PENGARUH BUDAYA BIROKRASI INCAPSULATION MASA ORDE LAMA (Dikomparasikan dengan Masa Orde Reformasi)...
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of PENGARUH BUDAYA BIROKRASI INCAPSULATION MASA ORDE LAMA (Dikomparasikan dengan Masa Orde Reformasi)...
PENGARUH BUDAYA BIROKRASI INCAPSULATION MASA ORDE LAMA
(Dikomparasikan dengan Masa Orde Reformasi)
Oleh:Tahta Dharmawan Brawijaya
(115120505111001)
ILMU POLITIKi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014DAFTAR ISI
BAB I :PENDAHULUAN..................................................1A. LATAR BELAKANG...........................................1B. RUMUSAN MASALAH...........................................2C. TUJUAN..................................................2
BAB II :PEMBAHASAN...................................................3A. PENGERTIAN BIROKRASI.......................................3B. PENGERTIAN KINERJA........................................3C. KINERJA BIROKRASI MASA ORDE BARU............................4D. KINERJA BIROKRASI MASA REFORMASI............................5E. PERBANDINGAN KINERJA BIROKRASI PADA MASA ORDE BARU DAN MASA REFORMASI....................................................7
BAB III :PENUTUP......................................................9 KESIMPULAN...............................................9 SARAN..................................................10
DAFTAR PUSTAKA..............................................11
ii
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Birokrasi adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh
pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan
jenjang jabatan. Fenomena birokrasi selalu ada dalam kehidupan
sehari-hari dan setiap orang seringkali mengeluhkan cara
berfungsinya birokrasi sehingga pada akhirnya orang akan
mengambil kesimpulan bahwa birokrasi tidak ada manfaatnya
karena banyak disalahgunakan oleh pejabat pemerintah
(birokratisme) yang merugikan masyarakat.
Birokrasi bukanlah suatu fenomena yang baru karena
sebenarnya telah ada dalam bentuknya yang sederhana sejak
lama. Namun demikian, kecenderungan mengenai konsep dan
praktek birokrasi telah mengalami perubahan yang berarti sejak
seratus tahun terakhir ini. Dalam masyarakat yang modern,
birokrasi telah menjadi suatu organisasi atau institusi yang
penting. Pada masa sebelumnya ukuran negara pada umumnya
sangat kecil, namun pada masa kini negara-negara modern
memiliki luas wilayah, ruang lingkup organisasi, dan
administrasi yang cukup besar dengan berjuta-juta penduduk.
Sangat menarik membicarakan tentang birokrasi, karena
dalam realita kehidupan birokrasi terkesan negatif dan
menyulitkan dalam melayani masyarakat, padahal para pegawai
birokrasi itu dibayar dari uang masyarakat. Dan terkadang
wewenang yang diberikan kepada pegawai dari birokrasi
disalahgunakan.
1
Budaya birokrasi pemerintah Indonesia terbentuk melalui
proses sejarah yang panjang yang dimulai dari pemerintahan
kerajaan-kerajaan tradisional di Indonesia. Pada masa
penjajahan, birokrasi pemerintahan diwarnai oleh kekuasaan
kolonial Belanda dan pemerintah Jepang hingga masa kemerdekaan
Republik Indonesia tahun 1945. Pascakemerdekaan, birokrasi
pemerintah Indonesia terus berproses dalam rangka mencari
bentuk yang ideal hingga diterapkannya otonomi daerah sekarang
ini.
Proses sejarah yang panjang telah banyak menunjukkan bukti
bahwa sosok birokrasi Indonesia masih jauh dari gambaran ideal
yang diharapkan oleh kebanyakan rakyat Indonesia. Sosok ideal
birokrasi pernah digambarkan oleh Max Weber yang disebutnya
dengan bentuk legal-rasional yang ditandai oleh tingkat
spesialisasi yang tinggi, struktur kewenangan hierarkis dengan
batas-batas kewenangan yang jelas, hubungan antar anggota
organisasi yang tidak bersifat pribadi, rekrutmen yang
didasarkan atas kemampuan teknis, diferensiasi antara pendapat
resmi dan pribadi. Kenyataannya, birokrasi yang semula
diidealkan bersifat legal-rasional itu semakin mekar fungsi
dan peranannya dari sekadar instrumen teknis penyelenggara
roda administrasi pemerintahan yang terikat konstitusi dan
aturan-aturan hukum objektif, netral, dan apolitik.
Sejak rezim orde baru, orientasi pada penguasa masih
sangat kuat dalam kehidupan birokrasi publik. Nilai-nilai dan
simbol-simbol yang digunakan dalam birorasi masih amat kuat
menunjukan bagaimana birokrasi publik dan para pejabatnya
mempersepsikan dirinya lebih sebagai penguasa daripada sebagai
2
abdi dan pelayan masyarakat. Istilah penguasa tunggal sebagai
sebutan untuk bupati dan gubernur pada zaman Orde Baru jelas
menunjukan bagaimana birokrasi publik dan para pejabatnya pada
waktu itu memerankan dirinya. Menarik untuk
diperhatikan mengenai kinerja pelayanan birokrasi pemerintah
pada masa reformasi apakah terjadi perubahan dengan masa orde
baru.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas maka penulis merumuskanmasalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kinerja birokrasi pada masa orde baru ?2. Bagaimana kinerja birokrasi pada masa reformasi ?3. Bagaimana perbandingan kinerja birokrasi pada masa orde
baru dan masa reformasi ?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:1. Untuk mengetahui kinerja birokrasi pada masa orde baru.2. Untuk mengetahui kinerja birokrasi pada masa reformasi.3. Untuk mengetahui perbandingan kinerja birokrasi pada masa
orde baru dan masa reformasi.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Birokrasi
Birokrasi berasal dari kata bureaucracy (bureau, cracy),
diartikan sebagai suatu organisasi yang memiliki rantai
komando dengan bentuk piramida, dimana lebih banyak orang
berada ditingkat bawah dari pada tingkat atas, biasanya
ditemui pada instansi yang
sifatnya administratif maupun militer. Dalam kamus Besar
Bahasa Indonesia arti dari Birokrasi adalah sistem
pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak
dipilih oleh rakyat dan cara pemerintahan yang sangat dikuasai
oleh pegawai.
Blau dan Page (1956) mengemukakan “Birokrasi sebagai tipe
dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-
tugas administratif yang besar dengan cara
mengkoordinir secara sistematis (teratur) pekerjaan dari
banyak orang”. Jadi menurut Blau dan Page, birokrasi justru
untuk melaksanakan prinsip-prinsip organisasi yang ditujukan
untuk meningkatkan efisiensi administratif, meskipun
kadangkala di dalam pelaksanaannya birokratisasi seringkali
mengakibatkan adanya ketidakefisienan.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas,
dapat dirumuskan bahwa birokrasi adalah suatu prosedur yang
harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
4
agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan
efisien.
B. Pengertian Kinerja
Kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas
operasional organisasi, bagian organisasi dan karyawannya
berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya (Srimindarti, 2006). Menurut
Mangkunegara (2001), kinerja adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang pegawai
dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya.
Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik
kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja
dapat merupakan penampilan individu maupun kerja kelompok
personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada
personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural,
tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam
organisasi. (Ilyas, 2001)
C. Kinerja Birokrasi Masa Orde Baru
Di Masa Soeharto ini, sistem politik tercipta dengan
kestabilan yang tinggi, dengan bantuan dari kekuatan Golkar,
TNI, lembaga pemikir, dan dukungan capital international.
Kemudian dalam masa ini juga warga keturunan khususnya
Tionghoa dilarang berekspresi, Sejak tahun 1967, warga
keturunan dianggap sebagai warga Negara asing di Indonesia dan
5
kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak
langsung menghapus hak – hak asasi mereka. Kemudian
pengekangan pers pada masa ini juga membuktikan bahwa sistem
politik yang dijalankan oleh Soeharto bersifat otoriter.
Tujuan sistem politik pada masa orde baru adalah Dwi Darma
Kabinat Ampera yaitu menciptakan stabilitas politik dan
stabilitas ekonomi sebagai persyaratan untuk melaksanakan
pembangunan nasional.
Program Kabinet Ampera terkenal dengan nama Catur Karya
Kabinet Ampera yakni Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di
bidang sandang dan pangan, Melaksanakan pemilihan umum dalam
batas waktu yang ditetapkan, yaitu tanggal 5 Juli 1968,
Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk
kepentingan nasional, Melanjutkan perjuangan anti imperialisme
dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Pada masa Orde Baru, Soeharto sebagai pemegang tampuk
kekuasaan pada masa itu dengan menggunakan topangan
superioritas lembaga eksekutif terhadap DPR dan peran
dwifungsi ABRI sehingga DPR yang sebagian besar dari fraksi
Golongan Karya selalu mematuhi dengan apa yang ditentukan oleh
Soeharto. Hak interpelasi (yaitu hak untuk meminta keterangan
kepada pemerintah mengenai kebijakan di sesuatu bidang) tidak
pernah digunakan, karena sistem pemerintahan yang otoriter dan
tertutup sehingga tidak mungkin hak ini digunakan dalam sistem
politik pada masa Orde Baru.
Birokrasi pada masa Orde Baru menciptakan strategi politik
korporatisme Negara yang bertujuan untuk
mendukung penembusan ke dalam masyarakat, sekaligus dalam
6
rangka mengontrol publik secara penuh. Strategi politik
birokrasi tersebut merupakan strategi dalam mengatur sistem
perwakilan kepentingan melalui jaringan fungsional non-
ideologis, dimana sistem tersebut memberikan berbagai lisensi
pada kelompok fungsional dalam masyarakat, seperti monopoli
atau perizinan, yang bertujuan untuk meniadakan konflik antar
kelas atau antar kelompok kepentingan dalam masyarakat yang
memiliki konsekuensi terhadap hilangnya pluralitas sosial,
politik maupun budaya.
Pemerintahan Orde Baru lebih menggunakan birokrasi untuk
mengurus kehidupan publik, dalam arti fungsi regulatif
daripada fungsi pelayanan publiknya. Birokrasi sebagai
kepanjangan tangan dari pelaksanaan regulasi pemerintah.
Menjadikan birokrasi sangat tidak terbatas kuasanya dan sulit
dikontrol masyarakat. Kultur kekuasaan yang telah terbentuk
semenjak masa birokrasi kerajaan dan kolonial ternyata masih
sulit untuk dilepaskan dari perilaku aparat atau pejabat
birokrasi. Masih kuatnya kultur birokrasi yang menempatkan
pejabat birokrasi sebagai penguasa dan masyarakat sebagai
pengguna jasa sebagai pihak yang dikuasai, bukannya sebagai
pengguna jasa yang seharusnya dilayani dengan baik, telah
menyebabkan perilaku pejabat birokrasi menjadi bersikap acuh
dan arogan terhadap masyarakat.
Dalam kondisi pelayanan yang sarat dengan nuansa kultur
kekuasaan, publik menjadi pihak yang paling dirugikan. Kultur
kekuasaan dalam birokrasi yang dominan membawa dampak pada
terabaikannya fungsi dan kultur pelayanan birokrasi sebagai
abdi masyarakat. Pada saat tersebut sebenarnya berbagai
7
praktik penyelewengan yang dilakukan oleh birokrasi terjadi
tanpa dapat dicegah secara efektif. Penyelewengan yang
dilakukan birokrasi terhadap masyarakat pengguna jasa
menjadikan masyarakat sebagai objek pelayanan yang dapat
dieksploitasi untuk kepentingan pribadi pejabat ataupun aparat
birokrasi. Kultur kekuasaan yang telah terbentuk semenjak masa
birokrasi kerajaan dan kolonial ternyata masih sulit untuk
dilepaskan dari perilaku aparat atau pejabat birokrasi.
D. Kinerja Birokrasi Masa Reformasi
Memasuki orde reformasi, pada masa ini dicirikan dengan
adanya liberalisasi politik. Liberalisasi politik ini
merupakan fase dimana adanya sebuah proses mengefektifkan hak-
hak yang melindungi individu dan kelompok-kelompok sosial dari
tindakan sewenang-wenang oleh negara. Selain itu kebebasan
pers juga telah diperbolehkan, sehingga aspirasi masyarakat
dapat disalurkan melalui fasilitas pers ini. Karena pada masa
orde baru sistem politiknya otoriter dan didominasi oleh
kelompok-kelompok militer dan hanya sedikit saja input sistem
politik yang berasal dari luar militer.
Tentu saja input sistem politik sebagian besar dari
keluarga Cendana dan kroni-kroni politik yang tidak bisa
dikesampingkan pada masa Orde Baru, untuk itu pada masa
reformasi ini diberlakukan liberalisasi politik dimana
individu-individu dan kelompok-kelompok sosial selain kelompok
militer mempunyai hak-hak untuk berpolitik. Sistem politik
pada masa itu menggunakan sistem terbuka dimana setiap warga
8
negara berhak dipilih dan memilih dalam setiap pemilu
diselenggarakan.
Ini ditandai dengan mulai adanya ledakan partisipasi
politik dari berbagai kelompok masyarakat, sebagai perwujudan
dari ledakan partisipasi politik itu para elite politik
berlomba-lomba mendirikan partai politik dan klimaksnya dari
pendirian partai politik adalah diselenggarakannya pemilu pada
tahun 1999. Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun 1999
(tepatnya pada tanggal 7 Juni 1999) di bawah pemerintahan
Presiden B. J. Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik.
Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, Partai Golongan Karya, Partai Persatuan
Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat
Nasional. Dan pemilu dimenangkan oleh Abdurrahman Wahid, dia
memangku jabatan sebagai presiden selama 1 tahun 8 bulan 23
hari, lalu disusul oleh Megawati Soekarno Putri yang
menggantikan posisi jabatan selama 2 tahun 20 hari. (Ricklefs,
2008)
Dari ketiga presiden ini, tak ada seorang pun yang
menduduki jabatan presiden sampai penuh satu periode. Ini
artinya, ketiga presiden ini turun atau diturunkan di tengah
jalan. Dengan demikian, tatanan politik negeri ini masih jauh
dari baik. Masa-masa yang dilalui ketiga presiden ini adalah
masa-masa transisi setelah tumbangnya Orde Baru. Ketiga elemen
demokrasi seperti legislatif, yudikatif, dan eksekutif masih
dalam proses mencari bentuk. Artinya, dalam tempo yang
demikian singkat, para presiden tersebut belum selesai menata
9
infrastruktur birokrasinya untuk menjalankan roda
pemerintahan.
Dan saat ini, lembaga legislatif Partai Demokrat menjadi
pemenang dalam pemilu dengan suara terbanyak, sedangkan di
eksekutif Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden sejak
tahun 2004 sampai sekarang. Partai Demokrat jadi pemenang
pemilu dan memiliki kursi signifikan di legislatif. Pada saat
yang sama, melalui pemilihan langsung, Yudhoyono yang
berpasangan dengan Boediono mendapat dukungan penuh dari
rakyat hingga menjadi pemegang tampuk kekuasaan di eksekutif.
Tujuan kuat partai politik ini adalah menjadikan pemerintahan
yang baik atau good governance bagi keberhasilan pembangunan
di berbagai aspek negara Indonesia. Kolaborasi legislatif-
eksekutif ini seharusnya menjadi mesin politik yang kuat bagi
Partai Demokrat untuk menjalankan pemerintahan.
Semenjak berakhirnya krisis 1998 dan masa Orde Baru,
pemerintahan masa reformasi dimulai dengan keinginan untuk
membuat kondisi birokrasi yang baik (good govermence) seperti
membuat undang-undang dan lembaga-lembaga yang mengatur para
birokrat melaksanakan tugas dan fungsinya secara tepat.
Kemudian dalam masa ini dikenal dua macam birokrasi yaitu
birokrasi patrimonial dan birokrasi kapitalisme. Birokrasi
patrimonial sendiri dapat diartikan sebagai perekrutan orang
ke dalam birokrasi didasarkan pada kedekatan hubungan personal
yang mengabaikan kualitas individu, namun lebih
memprioritaskan loyalitas kepada atasan. Untuk yang kedua
untuk kapitalisme, disini para birokrat secara aktif terlibat
dalam aktivitas bisnis yang berkaitan dengan pelayanan publik.
10
Faktor kultural dan struktural seperti di atas berperan
besar dalam mendorong terjadinya KKN di kalangan birokrasi.
Kecenderungan birokrasi untuk bermain politik pada masa
reformasi, tampaknya belum sepenuhnya dapat dihilangkan dari
kultur birokrasi di Indonesia. Perkembangan birokrasi
kontemporer memperlihatkan bahwa arogansi birokrasi sering
kali masih terjadi. Masih kuatnya kultur birokrasi yang
menempatkan pejabat birokrasi sebagai penguasa dan masyarakat
sebagai pengguna jasa sebagai pihak yang dikuasai, bukannya
sebagai pengguna jasa yang seharusnya dilayani dengan baik,
telah menyebabkan perilaku pejabat birokrasi menjadi bersikap
acuh dan arogan terhadap masyarakat.
Inefisiensi kinerja birokrasi dalam penyelengaraan kegiatan
pemerintahan dan pelayanan publik masih tetap terjadi pada
masa reformasi walaupun sudah dapat ditekan. Birokrasi sipil
termasuk salah satu sumber terjadinya inefisiensi
pemerintahan. Inefisiensi kegiatan pemerintahan dan pelayanan
publik terlihat dari masih sering terjadinya kelambanan dan
kebocoran anggaran pemerintah. Jumlah aparat birokrasi sipil
yang terlampau besar merupakan salah satu faktor yang
memberikan kontribusi terhadap inefisiensi pelayanan
birokrasi.
Walaupun, pemerintah sedang berusaha mewujudkan good
govermence dengan cara membentuk badan-badan yang dianggap
perlu untuk menciptakan birokrasi yang baik, tidak terbelit-
belit dan akuntabititas yang tinggi. Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), pembuatan E-KTP, dan visi Indonesia bisa
11
menerapkan birokrasi bersih pada 2025 sekalipun belum mampu
membuat kondisi Indonesia menjadi lebih baik.
E. Perbandingan Kinerja Birokrasi Pada Masa Orde Baru Dan Masa Reformasi
Dari beberapa penjelasan diatas mengenai sistem politik
dan kinerja birokrasi di Indonesia di dua masa yang berbeda,
dapat disimpulkan sebagai berikut :
Perbandingan Sistem politik dan kinerja birokrasi pada masa Orde Baru dan masa
reformasi di Indonesia.
Masa Orde Baru Masa ReformasiKinerjaBirokrasi
Administrasi yangsangatberbelit-belit, prosesadministrasi yanglama,tunduk pada satuperintah (komando)
Administrasimasih berbelit-belit, prosesadministrasisedikit lebih cepat, sudah adanya tatatertib yangmengatur birokrat.
Transparansi Sangat buruk,karena badanpengawas tundukkepada Presiden.
Lebih baik, karenadibuat lembaga yangkhusus untukmengawasi.
Akuntabilitas
Sangat buruk,karenatanggungjawab langsung denganPresiden, tanpatanggungjawabkepada masyarakat.
Lebih baik, karenatidak hanyabertanggungjawabkepada presidensaja, tetapitanggungjawabkepada masyarakatmelalui mediamassa.
EfisiensiKinerja
Inefisien terlihatdengan jelas, dan
Kinerja belumterlalu efisien
12
belum mampu untukditekan, karenapartisipasi publiksama sekali belumada.
namun sedikit demisedikit mampuditekan, karenapartisipasi publiksudah mulaiterlihat.
BAB IIIPENUTUP
Kesimpulan
13
Kinerja Birokrasi orde baru tidak berjalan dengan baik,
dibuktikan dengan proses administrasi yang berbelit – belit
dan terlampau lama, kemudian dari sisi transparansi,
akuntabilitas, efisiensi, dan partisipasi publik juga dapat
dikatakan masih buruk, karena pada masa ini semua tertuju pada
presiden tanpa ada pertanggung jawaban kepada masyarakat.
Kinerja Birokrasi era reformasi berjalan secara lebih baik
dan demokratis, meskipun proses administrasi masih berbelit –
belit namun memakan waktu yang lebih cepat dari sebelumnya,
selain itu dari sisi transparansi, akuntabilitas, efisiensi,
dan partisipasi publik sudah lebih berkembang, namun
pengecualian untuk efisiensi karena masih belum dikatakan
baik, terbukti masih adanya kebocoran dan kelambanan dalam
anggaran pemerintah.
Jadi dapat disimpulkan kinerja birokrasi pada masa
reformasi tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan kinerja
birokrasi pada masa orde baru, namun sudah lebih baik, dilihat
dari perkembangan yang didapatkan perbaikan kinerja birokrasi
dari masa orde baru, namun masih adanya kecenderungan dari
aparat yang kebetulan memperoleh kedudukan atau jabatan
strategis dalam birokrasi, terdorong untuk bermain dalam
kekuasaan dengan melakukan tindakan KKN, serta masih kautnya
kultur birokrasi yang menempatkan pejabat birokrasi sebagai
penguasa dan masyarakat sebagai pengguna jasa sebagai pihak
yang dikuasai, bukannya sebagai pengguna jasa yang seharusnya
dilayani dengan baik. Jika dilihat secara umum kinerja
birokrasi bisa berdampak baik dan buruk, namun jika ingin
memaksimalkan dampak baik, alangkah baiknya jika apa yang
14
disebut budaya yang sangat melekat itu bisa dihapuskan karena
kita semua harus bermain sacara bersih, semua orang memiliki
persamaan ideologi atau tujuan saja. Kita juga harus melihat
apakah orang tersebut benar-benar memiliki suatu skill yang
dibutuhkan untuk bekerja dibidang pemerintahan.
Saran
Jika membahas lebih lebih jauh tentang bagaimana solusi
yang mestinya benar-benar diterapakan di dalam birokrasi
Indonesia, mungkin dapat dikatakan seperti demikian, namun
tidak tertutup kemungkinan ada solusi lain yang lebih
kompleks, selain itukan ada terus perkembangan pemikiran
seperti misalnya :
Adanya keinginan perlu tumbuhnya kesadaran barudikalangan PNS dan pejabat struktural maupun fungsionalbahwa rakyat banyak yang diwakili di legislatif lah yangberkuasa, sedangkan pemerintah dan birokrasi hanyapelaksana.
Birokrasi perlu transparan dalam kegiatan-kegiatanyadalam membuat ketentuan-ketentuan teknis harus terbukadan mengikutsertakan wakil-wakil kelompok kepentingandalam masyarakat.
Pejabat birokrasi perlu “merakyat”, maupun turun kelapangan ke bidang tanggung jawabnya.
15
Beberapa pemikiran diatas setidaknya bisa dijadikan
sebagai suatu tolok ukur bagaimana nantinya birokrasi dapat
berjalan dengan lancar, tidak seperti masa-masa sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim (2009). Birokrasi dalam Era Keterbukaan InformasiPublik. Jakarta: Kementrian Komunikasi dan Informatika RI.
Gaffar, Afan (2005). Politik Indonesia. Yogyakarta : PustakaPelajar.
http://id.wikipedia.org/wiki/Birokrasi diakses Sabtu, 10 Mei2014.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kinerja diakses Sabtu, 10 Mei2014.
16
http://www.scribd.com/wanthodarknet/d/39179446-Definisi-Birokrasi diakses Sabtu, 10 Mei 2014.
http://mrjoxfadh.blogspot.com/2011/01/kinerja-pelayanan-publik-masa-reformasi.html diakses Jumat, 9 Mei 2014.
http://iriatna.wordpress.com/2009/02/24/refleksi-10-tahun-reformasi-birokrasi/ diakses Jumat, 9 Mei 2014.
http://moo-selamanya.blogspot.com/2011/04/sistem-politik-era-reformasi.html diakses Jumat, 9 Mei 2014.
Ricklefs, M. C. (2008), Sejarah Indonesia Modern 1200-2008,Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
17