Manajemen nyeri pasca operasi
Transcript of Manajemen nyeri pasca operasi
17
Tugas Kepaniteraan Klinik Senior“MANAJEMEN NYERI PASCA OPERASI”
Oleh : Esi Daktari Nanda (0471110069), Cut Kartika Sari (0471150053), Fajar Ariansyah (0471110015))Pembimbing : Dr. Azwar Risyad, Sp.An
BAB I
PENDAHULUAN
Kontrol nyeri pasca operasi masih menjadi suatu hal
terpenting dan masalah yang masih ditekankan karena alasan
berikut ini:1
1. Lebih dari seratus juta penduduk dunia yang menjalani
operasi per tahun mengalami nyeri paska operasi dengan
berbagai intensitas
2. Pada banyak pasien, nyeri diterapi dengan tidak adekuat
mengakibatkan mereka mengalami penderitaan yang tak
seharusnya dan banyak berkembang komplikasi yang tidak
dibutuhkan sebagai konsekuensi dari nyeri
3. Modalitas analgesik bila dipakai secara tepat dapat
mencegah atau sekurangnya meminimalisir derita yang tidak
berguna dan timbulnya komplikasi
Lokasi operasi memiliki efek yang amat besar pada derajat
nyeri paska operasi yang mungkin diderita pasien. Operasi pada
thorax dan abdomen atas lebih menyakitkan daripada operasi
abdomen bawah, dimana, sebaliknya, adalah lebih nyeri daripada
operasi perifer pada tungkai.1
Nyeri paska operasi akut yang tidak sembuh memiliki efek
terhadap kehidupan sehari-hari pasien paska operasi seperti
susah tidur, penurunan nafsu makan, keadaan emosi yang tidak
stabil dan kesulitan untuk berkonsentrasi.1
Tujuan dari manajemen nyeri pascaoperasi adalah
untuk memperbaiki kualitas hidup pasien, memfasilitasi
17
Tugas Kepaniteraan Klinik Senior“MANAJEMEN NYERI PASCA OPERASI”
Oleh : Esi Daktari Nanda (0471110069), Cut Kartika Sari (0471150053), Fajar Ariansyah (0471110015))Pembimbing : Dr. Azwar Risyad, Sp.An
penyembuhan segera dan kembali ke fungsi tubuh yang sempurna,
mengurangi morbiditas dan memungkinkan untuk keluar dari rumah
sakit sesegera mungkin.2
Manfaat manajemen nyeri paska operasi yang efektif
meliputi kenyamanan pasien dan oleh karenanya juga kepuasan
pasien, mobilisasi lebih awal, komplikasi jantung dan paru
yang lebih sedikit, mengurangi resiko trombosis vena dalam,
penyembuhan yang lebih cepat dengan kurangnya kemungkinan
berkembang ke arah nyeri neuropatik dan pengurangan biaya
perawatan.3
BAB II
NYERI
2.1 Definisi Nyeri
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri
adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan
yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun
potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Shweder and Sullivan mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman
persepsi kompleks yang dapat dipengaruhi oleh faktor situasi,
dan oleh proses fisiologis termasuk emosi, kognitif dan
motivasi, dimana semua hal tersebut bergantung kepada
pengaruh budaya, etnis dan bahasa.1
2.2 Klasifikasi Nyeri
A. Menurut onset dan stimulus penyebabnya, terbagi menjadi:1
17
Tugas Kepaniteraan Klinik Senior“MANAJEMEN NYERI PASCA OPERASI”
Oleh : Esi Daktari Nanda (0471110069), Cut Kartika Sari (0471150053), Fajar Ariansyah (0471110015))Pembimbing : Dr. Azwar Risyad, Sp.An
1. Nyeri akut
Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan ini menghilang
seiring dengan penyembuhan jaringan. Nyeri akut hilang
setelah beberapa jam hingga beberapa hari (7 hari).
Contohnya adalah nyeri karena pembedahan.
2. Nyeri kronik
Bila nyeri menetap selama berbulan-bulan atau bahkan
bertahun-tahun, walaupun kerusakan jaringan telah
sembuh.
B. Menurut mekanisme terjadinya nyeri dapat diklasifikasikan
menjadi nosiseptif dan nyeri non nosiseptif.4
1. Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang ditimbulkan oleh
rangsangan disebabkan kerusakan jaringan dan reaksi
inflamasi. Tergantung lokasinya nyeri dapat digolongkan
nyeri somatic dan nyeri visera.
2. Nyeri non nosiseptif (nyeri neuropatik) yaitu nyeri
yang disebabkan kerusakan jaringan saraf sentral maupun
perifer. Kerusakan saraf dapat disebabkan oleh infeksi
/inflamasi, proses metabolic(diabetes mellitus), trauma
pembedahan maupun infiltrasi atau tekanan tumor.
Nyeri pada kerusakan saraf sentral yaitu kerusakan
pada tingkat corda spinalis atau thalamus misalnya
differentiation pain atau central pain.
Nyeri pada kerusakan saraf perifer / regional
misalnya nyeri pada polineuropati dan causalgia
( sympathetic dystrophy pain)
17
Tugas Kepaniteraan Klinik Senior“MANAJEMEN NYERI PASCA OPERASI”
Oleh : Esi Daktari Nanda (0471110069), Cut Kartika Sari (0471150053), Fajar Ariansyah (0471110015))Pembimbing : Dr. Azwar Risyad, Sp.An
C. Menurut berat ringannya nyeri dikategorikan sebagai nyeri
ringan, sedang, berat. Tingkatan ini ditetapkan
berdasarkan beberapa parameter yang dijelaskan pada
penilaian skala nyeri.4
2.3 Fisiologi Nyeri
Reseptor nyeri (nosi receptor) adalah organ tubuh yang
berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang
berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas
dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang
secara potensial merusak.Bila stimulus akibat adanya kerusakan
jaringan, mekanisme tersebut akan melewati 4 tahapan yaitu :4
1. TRANSDUKSI
Kerusakan jaringan karena trauma atau pembedahan
menyebabkan dikeluarkannya berbagai senyawa biokimia
antara lain ion H, K, prostaglandin dari sel yang rusak,
bradikinin dari plasma, histamine dari sel mast,
serotonin dari trombosit dan substansi P dari ujung
saraf. Senyawa biokimia ini berfungsi sebagai mediator
yang menyebabkan perubahan potensial nosiseptor sehingga
terjadi arus elektrobiokimiawi sepanjang akson. Perubahan
menjadi arus elektrobiokimia atau impuls merupakan proses
transduksi.
Kemudian terjadi perubahan patofisiologi karena mediator-
mediator ini mempengaruhi nosiseptor diluar daerah trauma
sehingga lingkaran nyeri meluas. Selanjutnya terjadi
proses sensitisasi perifer yaitu menurunnya nilai ambang
17
Tugas Kepaniteraan Klinik Senior“MANAJEMEN NYERI PASCA OPERASI”
Oleh : Esi Daktari Nanda (0471110069), Cut Kartika Sari (0471150053), Fajar Ariansyah (0471110015))Pembimbing : Dr. Azwar Risyad, Sp.An
rangsang nosiseptor karena pengaruh mediator-mediator
tersebut diatas dan penurunan pH jaringan. Akibatnya
nyeri dapat timbul karena rangsangan yang sebelumnya
tidak menimbulkan nyeri misalnya rabaan. Sensitisasi
perifer ini mengakibatkan pula terjadinya sensitisasi
sentral yaitu hipereksitabilitas neuron pada korda
spinalis. Terpengaruhnya neuron simpatis dan perubahan
intraseluler yang menyebabkan nyeri dirasakan lebih lama.
2. TRANSMISI
Transmisi adalah proses penerusan impuls nyeri dari
nosiseptor saraf perifer melewati kornu dorsalis korda
spinalis menuju korteks serebri. Transmisi sepanjang
akson berlangsung karena proses polarisasi depolarisasi,
sedangkan dari neuron presinaps ke pasca sinaps melewati
neurotransmitter.
3. MODULASI
Modulasi adalah proses pengendalian internal oleh system
saraf, dapat meningkatkan atau mengurangi penerusan
impuls nyeri. Hambatan terjadi melalui system analgesia
endogen yang melibatkan bermacam neurotransmitter antara
lain golongan endorphin yang dikeluarkan oleh sel otak
dan neuron di korda spinalis. Impuls ini bermula dari
area periaquaductusgrey (PAG) dan menghambat transmisi
impuls pre maupun pasca sinaps di tingkat spinalis.
17
Tugas Kepaniteraan Klinik Senior“MANAJEMEN NYERI PASCA OPERASI”
Oleh : Esi Daktari Nanda (0471110069), Cut Kartika Sari (0471150053), Fajar Ariansyah (0471110015))Pembimbing : Dr. Azwar Risyad, Sp.An
4. PERSEPSI
Persepsi adalah hasil rekontruksi susunan saraf pusat
tentang impuls nyeri yang diterima. Rekontruksi merupakan
hasil system saraf sensorik, informasi kognitif ( korteks
serebri) dan pengalaman emosional (hipokampus dan
amigdala). Persepsi menentukan berat ringannya nyeri yang
dirasakan. Sebagai contoh, terdapat penderita yang tenang
menghadapi pembedahan karena menerima pembedahan sebagai
upaya penyembuhan. Motivasi positif ini memicu pelepasan
endorphin dan rangkaian reaksi yang mengaktifkan system
analgesia endogen, hasil akhir adalah rangsang nyeri
berkurang.
Gambar 1: Fisiologi Nyeri
2.4 Penilaian Skala Nyeri
Ada empat skala yang digunakan untuk menentukan derajat
intesitas nyeri.2
1. Eskpresi wajah. Skala ini digunakan untuk pasien yang
mengalami komunikasi. Misalnya anak-anak, orang tua,
17
Tugas Kepaniteraan Klinik Senior“MANAJEMEN NYERI PASCA OPERASI”
Oleh : Esi Daktari Nanda (0471110069), Cut Kartika Sari (0471150053), Fajar Ariansyah (0471110015))Pembimbing : Dr. Azwar Risyad, Sp.An
pasien jiwa, pasien ganguan mental atau pasien yeng tidak
dapat berbicara dengan bahasa setempat.
2. Verbal Rating Scale (VRS). Dimana pasien ditanya tentang
derajat nyeri. Yaitu nyeri ringan, sedang, hebat dan
sangat hebat
3. Numerical Rating Scale (NRS) terdiri daripada angka 0-5
atau 0-10 dimana pasien ditanya tentang intensitas
nyerinya dalam bentuk angka.
4. Visual Analog Scale (VAS). Terdiri dari pada garis lurus
sepanjang 100 ml meter dimana pasien membuat tanda silang
pada garis yang mengambarkan itensitas nyerinya
Gambar 3. Pilihan Pengunaan Skala Penilaian nyeri
Gambar 2: pilihan alat penilaian skala nyeri
17
Tugas Kepaniteraan Klinik Senior“MANAJEMEN NYERI PASCA OPERASI”
Oleh : Esi Daktari Nanda (0471110069), Cut Kartika Sari (0471150053), Fajar Ariansyah (0471110015))Pembimbing : Dr. Azwar Risyad, Sp.An
Tabel 1 : penilaian nyeri untuk anak di bawah 5 tahun5
Bila pasien tidur, tidak dibutuhkan penilaian lebih lanjut.
Bila pasien bangun periksalah hal-hal berikut:
Cry Not crying Score 0Crying Score 1
Posture Relaxed Score 0Tense Score 1
Expression Relaxed or happy Score 0Distressed Score 1
Response Responds when spoken to Score 0No response Score 1
Note: Total skor 1: nyeri ringan, 2: nyeri sedang, 3: nyeri berat dan 4: nyeri yang mungkin paling buruk.
2.5 Manajemen Nyeri Pasca Operasi
A. Manajemen Farmakologis5
World Health Organisation Analgesic Ladder diperkenalkan untuk
meningkatkan penanganan nyeri pada pasien dengan kanker.
Namun, formula ini dapat juga dipakai untuk menangani nyeri
akut karena memiliki strategi yang logis untuk mengatasi
nyeri. Formulasi ini menunjukkan, pada nyeri akut, yang
pertama kali diberikan adalah Obat Anti- Inflamasi non
steroid, Aspirin, atau Paracetamol yang merupakan obat-obatan
yang bekerja di perifer. Apabila dengan obat-obatan ini, nyeri
17
Tugas Kepaniteraan Klinik Senior“MANAJEMEN NYERI PASCA OPERASI”
Oleh : Esi Daktari Nanda (0471110069), Cut Kartika Sari (0471150053), Fajar Ariansyah (0471110015))Pembimbing : Dr. Azwar Risyad, Sp.An
tidak dapat teratasi, maka diberikan obat-obatan golongan
opioid lemah seperti kodein dan dextropropoxyphene. Apabila
regimen ini tidak juga dapat mencapai kontrol nyeri yang
efektif, maka digunakanlah obat-obatan golongan opioid kuat,
misalnya morfin.5
Gambar 4. WHO Analgesic Ladder
Baru-baru ini dikembangkan World Federation of Societies of
Anaesthesiologists (WFSA) Analgesic Ladder telah dikembangkan untuk
mengobati nyeri akut. Pada awalnya, nyeri dapat dianggap
sebagai keadaan yang berat sehingga perlu dikendalikan dengan
analgesik yang kuat. Biasanya, nyeri pascaoperasi akan
berkurang seiring berjalannya waktu dan kebutuhan akan obat
yang diberikan melalui suntikan dapat dihentikan. Anak tangga
kedua adalah pemulihan penggunaan rute oral untuk memberikan
analgesia. Opioid kuat tidak lagi diperlukan dan analgesia
yang memadai dapat diperoleh dengan menggunakan kombinasi dari
obat-obat yang berkerja di perifer dan opioid lemah. Langkah
terakhir adalah ketika rasa sakit dapat dikontrol hanya dengan
menggunakan obat-obatan yang bekerja di perifer.5
17
Tugas Kepaniteraan Klinik Senior“MANAJEMEN NYERI PASCA OPERASI”
Oleh : Esi Daktari Nanda (0471110069), Cut Kartika Sari (0471150053), Fajar Ariansyah (0471110015))Pembimbing : Dr. Azwar Risyad, Sp.An
Gambar 5. WFSA Analgesic Ladder 1
Tabel 2 : Pilihan Obat-Obatan untuk .Manajemen Nyeri2
Tabel 3: Manajemen Nyeri Pasca bedah berdasarkan jenis pembedahaan2
Analgesik Non-Opioid
17
Tugas Kepaniteraan Klinik Senior“MANAJEMEN NYERI PASCA OPERASI”
Oleh : Esi Daktari Nanda (0471110069), Cut Kartika Sari (0471150053), Fajar Ariansyah (0471110015))Pembimbing : Dr. Azwar Risyad, Sp.An
Obat-obatan analgesik non-opioid yang paling umum digunakan
diseluruh dunia adalah aspirin, paracetamol, dan OAINS, yang
merupakan obat-obatan utama untuk nyeri ringan sampai sedang.5
Aspirin adalah analgesik yang efektif dan tersedia secara
luas di seluruh dunia. Obat ini dikonsumsi per oral dan
bekerja cepat karena segera dimetabolisme menjadi asam
salisilat yang memiliki sifat analgesik dan, mungkin, anti-
inflamasi. Dalam dosis terapeutik, asam salisilat memiliki
waktu paruh hingga 4 jam. Eksresinya tergantung oleh dosis,
sehingga dosis tinggi akan mengakibatkan obat diekskresi lebih
lambat. Durasi kerja aspirin dapat berkurang apabila diberika
bersama-sama dengan antasida. Dosis berkisar dari minimal
500mg, per oral, setiap 4 jam hingga maksimum 4 g, per oral
per hari. Aspirin memiliki efek samping yang cukup besar
pada saluran pencernaan, menyebabkan mual, gangguan dan
perdarahan gastrointestinal akibat efek antiplateletnya yang
irreversibel. Karena alasan ini, penggunaan aspirin untuk pain
relief pascaoperasi harus dihindari apabila masih tersedia
obat-obatan alternatif lainnya.5
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) memiliki
dua efek, analgesik dan antiinflamasi. Mekanisme kerjanya
didominasi oleh inhibisi sintesis prostaglandin oleh enzim
cyclo-oxygenase yang mengkatalisa konversi asam arakidonat
menjadi prostaglandin yang merupakan mediator utama
peradangan. Semua OAINS bekerja dengan cara yang sama dan
karenanya tidak ada gunanya memberi lebih dari satu OAINS pada
satu waktu. OAINS pada umumnya, lebih berguna bagi rasa sakit
17
Tugas Kepaniteraan Klinik Senior“MANAJEMEN NYERI PASCA OPERASI”
Oleh : Esi Daktari Nanda (0471110069), Cut Kartika Sari (0471150053), Fajar Ariansyah (0471110015))Pembimbing : Dr. Azwar Risyad, Sp.An
yang timbul dari permukaan kulit, mukosa buccal, dan permukaan
sendi tulang.5
Pilihan OAINS harus dibuat berdasarkan ketersediaan,
biaya dan lamanya tindakan. Jika rasa sakit tampaknya akan
terus-menerus selama jangka waktu yang panjang maka dipilih
obat dengan waktu paruh yang panjang dan efek klinis yang
lama. Namun, obat-obatan kelompok ini memiliki insiden tinggi
untuk efek samping penggunaan jangka panjang dan harus
digunakan dengan hati-hati. Semua OAINS mempunyai aktivitas
antiplatelet sehingga mengakibatkan pemanjangan waktu
perdarahan. Obat-obatan ini juga menghambat sintesis
prostaglandin dalam mukosa lambung dan dengan demikian
menghasilkan pendarahan lambung sebagai efek samping. 5
Kontraindikasi relatif untuk penggunaan OAINS antara lain
adalah : setiap riwayat ulkus peptikum, perdarahan
gastrointestinal; operasi yang berhubungan dengan kehilangan
darah yang banyak, asma, gangguan ginjal sedang hingga berat ,
dehidrasi dan setiap riwayat hipersensitif untuk OAINS atau
aspirin. Ibuprofen merupakan obat pilihan jika rute oral
tersedia. Obat ini secara klinis efektif, murah dan memiliki
profil efek samping yang lebih rendah dibandingkan dengan
OAINS dan asam mefenamat. Apabila rute oral tidak tersedia
obat dapat diberikan dengan rute lain seperti supositoria,
injeksi atau topikal. Aspirin dan sebagian besar OAINS
tersedia sebagai supositoria dan diserap dengan baik.5
Tabel 4: NSAIDs5
17
Tugas Kepaniteraan Klinik Senior“MANAJEMEN NYERI PASCA OPERASI”
Oleh : Esi Daktari Nanda (0471110069), Cut Kartika Sari (0471150053), Fajar Ariansyah (0471110015))Pembimbing : Dr. Azwar Risyad, Sp.An
Drug name Forms availableDaily dose
range
Half life
(h)
Ibuprofen Tablet, syrup600-
1200mg1-2
DiclofenacTablet, suppository,
injection, cream75- 150mg 1-2
NaproxenTablet, suspension,
suppository
500-
1000mg14
PiroxicamCapsule, suppository,
cream, injection10- 30mg 35+
Ketorolac Tablet, injection 10- 30mg 4
Indomethac
in
Capsule, suspension,
suppository50- 200mg 4
Mefenamic
acidTablet, capsule 1500mg 4
Opioid Lemah
Codeine
Merupakan opioid lemah yang berasal dari opium alkaloid
(seperti morfin). Codeine kurang aktif daripada morfin, memi
liki efek yang dapat diprediksi bila diberikan secara oral
dan efektif terhadap rasa sakit ringan hingga sedang. Codeine
dapat dikombinasikan dengan parasetamol tetapi harus
berhati-hati untuk tidak melampaui maksimum dosis yang
17
Tugas Kepaniteraan Klinik Senior“MANAJEMEN NYERI PASCA OPERASI”
Oleh : Esi Daktari Nanda (0471110069), Cut Kartika Sari (0471150053), Fajar Ariansyah (0471110015))Pembimbing : Dr. Azwar Risyad, Sp.An
dianjurkan bila menggunakan kombinasi parasetamol tablet.
Dosis berkisar antara 15 mg - 60mg setiap 4 jam dengan
maksimum 300 mg setiap hari. Dextropropoxyphene secara
struktural berkaitan dengan metadon tetapi memiliki sifat
analgesik yang relatif miskin. Hal ini sering dipasarkan dalam
kombinasi dengan parasetamol dan kewaspadaan yang sama seperti
Codeine harus diawasi. Dosis berkisar dari 32.5mg (dalam
kombinasi dengan parasetamol) sampai 60mg setiap 4 jam dengan
maksimum 300mg setiap hari. Kombinasi opioid lemah dan obat-
obatan yang bekerja di perifer sangat berguna dalam prosedur
pembedahan kecil di mana rasa sakit yang berlebihan tidak
diantisipasi sebelumnya atau untuk rawat jalan digunakan:
Parasetamol 500 mg / codeine 8 mg tablet, 2 tablet setiap
4 jam sampai maksimum 8 tablet perhari. Apabila analgesia
tidak mencukupi - Parasetamol 1g secara oral dengan Kodein
30 sampai 60mg setiap 4-6 per jam sampai maksimum 4 dosis
dapat digunakan5
Tramadol
Tramadol (tramal) adalah analgesik sentral dengan
afinitas rendah pada reseptor mu dan kelemahan
analgesiknya 10-20 % dari morfin. Tramal dapat diberikan
secara oral dan dapat diulang setiap 4-6 jam dengan dosis
maksimal 400 mg per hari.6
Opioid Kuat
17
Tugas Kepaniteraan Klinik Senior“MANAJEMEN NYERI PASCA OPERASI”
Oleh : Esi Daktari Nanda (0471110069), Cut Kartika Sari (0471150053), Fajar Ariansyah (0471110015))Pembimbing : Dr. Azwar Risyad, Sp.An
Nyeri hebat yang berasal dari organ dalam dan struktur
viseral membutuhkan opioid kuat sebagai analgesianya. Rute
oral mungkin tersedia pada pasien yang telah sembuh dari
pembedahan mayor sehingga opioid kuat seperti morfin dapat
digunakan karena morfin sangat efektif per oral. Bila pasien
tidak dapat mengkonsumsi obat melalui rute oral cara pemberian
lain harus dilakukan.5
Tabel 5.Opioid kuat5
Drug name Route ofdelivery
Dose(mg)
Length ofAction (h)
Morphine
Intramuscular/
subcutaneous
10-15 2-4
Methadone Intramuscular 7.5-10 4-6
Pethidine/Meperidine
Intramuscular 100-150 1-2
Buprenorphine Sublingual 0.2-0.4 6-8(Intravenous - half the IM dose slowly over 5 minutes)
Morfin
Morfin paling larut dalamair dibandingkan golongan opioid
lainnya dan kerja analgesinya cukup panjang (long acting).
Morfin memiliki dua sifat yang mempengaruhi sistem saraf
pusat (SSP) yaitu depresi (analgesi, sedasi, perubahan
emosi dan hipoventilasi alveolar) dan stimulasi
(stimulasi parasimpatis, miosis, mual muntah, hiperaktif
refleks spinal, konvulsi dan sekresi hormon anti diuretik
17
Tugas Kepaniteraan Klinik Senior“MANAJEMEN NYERI PASCA OPERASI”
Oleh : Esi Daktari Nanda (0471110069), Cut Kartika Sari (0471150053), Fajar Ariansyah (0471110015))Pembimbing : Dr. Azwar Risyad, Sp.An
/ ADH). Morfin juga menyebabkan hipotensi ortostatik.
Kontra indikasi pemakaian morfin
pada kasus asma dan bronkitis kronis karena efek bronko
kontriksinya. Efek sampingnya juga menyebabkan pruritus,
konstipasi dan retensio urin. Morfin dapat diberikan
secara sub kutan, intra muskular, intra vena, epidural
dan intra tekal. Dosis anjuran untuk mengurangi nyeri
sedang adalah 0,1-0,2 mg/kgBB secara sub kutan, intra
muskular dan dapat diulang tiap 4 jam. Untuk nyeri hebat
dewasa dapat diberikan 1-2 mg intra vena dan diulang
sesuai kebutuhan. Untuk megurangi nyeri dewasa paska
bedah dan nyeri persalinan digunakan dosis 2-4 mg
epidural atau 0,05-0,2 mg intra tekal, dan ini dapat
diulang antara 6-12 jam.6
Petidin
Petidin (meperidin, Demerol) adalah zat sintetik yang
formulanya sangat berbeda dengan morfin, tetapi memiliki
efek klinik dan efek samping yang mendekati asma.
Perbedaan dengan morfin adalah sebagai berikut: Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan
morfin yang lebih larut dalam air. Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan
normeperidin, asam meperidinat dan asam
normeperidinat.
17
Tugas Kepaniteraan Klinik Senior“MANAJEMEN NYERI PASCA OPERASI”
Oleh : Esi Daktari Nanda (0471110069), Cut Kartika Sari (0471150053), Fajar Ariansyah (0471110015))Pembimbing : Dr. Azwar Risyad, Sp.An
Petidin bersifat seperti atropin menyebabkan
kekeringan mulut, kekaburan pandangan, dan takikardi. Seperti morfin, dapat menyebabkan konstipasi, tetapi
efek terhadap sfingter Oddi lebih ringan. Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetar
pasca bedah yang tidak ada hubungan dengan hipotermi
dengan dosis 20-25 mg iv pada dewasa. Sedangkan
morfin tidak. Lama kerja petidin lebih pendek daripada morfin.6
Fentanil
Fentanil adalah zat sintetik seperti petidin dengan
kekuatan 100 kali morfin, lebih larut dalam lemak dan
menembus sawar jaringan dengan mudah. Efek depresi nafas
lebih lama dibandingkan dengan efek analgesiknya. Dosis
1-3 µg/kgBB analgesiknya berlangsung kira-kira 30 menit,
karena itu hanya digunakan untuk anestesi pembedahan dan
tidak untuk pasca bedah.6
Anestesi Lokal
Respirasi dan kardiovaskuler pasien terkait dengan
berkurangnya perdarahan dan nyeri yang teratasi dengan baik.
Ada beberapa teknik anestesi lokal sederhana yang dapat
dilanjutkan ke periode pasca-operasi untuk memberikan pain
relief yang efektif.5
Infiltrasi luka dengan obat anestesi lokal berdurasi panjang
seperti Bupivacaine dapat memberikan analgesia yang efektif
selama beberapa jam. Apabila nyeri berlanjut, dapat diberikan
17
Tugas Kepaniteraan Klinik Senior“MANAJEMEN NYERI PASCA OPERASI”
Oleh : Esi Daktari Nanda (0471110069), Cut Kartika Sari (0471150053), Fajar Ariansyah (0471110015))Pembimbing : Dr. Azwar Risyad, Sp.An
suntikan ulang atau dengan menggunakan infus. Blokade pleksus
atau saraf perifer akan memberikan analgesia selektif di
bagian-bagian tubuh yang terkait oleh pleksus atau saraf
tersebut.5
Table 6: Anastesi local yang digunakan untuk nyeri akut 5
Agent
%
solution
for
analgesi
c blocks
Duratio
n
(hours)
Max.
single
dose
mg/kg.
(Total mg
in adults*
see
footnote)
%
solutio
n for
infusio
n
Comments
Lignocaine
Infiltra
tion0.5-1 1-2 7 -
Rapid onset.
Dense motor
block.
Epidural 1-2 1-2 (500) 0.3-0.7
Plexus
or nerve0.75-1.5 1-3 0.5-1.0
Mepivacaine
Infiltra
tion0.5-1 1.5-3 7 -
Rapid onset.
Dense motor
block.
Longer actionEpidural 1-2 1.5-3 (500) 0.3-0.7
Plexus 0.75-1.5 2-4 0.5-1.0
17
Tugas Kepaniteraan Klinik Senior“MANAJEMEN NYERI PASCA OPERASI”
Oleh : Esi Daktari Nanda (0471110069), Cut Kartika Sari (0471150053), Fajar Ariansyah (0471110015))Pembimbing : Dr. Azwar Risyad, Sp.An
or nervethan lignocaine.
Prilocaine
Infiltra
tion0.5-1 1-2 8.5 -
Rapid onset.
Dense motor
block.
Least toxic
amide agent.
Methaema-
globinaemia
>600mg
Epidural 2-3 1-3 (600) 0.5-1
Plexus
or nerve1.5-2 1.5-3
0.75-
1.25
Bupivacaine
Infiltra
tion
0.125-
0.251.5-6 3.5 -
Avoid 0.75% in
obstetrics.
Mainly sensory
block at low
concen-
trations.
Cardiotoxic
after rapid IV
injection.
Epidural0.25-
0.751.5-5 (225)
0.0625-
0.125
Plexus
or nerve0.25-0.5 8-24+
0.125-
0.25
Chloroprocaine
Infiltra
tion
1 0.5-1 14 - Lowest systemic
toxicity of all
agents. Motor /
17
Tugas Kepaniteraan Klinik Senior“MANAJEMEN NYERI PASCA OPERASI”
Oleh : Esi Daktari Nanda (0471110069), Cut Kartika Sari (0471150053), Fajar Ariansyah (0471110015))Pembimbing : Dr. Azwar Risyad, Sp.An
sensory deficits
may follow
intrathecal
injection.
B. Manajemen Non Farmakologis
Berikut ini merupakan tabel yang menyajikan terapi non
farmakologis yang sering dipakai.
Tabel 7. Metode Non Farmakologi2
17
Tugas Kepaniteraan Klinik Senior“MANAJEMEN NYERI PASCA OPERASI”
Oleh : Esi Daktari Nanda (0471110069), Cut Kartika Sari (0471150053), Fajar Ariansyah (0471110015))Pembimbing : Dr. Azwar Risyad, Sp.An
BAB IV
KESIMPULAN
Nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak
menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan
jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan
kondisi terjadinya kerusakan.
Nyeri paska operasi termasuk nyeri akut yang bila tidak
tertangani dengan baik bisa mengarah kepada nyeri kronik.
Ada 4 tahap dalam fisiologi nyeri yaitu transduksi,
transmisi, modulasi dan persepsi
17
Tugas Kepaniteraan Klinik Senior“MANAJEMEN NYERI PASCA OPERASI”
Oleh : Esi Daktari Nanda (0471110069), Cut Kartika Sari (0471150053), Fajar Ariansyah (0471110015))Pembimbing : Dr. Azwar Risyad, Sp.An
Penilaian skala nyeri bisa dilakukan berdasarkan beberapa
skala
Manajemen nyeri paska operasi bisa dilakukan melalui
manajemen farmakologis dan non farmakologis
DAFTAR PUSTAKA
17
Tugas Kepaniteraan Klinik Senior“MANAJEMEN NYERI PASCA OPERASI”
Oleh : Esi Daktari Nanda (0471110069), Cut Kartika Sari (0471150053), Fajar Ariansyah (0471110015))Pembimbing : Dr. Azwar Risyad, Sp.An
1. Suza DE., 2007, Pain Experiences and Pain Management of
Postoperative Patients, Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40
No. 1 Maret 2007, http.//www.httplibrary.usu.co.id
2. Andres, Jose, Fischer, J, Ivani, Girgio, et.all.
Postoperative Pain Management Good Clinical Pratice. Of European
Society of Regional Anasthesia.2005.
3. Ramsay MA., 2000, Acut Postoperative Pain Manajement,
http.//www.bumc.com
4. Wirjoatmodjo, Karjadi, 2000. Anestesiologi dan Reanimasi Modul
Dasar Untuk Pendidikan S1 Kedokteran. Jakarta. Departemen
Pendidikan Nasional
5. Charlton ED. Postoperative Pain Management. World Federation
of Societies of
Anaesthesiologistshttp://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u07/u
07_009.htm
6. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR., 2001, Petunjuk Praktis
Anestesiologi, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia