MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

51
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk individual, berbeda satu sama lain, karena sifatnya yang individual maka manusia yang satu membutuhkan manusia yang lainnya sehingga sebagai konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk beriteraksi dengan sesamanya, selain itu manusia memiliki potensi, latar belakang historis, serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Dari adanya perbedaan, manusia dapat silih asah (saling mencerdaskan), saling membutuhkan maka harus ada interaksi yang silih asih (saling menyayangi atau saling mencintai). Perbedaan antarmanusia yang tidak terkelola secara baik dapat menimbulkan ketersinggungan dan kesalahpahaman antarsesamanya. Agar manusia terhindar dari ketersinggungan dan kesalahpahaman maka diperlukan interaksi yang silih asuh (saling tenggang rasa). Dalam dunia pendidikan, khususnya pada jenjang pendidikan formal banyak dijumpai perbedaan-perbedaan mulai dari perbedaan gender, suku, agama, dan lain-lain. Dari karakter yang heterogen tersebut, timbul suatu pertanyaan bagaimana guru dapat memotivasi seluruh siswa mereka untuk belajar dan membantu saling belajar satu sama lain? Bagaimana guru dapat menyusun kegiatan kelas sedemikian rupa sehingga siswa akan berdiskusi, berdebat, dan menggeluti ide-ide, konsep-konsep, dan keterampilan sehingga siswa benar-benar memahami ide, konsep dan keterampilan tersebut? Bagaimana guru 1

Transcript of MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk individual, berbeda satu sama lain,

karena sifatnya yang individual maka manusia yang satu

membutuhkan manusia yang lainnya sehingga sebagai konsekuensi

logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk

beriteraksi dengan sesamanya, selain itu manusia memiliki

potensi, latar belakang historis, serta harapan masa depan yang

berbeda-beda. Dari adanya perbedaan, manusia dapat silih asah

(saling mencerdaskan), saling membutuhkan maka harus ada

interaksi yang silih asih (saling menyayangi atau saling

mencintai). Perbedaan antarmanusia yang tidak terkelola secara

baik dapat menimbulkan ketersinggungan dan kesalahpahaman

antarsesamanya. Agar manusia terhindar dari ketersinggungan dan

kesalahpahaman maka diperlukan interaksi yang silih asuh

(saling tenggang rasa). Dalam dunia pendidikan, khususnya pada

jenjang pendidikan formal banyak dijumpai perbedaan-perbedaan

mulai dari perbedaan gender, suku, agama, dan lain-lain. Dari

karakter yang heterogen tersebut, timbul suatu pertanyaan

bagaimana guru dapat memotivasi seluruh siswa mereka untuk

belajar dan membantu saling belajar satu sama lain? Bagaimana

guru dapat menyusun kegiatan kelas sedemikian rupa sehingga

siswa akan berdiskusi, berdebat, dan menggeluti ide-ide,

konsep-konsep, dan keterampilan sehingga siswa benar-benar

memahami ide, konsep dan keterampilan tersebut? Bagaimana guru

1

dapat memanfaatkan energi sosial seluruh rentang usia siswa

yang begitu besar di dalam kelas untuk kegiatan-kegiatan

pembelajaran roduktif? Bagaimana guru dapat mengorganisasikan

kelas sehingga siswa saling menjaga satu sama lain, saling

mengambil tanggung jawab satu sama lain, dan belajar untuk

menghargai satu sama lain terlepas dari suku, tingkat kinerja,

atau ketidakmampuan karena cacat?

Model pembelajaran kooperatif nampaknya merupakan jawaban

atas pertanyaan tersebut. Pembelajaran kooperatif adalah kerja

kelompok yang terkelola dan terorganisasikan sedemikian

sehingga peserta didik bekerja sama dalam kelompok kecil untuk

mencapai tujuan-tujuan akademik, effektif dan sosial (Johnson

dan Johnson,1989). Dalam model pembelajaran kooperatif terdapat

lima prinsip yang harus tercermin didalamnya.. lima prinsip

tersebut adalah : 1) saling ketergantungan positif; 2) tanggung

jawab perseorangan; 3) tatap muka; 4) komunikasi antar anggota;

dan 5)evaluasi proses kelompok (Lie, 2000). Dalam menyelesaikan

tugasnya, peserta didik yang satu membutuhkak peserta didik

yang lain, karena mereka bekerja dalam satu team. Masing-masing

peserta didik memiliki tanggung jawab untuk memberikan

kontribusi pada kelompoknya. Peserta didik yang paham terhadap

salah satu tugas harus membantu peserta didik lain yang belum

memahami tugas tersebut. Demikian pula peserta didik yang belum

paham harus meminta penjelasan kepada yang telah paham. Mereka

juga harus berinteraksi satu sama lainnya melalui tatap muka

dan komunikasi. Evaluasi dilakukan baik secara individual

2

maupun kelompok. Prinsip-prinsip pembelajaran demikian akan

mengeliminasi kompetisi yang menimbulkan krisis kepribadian

seperti frustasi, kecemasan yang berlebihan, dan rasa rendah

diri yang berujubg pada motivasi belajar yang rendah. Dari

uraian diatas, nampak bahwa model pembelajaran koopertif dapat

menjadi solusi alternatif dalam mengurangi dampak krisis

kepribadian sebagaiman yang dikemukakan oleh Erikson.

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian pembelajaran kooperatif

2. Teori-teori apa sajakah yang mendukung model pembelajaran

kooperatif.

3. Langkah – langkah pembelajaran kooperatif

4. Kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif

5. Model- model pembelajaran kooperatif

C. Tujuan

1. Mengetahui Pengertian pembelajaran kooperatif

2. Mengetahui teori yang mendukung model pembelajaran

kooperatif.

3. Mengetahui Langkah – langkah pembelajaran kooperatif

4. Mengetahui Kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif

5. Mengetahui Model- model pembelajaran kooperatif

3

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pengertian

Posamentier secara sederhana menyebutkan cooperative

learning atau belajar secara kooperatif adalah penempatan

beberapa siswa dalam kelompok kecil dan memberikan mereka

sebuah atau beberapa tugas.

Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran

yang didalamnya mengkondisikan para siswa bekerja bersama-sama

didalam kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu sama lain

dalam belajar. Pembelajaran kooperatif didasarkan pada gagasan

atau pemikiran bahwa siswa bekerja bersama-sama dalam belajar,

dan bertanggung jawab terhadap aktivitas belajar kelompok

mereka seperti terhadap diri mereka sendiri. Pembelajaran

kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang

menganut paham konstruktivisme.

Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan

belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok

tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah

dirumuskan.

Slavin dalam Isjoni (2009: 15) pembelajaran kooperatif

adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan

bekerja dalam kelompokkelompok kecil secara kolaboratif yang

anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen.

4

Sedangkan menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009: 15)

mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu

cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus

dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja

sama selama proses pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang

berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja

sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan

belajar (Sugiyanto, 2010: 37).

Agus Suprijono (2009: 54) mengemukakan bahwa pembelajaran

kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis

kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh

guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran

kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru

menetapkan tugas dan pertanyaanpertanyaan serta menyediakan

bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu siswa

menyelesaikan masalah yang dimaksudkan. Guru biasanya

menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.

Menurut Slavin menyatakan bahwa pendekatan konstruktivis

dalam pengajaran secara khusus membuat belajar kooperatif

ekstensif, secara teori siswa akan lebih mudah menemukan dan

memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling

mendiskusikannya dengan temannya.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan

bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dengan

membentuk kelompok-kelompok yang didasari dengan kerja sama

5

dan setiap anggota kelompok harus bertanggung jawab atas

pembelajarannya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang

mengutamakan kerjasama antar siswa untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Menggunakan pembelajaran kooperatif merubah

peran guru dari peran yang berpusat pada Model Pembelajaran

Kooperatif 3 gurunya ke pengelolaan siswa dalam kelompok-

kelompok kecil. Menurut teori konstruktivis, tugas guru

(pendidik) adalah memfasilitasi agar proses pembentukan

(konstruksi) pengetahuan pada diri sendiri tiap-tiap siswa

terjadi secara optimal.

B. Teori-Teori Pendukung Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif memiliki basis pada teori

psikologi kognitif dan teori pembelajaran sosial (Arends,

1997). Fokus pembelajaran kooperatif tidak saja tertumpu pada

apa yang dilakukan peserta didik tetapi juga pada apa yang

dipikirkan peserta didik selama aktivitas belajar berlangsung.

Informasi yang ada pada kurikulum tidak ditransfer begitu saja

oleh guru kepada peserta didik, tetapi peserta didik

difasilitasi dan dimotivasi untuk berinteraksi dengan peserta

didik lain dalam kelompok, dengan guru dan dengan bahan ajar

secara optimal agar ia mampu mengkonstruksi pengetahuannya

sendiri. Dari uraian di atas nampak bahwa guru bukanlah

sebagai pusat pembelajaran, sumber utama pembelajaran, serta

pentransfer pengetahuan sebagaimana terjadi pada pembelajaran

6

konvensional. Pusat pembelajaran telah bergeser dari guru ke

peserta didik. Dalam model pembelajaran kooperatif, guru

berperan sebagai fasilitator, penyedia sumber belajar bagi

peserta didik, pembimbing peserta didik dalam belajar 4

kelompok, pemberi motivasi peserta didik dalam memecahkan

masalah, dan sebagai pelatih peserta didik agar memiliki

ketrampilan kooperatif.

Teori yang menjadi pendukung model pembelajaran kooperatif ini

adalah:

a) Teori Psikologi Kognitif-Konstruktivistik (Piaget dan

Vygotsky)

b) Teori Psikologi Sosial (Dewey, Thelan, Allport, dan Lewin).

1. Teori Psikologi Kognitif -Konstruktivistik

Jean Piaget dan Lev Vygotsky merupakan dua ahli psikologi

kognitif yang besar sumbangannya dalam mendukung

pengembangan pembelajaran kooperatif

(http://.users.muohio.edu/shermanlw/wolf_chapter-draft3-

25.html).

Sumbangan pemikiran dan penelitian dari kedua ahli tersebut

serta kaitannya dengan model pembelajaran kooperatif

dijelaskan dalam uraian berikut.

a. Teori Piaget

Piaget (dalam Slavin, 2000) memandang bahwa setiap anak

memiliki rasa ingin tahu bawaan yang mendorongnya untuk

berinteraksi dengan lingkungannya. Baik lingkungan fisik

maupun sosialnya. Piaget meyakini bahwa pengalaman

7

secara fisik dan pemanipulasian lingkungan akan

mengembangkan kemampuannya. Ia juga mempercayai bahwa

interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya dalam

mengemukakan ide dan berdiskusi akan membantunya

memperjelas hasil pemikirannya dan menjadikan hasil

pemikirannya lebih logis.(Slavin, 2000). Melalui

pertukaran ide dengan teman lain, seorang anak yang

sebelumnya memiliki pemikiran subyektif terhadap sesuatu

yang diamati akan merubah pemikirannya menjadi obyektif

Aktivitas berpikir anak seperti itu terorganisasi dalam

suatu struktur kognitif (mental) yang disebut dengan

"scheme" atau pola berpikir (patterns of behavior or thinking).

Berkaitan dengan pandangan Piaget dalam hal

pembelajaran, Duckworth (Slavin, 1995) mengemukakan

bahwa pedagogi yang balk harus melibatkan anak pada

situasi di mana anak mandiri melakukan percobaan, dalarn

arti anak mencoba segala sesuatu untuk melihat apa yang

terjadi, memanipulasi tandatanda, memanipulasi simbol,

mengajukan pertanyaan dan menemukan sendiri

jawabannya, mencocokkan apa yang la temukan dan

membandingkan temuannya dengan anak lain.

b. Teori Vygotsky

Lev Semionovich Vygotsky, seorang ahli psikologi Rusia

memiliki kesamaan dengan Piaget (ahli psikologi dan

biologi dari Switzerland) dalam memandang perkembangan

kognitif anak Vygotsky memandang bahwa akuisisi "system

8

isyarat" (sign system) terjadi dalam sekuen tahapan yang

invarian untuk setiap anak sebagaimana disampaikan oleh

Piaget. Namun, Vygotsky berbeda dalam memandang "pemicu"

perkembangan kognitif anak. Ia meyakini bahwa

perkembangan kognitif anak terkait sangat kuat dengan

masukan dari orang lain. Vygotsky mendasarkan karyanya

pada dua ide utama. Pertama, perkembangan intelektual

dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks

pengalaman historis dan budaya anak. Kedua, perkembangan

bergantung pada sistem-sistem isyarat (sign system) di

mana ia tumbuh. Sistem isyarat mengacu kepada simbol-

simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang

bertikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah. Teori

Vygotsky di atas mempunyai dua implikasi utama dalam

pembelajaran, yaitu, perlunya pengelola pembelajaran

secara kooperatif dengan pengelompokkan peserta didik

secara heterogen dari sisi kemampuan 5 akademik, dan

kedua, pendekatan pembelajaran yang menekankan

pentingnya scaffolding, dengan menekankan pentingnya

tanggung jawab peserta didik pada tugas belajarnya.

(Slavin, 2000). Vygotsky menekankan pentingnya peranan

lingkungan kebudayaan dan interaksi sosial dalam

perkembangan sifat-sifat dan tipe-tipe manusia. Menurut

Vygotsky (Slavin, 2000), peserta didik belajar melalui

interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang

lebih mampu. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya

9

ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual peserta

didik. Pada setting kooperatif, peserta didik dihadapkan

pada proses berpikir teman sebaya mereka. Tutorial oleh

teman yang lebih kompeten akan sangat efektif dalam

mendorong petrtumbuhan daerah perkembangan proximal

(Zone of Proximal Development) anak.

Vygotsky yakin bahwa tujuan belajar akan tercapai jika

anak belajar menyelesaikan tugas-tugas yang belum

dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut masih berada

dalam daerah perkembangan terdekat mereka. Daerah

perkembangan terdekat adalah tingkat perkembangan

sedikit di atas tingkat perkembangan orang saat ini. Zone

of Proximal Development (ZPD) adalah jarak antara tingkat

perkembangan aktual, yang ditentukan melalui

penyelesaian masalah secara mandiri dan tingkat

perkembangan potensial anak, yang ditentukan melalui

pemecahan masalah dengan bimbingan (scaffolding) orang

dewasa atau teman sebaya. Menurut Vygotsky, pada saat

peserta didik bekerja didalam daerah perkembangan

terdekat mereka, tugas-tugas yang tidak dapat mereka

selesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan dengan

bimbingan (scaffolding) orang dewasa atau teman sebaya.

2. Teori Psikologi Sosial

a. Teori John Dewey dan Herbert Thelan

Menurut Dewey (Arends, 1997), kelas seharusnya merupakan

cermin dari masyarakat luas dan berfungsi sebagai

10

laboratorium belajar dalam kehidupan nyata. Dewey

menegaskan bahwa guru perlu menciptakan sistem sosial

yang bercirikan demokrasi dan proses ilmiah dalam

lingkungan belajar peserta didik dalarn kelas. Tanggung

jawab utama guru adalah memotivasi peserta didik untuk

belajar secara kooperatif dan memikirkan masalah-masalah

sosial yang penting setiap hari. Bersamaan dalam

aktivitasnya rnemecahkan masalah di kelompoknya, peserta

didik belajar prinsip-prinsip demokrasi melalui

interaksi dengan peserta didik lain.

Beberapa tahun setelah Dewey, Thelan (dalam Arends,

1997) berpendapat bahwa kelas haruslah merupakan

laboratorium atau miniatur demokrasi yang bertujuan

mengkaji masalah-masalah sosial dan masalah antar

pribadi. Thelan tertarik dengan dinamika kelompok dan

rnengernbangkan bentuk yang lebih rinci dan terstruktur

dari penyelidikan kelompok, dan mempersiapkan dasar

konseptualuntuk pengembangan pembelajaran kooperatif

(Arends, 1997).

b. Teori Gordon Allport

Aliport (Arends, 1997) berpandangan bahwa hukum saja

tidaklah cukup untuk mengurangi kecurigaan dan

meningkatkan penerimaan secara baik antar kelompok.

Pandangan Allport dikenal dengan "The Nature of Prejudice".

Untuk mengurangi kecurigaan dan meningkatkan penerimaan

satu sama lain adalah dengan jalan mengumpulkan mereka

11

(antar suku atau ras) dalam satu lokasi, kontak langsung

dan bekerjasama antar mereka. Shlomo Sharan dan

koleganya menyimpulkan adanya tiga kondisi dasar untuk

memformulasikan pandangan Allport untuk mengurangi

kecurigaan antar kelompok dan meningkatkan penerimaan

antar mereka. Tiga kondisi tersebut adalah: 1) kontak

langsung antar suku atau ras; 2) dalam seting tertentu,

mereka bekerjasama dan berperan aktif dalam kelompok; 3)

dalam seting tersebut, mereka secara resmi menyetujui

adanya kerjasama (Arends, 1997).

c. Teori Kurt Lewin

Kurt Lewin yang lahir pada tahun 1890 di Polandia ini

dapat dipandang sebagai Bapak Psikologi Sosial.

(http://.users.muohio. edu/shermanlw/wolf_ chapter-

draft3-25.html). Lewin sangat tertarik pada masalah-

masalah pergerakan yang dinamis dalam kelompok (group

dynamics movement), terutama tentang resolusi konflik

sosial yang terjadi di antara para peserta didik. Dalam

suatu kelompok, ada duakernungkinan yang dapat terjadi,

yaitu: mendorong penerimaan sosial (promotesocial

acceptance) atau meningkatkan jarak/ketegangan sosial

(increase social distance). Pandangan-pandangan Lewin tentang

dinamika kelompok ini kemudian dikembangkan oleh para

peserta didikpeserta didiknya. D. Johnson, E. Aronson,

R. Schmuck dan L. Sherman adalah generasi ke-tiga dari

Lewin (peserta didik dari peserta didik Lewin) yang

12

turut mengembangkan pandangan-pandangan Lewin tersebut

di atas.

Para penerus Lewin mencari cara bagaimana memfasilitasi

integrasi dan memajukan hubungan antar manusia,

mendorong demokrasi dan mengurangi timbulnya konflik.

Dari sini muncul berbagai strategi pembelajaran

kooperatif. Para penerus Lewin (terutama generasi kedua

dan ketiga Lewin) mengembangkan berbagai teknik

pembelajaran kooperatif yang menggabungkan pandangan

teoripsikologi sosial dari Lewin dan psikologi kognitif.

Deutsch (dalam Slavin, 1995)mengembangkan prinsip

"ketergantungan" (interdpendence), yang kemudian ia bagi

menjadi ketergantungan positip dan negatif. Johnson &

Johnson mengembangkan "creative conflict" dan Slavin

dengan "group contingencies".

Banyak hasil penelitian Lewin yang mengetengahkan

pentingnya partisipasi aktif dalam kelompok untuk

mempelajari ketrampilan baru, mengembangkan sikap baru,

dan memperoleh pengetahuan. Hasil penelitiannya juga

menunjukkan betapa produktifnya kelompok bila anggota-

anggotanya berinteraksi dan kemudian saling

merefleksikan pengalaman-pengalamannya. (Johnson &

Johnson, 2000).

C. Langkah- langkah Pembelajaran Kooperatif

13

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang

mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri:

untuk memuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam

kelompok secara bekerja sama

kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi,

sedang dan rendah

jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang heterogen ras,

suku, budaya, dan jenis kelamin, maka diupayakan agar tiap

kelompok terdapat keheterogenan tersebut.

penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada

perorangan.

Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Hasil belajar akademik , yaitu untuk meningkatkan kinerja

siswa dalm tugas-tugas akademik. Pembelajaran model ini

dianggap unggul dalam membantu siswa dalam memahami

konsep-konsep yang sulit.

Penerimaan terhadap keragaman, yaitu agar siswa menerima

teman-temannya yang mempunyai berbagai macam latar

belakang.

Pengembangan keterampilan social, yaitu untuk mengembangkan

keterampilan social siswa diantaranya: berbagi tugas,

aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing

teman untuk bertanya, mau mengungkapkan ide, dan bekerja

dalam kelompok.

14

Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif :

Fas

e

Indikator Aktivitas Guru

1 Menyampaikan tujuan

dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan

pelajaran yang ingin dicapai pada

pelajaran tersebut dan memotivasi

siswa2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada

siswa dengan jalan demonstrasi atau

lewat bahan bacaan3 Mengorganisasikan

siswa ke dalam

kelompok-kelompok

belajar

Guru menjelaskan kepada siswa

bagaimana caranya membentuk

kelompok belajar dan membantu

setiap kelompok agar melakukan

transisi efisien4 Membimbing kelompok

bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok

belajar pada saat mengerjakan tugas5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar

tentang materi yang telah

15

dipelajari atau masing-masing

kelompok mempresentasikan hasil

kerjanya6 Memberikan

penghargaan

Guru mencari cara untuk menghargai

upaya atau hasil belajar siswa baik

individu maupun kelompok.

D. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif1. Kelebihan Pembelajaran KooperatifKelebihan model pembelajaran kooperatif terdiri atas:Dapat mengurangi rasa kantuk dibanding belajar sendiriJika

belajar sendiri sering kali rasa bosan timbul dan rasa

kantuk pun datang. Apalagi jika mempelajari pelajaran yang

kurang menarik perhatian atau pelajaran yang sulit.Dengan

belajar bersama, orang punya teman yang memaksa aktif dalam

belajar.Demikian pula ada kesempatan bersenda gurau

sesedikit mungkin untuk mengalihkan kebosanan.

Dapat merangsang motivasi belajar

Melalui kerja kelompok, akan dapat menumbuhkan perasaan ada

saingan. Jika udah menghabiskan waktu dan tenaga yang sama

dan ternyata ada teman yang mendapat nilai lebih baik, akan

timbul minat mengejarnya. Jika sudah berada di atas, tentu

ingin mempertahankan agar tidak akan dikalahkan teman-

temannya.

Ada tempat bertanya

16

Kerja secara kelompok, maka ada tempat untuk bertanya dan

ada orang lain yang dapat mengoreksi kesalahan anggota

kelompok. Belajar sendiri sering terbentur pada masalah

sulit terutama jika mempelajari sejarah.Dalam belajar

berkelompok, seringkali dapat memecahkan soal yang

sebelumnya tidak bisa diselesaikan sendiri.Ide teman dapat

dicoba dalam menyelesaikan soal latihan. Jika ada lima orang

dalam kelompok itu, tentu ada lima kepala yang mempunyai

tingkat pengetahuan dan kreativitas yang berbeda. Pada saat

membahas suatu masalah bersama akan ada ide yang saling

melengkapi.

Kesempatan melakukan resitasi oral

Kerja kekompok, sering anggota kelompok harus berdiskusi dan

menjelaskan suatu teori kepada teman belajar.Inilah saat

yang baik untuk resitasi.Akan dijelaskan suatu teori dengan

bahasa sendiri. Belajar mengekspresikan apa yang diketahui,

apa yang ada dalam pikiran ke dalam bentuk kata-kata yang

diucapkan.

Melalui kerja kelompok akan dapat membantu timbulnya

asosiasi dengan peristiwa lain yang mudah diingat.

Misalnya, jika ketidaksepakatan terjadi di antara kelompok,

maka perdebatan sengit tak terhindarkan. Setelah perdebatan

ini, biasanya akan mudah mengingat apa yang dibicarakan

dibandingkan masalah lain yang lewat begitu saja. Karena

dari peristiwa ini, ada telinga yang mendengar, mulut yang

berbicara, emosi yang turut campur dan tangan yang

17

menulis.Semuanya sama-sama mengingat di kepala.Jika membaca

sendirian, hanya rekaman dari mata yang sampai ke otak,

tentu ini dapat kurang kuat.

2. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada dua

faktor, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar

(ekstern). Faktor dari dalam yaitu sebagai berikut.

a. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang,

disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan

waktu;

b. Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka

dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup

memadai;

c. Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada

kecenderungan topic permasalahan yang sedang dibahas meluas

sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah

ditentukan, dan

d. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang,

hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

Slavin (Miftahul, 2011: 68) mengidentifikasi tiga kendala

utama atau apa yang disebutnya pitfalls (lubang-lubang

perangkap) terkait dalam pembelajaran kooperatif sebagai

berikut.

a. Free Rider

18

Jika tidak dirancang dengan baik, pembelajaran kooperatif

justru berdampak pada munculnya free rider atau “pengendara

bebas”. Yang dimaksud free rider disini adalah beberapa siswa

yang tidak bertanggungjawab secara personal pada tugas

kelompoknya mereka hanya “mengekor” saja apa yang

dilakukan oleh teman-teman satu kelompoknya yang lain.

Free rider ini sering kali muncul ketika kelompok-kelompok

kooperatif ditugaskan untuk menangani atu lembar kerja,

satu proyek, atau satu laporan tertentu. Untuk tugas-tugas

seperti ini, sering kali ada satu atau beberapa anggota

yang mengerjakan hampir semua pekerjaan kelompoknya,

sementara sebagian anggota yang lain justru “bebas

berkendara”, berkeliaran kemana-mana.

b. Diffusion of responsibility

Yang dimaksud dengan diffusion of responsibility

(penyebarantanggung jawab) ini adalah suatu kondisi di

mana beberapa anggota yangdianggap tidak mampu cenderung

diabaikan oleh anggota-anggota lain yang“lebih mampu”.

Misalnya, jika siswa ditugaskan untuk mengerjakan

tugasIPA, beberapa anggota yang dipersepsikan tidak mampu

menghafal ataumemahami materi tersebut dengan baik sering

kali tidak dihiraukan olehteman-temannya yang lain. Siswa

yang memiliki skill IPA yang baik punterkadang malas

mengajarkan keterampilannya pada teman-temannya yangkurang

mahir di bidang IPA. Hal ini hanya membuang-buang waktu

danenergi saja.

19

c. Learning a Part of Task Specialization

Beberapa model pembelajaran tertentu, seperti Jigsaw,

GroupInvestigation, dan metode-metode lain yang terkait,

setiap kelompokditugaskan untuk mempelajari atau

mengerjakan bagian materi yang berbedaantarsatu sama lain.

Pembagian semacam ini sering kali membuat siswahanya fokus

pada bagian materi lain yanng dikerjakan oleh kelompok

lainhampir tidak dihiraukan sama sekali, padahal semua

materi tersebut salingberkaitan satu sama lain.

Slavin (Miftahul,2011: 69) mengemukakan bahwa ketiga kendala

inibisa diatasi jika guru mampu melakukan beberapa faktor

sebagai berikut:

i. Mengenakan sedikit banyak karakteristik dan level

kemampuan siswanya.

ii. Selalu menyediakan waktu khusus untuk mengetahui kemajuan

setiapsiswanya dengan mengevaluasi mereka secara

individual setelah bekerjakelompok, dan yang paling

penting

iii. Mengintegrasikan metode yang satudengan metode yang lain.

E. Model-model Pembelajaran Kooperatif1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team

Achievement Division), tipe ini dikembangkan pertama kali

oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John20

Hopkins dan merupakan model pembelajarankooperatif paling

sederhana (Ibrahim dkk, 2000 : 6). Masing-masing kelompok

memiliki kemampuan akademik yang heterogen (Depelovment MA

Project, 2002 : 31), sehingga dalam satu kelompok akan

terdapat satu siswa berkemampuan tinggi, dua orang

kemampuan sedang dan satu siswa lagi berkemampuan rendah.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah pembelajaran

yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang

saling asuh antar siswa untuk menghindari ketersinggungan

dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan.

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi 4 atau 5

anggota kelompok. Tiap anggota mempunyai anggota yang

heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnis, maupun

kemampuan.

Guru menyampaikan materi pelajaran.

Guru memberikan tugas kepada kelompok dengan

menggunakan lembar kerja akademik, dan kemudian saling

membantu untuk menguasai materi pelajaran yang telah

diberikan melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama

anggota kelompok.

Guru memberikan pertanyaan atau kuis kepada seluruh

siswa. Pada saat menjawab pertanyaan atau kuis dari

guru siswa tidak saling membantu.

21

Setiap akhir pembelajaran guru memberikan evaluasi

untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap bahan

akademik yang telah dipelajari.

Tiap siswa dan tiap kelompok diberi skor atas

penguasaannya terhadap materi pelajaran, dan kepada

siswa secara indivual atau kelompok yang meraih

prestasi tinggi memperoleh skor sempurna diberi

penghargaan.

Kesimpulan.

Kelebihan dalam pembelajarankooperatif tipe STAD adalah:

Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk

bekerjasama dengan siswa lain

Siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan

Dalam proses belajar mengajar siswa saling

ketergantungan positif  

Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain

(Ibrahim, dkk. 2000 : 72).

Sedangkan kekurangan pembelajaran kooperatif tipe STAD

adalah:

Membutuhkan waktu yang lama

Siswa cenderung tidak mau apabila disatukan dengan

temannya yang kurang pandai apabila ia sendiri yang

pandai dan yang kurang pandaipun merasa minder apabila

digabungkan dengan temannya yang pandai walaupun lama

22

kelamaan perasaan itu akan hilang dengan sendirinya

(Ibrahim, 2000 : 72).

Tes , Siswa diberikan kuis dan tes secara perorangan.

Pada tahap ini setiap siswa harus memperhatikan

kemampuannya dan menunjukkan apa yang diperoleh pada

kegiatan kelompok dengan cara menjawab soal kuis atau

tes sesuai dengan kemampuannya. Pada saat mengerjakan

kuias atau tes ini, setiap siswa bekerja sendiri

bekerja sama dengan anggota kelompoknya.

Penentuan Skor,  Hasil kuis atau tes diperiksa oleh

guru, setiap skor yang diperoleh siswa masukkan dalam

daftar skor individual, untuk melihat peningkatan

kemampuan individual. Rata-rata skor peningkatan

individual merupakan sumbangan bagi kinerja percapaian

hasil kelompok. 

Penghargaan terhadap kelompok, Berdasarkan skor

peningkatan individu diperoleh skor kelompok. Dengan

demikian, skor kelompok sangat tergantung dari 

sumbangan skor individu.

2. Pembelajaran Kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization)a. Pengertian

Menurut Slavin (2005) tipe ini mengkombinasikan

keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran

individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan

belajarsiswa secara individual. Oleh karena itu kegiatan

23

pembelajarannya lebihbanyak digunakan untuk pemecahan

masalah, ciri khas pada model pembelajaran TAI ini adalah

setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran

yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar

individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan

dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua

anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan

jawaban sebagai tanggung jawab bersama.

Model pembelajaran TAI dimana siswa dikelompokkan ke

dalam kelompok kecil (5 siswa) secara heterogen yang

dipimpin oleh seorang ketua kelompok yang mempunyai lebih

dibandingkan anggotanya. Selain itu guru mempunyai

fleksibilitas untuk berpindah dari kelompok ke kelompok

atau dari individu ke individu, kemudian para siswa dapat

saling memeriksa hasil kerja mereka, mengidentifikasi

masalah-masalah yang muncul dalam kelompok dapat ditangani

sendiri maupun dengan bantuan guru apabila diperlukan.

Miftahul (2011) mengemukakan bahwa dalam model

pembelajaranTAI, siswa dikelompokkan berdasarkan

kemampuannya yang beragam.Masing-masing kelompok terdiri

dari 5 siswa dan ditugaskan untukmenyelesaikan materi

pembelajaran atau PR. Dalam model pembelajaranTAI, setiap

kelompok diberikan serangkaian tugas tertentu untuk

dikerjakanbersama-sama. Poin-poin dalam tugas dibagikan

secara berurutan kepadasetiap anggota (misalnya, untuk

materi IPA yang terdiri dari 8 soal, berartiempat anggota

24

dalam setiap kelompok harus saling bergantian

menjawabsoal-soal tersebut). Semua anggota harus saling

mengecek jawaban temantemansatu kelompoknya dan saling

memberi bantuan jika memangdibutuhkan. Setiap kelompok

harus memastikan bahwa semua anggotanyapaham dengan materi

yang telah didiskusikan.

Masing-masing anggota diberi tes individu tanpa bantuan

dari anggotayang lain. Selama menjalani tes individu ini,

guru harus memperhatikansetiap siswa. Skor tidak hanya

dinilai oleh sejauh mana siswa mampumenjalani tes itu,

tetapi juga sejauh mana mereka mampu bekerja secaramandiri

(tidak mencontek).

Penghargaan (reward) diberikan kepada kelompok yang

mampumenjawab soal-soal dengan benar lebih banyak dan

mampu menyelesaikanPR dengan baik. Guru memberikan poin

tambahan (extra point) kepada siswayang mampu memperoleh

nilai rata-rata yang melebihi KKM pada ujian final.Karena

dalam model pembelajaran TAI siswa harus saling

mengecekpekerjaannya satu sama lain dan mengerjakan tugas

berdasarkan rangkaiansoal tertentu, guru sambil lalu bisa

memberi penjelasan seputar soal-soal yangkebanyakan

dianggap rumit oleh siswa. Pada model pembelajaran TAI

ini,akuntabilitas individu, kesempatan yang sama untuk

sukses, dan dinamikamotivasional menjadi unsur-unsur utama

yang harus ditekankan oleh guru.

b. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif tipe TAI (TeamAssisted Individualization)

25

1. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajarimateri pembelajaran secara individual yang sudahdipersiapkan oleh guru;

2. Guru memberikan kuis (pretest) secara individual kepadasiswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal;

3. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompokterdiri dari 4–5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tinggi,sedang dan rendah)Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya,suku yang berbeda serta kesetaraan jender;

4. Hasil belajar siswa secara individual didiskusikandalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggotakelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok;

5. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman,mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materipembelajaran yang telah dipelajari;

6. Guru memberikan kuis (posttest) kepada siswa secaraindividual

7. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkanperolehan nilai peningkatan hasil belajar individualdari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

a. Pengertian

Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot

Aronson dkk di Universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh

Slaven dkk di Universitas Jhon Hopkins.

Dalam terapan tipe jigsaw, siswa dibagi menjadi

berkelompok dengan lima atau enam anggota kelompok belajar

heterogen. Materi pelajaran diberikan pada siswa dalam bentuk

teks. Setiap anggota bertanggungjawab untuk mempelajari

26

bagian tertentu bahan yang diberikan. Anggota dari kelompok

yang lain mendapat tugas topik yang sama berkumpul dan

berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut

dengan kelompok ahli (Ibrahim, dkk. 2000 : 52).

c. Langkah-langkah model jigsaw dibagi menjadi enam tahapan,

yaitu :

Menyajikan informasi kepada siswa dengan demonstrasi disertai penjelasan verbal, buku teks, atau bentuk lain

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar Mengelola dan membantu siswa dalam belajar kelompok dan

kerja di empat duduk masing-masing Mengetes penguasaan kelompok atas bahan ajar Pemberian penghargaan atau pengakuan terhadap hasil

belajar siswa Nurhadi dan Agus Gerrard, 2003 : 40)

Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa :

Menyiapkan tujuan belajar dan membangkitkan motivasi,

Beberapa aspek dari tujuan dan motivasi siswa tidak

berbeda untuk pembelajaran model jigsaw. Guru yang

berhasil memulai pelajaran dengan menelaah ulang,

menjelaskan tujuan mereka dengan bahasa yang mudah

dipahami, dengan menunjukkan bagaimana pelajaran itu

terkait dengan pelajaran sebelumnya.

Menyajikan informasi kepada siswa dengan demonstrasi

disertai penjelasan verbal, buku teks atau bentuk-bentuk

lain, Menyajikaninformasi verbal secara jelas kepada

siswa dan memberikan petunjuk bagaimana melakukannya.

Petunjuk itu tidak akan diulang di sini. Bagaimanapun

27

juga, penting untuk menggarisbawahi suatu perhatian

singkat tentang penggunaan buku teks.

 Pemberian penghargaan atau pengakuan terhadap hasil

belajar siswa

Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

memiliki kelebihan yaitu:

Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk

bekerjasama dengan siswa lain

iswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan

Setiap anggota siswa berhak menjadi ahli dalam

kelompoknya 

Dalam proses belajar mengajar siswa saling

ketergantungan positif 

Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain

(Ibrahim, dkk. 2000 : 70).

Sedangkan kekurangannya, yaitu :

 Membutuhkan waktu yang lama

Siswa cenderung tidak mau apabila disatukan dengan

temannya yang kurang pandai apabila ia sendiri yang

pandai dan yang kurang pandaipun merasa minder apabila

digabungkan dengan temannya yang pandai walaupun lama

kelamaan perasaan itu akan hilang dengan sendirinya

(Ibrahim, 2000 : 71).

4. Model Pembelajaran Teams Games Tournaments ( TGT )

a. Pengertian

28

Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah

salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang

mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa

harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai

tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan

reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang

dirancang dalam pembelajaran kooperatif model Teams Games

Tournament (TGT) memungkinkan siswa dapat belajar lebih

rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran,

kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

Teams games tournament (TGT) pada mulanya dikembangkan

oleh Davied Devries dan Keith Edward, ini merupakan metode

pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Dalam model ini

kelas terbagi dalam kelompok-kelompok kecil yang

beranggotakan 3 sampai dengan 5 siswa yang berbeda-beda

tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang

etniknya, kemudian siswa akan bekerjasama dalam kelompok-

kelompok kecilnya. Pembelajaran dalam Teams games tournament

(TGT) hampir sama seperti STAD dalam setiap hal kecuali

satu, sebagai ganti kuis dan sistem skor perbaikan individu,

TGT menggunakan turnamen permainan akademik. Dalam turnamen

itu siswa bertanding mewakili timnya dengan anggota tim lain

yang setara dalam kinerja akademik mereka yang lalu. Nur &

Wikandari (2000) menjelaskan bahwa Teams games tournament

TGT telah  digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran,

dan paling cocok digunakan untuk mengajar tujuan

29

pembelajaranyang dirumuskan dengan tajam dengan satu jawaban

benar, seperti perhitungan dan penerapan berciri matematika,

dan fakta-fakta serta konsep IPA.

b. Langkah-langkah pembelajaran TGT

Langkah 1 : Tahap Menyampaikan Informasi (Presentasi

Klasikal)

Pada fase ini guru menyajikan materi pelajaran seperti

biasa, bisa dengan ceramah, diskusi, demonstrasi atau

eksperimen bergantung pada karakteristik materi yang sedang

disampaikan dan ketersediaan media di sekolah yang

bersangkutan. Pada kesempatan ini guru harus memberitahu

siswa agar cermat mengikuti proses pembelajaran karena

informasi yang diterimanya pada fase ini sangat bermanfaat

untuk bisa menjawab kuis pada fase berikutnya dan skor kuis

yang akan diperoleh sangat menentukan skor tim mereka.

Langkah 2: Tahap Pembentukan Tim atau Pengorganisasian Siswa

(Kelompok)

Pada fase ini, guru membentuk kelompok-kelompok kecil

beranggotakan 4-6 orang siswa, terdiri dari siswa

berkemampuan tinggi, sedang dan kurang. Fungsi kelompok

disini adalah untuk mengarahkan semua anggota untuk belajar

mengkaji materi yang disampaikan oleh guru, berdiskusi,

membantu anggota yang kemampuan akademiknya kurang sehingga

mereka secara tim nantinya siap untuk mengikuti kuis.

Kekompakkan kerjasama tim akan mampu meningkatkan hubungan

30

antar sesama anggota tim, rasa percaya diri, dan keakraban

antar siswa.

Langkah 3: Tahap Permainan (Game Tournament)

Pada fase ini, guru membuat suatu bentuk

permainan.Materinya terdiri dari sejumlah pertanyaan yang

relevan dengan materi ajar yang disampaikan oleh guru pada

fase sebelumnya untuk menguji kemajuan pengetahuan siswa

setelah memperoleh informasi secara klasikal dan hasil

latihan di kelompoknya. Dalam permainan ini, posisi meja

turnamen diatur sebagai berikut (Sumber: Slavin dalam

Purwati, 2010).

Siswa dari suatu kelompok ditempatkan pada meja tournament

berdasarkan tingkat kemampuan mereka. Pada meja 1 ditempatkan

wakil-wakil siswa yang berkemampuan akademik tinggi, pada meja 2

dan 3 ditempatkan siswa yang berkemampuan rata-rata, sedangkan

pada meja 4 ditempatkan oleh para siswa yang berkemampuan rendah.

Selanjutnya, para siswa akan mengalami perubahan posisi dari satu

meja ke meja yang lain tergantung dari kemampuan mereka dalam

mengikuti lomba atau tournament. Pemenang pertama pada suatu meja

bisa berpindah meja yang berkualifikasi lebih tinggi, pemenang kedua

tetap tinggal di meja semula, sedangkan siswa yang memperoleh skor

terendah akan bergeser ke meja yang ditempati oleh siswa yang

berkualifikasi lebih rendah. Dengan cara ini maka penempatan siswa

pada saat awal akan dapat bergeser naik atau turun sampai menempati

31

posisi yang sesuai dengan tingkat kemampuan yang sesungguhnya

mereka miliki.

Peraturan permainan

Permainan diawali dengan memberitahukan aturan permainan

kepada siswa.Setelah itu dilanjutkan dengan membagikan

kartu-kartu soal untuk bermain (kartu soal dan kunci

ditaruh terbalik diatas meja sehingga soal dan kunci tidak

terbaca).Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan

dengan aturan sebagai berikut Slavin, 1995 (dalam

Kurniawan, 2008).

1. Tiap meja terdiri dari 4-6 orang siswa yang berasal

dari kelompok yang berbeda/heterogen.

2. Setiap pemain dalam tiap meja menentukan terlebih

dahulu pembaca soal dan pemain pertama dengan cara

undian. Pemain yang menang undian mengambil kartu

undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada

pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai

dengan nomor undian yang diambil oleh pemain.

3. Soal dikerjakan secara mandiri oleh penantang dan

pemain sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam

soal. Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai,

maka pemain akan membacakan hasil pekerjaannya yang

akan ditanggapi oleh penantang.

32

4. Pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor

hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar atau

penantang yang memberikan jawaban benar. Jika semua

jawaban pemain salah, maka kartu dibiarkan saja.

5. Permainan dilanjutkan dengan kartu soal berikutnya

sampai semua kartu soal habis dibacakan, dan posisi

pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta

dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai

pembaca soal, pemain dan penantang.

6. Dalam permainan, pembaca soal hanya bertugas untuk

membaca soal dan membuka kunci jawaban, tidak boleh

ikut menjawab atau memberikan jawaban kepada peserta

yang lain.

7. Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain

dalam satu meja menghitung jumlah kartu yang diperoleh

dan menentukan berapa poin yang diperoleh berdasarkan

tabel yang telah disediakan.

8. Setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan

melaporkan poin yang diperoleh kepada ketua kelompok.

Ketua kelompok memasukkan poin yang diperoleh oleh

anggota kelompoknya pada tabel yang telah disediakan,

kemudian menentukan kriteria penghargaan yang diterima

oleh kelompoknya.

33

Langkah 4: Tahap Pemberian Penghargaan Kelompok

Skor kelompok diperoleh dengan cara menjumlahkan skor

anggota setiap kelompok, kemudian dicari rata-ratanya.

Berdasarkan skor rata-rata kelompok akan diperoleh gambaran

perbedaan prestasinya. Dari skor rata-rata kelompok ini guru

dapat memberikan penghargaan kepada setiap kelompok

berdasarkan kriteria seperti pada tabel berikut.

Kriteria Penghargaan untuk Kelompok

No Kriteria (Rata-rata

Kelompok)

Predikat

1 X<15 -2 15≤X<20 Kelompok Cukup3 20≤X<25 Kelompok Baik4 25≤X Kelompok Sangat Baik

Skor rata-rata kelompok yang lebih kecil dari 15 sengaja

tidak diberikan predikat untuk memacu kelompok agar lebih

giat belajar pada topik-topik berikutnya.

Dari sintaks pembelajaran di atas tampak bahwa

pengetahuan tidak bersumber dari guru, akan tetapi

siswalah yang secara aktif membangun pengetahuan mereka

sendiri bersama anggota kelompoknya sesuai dengan prinsip-

prinsip teori belajar konstruktivisme. Dengan demikian,

34

guru hanya berperan sebagai fasilitator agar terjamin

kondisi yang baik untuk pembelajaran.

Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran TGT  Metode

pembelajaran kooperatif Team Games Tournament (TGT) ini

mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut Suarjana

(2000:10) dalam Istiqomah (2006), yang merupakan kelebihan

dari pembelajaran TGT antara lain:

Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas

Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu

Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara

mendalam

Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan

dari siswa

Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan

orang lain

Motivasi belajar lebih tinggi

Hasil belajar lebih baik

Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi

Sedangkan kelemahan TGT adalah:

Bagi Guru

Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan

heterogen dari segi akademis. Kelemahan ini akan

35

dapat diatasi jika guru yang bertindak sebagai

pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian

kelompok waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh

siswa cukup banyak sehingga melewati waktu yang sudah

ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru

mampu menguasai kelas secara menyeluruh.

Bagi Siswa

Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang

terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada siswa

lainnya. Untuk mengatasi kelemahan ini, tugas guru

adalah membimbing dengan baik siswa yang mempunyai

kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu

menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain.

5. Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and

Composition-CIRC (Kooperatif Terpadu Membaca dan Menulis)

a. Pengertian

Terjemahan bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu

membaca dan menulis secara koperatif–kelompok.

Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and

Composition-CIRC (Kooperatif Terpadu Membaca dan Menulis)

merupakan model pembelajaran khusus Mata pelajaran Bahasa

Indonesia dalam rangka membaca dan menemukan ide pokok,

pokok pikiran atau,tema sebuah wacana/kliping.

Dalam pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu setiap

siswa bertanggung jawab terhadap tugas kelompok. Setiap

anggota kelompok saling mengeluarkan ide-ide untuk memahami

36

suatu konsep dan menyelesaikan tugas (task), sehingga

terbentuk pemahaman yang dan pengalaman belajar yang lama.

Model pembelajaran ini terus mengalami perkembangan mulai

dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga sekolah menengah.

Proses pembelajaran ini mendidik siswa berinteraksi sosial

dengan lingkungan.

Prinsip belajar terpadu ini sejalan dengan empat pilar

pendidikan yang digariskan UNESCO dalam kegiatan

pembelajaran. Empat pilar itu adalah ”belajar untuk

mengetahui (learning to know), belajar untuk berbuat

(learning to do), belajar untuk menjadi diri sendiri

(learning to be), dan belajar hidup dalam kebersamaan

(Learning to live together), (Depdiknas,2002).

b. Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :

1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang siswa secara

heterogen.

2. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik

pembelajaran.

3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide

pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan

ditulis pada lembar kertas.

4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.

5. Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama.

6. Penutup.

37

Dari setiap fase tersebut di atas dapat kita perhatikan

dengan jelas sebagai berikut:

a. Fase Pertama, Pengenalan konsep. Fase ini guru mulai

mengenalkan tentang suatu konsep atau istilah baru yang

mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi.

Pengenalan bisa didapat dari keterangan guru, buku

paket, atau media lainnya.

b. Fase Kedua, Eksplorasi dan aplikasi. Fase ini memberikan

peluang pada siswa untuk mengungkap pengetahuan awalnya,

mengembangkan pengetahuan baru, dan menjelaskan fenomena

yang mereka alami dengan bimbingan guru minimal. Hal ini

menyebabkan terjadinya konflik kognitif pada diri mereka

dan berusaha melakukan pengujian dan berdiskusi untuk

menjelaskan hasil observasinya. Pada dasarnya, tujuan

fase ini untuk membangkitkan minat, rasa ingin tahu

serta menerapkan konsepsi awal siswa terhadap kegiatan

pembelajaran dengan memulai dari hal yang kongkrit.

Selama proses ini siswa belajar melalui tindakan-

tindakan mereka sendiri dan reaksi-reaksi dalam situasi

baru yang masih berhubungan, juga terbukti menjadi

sangat efektif untuk menggiring siswa merancang

eksperimen, demonstrasi untuk diujikannya.

c. Fase Ketiga, Publikasi. Pada fase ini Siswa mampu

mengkomunikasikan hasil temuan-temuan, membuktikan,

memperagakan tentang materi yang dibahas. Penemuan itu

dapat bersifat sebagai sesuatu yang baru atau sekedar

38

membuktikan hasil pengamatannya.. Siswa dapat memberikan

pembuktian terkaan gagasan-gagasan barunya untuk

diketahui oleh teman-teman sekelasnya. Siswa siap

menerima kritikan, saran atau sebaliknya saling

memperkuat argumen.

Kelebihan dari model pembelajaran terpadu atau (CIRC)

antara lain:

1. Pengalaman dan kegiatan belajar anak didik akan

selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak;

2. kegiatan yang dipilih sesuai dengan dan bertolak dari

minat siswa dan kebutuhan anak;

3. seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak

didik sehingga hasil belajar anak didik akan dapat

bertahan lebih lama;

4. pembelajaran terpadu dapat menumbuh-kembangkan

keterampilan berpikir anak;

5. pembelajaran terpadu menyajikan kegiatan yang

bersifat pragmatis (bermanfaat) sesuai dengan

permasalahan yang sering ditemuai dalam lingkungan

anak;

6. pembelajaran terpadu dapat menumbuhkan motivasi

belajar siswa kearah belajar yang dinamis, optimal

dan tepat guna;

39

7. menumbuhkembangkan interaksi sosial anak seperti

kerjasama, toleransi, komunikasi dan respek terhadap

gagasan orang lain;

8. membangkitkan motivasi belajar, memperluas wawasan

dan aspirasi guru dalam mengajar (Saifulloh, 2003).

Kekurangan dari model pembelajaran CIRC tersebut antara

lain:

Dalam model pembelajaran ini hanya dapat dipakai untuk mata

pelajaran yang menggunakan bahasa, sehingga model ini tidak

dapat dipakai untuk mata pelajaran seperti: matematika dan

mata pelajaran lain yang menggunakan prinsip menghitung.

6. Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS)

a. Pengertian

Dalam Nurhadi (2005: 120), Frank Lyman (1981) think pair share

merupakan metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan seluruh

siswa selama proses pembelajaran dan memberikan kesempatan

untuk bekeja sama antar siswa yang mempunyai kemampuan

heterogen. Dikemukakan oleh Lie (2002:56) bahwa, “think pair share

adalah pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk

bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain. Think pair

share memiliki prosedur secara eksplisit dapat memberi siswa

waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, saling membantu

satu sama lain (Ibrahim, 2007:10) dengan cara ini diharapkan

40

siswa mampu bekerja sama, saling membutuhkan dan saling

bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif tipe think pair share merupakan

salah satu model pembelajaran kooperatif yang mampu mengubah

asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu

diselenggarakan dalam setting kelompok secara keseluruhan.

Karakteristik model think pair share siswa dibimbing secara

mandiri, berpasangan, dan saling berbagi untuk menyelesaikan

permasalahan. Model ini selain diharapkan dapat menjembatani

dan mengarahkan proses belajar mengajar juga mempunyai dampak

lain yang sangat bermanfaat bagi siswa. Beberapa akibat yang

dapat ditimbulkan dari model ini adalah siswa dapat

berkomunikasi secara langsung oleh individu lain yang dapat

saling memberi informasi dan bertukar pikiran serta mampu

berlatih untuk mempertahankan pendapatnya jika pendapat itu

layak untuk dipertahankan.

Pembelajaran think pair share dapat mengembangkan kemampuan

mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal

dan membandingkan ide-idenya dengan orang lain. Membantu

siswa untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala

keterbatasannya serta menerima segala perbedaan. Siswa dapat

mengembangkan kemampuan untuk menguji ide dan pemahamannya

sendiri dan menerima umpan balik. Interaksi yang terjadi

selama pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan

memberikan rangsangan untuk berpikir sehingga bermanfaat bagi

proses pendidikan jangka panjang.

41

Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe think pair share adalah model

Pembelajaran yang dapat mengaktifkan seluruh kelas karena

siswa diberi kesempatan bekerja sendiri dan bekerja sama

dengan orang lain dalam kelompok kecil sehingga membantu

siswa untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala

keterbatasannya serta menerima segala perbedaan dan siswa

dapat mengembangkan kemampuan untuk menguji ide dan

pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik.

Pengertian think pair share menurut peneliti adalah model

pembelajaran yang menuntut siswa agar dapat berpikir sendiri

dan bekerja sama dengan siswa yang lain dalam kelompok kecil

dalam mengembangkan kemampuan sehingga 8 diperlukan interaksi

yang baik dalam membagi informasi untuk menyelesaikan

permasalahan.

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-

Share (TPS)

Dalam Nurhadi (2005 :120), Lyman dan kawan-kawan menggunakan

langkah-langkah sebagai berikut:

Langkah I : thinking (berpikir)

Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berkaitan dengan

pelajaran; dan siswa diberi waktu satu menit untuk berpikir

sendiri mengenai jawaban atau isu tersebut.

Langkah II : pairing (berpasangan)

42

Selanjutnya guru meminta siswa berpasangan dan mendiskusikan

yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat

menghasilkan jawaban bersama jika pertanyaan telah diajukan

atau penyampaian ide bersama jika isu khusus telah

diidentifikasi. Biasanya guru mengijinkan tidak lebih dari 4

atau 5 menit untuk berpasangan.

Langkah III : sharing (berbagi)

Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan

tersebut untuk berbagi atau bekerja sama dengan secara kelas

secara keseluruhan mengenai yang telah mereka bicarakan,

langkah ini akan efektif jika guru berkeliling kelas dari

pasangan yang satu ke pasangan yang lain, sehingga seperempat

atau separuh dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh

kesempatan untuk melapor.

Sedangkan menurut Huda (2011 : 136), prosedur pembelajaran

think pair share adalah sebagai berikut :

1. Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok

terdiri dari empat anggota/siswa.

2. Guru memberikan tugas pada setiap kelompok.

3. Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas

tersebut sendiri-sendiri terlebih dahulu.

4. Kelompok membentuk anggotanya secara berpasangan. Setiap

pasangan mendiskusikan hasil pengerjaan individunya.

5. Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya masing-

masing untuk mebagikan hasil diskusinya.

43

Dari langkah-langkah pembelajaran think pair share yang

dikemukakan oleh kedua ahli, belum dicantumkan sintaks

pembelajaran kooperatif secara keseluruhan. Langkah-langkah

dalam pembelajaranpun menggunakan kegiatan awal, inti dan

akhir. Oleh karena itu, peneliti menggunakan langkah-langkah

pembelajaran think pair share dengan menggabungkannya dengan

sintaks pembelajaran kooperatif yakni sebagai berikut:

A. Kegiatan Awal

1. Membuka pelajaran: memeriksa kesiapan peserta didik.

2. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai

dalam pembelajaran.

3. Guru memberikan informasi dan menjelaskan kegiatan yang

akan dikerjakan dan direncanakan.

4. Guru membentuk kelompok

B. Kegiatan Inti

Tahap think:

5. guru memberikan tugas pada setiap kelompok.

6. Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas

tersebut sendiri-sendiri terlebih dahulu.

Tahap pair :

7. Kelompok membentuk anggotanya secara berpasangan. Setiap

pasangan mendiskusikan hasil pengerjaan individunya.

8. Guru mengontrol kerja siswa dalam berdiskusi dan

membantu siswa mengarahkan jika masih terdapat hal-hal

yang belum dipahami.

44

Tahap share :

9. Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya

masing-masing untuk menshare hasil diskusinya.

10. Guru memimpin jalannya diskusi kelas.

C. Kegiatan Penutup

11. Guru memberi penguatan/penghargaan terhadap hasil

diskusi.

12. Guru mengadakan evaluasi.

Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran TPS

Menurut Huda (2011 : 171) mengemukakan bahwa kelebihan dari

kelompok berempat adalah sebagai berikut :

1. Mudah dipecah menjadi berpasangan.

2. Lebih banyak muncul ide.

3. Lebih banyak tugas yang bisa dilakukan.

4. Guru mudah memonitor.

Sedangkan kekurangan dari kelompok berempat adalah sebagai

berikut :

1. Butuh banyak waktu.

2. Butuh sosialisasi yang lebih baik.

3. Jumlah genap; menyulitkan pengambilan suara.

4. Setiap anggota kurang memiliki kesempatan untuk

berkontribusi pada kelompoknya.

45

5. Setiap anggota mudah melepaskan diri dari

keterlibatan.Perhatian anggota sangat kurang.

7.Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together).

a. Pengertian

Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer

Kagen (1993). Pada umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa

dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman

siswa terhadap materi pembelajaran.

b. Langkah- langkah penerapan tipe NHT:

1. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan

kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.

2. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk

mendapatkan skor dasar atau skor awal.

3. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap

kelompok terdiri dari 4-5 siswa, setiap anggota kelompok

diberi nomor atau nama.

4. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama

dalam kelompok.

5. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu

nomor (nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban

salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil

jawaban dari kelompok.

6. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman,

mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir

pembelajaran.

7. Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual.

46

8. Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor

penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil

belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya

(terkini).

BAB IIIKESIMPULAN

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dengan

membentuk kelompok-kelompok yang didasari dengan kerja sama dan

47

setiap anggota kelompok harus bertanggung jawab atas

pembelajarannya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Teori yang menjadi pendukung model pembelajaran kooperatif ini

adalah:

a. Teori Psikologi Kognitif-Konstruktivistik (Piaget dan

Vygotsky)

b. Teori Psikologi Sosial (Dewey, Thelan, Allport, dan Lewin).

Langkah – langkah model pembelajaran kooperatif

Fas

e

Indikator Aktivitas Guru

1 Menyampaikan tujuan

dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan

pelajaran yang ingin dicapai pada

pelajaran tersebut dan memotivasi

siswa2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada

siswa dengan jalan demonstrasi atau

lewat bahan bacaan3 Mengorganisasikan

siswa ke dalam

kelompok-kelompok

belajar

Guru menjelaskan kepada siswa

bagaimana caranya membentuk

kelompok belajar dan membantu

setiap kelompok agar melakukan

transisi efisien4 Membimbing kelompok

bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok

belajar pada saat mengerjakan tugas5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar

tentang materi yang telah

48

dipelajari atau masing-masing

kelompok mempresentasikan hasil

kerjanya6 Memberikan

penghargaan

Guru mencari cara untuk menghargai

upaya atau hasil belajar siswa baik

individu maupun kelompok.

Model - model Pembelajaran Kooperatif

1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

2. Pembelajaran Kooperatif tipe TAI (Team Assisted

Individualization)

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

4. MODEL PEMBELAJARAN TEAMS GAMES TOURNAMENTS ( TGT )

5. Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and

Composition-CIRC (Kooperatif Terpadu Membaca dan

Menulis)

6. Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS)

7. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads

Together).

49

DAFTAR PUSTAKA

Kunandar.2007. Guru Professional Implementasi Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) DanSukses Dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo.

Mulyasa. 2008. Menjadi guru Professional Menciptakan Pembelajaran KreatifDanMenyenangkan. Bandung: Remaja Rosda Karya.

50

Muslich Masnur. 2008. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi Dan Kontekstual.Jakarta: Bumi Aksara.

Sanjaya Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi StandarProses Pendidikan.Rawamangun-Jakarta: Kencana Perdana Media Group.

 Suprijono, A. 2011.Cooperative Learning.Yogyakarta : Pustaka Pelajar

. 2012. “Teori Belajar yang Mendasari Model Pembelajaran Inkuiri”. Online.(http://repository.upi.edu/operator/upload/s_tm_054161_chapter2.pdf diakses pada 20 November 2013).

.2012. “Model Pembelajaran Inquiri”.Online.(http://www.ras-eko.com/2011/05/model-pembelajaran-inquiry.htmldiakses pada 20 November 2013)

51