ANTARA JAKARTA DAN YOGYAKARTA : GERAKAN MAHASISWA ISLAM PADA MASA ORDE BARU SKRIPSI Disusun oleh
Transcript of ANTARA JAKARTA DAN YOGYAKARTA : GERAKAN MAHASISWA ISLAM PADA MASA ORDE BARU SKRIPSI Disusun oleh
ANTARA JAKARTA DAN YOGYAKARTA : GERAKAN
MAHASISWA ISLAM PADA MASA ORDE BARU
SKRIPSI
Disusun oleh:
Ahmad Mujahid Arrozy
08/268164/SA/14501
JURUSAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
BETWEEN JAKARTA AND YOGYAKARTA : ISLAMIC
STUDENT MOVEMENT ON NEW ORDER
UNDERGRADUATE THESIS
Written by:
Ahmad Mujahid Arrozy
08/268164/SA/14501
DEPARTMENT OF HISTORY
FACULTY OF CULTURAL SCIENCE
GADJAH MADA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2013
IV
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan pertama Kepada :
Para Angkatan Aktivis Gerakan Mahasiswa Pasca Reformasi 1998
supaya selalu menempuh asa menuju Indonesia yang lebih baik
Kedua, kepada Ayah, Ibu, dan keluarga penulis yang selalu
menyemangati dalam suasana duka maupun putus asa.
V
HALAMAN MOTTO
“ Sebaik-Baiknya Manusia Adalah Bermanfaat Bagi Orang Lain “
( Muhammad SAW )
“ Hakekat Normativitas Masyarakat Selalu Berbeda Terbalik maupun
Unik Dengan Realitas-Historis Masyarakat “
( Amin Abdullah )
“ Ketidaktahuan Adalah Musuh Bersama Bagi Umat Manusia “
( Paus Benekditus XIV )
VI
PRAKATA
Bismillahirahmanirrahim.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kekuatan
rohani maupun ragawi dalam menyelesaikan tugas studi sejarah ini.
Skripsi dengan judul Antara Jakarta dan Yogyakarta : Pola
Gerakan Mahasiswa Islam Pada Masa Orde Baru. Penulis
berkeinginan mendalami sisi pergerakan mahasiswa Islam. Dengan
harapan supaya pembaca dapat merefleksikan perbandingan aspek
normatif keagamaan dengan realita pergerakan keagamaan yang
terkadang tidak lepas dari aspek manusiawi, sehingga dapat
dipahami dan dimaklumi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Prof.Dr. Bambang Purwanto yang telah memberikan petunjuk ( clue )
dalam merintis penelitian ini melalui foto Akbar Tandjung dalam
buku Victor Tanja.
Penulis ucapkan terima kasih kepada Dr. Nuraini Setiawati
yang telah berkenan membimbing dan memberi arahan di tengah
keterbatasan penulis dari segi akademik. Ucapan terima kasih juga
penulis haturkan kepada Dr. Agus Suwignyo dan Dr. Sri Margana
selaku dosen pembimbing akademik dan Ketua Jurusan Sejarah FIB
VII
UGM. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, penulis mengucapkan
terima kasih kepada staf pengajar Jurusan Sejarah FIB UGM seperti
Drs. Adaby Darban S.U. ( alm ), Drs. Arief Akhyat, M.A., Bahauddin
M.Hum., Dr. Mutiah Amini M.Hum., Drs. Mahmoed Effendi, M.A.,
Julianto Ibrahim M.Hum, Drs. Andrie Nurtjahjo, Waluyo M.Hum dan
Uji Nugroho M.Hum.
Perasaan maaf dan terima kasih sedalam-dalamnya dihaturkan
penulis kepada Syukriyanto AR ( Ayah ) dan Cholifah ( Ibu ) yang
telah mendukung secara moral, material, dan spiritual. Keluarga dan
saudara penulis yang membantu skripsi ini. Dimulai dari Arief
Hidayat & Khotijah, Diana & Natsir Tuasikal, Anis & Paryanto Rohma
S.Ag., dan adik kesayanganku yakni Mazia Rizki Izzatika. Keluarga
Besar Bani AR Fakhruddin dimulai Budhe Wasilah, Bulek Zahanah,
Ir. Agus Purwantoro & Wastiyah, Luthfi Purnomo & Subarkah,
Farkhan AR & Tatik, Fauzi AR & Uun Ilmiyatun, Nasrullah, Salman,
Falah Wijaya, Bang Hamdan ( alumnus HMI UII ), Bang Akmal (
alumnus HMI Trisakti ), Farida Utami, dan Khairunnisa.
Jazakumullah Khairan Katsira.
Ucapan terima kasih kepada tokoh-tokoh mantan alumni
pergerakan mahasiswa Islam yang bersedia diwawancarai seperti
VIII
Bapak Prof.Dr.H.M. Amien Rais, Bapak Dr.H. Chumaidi Syarif Romas
yang selalu bercanda, Bapak H. Said Tuhuleley, Ibu Hj. Hadiroh,
Bapak H. Ahmad Muhsin Kamaludiningrat, Bapak K.H. Gus Masrur
Ahmad, Bapak H. Rosyad Sholeh, Bapak dr. Sudibyo Markoes, Ibu
Hj. Susilaningsih Kuntowijoyo, Bapak H. Syamsu Udaya, Bapak Dr.
Fajrul Falaakh, Bapak Dr. Hamdan Daulay, Bapak Prof. H. Agussalim
Sitompul, Bapak H. Immawan Wahyudi, dan Cak Mustafid.
Terima kasih atas bantuan, setiakawan, dan kekompakan
angkatan 2008. Endi Zulkarnaedi, Pradita Dukarno, Danu Dolethea,
Masdar Farid, Alif Ilhamsyah, dan Muhammad Muklis. Disusul oleh
Topan Arso, Himawan Priyambodo, Januar Wida, Aries Dwi, Abdul
Ghofur, Sidik Purwanto, Luthfi Firmansyah, Kristian Aditama,
Luthfia Farhani, Nurul Romdlani, Ekaningtyas, Septiana, Ratna
Kanya, dan Kartika Rini. Kemudian penggiat forum diskusi Histma
Pradita dan Wildan Sena Associates. Tak lupa ucapan terima kasih
kepada Bapak Sia Ka Mou atas sumbangan ilmu maupun materi.
Angkatan 2009. Tedy, Panji, Tantri, Toro, Adi Pandoyo dan kawan-
kawan lainnya.
Terima kasih atas bantuan rekan-rekan pergerakan
mahasiswa. Dimulai dari IMM seperti Bang Irawan Puspito, Abdul
IX
Fikar, Adhi Wicaksono, Faris Milzam, Rijal Ramdhani, Arizal Gresik,
Ghifari Yuristiadi, Dede Sugiarto, Afif Kulonprogo, Emiriyani, Kiki
Nurhadiyati, Herlina, Annisa Azwar, Warih Kartika, Yasfi Ilalang,
Hendra Filsuf, Astri Nur Faizah, Aulia Taarufi, Mbak Imi, Mbak Ana,
Bang Malik, Cak Makrus dan rekan-rekan IMM yang lain. Dari HMI
seperti Yasif, Angga, Dwi dan Dzikri. Dari PMII seperti Muyik dan
Yaswinda Feronica. Dari KMNU seperti Fajri. Dari GMNI seperti
Wahid. Dari Gertak seperti Faris dan Mita. Kemudian kepada para
akademisi sebagai pembina pergerakan yakni Prof. Dr. Munir
Mulkan, Dr. Robby Abror, Hanafi Rais M.I.P, Dr. Claudia Nef Saluz
dan Prof. Dr. Syamsul Hadi.
Komunitas Basket Sejarah FIB UGM seperti Ari, Adit, Fauzan
Adhim, Johanna, Titi Susanti, Adit, Ryan Beredo, Sholeh, Denis
Tuankota, Faisal, Ibnu Fauzan, Adi Nur Ahmad, S.M. Nur Fauziyah,
Fitria Mamonto, Yhaya Rasta, Siwi, Radesh, Amala, Nayla, Safrin,
Subek, dan kawan-kawan lain. Lanjutkan kemenangan kalian ! Lalu
rekan-rekan alumni Pondok Gontor seperti Noval Novriyansyah, Irfan
Ortrifa, Setyo Widodo, Zaim Pati, Agus Ngaglik, Fatih Bengkulu,
Cahya Pati dan Adlan Syibawaih. Kemudian rekan dan keluarga KKN
UGM Cianjur seperti Novi, Didit, Mustofa, Siti Nurjannah, dan
keluarga besar bibinya Novi dan Yuly Agustiana.
X
Terima kasih terakhir kepada Mbak Rika selaku sekretaris
Jurusan Sejarah FIB UGM, Mas Pongki selaku pustakawan FIB yang
humoris, dan para pustakawan Perpusnas Salemba Jakarta. Semoga
pahala selalu menyertai mereka sebagai penolong bagi penuntut ilmu
di perguruan tinggi.
Yogyakarta, 11 April 2013
Penulis
XI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………...... I HALAMAN PENGESAHAN……………………………………….......... III HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………........ IV HALAMAN MOTTO…………………………………………………........ V PRAKATA……………………………………………………………………. VI DAFTAR ISI………………………………………………………………… XI DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… XIII DAFTAR ISTILAH…………………………………………………………. XVI DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………. XVIII ABSTRACT…………………………………………………………………. XXI ABSTRAK…………………………………………………………………… XXII
BAB. I PENDAHULUAN…………………………………………...... 1 A. Latar Belakang……………………………………………….. 1 B. Permasalahan & Ruang Lingkup………………………… 5 C. Pokok Kajian & Batasan Penelitian……………………… 7 D. Tujuan Penelitian……………………………………………. 8 E. Tinjauan Pustaka……………………………………………. 8 F. Metode & Sumber…………………………………………… 13 G. Sistematika Pembahasan………………………………….. 16
BAB. II KONDISI LINGKUNGAN METROPOLIT JAKARTA DAN KOSMOPOLIT YOGYAKARTA ……………………..
34
A. Nuansa Metropolit Jakarta……………………………….. 34 B. Nuansa Kosmopolit Yogyakarta………………………….. 40 C. Latar Belakang Pendirian Tiga Organisasi
Mahasiswa Islam…………………………………………….. 46
D. Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam……………….. 47 E. Inisiatif Baru dan Penggalangan Kekuatan
Mahasiswa Nahdhiyin……………………………………… 65
F. Reorganisasi Kekuatan Mahasiswa Muhammadiyah.. 77
XII
BAB. III GERAKAN MAHASISWA ISLAM MENJELANG ORDE BARU……………………………………………………………
90
A. Pergesekan Kekuatan Islam Dengan Kekuatan Komunis………………………………………………………..
104
B. KAMI Sebagai Gabungan Konsolidasi Mahasiswa Menjelang Orde Baru……………………………………….
107
BAB. IV GERAKAN MAHASISWA ISLAM DI JAKARTA PADA MASA ORDE BARU………………………………………….
135
A. Antara Salemba dan Rawamangun : Sebuah Ekspektasi dan Refleksi…………………………….
135
B. Relasi Jakarta dan Yogyakarta Dari Konsensus Hingga Konflik………………………………………………..
142
C. Koalisi dan Mobilisasi Massa…………………………….. 154 D. Pelantikan dan Program Organisasi ( Medio Era
1970-An )……………………………………………………... 166
E. Antara Pusat dan Daerah…………………………………. 172 F. Kompleksitas Akhir Orde Baru………………………….. 185
BAB. V GERAKAN MAHASISWA ISLAM DI YOGYAKARTA PADA MASA ORDE BARU………………………………….
190
A. Dari Kebaktian Sosial Hingga Reaktualisasi Pemikiran Islam………………………………………………
190
B. Nuansa Pengkaderan Akar Rumput…………………….. 201 C. Serba-Serbi HMI Komisariat IKIP……………………….. 210 D. Konsistensi Pergerakan Di Tengah Berbagai Tekanan
dan Tantangan………………………………………………. 222
E. Antara Daerah dan Pusat…………………………………. 230 F. Serba-Serbi PMII Sapen dan Demangan……………… 234 G. Eksistensi HMI MPO………………………………………… 236 H. Komplikasi Akhir Orde Baru……………………………… 238
BAB. VI KESIMPULAN…………………………………………………… 242 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 245 DAFTAR INFORMAN……………………………………………………… 256 LAMPIRAN………………………………………………………………….. 259
XIII
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran: Halaman
1 Yel-yel Aktivis Mahasiswa Islam………………………….. 267
2 Syair dan Puisi Aktivis Mahasiswa Islam………………. 268
3 Catatan Ahmad Wahib Seputar Reaktualisasi
Pemikiran Islam……………………………………………….
269
4 Foto Agenda HMI di Masjid Syuhada Yogyakarta…….. 270
5 Foto Pertunjukkan Seni HMI………………………………. 271
6 Dokumen Pamflet HMI………………………………………. 272
7 Surat Kepengurusan PB HMI Kepada Presiden
Soekarno………………………………………………………..
273
8 Foto Audiensi DPP IMM Kepada Presiden Soekarno…. 274
9 Foto Anggota IMM Jakarta…………………………………. 275
10 Foto Audiensi Koalisi Pergerakan Mahasiswa Ekstra
Universiter Kepada DPR RI…………………………………
276
11 Foto Nurcholish Madjid, Ahmad Muhsin, Ridwan
Saidi, Ketika Sedang Mengisi Acara Pengkaderan PB
HMI Jakarta……………………………………………………
277
12 Foto Akbar Tandjung Sedang Menghisap Kretek……… 278
13 Foto Ridwan Saidi, Chumaidi Syarif dan Al-Waeni
Sedang Mengisi Acara Pengkaderan PB HMI…………..
279
14 Foto Suasana Rehat PB HMI Jakarta Partisipasi IMM
Dalam Pembuatan Film Jakarta 66………………………
280
XIV
15 Foto Suasana Pembukaan Konferensi Nasional di
Yogyakarta 1969 & Pertunjukkan Paduan Suara
Aktivis Putri IMM……………………………………………..
281
16 Foto Said Tuhuleley Sedang Berdiskusi Dengan
Rekannya……………………………………………………….
282
17 Foto Said Tuhuleley Sedang Menghadiri Agenda
Pembukaan DEMA IKIP Yogyakarta………………………
283
18 Bagian Kegiatan Munas IMM 1971……………………… 284
19 Foto Emha Ainun Nadjib Mengisi Agenda Isra Mi’raj
Yang Diadakan HMI IKIP Yogyakarta……………………
285
20 Foto Malam Peringatan Isra Mi’raj Yang Diadakan
HMI FKIS IKIP Yogyakarta…………………………………
286
21 Foto Aktivis Putri HMI IKIP, Anisah dan Lutfiah
Lomba Kejuaraan Tenis Meja………………………………
287
22 Foto Said Tuhuleley Bersama Teman-temannya HMI
IKIP Rekreasi Di Pantai Yogyakarta………………………
288
23 Foto Aktivis HMI IKIP Sedang Menyaksikan Layar
Tancep “Braga Stone”……………………………………….
289
24 Foto Said Tuhuleley Menandatangani Absensi Agenda
HMI……………………………………………………………….
290
25 Souvenir Up-Grading Sekretariat & Cohati HMI
Yogyakarta di Berbah, Sleman…………………………….
291
26 Souvenir Senior Course HMI Yogyakarta 1968……….. 292
XV
27 Foto Suasana Peserta MUNAS IMM Yogyakarta 1971.. 293
28 Foto Agenda Pelantikan Pengurus DPD IMM
Yogyakarta 1971-1974……………………………………….
294
29 Foto Aktivis HMI UII Yogyakarta Membuka
Bimbingan Tes 1983………………………………………...
295
XVI
DAFTAR ISTILAH
AD/ART : Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga Ahlu Sunnah Wal Jamaah
: Paham aliran Islam Sunni yang bersandar Nabi Muhammad lalu diwariskan kepada ulama-ulama yang mendalami literatur ilmu-ilmu Islam seperti : Tauhid, Fiqh, dan lain sebagainya
Asas Tunggal : Kebijakan Pemerintah terhadap Orpol maupun Ormas untuk menganut asas Pancasila
Assabiqunal Awwalun
: Para pendiri dan Pengikut Pertama HMI MPO
Batra : Basic Training atau latihan kader HMI Era 70-an
DPP ( S ) : Dewan Pimpinan Pusat Sementara Caretaker : Pengurus Pengganti Sementara Fact Finding Commision
: Komisi Penyelidikan Fakta yang dibentuk PB HMI
HAM : Hak Asasi Manusia Harlah : Hari Ulang Tahun HMI ( Dipo ) : Faksi HMI pro Asas Tunggal yan berkantor di
Jalan Diponegoro Menteng Immawan : Akronim sapaan akrab bagi aktivis putra IMM Immawati : Akronim sapaan akrab bagi aktivis putri IMM Kochi : Status Yogyakarta pada masa administrasi
kedudukan Jepang Konfercab : Konferensi Cabang bagi HMI dan PMII Konfernas : Konferensi Nasional bagi IMM era 1969 Krismon : Krisis Moneter KKN : Korupsi, Kolusi, Nepotisme Mapaba : Masa Penerimaan Mahasiswa Baru atau masa
penyambutan anggota baru bagi PMII Maperca : Masa Penerimaan Calon Anggota bagi HMI Makasa : Malam Kasih Sayang atau agenda malam
keakraban dalam menyambut anggota baru bagi IMM
Maprata : Masa Perkenalan Calon Anggota Bagi Gerakan Mahasiswa Ekstra-universiter
Milad : Hari Ulang Tahun / Dies Natalis Nasakom : Nasionalisme, Agama, Komunisme Onderbouw : Secara harfiah adalah bagian permulaan dari
XVII
pendidikan. Organisasi Sayap akar rumput yang merupakan bagian dari Orpol maupun Ormas
Orba : Orde Baru Opvang : Penerimaan dan Peresmian Lembaga Baru Ortom : Organisasi Otonom PM : Perdana Menteri Jepang Retooling : Pengaturan Kembali dalam komposisi kabinet Rederessing : Perubahan Komposisi Keanggotan Dalam
Parlemen SKS : Sistem Kredit Semester Dalam Perkuliahan
Nasional Studie-Commisie : Komite Pembenahan Organisasi yang dibentuk
oleh PB HMI Tadabur Alam : Refleksi Alam sambil rekreasi bersama-sama Turba : Turun Ke Bawah, Melalui pemberdayaan
masyarakat atau bakti sosial Tritura : Tiga Tuntutan Rakyat Tritura 1974 : Tri Tuntutan Hati Nurani Rakyat
XVIII
DAFTAR SINGKATAN
ADIA : Akademi Dinas Ilmu Agama AMPERA : Amanat Penderitaan Rakyat ANRI : Arsip Nasional Republik Indonesia ARH : Arief Rachman Hakim ASPRI : Asisten Presiden BADKO HMI : Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam BAKIN : Badan Koordinasi Intelijen Negara BAPERKI : Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan
Indonesia BKK : Badan Koordinasi Kemahasiswaan BPK : Badan Pendidikan Kader BPS : Badan Pendukung Sukarnoisme CGMI : Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia DEPARLU : Departemen Luar Negeri DMUI : Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia DPR-RI : Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia FDR : Front Demokrasi Rakyat FIPA : Fakultas Ilmu Pasti dan Alam FIPIA : Fakultas Ilmu Pasti dan Pengetahuan Alam FKIE : Fakultas Keguruan dan Ilmu Ekonomi FKIS : Fakultas Keguruan dan Ilmu Sosial FORDEM : Forum Demokrasi FPII : Front Pemuda Islam Indonesia GBRO : Garis Besar Rekayasa Organisasi GEMUIS : Gerakan Muda Islam GEMSOS : Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia GMKI : Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia GMNI : Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia GMNI-ASU : GMNI Ali Surachman GP-Anshor : Gerakan Pemuda Anshor GPII : Gerakan Pemuda Islam Indonesia HIMA : Himpunan Mahasiswa Al-Jami’atul Al-Wasliyah HMI : Himpunan Mahasiswa Islam HMI MPO : Himpunan Mahasiswa Islam Majelis
Penyelamat Organisasi IAIN : Institut Agama Islam Negeri IAMY : International Assembly Moeslim Youth ICMI : Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia IKIP : Institut Keguruan Ilmu Pendidikan
XIX
IMADA : Ikatan Mahasiswa Djakarta IMANU : Ikatan Mahasiswa Nahdhatul Ulama IMM : Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah IPMI : Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia IPPNU : Ikatan Pelajar dan Pemuda Nahdhatul Ulama ITB : Institut Teknologi Bandung KAHMI : Korps Alumni HMI KAMI : Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia KAMMI : Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia KAPPI : Kesatuan Aksi Pelajar Pemuda Indonesia KAWI : Kesatuan Aksi Wanita Indonesia KMB : Konferensi Meja Bundar KMI : Kesatuan Mahasiswa Islam KMNU : Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama KOGALAM : Komando Siaga Umat Islam KNPI : Komite Nasional Pemuda Indonesia KORAMIL : Komando Rayon Militer KOPKAMBTIB : Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban KOPRI : Korps Pegawai Negeri KOTRAR : Komando Tertinggi Aparatur Revolusi LAPMI : Lembaga Pers Mahasiswa Islam LAPUNU : Lembaga Pemenangan Pemilu NU LDMI : Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam LMND : Lembaga Mahasiswa Nasional Demokrat LMMY : Liga Mahasiswa Muslim Yogyakarta LSBMI : Lembaga Seni Budaya Mahasiswa Islam LP-Maarif NU : Lembaga Pendidikan Maarif Nahdhatul Ulama MALARI : Malapetaka Lima Belas Januari MASYUMI : Majelis Syuro Muslimin Indonesia MAPABA : Masa Penerimaan Mahasiswa Baru MMI : Majelis Mahasiswa Indonesia NASAKOM : Nasionalisme, Agama, dan Komunisme NDP HMI : Nilai Dasar Perjuangan Himpunan Mahasiswa
Islam NEKOLIM : Neo Kolonialis, Komunis, dan Imperialis NA : Nasyiatul A’isyiyah NKK : Normalisasi Kehidupan Kampus NUS : National Union of Students NU : Nahdhatul Ulama PARKINDO : Partai Kristen Indonesia PB : Pengurus Besar PDII-LIPI : Pusat Dokumentasi Informasi Ilmiah-Lembaga
XX
Ilmu Pengetahuan Indonesia PEPELRADA : Penguasa Pelaksana Dwikora Daerah Djakarta PELMASI : Pelopor Mahasiswa Sosialis Indonesia PERSIS : Persatuan Islam PESINDO : Pemuda Sosialis Indonesia PII : Pelajar Islam Indonesia PKPMI : Persatuan Kebangsaan Pelajar Islam Malaysia PMKRI : Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik
Indonesia PMII : Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia PMNU : Persatuan Mahasiswa Nahdhatul Ulama PMY : Persyarikatan Mahasiswa Yogyakarta PMM : Persatuan Mahasiswa Muslim PM : Pemuda Muhammadiyah PNI : Partai Nasional Indonesia PNU : Partai Nahdhatul Ulama PSI : Partai Sosialis Indonesia PSII : Partai Syarikat Islam Indonesia PPMI : Perhimpunan Pergerakan Mahasiswa Indonesia PPMI : Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia PPP : Partai Persatuan Pembangunan PORPISI : Perserikatan Organisasi-Organisasi Pemuda
Islam Indonesia PRD : Partai Rakyat Demokrat RRC : Republik Rakyat Cina RPKAD : Resimen Pasukan Komando Angkatan Rakyat PRRI : Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia RI : Republik Indonesia RRI : Radio Republik Indonesia SEMI : Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia SOMAL : Sekretariat Bersama Organisasi Mahasiswa
Lokal STI : Sekolah Tinggi Islam UBK : Universitas Bung Karno UII : Universitas Islam Indonesia UKM : Unit Kegiatan Mahasiswa USAKTI : Universitas Trisakti WMSA : World Moslem Student Association Yakmindo : Yayasan Kesejahteraan Mahasiswa Indonesia
XXI
ABSTRACT
An Islamic student movement each has different characteristics from ideological identity perspective and environmental conditions so makes to political, social, and cultural orientations. This study discuss comparational character of Islamic student movement between Jakarta and Yogyakarta with temporality on New Order ( 1966-1998 ).
The result of this study indicates that the Islamic student movement have a conflictual character models. Conflictual character was a dominant pattern that occurred among the Islamic student movement between the two cities. Islamic student movement cannot be separated from social life-student aspect which was a sub-structure of the middle class socio-urban structuration such as those alumni who work in government and corporate nor impact figures of Islamic society organizations. An Islamic student movement was able to have a method of organizing from the bottom up to the top. At the grassroots level has a social orientation such as social service and educational training cadres. While the upper level has a political orientation such hearings and lobby with authority. Some orientation options became an integral part in the dynamics of movement, thus causing differences in orientation between activist who hold headquarter with activist who were in the district through internal conflicts nor fellow movement.
Research this history using method of selection source based on discovery of archival documents, recorded an interview former of Islamic student activist Islam, photograph collection ex-activists Islamic student movement, video documentary recorded, and old stories sources reported on magazine and newspaper.
Keywords: Movement, Activist, Student, Islam, Comparison,
Character, Pattern, New Order, Jakarta, Yogyakarta
XXII
ABSTRAK
Setiap gerakan mahasiswa Islam masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda-beda jika ditinjau dari identitas ideologi dan lokasi atau lingkungan sehingga menimbulkan orientasi politik, sosial, dan kultural. Studi ini membincang perbandingan karakter pergerakan mahasiswa Islam antara Jakarta dan Yogyakarta dengan temporalitas Orde Baru ( 1966-1998 ).
Hasil studi ini menunjukkan bahwa pergerakan mahasiswa Islam memiliki karakter dan model konfliktual. Karakter konfliktual ini menjadi pola dominan yang terjadi antar pergerakan mahasiswa Islam pada lingkup antara dua kota. Gerakan mahasiswa Islam juga tidak dapat lepas dari corak kehidupan sosial-kemahasiswaan yang merupakan sub-struktur kelas menengah dari strukturasi sosial-perkotaan, seperti alumni-alumni mereka yang bekerja di pemerintahan dan perusahaan maupun pengaruh tokoh-tokoh pimpinan Ormas Islam. Gerakan mahasiswa Islam mampu memiliki metode pengorganisasian dari bawah hingga atas. Pada tingkat bawah masyarakat memiliki orientasi sosial seperti bakti sosial dan latihan pendidikan kader, sedangkan pada tingkat atas memiliki orientasi politik seperti audiensi dan lobi dengan pemegang kekuasaan. Beberapa pilihan orientasi menjadi bagian integral dalam dinamika pergerakan hingga menyebabkan perbedaan orientatif antara aktivis yang memegang jabatan pusat dengan aktivis yang berada di daerah sehingga menimbulkan konflik internal maupun konflik sesama gerakan.
Penelitian sejarah ini menggunakan metode seleksi sumber informasi yang berdasar penemuan dokumen arsip, rekaman wawancara mantan aktivis mahasiswa Islam, koleksi foto mantan aktivis mahasiswa Islam, rekaman video dokumenter dan sumber berita masa lampau yang berupa majalah maupun surat kabar.
Kata Kunci: Gerakan, Aktivis, Mahasiswa, Islam, Perbandingan,
Karakter, Pola, Orde Baru, Jakarta, Yogyakarta
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gerakan mahasiswa Islam ( Islamic student movement ) adalah
organisasi kalangan mahasiswa muslim yang berlandaskan ajaran
dan ideologi Islam. Dalam sejarah pergerakan politik di Indonesia
organisasi mahasiswa Islam terdiri dari onderbouw para organisasi
politik dan organisasi masyarakat.1 Organisasi mahasiswa Islam yang
dimaksud adalah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang lahir pada
tahun 1947, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang lahir
pada tahun 1960, dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang
lahir pada tahun 1964. Tiga organisasi diatas masing-masing
memiliki dinamika sejarah pergerakan dan pendidikan politik.
Dengan dua contoh hasil penulisan sejarah HMI yang telah ditulis
Agus Salim Sitompul dan sejarah IMM yang telah ditulis Farid
Fathoni.2 Pada akhirnya lingkup kajian sejarah politik mereka
1 Lihat dalam Purnomo Sidi, “ Gerakan Mahasiswa 66 dan
Perubahan Politik Indonesia “. Skripsi. Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada. 1996.
2 Bandingkan Agussalim Sitompul , Sejarah Perjuangan HMI
1947-1975 (Surabaya: Bina Ilmu, 1976) dengan. Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan: Seperempat Abad Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah 1964-1989 (Surabaya : Bina Ilmu, 1990).
2
memberikan versi yang berbeda-beda tentang kiprah maupun
peranan mereka dalam perubahan politik. Sebaliknya, kajian ini
fokus pada pola dan perilaku pergerakan yang terpengaruh kondisi
sosial-politik di lingkup perkotaan kemudian ditinjau dari perspektif
sejarah sosial (social history perspective).3
Gerakan mahasiswa dalam kajian ilmu sosial adalah gerakan
kota dimana kota lebih berpeluang mendapatkan akses dan
kemudian menerima nilai-nilai baru dari sebuah tatanan modernitas.
Kota menjadi agen modernisasi dengan infrastruktur yang
menaunginya seperti : instansi pemerintahan, lembaga pendidikan
dan penelitian, kawasan industri dan pabrik, pusat perbelanjaan dan
perdagangan berupa pasar tradisional maupun swalayan, pusat
hiburan, media massa yang menggaung seperti koran dan radio,
disusul dengan terbukanya jasa komunikasi dan transportasi. Oleh
karena itu, tidak heran jika kota terlebih dahulu menerima sosialisasi
modernisasi karena letak perguruan tinggi sebagai institusi
3 Persepsi utama sejarah sosial adalah bagaimana masyarakat
mengatur hubungan antar sesamanya, mempertahankan diri, mencari solusi dalam permasalahan situasi lingkungan jadi bukan figur pelaku sejarah yang diutamakan tetapi pola dan perilaku mereka dan terakhir adalah mengamati keterkaitan antara perilaku yang menghasilkan kejadian ( event ) dilingkupi situasi sosial. Lihat dalam Taufik Abdullah (ed), Sejarah Lokal di Indonesia (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1990) hlm.316.
3
pendidikan secara spasial umumnya berada di kota. Hal itu dapat
dimaklumi karena perguruan tinggi akan mencetak tenaga kerja
terdidik dan terampil yang pasti dibutuhkan pada masa
industrialisasi di Indonesia. Maka dari itu, penelitian sejarah ini
secara spesifik mengkaji pergerakan sosial yang terpengaruh oleh
dinamika sosial-perkotaan baik itu bersifat politik, sosial, atau
orientasi pribadi para aktivis mahasiswa Islam.
Menurut Ira Lapidus, kondisi buruk ekonomi era 1960-an
membuat aktivis mahasiswa Islam menempuh pergerakan politik
yang radikal. Meskipun pada tahun 1955 mereka menghadapi
negosiasi dilematis dalam era Demokrasi Terpimpin yakni
pertimbangan antara ideologi-normatif dengan realita krisis sosial-
ekonomi.4 Oleh karena itu, terbesit dalam visi mereka untuk
mendirikan negara Islam.5 Dengan demikian, proseduralisasi
kesarjanaan menjadi hal yang mutlak dan bermula dari tahap
kemahasiswaan. Tahap dan masa usia jenjang pendidikan tinggi ini
membutuhkan artikulasi kepentingan politik Islam yang kemudian
5 Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies, (Cambridge: Cambridge University Press, 1988), hlm. 775.
4
membentuk gerakan mahasiswa Islam yang berafiliasi kepada
ideologi Islam dalam perspektif formal dapat disebut lembaga atau
organisasi mahasiswa. Hal ini telah menjadi ciri masyarakat modern
dalam segmentasi Islam perkotaan.
Menurut Sartono Kartodirdjo, modernisasi di perkotaan
menumbuhkan kolektivitas asosiasional. Perihal ini merupakan
gejala munculnya lembaga modern termasuk gerakan mahasiswa
Islam yang berbasis santri. Artinya santri masuk kota, baik dalam
pengertian santri kota yang berasal dari sekolah-sekolah swasta
Islam atau santri desa yang berasal dari pesantren pedesaan
menuntut perguruan tinggi yang berada di kota. Kota besar menjadi
representasi kehidupan Islam yang modern dan kosmopolit
sedangkan kota kecil masih pada tahap transisi yakni pergeseran
nilai antara komunalitas dan asosiasional.6
Dengan landasan tesis Sartono diatas maka Jakarta dan
Yogyakarta dapat menjadi subjek penelitian sejarah ini mengingat
Jakarta adalah pusat kekuasaan baik politis maupun bisnis
sedangkan Yogyakarta merupakan kota kecil yang memiliki basis
6 Sartono Kartodirdjo, Sudewo, Hatmosuprobo, Perkembangan
Peradaban Priyayi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1987) hlm. 166.
5
kelahiran dan pusat literatur pergerakan disertai lembaga pendidikan
nasional maupun swadaya.
B. PERMASALAHAN & RUANG LINGKUP
Sejak transisi pemerintahan era Demokrasi Terpimpin menuju
Orde Baru ( Orba ) maka agenda pemerintahan Orba penuh dengan
sentuhan pembangunan fisik terutama pada tahun 1966 hingga
tahun 1998. Maka pembangunan perkotaan di Jawa dengan
menerapkan agenda liberalisasi melahirkan modernisasi dengan
contoh pembangunan fisik seperti pasar modern seperti mall,
restoran, pusat-pusat hiburan, pertokoan, kantor-kantor
pergedungan milik pemerintah maupun swasta, reklame, manufaktur
dan berbagai macam industrialisasi. Dengan konstruksi semacam
itu, melahirkan asumsi bahwa gerakan mahasiswa Islam selalu
terpengaruh kondisi sosial-politik yang terjadi pada wilayah
perkotaan sehingga perlu menyelidiki pola pergerakan mereka.
Pola diatas merupakan corak pembangunan di Kota Jakarta
sehingga mempengaruhi pola dan perilaku para aktivis mahasiswa
Islam. Sedangkan Kota Yogyakarta merupakan basis kelahiran dan
kaderisasi pergerakan mahasiswa Islam.
6
Lalu seperti apa pergerakan mereka ketika menjelang masa
Orde Baru sebagai fondasi latar belakang kronologis ? Lalu seperti
apa pergerakan mahasiswa Islam di Jakarta ? Kemudian seperti apa
gerakan mahasiswa Islam di Yogyakarta ? Apakah terdapat
keterkaitan dan perbedaan model pergerakan mahasiswa Islam
antara Jakarta dan Yogyakarta yang kemudian dapat dibandingkan
secara karakter ? Dari beberapa jawaban permasalahan ini sehingga
nampak pola pergerakan ( pattern of movement ) dari tiga kelompok
organisasi mahasiswa Islam.
Penelitian ini mempunyai lingkup spasial terutama di dua kota
Jawa yakni Jakarta dan Yogyakarta. Dengan perbandingan karakter
pergerakan mahasiswa Islam. Dengan fokus lokasi dua kota tersebut
dapat merepresentasikan dan membandingkan karakter pergerakan
sosial yang dipengaruhi oleh kondisi sosial-politik. Jakarta dengan
representasi ibukota Republik Indonesia dan Yogyakarta sebagai kota
kelahiran deklaratif dan basis pergerakan HMI, PMII, dan IMM.
Kemudian secara lingkup temporal akan meneliti masa orde baru (
1966-1998 ) dimana terjadi pembangunan fisik, akumulasi kapital,
dan pemerintahan yang otoritarian dan militeristik.
7
C. POKOK KAJIAN & BATASAN PENELITIAN
Inti kajian sejarah ini adalah deskripsi pola gerakan yang
sistematis dan kronologis sesuai dengan sumber-sumber sejarah
yang ditemukan. Maka konsepsi pergerakan sosial yang berlaku
adalah berasal dari induktivikasi realita sosial masing-masing model
pergerakan mahasiswa Islam yang meliputi HMI ( 1947 ), PMII ( 1960
), dan IMM ( 1964 ). Peter Burke menyatakan bahwa pergerakan
sosial ( social movement ) dapat diamati dalam narasi sejarah
sehingga mampu memberikan deskripsi tahapan eksistensi suatu
gerakan.7
Pergerakan dalam pengertian kajian ini yaitu apa yang telah
terjadi dalam dinamika pergerakan mahasiswa Islam yang
terpengaruh dalam kondisi sosial-perkotaan era Orde Baru dimana
perihal tersebut bersifat politis maupun sosial karena pergerakan
mahasiswa Islam selalu terlibat situasi politik dua kota tersebut.
7 Peter Burke, Sejarah Dan Teori Sosial, Terj. Mestika Zed &
Zulfami (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,2001), hlm. 134.
8
D. TUJUAN PENELITIAN
Kajian sejarah ini berusaha mengisi historiografi sejarah politik
gerakan mahasiswa dengan menyelidiki komparasi pergerakan
Jakarta dan Yogyakarta. Sartono Kartodirdjo mengungkapkan proses
politik sebagai kompleksitas hubungan antara ideologi dan otoritas,
ideologi dan mobilisasi, solidaritas dan loyalitas, dan antara
pemimpin dan pengikut. Sesuai dengan tesis Sartono bahwasanya
dengan mengamati proses politik maka akan terlihat pola-pola
kecenderungan gerakan baik itu di tingkat lokal maupun nasional.8
Dari penyelidikan pergerakan ini maka terdapat pola pergerakan
secara struktur lokal maupun nasional secara narasi-historis
sekaligus mampu mengamati sinkronisasi norma Keislaman dengan
realita pergerakan mahasiswa Islam.
E. TINJAUAN PUSTAKA
Pada tahap petunjuk awal kajian ini perlu digunakan buku
patokan secara faktual yang mengupas Gerakan Mahasiswa Islam
yakni disertasi Yudi Latif yang berjudul “Inteligensia Muslim dan
Kuasa: Genealogi Inteligensia Muslim Abad Ke-20”. Konsep genealogi
8 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi
Sejarah, (Jakarta: Gramedia, 1992), hlm. 47.
9
yang ditawarkan Yudi Latif memberikan identifikasi turun-menurun
secara silsilah tentang kaderisasi intelektual muslim. Buku ini
berusaha menggambarkan transmisi kaderisasi intelektual muslim
melalui sebab-sebab kemunculan dan dinamika organisasi
mahasiswa Islam. Seperti Lafran Pane mengapa mendirikan HMI.
Yudi Latif dalam buku ini memaparkan dengan jelas bahwa terjadi
inisiatif reformasi pendidikan dari akar rumput ( educational reform
from grass root ) yang mempunyai nilai-nilai Keislaman, Kemodernan,
dan Kebangsaan. Akan tetapi, buku ini mempunyai beberapa
kekurangan yakni terlalu kaku dengan teori Foucault yang
menyatakan bahwa genealogi merupakan pengamatan sejarah dalam
kepedulian era sekarang . Dan buku ini sangat ilmiah-historis namun
fakta sejarah yang akan dikutip didalamnya sangat tumpang tindih
dengan teori-teori sosiologi yang ditawarkan Yudi Latif sehingga
pembaca awam akan sangat sulit membedakan dimana fakta sejarah
dan mana pernyataan teori sosial. Meskipun tidak mengkaji pola
pergerakan tetapi disertasi ini memberikan perbandingan yang
berarti bagi kajian ini.
Buku kedua yang perlu ditinjau adalah buku penelitian
Gerakan Moderen Islam tahun 1900-1942 yang merupakan karya
Deliar Noer. Noer meneliti hingga tahun 1942 dimana Jepang sedang
10
menduduki pemerintahan di Indonesia. Akan tetapi, pada wilayah
struktur Islam yakni antara elit hingga akar rumput sedang gencar
melakukan diskursus pembaharuan Islam kemudian disertai dengan
pergerakannya.
Dalam perspektif Deliar Noer bahwa pergerakan modern Islam
dibagi menjadi dua kategori. Pertama, gerakan pendidikan dan sosial.
Kedua, gerakan politik. Deliar Noer mengkaji dua kategori pergerakan
modern Islam dengan meneliti asal-usulnya ( the origin of modern
Islamic movement ). Meskipun buku ini menjadi masterpiece
pergerakan modern Islam yang diterbitkan pada tahun 1980 namun
kelemahan buku ini terlalu condong pada penokohan terhadap para
pendiri organisasi Islam modernis sehingga yang dikaji bukan
gerakan rakyat yang berafiliasi pada gerakan Islam namun sekedar
kumpulan biografi elit Islam beserta pemikirannya. Dan diskursus
antar tokoh Islam dan Nasionalis sangat jelas disini salah satu
contohnya pewacanaan dan perdebatan antara Sukarno dan Natsir.
Dan Deliar Noer juga melakukan kategorisasi terhadap tokoh
kalangan Islam modernis yang berdasarkan profesinya. Yakni seperti
Haji Rasul dan Haji Ahmad Dahlan kemudian kalangan saudagar
yakni Haji Abdullah Ahmad, Samanhoeddhi, dan Ahmad Hassan.
Lalu di kalangan priyayi atau birokrat terdapat Tjokroaminoto, Salim,
11
Moeis, Hosein Djajadiningrat, dan Natsir. Hal inilah menurut Deliar
Noer bahwa setiap gerakan Islam modernis mempunyai keterikatan
dan jaringan tersendiri meskipun mempunyai pandangan dan
orientasi yang berbeda terhadap Islam dan Kenegaraan.
Ketiga adalah catatan Soe Hok Gie yang menceritakan
dinamisasi pergerakan mahasiswa pada umumnya. Dari catatan ini
sedikit banyak menyinggung tentang HMI dan PMII yang selalu
bersaing dengan GMNI, PMKRI, CGMI, dan GMKI. Catatan Gie telah
disunting dan diterbitkan oleh LP3ES pada tahun 1983. Gie sebagai
aktivis Gerakan Mahasiswa Sosialis ( Gemsos ) mempunyai artikulasi
kemanusiaan dan politik melihat kondisi sosial-politiknya. Ia pun
menulis dalam catatan hariannya selama dua belas tahun dari tahun
1957 hingga tahun 1969. Betapa tidak, bahwa kehidupan aktivis
gerakan mahasiswa Islam maupun Sekuler telah tergambar secara
jelas dalam catatan ini.
Menurut Daniel Dhakidae, terjadi beberapa persamaan dalam
catatan harian Gie dan Wahib. Pertama, menekuni catatan harian
dengan memberikan komentar filsafat dan agama. Kedua, berlatar
belakang sama yakni aktivis meskipun berbeda gerakan secara
ideologis. Ketiga, kelahiran tahun 1942 dan sama-sama meninggal di
12
usia muda. Oleh karena itu, catatan harian Gie ini sebagai
pembanding fakta dan perspektif catatan harian Wahib. Gie
menceritakan kronologi pergerakan mahasiswa di Jakarta sedangkan
Wahib melakukan reaktualisasi pemikiran Islam di Yogyakarta.
Walaupun kedua catatan harian yang ditulis aktivis ini, isi tulisannya
bukan tentang deskripsi orde baru namun gejala dan pola umumnya
menggambarkan tentang pola pergerakan mahasiswa. Apalagi kedua
penulis ini sebenarnya aktif pada tahap transisi pergeseran
kekuasaan yakni dari Demokrasi Terpimpin menuju ke Orde Baru.
Kemudian penelitian tentang gerakan mahasiswa yang telah
dilakukan oleh Purnomo Sidi yang menjadi skripsi tingkat sarjana
sejarah Universitas Gadjah Mada. Penelitian Purnomo berjudul
“Gerakan Mahasiswa 66 dan Perubahan Politik Indonesia”. Dari
pembacaan skripsi Purnomo sangat memfokuskan pada perspektif
sejarah politik dengan berbagai macam ideologi. Maka dari itu,
Purnomo Sidi kurang meninjau aspek-aspek sosial dalam penelitian
sejarah politik ini karena memiliki kerangka yang berbeda. Akan
tetapi, skripsi ini dapat dijadikan patokan kerangka periodisasi apa
yang terjadi tahun 1966 terkait dengan masa awal pemerintahan
Orde Baru.
13
F. METODE & SUMBER
Menurut sejarawan Kuntowijoyo, proses penelitian sejarah
memiliki lima tahap yang dimulai dari pemilihan topik, pengumpulan
data sebagai sumber primer maupun sekunder, seleksi sumber
berupa kritik data dan kredibilitas sumber. Kemudian dilengkapi
interpretasi dalam bentuk penulisan yang diatur secara kronologis.9
Oleh karena itu, fakta yang diseleksi dalam narasi sejarah ini adalah
fakta sosial atau fakta kegiatan sosial politik maupun sosial-
kemahasiswaan namun mereka terlingkupi oleh kegiatan rutinitas
yang dipengaruhi ideologi Islam atau situasi dua kota Jakarta dan
Yogyakarta masa Orde Baru. Burke menyatakan bahwa fase kegiatan
rutinitas dalam gerakan sosial ( social movement ) memberikan
gambaran penting sejauh apa pergerakan itu dapat bertahan,
berubah, atau berkembang.10
Demikian dengan perbandingan situasi dua kota di Jawa yakni
antara Jakarta dengan Yogyakarta yang secara spesifik memiliki
9 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2005) hlm.90.
10 Peter Burke, op.cit, hlm.134.
14
kekhasan dan muatan modernisasi sehingga mempengaruhi gaya
hidup para penggiat gerakan mahasiswa Islam. Dalam hal ini akan
masuk pada unit sejarah perbandingan. Mengenai sejarah
perbandingan ( comparative history ), Sartono Kartodirdjo
menekankan bahwa perlu mengamati perbandingan berdasarkan
pola, struktur, dan tendensi tertentu.11
Mengenai modernisasi, Sartono memberikan beberapa aspek
teoritis yakni mulai dari tesis Weber yang menyatakan perubahan
suatu komunitas dari tradisionalitas menuju rasionalitas.12
Kemudian perubahan itu akan mengalami institusionalisasi. Tesis
Parsons juga menyatakan terdapat perubahan orientasi yakni dari
orientasi kolektivitas berubah menjadi orientasi kepada diri sendiri.
Lalu dari partikularitas menuju universalitas. Dari orientasi askriptif
menuju orientasi kekaryaan atau prestasi.
Dalam penelitian sejarah ini, penulis menggunakan metode
sejarah kritis. Yakni dengan menemukan dan membaca dokumen-
dokumen sebagai sumber secara heuristik.13 Dokumen-dokumen
11 Sartono Kartodirdjo, op. cit., hlm.78.
12 Ibid., hlm.164. 13 Ibid., hlm.31.
15
yang dimaksud adalah suratkabar, bulletin gerakan mahasiswa, foto,
poster dan brosur kegiatan, artikel opini, dan laporan-laporan umum.
Dengan pembacaan kritik eksternal untuk menyeleksi masalah
otentisitas sumber.14 Kemudian sumber-sumber itu didapat dari
Perpustakaan Daerah Yogyakarta, Arsip Nasional Republik Indonesia
(ANRI) Ampera Raya, Perpustakaan Nasional Salemba, Pusat
Dokumentasi dan Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia ( PDII LIPI ) kawasan Gatot Subroto Jakarta, Jogja Library
Center kawasan Malioboro Yogyakarta beserta dokumen-dokumen
pribadi mantan aktivis gerakan mahasiswa Islam. Tahap selanjutnya
prosedur kritik internal untuk seleksi masalah kredibilitas fakta
sejarah.15
Metode kedua adalah sejarah lisan atau oral history dengan
teknik wawancara. Wawancara dilakukan dengan mantan aktivis dan
penggiat gerakan mahasiswa Islam. Dengan metode ini diharapkan
mengerti karakter pergerakan sosial yang berbeda sesuai dengan
situasi masyarakat, kebudayaan, kepribadian, dan watak yang
14 Louis Goottschalk, Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Susanto (Yogyakarta: UI-Press,1986), hlm.80.
15 Ibid., hlm.95.
16
diwawancarai.16 Hoopes juga menyatakan bahwa sejarah lisan dapat
memberikan hasil yang penting dalam sejarah sosial.
Ketiga studi pustaka sumber sekunder adalah buku-buku
penelitian sejarah yang relevan bagi subjek penelitian ini. Hal ini
sebagai penunjang baik dalam hal fakta maupun analisis.
Goottschalk juga menyarankan bahwa sumber sekunder hanya
untuk menjelaskan dan mendukung latarbelakang yang sesuai
dengan fakta sejaman terutama tentang eksplorasi subjeknya.
Sumber-sumber sekunder dapat ditemukan di Perpustakaan
Fakultas Ilmu Budaya dan Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah
Mada.
G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Urutan penulisan ini disusun sebagai berikut. Bab. I
merupakan bab pendahuluan yang menjelaskan latar belakang dan
motivasi dari penelitian ini. Disusul dengan ruang lingkup dan
permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, metode dan sumber, dan sistematika pembahasan. Dalam
bab pendahuluan ini dijelaskan tentang prosedur, metode, dan
subjek penelitian.
16 James Hoopes, Oral History: An Introduction for Students (Chapel Hill: The University of North Carolina Press,1980), hlm. 36.
17
Pada bab. II, menarasikan latar belakang berdirinya HMI, PMII,
dan IMM. Pada bab III, menceritakan pergerakan mahasiswa Islam
menjelang Orde Baru sebagai pintu masuk menuju Orde Baru. Pada
bab IV, menarasikan pergerakan mahasiswa Islam di kota Jakarta.
Pada bab V, menarasikan pergerakan mahasiswa Islam di Kota
Yogyakarta.
Pada bab. VI, adalah uraian akhir tentang beberapa keterkaitan
dan perbandingan karakter seputar pergerakan mahasiswa Islam
antara Kota Jakarta dan Kota Yogyakarta masa Orde Baru. Dengan
meneliti tiga aspek tersebut, maka pola-pola pergerakan mahasiswa
Islam mampu teramati dalam narasi sejarah sekaligus menjadi
kesimpulan penelitian ini.
34
BAB II
Kondisi Lingkungan Metropolitan Jakarta Dan Kosmopolitan
Yogyakarta Sepanjang Orde Baru
A. Nuansa Metropolit Jakarta
Sejak kemerdekaan 1945 Jakarta dideklarasikan sebagai
ibukota Republik Indonesia meskipun di bulan Oktober 1945 status
ibukota dipindah ke Yogyakarta untuk sementara karena situasi
politik peperangan. Pada aspek sejarah politik, Jakarta sejak era
kolonial menjadi ibukota koloni Hindia Belanda dengan nama
Batavia. Karena posisinya yang strategis selain sebagai pelabuhan
maupun kota metropolis-perdagangan. Oleh karena itu, Jakarta
sebagai ibukota republik diresmikan sebagai Daerah Khusus Ibukota
( DKI ).
Jakarta terletak di ujung barat daya Pulau Jawa berbatasan
bagian Utara dengan Laut Jawa. Wilayah administrasi Daerah
Khusus Ibukota ( DKI ) Jakarta berbatasan dengan Propinsi Jawa
Barat bagian Barat, Timur, dan Selatan. Jakarta secara astronomis
terletak pada posisi 6 12’ Lintang Selatan ( LS ) dan 106 48’ Bujur
35
Timur ( BT ).1 Kemudian iklim di Jakarta cenderung berudara panas
dengan suhu udara rata-rata 27 .
Menurut dokumentasi Peraturan Pemerintah ( PP ) No. 45
tahun 1974, DKI Jakarta telah mempunyai luas lahan 63.700 ha.
Dengan luas wilayah keseluruhan berkisar 650,40 kilometer persegi.
Lalu dibagi menjadi lima administrasi wilayah kota yaitu : Jakarta
Pusat ( 54, 89 km ), Jakarta Barat ( 131, 41 km ), Jakarta Utara (
136, 96 km ), Jakarta Timur ( 182, 01 km ), dan Jakarta Selatan
( 145, 13 km ).2 Kondisi tanah di Jakarta termasuk dataran rendah
dengan ukuran kerendahan 0-7 meter dibawah permukaan air laut.
Karena permukaan tanah di Jakarta lebih rendah daripada air laut
maka ketika musim hujan selalu tergenang air. Kondisi curah hujan
di Jakarta mempunyai pola rata-rata yang terendah pada bulan
Agustus berkisar 22,7 mm sedangkan pola yang tertinggi pada bulan
Februari yaitu 399,8 mm dengan kelembapan udara rata-rata 76 %.
Aspek kependudukan Jakarta terutama yang beragama Islam
telah tercatat di sensus 1971 dengan usia-usia mahasiswa antara 20-
29 tahun telah berjumlah 347994 orang dari jumlah keseluruhan
1 Ensiklopedia Nusantara, Profil Propinsi RI : DKI Jakarta , (
Jakarta : Yayasan Bhakti Wawasan Nusantara,1993), hlm. 33. 2 Ibid, hlm 36.
36
421117 penduduk.3 Kemudian yang berusia antara 30-39 tahun
telah berjumlah 269695 orang dari total keseluruhan 318335
penduduk.4
Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia mempunyai
ketertarikan ( interest ) bagi rakyat Indonesia yakni dengan tujuh
elemen berikut. Elemen lingkaran pertama Jakarta adalah pusat
pemerintahan RI meliputi : Kantor dan Istana Negara, Sekretariat
Negara, Departemen dan Kementerian Negara, Lembaga Negara,
Badan Negara, dan Komisi Negara. Disertai oleh Parlemen Negara dan
Institusi Militer Negara.
Elemen lingkaran kedua Jakarta adalah pusat bisnis meliputi
perusahaan nasional, swasta maupun perusahaan asing yang
masing-masing mempunyai kantor dan gedung di Jakarta. Lalu
layanan Perbankan, Asuransi, Gedung Pertemuan, Perhotelan dan
Penginapan menjadi fasilitas utama dalam proses transaksi bisnis.
Dalam proyek Indonesianisasi, Pemerintah Orde Baru membentuk
3 Badan Pusat Statistik, “ Sensus Penduduk D.K.I Jakarta
Raya Tahun 1971”, Seri No. 09. Hlm 3-8. 4 Ibid.
37
fasilitas Bursa Efek Jakarta ( Jakarta Stock Exchange ) yang telah
berdiri pada tahun 1977.5
Dengan begitu Jakarta menjadi kota yang membutuhkan
pegawai maupun karyawan. Maka muncul kebutuhan kepemilikan
tempat tinggal dengan elemen lingkaran ketiga adalah pemukiman,
perumahan dinas maupun swasta hingga properti kelas menengah
keatas. Karena hidup berkeluarga dan untuk membina pendidikan
bagi anak-anak maka muncul kebutuhan jenjang pendidikan formal.
Muncul dengan elemen lingkaran keempat Jakarta adalah pusat
institusi pendidikan yang dikelola oleh Negara maupun Swasta.
Maka pada tahap pendidikan tinggi terdapat dua perguruan
tinggi Jakarta yang paling berpengaruh dalam gerakan mahasiswa
Islam yaitu Universitas Indonesia ( Universiteit Indonesia ) yang
diresmikan pada tahun 1950.6 Lokasi kampus-kampus UI mulai dari
Salemba, Rawamangun, Pegangsaan, hingga Depok. Kemudian
Akademi Dinas Ilmu Agama ( ADIA ) yang berubah resmi menjadi
Institut Agama Islam Negeri ( Al-Jami’ah Al-Islamiyah Al-Hukumiyah )
5 Robert Cribb, Audrey Kahin (eds.), Historical Dictionary of
Indonesia (Maryland: Scarecrow Press, 2004), hlm. 401.
6 www.ui.ac.id/id/profile/page/sejarah, 8 Februari 2013, 20 : 32.
38
Syarif Hidayatullah Ciputat pada tanggal 24 Agustus 1960.7 Secara
orisinalitas pendidikan tinggi merupakan konsep Barat yang
diperkenalkan pada abad 19.8 Maka tidak heran kegiatan mahasiswa
era Demokrasi Parlementer berupa kegiatan sosial seperti piknik,
olahraga, seni musik, pers mahasiswa, dan kelompok studi.
Elemen lingkaran kelima Jakarta adalah pusat perdagangan
dan perbelanjaan yang meliputi : pasar tradisional maupun modern (
mall ). Kemudian elemen kelima adalah sarana jasa transportasi
umum dan transportasi pribadi yang membutuhkan pembangunan
infrastruktur jalan-jalan raya, tol, jembatan sungai maupun
jembatan gantung ( flyover ). Fasilitas publik yang lebih megah
seperti bandara internasional Cengkareng, stasiun kereta Jatinegara
dan Pasar Senen, terminal bus Lebak Bulus dan Kampung
Rambutan.
Elemen lingkaran keenam adalah sarana hiburan dan rekreasi
umum ( entertainment ) seperti Gedung Bioskop Kramat, Kebun
Binatang Ragunan, Mall Sarinah, kawasan pertokoan, kafe, bioskop,
7 www.uinjkt.ac.id/index.php/tentang-uin.html, 8 Februari 2013, 20:42.
8 Burhan Magenda, “ Gerakan Mahasiswa dan Hubungannya
dengan Sistem Politik : Suatu Tinjauan “ Farchan Bulkin (ed). Analisa Kekuatan Politik Di Indonesia ( Jakarta: Seri Prisma-LP3ES, 1988 ) hlm. 130.
39
dan kedai kopi di bilangan Menteng Huis hingga lokalisasi seperti
Binaria. Dengan begitu akses warga Jakarta menjadi lebih lancar jika
menghasilkan pendapatan yang standar apalagi diatas rata-rata.
Elemen lingkaran ketujuh adalah industri-industri nasional
maupun asing yang mulai berdiri di Jakarta maupun kota-kota
satelitnya ( sub-urban towns ) seperti : Depok, Tangerang, Bekasi,
Bogor hingga melebar menuju Karawang dan Subang. Interkoneksi
antar kota seperti ini membutuhkan pembangunan jalan raya. Antara
tahun 1967 hingga 1977 telah disebut lingkaran Jabotabek.9 Mulai
dari Bogor telah dirintis pembangunan jalan tol jurusan Jakarta-
Bogor-Ciawi ( Jagorawi ).10 Dari jurusan tol Jagorawi tersebut
menghubungkan pemukiman elit mulai dari arah Jakarta Selatan
seperti Kebayoran Baru.
Elemen-elemen tersebut menjadi lingkungan ( milieu ) bagi
gerakan mahasiswa Islam di Jakarta hingga mempengaruhi gaya
hidup gerakan mahasiswa Islam.
9 Robert Cribb, Audrey Kahin (eds.), op.cit, hlm. 202. 10 Ibid.
40
B. Nuansa Kosmopolit Yogyakarta
Yogyakarta berasal dari wilayah pecahan kerajaan Mataram
Islam tahun 1755 yang telah dibagi dua yaitu Kasultanan Yogyakarta
dan Kasunanan Surakarta.11 Nama asli kota ini adalah
Ngayogyakarto Hadiningrat. Hamengkubuwono merupakan identitas
pemimpin bagi Kasultanan kerajaan ini. Kemudian disisi sebelah
Barat terdapat wilayah Adikarto yang merupakan teritori Kadipaten
Pakualaman tepatnya di Kabupaten Kulonprogo. Kadipaten ini
dipimpin oleh adipati Pakualaman secara silsilah.
Semenjak rentangan tahun 1887, 1921, dan tahun 1940 status
administrasi pemerintahan Yogyakarta merupakan pemerintahan
Swapraja yang mempunyai hukum kontrak dengan Gubernur
Jenderal Van Heutz ( 1851-1924 ) yang dalam versi administrasi
Hindia Belanda bernama Vorstenlanden termasuk Kasunanan
Surakarta. Lalu era administrasi pendudukan Jepang, Yogyakarta
diberi kedudukan sebagai Kochi.
Karena prakarsa Sultan Hamengkubuwono IX atas
perpindahan ibukota republik kepada Yogyakarta pada tanggal 4
Januari 1946. Perihal ini disebabkan daerah Jakarta dinilai tidak
aman dan Perdana Menteri Syahrir mendapat ancaman akan
11 Robert Cribb, Audrey Kahin (eds.), op.cit, hlm. 461.
41
dibunuh. Perpindahan Jakarta menuju Yogyakarta menyebabkan
kota ini menjadi basis republik dengan anggota aparatur Negara yang
berpindah telah berjumlah hampir 50.000 orang.12
Karena peranan Sultan Hamengkubuwono IX dalam
memperjuangkan kemerdekaan republik dengan Yogyakarta pernah
menjadi ibukota sementara di tahun 1945. Maka sejak tahun 1946
Yogyakarta dihormati sebagai propinsi Daerah Istimewa ( Special
Territory ).13 Pengukuhan dan peresmiannya dinyatakan pada
Undang-Undang No. 22 tahun 1948 dan undang-undang no.3 tahun
1950.14
Dengan wewenang keistimewaan tersebut Sultan Yogyakarta
dan adipati Pakualaman ditetapkan berhak memiliki dua jabatan.
Pertama, jabatan simbol kultural sebagai derajat kemaharajaan
Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman.
12 Selain itu peranan Sultan Hamengkubuwono IX adalah
melakukan restrukturisasi birokrasi Kasultanan hingga menghapus jabatan patih yang dinilai ganda. Kemudian melakukan deklarasi maklumat 5 September 1945, 30 Oktober 1945, dan nomor 18 tahun 1946. Lihat selengkapnya dalam Julianto Ibrahim, Harlem Siahaan, Waluyo, “ Swapraja dan Revolusi : Proses Pengukuhan Yogyakarta Sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta Pada Masa Revolusi ( 1945-1950 ) “. Laporan Penelitian Universitas Gadjah Mada. 2003. hlm. 78.
13 Robert Cribb & Audrey Kahin (eds.), op. cit.
14 Julianto Ibrahim, Harlem Siahaan, Waluyo, op.cit.
42
Kedua, jabatan administrasi publik dengan Sultan Yogyakarta
sebagai gubernur dan adipati Pakualaman sebagai wakil gubernur
propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ( DIY ).
Yogyakarta secara geografis terletak di tengah pulau Jawa
bagian selatan. Bentuk teknis Yogyakarta dalam perspektif pemetaan
( mapping ) mirip dengan bentuk segitiga dengan puncak Gunung
Merapi ( 2.911 M ) pada bagian Utara. Dibawahnya terdapat wisata
Pesanggrahan Kaliurang sebagai tempat rekreasi yang sering
digunakan berbagai organisasi termasuk HMI, PMII, dan IMM.
Menurut pakar geografi Soewadi, Propinsi Yogyakarta merupakan
fluvio-vulkanik-foot plain dari Gunung Merapi lalu mengalir sungai-
sungai seperti Gadjah Wong di Timur, Code di Tengah, dan Winongo
di Barat. Dan sebelah selatan Yogyakarta merupakan pegunungan
plateu yang membujur ke arah Timur-Barat hingga terhenti dengan
adanya patahan di Pantai Parangtritis.15 Pantai ini juga menjadi
wisata rekreasi alam atau tadabbur ‘alam bagi gerakan mahasiswa
Islam.
Kemudian batas-batas wilayah administrasi Daerah Istimewa
Yogyakarta ( DIY ). Dari bagian Tenggara dan Timur Laut berbatasan
15 Soewadi, Kota Yogyakarta, Sekarang dan Dimasa Datang ( Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM,1979), hlm.15.
43
dengan Wonogiri dan Klaten. Lalu bagian Barat Laut dan Barat
berbatasan dengan Magelang dan Purworejo. Dan bagian Selatan
berbatasan dengan Laut Selatan atau Samudera Indonesia.
Yogyakarta secara astronomis terletak antara 7 53’- 8 Lintang
Selatan ( LS ) dan 110 5’- 110 48’ Bujur Timur ( BT ).16
Jumlah keseluruhan wilayah administrasi DIY 3.185, 81 Km
. Oleh karena itu, Yogyakarta telah terbagi menjadi beberapa daerah
meliputi satu Kotamadya dan empat Kabupaten dengan luas wilayah
masing-masing sebagai berikut : Kotamadya Yogyakarta seluas 32,50
Km dengan 14 Kecamatan, Kabupaten Sleman seluas 574,82
Km dengan 17 Kecamatan, Kabupaten Bantul seluas 506,85
Km dengan 17 Kecamatan, Kabupaten Kulon Progo seluas 586,28
Km dengan 12 Kecamatan, dan Kabupaten Gunung Kidul 1485,36
Km dengan 13 Kecamatan.17
Yogyakarta secara perekonomian sosial mempunyai potensi
perkebunan terutama tanaman tebu dan tembakau. Lalu diikuti
industri agribisnis seperti pabrik gula ( P. G ) salah satunya P.G.
16 Kantor Pusat Data Propinsi DIY, “ Monografi DIY Tahun
1979 ”, 1981. hlm. 3. 17 Ibid.
44
Madukismo dan pabrik cerutu Tarumartani. Kemudian kerajinan
tangan ( handycraft ) seperti di daerah Manding, kerajinan perak (
silvercraft ) seperti di daerah Kotagedhe, industri maupun pedagang
busana batik seperti di daerah Gondomanan maupun Ngasem. Arena
perbelanjaan di kawasan Malioboro. Dan salah satu tempat kuliner
masakan tradisional yaitu gudeg di daerah Wijilan.
Yogyakarta terkenal sebagai kota pendidikan dan pergerakan
kader bangsa karena mempunyai institusi pendidikan modern
bumiputera dari swadaya masyarakat. Perintisan itu dimulai oleh
Muhammadiyah ( 1912 ) dan Taman Siswa ( 1922 ).18 Dengan begitu,
Yogyakarta secara tidak langsung menjadi kota kosmopolit yang perlu
memiliki perguruan tinggi sebagai tahap pengembangan
pembangunan bangsa.19 Maksud dari kosmopolit tersebut
menunjukkan partikularitas dalam Islam dengan tujuan universal
berpadu dengan nuansa pusat nilai dan institusi Jawa seperti
keraton Yogyakarta. Proses masyarakat kota ini saling berpadu
sehingga mengundang etnik lain untuk bersama-sama menuntut
ilmu.
18 Bambang Purwanto, Djoko Suryo, Soegijanto Padmo (eds.), Dari Revolusi ke Reformasi : 50 Tahun Universitas Gadjah Mada ( Yogyakarta: Pusat Studi Pariwisata UGM, 1999), hlm. 1.
19 Ibid., hlm 2.
45
Pasca kemerdekaan, tahapan itu tercapai dengan berdirinya
Universitas Gadjah Mada ( UGM ) pada tanggal 17 Februari 1946.20
Lalu menyusul perubahan resmi Sekolah Tinggi Islam ( STI ) menjadi
Universitas Islam Indonesia ( UII ) pada tanggal 4 Juni 1948.21
Kemudian pada tanggal 9 Mei 1960 telah diresmikan Institut Agama
Islam Negeri ( Al-Jami’ah Al-Islamiyah Al-Hukumiyah ) Sunan Kalijaga
Yogyakarta.22 Dan yang terakhir Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (
IKIP ) Yogyakarta diresmikan pada tanggal 21 Mei 1964.23 Keempat
perguruan tinggi tersebut menjadi basis epistemik pergerakan
mahasiswa Islam di Yogyakarta.
Beranjak pada aspek kependudukan usia-usia mahasiswa
muslim di Yogyakarta dengan sensus tahun 1971 yang mencatat
bahwa usia-usia 20 hingga 29 tahun berjumlah 30059 orang dari
keseluruhan 37729 penduduk dan usia 30 hingga 39 tahun
berjumlah 18085 orang dari keseluruhan 21495 penduduk.24 Hal
20 Ibid, hlm 10.
21 www.uii.ac.id/universitas/rectors.html , 8 Februari 2013,
20:23. 22 www.uin-suka.ac.id/page/1 , 8 Februari 2013, 20:24.
23 www.uny.ac.id/profil/sejarah-uny , 8 Februari 2013, 20:17.
24 Badan Pusat Statistik, “ Sensus Penduduk D.I.Jogyakarta
Tahun 1971”, Seri E No. 12. hlm. 38-39.
46
tersebut pada sensus lingkup perkotaan. Sedangkan sensus pada
lingkup pedesaan berjumlah 9927 orang dari keseluruhan 105876
penduduk antara usia 20 hingga 29 tahun.25 Kemudian yang berusia
antara 30 sampai 39 tahun berjumlah 126851 orang dari
keseluruhan 132756 penduduk.26
C. Latar Belakang Pendirian Tiga Organisasi Mahasiswa Islam
Sepanjang dua puluh dua tahun lamanya dari Kemerdekaan
Republik Indonesia tahun 1945 hingga masa Demokrasi Terpimpin
tahun 1966 pergerakan organisasi mahasiswa telah berdiri dan
mengalami dinamika pergerakan tersendiri. Dalam mengawal
Republik yang masih muda telah terjadi pertentangan antar
strukturasi kekuasaan. Pergerakan mahasiswa masing-masing
mengalami hambatan masing-masing dari sebuah penyelenggaraan
demokrasi. Pada masa Demokrasi Terpimpin, Partai Politik ( Parpol )
merupakan proseduralisasi untuk merebut basis massa. Lalu secara
otomatis telah tercipta organisasi-organisasi sayap ( onderbouw )
yang mempunyai landasan ideologi. Seperti : PNI dengan GMNI, PKI
25 Ibid. 26 Ibid.
47
dengan CGMI, PSI dengan Gemsos, dan HMI dengan Masjumi.27
Konstruksi semacam ini sengaja diciptakan untuk mempertahankan
basis massa pada segmentasi kemahasiswaan dan yang kedua untuk
kaderisasi atau pendidikan politik akar rumput.
I. Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam
Pertemuan empat belas mahasiswa Sekolah Tinggi Islam ( STI ) di
Yogyakarta seperti Lafran Pane, Kamoto Zarkasji, Dahlan Husein,
Suwali, Jusdi Ghazali, Mansjur, M. Anwar, Hasan Basri, Marwan,
Zulkarnaen, Tajeb Razak, Toha Mashudi, dan dua mahasiswi yakni
Bidron Hadi dan Maisaroh Hilal. Diantara mereka yang paling
menonjol adalah Lafran Pane yang mempunyai gagasan untuk
mendirikan HMI. Lalu Lafran Pane juga bertemu dengan pengajar-
pengajar STI mereka yang merupakan cendekiawan Islam modernis
seperti Kahar Muzakkir, Mohammad Rasjidi, Fathurrahman Kafrawi,
Kasman Singodimedjo, dan Prawoto Mangkusasmito.
27 Dijelaskan bahwa masing-masing gerakan mahasiswa
mempunyai afiliasi organisasi politik ( orpol ) nasional atau underbow seperti : GMNI dibawah PNI, CGMI dibawah PKI, dan GEMSOS dibawah PSI. Purnomo Sidi, “Gerakan Mahasiswa 66 dan Perubahan Politik Indonesia“. Skripsi. Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada. 1996. hlm. 218.
48
Para tokoh-tokoh muslim tadi menurut tipologi Deliar Noer
merupakan corak kaum muda yang modernis lebih mengutamakan
pembaharuan dalam paradigmatika Islam daripada mempertahankan
tradisi.28 Maka tentu saja lebih rasional dan material dalam proses
pembangunan agama Islam dengan diktum “ Merujuk kembali ke Al-
Quran dan As-Sunnah“.29 Dalam contoh tipologinya telah disebutkan
berbagai perkumpulan ulama Minangkabau dan organisasi
masyarakat Islam seperti Muhammadiyah dan Persatuan Islam.
Maka ini menurun kepada HMI, dari semua orang-orang yang
berkecimpung dalam pendirian HMI. Mereka mempunyai hubungan
kultural secara pemikiran Islam dengan Muhammadiyah entah
mereka dapat dari organisasi maupun pendidikan Muhammadiyah.
Bahkan seperti Maisaroh Hilal merupakan aktivis Aisyiyah yang
28 Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia ( Jakarta:
LP3ES,1996), hlm. 7. 29 Islam Modernis secara aliran pemikiran bersumber
orisinalitas wahyu yang diturunkan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Prinsip modernisme dalam Islam adalah orisinalitas akidah dan integrasi ilmu dan agama dalam bidang pendidikan masyarakat Islam. Para pelopornya di Arab, Mesir, dan India antara lain : Moh. Abdul Wahhab, Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Sir Mohammad Iqbal. Lihat dalam Gibb, H.A.R. Aliran-Aliran Modern Dalam Islam Terj. Machnun Husein ( Jakarta: Rajawali Pers,1991)
49
merupakan organisasi otonom Muhammadiyah. Maka tidak heran
dalam perjalanan HMI telah banyak alumni-alumninya kembali ke
persyarikatan Muhammadiyah menjadi pengurus atau anggota.
Seperti Lukman Harun, Amien Rais, Hadiroh Ahmad, Wasilah
Sutrisno, Ahmad Muhsin Kamaludiningrat, Susilaningsih
Kuntowidjojo, Dawam Rahardjo, dan lain sebagainya. Kenyataan ini
diperkuat dengan Yogyakarta sebagai basis pergerakan Islam
modernis. Yakni antara lain seperti Muhammadiyah dan HMI. Hal ini
juga diperkuat dengan pernyataan Said Tuhuleley bahwasanya
secara pemikiran Islam, HMI sama dengan Muhammadiyah.30
Dalam bidang politik Islam, HMI juga juga mempunyai
hubungan kultural dengan Masjumi seperti Mohammad Natsir,
Wachid Hasjim, Anwar Tjokroaminoto, Wondoamiseno, dan Mas
Mansur. Akan tetapi dalam pernyataan organisasi HMI sama sekali
tidak ada perjanjian formal dengan Masyumi. Meskipun alumni-
alumninya telah banyak yang meneruskan di Masyumi seperti
Mintaredja yang merupakan mantan aktivis HMI Fakultas Hukum
UGM.
30 Wawancara Said Tuhuleley, 2 Oktober 2012, Pkl 19:15 WIB.
Di kediamannya Komplek Pesantren Mahasiswa Budi Mulia, Perumahan Banteng 3, Sleman Yogyakarta.
50
Para alumni-alumni HMI setuju dengan cita-cita Masyumi
maka HMI telah dianggap oleh publik sebagai underbow dari
Masyumi dan memang kala itu Masyumi menjadi satu-satunya partai
umat Islam Indonesia. Hal itu tertera pada Kongres Umat Islam
perdana di Madrasah Mu’allimin Yogyakarta pada tahun 1945. Maka
HMI secara otomatis terdapat keterikatan politik Islam bersama
Masyumi meskipun secara formal tidak diakui oleh Pengurus Besar
HMI terutama Dahlan Ranuwihardjo yang dekat dengan Soekarno.31
Hal ini menyangkut posisional HMI yang selalu dijaga relatif-netral
pada elit kekuasaan nasional maupun tingkat masyarakat sehingga
mampu merekrut anggota mahasiswa muslim baik dari kalangan
modernis maupun tradisionalis.32 Dan dalam Majalah Media 1955,
HMI mempunyai komitmen selalu memelihara hubungan dengan
partai-partai Islam dimanapun juga, meskipun dengan syarat tidak
terikat dan tidak dipengaruhi dan tentu saja mempunyai hak
31 Yudi Latif, Inteligensia Muslim : Genealogi Inteligensia Muslim
Indonesia Abad Ke-20 (Bandung: Mizan,2005), hlm. 426. 32 Ibid. Hlm 427.
51
pandangan sendiri.33 Bahkan menurut pengakuan Ahmad Muhsin,
HMI sebagai intervensor Partai-Partai Islam.34
Pasca menerima saran dalam beberapa diskusinya, Lafran Pane
bersama tokoh-tokoh muslim pada bulan Nopember tahun 1946
mengumpulkan dan mengundang para mahasiswa muslim di tiga
kampus Yogyakarta. Yakni Sekolah Tinggi Islam, Balai Perguruan
Tinggi Indonesia Gadjah Mada, dan Sekolah Tinggi Teknik.
Konsolidasi tersebut untuk menyampaikan gagasan dan prakarsa
berdirinya HMI. Kemudian disusul pada tanggal 5 Februari 1947,
Pane mengambil jam kuliah Tafsir yang diisi almarhum ulama Husein
Yahya untuk mendirikan HMI. Sebagian yang dikumpulkan berasal
dari kalangan aktivis Persyarikatan Mahasiswa Yogyakarta ( PMY )
dan Gerakan Pemuda Islam Indonesia ( GPII ). Akan tetapi pada
penyampaian gagasan awal Pane yang disuarakan GPII telah ditolak
Masyumi karena Pane dianggap asing dan belum dikenal oleh
khalayak publik Islam.
33 Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam. “ Sedjarah
Ringkas H.M.I “ Media edisi Djakarta, Pebruari 1955. hlm. 43. 34 Wawancara Ahmad Muhsin Kamaludiningrat, 24 Oktober
2012, Pkl 16:35 WIB. Di Kauman Gondomanan, Kompleks Masjid Besar, Alun-Alun Utara, Yogyakarta.
52
Maka pada tanggal 5 Februari 1947 HMI didirikan dan pada
bulan November segera melaksanakan Kongres pertamanya dengan
kesimpulan bahwa Islam dan Nasionalisme adalah tidak berlawanan
tetapi beriringan sehingga dibutuhkan orientasi perjuangan Islam
dan nasionalisme yang inklusif. Apalagi sebelumnya umat Islam telah
terjajah oleh politik Hindia Belanda maka tidak boleh ada alternatif
lain kecuali melawan dan mempertahankan dalam kerangka
nasionalisme dengan tujuan Keislaman.35 Pada tanggal 30 November
1947 telah dilaksanakan Kongres Pertama HMI Yogyakarta. Dengan
formatur kepengurusan dan anggota pertama sebagai berikut :
1. H.S. Mintaredja Sebagai Ketua langsung ditugaskan di
Jakarta berasal dari mahasiswa UGM
2. Ahmad Tirtosudiro Sebagai Wakil Ketua langsung
ditugaskan di Jakarta berasal dari mahasiswa UGM
3. Usuludin Hutagalung ( Jakarta ) sebagai Anggota
4. M. Sanusi ( Jakarta ) Sebagai Bendahara
5. Amin Syahri ( Yogyakarta ) Sebagai Anggota
6. Anton Timur Jailani ( Jakarta ) Sebagai Anggota
35 Wawancara Agussalim Sitompul, 12 September 2012, Pkl
14:56 WIB. Di kediamannya jalan. Pangajabsih Sanggrahan, Condong Catur Sleman Yogyakarta.
53
7. Tejaningsih ( Jakarta ) Sebagai Anggota
8. Siti Baroroh Baried ( Yogyakarta ) Sebagai Anggota
9. Usep Ranuwihardja ( Jakarta ) Sebagai Anggota
Pada seminar sejarah HMI pada tanggal 27 hingga 30
Nopember 1975 yang dirapatkan oleh mantan pimpinan senior HMI
seperti Dahlan Ranuwihardjo, Agussalim Sitompul, Malik Fadjar,
Husein Anuz, dan Malik Mubin.36 Mereka mampu membawa
beberapa kesimpulan bahwasanya latar-belakang pendirian HMI
disebabkan beberapa peristiwa.
Pertama, Persyarikatan Mahasiswa Yogyakarta ( PMY ) tidak
memperhatikan kepentingan mahasiswa yang beragama Islam. Yakni
tidak pernah menyelenggarakan ceramah-ceramah keagamaan.
Kemudian tidak memikirkan kebutuhan beribadah sholat maghrib
dari pukul 16.30 hingga 20.30 di Balai Perguruan Tinggi Gadjah
Mada.37 Akan tetapi, PMY tetap menjadi embrio pendirian HMI
karena berhasil mengumpulkan mahasiswa Islam. Dan PMY telah
diketahui oleh para mahasiswa muslim merupakan sayap organisasi
dari Partai Sosialis Islam ( PSI ), dibentuknya PMY hanya sekadar
36 Agussalim Sitompul, Pemikiran HMI dan Relevansinya Dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia ( Jakarta: Intergrita Press,1986), hlm. 11.
37 Ibid. hlm. 12-17.
54
merupakan strategi kepentingan politik PSI untuk menguasai
mahasiswa muslim.38 Kedua, menurut pernyataan Agussalim
Sitompul adalah penjajahan ekonomi-politik Belanda terhadap kaum
muslimin sehingga terdapat antithesis dakwah Islam bagi pembawa
misionaris dan zending. Kemudian pengaruh sekularistik yang
tumbuh di tengah-tengah perguruan tinggi Indonesia. Lalu
tertutupnya proses ijtihad keislaman di tengah kaum muslimin. Dan
yang terakhir Sarekat Dagang Islam, Muhammadijah, dan Persatoean
Oemat Islam secara politis tergabung dalam kepartaian unitaristik.39
Pada Kongres HMI selanjutnya di Bogor. Telah menetapkan
beberapa kelompok pemegang penting berdirinya HMI yakni :
1. Lafran Pane sebagai Pemrakarsa
2. Para pendiri dan penyebar HMI di wilayah Indonesia Barat :
Lafran Pane ( Yogyakarta ), Karnoto Zarkasyi ( Desa Jambu,
Ambarawa ), Dahlan Husein ( Palembang ), Maisaroh Hilal (
cucu Ahmad Dahlan dari putrinya Aisyah Hilal kemudian
ikut suaminya di Singapura ). Suwali ( Jember ), Yusdi
Ghozali ( Semarang ), Mansyur Siti Zainab ( Adik Dahlan
Husein ), M. Anwar ( Malang ), Hasan Basri ( Surakarta ),
38 Ibid. hlm. 12. 39 Ibid. hlm. 18.
55
Zulkarnaen ( Semarang ), Tajeb Razak ( Jakarta ), Toha
Mashudi ( Malang ), Bidron Hadi ( Kauman, Yogyakarta ),
dan pencatat sejarah HMI Anton Timur ( Jakarta ).
Konsep dan gerakan himpunisasi sebagai HMI mendapatkan
respon yang bagus dalam militansi Keislaman. Dengan tujuan
islamisasi para mahasiswa dibingkai Kemodernan ide-ide Islam
beserta institusi-institusinya.40 Dengan konsepsi himpunisasi Islam
tersebut menurut Dahlan Ranuwihardjo dengan mudah HMI dapat
membina para mahasiswa yang berlatar-belakang modernis maupun
tradisionalis seperti warga Muhammadiyah, Persis ( modernis ) dan
NU ( tradisionalis ). Namun orientasi modernisitas dalam Islam tetap
menjadi orientasi utama dalam paradigma gerakan HMI. Kemudian
konsep himpunisasi Islam diturunkan melalui lembaga-lembaga
pengembangan mahasiswa Islam. Beberapa lembaga turunan HMI
yang tersohor dan berpengaruh seperti : Lembaga Dakwah
Mahasiswa Islam ( LDMI ), Lembaga Pers Mahasiswa Islam ( LAPMI ),
dan Lembaga Seni Budaya Mahasiswa Islam ( LSBMI ).
Berdasarkan terbitan Majalah Media yang dicetak oleh HMI
pada tahun 1955. Beralamat di Jalan Tidar Yogyakarta. Pada awal
40 Yudi Latif, Inteligensia Muslim : Genealogi Inteligensia Muslim
Indonesia Abad Ke-20 (Bandung: Mizan,2005), hlm. 426.
56
pendiriannya, aktivis HMI selalu melakukan usaha-usaha
penyebaran HMI. Dengan menyelenggarakan ceramah-ceramah HMI
dengan pembicara-pembicara yang tersohor sehingga menjadi
populer dengan pertimbangan subjek materinya. Disamping itu
mengadakan malam kesenian yang membuat khalayak ramai
kalangan mahasiswa.
Dari proses agenda-agenda tersebut telah terbentuk Pengurus
Besar pertama HMI yang berkedudukan di Yogyakarta. Dibentuk
berdasarkan Kongres Pertama pada bulan Desember tahun 1947.41
Dari peletakan dasar tersebut, pada tahap itu HMI langsung mampu
membuat Cabang di Klaten dan Solo. Maka semakin semaraklah
nama HMI di kalangan mahasiswa Yogyakarta, Klaten dan Solo. Dan
tentu saja mempunyai kantor sekretariat yang mentereng dan
mempunyai bibliotik yang menerbitkan majalah dengan nama
“Kriterium”.
Didalam Majalah Media HMI tahun 1955 terdapat catatan
sejarah ringkas HMI yang menyatakan bahwa pandangan aktivis HMI
sangat tidak setuju dengan ajaran Komunis. Karena menurut
anggapan mereka adalah menafikan Tuhan maka dari itu
41 Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam. “ Sedjarah Ringkas H.M.I “ Media edisi Djakarta, Pebruari 1955. hlm. 41.
57
bertentangan dengan prinsip Islam yang bertuhan secara tunggal.
Oleh karena itu, dalam misi perpolitikan nasional awal HMI adalah
memecah kekuatan Front Demokrasi Rakjat ( FDR ) dan
menjatuhkan kabinet Amir Sjafrudin yang mempunyai latar belakang
komunis.42 Lalu HMI juga mendesak Hatta untuk membentuk
kabinet presidensial. Maka dalam Kongres Pemuda, HMI menjadi
rival politik Pemuda Sosialis Indonesia ( Pesindo ) yang merupakan
organisasi sayap Sosialis-Komunis.43
Ulasan majalah ini begitu bangga dengan seniornya yakni
saudara Ahmad W.K. yang menjadi Ketua HMI . Dan turut memimpin
penumpasan pemberontakan Komunis pada bulan September tahun
1947 melalui Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia ( PPMI )
42 Pada saat itu Partai Komunis Indonesia ( PKI ) telah
dipimpin oleh kalangan tua yang berorientasi internasional ortodoks. Yang berlatar belakang aktivis Komunis tahun 1920an yang bebas tahanan. Salah satunya adalah Amir Syarifuddin yang menjabat sebagai menteri pertahanan dan para pengikutnya membentuk gerakan pemuda bawah tanah yang diberi nama Pemuda Sosialis Indonesia ( Pesindo ). Amir juga membentuk polisi militer sebagai kekuatan militer yang selalu setia kepadanya. Lihat dalam Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 ( Jakarta: Serambi,2004), hlm. 445.
43 Ibid. hlm. 42.
58
disokong oleh pemerintah dalam bidang penerangan dan bantuan
pamong-pamong praja.44
Menurut keterangan majalah ini, HMI terus memegang strategi
militeristik dan membentuk sub-organisasi paramiliter. Yakni
pergantian ketua HMI dari Ahmad menuju Mintaredja pada bulan
Oktober 1948. Dalam keterangan tersebut, Mintaredja juga menjadi
pimpinan Komandan Corps Mahasiswa di Yogyakarta. Para tenaga
aktivis HMI ditugaskan menjaga di gunung-gunung untuk
memperkuat aparat militer Republik Indonesia dalam tugas
kemiliteran, logistik, kesehatan, dan pengajaran. Kemudian sisanya
memperkuat organisasi-organisasi mahasiswa.
Pasca penugasan di gunung-gunung, para aktivis HMI kembali
melanjutkan studi ke bangku-bangku kuliah masing-masing
fakultas. Karena terlalu mencurahkan pada tugas kemiliteran maka
sisi internal organisasi HMI kurang kuat sehingga terdapat vakum
dalam kepengurusan HMI. Hingga HMI Cabang Klaten dan Solo telah
bubar kemudian dipindahkan ke Yogyakarta kembali. Tetapi rumor
tentang kegiatan HMI telah tersebar pada saat yang sama terutama di
44 Ibid.
59
wilayah perkotaan hingga kemudian berdiri Cabang di dua kota besar
yakni Jakarta dan Bandung.45
Pada bulan Desember tanggal 20-25 Desember 1949 turut
berpartisipasi dalam Kongres Muslimin seluruh Indonesia di Gedung
Seni Sono ( sebelah selatan Gedung Agung ) Yogyakarta. HMI turut
menjadi anggota Badan Kongres Muslimin Indonesia.46
Ketua umum dan sekretaris kepanitian kongres adalah Wali Al-
Fattach dan Saleh Su’aidy. Kemudian ketua pimpinan sidang Pemuda
Massa adalah Achid Masduki yang berlangsung pada tanggal 20
Desember 1949 pukul 15.00.47 Pada sidang tersebut telah
menghasilkan beberapa usulan atau rekomendasi tentang kesatuan
perjuangan pemuda Islam. Beberapa usulan tersebut adalah sebagai
berikut :48
1. Penguatan Gerakan Pemuda Islam Indonesia ( GPII )
45 Ibid. hlm. 42. 46 Ibid. hlm. 43. 47 Panitia Pusat Kongres Muslimin Indonesia. “ Buah Konggres
Muslimin Indonesia Di Jogjakarta “ Kongres Muslimin Indonesia 20-25 Desember 1949, Badan Usaha & Penerbitan Muslimin Indonesia. hlm. 56.
48 Ibid. hlm. 43.
60
2. Tujuan dan organisasi GPII disempurnakan setelah
Konfrensi Meja Bundar ( KMB )
3. GPII perlu memperhatikan kebutuhan para pemuda seperti :
ilmu pengetahuan, olahraga, karakter, kesenian, dsb
4. Pengakuan perlunya organisasi-organisasi Pemuda Islam
terutama pada kekhususan lapangan yaitu :
a. Pelajar Islam Indonesia ( PII ) untuk para Pelajar
b. Himpunan Mahasiswa Islam ( HMI ) untuk Mahasiswa
c. Pandu Islam untuk para pandu
5. GPII merupakan “ opvang-organisasi” tersebut
6. Organisasi Pemuda Islam yang mempunyai corak tersendiri
dan menjadi bagian dari perkumpulan Islam yang bersifat
sosial diakui untuk bergerak dalam lingkungan masing-
masing dan menjadi lini kedua
Kongres tersebut telah dihadiri para pimpinan organisasi Islam
sebanyak 129 organisasi seluruh Indonesia. Mulai dari Al-Irsyad, Al-
Kathiriyah, Ar-Raudatul Muta’alimin, Arabitah Alawiyah, Masyumi,
Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, PERSIS, PERTI, Nahdhatul
Muslimin, Aunul Amwat ( Ambon ), Al-Hilal, Al-Islah dan lain
61
sebagainya. Pada agenda ini, HMI diwakili secara langsung oleh
Lafran Pane.49
Pertengahan tahun 1951 HMI bersama organisasi-organisasi
pemuda Islam lainnya telah menyelenggarakan konferensi di Jakarta
dengan tujuan pembentukan Front Pemuda Islam Indonesia ( FPII ).
Tetapi karena mendapat partisipasi minim dari organisasi pemuda
Islam lainnya maka HMI mengambil inisiatif untuk mengundang
kedua kalinya dengan jangkauan yang lebih luas yakni seluruh
kepulauan Nusantara. Namun agenda kongresnya diselenggarakan
pada tahun-tahun selanjutnya.
Pada bulan Desember 1951 terjadi perpindahan sekretariat
Pengurus Besar HMI dari Yogyakarta menuju Jakarta. Pada awalnya
diketuai oleh Lukman kemudian diteruskan oleh Dahlan
Ranuwihardjo. Sebulan sesudahnya PB HMI telah mengadakan
Kongres yang kedua dihadiri para pengurus Cabang utama yakni
Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Kongres tersebut telah
memutuskan pembagian tugas organisasi setiap Cabang. Yakni
Cabang Jakarta diserahi untuk membentuk suatu studie-commisie
untuk memperbaikan Anggaran Dasar ( AD ) dan Anggaran Rumah
Tangga ( ART ) HMI yang lama. Dan Cabang Bandung diserahi untuk
49 Ibid. hlm. 112-115.
62
membuat atribut HMI.50 Dan akhirnya lambang HMI telah didesain
oleh Ahmad Sadali.51
Pada akhir tahun 1952 rumor HMI telah terdengar keras
hingga mampu memperluas Cabang-Cabang perkotaan yakni Bogor,
Solo, Surabaya, dan Medan. Menimbang perluasan Cabang-Cabang
tersebut, maka telah diadakan Konferensi Cabang ( Konfercab ) pada
tanggal 26 hingga 28 Desember 1952 yang telah berkumpul di
Jakarta.52
Dalam majalah ini, HMI dikatakan terus tumbuh dan terdengar
kabarnya hingga di kalangan masyarakat pada umumnya dan
khususnya pada kalangan mahasiswa. Disamping itu usaha-usaha
PPMI pun melakukan penyerahan kedaulatannya kepada Republik
Indonesia ( RI ). Dahlan selain sebagai ketua HMI juga menjadi ketua
PPMI. Pada hari ulang tahun HMI yang ke-VI telah disahkan Cabang
HMI Padang. Dan pada bulan Agustus 1953 Cabang HMI di Makassar
telah berdiri pula. Hingga pada Kongres HMI yang ketiga pada tanggal
30 Agustus sampai tanggal 4 september 1953 di Jakarta telah
50 Ibid. hlm. 42. 51 Agussalim Sitompul, Pemikiran HMI dan Relevansinya
Dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia ( Jakarta: Intergrita Press,1986), hlm. 2.
52 Ibid.
63
terkumpul delapan Cabang seluruh Kepulauan Nusantara. Pada
kongres ini telah disahkan AD/ART dan atribut yang baru hasil dari
pembuatan Cabang Bandung. Kemudian Dahlan Ranuwihardjo
mengundurkan diri sebagai ketua PB HMI dan tongkat estafet
Pengurus Besar diserahkan calon ketua terpilih yakni Deliar Noer
yang memiliki periode kepengurusan dari tahun 1953-1955.53
Pada tindak lanjut FPII ( 1951 ) yang mendapat partisipasi
minim dari organisasi-organisasi Pemuda Islam. Maka inisiatif HMI
menyelenggarakan kongres susulan pada tanggal 4 hingga 7
Desember 1953 di Jakarta. Telah menghasilkan keputusan bersama
yakni membentuk Perserikatan Organisasi-Organisasi Pemuda Islam
Indonesia ( Porpisi ). Dalam kongres tersebut HMI telah mendapat
kepercayaan sebagai Dewan Pimpinan Kongres yang diwakili Mashud
dari Cabang HMI Yogyakarta dan turut menjadi anggota delegasi.
Pada kegiatan berikutnya, HMI ikut berpartisipasi dalam panitia
Hadji dan para Jama’ah Haji yang baru. Sebagai penanggungjawab
diamanatkan kepada Tarnuzi anggota HMI Cabang Yogyakarta yang
ditugaskan dalam struktur panitia Haji.
Pada bulan Januari 1955 telah terdengar sosialisasi dari saran
mahasiswa Pakistan yakni telah didirikannya World Moslem Student
53 Ibid. hlm. 43.
64
Association ( WMSA ). Maka HMI pun turut mengirimkan delegasinya
bernama O.K. Rachmat yang menjabat sekretaris II dan berpartisipasi
dalam Kongres Pemuda Islam Se-Dunia yang berada di Karachi.
Kongres tersebut dikenal International Assembly of Moeslim Youth (
IAMY ). Pada tahun yang sama, HMI telah mengadakan ceramah
dengan pembicara dari utusan Al-Jazair yakni Huzein Ait Ahmad.
Ceramah tersebut diadakan oleh awak Majalah Media HMI yang
berada di ruangan kuliah Masjid Syuhada, Yogyakarta. Huzein Ait
Ahmad menyampaikan dalam ceramahnya tentang perjuangan
kemerdekaan Al-Jazair.
Pada akhir era 1956 hingga 1959 HMI mengadakan berbagai
kegiatan kemahasiswaan yang cukup populer dibawah pimpinan
Ismail Hasan Metareum. Kegiatan tersebut meliputi : mengadakan
work camp, mengadakan latihan musik dan tari-tarian, mengadakan
pertandingan olahraga, membentuk yayasan penelitian ( research )
Islam, dan membentuk yayasan kesejahteraan untuk mahasiswa
Islam.54
54 Ismail Hasan Metareum, “ Pidato Dies Ried PB HMI 5
Februari 1959, Peringatan Dies Natalis Ke-14 “ Agussalim Sitompul ( ed). Pemikiran HMI dan Relevansinya Bagi Sejarah Perjuangan Bangsa ( Jakarta: Intergrita Press, 1986 ) hlm.130.
65
II. Inisiatif Baru dan Penggalangan Kekuatan Mahasiswa
Nahdhiyin
Pada tahun 1955 telah terdapat upaya-upaya gerakan aspiratif
untuk melahirkan PMII. Pertama, upaya berdirinya Ikatan Mahasiswa
Nahdhatul Ulama ( IMANU ) pada bulan Desember 1955 di Jakarta.
Namun kehadirannya belum mendapat perhatian serius dari
kalangan sesepuh NU. Karena kelahiran IPNU masih dirasakan
sangat muda ( 24 Februari 1954 ) yang pengurusnya telah berstatus
dari kalangan mahasiswa sehingga diragukan akan memperlambat
kinerja organisasi IPNU.55
Kedua, beberapa kelompok mahasiswa Nahdhiyin yang
menetap di Surakarta dan dipimpin oleh Mustahal Ahmad. Mereka
telah mempunyai inisiatif untuk mendirikan Keluarga Mahasiswa
Nahdhatul Ulama ( KMNU ) pada tahun 1955.
Ketiga, sekelompok mahasiswa Nahdhiyin Bandung juga
berusaha mendirikan wadah organisasi mahasiswa Nahdhiyin yang
diberi nama Persatuan Mahasiswa Nahdhatul Ulama ( PMNU ).
Namun para pimpinan IPNU lebih mempertimbangkan usaha-usaha
55 Fauzan Alfas, PMII Dalam Simpul-Simpul Sejarah Perjuangan ( Jakarta: PB-PMII,2004), hlm.3.
66
tersebut dengan mengamati seberapa besar potensi mahasiswa NU.
Dan seberapa jauh kemampuannya untuk mendirikan sebuah
organisasi.
Pimpinan IPNU pun segera membentuk Departemen Perguruan
Tinggi yang harus fokus pada pada basis mahasiswa. Kemudian
departemen ini melakukan aspirasi dengan hasil bahwasanya
artikulasi pelajar NU sangat berbeda dengan mahasiswa NU. Karena
disisi lain, pada masanya PPMI yakni konfederasi Perhimpunan
Pergerakan Mahasiswa Indonesia hanya menghendaki organisasi
massa mahasiswa bukan pada tingkat pelajar. Hingga mahasiswa
Nahdhiyin tidak dapat melakukan partisipasi dan aktualisasi pada
tingkat federasi senat mahasiswa yang diwakili Majelis Mahasiswa
Indonesia ( MMI ).
Kemudian disusul dengan pengaruh politik nasional pada
tahun 1952 bahwa NU telah memisahkan diri dari Masyumi lantaran
perbedaan pandangan Keislaman dan aspirasi dengan pimpinan
Masyumi, disusul dengan beberapa oknum Masyumi terlibat PRRI
dan Permesta.56 Dan HMI pada saat itu dianggap terlalu condong
56 Robert Lucius, “ A House Divided : The Decline and Fall of
Masyumi ( 1950-1956 ) “. Thesis Naval Postgraduate School Monterey California. 2003. Hlm.161.
67
kepada pimpinan Masyumi oleh mahasiswa NU. Di lain pihak
kalangan internal NU mengaku bahwa merasa kekurangan
intelektual terutama lulusan sarjana yang menduduki tingkat
birokrat, hingga untuk mengisi jabatan menteri dan anggota DPR
saja, para pimpinan NU terpaksa melakukan meng-NU-kan para
sarjana dari luar lingkungan Nahdhiyin. Padahal Partai Nahdhatul
Ulama ( PNU ) adalah partai yang banyak massanya sehingga menjadi
juara ketiga dalam Pemilu 1955.57 Itulah keresahan dan aspirasi
mahasiswa Nahdhiyin untuk mengingatkan pimpinan NU ( LP Ma’arif
NU ) bahwasanya telah muncul banyak generasi muda NU yang
berpendidikan tinggi.
Menyadari keresahan dan aspirasi tersebut ketua Dewan
Perguruan Tinggi Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama ( IPNU ) Ismail
Makky segera mengadakan Konferensi Besar pada tanggal 14 sampai
17 Maret 1960 di Kaliurang Yogyakarta.58 Dengan wejangan dan
arahan dari Hartono BA yakni mantan pimpinan Harian Umum Pelita
Jakarta. Maka hasil keputusan dari Konferensi tersebut yakni
meyakini urgensi didirikan suatu organisasi mahasiswa secara
57 Ibid. hlm. 4. 58 Ibid. hlm. 5.
68
khusus bagi mahasiswa Nahdhiyin yang secara struktural lepas dari
fungsi administratif organisasi IPNU.
Untuk menjalankan komitmen tersebut, dibentuklah tim
panitia sponsor yang terdiri dari 13 orang. Salah satu tokoh 13 orang
tersebut yakni Said Budairy dan Maksum Syukri pada tanggal 19
Maret 1960 berangkat ke Jakarta untuk menghadap ketua umum
Partai NU yaitu K.H. Idham Chalid. Pengajuan ke Idham Chalid
tersebut mempunyai keinginan untuk menyampaikan rencana
agenda musyawarah mahasiswa Nahdhiyin se-Indonesia yang
bertempat di Surabaya dengan batas waktu selama satu bulan. Pada
tanggal 24 Maret 1960, Idham Chalid pun merestui dengan
memberikan nasehat dan pegangan pokok lalu dia berpesan
hendaknya organisasi ini benar-benar dapat diandalkan sebagai
kader partai NU. Adapun 13 orang sebagai sponsor pendirian PMII
adalah :59
1. Chalid Mawardi ( Jakarta )
2. Said Budairy ( Jakarta )
3. M.Sobich Ubaid ( Jakarta )
4. Makmun Syukri BA ( Bandung )
59 Ibid. hlm. 6.
69
5. Hilman ( Bandung )
6. H. Ismail Makky ( Yogyakarta )
7. Munsif Nahrawi ( Yogyakarta )
8. Nuril Huda Suaidy HA ( Surakarta )
9. Laily Mansur ( Surakarta )
10. Abdul Wahab Jailani ( Semarang )
11. Hisbullah Huda ( Surabaya )
12. Cholid Narbuko ( Malang )
13. Ahmad Husain ( Makassar )
Dan memang menurut Fauzan Alfas, bahwasanya cikal bakal (
embrio ) pendirian Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia secara
formal, berawal dari usaha-usaha Departemen Perguruan Tinggi
Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama ( IPNU ) yang merasa bahwa para
anggota IPNU cukup banyak yang telah berstatus mahasiswa. Mereka
membutuhkan wadah kemahasiswaan yang berbeda dari konsepsi
IPNU. Pada basis mahasiswa Nahdhiyin juga membutuhkan
penjagaan ideologis yang Ahlusunnah Wal-jama’ah ( Aswaja ) dalam
tradisi keulamaan Indonesia. Maka diadakanlah Konferensi Besar
IPNU di Kaliurang Yogyakarta yang telah diselenggarakan pada
tanggal 14-16 Maret 1960. Dalam konferensi ini telah memutuskan
perlu dibentuknya suatu wadah atau organisasi mahasiswa Nahdliyin
70
yang terpisah secara struktural maupun fungsionaris dari IPNU-
IPPNU.
Pada tanggal 14-16 April 1960 telah dilaksanakan agenda
musyawarah Nahdhiyin di Surabaya. Para peserta musyawarah telah
banyak memberi saran dan masukan untuk pembentukan organisasi
mahasiswa Nahdhiyin.
Beberapa delegasi telah mengusulkan nama-nama untuk
pembentukan organisasi ini. Pertama, dari delegasi Yogyakarta telah
mengusulkan dengan nama “Perhimpunan Persatuan Mahasiswa
Ahlusunnah Wal Jama’ah” disusul nama “Perhimpunan Mahasiswa
Sunny”. Kedua, dari delegasi Jakarta telah mengusulkan nama
Ikatan Mahasiswa Nahdhatul Ulama ( IMANU ). Ketiga, koalisi
delegasi Bandung, Surabaya, dan Surakarta telah mengusulkan
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ( PMII ). Kemudian akhirnya
telah setuju dengan usulan dari koalisi delegasi yakni dengan nama
PMII. Hal ini menurut dokumentasi Fauzan Alfas telah mempunyai
beberapa alasan dan argumen ideologis.60 Alasan-alasan itu adalah
sebagai berikut :
60 Untuk argumen ideologis berdirinya PMII lihat selengkapnya
dalam Fauzan Alfas, PMII Dalam Simpul-Simpul Sejarah Perjuangan ( Jakarta: PB-PMII,2004), hlm. 10-11.
71
1. Bahwa kalangan mahasiswa pada umumnya telah
mempunyai pemikiran bebas
2. Organisasi yang dibentuk mempunyai misi taktis dan
strategis, maka dalam merekrut anggota harus memakai
pendekatan ideologi Islam dengan pemahaman Ahlu Sunnah
Wal Jama’ah ( Aswaja )
3. Inisial NU tidak perlu dicantumkan dalam nama organisasi
ini. Karena manifestasi nasionalitas lebih perlu
dicantumkan sebagai semangat kebangsaan
Pada agenda tersebut telah ditetapkan beberapa keputusan
sebagai berikut :
1. Berdirinya organisasi mahasiswa Nahdhiyin telah
menetapkan memakai nama Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia ( PMII )
2. Dalam Mukaddimah Dasar PMII telah dinyatakan
bahwasanya PMII merupakan kelanjutan atau matarantai
dari Departemen Perguruan Tinggi IPNU-IPPNU
3. Agenda musyawarah tersebut diselenggarakan di Gedung
Madrasah Mu’alimin NU Wonokromo Surabaya. Lalu 17
72
April 1960 telah disahkan sebagai hari lahir Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia ( Harlah PMII ).
Pada awal kepengurusan PMII periode 1960 hingga 1961 telah
tersusun struktur kepengurusan perdana sebagai berikut :
Ketua umum : Mahbub Junaidi
Ketua Satu : Chalid Mawardi
Sekretaris Umum : Said Budairy
Keuangan Satu : M. Sobich Ubaid
Pendidikan & Pengajaran : Hartono
Penerangan & Publikasi : Aziz Marzuki
Kesejahteraan Mahasiswa : Fahrurrozi
Kesenian dan Kebudayaan : Said Budairy
Keputrian : Mahmudah Nahrowi
Luar Negeri : Nukman
Pembantu Umum : H. Ismail Makky
73
Pada bulan Mei 1960 telah tersusun lengkap pengurus yang
perlu disandarkan pada NU. Maka pada tanggal 8 Juni 1960
Pengurus Pusat PMII telah mengirim surat permohonan kepada
Pengurus Besar Nahdhatul Ulama ( PBNU ) untuk mengesahkan
kepengurusan awal PP PMII. Maka pada tanggal 14 Juni 1960, PBNU
telah menyatakan bahwa PMII adalah organisasi yang dapat diterima
dengan sah sebagai keluarga partai NU dan diberi mandat untuk
membentuk cabang-cabang seluruh Indonesia. Pengesahan dan
penandatangan Surat Keputusan ( SK ) telah dilakukan ketua umum
PBNU yakni KH. Idham Chalid dan wakil sekretarisnya yakni H.
Aminuddin Aziz.61
Dalam dokumentasi Fauzan Alfas, musyawarah mahasiswa
Nahdhiyin di Surabaya hanya menghasilkan peraturan dasar
organisasi PMII. Maka tindak lanjutnya telah dibentuk panitia kecil
yang diketuai Said Budairy dibantu oleh anggota-anggotanya yakni
Chalid Mawardi dan Fahrurrazi AH. Ketiga orang ini telah
merumuskan peraturan rumah tangga PMII dalam agenda sidang
pleno PP. PMII yang diselenggarakan tanggal 8 hingga 9 September
1960. Pada tahap sidang berikutnya telah mengesahkan atribut PMII
61 Ibid. hlm. 12.
74
berupa topi dan selempang. Kemudian penyerahan konsep lambang
organisasi diserahkan kepada Pengurus Harian. Dan tahap terakhir
dalam sidang ini juga membahas mekanisme aturan penerimaan
anggota baru atau Masa Penerimaan Mahasiswa Baru ( MAPABA ).62
Pada awal kelahiran PMII telah mendapat respon bagus dari
warga NU hingga terdengar kepada LP. Ma’arif NU. Maka Ma’arif NU
segera menyerukan kepada pesantren-pesantren NU, hingga telah
keluar peraturan bahwasanya para santri yang telah lulus Madrasah
Aliyah dan sedang mengaji Kitab yang tingkatannya sesuai dengan
pelajaran yang diberikan Perguruan Tinggi Agama langsung dapat
membentuk PMII dalam lingkup pesantren-pesantren yang
bersangkutan. Dengan adanya kebijakan ini diakui oleh Alfas, dapat
mempercepat proses konsolidasi pengembangan PMII terutama
penjagaan ideologis pada basis-basis pesantren NU.63
Semenjak berdirinya PMII di Surabaya belum sampai satu
tahun hingga kongres perdana PMII di Tawangmangu, Surakarta,
Jawa Tengah. PMII telah mempunyai 13 Cabang di wilayah perkotaan
yakni : Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Bandung, Jakarta, Ciputat,
62 Ibid. 63 Ibid.
75
Malang, Ujungpandang, Surabaya, Banjarmasin, Padang, Banda
Aceh, dan Cirebon. Akselerasi dan partisipasi dalam pentas nasional
pun segera dilakukan sebagai berikut. Pertama, ikut aktif dalam
wadah Persatuan Organisasi Pemuda Islam ( PORPISI ). Dalam wadah
yang bersifat konfederatif tersebut diwakili oleh Said Budairy. Kedua,
pada tanggal 22 Maret 1962 PP PMII telah menerima bergabung
dengan Front Nasional. Ketiga, PMII telah berhasil masuk dalam
jajaran presidium dalam Perhimpunan Pergerakan Mahasiswa
Indonesia ( PPMI ). Kemudian disusul dengan menanggapi kebijakan
nasional.
Pada tanggal 25 hingga 29 Desember 1963 di Kaliurang
Yogyakarta telah diadakan Kongres PMII kedua yang dihadiri 31
Cabang dan 18 Cabang baru. Kongres II telah menghasilkan
penegasan Yogyakarta yang berisi tekad PMII untuk selalu berpihak
kepada amanat penderitaan rakyat serta melakukan ukhuwah
Islamiyah dengan penyelenggaraan kerjasama Internasional seperti
Konferensi Asia Afrika. Dalam Kongres II, Mahbub Junaidi telah
terpilih kembali sebagai ketua umum dengan sekretaris umum yakni
Harun Al-Rasyid. PP PMII juga telah mendirikan yayasan
kesejahteraan mahasiswa Indonesia yang bergerak pada
pengembangan sosial. Dengan beberapa agenda antara lain :
76
mendirikan asrama-asrama mahasiswa, membentuk klub-klub
olahraga, menerbitkan buku/majalah/brosur, dan memberikan
beasiswa. Yayasan ini diberi nama Yakmindo yang dipimpin oleh
Majid Toyib.64
Pada dekade PMII tahun 1960 hingga 1972 tampaknya
aktivitasnya lebih teramati sebagai penunjang partai NU. Hal ini
menurut Fauzan Alfas bahwasanya dekade ini adalah PMII yang
belum independen. Dan ini menyangkut zaman yang melatar-
belakangi bahwasanya organisasi mahasiswa harus mempunyai
sikap afiliasi politik yang jelas bahkan perlu sama dengan orientasi
partai ( party-minded ). Hingga memang diakui dalam anggapan
publik bahwasanya PMII dilahirkan untuk tunas kader muda partai
NU. Begitu juga dengan suasana politik dekade 1960-1972 yang
turut mempengaruhi para aktivis PMII bahwasanya harus bersikap
politik yang jelas. Tentu saja kelahiran PMII merupakan rivalitas dan
mitra HMI juga yang identik dengan penguatan basis mahasiswa di
kota-kota Indonesia. Menurut Fauzan Alfas, kota-kota penting yang
merupakan cikal bakal lahirnya adalah PMII adalah delapan kota
64 Ibid. hlm.15.
77
yakni : Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Yogyakarta,
Surabaya, Malang, dan Makassar ( Ujung Pandang ).
III. Reorganisasi Kekuatan Mahasiswa Muhammadiyah
Pada tahun 1956 telah terdapat Khittah keputusan Muktamar
Muhammadiyah ke-33 yang berisi tentang pembentukan kader
melalui Badan Pendidikan Kader ( BPK ). BPK ini kemudian
menunjuk Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah untuk
mengadakan pengajian bagi para mahasiswa yang bertempat di
Gedung Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Jalan Ahmad Dahlan No.
99 Yogyakarta. Kegiatan pengajian tersebut diadakan pada bulan Juli
1958. Respon pengajian tersebut telah mendapatkan animo yang
begitu besar terhadap kalangan mahasiswa maupun pelajar. Hingga
Gedung PP Muhammadiyah tidak mampu menampung jumlah para
peserta pengajian yang terpaksa telah banyak duduk di jalan-jalan.65
Pada tahun 1961 telah diselenggarakan Kongres Mahasiswa
Universitas Muhammadiyah yang pada saat yang sama Dewan
Pimpinan Mahasiswa Muhammadiyah telah mempunyai sebelas
65 Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh Enam Tahun Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah 1964-1990 ( Surabaya: Bina Ilmu,1990), hlm. 97.
78
perguruan tinggi dengan berbagai fakultas yang menyebar di penjuru
Indonesia. Maka menjelang Muktamar setengah abad
Muhammadiyah di Jakarta telah keluar wacana dan aspirasi untuk
mendirikan organisasi mahasiswa Muhammadiyah. Wacana dan
aspirasi ini diperhatikan serius oleh Departemen Kemahasiswaan
Pemuda Muhammadiyah. Pada saat itu dalam aturan organisasi
Muhammadiyah tidak ada nomenklatur organisasi otonom ( ortom )
yang ada hanya Majelis Pemuda sehingga komunitas mahasiswa
Muhammadiyah dibawah departemen ini.66 Lalu departemen ini telah
memutuskan untuk membentuk Lembaga Dakwah Muhammadiyah
yang dikoordinir Margono. Ia seorang insinyur lulusan Universitas
Gadjah Mada ( UGM ). Margono bertindak sebagai tutor dalam
pengembangan wacana ini, dibantu dengan Sudibyo Markoes (
mahasiswa Kedokteran UGM ) dan Rosyad Sholeh mahasiswa dari
Institut Agama Islam Negeri ( IAIN Yogyakarta ).67 Kemudian konsep
dan pembentukan ide diserahkan kepada Djasman Al-Kindi yakni
66 Wawancara Rosyad Sholeh, 9 Oktober 2012, Pkl 10:00 WIB.
Di Kantor Pembina Harian ( BPH ), Rektorat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Jalan Lingkar Barat Ringroad Tamantirto Kasihan Bantul.
67 Wawancara Sudibyo Markoes, 4 Desember 2012, Pkl 14:03 WIB. Di Hotel Grand Kemang, Jakarta.
79
mahasiswa dari Fakultas Geografi UGM yang aktif juga dalam
Pemuda Muhammadiyah.
Seorang Djasman Al-Kindi tampaknya melakukan
pengembangan wacana ini dengan serius. Yakni langsung
memberikan sponsor kepada Lembaga Dakwah Muhammadiyah dan
melakukan penjajagan selama tiga bulan. Menurut Farid Fathoni,
para personil Lembaga Dakwah ini kelak menjadi penggerak Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah lokal Yogyakarta. Maka pada tanggal 14
Maret 1964 atau 29 Syawwal 1384 Hijriyah telah diresmikan
berdirinya IMM di PP Muhammadiyah Yogyakarta. Dan disahkan oleh
KH. Ahmad Badawi dan disaksikan Haji Tantawi selaku Badan
Pembantu Harian Pemerintah DIY.
Adapun agenda peresmian dan resepsinya telah
diselenggarakan di Gedung Dinoto Yogyakarta dengan menyatakan
enam penegasan ideologis yang kesimpulannya adalah bahwa IMM
adalah gerakan mahasiswa Islam, IMM berfungsi sebagai eksponen
mahasiswa Muhammadiyah, IMM harus mentaati segala hukum,
80
dasar, falsafah Negara, dan berbakti Lillahi Ta’ala untuk kepentingan
rakyat.68
Menurut dokumentasi Farid Fathoni, bahwa berdirinya IMM
mempunyai beberapa faktor, maksud, dan tujuan ideologis tersendiri
yakni sebagai berikut :69
1. Situasi pemerintahan nasional yang otoriter dan umat Islam
mendapat ancaman dari pihak Komunis
2. Perselisihan dalam internal umat Islam
3. Tersekat-sekatnya kehidupan kampus yang hanya
berorientasi pada politik praktis semata
4. Melemahnya kehidupan beragama
5. Kuatnya pengaruh sekuler dalam kehidupan kampus hingga
minimnya pembinaan agama
68 Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh
Enam Tahun Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah 1964-1990 ( Surabaya: Bina Ilmu,1990), hlm.101-102.
69 Untuk maksud dan tujuan ideologis berdirinya IMM lihat selengkapnya dalam Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh Enam Tahun IMM 1964-1990 ( Surabaya: Bina Ilmu,1990), hlm.102-103.
81
6. Membekasnya imperialisme penjajahan hingga selalu terjadi
kemiskinan dan kebodohan
7. Praktek kesyirikan dan Kristenisasi menjamur
8. Kehidupan perekonomian masyarakat makin memburuk
Dengan resminya IMM lokal Yogyakarta maka segera
menyusul berdirinya IMM di wilayah perkotaan lain seperti Bandung,
Jember, Surakarta, Jakarta, Medan, dan Padang. Dengan
penyelenggaraan Musyawarah IMM se-daerah Yogyakarta pada
tanggal 11 hingga 13 Desember 1964. Disertai dengan pendirian IMM
di kota-kota kecil beserta pendirinya seperti Tuban ( Saifullah ),
Sukabumi ( Abdurrahman ), dan Banjarmasin ( Badaruzzaman Jasin
). Pada tahun 1965 IMM Yogyakarta ditetapkan sebagai Dewan
Pimpinan Pusat Sementara ( DPPS ). Lalu tugasnya mengadakan
Musyawarah Nasional ( Munas ) perdana di Surakarta untuk
merumuskan anggaran dasar organisasi. DPPS IMM segera
membentuk tim khusus untuk melaksanakan Munas tersebut. Tim
itu terdiri dari beberapa mahasiswa Muhammadiyah yakni : Djasman
Al-Kindi ( UGM ), Sudibyo Markoes ( UGM ), Rosyad Sholeh ( IAIN ),
Zuhdy ( UGM ), dan Moesa Arif ( UGM ).
82
Sepanjang tahun 1965 hingga 1966 telah beredar isu yang
tumpang tindih antara IMM dengan HMI. Isu itu berisi tentang
kelahiran IMM yang dipersoalkan oleh kalangan elit pimpinan
Muhammadiyah. Karena sudah sejak lamanya para tokoh
Muhammadiyah telah menganggap HMI sebagai anak didik dengan
hubungan pemikiran keislaman yang begitu dekat. Kemudian jajaran
pendiri IMM mempunyai argumen tersendiri bagi pendirian IMM
yakni :70
1. IMM merupakan pelopor, pelangsung dan penyempurna
amal usaha Muhammadiyah sebagaimana maksud
berdirinya IMM
2. Muhammadiyah mulai sadar bahwa HMI sebelumnya
merupakan wadah alternatif kaderisasi secara tidak
langsung namun mempunyai arah tersendiri
3. Proses kaderisasi tidak dapat begitu saja dititipkan kepada
pihak lain
4. Menurut Slamet Sukirnanto, kelahiran IMM justru
membantu keberadaan HMI yang akan dibubarkan oleh
Subandrio dan Aidit dari PKI yang ketika itu mempunyai
70 Ibid., hlm. 103-105.
83
hubungan dekat dengan Soekarno. Jika tidak, semestinya
IMM tidak ikut terlibat dalam reaksi menentang kebijakan
PKI. Artinya masih bersama memperkokoh kekuatan Islam
dalam rangka melawan kekuatan Komunis.71
Akan tetapi, menurut Sudibyo Markoes, bahwasanya didalam
internal Muhammadiyah telah terjadi monoloyalitas antara elit
Muhammadiyah dengan alumni kader HMI yang berkecimpung dalam
Muhammadiyah yang kebetulan berprofesi sebagai pegawai atau
birokrat yang cenderung dalam organisasi selalu hanya memikirkan
hak milik pribadi.72 Dan struktur birokrat seperti ini membutuhkan
loyalitas yang sistemik. Karena sebelumnya terjadi perubahan profesi
dalam aktivis Muhammadiyah. Muhammadiyah yang sebelumnya
basisnya adalah pengusaha-pengusaha andal di kampung-kampung
Yogyakarta seperti Kotagedhe, Karangkajen, Kauman dan
Prawirotaman berubah menjadi status kepegawaian baik pemerintah
maupun swasta.73
71 Ibid., hlm.111. 72 Wawancara Sudibyo Markoes, 4 Desember 2012, Pkl 14:03
WIB. Di Hotel Grand Kemang, Jakarta.
73 Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh Enam Tahun IMM 1964-1990 ( Surabaya: Bina Ilmu,1990), hlm.44.
84
Dasawarsa tahun 1956 hingga 1965, generasi mahasiswa Islam
memang membutuhkan aktualisasi kelembagaan yang sesuai dengan
pemahaman mereka selain keberadaan HMI seperti :74
- Berdirinya Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia ( SEMI )
pada tahun 1956 dibawah Partai Syarikat Islam Indonesia (
PSII )
- PMII dibawah restu PBNU dan PNU tahun 1960
- Berdirinya Himpunan Mahasiswa Al-Jami’atul Al-Wasliyah
pada tanggal 8 Mei 1961
- Berdirinya Kesatuan Mahasiswa Islam ( KMI ) pada tanggal
20 Januari 1964
Pada tanggal 1 hingga 5 Mei 1965 IMM telah berhasil
menyelenggarakan Munas I meskipun terengah-engah oleh kondisi
gesekan masyarakat muslim dengan komunis. Munas tersebut telah
diadakan di Gedung Mawar Surakarta yang menghasilkan
Mukaddimah, AD/ART, lambang dan bendera organisasi, kemudian
busana aktivis perempuan IMM ( Immawati adalah akronim
74 Agussalim Sitompul, Sejarah Perjuangan HMI ( 1947-1975 ) (Surabaya: Bina Ilmu,1976), hlm.39.
85
panggilan untuk aktivis IMM putri ) berupa kerudung dengan warna
kuning gading, resolusi kepada Presiden Soekarno, dan pembacaan
enam penegasan dalam deklarasi IMM di Kota Barat Solo. Lalu
ketetapan formatur tunggal dengan kepemimpinan perdana yaitu
Mohammad Djasman Al-Kindi beserta komposisi Dewan Pimpinan
Pusat ( DPP ) IMM periode 1965-1975 adalah :
Ketua Umum : Mohammad Djasman Al-Kindi
Ketua I : M. Bahrowi
Ketua II : Hasan Zairi
Ketua III : Djaelani Ichsan
Sekjen : Rosyad Sholeh
Wasekjen : Soedibyo Markoes
Bendahara : Zuhdi Djunaidi
Wakil Bendahara : Musa Arif Tirtohusodo
Anggota : Slamet Sukirnanto, Ellyda Busthami, Haryanti
Adisumarto, Zainuddin Sialla, Affandi Djalal, Amin Sunarto, dan
Zahir Khan.
86
Pada awal-awal berdirinya kepengurusan IMM telah
mempunyai beberapa kegiatan yakni berpartisipasi dalam kursus
kader yang diselenggarakan Pimpinan Muhammadiyah dalam forum
Angkatan Muda Muhammadiyah seluruh Jakarta Raya. Agenda
tersebut telah dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober 1965 yang
diasuh oleh H.S. Prodjokusumo, H. Ibrahim Nazar, Noor Widjojo,
Sardjono, Lukman Harun, Sutrisno Muhdam, dan Suwardi.75 Pada
pertengahan kursus tersebut sempat terjadi penundaan. Rupanya
penundaan tersebut dikarenakan pembentukan Komando
Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Muhammadiyah yang diputuskan
melalui sidang darurat di rektorat Universitas Muhammadiyah jalan
Limau Kebayoran. Pendirian KOKAM yang dipimpin oleh
Prodjokusumo tersebut dimaksudkan untuk menjaga keamanan
warga Muhammadiyah dari agitasi PKI.
Pada tanggal 13 September 1965, IMM bergabung dengan
Gerakan Muda Islam ( Gemuis ) yang dipimpin oleh Lukman Harun.
Koalisi gerakan tersebut dalam rangka membela HMI dari sosialisasi
pembubarannya yang dicanangkan oleh PKI.76 Gemuis mengadakan
75 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 121-122. 76 Ibid. hlm. 122.
87
demonstrasi di jalan Merdeka Timur depan Stasiun Gambir Jakarta.
Hadir pula pada saat itu, Dahlan Ranuwihardjo dan Jusuf Hasyim.
Massa demonstrasi selalu meneriakkan kumandang takbir “ Allahu
Akbar”.
Lalu yang terjadi di Yogyakarta, IMM bergabung dengan
Komando Siaga Umat Islam ( KOGALAM ). Dalam Kogalam ini, semua
elemen pergerakan Islam telah bergabung yakni HMI, PII, Pemuda
Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah ( NA ), dan Gerakan Pemuda
Anshor ( GP Anshor ). Pada tanggal 4 Oktober 1965 waktu sore hari.
IMM bergabung lagi dengan semua elemen pergerakan Islam seperti
SEMMI, GERMAHI, Pemuda Muhammadiyah, GP Anshor, PII, HMI,
dan PMII dalam acara pawai. Pawai tersebut sebagai balasan pawai
yang diadakan PKI. Pada tanggal 24 Oktober 1965 IMM ikut
membantu KOKAM dalam acara Front Pancasila DIY di GKBI Medari
Sleman.77
Pada tanggal 25 Oktober 1965, Slamet Sukirnanto mewakili
IMM dalam perkumpulan organisasi mahasiswa non-komunis yang
diprakarsai oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan
yakni Mayor Jenderal Sjarif Thajeb. Perkumpulan tersebut diadakan
77 Ibid. hlm. 125.
88
dirumahnya di jalan Imam Bonjol 24 Jakarta. Dalam perkumpulan
tersebut, ia mengusulkan pembentukan Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia ( KAMI ). Telah hadir seluruh perwakilan elemen
pergerakan mahasiswa non-komunis seperti HMI, PMII, Pergerakan
Mahasiswa Katolik Indonesia ( PMKRI ), Gerakan Mahasiswa Kristen
Indonesia ( GMKI ), Sekretariat Bersama Organisasi Mahasiswa Lokal
( SOMAL ), Pelopor Mahasiswa Sosialis Indonesia ( PELMASI ),
Gerakan Mahasiswa Sosialis ( GEMSOS ), dan Ikatan Pers Mahasiswa
Indonesia ( IPMI ).78
Konsentrasi gerakan IMM pada tahun 1965-1966 mengadakan
training-training pengkaderan seperti di desa Panggeran Sleman.79
Lalu diikuti di berbagai daerah. Pada periode ini, IMM telah
mempunyai komunitas kesenian yang bernama “ Kalima Syada”.
Nama ini terinspirasi dari kalimat syahadat Islam lalu Serat Jamus
Kalima Sada yang diidentikkan Pancasila, dan Kalimah Qasidah.80
Kegiatan dari komunitas kesenian ini berupa teater, band, gending
sari, dagelan ( humor ), sastra, ketoprak, dan paduan suara. Penggiat
78 Ibid. hlm. 126-127. 79 Ibid. hlm. 132. 80 Ibid. hlm. 133.
89
dari komunitas ini adalah Agus Puji Prawoto dan Abdul Hadi dengan
arahan Mohammad Diponegoro.
Pada pertengahan tahun 1966 terdapat perubahan formatur
pimpinan IMM untuk penyegaran kepengurusan. Yakni Djasman Al-
Kindi tetap menjadi ketua umum. Dengan struktur kepengurusan
yang baru :81
Ketua I : Rosyad Sholeh
Ketua II : Syamsu Udaya Nurdin
Ketua III : Amien Rais
Ketua IV : Djaelani Ichsan
Sekjen : Sudibyo Markoes
Wasekjen : Aspon Rambo
Anggota : Zainuddin Sialla, Abu Sari Dimyati, Haryanti,
Maziyah Said, Yahya Muhaimin, Zahir Khan, Afandi Djalal, Ellya
Bustami, dan Bachrowi.
81 Ibid.
90
BAB III
A. Gerakan Mahasiswa Islam Menjelang Orde Baru
Pada tahun 1960, Soekarno menyatakan harmonisasi
Nasionalisme yang diwakili oleh partainya. Lalu kemenangan politik
Islam pihak tradisional yang diwakili PNU dan Komunisme yang
diwakili PKI. Harmonisasi politik nasional tersebut dikenal dengan
akronim Nasakom. Sementara itu PSI dan Masyumi dilarang oleh
Soekarno karena keterlibatan oknum mereka dalam PRRI.1
Rasa kekhawatiran Soekarno berbuntut menuduh siapa saja
yang aktif dalam PSI maupun Masyumi dianggap terlibat PRRI. Salah
seorang ketua HMI Cabang Jakarta yakni Firdaus Wajdi menjadi
korban tuduhan tersebut. Karena ia dianggap sebagai Firdaus AN
yang dahulu mantan pimpinan Masyumi.2 Sulastomo sebagai ketua
PB HMI tahun 1963 melayangkan surat klarifikasi atas tuduhan
tersebut kepada Soekarno melalui Roeslan Abdulgani yang saat itu
menjabat Menteri Koordinasi Perhubungan Rakyat.
1 M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (
Jakarta: Serambi,2004), hlm. 529-530.
2 Arsip Nasional Republik Indonesia. “ Kehadapan PJM Presiden Bapak Ir. H. Soekarno di Istana Negara”, PB HMI Djl. Diponegoro 16 Djakarta 1963, Koleksi Roeslan Abdulgani.
91
Pada tanggal 10 Oktober tahun 1963, terjadi polemik
ketegangan antara Islam tradisional dengan Islam modernis. Polemik
tersebut terkenal dengan NU-isasi dua IAIN Yogyakarta dan Jakarta.
Polemik inilah yang menyebabkan konflik pertama antara HMI
dengan PMII hingga kedua pengurus melontarkan surat penyataan.
Awal perselisihannya ketika K.H. Saifuddin Zuhri yang menjabat
menteri agama dari fraksi PNU telah mengangkat Profesor Soenarjo
sebagai rektor IAIN Yogyakarta. Ia seorang akademisi Ilmu Hukum
namun tidak ahli dan tidak punya kualifikasi dalam bidang ilmu
agama. Soenarjo juga tercatat sebagai fungsionaris Partai NU artinya
mempunyai jabatan ganda.3 Dan beberapa Ulama NU yang tidak
profesional dalam lingkungan akademik IAIN.4
Ketegangan terjadi ketika pembacaan laporan tahunan rektor,
tiba-tiba pengurus Dewan Mahasiswa IAIN merebut alat pengeras
suara dan mengecam tindakan NU-isasi dalam Departemen Agama
3 Arsip Nasional Republik Indonesia. “ Permohonan
Normalisasi IAIN Jogja”, Korps Dosen IAIN Sunan Kalidjaga 28 Oktober 1963, Koleksi Roeslan Abdulgani Lampiran Surat Pernyataan PB HMI.
4 Arsip Nasional Republik Indonesia. “ Permohonan
Normalisasi IAIN Jogja”, Korps Dosen IAIN Sunan Kalidjaga 28 Oktober 1963, Koleksi Roeslan Abdulgani Lampiran Surat Pernyataan PB HMI.
92
beserta institusi dibawahnya seperti IAIN.5 Menurut dokumentasi
Fauzan Alfas, pengurus Dewan tersebut adalah aktivis HMI lalu salah
seorang anggota PMII juga dipukul.
Sedangkan di Jakarta telah terjadi pada tanggal 17 Oktober 1963,
antara pukul 10.00-11.00. Sekitar 500 mahasiswa melakukan unjuk
rasa atas nama Komite Mayoritas Mahasiswa IAIN. Mereka
mempunyai tuntutan “ IAIN adalah aset Nasional”,“Bukan milik
golongan/partai”, dan “NU-isasi di Depag adalah Kontra-Revolusi”.6
Lalu mereka menemui rektor Sunardjo beserta dekan-dekannya.
Mendengar pergerakan seperti itu, Menteri Syaifuddin Zuhri
memberikan respon sebagai berikut :7
“Pada saat itu sekelompok mahasiswa IAIN melancarkan
kampanye anti NU. Sangat disayangkan sekali, bahwa sebagian besar
dari mereka anggota HMI. Dan jika mahasiswa IAIN dari kelompok
PMII bangkit membela NU, hal itu bisa dimengerti”
Jika meneliti polemik ini dengan perbandingan arsip yang
dikoleksi Roeslan Abdulgani maka HMI dan PMII masing-masing
5 Fauzan Alfas, PMII Dalam Simpul-Simpul Sejarah Perjuangan ( Jakarta: PB-PMII,2004), hlm. 38.
6 Ibid, hlm. 40.
7 Ibid.
93
mempunyai argumen dan keputusan tersendiri. Secara kronologis,
PMII lebih awal menyampaikan surat pernyataan tertanggal 10
Oktober 1963 dan disahkan ketua Pengurus dan sekretaris satu
Cabang PMII Yogyakarta pada saat itu yakni Achmadi Anwar dan
Hamdani Yusuf.8 Beberapa argumen dan keputusan PMII berikut :
1. Pemukulan mahasiswa IAIN yang menjadi anggota PMII IAIN
2. Bahwa IAIN bukan milik satu golongan
3. Menuntut agar yang berwajib mengambil atas tindakan
tersebut
4. Menuntut agar diambil tindakan tegas terhadap golongan atau
oknum yang mendalangi peristiwa tersebut
5. Menuntut dibubarkannya Dewan Mahasiswa IAIN periode
1963-1965
6. Mendukung sepenuhnya Rektor IAIN dan Jabatan Menteri
Agama
Lalu tanggal 28 Oktober 1963 Pengurus Besar HMI dengan
pengesahan Sulastomo dan Mar’ie Mohammad sebagai ketua umum
8 Arsip Nasional Republik Indonesia. “ Pimpinan Tjabang
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Djl. Djogonegoro 11-Jogjakarta”, Koleksi Arsip Roeslan Abdulgani No. 1091.
94
dan sekjen PB HMI memberi penjelasan sikap PB HMI terhadap
masalah IAIN Yogyakarta dan Ciputat Jakarta sebagai berikut :9
1. PB HMI telah mengirim komisi penyelidikan fakta ( Fact Finding
Commission ) meliputi ketua dan sekjen untuk memperoleh
data dan keterangan data selengkapnya
2. Komisi ini telah menemui : pengurus komisariat dan cabang
HMI, Korps Dosen, Pimpinan IAIN Yogyakarta, dan Dewan
Kurator
Kemudian berdasar Komisi yang dibentuk PB HMI tersebut
mempunyai beberapa pernyataan sebagai berikut :
1. Pengurus Cabang HMI Yogyakarta tidak tahu dan tidak ikut
tanggung jawab mengenai peristiwa tersebut
2. Bahwa peristiwa tersebut benar-benar dilakukan mahasiswa
IAIN. Yang diorganisir dan merupakan tanggung jawab dari
Dewan Mahasiswa IAIN
9 Arsip Nasional Republik Indonesia. “ Pendjelasan Sikap PB
HMI Tentang Masalah I.A.I.N Al-Djami’ah Jogjakarta dan Tjiputat Djakarta”, Koleksi Arsip Roeslan Abdulgani No. 1195.
95
3. Memang diakui secara kebetulan dalam peristiwa tersebut.
Telah terlibat beberapa anggota HMI diluar sepengetahuan
dan tanggung jawab Pengurus HMI Cabang Yogyakarta
4. Hal ini terbukti dengan tidak adanya pemberitahuan sama
sekali mengenai pelaksanaan peristiwa tersebut. Baik
kepada pengurus Cabang Yogyakarta maupun kepada PB
HMI
5. Peristiwa yang terjadi di IAIN Ciputat Jakarta pada kamis
pagi tanggal 17 Oktober 1963 baru diketahui pada sore hari.
Dan masalah tersebut benar-benar masalah internal IAIN
6. PB HMI telah mengeluarkan pernyataan sebelumnya yakni
pada tanggal 23 Oktober 1963. Dengan menyatakan : PB
HMI tidak dapat membenarkan anggota-anggota HMI yang
secara sadar takut bertanggungjawab dalam perencanaan/
pelaksanaan peristiwa-peristiwa tersebut. Hal ini
menyangkut keanggotaan dan intern organisasi HMI. PB
HMI telah menginstruksikan kepada pengurus Cabang-
Cabang setempat untuk tindakan sesuai dengan ketentuan
dan prosedur AD/ART HMI
Akan tetapi, dalam surat pernyataan PB HMI telah ditemukan
lampiran dari Korps Dosen IAIN tentang permohonan normalisasi
96
IAIN Yogyakarta pada tanggal 28 Oktober 1963.10 Permohonan para
dosen adalah membebaskan Profesor Soenarjo dari tugasnya karena
tidak memenuhi syarat-syarat mental dan ilmiah dalam memimpin
IAIN.
Pertama, pencopotan jabatan rektor Soenarjo menurut para
dosen mempunyai argumen sebagai berikut :
1. Tidak mengerti dan faham masalah-masalah agama Islam
2. Mempunyai double fungsi. Ia sebagai rektor IAIN juga
sebagai fungsionaris PNU yang ditugaskan di IAIN
3. Memimpin IAIN secara otokrasi dan NU-sentris
4. Mengangkat dirinya sebagai Lembaga Tafsir dengan motif
komersil bukan dari segi ilmiah sebab dia tidak tahu apa-
apa tentang Ilmu Tafsir
5. Karena manipulasi beras terhadap pencatutan nama
mahasiswa ia harus masuk NU
Kedua, Kyai NU yang tidak cocok mengajar dengan peraturan
IAIN adalah sebagai berikut : Anwar Musadad, Husein Jahja, dan
Dimjati Karim. Mereka tidak sesuai karena kedatangan mereka
10 Ibid. Lampiran PB HMI.
97
mengajar tidak teratur, tidak punya pengalaman sekolah di
Perguruan Tinggi, dan tidak ilmiah.
Beranjak pada surutnya Demokrasi Terpimpin menjelang era
Orde Baru adalah masa peralihan kekuasaan yang selalu
didambakan oleh angkatan 66 dengan harapan terciptanya
kesejahteraan rakyat lebih mapan. Namun itu bagaikan impian
semata ketika keinginan setiap pemimpin berbeda-beda. Menurut
pengamatan Francis Raillon, masa akhir Demokrasi Terpimpin dan
menjelang Orde Baru telah semarak dengan radikalisasi kampus.
Terutama pada kalangan mahasiswa telah terjadi radikalisasi politik
yakni pertengahan tahun 60-an dan disisi lain terjadi peristiwa-
peristiwa akhir tahun 65 dan awal tahun 66.11 Tahun-tahun itu
mahasiswa keluar dari permukaan dan beraksi dalam pentas politik
bersamaan dengan peralihan kekuasaan kepada kalangan militer.12
Masih pada rujukan yang sama yakni berkaitan dengan
keterangan Departemen Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan
yang dikutip Harsya Bachtiar bahwa antara tahun-tahun 50 dan 60-
11 Francois Raillon, Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia :
Pembentukan dan Konsolidasi Orde Baru 1966-1974 (Jakarta: LP3ES,1989), hlm. 8.
12 Ibid. hlm. 9.
98
an perguruan tinggi di Indonesia telah mengalami ledakan jumlah
mahasiswa. Apabila rentang tahun 1946 hingga 1947 terdaftar 387
mahasiswa maka di tahun 1965 terdapat 280 ribu mahasiswa.
Mulanya perkembangan perguruan tinggi negeri dari tahun 60-an
berjumlah 37.760, lalu meningkat pada tahun 1963 berjumlah
50.000 kemudian tahun 1964 berjumlah 100.000.13 Belum lagi
ditambah perguruan tinggi swasta yang memenuhi izin pemerintah
ataupun sekolah tinggi dan institut kejuruan yang dinaungi berbagai
dinas kementerian. Maka pada tahun 1965 telah diperkirakan
280.000 mahasiswa.14
Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia benar-
benar membutuhkan tahapan pendidikan tinggi. Lalu jika sebelum
tahun 1955 perguruan tinggi hanya mampu mencetak sedikit kaum
intelektual Indonesia dan mempunyai pikiran sendiri dalam
berpolitik, maka sesudah Pemilihan Umum 1955 para elit partai
melihat adanya peluang dalam status kemahasiswaan hingga
perguruan tinggi saat itu berubah menjadi panggung politik. Pada
masa itu mahasiswa juga membutuhkan kepentingan dan artikulasi
13 Ibid.
14 Ibid.
99
politik karena pada umumnya berasal dari kalangan menengah ke
bawah. Akhirnya secara sistemik, partai politik menindaklanjuti
peluang ini dengan membentuk organisasi kemahasiswaan yang
berafiliasi pada mereka.15
Pada era 60-an ada dua sisi yang menonjol. Mengapa para
mahasiswa mengikuti organisasi kemahasiswaan lalu kemudian
berpolitik. Jawaban pertama adalah sisi keprihatinan harkat sosial-
ekonomi yang saat itu buruk. Kedua, adalah sisi beberapa solusi
ideologi yang selalu menawarkan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Pada masa itu, rakyat Indonesia telah mengalami berbagai macam
dialektika ideologi disertai dengan gesekannya seperti : Sosialisme,
Komunisme, Pan-Islamisme, Marhaenisme, Liberalisme, Sekularisme,
Kapitalisme, Materialisme, Eksistensialisme dan tentu saja
Pragmatisme.
Berbagai macam ideologi tersebut juga menjadi prinsip
keluarga-keluarga di Indonesia yang melahirkan golongan-golongan
kemasyarakatan. Pada saat itu keluarga-keluarga di Indonesia
mempunyai tipologi identitas priyayi, santri, dan abangan.16 Ketiga
15 Ibid. 16 Clifford Geertz. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat
Jawa Terj. Aswab Machasin ( Jakarta: Pustaka Jaya,1981). Tipologi ini diperjelas oleh Robert Hefner dengan menyatakan konstruksi
100
tipologi antropologis yang dikemukakan Clifford Geertz adalah salah
satu realita politik-kebudayaan masyarakat Jawa.17 Ketiga tipologi
golongan ini masing-masing mempunyai ideologi sehingga ketika
terdapat mahasiswa baru era 60-an, ia mengikuti perintah
keluarganya untuk aktif dalam berbagai pilihan organisasi
mahasiswa.18 Jika keluarganya berasal dari kalangan marhaen atau
simpatisan PNI secara langsung si anak yang berstatus sebagai
mahasiswa aktif dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (
pemikiran politik dengan mengingatkan tipologi yang dinamis bukan tipologi yang statis. Ricklefs bahkan lebih mengerti asal-usulnya dengan menyatakan varian keagamaan lebih dahulu disebut misionaris Hathorn ( 1857 ) dan Poenson ( 1883 ). Mereka menyebut putihan untuk santri dan abangan. Penelitian Antropologi tersebut telah dikerjakan era 1950an. Berdasarkan penelusuran Bayu Wahyono. “Clifford Geertz, Masyarakat Jawa, Kecelek” dalam Makalah Seminar Great Thinkers, Sekolah Pascasarjana UGM 13 Desember 2012, hlm. 1-2.
17 Menurut penelusuran Mark Woodward tipologi tersebut berdasarkan Ideal Types ala Max Weber. Ia membaca sistem klasifikasi turunan dengan afiliasi sebagai berikut : 1) Santri : ‘True Muslim’, Merchants, Masyumi 2 ) Abangan : ‘Animist’, peasant, proletariat, PKI 3) Priyayi : ‘ Hindu-Buddhist’, Officials, PNI. Lihat dalam Mark Woodward . “Clifford Geertz: Santri-Abangan-Priyayi” dalam Great Thinkers Power Point, Sekolah Pascasarjana UGM 13 Desember 2012, hlm. 6.
18 Tahun-tahun 1960-1965 terdapat perbedaan mencolok
tentang ideologi yakni antara abangan dengan santri. Lihat M.C. Ricklefs, op.cit, hlm. 566.
101
GMNI ), Jika keluarga berasal dari kalangan Komunis maka masuk
CGMI, Jika keluarga berasal dari Islam santri maka langsung masuk
HMI, dan begitu seterusnya.19 Dan pada era 60-an mahasiswa
masing-masing mencari identitas golongannya di kampus melalui
pilihan organisasi mahasiswa hingga organisasi ekstra-universiter
menjadi sangat populer. Maka pengaruh kultural seperti ini dapat
disebut politik identitas ideologi.
Kondisi sosial-ekonomi yang buruk juga menjadi alasan utama,
mengapa mahasiswa melakukan hal-hal yang radikal di kampus. Dan
masalah ini pun diakui Raillon yang mengutip dari Stephen Douglas.
Bahwasanya kesulitan ekonomi seperti kenaikan biaya kebutuhan
mahasiswa seperti sewa asrama ( kos ), biaya pengobatan, tarif
angkutan umum, harga buku, biaya kuliah, biaya ujian, dan biaya
hidup keseharian membawa pengaruh besar dalam kehidupan
mahasiswa.20
Hal ini dijelaskan lebih detail oleh catatan Mochtar Lubis yakni
pada tanggal 24 November 1965 pemerintah menaikkan harga bensin
dari Rp 4,00 tiap liter Rp 250,00 kemudian pada tanggal berikutnya
19 Wawancara Amien Rais, 23 September 2012, Pkl 18:10 WIB. Di Joglo Kediamannya, Pandean, Condong Catur Sleman Yogyakarta.
20 Francois Raillon, op.cit, hlm. 11.
102
harga beras di Sarinah menjadi Rp 1.750,00.21 Masa itu pemerintah
terkena inflasi nasional. Lalu imbasnya terhadap kehidupan
mahasiswa yakni menurut catatan Soe Hok Gie tanggal 7 Januari
1966 bahwa ketika itu bahan pembicaraan mahasiswa tentang
kenaikan tarif bus yang semula Rp 200,00 menjadi Rp 1.000,00.22
Menurut Gie, Jakarta pada masa itu menjadi kacau ( chaos ). Karena
Soebandrio dan Chairul mengeluarkan kebijakan moneter baru
melalui devaluasi rupiah. Yakni dengan menarik peredaran
Rp10.000,00 dan Rp 5.000,00 lalu dipotong 10 persen.23
Ditambah tidak adanya sarana bank di pedesaan maka terjadi
kepanikan yang imbasnya terjadi kemacetan distribusi menuju
Jakarta. Terutama nasib petani yang kebanyakan memiliki uang
sepuluh ribu. Dan masyarakat perkotaan Jakarta juga panik karena
barang-barang telah habis diserbu. Maka secara langsung harga
barang naik hingga semuanya sistem satu rupiah.24 Menurut Gie,
21 Mochtar Lubis, Catatan Subversif (Jakarta: Sinar
Harapan,1980), hlm. 399.
22 Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran (Jakarta: LP3ES,1983), hlm. 159.
23 Ibid. hlm. 167. 24Ibid. hlm. 168.
103
krisis ini benar-benar dimanfaatkan oleh PKI yang mengambil untung
dari peristiwa-perisriwa tersebut.
Maka secara sistemik, yang telah terjadi di Yogyakarta pada
tahun-tahun tersebut juga sama. Menurut keterangan Amien Rais
bahwa kenaikan harga sebungkus nasi gudeg hingga Rp 500,00
karena beras sulit didapatkan.25 Ia menambahkan pengalamannya,
ketika itu mahasiswa yang mampu membawa beras sebanyak 15 Kg
dari desanya ke asrama ( kos ) telah dianggap luar biasa. Menurut
dia, keadaan mahasiswa di Yogyakarta pada masa itu memang serba
prihatin baik secara penampilan maupun keuangan. Dan ia juga
menuturkan bahwasanya pendapatan Indonesia per kapita pada
masa itu hanya pada kisaran 80 $ hingga 100 $ setiap tahun.
Karena kondisi sosial-ekonomi yang begitu buruk maka para
aktivis mahasiswa telah mempunyai pemikiran kritis terhadap
pemerintahan Soekarno. Janji-janji presiden tentang kemerdekaan
sejati dianggap kontradiktif terhadap kenyataan kehidupan sehari-
hari.26 Pada akhirnya kalangan aktivis mahasiswa menyatakan
25 Wawancara Amien Rais, 23 September 2012, Pkl 18:10 WIB.
Di Joglo Kediamannya, Pandean, Condong Catur Sleman Yogyakarta.
26 Francois Raillon, op.cit, hlm. 12.
104
menjadi juru bicara rakyat atas nama kondisi sosial-ekonomi yang
buruk.
B. Pergesekan Kekuatan Islam Dengan Kekuatan Komunis
Pada era 1965 kaum Islam santri terutama yang modernis
bergesekan kencang dengan kaum Komunis baik secara ideologis
maupun metodologi mempengaruhi masyarakat. Kekuatan Masyumi
sebagai representasi aspirasi golongan Islam modernis selalu
berseberangan dengan PKI yang tentu menjadi representasi aspirasi
golongan Komunis. Tentu saja ini menurun terhadap HMI yang
menjadi pusat mahasiswa Islam modernis berkumpul saat itu. Begitu
juga di pihak PKI terdapat sayap mahasiswa yaitu Consentrasi
Gerakan Mahasiswa Indonesia ( CGMI ). Yogyakarta menjadi kota
gesekan antara HMI dengan CGMI.
HMI menjadi sasaran utama bagi sosialiasi CGMI dengan
jargon “ Bubarkan HMI” dan “ HMI Kontra Revolusioner”.27 Dengan
begitu telah bermunculan solidaritas pendukung HMI sejak 1963
dengan Generasi Muda Islam ( Gemuis ) di Yogyakarta yang diketuai
27 Ketika itu wacana “ Revolusioner” menjadi standar penilaian
gerakan terhadap kepatuhan NKRI, lihat dalam, Fauzan Alfas, op.cit ( Jakarta: PB-PMII,2004), hlm. 42.
105
Wahsun dari GP Ansor dan wakilnya Rosyad Sholeh dari Pemuda
Muhammadiyah.28 Kemudian di Jakarta menyusul peresmian
Gemuis pada tanggal 19-26 Desember atas inisiatif GP Ansor dan
PMII. Lalu puncak dukungan Gemuis Jakarta Raya pada tanggal 13
September 1965 dengan slogan “ Langkahi Dulu Mayatku Sebelum
Ganyang HMI” dipimpin presidium Gemuis Lukman Harun. Bahkan
Fahmi Idris anggota HMI di UI terpaksa memukul orator “ Ganyang
HMI” sampai jatuh kebawah podium.29
Mendengar tuntutan Gemuis tersebut Soekarno meminta
pendapat dari perwakilan Muhammadiyah dan PNU. Akan tetapi,
lingkaran asisten Presiden Soekarno menganggap HMI selalu
reaksioner dan anti-kritik. Soekarno meminta pendapat dari K.H.
Badawi dari perwakilan Muhammadiyah dan Subhan Z.E. dari NU.
Kedua perwakilan tersebut mengharap Presiden tidak membubarkan
HMI.30 Lalu di kemudian hari, Mahbub Junaidi yaitu senior dari PMII
28 Wawancara Rosyad Sholeh, 9 Oktober 2012, Pkl 10:00 WIB.
Di Kantor Badan Pembina Harian ( BPH ), Rektorat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Jalan Lingkar Barat Ringroad Tamantirto Kasihan Bantul.
29 Sulastomo, Hari-Hari Yang Panjang Transisi Orde Lama Ke
Orde Baru : Sebuah Memoar ( Jakarta: Kompas, 2008 ) hlm. 63. 30 Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh
Enam Tahun IMM 1964-1990 ( Surabaya: Bina Ilmu,1990), hlm. 111.
106
ditemui Dahlan Ranuwihardjo sebagai senior HMI dan Mar’ie
Mohammad sebagai pengurus PB HMI, kedua orang ini meminta
Mahbub sebagai perantara pesan kepada Soekarno bahwa HMI
jangan dibubarkan. Mahbub menyampaikan pesan dan lobi tersebut
kepada Soekarno didampingi K.H. Syaifudin Zuhri sebagai menteri
agama. Dengan begitu K.H. Syaifudin Zuhri juga memberikan
nasehat dan gertakan terhadap Soekarno supaya HMI tidak
dibubarkan. Maka pada tanggal 15 September 1965 HMI tidak
dibubarkan dengan surat keputusan Komando Tertinggi Aparatur
Revolusi ( Kotrar ). 31
Pada tanggal 29 September 1965 dalam Ulang Tahun PKI di
Senayan Dipa Nusantara Aidit sebagai ketua umum PKI telah
menyatakan : “ Jika tidak dapat membubarkan HMI maka saya akan
pakai sarung”. Sulastomo melihat tuntutan Aidit itu dari jalan Manila
50 di Kompleks Senayan yaitu tempat tinggalnya.32
31 Sulastomo, loc.cit. 32 Ibid, hlm. 66-67. Tuntutan Aidit yang terkenal dengan
memakai sarung itu begitu melekat dalam memori kolektif mantan aktivis HMI ketika telah diwawancarai seperti : Amien Rais, Ahmad Muhsin Kamaludiningrat, dan Said Tuhuleley. Perihal ini menurut Nordholt bahwa pernyataan Aidit berusaha melakukan diferensiasi dan kategorisasi antara Kaum Komunis dengan Kaum Islam yang identik dengan pengenakan sarung sebagai busana ibadah. Lihat
107
Sepanjang tahun 1965 hingga 1966 antara CGMI dengan HMI
saling melakukan unjuk kekuatan ( show of force ) dengan pawai
drumband. Gaya kekuatan musik barisan drumband ini mampu
mempengaruhi masyarakat dan menunjukkan seberapa banyak
pengikutnya. HMI dan PKI mempunyai drumband yang cukup bagus.
Sedangkan CGMI mempunyai teater drama untuk pengerahan massa
melalui opini utama “ Bubarkan HMI”.33
C. KAMI Sebagai Gabungan Konsolidasi Mahasiswa Menjelang
Orde Baru
Antara tahun 1965 hingga 1966 perwira tinggi militer yakni
Jenderal Soeharto telah memiliki legitimasi dan kewenangan dalam
menggunakan institusi militer Angkatan Darat ( AD ). Momentum ini
disebabkan para atasan Soeharto telah tewas dalam Gestapu seperti
Ahmad Yani dan Parman selain A.H. Nasution yang menghilang
beberapa waktu.34 Dan ia juga mendapat dukungan rekan-rekannya
dalam Henk Schulte Nordholt (ed) , Outward Appearances : Trend, Identitas, Kepentingan ( Yogyakarta: LKIS, 2005 ), hlm. 3.
33 Wawancara Ahmad Muhsin Kamaludiningrat, 24 Oktober 2012, Pkl 16:35 WIB. Di Kauman Gondomanan, Kompleks Masjid Besar, Alun-Alun Utara, Yogyakarta.
34 M.C. Ricklefs, op.cit, hlm. 553-554.
108
di AD maupun intelektual sosialis dan pro-Barat.35 Terutama dengan
legitimasi operasi penumpasan kudeta 30 september 1965 maka
praktis secara langsung Jenderal Soeharto telah menggantikan
Presiden Soekarno sebagai kepala Negara baru.36
Pada awal kepemimpinannya, Soeharto merasa tahu diri
bahwasanya pendukung Soekarno masih banyak maka secara
otomatis, dia belum mendapatkan kepercayaan publik. Oleh karena
itu, ia menyarankan Mayor Jenderal Syarif Thayeb selaku Menteri
Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan untuk mengajak berkoalisi
dengan kalangan aktivis mahasiswa non-komunis. Mahasiswa
35 Pejabat teras tinggi militer AD adalah Abdul Haris Nasution, Adam Malik, Dharsono, Kemal Idris, Sarwo Edhi, Ali Moertopo, Sujono Humardhani, dan Alamsyah Ratuperwiranegara. Lalu ekonom UI dengan mazhab Berkeley yang sebelumnya telah mengajar di Seskoad seperti Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Emil Salim, Sadli, dengan dukungan intelektual Kristen seperti Frans Seda, Radius Prawiro, dan Sumarlin. Mereka adalah pro PSI. Kemudian intelektual pers dan pro-Barat seperti Soedjatmoko dan Rosihan Anwar. Lihat keterangan lebih lanjut dalam Francois Raillon, Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia : Pembentukan dan Konsolidasi Orde Baru 1966-1974 (Jakarta: LP3ES,1989), hlm 11 & 15. Disertasi Yudi Latif, Inteligensia Muslim : Genealogi Inteligensia Muslim Indonesia Abad Ke-20 (Bandung: Mizan,2005), hlm. 465-466.
36 Ibid. hlm. 12. Detail latar belakang kausalitas Gestapu dan Supersemar yang lebih luas, dapat dilihat selengkapnya dalam referensi. Rex Mortimer, Indonesian Communism Under Sukarno : Ideology And Politics, 1959-1965 (Singapore: Equinox Publishing,2006). Bennedict Anderson & Ruth McVey, A Preliminary Analysis of The October 1, 1965 Coup in Indonesia (Singapore: Equinox Publishing,1971)
109
sebagai pihak ketiga dianggap sebagai sosialisator wacana perubahan
politik terutama di ranah publik. Dari momentum politik ini maka
telah lahir angkatan 66. Angkatan ini berdasarkan filosofi regenerasi
semangat aktivis mahasiswa sehingga apabila Soekarno dahulu
adalah jiwa angkatan 45 dan memimpin birokrasi pemerintahan
maka angkatan 66 juga tentu masuk birokrasi lalu begitu seterusnya
hingga tiap angkatan selanjutnya.
Pada tanggal 25 Oktober 1965, Syarif Thayeb mengundang dan
mengumpulkan berbagai pergerakan mahasiswa non-komunis yang
dahulu sempat tergabung dalam forum Persatuan Perhimpunan
Mahasiswa Indonesia ( PPMI ).37 Perkumpulan diadakan di rumah
dinas Syarif Thayeb di jalan Imam Bonjol 24 Jakarta.38Dalam
perkumpulan telah hadir berbagai elemen perwakilan pergerakan
mahasiswa. Yakni HMI, PMII, IMM, PMKRI, GMKI, GEMSOS, SOMAL,
PELMASI, dan IPMI. Para perwakilannya seperti Mar’ie Mohammad,
37 PPMI secara identitas politik mempunyai afiliasi pemikiran politik dengan PSI dan Masyumi. Pada era Demokrasi Terpimpin, Presiden Soekarno menganggap radikal PSI dan Masyumi sehingga kedua partai ini membubarkan diri. Jenderal Soeharto dan kalangan perwira AD melihat kejelian ini, maka dengan mudah dapat membangun wacana anti-Soekarno apalagi anti-PKI karena telah dianggap tidak mengenal ketuhanan disertai dengan cara-caranya yang propagandis. ibid, hlm. 13.
38 Farid Fathoni, op.cit, hlm. 126-127.
110
Zamroni, Slamet Sukirnanto, Iljas, David Napitupulu, dan Cosmas
Batubara.39 Dalam pertemuan tersebut, Syarif Thayeb mengusulkan
untuk membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia ( KAMI ).
Para perwakilan pergerakan menyetujui usulan tersebut maka
berdirilah KAMI.40
Komposisi internal KAMI mempunyai gerakan mahasiswa
berdasarkan keagamaan paling banyak seperti HMI, PMII, IMM,
PMKRI, dan GMKI. Lalu disusul dengan gerakan mahasiswa
berhaluan ideologi sosialisme yakni Gemsos, Somal, dan Pelmasi.
Dan terakhir berdasarkan profesi yakni Ikatan Pers Mahasiswa
Indonesia ( IPMI ).41
Sedangkan di Yogyakarta telah dibentuk KAMI Konsulat
Yogyakarta pada tanggal 17 November 1965.42 KAMI menjadi forum
pertukaran ide dan serba-serbi kampus baik kerjasama kelembagaan
39 Slamet Sukirnanto, “ Mas Tris Yang Saya Kenal “ Ali Taher
Parasong & Sudar Siandes (eds.). Biografi Sutrisno Muhdam ( Jakarta: Pemuda Muhammadiyah, 2000 ) hlm. 47.
40 Francois Raillon, op.cit, hlm. 14.
41 Ibid. hlm. 14. 42 Bambang Purwanto, Djoko Suryo, Soegijanto Padmo (eds.),
Dari Revolusi ke Reformasi : 50 Tahun Universitas Gadjah Mada ( Yogyakarta: Pusat Studi Pariwisata UGM, 1999), hlm. 76.
111
maupun ajang pertemanan antar gerakan mahasiswa Islam maupun
dengan pergerakan lain.43
KAMI bergerak begitu semangat dalam aksi-aksi demontrasi
karena didukung Syarif Thayeb dan kalangan militer AD.44 Wacana
anti-komunis yang disuarakan KAMI mendapat respon yang baik bagi
masyarakat. Penduduk Jakarta terpengaruh oleh wacana tersebut
hingga mereka bergerak dalam ruas-ruas jalan raya.45 KAMI juga
membentuk sayap organisasi dalam tingkat pelajar yakni Kesatuan
Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia ( KAPPI ). Dengan KAPPI ini
mereka dapat menambah kekuatan unjuk rasa di jalan-jalan Jakarta.
Karena tingkat pelajar masih begitu polos dan mudah dipengaruhi.46
Kemudian menyusul pembentukan sayap wanita KAMI yaitu
43 Wawancara Syamsu Udaya Nurdin, 20 Oktober 2012, Pkl
09:35 WIB. Di Kediamannya Perum Griya Kencana Permai, Blok D2, N0.13, Sedayu, Yogyakarta.
44 Menurut Raillon yang mengutip dari Harould Crouch, KAMI
yang merupakan angkatan 66 mempunyai dukungan proteksi keamanan yang kuat oleh perwira militer AD seperti Jenderal Dharsono, Kemal Idris, dan Sarwo Edhi sehingga dalam setiap aksi-aksi KAMI selalu aman. op.cit. hlm. 15.
45 Ibid.
46 Ibid.
112
Kesatuan Aksi Wanita Indonesia ( KAWI ). Didalam KAWI terdapat
banyak aktivis putri yang bergabung.47
Selama tiga bulan pertama tahun 1966, KAMI mewacanakan
urgensi peralihan kekuasaan dari era Soekarno menuju era Soeharto
dengan rekam jejak peranan KAMI.48 Lalu memberikan manifesto
bahwa wacana tersebut diakui oleh publik. Dan terakhir memberikan
rujukan idealitas tentang penyikapan aksi-aksi yang menjadi standar
dalam menyampaikan gagasan-gagasan autentik. Pada titik
puncaknya ketika “ Tiga Tuntutan Rakyat “ dilontarkan dengan
akronim TRITURA yakni pada tanggal 10 Januari. Tiga tuntutan
tersebut berisi pembubaran PKI, pengaturan kembali ( retooling )
kabinet dari unsur PKI, dan turunkan harga-harga kebutuhan
pokok.49 Dan Rapat Terbuka telah diadakan di Fakultas Kedokteran
UI. Kolonel Sarwo Edhi sebagai komandan RPKAD telah datang yang
memberikan pengamanan dan ketertiban. Sesudah rapat terbuka,
para mahasiswa menuju Sekretariat Negara untuk menyampaikan
47 Wawancara Siti Hadiroh Ahmad, 24 Oktober 2012, Pkl 16:35
WIB. Di Kediamannya Kauman Gondomanan, Kompleks Masjid Besar Alun-Alun Utara, Yogyakarta.
48 Francois Raillon, op.cit, hlm. 15. 49 Ibid, hlm. 16.
113
aspirasi Tritura. Namun menteri tidak ada di kantor, dan mahasiswa
tidak mau beranjak dari tempat hingga permintaannya terpenuhi. Di
kawasan ibukota lain juga terdapat aksi-aksi solidaritas mahasiswa
dengan menduduki lokasi-lokasi strategis.50
Sewaktu tengah hari, wakil Perdana Menteri III Chairul Saleh
menerima permintaan mahasiswa dengan menyatakan Tritura.
Pernyataan Tritura disampaikan oleh Cosmas Batubara sebagai
ketua Presidium KAMI Pusat.51 Tetapi menurut pendapat Chairul
Saleh, Tritura tidak benar karena yang mempunyai wewenang adalah
presiden dalam menerima aspirasi tersebut.
Memasuki pukul 17.00 unjuk rasa selesai dan mahasiswa
menyerukan kepada masyarakat agar membayar tarif bus Rp 200
saja, berbeda dengan yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp
1.000.52 Lalu pada esok hari, para mahasiswa di Jakarta melakukan
pemogokan kuliah. Unjuk rasa semakin menyebar dengan rasa
solidaritas diikuti para mahasiswa di Bandung. Tembok-tembok
50 Ibid. 51 Ibid.
52 Ibid.
114
bangunan ibukota dicoret tulisan Tritura sebagai bentuk ekspresi
kekecewaan terhadap pemerintah. Reaksi Syarif Thayeb sebagai
menteri PTIP langsung memberikan instruksi supaya mahasiswa
masuk kuliah lagi. Instruksi ini langsung dikonfirmasi oleh KAMI
Jakarta.53
Tanggal 11 Januari 1966 pada hubungan komunikasi KAMI
mendapat perselisihan dengan Senat Fakultas Sastra UI. Yakni
antara Herman ( KAMI ) dengan Tojib sebagai ketua Senat Fakultas
Sastra.54 Kemudian Soe Hok Gie berusaha melerai perselisihan
tersebut. Perselisihan ini lantaran konsolidasi KAMI yang
mencampuri rapat-rapat senat fakultas dengan ancaman solidaritas
sesama lembaga mahasiswa.
Pada Rabu pagi tanggal 12 Januari, Gie dikabari Sarlito yang
menjabat sekretaris Dewan Mahasiswa UI ( DMUI ). Tentang KAMI
yang mengadakan unjuk kekuatan massa menuju DPR Gotong
Royong.55 Tetapi pihak DMUI belum setuju dengan unjuk rasa
tersebut. Gie pun menyarankan untuk tidak terlalu membedakan
53 Ibid. 54 Soe Hok Gie, op.cit, hlm. 169. 55 Ibid. hlm 175.
115
lembaga mahasiswa yang ekstra maupun intra. Pukul 09.30 unjuk
rasa hasil konsolidasi KAMI pun telah berlangsung. Massa yang
terdiri dari para mahasiswa berkumpul sekitar 10.000 mahasiswa.
Massa meninggalkan Salemba menuju Senayan. Dengan teriakan :
Bubarkan PKI, Ganyang Menteri Plintat-Plintut, dan Turunkan Harga
Bensin.56
Pada tanggal 13 Januari, tuntutan mahasiswa dipenuhi oleh
pemerintah daerah Jakarta dengan menurunkan tarif bus menjadi
Rp 200.57 Di lokasi lain terdapat kelompok KAMI Jaya yang
melakukan penggalangan massa untuk protes terhadap Departemen
Kejaksaan yang menyatakan demonstrasi mahasiswa adalah
demontrasi liar. Massa pun berkumpul dan Suwarto wakil dari KAMI
Jaya melakukan orasi. Orasi Suwarto berisi anti PKI, anti kenaikan
harga kebutuhan pokok, tuntutan pengaturan kembali dari para
menteri yang dianggap goblok, Gestapu, dan perilaku yang tidak
punya prinsip dalam ejekan bahasa Jawa disebut plintat-plintut .58
56 Ibid. hlm. 176. 57 Francois Raillon, op.cit, hlm. 16. 58 Soe Hok Gie, op.cit, hlm. 181.
116
Pada tanggal 14 Januari, Gafur ketua KAMI UI yang utusan
dari HMI. Ia sedang memberikan arahan dan rencana untuk para
demonstran dari mahasiswa Sastra dan Psikologi dalam briefing
sebelum aksi dimulai.59 Dalam briefing tersebut ia mengarahkan
bahwa Menteri Surjadi yang berkantor di sebelah stasiun kota
menjadi sasaran utama aspirasi mahasiswa. Akan tetapi ia tidak
mempedulikan Soe Hok Gie yang mempunyai informasi bahwa orang-
orang sewaan Chairul Shaleh akan merobohkan toko-toko milik
orang Tionghoa lalu dalam skenarionya massa mahasiswa dianggap
tertuduh dan akan tertimpa isu etnisitas. Memasuki siang hari,
Cosmas sebagai ketua Presidium KAMI mengarahkan massa
mahasiswa menuju pompa bensin yang terletak di Stasiun Kota. Boeli
kawan dari Gie meneriaki Cosmas dengan ungkapan “ Cosmas, kau
gila; akan memimpin anak-anak ke sana?”.60 Cosmas menerima
saran tersebut tetapi membelokkan massa menuju Tanjung Priok
yang menjadi pusat penyimpanan bensin. Akhirnya, massa
mahasiswa menduduki lokasi tersebut.
59 Ibid. hlm. 184. 60 Ibid. hlm. 188.
117
Pada tanggal 15 Januari, Presiden Soekarno mengundang para
perwakilan mahasiswa di Istana Kepresidenan Bogor.61 Dengan
segera mahasiswa memenuhi undangan tersebut. Rombongan massa
mahasiswa yang sampai di kota Bogor telah menyanyikan lagu
Padamu Negeri.62 Namun ketika massa mahasiswa telah tiba di
gerbang istana, massa memasuki secara serentak menuju Istana
Bogor sehingga pengawal istana terpaksa menembak ke udara
sebagai peringatan berhenti terhadap arus barisan mahasiswa.
Melihat kejadian seperti itu, Presiden hanya ingin menerima
satu delegasi dari semua pergerakan mahasiswa.63 Presiden
menjelaskan kepada delegasi tersebut tentang krisis ekonomi
nasional yang semakin buruk disertakan laporan Komisi Penyelidikan
pembunuhan anti-komunis kepada delegasi tersebut. Pada laporan
tersebut berisi data orang yang terbunuh antara bulan November-
Desember 1965 telah tercatat 78.000 orang. Presiden menyikapi
61 Francois Raillon, op.cit, hlm. 17. 62 Soe Hok Gie, op.cit, hlm. 189.
63 Francois Raillon, op.cit, hlm. 17.
118
dengan terbuka tentang Tritura tetapi ia tidak setuju dengan cara-
cara mahasiswa.
Sepulang dari Kota Bogor, rombongan KAMI yang terdiri Soe
Hok Gie, Boeli, Gani, dan Edi Wurjantoro melewati kawasan
perkampungan Tionghoa ( Chinatown ) yang terdapat pemaksaan
untuk membuka toko milik Tionghoa. Gie pun menyampaikan
aspirasi kepada khalayak ramai di kawasan tersebut. Bahwa KAMI
menuntut pemerintah untuk tiga hal. Pertama, pembubaran PKI.
Kedua, agar peraturan gila yang menaikkan harga kebutuhan pokok
dicabut. Ketiga, agar para menteri korup, Gestapu, dan plintat-
plintut diritul dari Kabinet.64 Gie juga mengklaim bahwa ABRI anak
revolusi yang masih bersaudara dengan mahasiswa-mahasiswa. Pada
saat itu kawanan mahasiswa ada yang membawa transistor radio dan
mendengar pidato Soekarno yang telah mengecam perbuatan
mahasiswa yang tidak sopan dengan menganggap menterinya bodoh
dan mengatakan rombongan ibu-ibu lewat kata-kata kotor hingga ia
menantang kepada mahasiswa bahwa barangsiapa yang mampu
menurunkan harga dalam waktu tiga hari maka dia akan diangkat
64 Soe Hok Gie, op.cit, hlm. 191.
119
menjadi menteri tetapi jika gagal maka akan langsung ditembak.65
Begitulah tekanan sosial ( social pressure ) 15 Januari yang
dilancarkan oleh KAMI kepada pemerintahan Soekarno dan pada
akhirnya presiden mampu menurunkan 50 persen harga minyak dan
mencari solusi untuk menurunkan harga barang secara total.66
Pada keesokan harinya, Zamroni perwakilan PMII yang menjadi
anggota KAMI telah terkejut, karena membaca koran yang
mengabarkan PB HMI menghadap Presiden Soekarno hingga
memberi peci mahasiswa kepadanya sebagai bentuk penghormatan.67
PB HMI menghadap kepada Soekarno, ditengah-tengah unjuk rasa
KAMI terhadap Soekarno di Bogor atas nama amanat penderitaan
rakyat.68 Alasan itu membuat Zamroni marah besar terhadap
Sulastomo dan Mar’ie Mohammad sebagai pengurus PB HMI.
Pada minggu malam tanggal 16 Januari, Soebandrio telah
mengambil inisiatif dari pidato Soekarno yang mengecam aksi
mahasiswa. Dalam pidato tersebut akan dibentuk Barisan Soekarno
65 Ibid, hlm. 193. 66 Francois Raillon, op.cit, hlm. 17. 67 Fauzan Alfas, op.cit, hlm. 42. 68 Ibid.
120
guna perlawanan KAMI ( anti-KAMI ) yang dianggap Neokolonialisme
dan imperialisme ( Nekolim ).69 Soebandrio segera memerintahkan
GMNI faksi Ali Surachman ( ASU ) atau Germindo untuk bergerak.70
Mereka merobek poster-poster KAMI dan menggantinya dengan
poster “ Hidup Bung Karno”. Gie mendapat kabar dari temannya
yaitu Ripto bahwa akan dicairkan dana sebesar Rp 100 juta rupiah
baru untuk membentuk Barisan Soekarno.71
KAMI langsung mengadakan rapat lengkap dengan personilnya
untuk menanggapi pergerakan tersebut. Dalam rapat KAMI, setiap
orang yang ikut rapat boleh menyatakan opini. Ketika itu Hakim
Sarimuda dari HMI Fakultas Kedokteran menanggapi tantangan
Soekarno dengan menyatakan perjuangan tetap dilanjutkan dengan
ungkapan sebagai berikut : “ Kalau kita harus ditembak kita
bersedia. Tetapi kita adalah orang yang ketiga. Yang pertama harus
69 Soe Hok Gie, op.cit, hlm. 194. 70 Pada saat itu, sayap pergerakan mahasiswa milik Soekarno
yaitu GMNI telah terpecah menjadi dua faksi. Antara GMNI ASU yang berhaluan kiri dan sayap kanan diwakili Osa Maliki dan Usep Ranuwidjaja. Lihat dalam Soe Hok Gie, ibid. hlm. 199.
71 Ibid, hlm. 195.
121
ditembak adalah Gestapu, lalu koruptor barulah”.72 Kondisi rapat
menjadi tegang ketika mendapat surat dari Soetomo lewat kurirnya.73
Dalam surat itu, Sutomo memotivasi kepada para mahasiswa
agar menerima tantangan Soekarno yang menjadi “ menteri harga”.
Dengan syarat minta tempo dalam setahun daripada dua puluh
tahun dengan menteri-menteri yang dianggap goblok. Kemudian
Bung Tomo menyatakan bersedia tertembak dengan mahasiswa jika
perlu. Surat ini disambut dengan meriah dengan tepuk tangan. Lalu
pimpinan rapat KAMI menyimpulkan : perjuangan diteruskan
meskipun pimpinan ditangkap dan KAMI menerima tantangan
Soekarno tentang permasalahan menteri-menterinya.74
Pada Hari Senin berikutnya, massa mahasiswa unjuk rasa
depan Departemen Luar Negeri ( Deparlu ) yang dipimpin Soebandrio.
Mereka mengkritisi hubungan Indonesia yang terlalu dekat dengan
72 Ibid. 73 Soetomo terkenal dengan panggilan Bung Tomo. Penggerak
peristiwa 10 November 1945 di Surabaya. Pernah menjabat Menteri Urusan Bekas Veteran atau menteri sosial ad interim pada masa Kabinet Burhanudin Harahap ( 1955-1956 ). Lihat selengkapnya dalam William Frederick, “ In Memoriam : Sutomo “ SEAP ( Cornell: Cornell University Southeast Asia Program, 1982 ) hlm. 127-128.
74 Ibid. hlm. 196.
122
Komunis Cina. Hingga massa meneriakkan yel-yel “ Soebandrio
Anjing Peking”.75 Maksudnya anjing karena terlalu patuh dengan
Cina dan Peking sebagai kota representatif Cina. Soebandrio pun
memberikan respon bahwa demonstran mahasiswa ditunggangi oleh
Nekolim. Belum selesai ia menanggapi ejekan tersebut, Ismid
menyela sebagai wakil KAMI pusat. Dengan ungkapan : “ Kami sama
sekali tidak merasa ditunggangi. Dan kalau memang ada yang
menunggangi kami, maka yang menunggangi adalah rakyat”.76
Di lokasi Istana Negara, Soekarno memarahi delegasi
mahasiswa PMKRI dan HMI selama setengah jam. Soekarno berkata
kepada delegasi PMKRI : “ Apakah ini yang diajarkan Yesus kepada
kalian ?” langsung berkata kepada delegasi HMI“ Mana HMI ? Apakah
ini ajaran Nabi Muhammad ?”.77 Kemarahan Soekarno disebabkan
membaca coretan ejekan yang tertulis di dinding rumah Hartini yaitu
salah satu istri Soekarno yang dianggap Komunis. Coretan itu berisi “
Lonte Agung dan Gerwani Agung”.78 Kemudian delegasi PMKRI
75 Soe Hok Gie, op.cit, hlm. 196. 76 Ibid, hlm. 197.
77 Ibid, hlm. 198. 78 Ibid.
123
mengklarifikasi bahwa anak yang mencoret tersebut adalah anggota
Pemuda Rakyat yang memakai baret PMKRI. Delegasi tersebut
mempersilahkan aparat Penguasa Pelaksana Dwikora Daerah
Djakarta ( Pepelrada ) menyelidiki perbuatan tersebut.
Pada hari selasa selanjutnya, KAMI difitnah oleh para oknum
mahasiswa Universitas Bung Karno ( UBK ). Oknum tersebut
mengaku bahwa mereka ditelanjangi dan dipukul oleh KAMI.79
Laporan itu diterima Soekarno hingga ia menyuruh perwira intelijen
Urip Widodo untuk menyelidiki. Para personil KAMI pun disuruh
membuat laporan atas dakwaan tersebut oleh Urip.
Beberapa anggota KAMI selanjutnya ditahan untuk dimintai
keterangan. Interogasi tersebut selama 30 jam. Boeli dan Hakim
diinterogasi secara tidak wajar bahkan dipukul oleh Letda Nursjiwan
Adil.80 Didalam tahanan ini banyak sekali aktivis KAMI dan HMI yang
ditahan. Dalam penahanan tersebut mereka kadang-kadang
berdiskusi selain tidur. Boeli meskipun seorang Kristen ternyata
berpuasa tanpa sahur dan buka. Hal ini menimbulkan simpati bagi
Hakim dan kawan-kawan HMI. Dari cerita penahanan ini, Gie
79 Ibid, hlm. 202. 80 Ibid, hlm. 203.
124
menyimpulkan bahwa betapa meluasnya jaringan HMI masuk dalam
struktur massa KAMI yang bergerak lewat jaringan-jaringan bidang
keamanan.81
Pada tanggal 20 Januari terdapat konflik unjuk rasa antara
mahasiswa KAMI dengan mahasiswa Pro Soekarno. Konflik itu
disebabkan pidato Soekarno di Jakarta yang menyatakan bahwa
mahasiswa dimanipulir oleh kekuatan-kekuatan neo kolonialis dan
imperialis ( Nekolim ).82 Menurut Soe Hok Gie, rombongan KAMI telah
bubar di Salemba karena kecewa mendengar pidato Soekarno berisi
PKI tidak bubar, penetapan kabinet, dan harga kebutuhan tetap
mahal. Tiba-tiba muncul massa barisan buruh Marhaen dan massa
GMNI-ASU dari arah kanan dan kiri. Melihat massa tersebut,
rombongan dari KAMI berteriak “ Hidup Bung Karno” dan “ Ganyang
Plintat-Plintut”. Akan tetapi, dari massa Pro Soekarno yang berbadan
tinggi menyerang rombongan KAMI dengan batu dan tongkat. Dari
sini tawuran dan pengepungan terhadap KAMI telah terjadi. Dari
pihak GMNI-ASU membalas dengan ejekan “ Ganyang KAMI”, “
81 Ibid.
82 Francois Raillon, op.cit, hlm. 17.
125
Ganyang Jaket Kuning”, “ KAMI : Kesatuan Aksi Maling Indonesia”,
dan “ KAMI KANAN”.83
Lalu aparat Cakrabirawa telah tiba namun tidak berbuat apa-
apa sehingga aparat Polisi Perintis berusaha melerai seketika.
Rombongan KAMI dalam waktu singkat dapat diatur. Gie mendapat
kabar dari temannya Sumardji yang kebetulan anggota GMNI-ASU
Fakultas Sastra. Bahwa dibalik pertikaian itu yang menyuruh adalah
Budi Rahardjo Ketua Komisariat Besar GMNI UI dan Chaidir Rahman
Ketua Komisariat GMNI Kedokteran UI beserta orang-orang bayaran
Sobsi.84 Soe Hok Gie menganggap mereka sebagai oknum PKI karena
aktif dalam kegiatan tersebut.
Pada pagi harinya akan diadakan Rapat Umum di Lapangan
Banteng tetapi kedua kubu antara KAMI dengan Front ASU telah
bersiap untuk berkelahi. Kelompok KAMI membawa massa yang
cukup banyak lengkap dengan tongkat besi dan sepatu lars.
Dilingkaran Front ASU terdapat pasukan GP Ansor dan PPI Katolik.
Aparat melihat tingkah seperti itu langsung membubarkan hingga
rombongan KAMI berjalan kaki dari Banteng menuju Salemba.
83 Soe Hok Gie, op.cit, hlm. 204. 84 Ibid, hlm 205.
126
Sepanjang perjalanan pulang, rombongan KAMI menyindir Presiden
Soekarno supaya tidak marah lagi dengan yel-yel .85
Konflik itu berbuntut hingga mendekati hari raya Idul Fitri
sehingga ditetapkan masa tenang selama 15 hari.86 Pada tanggal 4
Februari aksi mogok kuliah mulai dilakukan kembali oleh mahasiswa
di Jakarta maupun Bandung.87 Syarif Thayeb pun melakukan
instruksi untuk masuk kuliah lagi namun kali tidak ditanggapi oleh
mahasiswa.
Pada tanggal 15 Februari, mahasiswa pro Soekarno
membentuk “Barisan Soekarno” dengan instruksi Soekarno sendiri.88
Hal ini bertujuan membalas demonstrasi KAMI. Pada tanggal 21
Februari Presiden Soekarno mengumumkan memecat Jenderal
Nasution dan presiden menolak membubarkan PKI.89 Sedangkan
Soebandrio diangkat sebagai Wakil Perdana Menteri I yang bertugas
untuk masalah luar negeri. KAMI melontarkan kritik terhadap
85 Ibid, hlm 207. Lampiran. 86 Francois Raillon, op.cit, hlm. 17. 87 Ibid, hlm. 17. 88 Ibid.
89 Ibid.
127
keputusan Soekarno tersebut hingga menuduh beberapa jajaran
menteri menjadi simpatisan PKI.
Pada tanggal 24 Februari, KAMI dan KAPPI bersama-sama
menghalangi pelantikan Kabinet baru.90 Pelajar-pelajar sekolah
menengah melakukan aksi pengempesan ban-ban mobil maka
perjalanan ke istana menjadi lambat dan terjadi kemacetan lalu
lintas secara keseluruhan. Namun para jajaran menteri mampu tiba
di Istana dengan bantuan helikopter. Barisan mahasiswa merangsek
masuk ke Istana tetapi dihalangi oleh pasukan khusus pengawal
presiden. Yakni pasukan Cakrabirawa, salah satu anggotanya
menembak salah satu barisan mahasiswa.91 Mahasiswa yang
tertembak bernama Arief Rachman Hakim dan ia menjadi simbol
dedikasi amanat penderitaan rakyat ( Ampera ) bagi angkatan 66.
Pada tanggal 25 Februari Soekarno mengeluarkan instruksi
untuk melarang kegiatan apapun terhadap KAMI.92 Dilarang
mengadakan pertemuan lebih dari 5 orang. Lalu ditetapkan jam
malam di Jakarta. Pada hari-hari selanjutnya terjadi pertengkaran
90 Ibid, hlm. 18. 91 Ibid. 92 Ibid.
128
antara anggota KAMI dengan Front Marhaenis ( Pro Soekarno ).
Kemudian Universitas Indonesia ( UI ) menjadi markas pertahanan
KAMI dibawah pengamanan oleh militer AD.93 Meskipun UI ditutup,
mahasiswa tetap menetap disana. Kelompok mahasiswa Institut
Teknologi Bandung ( ITB ) juga memberikan bantuan kepada KAMI.
Berupa alat pemancar radio amatir untuk melawan sosialisasi
pemerintah yang didengungkan oleh Radio Republik Indonesia( RRI
).94
Pada tanggal 4 Maret, KAMI mulai agresif dengan membentuk
organisasi paramiliter bernama Resimen Arief Rachman Hakim.95
Pembentukan paramiliter tersebut dengan mengumpulkan tiga ribu
orang anggota dan melakukan apel di UI. Pada hari berikutnya
terdapat barisan mahasiswa yang pawai menuju rumah dinas
Waperdam I. Mereka membawa boneka karikatur Soebandrio dengan
pekikan “ Anjing Peking”. Pekikan tersebut dimaksudkan untuk
93 Ibid.
94 Ibid.
95 Ibid.
129
memutus relasi politik dengan Peking sebagai representasi ibukota
Republik Rakyat Cina yang berhaluan Komunis.96
Pada tanggal 10 Maret, KAMI mengadakan serangan serentak
menuju Kedutaan Besar RRC.97 Pada saat bersamaan, Presiden
mengadakan rapat bersama pimpinan partai politik. Dalam rapat
tersebut, Presiden mendesak kepada pimpinan parpol supaya
menandatangani sebuah statement untuk mengutuk aksi mahasiswa
dan pemuda.98 Di pihak lain, militer AD berdiam dan mengamati
kejadian-kejadian tersebut hingga merencanakan akan bergerak
keesokan hari. Tanggal 11 Maret merupakan puncak dari
kekecewaan yang selama ini dipendam. Presiden dan mahasiswa
KAMI bertemu dalam dua kubu secara langsung. Pergerakan
mahasiswa pada hari itu, mengadakan berbagai aksi. Dari mencegah
rapat jajaran kabinet hingga memblokir jalan dengan mengempesi
ban-ban mobil.99 Pada kesempatan kedua kali para menteri terbang
menggunakan helikopter lagi.
96 Ibid.
97 Francois Raillon, op.cit, hlm. 18.
98 Ibid. hlm. 19.
99 Ibid.
130
Presiden Soekarno bersama menteri-menterinya menuju Istana
Bogor. Karena mendapat kabar bahwa enam batalyon Siliwangi
berada di Jakarta.100 Ketika itu ia menyampaikan dihadapan menteri-
menterinya bahwa untuk selalu memberi dukungan kepadanya atau
mundur saja dari jabatan menteri. Lalu tiga perwira teras tinggi
militer dikirim oleh Soeharto untuk berunding kepada Soekarno.101
Para perwakilan perwira ini ditugaskan untuk memantapkan
keyakinan kepada presiden Soeharto, supaya Jenderal Soeharto
diberikan instruksi resmi dari presiden demi mengembalikan
stabilitas keamanan daripada memakan korban yang dianggap
merugikan bagi situasi ketahanan nasional.102 Setelah berunding
beberapa jam, Soekarno menyetujui dan memberikan tandatangan
secarik Surat Perintah yang memberikan kewenangan kepada
Soeharto untuk mengambil langkah-langkah pengamanan, ketertiban
Negara, dan privatisasi keamanan presiden.103
100 Ibid.
101 Ibid.
102 Ibid.
103 Ibid. Untuk spesifikasi kausalitas Gestapu dan Supersemar
yang lebih luas, dapat dilihat selengkapnya dalam referensi. Rex Mortimer, Indonesian Communism Under Sukarno : Ideology And Politics, 1959-1965 (Singapore: Equinox Publishing,2006). Bennedict
131
Surat tersebut terkenal dengan akronim Supersemar.
Menandakan golongan Komunis menjadi sasaran utama operasi
khusus institusi militer yang telah dipimpin Soeharto. Semua ini
diakibatkan metodologi Komunis yang ekstrim terhadap golongan
yang berbeda pandangan maupun aspirasi.104 Pada tanggal 12 Maret,
PKI telah dilarang secara resmi.105 Lalu tanggal 18 Maret, lima belas
menteri pendukung utama Soekarno termasuk Soebandrio dan
Chairul Saleh ditangkap.106 Dua dari isi Tritura telah dicapai, KAMI
sebagai salah satu simbol angkatan 66 telah menunjukkan kekuatan
penggalangan mahasiswa dalam membawa era Orde Baru.
Sementara itu, di Yogyakarta Barisan Pro Soekarno menangkap
para anggota HMI Rayon Jetis karena perdebatan status quo jabatan
Presiden Soekarno. Pada saat itu ketua HMI Rayon Jetis adalah
Anderson & Ruth McVey, A Preliminary Analysis of The October 1, 1965 Coup in Indonesia (Singapore: Equinox Publishing,1971)
104 Rekam jejak pergerakan Komunis di Indonesia dapat dilihat. Aminuddin Kasdi, Kaum Merah Menjarah : Aksi Sepihak PKI/BTI di Jawa Timur ( 1960-1965 ) ( Yogyakarta: Jendela,2001) dan Bennedict Anderson & Ruth McVey, A Preliminary Analysis of The October 1, 1965 Coup in Indonesia (Singapore: Equinox Publishing,1971)
105 Francois Raillon, op.cit, hlm. 19.
106 Ibid.
132
Djohan Effendi dan ketua HMI Cabang Yogyakarta adalah
Tawangalun. Tawangalun mengadakan rapat perencanaan persepsi
atau briefing sehubungan dengan tibanya konvoi KAMI dari Jawa
Tengah yang akan istirahat di Yogyakarta. Lalu Djohan
memanfaatkan celah kedatangan rombongan KAMI ini dengan
menyuruh anggota-anggotanya untuk mencopoti bendera-bendera
PNI di pinggir jalan pada malam hari.107 Kontan keesokan harinya
situasi kampung Jetis menjadi mencekam. Kemudian rombongan
konvoi KAMI tiba dari arah Jalan Magelang menuju ke selatan. Pada
saat itulah terjadi bentrokan antara KAMI dengan Barisan Pro
Soekarno di Yogyakarta, hingga kedua belah pihak berdamai dan
menyepakati untuk tidak melakukan aksi kekerasan lagi. Sejak saat
itu anggota-anggota HMI Jetis merasa aman dan mendekatkan
dengan lingkungan warga Jetis. Pendekatan tersebut dilakukan
hingga HMI Rayon Jetis telah mengadakan panggung terbuka dengan
kesenian tradisional Jawa.108
KAMI mempunyai salah satu sarana kekuatan penting yaitu
jurnalistik mahasiswa atau pers mahasiswa dalam rangka sosialisasi
107 Ahmad Gaus, Sang Pelintas Batas : Biografi Djohan Effendi
( Jakarta: Kompas-ICRP, 2009 ) hlm. 70. 108 Ibid.
133
wacana kepada publik. Dengan peranan KAPPI yang menyentuh akar
masyarakat dan bantuan Pers Media. KAMI mampu mendapatkan
dukungan publik secara nasional. Pada masa itu, keberadaan pers
atau media massa nasional sangat bergantung pada afiliasi golongan
kemasyarakatan. Hal ini dikarenakan media massa sebagai alat
untuk mempengaruhi masyarakat sehingga media massa tidak bebas
nilai. Seperti contoh : Surat Kabar Merdeka milik B.M. Diah yakni
simpatisan Badan Pendukung Sukarnoisme ( BPS ). Kemudian
seperti : Sinar Harapan ( Protestan ), Kompas ( Katolik ), dan Duta
Masyarakat ( NU ). Pada tahun 1968 telah menyusul seperti : Abadi (
Masyumi ), Pedoman milik Rosihan Anwar ( PSI ), dan Indonesia Raya
milik perseorangan Mochtar Lubis yang dianggap independen.109
Kalangan militer juga menerbitkan Koran militer bernama Angkatan
Darat. Lalu disusul para aktivis 66 juga menyusul menerbitkan koran
bernama Angkatan 66.
Pada lingkup organisasi mahasiswa ada tiga yang berhasil
menerbitkan yakni Harian KAMI yang dipimpin Nono Anwar Makarim.
Lalu Angkatan Baru yang diterbitkan oleh HMI. Tahun 1966
Angkatan Baru dianggap sering mewacanakan sosialisasi anti-
109 Francois Raillon, op.cit, hlm. 20.
134
Soekarno.110 Dan yang terakhir adalah Mahasiswa Indonesia ( MI )
edisi Jawa Barat. MI didirikan oleh anggota KAMI Bandung antara
lain Ryandi, Awan Karmawan, dan Rahman Tolleng yang mempunyai
nama samaran Iwan Ramelan.
Demikian dinamika perjalanan KAMI yang menjadi institusi
bagi angkatan 66. Tentu saja karena didukung kekuatan militer,
akademisi, dan pimpinan ormas maupun parpol. Menurut Peter
Hagul, keberhasilan angkatan 66 dalam menumbangkan rezim
menjadi contoh yang ideal bahkan mitos bagi generasi atau angkatan
mahasiswa selanjutnya. Dengan demikian kondisi atau konsep yang
tidak sesuai dengan gerakan angkatan 66 dianggap pasif. Pola-pola
aksi gerakan KAMI masih ditiru oleh generasi gerakan mahasiswa
berikutnya hingga di penghujung tahun 1969.111
110 Ibid. hlm .21. 111 Peter Hagul, “Organisasi Mahasiswa Extra-universiter:
Suatu Barang Mewah ?- Tanpa Pimpinan Yang Cakap,’Harakiri’ Mungkin Lebih Baik ” dalam Harian Kompas, 1 Nopember 1973, hlm. 4-5.
135
BAB IV
Gerakan Mahasiswa Islam Di Jakarta Masa Orde Baru
A. Antara Salemba Dan Rawamangun : Sebuah Ekspektasi dan
Refleksi
Beranjak pada gaya busana gerakan mahasiswa muslim seperti
HMI dan PMII di Jakarta mengikuti mode sezamannya. Pada era
1960-an umumnya aktivis mahasiswi Islam tidak ada yang
mengenakan kerudung maupun jilbab.1 Dan untuk aktivis
mahasiswanya mengenakan baju atau hem dengan paduan celana
berkain drill katun. Bahkan menurut catatan Firman Lubis, PMII
pada masa itu telah mempunyai barisan drumband dengan seragam
rok pendek dan sepatu lars. Hal ini dikarenakan drumband mampu
menciptakan kebanggaan tersendiri.
Pada tahun 1966 massa HMI telah merebut kantor Dinas
Kedutaan Besar Republik Rakyat Cina ( RRC ) lalu diubah oleh
pengurus HMI menjadi markas utama ( basecamp ) HMI Cabang
1 Firman Lubis, Jakarta 1960-An : Kenangan Semasa
Mahasiswa ( Jakarta: Masup,2008 ), hlm. 186.
136
Jakarta yang berada di Jalan Cilosari wilayah Jakarta Pusat.2 Markas
ini digunakan sepenuhnya untuk pusat pengkaderan HMI Jakarta
terutama diskusi antar anggota.
Pasca tahun 1966 iklim kehidupan mahasiswa di UI sangat
mudah menerima nilai-nilai tradisi Barat yang berbentuk pesta.
Terutama pesta dansa menjadi aliran besar dalam pesta mahasiswa.
Awaloedin Djamin pernah menyebut bahwa yang membawa sindrom
pesta dansa antara lain Ikatan Mahasiswa Djakarta ( IMADA ) hingga
pernah diejek sebagai Ikatan Mahasiswa Dansa.3 Meskipun begitu
beberapa aktivis HMI juga ikut berdansa pada tahun 1966.4 Firman
Lubis sampai menyebut mereka sebagai mahasiswa yang moderat
dan liberal. Berbeda terbalik dengan kenyataan umum para
mahasiswa muslim yang anti dansa pada saat itu bahkan Firman
menyebut mereka sebagai mahasiswa muslim yang konservatif.
2 Tempo. “ Medan Latihan Kepemimpinan ”. No. 14/Th.XIII/ 4
Juni 1983. hlm. 16. 3 Tempo. “ Ahoi Itu Kini Sepi “ 4 Juni 1985. Hlm 16.“ Ahoi “
merupakan salam khas sesama anggota IMADA. Tercatat hingga tahun 1971 dalam hari ulang tahun ( HUT ) IMADA ke-444 pernah mengadakan Dancing On The Street dengan band-band musik ibukota seperti The Rollies, Peels, Fuad, dan aliran musik bawah tanah ( underground music ) di Bundaran Hotel Indonesia ( HI ).
4 Firman Lubis, op.cit, hlm. 198.
137
Ketika KAMI dibubarkan wacana Tritura tetap
dikumandangkan. Para mantan aktivis KAMI tetap melakukan
demonstrasi Tritura seperti Slamet Sukirnanto aktivis IMM Sastra UI
mantan personil KAMI Pusat bergabung dengan kelompok Soe Hok
Gie karena sesama mahasiswa Fakultas Sastra UI. Mereka
melakukan demonstrasi perihal tarif ongkos Bus.5 Tritura masih
relevan pada tahun 1967 terutama soal tuntutan penurunan harga
kebutuhan pokok. Perihal ini disebabkan fluktuasi harga kebutuhan
pokok nasional telah meningkat. Seperti harga minyak bumi telah
meningkat delapan kali.6 Kemudian disusul harga beras naik dari Rp.
10 per liter pada bulan Agustus menjadi Rp.45 per liter pada bulan
Desember.7
Menurut Slamet Sukirnanto, pasca KAMI dibubarkan maka
berdiri Komando Laskar Ampera Arif Rachman Hakim. Slamet, Gie,
dan kawan-kawan telah tergabung dalam Rayon Jon S.Parman yang
5 Slamet Sukirnanto, “ Mas Tris Yang Saya Kenal “ Ali Taher
Parasong & Sudar Siandes (eds.). Biografi Sutrisno Muhdam (Jakarta: Pemuda Muhammadiyah, 2000) hlm. 48.
6 Mohtar Mas’oed, The Indonesian Economy And Political
Structure During The Early New Order 1966-1971 (Ohio State University: Microfilms International Ann Arbor,Tanpa Tahun), hlm .162.
7 Ibid.
138
memiliki markas di Gunung Sahari yakni bekas Sekolah Tionghoa.8
Dari perkumpulan tersebut Slamet bertemu dengan Sutrisno
Muhdam ialah aktivis Pemuda Muhammadiyah ( PM ) yang berencana
melakukan pemberantasan pelacuran. Slamet menggalang massa
IMM dengan atribut jaket merah bersama massa PM dan KOKAM
untuk melakukan advokasi pemberantasan pelacuran.9
Pada tanggal 28 Maret 1968 ketika Gie rapat bersama Baermy
di Fakultas Kedokteran UI ia mendapati bahwa aktivis HMI
Kedokteran UI saling kontra argumen dengan aktivis IMADA
Kedokteran UI soal kerjasama antar mahasiswa termasuk dengan
mahasiswa Kedokteran Universitas Trisakti ( USAKTI ).10 Kemudian
aspirasi rapat ini diterima Dekan dengan mengizinkan mahasiswa
Kedokteran USAKTI untuk praktikum bersama mahasiswa
Kedokteran UI. Dengan begitu para aktivis HMI diberi kepercayaan
oleh Dekanat Kedokteran UI untuk mendapat 20 mahasiswa sebelum
Masa Perkenalan Calon Anggota ( MAPRATA ) dan HMI Kedokteran UI
8 Slamet Sukirnanto, op.cit, hlm. 48.
9 Ibid. KOKAM adalah organisasi sayap paramiliter atau
satuan tugas ( satgas ) afiliasi Muhammadiyah. 10 Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran (Jakarta:
LP3ES,1983), hlm. 213.
139
belum berani menyeleksi para mahasiswa dalam internal Fakultas
Kedokteran UI.11
Lalu di Fakultas Psikologi UI, aktivis HMI melakukan
propaganda hingga memecah belah terhadap elemen-elemen
mahasiswa hingga para anggota HMI ditindak.12 Sementara itu, di
Fakultas Teknik UI, para aktivis HMI merupakan arsitek dari
manajerial Senat Mahasiswa Teknik hingga menjadi pasif.13 Soe Hok
Gie menyebut Fakultas Teknik UI merupakan basis atau sarang bagi
HMI. Kemudian di Fakultas Sastra UI, aktivis HMI memegang Senat
Mahasiswa Sastra UI dengan diketuai oleh Adrianus yang mantan
Ketua Senat. Dalam ruang rapat HMI Sastra UI, Muardi diberitakan
akan menjadi calon pengganti Adrianus namun ia mendapat
masukan dari Bapak Tjong bahwa ia terlalu menafikan aspirasi
minoritas terutama dari kalangan Tionghoa.14 Sementara itu, Slamet
11 Ibid. MAPRATA adalah masa perekrutan bagi semua
organisasi mahasiswa ekstra-universiter. 12 Ibid. 13 Ibid. hlm. 214. 14 Ibid.
140
Sukirnanto pada tahun ini melakukan refleksi melalui perasaannya
yang dituangkan lewat bait-bait puisi dengan judul “ Catatan 68 “.15
Pada tanggal 1 Agustus 1969 Gie bertemu dengan Salim yang
akan dicalonkan menjadi ketua kesenian oleh ketua DMUI yaitu Agus
Syarif. Kondisi organisasi DMUI saat itu terdapat communication gap
antara aliansi grup sekuler dengan kelompok HMI UI yang tidak
dapat dijembatani.16 Salim dan Agus Syarif hingga berencana
menjembatani perselisihan tersebut dengan menjelaskan kepada
Gie.
Pada tanggal 20 Agustus 1969 para aktivis PMII UI dan IMADA
tidak puas dengan keputusan rapat DMUI perihal komposisi
kepengurusan DMUI.17 Hal tersebut disebabkan pengurus PMII UI
dan IMADA tidak mendapat bagian dalam Badan Pengurus Harian
DMUI. Karena Gie memimpin rapat tersebut, ia segera
mengkonsolidasikan dengan Senat Psikologi dan Senat Sastra UI
tetapi keduanya tidak ingin menanggung. Kemudian diadakan
perundingan kembali namun para senator fakultas telah memutus
15 Bait-bait puisi terdapat pada lampiran. Dalam Slamet Sukirnanto, Catatan Suasana Kumpulan Puisi (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), hlm. 28.
16 Soe Hok Gie, op.cit., hlm. 384. 17 Ibid. hlm. 399.
141
hubungan dengan DMUI hingga terjadi krisis kepengurusan dalam
tubuh DMUI.
Pada tanggal 20 September 1969 rekonsiliasi DMUI telah
direncanakan dengan konsolidasi ormas-ormas mahasiswa.18 Pada
saat itu terdapat pula wacana akan diselenggarakan National Union
of Students ( NUS ).19 Akan tetapi, Didi seorang anggota senat
Psikologi UI menceritakan kepada ketuanya yakni Victor bahwa HMI
mempunyai misi dalam NUS untuk menjadikan gerakan intra-
universiter. Perihal tersebut membuat para pengurus organisasi intra
kampus menunda semua agenda rekonsiliasi.
Pada tanggal 22 September 1969 seorang teman Gie bernama
Freedy selalu berambisi untuk menguasai Senat Fakultas Ilmu Pasti
dan Pengetahuan Alam ( FIPIA ) UI. Berhubung FIPIA UI yang
berpengaruh adalah grup mahasiswa non ormas dan HMI FIPIA UI.20
Maka siasat Freedy selalu menjatuhkan HMI FIPIA UI tetapi
kemudian selalu mengajak HMI FIPIA untuk berkompromi kembali.
Gie pun mengejek Freedy sebagai seorang penjilat. Hingga akhirnya
18 Ibid. hlm. 407. 19 NUS adalah wadah yang direncanakan untuk menjadi
gabungan bagi semua organisasi mahasiswa di Indonesia. Lihat dalam daftar istilah. Soe Hok Gie, ibid. hlm. 452.
20 Ibid. hlm. 410.
142
Gie diejek oleh Freedy sebagai antek PKI atau BAPERKI. Isu Gie
sebagai antek PKI diterima oleh temannya Gie yaitu Harjadi dan
seorang aktivis HMI UI. Gie menerima kabar itu dari temannya yaitu
Yanti. Tidak hanya selesai sampai disitu. Ternyata Harjadi ingin
membawa isu hubungan perselingkuhan istri seorang tokoh HMI
yang menjabat sebagai pegawai Tata Usaha UI.21
B. Relasi Jakarta Dengan Yogyakarta : Dari Konsensus Hingga
Konflik
I ) Relasi IMM Cabang Jakarta Dengan DPP IMM Yogyakarta
Pada era akhir tahun 1966 antara Pengurus Besar HMI ( PB )
dengan Dewan Pimpinan Pusat IMM ( DPP ) terjadi konsensus
sasaran lokasi basis massa. PB HMI dengan ketua Sulastomo
menawarkan Djasman Al-Kindi sebagai ketua DPP IMM supaya basis
massa IMM di wilayah masyarakat sedangkan HMI berada di wilayah
kampus.22 Kedua ketua tersebut bersepakat bahwa basis massa HMI
berada di wilayah kampus sedangkan basis massa IMM berada di
wilayah perkampungan dengan tingkat kecamatan atau asrama
21 Ibid. hlm. 411. 22 Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh
Enam Tahun IMM 1964-1990 ( Surabaya: Bina Ilmu,1990), hlm. 138.
143
mahasiswa dengan membentuk kelompok atau komisariat.23 DPP
IMM menyetujui tawaran PB HMI tersebut karena orientasi IMM
berada di sektor masyarakat dengan kegiatan sosial seperti dakwah
dengan bakti sosial maupun pengajian walaupun akhirnya IMM tidak
dikenal dalam kampus hingga akhirnya hanya mengadakan
kelompok-kelompok diskusi.24
Dengan adanya konsensus tersebut Slamet Sukirnanto yang
berniat ingin mendirikan komisariat IMM di UI Rawamangun dan UI
Salemba dilarang oleh DPP IMM yang saat itu berpusat di
Yogyakarta.25 Kebijakan ini membuat Slamet kecewa dengan IMM
pusat padahal aspirasi anggota IMM di UI sangat banyak dan ingin
mendirikan IMM Cabang UI tetapi itu hanya diakui oleh IMM pusat
secara de jure bukan secara de facto.26 Keputusan IMM Pusat ini
disebabkan sesama IMM Jakarta sering mengalami perselisihan
walaupun IMM Jakarta mempunyai maksud supaya dinamis
sehingga setiap Cabang IMM mempunyai masing-masing strategi
23 Ibid.
24 Ibid. 25 Ibid. hlm 139. 26 Wawancara Sudibyo Markus, 4 Desember 2012, Pkl 14:03
WIB. Di Hotel Grand Kemang, Jakarta.
144
pengembangan organisasi. Perihal konflik antar Cabang IMM Jakarta
ini dialami oleh Ciputat, Limau, dan Kramat.27 Maka dari itu, IMM
pusat yang berada di Yogyakarta tidak begitu senang dengan IMM
gaya Jakarta yang terlalu mudah untuk berselisih apalagi dengan
alasan politis. Foto IMM Jakarta ini dapat dilihat dalam dokumentasi
Farid Fathoni. Dalam koleksi foto ini nampak jajaran pengurus IMM
Jakarta telah menghadiri agenda Mukernas III IMM di Yogyakarta.
Mereka terlihat mengenakan jaket kepengurusan IMM yang berwarna
merah lengkap dengan atributnya. Mereka adalah pengurus cabang
seperti Sabuki dari IMM Ciputat dan Nizamuddin dari IMM Cabang
UI kemudian Isa Anwari dan Husni Tamrin dari DPD IMM Jakarta.28
Dengan arah orientasi seperti ini, aktivis IMM sering
mengadakan kegiatan peringatan hari besar nasional atau hari besar
Islam seperti ketika peringatan Maulid Nabi bahkan didukung oleh
warga muslim dengan menyediakan konsumsi, akomodasi, dan
penerangan secara cuma-cuma.29 Akan tetapi, usia konsensus
tersebut tidak berumur panjang dengan HMI mendirikan rayon di
27 Wawancara Sudibyo Markus, 4 Desember 2012, Pkl 14:03 WIB. Di Hotel Grand Kemang, Jakarta.
28 Data deskripsi foto didapat dari koleksi dokumentasi
pembukuan. Farid Fathoni, op.cit., hlm. 154. 29 Ibid. hlm 139.
145
sektor kecamatan.30 Maka akhirnya IMM juga kembali ke wilayah
kampus dengan keputusan Munas kedua dengan pembentukan
komisariat.31
Sepanjang tahun 1969 dalam organisasi IMM mengalami
faksionalisasi pembagian kewenangan pusat antara poros Jakarta
dan poros Yogyakarta. Perihal ini disebabkan pimpinan pusat IMM
selalu berada di Yogyakarta sehingga koordinasi tentang penyebaran
jaringan bekas KAMI Pusat selalu ketinggalan informasi aktual diikuti
dengan beberapa keputusan Konfernas IV IMM yang tidak aspiratif.32
Sedangkan fungsi DPP IMM di Jakarta hanya menjadi perwakilan
keputusan pimpinan pusat yang berada di Yogyakarta. Perihal ini
membuat Slamet Sukirnanto kecewa dengan menyatakan IMM telah
kehilangan momentumnya. Alasan Slamet ini disebabkan
permasalahan nasional sering ditanggapi terlambat oleh pengurus
pusat IMM yang berada di Yogyakarta atau sering ketinggalan
beberapa langkah dengan kejadian di Jakarta.33
30 Wawancara Agussalim Sitompul, 12 September 2012, Pkl
14:56 WIB. Di kediamannya jalan. Pangajabsih Sanggrahan, Condong Catur Sleman Yogyakarta.
31 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 139.
32 Ibid. hlm 149. 33 Ibid. hlm 150.
146
Menurut Slamet, sikap para pimpinan pusat IMM yang berada
di Yogyakarta yang hanya berada dibalik meja, tidak mengerti situasi
lapangan di Jakarta. Apalagi kondisi sosial-politik di Jakarta dituntut
untuk praktis dan strategis dalam berbagai negosiasi pergerakan
seperti momentum perintisan berdirinya Komite Nasional Pemuda
Indonesia ( KNPI ). Dengan demikian dalam tubuh IMM telah muncul
antara poros Jakarta sebagai poros politik dan Yogyakarta sebagai
poros ideologi.34
II ) Relasi PB HMI Jakarta Dengan HMI Cabang Yogyakarta
Pada lingkup PB HMI pasca periode kepengurusan Sulastomo
telah terpilih Nurcholish Madjid. Ia seorang aktivis HMI Ciputat yang
kuliah di Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam Fakultas Adab IAIN
Ciputat. Karena didukung kemahiran bahasa Arab dan bahasa
Inggris beserta ilmu-ilmu agama yang ia peroleh setamat Pondok
Gontor. Ia mampu memahami dan menafsirkan teks-teks literatur
agama Islam secara klasik maupun modern.
Sebagai ketua PB HMI Nurcholish memberikan atensi terhadap
lima orang anggotanya yang berada di Bandung dan Yogyakarta. Di
34 Ibid.
147
Bandung terdapat Endang Saifuddin dan Imaddudin Abdulrahim
yang loyal kepada Nurcholish karena kedalaman ilmu agamanya
sehingga menjadi basis koalisi politik Nurcholish. Sedangkan di
Yogyakarta terdapat Djohan Effendi, Manshur Hamid, dan Ahmad
Wahib yang mengkaji wacana Keislaman, kelembagaan umat,
modernisasi, sekularisasi, dan westernisasi melalui hasil-hasil
kesimpulan diskusi terbatas ( limited group ). Lalu terjadi perdebatan
antara Nurcholish dengan Djohan perihal westernisasi. Nurcholish
mengkritik Djohan dan Wahib tentang westernisasi yang memiliki
dampak negatif sebaliknya Djohan berpendapat bahwa westernisasi
untuk pengembangan mentalitas.35
Madzhab HMI Yogyakarta dengan kelompok Wahib, Djohan,
dan Dawam hingga dianggap sekuler oleh kalangan aktivis HMI
lain.36 Nurcholish sebagai ketua PB HMI berusaha moderat diantara
kategorial tersebut lalu ia menyebut poros “Jakarta-Jogja” sebagai
jalur ide dan poros “Jakarta-Bandung” sebagai jalur politik.37
35 Ahmad Gaus, Sang Pelintas Batas : Biografi Djohan Effendi (
Jakarta: Kompas-ICRP, 2009 ) hlm 72. 36 Ibid. hlm. 73. 37 Ahmad Wahib, Catatan Harian Ahmad Wahib: Pergolakan
Pemikiran Islam, Djohan Effendi & Ismed Natsir (eds.). (Jakarta: LP3ES, 1981 ), hlm. 160.
148
Kemudian Ridwan Saidi seorang pengurus HMI UI Jakarta telah
berkata kepada Hendrik ketua pusat GMKI bahwa pembaharuan HMI
dimotori oleh HMI Yogyakarta.
Nurcholish selalu memantau perkembangan diskusi di
Yogyakarta melalui laporan Sularso dan Djoko Prasodjo yaitu staf PB
HMI yang sebelumnya menjadi pengurus HMI Yogyakarta dan Badan
Koordinasi Jawa Tengah HMI ( Badko HMI Jateng ). Keduanya masih
kuliah di kota yang sama sehingga sering mondar-mandir Jakarta-
Yogyakarta dan selalu membawa hasil makalah-makalah diskusi
limited group. Oleh karena itu, Nurcholish sangat menghormati Mukti
Ali yang menjadi pembimbing diskusi limited group. Sedangkan
Sularso, Djoko, dan Dawam Rahardjo menjadi komunikator wacana
baru pemikiran Islam antara Jakarta dan Yogyakarta.38 Ditambah
pula seorang sekjen Nurcholish juga berasal dari HMI Cabang
Yogyakarta. Ialah Ahmad Muhsin dan Nurcholish sering mengadakan
kegiatan pengkaderan berjenjang HMI.
Penulis dipinjami foto dari koleksi Ahmad Muhsin ketika ia
sedang menjadi moderator dalam sebuah agenda pengkaderan HMI di
Jakarta sedang pengisinya adalah Nurcholish dan Ridwan Saidi
ditengah mejanya terdapat plakat kertas dengan identitas PB HMI.
38 Ibid, hlm. 156.
149
Tampak Nurcholish dan Ridwan mengenakan baju hem putih ala
mahasiswa beralaskan sandal sedang Muhsin mengenakan piyama
dengan sepatu boot. Mereka bertiga dihidangkan kopi hitam dan kue
oleh panitia acara.39
Nurcholish tampaknya mempertimbangkan makalah-makalah
diskusi dari Yogyakarta dengan membandingkan telaah referensi
yang ia baca. Kemudian ia menghubungkan dengan nilai-nilai
Kemodernan dan Kebangsaan dengan pengenjawantahan modul
pengkaderan HMI yang bernama Nilai Dasar Perjuangan ( NDP ).
Pada era 1968 Nurcholish telah menulis artikel di Majalah Panji
Masyarakat edisi kelima dan Mimbar Demokrasi dengan judul “
Modernisasi Ialah Rasionalisasi Bukan Westernisasi”.40
Lalu tahun 1970 Nurcholish berpidato dengan menyatakan “
Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam Dan Masalah Integrasi
Ummat”.41 Makalah ceramah Nurcholish pun dikirim melalui pos oleh
Dawam ke Yogyakarta untuk Djohan, Wahib, dan Manshur meski
39 Foto diperoleh dari koleksi Ahmad Muhsin Kamaludingrat. 40 B.J. Boland, The Struggle Of Islam in Modern Indonesia, ( The
Hague: Martinus Nijhoff-KITLV, 1971 ), hlm 221. Artikel Nurcholish juga diliput oleh redaksi Mimbar Demokrasi berdasar catatan Harian Ahmad Wahib, op.cit, hlm. 166.
41 Ibid.
150
secara formal mereka telah keluar dari HMI. Walaupun Djohan,
Wahib, dan Manshur telah keluar dari keanggotaan HMI namun
mereka tetap diminta untuk mengisi penataran kader HMI.42
Dengan pidato tersebut Nurcholish dijuluki “Natsir Muda”
karena kemahirannya dalam berpidato sehingga wawasan Islamnya
dikenal luas. Pidatonya pun banyak mengundang reaksi terutama
Mochtar Lubis yang memimpin Koran Indonesia Raya. Kemudian
Nono Makarim menjuluki Nurcholish sebagai “ the speech of the year
“ dalam Harian KAMI.43
Dengan modal penguasaan ilmu agama, sejarah dan filsafat,
Nurcholish sebagai PB HMI membawa wacana “ berfikir kembali
tentang Islam “ ( Rethinking of Islam ) dalam kewenangan dan
popularitas PB HMI, di samping itu Nurcholish membangun citra HMI
madzhab Ciputat dengan menyiapkan kader-kader HMI Ciputat
meskipun tidak secara instruktif-formal seperti Azyumardi Azra,
Komaruddin Hidayat, Atho Mudzhar, Abudin Nata, Bachtiar Effendi,
Saiful Mujani, Mulyadhi Kartanegara, Hadimulyo, Sudirman Tebba
42 Ahmad Gaus, op.cit, hlm. 75. 43 Budhy Munawar Rachman, “ Nurcholish Madjid dan
Perdebatan Islam di Indonesia “ Abdul Halim (ed). Menembus Batas Tradisi : Refleksi Atas Pemikiran Nurcholish Madjid ( Jakarta: Kompas & Universitas Paramadina, 2006 ) hlm.117.
151
hingga Zacky Siradj.44 Meskipun begitu ketetapan Nurcholish sebagai
pengurus PB HMI selama dua periode menuai protes dari HMI Jawa
Tengah dan HMI Yogyakarta termasuk Wahib dan kawan-kawan
sehingga menjadi motivasi Wahib dan Djohan untuk keluar dari
keanggotaan HMI. Karena menurut Wahib dan kawan-kawan perihal
tersebut dapat memupus kaderisasi Jawa Tengah dan Yogyakarta.45
III ) Relasi PB PMII Jakarta Dengan Aspirasi PMII Cabang
Yogyakarta
Di pihak PMII masa ini dipimpin oleh Zamroni yang menjabat
sebagai ketua Pimpinan Pusat, ia telah membawa PMII sebagai
lapisan kedua bagi PNU. Terutama wacana rederessing DPR Gotong
Royong menuju Golongan Karya ( Golkar ) beserta munculnya wadah
gabungan fungsional seperti MKGR, KOSGORO, dan PGRI. Efek
sebagai lapisan kedua bagi PNU membuat PMII mengalami degradasi
pada basis perguruan tinggi umum pada awal tahun 1970.46 Didalam
44 Wahyuni Nafis, “ Selayang Pandang HMI Cabang Ciputat
Dalam Sejarah ” dalam http://hmiciputat.tripod.com/id1.html , 23-Feb-2013, 23 : 09 PM.
45 Wawancara Chumaidi Syarif Romas, 24 Oktober 2012, Pkl
19:20 WIB. Di kediamannya jalan. Bedukan RT 5 Desa Plered, Kecamatan Plered Bantul Yogyakarta.
46 Fauzan Alfas, PMII Dalam Simpul-Simpul Sejarah Perjuangan
( Jakarta: PB-PMII,2004), hlm. 52.
152
kaderisasi anggota PMII terjadi monoloyalitas yang didominasi
anggota PMII yang hanya berasal dari kalangan IAIN.47
Pada tahap berikutnya Zamroni telah maju sebagai calon
untuk kedua kalinya melawan Hatta dalam Kongres IV PMII.48
Zamroni juga berasal dari perwakilan IAIN Ciputat yang mempunyai
basis PMII Jakarta Raya yang kuat. Ia dianggap tokoh berpengaruh
dalam pengembangan PMII apalagi ia pernah menjadi mantan KAMI
Pusat dalam skala pergerakan mahasiswa nasional.
Pada bulan Maret tahun 1970 pengurus PMII Jakarta Raya
mengadakan perkenalan calon-calon mahasiswa untuk bergabung
dalam PMII di Kantor IAIN Ciputat jalan Thamrin 42 Jakarta.49 Lalu
diadakan pertemuan antar pimpinan PMII Jakarta Raya di rumah
almarhum Zainal Arifin yang beralamat di kawasan Cikini. Dalam
pertemuan ini telah dipimpin Marhum yang menjabat sebagai
Sekretaris Umum Pengurus Pusat PMII. Ia menyatakan bahwa
urgensi membantu pelaksanaan Pemilihan Umum ( Pemilu ) yang
akan diselenggarakan tahun 1971, lalu menganjurkan kepada jajaran
47 Ibid. 48 Ibid. hlm. 53. 49 Fauzan Alfas, op.cit, hlm. 54.
153
aktivis PMII untuk membantu PNU menuju kemenangan Pemilu
1971.50 Sementara itu di pihak DPP IMM era tahun 1970 lebih
berkutat pada wacana pemberantasan korupsi, hingga Sudibyo
Markoes dan anggota IMM mengadakan audiensi kepada Presiden
Soeharto perihal pemberantasan korupsi.51
Memasuki tahun 1971 sesuai perencanaan agenda pengurus
PMII Pusat bahwa tahun sebelumnya untuk membantu PNU dalam
Pemilu. Maka dari itu, para pimpinan pusat PMII seperti Abduh
Paddare, Fahmi Dja’far, dan Hasyim Adnan tergabung dalam
Lembaga Pemenangan Pemilu NU ( LAPUNU ) hingga kekuatan dan
perhatian pimpinan pusat PMII terforsir untuk memenangkan NU.52
Oleh karena itu, menurut Fauzan Alfas bahwa aktivitas politik-
praktis pengurus besar PMII ini mudah laten sehingga ditiru para
fungsionaris PMII tingkat Cabang maupun Wilayah. Dampak politik-
praktis ini membuat PMII kalut dalam kekalahan PNU yang hanya
mendapatkan 58 kursi dari total 360 kursi.53 Maka dari itu,
memasuki tahun 1972 pengurus pusat PMII Jakarta telah
50 Ibid. 51 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 154. 52 Fauzan Alfas, op.cit, hlm. 54. 53 Ibid, hlm. 55.
154
memutuskan untuk membuat Deklarasi Independensi dari NU
maupun Pemerintah RI karena mendapat aspirasi dan rumusan dari
pengurus PMII Yogyakarta seperti Umar Basalim dan Slamet Effendy
Yusuf.54 Pada akhirnya deklarasi Independen PMII ini mengundang
pro-kontra di kalangan aktivis PMII karena aspirasi dari pengurus
NU.55
C. Koalisi Dan Mobilisasi Massa
Pasca periode kepengurusan Nurcholish sebagai PB HMI tahun
1972, jabatan ketua umum HMI telah digantikan oleh Akbar
Tandjung yang berasal dari HMI Teknik UI. Akbar Tandjung
membawa HMI sebagai pembentuk koalisi gerakan mahasiswa bekas
KAMI dengan nama kelompok Cipayung. Alasan diadakannya forum
gerakan mahasiswa di Cipayung karena daerah ini masih sejuk
dengan panorama perbukitan dan jauh dari kebisingan kendaraan di
kota Jakarta sehingga dapat konsentrasi.56 Forum Cipayung ini
54 Deklarasi ini dilaksanakan di Murnajati Lawang Malang
Jawa Timur sehingga dikenal dengan Deklarasi Murnajati. ibid, hlm. 59.
55 Lihat selengkapnya dalam. Fauzan Alfas, ibid, hlm. 59-63.
56 Wawancara Chumaidi Syarif Romas, 24 Oktober 2012, Pkl
19:20 WIB. Di kediamannya jalan. Bedukan RT 5 Desa Plered, Kecamatan Plered Bantul Yogyakarta.
155
diselenggarakan pada tanggal 20 sampai 22 Januari tahun 1972.57
Selain Akbar perwakilan dari HMI terdapat Kris Siner Key Timu
sebagai ketua Presidium PMKRI, Suryadi dari GMNI, dan Binsar
Sianipar sebagai ketua umum GMKI. Dalam forum ini yang dibahas
mengenai idealitas Keindonesiaan dan perbedaan sosial-budaya
tanah air.
Pada bulan Juli tahun 1973, terjadi koalisi pembentukan
Komite Nasional Pemuda Indonesia ( KNPI ) dan terdiri dari elemen
perwakilan pergerakan mahasiswa yang meliputi : Abdul Gafur dan
Akbar Tandjung dari HMI, Slamet Sukirnanto dari IMM, Zamroni dari
PMII, dan kawan-kawan dari pergerakan lain seperti David
Napitupulu, Sorjadi, Cosmas Batubara, Hakim Simamora dan Eko
Sukrojoyo. Mereka menjadi para perumus berdirinya KNPI dari gubug
reot berdasarkan berita Koran KNPI.58 Namun Slamet tidak ikut
menandatangani Deklarasi Pemuda 23 Juli 1973 karena ia menilai
terlalu politis sedangkan keinginan Slamet menjadi gerakan bebas
layaknya sastrawan atau seniman ketika dia merasa dapat obsesi
57 Fauzan Alfas, op.cit, hlm. 81. 58 Koran KNPI, “ Dari Gubug Reot Deklarasi Dirumuskan”, 15
Nopember 1978.
156
seni sastranya di Cikini.59 Dalam urusan organisasi KNPI ini Akbar
mulai tertarik dengan Golkar karena sering berkenalan dengan
pengurus Partai Golkar dan di pihak pengurus Golkar mereka
melihat potensi Akbar dalam pengorganisasian mahasiswa dan
pemuda. Akbar juga terpengaruh oleh pemikiran politik Nurcholish
Madjid bahwa tokoh yang punya latar belakang organisasi mahasiswa
Islam tidak lantas masuk dalam partai Islam tetapi wawasan
keislaman dan keindonesiaannya harus kuat.60
Pada bulan November tahun 1973 lima sekawan dari
perwakilan lima gerakan mahasiswa ekstra-universiter seperti HMI,
PMII, GMNI, GMKI, dan PMKRI telah beraudiensi kepada pimpinan
DPR-RI di Jakarta. Mereka ingin menyampaikan pokok-pokok pikiran
mereka perihal peringatan kepada pemerintah maupun lembaga DPR
supaya peraturan pembinaan pemuda diperjelas sesuai pasal 28 UUD
1945. Lalu dalam audiensi ini wakil ketua DPR-RI Sumiskum
membalas bahwa dengan adanya KNPI tidak berarti dibubarkannya
59 Cikini merupakan kawasan basis sastrawan dan seniman
Jakarta lalu menjadi Taman Ismail Marzuki ( TIM ). Dalam wawancara Sudibyo Markus, 4 Desember 2012, Pkl 14:03 WIB. Di Hotel Grand Kemang, Jakarta.
60 Freddy Ndolu & Albert Rebong, “ Wawancara Akbar
Tandjung ” dalam Majalah Lider, No. 4 Tahun I/15 November- 15 Desember 2012, hlm 19.
157
organisasi pemuda selain KNPI, pejabat ini mencontohkan HMI
bahwa kalo dilihat HMI memang ada dan bukan mengada-mengada.61
Dalam berita harian Sinar Harapan ini telah menampilkan foto
aktivis mahasiswa Islam yang sedang beraudiensi. Mereka terlihat
gaya perlente dengan mode baju berkerah lebar dan memakai celana
mode cut-bray.62
Pada kolom Tajuk Rencana harian Kompas tertanggal 7
Desember tahun 1973, gerakan mahasiswa ekstra-universiter
berkoalisi kembali seperti HMI, GMNI, PMKRI, PMII, GMKI, dan
SOMAL dengan menyatakan “ Memorandum Mahasiswa” dengan isi
sebagai berikut :63
1. Mengharapkan keseimbangan kepemimpinan nasional
antara ABRI, cendekiawan, dan tokoh masyarakat.
2. Mengharapkan mekanisme transparan dalam manajemen
aparatur Negara sehingga terjadi kontrol sosial.
61 Sinar Harapan. “ 5 Orgs. Mahasiswa Ekstra Temui Pimpinan
DPR ”. 2 Nopember 1973. 62 Sinar Harapan. “ 5 Orgs. Mahasiswa Ekstra Temui Pimpinan
DPR ”. 2 Nopember 1973. 63 Harian Kompas. “ Memorandum Mahasiswa ”. 7 Desember
1973.
158
3. Urgensi komunikasi sosial bagi aparatur pemerintah untuk
keterbukaan kekuasaan sekaligus kepekaan terhadap
rakyat.
Pada hari yang sama, Zamroni diwawancarai oleh wartawan
Kompas di Jakarta mengenai persiapan Kongres V PMII di daerah
Ciloto. Ia menyatakan bahwa PMII perlu memperhatikan solusi
internal keorganisasian. Zamroni mengatakan bahwa terdapat
penataan tingkat pengurus cabang yang berorientasi pada
keberadaan kampus dan penawaran fusi antar organisasi Islam.64 Ia
juga mengumumkan akan mengundang Menteri Agama, Pengurus
Partai Persatuan Pembangunan ( PPP ), dan Kepala KOPKAMTIB
dalam pembukaan Kongres PMII.
Sementara itu pada tanggal 29 Desember 1973, di pihak Akbar
Tandjung sebagai PB HMI mengumumkan kepada pers media bahwa
situasi nasional perlu diperhatikan secara serius terkait dominasi
asisten kepresidenan yang dirancang Ali Moertopo. Maka dari itu,
pihak PB HMI hanya mengharap kepada pemerintah untuk
membersihkan kalangan pembantu-pembantu kepresidenan dan
64 Harian Kompas. “ PMII Harus Berorientasi Pada Pemecahan
Permasalahan ”. 7 Desember 1973.
159
pemerintah perlu manajemen secara rasional.65 Lalu Akbar mengaku
bahwa mahasiswa hanya menjembatani kepentingan rakyat dan
pemerintah. PB HMI dibawah kepemimpinan Akbar tampaknya
mendapat rekam jejak yang aman dan menguntungkan bagi HMI
diantara berbagai posisi golongan Islam baik di struktur pemerintah
maupun sipil. Oleh karena itu, Victor Tanja kagum dengan sosok
Akbar yang memiliki bakat dalam berpolitik sesuai dengan cita-cita
Orde Baru.66 Gaya Akbar tampak necis dalam koleksi foto buku
Victor Tanja. Akbar terlihat memakai kalung dan berpakaian mode
safari maupun merokok kretek layaknya pemuda kota berstatus
aktivis mahasiswa.67
Pada situasi nasional tahun 1973 bahwa telah terjadi
faksionalisasi pemerintahan dalam menentukan kebijakan publik.
Kebijakan ini perihal penanaman modal asing dari Jepang sebesar 53
% untuk ekspor Indonesia lalu 71 % diantaranya bergerak di sektor
65 Harian Kompas. “ PB HMI Nilai Situasi Sekarang Cukup
Serius ”. 29 Desember 1973. 66 Tempo Interaktif. “ Wawancara Victor Tanja : Orde Baru
Sesuai Dengan Cita-Cita HMI ” dalam rubrik Analisa dan Peristiwa .Edisi 04/02-29/Mar/1997. Hlm 9.
67 Victor Tanja, Himpunan Mahasiswa Islam : Sejarah dan
Kedudukannya di Tengah Gerakan-Gerakan Muslim Pembaharu di Indonesia, ( Jakarta: Sinar Harapan, 1982 ), hlm. 91.
160
perminyakan, kemudian Jepang mampu memasok impor Indonesia
sebanyak 29 %.68 Pada masa ini Jepang juga memiliki industri
manufaktur yang meningkat sehingga menghambat pertumbuhan
usaha yang dikelola produsen pribumi.
Dengan Jepang mendominasi perekonomian Indonesia
membuatnya diumpamakan preman yang sering memeras harta
orang lain. Isu ini pun berkembang dengan menuding Ali Moertopo
dan Soedjono Humardhani sebagai perantara kontrak bagi investor
asing yang kebetulan juga dekat dengan presiden soal keyakinan
mistik.69 Sementara itu, pada divisi KOPKAMTIB dengan pimpinan
Soemitro telah melakukan dialog dengan para aktivis mahasiswa dan
sejumlah protes massa.
Situasi rakyat Jakarta antara 14 hingga 15 Desember tahun
1974 telah melakukan aksi pembakaran lalu kerusuhan di kawasan
Blok M dan aksi penjarahan di kawasan Glodok.70 Kemudian terjadi
68 M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (
Jakarta: Serambi,2004), hlm. 587. 69 Ibid, hlm. 588. 70 Heru Cahyono (ed), Soemitro Dan Peristiwa 15 Januari’ 74 (
Jakarta: Sinar Harapan, 1998 ), hlm. 217.
161
demonstrasi akbar yakni pembakaran dan perusakan terhadap
proyek kendaraan bermotor di Gedung Perusahaan Astra sekitar
kawasan Proyek Senen. Tuntutan utama dari demonstrasi ini adalah
slogan “ menolak dominasi modal Jepang “ kemudian lahir Tri
Tuntutan Hati Nurani Rakyat ( Tritura 1974 ).71 Tiga tuntutan
tersebut meliputi pembubaran asisten presiden ( Aspri ), turunkan
harga kebutuhan pokok, dan pemberantasan korupsi. Ketika itu
Sudibyo Markoes dan rekannya pimpinan pusat IMM mencoba
audiensi kepada Presiden Soeharto mengenai langkah-langkah
pemberantasan korupsi meski tetap tidak ada upaya tindak lanjut
dari pemerintah.72
Barisan utama penggalangan gerakan mahasiswa ini
dikoordinir oleh Hariman Siregar dari UI menuju Bandara Halim
dimana rombongan PM Tanaka Kakuei tiba dan segera menuju Istana
Negara dengan sambutan Presiden Soeharto dan sejumlah Asprinya.
Sementara itu pengurus organisasi mahasiswa eksternal seperti
GMNI, HMI, PMII, IMM, dan IMADA tingkat universitas mengadakan
konsolidasi dengan diskusi sedangkan anggota-anggota lainnya
71 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 175. 72 Ibid, hlm 178.
162
menyebar lewat barisan protokol Hariman yang sedang menuju Halim
dan Istana Merdeka. Tetapi barisan mahasiswa berbuat melewati
batas estimasi sehingga dicampuri misi oleh berbagai elemen massa
lain. Maka kekacauan ( chaos ) amuk massa pun terjadi terhadap
petinggi Negara maupun rombongan perdana menteri Jepang.
Peristiwa ini terkenal dengan akronim MALARI.
Masih pada seputar MALARI bahwa menurut arsip Departemen
Penerangan RI bahwa telah terjadi gabungan pengerahan massa
antara massa HMI yang dikelola Fahmi Idris dan massa mantan
aktivis Laskar Arif Rachman Hakim ( ARH ) yakni wadah gabungan
aktivis bekas KAMI. Menurut arsip data pengawasan Departemen
Penerangan ini telah terjadi kompromi antara Fahmi Idris dengan
Sjarnoebi Said perihal pengerahan massa demonstrasi menuju
Perusahaan Astra. Sedangkan Sjarnoebi adalah Kepala Divisi
Keamanan Perusahaan Pertamina yang memiliki Perusahaan
Kramayudha yang menjadi agen pabrik mobil Jepang Mitsubishi
Motors sehingga perlu memenangkan tender atas Jusuf yaitu salah
satu pemegang saham Perusahaan Astra yang menjadi agen tunggal
produsen mobil Jepang seperti Toyota dan Daihatsu. Menurut studi
163
ekonomi-politik bisnis otomotif yang dilakukan Ian Chalmers bahwa
Sjarnoebi Said adalah bawahan Ibnu Soetowo.73
Pada permasalahan ini sebenarnya telah terjadi rivalitas
ekspansi bisnis otomotif antara Kramayudha dan Astra. Kemudian
Sjarnoebi melibatkan Fahmi Idris dengan meminta bantuan
penggalangan massa menuju pergedungan milik Astra. Melalui Fahmi
Idris inilah yang kebetulan mantan aktivis HMI UI dan mantan
aktivis Laskar ARH.74 Hingga mereka berkoalisi massa menuju
pergedungan tersebut.
Lalu mengapa anggota-anggota HMI menerima tawaran dari
seniornya yaitu Fahmi Idris yang memiliki relasi kepada Sjarnoebi
Said. Sebab anggota-anggota HMI ketika itu membutuhkan dana
untuk pembiayaan Kongres HMI yang diselenggarakan bulan
73 Pemilik Astra adalah William Soeryadjaya yang secara
reputatif telah memenangkan kontrak Bendungan Jatiluhur melalui rekomendasi Soerjo yaitu Jenderal yang menjabat sebagai kepala bagian keuangan Komando Operasi Tertinggi ( KOTI ). Lihat Selengkapnya dalam Ian Chalmers, Konglomerasi : Negara Dan Modal Dalam Industri Otomotif Indonesia 1950-1985 ( Jakarta: Gramedia,1996 ), hlm. 184.
74 Meskipun pada akhirnya ketika Fahmi Idris menjadi alumni
HMI, ia diangkat sebagai direktur PT Kramayudha. Lihat selengkapnya dalam. Ian Chalmers, ibid, hlm. 317.
164
Februari tahun 1974. Pembiayaan tersebut meliputi konsumsi untuk
para peserta kongres dan sosialisasi kongres di media massa. Maka
dari itu, gabungan massa HMI dan mantan Laskar ARH bergerak
menuju gedung-gedung milik perusahaan Astra seperti di Jalan
Kemakmuran, Jalan Sudirman, Jalan Juanda, dan Jalan Kramat.75
Kemudian sebagai kompensasinya para mantan Laskar ARH diberi
mobil Colt Mitsubishi oleh Sjarnoebi.
Pada tanggal 16 Januari tahun 1974 pihak pengurus IMM
mengirim surat kepada Presiden Soeharto. Surat ini pertama berisi
saran penyelenggaraan referendum untuk mencari sumber
permasalahan mengenai kebijakan pemerintah. Kedua, permohonan
kepada pemerintah supaya tidak menafikan aspirasi dan idealisme
mahasiswa.76
Pasca MALARI tampaknya juga terjadi konflik antar petinggi
perwira yaitu antara Soemitro dan Ali Moertopo yang berusaha
melibatkan HMI. Ali berniat membubarkan HMI karena kebesaran
massanya. Informasi itu diterima Soemitro melalui petinggi intelijen
75 Arsip Nasional Republik Indonesia. “ Hubungan Fahmi Idris
Dengan Sjarnoebi Said”, Departemen Penerangan RI, Koleksi Marzuki Arifin No. 563.
76 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 178.
165
Soetopo Joewono. Soetopo pun berusaha supaya anggota-anggota
HMI jangan sampai terlibat oleh aksi-aksi anarkis sebab itu dapat
dijadikan dalih bagi Ali Moertopo untuk membubarkan HMI. Tetapi
bagi para pengurus HMI sendiri juga merasa tidak diprovokasi oleh
Ali Moertopo melalui infiltrasi bawahan Ali yang telah terdaftar di
keanggotaan HMI. Alangkah untungnya HMI berkat kemampuan
investigasi Nicklany yaitu seorang perwira bawahan Soetopo, ia
mampu menarik anggota-anggota HMI yang terlibat aksi anarkis di
jalanan sebagai langkah antisipatif.77 Nicklany pun membuat laporan
kepada Badan Koordinasi Intelijen Negara ( BAKIN ) bahwa HMI tidak
terlibat.
Dengan kasus MALARI ini membuat pemerintah orde baru naik
pitam terhadap gerakan kemahasiswaan. Maka dari itu, pemerintah
memutuskan kebijakan “Normalisasi Kehidupan Kampus” ( NKK ).
Konsep NKK ini menuntut tanggungjawab pimpinan perguruan tinggi
supaya memantau penuh kegiatan kemahasiswaan dengan legalisasi
perizinan dan seleksi semua jenis kegiatan kemahasiswaan. Kegiatan
kemahasiswaan juga harus terpusat melalui Badan Koordinasi
Kemahasiswaan ( BKK ) sehingga kegiatan mahasiswa mampu
77 Heru Cahyono ( ed ), op.cit., hlm. 237.
166
dipantau dan dikendalikan oleh pemerintah. Pada lapisan bawah
gerakan mahasiswa telah muncul isu “ kembali ke kampus” ( back to
campus ). Menurut wacana umum kalangan aktivis mahasiswa telah
terjadi persoalan serius dengan adanya NKK/BKK ini yaitu
menimbulkan depolitisasi dan deideologisasi para mahasiswa beserta
interaksinya didalam kampus. Apalagi dengan munculnya strategi
pemerintah dengan menetapkan “sistem kredit semester” ( SKS ) yang
membuat tekanan terhadap mahasiswa supaya dikejar batasan target
semester ( deadline limited semester ) sehingga mahasiswa cepat lulus
dan membatasi mahasiswa berkegiatan politik maupun ideologis.78
D. Pelantikan dan Program Organisasi ( Medio Era 1970-AN )
Setiap organisasi pasti memiliki ketentuan agenda tahunan
pergantian pengurus organisasi yang ditentukan oleh undang-
undang organisasi. Begitu juga dengan organisasi mahasiswa Islam
seperti HMI, PMII, dan IMM. Setiap dua atau satu tahun sekali
mereka mengadakan pergantian pengurus sesuai aturan yang telah
disepakati. Meski peraturan pemerintah NKK/BKK tetap berlangsung
78 Edward Aspinall, Opposing Suharto : Compromise,
Resistance, And Regime Change ( California: Stanford University Press,2005), hlm. 120.
167
dan semua gerakan ekstra-universiter mengkritisi kebijakan ini,
namun pergantian pengurus tingkat pusat tetap bergulir. Dengan era
tahun 1975 HMI telah dipimpin oleh Ridwan Saidi dari HMI FISIP UI.
Lalu PMII sepertinya masa kepengurusan tingkat pusatnya cukup
lama dari pergantian Zamroni menuju pelantikan Abduh Paddare.
Kemudian tingkat pusat IMM masih dipimpin oleh Rosyad Sholeh
dari IMM IAIN Yogyakarta.
Pada hasil keputusan Kongres V PMII tanggal 23-28 Desember
tahun 1973 di Ciloto telah melahirkan Manifesto Independensi.
Dengan manifesto ini diharapkan pengurus PMII jangan terlalu dalam
berurusan politik praktis. Karena berdampak dalam kepengurusan
organisasi. Maka dari itu, istilah “Pimpinan Pusat “ diganti menjadi “
Pengurus Besar” dan “ Pengurus Wilayah” diganti dengan “ Pengurus
Koordinator Cabang”. Lalu susunan pengurus baru pusat meliputi :
Abduh Paddare sebagai ketua umum dan Ahmad Bagja sebagai
sekretaris jenderal. Kemudian ketetapan susunan pengurus baru ini
berdasarkan hasil rapat formatur tertanggal 10 hingga 15 Januari
tahun 1974 di Hotel Matruh Jakarta.79
79 Fauzan Alfas, op.cit, hlm. 71.
168
Pada bulan Februari 1975 Ridwan Saidi melaporkan pidatonya
dalam Dies Natalis ke-28 bahwa HMI telah membantu bimbingan
siswa tingkat akhir disertai pendirian poliklinik oleh Lembaga
Kesehatan Mahasiswa Islam ( LKMI ) kemudian memakmurkan
mesjid-mesjid dengan pengajian yang dikoordinir Lembaga Dakwah
Mahasiswa Islam.80
Di tengah aktivitas kepengurusan Ridwan Saidi, ia melanjutkan
perkumpulan HMI yang membahas forum Cipayung dengan
mengundang Helmy Tanjung yaitu perwakilan Badan Koordinasi (
Badko ) HMI dari Sumatra Utara dan Alwaeni. Hal ini berdasar foto
yang dikoleksi Chumaidi. Terlihat Ridwan Saidi memakai kaos
bertuliskan “Holland” ketika mengisi acara sidang tersebut. Ridwan
Saidi dengan khas rambut gondrong dan kaos oblong menandakan
bahwa ia aktivis HMI sekaligus menikmati masa muda jamannya
sesuai kondisi metropolis Jakarta. Kemudian Helmy Tanjung dan Al-
Waeni juga berambut gondrong dan masa itu rambut gondrong
menjadi sebuah tren anak muda. Helmy memakai baju berkain jeans
80 Agussalim Sitompul, Pemikiran HMI dan Relevansinya
Dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia ( Jakarta: Intergrita Press,1986), hlm. 160.
169
dan Al-Waeni memakai baju bermotif garis lurus. Kemudian
Chumaidi memakai kaos ala polo atau kaos golf.81
Pada kepengurusan besar PMII Abduh Paddare telah
melakukan peneguhan Nilai Dasar Perjuangan PMII ( NDP ) dan
membentuk wadah alumni PMII.82 Sementara itu, IMM dibawah
Rosyad Sholeh dan Sudibyo Markoes lebih berkutat pada
rekontribusi forum World Assembly Youth ( WAY ) dengan program
sosialisasi keluarga berencana ( family planning ) dan proyek
pemberdayaan seratus desa binaan di Yogyakarta.83
Menjelang periode 1977 kepengurusan PMII diketuai oleh
Ahmad Bagja dan Muhyiddin Arubusman. Mereka dilantik pada
bulan Oktober di Wisma Tanah Air Jakarta. Pada periode ini program
PB PMII mengadakan penyusunan buku pedoman kader.84
81 Data diperoleh dari koleksi foto pribadi Chumaidi Syarif
Romas. 82 Fauzan Alfas, op.cit, hlm. 73-75. 83 WAY ini bermarkas di Brussels negeri Belgia dan merupakan
NGO dari PBB. WAY Indonesia telah diwakili oleh Lukman Harun yaitu seorang aktivis Pemuda Muhammadiyah. Dalam Farid Fathoni, op.cit., hlm. 171.
84 Fauzan Alfas, op.cit, hlm. 95.
170
Lokakarya penyusunan buku ini diselenggarakan bulan Februari
tahun 1979 di Jakarta.
Pada periode Bagja ini untuk pertama kali PB PMII telah
mempunyai kantor sekretariat setelah cukup lama menggunakan
fasilitas perkantoran NU.85 Implementasi independensi PMII ini
adalah memiliki kantor sekretariat sendiri yakni beralamat jalan
Salemba Tengah nomor 57 A yang terletak di wilayah Jakarta Pusat.
Kemudian PB PMII periode ini juga menerbitkan sebuah majalah kecil
atau bulletin bernama “ Generasi “ yang mampu terbit hingga edisi ke
25.86 Pendidikan pers mulai ditanamkan untuk kader PMII melalui
kreativitas penerbitan bulletin ini sehingga informasi dari segala
dinamika kepengurusan PMII nasional dapat dipantau dengan
mudah.
Pada pihak PB HMI periode 1977 telah dipimpin Chumaidi
Syarif Romas yang berasal dari HMI IAIN Yogyakarta. Pada
periodenya telah banyak mengadakan pendidikan kader dan
jurnalistik melalui Lembaga Pers Mahasiswa Islam ( Lapmi ) disertai
paduan suara ( vocal group ) yang digiatkan melalui Lembaga Seni
85 Ibid, hlm. 101. 86 Ibid, hlm. 102.
171
Mahasiswa Islam ( LSBMI ).87 Mengamati periode ini penulis telah
dipinjami koleksi foto dari Chumaidi Syarif. Foto ini menggambarkan
sebuah suasana rehat dalam rangkaian rapat PB HMI Jakarta
terlihat teman-teman Chumaidi telah memakai kaca hitam dengan
duduk bersama sambil merokok. Chumaidi sendiri sedang memakai
kaos dan teman-temannya berpose tertawa dengan kacamata hitam
dan salah satu temannya ada yang mengenakan baju batik selain
mengenakan hem.88 Teman-teman PB HMI-nya bernama Asmuni dari
Solo, Nasution dan Siregar dari Sumatra Utara.
Pada periode Chumaidi pernah diusulkan beberapa anggota
HMI telah banyak ingin mengkonsep standar busana khusus aktivis
putra dan putri HMI tetapi usulan itu ditolak oleh sebagian anggota
dengan alasan bahwa cukup dengan nilai-nilai substansi Islam saja.
Kemudian pada saat Chumaidi menyambut tamu sesama gerakan
mahasiswa yang berasal dari Malaysia bernama Persatuan
Kebangsaan Pelajar Islam Malaysia ( PKPIM ). Ia ingin menunjukkan
kepada para aktivis PKIPM bahwa masyarakat Islam Indonesia
memiliki keunikan tersendiri maka ia mengajak tamu PKPIM untuk
87 Agussalim Sitompul, op.cit, hlm. 332. 88 Data diperoleh dari koleksi foto pribadi Chumaidi Syarif
Romas.
172
berkunjung ke lokalisasi Binaria sehingga para anggota PKPIM
merasa heran dengan ajakan Chumaidi ketika tiba dan datang
melihat lokasi Binaria lalu diantara mereka saling tertawa terbahak-
bahak.89
E. Antara Pusat Dan Daerah
Pada era 1978 sampai menjelang 1985 terdapat beberapa
kebijakan pemerintah Orde Baru yang menekan gerakan mahasiswa
Islam sehingga permasalahan mereka semakin kompleks. Pertama,
agenda back to campus semakin menekan mahasiswa dengan
berusaha menghilangkan peran gerakan mahasiswa ekstra-
universiter didalam lingkup kampus. Kedua, KNPI terlalu
mendominasi elemen-elemen aspirasi gerakan mahasiswa sehingga
harus meleburkan elemen tersebut dalam satu wadah yakni KNPI
yang dikendalikan oleh pemerintah.90 Perihal ini membuat menteri
pendidikan dan menteri pemuda dibenci oleh para kalangan aktivis
mahasiswa. Ketiga, hirarki birokratisasi pemerintahan maupun
perguruan tinggi negeri dikuasai Koprs Pegawai Negeri ( Kopri ) yang
89 Wawancara Chumaidi Syarif Romas, 7 Desember 2012, Pkl
17:07 WIB. Di kediamannya jalan. Bedukan RT 5 Desa Plered, Kecamatan Plered Bantul Yogyakarta.
90 Victor Tanja, op.cit, hlm. 81.
173
dikendalikan oleh Golkar sehingga pergerakan mahasiswa Islam juga
tidak mempunyai akses aspirasi selain melakukan aksi protes.
Keempat, asas tunggal Pancasila yang harus ditaati oleh semua
organisasi politik maupun masyarakat.
Pada bulan Maret 1979 DPP IMM melakukan konferensi atau
tanwir di Jakarta. Agenda ini untuk mengkaji serangkaian tantangan
umum organisasi Muhammadiyah.91 Pertama, perihal pengembangan
organisasi amal usaha Muhammadiyah seperti koperasi, rumah sakit,
sekolah dan perguruan tinggi Muhammadiyah. Kedua, artikulasi
konsep dan makna dakwah Islam dalam politik ataupun sebaliknya.
Ketiga, menyelesaikan program-program hasil Muktamar di
Semarang. Tetapi agenda ini tidak tuntas dikarenakan perhatian
utama lebih pada perencanaan untuk menyiapkan Muktamar IMM V
bulan Oktober 1979 di Jakarta.92
Periode 1979 IMM dibawah pimpinan Zulkabir telah mengalami
kevakuman kepengurusan organisasi. Perihal ini disebabkan
komunikasi antara poros Jakarta dan poros Yogyakarta kembali
bergejolak sehingga terjadi kemampatan dalam proses negosiasi
91 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 202. 92 Ibid.
174
politik organisasi IMM. Persoalan pelik ini ditambah perbedaan
persepsi antara DPP IMM dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Pada akhirnya Muktamar V IMM telah gagal dan tidak jadi
dilaksanakan. Kevakuman kepengurusan IMM ini terjadi hingga
tahun 1986.
Tarik-menarik antara kalangan aktivis IMM Jakarta dengan
kalangan aktivis IMM Yogyakarta dikarenakan masing-masing
kelompok mempunyai argumen tersendiri. Pola sedemikian mirip
yang dialami kepemimpinan semasa Slamet Sukirnanto pada tahun-
tahun sebelumnya. Bahwa di wilayah ibukota Jakarta, suatu gerakan
mahasiswa membutuhkan strategi pengorganisasian yang efektif dan
efisien karena terdapat berbagai akses yang berasal dari elemen-
elemen pimpinan maupun institusi seperti institusi Negara maupun
institusi Masyarakat, sedangkan kalangan aktivis IMM Yogyakarta
dinilai lamban bergerak dalam menanggapi wacana nasional. Oleh
karena itu, muncul istilah dialektis dalam IMM bahwa poros Jakarta
sebagai poros politik sedangkan poros Yogyakarta sebagai poros
ideologi.93
93 Ibid, hlm. 204.
175
Pada bulan April 1981 PB PMII mengadakan Kongres VII di
Pusdiklat Pramuka daerah Cibubur.94 Pada periode ini telah terpilih
Muhyiddin Arubusman sebagai ketua umum. Ia seorang mahasiswa
dari FKK Universitas Jakarta dan terpilih karena sebelumnya
menjabat sebagai Sekjen PB PMII.95 Pada Kongres ini kalangan
aktivis PMII melakukan serangkaian pengkajian. Pertama, mengkaji
pemahaman dan praktikalisasi ajaran Aswaja yang cenderung
dipahami secara sempit supaya lebih luas dalam kehidupan sehari-
hari.96 Kedua, mengkaji sistem kuliah SKS dengan memadukan
mekanisme organisasi yang efektif.97
Pada bulan Mei 1983 DPD IMM DKI mengadakan agenda
silaturrahim nasional ( Silatnas ) di aula PP Muhammadiyah kawasan
Menteng Raya.98 Silatnas ini merumuskan rekonsiliasi
penyelenggaraan Muktamar IMM kepada pimpinan persyarikatan dan
perguruan tinggi Muhammadiyah supaya memberikan atensi dan
94 Fauzan Alfas, op.cit, hlm. 112. 95 Ibid, hlm 113. 96 Ibid, hlm 115. 97 Ibid, hlm 117. 98 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 205.
176
basis terhadap IMM dengan tujuan pembinaan kader. Perumusan ini
disetujui oleh Firdaus Abbas selaku pengurus DPD. Selanjutnya
mereka mengirim utusan sebanyak delapan anggota menuju
Yogyakarta dengan tujuan konsultasi penyelenggaraan Tanwir
kepada PP Muhammadiyah.99 Delapan anggota ini dipimpin oleh
Anwar Abbas beserta anggota yang mewakili dari berbagai daerah.
Antara tahun 1982 sampai tahun 1983 Kementerian Pemuda
dan Olahraga yang dijabat alumni HMI UI bernama Abdul Gafur
mengirimkan instruksi kepada PB HMI. Ia telah memberi kebijakan
kepada PB HMI supaya asas organisasi diganti menjadi asas
Pancasila. Pesan kebijakan penggantian asas ini harus dijalankan
ketika Kongres HMI era ini. Penggantian ini mutlak diberlakukan oleh
pemerintah Orde Baru bagi segenap Ormas di Indonesia sehingga
wacana ini terkenal dengan nama “ Asas Tunggal”. Pada opini lapisan
bawah, wacana ini mengundang pro-kontra karena menyangkut
idealisme dan identitas organisasi sehingga kalangan HMI telah
menyinggung kembali polemik Piagam Jakarta. Meski Gafur akhirnya
99 Ibid.
177
berjanji bahwa penerapan asas tunggal tidak akan sampai
menghapus identitas HMI.100
Wacana asas tunggal membuat redaksi majalah Tempo
mencium upaya pembubaran gerakan mahasiswa universiter
sehingga dijadikan isu nasional oleh media ini. Dari isu ini Hisam
Zaini yang menjabat wakil rektor III IAIN Syarif Hidayatullah telah
menyatakan bahwa gerakan mahasiswa Islam universiter seperti
HMI, PMII, dan IMM memiliki fungsi besar. Perihal ini disebabkan
mereka mampu mendidik bidang kepemimpinan didalam kampus,
karena bidang ini tidak dapat dijangkau pihak IAIN sehingga mereka
mempunyai pengaruh efektif bagi pengembangan kemahasiswaan.101
Maka gerakan mahasiswa Islam universiter dapat dijuluki sebagai
kampus kedua ( second university ) pada masa ini.
Hisam menunjukkan contoh suasana pergerakan mahasiswa
didalam kampus seperti spanduk HMI, IMM, dan PMII telah
terpampang di area sudut kampus. Pada ruang pendaftaran
mahasiswa terdapat meja kursi yang dipakai HMI untuk melayani
100 Tempo. “ Tidak, Mereka Tidak Akan Bubar ”. No.
14/Th.XIII/ 4 Juni 1983. hlm. 13. 101 Ibid, hlm 14.
178
pertanyaan para calon mahasiswa. Sementara itu, aktivis PMII dan
IMM sibuk memperkenalkan buku soal ujian masuk kepada calon
mahasiswa. Bahkan setiap calon mahasiswa disambut dengan
mendaftarkannya atau memberi tahu tatacara pengisian blanko.
Tidak hanya itu, para calon mahasiswa terkadang diajak mampir
atau menginap oleh para aktivis bagi yang belum dapat kos ke
asrama atau markas pergerakan.102 Menurut Hisam, ketiga
organisasi ini memiliki fasilitas sekretariat di komplek IAIN dan
sering menyelenggarakan bimbingan tes.
Wacana penerapan asas tunggal ini ditolak paling keras oleh
HMI Cabang Yogyakarta terhadap pemerintah maupun PB HMI
Jakarta yang masa ini diketuai Harry Azhar Aziz. Walaupun PB HMI
telah banyak diprotes oleh cabang-cabangnya namun pihak pengurus
besar tetap berpegang teguh dengan alasan keputusan hasil sidang
pleno PB HMI. Dengan landasan tersebut, PB HMI memecat dan
menutup cabang-cabang HMI yang tidak mendukung kebijakannya
seperti cabang Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung dengan
membentuk pengurus sementara atau transitif yang dilantik oleh PB
102 Ibid.
179
HMI.103 Dengan metode seperti ini telah menimbulkan perlawanan
yang bersifat sentimental terhadap PB HMI Jakarta.
Reaksi dari metode ini membuat sekelompok aktivis HMI Dagen
Yogyakarta menyatakan sikap membuat HMI Majelis Penyelamat
Organisasi ( MPO ) dengan ketetapan Islam sebagai asas
organisasi.104 Kepeloporan aktivis HMI Cabang Dagen Yogyakarta
yang mendirikan HMI MPO telah membuatnya diikuti sembilan
cabang. Sembilan cabang tersebut dimulai dari cabang Jakarta,
Bandung, Ujungpandang, Purwokerto, Tanjung Karang, Pekalongan,
Metro, dan Pinrang.105 Oleh karena pengikut pertama ( as-sabiqunal
al-awwalun ) pendirian HMI MPO adalah Cabang Jakarta maka
pendiriannya dilaksanakan di Jakarta meskipun ideologinya berasal
dari Yogyakarta.
103 Rusli Karim, HMI MPO Dalam Kemelut Modernisasi Politik Di
Indonesia ( Bandung: Mizan,1997), hlm. 131.
104 Ibid. Menurut Rusli Karim telah terdapat tiga versi penanggalan kelahiran HMI MPO. Pertama, semenjak adanya dua cabang HMI di Yogyakarta. Kedua, kelahiran HMI MPO bersamaan ketika terbitnya buku Berkas Putih yang tertanggal 10 Agustus 1986. Ketiga, Berkas Putih berisi pernyataan kelahiran HMI MPO yang tertanggal 15 Maret 1986.
105 Ibid.
180
Polemik ini akhirnya menimbulkan faksionalisasi yang bersifat
institusional disebabkan kedua kubu kurang memiliki penjagaan
stabilitas emosi karena faktor usia muda pada jenjang mahasiswa
disamping faktor-faktor eksternal seperti instruksi pemerintah Orde
Baru dan dinamika pemikiran Islam di tanah air.106 Para pendiri HMI
MPO pada awalnya tidak berniat untuk menjadi organisasi
mahasiswa yang terpisah dari hakekat HMI. Tujuan awal pendirian
MPO hanyalah sejenis komite yang ingin mengembalikan HMI kepada
asas Islam bukan Pancasila. Akan tetapi, pendirian tersebut dianggap
sebagai parsialisasi lembaga sehingga PB HMI dan HMI MPO adalah
terpisah bukan menyatu. Maka dari itu, muncul julukan PB HMI
sebagai HMI ( Dipo ) dengan maksud alamat sekretariat PB HMI yang
terletak di Jalan Diponegoro kawasan Menteng. Pada akhirnya HMI
MPO memiliki anggaran dasar, falsafah perjuangan, Garis-Garis
Besar Rekayasa Organisasi ( GBRO ), dan Pedoman Training.107
Para aktivis pendiri HMI MPO adalah Eggi Sudjana, Tamsil
Linrung, Masyhudi Muqorrobin, hingga Agusprie Muhammad. Mereka
telah terpengaruh pemikiran tokoh HMI Bandung yaitu Endang
106 Ibid, hlm. 132. 107 Ibid, hlm. 134.
181
Saifuddin Anshari dengan bukunya “ Wawasan Islam”. Sedangkan
Endang sendiri terpengaruh oleh pemikiran ulama Al-Maududi yang
membahas dari bidang pendidikan, sosial hingga politik. Maka dari
itu, HMI MPO secara definitif merupakan organisasi kader dengan
elemen dan tahapan asas perjuangan tauhid, ummah, jama’ah,
dakwah, uswah hasanah, tarbiyah, ilmiah, dasar ikhtiar, dan dasar
keimanan dengan tradisi bai’at.108
Pada periode 1986 hingga 1989 kepengurusan pusat IMM telah
disetujui di Jakarta dengan ketua umum Nizam Burhanuddin dari
aspirasi IMM Jakarta sedangkan perwakilan IMM Yogyakarta
diserahkan sepenuhnya kepada Immawan Wahyudi.109 Lalu pada
tahun 1988 sekelompok aktivis IMM Jakarta berpartisipasi dalam
pembuatan film yang menggambarkan suasana Jakarta pada tahun
1966.110 Kemudian film ini diberi judul “ Jakarta 66”. Pada koleksi
Farid Fathoni telah tampak foto sekelompok aktivis mendukung
pembuatan film ini. Mereka mengenakan jaket merah khas IMM
sedang aktivis putri tidak terlihat satupun mengenakan kerudung
108 Ibid, hlm. 135. 109 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 220. 110 Ibid, hlm. 231.
182
maupun jilbab. Mereka sedang bercanda sambil mengangkat
spanduk perihal Gestapu.111
Pada bulan September tahun 1991 ketua umum PB NU
Abdurrahman Wahid atau sapaan akrab bernama Gus Dur telah
melontarkan pernyataan unik di Wisma Suprapto Jakarta. Gus Dur
mengusulkan bahwa HMI dan PMII sebaiknya digabung saja.
Pernyataan tersebut membuat seluruh pengurus PMII gempar dalam
agenda sarasehan generasi muda NU. Argumen Gus Dur
menyampaikan perihal tersebut dikarenakan PMII dan HMI
mempunyai asas yang sama yakni Pancasila dan sama-sama
mahasiswa Islam maupun independen. Menurut Gus Dur, anggota
HMI ternyata banyak anak-anak tokoh NU. Gus Dur menambahkan
pernyataannya seperti dikutip dari dokumentasi Fauzan Alfas :
“ Para pengurus HMI sekarang ini 60 % anak-anak NU”. Mereka
menguasai semua jajaran kepengurusan HMI, dari daerah sampai
tingkat pengurus besar seperti ketua umum PB HMI Yahya Zaini
adalah putra tokoh NU Gresik.112
111 Data foto didapat dari koleksi dokumentasi pembukuan.
Farid Fathoni, ibid, hlm. 231. 112 Fauzan Alfas, op.cit, hlm. 143.
183
Gagasan Gus Dur ini akhirnya dibahas dalam Kongres PMII
bulan Oktober tahun 1991. Iqbal Assegaf sebagai ketua PB PMII
masa ini memberi komentar “ tidak mungkin PMII melebur dalam
HMI meski keduanya sesama organisasi Islam sebab PMII memiliki
paradigma homogen yaitu Ahlu Sunnah Wal Jama’ah sedangkan di
HMI lebih condong liberal karena mereka mewadahi mahasiswa Islam
dengan berbagai alirannya, lalu PMII secara keislaman menganut
pandangan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah pada lingkup ini saja telah
berbeda”.113 Iqbal juga menambahkan bahwa jika HMI dan PMII akan
difusikan sebaiknya semua Ormas Islam bukan hanya HMI dan
PMII.114
Pada era 1980 hingga 1998 para alumni mantan aktivis HMI
semakin kuat pada tingkat pemerintahan, Parpol, LSM dan Ormas
sehingga mereka yang ingin reorganisasi memilih bergabung kembali
pada Korps Alumni HMI ( KAHMI ) atau Ikatan Cendekiawan Muslim
Indonesia ( ICMI ) yang didirikan pada bulan September tahun 1990
oleh insinyur mesin yang menjabat sebagai menteri riset dan
113 Ibid, hlm. 145. 114 Ibid.
184
teknologi yaitu Bacharuddin Jusuf Habibie.115 Sedangkan KAHMI
dipengaruhi oleh Mar’ie Mohammad yaitu seorang alumni HMI yang
menjabat sebagai menteri keuangan sekaligus memiliki relasi dengan
ICMI.116 Dengan demikian HMI dan berbagai kalangan muslim
birokrat telah dekat dengan Presiden Soeharto. Hingga HMI diejek
sebagai “ satpam kekuasaan “ pada level pergerakan mahasiswa
karena Soeharto memberi sambutan dalam pembukaan kongres
HMI.117
Hubungan KAHMI terhadap HMI ini terkadang membuat rumit
setiap langkah lokal maupun nasional yang ingin dicapai HMI
meskipun hubungan KAHMI sebatas aspiratif dan historis saja
namun kenyataannya tidak bebas nilai sesuai dengan permintaan
115 ICMI sebagai kekuatan sipil Islam memiliki dua lembaga
sebagai ujung tombak intelektual kelas menengah yaitu Centre for Information and Development Studies ( CIDES ) sebagai lembaga penelitian dan Republika sebagai pers media massa. M.C.Ricklefs, Op.Cit, hlm. 632-633.
116 Edward Aspinall, “ The Indonesian Student Uprising 1998 “ Arief Budiman, Barbara Hatley & Damien Kingsbury (eds.). Reformasi : Crisis And Change in Indonesia ( Clayton: Monash Institute, 1999 ) hlm. 221.
117 Dicky Yanuar, “ Gerakan Mahasiswa 1998 Di Jakarta Pasca
Jatuhnya Rezim Orde Baru : Studi Kasus Forkot, FKMSJ, Dan HMI “. Tesis Program Pascasarjana Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia. 2005. hlm. 115.
185
kuasa alumni sebagai senior terhadap juniornya. Perihal ini
disebabkan didalam organisasi KAHMI ternyata kepentingannya tidak
homogen dalam sebuah tujuan pergerakan.118
Sesungguhnya strukturasi alumni menjadi dilemalitas bagi
HMI apalagi ketika Akbar Tandjung berusaha memperbaiki reputasi
Golkar. Didukung sederet alumni dibelakang Habibie yang telah
masuk birokrasi pemerintah seperti Fahmi Idris, Ekky Syachruddin,
Marwah Daud, Adi Sasono, dan Dewi Fortuna Anwar.119
F. Kompleksitas Akhir Orde Baru
Sesungguhnya masa akhir Orba merupakan ekspresi luapan
masyarakat sipil dimana pada tahun-tahun sebelumnya telah
dibungkam aspirasi-aspirasi mereka oleh oknum purnawirawan AD
yang menjabat sebagai birokrat pemerintah, hingga mereka memiliki
akses komando terhadap penggunaan senjata dengan metode
militeristik.
118 Prasetyantoko, Gerakan Mahasiswa Dan Demokrasi
Indonesia ( Jakarta: Yayasan HAM & Supremasi Hukum,2001), hlm. 130-131.
119 Vedi Hadiz, “ Contesting Political Change After Soeharto “
Arief Budiman, Barbara Hatley & Damien Kingsbury (eds.). Reformasi : Crisis And Change in Indonesia (Clayton: Monash Institute, 1999) hlm. 193.
186
Pada bulan Mei tahun 1998 krisis moneter ( krismon ) telah
menimpa ekonomi nasional sehingga pihak pemerintah patut
dituntut dengan berbagai kompleksitas problemnya. Problematika
nasional itu terdiri dari meningkatnya inflasi dan pengangguran,
penekanan asas tunggal ( sole principle ) disertai kasus-kasus
korupsi, kolusi, dan nepotisme ( KKN ) yang menimpa pemerintah.120
Reaksi gerakan mahasiswa atas problematika nasional tersebut
telah terbagi menjadi dua tuntutan reformasi. Gerakan mahasiswa
sayap kanan seperti HMI, IMM, dan Kesatuan Aksi Mahasiswa
Muslim Indonesia ( KAMMI ) hanya mempunyai aspirasi reformasi
konstitusional sedangkan gerakan mahasiswa bentukan sayap kiri
seperti Forum Kota ( Forkot ) dan Forum Komunitas Se-Jabotabek (
FKMSJ ) menginginkan reformasi total untuk seluruh struktur
pemerintahan.121 Aliansi sayap kanan ( right wing ) adalah pro
Habibie sedangkan sayap kiri ( left wing ) adalah kontra Habibie yang
menginginkan pembersihan pejabat Orba dari segala hirarki
pemerintahan ( Regime Cleansing ). Meski terjadi perbedaan aspirasi
120 Tino Saroengallo, “ Gerakan Mahasiswa Di Indonesia 12
Mei-17 Desember 1998 “. Documentary Video Record Jakarta Media Syndication. 1999.
121 Dicky Yanuar, op.cit, hlm. XVI.
187
pada tingkat pergerakan mahasiswa namun Soeharto tetap menjadi
musuh bersama ( Common Enemy ) dengan segala aparatnya. Maka
dari itu, muncul tuntutan “ Adili Soeharto dengan berbagai kroninya”
pada level permukaan.
Pada situasi ekspektasi nasional, setiap golongan rakyat Indonesia
telah memiliki figur tokoh reformasi yang mendeklarasikan di daerah
Ciganjur sehingga dikenal dengan “ Tokoh Ciganjur”.122 Tokoh-tokoh
Ciganjur ini masing-masing memiliki pengaruh terhadap gerakan
mahasiswa Islam. Representasi Islam tradisional seperti PMII tentu
patuh kepada Gus Dur sedangkan representasi Islam modernis
seperti HMI, IMM, hingga KAMMI memiliki figur Amien Rais.123
122 Tokoh-tokoh Ciganjur tersebut adalah Gus Dur, Amien
Rais, Megawati Soekarnoputri, dan Sri Sultan Hamengkuwono X. Fadjrul Falaakh, “ Islam And The Current Transition To Democracy Indonesia “Arief Budiman, Barbara Hatley & Damien Kingsbury (eds. ). Reformasi : Crisis And Change in Indonesia ( Clayton: Monash Institute, 1999 ) hlm. 207.
123 Pada konteks ini sesungguhnya terjadi pola perbedaan kepemimpinan penggalangan massa antara Islam tradisional dan Islam modernis. Basis konsolidasi PMII yang berlatar-belakang massa NU memiliki penggalangan massa yang sangat kolektif karena berdasar ketaatan kepada pimpinan ulama. Sedangkan pada Islam modernis perihal ketaatan mustahil terjadi karena Amien Rais hanya menjadi figur sementara menjelang era reformasi. Hal ini disebabkan kolektivitas yang berbentuk loyalitas sangat minim daripada kemampuan rasionya sehingga mudah sekali untuk berpecah atau mengambang.
188
Kemudian Megawati sebagai representasi pengikut Soekarno
sedangkan Sri Sultan Hamengkubuwono sebagai figur rakyat
Jawa.124
Dari keseluruhan massa itu, secara kolektif menuju gedung
parlemen DPR RI untuk menyuarakan semua tuntutan sisanya
menyebar pada sudut-sudut kota Jakarta. Massa PMII mengusung
aspirasi dan tuntutannya menuju gedung MPR.125 Sedangkan massa
sayap kiri bersama HMI berpindah-pindah dari titik pertemuan jalan-
jalan protokol di Jakarta seperti Bunderan HI, Pancoran, Kawasan
Sudirman, dan Monas.126
Pada koleksi video rekaman dokumenter yang diurutkan oleh Tino
Saroengallo bahwa terdapat cuplikan video yang berisi sekilas orasi
124 Arief Budiman, “ The 1998 Crisis : Change And Continuity
in Indonesia “ Barbara Hatley & Damien Kingsbury (eds.). Reformasi : Crisis And Change in Indonesia (Clayton: Monash Institute, 1999) hlm .47.
125 Fajrul Falaakh, op.cit, hlm. 204. 126 Tino Saroengallo, “ Gerakan Mahasiswa Di Indonesia 12
Mei-17 Desember 1998 “. Documentary Video Record Jakarta Media Syndication. 1999.
189
HMI. Pada rekaman video ini sekelompok HMI dengan oratornya
mendendangkan lagu atau yel-yel ejekan terhadap rezim Orba.127
Pada rekaman video tersebut nampak orator HMI mengenakan
kaos oblong warna hitam yang tertulis ungkapan penyesalan yakni “
Besok Kiamat”. Dengan menyatakan sikap ungkapan diatas memakai
pengeras suara atau lebih dikenal megaphone. Lalu teman-temannya
tampak mengawal sang orator dan yang lain mengenakan selempang
maskot HMI kemudian mengibarkan bendera HMI sambil
memekikkan yel-yel “ Hidup Mahasiswa”.128
127 Tino Saroengallo, “ Gerakan Mahasiswa Di Indonesia 12
Mei-17 Desember 1998 “. Documentary Video Record Jakarta Media Syndication. 1999.
128 Tino Saroengallo, “ Gerakan Mahasiswa Di Indonesia 12 Mei-17 Desember 1998 “. Documentary Video Record Jakarta Media Syndication. 1999.
190
BAB V
Gerakan Mahasiswa Islam Di Yogyakarta Masa Orde Baru
A. Dari Kebaktian Sosial Hingga Reaktualisasi Pemikiran Islam
Memasuki tahun 1966 pihak pengurus pusat IMM telah
mengadakan peningkatan aktivis putri IMM yang bernama Up
Grading Immawati.1 Dari penataran ini muncul gagasan untuk
membentuk wadah keputrian bagi aktivis putri IMM yang bernama
Korps Immawati. Pada era ini gerakan terkenal IMM adalah “ turun
ke bawah” ( Turba ) dengan membentuk lembaga kekaryaan seperti
Korps Kesehatan dan Korps Seni-Budaya. Korps Kesehatan IMM
sering mengadakan program pos klinik kesehatan masyarakat, lomba
bayi sehat dan khitanan massal.2 Perihal ini disebabkan terdapat
aktivis IMM yang studi di Fakultas Kedokteran UGM seperti Sudibyo
Markoes dan Mohammad Arif sehingga mendapat akses pengetahuan
dalam setiap pengadaan kegiatan kesehatan masyarakat.
1 Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh
Enam Tahun IMM 1964-1990 ( Surabaya: Bina Ilmu,1990), hlm. 166. 2 Wawancara Sudibyo Markoes, 4 Desember 2012, Pkl 14:03
WIB. Di Hotel Grand Kemang, Jakarta.
191
Kemudian Korps Seni Budaya dengan ketua Syamsu Udaya
pernah mengadakan pagelaran seni kolaborasi dengan Teater Muslim
milik pengusaha produsen Tempe yaitu Pedro Sudjono di Gedung
Bhakti Jalan Yudonegaran.3 Koprs Seni Budaya IMM menampilkan
paduan suara ( vocal group ) sebagai pembukaan lalu disusul dengan
pertunjukan drama dan teaternya. Agenda ini dalam momen
penyambutan anggota baru.
Pada era ini anggota IMM bukan berasal dari basis kampus
melainkan masih berasal dari basis kampung, dengan tingkat
kecamatan disebut kelompok. Di Yogyakarta misalnya yang
termasyhur adalah IMM Kelompok Gondomanan dan IMM Kelompok
Pakualaman. Sedangkan dikampus IMM hanya memiliki lembaga
perwakilan semisal jika di Yogyakarta seperti Perwakilan IMM UGM
dan Perwakilan IMM IAIN.4
Lalu yang terjadi di HMI IAIN Yogyakarta era 1966 adalah
sering mengadakan apel massa di Alun-Alun Utara dalam
3 Wawancara Syamsu Udaya Nurdin, 20 Oktober 2012, Pkl
09:35 WIB. Di Kediamannya Perum Griya Kencana Permai, Blok D2, N0.13, Sedayu, Yogyakarta.
4 Wawancara Rosyad Sholeh, 9 Oktober 2012, Pkl 10:00 WIB.
Di Kantor Badan Pembina Harian ( BPH ), Rektorat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Jalan Lingkar Barat Ringroad Tamantirto Kasihan Bantul.
192
penyambutan anggota baru.5 Rangkaian agenda apel ini disusul
dengan jalan rute panjang secara bersama ( long march ) hingga
menuju Klaten. Dari Klaten naik kereta api menuju Solo kemudian
kembali ke Klaten dengan angkutan truk dan terakhir jalan kaki
kembali menuju Yogya. Para anggota HMI disuruh mengenakan topi
kukusan yang terbuat dari bambu kemudian dicat warna hijau
bertuliskan HMI dengan meneriakkan yel-yel ala HMI. Ketika masa
ini anggota HMI masih terdaftar tiap rayon yakni dengan basis
kecamatan seperti rayon Gondomanan yang diikuti Susilaningsih.
Pada era 1966 ini moda transportasi dalam mobilitas
pergerakan mahasiswa menurut Syamsu Udaya dan Susilaningsih
adalah menggunakan sepeda kayuh dengan model berbentuk hewan
unta sehingga dijuluki dalam bahasa Jawa dikenal sepeda ontho.
Jika beramai-ramai atau secara bersama dalam jumlah banyak,
mereka menyewa truk atau mobil kap terbuka atau dikenal mobil
pick-up.
Antara tahun 1967 hingga akhir tahun 1971 terdapat diskusi
jaringan aktivis HMI Yogyakarta yang bernama Lingkaran Diskusi
Limited Group yang dibimbing oleh Mukti Ali. Seorang doktor Ilmu
5 Wawancara Susilaningsih Kuntowijoyo, 29 September 2012, Pkl 10:49 WIB. Di Kantor Dosen PAI, Fakultas Tarbiyah, Jalan Laksda Adisucipto Sapen IAIN SUKA Yogyakarta.
193
Perbandingan Agama IAIN Yogyakarta. Forum diskusi ini diadakan
setiap Jumat sore di rumah dinas Mukti Ali. Yakni didalam Komplek
IAIN Sunan Kalijaga Demangan.6 Penggiat utama dari diskusi ini
adalah Ahmad Wahib yang mendokumentasikan kesimpulan berbagai
diskusi Limited Group melalui pikiran-pikirannya yang dituangkan
melalui catatan hariannya. Ahmad Wahib adalah aktivis HMI
Fakultas Ilmu Pasti dan Alam ( FIPA ) UGM. Ia berasal dari Sampang
Madura dan tinggal di asrama mahasiswa Realino Katolik.
Selain Ahmad Wahib terdapat penggiat-penggiat HMI
Yogyakarta seperti Dawam Rahardjo dari HMI Fakultas Ekonomi
UGM dan Djohan Effendi dari HMI Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga.
Mereka bertiga sering berdiskusi dengan mengundang para
akademisi, wartawan, seniman dan senior HMI seperti Syu’bah Asa,
Saifullah Mahyudin, Kuntowijoyo, Rendra, Muin Umar, Kamal
Muchtar, Simuh, dan Wadjiz Anwar.7 Sedangkan para senior HMI
seperti Deliar Noer, Nono Makarim, Lafran Pane, Pranarka, Sutrisno
Hadi, Sudjito, dan Karkono. Karena sering mengundang tokoh-tokoh
6 Mukti Ali , “ Kata Pengantar: Ahmad Wahib : Anak Muda
Yang Bergulat Dalam Pencarian” dalam Catatan Harian Ahmad Wahib: Pergolakan Pemikiran Islam, Djohan Effendi & Ismed Natsir (ed ) (Jakarta: LP3ES, 1981 ), hlm. 1.
7 Ibid.
194
akademisi maka mereka mendapat akses untuk mengundang para
peneliti asing seperti Boland, Bakker, Niels Mulder, dan James
Peacock.8
Pada forum diskusi terbatas ini yang dibincangkan adalah
masalah kebudayaan, keagamaan, teologi, ideologi, politik, dan
institusi-institusi masyarakat yang berpengaruh di Indonesia.
Diskusi ini adalah forum bebas, kritis, dan reflektif sehingga tidak
heran jika Wahib menulis refleksi atau renungan permasalahan
masyarakat dalam catatan hariannya terutama di tahun 1966 hingga
1973.9
Pada era 1967-1968 forum ini mendalami wacana-wacana
sekularisasi, modernisasi, dan westernisasi. Wahib menyebutkan
pasca Gestapu yakni pikiran aktivis HMI Yogyakarta memasuki sikap
kritis yang punya ide bahwa wacana modernisasi dianggap perlu
dalam Islam. Dengan begitu para pimpinan HMI Jawa Tengah dan
Yogyakarta terpecah menjadi dua antara yang kontra modernisasi
maupun yang pro modernisasi. Pada saat itu Dawam tidak setuju
dengan wacana tersebut sedangkan Djohan dan Manshur Hamid
8 Ibid, hlm. 2. 9 Djohan Effendi & Ismed Natsir ( ed ) , Catatan Harian Ahmad
Wahib: Pergolakan Pemikiran Islam (Jakarta: LP3ES, 1981 ), hlm. 13-14.
195
adalah yang setuju perihal tersebut. Wahib menilai Djohan dan
Manshur lebih liberal daripada Dawam, Sularso dan Djoko yang
menempati staf PB HMI.10 Djoko dan Sularso adalah mantan
pengurus HMI Yogyakarta yang diangkat menjadi staf PB HMI perlu
mondar-mandir Jakarta-Yogya karena masih kuliah di Yogyakarta.11
Kedua orang ini jika tiba di Yogyakarta selalu mengadakan diskusi-
diskusi.12
Pertengahan tahun 1967 Djohan Effendi menjadi pemantik
diskusi berjudul “ Islam Bukan Ideologi”.13 Ia menulis paper diskusi
tersebut bersama penggiat pusat IMM yang juga aktivis HMI seperti
Amien Rais dan Mochamad Arief. Paper Djohan tersebut telah dibawa
Sularso ke Jakarta, Dawam juga bilang bahwa terdapat kesimpulan
baru tentang Islam.14 Menurut Wahib, awal tahun 1968 konsep
diskusi terbatas ( limited group ) sudah mulai hilang karena
pesertanya dari berbagai kalangan termasuk dari non-muslim. Dan
10 Ahmad Wahib, Catatan Harian Ahmad Wahib: Pergolakan Pemikiran Islam, Djohan Effendi & Ismed Natsir (ed). (Jakarta: LP3ES, 1981 ), hlm. 149.
11 Ibid. 12 Ibid. 13 Ibid, hlm. 150. 14 Ibid.
196
hubungan HMI Yogyakarta dengan HMI Jateng mulai membaik
karena pewacanaannya telah diterima beberapa pimpinan. Ketika
bulan Oktober 1967 Wahib diundang sebagai pengisi training
organisasi Islam yang tergabung dalam Amal Muslimin DIY.15 Dia
menyampaikan perihal wacana Islam bukan ideologi, serentak
memicu reaksi kontroversi dari para peserta kemudian langsung
dijembatani oleh Mukti Ali sebagai pembina.
Wacana “Modernisasi” mulai diterima oleh PB HMI Jakarta
pada pertengahan 1967, berkat Sularso dan Djoko yang mondar-
mandir Jakarta-Yogyakarta. Tetapi Wahib diberi prasaran oleh PB
HMI Jakarta supaya jangan menggunakan kata “ modernisasi”.16
Semenjak itu, Wahib memikirkan bahwa wacana sekularisasi sebuah
keharusan sedangkan wacana sekularisasi-westernisasi adalah
kekhawatiran.17 Sementara itu, pada tahun yang sama Djohan
terlihat jatuh cinta kepada Sholichah. Seorang aktivis Korps-HMI-
Wati ( KOHATI ) bagian Keputrian yang tinggal di Purwokerto. Namun
sikap Djohan menjadi pendiam jika bertemu dengan Sholichah.
Meski surat-menyurat dengan alasan terdapat acara HMI di
15 Ibid. 16 Ibid, hlm. 151. 17 Ibid.
197
Kaliurang.18 Menurut Sholichah, Djohan termasuk tipe pria yang
rumit membedakan antara surat cinta dengan nota pemberitahuan
HMI.
Berdasar souvernir kenang-kenangan Kohati yang berbentuk
plakat bendera mungil. Beberapa souvernir ini dikoleksi Siti Hadiroh
ialah aktivis putri Kohati HMI di Fakultas Sastra UGM era 1968
hingga 1969. Bahwa Kohati Cabang Yogyakarta telah mengadakan
serangkaian kegiatan penataran tentang keputrian HMI. Dimulai dari
penataran “Senior Course” pada tanggal 4 sampai 12 Mei tahun 1968
di daerah Kraguman Klaten. Lalu tanggal 9 hingga 13 September
tahun 1968 Kohati mengadakan peningkatan ( upgrading ) sekretariat
dan reuni mantan sekretaris di daerah Mlangi. Kemudian tanggal 24
sampai 29 April tahun 1969 upgrading kesekretariatan Kohati di
daerah Berbah.
Akhir tahun 1967 hingga 1969 terdapat perbedaan faksi dalam
tubuh HMI selain Masyumi. Antara PB HMI Jakarta yang lebih
cenderung ke PNI dan HMI Cabang Yogyakarta yang cenderung PSI.
Perihal itu masing-masing ada alasannya. PB HMI tidak suka dengan
PSI disebabkan ketakutan terhadap nilai-nilai sekular dan
18 Ahmad Gaus, Sang Pelintas Batas : Biografi Djohan Effendi (
Jakarta: Kompas-ICRP, 2009 ) hlm. 83-84.
198
westernisasi sedangkan HMI Yogyakarta lebih tertarik PSI karena
model pengkaderannya berorientasi menuju pengembangan rasio.19
Pada tahap berikutnya PB HMI menilai HMI Cabang Yogyakarta
bahwa tidak punya akar rumput atau basis massa HMI Yogyakarta
sangat sedikit. Maka dari itu, Djohan dan Manshur selalu
menyebarkan perlunya sedikit personil tetapi kreatif ( creative
minority ) untuk menentang penilaian PB HMI Jakarta. Menurut
Wahib, pada masa ini HMI mempunyai dua kutub yaitu antara kutub
Yogyakarta dengan kutub Jakarta. Jakarta dengan representasi figur
Nurcholish beserta koalisi yang mendukungnya yaitu grup Bandung
seperti Endang dan Saifuddin karena tulisan “Islamisme” ala
Nurcholish sedangkan HMI Cabang Yogyakarta dengan figur Djohan
dan Manshur karena wacana sekularisasi dan westernisasi. Pada
akhirnya diskursus wacana di HMI Yogyakarta perlahan ke HMI
Jakarta. Hingga Nurcholish sebagai ketua PB HMI menyatakan “ jalur
19 Nurcholish Madjid diamati Wahib sebagai pribadi yang tidak
suka dengan PSI. Ia lebih dekat dengan faksi Sukiman-Yusuf Wibisono yaitu tokoh Masyumi yang dekat dengan PNI. Ia tidak suka dengan PSI karena Natsir-Roem-Sjafruddin yang beraliran sosial-demokrat.Bahkan Nurcholish pernah menulis artikel “ Tiada Maaf Bagi Mereka Yang Pernah Bekerjasama dengan PSI “. Lihat dalam Ahmad Wahib, op.cit, hlm. 159-160.
199
Jakarta-Yogya adalah jalur ide sedangkan jalur Jakarta-Bandung
adalah jalur politik”.20
Pada bulan Februari tahun 1969, Djohan mulai terbuka dan
formal perihal sekularisasi dalam penataran kader HMI di Kaliurang
sehingga ia banyak mendapat kecaman dari para peserta.21 Pada saat
itu Dawam belum menunjukkan sikap setuju perihal sekularisasi.
Djohan menjadi pemantik dalam sebuah front pertentangan
pendapat. Sejak masa perkaderan tersebut, Wahib dan Djohan
menjadi lawan bagi aktivis HMI yang menentang westernisasi-
sekularisasi. Kedua aktivis ini bahkan dianggap tidak berhak menjadi
kader HMI oleh Salman Karim, Imaddudin, dan Endang yaitu
kelompok HMI Bandung.22 Anggapan tersebut membuat Wahib
menjadi kecewa hingga suatu saat menulis catatannya dengan judul
“ Sikap Dasar Kaum Intelektual Islam” sambil menulis puisi dalam
catatan hariannya tertanggal 14 Agustus 1969.23
20 Ibid, hlm. 160. 21 Ibid. hlm. 151. 22 Ibid. hlm. 28. 23 Bait-bait puisi Ahmad Wahib terdapat pada lampiran. ibid,
hlm. 34.
200
Pada telaah catatan Wahib berikutnya adalah menarik
dikarenakan sebelum Wahib keluar dari keanggotaan HMI, selain ia
punya kebiasaan menulis renungan problematika umat Islam dan
HMI. Setidak-tidaknya dari tiga catatan ini yang dimaksud editor
sebagai “ Catatan Pergolakan Pemikiran Islam” atau reaktualisasi
pemikiran Islam dengan judul-judul catatan sebagai berikut : “ Diam-
diam Kita Menganut Sekularisme”, “ Nilai-nilai Lama dan Baru”, “
Haruskah Aku Memusuhi Mereka Yang Bukan Islam Dan Sampai
Hatikah Tuhan Memasukkan Mereka ke Dalam Neraka ?”.24
Pada catatan Wahib tertanggal 30 September 1969. Ia dan
Djohan menyatakan keluar dari keanggotaan HMI. Wahib pun
memberikan sebuah memo yang berjudul “ Memorandum
Pembaharuan dan Kekaderan”.25 Harapan terakhir Wahib adalah
bahwa pimpinan HMI tidak perlu memikirkan dia dan Djohan keluar
dari HMI akan tetapi memikirkan penyebab dua orang aktivis ini
keluar dari organisasi.26
Menurut Chumaidi bahwa keluarnya Wahib dan kawan-kawan
karena Nurcholish telah menetapkan dua periode untuk tetap
24 Catatan pemikiran Ahmad Wahib . ibid, hlm. 37-39. 25 Ibid. hlm. 44. 26 Ibid. hlm. 45.
201
menjadi ketua umum HMI pada kepengurusannya sehingga menurut
penilaian Wahib dan kawan-kawan perihal tersebut dapat memupus
kaderisasi Jawa Tengah dan Yogyakarta.27 Perihal ini menurut
Chumaidi disebabkan Badan Koordinasi HMI Jawa Tengah dan HMI
Cabang Yogyakarta telah mencalonkan Tawangalun sebagai Ketua PB
HMI dari periode kedua Nurcholish sesungguhnya menjadi giliran
Tawangalun.
B. Nuansa Pengkaderan Akar Rumput
Masih pada era 1968 hingga 1969 Siti Hadiroh menggiatkan
Kohati HMI hingga tingkat Cabang Yogyakarta. Hadiroh mengkader
adik angkatannya yang bernama Widi Saebani, Susilaningsih, Hartati
Badawi, dan Herly Uswatun Khasanah. Kohati semasa Hadiroh
mempunyai program organisasi seperti penataran kepemimpinan
perempuan, sosialisasi peran perempuan dalam rumah tangga
maupun karir, dan penataran persiapan menjelang pernikahan.28
Aktivis busana Kohati semasa Hadiroh masih memakai rok dan
memakai kerudung tetapi belum ada istilah jilbab. Untuk pemakaian
27 Wawancara Chumaidi Syarif Romas, 24 Oktober 2012, Pkl 19:20 WIB. Di kediamannya jalan. Bedukan RT 5 Desa Plered, Kecamatan Plered Bantul Yogyakarta.
28 Wawancara Siti Hadiroh Ahmad, 24 Oktober 2012, Pkl 16:35 WIB. Di Kediamannya Kauman Gondomanan, Kompleks Masjid Besar Alun-Alun Utara, Yogyakarta.
202
kerudung juga dibebaskan. Dan beberapa aktivis putri yang hanya
mengenakan kebaya Jawa ( jarik ) dengan motif batik termasuk
Hadiroh dan Wasilah dari Lembaga Dakwah HMI di Farmasi UGM.
Sedangkan aktivis putranya seperti layaknya mode mahasiswa era
1960an yaitu memakai baju atau biasa disebut hem dan memakai
celana berkain drill. Kecuali pada agenda organisasi HMI para
pimpinan HMI memakai selempang bergaris warna hijau-hitam
dengan songkok hitam.29
Kebiasaan kalangan aktivis HMI Yogyakarta dikala senggang
selalu makan jajan bersama seperti lotisan atau makan lotis
bersama.30 Mereka sering berkumpul secara kolektif di basis-basis
rayon seperti Gondomanan atau Jetis sedangkan markas pusatnya
berada di Sekretariat HMI Yogyakarta terkenal di daerah Dagen pada
masa ini.31 Menurut Chumaidi, sekretariat HMI di daerah Dagen yang
29 Wawancara Siti Hadiroh Ahmad, 24 Oktober 2012, Pkl 16:35
WIB. Di Kediamannya Kauman Gondomanan, Kompleks Masjid Besar Alun-Alun Utara, Yogyakarta.
30 Lotis yaitu jajanan pencuci mulut berupa buah-buahan
dipadu dengan sambal bumbu gula Jawa yang telah diracik. Dalam Wawancara Siti Hadiroh Ahmad, 24 Oktober 2012, Pkl 16:35 WIB. Di Kediamannya Kauman Gondomanan, Kompleks Masjid Besar Alun-Alun Utara, Yogyakarta.
31 Wawancara Siti Hadiroh Ahmad, 24 Oktober 2012, Pkl 16:35
WIB. Di Kediamannya Kauman Gondomanan, Kompleks Masjid Besar Alun-Alun Utara, Yogyakarta.
203
terletak dekat dengan daerah Sosrowijayan ini milik dokter
Baghowi.32 Dia adalah seorang dokter sekaligus dosen kedokteran
UGM.
Semasa Hadiroh menjadi aktivis, HMI sering mengadakan
pelatihan kader sembari rekreasi di daerah pinggiran sekitar
Yogyakarta seperti Kaliurang, Brosot dan Muntilan. Lalu sering
mengadakan kegiatan kesenian seperti Paduan Suara dengan
komunitasnya bernama Pecinta Musik Muslim Yogyakarta di
kawasan Kotabaru yaitu rumah Widi Saebani. Kemudian juga
mengadakan teatrikal atau drama untuk penutupan Masa
Penerimaan Calon Anggota HMI ( Maperca HMI ).33
Semasa Hadiroh model hubungan percintaan sesama aktivis
adalah saling menjodohkan antar teman kalangan HMI atau istilah
bahasa Jawa disebut dipacokke atau dijodohkan lewat gosip humor
ala mahasiswa. Menurut Hadiroh karena terdapat proses bersama-
32 Wawancara Chumaidi Syarif Romas, 24 Oktober 2012, Pkl
19:20 WIB. Di kediamannya jalan. Bedukan RT 5 Desa Plered, Kecamatan Plered Bantul Yogyakarta.
33 Wawancara Siti Hadiroh Ahmad, 24 Oktober 2012, Pkl 16:35
WIB. Di Kediamannya Kauman Gondomanan, Kompleks Masjid Besar Alun-Alun Utara, Yogyakarta.
204
sama menjalani kegiatan secara bersama hingga interaksi yang terus-
menerus menimbulkan perasaan cinta atau dalam peribahasa Jawa
disebut witing tresno jalaran kulino. Maka dari itu, terdapat pasangan
aktivis yang langgeng menjalani pernikahan seperti Hadiroh sendiri
dengan Ahmad Muhsin Kamaludiningrat, Makmuri dengan Izanah,
Djohan dengan Sholichah dan Sugiat dengan Ummu Hanim
sedangkan di HMI Jakarta seperti Mar’ie Mohammad dengan Etik
Syuhada.34 Pola seperti ini tidak hanya terjadi di HMI tetapi juga di
IMM seperti Djasman Al-Kindi dengan Elida Bustami dan Zulkabir
dengan Siti Romlah.35
Di pihak pergerakan IMM Yogyakarta era 1969 telah
menyelenggarakan Konferensi Nasional ( Konfernas ) perihal
konsolidasi organisasi dan kaderisasi beserta diskusi permasalahan
umat Islam masa ini.36 Kemudian menetapkan sistem pengkaderan
berjenjang dengan tingkat dasar, madya, dan paripurna. Kesemua ini
34 Wawancara Siti Hadiroh Ahmad, 24 Oktober 2012, Pkl 16:35 WIB. Di Kediamannya Kauman Gondomanan, Kompleks Masjid Besar Alun-Alun Utara, Yogyakarta.
35 Wawancara Rosyad Sholeh, 9 Oktober 2012, Pkl 10:00 WIB.
Di Kantor Badan Pembina Harian ( BPH ), Rektorat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Jalan Lingkar Barat Ringroad Tamantirto Kasihan Bantul.
36 Farid Fathoni, op.cit, hlm. 144.
205
dengan landasan filosofi sahabat Nabi yang rumahnya dipakai pada
awal dakwah Islamisasi dengan nama Darul Al-Arqom.
Pada Konfernas IMM ini juga telah merancang jenjang malam
keakraban ala IMM yang bernama Masa Kasih Sayang ( Makasa ).37
Makasa ini bersifat low profile sehingga menurut Farid Fathoni tidak
terkesan perpeloncoan mahasiswa baru. Malangnya pada penutupan
Konfernas IMM ini telah wafat K.H Badawi sehingga acara
pementasan Ketoprak Kalimasyada IMM terpaksa dibatalkan
kemudian diganti acara berkabung.38 Farid Fathoni telah menyimpan
koleksi foto-foto dari Konfernas III IMM di Yogyakarta.
Pada foto pembukaan Konfernas terlihat para peserta IMM
antusias dengan mengenakan jas dan dasi ala busana Barat dipadu
dengan songkok lalu disambut dengan paduan suara ( vocal group )
barisan putri dengan busana kebaya Jawa dipadu dengan
kerudung.39Pada Konfernas ini Kasman Singodimedjo memberikan
37 Ibid. hlm. 145. 38 Ibid. 39 Ibid. hlm. 146.
206
ceramah.40 Kemudian pada foto terakhir tampak Amien Rais sedang
memimpin salah satu sidang Konfernas.
Di pihak kepengurusan IMM Pusat telah terpilih Mohammad
Arif sebagai ketua Pembinaan Immawati ( Keputrian IMM ). Ia berasal
dari kelompok IMM Yogyakarta bernama Suwalby.41 Keterpilihan Arif
ini dalam momen Musyawarah Nasional ( Munas ) ke III yang berada
di Yogyakarta. Periode era 1971 dianggap oleh kalangan IMM sebagai
periode pengembangan organisasi dengan reformasi sistem
persidangan organisasi seperti Konferensi Cabang ( Konfercab )
diubah menjadi Musyawarah Cabang ( Muscab ) disertakan
penetapan Mars Lagu IMM dan Hmyne IMM. Farid Fathoni juga telah
menyimpan koleksi foto-foto dari Munas III IMM. Pada foto pertama
nampak spanduk Munas III IMM telah terpasang di kompleks Masjid
Agung Yogyakarta. Pada bagian foto kegiatan Munas tahun 1971
nampak Djasman mengenakan jas dan dasi ala busana Barat dengan
menemani Sudibyo Markoes. Lalu Rosyad Sholeh terlihat menulis
surat-menyurat organisasi dengan menggunakan mesin ketik dan
foto Amien Rais berbincang dengan pimpinan Muhammadiyah yaitu
40 Data deskripsi foto didapat dari koleksi dokumentasi
pembukuan. Farid Fathoni, ibid, hlm. 146. 41 Ibid, hlm 158.
207
Djarnawi Hadikusumo. Disusul dengan pengurus putri tingkat pusat
IMM seperti Elida Bustamy dan Siti Romlah keduanya mengenakan
busana kebaya Jawa dan kerudung. Terakhir, yakin foto-foto
berbagai peserta Munas III yang datang dari berbagai daerah seperti
Bali, Jateng, Lampung, Jakarta kemudian berkumpul bersama di
Yogyakarta. 42
Pada tingkat propinsi, DPD IMM DIJ telah dilantik dengan
ketua Rusli Beslik untuk periode 1971 hingga 1974. Pada informasi
ini terlihat foto agenda pelantikan pengurus. Para pengurus putra
pada mengenakan baju putih lengkap dengan dasi lalu setelan celana
kantoran dan beberapa mereka ada yang memakai songkok hitam
sedangkan pengurus putri mengenakan busana kebaya Jawa dengan
kerudung.43
Pengurus PMII Cabang Yogyakarta mengundang Nurcholish
untuk mengisi Pembukaan Penataran Kader PMII yang bernama
Mapraba. Dalam penataran kader PMII yang diadakan awal tahun
42 Data deskripsi foto didapat dari koleksi dokumentasi
pembukuan. Farid Fathoni, ibid, hlm. 159-162. 43 Suara Muhammadiyah.“ Mengislamkan Umat Islam Kembali
”. Edisi 8/1971. hlm. 9.
208
1970 ini, para aktivis PMII menganggap Nurcholish telah tersesat.44
Karena penyebaran artikel Nurcholish yang berjudul “ Modernisasi
Bukan Westernisasi” dalam Mimbar Demokrasi telah mengundang
perhatian terhadap Muhammadiyah dan NU. Pimpinan
Muhammadiyah merasa tidak diakui gerakan pembaharuannya.
Sedangkan pimpinan NU menganggap Nurcholish telah mengabaikan
keyakinan Islam ( aqidah ).
Aktivis PMII Yogyakarta pada tahap berikutnya seperti Umar
Basalim dan Slamet Effendy telah berperan dalam merumuskan
Deklarasi Independensi PMII dari NU dan Pemerintah RI karena
kekalahan PNU pada Pemilu 1971 yang hanya mendapat 58 kursi
dari 360 kursi.45 Kemudian dampak Malari di Jakarta membuat
gerakan mahasiswa ekstra-universiter di Yogyakarta terkena tekanan
kebijakan NKK/BKK hingga beberapa fakultas di UGM telah digrebek
44 Ibid. hlm. 167. Peneliti mengakui kekurangan dalam penulisan gerakan PMII dari era 1966 hingga 1970 karena tidak ditemukan sumber atau catatan yang memuat gaya hidup gerakan PMII di Yogyakarta dari era tersebut kecuali dari catatan harian Ahmad Wahib. Perihal ini disebabkan peneliti hanya punya akses bertemu dan mewawancarai mantan pengurus PMII Yogyakarta yang aktif dari tahun 1979 hingga 1992 seperti Fajrul Falaakh, Gus Masrur, dan Hamdan Daulay.
45 Pelaksanaan Deklarasi Independensi PMII berada di
Murnajati Lawang Malang Jatim sehingga terkenal dengan Deklarasi Murnajati. Fauzan Alfas, PMII Dalam Simpul-Simpul Sejarah Perjuangan ( Jakarta: PB-PMII,2004), hlm. 55-59.
209
oleh sejumlah aparat, setidaknya pengawasan aparat terhadap
gerakan mahasiswa hingga era 80-an.46
Meski kebijakan NKK/BKK menekan tetapi program-program
organisasi mahasiswa tetap berjalan apa adanya. Demikian dengan
pengurus IMM dengan melaksanakan program pemberdayaan “ 100
Desa” daerah Gunung Kidul yang dipimpin oleh Syamsu Udaya
hingga ia mendapat jodoh dari salah satu desa di Gunung Kidul.47
Pada periode kepengurusan Zulkabir era 1977, IMM telah
mengadakan kajian undang-undang Keormasan Pemuda dalam
agenda Mukerstudi yang berada di Kaliurang. Dalam kajian tersebut
mereka menganggap KNPI terlalu dominatif dalam mewakili aspirasi
generasi pemuda.
46 Wawancara Fajrul Falaakh, 29 Oktober 2012, Pkl 12:30
WIB. Di Kantor Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Jalan Sosio-Yustisia Bulaksumur UGM Yogyakarta.
47 Slamet Sukirnanto, “ Mas Tris Yang Saya Kenal “ Ali Taher
Parasong & Sudar Siandes (ed). Biografi Sutrisno Muhdam (Jakarta: Pemuda Muhammadiyah, 2000) hlm. 49.
210
C. Serba-Serbi HMI Komisariat IKIP
Pada penelusuran gaya gerakan mahasiswa Islam tahun 1975
penulis telah dipinjami serangkaian koleksi foto kegiatan HMI
Komisariat Fakultas Keguruan Ilmu Ekonomi ( FKIE ) dan Fakultas
Keguruan Ilmu Sosial ( FKIS ) IKIP Yogyakarta yang mendapat dari
alumni HMI bernama Said Tuhuleley. Said terdaftar menjadi anggota
HMI IKIP tahun 1974 lalu aktif hingga tahun 1982. Said sendiri
termasuk kelompok alumni angkatan Basic Training ( Batra ) HMI
yang bernama Sambu 3.
Pada foto era 1975 terdapat agenda pembukaan Rapat
Tahunan Anggota ( RTA ) HMI FKIE. Pada foto ini menggambarkan
Said sedang berdiskusi dengan tiga orang temannya. Said pada masa
ini masih berambut gondrong dengan hem berwarna putih dan
berkerah lebar. Sedangkan temannya yang berada di tengah memakai
hem kotak-kotak lengan panjang dan pemakai kacamata hitam yang
sedang ditaruh diatas meja. Kemudian temannya yang sebelah kanan
memakai kacamata dan mengenakan jas putih mirip busana Elvis
Pressley. 48
48 Data deskripsi foto didapat dari koleksi pribadi Said
Tuhuleley.
211
Pada foto kedua era 1975 beberapa aktivis HMI IKIP ikut
berpartisipasi dalam agenda pelantikan Senat Mahasiswa FKIS. Said
dengan temannya sebagai tamu undangan. Nampak Said
mengenakan selempang kebesaran HMI dipadu dengan setelan jas.
Lalu temannya juga mengenakan busana mirip Said hanya
mengenakan songkok dengan atribut HMI berwarna hijau-hitam.
Tampak teman yang duduk di sebelah Said sedang menikmati rokok
sambil bergurau dengan Said. Sementara teman lainnya terlihat
dalam mengenakan celana berwarna putih lengkap dengan setelan
jas dan nampak mengenakan alas kaki sepatu pantopel berwarna
hitam.49
Pada foto ketiga terlihat dengan beberapa temannya
mengadakan audiensi dengan Direktur Kemahasiswaan Departemen
Pendidikan. Nampak Said dan teman-temannya mempunyai mode
rambut gondrong dan salah satu teman Said terdapat aktivis putri
yang duduk dibelakang Said. Tampaknya pada era 1975 aktivis putri
belum mengenakan jilbab tetapi berbusana baju dengan terusan rok
panjang.50
49 Data deskripsi foto didapat dari koleksi pribadi Said
Tuhuleley. 50 Data deskripsi foto didapat dari koleksi pribadi Said
Tuhuleley.
212
Pada foto keempat terlihat HMI IKIP mengundang Emha Ainun
Najib atau dengan sapaan akrab Cak Nun. Emha mengisi pembacaan
sajak dalam agenda HMI Korkom IKIP yang bertema “ Gelora
Kebangkitan Islam “. Pada foto kelima terdapat kenangan agenda
memperingati Hari Besar yakni Isra’ Mi’raj yang diadakan HMI IKIP.51
Pada foto keenam telah menggambarkan kegiatan dalam
rangka Milad HMI tahun 1975. Aktivis Kohati HMI IKIP mengadakan
lomba tenis meja seperti Latifah dan Nisa dan tampak teman mereka
sedang fokus bermain tenis meja, sedang yang lainnya menonton
temannya yang sedang bermain. Dari foto keenam ini tampak alami
karena semua aktivis putri tidak mengenakan kerudung maupun
jilbab. Seperti ala kadarnya mereka memakai kaos olahraga atau
kaos oblong dengan terusan rok pendek. Mungkin supaya lebih luwes
dalam bermain tenis meja. Kemudian dibelakang Latifah terlihat
kendaraan motor model Vespa sedang diparkirkan depan sekretariat
HMI. Tampaknya motor Vespa menjadi alat transportasi kalangan
mahasiswa era 1975.52
51 Data deskripsi foto didapat dari koleksi pribadi Said
Tuhuleley. 52 Data deskripsi foto didapat dari koleksi pribadi Said
Tuhuleley.
213
Pada foto selanjutnya yang menggambarkan seorang aktivis
HMI bernama Zainal telah berpose di Candi Borobudur pada tahun
1976. Pada foto ini Zaenal tampak mengenakan celana cut-bray
model hingga sepatunya tertutupi oleh celananya. Model hem juga
mirip dengan Said yaitu berkerah lebar dan ketat, tampaknya ini
menjadi mode pemuda era 1970-an.53
Pada foto terakhir telah menggambarkan Said dan teman-
teman aktivis HMI bertamasya ke suatu pantai Yogyakarta. Said
ditemani oleh Arifin, Lutfiah, Dewi, dan Afid. Para aktivis putra
mengenakan kaos oblong sambil membawa jaket dipadu celana cut-
bray dengan pantopel. Sedangkan dua aktivis putri mengenakan hem
lalu ada yang memakai rok maupun celana cut-bray dan sama sekali
tidak mengenakan kerudung maupun jilbab.54
Pada serba-serbi kegiatan HMI IKIP Karangmalang era 1976-
1978 telah begitu jelas karena penulis menemukan sumber
peninggalan berupa majalah HMI IKIP bernama “ Bulletin Sosio HMI”.
Bulletin ini diterbitkan oleh HMI Komisariat FKIS-IKIP Yogyakarta
dibawah pimpinan redaktur Abbas disertai anggota tim redaksinya
53 Data deskripsi foto didapat dari koleksi pribadi Said Tuhuleley.
54 Data deskripsi foto didapat dari koleksi pribadi Said
Tuhuleley.
214
seperti Bachrum, Rusli Karim, Aan Istianah, Sudirdjo, Qomarrudin,
Muhibbah, Wiryatno, dan Yekti Suwarni. Alamat markas redaksi ini
berada di Demangan GK 11/64 Yogyakarta. Pada konten dari Bulletin
ini tertera laporan keuangan kebutuhan organisasi setiap bulan
misalnya pada bulletin edisi No.1/Th.IV/1976 telah menyampaikan
bahwa saldo keuangan bulan April sebanyak Rp.35.000,00 ditabung
pada Bank BNI 1946. Kemudian sumber keuangan HMI IKIP ini
berasal dari sumbangan para alumni, anggota HMI yang menerima
beasiswa Supersemar dan PDK, dan iuran para aktivis HMI.55
Pada rubrik utama Bulletin Sosio edisi ini memuat berbagai
berita dan informasi seperti perkenalan Basic Training ( Batra )
sebagai pelatihan formal dengan landasan NDP HMI dan teknik
latihan berpidato yang ditulis Muhibbah sebagai Ketua HMI FKIS.
Bahkan Muhibbah mengakui tertarik HMI ketika acara Batra di
daerah Benik Kulonprogo.56
Lalu terdapat artikel tentang “ Pandangan Islam Terhadap
Wanita Yang Sedang Haid” yang ditulis oleh senior HMI bernama Sri
55 Bulletin Sosio HMI. “ Neraca Keuangan HMI KOM FKIS
Bulan April 1976 ”. No. 1/Th.IV/1976. hlm. 14. 56 Bulletin Sosio HMI. “ Batra Sebagai Training Formil
Himpunan Kita ”. No. 1/Th.IV/1976. hlm. 23.
215
Rohmajidah.57 Di rumah Sri Rohmajidah yang berada di Kotagedhe
ini sering diselenggarakan Batra HMI. Kemudian terdapat info
seputar pengajian pengurus HMI yang bertempat di rumah alumni
HMI bernama Abdul Gafur di daerah Kotagedhe.58
Selanjutnya terdapat rubrik sajak atau puisi, Dapur Kohati,
info alumni HMI IKIP, dan berita duka. Pada rubrik sajak ini
tampaknya anggota HMI mendapat aktualisasi diri melalui seni sajak
ataupun puisi seperti contoh sajak yang dikarang Sani Asyrof tahun
1976 dengan judul “ Roda Zaman “.59
Pada halaman terakhir terdapat rubrik “ Dapur Murah Kohati”
yang berisi info bahan masakan, cara-cara memasak dan
menghidangkan sebuah masakan. Pada contoh rubrik ini terdapat
57 Bulletin Sosio HMI. “ Pandangan Islam Terhadap Wanita
Yang Sedang Haid ”. No. 1/Th.IV/1976. hlm. 15. 58 Bulletin Sosio HMI. “ Pengajian Pengurus”. No.
1/Th.IV/1976. hlm. 26. 59 Bait-bait puisi terdapat pada lampiran kolom B No. III.
Bulletin Sosio HMI. “ Roda Zaman ”. No. 1/Th.IV/1976. hlm. 33.
216
tips memasak jajanan Arem-Arem yang dikirim dari Sri Rohmajidah
dengan diakhiri kata “ Selamat Mencoba”.60
Pada edisi Bulletin Sosio bulan Oktober-Nopember tahun 1977
telah memuat pergantian kepengurusan redaksi dari semula Abbas
diganti oleh Hidayat Dalimunthe. Abbas pun mengungkapkan
renungannya selama menjadi pemimpin redaksi dalam rubrik
laporan utama sebagai bentuk perpisahan. Kemudian seperti biasa
terdapat rubrik “ Puisi-Puisi Sosio” dengan penulis anggota HMI
bernama Irin Syafrein Effendyus.61
Pada edisi ini juga memberitakan serangkaian kegiatan
komisariat HMI FKIS pada bulan-bulan Oktober dan Nopember tahun
1977 dalam rubrik “ Varia Komisariat “. Rubrik ini berisi berita
kegiatan komisariat seperti rekreasi komisariat yang diadakan
tanggal 24 Nopember di daerah Kopeng dan Bandungan, pelaksanaan
bimbingan tes mahasiswa baru, diskusi komisariat dengan topik “
Peranan HMI di Perguruan Tinggi, kabar alumni HMI yang akan
60 Bulletin Sosio HMI. “ Dapur Kohati ”. No. 1/Th.IV/1976.
hlm. 39. 61 Bait-bait puisi terdapat pada lampiran. Bulletin Sosio HMI.
“ Puisi-Puisi Sosio”. No. 3-4/Th.V/1977. hlm. 26.
217
belajar ke Amerika, pengumuman Bachrum sebagai ketua Korkom
HMI, pengumuman nama utusan ke tingkat HMI Cabang, dan kabar
aktivis HMI yang baru saja lulus S1.62
Pada edisi Bulletin Sosio bulan Desember tahun 1977 telah
berganti formasi kepengurusan redaksional meskipun beberapa ada
yang tetap. Pemimpin redaktur dijabat oleh Hidayat Dalimunthe
sedangkan ketua umum HMI IKIP FKIS dijabat oleh Edy Sumarno.
Tim redaksi yang baru seperti Sani Asyrof, Al-Alimi, Zaenuri, Lestari,
Bukhori, Suwarni, Sri Gunarsih, dan Munir dengan dikawal redaktur
yang lama seperti Rusli Karim.
Edisi bulletin ini lebih memperkenalkan tentang HMI dengan
judul “Ini Lho HMI” telah terpampang disampul halaman depan. Pada
rubrik utama lebih melaporkan Pekan Diskusi pada bulan Juli tahun
1977 dengan tema reorientasi arah perjuangan HMI. Sebagai pengisi
diskusi ini ialah Makmuri Mukhlas seorang dokter alumni HMI
dengan Hasan Bauw dan Zainal Abidin dari perwakilan HMI Cabang
Yogyakarta. Makmuri mengingatkan bahwa HMI jangan sampai
megalomania tetapi sebagai pemersatu umat Islam dengan
62 Bulletin Sosio HMI. “ Varia Komisariat”. No. 3-4/Th.V/1977.
hlm. 28-29.
218
mencontohkan Nurcholish Madjid dan Ridwan Saidi yang menjabat
fungsionaris PPP, kemudian Zainal Abidin lebih mencontohkan
kekalahan HMI di pemilu mahasiswa UGM karena angkuh dan
ekstrimis tidak menghayati aspek perbedaan mahasiswa di
kampus.63 Pada rubrik berikutnya, editor Rusli Karim juga telah
menulis artikel perihal anjuran ibadah puasa sunnah hari Senin atau
Kamis sehingga para mahasiswa muslim mampu menahan hawa
nafsu mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Pada rubrik selanjutnya telah memuat berita-berita komisariat
seperti pelaksanaan rapat anggota bertempat Sekretariat HMI yang
beralamat di Dagen 16, apresiasi anggota HMI yang berprestasi,
pengumuman agenda Batra HMI di Medari Sleman yang diikuti 61
peserta, pengumuman Intermediate Training HMI di Godean,
Pertemuan Vimalia yaitu sebuah nama kelompok alumni Batra HMI
dan diadakan di Masjid FKT IKIP, pengumuman utusan upgrading
kesekretariatan dan Kohati, kemudian terakhir tentang agenda
63 Bulletin Sosio HMI. “ Laporan Utama : Mempertanyakan
Kembali Arah Perjuangan HMI ”. No. 5/Th.V/1977. hlm. 9.
219
pendidikan pers mahasiswa Islam dan terdapat sesuatu kejutan bagi
yang menjadi peserta.64
Pada edisi Bulletin Sosio bulan November tahun 1978 berisi
editorial kritik terhadap pengurus besar HMI di Jakarta dengan judul
“ Ironi Buat PB HMI”. Ironi ini disebabkan Erwin Syahril sebagai juru
bicara pengurus besar menyatakan sepihak dengan mendukung
Kongres KNPI yang dibiayai pemerintah sehingga melupakan aspirasi
berbagai komisariat HMI yang merupakan basis konstituen HMI.
Padahal permasalahan sesungguhnya bagi komisariat HMI adalah
KNPI selalu memproklamirkan diri sebagai organisasi pemuda yang
paling legal sehingga aspirasinya terlalu mendominasi elemen
pergerakan pemuda yang lain.65 Maka dari itu, KNPI dianggap
memonopoli suara dan aspirasi generasi muda yang ternyata
ditelusuri merupakan organisasi yang dibina Golkar.66
Pada rubrik selanjutnya yang memberitakan serangkaian
kegiatan HMI FKIS-IKIP. Seperti pengajian Kohati di Masjid Jenderal
64 Bulletin Sosio HMI. “ Berita-Berita Komisariat ”. No.
5/Th.V/1977. hlm. 26-27. 65 Bulletin Sosio HMI. “ Ironi Buat PB HMI ”. No.
8/Th.VI/1978. hlm. 2. 66 Ibid.
220
Sudirman komplek Kolombo yang diisi dosen IAIN bernama Elida.67
Pengumuman Batra di Prambanan yang diketuai Muslich
Hasibuan.68 Pengumuman utusan komisariat HMI FKIS ke tingkat
Cabang dengan nama-nama seperti Ngadirin Setiawan dari
Departemen Kader, Syamsul Hidayat dari Biro Logistik, Lukman
Hakiem dari LPMI, Zaenuri dari Departemen Study, dan Sri Gunarsih
dari Kohati.69
Pengumuman latihan drama setiap hari Jumat sore di
sekretariat HMI Korkom yang beralamat jalan Mrican Gang Sambu
3.70 Pengumuman jadwal ceramah busana yang diadakan oleh Kohati
HMI FKIS IKIP yang berada di Gang Sambu 3.71 Pendaftaran
pendidikan pers di Gang Sambu 3.72 Kemudian terakhir adalah reuni
antar kelompok alumni Batra HMI IKIP seperti BGC Palapa ( 1976 ),
67 Bulletin Sosio HMI. “ Varia Komisariat ”. No. 8/Th.VI/1978.
hlm. 20. 68 Ibid. 69 Ibid.
70 Ibid. 71 Bulletin Sosio HMI. “ Varia Komisariat ”. No. 8/Th.VI/1978.
hlm. 21. 72 Ibid.
221
Vimalla Zampang ( 1977 ), dan Mredo Group. Agenda reuni ini
diadakan di Gang Sambu 3.73
Pada tahun 1978 teman-teman kelompok HMI Said beramai-
ramai menonton film bersama mahasiswa lainnya dengan judul “
Braga-Stone “ di halaman kampus IKIP. Tampak mereka sedang asyik
menonton sekaligus menanggapi film tersebut dilengkapi nuansa
humor sedangkan mahasiswa putri berada dibelakang barisan
mahasiswa putra.74 Dari segi penggambaran busana mereka, terlihat
ada yang memakai hem maupun kaos oblong dipadu dengan celana
cut-bray lalu salah satu dari mereka ada yang sedang merokok. Lalu
teramati mode rambut gondrong lengkap dengan kacamata dan jam
tangan di sebelah lengan tangan kiri tampak sedang diminati oleh
mahasiswa putra. Sedang mahasiswa putri tampak mengenakan
busana terusan rok.
73 Ibid.
74 Data deskripsi foto didapat dari koleksi pribadi Said
Tuhuleley.
222
D. Konsistensi Pergerakan Di Tengah Berbagai Tekanan Dan
Tantangan
Implementasi kebijakan NKK/BKK dalam situasi lingkup di
UGM membuat gerakan mahasiswa ekstra-universiter telah
kehilangan basis utamanya. Berbagai spanduk atau brosur
organisasi ekstra sudah tidak tampak lagi pada masa ini. Hal ini
menimbulkan perubahan aktivitas mahasiswa menjadi unit-unit
kegiatan berorientasi minat dan hobi seperti olahraga, kesenian,
kerohanian, dan keilmuan.75 Terutama berbagai jenis kesenian dan
keolahragaan telah banyak diminati oleh kalangan mahasiswa.
Hingga pada tahun ini tiba-tiba gerakan mahasiswa ekstra-
universiter seperti HMI, GMNI, PMII, dan IMM telah bergabung pada
unit kerohanian Islam atau Lembaga Dakwah Kampus ( LDK ) yang
sama yaitu Jama’ah Shalahuddin.76
Pada pihak kalangan IMM Yogyakarta telah terjadi polemik
dengan kalangan IMM Jakarta sehingga menyebabkan Muktamar V
75 Bambang Purwanto, Djoko Suryo, Soegijanto Padmo (eds.),
Dari Revolusi ke Reformasi : 50 Tahun Universitas Gadjah Mada ( Yogyakarta: Pusat Studi Pariwisata UGM, 1999), hlm. 118.
76 Ibid, hlm. 118.
223
IMM tahun 1979 telah gagal dilaksanakan. Akibat negosiasi yang
tidak kunjung menemukan persetujuan antara kedua belah pihak.
Meskipun telah terjadi polemik seperti ini, para aktivis IMM
Yogyakarta mempunyai argumen tersendiri dibanding dengan aktivis
IMM Jakarta. Argumen ini ialah bahwa IMM Yogyakarta ingin
mempertahankan identitas IMM sebagai gerakan dakwah Islam dan
eksponensi mahasiswa Islam dalam Muhammadiyah sehingga perlu
penjagaan orientasi konsentris di Yogyakarta.77
Menurut Rosyad Sholeh polemik ini bukan soal perebutan
jabatan kedudukan organisasi IMM melainkan hanya ingin menjaga
kemurnian Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam sehingga
jika posisi IMM berkedudukan pusat berada di Jakarta maka aspek
politik mempengaruhi misi ideologis tersebut, pola konflik Jakarta-
Jogja ini tidak hanya terjadi di IMM tetapi dari seluruh angkatan
muda Muhammadiyah maupun pimpinan pusatnya.78 Oleh karena
itu, telah muncul istilah dialektis dalam IMM masa ini bahwa poros
77 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 203. 78 Wawancara Rosyad Sholeh, 9 Oktober 2012, Pkl 10:00 WIB.
Di Kantor Badan Pembina Harian ( BPH ), Rektorat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Jalan Lingkar Barat Ringroad Tamantirto Kasihan Bantul.
224
Jakarta adalah poros politik sedangkan poros Yogyakarta adalah
poros ideologi.79
Pada era 1981 PMII Cabang Yogyakarta telah dipimpin Fajrul
Falaakh. Seorang aktivis PMII yang studi di Fakultas Hukum UGM.
Pada periodenya PMII sering mengadakan pentas seni dalam
menyambut anggota baru di Yogyakarta. Pentas seni PMII ini
diadakan Gedung Mandala Wanitatama ataupun Aula Pamungkas
yang berisi pertunjukan drama, teatrikal, dan seni musik berupa
grup band.80 Lalu Fajrul dengan segenap kalangan PMII Yogyakarta
secara basis epistemik intelektual bergabung dengan tokoh PB NU
yaitu K.H. Abdurrahman Wahid atau dengan sapaan akrab bernama
Gus Dur. Koalisi gagasan Gus Dur ini membentuk Forum Demokrasi
( Fordem ) dengan gabungan rohaniawan, akademisi maupun
wartawan seperti Marsillam Simanjuntak, Mangunwijoyo, Magnis
Suseno, Sutanjung dan Rahman Tolleng.
Pada aspek selanjutnya Fajrul menceritakan bahwa alat
transportasi semasa ini adalah sepeda motor dan angkutan umum
79 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 204.
80 Wawancara Fajrul Falaakh, 29 Oktober 2012, Pkl 12:30
WIB. Di Kantor Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Jalan Sosio-Yustisia Bulaksumur UGM Yogyakarta.
225
seperti bus dalam kota. Fajrul sendiri sering naik semi bus yang
datang dari arah Prambanan menuju Yogyakarta.81 Pada aspek
penggambaran busana aktivis Islam era 1980-an menurut
keterangan Fajrul Falaakh bahwasanya pada aktivis putri telah
terjadi pergeseran mode dari kebaya menuju Malaysianan yaitu
sejenis duster terusan.82 Lalu tetap mengenakan kerudung atau
mukena namun memakai penutup rambut semacam tudung atau
ciput. Kemudian pada busana aktivis putra bahwa pemakaian celana
cut-bray telah beralih menjadi celana jeans atau celana kain
kantoran.
Pada era 1982 para aktivis PMII di IAIN Yogyakarta semasa
Masrur Ahmad melakukan serangkaian kegiatan organisasi seperti
diskusi informal sambil nongkrong dan menghisap kretek tanpa
batas waktu. Syarat pengadaan diskusi jika ada uang saku untuk
jajan bersama-sama hingga meninggalkan jadwal kuliah. Bahkan ia
mengaku pada masanya, aktivis PMII yang putra adalah perokok
81 Wawancara Fajrul Falaakh, 29 Oktober 2012, Pkl 12:30
WIB. Di Kantor Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Jalan Sosio-Yustisia Bulaksumur UGM Yogyakarta.
82 Wawancara Fajrul Falaakh, 29 Oktober 2012, Pkl 12:30
WIB. Di Kantor Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Jalan Sosio-Yustisia Bulaksumur UGM Yogyakarta.
226
semua tidak ada aktivis PMII yang bukan perokok. Tema-tema
diskusi yang dibicarakan adalah bagaimana bermasyarakat,
menggerakkan masyarakat, dan memprovokasi masyarakat.83 Masrur
mengadakan diskusi bersama teman-teman kelompoknya seperti
Muhaimin Iskandar, Sastra Juanda, dan Fajrul Falaakh.
Lalu dia bersama teman-temannya melakukan aksi
demonstrasi “bubarkan Golkar” di jembatan sungai Gadjah Wong
hingga Masrur ternyata sadar telah memprotes bapaknya sendiri
yang masih menjabat fungsionaris Golkar. Kemudian di lingkungan
komplek IAIN, PMII masa ini sering menyelenggarakan pentas seni
ala santri selain sebagai kegiatan rekreatif seperti gambus dan
kasidahan beserta seni musik seperti band “ Al-Jamiah”.84
Semasa Masrur menjadi aktivis, PMII IAIN sering mengunjungi
( sowan ) atau silaturrahim kepada ulama atau para Kyai NU
Yogyakarta seperti Kyai Ikhya’ di Tempel, Kyai Qomari Kyai Mukhti
83 Wawancara Gus Masrur, 8 Agustus 2012, Pkl 19:09 WIB. Di
Pondok Pesantren Al-Qodir, Wukirsari, Cangkringan Sleman Yogyakarta.
84 Wawancara Gus Masrur, 8 Agustus 2012, Pkl 19:09 WIB. Di
Pondok Pesantren Al-Qodir, Wukirsari, Cangkringan Sleman Yogyakarta.
227
dan Kyai Maksum di Krapyak Kidul, dan Kyai Romlah Jumali di
Lempong.85 Kemudian Masrur sendiri mengaku di lingkungan IAIN
Yogyakarta pada masanya hubungan PMII dengan HMI dan IMM
sering melakukan perebutan kepengurusan senat mahasiswa
sehingga memang tidak harmonis interaksi hubungan komunikasi
ketiga organisasi ini.
Pada pihak IMM Cabang Yogyakarta dari tahun 1983 hingga
1985 telah diketuai Immawan Wahyudi. Pada masanya IMM selalu
memiliki kendala terhadap Komando Rayon Militer ( Koramil ) karena
permasalahan perijinan agenda pengajian IMM. Pengajian-pengajian
IMM oleh Koramil sering dianggap politis padahal hanya mengupas
seputar materi Tauhid. Semasa Immawan Wahyudi, aktivis putra
maupun putri pernah mengadakan pengajian di daerah Piyungan
dengan berjalan kaki secara rombongan tetapi akhirnya pengajian
dibubarkan oleh Koramil.
Dibawah kepemimpinan Immawan Wahyudi, IMM telah
memiliki 17 komisariat dengan 22 kali latihan pengkaderan. Ia pun
mengecek kegiatan komisariat setiap seminggu sekali dengan
85 Wawancara Gus Masrur, 8 Agustus 2012, Pkl 19:09 WIB. Di
Pondok Pesantren Al-Qodir, Wukirsari, Cangkringan Sleman Yogyakarta.
228
berjalan kaki dari lokasi sekretariatnya di Jalan Ahmad Dahlan.
Makasa IMM Yogyakarta selalu diadakan sangat ramai hingga
mencapai sebanyak 2000 anggota. Pada inagurasi Makasa ini
pertunjukan seni sering diadakan dimulai dari komedi berbahasa
Jawa ( lawak ) hingga grup band musik pop.86 Personil grup band
terdiri dari anggota IMM tetapi vokalisnya mengundang dari PMII.
Kemudian pertunjukan teatrikal dengan komunitas Teater 41 milik
IMM Yogyakarta.87
Pada tahun 1983 telah tiba rombongan utusan IMM dari
Jakarta untuk menemui Pimpinan Pusat Yogyakarta. Mereka
bertemu pimpinan pusat Muhammadiyah dengan mengadakan
sidang di Gedung Dakwah daerah Suronatan. Hasil keputusan sidang
ini membentuk formasi Dewan Pimpinan Pusat Sementara ( DPPS )
atau sejenis caretaker.88 Gagasan tersebut disetujui oleh Kyai AR.
Fakhruddin dan Kyai Djarnawi Hadikusumo selaku pimpinan
Muhammadiyah. Formasi DPPS ini diketuai oleh Firdaus Abbas dan
86 Wawancara Immawan Wahyudi, 8 April 2013, Pkl 13:09
WIB. Di Kantor Pemda Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. 87 Wawancara Immawan Wahyudi, 8 April 2013, Pkl 13:09
WIB. Di Kantor Pemda Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. 88 Farid Fathoni, op.cit., hlm 206.
229
Din Syamsuddin. DPPS masa ini mempunyai tugas untuk
menjalankan kepengurusan harian dan menyiapkan penyelenggaraan
Muktamar IMM.
Pada periode 1983 HMI Cabang Yogyakarta telah memiliki
proyek desa binaan dengan penggiatnya bernama Ikrar Muhammad
Saleh yang menjabat sebagai ketua bidang Kemahasiswaan. Menurut
Ikrar bahwa asal mula proyek ini bermula dari tindak lanjut ( follow
up ) laporan Kuliah Kerja Nyata ( KKN ) pedesaan. Pasca proyek KKN
ini selesai, maka para anggota-anggota HMI memberdayakan warga
pedesaan dengan memberi kursus keterampilan kerajinan tangan
dan beternak sekaligus mendakwahkan ajaran Islam.89
HMI Cabang Yogyakarta pada periode ini selalu
mempertahankan regenerasi anggota-anggotanya dengan membuka
bimbingan tes untuk mahasiswa baru di UII.90 Pada foto dokumentasi
majalah Tempo tampak para aktivis HMI UII menunggu stand
pendaftaran bimbingan tes dengan penuh canda. Perubahan busana
era 80an telah tampak dari foto ini. Jeans mulai dikenakan para
89 Tempo. “ Tidak, Mereka Tidak Akan Bubar ”. No. 14/Th.XIII/
4 Juni 1983. hlm. 13. 90 Ibid, hlm. 15.
230
aktivis putra sedangkan aktivis putri tampak mulai mengenakan
kerudung dan jilbab meski masih terdapat yang tidak mengenakan
jilbab dan memakai kacamata hitam.91
E. Antara Daerah Dan Pusat
Pada bulan April 1985 pers media Yogyakarta menyiarkan hasil
sidang Kongres HMI ke-15 yang berlangsung di Padang. Siaran pers
ini memberitakan enam argumen penerimaan asas Pancasila oleh PB
HMI Jakarta dengan tidak melalui prosedur forum kongres. Satu dari
enam argumen ini berisi pernyataan sebagai berikut :
Antara Pancasila dan HMI tidak mungkin terpisahkan selama Pancasila tetap bersumber dari proklamasi kemerdekaan republik
Indonesia tahun 1945… Sedangkan kedudukan Islam sebagai sumber nilai dan norma dan sebagai daya rekat… alat pemersatu dan sumber
kekuatan bagi umat Islam. 92
Pernyataan argumen diatas menjadi penyebab awal
faksionalisasi HMI yang bersifat institusional. Maka dari itu, di
Yogyakarta telah muncul dua cabang HMI yang menerima maupun
menolak. Yakni HMI Cabang Timur yang menerima asas Pancasila
sedangkan HMI Cabang Dagen yang menolak asas Pancasila.
91 Data deskripsi foto didapat dari Majalah Tempo. No. 14/Th.XIII/ 4 Juni 1983.
92 Rusli Karim, HMI MPO Dalam Kemelut Modernisasi Politik Di
Indonesia ( Bandung: Mizan,1997), hlm. 131.
231
Aktivis HMI Dagen telah menganggap PB HMI tidak mematuhi
konstitusi. Lalu ekspresi penolakan aktivis HMI Dagen dengan
melakukan pernyataan sikap dengan judul “ Sikap Jamaah HMI
Yogyakarta Terhadap Perilaku PB HMI “ telah tertanggal 11 April
1986.93 Pernyataan ini adalah aspirasi penolakan terhadap
keputusan pleno PB HMI perihal asas dasar yang tidak mengikuti
ketentuan Anggaran Dasar. Kemudian PB HMI merespon aspirasi
tersebut dengan memecat dan menutup cabang-cabang HMI yang
tidak mendukung keputusan pleno.94 Cabang-cabang yang dimaksud
adalah Yogyakarta, Jakarta, dan Bandung. Strategi PB HMI mengenai
pemecatan tersebut dengan membentuk pengurus transitif atau
sementara. Dengan demikian telah menimbulkan perlawanan yang
bersifat sentimental terhadap PB HMI Jakarta.
Dari runtutan diatas maka telah berdiri HMI Majelis
Penyelamat Organisasi ( MPO ) dengan ketetapan Islam sebagai asas
organisasi. Menurut Rusli Karim telah terdapat tiga versi
penanggalan kelahiran HMI MPO. Pertama, semenjak adanya dua
cabang HMI di Yogyakarta. Kedua, kelahiran HMI MPO bertalian
93 Ibid.
94 Ibid.
232
dengan terbitnya buku Berkas Putih yang tertanggal 10 Agustus
1986. Ketiga, Berkas Putih berisi pernyataan kelahiran HMI MPO
yang tertanggal 15 Maret 1986.
Para pimpinan dan aktivis HMI MPO ini adalah Eggi Sudjana
Tamsil Linrung, Masyhudi Muqorrobin, hingga Agusprie Muhammad.
Pendirian HMI MPO ini menyebabkan konflik antara PB HMI Jakarta
dengan HMI Cabang Yogyakarta terulang kembali mengingat era
1970an pernah terjadi meskipun permasalahannya berbeda tetapi
polanya mirip. Pola seperti ini dapat disebut negosiasi ideologi Islam
dengan realita metodologi politik Indonesia. Sayangnya, faktor usia
muda bagi status mahasiswa memiliki kekurangan dalam
pengendalian emosi pada setiap manajemen organisasi. Maka dari
itu, Rusli Karim telah menyebut beberapa kali bahwa sikap emosional
menjadi motif bagi pendirian HMI MPO sebaliknya para pimpinan
pusat HMI tidak akomodatif terhadap aspirasi konsep MPO yang
awalnya bersifat sementara bahkan pengurus pusat mengancam
dengan sanksi skorsing maupun menutup secara paksa cabang-
cabang HMI yang mempunyai aspirasi dan persepsi yang berbeda.
Akibatnya pola konflik menjadi model tidak terelakkan bagi HMI.
233
Pada pihak IMM era 1985 telah melakukan restrukturisasi
kepengurusan yang diadakan di Yogyakarta. Ketua formatur terpilih
pada saat itu ialah Immawan Wahyudi merupakan aspirasi
perwakilan IMM Yogyakarta sedangkan dari IMM Jakarta ialah Anwar
Abbas.95 Konsep perpaduan aspirasi struktur kepengurusan DPP ( S )
antara Yogyakarta dan Jakarta berlanjut hingga jabatan sekretaris
dan bendahara. Pada bidang sekretaris seperti Mukhlis Ahasan dari
Yogya sedangkan Nizam Burhanuddin dari Jakarta. Pada bidang
bendahara seperti Daulah Khoiriyati dari Yogya sedangkan
Asymuyeni Muchtar dari Jakarta. Bahkan terdapat penambahan
personil DPP ( S ) seiring kebutuhannya seperti Firman Noer dari
Jakarta sedangkan Ismail Siregar dari Yogya.96 Pada tahap
selanjutnya DPP ( S ) IMM diminta oleh anggota-anggota mereka
untuk segera mengadakan Muktamar. Permintaan pun tidak berhenti
pada pengadaan Muktamar saja tetapi dituntut profesional untuk
mengimbangi tekanan pemerintah yang berupa pengimbangan sistem
SKS.97 Menurut Immawan Wahyudi, polemik yang terjadi antara IMM
95 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 211. 96 Ibid. 97 Gema Muktamar. “ DPP ( S ) IMM Diminta Muktamar ”. Edisi
Ke-4 1985. hlm. 2.
234
Jakarta dengan IMM Yogyakarta adalah perihal kejelasan status
pengurus pusat. Aktivis IMM Jakarta terlalu memaksakan
pemindahan pengurus pusat harus di Jakarta. Akan tetapi setelah
dipindah ke Jakarta, kepengurusan pusat juga tidak mengalami
pelaksanaan organisasional.98
F. Serba-Serbi PMII Sapen Demangan
Pada serba-serbi PMII era 1986 telah melakukan aksi
demontrasi terhadap seniman Arswendo Atmowiloto yang menghina
Nabi Muhammad di salah satu surat kabar nasional. Sedangkan
dinamika PMII di komplek kampus IAIN Yogyakarta sering berselisih
dengan HMI seputar masalah senat dan penguasaan asrama
mahasiswa putra milik Departemen Agama ( Depag ).99
Masa ini PMII IAIN sangat menggeluti bidang jurnalistik dengan
penggiatnya bernama Kholidi Ibhar dan Hamdan Daulay.
Kejurnalistikan PMII mempunyai hubungan erat dengan Pers
Mahasiswa ( Persma ) bernama “Arena” dimana anggota-anggota PMII
98 Wawancara Immawan Wahyudi, 8 April 2013, Pkl 13:09 WIB. Di Kantor Pemda Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta.
99 Wawancara Hamdan Daulay, 8 Januari 2012, Pkl 18:29
WIB. Di kediamannya komplek Pondok Wahid Hasyim, Gaten, Yogyakarta.
235
telah banyak diutus pada unit kegiatan tersebut. Tidak hanya
berhenti disitu saja, PMII IAIN telah banyak menjalin hubungan erat
dengan berbagai Unit Kegiatan Mahasiswa ( UKM ) di kampus.
Seperti seni gambus “ Al-Jami’ah”, seni qasidah, dan seni beladiri
“Cepedi”.100Dengan model strategi pengutusan atau perngorbitan
sesuai dengan minat dan hobi kader tersebut maka tidak heran PMII
sering menang dalam pemilihan senat mahasiswa IAIN. Apalagi
dengan basis latar belakang mahasiswa lulusan pesantren membuat
PMII semakin solid dalam setiap lingkungan IAIN.
Semasa Hamdan Daulay PMII IAIN sering melakukan rekreasi
rombongan dalam agenda pengkaderan. Rekreasi tersebut pernah
diadakan di pantai Parangtritis hingga Baturaden daerah Purwokerto.
Lalu hubungan percintaan semasa Hamdan yaitu antara Sastro Al-
Ngatawi dengan Arifah. Umumnya mereka saling mengirim surat
kemudian mencurahkan hati dalam menjalin kasih hingga menjadi
jodoh.101 Tradisi surat-menyurat menjadi bagian tak terpisahkan bagi
100 Wawancara Hamdan Daulay, 8 Januari 2012, Pkl 18:29
WIB. Di kediamannya komplek Pondok Wahid Hasyim, Gaten, Yogyakarta.
101 Wawancara Hamdan Daulay, 8 Januari 2012, Pkl 18:29
WIB. Di kediamannya komplek Pondok Wahid Hasyim, Gaten, Yogyakarta.
236
setiap aktivis putra yang ingin mendapatkan aktivis putri dalam
serba-serbi kehidupan berorganisasi PMII.
G. Eksistensi HMI MPO
Pada era 1992 HMI MPO lebih mengutamakan pelaksanaan
pelatihan kader beserta penelitiannya. Pada tahun yang sama HMI
Cabang Yogyakarta lebih banyak mengadakan diskusi politik meski
peminatnya sedikit. Lalu HMI MPO lebih fokus pengadaan diskusi
kajian “ Epistemologi Islam” sehingga peminatnya lebih banyak pada
tahun ini.102 Memasuki tahun 1993 HMI MPO lebih memusatkan
pada kajian Peradaban Islam yang diadakan oleh HMI Korkom UGM.
HMI MPO Cabang Yogyakarta tercatat memiliki 42 komisariat
pada masa ini. Maka dari itu, PB HMI Jakarta berusaha melemahkan
status HMI MPO yang tidak konstitusional dengan membuka cabang
baru di Yogyakarta dengan nama Cabang Bulaksumur.103 Nama ini
sesuai nama kawasan komplek UGM. Meski diterpa kritik dari
berbagai alumni HMI, HMI MPO mampu menghimpun dana secara
mandiri untuk membiayai sewa sekretariat. Anggota HMI MPO
102 Rusli Karim, op.cit., hlm. 139. 103 Ibid, hlm. 146.
237
mampu menyewa rumah seluas 10x20 meter dengan harga
1.200.000 per tahun di sebuah kawasan strategis Yogyakarta.104
Periode 1992 hingga 1994 HMI MPO telah dipimpin oleh
Darsono. Periode ini kedudukan Majelis Syuro Organisasi yang
diemban Eggi Sudjana dan Tamsil Linrung telah dihapus.105Pada
bulan Juni 1993 demi membuktikan keutuhan eksistensi dan posisi
tawarnya ( bargaining position ) HMI MPO menolak bekerjasama
dengan HMI ( Dipo ) yang menawarkan rekonsiliasi.106Pengurus HMI
MPO sendiri memiliki strategi dalam mempertahankan basis
massanya. Pertama, memanfaatkan tokoh-tokoh lembaga mahasiswa
yang berada di kampus. Kedua, membentuk aliansi perkumpulan
yang bernaung di kampus seperti “ Liga Mahasiswa Muslim
Yogyakarta” dan “ Persatuan Mahasiswa Muslim Universitas Gadjah
Mada”.107
104 Ibid, hlm. 148. 105 Ibid, hlm. 149. 106 Ibid, hlm. 150. 107 Ibid, hlm. 153.
238
H. Komplikasi Akhir Orde Baru
Gelombang isu Krismon, KKN, asas tunggal, dan HAM menjadi
argumen komplikatif atas problema nasional yang tak kunjung
diselesaikan oleh pihak pemerintah ibarat manusia mengidap
penyakit komplikasi. Maka secara langsung elemen masyarakat sipil
menyerukan gagasan reformasi dengan figur perlawanan Amien Rais
sebagai akademisi politik UGM yang mengusulkan prosedur
pembatasan jabatan Presiden Soeharto.108 Figur Amien Rais yang
pernah memimpin Ormas Muhammadiyah sehingga didukung
pergerakan mahasiswa Islam modernis karena dinilai kritis,
independen dan reformatoris tapi ia bukan panutan mutlak seperti di
NU.109
Masa tahun 1997 Presiden Soeharto dengan segala aparatnya
dianggap musuh bersama ( common enemy ) oleh semua elemen
108 Bambang Purwanto, Djoko Suryo, Soegijanto Padmo ( eds.
), op.cit, hlm. 123. 109 Transkrip Catatan Sejarah Lisan. “ Gerakan Mahasiswa
Dalam Reformasi Di UGM Dan Yogyakarta”, Koleksi Arsip UGM No. AK1/OH.HT.03/57.
239
pergerakan mahasiswa. Sejumlah aktivis HMI MPO membentuk
Forum Masyarakat Muslim Yogyakarta untuk inisiasi massa dari
berbagai kalangan profesi. Pembentukan massa pun mudah digalang
setiap hari jika terletak di kampus UGM, yakni dari lokasi shalat atau
shalat jumat di Gelanggang UGM kemudian langsung bergerak
menuju bunderan UGM. Sementara itu, pelaksanaan Kongres HMI di
Yogyakarta diwarnai adu fisik sesama anggota HMI karena
mengundang Presiden sehingga Soeharto memberi sambutan dalam
sesi pembukaan Kongres.110
Sejumlah pimpinan HMI MPO pun memiliki relasi dengan aktivis
senat intra kampus atau keluarga mahasiswa muslim sehingga
mudah untuk konsolidasi massa. Semasa itu para mahasiswa cara
berpikirnya bukan menjadi siapa atau dapat apa tetapi tujuan
kolektif-publik menjadi keinginan bersama sehingga fakultas-fakultas
di UGM kerap menjadi markas basis massa seperti Fisipol, Hukum,
dan Filsafat.111 Pada saat itu HMI ( Dipo ) Hukum UGM diketuai
110 Kedaulatan Rakyat. “ Takkan Terjadi Jika Berpegang
Pancasila ”. 29 Agustus 1997. 111 Transkrip Rekaman Sejarah Lisan. “ Gerakan Mahasiswa
Dalam Reformasi Di UGM Dan Yogyakarta”, Koleksi Arsip UGM No. AK1/OH.HT.03/57.
240
Masliatun Zakiah dan Andrea Rinto dari HMI ( Dipo ) Ekonomi
sedangkan dari HMI MPO diketuai Cahyo Pamungkas.112
Lalu massa sering bertemu di titik-titik perempatan atau pertigaan
jalan kampus seperti bunderan UGM, IAIN, dan IKIP.113 Lokasi-lokasi
tersebut menjadi panggung orasi perlawanan terhadap pemerintah.
Maka dari itu, jika terdapat oknum mahasiswa yang memprovokasi
bisa terjadi aksi bakar ban hingga batas antara massa demo dengan
aparat berjarak setengah meter sehingga gesekan fisik ( body contact )
kemungkinan terjadi maka fungsi Koordinator Lapangan ( Korlap )
berusaha merapikan kembali pada barisan demo.
Kelompok aktivis PMII Yogyakarta bergabung dengan komunitas
Taring Padi dan sejumlah aktivis Lembaga Mahasiswa Nasional
Demokrat ( LMND ) yakni pendukung Partai Rakyat Demokrat ( PRD
). Seorang aktivis PMII bernama Mustafid sering mengadakan rapat
koordinasi unjuk rasa di Karang Malang 16 B atau bergantian
112 Wawancara Mustafid, 25 Oktober 2012, Pkl 19:35 WIB. Di
kediamannya komplek Pondok Mlangi, Godean,Sleman, Yogyakarta. 113 Transkrip Rekaman Sejarah Lisan. “ Gerakan Mahasiswa
Dalam Reformasi Di UGM Dan Yogyakarta”, Koleksi Arsip UGM No. AK1/OH.HT.03/57.
241
dengan Komunitas Taring Padi yang memiliki markas dekat lokasi
Kampus ISI yang lama.114
Pada tahun selanjutnya HMI Yogyakarta telah terpecah menjadi
dua kubu. Pertama, kelompok pro Habibie karena argumen ketetapan
resmi secara konstitusional. Kedua, kelompok kontra Habibie yang
menganggap masih memiliki relasi kuat terhadap kroni Soeharto.115
Sementara itu, sekelompok aktivis IMM Yogyakarta lebih fokus pada
isu HAM sehingga bergabung dengan Komite HAM.116 Kemudian
sebagian aktivis IMM lainnya telah menyebar lewat forum-forum
perguruan tinggi yang bermarkas di IKIP Muhammadiyah.117
114 Wawancara Mustafid, 25 Oktober 2012, Pkl 19:35 WIB. Di kediamannya komplek Pondok Mlangi, Godean,Sleman, Yogyakarta.
115 Transkrip Rekaman Sejarah Lisan. “ Peran HMI Masa
Reformasi ”, Koleksi Arsip UGM No. AK1/OH.HT.03/70. 116 Nur Chozin Agham, “ Potret Sejarah Dan Signifikansi
Gerakan IMM “ Sutia Budi (ed). Jurnal IMM ( Jakarta: Bidang Keilmuan DPP IMM, 2007 ) hlm. 21.
117 Wawancara Immawan Wahyudi, 8 April 2013, Pkl 13:09
WIB. Di Kantor Pemda Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta.
242
BAB VI
Kesimpulan
Dari narasi faktual-historis yang ditemukan dari berbagai
sumber data telah nampak pola pergerakan mahasiswa Islam
sepanjang Orba. Faktor pertama, bahwa karakter dan model
konfliktual menjadi pola dominan pergerakan mahasiswa Islam yang
terjadi antara dua kota ini. Hal ini dikarenakan perbedaan
paradigmatik, persepsi, aspirasi, dan cara manajemen organisasi
pada situasi sosial-politik.
Kedua, pergerakan mahasiswa Islam selalu terpengaruh corak
kehidupan sosial-kemahasiswaan yang merupakan sub-struktur
kelas menengah dari struktur sosial-perkotaan. Oleh karena itu,
kedudukan sub-struktur inilah pergerakan mahasiswa Islam selalu
terpengaruh strukturasi yang ada diatas mereka seperti alumni-
alumni mereka yang telah bekerja pada birokrasi pemerintahan
maupun bidang sosial lainnya. Faktor senioritas alumni inilah yang
menyebabkan model pergerakan menjadi beragam, begitu pula
dengan strukturasi pemerintahan dan ormas-ormas Islam.
Ketiga, relasi aktivis ataupun pengurus antara Jakarta dan
Yogyakarta memiliki pengaruh kultural-ideologis sehingga pengurus
243
Yogyakarta ataupun sebaliknya selalu mengkritisi atau evaluasi
posisi pengurus yang berada di pusat.
Keempat, model pergerakan mahasiswa Islam memiliki
beberapa karakteristik. Pada karakter pertama, yakni pada satu sisi
tetap terpengaruh aktivitas sosial-kemahasiswaan ala Barat dalam
lingkup perkotaan. Kedua, karakter model pergerakan sosial dengan
misi kemasyarakatan seperti bakti sosial, latihan pendidikan kader
maupun pemberdayaan masyarakat menjadi karakteristik pola
pergerakan ini. Ketiga, karakter model pergerakan sosial dengan
nuansa sosial-politik menjadi penting untuk disebutkan dengan
contoh seperti koalisi pergerakan, audiensi, lobi, negosiasi,
kompromi, diplomasi, dan mobilisasi massa.
Dari beberapa karakteristik diatas maka terdapat perbedaan
karakter yang menonjol antara aktivis mahasiswa Islam di Jakarta
dan aktivis mahasiswa Islam Yogyakarta bila dibandingkan. Karakter
aktivis Islam di Jakarta lebih dekat aktivitas politik-praktis sehingga
mengutamakan efisiensi dan efektivitas, sedangkan karakter aktivis
Islam di Yogyakarta memiliki preferensi ideologis sehingga
memandang setiap permasalahan perlu diselesaikan secara ideal.
244
Pada pola-pola pergerakan mahasiswa Islam yang ditemukan
dari narasi sejarah ini adalah sebagai berikut. Pertama, model konflik
menjadi pola dominan sehingga tumbuh faksionalisasi gerakan.
Kedua, suatu pergerakan sosial membutuhkan dukungan moralis,
materil, dan politis dari strukturasi institusi-institusi pemerintahan
maupun masyarakat. Ketiga, latihan pendidikan kader menjadi ajang
regenerasi eksistensi suatu lembaga. Keempat, koalisi antar
pergerakan menjadi salah satu cara menggalang kekuatan dalam
proses perubahan politik. Kelima, audiensi merupakan salah satu
cara komunikasi yang bersifat negosiatif ataupun kompromistik
sehingga peluang lobi-lobi politis menjadi suatu pola.
245
DAFTAR PUSTAKA
A. Arsip / Dokumen
Arsip Nasional Republik Indonesia.“ Kehadapan PJM Presiden Bapak Ir. H. Soekarno di Istana Negara”, PB HMI Djl. Diponegoro 16 Djakarta 1963, Koleksi Roeslan Abdulgani. Arsip Nasional Republik Indonesia. “ Permohonan Normalisasi IAIN
Jogja”, Korps Dosen IAIN Sunan Kalidjaga 28 Oktober 1963, Koleksi Roeslan Abdulgani Lampiran Surat Pernyataan PB HMI.
Arsip Nasional Republik Indonesia. “ Pimpinan Tjabang Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia Djl. Djogonegoro 11-Jogjakarta”, Koleksi Arsip Roeslan Abdulgani No. 1091.
Arsip Nasional Republik Indonesia. “ Pendjelasan Sikap PB HMI
Tentang Masalah I.A.I.N Al-Djami’ah Jogjakarta dan Tjiputat Djakarta”, Koleksi Arsip Roeslan Abdulgani No. 1195.
Arsip Nasional Republik Indonesia. “ Hubungan Fahmi Idris Dengan
Sjarnoebi Said ”, Departemen Penerangan RI, Koleksi Arsip Marzuki Arifin No. 563.
Panitia Pusat Kongres Muslimin Indonesia. Kongres Muslimin
Indonesia 20-25 Desember 1949, Badan Usaha & Penerbitan Muslimin Indonesia.
Badan Pusat Statistik, “ Sensus Penduduk D.K.I Jakarta Raya Tahun 1971”, Seri No. 09. Badan Pusat Statistik, “ Sensus Penduduk D.I.Jogyakarta Tahun 1971”, Seri E No. 12. Kantor Pusat Data Propinsi DIY, “ Monografi DIY Tahun 1979 ”, 1981.
246
B. Pustaka Buku
Ahmad Gaus, Sang Pelintas Batas : Biografi Djohan Effendi , Jakarta: Kompas-ICRP, 2009.
Agussalim Sitompul, Sejarah Perjuangan HMI 1947-1945, Surabaya:
Bina Ilmu, 1976. Agussalim Sitompul, Pemikiran HMI Dan Relevansinya Dengan
Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia, Jakarta: Intergrita Press, 1986.
Aminuddin Kasdi, Kaum Merah Menjarah : Aksi Sepihak PKI/BTI di
Jawa Timur ( 1960-1965 ), Yogyakarta : Jendela, 2001. Anderson, Bennedict & McVey, Ruth, A Preliminary Analysis of The
October 1, 1965 Coup In Indonesia, Singapore: Equinox Publishing, 1971.
Arief Budiman, “ The 1998 Crisis : Change And Continuity in
Indonesia ” Barbara Hatley & Damien Kingsbury (eds.) dalam Reformasi : Crisis And Change In Indonesia, Clayton: Monash Institute, 1999.
Aspinall, Edward, Opposing Soeharto : Compromise, Resistance, And
Regime Change, California: Stanford University Press, 2005. Aspinall, Edward, “ The Indonesia Student Uprising 1998 ” Arief
Budiman, Barbara Hatley, Damien Kingsbury (eds.) dalam Reformasi : Crisis And Change In Indonesia, Clayton: Monash Institute, 1999.
Bambang Purwanto, Djoko Suryo, Soegijanto Padmo (eds.), Dari
Revolusi Ke Reformasi : 50 Tahun Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta: Pusat Studi Pariwisata UGM, 1999.
Boland, B.J, The Struggle Of Islam In Modern Indonesia, The Hague:
Martinus Nijhoff- KITLV, 1971. Booth, Anne & Peter McCawley (eds.), Ekonomi Orde Baru, Jakarta:
LP3ES, 1987.
247
Budhy Munawar Rachman, “ Nurcholish Madjid Dan Perdebatan
Islam Indonesia ” Abdul Halim (ed) dalam Menembus Batas Tradisi : Refleksi Atas Pemikiran Nurcholish Madjid, Jakarta: Kompas- Universitas Paramadina, 2006.
Burke, Peter, Sejarah Dan Teori Sosial Terj. Mestika Zed, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2001. Cabin, Philippe, “ Di Balik Panggung Dominasi : Sosiologi Ala Pierre
Bourdieu “ Philippe Cabin & Jean Dortier ( ed ). Sosiologi : Sejarah Dan Berbagai Pemikirannya Terj. Ninik Rochani Sjams Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2009
Chalmers, Ian, Konglomerasi : Negara Dan Modal Dalam Industri
Otomotif Indonesia 1950-1985, Jakarta: Gramedia, 1996. Craib, Ian, Teori-Teori Sosial Modern : Dari Parsons Sampai Habermas,
Jakarta: Rajawali Pers, 1986. Cribb, Robert & Kahin Audrey (eds.), Historical Dictionary of
Indonesia, Maryland: Scarecrow Press, 2004. Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia, Jakarta: LP3ES,
1996. Deliar Noer, Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965, Jakarta:
Grafiti Pers, 1981. Djohan Effendi & Ismed Natsir (penyunting), Pergolakan Pemikiran:
Catatan Harian Ahmad Wahib, Jakarta: LP3ES, 1981. Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh Enam Tahun
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah 1964-1900, Surabaya: Bina Ilmu, 1990.
Fajrul Falaakh, “Islam And The Current Transition To Democracy
Indonesia ” Arief Budiman, Barbara Hatley, Damien Kingsbury (ed) dalam Reformasi : Crisis And Change In Indonesia, Clayton: Monash Institute, 1999.
248
Fauzan Alfas, PMII Dalam Simpul-Simpul Sejarah Perjuangan, Jakarta: PB-PMII, 2004.
Firman Lubis, Jakarta 1960-an: Kenangan Semasa Mahasiswa,
Jakarta: Masup, 2008. Geertz, Clifford, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa,
Terj. Aswab Machasin, Jakarta: Pustaka Jaya, 1981. Gibb, H.A.R, Aliran-Aliran Modern Dalam Islam, Terj. Machnun
Husain, Jakarta: Rajawali Pers, 1991. Goottschalk, Louis, Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Notosusanto,
Jakarta: UI-Press, 1986. Hadiz, Vedi, “ Contesting Political Change After Soeharto ” Arief
Budiman, Barbara Hatley, Damien Kingsbury (eds.) dalam Reformasi : Crisis And Change In Indonesia, Clayton: Monash Institute, 1999.
Heru Cahyono (ed), Soemitro Dan Peristiwa 15 Januari ‘74, Jakarta:
Sinar Harapan, 1998. Hoopes, James, Oral History : An Introduction For Students, Chapel
Hill: The University of North Carolina Press, 1980. Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Bentang Pustaka,
2005. Lapidus, Ira. M., A History Islamic Societies, Cambridge: Cambridge
University Press, 1988. Mochtar Mas’oed, The Indonesian Economy And Political Structure
During The Early New Order 1966-1971, Ohio State University: Microfilms International Ann Arbor, Tanpa Tahun.
Mochtar Lubis, Catatan Subversif , Jakarta: Sinar Harapan, 1980. Mortimer, Rex, Indonesian Communism Under Sukarno : Ideology And
Politics 1959-1965 , Singapore: Equinox Publishing, 1980.
249
Nordholt, Henk Schulte (ed), Outward Appearrances: Trend, Identitas, Kepentingan, Yogyakarta: LKIS, 2005.
Raillon, Francois, Politik Dan Ideologi Mahasiswa Indonesia :
Pembentukan Dan Konsolidasi Orde Baru 1966-1974, Jakarta: LP3ES, 1989.
Ricklefs, M.C., Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Jakarta:
Serambi, 2008. Prasetyantoko, Gerakan Mahasiswa Dan Demokrasi Indonesia,
Jakarta: Yayasan HAM & Supremasi Hukum, 2001. Sartono Kartodirdjo, Sudewo, Hatmosuprobo, Perkembangan
Peradaban Priyayi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1986.
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi
Sejarah, Jakarta: Gramedia, 1992. Selo Soemardjan, Perubahan Sosial di Yogyakarta, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 1986. Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran, Jakarta: LP3ES, 1987. Sulastomo, Hari-Hari Yang Panjang Transisi Orde Lama Ke Orde Baru,
Jakarta: Kompas, 2008. Slamet Sukirnanto, “Mas Tris Yang Saya Kenal” Ali Taher Parasong &
Sudar Siandes (ed) dalam Biografi Sutrisno Muhdam, Jakarta: Pemuda Muhammadiyah, 2000.
Slamet Sukirnanto, Catatan Suasana Kumpulan Puisi, Jakarta: Balai
Pustaka, 2000. Taufik Abdullah (ed), Sejarah Lokal Di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 1990. Victor Tanja, Himpunan Mahasiswa Islam : Sejarah Dan
Kedudukannya Di Tengah-Tengah Muslim Pembaharu, Jakarta: Sinar Harapan, 1994.
250
Yudi Latif, Inteligensia Muslim dan Kuasa: Inteligensia Muslim Indonesia Abad Ke-20, Bandung: Mizan, 2005.
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren : Studi Pandangan Hidup
Kyai, Jakarta: LP3ES, 1994.
C. Skripsi, Laporan Penelitian Dan Tesis
Dicky Yanuar. “ Gerakan Mahasiswa 1998 Di Jakarta Pasca Jatuhnya
Rezim Orde Baru : Studi Kasus Forkot, FKMSJ, Dan HMI” Tesis. Program Pascasarjana Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik. Universitas Indonesia. 2005.
Julianto Ibrahim, Harlem Siahaan, Waluyo, “ Swapraja dan Revolusi :
Proses Pengukuhan Yogyakarta Sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta Pada Masa Revolusi ( 1945-1950 ) “. Laporan Penelitian Universitas Gadjah Mada. 2003.
Lucius, Robert. “ A House Divided : The Decline and Fall Of Masyumi
( 1950-1956 ) ” Thesis. Naval Postgraduate School Of Monterey California. 2003.
Purnomo Sidi. “Gerakan Mahasiswa 66 dan Perubahan Politik
Indonesia” Skripsi. Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 1996.
Yudi Prasetyo. “ Perkembangan Gaya Hidup Elit Tionghoa-Batavia
1900-1942” Tesis. Program Pascasarjana Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 2011.
D. Artikel Dan Jurnal
Bayu Wahyono. “ Clifford Geertz, Masyarakat Jawa, Kecelek” Makalah Seminar Great Thinkers. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 13 Desember 2012.
251
Burhan Magenda. “ Gerakan Mahasiswa dan Hubungannya dengan Sistem Politik : Suatu Tinjauan “ Farchan Bulkin (ed). Analisa Kekuatan Politik Di Indonesia ( Jakarta: Seri Prisma-LP3ES, 1988 )
Freddy Ndolu & Albert Rebong. “ Wawancara Akbar Tandjung ”Majalah Lider. No.4 Tahun I/15 November-15 Desember 2012.
Hagul, Peter. “Organisasi Mahasiswa Extra-universiter: Suatu Barang
Mewah ?- Tanpa Pimpinan Yang Cakap,’Harakiri’ Mungkin Lebih Baik ,“ dalam Harian Kompas, 1 Nopember 1973.
Nurchozin Agham, “ Potret Sejarah Dan Signifikansi Gerakan ” Sutia
Budi (ed) dalam Jurnal IMM , Jakarta: Bidang Keilmuan DPP IMM, 2007.
Woodward, Mark. “ Clifford Geertz : Santri-Abangan-Priyayi” Makalah Seminar Great Thinkers. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 13 Desember 2012.
252
E. Surat Kabar
Harian Kompas. Jumat, 1 Nopember 1973. Sinar Harapan. Sabtu, 2 Nopember 1973. Harian Kompas. Jumat, 7 Desember 1973. Harian Kompas. Sabtu, 29 Desember 1973. Kedaulatan Rakyat. Jumat, 29 Agustus 1997. Koran KNPI. Rabu, 15 November 1978.
253
F. Majalah
Bulletin Media HMI, Edisi Djakarta Pebruari 1955. Bulletin Sosio HMI, No. 1/Th.IV/1976. Bulletin Sosio HMI, No. 3-4/Th.V/1977. Bulletin Sosio HMI, No. 8/Th.VI/1978. Gema Muktamar, No. 8/Th.VI/1978. Suara Muhammadiyah, Edisi 8/1971.
Tempo, No. 14 /Th. XIII/4 Juni 1983. Tempo Interaktif, Edisi 04/02-29/Mar/1997.
254
G. Internet
www.ui.ac.id/id/profile/page/sejarah
, 8 Februari
2013
, 20 : 32.
www.uinjkt.ac.id/index.php/tentang-uin.html
, 8 Februari
2013,
, 20:42.
www.uii.ac.id/universitas/rectors.html
, 8 Februari
2013
, 20:23.
www.uin-suka.ac.id/page/1
, 8 Februari
2013
, 20:24.
www.uny.ac.id/profil/sejarah-uny
, 8 Februari
2013
, 20:17.
www.upi.edu
,12 Februari 2013.
, 12:36.
http://hmiciputat.tripod.com/id1.html
, 23-Feb-2013
,23:09 PM
http//www.hn.psu.edu/faculty/jmanis/jimspdf.htf
,14 October 2012.
19:15 PM
255
H. Rekaman Video dan Transkrip Rekaman Sejarah Lisan
Tino Saroengallo, “ Gerakan Mahasiswa Di Indonesia 12 Mei-17 Desember 1998 “. Documentary Video Recorded Jakarta Media Syndication. 1999. Transkrip Rekaman Sejarah Lisan. “ Gerakan Mahasiswa Dalam Reformasi Di UGM Dan Yogyakarta”, Koleksi Arsip UGM No. AK1/OH.HT.03/57. Transkrip Rekaman Sejarah Lisan. “ Peran HMI Masa Reformasi ”, Koleksi Arsip UGM No. AK1/OH.HT.03/70.
256
256
DAFTAR INFORMAN
No Nama Usia Pekerjaan Keterangan
1 Agussalim Sitompul 68 Dosen Ushuluddin
UIN Yogyakarta
Aktivis
HMI
periode
1963-1969
2 AhmadMuhsin
Kamaludiningrat &
Siti Hadiroh
72 &
69
Khatib Masjid Agung
Yogyakarta &
Pengurus Aisyiyah
Aktivis
HMI
periode
1964-1965
3 Amien Rais 68 Dewan Pembina
PAN, Mantan Dosen
Fisipol UGM
Aktivis
HMI dan
IMM
periode
1962-1968
4 Chumaidi Syarif
Romas
66 Dosen Ushuluddin
UIN Yogyakarta
Aktivis
HMI
periode
1970-1980
5 Fajrul Falaakh 56 Dosen F. Hukum Aktivis
257
257
UGM PMII
6 Gus Masrur ( Masrur
Ahmad )
51 Pengasuh Ponpes
Al-Qodir
Aktivis
PMII 1983
7 Hamdan Daulay 54 Dosen Dakwah UIN
Yogyakarta
Aktivis
PMII 1987-
1991
8 Immawan Wahyudi 52 Wakil Bupati
Pemerintahan
Kabupaten Gunung
Kidul
Aktivis
IMM
periode
1983-1986
9 Mustafid 42 Pengasuh Ponpes
Mlangi
Aktivis
PMII 1998
10 Rosyad Sholeh 72 Pengurus Badan
Pembina Harian
UMY
Pendiri
IMM
11 Said Tuhuleley 59 Pengasuh Ponpes
Budi Mulia
Aktivis
HMI
periode
1974-1979
12 Sudibyo Markoes 70 Dokter Pendiri
258
258
IMM
13 Susilaningsih
Kuntowijoyo
59 Dosen Humaniora
UIN Yogyakarta
Aktivis
HMI tahun
1966
14 Syamsu Udaya
Nurdin
72 Kontraktor Pendiri
IMM
259
Lampiran 1
Yel-Yel Aktivis Mahasiswa Islam
I ) Yel-Yel KAMI dari Utusan HMI :
“ Ter, pinter, pinter, pinter,
Menteri-menteri sudah pinter
Tapi harga bensin tetap muter”
Lalu Gani memberi humor seperti ini :
“ Yang Mulia Mahasiswa, kau tahu sekarang bahwa menteri-menteri sekarang sudah pinter, tetapi pinteran kita. Nanti kita juga diangkat jadi Menteri Demonstran, Mau nggak lu?”
“ Paling enak jadi mahasiswa
Bayar bus Cuma dua ratus
Menteri-menteri pada kecewa
Mahasiswa berjuang terus”
Sumber : Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran (Jakarta: LP3ES,1983)
260
II ) Yel-Yel Orator HMI Yang Mengejek Rezim Orba :
Orde Baru Loyo-Loyo, DPR-nya Bego-Bego Ngak Berani Buka Mulut
Yang Keluar Cuman Takut, Dasar Badut Bau Kentut.
Lalu orator HMI memberi pernyataan sikap sebagai berikut :
Kalian itu digaji bukan untuk kentut
Tapi menyenangkan hati suara rakyat……betul…. ????
Maka kalo rakyat menuntut adili Soeharto
Maka didalam Tap itu harus termaktub
Tertulis, bahwa rakyat Indonesia harus mengadili Soeharto.
Sumber : Tino Saroengallo, “ Gerakan Mahasiswa Di Indonesia 12 Mei-17 Desember 1998 “. Documentary Video Record Jakarta Media Syndication. 1999.
261
Lampiran 2
Syair Dan Puisi Aktivis Mahasiswa Islam I ) Bait-Bait Puisi Slamet Sukirnanto :
Sehabis rencana Selebihnya tiada
Kan lalu Kan lalu
Kuasakah tanganmu Meraih dalam waktu
Di hari kerjamu Menunggu remangnya hari
Menunggu. Dan Menunggu
Detik telah lewat Dan tinggal menyentuh ragu
Kemarin yang tulis Dalam mangu Sebuah nyanyi Sebuah nyanyi
Dengan mula syairnya Semua yang kulihat
Semua kelabu.
Sumber : Slamet Sukirnanto, Catatan Suasana Kumpulan Puisi (Jakarta: Balai Pustaka, 2000)
262
II ) Sekelumit Bait Puisi Dari Ahmad Wahib :
Pada ketertutupan dalam berpendapat Pada formalisme dalam beragama
Saluran telah pilih, kan HMI sebagai alat, bukan tujuan
Tapi rupanya Lain di niatan, lain di kejadian
Sumber : Ahmad Wahib, Catatan Harian Ahmad Wahib: Pergolakan Pemikiran Islam, Djohan Effendi & Ismed Natsir (eds. ). (Jakarta: LP3ES, 1981 )
III ) Bait Puisi Dari Sani Asyrof :
Musim semi senjakala Kulewat di depan rumahmu
Berdiri anggun Baju kebaya
Kerudung kepala Dari rumahmu menggema lagu-lagu padang pasir
Roda waktu berputar berputar Melewati beberapa musim Kulalu di depan rumahmu
Kutermanggu, nampak kau berlenggang manja Rok mini baju yukensi dari rumahmu menggema hingar bingar
lagu Barat Rambutmu yang dulu ikal-mayang kini hampir separo terbuang
zaman … tergilas roda zaman !
Sumber : Bulletin Sosio HMI. “ Roda Zaman ”. No. 1/Th.IV/1976.
263
IV ) Bait-Bait Puisi Syaffrein Effendyus :
“ Antara Yogya-Wonosari “
Masa lalu tercecer
Kita jumpai kembali disini
Sekulum senyumpun hadir
Sambil bertanya pada diri
Masa lalu yang tercecer
Kita jumpai kembali disini
Dengan gemas kita mencumbuinya
Meniti kembali jembatan kenang
Yang berbeda tapi sama
Kita saling menatap dan bertanya
Memandang bukit-bukit telanjang
Lalu panas memancar dari
Perut bukit dan perut kita sendiri
Badan berkeringat, mata perih
Yah, kita agaknya senasib
( Dagen 16, 14 Nopember 1977 )
Sumber : Bulletin Sosio HMI. “ Puisi-Puisi Sosio”. No. 3-4/Th.V/1977,
264
Lampiran 3
Catatan Ahmad Wahib Seputar Reaktulisasi Pemikiran Islam
1. “ Diam-diam Kita Menganut Sekularisme” : berisi tentang
sekularisasi ajaran Tuhan mutlak diperlukan bagi
makhluknya jika tidak ingin makhluknya menjadi sekular.
Catatan ini tertanggal 22 Agustus 1969.
2. “ Nilai-nilai Lama dan Baru” : Berisi refleksi hukum-hukum
Islam apakah ada yang tetap ataupun berubah berdasarkan
relevansinya. Catatan ini tertanggal 8 September 1969.
3. “ Haruskah Aku Memusuhi Mereka Yang Bukan Islam Dan
Sampai Hatikah Tuhan Memasukkan Mereka ke Dalam
Neraka ?” : Berisi pengalaman Wahib ketika kunjungan
eksposisi lithurgia Katolik di Gereja Kotabaru. Kemudian ia
bertemu dengan Romo Stolk yang pernah mengasuhnya
selama dua tahun, dan pada saat itu Romo Stolk menjabat
sebagai Rektor Seminari di Kentungan. Catatan ini tertanggal
16 September 1969.
Sumber : Ahmad Wahib, Catatan Harian Ahmad Wahib:
Pergolakan Pemikiran Islam, Djohan Effendi & Ismed Natsir (ed ). (Jakarta: LP3ES, 1981 ).
265
Lampiran 4
Foto Agenda HMI di Masjid Syuhada Yogyakarta
Sumber : Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam. “ Sedjarah Ringkas H.M.I “ Media edisi Djakarta, Pebruari 1955.
266
Lampiran 5
Foto Pertunjukkan Seni HMI
Sumber : Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam. “ Sedjarah Ringkas H.M.I “ Media edisi Djakarta, Pebruari 1955.
268
Lampiran 7
Foto Audiensi DPP IMM Kepada Presiden Soekarno
Sumber : Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh Enam Tahun Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah 1964-1900, Surabaya: Bina Ilmu, 1990.
269
Lampiran 8
Sumber : Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh Enam Tahun Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah 1964-1900, Surabaya: Bina Ilmu, 1990.
270
Lampiran 9
Foto Audiensi Koalisi Pergerakan Mahasiswa Ekstra Universiter
Kepada DPR RI
Sumber : Sinar Harapan, 2 Nopember 1973.
271
Lampiran 10
Foto Nurcholish Madjid ( tengah ), Ahmad Muhsin ( kanan ), Ridwan Saidi, Ketika Sedang Mengisi Acara Pengkaderan PB HMI Jakarta
Sumber : Foto koleksi Pribadi Ahmad Muhsin
272
Lampiran 11
Foto Akbar Tandjung Sedang Menghisap Kretek
Sumber : Victor Tanja, Himpunan Mahasiswa Islam : Sejarah Dan Kedudukannya Di Tengah-Tengah Muslim Pembaharu, Jakarta: Sinar Harapan, 1994.
273
Lampiran 12
Foto Ridwan Saidi ( Kaos oblong putih ), Chumaidi Syarif, Helmy Tanjung dan Al-Waeni Sedang Mengisi Acara Pengkaderan PB HMI
Sumber : Foto Koleksi Pribadi Chumaidi Syarif
275
Lampiran 14
Sumber : Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh Enam Tahun Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah 1964-1900, Surabaya: Bina Ilmu, 1990.
276
Lampiran 15
Foto Suasana Pembukaan Konferensi Nasional di Yogyakarta 1969 & Pertunjukkan Paduan Suara Aktivis Putri IMM
Sumber : Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh Enam Tahun Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah 1964-1900, Surabaya: Bina Ilmu, 1990.
277
Lampiran 16
Foto Said Tuhuleley Sedang Berdiskusi Dengan Rekannya
Sumber : Foto Koleksi Pribadi Said Tuhuleley
278
Lampiran 18
Foto Said Tuhuleley Sedang Menghadiri Agenda Pembukaan DEMA IKIP Yogyakarta
Sumber : Foto Koleksi Pribadi Said Tuhuleley
279
Lampiran 19
Sumber : Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh Enam Tahun Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah 1964-1900, Surabaya: Bina Ilmu, 1990.
280
Lampiran 20
Foto Emha Ainun Nadjib Mengisi Agenda Isra Mi’raj Yang Diadakan HMI IKIP Yogyakarta
Sumber : Foto Koleksi Pribadi Said Tuhuleley
281
Lampiran 21
Foto Malam Peringatan Isra Mi’raj Yang Diadakan HMI FKIS IKIP Yogyakarta
Sumber : Foto Koleksi Pribadi Said Tuhuleley
282
Lampiran 22
Foto Aktivis Putri HMI IKIP, Anisah dan Lutfiah Lomba Kejuaraan Tenis Meja
Sumber : Foto Koleksi Pribadi Said Tuhuleley
283
Lampiran 24
Foto Said Tuhuleley Bersama Teman-temannya HMI IKIP Rekreasi Di Pantai Yogyakarta
Sumber : Foto Koleksi Pribadi Said Tuhuleley
284
Lampiran 25
Foto Aktivis HMI IKIP Sedang Menyaksikan Layar Tancep “Braga Stone”
Sumber : Foto Koleksi Pribadi Said Tuhuleley
285
Lampiran 26
Foto Said Tuhuleley Menandatangani Absensi Agenda HMI
Sumber : Foto Koleksi Pribadi Said Tuhuleley
286
Lampiran 27
Souvenir Up-Grading Sekretariat & Cohati HMI Yogyakarta di Berbah, Sleman
Sumber : Koleksi Pribadi Siti Hadiroh
288
Lampiran 30
Sumber : Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan : Dua Puluh Enam Tahun Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah 1964-1900, Surabaya: Bina Ilmu, 1990.
289
Lampiran 31
Foto Agenda Pelantikan Pengurus DPD IMM Yogyakarta 1971-1974
Sumber : Suara Muhammadiyah, Edisi 8/1971.