PROBLEMATIKA PASCA PANEN KENTANG DI WONOSOBO
Transcript of PROBLEMATIKA PASCA PANEN KENTANG DI WONOSOBO
PROBLEMATIKA PASCA PANEN KENTANG DI WONOSOBOProblematika Rekayasa Budidaya Tanaman
Kelompok 4:
Siti Safitri Nafi’ah (20120210110)
i. PermasalahanPak Diran seorang petani padi di Wonosobo karena
beberapa alasan beralih menjadi petani kentang. Dia
menggunakan kentag varietas Granola sebagaimana petani di
sekitarnya. Setelah 1 bulan ditanam, tanaman kentang
tumbuh normal denga jarak tanam lebih lebar dari jarak
tanam yang biasa digunakan oleh petani kentang di daerah
tersebut. Kondisi permukaan tanah yang ditanami tampak
datar sehingga alur antara barisan kentang tidak jelas
dan tertutup rimbunnya daun kentang. Setelah 3 bulan
lebih, Pak Diran memanen kentang yang didalamnya. Kentang
yang diperoleh berukuran besar-besar, sesuai untuk
kentang konsumsi, namun demikian permukaan kulit kentang
yang seharusnya berwarna kuning kecoklatan nampak
berwarna hijau di satu sisi. Pak Diran termenung
memandangi hasil kentang yang diperolehnya, mengapa
gerangan sebagian kulit kentang berwarna hijau. Pak Diran
juga memikirkan tentang penyediaan bibit untuk penanaman
berikutnya, apabila kentang yang diperolehnya berukuran
besar dan akan digunakan sebagai bibit, tentu banyak
sekali jumlah kentang yang diperlukan dengan berat yang
secara ekonomis bernilai tinggi.
a. Berdasar kondisi di atas, analisis mengapa kentang
yang diperoleh Pak Diran berukuran besar dan
pemeliharaan apa yang sebaiknya dilakukan Pak Diran
agar kentang yang diperoleh tidak memiliki kulit
sebagian berwarna hijau?
b. Deskripsikan teknik budidaya yang tepat untuk
kentang dan bantulah Pak Diran menyelesaikan
permasalahan penyediaan bibit untuk penanaman
berikutnya, kaitkan dengan teknik budidaya dan
pemeliharaan yang diperlukan!
ii. Deskripsi/Landasan Teoriiii. Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)
Kentang merupakan tanaman daerah iklim sedang
(subtropis) dan dataran tinggi (1000-3000 m). Tanaman
kentang diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotiledonae
Family : Solanaceae
Genus : Solanum
Spesies : Solanum tuberosum L.
Umbi dari kentang ini memiliki kandungan karbohidrat
yang tinggi dan memiliki mata tunas yang banyak sehingga
tanaman dapat diperbanyak atau dikembangbiakkan dengan
menggunakan umbinya. Dengan banyaknya mata tunas pada
umbi, maka pembibitan dapat dilakukan dengan pembelahan
umbi sehingga dapat menghemat penggunaan umbi dalam
pembibitan. Selain mengandung zat gizi, umbi kentang juga
mengandung solanin.
Zat solanin bersifat racun dan berbahaya bagi yang
memakannya. Racun solanin tidak dapat hilang apabila umbi
tersebut keluar tanah dan terkena sinar matahari. Umbi
kentang yang masih mengandung racun solanin berwarna
hijau walaupun telah tua (Samadi, 2007).
Tanaman kentang di Indonesia sangat diminati dan
telah mengalami kemajuan yan pesat sehingga diperoleh
berbagai varietas baru yang lebih unggul, yaitu mampu
berproduksi lebih tinggi dari varietas-varietas yang
terdahulu, baik jumlah maupun kualitasnya; memiliki
ketahanan terhadap beberapa jenis hama dan penyakit;
adaptasi yang luas terhadap lingkungan; dan berumur
pendek. Salah satu kentang varietas unggul yang diminati
petani yakni kentang varietas Granola. Berikut adalah
karakteristik kentang varietas Granola.
Asal : Introduksi Jerman Barat
Klon : Granola
Umur : 110-115 hari
Tinggi Tanaman : 60-70 cm
Penampang Batang : Segi lima
Bentuk Daun : Oval
Sayap Batang : Oval
Permukaan Bawah Daun : Berkerut
Kedalaman Mata Umbi : Dangkal
Warna Batang : Hijau
Warna Daun : Hijau
Warna Urat Daun : Hijau Muda
Warna Benang Sari : Kuning 5 buah
Warna Putik : Putih
Warna Daging Umbi : Kuning-Putih
Jumlah Tandan Bunga : 2-5 Buah
Kandungan karbohidrat : 20%
Ketahanan Penyakit : Tahan PVA, PLRV, agak peka
terhadap Layu Bakteri dan
Busuk Daun
Produktivitas : 20-26 ton/ha
Kadar Air : 30%
Kegunaan : Kentang Sayur (Rukmana, 2002)
iv. Syarat Tumbuh Tanaman Kentang
v. Ketinggian Tempat
Kentang termasuk tanaman yang dapat tumbuh
di daerah tropis dan subtropis dan dapat tumbuh
baik bila ditanam di dataran tinggi dengan
ketinggian 1.500 – 3.000 m dpl (Cahyono, 1996).
vi. Jenis tanah
Secara umum kentang dapat tumbuh baik pada
tanah yang subur, memiliki drainase yang baik,
tanah liat yang gembur, debu atau debu berpasir,
dan jenis tanah yang paling cocok ialah andosol
(Sunaryono 2007). Kentang sangat toleran terhadap
pH pada selang yang cukup luas yakni 4,5–8,0,
tetapi pH yang baik untuk pertumbuhan dan
ketersediaan unsur hara ialah 5,0–6,5
(Martodireso dan Suryanto 2001).
vii. Suhu dan Kelembaban
Tanaman kentang dapat tumbuh dengan baik
pada lingkungan dengan suhu rendah yakni 15
sampai 20 ˚C, cukup sinar matahari dan kelembaban
udara sekitar 80–90 % (Sunaryono 2007).
Adanya peningkatan suhu akan merubah
keseimbangan yang akan menyebabkan kecepatan
respirasi akan melebihi kecepatan fotosintesis
yang menyebabkan berkurangnya hasil (Janic, 1972
dalam Harlastuti, 1980). Namun, Borah dan
Milthorpe (1962) dalam Hynes (1988) menyatakan
bahwa pada suhu yang terlalu rendah akan
menghambat pertumbuhan, asimilat yang dihasilkan
rendah dan menghambat pembesaran umbi.
viii. Curah hujan
Sulistiono (2005) menyatakan bahwa curah
hujan yang dibutuhkan tanaman kentang sekitar
300–1000 mm/tahun. Apabila curah hujan terlalu
tinggi akan mengakibatkan umbi kentang mudah
terserang hama dan penyakit, karena tanah menjadi
jenuh air dan untuk mengatasi hal ini tentu
diperlukan sistem drainase yang baik sehingga
tanah tidak jenuh.
ix. Angin
Angin yang kencang dan berkelanjutan secara
langsung dapat merusak tanaman, seperti robohnya
tanaman, patahnya ranting-ranting, dan lain-lain.
Angin secara tidak langsung berpengaruh terhadap
kondisi tanah. Angin yang kencang dapat
mempercepat penguapan air tanah sehingga
menyebabkan tanah cepat mengering dan mengeras
(Cahyono, 1996).
x. Cahaya
Lama penyinaran cahaya matahari bervariasi
antara 10-16 jam per hari tergantung varietasnya.
Tanaman kentang memerlukan intensitas cahaya yang
besar. Semakin besar intensitas cahaya yang dapat
ditangkap akan mempercepat pembentukan umbi dan
waktu pembungaan. Apabila intensitas cahaya
matahari yang dapat ditangkap lemah akan
menghambat proses pembentukan umbi karena tanaman
akan tumbuh memanjang, kurus, lemah dan pucat
(Cahyono, 1996).
xi. Teknik Budidaya Tanaman Kentang
Untuk mewujudkan usaha tani kentang yang
menguntungkan, diperlukan teknik yang mampu meningkatkan
produksi, kualitas jumlah dan kualitas umbi. Teknik
budidaya tanaman tersebut meliputi:
i. Persiapan bibit
Bibit yang digunakan untuk menanam kentang
dapat berasal dari membibitkan sendiri atau
membeli. Bibit yang baik untuk ditanam yakni
bibit yang tua dengan ciri kulit umbi kuat (tidak
mudah dikelupas) serta kulitnya tidak memiliki
cacat, bobot umbi 45/50-60gram, besar rata-rata
55 mm dan mata tunas sekitar 3-5 mata. Kebutuhan
kentang dapat digunakan ukuran standar para
petani kentang, yakni untuk lahan satu hektar
petani membutuhkan bibit antara 1,2-2 ton.
ii. Persiapan lahan
Sebelum ditanam, harus dipersiapkan seperti
:
- Pengolahan lahan : untuk menggemburkan
tanah, memutuskan siklus hama dan penyakit,
melancarkan sirkulasi udara dalam tanah dan
menghilangkan gas-gas beracun.
- Lahan diberakan selama sebulan
- Membuat guludan : dengan membentuk guludan
dan parit untuk saliran air (irigasi) dan
mengeluarkan air (drainase)
- Pemberian pupuk dasar : biasanya berupa
pupuk organik yang diberikan sebelum
penanaman
- Jarak dan lubang tanam : umumnya jarak tanam
tanaman kentang sekitar 30-40 cm dan lubang
tanam sekitar 5-7 cm
iii. Penanaman
Penanaman dilakukan seminggu setelah
persiapan lahan dengan langkah-langkah:
- Tanah digali lagi sedalam ukuran bibit atau
7,5-10 cm.
- Setelah itu, bibit ditanam. Bibit yang
ditanam harus sudah tumbuh tunasnya sekitar
2-3 cm.
- Bibit diuruk hingga batas mata tunas.
- Tunas yang tumbuh diatas permukaan tanah
disemprot dengan pestisida untuk mencegah
serangan hama dan penyakit.
iv. Pemeliharaan
Setelah penanaman bibit, dilakukan
pemeliharaan lanjutan sampai tanaman siap panen.
v. Pemupukan
Pemupukan antar daerah tidak
sama/berbeda. Untuk daerah Dieng biasanya
dengan takaran Urea 500 kg, TSP 300 kg dan
KCl 1.200 kg per hektarnya. Adanya variasi
pemberian dikarenakan kondisi tanah yang
berbeda, seperti kesuburan tanah, pH tanah
dan strktur tanahnya. Pemberian pupuk
dilakukan 20 hari sekali dengan
pertimbangan:
Setelah tanaman berumur 20-30 hari
sejak bibit ditanam (NPK perbandingan
sama)
Menginjak umur 40-50 hari (pupuk dengan
kandungan NP tinggi)
Umur 60-90 hari (pupuk dengan kandungan
PK tinggi)
Umur 80-90 hari (pupuk dengan kandungan
NP tinggi)
vi. Penyiangan
Pada umumnya penyiangan atau
pembersihan gulma dilakukan pada tanaman
yang berumur sekitar 30 hari dan 50 hari,
namun peyiangan ini sebenarnya dapat
dilakukan kapan saja. Penyiangan dilakukan
agar pertumbuhan tetap terjaga karena tidak
ada tanaman lain yang mengganggu, tanah di
sekitar tanaman menjadi gembur, melancarkan
aliran air, dan dapat mencegah hama dan
penyakit.
vii. Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan
penyiangan. Pembumbunan ini dilakukan
dengan mempertinggi permukaan tanah di
sekitar tanaman agar lebih tinggi dari
tanah di sekelilingnya. Tinggi pembumbunan
yang baik yakni 25 cm. Tujuan dari
pembumbunan yakni:
Perakaran tanaman akan menjadi lebih
baik
Umbi kentang terhindar dari sinar
matahari langsung
Menaikkan produksi tanaman dan kualitas
umbi.
viii. Pemeliharaan lain
Pemeliharaan lain yang berperan
terhadap produktivitas dan kualitas umbi
adalah:
Menghilangkan bunga kentang : dilakukan
dengan membuang bunga kentang sebelum
mekar agar tidak ada perebutan makanan
antara bunga dan umbi. Biasanya pada
umur tanaman 25-30 hari.
Penyiraman : penyiraman dilakukan
dengan menyiram tanah yang terlihat
kering hingga tanah terlihat basah.
Selain itu, penyiraman juga dilakukan
dengan menyemprot tanaman secara merata
ke seluruh bagian tanaman sampai bagian
tanaman paling bawah.
ix. Wilayah Wonosobo
i. Letak
Kabupaten Wonosobo berjarak 120 km dari
ibukota Jawa Tengah (Semarang), berada pada
ketinggian 250 dpl – 2.250 dpl dengan dominasi
pada ketinggian 500 dpl – 1.000 dpl sebesar 50%
(persen) dari seluruh areal, menjadikan ciri
dataran tinggi sebagai wilayah Kabupaten
Wonosobo.
ii. Iklim
Wonosobo beriklim tropis dengan dua musim
yaitu kemarau dan penghujan. Suhu udara rata-rata
24 – 30o C di siang hari, turun menjadi 20 o C pada
malam hari. Pada bulan Juli – Agustus turun
menjadi 12 – 15 o C pada malam hari dan 15 – 20 o C
di siang hari. Rata-rata hari hujan adalah 196
hari, dengan curah hujan rata-rata 3.400
mm/tahun, tertinggi di Kecamatan Garung (4.802
mm) dan terendah di Kecamatan Watumalang (1.554
mm).
iii. Jenis Tanah
Jenis tanah di Kabupaten Wonosobo
meliputi tanah andosol seluas 10.817,7 ha, tanah
regosol seluas 19.372,7 ha, tanah latosol seluas
63.043,4 ha, tanah argonosol seluas 761,1
ha, mediterian merah kuning seluas 3.054 ha dan
grumusol seluas 1.778,6 ha.
Kabupaten Wonosobo sebagai daerah yang
terletak di sekitar gunung api muda
menyebabkan tanah di Wonosobo termasuk subur. Hal
ini sangat mendukung pengembangan pertanian,
sebagai mata pencaharian utama masyarakat
Wonosobo.
iv. Analisis Permasalahana. Kentang berukuran besar
Kentang yang diperoleh Pak Diran lebih besar
dibanding kentang yang diperoleh petani lain dan
sesuai untuk kentang konsumsi. Hal ini dikarenakan Pak
Diran menggunakan jarak tanam yang lebih lebar dari
jarak tanam yang biasa digunakan oleh petani lain.
Jarak tanam ini dapat mempengaruhi ukuran kentang
karena menurut Cahyono (1996), pada jarak tanam yang
rapat akan menghasilkan umbi yang kecil-kecil sehingga
umbi berkualitas rendah. Selain itu, dengan jarak yang
rapat, persaingan tanaman dalam menggunakan air dan
unsur hara menjadi lebih besar. Sementara dengan
menggunakan jarak tanam yang lebih lebar akan
mengurangi persaingan unsur hara yang dibutuhkan
tanaman sehingga umbi menjadi lebih besar tetapi tidak
menjamin berkualitas tinggi. Namun, apabila jarak
tanam yang digunakan terlalu lebar maka akan merugikan
petani sendiri terutama terhadap efisiensi penggunaan
tanah. Penggunaan tanah menjadi tidak efisien karena
jumlah tanaman yang dapat ditanam menjadi lebih
sedikit.
Kentang berukuran besar yang diperoleh oleh Pak
Diran dapat dikarenakan perawatan yang dilakukan Pak
Diran selama masa pemeliharaan tanaman. Pemeliharaan
yang dilakukan seperti pemupukan, penyiangan,
pembumbunan, dan pemeliharaan lain seperti
menghilangkan bunga sebelum mekar dan penyiraman.
Menghilangkan bunga sebelum mekar dilakukan karena
adanya bunga dapat membuat umbi kecil-kecil hal ini
dikarenakan bunga dan umbi sama-sama membutuhkan
makanan yang banyak sehingga terjadi perebutan makanan
(Setiadi dan Nurulhuda, 1994).
Faktor lain yang dapat berpengaruh yakni keadaan
tanah yang digunakan Pak Diran untuk menanam kentang.
Daerah Wonosobo merupakan daerah yang sesuai untuk
pertumbuhan kentang karena memiliki topografi dataran
tinggi dengan rata-rata 500 dpl – 1.000 dpl dari
seluruh areal. Wonosobo memiliki suhu rata-rata 24 –
30˚C dan masih dapat mendukung pertumbuhan kentang
meski suhu yang ideal untuk kentang yakni sekitar 15-
20 ˚C. Selain itu, Wonosobo merupakan daerah dengan
intensitas curah hujan yang tinggi yakni 3.400
mm/tahun. Jenis tanah di daerah Wonosobo memiliki
jenis tanah andosol seluas 10.817,7 ha yang sesuai dan
untuk menanam kentang. Intensitas cahaya matahari
menurut Cahyono (1996), sangat dibutuhkan oleh tanaman
kentang dalam jumlah yang besar. Semakin besar
intensitas cahaya yang dapat ditangkap atau diterima
oleh tanaman kentang, maka akan mempercepat
pembentukan umbi dan waktu pembungaan. Daerah Wonosobo
sesuai untuk menanam kentang karena sudah tidak banyak
tanaman-tanaman tinggi yang dapat mengganggu proses
penangkapan sinar matahari oleh tanaman kentang
tersebut.
ii. Kulit kentang berwarna hijau
Kentang varietas Granola memiliki karekteristik
warna kulit kuning kecoklatan. Namun, pada kentang
yang diperoleh dari hasil panen Pak Diran nampak
berwarna hijau di satu sisi. Warna hijau pada
permukaan kulit kentang ini dikarenakan zat solanin
pada kentang tidak hilang atau bertambah. Zat solanin
merupakan zat hasil fotosintesis yang memiliki
kandungan racun dan berbahaya bagi yang memakannya.
Racun solanin tidak dapat hilang apabila umbi tersebut
keluar tanah dan terkena sinar matahari. Umbi kentang
yang masih mengandung racun solanin berwarna hijau
walaupun telah tua (Samadi, 2007).
Pak Diran diduga tidak melakukan pembumbunan saat
pemeliharaan tanaman kentangnya. Padahal pembumbunan
ini sangat dibutuhkan untuk tanaman kentang agar umbi
kentang tidak menyembul ke atas tanah dan terkena
sinar matahari yang kemudian dapat menimbulkan
kandungan solanin pada kentang.
iii. Penyediaan bibit
Dengan ukuran kentang yang diperoleh Pak Diran,
tentunya penyediaan bibit untuk penanaman selanjutnya
akan sedikit terhambat karena banyak sekali jumlah
kentang yang diperlukan dengan berat yang secara
ekonomis bernilai tinggi. Selain itu, apabila bibit
yang digunakan berukuran besar dan kemudian umbinya
dibelah, jumlah umbi yang diperoleh justru turun 2,7 %
(Setiadi dan Nurulhuda, 1994).
iv. Penyelesaian Masalaha. Kulit kentang berwarna hijau
Warna hijau yang terdapat pada kulit kentang
dikarenakan umbi kentang terkena sinar matahari
langsung sehingga umbi kentang melakukan proses
fotosintesis yang menghasilkan zat beracun solanin.
Oleh karenanya, agar kulit umbi kentang tidak berwarna
hijau maka dilakukan pemeliharaan dengan cara
pembumbunan. Pembumbunan ini dilakukan dengan
mempertinggi permukaan tanah di sekitar tanaman agar
lebih tinggi dari tanah di sekelilingnya sehingga umbi
kentang tidak akan menyembul ke permukaan tanah.
Selain itu, dengan pembumbunan juga dapat menaikkan
produksi tanaman dan kualitas umbi.
ii. Penyediaan bibit
Umbi kentang yang diperoleh dari hasil panen Pak
Diran besar-besar sehingga pembibitan untuk penanaman
berikutnya mengalami permasalahan. Sebenarnya
pembibitan untuk umbi yang besar dapat dijadikan bibit
dengan cara membelah menjadi 2 bagian, 3 bagian atau 4
bagian. Namun, dengan cara seperti ini jumlah umbi
yang diperoleh menurun sebesar 2,7 %. Oleh karenanya
Pak Diran dapat menggunakan stek batang dan tunas daun
sebagai persediaan bibit untuk penanaman selanjutnya.
i. Stek batang
Tanaman induk yang akan dijadikan bibit
ditanam pada media pot dengan perbandingan
media berupa pupuk kandang, kompos, dan pasir
dengan perbandinag 1 : 1 : 1, sebelumnya media
tersebut harus disterilkan terlebih dahulu agar
terbebas dari hama dan penyakit. Selanjutnya
lakukan pemupukan NPK selama pemeliharaan
tanaman induk, penyiraman setiap hari dan
penyemprotan pestisida seminggu dua kali.
Setelah tanaman mencapai ketinggian sekitar 25-
30 cm dan sudah memiliki 5-6 helai daun
tunggal, maka stek batang dapat dilakukan. Stek
diambil dengan 2-3 daun dengan cara
memotongnya. Selanjutnya stek ditanam pada
media lain dengan jarak tanam 5x10cm, dalam
penanaman buku atau ruas terbawah harus berada
diatas permukaan media. Selama pertumbuhan akar
, media harus dijaga kelembabannya. Setelah
berumur 2 minggu bibit sudah dapat dipindahkan
kelahan. Dalam penanaman dilahan perlu
diperhatikan kedalaman tanamanya, yaitu
beberapa buku atau ruas terbawa stek harus
terpendam didalam tanah. Sebab umbi yang
terbentuk berasal dari pertumbuhan tunas
lateral yang tertutup tanah.
ii. Stek tunas daun
Setelah tanaman berumur 4-6 minggu, stek
dapat diambil. Stek hanya terdiri dari satu
buku/ruas dan satu daun. Stek yang baik adalah
diambil dari bagian tengah sampai ujung. Dengan
demikian stek tunas daun adalah berupa potongan
batang, setiap potongan batang terdiri dari
tunas ketiak dan daun. Selanjutnya stek ditanam
pada media tanam dengan dengan jarak tanam 5x5
cm . Setelah berumur 4-6 minggu sudah terbentuk
umbi berukuran kecil dan siap untuk ditanam
setelah melewati masa dormansi selama 2 minggu.
iii. Daftar Pustaka
Pemkab Wonosobo. 2013. Geografis.
http://www.wonosobokab.go.id/index.php/profil/geografi
s diakses pada tanggal 17 September 2013
Anonim.2013. Potato.
http://www.potato2008.org/en/potato/index.html
Samadi, Budi. 2007. Kentang dan Analisis Usaha Tani.
Yogyakarta. Kanisius
Cahyono, Bambang. 1996. Budidaya Intensif Tanaman
Kentang. Solo. CV Aneka
Sunaryono, Hendro. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya
Kentang. Jakarta. AgroMedia Pustaka
Martodireso, Sudadi dan Widada Agus Suryanto. 2001.
Terobosan Teknologi Pemupukan dalam Era Pertanian
Organik, Budi Daya Tanaman Pangan, Hortikultura dan
Perkebunan. Yogyakarta. Kanisius
Rukmana, R. 2002. Usaha Tani Kentang Sistem Mulsa
Plastik. Yogyakarta. Kanisius
Setiadi dan Surya Fitri Nurulhuda. 1994. Kentang:
Varietas dan Pembudidayaan. Jakarta. Penebar Swadaya
Harlastuti, 1980. Pemupukan Gandasil D Lewat Daun
Dibandingkan Dengan Pemupukan NPK Berat Tanah Pada
Tanaman Kentang. Fakultas Pertanian UGM.