HUKUM LINGKUNGAN - Pengajuan Gugatan Ganti Rugi dengan Menggunakan SIstem Class Action

28
BAB III ISI DAN PEMBAHASAN A. Class action atau Gugatan Perwakilan Kelompok secara Umum Dalam pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan pengertian sengketa lingkungan hidup yaitu perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup. Dalam Black Law Dictionary sendiri memberikan arti Dispute. A conflict or controversy; a confllct of claims or rights; an assertion of a rlght, claim, or demand on oneside, met by contrary claims or allegations on the other 1 . Di dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan dua jalur untuk menyelesaikan apabila terjadi sengketa lingkungan, yaitu melalui jalur litigasi dan jalur non litigasi. Terdapat dua cara melalui jalur litigasi yang dapat dilakukan oleh kelompok masyarakat 1 Penyelesaian Sengketa Lingkungan (Litigasi), http://tresnabuana.wordpress.com/2013/10/17/penyelesaian-sengketa- lingkungan-litigasi/ , 2013, diakses pada tanggal 23 November 2013 pukul 08.50 WIB. 1

Transcript of HUKUM LINGKUNGAN - Pengajuan Gugatan Ganti Rugi dengan Menggunakan SIstem Class Action

BAB III

ISI DAN PEMBAHASAN

A. Class action atau Gugatan Perwakilan Kelompok

secara Umum

Dalam pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

memberikan pengertian sengketa lingkungan hidup yaitu

perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari

kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada

lingkungan hidup. Dalam Black Law Dictionary sendiri

memberikan arti Dispute. A conflict or controversy; a

confllct of claims or rights; an assertion of a rlght,

claim, or demand on oneside, met by contrary claims or

allegations on the other1.

Di dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup memberikan dua jalur untuk menyelesaikan

apabila terjadi sengketa lingkungan, yaitu melalui jalur

litigasi dan jalur non litigasi. Terdapat dua cara melalui

jalur litigasi yang dapat dilakukan oleh kelompok masyarakat1 Penyelesaian Sengketa Lingkungan (Litigasi), http://tresnabuana.wordpress.com/2013/10/17/penyelesaian-sengketa-lingkungan-litigasi/, 2013, diakses pada tanggal 23 November 2013 pukul 08.50 WIB.

1

untuk memperjuangkan hak atas lingkungan hidupnya terhadap

para perusak lingkungan. cara pertama yaitu melalui legal

standing dan cara kedua melalui class action. Pada dasarnya,

mengajukan gugatan dalam hal sengketa lingkungan ke dalam

jalur litigasi merupakan tindakan yang bertujuan untuk

memperoleh perlindungan hak atas lingkungan hidup yang baik

dan sehat.

Sejarah Class action berawal dari negara yang menganut

sistem anglo saxon. Pertama kali sistem ini dikenal yaitu

pada sekitar tahun 1873 di Inggris yang diatur dalam Supreme

Court of Judicator Act 1873. Esensinya memungkinkan

kewenangan bagi peradilan untuk menjatuhkan putusan yang

bersifat deklaratif atas pemulihan yang adil (equitable

remedies). Pemulihan yang dimaksud adalah berupa pemulihan

terhadap suatu hal yang diderita kelompok yang jumlahnya

banyak2.

Di Amerika sendiri sistem ini dikenal mulai dari tahun

1912 yang diatur dalam US Federal Equity Rule 1912 dan

diperbarui secara komprehensif pada US Federal Rule of Civil

Procedure 1938 yang kemudian memperkenalkan tiga jenis Class

2 M. Yahya Harahap, 2012, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 137

2

action yaitu; 1. True Class action, benar tindakan Class action

untuk kepentingan bersama; 2. Hybrid Class action, merupakan

Class action yang melibatkan hak tertentu; 3. Spurious Class

action, melibatkan hak-hak yang diklaim berbeda dan tidak

ditujukan pada harta tertentu. Pada tahun 1966 terjadi

perubahan terkait dengan diperbolehkannya satu orang

bertindak sebagai wakil kelompok3.

Sedangkan dalam sistem hukum Belanda, gugatan ini

dicantumkan dalam Niew Burgerlijk Wetboek,pasal 6.3.5.1b

yaitu tentang maatschappelijke Belangen, pasal yang menunjukkan

bahwa kepentingan umum dijunjung tinggi dan diperhatikan.

Dalam tingkat kasasi Hoge Raad juga dipertimbangkan bahwa

suatu organisasi lingkungan dapat mengajukan gugatan karena

gugatan tersebut adalah gabungan (bundeling) dari

kepentingan-kepentingan yang bermaksud untuk memperoleh

larangan (verbod) bagi pencemaran lebih lanjut terhadap

lingkungan dan bahwa kepentingan tersebut adalah termasuk

dalam kepentingan yang ingin dilindungi oleh pasal 1401 Niew

Burgerlijk Wetboek.

3 M. Yahya Harahap, Ibid, hlm. 138

3

Class action pada intinya merupakan gugatan perdata

(biasa terkait permintaan injunction/ganti kerugian) yang

diajukan oleh sejumlah orang (dalam jumlah terbatas) sebagai

perwakilan kelas (class representatives) mewakili

kepentingan mereka dan orang lain yg mereka wakili sebagai

korban (class members). Class action sendiri dikenal di

Indonesia dengan sebutan Gugatan Kelompok atau Gugatan

Perwakilan4. Di Indonesia sendiri sistem ini baru dikenal

secara formil dan resmi pada tahun 2002 yang diatur dalam

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002, tanggal 26

April 20025.

Tujuan Gugatan Perwakilan Kelompok menurut Perma

tersebut adalah6:

1. Mengembangkan penyederhanaan akses masyarakat dalam

memperoleh keadilan

2. Dalam satu gugatan diberikan hak prosedural bagi

beberapa orang yang bertindak sebagai penggugat

untuk memperjuangkan kepentingan penggugat

sekaligus kepentingan anggota kelompok.

4 Ibid5 M.Yahya Harahap, ibid, hlm. 1396 M. Yahya Harahap, ibid, hlm. 140-141

4

3. Mengefektifkan efisiensi penyelesaian pelanggaran

hukum yang merugikan orang banyak

Disebut efektif dan efisien karena proses melalui

sistem Gugatan Perwakilan Kelompok ini dilakukan secara

serempak atau sekaligus dan massal kepentingan kelompok,

dibolehkan cukup hanya diajukan oleh satu gugatan saja asal

memiliki fakta atau dasar hukum yang sama, berhadapan dengan

tergugat yang sama yang jika gugatan dilakukan sendiri-

sendiri, penyelesaiannya akan tidak efektif dan memungkinkan

terjadi putusan yang bertentangan.

Manfaat class action adalah sebagai berikut:

1. Proses berperkara bersifat ekonomis, karena gugatan

kelompok mencegah timbulnya repetition gugatan-

gugatan serupa secara individual,

2. Adanya akses pada keadilan karena class action memberi

akses yang lebih luas kepada pencari keadilan untuk

mengajukan gugatan lingkungan yang “cost

efficiency”,

3. Perubahan sikap pelaku pelanggaran bagi mereka yang

berpotensi merugikan kepentingan masyarakat luas.

5

Unsur-unsur yang harus ada dalam hal menggugat dengan

prinsip kesamaan (commonality) dalam gugatan perwakilan

kelompok adalah:

1. Wakil kelompok (Class Representatif)

2. Anggota kelompok (Class Members)

3. Wakil kelompok dan anggota kelompok mengalami

permasalahan yang sama. Hal ini meliputi fakta dan

dasar hukum yang sama. Dan tuntutan penyelesaian

dan ganti rugi yang sama.

B. Penerapan Class action atau Gugatan Perwakilan

Kelompok dalam Hukum Lingkungan

Dalam hukum perdata lama, syarat utama bagi suatu

organisasi internasional lingkungan untuk dapat mengajukan

suatu class action adalah bahwa dalam tujuan pembentukaannya

dimana dalam hal ini dapat dilihat dalam anggaran dasar

(statut) dari organisasi yang bersangkutan memang ingin

melindungi lingkungan hidup7

7 penegakan hukum lingkungan oleh hakim perdata,oleh paulus effendie lotulung, penerbit PT. Citra aditya bakti, bandung, 1993 hlm55

6

Dalam literatur Rene Van Acht pernah ada daftar check

list untuk membahas apakah suatu organisasi lingkungan dapat

mengajukan gugatan dalam rangka penegakan hukum lingkungan

dalam proses perkara perdata yaitu sebagai berikut8:

Apakah organisasi yang bersangkutan berwenang

mengajukan gugatan perdata dalam hal ada singgungan

terhadap kepentingan yang dlihat dari segi

pembentukan organisasi?

Apakah hakim berwenang untuk memeriksa?

Apakah kepentingan yang dimohonkan merupakan hal

yang dilindungi oleh pasal 1365 KUH Perdata?

Apakah tingkah laku yang dipermasalahkan adalah

perbuatan melawan hukum terhadap organisasi

tersebut?

Apakah kepentingan organisasi lingkungan dalam

kasus tersebut telah dilanggar oleh tergugatdan

cukup besar untu kdikatakan perbuatan melawan

hukum?

Apakah organisasi mempunyai kepentingan yang

dilanggar?

Apakah kepentingan tersebut mendesak?8 Paulus, ibid, hlm. 64-65

7

Apakah sudah terbukti?

Apakah organisasi menderita kerugian material?

Apakah tidak terdapat kepentingan masyarakat yang

penting yang dapat menghambat pengkabulan gugatan

penggugat?

Apakah pengkabulan tersebut tidak bertentangan

dengan peraturan perundangan yang lain?

Apakah pelanggaran tergugat terhadap kepentingan

organisasi lingkungan sudah cukup menjadi dasar

tuntunan?

Gugatan kelompok atau gugatan perwakilan (class action)

secara tegas diakui keberadaan dalam pasal 91 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berbunyi:

1. Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan

kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau

untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami

kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan

lingkungan hidup

2. Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan

fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis

8

tuntutan diantara wakil kelompok dan anggota

kelompoknya.

3. Ketentuan mengenai hak gugat masyarakat

dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat

dilihat bahwa Class representatives dan class members

merupakan dua komponen utama dalam gugatan Class action. Pada

umumnya dalam pengajuan gugatan Class action harus

memperhatikan hal-hal berikut:

1. Numerosity yaitu menyangkut banyaknya jumlah orang

yang mengajukan gugatan (agar praktis & efisien)

2. Commonality yaitu harus ada kesamaan fakta atau

question of law antara pihak yang mewakili dan yang

diwakili

3. Typicality yaitu tuntutan bagi plaintiff maupun

pembelaan bagi defendant dari seluruh class members

haruslah sejenis

4. Adequacy of Representation kelayakan dari

perwakilan berapa jaminan untuk bisa jujur, adil,

9

serta mampu melindungi kepentigan mereka yg

diwakili.

Sebelum hakim menetapkan apakah sebuah gugatan

termasuk kedalam gugatan class action ataukah gugatan biasa,

lazimnya ditetapkan suatu mekanisme yang dinamakan

“preliminary certification test” agar anggota kelompok dapat

melakukan opt in dan opt out sebelum prosedur dimulai. Opt in

merupakan mekanisme bagi anggota kelompok untuk memberikan

penegasan bahwa mereka menjadi bagian dari class action,

sedangkan opt out adalah prosedur bagi anggota kelompok

(masyarakat) untuk menyatakan dirinya keluar dari class

action9.

Seperti halnya surat gugatan pada umumnya, gugatan

kelompok perlu menegaskan peraturan perundang-undangan yang

dilanggar oleh tergugat dan jenis–jenis pemulihan (petitum–

remedy) yang dituntut10. Dalam hal gugatan kelompok dalam

sengketa lingkungan hidup, penggunaan prosedur berdasarkan

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 yang berdasarkan pada9 Suparto Wijoyo, Penyelesaian Sengketa Lingkungan, 2003, (Airlangga University Press: Surabaya), hlm.45.10 Syafruddin, Sengketa Lingkungan dan Hak Gugat Masyarakat dan Pemerintah, 2013, http://www.esdmsulsel.com/index.php?option=com_content&view=article&id=88:ir-syafruddin-mh&catid=29:konservasi-lingkungan-pertambangan&Itemid=68, diakses pada tanggal 23 November pukul 08:35 WIB.

10

doktrin perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 Kitab Undang-

undang Hukum Perdata Jo Pasal 87 ayat (1) UU No. 32 Tahun

2009). Kedua-duanya menuntut pembuktian unsur kesalahan.

Prosedur gugatan kelompok juga dapat menggunakan

prinsip strict liability (tanggung jawab mutlak), yaitu

prinsip pertanggungjawaban perdata tanpa perlu penggugat

membuktikan unsur kesalahan yang dilakukan tergugat, dasar

hukum penggunaan strict liability dalam kasus lingkungan

terdapat dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 200911.

Penggunaan Gugatan Perwakilan Kelompok dalam Hukum

Lingkungan

Gugatan ganti rugi yang diajukan terutama dalam

permasalahan lingkungan hidup seringkali menggunakan

tuntutan dengan sistem class action atau yang dikenal dengan

gugatan perwakilan kelompok. Hal ini terutama karena dampak

yang seringkali terjadi dalam permasalahan lingkungan hidup

adalah dampak pencemaran yang sifatnya luas dan berkenaan

langsung dengan masyarakat banyak. Dampak pencemaran dan

11 Syafruddin, Ibid.

11

perusakan lingkungan yang terjadi dalam permasalahan

lingkungan hidup bukanlah dalam skala dimana yang terkena

dampaknya hanya satu atau dua orang melainkan lebih sering

memberikan kerugian pada banyak orang.

Gugatan perwakilan kelompok adalah sarana hukum yang

tepat untuk digunakan dalam perkara-perkara karena masalah-

masalah lingkungan, seperti pencemaran dan/atau perusakan

lingkungan yang sering kali mengancam tidak hanya

kepentingan satu orang melainkan juga mengancam kepentingan

banyak orang akibat perbuatan atau kegiatan usaha. Menurut

Perma Nomor 1 tahun 2002 agar sebuah gugatan dapat dilakukan

melalui acara gugatan perwakilan kelompok harus memenuhi

syarat-syarat berikut:

a. Jumlah anggota kelompok atau orang yang merasa

mengalami kerugian begitu banyak sehingga tidak

efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan

secara sendiri-sendiri atau secara bersama dalam

suatu gugatan menurut prosedur biasa.

b. Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan

dasar hukum yang digunakan bersifat substansial,

12

serta terdapat kesamaan jenis tuntutan diantara

wakil kelompok dengan anggota kelompok.

Kedua syarat ini akan lebih mudah dipahami maknanya

dengan menggunakan contoh kasus. Misalkan, jika terjadi

pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh satu atau lebih

perusahaan yang membuang limbah ke sungai. Pada masa

sekarang, krisis penanganan sampah tidak dapat dipisahkan

dari krisis peradaban industri. Perusahaan-perusahaan

melakukan pembuangan sampah secara eksternalisme system dimana

tanggung jawab limbah produksi diberikan kepada publik

dengan membuang sampah ke lingkungan hidup disekitarnya.

Menurut Al-Gore, hal ini karena the waste crisis is integrally related to

the crisis of industrial civilization as a whole.12

Hal ini tentu akan berdampak merugikan bagi penduduk

di beberapa kabupaten atau kota, ataupun mungkin sampai

merugikan dua atau lebih provinsi.karena mengingat seperti

yang telah disinggung sebelumnya bahwa sifat air yang

mengalir dari satu wilayah ke wilayah lain, sehingga

limbahnya pun bisa saja tidak hanya merugikan satu wilayah

saja.

12 Jimly Asshidique, Green Constitution, Jakarta, Rajawali Press, hlm. 146

13

Saat hal demikian terjadi dan pencemaran lingkungan

ini berlanjut mulai dari hulu hingga hilir sungai akan

menyebabkan banyaknya kerugian yang diderita oleh masyarakat

sekitar sungai. Kerugian tersebut dapat berupa rusaknya

habitat sungai, seperti ikan, atau tanaman sungai, kotornya

air sungai sehingga tidak dapat digunakan, sampai air sungai

yang beracun dan dapat menyebabkan penyakit atau kematian

bagi warga disekitar sungai.

Perbedaan Gugatan Perwakilan Kelompok dengan Gugatan

melalui LSM

Kerugian yang terjadi biasanya bukan hanya pada satu

atau dua orang melainkan pada semua masyarakat yang berada

disekitar sungai atau menggunakan air sungai untuk keperluan

sehari-hari. Mereka semua ikut menderita dan sama-sama

mengalami kerugian. Ketika hal seperti ini terjadi, untuk

selanjutnya melakukan gugatan pada perusahaan yang membuang

sampah dan bertanggungjawab, daripada menggunakan gugatan

perorangan, gugatan secara perwakilan kelompok akan lebih

tepat. Hal ini karena gugatan secara kelompok dapat

merangkul seluruh lapisan masyarakat yang ingin mengajukan

tuntutan secara kumulatif dan beracara secara kumulatif.

14

Selama gugatan yang diminta dan tergugatnya sama, maka

masyarakat ini dapat menunjuk seorang perwakilan untuk

beracara mewakili seluruh masyarakat lainnya.

Hal ini berbeda dengan pengajuan gugatan oleh lembaga

swadaya masyarakat. umumnya sering terjadi kekeliruan yang

mempersamakan antara gugatan perwakilan kelompok dengan

gugatan Lembaga Swadaya Masyarakat. Padahal konsep hak

gugatan LSM berbeda dengan gugatan perwakilan kelompok.

Konsep gugatan perwakilan kelompok adalah berdasarkan

commonality atau kesamaan sedangkan konsepsi hak gugatan LSM

adalah berdasarkan pemberian hak oleh Undang-undang.

Konsep hak gugatan perwakilan kelompok adalah asas

atau syarat commonality yaitu prinsip kesamaan yang

berkenaan dengan fakta atau dasar hukum dan kesamaan

tuntutan hukum yang lazim disebut sebagai kesamaan

kepentingan (same interest) dan kesamaan penderitaan (same

grievance), dan kesamaan tujuan (same purpose). Sehingga baik

wakil yang mewakilkan dan anggota yang diwakili sama-sama

merupakan pihak yang mengalami kerugian nyata. Jadi saat

suatu kelompok masyarakat menderita kerugian karena adanya

pencemaran dan salah satu korban melakukan gugatan dengan

15

mengatasnamakan semua korban lain selain dirinya bersama-

sama, maka gugatan tersebut adalah gugatan perwakilan

kelompok.

Sedangkan dalam konsep hak gugatan LSM, LSM bertindak

mengajukan gugatan bukan sebagai pihak yang mengalami

kerugian nyata melainkan berada diluar kelompok dan hanya

bertindak mengajukan gugatan mewakili kepentingan tertentu

berdasarkan sistem pemberian hak gugatan kepada organisasi

tertentu oleh undang-undang. Undang-undang ini salah satu

contohnya adalah pasal 46 ayat (1) huruf c Undang-undang

Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang

memberikan hak gugatan bagi LSM yang bergerak di bidang

perlindungan konsumen untuk melakukan gugatan dengan

mengatasnamakan kepentingan konsumen13.

Dalam mengajukan gugatan dengan sistem perwakilan

kelompok, terutama harus jelas pendefinisian deskripsi

kelompok yang mengalami kesamaan. Hal ini diatur secara

tegas dalam Perma pasal 3 huruf b yang menyatakan bahwa

gugatan memuat definisi kelompok secara rinci dan spesifik,

walaupun tanpa menyebutkan nama anggota kelompok satu

13 M. Yahya Harahap, Ibid, hlm.143-145

16

persatu. Tujuannya adalah agar diketahui dengan jelas apakah

kelompok yang disebut dalam gugatan memenuhi syarat

commonality dan numerousity yang menjadi unsur inti gugatan

perwakilan kelompok tersebut.

Jadi jika yang terjadi adalah pencemaran air sungai

yang dilakukan oleh suatu perusahaan sehingga menyebabkan

air sungai mengandung bahan beracun yang berbahaya untuk

digunakan, maka kelompok tersebut harus mendefinisikan

dirinya sebagai korban pencemaran air sungai. Semua orang

yang tergabung dalam kelompok tersebut sama-sama mengalami

pencemaran air sungai yang dilakukan oleh perusahaan yang

sama, dan bersama-sama menderita kerugian.

Formulasi Gugatan

Formulasi gugatan tetap tunduk pada ketentuan yang

diatur dalam hukum acara perdata yang dalam hal ini adalah

KUHAPerdata dan Perma14.

Persyaratan umum yang diminta oleh HIR/ GBR atau

KUHPerdata adalaH;

14 M. Yahya Harahap, Ibid, hlm. 152-155

17

1. mencantumkan dan mengalamatkan gugatan berdasarkan

kompetensi relatif pengadilan sesuai dengan pasal

111 HIR

2. mencantumkan tanggal

3. gugatan ditandatangani penggugat atau kuasanya

4. menyebutkan identitas para pihak

5. mencantumkan fundamental petendi (dasar hukum dan

dasar fakta gugatan)

6. memuat petitum gugatan.

Persyaratan umum yang diminta oleh Pasal 3 Perma

adalah:

1. identitas lengkap dan jelas wakil kelompok

2. definisi kelompok secara rinci walaupun tanpa

identitas masing-masing orang

3. keterangan tentang anggota kelompok yang diperlukan

4. posita dari seluruh kelompok, baik wakil dan

anggota

5. tuntutan atau posita tentang ganti rugi

Terjadi Duplikasi Gugatan

Dalam pengajuan gugatan perwakilan kelompok terutama

dalam kasus besar seperti pencemaran sungai yang sungainya

18

sendiri mengalir melalui beberapa wilayah dengan membawa

bahan pencemar, kerugian yang melanda juga terjadi sesuai

dengan aliran sungai tersebut dan bukan hanya terbatas pada

suatu wilayah. Apabila terjadi kasus seperti ini yang sangat

luas dan menimpa korban yang besar jumlahnya dan anggota

kelompoknya tersebar diberbagai daerah dan kota, dapat

dimungkinkan terjadi pengajuan gugatan perwakilan kelompok

secara lokal dan serentak dibeberapa Pengadilan Negeri.

Dalam kasus ini mungkin saja diajukan gugatan perwakilan

kelompok oleh korban pada setiap kota atau daerah kepada

tergugat yang sama sehingga terjadi gugatan gugatan

perwakilan kelompok yang tumpang tindih atas kasus perkara

yang sama dan materi pokok perkara yang sama dibeberapa PN,

oleh wakil kelompok dimasing-masing tempat yang bersangkutan

dengan mewakili anggota dari tempat tersebut.

Ketika kemungkinan masing-masing kelompok penduduk

yang tinggal di kabupaten atau kota yang berbeda mengajukan

gugatan di Pengadilan Negeri yang berbeda sekaligus, maka

dikhawatirkan akan terjadi akibat-akibat berikut.

Pertama, sumber daya dan tenaga aparatur Negara,

khususnya Hakim atau pengadilan menjadi boros, tidak efisien

19

karena beberapa pengadilan memeriksa perkara yang

permasalahannya sama dan tuntutannya sama dengan tergugatnya

sama pula.

Kedua, Pengadilan Negeri yang berbeda itu mungkin

sekali akan menghasilkan putusan-putusan yang berbeda.

Putusan-putusan yang berbeda untuk perkara-perkara yang

sejenis atau terdapat persamaan pokok gugatan tidak

mencerminkan adanya kepastian hukum dan juga bertentangan

dengan rasa keadilan.

Ketiga, melalui gugatan-gugatan yang berbeda itu dapat

mengakibatkan kebangkrutan tergugat yang telah dihukum

bersalah melakukan perbuatan melawan hukum dan harus

membayar ganti rugi. Harta kekayaan tergugat mungkin sudah

habis untuk membayar penggugat dari satu gugatan saja,

sedangkan penggugat dalam gugatan di pengadilan lain tidak

memperoleh bagian lagi. Hal ini tentu juga bertentangan

dengan rasa keadilan karena ada penggugat yang memperoleh

ganti rugi, tetapi adapula yang tidak mendapatkan ganti

kerugian, meskipun gugatannya dikabulkan15.

15 Takdir Rahmadi, hlm.274.

20

Pengajuan gugatan yang disebut dengan duplikasi ini

tidak diatur dalam Perma namun jika dilihat dengan bertolak

pada prinsip tuntutan yang sedang berjalan atau aanhangige

rectsvordering, dihubungkan pula dengan prinsip “perkara yang

bersangkutan sudah atau sedang diperiksa pengadilan” (het

geschil is reeds aanhangige) amaka apabila kasus perkara yang sama

telah atau sedang diperiksa oleh suatu pengadilan (PN)

kemudian diajukan pada PN lain maka prinsip ini akan

melekat. Sehingga menimbulkan akibat hukum antara lain16:

1. Pengadilan Negeri menunda pemeriksaan

2. Pengadilan Negeri menyatakan gugatan tidak dapat

diterima

3. Hakim dapat memerintahkan adanya penggabungan

4. Hakim dapat melakukan penilaian tentang kualitas,

kredibilitas dan kecakapan wakil kelompok yang

tampil

Hal ini dilakukan untuk menghindari munculnya dua atau

beberapa putusan yang saling bertentangan mengenai kasus

perkara yang sama karena bisa saja kedua PN memberikan

putusan yang berbeda satu sama lain.

16 M. Yahya Harahap, Ibid, hlm. 174-176

21

Pendistribusian Ganti Rugi

Dalam pasal 1246 KUHPerdata menyebutkan :

“biaya, rugi dan bunga yang oleh si berpiutang boleh dituntut akan

penggantiannya, terdirilah pada umumnya atas rugi yang telah dideritanya dan

untung yang sedianya harus dapat dinikmatinya, dengan tak mengurangi

pengecualian-pengecualian serta perubahan-perubahan yang akan disebut di

bawah ini.”

Menurut Abdulkadir Muhammad, dari pasal 1246

KUHPerdata tersebut, dapat ditarik unsur-unsur ganti rugi

adalah sebagai berikut :

Ongkos-ongkos atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan

(cost), misalnya ongkos cetak, biaya meterai, biaya

iklan.

Kerugian karena kerusakan, kehilangan ata barng

kepunyaan kreditur akibat kelalaian debitur (damages).

Kerugian di sini adalah yang sungguh-sungguh diderita,

misalnya busuknya buah-buahan karena keterlambatan

penyerahan, ambruknya sebuah rumah karena salah

konstruksi sehingga merusakkan perabot rumah tangga,

lenyapnya barang karena terbakar.

22

Bunga atau keuntungan yang diharapkan (interest).

Karena debitur lalai, kreditur kehilangan keutungan

yang diharapkannya. Misalnya A akan menerima beras

sekian ton dengna harga pembelian Rp. 250,00 per kg.

Sebelum beras diterima, kemudian A menawarkan lagi

kepada C dengan harga Rp. 275,00 per kg. Setelah

perjanjian dibuat, ternyata beras yang diharapkan

diterima pada waktunya tidak dikirim oleh penjualnya.

Di sini A kehilangan keutungan yang diharapkan Rp.

25,00 per kg.

Purwahid Patrik lebih memperinci lagi unsur-unsur

kerugian. Menurut Patrik, kerugian terdiri dari dua unsur :

Kerugian yang nyata diderita (damnum emergens)

meliputi biaya dan rugi

Keutungan yang tidak peroleh (lucrum cessans)

meliputi bunga.7

Jika dalam gugatan yang diajukan dengan menggunakan

sistem perwakilan kelompok ini adalah terutama meminta

pembayaran dengan menggunakan ganti rugi biaya, maka cara-

cara pendistribusian ganti rugi ini berdasarkan hukum acara

perdata adalah sebagai berikut:

23

a. Diberikan langsung kepada masing-masing anggota

kelompok dengan syarat yang bersangkutan

membuktikan dirinya sebagai anggota kelompok yang

ikut mengalami kerugian.

b. Dapat juga melalui sub-kelompok (jika ada) tanpa

mengurangi keharusan membuktikan sebagai korban

peristiwa yang diperkarakan.

Pendistribusian diawali dengan pemberitahuan. Wakil

kelompok akan menyampaikan pemberitahuan atas pengabulan

ganti rugi kepada seluruh anggota kelompok dengan cara

mekanisme yang dituntutkan dalam putusan melalui media atau

perangkat yang ditentukan. Cara pendistribusiannya dapat

ditentukan dalam sidang, dan pengadilan dapat mengabulkan

cara pendistribusian yang dilakukan oleh tim yang terdiri

dari penggugat, tergugat, dan PN.

Anggota yang telah opt-out pada tenggang waktu yang

ditentukan tidak berhak mendapatkan ganti rugi. Hal ini

sesuai dengan pasal 8 ayat (2) Perma yang menyatakan

seseorang baru dianggap sah tidak terikat dengan putusan

apabila yang bersangkutan mengajukan pernyataan opt-out pada

jangka waktu yang ditentukan dalam pemberitahuan.

24

Jika dalam pendistribusian kemudian terdapat sisa yang

tidak diklaim oleh siapapun, maka penyelesainnya dapat

menggunakan doktrin yaitu, jika terdapat sisa ganti rugi

setelah dibagikan kepada seluruh anggota kelompok, sisa

tersebut diberikan kepada yayasan sosial atau kepada badan

lain yang sejalan dengan tujuan dari kelompok masyarakat

tersebut.

Contoh Kasus

Beberapa kasus class action yang diajukan setelah

diundangkannya UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkugan Hidup :

Gugatan 27 nelayan mewakili 1145 kepala keluarga

melawan 3 perusahaan badan hukum di Metro Lampung (perkara

No. 134/Pdt.G/1997/PN. Jkt Sel).

2. Gugatan Yulia Erika Sipayung mewakili 1.016.929

penduduk Kabupaten Tuban vs Komisi A DPRD Tuban (Perkara No.

55/Pdt.G/200/PN. Tuban).

3. Gugatan Yayasan LBH Riau (Firdaus Basyir) melawan 4

Perusahaan Perkebunan di Riau (kasus asap akibat kebakaran

hutan dan lahan) (No. 32/Pdt/G/200/PN/PBR).

25

4. Gugatan 37 warga Deli Serdang melawan DPRD

Kabupaten Deli Serdang dan Bupati Deli Serdang (Perkara No.

134/Pdt.G/2001/PN.LP).

5. Gugatan Ali Sugondo Cs (10 orang) mewakili 34 juta

penduduk Jawa Timur melawan 18 Anggota Komisi B DPRD

Propinsi Jawa Timur (kasus perjalanan studi banding para

anggota DPRD Jawa Timur) (Perkara No.

593/Pdt.G/2000/PN.SBY).

26

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Gugatan dengan menggunakan perwakilan kelompok adalah

gugatan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang menderita

kerugian yang sama dengan diwakili oleh class representative

atau wakil kelompok yang juga berasal dari kelompok

masyarakat tersebut. Unsur penting dari diajukannya gugatan

perwakilan kelompok adalah gugatan perdata, adanya wakil

kelompok, adanya anggota kelompok, adanya kerugian, dan

kesamaan peristiwa atau fakta dan dasar hukum.

Dalam melakukan permohonan atau gugatan ganti rugi

terhadap pencemaran atau perusakan lingkungan hidup seperti

pencemaran lebih tepat menggunakan gugatan dengan perwakilan

kelompok. Gugatan ini mewakili seluruh anggota masyarakat

yang mengalami kerugian sehingga dapat mengefisiensikan

permohonan gugatan.

B. Saran

Menurut kelompok kami masih banyak peraturan tentang

praktik gugatan perwakilan kelompok yang masih belum diatur

27

dalam peraturan perundang-undangan sehingga masih

menggunakan doktrin dan pendapat dari ahli hukum luar

negeri. Padahal gugatan dengan sistem ini dapat lebih

mengefisiensikan permohonan ganti rugi akibat pencemaran

lingkungan yang biasanya memiliki dampak yang luas dan

mencakup masyarakat yang lebih banyak. Sehingga disarankan

agar kedepannya dapat lebih mengatur mekanisme dan tata cara

tentang pengajuan gugatan secara perwakilan kelompok.

28