Hukum keuangan negar1

29
Hukum keuangan negara A. Hubungan antara Keuangan Negara dengan Hukum Keuangan Negara sebagai suatu pengertian mempunyai koreksi dengan negara. Sedangkan Negara adalah suatu istilah dalam ilmu hukum. Dalam kaitannya dengan hukum Tata Negara, maka keuangan Negara berkaitan dengan Badan-badan kenegaraan, seperti Pemerintah (Presiden atau departemen-departemen). Dewan Perwakilan Rakyat dan Badan-badan kenegaran itu meliputi pembagian tugas, wewenang, pertanggungjawaban dan lain-lain. Sedangkan hubungannya dengan Hukum Administrasi Negara meliputi, teknik penyusunan anggaran, proses pengesahan, sumber-sumber keuangan, pajak, retribusi, sumbangan, aspek pemasukan dan pengeluaran, sumber pendapatan daerah, aktiva dan hutang Negara dan sebaginya. B. Pengertian Keuangan Negara. Menurut Manual Administrasi Keuangan Daerah yang dimaksud dengan Administrasi Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang (baik uang maupun barang) yang dapat menjadi kekayaan Negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Sedangkan menurut Richars Musgrave dalam “The Theory of Public Finance” “The complex of problem that counter around the revenue and expenditure process of government is refered to traditionally as public finance” (Kumpulan masalah yang berkisar di sekeliling

Transcript of Hukum keuangan negar1

Hukum keuangan negara

A. Hubungan antara Keuangan Negara dengan Hukum

Keuangan Negara sebagai suatu pengertian mempunyai koreksi

dengan negara. Sedangkan Negara adalah suatu istilah dalam ilmu

hukum. Dalam kaitannya dengan hukum Tata Negara, maka keuangan

Negara berkaitan dengan Badan-badan kenegaraan, seperti

Pemerintah (Presiden atau departemen-departemen). Dewan

Perwakilan Rakyat dan Badan-badan kenegaran itu meliputi

pembagian tugas, wewenang, pertanggungjawaban dan lain-lain.

Sedangkan hubungannya dengan Hukum Administrasi Negara meliputi,

teknik penyusunan anggaran, proses pengesahan, sumber-sumber

keuangan, pajak, retribusi, sumbangan, aspek pemasukan dan

pengeluaran, sumber pendapatan daerah, aktiva dan hutang Negara

dan sebaginya.

B. Pengertian Keuangan Negara.

Menurut Manual Administrasi Keuangan Daerah yang dimaksud

dengan Administrasi Keuangan Negara adalah semua hak dan

kewajiban yang dapat dinilai dengan uang (baik uang maupun

barang) yang dapat menjadi kekayaan Negara berhubungan dengan

pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Sedangkan menurut Richars Musgrave dalam “The Theory of

Public Finance”

“The complex of problem that counter around the revenue and

expenditure process of government is refered to traditionally as

public finance” (Kumpulan masalah yang berkisar di sekeliling

proses Pendapatan dan Belanja Negara secara tradisional, biasanya

dapat dianggap sebagai keuangan negara)

Selain itu Keuangan Negara dirumuskan juga dalam Undang-

Undang No. 17 tahun 1965 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Negara

– yang dalam penjelasan Tambahan Lembaran Negara (TLN) No. 2776

sebagai berikut :

“ Seluruh kekayaan termasuk didalamnya segala bagian-bagian

harta milik kekayaan dan segala hak dan kewajiban yang timbul

karenanya, baik kekayaan itu benda dalam penguasaan pejabat-

pejabat atau lembaga-lembaga yang termasuk perintah maupun berada

dalam penguasaan dan pengurusan bank-bank pemerintah dengan

status hukum publik/perdata”

Dari rumusan pengertian keuangan negara itu dapat dilihat

beberapa unsur/aspek yamg terkandung didalamnya.

1.Hak-hak negara.

2.Kewajiban-kewajiban negara.

3.Ruang lingkup keuangan negara.

4.Aspek sosial ekonomi dari keuangan negara.

1.Hak-hak Negara

a.Hak monopoli mencetak uang.

b.Hak untuk memungut pajak, bea, cukai dan retribusi.

c.Hak untuk memproduksi barang dan jasa yang sangat dibutuhkan

oleh masyarakat.

d.Hak untuk melakukan pinjaman baik dalam maupun luar negeri.

2. Kewajiban-Kewajiban Negar

Kewjiban-kewajiban utama negara tersebut adalah merupakan

realisasi dari tujuan negara sebagaimana termaktub dalam alinea

IV, Pembukaan UUD 1945 yaitu ;

-Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia

-Memajukan kesejahteraan umum.

-Mencerdaskan kehidupan bangsa.

-Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan sosial.

3. Ruang lingkup Keuangan Negara

Ruang lingkup Keuangan negara dapat dibedakan atas 2 (dua)

komposisi, yaitu :

a. Keuangan Negara yang langsung diurus Pemerintah

Keuangan negara yang langsung diurus Pemerintah dapat berupa

Uang maupun barang. Dalam hal berupa uang berwujud dalam bentuk

APBN yang setiap tahun disusun dan ditetapkan dengan UU, dan

secara teknis oprasional diatur dalam berbagai peraturan

perundangan. Sedangkan dalam bentuk barang ( milik negara ) dapt

berwujud barang bergerak, tidak bergerak, hewan dan persediaan.

b. Keuangan Negara yang dipisahkan pengurusnya

Keuangan negara yang dipisahkan pengurusnya adalah kekayaan

negara yang pengelolaannya dipisahkan dari keuangan negara. Cara

pengelaolaannya dapat didasarkan atas hukum publik maupun hukum

privat.

4. Aspek Sosial Ekonomi Keuangan Negara

Aspek Sosial Ekonomi Keuangan Negara antara lain mencakup

distribusi pendapatan dan kekayaan dan kestabilan kegiatan-

kegiatan Ekonomi. Distribusi kegiatan pendapatan dan kekayaan

negara merupakan sebagian dari Demokrasi Ekonomi yang juga

merupakan sebagian dari cita-cita keadilan dan perdamaian pada

umumnya.

C. Landasan Hukum Keuangan Negara

Pasal 23 UUD 1945 mengatur secara khsus mengenai keuangan

negara sebagai berikut :

1.Anggaran Pendapatan dan Belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan

Undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidan menyetujui

anggaran yang diusulkan Pemerintah, maka Pemerintah menjalankan

anggaran tahun yang lalu.

2.Segala pajak itu untuk Keperluan negara bedasar undang-undang.

3.Macam dan harga mata uanga ditetapkan dengan Undang-undang.

4.Hal keuangan negara selanjutnya diatur dengan undang-undang.

5.Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan

suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan

dengan Undang-undang. Hsil pemeriksaan itu diberitahukan kepada

Dewan Perwakilan Rakyat.

Dari rumusan pasal 23 UUD 1945 itu dapat disimpulkan adanya 2

(dua) unsur pokok yang terkandung didalamnya, yakni;

a.Unsur Perioditasi (tiap-tiap tahun)

b.Unsur yuridis (Undang-undang)

Dengan demikian mengenai landasan Hukum Pengelolaan Keuangan

Negara dapat disimpulkan sebagai beriku :

1. LandasanUmum

a.UUD 1945

b.Ketetapan MPR mengenai Garis-gari Besar Haluan Negara

2. Landasan Khusus

a.UU Pembendaharaan Indonesia stabil 1925 nomor 448 dan terakhir

diperbaharui dengan Undang-undang No. 9 Tahun 1969.

b.Undang-undang No 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

c.Undang-Undang tentang APBN.

d.Peraturan Perundang-undangan menyangkut Pajak, Bea dan Cukai.

e.Peraturan Pemerintah, Keputusan/Instruksi Presiden dan

Peraturan/Keputusan Menteri Keuangan Negara (Termasuk Keprea

Nomor 14A Tahun 1980)

D. Aktivitas Pemerintah (Government Assets, Overheidsvermagen)

Aktivitas atau kekayaan Pemerintah (dalam aspek tertentu

berarti Staats domain) adalah merupakan salah satu sumber penting

bagi Pemerintah untuk membiayai aktivitas-aktivitasnya dalam

rangka melayani kebutuhan-kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan

kesejahteraan.

Secara garis besar kekayaan Pemerintah dapatdibagi menjadi

kekayaan Pemerintah yang tidak menghasilkan adalah bukan ditujukan untuk

memperoleh keuntungan, melainkan untuk dipergunakan melayani

kepentingan masyarakat atau kesejahteraan umum, misalnya gedung-

gedung Pemerintah, jalan, jembatan pelabuhan, bendungan, alat-

alat kantor dan lain-lain. Sedangkan kakekayaan Pemerintah yang

memeberikan sumber penghasilan atau pendapatan dapat dibedakan

menjadi tiga, yaitu :

a.Perusahaan Negara.

b.Tanah Negara atau Staats domein (tanah yang dikuasai negara)

c.Fungsi perbankan.

E. Anggaran Negara

Anggaran adalah gambaran kebijakan Negara yang tercermin

dalam bentuk angka-angka (uang) yang merupakan pemasukan dan

pengeluaran negara untuk jangka waktu yang umumnya uantuk jangka

waktu 1 (satu) tahun yang di samping itu memuat data-data

pelaksanaan anggaran tahun lalu.

Beberapa pengertian dari anggaran dapat disebutkan sebagai

berikut :

Budget adalah suatu bentuk statement dari rencana dan

kebijaksanaan management yang dipakai dalam suatu periode

tertentu sebagai petunjuk atau blue print dalam periode itu.

Anggaran ialah suatu rencana pekerjaan keuangan yang pada suatu

pihak mengandung jumlah pengeluaran yang setinggi-tingginya yang

mungkin diperlukan untuk membiayai kepentingan Negara pada suatu

masa depan, dan pada pihak lain perkiraan pendapatan (penerimaan)

yang mungkin dapat diterima dlam masa tersebut.

Dengan demikian pada hakekatnya penyusunan anggaran adalah

untuk memenuhi kebutuhan administrasi keuangan secara tertib,

teratur, disiplin dan sekaligus memudahkan pengawasan.

F. Pendapatan Negara

Pendapatan negara adalah realisasi pemasukan pendapatan

negara untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Pendapatan

negara ini umumnya dibagi dalam beberapa kwalifikasi, Pendapatan

tersebut selalu berkembang seirama dengan perkembangan jaman.

Seorang ahli pada negara Perancis Jean Bodin (1530-1596)

menyebutkan beberapa macam kwalifikasi penerimaan negara :

-Rampasan perang

-Hadiah negara sahabat

-Domein atau tanah milik Negara

-Perusahaa-perusahaan milik Negara

-Bea Eksport Import

-Pajak

Kemudian seorang ahli keuangan negara Jerman Kameralis

membedakan penerimaan negara sebagai berikut :

-Perpajakan

-Domein

-Regalia (Upeti)

Menurut APBN, pendapatan negara dibedakan menjadi :

1.Sumber Penerimaan Rutin

2.Sumber penerimaan Pembangunan.

1. Sumber-sumber Penerimaan Rutin

a.Penerimaan bukan pajak di luar negeri

b.Penerimaan pajak langsung

c.Penerimaan Pajak tidak langsung

d.Penerimaan Be Cukai

e.Penerimaan Pungutan lain-lain

f.Penerimaan Pendidikan

g.Penerimaan Penjualan

h.Penerimaan Jasa

i.Penerimaan Kerjasama dan Peradilan

j.Penerimaan Kembali dan penerimaan lain-lain

k.Penerimaan khusus

2. Sumber-sumber Penerimaan Pembangunan

1.Nilai lawan bantuan program

2.Nilai rupiah bantuan proyek

3.Sisa anggaran lebih (anggaran rutin tersebut di atas no. 11.4)

G. Keuangan Daerah

Bahwa berdasarkan pasal 18 UUD 1945 dan sesuai dengan

otonomi yang diberikan kepada daerah, maka daerah diberi hak

untuk mengurus rumah tangganya sendiri, dan kepadanya diberikan

sumber-sumber pendapatan yang cukup.

Wewenag yang diberikan kepada Daerah tersebut antara lain :

1.Pemungutan sumber-sumber pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud

dalam pasal 55 UU No. 5 Tahun 1974.

2.Penyelenggaraan pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan

Keuangan Daerah (Pasal 62 UU No. 5 Tahun 1974)

3.Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan

perhitungan atas APBD (pasal 64 ayat (2) dan (3) UU No.5 Tahun

1974).

1. Prinsip Penyusunan dan Pelaksanaan APBD.

1.Anggaran Daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan APBD bisa pula

tepat pada waktunya sesuai dengan ketentuan pasal 64 (2) UU No. 5

tahun 1974.

2.Agar daerah selalu mengusahakan terwujudnya Anggaran yang

berimbang dalm pengertian adanya keseimbangan antara Pengeluaran

dan Penerimaan Daerah.

3.Agar Daerah selalu melaksanakan tertib Anggaran yang tercermin

dari meningkatnya pendapatan asli Daerah.

4.Pelaksanaan Anggaran harus makin terarah dengan pola yang jelas.

2. Dasr Hukum Keuangan Daerah

Adapun undang-undang yang dijadikan sebagai dasr/pokok bagi

Keuangan Daerah adalah pasal 55 asmpai dengan 64 UU No. 5 Tahun

1974. Di samping itu masih terdapat beberapa peraturan

perundangan lainya yang mengatur wewenang penyelenggaraan

keuangan Daerah, antara lain :

1.Undang-undang No. 32 Tahun 1956 tentang Perimbangan keuangan

antara Negara dengan Daerah-daerah.

2.Undang-undang No. 11 Drt. Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak

Daerah.

3.Undang-undang No. 12 Drt. Tahun 1957 tentang Peraturan Umum

Retribusi Daerah.

4.Undang-undang No. 10 Tahun 1968 tentang penyerahan BBNKB, Pajak

Radio dan Pajak Bangsa Asing kepada Daerah.

5.Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1975 tentang Pengurusan

Pertanggujawaban dan PengawasanKeuangan Daerah.

6.Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1975 tentang Cara penyusunan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha

Keuanagn Daerah, dann Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah.

7.Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 11 Tahun 1975 tentang Contoh-

contoh Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,

Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

8.Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 8 Tahun 1978 tentang

Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga kepada Daerah.\

9.Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 11 Tahun 1978 tentang

Pelaksanaan Tuntutan Perbendaharaann dan Tuntutan Ganti Rugi

Keuangan dan Menteri Daerah.

10.Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 4 Tahun 2979 tentang

Pelaksanaan Pengelolaan Barang Pemerintah Daerah.

11.Peraturan Menteri dalam Negeri No. 1 Tahun 1980 tentang

Petunjuk/pedoman Tata Administrasi Bendaharawan Daerah.

12.Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang Pelaksanaan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah.

H. Bendaharawan

Pengertian Bendaharawan dimuat dalam pasal 77 ayat (1)

Undang-undang Perbendaharaan Indonesia (UUPI) atau ICW.

Bendaharawan adalah “Orang-orang atau badan-badan yang karena

Negara ditugaskan untuk menerima, menyimpan, membayar

(mengeluarkan) atau menyerahkan uang, atau kertas-kertas berharga

dan barang di dalam gudang-gudan atau tempat-tempat penyimpanan

yang lain sebagimana dimaksud dalam pasal 55 UUPI/ICW dan selaku

demikian dijawajibkan member perhitungan (pertanggungjawaban)

tentang hal pengurusannya”.

Dipandang dari segi obyek pengurusan khusus, maka

bendaharawan dapat dibagi atasa :

1.Bendaharawan Uang yaitu menerima, menyimpan dan

mengeluarkan/membayar uang yang dikuasai Negara.

2.Bendaharawan barang yaitu yang menerima, menyimpan dan

mengeluarkan barang-barang milik Negara.

3.Bendaharawan Uang dan Barang yaitu yang menerima menyimpan dan

mengeluarkan/membayarkan uang dan barang-barang milik Negara.

Bendaharawan uang, terdiri dari :

1.Bendaharawan Umum adalah yang menjalankan pengurusan Kas Negara

dan bertugas menerima semua pendapatan Negara, menyimpan dan

melakukan pembayaran berdasarkan surat perintah membayar dari

Ordonator.

2.Bendaharawan Khusus Penerimaan Tertentu yaitu bendaharawan

penghubungantara pihak pembayar dengan kas Negara. Tugasnya

adalah menerima pembayaran dari yang berkewajiaban membayar,

untuk selanjutnya menyetorkan ke Kas Negara.

3.Bendaharawan Khusus Pengeluaran tertentu yaitu bendaharawan yang

bertugas untuk melakukan pengeluaran tertentu atas beban

anggaran.

I. Inventarisasi

Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pengurusan,

penyelenggaraan, pengaturan pencatatan, dan pendaftaran barang-

barang inventaris. Sedangkan daftar Inventaris adalah suatu dokumen

yang menunjukkan sejumlah kekayaan Negara yang bersifat kebendaan

baik yang bergerak maupun tidak bergerak.

Dalam Keputusan Menteri Keuangan RI No. KEP.225/MK/V/1971,

pasal 1 disebutkan yang dimaksud (pengertian) barang milik

Negara/kekayaan Negara adalah : semua barang milik

Negara/kekayaan Negara yang berasal/diberi dengan dana yang

bersumber untuk seluruhnya ataupun sebagaian dari Anggaran

Belanja Negara ataupun dengan dana diluar Anggaran Belanja Negara

yang berada di bawah pengurusan atau penguasaan Departemen-

departemen. Lembaga-lembaga Negara, Lembaga-lembaga Pemerintah

Non Departemen serta unit-unit dalam lingkungannya yang terdapat,

baik di dalam negeri maupun di luar negeri, tidak termasuk kekayaan

Negara yang telah dipisahkan (kekayaan Perum dan Persero) dan

barang-barang milik/Kekayaan Daerah Otonom.

Penghapusan barang milik Negara/Daerah dapat saja terjadi

sewaktu-waktu sehingga dengan hapusnya barang milik Negara/Daerah

tersebut akan menimbulkan akibat hukum bagi status barang itu.

Timbul perubahan status hukum barang Negara/Daerah,

pelaksanaannya diluar atas dasar antara lain :

1.Instruksi Presiden RI No. 9 Tahun 1970 tentang Penjualan atau

Pemindah-tanganan Barang-barang yang Dimiliki/Dikuasai oleh

Negara.

2.Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 1971 tentang Penjualan

Kendaraan Peroranagan Dinas Miliki Negara.

3.Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 1974 tentang pelaksanaan

Penjualan Rumah Negeri, dan semua peraturan pelaksanaannya.

4.Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 4 tahun 1979, (yaitu khusus

untuk Barang Milik Daerah) yang mengatur secara teknis

administrative.

Adapun yang dimaksud dengan perubahan status hukum terhadap

barang Negara/Daerah adalah setiap tindakan hukum dari

Pemerintah/Daerah yang mengakibatkan terjadinya perubahan status

hukum pemilikan atas barang.

Terjadi perubahan status hukum tersebut dapat karena :

a.Penghapusan barang

b.Penjualan barang.

HUKUM PAJAKA. Kedudukan Hukum Pajak

Pada umumnya Hukum Pajak dianggap sebagai sebagai satu

bagian dari hukum publik dalm rumpun ilmu hukum Administrasi

Negara. P.J.A. Adrian, mantan guru besar Hukum Pajak pada

Universitas Amsterdam mengemukakan bahwa bagaimanpun lebih tepat

member tempat tersendiri untuk Hukum Pajak dengan kedudukan yang

sejajar dengan hukum Administrasi Negara. Alasan yang dikemukakan

untuk itu adalah :

1.Tugas hukum pajak bersifat lain dari Hukum Administrasi pada

umumnya.

2.Hukum Palak dapat secara langsung dipergunakan sebagai sarana

politik perekonomian.

3.Hukum Pajak memiliki tat-tertib dan istilah-istilah yang khas

untuk bidang pekerjaannya.

Hukum pajak yang juga sering disebut sebagi Hukum Fiskal

adalah keseluruhan peraturan-peraturan yang meliputi wewenang

pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan meyerahkannya

kembali kepada masyarakat dengan melalui kas Negara sehingga ia

merupakan bagian dari hukum publik yangmengatur hubungan-hubungan

hukum antara Negara dengan orang-orang atau badan-badan hukum

yang berkewajiban membayar pajak (wajib pajak)

B. Sejarah Pemungutan Pajak

Pada zaman dahulu orang-orang telah menganggap bijaksana dan

berbudi luhur serta mersa bangga untuk secara sukarela turut

serta memelihara kelangsungan hidup negaranya. Jalan fikiran

seperti ini dapt dilihat pada alam pikiran rakyat Yunani Kuno.

Pikiran itu berlangsung terus-menerus sampai jatuhnya Romawi

Barat pada tahun 476 Masehi, bahkan sampai diketemukannya benua

Amerika; sehinggga pada waktu tersebut pajak secara paksa belum

dikenal. Artinya pengeluaran-pengeluaran para Raja dan keperluan

Negara masih dibiayai oleh penghasilan dari harta kekayaan Raja,

tetapi dalam pengeluaran Negara yang berjumlah besar dan

diperkirakan tidak dapat dicukupi dari kekayaan pribadi raja maka

(barulah) dimintakan sumbangan secara sukarela dari rakyat baik

berupa barang maupun uang. Dan rakyat yang dapat memberikan

sumbangan sukarela tersebut dapat merasakan bangga.

Mengenai definisinya, banyak sarjana yang merumuskannya

dengan rumusan yang berbeda-beda. Rochmat Soemitro dalam bukunya

“Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan” memberikan

definisi bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara

berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada

mendapat jasa timbale (kontra prestasi) yang langsung dapat

ditunjukkan dan yang dipergunakan untuk membayar pengeluaran

umum.

C. Dasar Hukum Pajak di Indonesia

Menurut pasal 23 ayat (2) UUD 1945 segala pajak untuk

keperluan Negara berdasrkan Undang-undang. Jadi dasar hukum pajak

di Imdonesia mendapatkan landasan konstitusionalnya yaitu pasal

23 ayat (2) UUD 1945. Dari landasan tersebut diketahui dengan

jelas bahwa ketentuan perpajakan harus diatur dengan produk hukum

yang dibuat oleh Presiden bersama DPR, sebab menurut pasal 5 ayat

(1) dan menurut pasal 20 (1) Undang-undang itu dibuat oleh

Presiden bersama DPR.

Adanya Undang No. 8 tahun 1967 belum bisa menjawb secara

fundamental tentang masalah-masalah perpajakan sehingga tuntutan

akann perubahannya kembali tetap ada. Oleh sebab itu sejak tahun

1983 dilahirkan beberapa UU tentang perpajakan yang berlaku

sampai sekarang, yaitu :

1.UU No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan.

2.UU No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

3.UU No. 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan

Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

4.UU No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

5.UU No. 13 tahun 1985 tentang Bea Materai.

Berbagai UU tentang perpajakan tersebut telah diikuti

berbagai peraturan perundangan lainnya sebagai perangkat

pengaturan lebih lanjut berupa peraturan pemerintah dan Keputusan

Presiden maupun berupa Keputusan Menteri Keuangan Republik

Indonesia dsb.

D. Fungsi Pajak

Di sampan sebagi budgeter pajak mempunyai juga fungsi lain

yaitu sebagai regulerend. Dengan fungsi budgeter pajak terletak

di sector publik dan merupakan suatu alat atau sumber untuk

memesukkan uang sebanyk-banyaknya pada kas Negara yang kemudian

dipergunakan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran Negara yang

(di Indonesia) pada umumnya dipergunakan untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran rutin. Sedangkan fungsi regulerend

(mengatur) berarti bahwa pajak digunakan sebagai suatu alat untuk

menciptakan mencapai tujuan-tujuan tertentu yang berbeda di luar

bidang ekonomi dan banyak ditujukan pada sector swasta.

E. Macam-macam Pungutan

Secara garis besar macam-macam pungutan yang umumnya

dilakukan oleh pemerintah terhadap rakyat ada tiga macam yaitu

pajak, retribusi dan sumbangan.

Sedangkan pajak sebagai pengutan dapat dibedakan menjadi :

1.Pajak Subyektif dan pajak obyektif.

Pajak subyektif adalah pajak yang pemungutannya pertama-tama

memperhatikan keadaan wajib pajak. Sedangkan pajak obyektif

adalah pajak yang pemungutannya pertama-tama melihat kepada

obyeknya baik berupa benda, keadaan, perubahan maupun peristiwa

yang menyebabkan timbulnya kewajiban pajak.

2.Pajak langsung dan pajak tidak langsung.

Pjak langsung adalah pajak yang dipungut secara periodic

(berkala) di mana wajib pajak telah dapat ditentukan lebih

dahulu, sehingga sebelum permulaan tahun pajak telah dapat dibuat

lebih dulu daftar-daftar wajib pajak yang hanya bersangkutan.

Sedangkan pajak tidak langsung adalah pajak yang hanya dipungut

jika suatu ketika terdapat suatu peristiwa atau perubahan seperti

penyerahan barang-barang tak bergerak, pembuatan akte dan

sebagainya.

3.Pajak umum dan pajak daerah.

Timbulnya pembagian antara pajak umum dan pajak daerah

disebabkan adanya kekuasaan pemerintah pusat pada daerah-daerah,

sedangkan azaz hukum antara pajak umum dan pajak daerah tidak

mempunyai perbedaan, perbedaan lainya ialah bahwa sumber pajak

Negara (umum) relative tidak terbatas baik jumlah maupun

penggunannya.

Undang-undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok –pokok

Pemerintahan di Daerah menyebutkan bahwa sumber pendapatan daerah

adalah :

a.Pendapatan asli daerah sendiri

b.Pendapatan yang berasal dari pemberian pemerintah pusat.

c.Lain-lain pendapatan yang sah.

F. Retribusi, Sumbangan dan Ireda/Ipeda

Retribusi adalah pemungutan sebagai pembayaran atas suatu

pemakaian dengan prestasi kembalinya secara langsung.

Sumbangan adalah biaya-biaya atau pungutan yang dikeluarkan

untuk prestasi pemerintah tertentu dalam menutupi kekurangan

keuangan, seperti sumbangan untuk PON, MTQ dan sebagainya.

Adapun Ipeda (iuran pembangunan daerah) merupakan pungutan

pusat yang diselenggarakan oleh suatu direktorat yang semula

bernam Direktorat Pajak Hasil Bumi yang kemudian (sejak tahun

1975) diubah menjadi Direktorat Jenderal Pajak. Ipeda/Ireda ini

sekarang menjadi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).Sekalipun Ipeda

dan Ireda itu merupakan pungutan pusat tetapi penggunaannya bukan

untuk pusat melainkan untuk daerah guna kepentingan pembangunan

dan rehabilitsi perusahaan daerah.

G. Timbulnya Hutang Pajak

Hukum Pajak positif di Indonesia tidak mengatur secara

eksplisit tentang kapankah sebenarnya saat timbulnya hutang pajak

itu. Secara teoretis ada dua ajaran mengenai saat timbulnya

hutang pajak, yaitu :

1.Ajaran Materiil

Menurut ajaran materiil hutang pajak timbul karena undang-

undang bukan karena ketetapan fiskus. Jika sebelum keluarnya

ketetapan wajib pajak meninggal dunia maka hutang pajak akan

beralih pada ahli warisnya.

2.Ajaran Formal

Menurut ajaran ini hutang pajak timbul setelah

dikeluarkannya surat ketetapan pajak sehingga orang yang

meninggal dunia sebelum dikeluarkannya ketetapan pajak itu

menjadi bebas dari kewajiban membayar pajak sehingga tidak

diberikan kepada ahli warisnya.

H. Cara Pemungutan Pajak

Ada tiga cara pemungutan pajak atas penghasilan atau kekayaan seorang wajib pajak, yaitu sistem nyata (riil stelse),

sistem anggapan (fiktif stelse) dan sistem campuran (stelsel acmpuran) .

1.Stelsel Nyata

Dalam stelsel ini pungutan pajak didasarkan pada penghasilan

yang sesungguhnya diperoleh dalam setiap tahun. Besarnya

penghasilan seorang wajib pajak baru diketahui secara

sesungguhnya pada akhir tahun.

2.Stelsel Anggapan

Berdasarkan stelsel ini adkalanya tanpa sam sekali

terpengaruh oleh besarnya penghasilan yang sesungguhnya diperoleh

dalm tahun yang sedang berjalan itu, sehingga besarnya pajak

telah dapat ditentukan pada awal tahun pajak.

3.Stelsel Campuran

Stelsel ini merupakan gabungan dari dua stelsel sebelumnya.

Mula-mula pungutan pajak didasarkan atas satu anggapan bahwa

penghasilan seseorang dianggap sama besarnya dengan penghasilan

sesungguhnya pada tahun sebelumnya, kemudian baru disesuaikan

dengan penghasilan sesungguhnya pada tahun yang bersangkutan.

PUBLIK DOMAIN(Kepunyaan Publik)

A. Aturan Hukum Publik Domein

Seperti diketahui bahwa pemerintah dalam Negara modern ini

tampil dengan legitimasi untuk melaksanakan tugas-tugas

pembangunan masysrakat. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya itu

pemerintah memerlukan fasilitas yang dapat dimiliki oleh Negara.

Benda-benda itu dimiliki oleh Negara/pemerintah sebagai

subyek hukum yang lain, artinya pemerintah dapt memiliki hak-hak

atas benda-benda itu. Dan benda-benda yang dimiliki oleh

pemerintah itu disebut publik Domain atau Staats Domain (Keputusan

publik atau kepunyaan Negara).

B. Perbedaan Paham

Menurut E. Utrecht telah timbul perselisihan paham di

kalangan Sarjana Hukum mengenai Staats Domain tersebut.

Perselisihan itu bermula dengan adanya pembagian kepunyaan

Negara sejak abad XIX, yakni pembagian ke dalam kepunyaan privat

dan kepunyaan publik. Pembagian tersebut mula pertama dilakukan

oleh seorang srjana Perancis yang bernama Proudhon. Sejak awal

abad XIX Proudhon telah mengadakan pembagian tentang kedudukan

hukum dari kepunyaan Negara itu yaitu :

1.Kepunyaan privat (domaine prive)

Kepunyaan privat meliputi benda-benda yang dipakai oleh aparat

pemerintah dalam melakukan tugas-tugasnya. Kemanfaatan benda-

benda tersebut secara langsung lebih digunakan oleh aparat

pemerintah (jarang dipakai oleh umum); seperti kebun-kebun, rumah

dinas, gedung badan usaha Negara dan sebagainya.

2.Kepunyaan publik (domaine public)

Kepunyaan publik meliputi benda-benda yang disediakan oleh

pemerintah untuk dipakai oleh masyarakat. Kemanfaatan benda-benda

tersebut dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat umum,

seperti jalan umum, jembatan, pelabuhan, lapangan olah raga dan

sebagainya (termasuk kantor-kantor pemerintah untuk melayani

publik).

Menurut Proundhon bahwa privat domaine diatur dengan hukum

biasa dalam lapangan perdata yaitu hukum yang mengatur “propiete”

dalam “Code Civil” Perancis. Di Indonesia pengaturan

terhadapkepunyaan privat dari kepunyaan Negara ini diatur di dalm

pasal 570 KUH Perdata.

Sedangkan kepunyaan publik tidak tunduk kepada hukum perdata

biasa; sebab benda-benda kepunyaan publik itu tunduk kepada dan

diaturoleh hukum tersendiri yang bukan propriete dalm Code Civil

melainkan hukum tersendiri yakni “hukum domaine public”.

Thorbecke, seorang ahli ilmu hukum publik di negeri Belanda,

sependapat dengan Proudhon. Smpai dengan tahun 1890-an pendapat

Thorbeeke diterima secara umum di negeri Belanda mengemukakan

bahwa tidak salah jika dikatakan pemerintah itu bukan eigenaar.

Beberapa pasal BW bisa dikemukakan oleh Thorbecke sebagai berikut

:

Pasal 573 (1) : Benda-benda yang tidak dalam perniagaantidak

dapat menjadi pokok besit.

Pasal 1164 (1 ) : Yang dapat dibebani hipotik hanyalah benda-benda

bergerak yang dalam perniagaan.

Pasal 1332 : Hanya benda-benda dalam perniagaan dapat menjadi

pokok suatu perjanjian.

Pasal 1953 : Berdasarkan lewat orang tidak dapat memperoleh hak

milik (eigenaar) atas benda-benda diluar perniagaan.

Berdasarkan pasal-pasal tersebut maka dikemukakan bahwa

benda-benda yang bukan benda perniagaan tidak dapt menjadi pokok

besit; sehingga benda-benda tersebut tidak dapat menjadi hak

egendom. Benda-benda yang tidak dapat dijadikan hak eigendom

tersebut tentu saja bukan milik seseorang eigenaar. Dengan

demikian pemerintah bukanlah eigenaar terhadap benda-benda

domaine public ini, sebab domaine public bukan benda perniagaan.

Mr. Von Reeken menentang pendapat Thorbecke dengan

mengemukakan pendapatnya sebagai berikut :

1.Benda-benda yang diselenggarakan untuk kepentingan umum bukanlah

benda di luar perniagaan, sebab benda-benda di luar perniagaan

adalah benda-benda yang dikeluarkan dari pergaulan hukum biasa

(maka domaine public bukanlah benda di luar perniagaan dalam

keseluruhannya).

2.Negara adlah eigenaar menurut hukum privat biasa dari publik

domaine sehingga hukum privat (hukum perdata) berlaku juga bagi

benda-benda tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan

kepentingan publiknya. Bilamana benda-benda tersebut digunakan

untuk kepentingan umum maka sebagian benda-benda itu menjadi

benda “di luar perniagaan” sehingga tidak seluruhnya dikeluarkan

dari lapangan hukum privat biasa.

Dari sana dapat disimpulkan bahwa sikap ilmu hukum dan

yurisprudensi menempatkan Negara sebagai “egenaar” adalah

memiliki alasan-alasan yang kuat secara yuridis.

C. Hak Menguasai oleh Negara dan Publik Domaine di Inadonesia

Dasar tentang hak menguasai oleh Negara ini secara sangat

dasar ditentukan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi :

“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya

dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnay

kemakmuran rakyat”

Selanjutnya pasal 2 UUPA menyatakan bahwa : “Bumi, air dan

ruang angkasa termasuk kekayaan yang terkandung didalamnya pada

tingkat tinggi dikuasai oelah negar, sebagai organisasi kekuasaan

seluruh rakyat.

Sedangkan pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa yang dimaksud

hak menguasai oleh Negara adalah kewenangan untuk :

1.Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, persediaan, dan

pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.

2.Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-

orang dengan bumi, air dan rung angkasa.

3.Menentukan dan mengatur hubnungan-hubungan hukum antara orang-

orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan

ruang angkasa.

Jadi yang dimaksud dengan hak menguasai oleh Negara di sini

ialah mengatur dan mendudukan posisi bumi, air dan ruang angkasa

sesuai dengan fungsi Negara sebagi organisasi kekuasaan untuk

mencapai tujuan bersama.

D. Cara Mendapatkan/Jalan Negara Menggunakan “Hak Menguasai” atas

Benda-benda Publik Domaine

1.Penyerahan secara sukarela

Yaitu penyerahan dari pemilik agar barang-barang miliknya dapat

dikuasai oleh Negara untuk kepentingan umum.

2.Pertukaran

Yaitu kesepakatan antara pemilik dan penguasa Negara bahwa

pemilik menyerahkan benda-benda miliknya kepada Negara, sedangkan

Negara menyerahkan benda-benda lain sebagai pengganti.

3.Pembelian

Yaitu Pembelian oleh Negara terhadap eigenaar swasta baik dengan

cara pemborongan maupun dengan cara pembelian biasa seperti yang

diatur dalam pasal 1457 – 1540 BW.

4.Daluarsa

Yaitu pemilikan karena benda-benda tersebut telah dikuasai oleh

Negara selama waktu yang cukup lama dan selama itu tidak ada yang

mengguagat atau mengklaim sebagai miliknya.

5.Pencabutan (Onteigening)

Yaitu pemaksaan oleh Negara terhadap eigenaar swasta untuk

menyerahkan hak miliknya kepada Negara bilamana yang

berseangkutan tidak mau menyerahkan menurut harga wajar sedangkan

Negara untuk kepentingan umum sangat memerlukan hak tersebut.

Selain itu ada juga lembaga “pembebasan”.

6.Karena klaim pengusaaan atas tanah yang diterlantarkan.

7.Kareana ketentuan pasal 21 (3) dan pasal 26 (2) yaitu : Orang

asing (yang mempunyai kewarganegaraan dua macam) dan orang

Indonesia yang tidak punya kewarganegaraan lagi harus melepas hak

miliknya dalam satu tahun; jika tidak tanahnya jatuh pada Negara.

Mata Kuliah Hukum Keuangan Negara - PENGERTIAN DAN TUJUANPERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH

PENGERTIAN DAN TUJUAN PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH

Menurut UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

Daerah yang dimaksud dengan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

Pusat dan Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan

yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam

rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan

mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran

pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

Pada dasarnya pelaksanaan perimbangan keuangan pusat dan daerah

merupakan amanat UUD 1945 yaitu diselenggarakannya otonomi seluas-

luasnya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian

secara ekspisit tertuang dalam Pasal 18A ayat (2) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan agar hubungan

keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan

sumber daya lainnya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-

Undang. Dengan demikian, Pasal ini merupakan landasan filosofis dan

landasan konstitusional pembentukan Undang-Undang tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Lebih lanjut Pendanaan dalam perimbangan keuangan pusat dan daerah

tersebut menganut prinsip money follows function, yang mengandung makna

bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban

dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan.

Dalam UU No 33 tahun 2004 beberapa istilah yang penting adalah

Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-

batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan

dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah

kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan

dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada

gubernur sebagai wakil Pemerintah.

Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah

dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan

mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah

yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam

rangka pelaksanaan Desentralisasi.

Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai

kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan

APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan

antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan

Desentralisasi.

Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan

APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk

membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan

sesuai dengan prioritas nasional.

Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang

dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup

semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan

Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi

vertikal pusat di daerah.