makalah ekologi hewan
Transcript of makalah ekologi hewan
MAKALAH EKOLOGI HEWAN
STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON
Disusun oleh
Nama :FERDA APRILLA
NPM : F1D012044
DOSEN PENGAMPU : Dra,Novia Duya Msi
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
2015
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Komunitas merupakan kumpulan dari berbagai populasi yang
hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling
berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Komunitas
memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila
dibandingkan dengan individu dan populasi. Nama Komunitas.
Nama komunitas harus dapat memberikan keterangan mengenai
sifat-sifat komunitas tersebut. Cara yang paling sederhana,
memberi nama itu dengan menggunakan kata-kata yang dapat
menunjukkan bagaimana wujud komunitas seperti padang rumput,
padang pasir, hutan jati.
Cara yang paling baik untuk menamakan komunitas itu
adalah dengan mengambil beberapa sifat yang jelas dan mantap,
baik hidup maupun tidak. Ringkasannya pemberian nama komunitas
dapat berdasarkan : 1) Bentuk atau struktur utama seperti
jenis dominan, bentuk hidup atau indikator lainnya seperti
hutan pinus, hutan agathis, hutan jati, atau hutan
Dipterocarphaceae, dapat juga berdasarkan sifat tumbuhan
dominan seperti hutan sklerofil
2) Berdasarkan habitat fisik dari komunitas, seperti komunitas
hamparan lumpur, komunitas pantai pasir, komunitas lautan,dll,
3) Berdasarkan sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional
misalnya tipe metabolisme komunitas. Berdasarkan sifat
lingkungan alam seperti iklim, misalnya terdapat di daerah
tropik dengan curah hujan yang terbagi rata sepanjang tahun,
maka disebut hutan hujan tropik. Macam-macam Komunitas. Di
alam terdapat bermacam-macam komunitas yang secara garis besar
dapat dibagi dalam dua bagian yaitu (1) Komunitas akuatik,
komunitas ini misalnya yang terdapat di laut, di danau, di
sungai, di parit atau di kolam, (2) Komunitas terrestrial,
yaitu kelompok organisme yang terdapat di pekarangan, di
hutan, di padang rumput, di padang pasir, dll
Perairan merupakan salah satu habitat di atas muka bumi
yang digunakan sebagai lingkungan hidup bagi organisme aquatik
baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Menurut Nybakken (1992),
perairan dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu perairan tawar
dan perairan laut (asin). Diantara kedua perairan tersebut ada
daerah yang merupakan percampuran antara perairan tawar dan
perairan laut, yang terdapat di muara-muara sungai yang sering
disebut daerah estuarin. Ketiga sistem perairan tersebut
merupakan suatu ekosistem yang di dalamnya selalu terdapat
komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi dan
saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya.Muara
Sungai Donan termasuk ekosistem estuarin yang kondisinya
sangat erat hubungannya dengan keadaan iklim, flora, fauna,
tataguna lahan serta kegiatan manusia lainya. Sepanjang DAS
sekitar muara Sungai Donan merupakan kawasan industri,
sedangkan dibagian hulu merupakan daerah pertanian dan
perbukitan dengan tekstur tanah halus, sehingga pada musim
penghujan terjadi pengikisan dan erosi. Masuknya air tawar
dari hulu sungai yang membawa material akibat erosi dan
aktivitas pasang air laut serta bongkar muat kapal untuk
keperluan industri menyebabkan peningkatan turbiditas
(kekeruhan) di perairan Sungai Donan.
Menurut Koesoebiono (1980) dalam Pagoray (1998) dan Bougis
(1976) tingkat kekeruhan (turbiditas) dalam ekosistem perairan
akan berpengaruh tehadap petentrasi cahaya matahari, sehingga
dapat menghambat proses fotosintesis fitoplankton, perifiton
dan tanaman air lainnya yang pada akhirnya dapat menurunkan
produktivitas primer. Selain itu, tingkat kekeruhan juga dapat
berpengaruh terhadap struktur substrat dasar perairan.
Tingginya turbiditas dan lemahnya arus akan memberikan
kesempatan materi terlarut lebih cepat mengendap dan membentuk
substrat dasar.Struktur substrat dasar yang didominasi oleh
lumpur halus akan menjadi media yang cocok untuk hidup dan
berkembangnya berbagai jenis cacing yang dapat bersifat mero
maupun holo-zooplankton.
Menurut Sachlan (1982), kehadiran species cacing
tertentu, terutama dari klasis Chaetognata akan berpengaruh
terhadap komunitas 2 zooplankton, karena Chaetognata merupakan
zooplankton yang sangat rakus. Dengan demikian, tingkat
kekeruhan mempunyai peran yang sangat penting terhadap
komunitas zooplankton.
Menurut Sumich (1999); Hutabarat dan Evans (1985),
kehadiran zooplankton dalam ekosistem perairan mempunyai peran
yang sangat penting, karena organisme ini sangat disukai oleh
berbagai hewan dengan tingkat tropik lebih tinggi. Pentingnya
kehadiran zooplankton dalam ekosistem perairan, menyebabkan
organisme ini dapat digunakan sebagai indikator terhadap
tingkat produktivitas perikanan suatu perairan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan komunitas
2. Apa saja struktur dan karakter komunitas?
3. Bagaimana indeks keanekaragaman,indeks
dominansi,kelimpahan,kelimpahan relatif dan indek
keseragaman dari 7 jurnal terlampir?
4. Bagaimana konsep pengamatan pola komunitas?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini, yaitu:
1. Mengetahui penjelasan mengenai komunitas.
2. Mengetahui komponen-komponen apa dalam struktur
komunitas.
3. Mengetahui bagaimana indek
keanekaragaman,indekskeseragaman,indeks
donminansi ,kelimpahan,kelimpahan relatif.
4. Mengetahui bagaimana konsep pengamatan pola komunitas.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian komunitas
Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang
hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling
berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Komunitas
memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila
dibandingkan dengan individu dan populasi.
Komunitas ialah beberapa kelompok makhluk yang hidup
bersama-sama dalam suatu tempat yang bersamaan, misalnya
populasi semut, populasi kutu daun, dan pohon tempat mereka
hidup membentuk suatu masyarakat atau suatu komunitas.
Dengan memperhatikan keanekaragaman dalam komunitas dapatlah
diperoleh gambaran tentang kedewasaan organisasi komunitas
tersebut. Komunitas dengan populasi ibarat makhluk dengan
sistem organnya, tetapi dengan tingkat organisasi yang lebih
tinggi sehingga memiliki sifat yang khusus atau kelebihan yang
tidak dimiliki oleh baik sistem organ maupun organisasi hidup
lainnya.
Perubahan komunitas yang sesuai dengan perubahan
lingkungan yang terjadi akan berlangsung terus sampai pada
suatu saat terjadi suatu komunitas padat sehingga timbulnya
jenis tumbuhan atau hewan baru akan kecil sekali
kemungkinannya. Namun, perubahan akan selalu terjadi. Oleh
karena itu, komunitas padat yang stabil tidak mungkin dapat
dicapai. Perubahan komunitas tidak hanya terjadi oleh
timbulnya penghuni baru, tetapi juga hilangnya penghuni yang
pertama.
Sering terjadi, spesies tumbuhan dan hewan dijumpai
berulangkali dalam pelbagai komunitas dan menjalankan fungsi
yang agak berbeda. Kombinasi antara habitat , tempat suatu
spesies hidup, dengan fungsi spesies dalam habitat itu
memberikan pengertian nicia (niche). Konsep nicia ini penting karena
selain dapat digunakan untuk meramal macam tumbuhan dan hewan
yang yang dapat ditemukan dalam suatu komunitas, juga dipakai
untuk menaksir kepadatan serta fungsinya pada suatu musim.
Kepadatan individu dalam suatu populasi langsung dapat
dikaitkan dengan pengertian keanekaragaman. Istilah ini dapat
diterapkan pada pelbagai bentuk, sifat, dan ciri suatu
komunitas. Misalnya, keanekaragaman di dalam spesies,
keanekaragaman dalam pola penyebaran. Margalef (1958)
mengemukakan bahwa untuk menentukan keanekaragaman komunitas
perli dipelajari aspek keanekaragaman itu dalam organisasi
komuniatsnya. Misalnya mengalokasikan individu populasinya ke
dalam spesiesnya, menempatkan spesies tersebut ke dalam
habitatnya, menentukan kepadatan relatifnya dalam habitat
tersebut dan menempatkan setiap individu ke dalam tiap
habitatnya dan menentukan fungsinya. Dengan memperhatikan
keanekaragaman dalam komunitas dapat diperoleh gambaran
tentang kedewasaan organisasi komunitsas tersebut. Hal ini
menunjukkan tingkat kedewasaannya sehingga keadaannya lebih
mantap.
Komunitas, seperti halnya tingkat organisasi makhluk
hidup lain, juga mengalami serta menjalani siklus hidup.
Komunitas Ditinjau dari segi fungsinya, tumbuhan dan
hewan dari berbagai jenis yang hidup secara alami di suatu
tempat membentuk suatu kumpulan yang di dalamnya setiap
individu menemukan lingkungan yang dapat memunuhi kebutuhan
hidupnya dalam kumpulana ini terdapat pula kerukunan untuk
hidup bersama, toleransi kebersamaan dan hubungan timbal balik
yang menguntungkan sehingga dalam kumpulan ini terbentuk
suatau derajat keterpaduan. Kelompok seperti itu yang tumbuhan
dan hewannya secara bersama telah menyesuaikan diri dan
mempunyai suatu tempat alami disebut komunitas. Konsep
komunitas cukup jelas, tetapi sering kali pengenalan dan
penentuan batas komunitas tidaklah mudah.
Meskipun demikian komponen-komponen komunitas ini
mempunyai kemampuan untuk hidup dalam lingkungan yang sama di
suatu tempat dan untuk hidup saling bergantung yang satu
dengan yang lain. Komunitas memiliki derajat kepaduan yang
lebih tinggi daripada individu-individu dan populasi tumbuhan
serta hewan yang menyusunnya. Komposisi suatu komunitas
ditentukan oleh seleksi tumbuhan dan hewan yang kebetulan
mencapai dan mamapu hidup di tempat tersebut, dan kegiatan
anggota-anggota komunitas ini bergantung pada penyesuaian diri
setiap individu terhadap faktor-faktor fisik dan biologi yang
ada di tempat tersebut.
Bila ditinjau dari segi deskritif suatu komunitas
dicirikan oleh komposisinya yang tertentu.sering kali
perubahan komposisi jenis di isi suatu komunitas lain sangat
nyata. Dan bila jenis-jenis utama dari dua komunitas berbeda
sekali batas antara komunitas itu akan jelas pula. Tetapi
dapat pula perubahan komposisi jenis itu terjadi secara
berangsur-angsur sehingga batas anatara komunitas itu tidak
jelas. Perubahan-perubahan komposisi berkaitan dengan
perubahan faktor-faktor lingkungan, misalnya topografi,
kelembapan, tanah, tamperatur dan iklim (bila mencakup kawasan
yang luas).
Suatu komunitas dapat mengkarakteristikkan sutau unit
lingkungan yang mempunyai kondisi habitat utama yang seragam.
Unit lingkungan seperti ini disebut biotop. Hamparan lumpur,
pantai pasir, gurun pasir dan unit lautan merupakan contoh
biotop. Disini biotop ditentukan oleh sifat-sifat fisik.
Biotop-biotop lain dapat pula dicirikan oleh unsur organisme
nya, misalnya pada alang-alang, hutan tusam, hutan cemara,
rawa kumpai, dan sebagainaya.
Dalam suatu komunitas pengendali kehadiran jenis-jenis
dapat berupa satu atau beberapa jenis tertentu atau dapat pula
sifat-sifat fisik habitat. Meskipun demikian tidak ada batas
yang nyata antara keduanya serta kedua-duanya dapat saja
beroperasi secara bersama-sama atau saling mempengaruhi.
Misalnya saja kondisi tanah, topografi, elefasi, dan iklim
yang memungkinkan cemara gunung ( casuarina
junghuhniana )untuk berkembang biak di suatu tempat, dan pada
gilirannya kehadiran jenis cemara ini menciptakan lingkungan
tertentu yang cocok untuk pertumbuhan jenis hewan dan tumbuhan
tertentu. Suatu jenis yang dalam suatu komunitas jenis
dominan, atau dapat dikatakan pula sebagai jenis yang merajai.
Dikawasan tropika jarang sekali terjadi komunitas alami
dirajai oleh hanya satu jenis, dan bila ada biasanya komunitas
tersebut mempunyai habitat yang ekstrim yang hanya jenis-jenis
tertentu saja yang dapat toleran dan mampu hidup pada habitat
tersebut. Sebagai contoh dapay kita ambil hutan manggrove
( hutan payau atau hutan bakau ) yang dirajai oleh beberapa
jenis saja dan masing-masing jenis menjadi dominan pada
kondisi habitat tertentu. Pada umumnya dikawasan tropik dalam
suatu komunitas setiap jenis mempunyai kedudukan yang hampir
sama, tidak ada yang menjadi ” raja ” atau ” dominan”.
Karekteristik komunitas dikawasan tropis adalah keanekaragaman
jenis tinggi. Keanekaragaman ( diversity ) adalah jumlah jenis
tumbuhan atau hewan yang hidup pada suatu tempat tertentu.
Dihutan Kalimantan misalnya dalam satu hektar teradapat pohon
( dengan diameter lebih dari 10 cm ) sebanyak kurang lebih
400-500 yang tergolong dalam 150-200 jenis, sehingga rata
setiap jenis hanya mempunyai kurang lebih 2 pohon perhektar.
Tidak demikian halnya dikawasan beriklim sedang dan dingin.
Dalam satu hektar mungkin hanya terdapat 10-20 jenis saja,
bahkan kurang dari itu.
Keanekaragaman kecil terdapat pada komunitas yang
terdapat pada daerah dengan lingkungan yang ekstrim, misalnya
kering, tanah miskin, dan pegunungan tinggi. Sementara itu
keanekaragaman tinggi terdapat di daerah dengan lingkungan
optimum. Hutan tropika adalah contoh komunitas yang mempunyai
keanekaragaman tinggi, seperti dicontohkan pada hutan di
Kalimantan. Sementara ahli-ahli ekologi berpendapat bahwa
komunitas yang mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi itu
stabil sehingga sering dikatakan diversity is sability. Tetapi
ada juga ahli-ahli yang berpendapat sebaliknya, bahwa
keanekaragaman tidak selalu berarti stabilitas. Kedua pendapat
ini di topang oleh argumen-argumen ekologi yang masuk akal,
masing-masing ada benarnya dan ada kekurangannya.
Hutan tropika basah merupakan komunitas yang dominan di
Indonesia. Sifat yang menyolok dari hutan tropis basah adalah
volum persatuan luas dari biomassa yang ada diatas tanah,
sehingga memberi kesan bahwa lahan yang ditumbuhinya itu
merupakan lahan yang sangat subur. Tetapi pada kenyataannya
tidaklah demikian, tanah hutan dikawasan tropis itu umumnya
miskin, kecuali tanah-tanah alufial yang baru dan tanah-tanah
vulkanik. Karena hujan lebat sering terjadi, maka tanah juga
mudah sekali terkena pembasuhan . Dalam keadaan demikian
tidaklah efisien dan menguntungkan bagi pertumbuhan apabila
kesuburan itu di simpan dalam tanah Tanggap dalam keadaan
seperti ini, tumbuhan yang tumb dalam habitat itu melalui
proses evolusi telah mengadaptasikan diri dan mengembangkan
suatu sistem untuk mencegah kehilangan hara makanan. Sistem
daun hara dalam hutan tropis basah sangat ketat, tahan
kebocoran dan berjalan cepat, arti kata bahwa hara makanan
yang dilepas oleh dekomposisi serasa segera di serap kembali
untuk digunakan dalam pertumbuhan dan kemudian digabungkan
kedalam tubuh tumbuhan.
Oleh karena temperatur dan kelembapan dikawasan tropik
ini tinggi, serasa yang digugurkan oleh tumbuhan setiap hari
tidak tertimbun lebih lama dilantai hutan melainkan segera
mengalami dekomposisi. Proses dekomposisi berjalan jauh lebih
cepat dari pada di hutan-hutan beriklim sedang dan dingin.
Serasa menghilang dalam waktu beberapa minggu saja. Penyerapan
hara makanan sering pula dibantu oleh kehadiran jamur-jamur
mikroriza yang hidup bersimbiosis dengan akar-akar. Miselia
jamur itu sendiri bertindak sebagai organ penyerap bagi
tumbuhan inagnya. Sering pula dapat dijumpai bahwa bulu-bulu
akar dan miselia masuk kedalam daun-daun atau jaringan-
jaringan yang sedang berdekomposisi dan langsung menyerap hara
makanan.
Jadi jelas sekali bahwa sebagian besar hara makanan yang
dilepas oleh serasah tersebut tidak mempunyai kesempatan untuk
disimpan dalam tanah tetapi langsung dikembalikan ke dalam
tubuh tumbuhan. Dengan demikian nyata sekali bahwa sebagian
besar hara makanan di hutan tropis basah tersimpan dalam
tumbuhan hidup. Oleh karena kondisi yang seperti itu, maka
akan terrjadi limpahan hara yang mendadak bila hutan ditebang
habis kemudian di ikuti dengan pembakaran, tetapi hara makanan
tersebut tidak akan tinggal terlalu lama dalam tanah karena
akan segera dibasuh oleh hujan lebat. Besar kesuburan tanah
akan meningkat cepat tetapi hanya untuk sementara saja dan
biasanya menurun lagi dengan cepat dalam tempo beberapa tahun.
Ini yang menjadi alasan kenapa perladangan berpindah
hanya dapat bertahan beberapa tahun saja. Daun-daun bahan
organik dan mineral terputus sama sekali dengan adanya
penebangan habis, karena arus penyediaan penerus bahan-bahan
organik dari tumbuhan hidup terpenggal.
Nama komunitas harus dapat memberikan keterangan mengenai
sifat-sifat komunitas tersebut. Cara yang paling sederhana,
memberi nama itu dengan menggunakan kata-kata yang dapat
menunjukkan bagaimana wujud komunitas seperti padang rumput,
padang pasir, hutan jati.
Cara yang paling baik untuk menamakan komunitas itu
adalah dengan mengambil beberapa sifat yang jelas dan mantap,
baik hidup maupun tidak. Ringkasannya pemberian nama komunitas
dapat berdasarkan :
1. Bentuk atau struktur utama seperti jenis dominan,
bentuk hidup atau indikator lainnya seperti hutan pinus,
hutan agathis, hutan jati, atau hutan Dipterocarphaceae, dapat
juga berdasarkan sifat tumbuhan dominan seperti hutan
sklerofil
2. Berdasarkan habitat fisik dari komunitas, seperti
komunitas hamparan lumpur, komunitas pantai pasir, komunitas
lautan,dll
3. Berdasarkan sifat-sifat atau tanda-tanda
fungsional misalnya tipe metabolisme komunitas. Berdasarkan
sifat lingkungan alam seperti iklim, misalnya terdapat di
daerah tropik dengan curah hujan yang terbagi rata sepanjang
tahun, maka disebut hutan hujan tropik.
2. Struktur Dan Karakter Komunitas
Struktur yang diakibatkan oleh penyebaran organisme di
dalam, dan interaksinya dengan lingkungannya dapat disebut pola
(Hutchinson, 1953). Komunitas ialah kumpulan dari berbagai
populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang
saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain.
Berikut adalah struktur komunitas dan karakter komunitas
1. Kualitatif, seperti komposisi, bentuk hidup, fenologi
dan vitalitas. Vitalitas menggambarkan kapasitas pertumbuhan
dan perkembangbiakan organisme.
2. Kuantitatif, seperti Frekuensi, densitas dan densitas
relatif. Frekuensi kehadiran merupakan nilai yang menyatakan
jumlah kehadiran suatu spesies di dalam suatu habitat.
Densitas (kepadatan) dinyatakan sebagai jumlah atau biomassa
per unit contoh, atau persatuan luas/volume, atau persatuan
penangkapan.
3. Sintesis adalah proses perubahan dalam komunitas yang
berlangsung menuju ke satu arah yang berlangsung lambat secara
teratur pasti terarah dan dapat diramalkan. Suksesi-suksesi
terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam
komunitasnya dan memerlukan waktu. Proses ini berakhir dengan
sebuah komunitas atau ekosistem yang disebut klimas. Dalam
tingkat ini komunitas sudah mengalami homoestosis. Menurut
konsep mutahir suksesi merupakan pergantian jenis-jenis pioner
oleh jenis-jenis yang lebih mantap yang sangat sesuai dengan
lingkungannya.
Banyak macam pengaturan yang berbeda-beda dalam standing
crop dari organisme yang memberikan sumbanagan kepada
keanekaragaman pola di dalam komunitas seperti, misalnya : 1.
Pola stratifikasi (pelapisan tegak), 2. Pola-pola zonasi
(pemisahan ke arah mendatar), 3. Pola-pola kegiatan
(periodisitas), 4. Pola-pola jaring-jaring (organisasi
jaringan kerja di dalam rantai pangan), 5. Pola reproduktif
(asosia
si-asosiasi orang anak-anak, klone-klone tanaman dan
sebagainya), 6. Pola-pola social (kelompok-kelompok dan
kawanan-kawanan), 7. Pola-pola ko-aktif (di akibatkan oleh
pesaingan antibiosis, mutualisme dan sebagainya), dan 8. Pola-
pola stochastic (diakibatkan oleh tenaga atau kakas acak).
3. Indeks keanekaragaman,indeks
dominansi,kelimpahan,kelimpahan relatif dan indek
keseragaman berdasarkan 7 jurnal yang telah di
lampirkan
Pada Jurnal 1, KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN LAMALERA
DAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR.
Komunitas zooplankton di perairan Lamalera dan Laut Sawu
dianalisis dalam ekspedisi penelitian laut kerjasama antara
DIKTI dan P2O LIPI, yang dilakukan dari tanggal 19–30 Juli
2011. Selain menjadi daerah penangkapan ikan yang potensial,
perairan Lamalera dan sekitarnya pada bulan-bulan di musim
angin tenggara (Southeast Monsoon) menjadi daerah lintasan
Cetacean (mamalia laut besar). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui struktur komunitas, kelimpahan dan distribusi
spasial zooplankton di perairan Lamalera dan Laut Sawu.
Pengambilan contoh plankton dilakukan secara vertikal dari
kedalaman maksimum 200 m hingga permukaan dengan menggunakan
jaring NORPAC 300µm, dan dilakukan pada 23 stasiun.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 45 taksa
zooplankton yang didominasi oleh holoplankton Copepoda.
Kelimpahan zooplankton di perairan Lamalera berkisar antara
491 - 4537 individu/m3 . Nilai indeks keanekaragaman dan
kemerataan zooplankton rata-rata 1.59 ± 0.21 and 0.50 ± 0.04.
Krill sebagai makanan utama Cetacean, secara umum dijumpai
dalam kelimpahan yang relatif minim namun frekuensi
kehadirannya (FK) mencapai nilai 100%. Komposisi jenis relatif
sama antara stasiun pengamatan menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan komposisi antara perairan Lamalera bagian utara dan
selatan yang sebenarnya diisi oleh dua massa air laut berbeda.
Ini menunjukkan bahwa distribusi spasial zooplankton cukup
luas dan merata.
Pada penelitian ini rumus yang digunakan untuk mengetahui
kelimpahan zooplankton adalah: Perhitungan kelimpahan
zooplankton dihitung dengan menggunakan persamaan (Wickstead,
1965):
D= qfxv
Dimana:
D = jumlah kandungan zooplankton (individu/m3 )
q = jumlah zooplankton dalam subsampel
f = fraksi yang diambil (volume sub sampel per volume sampel)
v = volume air tersaring (m3 ).
Untuk menghitung indeks keanekaragaman dihitung
menggunakan “Shannon Index of Diversity” (Odum, 1994), dengan
persamaan berikut:
H’ = - (∑ ni/N) ln (ni/N)
Dimana:
H’ = Indeks Keanekaragaman
ni = Jumlah Individu setiap spesies
N = Jumlah Individu Keseluruhan
Sedangkan untuk Indeks keseragaman/ kemerataan, dihitung
menggunakan “Evenness Index” (Odum,1994), dengan persamaan :
E = H’/H’max
H’max = ln S
Dimana:
E = Indeks Keanekaragaman
H’max = Keanekaragaman Maksimum
S = Jumlah seluruh spesies
Pada Jurnal 2, KEANEKARAGAMAN DAN KEMELIMPAHAN ZOOPLANKTO
DI KOLAM JORONG BARUTAMA GRESTON KECAMATAN JORONG KABUPATEN
TANAH LAUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN.
Kolam Jorong Barutama Greston dari, maka dalam disingkat
kolam JBG adalah
daerah air yang belum digunakan sebagai tempat memperluas
ikan. Zooplankton adalahplankton hewan yang memiliki aktif
bergerak karena alat gerakannya, di mana yang hidup sebagai
salah satu makanan alami untuk organisme air terutama ikan.
Itu Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
spesies, varietas, dan kelimpahan zooplankton di kolam JBG di
desa Swarangan dari Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut.
Penelitian ini menggunakan deskriptif Metode eksploratif
dengan pengamatan teknik. Penelitian ini menggunakan di JBG
kolam opproximately 48 titik pengamatan yang jaraknya 25 meter
setiap titik. Untuk mengambil sampel menggunakan plankton net
nomor 25. Data Analisis ini didasarkan pada spesies, Penting
Nilai (NP) dan indeks Keanekaragaman (H ')’Hasil penelitian
yang diperoleh 18 jenis zooplankton, yaitu, Euglypha aspera,
Brachionus ulcerialis, difflugia sp (1), Philodina rotifer,
Sida crystallina, Daphnia pulex, Philodina roseola, difflugia
sp (2), Cyclops sp, Lembadion sp, Pompholix sulcata,
Awerintzewia cyclostoma, Frontonia
leucas, Nebela sp, Euglypha Leavis, difflugia lobosa, Bosmina
longilotris, dan Pleuroxus sp. Indeks Keanekaragaman (H ')
menunjukkan skor 1.418 yang mengandung berbagai kategori
sedang. Zooplankton yang memiliki tertinggi kelimpahan, yaitu
difflugia sp (1) sekitar 53,01 dan alowest Frontonia Leucas
sekitar 4,42.
Pada penelitian ini rumus yang digunakan untuk mengetahui
Kemelimpahan Zooplankton Untuk kemelimpahan zooplankton
digunakan nilai penting yang mengacu pada Soerianegara dan
Indrawan (1978) dengan rumus:
Kerapatan (K) = Jumlah individu suatu spesies
Total cuplikan
Kerapatan Relatif (KR) = Kerapatan suatu spesies x 100%
Kerapatan seluruh spesies
Frekuensi (F) = Jumlah titik ditempati suatu spesies
Jumlah seluruh cuplikan
Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi sutu spesies x 100%
Frekuensi seluruh spesies
Nilai Penting (NP) = KR + FR
keanekaragaman Zooplankton
Untuk mengetahui keanekaragaman zooplankton digunakan
indeks keanekaragaman dari Shannon-Wiener dalam Michael (1995)
dengan rumus:
H' = - Pi ln Pi, dimana Pi = ni/N∑
Keterangan:
H' = Indeks keanekaragaman
ni = Banyaknya individu satu jenis
N = Jumlah total individu
Pi = Kemelimpahan proporsional
Kategori untuk indeks keanekaragaman:
H'<1, indeks keanekaragaman rendah
H'1-3, indeks keanekaragaman sedang
H'>3, indeks keanekaragaman tinggi.
Pada Jurnal 3, STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON DI PERAIRAN
PULAU BANGKA KABUPATEN MINAHASA UTARA
Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Bangka,
Kecamatan Likupang Timur,Minahasa Utara Kab. Sampel plankton
dikumpulkan menggunakan plankton net di 6 (enam) poin di 2
(dua) kedalaman yang berbeda seperti luas permukaan dan
kedalaman 10 m. Untuk mengumpulkan sampel, bersih plankton
yang horizontal dan vertikal ditarik pada bulan Februari
2012,kemudian diperbaiki dengan 4% formline sebelum
diidentifikasi di Marine Biology laboratorium, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi,
Manado.
Hasil ini Penelitian telah menunjukkan bahwa plankton
dari kedua kedalaman yang terdiri dari 6 genera dari 5
perintah, masing-masing dari mereka agar Gonyaulacales,
Bacillariales, Pennales dan Oscillatoriales memiliki satu
marga masing-masing, dan hanya Orde Centrales memiliki 2
genera. Semua spesies plankton yang ditemukan di setiap lokasi
penelitian adalah jenis holoplankton, sedangkan spesies diatom
yang kebanyakan ditemukan. Indeks nilai penting yang ditemukan
di permukaan daerah itu dari Pseudoenotis spesies doliolus
dalam nilai tertinggi setinggi 86,017, sementara Skeletoma sp.
Spesies sebagai nilai tertinggi pada kedalaman 10 m sebagai
88.627.
Keragaman Indeks plankton di perairan Pulau Bangka telah
menunjukkan pada tingkat moderat ditunjukkan bahwa lingkungan
cenderung unstabled,untuk itu dominasi plankton menunjukkan
tingkat rendah berarti tidak ada dominasi spesies plankton
namun di daerah itu.
Padapenelitian ini rumus yang digunakan untuk menghitung
Indeks Keanekaragaman Spesies Indeks keanekaragaman
spesiesadalah ukuran kekayaan komunitas dilihat dari jumlah
spesies dalam suatu kawasan, berikut jumlah individu dalam
tiap spesies.Indeks keanekaragamanspesies dianalisis dengan
menggunakan formula Shannon-Wiener dalam Ludwigdan Reynolds
(1988).
H’= - (ni/N In ni/N)∑
Dimana :
H’: Indeks keanekaragaman spesies
ni :Jumlah individu dalam spesies ke-i
N : Jumlah total individu
Keterangan :
H’< 1 : Keanekaragaman rendah dan
keadaan komunitas rendah
1<H’<3 : Keanekaragaman sedang dan
keadaan komunitas sedang
H’>3 : Keanekaragaman tinggi dan
keadaan komunitas tinggi
Untuk mengetahui indeks dominan dalam suatu habitat
digunakan rumus di bawah ini (Odum 1994 dalam Lombok 2003).
C = (ni/N)²∑
Dimana
C : Indeks dominan spesies
ni : Jumlah individu setiap spesies i
N: Jumlah total individu seluruh
spesies
Keterangan :
C< 0,50 : Dominasi rendah
0,50<C<0,75 : Dominasi sedang
0,75<C<1 : Dominasi tinggi
Indeks Dominansi Relatif (%)
Dominansi Relatif (%) =dominansi spesies A
Dominansi total spesies x 100%
Pada Jurnal 4 Struktur KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI MUARA
SUNGAI SERANG,JOGJAKARTA
Zooplankton adalah salah satu komponen dalam rantai
makanan yang diukur dalam kaitan dengan nilai produksi suatu
ekosistem. Hal ini dikarenakan zooplankton berperan ganda baik
sebagai konsumen satu maupun konsumen dua, dimana merupakan
rantai penghubung di antara plankton dan nekton. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas zooplankton
di perairan muara Sungai Serang Yogyakarta. Metode penelitian
yang digunakan adalah studi kasus. Penentuan stasiun sampling
menggunakan metode pertimbangan (purposive sampling
method).Pengolahan data meliputi kelimpahan, indeks
keanekaragaman, indeks keseragaman, indeks dominansi, dan
indeks dispersitas Morisita. Parameter perairan yang terukur
suhu, salinitas, kecerahan, kecepatan arus, kedalaman, derajat
keasaman (pH), DO, nitrat, dan fosfat.
Hasil penelitian berdasarkan tanggal sampling diperoleh
kelimpahan rata-rata zooplankton berkisar antara 6.704-36.427
sel/L dengan indeks keanekaragaman 1,16-1,78; indeks
keseragaman 0,75-0, 95; dan indeks dominansi 0,13-0,31.
Sedangkan hasil penelitian berdasarkan stasiun diperoleh
kelimpahan rata-rata zooplankton berkisar antara 10.952-31.669
sel/L dengan indeks keanekaragaman 1,17-1,65; indeks
keseragaman 0,76-0,95; dan indeks dominansi 0,13 -
0,21.Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil, bahwa genus
zooplankton yang memiliki sebaran luas pada setiap stasiun
(dominan) adalah genus Trigriopus, Nauplius, Pseudocalanus
(Crustacea), Brachionus, Plerodina (Rotatoria). Berdasarkan
hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa zooplankton yang
terdapat di perairan muara Sungai Serang Yogyakarta terdiri
dari 6 kelas dan 21 genus. Sedangkan dilihat dari nilai indeks
keanekaragaman dan keseragaman diketahui bahwa muara Sungai
Serang termasuk daerah yang memiliki komunitas zooplankton
yang beragam dan didominasi oleh kelas Crustacea.
Pada penelitian ini rumus yang digunakan untuk
menghitung Kelimpahan zooplankton per liter dihitung dengan
menggunakan rumus dari APHA, AWWA, WPOF (1976). Sedangkan
Indeks keanekaragaman (H’’)dapat dihitung dengan rumus
Shannon-Weaver (1963), untuk Indeks keseragaman dihitung
dengan menggunakan rumus Indeks Evenness (Omori dan Ikeda,
1984). Indeks dominansi dihitung dengan rumu Simpson (1949)
dalam Odum (1993). Penyebaran zooplankton ditentukan dengan
menggunakan indeks Morisita (Michael, 1994).
Pada Jurnal 5,STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI MUARA
SUNGAI MEMPAWAH KABUPATEN PONTIANAK BERDASARKAN PASANG SURUT
AIR LAUT.
Fluktuasi salinitas akibat fenomena pasang surut air laut
menyebabkan perbedaan jenis zooplankton yang mendiami muara
sungai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur
komunitas zooplankton pada saat pasang surut air laut di Muara
Sungai Mempawah. Sampel diambil pada 5 stasiun yang
dibedakanberdasarkan rona lingkungannya. Sampel plankton dan
air diambil pada setiap stasiun baik di kolom air (kedalaman
0,5-2,5 meter) maupun di permukaan. Pengambilan sampel
dilakukan pada periode pasang surut purnama dan perbani pada
bulan April 2012.
Zooplankton yang ditemukan di Muara Sungai Mempawah pada
saat pasang dan saat surut sebanyak 55 genera yang terbagi ke
dalam 5 filum, yaitu Arthropoda, Protozoa, Trocohelmintes,
Molusca, Annelida dan 4 genera yang tidak teridentifikasi.
Keanekaragaman tertinggi dari filum Arthropoda (29 genera),
dengan kelimpahan tertinggi berasal dari filum Trocohelmintes
genus Tintinnopsis (731,23 ind/l). Keanekaragaman zooplankton
di Muara Sungai Mempawah saat pasang surut tergolong sedang.
Kemerataan zooplankton di Muara Sungai Mempawah cenderung
merata dengan indeks kemerataan 0,6291-0,8447, yang berarti
bahwa tidak ada zooplankton yang mendominasi.
Pada penelitian ini rumus yang digunakan untuk
menghitung Data dianalisis dengan menghitung kelimpahan,
indeks keanekaragaman Shannon Winner, indeks dominansi
Simpson, indeks kemerataan dan indeks similaritas (Brower et
al., 1998).
Pada Jurnal 6,STUDI KOMUNITAS ZOOPLANKTON SEBAGAI
GAMBARAN KUALITAS PERAIRAN DI TELUK PALU SULAWESI TENGAH.
Penelitian dari "Studi Zooplankton Komunitas Sebagai
Tinjauan Kualitas Air Sulawesi Tengah di Palu Bay "dilakukan
dari Maret sampai Mei 2012. Penelitian ini bertujuan untuk
Tentukan struktur komunitas zooplankton di perairan Teluk
Palu. Sampel diambil secara vertikal dan horizontal dengan
menggunakan jaring plankton dan air Lamotte sampling pada
empat stasiun penelitian, mereka adalah: Stasiun 1 di daerah
mulut sungai Palu, stasiun 2 di daerah pemukiman desa Tondo,
stasiun 3 di daerah pasir pertambangan dan penggalian C Taipa,
dan stasiun 4 di daerah PLTU. Sampel yang diamati dan
dianalisis di laboratorium Departemen Fakultas Biologi
Lingkungan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa di Teluk Palu menemukan tiga
filum, 3 kelas, 7 perintah zooplankton diklasifikasikan
menjadi 30 jenis. Hasil analisis indeks keanekaragaman (H ')
berkisar 0,69-2,61 milik keragaman menengah dan rendah. Indeks
keseragaman (E) berkisar 0,60-1,00, milik tinggi keseragaman.
Total kelimpahan di permukaan berkisar 0,12-3,60 ind / l.
Totalkelimpahan pada kedalaman mulai 30-490 ind / l.
Pada penelitian ini rumus yang digunakan untuk
menghitung nilai indeks keanekaragaman menurut Odum(1994),
indeks dominansi Simpson, indeks kemerataan dan indeks
similaritas (Brower et al., 1998).
Pada Jurnal 7,STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON PADA DAERAH
PERTAMBAKAN DIDESA MANGUN HARJO ,KECAMATAN TUGU,KOTA SEMARANG.
Penelitian ini dilakukan di pertambakan Desa Mangunharjo
Kecamatan Tugu, Kota Semarang.Metode yang digunakan adalah
metode deskriptif eksploratif dengan pengumpulan data
menggunakan metode Purposive sampling. Pengambilan sampel dilakukan
setiap 2 minggu sekali selama 4 kali sampling masing-masing 3
kali pengambilan menggunakan planktonnet dengan ukuran mata
jaring 45 µm. Pengambilan sampel dilakukan secara horizontal
sepanjang 4 m secara aktif. Parameter perairan yang diukur
meliputi : Salinitas, Suhu, Kedalaman, DO, derajat keasaman
(pH) , arus dan Kecerahan.
Hasil penelitian diperoleh 30 genera. Kelimpahan
zooplankton menunjukkan nilai 13,838 – 28,708 ind/L,dimana
nilai Kelimpahan tertinggi terdapat pada sampling ke- 3 di
Stasiun I dengan nilai 28,708 ind/L dan nilai Kelimpahan
terendah terdapat pada sampling ke- 4 di Stasiun III dengan
nilai 13,838 ind/L.Indeks Keanekaragaman menunjukkan nilai
1,01 – 2,386 yang termasuk kategori rendah-sedang .Indeks
Keseragaman menunjukkan nilai 0,38 – 0,701 yang menunjukkan
kategori sedang-tinggi.Sedangkan Indeks Dominansi menunjukkan
nilai 0,298 – 0,702, dimana pada Stasiun III sampling ke-
2terdapat adanya dominansi karena memiliki nilai indeks 0,701
dan Stasiun I sampling ke- 2 tidak ada dominansi karena
memiliki nilai indeks 0,38.
Pada penelitian ini rumus yang digunakan untuk
menghitung Data zooplankton di analisa dengan menghitung
Kelimpahan (K), Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman
(e), Indeks Dominasi (C).Tidak Di Jelaskan Secara Rinci.
4. Konsep pengamatan pola komunitas
Whittaker (1970) mengemukakan bahwa ada tiga konsep yang
dapat diterapkan dalam mengamati pola komunitas. Pertama, apa
yang dinamakan gradasi komunitas (community gradient, coenocline)
yaitu konsep yang dinyatakan dalam bentuk populasi. Kedua,
konsep gradasi lingkungan (environmental gradient), yang
menyangkut sejumlah faktor lingkungan yang berubah secara
bersama-sama.
Umpamanya saja, dalam gradasi elevasi (elevation gradient)
termasuk factor-faktor penurunan suhu rata-rata, pertambahan
curah hujan, pertambahan kecepatan angin dan sebagainya,
kearah ketinggian yang meningkat. Factor-faktor ini secara
menyeluruh mempengaruhi kehidupan tumbuhan dan hewan, dan
sangat sulit menentukan factor mana sebenarnya yang paling
penting dalam sebuah populasi, tanpa eksperiman kelompok
factor lingkungan berubah secara bersama-sama. Sepanjang
perubahan tersebut terjadi pula perubahan komunitas, dan
tentunya populasi dalam komunitas ini dipengaruhi pula.
Kedua hal tersebut dinamakan kompleks gradasi (complex gradient).
Ketiga, apa yang dinamakan gradasi ekosistem (ecocline), yang
dalam hal ini kompleks gradasi dan gradasi komunitas membentuk
suatu kesatuan dan membentuk gradasi komunitas dan lingkungan.
Penelitian komunitas dengan menghubungkan ketiga gradasi,
yaitu gradasi factor lingkungan, populasi dan karakteristik
komunitas, disebut analisis gradasi (whittaker, 1970). Dengan
analisis gradasi ini factor-faktor lingkungan dijadikan
sebagai dasar dalam mencari hubungan yang erat antara variasi
lingkungan dengan variasi populasi jenis dan komunitas.
Sebaliknya juga variasi populasi jenis dan komunitas
dapat dipakai sebagai dasar penelitian komunitas ini dan
kemudian gradasi komunitas ini dapat di korelasikan dengan
factor-faktor lingkungan yang mungkin juga membentuk suatu
gradasi. Cara yang terakhir ini disebut ordinasi yang tidak lain
adalah pengaturan komunitas-komunitas dalam suatu deretan
menurut variasi komposisinya. Sering pula cara ini disebut
analisis gradasi tidak langsung (indirect gradient analysis). Kedua
cara ini merupakan alternatif pendekatan terhadap komunitas
dengan cara kualifikasi. Dengan pendekatan klasifikasi ini,
dibuat suatu pengenalan tipe komunitas dan kemudian komunitas
ini dikarakteristikkan dengan factor lingkungannya, komposisi
jenis atau dengan karakteristik komunitas lainnya.
Seringkali kita juga menggunakan analisis gradasi
terhadap pola komunitas yang mempunyai hubungan dengan
beberapa faktor lingkungan. Di pegunungan umpamanya,
ketinggian dari permukaan laut dan kandungan air tanah(sebagai
akibat keadaan tofografi) mempunyai efek yang besar terhadap
komunita, ini dapat dilakukan dengan membuat transek yang
memotong topografi, dan sepanjang transek ini pola vegetasinya
kita analisis. Whittaker(1970) membuat suatu pendekatan lain.
Ia membuat kedua kompleks gradasi tersebut menjadi sumbu
vertikal dan horizontal sebuah diagram. Contoh-contoh vegetasi
diambil secara acak dari berbagai posisi yang ada hubungannya
dengan kedua faktor (sumbu) tersebut. Dalam tiap-tiap posisi,
vegetasinya dianalisis untuk memperoleh nilai penting
(importance value) masing-masing jenis tipe komunitas pun
dapat dibuat.
Populasi, jenis dan tipe komunitas kemudian dapat di
gariskan dalam diagram tersebut untuk menunjukkan hubungannya
satu sama lain dan dengan lingkungan pegunungan.
DAFTAR PUSTAKAArinardi, O.H., A. B. Sutomo, S.A. Yusuf, Trimaningsih dan
Elly Asnaryanti. 1997. Kisaran Kelimpahan dan Komposisi Plankton
Predominan di Perairan Kawasan Timur Indonesia. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanologi-LIPI. Jakarta.
Arisandi, P. 2006. Biomonitoring Persitipatif-Alternatif Pemantauan Kualitas
Air Kali Surabaya. Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan
Basah.
Fernandez-Alamo, M.A. and J. Farber-Lorda. 2006. Zooplankton
and the oceanography of the easterntropical Pacific: a
review.Progress Oceanography,69:318 359.
Fitriya, N. dan H. Surbakti. 2010. Laporan perjalanan pelayaran
ekspedisi Baruna Jaya VIII di Perairan Natuna, 4-16 November 2010. Kerjasama
antara Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) dan Pusat
Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O
–LIPI). 112hlm.
Junaedi, T. 2002. Distribusi zooplankton dan keterkaitannya dengan
kelimpahan fotoplankton di perairan Teluk Lampung. Skripsi. Manajemen
Sumberdaya Perairan. IPB Bogor.
Hutabarat. S dan M.S. Evan. 1986. Kunci Indentifikasi
Zooplankton.Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Handayani. S & Patria Hutabarat. S & S.M Evans., 1986,
Pengantar Oceanografi, UI Press, Jakarta.
Hadi, S. 1993. Metodologi Research,Penulisan Paper, Skripsi, Thesis dan
Disertasi. Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi Universitas Gajah
Mada. Yogyakarta. 218 hal.
Intan, S. 2009. Komposisi dan Struktur Komunitas Zooplankton M.P.,
2005, Komunitas Zooplankton di Perairan Waduk Krenceng Cilegon, Banten,
Makara Sains., vol 9 no 2:75-80.
Pada Zona Litoral Danau Singkarak. Skripsi Sarjana Biologi. FMIPA.
Universitas Andalas. Padang.
Kementrian Lingkungan Hidup. 2011. Profil 15 Danau Prioritas
Nasional.Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
Jakarta.
Kennish, M.J. 1990. Ecology of Estuary, BiologicalAspects. Vol : 2.
CRC Press, Boston.
Krebs, C.J. 1978. Ecology. The Experimental Analysis of Distribution
Abundance. Harper and Row Publisher. New York.
Kendeigh, S. C. 1980. Ecology with Special Reference to Animal and
Man.Prentice Hall of India. Private Limited. New Delhi.
Mulyadi.2004. Calanoid copepods in Indonesian waters. Research
Center for. Biology, Indonesia Institute of Sciences Bogor,
Indonesia: 13-34.
Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Cetakan ke-3. Penerbit Djambatan,
Jakarta : 367 hal.
Odum, E.P. 1971. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan Tjahjono
Samingan.Edisi Ketiga. Yogyakarta: GadjahMada University
Press.
Sabran, 2008. Pola Penyebaran Plankton Di Perairan Teluk Palu. Skripsi.
Universitas Tadulako, Palu.
Thoha, 2007. Kelimpahan Plankton Di Ekosistem Perairan Teluk Gilimanuk,
Taman Nasional, Bali Barat. Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta, Indonesia.