LAPORAN PRAKTIKUM PEMBESARAN IKAN LAUT (BUDIDAYA KERANG MUTIARA) - D3 PSDPK

38
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PEMBESARAN PERIKANAN LAUT PEMBESARAN KERANG MUTIARA AIR TAWAR (Margaritifera margaritifera ) DAN (Anadonta woodiana ) Oleh Nama : Dina Septalia Lestari NIM : B0A012003 Kelompok : 1 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Transcript of LAPORAN PRAKTIKUM PEMBESARAN IKAN LAUT (BUDIDAYA KERANG MUTIARA) - D3 PSDPK

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PEMBESARAN PERIKANAN LAUT

PEMBESARAN KERANG MUTIARA AIR TAWAR

(Margaritifera margaritifera) DAN (Anadonta woodiana )

Oleh

Nama : Dina Septalia LestariNIM : B0A012003Kelompok : 1

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPROGRAM STUDI D-III PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN

DAN KELAUTANPURWOKERTO

2014

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi laut yang sangat besar dalam

usaha budidaya. Potensi ini di dukung oleh tersediannya

bahan dasar yang cukup banyak, persyaratan lingkungan

yang baik, serta kondisi musim yang menguntungkan untuk

berbagai jenis komoditas laut yang akan dibudidayakan.

Salah satu potensi laut dari non ikan yang dapat di

budidayakan adalah tiram mutiara (Pinctada maxima)

sedangkan untuk kerang air tawar yang digunakan adalah

spesies (Margaritifera margaritifera) dan (Anadonta woodiana )

yang pada intinya akan menghasilkan mutiara.

Budidaya kerang mutiara sudah cukup lama

berkembang di Indonesia. Bahkan sampai pada saat ini

ada lebih 65 perusahan, baik dalam bentuk modal asing

maupun dalam bentuk modal dalam negeri. Tuntutan utama

dalam budidaya mutiara adalah tersedianya kerang

mutiara ukuran operasi dalam jumlah yang cukup, tepat

waktu, dan berkesinambungan. Namun, keuntungan

penyediaan tiram tidak mungkin hanya mengandalkan hasil

penyelaman di alam, apalagi hasil penyelaman di alam

sangat fluktuatif, tergantung musim, dan ukurannya

tidak seragam. Mutiara yang ukurannya di bawah standar

harus dipelihara sampai besar sehingga diperlukan waktu

dan tambahan biaya yang tidak sedikit.

Menghadapi situasi yang demikian sangat perlu

diusahakan kegiatan yang mengarah pada kegiatan

penyediaan benih melalui pembenihan buatan sehingga

dapat menjadi suatu unit budidaya tiram yang akan

menghasilkan produksi mutiara yang jauh lebih besar.

Akibat dari keterbatasan ini maka dalam usaha budidaya

kerang mutiara, perlu melakukan kegiatan untuk

mempelajari sifat dan kebiasan hidup kerang mutiara,

baik dari persyaratan lingkungan pemeliharaan, metode

atau cara pemeliharaan dan peralatan yang digunakan

untuk memproduksi mutiara yang berkualitas. Mengingat

lokasi budidaya di laut dan tawar yang dipengaruhi oleh

alam dan sekitarnya, sehingga membudidayakan tiram

mutiara haruslah menyesuaikan dengan kondisi alam atau

perairan sekitarnya sebagai tempat hidupnya dengan

kehidupan biologis dan fisiologis dari tiram mutiara

yang dipelihara, dengan tujuan agar tiram hidup dengan

baik.

I.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah :

1. Mengetahui sarana dan prasarana pembesaran kerang

mutiara air tawar.

2. Melakukan pemasangan inti blaster pada kerang

mutiara.

3. Mengamati kerang mutiara yang telah diberi inti

blaster.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pernahkah anda makan kerang atau remis? Kerang yang

hidup di laut dan remis yang hidup di air tawar adalah

contoh kelas Bivalvia. Hewan Bivalvia bisa hidup di air

tawar, dasar laut, danau, kolam, atau sungai yang

lainnya banyak mengandung zat kapur. Zat kapur ini

digunakan untuk membuat cangkoknya.

Gambar 1. Struktur luar kerang air tawar

Hewan ini memiliki dua kutub (bi = dua, valve =

kutub) yang dihubungkan oleh semacam engsel, sehingga

disebut Bivalvia. Kelas ini mempunyai dua cangkok yang

dapat membuka dan menutup dengan menggunakan otot

aduktor dalam tubuhnya. Cangkok ini berfungsi untuk

melindungi tubuh. Cangkok di bagian dorsal tebal dan di

bagian ventral tipis. Kepalanya tidak nampak dan

kakinya berotot. Fungsi kaki untuk merayap dan menggali

lumpur atau pasir.

Cangkok ini terdiri dari tiga lapisan, yaitu :

Periostrakum adalah lapisan terluar dari zat kitin

yang berfungsi sebagai pelindung.

Lapisan prismatik, tersusun dari kristal-kristal

kapur yang berbentuk prisma.

Lapisan nakreas atau sering disebut lapisan induk

mutiara, tersusun dari lapisan kalsit (karbonat)

yang tipis dan paralel.Untuk lebih memahami kelas Bivalvia atau Pelecypoda, di

bawah ini adalah gambar bagian-bagian tubuh kerang yang

dipotong secara melintang. Perhatikan gambar penampang

melintang cangkok dan mantel berikut ini!.

Gambar 2.

(A) Penampang melintang tubuh Pelecypoda; (B) Penampang melintang

cangkok dan mantel

Jika Anda memperhatikan kerang yang masih hidup,

kaki hewan ini berbentuk seperti kapak pipih yang dapat

dijulurkan ke luar. Hal ini sesuai dengan arti

Pelecypoda (pelekis = kapak kecil; podos = kaki). Kerang

bernafas dengan dua buah insang dan bagian mantel.

Insang ini berbentuk lembaran-lembaran (lamela) yang

banyak mengandung batang insang. Sementara itu antara

tubuh dan mantel terdapat rongga mantel. Rongga ini

merupakan jalan masuk keluarnya air.

Sistem pencernaan dimulai dari mulut, kerongkongan,

lambung, usus dan akhirnya bermuara pada anus. Anus ini

terdapat di saluran yang sama dengan saluran untuk

keluarnya air. Sedangkan makanan golongan hewan kerang

ini adalah hewan-hewan kecil yang terdapat dalam

perairan berupa protozoa diatom, dll. Makanan ini dicerna

di lambung dengan bantuan getah pencernaan dan hati.

Sisa-sisa makanan dikeluarkan melalui anus. Perhatikan

baik-baik, struktur dalam kerang air tawar pada gambar

berikut!

Gambar 3. Struktur dalam kerang air tawar

Hewan seperti kerang air tawar ini memiliki kelamin

terpisah atau berumah dua. Umumnya pembuahan dilakukan

secara eksternal. Untuk memudahkan memahami daur hidup

Bivalvia dapat digambarkan melalui contoh daur hidup

kerang air tawar pada gambar 31.

Gambar 4. Diagram daur hidup kerang air tawar

Dalam kerang air tawar, sel telur yang telah matang

akan dikeluarkan dari ovarium. Kemudian masuk ke dalam

ruangan suprabranchial. Di sini terjadi pembuahan oleh

sperma yang dilepaskan oleh hewan jantan. Telur yang

telah dibuahi berkembang menjadi larva glochidium. Larva

ini pada beberapa jenis ada yang memiliki alat kait dan

ada pula yang tidak. Selanjutnya larva akan keluar dari

induknya dan menempel pada ikan sebagai parasit, lalu

menjadi kista. Setelah beberapa hari kista tadi akan

membuka dan keluarlah Mollusca muda. Akhirnya Mollusca

ini hidup bebas di alam.

Jenis - jenis kerang air tawar yang digunakan pada

praktikum adalah

a. Margaritifera adalah genus dari kerang air tawar ,

air kerang moluska dalam keluarga Margaritiferidae

, air tawar mutiara kerang.

Gambar 5Margaritifera margaritifera )

b. Anadonta woodiana Lea

tergolong hewan Pelecypoda yang hidup di perairan

tawar. Beberapa hewan merayap atau membenamkan

diri di lumpur dan beberapa melekat pada batu atau

benda padat lainnya. Cangkang berwarna kebiru-

biruan atau kecoklat-coklatan dengan

bercak putih (Sugiri 1989 diacu

dalam Hartono 2007). Menurut Parker

dan Haswell (1962) diacu dalam

Hartono (2007) Klasifikasi kijing

Taiwan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Subkingdom : Metazoa

Filum : Mollusca

Kelas : Pelecypoda

Ordo : Eulamellibranchiata

Subordo : Integripalliata

KlasifikasiKingdom AnimaliaFilum Kerang-keranganKelas BivalviaOrder UnionoidaKeluarg

a

Margaritiferidae

Genus Margaritifera

Spesies Margaritifera

margaritifera

(Linnaeus , 1758)

Famili : Umionidae

Genus : Anadonta

Spesies : Anadonta woodiana

Lea.

Menurut Effendi (2000), beberapa faktor

lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan

kelangsungan hidup kerang air tawar, diantaranya

kualitas air, pakan, dan kondisi fisiologis organisme.

Batasan faktor ekologi yang dapat digunakan untuk

mengevaluasi lokasi budidaya adalah :

1)Lokasi

Lokasi usaha untuk budidaya kerang air tawar ini

berada di perairan yang tenang. Pemilihan lokasi

pembenihan maupun budidaya terlindung dari pengaruh

angin musim dan tidak terdapat gelombang besar. Lokasi

dengan arus tenang dan gelombang kecil dibutuhkan untuk

menghindari kekeruhan air dan stress fisiologis yang

akan mengganggu kerang air tawar, terutama induk.

2)Dasar

Dasar perairan sebaiknya dipilih yang berkarang

dan berpasir. Lokasi yang terdapat pecahan-pecahan

karang juga merupakan alternatif tempat yang sesuai

untuk melakukan budidaya kerang air tawar.

3)Suhu

Perubahan suhu memegang peranan penting dalam

aktivitas biofisiologi tiram di dalam air. Suhu yang

baik untuk kelangsungan hidup kerang mutiara adalah

Gambar 6 (Anadonta woodiana)

berkisar 25-30 0C. Suhu air pada kisaran 27 – 31 0C

juga dianggap layak untuk kerang mutiara.

4)Kecerahan

Kecerahan air akan berpengaruh pada fungsi dan

struktur invertebrata dalam air. Lama penyinaran akan

berpengaruh pada proses pembukaan dan penutupan

cangkang (Winanto, et. al. 1988). Cangkang tiram akan

terbuka sedikit apabila ada cahaya dan terbuka lebar

apabila keadaan gelap. Menurut Sutaman (1993), untuk

pemeliharaan kerang mutiara sebaiknya kecerahan air

antara 4,5-6,5 meter. Jika kisaran melebihi batas

tersebut, maka proses pemeliharaan akan sulit

dilakukan. Untuk kenyamanan, induk kerang harus

dipelihara di kedalaman melebihi tingkat kecerahan yang

ada.

5) pH

Derajat keasaman air yang layak untuk kehidupan

untuk kerang air tawar yang digunakan adalah spesies

(Margaritifera margaritifera) dan (Anadonta woodiana ) berkisar

antara 7,8- 8,6 pH agar kerang dapat tumbuh dan

berkembang dengan baik. Pada prinsipnya, habitat kerang

mutiara di perairan adalah dengan pH lebih tinggi dari

6,75. Kerang tidak akan dapat berproduksi lagi apabila

pH melebihi 9,00. Aktivitas kerang meningkat pada pH

6,75 – pH 7,00 dan menurun pada pH 4,0-6,5.

6) Oksigen

Oksigen terlarut dapat menjadi faktor pembatas

kelangsungan hidup dan perkembangannya. Kerang mutiara

akan dapat hidup baik pada perairan dengan kandungan

oksigen terlarut berkisar 5,2- 6,6 ppm. (Margaritifera

margaritifera) dan (Anadonta woodiana ) untuk ukuran 40-50 mm

mengkonsumsi oksigen sebanyak 1,339 l/l, ukuran 50–60

mm mengkonsumsi oksigen sebanyak 1,650 l/l, untuk

ukuran 60–70 mm mengkonsumsi sebanyak 1,810 l/l.

III. MATERI DAN METODE

III.1 Materi

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah

shell holder, shell opener,

gunting, blester carier, inti blester, spatula, pinset,

baji, gergaji, tang , keranjang poked dan pisau.

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah

Kerang mutiara air tawar (Margaritifera margaritifera) dan

(Anadonta woodiana ) , kapas, kayu, bambu dan lem alteko.

III.2 Metode

A. Pembuatan blester carier

1. Bahan disiapkan terlebih dahulu yaitu kawat

stenlis dengan panjang 15 cm, dan bambu dengan

diameter lubang yang kecil sebagai gagang

blaster carier.

2. Kawat di bengkokkan dengan tang hingga

memiliki diameter yang lebih besar dari inti

mutiara

3. Dan bagian bulatan dengan tangkainya dibuat

sudut dengan 15o.

B. Pembuatan Baji

1. Kayu dengan ukuran tertentu dipotong dengan

gergaji

2. Kemudian ujung kayu di buat meruncing

segitiga dan dihaluskan

C. Pemasangan Inti Blester

1. Kerang diambil dari bak

2. Kerang ditempatkan pada shell holder.

3. Kerang dibuka dengan menggunakan shell

opener, lalu ditahan dengan baji.

4. Mantel kerang dipisahkan dari cangkang dengan

spatula dan dibersihkan dengan menggunakan

kapas sampai bersih dari lendir.

5. Inti blester yang telah dihaluskan kemudian

dipasang pada bagian cangkan dengan cara

memberi lem alteko pada bagian yang telah

diberi karet.

6. Inti sebanyak 3 buah dipasang dengan

menggunakan blaster carier hinggu tepat pada

cangkang dengan jarak tertentu.

7. Kemudian kerang dikembalikan lagi ke dalam

bak.

III.3 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 26 April

2014, dan pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali

pada tanggal 3, 10, 17 dan 21 Mei 2014, di Heatchery

Perikanan, Jurusan Perikanan dan Kelautan, Universitas

Jenderal Soedirman.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

Tabel 4.1.1 Hasil pengamatan

NoWaktu

pengamatanHasil pengamatan

1 Minggu ke- 1

- Tidak ada yang mati

- Kondisi baik

- Dilakukan penambahan

inti blaster pada kerang2 Minggu ke- 2 - Kerang 4 buah mati dan

kerang yang hidup 2 buah

- Kerang yang mati

terdapat cacing di dalamnya,

dan isi kerang keluar dari

cangkang

- Inti blaster keluar dari

kerang

- Pada ujung cangkang

kerang ada yang pecah

3 Minggu ke-3

- Kerang yang hidup 1 dan

yang mati 1

- Kerang yang mati

terdapat cacing di dalamnya,

dan isi kerang keluar dari

cangkang

- Inti blaster keluar dari

kerang

Gambar 4.1.1 kerang yang telah dipasang inti blaster

IV.2 Pembahasan

4.2.1. Teknik Budidaya Kerang Mutiara (Margaritifera

margaritifera) dan (Anadonta woodiana )

Pada prinsipnya, untuk dalam keberhasilan

pemeliharaan tiram mutiara untuk menghasilkan mutiara

bulat baik kualitas maupun kuantitas sangat ditentukan

oleh proses penanganan kerang sebelum operasi

pemasangan inti, saat pelaksanaan operasi, pasca

operasi dan ketrampilan dari teknisi serta sarana

pembenihan tiram yang memadai.

Pada umumnya kerang mutiara yang akan dioperasi

inti mutiara bundar berasal dari hasil penangkapan

dialam yang dikumpulkan dari kolektor dan nelayan.

Namun ukuran cangkang mutiara terdiri dari macam-macam

ukuran yang nantinya disortir menurut ukuran besarnya

mutiara, hal inilah yang menjadi penyebab sehingga

tidak dapat melaksanakan operasi dalam jumlah yang

banyak. Sedangkan hasil pembenihan dari hatchery dapat

diperoleh ukuran yang relatif seragam ukurannya

sehingga dapat dilakukan operasi pemasangan inti

mutiara dalam jumlah yang banyak. Namun produksi benih

belum dapat dikembangkan secara masal. Pemeliharaan

spat tiram disesuaikan dengan kondisi perairan

disekitarnya. Pemeliharaan benih (spat) yang masih

kecil berukuran dibawah 5 cm dipelihara pada kedalaman

2-3 cm sedangkan spat dengan ukuran di atas 5 cm

dipelihara pada kedalaman lebih dari 4 cm (Sutaman,

1993).

A. Penanganan Kerang Sebelum Operasi Pemasangan Inti

Mutiara

Dengan demikian kalau kita tinjau mengenai

terjadinya mutiara, untuk saat ini dapat dibagi menjadi

dua yaitu:

Mutiara asli yang terdiri dari mutiara alam

(natural pearl) dan mutiara pemeliharaan (cultured

pearl).

Mutiara tiruan/imitasi (imitation pearl) (Dwiponggo,

1976).

Mutiara pemeliharaan

Sebelum proses penanganan kerang mutiara air tawar

(Margaritifera margaritifera) dan (Anadonta woodiana ) untuk

pemasangan inti mutiara, harus dilakukan beberapa

proses yaitu sebagai berikut:

1) Seleksi bibit

Benih kerang mutiara dari hasil penyelaman

(natural) maupun dari hasil pembenihan (breeding)

diseleksi untuk mencari tiram yang telah siap untuk

dioperasi pemasangan inti. Menurut Sutaman  (1993),

bahwa benih siap operasi adalah tiram yang kondisinya

sehat, tidak cacat, telah berumur 2-3 tahun jika benih

itu di dapat dari usaha budidaya dan berukuran diatas

15 cm jika benih tersebut didapat dari hasil

penangkapan. Benih kerang mutiara yang telah terkumpul

dari hasil seleksi untuk dioperasi harus dipelihara

dalam rakit pemeliharaan khusus supaya memudahkan dalam

penanganan saat operasi akan berlangsung.

2) Ovulasi buatan

Ovulasi buatan bertujuan agar pada saat operasi

kerang mutiara tidak sedang dalam keadaan matang telur,

karena tiram yang matang telur jaringan tubuhnya sangat

peka terhadap rangsangan dari luar, sehingga inti yang

di pasang akan dimuntahkan kembali. Ovulasi buatan ini

merupakan kegiatan yang sengaja dilakukan untuk memaksa

kerang mutiara agar mengeluarkan telur atau spermanya.

Menurut Mulyanto (1987), bahwa cara ovulasi buatan

yaitu dengan menaik turunkan keranjang pemeiharaan

kedalam air dengan cepat sampai telur atau sperma

keluar dari kerang.

Selain dari perlakuan menaik turunkan keranjang

pemeliharaan tiram, kegiatan lain yang dilakukan yaitu

masa pelemasan kerang (yukuesey) dimana kerang mutiara

yang siap operasi di kurangi jatah pakannya dan

membatasi ruang geraknya sehingga tiram menjadi lemah

dan kepekaannnya menjadi berkurang pada saat inti

dimasukkan (Mulyanto, 1987).

3) Pembukaan cangkang

Setelah kerang mutiara air tawar diistrahatkan

selama 1 hari setelah proses ovulasi buatan selanjutnya

dilakukan proses pembukaan cangkang kerang mutiara.

Dalam kegiatan ini ada 3 cara yang sering digunakan

untuk memaksa kerang secara alami membuka cangkangnya

yaitu dengan merendamnya dalam air dengan kepadatan

yang tinggi, sirkulasi air dan cara yang terakhir yaitu

pengeringan (Winanto, et. al. 1988).

Setelah cangkang terbuka akibat dari perlakuan

ini, cangkang tersebut segera ditahan dengan forsep dan

di pasang baji pada mulut tiram supaya cangkang selalu

dalam keadaan terbuka. Selanjutnya 1 jam sebelum

operasi, tiram-tiram tersebut diletakkan didalam dulang

dengan bagian engsel atau dorsal disebelah bawah

(Sutaman, 1993).

B. Operasi Pemasangan Inti Mutiara Bulat

            Untuk menghasilkan mutiara pada kerang ada

dua cara yang umum di lakukan dalam operasi pemasangan

inti mutiara yaitu:

a.Pemasangan inti mutiara bulat

b.Pemasangan inti mutiara setengah bulat (blister).

Operasi pemasangan inti mutiara bulat merupakan

bagian terpenting dalam menentukan keberhasilan

pembuatan mutiara bulat. Ada beberapa cara yang perlu

dilakukan dalam operasi pemasangan inti mutiara bulat

adalah sebagai berikut:

1)Sebelum pemasangan inti, kerang siap operasi di

kumpulkan diatas meja operasi.

2)Membuat potongan mantel dengan pengambilan mantel

dari kerang donor dan mengguntingnya sekitar lebar

5 mm dan panjang 4 cm. kemudian mantel dipotong

membentuk bujur sangkar dengan sisi-sisi 4 mm

(Sutaman, 1993). Menurut Tun dan Winanto (1988),

mantel yang diambil hendaknya dipilih kerang yang

mudah dan aktif.

3)Pemasangan inti mutiara bulat.

Dalam pemasangan inti perlu diperhatikan ukuran

inti yang akan dipasang. Umumnya ukuran inti mutiara

yang dimasukkan kedalam gonad kerang mutiara  jenis

(Margaritifera margaritifera) dan (Anadonta woodiana ) yaitu

berkisar antara 3,03-9,09 mm (Mulyanto, 1987).

C. Penanganan Tiram Pasca Operasi

Menurut Mulyanto (1987), mengemukakan bahwa

pemeliharaan kerang mutiara pasca operasi sangat

menentukan penyembuhan dan pembentukan mutiara yang

dihasilkan. Setelah kerang dioperasi, dengan cepat dan

hati-hati dimasukkan kembali kedalam air dan digantung

pada rakit pemeliharaan yang letaknya paling dekat

rumah operasi dan pada tempat yang pergerakan airnya

paling kecil. Kerang memerlukan waktu istrahat yang

cukup 1-3 bulan untuk menyembuhkan luka shock akibat

dari operasi pemasangan inti.

Setelah masa penyembuhan, dilakukan pemeriksaan

terhadap kerang untuk mengetahui apakah inti yang telah

dipasang masih dalam posisi semula atau dimuntahkan.

Kerang yang akan diperiksa di tahan dengan baji lalu

diletakkan pada shell holder dan diperiksa. Apabila inti

masih berada didalam, maka bagian tersebut akan

kelihatan sedikit menonjol (Winanto, et. al., 1988)

Pemeriksaan inti mutiara yang dilakukan oleh

perusahan-perusahan yang berskala besar dilakukan

dengan cara menggunakan alat rontgen. Pemeriksaan

dengan alat ini dilakukan sekitar 45 hari setelah masa

tento terakhir atau kurang lebih 3 bulan setelah

pemasangan inti. Kerang yang masih terdapat inti

didalam cangkangnya dalam posisi semula dipelihara

kembali hingga waktu panen tiba. Kerang yang

memuntahkan intinya dan kondisi tubuhnya masih baik

dapat diulangi pemasangan inti mutiara bulat atau

setengah bulat (blister) (Mulyanto, 1987).

D. Panen

Menurut Mulyanto (1987), bahwa setelah masa

pemeliharaan 1,5-2 tahun sejak operasi pemasangan inti

maka Kerang dapat dipanen dengan kecermatan dan

ketepatan yang benar agar hasil mutiara dapat

berkualitas baik. Menurut Tun dan Winanto (1988), di

Indonesia panen akan lebih baik menguntungkan apabila

dilakukan pada saat musim hujan, karena untuk

mengurangi mortalitas pada waktu pemasangan inti

mutiara bulat kedua. Tekanan tinggi, suhu rendah dan

relatif konstan serta suasana remang-remang dapat

menyebabkan sel penghasil nacre lebih aktif

mensekresikan nacre, sehingga kilau dan warnanya lebih

baik walaupun pelapisan nacrenya berlangsung lebih

lambat.

Cara pemanenan dapat dilakukan sebagai berikut :

Kerang yang sudah dipanen diletakkan di atas meja

operasi. Kemudian bagian mantel dan insang yang

menutupi gonad disisihkan  sehingga mutiara akan

kelihatan dan tampak menonjol dengan sedikit bercahaya.

Lalu dibuat sayatan pada organ tersebut seperti pada

saat pemasangan inti mutiara bulat, maka mutiara dengan

mudah dapat dikeluarkan dari gonad tiram.

4.2.2. Manajemen Pakan

Kultur Phytoplankton

Menurut Arika (2004), pakan alami untuk tiram

mutiara yaitu jenis-jenis flagelata berukuran ≤ 10 µ.

Beberapa jenis mikroalga yang umum di berikan untuk

larva kerang mutiara yaitu : Isocrysis galbana, Pavlova lutheri,

Chaetocheros. Sp, Nannoclorophysis. Sp, dan Tetraselmis chuii.

Pemeliharaan pakan alami ini dilakukan secara

bertahap, hal ini untuk menjaga kualitas, kuantitas

serta kemurnian pakan alami tersebut. Yang dilakukan

dengan menggunakan media agar, setelah terbentuk koloni

baru dipindahkan  ke dalam tabung reaksi. Secara

bertahap, koleksi, isolasi dan perbanyakan meliputi

kultur murni, semi masal dan masal (Winanto, 2004). Air

laut yang digunakan sebagai media pemeliharaan harus

melewati saringan ukuran mikro dan saringan kapas,

selanjutnya disterilisasi dengan Autoclav. Komposisi

pupuk yang di gunakan adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Komposisi pupuk untuk kultur plankton.

No Jenis pupuk Dosis

(conway)

Dosis

(guillard)

1 EDTA 45 gram 10 gram

2 NaH2PO42H2O 20 gram 10 gram

3 FeCI36H2O 1,5 gram 2,9 gram

4 H3BO3 33,6 gram 3,6 gram

5 MnCI2 0,36 gram -

6 NaNO3 100 gram 3,6 gram

7 Na2SiO39H2O - 100 gram

8 Trace Matel

Solution

1 ml 5 gram/30 ml

9 Vitamin 1 ml 1 ml

10 Aquades sampar 1000 ml 1000 ml

Sumber : Ditjenkan, 2002

Makanan utama larva kerang mutiara adalah jenis

alga Isocrysis galbana dan Monocrysis lutheri, sehingga pakan

ini perlu disiapkan sebagai makanan awal dari larva dan

harus dilakukan tiga hari sebelum larva menetas (Arika,

2004).

        1. Kultur murni

Kultur murni pada skala laboratorium dapat

menggunakan pupuk atau media Guillard Conway.

Pemeliharaan plankton pada skala laboratorium dilakukan

secara bertahap. Hal ini untuk menjaga kemurnian dan

kualitas stok. Untuk kultur murni dapat digunakan cawan

Petri dengan media agar. Setelah berbentuk koloni,

diamati dengan mikroskop untuk mengetahui apakah

terjadi kontaminsi dengan jenis lain atau tidak. Jika

masih terkontaminasi maka harus dilakukan pemurnian

ulang sehingga didapatkan koloni satu spesies atau

jenis Phytoplankton yang diinginkan selanjutnya,

dilakukan pemindahan untuk di ukur dalam tabung reaksi

dengan menggunakan tabung reaksi Ose (Arika, 2004).

Inokulum di dalam tabung reaksi dapat diperbanyak

secara bertahap sampai mencapai pertumbuhan puncak

(blooming). Mulai dipelihara 100 cc, kemudian

diperbanyak lagi ke 200 cc, 300 cc, 500 cc dan 1000 cc.

Lama pemeliharaan tergantung pada jenis dan tingkat

kepadatan inokulum. Jika tujuan kultur untuk stok dan

mempertahankan kemurnian, dapat dilakukan kultur tanpa

pengudaraan selama 2-3 bulan untuk menghindari

kemungkinan terjadinya kontaminasi. Pada skala

laboratorium jenis Isocrysis galbanai dan Pavlova lutheri 

dapat dipelihara 5-10 hari dan Chaetoseros sp dapat

dipelihara selama 5-12 hari.Pemeliharaan berikut masih

dalam skala laboratorium pada volume 3-5 liter dengan

waktu pemeliharaan 5-7 hari untuk Isocrysis galbana 4-6

hari untuk Chaetoceros sedangkan untuk Pavlova lutheri sama

dengan Isocrysis galbana. Kultur skala laboratorium ini

dimaksudkan untuk menyediakan inokulum untuk pembenihan

skala semi-masal atau skala 30-80 liter (Arika, 2004).

2. Kultur semi masal

Menurut Arika (2004), pada prinsipnya kultur semi

masal dan masal sama dengan kultur dalam skala

laboratorium, hanya volumenya lebih besar. Untuk kultur

semi masal dan masal, air laut yang digunakan cukup

disaring dengan kantong saringan 60-80 mikron. Setelah

media air laut disiapkan pupuk dimasukan kemudian

diaduk secara merata atau diberi pengudaraan. Setelah

itu, bibit dimasukan ke dalam media.

Untuk jenis Isocrysis galbana dan Pavlova luthery yang

dipelihara dalam skala laboratorium dan semi masal akan

capai kepadatan optimum setelah 4-6 hari. Kepadatan

plankto yang baik diberikan sebagai pakan, biasanya

pada fase pertumbuhan optimum, awal fase pertumbuhan

tetap, atau setelah mencapai kepadatan optimum. Untuk

mengetahui setiap fase pertumbuhan tersebut perlu

dilakukan pengamatan setiap hari, caranya dengan

pengambilan sample dan dapat dihitung kepadatannya

dengan menggunakan haemocytometer.

Berikut ini adalah kepadatan optimum beberapa jenis

plankton :

a.  Isocrysis galbana                : 9-10 juta sel/cc

b. Pavlova lutheri                   : 11-2 juta sel/cc

c.  Tetraselmis tetrathele         : 5-8 juta sel/cc

d. Chaetoceros sp.                  : 4-6 juta sel/cc

Bila kebutuhan pakan alami dalam jumlah besar maka

dapat dilakukan kultur skala masal, misalnya dengan

volume pemeliharaan 1-5 ton. Pada kultur skala masal,

kepadatan maksimum akan dicapai setelah 5-7

hari.Menurut Isnasetyo dan Kurniastuti (1995),

pemanenan phytoplankton harus dilakukan setelah pada

saat puncak populasi, sisa zat hara masih cukup besar

sehingga dapat membahayakan organisme pemangsa karena

pemberian phytoplankton pada bak pemeliharaan larva.

Apabila pemanenan terlambat maka telah banyak terjadi

kematian phytoplankton sehingga kualitasnya menurun.

Pemanenan phytoplankton dapat dilakukan 3 cara yaitu

sebagai berkut :

a) Penyaringan dengan plankton net.

b) Pemanenan dengan memindahkan langsung bersama

media kultur.

c) Cara pengendapan menggunakan bahan kimia,

seperti : Sodium hidroksida dan NaOH

3. Penyimpanan bibit murni

Menurut Mulyanto (1970), guna untuk kesinambungan

kultur phytoplankton maka perlu dilakukan pemeliharaan

stok bibit murni. Martosudarno dan wulan (1990)

berpendapat bahwa untuk menyimpan bibit phytoplankton

lebih lama, dapat disimpan dalam kulkas (< 10º C)

dengan syarat diperiksa setiap minggu atau bulan untuk

menjaga mutu phytoplankton tersebut. Kultur tidak perlu

diberi aerasi karena hanya menjadi sumber kontaminasi.

Kultur phytoplankton dapat di pelihara dengan

beberapa cara sebagai berikut :

1. Disimpan dalam media agar pada cawan Petri.

2. Disimpan pada media agar miring pada tabung

reaksi.

3. Disimpan dalam media cair pada tabung reaksi.

4. Disimpan dalam media cair pada Erlenmeyer.

Penyimpanan stok bibit murni dalam media agar

dapat bertahan sampai 6 bulan. Penyimpanan stok murni

dalam media cair dilakukan dalam tabung reaksi volume

10 ml, diberi pupuk dan tanpa aerasi tetapi harus

dilakukan pengocokan setiap hari. Biakan stok murni ini

diletakkan pada rak kulkas dengan pencahayaan lampu TL.

Penyimpanan stok murni dalam kulkas dapat bertahan

selama 1 bulan dan sebiknya segra digunakan dan diganti

dengan stok baru.Kendala yang umum ditemukan dalam

kultur phytoplankton adalah kontaminasi oleh

mikroorganisme lain seperti : Protozoa, bakteri, dan

jenis phytoplankton lainnya. Kontaminasi ini dapat

bersumber dari medium (air laut, pupuk, udara atau

aerasi, wadah kultur serta inokulum) (Winanto, 2004).

4.2.3. Manajemen Kesehatan /Hama dan Penyakit

Menurut Poto (2002), hama dan penyakit dapat

menyebabkan proses budidaya menjadi gagal, pertumbuhan

kerang dapat terganggu bahkan dapat mematikan tiram,

untuk itu perlu dilakukan pengendalian. Hama umumnya

menyerang bagian cangkang. Hama tersebut berupa jenis

teritip, cracing, dan polichaeta yang mampu mengebor

cangkang tiram. Hama yang lain berupa hewan predator,

seperti gurita, bintang laut, rajungan, kerang hijau,

teritip, golongan rumpu laut dan ikan sidat.

Upaya pencegahan dengan cara membersihkan hama-

hama tersebut dengan manual pada periode waktu

tertentu. Penyakit kerang mutiara umumnya disebabkan

parasit, bakteri, dan virus. Parasit yang sering

ditemukan adalah Haplosporidium nelsoni. Bakteri yang

sering menjadi masalah antara lain Pseudomonas enalia,

Vibrio anguillarum, dan Achromobacter sp. Sementara

itu, jenis virus yang biasanya menginfeksi tiram

mutiara adalah virus herpes. Upaya untuk mengurangi

serangan penyakit pada tiram mutiara antara lain

a) Selalu memonitor salinitas agar dalam kisaran yang

dibutuhkan untuk menjaga kesehatan tiram,

b) Menjaga agar fluktuasi suhu air tidak terlalu

tinggi, seperti pemeliharaan tiram tidak terlalu

dekat kepermukaan air pada musim dingin,

c) Lokasi bodi daya dipilih dengan kecerahan yang

cukup bagus, dan

d) Tidak memilih lokasi pada perairan dengan dasar

pasir berlumpur.

4.2.4. Manajemen Kualitas Air 

A. Faktor Ekologi

Menurut Effendi (2000), berapa faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup kerang,

diantaranya kualitas air, pakan, dan kondisi fisiologis

organisme. Batasan faktor ekologi yang dapat digunakan

untuk mengevaluasi lokasi budidaya adalah :

1) Lokasi

Lokasi usaha untuk budidaya kerang mutiara ini

berada di perairan tawar yang tenang. Pemilihan lokasi

pembenihan maupun budidaya berada dekat pantai dan

terlindung dari pengaruh angin musim dan tidak terdapat

gelombang besar. Lokasi dengan arus tenang dan

gelombang kecil dibutuhkan untuk menghindari kekeruhan

air dan stress fisiologis yang akan mengganggu kerang

mutiara, terutama induk.

2) Dasar

Dasar perairan sebaiknya dipilih yang berkarang

dan berpasir. Lokasi yang terdapat pecahan-pecahan

karang juga merupakan alternatif tempat yang sesuai

untuk melakukan budidaya kerang mutiara.

3) Salinitas

Dilihat dari habitatnya, kerang mutiara lebih

menyukai hidup pada salinitas yang tinggi. Kerang

mutiara dapat hidup pada salinitas 24 ppt dan 50 ppt

untuk jangka waktu yang pendek, yaitu 2-3 hari.

Pemilihan lokasi sebaiknya di perairan yang memiliki

salinitas antara 32-35 ppt. Kondisi ini baik untuk

pertumbuhan dan kelangsungan hidup tiram mutiara.

4) Suhu

Perubahan suhu memegang peranan penting dalam

aktivitas biofisiologi tiram di dalam air. Suhu yang

baik untuk kelangsungan hidup kerang tiram mutiara

adalah berkisar 25-30 0C. Suhu air pada kisaran 27 – 310C juga dianggap layak untuk tiram mutiara. Pada hasil

praktikum suhu perairan menunjukan suhu 28 0C.

5) Kecerahan

Kecerahan air akan berpengaruh pada fungsi dan

struktur invertebrata dalam air. Lama penyinaran akan

berpengaruh pada proses pembukaan dan penutupan

cangkang (Winanto, et. al. 1988). Cangkang kerang akan

terbuka sedikit apabila ada cahaya dan terbuka lebar

apabila keadaan gelap. Menurut Sutaman (1993), untuk

pemeliharaan kerang mutiara sebaiknya kecerahan air

antara 4,5-6,5 meter. Jika kisaran melebihi batas

tersebut, maka proses pemeliharaan akan sulit

dilakukan. Untuk kenyamanan, induk kerang harus

dipelihara di kedalaman melebihi tingkat kecerahan yang

ada.

6) pH

Derajat keasaman air yang layak untuk kehidupan

kerang berkisar antara 7,8- 8,6 pH agar kerang mutiara

dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pada

prinsipnya, habitat kerang mutiara di perairan adalah

dengan pH lebih tinggi dari 6,75. Kerang tidak akan

dapat berproduksi lagi apabila pH melebihi 9,00.

Aktivitas kerang akan meningkat pada pH 6,75 – pH 7,00

dan menurun pada pH 4,0-6,5.

7) Oksigen

Oksigen terlarut dapat menjadi faktor pembatas

kelangsungan hidup dan perkembangannya. Kerang mutiara

akan dapat hidup baik pada perairan dengan kandungan

oksigen terlarut berkisar 5,2- 6,6 ppm. (Margaritifera

margaritifera) dan (Anadonta woodiana ) untuk ukuran 40-50 mm

mengkonsumsi oksigen sebanyak 1,339 l/l, ukuran 50–60

mm mengkonsumsi oksigen sebanyak 1,650 l/l, untuk

ukuran 60–70 mm mengkonsumsi sebanyak 1,810 l/l.

B. Parameter lain

1. Fosfat

Kandungan fosfat yang lebih tinggi dari batas

toleransi akan mengakibatkan kerang mutiara

mengalami hambatan pertumbuhan. Fosfat pada

kisaran 0,1001-0,1615 g/l merupakan batasan yang

layak untuk normalitas hidup dan pertumbuhan

organisme budidaya. Lokasi budidaya dengan fosfat

berkisar antara 0,16-0,27 g/l merupakan kandungan

fosfat yang baik untuk budidaya mutiara.

2. Nitrat Kisaran

Nitrat yang layak untuk organisme yang

dibudidayakan sekitar 0,2525-0,6645 mg/l dan

nitrit sekitar 0,5-5 mg/l. Konsentrasi nitrit 0,25

mg/l dapat mengakibatkan stres dan bahkan kematian

pada organisme yang dipelihara.

3. Amoniak

Batas toleransi organisme akuatik terhadap amoniak

berkisar antara 0,4-3,1 g/l. Pada kisaran yang

lebih tinggi dari angka tersebut dapat

mengakibatkan gangguan pernafasan dan akhirnya

mengakibatkan kematian pada organisme. Pemilihan

lokasi juga harus terhindar dari polusi dan

pencemaran air, misalnya pencemaran yang berasal

dari limbah rumah tangga, limbah pertanian, dan

limbah industri. Pencemaran air akan mengakibatkan

kematian, baik spat maupun induk tiram mutiara.

Selain itu kegiatan mulai dari pembenihan sampai

dengan budidaya induk kerang dapat dipilih lokasi

di sekitar pantai yang berdekatan dengan lokasi

tempat tinggal pengelola usaha budidaya. Hal ini

untuk kemudahan dalam pengangkutan dan pemindahan

induk kerang mutiara, sehingga mengurangi risiko

kerugian akibat kematian.

Hasil dari praktikum menunjukan bahwa kerang yang

hidup ada 1 buah dan yang mati ada 5 buah. Hal ini

disebabkan oleh beberapa kemungkinan yang menyebabkan

kerang mutiara mati yaitu :

1. Saat memasukan inti, lem alteko yang digunakan

terlalu banyak sehingga berpengaruh terhadap

daging kerang terutama pada bagian manter yang

berakibat pada kematian.

2. Pemasangan inti yang terlalu banyak hingga pada

saat pembukaan cangkang berlebihan hingga

menyebabkan kematian pada kerang mutiara.

3. Pemasangan baji yang terlalu dalam juga dapat

merusak cangkang kerang hingga pecah.Biasanya ada

metode cara membuka cangkang kerang secara alami

yaitu :

a. Diekspos , kerang dikeluarkan dari keranjang

dan di buka cangkangnya lalu di tahan dengan

baji.

b. Running water, bak dialirkan dengan air yang

cukup deras lalu dengan sendirinya cangkang

kerang terbuka lalu ditahan dengan baji.

c. Kepadatan tinggi, kerang dimasukan kedalam

keranjang dengan kepadatan tinggi dan

ditenggelamkan dengan kedalaman 1 m kemudian

dengan sendirinya kerang akan membuka

cangkangnya karena kekurangan oksigen

4.Bukaan mantel yang terlalu lebar, karena khusus

pada kerang air tawar mantel yang meneempel harus

dibuka selebar spatula.

Kerang yang masih hidup disebabkan karena

penggunaan lem alteko yang tidak terlalu bayak,

cangkangnya tidak mengalami kerusakan, pemasangan inti

yang benar, serta tahan terhadap kondisi perairan yang

ada.

V. KESIMPULAN

Kesimpulan dari praktikum ini adalah :

1. Metode pembuatan sarana budidaya kerang mutiara

(Margaritifera margaritifera) dan (Anadonta woodiana ) seperti

baji dan blaster carier.

Sarana yang digunakan meliputi keranjang shell

holder, shell opener,gunting, spatula, inti blaster

dan lain-lain.

2. Pemasangan inti blaster pada kerang mutiara dengan

cara membuka kerang dan membuka mantel kerang

dengan spatula dan pemasangan inti blaster yang

telah dipasang lem dengan blaster carier.

3. Kerang yang diamati dan dilakukan pemeriksaan

terhadap kerang untuk mengetahui apakah inti yang

telah dipasang masih dalam posisi semula atau

dimuntahkan. Kerang yang akan diperiksa di tahan

dengan baji lalu diletakkan pada shell holder dan

diperiksa. Apabila inti masih berada didalam, maka

bagian tersebut akan kelihatan sedikit menonjol dan

apabila kerang yang memuntahkan intinya dan kondisi

tubuhnya masih baik dapat diulangi pemasangan inti

mutiara bulat atau setengah bulat (blister)

DAFTAR REFERENSI

Arika, LT. 2004. “Kultur Pakan Alami pada Pembenihan TiramMutiara

(Pinctada maxima)” di LBL Lombok Setasiun SekotongLombok Barat (NTB). Jakarta : PSTA STP.

Dwiponggo, A. 1976. “ Mutiara”. Jakarta : LembagaPenelitian Perikanan Laut.

Effendi, Hefni. 2000. “Telaah Kualitas Air”. Bogor: Fak.Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.

Mulyanto. 1970. “Teknik Budidaya Laut Tiram Mutiara” diIndonesia. Jakarta : Diklat Ahli Usaha Perikanan.

Noriwari, Yohanes. 2004. “Manajemen Usaha PembenihanKerang Mutiara”.  Jakarta : PSTA STP.

Nurhijriani. 2005. “Teknik dan Manajemen Pembenihan KerangMutiara ”  di LBL Lombok Setasiun Sekotong LombokBarat (NTB). Jakarta : PSTA.

Poto, L, M,. 2002. Studi. “Teknis Budidaya dan KajianPenanganan Inti Mutiara Bulat” pada Tiram Mutiara.Jakarta  : PSTA STP.

Sutaman, 1992. Teknik Budidaya Mutiara, Yogyakarta :Penerbit Kanisius,

Winanto. 2004. “Memproduksi Benih Kerang Mutiara”. Depok.:Penebar Swadaya,

———-         1997. Rekayasa Teknologi Pembenihan TiramMutiara (Pinctada maxima). Yogyakarta : DitjenPerikanan.

———-         2003. Rekayasa Produksi Spat Kerang Mutiara.Lampung : Balai Budidaya Laut.

LAMPIRAN