Kebijakan sosial ekonomi inovatif untuk meningkatkan kinerja lingkungan: Imbal jasa lingkungan
HUKUM LINGKUNGAN - Pengajuan Gugatan Ganti Rugi dengan Menggunakan SIstem Class Action
-
Upload
ubrawijaya -
Category
Documents
-
view
12 -
download
0
Transcript of HUKUM LINGKUNGAN - Pengajuan Gugatan Ganti Rugi dengan Menggunakan SIstem Class Action
BAB III
ISI DAN PEMBAHASAN
A. Class action atau Gugatan Perwakilan Kelompok
secara Umum
Dalam pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
memberikan pengertian sengketa lingkungan hidup yaitu
perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari
kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada
lingkungan hidup. Dalam Black Law Dictionary sendiri
memberikan arti Dispute. A conflict or controversy; a
confllct of claims or rights; an assertion of a rlght,
claim, or demand on oneside, met by contrary claims or
allegations on the other1.
Di dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup memberikan dua jalur untuk menyelesaikan
apabila terjadi sengketa lingkungan, yaitu melalui jalur
litigasi dan jalur non litigasi. Terdapat dua cara melalui
jalur litigasi yang dapat dilakukan oleh kelompok masyarakat1 Penyelesaian Sengketa Lingkungan (Litigasi), http://tresnabuana.wordpress.com/2013/10/17/penyelesaian-sengketa-lingkungan-litigasi/, 2013, diakses pada tanggal 23 November 2013 pukul 08.50 WIB.
1
untuk memperjuangkan hak atas lingkungan hidupnya terhadap
para perusak lingkungan. cara pertama yaitu melalui legal
standing dan cara kedua melalui class action. Pada dasarnya,
mengajukan gugatan dalam hal sengketa lingkungan ke dalam
jalur litigasi merupakan tindakan yang bertujuan untuk
memperoleh perlindungan hak atas lingkungan hidup yang baik
dan sehat.
Sejarah Class action berawal dari negara yang menganut
sistem anglo saxon. Pertama kali sistem ini dikenal yaitu
pada sekitar tahun 1873 di Inggris yang diatur dalam Supreme
Court of Judicator Act 1873. Esensinya memungkinkan
kewenangan bagi peradilan untuk menjatuhkan putusan yang
bersifat deklaratif atas pemulihan yang adil (equitable
remedies). Pemulihan yang dimaksud adalah berupa pemulihan
terhadap suatu hal yang diderita kelompok yang jumlahnya
banyak2.
Di Amerika sendiri sistem ini dikenal mulai dari tahun
1912 yang diatur dalam US Federal Equity Rule 1912 dan
diperbarui secara komprehensif pada US Federal Rule of Civil
Procedure 1938 yang kemudian memperkenalkan tiga jenis Class
2 M. Yahya Harahap, 2012, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 137
2
action yaitu; 1. True Class action, benar tindakan Class action
untuk kepentingan bersama; 2. Hybrid Class action, merupakan
Class action yang melibatkan hak tertentu; 3. Spurious Class
action, melibatkan hak-hak yang diklaim berbeda dan tidak
ditujukan pada harta tertentu. Pada tahun 1966 terjadi
perubahan terkait dengan diperbolehkannya satu orang
bertindak sebagai wakil kelompok3.
Sedangkan dalam sistem hukum Belanda, gugatan ini
dicantumkan dalam Niew Burgerlijk Wetboek,pasal 6.3.5.1b
yaitu tentang maatschappelijke Belangen, pasal yang menunjukkan
bahwa kepentingan umum dijunjung tinggi dan diperhatikan.
Dalam tingkat kasasi Hoge Raad juga dipertimbangkan bahwa
suatu organisasi lingkungan dapat mengajukan gugatan karena
gugatan tersebut adalah gabungan (bundeling) dari
kepentingan-kepentingan yang bermaksud untuk memperoleh
larangan (verbod) bagi pencemaran lebih lanjut terhadap
lingkungan dan bahwa kepentingan tersebut adalah termasuk
dalam kepentingan yang ingin dilindungi oleh pasal 1401 Niew
Burgerlijk Wetboek.
3 M. Yahya Harahap, Ibid, hlm. 138
3
Class action pada intinya merupakan gugatan perdata
(biasa terkait permintaan injunction/ganti kerugian) yang
diajukan oleh sejumlah orang (dalam jumlah terbatas) sebagai
perwakilan kelas (class representatives) mewakili
kepentingan mereka dan orang lain yg mereka wakili sebagai
korban (class members). Class action sendiri dikenal di
Indonesia dengan sebutan Gugatan Kelompok atau Gugatan
Perwakilan4. Di Indonesia sendiri sistem ini baru dikenal
secara formil dan resmi pada tahun 2002 yang diatur dalam
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002, tanggal 26
April 20025.
Tujuan Gugatan Perwakilan Kelompok menurut Perma
tersebut adalah6:
1. Mengembangkan penyederhanaan akses masyarakat dalam
memperoleh keadilan
2. Dalam satu gugatan diberikan hak prosedural bagi
beberapa orang yang bertindak sebagai penggugat
untuk memperjuangkan kepentingan penggugat
sekaligus kepentingan anggota kelompok.
4 Ibid5 M.Yahya Harahap, ibid, hlm. 1396 M. Yahya Harahap, ibid, hlm. 140-141
4
3. Mengefektifkan efisiensi penyelesaian pelanggaran
hukum yang merugikan orang banyak
Disebut efektif dan efisien karena proses melalui
sistem Gugatan Perwakilan Kelompok ini dilakukan secara
serempak atau sekaligus dan massal kepentingan kelompok,
dibolehkan cukup hanya diajukan oleh satu gugatan saja asal
memiliki fakta atau dasar hukum yang sama, berhadapan dengan
tergugat yang sama yang jika gugatan dilakukan sendiri-
sendiri, penyelesaiannya akan tidak efektif dan memungkinkan
terjadi putusan yang bertentangan.
Manfaat class action adalah sebagai berikut:
1. Proses berperkara bersifat ekonomis, karena gugatan
kelompok mencegah timbulnya repetition gugatan-
gugatan serupa secara individual,
2. Adanya akses pada keadilan karena class action memberi
akses yang lebih luas kepada pencari keadilan untuk
mengajukan gugatan lingkungan yang “cost
efficiency”,
3. Perubahan sikap pelaku pelanggaran bagi mereka yang
berpotensi merugikan kepentingan masyarakat luas.
5
Unsur-unsur yang harus ada dalam hal menggugat dengan
prinsip kesamaan (commonality) dalam gugatan perwakilan
kelompok adalah:
1. Wakil kelompok (Class Representatif)
2. Anggota kelompok (Class Members)
3. Wakil kelompok dan anggota kelompok mengalami
permasalahan yang sama. Hal ini meliputi fakta dan
dasar hukum yang sama. Dan tuntutan penyelesaian
dan ganti rugi yang sama.
B. Penerapan Class action atau Gugatan Perwakilan
Kelompok dalam Hukum Lingkungan
Dalam hukum perdata lama, syarat utama bagi suatu
organisasi internasional lingkungan untuk dapat mengajukan
suatu class action adalah bahwa dalam tujuan pembentukaannya
dimana dalam hal ini dapat dilihat dalam anggaran dasar
(statut) dari organisasi yang bersangkutan memang ingin
melindungi lingkungan hidup7
7 penegakan hukum lingkungan oleh hakim perdata,oleh paulus effendie lotulung, penerbit PT. Citra aditya bakti, bandung, 1993 hlm55
6
Dalam literatur Rene Van Acht pernah ada daftar check
list untuk membahas apakah suatu organisasi lingkungan dapat
mengajukan gugatan dalam rangka penegakan hukum lingkungan
dalam proses perkara perdata yaitu sebagai berikut8:
Apakah organisasi yang bersangkutan berwenang
mengajukan gugatan perdata dalam hal ada singgungan
terhadap kepentingan yang dlihat dari segi
pembentukan organisasi?
Apakah hakim berwenang untuk memeriksa?
Apakah kepentingan yang dimohonkan merupakan hal
yang dilindungi oleh pasal 1365 KUH Perdata?
Apakah tingkah laku yang dipermasalahkan adalah
perbuatan melawan hukum terhadap organisasi
tersebut?
Apakah kepentingan organisasi lingkungan dalam
kasus tersebut telah dilanggar oleh tergugatdan
cukup besar untu kdikatakan perbuatan melawan
hukum?
Apakah organisasi mempunyai kepentingan yang
dilanggar?
Apakah kepentingan tersebut mendesak?8 Paulus, ibid, hlm. 64-65
7
Apakah sudah terbukti?
Apakah organisasi menderita kerugian material?
Apakah tidak terdapat kepentingan masyarakat yang
penting yang dapat menghambat pengkabulan gugatan
penggugat?
Apakah pengkabulan tersebut tidak bertentangan
dengan peraturan perundangan yang lain?
Apakah pelanggaran tergugat terhadap kepentingan
organisasi lingkungan sudah cukup menjadi dasar
tuntunan?
Gugatan kelompok atau gugatan perwakilan (class action)
secara tegas diakui keberadaan dalam pasal 91 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berbunyi:
1. Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan
kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau
untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami
kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
2. Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan
fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis
8
tuntutan diantara wakil kelompok dan anggota
kelompoknya.
3. Ketentuan mengenai hak gugat masyarakat
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat
dilihat bahwa Class representatives dan class members
merupakan dua komponen utama dalam gugatan Class action. Pada
umumnya dalam pengajuan gugatan Class action harus
memperhatikan hal-hal berikut:
1. Numerosity yaitu menyangkut banyaknya jumlah orang
yang mengajukan gugatan (agar praktis & efisien)
2. Commonality yaitu harus ada kesamaan fakta atau
question of law antara pihak yang mewakili dan yang
diwakili
3. Typicality yaitu tuntutan bagi plaintiff maupun
pembelaan bagi defendant dari seluruh class members
haruslah sejenis
4. Adequacy of Representation kelayakan dari
perwakilan berapa jaminan untuk bisa jujur, adil,
9
serta mampu melindungi kepentigan mereka yg
diwakili.
Sebelum hakim menetapkan apakah sebuah gugatan
termasuk kedalam gugatan class action ataukah gugatan biasa,
lazimnya ditetapkan suatu mekanisme yang dinamakan
“preliminary certification test” agar anggota kelompok dapat
melakukan opt in dan opt out sebelum prosedur dimulai. Opt in
merupakan mekanisme bagi anggota kelompok untuk memberikan
penegasan bahwa mereka menjadi bagian dari class action,
sedangkan opt out adalah prosedur bagi anggota kelompok
(masyarakat) untuk menyatakan dirinya keluar dari class
action9.
Seperti halnya surat gugatan pada umumnya, gugatan
kelompok perlu menegaskan peraturan perundang-undangan yang
dilanggar oleh tergugat dan jenis–jenis pemulihan (petitum–
remedy) yang dituntut10. Dalam hal gugatan kelompok dalam
sengketa lingkungan hidup, penggunaan prosedur berdasarkan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 yang berdasarkan pada9 Suparto Wijoyo, Penyelesaian Sengketa Lingkungan, 2003, (Airlangga University Press: Surabaya), hlm.45.10 Syafruddin, Sengketa Lingkungan dan Hak Gugat Masyarakat dan Pemerintah, 2013, http://www.esdmsulsel.com/index.php?option=com_content&view=article&id=88:ir-syafruddin-mh&catid=29:konservasi-lingkungan-pertambangan&Itemid=68, diakses pada tanggal 23 November pukul 08:35 WIB.
10
doktrin perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 Kitab Undang-
undang Hukum Perdata Jo Pasal 87 ayat (1) UU No. 32 Tahun
2009). Kedua-duanya menuntut pembuktian unsur kesalahan.
Prosedur gugatan kelompok juga dapat menggunakan
prinsip strict liability (tanggung jawab mutlak), yaitu
prinsip pertanggungjawaban perdata tanpa perlu penggugat
membuktikan unsur kesalahan yang dilakukan tergugat, dasar
hukum penggunaan strict liability dalam kasus lingkungan
terdapat dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 200911.
Penggunaan Gugatan Perwakilan Kelompok dalam Hukum
Lingkungan
Gugatan ganti rugi yang diajukan terutama dalam
permasalahan lingkungan hidup seringkali menggunakan
tuntutan dengan sistem class action atau yang dikenal dengan
gugatan perwakilan kelompok. Hal ini terutama karena dampak
yang seringkali terjadi dalam permasalahan lingkungan hidup
adalah dampak pencemaran yang sifatnya luas dan berkenaan
langsung dengan masyarakat banyak. Dampak pencemaran dan
11 Syafruddin, Ibid.
11
perusakan lingkungan yang terjadi dalam permasalahan
lingkungan hidup bukanlah dalam skala dimana yang terkena
dampaknya hanya satu atau dua orang melainkan lebih sering
memberikan kerugian pada banyak orang.
Gugatan perwakilan kelompok adalah sarana hukum yang
tepat untuk digunakan dalam perkara-perkara karena masalah-
masalah lingkungan, seperti pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan yang sering kali mengancam tidak hanya
kepentingan satu orang melainkan juga mengancam kepentingan
banyak orang akibat perbuatan atau kegiatan usaha. Menurut
Perma Nomor 1 tahun 2002 agar sebuah gugatan dapat dilakukan
melalui acara gugatan perwakilan kelompok harus memenuhi
syarat-syarat berikut:
a. Jumlah anggota kelompok atau orang yang merasa
mengalami kerugian begitu banyak sehingga tidak
efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan
secara sendiri-sendiri atau secara bersama dalam
suatu gugatan menurut prosedur biasa.
b. Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan
dasar hukum yang digunakan bersifat substansial,
12
serta terdapat kesamaan jenis tuntutan diantara
wakil kelompok dengan anggota kelompok.
Kedua syarat ini akan lebih mudah dipahami maknanya
dengan menggunakan contoh kasus. Misalkan, jika terjadi
pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh satu atau lebih
perusahaan yang membuang limbah ke sungai. Pada masa
sekarang, krisis penanganan sampah tidak dapat dipisahkan
dari krisis peradaban industri. Perusahaan-perusahaan
melakukan pembuangan sampah secara eksternalisme system dimana
tanggung jawab limbah produksi diberikan kepada publik
dengan membuang sampah ke lingkungan hidup disekitarnya.
Menurut Al-Gore, hal ini karena the waste crisis is integrally related to
the crisis of industrial civilization as a whole.12
Hal ini tentu akan berdampak merugikan bagi penduduk
di beberapa kabupaten atau kota, ataupun mungkin sampai
merugikan dua atau lebih provinsi.karena mengingat seperti
yang telah disinggung sebelumnya bahwa sifat air yang
mengalir dari satu wilayah ke wilayah lain, sehingga
limbahnya pun bisa saja tidak hanya merugikan satu wilayah
saja.
12 Jimly Asshidique, Green Constitution, Jakarta, Rajawali Press, hlm. 146
13
Saat hal demikian terjadi dan pencemaran lingkungan
ini berlanjut mulai dari hulu hingga hilir sungai akan
menyebabkan banyaknya kerugian yang diderita oleh masyarakat
sekitar sungai. Kerugian tersebut dapat berupa rusaknya
habitat sungai, seperti ikan, atau tanaman sungai, kotornya
air sungai sehingga tidak dapat digunakan, sampai air sungai
yang beracun dan dapat menyebabkan penyakit atau kematian
bagi warga disekitar sungai.
Perbedaan Gugatan Perwakilan Kelompok dengan Gugatan
melalui LSM
Kerugian yang terjadi biasanya bukan hanya pada satu
atau dua orang melainkan pada semua masyarakat yang berada
disekitar sungai atau menggunakan air sungai untuk keperluan
sehari-hari. Mereka semua ikut menderita dan sama-sama
mengalami kerugian. Ketika hal seperti ini terjadi, untuk
selanjutnya melakukan gugatan pada perusahaan yang membuang
sampah dan bertanggungjawab, daripada menggunakan gugatan
perorangan, gugatan secara perwakilan kelompok akan lebih
tepat. Hal ini karena gugatan secara kelompok dapat
merangkul seluruh lapisan masyarakat yang ingin mengajukan
tuntutan secara kumulatif dan beracara secara kumulatif.
14
Selama gugatan yang diminta dan tergugatnya sama, maka
masyarakat ini dapat menunjuk seorang perwakilan untuk
beracara mewakili seluruh masyarakat lainnya.
Hal ini berbeda dengan pengajuan gugatan oleh lembaga
swadaya masyarakat. umumnya sering terjadi kekeliruan yang
mempersamakan antara gugatan perwakilan kelompok dengan
gugatan Lembaga Swadaya Masyarakat. Padahal konsep hak
gugatan LSM berbeda dengan gugatan perwakilan kelompok.
Konsep gugatan perwakilan kelompok adalah berdasarkan
commonality atau kesamaan sedangkan konsepsi hak gugatan LSM
adalah berdasarkan pemberian hak oleh Undang-undang.
Konsep hak gugatan perwakilan kelompok adalah asas
atau syarat commonality yaitu prinsip kesamaan yang
berkenaan dengan fakta atau dasar hukum dan kesamaan
tuntutan hukum yang lazim disebut sebagai kesamaan
kepentingan (same interest) dan kesamaan penderitaan (same
grievance), dan kesamaan tujuan (same purpose). Sehingga baik
wakil yang mewakilkan dan anggota yang diwakili sama-sama
merupakan pihak yang mengalami kerugian nyata. Jadi saat
suatu kelompok masyarakat menderita kerugian karena adanya
pencemaran dan salah satu korban melakukan gugatan dengan
15
mengatasnamakan semua korban lain selain dirinya bersama-
sama, maka gugatan tersebut adalah gugatan perwakilan
kelompok.
Sedangkan dalam konsep hak gugatan LSM, LSM bertindak
mengajukan gugatan bukan sebagai pihak yang mengalami
kerugian nyata melainkan berada diluar kelompok dan hanya
bertindak mengajukan gugatan mewakili kepentingan tertentu
berdasarkan sistem pemberian hak gugatan kepada organisasi
tertentu oleh undang-undang. Undang-undang ini salah satu
contohnya adalah pasal 46 ayat (1) huruf c Undang-undang
Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang
memberikan hak gugatan bagi LSM yang bergerak di bidang
perlindungan konsumen untuk melakukan gugatan dengan
mengatasnamakan kepentingan konsumen13.
Dalam mengajukan gugatan dengan sistem perwakilan
kelompok, terutama harus jelas pendefinisian deskripsi
kelompok yang mengalami kesamaan. Hal ini diatur secara
tegas dalam Perma pasal 3 huruf b yang menyatakan bahwa
gugatan memuat definisi kelompok secara rinci dan spesifik,
walaupun tanpa menyebutkan nama anggota kelompok satu
13 M. Yahya Harahap, Ibid, hlm.143-145
16
persatu. Tujuannya adalah agar diketahui dengan jelas apakah
kelompok yang disebut dalam gugatan memenuhi syarat
commonality dan numerousity yang menjadi unsur inti gugatan
perwakilan kelompok tersebut.
Jadi jika yang terjadi adalah pencemaran air sungai
yang dilakukan oleh suatu perusahaan sehingga menyebabkan
air sungai mengandung bahan beracun yang berbahaya untuk
digunakan, maka kelompok tersebut harus mendefinisikan
dirinya sebagai korban pencemaran air sungai. Semua orang
yang tergabung dalam kelompok tersebut sama-sama mengalami
pencemaran air sungai yang dilakukan oleh perusahaan yang
sama, dan bersama-sama menderita kerugian.
Formulasi Gugatan
Formulasi gugatan tetap tunduk pada ketentuan yang
diatur dalam hukum acara perdata yang dalam hal ini adalah
KUHAPerdata dan Perma14.
Persyaratan umum yang diminta oleh HIR/ GBR atau
KUHPerdata adalaH;
14 M. Yahya Harahap, Ibid, hlm. 152-155
17
1. mencantumkan dan mengalamatkan gugatan berdasarkan
kompetensi relatif pengadilan sesuai dengan pasal
111 HIR
2. mencantumkan tanggal
3. gugatan ditandatangani penggugat atau kuasanya
4. menyebutkan identitas para pihak
5. mencantumkan fundamental petendi (dasar hukum dan
dasar fakta gugatan)
6. memuat petitum gugatan.
Persyaratan umum yang diminta oleh Pasal 3 Perma
adalah:
1. identitas lengkap dan jelas wakil kelompok
2. definisi kelompok secara rinci walaupun tanpa
identitas masing-masing orang
3. keterangan tentang anggota kelompok yang diperlukan
4. posita dari seluruh kelompok, baik wakil dan
anggota
5. tuntutan atau posita tentang ganti rugi
Terjadi Duplikasi Gugatan
Dalam pengajuan gugatan perwakilan kelompok terutama
dalam kasus besar seperti pencemaran sungai yang sungainya
18
sendiri mengalir melalui beberapa wilayah dengan membawa
bahan pencemar, kerugian yang melanda juga terjadi sesuai
dengan aliran sungai tersebut dan bukan hanya terbatas pada
suatu wilayah. Apabila terjadi kasus seperti ini yang sangat
luas dan menimpa korban yang besar jumlahnya dan anggota
kelompoknya tersebar diberbagai daerah dan kota, dapat
dimungkinkan terjadi pengajuan gugatan perwakilan kelompok
secara lokal dan serentak dibeberapa Pengadilan Negeri.
Dalam kasus ini mungkin saja diajukan gugatan perwakilan
kelompok oleh korban pada setiap kota atau daerah kepada
tergugat yang sama sehingga terjadi gugatan gugatan
perwakilan kelompok yang tumpang tindih atas kasus perkara
yang sama dan materi pokok perkara yang sama dibeberapa PN,
oleh wakil kelompok dimasing-masing tempat yang bersangkutan
dengan mewakili anggota dari tempat tersebut.
Ketika kemungkinan masing-masing kelompok penduduk
yang tinggal di kabupaten atau kota yang berbeda mengajukan
gugatan di Pengadilan Negeri yang berbeda sekaligus, maka
dikhawatirkan akan terjadi akibat-akibat berikut.
Pertama, sumber daya dan tenaga aparatur Negara,
khususnya Hakim atau pengadilan menjadi boros, tidak efisien
19
karena beberapa pengadilan memeriksa perkara yang
permasalahannya sama dan tuntutannya sama dengan tergugatnya
sama pula.
Kedua, Pengadilan Negeri yang berbeda itu mungkin
sekali akan menghasilkan putusan-putusan yang berbeda.
Putusan-putusan yang berbeda untuk perkara-perkara yang
sejenis atau terdapat persamaan pokok gugatan tidak
mencerminkan adanya kepastian hukum dan juga bertentangan
dengan rasa keadilan.
Ketiga, melalui gugatan-gugatan yang berbeda itu dapat
mengakibatkan kebangkrutan tergugat yang telah dihukum
bersalah melakukan perbuatan melawan hukum dan harus
membayar ganti rugi. Harta kekayaan tergugat mungkin sudah
habis untuk membayar penggugat dari satu gugatan saja,
sedangkan penggugat dalam gugatan di pengadilan lain tidak
memperoleh bagian lagi. Hal ini tentu juga bertentangan
dengan rasa keadilan karena ada penggugat yang memperoleh
ganti rugi, tetapi adapula yang tidak mendapatkan ganti
kerugian, meskipun gugatannya dikabulkan15.
15 Takdir Rahmadi, hlm.274.
20
Pengajuan gugatan yang disebut dengan duplikasi ini
tidak diatur dalam Perma namun jika dilihat dengan bertolak
pada prinsip tuntutan yang sedang berjalan atau aanhangige
rectsvordering, dihubungkan pula dengan prinsip “perkara yang
bersangkutan sudah atau sedang diperiksa pengadilan” (het
geschil is reeds aanhangige) amaka apabila kasus perkara yang sama
telah atau sedang diperiksa oleh suatu pengadilan (PN)
kemudian diajukan pada PN lain maka prinsip ini akan
melekat. Sehingga menimbulkan akibat hukum antara lain16:
1. Pengadilan Negeri menunda pemeriksaan
2. Pengadilan Negeri menyatakan gugatan tidak dapat
diterima
3. Hakim dapat memerintahkan adanya penggabungan
4. Hakim dapat melakukan penilaian tentang kualitas,
kredibilitas dan kecakapan wakil kelompok yang
tampil
Hal ini dilakukan untuk menghindari munculnya dua atau
beberapa putusan yang saling bertentangan mengenai kasus
perkara yang sama karena bisa saja kedua PN memberikan
putusan yang berbeda satu sama lain.
16 M. Yahya Harahap, Ibid, hlm. 174-176
21
Pendistribusian Ganti Rugi
Dalam pasal 1246 KUHPerdata menyebutkan :
“biaya, rugi dan bunga yang oleh si berpiutang boleh dituntut akan
penggantiannya, terdirilah pada umumnya atas rugi yang telah dideritanya dan
untung yang sedianya harus dapat dinikmatinya, dengan tak mengurangi
pengecualian-pengecualian serta perubahan-perubahan yang akan disebut di
bawah ini.”
Menurut Abdulkadir Muhammad, dari pasal 1246
KUHPerdata tersebut, dapat ditarik unsur-unsur ganti rugi
adalah sebagai berikut :
Ongkos-ongkos atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan
(cost), misalnya ongkos cetak, biaya meterai, biaya
iklan.
Kerugian karena kerusakan, kehilangan ata barng
kepunyaan kreditur akibat kelalaian debitur (damages).
Kerugian di sini adalah yang sungguh-sungguh diderita,
misalnya busuknya buah-buahan karena keterlambatan
penyerahan, ambruknya sebuah rumah karena salah
konstruksi sehingga merusakkan perabot rumah tangga,
lenyapnya barang karena terbakar.
22
Bunga atau keuntungan yang diharapkan (interest).
Karena debitur lalai, kreditur kehilangan keutungan
yang diharapkannya. Misalnya A akan menerima beras
sekian ton dengna harga pembelian Rp. 250,00 per kg.
Sebelum beras diterima, kemudian A menawarkan lagi
kepada C dengan harga Rp. 275,00 per kg. Setelah
perjanjian dibuat, ternyata beras yang diharapkan
diterima pada waktunya tidak dikirim oleh penjualnya.
Di sini A kehilangan keutungan yang diharapkan Rp.
25,00 per kg.
Purwahid Patrik lebih memperinci lagi unsur-unsur
kerugian. Menurut Patrik, kerugian terdiri dari dua unsur :
Kerugian yang nyata diderita (damnum emergens)
meliputi biaya dan rugi
Keutungan yang tidak peroleh (lucrum cessans)
meliputi bunga.7
Jika dalam gugatan yang diajukan dengan menggunakan
sistem perwakilan kelompok ini adalah terutama meminta
pembayaran dengan menggunakan ganti rugi biaya, maka cara-
cara pendistribusian ganti rugi ini berdasarkan hukum acara
perdata adalah sebagai berikut:
23
a. Diberikan langsung kepada masing-masing anggota
kelompok dengan syarat yang bersangkutan
membuktikan dirinya sebagai anggota kelompok yang
ikut mengalami kerugian.
b. Dapat juga melalui sub-kelompok (jika ada) tanpa
mengurangi keharusan membuktikan sebagai korban
peristiwa yang diperkarakan.
Pendistribusian diawali dengan pemberitahuan. Wakil
kelompok akan menyampaikan pemberitahuan atas pengabulan
ganti rugi kepada seluruh anggota kelompok dengan cara
mekanisme yang dituntutkan dalam putusan melalui media atau
perangkat yang ditentukan. Cara pendistribusiannya dapat
ditentukan dalam sidang, dan pengadilan dapat mengabulkan
cara pendistribusian yang dilakukan oleh tim yang terdiri
dari penggugat, tergugat, dan PN.
Anggota yang telah opt-out pada tenggang waktu yang
ditentukan tidak berhak mendapatkan ganti rugi. Hal ini
sesuai dengan pasal 8 ayat (2) Perma yang menyatakan
seseorang baru dianggap sah tidak terikat dengan putusan
apabila yang bersangkutan mengajukan pernyataan opt-out pada
jangka waktu yang ditentukan dalam pemberitahuan.
24
Jika dalam pendistribusian kemudian terdapat sisa yang
tidak diklaim oleh siapapun, maka penyelesainnya dapat
menggunakan doktrin yaitu, jika terdapat sisa ganti rugi
setelah dibagikan kepada seluruh anggota kelompok, sisa
tersebut diberikan kepada yayasan sosial atau kepada badan
lain yang sejalan dengan tujuan dari kelompok masyarakat
tersebut.
Contoh Kasus
Beberapa kasus class action yang diajukan setelah
diundangkannya UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkugan Hidup :
Gugatan 27 nelayan mewakili 1145 kepala keluarga
melawan 3 perusahaan badan hukum di Metro Lampung (perkara
No. 134/Pdt.G/1997/PN. Jkt Sel).
2. Gugatan Yulia Erika Sipayung mewakili 1.016.929
penduduk Kabupaten Tuban vs Komisi A DPRD Tuban (Perkara No.
55/Pdt.G/200/PN. Tuban).
3. Gugatan Yayasan LBH Riau (Firdaus Basyir) melawan 4
Perusahaan Perkebunan di Riau (kasus asap akibat kebakaran
hutan dan lahan) (No. 32/Pdt/G/200/PN/PBR).
25
4. Gugatan 37 warga Deli Serdang melawan DPRD
Kabupaten Deli Serdang dan Bupati Deli Serdang (Perkara No.
134/Pdt.G/2001/PN.LP).
5. Gugatan Ali Sugondo Cs (10 orang) mewakili 34 juta
penduduk Jawa Timur melawan 18 Anggota Komisi B DPRD
Propinsi Jawa Timur (kasus perjalanan studi banding para
anggota DPRD Jawa Timur) (Perkara No.
593/Pdt.G/2000/PN.SBY).
26
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Gugatan dengan menggunakan perwakilan kelompok adalah
gugatan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang menderita
kerugian yang sama dengan diwakili oleh class representative
atau wakil kelompok yang juga berasal dari kelompok
masyarakat tersebut. Unsur penting dari diajukannya gugatan
perwakilan kelompok adalah gugatan perdata, adanya wakil
kelompok, adanya anggota kelompok, adanya kerugian, dan
kesamaan peristiwa atau fakta dan dasar hukum.
Dalam melakukan permohonan atau gugatan ganti rugi
terhadap pencemaran atau perusakan lingkungan hidup seperti
pencemaran lebih tepat menggunakan gugatan dengan perwakilan
kelompok. Gugatan ini mewakili seluruh anggota masyarakat
yang mengalami kerugian sehingga dapat mengefisiensikan
permohonan gugatan.
B. Saran
Menurut kelompok kami masih banyak peraturan tentang
praktik gugatan perwakilan kelompok yang masih belum diatur
27
dalam peraturan perundang-undangan sehingga masih
menggunakan doktrin dan pendapat dari ahli hukum luar
negeri. Padahal gugatan dengan sistem ini dapat lebih
mengefisiensikan permohonan ganti rugi akibat pencemaran
lingkungan yang biasanya memiliki dampak yang luas dan
mencakup masyarakat yang lebih banyak. Sehingga disarankan
agar kedepannya dapat lebih mengatur mekanisme dan tata cara
tentang pengajuan gugatan secara perwakilan kelompok.
28