Laporan tutorial sken 4 blok agro
Transcript of Laporan tutorial sken 4 blok agro
1 Farmer’s Lung Disease Pengertian
Farmer’s Lung Dissease adalah penyakit paru pada para petani padi dangandum, akibat paparan debu jerami. Jamur Thermophillic actinomycetesvulgaris yang terdapat pada jerami yang sedang membusuk. Gambaran Klinis
Gejala muncul setelah 4-8 jam sesudah paparan: batuk, sesak nafas tanpamengi, demam, menggigil, diaforesis (berkeringat), malaise, mual, dansakit kepala. Pemeriksaan fisik: takikardia, takipnea, sianosis, ronki basahdi basal.
Gejala menetap 12-18 jam dan menghilang apabila paparan terhenti.Serangan berulang dapat disertai dengan kenaikan Hb, leukositosis, dankenaikan teter antibodi terhadap antigen. Foto Thorax Pada penyakit yang ringan foto thorax tampak normal. Pada penyakit yang berat terdapat dua gambaran:1.Gambaran nodul-nodul kecil yang batasnya tidak jelas.2.Bayangan berawan di interstitial kedua paru. Perubahan Parameter Faal Paru
Nilai KEP dan VEP menurun. Arus puncak ekspirasi (APE) dan komplaiens paru menurun.Rasio ventilasi/perfusi terganggu.Kapasitas difusi menurun dan hipoksemia. Tatalaksana Menghindari paparan debu.
Akut : kortikosteroid untuk mempercepat resolusi.Kronis: mengurangi atau menghilangi gejala.
2. Bagasossis
Bagasossis adalah penyakit paru pada petani atau pekerja pabrik tebu atau pabrik
kertas yang mendapat paparan sisa atau debu batang tebu (bagasse). Yang
berperan terhadap timbulnya penyakit ini adalah Thermophilic actinomycetes
sacchari yang hidup subur pada alas batang tebu. Bagassosis termasuk ke dalam
penyakit pneumonitis hipersensitif akibat inhalasi debu organis yang
menimbulkan reaksi sensitisasi pada tubuh yang terpapar.
Etiologi
Secara umum, untuk terjadinya sensitivitas dan penyakit ini, pemaparan terhadap
alergen harus terjadi secara terus menerus dan sering.Penyakitakut bisa terjadi
dalam waktu 4-6 jam setelah pemaparan, yaitu pada saat penderita keluar dari
daerah tempat ditemukannya alergen. Penyakit kronik disertai perubahan pada foto
rontgen dada bisa terjadi pada pemaparan jangka panjang. Penyakit kronik bisa
menyebabkan terjadinya fibrosis paru (pembentukan jaringan parut pada paru).
Gangguan saluran pernafasan akibat inhalasi dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain:
a. Faktor antigen itu sendiri
Yaitu ukuran partikelnya, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama
perjalanan dan faktor individu berupa mekanisme pertahanan selain itu faktorfaktor
yang menyebabkan timbulnya gangguan paru dapat berupa jenis debu,
ukuran partikel, konsentrasi partikel, lama pajanan, dan kerentanan individu.
Tingkat kelarutan debu pada air, kalau debu larut dalam air, bahan dalam debu
larut dan masuk pembuluh darah kapiler alveoli. Bila debu tidak mudah larut
tetapi ukurannya kecil maka partikel-partikel tersebut dapat masuk ke dinding
alveoli. Konsentrasi debu, makin tinggi konsentrasinya makin besar
kemungkinan menimbulkan keracunan. Jenis debu dalam hal ini ada dua (2)
macam yaitu organik ( tebu/ kulit tebu), dan debu anorganik ( yang berasal dari
mesin penggilingan tebu).
b. Masa kerja
Masa kerja menunjukkan suatu masa berlangsungnya kegiatan seseorang dalam
waktu tertentu. Seseorang yang bekerja di lingkungan industri yang
menghasilkan debu akan memiliki resiko gangguan kesehatan. Makin lama
seseorang bekerja pada tempat yang mengandung debu akan makin tinggi
resiko terkena gangguan kesehatan, terutama gangguan saluran pernafasan.
Debu yang terhirup dalam konsentrasi dan jangka waktu yang cukup lama akan 6
membahayakan. Akibat penghirupan debu, yang langsung akan kitarasakan
adalah sesak, bersin, dan batuk karena adanya gangguan pada saluran
pernafasan. Paparan debu untuk beberapa tahun pada kadar yang rendah tetapi
di atas batas limit paparan menunjukkan efek toksik yang jelas.
c. Umur
Umur merupakan salah satu karateristik yang mempunyai resiko tinggi terhadap
gangguan paru terutama yang berumur 40 tahun keatas, dimana kualitas paru
dapat memburuk dengan cepat. Faktor umur berperan penting dengan kejadian
penyakit dan gangguan kesehatan. Hal ini merupakan konsekuensiadanya
hubungan faktor umur dengan : potensi kemungkinan untuk terpapar terhadap
suatu sumber infeksi, tingkat imunitas kekebalan tubuh, aktivitas fisiologis
berbagai jaringan yang mempengaruhi perjalanan penyakit seseorang.
Bermacam-macam perubahan biologis berlangsung seiring dengan
bertambahnya usia dan ini akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam
bekerja.
d. Alat pelindung diri
Alat pelindung diri adalah perlengkapan yang dipakai untuk melindungi pekerja
terhadap bahaya yang dapat mengganggu kesehatan yang ada di lingkungan
kerja. Alat yang dipakai disini untuk melindungi sistem pernapasan dari
partikel-partikel berbahaya yang ada di udara yang dapat membahayakan
kesehatan. Perlindungan terhadap sistem pernapasan sangat diperlukan terutama
bila tercemar partikel-partikel berbahaya, baik yang berbentukgas, aerosol,
cairan, ataupun kimiawi. Alat yang dipakai adalah masker, baikyang terbuat
dari kain atau kertas wol.7
e. Riwayat merokok
Riwayat merokok merupakan faktor pencetus timbulnya gangguan pernapasan,
karena asap rokok yang terhisap dalam saluran nafas akan mengganggu lapisan
mukosa saluran napas. Dengan demikian akan menyebabkan munculnya
gangguan dalam saluran napas. Merokok dapat menyebabkan perubahan
struktur jalan nafas. Perubahan struktur jalan nafas besar berupa hipertrofi dan
hiperplasia kelenjar mukus. Sedangkan perubahan struktur jalannafas kecil
bervariasi dari inflamasi ringan sampai penyempitan dan obstruksi jalan nafas
karena proses inflamasi, hiperplasia sel goblet dan penumpukansekret
intraluminar. Perubahan struktur karena merokok biasanya di hubungkan
dengan perubahan/kerusakan fungsi. Perokok berat dikatakan apabila
menghabiskan rata-rata dua bungkus rokok sehari, memiliki resiko
memperpendek usia harapan hidupnya 0,9 tahun lebih cepat ketimbang perokok
yang menghabiskan 20 batang rokok sehari.
f. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit merupakan faktor yang dianggap juga sebagai pencetus
timbulnya gangguan pernapasan, karena penyakit yang di derita seseorang akan
mempengaruhi kondisi kesehatan dalam lingkungan kerja. Apabilaseseorang
pernah atau sementara menderita penyakit sistem pernafasan, maka akan meningkatkan resiko timbulnya penyakit sistem pernapasan jika terpapar debu.
Patogenesis
Patogenesis dari bagassosis bergantung kepada intensitas, frekuensi dan durasi
terhadap paparan antigen dan respon tubuh pejamu terhadap antigen. Cellmediated
immune responses dan humoral tampaknya berperan dalam
pathogenesis penyakit ini. Reaksi yang paling dini (akut) ditandai dengan
peningkatan lekosit polimorfonuklear (PMN) di dalam alveoli dan saluran nafas
kecil. Lesi dini ini diikuti oleh masuknya sel-sel mononuklearke dalam paru dan8
membentuk granuloma-granulama yang merupakan hasil dari reaksi
hipersensitivitas tipe lambat yang klasik (T cell mediated) terhadap inhalasi
berulang antigen.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis bagassosis diklasifikasi kedalam 3 bentuk yaitu akut, subakut,
dan kronik.
Pada bentuk akut, gejala muncul 4-8 jam sesudah paparan pada individu yang
sensitive, yaitu timbul gejala seperti infeksi paru akut : batuk, sesa napas tanpa
mengi, demam, menggigil, berkeringat, malaise, mual dan sakit kepala. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan takikardia, takipnea, sianosis, ronki basah di basal
kedua paru. Gejala tersebut umumnya menetap selama 12-18 jam dan menghilang
secara spontan bila paparan terhenti.
Pada penyakit yang ringan gambaran foto toraks masih normal. Pada penyakit
yang berat bisa ditemukan dua bentuk gambaran radiologis. Bentuk pertama :
tampak gambaran nodul-nodul kecil terpencar di kedua lapangan paru dan agak
kurang pada bagian apek dan basal. Nodul-nodul tersebut ukurannya bervariasi
dari satu sampai beberapa millimeter, dengan batas tidak tegas. Bentuk kedua
tampak bayangan berawan di interstitial kedua paru. Bila paparan telah terhenti
kelainan foto toraks dapat kembali normal dalam beberapa minggu.
Pada pasien periode akut yang tanpa gejala biasanya mempunyai faal paru
normal. Umumnya sesudah terjadi paparan bagi pasien yang sensitive akan terjadi
perubahan faal paru pada 8-12 jam kemudian. Perubahan yang terjadi adalah nilai
KVP dan VEP1 menurun, arus puncak ekspirasi (APE) paru menurun, rasio
ventilasi/perfusi terganggu, kapasitas difusi menurun dan hipoksemia.9
Pada bentuk subakut/intermiten, penderita secara bertahap mengalami batuk,
dispneu, anoreksi, dan penurunan berat badan yang berlangsung beberapa hari
sampai berminggu-minggu, serta adanya riwayat serangan yang berulang
sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan sama seperti pada bentuk akut
tetapi kurang berat dan berlangsung lebih lama.
Pada bentuk kronik, penderita biasanya jarang menyampaikan adanya serangan
episode akut, gejala yang muncul berupa batuk, dispneu progresif, fatique, dan
penurunan berat badan. Biasanya fatique dan penurunan berat badan merupakan
hal yang prominen pada bentuk kronik. Penghentian dari paparanmemberikan
hasil perbaikan klinis yang sedikit. Pada pemeriksaan fisik penderita tampak
kurus, takipneu, distress respirasi, ronkhi inspirasi pada bagian paru bawah. Pada
beberapa pasien menyerupai bronchitis kronis dan bila paparan terus berlangsung
akan mendatangkan kondisi penyakit menjadi irreversible (fibrosis paru).
Tatalaksana
Tindakan yang paling efektif untuk tidak terkena penyakit adalah menghindari
paparan antigen. Bila tidak mungkin menghilangkan antigen makapasien
dipindahkan tempat kerjanya ditempat yang tidak ada paparan antigen. Edukasi
pada populasi yang berisiko dapat membantu pengenalan dini gejala dan dapat
dilakukan usaha-usaha preventif.
Pengobatan dengan kortikosteroid menunjukkan adanya perbaikan klinik yang
lebih cepat dalam hal fungsi paru. Prednison diberikan dengan dosis 1
mg/kgBB/hari selama 7-14 hari kemudian diturunkan perlahan selama 2-6
minggu.
3. SKIN PRICK TEST
DEFINISI
Skin Prick Test adalah salah satu jenis tes kulit sebagai alat
diagnosis yang banyak digunakan oleh para klinisi untuk
membuktikan adanya IgE spesifik yang terikat pada sel mastosit
kulit. Terikatnya IgE pada mastosit ini menyebabkan keluarnya
histamin dan mediator lainnya yang dapat menyebabkan
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah
akibatnya timbul flare/kemerahan dan wheal/bentol pada kulit
tersebut
Jenis Tes Kulit
Macam tes kulit untuk mendiagnosis alergi :1
- Puncture, prick dan scratch test biasa dilakukan untuk
menentukan alergi oleh karena alergen inhalan, makanan
atau bisa serangga.
- Tes intradermal biasa dilakukan pada alergi obat dan
alergi bisa serangga
- Patch test (epicutaneus test) biasanya untuk melakukan tes
pada dermatitis kontak
Kelebihan Skin Prick Test dibanding Test Kulit yang lain : 2
a. karena zat pembawanya adalah gliserin maka lebih stabil
jika dibandingkan dengan zat pembawa berupa air.
b. Mudah dialaksanakan dan bisa diulang bila perlu.
c. Tidak terlalu sakit dibandingkan suntik intra dermal
d. Resiko terjadinya alergi sistemik sangat kecil, karena
volume yang masuk ke kulit sangat kecil.
e. Pada pasien yang memiliki alergi terhadap banyak
alergen, tes ini mampu dilaksanakan kurang dari 1 jam.
Indikasi Skin Prick Test
Tujuan Tes Kulit pada alergi:
Tes kulit pada alergi ini untuk menentukan macam alergen
sehingga di kemudian hari bisa dihindari dan juga untuk
menentukan dasar pemberian imunoterapi.1
Indikasi Tes Cukit ( Skin Prick Test ) : 4
o Rinitis alergi : Apabila gejala tidak dapat dikontrol
dengan medikamentosa sehingga diperlukan kepastian untuk
mengetahui jenis alergen maka di kemudian hari alergen
tsb bisa dihindari.
o Asthma : Asthma yang persisten pada penderita yang
terpapar alergen (perenial).
o Kecurigaan alergi terhadap makanan. Dapat diketahui
makanan yang menimbulkan reaksi alergi sehingga bisa
dihindari.
o Kecurigaan reaksi alergi terhadap sengatan serangga.
Faktor-faktor yang mempengaruhi skin testFaktor-faktor yang mempengaruhi skin test
1. Area tubuh tempat dilakukannya tes
2. Umur
3. Sex
4. Ras
5. Irama sirkardian
6. Musim
7. Penyakit yang diderita
8. Obat-obatan yang dikonsumsi
PELAKSANAAN
a. Persiapan Tes Cukit ( Skin Prick Test)
Sebagai dokter pemeriksa kita perlu menanyakan riwayat
perjalanan penyakit pasien, gejala dan tanda yang ada yang
membuat pemeriksa bisa memperkirakan jenis alergen, apakah
alergi ini terkait secara genetik dan bisa membedakan apakah
justru merupakan penyakit non alergi, misalnya infeksi atau
kelainan anatomis atau penyakit lain yang gambarannya
menyerupai alergi. 4
Persiapan Tes Cukit :1,4
1. Persiapan bahan/material ekstrak alergen.
o gunakan material yang belum kedaluwarsa
o gunakan ekstrak alergen yang terstandarisasi
2. Pesiapan Penderita :
o Menghentikan pengobatan antihistamin 5-7 hari
sebelum tes.
o Menghentikan pengobatan jenis antihistamin generasi
baru paling tidak 2-6 minggu sebelum tes.
o Usia : pada bayi dan usia lanjut tes kulit kurang
memberikan reaksi.
o Jangan melakukan tes cukit pada penderita dengan
penyakit kulit misalnya urtikaria, SLE dan adanya
lesi yang luas pada kulit.
o Pada penderita dengan keganasan,limfoma,
sarkoidosis, diabetes neuropati juga terjadi
penurunan terhadap reaktivitas terhadap tes kulit
ini.
Daftar Obat-obatan yang dapat mempengaruhi tes kulit sehingga
harus dibebaskan beberapa hari sebelumnya :2
Anti histamin
generasi I
Dibebaskan
klorfenir
amin
1-3 hari
klemastin 1-10 hari
ebastin 3-10 hari
hidroksis
in
1-10 hari
ketotifen 3-10 hari
mequisati
n
3-10 hari
Antihistamin
generasi II
setirisin
loratadin
3-10 harifeksofena
din
deslorata
din
astemizole 6 minggu
antidepresan Imipramin
10 hariFenotiazi
ne
Kortikosteroid
jangka pendek< 1 minggu
Cimetidin juga
mempengaruhi
tes kulitRanitidin
Kromolin tidak
mempengaruhi
tes kulit.B 2 adrenergik
agonis
Teofilin
3. Persiapan pemeriksa :
o Teknik dan ketrampilan pemeriksa perlu dipersiapan
agar tidak terjadi interpretasi yang salah akibat
teknik dan pengertian yang kurang difahami oleh
pemeriksa.
o Ketrampilan teknik melakukan cukit
o Teknik menempatkan lokasi cukitan karena ada tempat2
yang reaktifitasnya tinggi dan ada yang rendah.
Berurutan dari lokasi yang reaktifitasnya tinggi
sampai rendah : bagian bawah punggung > lengan atas
> siku > lengan bawah sisi ulnar > sisi radial >
pergelangan tangan.
b. Prosedur Tes Cukit :
Tes Cukit ( Skin Prick Test ) seringkali dilakukan pada bagian
volar lengan bawah. Pertama-tama dilakuakn desinfeksi dengan
alkohol pada area volar, dan tandai area yang akan kita tetesi
dengan ekstrak alergen. Ekstrak alergen diteteskan satu tetes
larutan alergen ( Histamin/ Kontrol positif ) dan larutan
kontrol ( Buffer/ Kontrol negatif)menggunakan jarum ukuran 26
½ G atau 27 G atau blood lancet.
Kemudian dicukitkan dengan sudut kemiringan 45 0 menembus
lapisan epidermis dengan ujung jarum menghadap ke atas tanpa
menimbulkan perdarahan. Tindakan ini mengakibatkan sejumlah
alergen memasuki kulit. Tes dibaca setelah 15-20 menit dengan
menilai bentol yang timbul.
c.c. Mekanisme Reaksi pada Skin TestMekanisme Reaksi pada Skin Test
Dibawah permukaan kulit terdapat sel mast, pada sel mast
didapatkan granula-granula yang berisi histamin. Sel mast ini
juga memiliki reseptor yang berikatan dengan IgE. Ketika
lengan IgE ini mengenali alergen (misalnya house dust mite) maka
sel mast terpicu untuk melepaskan granul-granulnya ke jaringan
setempat, maka timbulah reaksi alergi karena histamin berupa
bentol (wheal) dan kemerahan
A
B
CC
Gambar 1. A. Cara menandai ekstrak alergen yang diteteskan
pada lengan
B. Sudut melakukan cukit pada kulit dengan
lancet
C. Contoh reaksi hasil positif pada tes
cukit
INTERPRETASI SKIN PRICK TEST :
Untuk menilai ukuran bentol berdasarkan The Standardization
Committee of Northern (Scandinavian) Society of Allergology dengan
membandingkan bentol yang timbul akibat alergen dengan bentol
positif histamin dan bentol negatif larutan kontrol. Adapun
penilaiannya sebagai berikut :
- Bentol histamin dinilai sebagai +++ (+3)
- Bentol larutan kontrol dinilai negatif (-)
- Derajat bentol + (+1) dan ++(+2) digunakan bila bentol
yang timbul besarnya antara bentol histamin dan larutan
kontrol.
- Untuk bentol yang ukurannya 2 kali lebih besar dari
diameter bento histamin dinilai ++++ (+4).
Di Amerika cara menilai ukuran bentol menurut Bousquet (2001)
seperti dikutip Rusmono sebagai berikut :1,3
- 0 : reaksi (-)
- 1+ : diameter bentol 1 mm > dari kontrol (-)
- 2+ : diameter bentol 1-3mm dari kontrol (-)
- 3+ : diameter bentol 3-5 mm > dari kontrol (-)
- 4+ : diameter bentol 5 mm > dari kontrol (-) disertai
eritema.
Tes kulit dapat memberikan hasil positif palsu maupun
negatif palsu karena tehnik yang salah atau faktor
material/bahan ekstrak alergennya yang kurang baik.
Jika Histamin ( kontrol positif ) tidak menunjukkan
gambaran wheal/ bentol atau flare/hiperemis maka interpretasi
harus dipertanyakan , Apakah karena sedang mengkonsumsi obat-
obat anti alergi berupa anti histamin atau steroid. Obat
seperti tricyclic antidepresan, phenothiazines adalah sejenis
anti histamin juga. 6
Hasil negatif palsu dapat disebabkan karena kualitas dan
potensi alergen yang buruk, pengaruh obat yang dapat
mempengaruhi reaksi alergi, penyakit-penyakit tertentu,
penurunan reaktivitas kulit pada bayi dan orang tua, teknik
cukitan yang salah (tidak ada cukitan atau cukitan yang
lemah ).1 Ritme harian juga mempengaruhi reaktifitas tes kulit.
Bentol terhadap histamin atau alergen mencapai puncak pada
sore hari dibandingkan pada pagi hari, tetapi perbedaan ini
sangat minimal.
Hasil positif palsu disebabkan karena dermografisme,
reaksi iritan, reaksi penyangatan (enhancement) non spesifik
dari reaksi kuat alergen yang berdekatan, atau perdarahan
akibat cukitan yang terlalu dalam.
Dermografisme terjadi pada seseorang yang apabila hanya
dengan penekanan saja bisa menimbulkan wheal/bentol dan
flare/kemerahan. Dalam rangka mengetahui ada tidaknya
dermografisme ini maka kita menggunakan larutan garam sebagai
kontrol negatif. Jika Larutan garam memberikan reaksi positif
maka dermografisme.
Semakin besar bentol maka semakin besar sensitifitas
terhadap alergen tersebut, namun tidak selalu menggambarkan
semakin beratnya gejala klinis yang ditimbulkan. Pada reaksi
positif biasanya rasa gatal masih berlanjut 30-60 menit
setelah tes.
Tes Cukit untuk alergen makanan kurang dapat diandalkan
kesahihannya dibandingkan alergen inhalan seperti debu rumah
dan polen. Skin test untuk alergen makanan seringkali negatif
palsu.6
Kesalahan yang Sering terjadi pada Kesalahan yang Sering terjadi pada Skin Prick TestSkin Prick Test
a. Tes dilakukan pada jarak yang sangat berdekatan ( <
2 cm )
b. terjadi perdarahan, yang memungkinkan terjadi false
positive.
c. Teknik cukitan yang kurang benar sehingga penetrasi
eksrak ke kulit kurang, memungkinkan terjadinya false-
negative.
d. Menguap dan memudarnya larutan alergen selama tes.