BUDIDAYA JARAK PAGAR-CHOLID-BALITTAS
Transcript of BUDIDAYA JARAK PAGAR-CHOLID-BALITTAS
1
BUDIDAYA JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.)
M o h a m m a d C h o l i d
B a l a i P e n e l i t i a n T a n a m a n T e m b a k a u d a n S e r a t
PENDAHULUAN
Belakangan ini, nilai ekonomi dari jarak pagar cenderung meningkat karena
penggunaannya sebagai biofuel dan biodiesel. Dengan semakin berkurangnya
ketersediaan minyak bumi (petrodiesel), dan semakin melambungnya harga minyak
di pasaran dunia, serta subsidi pemerintah atas minyak yang dikurangi secara
berangsur-angsur, maka peran jarak pagar semakin prospektif dan strategis. Jarak
pagar merupakan energi alternatif yang bersifat ramah lingkungan (environmental
benignity), berkelanjutan (sustainable) dan dapat diperbaharukan (renewable). Dalam
pengembangan tanaman jarak pagar diperlukan adanya dukungan teknologi budidaya.
Komponen teknologi seperti penyediaan kebun induk dari tanaman yang telah
diseleksi, teknologi pembenihan dan pembibitan, kepadatan populasi, pemupukan,
arsitektur tanaman, pengendalian gulma, serta teknologi pascapanen diperlukan untuk
mencapai produktivitas yang tinggi.
IKLIM DAN TANAH
Iklim
Jarak pagar tumbuh pada rentang iklim dan lahan yang luas. Tanaman jarak
pagar dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian tempat 0-1700 meter di atas
permukaan laut (m dpl) (Heller, 1996), tetapi berkembang baik pada dataran rendah
dengan ketinggian tempat 0-500 m dpl.
Daerah yang baik/sesuai untuk produksi jarak pagar adalah dengan curah
hujan 1000-2000 mm/th (dengan 4-5 bulan kering dan <5 bulan basah); atau curah
hujan 2000-3000 mm/th (dengan 5-6 bulan kering dan <6 bulan basah). Tanaman ini
masih dapat tumbuh pada areal dengan curah hujan tahunan yang rendah sekitar 300
sampai 750 mm. Tanaman ini juga bisa tumbuh di daerah sangat kering dan dimana
curah hujan sangat jarang, tetapi produksi bijinya sedikit.
2
Tanah
Tanaman ini dapat beradaptasi pada lahan yang terdegradasi, lahan miring,
tanah berpasir atau tanah lempung dengan drainasi cukup. Tetapi produksi biji
tertinggi jarak pagar di capai pada daerah dengan tektur tanah lempung berpasir
(Okabe dan Somabhi, 1989). Lahan dengan produktivitas dan kesuburan rendah, pada
tahap awal tanaman ini perlu ditingkatkan dengan pemberian pupuk kompos/pupuk
kandang dan pupuk anorganik lainnya. Beberapa pupuk mikro juga membantu untuk
meningkatkan produktivitas lahan. pH tanah sebaiknya berkisar 5.5 sampai 6.5.
Pada kondisi tanah yang buruk, dan curah hujan tidak mencukupi, tanaman ini butuh
diairi selama 2-3 tahun pertama, selanjutnya tanaman ini bisa bertahan. Kriteria dan
klasifikasi lahan dan iklim untuk tanaman jarak pagar disajikan pada Tabel 1. Luas
areal potensial untuk pengembangan tanaman jarak pagar di Indonesia yang
memenuhi kriteria S1 (sangat sesuai), S2 (sesuai), dan S3 (kurang sesuai) adalah
seluas 49.531.700 hektar (Tabel 2.).
Tabel 1. Kriteria klasifikasi lahan dan iklim untuk tanaman jarak pagar
Sumber: Any Mulyani dkk. (2006)
3
Keterangan : : sangat sesuai; : sesuai; : kurang sesuai
Gambar 1. Peta kesesuaian lahan dan iklim jarak pagar di Indonesia
Tabel 2. Penyebaran lahan yang sesuai untuk jarak pagar di Indonesia
4
BAHAN TANAMAN
Sumber Bahan Tanam
Tanaman jarak pagar tersebar hampir di seluruh bagian wilayah Indonesia.
Seleksi bahan tanaman dilakukan secara langsung di lapangan dengan melihat
morfologi tanaman meliputi: bentuk percabangan/kanopi, jumlah tandan buah
pertanaman, jumlah buah per tandan, jumlah biji per buah, ukuran buah, ukuran biji.
Selain itu perlu dievalusi kandungan minyak dengan target diatas 30%. Dari klon
yang terpilih diambil stek dengan ukuran 30 cm, ketuaan sedang yang dicirikan
dengan batang berwarna abu-abu (tidak hijau), dapat dipelihara di polibag.
Perbanyakan secara vegetatip ini dapat diuji produktivitasnya, dan bila dianggap
sesuai dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk kebun induk.
Hingga saat ini belum ada varietas yang dilepas. Meskipun demikian, klon-
klon potensial telah didapatkan dan dievaluasi dari beberapa daerah di Indonesia,
seperti di Kediri Jawa Timur, Muktiharjo Jawa Tengah, Dompu NTB, Sumatera, dan
Sulawesi yang cukup ideal untuk pertanaman. Pada tahun 2006 telah dihasilkan benih
unggul IP-1A, IP-1M, IP-1P dengan produktivitas 4-5 ton/ha dari seleksi populasi
kebun induk jarak pagar di Asembagus (Jawa Timur – dataran rendah iklim kering),
Muktiharjo (Jawa Tengah – dataran rendah iklim sedang), dan Pakuwon (Jawa Barat
– dataran sedang iklim basah). Pada tahun 2007 akan dilepas benih unggul IP-2A, IP-
2M, dan IP-2P dengan produktivitas 6-8 ton/ha, dan pada tahun 2009 dilepas benih
unggul IP-3A dan IP-3P dengan produktivitas 8-10 ton/ha.
Gambar 2. Kebun induk jarak pagar sebagai sumber benih unggul
5
Pembibitan
Perbanyakan tanaman jarak pagar dapat dilakukan secara generatif
menggunakan benih yang dihasilkan dari Kebun Induk Jarak Pagar (KIJP), dan secara
vegetatif dengan stek atau bibit kultur in-vitro. Pada perbanyakan dengan stek,
dipilih stek dari bagian tengah cabang primer, pada tanaman yang telah berumur 2-3
tahun, batang umur sedang dengan ciri warna batang abu-abu dan diameter 2-3 cm.
Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunita Kochhar dkk. (2005)
menyatakan bahwa stek yang berasal dari bagian tengah dari cabang primer
menghasilkan perakaran yang lebih baik dibanding stek pada bagian paling ujung
atau bagian paling bawah. Hasil penelitian Mulyaningsih et al. (2006) menunjukkan
bahwa stek yang baik untuk bahan tanam jarak pagar adalah yang berasal dari bagian
tengah cabang dengan panjang 15 cm.
Sebelum disemaikan bahan tanaman berupa benih atau stek diperlakukan
dengan fungisida untuk menghindari serangan jamur pada awal pertumbuhan,
kemudian ditanam dalam polibag yang diisi dengan tanah, pasir, dan kompos dengan
rasio 1:1:1. Tempat pembibitan diberi naungan/atap dengan bahan dapat berupa daun
kelapa, bambu atau paranet. Sebaiknya pembibitan dilakukan 2-3 bulan sebelum
musim penghujan, sehingga bibit siap ditanam di lahan pada awal musim penghujan.
Gambar 3. Pembibitan jarak pagar menggunakan bahan tanaman dari stek dan biji
Perakaran dari biji/stek dipengaruhi oleh media tanam, dimana aerasi dan
drainase yang baik sangat dibutuhkan. Bibit yang berasal dari biji perakarannya lebih
kokoh dibanding bibit dari stek, sehingga lebih disukai untuk pertanaman jarak pagar
dalam jangka waktu lama terutama pada daerah dengan ketersediaan air terbatas.
Bibit asal biji Bibit asal stek
6
Menurut Hartman dan Kester (1983), bahwa dua faktor yang umumnya
mempengaruhi pertumbuhan stek yaitu umur tanaman dimana stek diambil, dan
posisi stek pada tanaman induknya.
Penggunaan stek batang tengah panjang 15 cm yang ditanam terlebih dahulu
di polibag menghasilkan biji kering tertinggi (392,34 kg/ha), sedangkan penanaman
langsung di lapangan lebih baik menggunakan biji (Tabel 3.).
Tabel 3. Pengaruh sistem tanam terhadap hasil biji kering tanaman jarak pagar tahun
pertama, kedua dan ketiga
Sistem tanam Bahan
tanam
Hasil biji kering (kg/ha)
Tahun I
(2006)
Tahun II
(2007)
Tahun III
(2008)
Polibag (P)
Tanam
langsung di
lapangan (L)
Biji
Stek : B-30
B-15
T-15
A-25
Biji
Stek : B-30
B-15
T-15
A-25
64,73 c*)
2,04 c
171,15 b
293,77 a
194,28 b
34,47 c
1,00 c
1,00 c
13,44 c
1,00 c
254,17 cd
1,00 d
425,08 ab
545,34 a
314,49 bc
300,34 bc
55,91 d
83,56 d
37,90 d
22,93 d
203,28 b
1,15 c
287,19 b
392,34 a
251,20 b
258,28 b
11,77 c
23,02 c
9,48 c
20,19 c
KK (%) 59,85 37,66 33,85 Keterangan : Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.
Sumber: Mulyaningsih dkk. (2007)
Pemilihan sistem tanam jarak pagar tergantung pada ketersediaan bahan tanam pada
kondisi daerah setempat, kalau tersedia biji dapat ditanam langsung di lapangan,
sebaliknya bila tersedia stek akan lebih baik ditanam di polibag terlebih dahulu.
BUDIDAYA TANAMAN
Persiapan lahan
Persiapan lahan meliputi: pembersihan lahan dan pembuatan lubang tanam. Sebelum
dilakukan pengolahan tanah lahan sebaiknya dibersihkan dari semak belukar atau
gulma. Pengolahan tanah dengan bajak atau cangkul, kemudian dibuat lubang tanam
7
berukuran 30 x 30 x 30 cm dengan jarak 2 x 2 m. Sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Ratree (2004), menyatakan bahwa jarak tanam 2 x 2 m memberikan
hasil tertinggi, dan sesuai untuk pertanaman komersial. Tanah galian perlu
dipisahkan antara tanah bagian atas (top soil) dan tanah bagian bawah (sub soil).
Tanah bagian atas dicampur dengan pupuk kandang atau kompos sebanyak 2 kg
setiap lubang secara merata, kemudian dimasukkan kembali ke dalam lubang tanam.
Pada tanah yang bertektur sedang hingga berat perlu dibuat saluran drainase, karena
tanaman jarak pagar tidak tahan genangan.
Penanaman
Penanaman jarak pagar dapat dilakukan secara monokultur atau tumpang sari.
Jarak tanam secara monokultur umumnya lebih rapat (1 m x 1 m - 2 m x 2 m)
tergantung pada provenan jarak pagar dan kesuburan lahan. Sedang secara tumpang
sari dengan palawija disesuaikan dengan kebutuhan lahan untuk palawija dapat
digunakan jarak tanam 3 m x 2 m atau 4 m x 2 m. Tanaman jarak pagar dapat pula
ditanam sebagai pagar pembatas lahan atau untuk tujuan konservasi. Untuk tujuan ini
maka jarak tanam antar tanaman dapat dipersempit menjadi 1 m atau 0,5 m.
Dari hasil pengujian berbagai jarak tanam yang disajikan pada Tabel 4.
menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman dan produksi jarak pagar dipengaruhi
oleh jarak tanam yang digunakan. Secara individu hingga tahun ketiga jarak tanam
yang lebar (2 m x 3 m) menghasilkan pertumbuhan tanaman, komponen produksi dan
produksi biji per tanaman yang paling tinggi masing-masing sebesar 106,9
buah/tanaman, 17,3 tandan/tanaman, 6,18 buah/tandan, dan 202,9 g/tanaman. Namun
produksi per luasan lahan tertinggi diperoleh jarak tanam yang paling rapat (1 m x 1
m) yakni sebesar 872,1 kg/ha (Djumali dkk., 2007). Selain itu penggunaan jarak
tanam rapat dapat memberikan hasil samping berupa bibit tanaman dari stek yang
bernilai ekonomis yang tinggi saat dilakukan pengurangan populasi tanaman.
8
Tabel 4. Pengaruh jarak tanam terhadap produksi biji per tanaman dan per hektar
sampai dengan umur 31 bulan setelah tanam
Perlakuan Produksi biji
g/tanaman kg/ha
1 m x 1 m
1 m x 2 m
1 m x 3 m
2 m x 2 m
2 m x 3 m
87,21 d
125,87 c
135,42 c
162,50 b
202,87 a
872,1 a
629,4 b
451,4 c
406,3 c
338,2 d Keterangan : Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.
Sumber: Djumali dkk (2007)
Penanaman dilakukan pada saat tanah dalam kondisi cukup lembab/basah,
untuk menghindari stress pada saat pertumbuhan awal tanaman. Pada penanaman di
daerah tadah hujan sebaiknya dilakukan pada awal musim penghujan, sehingga
kebutuhan air dapat terjamin saat pertumbuhan awal pertanaman hingga tanaman
mampu beradaptasi/established. Bibit yang dibutuhkan untuk 1 ha dengan jarak
tanam 2 m x 2 m adalah 2.500 tanaman. Perlu disiapkan 500 tanaman (20%) sebagai
cadangan untuk penyulaman untuk mempertahankan populasi tanaman per hektar.
Pemeliharaan
Pemupukan
Agar berproduksi maksimal, tanaman jarak pagar perlu dipupuk, dosis pupuk yang
diberikan tergantung dari kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara di dalam tanah.
Pupuk N berpengaruh meningkatkan pertumbuhan dan komponen hasil jarak pagar.
Pemberian pupuk P dan K dapat meningkatkan ketahanan terhadap penyakit. Selain
dengan pendekatan pemupukan, serapan hara terangkut panen perlu dijadikan dasar
dalam pengelolaan hara untuk jarak pagar. Rata-rata kandungan hara dalam biji saat
panen adalah 2,05% N, 0,19% P, 6,04% K, 0,62% Ca, 0,46% Mg, dan 33,45% C;
sedangkan rata-rata kandungan hara dalam kulit buah saat panen adalah 0,30% N,
0,02% P, 3,61% K, 0,38% Ca, 0,29% Mg, dan 13,29% C. Pengaruh pemupukan N,
P, dan K terhadap produksi jarak pagar disajikan pada Tabel 5.
9
Tabel 5. Pengaruh pemupukan N, P dan K terhadap jumlah tandan, jumlah buah, berat
biji per pohon
Perlakuan Jumlah buah per pohon Berat biji per pohon (g)
N1 1,89 c 1,13 c
N2 7,37 b 4,42 b
N3 9,73 ab 5,84 ab
N4 13,78 a 8,27 a
P1 5,54 tn 3,33 tn
P2 9,17 5,50
P3 9,00 5,40
P4 9,06 5,44
K1 10,26 tn 6,16 tn
K2 8,68 5,21
K3 5,64 3,38 Keterangan : Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.
Sumber : Hariyono dkk. (2007)
Pengairan
Tanaman jarak pagar merupakan tanaman yang dapat tumbuh sepanjang tahun
dan banyak ditemui di banyak tempat dengan variasi iklim yang sangat beragam
mulai iklim kering hingga iklim basah. Curah hujan tahunan di daerah kering
berkisar 500-750 mm dan di daerah basah diatas 1.200 mm (Gour, 2006). Pada
pertanaman yang luas di daerah tadah hujan, perlu dilakukan teknik pemanenan air
pada musim penghujan dalam bentuk embung-embung, penyimpan air, selanjutnya
dapat digunakan untuk mengairi tanaman pada musim kemarau. Potensi
pengembangan embung sangat besar terutama pada daerah tadah hujan dengan
jumlah curah hujan yang cukup tinggi (diatas 1000 mm per tahun) dengan distribusi
hujan yang tidak merata.
Umumnya jarak pagar dikembangkan pada lahan marginal dimana curah
hujan sangat terbatas, untuk itu perlu dilakukan diuji adaptasikan terhadap berbagai
ketersediaan air tanah pada populasi tanaman jarak pagar terpilih (IP).
Hasil pengujian terhadap populasi terpilih (IP1-A, IP1-M, dan IP1-P) dengan
kriteria pengairan: kontrol (tanpa pengairan), pengairan setelah kondisi air tanah tersedia
mencapai 35 %, 50 %, dan 65 % menunjukkan bahwa produksi biji tertinggi dicapai
dengan pengairan setelah kadar air tanah mencapai 65% berturut-turut IP1-A (578,05
10
kg/ha), IP-1M (103,17 kg/ha), dan IP-1P (725,38 kg/ha). jumlah buah terpanen IP1-A,
IP1-M, dan IP1-P berturut-turut, 133,60 buah/tan, 25,46 buah/tan, dan 179,17
buah/tan. Apabila tanaman tidak diairi sama sekali maka produksi biji tersebut akan
menurun hingga 72,8 %, 89,9 %, dan 49,9 % (Riajaya, 2007)
Produksi biji jarak pagar pada tahun II (Januari-Agustus) menunjukkan bahwa
terdapat peningkatan hasil biji 15% dengan penambahan air irigasi saat kemarau
walaupun tidak signifikan. Produksi IP-1P jauh lebih tinggi dibanding IP-1A dan IP-
1M. Pada bulan September 2008 telah dilakukan pemangkasan pertama. Dengan
demikian untuk wilayah yang memiliki rata-rata curah hujan 1200-1500 mm/tahun
dengan enam bulan basah dan tekstur tanah liat berdebu, tanaman jarak pagar tidak
perlu diairi pada tahun kedua.
309.45
37.9
470.52
736.78
630.76
1368.58
0 500 1000 1500 2000
IP1-A
IP1-M
IP1-P
Produksi biji (kg/ha)
2007 2008
177.01
176.2
268.41
468.87
841.66
859.13
972.42
974.96
0 500 1000 1500 2000
Tanpa-I
A=35%
A=50%
A=65%
Produksi biji (kg/ha)
2007 2008
Gambar 4. (a) Produksi biji IP1-A, IP1-M dan IP1-P dan (b) produksi biji pada
berbagai perlakuan pengairan pada tahun I (Juni-Desember 2007) dan tahun II
(Januari-Agustus 2008) Sumber: Riajaya dkk. (2007)
Pemangkasan dan Pengaturan Kanopi
Pemangkasan dilakukan secara periodik, selain untuk meningkatkan jumlah
cabang produktif juga untuk mengatur tinggi tanaman sehingga mudah dalam
pemeliharaan dan pemanenan (Hariyadi, 2005). Pemangkasan dilakukan pada batang
yang telah cukup berkayu (warna coklat keabu-abuan). Dari pengujian beberapa cara
pemangkasan/pembentukan kanopi menunjukan bahwa cara pemangkasan selektif
memiliki pertumbuhan dan produksi buah tertinggi dibanding perlakuan
pemangkasan lainnya.
a b
11
Tabel 6. Pengaruh bahan tanaman dan cara pemangkasan terhadap tinggi tanaman,
lebar kanopi, jumlah cabang, dan jumlah buah kumulatif pada tahun pertama
Perlakuan Tinggi Lebar Kanopi Jumlah Cabang Jumlah Buah
(cm) (cm) (bh/tanaman) (bh/tanaman)
Bahan tanaman
IP2-A
1P2-M
91,88 a
85,78 a
91,06 a
83,59 a
9,49 b
11,89 a
51,53 a
4,95 b
Cara pemangkasan
3-9-27-40
3-9-27-40
Selektif
Kontrol
61,06 c
102,44 a
87,81 b
104,00 a
61,50 c
95,81 ab
86,81 b
105,19 a
10,38 b
3,68 c
13,18 ab
15,55 a
6,26 b
36,74 a
46,01 a
23,94 ab Keterangan : Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
Sumber: Cholid dkk. (2007)
Pengendalian Gulma
Penyiangan sangat penting terutama pada periode awal pertumbuhan tanaman.
Penyiangan dapat dilakukan secara kultur teknis (pengolahan tanah, pemberian mulsa
seresah atau tanaman penutup tanah), mekanis dengan cangkul atau ternak, serta
kimiawi dengan herbisida seperti Glyphosate (purna tumbuh, sistemik, dan non-
selektif), methyl halosifop (purna tumbuh, sistemik, efektif untuk teki), dan
oxyfluorfen (pra tumbuh, sistemik, nonselektif).
Pembungaan dan Pembuahan
Pada kondisi optimum, tanaman jarak pagar mulai berbunga umur 3-4 bulan.
Masa pembungaan berkisar antara 10-15 hari dan kapsul masak 40-50 hari sesudah
penyerbukan. Saat masak, warna kapsul berubah dari hijau ke kuning kemudian
cokelat kehitaman. Upaya meningkatkan produktivitas jarak pagar dapat ditempuh
melalui optimalisasi penyerbukan untuk meningkatkan retensi buah. Optimasi
penyerbukan pada tanaman jarak pagar dapat ditempuh melalui meningkatkan
populasi serangga penyerbuk dan pemanfaatan tanaman penarik. Karena yang
dipanen dari jarak pagar ini adalah bijinya maka biologi pembungaan, polinasi dan
pembuahan menjadi penting.
12
Dari hasil observasi di Kebun Induk jarak pagar Muktiharjo-Pati-Jawa
Tengah, Asembagus-Situbondo-Jawa Timur, dan Pakuwon-Sukabumi-Jawa Barat,
menunjukkan bahwa jenis dan populasi serangga penyerbuk beragam tergantung
tempat, musim, serta waktu harian (pagi, siang dan sore). Secara umum serangga
penyerbuk yang ditemukan di Pertanaman jarak pagar adalah lebah madu/honey bees
(Apis mellifera) dan kumbang kayu/ carpenter bees (Xylocopa virginica), lalat
punggung hijau (Aulacigaster leucopeza). lalat hijau (Chrysomya sp) dan lalat rumah
(Musca sp), kupu-kupu dan moth (lepidoptera), serta semut /pony ant (ponerinae).
Gambar 5. A. Populasi serangga penyerbuk pada pagi, siang, dan sore hari;
B. Populasi serangga penyerbuk, jumlah tandan berbunga pada klon yang
berasal dari Kediri
Sumber: Cholid dkk. (2007)
Perubahan jumlah populasi lebah madu pada pagi hari hingga sore sesuai dengan
perilaku, perubahan cuaca (suhu dan kelembaban) mempengaruhi variasi dari
populasi dari lebah madu, dan kadar gula dalam nektar tertinggi terjadi pada pagi
hari yang berhubungan dengan saat bunga mekar (Selvakumar et al., 2001).
Panen dan Prosesing
Panen dilakukan apabila buah dalam tandan buah telah masak fisiologis
(buah berwarna kuning hingga kecoklatan). setelah dipetik buah dijemur sampai
kadar air 7-9 % kemudian siap untuk dibijikan. Buah jarak pagar yang dipanen pada
saat berwarna kuning menghasilkan vigor dan daya kecambah yang paling baik,
21,6
9,4
0,6
9
0,8
3,4
0
5
10
15
20
25
PAGI SIANG SORE
Waktu Pengamatan
Ju
mla
h S
era
ng
ga
Pe
ny
erb
uk
pe
r 1
0 T
an
am
an
(ek
or)
Lebah Madu Lalat
81,3
47,339,0 38,7
120,3
86,0
105,2
84,0
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
120,0
140,0
KEDIRI NTB
Asal Bahan Tanaman
Ju
mla
h S
era
ng
ga
Pen
yerb
uk,
Tan
dan
Berb
un
ga p
er
25
tan
am
an
(eko
r,ta
nd
an
)
Lebah madu Lalat punggung hijau
Total serangga penyerbuk Tandan berbunga
13
sehingga baik untuk produksi benih (Tabel 7.). Kadar minyak dari biji jarak berkisar
28%-35%.
Tabel 7. Daya berkecambah dan vigor benih pada benih jarak pagar yang dipanen
berdasarkan presentase warna buah dalam satu tandan
perlakuan KA (%) DB (%) V (%)
Buah hijau lebih dari 50 % dalam 1 tandan 6.7 34.00 b 28.67 b
Buah hijau kekuningan lebih dari 50 % dalam 1 tandan 7.0 55.67 ab 49.67 ab
Buah kuning lebih dari 50 % dalam 1 tandan 7.2 60.33 ab 56.00 ab
Buah kuning kehitaman lebih dari 50 % dalam 1 tandan 6.7 75.33 a 68.00 a
Buah hitam lebih dari 50 % dalam 1 tandan 7.3 56.00 ab 50.00 ab Keterangan : KA : Kadar Air, V : vigor, DB : Daya Berkecambah
Keterangan : Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
Sumber : Adikadarsih, S. dan Joko Hartono, 2006.
DAFTAR PUSTAKA
Adikadarsih, S. dan JokoHartono, 2006. Pengaruh kemasakan buah terhadap mutu
benih jarak pagar (Jatropha curcas L.). Makalah Lokakarya II Status
Teknologi Tanaman Jarak Pagar. Bogor, 29 Nopember 2006. Puslitbangbun.
Anny Mulyani, F. Agus, dan D. Allelorung. 2006. Potensi sumber daya lahan untuk
pengembangan jarak pagar (Jatropha curcas L.) di Indonesia. Jurnal Litbang
Pertanian 23(4): 130-138.
Cholid, M., dan D. Winarno. 2007. Pemberdayaan serangga penyerbuk dan tanaman
penarik untuk meningkatkan produktivitas jarak pagar (Jatropha curcas L.).
Makalah penunjang oral Lokakarya Nasional Jarak Pagar III. Inovasi
teknologi jarak pagar untuk mendukung program DME. Malang. Nopember
2007.
Cholid, M., B. Haryono, dan D. Winarno. 2007. Pengaruh pemangkasan terhadap
pertumbuhan dan hasil jarak gagar (Jatropha curcas L.). Makalah penunjang
oral Lokakarya Nasional Jarak Pagar III. Inovasi teknologi jarak pagar untuk
mendukung program DME. Malang. Nopember 2007.
Djumali, B. Haryono, dan N. Sudibyo. 2007. Pengaruh jarak tanam terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman jarak. Makalah penunjang oral Lokakarya
Nasional Jarak Pagar III. Inovasi teknologi jarak pagar untuk mendukung
program DME. Malang. Nopember 2007.
14
Gour, V.K. 2006. Production practices including post harvest management of
Jatropha curcas. Paper presented at the Biodiesel Conference Toward Energy
Independence – Focus on Jatropha. Tashtrapati Bhawan, New Delhi, 9-10
June 2006. pp.: 223-251.
Hariyadi, 2005. Sistem budidaya tanaman jarak pagar (Jatropha curcas Linn).
Seminar Nasional Pengembangan Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) untuk
Biodiesel dan Minyak Bakar. Pusat penelitian Surfaktan dan Bioenergi,
Institut Pertanian Bogor. 22 Desember 2005.7p.
Hariyono, B., M. Romli, dan M. Machfud, 2007. Pengaruh dosis pupuk N, P, dan K
terhadap pertumbuhan dan hasil jarak pagar (Jatropha curcas L.). Makalah
penunjang oral Lokakarya Nasional Jarak Pagar III. Inovasi teknologi jarak
pagar untuk mendukung program DME. Malang. Nopember 2007.
Heller, J. 1996. Physic nut (Jatropha curcas L.). Promoting the conservation and use
of underutilised and neglected crops. Institute of Plant Genetics and Crop
Plant Research. Gatersleben/International Plant Genetic Resources Institute.
Rome.
Henning, R.K. 2004. The Jatropha System. Economy and Dissemination Strategy.
International Conference of Renewable 2004. Bonn 1-4 June 2004. Germany.
Kochhar, S., Kochhar, V.K., Sing, S.P., Katiyar, R.S. and Pushpangadan, P., 2005.
Differential rooting and sprouting behaviour of two Jatropha species and
associated physiological and biochemical changes.
Mulyaningsih, S., Djumali dan B. Hariyono, 2007. Pengaruh posisi asal dan panjang
stek dan ZPT terhadap pertumbuhan stek batang pada tanaman jarak pagar
(Jatropha curcas L.). Makalah penunjang oral Lokakarya Nasional Jarak
Pagar III. Inovasi teknologi jarak pagar untuk mendukung program DME.
Malang. Nopember 2007.
Okabe, T. and M. Somabhi, 1989. Eco-physiological studies on drought tolerant
crops suited to the Northeast Thailand. Technical paper No. 5. Agricultural
Development Research Center in Northesat Thailand, Moe Din Daeng, Khon
Kaen 40000, Thailand.
Ratree, S. 2004. A Preliminary study on Physic nut (Jatropha curcas L.) in Thailand.
Pakistan Journal of Biological Sciences 7(9):1620-1623.
15
Riajaya, P.D., B.Hariyono, dan F.T. Kadarwati. 2007. Keragaan tanaman jarak pagar
pada berbagai ketersediaan air tanah. Makalah penunjang oral Lokakarya
Nasional Jarak Pagar III. Inovasi teknologi jarak pagar untuk mendukung
program DME. Malang. Nopember 2007.
Selvakumar, P., S.N. Sinha, V.K. Pandita, R.M. Srivastava. 2001. Foraging behavior
of honeybee on parental lines of hybrid cauliflower pusa hybrid-2. Apimondia
Journal. 4p.