desa pacung

34
SOSIOLOGI DESA DAN KOTA TUGAS STRUKTUR SOSIAL DAN TATANAN SPASIAL PERMUKIMAN BALI-AGA DESA PACUNG Oleh : NYOMAN TRISNA SAPUTRA 1391861015 WAYAN GANESHA 1391861013 PROGRAM STUDI MAGISTER ARSITEKTUR UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013

Transcript of desa pacung

SOSIOLOGI DESA DAN KOTA

TUGAS

STRUKTUR SOSIAL DAN TATANAN SPASIAL

PERMUKIMAN BALI-AGA DESA PACUNG

Oleh :

NYOMAN TRISNA SAPUTRA 1391861015

WAYAN GANESHA 1391861013

PROGRAM STUDI MAGISTER ARSITEKTUR

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

I. DATA

1.1. Fisik

1.1.1. Lokasi Desa Pacung

Desa Pacung adalah salah satu desa yang berada di Wilayah Kecamatan

Tejakula, yang terletak pada ketinggian 0 - 500 meter dari permukaan laut, suhu

udara sing hari 28 – 32 C , 8,07 Ls – 8,12 Ls dan 115.05 BT – 115.07 BT dan

termasuk dataran rendah (pesisir). Batas-batas Desa Pacung adalah :

Sebelah Utara : Laut Bali

Sebelah Selatan : Desa Sembiran

Sebelah Barat : Desa Bukti (Kec. Kubutambahan)

Sebelah Timur : Desa Julah

Desa Pacung dapat ditempuh dari Kota Denpasar dengan jarak 147 Km, bisa

melalui utara menuju arah Singaraja ataupun Ke arah Timur menuju Karangasem

lalu ke Singaraja. Desa Pacung terdiri dari 3 banjar yaitu :

Banjar Dinas Kubuanyar

Banjar Dinas Alassari

Banjar Dinas Anta Sari

PETA LOKASI

1.1.2. Pola Penggunaan Lahan

Luas Wilayah desa Pacung ± 666 Ha dengan pemanfaatan lahan pada tahun

2011 yang terdiri dari :

Pemukiman : 47,01 Ha

Tegalan : 484,08 Ha

Perkebunan : 38,22 Ha

Bangunan Umum : 506,09 Ha

Kuburan : 1,1 Ha

Pekarangan : 67,5 Ha

Perkantoran : 6,08 Ha

Lapangan Olah raga : 1,00 Ha

Hutan Rakyat : 38,7 Ha

Pola permukiman Desa Pacung memiliki konsep jaga satru yang berarti

waspada terhadap musuh. Mengelompok di tengah –tengah desa yang dikelilingi oleh

Bukit Kauh, Bukit kangin, dan Bukit Kaja. Sedangkan di selatan merupakan pintu

keluar untuk menuju desa tetangga, yaitu Desa Sembiran. Pola permukiman ini

menyerupai benteng dengan empat lawangan (pintu gerbang) di setiap arah mata

angin. Permukiman Desa Pacung terdiri dari tiga banjar, yaitu Banjar Kubu Anyar,

Banjar Alas Sari dan Banjar Anta Sari Sejak berabad – abad yang lalu perencanaan

lahan permukiman desa telah disesuaikan dengan topografi desa yang terletak

diantara perbukitan. Susunan rumah penduduk dibuat berpetak – petak dengan luas

masing –masing rumah sekitar 2 are dan membentuk pola linier dari utara ke selatan.

Kondisi salah satu gang di lingkungan

hunian

Pura Ratu Ayu

Kondisi salah satu hunian tradisional yang masih utuh

Kantor Kepala Desa Pacung Sajah satu sarana pendidikan Sekolah Dasar

Jalan utama di desa pacung yang menghubungkan permukiman penduduk

Tempat suci ( kemulan )pada salah satu hunian dengan penyengker (pembatas )

Posisi dan kondisi pelinggih (tempat suci )

Salah satu balai masyarakat sebagai wadah organisasi

Kori Agung atau pintu masuk dari jalan menuju

pura desa

Salah satu Angkul-Angkul sebagai pintu masuk

PETA GUNA LAHAN

1.1.3. Peta divisi permukiman

1.1.4. Ilustrasi bangunan domestik dan non-domestik

1.1.5. Peta lain yang terkait

1.2. Sosial

1.2.1. Demografi (jenis kelamin, umur, pendidikan, dll)

1.2.2. Struktur keluarga

Sebagai salah satu dari desa Bali Aga, Pacung memiliki budaya, dialek bahasa,

dan ritual yang berbeda dari desa-desa lain di Bali. Berbeda dari masyarakat Bali

daratan, dalam sistem sosialnya Desa Pacung menganut sistem ulunan atau prajuru.

Sistem ulunan berarti mengedepankan kedudukan dalam keluarga berdasarkan

perkawinan. Begitu seseorang menikah, maka namanya dimasukkan dalam krama

adat. Pencantuman ini terjadi secara berurutan yang menjadi kebaan adalah yang

menikahnya paling dahulu. Orang yang menikahnya paling dahulu atau usia

pernikahanya paling tua akan berada pada status yang paling tinggi.

Keluarga yang hidup neolokal masih memiliki kewajiban-kweajiban terhadap

sanggah yang terdapat di rumah dadia. Semakin berkembang keluarga tersebut maka

semakin banyak kelurga yang terhubung dari keberadaan rumah dadia tersbut. Pada

kondisi sekarang ini rumah dadia yang terdapat di Desa Pacung sudah memiliki

beberapa generasi. Rumah dadia yang ada terus di tempati oleh orang yang dianggap

sesepuh atau orang yang paling tua berdasarkan aturan kuno yang ada di desa

(berdasarkan status pernikhan). Pergantian orang yang menempati rumah dadia

tersebut biasanya membawa perubahan terhadap pola ruang dari rumah dadia yang

ada di Desa Pacung.

1.2.3. Struktur serta hubungan kemasyarakan

Sebagai desa yang masih tradisional dan selalu menjunjung tinggi awig –

awig desa, kehidupan masyarakat Desa Pacung selalu mengedepankan prinsip

persatuan, kesatuan dan kebersamaan. Hal ini dikarenakan setiap warga memiliki

tanggung jawab untuk menjaga kelestarian dan kesucian desa. Kelestarian desa

mempunyai makna bahwa sampai kapanpun status dan kedudukan Desa Pacung harus

tetap dipertahankan.

Ada beberapa faktor yang mendasari rasa kebersamaa dan kesatuan warga

Desa Pacung, sebagai berikut :

1) Tidak adanya sistem pelapisan sosial

2) Sistem kepemimpinan yang berlaku bersifat kekeluargaan

3) Adanya aturan desa adat yang selalu menjaga warganya.

Konsep kehidupan kolektif masyarakat Desa Pacung tertuang dalam

kedudukan dan fungsi mereka terhadap desa adat, tradisi, dan kebiasaan untuk

melestarikan nilai – nilai sosial budaya dan hubungan – hubungan kekerabatan yang

dikembangkan dalam kehidupan kemasyarakatan. Dengan tidak adanya sistem kasta,

pengurusan desa dilakukan oleh semua warga tanpa terkecuali sesuai dengan bidang

tugas dan tanggung jawab masing-masing. Hal ini dikarenakan sejak masa kanak-

kanak masyarakat Desa Pacung telah diberi pemahaman dan dipersiapkan untuk

menjadi krama desa, kelian adat, dan pemangku adat pada masa –masa yang akan

datang.

Pada dasarnya, konsepsi sistem kemasyarakatan Desa Pacung tidak pernah

terlepas dari sistem adat. Hampir setiap hari selalu ada upacara di dalam desa dan tiap

individu wajib berpartisipasi mulai dari gotong royong menyiapkan banten (sesaji)

hingga pelaksanaan upacara yang seluruhnya terpusat di Bale Agung/Pura Desa.

Lingkungan/wilayah Desa Pacung, menurut trilingganing desa dibedakan

menjadi tiga bagian, yaitu

1. Utama mandala, seperti tempat-tempat khayangan desa;

2. Mandya mandala, seperti tempat tinggal dan tanah milik desa; dan

3. Nista mandala, seperti kuburan

Masyarakat yang tinggal di Desa Pacung dibagi menjadi dua bagian, yaitu

1. Anggota masyarakat adat, yaitu keluarga yang menempati tanah pekarangan

desa, dibedakan menjadi dua, masyarakat adat laki-laki dan masyarakat adat

wanita (istrinya);

2. Anggota masyarakat sampingan, yaitu keluarga yang tidak terdaftar sebagai

masyarakat desa adat, hal ini di sebabkan karena:

i. Salah satunya meninggal dunia atau cerai dari suami istri atau juga

anaknya semua sudah menikah, maka status masyarakat adat akan di

gantikan oleh anaknya yang telah menikah tersebut.

ii. Lanjut usia, yang sudah bercicit, terkecuali ada pertimbangan lain

Karena itulah, maka jumlah penduduk Desa Pacung secara adat maupun

administratif berbeda jumlahnya. Masyarakat secara administratif lebih banyak dari

pada masyarakat secara adat, seseorang menjadi anggota desa adat apabila :

Menempati tanah pekarang desa adat;

Berdasarkan atas pernikahan;

Telah disahkan oleh pemerintahan adat maupun dinas; dan

Tinggal menetap di Desa Pacung.

Dan seseorang berhenti menjadi anggota desa adat apabila :

Mengajukan diri untuk berhenti;

Diberhentikan karena sudah tidak mengikuti aturan-aturan yang

terdapat di dalam desa adat, serta tidak bisa memperbaiki sikapnya;

Tanah pekarangan yang di miliki di jual; dan

Berhenti memeluk agama Hindu.

1.2.4. Sistem Pemerintahan

Secara umum, sistem pemerintahan desa yang dikenal oleh masyarakat Bali

dan diakui pula oleh pemerintah daerah Provinsi Bali adalah sistem pemerintahan

desa dinas dan sistem pemerintahan desa adat. Keduanya memiliki perbedaan secara

substansial, struktur dan fungsi. Keterikatan masyarakat maupun respon yang

diberikan pada dua lembaga pemerintahan tersebut berbeda pula.

A. Pemerintahan Dinas

Desa dinas (perbekel) adalah desa resmi dengan wilayah administratif

pemerintahan dibawah kecamatan yang merupakan lembaga pemerintah paling

bawah dalam rangka menunjang pelaksanaan otonomi daerah. Dalam kedudukannya

sebagai desa dinas, Desa Pacung meliputi: Banjar Dinas Kubuanyar, Banjar Dinas

Gambar 1 Struktur pemerintahan Desa Pacung

Kepala Desa/Perbekel

Sekretaris Desa

KaurKeuangan

Kaur pembangunan

KaurKesra

Kaurpemerintahan

Kaur umum

Kelian BanjarDinas Kubu Anyar

Kelian BanjarDinas Alas Sari

Kelian BanjarDinas Anta Sari

Alas Sari dan Banjar Dinas Anta Sari. Adapun struktur pemerintahan desa dinas di

wilayah Desa Pacung sebagai berikut

B. Pemerintahan Adat

1.2.5. Sistem Kelembagaan/Organisasi Sosial

Secara turun – temurun kehidupan masyarakat Desa Pacung tidak pernah

terlepas dari adat. Begitu juga sistem organisasi sosial yang ada selalu mengacu pada

sistem adat dan awig – awig. Hal ini lah yang mendasari sistem organisasi sosial yang

kuat dan bertahan hingga kini.

Jenis-jenis lembaga tradisional dalam masyarakat Bali adalah desa, banjar,

subak, dan sekehe. Bentuk lembaga tradisional atas dasar kesatuan wilayah disebut

desa. Konsep desa memiliki dua pengertian, yaitu desa adat dan desa dinas. Desa adat

adalah kesatuan masyarakat hukum adat di daerah Bali yang mempunyai satu

kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu yang secara

turun-temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga yang mempunyai wilayah tertentu dan

harta kekayaan tersendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Landasan

dasar desa adat di Bali adalah konsep Tri Hita Karana. Konsep Tri Hita Karana

adalah satu konsep yang mengintegrasikan secara selaras tiga komponen penyebab

kesejahteraan dan kebahagiaan hidup yang diyakini oleh orang Bali. Ketiga

komponen tersebut, yaitu

1. Parhyangan atau Tuhan yang memberikan perlindungan bagi kehidupan;

2. Palemahan, yaitu seluruh wilayah lembaga tersebut; dan

3. Pawongan adalah sumber daya manusia yang terdiri atas semua warga

lembaga yang bersangkutan.

Adapun jenis lembaga yang ada di Desa Pacung adalah:

A. Banjar

Merupakan bentuk kesatuan-kesatuan sosial yang didasarkan atas kesatuan

wilayah. Kesatuan sosial itu diperkuat oleh kesatuan adat dan upacara-upacara

keagaman yang keramat. Sesuai dengan fungsinya, dibedakan atas banjar adat dan

banjar dinas, banjar adat mengurusi permasalahan dalam bidang adat dan agama,

sedangkan untuk banjar dinas fungsinya hanya focus dalam permasalahan-

permasalahan administratif.

Di Desa Pacung, sifat keanggotaan banjar tidak hanya terbatas pada orang

yang lahir di wilayah banjar tersebut namun juga sifat keanggotaannya tidak

tertutup dan terbatas kepada orang-orang asli yang lahir di banjar itu. Orang dari

wilayah lain atau lahir di wilayah lain dan kebetulan menetap di banjar

bersangkutan dipersilakan untuk menjadi anggota (krama banjar) kalau yang

bersangkutan menghendaki. Tetapi hal tersebut hanya berlaku untuk masyarakat

yang beragama Hindu.

Banjar dikepalai oleh seorang kepala yang disebut kelian banjar. Di Desa

Pacung kelian banjar sekaligus menjabat sebagai kelian banjar adat dan kelian

banjar dinas. Ia dipilih dengan masa jabatan tertentu oleh warga banjar. Tugasnya

tidak hanya menyangkut segala urusan dalam lapangan kehidupan sosial dari

banjar, tapi juga lapangan kehidupan keagamaan. Biasanya dalam menjalakan

tugasnya kelian banjar di bantu oleh kasinoman yang mempunyai tugas utama

sebagai juru arah atau penyampai pesan kepada masyarakat banjar Kecuali itu ia

juga harus memecahkan masalah yang menyangkut adat. Kadang kelian banjar

juga mengurus hal-hal yang sifatnya berkaitan dengan administrasi pemerintahan.

Banjar di Desa Pacung memiliki peranan yang sangat besar. Banjar

merupakan wadah pelaksanaan dari berbagai macam kegiatan, baik yang bergerak

dalam aspek ekomoni, kemasyarakatan, agama dan pemerintahan. Kegiatan

banjar yang paling rutin di lakukan adalah gotong royong, biasanya gotong

royong di lakukan setiap akan memulai sutau upacara keagaman yang ada di desa.

Secara adat banjar mempunyai kewajiban untuk mengelola sarana-sarana

peribadatan yang ada di desa. Ketika berlangsung suatu upacara agama disalah

satu Pura maka secara bergantian masing-masing banjar akan menjaga serta

mempesiapkan alat ataupun kebutuhan lainya terkait dengan upacara yang akan di

laksanakan, oleh masyarakat Desa Pacung dikenal dengan istilah Ngayah.

Pusat dari banjar adalah bale banjar, dimana krama banjar bertemu pada

hari-hari tertentu. Bale banjar tidak hanya dimanfaatkan untuk keperluan

berkaitan dengan administrasi tetapi juga untuk keperluan terkait dengan

permasalahan secara adat oleh masyarakat Desa Pacung Selain hal tersebut bale

banjar juga digunakan sebagai tepat posyandu dan kelompok-kelompak yang ada

di banjar lainnya.

B. Sekaha

Dalam kehidupan kemasyarakatan di Desa Pacung, ada organisasi-

organisasi yang bergerak dalam lapangan kehidupan yang khusus, ialah sekaha.

Organisasi ini bersifat turun-temurun, tapi ada pula yang bersifat sementara. Ada

sekaha yang fungsinya adalah menyelenggarakan hal-hal atau upacara-upacara

yang berkenan dengan desa, misalnya sekaha baris (perkumpulan tari baris),

sekaha teruna-teruni, sekehe gong (kumpulan para pemain alat musik/gong).

Sekaha tersebut sifatnya permanen, tapi ada juga sekaha yang sifatnya sementara,

yaitu sekaha yang didirikan berdasarkan atas suatu kebutuhan tertentu.

Sekehe teruna teruni di Desa Pacung, memiliki stuktur yang hampir sama

dengan banjar maupun desa adat. Untuk wilayah desa terdapat sekeha teruna-

teruni/ karang taruna yang terdiri dari pemuda usia diatas 12 tahun sampai orang

terebut menikah, dan merupakan anggota keluarga yang tercatat sebagai warga

desa adat/pakraman. Untuk di masing-masing wilayah banjar juga terdapat

sekeha yang meliki syarat keangotaan yang sama yaitu berasal dari keluarga yang

tercatat sebagai anggota banjar adat. Aktifitas di sekehe ini sangat beragam baik

terkait dengan aktifitas kemasyarakatan maupun aktifitas yang bersifat religus,

aktifitas tersebut antara lain adalah mempersiapkan peringatan hari-hari besar

nasional, mengadakan perlombaan-perlombaan dilingkup pemuda-pemudi. Untuk

keangotaan sekehe teruna teruni di Desa Pacung cukup tinggi hal ini di karenakan

kebijakan dari masing-masing banjar yang mewajibkan untuk setiap pemuda yang

berumur 12 tahun ke atas dan sebelum menikah wajib mengikuti sekaha teruna-

teruni. Di Desa Pacung terdapat Sekeha Truna Truni, STT. Dharma Putra Desa

Pekraman bangkah dan STT. Eka Tana Desa Pekraman Pacung

C. Subak

Di Bali secara umum dikenal dua jenis subak, yaitu subak sawah dan

subak abian. Perbedaan dari kedua jenis subak tersebut adalah lahan pertanian

yang mereka garap. Subak sawah adalah organiasi masyrakat yang mengarap

lahan sawah dan mengatur sistem, sedangkan untuk subak abian adalah mengarap

lahan perkebunan/tegalan yang mana tidak mengunakan atau memerlukan sistem

irigasi. Untuk di wilayah Desa Pacung hanya terdapat satu jenis subak, yaitu

subak abian, dilarenakan lahan pertanian yang terdapat di desa adalah lahan

perkebunan kopi dan cengkeh. Fokus kegiatan subak antara adalah pada cara

pembibitan dan penaman tanaman kopi atupun cengkeh.

Subak di Desa Pacung seolah-olah lepas dari dari Banjar dan mempunyai

kepala sendiri. Orang yang menjadi warga subak tidak semuanya sama dengan

orang yang menjadi anggota banjar. Warga subak adalah pemilik atau para

penggarap perkebunan. Sudah tentu tidak semua warga subak tadi hidup dalam

suatu banjar. Orang yang tinggal di luar desa namum memiliki lahan

pertanian di Desa Pacung, maka secara otomatis orang tersebut akan menjadi

anggota dari subak tersebut.

1.2.6. Hak dan kewajiban di masyarakat

Krama desa memiliki hak, tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan

sesuai dengan awig –awig desa. Adapun hak, tugas dan kewajiban krama desa adalah

sebagai berikut :

1) Menangkap dan mengadili warga desa yang melakukan pelanggaran adat;

2) Mengatur, memelihara, memperbaiki, dan mengawasi keberadaan setiap

bangunan yang ada di wilayah desa; dan

3) Mengatur pemanfaatan kekayaan dan uang kas desa.

Semua permasalahan yang ada di Desa Pacung diputuskan melalui sangkep

(pertemuan/rapat) yang dipimpin oleh kelian desa dengan mengundang krama desa

muani (anggota krama desa laki-laki). Ketika berjalannya proses diskusi, kesempatan

pertama untuk mengemukakan pendapat diberikan pada Kebaan, kemudian Pasek

dan dilanjutkan oleh Takin. Semua pendapat akan ditampung, dibicarakan lagi dan

diputuskan oleh kelian desa. Jika mereka belum bisa mengambil keputusan, maka

pengambilan keputusan dilakukan melalui suara terbanyak.

1.2.7. Sistem kepercayaan

Keberadaan desa adat di Bali telah berdiri sejak jaman kerajaan. Ini dapat

dilihat pada masa Kerajaan Mayadanawa (959 – 974 M), kemudian Kerajaan

Mahendradatta (988 – 1011 M). Pada masa pemerintahan ini didatangkan 4 orang

pandita, salah satunya Mpu Kuturan. Dalam jabatan Mpu Kuturan diadakan

Pasamuan Agung yang disebut “Samuan Tiga” yang menghasilkan lima keputusan

pokok, diantaranya :

1) Paham Tri Murti dijadikan dasar keagamaan yang di dalamnya telah

mencakup seluruh paham keagamaan yang berkembang di Bali pada waktu itu

2) Pada setiap Desa Adat atau Desa Pekraman harus didirikan Kahyangan Tiga,

yaitu: Pura Desa atau Bale Agung, Puseh atau Segara, dan Dalem (hutan

setra), dengan keharusan adanya pura di sawah yang menjadi panyungsungan

Krama Subak yang disebut Pura Siwi atau Bedugul,

3) Pada tiap-tiap rumah pekarangan harus didirikan bangunan suci yang disebut

Sanggah atau Merajan

4) Semua tanah-tanah pekarangan dan tanah-tanah yang terletak di sekitar Desa

Adat atau Desa Pekraman yang berarti termasuk tanah-tanah Kahyangan Tiga

adalah milik Desa Adat yang berarti pula milik Kahyangan Tiga dan tanah-

tanah tersebut tidak boleh diperjualbelikan

5) Nama agama yang dianut oleh masyarakat Bali ketika itu adalah Agama Ciwa

Budha

Pada masa sekarang, keberadaan desa adat telah dikuatkan dengan keluarnya

Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman/ Desa

Adat. Dalam peraturan ini dikatakan bahwa Desa Pakraman adalah kesatuan

masyarakat hukum adat di Propinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan

tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun-temurun dalam

ikatan Kahyangan Tiga atau Kahyangan Desa yang mempunyai wilayah tertentu dan

harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri.

1.2.8. Aspek historis dan keterkaitan sejarah dengan permukiman Bali-Age

yang lain.

Tersebutlah kerajaan Kerta Sari Waringin (Sekarang disebut Desa Julah) yang

mana pada saat itu diperintah oleh seorang raja yang bernama Yudodana. Dalam

menjalankan pemerintahannya beliau sangat taat pada ajaran-ajaran agama beliau

juga berjiwa seni, yaitu seni lukis, tari dan seni suara / wirama. Setelah beberapa

tahun memegang pemerintahannya, tiba-tiba datanglah kaum bajak (dari daerah luar)

menyerangnya. Sehinga beberapa dari penduduknya lari kearah selatan yang sekarang

daerah ini disebut dengan banjar batu gambir. Dan sebagiannya lagi menuju daerah

barat dari tempat itu(sekarang bernama desa sembiran). Setelah beberapa lama

kemudian keadaan sudah semakin tenang dan penduduknya sudah semakin

berkembang, berdirilah sebuah kerajaan di desa sembiran ini, yang nama rajanya pada

saat itu bernama Seri Jana Sadu Warmadewa.

Raja ini juga taat sekali dengan ajaran-ajaran agama, sehingga

pemerintahannya berjalan pesat. Untuk menghindari terjadinya

sesuatu yang menyimpang dengan ajaran-ajaran agama (sundarigama) maka beliau

membuat suatu atura-aturan sebagai berikut :

1. Barang siapa yang mengambil (kawin) dengan keluarga misanan maka

dikeluarkan dari desa

2. Barang siapa yang melahirkan (punya anak perempuan ) berturut-turut tiga

orang maka mereka dikeluarkan dari desa (dihukum) disuatu tempat yang

telah ditentukan yang agak jauh dari tempat pemukiman desa sembiran.

Lama kelamaan orang-orang ini semakin berkembang, dan mendirikan sebuah

banjar yang disebut dengan banjar kubuanyar, yang artinya : banjar yang baru saja di

bentuk (berdiri). Setelah beberapa lama kemudian datang orang-orang baru (tamu)

untuk mencari mata pencaharian di tempat ini yaitu di banjar kubuanyar. Semakin

lama semakin berkembang dan semakin banyak penduduknya lalu mendirikanlah

sebuah desa yang disebut dengan : Desa Pacung, yang mana pengertiannya sebagai

berikut. Pacung sama dengan pancang (pekukuh) yang artinya penahan atau penguat.

Dan huruf Pa didepan adalah Pasek. Jadi yang menguatkan / sebagai pekukuh di desa

Pacung ini adalah orang-orang Pasek (terbukti sejak dahulu yang memegang

pemerintahan di desa baik desa adat maupun desa administrasi adalah orang-orang

pasek (dulu disebut penyarikan). Adanya banjar Bangkah yang sekarang

bernamaDusun atau banjar Alassari adalah berasal dari orang-orang (penduduk desa

sembiran) yang sakit (Ile, lepra, kusta dan sakit lainnya yang dipandang tidak bisa

sembuh) yang dihukum atau diasingkan di tempat ini, takut nanti penyakit tersebut

menular kepada masyarakat lainnya. Lalu ditempat inilah orang-orang tersebut

berobat dan memohon kehadapan Ida Sang hyang Widi Wasa agar di berkahi

kesehatan (sembuh kembali).

Setelah beberapa lama kemudian orang-orang ini dapat sembuh dan sehat

kembali, sehingga bisa berkembang dengan pesat lalu mendirikanlah sebuah tempat

pemukiman yang diberi nama banjar Bangkah (sekarang banjar / dusun Alassari).

Bangkah yang asal katanya adalah :

- Bang = merah, utpeti = lahir / hidup,

-Kah = mendapat awalan ber sehingga menjadi berkah yang artinya perlindungan

(dari Ida Sang Hyang Widi Wase). Sehingga orang-orang yang sakit keras dapat

sembuh dan hidup kembali. Jadi banjar Kubuanyar dan Banjar Bangkah (Alassari) ini

adalah berasal dari desa sembiran, sekalipun berpisah pidah namun tetap bersatu, ini

terbukti pada saat pelaksanaan upacara yadnya khusunya pitra yadnya masih

mebiyetanem. Sejak tahun 1968 Desa Pacung (Kubuanyar) dan Alassari (bangkah)

digabung menjadi satu yang disebut desa Pacung. Kemudian desa Pacung ini di bagi

menjadi 2 banjar yaitu: Banjar Kubuanyar : Ketut Ranten 1. (kadus) Banjar Alassari :

Wayan Liyarsadi (kadus)

Dan mulai saat inilah mulai menata pembangunan-pembangunan di desa

Pacung seperti : pura kahyangan tiga, bale banjar di

masing-masing banjar / dusun dan lain-lain.

1.2.9. Hubungan sosial dengan permukiman Bali-Age lainnya

1.2.10.Hubungan ritual dengan permukiman Bali-Age lainnya

1.2.11.Aspek sosial lain yang memiliki keunikan serta signifikasi untuk diulas

1.3. Ekonomi

1.3.1. Mata pencaharian

Mata Pencaharian penduduk Desa Pacung pada tahun 2011 terdiri dari :

a. Sektor Pertanian

Pertanian : 1227 orang

Perkebunan : 408 orang

Peternakan : 518 orang

Nelayan : 152 orang

b. Sektor Perindustrian

Pembuatan Ingka : 1 orang

c. Sektor Jasa dan perdagangan

Pegawai Negeri : 154 orang

TNI/Polri : 34 orang

Pedagang : 382 orang

Bungalow : 96 orang

Angkutan : 58 orang

Karyawan swasta : 777 orang

Tukang Bangunan : 38 orang

Tukang cukur : 1 orang

1.3.2. Sumber daya

1.3.3. Tata aturan lokal (adat) yang mengatur aspek ekonomi di masyarakat

beserta sumber daya yang ada

1.4. Politik

1.4.1. Tata aturan/kebijakan terkait di level nasional

1.4.2. Tata aturan/ kebijakan terkait di level provinsi

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali

A. Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali telah

dituangkan dalam Perda Provinsi Bali No. 4/1996 yang selanjutnya di

disempurnakan menjadi Perda No.4/1999 berupa Perubahan Pertama

atas Perda No.4/1999 tentang RTRW Provinsi Bali. Selanjutnya

berdasarkan hasil Peninjauan Kembali RTRW Bali tahun 2001, RTRW

Bali direkomendasi untuk di-Revisi yang telah dilaksanakan pada tahun

anggaran 2002. Uraian berikut adalah ringkasan dokumen bahan dialog

III, Revisi RTRW Provinsi Bali 2003-2010.

Dalam dokumen Revisi RTRW Bali 2003-2010, Strategi

Pengembangan Tata Ruang Makro dimaksudkan sebagai pemantapan

posisi Bali sebagai bagian dari sistem rencana tata ruang wilayah

nasional, yaitu :

Memantapkan kota kota yang berperan sebagai pusat-pusat nasional

dan regional (Denpasar, Singaraja, Negara dan Semarapura) agar

pengembangan fungsinya terkait dengan sistem kota Indonesia

Bagian Timur dan Pulau Jawa.

Meningkatkan aksesibilitas kota-kota pusat regional dalam lingkup

inter regional melalui pengembangan sistem transportasi darat, laut

dan udara yang terpadu.

Menindaklanjuti strategi di atas maka Rencana Struktur Tata

Ruang Provinsi Bali dapat dilihat pada Gambar II.1 dan diarahkan

sebagai berikut :

Kota Denpasar merupakan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dengan

wilayah pelayanan Nasional – Regional.

Kota Denpasar, Singaraja, Negara, dan Semarapura, merupakan

Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dengan wilayah pelayanan sesuai

dengan Wilayah Pembangunan.

Kota Tabanan, Buleleng, Bangli, dan Amlapura merupakan Pusat

Kegiatan Lokal (PKL) dengan wilayah pelayanan kabupaten.

RENCANA STRUKTUR DAN POLA

PEMANFAATAN RUANG PROVINSI BALI TAHUN

2010

Hierarki kota-kota di Provinsi Bali berdasarkan jumlah

penduduk tahun 2010 :

Kota Metro : kota dengan jumlah penduduk lebih besar dari satu

juta jiwa adalah Sarbagita (Denpasar + Kota-kota sekitarnya).

Kota Besar : kota dengan jumlah penduduk antara 500.000 – 1 juta

jiwa adalah Kota Denpasar.

Kota Sedang : kota dengan jumlah penduduk antara 100.000 -

500.000 jiwa adalah Kota Singaraja.

Kota Kecil : kota dengan jumlah penduduk lebih kecil dari 100.000

jiwa adalah Kota : Bangli, Amlapura, Negara dan Semarapura.

B. Arahan Pengelolaan Kawasan Budidaya

a. Pertanian Tanaman Pangan Lahan Basah

Arahan pengelolaan :

Pemanfaatan lahan yang telah mendapatkan pengairan (irigasi)

Pola Pemanfaatan Ruang Provinsi Bali Tahun 2010

Mengoptimalkan produktivitas lahan-lahan sawah yang sudah

ada

Pencegahan dan membatasi alih fungsi lahan sawah beririgasi

untuk kegiatan budidaya lainnya seperti akomodasi/fasilitas

pariwisata, industri, perumahan skala besar, kecuali untuk

penyediaan prasarana umum di seluruh wilayah di Bali.

b. Pertanian Tanaman Pangan Lahan Kering

Arahan Pengelolaan meliputi :

Pengembangan luas areal pada lahan-lahan yang memiliki

potensi/ kesesuaian lahan secara optimal serta pemanfaatan

lahan basah yang belum beririgasi pada bulan-bulan kering.

Pemilihan jenis komoditi yang memiliki nilai ekonomis tinggi

dengan masa tanam singkat.

c. Pertanian Tanaman Tahunan/ Perkebunan

Arahan Pengelolaan meliputi:

Pengembangan luas areal lahan-lahan yang memiliki

potensi/kesesuaian lahan secara optimal.

Pengendalian perluasan tanaman perkebunan ( terutama

cengkeh) untuk memelihara kelestarian lingkungan.

Pengembangan untuk perkebunan besar / tanaman industri

sesuai dengan yang ada saat ini.

d. Kawasan Peternakan

Arahan Pengelolaan meliputi :

Pemanfaatan lahan pertanian yang dapat mensupply bahan

makanan ternak.

Pemanfaatan lahan kritis melalui pengembangan rumput,

leguminosa, semak dan jenis pohon yang tahan lahan kering

dan sesuai untuk makanan ternak.

Pemanfaatan lahan yang sesuai bagi kegiatan peternakan secara

optimal.

e. Kawasan Perikanan

Arahan pengelolaan meliputi :

Pengembangan budidaya perikanan darat (sawah, kolam air

tenang, kolam air deras, dan saluran irigasi).

Peningkatan produktifitas perikanan yang sudah jalan.

Pemanfaatan wilayah perairan laut, yaitu : perairan pantai,

lepas pantai, zona ekonomi eksklusif bagi peningkatan

produksi perikanan laut serta budidaya laut lainnya (ikan/ non

ikan).

f. Kawasan Pariwisata

Arahan pengelolaan meliputi :

Pengengembangan Kawasan Pariwisata pada 15 Kawasan

Pariwisata di Bali yang didukung pengembangan obyek dan

daya tarik wisata.

Obyek dan daya tarik wisata di luar Kawasan Pariwisata dapat

dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum serta

akomodasi maksimum kelas melati dengan jumlah kamar

seminimal mungkin.

Kawasan Pariwisata pada dasarnya tidak seluruhnya digunakan

untuk fasilitas akomodasi pariwisata, melainkan juga

diperuntukkan bagi penggunaan-penggunaan lain.

g. Kawasan Perindustrian

Arahan pengelolaaan meliputi :

Zona aneka industri lokasinya mempunyai akses yang baik ke

pelabuhan dan mempunyai wilayah belakang (perkebunan,

pertanian, perikanan dan lain-lain ) yang potensial untuk

mendukung kawasan industri.

Pengembangan sentra industri kecil dan kerajinan rakyat adalah

di pusat-pusat atau pengelompokkan industri kecil yang

berlokasi di dalam kawasan permukiman.

h. Kawasan Pertambangan

Arahan pengelolaan meliputi :

Kawasan pertambangan yang dapat dikembangkan terbatas

pada pertambangan galian C dan kegiatan pengeboran air

bawah tanah.

Upaya eksploitasi bahan tambang galian C diprioritaskan pada

cadangan akibat letusan gunung berapi; diluar bahan tersebut

dilakukan secara terbatas.

Kegiatan eksploitasi dibatasi sampai dengan upaya untuk

mengembalikan rona awal di tempat galian C tersebut.

Pemantauan intrusi air laut secara berkala dengan membangun

sumur pantau.

Pembatasan pemanfaatan air bawah tanah pada lokasi rawan

intrusi air laut.

Zona-zona kapasitas pengambilan air bawah tanah diteliti lebih

lanjut.

Pemanfaatan air bawah tanah dikaitkan dengan proses

penerbitan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).

i. Kawasan Permukiman

Arahan Pengelolaan meliputi :

Pengembangan kawasan terbangun pada lahan sesuai dengan

kriteria fisik kawasan permukiman, meliputi: kemiringan

lereng, ketersediaan, dan mutu sumber air bersih, bebas dari

potensi banjir/genangan.

Pembatasan perkembangan kawasan terbangun yang berada

atau berbatasan dengan kawasan lindung.

Pengembangan kawasan permukiman perkotaan diarahkan

pada kota-kota berorde terendah.

Pembangunan pusat perdesaan pada desa yang jumlah

penduduknya belum mencapai 5.000 jiwa.

Mengamankan sempadan perbatasan administrasi antara

wilayah Kabupaten sekurang-kurangnya 50 meter di kiri kanan

garis perbatasan wilayah, serta berfungsi sebagai Ruang

Terbuka Hijau (RTH).

j. Kawasan Kawasan Pertahanan dan Keamanan

Arahan pengelolaan, meliputi :

Diarahkan untuk pengembangan : lapangan tembak,

pendidikan dan latihan militer, pos-pos keamanan laut.

Peningkatan Bandara Ngurah Rai agar dapat melayani

pesawat-pesawat militer ABRI maupun militer asing.

Pengembangan landasan pacu untuk pesawat kecil (air strip)

dan pengembangan landasan helikopter (helipad).

k. Kawasan Perkotaan

Arahan pengelolaan, sebagai berikut :

Pengembangan kawasan terbangun pada lahan yang sesuai

dengan kriteria fisik, seperti : kemiringan lahan, ketersediaan

air bersih, bebas banjir dan genangan.

Pembatasan pengembangan pada lokasi yang berbatasan

dengan kawasan lindung.

Pegembangan disesuaikan dengan strata, status, fungsi kota

lingkup lokal, wilayah, nasional.

Pengembangan disesuikan dengan sosial budaya masyarakat

setempat.

Pengembangan unit-unit pelayanan dengan prasarana dan

sarana permukiman yang memadai.

Mengembangkan dan memantapkan sistem pengelolaan

perkotaan.

Meningkatkan kapasitas dan kemampuan aparatur pengelola

perkotaan dalam perencanaan, pembangunan, pengendalian,

dan pengawasan dengan melibatkan lembaga/aparat kecamatan,

desa, lebaga adat,dan lembaga kemasyarakatan lainnya.

Melaksanakan sosialisasi dan informasi rencana pengembangan

perkotaan kepada masyarakat.

Mengadakan rancangan pembangunan sarana dan prasarana

kota secara terpadu.

Memprediksi kebutuhan prasarana sarana perkotaan dengan

tetap mempertimbangkan daya dukung lingkungan.

Memelihara, merevitalisasi, rehabilitasi, preservasi, atau

renovasi bangunan yang memiliki nilai sejarah, budaya,

kawasan suci, tempat suci, dan pola-pola permukiman

tradisional setempat.

l. Kawasan Perdesaan

Arahan pengelolaan, meliputi :

Konsepsi Tri Hita Karana sebagai jiwa pengembangan

permukiman yang beridentitas budaya lokal.

Mempertahankan ruang terbuka sebagai batas antar desa/unit

permukiman sebagai salah satu usaha mempertahankan

identitas desa.

Meningkatkan kapasitas aparatur desa dalam dalam

perencanaan,pembangunan, pengawasan, dan pengelolaan desa.

Meningkatkan sarana dan prasarana guna pengembangan

pereokonomian desa.

Melengkapi dan mengembangkan aturan-aturan desa (awig-

awig desa) guna menjaga identitas desa dan dinamika

pembangunan.

Melanjutkan dan mengintensifkan program kemampuan

masyarakat miskin dan terpencil.

Mengatur dan membatasi pengembangan fasilitas/akomodasi

pariwisata perdesaan, disesuaikan dengan daya dukung

lingkungan.

m. Kawasan Tertentu

Arahan pengelolaan, meliputi :

Kriteria kawasan tertentu (PP No.47 Tahun 1997) : kawasan

sangat tertinggal, kawasan yang pertumbuhannya sangat cepat,

kwasan yang potensial untuk tumbuh cepat, kawasan kritis

lingkungan, dan kawasan pertahanan keamanan. Pengelolaan

disesuaikan dengan kriteria tersebut.

1.4.3. Tata aturan/ kebijakan terkait di level permukiman

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Buleleng

Secara garis besar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten

Buleleng meliputi arahan kawasan budidaya, sistem prasarana wilayah, sistem kota

dan wilayah prioritas.

1. RENCANA KAWASAN LINDUNG

Kawasan lindung yang terkait dengan wilayah perencanaan adalah :

A. Kawasan Perlindungan Setempat

Yang termasuk dalam kawasan perlindungan setempat antara lain meliputi :

1) Kawasan Sempadan Sungai

Kebijakan pemanfaatan ruang bagi perlindungan sempadan sungai

meliputi :

Pencegahan kegiatan budidaya disepanjang sungai yang dapat

mengganggu atau merusak kualitas air, kondisi fisik dan dasar

sungai serta alirannya.

Pengendalian kegiatan yang telah ada di sekitar sungai.

Pengamanan daerah aliran sungai.

- Untuk sungai di luar kawasan permukiman, jarak sempadan

disisi kiri dan kanan sungai ditetapkan sejauh 50 meter dari tepi

sungai.

- Untuk sungai yang berada di kawasan terbangun/permukiman,

jarak sempadan sungai dapat kurang dari 50 meter dengan

menyediakan jarak yang cukup untuk pembangunan jalan

inspeksi dengan mengacu kepada Peraturan PU No.

63/PRT/1993.

2) Kawasan Sekitar Danau/Waduk

Kebijaksanaan pemanfaatan ruang disekitar danau/waduk

terutama ditujukan untuk antara lain :

Pencegahan dilakukannya kegiatan budaya disekitar danau/waduk

yang dapat mengganggu fungsi danau/waduk (terutama sebagai

sumber air dan sumber energi listrik).

Pengendalian kegiatan yang telah ada disekitar danau/waduk.

Pengendalian di daerah hulu.

Dengan radius batas disekitar danau/waduk minimal 50 meter dari

titik pasang tertinggi ke arah darat.

3) Kawasan Sekitar Mata Air

Kebijaksanaan pemanfaatan ruang bagi perlindungan kawasan sekitar

mata air dimaksudkan untuk antara lain :

Pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya disekitar mata air yang

dapat mengganggu fungsi mata air (terutama sebagai sumber mata

air).

Pengendalian kegiatan yang telah ada disekitar mata air.

Radius pengamanan kawasan sekitar mata air minimal 200 meter.

B. Kawasan Perlindungan Setempat Lainnya

1) Kawasan Radius Kesucian Pura (Tempat Suci)

Kebijaksanaan pemanfaatan ruang bagi perlindungan kawasan radius

kesucian pura adalah

Penetapan radius kesucian untuk Pura Dhang Kahyangan dengan

ukuran Apeneleng Alit untuk Pura Sad Kahyangan dengan ukuran

Apeneleng Agung (Apeneleng = sebatas penglihatan normal, Alit =

Kecil, Agung = besar).

Penetapan radius kesucian Pura Kahyangan Tiga adalah penyengker

diatur lebih lanjut dalam Rencana Tata Ruang yang lebih rinci

dengan tetap mengacu pada ketentuan Bhisama dari PHDI.

Mempertimbangkan dapat diberlakukannya status quo bagi

bangunan-bangunan yang telah ada dan rencana bangunan yang

berada didalam radius kawasan kesucian pura yang telah memiliki

perijinan lengkap, sedangkan pembangunan bangunan baru mutlak

berpedoman pada Bhisama.

2) Kawasan Suci

Kawasan-kawasan suci yang dipandang memiliki nilai kesucian oleh

umat Hindu di Bali adalah kawasan gunung, danau, campuhan,

pantai, laut dan mata air. Berdasarkan Keppres No.32 Tahun 1990

tentang Kawasan Lindung, Kawasan-kawasan tersebut semuanya

sudah ditentukan sebagai kawasan lindung, kecuali gunung dan

campuhan. Oleh karena itu kedua kawasan ini perlu juga diamankan

dari kegiatan pembangunan.

3) Kawasan Sempadan Jurang

Kebijaksanaan pemanfaatan kawasan sempadan jurang adalah untuk :

Pencegahan kegiatan budidaya dilakukan ditepi jurang dengan lebar

sekurang-kurangnya dua kali kedalaman jurang tersebut.

Membatasi/mengendalikan/melarang secara total pengembangan

pemukiman, kegiatan pariwisata, dan pariwisata penunjang

pariwisata yang dapat mengancam degradasi karakter asset utama

pemandangan (vista) Gunung dan Danau Batur.

Untuk bangunan dan kegiatan yang telah berlangsung sebaiknya

dilakukan relokasi.

Bila bangunan yang terlanjur ada secara teknis tidak

memungkinkan untuk direlokasi maka perlu dilakukan pemenuhan

ketapan-ketetapan khusus seperti penerapan jenis pondasi khusus

untuk bangunan lahan miring.

Ketinggian bangunan yang dijinkan sesuai dengan arahan RDTR

dan tidak mengganggu lanscape view yang merupakan asset

pariwisata.

Pengendalian kegiatan budidaya yang berada di dalam kawasan

sempadan jurang yaitu dua kali kedalaman jurang.

4) Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya

Kawasan suaka alam dan cagar budaya yang terdapat di

wilayah perencanaan teridiri atas :

Kawasan Taman Hutan Nasional, Taman Hutan Raya, Taman

Wisata Alam dan Pelestarian Alam.

Kebijaksanaan pengelolaan bagi kawasan ini adalah sesuai dengan

tujuan perlindungan dan pemanfaatannya seperti yang termuat pada

kriteria kawasan, yaitu dilakukan untuk pengembangan pendidikan,

rekreasi dan pariwisata, serta peningkatan kualitas lingkungan

sekitarnya, dan perlindungan dari pencemaran.

Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan.

Kebijaksanaan perlindungan kawasan cagar budaya dan ilmu

pengetahuan adalah untukmelindungi kekayaan budaya bangsa

berupa peninggalan-peninggalan sejarah, bangunan, arkeologi,

monumen nasional dan keragaman bentukan geologi yang berguna

untuk pengembangan ilmu pengetahuan dari ancaman kepunahan

yang disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia.

5) Kawasan Rawan Bencana

Kebijaksanaan pemanfaatan ruang dikawasan ini yang terkait dengan

kondisi wilayah perencanaan adalah :

Membatasi pemanfaatan ruang untuk kegiatan budidaya di kawasan

rawan bencana.

Pemantauan terhadap gunung berapi aktif.

Penetapan terhadap kawasan bahaya I, bahaya II, waspada dan

kawasan berpotensi bencana letusan gunung api.

2. PENGEMBANGAN KAWASAN BUDIDAYA

Kebijaksanaan budidaya yang akan dikembangkan di wilayah

perencanaan dapat dibedakan menurut karakteristiknya dalam

pemanfaatan ruang yaitu :

Kawasan Pertanian

Pengertian pemanfaatan ruang kawasan pertanian berbentuk perluasan

areal kawasan (ekstensifikasi), peningkatan produktivitas lahan

(intensifikasi), pencegahan/pengendalian luas kawasan dan program-

program lain yang berkaitan dengan optimasi produktivitas kegiatan dan

pencegahan dampak negatif.

Pertanian Tanaman Pangan Lahan Kering

Kebijaksanaan pemanfaatan ruang pada kawasan tanaman pangan lahan

kering meliputi :

1. Pengembangan luas areal pada lahan-lahan yang memiliki

potensi/kesesuaian lahan sebagai lahan pertanian lahan kering secara

optimal.

2. Pemilihan jenis komoditi yang memiliki nilai ekonomis tinggi dengan

masa tanam singkat.

Pertanian Tanaman Tahunan/Perkebunan

Kebijaksanaan pemanfaatan ruang pada kawasan pertanian tanaman

tahunan/perkebunan meliputi pengembangan luas lahan areal lahan-

lahan yang memiliki potensi/kesesuaian lahan sebagai lahan

pwerkebunan/tahunan secara optimal.

Kawasan Peternakan

Kebijaksanaan ruang yang dilakukan meliputi :

1. Pemanfaatan lahan pertanian yang dapat men supply bahan makanan

ternak.

2. Pemanfaatan lahan kritis melalui pengembangan rumout, leguminosa,

semak dan jenis pohon yang tahan kering dan sesuai untuk makanan

ternak.

3. Pemanfaatan lahan yang sesuai bagi kegiatan peternakan secara

optimal.

Kawasan Perikanan

Kebijaksanaan pemanfaatan ruang yang dilakukan meliputi :

1. Pengembangan budidaya perikanan darat terutama melalui budidaya

di sawah, di kolam air tenang, termasuk danau.

2. Peningkatan produktivitas perikanan yang sudah jalan.

Kawasan Pariwisata

Kebijaksanaan pemanfaatan ruang pada kawasan pariwisata pada

dasarnya tidak seluruhnya digunakan untuk fasilitas akomodasi

pariwisata, melainkan juga diperuntukkan bagi penggunaan-penggunaan

lain. Penetapan kawasan pariwisata dimaksudkan untuk

mengkonsentrasikan beberapa akomodasi pariwisata dan fasilitas

pendukung dalam suatu kawasan agraris lebih efektif dan efisien dalam

memanfaatkan ruang.

Ketentuan-ketentuan tang perlu diperhatikan dalam

pengembangan kawasan pariwisata adalah :

- Pengembangan kawasan pariwisata didukung dengan perkembangan

obyek dan daya tarik wisata, dimana pada kawasan pariwista dapat

dibangun akomodasi dan fasilitas penunjang pariwisata, sedangkan

pada obyek dan daya tarik wisata yang khusus berada diluar kawasan

pariwisata dapat juga disediakan berbagai jenis fasilitas sesuai

dengan fungsi utama obyek dan dapat dilengkapi dengan jasa

pelayanan makan dan minum serta akomodasi setinggi-tingginya

hotel kelas melati sebagai fasilitas penunjang obyek dengan jumlah

kamar hotel dibatasi seminimal mungkin untuk melindungi

kelestarian fungsi utama obyek.

- Kawasan pariwisata tidak semata-mata hanya diartikan sebagai

kawasan yang boleh dibangun dengan fasilitas penunjang diseluruh

bagian kawasan, melainkan kawasan pariwisata sesungguhnya

mencakup kawasan lindung dan kawasan budidaya (baik kawasan

budidaya pariwisata, permukiman, pertanian dan budidaya lainnya)

yang harus ditata secara terpadu antara sartu kawasan dengan

kawasan lainnya dan dituangkan dalam rencana tata ruang yang lebih

rinci (RTRWK, RDTR Kawasan dan sebagainya).

- Pengembangan kawasan pariwisata pada tiap kawasan, khususnya

untuk pengadaan akomodasi hunian, menggunakan standar 30 – 50

kamar tiap hektar.

Kawasan Perindustrian

Arahan pengembangan yang terkait dengan wilayah perencanaan

adalah sentral industri kecil kerajinan rakyat yang merupakan pusat-

pusat atau pengelompokan industri kecil yang berlokasi didalam

kawasan permukiman.

Kawasan Pertambangan

Kawasan pertambangan yang dapat dikembangkan di Bali

terbatas pada potensi pertambangan galian C dan kegiatan pengeboran

air bawah tanah. Kegiatan eksploitasi bahan tambang di luar barang

tambang akibat letusan gunung berapi dapat dikembangkan secara

terbatas sesuai dengan potensi yang ada dengan tetap memperhatikan

kelestarian lingkungan.

Arahan pengembangan lokasi pertambangan adalah tersebar

diseluruh wilayah sesuai dengan potensi bahan galian masing-masing

kebijakan penambangan yang berkaitan dengan kegiatan pengeboiran air

bawah tanah antara lain :

- Perlu pelaksanaan pemantauan masalah intrusi air laut dengan

pembangunan sumur-sumur pengamat/observasi dan pengawasan

pemakaian air bawah tanah secara berkala.

- Pemanfaatan air bawah tanah dikaitkan dengan proses penertiban ijin

mendirikan bangunan (IMB).

- Mengadakan pembatasan terhadap pemanfaatan air bawah tanah perlu

diadakan pengkajian lebih lanjut.

Kawasan Permukiman

Kebijaksanaan pemanfaatan ruang bagi kawasan permukiman meliputi :

- Pengembangan kawasan terbangun pada lahan sesuai dengan kriteria

fisik permukiman, meliputi : kemiringan lereng, ketersediaan, dan

mutu sumber air bersih, bebas dari potensi banjir/genangan.

- Pembatasan perkembangan kawasan terbangun yang berada atau

berbatasan dengan kawasan lindung.

- Mengamankan sempadan perbatasan administrasi antara wilayah

kabupaten sekurang-kurangnya 50 meter dikiri kanan garis perbatasan

wilayah, serta berfungsi sebagai ruang terbuka hijau (RTH).

Kebijaksanaan Pengaturan Ketinggian Bangunan

Pengaturan ketinggian bangunan dan kegiatan tertentu yang

memanfaatkan ruang udara sebagai media dengan berpedoman standar

umum yang berlaku serta falsafah budaya rakyat Bali yang bernafaskan

agama Hindu, yaitu :

- Ketinggian bangunan yang memanfaatkan ruang udara diatas

permukaan bumi dibatasi maksimum 15 meter

- Bangunan umum dan bangunan khusus yang memerlukan persyaratan

ketinggian lebih dari 15 meter setelah dilakukan pengkajian ulang

dengan memperhatikan keserasian terhadap lingkungan sekitarnya,

serta dikoordinasikan dengan instansi terkait.

Rencana Pengembangan Sistem Kota-Kota

Penetapan fungsi kota-kota di Provinsi Bali adalah :

- Kota Orde I Denpasar (mencakup Kuta) merupakan Pusat Kegiatan

Nasional (PKN) yang berfungsi sebagai pintu gerbang di kawasan-

kawasan internasional dan sebagai pusat pelayanan utama di seluruh

Provinsi Bali.

- Kota Orde II Singaraja dan Semarapura, merupakan Pusat Kegiatan

Wilayah (PKW) yang berfungsi sebagai sub-pusat pelayanan untuk

satu atau beberapa kabupaten wilayah belakangnya.

- Kota Orde II Tabanan dan Negara serta kota orde III Bangli, Gianyar

dan Amlapura merupakan Pusat Kegiatan Lokal A (PKL-A) yang

berstatus ibukota kabupaten berfungsi sebagai sub-pusat pelayanan

kabupaten atau beberapa wilayah kecamatan yang

berdekatan/bersebelahan.

- Kota Orde III dan IV yang terdiri atas seluruh ibukota kecamatan

berikut Gilimanuk dan Pancasari yang merupakan Pusat Kegiatan

Lokal-B (PKL-B) yang berfungsi melayani wilayah-wilayah di

kecamatannya masing-masing dan wilayah sekitarnya.

II. ANALISIS KORELASI SPASIAL

2.1. Ruang-ruang domestik

2.2. Ruang-ruang public

2.3. Permasalahan serta tantangan

2.4. Kebijakan serta alternative tindakan pemecahan yang telah diambil

III.RUMUSAN PEMIKIRAN

3.1. Keterkaitan ruang-ruang dalam permukiman dengan wujud hubungan

yang terjadi antar anggota keluarga

3.2. Keterkaitan ruang-ruang dalam permukiman dengan wujud hubungan

yang terjadi antar keluarga (kekerabatan)

3.3. Keterkaitan ruang-ruang dalam permukiman dengan wujud hubungan

yang terjadi antar kerabat (klan)

3.4. Keterkaitan ruang-ruang dalam permukiman dengan wujud hubungan

yang terjadi antar komunitas di permukiman dengan komunitas di luar

permukiman

3.5. Keterkaitan ruang-ruang dalam permukiman dengan sistem pengaturan

yang berlaku

3.6. Keterkaitan ruang-ruang dalam permukiman dengan sistem kepercayaan.

3.7. Keterkaitan ruang-ruang dalam permukiman dengan aktivitas ekonomi di

masyarakat

3.8. Keterkaitan ruang-ruang dalam permukiman dengan wujud hubungan

yang terjadi antar kerabat (klan)