Pengaruh Islam pada interior rumah bubungan tinggi di desa ...

27
3. ANALISA PENGARUH ISLAM PADA INTERIOR RUMAH BUBUNGAN TINGGI DI DESA TELOK SELONG 3.1. Organisasi Ruang Rumah Bubungan Tinggi Organisasi ruang rumah Bubungan Tinggi ini memusat pada ruang palidangan. Ruang-ruang lainnya yaitu kedua anjung, penampik besar, dan penampik bawah seolah mengelilingi ruang palidangan sebagai rumah pusat yang dominan. Dari sudut lain Francis D.K Ching mengatakan organisasi ruang terpusat terjadi dimana sejumlah ruang sekunder di hadapan pada suatu raang dominan. (Ching, 1991:205). Pada kenyataannya ruang palidangan di rumah Bubungan Tinggi ini memang merapakan ruang keluarga yang ukurannya cukup besar dibanding ruang yang lain. Ruangan ini digunakan sebagai raang yang menampung kegiatan-kegiatan yang dilakukan bersama oleh seluruh anggota keluarga Pusat Rumah Gambar 3.1. Posisi Pusat Rumah Dengan masuknya agama Islam, rumg palidangan ini berfiingsi sebagai tempat melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan bersama-sama seluruh anggota 60

Transcript of Pengaruh Islam pada interior rumah bubungan tinggi di desa ...

3. ANALISA PENGARUH ISLAM PADA INTERIOR RUMAH

BUBUNGAN TINGGI DI DESA TELOK SELONG

3.1. Organisasi Ruang Rumah Bubungan Tinggi

Organisasi ruang rumah Bubungan Tinggi ini memusat pada ruang

palidangan. Ruang-ruang lainnya yaitu kedua anjung, penampik besar, dan

penampik bawah seolah mengelilingi ruang palidangan sebagai rumah pusat

yang dominan. Dari sudut lain Francis D.K Ching mengatakan organisasi ruang

terpusat terjadi dimana sejumlah ruang sekunder di hadapan pada suatu raang

dominan. (Ching, 1991:205). Pada kenyataannya ruang palidangan di rumah

Bubungan Tinggi ini memang merapakan ruang keluarga yang ukurannya cukup

besar dibanding ruang yang lain. Ruangan ini digunakan sebagai raang yang

menampung kegiatan-kegiatan yang dilakukan bersama oleh seluruh anggota

keluarga

Pusat Rumah

Gambar 3.1. Posisi Pusat Rumah

Dengan masuknya agama Islam, rumg palidangan ini berfiingsi sebagai

tempat melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan bersama-sama seluruh anggota

60

61

anggota keluarga. Adapun kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilakukan di ruang

ini Adalah sholat berjamaah, dan pelajaran mengaji yang diberikan orang tua

kepada anaknya. Sholat dan mengaji adalah kegiatan keagamaan yang sangat

penting di dalam agama Islam Sholat adalah rukun kedua dalam rukun Islam

yang dianggap sebagai tiang agama, sedangkan mengaji adalah belajar membaca

Al Qur'an dimana Al Qur'an merupakan dasar hukum bagi umat Islam sehingga

penting untuk dipelajari. (Depdikbud, 1986:39).

Karena letaknya pada pusat bangunan, pelaksanaan kegiatan ibadah

pada ruangan ini diharapkan akan memberikan energi baik pada ruang-mang lain

disekitarnya (hasil wawancara). Dari sudut lain Francis D.K Ching mengatakan

bentuk terpusat ini dapat menjadi simbol tempat-tempat yang suci atau penuh

penghormatan (Ching, 1991:75). Tampaknya hal ini terjadi pula pada ruang

palidangan di rumah Bubungan Tinggi di desa Telok Selong ini, dimana ruang

palidangan raerupakan simbol dari sholat berjamaah dan mengaji (Al Quran)

sebagai pusat dari ruang-ruang lain yang mewakili kegiatan-kegiatan lainnya

(hasil wawancara)

3.1.1 Pembagian Ruang Rumah Bubungan Tinggi

Pembagian ruang pada rumah Bubungan Tinggi ini dapat dikelompokkan

ke dalam tiga area berdasarkan sifat kegiatan yang dilakukan didalamnya, yaitu:

1. Area umum atau publik, dimana area ini berisi ruang-ruang yang dapat

dikunjungi orang lain atau tamu selain penghuni rumah. Ruang-ruang yang

berada di area ini adalah penampik kedl, dan penampik besar. Ruang - ruang

ini merupakan mang yang dapat dikunjungi oleh tamu.

2. Area privat atau area yang biasa digunakan sebagai wadah aktivitas

penghuninya saja. Ruang-ruang yang berada di area ini adalah palidangan,

dan kedua anjung. Palidangan merupakan raang keluarga tempat berkumpul

seluruh anggota keluarga dan melakukan aktivitas bersama. Kedua anjung

adalah ruang tidur diraana setiap anggota keluarga beristirahat

3. Area service adalah area yang digunakan sebagai tempat melakukan kegiatan-

kegiatan pelayanan untuk seluruh anggota keluarga seperti memasak,

62

menumbuk bahan makanan, dan lain-lain. Ruang-ruang yang termasuk di

dalam area ini adalah penampik bawah, dan padapuran.

Gambar 3.2 Pembagian Area

Pembagian ruang pada rumah Bubungan Tinggi ini lebih didasarkan kepada

kebutuhan ruang secara teknis bukan secara simbolis (hasil wawancara).

3.1.2 Bentuk Ruang Rumah Bubungan Tinggi

Ruang-ruang yang berada dalam satu area di rumah Bubungan Tinggi

umumnya merupakan ruang - ruang terbuka, dimana tidak terdapat dinding yang

membatasi antara satu ruang dan ruang yang lain. Ruang-ruang yang berada

dalam satu area hanya dibatasi oleh perbedaan ketinggian lantai atau barisan

tiang.

63

Gambar 3.3 Penampik Kecil dan Penampik Besar

Garabar 3.4 Palidangan dan Anjung

Pada gambar 3.3 dapat dilihat ruang penampik besar dan penampik kecil

dipisahkan oleh dua buah tiang yang sejajar tanpa perbedaan ketinggian lantai.

Sedangkan pada gambar 3.4 antara palidangan dan kedua anjung dibedakan

dengan perbedaan ketinggian lantai. Antara palidangan dan kedua anjung ini

pada saat rumah Bubungan Tinggi ini dihuni dahulu dibatasi oleh tirai kain

yang disulam dengan manik-manik perak yang disebut dinding air guci.

64

Gambar 3.5 Penampik Bawah dan Padapuran

Pada penampik bawah dan padapuran juga dipisahkan hanya dengan perbedaan

ketinggian lantai dan dua buah tiang tanpa adanya dinding yang memisahkan.

Bentuk ruang-ruang yang terbuka dalam satu area ini secara filosofis

tidak diketahui bermakna apa. Secara teknis ruang-ruang yang terdapat dalam

satu area memang menampung aktivitas yang relatif bersifat sama, sehingga

bentuk ruang yang terbuka dapat mendukung satu aktivitas dengan aktivitas lain

yangsejenis. Ruangyang terbukajuga membuat fiingsi ruang lebih fleksibel.

3.1.3 Fungsi Ruang Rumah Bubungan Tinggi

Sebagai sebuah sistem religi, agama Islam memiliki perangkat yang

melengkapinya baik berupa ajaran, aturan atau perlengkapan ibadah. Di dalam

agama Islam dikenal adanya lima rukun Islam sebagai rangkaian ibadah yang

wajib dilaksanakan umat Islam untuk menjadi seorang muslim yang lengkap. Isi

dari rukun Islam tersebut adalah : 1) Dua kalimah syahadat (akubersaksi bahwa

tidak ada Tuhan lain kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu

pesuruh Allah), 2) Sholat, 3) zakat, 4) Puasa Ramadhan, 5) Menunaikan

ibadah haji bila mampu.

Setelah agama Islam masuk ke Kalimantan Selatan dan dipeluk oleh

sebagian besar masyarakatnya, baik ajaran - ajaran maupun aturan-aturan agama

Islam secara tidak langsung dilaksanakan pula oleh masyarakat Banjar, termasuk

didalamnya kelima rukun Islam. Perilaku ibadah secara Islam ini memberi

65

fungsi-fungsi khusus ke dalam ruang-ruang rumah Bubungan Tinggi. Fungsi-

fungsi tersebut lebih lanjut bahkan berkembang menjadi simbol ruang yang

menampungnya. Secara lebihjelas raang-ruang tersebut adalah :

1. Palidangan, sebagai ruang yang digunakan untuk sholat, ruangan ini memang

memiliki keistimewaan, baik dari posisinya yang menjadi pusat bagi ruang

lain, maupun dari besaran ruang yang cukup besar dibanding ruang lainnya.

Gambar 3.6 Palidangan

2 Padapuran, selain sebagai tempat memasak, padapuran atau dapur rumah itu

berfungsi sebagai tempat penyimpanan bahan makanan seperti beras, jagung

dan lain-lain. Sebagai tempat penyimpanan bahan makanan padapuran ini

bagi masyarakat Banjar identik dengan ibadah zakat. Sudah menjadi tradisi

bagi masyarakat Banjar untuk mengeluarkan zakat setahun sekali dari dapur.

Karena masyarakat Banjar pada umumnya adalah masyarakat agraris maka

zakat yang mereka keluarkan berupa beras. (Depdikbud, 1982: 116). Pada

rumah Bubungan Tinggi di desa Telok Selong ini tempat penyimpanan

makanan dan pintu belakang terdapat di penampik bawah, namun karena

penampik bawah dan padapuran terletak di satu area yang sama sehingga

66

fungsi dari kedua ruang ini memang sangat fleksibel dan saling melengkapi

antara satu dengan yang lain.

Gambar 3.7 Padapuran Gambar 3.8Tempat Penyimpanan

Makanan

3. Anjung kanan dan Anjung kiwa, sebagai ruang tidur masyarakat Banjar

memiliki aturan sendiri berkenaan dengan penggunaannya. Dalam masyarakat

Banjar kedudukan orang tua sangat dihormati maka yang berhak tidur di

Anjung kanan adalah orang tua, sedangkan yang tidur di anjung sebelah kiri

adalah anak. Sebelah kanan bagi umat Islam adalah sisi yang diutamakan

dapat dilihat dari penyucian anggota tubuh sebelah kanan lebih dulu dari

anggota tubuh sebelah kiri pada saat melakukan wudlu, atau penggunaan

tangan kanan untuk makan, dan lain-lain. Alasan ini pula yang membuat

anjung kanan digunakan sebagai ruang tidur orang tua (hasil wawancara).

Berkaitan dengan fiingsinya sebagai ruang tidur pula maka anjung kanan dan

anjung kiwa ini dianggap berkaitan erat dengan ibadah puasa, karena

digunakan sebagai tempat beristirahat siang hari pada saat melaksanakan

ibadah puasa (Depdikbud, 1982 : 117). Bagi umat Islam tidur saat berpuasa

merupakan ibadah, karena dengan tidur seorang muslim yang berpuasa

67

dapat menghindari perbuatan-perbuatan yang dapat membatalkan puasanya,

misalnya berpikiran buruk, bergunjing, dan lain-lain (hasil wawancara).

Gambar 3.9 Anjung

Penggunaan kedua anjung ini tidak hanya sebagai ruang tidur, masyarakat

Banjar umumnya melakukan ibadah sholat sunah, dan berzikir di ruangan ini

pula Berbeda dengan sholat lima waktu, sholat sunah biasanya dilakukan

secara individual begitu pula dengan berzikir. Seorang muslim yang telah

menunaikan ibadah haji selayaknya lebih sering melaksanakan ibadah-

ibadah sunah (dilakukan berpahala tidak dilakukan tidak berdosa) seperti

sholat sunah dan berzikir Karena hal ini pula, anjung kiwa dan anjung kanan

dianggap mewakili rukun Islam yang kelima yaitu menunaikan ibadah haji

(Depdikbud, 1982: 117).

Tabel 3.1. Organisasi Ruang

oo

69

3.2. Elemen Pembentuk Ruang Rumah Bubungan Tinggi

3.2.1. Lantai Rumah Bubungan Tinggi

Secara umum bahan lantai pada rumah Bubungan Tinggi ini adalah

papan kayu ulin. Lantai pada rumah Bubungan Tinggi ini tidak hanya berfungsi

sebagai alas ruang, tetapijuga sebagai batas dari satu ruang ke ruang yang lain.

Lantai pada rumah Bubungan Tinggi ini memiliki banyak perbedaan ketinggian

yang menjadi batas ruang. Jumlah jenjang lantai sebuah rumah Bubungan Tinggi

umumnya selalu dalam hitungan ganjil 7, atau 9 jenjang Dalam budaya Dayak

konsep ganjil ini berarti masih terbuka tidak tertutup seperti pada bilangan genap

(lihat bab 2 hal 46). Setelah masuknya Islam konsep ganjil pada rumah

Bubungan Tinggi ini dianggap masyarakat sebagai penerapan hadist nabi yang

berbunyi "Innallaha witron yuhibbul witra " yang berarti sesungguhnya Allah itu

ganjil (Esa), Dia menyukai yang ganjil. (Depdikbud 3, 1982 : 117).

Gambar 3.10. Potongan Rumah Bubungan Tinggi di Desa Telok Selong

Rumah Bubungan Tinggi di desa Telok Selong ini memilik 7 jenjang lantai

sebagai penerapan Al Hadist tersebut.

3.2.2. Dinding Rumah Bubungan Tinggi

Dinding pada rumah Bubungan Tinggi di desa Telok Selong ini dipasang

secara vertikal dengan ketinggian ± 5.50 m. Seperti rumah-rumah adat Banjar

lainnya yang juga memiliki ketinggian yang relatif lebih tinggi dibandingkan

70

rumah-rumah saat ini. Bahan yang digunakan untuk dinding rumah Bubungan

Tinggi di desa Telok Selong adalah kayu ulin atau yang biasa disebut kayu besi.

Pada dinding rumah Bubungan Tinggi terdapat komponen-komponen interior

seperti pintu, jendela, dan penempatan ornamen-ornamen hias berupa ukuran.

Untuklebihjelasnyakomponen-komponen tersebut adalah :

1 Pintu, seluruhnya terdapat empat buah pintu pada rumah bubungan tinggi

ini. Satu pintu depan atau yang biasa disebut lawang hadapan, dua buah pintu

pada tawing halat untuk masuk kepalidangan yang disebut lawang kembar

dan satu pintu yang terletak di penampik bawah menuju ke pelataran

samping yang disebut lawang belakang

Gambar 3.11 Lawang Hadapan dan LawangKembar

Secarajelas tidak ditemukan data-data mengenai pengaruh agama Islam pada

bentukan, jutnlah, maupun penempatan pintu pada rumah Bubungan Tinggi di

desa Telok Selong ini,

71

2. Jendela pada rumah Bubungan Tinggi ini, seperti juga pada rumah adat

Banjar pada zamannya jumlah jendela pada sisi ruang sebelah kiri sama

dengan sisi ruang sebelah kanan, kecuali pada ruang penampik bawah

dimanaposisijendela digantikan oleh pintu belakang. Konsep ganjil kembali

ditemui pada jeruji jendela yang berjumlah sebelas buah dalam satujendela

Alasan jumlah jeruji ganjil ini adalah sebagai penerapan Al Hadist seperti

yang telah dijelaskan sebelumnya.

Gambar 3.12 Jumlah Ganjil Pada Jeruji Jendela

3. Pada Rumah Bubungan Tinggi ini terdapat tataban yaitu tutup kaki tawing

(dinding) sebelah dalam. Tataban ini terdapat di kaki dinding pada ruangan

penampik besar dan penampik kecil. Tataban ini dimanfaatkan sebagai

sandaran, apabila duduk raembelakangi dinding. Pada saat orang Banjar

melangsungkan acara keagamaan, tataban ini digunakan sebagai tempat

72

meletakkan Al Qur'an. Seperti diketahui Al Qur'an adalah Kitab Suci Agama

Islam yang tidak boleh diletakkan di lantai.

Gambar 3.13 Tataban

4. Ornamen hias berupa ukiran, pada rumah Bubungan Tinggi ini penempatan

ornamen berupa ukiran memang dominan diletakkan pada dinding rumah.

Untuk lebih jelasnya mengenai ornamen hias akan dibahas pada sub bab

selanjutnya.

3.2.3 Langit-langit Rumah Bubungan Tinggi

Pada dasarnya rumah-rumah adat Banjar tidak memiliki plafond, atap

yang menjadi elemen arsitektur sekaligus merupakan langit-langit atau plafond

yang membentuk ruang dalam bangunan, di rumah Bubungan Tinggi ini secara

umum juga tidak memiliki plafond , kecuali pada bagian atas ruang palidangan,

yaitu tepat dibawah atap bubungan tinggi. Pemberian plafond pada ruang ini

lebih dikarenakan alasan teknis. Bentuk atap Bubungan Tinggi yang curatn

membuat kotoran debu dan serpihan kayu dari atap Bubungan Tinggi mudah

jatuh kebawah karena itulah dibawah atap Bubungan Tinggi ini diberi plafond.

(Hasil wawancara). Karena kondisi tersebut diatas, atap pada rumah Bubungan

Tinggi sekaligus merupakan langit-langit yang membentuk ruang di dalamnya.

73

Gambar 3.14 Plafon diatas Ruang Palidangan

Masuknya agama Islam merubah cara masyarakat Banjar memaknai

bentuk atap rumah Bubungan Tinggi ini. Dalam kebudayaan Dayak, bentuk atap

Bubungan Tinggi yang menjulang tinggi ke langit identik dengan gunung

keramat di dunia atas yang dikuasai oleh mahatala (lihat Bab 2 hal 45) yang

disimbolkan oleh ukiran Burung Enggang pada ujung pertemuan atap. Dengan

masuknya Islatn, bentuk atap Bubungan Tinggi kemudian dimaknai sebagai

ikrar terhadap Allah yang Maha Tinggi (Depdikbud, 1982 : 116) Ukiran burung

enggang yang berada di pertemuan atap Bubungan Tinggi kemudian dikenal

sebagai layang-layang atau gagalungan (Depdikbud, 1982 : 83). Bukan hanya

bentuk atap Bubungan Tinggi yang dimaknai sesuai dengan ajaran Agama

Islam. Atap Sindang langit yang menutupi ruang penampik besar dan penampik

kecil merupakan simbol ibadah sholat. Hal ini dikarenakan bentuk atap sindang

langit yang bagian depannya semakin merendah. Bentuk yang seperti

"merunduk" inidianggap mewakili sikap sujud dantunduk kepadaAllah SWT

dalam ibadah sholat (Depdikbud, 1982 : 116).

74

Gambar 3.15 Atap Bubungan Tinggi dengan Ukiran Layang-layang

Gambar 3.16 Atap Sindang Langit

3.2.4 Tiang Rumah Bubungan Tinggi

Tiang pada rumah Bubungan Tinggi bukan hanya sebagai konstruksi atau

rangka bangunan tetapi juga merupakan pembatas antara ruang satu dengan

ruang yang lain. Pada rumah Bubungan Tinggi ini tiang yang ada terbuat dari

kayu ulin dengan ukuran yang cukup panjang. Tiang yang paling tinggi berjumlah

delapan buah, tiang-tiang tersebut berada di ruang palidangan, dan menjadi

rangka tawing halat. Tiang - tiang itu dikenal dengan nama tiang pitogor.

Pitogor sendiri berarti utama, kedelapan tiang tersebut memang merupakan

tiang penyangga utama pada bangunan . (hasil wawancara) dari mana asal kata

pitagor, dan apa makna filosofisnya secara jelas tidak diketahui.

75

Gambar3.17 Empat Tiang Pitogor

3.2.5 Tangga Rumah Bubungan Tinggi

Tidak seperti pada rumah Bubungan Tinggi pada umumnya di rumah

Bubungan Tinggi di desa Telok Selong ini hanya memiliki dua buah tangga,

yaitu tangga naik ke karawat, dan tangga turun menuju ke penampik bawah.

Tidak terdapat tangga di depan rumah seperti pada umumnya rumah Bubungan

Tinggi. Hal ini terjadi karena jembatan didepan rumah Bubungan Tinggi ini

cukup tinggi sehingga tidak diperlukan tangga untuk naik ke lapangan

pamedangan. Pada saat jalan dan jembatan di depan rumah ini belum dibangun,

sehingga sungai tepat berada di depan rumah Bubungan Tinggi ini

76

kemungkinan saat itu terdapat tangga untuk naik dari sungai ke rumah ini.

(hasil wawancara)

Gambar 3.18 Tangga Naik ke Karawat

Seperti jumlahjeruji jendela, danjenjang lantai rumahjumlah anak tangga

padarumahinijugadalambilangan ganjil. Makna filosofis dibalik jutnlah ganjil

tersebut sama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

77

Tabel 3.2 Elemen Pembentuk Ruang

Elernen Pembentukruang

Lantai

Dinding

Jendela

Pintu

Tataban

Langit-langit

Kolom

Tangga

Pandangan BudayaAwal

Me rniliki j enj angyang selaluberjumlah ganjil.Bilangan ganjilbermakna masihterbuka, tidaktertutup sepertibilangan genap.

Jurnlah jerajijendela ganjildengan maknayang sama sepertidiatas

-

-

Bentuk atapBubungan Tingiadalah lambang darigunung keramat didunia atas yangdikuasai olehMahatala

8 Tiang Pitogordianggap sebagaitiang utama

Jumlahanak tanggaganjil denganmakna yang samaseperti diatas

Bentuk di RumahBubungan Tinggi diDesa Telok Selong

Memiliki tujuhjenjang lantai.

Memiliki sebelasjemjijendela

Memiliki 4 buahpintu, pintu depanpintu kembar (ditawin halaf), danpintu belakang

Hanya terdapat dipenampik kecil danpenampik besar

Memiliki atap yangbentuknya samaseperti umumnyaRumah BubunganTinggi

Memiliki tiangPitogor 8 buah

Terdapat dua buahtangga, memiliki 5anak tangga

Keterangan

Ganjil dimaknaisebagai cerminanAl-hadist yangberbunyi "Innallahawitrun yuhibbulwzfra"(Allah ituganjil / Esa, diamenyukai yangganjil)Ganjil sudahdimaknai sebagaiaplikasi dari AlHadist

Secara filosofistidak diketahuibemiakna apa

Tutup kaki dinding,digunakan sebagaisandaran punggungsaat duduk. Saatada acara selamatandigunakan sebagaitempat meletakkanAl-QuranAtap BubunganTinggi dimaknaisebagai ikrarterhadap Allah yangmaha tinggi. Atapsindang langitdimaknai sebagaisimbol sujud dantunduk kepadaAllah SWT sepertidalam sholatSecara filosofistiang pitogor initidak didapat datayang menjelaskanKonsep ganjil sudahdimaknai sebagaiaplikasi dariAl Hadist

78

3.3 Elemen Dekoratif

Elemen dekoratif adalali salah satu faktor penunjang estetika. Pamudji

Suptandar menyebutkan dalam perancangan interior unsur dekorasi merupakan

unsur pendukung yang memberi nilai tambah bagi keindahan ruang (Suptandar,

1999:195). Bagi masyarakat banjar elemen dekoratif berupa ukiran-ukiran pada

dinding rumah tinggal mereka bukan hanya memenuhi tuntutan akan

kebutuhan estetis saja. akan tetapi lebih merupakan identitas, yang menyimpan

makna filosofi kehidupan yang dalam dari masyarakat Banjar. (Hasil

wawancara)

Sebagai umat muslim, ajaran-ajaran agama Islam ikut pula terwujud

pada unsur dekorasi pada rumah tinggal mereka. Di rumah Bubungan Tinggi ini

nilai-nilai Islam terwujud dari berbagai segi pada unsur dekoratifiiya, baik dari

segi bentuk, tatanan, dan penempatan elemen dekoratifhya.

3.3.1 Bentuk Elemen Dekoratif

Sesuai dengan ajaran agama Islam yang melarang visualisasi mahluk

hidup yaitu hewan dan manusia maka bentuk-bentuk elemen dekoratif yang

berupa ukiran-ukiran di rumah Bubungan Tinggi ini tidak ada yang

memvisualisasikan mahluk hidup. Larangan tersebut muncul untuk mencegah

perbuatan musyrik atau menyembah selain Allah SWT. Sebagai jalan

keluarnya masyarakat Banjar menggunakan tumbuh-tumbuhan, motif lain seperti

tali tambang dan motif sinar sebagai hasil pemahaman mereka terhadap Al Hadist

dan ayat -ayat Al-Quran. Selain itu terdapat pula motif-motif kaligrafi sebagai

wujud sifat religius masyarakat Banjar. Adapun jenis - jenis motif ukiran yang

ada di rumah Bubungan Tinggi di desa Telok Selong itu adalah :

1. Tumbuh-tumbuhan sebagai perwujudan dialog masyarakat Banjar dengan

lingkungan alam disekitamya. Adapun bagian dari tumbuhan yang digunakan

sebagai motif ukiran pada rumah bubimgan tinggi yang ini adalah bunga,

daun-daunan, dan buah-buahan. Motif bunga-bungaan bagi orang Banjar

melambangkan suatu harapan kehidupan yang cerah pada masa datang. Daun-

daunan dengan warna hijaunya adalah lambang yang bermakna kesuburan.

Sedangkan motif buah-buahan bermakna pengecapan dari kehidupan yang

subur tadi (Seman, 1982, 68)

79

Gambar 3.19 Motif Bunga, Daun, dan Buah

2. Motif-motif lain yaitu tali tambang yang bermakna persatuan, kesatuan dan

kekuatan motif ukiran yang biasa disebut tali bapintal ini merupakan aplikasi

pemahaman masyarakat Banjar terhadap terjemahan dari suatu ayat kitab suci

Al-Qur'an surat Al Imron ayat 103 yang berbunyi "Wa'tasyimu bihablillahi

jamiaw wala tafarroqu" yang artinya "Berpegang teguhlah kamu sekalian pada

tali Allah dan janganlah kamu berpecah-belah". Tali Allah yang dimaksudkan

adalah agama beserta ajaran-ajarannya. Tali bapintal menggambarkan

kerukunan hidup berkeluarga maupun bermasyarakat dengan prinsip mufakat

yang keseluruhannya dilandasi oleh aqidah agama (Seman, 2001:188). Selain

tali bapintal terdapat motif lain yaitu pancaran sinar matahari yang memiliki

makna simbol kehidupan. Matahari dengan cahayanya memberikan kehidupan

bagi mahluk dan dunia, khususnya bagi manusia, binatang dan tumbuhan.

Menurut ajaran Islam sendiri cahaya berarti pemberian Allah kepada langit dan

bumi. Hal ini berdasarkan ayat suci Al-Qur'an, surat ke-24 yaitu surat An-Nur

yang berarti "Cahaya", ayat 35 yang menyebutkan bahwa Allah (pemberi)

cahaya (kepada) langit dan bumi. (Seman, 2001 :184)

80

Gambar 3.20 Motif Tali dan Sinar

3. Motif yang terakhir adalah motif ukiran Kaligrafi. Seiring dengan masuknya

agama Islam motif ukiran kaligrafi ikut menambah warna seni kaligrafi

Kalimantan Selatan. Kaligrafi yang digunakan biasanya adalah nama Tuhan

(Allah SWT) nama Nabl Muhammad SAW dan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Dan

salah satu huruf hijaiyah dengan nama lam jalalah. Lam jalalah diartikan

akronim atau singkatan dari "laa haula wala quwwata illa billah" yang artinya

"Tidak ada daya dan kekuatan, kecuali dengan pertolongan Allah". Orang

Banjar yang memiliki kehidupan religius sangat mengimani makna dari ayat

ini, sehingga dijadikan suatu amalan zikir yang dibaca pada setiap saat. Motif

ukiran ini kemudian dipercaya oleh masyarakat Banjar sebagai penolak hal-

hal buruk seperti roh-roh jahat dan lain-lain yang dapat membahayakan

kehidupan mereka. (Seman, 2001 : 182)

Gambar 3.21 Motif Kaligrafi

81

Gambar 3. 22 Motif Ukiran Huruf Lam (Lam Jalalah)

3.3.2. Tatanan Elemen Dekoratif

Dari segi tatanannya, elemen dekoratif di rumah Bubungan Tinggi ini

dapat dibagi menjadi tiga yaitu bagian bawah, tengah dan atas. Bagian atas

didominasi oleh ukiran kaligrafi. Hal ini bertujuan agar ayat-ayat suci Al-Qur'an,

nama Allah, dan Nabi-Nabi terpelihara kesuciannya. Peletakan agar ukiran

kaligrafi ini diistimewakan yaitu diletakkan dibagian atas. Alasan lain yaitu

dengan penempatan demikian agar ukiran kaligrafi tersebut mudah dibaca, agar

orang yang membacanya selalu mengingat ajaran-ajaran agama didalam

kehidupannya.

Pada tawing halat ukiran kaligrafi ditempatkan pada bagian atas yang

disebut dahi /awang. Bagian tengah didominasi ukiran tumbuh-tumbuhan yaitu

bunga, daun-daunan dan buah-buahan. Ukiran tumbuh-tumbuhan ini terdapat pada

jurai lawang, sebagian dahi lawang. Bagian bawah diisi dengan motif ukiran tali

bapintal dan sinar matahari pada daun pintu bagian bawah. Motif ukiran tali

bapintal ini digunakan pada tataban yang terletak pada sepanjang kaki dinding

bagian dalam ruang penampik kecil dan besar.

Gambar 3.23 Tawing Halat

82

3.3.3 Penempatan Elemen Dekoratif

Dari segi penempatannya, secara umum elemen dekoratif di rumah

Bubungan Tinggi ini diletakkan pada area publik yaitu pada penampik kecil,

penampik besar serta di lawang hadapan, yaitu pintu masuk rumah Bubungan

Tinggi ini. Pada ruang penompik kecil dan penampik besar yang merupakan satu

ruang ini elemen dekoratif terdapat pada tataban, pertemuan antar balok pada

langit-langit serta tempat gantungan lampu yang juga berada di langit-langit.

Elemen dekoratif yang paling banyak terdapat di tawing halat.

Gambar 3.24 Tataban Gambar 3.25 Jurai Lawang

Gambar 3.26 Dahi Lawang Gambar 3.27 Gantungan Lampu

Tawing halat sebagai satu-satunya dinding di rumah ini yang

memisahkan area publik dan area privat memiliki arti yang sangat besar bagi

masyarakat Banjar pada umumnya dan pemilik rumah khususnya. Tawinghalat

adalah lambang identitas bagi pemiliknya. Semakin megah tawing halat, semakin

meriah ukirannya menunjukkan makin tinggi pula kedudukan pemiliknya dimata

masyarakat sekitar. Sedemikian pentingnya arti tawing halat sampai -sampai

83

hanya bangsawan, dan alim ulama saja yang berhak duduk didekat tawing halat

ini. (Hasil Wawancara)

Pada area privat penempatan ornamen atau elemen dekoratif tidak ada

sama sekali. Dilihat darl sudut pandang agama Islam hal ini sangat beralasan.

Palidangan dan kedua anjung yang berfiingsi sebagai tempat sholat terlihat sepi

dari ornamen. Hal ini dikarenakan ibadah sholat adalah ibadah yang melibatkan

manusia dan Allah kedalam hubungan yang sangat khusus dan pribadi. Sehingga

untuk mendukung kekhusukan ibadah sholat tersebut maka tidak diletakkan

omamen atau elemen dekoratif yang ditakutkan nantinya akan mengganggu

proses ibadah itu sendiri.

Gambar 3.28 Bagian Belakang Tawing Halat

Tabel 3.3. Elemen Dekoratif