KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI

24
KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Oleh Ir. Widarjanto, MM dan Ir. Suparyo Hugeng Abstrak Pemanfaatan bioteknologi pada tanaman di Indonesia sampai saat ini masih terbatas, diantaranya pada teknik kultur jaringan. Teknik ini diaplikasikan dalam perbaikan mutu genetik dan perbanyakan tanaman serta penyimpan plasma nutfah secara in vitro. Kultur jaringan diutamakan pada tanaman yang sulit dikembangkan secara generatif dan memerlukan waktu yang relatif lama. Perbanyakan melalui kultur jaringan memiliki kelebihan antara lain tananam baru mempunyai sifat sama dengan induknya, bibit dapat diproduksi dalam jumlah besar dan bebas dari hama dan penyakit. Tujuan kajian ini adalah melihat peluang dan kendala usaha pembibitan jati hasil kultur jaringan skala kecil di kawasan transmigrasi. Dari kajian ini dapat disimpulkan bahwa (1) Sebagian besar lahan pekarangan transmiran yang belum termanfaatkan dapat digunakan untuk usaha pembibitan jati. (2) Usaha pengembangan bibit jati hasil kultur jaringan cukup menguntungkan. (3) Tenaga yang tersedia di lokasi cukup untuk dialokasikan sebagai usaha pembibitan jati kultur jaringan skala kecil. (4) Sebagian besar transmigran mempunyai persepsi bahwa usaha pengembangan bibit jati kultur jaringan dapat menjadi sumber pendapatan tambahan. (5) Usaha pengembangan bibit jati kultur jaringan terkendala oleh biaya investasi yang relatif besar menurut ukuran transmigran. (6) Ketidakpastian permintaan pasar terhadap bibit jati kultur jaringan menyebabkan transmigran belum mengusahakannya secara komersial. Pendahuluan Salah satu produk bioteknologi yang mempunyai prospek cukup baik untuk diperkenalkan di kawasan transmigrasi adalah bibit jati hasil kultur jaringan. Kelebihan bibit jati tersebut adalah pertumbuhan pohon relatif seragam, tingkat pertumbuhan per tahun lebih cepat, bentuk batang lebih lurus, silindris, serta bebas kontaminasi hama dan penyakit (Trubus, 2001). Perdagangan bibit jati hasil kultur jaringan ini diharapkan dapat sebagai usaha komersil skala petani kecil (private nursery), dan dapat menambah pendapatan transmigran dan penduduk lokal. Tanaman jati dapat diperbanyak melalui cara generatif dan vegetatif. Cara generatif adalah dengan perbanyakan melalui biji yang disemaikan dan dibiarkan tumbuh tunas baru serta dipelihara sebagai bibit. Jika terlalu besar bibit diremajakan dengan cara memangkas batang dan dibiarkan tumbuh tunas baru, tunas ini di pelihara sebagai batang baru. Cara tersebut KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 1 of 24

Transcript of KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI

Oleh Ir. Widarjanto, MM dan Ir. Suparyo Hugeng

Abstrak

Pemanfaatan bioteknologi pada tanaman di Indonesia sampai saat ini masih terbatas,diantaranya pada teknik kultur jaringan. Teknik ini diaplikasikan dalam perbaikan mutu genetikdan perbanyakan tanaman serta penyimpan plasma nutfah secara in vitro. Kultur jaringandiutamakan pada tanaman yang sulit dikembangkan secara generatif dan memerlukan waktuyang relatif lama. Perbanyakan melalui kultur jaringan memiliki kelebihan antara lain tananambaru mempunyai sifat sama dengan induknya, bibit dapat diproduksi dalam jumlah besar danbebas dari hama dan penyakit.

Tujuan kajian ini adalah melihat peluang dan kendala usaha pembibitan jati hasil kulturjaringan skala kecil di kawasan transmigrasi. Dari kajian ini dapat disimpulkan bahwa (1)Sebagian besar lahan pekarangan transmiran yang belum termanfaatkan dapat digunakan untukusaha pembibitan jati. (2) Usaha pengembangan bibit jati hasil kultur jaringan cukupmenguntungkan. (3) Tenaga yang tersedia di lokasi cukup untuk dialokasikan sebagai usahapembibitan jati kultur jaringan skala kecil. (4) Sebagian besar transmigran mempunyai persepsibahwa usaha pengembangan bibit jati kultur jaringan dapat menjadi sumber pendapatantambahan. (5) Usaha pengembangan bibit jati kultur jaringan terkendala oleh biaya investasiyang relatif besar menurut ukuran transmigran. (6) Ketidakpastian permintaan pasar terhadapbibit jati kultur jaringan menyebabkan transmigran belum mengusahakannya secara komersial.

Pendahuluan

Salah satu produk bioteknologi yang mempunyai prospek cukup baikuntuk diperkenalkan di kawasan transmigrasi adalah bibit jati hasilkultur jaringan. Kelebihan bibit jati tersebut adalah pertumbuhan pohonrelatif seragam, tingkat pertumbuhan per tahun lebih cepat, bentuk batanglebih lurus, silindris, serta bebas kontaminasi hama dan penyakit(Trubus, 2001). Perdagangan bibit jati hasil kultur jaringan inidiharapkan dapat sebagai usaha komersil skala petani kecil (private nursery),dan dapat menambah pendapatan transmigran dan penduduk lokal.

Tanaman jati dapat diperbanyak melalui cara generatif dan vegetatif.Cara generatif adalah dengan perbanyakan melalui biji yang disemaikan dandibiarkan tumbuh tunas baru serta dipelihara sebagai bibit. Jika terlalubesar bibit diremajakan dengan cara memangkas batang dan dibiarkan tumbuhtunas baru, tunas ini di pelihara sebagai batang baru. Cara tersebut

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 1 of 24

lebih dikenal dengan istilah Stump. Perbanyakan ini sudah dikenal dikalangan masyarakat Kabupaten Bengkulu Utara. Sedangkan perbanyakanmelalui vegetatif dilakukan melalui kultur jaringan, yaitu perbanyakanmelalui pertumbuhan sel-sel jaringan titik tumbuh tanaman. Carapembibitan jati melalui kultur jaringan masih dilakukan oleh produsenbibit dan belum dapat diadopsi oleh petani, karena teknologi ini padatmodal dan berteknologi tinggi. Peluang usaha yang dapat diadopsi dariteknologi ini adalah pembesaran bibit jati setelah fase aklimatisasi ataupada fase adaptasi bibit dengan lingkungan luar laboratorium (bibitberumur ± 4 minggu).

Permasalahan dalam menggunakan produk bioteknologi khususnya bibitjati hasil kultur jaringan untuk meningkatkan produksi pertanian dikawasan transmigrasi adalah rendahnya kemampuan adopsi teknologi tersebutoleh transmigran, terbatasnya pemilikan modal dan tidak adanya akses kesumber-sumber modal semacam lembaga keuangan formal. Selain itu, lokasipermukiman transmigrasi (kawasan transmigrasi) umumnya jauh dari pusatdistribusi faktor produksi, termasuk bioteknologi, sehingga pengadaannyasecara individual untuk digunakan secara kontinyu dalam meningkatkanproduksi pertanian menjadi sangat mahal. Oleh sebab itu, diperlukan suatukajian tentang peluang dan kendala usaha pembibitan jati kultur jaringanskala kecil di kawasan transmigrasi. Sasaran kajian ini adalahtersedianya informasi peluang dan kendala pengembangan dan pemanfaatanbibit jati kultur jaringan sebagai usaha pembibitan skala rumah tangga dikawasan transmigrasi.

Kajian dibatasi pada aspek teknis, ekonomi dan sosial. Disampingitu juga dilakukan sosialisasi bibit jati kultur jaringan dan disertaibimbingan teknis kepada transmigran dan penduduk lokal terpilih. Darihasil sosialisasi ini diharapkan dapat diketahui persepsi dan minattransmigran dan penduduk lokal terhadap pemanfaatan bibit jati kulturjaringan sebagai usaha tambahan.

Analisis peluang dan kendala pemanfaatan bibit jati kultur jaringandengan metode diskriptif kualitatif. Untuk melihat persepsi dan minattransmigran dalam pemanfaatan bibit jati kultur jaringan, dilakukanpembobotan variabel menuntut metoda Likers (skala 5 tingkat).

Analisis Teknis, Ekonomi Dan Sosial

Analisis Teknis

Agroekologi

Iklim

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 2 of 24

Bibit jati akan tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki curahhujan 1.200 – 2.500 mm per tahun dengan 3 – 5 bulan kering (curah hujankurang dari 50 mm per bulan), temperatur 19 – 36 ° C dan intensitascahaya 75 – 100 persen (PT. Fitotek, 2002).

Lokasi sosialisasi bibit jati kultur jaringan di Balai TeknikProduksi Transmighrasi Bengkulu dan Desa-desa di sekitarnya (desa KuroTidur, Padang Jaya, Tanjung Harapan dan Marga Sakti) mempunyai intensitascurah hujan sebesar 2.000 mm dengan temperatur 32°C pada ketinggian 250 mdari permukaan laut. Menurut ahli dari PT Fitotek (2002), daerah tersebutmasih tergolong sesuai untuk pertumbuhan bibit jati kultur jaringan,sehingga usaha pembibitan jati kultur jaringan di lokasi penelitiandinilai layak secara teknis.

Kemiringan Lahan

Departemen Transmigrasi (1992) telah menentukan batas kriteriakelayakan lahan untuk transmigrasi pola tanaman pangan antara lainkemiringan kurang dari 8 persen. Apabila lahan memiliki kemiringan lebihdari 8 persen, maka harus dilakukan tindakan konservasi tanah. Kemiringanlahan yang dimiliki petani terutama lahan pekarangan petani di daerahsosialisasi bibit jati kultur jaringan tidak lebih dari 8 persen.Pemanfaatan lahan petani untuk produksi tanaman palawija dan tahunankelihatan tidak mengalami hambatan, serta terlihat tertata dengan baik.Oleh karena itu terdapat peluang pembibitan jati kultur jaringan padalahan pekarangan.

Ketersedian Lahan dan Media Tanah

Ketersediaan lahan untuk usaha pembesaran bibit jati kultur jaringanskala kecil (200 batang bibit) per keluarga di lokasi penelitian tidakmenjadi hambatan karena usaha tersebut hanya membutuhkan luasan lahankurang lebih 100 m2. Lahan pekarangan yang dimiliki penduduk umumnya2.500 m2 dan masih tersisa seluas 200-300 m3 yang belum diusahakan,sehingga masih cukup luas untuk usaha pembibitan.

Pembuatan media tanah untuk pembibitan tidak mengalami kesulitankarena bahan-bahan seperti tanah dan sekam tersedia dalam jumlah yangcukup. Media tanah dapat diambil dari lahan sekitar dan sekam gergajiatau sekam padi dapat diambil dari tempat penggerjajian kayu ataupenggilingan padi dengan harga relatif murah sekitar Rp 50,- per kg.Tingkat kemasaman tanah yang dibutuhkan untuk media tanah dalam polibag

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 3 of 24

sekitar 5,0-8,0. Hal ini tidak jauh berbeda dengan pH tanah di lahanpekarangan sekitar 5,0-6,5.

Kendala- kendala lain

Selain kendala fisik dan kesuburan tanah, usaha pembibitan jatikultur jaringan tidak lepas dari kendala hama dan penyakit bibit tanamantersebut. Penyakit bibit tanaman tahunan yang sering menyerang sepertikutu daun, busuk akar dapat dikendalikan dengan penyemprotan obat-obatankutu daun dan mengurangi kelembaban media tanah dalam polibag. Hama yangkadang–kadang merusak areal pembibitan adalah babi hutan. Hama ini dapatdikendalikan dengan pembuatan pagar keliling. Menurut penangkar bibittanaman tahunan seperti karet, kopi dan kelapa sawit yang ada disekitarlokasi, intensitas serangan hama dan penyakit dapat dikatakan relatifkecil sehingga tidak menjadi kendala yang berarti. Dengan pengalaman ini,maka pembibitan bibit jati kultur jaringan digolongkan layak bersyarat,yaitu serangan hama babi hutan dapat dikendalikan.

Peralatan dan Bahan yang dibutuhkan

Tekonologi kultur jaringan yang padat modal dan teknologi tinggimerupakan kendala utama dalam usaha pembibitan jati kultur jaringan.Kegiatan yang dapat diadopsi oleh transmigran dan penduduk setempatadalah usaha pembesaran bibit jati muda (umur 1 bulan). Usaha pembibitanjati kultur jaringan di daerah penelitian dinilai layak bersyarat, yaitudiperlukan penyediaan bahan dan alat pembesaran di lokasi agar mudahdiperoleh transmigran.

Tanggapan Pemda dan Swasta

Pemda Propinsi Bengkulu sangat mendukung adanya kegiatanpemberdayaan masyarakat dengan komoditas tanaman kehutanan ung-gulanseperti kayu bawang. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik padaagroekologi setempat disamping itu kayunya banyak diminati. Untukpengembangan tanaman jati, baik jenis lokal maupun kultur jaringan, DinasKehutanan Provinsi Bengkulu belum merekomendasikannya. Namun PemdaKabupaten Bengkulu Selatan telah memprogramkan penanaman jati sebagaitanaman hutan rakyat. Dengan kebijaksanaan ini, banyak bermunculanpenangkaran bibit jati lokal. Bibit jati diperoleh dari Propinsi Lampung

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 4 of 24

dalam bentuk biji, stek dan cabutan jati muda, sementara penangkaranbibit jati kultur jaringan saat ini belum ada.

Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkulu Utara sampai sekarang belummerekomendasikan tanaman jati sebagai tanaman hutan rakyat, sehinggatanaman jati di daerah tersebut belum berkembang luas. Permintaan bibitjati di pasaran daerah tersebut sangat kecil. Usaha pembibitan jati yangada terbatas pada jenis jati lokal dan hanya sebagai usaha kecil atausampingan. Pihak pemda dalam hal ini Dinas Kehutanan maupun DinasPertanian, kurang memberikan bimbingan dan sosialisasi khususnya dalamusaha pembibitan jati, sehingga petani berusaha hanya berdasarkanpengalaman seadanya.

Pengusahaan pembibitan komoditas jati lokal skala kecil di ProvinsiBengkulu sudah berkembang sejak 3 tahun. Pada awalnya, kegiatanpembibitan skala kecil ini dimulai dengan maraknya penanaman jati diBengkulu. Mereka mendapatkan bibit jati dari daerah Lampung Selatan. Adajuga yang dibawa langsung dari Jawa Barat, Jawa Tengah (Cepu) dan JawaTimur. Sebagian besar budidaya jati lokal berkembang di Bengkulu Selatan,karena berdekatan dengan sumber bibit di Lampung. Budidaya tersebutselanjutnya menyebar ke Rejang Lebong. Di Kabupaten Bengkulu Utara,pengembangan jati masih dalam taraf coba-coba dan masyarakat masihmemerlukan informasi apakah jati dapat tumbuh dengan baik di BengkuluUtara.

Di Kota Bengkulu, pengusahaan bibit jati telah mulai berkembang,ditandai dengan adanya masyarakat yang telah melakukan usaha ini. Salahsatu penduduk kota Bengkulu yang berhasil dalam mengusahakan jati iniadalah Pak Safrizal. Penduduk asli Bengkulu yang tinggal di KelurahanTalang Kering, Kecamatan Muara Bangka Hulu ini menjalankan usahanya sejak1 tahun yang lalu. Cara perbanyakan yang dilakukannya adalah denganmembeli stek tumbuh yang berasal dari Lampung Selatan dengan harga satuikat stek (100 stek) adalah Rp. 50.000,-. Stek yang dibeli kemudiandipindah ke polibag-polibag yang telah berisi media tumbuh dengankomposisi Urea, pupuk kandang dan tanah bagian atas. Harga jual bibitjati buatan Pak Safri berkisar Rp. 2.000,- sampai Rp. 4.000,- denganpersyaratan, bila dibeli dengan partai besar (sekitar 200 batang), makaharganya Rp. 2.000,-, per batang sedangkan partai kecil sebanyak 10batang, ia jual dengan harga Rp. 4.000,-. Di depan rumahnya terpampangpapan dengan tulisan jual bibit jati super. Nama jati super dipakaisebagai nama dagang, karena sebelumnya sudah ada perusahaan dari Jakartayang memasok jati dengan nama jati super. Untuk musim hujan yang akandatang, bibit jati buatan Pak Safri sudah dipesan sebanyak 500 polibagoleh pembeli dari Bengkulu Utara dan 400 polibag oleh pembeli dari daerahCurup. Analisis usaha pembibitan jati skala kecil Pak Safri diuraikansebagai berikut:

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 5 of 24

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 6 of 24

Tabel 1

Analisis Usaha Pembibitan Jati Skala Kecil untuk 100 Polibag

selama 4 Bulan

No Uraian Banyaknya Jumlah (Rp) A Biaya Produksi

1. Polibag

2. Pupu kandang

3. Pupuk NPK

4. Stek jati

5. Curacron 50 EC

6. Naungan

1 kg

4 karung

2 kg

1 ikat

1 botol

-

8.000

24.000

6.000

50.000

18.000

20.000 Jumlah 126.000

B Penjualan 100 polibag 400.000 C Keuntungan bersih B – A 274.000 D B/C rasio 2,2

Apabila 100 polibag bibit jati terjual dengan harga Rp. 4.000,- makadiperoleh penerimaan sebesar Rp. 400.000,-. Bila penerimaan tersebutdikurangi biaya produksi Rp. 126.000,-, maka keuntungan bersih yangdidapat sebesar Rp. 274.000,-, dengan B/C rasio 2,2. Dengan rasiotersebut, maka usaha pembibitan skala kecil Pak Safri dianggap layakuntuk usaha tambahan.

Pihak swasta yang mendukung pengembangan jati kultur jaringan diProvinsi Bengkulu sejak 2 tahun yang lalu, PT. Monfori Nusantara telahmelebarkan pemasaran produk bibit jati super. Saat ini perusahaantersebut telah membuka kantor cabang di Kota Bengkulu serta telahmelakukan kerjasama penelitian budidaya tanaman jati super denganUniversitas Bengkulu di satu lokasi di daerah Muko-Muko Utara, KabupatenBengkulu Utara.

Tanggapan Universitas Bengkulu terhadap program pengembangan jatikultur jaringan sangat positif. Menurut salah satu pakar dari jurusanKehutanan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, jati dapat tumbuhdengan baik pada iklim dan agroekologi Bengkulu. Jurusan KehutananUniversitas Bengkulu saat ini sedang melakukan penelitian tentang

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 7 of 24

pertumbuhan dan pembudidayaan jati kultur jaringan. Beberapa penelitianyang telah diselesaikan adalah hubungan faktor pertumbuhan jati denganpersemaian sampai penjarangan, dan pertumbuhan jati pada pola tanammonokultur, serta polikultur dengan sawit.

Alih Teknologi

Di Propinsi Bengkulu pengembangan usaha pembibitan jati lokalmelalui biji, stek, dan cabutan sudah dilakukan sejak 2 – 3 tahun yanglalu. Hasil kajian ini memperlihatkan cukup banyak usaha penangkaranbibit jati lokal. Pengembangan usaha ini juga didukung oleh banyaknyapermintaan (pemesanan) bibit yang mendorong banyak masyarakatmembudidayakan komoditas ini di lahannya. Dari fakta ini, disimpulkanbahwa alih teknologi budidaya jati telah dilakukan oleh masyarakat denganmelakukan sosialisasi secara getok tular. Petani yang tertarik untuk menanamjati, mereka akan belajar dari petani lain yang sudah lebih dahulumembudidayakannya. Khususnya di lokasi penelitian di Balai TPT Kuro Tidurdan sekitarnya, tahap awal pengembangan pembibitan jati kultur jaringanmelibatkan petani eks transmigran dan petani lokal. Mereka telahdiberikan bimbingan teknis tentang tahapan kegiatan pembibitan jatikultur jaringan skala kecil dan teknis budidayanya.

Pada saat sosialisasi, responden memberikan tanggapan yang beragamatas setiap tahapan kegiatan, pemikiran dan curahan tenaga kerja.Sebagian besar responden mempunyai pandangan bahwa bibit jati hasilkultur jaringan merupakan hal yang baru bagi mereka. Selama ini merekahanya mengenal bibit jati lokal dengan perbanyakan dari biji, stek, dancabutan anakan yang masih muda.

Dari hasil penelitian, sebagian besar responden tidak tertarikmelakukan usaha pembibitan jati kultur jaringan skala kecil untukkegiatan tambahan, karena masalah modal, dan pangsa pasarnya belum jelas(calon pembeli bibit jati).

Sebagian besar responden belum mengetahui bahwa jati dapatdiperbanyak dengan teknik kultur jaringan. Mereka baru mengetahui jenisjati ini dari sosialisasi yang telah dilakukan Balai Litbang TPT KuroTidur. Teknologi kultur jaringan untuk perbanyakan bibit jati selama inimasih di laksanakan oleh pihak produsen bibit dan belum dapat diadopsioleh pihak lain seperti transmigran ataupun petani. Menurut pihakprodusen, teknologi kultur jaringan belum dapat ditransfer ke pihak lainkarena alasan teknis sehingga sampai saat penelitian dilakukan belumterjadi alih teknologi kultur jaringan.

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 8 of 24

Analisis Ekonomi

Bahan dan alat-alat pendukung

Untuk melakukan pembibitan jati kultur jaringan skala kecil (200batang) diperlukan bahan dan alat-alat pendukung seperti alat-alatpertanian, rumah bibit (naungan sederhana), pupuk organik, polibag danmedia tanam. Alat dan bahan tersebut dapat diperoleh dengan mudah dipasar terdekat, yaitu pasar PT Maju. Bibit jati muda hasil kulturjaringan tidak tersedia di lokasi. Bibit jati ini dapat di pesan keprodusen bibit di Jakarta minimal sebanyak 1.000 batang. Untuk memudahkandan efisiensi biaya pengangkutan, maka pemesanan diusahakan secaraberkelompok, sehingga mencapai jumlah bibit minimal (1000 batang).Alternatif lain adalah memanfaatkan jasa Koperasi Unit Desa untukmemfasilitasi pemesanan bibit jati. Menurut pihak produsen bibit, merekasanggup memasok bibit jati, asalkan pemesanan dilakukan secara kontinu.

Harga atau Biaya Bibit Jati Kultur Jaringan

Harga bibit jati kultur jaringan siap tanam (berumur 3-4 bulan)dipasaran Jakarta adalah berikasar Rp. 17.000,- sampai Rp 17.500,- perbatang. Sedangkan harga bibit (berumur 1 - 1,5 bulan) yang akandibesarkan adalah Rp 10.000,- per batang, belum termasuk ongkos kirim.Untuk memudahkan dan efisiensi biaya pengangkutan ke lokasi pembesaranbibit, dapat dilakukan secara berkelompok. Kegiatan usaha pembersaranbibit menurut responden untuk saat ini tidak dapat dilaksanakan karenaharga bibit jati kultur jaringan dirasa cukup mahal dan tidak ada satupunresponden yang menyatakan murah.

Peningkatan Pendapatan atau Keuntungan

Penelitian ini belum dapat menghitung keuntungan aktual usahapembibitan jati kultur jaringan, karena sebagian besar responden yangmenerima bibit jati ternyata tidak memperdagangkannya, tetapi ditanam dilahannya. Usaha pembibitan jati lokal yang telah berkembang seperti dikota Bengkulu dan sekitarnya, menurut pelaku usahanya dapat mendatangkankeuntungan, sehingga mereka masih dapat bertahan hingga sekarang setelah3 tahun berjalan.

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 9 of 24

Modal usaha pembesaran bibit jati kultur jaringan lebih banyakterserap pada pengadaan bibit (200 batang @ Rp 10.000,- atau Rp 2 Juta),biaya pemeliharaan selama 4 bulan Rp 200.000,-, pengadaan bahan dan alat-alat sebesar Rp 200.000,-, serta pembuatan biaya rumah bibit sebesar Rp50.000,- Total biaya yang diinvestasikan sebesar Rp 2,6 juta. Perkiraankeuntungan bersih (perdana) dari usaha pembesaran bibit jati kulturjaringan skala kecil adalah Rp 880.000,- dengan harga jual bibit Rp.17.500 tiap batang.

Analisis Sosial

Potensi Budidaya dan Pembibitan Tanaman Jati

Potensi tanaman jati dalam usahatani transmigran dan penduduksetempat dapat diterapkan sebagai alternatif usaha tambahan sepertibudidaya jati skala kecil dan pembesaran bibit jati. Menurut penelitian,budidaya jati skala kecil dapat dikembangkan dalam jumlah 10-15 batangyang ditanam sebagai pagar pembatas lahan usaha (Trubus, 2001). Usahapembesaran bibit jati skala kecil dapat dilakukan pada skala 200 batangbibit. Untuk memudahkan dan efisiensi biaya pengangkutan maka dapatdilakukan secara berkelompok (10–15 orang per kelompok). Keuntungan usahaberkelompok ini antara lain lebih mudah membuka akses ke sumber modal danefisiensi biaya transportasi.

Budidaya dan pembibitan jati di lokasi penelitian tidak bertentangandengan budaya usahatani setempat. Kelangkaan tanaman jati di lokasibanyak disebabkan oleh pertimbangan pemasaran kayu jati yang memakanwaktu dan birokrasi panjang dan kenampakan kayu yang berlubang di tengah.Disamping itu, tanaman jati bukan tanaman pilihan masyarakat sebagaitanaman berumur pendek, lain halnya komoditas karet, kelapa genjah,kelapa sawit yang mampu berproduksi dalam waktu relatif singkat.

Tenaga Kerja Tersedia

Rata-rata jumlah tenaga kerja yang dimiliki responden dari penduduksetempat sebesar 5,2 orang, sedangkan kelompok eks transmigran rata-ratajumlah tenaga kerja adalah 3,4 orang. Kesadaran keluarga berencana dikalangan penduduk eks transmigran cukup tinggi jika dibandingkan denganpenduduk setempat. Hal ini dikarenakan tujuan merantau responden ekstransmigran dari daerah asal adalah untuk meningkatkan kesejahteraankeluarganya. Walaupun jumlah tenaga kerjanya lebih banyak di desapenduduk setempat dari pada desa eks transmigrasi, tetapi jumlah tenaga

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 10 of 24

kerja efektif hanya 2,3 orang per KK dan dicurahkan ke usahatani sebesar1,5 orang per KK untuk luasan garapan 1,0 ha (Tabel 2). Jumlah tenagakerja efektif dan tenaga kerja yang tercurah pada usahatani lebih besardi permukiman transmigrasi dibanding desa setempat.

Tabel 2

Rata–rata Jumlah Tenaga Kerja dan Luas Garapan di 4 Lokasi

No Lokasi

Jumlah Tenaga Kerja LuasGarapa

n(ha/KK

)

Ketersediaan

(orang/KK)

Efektif(orang/K

K)

Usahatani(orang/KK)

1 Desa Kuro Tidur(desa asli)

5,2 2,3 1,5 1

2 Desa Marga Sakti

3,5 2,4 1,8 1,6

3 Desa Tanjung Harapan

3,2 2,7 1,7 1,5

4 Desa Padang Jaya

3,6 2,5 1,7 1,4

Pada awal usaha pembesaran bibit jati kultur jaringan dibutuhkancurahan tenaga kerja sebanyak 20 HOK yang terdiri dari pembuatan rumahbibit 6 HOK, pengadaan bahan dan alat (2 HOK) dan pemeliharaan bibitselama 4 bulan 12 HOK. Dari Tabel diatas, terlihat bahwa tenaga kerjakeluarga di lokasi penelitian masih sisa 0,8 orang per KK. Dengan asumsihari kerja dalam satu bulan 25 hari, maka sisa tenaga kerja keluargaselama 4 bulan setara 80 HOK. Jumlah tenaga kerja efektif yang tersisaini dapat dialokasikan untuk usaha pembibitan jati kultur jaringan skalakecil.

Persepsi Transmigran tentang Peningkatan Pendapatan dari Usaha Pembibitan.

Hasil diskusi dangan aparat instansi kehutanan dan respondenmemperlihatkan bahwa sampai saat ini di Provinsi Bengkulu belum pernahdilakukan pembibitan melalui kultur jaringan. Adanya sosialisasi jatidiharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan baru bagi masyarakat.Berdasarkan hasil analisis terungkap bahwa responden umumnya berpendapatpembibitan jati kultur jaringan dapat meningkatkan keuntungan (nilai skorsebesar 87 atau cukup baik).

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 11 of 24

Tabel 3.

Persentase Responden Menurut Persepsi Tentang Keuntungan UsahaPembibitan Jati Kultur Jaringan

No Persepsi Frekuensi

% Skor

1 Sangat menguntungkan 0 0 0 2 Menguntungkan 15 50,0 60 3 Cukup menguntungkan 6 20,0 18 4 Kurang menguntungkan 9 30,0 9 5 Tidak menguntungkan 0 0 0 Jumlah 30 100 87

Setelah dilakukan sosialisasi, maka sebanyak 15 responden (50persen) mengatakan bahwa pembibitan jati unggul dapat meningkatkanpendapatan, sedangkan 6 responden (20 persen) menjawab cukup menguntungandan 9 responden (30 persen) menjawab kurang menguntungkan. Dalam benakdan pikiran responden, usaha ini dapat meningkatkan pendapatan, namunmasih perlu ditelusuri lagi apakah responden mengenal jati kulturjaringan dan berminat melakukan usaha pembibitan secara swadaya.

Jika ditelusuri pengetahuan responden tentang bibit jati kulturjaringan sebelum sosialisasi dilakukan, umumnya mereka belum mengenalnya.Sebanyak 53,3 persen responden penduduk setempat hanya mengenal jatilokal dan sisanya 46,7 persen responden sama sekali tidak mengenal jati.Mereka hanya membudidayakan tanaman karet dan kopi yang diusahakan secaraturun temurun dari orang tuanya. Disamping itu tingkat mobilitas merekamasih rendah sehingga kesempatan mengenal jati di tempat lain tidak ada.Lebih dari 93 persen penduduk eks transmigran telah mengenal tanaman jatilokal di daerah asalnya, sedang bibit jati kultur jaringan, umumnya belummengenal (Tabel 4).

Tabel 4.

Persentase Responden Menurut Pengetahuan Tanaman Jati Sebelum Sosialisasi

No Keterangan Penduduk Lokal Eks Transmigran

Frekuensi

% Frekuensi

%

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 12 of 24

1 Mengenal 8 53,3 14 93,3 2 Tidak

mengenal 7 46,7 1 6,7

Tanaman jati dapat dikatakan sangat jarang dibudidayakan diKabupaten Bengkulu Utara baik oleh pemerintah, swasta maupun penduduksetempat. Jati yang tumbuh secara sporadis satu atau dua pohon di lahanpenduduk lokal sebagian besar tanpa pemeliharaan. Pemerintah daerahKabupaten Bengkulu Utara selama ini belum merekomendasikan tanaman jatisebagai tanaman hutan rakyat, sehingga ada kekawatiran masyarakatsetempat bahwa pemasaran jati akan menghadapi birokrasi yang panjang danberbelit-belit. Disamping itu serangan hama ani-ani (rayap) sangatmerugikan karena kayu jati menjadi berlubang yang menyebabkan harga kayujati menjadi sangat rendah. Permasalahan yang disebut di atas membuattanaman jati di daerah Kabupaten Bengkulu Utara menjadi tidak populer dikalangan penduduk setempat. Menurut ahli jati kultur jaringan dari PTFitotek (2002), program sosialisasi bibit jati hasil kultur jaringan inidiharapkan dapat memberikan nuansa baru sehingga dapat mengkikis pendapatyang keliru selama ini, karena bibit ini sudah dikondisikan memperkecillubang ditengah kayu. Adapun sumber informasi pengenalan tanaman jatibagi responden penduduk lokal sebagian besar dari melihat sendiri (53,3persen) dan dari keluarga dan teman masing-masing 26,7 persen dan 20persen. Sedangkan eks transmigran 73,3 persen melihat sendiri pada waktudi daerah asal dan 26,6 persen memperoleh informasi dari keluarga danteman. Dari persepsi ini yang menarik adalah tingkat mobilitas respondeneks transmigran cukup tinggi, sehingga lebih terbuka kesempatan menambahpengetahuan dan wawasan. Dengan pengetahuan dan wawasan yang tinggiumumnya akan mudah menerima inovasi baru termasuk program sosialisasibibit jati kultur jaringan. Ini terlihat disaat sosialisasi dilaksanakan,transmigran lebih dominan mengajukan pertanyaan tentang usaha budidayadan pembibitan jati kultur jaringan. Sumber informasi responden tentangtanaman jati dapat dilihat dalam Tabel 5.

Tabel 5.

Persentase Responden Menurut Sumber Informasi Tentang Tanaman Jati

No Keterangan Penduduk Lokal Eks Transmigran Frekuen

si % Frekuen

si %

1 Melihat sendiri 8 53,3 11 73,3 2 Sosialisasi 0 0,0 0 0,0 3 Keluarga 4 26,7 3 20,0

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 13 of 24

4 Teman 3 20,0 1 6,7

Dari hasil tahap sosialisasi atau pengenalan bibit jati kulturjaringan, terlihat bahwa minat responden masih kurang untuk usahapembesaran bibit jati. Hal ini disebabkan karena budidaya tanaman jatimasih baru dan petani masih ragu apakah jati dapat tumbuh dengan baik danmenghasilkan kayu yang berkualitas di Provinsi Bengkulu. Namun adaharapan mereka apabila usaha pembesaran bibit jati dapat dilakukan,diperlukan kerjasama dengan produsen bibit atau dengan pihak mitra untukmenyediakan bibit jati dan untuk pemasarannya. Sedangkan pengadaan bahandan alat-alat seperti pupuk, polibag, rumah bibit dan alat semprot dapatdisediakan sendiri oleh petani (Tabel 6).

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 14 of 24

Tabel 6.

Persentase Responden Menurut Harapannya Terhadap Pembibitan Jati

No Keterangan

PendudukLokal

EksTransmigran

Frekuensi % Frekuen

si %

1 Menyediakan bibit jati muda

9 60,0 12 80,0

2 Menyediakan Bahan dan Peralatan (pupuk, polibag, naungan dsb )

1 6,6 0 0,0

3 Pemasaran 5 33,3 3 20,0

Harapan responden (56,7 persen) mengenai peran pemerintah agar usahapembibitan jati kultur jaringan dapat dilakukan oleh petani adalahmengadakan pelatihan calon penangkar bibit karena mereka belum pahamdalam usaha pembibitan jati kultur jaringan. Sebanyak 23,3 persenresponden berharap agar pemerintah membuka akses ke sumber modal dansebesar 20 persen lagi menginginkan program pendampingan disertaipenyuluhan.

ATabel 7

Persentase Responden Menurut Persepsi Terhadap Peranan Pemerintah dalamMengembangkan Pembibitan Jati Skala Kecil.

No Keterangan

PendudukLokal

EksTransmigran

TotalResponden

Frekuensi

% Frekuensi

% Frekuensi

%

1 Pelatihan 9 60,0 8 33,3

17 56,7

2 Penyuluhan 1 6,7 2 13,3

3 10,0

3 Akses ke sumber modal

4 26,6 3 20 7 23,3

4 Pendampingan 1 6,7 2 13,3

3 10,0

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 15 of 24

Minat Usaha Pembibitan Jati Kultur Jaringan Secara Swadaya

Sebagian besar bibit jati yang diberikan melalui programsosialisasi, baik dari kultur jaringan maupun lokal, ditanam di lahanresponden. Ketika mereka mendapatkan stimulan berupa bibit jati, makayang ada dibenaknya adalah ditanam untuk tabungan di hari tua. Pemikiranini memang benar, tetapi mereka belum melihat terobosan lain berupa usahapembibitan jati kultur jaringan. Apabila dikelola dengan baik, secaraberkelompok dan berusaha mencari pasar, maka usaha ini dapat menambahpendapatan.

Tabel 8.

Persentase Responden Menurut Minat Usaha Pembibitan Jati KulturJaringan Secara Swadaya

No Persepsi Fekuensi % Skor 1 Sangat berminat 0 0,0 0 2 Berminat 0 0,0 0 3 Cukup berminat 0 0,0 0 4 Kurang berminat 10 33,3 20 5 Tidak berminat 20 66,7 20

Jumlah 30 100 40

Sedangkan berdasar perhitungan skor jawaban responden tentangprospek pengembangan pembibitan jati kultur jaringan di masa depan,diperoleh nilai sebesar 108 (baik). Sebanyak 22 responden menilai usahatersebut berprospek cukup baik, yang terdiri dari 14 responden menyatakanbaik dan 8 responden menyatakan sangat baik. Dimasa mendatang usahapembibitan jati kultur jaringan diduga dapat berkembang dengan baik,asalkan sarana, prasarana dan prospek pasar sudah terlihat nyata.

Intisari Analisis Kelayakan Pembibitan Jati Kultur Jaringan Skala Kecil

Berdasarkan indikator teknis, ekonomi, dan sosial yang telahdiuraikan diatas, berikut ini disajikan hasil analisa kelayakanpembibitan jati kultur jaringan skala kecil.

Tabel 9.

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 16 of 24

Analisis Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati Kultur Jaringan sebagaiUsaha Pembibitan Skala Kecil

No Indikator Syarat KondisiFaktual

Kelayakan

1 Teknis

a. Kondisi agroekologi

b. Tersedianyalahan

c. Kendala lain

d. Cara pemanfaatan bibit jati

e. Tanggapan dari Pemda

f. Institusi sebagai fasilitator

g. Alih teknologi

- Sesuai untuk tanaman jati

- Luasan lahan 100m2

- Dapat diatasi

- Dapat dilakukanresponden

- Sudah dilakukanoleh Pemda

- Ada institusi

- Bisa berjalan

- Sebagian besar lokasi sesuai untuk budidaya jati

- Luasan lahan yang tersisa 300-500 m2

- Dapat diatasi

- Dapat dilakukanoleh responden

- Pemda belum merekomendasikan

- Ada swasta yang mau sebagai fasilitator

- Respondenantusias

- Layak

- Layak

- Layak

- Layak

- Layak bersyarat

- Layak

- Layak

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 17 of 24

dengan baik

terhadap teknologibaru

2 Ekonomi

a. Ketersediaan bibit jati dan bahan serta alat

b. Biaya

c. Pengaruh pada pendapatan usahatani

- Tersedia dengan mudah di lokasi

- Terjangkau

- Nyata

- Respondendapat menemukandi lokasi(pesan)

- Tidak terjangkau

- Berdasar prediksi nyata

- Layak bersyarat

- Tidak layak

- Layak bersyarat

3 Sosial

a. Kesesuaian terhadap budaya bertani

b. Ketersediaan tenaga kerja

c. Persepsi dan minat menggunakan bibit kultur jaringan

d. Kecenderunganmembiayai penggunaan bibit kultur jaringan

- Tidak bertentangan

- Mampu dancukup

- Besar persentase persepsi > 60 %

- Bersar persentase minat >60 %

- Tidak bertentangan

- Mampu dancukup

- 70 %

- 0 %

- Layak

- Layak

- Layak

- Tidak layak

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 18 of 24

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 19 of 24

Dari Tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pengembangan danpemanfaatan bibit jati kultur jaringan berpeluang untuk diaplikasi-kan dikawasan transmigrasi, namun beberapa kendala ekonomi dan sosial sepertibiaya investasi dan kecen-derungan penggunaan bibit kultur jaringan perludiatasi terlebih dahulu.

Sintesis Analisis Kelayakan Bibit Jati Kultur Jaringan

Peluang dan Kendala

Penanaman jati oleh penduduk di Provinsi Bengkulu meningkat sejak 3tahun yang lalu. Sebagian besar pengembangannya berada di KabupatenBengkulu Selatan. Di Kabupaten Bengkulu Utara pengembangannya terkendalakarena sosialisasi budidaya jati belum optimal. Jati yangdikembangbiakkan adalah jenis lokal dengan perbanyakan secara vegetatifberupa biji, stek dan cabutan. Kualitas galur jati lokal tersebut masihdiragukan, karena tidak jelas dari mana asal sumbernya. Sebagian besarjati yang dibudidayakan berasal dari Lampung Selatan dengan nama ataumerek dagang jati super. Dengan adanya pengembangan jati di ProvinsiBengkulu, maka berkembang pula usaha penyedia bibit yang dilakukan olehpenduduk setempat secara swadaya untuk memenuhi permintaan bibit jati didaerah sekitarnya. Umumnya usaha penyediaan bibit dilakukan oleh pendudukuntuk menambah pendapatan dan bukan untuk usaha utama.

Indikasi Teknis

1) Lokasi pengembangan usaha bibit jati kultur jaringan berada padadaerah yang mempunyai agroekologi (iklim dan kemiringan lahan) yangsesuai untuk budidaya jati. Berdasarkan indikator ini, usaha bibitjati kultur jaringan dinilai layak untuk dikembangkan.

2) Meskipun sebagian besar lahan yang dimiliki oleh penduduk sudahdigunakan untuk usahatani, namun di lahan pekarangan dengan luas 0,25ha, masih tersisa antara 300-500 m2.

3) Peralatan dan bahan yang sederhana untuk usaha penyediaan bibit jatikultur jaringan dapat ditemukan di lokasi penelitian. Dari indikasiini, terlihat bahwa usaha penyediaan bibit jati skala kecil dapatdilakukan berupa pemeliharaan lanjutan bibit jati berumur sekitar 1-2bulan (setelah masa aklimatisasi).

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 20 of 24

4) Pemda Provinsi Bengkulu dalam hal ini Dinas Kehutanan belummerekomendasikan kayu jati sebagai tanaman kehutanan untuk programpenghijauan dan reboisasi maupun pengembangan hutan kemasyarakatan.Sementara itu Dinas Kehutanan Kabupaten Bengkulu Selatan telahmemprogramkan penanam-an jati sebagai tanaman hutan rakyat. Programini dilihat sebagai peluang ekonomi sehingga bermunculan usahapenyedia bibit yang dilakukan oleh penduduk setempat. Peluang ekonomitersebut ditangkap juga oleh produsen bibit jati kultur jaringan,terlihat dari dibukanya cabang usaha di kota Bengkulu untuk memasokbibit jati ke lokasi sekitarnya. Tanggapan positif juga datang darikalangan akademis Universitas Bengkulu. Penelitian-penelitian tentangadaptasi jati sedang dilakukan oleh Jurusan Kehutanan, FakultasPertanian. Pada intinya jati dapat tumbuh dengan baik pada agroklimatdaerah Bengkulu terutama pada fase vegetatif.

5) Pihak swasta yang telah mengembangkan bibit jati kultur jaringan didaerah Bengkulu bersedia menjadi fasilitator pengembangan danpemanfaatan jati kultur jaringan. Dengan pengalaman yang matang dibidang usaha bibit jati ini, mereka dapat menjembatani kepentinganpenduduk dan pemerintah dalam mengembangkan tanaman jati di daerahBengkulu.

6) Sebagian besar transmigran telah mengenal tanaman jati lokal dan adayang telah menanam jati serta memanennya. Dari sisi teknis pembibitanjati kultur jaringan, tahapan kegiatan yang sederhana dan mudahdimengerti membuat alih teknologinya tidak akan mengalami hambatan.

Indikasi Ekonomi

1) Sebagian besar bahan dan alat-alat (sarana) usaha penyedia bibit jatitersedia di lokasi penelitian. Permasalahan yang ditemui adalah proseskultur jaringan tidak dilakukan di lokasi, sehingga bibit harusdidatangkan dari tempat lain.

2) Usaha penyedia bibit jati kultur jaringan terkendala oleh biayainvestasi yang relatif besar menurut standar transmigran, karena hargabibit jati berumur 1-1,5 bulan relatif mahal yaitu Rp. 10.000,- perpolibag belum termasuk ongkos kirim. Total biaya investasi usahapenyedia jati kultur jaringan untuk skala kecil (200 polibag) adalahRp. 2.000.000,-.

3) Potensi peningkatan pendapatan dari usaha penyedia bibit jati kulturjaringan dihitung berdasarkan data sekunder yang dipadukan denganinformasi lapang. Apabila harga bibit jati siap jual berumur 4 bulan

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 21 of 24

di pasaran Jakarta yang berkisar antara Rp. 17.000–17.500 per pohondigunakan sebagai acuan, maka keuntungan yang di peroleh setelah 4bulan pemeliharaan mencapai Rp. 780.000.

Indikasi Sosial

1) Dari sisi budaya pertanian setempat tidak ditemukan kendalapengembangan tanaman jati, bahkan ada eks transmigran yang sudahmengembangkannya sejak 20 tahun lalu dan sekarang sudah memanenhasilnya. Demikian pula usaha pembibitan jati kultur jaringan ternyatadapat diterima penduduk setempat karena tidak bertentangan dengannilai sosial dan budaya bertani.

2) Tenaga efektif yang tersedia di lokasi penelitian rata-rata sebesar2,5 per KK. Curahan tenaga kerja usahatani rata-rata sebesar 1,7 perKK, sehingga ada sisa tenaga kerja sebanyak 0,8 per KK atau setaradengan 80 HOK bila dihitung hari kerja 25 hari tiap bulan. Sisa tenagakerja tersebut dapat dialokasikan untuk usaha pembibitan jati kulturjaringan skala kecil sebesar 20 HOK selama 4 bulan.

3) Sebagian besar transmigran (70 persen) mempunyai persepsi bahwa usahapenyedia bibit jati kultur jaringan dapat mendatangkan tambahan pen-dapatan.

4) Ketidakpastian permintaan pasar terhadap bibit jati kultur jaringanmenyebabkan transmigran belum mengusahakannya secara komersil.Indikasinya terlihat dari sebagian besar bibit jati yang dibagikandalam sosialisasi ternyata ditanam dilahan transmigran, jadi tidakdiperdagangkan seperti yang dianjurkan

Rekomendasi

Berdasarkan kajian teknis, ekonomi dan sosial, maka usaha pembibitanjati kultur jaringan yang disarankan untuk menambah pendapatantransmigran dan penduduk lokal perlu memperhatikan hal-hal sebagaiberikut :

a. Karena proses kultur jaringan hanya dapat dilakukan di laboratorium,maka perlu dibentuk kemitraan usaha antara pengusaha pembibitan jatiskala kecil dengan produsen bibit. Dengan demikian kepastian pasokanbibit ke pengusaha pembibitan skala kecil bisa lebih terjamin.

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 22 of 24

Kemitraan tersebut juga dapat diarahkan untuk memecahkan masalah ke-terbatasan modal pengusaha pembibitan jati skala kecil.

b. Agar biaya mendatangkan bibit jati kultur jaringan dapat ditekan, makapengusaha pembibitan jati skala kecil disarankan membentuk kelompokantara 10 – 15 orang.

c. Perlu disusun program pelatihan teknis dan manajemen usaha pembibitanserta perluasan pasar bibit jati kultur jaringan.

d. Perlu sosialisasi keunggulan bibit jati kultur jaringan kepadamasyarakat dan aparat pemerintah sampai ke tingkat provinsi sebagaialternatif bibit jati lokal.

Daftar Pustaka

Fawzia Sulaiman (2002). Sosialisasi dan Aplikasi Teknologi ke Petani. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta .

Hartman dan Kester. 1978. Biochemical Engineering and Biotechnology Handbook,Macmillan, London .

Ika Mariska dkk. 1997. Penelitian Kultur Jaringan Tanaman Industri. Jurnal LitbangPertanian XVI (2). Jakarta .

JALDA. 1999. The Final Report; of The Verification Study on Integrated Agricultural and RuralDevelopment for the Conservation of Tropical Forest in Indonesia .

John E. Smith. 1993. Prinsip Bioteknologi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Joedoro S. 1997. Status Penelitian Bioteknologi Pertanian di Indoensia. ProsidingSeminar Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia .

Najiyati dkk. 2000. Studi Kelayakan Pemanfaatan Bioteknologi untuk PeningkatanProduksi di UPT. Puslitbang BAKMP. Jakarta .

PT. Perhutani, 1998. Pengembangan Hutan Tanaman Jati. Jakarta .

------------------, 2000. Pengembangan Tanaman Jati dan Analisa Ekonomi. Jakarta

PT Fitotek, 2001. Jati Unggul. Jakarta .

-------------, 2001. Pengembangan Hutan Rakyat Dengan Tanaman Jati Bagi ProgramTransmigrasi.Jakarta.

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 23 of 24

Rukmini N Dewi. 2001. Pemberdayaan Perambah Hutan dalam Pengembangan BudidayaTanaman Jati Unggul. Puslitbang Ketransmigrasian. Departemen TenagaKerja dan Transmigrasi.Jakarta.

Sugiono M. 1997. Pemanfaatan Bioteknologi Pertanian Secara Aman dan Legal. ProsidingSeminar Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia .

Sunarlim. 1997. Perbaikan Teknik Budidaya Tanaman. Bulletin Agro. Jakarta

Trubus, 2001. Jati Investasi Hari Tua. Majalah Trubus Edisi 378. Mei 2001/XXXII.Jakarta .

Yana Sumarna, 2001. Budidaya Jati .Penebar Swadaya Jakarta.

Yansen. 2002. Evaluasi Pertumbuhan Jati pada Pola Tanaman Monokultur dan Polikulturdengan Sawit. Program Studi Budidaya Hutan, Jurusan kehutanan,Fakultas Pertanian, Universitas Benkulu. Bengkulu.

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 24 of 24