MAKALAH KARET AZIZ

28
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Tanaman karet (Hevea brasiliensis) termasuk dalam famili Euphorbiacea, disebut dengan nama lain rambung, getah, gota, kejai ataupun hapea. Karet merupakan salah satu komoditas perkebunan yang penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Upaya peningkatan produktivitas tanaman tersebut terus dilakukan terutama dalam bidang teknologi budidaya dan pasca panen . Agar tanaman karet dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan lateks yang banyak maka perlu diperhatikan syarat-syarat tumbuh dan lingkungan yang diinginkan tanaman ini. Apabila tanaman karet ditanam pada lahan yang tidak sesuai dengan habitatnya maka pertumbuhan tanaman akan terhambat. Lingkungan yang kurang baik juga sering mengakibatkan produksi lateks menjadi rendah. Sesuai habitat aslinya di Amerika Selatan, terutama Brazil yang beriklim tropis, maka karet juga cocok ditanam di Indonesia, yang sebagian besar ditanam di Sumatera Utara dan Kalimantan. Luas areal perkebunan karet tahun 2008 tercatat mencapai lebih dari 3,5 juta

Transcript of MAKALAH KARET AZIZ

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tanaman karet (Hevea brasiliensis) termasuk dalam famili

Euphorbiacea, disebut dengan nama lain rambung, getah, gota,

kejai ataupun hapea. Karet merupakan salah satu komoditas

perkebunan yang penting sebagai sumber devisa non migas bagi

Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Upaya

peningkatan produktivitas tanaman tersebut terus dilakukan

terutama dalam bidang teknologi budidaya dan pasca panen . Agar

tanaman karet dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan lateks

yang banyak maka perlu diperhatikan syarat-syarat tumbuh dan

lingkungan yang diinginkan tanaman ini. Apabila tanaman karet

ditanam pada lahan yang tidak sesuai dengan habitatnya maka

pertumbuhan tanaman akan terhambat. Lingkungan yang kurang baik

juga sering mengakibatkan produksi lateks menjadi rendah. Sesuai

habitat aslinya di Amerika Selatan, terutama Brazil yang beriklim

tropis, maka karet juga cocok ditanam di Indonesia, yang sebagian

besar ditanam di Sumatera Utara dan Kalimantan. Luas areal

perkebunan karet tahun 2008 tercatat mencapai lebih dari 3,5 juta

hektar yang sebagian besar yaitu 85% merupakan perkebunan karet

rakyat dan hanya 8% perkebunan besar milik swasta serta 7%

perkebunan besar milik negar (

Karet (termasuk karet alam) merupakan kebutuhan yang vital

bagi kehidupan manusia sehari-hari, hal ini terkait dengan

mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen yang

terbuat dari karet seperti ban kendaraan, conveyor belt, sabuk

transmisi, dock fender, sepatu dan sandal karet. Kebutuhan karet

alam maupun karet sintetik terus meningkat sejalan dengan

meningkatnya standar hidup manusia. Kebutuhan karet sintetik

relatif lebih mudah dipenuhi karena sumber bahan baku relatif

tersedia walaupun harganya mahal, akan tetapi karet alam

dikonsumsi sebagai bahan baku industry tetapi diproduksi sebagai

komoditi perkebunan.

Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan

kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor

Karet Indonesia selama 2 tahun terakhir terus menunjukkan adanya

peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1.3 juta

ton pada tahun 1995 dan 1.9 juta ton pada tahun 2004. Pendapatan

devisa dari komoditi ini pada tahun 2004 mencapai US$ 2.25

milyar, yang merupakan 5% dari pendapatan devisa non-migas.

Pertumbuhan ekonomi dunia yang pesat pada sepuluh tahun

terakhir, terutama China dan beberapa negara kawasan Asia-Pasifik

dan Amerika Latin seperti India, Korea Selatan dan Brazil,

memberi dampak pertumbuhan permintaan karet alam yang cukup

tinggi, walaupun pertumbuhan permintaan karet di negara-negara

industri maju seperti Amerika Serikat, Eropa Barat dan Jepang

relatif stagnan. Dengan memperhatikan adanya peningkatan

permintaan dunia terhadap komoditi karet ini dimasa yang akan

datang, maka upaya untuk meningkatakan pendapatan petani melalui

perluasan tanaman karet dan peremajaaan kebun, dan teknologi

pengolahan pasca panen merupakan langkah yang efektif untuk

dilaksanakan.

Menurut perkiraan International Rubber Study Group (IRSG),

diperkirakan akan terjadi kekurangan pasokan karet alam pada

periode dua dekade ke depan. Hal ini menjadi kekuatiran pihak

konsumen, terutama pabrik-pabrik ban seperti Bridgestone,

Goodyear dan Michellin. Sehingga pada tahun 2004, IRSG membentuk

Task Force Rubber Eco Project (REP) untuk melakukan studi tentang

permintaan dan penawaran karet sampai dengan tahun 2035.

Hasil studi REP meyatakan bahwa permintaan karet alam dan

sintetik dunia pada tahun 2035 adalah sebesar 31.3 juta ton untuk

industri ban dan non ban, dan 15 juta ton diantaranya adalah

karet alam. Produksi karet alam pada tahun 2005 diperkirakan 8.5

juta ton. Dari studi ini diproyeksikan pertumbuhan produksi

Indonesia akan mencapai 3% per tahun, sedangkan Thailand hanya 1%

dan Malaysia -2%. Pertumbuhan produksi untuk Indonesia dapat

dicapai melalui peremajaan atau penaman baru karet yang cukup

besar, dengan perkiraan produksi pada tahun 2020 sebesar 3.5 juta

ton dan tahun 2035 sebesar 5.1 juta ton.

Sejak dekade 1980 hingga saat ini tahun 2010, permasalahan

karet Indonesia adalah rendahnya produktivitas dan mutu karet

yang dihasilkan, khususnya oleh petani karet rakyat. Sebagai

gambaran produksi karet rakyat hanya 600 - 650 kg KK/ha/thn.

Meskipun demikian, peranan Indonesia sebagai produsen karet

alam dunia masih dapat diraih kembali dengan memperbaiki teknik

budidaya dan pasca panen/pengolahan, sehingga produktivitas dan

kualitasnya dapat ditingkatkan secara optimal. Secara umum ada

dua jenis karet, yaitu karet alam dan karet sintetis. Setiap

jenis karet mempunyai/memiliki karakteristik yang berbeda,

sehingga keberadaannya saling melengkapi.

B. TUJUAN

Berdasarkan latarbelakang diatas, penyusunan makalah ini

mempunyai tujuan yaitu sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui permasalahan yang ada pada produk tanaman

karet

2. Untuk mengetahui proses panen dan pascapanen tanaman karet

3. Untuk mengetahui teknologi dalam penanganan pascapanen

tanaman karet

4. Untuk mengetahui teknologi dalam pengolahan pascapanen

tanaman karet

5. Untuk mengetahui macam macam produk hasil pengolahan tanaman

karet

II. ISI DAN PEMBAHASAN

A. PANEN

a. Menentukan Matang Sadap

a.1 Matang Sadap Pohon

Untuk menentukan matang sadap pohon tanaman karet ada

beberapa kriteria yang digunakan sabagai acuan dalam menentukan

matang sadap pohon karet. Kriteria matang sadap tanaman karet

adalah sebagai berikut :

1. Umur tanaman

Tanaman karet siap disadap pada umur sekitar 5 - 6 tahun.

2. Pengukuran lilit batang

Pohon karet dinyatakan matang sadap apabila lilit batang

sudah mencapai 45 cm atau lebih. Lilit batang diukur pada

ketinggian batang 100 cm dari pertautan okulasi untu

tanaman okulasi. (Balai Penelitian

Sembawa, 1996)

b. Persiapan Buka Sadap

b.1 Penggambaran Bidang Sadap

Pada proses penggambaran bidang sadap dapat diperhatikan hal

hal penting seperti tinggi bukaan sadap, Arah dan sudut

kemiringan irisan sadap, panjang irisan sadap, letak bidang

sadap. Penjelasan lebih lanjut adalah sebagai berikut :

1. Tinggi bukan sadap

Tanaman karet okulasi mempunyai lilit batang bawah dengan

bagian atas yang relative sama (silinder), demikian juga

dengan tebal kulitnya. Tinggi bukaan sadap pada tanaman

okulasi adalah 130 cm di atas pertautan okulasi.

Ketinggian ini berbeda dengan ketinggian pengukuran lilit

batang untuk penentuan matang sadap.

2. Arah dan sudut kemiringan irisan sada

Arah irisan sadap harus dari kiri atas ke kanan bawah,

tegak lurus terhadap pembuluh lateks. Sudut kemiringan

irisan yang paling baik berkisar antara 30 0 – 40 0

terhadap bidang datar untuk bidang sadap bawah. Pada

penyadapan bidang sadap atas, sudut kemiringannya

dianjurkan sebesar 45 0 .

3. Panjang irisan sada

Panjang irisan sadap adalah 1/2s (irisan miring sepanjang

½ spiral atau lingkaran batang).

4. Letak bidang sadap

Bidang sadap harus diletakkan pada arah yang sama dengan

arah pergerakan penyadap waktu menyadap.

b.2 Pemasangan Talang dan Mangkuk Sadap

Talang sadap terbuat dari seng selebar 2,5 cm dengan panjang

sekitar 8 cm. Talang sadap dipasang pada jarak 5 cm – 10 cm dari

ujung irisan sadap bagian bawah. Mangkuk sadap umumnya terbuat

dari plastik, tanah liat atau aluminium. Mangkuk sadap dipasang

pada jarak 5 20 cm di bawah talang sadap. Mangkuk sadap

diletakkan di atas cincin mangkuk yang diikat dengan tali cincin

pada pohon.

c. Pelaksanaan penyadapan

c.1 Kedalaman irisan sadap

Penyadapan diharapkan dapat dilakukan selama 25 – 30 tahun.

Kedalaman irisan sadap dianjurkan berkisar 1-1,5 mm dari kambium.

c.2 Ketebalan irisan sadap

Ketebalan irisan sadap yang dianjurkan adalah berkisar

antara 1,5 mm – 2 mmsetiap penyadapan, agar penyadapan dapat

dilakukan selama kurang lebih 25 – 30 tahun.

c.3 Frekuensi penyadapan

Frekuensi penyadapan adalah jumlah penyadapan dilakukan

dalam jangka waktu tertentu. Dengan panjang irisan ½ spiral (1/2

s), frekuensi penyadapan adalah 1 kali dalam 3 hari (3/d) untuk 2

tahun pertama penyadapan, dan kemudian diubah menjadi 1 kali

dalam 2 hari (d/2) untuk tahun selanjutnya. (Didit Heru

Setiawan`dan Andoko Agus, 2008)

c.4 Waktu penyadapan

Penyadapan sebaiknya dilakukan sepagi mungkin yaitu antara

jam 05.00 – 07.30 pagi.

B. PENANGANAN PASCA PANEN LATEKS KEBUN

Untuk memperoleh bahan olah karet yang bermutu baik beberapa

persyaratan

teknis yang harus diikuti yaitu :

a. Tidak ditambahkan bahan-bahan non karet.

b. Dibekukan dengan asam semut dengan dosis yang tepat.

c. Segera digiling dalam keadaan segar.

d. Disimpan di tempat yang teduh dan terlindung dan tidak

direndam.

Hal penting dalam melakukan penangan dari lateks kebun adalah

dengan menghindari Prakoagulasi . Proses Prakoagulasi ini

dipengaruhi oleh berbagai factor seperti aktivitas

mikroorganisme, aktivitas enzim, iklim ( missal : Hujan, Suhu

tinggi ), Budidaya atau keadaan tanaman ( Tanaman muda, Tanaman

tua/ sakit), Jenis klon, Pengangkutan ( Suhu tinggi dan

Genangan), Kontaminan kotoran dari luar ( Misalnya : Logam atau

garam )

Terjadinya proses prakoagulasi dapat menyebabkan kerugian dan

penurunan mutu dari lateks karet. Sehingga proses prakoagulasi

harus dicegah dan dihindarai. Cara untuk menghindari prakoagulasi

adalah sebagai berikut :

a. Alat-alat sadap dan alat angkut harus senantiasa bersih dan

tahan karat

b. Lateks harus segera diangkut ketempat pengolahan tanpa banyak

goncangan

c. Lateks tidak boleh terkena sinar matahari langsung . Selain

hal tersebut juga dapat digunakan anti koagulan : Amonia (NH3)

atau Natrium Sulfit (Na2SO3).

(Tim Penulis PS, 1991 dan

1999)

1. Pengangkutan hasil panen

Setelah lateks hasil sadapan terkumpul seluruhnya, selanjutnya

lateks dari tangki penerimaan/pengumpulan yang berada di lokasi

tempat pengumpulan hasil di kebun, kemudian diangkut dengan

tangki pengangkut ke pabrik. Tangki pengangkut ada yang ditarik

dengan traktor, dan ada pula yang terpasang pada truk-truk

tangki. Dalam pengangkutan lateks ke pabrik harus dijaga agar

lateks tidak terlalu tergoncang dan terlalu kepanasan karena

dapat berakibat terjadinya prakoagulasi di dalam tangki. Dalam

keadaan tertentu, lateks dalam tangki tersebut perlu diberi obat

anti koagulan.

` Sarana angkutan yang digunakan untuk pengangkutan lateks

dari kebun ke pabrik adalah truk tangki dengan kapasitas biasanya

antara 2.000 sampai 3.000 liter. Tangki dibuat dari bahan

alumunium dan dirancang sedemikian rupa sehingga mudah dipasang

dan dilepas dari alat penarik (truk/taktor) dan dengan mudah

dibersihkan. Jumlah truck yang diperlukan tergantung dari tingkat

produksi lateks yang dihasilkan per hari.

Sedapat mungkin harus diusahakan semua lateks dapat diangkut

ke pabrik pusat agar dapat dilakukan pencampuran lateks dari

semua bagian kebun dalam satu atau beberapa bak pencampur di

pabrik, sehingga dapat diharapkan hasil yang seragam. Jika

keadaan tempat memaksa untuk dilakukan koagulasi di kebun, jumlah

lateks yang dikoagulasi sedapat mungkin harus dibatasi.

Prasarana jalan yang digunakan untuk pengangkutan lateks dari

kebun harus cukup baik. Hal ini untuk menghindari terjadinya

goncangan-goncangan selama pengangkutan yang dapat meningkatkan

proses prakoagulasi. Oleh karena itu TPH biasanya

diletakkan/berada di pinggir-pinggir jalan produksi.

(Sutrisno, DR. 2005)

2. Proses Pembentukan Lembaran Karet

a. Penerimaan Lateks

Dipabrik karet telah disediakan tempat atau bak penampungan

untuk menampung semua hasil penyadapan yang berbentuk lateks.

Sebelum di masukan ke dalam bak penampungan, lateks sebelumnya di

tambahkan Amonia. Proses penambahan ammonia tersebut di tambahkan

untuk mencegah terjadinya proses penggumpalan oleh latex itu

sendiri.

Lateks yang sudah di tambahkan Amonia kemudia di tuangkan ke

bak penampungan untuk di saring terlebih dahulu. Proses

penyaringan ini di lakukan untuk menyaring adanya bahan bahan

campuran seperti plastik, daun daun, karet yang menggumpal dan

masih banyak lagi kandungan yang lainnya. Lateks hasil saringan

ini kemudian di tampung lagi dalam sebuah wadah atau bak yang

berbentuk sumur.

Pada wadah yang berbentuk sumur ini semua karet hasil

penyaringan di tampung untuk diaduk agar supaya busa dari lateks

tersebut dapat diambil dan di buang. Pabrik menyediakan tiga buah

wadah berbentuk sumur untuk memnampung hasil dari lateks yang di

kumpulkan dari kebun karet.

b. Ketersediaan Air Bersih

Tersedianya air bersih adalah salah satu bagian terpenting

dari proses pengolahan lateks menjadi lembaran karet.

Ketersediaan air ini sangat berpengaruh terhadap hasil yang di

dapatkan. Pada proses pengolahan lateks, air yang di perlukan

harus mengalir setiap saat, karena semua kebersihan tempat

pengolahan akan di bersikan dengan menggunakan air, sehingga

karet tidak mudah lengket pada wadah atau bak bak penampungan

cairan lateks .

Pihak pabrik menyediakan air bersih sesuai prosedur yang ada.

Air bersih ini selain digunakan untuk proses pembersihan tempat

pengolahan, air bersih ini di gunakan untuk merendam lateks yang

di tampung dalam wadah atau bak yang di beri sekat sekat, dan

juga di gunakan untuk mengalirkan lateks yang telah di gumpalkan

ketempat penggilingan.

c. Pengaliran Cairan Lateks

Pada pengolahan cairan lateks, cairan lateks yang sudah di

saring dan di beri ammonia di alirkan melalui wadah panjang

terbuka kurang dengan lebar kurang lebih 20 cm. Cairan lateks

tersebut di alirkan dan kemudian di tampung dalam 40 wadah atau

bak yang diberi 26 sekat yang telah di bersikan sebelumnya.

Wadah atau bak pengaliran cairan lateks ini di beri lubang

setiap satu meter, untuk memudahkan menampung cairan lateks

tersebut pada wadah tempat untuk menggumpalkan karet, dapat

menggunakan potongan potongan pengalir cairan ini untuk

menampungnya di wadah berikutnya. Panjang dari potongan potongan

tersebut kurang lebih dua meter.

d. Proses Penggumpalan

Proses penggumpalan adalah proses untuk menggumpalkan cairan

lateks yang akan membentuk persegi panjang dengan panjang

kurang lebih 1 – 1,5 meter. Sebelum di gumpalkan, cairan lateks

sebelumnya di alirkan dan di tampung kedalam wadah atau bak yang

memiliki panjang 2 -2,5 meter dan lebar 1 – 1,5 yang kemudian di

beri 26 sekat untuk membentuk 26 lembaran gumpalan lateks.

Lateks yang di tampung pada bak tersebut mempunyai ukuran

banyaknya cairan lateks yang akan di tampung pada wadah tersebut.

Wadah atau bak penampung tersebut memiliki tinggi 75 cm,

sedangkan setiap wadah hanya dapat di isi kurang lebih 24 cm

cairan lateks untuk di gumpalkan. Setelah wadah atau bak tersebut

di isi dengan ukuran tersebut, maka 1 centi meternya di isi

dengan asam semut. Berarti semua cairan dalam wadah tersebut

memiliki tinggi 25 cm yang berisi lateks dan asam semut itu

sendiri, kemudian cairan dalam wadah tersebut diaduk sebanyak

empat kali adukan secara bertahap.

Proses pengadukan ini bertujuan untuk mengambil busa busa

cairan lateks yang kemudian di buang pada tempat pembuangan yang

tersalur pada penampungan limbah. kemudian sekat sekat tesebut di

pasang dengan antara setiap sekatnya kurang lebih 20 cm.

Proses penambahan asam semut disini, bertujuan untuk

mempercepat penggumpalan lateks. Setelah proses pemasangan sekat

selesai, wadah tersebut di tutup dengan menggunakan terpal untuk

mencegah terjadinya oksidasi oleh udara. Dengan menunggu sekitar

satu jam, lateks tersebut dengan sendirinya akan menggumpal.

Kemudian lateks yang telah menggumpal pada wadah tesebut di isi

air, dengan tujuan lateks tersebut tidak melekat pada wadah

tersebut sehingga mudah untuk di angkat dan di keluarkan. Dengan

menunggu sekitar satu jam, barulah karet di angkat kemudian di

alirkan dengan air pada tempat penggilingan.

e. Proses Penggilingan

Proses penggilingan di lakukan setelah menunggu satu jam

gumpalan karet yang di diamkan pada pengaliran menuju alat

penggilingan. Setelah menunggu kurang lebih satu jam, barulah

gumpalan lateks tersebut di giling sehingga membentuk lembaran

lembaran karet dengan ketebalan pada setiap lembaran karet

tersebut setebal tiga centi meter.Lembaran lembaran karet hasil

penggilingan tersebut kemudian di keringkan dahulu sebelum

diangkut ke proses pengasapan.

Lembaran lateks yang di giling tersebut harus berbentuk

lembaran panjang dan di usahakan supaya tidak terbentuk lembaran

pendek. Lembaran karet tersebut tudak membentuk lembaran rata,

akan tetapi lembaran terbentuk dengan lembaran berbintik bintik

yang telah di buat pada alat penggilingan. Proses pembuatan

bintik bintik ini supaya karet tidak mudah rusak oleh jamur dan

pengaruh lainya. Setelah kering, kemudian lembaran karet di

angkut ke ruang pengasapan.

f. Proses Pengasapan

Proses pengasapan adalah proses yang di lakukan untuk merubah

warna lembaran karet dari warna putih menjadi warna cokelat. Pada

proses pengasapan ini juga di lakukan untuk mengeringkan lembaran

karet. Proses pengasapan di lakukan pada sebuah ruangan yang di

sebut kamar asap. Proses pengasapan di lakukan sebanyak lima hari

dengan bahan bakar yang di gunakan adalah kayu karet 2,5 sampai

dengan 3 M3 / ton setiap harinya.

Setiap harinya proses pengasapan di lakukan dengan kemar asap

yang mempunyai suhu yang berbeda beda. Suhu kamar sesuai hari

lembaran karet dalam kamar asap sebagai berikut :

- Hari pertama suhu yang digunakan adalah 40 derajat celcius

- Hari kedua suhu yang digunakan adalah 45 derajat celcius

- Hari ketiga suhu yang digunakan adalah 50 derajat celcius

- Hari keempat suhu yang digunakan adalah 55 derajat celcius

- Hari kelima atau hari terakhir suhu yang digunakan adalah 60

derajat celcius

Setiap kamar asap, suhu tidak boleh kurang atau lebih. Jika suhu

kurang atau melebihi suhu yang di tentukan, maka akan sangat

berpengaruh pada hasil yang didapatkan. Setelah lima hari berada

di dalam kamar asap, kemudian lembaran lembaran karet di angkut

keruang sortasi dengan warna lembaran karet yang sudah ditentukan

dan layak masuk kedalam ruang sortasi.

g. Sortasi

Sortasi adalah proses pengumpulan lembaran lembaran karet

sebelum pengepakan. Pada ruang sortasi ini lembaran lembaran

karet akan di pisahkan sesuai warna dari karet yang di sebut

Riber Smoked sheat dan di singkat dengan RSS. Dalam proses

sortasi, lembaran karet di bedakan dengan empat RSS yaitu RSS 1,

RSS 2, RSS 3, dan RSS 4. Setiap RSS di bedakan dengan warna dari

lembaran karet tersebut. RSS 1,2,3, dan 4 mempunyai warna sama

yaitu warna cokelat tetapi ada perbedaan di setiap RSS seperti

contoh RSS1 lebih cokelat di bandingkan RSS4 yang mempunyai warna

cokelat kehitaman, begitu juga pada RSS2 dan RSS3 dimana

keempatnya mempunyai warna mirip namun berbeda. Setelah proses

pembedaan di setiap RSSnya, di lakukan proses selanjutnya yang

dinamakan cutting atau proses pengguntingan.

Proses cutting juga dilakukan di dalam ruang sortasi. Proses

cutting, dilakukan pemeriksaan terhadap karet karet yang rusak.

Kerusakan pada karet dapat di lihat dengan adanya warna putih

pada lembaran lembaran karet dengan menggunakan lampu neon warana

putih, kemudian lembaran karet yang mempunyai warna bintik bintik

putih di dalamnya akan di gunting. Lembaran karet yang bersih

dari bintik bintik berwarna putih di simpan sesuai warna RSS

masing masing dan lembaran karet yang memiliki warna bintik

bintik putih di simpan untuk di daur ulang.

( Syakir, 2010)

h. Pengepakan

Proses pengepakan dilakukan di dalam ruang sortasi. Pengepakan

di lakukan dengan melakukan penimbangan terlebih dahulu. Untuk

RSS yang utuh berat yang harus di timbang untuk pengepakan adalah

113/ ball, sedangkan untuk cutting 116 / ball. Namun setiap

pengepakan tidak semuanya mempunyai berat seperti yang di

tentukan di atas. Berat dari pengepakan dapat di sesuaikan dengan

pesanan pemasok. Sebelum di lakukan pengepakan, lembaran karet

tersebut di pres terlebih dahulu dan kemudian dilakukan

pengepakan setelah itu lembaran karet tersebut dibungkus yang

dinamakan pembungkusan ball dan di beri merk (Davitra, 2012).

3. Jenis - jenis Bahan Olahan Karet

a. Lateks Pekat

Lateks pekat adalah lateks kebun yang dipekatkan dengan cara

sentrifus atau didadihkan dari KKK 28% - 30% menjadi KKK 60% -

64%. Peralatan yang diperlukan adalah tangki dadih dari plastik,

pengaduk kayu, dan saringan lateks 60 mesh. Bahan-bahan yang

diperlukan berupa bahan pendadih yaitu campuran amonium alginat

dan karboksi metil selulose, bahan pemantap berupa amonium laurat

dan pengawet berupa gas atau larutan amoniak. Pengolahan lateks

pekat melalui beberapa tahap yaitu penerimaan dan penyaringan

lateks kebun, pembuatan larutan pendadih, pendadihan dan

pemanenan.

b. Lump Mangkok

Lump mangkok adalah lateks kebun yang dibiarkan menggumpal

secara alamiah dalam mangkok. Pada musim penghujan untuk

mempercepat proses penggumpalan lateks dapat digunakan asam semut

yang ditambahkan ke dalam mangkok.

c. Slab Tipis/Giling

Slab tipis dibuat dari lateks atau campuran lateks dengan lump

mangkok yang dibekukan dengan asam semut di dalam bak pembeku

yang berukuran 60 x 40 x 6 cm, tanpa perlakuan penggilingan.

d. Sit Angin

Sit angin adalah lembaran karet hasil penggumpalan lateks yang

digiling dan dikeringanginkan sehingga memiliki KKK 90% - 95%.

Pengolahan sit angin dilakukan melalaui berbagai tahap yaitu

penerimaan dan penyaringan lateks, pengenceran, penggumpalan,

pemeraman, penggilingan, pencucian, penirisan dan pengeringan.

e. Sit Asap (Ribbed Smoked Sheet/RSS)

Proses pengolahan sit asap hampir sama dengan sit angina.

Bedanya terletak pada proses pengeringan, dimana pada sit asap

dilakukan pengasapan pada suhu yang bertahap antara 400C- 600C

selama 4 hari, dengan pengaturan sebagai berikut

1. Hari pertama, suhu 400C-450C, ventilasi ruang asap lebar.

2. Hari kedua, suhu 400C-500C, ventilasi ruang asap sedang.

3. Hari ketiga, suhu 500C-550 C, ventilasi ruang asap tertutup.

4. Hari keempat, suhu 550 C-600 C. (Purusowarso,

Ir. 2007)

C. MASALAH PANEN & PENGOLAHAN

Permsalahan yang sering dijumpai pada tanaman karet untuk

dilakukan pengolahan adalah sebagai berikut :

1. Umumnya bermutu rendah

2. Kadar air tinggi (>20%)

3. Teradapat berbagai macam koagulan yang sangat bervariasi.

Macam macam variasi koagulan tersebut adalah Asam semut,

Sulfat, Cuka, Tawas, Pupuk TSP, Air perasan gadung atau

nenas.

4. Terkontaminasinya lateks atau getah karet dengan tanah,

lumpur, pasir, tatal, serat kayu dan plastic

5. Terdapat jenis atau ukuran yagn beragam dari getah lateks

yaitu Mangkok (1-8 cm) sampai bentuk balok 50 x 50 cm dan

tebal 20-30 cm.

(Didit Heru Setiawan`dan Andoko

Agus, 2008)

III. KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan beberapa

hal tentang proses penanganan dan pengolahan pascapanen tanaman

karet sebagai berikut :

1. Teknologi penanganan pasca panen merupakan teknologi yang

berperan penting dalam menjaga mutu produk karet,

sehingga dapat meningkatkan mutu produk karet.

2. Persmasalahan yang sering dijumpai dalam pascapanen

tanaman karet adalah kadar air yang tinggi yaitu (>20%),

adanya kontaminasi lateks dengan tanah, lumpur, pasir,

maupun tatal. Teradapat berbagai macam variasi koagulan.

3. Pemanenan lateks karet terdiri dari proses dalam

menentukan matang sadap, persiapan buka sadap,

pelaksanaan penyadapan

4. Teknologi penanganan, pengolahan pascapanen yang

diterapkan pada tanaman karet dalam pembuatan lembaran

karet adalah Pengangkutan hasil panen. Penerimaann

Lateks, Pengaliran Cairan Lateks, Proses Penggumpalan,

Proses Penggilingan, Proses Pengasapan, Sortasi,

Pengepakan

5. Jenis jenis produk olahan dari lateks karet adalah Lateks

Pekat, Lump Mangkok, Slab Tipis/Giling, Sit Angin, Sit

Asap (Ribbed Smoked Sheet/RSS)

DAFTAR PUSTAKA

Balai Penelitian Perkebunan Sembawa, 1981. Penyadapan TanamanKaret, Seri Pedoman No.1.

Balai Penelitian Sembawa, 1996. Sapta Bina Usahatani Karet Rakyat(edisi ke-2). Pusat Penelitian Karet, Balai PenelitianSembawa, Palembang.

Didit Heru Setiawan`dan Andoko Agus, 2008. Petunjuk Lengkap BudiDaya Karet, PT Agro Media Pustaka, Jakarta.

Tim Penulis PS, 1991 dan 1999. Karet, StrategiPemasaran,,Budidaya dan Pengolahan, Jakarta. Penebar Swadaya.

Pelatihan Peningkatan Kemampuan dan Keterampilan Penanganan PascaPanen Karet. 2007. Pusat Peneltian Karet Balai PenelitianSembawa

Purusowarso, Ir. 2007. Pegenalan Produk Primer Komoditi KaretDirektorat Penanganan Pasca Panen,Ditjen. PPHP DepartemenPertanian.

Sutrisno, DR. 2005. Teknik Pasca Panen Tanaman Perkebunan(dicari penerbit sama kota terbitnya ya ndra)

Syakir, M.2010. Budidaya dan Pasca Panen Karet. Pusat Penelitiandan Pengembangan Perkebunan, Bogor

Tim Penulis PS, 2009. Panduan Lengkap Karet, Penebar Swadaya.