin oleh

Prodjokusumo tersebut dimaksudkan untuk menjaga keamanan

warga Muhammadiyah dari agitasi PKI.

Pada tanggal 13 September 1965, IMM bergabung dengan

Gerakan Muda Islam ( Gemuis ) yang dipimpin oleh Lukman Harun.

Koalisi gerakan tersebut dalam rangka membela HMI dari sosialisasi

pembubarannya yang dicanangkan oleh PKI.76 Gemuis mengadakan

75 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 121-122. 76 Ibid. hlm. 122.

87

demonstrasi di jalan Merdeka Timur depan Stasiun Gambir Jakarta.

Hadir pula pada saat itu, Dahlan Ranuwihardjo dan Jusuf Hasyim.

Massa demonstrasi selalu meneriakkan kumandang takbir “ Allahu

Akbar”.

Lalu yang terjadi di Yogyakarta, IMM bergabung dengan

Komando Siaga Umat Islam ( KOGALAM ). Dalam Kogalam ini, semua

elemen pergerakan Islam telah bergabung yakni HMI, PII, Pemuda

Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah ( NA ), dan Gerakan Pemuda

Anshor ( GP Anshor ). Pada tanggal 4 Oktober 1965 waktu sore hari.

IMM bergabung lagi dengan semua elemen pergerakan Islam seperti

SEMMI, GERMAHI, Pemuda Muhammadiyah, GP Anshor, PII, HMI,

dan PMII dalam acara pawai. Pawai tersebut sebagai balasan pawai

yang diadakan PKI. Pada tanggal 24 Oktober 1965 IMM ikut

membantu KOKAM dalam acara Front Pancasila DIY di GKBI Medari

Sleman.77

Pada tanggal 25 Oktober 1965, Slamet Sukirnanto mewakili

IMM dalam perkumpulan organisasi mahasiswa non-komunis yang

diprakarsai oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan

yakni Mayor Jenderal Sjarif Thajeb. Perkumpulan tersebut diadakan

77 Ibid. hlm. 125.

88

dirumahnya di jalan Imam Bonjol 24 Jakarta. Dalam perkumpulan

tersebut, ia mengusulkan pembentukan Kesatuan Aksi Mahasiswa

Indonesia ( KAMI ). Telah hadir seluruh perwakilan elemen

pergerakan mahasiswa non-komunis seperti HMI, PMII, Pergerakan

Mahasiswa Katolik Indonesia ( PMKRI ), Gerakan Mahasiswa Kristen

Indonesia ( GMKI ), Sekretariat Bersama Organisasi Mahasiswa Lokal

( SOMAL ), Pelopor Mahasiswa Sosialis Indonesia ( PELMASI ),

Gerakan Mahasiswa Sosialis ( GEMSOS ), dan Ikatan Pers Mahasiswa

Indonesia ( IPMI ).78

Konsentrasi gerakan IMM pada tahun 1965-1966 mengadakan

training-training pengkaderan seperti di desa Panggeran Sleman.79

Lalu diikuti di berbagai daerah. Pada periode ini, IMM telah

mempunyai komunitas kesenian yang bernama “ Kalima Syada”.

Nama ini terinspirasi dari kalimat syahadat Islam lalu Serat Jamus

Kalima Sada yang diidentikkan Pancasila, dan Kalimah Qasidah.80

Kegiatan dari komunitas kesenian ini berupa teater, band, gending

sari, dagelan ( humor ), sastra, ketoprak, dan paduan suara. Penggiat

78 Ibid. hlm. 126-127. 79 Ibid. hlm. 132. 80 Ibid. hlm. 133.

89

dari komunitas ini adalah Agus Puji Prawoto dan Abdul Hadi dengan

arahan Mohammad Diponegoro.

Pada pertengahan tahun 1966 terdapat perubahan formatur

pimpinan IMM untuk penyegaran kepengurusan. Yakni Djasman Al-

Kindi tetap menjadi ketua umum. Dengan struktur kepengurusan

yang baru :81

Ketua I : Rosyad Sholeh

Ketua II : Syamsu Udaya Nurdin

Ketua III : Amien Rais

Ketua IV : Djaelani Ichsan

Sekjen : Sudibyo Markoes

Wasekjen : Aspon Rambo

Anggota : Zainuddin Sialla, Abu Sari Dimyati, Haryanti,

Maziyah Said, Yahya Muhaimin, Zahir Khan, Afandi Djalal, Ellya

Bustami, dan Bachrowi.

81 Ibid.

90

BAB III

A. Gerakan Mahasiswa Islam Menjelang Orde Baru

Pada tahun 1960, Soekarno menyatakan harmonisasi

Nasionalisme yang diwakili oleh partainya. Lalu kemenangan politik

Islam pihak tradisional yang diwakili PNU dan Komunisme yang

diwakili PKI. Harmonisasi politik nasional tersebut dikenal dengan

akronim Nasakom. Sementara itu PSI dan Masyumi dilarang oleh

Soekarno karena keterlibatan oknum mereka dalam PRRI.1

Rasa kekhawatiran Soekarno berbuntut menuduh siapa saja

yang aktif dalam PSI maupun Masyumi dianggap terlibat PRRI. Salah

seorang ketua HMI Cabang Jakarta yakni Firdaus Wajdi menjadi

korban tuduhan tersebut. Karena ia dianggap sebagai Firdaus AN

yang dahulu mantan pimpinan Masyumi.2 Sulastomo sebagai ketua

PB HMI tahun 1963 melayangkan surat klarifikasi atas tuduhan

tersebut kepada Soekarno melalui Roeslan Abdulgani yang saat itu

menjabat Menteri Koordinasi Perhubungan Rakyat.

1 M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (

Jakarta: Serambi,2004), hlm. 529-530.

2 Arsip Nasional Republik Indonesia. “ Kehadapan PJM Presiden Bapak Ir. H. Soekarno di Istana Negara”, PB HMI Djl. Diponegoro 16 Djakarta 1963, Koleksi Roeslan Abdulgani.

91

Pada tanggal 10 Oktober tahun 1963, terjadi polemik

ketegangan antara Islam tradisional dengan Islam modernis. Polemik

tersebut terkenal dengan NU-isasi dua IAIN Yogyakarta dan Jakarta.

Polemik inilah yang menyebabkan konflik pertama antara HMI

dengan PMII hingga kedua pengurus melontarkan surat penyataan.

Awal perselisihannya ketika K.H. Saifuddin Zuhri yang menjabat

menteri agama dari fraksi PNU telah mengangkat Profesor Soenarjo

sebagai rektor IAIN Yogyakarta. Ia seorang akademisi Ilmu Hukum

namun tidak ahli dan tidak punya kualifikasi dalam bidang ilmu

agama. Soenarjo juga tercatat sebagai fungsionaris Partai NU artinya

mempunyai jabatan ganda.3 Dan beberapa Ulama NU yang tidak

profesional dalam lingkungan akademik IAIN.4

Ketegangan terjadi ketika pembacaan laporan tahunan rektor,

tiba-tiba pengurus Dewan Mahasiswa IAIN merebut alat pengeras

suara dan mengecam tindakan NU-isasi dalam Departemen Agama

3 Arsip Nasional Republik Indonesia. “ Permohonan

Normalisasi IAIN Jogja”, Korps Dosen IAIN Sunan Kalidjaga 28 Oktober 1963, Koleksi Roeslan Abdulgani Lampiran Surat Pernyataan PB HMI.

4 Arsip Nasional Republik Indonesia. “ Permohonan

Normalisasi IAIN Jogja”, Korps Dosen IAIN Sunan Kalidjaga 28 Oktober 1963, Koleksi Roeslan Abdulgani Lampiran Surat Pernyataan PB HMI.

92

beserta institusi dibawahnya seperti IAIN.5 Menurut dokumentasi

Fauzan Alfas, pengurus Dewan tersebut adalah aktivis HMI lalu salah

seorang anggota PMII juga dipukul.

Sedangkan di Jakarta telah terjadi pada tanggal 17 Oktober 1963,

antara pukul 10.00-11.00. Sekitar 500 mahasiswa melakukan unjuk

rasa atas nama Komite Mayoritas Mahasiswa IAIN. Mereka

mempunyai tuntutan “ IAIN adalah aset Nasional”,“Bukan milik

golongan/partai”, dan “NU-isasi di Depag adalah Kontra-Revolusi”.6

Lalu mereka menemui rektor Sunardjo beserta dekan-dekannya.

Mendengar pergerakan seperti itu, Menteri Syaifuddin Zuhri

memberikan respon sebagai berikut :7

“Pada saat itu sekelompok mahasiswa IAIN melancarkan

kampanye anti NU. Sangat disayangkan sekali, bahwa sebagian besar

dari mereka anggota HMI. Dan jika mahasiswa IAIN dari kelompok

PMII bangkit membela NU, hal itu bisa dimengerti”

Jika meneliti polemik ini dengan perbandingan arsip yang

dikoleksi Roeslan Abdulgani maka HMI dan PMII masing-masing

5 Fauzan Alfas, PMII Dalam Simpul-Simpul Sejarah Perjuangan ( Jakarta: PB-PMII,2004), hlm. 38.

6 Ibid, hlm. 40.

7 Ibid.

93

mempunyai argumen dan keputusan tersendiri. Secara kronologis,

PMII lebih awal menyampaikan surat pernyataan tertanggal 10

Oktober 1963 dan disahkan ketua Pengurus dan sekretaris satu

Cabang PMII Yogyakarta pada saat itu yakni Achmadi Anwar dan

Hamdani Yusuf.8 Beberapa argumen dan keputusan PMII berikut :

1. Pemukulan mahasiswa IAIN yang menjadi anggota PMII IAIN

2. Bahwa IAIN bukan milik satu golongan

3. Menuntut agar yang berwajib mengambil atas tindakan

tersebut

4. Menuntut agar diambil tindakan tegas terhadap golongan atau

oknum yang mendalangi peristiwa tersebut

5. Menuntut dibubarkannya Dewan Mahasiswa IAIN periode

1963-1965

6. Mendukung sepenuhnya Rektor IAIN dan Jabatan Menteri

Agama

Lalu tanggal 28 Oktober 1963 Pengurus Besar HMI dengan

pengesahan Sulastomo dan Mar’ie Mohammad sebagai ketua umum

8 Arsip Nasional Republik Indonesia. “ Pimpinan Tjabang

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Djl. Djogonegoro 11-Jogjakarta”, Koleksi Arsip Roeslan Abdulgani No. 1091.

94

dan sekjen PB HMI memberi penjelasan sikap PB HMI terhadap

masalah IAIN Yogyakarta dan Ciputat Jakarta sebagai berikut :9

1. PB HMI telah mengirim komisi penyelidikan fakta ( Fact Finding

Commission ) meliputi ketua dan sekjen untuk memperoleh

data dan keterangan data selengkapnya

2. Komisi ini telah menemui : pengurus komisariat dan cabang

HMI, Korps Dosen, Pimpinan IAIN Yogyakarta, dan Dewan

Kurator

Kemudian berdasar Komisi yang dibentuk PB HMI tersebut

mempunyai beberapa pernyataan sebagai berikut :

1. Pengurus Cabang HMI Yogyakarta tidak tahu dan tidak ikut

tanggung jawab mengenai peristiwa tersebut

2. Bahwa peristiwa tersebut benar-benar dilakukan mahasiswa

IAIN. Yang diorganisir dan merupakan tanggung jawab dari

Dewan Mahasiswa IAIN

9 Arsip Nasional Republik Indonesia. “ Pendjelasan Sikap PB

HMI Tentang Masalah I.A.I.N Al-Djami’ah Jogjakarta dan Tjiputat Djakarta”, Koleksi Arsip Roeslan Abdulgani No. 1195.

95

3. Memang diakui secara kebetulan dalam peristiwa tersebut.

Telah terlibat beberapa anggota HMI diluar sepengetahuan

dan tanggung jawab Pengurus HMI Cabang Yogyakarta

4. Hal ini terbukti dengan tidak adanya pemberitahuan sama

sekali mengenai pelaksanaan peristiwa tersebut. Baik

kepada pengurus Cabang Yogyakarta maupun kepada PB

HMI

5. Peristiwa yang terjadi di IAIN Ciputat Jakarta pada kamis

pagi tanggal 17 Oktober 1963 baru diketahui pada sore hari.

Dan masalah tersebut benar-benar masalah internal IAIN

6. PB HMI telah mengeluarkan pernyataan sebelumnya yakni

pada tanggal 23 Oktober 1963. Dengan menyatakan : PB

HMI tidak dapat membenarkan anggota-anggota HMI yang

secara sadar takut bertanggungjawab dalam perencanaan/

pelaksanaan peristiwa-peristiwa tersebut. Hal ini

menyangkut keanggotaan dan intern organisasi HMI. PB

HMI telah menginstruksikan kepada pengurus Cabang-

Cabang setempat untuk tindakan sesuai dengan ketentuan

dan prosedur AD/ART HMI

Akan tetapi, dalam surat pernyataan PB HMI telah ditemukan

lampiran dari Korps Dosen IAIN tentang permohonan normalisasi

96

IAIN Yogyakarta pada tanggal 28 Oktober 1963.10 Permohonan para

dosen adalah membebaskan Profesor Soenarjo dari tugasnya karena

tidak memenuhi syarat-syarat mental dan ilmiah dalam memimpin

IAIN.

Pertama, pencopotan jabatan rektor Soenarjo menurut para

dosen mempunyai argumen sebagai berikut :

1. Tidak mengerti dan faham masalah-masalah agama Islam

2. Mempunyai double fungsi. Ia sebagai rektor IAIN juga

sebagai fungsionaris PNU yang ditugaskan di IAIN

3. Memimpin IAIN secara otokrasi dan NU-sentris

4. Mengangkat dirinya sebagai Lembaga Tafsir dengan motif

komersil bukan dari segi ilmiah sebab dia tidak tahu apa-

apa tentang Ilmu Tafsir

5. Karena manipulasi beras terhadap pencatutan nama

mahasiswa ia harus masuk NU

Kedua, Kyai NU yang tidak cocok mengajar dengan peraturan

IAIN adalah sebagai berikut : Anwar Musadad, Husein Jahja, dan

Dimjati Karim. Mereka tidak sesuai karena kedatangan mereka

10 Ibid. Lampiran PB HMI.

97

mengajar tidak teratur, tidak punya pengalaman sekolah di

Perguruan Tinggi, dan tidak ilmiah.

Beranjak pada surutnya Demokrasi Terpimpin menjelang era

Orde Baru adalah masa peralihan kekuasaan yang selalu

didambakan oleh angkatan 66 dengan harapan terciptanya

kesejahteraan rakyat lebih mapan. Namun itu bagaikan impian

semata ketika keinginan setiap pemimpin berbeda-beda. Menurut

pengamatan Francis Raillon, masa akhir Demokrasi Terpimpin dan

menjelang Orde Baru telah semarak dengan radikalisasi kampus.

Terutama pada kalangan mahasiswa telah terjadi radikalisasi politik

yakni pertengahan tahun 60-an dan disisi lain terjadi peristiwa-

peristiwa akhir tahun 65 dan awal tahun 66.11 Tahun-tahun itu

mahasiswa keluar dari permukaan dan beraksi dalam pentas politik

bersamaan dengan peralihan kekuasaan kepada kalangan militer.12

Masih pada rujukan yang sama yakni berkaitan dengan

keterangan Departemen Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan

yang dikutip Harsya Bachtiar bahwa antara tahun-tahun 50 dan 60-

11 Francois Raillon, Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia :

Pembentukan dan Konsolidasi Orde Baru 1966-1974 (Jakarta: LP3ES,1989), hlm. 8.

12 Ibid. hlm. 9.

98

an perguruan tinggi di Indonesia telah mengalami ledakan jumlah

mahasiswa. Apabila rentang tahun 1946 hingga 1947 terdaftar 387

mahasiswa maka di tahun 1965 terdapat 280 ribu mahasiswa.

Mulanya perkembangan perguruan tinggi negeri dari tahun 60-an

berjumlah 37.760, lalu meningkat pada tahun 1963 berjumlah

50.000 kemudian tahun 1964 berjumlah 100.000.13 Belum lagi

ditambah perguruan tinggi swasta yang memenuhi izin pemerintah

ataupun sekolah tinggi dan institut kejuruan yang dinaungi berbagai

dinas kementerian. Maka pada tahun 1965 telah diperkirakan

280.000 mahasiswa.14

Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia benar-

benar membutuhkan tahapan pendidikan tinggi. Lalu jika sebelum

tahun 1955 perguruan tinggi hanya mampu mencetak sedikit kaum

intelektual Indonesia dan mempunyai pikiran sendiri dalam

berpolitik, maka sesudah Pemilihan Umum 1955 para elit partai

melihat adanya peluang dalam status kemahasiswaan hingga

perguruan tinggi saat itu berubah menjadi panggung politik. Pada

masa itu mahasiswa juga membutuhkan kepentingan dan artikulasi

13 Ibid.

14 Ibid.

99

politik karena pada umumnya berasal dari kalangan menengah ke

bawah. Akhirnya secara sistemik, partai politik menindaklanjuti

peluang ini dengan membentuk organisasi kemahasiswaan yang

berafiliasi pada mereka.15

Pada era 60-an ada dua sisi yang menonjol. Mengapa para

mahasiswa mengikuti organisasi kemahasiswaan lalu kemudian

berpolitik. Jawaban pertama adalah sisi keprihatinan harkat sosial-

ekonomi yang saat itu buruk. Kedua, adalah sisi beberapa solusi

ideologi yang selalu menawarkan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Pada masa itu, rakyat Indonesia telah mengalami berbagai macam

dialektika ideologi disertai dengan gesekannya seperti : Sosialisme,

Komunisme, Pan-Islamisme, Marhaenisme, Liberalisme, Sekularisme,

Kapitalisme, Materialisme, Eksistensialisme dan tentu saja

Pragmatisme.

Berbagai macam ideologi tersebut juga menjadi prinsip

keluarga-keluarga di Indonesia yang melahirkan golongan-golongan

kemasyarakatan. Pada saat itu keluarga-keluarga di Indonesia

mempunyai tipologi identitas priyayi, santri, dan abangan.16 Ketiga

15 Ibid. 16 Clifford Geertz. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat

Jawa Terj. Aswab Machasin ( Jakarta: Pustaka Jaya,1981). Tipologi ini diperjelas oleh Robert Hefner dengan menyatakan konstruksi

100

tipologi antropologis yang dikemukakan Clifford Geertz adalah salah

satu realita politik-kebudayaan masyarakat Jawa.17 Ketiga tipologi

golongan ini masing-masing mempunyai ideologi sehingga ketika

terdapat mahasiswa baru era 60-an, ia mengikuti perintah

keluarganya untuk aktif dalam berbagai pilihan organisasi

mahasiswa.18 Jika keluarganya berasal dari kalangan marhaen atau

simpatisan PNI secara langsung si anak yang berstatus sebagai

mahasiswa aktif dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (

pemikiran politik dengan mengingatkan tipologi yang dinamis bukan tipologi yang statis. Ricklefs bahkan lebih mengerti asal-usulnya dengan menyatakan varian keagamaan lebih dahulu disebut misionaris Hathorn ( 1857 ) dan Poenson ( 1883 ). Mereka menyebut putihan untuk santri dan abangan. Penelitian Antropologi tersebut telah dikerjakan era 1950an. Berdasarkan penelusuran Bayu Wahyono. “Clifford Geertz, Masyarakat Jawa, Kecelek” dalam Makalah Seminar Great Thinkers, Sekolah Pascasarjana UGM 13 Desember 2012, hlm. 1-2.

17 Menurut penelusuran Mark Woodward tipologi tersebut berdasarkan Ideal Types ala Max Weber. Ia membaca sistem klasifikasi turunan dengan afiliasi sebagai berikut : 1) Santri : ‘True Muslim’, Merchants, Masyumi 2 ) Abangan : ‘Animist’, peasant, proletariat, PKI 3) Priyayi : ‘ Hindu-Buddhist’, Officials, PNI. Lihat dalam Mark Woodward . “Clifford Geertz: Santri-Abangan-Priyayi” dalam Great Thinkers Power Point, Sekolah Pascasarjana UGM 13 Desember 2012, hlm. 6.

18 Tahun-tahun 1960-1965 terdapat perbedaan mencolok

tentang ideologi yakni antara abangan dengan santri. Lihat M.C. Ricklefs, op.cit, hlm. 566.

101

GMNI ), Jika keluarga berasal dari kalangan Komunis maka masuk

CGMI, Jika keluarga berasal dari Islam santri maka langsung masuk

HMI, dan begitu seterusnya.19 Dan pada era 60-an mahasiswa

masing-masing mencari identitas golongannya di kampus melalui

pilihan organisasi mahasiswa hingga organisasi ekstra-universiter

menjadi sangat populer. Maka pengaruh kultural seperti ini dapat

disebut politik identitas ideologi.

Kondisi sosial-ekonomi yang buruk juga menjadi alasan utama,

mengapa mahasiswa melakukan hal-hal yang radikal di kampus. Dan

masalah ini pun diakui Raillon yang mengutip dari Stephen Douglas.

Bahwasanya kesulitan ekonomi seperti kenaikan biaya kebutuhan

mahasiswa seperti sewa asrama ( kos ), biaya pengobatan, tarif

angkutan umum, harga buku, biaya kuliah, biaya ujian, dan biaya

hidup keseharian membawa pengaruh besar dalam kehidupan

mahasiswa.20

Hal ini dijelaskan lebih detail oleh catatan Mochtar Lubis yakni

pada tanggal 24 November 1965 pemerintah menaikkan harga bensin

dari Rp 4,00 tiap liter Rp 250,00 kemudian pada tanggal berikutnya

19 Wawancara Amien Rais, 23 September 2012, Pkl 18:10 WIB. Di Joglo Kediamannya, Pandean, Condong Catur Sleman Yogyakarta.

20 Francois Raillon, op.cit, hlm. 11.

102

harga beras di Sarinah menjadi Rp 1.750,00.21 Masa itu pemerintah

terkena inflasi nasional. Lalu imbasnya terhadap kehidupan

mahasiswa yakni menurut catatan Soe Hok Gie tanggal 7 Januari

1966 bahwa ketika itu bahan pembicaraan mahasiswa tentang

kenaikan tarif bus yang semula Rp 200,00 menjadi Rp 1.000,00.22

Menurut Gie, Jakarta pada masa itu menjadi kacau ( chaos ). Karena

Soebandrio dan Chairul mengeluarkan kebijakan moneter baru

melalui devaluasi rupiah. Yakni dengan menarik peredaran

Rp10.000,00 dan Rp 5.000,00 lalu dipotong 10 persen.23

Ditambah tidak adanya sarana bank di pedesaan maka terjadi

kepanikan yang imbasnya terjadi kemacetan distribusi menuju

Jakarta. Terutama nasib petani yang kebanyakan memiliki uang

sepuluh ribu. Dan masyarakat perkotaan Jakarta juga panik karena

barang-barang telah habis diserbu. Maka secara langsung harga

barang naik hingga semuanya sistem satu rupiah.24 Menurut Gie,

21 Mochtar Lubis, Catatan Subversif (Jakarta: Sinar

Harapan,1980), hlm. 399.

22 Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran (Jakarta: LP3ES,1983), hlm. 159.

23 Ibid. hlm. 167. 24Ibid. hlm. 168.

103

krisis ini benar-benar dimanfaatkan oleh PKI yang mengambil untung

dari peristiwa-perisriwa tersebut.

Maka secara sistemik, yang telah terjadi di Yogyakarta pada

tahun-tahun tersebut juga sama. Menurut keterangan Amien Rais

bahwa kenaikan harga sebungkus nasi gudeg hingga Rp 500,00

karena beras sulit didapatkan.25 Ia menambahkan pengalamannya,

ketika itu mahasiswa yang mampu membawa beras sebanyak 15 Kg

dari desanya ke asrama ( kos ) telah dianggap luar biasa. Menurut

dia, keadaan mahasiswa di Yogyakarta pada masa itu memang serba

prihatin baik secara penampilan maupun keuangan. Dan ia juga

menuturkan bahwasanya pendapatan Indonesia per kapita pada

masa itu hanya pada kisaran 80 $ hingga 100 $ setiap tahun.

Karena kondisi sosial-ekonomi yang begitu buruk maka para

aktivis mahasiswa telah mempunyai pemikiran kritis terhadap

pemerintahan Soekarno. Janji-janji presiden tentang kemerdekaan

sejati dianggap kontradiktif terhadap kenyataan kehidupan sehari-

hari.26 Pada akhirnya kalangan aktivis mahasiswa menyatakan

25 Wawancara Amien Rais, 23 September 2012, Pkl 18:10 WIB.

Di Joglo Kediamannya, Pandean, Condong Catur Sleman Yogyakarta.

26 Francois Raillon, op.cit, hlm. 12.

104

menjadi juru bicara rakyat atas nama kondisi sosial-ekonomi yang

buruk.

B. Pergesekan Kekuatan Islam Dengan Kekuatan Komunis

Pada era 1965 kaum Islam santri terutama yang modernis

bergesekan kencang dengan kaum Komunis baik secara ideologis

maupun metodologi mempengaruhi masyarakat. Kekuatan Masyumi

sebagai representasi aspirasi golongan Islam modernis selalu

berseberangan dengan PKI yang tentu menjadi representasi aspirasi

golongan Komunis. Tentu saja ini menurun terhadap HMI yang

menjadi pusat mahasiswa Islam modernis berkumpul saat itu. Begitu

juga di pihak PKI terdapat sayap mahasiswa yaitu Consentrasi

Gerakan Mahasiswa Indonesia ( CGMI ). Yogyakarta menjadi kota

gesekan antara HMI dengan CGMI.

HMI menjadi sasaran utama bagi sosialiasi CGMI dengan

jargon “ Bubarkan HMI” dan “ HMI Kontra Revolusioner”.27 Dengan

begitu telah bermunculan solidaritas pendukung HMI sejak 1963

dengan Generasi Muda Islam ( Gemuis ) di Yogyakarta yang diketuai

27 Ketika itu wacana “ Revolusioner” menjadi standar penilaian

gerakan terhadap kepatuhan NKRI, lihat dalam, Fauzan Alfas, op.cit ( Jakarta: PB-PMII,2004), hlm. 42.

105

Wahsun dari GP Ansor dan wakilnya Rosyad Sholeh dari Pemuda

Muhammadiyah.28 Kemudian di Jakarta menyusul peresmian

Gemuis pada tanggal 19-26 Desember atas inisiatif GP Ansor dan

PMII. Lalu puncak dukungan Gemuis Jakarta Raya pada tanggal 13

September 1965 dengan slogan “ Langkahi Dulu Mayatku Sebelum

Ganyang HMI” dipimpin presidium Gemuis Lukman Harun. Bahkan

Fahmi Idris anggota HMI di UI terpaksa memukul orator “ Ganyang

HMI” sampai jatuh kebawah podium.29

Mendengar tuntutan Gemuis tersebut Soekarno meminta

pendapat dari perwakilan Muhammadiyah dan PNU. Akan tetapi,

lingkaran asisten Presiden Soekarno menganggap HMI selalu

reaksioner dan anti-kritik. Soekarno meminta pendapat dari K.H.

Badawi dari perwakilan Muhammadiyah dan Subhan Z.E. dari NU.

Kedua perwakilan tersebut mengharap Presiden tidak membubarkan

HMI.30 Lalu di kemudian hari, Mahbub Junaidi yaitu senior dari PMII

28 Wawancara Rosyad Sholeh, 9 Oktober 2012, Pkl 10:00 WIB.

Di Kantor Badan Pembina Harian ( BPH ), Rektorat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Jalan Lingkar Barat Ringroad Tamantirto Kasihan Bantul.

29 Sulastomo, Hari-Hari Yang Panjang Transisi Orde Lama Ke

Orde Baru : Sebuah Memoar ( Jakarta: Kompas, 2008 ) hlm. 63. 30 Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh

Enam Tahun IMM 1964-1990 ( Surabaya: Bina Ilmu,1990), hlm. 111.

106

ditemui Dahlan Ranuwihardjo sebagai senior HMI dan Mar’ie

Mohammad sebagai pengurus PB HMI, kedua orang ini meminta

Mahbub sebagai perantara pesan kepada Soekarno bahwa HMI

jangan dibubarkan. Mahbub menyampaikan pesan dan lobi tersebut

kepada Soekarno didampingi K.H. Syaifudin Zuhri sebagai menteri

agama. Dengan begitu K.H. Syaifudin Zuhri juga memberikan

nasehat dan gertakan terhadap Soekarno supaya HMI tidak

dibubarkan. Maka pada tanggal 15 September 1965 HMI tidak

dibubarkan dengan surat keputusan Komando Tertinggi Aparatur

Revolusi ( Kotrar ). 31

Pada tanggal 29 September 1965 dalam Ulang Tahun PKI di

Senayan Dipa Nusantara Aidit sebagai ketua umum PKI telah

menyatakan : “ Jika tidak dapat membubarkan HMI maka saya akan

pakai sarung”. Sulastomo melihat tuntutan Aidit itu dari jalan Manila

50 di Kompleks Senayan yaitu tempat tinggalnya.32

31 Sulastomo, loc.cit. 32 Ibid, hlm. 66-67. Tuntutan Aidit yang terkenal dengan

memakai sarung itu begitu melekat dalam memori kolektif mantan aktivis HMI ketika telah diwawancarai seperti : Amien Rais, Ahmad Muhsin Kamaludiningrat, dan Said Tuhuleley. Perihal ini menurut Nordholt bahwa pernyataan Aidit berusaha melakukan diferensiasi dan kategorisasi antara Kaum Komunis dengan Kaum Islam yang identik dengan pengenakan sarung sebagai busana ibadah. Lihat

107

Sepanjang tahun 1965 hingga 1966 antara CGMI dengan HMI

saling melakukan unjuk kekuatan ( show of force ) dengan pawai

drumband. Gaya kekuatan musik barisan drumband ini mampu

mempengaruhi masyarakat dan menunjukkan seberapa banyak

pengikutnya. HMI dan PKI mempunyai drumband yang cukup bagus.

Sedangkan CGMI mempunyai teater drama untuk pengerahan massa

melalui opini utama “ Bubarkan HMI”.33

C. KAMI Sebagai Gabungan Konsolidasi Mahasiswa Menjelang

Orde Baru

Antara tahun 1965 hingga 1966 perwira tinggi militer yakni

Jenderal Soeharto telah memiliki legitimasi dan kewenangan dalam

menggunakan institusi militer Angkatan Darat ( AD ). Momentum ini

disebabkan para atasan Soeharto telah tewas dalam Gestapu seperti

Ahmad Yani dan Parman selain A.H. Nasution yang menghilang

beberapa waktu.34 Dan ia juga mendapat dukungan rekan-rekannya

dalam Henk Schulte Nordholt (ed) , Outward Appearances : Trend, Identitas, Kepentingan ( Yogyakarta: LKIS, 2005 ), hlm. 3.

33 Wawancara Ahmad Muhsin Kamaludiningrat, 24 Oktober 2012, Pkl 16:35 WIB. Di Kauman Gondomanan, Kompleks Masjid Besar, Alun-Alun Utara, Yogyakarta.

34 M.C. Ricklefs, op.cit, hlm. 553-554.

108

di AD maupun intelektual sosialis dan pro-Barat.35 Terutama dengan

legitimasi operasi penumpasan kudeta 30 september 1965 maka

praktis secara langsung Jenderal Soeharto telah menggantikan

Presiden Soekarno sebagai kepala Negara baru.36

Pada awal kepemimpinannya, Soeharto merasa tahu diri

bahwasanya pendukung Soekarno masih banyak maka secara

otomatis, dia belum mendapatkan kepercayaan publik. Oleh karena

itu, ia menyarankan Mayor Jenderal Syarif Thayeb selaku Menteri

Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan untuk mengajak berkoalisi

dengan kalangan aktivis mahasiswa non-komunis. Mahasiswa

35 Pejabat teras tinggi militer AD adalah Abdul Haris Nasution, Adam Malik, Dharsono, Kemal Idris, Sarwo Edhi, Ali Moertopo, Sujono Humardhani, dan Alamsyah Ratuperwiranegara. Lalu ekonom UI dengan mazhab Berkeley yang sebelumnya telah mengajar di Seskoad seperti Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Emil Salim, Sadli, dengan dukungan intelektual Kristen seperti Frans Seda, Radius Prawiro, dan Sumarlin. Mereka adalah pro PSI. Kemudian intelektual pers dan pro-Barat seperti Soedjatmoko dan Rosihan Anwar. Lihat keterangan lebih lanjut dalam Francois Raillon, Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia : Pembentukan dan Konsolidasi Orde Baru 1966-1974 (Jakarta: LP3ES,1989), hlm 11 & 15. Disertasi Yudi Latif, Inteligensia Muslim : Genealogi Inteligensia Muslim Indonesia Abad Ke-20 (Bandung: Mizan,2005), hlm. 465-466.

36 Ibid. hlm. 12. Detail latar belakang kausalitas Gestapu dan Supersemar yang lebih luas, dapat dilihat selengkapnya dalam referensi. Rex Mortimer, Indonesian Communism Under Sukarno : Ideology And Politics, 1959-1965 (Singapore: Equinox Publishing,2006). Bennedict Anderson & Ruth McVey, A Preliminary Analysis of The October 1, 1965 Coup in Indonesia (Singapore: Equinox Publishing,1971)

109

sebagai pihak ketiga dianggap sebagai sosialisator wacana perubahan

politik terutama di ranah publik. Dari momentum politik ini maka

telah lahir angkatan 66. Angkatan ini berdasarkan filosofi regenerasi

semangat aktivis mahasiswa sehingga apabila Soekarno dahulu

adalah jiwa angkatan 45 dan memimpin birokrasi pemerintahan

maka angkatan 66 juga tentu masuk birokrasi lalu begitu seterusnya

hingga tiap angkatan selanjutnya.

Pada tanggal 25 Oktober 1965, Syarif Thayeb mengundang dan

mengumpulkan berbagai pergerakan mahasiswa non-komunis yang

dahulu sempat tergabung dalam forum Persatuan Perhimpunan

Mahasiswa Indonesia ( PPMI ).37 Perkumpulan diadakan di rumah

dinas Syarif Thayeb di jalan Imam Bonjol 24 Jakarta.38Dalam

perkumpulan telah hadir berbagai elemen perwakilan pergerakan

mahasiswa. Yakni HMI, PMII, IMM, PMKRI, GMKI, GEMSOS, SOMAL,

PELMASI, dan IPMI. Para perwakilannya seperti Mar’ie Mohammad,

37 PPMI secara identitas politik mempunyai afiliasi pemikiran politik dengan PSI dan Masyumi. Pada era Demokrasi Terpimpin, Presiden Soekarno menganggap radikal PSI dan Masyumi sehingga kedua partai ini membubarkan diri. Jenderal Soeharto dan kalangan perwira AD melihat kejelian ini, maka dengan mudah dapat membangun wacana anti-Soekarno apalagi anti-PKI karena telah dianggap tidak mengenal ketuhanan disertai dengan cara-caranya yang propagandis. ibid, hlm. 13.

38 Farid Fathoni, op.cit, hlm. 126-127.

110

Zamroni, Slamet Sukirnanto, Iljas, David Napitupulu, dan Cosmas

Batubara.39 Dalam pertemuan tersebut, Syarif Thayeb mengusulkan

untuk membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia ( KAMI ).

Para perwakilan pergerakan menyetujui usulan tersebut maka

berdirilah KAMI.40

Komposisi internal KAMI mempunyai gerakan mahasiswa

berdasarkan keagamaan paling banyak seperti HMI, PMII, IMM,

PMKRI, dan GMKI. Lalu disusul dengan gerakan mahasiswa

berhaluan ideologi sosialisme yakni Gemsos, Somal, dan Pelmasi.

Dan terakhir berdasarkan profesi yakni Ikatan Pers Mahasiswa

Indonesia ( IPMI ).41

Sedangkan di Yogyakarta telah dibentuk KAMI Konsulat

Yogyakarta pada tanggal 17 November 1965.42 KAMI menjadi forum

pertukaran ide dan serba-serbi kampus baik kerjasama kelembagaan

39 Slamet Sukirnanto, “ Mas Tris Yang Saya Kenal “ Ali Taher

Parasong & Sudar Siandes (eds.). Biografi Sutrisno Muhdam ( Jakarta: Pemuda Muhammadiyah, 2000 ) hlm. 47.

40 Francois Raillon, op.cit, hlm. 14.

41 Ibid. hlm. 14. 42 Bambang Purwanto, Djoko Suryo, Soegijanto Padmo (eds.),

Dari Revolusi ke Reformasi : 50 Tahun Universitas Gadjah Mada ( Yogyakarta: Pusat Studi Pariwisata UGM, 1999), hlm. 76.

111

maupun ajang pertemanan antar gerakan mahasiswa Islam maupun

dengan pergerakan lain.43

KAMI bergerak begitu semangat dalam aksi-aksi demontrasi

karena didukung Syarif Thayeb dan kalangan militer AD.44 Wacana

anti-komunis yang disuarakan KAMI mendapat respon yang baik bagi

masyarakat. Penduduk Jakarta terpengaruh oleh wacana tersebut

hingga mereka bergerak dalam ruas-ruas jalan raya.45 KAMI juga

membentuk sayap organisasi dalam tingkat pelajar yakni Kesatuan

Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia ( KAPPI ). Dengan KAPPI ini

mereka dapat menambah kekuatan unjuk rasa di jalan-jalan Jakarta.

Karena tingkat pelajar masih begitu polos dan mudah dipengaruhi.46

Kemudian menyusul pembentukan sayap wanita KAMI yaitu

43 Wawancara Syamsu Udaya Nurdin, 20 Oktober 2012, Pkl

09:35 WIB. Di Kediamannya Perum Griya Kencana Permai, Blok D2, N0.13, Sedayu, Yogyakarta.

44 Menurut Raillon yang mengutip dari Harould Crouch, KAMI

yang merupakan angkatan 66 mempunyai dukungan proteksi keamanan yang kuat oleh perwira militer AD seperti Jenderal Dharsono, Kemal Idris, dan Sarwo Edhi sehingga dalam setiap aksi-aksi KAMI selalu aman. op.cit. hlm. 15.

45 Ibid.

46 Ibid.

112

Kesatuan Aksi Wanita Indonesia ( KAWI ). Didalam KAWI terdapat

banyak aktivis putri yang bergabung.47

Selama tiga bulan pertama tahun 1966, KAMI mewacanakan

urgensi peralihan kekuasaan dari era Soekarno menuju era Soeharto

dengan rekam jejak peranan KAMI.48 Lalu memberikan manifesto

bahwa wacana tersebut diakui oleh publik. Dan terakhir memberikan

rujukan idealitas tentang penyikapan aksi-aksi yang menjadi standar

dalam menyampaikan gagasan-gagasan autentik. Pada titik

puncaknya ketika “ Tiga Tuntutan Rakyat “ dilontarkan dengan

akronim TRITURA yakni pada tanggal 10 Januari. Tiga tuntutan

tersebut berisi pembubaran PKI, pengaturan kembali ( retooling )

kabinet dari unsur PKI, dan turunkan harga-harga kebutuhan

pokok.49 Dan Rapat Terbuka telah diadakan di Fakultas Kedokteran

UI. Kolonel Sarwo Edhi sebagai komandan RPKAD telah datang yang

memberikan pengamanan dan ketertiban. Sesudah rapat terbuka,

para mahasiswa menuju Sekretariat Negara untuk menyampaikan

47 Wawancara Siti Hadiroh Ahmad, 24 Oktober 2012, Pkl 16:35

WIB. Di Kediamannya Kauman Gondomanan, Kompleks Masjid Besar Alun-Alun Utara, Yogyakarta.

48 Francois Raillon, op.cit, hlm. 15. 49 Ibid, hlm. 16.

113

aspirasi Tritura. Namun menteri tidak ada di kantor, dan mahasiswa

tidak mau beranjak dari tempat hingga permintaannya terpenuhi. Di

kawasan ibukota lain juga terdapat aksi-aksi solidaritas mahasiswa

dengan menduduki lokasi-lokasi strategis.50

Sewaktu tengah hari, wakil Perdana Menteri III Chairul Saleh

menerima permintaan mahasiswa dengan menyatakan Tritura.

Pernyataan Tritura disampaikan oleh Cosmas Batubara sebagai

ketua Presidium KAMI Pusat.51 Tetapi menurut pendapat Chairul

Saleh, Tritura tidak benar karena yang mempunyai wewenang adalah

presiden dalam menerima aspirasi tersebut.

Memasuki pukul 17.00 unjuk rasa selesai dan mahasiswa

menyerukan kepada masyarakat agar membayar tarif bus Rp 200

saja, berbeda dengan yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp

1.000.52 Lalu pada esok hari, para mahasiswa di Jakarta melakukan

pemogokan kuliah. Unjuk rasa semakin menyebar dengan rasa

solidaritas diikuti para mahasiswa di Bandung. Tembok-tembok

50 Ibid. 51 Ibid.

52 Ibid.

114

bangunan ibukota dicoret tulisan Tritura sebagai bentuk ekspresi

kekecewaan terhadap pemerintah. Reaksi Syarif Thayeb sebagai

menteri PTIP langsung memberikan instruksi supaya mahasiswa

masuk kuliah lagi. Instruksi ini langsung dikonfirmasi oleh KAMI

Jakarta.53

Tanggal 11 Januari 1966 pada hubungan komunikasi KAMI

mendapat perselisihan dengan Senat Fakultas Sastra UI. Yakni

antara Herman ( KAMI ) dengan Tojib sebagai ketua Senat Fakultas

Sastra.54 Kemudian Soe Hok Gie berusaha melerai perselisihan

tersebut. Perselisihan ini lantaran konsolidasi KAMI yang

mencampuri rapat-rapat senat fakultas dengan ancaman solidaritas

sesama lembaga mahasiswa.

Pada Rabu pagi tanggal 12 Januari, Gie dikabari Sarlito yang

menjabat sekretaris Dewan Mahasiswa UI ( DMUI ). Tentang KAMI

yang mengadakan unjuk kekuatan massa menuju DPR Gotong

Royong.55 Tetapi pihak DMUI belum setuju dengan unjuk rasa

tersebut. Gie pun menyarankan untuk tidak terlalu membedakan

53 Ibid. 54 Soe Hok Gie, op.cit, hlm. 169. 55 Ibid. hlm 175.

115

lembaga mahasiswa yang ekstra maupun intra. Pukul 09.30 unjuk

rasa hasil konsolidasi KAMI pun telah berlangsung. Massa yang

terdiri dari para mahasiswa berkumpul sekitar 10.000 mahasiswa.

Massa meninggalkan Salemba menuju Senayan. Dengan teriakan :

Bubarkan PKI, Ganyang Menteri Plintat-Plintut, dan Turunkan Harga

Bensin.56

Pada tanggal 13 Januari, tuntutan mahasiswa dipenuhi oleh

pemerintah daerah Jakarta dengan menurunkan tarif bus menjadi

Rp 200.57 Di lokasi lain terdapat kelompok KAMI Jaya yang

melakukan penggalangan massa untuk protes terhadap Departemen

Kejaksaan yang menyatakan demonstrasi mahasiswa adalah

demontrasi liar. Massa pun berkumpul dan Suwarto wakil dari KAMI

Jaya melakukan orasi. Orasi Suwarto berisi anti PKI, anti kenaikan

harga kebutuhan pokok, tuntutan pengaturan kembali dari para

menteri yang dianggap goblok, Gestapu, dan perilaku yang tidak

punya prinsip dalam ejekan bahasa Jawa disebut plintat-plintut .58

56 Ibid. hlm. 176. 57 Francois Raillon, op.cit, hlm. 16. 58 Soe Hok Gie, op.cit, hlm. 181.

116

Pada tanggal 14 Januari, Gafur ketua KAMI UI yang utusan

dari HMI. Ia sedang memberikan arahan dan rencana untuk para

demonstran dari mahasiswa Sastra dan Psikologi dalam briefing

sebelum aksi dimulai.59 Dalam briefing tersebut ia mengarahkan

bahwa Menteri Surjadi yang berkantor di sebelah stasiun kota

menjadi sasaran utama aspirasi mahasiswa. Akan tetapi ia tidak

mempedulikan Soe Hok Gie yang mempunyai informasi bahwa orang-

orang sewaan Chairul Shaleh akan merobohkan toko-toko milik

orang Tionghoa lalu dalam skenarionya massa mahasiswa dianggap

tertuduh dan akan tertimpa isu etnisitas. Memasuki siang hari,

Cosmas sebagai ketua Presidium KAMI mengarahkan massa

mahasiswa menuju pompa bensin yang terletak di Stasiun Kota. Boeli

kawan dari Gie meneriaki Cosmas dengan ungkapan “ Cosmas, kau

gila; akan memimpin anak-anak ke sana?”.60 Cosmas menerima

saran tersebut tetapi membelokkan massa menuju Tanjung Priok

yang menjadi pusat penyimpanan bensin. Akhirnya, massa

mahasiswa menduduki lokasi tersebut.

59 Ibid. hlm. 184. 60 Ibid. hlm. 188.

117

Pada tanggal 15 Januari, Presiden Soekarno mengundang para

perwakilan mahasiswa di Istana Kepresidenan Bogor.61 Dengan

segera mahasiswa memenuhi undangan tersebut. Rombongan massa

mahasiswa yang sampai di kota Bogor telah menyanyikan lagu

Padamu Negeri.62 Namun ketika massa mahasiswa telah tiba di

gerbang istana, massa memasuki secara serentak menuju Istana

Bogor sehingga pengawal istana terpaksa menembak ke udara

sebagai peringatan berhenti terhadap arus barisan mahasiswa.

Melihat kejadian seperti itu, Presiden hanya ingin menerima

satu delegasi dari semua pergerakan mahasiswa.63 Presiden

menjelaskan kepada delegasi tersebut tentang krisis ekonomi

nasional yang semakin buruk disertakan laporan Komisi Penyelidikan

pembunuhan anti-komunis kepada delegasi tersebut. Pada laporan

tersebut berisi data orang yang terbunuh antara bulan November-

Desember 1965 telah tercatat 78.000 orang. Presiden menyikapi

61 Francois Raillon, op.cit, hlm. 17. 62 Soe Hok Gie, op.cit, hlm. 189.

63 Francois Raillon, op.cit, hlm. 17.

118

dengan terbuka tentang Tritura tetapi ia tidak setuju dengan cara-

cara mahasiswa.

Sepulang dari Kota Bogor, rombongan KAMI yang terdiri Soe

Hok Gie, Boeli, Gani, dan Edi Wurjantoro melewati kawasan

perkampungan Tionghoa ( Chinatown ) yang terdapat pemaksaan

untuk membuka toko milik Tionghoa. Gie pun menyampaikan

aspirasi kepada khalayak ramai di kawasan tersebut. Bahwa KAMI

menuntut pemerintah untuk tiga hal. Pertama, pembubaran PKI.

Kedua, agar peraturan gila yang menaikkan harga kebutuhan pokok

dicabut. Ketiga, agar para menteri korup, Gestapu, dan plintat-

plintut diritul dari Kabinet.64 Gie juga mengklaim bahwa ABRI anak

revolusi yang masih bersaudara dengan mahasiswa-mahasiswa. Pada

saat itu kawanan mahasiswa ada yang membawa transistor radio dan

mendengar pidato Soekarno yang telah mengecam perbuatan

mahasiswa yang tidak sopan dengan menganggap menterinya bodoh

dan mengatakan rombongan ibu-ibu lewat kata-kata kotor hingga ia

menantang kepada mahasiswa bahwa barangsiapa yang mampu

menurunkan harga dalam waktu tiga hari maka dia akan diangkat

64 Soe Hok Gie, op.cit, hlm. 191.

119

menjadi menteri tetapi jika gagal maka akan langsung ditembak.65

Begitulah tekanan sosial ( social pressure ) 15 Januari yang

dilancarkan oleh KAMI kepada pemerintahan Soekarno dan pada

akhirnya presiden mampu menurunkan 50 persen harga minyak dan

mencari solusi untuk menurunkan harga barang secara total.66

Pada keesokan harinya, Zamroni perwakilan PMII yang menjadi

anggota KAMI telah terkejut, karena membaca koran yang

mengabarkan PB HMI menghadap Presiden Soekarno hingga

memberi peci mahasiswa kepadanya sebagai bentuk penghormatan.67

PB HMI menghadap kepada Soekarno, ditengah-tengah unjuk rasa

KAMI terhadap Soekarno di Bogor atas nama amanat penderitaan

rakyat.68 Alasan itu membuat Zamroni marah besar terhadap

Sulastomo dan Mar’ie Mohammad sebagai pengurus PB HMI.

Pada minggu malam tanggal 16 Januari, Soebandrio telah

mengambil inisiatif dari pidato Soekarno yang mengecam aksi

mahasiswa. Dalam pidato tersebut akan dibentuk Barisan Soekarno

65 Ibid, hlm. 193. 66 Francois Raillon, op.cit, hlm. 17. 67 Fauzan Alfas, op.cit, hlm. 42. 68 Ibid.

120

guna perlawanan KAMI ( anti-KAMI ) yang dianggap Neokolonialisme

dan imperialisme ( Nekolim ).69 Soebandrio segera memerintahkan

GMNI faksi Ali Surachman ( ASU ) atau Germindo untuk bergerak.70

Mereka merobek poster-poster KAMI dan menggantinya dengan

poster “ Hidup Bung Karno”. Gie mendapat kabar dari temannya

yaitu Ripto bahwa akan dicairkan dana sebesar Rp 100 juta rupiah

baru untuk membentuk Barisan Soekarno.71

KAMI langsung mengadakan rapat lengkap dengan personilnya

untuk menanggapi pergerakan tersebut. Dalam rapat KAMI, setiap

orang yang ikut rapat boleh menyatakan opini. Ketika itu Hakim

Sarimuda dari HMI Fakultas Kedokteran menanggapi tantangan

Soekarno dengan menyatakan perjuangan tetap dilanjutkan dengan

ungkapan sebagai berikut : “ Kalau kita harus ditembak kita

bersedia. Tetapi kita adalah orang yang ketiga. Yang pertama harus

69 Soe Hok Gie, op.cit, hlm. 194. 70 Pada saat itu, sayap pergerakan mahasiswa milik Soekarno

yaitu GMNI telah terpecah menjadi dua faksi. Antara GMNI ASU yang berhaluan kiri dan sayap kanan diwakili Osa Maliki dan Usep Ranuwidjaja. Lihat dalam Soe Hok Gie, ibid. hlm. 199.

71 Ibid, hlm. 195.

121

ditembak adalah Gestapu, lalu koruptor barulah”.72 Kondisi rapat

menjadi tegang ketika mendapat surat dari Soetomo lewat kurirnya.73

Dalam surat itu, Sutomo memotivasi kepada para mahasiswa

agar menerima tantangan Soekarno yang menjadi “ menteri harga”.

Dengan syarat minta tempo dalam setahun daripada dua puluh

tahun dengan menteri-menteri yang dianggap goblok. Kemudian

Bung Tomo menyatakan bersedia tertembak dengan mahasiswa jika

perlu. Surat ini disambut dengan meriah dengan tepuk tangan. Lalu

pimpinan rapat KAMI menyimpulkan : perjuangan diteruskan

meskipun pimpinan ditangkap dan KAMI menerima tantangan

Soekarno tentang permasalahan menteri-menterinya.74

Pada Hari Senin berikutnya, massa mahasiswa unjuk rasa

depan Departemen Luar Negeri ( Deparlu ) yang dipimpin Soebandrio.

Mereka mengkritisi hubungan Indonesia yang terlalu dekat dengan

72 Ibid. 73 Soetomo terkenal dengan panggilan Bung Tomo. Penggerak

peristiwa 10 November 1945 di Surabaya. Pernah menjabat Menteri Urusan Bekas Veteran atau menteri sosial ad interim pada masa Kabinet Burhanudin Harahap ( 1955-1956 ). Lihat selengkapnya dalam William Frederick, “ In Memoriam : Sutomo “ SEAP ( Cornell: Cornell University Southeast Asia Program, 1982 ) hlm. 127-128.

74 Ibid. hlm. 196.

122

Komunis Cina. Hingga massa meneriakkan yel-yel “ Soebandrio

Anjing Peking”.75 Maksudnya anjing karena terlalu patuh dengan

Cina dan Peking sebagai kota representatif Cina. Soebandrio pun

memberikan respon bahwa demonstran mahasiswa ditunggangi oleh

Nekolim. Belum selesai ia menanggapi ejekan tersebut, Ismid

menyela sebagai wakil KAMI pusat. Dengan ungkapan : “ Kami sama

sekali tidak merasa ditunggangi. Dan kalau memang ada yang

menunggangi kami, maka yang menunggangi adalah rakyat”.76

Di lokasi Istana Negara, Soekarno memarahi delegasi

mahasiswa PMKRI dan HMI selama setengah jam. Soekarno berkata

kepada delegasi PMKRI : “ Apakah ini yang diajarkan Yesus kepada

kalian ?” langsung berkata kepada delegasi HMI“ Mana HMI ? Apakah

ini ajaran Nabi Muhammad ?”.77 Kemarahan Soekarno disebabkan

membaca coretan ejekan yang tertulis di dinding rumah Hartini yaitu

salah satu istri Soekarno yang dianggap Komunis. Coretan itu berisi “

Lonte Agung dan Gerwani Agung”.78 Kemudian delegasi PMKRI

75 Soe Hok Gie, op.cit, hlm. 196. 76 Ibid, hlm. 197.

77 Ibid, hlm. 198. 78 Ibid.

123

mengklarifikasi bahwa anak yang mencoret tersebut adalah anggota

Pemuda Rakyat yang memakai baret PMKRI. Delegasi tersebut

mempersilahkan aparat Penguasa Pelaksana Dwikora Daerah

Djakarta ( Pepelrada ) menyelidiki perbuatan tersebut.

Pada hari selasa selanjutnya, KAMI difitnah oleh para oknum

mahasiswa Universitas Bung Karno ( UBK ). Oknum tersebut

mengaku bahwa mereka ditelanjangi dan dipukul oleh KAMI.79

Laporan itu diterima Soekarno hingga ia menyuruh perwira intelijen

Urip Widodo untuk menyelidiki. Para personil KAMI pun disuruh

membuat laporan atas dakwaan tersebut oleh Urip.

Beberapa anggota KAMI selanjutnya ditahan untuk dimintai

keterangan. Interogasi tersebut selama 30 jam. Boeli dan Hakim

diinterogasi secara tidak wajar bahkan dipukul oleh Letda Nursjiwan

Adil.80 Didalam tahanan ini banyak sekali aktivis KAMI dan HMI yang

ditahan. Dalam penahanan tersebut mereka kadang-kadang

berdiskusi selain tidur. Boeli meskipun seorang Kristen ternyata

berpuasa tanpa sahur dan buka. Hal ini menimbulkan simpati bagi

Hakim dan kawan-kawan HMI. Dari cerita penahanan ini, Gie

79 Ibid, hlm. 202. 80 Ibid, hlm. 203.

124

menyimpulkan bahwa betapa meluasnya jaringan HMI masuk dalam

struktur massa KAMI yang bergerak lewat jaringan-jaringan bidang

keamanan.81

Pada tanggal 20 Januari terdapat konflik unjuk rasa antara

mahasiswa KAMI dengan mahasiswa Pro Soekarno. Konflik itu

disebabkan pidato Soekarno di Jakarta yang menyatakan bahwa

mahasiswa dimanipulir oleh kekuatan-kekuatan neo kolonialis dan

imperialis ( Nekolim ).82 Menurut Soe Hok Gie, rombongan KAMI telah

bubar di Salemba karena kecewa mendengar pidato Soekarno berisi

PKI tidak bubar, penetapan kabinet, dan harga kebutuhan tetap

mahal. Tiba-tiba muncul massa barisan buruh Marhaen dan massa

GMNI-ASU dari arah kanan dan kiri. Melihat massa tersebut,

rombongan dari KAMI berteriak “ Hidup Bung Karno” dan “ Ganyang

Plintat-Plintut”. Akan tetapi, dari massa Pro Soekarno yang berbadan

tinggi menyerang rombongan KAMI dengan batu dan tongkat. Dari

sini tawuran dan pengepungan terhadap KAMI telah terjadi. Dari

pihak GMNI-ASU membalas dengan ejekan “ Ganyang KAMI”, “

81 Ibid.

82 Francois Raillon, op.cit, hlm. 17.

125

Ganyang Jaket Kuning”, “ KAMI : Kesatuan Aksi Maling Indonesia”,

dan “ KAMI KANAN”.83

Lalu aparat Cakrabirawa telah tiba namun tidak berbuat apa-

apa sehingga aparat Polisi Perintis berusaha melerai seketika.

Rombongan KAMI dalam waktu singkat dapat diatur. Gie mendapat

kabar dari temannya Sumardji yang kebetulan anggota GMNI-ASU

Fakultas Sastra. Bahwa dibalik pertikaian itu yang menyuruh adalah

Budi Rahardjo Ketua Komisariat Besar GMNI UI dan Chaidir Rahman

Ketua Komisariat GMNI Kedokteran UI beserta orang-orang bayaran

Sobsi.84 Soe Hok Gie menganggap mereka sebagai oknum PKI karena

aktif dalam kegiatan tersebut.

Pada pagi harinya akan diadakan Rapat Umum di Lapangan

Banteng tetapi kedua kubu antara KAMI dengan Front ASU telah

bersiap untuk berkelahi. Kelompok KAMI membawa massa yang

cukup banyak lengkap dengan tongkat besi dan sepatu lars.

Dilingkaran Front ASU terdapat pasukan GP Ansor dan PPI Katolik.

Aparat melihat tingkah seperti itu langsung membubarkan hingga

rombongan KAMI berjalan kaki dari Banteng menuju Salemba.

83 Soe Hok Gie, op.cit, hlm. 204. 84 Ibid, hlm 205.

126

Sepanjang perjalanan pulang, rombongan KAMI menyindir Presiden

Soekarno supaya tidak marah lagi dengan yel-yel .85

Konflik itu berbuntut hingga mendekati hari raya Idul Fitri

sehingga ditetapkan masa tenang selama 15 hari.86 Pada tanggal 4

Februari aksi mogok kuliah mulai dilakukan kembali oleh mahasiswa

di Jakarta maupun Bandung.87 Syarif Thayeb pun melakukan

instruksi untuk masuk kuliah lagi namun kali tidak ditanggapi oleh

mahasiswa.

Pada tanggal 15 Februari, mahasiswa pro Soekarno

membentuk “Barisan Soekarno” dengan instruksi Soekarno sendiri.88

Hal ini bertujuan membalas demonstrasi KAMI. Pada tanggal 21

Februari Presiden Soekarno mengumumkan memecat Jenderal

Nasution dan presiden menolak membubarkan PKI.89 Sedangkan

Soebandrio diangkat sebagai Wakil Perdana Menteri I yang bertugas

untuk masalah luar negeri. KAMI melontarkan kritik terhadap

85 Ibid, hlm 207. Lampiran. 86 Francois Raillon, op.cit, hlm. 17. 87 Ibid, hlm. 17. 88 Ibid.

89 Ibid.

127

keputusan Soekarno tersebut hingga menuduh beberapa jajaran

menteri menjadi simpatisan PKI.

Pada tanggal 24 Februari, KAMI dan KAPPI bersama-sama

menghalangi pelantikan Kabinet baru.90 Pelajar-pelajar sekolah

menengah melakukan aksi pengempesan ban-ban mobil maka

perjalanan ke istana menjadi lambat dan terjadi kemacetan lalu

lintas secara keseluruhan. Namun para jajaran menteri mampu tiba

di Istana dengan bantuan helikopter. Barisan mahasiswa merangsek

masuk ke Istana tetapi dihalangi oleh pasukan khusus pengawal

presiden. Yakni pasukan Cakrabirawa, salah satu anggotanya

menembak salah satu barisan mahasiswa.91 Mahasiswa yang

tertembak bernama Arief Rachman Hakim dan ia menjadi simbol

dedikasi amanat penderitaan rakyat ( Ampera ) bagi angkatan 66.

Pada tanggal 25 Februari Soekarno mengeluarkan instruksi

untuk melarang kegiatan apapun terhadap KAMI.92 Dilarang

mengadakan pertemuan lebih dari 5 orang. Lalu ditetapkan jam

malam di Jakarta. Pada hari-hari selanjutnya terjadi pertengkaran

90 Ibid, hlm. 18. 91 Ibid. 92 Ibid.

128

antara anggota KAMI dengan Front Marhaenis ( Pro Soekarno ).

Kemudian Universitas Indonesia ( UI ) menjadi markas pertahanan

KAMI dibawah pengamanan oleh militer AD.93 Meskipun UI ditutup,

mahasiswa tetap menetap disana. Kelompok mahasiswa Institut

Teknologi Bandung ( ITB ) juga memberikan bantuan kepada KAMI.

Berupa alat pemancar radio amatir untuk melawan sosialisasi

pemerintah yang didengungkan oleh Radio Republik Indonesia( RRI

).94

Pada tanggal 4 Maret, KAMI mulai agresif dengan membentuk

organisasi paramiliter bernama Resimen Arief Rachman Hakim.95

Pembentukan paramiliter tersebut dengan mengumpulkan tiga ribu

orang anggota dan melakukan apel di UI. Pada hari berikutnya

terdapat barisan mahasiswa yang pawai menuju rumah dinas

Waperdam I. Mereka membawa boneka karikatur Soebandrio dengan

pekikan “ Anjing Peking”. Pekikan tersebut dimaksudkan untuk

93 Ibid.

94 Ibid.

95 Ibid.

129

memutus relasi politik dengan Peking sebagai representasi ibukota

Republik Rakyat Cina yang berhaluan Komunis.96

Pada tanggal 10 Maret, KAMI mengadakan serangan serentak

menuju Kedutaan Besar RRC.97 Pada saat bersamaan, Presiden

mengadakan rapat bersama pimpinan partai politik. Dalam rapat

tersebut, Presiden mendesak kepada pimpinan parpol supaya

menandatangani sebuah statement untuk mengutuk aksi mahasiswa

dan pemuda.98 Di pihak lain, militer AD berdiam dan mengamati

kejadian-kejadian tersebut hingga merencanakan akan bergerak

keesokan hari. Tanggal 11 Maret merupakan puncak dari

kekecewaan yang selama ini dipendam. Presiden dan mahasiswa

KAMI bertemu dalam dua kubu secara langsung. Pergerakan

mahasiswa pada hari itu, mengadakan berbagai aksi. Dari mencegah

rapat jajaran kabinet hingga memblokir jalan dengan mengempesi

ban-ban mobil.99 Pada kesempatan kedua kali para menteri terbang

menggunakan helikopter lagi.

96 Ibid.

97 Francois Raillon, op.cit, hlm. 18.

98 Ibid. hlm. 19.

99 Ibid.

130

Presiden Soekarno bersama menteri-menterinya menuju Istana

Bogor. Karena mendapat kabar bahwa enam batalyon Siliwangi

berada di Jakarta.100 Ketika itu ia menyampaikan dihadapan menteri-

menterinya bahwa untuk selalu memberi dukungan kepadanya atau

mundur saja dari jabatan menteri. Lalu tiga perwira teras tinggi

militer dikirim oleh Soeharto untuk berunding kepada Soekarno.101

Para perwakilan perwira ini ditugaskan untuk memantapkan

keyakinan kepada presiden Soeharto, supaya Jenderal Soeharto

diberikan instruksi resmi dari presiden demi mengembalikan

stabilitas keamanan daripada memakan korban yang dianggap

merugikan bagi situasi ketahanan nasional.102 Setelah berunding

beberapa jam, Soekarno menyetujui dan memberikan tandatangan

secarik Surat Perintah yang memberikan kewenangan kepada

Soeharto untuk mengambil langkah-langkah pengamanan, ketertiban

Negara, dan privatisasi keamanan presiden.103

100 Ibid.

101 Ibid.

102 Ibid.

103 Ibid. Untuk spesifikasi kausalitas Gestapu dan Supersemar

yang lebih luas, dapat dilihat selengkapnya dalam referensi. Rex Mortimer, Indonesian Communism Under Sukarno : Ideology And Politics, 1959-1965 (Singapore: Equinox Publishing,2006). Bennedict

131

Surat tersebut terkenal dengan akronim Supersemar.

Menandakan golongan Komunis menjadi sasaran utama operasi

khusus institusi militer yang telah dipimpin Soeharto. Semua ini

diakibatkan metodologi Komunis yang ekstrim terhadap golongan

yang berbeda pandangan maupun aspirasi.104 Pada tanggal 12 Maret,

PKI telah dilarang secara resmi.105 Lalu tanggal 18 Maret, lima belas

menteri pendukung utama Soekarno termasuk Soebandrio dan

Chairul Saleh ditangkap.106 Dua dari isi Tritura telah dicapai, KAMI

sebagai salah satu simbol angkatan 66 telah menunjukkan kekuatan

penggalangan mahasiswa dalam membawa era Orde Baru.

Sementara itu, di Yogyakarta Barisan Pro Soekarno menangkap

para anggota HMI Rayon Jetis karena perdebatan status quo jabatan

Presiden Soekarno. Pada saat itu ketua HMI Rayon Jetis adalah

Anderson & Ruth McVey, A Preliminary Analysis of The October 1, 1965 Coup in Indonesia (Singapore: Equinox Publishing,1971)

104 Rekam jejak pergerakan Komunis di Indonesia dapat dilihat. Aminuddin Kasdi, Kaum Merah Menjarah : Aksi Sepihak PKI/BTI di Jawa Timur ( 1960-1965 ) ( Yogyakarta: Jendela,2001) dan Bennedict Anderson & Ruth McVey, A Preliminary Analysis of The October 1, 1965 Coup in Indonesia (Singapore: Equinox Publishing,1971)

105 Francois Raillon, op.cit, hlm. 19.

106 Ibid.

132

Djohan Effendi dan ketua HMI Cabang Yogyakarta adalah

Tawangalun. Tawangalun mengadakan rapat perencanaan persepsi

atau briefing sehubungan dengan tibanya konvoi KAMI dari Jawa

Tengah yang akan istirahat di Yogyakarta. Lalu Djohan

memanfaatkan celah kedatangan rombongan KAMI ini dengan

menyuruh anggota-anggotanya untuk mencopoti bendera-bendera

PNI di pinggir jalan pada malam hari.107 Kontan keesokan harinya

situasi kampung Jetis menjadi mencekam. Kemudian rombongan

konvoi KAMI tiba dari arah Jalan Magelang menuju ke selatan. Pada

saat itulah terjadi bentrokan antara KAMI dengan Barisan Pro

Soekarno di Yogyakarta, hingga kedua belah pihak berdamai dan

menyepakati untuk tidak melakukan aksi kekerasan lagi. Sejak saat

itu anggota-anggota HMI Jetis merasa aman dan mendekatkan

dengan lingkungan warga Jetis. Pendekatan tersebut dilakukan

hingga HMI Rayon Jetis telah mengadakan panggung terbuka dengan

kesenian tradisional Jawa.108

KAMI mempunyai salah satu sarana kekuatan penting yaitu

jurnalistik mahasiswa atau pers mahasiswa dalam rangka sosialisasi

107 Ahmad Gaus, Sang Pelintas Batas : Biografi Djohan Effendi

( Jakarta: Kompas-ICRP, 2009 ) hlm. 70. 108 Ibid.

133

wacana kepada publik. Dengan peranan KAPPI yang menyentuh akar

masyarakat dan bantuan Pers Media. KAMI mampu mendapatkan

dukungan publik secara nasional. Pada masa itu, keberadaan pers

atau media massa nasional sangat bergantung pada afiliasi golongan

kemasyarakatan. Hal ini dikarenakan media massa sebagai alat

untuk mempengaruhi masyarakat sehingga media massa tidak bebas

nilai. Seperti contoh : Surat Kabar Merdeka milik B.M. Diah yakni

simpatisan Badan Pendukung Sukarnoisme ( BPS ). Kemudian

seperti : Sinar Harapan ( Protestan ), Kompas ( Katolik ), dan Duta

Masyarakat ( NU ). Pada tahun 1968 telah menyusul seperti : Abadi (

Masyumi ), Pedoman milik Rosihan Anwar ( PSI ), dan Indonesia Raya

milik perseorangan Mochtar Lubis yang dianggap independen.109

Kalangan militer juga menerbitkan Koran militer bernama Angkatan

Darat. Lalu disusul para aktivis 66 juga menyusul menerbitkan koran

bernama Angkatan 66.

Pada lingkup organisasi mahasiswa ada tiga yang berhasil

menerbitkan yakni Harian KAMI yang dipimpin Nono Anwar Makarim.

Lalu Angkatan Baru yang diterbitkan oleh HMI. Tahun 1966

Angkatan Baru dianggap sering mewacanakan sosialisasi anti-

109 Francois Raillon, op.cit, hlm. 20.

134

Soekarno.110 Dan yang terakhir adalah Mahasiswa Indonesia ( MI )

edisi Jawa Barat. MI didirikan oleh anggota KAMI Bandung antara

lain Ryandi, Awan Karmawan, dan Rahman Tolleng yang mempunyai

nama samaran Iwan Ramelan.

Demikian dinamika perjalanan KAMI yang menjadi institusi

bagi angkatan 66. Tentu saja karena didukung kekuatan militer,

akademisi, dan pimpinan ormas maupun parpol. Menurut Peter

Hagul, keberhasilan angkatan 66 dalam menumbangkan rezim

menjadi contoh yang ideal bahkan mitos bagi generasi atau angkatan

mahasiswa selanjutnya. Dengan demikian kondisi atau konsep yang

tidak sesuai dengan gerakan angkatan 66 dianggap pasif. Pola-pola

aksi gerakan KAMI masih ditiru oleh generasi gerakan mahasiswa

berikutnya hingga di penghujung tahun 1969.111

110 Ibid. hlm .21. 111 Peter Hagul, “Organisasi Mahasiswa Extra-universiter:

Suatu Barang Mewah ?- Tanpa Pimpinan Yang Cakap,’Harakiri’ Mungkin Lebih Baik ” dalam Harian Kompas, 1 Nopember 1973, hlm. 4-5.

135

BAB IV

Gerakan Mahasiswa Islam Di Jakarta Masa Orde Baru

A. Antara Salemba Dan Rawamangun : Sebuah Ekspektasi dan

Refleksi

Beranjak pada gaya busana gerakan mahasiswa muslim seperti

HMI dan PMII di Jakarta mengikuti mode sezamannya. Pada era

1960-an umumnya aktivis mahasiswi Islam tidak ada yang

mengenakan kerudung maupun jilbab.1 Dan untuk aktivis

mahasiswanya mengenakan baju atau hem dengan paduan celana

berkain drill katun. Bahkan menurut catatan Firman Lubis, PMII

pada masa itu telah mempunyai barisan drumband dengan seragam

rok pendek dan sepatu lars. Hal ini dikarenakan drumband mampu

menciptakan kebanggaan tersendiri.

Pada tahun 1966 massa HMI telah merebut kantor Dinas

Kedutaan Besar Republik Rakyat Cina ( RRC ) lalu diubah oleh

pengurus HMI menjadi markas utama ( basecamp ) HMI Cabang

1 Firman Lubis, Jakarta 1960-An : Kenangan Semasa

Mahasiswa ( Jakarta: Masup,2008 ), hlm. 186.

136

Jakarta yang berada di Jalan Cilosari wilayah Jakarta Pusat.2 Markas

ini digunakan sepenuhnya untuk pusat pengkaderan HMI Jakarta

terutama diskusi antar anggota.

Pasca tahun 1966 iklim kehidupan mahasiswa di UI sangat

mudah menerima nilai-nilai tradisi Barat yang berbentuk pesta.

Terutama pesta dansa menjadi aliran besar dalam pesta mahasiswa.

Awaloedin Djamin pernah menyebut bahwa yang membawa sindrom

pesta dansa antara lain Ikatan Mahasiswa Djakarta ( IMADA ) hingga

pernah diejek sebagai Ikatan Mahasiswa Dansa.3 Meskipun begitu

beberapa aktivis HMI juga ikut berdansa pada tahun 1966.4 Firman

Lubis sampai menyebut mereka sebagai mahasiswa yang moderat

dan liberal. Berbeda terbalik dengan kenyataan umum para

mahasiswa muslim yang anti dansa pada saat itu bahkan Firman

menyebut mereka sebagai mahasiswa muslim yang konservatif.

2 Tempo. “ Medan Latihan Kepemimpinan ”. No. 14/Th.XIII/ 4

Juni 1983. hlm. 16. 3 Tempo. “ Ahoi Itu Kini Sepi “ 4 Juni 1985. Hlm 16.“ Ahoi “

merupakan salam khas sesama anggota IMADA. Tercatat hingga tahun 1971 dalam hari ulang tahun ( HUT ) IMADA ke-444 pernah mengadakan Dancing On The Street dengan band-band musik ibukota seperti The Rollies, Peels, Fuad, dan aliran musik bawah tanah ( underground music ) di Bundaran Hotel Indonesia ( HI ).

4 Firman Lubis, op.cit, hlm. 198.

137

Ketika KAMI dibubarkan wacana Tritura tetap

dikumandangkan. Para mantan aktivis KAMI tetap melakukan

demonstrasi Tritura seperti Slamet Sukirnanto aktivis IMM Sastra UI

mantan personil KAMI Pusat bergabung dengan kelompok Soe Hok

Gie karena sesama mahasiswa Fakultas Sastra UI. Mereka

melakukan demonstrasi perihal tarif ongkos Bus.5 Tritura masih

relevan pada tahun 1967 terutama soal tuntutan penurunan harga

kebutuhan pokok. Perihal ini disebabkan fluktuasi harga kebutuhan

pokok nasional telah meningkat. Seperti harga minyak bumi telah

meningkat delapan kali.6 Kemudian disusul harga beras naik dari Rp.

10 per liter pada bulan Agustus menjadi Rp.45 per liter pada bulan

Desember.7

Menurut Slamet Sukirnanto, pasca KAMI dibubarkan maka

berdiri Komando Laskar Ampera Arif Rachman Hakim. Slamet, Gie,

dan kawan-kawan telah tergabung dalam Rayon Jon S.Parman yang

5 Slamet Sukirnanto, “ Mas Tris Yang Saya Kenal “ Ali Taher

Parasong & Sudar Siandes (eds.). Biografi Sutrisno Muhdam (Jakarta: Pemuda Muhammadiyah, 2000) hlm. 48.

6 Mohtar Mas’oed, The Indonesian Economy And Political

Structure During The Early New Order 1966-1971 (Ohio State University: Microfilms International Ann Arbor,Tanpa Tahun), hlm .162.

7 Ibid.

138

memiliki markas di Gunung Sahari yakni bekas Sekolah Tionghoa.8

Dari perkumpulan tersebut Slamet bertemu dengan Sutrisno

Muhdam ialah aktivis Pemuda Muhammadiyah ( PM ) yang berencana

melakukan pemberantasan pelacuran. Slamet menggalang massa

IMM dengan atribut jaket merah bersama massa PM dan KOKAM

untuk melakukan advokasi pemberantasan pelacuran.9

Pada tanggal 28 Maret 1968 ketika Gie rapat bersama Baermy

di Fakultas Kedokteran UI ia mendapati bahwa aktivis HMI

Kedokteran UI saling kontra argumen dengan aktivis IMADA

Kedokteran UI soal kerjasama antar mahasiswa termasuk dengan

mahasiswa Kedokteran Universitas Trisakti ( USAKTI ).10 Kemudian

aspirasi rapat ini diterima Dekan dengan mengizinkan mahasiswa

Kedokteran USAKTI untuk praktikum bersama mahasiswa

Kedokteran UI. Dengan begitu para aktivis HMI diberi kepercayaan

oleh Dekanat Kedokteran UI untuk mendapat 20 mahasiswa sebelum

Masa Perkenalan Calon Anggota ( MAPRATA ) dan HMI Kedokteran UI

8 Slamet Sukirnanto, op.cit, hlm. 48.

9 Ibid. KOKAM adalah organisasi sayap paramiliter atau

satuan tugas ( satgas ) afiliasi Muhammadiyah. 10 Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran (Jakarta:

LP3ES,1983), hlm. 213.

139

belum berani menyeleksi para mahasiswa dalam internal Fakultas

Kedokteran UI.11

Lalu di Fakultas Psikologi UI, aktivis HMI melakukan

propaganda hingga memecah belah terhadap elemen-elemen

mahasiswa hingga para anggota HMI ditindak.12 Sementara itu, di

Fakultas Teknik UI, para aktivis HMI merupakan arsitek dari

manajerial Senat Mahasiswa Teknik hingga menjadi pasif.13 Soe Hok

Gie menyebut Fakultas Teknik UI merupakan basis atau sarang bagi

HMI. Kemudian di Fakultas Sastra UI, aktivis HMI memegang Senat

Mahasiswa Sastra UI dengan diketuai oleh Adrianus yang mantan

Ketua Senat. Dalam ruang rapat HMI Sastra UI, Muardi diberitakan

akan menjadi calon pengganti Adrianus namun ia mendapat

masukan dari Bapak Tjong bahwa ia terlalu menafikan aspirasi

minoritas terutama dari kalangan Tionghoa.14 Sementara itu, Slamet

11 Ibid. MAPRATA adalah masa perekrutan bagi semua

organisasi mahasiswa ekstra-universiter. 12 Ibid. 13 Ibid. hlm. 214. 14 Ibid.

140

Sukirnanto pada tahun ini melakukan refleksi melalui perasaannya

yang dituangkan lewat bait-bait puisi dengan judul “ Catatan 68 “.15

Pada tanggal 1 Agustus 1969 Gie bertemu dengan Salim yang

akan dicalonkan menjadi ketua kesenian oleh ketua DMUI yaitu Agus

Syarif. Kondisi organisasi DMUI saat itu terdapat communication gap

antara aliansi grup sekuler dengan kelompok HMI UI yang tidak

dapat dijembatani.16 Salim dan Agus Syarif hingga berencana

menjembatani perselisihan tersebut dengan menjelaskan kepada

Gie.

Pada tanggal 20 Agustus 1969 para aktivis PMII UI dan IMADA

tidak puas dengan keputusan rapat DMUI perihal komposisi

kepengurusan DMUI.17 Hal tersebut disebabkan pengurus PMII UI

dan IMADA tidak mendapat bagian dalam Badan Pengurus Harian

DMUI. Karena Gie memimpin rapat tersebut, ia segera

mengkonsolidasikan dengan Senat Psikologi dan Senat Sastra UI

tetapi keduanya tidak ingin menanggung. Kemudian diadakan

perundingan kembali namun para senator fakultas telah memutus

15 Bait-bait puisi terdapat pada lampiran. Dalam Slamet Sukirnanto, Catatan Suasana Kumpulan Puisi (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), hlm. 28.

16 Soe Hok Gie, op.cit., hlm. 384. 17 Ibid. hlm. 399.

141

hubungan dengan DMUI hingga terjadi krisis kepengurusan dalam

tubuh DMUI.

Pada tanggal 20 September 1969 rekonsiliasi DMUI telah

direncanakan dengan konsolidasi ormas-ormas mahasiswa.18 Pada

saat itu terdapat pula wacana akan diselenggarakan National Union

of Students ( NUS ).19 Akan tetapi, Didi seorang anggota senat

Psikologi UI menceritakan kepada ketuanya yakni Victor bahwa HMI

mempunyai misi dalam NUS untuk menjadikan gerakan intra-

universiter. Perihal tersebut membuat para pengurus organisasi intra

kampus menunda semua agenda rekonsiliasi.

Pada tanggal 22 September 1969 seorang teman Gie bernama

Freedy selalu berambisi untuk menguasai Senat Fakultas Ilmu Pasti

dan Pengetahuan Alam ( FIPIA ) UI. Berhubung FIPIA UI yang

berpengaruh adalah grup mahasiswa non ormas dan HMI FIPIA UI.20

Maka siasat Freedy selalu menjatuhkan HMI FIPIA UI tetapi

kemudian selalu mengajak HMI FIPIA untuk berkompromi kembali.

Gie pun mengejek Freedy sebagai seorang penjilat. Hingga akhirnya

18 Ibid. hlm. 407. 19 NUS adalah wadah yang direncanakan untuk menjadi

gabungan bagi semua organisasi mahasiswa di Indonesia. Lihat dalam daftar istilah. Soe Hok Gie, ibid. hlm. 452.

20 Ibid. hlm. 410.

142

Gie diejek oleh Freedy sebagai antek PKI atau BAPERKI. Isu Gie

sebagai antek PKI diterima oleh temannya Gie yaitu Harjadi dan

seorang aktivis HMI UI. Gie menerima kabar itu dari temannya yaitu

Yanti. Tidak hanya selesai sampai disitu. Ternyata Harjadi ingin

membawa isu hubungan perselingkuhan istri seorang tokoh HMI

yang menjabat sebagai pegawai Tata Usaha UI.21

B. Relasi Jakarta Dengan Yogyakarta : Dari Konsensus Hingga

Konflik

I ) Relasi IMM Cabang Jakarta Dengan DPP IMM Yogyakarta

Pada era akhir tahun 1966 antara Pengurus Besar HMI ( PB )

dengan Dewan Pimpinan Pusat IMM ( DPP ) terjadi konsensus

sasaran lokasi basis massa. PB HMI dengan ketua Sulastomo

menawarkan Djasman Al-Kindi sebagai ketua DPP IMM supaya basis

massa IMM di wilayah masyarakat sedangkan HMI berada di wilayah

kampus.22 Kedua ketua tersebut bersepakat bahwa basis massa HMI

berada di wilayah kampus sedangkan basis massa IMM berada di

wilayah perkampungan dengan tingkat kecamatan atau asrama

21 Ibid. hlm. 411. 22 Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh

Enam Tahun IMM 1964-1990 ( Surabaya: Bina Ilmu,1990), hlm. 138.

143

mahasiswa dengan membentuk kelompok atau komisariat.23 DPP

IMM menyetujui tawaran PB HMI tersebut karena orientasi IMM

berada di sektor masyarakat dengan kegiatan sosial seperti dakwah

dengan bakti sosial maupun pengajian walaupun akhirnya IMM tidak

dikenal dalam kampus hingga akhirnya hanya mengadakan

kelompok-kelompok diskusi.24

Dengan adanya konsensus tersebut Slamet Sukirnanto yang

berniat ingin mendirikan komisariat IMM di UI Rawamangun dan UI

Salemba dilarang oleh DPP IMM yang saat itu berpusat di

Yogyakarta.25 Kebijakan ini membuat Slamet kecewa dengan IMM

pusat padahal aspirasi anggota IMM di UI sangat banyak dan ingin

mendirikan IMM Cabang UI tetapi itu hanya diakui oleh IMM pusat

secara de jure bukan secara de facto.26 Keputusan IMM Pusat ini

disebabkan sesama IMM Jakarta sering mengalami perselisihan

walaupun IMM Jakarta mempunyai maksud supaya dinamis

sehingga setiap Cabang IMM mempunyai masing-masing strategi

23 Ibid.

24 Ibid. 25 Ibid. hlm 139. 26 Wawancara Sudibyo Markus, 4 Desember 2012, Pkl 14:03

WIB. Di Hotel Grand Kemang, Jakarta.

144

pengembangan organisasi. Perihal konflik antar Cabang IMM Jakarta

ini dialami oleh Ciputat, Limau, dan Kramat.27 Maka dari itu, IMM

pusat yang berada di Yogyakarta tidak begitu senang dengan IMM

gaya Jakarta yang terlalu mudah untuk berselisih apalagi dengan

alasan politis. Foto IMM Jakarta ini dapat dilihat dalam dokumentasi

Farid Fathoni. Dalam koleksi foto ini nampak jajaran pengurus IMM

Jakarta telah menghadiri agenda Mukernas III IMM di Yogyakarta.

Mereka terlihat mengenakan jaket kepengurusan IMM yang berwarna

merah lengkap dengan atributnya. Mereka adalah pengurus cabang

seperti Sabuki dari IMM Ciputat dan Nizamuddin dari IMM Cabang

UI kemudian Isa Anwari dan Husni Tamrin dari DPD IMM Jakarta.28

Dengan arah orientasi seperti ini, aktivis IMM sering

mengadakan kegiatan peringatan hari besar nasional atau hari besar

Islam seperti ketika peringatan Maulid Nabi bahkan didukung oleh

warga muslim dengan menyediakan konsumsi, akomodasi, dan

penerangan secara cuma-cuma.29 Akan tetapi, usia konsensus

tersebut tidak berumur panjang dengan HMI mendirikan rayon di

27 Wawancara Sudibyo Markus, 4 Desember 2012, Pkl 14:03 WIB. Di Hotel Grand Kemang, Jakarta.

28 Data deskripsi foto didapat dari koleksi dokumentasi

pembukuan. Farid Fathoni, op.cit., hlm. 154. 29 Ibid. hlm 139.

145

sektor kecamatan.30 Maka akhirnya IMM juga kembali ke wilayah

kampus dengan keputusan Munas kedua dengan pembentukan

komisariat.31

Sepanjang tahun 1969 dalam organisasi IMM mengalami

faksionalisasi pembagian kewenangan pusat antara poros Jakarta

dan poros Yogyakarta. Perihal ini disebabkan pimpinan pusat IMM

selalu berada di Yogyakarta sehingga koordinasi tentang penyebaran

jaringan bekas KAMI Pusat selalu ketinggalan informasi aktual diikuti

dengan beberapa keputusan Konfernas IV IMM yang tidak aspiratif.32

Sedangkan fungsi DPP IMM di Jakarta hanya menjadi perwakilan

keputusan pimpinan pusat yang berada di Yogyakarta. Perihal ini

membuat Slamet Sukirnanto kecewa dengan menyatakan IMM telah

kehilangan momentumnya. Alasan Slamet ini disebabkan

permasalahan nasional sering ditanggapi terlambat oleh pengurus

pusat IMM yang berada di Yogyakarta atau sering ketinggalan

beberapa langkah dengan kejadian di Jakarta.33

30 Wawancara Agussalim Sitompul, 12 September 2012, Pkl

14:56 WIB. Di kediamannya jalan. Pangajabsih Sanggrahan, Condong Catur Sleman Yogyakarta.

31 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 139.

32 Ibid. hlm 149. 33 Ibid. hlm 150.

146

Menurut Slamet, sikap para pimpinan pusat IMM yang berada

di Yogyakarta yang hanya berada dibalik meja, tidak mengerti situasi

lapangan di Jakarta. Apalagi kondisi sosial-politik di Jakarta dituntut

untuk praktis dan strategis dalam berbagai negosiasi pergerakan

seperti momentum perintisan berdirinya Komite Nasional Pemuda

Indonesia ( KNPI ). Dengan demikian dalam tubuh IMM telah muncul

antara poros Jakarta sebagai poros politik dan Yogyakarta sebagai

poros ideologi.34

II ) Relasi PB HMI Jakarta Dengan HMI Cabang Yogyakarta

Pada lingkup PB HMI pasca periode kepengurusan Sulastomo

telah terpilih Nurcholish Madjid. Ia seorang aktivis HMI Ciputat yang

kuliah di Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam Fakultas Adab IAIN

Ciputat. Karena didukung kemahiran bahasa Arab dan bahasa

Inggris beserta ilmu-ilmu agama yang ia peroleh setamat Pondok

Gontor. Ia mampu memahami dan menafsirkan teks-teks literatur

agama Islam secara klasik maupun modern.

Sebagai ketua PB HMI Nurcholish memberikan atensi terhadap

lima orang anggotanya yang berada di Bandung dan Yogyakarta. Di

34 Ibid.

147

Bandung terdapat Endang Saifuddin dan Imaddudin Abdulrahim

yang loyal kepada Nurcholish karena kedalaman ilmu agamanya

sehingga menjadi basis koalisi politik Nurcholish. Sedangkan di

Yogyakarta terdapat Djohan Effendi, Manshur Hamid, dan Ahmad

Wahib yang mengkaji wacana Keislaman, kelembagaan umat,

modernisasi, sekularisasi, dan westernisasi melalui hasil-hasil

kesimpulan diskusi terbatas ( limited group ). Lalu terjadi perdebatan

antara Nurcholish dengan Djohan perihal westernisasi. Nurcholish

mengkritik Djohan dan Wahib tentang westernisasi yang memiliki

dampak negatif sebaliknya Djohan berpendapat bahwa westernisasi

untuk pengembangan mentalitas.35

Madzhab HMI Yogyakarta dengan kelompok Wahib, Djohan,

dan Dawam hingga dianggap sekuler oleh kalangan aktivis HMI

lain.36 Nurcholish sebagai ketua PB HMI berusaha moderat diantara

kategorial tersebut lalu ia menyebut poros “Jakarta-Jogja” sebagai

jalur ide dan poros “Jakarta-Bandung” sebagai jalur politik.37

35 Ahmad Gaus, Sang Pelintas Batas : Biografi Djohan Effendi (

Jakarta: Kompas-ICRP, 2009 ) hlm 72. 36 Ibid. hlm. 73. 37 Ahmad Wahib, Catatan Harian Ahmad Wahib: Pergolakan

Pemikiran Islam, Djohan Effendi & Ismed Natsir (eds.). (Jakarta: LP3ES, 1981 ), hlm. 160.

148

Kemudian Ridwan Saidi seorang pengurus HMI UI Jakarta telah

berkata kepada Hendrik ketua pusat GMKI bahwa pembaharuan HMI

dimotori oleh HMI Yogyakarta.

Nurcholish selalu memantau perkembangan diskusi di

Yogyakarta melalui laporan Sularso dan Djoko Prasodjo yaitu staf PB

HMI yang sebelumnya menjadi pengurus HMI Yogyakarta dan Badan

Koordinasi Jawa Tengah HMI ( Badko HMI Jateng ). Keduanya masih

kuliah di kota yang sama sehingga sering mondar-mandir Jakarta-

Yogyakarta dan selalu membawa hasil makalah-makalah diskusi

limited group. Oleh karena itu, Nurcholish sangat menghormati Mukti

Ali yang menjadi pembimbing diskusi limited group. Sedangkan

Sularso, Djoko, dan Dawam Rahardjo menjadi komunikator wacana

baru pemikiran Islam antara Jakarta dan Yogyakarta.38 Ditambah

pula seorang sekjen Nurcholish juga berasal dari HMI Cabang

Yogyakarta. Ialah Ahmad Muhsin dan Nurcholish sering mengadakan

kegiatan pengkaderan berjenjang HMI.

Penulis dipinjami foto dari koleksi Ahmad Muhsin ketika ia

sedang menjadi moderator dalam sebuah agenda pengkaderan HMI di

Jakarta sedang pengisinya adalah Nurcholish dan Ridwan Saidi

ditengah mejanya terdapat plakat kertas dengan identitas PB HMI.

38 Ibid, hlm. 156.

149

Tampak Nurcholish dan Ridwan mengenakan baju hem putih ala

mahasiswa beralaskan sandal sedang Muhsin mengenakan piyama

dengan sepatu boot. Mereka bertiga dihidangkan kopi hitam dan kue

oleh panitia acara.39

Nurcholish tampaknya mempertimbangkan makalah-makalah

diskusi dari Yogyakarta dengan membandingkan telaah referensi

yang ia baca. Kemudian ia menghubungkan dengan nilai-nilai

Kemodernan dan Kebangsaan dengan pengenjawantahan modul

pengkaderan HMI yang bernama Nilai Dasar Perjuangan ( NDP ).

Pada era 1968 Nurcholish telah menulis artikel di Majalah Panji

Masyarakat edisi kelima dan Mimbar Demokrasi dengan judul “

Modernisasi Ialah Rasionalisasi Bukan Westernisasi”.40

Lalu tahun 1970 Nurcholish berpidato dengan menyatakan “

Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam Dan Masalah Integrasi

Ummat”.41 Makalah ceramah Nurcholish pun dikirim melalui pos oleh

Dawam ke Yogyakarta untuk Djohan, Wahib, dan Manshur meski

39 Foto diperoleh dari koleksi Ahmad Muhsin Kamaludingrat. 40 B.J. Boland, The Struggle Of Islam in Modern Indonesia, ( The

Hague: Martinus Nijhoff-KITLV, 1971 ), hlm 221. Artikel Nurcholish juga diliput oleh redaksi Mimbar Demokrasi berdasar catatan Harian Ahmad Wahib, op.cit, hlm. 166.

41 Ibid.

150

secara formal mereka telah keluar dari HMI. Walaupun Djohan,

Wahib, dan Manshur telah keluar dari keanggotaan HMI namun

mereka tetap diminta untuk mengisi penataran kader HMI.42

Dengan pidato tersebut Nurcholish dijuluki “Natsir Muda”

karena kemahirannya dalam berpidato sehingga wawasan Islamnya

dikenal luas. Pidatonya pun banyak mengundang reaksi terutama

Mochtar Lubis yang memimpin Koran Indonesia Raya. Kemudian

Nono Makarim menjuluki Nurcholish sebagai “ the speech of the year

“ dalam Harian KAMI.43

Dengan modal penguasaan ilmu agama, sejarah dan filsafat,

Nurcholish sebagai PB HMI membawa wacana “ berfikir kembali

tentang Islam “ ( Rethinking of Islam ) dalam kewenangan dan

popularitas PB HMI, di samping itu Nurcholish membangun citra HMI

madzhab Ciputat dengan menyiapkan kader-kader HMI Ciputat

meskipun tidak secara instruktif-formal seperti Azyumardi Azra,

Komaruddin Hidayat, Atho Mudzhar, Abudin Nata, Bachtiar Effendi,

Saiful Mujani, Mulyadhi Kartanegara, Hadimulyo, Sudirman Tebba

42 Ahmad Gaus, op.cit, hlm. 75. 43 Budhy Munawar Rachman, “ Nurcholish Madjid dan

Perdebatan Islam di Indonesia “ Abdul Halim (ed). Menembus Batas Tradisi : Refleksi Atas Pemikiran Nurcholish Madjid ( Jakarta: Kompas & Universitas Paramadina, 2006 ) hlm.117.

151

hingga Zacky Siradj.44 Meskipun begitu ketetapan Nurcholish sebagai

pengurus PB HMI selama dua periode menuai protes dari HMI Jawa

Tengah dan HMI Yogyakarta termasuk Wahib dan kawan-kawan

sehingga menjadi motivasi Wahib dan Djohan untuk keluar dari

keanggotaan HMI. Karena menurut Wahib dan kawan-kawan perihal

tersebut dapat memupus kaderisasi Jawa Tengah dan Yogyakarta.45

III ) Relasi PB PMII Jakarta Dengan Aspirasi PMII Cabang

Yogyakarta

Di pihak PMII masa ini dipimpin oleh Zamroni yang menjabat

sebagai ketua Pimpinan Pusat, ia telah membawa PMII sebagai

lapisan kedua bagi PNU. Terutama wacana rederessing DPR Gotong

Royong menuju Golongan Karya ( Golkar ) beserta munculnya wadah

gabungan fungsional seperti MKGR, KOSGORO, dan PGRI. Efek

sebagai lapisan kedua bagi PNU membuat PMII mengalami degradasi

pada basis perguruan tinggi umum pada awal tahun 1970.46 Didalam

44 Wahyuni Nafis, “ Selayang Pandang HMI Cabang Ciputat

Dalam Sejarah ” dalam http://hmiciputat.tripod.com/id1.html , 23-Feb-2013, 23 : 09 PM.

45 Wawancara Chumaidi Syarif Romas, 24 Oktober 2012, Pkl

19:20 WIB. Di kediamannya jalan. Bedukan RT 5 Desa Plered, Kecamatan Plered Bantul Yogyakarta.

46 Fauzan Alfas, PMII Dalam Simpul-Simpul Sejarah Perjuangan

( Jakarta: PB-PMII,2004), hlm. 52.

152

kaderisasi anggota PMII terjadi monoloyalitas yang didominasi

anggota PMII yang hanya berasal dari kalangan IAIN.47

Pada tahap berikutnya Zamroni telah maju sebagai calon

untuk kedua kalinya melawan Hatta dalam Kongres IV PMII.48

Zamroni juga berasal dari perwakilan IAIN Ciputat yang mempunyai

basis PMII Jakarta Raya yang kuat. Ia dianggap tokoh berpengaruh

dalam pengembangan PMII apalagi ia pernah menjadi mantan KAMI

Pusat dalam skala pergerakan mahasiswa nasional.

Pada bulan Maret tahun 1970 pengurus PMII Jakarta Raya

mengadakan perkenalan calon-calon mahasiswa untuk bergabung

dalam PMII di Kantor IAIN Ciputat jalan Thamrin 42 Jakarta.49 Lalu

diadakan pertemuan antar pimpinan PMII Jakarta Raya di rumah

almarhum Zainal Arifin yang beralamat di kawasan Cikini. Dalam

pertemuan ini telah dipimpin Marhum yang menjabat sebagai

Sekretaris Umum Pengurus Pusat PMII. Ia menyatakan bahwa

urgensi membantu pelaksanaan Pemilihan Umum ( Pemilu ) yang

akan diselenggarakan tahun 1971, lalu menganjurkan kepada jajaran

47 Ibid. 48 Ibid. hlm. 53. 49 Fauzan Alfas, op.cit, hlm. 54.

153

aktivis PMII untuk membantu PNU menuju kemenangan Pemilu

1971.50 Sementara itu di pihak DPP IMM era tahun 1970 lebih

berkutat pada wacana pemberantasan korupsi, hingga Sudibyo

Markoes dan anggota IMM mengadakan audiensi kepada Presiden

Soeharto perihal pemberantasan korupsi.51

Memasuki tahun 1971 sesuai perencanaan agenda pengurus

PMII Pusat bahwa tahun sebelumnya untuk membantu PNU dalam

Pemilu. Maka dari itu, para pimpinan pusat PMII seperti Abduh

Paddare, Fahmi Dja’far, dan Hasyim Adnan tergabung dalam

Lembaga Pemenangan Pemilu NU ( LAPUNU ) hingga kekuatan dan

perhatian pimpinan pusat PMII terforsir untuk memenangkan NU.52

Oleh karena itu, menurut Fauzan Alfas bahwa aktivitas politik-

praktis pengurus besar PMII ini mudah laten sehingga ditiru para

fungsionaris PMII tingkat Cabang maupun Wilayah. Dampak politik-

praktis ini membuat PMII kalut dalam kekalahan PNU yang hanya

mendapatkan 58 kursi dari total 360 kursi.53 Maka dari itu,

memasuki tahun 1972 pengurus pusat PMII Jakarta telah

50 Ibid. 51 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 154. 52 Fauzan Alfas, op.cit, hlm. 54. 53 Ibid, hlm. 55.

154

memutuskan untuk membuat Deklarasi Independensi dari NU

maupun Pemerintah RI karena mendapat aspirasi dan rumusan dari

pengurus PMII Yogyakarta seperti Umar Basalim dan Slamet Effendy

Yusuf.54 Pada akhirnya deklarasi Independen PMII ini mengundang

pro-kontra di kalangan aktivis PMII karena aspirasi dari pengurus

NU.55

C. Koalisi Dan Mobilisasi Massa

Pasca periode kepengurusan Nurcholish sebagai PB HMI tahun

1972, jabatan ketua umum HMI telah digantikan oleh Akbar

Tandjung yang berasal dari HMI Teknik UI. Akbar Tandjung

membawa HMI sebagai pembentuk koalisi gerakan mahasiswa bekas

KAMI dengan nama kelompok Cipayung. Alasan diadakannya forum

gerakan mahasiswa di Cipayung karena daerah ini masih sejuk

dengan panorama perbukitan dan jauh dari kebisingan kendaraan di

kota Jakarta sehingga dapat konsentrasi.56 Forum Cipayung ini

54 Deklarasi ini dilaksanakan di Murnajati Lawang Malang

Jawa Timur sehingga dikenal dengan Deklarasi Murnajati. ibid, hlm. 59.

55 Lihat selengkapnya dalam. Fauzan Alfas, ibid, hlm. 59-63.

56 Wawancara Chumaidi Syarif Romas, 24 Oktober 2012, Pkl

19:20 WIB. Di kediamannya jalan. Bedukan RT 5 Desa Plered, Kecamatan Plered Bantul Yogyakarta.

155

diselenggarakan pada tanggal 20 sampai 22 Januari tahun 1972.57

Selain Akbar perwakilan dari HMI terdapat Kris Siner Key Timu

sebagai ketua Presidium PMKRI, Suryadi dari GMNI, dan Binsar

Sianipar sebagai ketua umum GMKI. Dalam forum ini yang dibahas

mengenai idealitas Keindonesiaan dan perbedaan sosial-budaya

tanah air.

Pada bulan Juli tahun 1973, terjadi koalisi pembentukan

Komite Nasional Pemuda Indonesia ( KNPI ) dan terdiri dari elemen

perwakilan pergerakan mahasiswa yang meliputi : Abdul Gafur dan

Akbar Tandjung dari HMI, Slamet Sukirnanto dari IMM, Zamroni dari

PMII, dan kawan-kawan dari pergerakan lain seperti David

Napitupulu, Sorjadi, Cosmas Batubara, Hakim Simamora dan Eko

Sukrojoyo. Mereka menjadi para perumus berdirinya KNPI dari gubug

reot berdasarkan berita Koran KNPI.58 Namun Slamet tidak ikut

menandatangani Deklarasi Pemuda 23 Juli 1973 karena ia menilai

terlalu politis sedangkan keinginan Slamet menjadi gerakan bebas

layaknya sastrawan atau seniman ketika dia merasa dapat obsesi

57 Fauzan Alfas, op.cit, hlm. 81. 58 Koran KNPI, “ Dari Gubug Reot Deklarasi Dirumuskan”, 15

Nopember 1978.

156

seni sastranya di Cikini.59 Dalam urusan organisasi KNPI ini Akbar

mulai tertarik dengan Golkar karena sering berkenalan dengan

pengurus Partai Golkar dan di pihak pengurus Golkar mereka

melihat potensi Akbar dalam pengorganisasian mahasiswa dan

pemuda. Akbar juga terpengaruh oleh pemikiran politik Nurcholish

Madjid bahwa tokoh yang punya latar belakang organisasi mahasiswa

Islam tidak lantas masuk dalam partai Islam tetapi wawasan

keislaman dan keindonesiaannya harus kuat.60

Pada bulan November tahun 1973 lima sekawan dari

perwakilan lima gerakan mahasiswa ekstra-universiter seperti HMI,

PMII, GMNI, GMKI, dan PMKRI telah beraudiensi kepada pimpinan

DPR-RI di Jakarta. Mereka ingin menyampaikan pokok-pokok pikiran

mereka perihal peringatan kepada pemerintah maupun lembaga DPR

supaya peraturan pembinaan pemuda diperjelas sesuai pasal 28 UUD

1945. Lalu dalam audiensi ini wakil ketua DPR-RI Sumiskum

membalas bahwa dengan adanya KNPI tidak berarti dibubarkannya

59 Cikini merupakan kawasan basis sastrawan dan seniman

Jakarta lalu menjadi Taman Ismail Marzuki ( TIM ). Dalam wawancara Sudibyo Markus, 4 Desember 2012, Pkl 14:03 WIB. Di Hotel Grand Kemang, Jakarta.

60 Freddy Ndolu & Albert Rebong, “ Wawancara Akbar

Tandjung ” dalam Majalah Lider, No. 4 Tahun I/15 November- 15 Desember 2012, hlm 19.

157

organisasi pemuda selain KNPI, pejabat ini mencontohkan HMI

bahwa kalo dilihat HMI memang ada dan bukan mengada-mengada.61

Dalam berita harian Sinar Harapan ini telah menampilkan foto

aktivis mahasiswa Islam yang sedang beraudiensi. Mereka terlihat

gaya perlente dengan mode baju berkerah lebar dan memakai celana

mode cut-bray.62

Pada kolom Tajuk Rencana harian Kompas tertanggal 7

Desember tahun 1973, gerakan mahasiswa ekstra-universiter

berkoalisi kembali seperti HMI, GMNI, PMKRI, PMII, GMKI, dan

SOMAL dengan menyatakan “ Memorandum Mahasiswa” dengan isi

sebagai berikut :63

1. Mengharapkan keseimbangan kepemimpinan nasional

antara ABRI, cendekiawan, dan tokoh masyarakat.

2. Mengharapkan mekanisme transparan dalam manajemen

aparatur Negara sehingga terjadi kontrol sosial.

61 Sinar Harapan. “ 5 Orgs. Mahasiswa Ekstra Temui Pimpinan

DPR ”. 2 Nopember 1973. 62 Sinar Harapan. “ 5 Orgs. Mahasiswa Ekstra Temui Pimpinan

DPR ”. 2 Nopember 1973. 63 Harian Kompas. “ Memorandum Mahasiswa ”. 7 Desember

1973.

158

3. Urgensi komunikasi sosial bagi aparatur pemerintah untuk

keterbukaan kekuasaan sekaligus kepekaan terhadap

rakyat.

Pada hari yang sama, Zamroni diwawancarai oleh wartawan

Kompas di Jakarta mengenai persiapan Kongres V PMII di daerah

Ciloto. Ia menyatakan bahwa PMII perlu memperhatikan solusi

internal keorganisasian. Zamroni mengatakan bahwa terdapat

penataan tingkat pengurus cabang yang berorientasi pada

keberadaan kampus dan penawaran fusi antar organisasi Islam.64 Ia

juga mengumumkan akan mengundang Menteri Agama, Pengurus

Partai Persatuan Pembangunan ( PPP ), dan Kepala KOPKAMTIB

dalam pembukaan Kongres PMII.

Sementara itu pada tanggal 29 Desember 1973, di pihak Akbar

Tandjung sebagai PB HMI mengumumkan kepada pers media bahwa

situasi nasional perlu diperhatikan secara serius terkait dominasi

asisten kepresidenan yang dirancang Ali Moertopo. Maka dari itu,

pihak PB HMI hanya mengharap kepada pemerintah untuk

membersihkan kalangan pembantu-pembantu kepresidenan dan

64 Harian Kompas. “ PMII Harus Berorientasi Pada Pemecahan

Permasalahan ”. 7 Desember 1973.

159

pemerintah perlu manajemen secara rasional.65 Lalu Akbar mengaku

bahwa mahasiswa hanya menjembatani kepentingan rakyat dan

pemerintah. PB HMI dibawah kepemimpinan Akbar tampaknya

mendapat rekam jejak yang aman dan menguntungkan bagi HMI

diantara berbagai posisi golongan Islam baik di struktur pemerintah

maupun sipil. Oleh karena itu, Victor Tanja kagum dengan sosok

Akbar yang memiliki bakat dalam berpolitik sesuai dengan cita-cita

Orde Baru.66 Gaya Akbar tampak necis dalam koleksi foto buku

Victor Tanja. Akbar terlihat memakai kalung dan berpakaian mode

safari maupun merokok kretek layaknya pemuda kota berstatus

aktivis mahasiswa.67

Pada situasi nasional tahun 1973 bahwa telah terjadi

faksionalisasi pemerintahan dalam menentukan kebijakan publik.

Kebijakan ini perihal penanaman modal asing dari Jepang sebesar 53

% untuk ekspor Indonesia lalu 71 % diantaranya bergerak di sektor

65 Harian Kompas. “ PB HMI Nilai Situasi Sekarang Cukup

Serius ”. 29 Desember 1973. 66 Tempo Interaktif. “ Wawancara Victor Tanja : Orde Baru

Sesuai Dengan Cita-Cita HMI ” dalam rubrik Analisa dan Peristiwa .Edisi 04/02-29/Mar/1997. Hlm 9.

67 Victor Tanja, Himpunan Mahasiswa Islam : Sejarah dan

Kedudukannya di Tengah Gerakan-Gerakan Muslim Pembaharu di Indonesia, ( Jakarta: Sinar Harapan, 1982 ), hlm. 91.

160

perminyakan, kemudian Jepang mampu memasok impor Indonesia

sebanyak 29 %.68 Pada masa ini Jepang juga memiliki industri

manufaktur yang meningkat sehingga menghambat pertumbuhan

usaha yang dikelola produsen pribumi.

Dengan Jepang mendominasi perekonomian Indonesia

membuatnya diumpamakan preman yang sering memeras harta

orang lain. Isu ini pun berkembang dengan menuding Ali Moertopo

dan Soedjono Humardhani sebagai perantara kontrak bagi investor

asing yang kebetulan juga dekat dengan presiden soal keyakinan

mistik.69 Sementara itu, pada divisi KOPKAMTIB dengan pimpinan

Soemitro telah melakukan dialog dengan para aktivis mahasiswa dan

sejumlah protes massa.

Situasi rakyat Jakarta antara 14 hingga 15 Desember tahun

1974 telah melakukan aksi pembakaran lalu kerusuhan di kawasan

Blok M dan aksi penjarahan di kawasan Glodok.70 Kemudian terjadi

68 M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (

Jakarta: Serambi,2004), hlm. 587. 69 Ibid, hlm. 588. 70 Heru Cahyono (ed), Soemitro Dan Peristiwa 15 Januari’ 74 (

Jakarta: Sinar Harapan, 1998 ), hlm. 217.

161

demonstrasi akbar yakni pembakaran dan perusakan terhadap

proyek kendaraan bermotor di Gedung Perusahaan Astra sekitar

kawasan Proyek Senen. Tuntutan utama dari demonstrasi ini adalah

slogan “ menolak dominasi modal Jepang “ kemudian lahir Tri

Tuntutan Hati Nurani Rakyat ( Tritura 1974 ).71 Tiga tuntutan

tersebut meliputi pembubaran asisten presiden ( Aspri ), turunkan

harga kebutuhan pokok, dan pemberantasan korupsi. Ketika itu

Sudibyo Markoes dan rekannya pimpinan pusat IMM mencoba

audiensi kepada Presiden Soeharto mengenai langkah-langkah

pemberantasan korupsi meski tetap tidak ada upaya tindak lanjut

dari pemerintah.72

Barisan utama penggalangan gerakan mahasiswa ini

dikoordinir oleh Hariman Siregar dari UI menuju Bandara Halim

dimana rombongan PM Tanaka Kakuei tiba dan segera menuju Istana

Negara dengan sambutan Presiden Soeharto dan sejumlah Asprinya.

Sementara itu pengurus organisasi mahasiswa eksternal seperti

GMNI, HMI, PMII, IMM, dan IMADA tingkat universitas mengadakan

konsolidasi dengan diskusi sedangkan anggota-anggota lainnya

71 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 175. 72 Ibid, hlm 178.

162

menyebar lewat barisan protokol Hariman yang sedang menuju Halim

dan Istana Merdeka. Tetapi barisan mahasiswa berbuat melewati

batas estimasi sehingga dicampuri misi oleh berbagai elemen massa

lain. Maka kekacauan ( chaos ) amuk massa pun terjadi terhadap

petinggi Negara maupun rombongan perdana menteri Jepang.

Peristiwa ini terkenal dengan akronim MALARI.

Masih pada seputar MALARI bahwa menurut arsip Departemen

Penerangan RI bahwa telah terjadi gabungan pengerahan massa

antara massa HMI yang dikelola Fahmi Idris dan massa mantan

aktivis Laskar Arif Rachman Hakim ( ARH ) yakni wadah gabungan

aktivis bekas KAMI. Menurut arsip data pengawasan Departemen

Penerangan ini telah terjadi kompromi antara Fahmi Idris dengan

Sjarnoebi Said perihal pengerahan massa demonstrasi menuju

Perusahaan Astra. Sedangkan Sjarnoebi adalah Kepala Divisi

Keamanan Perusahaan Pertamina yang memiliki Perusahaan

Kramayudha yang menjadi agen pabrik mobil Jepang Mitsubishi

Motors sehingga perlu memenangkan tender atas Jusuf yaitu salah

satu pemegang saham Perusahaan Astra yang menjadi agen tunggal

produsen mobil Jepang seperti Toyota dan Daihatsu. Menurut studi

163

ekonomi-politik bisnis otomotif yang dilakukan Ian Chalmers bahwa

Sjarnoebi Said adalah bawahan Ibnu Soetowo.73

Pada permasalahan ini sebenarnya telah terjadi rivalitas

ekspansi bisnis otomotif antara Kramayudha dan Astra. Kemudian

Sjarnoebi melibatkan Fahmi Idris dengan meminta bantuan

penggalangan massa menuju pergedungan milik Astra. Melalui Fahmi

Idris inilah yang kebetulan mantan aktivis HMI UI dan mantan

aktivis Laskar ARH.74 Hingga mereka berkoalisi massa menuju

pergedungan tersebut.

Lalu mengapa anggota-anggota HMI menerima tawaran dari

seniornya yaitu Fahmi Idris yang memiliki relasi kepada Sjarnoebi

Said. Sebab anggota-anggota HMI ketika itu membutuhkan dana

untuk pembiayaan Kongres HMI yang diselenggarakan bulan

73 Pemilik Astra adalah William Soeryadjaya yang secara

reputatif telah memenangkan kontrak Bendungan Jatiluhur melalui rekomendasi Soerjo yaitu Jenderal yang menjabat sebagai kepala bagian keuangan Komando Operasi Tertinggi ( KOTI ). Lihat Selengkapnya dalam Ian Chalmers, Konglomerasi : Negara Dan Modal Dalam Industri Otomotif Indonesia 1950-1985 ( Jakarta: Gramedia,1996 ), hlm. 184.

74 Meskipun pada akhirnya ketika Fahmi Idris menjadi alumni

HMI, ia diangkat sebagai direktur PT Kramayudha. Lihat selengkapnya dalam. Ian Chalmers, ibid, hlm. 317.

164

Februari tahun 1974. Pembiayaan tersebut meliputi konsumsi untuk

para peserta kongres dan sosialisasi kongres di media massa. Maka

dari itu, gabungan massa HMI dan mantan Laskar ARH bergerak

menuju gedung-gedung milik perusahaan Astra seperti di Jalan

Kemakmuran, Jalan Sudirman, Jalan Juanda, dan Jalan Kramat.75

Kemudian sebagai kompensasinya para mantan Laskar ARH diberi

mobil Colt Mitsubishi oleh Sjarnoebi.

Pada tanggal 16 Januari tahun 1974 pihak pengurus IMM

mengirim surat kepada Presiden Soeharto. Surat ini pertama berisi

saran penyelenggaraan referendum untuk mencari sumber

permasalahan mengenai kebijakan pemerintah. Kedua, permohonan

kepada pemerintah supaya tidak menafikan aspirasi dan idealisme

mahasiswa.76

Pasca MALARI tampaknya juga terjadi konflik antar petinggi

perwira yaitu antara Soemitro dan Ali Moertopo yang berusaha

melibatkan HMI. Ali berniat membubarkan HMI karena kebesaran

massanya. Informasi itu diterima Soemitro melalui petinggi intelijen

75 Arsip Nasional Republik Indonesia. “ Hubungan Fahmi Idris

Dengan Sjarnoebi Said”, Departemen Penerangan RI, Koleksi Marzuki Arifin No. 563.

76 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 178.

165

Soetopo Joewono. Soetopo pun berusaha supaya anggota-anggota

HMI jangan sampai terlibat oleh aksi-aksi anarkis sebab itu dapat

dijadikan dalih bagi Ali Moertopo untuk membubarkan HMI. Tetapi

bagi para pengurus HMI sendiri juga merasa tidak diprovokasi oleh

Ali Moertopo melalui infiltrasi bawahan Ali yang telah terdaftar di

keanggotaan HMI. Alangkah untungnya HMI berkat kemampuan

investigasi Nicklany yaitu seorang perwira bawahan Soetopo, ia

mampu menarik anggota-anggota HMI yang terlibat aksi anarkis di

jalanan sebagai langkah antisipatif.77 Nicklany pun membuat laporan

kepada Badan Koordinasi Intelijen Negara ( BAKIN ) bahwa HMI tidak

terlibat.

Dengan kasus MALARI ini membuat pemerintah orde baru naik

pitam terhadap gerakan kemahasiswaan. Maka dari itu, pemerintah

memutuskan kebijakan “Normalisasi Kehidupan Kampus” ( NKK ).

Konsep NKK ini menuntut tanggungjawab pimpinan perguruan tinggi

supaya memantau penuh kegiatan kemahasiswaan dengan legalisasi

perizinan dan seleksi semua jenis kegiatan kemahasiswaan. Kegiatan

kemahasiswaan juga harus terpusat melalui Badan Koordinasi

Kemahasiswaan ( BKK ) sehingga kegiatan mahasiswa mampu

77 Heru Cahyono ( ed ), op.cit., hlm. 237.

166

dipantau dan dikendalikan oleh pemerintah. Pada lapisan bawah

gerakan mahasiswa telah muncul isu “ kembali ke kampus” ( back to

campus ). Menurut wacana umum kalangan aktivis mahasiswa telah

terjadi persoalan serius dengan adanya NKK/BKK ini yaitu

menimbulkan depolitisasi dan deideologisasi para mahasiswa beserta

interaksinya didalam kampus. Apalagi dengan munculnya strategi

pemerintah dengan menetapkan “sistem kredit semester” ( SKS ) yang

membuat tekanan terhadap mahasiswa supaya dikejar batasan target

semester ( deadline limited semester ) sehingga mahasiswa cepat lulus

dan membatasi mahasiswa berkegiatan politik maupun ideologis.78

D. Pelantikan dan Program Organisasi ( Medio Era 1970-AN )

Setiap organisasi pasti memiliki ketentuan agenda tahunan

pergantian pengurus organisasi yang ditentukan oleh undang-

undang organisasi. Begitu juga dengan organisasi mahasiswa Islam

seperti HMI, PMII, dan IMM. Setiap dua atau satu tahun sekali

mereka mengadakan pergantian pengurus sesuai aturan yang telah

disepakati. Meski peraturan pemerintah NKK/BKK tetap berlangsung

78 Edward Aspinall, Opposing Suharto : Compromise,

Resistance, And Regime Change ( California: Stanford University Press,2005), hlm. 120.

167

dan semua gerakan ekstra-universiter mengkritisi kebijakan ini,

namun pergantian pengurus tingkat pusat tetap bergulir. Dengan era

tahun 1975 HMI telah dipimpin oleh Ridwan Saidi dari HMI FISIP UI.

Lalu PMII sepertinya masa kepengurusan tingkat pusatnya cukup

lama dari pergantian Zamroni menuju pelantikan Abduh Paddare.

Kemudian tingkat pusat IMM masih dipimpin oleh Rosyad Sholeh

dari IMM IAIN Yogyakarta.

Pada hasil keputusan Kongres V PMII tanggal 23-28 Desember

tahun 1973 di Ciloto telah melahirkan Manifesto Independensi.

Dengan manifesto ini diharapkan pengurus PMII jangan terlalu dalam

berurusan politik praktis. Karena berdampak dalam kepengurusan

organisasi. Maka dari itu, istilah “Pimpinan Pusat “ diganti menjadi “

Pengurus Besar” dan “ Pengurus Wilayah” diganti dengan “ Pengurus

Koordinator Cabang”. Lalu susunan pengurus baru pusat meliputi :

Abduh Paddare sebagai ketua umum dan Ahmad Bagja sebagai

sekretaris jenderal. Kemudian ketetapan susunan pengurus baru ini

berdasarkan hasil rapat formatur tertanggal 10 hingga 15 Januari

tahun 1974 di Hotel Matruh Jakarta.79

79 Fauzan Alfas, op.cit, hlm. 71.

168

Pada bulan Februari 1975 Ridwan Saidi melaporkan pidatonya

dalam Dies Natalis ke-28 bahwa HMI telah membantu bimbingan

siswa tingkat akhir disertai pendirian poliklinik oleh Lembaga

Kesehatan Mahasiswa Islam ( LKMI ) kemudian memakmurkan

mesjid-mesjid dengan pengajian yang dikoordinir Lembaga Dakwah

Mahasiswa Islam.80

Di tengah aktivitas kepengurusan Ridwan Saidi, ia melanjutkan

perkumpulan HMI yang membahas forum Cipayung dengan

mengundang Helmy Tanjung yaitu perwakilan Badan Koordinasi (

Badko ) HMI dari Sumatra Utara dan Alwaeni. Hal ini berdasar foto

yang dikoleksi Chumaidi. Terlihat Ridwan Saidi memakai kaos

bertuliskan “Holland” ketika mengisi acara sidang tersebut. Ridwan

Saidi dengan khas rambut gondrong dan kaos oblong menandakan

bahwa ia aktivis HMI sekaligus menikmati masa muda jamannya

sesuai kondisi metropolis Jakarta. Kemudian Helmy Tanjung dan Al-

Waeni juga berambut gondrong dan masa itu rambut gondrong

menjadi sebuah tren anak muda. Helmy memakai baju berkain jeans

80 Agussalim Sitompul, Pemikiran HMI dan Relevansinya

Dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia ( Jakarta: Intergrita Press,1986), hlm. 160.

169

dan Al-Waeni memakai baju bermotif garis lurus. Kemudian

Chumaidi memakai kaos ala polo atau kaos golf.81

Pada kepengurusan besar PMII Abduh Paddare telah

melakukan peneguhan Nilai Dasar Perjuangan PMII ( NDP ) dan

membentuk wadah alumni PMII.82 Sementara itu, IMM dibawah

Rosyad Sholeh dan Sudibyo Markoes lebih berkutat pada

rekontribusi forum World Assembly Youth ( WAY ) dengan program

sosialisasi keluarga berencana ( family planning ) dan proyek

pemberdayaan seratus desa binaan di Yogyakarta.83

Menjelang periode 1977 kepengurusan PMII diketuai oleh

Ahmad Bagja dan Muhyiddin Arubusman. Mereka dilantik pada

bulan Oktober di Wisma Tanah Air Jakarta. Pada periode ini program

PB PMII mengadakan penyusunan buku pedoman kader.84

81 Data diperoleh dari koleksi foto pribadi Chumaidi Syarif

Romas. 82 Fauzan Alfas, op.cit, hlm. 73-75. 83 WAY ini bermarkas di Brussels negeri Belgia dan merupakan

NGO dari PBB. WAY Indonesia telah diwakili oleh Lukman Harun yaitu seorang aktivis Pemuda Muhammadiyah. Dalam Farid Fathoni, op.cit., hlm. 171.

84 Fauzan Alfas, op.cit, hlm. 95.

170

Lokakarya penyusunan buku ini diselenggarakan bulan Februari

tahun 1979 di Jakarta.

Pada periode Bagja ini untuk pertama kali PB PMII telah

mempunyai kantor sekretariat setelah cukup lama menggunakan

fasilitas perkantoran NU.85 Implementasi independensi PMII ini

adalah memiliki kantor sekretariat sendiri yakni beralamat jalan

Salemba Tengah nomor 57 A yang terletak di wilayah Jakarta Pusat.

Kemudian PB PMII periode ini juga menerbitkan sebuah majalah kecil

atau bulletin bernama “ Generasi “ yang mampu terbit hingga edisi ke

25.86 Pendidikan pers mulai ditanamkan untuk kader PMII melalui

kreativitas penerbitan bulletin ini sehingga informasi dari segala

dinamika kepengurusan PMII nasional dapat dipantau dengan

mudah.

Pada pihak PB HMI periode 1977 telah dipimpin Chumaidi

Syarif Romas yang berasal dari HMI IAIN Yogyakarta. Pada

periodenya telah banyak mengadakan pendidikan kader dan

jurnalistik melalui Lembaga Pers Mahasiswa Islam ( Lapmi ) disertai

paduan suara ( vocal group ) yang digiatkan melalui Lembaga Seni

85 Ibid, hlm. 101. 86 Ibid, hlm. 102.

171

Mahasiswa Islam ( LSBMI ).87 Mengamati periode ini penulis telah

dipinjami koleksi foto dari Chumaidi Syarif. Foto ini menggambarkan

sebuah suasana rehat dalam rangkaian rapat PB HMI Jakarta

terlihat teman-teman Chumaidi telah memakai kaca hitam dengan

duduk bersama sambil merokok. Chumaidi sendiri sedang memakai

kaos dan teman-temannya berpose tertawa dengan kacamata hitam

dan salah satu temannya ada yang mengenakan baju batik selain

mengenakan hem.88 Teman-teman PB HMI-nya bernama Asmuni dari

Solo, Nasution dan Siregar dari Sumatra Utara.

Pada periode Chumaidi pernah diusulkan beberapa anggota

HMI telah banyak ingin mengkonsep standar busana khusus aktivis

putra dan putri HMI tetapi usulan itu ditolak oleh sebagian anggota

dengan alasan bahwa cukup dengan nilai-nilai substansi Islam saja.

Kemudian pada saat Chumaidi menyambut tamu sesama gerakan

mahasiswa yang berasal dari Malaysia bernama Persatuan

Kebangsaan Pelajar Islam Malaysia ( PKPIM ). Ia ingin menunjukkan

kepada para aktivis PKIPM bahwa masyarakat Islam Indonesia

memiliki keunikan tersendiri maka ia mengajak tamu PKPIM untuk

87 Agussalim Sitompul, op.cit, hlm. 332. 88 Data diperoleh dari koleksi foto pribadi Chumaidi Syarif

Romas.

172

berkunjung ke lokalisasi Binaria sehingga para anggota PKPIM

merasa heran dengan ajakan Chumaidi ketika tiba dan datang

melihat lokasi Binaria lalu diantara mereka saling tertawa terbahak-

bahak.89

E. Antara Pusat Dan Daerah

Pada era 1978 sampai menjelang 1985 terdapat beberapa

kebijakan pemerintah Orde Baru yang menekan gerakan mahasiswa

Islam sehingga permasalahan mereka semakin kompleks. Pertama,

agenda back to campus semakin menekan mahasiswa dengan

berusaha menghilangkan peran gerakan mahasiswa ekstra-

universiter didalam lingkup kampus. Kedua, KNPI terlalu

mendominasi elemen-elemen aspirasi gerakan mahasiswa sehingga

harus meleburkan elemen tersebut dalam satu wadah yakni KNPI

yang dikendalikan oleh pemerintah.90 Perihal ini membuat menteri

pendidikan dan menteri pemuda dibenci oleh para kalangan aktivis

mahasiswa. Ketiga, hirarki birokratisasi pemerintahan maupun

perguruan tinggi negeri dikuasai Koprs Pegawai Negeri ( Kopri ) yang

89 Wawancara Chumaidi Syarif Romas, 7 Desember 2012, Pkl

17:07 WIB. Di kediamannya jalan. Bedukan RT 5 Desa Plered, Kecamatan Plered Bantul Yogyakarta.

90 Victor Tanja, op.cit, hlm. 81.

173

dikendalikan oleh Golkar sehingga pergerakan mahasiswa Islam juga

tidak mempunyai akses aspirasi selain melakukan aksi protes.

Keempat, asas tunggal Pancasila yang harus ditaati oleh semua

organisasi politik maupun masyarakat.

Pada bulan Maret 1979 DPP IMM melakukan konferensi atau

tanwir di Jakarta. Agenda ini untuk mengkaji serangkaian tantangan

umum organisasi Muhammadiyah.91 Pertama, perihal pengembangan

organisasi amal usaha Muhammadiyah seperti koperasi, rumah sakit,

sekolah dan perguruan tinggi Muhammadiyah. Kedua, artikulasi

konsep dan makna dakwah Islam dalam politik ataupun sebaliknya.

Ketiga, menyelesaikan program-program hasil Muktamar di

Semarang. Tetapi agenda ini tidak tuntas dikarenakan perhatian

utama lebih pada perencanaan untuk menyiapkan Muktamar IMM V

bulan Oktober 1979 di Jakarta.92

Periode 1979 IMM dibawah pimpinan Zulkabir telah mengalami

kevakuman kepengurusan organisasi. Perihal ini disebabkan

komunikasi antara poros Jakarta dan poros Yogyakarta kembali

bergejolak sehingga terjadi kemampatan dalam proses negosiasi

91 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 202. 92 Ibid.

174

politik organisasi IMM. Persoalan pelik ini ditambah perbedaan

persepsi antara DPP IMM dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Pada akhirnya Muktamar V IMM telah gagal dan tidak jadi

dilaksanakan. Kevakuman kepengurusan IMM ini terjadi hingga

tahun 1986.

Tarik-menarik antara kalangan aktivis IMM Jakarta dengan

kalangan aktivis IMM Yogyakarta dikarenakan masing-masing

kelompok mempunyai argumen tersendiri. Pola sedemikian mirip

yang dialami kepemimpinan semasa Slamet Sukirnanto pada tahun-

tahun sebelumnya. Bahwa di wilayah ibukota Jakarta, suatu gerakan

mahasiswa membutuhkan strategi pengorganisasian yang efektif dan

efisien karena terdapat berbagai akses yang berasal dari elemen-

elemen pimpinan maupun institusi seperti institusi Negara maupun

institusi Masyarakat, sedangkan kalangan aktivis IMM Yogyakarta

dinilai lamban bergerak dalam menanggapi wacana nasional. Oleh

karena itu, muncul istilah dialektis dalam IMM bahwa poros Jakarta

sebagai poros politik sedangkan poros Yogyakarta sebagai poros

ideologi.93

93 Ibid, hlm. 204.

175

Pada bulan April 1981 PB PMII mengadakan Kongres VII di

Pusdiklat Pramuka daerah Cibubur.94 Pada periode ini telah terpilih

Muhyiddin Arubusman sebagai ketua umum. Ia seorang mahasiswa

dari FKK Universitas Jakarta dan terpilih karena sebelumnya

menjabat sebagai Sekjen PB PMII.95 Pada Kongres ini kalangan

aktivis PMII melakukan serangkaian pengkajian. Pertama, mengkaji

pemahaman dan praktikalisasi ajaran Aswaja yang cenderung

dipahami secara sempit supaya lebih luas dalam kehidupan sehari-

hari.96 Kedua, mengkaji sistem kuliah SKS dengan memadukan

mekanisme organisasi yang efektif.97

Pada bulan Mei 1983 DPD IMM DKI mengadakan agenda

silaturrahim nasional ( Silatnas ) di aula PP Muhammadiyah kawasan

Menteng Raya.98 Silatnas ini merumuskan rekonsiliasi

penyelenggaraan Muktamar IMM kepada pimpinan persyarikatan dan

perguruan tinggi Muhammadiyah supaya memberikan atensi dan

94 Fauzan Alfas, op.cit, hlm. 112. 95 Ibid, hlm 113. 96 Ibid, hlm 115. 97 Ibid, hlm 117. 98 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 205.

176

basis terhadap IMM dengan tujuan pembinaan kader. Perumusan ini

disetujui oleh Firdaus Abbas selaku pengurus DPD. Selanjutnya

mereka mengirim utusan sebanyak delapan anggota menuju

Yogyakarta dengan tujuan konsultasi penyelenggaraan Tanwir

kepada PP Muhammadiyah.99 Delapan anggota ini dipimpin oleh

Anwar Abbas beserta anggota yang mewakili dari berbagai daerah.

Antara tahun 1982 sampai tahun 1983 Kementerian Pemuda

dan Olahraga yang dijabat alumni HMI UI bernama Abdul Gafur

mengirimkan instruksi kepada PB HMI. Ia telah memberi kebijakan

kepada PB HMI supaya asas organisasi diganti menjadi asas

Pancasila. Pesan kebijakan penggantian asas ini harus dijalankan

ketika Kongres HMI era ini. Penggantian ini mutlak diberlakukan oleh

pemerintah Orde Baru bagi segenap Ormas di Indonesia sehingga

wacana ini terkenal dengan nama “ Asas Tunggal”. Pada opini lapisan

bawah, wacana ini mengundang pro-kontra karena menyangkut

idealisme dan identitas organisasi sehingga kalangan HMI telah

menyinggung kembali polemik Piagam Jakarta. Meski Gafur akhirnya

99 Ibid.

177

berjanji bahwa penerapan asas tunggal tidak akan sampai

menghapus identitas HMI.100

Wacana asas tunggal membuat redaksi majalah Tempo

mencium upaya pembubaran gerakan mahasiswa universiter

sehingga dijadikan isu nasional oleh media ini. Dari isu ini Hisam

Zaini yang menjabat wakil rektor III IAIN Syarif Hidayatullah telah

menyatakan bahwa gerakan mahasiswa Islam universiter seperti

HMI, PMII, dan IMM memiliki fungsi besar. Perihal ini disebabkan

mereka mampu mendidik bidang kepemimpinan didalam kampus,

karena bidang ini tidak dapat dijangkau pihak IAIN sehingga mereka

mempunyai pengaruh efektif bagi pengembangan kemahasiswaan.101

Maka gerakan mahasiswa Islam universiter dapat dijuluki sebagai

kampus kedua ( second university ) pada masa ini.

Hisam menunjukkan contoh suasana pergerakan mahasiswa

didalam kampus seperti spanduk HMI, IMM, dan PMII telah

terpampang di area sudut kampus. Pada ruang pendaftaran

mahasiswa terdapat meja kursi yang dipakai HMI untuk melayani

100 Tempo. “ Tidak, Mereka Tidak Akan Bubar ”. No.

14/Th.XIII/ 4 Juni 1983. hlm. 13. 101 Ibid, hlm 14.

178

pertanyaan para calon mahasiswa. Sementara itu, aktivis PMII dan

IMM sibuk memperkenalkan buku soal ujian masuk kepada calon

mahasiswa. Bahkan setiap calon mahasiswa disambut dengan

mendaftarkannya atau memberi tahu tatacara pengisian blanko.

Tidak hanya itu, para calon mahasiswa terkadang diajak mampir

atau menginap oleh para aktivis bagi yang belum dapat kos ke

asrama atau markas pergerakan.102 Menurut Hisam, ketiga

organisasi ini memiliki fasilitas sekretariat di komplek IAIN dan

sering menyelenggarakan bimbingan tes.

Wacana penerapan asas tunggal ini ditolak paling keras oleh

HMI Cabang Yogyakarta terhadap pemerintah maupun PB HMI

Jakarta yang masa ini diketuai Harry Azhar Aziz. Walaupun PB HMI

telah banyak diprotes oleh cabang-cabangnya namun pihak pengurus

besar tetap berpegang teguh dengan alasan keputusan hasil sidang

pleno PB HMI. Dengan landasan tersebut, PB HMI memecat dan

menutup cabang-cabang HMI yang tidak mendukung kebijakannya

seperti cabang Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung dengan

membentuk pengurus sementara atau transitif yang dilantik oleh PB

102 Ibid.

179

HMI.103 Dengan metode seperti ini telah menimbulkan perlawanan

yang bersifat sentimental terhadap PB HMI Jakarta.

Reaksi dari metode ini membuat sekelompok aktivis HMI Dagen

Yogyakarta menyatakan sikap membuat HMI Majelis Penyelamat

Organisasi ( MPO ) dengan ketetapan Islam sebagai asas

organisasi.104 Kepeloporan aktivis HMI Cabang Dagen Yogyakarta

yang mendirikan HMI MPO telah membuatnya diikuti sembilan

cabang. Sembilan cabang tersebut dimulai dari cabang Jakarta,

Bandung, Ujungpandang, Purwokerto, Tanjung Karang, Pekalongan,

Metro, dan Pinrang.105 Oleh karena pengikut pertama ( as-sabiqunal

al-awwalun ) pendirian HMI MPO adalah Cabang Jakarta maka

pendiriannya dilaksanakan di Jakarta meskipun ideologinya berasal

dari Yogyakarta.

103 Rusli Karim, HMI MPO Dalam Kemelut Modernisasi Politik Di

Indonesia ( Bandung: Mizan,1997), hlm. 131.

104 Ibid. Menurut Rusli Karim telah terdapat tiga versi penanggalan kelahiran HMI MPO. Pertama, semenjak adanya dua cabang HMI di Yogyakarta. Kedua, kelahiran HMI MPO bersamaan ketika terbitnya buku Berkas Putih yang tertanggal 10 Agustus 1986. Ketiga, Berkas Putih berisi pernyataan kelahiran HMI MPO yang tertanggal 15 Maret 1986.

105 Ibid.

180

Polemik ini akhirnya menimbulkan faksionalisasi yang bersifat

institusional disebabkan kedua kubu kurang memiliki penjagaan

stabilitas emosi karena faktor usia muda pada jenjang mahasiswa

disamping faktor-faktor eksternal seperti instruksi pemerintah Orde

Baru dan dinamika pemikiran Islam di tanah air.106 Para pendiri HMI

MPO pada awalnya tidak berniat untuk menjadi organisasi

mahasiswa yang terpisah dari hakekat HMI. Tujuan awal pendirian

MPO hanyalah sejenis komite yang ingin mengembalikan HMI kepada

asas Islam bukan Pancasila. Akan tetapi, pendirian tersebut dianggap

sebagai parsialisasi lembaga sehingga PB HMI dan HMI MPO adalah

terpisah bukan menyatu. Maka dari itu, muncul julukan PB HMI

sebagai HMI ( Dipo ) dengan maksud alamat sekretariat PB HMI yang

terletak di Jalan Diponegoro kawasan Menteng. Pada akhirnya HMI

MPO memiliki anggaran dasar, falsafah perjuangan, Garis-Garis

Besar Rekayasa Organisasi ( GBRO ), dan Pedoman Training.107

Para aktivis pendiri HMI MPO adalah Eggi Sudjana, Tamsil

Linrung, Masyhudi Muqorrobin, hingga Agusprie Muhammad. Mereka

telah terpengaruh pemikiran tokoh HMI Bandung yaitu Endang

106 Ibid, hlm. 132. 107 Ibid, hlm. 134.

181

Saifuddin Anshari dengan bukunya “ Wawasan Islam”. Sedangkan

Endang sendiri terpengaruh oleh pemikiran ulama Al-Maududi yang

membahas dari bidang pendidikan, sosial hingga politik. Maka dari

itu, HMI MPO secara definitif merupakan organisasi kader dengan

elemen dan tahapan asas perjuangan tauhid, ummah, jama’ah,

dakwah, uswah hasanah, tarbiyah, ilmiah, dasar ikhtiar, dan dasar

keimanan dengan tradisi bai’at.108

Pada periode 1986 hingga 1989 kepengurusan pusat IMM telah

disetujui di Jakarta dengan ketua umum Nizam Burhanuddin dari

aspirasi IMM Jakarta sedangkan perwakilan IMM Yogyakarta

diserahkan sepenuhnya kepada Immawan Wahyudi.109 Lalu pada

tahun 1988 sekelompok aktivis IMM Jakarta berpartisipasi dalam

pembuatan film yang menggambarkan suasana Jakarta pada tahun

1966.110 Kemudian film ini diberi judul “ Jakarta 66”. Pada koleksi

Farid Fathoni telah tampak foto sekelompok aktivis mendukung

pembuatan film ini. Mereka mengenakan jaket merah khas IMM

sedang aktivis putri tidak terlihat satupun mengenakan kerudung

108 Ibid, hlm. 135. 109 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 220. 110 Ibid, hlm. 231.

182

maupun jilbab. Mereka sedang bercanda sambil mengangkat

spanduk perihal Gestapu.111

Pada bulan September tahun 1991 ketua umum PB NU

Abdurrahman Wahid atau sapaan akrab bernama Gus Dur telah

melontarkan pernyataan unik di Wisma Suprapto Jakarta. Gus Dur

mengusulkan bahwa HMI dan PMII sebaiknya digabung saja.

Pernyataan tersebut membuat seluruh pengurus PMII gempar dalam

agenda sarasehan generasi muda NU. Argumen Gus Dur

menyampaikan perihal tersebut dikarenakan PMII dan HMI

mempunyai asas yang sama yakni Pancasila dan sama-sama

mahasiswa Islam maupun independen. Menurut Gus Dur, anggota

HMI ternyata banyak anak-anak tokoh NU. Gus Dur menambahkan

pernyataannya seperti dikutip dari dokumentasi Fauzan Alfas :

“ Para pengurus HMI sekarang ini 60 % anak-anak NU”. Mereka

menguasai semua jajaran kepengurusan HMI, dari daerah sampai

tingkat pengurus besar seperti ketua umum PB HMI Yahya Zaini

adalah putra tokoh NU Gresik.112

111 Data foto didapat dari koleksi dokumentasi pembukuan.

Farid Fathoni, ibid, hlm. 231. 112 Fauzan Alfas, op.cit, hlm. 143.

183

Gagasan Gus Dur ini akhirnya dibahas dalam Kongres PMII

bulan Oktober tahun 1991. Iqbal Assegaf sebagai ketua PB PMII

masa ini memberi komentar “ tidak mungkin PMII melebur dalam

HMI meski keduanya sesama organisasi Islam sebab PMII memiliki

paradigma homogen yaitu Ahlu Sunnah Wal Jama’ah sedangkan di

HMI lebih condong liberal karena mereka mewadahi mahasiswa Islam

dengan berbagai alirannya, lalu PMII secara keislaman menganut

pandangan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah pada lingkup ini saja telah

berbeda”.113 Iqbal juga menambahkan bahwa jika HMI dan PMII akan

difusikan sebaiknya semua Ormas Islam bukan hanya HMI dan

PMII.114

Pada era 1980 hingga 1998 para alumni mantan aktivis HMI

semakin kuat pada tingkat pemerintahan, Parpol, LSM dan Ormas

sehingga mereka yang ingin reorganisasi memilih bergabung kembali

pada Korps Alumni HMI ( KAHMI ) atau Ikatan Cendekiawan Muslim

Indonesia ( ICMI ) yang didirikan pada bulan September tahun 1990

oleh insinyur mesin yang menjabat sebagai menteri riset dan

113 Ibid, hlm. 145. 114 Ibid.

184

teknologi yaitu Bacharuddin Jusuf Habibie.115 Sedangkan KAHMI

dipengaruhi oleh Mar’ie Mohammad yaitu seorang alumni HMI yang

menjabat sebagai menteri keuangan sekaligus memiliki relasi dengan

ICMI.116 Dengan demikian HMI dan berbagai kalangan muslim

birokrat telah dekat dengan Presiden Soeharto. Hingga HMI diejek

sebagai “ satpam kekuasaan “ pada level pergerakan mahasiswa

karena Soeharto memberi sambutan dalam pembukaan kongres

HMI.117

Hubungan KAHMI terhadap HMI ini terkadang membuat rumit

setiap langkah lokal maupun nasional yang ingin dicapai HMI

meskipun hubungan KAHMI sebatas aspiratif dan historis saja

namun kenyataannya tidak bebas nilai sesuai dengan permintaan

115 ICMI sebagai kekuatan sipil Islam memiliki dua lembaga

sebagai ujung tombak intelektual kelas menengah yaitu Centre for Information and Development Studies ( CIDES ) sebagai lembaga penelitian dan Republika sebagai pers media massa. M.C.Ricklefs, Op.Cit, hlm. 632-633.

116 Edward Aspinall, “ The Indonesian Student Uprising 1998 “ Arief Budiman, Barbara Hatley & Damien Kingsbury (eds.). Reformasi : Crisis And Change in Indonesia ( Clayton: Monash Institute, 1999 ) hlm. 221.

117 Dicky Yanuar, “ Gerakan Mahasiswa 1998 Di Jakarta Pasca

Jatuhnya Rezim Orde Baru : Studi Kasus Forkot, FKMSJ, Dan HMI “. Tesis Program Pascasarjana Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia. 2005. hlm. 115.

185

kuasa alumni sebagai senior terhadap juniornya. Perihal ini

disebabkan didalam organisasi KAHMI ternyata kepentingannya tidak

homogen dalam sebuah tujuan pergerakan.118

Sesungguhnya strukturasi alumni menjadi dilemalitas bagi

HMI apalagi ketika Akbar Tandjung berusaha memperbaiki reputasi

Golkar. Didukung sederet alumni dibelakang Habibie yang telah

masuk birokrasi pemerintah seperti Fahmi Idris, Ekky Syachruddin,

Marwah Daud, Adi Sasono, dan Dewi Fortuna Anwar.119

F. Kompleksitas Akhir Orde Baru

Sesungguhnya masa akhir Orba merupakan ekspresi luapan

masyarakat sipil dimana pada tahun-tahun sebelumnya telah

dibungkam aspirasi-aspirasi mereka oleh oknum purnawirawan AD

yang menjabat sebagai birokrat pemerintah, hingga mereka memiliki

akses komando terhadap penggunaan senjata dengan metode

militeristik.

118 Prasetyantoko, Gerakan Mahasiswa Dan Demokrasi

Indonesia ( Jakarta: Yayasan HAM & Supremasi Hukum,2001), hlm. 130-131.

119 Vedi Hadiz, “ Contesting Political Change After Soeharto “

Arief Budiman, Barbara Hatley & Damien Kingsbury (eds.). Reformasi : Crisis And Change in Indonesia (Clayton: Monash Institute, 1999) hlm. 193.

186

Pada bulan Mei tahun 1998 krisis moneter ( krismon ) telah

menimpa ekonomi nasional sehingga pihak pemerintah patut

dituntut dengan berbagai kompleksitas problemnya. Problematika

nasional itu terdiri dari meningkatnya inflasi dan pengangguran,

penekanan asas tunggal ( sole principle ) disertai kasus-kasus

korupsi, kolusi, dan nepotisme ( KKN ) yang menimpa pemerintah.120

Reaksi gerakan mahasiswa atas problematika nasional tersebut

telah terbagi menjadi dua tuntutan reformasi. Gerakan mahasiswa

sayap kanan seperti HMI, IMM, dan Kesatuan Aksi Mahasiswa

Muslim Indonesia ( KAMMI ) hanya mempunyai aspirasi reformasi

konstitusional sedangkan gerakan mahasiswa bentukan sayap kiri

seperti Forum Kota ( Forkot ) dan Forum Komunitas Se-Jabotabek (

FKMSJ ) menginginkan reformasi total untuk seluruh struktur

pemerintahan.121 Aliansi sayap kanan ( right wing ) adalah pro

Habibie sedangkan sayap kiri ( left wing ) adalah kontra Habibie yang

menginginkan pembersihan pejabat Orba dari segala hirarki

pemerintahan ( Regime Cleansing ). Meski terjadi perbedaan aspirasi

120 Tino Saroengallo, “ Gerakan Mahasiswa Di Indonesia 12

Mei-17 Desember 1998 “. Documentary Video Record Jakarta Media Syndication. 1999.

121 Dicky Yanuar, op.cit, hlm. XVI.

187

pada tingkat pergerakan mahasiswa namun Soeharto tetap menjadi

musuh bersama ( Common Enemy ) dengan segala aparatnya. Maka

dari itu, muncul tuntutan “ Adili Soeharto dengan berbagai kroninya”

pada level permukaan.

Pada situasi ekspektasi nasional, setiap golongan rakyat Indonesia

telah memiliki figur tokoh reformasi yang mendeklarasikan di daerah

Ciganjur sehingga dikenal dengan “ Tokoh Ciganjur”.122 Tokoh-tokoh

Ciganjur ini masing-masing memiliki pengaruh terhadap gerakan

mahasiswa Islam. Representasi Islam tradisional seperti PMII tentu

patuh kepada Gus Dur sedangkan representasi Islam modernis

seperti HMI, IMM, hingga KAMMI memiliki figur Amien Rais.123

122 Tokoh-tokoh Ciganjur tersebut adalah Gus Dur, Amien

Rais, Megawati Soekarnoputri, dan Sri Sultan Hamengkuwono X. Fadjrul Falaakh, “ Islam And The Current Transition To Democracy Indonesia “Arief Budiman, Barbara Hatley & Damien Kingsbury (eds. ). Reformasi : Crisis And Change in Indonesia ( Clayton: Monash Institute, 1999 ) hlm. 207.

123 Pada konteks ini sesungguhnya terjadi pola perbedaan kepemimpinan penggalangan massa antara Islam tradisional dan Islam modernis. Basis konsolidasi PMII yang berlatar-belakang massa NU memiliki penggalangan massa yang sangat kolektif karena berdasar ketaatan kepada pimpinan ulama. Sedangkan pada Islam modernis perihal ketaatan mustahil terjadi karena Amien Rais hanya menjadi figur sementara menjelang era reformasi. Hal ini disebabkan kolektivitas yang berbentuk loyalitas sangat minim daripada kemampuan rasionya sehingga mudah sekali untuk berpecah atau mengambang.

188

Kemudian Megawati sebagai representasi pengikut Soekarno

sedangkan Sri Sultan Hamengkubuwono sebagai figur rakyat

Jawa.124

Dari keseluruhan massa itu, secara kolektif menuju gedung

parlemen DPR RI untuk menyuarakan semua tuntutan sisanya

menyebar pada sudut-sudut kota Jakarta. Massa PMII mengusung

aspirasi dan tuntutannya menuju gedung MPR.125 Sedangkan massa

sayap kiri bersama HMI berpindah-pindah dari titik pertemuan jalan-

jalan protokol di Jakarta seperti Bunderan HI, Pancoran, Kawasan

Sudirman, dan Monas.126

Pada koleksi video rekaman dokumenter yang diurutkan oleh Tino

Saroengallo bahwa terdapat cuplikan video yang berisi sekilas orasi

124 Arief Budiman, “ The 1998 Crisis : Change And Continuity

in Indonesia “ Barbara Hatley & Damien Kingsbury (eds.). Reformasi : Crisis And Change in Indonesia (Clayton: Monash Institute, 1999) hlm .47.

125 Fajrul Falaakh, op.cit, hlm. 204. 126 Tino Saroengallo, “ Gerakan Mahasiswa Di Indonesia 12

Mei-17 Desember 1998 “. Documentary Video Record Jakarta Media Syndication. 1999.

189

HMI. Pada rekaman video ini sekelompok HMI dengan oratornya

mendendangkan lagu atau yel-yel ejekan terhadap rezim Orba.127

Pada rekaman video tersebut nampak orator HMI mengenakan

kaos oblong warna hitam yang tertulis ungkapan penyesalan yakni “

Besok Kiamat”. Dengan menyatakan sikap ungkapan diatas memakai

pengeras suara atau lebih dikenal megaphone. Lalu teman-temannya

tampak mengawal sang orator dan yang lain mengenakan selempang

maskot HMI kemudian mengibarkan bendera HMI sambil

memekikkan yel-yel “ Hidup Mahasiswa”.128

127 Tino Saroengallo, “ Gerakan Mahasiswa Di Indonesia 12

Mei-17 Desember 1998 “. Documentary Video Record Jakarta Media Syndication. 1999.

128 Tino Saroengallo, “ Gerakan Mahasiswa Di Indonesia 12 Mei-17 Desember 1998 “. Documentary Video Record Jakarta Media Syndication. 1999.

190

BAB V

Gerakan Mahasiswa Islam Di Yogyakarta Masa Orde Baru

A. Dari Kebaktian Sosial Hingga Reaktualisasi Pemikiran Islam

Memasuki tahun 1966 pihak pengurus pusat IMM telah

mengadakan peningkatan aktivis putri IMM yang bernama Up

Grading Immawati.1 Dari penataran ini muncul gagasan untuk

membentuk wadah keputrian bagi aktivis putri IMM yang bernama

Korps Immawati. Pada era ini gerakan terkenal IMM adalah “ turun

ke bawah” ( Turba ) dengan membentuk lembaga kekaryaan seperti

Korps Kesehatan dan Korps Seni-Budaya. Korps Kesehatan IMM

sering mengadakan program pos klinik kesehatan masyarakat, lomba

bayi sehat dan khitanan massal.2 Perihal ini disebabkan terdapat

aktivis IMM yang studi di Fakultas Kedokteran UGM seperti Sudibyo

Markoes dan Mohammad Arif sehingga mendapat akses pengetahuan

dalam setiap pengadaan kegiatan kesehatan masyarakat.

1 Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh

Enam Tahun IMM 1964-1990 ( Surabaya: Bina Ilmu,1990), hlm. 166. 2 Wawancara Sudibyo Markoes, 4 Desember 2012, Pkl 14:03

WIB. Di Hotel Grand Kemang, Jakarta.

191

Kemudian Korps Seni Budaya dengan ketua Syamsu Udaya

pernah mengadakan pagelaran seni kolaborasi dengan Teater Muslim

milik pengusaha produsen Tempe yaitu Pedro Sudjono di Gedung

Bhakti Jalan Yudonegaran.3 Koprs Seni Budaya IMM menampilkan

paduan suara ( vocal group ) sebagai pembukaan lalu disusul dengan

pertunjukan drama dan teaternya. Agenda ini dalam momen

penyambutan anggota baru.

Pada era ini anggota IMM bukan berasal dari basis kampus

melainkan masih berasal dari basis kampung, dengan tingkat

kecamatan disebut kelompok. Di Yogyakarta misalnya yang

termasyhur adalah IMM Kelompok Gondomanan dan IMM Kelompok

Pakualaman. Sedangkan dikampus IMM hanya memiliki lembaga

perwakilan semisal jika di Yogyakarta seperti Perwakilan IMM UGM

dan Perwakilan IMM IAIN.4

Lalu yang terjadi di HMI IAIN Yogyakarta era 1966 adalah

sering mengadakan apel massa di Alun-Alun Utara dalam

3 Wawancara Syamsu Udaya Nurdin, 20 Oktober 2012, Pkl

09:35 WIB. Di Kediamannya Perum Griya Kencana Permai, Blok D2, N0.13, Sedayu, Yogyakarta.

4 Wawancara Rosyad Sholeh, 9 Oktober 2012, Pkl 10:00 WIB.

Di Kantor Badan Pembina Harian ( BPH ), Rektorat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Jalan Lingkar Barat Ringroad Tamantirto Kasihan Bantul.

192

penyambutan anggota baru.5 Rangkaian agenda apel ini disusul

dengan jalan rute panjang secara bersama ( long march ) hingga

menuju Klaten. Dari Klaten naik kereta api menuju Solo kemudian

kembali ke Klaten dengan angkutan truk dan terakhir jalan kaki

kembali menuju Yogya. Para anggota HMI disuruh mengenakan topi

kukusan yang terbuat dari bambu kemudian dicat warna hijau

bertuliskan HMI dengan meneriakkan yel-yel ala HMI. Ketika masa

ini anggota HMI masih terdaftar tiap rayon yakni dengan basis

kecamatan seperti rayon Gondomanan yang diikuti Susilaningsih.

Pada era 1966 ini moda transportasi dalam mobilitas

pergerakan mahasiswa menurut Syamsu Udaya dan Susilaningsih

adalah menggunakan sepeda kayuh dengan model berbentuk hewan

unta sehingga dijuluki dalam bahasa Jawa dikenal sepeda ontho.

Jika beramai-ramai atau secara bersama dalam jumlah banyak,

mereka menyewa truk atau mobil kap terbuka atau dikenal mobil

pick-up.

Antara tahun 1967 hingga akhir tahun 1971 terdapat diskusi

jaringan aktivis HMI Yogyakarta yang bernama Lingkaran Diskusi

Limited Group yang dibimbing oleh Mukti Ali. Seorang doktor Ilmu

5 Wawancara Susilaningsih Kuntowijoyo, 29 September 2012, Pkl 10:49 WIB. Di Kantor Dosen PAI, Fakultas Tarbiyah, Jalan Laksda Adisucipto Sapen IAIN SUKA Yogyakarta.

193

Perbandingan Agama IAIN Yogyakarta. Forum diskusi ini diadakan

setiap Jumat sore di rumah dinas Mukti Ali. Yakni didalam Komplek

IAIN Sunan Kalijaga Demangan.6 Penggiat utama dari diskusi ini

adalah Ahmad Wahib yang mendokumentasikan kesimpulan berbagai

diskusi Limited Group melalui pikiran-pikirannya yang dituangkan

melalui catatan hariannya. Ahmad Wahib adalah aktivis HMI

Fakultas Ilmu Pasti dan Alam ( FIPA ) UGM. Ia berasal dari Sampang

Madura dan tinggal di asrama mahasiswa Realino Katolik.

Selain Ahmad Wahib terdapat penggiat-penggiat HMI

Yogyakarta seperti Dawam Rahardjo dari HMI Fakultas Ekonomi

UGM dan Djohan Effendi dari HMI Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga.

Mereka bertiga sering berdiskusi dengan mengundang para

akademisi, wartawan, seniman dan senior HMI seperti Syu’bah Asa,

Saifullah Mahyudin, Kuntowijoyo, Rendra, Muin Umar, Kamal

Muchtar, Simuh, dan Wadjiz Anwar.7 Sedangkan para senior HMI

seperti Deliar Noer, Nono Makarim, Lafran Pane, Pranarka, Sutrisno

Hadi, Sudjito, dan Karkono. Karena sering mengundang tokoh-tokoh

6 Mukti Ali , “ Kata Pengantar: Ahmad Wahib : Anak Muda

Yang Bergulat Dalam Pencarian” dalam Catatan Harian Ahmad Wahib: Pergolakan Pemikiran Islam, Djohan Effendi & Ismed Natsir (ed ) (Jakarta: LP3ES, 1981 ), hlm. 1.

7 Ibid.

194

akademisi maka mereka mendapat akses untuk mengundang para

peneliti asing seperti Boland, Bakker, Niels Mulder, dan James

Peacock.8

Pada forum diskusi terbatas ini yang dibincangkan adalah

masalah kebudayaan, keagamaan, teologi, ideologi, politik, dan

institusi-institusi masyarakat yang berpengaruh di Indonesia.

Diskusi ini adalah forum bebas, kritis, dan reflektif sehingga tidak

heran jika Wahib menulis refleksi atau renungan permasalahan

masyarakat dalam catatan hariannya terutama di tahun 1966 hingga

1973.9

Pada era 1967-1968 forum ini mendalami wacana-wacana

sekularisasi, modernisasi, dan westernisasi. Wahib menyebutkan

pasca Gestapu yakni pikiran aktivis HMI Yogyakarta memasuki sikap

kritis yang punya ide bahwa wacana modernisasi dianggap perlu

dalam Islam. Dengan begitu para pimpinan HMI Jawa Tengah dan

Yogyakarta terpecah menjadi dua antara yang kontra modernisasi

maupun yang pro modernisasi. Pada saat itu Dawam tidak setuju

dengan wacana tersebut sedangkan Djohan dan Manshur Hamid

8 Ibid, hlm. 2. 9 Djohan Effendi & Ismed Natsir ( ed ) , Catatan Harian Ahmad

Wahib: Pergolakan Pemikiran Islam (Jakarta: LP3ES, 1981 ), hlm. 13-14.

195

adalah yang setuju perihal tersebut. Wahib menilai Djohan dan

Manshur lebih liberal daripada Dawam, Sularso dan Djoko yang

menempati staf PB HMI.10 Djoko dan Sularso adalah mantan

pengurus HMI Yogyakarta yang diangkat menjadi staf PB HMI perlu

mondar-mandir Jakarta-Yogya karena masih kuliah di Yogyakarta.11

Kedua orang ini jika tiba di Yogyakarta selalu mengadakan diskusi-

diskusi.12

Pertengahan tahun 1967 Djohan Effendi menjadi pemantik

diskusi berjudul “ Islam Bukan Ideologi”.13 Ia menulis paper diskusi

tersebut bersama penggiat pusat IMM yang juga aktivis HMI seperti

Amien Rais dan Mochamad Arief. Paper Djohan tersebut telah dibawa

Sularso ke Jakarta, Dawam juga bilang bahwa terdapat kesimpulan

baru tentang Islam.14 Menurut Wahib, awal tahun 1968 konsep

diskusi terbatas ( limited group ) sudah mulai hilang karena

pesertanya dari berbagai kalangan termasuk dari non-muslim. Dan

10 Ahmad Wahib, Catatan Harian Ahmad Wahib: Pergolakan Pemikiran Islam, Djohan Effendi & Ismed Natsir (ed). (Jakarta: LP3ES, 1981 ), hlm. 149.

11 Ibid. 12 Ibid. 13 Ibid, hlm. 150. 14 Ibid.

196

hubungan HMI Yogyakarta dengan HMI Jateng mulai membaik

karena pewacanaannya telah diterima beberapa pimpinan. Ketika

bulan Oktober 1967 Wahib diundang sebagai pengisi training

organisasi Islam yang tergabung dalam Amal Muslimin DIY.15 Dia

menyampaikan perihal wacana Islam bukan ideologi, serentak

memicu reaksi kontroversi dari para peserta kemudian langsung

dijembatani oleh Mukti Ali sebagai pembina.

Wacana “Modernisasi” mulai diterima oleh PB HMI Jakarta

pada pertengahan 1967, berkat Sularso dan Djoko yang mondar-

mandir Jakarta-Yogyakarta. Tetapi Wahib diberi prasaran oleh PB

HMI Jakarta supaya jangan menggunakan kata “ modernisasi”.16

Semenjak itu, Wahib memikirkan bahwa wacana sekularisasi sebuah

keharusan sedangkan wacana sekularisasi-westernisasi adalah

kekhawatiran.17 Sementara itu, pada tahun yang sama Djohan

terlihat jatuh cinta kepada Sholichah. Seorang aktivis Korps-HMI-

Wati ( KOHATI ) bagian Keputrian yang tinggal di Purwokerto. Namun

sikap Djohan menjadi pendiam jika bertemu dengan Sholichah.

Meski surat-menyurat dengan alasan terdapat acara HMI di

15 Ibid. 16 Ibid, hlm. 151. 17 Ibid.

197

Kaliurang.18 Menurut Sholichah, Djohan termasuk tipe pria yang

rumit membedakan antara surat cinta dengan nota pemberitahuan

HMI.

Berdasar souvernir kenang-kenangan Kohati yang berbentuk

plakat bendera mungil. Beberapa souvernir ini dikoleksi Siti Hadiroh

ialah aktivis putri Kohati HMI di Fakultas Sastra UGM era 1968

hingga 1969. Bahwa Kohati Cabang Yogyakarta telah mengadakan

serangkaian kegiatan penataran tentang keputrian HMI. Dimulai dari

penataran “Senior Course” pada tanggal 4 sampai 12 Mei tahun 1968

di daerah Kraguman Klaten. Lalu tanggal 9 hingga 13 September

tahun 1968 Kohati mengadakan peningkatan ( upgrading ) sekretariat

dan reuni mantan sekretaris di daerah Mlangi. Kemudian tanggal 24

sampai 29 April tahun 1969 upgrading kesekretariatan Kohati di

daerah Berbah.

Akhir tahun 1967 hingga 1969 terdapat perbedaan faksi dalam

tubuh HMI selain Masyumi. Antara PB HMI Jakarta yang lebih

cenderung ke PNI dan HMI Cabang Yogyakarta yang cenderung PSI.

Perihal itu masing-masing ada alasannya. PB HMI tidak suka dengan

PSI disebabkan ketakutan terhadap nilai-nilai sekular dan

18 Ahmad Gaus, Sang Pelintas Batas : Biografi Djohan Effendi (

Jakarta: Kompas-ICRP, 2009 ) hlm. 83-84.

198

westernisasi sedangkan HMI Yogyakarta lebih tertarik PSI karena

model pengkaderannya berorientasi menuju pengembangan rasio.19

Pada tahap berikutnya PB HMI menilai HMI Cabang Yogyakarta

bahwa tidak punya akar rumput atau basis massa HMI Yogyakarta

sangat sedikit. Maka dari itu, Djohan dan Manshur selalu

menyebarkan perlunya sedikit personil tetapi kreatif ( creative

minority ) untuk menentang penilaian PB HMI Jakarta. Menurut

Wahib, pada masa ini HMI mempunyai dua kutub yaitu antara kutub

Yogyakarta dengan kutub Jakarta. Jakarta dengan representasi figur

Nurcholish beserta koalisi yang mendukungnya yaitu grup Bandung

seperti Endang dan Saifuddin karena tulisan “Islamisme” ala

Nurcholish sedangkan HMI Cabang Yogyakarta dengan figur Djohan

dan Manshur karena wacana sekularisasi dan westernisasi. Pada

akhirnya diskursus wacana di HMI Yogyakarta perlahan ke HMI

Jakarta. Hingga Nurcholish sebagai ketua PB HMI menyatakan “ jalur

19 Nurcholish Madjid diamati Wahib sebagai pribadi yang tidak

suka dengan PSI. Ia lebih dekat dengan faksi Sukiman-Yusuf Wibisono yaitu tokoh Masyumi yang dekat dengan PNI. Ia tidak suka dengan PSI karena Natsir-Roem-Sjafruddin yang beraliran sosial-demokrat.Bahkan Nurcholish pernah menulis artikel “ Tiada Maaf Bagi Mereka Yang Pernah Bekerjasama dengan PSI “. Lihat dalam Ahmad Wahib, op.cit, hlm. 159-160.

199

Jakarta-Yogya adalah jalur ide sedangkan jalur Jakarta-Bandung

adalah jalur politik”.20

Pada bulan Februari tahun 1969, Djohan mulai terbuka dan

formal perihal sekularisasi dalam penataran kader HMI di Kaliurang

sehingga ia banyak mendapat kecaman dari para peserta.21 Pada saat

itu Dawam belum menunjukkan sikap setuju perihal sekularisasi.

Djohan menjadi pemantik dalam sebuah front pertentangan

pendapat. Sejak masa perkaderan tersebut, Wahib dan Djohan

menjadi lawan bagi aktivis HMI yang menentang westernisasi-

sekularisasi. Kedua aktivis ini bahkan dianggap tidak berhak menjadi

kader HMI oleh Salman Karim, Imaddudin, dan Endang yaitu

kelompok HMI Bandung.22 Anggapan tersebut membuat Wahib

menjadi kecewa hingga suatu saat menulis catatannya dengan judul

“ Sikap Dasar Kaum Intelektual Islam” sambil menulis puisi dalam

catatan hariannya tertanggal 14 Agustus 1969.23

20 Ibid, hlm. 160. 21 Ibid. hlm. 151. 22 Ibid. hlm. 28. 23 Bait-bait puisi Ahmad Wahib terdapat pada lampiran. ibid,

hlm. 34.

200

Pada telaah catatan Wahib berikutnya adalah menarik

dikarenakan sebelum Wahib keluar dari keanggotaan HMI, selain ia

punya kebiasaan menulis renungan problematika umat Islam dan

HMI. Setidak-tidaknya dari tiga catatan ini yang dimaksud editor

sebagai “ Catatan Pergolakan Pemikiran Islam” atau reaktualisasi

pemikiran Islam dengan judul-judul catatan sebagai berikut : “ Diam-

diam Kita Menganut Sekularisme”, “ Nilai-nilai Lama dan Baru”, “

Haruskah Aku Memusuhi Mereka Yang Bukan Islam Dan Sampai

Hatikah Tuhan Memasukkan Mereka ke Dalam Neraka ?”.24

Pada catatan Wahib tertanggal 30 September 1969. Ia dan

Djohan menyatakan keluar dari keanggotaan HMI. Wahib pun

memberikan sebuah memo yang berjudul “ Memorandum

Pembaharuan dan Kekaderan”.25 Harapan terakhir Wahib adalah

bahwa pimpinan HMI tidak perlu memikirkan dia dan Djohan keluar

dari HMI akan tetapi memikirkan penyebab dua orang aktivis ini

keluar dari organisasi.26

Menurut Chumaidi bahwa keluarnya Wahib dan kawan-kawan

karena Nurcholish telah menetapkan dua periode untuk tetap

24 Catatan pemikiran Ahmad Wahib . ibid, hlm. 37-39. 25 Ibid. hlm. 44. 26 Ibid. hlm. 45.

201

menjadi ketua umum HMI pada kepengurusannya sehingga menurut

penilaian Wahib dan kawan-kawan perihal tersebut dapat memupus

kaderisasi Jawa Tengah dan Yogyakarta.27 Perihal ini menurut

Chumaidi disebabkan Badan Koordinasi HMI Jawa Tengah dan HMI

Cabang Yogyakarta telah mencalonkan Tawangalun sebagai Ketua PB

HMI dari periode kedua Nurcholish sesungguhnya menjadi giliran

Tawangalun.

B. Nuansa Pengkaderan Akar Rumput

Masih pada era 1968 hingga 1969 Siti Hadiroh menggiatkan

Kohati HMI hingga tingkat Cabang Yogyakarta. Hadiroh mengkader

adik angkatannya yang bernama Widi Saebani, Susilaningsih, Hartati

Badawi, dan Herly Uswatun Khasanah. Kohati semasa Hadiroh

mempunyai program organisasi seperti penataran kepemimpinan

perempuan, sosialisasi peran perempuan dalam rumah tangga

maupun karir, dan penataran persiapan menjelang pernikahan.28

Aktivis busana Kohati semasa Hadiroh masih memakai rok dan

memakai kerudung tetapi belum ada istilah jilbab. Untuk pemakaian

27 Wawancara Chumaidi Syarif Romas, 24 Oktober 2012, Pkl 19:20 WIB. Di kediamannya jalan. Bedukan RT 5 Desa Plered, Kecamatan Plered Bantul Yogyakarta.

28 Wawancara Siti Hadiroh Ahmad, 24 Oktober 2012, Pkl 16:35 WIB. Di Kediamannya Kauman Gondomanan, Kompleks Masjid Besar Alun-Alun Utara, Yogyakarta.

202

kerudung juga dibebaskan. Dan beberapa aktivis putri yang hanya

mengenakan kebaya Jawa ( jarik ) dengan motif batik termasuk

Hadiroh dan Wasilah dari Lembaga Dakwah HMI di Farmasi UGM.

Sedangkan aktivis putranya seperti layaknya mode mahasiswa era

1960an yaitu memakai baju atau biasa disebut hem dan memakai

celana berkain drill. Kecuali pada agenda organisasi HMI para

pimpinan HMI memakai selempang bergaris warna hijau-hitam

dengan songkok hitam.29

Kebiasaan kalangan aktivis HMI Yogyakarta dikala senggang

selalu makan jajan bersama seperti lotisan atau makan lotis

bersama.30 Mereka sering berkumpul secara kolektif di basis-basis

rayon seperti Gondomanan atau Jetis sedangkan markas pusatnya

berada di Sekretariat HMI Yogyakarta terkenal di daerah Dagen pada

masa ini.31 Menurut Chumaidi, sekretariat HMI di daerah Dagen yang

29 Wawancara Siti Hadiroh Ahmad, 24 Oktober 2012, Pkl 16:35

WIB. Di Kediamannya Kauman Gondomanan, Kompleks Masjid Besar Alun-Alun Utara, Yogyakarta.

30 Lotis yaitu jajanan pencuci mulut berupa buah-buahan

dipadu dengan sambal bumbu gula Jawa yang telah diracik. Dalam Wawancara Siti Hadiroh Ahmad, 24 Oktober 2012, Pkl 16:35 WIB. Di Kediamannya Kauman Gondomanan, Kompleks Masjid Besar Alun-Alun Utara, Yogyakarta.

31 Wawancara Siti Hadiroh Ahmad, 24 Oktober 2012, Pkl 16:35

WIB. Di Kediamannya Kauman Gondomanan, Kompleks Masjid Besar Alun-Alun Utara, Yogyakarta.

203

terletak dekat dengan daerah Sosrowijayan ini milik dokter

Baghowi.32 Dia adalah seorang dokter sekaligus dosen kedokteran

UGM.

Semasa Hadiroh menjadi aktivis, HMI sering mengadakan

pelatihan kader sembari rekreasi di daerah pinggiran sekitar

Yogyakarta seperti Kaliurang, Brosot dan Muntilan. Lalu sering

mengadakan kegiatan kesenian seperti Paduan Suara dengan

komunitasnya bernama Pecinta Musik Muslim Yogyakarta di

kawasan Kotabaru yaitu rumah Widi Saebani. Kemudian juga

mengadakan teatrikal atau drama untuk penutupan Masa

Penerimaan Calon Anggota HMI ( Maperca HMI ).33

Semasa Hadiroh model hubungan percintaan sesama aktivis

adalah saling menjodohkan antar teman kalangan HMI atau istilah

bahasa Jawa disebut dipacokke atau dijodohkan lewat gosip humor

ala mahasiswa. Menurut Hadiroh karena terdapat proses bersama-

32 Wawancara Chumaidi Syarif Romas, 24 Oktober 2012, Pkl

19:20 WIB. Di kediamannya jalan. Bedukan RT 5 Desa Plered, Kecamatan Plered Bantul Yogyakarta.

33 Wawancara Siti Hadiroh Ahmad, 24 Oktober 2012, Pkl 16:35

WIB. Di Kediamannya Kauman Gondomanan, Kompleks Masjid Besar Alun-Alun Utara, Yogyakarta.

204

sama menjalani kegiatan secara bersama hingga interaksi yang terus-

menerus menimbulkan perasaan cinta atau dalam peribahasa Jawa

disebut witing tresno jalaran kulino. Maka dari itu, terdapat pasangan

aktivis yang langgeng menjalani pernikahan seperti Hadiroh sendiri

dengan Ahmad Muhsin Kamaludiningrat, Makmuri dengan Izanah,

Djohan dengan Sholichah dan Sugiat dengan Ummu Hanim

sedangkan di HMI Jakarta seperti Mar’ie Mohammad dengan Etik

Syuhada.34 Pola seperti ini tidak hanya terjadi di HMI tetapi juga di

IMM seperti Djasman Al-Kindi dengan Elida Bustami dan Zulkabir

dengan Siti Romlah.35

Di pihak pergerakan IMM Yogyakarta era 1969 telah

menyelenggarakan Konferensi Nasional ( Konfernas ) perihal

konsolidasi organisasi dan kaderisasi beserta diskusi permasalahan

umat Islam masa ini.36 Kemudian menetapkan sistem pengkaderan

berjenjang dengan tingkat dasar, madya, dan paripurna. Kesemua ini

34 Wawancara Siti Hadiroh Ahmad, 24 Oktober 2012, Pkl 16:35 WIB. Di Kediamannya Kauman Gondomanan, Kompleks Masjid Besar Alun-Alun Utara, Yogyakarta.

35 Wawancara Rosyad Sholeh, 9 Oktober 2012, Pkl 10:00 WIB.

Di Kantor Badan Pembina Harian ( BPH ), Rektorat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Jalan Lingkar Barat Ringroad Tamantirto Kasihan Bantul.

36 Farid Fathoni, op.cit, hlm. 144.

205

dengan landasan filosofi sahabat Nabi yang rumahnya dipakai pada

awal dakwah Islamisasi dengan nama Darul Al-Arqom.

Pada Konfernas IMM ini juga telah merancang jenjang malam

keakraban ala IMM yang bernama Masa Kasih Sayang ( Makasa ).37

Makasa ini bersifat low profile sehingga menurut Farid Fathoni tidak

terkesan perpeloncoan mahasiswa baru. Malangnya pada penutupan

Konfernas IMM ini telah wafat K.H Badawi sehingga acara

pementasan Ketoprak Kalimasyada IMM terpaksa dibatalkan

kemudian diganti acara berkabung.38 Farid Fathoni telah menyimpan

koleksi foto-foto dari Konfernas III IMM di Yogyakarta.

Pada foto pembukaan Konfernas terlihat para peserta IMM

antusias dengan mengenakan jas dan dasi ala busana Barat dipadu

dengan songkok lalu disambut dengan paduan suara ( vocal group )

barisan putri dengan busana kebaya Jawa dipadu dengan

kerudung.39Pada Konfernas ini Kasman Singodimedjo memberikan

37 Ibid. hlm. 145. 38 Ibid. 39 Ibid. hlm. 146.

206

ceramah.40 Kemudian pada foto terakhir tampak Amien Rais sedang

memimpin salah satu sidang Konfernas.

Di pihak kepengurusan IMM Pusat telah terpilih Mohammad

Arif sebagai ketua Pembinaan Immawati ( Keputrian IMM ). Ia berasal

dari kelompok IMM Yogyakarta bernama Suwalby.41 Keterpilihan Arif

ini dalam momen Musyawarah Nasional ( Munas ) ke III yang berada

di Yogyakarta. Periode era 1971 dianggap oleh kalangan IMM sebagai

periode pengembangan organisasi dengan reformasi sistem

persidangan organisasi seperti Konferensi Cabang ( Konfercab )

diubah menjadi Musyawarah Cabang ( Muscab ) disertakan

penetapan Mars Lagu IMM dan Hmyne IMM. Farid Fathoni juga telah

menyimpan koleksi foto-foto dari Munas III IMM. Pada foto pertama

nampak spanduk Munas III IMM telah terpasang di kompleks Masjid

Agung Yogyakarta. Pada bagian foto kegiatan Munas tahun 1971

nampak Djasman mengenakan jas dan dasi ala busana Barat dengan

menemani Sudibyo Markoes. Lalu Rosyad Sholeh terlihat menulis

surat-menyurat organisasi dengan menggunakan mesin ketik dan

foto Amien Rais berbincang dengan pimpinan Muhammadiyah yaitu

40 Data deskripsi foto didapat dari koleksi dokumentasi

pembukuan. Farid Fathoni, ibid, hlm. 146. 41 Ibid, hlm 158.

207

Djarnawi Hadikusumo. Disusul dengan pengurus putri tingkat pusat

IMM seperti Elida Bustamy dan Siti Romlah keduanya mengenakan

busana kebaya Jawa dan kerudung. Terakhir, yakin foto-foto

berbagai peserta Munas III yang datang dari berbagai daerah seperti

Bali, Jateng, Lampung, Jakarta kemudian berkumpul bersama di

Yogyakarta. 42

Pada tingkat propinsi, DPD IMM DIJ telah dilantik dengan

ketua Rusli Beslik untuk periode 1971 hingga 1974. Pada informasi

ini terlihat foto agenda pelantikan pengurus. Para pengurus putra

pada mengenakan baju putih lengkap dengan dasi lalu setelan celana

kantoran dan beberapa mereka ada yang memakai songkok hitam

sedangkan pengurus putri mengenakan busana kebaya Jawa dengan

kerudung.43

Pengurus PMII Cabang Yogyakarta mengundang Nurcholish

untuk mengisi Pembukaan Penataran Kader PMII yang bernama

Mapraba. Dalam penataran kader PMII yang diadakan awal tahun

42 Data deskripsi foto didapat dari koleksi dokumentasi

pembukuan. Farid Fathoni, ibid, hlm. 159-162. 43 Suara Muhammadiyah.“ Mengislamkan Umat Islam Kembali

”. Edisi 8/1971. hlm. 9.

208

1970 ini, para aktivis PMII menganggap Nurcholish telah tersesat.44

Karena penyebaran artikel Nurcholish yang berjudul “ Modernisasi

Bukan Westernisasi” dalam Mimbar Demokrasi telah mengundang

perhatian terhadap Muhammadiyah dan NU. Pimpinan

Muhammadiyah merasa tidak diakui gerakan pembaharuannya.

Sedangkan pimpinan NU menganggap Nurcholish telah mengabaikan

keyakinan Islam ( aqidah ).

Aktivis PMII Yogyakarta pada tahap berikutnya seperti Umar

Basalim dan Slamet Effendy telah berperan dalam merumuskan

Deklarasi Independensi PMII dari NU dan Pemerintah RI karena

kekalahan PNU pada Pemilu 1971 yang hanya mendapat 58 kursi

dari 360 kursi.45 Kemudian dampak Malari di Jakarta membuat

gerakan mahasiswa ekstra-universiter di Yogyakarta terkena tekanan

kebijakan NKK/BKK hingga beberapa fakultas di UGM telah digrebek

44 Ibid. hlm. 167. Peneliti mengakui kekurangan dalam penulisan gerakan PMII dari era 1966 hingga 1970 karena tidak ditemukan sumber atau catatan yang memuat gaya hidup gerakan PMII di Yogyakarta dari era tersebut kecuali dari catatan harian Ahmad Wahib. Perihal ini disebabkan peneliti hanya punya akses bertemu dan mewawancarai mantan pengurus PMII Yogyakarta yang aktif dari tahun 1979 hingga 1992 seperti Fajrul Falaakh, Gus Masrur, dan Hamdan Daulay.

45 Pelaksanaan Deklarasi Independensi PMII berada di

Murnajati Lawang Malang Jatim sehingga terkenal dengan Deklarasi Murnajati. Fauzan Alfas, PMII Dalam Simpul-Simpul Sejarah Perjuangan ( Jakarta: PB-PMII,2004), hlm. 55-59.

209

oleh sejumlah aparat, setidaknya pengawasan aparat terhadap

gerakan mahasiswa hingga era 80-an.46

Meski kebijakan NKK/BKK menekan tetapi program-program

organisasi mahasiswa tetap berjalan apa adanya. Demikian dengan

pengurus IMM dengan melaksanakan program pemberdayaan “ 100

Desa” daerah Gunung Kidul yang dipimpin oleh Syamsu Udaya

hingga ia mendapat jodoh dari salah satu desa di Gunung Kidul.47

Pada periode kepengurusan Zulkabir era 1977, IMM telah

mengadakan kajian undang-undang Keormasan Pemuda dalam

agenda Mukerstudi yang berada di Kaliurang. Dalam kajian tersebut

mereka menganggap KNPI terlalu dominatif dalam mewakili aspirasi

generasi pemuda.

46 Wawancara Fajrul Falaakh, 29 Oktober 2012, Pkl 12:30

WIB. Di Kantor Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Jalan Sosio-Yustisia Bulaksumur UGM Yogyakarta.

47 Slamet Sukirnanto, “ Mas Tris Yang Saya Kenal “ Ali Taher

Parasong & Sudar Siandes (ed). Biografi Sutrisno Muhdam (Jakarta: Pemuda Muhammadiyah, 2000) hlm. 49.

210

C. Serba-Serbi HMI Komisariat IKIP

Pada penelusuran gaya gerakan mahasiswa Islam tahun 1975

penulis telah dipinjami serangkaian koleksi foto kegiatan HMI

Komisariat Fakultas Keguruan Ilmu Ekonomi ( FKIE ) dan Fakultas

Keguruan Ilmu Sosial ( FKIS ) IKIP Yogyakarta yang mendapat dari

alumni HMI bernama Said Tuhuleley. Said terdaftar menjadi anggota

HMI IKIP tahun 1974 lalu aktif hingga tahun 1982. Said sendiri

termasuk kelompok alumni angkatan Basic Training ( Batra ) HMI

yang bernama Sambu 3.

Pada foto era 1975 terdapat agenda pembukaan Rapat

Tahunan Anggota ( RTA ) HMI FKIE. Pada foto ini menggambarkan

Said sedang berdiskusi dengan tiga orang temannya. Said pada masa

ini masih berambut gondrong dengan hem berwarna putih dan

berkerah lebar. Sedangkan temannya yang berada di tengah memakai

hem kotak-kotak lengan panjang dan pemakai kacamata hitam yang

sedang ditaruh diatas meja. Kemudian temannya yang sebelah kanan

memakai kacamata dan mengenakan jas putih mirip busana Elvis

Pressley. 48

48 Data deskripsi foto didapat dari koleksi pribadi Said

Tuhuleley.

211

Pada foto kedua era 1975 beberapa aktivis HMI IKIP ikut

berpartisipasi dalam agenda pelantikan Senat Mahasiswa FKIS. Said

dengan temannya sebagai tamu undangan. Nampak Said

mengenakan selempang kebesaran HMI dipadu dengan setelan jas.

Lalu temannya juga mengenakan busana mirip Said hanya

mengenakan songkok dengan atribut HMI berwarna hijau-hitam.

Tampak teman yang duduk di sebelah Said sedang menikmati rokok

sambil bergurau dengan Said. Sementara teman lainnya terlihat

dalam mengenakan celana berwarna putih lengkap dengan setelan

jas dan nampak mengenakan alas kaki sepatu pantopel berwarna

hitam.49

Pada foto ketiga terlihat dengan beberapa temannya

mengadakan audiensi dengan Direktur Kemahasiswaan Departemen

Pendidikan. Nampak Said dan teman-temannya mempunyai mode

rambut gondrong dan salah satu teman Said terdapat aktivis putri

yang duduk dibelakang Said. Tampaknya pada era 1975 aktivis putri

belum mengenakan jilbab tetapi berbusana baju dengan terusan rok

panjang.50

49 Data deskripsi foto didapat dari koleksi pribadi Said

Tuhuleley. 50 Data deskripsi foto didapat dari koleksi pribadi Said

Tuhuleley.

212

Pada foto keempat terlihat HMI IKIP mengundang Emha Ainun

Najib atau dengan sapaan akrab Cak Nun. Emha mengisi pembacaan

sajak dalam agenda HMI Korkom IKIP yang bertema “ Gelora

Kebangkitan Islam “. Pada foto kelima terdapat kenangan agenda

memperingati Hari Besar yakni Isra’ Mi’raj yang diadakan HMI IKIP.51

Pada foto keenam telah menggambarkan kegiatan dalam

rangka Milad HMI tahun 1975. Aktivis Kohati HMI IKIP mengadakan

lomba tenis meja seperti Latifah dan Nisa dan tampak teman mereka

sedang fokus bermain tenis meja, sedang yang lainnya menonton

temannya yang sedang bermain. Dari foto keenam ini tampak alami

karena semua aktivis putri tidak mengenakan kerudung maupun

jilbab. Seperti ala kadarnya mereka memakai kaos olahraga atau

kaos oblong dengan terusan rok pendek. Mungkin supaya lebih luwes

dalam bermain tenis meja. Kemudian dibelakang Latifah terlihat

kendaraan motor model Vespa sedang diparkirkan depan sekretariat

HMI. Tampaknya motor Vespa menjadi alat transportasi kalangan

mahasiswa era 1975.52

51 Data deskripsi foto didapat dari koleksi pribadi Said

Tuhuleley. 52 Data deskripsi foto didapat dari koleksi pribadi Said

Tuhuleley.

213

Pada foto selanjutnya yang menggambarkan seorang aktivis

HMI bernama Zainal telah berpose di Candi Borobudur pada tahun

1976. Pada foto ini Zaenal tampak mengenakan celana cut-bray

model hingga sepatunya tertutupi oleh celananya. Model hem juga

mirip dengan Said yaitu berkerah lebar dan ketat, tampaknya ini

menjadi mode pemuda era 1970-an.53

Pada foto terakhir telah menggambarkan Said dan teman-

teman aktivis HMI bertamasya ke suatu pantai Yogyakarta. Said

ditemani oleh Arifin, Lutfiah, Dewi, dan Afid. Para aktivis putra

mengenakan kaos oblong sambil membawa jaket dipadu celana cut-

bray dengan pantopel. Sedangkan dua aktivis putri mengenakan hem

lalu ada yang memakai rok maupun celana cut-bray dan sama sekali

tidak mengenakan kerudung maupun jilbab.54

Pada serba-serbi kegiatan HMI IKIP Karangmalang era 1976-

1978 telah begitu jelas karena penulis menemukan sumber

peninggalan berupa majalah HMI IKIP bernama “ Bulletin Sosio HMI”.

Bulletin ini diterbitkan oleh HMI Komisariat FKIS-IKIP Yogyakarta

dibawah pimpinan redaktur Abbas disertai anggota tim redaksinya

53 Data deskripsi foto didapat dari koleksi pribadi Said Tuhuleley.

54 Data deskripsi foto didapat dari koleksi pribadi Said

Tuhuleley.

214

seperti Bachrum, Rusli Karim, Aan Istianah, Sudirdjo, Qomarrudin,

Muhibbah, Wiryatno, dan Yekti Suwarni. Alamat markas redaksi ini

berada di Demangan GK 11/64 Yogyakarta. Pada konten dari Bulletin

ini tertera laporan keuangan kebutuhan organisasi setiap bulan

misalnya pada bulletin edisi No.1/Th.IV/1976 telah menyampaikan

bahwa saldo keuangan bulan April sebanyak Rp.35.000,00 ditabung

pada Bank BNI 1946. Kemudian sumber keuangan HMI IKIP ini

berasal dari sumbangan para alumni, anggota HMI yang menerima

beasiswa Supersemar dan PDK, dan iuran para aktivis HMI.55

Pada rubrik utama Bulletin Sosio edisi ini memuat berbagai

berita dan informasi seperti perkenalan Basic Training ( Batra )

sebagai pelatihan formal dengan landasan NDP HMI dan teknik

latihan berpidato yang ditulis Muhibbah sebagai Ketua HMI FKIS.

Bahkan Muhibbah mengakui tertarik HMI ketika acara Batra di

daerah Benik Kulonprogo.56

Lalu terdapat artikel tentang “ Pandangan Islam Terhadap

Wanita Yang Sedang Haid” yang ditulis oleh senior HMI bernama Sri

55 Bulletin Sosio HMI. “ Neraca Keuangan HMI KOM FKIS

Bulan April 1976 ”. No. 1/Th.IV/1976. hlm. 14. 56 Bulletin Sosio HMI. “ Batra Sebagai Training Formil

Himpunan Kita ”. No. 1/Th.IV/1976. hlm. 23.

215

Rohmajidah.57 Di rumah Sri Rohmajidah yang berada di Kotagedhe

ini sering diselenggarakan Batra HMI. Kemudian terdapat info

seputar pengajian pengurus HMI yang bertempat di rumah alumni

HMI bernama Abdul Gafur di daerah Kotagedhe.58

Selanjutnya terdapat rubrik sajak atau puisi, Dapur Kohati,

info alumni HMI IKIP, dan berita duka. Pada rubrik sajak ini

tampaknya anggota HMI mendapat aktualisasi diri melalui seni sajak

ataupun puisi seperti contoh sajak yang dikarang Sani Asyrof tahun

1976 dengan judul “ Roda Zaman “.59

Pada halaman terakhir terdapat rubrik “ Dapur Murah Kohati”

yang berisi info bahan masakan, cara-cara memasak dan

menghidangkan sebuah masakan. Pada contoh rubrik ini terdapat

57 Bulletin Sosio HMI. “ Pandangan Islam Terhadap Wanita

Yang Sedang Haid ”. No. 1/Th.IV/1976. hlm. 15. 58 Bulletin Sosio HMI. “ Pengajian Pengurus”. No.

1/Th.IV/1976. hlm. 26. 59 Bait-bait puisi terdapat pada lampiran kolom B No. III.

Bulletin Sosio HMI. “ Roda Zaman ”. No. 1/Th.IV/1976. hlm. 33.

216

tips memasak jajanan Arem-Arem yang dikirim dari Sri Rohmajidah

dengan diakhiri kata “ Selamat Mencoba”.60

Pada edisi Bulletin Sosio bulan Oktober-Nopember tahun 1977

telah memuat pergantian kepengurusan redaksi dari semula Abbas

diganti oleh Hidayat Dalimunthe. Abbas pun mengungkapkan

renungannya selama menjadi pemimpin redaksi dalam rubrik

laporan utama sebagai bentuk perpisahan. Kemudian seperti biasa

terdapat rubrik “ Puisi-Puisi Sosio” dengan penulis anggota HMI

bernama Irin Syafrein Effendyus.61

Pada edisi ini juga memberitakan serangkaian kegiatan

komisariat HMI FKIS pada bulan-bulan Oktober dan Nopember tahun

1977 dalam rubrik “ Varia Komisariat “. Rubrik ini berisi berita

kegiatan komisariat seperti rekreasi komisariat yang diadakan

tanggal 24 Nopember di daerah Kopeng dan Bandungan, pelaksanaan

bimbingan tes mahasiswa baru, diskusi komisariat dengan topik “

Peranan HMI di Perguruan Tinggi, kabar alumni HMI yang akan

60 Bulletin Sosio HMI. “ Dapur Kohati ”. No. 1/Th.IV/1976.

hlm. 39. 61 Bait-bait puisi terdapat pada lampiran. Bulletin Sosio HMI.

“ Puisi-Puisi Sosio”. No. 3-4/Th.V/1977. hlm. 26.

217

belajar ke Amerika, pengumuman Bachrum sebagai ketua Korkom

HMI, pengumuman nama utusan ke tingkat HMI Cabang, dan kabar

aktivis HMI yang baru saja lulus S1.62

Pada edisi Bulletin Sosio bulan Desember tahun 1977 telah

berganti formasi kepengurusan redaksional meskipun beberapa ada

yang tetap. Pemimpin redaktur dijabat oleh Hidayat Dalimunthe

sedangkan ketua umum HMI IKIP FKIS dijabat oleh Edy Sumarno.

Tim redaksi yang baru seperti Sani Asyrof, Al-Alimi, Zaenuri, Lestari,

Bukhori, Suwarni, Sri Gunarsih, dan Munir dengan dikawal redaktur

yang lama seperti Rusli Karim.

Edisi bulletin ini lebih memperkenalkan tentang HMI dengan

judul “Ini Lho HMI” telah terpampang disampul halaman depan. Pada

rubrik utama lebih melaporkan Pekan Diskusi pada bulan Juli tahun

1977 dengan tema reorientasi arah perjuangan HMI. Sebagai pengisi

diskusi ini ialah Makmuri Mukhlas seorang dokter alumni HMI

dengan Hasan Bauw dan Zainal Abidin dari perwakilan HMI Cabang

Yogyakarta. Makmuri mengingatkan bahwa HMI jangan sampai

megalomania tetapi sebagai pemersatu umat Islam dengan

62 Bulletin Sosio HMI. “ Varia Komisariat”. No. 3-4/Th.V/1977.

hlm. 28-29.

218

mencontohkan Nurcholish Madjid dan Ridwan Saidi yang menjabat

fungsionaris PPP, kemudian Zainal Abidin lebih mencontohkan

kekalahan HMI di pemilu mahasiswa UGM karena angkuh dan

ekstrimis tidak menghayati aspek perbedaan mahasiswa di

kampus.63 Pada rubrik berikutnya, editor Rusli Karim juga telah

menulis artikel perihal anjuran ibadah puasa sunnah hari Senin atau

Kamis sehingga para mahasiswa muslim mampu menahan hawa

nafsu mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Pada rubrik selanjutnya telah memuat berita-berita komisariat

seperti pelaksanaan rapat anggota bertempat Sekretariat HMI yang

beralamat di Dagen 16, apresiasi anggota HMI yang berprestasi,

pengumuman agenda Batra HMI di Medari Sleman yang diikuti 61

peserta, pengumuman Intermediate Training HMI di Godean,

Pertemuan Vimalia yaitu sebuah nama kelompok alumni Batra HMI

dan diadakan di Masjid FKT IKIP, pengumuman utusan upgrading

kesekretariatan dan Kohati, kemudian terakhir tentang agenda

63 Bulletin Sosio HMI. “ Laporan Utama : Mempertanyakan

Kembali Arah Perjuangan HMI ”. No. 5/Th.V/1977. hlm. 9.

219

pendidikan pers mahasiswa Islam dan terdapat sesuatu kejutan bagi

yang menjadi peserta.64

Pada edisi Bulletin Sosio bulan November tahun 1978 berisi

editorial kritik terhadap pengurus besar HMI di Jakarta dengan judul

“ Ironi Buat PB HMI”. Ironi ini disebabkan Erwin Syahril sebagai juru

bicara pengurus besar menyatakan sepihak dengan mendukung

Kongres KNPI yang dibiayai pemerintah sehingga melupakan aspirasi

berbagai komisariat HMI yang merupakan basis konstituen HMI.

Padahal permasalahan sesungguhnya bagi komisariat HMI adalah

KNPI selalu memproklamirkan diri sebagai organisasi pemuda yang

paling legal sehingga aspirasinya terlalu mendominasi elemen

pergerakan pemuda yang lain.65 Maka dari itu, KNPI dianggap

memonopoli suara dan aspirasi generasi muda yang ternyata

ditelusuri merupakan organisasi yang dibina Golkar.66

Pada rubrik selanjutnya yang memberitakan serangkaian

kegiatan HMI FKIS-IKIP. Seperti pengajian Kohati di Masjid Jenderal

64 Bulletin Sosio HMI. “ Berita-Berita Komisariat ”. No.

5/Th.V/1977. hlm. 26-27. 65 Bulletin Sosio HMI. “ Ironi Buat PB HMI ”. No.

8/Th.VI/1978. hlm. 2. 66 Ibid.

220

Sudirman komplek Kolombo yang diisi dosen IAIN bernama Elida.67

Pengumuman Batra di Prambanan yang diketuai Muslich

Hasibuan.68 Pengumuman utusan komisariat HMI FKIS ke tingkat

Cabang dengan nama-nama seperti Ngadirin Setiawan dari

Departemen Kader, Syamsul Hidayat dari Biro Logistik, Lukman

Hakiem dari LPMI, Zaenuri dari Departemen Study, dan Sri Gunarsih

dari Kohati.69

Pengumuman latihan drama setiap hari Jumat sore di

sekretariat HMI Korkom yang beralamat jalan Mrican Gang Sambu

3.70 Pengumuman jadwal ceramah busana yang diadakan oleh Kohati

HMI FKIS IKIP yang berada di Gang Sambu 3.71 Pendaftaran

pendidikan pers di Gang Sambu 3.72 Kemudian terakhir adalah reuni

antar kelompok alumni Batra HMI IKIP seperti BGC Palapa ( 1976 ),

67 Bulletin Sosio HMI. “ Varia Komisariat ”. No. 8/Th.VI/1978.

hlm. 20. 68 Ibid. 69 Ibid.

70 Ibid. 71 Bulletin Sosio HMI. “ Varia Komisariat ”. No. 8/Th.VI/1978.

hlm. 21. 72 Ibid.

221

Vimalla Zampang ( 1977 ), dan Mredo Group. Agenda reuni ini

diadakan di Gang Sambu 3.73

Pada tahun 1978 teman-teman kelompok HMI Said beramai-

ramai menonton film bersama mahasiswa lainnya dengan judul “

Braga-Stone “ di halaman kampus IKIP. Tampak mereka sedang asyik

menonton sekaligus menanggapi film tersebut dilengkapi nuansa

humor sedangkan mahasiswa putri berada dibelakang barisan

mahasiswa putra.74 Dari segi penggambaran busana mereka, terlihat

ada yang memakai hem maupun kaos oblong dipadu dengan celana

cut-bray lalu salah satu dari mereka ada yang sedang merokok. Lalu

teramati mode rambut gondrong lengkap dengan kacamata dan jam

tangan di sebelah lengan tangan kiri tampak sedang diminati oleh

mahasiswa putra. Sedang mahasiswa putri tampak mengenakan

busana terusan rok.

73 Ibid.

74 Data deskripsi foto didapat dari koleksi pribadi Said

Tuhuleley.

222

D. Konsistensi Pergerakan Di Tengah Berbagai Tekanan Dan

Tantangan

Implementasi kebijakan NKK/BKK dalam situasi lingkup di

UGM membuat gerakan mahasiswa ekstra-universiter telah

kehilangan basis utamanya. Berbagai spanduk atau brosur

organisasi ekstra sudah tidak tampak lagi pada masa ini. Hal ini

menimbulkan perubahan aktivitas mahasiswa menjadi unit-unit

kegiatan berorientasi minat dan hobi seperti olahraga, kesenian,

kerohanian, dan keilmuan.75 Terutama berbagai jenis kesenian dan

keolahragaan telah banyak diminati oleh kalangan mahasiswa.

Hingga pada tahun ini tiba-tiba gerakan mahasiswa ekstra-

universiter seperti HMI, GMNI, PMII, dan IMM telah bergabung pada

unit kerohanian Islam atau Lembaga Dakwah Kampus ( LDK ) yang

sama yaitu Jama’ah Shalahuddin.76

Pada pihak kalangan IMM Yogyakarta telah terjadi polemik

dengan kalangan IMM Jakarta sehingga menyebabkan Muktamar V

75 Bambang Purwanto, Djoko Suryo, Soegijanto Padmo (eds.),

Dari Revolusi ke Reformasi : 50 Tahun Universitas Gadjah Mada ( Yogyakarta: Pusat Studi Pariwisata UGM, 1999), hlm. 118.

76 Ibid, hlm. 118.

223

IMM tahun 1979 telah gagal dilaksanakan. Akibat negosiasi yang

tidak kunjung menemukan persetujuan antara kedua belah pihak.

Meskipun telah terjadi polemik seperti ini, para aktivis IMM

Yogyakarta mempunyai argumen tersendiri dibanding dengan aktivis

IMM Jakarta. Argumen ini ialah bahwa IMM Yogyakarta ingin

mempertahankan identitas IMM sebagai gerakan dakwah Islam dan

eksponensi mahasiswa Islam dalam Muhammadiyah sehingga perlu

penjagaan orientasi konsentris di Yogyakarta.77

Menurut Rosyad Sholeh polemik ini bukan soal perebutan

jabatan kedudukan organisasi IMM melainkan hanya ingin menjaga

kemurnian Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam sehingga

jika posisi IMM berkedudukan pusat berada di Jakarta maka aspek

politik mempengaruhi misi ideologis tersebut, pola konflik Jakarta-

Jogja ini tidak hanya terjadi di IMM tetapi dari seluruh angkatan

muda Muhammadiyah maupun pimpinan pusatnya.78 Oleh karena

itu, telah muncul istilah dialektis dalam IMM masa ini bahwa poros

77 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 203. 78 Wawancara Rosyad Sholeh, 9 Oktober 2012, Pkl 10:00 WIB.

Di Kantor Badan Pembina Harian ( BPH ), Rektorat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Jalan Lingkar Barat Ringroad Tamantirto Kasihan Bantul.

224

Jakarta adalah poros politik sedangkan poros Yogyakarta adalah

poros ideologi.79

Pada era 1981 PMII Cabang Yogyakarta telah dipimpin Fajrul

Falaakh. Seorang aktivis PMII yang studi di Fakultas Hukum UGM.

Pada periodenya PMII sering mengadakan pentas seni dalam

menyambut anggota baru di Yogyakarta. Pentas seni PMII ini

diadakan Gedung Mandala Wanitatama ataupun Aula Pamungkas

yang berisi pertunjukan drama, teatrikal, dan seni musik berupa

grup band.80 Lalu Fajrul dengan segenap kalangan PMII Yogyakarta

secara basis epistemik intelektual bergabung dengan tokoh PB NU

yaitu K.H. Abdurrahman Wahid atau dengan sapaan akrab bernama

Gus Dur. Koalisi gagasan Gus Dur ini membentuk Forum Demokrasi

( Fordem ) dengan gabungan rohaniawan, akademisi maupun

wartawan seperti Marsillam Simanjuntak, Mangunwijoyo, Magnis

Suseno, Sutanjung dan Rahman Tolleng.

Pada aspek selanjutnya Fajrul menceritakan bahwa alat

transportasi semasa ini adalah sepeda motor dan angkutan umum

79 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 204.

80 Wawancara Fajrul Falaakh, 29 Oktober 2012, Pkl 12:30

WIB. Di Kantor Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Jalan Sosio-Yustisia Bulaksumur UGM Yogyakarta.

225

seperti bus dalam kota. Fajrul sendiri sering naik semi bus yang

datang dari arah Prambanan menuju Yogyakarta.81 Pada aspek

penggambaran busana aktivis Islam era 1980-an menurut

keterangan Fajrul Falaakh bahwasanya pada aktivis putri telah

terjadi pergeseran mode dari kebaya menuju Malaysianan yaitu

sejenis duster terusan.82 Lalu tetap mengenakan kerudung atau

mukena namun memakai penutup rambut semacam tudung atau

ciput. Kemudian pada busana aktivis putra bahwa pemakaian celana

cut-bray telah beralih menjadi celana jeans atau celana kain

kantoran.

Pada era 1982 para aktivis PMII di IAIN Yogyakarta semasa

Masrur Ahmad melakukan serangkaian kegiatan organisasi seperti

diskusi informal sambil nongkrong dan menghisap kretek tanpa

batas waktu. Syarat pengadaan diskusi jika ada uang saku untuk

jajan bersama-sama hingga meninggalkan jadwal kuliah. Bahkan ia

mengaku pada masanya, aktivis PMII yang putra adalah perokok

81 Wawancara Fajrul Falaakh, 29 Oktober 2012, Pkl 12:30

WIB. Di Kantor Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Jalan Sosio-Yustisia Bulaksumur UGM Yogyakarta.

82 Wawancara Fajrul Falaakh, 29 Oktober 2012, Pkl 12:30

WIB. Di Kantor Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Jalan Sosio-Yustisia Bulaksumur UGM Yogyakarta.

226

semua tidak ada aktivis PMII yang bukan perokok. Tema-tema

diskusi yang dibicarakan adalah bagaimana bermasyarakat,

menggerakkan masyarakat, dan memprovokasi masyarakat.83 Masrur

mengadakan diskusi bersama teman-teman kelompoknya seperti

Muhaimin Iskandar, Sastra Juanda, dan Fajrul Falaakh.

Lalu dia bersama teman-temannya melakukan aksi

demonstrasi “bubarkan Golkar” di jembatan sungai Gadjah Wong

hingga Masrur ternyata sadar telah memprotes bapaknya sendiri

yang masih menjabat fungsionaris Golkar. Kemudian di lingkungan

komplek IAIN, PMII masa ini sering menyelenggarakan pentas seni

ala santri selain sebagai kegiatan rekreatif seperti gambus dan

kasidahan beserta seni musik seperti band “ Al-Jamiah”.84

Semasa Masrur menjadi aktivis, PMII IAIN sering mengunjungi

( sowan ) atau silaturrahim kepada ulama atau para Kyai NU

Yogyakarta seperti Kyai Ikhya’ di Tempel, Kyai Qomari Kyai Mukhti

83 Wawancara Gus Masrur, 8 Agustus 2012, Pkl 19:09 WIB. Di

Pondok Pesantren Al-Qodir, Wukirsari, Cangkringan Sleman Yogyakarta.

84 Wawancara Gus Masrur, 8 Agustus 2012, Pkl 19:09 WIB. Di

Pondok Pesantren Al-Qodir, Wukirsari, Cangkringan Sleman Yogyakarta.

227

dan Kyai Maksum di Krapyak Kidul, dan Kyai Romlah Jumali di

Lempong.85 Kemudian Masrur sendiri mengaku di lingkungan IAIN

Yogyakarta pada masanya hubungan PMII dengan HMI dan IMM

sering melakukan perebutan kepengurusan senat mahasiswa

sehingga memang tidak harmonis interaksi hubungan komunikasi

ketiga organisasi ini.

Pada pihak IMM Cabang Yogyakarta dari tahun 1983 hingga

1985 telah diketuai Immawan Wahyudi. Pada masanya IMM selalu

memiliki kendala terhadap Komando Rayon Militer ( Koramil ) karena

permasalahan perijinan agenda pengajian IMM. Pengajian-pengajian

IMM oleh Koramil sering dianggap politis padahal hanya mengupas

seputar materi Tauhid. Semasa Immawan Wahyudi, aktivis putra

maupun putri pernah mengadakan pengajian di daerah Piyungan

dengan berjalan kaki secara rombongan tetapi akhirnya pengajian

dibubarkan oleh Koramil.

Dibawah kepemimpinan Immawan Wahyudi, IMM telah

memiliki 17 komisariat dengan 22 kali latihan pengkaderan. Ia pun

mengecek kegiatan komisariat setiap seminggu sekali dengan

85 Wawancara Gus Masrur, 8 Agustus 2012, Pkl 19:09 WIB. Di

Pondok Pesantren Al-Qodir, Wukirsari, Cangkringan Sleman Yogyakarta.

228

berjalan kaki dari lokasi sekretariatnya di Jalan Ahmad Dahlan.

Makasa IMM Yogyakarta selalu diadakan sangat ramai hingga

mencapai sebanyak 2000 anggota. Pada inagurasi Makasa ini

pertunjukan seni sering diadakan dimulai dari komedi berbahasa

Jawa ( lawak ) hingga grup band musik pop.86 Personil grup band

terdiri dari anggota IMM tetapi vokalisnya mengundang dari PMII.

Kemudian pertunjukan teatrikal dengan komunitas Teater 41 milik

IMM Yogyakarta.87

Pada tahun 1983 telah tiba rombongan utusan IMM dari

Jakarta untuk menemui Pimpinan Pusat Yogyakarta. Mereka

bertemu pimpinan pusat Muhammadiyah dengan mengadakan

sidang di Gedung Dakwah daerah Suronatan. Hasil keputusan sidang

ini membentuk formasi Dewan Pimpinan Pusat Sementara ( DPPS )

atau sejenis caretaker.88 Gagasan tersebut disetujui oleh Kyai AR.

Fakhruddin dan Kyai Djarnawi Hadikusumo selaku pimpinan

Muhammadiyah. Formasi DPPS ini diketuai oleh Firdaus Abbas dan

86 Wawancara Immawan Wahyudi, 8 April 2013, Pkl 13:09

WIB. Di Kantor Pemda Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. 87 Wawancara Immawan Wahyudi, 8 April 2013, Pkl 13:09

WIB. Di Kantor Pemda Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. 88 Farid Fathoni, op.cit., hlm 206.

229

Din Syamsuddin. DPPS masa ini mempunyai tugas untuk

menjalankan kepengurusan harian dan menyiapkan penyelenggaraan

Muktamar IMM.

Pada periode 1983 HMI Cabang Yogyakarta telah memiliki

proyek desa binaan dengan penggiatnya bernama Ikrar Muhammad

Saleh yang menjabat sebagai ketua bidang Kemahasiswaan. Menurut

Ikrar bahwa asal mula proyek ini bermula dari tindak lanjut ( follow

up ) laporan Kuliah Kerja Nyata ( KKN ) pedesaan. Pasca proyek KKN

ini selesai, maka para anggota-anggota HMI memberdayakan warga

pedesaan dengan memberi kursus keterampilan kerajinan tangan

dan beternak sekaligus mendakwahkan ajaran Islam.89

HMI Cabang Yogyakarta pada periode ini selalu

mempertahankan regenerasi anggota-anggotanya dengan membuka

bimbingan tes untuk mahasiswa baru di UII.90 Pada foto dokumentasi

majalah Tempo tampak para aktivis HMI UII menunggu stand

pendaftaran bimbingan tes dengan penuh canda. Perubahan busana

era 80an telah tampak dari foto ini. Jeans mulai dikenakan para

89 Tempo. “ Tidak, Mereka Tidak Akan Bubar ”. No. 14/Th.XIII/

4 Juni 1983. hlm. 13. 90 Ibid, hlm. 15.

230

aktivis putra sedangkan aktivis putri tampak mulai mengenakan

kerudung dan jilbab meski masih terdapat yang tidak mengenakan

jilbab dan memakai kacamata hitam.91

E. Antara Daerah Dan Pusat

Pada bulan April 1985 pers media Yogyakarta menyiarkan hasil

sidang Kongres HMI ke-15 yang berlangsung di Padang. Siaran pers

ini memberitakan enam argumen penerimaan asas Pancasila oleh PB

HMI Jakarta dengan tidak melalui prosedur forum kongres. Satu dari

enam argumen ini berisi pernyataan sebagai berikut :

Antara Pancasila dan HMI tidak mungkin terpisahkan selama Pancasila tetap bersumber dari proklamasi kemerdekaan republik

Indonesia tahun 1945… Sedangkan kedudukan Islam sebagai sumber nilai dan norma dan sebagai daya rekat… alat pemersatu dan sumber

kekuatan bagi umat Islam. 92

Pernyataan argumen diatas menjadi penyebab awal

faksionalisasi HMI yang bersifat institusional. Maka dari itu, di

Yogyakarta telah muncul dua cabang HMI yang menerima maupun

menolak. Yakni HMI Cabang Timur yang menerima asas Pancasila

sedangkan HMI Cabang Dagen yang menolak asas Pancasila.

91 Data deskripsi foto didapat dari Majalah Tempo. No. 14/Th.XIII/ 4 Juni 1983.

92 Rusli Karim, HMI MPO Dalam Kemelut Modernisasi Politik Di

Indonesia ( Bandung: Mizan,1997), hlm. 131.

231

Aktivis HMI Dagen telah menganggap PB HMI tidak mematuhi

konstitusi. Lalu ekspresi penolakan aktivis HMI Dagen dengan

melakukan pernyataan sikap dengan judul “ Sikap Jamaah HMI

Yogyakarta Terhadap Perilaku PB HMI “ telah tertanggal 11 April

1986.93 Pernyataan ini adalah aspirasi penolakan terhadap

keputusan pleno PB HMI perihal asas dasar yang tidak mengikuti

ketentuan Anggaran Dasar. Kemudian PB HMI merespon aspirasi

tersebut dengan memecat dan menutup cabang-cabang HMI yang

tidak mendukung keputusan pleno.94 Cabang-cabang yang dimaksud

adalah Yogyakarta, Jakarta, dan Bandung. Strategi PB HMI mengenai

pemecatan tersebut dengan membentuk pengurus transitif atau

sementara. Dengan demikian telah menimbulkan perlawanan yang

bersifat sentimental terhadap PB HMI Jakarta.

Dari runtutan diatas maka telah berdiri HMI Majelis

Penyelamat Organisasi ( MPO ) dengan ketetapan Islam sebagai asas

organisasi. Menurut Rusli Karim telah terdapat tiga versi

penanggalan kelahiran HMI MPO. Pertama, semenjak adanya dua

cabang HMI di Yogyakarta. Kedua, kelahiran HMI MPO bertalian

93 Ibid.

94 Ibid.

232

dengan terbitnya buku Berkas Putih yang tertanggal 10 Agustus

1986. Ketiga, Berkas Putih berisi pernyataan kelahiran HMI MPO

yang tertanggal 15 Maret 1986.

Para pimpinan dan aktivis HMI MPO ini adalah Eggi Sudjana

Tamsil Linrung, Masyhudi Muqorrobin, hingga Agusprie Muhammad.

Pendirian HMI MPO ini menyebabkan konflik antara PB HMI Jakarta

dengan HMI Cabang Yogyakarta terulang kembali mengingat era

1970an pernah terjadi meskipun permasalahannya berbeda tetapi

polanya mirip. Pola seperti ini dapat disebut negosiasi ideologi Islam

dengan realita metodologi politik Indonesia. Sayangnya, faktor usia

muda bagi status mahasiswa memiliki kekurangan dalam

pengendalian emosi pada setiap manajemen organisasi. Maka dari

itu, Rusli Karim telah menyebut beberapa kali bahwa sikap emosional

menjadi motif bagi pendirian HMI MPO sebaliknya para pimpinan

pusat HMI tidak akomodatif terhadap aspirasi konsep MPO yang

awalnya bersifat sementara bahkan pengurus pusat mengancam

dengan sanksi skorsing maupun menutup secara paksa cabang-

cabang HMI yang mempunyai aspirasi dan persepsi yang berbeda.

Akibatnya pola konflik menjadi model tidak terelakkan bagi HMI.

233

Pada pihak IMM era 1985 telah melakukan restrukturisasi

kepengurusan yang diadakan di Yogyakarta. Ketua formatur terpilih

pada saat itu ialah Immawan Wahyudi merupakan aspirasi

perwakilan IMM Yogyakarta sedangkan dari IMM Jakarta ialah Anwar

Abbas.95 Konsep perpaduan aspirasi struktur kepengurusan DPP ( S )

antara Yogyakarta dan Jakarta berlanjut hingga jabatan sekretaris

dan bendahara. Pada bidang sekretaris seperti Mukhlis Ahasan dari

Yogya sedangkan Nizam Burhanuddin dari Jakarta. Pada bidang

bendahara seperti Daulah Khoiriyati dari Yogya sedangkan

Asymuyeni Muchtar dari Jakarta. Bahkan terdapat penambahan

personil DPP ( S ) seiring kebutuhannya seperti Firman Noer dari

Jakarta sedangkan Ismail Siregar dari Yogya.96 Pada tahap

selanjutnya DPP ( S ) IMM diminta oleh anggota-anggota mereka

untuk segera mengadakan Muktamar. Permintaan pun tidak berhenti

pada pengadaan Muktamar saja tetapi dituntut profesional untuk

mengimbangi tekanan pemerintah yang berupa pengimbangan sistem

SKS.97 Menurut Immawan Wahyudi, polemik yang terjadi antara IMM

95 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 211. 96 Ibid. 97 Gema Muktamar. “ DPP ( S ) IMM Diminta Muktamar ”. Edisi

Ke-4 1985. hlm. 2.

234

Jakarta dengan IMM Yogyakarta adalah perihal kejelasan status

pengurus pusat. Aktivis IMM Jakarta terlalu memaksakan

pemindahan pengurus pusat harus di Jakarta. Akan tetapi setelah

dipindah ke Jakarta, kepengurusan pusat juga tidak mengalami

pelaksanaan organisasional.98

F. Serba-Serbi PMII Sapen Demangan

Pada serba-serbi PMII era 1986 telah melakukan aksi

demontrasi terhadap seniman Arswendo Atmowiloto yang menghina

Nabi Muhammad di salah satu surat kabar nasional. Sedangkan

dinamika PMII di komplek kampus IAIN Yogyakarta sering berselisih

dengan HMI seputar masalah senat dan penguasaan asrama

mahasiswa putra milik Departemen Agama ( Depag ).99

Masa ini PMII IAIN sangat menggeluti bidang jurnalistik dengan

penggiatnya bernama Kholidi Ibhar dan Hamdan Daulay.

Kejurnalistikan PMII mempunyai hubungan erat dengan Pers

Mahasiswa ( Persma ) bernama “Arena” dimana anggota-anggota PMII

98 Wawancara Immawan Wahyudi, 8 April 2013, Pkl 13:09 WIB. Di Kantor Pemda Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta.

99 Wawancara Hamdan Daulay, 8 Januari 2012, Pkl 18:29

WIB. Di kediamannya komplek Pondok Wahid Hasyim, Gaten, Yogyakarta.

235

telah banyak diutus pada unit kegiatan tersebut. Tidak hanya

berhenti disitu saja, PMII IAIN telah banyak menjalin hubungan erat

dengan berbagai Unit Kegiatan Mahasiswa ( UKM ) di kampus.

Seperti seni gambus “ Al-Jami’ah”, seni qasidah, dan seni beladiri

“Cepedi”.100Dengan model strategi pengutusan atau perngorbitan

sesuai dengan minat dan hobi kader tersebut maka tidak heran PMII

sering menang dalam pemilihan senat mahasiswa IAIN. Apalagi

dengan basis latar belakang mahasiswa lulusan pesantren membuat

PMII semakin solid dalam setiap lingkungan IAIN.

Semasa Hamdan Daulay PMII IAIN sering melakukan rekreasi

rombongan dalam agenda pengkaderan. Rekreasi tersebut pernah

diadakan di pantai Parangtritis hingga Baturaden daerah Purwokerto.

Lalu hubungan percintaan semasa Hamdan yaitu antara Sastro Al-

Ngatawi dengan Arifah. Umumnya mereka saling mengirim surat

kemudian mencurahkan hati dalam menjalin kasih hingga menjadi

jodoh.101 Tradisi surat-menyurat menjadi bagian tak terpisahkan bagi

100 Wawancara Hamdan Daulay, 8 Januari 2012, Pkl 18:29

WIB. Di kediamannya komplek Pondok Wahid Hasyim, Gaten, Yogyakarta.

101 Wawancara Hamdan Daulay, 8 Januari 2012, Pkl 18:29

WIB. Di kediamannya komplek Pondok Wahid Hasyim, Gaten, Yogyakarta.

236

setiap aktivis putra yang ingin mendapatkan aktivis putri dalam

serba-serbi kehidupan berorganisasi PMII.

G. Eksistensi HMI MPO

Pada era 1992 HMI MPO lebih mengutamakan pelaksanaan

pelatihan kader beserta penelitiannya. Pada tahun yang sama HMI

Cabang Yogyakarta lebih banyak mengadakan diskusi politik meski

peminatnya sedikit. Lalu HMI MPO lebih fokus pengadaan diskusi

kajian “ Epistemologi Islam” sehingga peminatnya lebih banyak pada

tahun ini.102 Memasuki tahun 1993 HMI MPO lebih memusatkan

pada kajian Peradaban Islam yang diadakan oleh HMI Korkom UGM.

HMI MPO Cabang Yogyakarta tercatat memiliki 42 komisariat

pada masa ini. Maka dari itu, PB HMI Jakarta berusaha melemahkan

status HMI MPO yang tidak konstitusional dengan membuka cabang

baru di Yogyakarta dengan nama Cabang Bulaksumur.103 Nama ini

sesuai nama kawasan komplek UGM. Meski diterpa kritik dari

berbagai alumni HMI, HMI MPO mampu menghimpun dana secara

mandiri untuk membiayai sewa sekretariat. Anggota HMI MPO

102 Rusli Karim, op.cit., hlm. 139. 103 Ibid, hlm. 146.

237

mampu menyewa rumah seluas 10x20 meter dengan harga

1.200.000 per tahun di sebuah kawasan strategis Yogyakarta.104

Periode 1992 hingga 1994 HMI MPO telah dipimpin oleh

Darsono. Periode ini kedudukan Majelis Syuro Organisasi yang

diemban Eggi Sudjana dan Tamsil Linrung telah dihapus.105Pada

bulan Juni 1993 demi membuktikan keutuhan eksistensi dan posisi

tawarnya ( bargaining position ) HMI MPO menolak bekerjasama

dengan HMI ( Dipo ) yang menawarkan rekonsiliasi.106Pengurus HMI

MPO sendiri memiliki strategi dalam mempertahankan basis

massanya. Pertama, memanfaatkan tokoh-tokoh lembaga mahasiswa

yang berada di kampus. Kedua, membentuk aliansi perkumpulan

yang bernaung di kampus seperti “ Liga Mahasiswa Muslim

Yogyakarta” dan “ Persatuan Mahasiswa Muslim Universitas Gadjah

Mada”.107

104 Ibid, hlm. 148. 105 Ibid, hlm. 149. 106 Ibid, hlm. 150. 107 Ibid, hlm. 153.

238

H. Komplikasi Akhir Orde Baru

Gelombang isu Krismon, KKN, asas tunggal, dan HAM menjadi

argumen komplikatif atas problema nasional yang tak kunjung

diselesaikan oleh pihak pemerintah ibarat manusia mengidap

penyakit komplikasi. Maka secara langsung elemen masyarakat sipil

menyerukan gagasan reformasi dengan figur perlawanan Amien Rais

sebagai akademisi politik UGM yang mengusulkan prosedur

pembatasan jabatan Presiden Soeharto.108 Figur Amien Rais yang

pernah memimpin Ormas Muhammadiyah sehingga didukung

pergerakan mahasiswa Islam modernis karena dinilai kritis,

independen dan reformatoris tapi ia bukan panutan mutlak seperti di

NU.109

Masa tahun 1997 Presiden Soeharto dengan segala aparatnya

dianggap musuh bersama ( common enemy ) oleh semua elemen

108 Bambang Purwanto, Djoko Suryo, Soegijanto Padmo ( eds.

), op.cit, hlm. 123. 109 Transkrip Catatan Sejarah Lisan. “ Gerakan Mahasiswa

Dalam Reformasi Di UGM Dan Yogyakarta”, Koleksi Arsip UGM No. AK1/OH.HT.03/57.

239

pergerakan mahasiswa. Sejumlah aktivis HMI MPO membentuk

Forum Masyarakat Muslim Yogyakarta untuk inisiasi massa dari

berbagai kalangan profesi. Pembentukan massa pun mudah digalang

setiap hari jika terletak di kampus UGM, yakni dari lokasi shalat atau

shalat jumat di Gelanggang UGM kemudian langsung bergerak

menuju bunderan UGM. Sementara itu, pelaksanaan Kongres HMI di

Yogyakarta diwarnai adu fisik sesama anggota HMI karena

mengundang Presiden sehingga Soeharto memberi sambutan dalam

sesi pembukaan Kongres.110

Sejumlah pimpinan HMI MPO pun memiliki relasi dengan aktivis

senat intra kampus atau keluarga mahasiswa muslim sehingga

mudah untuk konsolidasi massa. Semasa itu para mahasiswa cara

berpikirnya bukan menjadi siapa atau dapat apa tetapi tujuan

kolektif-publik menjadi keinginan bersama sehingga fakultas-fakultas

di UGM kerap menjadi markas basis massa seperti Fisipol, Hukum,

dan Filsafat.111 Pada saat itu HMI ( Dipo ) Hukum UGM diketuai

110 Kedaulatan Rakyat. “ Takkan Terjadi Jika Berpegang

Pancasila ”. 29 Agustus 1997. 111 Transkrip Rekaman Sejarah Lisan. “ Gerakan Mahasiswa

Dalam Reformasi Di UGM Dan Yogyakarta”, Koleksi Arsip UGM No. AK1/OH.HT.03/57.

240

Masliatun Zakiah dan Andrea Rinto dari HMI ( Dipo ) Ekonomi

sedangkan dari HMI MPO diketuai Cahyo Pamungkas.112

Lalu massa sering bertemu di titik-titik perempatan atau pertigaan

jalan kampus seperti bunderan UGM, IAIN, dan IKIP.113 Lokasi-lokasi

tersebut menjadi panggung orasi perlawanan terhadap pemerintah.

Maka dari itu, jika terdapat oknum mahasiswa yang memprovokasi

bisa terjadi aksi bakar ban hingga batas antara massa demo dengan

aparat berjarak setengah meter sehingga gesekan fisik ( body contact )

kemungkinan terjadi maka fungsi Koordinator Lapangan ( Korlap )

berusaha merapikan kembali pada barisan demo.

Kelompok aktivis PMII Yogyakarta bergabung dengan komunitas

Taring Padi dan sejumlah aktivis Lembaga Mahasiswa Nasional

Demokrat ( LMND ) yakni pendukung Partai Rakyat Demokrat ( PRD

). Seorang aktivis PMII bernama Mustafid sering mengadakan rapat

koordinasi unjuk rasa di Karang Malang 16 B atau bergantian

112 Wawancara Mustafid, 25 Oktober 2012, Pkl 19:35 WIB. Di

kediamannya komplek Pondok Mlangi, Godean,Sleman, Yogyakarta. 113 Transkrip Rekaman Sejarah Lisan. “ Gerakan Mahasiswa

Dalam Reformasi Di UGM Dan Yogyakarta”, Koleksi Arsip UGM No. AK1/OH.HT.03/57.

241

dengan Komunitas Taring Padi yang memiliki markas dekat lokasi

Kampus ISI yang lama.114

Pada tahun selanjutnya HMI Yogyakarta telah terpecah menjadi

dua kubu. Pertama, kelompok pro Habibie karena argumen ketetapan

resmi secara konstitusional. Kedua, kelompok kontra Habibie yang

menganggap masih memiliki relasi kuat terhadap kroni Soeharto.115

Sementara itu, sekelompok aktivis IMM Yogyakarta lebih fokus pada

isu HAM sehingga bergabung dengan Komite HAM.116 Kemudian

sebagian aktivis IMM lainnya telah menyebar lewat forum-forum

perguruan tinggi yang bermarkas di IKIP Muhammadiyah.117

114 Wawancara Mustafid, 25 Oktober 2012, Pkl 19:35 WIB. Di kediamannya komplek Pondok Mlangi, Godean,Sleman, Yogyakarta.

115 Transkrip Rekaman Sejarah Lisan. “ Peran HMI Masa

Reformasi ”, Koleksi Arsip UGM No. AK1/OH.HT.03/70. 116 Nur Chozin Agham, “ Potret Sejarah Dan Signifikansi

Gerakan IMM “ Sutia Budi (ed). Jurnal IMM ( Jakarta: Bidang Keilmuan DPP IMM, 2007 ) hlm. 21.

117 Wawancara Immawan Wahyudi, 8 April 2013, Pkl 13:09

WIB. Di Kantor Pemda Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta.

242

BAB VI

Kesimpulan

Dari narasi faktual-historis yang ditemukan dari berbagai

sumber data telah nampak pola pergerakan mahasiswa Islam

sepanjang Orba. Faktor pertama, bahwa karakter dan model

konfliktual menjadi pola dominan pergerakan mahasiswa Islam yang

terjadi antara dua kota ini. Hal ini dikarenakan perbedaan

paradigmatik, persepsi, aspirasi, dan cara manajemen organisasi

pada situasi sosial-politik.

Kedua, pergerakan mahasiswa Islam selalu terpengaruh corak

kehidupan sosial-kemahasiswaan yang merupakan sub-struktur

kelas menengah dari struktur sosial-perkotaan. Oleh karena itu,

kedudukan sub-struktur inilah pergerakan mahasiswa Islam selalu

terpengaruh strukturasi yang ada diatas mereka seperti alumni-

alumni mereka yang telah bekerja pada birokrasi pemerintahan

maupun bidang sosial lainnya. Faktor senioritas alumni inilah yang

menyebabkan model pergerakan menjadi beragam, begitu pula

dengan strukturasi pemerintahan dan ormas-ormas Islam.

Ketiga, relasi aktivis ataupun pengurus antara Jakarta dan

Yogyakarta memiliki pengaruh kultural-ideologis sehingga pengurus

243

Yogyakarta ataupun sebaliknya selalu mengkritisi atau evaluasi

posisi pengurus yang berada di pusat.

Keempat, model pergerakan mahasiswa Islam memiliki

beberapa karakteristik. Pada karakter pertama, yakni pada satu sisi

tetap terpengaruh aktivitas sosial-kemahasiswaan ala Barat dalam

lingkup perkotaan. Kedua, karakter model pergerakan sosial dengan

misi kemasyarakatan seperti bakti sosial, latihan pendidikan kader

maupun pemberdayaan masyarakat menjadi karakteristik pola

pergerakan ini. Ketiga, karakter model pergerakan sosial dengan

nuansa sosial-politik menjadi penting untuk disebutkan dengan

contoh seperti koalisi pergerakan, audiensi, lobi, negosiasi,

kompromi, diplomasi, dan mobilisasi massa.

Dari beberapa karakteristik diatas maka terdapat perbedaan

karakter yang menonjol antara aktivis mahasiswa Islam di Jakarta

dan aktivis mahasiswa Islam Yogyakarta bila dibandingkan. Karakter

aktivis Islam di Jakarta lebih dekat aktivitas politik-praktis sehingga

mengutamakan efisiensi dan efektivitas, sedangkan karakter aktivis

Islam di Yogyakarta memiliki preferensi ideologis sehingga

memandang setiap permasalahan perlu diselesaikan secara ideal.

244

Pada pola-pola pergerakan mahasiswa Islam yang ditemukan

dari narasi sejarah ini adalah sebagai berikut. Pertama, model konflik

menjadi pola dominan sehingga tumbuh faksionalisasi gerakan.

Kedua, suatu pergerakan sosial membutuhkan dukungan moralis,

materil, dan politis dari strukturasi institusi-institusi pemerintahan

maupun masyarakat. Ketiga, latihan pendidikan kader menjadi ajang

regenerasi eksistensi suatu lembaga. Keempat, koalisi antar

pergerakan menjadi salah satu cara menggalang kekuatan dalam

proses perubahan politik. Kelima, audiensi merupakan salah satu

cara komunikasi yang bersifat negosiatif ataupun kompromistik

sehingga peluang lobi-lobi politis menjadi suatu pola.

245

DAFTAR PUSTAKA

A. Arsip / Dokumen

Arsip Nasional Republik Indonesia.“ Kehadapan PJM Presiden Bapak Ir. H. Soekarno di Istana Negara”, PB HMI Djl. Diponegoro 16 Djakarta 1963, Koleksi Roeslan Abdulgani. Arsip Nasional Republik Indonesia. “ Permohonan Normalisasi IAIN

Jogja”, Korps Dosen IAIN Sunan Kalidjaga 28 Oktober 1963, Koleksi Roeslan Abdulgani Lampiran Surat Pernyataan PB HMI.

Arsip Nasional Republik Indonesia. “ Pimpinan Tjabang Pergerakan

Mahasiswa Islam Indonesia Djl. Djogonegoro 11-Jogjakarta”, Koleksi Arsip Roeslan Abdulgani No. 1091.

Arsip Nasional Republik Indonesia. “ Pendjelasan Sikap PB HMI

Tentang Masalah I.A.I.N Al-Djami’ah Jogjakarta dan Tjiputat Djakarta”, Koleksi Arsip Roeslan Abdulgani No. 1195.

Arsip Nasional Republik Indonesia. “ Hubungan Fahmi Idris Dengan

Sjarnoebi Said ”, Departemen Penerangan RI, Koleksi Arsip Marzuki Arifin No. 563.

Panitia Pusat Kongres Muslimin Indonesia. Kongres Muslimin

Indonesia 20-25 Desember 1949, Badan Usaha & Penerbitan Muslimin Indonesia.

Badan Pusat Statistik, “ Sensus Penduduk D.K.I Jakarta Raya Tahun 1971”, Seri No. 09. Badan Pusat Statistik, “ Sensus Penduduk D.I.Jogyakarta Tahun 1971”, Seri E No. 12. Kantor Pusat Data Propinsi DIY, “ Monografi DIY Tahun 1979 ”, 1981.

246

B. Pustaka Buku

Ahmad Gaus, Sang Pelintas Batas : Biografi Djohan Effendi , Jakarta: Kompas-ICRP, 2009.

Agussalim Sitompul, Sejarah Perjuangan HMI 1947-1945, Surabaya:

Bina Ilmu, 1976. Agussalim Sitompul, Pemikiran HMI Dan Relevansinya Dengan

Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia, Jakarta: Intergrita Press, 1986.

Aminuddin Kasdi, Kaum Merah Menjarah : Aksi Sepihak PKI/BTI di

Jawa Timur ( 1960-1965 ), Yogyakarta : Jendela, 2001. Anderson, Bennedict & McVey, Ruth, A Preliminary Analysis of The

October 1, 1965 Coup In Indonesia, Singapore: Equinox Publishing, 1971.

Arief Budiman, “ The 1998 Crisis : Change And Continuity in

Indonesia ” Barbara Hatley & Damien Kingsbury (eds.) dalam Reformasi : Crisis And Change In Indonesia, Clayton: Monash Institute, 1999.

Aspinall, Edward, Opposing Soeharto : Compromise, Resistance, And

Regime Change, California: Stanford University Press, 2005. Aspinall, Edward, “ The Indonesia Student Uprising 1998 ” Arief

Budiman, Barbara Hatley, Damien Kingsbury (eds.) dalam Reformasi : Crisis And Change In Indonesia, Clayton: Monash Institute, 1999.

Bambang Purwanto, Djoko Suryo, Soegijanto Padmo (eds.), Dari

Revolusi Ke Reformasi : 50 Tahun Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta: Pusat Studi Pariwisata UGM, 1999.

Boland, B.J, The Struggle Of Islam In Modern Indonesia, The Hague:

Martinus Nijhoff- KITLV, 1971. Booth, Anne & Peter McCawley (eds.), Ekonomi Orde Baru, Jakarta:

LP3ES, 1987.

247

Budhy Munawar Rachman, “ Nurcholish Madjid Dan Perdebatan

Islam Indonesia ” Abdul Halim (ed) dalam Menembus Batas Tradisi : Refleksi Atas Pemikiran Nurcholish Madjid, Jakarta: Kompas- Universitas Paramadina, 2006.

Burke, Peter, Sejarah Dan Teori Sosial Terj. Mestika Zed, Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia, 2001. Cabin, Philippe, “ Di Balik Panggung Dominasi : Sosiologi Ala Pierre

Bourdieu “ Philippe Cabin & Jean Dortier ( ed ). Sosiologi : Sejarah Dan Berbagai Pemikirannya Terj. Ninik Rochani Sjams Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2009

Chalmers, Ian, Konglomerasi : Negara Dan Modal Dalam Industri

Otomotif Indonesia 1950-1985, Jakarta: Gramedia, 1996. Craib, Ian, Teori-Teori Sosial Modern : Dari Parsons Sampai Habermas,

Jakarta: Rajawali Pers, 1986. Cribb, Robert & Kahin Audrey (eds.), Historical Dictionary of

Indonesia, Maryland: Scarecrow Press, 2004. Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia, Jakarta: LP3ES,

1996. Deliar Noer, Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965, Jakarta:

Grafiti Pers, 1981. Djohan Effendi & Ismed Natsir (penyunting), Pergolakan Pemikiran:

Catatan Harian Ahmad Wahib, Jakarta: LP3ES, 1981. Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh Enam Tahun

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah 1964-1900, Surabaya: Bina Ilmu, 1990.

Fajrul Falaakh, “Islam And The Current Transition To Democracy

Indonesia ” Arief Budiman, Barbara Hatley, Damien Kingsbury (ed) dalam Reformasi : Crisis And Change In Indonesia, Clayton: Monash Institute, 1999.

248

Fauzan Alfas, PMII Dalam Simpul-Simpul Sejarah Perjuangan, Jakarta: PB-PMII, 2004.

Firman Lubis, Jakarta 1960-an: Kenangan Semasa Mahasiswa,

Jakarta: Masup, 2008. Geertz, Clifford, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa,

Terj. Aswab Machasin, Jakarta: Pustaka Jaya, 1981. Gibb, H.A.R, Aliran-Aliran Modern Dalam Islam, Terj. Machnun

Husain, Jakarta: Rajawali Pers, 1991. Goottschalk, Louis, Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Notosusanto,

Jakarta: UI-Press, 1986. Hadiz, Vedi, “ Contesting Political Change After Soeharto ” Arief

Budiman, Barbara Hatley, Damien Kingsbury (eds.) dalam Reformasi : Crisis And Change In Indonesia, Clayton: Monash Institute, 1999.

Heru Cahyono (ed), Soemitro Dan Peristiwa 15 Januari ‘74, Jakarta:

Sinar Harapan, 1998. Hoopes, James, Oral History : An Introduction For Students, Chapel

Hill: The University of North Carolina Press, 1980. Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Bentang Pustaka,

2005. Lapidus, Ira. M., A History Islamic Societies, Cambridge: Cambridge

University Press, 1988. Mochtar Mas’oed, The Indonesian Economy And Political Structure

During The Early New Order 1966-1971, Ohio State University: Microfilms International Ann Arbor, Tanpa Tahun.

Mochtar Lubis, Catatan Subversif , Jakarta: Sinar Harapan, 1980. Mortimer, Rex, Indonesian Communism Under Sukarno : Ideology And

Politics 1959-1965 , Singapore: Equinox Publishing, 1980.

249

Nordholt, Henk Schulte (ed), Outward Appearrances: Trend, Identitas, Kepentingan, Yogyakarta: LKIS, 2005.

Raillon, Francois, Politik Dan Ideologi Mahasiswa Indonesia :

Pembentukan Dan Konsolidasi Orde Baru 1966-1974, Jakarta: LP3ES, 1989.

Ricklefs, M.C., Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Jakarta:

Serambi, 2008. Prasetyantoko, Gerakan Mahasiswa Dan Demokrasi Indonesia,

Jakarta: Yayasan HAM & Supremasi Hukum, 2001. Sartono Kartodirdjo, Sudewo, Hatmosuprobo, Perkembangan

Peradaban Priyayi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1986.

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi

Sejarah, Jakarta: Gramedia, 1992. Selo Soemardjan, Perubahan Sosial di Yogyakarta, Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press, 1986. Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran, Jakarta: LP3ES, 1987. Sulastomo, Hari-Hari Yang Panjang Transisi Orde Lama Ke Orde Baru,

Jakarta: Kompas, 2008. Slamet Sukirnanto, “Mas Tris Yang Saya Kenal” Ali Taher Parasong &

Sudar Siandes (ed) dalam Biografi Sutrisno Muhdam, Jakarta: Pemuda Muhammadiyah, 2000.

Slamet Sukirnanto, Catatan Suasana Kumpulan Puisi, Jakarta: Balai

Pustaka, 2000. Taufik Abdullah (ed), Sejarah Lokal Di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press, 1990. Victor Tanja, Himpunan Mahasiswa Islam : Sejarah Dan

Kedudukannya Di Tengah-Tengah Muslim Pembaharu, Jakarta: Sinar Harapan, 1994.

250

Yudi Latif, Inteligensia Muslim dan Kuasa: Inteligensia Muslim Indonesia Abad Ke-20, Bandung: Mizan, 2005.

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren : Studi Pandangan Hidup

Kyai, Jakarta: LP3ES, 1994.

C. Skripsi, Laporan Penelitian Dan Tesis

Dicky Yanuar. “ Gerakan Mahasiswa 1998 Di Jakarta Pasca Jatuhnya

Rezim Orde Baru : Studi Kasus Forkot, FKMSJ, Dan HMI” Tesis. Program Pascasarjana Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik. Universitas Indonesia. 2005.

Julianto Ibrahim, Harlem Siahaan, Waluyo, “ Swapraja dan Revolusi :

Proses Pengukuhan Yogyakarta Sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta Pada Masa Revolusi ( 1945-1950 ) “. Laporan Penelitian Universitas Gadjah Mada. 2003.

Lucius, Robert. “ A House Divided : The Decline and Fall Of Masyumi

( 1950-1956 ) ” Thesis. Naval Postgraduate School Of Monterey California. 2003.

Purnomo Sidi. “Gerakan Mahasiswa 66 dan Perubahan Politik

Indonesia” Skripsi. Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 1996.

Yudi Prasetyo. “ Perkembangan Gaya Hidup Elit Tionghoa-Batavia

1900-1942” Tesis. Program Pascasarjana Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 2011.

D. Artikel Dan Jurnal

Bayu Wahyono. “ Clifford Geertz, Masyarakat Jawa, Kecelek” Makalah Seminar Great Thinkers. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 13 Desember 2012.

251

Burhan Magenda. “ Gerakan Mahasiswa dan Hubungannya dengan Sistem Politik : Suatu Tinjauan “ Farchan Bulkin (ed). Analisa Kekuatan Politik Di Indonesia ( Jakarta: Seri Prisma-LP3ES, 1988 )

Freddy Ndolu & Albert Rebong. “ Wawancara Akbar Tandjung ”Majalah Lider. No.4 Tahun I/15 November-15 Desember 2012.

Hagul, Peter. “Organisasi Mahasiswa Extra-universiter: Suatu Barang

Mewah ?- Tanpa Pimpinan Yang Cakap,’Harakiri’ Mungkin Lebih Baik ,“ dalam Harian Kompas, 1 Nopember 1973.

Nurchozin Agham, “ Potret Sejarah Dan Signifikansi Gerakan ” Sutia

Budi (ed) dalam Jurnal IMM , Jakarta: Bidang Keilmuan DPP IMM, 2007.

Woodward, Mark. “ Clifford Geertz : Santri-Abangan-Priyayi” Makalah Seminar Great Thinkers. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 13 Desember 2012.

252

E. Surat Kabar

Harian Kompas. Jumat, 1 Nopember 1973. Sinar Harapan. Sabtu, 2 Nopember 1973. Harian Kompas. Jumat, 7 Desember 1973. Harian Kompas. Sabtu, 29 Desember 1973. Kedaulatan Rakyat. Jumat, 29 Agustus 1997. Koran KNPI. Rabu, 15 November 1978.

253

F. Majalah

Bulletin Media HMI, Edisi Djakarta Pebruari 1955. Bulletin Sosio HMI, No. 1/Th.IV/1976. Bulletin Sosio HMI, No. 3-4/Th.V/1977. Bulletin Sosio HMI, No. 8/Th.VI/1978. Gema Muktamar, No. 8/Th.VI/1978. Suara Muhammadiyah, Edisi 8/1971.

Tempo, No. 14 /Th. XIII/4 Juni 1983. Tempo Interaktif, Edisi 04/02-29/Mar/1997.

254

G. Internet

www.ui.ac.id/id/profile/page/sejarah

, 8 Februari

2013

, 20 : 32.

www.uinjkt.ac.id/index.php/tentang-uin.html

, 8 Februari

2013,

, 20:42.

www.uii.ac.id/universitas/rectors.html

, 8 Februari

2013

, 20:23.

www.uin-suka.ac.id/page/1

, 8 Februari

2013

, 20:24.

www.uny.ac.id/profil/sejarah-uny

, 8 Februari

2013

, 20:17.

www.upi.edu

,12 Februari 2013.

, 12:36.

http://hmiciputat.tripod.com/id1.html

, 23-Feb-2013

,23:09 PM

http//www.hn.psu.edu/faculty/jmanis/jimspdf.htf

,14 October 2012.

19:15 PM

255

H. Rekaman Video dan Transkrip Rekaman Sejarah Lisan

Tino Saroengallo, “ Gerakan Mahasiswa Di Indonesia 12 Mei-17 Desember 1998 “. Documentary Video Recorded Jakarta Media Syndication. 1999. Transkrip Rekaman Sejarah Lisan. “ Gerakan Mahasiswa Dalam Reformasi Di UGM Dan Yogyakarta”, Koleksi Arsip UGM No. AK1/OH.HT.03/57. Transkrip Rekaman Sejarah Lisan. “ Peran HMI Masa Reformasi ”, Koleksi Arsip UGM No. AK1/OH.HT.03/70.

256

256

DAFTAR INFORMAN

No Nama Usia Pekerjaan Keterangan

1 Agussalim Sitompul 68 Dosen Ushuluddin

UIN Yogyakarta

Aktivis

HMI

periode

1963-1969

2 AhmadMuhsin

Kamaludiningrat &

Siti Hadiroh

72 &

69

Khatib Masjid Agung

Yogyakarta &

Pengurus Aisyiyah

Aktivis

HMI

periode

1964-1965

3 Amien Rais 68 Dewan Pembina

PAN, Mantan Dosen

Fisipol UGM

Aktivis

HMI dan

IMM

periode

1962-1968

4 Chumaidi Syarif

Romas

66 Dosen Ushuluddin

UIN Yogyakarta

Aktivis

HMI

periode

1970-1980

5 Fajrul Falaakh 56 Dosen F. Hukum Aktivis

257

257

UGM PMII

6 Gus Masrur ( Masrur

Ahmad )

51 Pengasuh Ponpes

Al-Qodir

Aktivis

PMII 1983

7 Hamdan Daulay 54 Dosen Dakwah UIN

Yogyakarta

Aktivis

PMII 1987-

1991

8 Immawan Wahyudi 52 Wakil Bupati

Pemerintahan

Kabupaten Gunung

Kidul

Aktivis

IMM

periode

1983-1986

9 Mustafid 42 Pengasuh Ponpes

Mlangi

Aktivis

PMII 1998

10 Rosyad Sholeh 72 Pengurus Badan

Pembina Harian

UMY

Pendiri

IMM

11 Said Tuhuleley 59 Pengasuh Ponpes

Budi Mulia

Aktivis

HMI

periode

1974-1979

12 Sudibyo Markoes 70 Dokter Pendiri

258

258

IMM

13 Susilaningsih

Kuntowijoyo

59 Dosen Humaniora

UIN Yogyakarta

Aktivis

HMI tahun

1966

14 Syamsu Udaya

Nurdin

72 Kontraktor Pendiri

IMM

259

Lampiran 1

Yel-Yel Aktivis Mahasiswa Islam

I ) Yel-Yel KAMI dari Utusan HMI :

“ Ter, pinter, pinter, pinter,

Menteri-menteri sudah pinter

Tapi harga bensin tetap muter”

Lalu Gani memberi humor seperti ini :

“ Yang Mulia Mahasiswa, kau tahu sekarang bahwa menteri-menteri sekarang sudah pinter, tetapi pinteran kita. Nanti kita juga diangkat jadi Menteri Demonstran, Mau nggak lu?”

“ Paling enak jadi mahasiswa

Bayar bus Cuma dua ratus

Menteri-menteri pada kecewa

Mahasiswa berjuang terus”

Sumber : Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran (Jakarta: LP3ES,1983)

260

II ) Yel-Yel Orator HMI Yang Mengejek Rezim Orba :

Orde Baru Loyo-Loyo, DPR-nya Bego-Bego Ngak Berani Buka Mulut

Yang Keluar Cuman Takut, Dasar Badut Bau Kentut.

Lalu orator HMI memberi pernyataan sikap sebagai berikut :

Kalian itu digaji bukan untuk kentut

Tapi menyenangkan hati suara rakyat……betul…. ????

Maka kalo rakyat menuntut adili Soeharto

Maka didalam Tap itu harus termaktub

Tertulis, bahwa rakyat Indonesia harus mengadili Soeharto.

Sumber : Tino Saroengallo, “ Gerakan Mahasiswa Di Indonesia 12 Mei-17 Desember 1998 “. Documentary Video Record Jakarta Media Syndication. 1999.

261

Lampiran 2

Syair Dan Puisi Aktivis Mahasiswa Islam I ) Bait-Bait Puisi Slamet Sukirnanto :

Sehabis rencana Selebihnya tiada

Kan lalu Kan lalu

Kuasakah tanganmu Meraih dalam waktu

Di hari kerjamu Menunggu remangnya hari

Menunggu. Dan Menunggu

Detik telah lewat Dan tinggal menyentuh ragu

Kemarin yang tulis Dalam mangu Sebuah nyanyi Sebuah nyanyi

Dengan mula syairnya Semua yang kulihat

Semua kelabu.

Sumber : Slamet Sukirnanto, Catatan Suasana Kumpulan Puisi (Jakarta: Balai Pustaka, 2000)

262

II ) Sekelumit Bait Puisi Dari Ahmad Wahib :

Pada ketertutupan dalam berpendapat Pada formalisme dalam beragama

Saluran telah pilih, kan HMI sebagai alat, bukan tujuan

Tapi rupanya Lain di niatan, lain di kejadian

Sumber : Ahmad Wahib, Catatan Harian Ahmad Wahib: Pergolakan Pemikiran Islam, Djohan Effendi & Ismed Natsir (eds. ). (Jakarta: LP3ES, 1981 )

III ) Bait Puisi Dari Sani Asyrof :

Musim semi senjakala Kulewat di depan rumahmu

Berdiri anggun Baju kebaya

Kerudung kepala Dari rumahmu menggema lagu-lagu padang pasir

Roda waktu berputar berputar Melewati beberapa musim Kulalu di depan rumahmu

Kutermanggu, nampak kau berlenggang manja Rok mini baju yukensi dari rumahmu menggema hingar bingar

lagu Barat Rambutmu yang dulu ikal-mayang kini hampir separo terbuang

zaman … tergilas roda zaman !

Sumber : Bulletin Sosio HMI. “ Roda Zaman ”. No. 1/Th.IV/1976.

263

IV ) Bait-Bait Puisi Syaffrein Effendyus :

“ Antara Yogya-Wonosari “

Masa lalu tercecer

Kita jumpai kembali disini

Sekulum senyumpun hadir

Sambil bertanya pada diri

Masa lalu yang tercecer

Kita jumpai kembali disini

Dengan gemas kita mencumbuinya

Meniti kembali jembatan kenang

Yang berbeda tapi sama

Kita saling menatap dan bertanya

Memandang bukit-bukit telanjang

Lalu panas memancar dari

Perut bukit dan perut kita sendiri

Badan berkeringat, mata perih

Yah, kita agaknya senasib

( Dagen 16, 14 Nopember 1977 )

Sumber : Bulletin Sosio HMI. “ Puisi-Puisi Sosio”. No. 3-4/Th.V/1977,

264

Lampiran 3

Catatan Ahmad Wahib Seputar Reaktulisasi Pemikiran Islam

1. “ Diam-diam Kita Menganut Sekularisme” : berisi tentang

sekularisasi ajaran Tuhan mutlak diperlukan bagi

makhluknya jika tidak ingin makhluknya menjadi sekular.

Catatan ini tertanggal 22 Agustus 1969.

2. “ Nilai-nilai Lama dan Baru” : Berisi refleksi hukum-hukum

Islam apakah ada yang tetap ataupun berubah berdasarkan

relevansinya. Catatan ini tertanggal 8 September 1969.

3. “ Haruskah Aku Memusuhi Mereka Yang Bukan Islam Dan

Sampai Hatikah Tuhan Memasukkan Mereka ke Dalam

Neraka ?” : Berisi pengalaman Wahib ketika kunjungan

eksposisi lithurgia Katolik di Gereja Kotabaru. Kemudian ia

bertemu dengan Romo Stolk yang pernah mengasuhnya

selama dua tahun, dan pada saat itu Romo Stolk menjabat

sebagai Rektor Seminari di Kentungan. Catatan ini tertanggal

16 September 1969.

Sumber : Ahmad Wahib, Catatan Harian Ahmad Wahib:

Pergolakan Pemikiran Islam, Djohan Effendi & Ismed Natsir (ed ). (Jakarta: LP3ES, 1981 ).

265

Lampiran 4

Foto Agenda HMI di Masjid Syuhada Yogyakarta

Sumber : Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam. “ Sedjarah Ringkas H.M.I “ Media edisi Djakarta, Pebruari 1955.

266

Lampiran 5

Foto Pertunjukkan Seni HMI

Sumber : Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam. “ Sedjarah Ringkas H.M.I “ Media edisi Djakarta, Pebruari 1955.

267

Lampiran 6

Arsip Surat PB HMI

268

Lampiran 7

Foto Audiensi DPP IMM Kepada Presiden Soekarno

Sumber : Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh Enam Tahun Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah 1964-1900, Surabaya: Bina Ilmu, 1990.

269

Lampiran 8

Sumber : Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh Enam Tahun Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah 1964-1900, Surabaya: Bina Ilmu, 1990.

270

Lampiran 9

Foto Audiensi Koalisi Pergerakan Mahasiswa Ekstra Universiter

Kepada DPR RI

Sumber : Sinar Harapan, 2 Nopember 1973.

271

Lampiran 10

Foto Nurcholish Madjid ( tengah ), Ahmad Muhsin ( kanan ), Ridwan Saidi, Ketika Sedang Mengisi Acara Pengkaderan PB HMI Jakarta

Sumber : Foto koleksi Pribadi Ahmad Muhsin

272

Lampiran 11

Foto Akbar Tandjung Sedang Menghisap Kretek

Sumber : Victor Tanja, Himpunan Mahasiswa Islam : Sejarah Dan Kedudukannya Di Tengah-Tengah Muslim Pembaharu, Jakarta: Sinar Harapan, 1994.

273

Lampiran 12

Foto Ridwan Saidi ( Kaos oblong putih ), Chumaidi Syarif, Helmy Tanjung dan Al-Waeni Sedang Mengisi Acara Pengkaderan PB HMI

Sumber : Foto Koleksi Pribadi Chumaidi Syarif

274

Lampiran 13

Foto Suasana Rehat PB HMI

Sumber : Foto Koleksi Pribadi Chumaidi Syarif

275

Lampiran 14

Sumber : Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh Enam Tahun Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah 1964-1900, Surabaya: Bina Ilmu, 1990.

276

Lampiran 15

Foto Suasana Pembukaan Konferensi Nasional di Yogyakarta 1969 & Pertunjukkan Paduan Suara Aktivis Putri IMM

Sumber : Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh Enam Tahun Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah 1964-1900, Surabaya: Bina Ilmu, 1990.

277

Lampiran 16

Foto Said Tuhuleley Sedang Berdiskusi Dengan Rekannya

Sumber : Foto Koleksi Pribadi Said Tuhuleley

278

Lampiran 18

Foto Said Tuhuleley Sedang Menghadiri Agenda Pembukaan DEMA IKIP Yogyakarta

Sumber : Foto Koleksi Pribadi Said Tuhuleley

279

Lampiran 19

Sumber : Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh Enam Tahun Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah 1964-1900, Surabaya: Bina Ilmu, 1990.

280

Lampiran 20

Foto Emha Ainun Nadjib Mengisi Agenda Isra Mi’raj Yang Diadakan HMI IKIP Yogyakarta

Sumber : Foto Koleksi Pribadi Said Tuhuleley

281

Lampiran 21

Foto Malam Peringatan Isra Mi’raj Yang Diadakan HMI FKIS IKIP Yogyakarta

Sumber : Foto Koleksi Pribadi Said Tuhuleley

282

Lampiran 22

Foto Aktivis Putri HMI IKIP, Anisah dan Lutfiah Lomba Kejuaraan Tenis Meja

Sumber : Foto Koleksi Pribadi Said Tuhuleley

283

Lampiran 24

Foto Said Tuhuleley Bersama Teman-temannya HMI IKIP Rekreasi Di Pantai Yogyakarta

Sumber : Foto Koleksi Pribadi Said Tuhuleley

284

Lampiran 25

Foto Aktivis HMI IKIP Sedang Menyaksikan Layar Tancep “Braga Stone”

Sumber : Foto Koleksi Pribadi Said Tuhuleley

285

Lampiran 26

Foto Said Tuhuleley Menandatangani Absensi Agenda HMI

Sumber : Foto Koleksi Pribadi Said Tuhuleley

286

Lampiran 27

Souvenir Up-Grading Sekretariat & Cohati HMI Yogyakarta di Berbah, Sleman

Sumber : Koleksi Pribadi Siti Hadiroh

287

Lampiran 29

Souvenir Senior Course HMI Yogyakarta 1968

Sumber : Koleksi Pribadi Siti Hadiroh

288

Lampiran 30

Sumber : Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh Enam Tahun Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah 1964-1900, Surabaya: Bina Ilmu, 1990.

289

Lampiran 31

Foto Agenda Pelantikan Pengurus DPD IMM Yogyakarta 1971-1974

Sumber : Suara Muhammadiyah, Edisi 8/1971.

290

Lampiran 32

Foto Aktivis HMI UII Yogyakarta Membuka Bimbingan Tes 1983

Sumber : Tempo, No. 14 /Th. XIII/4 Juni 1983.