LAPORAN KUNJUNGAN APRESIASI SENI DAN BUDAYA KELAS X DI YOGYAKARTA ( MEUSEUM SANGIRAN)

23
LAPORAN KUNJUNGAN APRESIASI SENI DAN BUDAYA KELAS X DI YOGYAKARTA Oleh: MUTIA RATNASARI X MIA 2 / 30

Transcript of LAPORAN KUNJUNGAN APRESIASI SENI DAN BUDAYA KELAS X DI YOGYAKARTA ( MEUSEUM SANGIRAN)

LAPORAN KUNJUNGAN APRESIASI SENI DAN BUDAYA KELAS X DI

YOGYAKARTA

Oleh:

MUTIA RATNASARI

X MIA 2 / 30

HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ini Telah Disetujui Oleh Guru Pembimbingdan Disahkan Oleh Kepala Sekolah

Pada Tanggal Maret 2014

Pembimbing

R. Anang Mustofa, S.Pd

NIP : 19690913 199803 1 008

Mengesahkan

Kepala SMA N 1 Sleman

Dra. Hermintarsih

NIP : 19640404 198903 2 010

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

atas taufik dan hidayah-Nya, kami bisa menyusun karya tulis ini

dengan baik.Sebagai tanda bukti bahwa kami telah mengunjungi

obyek-obyek penelitian.

Karya tulis ini telah kami lengkapi dengan gambar-gambar dan

informasi dari obyek-obyek penelitian yang telah kami kunjungi.

Upaya penyusunan acara ini tidak lepas dari bantuan dan

arahan dari berbagai pihak, maka kami mengucapkan terimakasih

kepada:

1.      Yang terhormat ibu Dra.Hermintarsih selaku kepala sekolah SMA

N 1 Sleman

2.      Yang terhormat bapak R. Anang Mustofa, S.Pd selaku wali kelas

X MIA 1 dan pembimbing kami

3.      Yang terhormat ibu Hj. Sumaryati, S.Pd selaku ketua paniti

4.      Yang tercinta rekan-rekan kelas X yang turut berpartisipasi

dalam kunjungan ini

Karya tulis yang kami susun ini jauh dari kesempurnaan. Kami

memohon maaf jika ada kesalahan dalam penyusunan karya tulis ini.

Untuk itu kami mohon kritik dan saran demi kesempurnaan karya

tulis ini.

Semoga karya tulis sederhana ini, dapat bermanfaat bagi para

pembacanya.

Sleman, 15

Maret 2014

Penyusun

 

Daftar Isi

Lembar pengesahan iiKata pengantar iiiDaftar isi ivBab I pendahuluan

A. Latar belakang 1B. Rumusan masalah 1C. Tujuan penelitian 1D. Manfaat penelitian 2

Bab II Pembahasan

A. Museum Purbakala Sangiran 3B. Obyek Wisata Tawangmangu

Karanganyar Jawa Tengah

15

Bab III Penutup

A. Kesimpulan 16B. Saran 17

Lampiran 18Daftar pustaka 22

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pelaksanaan kunjungan museum merupakan kegiatan wajib

sekolah. Kunjungan moseum ini dilaksanakan setiap satu tahun

sekali.Kunjungan moseum ini diikuti oleh kelas X karena pada

agenda sekolah kunjungan museum dilaksanakan pada kelas X.

Dipilihnya objek museum purbakala Sangiran karena untuk

mengetahui lebih jelas gambaran evolusi nenek moyang peradaban

manusia. Di sana kita semua dapat mengetahui secara gambling

bagaimana nenek moyang kita ber-evolusi, di sana kita disuguhkan

berbagai bukti sejarah. Mulai dari tulang belulang atau fosil-

fosil manusia, tumbuhan ,dan hewan purba. Di museum kita juga

disuguhkan film mengenai penelitian dan penggalian fosil-fosil

makhluk purbakala oleh berbagai peneliti di penjuru dunia.

Dipilihnya objek wisata Tawangmangu karena di sana kita dapat

melihat keindahan alam berupa air terjun yang indah dan kita

dapat membuktikan kebenaran mitos tentang pembuktian jumlah anak

tangga saat naik dan turun yang pada papan tertulis sebanyak 1250

anak tangga.

B. Rumusan Masalah

1.    Bagaimana sejarah Museum Purbakala Sangiran?

2.    Dimana letak Museum Purbakala Sangiran?

3.    Bagaimana sejarah diberi nama Grojogan Sewu?

C. Tujuan

1.      Untuk mengetahui sejarah Museum Purbakala Sangiran

2.      Untuk mengetahui letak Museum Purbakala Sangiran

3.      Untuk mengetahui sejarah nama Grojogan Sewu

D. Manfaat

Penulisan karya tulis ini diharapkan dapat memberikan manfaat

bagi :

A.      Penulis :

1.      Menambah wawasan siswa.

2.      Menggali potensi siswa untuk dimanfaatkan sebagai sarana

menambah nilai sosial dan rasa ingin tahu perkembangan sejarah

Indonesia.

3.      Untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air.

4.      Meningkatkan ketaqwaaan atas ciptaan Tuhan YME.

B.      Pembaca :

1.      Penulisan ini diharapkan dapat membuka wawasan masyarakat

tentang sejarah evolusi nenek moyang di Indonesia.

2.      Dapat membuka kepedulian masyarakat tentang museum sejarah di

Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Moseum Purbakala Sangiran

a)      Wilayah Sangiran Museum Sangiran

Sangiran adalah sebuah situs arkeologi di Jawa,

Indonesia.Sangiran memiliki area sekitar 48 km². Secara

fisiografis sangiran terletak pada zona Central Depression, yaitu

berupa dataran rendah yang terletak antara gunung api aktif,

Merapi dan Merbabu di sebelah barat serta Lawu di sebelah timur.

Secara administratif Sangiran terletak di Kabupaten Sragen

(meliputi 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Kalijambe, Gemolong dan

Plupuh serta Kecamatan Gondangrejo) dan kabupaten Karanganyar,

Jawa Tengah.Sangiran terletak di desa Krikilan, Kec. Kalijambe

( + 40 km dari Sragen atau + 17 km dari Solo) situs ini menyimpan

puluhan ribu fosil dari jaan pleistocen ( + 2 juta tahun lalu).

Situs Sangiran merupakan daerah perbukitan yang mencakup

kawasan seluas 32 km² dengan bentangan arah dari utara ke selatan

kurang lebih 8 km dan dari barat ke timur kurang lebih 4 km².

Daerah ini meliputi 12 kelurahan di 4 kecamatan, yaitu kecamatan

kalijember, gemolong, plupuh, dan godangrejo. Daerah sangiran

memiliki sebuah sungai yang membelah daerah tersebut menjadi dua

yaitu kali cemara yang bermuara di bengawan solo.

Fosil-fosil purba ini merupakan 65 % fosil hominid purba di

Indonesia dan 50% di seluruh dunia. Hingga saat ini telah

ditemukan lebih dari 13.685 fosil 2.931 fosil ada di Museum,

sisanya disimpan di gudang penyimpanan. Pada tahun 1977 Sangiran

ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia

sebagai cagar budaya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan No.070/0/1977, tanggal 5 Maret 1977.

Selanjutnya keputusan itu dikuatkan oleh Komite World Heritage

UNESCO pada peringatannya yang ke-20 di Merida, Mexico yang

menetapkan kawasan Sangiran sebagai kawasan World Heritage

(warisan dunia) No. 593.

b)     Sejarah Situs Sangiran

Sejarah Museum Sangiran bermula dari kegiatan penelitian yang

dilakukan oleh Von Koeningswald sekitar tahun 1930-an. Di dalam

kegiatannya Von Koeningswald dibantu oleh Toto Marsono, Kepala

Desa Krikilan pada masa itu.Setiap hari Toto Marsono atas

perintah Von Koeningswald mengerahkan penduduk Sangiran untuk

mencari “balung buto” (Bahasa Jawa = tulang raksasa).Demikian

penduduk Sangiran mengistilahkan temuan tulang-tulang berukuran

besar yang telah membatu yang berserakan di sekitar ladang

mereka.Balung buto tersebut adalah fosil yaitu sisa-sisa

organisme atau jasad hidup purba yang terawetkan di dalam bumi.

Fosil-fosil tersebut kemudian dikumpulkan di Pendopo

Kelurahan Krikilan untuk bahan penelitian Von Koeningswald,

maupun para ahli lainnya.Fosil-fosil yang dianggap penting dibawa

oleh masing-masing peneliti ke laboratorium mereka, sedang

sisanya dibiarkan menumpuk di Pendopo Kelurahan Krikilan.

Setelah Von Koeningswald tidak aktif lagi melaksanakan

penelitian di Sangiran, kegiatan mengumpulkan fosil masih

diteruskan oleh Toto Marsono sehingga jumlah fosil di Pendopo

Kelurahan semakin melimpah.Dari Pendopo Kelurahan Krikilan inilah

lahir cikal-bakal Museum Sangiran.

Untuk menampung koleksi fosil yang semakin hari semakin

bertambah maka pada tahun 1974 Gubernur Jawa Tengah melalui

Bupati Sragen membangun museum kecil di Desa Krikilan, Kecamatan

Kalijambe, Kabupaten Saragen di atas tanah seluas 1000 m². Museum

tersebut diberi nama “Museum Pestosen”. Seluruh koleksi di

Pendopo Kelurahan Krikilan kemudian dipindahkan ke Museum

tersebut.Saat ini sisa bangunan museum tersebut telah dirombak

dan dialihfungsikan menjadi Balai Desa Krikilan.

Sementara di Kawasan Cagar Budaya Sangiran sisi selatan pada

tahun 1977 dibangun juga sebuah museum di Desa Dayu, Kecamatan

Godangrejo, Kabupaten Karanganyar. Museum ini difungsikan sebagai

basecamp sekaligus tempat untuk menampung hasil penelitian

lapangan di wilayah Cagar Budaya Sangiran sisi selatan.Saat ini

museum tersebut sudah dibongkar dan bangunannya dipindahkan dan

dijadikan Pendopo Desa Dayu.

Tahun 1983 pemerintah pusat membangun museum baru yang lebih

besar di Desa Ngampon, Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe,

Kabupaten Sragen.Kompleks Museum ini didirikan di atas tanah

seluas 16.675 m². Bnagunannya antara lain terdiri dari Ruang

Pameran, Ruang Pertemuan/ Seminar, Ruang Kantor/ Administrasi,

Ruang Perpustakaan, Ruang Storage, Ruang Laboratorium, Ruang

Istirahat/ Ruang Tinggal Peneliti, Ruang Garasi, dan Kamar Mandi.

Selanjutnya koleksi yang ada di Museum Plestosen Krikilan dan

Koleksi di Museum Dayu dipindahkan ke museum yang baru ini.Museum

ini selain berfungsi untuk memamerkan fosil temuan dari kawasan

Sangiran juga berfungsi untuk mengkonservasi temuan yang ada dan

sebagai pusat perlindungan dan pelestarian kawasan Sangiran.

Tahun 1998 Dinas Praiwisata Propinsi Jawa Tengah melengkaspi

Kompleks Museum Sangiran dendan Bnagunan Audio Visual di sisi

timur museum.Dan tahun 2004 Bupati Sragen mengubah interior Ruang

Knator dan Ruang Pertemuan menjadi Ruang Pameran Tambahan.

Tahun 2003 Pemerintah pusat merencanakan membuat museum yang

lebih representative menggantikan museum yang ada secara

bertahap.Awal tahun 2004 ini telah selesai didirikan bangunan

perkantoran tiga lantai yang terdiri dari ruang basemen untuk

gudang, lantai I untuk Laboratorium, dan lantai II untuk

perkantoran. Program selanjutnya adalah membuat ruang audio

visual, ruang transit untuk penerimaan pengunjung, ruang pameran

bawah tanah, ruang pertemuan, perpustakaan, taman purbakala, dan

lain-lain.

c)      Proses Terbentuknya Sangiran

Pada awalnya sangiran merupakan lautan dangkal.Pada saat itu

keadaan bumi masih belum stabil seperti sekarang, di beberapa

bagian bumi seringkali mendapatkan pergerakan di dalam perut bumi

yang disebabkan adanya dorongan tekanan endogen.Sangiran juga

mengalami hal serupa, karena adanya dorongan tenaga endogen (dari

dalam bumi) terjadi pengankatan dan pelipatan pada permukaan laut

sangiran. Akibat dn pelipatan permukaan maka terbentuklah

daratan-daratan yang mengisolasi sebagaian lautan tersebut

sehingga menjadi danau dan rawa-rawa.

Saat terjadinya masa glacial (pembekuan), permukaan air laut

menyusut, itu disebabkan karena adanya pembekuan es di kutub

utara maka muncullah daratan di permukaan bumi. Danau dan rawa

sangiran yang terbentuk dari lautan dangkal juga menjadi daratan

kering.

Proses pembentukan situs sangiran erat kaitannya dengan

aktivitas gunung lawu tua. Kubah sangiran diperkirakan terbentuk

akibat gaya kompresi dari runtuhan gunung Lawu tua, gaya endogen

berupa pengakatan dan pelipatan tanah serta gaya gravitasi bumi.

Gaya kompresi yang sama juga menyebabkan terbentuknya kubah-kubah

lain seperti: Kubah Gemolong, Kubah Gamping, Kubah Bringinan,

Kubah Gesingan, dan Kubah Munggur.

Tenaga endogen yang terjadi berulang-berulang mengakibatkan

permukan tanah di sangiran naik akibatnya adanya dorongan di

dalam dan membentuk bukit.Kemudian karena aktivitas gunung lawu

membuat tanah perbukitan longsor dan membentuk kubah, tanah di

sekitar sungai cemarapun ikut longsor.Akibat dari hal tersebut,

terbentuklah lapisan tanah yang berbeda dari lapisan tanah

permukaan.Lapisan tanah yang terbentuk adalah lapisan dari jaman

purbakala dimana hsil dari terbentuknya tanah sangiran membuat

para ahli purbakala dan masyarakat sekitar menemukan bukti-bukti

kehidupan masa prasejarah.Higga kini lapisan tanah (stratigrafi)

yang dapat ditemukan dan diteliti terdapat 4 lapis.

Situs sangiran merupakan daerah perbukitan yang terbentuk

dari fragmen-fragmen batu gamping foraminifera dan batu pasir

yang tercampur dengan Lumpur saat masa halosen. Juga yang endapan

alivial yang terdiri dari campuran lempung, pasir, kerikil, dan

krakal dengan ketebalan kurang lebih 2 meter yang dapat terlihat

di sungai cemara. Sungai cemara yang mengalir didaerah sangiran

merupakan sungai anteseden yang menyayat kubah sangiran.Hal ini

menyebabkan struktur kubah dan stratifigrafi tanah daerah

sangiran dapat dipelajari dengan baik.

Tersingkapnya tanah di tepi sungai cemara menunjukan

aktivitas erosi dan sedimentasi yang intensif pada masa sekarang.

Proses erosi tersebut mengakibatkan munculnya fosil-fosil

binatang maupun manusia purba di permukaan tanah sehingga sering

ditemukan fosil-fosil setelah turun hujan.

Akibat dari dorongan tenaga endogen pada awalnya, aktivitas

erosi dan sedimentasi yang tinggi maka menyebabkan pengangkatan

dan pelipatan tanah sangiran, sehingga lapisan tanah sangiran

terbagi dari 4 lapisan (dari lapisan teratas) yaitu Formasi

Notopuro, Formasi Kabuh, Formasi Pucangan dan Formasi Kalibeng.

d)     Formasi Lapisan Sangiran

Berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan, formasi

penyusun daerah sangiran merupakan urutan dari pengendapan syn-

orogenic danpost-orogenic (proses pengendapan bahan rombakan yang

terjadi pada dan setelah terangkatnya perbukitan Kendeng yang

berada disebelah utara Sangiran), kecuali formasi tertua.

Urutan formasi yang menyusun daerah Sangiran adalah Formasi

Kalibeng, Pucangan, Kabuh dan Notopuro.

1.      Formasi Kalibeng

Formasi ini terletak di dukuh Ngampon, desa Krikilan,

Kecamatan Klaijambe dan  Kabupaten Sragen. Umur formasi ini

adalah Pliosen (2 juta -1,8 juta tahun yang lalu). Persebaran

Dormasi Kalibeng ditemukan disekitar Kubah Sangiran, dan

membentuk perbukitan yang landai. Ketebalan formasi ini mencapai

126,5 m. satuan litologinya berupa lempung abu-abu kebiruan

setebal 107 m, pasir lanau setebal 4,2 – 6,9 m, batu gamping

balanus setebal 0 - 10,1M.

Pada formasi ini banyak ditemukan fosil-fosil Foraminifera

dan Moluska laut. Antara lain ditemukan : arca (anadara),

arcitectonica, lopha (alectryonia), Conus, Mirex, Chlamis,

Pecten, Prunum, Turicula, renella spinoca, anomia, arcopsis,

linopsis, dan turitella acoyana. Fosil-fosil tersebut merupakan

ciri dari lingkungan pengendapan laut dangkal.

2.      Formasi Pucangan

Formasi Pucangan ini terdiri dari dua satuan litologi yaitu

satuan breksi laharik dan satuan napal bercampur batu lempung.

Ketebalan formasi ini mencapai 157,5 m. sedang umur formasi ini

adalah plestosen bawah ( 1,8juta-900ribu).

 Satuan breksi laharik, terbentuk akibat pengendapan banjir lahar

hujan yang diselingi pengendapan sungai normal dilingkungan air

payau. Ketebalan satuan ini berkisar antara 0,7-46 m. satruan ini

termasuk Formasi Pucangan Bawah, berumur Plestosen Bawah.

Kandungan fosil pada lapisan ini sangat jarang.Namun diantaranya

ditemukan sedikit fosil moluska laut jenis anadara, korbicula,

dan murex.

Satuan napal dan batu lempung,  termasuk Formasi Pucangan Atas,

yang berumur plestosen bawah. Satuan ini berwarna abu-abu muda

sampai  tua, yang bila lapuk berwarna hitam. Ketebalan lapisan

ini mencapai 113,5 m. pada satuan ini ditemukan tiga horizon

moluska laut yang bercampur dengan gigi ikan hiu, yang menandakan

bahwa pada masa itu pernah terjadi transgresi laut, meskipun

mungkin kejadiannya sangat singkat.

Moluska laut yang lain ditemukan berasosiasi dengan kayu,

belerang, peat, bulus dan buaya yang menunjukkan lingkungan

payau-payau tepi laut. Selain horizon moluska laut, ditemukan

juga lapisan tanah Diatome  yang berwarna putih kecoklatan,

dengan penyebaran yang cukup lama.

3.      Formasi Kabuh

Formasi ini terletak di dukuh Ngampon, desa Krikilan,

Kecamatan Klaijambe dan  Kabupaten Sragen. Umur formasi ini

adalah Plestosen  atas sampai plestosen tengah (900ribu-200ribu

tahun yang lalu).

Formasi kabuh mempunyai ketebalan 5,8 – 58,6 M. lapisan ini

mempunyai kandungan litologi berupa lempung lanau , pasir, besi

dan kerikil. Satuan litologi tersebut ditemukan berselang- seling

dengan lapisan konglomerat dan batu lempung vulkanik

(tuf).Dibawah lapisan ini ditemukan lapisan batu pasir,

konglomerat “calcareous” dengan ketebalan lebih dari 2M yang

merupakan ciri lingkungan transisi antara lautan dan daratan.

Lapisan tuf yang terkandung dalam formasi kabuh dibedakan

atas lapisan tuf  bawah, tuf tengah, dan tuf atas. Lapisan tuf

bawah terletak pada formasi kabuh dengan ketebalan 4,2 – 20 M,

lapisan tuf tengah terdapat pada formasi kabuh dengan ketebalan

5,8 – 20M, dan lapisan tuf atas pada formasi kabuh atas dengan

ketebalan 3,4-16M.

Kandungan fosil formasi kabuh meliputi hewan vertebrata dan

moluska air payau. Fosil vertebrata yang ditemukan antara lain :

bovidae, babi, buaya, bulus, banteng, gajah dan rusa. Sedang

fosil moluska air payau yang ditemukan meliputi astartea,

melania, dan corbicula.Selain itu ditemukan pula fosil cetakan

daun.

4.      Formasi Notopuro ( mad volcano)

Formasi notopuro terletak secara tidak selaras diatas

formasi kabuh dengan ketebalan sekitar 47 M. satuan litologinya

berupa : kerikil, pasir, lanau, lempung, air tawar, lahar pumisan

dan tuf. Lapisan lahaar yang terkandung dalam lapisan ini,

berdasarkan letaknya dibagi 3 yaitu : lapisan lahar atas, lapisan

lahar teratas dan lapisan pumiceatas. Berdasarkan adanya lapisan

lahar tersebut, formasi notopuro dibedakan menjadi 3 : formasi

notopro bawah, formasi notopuro tengah dan formasi notopuro atas.

Lapisan notopuro bawah dimulai lapisan lahar atas sampai

lapisan lahar teratas, dengan ketebalan antara 3,2- 2,89 M.

Kandungan litologinya berupa pasir tufan dengan kerikil fluvial,

lanau, lempung, fragmen kerikil andesit dan formasi tuf andesit.

Formasi notopuro tengah mulai muncul pada lapisan lahar atas

sampai lapisan lahar teratas, dengan ketebalan maksimum

20M.formasi ini mengandung pasir bercampur  kerikil dan lanau

tufan, kecuali pada lapisan lahar yang terletak didasar. Pada

formasi ini tidak ditemukan fosil mammalian sama sekali.

Formasi notopuro atas dimulai dari lapisan pumiceatas secara

tidak selaras terletak diatas formasi notopuro tengah dan bawah,

ketebalan formasi ini mencapai 25 M dan tersebar di daerah

sangiran sebelah utara dan daerah sangiran sebelah timur.

Kandungan litologinya berupa tuf dan bola-bola pumisan.

e)      Pembagian Ruang di Museum Sangiran

1.      Ruang Pamer 1 bertemakekayaan Sangiran dan berbagai fosil yang

ditemukan di daerah Sangiran oleh Prof. Dr. Gustav Heinrich Ralph

von Koenigswald dan sejumlah peneliti lainnya. Di Ruang ini

banyak fosil yang berhasil ditemukan, antara lain fosil binatang

darat (gajah, harimau, dll), binatang air (kudanil, buaya, dll),

bebatuan dan berbagai peralatan yang terbuat dari batu yang dulu

pernah dibuat dan digunakan manusia purba yang tinggal di

Sangiran.

Di Ruang Pamer 1, juga terdapat buku kegiatan digital yang berisi

tentang Evolusi Manusia Purba. Buku ini berisi tentang Teori

Darwin, Teori Migrasi dan tokoh lainnya lengkap dengan penjelasan

mengenai temuan.

2.      Ruang Pamer 2, bertema Langkah-Langkah Kemanusiaan dan berisi

diorama manusia purba serta profil para peneliti Indonesia

setelah merdeka. Langkah-langkah kemanusiaan dijelaskan pada

teori evolusi.Mulai dari Seleksi Alam, Adaptasi danVariasi.

Seleksi Alammenjelaskan tentang keturunan suatu makhluk tampaknya

sama dengan induk atau saudaranya, kemudian makhluk yang mampu

menyesuaikan diri (adaptasi) akan bertahan hidup dan hingga bisa

menciptakan suatu variasi.Setiap makhluk yang dilahirkan itu

mempunyai unsur keturunan masing-masing, unik. Di Ruang Pamer 2,

di sini terdapat beberapa diorama lain dari yang lain. Terdapat

diorama G.H.R. von Koenigswald .Seorang geolog dan salah satu

penemu tengkorak “Sangiran II” yang kemudian disebut sebagai

Pithecanthropus erectus. Koenigswald terlihat gagah, tapi bajunya

sepertinya terlalu kecil.Selain diorama para penetili, terdapat

patung manusia purba.Patung Manusia purba disajikan seakan-akan

menggambarkan kegiatan mereka ketika masa itu.Disana tampak

menggambarkan menyalakan api dengan sebuah alat. Menurut

keterangan dari pemandu, meski ada patung yang menggambarkan

sedang menyalakan api, namun sampai sekarang belum ditemukan

fosil alat yang digunakan untuk menyalakan api. Entah itu

menggunakan batu atau sejenisnya, tapi sampai sekarang belum

ditemukan.Masih banyak patung yang menggambarkan kegiatan mereka

pada jaman dahulu, misalnya; berburu, masak dan makan bersama.

3.      Ruang Pamer 3, bertema tentang Homo Erectus dan berisi replika

kehidupan species Homo erectus. Pada tahun 2004, ditemukan sisa-

sisa prasejarah dari goa Leang Boa di Flores yang kemudian

terkenal dengan namaHomo Floresiensis. Temuan ini menggemparkan

dunia, karena dia merupakan individu dewasa tetapi berpostur

pendek, dengan tinggi bandan kira-kira 106 cm. Hidup pada 18.000-

13.000 tahun yang lalu. Berdasarkan penelitian perkakas yang

ditemukan, Homo Floresiensis tergolong manusia yang cerdas, mampu

menggunakan alat kayu dan bambu sebagai alat utama untuk

mengadakan pemburuan.

f)       Koleksi Museum Sangiran

1.      Fosil manusia, antara lain Australopithecus africanus ,

Pithecanthropus mojokertensis (Pithecantropus robustus ), Meganthropus

palaeojavanicus , Pithecanthropus erectus, Homo soloensis , Homo neanderthal

Eropa, Homo neanderthal Asia, dan Homo sapiens .

2.      Fosil binatang bertulang belakang, antara lain Elephas

namadicus (gajah), Stegodon trigonocephalus (gajah), Mastodon sp (gajah),

Bubalus palaeokarabau (kerbau), Felis palaeojavanica (harimau), Sus sp

(babi), Rhinocerus sondaicus (badak), Bovidae (sapi, banteng), dan

Cervus sp (rusa dan domba).

3.      Fosil binatang air, antara lain Crocodillus sp (buaya), ikan

dan kepiting, gigi ikan hiu, Hippopotamus sp (kuda nil), Mollusca

(kelas Pelecypoda dan Gastropoda ), Chelonia sp (kura-kura), dan

foraminifera .

4.      Batu-batuan , antara lain Meteorit/Taktit, Kalesdon,

Diatome, Agate, Ametis

5.      Alat-alat batu, antara lain serpih dan bilah, serut dan

gurdi, kapak persegi, bola batu dan kapak perimbas-penetak

6.      Koleksi lainnya

a)      Fosil kayu yang terdiri dari:

1. Fosil kayu

Temuan dari Dukuh Jambu, Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo

Kabupaten Karanganyar. Ditemukan pada tahun 1995 pada lapisan

tanah lempung warna abu-abu ditemukan pada formasi pucangan

Fosil batang pohon

Temuan dari Desa krikilan , Kecamatan Kalijambe, Kabupaten

Sragen. Fosil ini ditemukan pada tahun 1977 pada lapisan tanah

lempung Warna abu-abu dari endapan ditemukan pada Formasi

pucangan

b)      Tulang hasta (Ulna) Stegodon Trigonocephalus

Ditemukan di kawasan cagar sangiran pada tanggal 23 november

1975 di tanah lapisan lempung warna abu –abu Formasi kabuh bawah.

c)      Tulang paha

Ditemukan dari Desa Ngebung, Kecamatan kalijambe, Kabupaten

Sragen pada tanggal 4 Februari 1989 pada lapisan tanah lempung

warna abu – abu dari endapan ditemukan pada formasi pucangan

atas.

d)     Tengkorak kerbau

Ditemukan oleh Tardi Pada tanggal 20 November 1992 di Dukuh

Tanjung, Desa Dayu Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar

pada lapisan tanah Warna coklat kekuning-kunginan yang bercampur

pasir ditemukan formasi kabuh berdasarkan penanggalan geologi

berumur 700.000-500 tahun

e)      Gigi Elephas Namadicus

Ditemukan di situs cagar budaya sangiran Pada tanggal 12

Desember 1975, Pada lapisan tanah pasir bercampur kerikil

berwarna cokelat ditemukan pada Formasi kabuh

f)       Fragmen gajah purba

Hidup di daerah cagar budaya sangiran. Jenisnya adalah:

  Mastodon

  Stegodon

  Elephas

g)      Tulang rusuk (Casta) Stegodon Trigonocephalus

Ditemukan oleh Supardi pada tanggal 3 Desember 1991 di Dukuh

Bukuran, Desa Bukuran Kecamatan kalijambe Kabupaten Sragen pada

lapisan lempung warna abu – abu dari endapan pucangan atas.

h)      Ruas tulang belakang (Vertebrae)

Ditemukan di situs cagar budaya sangiran pada tanggal 15

Desember 1975 di lapisan tanah pasir berwarna abu – abu pada

formasi kabuh bawah.

i)        Tulang jari (Phalanx)

Ditemukan di situs sangiran pada tanggal 28 oktober 1975

pada lapisan tanah pasir kasar warna cokelat kekuning-kuningan

pada formasi kabuh.

j)        Rahang atas Elephas Namadicus

Rahang ini dilengkapi sebagian gading ditemukan oleh Atmo di

Dukuh Ngrejo, Desa Samomorubuh Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen

pada tanggal 24 April 1980 pada lapisan Grenz bank antara formasi

pucangan dan kabuh.

k)      Tulang kaki depan bagian atas (Humerus)

Bagian fosil ditemukan oleh Warsito Desa Krikilan, Kecamatan

Kalijambe, Kabupaten Sragen pada tanggal 28 Desember 1998 pada

lapisan tanah lempung warna abu – abu dari formasi pucangan atas

kala pleistosen bawah

l)        Tulang kering

Ditemukan oleh Warsito di Dukuh Bubak Desa Ngebung, Kecamatan

Kalijambe, Kabupaten Sragen pada tanggal 4 januari 1993 lapisan

tanah lempung warna abu – abu dari formasi pucangan atas.

m)    Fosil Molusca

a.       Klas Pelecypoda

b.      Klas Gastropoda

n)      Binatang air

  Tengkorak buaya (Crocodilus Sp.) ditemukan pada tanggal 17

Desember 1994 oleh Sunardi di Dukuh Blimbing, Desa Ngebung,

Kecamatan kalijambe kabupaten Sragen pada formasi pucangan

  Kura – kura (Chlonia Sp.) ditemukan pada tanggal 1 Februari

1990 oleh hari Purnomo Dukuh Pablengan, Desa krikilan , Kecamatan

Kalijambe, kabupaten Sragen pada Formasi pucangan

  Ruas tulang belakang ikan ditemukan pada tanggal 20 November

1975 oleh Suwarno di Desa Bukuran, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten

Sragen pada formasi pucangan