MAKALAH KARET AZIZ
Transcript of MAKALAH KARET AZIZ
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tanaman karet (Hevea brasiliensis) termasuk dalam famili
Euphorbiacea, disebut dengan nama lain rambung, getah, gota,
kejai ataupun hapea. Karet merupakan salah satu komoditas
perkebunan yang penting sebagai sumber devisa non migas bagi
Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Upaya
peningkatan produktivitas tanaman tersebut terus dilakukan
terutama dalam bidang teknologi budidaya dan pasca panen . Agar
tanaman karet dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan lateks
yang banyak maka perlu diperhatikan syarat-syarat tumbuh dan
lingkungan yang diinginkan tanaman ini. Apabila tanaman karet
ditanam pada lahan yang tidak sesuai dengan habitatnya maka
pertumbuhan tanaman akan terhambat. Lingkungan yang kurang baik
juga sering mengakibatkan produksi lateks menjadi rendah. Sesuai
habitat aslinya di Amerika Selatan, terutama Brazil yang beriklim
tropis, maka karet juga cocok ditanam di Indonesia, yang sebagian
besar ditanam di Sumatera Utara dan Kalimantan. Luas areal
perkebunan karet tahun 2008 tercatat mencapai lebih dari 3,5 juta
hektar yang sebagian besar yaitu 85% merupakan perkebunan karet
rakyat dan hanya 8% perkebunan besar milik swasta serta 7%
perkebunan besar milik negar (
Karet (termasuk karet alam) merupakan kebutuhan yang vital
bagi kehidupan manusia sehari-hari, hal ini terkait dengan
mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen yang
terbuat dari karet seperti ban kendaraan, conveyor belt, sabuk
transmisi, dock fender, sepatu dan sandal karet. Kebutuhan karet
alam maupun karet sintetik terus meningkat sejalan dengan
meningkatnya standar hidup manusia. Kebutuhan karet sintetik
relatif lebih mudah dipenuhi karena sumber bahan baku relatif
tersedia walaupun harganya mahal, akan tetapi karet alam
dikonsumsi sebagai bahan baku industry tetapi diproduksi sebagai
komoditi perkebunan.
Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan
kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor
Karet Indonesia selama 2 tahun terakhir terus menunjukkan adanya
peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1.3 juta
ton pada tahun 1995 dan 1.9 juta ton pada tahun 2004. Pendapatan
devisa dari komoditi ini pada tahun 2004 mencapai US$ 2.25
milyar, yang merupakan 5% dari pendapatan devisa non-migas.
Pertumbuhan ekonomi dunia yang pesat pada sepuluh tahun
terakhir, terutama China dan beberapa negara kawasan Asia-Pasifik
dan Amerika Latin seperti India, Korea Selatan dan Brazil,
memberi dampak pertumbuhan permintaan karet alam yang cukup
tinggi, walaupun pertumbuhan permintaan karet di negara-negara
industri maju seperti Amerika Serikat, Eropa Barat dan Jepang
relatif stagnan. Dengan memperhatikan adanya peningkatan
permintaan dunia terhadap komoditi karet ini dimasa yang akan
datang, maka upaya untuk meningkatakan pendapatan petani melalui
perluasan tanaman karet dan peremajaaan kebun, dan teknologi
pengolahan pasca panen merupakan langkah yang efektif untuk
dilaksanakan.
Menurut perkiraan International Rubber Study Group (IRSG),
diperkirakan akan terjadi kekurangan pasokan karet alam pada
periode dua dekade ke depan. Hal ini menjadi kekuatiran pihak
konsumen, terutama pabrik-pabrik ban seperti Bridgestone,
Goodyear dan Michellin. Sehingga pada tahun 2004, IRSG membentuk
Task Force Rubber Eco Project (REP) untuk melakukan studi tentang
permintaan dan penawaran karet sampai dengan tahun 2035.
Hasil studi REP meyatakan bahwa permintaan karet alam dan
sintetik dunia pada tahun 2035 adalah sebesar 31.3 juta ton untuk
industri ban dan non ban, dan 15 juta ton diantaranya adalah
karet alam. Produksi karet alam pada tahun 2005 diperkirakan 8.5
juta ton. Dari studi ini diproyeksikan pertumbuhan produksi
Indonesia akan mencapai 3% per tahun, sedangkan Thailand hanya 1%
dan Malaysia -2%. Pertumbuhan produksi untuk Indonesia dapat
dicapai melalui peremajaan atau penaman baru karet yang cukup
besar, dengan perkiraan produksi pada tahun 2020 sebesar 3.5 juta
ton dan tahun 2035 sebesar 5.1 juta ton.
Sejak dekade 1980 hingga saat ini tahun 2010, permasalahan
karet Indonesia adalah rendahnya produktivitas dan mutu karet
yang dihasilkan, khususnya oleh petani karet rakyat. Sebagai
gambaran produksi karet rakyat hanya 600 - 650 kg KK/ha/thn.
Meskipun demikian, peranan Indonesia sebagai produsen karet
alam dunia masih dapat diraih kembali dengan memperbaiki teknik
budidaya dan pasca panen/pengolahan, sehingga produktivitas dan
kualitasnya dapat ditingkatkan secara optimal. Secara umum ada
dua jenis karet, yaitu karet alam dan karet sintetis. Setiap
jenis karet mempunyai/memiliki karakteristik yang berbeda,
sehingga keberadaannya saling melengkapi.
B. TUJUAN
Berdasarkan latarbelakang diatas, penyusunan makalah ini
mempunyai tujuan yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui permasalahan yang ada pada produk tanaman
karet
2. Untuk mengetahui proses panen dan pascapanen tanaman karet
3. Untuk mengetahui teknologi dalam penanganan pascapanen
tanaman karet
4. Untuk mengetahui teknologi dalam pengolahan pascapanen
tanaman karet
5. Untuk mengetahui macam macam produk hasil pengolahan tanaman
karet
II. ISI DAN PEMBAHASAN
A. PANEN
a. Menentukan Matang Sadap
a.1 Matang Sadap Pohon
Untuk menentukan matang sadap pohon tanaman karet ada
beberapa kriteria yang digunakan sabagai acuan dalam menentukan
matang sadap pohon karet. Kriteria matang sadap tanaman karet
adalah sebagai berikut :
1. Umur tanaman
Tanaman karet siap disadap pada umur sekitar 5 - 6 tahun.
2. Pengukuran lilit batang
Pohon karet dinyatakan matang sadap apabila lilit batang
sudah mencapai 45 cm atau lebih. Lilit batang diukur pada
ketinggian batang 100 cm dari pertautan okulasi untu
tanaman okulasi. (Balai Penelitian
Sembawa, 1996)
b. Persiapan Buka Sadap
b.1 Penggambaran Bidang Sadap
Pada proses penggambaran bidang sadap dapat diperhatikan hal
hal penting seperti tinggi bukaan sadap, Arah dan sudut
kemiringan irisan sadap, panjang irisan sadap, letak bidang
sadap. Penjelasan lebih lanjut adalah sebagai berikut :
1. Tinggi bukan sadap
Tanaman karet okulasi mempunyai lilit batang bawah dengan
bagian atas yang relative sama (silinder), demikian juga
dengan tebal kulitnya. Tinggi bukaan sadap pada tanaman
okulasi adalah 130 cm di atas pertautan okulasi.
Ketinggian ini berbeda dengan ketinggian pengukuran lilit
batang untuk penentuan matang sadap.
2. Arah dan sudut kemiringan irisan sada
Arah irisan sadap harus dari kiri atas ke kanan bawah,
tegak lurus terhadap pembuluh lateks. Sudut kemiringan
irisan yang paling baik berkisar antara 30 0 – 40 0
terhadap bidang datar untuk bidang sadap bawah. Pada
penyadapan bidang sadap atas, sudut kemiringannya
dianjurkan sebesar 45 0 .
3. Panjang irisan sada
Panjang irisan sadap adalah 1/2s (irisan miring sepanjang
½ spiral atau lingkaran batang).
4. Letak bidang sadap
Bidang sadap harus diletakkan pada arah yang sama dengan
arah pergerakan penyadap waktu menyadap.
b.2 Pemasangan Talang dan Mangkuk Sadap
Talang sadap terbuat dari seng selebar 2,5 cm dengan panjang
sekitar 8 cm. Talang sadap dipasang pada jarak 5 cm – 10 cm dari
ujung irisan sadap bagian bawah. Mangkuk sadap umumnya terbuat
dari plastik, tanah liat atau aluminium. Mangkuk sadap dipasang
pada jarak 5 20 cm di bawah talang sadap. Mangkuk sadap
diletakkan di atas cincin mangkuk yang diikat dengan tali cincin
pada pohon.
c. Pelaksanaan penyadapan
c.1 Kedalaman irisan sadap
Penyadapan diharapkan dapat dilakukan selama 25 – 30 tahun.
Kedalaman irisan sadap dianjurkan berkisar 1-1,5 mm dari kambium.
c.2 Ketebalan irisan sadap
Ketebalan irisan sadap yang dianjurkan adalah berkisar
antara 1,5 mm – 2 mmsetiap penyadapan, agar penyadapan dapat
dilakukan selama kurang lebih 25 – 30 tahun.
c.3 Frekuensi penyadapan
Frekuensi penyadapan adalah jumlah penyadapan dilakukan
dalam jangka waktu tertentu. Dengan panjang irisan ½ spiral (1/2
s), frekuensi penyadapan adalah 1 kali dalam 3 hari (3/d) untuk 2
tahun pertama penyadapan, dan kemudian diubah menjadi 1 kali
dalam 2 hari (d/2) untuk tahun selanjutnya. (Didit Heru
Setiawan`dan Andoko Agus, 2008)
c.4 Waktu penyadapan
Penyadapan sebaiknya dilakukan sepagi mungkin yaitu antara
jam 05.00 – 07.30 pagi.
B. PENANGANAN PASCA PANEN LATEKS KEBUN
Untuk memperoleh bahan olah karet yang bermutu baik beberapa
persyaratan
teknis yang harus diikuti yaitu :
a. Tidak ditambahkan bahan-bahan non karet.
b. Dibekukan dengan asam semut dengan dosis yang tepat.
c. Segera digiling dalam keadaan segar.
d. Disimpan di tempat yang teduh dan terlindung dan tidak
direndam.
Hal penting dalam melakukan penangan dari lateks kebun adalah
dengan menghindari Prakoagulasi . Proses Prakoagulasi ini
dipengaruhi oleh berbagai factor seperti aktivitas
mikroorganisme, aktivitas enzim, iklim ( missal : Hujan, Suhu
tinggi ), Budidaya atau keadaan tanaman ( Tanaman muda, Tanaman
tua/ sakit), Jenis klon, Pengangkutan ( Suhu tinggi dan
Genangan), Kontaminan kotoran dari luar ( Misalnya : Logam atau
garam )
Terjadinya proses prakoagulasi dapat menyebabkan kerugian dan
penurunan mutu dari lateks karet. Sehingga proses prakoagulasi
harus dicegah dan dihindarai. Cara untuk menghindari prakoagulasi
adalah sebagai berikut :
a. Alat-alat sadap dan alat angkut harus senantiasa bersih dan
tahan karat
b. Lateks harus segera diangkut ketempat pengolahan tanpa banyak
goncangan
c. Lateks tidak boleh terkena sinar matahari langsung . Selain
hal tersebut juga dapat digunakan anti koagulan : Amonia (NH3)
atau Natrium Sulfit (Na2SO3).
(Tim Penulis PS, 1991 dan
1999)
1. Pengangkutan hasil panen
Setelah lateks hasil sadapan terkumpul seluruhnya, selanjutnya
lateks dari tangki penerimaan/pengumpulan yang berada di lokasi
tempat pengumpulan hasil di kebun, kemudian diangkut dengan
tangki pengangkut ke pabrik. Tangki pengangkut ada yang ditarik
dengan traktor, dan ada pula yang terpasang pada truk-truk
tangki. Dalam pengangkutan lateks ke pabrik harus dijaga agar
lateks tidak terlalu tergoncang dan terlalu kepanasan karena
dapat berakibat terjadinya prakoagulasi di dalam tangki. Dalam
keadaan tertentu, lateks dalam tangki tersebut perlu diberi obat
anti koagulan.
` Sarana angkutan yang digunakan untuk pengangkutan lateks
dari kebun ke pabrik adalah truk tangki dengan kapasitas biasanya
antara 2.000 sampai 3.000 liter. Tangki dibuat dari bahan
alumunium dan dirancang sedemikian rupa sehingga mudah dipasang
dan dilepas dari alat penarik (truk/taktor) dan dengan mudah
dibersihkan. Jumlah truck yang diperlukan tergantung dari tingkat
produksi lateks yang dihasilkan per hari.
Sedapat mungkin harus diusahakan semua lateks dapat diangkut
ke pabrik pusat agar dapat dilakukan pencampuran lateks dari
semua bagian kebun dalam satu atau beberapa bak pencampur di
pabrik, sehingga dapat diharapkan hasil yang seragam. Jika
keadaan tempat memaksa untuk dilakukan koagulasi di kebun, jumlah
lateks yang dikoagulasi sedapat mungkin harus dibatasi.
Prasarana jalan yang digunakan untuk pengangkutan lateks dari
kebun harus cukup baik. Hal ini untuk menghindari terjadinya
goncangan-goncangan selama pengangkutan yang dapat meningkatkan
proses prakoagulasi. Oleh karena itu TPH biasanya
diletakkan/berada di pinggir-pinggir jalan produksi.
(Sutrisno, DR. 2005)
2. Proses Pembentukan Lembaran Karet
a. Penerimaan Lateks
Dipabrik karet telah disediakan tempat atau bak penampungan
untuk menampung semua hasil penyadapan yang berbentuk lateks.
Sebelum di masukan ke dalam bak penampungan, lateks sebelumnya di
tambahkan Amonia. Proses penambahan ammonia tersebut di tambahkan
untuk mencegah terjadinya proses penggumpalan oleh latex itu
sendiri.
Lateks yang sudah di tambahkan Amonia kemudia di tuangkan ke
bak penampungan untuk di saring terlebih dahulu. Proses
penyaringan ini di lakukan untuk menyaring adanya bahan bahan
campuran seperti plastik, daun daun, karet yang menggumpal dan
masih banyak lagi kandungan yang lainnya. Lateks hasil saringan
ini kemudian di tampung lagi dalam sebuah wadah atau bak yang
berbentuk sumur.
Pada wadah yang berbentuk sumur ini semua karet hasil
penyaringan di tampung untuk diaduk agar supaya busa dari lateks
tersebut dapat diambil dan di buang. Pabrik menyediakan tiga buah
wadah berbentuk sumur untuk memnampung hasil dari lateks yang di
kumpulkan dari kebun karet.
b. Ketersediaan Air Bersih
Tersedianya air bersih adalah salah satu bagian terpenting
dari proses pengolahan lateks menjadi lembaran karet.
Ketersediaan air ini sangat berpengaruh terhadap hasil yang di
dapatkan. Pada proses pengolahan lateks, air yang di perlukan
harus mengalir setiap saat, karena semua kebersihan tempat
pengolahan akan di bersikan dengan menggunakan air, sehingga
karet tidak mudah lengket pada wadah atau bak bak penampungan
cairan lateks .
Pihak pabrik menyediakan air bersih sesuai prosedur yang ada.
Air bersih ini selain digunakan untuk proses pembersihan tempat
pengolahan, air bersih ini di gunakan untuk merendam lateks yang
di tampung dalam wadah atau bak yang di beri sekat sekat, dan
juga di gunakan untuk mengalirkan lateks yang telah di gumpalkan
ketempat penggilingan.
c. Pengaliran Cairan Lateks
Pada pengolahan cairan lateks, cairan lateks yang sudah di
saring dan di beri ammonia di alirkan melalui wadah panjang
terbuka kurang dengan lebar kurang lebih 20 cm. Cairan lateks
tersebut di alirkan dan kemudian di tampung dalam 40 wadah atau
bak yang diberi 26 sekat yang telah di bersikan sebelumnya.
Wadah atau bak pengaliran cairan lateks ini di beri lubang
setiap satu meter, untuk memudahkan menampung cairan lateks
tersebut pada wadah tempat untuk menggumpalkan karet, dapat
menggunakan potongan potongan pengalir cairan ini untuk
menampungnya di wadah berikutnya. Panjang dari potongan potongan
tersebut kurang lebih dua meter.
d. Proses Penggumpalan
Proses penggumpalan adalah proses untuk menggumpalkan cairan
lateks yang akan membentuk persegi panjang dengan panjang
kurang lebih 1 – 1,5 meter. Sebelum di gumpalkan, cairan lateks
sebelumnya di alirkan dan di tampung kedalam wadah atau bak yang
memiliki panjang 2 -2,5 meter dan lebar 1 – 1,5 yang kemudian di
beri 26 sekat untuk membentuk 26 lembaran gumpalan lateks.
Lateks yang di tampung pada bak tersebut mempunyai ukuran
banyaknya cairan lateks yang akan di tampung pada wadah tersebut.
Wadah atau bak penampung tersebut memiliki tinggi 75 cm,
sedangkan setiap wadah hanya dapat di isi kurang lebih 24 cm
cairan lateks untuk di gumpalkan. Setelah wadah atau bak tersebut
di isi dengan ukuran tersebut, maka 1 centi meternya di isi
dengan asam semut. Berarti semua cairan dalam wadah tersebut
memiliki tinggi 25 cm yang berisi lateks dan asam semut itu
sendiri, kemudian cairan dalam wadah tersebut diaduk sebanyak
empat kali adukan secara bertahap.
Proses pengadukan ini bertujuan untuk mengambil busa busa
cairan lateks yang kemudian di buang pada tempat pembuangan yang
tersalur pada penampungan limbah. kemudian sekat sekat tesebut di
pasang dengan antara setiap sekatnya kurang lebih 20 cm.
Proses penambahan asam semut disini, bertujuan untuk
mempercepat penggumpalan lateks. Setelah proses pemasangan sekat
selesai, wadah tersebut di tutup dengan menggunakan terpal untuk
mencegah terjadinya oksidasi oleh udara. Dengan menunggu sekitar
satu jam, lateks tersebut dengan sendirinya akan menggumpal.
Kemudian lateks yang telah menggumpal pada wadah tesebut di isi
air, dengan tujuan lateks tersebut tidak melekat pada wadah
tersebut sehingga mudah untuk di angkat dan di keluarkan. Dengan
menunggu sekitar satu jam, barulah karet di angkat kemudian di
alirkan dengan air pada tempat penggilingan.
e. Proses Penggilingan
Proses penggilingan di lakukan setelah menunggu satu jam
gumpalan karet yang di diamkan pada pengaliran menuju alat
penggilingan. Setelah menunggu kurang lebih satu jam, barulah
gumpalan lateks tersebut di giling sehingga membentuk lembaran
lembaran karet dengan ketebalan pada setiap lembaran karet
tersebut setebal tiga centi meter.Lembaran lembaran karet hasil
penggilingan tersebut kemudian di keringkan dahulu sebelum
diangkut ke proses pengasapan.
Lembaran lateks yang di giling tersebut harus berbentuk
lembaran panjang dan di usahakan supaya tidak terbentuk lembaran
pendek. Lembaran karet tersebut tudak membentuk lembaran rata,
akan tetapi lembaran terbentuk dengan lembaran berbintik bintik
yang telah di buat pada alat penggilingan. Proses pembuatan
bintik bintik ini supaya karet tidak mudah rusak oleh jamur dan
pengaruh lainya. Setelah kering, kemudian lembaran karet di
angkut ke ruang pengasapan.
f. Proses Pengasapan
Proses pengasapan adalah proses yang di lakukan untuk merubah
warna lembaran karet dari warna putih menjadi warna cokelat. Pada
proses pengasapan ini juga di lakukan untuk mengeringkan lembaran
karet. Proses pengasapan di lakukan pada sebuah ruangan yang di
sebut kamar asap. Proses pengasapan di lakukan sebanyak lima hari
dengan bahan bakar yang di gunakan adalah kayu karet 2,5 sampai
dengan 3 M3 / ton setiap harinya.
Setiap harinya proses pengasapan di lakukan dengan kemar asap
yang mempunyai suhu yang berbeda beda. Suhu kamar sesuai hari
lembaran karet dalam kamar asap sebagai berikut :
- Hari pertama suhu yang digunakan adalah 40 derajat celcius
- Hari kedua suhu yang digunakan adalah 45 derajat celcius
- Hari ketiga suhu yang digunakan adalah 50 derajat celcius
- Hari keempat suhu yang digunakan adalah 55 derajat celcius
- Hari kelima atau hari terakhir suhu yang digunakan adalah 60
derajat celcius
Setiap kamar asap, suhu tidak boleh kurang atau lebih. Jika suhu
kurang atau melebihi suhu yang di tentukan, maka akan sangat
berpengaruh pada hasil yang didapatkan. Setelah lima hari berada
di dalam kamar asap, kemudian lembaran lembaran karet di angkut
keruang sortasi dengan warna lembaran karet yang sudah ditentukan
dan layak masuk kedalam ruang sortasi.
g. Sortasi
Sortasi adalah proses pengumpulan lembaran lembaran karet
sebelum pengepakan. Pada ruang sortasi ini lembaran lembaran
karet akan di pisahkan sesuai warna dari karet yang di sebut
Riber Smoked sheat dan di singkat dengan RSS. Dalam proses
sortasi, lembaran karet di bedakan dengan empat RSS yaitu RSS 1,
RSS 2, RSS 3, dan RSS 4. Setiap RSS di bedakan dengan warna dari
lembaran karet tersebut. RSS 1,2,3, dan 4 mempunyai warna sama
yaitu warna cokelat tetapi ada perbedaan di setiap RSS seperti
contoh RSS1 lebih cokelat di bandingkan RSS4 yang mempunyai warna
cokelat kehitaman, begitu juga pada RSS2 dan RSS3 dimana
keempatnya mempunyai warna mirip namun berbeda. Setelah proses
pembedaan di setiap RSSnya, di lakukan proses selanjutnya yang
dinamakan cutting atau proses pengguntingan.
Proses cutting juga dilakukan di dalam ruang sortasi. Proses
cutting, dilakukan pemeriksaan terhadap karet karet yang rusak.
Kerusakan pada karet dapat di lihat dengan adanya warna putih
pada lembaran lembaran karet dengan menggunakan lampu neon warana
putih, kemudian lembaran karet yang mempunyai warna bintik bintik
putih di dalamnya akan di gunting. Lembaran karet yang bersih
dari bintik bintik berwarna putih di simpan sesuai warna RSS
masing masing dan lembaran karet yang memiliki warna bintik
bintik putih di simpan untuk di daur ulang.
( Syakir, 2010)
h. Pengepakan
Proses pengepakan dilakukan di dalam ruang sortasi. Pengepakan
di lakukan dengan melakukan penimbangan terlebih dahulu. Untuk
RSS yang utuh berat yang harus di timbang untuk pengepakan adalah
113/ ball, sedangkan untuk cutting 116 / ball. Namun setiap
pengepakan tidak semuanya mempunyai berat seperti yang di
tentukan di atas. Berat dari pengepakan dapat di sesuaikan dengan
pesanan pemasok. Sebelum di lakukan pengepakan, lembaran karet
tersebut di pres terlebih dahulu dan kemudian dilakukan
pengepakan setelah itu lembaran karet tersebut dibungkus yang
dinamakan pembungkusan ball dan di beri merk (Davitra, 2012).
3. Jenis - jenis Bahan Olahan Karet
a. Lateks Pekat
Lateks pekat adalah lateks kebun yang dipekatkan dengan cara
sentrifus atau didadihkan dari KKK 28% - 30% menjadi KKK 60% -
64%. Peralatan yang diperlukan adalah tangki dadih dari plastik,
pengaduk kayu, dan saringan lateks 60 mesh. Bahan-bahan yang
diperlukan berupa bahan pendadih yaitu campuran amonium alginat
dan karboksi metil selulose, bahan pemantap berupa amonium laurat
dan pengawet berupa gas atau larutan amoniak. Pengolahan lateks
pekat melalui beberapa tahap yaitu penerimaan dan penyaringan
lateks kebun, pembuatan larutan pendadih, pendadihan dan
pemanenan.
b. Lump Mangkok
Lump mangkok adalah lateks kebun yang dibiarkan menggumpal
secara alamiah dalam mangkok. Pada musim penghujan untuk
mempercepat proses penggumpalan lateks dapat digunakan asam semut
yang ditambahkan ke dalam mangkok.
c. Slab Tipis/Giling
Slab tipis dibuat dari lateks atau campuran lateks dengan lump
mangkok yang dibekukan dengan asam semut di dalam bak pembeku
yang berukuran 60 x 40 x 6 cm, tanpa perlakuan penggilingan.
d. Sit Angin
Sit angin adalah lembaran karet hasil penggumpalan lateks yang
digiling dan dikeringanginkan sehingga memiliki KKK 90% - 95%.
Pengolahan sit angin dilakukan melalaui berbagai tahap yaitu
penerimaan dan penyaringan lateks, pengenceran, penggumpalan,
pemeraman, penggilingan, pencucian, penirisan dan pengeringan.
e. Sit Asap (Ribbed Smoked Sheet/RSS)
Proses pengolahan sit asap hampir sama dengan sit angina.
Bedanya terletak pada proses pengeringan, dimana pada sit asap
dilakukan pengasapan pada suhu yang bertahap antara 400C- 600C
selama 4 hari, dengan pengaturan sebagai berikut
1. Hari pertama, suhu 400C-450C, ventilasi ruang asap lebar.
2. Hari kedua, suhu 400C-500C, ventilasi ruang asap sedang.
3. Hari ketiga, suhu 500C-550 C, ventilasi ruang asap tertutup.
4. Hari keempat, suhu 550 C-600 C. (Purusowarso,
Ir. 2007)
C. MASALAH PANEN & PENGOLAHAN
Permsalahan yang sering dijumpai pada tanaman karet untuk
dilakukan pengolahan adalah sebagai berikut :
1. Umumnya bermutu rendah
2. Kadar air tinggi (>20%)
3. Teradapat berbagai macam koagulan yang sangat bervariasi.
Macam macam variasi koagulan tersebut adalah Asam semut,
Sulfat, Cuka, Tawas, Pupuk TSP, Air perasan gadung atau
nenas.
4. Terkontaminasinya lateks atau getah karet dengan tanah,
lumpur, pasir, tatal, serat kayu dan plastic
5. Terdapat jenis atau ukuran yagn beragam dari getah lateks
yaitu Mangkok (1-8 cm) sampai bentuk balok 50 x 50 cm dan
tebal 20-30 cm.
(Didit Heru Setiawan`dan Andoko
Agus, 2008)
III. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan beberapa
hal tentang proses penanganan dan pengolahan pascapanen tanaman
karet sebagai berikut :
1. Teknologi penanganan pasca panen merupakan teknologi yang
berperan penting dalam menjaga mutu produk karet,
sehingga dapat meningkatkan mutu produk karet.
2. Persmasalahan yang sering dijumpai dalam pascapanen
tanaman karet adalah kadar air yang tinggi yaitu (>20%),
adanya kontaminasi lateks dengan tanah, lumpur, pasir,
maupun tatal. Teradapat berbagai macam variasi koagulan.
3. Pemanenan lateks karet terdiri dari proses dalam
menentukan matang sadap, persiapan buka sadap,
pelaksanaan penyadapan
4. Teknologi penanganan, pengolahan pascapanen yang
diterapkan pada tanaman karet dalam pembuatan lembaran
karet adalah Pengangkutan hasil panen. Penerimaann
Lateks, Pengaliran Cairan Lateks, Proses Penggumpalan,
Proses Penggilingan, Proses Pengasapan, Sortasi,
Pengepakan
5. Jenis jenis produk olahan dari lateks karet adalah Lateks
Pekat, Lump Mangkok, Slab Tipis/Giling, Sit Angin, Sit
Asap (Ribbed Smoked Sheet/RSS)
DAFTAR PUSTAKA
Balai Penelitian Perkebunan Sembawa, 1981. Penyadapan TanamanKaret, Seri Pedoman No.1.
Balai Penelitian Sembawa, 1996. Sapta Bina Usahatani Karet Rakyat(edisi ke-2). Pusat Penelitian Karet, Balai PenelitianSembawa, Palembang.
Didit Heru Setiawan`dan Andoko Agus, 2008. Petunjuk Lengkap BudiDaya Karet, PT Agro Media Pustaka, Jakarta.
Tim Penulis PS, 1991 dan 1999. Karet, StrategiPemasaran,,Budidaya dan Pengolahan, Jakarta. Penebar Swadaya.
Pelatihan Peningkatan Kemampuan dan Keterampilan Penanganan PascaPanen Karet. 2007. Pusat Peneltian Karet Balai PenelitianSembawa
Purusowarso, Ir. 2007. Pegenalan Produk Primer Komoditi KaretDirektorat Penanganan Pasca Panen,Ditjen. PPHP DepartemenPertanian.
Sutrisno, DR. 2005. Teknik Pasca Panen Tanaman Perkebunan(dicari penerbit sama kota terbitnya ya ndra)
Syakir, M.2010. Budidaya dan Pasca Panen Karet. Pusat Penelitiandan Pengembangan Perkebunan, Bogor
Tim Penulis PS, 2009. Panduan Lengkap Karet, Penebar Swadaya.