makalah ekologi hewan

33
MAKALAH EKOLOGI HEWAN STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON Disusun oleh Nama :FERDA APRILLA NPM : F1D012044 DOSEN PENGAMPU : Dra,Novia Duya Msi JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Transcript of makalah ekologi hewan

MAKALAH EKOLOGI HEWAN

STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON

Disusun oleh

Nama :FERDA APRILLA

NPM : F1D012044

DOSEN PENGAMPU : Dra,Novia Duya Msi

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BENGKULU

2015

BAB I

PENDAHULUAN

I.1  Latar Belakang

Komunitas merupakan kumpulan dari berbagai populasi yang

hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling

berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Komunitas

memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila

dibandingkan dengan individu dan populasi. Nama Komunitas.

Nama komunitas harus dapat memberikan keterangan mengenai

sifat-sifat komunitas tersebut. Cara yang paling sederhana,

memberi nama itu dengan menggunakan kata-kata yang dapat

menunjukkan bagaimana wujud komunitas seperti padang rumput,

padang pasir, hutan jati.

Cara yang paling baik untuk menamakan komunitas itu

adalah dengan mengambil beberapa sifat yang jelas dan mantap,

baik hidup maupun tidak. Ringkasannya pemberian nama komunitas

dapat berdasarkan : 1) Bentuk atau struktur utama seperti

jenis dominan, bentuk hidup atau indikator lainnya seperti

hutan pinus, hutan agathis, hutan jati, atau hutan

Dipterocarphaceae, dapat juga berdasarkan sifat tumbuhan

dominan seperti hutan sklerofil

2) Berdasarkan habitat fisik dari komunitas, seperti komunitas

hamparan lumpur, komunitas pantai pasir, komunitas lautan,dll,

3) Berdasarkan sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional

misalnya tipe metabolisme komunitas. Berdasarkan sifat

lingkungan alam seperti iklim, misalnya terdapat di daerah

tropik dengan curah hujan yang terbagi rata sepanjang tahun,

maka disebut hutan hujan tropik. Macam-macam Komunitas. Di

alam terdapat bermacam-macam komunitas yang secara garis besar

dapat dibagi dalam dua bagian yaitu (1) Komunitas akuatik,

komunitas ini misalnya yang terdapat di laut, di danau, di

sungai, di parit atau di kolam, (2) Komunitas terrestrial,

yaitu kelompok organisme yang terdapat di pekarangan, di

hutan, di padang rumput, di padang pasir, dll

Perairan merupakan salah satu habitat di atas muka bumi

yang digunakan sebagai lingkungan hidup bagi organisme aquatik

baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Menurut Nybakken (1992),

perairan dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu perairan tawar

dan perairan laut (asin). Diantara kedua perairan tersebut ada

daerah yang merupakan percampuran antara perairan tawar dan

perairan laut, yang terdapat di muara-muara sungai yang sering

disebut daerah estuarin. Ketiga sistem perairan tersebut

merupakan suatu ekosistem yang di dalamnya selalu terdapat

komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi dan

saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya.Muara

Sungai Donan termasuk ekosistem estuarin yang kondisinya

sangat erat hubungannya dengan keadaan iklim, flora, fauna,

tataguna lahan serta kegiatan manusia lainya. Sepanjang DAS

sekitar muara Sungai Donan merupakan kawasan industri,

sedangkan dibagian hulu merupakan daerah pertanian dan

perbukitan dengan tekstur tanah halus, sehingga pada musim

penghujan terjadi pengikisan dan erosi. Masuknya air tawar

dari hulu sungai yang membawa material akibat erosi dan

aktivitas pasang air laut serta bongkar muat kapal untuk

keperluan industri menyebabkan peningkatan turbiditas

(kekeruhan) di perairan Sungai Donan.

Menurut Koesoebiono (1980) dalam Pagoray (1998) dan Bougis

(1976) tingkat kekeruhan (turbiditas) dalam ekosistem perairan

akan berpengaruh tehadap petentrasi cahaya matahari, sehingga

dapat menghambat proses fotosintesis fitoplankton, perifiton

dan tanaman air lainnya yang pada akhirnya dapat menurunkan

produktivitas primer. Selain itu, tingkat kekeruhan juga dapat

berpengaruh terhadap struktur substrat dasar perairan.

Tingginya turbiditas dan lemahnya arus akan memberikan

kesempatan materi terlarut lebih cepat mengendap dan membentuk

substrat dasar.Struktur substrat dasar yang didominasi oleh

lumpur halus akan menjadi media yang cocok untuk hidup dan

berkembangnya berbagai jenis cacing yang dapat bersifat mero

maupun holo-zooplankton.

Menurut Sachlan (1982), kehadiran species cacing

tertentu, terutama dari klasis Chaetognata akan berpengaruh

terhadap komunitas 2 zooplankton, karena Chaetognata merupakan

zooplankton yang sangat rakus. Dengan demikian, tingkat

kekeruhan mempunyai peran yang sangat penting terhadap

komunitas zooplankton.

Menurut Sumich (1999); Hutabarat dan Evans (1985),

kehadiran zooplankton dalam ekosistem perairan mempunyai peran

yang sangat penting, karena organisme ini sangat disukai oleh

berbagai hewan dengan tingkat tropik lebih tinggi. Pentingnya

kehadiran zooplankton dalam ekosistem perairan, menyebabkan

organisme ini dapat digunakan sebagai indikator terhadap

tingkat produktivitas perikanan suatu perairan.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam

makalah ini adalah:    

1. Apa yang dimaksud dengan komunitas

2. Apa saja struktur dan karakter komunitas?

3. Bagaimana indeks keanekaragaman,indeks

dominansi,kelimpahan,kelimpahan relatif dan indek

keseragaman dari 7 jurnal terlampir?

4. Bagaimana konsep pengamatan pola komunitas?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah ini, yaitu:

1. Mengetahui penjelasan mengenai komunitas.

2. Mengetahui komponen-komponen apa dalam struktur

komunitas.

3. Mengetahui bagaimana indek

keanekaragaman,indekskeseragaman,indeks

donminansi ,kelimpahan,kelimpahan relatif.

4. Mengetahui bagaimana konsep pengamatan pola komunitas.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian komunitas

Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang

hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling

berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Komunitas

memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila

dibandingkan dengan individu dan populasi.

Komunitas ialah beberapa kelompok makhluk yang hidup

bersama-sama dalam suatu tempat yang bersamaan, misalnya

populasi semut, populasi kutu daun, dan pohon tempat mereka

hidup membentuk suatu masyarakat atau suatu komunitas.  

Dengan memperhatikan keanekaragaman dalam komunitas dapatlah

diperoleh gambaran tentang kedewasaan organisasi komunitas

tersebut.  Komunitas dengan populasi ibarat makhluk dengan

sistem organnya, tetapi dengan tingkat organisasi yang lebih

tinggi sehingga memiliki sifat yang khusus atau kelebihan yang

tidak dimiliki oleh baik sistem organ maupun organisasi hidup

lainnya.

 Perubahan komunitas yang sesuai dengan perubahan

lingkungan yang terjadi akan berlangsung terus sampai pada

suatu saat terjadi suatu komunitas padat sehingga timbulnya

jenis tumbuhan atau hewan baru akan kecil sekali

kemungkinannya.  Namun, perubahan akan selalu terjadi.  Oleh

karena itu, komunitas padat yang stabil tidak mungkin dapat

dicapai.  Perubahan komunitas tidak hanya terjadi oleh

timbulnya penghuni baru, tetapi juga hilangnya penghuni yang

pertama.

Sering terjadi, spesies tumbuhan dan hewan dijumpai

berulangkali dalam pelbagai komunitas dan menjalankan fungsi

yang agak berbeda.  Kombinasi antara habitat , tempat suatu

spesies hidup, dengan fungsi spesies dalam habitat itu

memberikan pengertian nicia (niche). Konsep nicia ini penting karena

selain dapat digunakan untuk meramal macam tumbuhan dan hewan

yang yang dapat ditemukan dalam suatu komunitas, juga dipakai

untuk menaksir kepadatan serta fungsinya pada suatu musim. 

Kepadatan individu dalam suatu populasi langsung dapat

dikaitkan dengan pengertian keanekaragaman.  Istilah ini dapat

diterapkan pada pelbagai bentuk, sifat, dan ciri suatu

komunitas.  Misalnya, keanekaragaman di dalam spesies,

keanekaragaman dalam pola penyebaran.  Margalef (1958)

mengemukakan bahwa untuk menentukan keanekaragaman komunitas

perli dipelajari aspek keanekaragaman itu dalam organisasi

komuniatsnya.  Misalnya mengalokasikan individu populasinya ke

dalam spesiesnya, menempatkan spesies tersebut ke dalam

habitatnya, menentukan kepadatan relatifnya dalam habitat

tersebut  dan menempatkan setiap individu ke dalam tiap

habitatnya dan menentukan fungsinya. Dengan memperhatikan

keanekaragaman dalam komunitas dapat diperoleh gambaran

tentang kedewasaan organisasi komunitsas tersebut.  Hal ini

menunjukkan tingkat kedewasaannya sehingga keadaannya lebih

mantap. 

Komunitas, seperti halnya tingkat organisasi makhluk

hidup lain, juga mengalami serta menjalani siklus hidup.

Komunitas Ditinjau dari segi fungsinya, tumbuhan dan

hewan dari berbagai jenis yang hidup secara alami di suatu

tempat membentuk suatu kumpulan yang di dalamnya setiap

individu menemukan lingkungan yang dapat memunuhi kebutuhan

hidupnya dalam kumpulana ini terdapat pula kerukunan untuk

hidup bersama, toleransi kebersamaan dan hubungan timbal balik

yang menguntungkan sehingga dalam kumpulan ini terbentuk

suatau derajat keterpaduan. Kelompok seperti itu yang tumbuhan

dan hewannya secara bersama telah menyesuaikan diri dan

mempunyai suatu tempat alami disebut komunitas. Konsep

komunitas cukup jelas, tetapi sering kali pengenalan dan

penentuan batas komunitas tidaklah mudah.

Meskipun demikian komponen-komponen komunitas ini

mempunyai kemampuan untuk hidup dalam lingkungan yang sama di

suatu tempat dan untuk hidup saling bergantung yang satu

dengan yang lain. Komunitas memiliki derajat kepaduan yang

lebih tinggi daripada individu-individu dan populasi tumbuhan

serta hewan yang menyusunnya. Komposisi suatu komunitas

ditentukan oleh seleksi tumbuhan dan hewan yang kebetulan

mencapai dan mamapu hidup di tempat tersebut, dan kegiatan

anggota-anggota komunitas ini bergantung pada penyesuaian diri

setiap individu terhadap faktor-faktor fisik dan biologi yang

ada di tempat tersebut.

Bila ditinjau dari segi deskritif suatu komunitas

dicirikan oleh komposisinya yang tertentu.sering kali

perubahan komposisi jenis di isi suatu komunitas lain sangat

nyata. Dan bila jenis-jenis utama dari dua komunitas berbeda

sekali batas antara komunitas itu akan jelas pula. Tetapi

dapat pula perubahan komposisi jenis itu terjadi secara

berangsur-angsur sehingga batas anatara komunitas itu tidak

jelas. Perubahan-perubahan komposisi berkaitan dengan

perubahan faktor-faktor lingkungan, misalnya topografi,

kelembapan, tanah, tamperatur dan iklim (bila mencakup kawasan

yang luas).

Suatu komunitas dapat mengkarakteristikkan sutau unit

lingkungan yang mempunyai kondisi habitat utama yang seragam.

Unit lingkungan seperti ini disebut biotop. Hamparan lumpur,

pantai pasir, gurun pasir dan unit lautan merupakan contoh

biotop. Disini biotop ditentukan oleh sifat-sifat fisik.

Biotop-biotop lain dapat pula dicirikan oleh unsur organisme

nya, misalnya pada alang-alang, hutan tusam, hutan cemara,

rawa kumpai, dan sebagainaya.

Dalam suatu komunitas pengendali kehadiran jenis-jenis

dapat berupa satu atau beberapa jenis tertentu atau dapat pula

sifat-sifat fisik habitat. Meskipun demikian tidak ada batas

yang nyata antara keduanya serta kedua-duanya dapat saja

beroperasi secara bersama-sama atau saling mempengaruhi.

Misalnya saja kondisi tanah, topografi, elefasi, dan iklim

yang memungkinkan cemara gunung ( casuarina

junghuhniana )untuk berkembang biak di suatu tempat, dan pada

gilirannya kehadiran jenis cemara ini menciptakan lingkungan

tertentu yang cocok untuk pertumbuhan jenis hewan dan tumbuhan

tertentu. Suatu jenis yang dalam suatu komunitas jenis

dominan, atau dapat dikatakan pula sebagai jenis yang merajai.

Dikawasan tropika jarang sekali  terjadi komunitas alami

dirajai oleh hanya satu jenis, dan bila ada biasanya komunitas

tersebut mempunyai habitat yang ekstrim yang hanya jenis-jenis

tertentu saja yang dapat toleran dan mampu hidup pada habitat

tersebut. Sebagai contoh dapay kita ambil hutan manggrove

( hutan payau atau hutan bakau ) yang dirajai oleh beberapa

jenis saja dan masing-masing jenis menjadi dominan pada

kondisi habitat tertentu. Pada umumnya dikawasan tropik dalam

suatu komunitas setiap jenis mempunyai kedudukan yang hampir

sama, tidak ada yang menjadi ” raja ” atau ” dominan”.

Karekteristik komunitas dikawasan tropis adalah keanekaragaman

jenis tinggi. Keanekaragaman ( diversity ) adalah jumlah jenis

tumbuhan atau hewan yang hidup pada suatu tempat tertentu.

Dihutan Kalimantan misalnya dalam satu hektar teradapat pohon

( dengan diameter lebih dari 10 cm ) sebanyak kurang lebih

400-500 yang tergolong dalam 150-200 jenis, sehingga rata

setiap  jenis hanya mempunyai kurang lebih 2 pohon perhektar.

Tidak demikian halnya dikawasan beriklim sedang dan dingin.

Dalam satu hektar mungkin hanya terdapat 10-20 jenis saja,

bahkan kurang dari itu.

Keanekaragaman kecil terdapat pada komunitas yang

terdapat pada daerah dengan lingkungan yang ekstrim, misalnya

kering, tanah miskin, dan pegunungan tinggi. Sementara itu

keanekaragaman tinggi terdapat di daerah dengan lingkungan

optimum. Hutan tropika adalah contoh komunitas yang mempunyai

keanekaragaman tinggi, seperti dicontohkan pada hutan di

Kalimantan. Sementara ahli-ahli ekologi berpendapat bahwa

komunitas yang mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi itu

stabil sehingga sering dikatakan diversity is sability. Tetapi

ada juga ahli-ahli yang berpendapat sebaliknya, bahwa

keanekaragaman tidak selalu berarti stabilitas. Kedua pendapat

ini di topang oleh argumen-argumen ekologi yang masuk akal,

masing-masing ada benarnya dan ada kekurangannya.

Hutan tropika basah merupakan komunitas yang dominan di

Indonesia. Sifat yang menyolok dari hutan tropis basah adalah

volum persatuan luas dari biomassa yang ada diatas tanah,

sehingga memberi kesan bahwa lahan yang ditumbuhinya itu

merupakan lahan yang sangat subur. Tetapi pada kenyataannya

tidaklah demikian, tanah hutan dikawasan tropis itu umumnya

miskin, kecuali tanah-tanah alufial yang baru dan tanah-tanah

vulkanik. Karena hujan lebat sering terjadi, maka tanah juga

mudah sekali terkena pembasuhan . Dalam keadaan demikian

tidaklah efisien dan menguntungkan bagi pertumbuhan apabila

kesuburan itu di simpan dalam tanah Tanggap dalam keadaan

seperti ini, tumbuhan yang tumb dalam habitat itu melalui

proses evolusi telah mengadaptasikan  diri dan mengembangkan

suatu sistem untuk mencegah kehilangan hara makanan. Sistem

daun hara dalam hutan tropis basah sangat ketat, tahan

kebocoran dan berjalan cepat, arti kata bahwa hara makanan

yang dilepas oleh dekomposisi serasa segera di serap kembali

untuk digunakan dalam pertumbuhan dan kemudian digabungkan

kedalam tubuh tumbuhan.

Oleh karena temperatur dan kelembapan dikawasan tropik

ini tinggi, serasa yang digugurkan oleh tumbuhan setiap hari

tidak tertimbun lebih lama dilantai hutan melainkan segera

mengalami dekomposisi. Proses dekomposisi berjalan jauh lebih

cepat dari pada di hutan-hutan beriklim sedang dan dingin.

Serasa menghilang dalam waktu beberapa minggu saja. Penyerapan

hara makanan sering pula dibantu oleh kehadiran jamur-jamur

mikroriza yang hidup bersimbiosis dengan akar-akar. Miselia

jamur itu sendiri bertindak sebagai organ penyerap bagi

tumbuhan inagnya. Sering pula dapat dijumpai bahwa bulu-bulu

akar dan miselia masuk kedalam daun-daun atau jaringan-

jaringan yang sedang berdekomposisi dan langsung menyerap hara

makanan.

Jadi jelas sekali bahwa sebagian besar hara makanan yang

dilepas oleh serasah tersebut tidak mempunyai kesempatan untuk

disimpan dalam tanah tetapi langsung dikembalikan ke dalam

tubuh tumbuhan. Dengan demikian nyata sekali bahwa sebagian

besar hara makanan di hutan tropis basah tersimpan dalam

tumbuhan hidup. Oleh karena kondisi yang seperti itu, maka

akan terrjadi limpahan hara yang mendadak bila hutan ditebang

habis kemudian di ikuti dengan pembakaran, tetapi hara makanan

tersebut tidak akan tinggal terlalu lama dalam tanah karena

akan segera dibasuh oleh hujan lebat. Besar kesuburan tanah

akan meningkat cepat tetapi hanya untuk sementara saja dan

biasanya menurun lagi dengan cepat dalam tempo beberapa tahun.

Ini yang menjadi alasan kenapa perladangan berpindah

hanya dapat bertahan beberapa tahun saja. Daun-daun bahan

organik dan mineral terputus sama sekali dengan adanya

penebangan  habis, karena arus penyediaan penerus bahan-bahan

organik dari tumbuhan hidup terpenggal.

Nama komunitas harus dapat memberikan keterangan mengenai

sifat-sifat komunitas tersebut. Cara yang paling sederhana,

memberi nama itu dengan menggunakan kata-kata yang dapat

menunjukkan bagaimana wujud komunitas seperti padang rumput,

padang pasir, hutan jati.

Cara yang paling baik untuk menamakan komunitas itu

adalah dengan mengambil beberapa sifat yang jelas dan mantap,

baik hidup maupun tidak. Ringkasannya pemberian nama komunitas

dapat berdasarkan :

1.      Bentuk atau struktur utama seperti jenis dominan,

bentuk hidup atau indikator  lainnya seperti hutan pinus,

hutan agathis, hutan jati, atau hutan Dipterocarphaceae, dapat

juga berdasarkan sifat tumbuhan dominan seperti hutan

sklerofil

2.      Berdasarkan habitat fisik dari komunitas, seperti

komunitas hamparan lumpur, komunitas pantai pasir, komunitas

lautan,dll

3.      Berdasarkan sifat-sifat atau tanda-tanda

fungsional misalnya tipe metabolisme komunitas. Berdasarkan

sifat lingkungan alam seperti iklim, misalnya terdapat di

daerah tropik dengan curah hujan yang terbagi rata sepanjang

tahun, maka disebut hutan hujan tropik.

2. Struktur Dan Karakter Komunitas

Struktur yang diakibatkan oleh penyebaran organisme di

dalam, dan interaksinya dengan lingkungannya dapat disebut pola

(Hutchinson, 1953). Komunitas ialah kumpulan dari berbagai

populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang

saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain.

Berikut adalah struktur komunitas dan karakter komunitas

1.      Kualitatif, seperti komposisi, bentuk hidup, fenologi

dan vitalitas. Vitalitas menggambarkan kapasitas pertumbuhan

dan perkembangbiakan organisme.

2.      Kuantitatif, seperti Frekuensi, densitas dan densitas

relatif. Frekuensi kehadiran merupakan nilai yang menyatakan

jumlah kehadiran suatu spesies di dalam suatu habitat.

Densitas (kepadatan) dinyatakan sebagai jumlah atau biomassa

per unit contoh, atau persatuan luas/volume, atau persatuan

penangkapan.

3.      Sintesis adalah proses perubahan dalam komunitas yang

berlangsung menuju ke satu arah yang berlangsung lambat secara

teratur pasti terarah dan dapat diramalkan. Suksesi-suksesi

terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam

komunitasnya dan memerlukan waktu. Proses ini berakhir dengan

sebuah komunitas atau ekosistem yang disebut klimas. Dalam

tingkat ini komunitas sudah mengalami homoestosis. Menurut

konsep mutahir suksesi merupakan pergantian jenis-jenis pioner

oleh jenis-jenis yang lebih mantap yang sangat sesuai dengan

lingkungannya.

Banyak macam pengaturan yang berbeda-beda dalam standing

crop dari organisme yang memberikan sumbanagan kepada

keanekaragaman pola di dalam komunitas seperti, misalnya : 1.

Pola stratifikasi (pelapisan tegak), 2. Pola-pola zonasi

(pemisahan ke arah mendatar), 3. Pola-pola kegiatan

(periodisitas), 4. Pola-pola jaring-jaring (organisasi

jaringan kerja di dalam rantai pangan), 5. Pola reproduktif

(asosia

si-asosiasi orang anak-anak, klone-klone tanaman dan

sebagainya), 6. Pola-pola social (kelompok-kelompok dan

kawanan-kawanan), 7. Pola-pola ko-aktif (di akibatkan oleh

pesaingan antibiosis, mutualisme dan sebagainya), dan 8. Pola-

pola stochastic (diakibatkan oleh tenaga atau kakas acak).

3. Indeks keanekaragaman,indeks

dominansi,kelimpahan,kelimpahan relatif dan indek

keseragaman berdasarkan 7 jurnal yang telah di

lampirkan

Pada Jurnal 1, KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN LAMALERA

DAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR.

Komunitas zooplankton di perairan Lamalera dan Laut Sawu

dianalisis dalam ekspedisi penelitian laut kerjasama antara

DIKTI dan P2O LIPI, yang dilakukan dari tanggal 19–30 Juli

2011. Selain menjadi daerah penangkapan ikan yang potensial,

perairan Lamalera dan sekitarnya pada bulan-bulan di musim

angin tenggara (Southeast Monsoon) menjadi daerah lintasan

Cetacean (mamalia laut besar). Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui struktur komunitas, kelimpahan dan distribusi

spasial zooplankton di perairan Lamalera dan Laut Sawu.

Pengambilan contoh plankton dilakukan secara vertikal dari

kedalaman maksimum 200 m hingga permukaan dengan menggunakan

jaring NORPAC 300µm, dan dilakukan pada 23 stasiun.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 45 taksa

zooplankton yang didominasi oleh holoplankton Copepoda.

Kelimpahan zooplankton di perairan Lamalera berkisar antara

491 - 4537 individu/m3 . Nilai indeks keanekaragaman dan

kemerataan zooplankton rata-rata 1.59 ± 0.21 and 0.50 ± 0.04.

Krill sebagai makanan utama Cetacean, secara umum dijumpai

dalam kelimpahan yang relatif minim namun frekuensi

kehadirannya (FK) mencapai nilai 100%. Komposisi jenis relatif

sama antara stasiun pengamatan menunjukkan bahwa tidak ada

perbedaan komposisi antara perairan Lamalera bagian utara dan

selatan yang sebenarnya diisi oleh dua massa air laut berbeda.

Ini menunjukkan bahwa distribusi spasial zooplankton cukup

luas dan merata.

Pada penelitian ini rumus yang digunakan untuk mengetahui

kelimpahan zooplankton adalah: Perhitungan kelimpahan

zooplankton dihitung dengan menggunakan persamaan (Wickstead,

1965):

D= qfxv

Dimana:

D = jumlah kandungan zooplankton (individu/m3 )

q = jumlah zooplankton dalam subsampel

f = fraksi yang diambil (volume sub sampel per volume sampel)

v = volume air tersaring (m3 ).

Untuk menghitung indeks keanekaragaman dihitung

menggunakan “Shannon Index of Diversity” (Odum, 1994), dengan

persamaan berikut:

H’ = - (∑ ni/N) ln (ni/N)

Dimana:

H’ = Indeks Keanekaragaman

ni = Jumlah Individu setiap spesies

N = Jumlah Individu Keseluruhan

Sedangkan untuk Indeks keseragaman/ kemerataan, dihitung

menggunakan “Evenness Index” (Odum,1994), dengan persamaan :

E = H’/H’max

H’max = ln S

Dimana:

E = Indeks Keanekaragaman

H’max = Keanekaragaman Maksimum

S = Jumlah seluruh spesies

Pada Jurnal 2, KEANEKARAGAMAN DAN KEMELIMPAHAN ZOOPLANKTO

DI KOLAM JORONG BARUTAMA GRESTON KECAMATAN JORONG KABUPATEN

TANAH LAUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN.

Kolam Jorong Barutama Greston dari, maka dalam disingkat

kolam JBG adalah

daerah air yang belum digunakan sebagai tempat memperluas

ikan. Zooplankton adalahplankton hewan yang memiliki aktif

bergerak karena alat gerakannya, di mana yang hidup sebagai

salah satu makanan alami untuk organisme air terutama ikan.

Itu Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

spesies, varietas, dan kelimpahan zooplankton di kolam JBG di

desa Swarangan dari Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut.

Penelitian ini menggunakan deskriptif Metode eksploratif

dengan pengamatan teknik. Penelitian ini menggunakan di JBG

kolam opproximately 48 titik pengamatan yang jaraknya 25 meter

setiap titik. Untuk mengambil sampel menggunakan plankton net

nomor 25. Data Analisis ini didasarkan pada spesies, Penting

Nilai (NP) dan indeks Keanekaragaman (H ')’Hasil penelitian

yang diperoleh 18 jenis zooplankton, yaitu, Euglypha aspera,

Brachionus ulcerialis, difflugia sp (1), Philodina rotifer,

Sida crystallina, Daphnia pulex, Philodina roseola, difflugia

sp (2), Cyclops sp, Lembadion sp, Pompholix sulcata,

Awerintzewia cyclostoma, Frontonia

leucas, Nebela sp, Euglypha Leavis, difflugia lobosa, Bosmina

longilotris, dan Pleuroxus sp. Indeks Keanekaragaman (H ')

menunjukkan skor 1.418 yang mengandung berbagai kategori

sedang. Zooplankton yang memiliki tertinggi kelimpahan, yaitu

difflugia sp (1) sekitar 53,01 dan alowest Frontonia Leucas

sekitar 4,42.

Pada penelitian ini rumus yang digunakan untuk mengetahui

Kemelimpahan Zooplankton Untuk kemelimpahan zooplankton

digunakan nilai penting yang mengacu pada Soerianegara dan

Indrawan (1978) dengan rumus:

Kerapatan (K) = Jumlah individu suatu spesies

Total cuplikan

Kerapatan Relatif (KR) = Kerapatan suatu spesies x 100%

Kerapatan seluruh spesies

Frekuensi (F) = Jumlah titik ditempati suatu spesies

Jumlah seluruh cuplikan

Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi sutu spesies x 100%

Frekuensi seluruh spesies

Nilai Penting (NP) = KR + FR

keanekaragaman Zooplankton

Untuk mengetahui keanekaragaman zooplankton digunakan

indeks keanekaragaman dari Shannon-Wiener dalam Michael (1995)

dengan rumus:

H' = - Pi ln Pi, dimana Pi = ni/N∑

Keterangan:

H' = Indeks keanekaragaman

ni = Banyaknya individu satu jenis

N = Jumlah total individu

Pi = Kemelimpahan proporsional

Kategori untuk indeks keanekaragaman:

H'<1, indeks keanekaragaman rendah

H'1-3, indeks keanekaragaman sedang

H'>3, indeks keanekaragaman tinggi.

Pada Jurnal 3, STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON DI PERAIRAN

PULAU BANGKA KABUPATEN MINAHASA UTARA

Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Bangka,

Kecamatan Likupang Timur,Minahasa Utara Kab. Sampel plankton

dikumpulkan menggunakan plankton net di 6 (enam) poin di 2

(dua) kedalaman yang berbeda seperti luas permukaan dan

kedalaman 10 m. Untuk mengumpulkan sampel, bersih plankton

yang horizontal dan vertikal ditarik pada bulan Februari

2012,kemudian diperbaiki dengan 4% formline sebelum

diidentifikasi di Marine Biology laboratorium, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi,

Manado.

Hasil ini Penelitian telah menunjukkan bahwa plankton

dari kedua kedalaman yang terdiri dari 6 genera dari 5

perintah, masing-masing dari mereka agar Gonyaulacales,

Bacillariales, Pennales dan Oscillatoriales memiliki satu

marga masing-masing, dan hanya Orde Centrales memiliki 2

genera. Semua spesies plankton yang ditemukan di setiap lokasi

penelitian adalah jenis holoplankton, sedangkan spesies diatom

yang kebanyakan ditemukan. Indeks nilai penting yang ditemukan

di permukaan daerah itu dari Pseudoenotis spesies doliolus

dalam nilai tertinggi setinggi 86,017, sementara Skeletoma sp.

Spesies sebagai nilai tertinggi pada kedalaman 10 m sebagai

88.627.

Keragaman Indeks plankton di perairan Pulau Bangka telah

menunjukkan pada tingkat moderat ditunjukkan bahwa lingkungan

cenderung unstabled,untuk itu dominasi plankton menunjukkan

tingkat rendah berarti tidak ada dominasi spesies plankton

namun di daerah itu.

Padapenelitian ini rumus yang digunakan untuk menghitung

Indeks Keanekaragaman Spesies Indeks keanekaragaman

spesiesadalah ukuran kekayaan komunitas dilihat dari jumlah

spesies dalam suatu kawasan, berikut jumlah individu dalam

tiap spesies.Indeks keanekaragamanspesies dianalisis dengan

menggunakan formula Shannon-Wiener dalam Ludwigdan Reynolds

(1988).

H’= - (ni/N In ni/N)∑

Dimana :

H’: Indeks keanekaragaman spesies

ni :Jumlah individu dalam spesies ke-i

N : Jumlah total individu

Keterangan :

H’< 1 : Keanekaragaman rendah dan

keadaan komunitas rendah

1<H’<3 : Keanekaragaman sedang dan

keadaan komunitas sedang

H’>3 : Keanekaragaman tinggi dan

keadaan komunitas tinggi

Untuk mengetahui indeks dominan dalam suatu habitat

digunakan rumus di bawah ini (Odum 1994 dalam Lombok 2003).

C = (ni/N)²∑

Dimana

C : Indeks dominan spesies

ni : Jumlah individu setiap spesies i

N: Jumlah total individu seluruh

spesies

Keterangan :

C< 0,50 : Dominasi rendah

0,50<C<0,75 : Dominasi sedang

0,75<C<1 : Dominasi tinggi

Indeks Dominansi Relatif (%)

Dominansi Relatif (%) =dominansi spesies A

Dominansi total spesies x 100%

Pada Jurnal 4 Struktur KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI MUARA

SUNGAI SERANG,JOGJAKARTA

Zooplankton adalah salah satu komponen dalam rantai

makanan yang diukur dalam kaitan dengan nilai produksi suatu

ekosistem. Hal ini dikarenakan zooplankton berperan ganda baik

sebagai konsumen satu maupun konsumen dua, dimana merupakan

rantai penghubung di antara plankton dan nekton. Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas zooplankton

di perairan muara Sungai Serang Yogyakarta. Metode penelitian

yang digunakan adalah studi kasus. Penentuan stasiun sampling

menggunakan metode pertimbangan (purposive sampling

method).Pengolahan data meliputi kelimpahan, indeks

keanekaragaman, indeks keseragaman, indeks dominansi, dan

indeks dispersitas Morisita. Parameter perairan yang terukur

suhu, salinitas, kecerahan, kecepatan arus, kedalaman, derajat

keasaman (pH), DO, nitrat, dan fosfat.

Hasil penelitian berdasarkan tanggal sampling diperoleh

kelimpahan rata-rata zooplankton berkisar antara 6.704-36.427

sel/L dengan indeks keanekaragaman 1,16-1,78; indeks

keseragaman 0,75-0, 95; dan indeks dominansi 0,13-0,31.

Sedangkan hasil penelitian berdasarkan stasiun diperoleh

kelimpahan rata-rata zooplankton berkisar antara 10.952-31.669

sel/L dengan indeks keanekaragaman 1,17-1,65; indeks

keseragaman 0,76-0,95; dan indeks dominansi 0,13 -

0,21.Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil, bahwa genus

zooplankton yang memiliki sebaran luas pada setiap stasiun

(dominan) adalah genus Trigriopus, Nauplius, Pseudocalanus

(Crustacea), Brachionus, Plerodina (Rotatoria). Berdasarkan

hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa zooplankton yang

terdapat di perairan muara Sungai Serang Yogyakarta terdiri

dari 6 kelas dan 21 genus. Sedangkan dilihat dari nilai indeks

keanekaragaman dan keseragaman diketahui bahwa muara Sungai

Serang termasuk daerah yang memiliki komunitas zooplankton

yang beragam dan didominasi oleh kelas Crustacea.

Pada penelitian ini rumus yang digunakan untuk

menghitung Kelimpahan zooplankton per liter dihitung dengan

menggunakan rumus dari APHA, AWWA, WPOF (1976). Sedangkan

Indeks keanekaragaman (H’’)dapat dihitung dengan rumus

Shannon-Weaver (1963), untuk Indeks keseragaman dihitung

dengan menggunakan rumus Indeks Evenness (Omori dan Ikeda,

1984). Indeks dominansi dihitung dengan rumu Simpson (1949)

dalam Odum (1993). Penyebaran zooplankton ditentukan dengan

menggunakan indeks Morisita (Michael, 1994).

Pada Jurnal 5,STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI MUARA

SUNGAI MEMPAWAH KABUPATEN PONTIANAK BERDASARKAN PASANG SURUT

AIR LAUT.

Fluktuasi salinitas akibat fenomena pasang surut air laut

menyebabkan perbedaan jenis zooplankton yang mendiami muara

sungai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur

komunitas zooplankton pada saat pasang surut air laut di Muara

Sungai Mempawah. Sampel diambil pada 5 stasiun yang

dibedakanberdasarkan rona lingkungannya. Sampel plankton dan

air diambil pada setiap stasiun baik di kolom air (kedalaman

0,5-2,5 meter) maupun di permukaan. Pengambilan sampel

dilakukan pada periode pasang surut purnama dan perbani pada

bulan April 2012.

Zooplankton yang ditemukan di Muara Sungai Mempawah pada

saat pasang dan saat surut sebanyak 55 genera yang terbagi ke

dalam 5 filum, yaitu Arthropoda, Protozoa, Trocohelmintes,

Molusca, Annelida dan 4 genera yang tidak teridentifikasi.

Keanekaragaman tertinggi dari filum Arthropoda (29 genera),

dengan kelimpahan tertinggi berasal dari filum Trocohelmintes

genus Tintinnopsis (731,23 ind/l). Keanekaragaman zooplankton

di Muara Sungai Mempawah saat pasang surut tergolong sedang.

Kemerataan zooplankton di Muara Sungai Mempawah cenderung

merata dengan indeks kemerataan 0,6291-0,8447, yang berarti

bahwa tidak ada zooplankton yang mendominasi.

Pada penelitian ini rumus yang digunakan untuk

menghitung Data dianalisis dengan menghitung kelimpahan,

indeks keanekaragaman Shannon Winner, indeks dominansi

Simpson, indeks kemerataan dan indeks similaritas (Brower et

al., 1998).

Pada Jurnal 6,STUDI KOMUNITAS ZOOPLANKTON SEBAGAI

GAMBARAN KUALITAS PERAIRAN DI TELUK PALU SULAWESI TENGAH.

Penelitian dari "Studi Zooplankton Komunitas Sebagai

Tinjauan Kualitas Air Sulawesi Tengah di Palu Bay "dilakukan

dari Maret sampai Mei 2012. Penelitian ini bertujuan untuk

Tentukan struktur komunitas zooplankton di perairan Teluk

Palu. Sampel diambil secara vertikal dan horizontal dengan

menggunakan jaring plankton dan air Lamotte sampling pada

empat stasiun penelitian, mereka adalah: Stasiun 1 di daerah

mulut sungai Palu, stasiun 2 di daerah pemukiman desa Tondo,

stasiun 3 di daerah pasir pertambangan dan penggalian C Taipa,

dan stasiun 4 di daerah PLTU. Sampel yang diamati dan

dianalisis di laboratorium Departemen Fakultas Biologi

Lingkungan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa di Teluk Palu menemukan tiga

filum, 3 kelas, 7 perintah zooplankton diklasifikasikan

menjadi 30 jenis. Hasil analisis indeks keanekaragaman (H ')

berkisar 0,69-2,61 milik keragaman menengah dan rendah. Indeks

keseragaman (E) berkisar 0,60-1,00, milik tinggi keseragaman.

Total kelimpahan di permukaan berkisar 0,12-3,60 ind / l.

Totalkelimpahan pada kedalaman mulai 30-490 ind / l.

Pada penelitian ini rumus yang digunakan untuk

menghitung nilai indeks keanekaragaman menurut Odum(1994),

indeks dominansi Simpson, indeks kemerataan dan indeks

similaritas (Brower et al., 1998).

Pada Jurnal 7,STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON PADA DAERAH

PERTAMBAKAN DIDESA MANGUN HARJO ,KECAMATAN TUGU,KOTA SEMARANG.

Penelitian ini dilakukan di pertambakan Desa Mangunharjo

Kecamatan Tugu, Kota Semarang.Metode yang digunakan adalah

metode deskriptif eksploratif dengan pengumpulan data

menggunakan metode Purposive sampling. Pengambilan sampel dilakukan

setiap 2 minggu sekali selama 4 kali sampling masing-masing 3

kali pengambilan menggunakan planktonnet dengan ukuran mata

jaring 45 µm. Pengambilan sampel dilakukan secara horizontal

sepanjang 4 m secara aktif. Parameter perairan yang diukur

meliputi : Salinitas, Suhu, Kedalaman, DO, derajat keasaman

(pH) , arus dan Kecerahan.

Hasil penelitian diperoleh 30 genera. Kelimpahan

zooplankton menunjukkan nilai 13,838 – 28,708 ind/L,dimana

nilai Kelimpahan tertinggi terdapat pada sampling ke- 3 di

Stasiun I dengan nilai 28,708 ind/L dan nilai Kelimpahan

terendah terdapat pada sampling ke- 4 di Stasiun III dengan

nilai 13,838 ind/L.Indeks Keanekaragaman menunjukkan nilai

1,01 – 2,386 yang termasuk kategori rendah-sedang .Indeks

Keseragaman menunjukkan nilai 0,38 – 0,701 yang menunjukkan

kategori sedang-tinggi.Sedangkan Indeks Dominansi menunjukkan

nilai 0,298 – 0,702, dimana pada Stasiun III sampling ke-

2terdapat adanya dominansi karena memiliki nilai indeks 0,701

dan Stasiun I sampling ke- 2 tidak ada dominansi karena

memiliki nilai indeks 0,38.

Pada penelitian ini rumus yang digunakan untuk

menghitung Data zooplankton di analisa dengan menghitung

Kelimpahan (K), Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman

(e), Indeks Dominasi (C).Tidak Di Jelaskan Secara Rinci.

4. Konsep pengamatan pola komunitas

Whittaker (1970) mengemukakan bahwa ada tiga konsep yang

dapat diterapkan dalam mengamati pola komunitas. Pertama, apa

yang dinamakan gradasi komunitas (community gradient, coenocline)

yaitu konsep yang dinyatakan dalam bentuk populasi. Kedua,

konsep gradasi lingkungan (environmental gradient), yang

menyangkut sejumlah faktor lingkungan yang berubah secara

bersama-sama.

Umpamanya saja, dalam gradasi elevasi (elevation gradient)

termasuk factor-faktor penurunan suhu rata-rata, pertambahan

curah hujan, pertambahan kecepatan angin dan sebagainya,

kearah ketinggian yang meningkat. Factor-faktor ini secara

menyeluruh mempengaruhi kehidupan tumbuhan dan hewan, dan

sangat sulit menentukan factor mana sebenarnya yang paling

penting dalam sebuah populasi, tanpa eksperiman kelompok

factor lingkungan berubah secara bersama-sama. Sepanjang

perubahan tersebut terjadi pula perubahan komunitas, dan

tentunya  populasi dalam komunitas ini dipengaruhi pula. 

Kedua hal tersebut dinamakan kompleks gradasi (complex gradient).

Ketiga, apa yang dinamakan gradasi ekosistem (ecocline), yang

dalam hal ini kompleks gradasi dan gradasi komunitas membentuk

suatu kesatuan dan membentuk gradasi komunitas dan lingkungan.

Penelitian komunitas dengan menghubungkan ketiga gradasi,

yaitu gradasi factor lingkungan, populasi dan karakteristik

komunitas, disebut  analisis gradasi (whittaker, 1970). Dengan

analisis gradasi ini factor-faktor lingkungan dijadikan

sebagai dasar dalam mencari hubungan yang erat antara variasi

lingkungan dengan variasi populasi jenis dan komunitas.

Sebaliknya juga variasi populasi jenis dan komunitas

dapat dipakai sebagai dasar penelitian komunitas ini dan

kemudian gradasi komunitas ini dapat di korelasikan dengan

factor-faktor lingkungan yang mungkin juga membentuk suatu

gradasi. Cara yang terakhir ini disebut ordinasi yang tidak lain

adalah pengaturan komunitas-komunitas dalam suatu deretan

menurut variasi komposisinya. Sering pula cara ini disebut

analisis gradasi tidak langsung (indirect gradient analysis). Kedua

cara ini merupakan alternatif pendekatan terhadap komunitas

dengan cara kualifikasi. Dengan pendekatan klasifikasi ini,

dibuat suatu pengenalan tipe komunitas dan kemudian komunitas

ini dikarakteristikkan dengan factor lingkungannya, komposisi

jenis atau dengan karakteristik komunitas lainnya.

            Seringkali kita juga menggunakan analisis gradasi

terhadap pola komunitas yang mempunyai hubungan dengan

beberapa faktor lingkungan. Di pegunungan umpamanya,

ketinggian dari permukaan laut dan kandungan air tanah(sebagai

akibat keadaan tofografi) mempunyai efek yang besar terhadap

komunita, ini dapat dilakukan dengan membuat transek yang

memotong topografi, dan sepanjang transek ini pola vegetasinya

kita analisis. Whittaker(1970) membuat suatu pendekatan lain.

Ia membuat kedua kompleks gradasi tersebut menjadi sumbu

vertikal dan horizontal sebuah diagram. Contoh-contoh vegetasi

diambil secara acak dari berbagai posisi yang ada hubungannya

dengan kedua faktor (sumbu) tersebut. Dalam tiap-tiap posisi,

vegetasinya dianalisis untuk memperoleh nilai penting

(importance value) masing-masing jenis tipe komunitas pun

dapat dibuat.

Populasi, jenis dan tipe komunitas kemudian dapat di

gariskan dalam diagram tersebut untuk menunjukkan hubungannya

satu sama lain dan dengan lingkungan pegunungan.

DAFTAR PUSTAKAArinardi, O.H., A. B. Sutomo, S.A. Yusuf, Trimaningsih dan

Elly Asnaryanti. 1997. Kisaran Kelimpahan dan Komposisi Plankton

Predominan di Perairan Kawasan Timur Indonesia. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Oseanologi-LIPI. Jakarta.

Arisandi, P. 2006. Biomonitoring Persitipatif-Alternatif Pemantauan Kualitas

Air Kali Surabaya. Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan

Basah.

Fernandez-Alamo, M.A. and J. Farber-Lorda. 2006. Zooplankton

and the oceanography of the easterntropical Pacific: a

review.Progress Oceanography,69:318 359.

Fitriya, N. dan H. Surbakti. 2010. Laporan perjalanan pelayaran

ekspedisi Baruna Jaya VIII di Perairan Natuna, 4-16 November 2010. Kerjasama

antara Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) dan Pusat

Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O

–LIPI). 112hlm.

Junaedi, T. 2002. Distribusi zooplankton dan keterkaitannya dengan

kelimpahan fotoplankton di perairan Teluk Lampung. Skripsi. Manajemen

Sumberdaya Perairan. IPB Bogor.

Hutabarat. S dan M.S. Evan. 1986. Kunci Indentifikasi

Zooplankton.Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Handayani. S & Patria Hutabarat. S & S.M Evans., 1986,

Pengantar Oceanografi, UI Press, Jakarta.

Hadi, S. 1993. Metodologi Research,Penulisan Paper, Skripsi, Thesis dan

Disertasi. Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi Universitas Gajah

Mada. Yogyakarta. 218 hal.

Intan, S. 2009. Komposisi dan Struktur Komunitas Zooplankton M.P.,

2005, Komunitas Zooplankton di Perairan Waduk Krenceng Cilegon, Banten,

Makara Sains., vol 9 no 2:75-80.

Pada Zona Litoral Danau Singkarak. Skripsi Sarjana Biologi. FMIPA.

Universitas Andalas. Padang.

Kementrian Lingkungan Hidup. 2011. Profil 15 Danau Prioritas

Nasional.Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.

Jakarta.

Kennish, M.J. 1990. Ecology of Estuary, BiologicalAspects. Vol : 2.

CRC Press, Boston.

Krebs, C.J. 1978. Ecology. The Experimental Analysis of Distribution

Abundance. Harper and Row Publisher. New York.

Kendeigh, S. C. 1980. Ecology with Special Reference to Animal and

Man.Prentice Hall of India. Private Limited. New Delhi.

Mulyadi.2004. Calanoid copepods in Indonesian waters. Research

Center for. Biology, Indonesia Institute of Sciences Bogor,

Indonesia: 13-34.

Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Cetakan ke-3. Penerbit Djambatan,

Jakarta : 367 hal.

Odum, E.P. 1971. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan Tjahjono

Samingan.Edisi Ketiga. Yogyakarta: GadjahMada University

Press.

Sabran, 2008. Pola Penyebaran Plankton Di Perairan Teluk Palu. Skripsi.

Universitas Tadulako, Palu.

Thoha, 2007. Kelimpahan Plankton Di Ekosistem Perairan Teluk Gilimanuk,

Taman Nasional, Bali Barat. Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta, Indonesia.

Yuningsih, 2007. Keterkaitan Komunitas Zooplankton dan Kualitas Air Di

Perairan Pulau Abang Kepulauan Riau. Skripsi. Insitut Pertanian Bogor

(online). Diunduh pada tanggal 28 Februari 2012.