Studi Tentang Efek Kafein Terhadap Penyakit Jantung Koroner ( PJK ) dan Kanker
Kanker dan Tumor
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of Kanker dan Tumor
A. Kanker
Kanker merupakan kumpulan sel abnormal yang
terbentuk oleh sel-sel yang
tumbuh secara terus-menerus, tidak terbatas, tidak
terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak
berfungsi fisiologis. Kanker terjadi karena timbul dan
berkembang biaknya jaringan sekitarnya (infiltratif)
sambil merusaknya (dekstrutif), dapat menyebar kebagian
lain tubuh, dan umumnya fatal jika dibiarkan.
Pertumbuhan sel-sel kanker akan menyebabkan
jaringan menjadi besar dan disebut sebagai tumor. Tumor
merupakan istilah yang dipakai untuk semua bentuk
pembengkakan atau benjolan dalam tubuh. Sel-sel kanker
yang tumbuh cepat dan
menyebar melalui pembuluh darah dan pembuluh getah
bening. Penjalarannya kejaringan lain disebut sebagai
metastasis. Kanker mempunyai karakteristik yang
berbeda-beda. Ada yang tumbuh secara cepat, ada yang
tumbuh tidak terlalu cepat.1
Tumor adalah jaringan baru (neoplasma) yang timbul
dalam tubuh akibat pengaruh berbagai faktor penyebab dan
menyebabkan jaringan setempat pada tingkat gen kehilangan
kendali normal atas pertumbuhannya. Istilah neoplasma
pada dasarnya memiliki makna sama dengan tumor. Keganasan
merujuk kepada segala penyakit yang ditandai hiperplasia
1 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16397/4/Chapter%20II.pdf
sel ganas, termasuk berbagai tumor ganas dan leukemia.
Istilah kanker juga menunjukkan semua tumor ganas.2
1. Klasifikasi Kanker
Pada umumnya, kanker dirujuk berdasarkan
jenis organ atau sel tempat terjadinya. Sebagai contoh,
kanker yang bermula pada usus besar dirujuk
sebagai kanker usus besar, sedangkan kanker yang
terjadi pada sel basal dari kulit dirujuk
sebagaikarsinoma sel basal. Klasifikasi kanker kemudian
dilakukan pada kategori yang lebih umum, misalnya3
Karsinoma, merupakan kanker yang terjadi
pada jaringan epitel, seperti kulit atau jaringan
yang menyelubungi organ tubuh, misalnya organ
pada sistem pencernaan atau kelenjar. Contoh
meliputi kanker kulit, karsinoma serviks, karsinoma
anal, kanker esofageal, karsinoma
hepatoselular, kanker
laringeal, hipernefroma, kanker lambung, kanker
testiskular dankanker tiroid.
Sarkoma, merupakan kanker yang terjadi
pada tulang seperti osteosarkoma, tulang
rawan seperti kondrosarkoma,jaringan
otot seperti rabdomiosarcoma, jaringan
2 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37232/4/Chapter%20II.pdf. 3 What is Cancer?". National Cancer Institute.
adiposa, pembuluh darah dan jaringan penghantar atau
pendukung lainnya.
Leukemia, merupakan kanker yang terjadi akibat tidak
matangnya sel darah yang berkembang di dalam sumsum
tulangdan memiliki kecenderungan untuk berakumulasi
di dalam sirkulasi darah
Limfoma, merupakan kanker yang timbul dari nodus
limfa dan jaringan dalam sistem kekebalan tubuh
Perkembangan sel normal menjadi sel kanker
2. Patofisiologi Kanker
Kanker adalah kelas penyakit beragam yang sangat
berbeda dalam hal penyebab dan biologisnya. Setiap
organisme, bahkan tumbuhan, bisa terkena kanker.
Hampir semua kanker yang dikenal muncul secara
bertahap, saat kecacatan bertumpuk di dalam sel
kanker dan sel anak-anaknya (lihat
bagian mekanisme untuk jenis cacat yang umum).
Setiap hal yang bereplikasi memiliki kemungkinan
cacat (mutasi). Kecuali jika pencegahan dan
perbaikan kecatatan ditangani dengan baik, kecacatan
itu akan tetap ada, dan mungkin diwariskan ke sel
anang/(daughter cell). Biasanya, tubuh melakukan
penjagaan terhadap kanker dengan berbagai metoda,
seperti apoptosis, molekul pembantu (beberapa
polimerase DNA), penuaan/(senescence), dan lain-
lain. Namun, metoda koreksi-kecatatan ini sering
kali gagal, terutama di dalam lingkungan yang
membuat kecatatan lebih mungkin untuk muncul dan
menyebar. Sebagai contohnya, lingkungan tersebut
mengandung bahan-bahan yang merusak, disebut dengan
bahan karsinogen, cedera berkala (fisik, panas, dan
lain-lain), atau lingkungan yang membuat sel tidak
mungkin bertahan, seperti hipoksia. Karena itu,
kanker adalah penyakit progresif, dan berbagai
kecacatan progresif ini perlahan berakumulasi hingga
sel mulai bertindak berkebalikan dengan fungsi
seharusnya di dalam organisme. Kecacatan sel,
sebagai penyebab kanker, biasanya bisa memperkuat
dirinya sendiri (self-amplifying), pada akhirnya
akan berlipat ganda secara eksponensial. Sebagai
contohnya :
Mutasi dalam perlengkapan perbaikan-kecacatan bisa
menyebabkan sel dan sel anangnya mengakumulasikan
kecacatan dengan lebih cepat.
Mutasi dalam perlengkapan pembuat sinyal
(endokrin) bisa mengirimkan sinyal penyebab-
kecacatan kepada sel di sekitarnya.
Mutasi bisa menyebabkan sel menjadi neoplastik,
membuat sel bermigrasi dan dan merusak sel yang
lebih sehat.
Mutasi bisa menyebabkan sel menjadi kekal
(immortal), lihat telomeres, membuat sel rusak
bisa membuat sel sehat rusak selamanya.
a. Pembentukan Sel Kanker
Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan
sel normal menjadi sel kanker adalah hiperplasia,
displasia, dan neoplasia. Hiperplasia adalah
keadaan saat sel normal dalam jaringan bertumbuh
dalam jumlah yang berlebihan. Displasia merupakan
kondisi ketika sel berkembang tidak normal dan
pada umumnya terlihat adanya perubahan
padanukleusnya. Pada tahapan ini ukuran nukleus
bervariasi, aktivitas mitosis meningkat, dan tidak
ada ciri khas sitoplasma yang berhubungan dengan
diferensiasi sel pada jaringan. Neoplasia
merupakan kondisi sel pada jaringan yang sudah
berproliferasi secara tidak normal dan memiliki
sifat invasif.4
Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut
disebabkan kerusakan DNA,
menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol
pembelahan sel. Beberapa mutasi mungkin dibutuhkan
untuk mengubah sel normal menjadi sel kanker.
Mutasi-mutasi tersebut sering diakibatkan agen
kimia maupun fisik yang disebut karsinogen. Mutasi
dapat terjadi secara spontan (diperoleh) ataupun
diwariskan (mutasi germline).
Kelainan siklus sel, antara lain terjadi saat:
perpindahan fase G1 menuju fase S.5
siklus sel terjadi tanpa disertai dengan
aktivasi faktor transkripsi. Pencerap hormon
tiroid beta1 (TRbeta1) merupakan faktor
transkripsi yang diaktivasi oleh hormon T3 dan
berfungsi sebagai supresor tumor dan
gangguan gen THRB yang sering ditemukan pada
kanker.
siklus sel terjadi dengan kerusakan DNA yang tidak
terpulihkan.
translokasi posisi kromosom yang sering ditemukan
pada kanker sel darah4 RA, Weinberg (2007). The Biology of Cancer. New York: Garland Science5 Kufe, Donald W.; Pollock, Raphael E.; Weichselbaum, Ralph R.; Bast, Robert C., Jr.; Gansler, Ted S.; Holland, James F.; Frei III, Emil. (2003).
putih seperti leukimia atau limfoma, atau
hilangnya sebagian DNA pada domain tertentu pada
kromosom.[12] Pada leukimia mielogenus kronis, 95%
penderita mengalami translokasi kromosom 9 dan 22,
yang disebut kromosom filadelfia.
Karsinogenesis pada manusia adalah sebuah proses
berjenjang sebagai akibat paparan karsinogen yang
sering dijumpai dalam lingkungan, sepanjang hidup,
baik melalui konsumsi, maupun infeksi. Terdapat
empat jenjang karsinogenesis:
inisiasi tumor
promosi tumor
konversi malignan
progresi tumor
b. Angiogenesis
Pada umumnya, sel kanker membentuk sebuah tumor,
kecuali pada leukemia. Sebelum tahun 1960, peneliti
kanker berpendapat bahwa asupan nutrisi yang mencapai
tumor terjadi oleh karena adanya jaringan pembuluh
darah yang telah ada, namun penelitian yang lebih
baru menunjukkan bahwa
lintasan angiogenesis diperlukan bagi tumor untuk
berkembang dan menyebar.6 Tanpa lintasan
angiogenesis, sebuah tumor hanya akan berkembang
hingga memiliki diameter sekitar 1-2 mm, dan setelah
6 Angiogenesis and Cancer". National Cancer Institute at the National Institutes of Health
itu perkembangan tumor akan terhenti. Sebaliknya,
dengan angiogenesis, sebuah tumor akan berkembang
hingga melampaui ukuran diameter 2 milimeter.
[17] Oleh karena itu, sel tumor memiliki kemampuan
untuk mensekresi protein yang dapat mengaktivasi
lintasan angiogenesis. Dari berbagai protein yang
dapat mengaktivasi lintasan angiogenesis
seperti acidic fibroblast growth factor, angiogenin, epidermal
growth factor, G-CSF, HGF, interleukin-8, placental growth
factor, platelet-derived endothelial growth factor, scatter
factor,transforming growth factor-alpha, TNF-α, dan molekul
kecil seperti adenosina, 1-butyryl
glycerol, nikotinamida, prostaglandin E1 dan E2; para
ilmuwan telah mengidentifikasi dua protein yang
sangat penting bagi pertumbuhan tumor yaitu vascular
endothelial growth factor (VEGF) dan basic fibroblast growth
factor (bFGF). Kedua protein ini disekresi oleh
berbagai jenis sel kanker dan beberapa jenis sel
normal.[18]
Sekresi VEGF atau bFGF akan mengikat pada
pencerap sel endotelial dan mengaktivasi sel tersebut
untuk memicu lintasan metabolisme yang
membentuk pembuluh darahbaru.[19] Sel endotelial akan
memproduksi sejumlah enzim MMP yang akan melakukan
degradasi terhadap jaringan matriks ekstraselular
yang mengandung protein danpolisakarida, dan
berfungsi untuk sebagai jaringan ikat yang menyangga
jaringan parenkima dengan mengisi ruang di sela-sela
selnya. Degradasi jaringan tersebut memungkinkan sel
endotelial bermigrasi menuju jaringan parenkima,
melakukan proliferasi dan diferensiasi menjadi
jaringan pembuluh darah yang baru.
Reaksi antara asam
tetraiodotiroasetat dengan integrin adalah penghambat
aktivitas hormon tiroksin dan tri-iodotironina yang
merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
angiogenesis dan proliferasi sel tumor
c. Metastasis
Walaupun telah dilakukan penelitian intensif selama
beberapa dekade, mekanisme patofisiologis dari
metastasis belum benar-benar diketahui dan masih
menjadi kontroversi. Namun terdapat dua model
metastasis fundamental,[21] yang mirip dengan proposal
metastasis yang diajukan oleh Stephen Paget pada tahun
1889 yang mengatakan bahwa metastasis bergantung
pada komunikasi antara sel kanker yang disebut the
seed dan lingkungan mikro pada organ tertentu yang
disebut the soil.[22]
Model yang pertama menjelaskan bahwa tumor primer pada
organ akan timbul dari sel yang sama, yang mengalami
berbagai perubahan seperti heterogenitas,
ketidakseimbangan genomik, akumulasi mutasi atau
penyimpangan genetik, hingga terjadi evolusi klonal
meliputi perubahan fenotipe dan perilaku sel hingga
potensi untuk melakukan metastasis ke organ lain dan
membentuk tumor sekunder.
Model yang kedua menjabarkan bahwa kanker yang timbul
pada organ, terjadi akibat aktivasi ruang yang
diperuntukkan bagi sel punca kanker sehingga
memungkinkan metastasis dari sejumlah jaringan tubuh
yang lain.
3. Faktor Resiko
Kanker adalah penyakit yang 90-95% kasusnya
disebabkan faktor lingkungan dan 5-10% karena faktor
genetik. Faktor lingkungan yang biasanya mengarahkan
kepada kematian akibat kanker adalah tembakau (25-
30%), diet dan obesitas (30-35 %), infeksi (15-
20%), radiasi, stres, kurangnya aktivitas
fisik, polutan lingkungan. 7
B. TumorTumor atau barah (bahasa Inggris: tumor, tumour)
adalah sebutan untuk neoplasma atau lesi padat yang
terbentuk akibat pertumbuhan sel tubuh yang tidak
semestinya, yang mirip dengan simtoma bengkak. Tumor7 Anand P, Kunnumakkara AB, Kunnumakara AB, et al. (September 2008). "Canceris a preventable disease that requires major lifestyle changes". Pharm. Res. 25 (9):
berasal dari kata tumere dalam bahasa latin yang
berarti "bengkak". Pertumbuhannya dapat digolongkan
sebagai ganas (malignan) atau jinak (benign).
Tumor disebabkan oleh mutasi dalam DNA sel. Sebuah
penimbunan mutasi dibutuhkan untuk tumor dapat muncul.
Mutasi yang mengaktifkan onkogen atau menekan gen
penahan tumor dapat akhirnya menyebabkan tumor. Sel
memiliki mekanisme yang memperbaiki DNA dan mekanisme
lainnya yang menyebabkan sel untuk menghancurkan
dirinya melalui apoptosis bil DNA rusak terlalu parah.
Mutasi yang menahan gen untuk mekanisme ini dapat juga
menyebabkan kanker. Sebuah mutasi dalam satu oncogen
atau satu gen penahan tumor biasanya tidak cukup
menyebabkan terjadinya tumor. Sebuah kombinasi dari
sejumlah mutasi dibutuhkan.
DNA microarray dapat digunakan untuk menentukan
apakah oncogene atau gen penahan tumor telah termutasi.
Di masa depan kemungkinan tumor dapat dirawat lebih
baik dengan menggunakan DNA microarray untuk menentukan
karakteristik terperinci dari tumor.
Penuaan menyebabkan lebih banyak mutasi
di DNA mereka. Ini berarti "prevalence" tumor meningkat
kuat sejalan dengan penuaan. Ini juga kasus di mana
orang tua yang terdapat tumor, kebanyakan tumor ini
merupakan tumor ganas. Contohnya, bila seorang wanita
berumur 20 tahun memiliki tumor di dadanya kemungkinan
besar tumor ini adalah jinak. Namun, apabila wanita
berumur 70 tahun makan kemungkinan besar tumor ini
adalah ganas.
Inisiasi tumor bermula saat karsinogenesis kimiawi
yang terjadi pada sel menyebabkan kerusakan genetik
yang tidak dapat dipulihkan.[1] Pada organ paru dan usus
besar manusia , perubahan epigenetik adalah perubahan
awal yang terjadi pada proses karsinogenesis.
Kerusakan genetik tersebut disebabkan kesalahan
genetik yang diinduksi oleh karsinogen kimiawi dengan
mengubah struktur molekul pada DNA yang berakibat pada
mutasi dalam sintesis DNA. Perubahan struktur molekul
DNA, terjadi setelah terjadi adduct atau ligasi antara
karsinogen atau salah satu gugus fungsionalnya dengan
salah satunukleotida di dalam DNA. Hal ini menjelaskan
mengapa tumor sangat jarang ditemukan pada jaringan
tubuh yang tidak dapat membentuk ligasi karsinogen-DNA.
Ligasi ini akan mengaktivasi proto onkogen atau
meng-inaktivasi gen penghambat tumor. Metilasi DNA pada
area promoter dalam berkas gen, dapat mentranskripsikan
inaktivasi gen penghambat tumor.
Akumulasi mutasi kemudian terjadi, jika sel
mempunyai kemampuan proliferasi dan hidup cukup lama di
dalam organisme.8
8 http://id.wikipedia.org/wiki/Tumor
C. Respon Imun Terhadap Sel Kanker dan TumorSel kanker dikenal sebagai nonself yang bersifat
antigenik pada sistem imunitas tubuh manusia sehingga
ia akan menimbulkan respons imun secara seluler maupun
humoral. Imunitas humoral lebih sedikit berperan
daripada imunitas seluler dalam proses penghancuran sel
kanker, tetapi tubuh tetap membentuk antibodi terhadap
antigen tumor. Dua mekanisme antibodi diketahui dapat
menghancurkan target kanker yaitu, Antibody dependent
cell mediated cytotoxicity (ADCC) dan Complement
Dependent Cytotoxicity.
Pada ADCC antibodi IgG spesifik berikatan terhadap
Tumor Associated Antigen(TAA) dan sel efektor yang
membawa reseptor untuk bagian Fc dari molekul Ig.
Antibodi bertindak sebagai jembatan antara efektor dan
target. Antibodi yang terikat dapat merangsang
pelepasan superoksida atau peroksida dari sel efektor.
Sel yang dapat bertindak sebagai efektor di sini adalah
limfosit null (sel K), monosit, makrofag, lekosit PMN
(polimorfonuklear) dan fragmen trombosit. Ini akan
mengalami lisis optimal dalam 4 sampai 6 jam. 9
Pada Complement Dependent Cytotoxicity pengikatan
antibodi ke permukaan sel tumor menyebabkan rangkaian
peristiwa komplemen klasik dari C Komponen C akhir
menciptakan saluran atau kebocoran pada permukaan sel
tumor. IgM lebih efisien dibanding IgG dalam merangsang
proses ini.10
Pada pemeriksaan patologi -anatomik tumor, sering
ditemukan infiltrat sel-sel yang terdiri atas sel
fagosit mononuklear, limfosit, sedikit sel plasma dan
sel mastosit. Meskipun pada beberapa neoplasma,
infiltrasi sel mononuklear merupakan indikator untuk
prognosis yang baik, pada umumnya tidak ada hubungan
antara infiltrasi sel dengan prognosis. Sistem imun
yang nonspesifik dapat langsung menghancurkan sel tumor
tanpa sensitisasi sebelumnya. Efektor sistem imun
tersebut adalah sel Tc, fagosit mononuklear,
polinuklear, Sel NK. Aktivasi sel T melibatkan sel Th9 (Halim, B dan Sahil,MF,2001)10 (Halim, B dan Sahil,MF,2001)
dan Tc. Sel Th penting pada pengerahan dan aktivasi
makrofag dan sel NK11
1. Sitotoksitas melalui sel T
Kontak langsung antara sel target dan limfosit T
menyebabkan interaksi antara reseptor spesifik pada
permukaan sel T dengan antigen membran sel target yang
mencetuskan induksi kerusakan membran yang bersifat
letal. Peningkatan kadar cyclic Adenosine Monophosphate
(cAMP) dalam sel T dapat menghambat sitotoksisitas dan
efek inhibisi Prostaglandin (PG) E1 dan E2 terhadap
sitotoksisitas mungkin diperantaracAMP. Mekanisme
penghancuran sel tumor yang pasti masih belum diketahui
walaupun pengrusakan membran sel target dengan
hilangnya integritas osmotik merupakan peristiwa akhir.
Pelepasan Limfotoksin (LT), interaksi membran-membran
langsung dan aktifitassel T diperkirakan merupakan
penyebab rusaknya membrane. Interleukin (IL),
interferon (IFN) dan sel T mengaktifkan pula sel NK.
Lisis sel target dapat terjadi tanpa paparan
pendahuluan dan target dapat dibunuh langsung. Kematian
sel tumor dapat sebagai akibat paparan terhadap toksin
yang terdapat dalam granula, produksi superoksida atau
aktivitas protease serine pada permukaan sel efektor.
Aktivitas NK dapat dirangsang secara in vitro dengan
pemberian IFN. Penghambatan aktivasi sel NK terlihat
11 Halim,B dan Sahil,MF,2001
pada beberapa PG (PGE1, PGE2, PGA1 dan PGA2), phorbol
ester, glukokortikoid dan siklofosfamid. Sel NC
(Natural Cytotoxic) juga teridentifikasi menghancurkan
sel tumor. Berbeda dengan sel NK, sel NC kelihatannya
distimulasi oleh IL-3 dan relatif tahan terhadap
glukokortikoid dan siklofosfamid. 12
2. Sitotoksisitas melalui makrofag
Selain itu, sitotoksisitas melalui makrofag
menyebabkan makrofag yang teraktivasi berikatan dengan
sel neoplastik lebih cepat dibanding dengan sel normal.
Pengikatan khusus makrofag yang teraktivasi ke membran
sel tumor adalah melalui struktur yang sensitif
terhadap tripsin. Pengikatan akan bertambah kuat dan
erat dalam 1 sampai 3 jam dan ikatan ini akan mematikan
sel. Sekali pengikatan terjadi, mekanisme
sitotoksisitas melalui makrofag berlanjut dengan
transfer enzim lisosim, superoksida, protease, faktor
sitotoksis yang resisten terhadap inhibitor protease
dan yang menyerupai LT. Sekali teraktivasi, makrofag
dapat menghasilkan PG yang dapat membatasi aktivasinya
sendiri. Makrofag yang teraktivasi dapat menekan
proliferasi limfosit, aktivitas NK dan produksi
mediator. Aktivasi supresi dapat berhubungan dengan
pelepasan PG atau produksi superoksida. Sebagai
tambahan, makrofag dapat merangsang dan juga menghambat12 Halim,B dan Sahil,MF,2001
pertumbuhan sel tumor. Makrofag dapat pula berfungsi
sebagai efektor pada ADCC terhadap tumor. Indometasin
dapat menghambat efek perangsangan makrofag pada
pertumbuhan tumor ovarium yang diperkirakan
prostaglandin mungkin berperan sebagai mediatornya. Di
samping itu makrofag dapat menimbulkan efek negatif
berupa supresi yang disebut makrofag supresor. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh tumor itu sendiri atau
akibat pengobatan.
D. Mengapa Kanker Dapat Luput Dari Pengawasan Sistem
Imun
Walaupun ada sistem imunosurveilan, kanker dapat
luput dari pengawasan sistem imun tubuh bila faktor-
faktor yang menunjang pertumbuhan tumor lebih
berpengaruh dibanding dengan faktor-faktor yang
menekan tumor, sehingga terjadi apa yang dinamakan
immunological escape kanker. Faktor-faktor yang
mempengaruhi luputnya tumor dari pengawasan sistem
imun tubuh sebagai berikut (Baratawidjaja, 1998):
1) Kinetik tumor (sneaking through)
Pada binatang yang diimunisasi, pemberian sel
tumor dalam dosis kecil akan menyebabkan tumor
tersebut dapat menyelinap (sneak through) yang
tidak diketahui tubuh dan baru diketahui bila
tumor sudah berkembang lanjut dan di luar
kemampuan sistem imun untuk menghancurkannya.
Mekanisme terjadinya tidak diketahui tapi diduga
berhubungan dengan vaskularisasi neoplasma
tersebut.
2) Modulasi antigenik
Antibodi dapat mengubah atau memodulasi permukaan
sel tanpa menghilangkan determinan permukaan.
3) Masking Antigen
Molekul tertentu, seperti sialomucin, yang sering
diikat permukaan sel tumor dapat menutupi antigen
dan mencegah ikatan dengan limfosit.
4) Penglepasan Antigen (Shedding Antigen)
Antigen tumor yang dilepas dan larut dalam
sirkulasi, dapat mengganggu fungsi sel T dengan
mengambil tempat pada reseptor antigen. Hal itu
dapat pula terjadi dengan kompleks imun antigen
antibody.
5) Toleransi
Virus kanker mammae pada tikus disekresi dalam
air susunya, tetapi bayi tikus yang disusuinya
toleran terhadap tumor tersebut. Infeksi
kongenital oleh virus yang terjadi pada tikus-
tikus tersebut akan menimbulkan toleransi
terhadap virus tersebut dan virus sejenis.
6) Limfosit yang terperangkap
Limfosit spesifik terhadap tumor dapat
terperangkap di dalam kelenjar limfe. Antigen
tumor yang terkumpul dalam kelenjar limfe yang
letaknya berdekatan dengan lokasi tumor, dapat
menjadi toleran terhadap limfosit setempat,
tetapi tidak terhadap limfosit kelenjar limfe
yang letaknya jauh dari tumor.
7) Faktor genetic
Kegagalan untuk mengaktifkan sel efektor T dapat
disebabkan oleh karena faktor genetik..
8) Faktor penyekat
Antigen tumor yang dilepas oleh sel dapat
membentuk kompleks dengan antibodi spesifik yang
membentuk pejamu. Kompleks tersebut dapat
menghambat efek sitotoksitas limfosit pejamu
melalui dua cara, yaitu dengan mengikat sel Th
sehingga sel tersebut tidak dapat mengenal sel
tumor dan memberikan pertolongan kepada sel Tc.
9) Produk tumor
PG yang dihasilkan tumor sendiri dapat mengganggu
fungsi sel NK dan sel K. Faktor humoral lain
dapat mengganggu respons inflamasi, kemotaksis,
aktivasi komplemen secara nonspesifik dan
menambah kebutuhan darah yang diperlukan tumor
padat.
10) Faktor pertumbuhan
Respons sel T bergantung pada IL. Gangguan
makrofag untuk memproduksi IL-1, kurangnya
kerjasama di antara subset-subset sel T dan
produksi IL-2 yang menurun akan mengurangi
respons imun terhadap tumor.
E. Defisiensi imun pada pasien kanker
Defisiensi imun harus dicurigai bila ditemukan
tanda-tanda dari peningkatan kerentanan terhadap
infeksi. Defisiensi imun primer atau congenital
diturunkan tetapi defisiensi imun sekunder timbul
dari berbagai faktor setelah lahir. Penyakit
defisiensi imun tersering mengenai limfosit,
komplemen dan fagosit. Defisiensi imun pada pasien
kanker adalah dari faktor-faktor seperti berikut
(Halim, B dan Sahil, MF, 2001) :
1) Lokasi tumor
Pada gangguan keganasan sel B seperti mieloma
multipel dan leukemia mielositik kronik dijumpai
gangguan sel B poliklonal, defisiensi sel Th,
kelebihan sel Ts dan penurunan rasio sel T4 : T8
pada tumor solid. Kelainan monosit dan sel T
telah terlihat pada penderita karsinoma
metastatik dan sarkoma, terutama stadium lanjut.
Parahnya gangguan sel T bervariasi dari berbagai
jenis tumor sesuai asalnya.
2) Operasi
Depresi sel T dan B sementara terlihat pada kasus
postoperatif. Gangguan imunitas maksimal terjadi
selama minggu pertama setelah pembedahan,
biasanya fungsi sel T akan kembali normal 1
bulan. Lama dan intensitas imunosupresi
berhubungan dengan jumlah trauma operasi, lama
prosedur dan imunokompetensi sebelum operasi.
Pembuangan jaringan limforetikuler dapat
mengganggu fungsi imun. Penelitian pada pasien
kanker menunjukkan bahwa, splenektomi dapat
mempermudah timbulnya sepsis fulminan akibat
bakteri. Peningkatan kerentanan terhadap infeksi
ini berhubungan dengan umur, penyakit penyerta
dan modalitas pengobatan kankernya. Tambahan
radiasi kelenjar getah bening dan kemoterapi akan
menyebabkan gangguan lebih besar terhadap fungsi
sel B. Beberapa peneliti bahkan menggunakan
injeksi penisilin profilaksis, vaksin pneumokokus
pada pasien post splenektomi sebelum diberi
kemoterapi atau radioterapi. Kerentanan ini
disebabkan oleh menurunnya kemampuan fagositosis
dan gangguan pembentukan antibodi dini.
3) Radioterapi
Radiasi berpengaruh terhadap limfosit, sehingga
akan mengalami kematian interfase dalam beberapa
jam tanpa terjadinya mitosis. Sebelum
rangsangan, antigen limfosit hanya menunjukkan
kemampuan yang terbatas untuk memperbaiki
kerusakan DNA akibat radiasi. Setelah rangsangan
antigen, sel plasma maupun sel reflektor menjadi
lebih radioresisten. Limfopenia terjadi bukan
hanya akibat radiasi terhadap jaringan limfoid,
tapi juga akibat destruksi limfosit pada daerah
tepi. Level sel T dan B dapat berkurang,
tergantung bagian yang diradiasi. Walaupun
terjadi penurunan kadar sel B, respon humoral
biasanya tetap. Radiasi limfoid total dapat
menyebabkan penurunan yang menetap pada kadar sel
T. Respon proliferatif sel T terhadap mitogen
atau antigen histokompatibilitas dapat tertekan
selama bertahun-tahun. Radiasi total badan dengan
dosis besar dapat menyebabkan penurunan yang
hebat dari seluruh sel limforetikuler te tapi
untuk mencapai kembali rasio normal T4 : T8 perlu
lebih dari setahun. Level monosit tidak menurun
secara bermakna selama radioterapi dan kebanyakan
makrofag resisten terhadap radiasi.
F. Imunoterapi Untuk Kanker
Imunoterapi adalah upaya untuk meningkatkan sistem
imunitas tubuh, untuk mengalahkan sel-sel kanker
dengan cara meningkatkan reaksi kekebalan tubuh
terhadap sel kanker. Imunoterapi hampir selalu
menggunakan bahan alami yang berasal dari makhluk
hidup, terutama manusia. Digunakannya bahan alami
karena dapat berfungai merangsang respon antitumor
dengan meningkatnya jumlah sel pembunuh tumor,
secara langsung berfungsi sebagai agen pembunuh
tumor, mengurangi mekanisme tubuh yang normal dalam
menekan respon imun, atau berfungsi memperbaiki
toleransi tubuh terhadap radioterapi atau
kemoterapi.
1. Interferon adalah sitokin berupa glikoprotein.
Dlama keadaan normal, hampir seluruh sel manusia
menghasilkan interferon tetapi juga dapat dibuat
dengan teknologi biologi molekular rekombinan.
Meski mekanisme belum sepenuhnya jelas, interferon
berperan dalam pengobatan beberapa kanker. Sitokin
sebenarnya diproduksi tubuh, tetapi jumlahnya
sangat kecil, selain menyerang sel kanker,
interferon dapat menghentikan pertumbuhan kanker
atau mengubahnya menjadi sel normal. Interferon
bekerja dengan merangsang kerja sel NK, sel T dan
makrofag yang berfungsi sebagai alat penjaga daya
tahan tubuh serta mengurangi supali darah ke sel
kanker
2. Antibodi monoklonal bertujuan untuk melawan
antigen tertentu. Karena tiap jenis kanker
mengeluarkan antigen berbeda, berbeda pula
antibodi yang digunakan. Antibodi dapat menghambat
pertumbuhan sel kanker, sehingga jika dipadu
dengan radioterapi atau kemoterapi, dapat lansung
membunuh sel kanker yang memproduksi antigen
tersebut.
3. Colony Stimulating Fctors (CSFs) jenis imunoterapi
ini merangsang sumusum tulang belakang untuk
membelah dan membentuk sel darah putih, sel darah
merah, maupun trombosit yang berperan dalam sistem
kekebalan tubuh.
4. Terapi Gen, memberi harapan besar bagi penderita
kanker. Dengan memasukkan material genetik
tertentu dimasukkan ke dalam sel tubuh penderita
kanker, perilaku sel tubuh orang tersebut bisa
dikendalikan sesuai kebutuhan.13
DAFTAR PUSTAKA
Anand P, Kunnumakkara AB, Kunnumakara AB, et
al. 2008"Cancer is a preventable disease that
13 http://penyakitkanker.org/imunoterapi-untuk-kanker/
requires major lifestyle changes". Pharm.
Res. 25 (9):
Baratawidjaya, G. Karnen. 2006. Imunologi Dasar Edisi 7.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Univ.
Indonesia
Halim, B. dan Sahil, M.F. 2001. Imunologi Kanker. Avaible
from :
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/16_Imunologik
anker.pdf/16_imunologiKanker.html. Diakses tanggal 3
Mei 2014.
Kufe, Donald W.; Pollock, Raphael E.; Weichselbaum,
Ralph R.; Bast, Robert C., Jr.; Gansler, Ted S.;
Holland, James F.; Frei III, Emil. 2003. ISBN 1-
55009-213-8
RA, Weinberg. 2007. The Biology of Cancer. New York: Garland
Science
Angiogenesis and Cancer". National Cancer Institute at the
National Institutes of Health
http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/16397/4/Chapter%20II.pdf diakses pada 3
Mei 2014
http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/37232/4/Chapter%20II.pdf diakses pada 3
Mei 2014
What is Cancer?". National Cancer Institute diakses
pada 3 Mei 2014