karya tulis ilmiah studi darah total (whole blood) manusia ...

23
KARYA TULIS ILMIAH STUDI DARAH TOTAL (WHOLE BLOOD) MANUSIA DENGAN PROSEDUR NMR 1 H Oleh : NI LUH PUTU TRISNAWATI, S.SI, M.SI [Divisi Biofisika] JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2016

Transcript of karya tulis ilmiah studi darah total (whole blood) manusia ...

KARYA TULIS ILMIAH

STUDI DARAH TOTAL (WHOLE BLOOD) MANUSIA

DENGAN PROSEDUR NMR 1H

Oleh :

NI LUH PUTU TRISNAWATI, S.SI, M.SI [Divisi Biofisika]

JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA 2016

HALAMAN PENGESAHAN

1

Judul Karya Tulis Ilmiah : Studi Darah Total (Whole Blood) Manusia Dengan Prosedur NMR 1H

2 Penulis a. Nama lengkap dengan

gelar : Ni Luh Putu Trisnawati, S.Si., M.Si.

b. Jenis Kelamin : Perempuan c. Pangkat/Golongan/NIP : Penata Muda Tk 1/III-b/19720212 200003 2 001 d. Jabatan Fungsional : Lektor e. Fakultas/Jurusan : MIPA/Fisika f. Universitas : Udayana g. Bidang Ilmu yang diteliti : Biofisika: Resonansi Mangetik Inti

3 Jumlah Penulis : 1(satu) orang 4 Lokasi : Divisi Biofisika, Fisika FMIPA Unud 5 Kerjasama

a. Nama Instansi : - 6 Jangka Waktu Penelitian : 5(lima) bulan Denpasar, 25 Januari 2016 Mengetahui, Penulis Dekan FMIPA Unud

Drs. Ida Bagus Made Suaskara, M.Si Ni Luh Putu Trisnawati, S.Si., M.Si. NIP. 19660611 199702 1 001 NIP. 19720212 200002 2 001

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan karya tulis ilmiah ini

dengan judul: β€œStudi Darah Total (Whole Blood) Manusia Dengan Prosedur NMR 1H” sesuai

dengan alokasi waktu.

Penulisan ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai

pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada: I Nengah Artawan, M.Si.,yang telah banyak meluangkan waktunya untuk

berdiskusi, saling memberikan masukan, dan saran demi terselesaikannya karya tulis ilmiah

ini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna, karena

keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki. Maka dari itu segala koreksi dan

saran yang bersifat membangun sangat diharapkan.

Denpasar, Desember 2015

Penyusun

ii

ABSTRAK

Telah diterapkan prosedur NMR 1H pada darah total (whole blood) normal

manusia dan darah total (whole blood) normal leukemia dan berpenyakit. Parameter terukur

berupa waktu relaksasi spin-kisi (T1) yang menyatakan adanya pelimpahan energi dari spin

ke kisi dan lingkungan kimianya. Lingkungan kimia yang berbeda akan menghasilkan T1

yang berbeda. T1 darah total (whole blood) normal manusia rata-rata dalam selang 500 ms

sampai 900 ms. Peningkatan waktu relaksasi T1 sebanding dengan peningkatan frekuensi

Larmor. T1 darah (whole blood) leukemia dan darah (whole blood) berpenyakit, rata-rata

berada pada selang 1300 ms sampai 1800 ms. Terlihat bahwa T1 rata-rata darah (whole

blood) leukemia dan darah (whole blood) berpenyakit hampir dua kali dari T1 rata-rata darah

(whole blood) normal.

Kata kunci : NMR 1H, waktu relaksasi spin-kisi (T1), darah total (whole blood) manusia

iii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i

KATA PENGANTAR ii

ABSTRAK iii

DAFTAR ISI iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar-dasar NMR .......................................................................................... 2

2.2 Pergeseran Kimia .......................................................................................... 4

2.2.1 Konvensi dan Terminologi Pergeseran Kimia ............................... 5

2.2.2 Pembentukan Spin-spin ................................................................. 6

2.3 Waktu Relaksasi Spin-Kisi (T1) ...................................................................... 8

2.4 Waktu Relaksasi Spin-spin (T2) ...................................................................... 9

2.5 NMR 1H ......................................................................................................... 10

2.6 Komposisi Darah Manusia ............................................................................. 12

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Waktu Relaksasi Spin-Kisi T1 Darah Normal ............................................... 13

3.2 Waktu Relaksasi Spin-kisi T1 Darah Leukemia dan Darah Berpenyakit

(Phatogenic Blood) ........................................................................................ 15

BAB IV KESIMPULAN ............................................................................................... 17

PUSTAKA ...................................................................................................................... 18

Karya Tulis Ilmiah Divisi Biofisika: Fisika Nuklir oleh NLP Trisnawati 1

BAB I

PENDAHULUAN

Wolfgang Pauli pada tahun 1924 mengemukakan bahwa inti suatu atom mempunyai

momen magnetik inti. Hal ini terlihat dengan adanya struktur halus pada spektrum atom,

yang menunjukkan terjadinya interaksi antara momen magnetik inti dengan momen magnetik

elektron-elektron di kulit atom. Besarnya momen magnetik ini dapat diukur secara seksama

oleh Rabi pada tahun 1936 dengan menggunakan metode ABMR (Atomic Beam Magnetic

Resonance). Dengan dasar resonansi ini berkembanglah teknik resonansi magnetik inti

(Nuclear Magnetic Resonance) atau NMR yang ditemukan oleh Bloch dan Purcell pada tahun

1946.[Hary,G,1967]

Resonansi magnetik inti (NMR) telah banyak digunakan dalam berbagai bidang

diantaranya : dalam bidang fisika, kimia, pertanian, dan kedokteran. NMR banyak digunakan

karena prinsip kerjanya sederhana, ketelitiannya cukup tinggi, dan tidak merusak culpikan

yang diamati (non destructive testing).

Prosedur 1H NMR jika diterapkan pada zat cair akan menghasilkan beberapa

parameter terukur diantaranya : pergeseran kimia (chemical shift), waktu relaksasi spin-kisi

(T1), dan waktu relaksasi spin-spin (T2). Salah satu informasi fisis dari waktu relaksasi spin-

kisi (T1) adalah adanya pelimpahan energi dari spin ke kisi dan lingkungan kimianya. Untuk

lingkungan kimia yang berbeda kan menghasilkan T1 yang berbeda. Peristiwa tersebut

disebabkan oleh fenomena resonansi magnetik yang dihasilkan oleh interaksi medan magnet

luar dengan momen mgnetik inti, dimana momen magnetik inti ini terkait dengan spin

intrinsik inti.

Dalam makalah ini ini dibahas waktu relaksasi T1 dari darah total (whole blood)

manusia dalam domain frekuensi Larmor dan domain waktu yang mengacu pada hasil

penelitian yang telah dilakukan oleh Rodney A. Brooks, dkk, serta penelitian Sudjatmoko,

dkk. Dari hasil analisa pergeseran kimia spektrum, komposisi dan perbandingan hasil

pengukuran waktu relaksasi T1 darah normal dengan darah berpenyakit dalam hal ini darah

leukemia, diharapkan dapat menggambarkan keadaan hampiran dari lingkungan kimia darah,

sehingga hasil studi darah total manusia yang berdasarkan pada analisa lingkungan kimianya

dapat membantu diagnose dini dokter terhadap penderita pra leukemia. [Rodney, 1975]

Karya Tulis Ilmiah Divisi Biofisika: Fisika Nuklir oleh NLP Trisnawati 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dasar-dasar NMR

NMR telah ditemukan lebih dari lima puluh empat tahun yang lalu, yang menjadi

sebuah metode analitik serta alat dalam bidang fisika dan kimia. Pengetahuan dasar fisika

NMR, telah menghantarkan NMR memasuki bidang kedokteran, terutama untuk membantu

diagnose dokter.

Semua materi baik hidup maupun mati mengandung inti yang terdiri dari proton dan

neutron. Inti yang mempunyai jumlah proton atau neutron ganjil menghasilkan spin dan

momen magnetik inti. Keadaan ini analogi dengan kumpulan magnet-magnet kecil.

Sedangkan inti yang tersusun oleh jumlah proton dan neutron genap, tidak menghasilkan spin

dan momen magnetik inti. Materi umumnya tersusun oleh inti-inti : 1H, 7Li, 13C, 31P dan 27I [4]. Diantara 250 inti stabil yang diketahui, lebih dari 100 inti mempunyai spin dan momen

magnetik inti, sedangkan 800 inti radioisotop dapat digunakan sebagai inti target pada NMR.

Beberapa inti yang biasanya digunakan dalam prosedur NMR.

Tabel 2.1. Inti-inti yang digunakan pada NMR dalam Sistem Biologi

Inti

Bilangan Kuantum Spin

Frekuensi Resonansi pada 2,35 T (MHz)

Kelimpahan Alami (%)

Kepekaan Relatif pada Medan Tetap

1H Β½ 100,0 099,98 100 2D 1 15,4 0,0156 1,5 π‘₯ 10βˆ’4 13C Β½ 25,1 1,1 1,8 π‘₯ 10βˆ’2 14N 1 7,2 99,6 1,0 π‘₯ 10βˆ’1 15N Β½ 10,1 0,37 3,8 π‘₯ 10βˆ’4 19F Β½ 94,1 100,0 83,0 23a 3/2 26,5 100,0 9,3 31P Β½ 40,5 100,0 6,6

35Cl 3/2 9,8 75,4 3,5 π‘₯ 10βˆ’1 39K 3/2 4,7 93,1 4,7 π‘₯ 10βˆ’2

Bila cuplikan materi diletakkan dalam medan magnet luar, inti-intinya akan

terorientasi acak dan mengalami torka yang cenderung sejajar terhadap arah medan magnet

luar. Fraksi inti cuplikan yang mengalami magnetisasi dibatasi oleh pengaruh termal. Inti-inti

Karya Tulis Ilmiah Divisi Biofisika: Fisika Nuklir oleh NLP Trisnawati 3

tersebut berpresisi disekitar arah medan magnet luar. Analogi dengan sebuah giroskop yang

berpresisi disekitar medan magnet bumi. Frekuensi rotasi atau fekuensi presisi dari spin-spin

inti sebesar πœ”0(πΉπ‘Ÿπ‘’π‘˜π‘’π‘’π‘›π‘ π‘– π‘ƒπ‘Ÿπ‘’π‘ π‘–π‘ π‘– πΏπ‘Žπ‘Ÿπ‘šπ‘œπ‘Ÿ).

Fenomena lain yang terjadi pada prosedur NMR adalah timbulnya tingkat energi

absorpsi akibat medan magnet luar. Proton yang memiliki momentum angular intrinsik

sebesar ℏ/2, bila diletakkan pada medan magnet, akan mengalami pemecahan Zeeman [4],

yaitu tingkat +πœ‡π‘― dan βˆ’ πœ‡π‘―. Dimana πœ‡ dan 𝑯 merupakan momen magnetik inti dan medan

magnet luar yang dikenakan. Untuk inti atau proton yang berada pada tingkat energi – πœ‡π‘―,

beriradiasi sebesar 𝑬 = 2πœ‡π‘― untuk mencapai tingkat energi +πœ‡π‘―.

Energi ini diberikan oleh medan magnet RF, H1. Pada suhu kamar, proton-proton

berada lebih banyak pada tingkat energi yang lebih rendah dibandingkan pada tingkat energi

yang lebih tinggi, dimana distribusinya mengikuti distribusi Boltzmann. Proton-proton yang

tereksitasi, cenderung kembali atau berelaksasi ke tingkat energi yang lebih rendah, dan

menghasilkan sinyal peluruhan imbas bebas (FID, Free Induction Decay) [4].

Sistem koordinat pada Gambar 1, menunjukkan vektor medan magnet H searah

sumbu-z dan vektor magnetisasi M membentuk sudut πœƒ terhadap H, maka besarnya energi

sistem adalah :

𝐸 = 𝑴. 𝑯 = 𝑀𝐻 cos πœƒ (2.1)

Pada keadaan setimbang, besarnya magnetisasi adalah [4] :

𝑀 =𝑁(βˆ’π›Ύβ„Ž)2 𝐻.𝐼(𝐼+1)

3π‘˜π‘‡0 (2.2)

dimana, N adalah jumlah spin, 𝛾 adalah rasio giromagetik, I adalah bilangan kuantum spin, k

adalah tetapan Boltzmann, dan T0 adalah suhu sampel. Kuat sinyal sebanding dengan M, dan

besarnya M tergantung dari kuat medan H. Presisi spin ditunjukkan oleh penyelesaian

persamaan gerak momen magnetik : 𝑑𝑴

𝒅𝒕= 𝛾 𝑴 Γ— 𝑯 (2.3)

Spin berpresisi dengan frekuensi Larmor sebesar :

𝝎𝟎 = βˆ’π›Ύπ‘― (2.4)

yang berbeda besarnya untuk tiap inti tertentu. Tanda minus menunjukkan presisi searah

jarum jam untuk 𝛾 positif. Prosedur NMR dalam kerangka acuan yang berotasi sebesar πœ”

memberikan medan magnet efektif sebesar :

𝑯𝒆𝒇𝒇 = 𝑯 +𝝎

𝜸 (2.5)

Karya Tulis Ilmiah Divisi Biofisika: Fisika Nuklir oleh NLP Trisnawati 4

Bila tidak dikenakan sinyal RF, 𝑯 = π‘―πŸŽ dan pada keadaan beresonansi, medan maya

πœ” 𝛾 saling meniadakan dengan medan H, sehingga 𝑯𝒆𝒇𝒇 = 0. Medan total yang diberikan

oleh superposisi medan magnet statik searah sumbu-z dan medan RF yang berotasi searah

jarum jam pada bidang-xy,

𝑯 = π‘―πŸŽπ‘§ + π‘―πŸ π‘₯ π‘π‘œπ‘  πœ”π‘‘ + 𝑦 𝑠𝑖𝑛 πœ”π‘‘ (2.6)

dimana π‘₯ , 𝑦 , π‘₯ menggambarkan vektor satuan pada koordinat kartesius. Substitusi persamaan

(2.6) kedalam persamaan (2.5) memberikan,

𝑯𝒆𝒇𝒇 = (π‘―πŸŽ βˆ’πŽ

𝜸) 𝑧 β€² + π‘―πŸπ‘₯ β€² (2.7)

dimana π‘₯β€² dan 𝑧′ adalah vektor koordinat pada kerangka acuan berputar (berotasi). Bilamana

keadaan resonansi 𝑯𝒆𝒇𝒇 = βˆ’π‘―πŸπ‘₯ β€² , maka magnetisasi M berpresisi disekitar sumbu π‘₯β€²

dengan frekuensi 𝛾 π‘―πŸ membentuk sudut presisi sebesar :

𝜽 = πœΈπ‘―πŸπ’•π’‘ (2.8)

𝑑𝑝 merupakan durasi dari pulsa RF. Pemberian pulsa RF menyebabkan magnetisasi M

berpresisi pada bidang-xy dan menimbulkan eksitasi sistem spin. Pola-pola keadaan sistem

spin terlihat pada Gambar 3. Bilamana π‘―πŸ diberikan searah sumbu π‘₯β€² pada perioda pulsa

sebesar 𝑑𝑝 , spin berotasi pada sudut πœƒ antara sumbu-y.

Pada umumnya πœƒ = πœ‹ 2 atau πœƒ = πœ‹ tergantung pada modus eksitasinya dan jenis

eksperimen NMR nya. Pada kasus yang sederhana diambil πœƒ = πœ‹ 2 , untuk mengamati

komponen magnetisasi transversal maksimum. Setelah π‘―πŸ dimatikan, rotasi magnetisasi

menghasilkan arus pada kumparan disekitar cuplikan. Magnetisasi kemudian berelaksasi

melalui spin-spin terdekat dan lingkungannya (kisi) menuju kesetimbangan termal dan

akhirnya spin kembali sejajar dengan medan asalnya π‘―πŸŽ.

2.2 Pergeseran Kimia

Medan magnet yang dikenakan pada atom atau molekul mengakibatkan gerak orbital

elektron berubah sedemikian rupa, sehingga menimbulkan medan magnet sekunder disekitar

inti yang berlawanan arah dengan medan magnet yang dikenakan. Efek perisai ini disebut

β€œperisai diamagnetik” karena berhubungan dengan mekanisme timbulnya diamagetisme yang

sebanding dengan kerapatan fluks magnetik 𝐻0.

Lingkungan kimia yang berbeda memberikan efek perisai yang berbeda. Makin

banyak perisai inti akibat elektron-eletron disekitarnya makin besar pula medan magnet yang

dibutuhkan untuk menghasilkan resonansi. Medan magnet yang ditimbulkan oleh pergerakan

elektron-elektron disekitar inti disebut medan magnet lokal yang bergantung pada lingkungan

Karya Tulis Ilmiah Divisi Biofisika: Fisika Nuklir oleh NLP Trisnawati 5

kimianya, sehingga efek ini dikenal sebagai pergeseran kimia (chemical shift). Besarnya

medan magnet yang dirasakan inti disebut medan magnet efektif (𝑯𝒆𝒇𝒇) :

𝑯𝒆𝒇𝒇 = 1 βˆ’ 𝝈 π‘―πŸŽ (2.9)

dengan tetapan perisai :

𝜎 =𝐻0βˆ’π»π‘’π‘“π‘“

𝐻0=

𝐻0βˆ’π»π‘’π‘“π‘“

𝐻𝑒𝑓𝑓 (2.10)

Pergeseran kimia dari proton dalam berbagai lingkungan disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Pergeseran Kimia dari 1H

Senyawa Pergeseran Kimia (ppm) Senyawa Pergeseran Kimia

(ppm) Proton Metil

(𝐢𝐻3)4𝑆𝑖

(𝐢𝐻3)4𝐢

𝐢𝐻3𝐢𝐻2𝑂𝐻

𝐢𝐻3𝐢𝑂𝐢𝐻3

𝐢𝐻3𝐢𝐻2𝑂𝐻

Proton Metilen

Siklopropana

Sikloheksana

𝐢𝐻3𝐢𝐻2𝑂𝐻

Proton Metin

(𝐢𝐻3)2𝐢𝐻𝑂𝐻

0.00

0,92

1,17

2,07

3,38

0,22

1,44

3,59

3,95

Proton olefinik

(𝐢𝐻2)2𝐢 = 𝐢𝐻2

Sikloheksana

Proton Asetilenik

𝐻𝑂𝐢𝐻2𝐢 = 𝐢𝐻

Proton Aromatik

Benzena

Naftalena

Proton Aldehid

𝐢𝐻3𝐢𝐻𝑂

𝐢6𝐻5𝐢𝐻𝑂

4,6

5,57

2,33

7,27

7,73

9,72

9,96

2.2.1 Konvensi dan Terminologi Pergeseran Kimia

Ada beberapa konvensi dan terminologi dari pergeseran kimia, diantaranya :

1) Meskipun pergeseran kimia tidak besar nilainya, garis resonansi inti yang diperoleh

dari cuplikan menggambarkan bahwa perubahan medan lokal yang sangat kecil

sekalipun dapat teramati. Pergeseran kimia cuplikan relatif terhadap acuan,

didefinisikan :

𝛿 =𝐻0 π‘Žπ‘π‘’π‘Žπ‘› βˆ’π»0 π‘π‘’π‘π‘™π‘–π‘˜π‘Žπ‘›

𝐻0 π‘Žπ‘π‘’π‘Žπ‘›Γ— 106 π‘π‘π‘š (2.11)

Dan dalam ungkapan ketergantungan pada frekuensi spektrum[15] :

Karya Tulis Ilmiah Divisi Biofisika: Fisika Nuklir oleh NLP Trisnawati 6

𝛿 =πœˆπ‘Ÿπ‘’π‘“ βˆ’πœˆ π‘π‘’π‘π‘™π‘–π‘˜π‘Žπ‘›

πœˆπ‘–π‘›π‘ π‘‘Γ— 106 (2.12)

dimana 𝜎 β‰ͺ 1. Peristiwa efek perisai yang menggambarkan adanya medan magnet

induksi sebesar B, yang ditimbulkan oleh peredaran elektron pada cincin benzena.

Pergeseran kimia dari proton dalam berbagai lingkungan disajikan dalam Tabel 2.

2) Istilah up-field (medan arah atas) dan down field (medan arah bawah) biasanya

digunakan untuk menggambarkan arah pergeseran kimia. Kedua istilah ini berawal

dari keberadaan gelombang kontinu NMR yang spektrumnya merupakan hasil

perpaduan antara sumber frekuensi tertentu dengan medan statik π‘―πŸŽ. Jika ditinjau dari

transformasi Fourier NMR, frekuensi resonansi yang terjadi menggambarkan keadaan

perisai atau ligkungan kimia inti bersangkutan. Perbedaan pergeseran kimia yang

teramati, merupakan interaksi lokal antara inti dan lingkungan kimianya.

3) Untuk menentukan posisi pergeseran kimia dari komposisi cuplikan, digunakan

pelarut acuan. Pembacaan pergeseran kimia dari spektrum komposisi cuplikan

dimulai dari posisi pergeseran kimia pelarut acuan. Pelarut acuan ini berupa senyawa

kimia. Persyaratan senyawa acuan yang digunakan dalam prosedur NMR umumnya

harus memenuhi karakteristik sebagai berikut[Harry.G,1967] :

a) Spektrumnya jelas, beresonansi tunggal, dan mengalami sedikit pergeseran

kimia terhadap resonansi cuplikan.

b) Frekuensi resonansinya bebas dari frekuensi alami cuplikan.

c) Mengandung sejumlah besar inti yang homogen dengan konsentrasi rendah.

2.2.2 Pembentukan Spin-spin

Bila dalam suatu senyawa mempunyai lebih dari satu kelompok proton yang ekivalen

(berada dalam lingkungan elektrik yang sama) ada kemungkinan terjadi interaksi spin-spin

dengan proton-proton yang non ekivalen. Interaksi tersebut terjadi melalui ikatan elektron.

Energi interaksi berbentuk π‘±π’Š,𝒋𝑰 π’Š . 𝑰(𝒋), yang besarnya tidak bergantung pada temperatu

maupu 𝑯0. J adalah tetapan kopling spin, berdimensi energi, yang dinyatakan dalam hertz

atau siklus per detik. J kolping merupakan sifat intrinsik dari molekul yang konstan tanpa

memperhatikan kuat medan magnet statik π‘―πŸŽ. Interaksi ini akan mengakibatkan terjadinya

pemecahan (splitting) pada setiap sinyal dari proton yang ekivalen, dimana intensitas setiap

garis ditentukan oleh besarnya kemungkinan keadaan spin (spin state).

Contoh suatu sistem 𝐴𝐡3 dimana 𝐼 𝐴 = 1 2 dan 𝐼 𝐡 = 3 2 . Sinyal dari inti

proton (A) akan pecah menjadi 2 βˆ™ 3 2 + 1 = 4, karena adanya interaksi dengan inti

Karya Tulis Ilmiah Divisi Biofisika: Fisika Nuklir oleh NLP Trisnawati 7

(proton) B. Sebaliknya inti B juga akan split menjadi dua karena adanya interaksi dengan inti

A. Untuk inti 𝐡3, masing-masing inti B mempunyai dua kemungkinan keadaan spin yaitu

+ 1 2 𝛼 π‘‘π‘Žπ‘› βˆ’ 1 2 (𝛽). keadaan spin dari tiga kelompok inti ekuivalen 𝐡3 adalah sebagai

berikut :

Inti Ekuivalen π‘©πŸ‘ 𝑰𝒛

Bobot

Statistik 1 2 3

𝛼

𝛼

𝛼

𝛽

𝛼

𝛽

𝛽

𝛽

𝛼

𝛼

𝛽

𝛼

𝛽

𝛼

𝛽

𝛽

𝛼

𝛽

𝛼

𝛼

𝛽

𝛽

𝛼

𝛽

3/2

Β½

Β½

Β½

- Β½

- Β½

- Β½

- 3/2

1

3

3

1

Keadaan spin dari inti A hanya 𝛼 dan 𝛽 saja masing-masing dengan bobot statistik 1:1.

Jadi spektrum NMR dari inti A adalah quartet dengan bobot 1:3:3:1 dan inti 𝐡3 adalah

doublet dengan bobot statistik 1:1. Secara umum jika ada 𝑛𝐴 inti ekuivalen tipe A

berinteraksi dengan 𝑛𝐡 inti tipe B, maka sinyal A mempunyai 2 𝑛𝐡 βˆ™ 𝐼𝐡 + 1 komponen dan

sinyal B mempunyai 2 𝑛𝐴 βˆ™ 𝐼𝐴 + 1 komponen. Diagram tingkat energi spin inti tanpa inti

tetangga, satu inti tetangga, dan tiga inti tetangga ditunjukkan pada Gambar 5 [21].

Gambar 2.1

Pembelahan spin-spin akibat inti tetangga

Karya Tulis Ilmiah Divisi Biofisika: Fisika Nuklir oleh NLP Trisnawati 8

Secara umum resonansi terpecah oleh pengaruh inti tetangga dalam N + 1 resonansi

(untuk spin Β½). Tingkat-tingkat energi ini menunjukkan sistem inti tunggal (homonuclear)

dari kopling spin. Bila tidak ada spin-spin tetangga, garis resonansi yang teramati jumlahnya

satu. Satu spin tetangga menghasilkan dua resonansi dengan intensitas yang sama 1:1. Dua

spin tetangga menghasilkan tiga garis resonansi dengan perbandingan intensitas 1:2:1, dan

tiga inti tetangga menghasilkan empat garis resonansi dengan perbandingan intensitas

1:3:3:1.

Gambar 2.6 menunjukkan spektrum etilbenzena dengan acuan tetrametilsilane (TMS)

pada pergeseran kimia nol ppm. Semua spin tetangga pada molekul etilbenzena mempunyai

spin Β½. Tiga proton menghasilkan resonansi pada 1,25 ppm yang mengalami tiga pemecahan

(splitting), dengan perbandingan intensitas 1:2:1 (triplet). Dua proton menghasilkan resonansi

pada 3,25 ppm yang mengalami empat pemecahan dengan perbandingan intensitas 1:3:3:1

(quartet).

2.3 Waktu Relaksasi Spin Kisi (T1)

Dua mekanisme relaksasi yang terkait dengan spin-spin inti tereksitasi yaitu relaksasi

transversal atau relaksasi spin-spin (T2), dan relaksasi longitudinal atau relaksasi spin-kisi

(T1). Relaksasi transversal lebih cepat daripada relaksasi longitudinal, dengan demikian

tetapan waktu spin-spin (𝑇2) lebih kecil daripada tetapan waktu spin-kisi (𝑇1).

Relaksasi spin-kisi 𝑇1 merupakan proses mempertahankan keseimbangan termal

pada sistem spin melalui pertukaran energi dengan gerakan termal normal molekul-molekul

disekitarnya. Kontak termal ini adalah akibat dari interaksi momen magnetik secara acak,

fluktuasi medan magnet, dan akibat gerakan termal inti-inti molekul. Dari persamaan (2.3),

bila H1 pada bidang x-y dan H0 pada arah z, H1 berotasi dengan kecepatan sudut πœ”,

superposisi antara sunstitusi persamaan (2.6) ke persamaan (2.3) dan komponen magnetisasi

M tanpa medan H1 dalam keadaan setimbang diperoleh persamaan Bloch lengkap sebagai

berikut[Harry.G, 1967] : 𝑑𝑀π‘₯

𝑑𝑑= 𝛾 𝑀𝑧𝐻1 sin πœ”π‘‘ + 𝑀𝑦𝐻0 βˆ’

𝑀π‘₯

𝑇2 (2.13)

𝑑𝑀𝑦

𝑑𝑑= 𝛾 𝑀𝑧𝐻1 cos πœ”π‘‘ βˆ’ 𝑀π‘₯𝐻0 βˆ’

𝑀𝑦

𝑇2 (2.14)

𝑑𝑀π‘₯

𝑑𝑑= 𝛾 βˆ’π‘€π‘₯𝐻1 sin πœ”π‘‘ βˆ’ 𝑀𝑦𝐻1π‘π‘œπ‘  βˆ’

π‘€π‘§βˆ’π‘€0

𝑇1 (2.15)

Kembalinya 𝑀𝑧 kenilai kesetimbangannya ditandai oleh adanya relaksasi spin-kisi.

Dalam arah sumbu-z, magnetisasi 𝑀𝑧 menuju kenilai kesetimbangan 𝑀0 dengan tetapan

Karya Tulis Ilmiah Divisi Biofisika: Fisika Nuklir oleh NLP Trisnawati 9

waktu 𝑇1. Untuk kasus 𝑯 = π‘―πŸŽ π’Œ dan tanpa medan RF, komponen longitudinal dari

persamaan (2.15) dapat dituliskan : 𝑑𝑀𝑧

𝑑𝑑=

𝑀0βˆ’π‘€π‘§

𝑇1 (2.16)

Persamaan (2.15) disebut persamaan Bloch I. Integrasi persamaan (2.16) menjadi : 𝑑(π‘€π‘§βˆ’π‘€0)

(π‘€π‘§βˆ’π‘€0)= βˆ’

𝑑𝑑

𝑇1 (2.17)

dan dengan syarat awal 𝑀𝑧 = βˆ’π‘€0 pada 𝑑 = 0, persamaan (2.17) dapat dituliskan :

𝑙𝑛 𝑀𝑧 βˆ’ 𝑀0 = βˆ’1

𝑇1+ ln(βˆ’2π‘€π‘œ) (2.18)

Dalam bentuk eksponensial persamaan (2.18) dituliskan menjadi :

𝑀𝑧 = 𝑀0 1 βˆ’ 2 exp βˆ’t

T1 (2.18)

Persamaan (2.17) dapat dituliskan dalam bentuk logaritma sebagai berikut :

ln( 𝑀𝑧 βˆ’ 𝑀0) = π‘˜π‘œπ‘›π‘ π‘‘ βˆ’π‘‘

𝑇1 (2.19)

Terlihat bahwa ln( 𝑀𝑧 βˆ’ 𝑀0) berbanding lurus dengan waktu pengulangan (t) dan berbanding

terbalik dengan waktu relaksasi spin-kisi T1. Gerakan molekuler yang menyebabkan fluktuasi

medan magnet pada frekuensi resonansi tertentu menimbulkan relaksasi inti. Relaksasi yang

dibangkitkan dengan interaksi antara momen dipol magnetik inti dengan tetangganya disebut

relaksasi dipol-dipol. Frekuensi distribusi gerakan molekul acak dinyatakan dengan kerapatan

spektral, dan dirumuskan sebagai berikut:

𝐽 πœ” =πœπ‘

1+πœ”2πœπ‘2 (2.20)

dimana πœπ‘ adalah waktu relaksasi yang merupakan skala waktu karakteristik gerakan

molekuler. Besarnya laju relaksasi 1 𝑇1 tergantung dari besarnya fluktuasi medan dan

kerapatan spektral pada frekuensi resonansi πœ”0 dengan hampiran : 1

𝑇1=

3

10

𝛾4πœ‚2

π‘Ÿ6 πœπ‘

1+πœ”02πœπ‘

2 +4πœπ‘

1+4πœ”02πœπ‘

2 (2.21)

Optimalisasi parameter yang berkaitan dengan pengukuran waktu spin-kisi T1 dengan asumsi

sudut presisi πœƒ tidak tepat 90o dan 180o. Dalam beberapa eksperimen menunjukkan bahwa

sudut presisi menyimpang dari sudut idealnya (90o dan 180o).

2.4 Waktu Relaksasi Spin-spin (T2)

Komponen magnetisasi Mxy kembali ke nilai kesetimbangannya dicirikan oleh

konstanta waktu T2. Proses relaksasi ini melibatkan interaksi antara spin inti tetangga tanpa

Karya Tulis Ilmiah Divisi Biofisika: Fisika Nuklir oleh NLP Trisnawati 10

melimpahkan energi ke kisinya. Dari persamaan (2,3) komponen magnetisasi pada bidang-xy

dapat dituliskan : 𝑑𝑀π‘₯𝑦

𝑑𝑑= 𝛾 𝑀 Γ— 𝐻 π‘₯𝑦 βˆ’

𝑀π‘₯𝑦

𝑇2 (2.22)

Untuk kasus 𝑯 = 𝐻0 π’Œ dan tanpa medan RF persamaan (2;19) menjadi : 𝑑𝑀π‘₯

𝑑𝑑= πœ”0𝑀𝑦 βˆ’

𝑀π‘₯

𝑇2 (2.23)

𝑑𝑀𝑦

𝑑𝑑= βˆ’πœ”0𝑀𝑦 βˆ’

𝑀𝑦

𝑇2 (2.24)

Jika terjadi pelebaran frekuensi sebesar βˆ†πœ”0 , hampiran waktu relaksasi spin-spin (T2) dapat

dituliskan : 1

𝑇2= βˆ†πœ”0 (2.25)

Dalam ungkapan kompleks, persamaan (2.22) dapat ditulis : 1

𝑇2=

3

20

𝛾4πœ‚2

π‘Ÿ6 3𝜏𝐢 +

5𝜏𝐢

1+πœ”02πœπ‘

2 +2πœπ‘

1+4πœ”02πœπ‘

2 (2.26)

Bilamana πœ”0πœπ‘ ≫ 1, 𝑇2 akan menjadi lebih kecil daripada 𝑇1. Pada jaringan yang berupa

cairan, 𝑇2 sepuluh kali lebih kecil dari 𝑇1.

2.5 NMR 1H

Proton merupakan bagian inti yang peka dan mampu menghasilkan signal to noise

ratio yang lebih besar, terutama proton air (lemak atau lipida). Gambar 8 menunjukkan

spektrum 1H yang diperoleh dari lengan bawah manusia. Sinyal-sinyal ini mendominasi

spektrum karena susunan atau komposisi senyawa tersebut memiliki konsentrasi proton

cukup besar.

Studi jaringan metabolisme NMR 1H cukup rumit, bukan hanya oleh keperluan akan

penurunan sinyal kuat dari air dan lemak, tetapi juga oleh sejumlah besar metabolik yang

menghasilkan sinyal dengan pergeseran kimia yang sempit. Hal ini ditanggulangi dengan

homogenitas medan untuk menjamin sinyal air tidak berinterferensi dengan sinyal metabolik.

Gambar 2.2 merupakan spektrum 1H pada otak manusia, yang menunjukkan adanya sinyal

sempit dari cairan otak. Resolusi spektrum yang lebih baik diperoleh dengan menggunakan

sistem medan magnet tinggi untuk ekstrak cairan tubuh, sel, dan jaringan seperti ditunjukkan

pada Gambar 2.3. yang menggambarkan spektrum 1H urine pada frekuensi 500 MHz. Tabel

2.11 memberikan jangkauan pergeseran kimia dari 1H.

Karya Tulis Ilmiah Divisi Biofisika: Fisika Nuklir oleh NLP Trisnawati 11

Karya Tulis Ilmiah Divisi Biofisika: Fisika Nuklir oleh NLP Trisnawati 12

2.6 Komposisi Darah Manusia

Hampir seperduabelas tubuh atau sekitar 30 mL/lb dari berat tubuh manusia adalah

darah. Darah manusia terdiri dari bagian cairan (plasma) darah dan bagian sel darah.

Perbandingan antara volume sel darah dengan volume total darah disebut hematocrit sebesar

45%. Bagian sel darah didominasi oleh darah merah yang terdiri dari hampir 35%

hemoglobin (Hb). Plasma darah mengandung hampir 91% air, 7% protein dan sisanya

merupakan biokimia lainnya (kreatin). Protein utama yang terdapat dalam plasma darah

meliputi 54% - 58% albumin, 40% - 44% globulin, dan 3% - 5% fibrinogen. Albumin

berfungsi menjaga tekanan osmosis darah, globulin-𝛽 berperan dalam transportasi ion logam

dan globulin-𝛾 berfungsi sebagai antibodi, serta fibrinogen berperan dalam proses

pembekuan darah.

Karya Tulis Ilmiah Divisi Biofisika: Fisika Nuklir oleh NLP Trisnawati 13

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara implisit, pada pendahuluan telah dipaparkan secara singkat cakupan bahasan

berkaitan dengan studi darah total (whole blood) manusia menggunakan prosedur NMR 1H.

Penerapan prosedur NMR 1H pada zat cair menghasilkan beberapa parameter terukur,

diantaranya : pergeseran kimia (chemical shift), waktu relaksasi spin-kisi (T1), dan waktu

relaksasi spin-spin (T2).

3.1 Waktu Relaksasi Spin-Kisi T1 Darah Normal

Rodney melakukan penelitian menggunakan cuplikan darah total (whole blood) vena

dan darah total (whole blood) yang dioksigenasi. Hasil penelitiannya terlihat Tabel 3.1.

Tabel 3.1

Waktu Relaksasi Spin-kisi T1 Darah total (whole blood) normal Manusia

Frekuensi Larmor

(MHz)

Darah Vena

(ms)

Darah Dioksigenasi (ms)

0,02

0,1

0,3

1

6

50

0,106

0,113

0,231

0,224

0,599

0,947

0,085

0,102

1,125

0,224

0,559

0,925

Data pada tabel 3.1 disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 3.1, dari grafik digambarkan

adanya kenaikan waktu relaksasi spin-kisi T1 sebanding dengan kenaikan frekuensi larmor.

Korelasi ini diperkuat oleh persamaan (2.21).

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

Dar

ah

Frekuensi Larmor (MHz)

darah venadarah dioksigenasi

Gambar 3.1 Waktu relaksasi spin-kisi T1 sebagai fungsi frekuensi Larmor

Karya Tulis Ilmiah Divisi Biofisika: Fisika Nuklir oleh NLP Trisnawati 14

Penelitian tentang hubungan waktu relaksasi spin-kisi (T1) darah total manusia juga dapat

dilihat dari hasil penelitian Sudjatmoko, dkk. (Tabel 3.2 dan Tabel 3.3).

Tabel 3.2

Hasil Perhitungan T1 Darah Total (whole blood) Manusia

No. Cuplikan T1 (ms) No. Cuplikan T1

(ms) 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

D.1

D.2

D.3

D.4

D.5

D.6

D.7

D.8

D.9

D.10

D.11

D.12

D.13

821 Β± 6

796 Β± 3

741 Β± 3

881 Β± 5

911 Β± 4

881 Β± 3

811 Β± 7

793 Β± 6

927 Β± 8

822 Β± 5

830 Β± 5

742 Β± 14

808 Β± 4

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

D.14

D.15

D.16

D.17

D.18

D.19

D.20

D.21

D.22

D.23

D.24

D.25

675 Β± 5

795 Β± 6

842 Β± 5

868 Β± 4

772 Β± 4

737 Β± 4

691 Β± 14

1005 Β± 9

919 Β± 7

775 Β± 18

714 Β± 30

771 Β± 7

Dari hasil perhitungan diperoleh waktu relaksasi spin-kisi (T1 ) rata-rata sebesar (813Β±79) ms.

Sedangkan untuk perhitungan waktu relaksasi spin-kisi dengan anti koagulan dalam hal ini yang

digunakan adalah asam sitrat,diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 3.2 Hasil Perhitungan T1 Darah Total (whole blood) Manusia + Na Sitrat

No. Cuplikan T1 (ms) No. Cuplikan T1

(ms) 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

D.1

D.2

D.3

D.4

D.5

D.6

D.7

D.8

D.9

D.10

D.11

701 Β± 10

887 Β± 5

886 Β± 4

891 Β± 4

945 Β± 5

693 Β± 5

807 Β± 6

809 Β± 4

873 Β± 3

728 Β± 11

830 Β± 6

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

D.14

D.15

D.16

D.17

D.18

D.19

D.20

D.21

D.22

D.23

D.24

745 Β± 5

785 Β± 12

754 Β± 7

760 Β± 4

822 Β± 4

849 Β± 8

807 Β± 5

1017 Β± 9

633 Β± 10

573 Β± 13

644 Β± 13

Karya Tulis Ilmiah Divisi Biofisika: Fisika Nuklir oleh NLP Trisnawati 15

12

13

D.12

D.13

734 Β± 7

915 Β± 5

25 D.25 667 Β± 10

Nilai rata-rata waktu relaksasi T1 darah normal manusia dengan anti koagulan natrium sitrat

sebesar (790 Β± 106) ms. Dalam penelitian M.E. Fabry dan M.Eisenstadt yang

mempertimbangkan pengaruh pertukaran air antara sel darah dan plasma darah menghasilkan

T1 rata-rata sebesar 570 ms.

Dari ketiga penelitian di atas, menunjukkan bahwa T1 darah total (whole blood)

manusia rata-rata dalam selang 500 ms sampai 900 ms. Peningkatan waktu relaksasi T1

sebanding dengan peningkatan frekuensi Larmor.

3.2 Waktu Relaksasi Spin-kisi T1 Darah Leukemia dan Darah Berpenyakit

(Phatogenic Blood)

Penelitian T1 darah (whole blood) leukemia manusia yang dikerjakan oleh

M.Munawir Z,. Dkk menunjukkan selang T1 darah (whole blood) leukemia dari 1439 ms

sampai 1864 ms. Secara lengkap hasil penelitiannya ditunjukkan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3

Waktu Relaksasi T1 Darah Leukemia

No. Cuplikan T1 (ms)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

I

II

III

IV

V

VI

VII

1654

1864

1661

1484

1632

1632

1439

A. Yilmaz dan K. Balci melakukan penelitian T1 pada cuplikan darah (whole blood)

berpenyakit (pathogenic blood). A. Yilmaz dan K. Balci mengasumsikan proton air dalam

darah terdistribusi sebagai proton air dalam plasma darah dan proton air yang terikat pada

hemoglobin (Hb). Hasil penelitiannya menunjukkan T1 darah dan T1 plasma darah menurun

sebanding dengan kenaikan hemoglobin. T1 rata-rata darah (whole blood) sebesar 1818 ms

Karya Tulis Ilmiah Divisi Biofisika: Fisika Nuklir oleh NLP Trisnawati 16

pada konsentrasi hemoglobin 4,6 gram/100 mL dan sebesar 1315 ms pada konsentrasi

hemoglobin 14,7 gram/100 mL.

Kedua hasil penelitian ini menunjukan bahwa besarnya T1 darah (whole blood)

leukemia dan darah (whole blood) berpenyakit, rata-rata berada pada selang 1300 ms sampai

1800 ms. Terlihat bahwa T1 rata-rata darah (whole blood) leukemia dan darah (whole blood)

berpenyakit hampir dua kali dari T1 rata-rata darah (whole blood) normal. Hal ini dapat

dijelaskan dari asumsi dan hasil penelitian A.Yilmaz dan K. Balci, bahwa kenaikan nilai T1

darah (whole blood) leukemia dan darah (whole blood) berpenyakit akibat dari kenaikan

konsentrasi air pada darah (whole blood).

Karya Tulis Ilmiah Divisi Biofisika: Fisika Nuklir oleh NLP Trisnawati 17

BAB V

KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan yang berkaitan dengan studi darah total (whole blood) manusia

dengan prosedur NMR 1H dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. T1 darah total (whole blood) normal manusia rata-rata dalam selang 500 ms sampai

900 ms.

2. Peningkatan waktu relaksasi T1 sebanding dengan peningkatan frekuensi Larmor.

3. T1 darah (whole blood) leukemia dan darah (whole blood) berpenyakit, rata-rata

berada pada selang 1300 ms sampai 1800 ms. Terlihat bahwa T1 rata-rata darah

(whole blood) leukemia dan darah (whole blood) berpenyakit hampir dua kali dari T1

rata-rata darah (whole blood) normal.

Karya Tulis Ilmiah Divisi Biofisika: Fisika Nuklir oleh NLP Trisnawati 18

PUSTAKA

A. Yilmaz and K. Balci, 1984, Determination of Factors Affecting the Spin Lattice

Relaxation Time T1 of Phatological Blood by Fourier Transform NMR Spectrometer,

Proceedings of H. International Conference on Application of Physics to Medicine

and Biology, World Scientific Publ. Co., Singapore, pp. 555-556 Cho, Z.H., H.S. Kim, H.B. Song, 1982, Fourier Transform Nuclear Magnetic Resonance

Tomographic Imaging, Proceedings of the IEEE, vol. 70, No. 10 David G. Gadian,1995, NMR and Its Aplications to Living System , Oxford University Press Everett, C. Schreiber, Jr., 1994, NMR Training for UNITYplusTM, Varian associate, Inc. Palo

Alto California Harry G, Hecht, 1967, Magnetic Resonance Spectroscopy, John Willey and Sons. Inc.New

York Munawir Z.,M, Tono Wibowo, Gogot Suyitno, 1983, Studi In-vitro Sel Darah Leukemia

pada Manusia dengan Pulsa NMR, Majalah Batan vol. XVI No. 4, 44-50 M.E. Fabry and M. Eisenstadt,1975, Water Exchange between Red Cell and Plasma

Measurement by Nuclear Magnetic Relaxation, Biophysical Journal, Bronx New York, vol. 15, pp. 1101 – 1107

Rodney A. Brooks, et. Al., 1975, Nuclear Magnetic Relaxation in Blood, IEEE Transaction

on Biomedical Engineering, Vol. BME-22, No.1 Sudjatmoko, Tono Wibowo, 1989, Resonansi Magnetik Pulsa untuk Menentukan Waktu

Relaksasi T1 Darah Total (whole blood) Manusia, Temu Ilmiah Dwi Tahunan PKBNI, 448-458, Yogyakarta.