ISI BUKU KERAGAAN

20
1 I PENDAHULUAN 1.1. Ayam Petelur Ayam di Indonesia tentunya tidak asing lagi, sejak zaman kerajaan Hindu di Indonesia. Banyak masyarakat yang telah mengenal ayam petelur, karena ayam ini merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Telur merupakan hasil dari siklus reproduksi ayam betina atau bagi unggas betina pada umumya dalam proses menghasilkan keturunan, namun pada ayam petelur, khususnya ayam petelur untuk diambil telurnya. Ayam petelur tersebut di Indonesia mulai dikenal menjelang perang dunia II. Ayam yang dipelihara oleh masyarakat Indonesia dalam memproduksi telur masih kalah dengan ayam petelur yang didatangkan dari luar negeri. Ayam dalam negeri atau sering kita kenal dengan sebutan ayam kampung atau ayam buras, kemampuan bertelur berkisar 46 butir per tahun, sedangkan ayam petelur kemampuan bertelurnya mencapai 180 butir per tahun. Seiring dengan permintaan pasar yang ada di dalam negeri akan kebutuhan telur dan perkembangan teknologi persilangan sehingga ayam petelur dalam negeri sudah dapat menyamai ayam petelur

Transcript of ISI BUKU KERAGAAN

1

I

PENDAHULUAN

1.1. Ayam Petelur

Ayam di Indonesia tentunya tidak asing lagi, sejak

zaman kerajaan Hindu di Indonesia. Banyak masyarakat

yang telah mengenal ayam petelur, karena ayam ini

merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Telur

merupakan hasil dari siklus reproduksi ayam betina atau

bagi unggas betina pada umumya dalam proses

menghasilkan keturunan, namun pada ayam petelur,

khususnya ayam petelur untuk diambil telurnya. Ayam

petelur tersebut di Indonesia mulai dikenal menjelang

perang dunia II.

Ayam yang dipelihara oleh masyarakat Indonesia

dalam memproduksi telur masih kalah dengan ayam petelur

yang didatangkan dari luar negeri. Ayam dalam negeri atau

sering kita kenal dengan sebutan ayam kampung atau ayam

buras, kemampuan bertelur berkisar 46 butir per tahun,

sedangkan ayam petelur kemampuan bertelurnya mencapai

180 butir per tahun. Seiring dengan permintaan pasar yang

ada di dalam negeri akan kebutuhan telur dan

perkembangan teknologi persilangan sehingga ayam

petelur dalam negeri sudah dapat menyamai ayam petelur

2

dari luar negeri yang berkemampuan produksi telur jauh

lebih tinggi dari ayam buras. Ayam petelur yang sekarang

kita kenal adalah strain ayam yang mampu bertelur

sebanyak 300 butir lebih per tahunnya. Ayam-ayam itu

pada dasarnya ayam ras yang merupakan ayam hasil

perkawinan silang (silang dalam maupun silang luar) antara

bangsa berbagai bangsa ayam hutan. Ayam hutan merah

(Galus-galus bankiva), ayam hutan ceton (Galus lafayetti),

ayam hutan abu-abu (Galus soneratti), dan ayam hutan

hijau (Galus varius, Galus javanicus), (Zainal Abidin,

2003). Akibat perbedaan kemampuan memproduksi telur,

maka tata laksana pemeliharaannya ayam petelur jauh

berbeda dengan pemeliharaan ayam buras.

Ayam petelur merupakan ayam-ayam betina dewasa

yang dipelihara khusus untukdiambil telurnya. Asal mula

ayam petelur adalah dari ayam hutan yang

telahdidomestikasi dan diseleksi sehingga bertelur cukup

banyak. Arah seleksi ayamhutan ditujukan pada produksi

yang banyak. Namun, karena ayam hutan tadidapat diambil

telur dan dagingnya maka arah dari seleksi tadi mulai

spesifik.

Ayam yang terseleksi untuk tujuan produksi daging

dikenal dengan broiler,sedangkan untuk produksi telur

dikenal dengan ayam petelur. Selain itu, seleksijuga

3

diarahkan pada warna kulit telur hingga kemudian dikenal

ayam petelur putihdan ayam petelur cokelat.

Ayam petelur adalah ayam yang sangat efisien

untuk menghasilkan telur dan mulai bertelur umur ± 5

bulan dengan jumlah telur sekitar 250--300 butir per ekor

per tahun. Bobot telur ayam ras rata-rata 57,9 g dan ratarata

produksi telur hen day 70%.Menurut Sudarmono (2003)

ayam ras petelur mempunyai sifat-sifat unggul yaitu

sebagai berikut :

a) Laju pertumbuhan ayam ras petelur sangat pesat pada

umur 4,5-5,0 bulan telah mencapai kedewasaan

kelamin dan bobot badan antara 1,6 kg-1,7 kg, pada

waktu itu sebagian dari kelompok ayam tersebut telah

berproduksi. Adapun ayam kampung pada umur yang

sama, bobot badannya baru mencpai sekitar 0,8 kg

kedewasaan kelamin ayam kampung baru dicapai pada

umur 7-8 bulan.

b) Kemampuan berproduksi ayam ras petelur cukup tinggi

yaitu antara 250-280 butir/tahun, dengan bobot telur

antara 50-60 g/butir. Sedangkan produksi ayam

kampung hanya berkisar antara 30-40 g/butir

c) Kemampuan ayam ras petelur dalam memanfaatkan

ransum pakan sangat baik dan berkorelasi positif.

4

Konversi terhadap penggunaan ransum cukup bagus

yaitu setiap 2,2 kg -2,5 kg ransum dapat menghasilkan

1 kg telur. Dalam hal ini, ayam kampung tidak

memiliki korelasi positif dalam memanfatkan ransum

yang baik dan mahal. Oleh karena itu, ayam kampung

lebih ekonomis bila diberi pakan yang murah.

d) Periode bertelur ayam ras petelur lebih panjang, bisa

berlangsung 13-14 bulan, atau hingga ayam berumur

19-29 bulan, walaupun ayam ras hanya mengalami satu

periode bertelur, akan tetapi periode bertelurnya

tersebut berlangsung sangat panjang dan produktif. Hal

ini disebabkan karena tidak adanya periode mengeram

pada ayam ras petelur tersebut. Sedangkan ayam

kampung mengalami periode bertelur berkali-kali,

namun satu periode bertelurnya berlangsung sangat

pendek, yaitu sekitar 15 hari .periode bertelur ayam

kampung terputus-putus, karena ayam kampung

memiliki sfat atau periode mengeram.

Menurut Sudarmono (2003), ayam tipe sedang

memiliki ciri-ciri:

1) ukuran badan lebih besar dan lebih kokoh daripada

ayam tipe ringan, serta berperilaku tenang,

5

2) timbangan badan lebih berat daripada ayam tipe ringan

karena jumlah daging dan lemaknya lebih banyak,

3) otot-otot kaki dan dada lebih tebal, dan

4) produksi telur cukup tinggi dengan kulit telur tebal

dan berwarna cokelat.

Rasyaf (2005) menyatakan ayam petelur tipe medium

disebut juga ayam tipedwiguna atau ayam petelur cokelat

yang memiliki berat badan antara ayam tiperingan dan

ayam tipe berat. Ayam dwiguna selain dimanfaatkan

sebagai ayampetelur juga dimanfaatkan sebagai ayam

pedaging bila sudah memasuki masaafkir.

1.2. Jenis-jenis Ayam Petelur

Strain adalah klasifikasi ayam berbasarkan garis

keturunan tertentu melaluipersilangan dari berbagai kelas,

bangsa, atau varietas sehingga ayam tersebutmemiliki

bentuk, sifat, dan tipe produksi tertentu sesuai dengan

tujuan produksi. Jenis-jenis strain ayam petelur di

Indonesia sangat beragamsebagai contoh:

Strain Isa White memiliki warna bulu putih dan

menghasilkan telur berwarna putih, mulai berproduksi

pada umur 18-19 minggu; rata-rata berat telur 63,1

g,bobot badan 1,775 g.

6

Strain Isa Brown memiliki bulu cokelat kemerahan,

mulai berproduksi umur 18-19 minggu rata-rata berat

telur 62,9 g dan bobot badannya 2,015 g.

Ayam ras Strain CP 909 memiliki bulu berwarna

cokelat kemerahan serta termasuk ayam petelur tipe

medium. Berat tubuh saat awal produksi sekitar 1,5 kg

dengan hen day 5% dan pada saat akhir produksi 1,9-

2,0 kg. Konsumsi ransum saat produksi 110-120

g/ekor/hari dengan konversi ransum 2,1-2,2 kg

ransum.

7

II

PENILAIAN (JUDGING) AYAM PETELUR

Perlu untuk diingat, bahwa tidak semua ayam dalam

satu flock akan bertelur pada tingkat yang sama. Beberapa

ayam munkin tidak akan bertelur, sementara yang lain

mungkin dapat berproduksi lebih awal dari sebagian besar

kawanan. Secara ekonomi, akan sangat membantu untuk

menemukan ayam tersebut dan megeluarkannya dari

kawanan (flock). Untuk melakukannya memerlukan

kemampuan untuk menilai persistensi dan intensitas

bertelur dari setiap ayam. Persistensi bertelur dapat

diartikan dengan jumlah telur yang dihasilkan selama

periode waktu tertentu. Intensitas bertelur mengacu pada

tingkat produksi telur saat ini.

Pemilihan/ seleksi ayam petelur dapat dilakukan

dengan cara fisual, pengamatan fisik dan produktivitasnya.

Pemilihan tersebut dapat dilaksanakan dengan pengamatan-

pengamatan pada bentuk fisik ayam ; misalnya : bentuk

tubuh, warna kaki, tingkah laku ayam, keadaan vent dan

sebagainya. Bentuk tubuh ayam yang lebar dan dalam,

panjang, bagian perut belakang ( vent ) membulat dan

berbentuk besar dan lunak merupakan cirri-ciri ayam yang

8

produktivitasnya tinggi. Selain itu ciri-ciri ayam yang

produktivitasnya tinggi misalnya tingkah laku yang selalu

aktif, paruh pendek dan kuat, jengger yang merah dan

cerah, pertumbuhan yang normal selama pemeliharaan dan

sebagainya.

2.1. Persistensi Bertelur

Ketika menempatkan ayam pada kelas tertentu untuk

masa akhir produksi, kriteria pertama untuk dievaluasi

adalah persistensi bertelur, yaitu jumlah telur ayam telah

dihasilkan selama periode waktu tertentu. Persistensi awam

ditentukan oleh pigmentasi kulit dan molting, namun

pigmentasi adalah kriteria pertama yang digunakan untuk

menempatkan kelas ayam.

Ayam memiliki kulit berwarna kuning, seperti

Leghorns, kehilangan pigmen dari kulit mereka merupakan

karakteristik penting untuk menentukan persistensi ayam

tersebut. Pada pullet yang sedang tumbuh, pigmen kuning

disimpan di kulit, paruh, shank, dan kaki. Setelah pullet

mulai bertelur, pigmen dalam pakan digunakan untuk

warna kuning pada kuning telur dan bukan lagi pada area

kulit berpigmen.

9

Gambar 1. Bagian-bagian tubuh ayam.

Pigmen dipindahkan dari bagian-bagian tubuh yang

berbeda dan digunakan untuk produksi telur dimulai dari

vent, mata, cuping telinga, paruh (sudut mulut ke ujung),

bagian bawah kaki, shank (depan, belakang, dan sisi), dan

akhirnya hock dan atas jari-jari kaki, terutama apabila

pigmen yang berasal dari pakan tidak mencukupi.

10

Setelah ayam berhenti bertelur, pigmen dalam pakan

akan disimpan kembali ke bagian-bagian tubuh tadi dengan

urutan yang sama seperti urutan kehilangan pigmen.

Gambar 2. Perbandingan warna kulit sekitar area vent

pada ayam dengan produksi rendah (kiri)

dan produksi tinggi (kanan).

Seperti dikatakan sebelumnya, bahwa bagian pertama

yang kehilangan pigmen adalah vent. Seekor ayam yang

telah melewati masa produksi yang tinggi, hanya memiliki

sangat sedikit bahkan tidak ada pigmen kuning di sekitar

vent-nya. Seperti ditunjukkan dalam Gambar 2, ayam di

sebelah kiri memiliki pigmen kuning yang tersisa di vent.

Ventdari ayam di sebelah kanan telah berwarna putih,

menunjukkan ia telah bertelur lebih banyak dan karena itu

persistensinya lebih baik.

Seperti ditunjukkan dalam Gambar 3, tidak ada

pigmen kuning pada lingkar mata, cuping telinga, atau

paruh ayam yang telah berproduksi. Pigmen kuning muncul

11

pada ayam petelur yang berproduksi rendah. Selain

perbedaan dalam pigmentasi, jengger ayam petelur

produksi rendah lebih kecil dan pucat. Kepala juga terlalu

panjang sebanding dengan kedalaman.

Gambar 3. Perbandingan warna kuning lingkar mata,

cuping telinga, dan paruh pada ayam

dengan produksi rendah (kiri) dan produksi

tinggi (kanan).

Intensitas pigmen kuning menurun pada bagian shank

dan kaki apabila produksi telur meningkat (lihat Gambar

4). Ayam di sebelah kiri memiliki banyak pigmen kuning

yang tersisa di shank, kaki, dan bagian atas jari kaki, ayam

tersebut memproduksi telur lebih sedikit dibandingkan dua

ayam lainnya.

12

Gambar 4. Perbandingan warna shank dan kaki ayam

mulai dari produksi rendah (kiri) hingga

produksi tinggi (kanan).

2.2. Intensitas Bertelur

Jika dua ayam pada suatu kelas memiliki pigmentasi

yang sama (persistensi yang sama) maka pasangan ini

dibandingkan berdasarkan intensitas bertelur. Intensitas

bertelut menunjukkan seberapa baik ayam berproduksi

pada saat ini. Seekor ayam mungkin dapat bertelur sangat

banyak dalam periode tertentu (ayam lebih persisten),

namun tidak bertelur saat ini (intensitas bertelur kurang)

Intensitas bertelur ditentukan oleh kualitas

penanganan, kapasitas perut, dan molting. Jadi setelah

membandingkan tingkat pigmentasi, faktor berikutnya yang

perlu dipertimbangkan adalah kualitas penanganan.

Kualitas penanganan mengacu pada jumlah lemak di

daerah perut. Tidak seperti sapi, yang menempatkan

kelebihan energi ransum mereka sebagai lemak antara serat

13

otot untuk menghasilkan efek marbling daging sapi,

depositlemak unggas di bawah kulit dan di daerah perut

yang disebut sebagai bantalan lemak (pad fat) (lihat

Gambar 5).

Gambar 5. Deposisi lemak pada ayam, termasuk

lemak abdominal.

Seekorayam menggunakan energi dalam pakan yang

dimakan untuk menghasilkan telur. Jika tidak bertelur,

ayam tidak memerlukan banyak energi dan banyak energi

dari pakan dimakan disimpan sebagai lemak. Oleh karena

itu, jumlah lemak di perut dapat dijadikan indikator yang

baik dari tingkat produktifitasayam dalam bertelur.

Gambar 6. Lokasi vent, tulang pubik dan sternum

(keel) pada ayam.

14

Gambar 7. Ketebalan kulit pada area abdominal.

Ayam dengan produksi telur tinggi

(kiri) memiliki kulit yang lebih tipis dan

lentur daripada ayam dengan produksi

rendah (kanan).

Untuk mengevaluasi kualitas penanganan, perlu

diketahui lokasi tulang pubis dan sternum (keel) pada area

abdominal (lihat Gambar 6). Ambil sejumput kulit tepat di

bawah tulang pubis, dan gulung dengan lembut antara ibu

jari dan jari untuk mengevaluasi ketebalanya (lihat Gambar

7). Jika ayam dalam masa produksi, energi ransumnya

digunakan untuk produksi telur dan ayam tidak akan

memiliki banyak lemak di perut. Jika ayam tidak bertelur,

energi disimpan dalam lapisan lemak di daerah perut.

Seperti ditunjukkan dalam Gambar 8, ayam dalam masa

produksi akan memiliki kulit yang lebih tipis dan elastis di

daerah perut daripada ayam yang tidak sedang berproduksi.

Ukuran penilaian kedua intensitas ayam petelur adalah

kapasitas perut. Semakin besar kapasitas perut, semakin

baik tingkat produksi telur. Untuk mengevaluasi kapasitas

perut, data dilakukan dengan menempatkan jari diantara

15

tilang pubis (lihat Gambar 6 untuk melihat lokasi tulang

pubis). Kemudian hitung berapa jarak antara dua tulang

tersebut dengan satuan jari. Jarak tersebut disebut lebar

perut. Hitung jarak antara tulang pubis dengan sternum

(keel) dengan satuan jari. Jarak tersebut disebut kedalaman

perut. Kapasitas perut kemudian digambarkan sebagai lebar

dengan kedalaman perut.

Gambar 9 memberikan contoh kapasitas perut pada

dua ayam. Kapasitas perut dari ayampada gambar atas

adalah lebar dua jari dengan kedalaman dua jari. Ini adalah

contoh dari ayam petelur yang jelek.Kapasitas perut dari

ayam petelur pada foto bawah adalah lebar tiga jari dengan

kedalaman empat jari. Ini adalah contoh dari ayam petelur

yang baik.

Gambar 8. Kapasitas abdominal untuk ayam produksi

rendah (atas) dan produksi tinggi (bawah).

16

2.3. Molting

Molting adalah faktor lain yang digunakan untuk

mengevaluasi persistensi ayam petelur. Bulu pendek di

tengah sayap dikenal sebagai bulu aksial. 9 bulu di luar

bulu aksial adalah bulu primer (lihat Gambar 9).

Periksa 10 bulu primer ini untuk mengevaluasi status

moltingnya. Ayam yang sedang molting kehilangan bulu

primer, dimulai dengan bulu yang paling dekat dengan bulu

aksial dan bergerak ke luar. Bulu tua yang belum molted

akan rontok pada ujung dan mungkin kotor dan atau rusak.

Bulu baru biasanya halus dan bersih.

17

Gambar 9. Bulu axial dam primer pada sayap ayam

yang tidak sedang molting

Foto-foto di Gambar 10 menunjukkan dua ayam di

berbagai tingkat molting. Ayam di atas kehilangan satu

bulu primer - disebut sebagai molting satu-bulu. Ayam di

bawah memiliki empat bulu primer baru - disebut sebagai

molting empat bulu.

Ketika ayam molting, biasanya mereka tidak

berproduksi, tetapi beberapa ayam akan terus bertelur saat

molting. Biasanya, produksi akan menurun pasca molting.

18

Gambar 10. Perbedaan level molting.

19

III

KESIMPULAN

Ketika menempatkan kelas ayam dalam kontes

penjurian unggas, kriteria pertama untuk mengevaluasi

adalah tingkat pigmentasi, karena merupakan indikator

persistensi ayam.

Jika dua ayam memiliki pigmentasi yang sama,

penilaian selanjutnya atas dasar kualitas penanganan,

yang dapat dilihat dari perlemakan dan kapasitas

abdominal.

Ayam dengan persistensi tertinggi berada pada kelas

teratas, terlepas dari intensitas bertelurnya.

20

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z, 2003. Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras

Petelur. Cetakan ke-1. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Rasyaf, 2005. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya,

Jakarta.

Sudarmono, A.S., 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras

Petelur. Kanisius, Yogyakarta.

Jacob Jacquie and Pescatore Tony. 2012.Kentucky 4-H Poultry: Evaluating Egg-Laying Hens.Cooperative Extension Service. University Of Kentucky College Of Agriculture, Lexington, Ky, 40546.