KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM Tujuan : Mempelajari teknik persiapan chamber dan...

17
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM Tujuan : Mempelajari teknik persiapan chamber dan aplikasi sampel pada KLT. Mempelajari teknik menjalankan kramatogram dan penentuan nilai Rf Mempelajari komposisi eluen yang sesuai dengan sampel untuk mendapatkan kramatogram/spot yang terpisah dengan baik. Hari, tanggal : Senin, 10 Mei 2010 Tempat : Laboratorium Kimia Dasar, Lantai II, Fakultas MIPA, UNRAM B. LANDASAN EORI Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan alat analisa yang cukup sederhana karena dapat menentukan jumlah komponen yang ada pada suatu bahan, bahkan dapat pula mengidentifikasi komponen-komponen tersebut. Pada dasarnya kromatograf lapis tipis (KLT atau TLC = Thin layer Chromatography) sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama pada cara melakukannya. Perbedaan nyata terlihat pada media pemisahnya, yakni digunakannya lapisan tipis adsorben halus yang tersangga pada papan kaca, aluminium atau plastik sebagai pengganti kertas. Lapisan tipis adsorben ini pada proses pemisahan berlaku sebagai fasa diam. Fasa diam KLT terbuat dari serbukhalus dengan ukuran 5 sampai 50 m. Serbuk halus ini dapat berupa suatu adsorben, suatu penukar ion, suatu pengayak molekul atau dapat merupakan penyangga yang dilapisi suatu cairan. Bahan adsorben sebagai fasa diam dapat digunakan silica gel, aluminium dan serbuk selulosa. Partikel silica gel mengandung gugus hidroksil di permukaannya yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul-molekul polar (Soebagio, 2002 : 87). Pada KLT, fase cair serupa lapisan tipis (tebal 0,1 2mm) yang terdiri atas bahan padat yang dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca, tetapi dapat juga terbuat dari pelat polimer dan logam. Lapisan melekat pada permukaan dengan bantuan

Transcript of KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM Tujuan : Mempelajari teknik persiapan chamber dan...

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Tujuan : Mempelajari teknik persiapan chamber dan aplikasi sampel pada

KLT.

Mempelajari teknik menjalankan kramatogram dan penentuan

nilai Rf

Mempelajari komposisi eluen yang sesuai dengan sampel untuk

mendapatkan kramatogram/spot yang terpisah dengan baik.

Hari, tanggal : Senin, 10 Mei 2010

Tempat : Laboratorium Kimia Dasar, Lantai II, Fakultas MIPA, UNRAM

B. LANDASAN EORI

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan alat analisa yang cukup sederhana karena

dapat menentukan jumlah komponen yang ada pada suatu bahan, bahkan dapat pula

mengidentifikasi komponen-komponen tersebut. Pada dasarnya kromatograf lapis tipis (KLT

atau TLC = Thin layer Chromatography) sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama pada

cara melakukannya. Perbedaan nyata terlihat pada media pemisahnya, yakni digunakannya

lapisan tipis adsorben halus yang tersangga pada papan kaca, aluminium atau plastik sebagai

pengganti kertas. Lapisan tipis adsorben ini pada proses pemisahan berlaku sebagai fasa diam.

Fasa diam KLT terbuat dari serbukhalus dengan ukuran 5 sampai 50 m. Serbuk halus ini dapat

berupa suatu adsorben, suatu penukar ion, suatu pengayak molekul atau dapat merupakan

penyangga yang dilapisi suatu cairan. Bahan adsorben sebagai fasa diam dapat digunakan silica

gel, aluminium dan serbuk selulosa. Partikel silica gel mengandung gugus hidroksil di

permukaannya yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul-molekul polar (Soebagio,

2002 : 87).

Pada KLT, fase cair serupa lapisan tipis (tebal 0,1 – 2mm) yang terdiri atas bahan padat

yang dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca, tetapi dapat

juga terbuat dari pelat polimer dan logam. Lapisan melekat pada permukaan dengan bantuan

bahan pengikat. Biasanya kalsium sulfat atau amilum (pati). Pada KLT, lapisan itu biasanya

berfungsi sebagai permukaan padat yang penyangga zat cair (Gitter, 1991 : 6).

Koefisien kromatograf dan kapasitas cuplikan linear menurun untuk memperkecil

pengaruh antariksa yang kuat, aktivitas penyerap biasanya dikendalikan atau diubah dengan

memakai kadar air atau alkohol. Alkohol atau air atau asetonitril sering ditambahkan pada fasa

gerak dan penyerap (Johnson, 1991 : 63).

Tahap-tahap analisa KLT dimulai dari persiapan tangki kromatograf, aplikasi sampel ke

plat KLT, menjalankan kromatograf dan menentukan nilai Rf. Eluen (fasa gerak/mobile) yag

umumnya dipilih berdasarkan ‘trial dan eror” dimasukkan ke dalam tangki kromatograf

(chamber)zat yang akan dianalisa ditotolkan diplat klt menggunakan pipa kapiler dan selanjutnya

dimasukkan pada chamber yang sudah diisi eluen (Munazil, 2008 : 79).

Pertimbangan untuk memilih pelarut pengembang (eluen) umumnya sama dengan

pemilihan eluen untuk kramatografi kolom. Dalam kromatografi adsorpsi pengelusi eluen naik

sejalan dengan polaritasnya (misalnya dari heksana → aseton → alkohol → air). Eluen

pengembang dapat berupa pelarut tunggal dan campuran dengan susunan tertentu. Pelarut-

pelarut pengembang harus mempunyai kemurnian yang tinggi. Terdapatnya sejumlah kecil air

atau zat pengotor lainnya dapat menghasilkan kromatogram yang tidak diharapkan (Budiasih,

2008 :88).

Pada proses serapan, yang terjadi jika menggunakan silica gel, alumina dan fasa diam

lainnya, pemilihan pelarut mengikuti aturan kromatografi kolom serapan. Sistem tak berair yang

paling banyak digunakan dan contoh pelarut organik dlaam seri pelarut mikrostrop diberikan

dalam tabel, yang meliputi (sifat hidrofob menarik) methanol, asam asetat, etanol, aseton, etil

asetat, eter, kloroform (perlu diperhatikan pada kloroform yang distabilkan dalam etanol),

benzena, sikloheksana, dan eter petroleum. Kelompok seri pertama untuk pemisahan senyawa

hidrofil, sedangkan kelompok pelarut seri kedua untuk pemisahan senyawa lipofil. Jika sebagai

fasa gerak digunakan sisitem pelarut campuran, pada lapisan fasa diam susunan pelarut itu dapat

mengalami sedikit demi sedikit. Hal ini akan menghasilkan kedapatan-ulangnya sangat jelek.

Oleh karenanya sistem dua pelarut lebih disenangi. Suatu pendekatan yang menarik terhadap

penggunaan campuran azotrop, misalnya methanol-aseton (12: 88), methanol-benzena (31,7:

68,3), methanol-sikloheksana-metil asetat (17,8 : 33,6: 48,6). Hal yang mempengaruhi kualitas

pemisahan dan kedapatan-ulangnya adalah kejenuhan bejana pengembang (Sudjadi, 1988: 171).

Untuk membantu mengidentifikasi zat-zat yang ada dapat dihitung nilai Rf (Retardation

factor) dari masing-masing zat yang ada pada kromatogram. Nilai Rf dapat dihitung dengan

rumus sebagai berikut : Rf = kaaneluenjarakpermu

atasbergerakkespotjarak )(. Persamaan tersebut dapat dijabarkan

dengan pendekatan sebagai berikut: Menurut Cremer dan Muller, jika molekul zat terlarut

tertentu dalam keadaan terus-menerus bergerak dari fasa diam ke fasa bergerak dan sebaliknya,

beberapa molekul karena tidak sama energinya, akan tinggal lebih lama dari yang lainnya dalam

fasa bergerak ataupun ada yang tinggal lebih sebentar. Ini akan menghasilkan suatu pita yang

merupakan kurva konsentrasi krakteristik, mirip dengan kurva distribusi (Khopkar, 1990: 148).

C. ALAT DAN BAHAN

Alat

Chamber

Plat KLT

Lampu UV

Gelas arloji

Pipet tetes

Gelas ukur 50 ml

Gelas ukur 10 ml

Statif

Klem

Gelas kimia

Corong pisah

Pipa kapiler

Mortal

Pensil

Penggaris

Sendok spatula

Corong kaca

Bahan

Daus suji segar

Kertas saring

Kertas label

CaCO3

Tissue

Larutan n-heksan

Larutan NaCl 10%

Na2SO4

Aquadest

Aseton

Methanol

Amoniak 25%

Sodium sitrat 2,5%

2 – propanol

Pewarna makanan

Isopropanol

D. SKEMA KERJA

Pemisahan Pewarna Makanan dengan KLT

a. Larutan pengembang/ eluen (fasa gerak)

b. Persiapan Chamber KLT

hasil

Dicampur dengan perbandingan 20:5:3

Dimasukkan dalam chamber hingga

±0,5 cm dari dasar chamber

Chamber ditutup

Didiamkan ±5 menit samapi semua

bagian terjenuhi oleh eluen.

Larutan sodium sitrat 2,5%, amoniak 25%, 2-propanol

Larutan pengembang atau eluen

c. Aplikasi sampel ke plat KLT

Pemisahan Pigmen Tumbuhan dengan KLT

a. Larutan pengembang/ eluen (fasa gerak)

Digaris dengan pensil secara horizontal (1 cm)

atas dan bawah.

Ditotolkan sampel dengan pipa kapiler

Dimasukkan ke dalam chamber yang berada

di atas permukaan eluen (jangan tenggelam)

(pastikan spot berada di atas permukaan

eluen)

Plat KLT (telah tersedia)

Hasil

Hasil diamati

Diamati kromatogram tersebut (hasil

pemisahan) di bawah uv.

Diberikan tanda masing-masing spot yang ada

pada kromatogram.

Ditentukan nilai Rf tiap spot (dengan rumus)

Jika spot awal tidak bermigran gunakan eluen

yang berbeda.

Hasil

eluen

Dicampur dengan perbandingan

100ml:11ml:5ml

Larutan n-heksan, isopropanol, aquades

b. Persiapan Chamber KLT

c. Ekstraksi pigmen daun

Dimasukkan dalam chamber hingga ±0,5 cm

dari dasar chamber

Chamber ditutup

Didiamkan ±5 menit samapi semua bagian

terjenuhi oleh eluen.

Hasil

Eluen

Dihaluskan dengan mortal

+11ml aseton

+ 1,5ml n-heksan

+1 sendok spatula CaCO3

Hasil: terdapat 2 lapisan

Daun segar

disaring

Ekstrak pigmen

filtrat

Dimasukkan (dalam corong pisah)

+ 100 ml n-heksan

+ 10ml NaCl 10%

dikocok

Dipisahkan

Dibilas dengan 5 ml H2O (3x)

Lapsan bawah Lapisan atas

Hasil

Ditampung dalam

gelas kimia

d. Aplikasi sampel ke plat KLT

Digaris dengan pensil secara horizontal (1 cm)

atas dan bawah.

Ditotolkan sampel dengan pipa kapiler

Dimasukkan ke dalam chamber

Plat KLT (telah tersedia)

Spot/ titik awal berada di

atas permukaan eluen Diangkat kromatogram setelah mencapai titik

batas

Diamati (di bawah sinar uv)

Hasil

hasil

Hasil

Dipisahkan lapisan bawah

+ Na2SO4 (1 sendok)

Hasil

Hasil

Dipisahkan ekstraknya

(dekantasi)

Diberi tanda masing-masing spot

Spot tidak bermigrasi Spot awal bermigrasi

Hasil

Spot awal bermigrasi

Dicoba dengan eluen

yang berbeda

Ditentukan nilai Rf

Diberi tanda tiap spot

E. HASIL PENGAMATAN

a. Pada proses pemisahan pewarna makanan dengan KLT digunakan 2 jenis pewarna

yaitu pewarna ungu dan hijau. Dalam prosesnya digunakan campuran eluen: sodium

sitrat 2,5%, ammonia 25% dan 2 –propanol dengan perbandingan 20 : 5: 3, dimana

kromatograf yang dihasilkan tidak bagus. Pada perbandingan eluen 20 : 5 :5,

diperoleh 2 spot. Namun, pemisahan tersebut hanya dihasilkan pada pewarna

makanan ungu. Sehingga untuk percobaan ini digunakan data dari percobaan

kelompok sebelumnya.

b. Pada proses pemisahan pigmen tumbuhan dengan KLT, dalam proses ekstraksi tidak

diperoleh pemisahan campuran yang maksimal karena campuran cenderung

bercampur sehingga tidak diperoleh hasil pemisahan/spot apapun. Dalam percobaan

ini digunakan data kelompok sebelumnya.

Hasil pengamatan

Pemisahan pewarna makanan dengan KLT

Hasil

Hasil

Hasil

Ditentukan nilai Rf

Untuk pewarna makanan hijau :

a1 = 2,8 cm

a2 = 3,7 cm

a3 = 4,6 cm

a4 = 4,9 cm

b = 5,7 cm

Untuk pewarna makanan ungu:

a1 = 1,3 cm

a2 = 1,7 cm

b = 5,7 cm

untuk pemisahan dengan daun suji:

a1 = 2,3 cm

a2 = 2,7 cm

a3 = 2,9 cm

a4 = 3,2 cm

a5 = 3,4 cm

b = 5,7 cm

Keteranagn: a = jarak spot yang bergerak ke atas

b = jarak permukaan eluen.

F. ANALISIS DATA

a. Perhitungan nilai Rf pada pemisahan pewarna makanan

Rumus : Rf = kaaneluenjarakpermu

atasbergerakkespotjarak )(=

b

a

Untuk pewarna makanan hijau

Diketahui: a1 = 2,8 cm

a2 = 3,7 cm

a3 = 4,6 cm

a4 = 4,9 cm

b = 5,7 cm

Ditanya: Rf =…..?

Penyelesaian :

Rf1 = b

a1

= cm

cm

7,5

8,2

= 0,49

Rf2 = b

a2

= cm

cm

7,5

7,3

= 0,65

Rf3 = b

a3

= cm

cm

7,5

6,4

= 0,81

Rf4 = b

a4

= cm

cm

7,5

9,4

= 0,86

Untuk pewarna makanan ungu

Diketahui: a1 = 1,3 cm

a2 = 2,0 cm

b = 5,7 cm

Ditanya: Rf =…..?

Penyelesaian :

Rf1 = b

a1

= cm

cm

7,5

3,1

= 0,23

Rf2 = b

a2

= cm

cm

7,5

7,1

= 0,30

b. Perhitungan nilai Rf pada pemisahan pigmen tumbuhan

Rumus : Rf = kaaneluenjarakpermu

atasbergerakkespotjarak )(=

b

a

Untuk pewarna makanan hijau

Diketahui: a1 = 2,3 cm

a2 = 2,7 cm

a3 = 2,9 cm

a4 = 3,2 cm

a5 = 3,4 cm

b = 5,7 cm

Ditanya: Rf =…..?

Penyelesaian :

Rf1 = b

a1

= cm

cm

7,5

3,2

= 0,40

Rf2 = b

a2

= cm

cm

7,5

7,2

= 0,47

Rf3 = b

a3

= cm

cm

7,5

9,2

= 0,51

Rf4 = b

a4

= cm

cm

7,5

2,3

= 0,56

Rf5 = b

a5

= cm

cm

7,5

4,3

= 0,60

G. PEMBAHASAN

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode analisa yang cukup sederhana

karena dapat menetukan jumlah komponen yang ada pada suatu bahan, bahkan dapat pula

mengidetifikasi komponen-komponen tersebut (Soebagio, 2002). Pada kromatografi,

komponen-komponen yang akan dipisahkan antara dua fase yaitu fase diam dan fase

gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangakan fase gerak akan

melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam

akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak

lebih cepat.

Prinsip kerja KLT memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel

dengan pelarut yang digunakan.Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dalam bentuk plat

silica dan fase geraknya disesuaikan dengan janis sampel yang ingin dipisahkan.Larutan atau

campuaran larutan yang digunakan dinamakan eluen.Semakin dekat kepolaran antara sampel

dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase geraknya tersebut ( Sohibul,2010).

Dalam praktikum ini terdapat 2 jenis percobaan yaitu proses pemisahan pewarna makanan hijau

dan merah serta pemisahan pigmen tumbuhan pada berbagai jenis daun dengan menggunakan

Kromatografi Lapis Tipis.

Pada percobaan pertama yaitu pemisahan pewarna makanan, digunakan 2 jenis pewarna

yaitu pewarna hijau dan pewarna ungu. Pada percobaan ini digunakan larutan pengembang/eluen

sebagai fasa gerak dengan komposisi larutan sodium sitrat 2,5%, ammonia 25% dan 2-propanol

dengan perbandingan 20; 5: 3. Dalam prosesnya, diperoleh kromatogram yang tidak bagus

karena tidak terdapat adanya spot yang terbentuk baik pada pewarna makanan hijau maupun

ungu. Sedangkan jika digunakan eluen dengan perbandingan 20:5:5, maka dalam percobaan ini

untuk pewarna makanan ungu, terbentuk adanya spot. Dengan menggunakan bantuan dari sinar

uv dapat diamati adanya pembentukan 2 spot dengan warna pendaran/sinar pada KLT berwarna

biru (dalam sinar uv). Terjadinya pembentukkan kromatogram yang tidak bagus (kromatogram

hanya satu) dikarenakan komposisi dari eluen yang tidak sesuai. Secara konsep suatu eluen/

larutan pengembang disususn menjadi suatu campuran dengan berbagai larutan yang memiliki

tingkat kepolaran yang berbeda-beda. Selain berupa campuran, suatu eluen dapat pula berupa

pelarut tunggal. Dalam kromatografi, terjadi proses adsorpsi pada fasa diam, dimana eluen yang

ada di dalam chamber akan naik sejalan dengan polaritasnya, yaitu dalam percobaan ini urutan

naiknya eluen adalah dari sodium sitrat → ammonia → 2-propanol (Soebagio, 2002).

Pada percobaan ini, dilanjutkan dengan perhitungan nilai Rf untuk masing-masing spot

yang diperoleh. Nilai Rf (retaration factor) berperan untuk membantu mengidentifikasi zat-zat

yang ada. Untuk analisis data, perhitungan nilai Rf digunakan data dari kelompok sebelumnya.

Di mana pada pewarna makanan hijau diperoleh 4 nilai Rf dari 4 spot yang masing-masing

sebesar 0,49; 0,60; 0,81 dan 0,86; sedangkan untuk pewarna makanan ungu diperoleh 2 spot

sehingga nilai Rf yang didapatkan adalah 0,23; dan 0,30. Terjadi perbedaan jumlah spot

dipengaruhi oleh tingkat adsorpsi dari fasa diam terhadap eluen serta komposisi/tingkat

kepolaran dari masing-masing komponen eluen denagn kecepatan pemisahan dan daya serap

yang nerbeda.

Pada dasarnya, pemisahan senyawa-senyawa dalam kromatogram dipengaruhi oleh

bagaimana kelarutan senyawa dlam pelarut, tergantung pada bagaimana besar antaraksi antara

molekul-molekul senyawa dengan pelarut serta bagaimana senyawa melekat pada fasa diam

yang tergantung pada antaraksi aenyawa dengan fasa diam. Dlam proses analisis spot/pemisahan

zat, chamber yang berisi eluen dijenuhkan dan ditutup dengan tujuan agar pelarut yang

digunakan tidak menguap, karena hl itu nantinya dpat mempengaruhi proses pemisahan.

Pada percobaan yangitu pemisahan pigmen tumbuhan dengan KLT, untuk memperoleh

pigmen tumbuhan dapat digunakan daun suji yang didahului dengan proses ektraksi. Dalam

prosesnya daun suji terlebih dahulu dihaluskan dan ditambahkan dnegan larutan aseton, n-heksan

dan CaCO3. Digunakannya aseton adalah karena aseton merupakan senyawa polar sedangkan

digunakannya n-heksan karena n-heksan merupakan pelarut nnpolar. Di mana dalam prosesnya

aseton yang merupakan senyawa polar larut dalam fasa air sehigga menyebabkan pigmen daun

suji terdistribusi ke dalam fasa organik (n-heksan) dengan komposisi larutannya dalam proses

ekstraksi dipertambah. Penambahan CaCO3 bertujuan untuk menyerap air yang ada. Dengan

adanya penambahan CaCO3, n-heksan dan aseton menyebabkan senyawa-senyawa/ molekul zat

warna akan terurai dan larut dalam campuran tersebut (aseton, n-heksan, CaCO3). Pada proses

selanjutnya sebelum ekstraksi ditambahkan n-heksan 10mL dan NaCl 10%. Di mana n-heksan

berperan dalam proses pengikatana pigmen ke fasa organik sedangkan NaCl 10% berperan

dalam menambahkan kelarutan aseton dalam air. Dalam proses akhir pemisahan, ditambahkan

Na2SO4 bertujuan untuk menyerap air yang ikut/ masih menempel pada fas organik. Akan tetapi,

pada percobaan yang telah dilakukan pada proses awalnya tidak sesuai dengan konsep di atas,

yaitu dalam proses ekstraksi tidak terjadi adanya pemisahan walaupun telah dilakukan

pengulangan sebanyak 3 kali dengan komposisi campuran larutan serta jenis daun selain daun

suji (yang digunakan berbeda). Hal ini dikarenakan kesalahan dari praktikan dalam

menggunakan campuran untuk ekstraksi pigmen tumbuhan yang kurang/ tidak tepat, serta

dikarenakan kurangnya pemahaman praktikan mengenai metode pemsahan dengan cara

ekstraksi. Karena proses pemisahan fasa pada ekstraksi tidak terbentuk, maka dalam proses ini

tidak diperoleh kromatogram yang diinginkan. Sehingga untuk analisis data digunakan data dari

kelompok sebelumnya.

Dari analisis data, maka diperoleh 5 nilai Rf dari 5 spot yang dihasilkan yaitu masing-

masing sebesar 0,40; 0,47; 0,51; 0,56 dan 0,60. Sebenarnya dalam proses ini diperoleh banyak

spot namun spot yang paling jelas terbentuk hanya 5 spot. Karena pada spot yang terbentuk

terdapat 2 spot yang berada di luar garis pemvbatas dari jarak eluen sehingga nilainya tidak

dihitung. Dari percobaan ini, makin tinggi nilai Rf yang diperoleh maka makin rendah tingkat

polaritas dari zat tersebut. Karena secara konsep,. Makin tinggi kepolaran dari suatu zat, maka

fasa diam yang tersusun atas alumina dan serbuk selulosa yang merupakan senyawa polar akan

saling berikatan dan membentuk ikatan yang sangat kuat sehingga jarak spot akan makin kecil

dan menyebabkan nilai Rf yang semakin rendah. Untuk mengamati jumlah spot yang tidak

terlalu jelas digunakan lampu/sinar uv di mana dari sinar uv akan terdapat adanya pendaran/

pantulan cahaya berupa warna tertentu dari spot dalam KLT. Jika spot yang ada tidak terlihat,

maka dapat digunakan uap iodin untuk menjelaskan spot yang terbentuk.

H. PENUTUP

Kesimpulan

- Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi menjadi komponennya

- Pemilihan eluen yang tepat sangat membantu dalam memperoleh pemisahan-pemisahan

senyawa yang baik.

- Prinsip KLT yaitu fasa gerak, gerak mengalir melalui fase diam dengan membawa

komponen yang terdapat dalam campuran dengan laju tiap komponen berbeda tergantung

pada kepolaran.

- Perhitunga nilai Rf dari spot yang dihasilkan berperan dalam membantu mengidentifikasi

zat-zat yang ada

- Ekstraksi pelarut didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu

antara dua pelarut yang tidak saling bercampur.

- Dengan teknik pencampuran larutan dalam metode ekstraksi yang kurang bags

menyebabkan pemisahan yang tidak sempurna dalam proses ekstraksi pigmen daun.

- Pada proses ekstraksi penambahan NaCl berperan dalam menambah kelarutan aseton

dalam fasa air sedangkan penambahan Na2SO4 pada akhir ekstraksi untuk menyerap air

yang ikut ke dalam fasa organik.

- Dari percobaan pertama diperoleh nilai Rf pada pewarna makanan hijau masing-masing

sebesar 0,49; 0,65; 0,81 dan 0,86; sedangkan untuk pewarna ungu sebesar 0,23 dan 0,30.

- Dari percobaan kedua diperoleh nilai Rf masing-masing sebesar 0,40; 0,47; 0,51; 0,56

dan 0,60.

- Semakin tinggi nilai Rf, maka semakin rendah tingkat kepolarannya.

Saran

Petunjuk praktikum harus dipahami dan dimengerti dengan baik agar tidak terjadi

kesalahan dalam praktikum.

Prinsip kerja KLT harus dipahami dengan baik sehingga tidak terjadi kesalahan

Metode ekstraksi harus dipahami dengan baik agar pemisahan larutan yang dihasilkan

dapat maksimal

Dibutuhkan pengetahuan dan pemahaman dalam menentukan komposisi eluen atau

campuran pelarut yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Budiasih. 2008. Kimia Analitik II. Malang : Universitas Negeri Malang.

Gitter, R. J. 1991. Pengantar Kromatografi. Bandung: ITB.

Johnson, E. L. 1991. Dasar Kromatografi Cair. Bandung: ITB.

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Munzil. 2008. Kimia Analitik II. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan. Yogyakarta: UGM Press.