Dasar-dasar Ekologi Pengenalan Ekosistem Waduk

15
ACARA 5 PENGENALAN EKOSISTEM WADUK I. TUJUAN 1. Mempelajari macam-macam ekosistem. 2. Mengetahui struktur dan komponen pembentuk ekosistem. II. TINJAUAN PUSTAKA Kelestarian ekosistem merupakan suatu hal yang harus selalu dipertahankan agar tercipta suatu keseimbangan antara alam dengan makhluk hidup. Interaksi yang ditimbulkan dari makluk hidup terhadap alam, haruslah interaksi yang saling menguntungkan. Hal tersebut dikarenakan apabila alam hanya selalu dimanfaatkan tanpa memperhatikan kelestarian ekosistem didalamnya, maka dikhawatirkan alam tidak lagi mampu menyediakan pemenuhan kebutuhan makhluk hidup. Manusia sebagai makhluk hidup yang berakal mempunyai potensi paling besar dibandingkan hewan ataupun makhluk lainnya dalam rangka mempertahankan ekosistem alam. Bahkan manusia mampu menciptakan ekosistem buatan sebagai alternatif baru dalam rangka mencukupi kebutuhan manusia yang semakin hari semakin meningkat. Meskipun keberadaan manusia dianggap sebagai mkhluk yang potensial dalam menjaga kelestarian ekosistem, namun tidak sedikit manusia yang hanya memanfaatkan kekayaan alam tetapi tidak memberikan timbale balik yang postif bagi alam. Hal yang demikian itulah yang sekarang ini menjadi masalah pelik yang sulit dipecahkan, bahkan keberadaan hutan sebagai paru-paru duniapun sekarang ini sudah mulai terancam kelestariannya karena adanya kebakaran ataupun penebangan liar. Ekosistem adalah satuan fungsional dasar ekologi karena terdiri dari organisme biotik maupun abiotik. Dari segi fungsional, ekosistem dapat dianalisir dari segi sirkuit-sirkuit energi, rantai makanan, pola keanekaragaman dalam ruang dan waktu, daur makanan (biogeokimia), perkembangan dan evolusi serta pengendalian (Odum, 1983). Ekosistem adalah hubungan timbal balik yang kompleks antara organisme dan lingkungannya baik yang hidup (biotis) maupun yang tidak hidup (abiotis) yang secara bersama-sama membentuk suatu sistem ekologi. Suatu organisme tidak akan dapat hidup sendiri tanpa berinteraksi dengan organisme lain atau lingkungan hidupnya. Dengan demikian untuk kelangsungan hidup suatu organisme akan bergantung pada kehadiran

Transcript of Dasar-dasar Ekologi Pengenalan Ekosistem Waduk

ACARA 5

PENGENALAN EKOSISTEM WADUK

I. TUJUAN

1. Mempelajari macam-macam ekosistem.

2. Mengetahui struktur dan komponen pembentuk ekosistem.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Kelestarian ekosistem merupakan suatu hal yang harus selalu dipertahankan agar

tercipta suatu keseimbangan antara alam dengan makhluk hidup. Interaksi yang ditimbulkan

dari makluk hidup terhadap alam, haruslah interaksi yang saling menguntungkan. Hal

tersebut dikarenakan apabila alam hanya selalu dimanfaatkan tanpa memperhatikan

kelestarian ekosistem didalamnya, maka dikhawatirkan alam tidak lagi mampu menyediakan

pemenuhan kebutuhan makhluk hidup.

Manusia sebagai makhluk hidup yang berakal mempunyai potensi paling besar

dibandingkan hewan ataupun makhluk lainnya dalam rangka mempertahankan ekosistem

alam. Bahkan manusia mampu menciptakan ekosistem buatan sebagai alternatif baru dalam

rangka mencukupi kebutuhan manusia yang semakin hari semakin meningkat. Meskipun

keberadaan manusia dianggap sebagai mkhluk yang potensial dalam menjaga kelestarian

ekosistem, namun tidak sedikit manusia yang hanya memanfaatkan kekayaan alam tetapi

tidak memberikan timbale balik yang postif bagi alam. Hal yang demikian itulah yang

sekarang ini menjadi masalah pelik yang sulit dipecahkan, bahkan keberadaan hutan sebagai

paru-paru duniapun sekarang ini sudah mulai terancam kelestariannya karena adanya

kebakaran ataupun penebangan liar.

Ekosistem adalah satuan fungsional dasar ekologi karena terdiri dari organisme biotik

maupun abiotik. Dari segi fungsional, ekosistem dapat dianalisir dari segi sirkuit-sirkuit

energi, rantai makanan, pola keanekaragaman dalam ruang dan waktu, daur makanan

(biogeokimia), perkembangan dan evolusi serta pengendalian (Odum, 1983).

Ekosistem adalah hubungan timbal balik yang kompleks antara organisme dan

lingkungannya baik yang hidup (biotis) maupun yang tidak hidup (abiotis) yang secara

bersama-sama membentuk suatu sistem ekologi. Suatu organisme tidak akan dapat hidup

sendiri tanpa berinteraksi dengan organisme lain atau lingkungan hidupnya. Dengan

demikian untuk kelangsungan hidup suatu organisme akan bergantung pada kehadiran

organisme lain dan sumber daya alam yang ada di sekitarnya untuk keperluan pangan,

perlindungan, pertumbuhan, perkembangbiakan, dan sebagainya. Hubungan antara suatu

organisme tersebut sangat rumit dan sifatnya timbal balik (Cahyo, dan Muhartini, 1998).

Suatu ekosistem tersusun dari organisme hidup di dalam suatu area ditambah dengan

keadaan fisik yang mana saling berinteraksi. Karena tidak ada perbedaan yang tegas antara

ekosistem maka objek pengkajian harus dibatasi atas daerah dan unsur penyusunnya.

Kegunaan dari pemikiran dalam ekosistem adalah saling keterkaitan antara satu dengan hal

yang lain, saling ketergantungan, dan hubungan sebab akibat yang kesemuanya itu

membentuk suatu rantai kehidupan yang berkesinambungan (Clapham et al., 1973 ).

Dalam suatu ekosistem, terdapat beberapa unsur penyusun ekosistem yang berupa

unsur biotik, dan abiotik. Lingkungan biotik disusun organisme sejenis disebut populasi, yang

saling berinteraksi dengan populasi lain sebagai komunitas dan berinteraksi dengan

lingkungan abiotik membentuk ekosistem. Sedangkan tempat hidup organisme disebut

habitat (Odum , 1959). Unsur biotik masih terbagi lagi menjadi dua macam, yaitu organisme

autotrof, dan heterotrof. Yang dimaksud dengan organisme autotrof adalah organisme yang

mampu membuat/mensintesis makanannya sendiri, contohnya adalah tanaman. Sedangkan

organisme heterotrof adalah organisme yang tidak mampu membuat/mensintesis

makanannya, contohnya adalah hewan. Pengurai merupakan organisme heterotrof yang

menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme mati (bahan organik kompleks).

Organisme pengurai tersebut akan melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang dapat

digunakan lagi oleh produsen. Yang termasuk adalah bakteri jamur dan lain-lain (Warsito dan

Setyawan , 2000 ). Unsur abiotik adalah faktor utama dalam ekosistem setelah Unsur biotik,

karena unsure ini bertugas untuk menciptakan keadaan yang diperlukan oleh mahluk hidup

seperti cahaya, suhu, topografi, dan lain sebagainya (Wagnet et. al.,, 2003).

III. METODOLOGI

Praktikum Dasar-Dasar Ekologi yang berjudul Pengenalan Ekosistem Waduk

dilaksanakan di Waduk Jombor, Klaten, Yogyakarta, pada hari Minggu, 9 Maret 2014. Alat-

alat yang digunakan adalah kamera. Sedangkan, bahan-bahan yang digunakan adalah

organisme-organisme dan komponen-komponen waduk yang berada pada ekosistem waduk.

Praktikum ini dimulai dengan diamatinya tanaman dan hewan yang berada dalam

ekosistem waduk, kemudian masing-masing spesies diidentifikasikan. Kemudian diamati

pula komponen-komponen pembentuk waduk tersebut, sehingga dapat dibuat jejaring

makanan, arus energi dan daur materi yang terjadi dalam ekosistem waduk tersebut.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekosistem Waduk Jombor merupakan ekosistem buatan hasil transformasi atau alih

fungsi ekosistem rawa yang kemudian diubah dan dijadikan waduk. Secara alami, komponen

ekosistem yang ada sebagian besar masih sama seperti ekosistem rawa, namun semakin lama

keaslian ekosistem rawa berubah menjadi ekosistem waduk (buatan), jadi dapat dikatakan

bahwa ekosistem Waduk Jombor berbeda dengan ekosistem waduk pada umumnya karena

ada campuran antara ekosistem waduk dan rawa.

Rawa Jombor merupakan sebuah rawa yang terletak di tengah Desa Krakitan. Rawa

ini dikelilingi oleh bukit-bukit yang sebagian besar merupakan pegunaungan kapur. Rawa

Jombor berjarak kurang lebih 8 km dari kota Klaten. Rawa ini memiliki luas 198 ha dengan

kedalaman meencapai 4,5 m dan meemiliki daya tampung air 4 juta m3. Tanggul yang

mengelilingi rawa ini sepanjang 7,5 km dengan lebar tanggul 12 m.

Daerah Rawa Jombor dahulu sebenarnya merupakan dataran rendah yang berbentuk

cekungan luas dan dikelilingi oleh barisan pegunungan. Hal ini menyebabkan dataran rendah

tersebut sering tergenang air, baik pada saat musim hujan maupun musim kemarau. Daerah

tersebut dinamakan Rawa Jombor karena daerah tersebut sering tergenang air sehingga

disebut rawa dan terletak di Desa Jombor yang kini berubah menjadi Desa Krakitan.

Genangan air ini akan semakin tinggi saat musim hujan karena dari sebelah barat laut

terdapat sungai yang bernama Kali Ujung dan kali Dengkeng. Kedua sungai tersebut selalu

meluap saat musim hujan dan selalu mengarah ke Rawa Jombor. Luapan air ini membuat

Rowo Jombor semakin meluas dan menggenangi rumah warga serta sawah yang berada di

sekelilingnya sehingga banyak warga yang terpaksa dipindahkan ke tempat yang lebih aman

di tepi rawa atau tegalan di sekitarnya.

Pada tahun 1901, Sinuwun Paku Buwono ke-X bersama dengan pemerintah belanda

mendirikan pabrik gula Manisharjo di daerah Pedan, Klaten. Dibukanya pabrik gula ini

membuat seluruh lahan pertanian di daerah Pedan tersebut ditanami dengan tanaman tebu.

Luasnya lahan yang digunakan untuk perkebunan tebu tersebut meningkatkan jumlah

kebutuhan air untuk irigasi. Sehingga Sinuwun Paku Buwono ke-X dan Pemerintah Belanda

yang mengetahui keberadaan Rawa Jombor dengan jumlah air yang melimpah berencana

untuk membuat saluran irigasi dari Rawa Jombor menuju areal perkebunan tebu tersebut.

Pembangunan saluran irigasi tersebut dimulai pada tahun 1917 dengan cara membuat

terowongan sepanjang 1 km menerobos pegunungan yang mengelilingi rawa serta talang air

di atas kali Dengkeng. Pekerjaan ini akhirnya selesai pada tahun 1921 dan setiap tahun

Sinuwun Paku Buwono ke-X selalu mengunjungi Rawa Jombor walaupun hanya untuk

sekedar naik perahu atau melihat pemandangan.

Pada saat penjajahan Jepang, pabrik gula Manisharjo yang sebelumnya dikelola oleh

pemerintah Belanda menjadi bangkrut. Pada tahun 1943-1944, oleh pemerintah Jepang, Rawa

Jombor kemudian dijadikan waduk dengan dibangunnya tanggul di sekeliling rawa dengan

memanfaatkan tenaga kerja paksa (romusha). Sebelum dibangun tanggul, luas Rawa Jombor

sekitar 500 hektar sementara setelah dibangun tanggul dengan lebar 5 m maka luasnya

menjadi 180 hektar.

Setelah penjajahan Jepang berakhir Rawa Jombor tetap dimanfaatkan sebagai waduk

untuk menampung air irigasi bahkan pada tahun 1956, pemerintah kota Klaten menetapkan

Rawa Jombor sebagai tujuan wisata dengan melakukan pembangunan tempat peristirahatan

untuk pengunjung. Pada tahun 1967-1968, setelah adanya pemerintahan Orde Baru,

pemerintah kota Klaten memanfaatkan para tahanan politik (tapol) untuk melakukan

perbaikan Rawa Jombor. Perbaikan tersebut dilakukan dengan memperlebar tanggul yang

awalnya hanya 5 meter menjadi 12 meter. Pekerjaan tersebut selesai dalam 7 bulan dengan

menyerap tenaga kerja tapol sebanyak 1700 orang.

Rawa Jombor berfungsi untuk irigasi, budidaya ikan, pariwisata dan pada tahun 1996

mulai dimanfaatkan sebagai tempat warung makan apung. Rawa Jombor dapat mengairi

sawah yang berada di sekitar rawa. Budidaya ikan dengan menggunakan karamba sudah ada

sebelum berdirinya warung apung dan keberadaan karamba ini memberikan kontribusi yang

penting untuk menyediakan ikan segar bagi masyarakat. Keindahan alam di Rawa Jombor

banyak menarik perhatian masyarakat sehingga banyak wisatawan local maupun manca yang

berkunjung.

Dalam suatu ekosistem, tentu terdapat dua komponen penyusun, yaitu komponen

biotik dan abiotik. Komponen abiotik yang ditemukan di daerah ekosistem Waduk Jombor

adalah air, batu-batuan, tanah (dasar waduk), udara, suhu, sinar matahari dan komponen tak

hidup lainnya. Dalam ekosistem waduk, air merupakan komponen biotik yang paling

berpengaruh karena hampir semua unsur ekosistem ini berada di air meliputi tumbuhan,

beberapa jenis hewan, dan dekomposernya. Warna air pada waduk jombor adalah Jernih

kekuning-kuningan. Warna dari air terbentuk dari susunan atau zat yang terkandung di dalam

air tersebut. Untuk kandungan air dapat dianalisa secara laboratoris agar didapatkan hasil

yang lebih akurat. Batu-batuan dan tanah yang terdapat di Waduk Jombor terletak di bagian

dasar waduk yang sulit untuk diamati karena kedalaman waduk yang mencapai 4,5 meter

sehingga tidak dimungkinkan pengambilan sampel. Namun diasumsikan bahwa tanah yang

berada di dalam waduk jombor masih seperti rawa dikarenakan memang dahulunya waduk

ini berupa rawa. Penambahan komponen atau volume tanah di dasar waduk juga terjadi

karena pengendapan partikel-partikel tanah yang terbawa masuk ke dalam waduk tersebut.

Karena waduk merupakan ekosistem yang jenuh dengan air, maka tanah di dasar waduk

berupa lumpur (campuran tanah dan air) yang dapat dilihat ketika kita mengambil tongkat

yang digunakan untuk mendorong kapal bambu atau getek maka terlihat sisa-sisa lumpur

yang masih menempel. Intensitas dan kualitas cahaya matahari memengaruhi proses

fotosintesis. Air dapat menyerap cahaya sehingga pada lingkungan air, fotosintesis terjadi di

sekitar permukaan yang terjangkau cahaya matahari. Iklim adalah kondisi cuaca dalam

jangka waktu lama dalam suatu area. Iklim makro meliputi iklim global, regional dan lokal.

Iklim mikro meliputi iklim dalam suatu daerah yang dihuni komunitas tertentu.

Komponen biotik yang ditemukan di Waduk Jombor adalah, kangkung air (Ipomoea

aquatica), eceng gondok (Eichornia crassipes), dan lumut dinding. Kemudian hewan yang

mendiami waduk itu adalah Ikan mas (Cyprinus carpio), Ikan Sepat (Trichogaster

trichopterus), Ikan Nila (Oreochromis niloticus), dan Ikan gabus (Channa striata). Dan selain

hewan yang ada dalam air, ada beberapa hewan di luar ekosistem waduk ikut mempengaruhi

keseimbangan ekosistem tersebut, antara lain keong mas (Pomacea canaliculata), belalang

(Dissosteira carolina), capung (Neurothemis sp), bebek, burung kuntul, dan manusia.

Dalam sebuah ekosistem dikenal istilah arus energi dan daur materi. Arus energi ialah

arus yang menggambarkan perpindahan energi dari sinar matahari menuju prdusen, kemudian

dari produsen menuju konsumen, lalu dari konsumen menuju dekomposer, dan pada akhirnya

dekomposer mengeluarkan energi dalam bentuk lain. Setiap energi yang berpindah dari satu

tingkatan trofik ke trofik lainnya akan mengeluarkan entropi, dengan jumlah maximum 10%.

Entropi adalah energi yang dikeluarkan dalam bentuk panas yang sudah tidak dapat

digunakan lagi. Perpindahan energi antar organisme disebut arus karena tidak siklis, yaitu

berasal dari matahari tetapi tidak kembali lagi untuk siklis ke matahari. Sedangkan

perpindahan materi disebut daur, hal ini disebabkan karena materi tersebut mengalami

perpindahan siklis, yaitu berasal dari tumbuhan kemudian akan beputar kembali menuju

tumbuhan. Tumbuhan menggunakan materi tersebut setelah diuraikan menjadi komponen

abiotik di dalam tanah. Materi berpindah dari suatu organisme ke organisme lain akibat

proses makan-dimakan, kemudian organisme mati dan diuraikan oleh dekomposer yang akan

menghasilkan bahan mineral siap pakai yang dapat dimanfaatkan tumbuhan hijau untuk

berfotosintsesis. Demikian seterusnya. Sehingga aliran ini tidak pernah terputus.

Arus Energi

Daur Materi

Di dalam ekosistem waduk, terdapat proses makan-dimakan. Kegiatan tersebut akan

membuat suatu rantai makanan. Rantai makanan adalah suatu skema makhluk hidup yang

menggambarkan peristiwa makan dan dimakan. Peristiwa rantai makan pasti terjadi di setiap

ekosistem begitu pula di waduk jombor, antar unsur biotiknya pasti terjadi peristiwa makan

dan dimakan yang dapat digambarkan dalam suatu rantai makanan sebagai berikut:

Produsen

Konsumen Primer

Konsumen Sekunder

Konsumen Tersier

Dekomposer

Produsen Konsumen Dekomposer

Rantai Makanan

Dari rantai makanan tersebut dapat dikembangkan manjadi sebuah jaring-jaring

makanan, sebagai berikut:

Jaring-Jaring Makanan

Seperti yang kita ketahui, bahwa ekosistem mempunyai tingkatan trofik, yaitu

produsen konsumen, dan dekomposer. Yang bertindak sebagai produsen adalah tumbuhan,

karena tumbuhan termasuk organisme autotrof, yyaitu organisme yang mampu membuat atau

Tumbuhan Air

Ikan Kecil Ikan Besar

Burung Kuntul

Dekomposer

mensintesis makanannya sendiri. Yang bertindak sebagai konsumen tingkat I adalah

serangga, keong mas, dan ikan kecil. Kemudian yang menduduki konsumen tingkat II adalah

burung kuntul, bebek, manusia, dan ikan besar. Pada konsumen tingkat III diduduki oleh

manusia. Dan pengurai atau dekomposer yang tidak dapat kami amati.

V. KESIMPULAN

1. Ekosistem mmemiliki berbagai macam jenis, diantaranya adalah ekosistem daratan

(teresstrial) dan ekosistem perairan (aquatic).

2. Komponen pemmbentuk ekosistem adalah komponen biotik dan abiotik. Dalam

ekosistem waduk ini, yang termasuk dalam komponen biotik adalah kangkung air,

ikan, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk dalam komponen abiotik adalah batu,

tanah, iklim, cahaya matahari, dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, D. Dan Aprillia. 2008. Biologi Kelompok Pertanian dan Kesehatan untuk

Kelas XI SMK. Grafindo Media Pratama, Bandung.

Cahyo, S. dan Muhartini. 1998. Ekologi Pertanian. Universitas Terbuka, Jakarta.

Clapham, W.B. 1973. Natural Ecosystem. Mac Millian Publishing Co, Inc, New York.

Odum, H.T. 1959. Fundamentals of Ecology, W. B. Sounders, Philadelpia.

Wagenet, R. J., R. R. Rodriguez, W. F. Cambel and D. L. Turner. 2003. Fertilizer effect on

garden plants. Agronomy Journal 3 : 160 - 164.

Warsito dan Setyawan. 2000. Komposisi tanah yang telah lama disewakan di daerah

Tugumulyo Sumatra Selatan. Journal Tanah Tropika VIII :131-138.

Gambar 5.1 Eceng Gondok dan Keonng Mas

Gambar 5.2 Ikan Gabus

Gambar 5.3 Ikan Nila

Gambar 5.4 Ikan Mas

Gambar 5.5 Kangkung Air

Gambar 5.6 Cahaya Matahari

Gambar 5.7 Belalang

Gambar 5.8 Pintu Air

Gambar 5.9 Keramba