PEMANFAATAN BOLA SEBAGAI ALAT PERAGA UNTUK ...

144
PEMANFAATAN BOLA SEBAGAI ALAT PERAGA UNTUK MEMBANTU SISWA SEKOLAH LUAR BIASA TUNANETRA (SLB A) MEMAHAMI KONSEP PERKALIAN (Studi Kasus Pada Siswa Kelas II SLB A Yaketunis Yogyakarta) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika Disusun Oleh: Dennis Meilky La’lang NIM : 121414117 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Transcript of PEMANFAATAN BOLA SEBAGAI ALAT PERAGA UNTUK ...

PEMANFAATAN BOLA SEBAGAI ALAT PERAGA UNTUK

MEMBANTU SISWA SEKOLAH LUAR BIASA TUNANETRA (SLB A)

MEMAHAMI KONSEP PERKALIAN

(Studi Kasus Pada Siswa Kelas II SLB A Yaketunis Yogyakarta)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun Oleh:

Dennis Meilky La’lang

NIM : 121414117

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2016

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

i

PEMANFAATAN BOLA SEBAGAI ALAT PERAGA UNTUK

MEMBANTU SISWA SEKOLAH LUAR BIASA TUNANETRA (SLB A)

MEMAHAMI KONSEP PERKALIAN

(Studi Kasus Pada Siswa Kelas II SLB A Yaketunis Yogyakarta)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun Oleh:

Dennis Meilky La’lang

NIM : 121414117

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2016

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu,

dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu (Amsal 1 : 8)

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

Tuhan Yesus

Terima kasih untuk anugerahMu yang saya rasakan hingga saya bisa

menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih untuk setia dan

pertolonganMU

Benjamin La’lang, S.E., Alm. Sabina Patandean & Helena, S.Pd.

Terima kasih kepada orang tua saya yang sudah memberi dukungan

kepada saya, terima kasih untuk semua doa yang sudah dipanjatkan

untuk anakmu ini.

Apryanto Michael La’lang, S.Pd., Debby Novita La’lang, S.Si., dan Reinhard Oka

Pniel La’lang

Terima kasih saudara-saudaraku untuk dukungan dan semangat yang

diberikan.

Teman-Teman Terkasih

Dedy, Anton, Riris, Winda, Grace, Edith, Yopek, Arum, Nita

Terima kasih teman-teman untuk semangat yang selalu kalian

berikan!

Seluruh Anak Tunanetra

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vii

ABSTRAK

Dennis Meilky La’lang. 2016. Pemanfaatan Bola Sebagai Alat Peraga Untuk

Membantu Siswa Sekolah Luar Biasa Tunanetra (SLB A) Memahami Konsep

Perkalian. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika. Jurusan

Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui hasil belajar yang dicapai

siswa Kelas II SLB A Yaketunis Yogyakarta dalam pembelajaran matematika

dengan menggunakan bola sebagai alat peraga pada materi perkalian, (2)

mengetahui pengaruh penggunaan bola sebagai alat peraga dalam pembelajaran

matematika terhadap pemahaman siswa SLB A pada materi perkalian.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Subjek penelitian

adalah 2 orang siswa kelas II SLB A Yaketunis Yogyakarta. Pengambilan data

dilaksanakan pada bulan Agustus dan September 2016. Data diperoleh dari

wawancara peneliti dengan siswa dan hasil pre-test dan post-test. Data hasil

wawancara dianalisis secara kualitatif, sedangkan data hasil belajar siswa

dianalisis secara kuantitatif untuk mendapatkan jawaban dari masalah yang telah

dirumuskan.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa: (1) hasil belajar siswa Kelas II

SLB A Yaketunis Yogyakarta dalam pembelajaran yang menggunakan alat peraga

berupa bola pada materi perkalian meningkat, dimana secara keseluruhan rata-rata

nilai hasil belajar siswa meningkat dari 35% dalam kriteria rendah menjadi 85%

dalam kriteria sangat tinggi, (2) pemahaman siswa mengenai konsep perkalian

sangat baik, dimana siswa menjadi paham mengenai konsep perkalian sebagai

penjumlahan berulang. Alat peraga yang digunakan dalam penelitian ini sangat

membantu siswa dalam memahami konsep perkalian karena membuat materi yang

abstrak menjadi konkret sehingga mudah dipahami siswa.

Kata Kunci: alat peraga, tunanetra, konsep perkalian, hasil belajar, pre-test, post-

test, pemahaman.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

viii

ABSTRACT

Dennis Meilky La’lang. 2016. The utilization of ball as learning media to help

the students of Sekolah Luar Biasa Tunanetra (SLB A) in comprehending the

concept of multiplication. Undergraduate Thesis. Mathematics Education

Study Program. Department of Mathematics Education and Science. Faculty

of Teachers Training and Education. Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This research aims to (1) investigate the learning results of the students in

second grade of SLB A Yaketunis Yogyakarta using ball as the learning media in

teaching multiplication, (2) investigate the effect of ball utilization as a learning

media on teaching multiplication for students of SLB A.

This research is a qualitative descriptive research. The subject of this

research is two students of second grade in SLB A Yaketunis Yogyakarta. The

data gathering was conducted from August to September 2016. The data were

taken from an interview result with the students and from pre-test and post-test

results. The data from the interview result was scrutinized qualitatively, while pre-

test and post-test results were scrutinized quantitatively in order to solve the

problem formulation.

This research shows that (1) the result of students in second grade of SLB

A Yaketunis Yogyakarta in learning multiplication using ball as a media increases

from 35% as low criterion up to 85% as high criterion, (2) Students’

comprehension of multiplication is excellent, in which the students are able to

comprehend that multiplication is repeated addition. This learning media makes

the abstract concept of multiplication become more concrete so that the students

can comprehend the concept with less difficulty.

Keywords: learning media, vision loss, multiplication concept, learning result, pre-

test, post-test, comprehension.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih penulis haturkan pada Tuhan Yang Maha Esa,

atas limpahan rahmat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Pemanfaatan Bola Sebagai Alat Peraga

Untuk Membantu Siswa Sekolah Luar biasa Tunanetra (SLB A) Memahami

Konsep Perkalian” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak

pengalaman, hambatan dan rintangan. Namun berkat kuasa Tuhan dan berkat

bantuan, saran, bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak maka penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Dr. Hongki Julie, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Matematika, Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Prof. Dr. St. Suwarsono selaku dosen pendamping akademik yang

telah banyak membimbing dan memberikan nasihat kepada penulis.

4. Bapak Dr. Yansen Marpaung, selaku dosen pembimbing skripsi atas waktu

yang diberikan untuk membimbing dengan penuh perhatian dan arahan

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Haniek Sri Pratini, M.Pd. dan Ibu Niluh Sulistyani, M.Pd. selaku

dosen penguji yang telah memberi banyak saran sehingga skripsi ini bisa

lebih baik.

6. Ibu Ambarsih, S.Pd., selaku Kepala SLB A Yaketunis Yogyakarta yang

telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian.

7. Ibu Sofia Patriyati Humardani, S.Pd., Ibu Siti Syamsidariyah, S.Pd., dan

Bapak Warno, S.Pd. selaku guru SLB A Yaketunis Yogyakarta yang telah

membantu serta memberikan bimbingan dan arahan positif bagi

perkembangan dalam melaksanakan penelitian.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

x

8. Siswa Kelas II SLB A Yaketunis Yogyakarta, Anas dan Layla yang telah

membantu peneliti melaksanakan penelitian dan telah aktif selama

pembelajaran.

9. Seluruh dosen Pendidikan Matematika yang telah memberikan pengalaman,

pengetahuan dan arahan selama penulis menuntut ilmu di Universitas Sanata

Dharma.

10. Seluruh staf sekretariat JPMIPA yang telah membantu segala administratif

selama penulis berkuliah di Universitas Sanata Dharma.

11. Keluarga yang senantiasa mendoakan dan mendukung, Papa, Alm. Mama,

Tante Lena, Ribek, Bolong, Bude sehingga penulis bisa menyelesaikan

skripsi ini.

12. Sahabat-sahabat seperjuangan Grace, Riris, Edith, Winda, Dedy, Anton, dan

Yopek yang selalu mendukung, menemani dan memberi saran selama

penulis menyelesaikan skripsi.

13. Sahabat terkasih Febby Winda Pelupessy yang tidak henti-hentinya

memberikan semangat, motivasi, dan masukan yang sangat berarti kepada

penulis selama menyelesaikan skripsi ini

14. Teman-teman terbaik Giri Iriani (Mendes) dan Maria Yunita (Combro) yang

selalu mendukung, memberi dukungan dan semangat selama penulis

menyelesaikan skripsi.

15. Teman-teman Pendidikan Matematika angkatan 2012 khususnya kelas C

yang sudah berdinamika dan menjalani seluruh proses perkuliahan serta

selalu menyemangati selama berkuliah di Universitas Sanata Dharma.

16. Serta semua pihak dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu atas dukungan dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan tepat waktu.

Yogyakarta, 14 November 2016

Penulis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................................... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...................................... vi

ABSTRAK .................................................................................................... vii

ABSTRACT .................................................................................................... viii

KATA PENGANTAR .................................................................................. ix

DAFTAR ISI ................................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................ 5

C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 6

E. Batasan Istilah .............................................................................. 7

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tunanetra ....................................................................................... 9

B. Klasifikasi Ketunanetraan ............................................................. 10

C. Klasifikasi Tunanetra Berdasarkan Kemampuan Melihat ............. 10

D. Metode Pengajaran Anak Tunanetra ............................................ 12

E. Media Pembelajaran Untuk Anak Tunanetra ............................... 15

F. Huruf Braille ................................................................................. 16

G. Hasil Belajar ................................................................................. 19

H. Pemahaman ................................................................................... 21

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xii

I. Perkalian ....................................................................................... 22

J. Alat Peraga Bola ........................................................................... 24

K. Cara Penggunaan Alat Peraga ...................................................... 25

L. Penelitian Yang Relevan .............................................................. 29

M. Kerangka Berpikir ........................................................................ 30

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ............................................................................. 31

B. Subjek Penelitian .......................................................................... 31

C. Objek Penelitian ........................................................................... 31

D. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 32

E. Jenis Data ...................................................................................... 32

F. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 32

1. Observasi ............................................................................... 32

2. Tes ......................................................................................... 33

3. Wawancara ............................................................................ 33

4. Dokumentasi .......................................................................... 34

G. Instrumen Penelitian ..................................................................... 35

H. Validasi Instrumen ........................................................................ 35

I. Teknik Analisis Data .................................................................... 36

J. Prosedur Pelaksanaan Penelitian .................................................. 37

BAB IV HASIL PENELITIAN, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ................................................. 40

1. Observasi Awal ..................................................................... 40

2. Pelaksanaan Penelitian di Dalam Kelas ................................. 43

B. Hasil Penelitian ............................................................................. 47

1. Data Pre-Test ......................................................................... 47

2. Data Post-Test ....................................................................... 48

3. Data Pemahaman Siswa ........................................................ 48

C. Analisis Data ................................................................................. 49

1. Analisis Pre-test dan Post-Test .............................................. 49

2. Analisis Pemahaman Siswa ................................................... 50

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xiii

D. Pembahasan ................................................................................... 52

E. Keterbatasan Penelitian ................................................................ 56

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................... 58

B. Saran ............................................................................................. 58

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 60

LAMPIRAN ................................................................................................. 62

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Belajar Siswa Mengerjakan Soal Pre-Test .......................... 47

Tabel 4.2 Hasil Belajar Siswa Mengerjakan Soal Post-Test .......................... 48

Tabel 4.3 Persentase Ketercapaian Hasil Belajar Siswa ................................ 49

Tabel 4.4 Analisis Hasil Pre-Test .................................................................. 49

Tabel 4.5 Analisis Hasil Post-Test ................................................................ 50

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Huruf Braille ............................................................................. 18

Gambar 2.2 Alat Peraga Bola ........................................................................ 24

Gambar 2.3 Langkah Pertama Penggunaan Alat Peraga .............................. 26

Gambar 2.4 Langkah Kedua Penggunaan Alat Peraga ................................. 27

Gambar 2.5 Posisi Bola Setelah Melakukan Langkah Pertama dan Kedua .. 28

Gambar 2.6 Proses Menghitung Hasil Perkalian .......................................... 28

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A ................................................................................................ 63

Lampiran A.1 Surat Permohonan Ijin Penelitian ........................................... 64

Lampiran A.2 Surat Ijin Penelitian Dari Dinas Perizinan.............................. 65

Lampiran A.3 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ................. 66

Lampiran B ................................................................................................ 67

Lampiran B.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ............................ 68

Lampiran B.2 Validasi Instrumen Pre-Test Siswa ........................................ 74

Lampiran B.3 Validasi Instrumen Post-Test Siswa ....................................... 80

Lampiran B.4 Soal Pre-Test .......................................................................... 86

Lampiran B.5 Soal Post-Tes .......................................................................... 87

Lampiran B.6 Soal Pre-Test Dalam Huruf Braille ........................................ 88

Lampiran B.7 Soal Post-Test Dalam Huruf Braille ....................................... 90

Lampiran C ................................................................................................ 92

Lampiran C.1 Kunci Jawaban Soal Pre-Test ................................................. 93

Lampiran C.2 Kunci Jawaban Soal Post-Test ............................................... 94

Lampiran C.3 Lembar Jawab Hasil Pre-Test Siswa (Braille) ....................... 95

Lampiran C.4 Lembar Jawab Hasil Post-Test Siswa (Braille) ...................... 97

Lampiran C.5 Jawaban Pre-Test Siswa ......................................................... 99

Lampiran C.6 Jawaban Post-Test Siswa ........................................................ 101

Lampiran D ................................................................................................ 103

Lampiran D.1 Foto Hasil Penelitian............................................................... 104

Lampiran D.2 Transkripsi Percakapan Hasil Wawancara ............................. 107

Lampiran D.3 Berita Mengenai Kasus Konsep Perkalian ............................. 124

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah segala situasi dalam hidup yang mempengaruhi

pertumbuhan seseorang, sebagai pengalaman belajar setiap orang

sepanjang hidupnya. Setiap pengalaman belajar dalam hidup dengan

sendirinya terarah kepada pertumbuhan. Tujuan pendidikan tidak berada di

luar pengalaman belajar, tetapi terkandung dan melekat di dalamnya. Misi

atau tujuan pendidikan yang tersirat dalam pengalaman belajar memberi

hikmah tertentu bagi pertumbuhan seseorang.

Penyelenggaraan pendidikan pada jenjang sekolah dasar bertujuan

memberikan bekal kepada siswa untuk hidup bermasyarakat dan dapat

melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, maka tujuan

pembelajaran matematika di sekolah dimaksudkan agar siswa tidak hanya

terampil menggunakan matematika, tetapi dapat memberikan bekal kepada

siswa dengan tekanan penataan nalar dalam penerapan matematika dalam

kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat di mana ia tinggal.

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang dipelajari

pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga

perguruan tinggi. Bahkan matematika diajarkan di taman kanak-kanak

secara informal.

Cockroft dalam Mulyono (2009: 253) mengemukakan bahwa

matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2

dalam segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan

matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat,

singkat, dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam

berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan

kesadaran keruangan; dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha

memecahkan masalah menantang. Berbagai alasan perlunya sekolah

mengajarkan matematika kepada siswa pada hakikatnya dapat diringkas

karena masalah kehidupan sehari-hari.

Belajar matematika merupakan suatu syarat untuk melanjutkan

pendidikan ke jenjang berikutnya. Karena dengan belajar matematika,

akan diajar bernalar secara kritis, kreatif, dan aktif. Matematika

merupakan ide-ide abstrak yang berisi simbol-simbol, maka konsep-

konsep matematika harus dipahami terlebih dahulu sebelum memanipulasi

simbol-simbol itu.

Pada kurikulum Depdiknas 2014 dalam Susanto (2013: 184)

disebutkan bahwa standar kompetensi matematika di sekolah dasar yang

harus dimiliki siswa setelah melakukan kegiatan pembelajaran bukanlah

penguasaan matematika, namun yang diperlukan ialah dapat memahami

dunia sekitar, mampu bersaing, dan berhasil dalam kehidupan. Standar

kompetensi yang dirumuskan dalam kurikulum ini mencakup pemahaman

konsep matematika, komunikasi matematis, koneksi matematis, penalaran,

dan pemecahan masalah, serta sikap dan minat yang positif terhadap

matematika.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3

Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk

menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek. Konsep akan

dibutuhkan dalam elemen keterampilan dan pemecahan masalah. Konsep

matematika harus diajarkan dengan benar sejak siswa berada pada tingkat

sekolah dasar, karena dengan konsep matematika yang benar akan menjadi

bekal siswa untuk belajar matematika pada materi berikutnya atau bahkan

di tingkat selanjutnya, serta penting untuk kehidupan sehari-hari. Hal ini

sejalan dengan salah satu tujuan khusus pembelajaran matematika di

sekolah dasar sebagaimana yang disajikan oleh Depdiknas yaitu

memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma.

Salah satu contoh kasus konsep matematika yang keliru yang

pernah terjadi adalah kasus yang dialami oleh Habibi, siswa sekolah dasar

di Semarang. Kasus mengenai konsep perkalian yang menghebohkan itu

dimuat dalam beberapa media cetak maupun media online, salah satunya

di Liputan6.com. Berikut adalah kutipan berita dari kasus yang menarik

perhatian beberapa pakar di Indonesia:

Liputan6.com, Jakarta – Di akun Facebook, Muhammad Erfas

Maulana memposting hasil tugas matematika adiknya, Habibi

yang mendapat ponten merah dari sang guru. Mahasiswa Teknik

Mesin Universitas Diponegoro itu mempertanyakan kesalahan

jawaban tugas matematika adiknya yang bersekolah di salah satu

SD di Semarang.

“Bu Guru yang terhormat, mohon maaf sebelumnya, saya kakak

dari Habibi yang mengajarinya mengerjakan PR di atas. Bu,

bukankah jawaban Habibi benar semua? Apakah hanya karena

letaknya yang terbalik sehingga jawaban Habibi Anda salahkan?

Menurut saya masalah peletakan bukan menjadi masalah Bu,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4

misal 4x6 = 6x4. Hasilnya sama-sama 24. Terima kasih Bu,

mohon perhatiannya. Semoga dapat dijadikan pertimbangan,”

tulis Irfan dalam kertas tugas matematika adiknya yang di

posting di wall facebooknya.

Berdasarkan kutipan berita tersebut, perlu disadari bahwa

memahami konsep yang benar sangatlah penting. Konsep bukan tentang

hasil yang diperoleh namun proses yang benar. Kasus kesalahan konsep

perkalian ini terjadi pada seorang siswa sekolah dasar di Semarang yang

secara fisik tidak terdapat kekurangan.

Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti melakukan wawancara

dengan beberapa mahasiswa Pendidikan Matematika USD angkatan 2012

mengenai pendidikan di Indonesia. Hasil yang diperoleh dari wawancara

tersebut adalah ketika membicarakan mengenai pendidikan di Indonesia

peneliti tidak menemukan satu pun jawaban tentang pendidikan untuk

anak berkebutuhan khusus (ABK). Semua mahasiswa yang peneliti

wawancarai fokus kepada pendidikan untuk anak yang normal. Belajar

matematika dengan konsep yang benar tidak hanya bagi anak normal,

namun juga untuk ABK. Anak dengan kebutuhan khusus juga memiliki

hak untuk mendapat pendidikan yang baik, sama seperti anak normal pada

umumnya. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lidya (2013)

pada siswa kelas IV SLB-A YPAB Tegalsari Surabaya tentang pendekatan

matematika realistik yang menunjukkan bahwa ada pengaruh positif

terhadap hasil belajar, maka peneliti juga akan melakukan penelitian

kepada anak tunanetra.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5

Mengajarkan matematika dengan konsep yang benar kepada ABK

dapat dilakukan dengan metode pengajaran menggunakan alat peraga,

yang diharapkan dapat lebih membantu siswa dalam belajar dan

memahami konsep matematika yang benar. Alat peraga menjadi salah satu

alternatif untuk mengajarkan matematika bagi ABK. Anak berkebutuhan

khusus dirasa masih kesulitan untuk membuat konsep yang abstrak

menjadi konkret, sehingga dengan alat peraga untuk ABK diharapkan

mampu membantu pada pembelajaran matematika. Dari sekian banyak

ABK, peneliti memilih anak tunanetra dengan alasan bahwa alat peraga

yang dapat diraba akan memberi hasil yang maksimal. Peneliti memilih

untuk menggunakan alat peraga berupa bola dengan alasan bahwa bola

merupakan benda yang bentuknya mudah dibayangkan oleh anak-anak,

dapat diraba, dan mudah ditemukan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti

“Pemanfaatan Bola Sebagai Alat Peraga Untuk Membantu Siswa Sekolah

Luar Biasa Tunanetra (SLB A) Memahami Konsep Perkalian”

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti

merumuskan pokok masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana hasil belajar yang dicapai siswa SLB A dalam

pembelajaran matematika dengan menggunakan bola sebagai alat

peraga untuk materi perkalian?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6

2. Bagaimana pemahaman siswa SLB A mengenai materi konsep

perkalian pada pembelajaran matematika dengan menggunakan bola

sebagai alat peraga?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan hasil yang dicapai siswa SLB A dalam pembelajaran

matematika dengan menggunakan bola sebagai alat peraga untuk

materi perkalian.

2. Mendeskripsikan pemahaman siswa SLB A mengenai materi konsep

perkalian pada pembelajaran matematika dengan menggunakan bola

sebagai alat peraga.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Guru SLB

Guru dapat mempunyai referensi baru dalam memilih alat peraga

untuk membuat pembelajaran matematika di SLB menjadi lebih

menarik.

2. Bagi Siswa

Siswa mendapat pengetahuan mengenai konsep perkalian dengan

menggunakan bola sebagai alat peraga yang akan membantu

mengubah konsep abstrak menjadi lebih konkret.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah dan memperluas

pengetahuan mengenai pembelajaran matematika untuk siswa

tunanetra dengan menggunakan alat peraga dan sebagai bahan

perbandingan antara teori dengan keadaan sebenarnya.

E. Batasan Istilah

1. Tunanetra

Tunanetra adalah kondisi dimana seseorang mengalami masalah pada

indera penglihatan (mata) yaitu kehilangan daya penglihatan sebagian

atau seluruhnya.

2. Alat peraga bola

Alat peraga bola adalah alat peraga berupa bola warna-warni yang

dapat membantu siswa dalam proses belajar mengajar untuk bisa

memahami materi perkalian.

3. Pemahaman

Pemahaman adalah jenjang setingkat diatas pengetahuan yang meliputi

penerimaan dalam komunikasi secara akurat, menempatkan hasil

komunikasi dalam bentuk penyajian yang berbeda,

mereorganisasikannya secara setingkat tanpa merubah pengertian dan

dapat mengeksporasikan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

8

4. Perkalian

Perkalian merupakan sebuah operasi matematika yang meliputi

penskalaan (pelipatan) bilangan yang satu dengan yang lain. Operasi

perhitungan ini termasuk ke dalam aritmatika dasar. Secara sederhana,

perkalian merupakan penjumlahan berulang dengan bilangan yang

sama.

5. Hasil belajar

Hasil belajar yang dimaksud adalah hasil atau kemampuan kognitif

yang diperoleh dari hasil pre-test dan post-test siswa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tunanetra

Menurut Anastasia dan Imanuel (1987: 4), kata tunanetra itu

sendiri tidak asing lagi bagi kebanyakan orang, tetapi masih banyak yang

belum memahaminya. Dipandang dari segi bahasa, kata tunanetra terdiri

dari dua kata yaitu tuna dan netra. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia dalam Anastasia dan Imanuel (1987: 4) tuna mempunyai arti

rusak, luka, kurang, tidak memiliki. Sedangkan netra artinya mata.

Tunanetra artinya rusak matanya atau luka matanya atau tidak memiliki

mata yang berarti buta atau kurang dalam penglihatannya.

Menurut Frans Harsana Sasraningrat dalam Sari (2003: 4),

tunanetra ialah suatu kondisi dari dria penglihatan yang tidak berfungsi

sebagaimana mestinya. Kondisi itu disebabkan oleh karena kerusakan pada

mata, syarat optik dan atau bagian otak yang mengolah stimulus visual.

Menurut Encyclopedia Americana dalam Sari (2003: 5), blindness

is a general term used to denote partial or complete loss of vision. Kurang

lebih berarti: tunanetra merupakan istilah umum yang digunakan untuk

menunjuk kehilangan penglihatan sebagian atau menyeluruh.

Berdasarkan beberapa pendapat tokoh tersebut, dapat disimpulkan

bahwa tunanetra adalah kondisi dimana seseorang mengalami masalah

pada indera penglihatan (mata) yaitu kehilangan daya penglihatan

sebagian atau seluruhnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

B. Klasifikasi Ketunanetraan

Menurut Esthy (2014: 10), tunanetra dapat diklasifikasikan

berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan dan kemampuan daya

penglihatan.

a. Berdasarkan waktu terjadinya, ketunanetraan dibedakan

menjadi beberapa jenis berikut:

1) Tunanetra sebelum dan sejak lahir

2) Tunanetra setelah lahir dan atau pada usia kecil

3) Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja

4) Tunanetra pada usia dewasa

5) Tunanetra dalam usia lanjut

b. Berdasarkan kemampuan daya penglihatan, ketunanetraan

dibedakan menjadi beberapa jenis berikut:

1) Tunanetra ringan

2) Tunanetra setengah berat atau sedang

3) Tunanetra berat

C. Klasifikasi Ketunanetraan Berdasarkan Kemampuan Melihat

Menurut Anastasia dan Imanuel (1987: 7), klasifikasi atau

pengelompokkan tunanetra berdasarkan tingkat ketajaman penglihatan

atau kemampuan melihat dibedakan menjadi empat jenis:

1. 6/6 m – 6/16 m atau 20/20 feet – 20/50 feet.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

Pada tingkat ini sering dikatakan sebagai tunanetra ringan atau

bahkan masih dapat dikatakan normal. Mereka masih mampu

mempergunakan peralatan pendidikan pada umumnya,

sehingga masih dapat memperoleh pendidikan di sekolah

umum. Mereka masih mampu melihat benda lebih kecil seperti

mengamati uang logam seratus rupiah dan korek api.

2. 6/20 m – 6/60 m atau 20/70 feet – 20/200 feet.

Pada tingkat ketajaman ini sering disebut dengan tunanetra

kurang lihat atau low vision atau disebut juga dengan partially

sight atau tunanetra ringan. Pada taraf ini mereka masih mampu

melihat dengan bantuan kacamata.

3. 6/60 m lebih atau 20//200 feet lebih.

Pada tingkat ini sudah dikatakan tunanetra berat. Taraf ini

masih mampu mempunyai tingkatannya yaitu:

a. Masih dapat menghitung jari pada jarak 6 meter.

b. Masih dapat melihat gerakan tangan.

c. Hanya dapat membedakan terang dan gelap.

4. Memiliki visus 0.

Tingkat terakhir sudah tidak mampu melihat rangsangan

cahaya dan tidak dapat melihat apapun. Pada tingkatan ini

sering disebut buta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

D. Metode Pengajaran Anak Tunanetra

Pada dasarnya metode yang digunakan untuk siswa tunanetra

hampir sama dengan siswa normal, hanya menurut Ardhi (2013: 63), yang

membedakan ialah adanya beberapa modifikasi dalam pelaksanaannya,

sehingga para siswa tunanetra mampu mengikuti kegiatan pembelajaran

yang bisa mereka ikuti dengan pendengaran ataupun perabaan. Adapun

metode-metode yang dapat dilaksanakan pada pembelajaran siswa

tunanetra antara lain:

1. Metode ceramah

Yang dimaksud dengan metode ceramah ialah cara penyampaian

sebuah materi pelajaran dengan cara penuturan lisan kepada siswa.

Zuhairini dkk (dalam Ardhi 2013: 63) mendefinisikan metode ceramah

ialah suatu metode di dalam pendidikan di mana cara penyampaian

pengertian-pengertian materi kepada anak didik dengan jalan

penjelasan dan penuturan secara lisan. Untuk penjelasan uraiannya,

guru dapat menggunakan alat bantu mengajar yang lain, misalnya

gambar, peta, denah, dan alat peraga lainnya.

Metode ceramah dapat diikuti oleh siswa tunanetra karena dalam

pelaksanaannya metode ini guru menyampaikan materi pelajaran

dengan penyampaian secara lisan dan siswa mendengar penyampaian

materi dari guru.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

2. Metode Tanya jawab

Metode Tanya jawab ialah penyampaian pelajaran dengan cara

guru mengajukan pertanyaan dan siswa menjawab atau suatu metode

di dalam pendidikan di mana guru bertanya sedangkan siswa

menjawab tentang materi yang ingin diperolehnya.

Siswa tunanetra mampu mengikuti pengajaran dengan

menggunakan metode tanya jawab, karena metode ini merupakan

tambahan dari metode ceramah yang menggunakan indera

pendengaran.

3. Metode diskusi

Metode diskusi adalah salah satu alternatif metode yang dapat

dipakai oleh seorang guru di kelas dengan tujuan dapat memecahkan

suatu masalah berdasarkan pendapat para siswa. Seiring dengan itu

metode diskusi berfungsi untuk merangsang siswa berpikir atau

mengeluarkan pendapatnya sendiri mengenai persoalan-persoalan yang

kadang-kadang tidak dapat dipecahkan oleh suatu jawaban atau suatu

cara saja, tetapi memerlukan wawasan atau ilmu pengetahuan yang

mampu mencari jalan terbaik atau alternatif terbaik.

Anak tunanetra dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar yang

menggunakan metode diskusi. Mereka dapat ikut berpartisipasi dalam

kegiatan diskusi itu karena dalam metode diskusi, kemampuan data

fisik siswa untuk memecahkan suatu persoalan lebih diutamakan. Dan

metode ini bisa diikuti tanpa menggunakan indera penglihatan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

4. Metode sorongan

Metode sorongan adalah metode individual di mana siswa

mendatangi guru untuk mengkaji suatu buku dan guru

membimbingnya secara langsung. Metode ini dalam sejarah

pendidikan agama Islam dikenal dengan sistem pendidikan “Kuttai”,

sementara di dunia barat dikenal dengan metode tutorship dan

mentoring. Pada praktiknya siswa diajari dan dibimbing bagaimana

cara membaca, menghafal, atau lebih jauh lagi menerjemahkan atau

menafsirkan, semua itu dilakukan oleh guru, sementara siswa

menyimak penuh perhatian dan mensahkan dengan memberi catatan

pada bukunya atau mensahkan bahwa ilmu itu telah diberikan

kepadanya.

Metode ini dapat diikuti oleh anak tunanetra dan inti dari metode

ini adalah adanya bimbingan langsung dari guru kepada anak

didiknya dan seorang guru dapat mengetahui langsung sejauh mana

kemampuan anak didiknya dalam memahami suatu materi pelajaran.

5. Metode drill

Metode drill atau latihan adalah suatu metode dalam

menyampaikan pelajaran dengan menggunakan latihan secara terus

menerus sampai anak didik memiliki ketangkasan yang diharapkan.

Metode drill merupakan salah satu bentuk dari berbagai macam

metode yang banyak digunakan oleh para pendidik dalam proses

belajar mengajar agar tujuan pembelajaran tercapai. Metode ini lebih

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

menitikberatkan kepada keterampilan siswa secara kecakapan motoris,

mental, asosiasi yang dibuat dan sebagainya.

Metode drill dapat disebut juga dengan metode latihan atau praktik

secara langsung. Anak tunanetra mampu mengikuti metode ini jika

materi yang disampaikan dan media yang digunakan mampu

mendukung mereka untuk memahami materi pelajaran.

Berdasarkan beberapa metode pengajaran tersebut, peneliti merasa

bahwa metode yang sesuai digunakan untuk anak tunanetra tingkatan

sekolah dasar adalah metode ceramah, metode tanya jawab, dan

metode drill. Dalam penelitian yang akan dilakukan, peneliti juga akan

menggunakan ketiga metode tersebut. Metode ceramah dirasa tepat

karena anak tunanetra masih mengandalkan indera pendengaran

dengan bantuan suara dari guru. Metode tanya jawab merupakan

metode pendukung dari metode ceramah karena dengan metode ini

akan membangun interaksi yang baik antara guru dan siswa. Metode

drill digunakan karena dalam penelitian menggunakan alat peraga

yang menuntut siswa untuk lebih banyak berlatih.

E. Media Pembelajaran untuk Anak Tunanetra

Selain kekhususan metode pembelajaran yang digunakan untuk

anak tunanetra, mereka pun mempunyai kekhususan dalam menggunakan

media pembelajaran. Karena kondisi penglihatan mereka yang tak

berfungsi, maka menurut Ardhi (2013: 62) media yang digunakan untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

pengajaran anak tunanetra ialah media yang dapat dijangkau dengan

perabaan dan pendengarannya. Adapun media tersebut ialah papan baca

(Kenop), Reglette, dan Stilus (pena) yaitu alat tulis normal, Mesin tik

Braille (Perkins Braille).

Media pembelajaran yang diterapkan pada anak tunanetra di

beberapa Sekolah Luar Biasa (SLB) meliputi: alat bantu membaca huruf

Braille (Papan huruf dan Optacon); alat bantu berhitung (Cubaritma,

Abacus/Sempoa, Speech Calculator), serta alat bantu yang bersifat audio

seperti tape-recorder. Khusus alat bantu membaca Braille adalah alat

bantu pembelajaran untuk mengenal huruf Braille. Alat ini biasa disebut

pantule singkatan dari papan tulis Braille.

F. Huruf Braille

Menurut Ardhi (2013: 66), Braille adalah sejenis sistem tulisan

sentuh yang digunakan oleh para tunanetra. Sistem ini diciptakan oleh

seorang Prancis yang bernama Louis Braille yang juga merupakan seorang

tunanetra. Ketika berusia 15 tahun, Braille membuat suatu tulisan tentara

untuk memudahkan tentara membaca ketika gelap. Tulisan ini kemudian

dinamakan huruf Braille. Namun saat itu Braille tidak memiliki huruf W.

Munculnya inspirasi untuk menciptakan huruf-huruf yang dapat

dibaca oleh tunanetra berawal dari seorang bekas perwira alteleri

Napoleon, Kapten Charles Barbier. Barbier menggunakan sandi berupa

garis-garis dan titik-titik timbul untuk memberikan pesan ataupun perintah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

kepada serdadu nya dalam kondisi gelap malam. Pesan tersebut dibaca

dengan cara meraba rangkaian kombinasi garis dan titik yang tersusun

menjadi sebuah kalimat. Sistem demikian kemudian dikenal dengan

sebutan night writing atau tulisan malam. Sistem ini dirancang khusus

untuk tentara perang yang menggunakan kombinasi 12 titik timbul yang

dapat dikombinasikan untuk mewakili huruf-huruf dan dapat dirasakan

oleh ujung jari.

Sayangnya kode tersebut terlalu rumit bagi sebagian besar

pasukannya sehingga ditolak untuk digunakan. Braille kemudian

menyederhanakan sistem ini dengan menggunakan satu sel 6 titik dan

didasarkan ejaan normal yang sekarang dinamakan huruf Braille.

Berdasarkan uji coba yang dilakukan Braille, jari-jari tangan tunanetra

ternyata lebih peka terhadap titik dibandingkan dengan garis sehingga

pada akhirnya huruf Braille hanya menggunakan kombinasi antara titik

dan ruang kosong atau spasi. Sistem tulisan Braille pertama kali digunakan

di L’Institution Nationale de Jeunes Aveugles, Paris dalam rangka

mengajar siswa-siswa tunanetra.

Huruf-huruf Braille menggunakan kerangka penulisan seperti kartu

domino. Satuan dasar dari sistem tulisan ini disebut sel Braille, dimana

tiap sel terdiri dari enam titik timbul; tiga baris dan dua titik. Keenam titik

tersebut dapat disusun sedemikian rupa hingga menciptakan 64 macam

kombinasi. Huruf Braille dibaca dari kiri ke kanan dan dapat

melambangkan abjad, tanda baca, angka, tanda musik, simbol matematika

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

dan lainnya. Ukuran huruf Braille yang umum digunakan adalah dengan

tinggi sepanjang 0,5 mm, serta spasi horizon dan vertikal antara titik

dalam sel sebesar 2,5 mm.

Pada mulanya orang tidak berpikir bahwa kode Braille merupakan

sesuatu yang sangat berguna bagi kaum tunanetra. Banyak orang menduga

bahwa sistem Braille akan mati sebagaimana penemunya. Namun ada

orang-orang yang menyadari pentingnya penemuan Louis Braille.

Penemuan brilian Louis Braille telah mengubah dunia membaca dan

menulis kaum tunanetra untuk selamanya. Sekarang kode Braille telah

digunakan hampir ke dalam semua bahasa tulis terkenal di dunia.

Gambar 2.1. Huruf Braille

×

= .

÷ -

+

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

G. Hasil Belajar

Dalam mengajar, guru sudah mengetahui tujuan yang harus capai

dalam mengajarkan suatu pokok bahasan. Untuk itu, dirumuskan tujuan

instruksional khusus, yang didasarkan pada Taksonomi Bloom tentang

tujuan-tujuan perilaku menurut Bloom dalam Ratna (2011: 118), yang

meliputi tiga dominan: kognitif, afektif, dan psikomotorik. Gagne

mengemukakan lima macam hasil belajar, tiga diantaranya bersifat

kognitif, satu bersifat afektif, dan satu lagi bersifat psikomotorik.

Penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil

belajar disebut kemampuan. Menurut Gagne dalam Ratna (2011: 118), ada

lima kemampuan. Ditinjau dari segi-segi yang diharapkan dari suatu

pengajaran atau instruksi, kemampuan itu perlu dibedakan karena

kemampuan itu memungkinkan berbagai macam penampilan manusia dan

juga karena kondisi-kondisi untuk memperoleh berbagai kemampuan itu

berbeda. Kelima hasil belajar atau yang menurut Gagne dalam Ratna

(2011: 118) disebut kemampuan, yaitu:

1. Kemampuan pertama disebut keterampilan intelektual karena

keterampilan itu merupakan penampilan yang ditunjukkan oleh siswa

tentang operasi intelektual yang dapat dilakukannya.

2. Kemampuan kedua meliputi penggunaan strategi kognitif karena siswa

perlu menunjukkan penampilan yang kompleks dalam suatu situasi

baru, dimana diberikan sedikit bimbingan dalam memilih dan

menerapkan aturan dan konsep yang telah dipelajari sebelumnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

3. Kemampuan ketiga berhubungan dengan sikap atau mungkin

sekumpulan sikap yang dapat ditunjukkan oleh perilaku yang

mencerminkan pilihan tindakan terhadap kegiatan-kegiatan.

4. Kemampuan keempat adalah informasi verbal atau pengetahuan verbal

yang diperoleh dari pembelajaran di sekolah, dan juga dari kata-kata

yang sering diucapkan orang, membaca dari buku, mendengar radio,

televisi atau media lainnya.

5. Kemampuan kelima adalah keterampilan motorik. Keterampilan

motorik tidak hanya mencakup kegiatan fisik, melainkan juga kegiatan

motorik yang digabung dengan keterampilan intelektual misalnya

membaca, menulis, memainkan alat musik dan lain sebagainya.

Kingsley dalam Ahmad (2013: 3) membagi hasil belajar menjadi

tiga macam, yaitu (1) keterampilan dan kebiasaan; (2) pengetahuan dan

pengertian; dan (3) sikap dan cita-cita. Sedangkan Djamarah dan Zain

dalam Ahmad (2013: 3) menetapkan bahwa hasil belajar telah tercapai

apabila telah terpenuhi dua indikator berikut, yaitu:

1. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai

prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok.

2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus

telah dicapai oleh siswa baik secara individual maupun kelompok.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

Menurut para ahli tersebut, yang ingin peneliti ketahui mengenai hasil

belajar siswa adalah pengetahuan atau kemampuan kognitif terkait materi

perkalian berdasarkan hasil pre-test dan post-test.

H. Pemahaman

Bloom dalam Elis dan Rusdiana (2015: 55) mengklasifikasikan

tujuan kognitif dalam enam level, yaitu: (1) pengetahuan; (2) pemahaman;

(3) aplikasi; (4) analisis; (5) sintesis; dan (6) evaluasi. Pemahaman yang

disebut C2 menurut Elis dan Rusdiana (2015: 56) adalah tingkatan yang

paling rendah dalam aspek kognisi yang berhubungan dengan penguasaan

atau mengerti tentang sesuatu. Dalam tingkatan ini, siswa diharapkan

mampu memahami ide-ide matematika apabila dapat menggunakan

beberapa kaidah yang relevan tanpa perlu menghubungkannya dengan ide-

ide lain dan segala implikasinya.

Sedangkan pemahaman menurut Usman dalam Asep dan Abdul

(2013: 16) adalah jenjang setingkat di atas pengetahuan yang meliputi

penerimaan dalam komunikasi secara akurat, menempatkan hasil

komunikasi dalam bentuk penyajian yang berbeda, mereorganisasikannya

secara setingkat tanpa mengubah pengertian dan dapat mengeksporasikan.

Berdasarkan pendapat tokoh diatas, dalam penelitian ini peneliti

ingin mengetahui pemahaman siswa mengenai konsep perkalian. Adapun

indikator yang menunjukkan bahwa siswa paham yaitu:

1. Siswa mampu menjawab dengan benar berapa kali harus

mengambil bola ketika diberikan soal perkalian.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

2. Siswa mampu menjawab dengan benar sekali mengambil,

berapa bola yang diambil ketika diberikan soal perkalian.

3. Siswa mampu membuat bentuk penjumlahan berulang dengan

benar dari soal perkalian yang diberikan.

4. Siswa mampu menghitung hasil perkalian dengan tepat.

Apabila siswa telah memenuhi indikator tersebut, maka dapat

dikatakan bahwa siswa telah memahami konsep perkalian.

I. Perkalian

Ruseffendi (1990: 38) mengatakan bahwa pada tingkat rendah yaitu

sekolah dasar, penjumlahan dan pengurangan dikenalkan melalui benda-

benda konkret atau gambarnya. Ini adalah suatu keyakinan dan

kepercayaan sejak lama bahwa konsep matematika supaya ditanamkan

kepada anak-anak melalui contoh-contoh dunia nyata. Menurut penelitian

pun peragaan ini sangat membantu.

Begitu pula perkalian bagi anak-anak di tingkat rendah supaya

dijelaskan melalui benda-benda konkret atau gambar benda-benda konkret

dan dikaitkan pula dengan kehidupan sehari-hari. Dari keadaan kehidupan

nyata sehari-hari itu dibuat dulu ke tahap model konkret atau model

gambar dan kemudian dilanjutkan kepada tahap akhir yaitu tahap model

simbol. Dan ini tidak terkecuali harus terjadi baik pada tingkat pemahaman

konsep, pada tingkat pemahaman fakta-fakta dasar, maupun pada tahap

perhitungan (algoritma).

Untuk jelasnya, ambillah sebuah contoh.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

“Ibu Ami punya 2 dus telur. Masing-masing dus berisi 6 biji. Berapa

biji telur ibu Ami?”

Persoalan perkalian itu sebelum sampai kepada angka-angka (model

simbol) supaya diperagakan dulu dengan model konkret atau model

gambar. Kemudian diubah ke dalam simbol. Tujuannya ialah agar anak-

anak dapat memahami kalimat matematika yang ditulis dengan simbol itu.

Maksudnya ialah tanpa alat peraga (model konkret atau model gambar)

mungkin anak tidak akan dapat memahami bahwa soal dapat diselesaikan

melalui 2×6 = 6 + 6.

Perkalian merupakan sebuah operasi matematika yang meliputi

penskalaan (pelipatan) bilangan yang satu dengan bilangan yang lain.

Operasi perhitungan ini termasuk ke dalam aritmatika dasar. Sangat

penting untuk memahami konsep perkalian karena perkalian seringkali

digunakan di dalam beragam rumus matematika lainnya.

Secara sederhana, perkalian dapat didefinisikan sebagai penjumlahan

yang diulang. Misalnya, pada perkalian 5 ×3 (5 dikali 3) kita dapat

menghitungnya dengan cara menjumlahkan angka 3 yang diulang

sebanyak 5 kali atau 3 + 3 + 3 + 3 + 3. Dalam konsep perkalian, 5 ×

3 tidaklah sama dengan 3×5 meskipun hasilnya sama. 5×3 berarti 3 +

3 + 3 + 3 + 3, sedangkan 3×5 berarti 5 + 5 + 5.

Konsep perkalian ini seringkali digunakan dalam ilmu kedokteran,

terutama ketika dokter memberikan resep obat. Misalnya dokter memberi

resep obat 3×1, maka yang dimaksud adalah obat tersebut dalam satu hari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

harus diminum sebanyak 3 kali, dan setiap minum hanya 1 obat. Berbeda

dengan ketika resep 1×3, itu berarti obat tersebut dalam sehari hanya

diminum 1 kali, dan pada saat minum langsung 3 obat.

J. Alat Peraga Bola

Ali dalam Rostina (2015: 7), berpendapat bahwa alat peraga adalah

segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyatakan pesan merangsang

pikiran, perasaan dan perhatian, dan kemauan siswa sehingga mendorong

proses belajar. Dalam pendapat tokoh yang lain yaitu menurut Ruseffendi

dalam Rostina (2015: 7), alat peraga adalah alat yang menerangkan atau

mewujudkan konsep matematika. Sedangkan pengertian alat peraga

matematika menurut Pramudjono dalam Rostina (2015: 7), adalah benda

konkret yang dibuat, dihimpun atau disusun secara sengaja digunakan

untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep matematika.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, alat peraga bola adalah alat

peraga berupa bola warna-warni yang dapat membantu siswa dalam proses

belajar untuk bisa memahami materi perkalian, khususnya konsep

perkalian.

Gambar 2.2. Alat Peraga Bola

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

K. Cara Penggunaan Alat Peraga

Alat peraga yang digunakan dalam penelitian ini adalah bola. Alat

peraga ini digunakan untuk membantu siswa memahami konsep perkalian.

Setiap siswa akan mendapatkan 100 buah bola dan tiga kotak yang akan

digunakan sebagai wadah untuk bola. Kotak pertama berisi 100 buah bola

yang akan diambil oleh siswa sesuai dengan soal perkalian yang akan

diberikan. Kotak kedua digunakan untuk menaruh bola yang telah diambil

dari kotak pertama, dan selanjutnya bola tersebut dipindahkan ke kotak

ketiga yang digunakan untuk menampung bola-bola dari kotak sebagai

hasil perkalian. Untuk menghitung hasil perkalian dari soal yang

diberikan, siswa akan menghitung jumlah bola yang ada pada kotak ketiga.

Cara siswa menghitung hasil perkaliannya adalah dengan menghitung

jumlah bola pada kotak ketiga yang dipindahkan ke kotak kedua yang

telah kosong satu per satu.

Siswa akan diberi pemahaman mengenai penjumlahan berulang

sebagai dasar untuk mempelajari materi perkalian. Peneliti akan memberi

beberapa soal penjumlahan dengan bilangan yang sama. Misalnya peneliti

akan memberi soal 5+5, 7+7, 3+3+3, 5+5+5+5. Peneliti kemudian

bertanya ada berapa bilangan yang sama pada penjumlahan, setelah itu

peneliti mengaitkan dengan konsep perkalian. Untuk memudahkan siswa

memahami materi tersebut, peneliti menggunakan bola sebagai alat

peraga. Peneliti kemudian melanjutkan materi konsep perkalian dengan

memberikan soal-soal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

Sebagai contoh, siswa diberikan soal perkalian 3×5. Maka langkah

yang akan dilakukan siswa untuk mengetahui hasil perkaliannya adalah

sebagai berikut:

1. Siswa akan mengambil 5 bola dari kotak pertama satu per satu dan

menaruhnya di kotak kedua.

Gambar 2.3. Langkah Pertama Penggunaan Alat Peraga

1 2 3

1 2 3

3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

2. Kemudian, 5 bola tersebut dipindahkan ke kotak ketiga.

Gambar 2.4. Langkah Kedua Penggunaan Alat Peraga

3. Siswa akan melakukan langkah (1) dan (2) sebanyak 3 kali sesuai

dengan konsep perkalian, karena soalnya adalah 3×5.

3

3 2 1

2 1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

Gambar 2.5. Posisi bola setelah melakukan langkah pertama dan kedua

4. Setelah siswa telah melakukan langkah (1) dan (2) sebanyak 3 kali,

dan semua bola yang merupakan hasil perkalian sudah ada di kotak

ketiga, maka siswa akan menghitung hasil perkalian dengan cara

menghitung jumlah bola yang ada pada kotak ketiga. Untuk

memudahkan siswa menghitung hasilnya, satu per satu bola di

kotak ketiga dipindahkan ke kotak kedua sambil siswa menghitung

hasil perkaliannya.

Gambar 2.6. Proses Menghitung hasil perkalian

3 2 1

3 2 1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

Setelah melakukan langkah pertama hingga langkah keempat,

maka siswa akan mendapatkan hasil perkalian dari soal yang

diberikan. Selain itu, dengan bantuan bola sebagai alat peraga, siswa

juga diharapkan mampu memahami konsep perkalian sebagai

penjumlahan berulang.

L. Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang relevan adalah penelitian yang pernah dilakukan

oleh Lidya Cindi Septika (2013), seorang mahasiswi program studi

Pendidikan Luar Biasa Universitas Negeri Surabaya. Penelitian yang

berjudul “Pendekatan Matematika Realistik Terhadap Hasil Belajar

Penjumlahan Pecahan Anak Tunanetra” dilakukan di SLB-A YPAB

Tegalsari Surabaya pada siswa kelas IV menghasilkan kesimpulan bahwa

dengan menggunakan pendekatan matematika realistik, anak benar-benar

belajar dengan benda rill atau memang dengan benda yang dikenal dan

bisa dibayangkan anak, sehingga pembelajaran lebih bermakna. Penelitian

ini juga menyimpulkan bahwa ada pengaruh positif pendekatan

matematika realistik terhadap hasil belajar penjumlahan pecahan pada

siswa kelas IV di SLB-A YPAB Tegalsari Surabaya.

Penelitian yang dilakukan oleh Lidya ini memiliki relevansi

dengan penelitian ini. Relevansinya adalah penelitian ini juga

menggunakan alat peraga yang dikenal dan bisa dibayangkan oleh siswa.

Hal lain adalah penelitian ini juga akan dilakukan di SLB A dengan subjek

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

dua orang siswa tunanetra. Sehingga diharapkan penelitian ini juga bisa

memberi pengaruh positif kepada siswa tunanetra terkait pemahaman

konsep perkalian dan hasil belajar siswa.

M. Kerangka Berpikir

Dalam penelitian ini peneliti melihat bahwa konsep matematika sangat

penting untuk diajarkan sejak siswa berada pada tingkat pendidikan dasar

yaitu di sekolah dasar. Konsep yang benar juga perlu diajarkan kepada

anak berkebutuhan khusus, karena setiap anak berhak mendapatkan

pendidikan yang sama.

Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti merancang pembelajaran

matematika untuk siswa tunanetra kelas II di SLB A Yaketunis pada

materi perkalian. Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan bantuan

bola sebagai alat peraga. Alat peraga disini berguna untuk membuat

konsep abstrak menjadi konkret sehingga mudah dipahami siswa.

Dengan pembelajaran menggunakan alat peraga berupa bola,

diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai konsep yang benar

tentang materi perkalian.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian

kualitatif deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan

atau menggambarkan keadaan atau status fenomena yang ada di lapangan

(Lexy J. Moleonh dalam Agustinus (2009: 25)). Penelitian kualitatif

adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif yaitu berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Dalam

penelitian ini, peneliti mendeskripsikan proses pembelajaran matematika

yang terjadi di dalam kelas.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah dua orang siswa kelas II SLB A

Yaketunis Yogyakarta yang terletak di Jalan Parangtritis No. 46 A. Kedua

subjek adalah siswa tunanetra dengan klasifikasi ringan (low vision).

Penentuan subjek pada penelitian ini juga sudah berdasarkan diskusi

dengan guru kelas II.

C. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan

menggunakan alat peraga berupa bola pada materi perkalian di kelas II

SLB A Yaketunis Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32

D. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu : 24 Agustus 2016 – 9 September 2016

Tempat : SLB A Yaketunis Yogyakarta yang terletak di Jalan

Parangtritis No. 46 Yogyakarta

E. Jenis Data

Jenis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah data

primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh

langsung dari subjek penelitian melalui pengamatan dan wawancara,

sedangkan data sekunder adalah data yang tidak peroleh langsung dari

subjek penelitian melainkan dari pihak lain berupa keterangan dan data

mengenai proses belajar dan hasil belajar siswa.

F. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam melaksanakan

penelitian, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data,

yaitu:

1) Observasi

Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang

spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara

atau kuesioner. Kalau wawancara atau kuesioner selalu berkomunikasi

dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga

objek-objek alam yang lain.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33

Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2010: 203) mengemukakan bahwa

observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang

tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara

yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.

Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila peneliti

berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam,

dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.

2) Tes.

Menurut Asep dan Abdul (2013: 67), tes merupakan himpunan

pertanyaan yang harus dijawab, harus ditanggapi, atau tugas yang

harus dilaksanakan oleh orang yang dites. Tes digunakan untuk

mengukur sejauh mana seorang siswa telah menguasai pelajaran yang

disampaikan terutama meliputi aspek pengetahuan dan keterampilan.

Alat penilaian teknik tes, yaitu: (a) tes tertulis; (b) tes lisan; dan (c)

tes perbuatan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tes tertulis

yaitu pre-test dan post-test. Peneliti menggunakan tes untuk

mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh siswa kelas II SLB A

Yaketunis.

3) Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila

peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan

permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin

mengetahui hal-hal dari subjek yang lebih mendalam dan jumlah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

subjek sedikit/kecil. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan pada

laporan tentang diri sendiri, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan

dan atau keyakinan pribadi.

Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2010: 194) mengemukakan bahwa

anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan

metode wawancara adalah sebagai berikut:

1. Bahwa subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya

sendiri.

2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subjek kepada peneliti adalah

benar dan dapat dipercaya.

3. Bahwa interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang

dimaksudkan oleh peneliti.

Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak

terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka maupun

menggunakan telepon.

4) Dokumentasi

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dokumentasi berupa

voice recorder dan video. Melalui dokumentasi ini peneliti dapat

keterangan dalam pembelajaran berupa rekaman suara dan video yang

dianalisis kembali untuk mendapatkan data kualitatif. Dokumentasi ini

juga digunakan sebagai bukti dalam penelitian.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan peneliti dalam penelitian ini antara lain:

1. Lembar observasi

Lembar pengamatan ini berfungsi mencatat semua hasil pengamatan

yang dilakukan peneliti selama penelitian berlangsung.

2. Soal pre test dan soal post test.

Soal pre-test dan post-test digunakan oleh peneliti untuk mengetahui

hasil belajar siswa. Setiap soal pre-test dan post-test masing-masing

berisi 10 soal yang sudah dikonsultasikan dengan guru kelas.

3. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara berupa garis besar pertanyaan yang akan

ditanyakan kepada subjek penelitian, dan pertanyaan yang ada akan

berkembang sesuai dengan jawaban dari subjek.

4. Alat Perekam.

Alat perekam yang digunakan adalah telepon genggam untuk

mengambil gambar, merekam percakapan serta merekam proses

pembelajaran matematika dengan menggunakan bola sebagai alat

peraga.

H. Validitas Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar

observasi, pedoman wawancara dan soal. Instrumen tersebut akan diuji

dengan teknik ”expert justification” yaitu dengan mengonsultasikan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36

kepada orang yang lebih berpengalaman dimana peneliti anggap lebih

mengerti dan memahami. Dalam hal ini, instrumen-instrumen tersebut

akan dikonsultasikan dengan dosen dan guru kelas. Setelah mendapatkan

kritik dan saran serta petunjuk maka semua instrumen tersebut telah

diperbaiki dan dinyatakan valid.

I. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis deskriptif kualitatif dan analisis komparatif. Analisis deskriptif

digunakan untuk menganalisis semua data yang telah diperoleh melalui

instrumen-instrumen dan untuk menarik kesimpulan sesuai dengan

rumusan masalah yang ada. Sedangkan analisis komparatif digunakan

untuk menganalisis kembali data pemahaman yang telah dipaparkan secara

deskriptif.

Data hasil belajar dan pemahaman siswa mengenai materi perkalian

diperoleh dengan cara menganalisis hasil deskripsi dari instrumen-

instrumen yaitu hasil rekaman wawancara dengan siswa, hasil wawancara

dengan guru, latihan soal yang diberikan kepada siswa, dan lembar

observasi. Data tersebut dianalisis secara deskriptif dan secara bertahap

pada setiap pertemuan. Kemudian data yang telah diperoleh dari

pertemuan pertama sampai pertemuan keempat dianalisis secara

komparatif, dengan membandingkan dan melihat peningkatan hasil belajar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

dan pemahaman siswa mengenai materi perkalian dengan menggunakan

bola sebagai alat peraga.

J. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

1. Tahap persiapan

Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan beberapa

persiapan yaitu:

a. Bertemu dengan dosen pembimbing skripsi untuk konsultasi terkait

penelitian yang akan peneliti laksanakan. Konsultasi diadakan

beberapa kali untuk memastikan tempat penelitian, materi

penelitian, dan alat peraga yang akan digunakan.

b. Mempersiapkan surat izin untuk penelitian.

c. Bertemu dengan Kepala Sekolah untuk perizinan penelitian.

d. Bertemu dengan guru kelas untuk berdiskusi mengenai

pelaksanaan penelitian, meminta saran juga informasi tentang

pembelajaran di SLB.

e. Mempersiapkan alat peraga yang akan digunakan dalam penelitian.

f. Berkonsultasi dengan dosen pembimbing dan guru mengenai alat

peraga yang akan digunakan, serta meminta saran untuk perbaikan

atau perubahan alat peraga.

g. Observasi kelas yang akan dijadikan tempat penelitian.

h. Mempersiapkan instrumen-instrumen yang dibutuhkan untuk

penelitian.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

2. Rencana kegiatan

Dalam penelitian ini, peneliti dibantu oleh guru pembimbing yang

membantu peneliti dalam berkomunikasi dengan anak tunanetra.

Kegiatan yang akan dilakukan antara lain:

a. Kegiatan pembelajaran:

1) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

2) Mempraktekkan penggunaan alat peraga.

3) Melakukan evaluasi setelah pembelajaran.

b. Untuk melihat pemahaman siswa tentang konsep perkalian, peneliti

juga melaksanakan wawancara setelah pembelajaran. Hal ini dapat

membantu peneliti untuk mengetahui sejauh mana pemahaman

siswa tentang konsep perkalian.

3. Alat peraga yang digunakan

Peneliti menggunakan bola sebagai alat peraga pada materi perkalian.

Alat peraga ini merupakan bola warna-warni yang mudah ditemukan.

Setiap subjek mendapat 100 buah bola dan tiga buah kotak sebagai

wadah untuk menaruh bola tersebut.

4. Evaluasi pembelajaran

Evaluasi pembelajaran dilakukan pada pertemuan keempat. Hal ini

dilakukan untuk melihat hasil belajar dan pemahaman siswa tentang

materi perkalian khususnya konsep perkalian. Evaluasi pembelajaran

dilakukan dengan memberikan soal-soal (post-test) yang dilakukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

diakhir pembelajaran dan juga dilakukan wawancara untuk mengetahui

pemahaman siswa.

5. Rencana pelaksanaan

a. Pelaksanaan penelitian akan dilaksanakan empat kali, dengan

rincian:

1) Pertemuan awal adalah pemberian soal pre-test.

2) Pertemuan kedua dan ketiga adalah pemberian materi perkalian

dengan menggunakan bola sebagai alat peraga.

3) Pertemuan terakhir adalah pemberian soal post-test.

b. Pelaksanaan penelitian akan dibantu oleh guru kelas II selaku guru

pembimbing, mengingat susahnya berkomunikasi dan mengajar

anak tunaneta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

BAB IV

HASIL PENELITIAN, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian

1. Observasi Awal

Penelitian dilakukan di SLB A Yaketunis Yogyakarta yang terletak

di Jalan Parangtritis No. 46 Yogyakarta. Subjek penelitian adalah 2

orang siswa kelas II SLB A Yaketunis Yogyakarta, dimana mereka

memiliki keterbatasan dalam penglihatan dan termasuk dalam kategori

low vision. Dalam penelitian ini peneliti adalah fasilitator yang

menyediakan alat peraga serta sebagai pengamat. Materi yang akan

dipelajari dan dibahas adalah perkalian secara khusus penanaman

konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang. Materi tersebut akan

diajarkan dengan menggunakan alat peraga berupa bola. Sebelum

melakukan penelitian, peneliti melakukan observasi terlebih dahulu.

Tujuan dilakukannya observasi adalah untuk melihat kegiatan

pembelajaran, model pembelajaran, dan metode yang digunakan dalam

pembelajaran yang dilaksanakan sehari-hari di kelas II SLB A

Yaketunis Yogyakarta, sehingga dapat membantu dalam merancang

kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan terkait penelitian. Selain

itu kegiatan observasi juga dilakukan untuk membantu peneliti

mengenal para siswa yang akan menjadi subjek penelitian sehingga

dapat membantu kelancaran penelitian.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

Peneliti melakukan observasi sebanyak 3 kali sebelum

melaksanakan penelitian. Dari kegiatan tiga kali observasi yang

dilakukan yaitu pada tanggal 24 Agustus 2016, 26 Agustus 2016, dan

31 Agustus 2016, peneliti melihat kurikulum dan materi yang

diajarkan sama dengan sekolah umum lainnya, tidak ada yang berbeda.

Selain itu, kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di SLB A

Yaketunis tidak jauh berbeda dengan yang dilaksanakan dengan

sekolah-sekolah lainnya, hanya saja pemberian materinya disesuaikan

dengan kemampuan masing-masing siswa. Seperti diketahui bahwa

kemampuan setiap siswa berbeda, maka ini yang mendasari guru kelas

untuk memberikan materi sesuai dengan kemampuan siswa.

Pembelajaran matematika yang dilaksanakan di SLB A Yaketunis

Yogyakarta juga sama seperti sekolah dasar umum yaitu tiga kali

dalam seminggu.

Dalam pembelajaran di SLB A Yaketunis Yogyakarta, siswa tidak

hanya belajar tentang materi pembelajaran namun juga belajar

membaca dan menulis huruf Braille yang akan siswa gunakan dalam

pembelajaran setiap hari. Selain itu siswa juga diberikan pelajaran

Orientasi Mobilitas yaitu pelajaran dimana siswa akan diajar untuk

mandiri melakukan sesuatu yang mendasar seperti berpakaian,

memakai sepatu, minum, berjalan menggunakan tongkat, dan lain

sebagainya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

Pada observasi yang dilakukan, peneliti juga melihat karakter yang

dimiliki siswa, yaitu:

S1 adalah siswa yang tergolong mudah dalam menerima pelajaran

setiap harinya. S1 aktif dalam pembelajaran, dan selalu menjawab

pertanyaan yang diajukan oleh guru. Namun terkadang S1 kurang

fokus dalam pembelajaran, karena dengan mudah dialihkan oleh

beberapa hal seperti suara keras dari teman yang sedang bermain

ataupun suara musik yang terdengar hingga ke kelas. S1 mengalami

kendala dalam hal mengingat. Bisa saja S1 sudah menjawab dengan

benar ketika ditanya oleh guru, namun ketika diminta untuk

mengulang jawabannya, S1 bisa saja lupa kembali apa yang sudah

dijawab.

S2 adalah siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran. S2

merupakan siswa pindahan dari SLB di Magelang. Kemampuan S2

sebenarnya baik, namun perlu banyak pancingan dari guru. Dalam

pembelajaran di kelas, S2 bisa dibilang kurang aktif. S2 hanya akan

serius belajar apabila mendapat teguran yang cukup keras dari guru.

Suasana pembelajaran saat observasi kondusif. Di SLB A

Yaketunis Yogyakarta setiap kelas mempunyai ruangan masing-

masing. Namun ruangan kelas tidak terlalu besar karena menyesuaikan

dengan jumlah siswa tiap kelas. Kelas yang berdempetan kadang

menjadi faktor yang membuat kondisi pembelajaran menjadi tidak

kondusif karena suara gaduh yang berasal dari luar kelas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

Pembelajaran yang terjadi saat peneliti melakukan observasi sangat

baik. Guru menyampaikan dan menjelaskan materi tidak terlalu cepat.

Hal ini menyesuaikan dengan kemampuan siswa. Guru juga selalu

menciptakan interaksi yang baik dengan siswa dengan cara memberi

pertanyaan di sela penyampaian materi. Walaupun memiliki

keterbatasan penglihatan, namun siswa tetap memperhatikan guru

dalam memberikan pelajaran dengan antusias. Di kelas II ini, jadwal

pelajaran matematika pada hari Selasa jam pertama dan kedua, hari

Rabu jam ketiga dan keempat, serta hari Jumat jam pertama dan kedua.

Jadwal ini sangat sesuai untuk mengajarkan matematika kepada siswa

karena tergolong masih pagi dan siswa masih bersemangat serta masih

memiliki konsentrasi yang penuh.

2. Pelaksanaan Penelitian di dalam kelas

Pelaksanaan penelitian dilakukan sebanyak empat kali pertemuan,

yaitu:

a. Pertemuan Pertama

Pertemuan hari pertama dilakukan pada tanggal 2 September 2016.

Pada penelitian hari pertama dilakukan pre-test untuk mengetahui

pemahaman awal siswa tentang materi perkalian sebelum

dilakukan pembelajaran menggunakan alat peraga. Sebelumnya

siswa sudah menerima materi pembelajaran tentang penjumlahan,

dimana materi penjumlahan akan membantu siswa mempelajari

materi perkalian.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

Sebelum melakukan pre-test guru terlebih dahulu mengingatkan

siswa tentang materi penjumlahan khususnya penjumlahan

berulang yang akan digunakan untuk mempelajari materi perkalian.

Pada pertemuan pertama ini siswa mengerjakan soal pre-test

berdasarkan kemampuan mereka sendiri. Siswa mengerjakan soal

dengan tenang dan serius. Waktu yang diberikan untuk

mengerjakan soal pre-test adalah 50 menit. Soal pre-test yang

diberikan adalah sebanyak 10 soal. Pada saat mengerjakan soal

pre-test kedua siswa kadang terlihat bingung, namun peneliti

dibantu dengan guru kelas sesekali memberi petunjuk tentang

perintah soal, sehingga siswa tidak salah mengartikan soalnya. Pre-

test selesai dalam waktu 50 menit sesuai dengan waktu yang

diberikan oleh peneliti. Setelah mengerjakan pre-test, peneliti

melakukan wawancara dengan kedua siswa dan memberikan

beberapa pertanyaan yang dijawab dengan baik oleh siswa.

b. Pertemuan Kedua

Pertemuan kedua diadakan pada tanggal 6 September 2016,

dimulai pukul 07.30 dan berakhir pada pukul 08.40. Pertemuan

kedua ini diawali dengan kegiatan dimana peneliti kembali

mengingatkan siswa mengenai pre-test yang sudah dilaksanakan

pada pertemuan sebelumnya. Setelah siswa sudah mengingat soal

yang dikerjakan, kemudian peneliti bertanya apakah ada soal yang

sulit untuk dikerjakan. Peneliti kemudian mulai mengajarkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

materi perkalian kepada siswa. Pembelajaran matematika pada

penelitian kali ini menggunakan alat peraga berupa bola.

Penggunaan bola dalam penelitian bertujuan untuk membuat

konsep bilangan yang abstrak menjadi konkret dimana bilangan 1

diwakili dengan sebuah bola, bilangan 2 diwakili dengan dua buah

bola, bilangan 3 diwakili dengan tiga buah bola, dan seterusnya.

Peneliti memulai pelajaran dengan mengenalkan alat peraga

kepada siswa dan menjelaskan apa yang akan dilakukan dengan

alat peraga tersebut. Setelah dijelaskan dan siswa sudah mengerti,

peneliti mulai melaksanakan proses pembelajaran. Diawali dengan

materi penjumlahan bilangan yang sama. Peneliti bertanya

beberapa pertanyaan mengenai penjumlahan. 5 + 5 = ….?

Kemudian peneliti meminta siswa menjawab hasilnya. Untuk

memastikan jawaban siswa, peneliti mempersilahkan siswa untuk

menggunakan alat peraga bola untuk menghitung hasilnya.

Berangkat dari pertanyaan tersebut peneliti kemudian mengajar

materi perkalian. Materi perkalian sebagai penjumlahan berulang

diajarkan kepada siswa. 2×3 = ….? Setiap diberikan pertanyaan,

siswa diminta untuk menghitung dengan menggunakan alat peraga.

Pada pertemuan kedua ini, peneliti memberikan beberapa soal

sebagai latihan untuk siswa. Peneliti juga membantu siswa ketika

kesulitan untuk menjawab atau kesulitan dalam memahami maksud

soal yang diberikan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

c. Pertemuan Ketiga

Pertemuan ketiga diadakan pada tanggal 7 September 2016

dimulai pukul 08.40 dan berakhir pada pukul 09.50. Kegiatan

pembelajaran pada pertemuan ketiga ini hampir sama dengan

pembelajaran pada pertemuan kedua, karena dua pertemuan ini

digunakan peneliti untuk mengajarkan kepada siswa konsep

perkalian dengan menggunakan alat peraga.

Sebelum memulai pembelajaran, peneliti kembali

mengingatkan siswa tentang apa yang sudah dipelajari pada

pertemuan sebelumnya. Peneliti kemudian menjelaskan bahwa

pembelajaran pada pertemuan ketiga ini masih akan belajar dan

berlatih soal-soal perkalian. Siswa terlihat sangat antusias untuk

belajar menggunakan alat peraga. Siswa juga mengerjakan soal-

soal latihan dengan bersemangat. Selama pembelajaran, siswa

terkadang meminta bantuan peneliti apabila ada soal yang dirasa

sulit untuk dikerjakan. Selebihnya siswa mengerjakan soal secara

mandiri karena sudah memahami materi dan juga sudah memahami

cara menggunakan alat peraga.

Di akhir pembelajaran, peneliti melakukan wawancara

untuk melihat perkembangan pemahaman siswa, dan juga

mengingatkan bahwa pada pertemuan selanjutnya akan

dilaksanakan post-test.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

d. Pertemuan Keempat

Pada pertemuan keempat ini, tepatnya pada tanggal 9

September 2016 dilakukan post-test. Post-test dimulai pada pukul

07.40 dan berakhir pada pukul 08.30. Siswa diberikan waktu 50

menit untuk mengerjakan post-test. Sama dengan pre-test, jumlah

soal post-test juga sebanyak 10 soal. Sebelum dilaksanakan post-

test, peneliti kembali mengingatkan siswa mengenai penggunaan

alat peraga untuk materi perkalian. Setelah diingatkan mengenai

penggunaan alat peraga, siswa mengerjakan soal post-test dengan

tenang dan percaya diri. Di akhir pembelajaran, peneliti kembali

mengadakan wawancara dengan kedua siswa untuk memberikan

pertanyaan terkait soal post-test dan untuk melihat pemahaman

siswa mengenai materi perkalian.

B. Hasil Penelitian

1. Data pre-test

Tabel 4.1. Hasil belajar siswa mengerjakan soal pre-test

Siswa

Nomor Soal Pre-Test Total Nilai

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

S1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 4

S2 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 3

Tabel diatas menunjukkan hasil pre-test kedua subjek penelitian.

Soal pre-test sebanyak 10 nomor. Angka 1 menunjukkan soal tersebut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48

dijawab dengan benar, dan angka 0 menunjukkan soal tersebut dijawab

dengan salah.

2. Data post-test

Tabel 4.2 Hasil belajar siswa mengerjakan soal post-test

Siswa

Nomor Soal Post-Test Total Nilai

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

S1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 8

S2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9

Tabel diatas menunjukkan hasil post-test kedua subjek penelitian.

Soal post-test sebanyak 10 nomor. Angka 1 menunjukkan soal tersebut

dijawab dengan benar, dan angka 0 menunjukkan soal tersebut dijawab

dengan salah.

3. Data pemahaman siswa (hasil wawancara per pertemuan)

Data yang lain dalam penelitian ini adalah transkripsi percakapan

antara peneliti dan kedua subjek. Transkripsi percakapan ini

merupakan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada

masing-masing subjek setelah pembelajaran selesai. Data ini bertujuan

untuk mengetahui pemahaman siswa mengenai materi konsep

perkalian. Adapun hasil transkripsi percakapan antara peneliti dan

subjek akan dilampirkan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

C. Analisis Data

Berikut ini adalah hasil analisis pre-test dan post-test serta pemahaman

siswa tentang konsep perkalian

1. Analisis pre-test dan post-test

% 𝑘𝑒𝑡𝑒𝑟𝑐𝑎𝑝𝑎𝑖𝑎𝑛 = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎

𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 ×100%

Tabel 4.3 Persentase ketercapaian hasil belajar siswa

% ketercapaian Kriteria

0% - 20% Sangat Rendah

20,01% - 40% Rendah

40,01% - 60% Cukup

60,01% - 80% Tinggi

80,01% - 100% Sangat Tinggi

(Sumber: Dikutip dari Asep Jihad dan Abdul Haris, 2013)

Tabel diatas adalah pembagian persentase ketercapaian hasil

belajar dimana ketercapaian hasil belajar dibagi dalam 5 kategori yaitu

sangat rendah, rendah, cukup, tinggi, dan sangat tinggi.

Pre-test

Tabel 4.4. Analisis hasil pre-test

% Ketercapaian Kriteria

S1 40% Rendah

S2 30% Rendah

Rata-Rata

Ketercapaian Pre-test 35%

Kriteria Rendah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50

Tabel diatas adalah tabel analisis hasil pre-test siswa berdasarkan

nilai pre-test yang diperoleh dan disajikan dengan persentase

ketercapaian dan kriteria.

Post-test

Tabel 4.5 Analisis hasil post-test

% Ketercapaian Kriteria

S1 80% Tinggi

S2 90% Sangat Tinggi

Rata-Rata

Ketercapaian Pre-test 85%

Kriteria Sangat Tinggi

Tabel diatas adalah tabel analisis hasil post-test siswa berdasarkan

nilai post-test yang diperoleh dan disajikan dengan persentase

ketercapaian dan kriteria.

2. Analisis pemahaman siswa

Wawancara yang dilakukan peneliti kepada dua siswa yang

menjadi subjek dalam penelitian ini menunjukkan pemahaman siswa

mengenai konsep perkalian sangat baik. Hasil analisis peneliti

menunjukkan bahwa S1 dapat mengerti konsep perkalian dengan baik,

namun sering kali terlihat bingung ketika ditanya. Peneliti sering

mendapat jawaban yang menunjukkan S1 bingung. Contohnya:

P : “Ada yg susah gak soalnya?”

S1 : “Ada e. Ada, semuanya dua, lima, enam, tujuh eh satu,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51

dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, Sembilan,

sepuluh”.

P : “Oh itu semuanya berarti?”

S2 : “Hooh, iya”

(dalam rekaman 1)

P : “Susah gak perkaliannya?”

S1 : “Ono seng susah ono seng nggak.”

P : “Yang susah apa?”

S1 : “Enam”

P : “Perkalian enam?”

S1 : “Hooh”

P : “Terus yang mudah?”

S1 : “Delapan”

P : “Lho kok malah lebih banyak?”

S1 : “Oh, siji loro telu empat limo enem pitu wolu songo

sepuluh”

(dalam rekaman 2)

S1 terlihat bingung diawal-awal pembelajaran. Namun S1 bisa

menunjukkan peningkatan pemahaman selama pembelajaran. Hal ini

terlihat dari jawaban ketika ditanya tentang konsep perkalian. S1

mampu menjawab dengan baik dan benar serta terlihat yakin dengan

jawabannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52

S2 sedikit berbeda dengan S1. S2 tidak menunjukkan kebingungan

ketika diwawancarai, walaupun S2 mengakui bahwa soal yang

diberikan termasuk susah. Namun S2 menunjukkan sikap ingin belajar.

P : “Soalnya gimana? Ada yang susah?”

S2 : “Ada. Tapi ada yang gampang juga”

P : “Tadi ngerjainnya serius gak?”

S2 : “Serius, tapi susah.”

P : “Yaudah yang susah besok dipelajari lagi ya biar bisa

ngerjain”

S2 : “Iya”

(dalam rekaman 1)

S2 juga terlihat suka belajar menggunakan alat peraga karena

menurut S2 akan lebih mudah belajar perkalian dengan menggunakan

alat peraga. Selama penelitian S2 menunjukkan sikap yang serius dan

sungguh-sungguh belajar. Peningkatan pemahaman juga ditunjukkan

oleh S2, terlihat dari hasil wawancara dengan peneliti dimana S2

menjawab dengan baik dan sangat yakin, walaupun kadang-kadang S2

terlihat kelelahan saat menjawab pertanyaan.

D. Pembahasan

1. Hasil belajar

Pelaksanaan penelitian dilakukan sebanyak empat kali pertemuan.

Pertemuan pertama dan keempat adalah pemberian soal pre-test dan

post-test, sedangkan pertemuan kedua dan pertemuan ketiga adalah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53

pembelajaran biasa dengan latihan soal perkalian. Pemberian soal pre-

test dan post-test bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar

siswa. Setelah dilaksanakan pre-test dan post-test, terlihat bahwa hasil

yang diperoleh kedua siswa yang menjadi subjek dalam penelitian ini

meningkat. Pada siswa 1, hasil belajar meningkat dari 40% dalam

kriteria rendah pada pre-test menjadi 80% dalam kriteria tinggi pada

post-test. Sedangkan pada siswa 2 peningkatan hasilnya belajarnya dari

30% dalam kriteria rendah pada pre-test menjadi 90% dalam kriteria

yang sangat tinggi pada post-test. Dari hasil kedua siswa tersebut,

secara keseluruhan, terjadi peningkatan rata-rata nilai pre-test dan

post-test yaitu 35% dalam kriteria rendah pada pre-test menjadi 85%

dalam kriteria yang sangat tinggi pada post-test.

Menurut Wasliman dalam Ahmad (2013:12), hasil belajar yang

dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai

faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal maupun faktor

eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam

diri peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Salah

satu faktor internal yang dimaksud adalah faktor kondisi fisik, seperti

cacat jasmani yang dapat mempengaruhi siswa dalam menerima materi

pelajaran.

Metode komunikasi yang digunakan anak tunanetra dalam

menerima pelajaran ialah dengan metode mendengarkan dan

memanfaatkan indera peraba sehingga dapat memahami apa yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54

disampaikan kepada mereka. Pembelajaran yang menggunakan alat

peraga akan sangat membantu siswa dalam menerima materi pelajaran,

karena selain memancing siswa untuk menggunakan indera peraba,

alat peraga juga membuat siswa menjadi lebih tertarik untuk belajar

dan membuat materi pelajaran menjadi lebih konkret sehingga mudah

dipahami. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa ada peningkatan hasil

belajar siswa yang cukup signifikan yaitu sebesar 50%, dimana setelah

menggunakan alat peraga siswa lebih mengerti materi yang diajarkan

dan lebih mudah dalam mengerjakan soal.

2. Pemahaman siswa tentang konsep perkalian

Dalam penelitian ini, peneliti mengetahui pemahaman siswa

tentang konsep perkalian melalui wawancara yang dilakukan kepada

dua orang siswa yang menjadi subjek penelitian dan akan disesuaikan

dengan hasil belajar siswa. Peneliti selalu melakukan wawancara di

akhir pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar peneliti mengetahui

perkembangan pemahaman siswa tentang materi perkalian.

Pada pertemuan pertama, peneliti melakukan wawancara setelah

siswa menyelesaikan soal pre-test. Peneliti mendapat hasil bahwa

siswa masih bingung dan terlihat kesulitan dengan materi perkalian.

Selain dari wawancara dengan siswa, hasil ini juga didukung dari hasil

belajar siswa yang menunjukkan nilai yang rendah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55

Pada pertemuan kedua dan ketiga, pembelajaran dilakukan dengan

menggunakan alat peraga yaitu bola. Siswa melakukan pembelajaran

dengan berlatih soal yang sudah disiapkan peneliti. Setelah

pembelajaran, siswa diwawancarai. Dari dua pertemuan ini, peneliti

melihat bahwa pemahaman siswa tentang konsep perkalian sudah

mulai baik. Dengan banyak latihan, pemahaman siswa menjadi

meningkat. Hasil wawancara selama 2 pertemuan dengan siswa

menunjukkan bahwa siswa mulai mengerti konsep perkalian dengan

bantuan alat peraga. Ketika ditanya pertanyaan mengenai konsep

perkalian siswa menjawab dengan benar, walaupun kadang-kadang

terlihat ragu karena takut jawaban mereka salah.

Peneliti melakukan wawancara yang terakhir dengan siswa ketika

siswa selesai mengerjakan soal post-test. Berdasarkan wawancara

terakhir, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa siswa sudah

memahami dengan baik konsep perkalian sebagai penjumlahan

berulang. Jawaban yang diberikan siswa sangat baik, walaupun

terkadang siswa kurang konsentrasi dalam menjawab sehingga

jawaban siswa kadang keliru. Hal lain yang menyebabkan jawaban

siswa keliru adalah akibat dari kondisi siswa yang sudah lelah belajar

dan mengerjakan soal yang diberikan oleh peneliti.

Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa

pemahaman siswa tentang konsep perkalian sangat baik. Salah satu

faktor yang menyebabkan itu bisa terjadi adalah penggunaan alat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56

peraga yaitu bola. Bola dirasa bisa memberikan dampak positif yang

membuat siswa dengan mudah memahami konsep perkalian.

Dari pertemuan pertama hingga pertemuan keempat, pemahaman

siswa mengalami peningkatan yang terlihat dari hasil wawancara

peneliti dengan siswa. Di pertemuan awal, siswa masih belum

memahami dengan baik konsep perkalian sebagai penjumlahan

berulang. Peneliti melakukan dua kali pertemuan sebagai latihan untuk

siswa. Dalam dua pertemuan ini, siswa diajar dan diberikan

pemahaman mengenai konsep perkalian. Dan pada pertemuan terakhir,

siswa menunjukkan pemahaman yang sangat baik mengenai konsep

perkalian.

E. Keterbatasan Penelitian

1. Pada saat akan menggunakan alat peraga dan akan mengajarkan

kepada siswa, seharusnya mencari cara penggunaan yang lebih efektif.

Peneliti seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan dosen

sehingga menemukan cara penggunaan yang efektif untuk siswa

tunanetra, mengingat siswa tunanetra mempunyai kemampuan yang

terbatas dalam penglihatan dan hanya mengandalkan kemampuan

meraba dan mendengar.

2. Kemampuan dan pengalaman mengajar anak dengan kebutuhan khusus

dalam hal ini adalah siswa tunanetra yang sangat minim membuat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57

peneliti sempat mengalami kesulitan diawal penelitian khususnya

dalam penanganan kelas.

3. Jumlah pertemuan dalam penelitian ini tergolong sedikit sehingga

peneliti harus mengatur pembelajaran menyesuaikan dengan materi

yang harus disampaikan kepada siswa, agar dengan jumlah pertemuan

yang sedikit tidak mengurangi pemahaman yang seharusnya didapat

oleh siswa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilaksanakan sebanyak empat kali

pertemuan, dapat ditarik kesimpulan, yaitu:

1. Hasil belajar siswa tunanetra kelas II di SLB A Yaketunis dalam

pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga berupa

bola pada materi perkalian sangat baik. Terlihat dari hasil pre-test dan

post test yang diperoleh siswa. Pada siswa 1 nilai pre-test adalah 4

dan nilai post-test adalah 8. Sedangkan pada siswa 2 nilai pre-test

adalah 3 dan nilai post-test adalah 9. Hasil belajar yaitu pada post-test

kedua siswa termasuk dalam kategori yang tinggi.

2. Pemahaman siswa tentang materi konsep perkalian sangat baik.

Kedua siswa yang menjadi subjek dalam penelitian ini menjadi paham

mengenai konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang dengan

mengggunakan bola sebagai peraga dalam pembelajaran.

B. Saran

1. Bagi pembaca yang ingin melakukan penelitian serupa, khususnya

penelitian kepada anak tunanetra, disarankan untuk menentukan cara

penggunaan alat peraga yang memudahkan anak berkebutuhan khusus,

sehingga mendapatkan hasil yang maksimal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

59

2. Bagi pembaca yang ingin mengembangkan penelitian serupa,

disarankan untuk mencari materi pembelajaran matematika yang lain

dan mengunakan alat peraga yang sesuai dengan materi sehingga

memudahkan siswa memahami materi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60

DAFTAR PUSTAKA

Agustinus Beni. 2009. “Efektivitas Metode Belajar Menggunakan Alat Peraga

Dalam Materi Pengenalan Bangun-Bangun Geometri Datar Pada Siswa SLB

A (Tunanetra)”. Skripsi. FKIP. Pendidikan Matematika. Universitas Sanata

Dharma. Yogyakarta

Ahmad Susanto. 2013. Teori Belajar & Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

Anastasia Widdjajantin dan Imanuel Hitipeuw. 1987. Ortopedagogik Tunanetra.

Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Ardhi Widjaya. 2013. Seluk-Beluk Tunanetra dan Strategi Pembelajarannya.

Yogyakarta: Javalitera.

Asep Jihad dan Abdul Haris. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi

Pressindo.

Elis Ratnawulan dan Rusdiana. 2015. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Pustaka

Setia.

Esthy Wikasanti. 2014. Pengembangan Life Skill Untuk Anak berkubutuhan

Khusus. Yogyakarta: Maxima.

http://m.liputan6.com/news/read/2109404/heboh-4x6-atau-6x4 (diakses pada

bulan Mei 2016)

Lidya Cindi Septika. 2013. Pendekatan Matematika Realistik Terhadap Hasil

Belajar Penjumlahan Pecahan Anak Tunanetra. Universitas Negeri Surabaya.

Jurnal Pendidikan Khusus.

Mulyono Abdurrahman. 2009. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.

Jakarta: PT Rineka Cipta

Ratna Wilis Damar. 2011. Teori-Teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta:

Erlangga.

Rostina Sundayana. 2015. Media dan Alat Peraga Dalam Pembelajaran

Matematika. Bandung: Alfabeta.

Runtukahu, T. 1999. Pengajaran Matematika Bagi Anak Berkesulitan Belajar.

Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

61

Ruseffendi. 1990. Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini. Bandung:

Tarsito.

Sari Rudiyati. 2003. Ortodidaktik Anak Tunanetra. Yogyakarta: Universitas

Negeri Yogyakarta.

Siregar, E. dan Hartini Nara. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor:

Ghalia Indonesia.

Siti M. Amin dan Zaini M. Sani. 2007. Matematika SD di Sekitar Kita. Jakarta:

Esis.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatid, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Zainal Arifin. 2011. Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rusdakarya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

62

LAMPIRAN

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LAMPIRAN A

LAMPIRAN A.1 : Surat Permohonan Ijin Penelitian Dari Sekretariat JPMIPA

LAMPIRAN A.2 : Surat Ijin Penelitian Dari Dinas Perizinan Kota Yogyakarta

LAMPIRAN A.3 : Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

63

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64

Lampiran A.1

Surat Permohonan Ijin Penelitian Dari Sekretariat JPMIPA

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65

Lampiran A.2

Surat Ijin Penelitian Dari Dinas Perizinan Kota Yogyakarta

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66

Lampiran A.3

Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67

LAMPIRAN B

LAMPIRAN B.1 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

LAMPIRAN B.2 : Validasi Instrumen Pre-Test Siswa

LAMPIRAN B.3 : Validasi Instrumen Post-Test Siswa

LAMPIRAN B.4 : Soal Pre-Test

LAMPIRAN B.5 : Soal Post-Test

LAMPIRAN B.6 : Soal Pre-Test Dalam Huruf Braille

LAMPIRAN B.7 : Soal Post-Test Dalam Huruf Braille

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

68

Lampiran B.1

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Sekolah : SLB A Yaketunis Yogyakarta

Mata Pelajaran : Matematika

Kelas / Semester : II / Ganjil

Pertemuan ke : 1 -4

Alokasi Waktu : 8 x 35 menit

A. Standar Kompetensi

3. Melakukan perkalian dan pembagian sampai dua angka

B. Kompetensi Dasar

3.1. Memahami konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang.

3.2. Melakukan perkalian yang hasilnya satu angka.

3.3. Melakukan perkalian yang hasilnya dua angka.

C. Indikator

3.1.1. Siswa mampu menjelaskan dengan menyebutkan konsep perkalian

sebagai penjumlahan berulang.

3.2.1. Siswa mampu melakukan perkalian yang hasilnya satu angka

dengan menggunakan alat peraga.

3.3.1. Siswa mampu melakukan perkalian yang hasilnya dua angka dengan

menggunakan alat peraga.

D. Tujuan Pembelajaran

3.1.1. Setelah melakukan pembelajaran, siswa mampu menjelaskan dengan

menyebutkan konsep perkalian sebagai penjumhan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

69

3.2.1. Setelah melakukan pembelajaran, siswa mampu melakukan

perkalian yang hasilnya satu angka dengan menggunakan alat peraga.

3.3.1. Setelah melakukan pembelajaran, siswa mampu melakukan

perkalian yang hasilnya dua angka dengan menggunakan alat peraga.

E. Materi Ajar

Perkalian sebagai penjumlahan berulang

Perkalian yang hasilnya satu angka

Perkalian yang hasilnya dua angka

F. Metode Pembelajaran

Tanya jawab

Ceramah

Penggunaan alat peraga

Latihan soal.

G. Langkah-langkah Pembelajaran

Pertemuan Pertama

Kegiatan Awal

Guru kelas mengawali dengan memberi salam kepada siswa, dan

siswa menjawab salam dari guru. Kemudian guru kelas

memperkenalkan peneliti ke subjek penelitian.

Guru memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melaksanakan

penelitian.

Peneliti meminta siswa memimpin doa untuk memulai

pembelajaran

Kegiatan Inti

Peneliti menyampaikan maksud penelitian kepada siswa.

Peneliti menyampaikan kepada siswa kalau hari ini akan

dilaksanakan pre-test untuk melihat kemampuan awal siswa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70

Siswa mengerjakan soal pre-test selama 50 menit

Peneliti mengumpulkan jawaban siswa.

Kegiatan Penutup

Peneliti melakukan wawancara kepada siswa mengenai soal pre-

test yang baru saja dikerjakan oleh siswa.

Peneliti mengingatkan siswa untuk belajar mengenai perkalian dan

memberitahu pada pertemuan selanjutnya akan belajar perkalian

menggunakan alat peraga

Siswa memimpin doa untuk mengakhiri pembelajaran.

Pertemuan Kedua

Kegiatan Awal

Peneliti memberi salam kepada siswa, dan siswa menjawab salam.

Siswa memimpin doa untuk memulai pembelajaran

Peneliti mengingatkan siswa pembelajaran sebelumnya

mengerjakan soal pre-test dan sedikit membahas kesulitan siswa

selama mengerjakan soal.

Peneliti dan siswa melakukan sharing kesulitan selama

mengerjakan soal pre-test

Kegiatan Inti

Peneliti membuka pembelajaran dengan mengenalkan alat peraga

yang akan digunakan selama pembelajaran materi perkalian.

Siswa dipersilahkan untuk meraba bola yang akan digunakan

sebagai alat peraga.

Peneliti mulai mengajar materi perkalian dan mengawalinya

dengan materi penjumlahan bilangan yang sama.

Siswa mulai melakukan penjumlahan bilangan yang sama dengan

menggunakan alat peraga.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

71

Peneliti mengajarkan perkalian yang hasilnya satu angka dan

dilanjutkan perkalian yang hasilnya dua angka dengan

menggunakan alat peraga.

Siswa menghitung perkalian yang hasilnya satu angka kemudian

menghitung perkalian yang hasilnya dua angka dengan

menggunakan alat peraga.

Siswa mengerjakan soal latihan yang disiapkan oleh peneliti.

Kegiatan Penutup

Siswa diajak refleksi kelas dengan ditanya perasaannya belajar

perkalian dengan menggunakan bola sebagai peraga.

Siswa diwawancarai oleh peneliti mengenai pembelajaran hari ini

untuk melihat sejauh mana pemahaman siswa tentang materi

perkalian yang hasilnya satu angka dengan dan dua angka.

Peneliti mengingatkan siswa bahwa pertemuan selanjutnya masih

akan belajar perkalian dengan menggunakan alat peraga.

Siswa memimpin doa untuk mengakhiri pembelajaran.

Pertemuan Ketiga

Kegiatan Awal

Peneliti mengucapkan salam dan siswa menjawab salam.

Siswa memimpin doa untuk mengawali pembelajaran.

Peneliti menanyakan kabar siswa dan mengingatkan materi

pembelajaran sebelumnya.

Kegiatan Inti

Siswa mengerjakan soal perkalian yang diberikan peneliti dengan

menggunakan alat peraga.

Kegiatan Penutup

Siswa diajak refleksi oleh peneliti dengan ditanya perasaannya

belajar perkalian menggunakan alat peraga dan apa saja yang siswa

pelajari.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

72

Siswa diwawancarai oleh peneliti mengenai pembelajaran hari ini

untuk melihat sejauh mana pemahaman siswa tentang materi

perkalian yang hasilnya satu angka dengan dan dua angka.

Siswa diingatkan bahwa pertemuan berikutnya akan dilaksanakan

post-test untuk mengetahui.

Siswa memimpin doa untuk mengakhiri pembelajaran.

Pertemuan Keempat

Kegiatan Awal

Siswa dan peneliti membuka pembelajaran dengan berdoa.

Siswa menanyakan kabar dan mengecek kesiapan siswa untuk

pertemuan terakhir.

Siswa ditanya materi yang dipelajari pada pertemuan sebelumnya.

Kegiatan Inti

Siswa diajak untuk kembali mengingatkan materi perkalian yang

sudah dipelajari sebelumnya.

Siswa dan peneliti membahas bersama kesulitan siswa sebelum

dilaksanakan post-test.

Siswa mengerjakan soal post-test yang disediakan selama 50

menit.

Kegiatan Penutup

Siswa ditanya mengenai soal post-test yang telah dikerjakan.

Siswa diwawancarai oleh peneliti mengenai post-test yang baru

saja dilaksanakan dan pembelajaran matematika materi perkalian

secara keseluruhan untuk mengetahui pemahaman siswa selama

penelitian berlangsung.

Peneliti menutup pembelajaran dan penelitian yang sudah

dilaksanakan dengan mengucapkan terima kasih kepada siswa.

Siswa memimpin doa untuk mengakhiri pembelajaran.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

73

H. Alat/bahan dan Sumber Belajar

1. Kertas

2. Reglet

3. Alat peraga Bola

4. Buku pelajaran matematika kelas II

I. Penilaian

Pada penelitian ini, peneliti melakukan penilaian terhadap hasil pre-tes dan

post-test siswa. Pre-test dilaksanakan pada pertemuan pertama, sedangkan

post-test dilaksanakan pada pertemuan keempat.

Jumlah soal Pre-test dan post-test adalah masing-masig sebanyak 10 soal.

Tiap soal yang dijawab benar akan diberi poin 1, dan soal yang dijawab

salah atau tidak dijawab akan diberi poin 0. Poin minimal adalah 0 dan

poin maksimal adalah 10.

Cara menentukan nilai pre-test dan post-test adalah sebagai berikut:

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 = 𝑝𝑜𝑖𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎

𝑝𝑜𝑖𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙× 100

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

74

Lampiran B.2

Lembar Validasi Instrumen Pre-Test

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

75

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

76

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

77

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

78

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

79

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

80

Lampiran B.3

Lembar Validasi Instrumen Post-Test

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

81

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

82

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

83

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

84

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

85

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

86

Lampiran B.4

Soal Pre Test

Nama : ……………….

Kerjakan soal-soal berikut dengan teliti dan jujur.

1. Pada hari Senin Andi member 4 buah bola. Dua hari kemudian Andi

membeli 4 buah bola lagi. Berapa jumlah bola yang Andi miliki sekarang?

2. Hari ini Budi berulang tahun. Sebagai hadiah, Ayah memberikan 2

permen, Ibu memberikan 2 buah permen juga, dan Paman memberikan

juga 2 buah permen. Berapa permen yang dimiliki Budi?

Tuliskan perkalian berikut dalam bentuk penjumlahan berulang, dan

hitunglah hasilnya.

3. 2 × 3 = 3 + 3 = ⋯

4. 4 × 2 = ⋯+⋯+⋯+⋯ = ⋯

5. 2 × 4 = ⋯

6. 5 × 1 = ⋯

7. 6 × 3 = ⋯

8. 4 × 5 = ⋯

9. 5 × 7 = ⋯

10. 3 × 8 = ⋯

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

87

Lampiran B.5

Soal Post Test

Nama : ……………….

Kerjakan soal-soal berikut dengan teliti dan jujur.

1. Setiap hari Ibu memerlukan 5 butir telur untuk membuat kue. Berapa butir

telur yang diperlukan ibu jika membuat kue dalam seminggu? (Tuliskan

bentuk penjumlahan dan hasilnya)

2. Dalam sebulan Dito memanen 10 buah semangka. Berapa jumlah

semangka yang dipanen Dito jika memanen dalam waktu 7 bulan?

(Tuliskan dalam bentuk penjumlahan dan hasilnya)

Tuliskan perkalian berikut dalam bentuk penjumlahan berulang, dan

hitunglah hasilnya.

3. 4 × 3 = ⋯

4. 5 × 1 = ⋯

5. 2 × 4 = ⋯

6. 5 × 9 = ⋯

7. 8 × 4 = ⋯

8. 7 × 8 = ⋯

9. 6 × 10 = ⋯

10. 9 × 3 = ⋯

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

88

Lampiran B.6

Soal Pre-Test Dalam Huruf Braille

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

89

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

90

Lampiran B.7

Soal Post-Test Dalam Huruf Braille

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

91

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

92

LAMPIRAN C

LAMPIRAN C.1 : Kunci Jawaban Soal Pre-Test

LAMPIRAN C.2 : Kunci Jawaban Soal Post-Test

LAMPIRAN C.3 : Lembar Jawab Hasil Pre-Test Siswa (Braille)

LAMPIRAN C.4 : Lembar Jawab Hasil Post-Test Siswa (Braille)

LAMPIRAN C.5 : Jawaban Pre-Test Siswa

LAMPIRAN C.6 : Jawaban Post-Test Siswa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

93

Lampiran C.1

Kunci Jawaban Soal Pre-Test

1. 4 + 4 = 8

2. 2 + 2 + 2 = 6

3. 3 + 3 = 6

4. 2 + 2 + 2 + 2 = 8

5. 4 + 4 = 8

6. 1 + 1 + 1 + 1 + 1 = 5

7. 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 = 18

8. 5 + 5 + 5 + 5 = 20

9. 7 + 7 + 7 + 7 + 7 = 35

10. 8 + 8 + 8 = 24

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

94

Lampiran C.2

Kunci Jawaban Soal Post-Test

1. 5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5 = 35

2. 10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 = 70

3. 3 + 3 + 3 + 3 = 12

4. 1 + 1 + 1 + 1 = 4

5. 4 + 4 = 8

6. 9 + 9 + 9 + 9 = 36

7. 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 32

8. 8 + 8 + 8 + 8 + 8 + 8 + 8 = 56

9. 10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 = 60

10. 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 = 27

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

95

Lampiran C.3

Jawaban Pre-Test Siswa 1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

96

Jawaban Pre-Test Siswa 2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

97

Lampiran C.4

Jawaban Post-Test Siswa 1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

98

Jawaban Post-Test Siswa 2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

99

Lampiran C.5

Jawaban Pre-Test Siswa 1

1. 4 + 4 = 8

2. 2 + 2 + 2 = 6

3. 3 + 3 = 6

4. 2 + 2 + 2 + 2 = 8

5. 2 + 2 + 2 + 2 = 8

6. 5 + 1 = 6

7. 6 + 3 = 9

8. 4 + 5 = 9

9. 5 + 7 = 12

10. 3 + 8 = 1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

100

Jawaban Pre-Test Siswa 2

1. 4 + 4 = 8

2. 2 + 2 = 4

3. 3 + 3 = 6

4. 2 + 2 = 4

5. 4 + 4 = 8

6. 1 + 1 = 2

7. 3 + 3 = 6

8. 5 + 5 = 10

9. 7 + 7 = 14

10. 8 + 8 = 15

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

101

Lampiran C.6

Jawaban Post-Test Siswa 1

1. 5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5 = 35

2. 10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 = 70

3. 3 + 3 + 3 + 3 = 12

4. 1 + 1 + 1 + 1 + 1 = 5

5. 4 + 4 = 8

6. 9 + 9 + 9 + 9 + 9 = 45

7. 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 32

8. 8 + 8 + 8 + 8 + 8 + 8 + 8 = 57

9. 10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 = 60

10. 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 = 24

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

102

Jawaban Post-Test Siswa 2

1. 5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5 = 35

2. 10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 = 70

3. 3 + 3 + 3 + 3 = 12

4. 1 + 1 + 1 + 1 + 1 = 5

5. 4 + 4 = 8

6. 9 + 9 + 9 + 9 + 9 = 45

7. 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 32

8. 8 + 8 + 8 + 8 + 8 + 8 + 8 = 56

9. 10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 = 60

10. 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 = 28

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

103

LAMPIRAN D

LAMPIRAN D.1 : Foto-Foto Hasil Penelitian.

LAMPIRAN D.2 : Transkripsi Percakapan Hasil Wawancara.

LAMPIRAN D.3 : Berita Tentang Kasus Konsep Perkalian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

104

Lampiran D.1

Foto-Foto Hasil Penelitiian

Siswa sedang mengerjakan Pre-Test

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

105

Siswa sedang berlatih mengerjakan soal latihan dengan menggunakan alat peraga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

106

Siswa sedang mengerjakan Soal Post-Test

106

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

107

Lampiran D.2

Transkripsi percakapan ini yang merupakan hasil wawancara antara

peneliti dan kedua subjek penelitian. Adapun keterangan transkripsi ini adalah

sebagai berikut:

P = Peneliti

S1 = Siswa 1

S2 = Siswa 2

a. Hasil wawancara dengan Siswa 1

Rekaman 1

P : “Tadi S1 belajar apa? Tadi ngerjain soal apa?”

S1 : “Soal perkalian”

P : “Susah nggak soalnya?”

S1 : “Anu susah e soalnya”

P : “Kenapa soalnya susah? S1 konsentrasi gak tadi ngerjain

soalnya?”

S1 : “Nggak konsentrasi wong cuma ngomong”

P : “Lah kok ngomong terus?”

S1 : “Anu cuma, gak tau e”

P : “Ada yg susah gak soalnya?”

S1 : “Ada e. Ada, semuanya dua, lima, enam, tujuh eh satu,

dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan,

sepuluh.”

P : “Oh itu semuanya berarti?”

S2 : “Hooh, iya”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

108

Rekaman 2

P : “S1 tadi belajar apa? Tentang apa?”

S1 : “Tentang perkalian”

P : “Perkalian. Pake apa?”

S1 : “Bola.”

P : “Seneng gak?”

S1 : “Seneng.”

P : “Kenapa senengnya?”

S1 : “Senengnya iki mesti iseh ono seng lali.”

P : “Susah gak perkaliannya?”

S1 : “Ono seng susah ono seng nggak”

P : “Yang susah apa?”

S1 : “Enam.”

P : “Perkalian enam?”

S1 : “Hooh.”

P : “Terus yang mudah?”

S1 : “Delapan.”

P : “Lho kok malah lebih banyak?”

S1 : “Oh, siji loro telu papat limo enem pitu wolu songo

sepuluh.”

P : “Tapi S1 tadi ngerjainnya hampir semua benar tuh.

berarti gak ada yang susah?”

S1 : “Hooh oh iyo.”

P : “Tapi cuma lupa kadang-kadang. Berarti kalo S1 ditanya

tiga kali empat, berarti nanti S1 ambilnya sebanyak

berapa kali?”

S1 : “Empat.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

109

P : “Tiga kali empat ambilnya sebanyak?”

S1 : “Tiga kali.”

P : ‘Terus sekali ngambil berapa bola?”

S1 : “Dua bola eh tiga bola eh empat bola”

P : “Terus kalo S1 ditanya lima kali delapan berarti S1

ngambil bolanya berapa kali?”

S1 : “Lima kali”

P : “Sebanyak berapa bola?”

S1 : “Delapan kali”

P : “Delapan bola”

S1 : “Oh iya delapan bola.”

P : “Besok belajar perkalian lagi ya pake bola”

Rekaman 3

P : “Kalo tujuh kali lima berarti S1 ngambilnya berapa

kali?”

S1 : “Tujuh kali”

P : “Sekali ngambil berapa bola?”

S1 : “Lima bola”

P : “Kalo dalam bentuk penjumlahan berarti lima ditambah?

Ayo gimana kalo dalam bentuk penjumlahan. Tujuh kali

lima itu gimana?”

S1 : “Tujuh kali lima”

P : “Nggak. Kan S1 ambil bolanya tujuh kali? Iya kan?

dengerin dulu sini, dengerin dulu. Kan S1 ngambil

bolanya tujuh kali sekali ngambil berapa bola?”

S1 : “Dua bola”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

110

P : “Lima kali tujuh?”

S1 : “Ini tujuh”

P : “Kan S1 ngambil bolanya tujuh kali, sekali ngambil

berapa bola?

S1 : “Dua bola”

P : “Tujuh kali lima?”

S1 : “Tiga bola”

P : “Tujuh kali lima?”

S1 : “Empat bola lima bola enam bola”

P : “Ayo beneran jawabnya. Ayo diulang. Tujuh kali lima, S1

ngambilnya bolanya berapa kali?”

S1 : “Tujuh kali”

P : “Sekali ngambilnya berapa bola?”

S1 : “Dua bola”

P : “Tujuh kali berapa ayo?”

S1 : “Lima bola ding”

P : “Lima bola. Berarti nanti penjumlahannya lima

ditambah?”

S1 : “Tambah dua”

P : “Kok ditambah dua?”

S1 : “Tiga. Tujuh”

P : “Ditambah berapa? Kan limanya diulang tujuh kali. Lima

tambah?”

S1 : “Tujuh”

P : “Lima tambah tambah lima. Tangannya angka tujuh.

Tangannya angka tujuh dulu. Berarti kan S1 ambil

bolanya tujuh kali sekali ngambil lima bola. Berarti lima

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

111

ditambah lima ditambah lima ditambah lima ditambah

lima ditambah lima ditambah lima. Iya kan?”

S1 : “Iya”

P : “Udah kan?”

S1 : “Iya”

P : “Yok sekarang dikerjain.”

Rekaman 4

P : “Sekarang tujuh dikali delapan, nanti S1 ngambil berapa

kali?”

S1 : “Tujuh kali”

P : “Sekali ngambil berapa bola?”

S1 : “Delapan bola?”

P : “Ayo angka tujuh dulu tangannya. Tujuh. Tujuh. Sekali

ngambil berapa bola?”

S1 : “Delapan bola”

P : “Berarti delapan ditambah…”

S1 : “Delapan delapan delapan delapan delapan delapan”

P : “Ditambahnya mana? Ayo ulang. Tujuh kali delapan

berarti?”

S1 : “Delapan ditambah delapan ditambah delapan ditambah

delapan ditambah delapan ditambah delapan ditambah

delapan”

P : “Oke”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

112

Rekaman 5

P : “Kan tadi tujuh kali delapan hasilnya berapa?“

S1 : “Lima puluh enam”

P : “Ayo, sekarang kalo dibalik delapan kali tujuh, S1

ngambilnya berapa kali?”

S1 : “Tujuh kali”

P : “Delapan kali tujuh”.

S1 : “Oh delapan kali”

P : “Delapan kali. Ayo angka delapan nya mana? Sekali

ngambil berapa bola?”

S1 : “Tujuh bola”

P : “Berarti?”

S1 : “Tujuh ditambah tujuh ditambah eh delapan to?”

P : “Delapan kali. Sekali ngambil berapa bola?”

S1 : “Tujuh bola”

P : “Berarti?”

S1 : “Tujuh ditambah tujuh ditambah tujuh ditambah tujuh

ditambah tujuh ditambah tujuh ditambah tujuh ditambah

tujuh”

P : “Oke sekarang dihitung”

Rekaman 6

P : “Delapan kali tujuh hasilnya?”

S1 : “Lima puluh enam”

P : “Tadi tujuh kali delapan hasilnya berapa? Lima puluh

enam juga kan?”

S1 : “Hooh.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

113

P : “Delapan kali tujuh hasilnya? Ini yang baru tadi”

S1 : “Lima puluh enam”.

P : “Berarti delapan kali tujuh sama tujuh kali delapan

hasilnya gimana?”

S1 : “Sama”

P : “Oke sama. Tapi bedanya kalo tujuh kali delapan berarti

S1 ngambil bolanya berapa kali?”

S1 : “Berapa ya?”

P : “Tujuh kali delapan berarti ngambil bolanya berapa

kali?”

S1 : “Tujuh kali”

P : “Tujuh kali. Tangannya tujuh. Sekali ngambil berapa

bola?

S1 : “Delapan… Dua bola”

P : “Tujuh kali delapan. Tadi udah bener nyebut.”

S1 : “Apa? Piro mau?”

P : “Tujuh kali delapan”

S1 : “Ohhh delapan bola”

P : “Berarti? Kalo bentuk penjumlahan gimana?”

S1 : “Tujuh kali”

P : “Iya. Tangannya tujuh dulu. Tujuh kali sekali ngambil

berapa bola?”

S1 : “Delapan bola”

P : “Berarti..”

S1 : “Tujuh ditambah tujuh”

P : “Eh kan ngambil bolanya berapa?”

S1 : “Eh Delapan. Eh delapan tambah delapan tambah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

114

delapan tambah delapan tambah delapan tambah

delapan tambah delapan.”

P : “Oke kalo delapan kali tujuh. Berarti S1 ngambilnya

bolanya berapa kali?”

S1 : “Tujuh kali”

P : “Delapan kali tujuh?”

S1 : “Oh delapan kali”

P : “Tangannya delapan. Sekali ngambil berapa?”

S1 : “Tujuh bola”

P : “Tujuh bola berarti?”

S1 : “Delapan bola”

P : “Hmmm”

S1 : “Kok delapan bola?”

P : “Sekali ngambil berapa bola?”

S1 : “Tujuh bola”

P : “Berarti?”

S1 : “Tujuh”

P : “Berarti tujuh? Delapan kali tujuh? Yok delapan kali

tujuh berarti S1 ngambil berapa kali?”

S1 : “Delapan bola delapan bola”

P : “Sini dulu yang bener. Delapan kali tujuh berarti S1

ngambilnya berapa kali?”

S1 : “Delapan kali”

P : “Sekali ngambil berapa bola”

S1 : “Tujuh bola”

P : “Berarti?”

S1 : “Tujuh tambah tujuh tambah tujuh tambah tujuh tambah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

115

tujuh tambah tujuh tambah tujuh tambah tujuh”

P : “Berarti beda tapi hasilnya sama-sama lima puluh enam”

S1 : “Kok?”

P : “Kok sama? Delapan kali tujuh sama tujuh kali delapan

kok sama hasilnya tapi beda?”

S1 : “Hasilnya”

P : “Beda caranya.”

Rekaman 7

P : “Hari ngerjain soal apa”

S1 : “Perkalian”

P : “Bisa kan perkaliannya?”

S1 : “Bisa”

P : “Bisa kan? Gampang?”

S1 : “Tapi kan nek ngitung”

P : “Ngitung apa”

S1 : “Ngitung kayak mau”

P : “Kenapa kalo ngitung kenapa?”

S1 : “Nek ngitung iso lali kabeh”

P : “Tapi caranya bisa”

S1 : “Bisa”

P : “Kalo tiga kali empat berarti?”

S1 : “Ambilnya tiga kali”

P : “Ambilnya tiga kali, sekali ngambil berapa bola?”

S1 : “Empat bola”

P : “Berarti?”

S1 : “Empat ditambah empat ditambah empat”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

116

b. Hasil wawancara dengan Siswa 2

Rekaman 1

P : “Tadi ngerjain soal apa?”

S2 : “Perkalian”

P : “Soalnya gimana? Ada yang susah?”

S2 : “Ada. Tapi ada yang gampang juga”

P : “Tadi ngerjainnya serius gak?”

S2 : “Serius, tapi susah”

P : “Yaudah yang susah besok dipelajari lagi ya biar bisa

ngerjain”

S2 : “Iya”

Rekaman 2

P : “Belajar perkaliannya pake bola seneng gak?”

S2 : “Suka.”

P : “Kenapa sukanya?”

S2 : “Kalo pake jari gak bisa, kalo pake alat-alat sih bisa”

P : “Kalo pake bola bisa nggak?”

S2 : “Bisa”

P : “Kalau tiga kali dua berarti S2 ngambil berapa kali?

harus ngambil berapa kali?”

S2 : “Ngambil tiga kali”

P : “Satu kali ngambil sebanyak berapa bola?”

S2 : “Huaaaahh berapa ya?”

P : “Kan tiga kali dua tadi benar, nanti ngambilnya tiga kali

sebanyak? Sebanyak? “

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

117

S2 : “Sebanyak”

P : “Sebanyak berapa bola?”

S2 : “Sebanyaknya dua”

P : “Oke berarti tiga kali dua S2 nanti ngambilnya tiga kali

sekali ngambil dua bola. Kalo empat kali satu, S2

ngambil bolanya berapa kali?”

S2 : “Empat”

P : “Sekali ngambil sebanyak?”

S2 : “Sebanyak satu”

P : “Oke Gitu. Bisa ya? Sekali lagi kalo lima kali dua”

S2 : “Lima kali dua?”

P : “Berarti S2 ngambil bolanya berapa kali?”

S2 : “Lima kali”

P : “Lima kali. Sekali ngambil berapa bola?”

S2 : “Dua”

Rekaman 3

P : “Tujah kali empat, S2 masukin bola kedalam kardusnya

berapa kali?”

S2 : “Tujuh kali”

P : “Tujuh kali. Sekali masukin berapa bola?”

S2 : “Empat bola”

P : “Empat. Ayo silahkan. Berarti tujuh kali empat hasilnya

berapa?”

S2 : “Dua puluh delapan”.

P : “Oke”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

118

Rekaman 4

P : “Enam kali lima S2 ngambilnya berapa kali?”

S2 : “Ngambilnya enam kali”

P : “Sekali ngambil berapa bola?”

S2 : “Tiga bola”

P : “Eh kan enam kali lima”

S2 : “Lima bola”

P : “Enam kali, sekali ngambil berapa bola?”

S2 : “Lima”

P : “Mana tangannya enam. Sekali ngambil berapa bola?”

S2 : “Enam”

P : “Tadi S2 ngambilnya berapa bola?”

S2 : “Lima”

P : “Berarti penjumlahannya lima ditambah”

S2 : “Lima ditambah lima ditambah lima ditambah lima

ditambah lima ditambah lima”

P : “Oke berarti lima nya ada?”

S2 : “Enam kali”

Rekaman 5

P : “Kalo empat kali dua, berarti nanti mana angka

empatnya?”

S2 : “Hah?”

P : “Empat kali dua iya kan?”

S2 : “Empat kali dua?”

P : “Sama dengannya udah belum?”

S2 : “Udah”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

119

P : “Empat kali dua berarti nanti S2 ngambil berapa kali?”

S2 : “Empat kali”

P : “Sekali ngambil berapa bola?”

S2 : “Tiga”

P : “Eh”

S2 : “Dua”

P : “Mana tangan empat nya. empat mana empat nya? Sekali

ngambil berapa bola?”

S2 : “Dua”

P : “Berarti?”

S2 : “Dua tambah dua”

P : “Teruss. Tambah. Tambah”

S2 : “Tambah”

P : “Kan tadi dua, ini yg ini dua, angka empat nya mana

dulu”

S2 : “Empat nya ini”

P : “Berarti empat kali dua kan. Tadi S2 ngambilnya berapa

kali?”

S2 : “Empat kali”

P : “Empat kali pinter. Sekali ngambil berapa bola?”

S2 : “Dua”

P : “Berarti dua ditambah…”

S2 : “Dua”

P : “Terus?”

S2 : “Dua ditambah dua ditambah dua ditambah dua”

P : “Ayo ditulis”

S2 : “Empat”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

120

P : “Eh kok empat. Ulang dulu. Empat kali dua. Ayo

empatnya mana. S2 nanti ngambilnya berapa kali?”

S2 : “Empat kali”

P : “Sekali ngambil berapa bola”

S2 : “Dua”

P : “Dua. Mana tangan empat nya dulu”

S2 : “Ini”

P : “Empat kali. Sekali ngambil berapa bola?”

S2 : “Dua”

P : “Berarti dua ditambah dua, ayo dilanjutkan”

S2 : “Dua ditambah dua ditambah dua ditambah dua”

P : “Ayo ditulis”

Rekaman 6

P : “Kalo tujuh kali delapan. Sekali lagi tujuh kali delapan

S2 ngambil berapa kali?”

S2 : “Hah?”

P : “Ngambilnya berapa kali “

S2 : “Tujuh kali”

P : “Tujuh kali pinter. Sekali ngambil berapa bola?”

S2 : “Delapan”

P : “Mana angka tujuh nya? Angka tujuh di tangan”

S2 : “Nggak ada”

P : “Woo kok nggak ada? Mana ayo”

S2 : “Nggak ada nggak ada”

P : “Tujuhnya mana? Dilepas dulu regletnya. Tujuh mana?”

S2 : “Dibuka dulu regletnya sini”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

121

P : “Nggak usah nanti dulu. Tujuh kali delapan, S2 ngambil

berapa kali bolanya?”

S2 : “Hah”

P : “S2 ngambil berapa kali nanti bolanya”

S2 : “Tujuh kali”

P : “Tujuh kali, pinter. Sekali ngambil berapa bola?”

S2 : “Delapan bola”

P : “Tujuhnya mana? Ayo ayo tujuhnya mana?”

S2 : “Ini”

P : “Sekali ngambilnya berapa bola?”

S2 : “Tujuh”

P : “Kan tujuh kali delapan nanti S2 ngambil tujuh kali sekali

ngambil berapa bola?”

S2 : “Delapan”

P : “Delapan berarti delapan ditambah”…

S2 : “Delapan ditambah dekapan ditambah delapan ditambah

delapan ditambah delapan ditambah delapan ditambah

delapan”

P : “Oke”

Rekaman 7

P : “S2 Hari ini belajar apa?”

S2 : “Hah”

P : “Belajar apa tadi?”

S2 : “Belajar matematika. Aduuuh capek”

P : “Matematika tentang apa?”

S2 : “Tentang perkalian”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

122

P : “Tadi S2 seneng gak belajar matematika pake bola?”

S2 : “Ya seneng”

P : “Senengnya kenapa?”

S2 : “Senengnya karena belajar matematika senang.”

P : “Bisa gak belajarnya matematika tentang perkalian tadi?

Regletnya dimasukin dulu”

S2 : “Iya “

P : “Seneng gak? Bisa gak tadi belajarnya?”

S2 : “Bisa”

P : “P nanya, kalo enam kali empat berarti S2 ngambil

berapa kali?”

S2 : “Enam”

P : “Enam kali. Sekali ngambil berapa bola?”

S2 : “Empat”

P : “Berarti mana angka enam nya. enam kali sekali ngambil

berapa bola?”

S2 : “Aduh aku capek. Empat.”

P : “Berarti penjumlahannya gimana? Empat ditambah…”

S2 : “Empat ditambah empat ditambah empat ditambah empat

ditambah empat ditambah empat”.

P : “Oke bisa ya?”

S2 : “Iya”.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

123

Rekaman 8

P : “Tadi kalo lima kali sembilan S2 ngerjainnya gimana?

Berapa kali ngambil?”

S2 : “Lima kali”

P : “Sekali ngambil berapa bola?”

S2 : “Sembilan”.

P : “Tangan limanya mana?”

S2 : “Ini”

P : “Sekali ngambil sembilan, berarti?”

S2 : “Sembilan ditambah Sembilan ditambah Sembilan

ditambah Sembilan ditambah Sembilan.”

P : “Oke begitu, jangan kebalik ya”.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

124

Lampiran D.3

Liputan6.com, Jakarta – Di akun Facebook, Muhammad Erfas Maulana

memposting hasil tugas matematika adiknya, Habibi yang mendapat ponten merah

dari sang guru. Mahasiswa Teknik Mesin Universitas Diponegoro itu

mempertanyakan kesalahan jawaban tugas matematika adiknya yang bersekolah

di salah satu SD di Semarang.

Dalam tugas tersebut, Erfas mengajarkan adiknya cara perkalian yang menurutnya

lebih mudah dipahami anak kelas 2 SD. Yaitu 4+4+4+4+4+4 = 4x6 = 24, dengan

alasan empatnya ada enam kali. Saat itu dia tidak berpikir posisi angka 4 dan 6,

karena hasilnya sama saja, dan soalnya “=….x….=”.”

Untuk itu, ia yakin jawaban yang ditulis dalam tugas tersebut adalah benar semua.

Namun betapa kagetnya dia saat tahu jawaban itu salah. Sang guru menulis 6x4 =

24. Untuk itu, dia yakin kesalahan ini bukan dari murid tapi dari pihak guru.

Akhirnya dia pun mem-posting gambar hasil nilai tugas adiknya tersebut ke akun

Facebook. Dalam postingan itu terlihat nilai dan coretan tanda salah dari guru. Dia

pun sempat menulis sesuatu di bawah mempertanyakan nilai tersebut.

“Bu Guru yang terhormat, mohon maaf sebelumnya, saya kakak dari Habibi yang

mengajarinya mengerjakan PR di atas. Bu, bukankah jawaban Habibi benar

semua? Apakah hanya karena letaknya yang terbalik sehingga jawaban Habibi

Anda salahkan? Menurut saya masalah peletakan bukan menjadi masalah Bu,

misal 4x6 = 6x4. Hasilnya sama-sama 24. Terimakasih Bu, mohon perhatiannya.

Semoga dapat dijadikan pertimbangan,” tulis Irfan dalam kertas tugas matematika

adiknya yang di posting di wall facebooknya.

Picu Perdebatan

Sontak, postingan itu menjadi heboh. Perdebatan pun muncul. Ada yang setuju

dengan Erfas dan juga ada yang berpihak pada ponten sang guru. Tak hanya itu,

para pakar pun angkat bicara.

Astronom sekaligus Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

(Lapan) Thomas Djamaluddin menilai jawaban model matematis dari soal

4+4+4+4+4+4 itu adalah 6x4.

Dia mengatakan, meskipun 4x6 dan 6x4 hasilnya sama-sama 24 namun logikanya

berbeda.

“Misalnya, Ahmad dan Ali harus memindahkan bata yang jumlahnya sama, 24.

Karena Ahmad lebih kuat, ia membawa 6 bata sebanyak 4 kali, secara matematis

ditulis 4x6,” jelas Thomas dalam akun Facebooknya, Selasa 23 September 2014.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

125

“Tetapi Ali yang badannya lebih kecil, hanya mampu membawa 4 bata sebanyak

6 kali. Model matematisnya 6x4. Jadi 4+4+4+4+4+4 = 6x4. Berbeda konsepnya

dengan 6+6+6+6 = 4x6, walau hasilnya sama 24,” imbuh dia.

Thomas menilai, belajar logika matematika seperti ini sebenarnya hal yang

mengasyikkan. Namun kini, banyak orang yang sekedar ingin mencari cara cepat

penyelesaian soal matematika tanpa mengerti logikanya.

Yang penting, kata dia, tahu hasilnya. Itulah yang menjadikan generasi

“kalkulator”, yang malas menjadikan logika matematika untuk memudahkan

kehidupan. “Dengan kemampuan berlogika, suatu kasus bisa dimodelkan dengan

rumusan matematis, sehingga mudah dipecahkan,” ucap Thomas

Fisikawan Yohanes Surya menilai persoalan 4x6 atau 6x4 ini adalah sebuah

kesepakatan dalam matematika dan bukan benar atau salah.

Melalui akun facebook resminya, Yohanes mengajak untuk latihan

mengekspresikan sebuah perhitungan dalam bahasa matematika. Ia memberi satu

contoh ada 2 kotak yang masing-masing berisi 4 jeruk.

Bila ditulis dalam operasi penjumlahan, yakni 4+4. Namun, dalam operasi

perkalian, maka 2 kotak yang masing-masing berisi 4 jeruk itu ditulis 2x4.

“2x4 jeruk = 4 jeruk + 4 jeruk,” tulis Yohanes dalam akun Facebook-nya, Selasa

(23/9/2014)

Dengan logika tersebut, lanjut dia, maka 6x4 = 4+4+4+4+4+4. Dan 4x6 =

6+6+6+6.

“Ketika menghitung 6x4 kita membayangkan menghitung jumlah jeruk dalam 6

kotak berisi masing-masing4 jeruk. Jadi 6x4 = 4+4+4+4+4+4,” papar dia.

“Ketika menghitung 4x6 kita membayangkan menghitung jumlah jeruk dalam 4

kotak berisi masing-masing 6 jeruk. Jadi 4x6 = 6+6+6+6. Matematika itu

GASING –Gampang AsyIk menyenaNGkan,” tandas Yohanes.

Dosen Matematika ITB Iwan Pranoto menilai 4x6 dan 6x4 sama saja. Karena itu,

jawaban 4+4+4+4+4+4 = 4x6 tidak bisa serta-merta disalahkan.

Dalam kultwitnya di @iwanpranoto, Selasa 23 September 2014, Iwan memberi

ilustrasi. Ia mencontohkan, bila pertanyaan guru adalah “jika 2x3 = 3+3, tentukan

3x4”, maka jawaban yang seharusnya adalah 4+4+4. “Jika dengan pertanyaan ini

anak jawabannya 3+3+3+3, barulah salahkan,” katanya lewat akun Twitter-nya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

126

Namun, Iwan mengungkapkan, bila pertanyaannya hanya 3x4, maka anak bisa

menjawab 3+3+3+3 atau 4+4+4. Semuanya benar.

Dengan demikian, didasarkan pada pendapat Iwan, 4+4+4+4+4+4 bisa saja

dinyatakan 4x6 atau 6x4 dalam operasi perkalian. Karena itu jawaban dalam tugas

Matematika adik Erfas seharusnya tak dapat disalahkan.

“Cara bertanya guru Matematika di Indonesia mungkin salah. Juga cara

mengoreksinya salah,” kritik Iwan.

Tak hanya itu, Iwan juga mengomentari pendapat Yohanes Surya. Menurutnya

apa yang dipaparkan sang fisikawan itu merupakan ilmu alam bukan ilmu

matematika.

“Di ilmu alam, kita mengamati alam, lalu berteori. Di matematika, kita berteori

dan bernalar dengannya, menjelajah berbagai inferensinya,” tulis Iwan

Jika mendefinisikan perkalian dengan situasi di alam atau kejadian di kenyataan,

jelas Iwan, perkalian akan menjadi gagasan yang tergantung alam. “Math is not

like that.”

Dia menambahkan dalam ilmu alam, bila teori berbeda dengan kenyataan, maka

teori itu gugur. Namun, dalam Matematika, bila pernyataan berbeda dengan

kenyataan, tak serta-merta salah. “Math is not about the nature,” ungkapnya.

“Secara bercanda, matematikawan akan berkata bahwa karena alam/semesta yang

tak ideal, akhirnya teori matematika tak sesuai dengan fenomena alam. Yang salah

itu alam/semesta, bukan salah matematikanya karena matematika lebih ideal dari

kenyataan/alam. Persamaan/pernyataan matematika itu kekal. Lebih kekal dari

alam,” pungkas Iwan.

Kecaman keras disampaikan Humas Kemendikbud Ibnu Hamad terhadap sang

guru. Dia menilai kasus itu sebenarnya siswa telah menggunakan nalarnya.

“Itukan nalar dia, harusnya penalarannya dihargai gurunya, selama masih masuk

nalar boleh dong, kecuali hasilnya menjadi kurang,” kritik Ibnu.

Harusnya, kata Ibnu, sang guru yang telah mendapat pelatihan Kurikulum 2013

itu mengimplementasikan dengan baik pada siswa. Untuk itu dia segera

mengingatkan Dinas Pendidikan terkait agar menindaklanjuti kasus ini

“Harusnya dia tahu apalagi guru kelas 1,2,4 dan 5 sudah pernah ikut pelatihan

kurikulum,” bebernya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

127

“Dalam kasus itu, bisa saja si siswa memberikan jawaban sesuai penalarannya,

yaitu 4x6 atau 6x4. Itu nggak salah, karena dalam penalaran enggak harus

memberikan satu jawaban. Jika dia penalarannya mengasosiasikan 4x6 bisa benar,

6x4 juga benar,” beber Ibnu.

Mohon Maaf

Setelah memunculkan perdebatan seru antara sejumlah pakar, kini Erfas meminta

maaf. Maafnya tersebut dialamatkan kepada guru. Namun dia tak menyebut, siapa

guru yang dimaksud.

“Mohon maaf, saya sudah menghebohkan media sosial beberapa hari terakhir ini.

Baru saja saya mengkonfirmasi ini kepada guru. Saya juga sudah meminta maaf

sebesar-besarnya kepada beliau,” tulis Erfas melalui akun Facebook-nya Selasa

(23/9/2014)

“Sekali lagi saya mohon, jangan ada yang menyalahkan guru karena guru sudah

mengajarkan sesuai konsep dan buku yang ada. Sang guru juga tidak

menyalahkan pendapat saya.”

Dia mengakui, kurikulum 2013 saat ini sangat baik. Namun bagi mereka yang tak

pernah mencicipi sistem pendidikan – seperti yang tengah dilalui adiknya ini—

akan kesulitan untuk beradaptasi.

“Mungkin banyak orangtua yang bingung mengenai kurikulum 2013 karena mata

pelajaran di kurikulum ini dicampur. Misalnya matematika, IPA, IPS, bahasa

Indonesia, PPKN, dll dilebur menjadi tematik,” tukas dia.

“Misal, dari dulu kita terbiasa menuliskan resep obat 3x1, dibaca tiga kali sehari,

satu butir. Bayangkan bila dari dulu resep penulisan obat adalah 1x3, dibaca satu

butir, tiga kali sehari, semuanya 1+1+1. Kembali lagi ini semua adalah tentang

kebiasaan,” ujar Erfas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI